SALAM REDAKSI TENTANG PENGAJIAN RAMADLAN
SAJIAN UTAMA Ketidakadilan sejarah yang ditimpakan kepada umat Islam Indonesia sudah demikian keterlaluan. Terjadi banyak pembengkokan sejarah. Perlukah diluruskan?
DIALOG Betapa banyak fakta sejarah yang membuktikan kalau umat Islam adalah pejuang dan berperan penting pada perjalanan bangsa dan negara Indonesia.
TANYA JAWAB AGAMA Permasalahan apa saja yang muncul ketika hanya mengandalkan rukyat?
Assalamu’alaikum wr. wb. Pembaca, setiap tahun PP Muhammadiyah
BINA AKHLAK Bagaimana membangun kembali sikap ta’dzim?
mengadakan pengajian khusus pimpinan bernama Pengajian Ramadlan. Ini bukan
MENU
pengajian biasa, tetapi lebih merupakan forum kajian. Yang dijadikan materi
04 TAJUK RENCANA
pengajian ini adalah materi ke-Islaman, keMuhammadiyahan, dinamika pergerakan
06 SAJIAN UTAMA
Islam, masalah nasional dan global yang
12 BINGKAI
mendesak untuk dicarikan solusinya dan sebagainya. Tiap tahun pula Suara Muhammadiyah menghadiri Pengajian Ramadlan itu. Materi
14 TANYA JAWAB AGAMA 16 PEDOMAN 17 KOLOM
pengajian, dengan diperkaya wawancara, kemudian disusun menjadi Sajian Utama. Dengan demikian, para aktivis
22 DIALOG 31 KHUTBAH
Muhammadiyah di Wilayah, Daerah, Cabang, Ranting dan jamaah Muhammadiyah di pelosok Tanah Air dapat mengikuti apa yang disajikan dalam Pengajian Ramadlan. Apa yang dibahas, dipikirkan dan dicarikan solusinya di tingkat Pusat tetap dapat diikuti para aktivis
39 LAZIS 43 KALAM 44 HUMANIORA 46 SAKINAH 50 TELAAH PENDIDIKAN
Muhammadiyah lewat membaca majalah ini. Sekian, sampai ketemu pada edisi mendatang. Wassalamu’alaikum wr. wb. (REDAKSI)
52 WAWASAN MUHAMMADIYAH 56 SOHIFAH 59 DINAMIKA PERSYARIKATAN
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16-31 AGUSTUS 2011
3
TAJUK RENCANA
MENCERAHKAN POLITIK KEBANGSAAN
B
angsa Indonesia sesungguhnya memiliki potensi dan peluang untuk menjadi besar, maju, dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Betapapun banyak masalah yang melanda bangsa ini, tetapi daya tahan dan harapan mayoritas rakyat sungguh luar biasa, mereka mampu hidup dalam kondisi yang mengimpit sekalipun. Rakyat sungguh memiliki spirit hidup yang gigih dan mandiri untuk berjuang dalam hidup, dengan tertatih-tatih sekalipun. Mereka yang di pelosok-pelosok Tanah Air bahkan menerima keadaan yang miskin dan tertinggal dengan tulus dan tanpa mengeluh. Kekayaan dan sumber-sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini juga terbilang kaya, sehingga peluang untuk meraih kemakmuran sangat terbuka lebar. Pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran 6%, bahkan diproyeksikan menyentuh angka 7%, sesunguhnya merupakan modal yang cukup untuk maju. Sementara, fondasi yang telah diletakkan para pendiri bangsa juga begitu kokoh, berupa citacita nasional yang berwawasan jauh ke depan tentang sosok bangsa yang maju, bersatu, adil, makmur, dan berdaulat. Reformasi nasional 1998 pun sesungguhnya telah membuka lembaran baru untuk kehidupan Indonesia yang demokratis, sebagai jalan terbuka untuk membangun kemajuan, keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Namun sayang, bangsa ini seolah terpenjara oleh para elitnya yang memperoleh amanat atau mandat besar tetapi miskin konsistensi. Janji tak ditepati. Kata tak sejalan tindakan. Lebih banyak retorika ketimbang perbuatan nyata. Banyak mengeluh, meratap, dan tidak jarang gaduh antar elit. Perilaku menyandera itu tidak hanya dilakukan elit pemerintahan di eksekutif, tetapi juga di legislatif dan yudikatif dalam beragam perilaku yang jauh dari cita-cita nasional dan harapan rakyat. Korupsi kelas berat makin runyam di tengah para penegak hukum yang tidak konsisten bahkan cenderung melakukan pembiaran dan salah urus. Para elit baru dari berbagai lingkungan itu, lebih-lebih para wakil rakyat, bahkan terkesan ajimumpung. Ajimumpung secara materi, fasilitas,bahkan sikap berkuasa. Kehidupannya di mata publik sungguh glamour dan terkesan berjuis, sehingga menampilkan orang-orang kaya baru dan penguasa-penguasa baru yang begitu banyak tingkah dan polah. Kesadaran kuasa jauh melebihi tanggungjawab, komitmen, etika, dan pengabdiannya untuk bangsa dan negara. Retorika, pencitraan, dan penampilan fisiknya kian menunjukkan kelas atas baru yang di mata publik seolah tengah mabuk kuasa. Nyaris tak ada kekuatan publik atau siapa pun yang mampu mengerem dan mengendalikannya, karena kritik dan tausiyah seolah menembus tembok baja. Politik yang sejak reformasi telah tumbuh mekar menjadi panglima baru yang sangat perkasa, tidak dikhidmatkan untuk sebesarbesarnya hajat hidup rakyat. Politik tidak difungsikan untuk mengurus negara dengan baik dan benar. Politik tidak untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan umum yang optimal memihak kepentingan rakyat. Politik tidak untuk menampilkan kebaikan umum bagi kehidupan bangsa dan negara. Politik, apalagi, tidak untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan sebagaimana dengan susah payah diperjuangkan oleh para syuhada dan peletak dasar bangsa. Politik hanya untuk kepentingan diri elit politik, keluarga, kroni, dan lingkungan partai sendiri. Inilah bentuk ananiyah hizbiyyah baru, politik hanya mengabdi pada dirinya sendiri. Bangsa ini harus dibebaskan dari sandera-sandera politik yang menahan laju kemajuan. Bahkan dapat mempersubur benih ketidakpuasan saat ini. Ada kemajuan di sana sini, tetapi carut-marut dan hiruk-pikuk politik yang menyandera kehidupan bangsa dan negara ini jauh lebih terasa di hadapan rakyat. Padahal jika para elit politik dan lembaga-lembaga pemerintahan itu dapat menunaikan tugas konstitusionalnya secara sungguh-sungguh, optimal, dan disertai banyak terobosan maka bangsa Indonesia ini mampu tegak sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Inilah musibah kepemimpinan nasional secara luas, dari hulu hingga hilir, dari puncak hingga akar. Maka, sungguh diperlukan pencerahan politik berbasis moral yang luar biasa dahsyat untuk menyembuhkan penyakit sandera politik yang akut itu. Di sini, soal politik kebangsaan jangan hanya dibicara bagaimana meraih kuasa dan masuk ke relung-relung strategis seperti idiom manis para praktisi, tanpa berpikir betapa mahal berpolitik dengan amanah dan pertanggungjawaban. Para elit, lebih-lebih di bulan Ramadlan yang agung, perlu diajak bersih-bersih diri dan melakukan pertaubatan nasional untuk kembali ke jalan lurus dalam mengurus negara dan hajat hidup rakyat. Manakala tidak, jalan terjal bahkan bahaya tidak akan terelakkan lagi. Maukah para elit nasional dan lokal melakukan pencerahan diri di bulan suci dan hari raya fitri?l HNs. PENASIHAT AHLI: H Din Syamsuddin, HM Amien Rais. PEMIMPIN UMUM: H Ahmad Syafii Maarif. WAKIL PEMIMPIN UMUM: HA Rosyad Sholeh. PEMIMPIN REDAKSI: H Haedar Nashir. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: HM Muchlas Abror. PEMIMPIN PERUSAHAAN: Didik Sujarwo. DEWAN REDAKSI: HA Munir Mulkhan, Sjafri Sairin, HM Sukriyanto AR, Yusuf A Hasan, Immawan Wahyudi, M Izzul Muslimin. REDAKSI PELAKSANA: Mustofa W Hasyim. STAF REDAKSI: Amru HM, Asep Purnama Bahtiar, Deni Al-Asy'ari, Ahmad Mu'arif. SEKRETARIS REDAKSI: Isngadi Marwah. TATA LETAK/ARTISTIK: Dwi Agus M., Amin Mubarok, Elly Djamila. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN: Zuly Qodir. ARSIP & DOK: H Aulia Muhammad, A Nafian, EDITOR BAHASA: Imron Nasri, Ichwan Abror . Iklan & Pemasaran hubungi: Deni (081931727578), Triastuti (081904181912)
SM 16-2011 COVER: Joko Supriyanto FOTO: -
ALAMAT REDAKSI/TATAUSAHA: Jalan KH Ahmad Dahlan 43 Yogyakarta 55122 Telp. (0274) 376955 Fax. (0274)411306 SMS: 081904181912 E-mail:
[email protected] Web: www.suara-muhammadiyah.com Terbit 2 kali sebulan. Harga langganan/eceran 1 nomor Rp. 12.500,- +ongkos kirim untuk: - Sumatera dan Bali Rp.500,- Kalimantan dan Sulawesi Rp.1.500 ,- NTT, NTB, Maluku dan Indonesia Timur Rp.2.500,Berlangganan sekurang-kurangnya 3 bulan (6 nomor) bayar di muka. "SM" menerima sumbangan tulisan dari para pembaca. Panjang tulisan 3-7 hal A4, diketik dua spasi penulis harus mencantumkan alamat lengkap, no. telp., dan no. rekening. Semua naskah masuk menjadi milik Suara Muhammadiyah dan tidak akan dikembalikan.
WARTAWAN "SUARA MUHAMMADIYAH"
Melaksanakan Dakwah Islamiyah Amar Makruf Nahi Munkar. Dirintis KHA. Dahlan sejak tahun 1915 PENERBIT: Yayasan Badan Penerbit Pers "Suara Muhammadiyah" SIUPP: SK. Menpen RI No. 200/SK/Menpen/SIUPP/D.2/1986, tanggal 26 Juni 1986, Anggota SPS No. 1/1915/14/D/ 2002 // ISSN: 0215-7381
BANKERS: BNI Trikora Rek. No. 0030436020 BRI Katamso Rek. No. 0245.01.000264.30.7 BRI Cik Ditiro Rek. No. 0029.01.000537.30.6 Giro Pos Rek. No. 550 000200 1 Bank Niaga Syariah Rek. No. 520-01-00185-00-4 BPD Rek. No. 001.111.000798 BNI Syariah Rek. No. 009.2196765 Bank Muamalat Rek. No. 531.0000515 Shar-E Rek. 902 69924 99 an. Drs. H Mulyadi Dicetak: Cahaya Timur Offset Telp. (0274) 376730, 380372
TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER
SUARA PEMBACA SALUT UNTUK TRANS TV Di tengah-tengah acara tayangan di media elektronik maupun non-elektronik yang tidak mendidik anak bangsa dan warga bangsa, ternyata masih ada acara yang mencerahkan — peradaban manusia khususnya, peradaban bangsa pada umumnya. Yaitu acara “Jika Aku Menjadi” yang ditayangkan pada sore hari. Tayangan tersebut untuk mendidik kita bersyukur dan melihat masyarakat kita yang termarjinalkan atau terpinggirkan alias kurang beruntung. Dengan acara tersebut timbul kepedulian kita dengan memberikan kontribusi apa yang kita miliki demi memberikan secercah senyum kepada mereka. Yang akhirnya, dapat menjadikan masyarakat dan bangsa yang mencerahkan peradaban manusia. Musthofa Thoha Ketua LSBO Muhammadiyah Tangerang Selatan Jl HK Gg G Saat No 13 Kademangan Setu Tangerang Selatan Banten. HP 085691065741
SM AGAR DIRIKAN BIRO DAERAH Melalui surat ini, saya bermaksud menyampaikan usulan yang mungkin bisa dipertimbangkan, yaitu sbb: Satu, supaya dalam setiap edisi, Suara Muhammadiyah diterbitkan dengan basis kebutuhan periklanan lokal. Maksudnya, bahwa Suara Muhammadiyah untuk daerah
tertentu berbeda periklanannya dengan daerah lainnya. Sebab seorang pengusaha, misalnya dari Yogyakarta memasang iklan dengan pembaca yang ada di Papua, maka terlalu banyak kos yang harus dikeluarkan untuk membeli barang dari Yogyakarta. Dua, Suara Muhammadiyah mendirikan Biro Daerah yang wartawannya dapat beroperasi di daerah-daerah yang ada bironya.
Arah dari pendirian biro wartawan di daerah ini, adalah agar pemberitaannya juga bisa menukik dalam ke jantung grass root Muhammadiyah. Ketiga, Suara Muhammadiyah menerbitkan Surat Kabar Harian “Suara Muhammadiyah”, yang penerbitannya dilaksanakan setiap hari, edisi berita-berita yang lebih inklusif dan relevan di masyarakat. Esensi dari Suara
Muhammadiyah harian ini, juga agar berita tentang dakwah Muhammadiyah lebih mungkin dibaca mereka yang berada di pinggir jalan, yang hidup di jalanan, di teras toko dll. Syiar ini akan lebih luas menyampaikan pesan-pesan pencerahan di tengah masyarakat. Muhibbuddin, SPd HP 08125893091 www.suaramuhibbuddin.wordpress.com
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16-31 AGUSTUS 2011
5
SAJIAN UTAMA dengan menampilkan munculnya kelompok Islam sebagai pengacau. Inilah yang menyebabkan umat Islam Kampung Kauman mencatat sejarahnya sendiri. Juga membuat monumen sendiri dan selalu melakukan sosialisasi bahwa umat Islam Yogyakarta memiliki peran besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mempertahankan kesatuan Indonesia dalam melawan kelompok kiri yang akan mengubah fondasi negara Indonesia. Di kampung basis Muhammadiyah ini berdiri monumen perjuangan umat Islam lengkap dengan nama-nama pahlwan lokal yang gugur tahun 1945-1949. Kampung kelahiran pendiri Republik Indonesia, Ki Bagus Hadikusumo juga memiliki pahlawan nasional yang terdiri dari suami istri, yaitu KHA Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan. Seandainya kampung-kampung Islam, desa-desa Islam, pesantren, kecamatankecamatan Islam kabupaten-kabupaten Islam (kabupaten dengan mayoritas berpenduduk Islam), kota-kota santri dan provinsi-provinsi Islam (provinsi dengan mayoritas penduduk beragama Islam) yang berjasa memiliki jejak sejarah dalam melahirkan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia berdasar Pancasila mau menulis sendiri sejarah perjuangan para generasi pejuang dulu seperti yang dilakukan oleh warga Kampung Kauman Yogyakarta, maka ketidakadilan sejarah yang menimpa umat Islam akan dapat dihapus untuk selamalamanya. Berdasar dari bahan sejarah lokal perjuangan umat Islam setempat itu akan dapat direkonstruksi atau ditulis ulang sejarah Indonesia yang adil dan beradab. Yaitu sejarah Indonesia yang mengakui peran besar perjuangan umat Islam Indonesia. Sebab tanpa hadirnya umat Islam Indonesia yang mau berjuang melawan penjajah, tanpa hadirnya tokoh Islam yang mau ikut bersusah payah melahirkan Republik Indonesia dan tanpa hadirnya pejuang-pejuang Islam di seluruh pelosok Indonesia dalam mengusir kembali serdadu Belanda yang bukan Islam itu, maka hampir dipastikan sekarang sudah tidak ada lagi Republik Indonesia. Mari kita mulai terlebih dahulu perjuangan umat Islam melawan ketidakadilan sejarah ini. Sejarah Indonesia yang dimanipulasi perlu dibongkar dan ditulis ulang. Itulah satusatunya cara untuk menyelamatkan anak cucu kita dari ketersesatan sejarah ketika mereka membaca buku, mengunjungi museum dan melihat monumen-monumen.l Bahan dan tulisan: tof
Islam, Korban Ketidakadilan Sejarah
L
etjen ZA Maulani dengan nada pahit pernah mengatakan bahwa Negara Indonesia gagal melakukan banyak agenda reformasi. Salah satunya adalah reformasi dalam penulisan sejarah. “Negara ini sangat dlalim dalam merekam perjalanan sejarah bangsanya sendiri,“ ujarnya dalam sebuah diskusi bersama kalangan anak muda di Jakarta tahun 2002. Perjuangan umat Islam dan tokoh Islam dalam ikut melahirkan Republik Indonesia tidak dicatat dalam sejarah resmi dan tidak dimunculkan dalam diorama museummuseum. Demikian juga sejarah perjuangan umat Islam dan tokoh Islam dalam mempertahankan kemerdekaan dan perjuangan mengusir kembali penjajah Belanda yang beragama bukan Islam juga banyak dihapus dan dikaburkan. Takbir Bung Tomo ketika menggelorakan semangat perlawanan arek-arek Suroboyo dalam peristiwa 10 Nopember 1945 bahkan tidak ditampilkan dalam sebuah pentas ketoprak sejarah perjuangan. Hanya ditampilkan pekik Merdeka saja. Padahal jelas rekaman radio RRI yang asli ada pekik takbir itu. Peran besar kelompok santri dalam berjuang mengalahkan tentara Belanda yang bukan Islam itu di berbagai daerah juga tidak dimunculkan dalam monumen-monumen. Monumen dan museum resmi lain bahkan memutarbalikkan fakta hanya
6
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN - 1 SYAWAL 1432 H
SAJIAN UTAMA
Umat Islam Bukan Pendatang di Negeri Ini Islam sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah oleh apa pun. Namun, keberadaan Islam di negeri ini selalu dipermasalahkan bahkan diusik dan diganggu oleh sebagian kecil penduduk negeri ini. Meskipun kelompok ini kecil namun gerakan mereka sangat aktif dan bergerak di semua lini. Seperti sisa-sisa Laskar Jipang yang dipimpin Tohpati yang selalu meneror ketentraman Pajang dalam kisah rekaan SH Mintardja. Mereka terus bergerak merebut semua hak milik umat Islam.Termasuk dalam penulisan sejarah tentang NKRI ini.
P
ada saat pergerakan merebut kemerdekaan, umat Islam sudah menjadi umat mayoritas di negeri ini. Sudah barang tentu pejuang yang ikut bergabung dan memanggul senjata adalah umat Islam juga. Oleh karena itu, kita mengenal Laskar Hizbullah yang berjuang di garis depan ketika mengusir penjajah agar segera hengkang dari negeri ini. Para tokoh yang memimpin gerakan perlawanan terhadap penjajah juga tokohtokoh Islam. Teuku Umar, Diponegoro, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, Sultan Hasanuddin, Kiai Mojo, Pangeran Antasari dan lain-lainnya itu adalah seorang Muslim. Seorang tokoh umat Islam, yang berjuang dengan dilandasi semangat keagamaan yang kokoh. Namun, sejarah yang kemudian sampai ke masyarakat saat ini terkesan hendak memisahkan status mereka dengan agama yang mereka anut. Mereka yang berjuang mengusir penjajah karena didasari semangat keagamaan yang kuat hanya dikenalkan sebagai tokoh nasionalis semata, dipreteli semua atribut ke-Islamannya. Pangeran Diponegoro yang santri dan sangat taat menjalankan Islam digambarkan sebagai seorang Jawa yang masih animis. Diponegoro digambarkan sering pergi menyepi untuk bersemedi memperdalam ilmu klenik dan ilmu kesaktian yang tidak masuk akal dan bersekutu dengan para siluman penunggu gowa angker. Cerita dan interpretasi semacam ini tampak
sengaja terus dimunculkan dan dibesarbesarkan untuk memperkuat kesan bahwa tokoh-tokoh dalam sejarah Indonesia adalah tokoh yang tidak terlalu Islami. Cerita rekaan seperti ini jelas tidak dapat diterima karena dari berbagai cerita lisan yang ada dan terus hidup di masyarakat. Diponegoro selalu digambarkan sebagai panglima perang yang memakai sorban putih seperti umumnya pakaian ulama masa itu. Perang yang digelorakan oleh Diponegoro juga biasa disebut dengan Perang Sabil (jihad fi sabilillah). Di setiap tempat pemberhentian pasukan Diponegoro juga masih meninggalkan berbagai seni dan budaya yang sangat kuat nuansa Islamnya. Demikian juga halnya dengan Kartini, yang kita kenal sebagai tokoh emansipasi pembela kaum perempuan Indonesia. Cerita-cerita rekaan yang sampai pada generasi sekarang hanyalah menghadirkan Kartini sebagai perempuan tradisional Jawa yang hanya akrab dengan budaya kebangsawanan Jawa semata. Namun kemudian tercerahkan ketika dia mulai kenal dengan budaya barat Belanda lewat korespondensi surat-suratnya. Kartini akhirnya “memberontak dan melawan” tradisi jahiliyah Jawa yang mengekang dan membatasi gerak kaum perempuan dan melarang kaum perempuan Jawa untuk mendapatkan pendidikan. Kartini melawan semua tradisi itu dengan menulis beberapa surat yang dikirimkannya kepada para
sahabatnya di Eropa. Cerita hanya berakhir seperti itu dengan menutupi satu kenyataan yang lain, Kartini mendapatkan pencerahan dan ide “kesetaraan” itu justru lewat pelajaran tafsir Al-Qur’an yang diajarkan oleh Kiai Saleh Darat. Tanpa mengecilkan jasa Kartini yang peduli pada nasib kaum perempuan Indonesia, pada tahun 1970-an, Guru Besar Universitas Indonesia, Prof DR Harsja W Bachtiar pernah mengkritik ‘pengkultusan‘ RA Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, cetakan ke-4), Harsja W Bachtiar menulis sebuah artikel berjudul “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita”. Tulisan ini bernada gugatan terhadap penokohan Kartini. “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orangorang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut. Prof DR Harsja W Bachtiar juga memperkenalkan ada wanita lain yang mungkin lebih tepat untuk dijadikan simbol kemajuan wanita Indonesia. Misalnya, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh atau, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan. Sultanah Safiatudin adalah sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
7
SAJIAN UTAMA ilmu pengetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karyakarya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di Daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita.
Kudus di Padang (terakhir pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Dewi Sartika (18841947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Dewi Sartika bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana
Masjid ini menjadi saksi perjuangan umat Islam mempertahankan kemerdekaan RI.
Sedangkan Siti Aisyah We Tenriolle bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. BF Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita. Dalam Republika 9/4/2009, Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sezaman dengan Kartini yang juga berpikiran sangat maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung dan Rohana 8
School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini. Dewi Sartika dan Rohana Kudus sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui korankoran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan). Tidak hanya itu, kalau kita jujur mengukur kontribusi Kiai Dahlan dan Ki Hadjar Dewantara dalam dunia pendidikan kita tentu akan bisa menakar sendiri siapa sesungguhnya yang lebih pantas mendapatkan gelar sebagai bapak pendidikan
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
Indonsia. Dan tanggal lahir siapa yang lebih pantas untuk diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Dari sisi waktu mulai bergeraknya, Kiai Dahlan lebih dahulu mereformasi sistem pendidikan Islam dengan mengadaptasi sistem pendidikan Belanda yang memang lebih maju. Kiai Dahlan memulai gerakan mencerdaskan bangsa dengan mendirikan Muhammadiyah pada tangal 18 Nopember 1912 dan sampai hari ini masih terus melahirkan sekolah-sekolah baru di seluruh pelosok Indonesia. Sedangkan Ki Hadjar Dewantara baru mulai merintis berdirinya Perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Pada tahun itu sistem pendidikan modern yang dirintis Kiai Dahlan tentu sudah mulai mapan dan kokoh. Sasaran yang dicerdaskan Kiai Dahlan juga tidak hanya sebatas di kelompok santri semata tetapi juga anakanak dari kelompok priyayi dan kaum abangan miskin. Namun sampai hari ini Pemerintah RI masih menetapkan tanggal 2 Mei sebagai hari pendidikan nasional. 2 Mei 1889 adalah tanggal kelahiran Soewardi Soerjaningrat yang kemudian kita kenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara. Perintis Perguruan Tamansiswa. Jendral Soedirman yang sekarang kita kenal Bapak TNI dan juga kader HW ini suatu hari nanti mungkin juga akan dikarangkan cerita yang berbeda sebagaimana yang telah ditimpakan kepada Diponegoro. Tampaknya memang ada desain untuk membelokkan sejarah yang ada. Sedikit demi sedikit peran umat Islam yang telah berjasa bagi negeri ini akan terus dipreteli sampai habis tanpa sisa. Umat Islam akan segera dicitrakan sebagai sekedar pendatang di tanah Nusantara ini tanpa memberi kontribusi yang berarti. Tujuan upaya pembelokan sejarah ini adalah membuat umat Islam tidak nyaman dan merasa bahwa NKRI ini adalah bukan negaranya, sehingga umat Islam akan dengan mudah diprovokasi untuk kemudian menjebaknya sebagai rakyat yang tidak nasionalis, sebagai rakyat yang tidak cinta pada negeri ini. Inilah yang harus kita waspadai. Umat Islam bukanlah pendatang tetapi umat Islam adalah pemilik saham terbesar pada proses kemerdekaan sampai terciptanya NKRI ini.l k’ies
SAJIAN UTAMA
Penulisan Sejarah Kebangsaan Umat Islam Diskriminatif!
Sjafrudin Prawiranegara bersama pemimpin nasional lainnya,
D
i negara mana pun di dunia ini, sejarah selalu ditulis berdasarkan keberpihakan pada kekuasaan politik atau politik yang sedang berkuasa. Kondisi yang sama bisa ditemukan dan dirasakan oleh umat Islam di Indonesia. Sejarah keterlibatan dan peran besar tokoh serta umat Islam dalam memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan ini dikubur oleh kepentingan politik kekuasaan yang ada. Demikianlah, salah satu pandangan tokoh Islam, AM Fatwa yang juga pernah menjadi korban politik Tanjung Priok di era Orde Baru kepada SM. “ Kita harus menyadari, bahwa sejarah itu biasanya ditulis dan berpihak kepada kekuasaan politik. Kondisi yang seperti ini sudah cukup lama terjadi, karena kekuasaan politik yang ada di Tanah Air tidak berada di tangan tokoh-tokoh Islam. Maka pada saat-saat itulah peranan dan kontribusi mereka (umat Islam) terhadap perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa tersembunyikan,” tutur mantan Wakil Ketua MPR RI ini ketika ditemui di kediamannya, Jakarta. Kekecewaan terhadap kondisi yang seperti ini sempat diungkapkan oleh Letjen ZA Maulani, ketika berdiskusi dengan beberapa kelompok anak-anak muda di Jakarta. Ia mengatakan, bahwa negara ini sangat dlalim dalam merekam perjalanan sejarah bangsanya sendiri. Buktinya, perjuangan umat Islam dan tokohtokoh Islam dalam pembentukan Republik ini tidak tercatat. Bahkan, dikubur oleh kepentingan kekuasaan politik tertentu. Sementara, banyak catatan sejarah yang ditemukan dan tidak pernah dikemukakan pada masyarakat secara utuh. Terutama sekali, dalam lingkungan sekolah tentang bagaimana sesungguhnya peranan dan kontribusi tokoh dan umat Islam dalam
memperjuangkan serta mengisi kemerdekaan ibu pertiwi ini. Padahal, sebagaimana fakta sejarah yang ditemukan, tidak sedikit jasa dari tokoh-tokoh Islam maupun umat Islam, mulai dari proses usaha memperjuangkan kemerdekaan hingga mengisi kemerdekaan pasca dilakukannya Proklamasi oleh Soekarno-Hatta. Peranan tokoh dan umat Islam ini ada yang dalam bentuk perjuangan secara fisik maupun perjuangan secara diplomatik untuk pengakuan terhadap kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam bentuk fisik, banyak tokoh dan umat Islam berperang memimpin para geriliyawan seperti yang disebutkan H. Soetari, yang ikut perang gerilya bersama para toko-tokoh Islam hingga banyaknya para syuhada’ di kalangan umat Islam. Sedangkan, kalau kita tengok ke belakang lagi, juga bisa dilihat bagaimana perang gerilya yang dipimpin oleh Jenderal Soedirman seorang Jendral Muslim kader Persyarikatan Muhammadiyah yang besar jasanya dalam perang mengusir penjajahan Protestan Belanda dengan membaur kepada masyarakat layaknya masyarakat biasa Begitu pula, dalam ranah diplomasi, Moh, Teguh Prasetyo menyebutkan, perjuangan dalam bentuk diplomasi ini, banyak keterlibatan tokoh-tokoh Islam untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur hukum dan konstitusi. Di antaranya adalah H Agus Salim, Sutan Syahrir, Mr Moh Roem, serta Moh Hatta, tokoh politik papan atas Indonesia yang agamis. Perjuangan tokoh Islam dalam bentuk perjuangan fisik maupun perjuangan secara diplomatik memiliki kontribusi yang sama besarnya bagi kemerdekaan republik ini. Hanya sangat disayangkan, selain sedikitnya sejarah yang menceritakan peran perjuangan fisik umat Islam, juga kurang diberikannya tempat yang strategis terkait perjuangan tokoh Islam dalam ranah diplomatik ini. Banyak monumen didirikan untuk mengenang perjuangan fisik, namun peran para tokoh pejuang diplomasi kurang dikenal dan diakui. Diplomasi, bahkan sering dikontraskan dengan perjuangan fisik dimana diplomasi pada masa awal Republik terkadang dipandang sebagai kapitulasi. Sementara, kalau kita baca, Mohammad Roem misalnya, selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia melalui SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
9
SAJIAN UTAMA bernafaskan Islami. “Maka jika kita melihat Pancasila maupun konstitusi negara (UUD 1945) yang ada sekarang, tanpa persetujuan dari ulama seperti Ki Bagus Hadikusumo dan Mr Kasman Singodimedjo yang keduanya dari Persyarikatan Muhammadiyah, kemudian Wahid Hasjim dari Nahdlatul Ulama dan Mr Mohammad Teuku Hasan dari Aceh, mungkinkah bisa terjadi seperti ini?,” tuturnya dengan penuh tanda tanya. Pada saat itulah, menurut Guru Besar Unpad Bandung ini, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan sidangnya, 10 Ramadlan 1364, Sabtu Pahing, 18 Agustus 1945, berani mengesahkan ideologi Tokoh Islam, Pancasila dan Konstitusi Pasca Proklamasi Kemerdekaan, peran dan kontribusi tokoh- Pancasila dan konstitusi UUD 1945, setelah mendapatkan tokoh Islam belum berhenti, beberapa tokoh Islam seperti Sultan persetujuan dari para ulama Persyarikatan Muhammadiyah dan Hamid II dari Kesultanan Pontianak, Ki Bagus Hadikusumo dari Nahdlatul Ulama di atas. Peran dan kontribusi besar tokoh dan umat Islam dalam Muhammadiyah, Hasyim As’ari dari Nahdlatul Ulama, M Natsir dan Prawoto Mangkusasmito tokoh Masyumi, KH Isa Anshary, pembentukan republik ini justru dengan mudah dihilangkan dari Ketua Front Anti Komunis, adalah sebagian dari tokoh-tokoh Islam memori masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya yang memiliki kontribusi besar bagi penyiapan kemerdekaan beragama Islam. Di sekolah-sekolah misalnya, bahkan sampai Republik Indonesia serta pembentukan dasar dan konstitusi negara. perguruan tinggi sekalipun, setiap kali dipelajari Sejarah KemerAhmad Mansur Suryanegara, Sejarawan dan Guru Besar dekaan RI, sangat pasti nama Islam tidak akan pernah disebut. Karena bagi pelajaran sejarah di Universitas Padjadjaran Bandung sekolah, Islam tidak ada dalam kesempatan wawancara kaitannya dengan kemerdekaan. dengan Suara Muhammadiyah Akibatnya, anak didik pun tidak menyebutkan, bahwa Indonesia ada yang mengenal bagaimana adalah bagian kontribusi dari umat besarnya kontribusi umat Islam Islam. Mulai dari perjuangan fisik dalam meraih kemerdekaan. maupun perumusan konsep keDalam setiap peringatan resbangsaan banyak melibatkan tokoh mi kemerdekaan di lingkungan dan umat Islam. Misalnya saja, pemerintahan, Islam lagi-lagi jadalam perumusan lambang negara, ngan berharap dikaitkan dengan konstitusi negara serta lembagakemerdekaan. Bagi mereka kelembaga negara banyak diinisiasi Rumah yang menjadi saksi sejarah perjuangan, merdekaan ini murni urusan naoleh tokoh-tokoh Islam. Seperti sebagai Pusat PDRI sionalisme belaka, tidak ada dalam pembuatan lambang negara (Pancasila), menurut Mansur, ini dibuat oleh Sultan Hamid II, ketika kaitannya dengan satu agama mana pun. Dan rupanya mereka lupa dia menjabat sebagai Menteri Negara. Kemudian ditugaskan oleh bahwa nasionalisme itu pada awalnya dirintis dan diwujudkan oleh Presiden Soekarno untuk menciptakan lambang negara. Oleh Sultan umat Islam. Sesuatu yang pada hari ini seolah-olah ibarat air dan Hamid II,sebagai seorang Muslim, menjadikan Burung Elang Raja- minyak. Sehingga akibatnya tidak jauh beda, para pegawai Pemerintah wali Sayyidina Ali sebagai Lambang Garuda Pancasila. Perisainya yang Muslim tidak merasa Islam turut berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan. berbentuk lambang Kakbah dan Hijir Ismail dilihat dari atas. Menyikapi ketidakadilan penulisan dan penyebaran sejarah Oleh karena itu, menurut penulis buku Api Sejarah ini, cara membaca lima lambangnya pun di dalam perisai: (1) diawali dari kebangsaan negeri ini, AM Fatwa, yang kini menjabat sebagai Nur Cahaya – Bintang. (2) turun ke kiri, Kalung atau Rantai. (3) anggota DPD RI, menyarankan agar para sejarawan maupun naik ke atas ke Pohon Istana. (4) belok ke kanan ke Banteng. (5) Pemerintah saat sekarang maupun ke depannya agar menulisTerus ke bawah ke Padi dan Kapas. Karena negara berdasar kan kembali sejarah peran tokoh dan umat Islam ini secara obyektif. Ketuhanan Yang Maha Esa, maka bangsa Indonesia yang terdiri Begitu pula, kewajiban bagi pemerintah untuk mengangkat tokohdari berbagai suku, bahasa, budaya, agama merupakan satu tokoh Islam yang telah berjasa bagi republik ini untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional. “Karena memang ada beberapa kesatuan dengan dibahasakan menjadi Bhineka Tunggal Eka. Lebih lanjut, Mansur menguraikan, lambang ini disahkan oleh tokoh-tokoh Islam yang sampai saat ini belum ditetapkan sebagai Kabinet DR Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Islam Indonesia pahlawan nasional, salah satunya adalah Syafruddin PrawiraMasyumi (1950). Mengapa ? Karena menurut Mohammad M negara, padahal jasanya untuk menyelamatkan Republik ini dari Natsir dan Anwar Harjono, Partai Islam Indonesia Masyumi, serangan penjajah Protestan Belanda sangat besar, dikala Soekarmenerima Pancasila bukan karena taktik politik. Ia menilai no, Hatta dan menterinya ditahan di Pulau Bangka. Tentu hanya Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Lagi pula menurut sejarah yang adillah yang akan membawa kebaikan bagi masa penciptanya Sultan Hamid II, Lambang Garuda Pancasila pun depan bangsa ini.l d jalur diplomasi. Mohammad Roem adalah anggota delegasi RI dalam perundingan Linggarjati pada tahun 1947 dan perundingan Renville pada Januari 1948. Selanjutnya Mohammad Roem bertindak sebagai ketua delegasi RI dalam perundingan RoemRooyen pada tanggal 7 Mei 1949. Perundingan Roem-Rooyen tersebut telah membuka jalan bagi diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar, dan selanjutnya pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada Desember 1949.
10
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
SAJIAN UTAMA KETIDAKADILAN SEJARAH HARUS DILAWAN Faozan Amar, Wakil Sekretaris Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah etidakadilan sejarah terhadap umat Islam harus dilawan. Hanya satu kata untuk menghadapinya, lawan! Tapi tentu harus dengan caracara yang baik. Acuannya adalah An-Nahl ayat 125. Yakni melawan dengan cara bijaksana, dengan memberi petunjuk yang baik dan dengan berdialog yang baik pula. Untuk melakukan itu perlu disiapkan data-data pendukung untuk dipergunakan sebagai bahan untuk melakukan ‘perlawanan’ terhadap sejarah resmi yang cenderung tidak adil terhadap umat Islam. Dengan demikian, akan muncul kekayaan informasi historis yang baik, benar dan komprehensip. Data dan informasi historis yang demikian tidak akan terbantahkan lagi.l t
K
MARI KITA REBUT KEBENARAN SEJARAH Ridlo Al Hamdi, Wakil Bendahara LPCR PP Muhammadiyah ebenaran sejarah memang tergantung kepada siapa yang berkuasa. Oleh karena itu, umat Islam harus merebut pengetahuan sekaligus kekuasaan. Kekuasaan ini harus digunakan untuk halhal yang positif. Kekuasaan digunakan untuk menciptakan kebenaran sejarah sebagai ilmu pengetahuan yang akan kita ajarkan ke anak cucu kita. Oleh karena itu umat Islam jangan memisahkan diri dari hingar-bingar dunia. Karena umat Islam harus hadir sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Hadir untuk mewarnai dan memelihara kebenaran sejarah kita sendiri.l t
K
SEHARUSNYA ORMAS DAN ORPOL ISLAM BERTINDAK Agung Waskito, aktivis perfilman Indonesia enurut saya, jangankan gejala pengaburan peran, umat Islam dikaburkan peran sejarahnya saja tidak apa-apa. Sebab pada
M
hakikatnya umat Islam tetap ada dan diakui perannya. Tetapi di Indonesia ada begitu banyak ormas Islam dan orpol yang mengaku Islam. Apa mereka akan membiarkan pembengkokan sejarah ini berlangsung begitu saja? Kan tidak. Seharusnya ormas Islam dan orpol Islam itulah yang bertindak untuk melakukan pelurusan sejarah Indonesia ini. Prestasi, peran dan keunggulan umat Islam dalam berjuang melahirkan dan menegakkan Republik Indonesia perlu ditampilkan dan dibela.l t
PERLU MENAWARKAN NARASI TANDINGAN Ahmad Ghozi, Pembina PW IPNU DIY eski sejarah itu fakta, tetapi ketika ia ditulis atau dinarasikan, pada saat itu sejarah bergantung pada siapa yang menarasikannya. Sangat mungkin umat Islam dirugikan ketika sejarah ditulis oleh orang bukan Islam atau pihak yang kurang suka terhadap Islam. Oleh karena itu, perlu dilakukan, pertama upaya literasi sejarah kepada masyarakat. Kedua, kita perlu menawarkan narasi tandingan sebagai satu perspektif pada suara rakyat. Untuk melakukan kedua ikhtiar historis ini diperlukan kesungguhan kita semua. Kita harus bersungguh-sungguh dalam menggali data dan fakta sejarah kemudian menyajikannya dalam narasi tandingan itu.l t
M
SEJARAWAN ISLAM HARUS BERANI Drs Iman Chaerul Umam, MA, mantan Ketua Lembaga /Seni Budaya PP Muhammadiyah ejarawan Islam harus berani melakukan koreksi untuk me luruskan sejarah yang dibengkokkan itu, mereka harus beramai-ramai membuat buku ilmiah tentang para tokoh pejuang Islam kemudian umat Islam sendiri mulai memikirkan media untuk mensosialisasikannya. Dengan demikian karya penulisan sejarah yang lurus dan akurat ini dapat tersebar dan diketahui masyarakat. Langkah ini cukup konkret. Ketimbang kita berteriak-teriak tanpa hasil, lebih baik kita melakukan usaha dan kegiatan yang nyata dan bermanfaat untuk anak cucu kita.l t
S
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
11
BINGKAI
Menuntut Tanggungjawab Pemerintah DR H HAEDAR NASHIR, MSI
Bangsa Indonesia telah 66 tahun merdeka. Dinamika kehidupan bangsa terus bergerak ke depan, dengan segala pasang-surutnya. Para pejuang kemerdekaan dan pendiri bangsa ini telah memberikan modal paling berharga untuk bangsa ini, yakni Indonesia sebagai negara merdeka dari penjajahan yang berlangsung ratusan tahun lamanya, disertai dasar dan cita-cita negara yang kokoh.
A
nugerah Allah Yang Maha Kuasa pun sangatlah besar untuk bangsa ini, sehingga dalam situasi krusial ketika Jepang menyerah pada Sekutu mampu menciptakan peluang untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Ketika Belanda hendak kembali menjajah, bangsa Indonesia serentak melakukan perlawanan di berbagai penjuru Tanah Air, yang tidak jarang harus ditebus dengan berbagai konflik internal karena perbedaan dalam strategi menghadapi kolonial yang serakah itu, sehingga baru setelah 1949 bangsa ini benar-benar bebas dari gangguan Belanda, kecuali Irian Jaya yang baru dibebaskan tahun 1962. Setelah merdeka pun banyak duri dan musibah politik yang harus dihadapi bangsa ini sejak era Orde Lama hingga Orde Baru dan memasuki era baru Reformasi tahun 1998. Kita patut bertanya pada para elit di negeri ini. Apakah setelah puluhan tahun merdeka itu bangsa ini benar-benar mengalami lompatan yang signifikan untuk menjadi bangsa yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat sejajar dengan atau bahkan lebih dari bangsa-bangsa lain. Apakah Pemerintahan negara telah menjalankan kewajiban utamanya dalam mewujudkan tujuan Indonesia merdeka? Apakah para elit tetap akan berajimumpung dan tidak peduli pada nasib rakyat dan negara yang telah susah payah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa ini 66 tahun yang lalu? Di mana nurani dan komitmen kebangsaan yang selama ini disuarakan dengan lantang dalam pidato dan janji-janji politik? 12
Kewajiban Pemerintah Tatkala bangsa Indonesia merdeka tahun 1945, para pendiri bangsa ini telah meletakkan visi nasional yang sangat penting dan ideal, yang menjadi kewajiban Pemerintah dan seluruh kekuatan nasional untuk mewujudkannya. Visi nasional itu ialah terwujudnya bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Tujuan lainnya ialah terciptanya perikehidupan kebangsaan yang bebas. Lebih khusus lagi tujuan Indonesia merdeka ialah terwujudnya Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita nasional itu mengikat seluruh bangsa dan kekuatankekuatan nasional Indonesia, termasuk dan lebih-lebih bagi penyelenggara pemerintahan negara. Pemerintah, termasuk DPR, DPD, dan DPRD, partai-partai politik, dan lembaga-lembaga negara lainnya berkewajiban untuk mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Pendek kata rakyat harus dibikin menjadi sejahtera lahir dan batin secara menyeluruh. Tidak boleh membiarkan rakyat menjadi miskin, marjinal, dan terbelakang apalagi di tengah kehidupan segelintir orang atau minoritas yang sangat makmur lahir dan batin. Selain itu negara tercinta ini diperjuangkan dengan darah dan perjuangan seganap kekuatan. Betapa gigih dan mahal perjuangan untuk menegakkan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan mengisi kemerdekaan. Karenanya sungguh kerdil dan dlalim jika kini banyak petinggi negara dan elite bangsa bersikap ajimumpung dan menggerogoti bangsa ini dengan berbagai tingkahlaku yang tidak terpuji seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang, merusak sumberdaya alam, melakukan pembiaran atas kemiskinan dan derita buruk rakyat, serta berbagai perilaku yang merusak sendisendi negara. Jangankan merawat dan memelihara maupun mengembangkan seluruh potensi Tanah Air, yang muncul malah menyalahgunakan dan merusak tatanan bangsa dan negara. Di sinilah pentingnya penyelenggara negara, khususnya Pemerintah dan DPR/DPRD, menyelenggarakan pemerintahan dengan penuh amanah dan tanggungjawab yang tinggi, sehingga benar-benar dapat menyejahterakan rakyat sekaligus mewujudkan
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
BINGKAI cita-cita nasional dalam kehidupan bangsa dan negara secara nyata. Bahwa lembaga-lembaga pemerintahan itu dibentuk tidak lain untuk mewujudkan tujuan nasional, termasuk di dalamnya berkhidmat sepenuh hati dalam mengurus hajat hidup publik/rakyat dengan penuh pertanggungjawaban yang tinggi, sehinga bukan hadir untuk kepentingan dirinya sendiri. Jika saat ini Pemerintah Indonesia mengumandangkan Millenium Development Goals (MDGs) maka itu hanyalah model untuk membangun bangsa, jangan dianggap sebagai temuan baru. Hal yang paling penting bagaimana MDG’s itu dijadikan momentum untuk mempercepat dan mempertajam pembangunan guna mewujudkan cita-cita nasional, jangan malah dijadikan retorika dan sekadar isu yang enak untuk dipublikasikan tetapi tidak menyentuh nasib dan kebutuhan rakyat. Sebagaimana deklarasi-deklarasi tentang pembangunan yang diproduksi sebelumnya, semuanya merupakan strategi dan agenda pembangunan yang konstruktif dan mengandung pemikiran maupun kebijakan terobosan. Tantangannya bagaimana implementasinya di Indonesia, yang semestinya dengan MDG’s itu dilakukan langkah-langkah pembangunan yang bersifat terobosan, sehingga terjadi percepatan pencapaian sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Negara atau pemerintahan Indonesia, dalam mewujudkan pembangunan bangsa sungguh memerlukan perspektif, strategi, dan kebijakan yang bersifat terobosan, yang mengandung arti dan orientasi yang lebih dinamis dan tepat sasaran secara signifikan dan tidak berhenti dalam kebijakan-kebijakan rutin yang standar apalagi sekadar permainan angka-angka belaka. Pencapaian berbasis angka harus disertai dengan langkah-langkah kebijakan yang benar-benar tepat sasaran dan merepresentasikan pemecahan masalah secara objektif, termasuk dari kedelapan tujuan MDG’s, sehingga angka-angka itu mencerminkan realitas yang sesungguhnya. Satu orang rakyat Indonesia yang semula masuk dalam kategori miskin kemudian menurut angka menjadi tidak miskin lagi sebagaimana dalam logika penurunan angka kemiskinan, semestinya benar-benar menunjukkan bahwa si miskin itu memang benar-benar tidak miskin lagi dan mengalami perubahan kesejahteraan dalam hidupnya, sehingga bukan berhenti dalam indikator angka. Begitu pula dalam aspek lainnya, sehingga keberhasilan secara kuantitatif itu sama dan sebangun dengan kenyataan secara kualitatif. Indonesia saat ini dalam menjalankan MDG’s maupun kebijakan pembangunan bangsa secara keseluruhan dituntut untuk semakin meningkatkan kapasitas dan intensitas dalam memobilisasi seluruh potensi yang dimiliki bangsa ini, termasuk melibatkan potensi kekuatan-kekuatan civil society, seperti Muhammadiyah. Dengan dukungan reformasi birokrasi, good
governance, dan perubahan paradigma yang berbasis pada gerakan reformasi menyeluruh, semestinya Pemerintah mampu melakukan percepatan pencapaian MDG’s dan usaha-usaha nasional yang lebih luas untuk mewujudkan cita-cita nasional. Hal yang tidak boleh diabaikan ialah memperkuat komitmen untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Bahwa sesungguhnya ada atau tidak ada MDG’s, Pemerintah Indonesia bersama segenap kekuatan nasional termasuk kekuatan civil society dituntut untuk bekerja lebih keras dalam mewujudkan cita-cita nasional. Pemerintah bahkan memiliki tanggungjawab atau kewajiban yang besar dan utama dalam mewujudkan cita-cita nasional itu sebagaimana amanat konstitusi. Merupakan kewajiban utama Pemerintah untuk menjadikan seluruh rakyat Indonesia itu mengenyam hidup makmur, sejahtera, cerdas dan terdidik, memperoleh jaminan hidup sehat, serta tidak lagi miskin dan tidak terlantar. Sedangkan kekuatan-kekuatan masyarakat termasuk civil society sebenarnya hadir lebih merupakan prakarsa rakyat sendiri untuk meringankan kewajiban Pemerintah, selain bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri. Dengan prakarsa kekuatan civil society, Pemerintah tidak boleh lengah apalagi memindahkan beban, bahkan sebaliknya harus semakin bertanggungjawab dalam memakmurkan, mencerdaskan, dan menyejahterakan seluruh rakyatnya. Beban negara ini sungguh berat dan memerlukan kegigihan Pemerintah untuk membangunnya dengan benar dan optimal. Pemerintah tampak tidak cukup memiliki kemampuan yang terlalu kuat dan efektif dalam mengelola segala hal yang menyangkut hajat hidup rakyat, sehingga di sana-sini sering kedodoran dalam menyelesaikan masalah-masalah rakyat dan dalam membangun kemakmuran, keadilan, serta kemajuan sebagaimana amanat dan citacita kemerdekaan. Negara atau Pemerintah kadang salah urus atau mengalami disfungsi dalam mengelola hajat hidup rakyat, sehingga sebagian kalangan mengkritisi sebagai termasuk dalam kategori negara-gagal atau negara-lemah. Negara dipandang tidak hadir secara signifikan dalam memecahkan masalah-masalah rakyat kecil secara langsung dan memiliki pemecahan jangka panjang seperti soal tenaga kerja Indonesia (TKI), mengurus orang miskin dan kaum terlantar, penyelamatan lingkungan dan sumber-sumber daya alam dari pengrusakan dan ekspansi perusahaan-perusahaan transnasional yang menguras perut bumi negeri ini, dan lain-lain. Kendati, diakui pula bahwa kemajuan di sejumlah bidang termasuk dalam meraih tingkat pertumbuhan ekonomi dipandang relatif berhasil atau mengalami kemajuan yang berarti.l BERSAMBUNG SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
13
TANYA JAWAB AGAMA
aPA permasalahan rukyat Tanya: Saya mahasiswa Semarang, yang dahulu pernah wawancara dengan Bapak. Saya mau tanya, apa kelemahan rukyat menurut Muhammadiyah? Seorang mahasiswa S2 Ilmu Falak IAIN Walisanga Semarang, tidak ada nama, disampaikan lewat pesan pendek (sms) (disidangkan pada hari Jum’at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Jawab: Hal yang perlu difahami adalah bahwa di zaman Nabi saw metode penentuan awal bulan Qomariah, khususnya bulan-bulan ibadah, adalah rukyat. Nabi saw sendiri memerintahkan melakukan rukyat untuk memulai Ramadlan dan Syawal, sebagaimana dapat kita baca dalam Hadits beliau,
Artinya: Berpuasalah kamu ketika melihat hilal dan beridulfitrilah ketika melihat hilal pula; jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Syakban tiga puluh hari (HR al-Bukhari, dan lafal di atas adalah lafalnya, dan juga diriwayatkan Muslim). Dalam Hadits lain beliau diriwayatkan mengatakan,
Artinya: Janganlah kamu berpuasa sebelum melihat hilal dan janganlah kamu
beridulfitri sebelum melihat hilal; jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah (HR al-Bukhari dan Muslim). Hadits pertama jelas memerintahkan berpuasa atau beridulfitri ketika hilal bulan bersangkutan terlihat; Hadits kedua melarang berpuasa atau beridulfitri sebelum dapat merukyat hilal bulan yang bersangkutan. Oleh karena itu para fukaha berpendapat bahwa penentuan awal bulan Qomariah, khususnya yang berkaitan dengan ibadah, dilakukan berdasarkan metode rukyat. Namun dalam perjalanan sejarah peradaban Islam, muncul gagasan untuk menggunakan hisab sebagai metode penentuan awal bulan Qomariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Tercatat bahwa ulama pertama yang menyatakan sah menggunakan hisab adalah Mutarrif ibn Abdillah Ibn as-Syikhkhir (w. 95/714), seorang ulama Tabiin Besar. Kemudian Imam asySyafi‘i (w. 204/820), dan ibn Suraij (w. 306/ 918), seorang ulama Syafiiah abad ke-3 H. Memang mula-mula penggunaan hisab dibatasi saat bulan tertutup awan saja. Namun kemudian pemakaian hisab itu meluas hingga mencakup penentuan awal bulan dalam semua keadaan tanpa mempertimbangkan keadaan cuaca. Di zaman modern penggunaan hisab semakin meluas dan didukung oleh ulama-ulama besar, seperti Muhammad Rasyid Ridha, Mustafa al-Maraghi, Syeikh Ahmad Muhammad Syakir, Muastafa Ahmad az-Zarqa, Yusuf al-Qaradhawi, Syeikh Syaraf al-Qudhah, dan banyak yang lain. Dalam “Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam” tahun 2008 di Maroko, diputuskan bahwa, Para peserta telah menyepakati tentang pemecahan problematika penetapan bulan Qomariah di kalangan kaum Muslimin tidak mungkin dilakukan kecuali berdasar-
kan penggunaan hisab untuk menetapkan awal bulan Qomariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktuwaktu shalat … …”. Apabila dilihat secara fakta alam, maka penggunaan rukyat di zaman Nabi saw itu tidak bermasalah, karena umat Islam di zaman itu hanya berada di Jazirah Arab saja. Islam belum tersebar di luar kawasan itu. Apabila hilal terukyat di Madinah atau di Makkah, maka tidak ada masalah bagi daerah lain, karena belum ada umat Islam di luar rantau Arabia itu. Begitu pula sebaliknya apabila di Makkah atau Madinah hilal tidak dapat dilihat, maka tidak ada dampaknya bagi kawasan lain di timur atau di barat. Namun, setelah Islam meluas ke berbagai kawasan di sebelah barat dan timur serta utara (pada abad pertama Hijriah Islam sudah sampai di Spanyol dan di kepulauan Nusantara), maka rukyat mulai menimbulkan masalah. Persoalannya adalah bahwa rukyat itu terbatas liputannya di atas muka bumi. Rukyat pada saat visibilitas pertama tidak mengkaver seluruh muka bumi. Ia hanya bisa terjadi pada bagian muka bumi tertentu saja, sehingga timbul masalah dengan bagian lain muka bumi. Hilal mungkin terlihat di Makkah, tetapi tidak terlihat di kawasan timur seperti Indonesia. Atau hilal mungkin terlihat di Maroko, namun tidak terlihat di Makkah. Apabila ini terjadi dengan bulan Dzulhijah, maka timbul persoalan kapan melaksanakan puasa Arafah bagi daerah yang berbeda rukyatnya dengan Makkah. Perlu dicatat bahwa Bulan bergerak (secara semu) dari timur muka bumi ke arah barat dengan semakin meninggi. Oleh karena itu, semakin ke barat posisi suatu tempat, semakin besar peluang orang di tempat itu untuk berhasil merukyat. Jadi orang di benua Amerika punya peluang amat besar untuk dapat merukyat. Sebaliknya semakin ke timur posisi suatu
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah 14
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
TANYA JAWAB AGAMA tempat, semakin kecil peluang orang di tempat itu untuk dapat merukyat. Orang Indonesia peluang rukyatnya kecil dibandingkan orang Afrika yang lebih di barat. Apalagi orang Selandia Baru, Korea atau Jepang akan lebih banyak tidak dapat merukyat pada saat visibilitas pertama hilal di muka bumi. Problem pertama yang muncul sehubungan dengan masalah keterbatasan rukyat ini adalah apa yang dicatat dalam Hadits Kuraib yang amat terkenal itu,
menemui Mu‘awiyah di Syam. Kuraib menjelaskan: Saya pun tiba di Syam dan menunaikan keperluan Ummul-Fadl. Ketika saya berada di Syam, bulan Ramadlan pun masuk dan saya melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian pada akhir bulan Ramadlan, saya tiba kembali di Madinah. Lalu Ibn Abbas menanyai saya dan dia menyebut hilal. Ia bertanya: Kapan kalian melihat hilal? Saya menjawab: Kami melihatnya malam Jum’at. Ia bertanya lagi: Apakah engkau sendiri melihatnya? Saya menjawab: Ya, dan banyak orang juga melihatnya. Mereka berpuasa keesokan harinya dan juga Mu‘awiyah berpuasa (keesokan harinya). Akan tetapi kami melihatnya malam Sabtu. Oleh karena itu, kami akan terus berpuasa hingga genap tiga puluh hari atau hingga melihat hilal (Syawal). Lalu saya balik bertanya: Apa tidak cukup bagimu rukyat Mu‘awiyah dan puasanya? Ia menjawab: Tidak! Demikianlah Rasulullah saw memerintahkan kepada kita (HR Muslim). Rukyat Ramadlan yang dilaporkan Kuraib dalam Hadits ini, menurut suatu penelitian, adalah rukyat Ramadlan tahun 35 H, bertepatan dengan hari Kamis sore (malam Jum’at), 03 Maret 656 M. Permasalahan rukyat dalam Hadits ini adalah bahwa di Damaskus rukyat berhasil dilakukan pada malam Jum’at, sementara di Madinah malam Sabtu 04 Maret 656
M. Timbul pertanyaan dapatkah rukyat Damaskus diberlakukan ke Madinah? Ibn Abbas dalam Hadits tersebut menjelaskan tidak dapat. Jadi, awal Ramadlan tahun itu berbeda antara Damaskus dan Madinah, meskipun kedua kota itu masih dalam satu negara Daulat Umaiyyah. Masalah ini kemudian dalam sejarah Islam berkembang menjadi apa yang dikenal dengan “masalah matlak”. Matlak adalah batas berlakunya rukyat yang terjadi di suatu tempat. Pertanyaannya adalah apakah rukyat yang terjadi di suatu tempat dapat diberlakukan kepada tempat lain yang tidak dapat merukyat? Kalau dapat sejauhmana? Mengenai ini terdapat dua pendapat dalam fiqih. Pertama pendapat yang menolak doktrin matlak. Bagi mereka tidak ada matlak. Rukyat yang terjadi di suatu tempat berlaku untuk seluruh penduduk di muka bumi. Pendapat ini dipegangi oleh para fukaha Hanafi dan beberapa ulama Syafi’iah. Imam Nawawi (w.676/1277), seorang ulama Syafii, menyatakan dalam Syarh Sahih Muslim bahwa rukyat di suatu tempat di muka bumi berlaku untuk seluruh muka bumi (VII: 197). Kebanyakan ulama lain memegangi doktrin matlak, yaitu bahwa rukyat tidak dapat diberlakukan ke seluruh dunia, harus dibatasi berlakunya. Namun mereka tidak sepakat tentang batasan itu. Ada yang mengatakan hanya berlaku dalam batas shalat belum bisa diqasar (± 90 km). Ada
Ragaan 1: Kurve rukyat hilal Ramadlan 1503 H (Selasa, 18 Juni 2080 M)
Artinya: Dari Yahya Ibn Yahya, Yahya Ibn Ayyub, Qutaibah, Ibn Hujr (diriwayatkan bahwa) Yahya berkata: telah menyampaikan kepada kami, dan yang lain berkata: telah mewartakan kepada kami, (bahwa) Isma‘il Ibn Ja‘far telah menyampaikan suatu riwayat kepada kami dari Muhammad, yaitu Ibn Abi Harmalah, dari Kuraib (yang menyampaikan) bahwa Ummul-Fadl Binti al-Haris mengutusnya Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
15
TANYA JAWAB AGAMA
Ragaan 2: Kurve rukyat hilal Dzulhijah 1455 (Ahad sore 19 Februari 2034 M)
yang berpendapat dapat berlaku dalam satu negeri, dan ada pula dalam beberapa negeri berdekatan. Ibn Taimiah menolak semua pendapat ini dan mengatakan bahwa “rukyat tidak ada kaitannya dengan qasar shalat dan negeri atau negeri-negeri tidak ada batas yang jelas”. Memang di zaman dahulu tidak ada batas geografi wilayah suatu negara seperti halnya sekarang ini. Kini pada abad ke-21, umat Islam sudah berada di seantero keliling bola bumi yang bulat ini. Bahkan di pulau-pulau terpencil di Samudera Pasifik pun sudah ada umat Islam, seperti di kepulauan Tongga dan Samoa. Rukyat yang terjadi pada hari pertama visibilitas hilal tidak dapat mengkover seluruh umat Islam di dunia. Justru rukyat akan memaksa umat Islam di dunia berbeda memulai bulan baru. Mari kita lihat simulasi rukyat pada beberapa tahun berbeda sebagaimana divisualisasikan pada beberapa ragaan berikut (Pembuatan semua ragaan didasarkan kepada al-Mawaqit ad-Daqiqah). Ragaan 1 di atas memperlihatkan kurve rukyat hilal Ramadlan hari Selasa sore 18 Juni 2080 dengan mata telanjang apabila cuaca terang. Kawasan yang tercakup dalam lingkungan kurve rukyat adalah kawasan yang dapat melihat hilal
Ramadlan 1503 H (Selasa 18 Juni 2080 M), yaitu sebagian besar benua Amerika, benua Afrika, sebagian agak besar Eropa dan Asia. Sementara Australia, Selandia Baru, Papua Nu Gini, dan bagian utara bumi yang terletak di atas lintang 60º LU tidak dapat melihat hilal Ramadlan 1503 H (2080 M). Pada hal rukyat ini adalah yang paling maksimal karena ujung kurvenya hampir mencapai garis Tanggal internasional di sebelah timur muka bumi. Berikutnya mari kita lihat pula simulasi rukyat yang divisualisasikan dalam ragaan
2 berikut. Pada Ragaan 2 terlihat bahwa di Makkah hilal Dzulhijah 1455 H insya Allah akan terlihat pada hari Ahad 19 Februari 2034 M (tinggi toposentrik hilal hari itu 6,5º). Sementara pada hari itu di kawasan timur seperti di Indonesia hilal Dzulhijah belum akan terlihat. Akibatnya Makkah mendahului kawasan timur satu hari dalam memasuki Dzulhijah 1455 H, yaitu pada hari Senin 20-02-2034 M. Sementara itu kawasan timur bumi akan memasuki Dzulhijah pada hari Selasa 21-02-2034 M. Ini akan menimbulkan masalah puasa Arafah, kapan kawasan timur berpuasa Arafah. Kalau mengikuti Makkah, maka di kawasan timur baru tanggal 8 Dzulhijah karena kawasan timur terlambat 1 hari. Kalau puasa Arafahnya tanggal 9 Dzulhijah waktu setempat, maka di Makkah tidak lagi wukuf, melainkan sudah Iduladha (10 Zulhijah). Jadi inilah dilemma yang ditimbulkan oleh rukyat. Mari kita lihat satu lagi simulasi rukyat, yaitu Dzulhijah 1439 sebagaimana divisualisasikan pada Ragaan 3. Ragaan 3 memperlihatkan bahwa hilal Dzulhijah 1439 H terlihat jauh di sebelah barat bumi, yaitu di Samudera Pasifik termasuk Kepulauan Hawaii, pada Sabtu sore 11 Agustus 2018 M. Di ibukota KE HALAMAN 19
Ragaan 3: Kurve rukyat Dzulhijah 1439 H (Sabtu sore 11 Agustus 2018 M).
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah 16
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
KOLOM OM KOL OLOM
Serikat Dagang Politik? SAID TUHULELEY
P
erubahan dari rezim otoriter Orde Baru ke rezim Reformasi ditandai oleh beberapa gejala ikutan, antara lain, pertama, terbukanya peluang partisipasi politik rakyat secara luar biasa, yang implikasinya menjadi tidak sederhana sebab mengarah pada situasi yang anarkhistis; orang dapat berbuat apa saja, mencaci-maki siapa saja, berdemonstrasi kapan dan di mana saja. Kedua, dalam situasi yang cenderung kebablasan tersebut, perekonomian rakyat tidak kunjung dapat diperbaiki; di saat yang sama para aktor politik, terutama para anggota dewan yang terhormat, tidak malu-malu mempertontonkan kemewahan mereka: bergaya necis, bermobil mewah, menggunakan parfum klas satu, dan lain-lain. Kedua gejala ikutan di atas membuka peluang bagi digunakannya aktivitas politik sebagai “mata pencaharian” baru di kalangan masyarakat. Sesuatu yang sebenarnya mudah pula difahami. Dalam situasi dimana hasrat konsumerisme terlanjur meninggi karena dipacu oleh berbagai bentuk dan model pemasaran produk industri, sementara sumber pendapatan sangat terbatas, maka mau tidak mau orang akan mencari alternatif sumber pendapatan baru yang dapat menopang pemuasan hawa nafsu konsumerisme secara cepat. Situasi inilah yang kemudian melahirkan dua bentuk ledakan susulmenyusul, yaitu “ledakan harapan” terhadap partai politik, dan disusul “ledakan jumlah” partai politik itu sendiri. Situasi ini mirip dengan apa yang dialami Indonesia di dalam bidang pendidikan seputar tahun 70-an. Karena tertutupnya berbagai bentuk usaha ekonomi rakyat karena ketidakmampuan bersaing dengan para pemodal raksasa yang dibiarkan bebas berkeliaran, maka alternatif jawabnya adalah masuk perguruan tinggi. Karena lulusan perguruan tinggi di dekade 60-an sebagian besar tertampung di pasar tenaga kerja dan mendapat posisi yang baik secara ekonomi. Karena itu perguruan tinggi berkembang bak cendawan di musim hujan. Ledakan harapan terhadap partai politik tumbuh karena tingkah laku konsumsi para politisi, khususnya yang menduduki kursi legislatif. Sebagian anggota masyarakat kemudian melihat bahwa aktivitas politik ternyata menjadi lahan baru yang sangat baik dan instan untuk memenuhi hasrat konsumerisme mereka yang terlanjur tinggi. Maka kita tidak perlu heran melihat munculnya begitu banyak partai politik. Mereka yang tidak terpilih atau namanya tidak masuk dalam ’nomor jadi’ pada pemilu legislatif, dan karena itu kecewa, mudah saja membentuk partai politik baru. Kalau dibiarkan, penulis khawatir satu saat kelak jumlah partai politik dapat melebihi jumlah desa di Indonesia. Secara bergurau penulis katakan kepada
teman-teman di Muhammadiyah, kalau jumlah orang yang kecewa di Muhammadiyah bertambah, satu saat kelak jumlah partai politik yang dibentuk warga Muhammadiyah akan melebihi jumlah amal usaha pendidikan Muhammadiyah. Situasi patologis ini membawa akibat yang kurang baik bagi gerak organisasi sosial keagamaan yang berakar kuat dalam masyarakat, seperti Muhammadiyah dan NU. Orientasi kekuasaan akan merasuk sebagian kader mereka, sehingga perhatian terhadap bidang-bidang yang selama ini menjadi bidang garap utama akan semakin ditinggalkan. Padahal, amal usaha mereka saat ini sebenarnya sedang berada pada titik kulminasi kritisnya guna memasuki masa depan. Persaingan kualitas telah menjadi sedemikian dahsyatnya, dan karena itu membutuhkan banyak sekali kader baru yang dapat bekerja secara profesional dan “tekun” di bidangnya. Bahwa aktivitas politik memang sangat diperlukan, “ya”. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, ada pendekatan yang nyaris berubah menjadi prinsip, yaitu “Ekologi Perkembangan Manusia” (ecology of human development) yang menyatakan bahwa intervensi sosial harus dapat menyentuh seluruh level relasi antarindividu dan lingkungannya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendekatan ini mengarah pada perubahan di tiga ranah secara simultan: individual, kultural, dan struktural. Aktivitas politik masuk pada ranah struktural. Tetapi aktivitas politik yang diperlukan untuk keperluan perubahan adalah aktivitas politik yang dilandasi idealisme untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Bukan sekadar ’lapangan kerja’ baru yang memungkinkan hasrat untuk hidup mewah terpenuhi, apalagi cuma sebatas ’politik sakit hati’. Sebenarnya, di samping politik praktis secara bersih, high politics, sebagaimana dikemukakan Prof DR Amien Rais tempo hari, merupakan juga salah satu bentuk dari aktivitas politik yang dilandasi oleh idealisme yang tinggi. High politics tidak diarahkan pada pemenuhan hasrat konsumerisme, untuk hidup mewah lewat jalur politik, tetapi high politics diorientasikan bagi adanya upaya transformasi sosial. Sampai di sini sebenarnya penulis ingin mengatakan bahwa yang kita saksikan saat ini adalah situasi di mana semua aspek kehidupan, termasuk politik, telah dirasuki oleh semangat ’Serikat Dagangisme”. Suatu semangat yang menempatkan apa saja di atas pertimbangan untung rugi secara material. Yang muncul adalah ’Serikat Dagang Pendidikan’, ’Serikat Dagang Hukum’, dan yang sedang belakangan muncul adalah ’Serikat Dagang Politik’, tidak sekadar Partai Politik. Wallahua’lam.l SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
17
PUASA DAN PEROLEHANNYA DALAM AL-QUR’AN (3) PROF DR H MUHAMMAD CHIRZIN, MAg GURU BESAR UIN SUNAN KALIJAGA DAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
P
ada ayat yang lain Allah SwT menuntunkan adab berdoa, yakni dengan kerendahan hati dan suara perlahan; berdoa dengan rasa takut dan rindu kepada-Nya; tidak mengeraskan suara, dan tidak berbisik-bisik; berdoa dengan tulus kepada-Nya.
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan kerendahan hati dan suara perlahan. Ia tidak menyukai orang yang melanggar peraturan. Janganlah membuat kerusakan di bumi sesudah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan rindu. Rahmat Allah selalu dekat kepada orang yang berbuat baik ( Al-A’raf [7]: 5556).
Katakanlah, “Serulah Allah atau serulah ar-Rahman; dengan nama apa pun kamu seru Dia, pada-Nya nama-nama yang indah. Janganlah menyaringkan suara dalam shalat dan juga jangan berbisik-bisik; ambillah jalan tengah di antaranya (AlIsra` [17]: 110).
18
Dia-lah Yang memperlihatkan ayatayat-Nya kepadamu dan menurunkan rezeki dari langit untukmu; tetapi yang mau menerima peringatan hanya orang yang kembali kepada-Nya. Berdoalah kepadaNya dengan ibadah yang ikhlas hanya kepada-Nya semata, meskipun orang kafir tidak menyukainya (Al-Mukmin [40]: 1314).
Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, akan Kupenuhi doamu! Dan mereka yang sombong, enggan beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk ke dalam neraka dalam keadaan hina.” (Al-Mukmin [40]: 60).
Dialah Yang Hidup, tiada tuhan selain Dia: berdoalah kepada-Nya dengan ikhlas beribadah hanya kepada-Nya semata; segala puji bagi Allah, Maha Pemelihara semesta alam (Al-Mukmin [40]: 65). Doa memperkuat jiwa Muslim dan menghubungkan hatinya dengan Allah. Tak satu pun pekerjaan yang dilakukan Nabi kecuali diawali dengan doa, memohon bimbingan, kebaikan dan perlindungan. Muslim berdoa dan berdzikir menurut contoh Nabi saw. Dengan cara ini, hati selalu berhubungan dengan Allah dan jiwa
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
menjadi suci dan bersih. Melalui amalan rohani ini Nabi saw melatih jiwa sahabat generasi awal yang mengukir prestasi menakjubkan. Berdoa menunjukkan bahwa kita membutuhkan pertolongan Allah SwT, dan membutuhkan pertolongan Allah berarti mengakui kekuasaan-Nya. Nabi saw bersabda: “Doa adalah senjata orang beriman, tiang agama dan penerang langit dan bumi.” (HR Tirmidzi). Setiap doa yang dipanjatkan kepada Allah SwT, niscaya didengarkan-Nya. Doa adalah bentuk komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya. Setiap kita berdoa, hendaknya hati dan pikiran tertuju kepada-Nya. Kita pun harus yakin bahwa doa kita akan terkabul. Rasulullah saw bersabda:
“Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa doa itu akan dikabulkan. Ketahuilah, bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa yang dipanjatkan dengan hati yang lalai dan lengah.” (HR Tirmidzi). Ibrahim bin Adham berkata, “Wahai saudaraku penduduk Bashrah, barangkali hati kalian telah tertutup sepuluh perkara, sehingga doa kalian tak terkabulkan: (1) Kalian mengaku beriman kepada Allah, tetapi enggan memenuhi hak-Nya; (2) Kalian suka membaca Al-Qur’an, tetapi enggan mengamalkan isinya; (3) Kalian tahu setan itu musuh yang nyata, tetapi kalian tetap menaati ajakannya; (4) Kalian mengaku umat Nabi Muhammad saw, tetapi enggan melaksanakan Sunnahnya;
(5) Kalian mendambakan surga, tetapi enggan mengerjakan amal yang dapat memasukkan ke surga; (6) Kalian menginginkan selamat dari siksa neraka, tetapi kalian melakukan perbuatan yang menyebabkan masuk neraka; (7) Kalian menge-
tahui, bahwa maut itu pasti, tetapi kalian enggan mempersiapkan bekalnya; (8) Kalian gemar meneliti aib orang lain, tetapi enggan meneliti aib sendiri; (9) Kalian makan dan menikmati pemberian Tuhan, tetapi enggan mensyukurinya; (10) Kalian biasa mema-
kamkan jenazah, tetapi tak mau mengambil pelajaran dari pemakaman itu.” Marhaban ya Ramadlan... Asyhadu alla ilaha illallah; astaghfirullah. As‘alukal-jannata wa‘a’udzubika minannar. Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul-‘afwa fa’fu ‘anni.l
DARI HALAMAN 16 PERMASALAHAN RUKYAT...
Adha di Hawaii. Suatu kawasan yang sudah terpampang hilalnya di ufuk mereka tidak boleh menunda masuk bulan baru karena alasan apa pun, misalnya mau menunggu Makkah, karena Nabi saw mengatakan berpuasalah apabila melihat hilal. Dengan demikian sangatlah jelas problem yang ditimbulkan oleh rukyat. Kalau ini mau disebut kelemahan silahkan sebut demikian. Secara singkat keseluruhan problem rukyat itu adalah: 1) Rukyat tidak bisa membuat sistem penanggalan yang akurat; 2) Rukyat tidak dapat menyatukan sistem penanggalan (kalender) Hijriah sedunia secara terpadu dengan konsep satu hari satu tanggal di seluruh dunia; 3) Rukyat tidak dapat dilakukan secara normal pada kawasan lintang tinggi di atas 60º LU dan LS; 4) Rukyat menimbulkan problem puasa Arafah karena tidak dapat menyatukan hari Arafah di Makkah dan kawasan lain pada bulan Dzulhijah tertentu.
tidak mungkin dilakukan kecuali dengan berdasarkan hisab. Memang, sebagaimana dikemukakan oleh Nidhal Guessoum, adalah suatu ironi yang memilukan bahwa setelah hampir 1,5 milenium perkembangan peradaban Islam, umat Islam belum mempunyai suatu sistem penanggalan terpadu yang akurat, padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik. Menurut Prof DR Idris Ibn Sari, Ketua Asosiasi Astronomi Maroko, sebab umat Islam tidak mampu membuat kalender terpadu adalah karena mereka terlalu kuat berpegang kepada rukyat. Kini dalam rangka mewujudkan Kalender Islam Tunggal (terpadu) yang dapat menyatukan selebrasi umat Islam sedunia, sedang dilakukan perumusan Kalender Islam yang dibuat dan diuji selama kurang lebih satu abad hingga akhir tahun 2100. Ada empat rancangan yang diuji dan telah sering diberitakan. Perkembangan paling mutakhir tentang uji validitas ini adalah bahwa uji tersebut telah mencapai 93 tahun, dan akan segera diadakan Temu Pakar III untuk membahas hasil uji validitas tersebut. *sy)l
Honolulu saat matahari terbenam, tinggi toposentrik hilal tersebut adalah 08º 07’ 37". Jadi posisi hilal sudah sangat tinggi dan dapat dilihat dengan mata telanjang apabila cuaca terang. Akan tetapi, sebagaimana diperlihatkan oleh Ragaan 3, hilal Dzulhijah 11-08-2018 itu tidak terlihat di daratan lima benua. Problemnya adalah karena pada hari Sabtu belum dapat melihat hilal Dzulhijah, maka Makkah akan masuk Dzulhijah pada hari Senin 13-08-2018 M, dan hari Arafah di Makkah jatuh Selasa 21-08-2018 M. Sementara itu Hawaii karena sudah dimungkinkan melihat hilal akan memasuki Dzulhijah hari Ahad, 12 Agustus 2018 M, dan tanggal 9 Dzulhijah di Hawaii akan jatuh pada hari Senin 20-08-2018 M. Bagaimana mereka puasa Arafah. Kalau puasanya hari Senin itu mendahului Makkah karena di Makkah baru tanggal 8 Dzulhijah dan belum terjadi wukuf. Kalau mereka menunggu Makkah, berarti mereka puasa Arafah tanggal 10 Dzulhijah menurut penanggalan Hawaii, dan itu adalah hari Idul
Oleh karena itu tidak berlebihan apabila Temu Pakar II di Maroko menyatakan bahwa penyatuan Kalender Islam se dunia
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
19
HADITS
Hadits-Hadits Dha’if
Seputar Ramadlan (3) MUHAMMAD ROFIQ MUZAKKIR (Alumni Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas al-Azhar Kairo Mesir) 7. Harapan agar Ramadlan Setahun Penuh
“Dari Ibnu Mas’ud, bahwasanya ia mendengar Nabi Saw. bersabda ketika Ramadlan tiba: Jika saja hamba-hamba (Allah) mengetahui (keutamaan) yang terdapat di bulan Ramadlan, maka niscaya umatku pasti berharap agar Ramadlan berlangsung selama setahun.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad-nya (vol. I, no. 1032), Ibnu Khuzaimah dalam Sahih-nya (vol. III, no. 1886), Ibnu Hajar al-Haitsami dalam Majma’u alZawaid (vol. III, no. 4781), al-Suyuthi dalam Jami’ul Hadits (vol. XIIX, no. 19146), alBaihaqi dalam Sya’bul Iman (vol. III, no. 3634), Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (vol. II, no. 1119). Status ke-dhaif-an Hadits ini sudah tingkat tinggi, yaitu maudhu’ (palsu). Sosok yang bermasalah dari rantaian sanad-nya adalah Jarir bin Ayyub yang dinilai munkarul Hadits dan matrukul Hadits (Bukhari, al-Dhu’afa al-Shaghir, vol. I, hal. 29). Al-Dzahabi dalam Mizanul I’tidal (vol. I, hal, 391) menilainya masyuhurun bi aldha’fi (terkenal ke-dha’if -annya). Begitu pula dengan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Lisanul Mizan (vol. I, hal. 247). 8. Shalat Tarawih 20 raka’at
20
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah saw shalat (lail) di bulan Ramadlan tanpa berjamaah sebanyak dua puluh rakaat beserta witir.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Awsath, Ibnu Adi dalam al-Kamil, al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra. Semua riwayat dalam kitab-kitab tersebut melalui jalur Ibrahim bin Utsman dari Hikam dari Muqassam dari Ibnu Abbas. Menurut kritikus Ibnu Hajar al-Asqalani (Lisanul Mizan, vol. 3, hal. 164), Ibrahim bin Utsman adalah orang yang dha’if. Abu Hatim menilainya dalam al-Jarhu wa al-Ta’dilu (vol. I, hal. 132) sebagai tokoh yang Haditsnya tidak perlu dicatat (la taktubanna ‘anhu syaian). Al-Haitsami dalam Majma’ud Zawaid (vol. II, hal. 120), al-Suyuthi dalam al-Laali al-Mashnu’ah (vol. II, hal 170) menilainya matruk (tidak terpakai). Hadits ini oleh Nashiruddin Albani dalam Irwaul Ghalil (vol. II, hal. 191) dan Shalatu al-Tarawih (hal. 22) telah divonis sebagai Hadits palsu (maudhu’) dan lemah sekali (dha’if jiddan). Selain itu, secara matan, Hadits ini bertentangan dengan informasi yang dibawa oleh Hadits sahih lain, yang menerangkan bahwa Rasulullah melakukan shalat lail (tarawih) tidak lebih dari sebelas rakaat di bulan Ramadlan. Hadits ini diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah ra Ibnu Hajar juga menyatakan (Fathul Bari, vol. 6, hal. 295), bahwa Aisyah ra lebih kredibel untuk melaporkan aktivitas Rasulullah saw di malam hari dibandingkan Ibnu Abbas. Ini tidak berarti bahwa Ibnu Abbas tidak tahu sama sekali tentang kondisi shalat lail Rasulullah. Namun, ini justru menunjukkan bahwa sesungguhnya nama Ibnu Abbas telah ‘dibajak’ oleh seorang pendusta untuk mengesahkan Hadits palsunya. Hadits
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
sahih tentang shalat lail Rasulullah di bulan Ramadlan adalah:
“Tidaklah Rasulullah saw. menambahkan (shalat lailnya) di bulan Ramadlan dan di bulan selain Ramadlan lebih dari 11 rakaat”. (HR Bukhari dan Muslim). 9. Bulan Ramadlan adalah Pemimpin Bulan-bulan Lainnya
“Pemimpin para bulan adalah bulan Ramadlan, dan pemimpin para hari adalah hari Jum’at.” Hadits ini adalah Hadits mauquf (yaitu riwayatnya tidak sampai ke Rasulullah, melainkan hanya sampai kepada sahabat saja). Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitab Fadhailu Ramadlan (keutamaan-keutamaan Ramadlan), no. 33, dari jalur Ayyub bin Jabir dari Abu Ishaq dari Hubairah dari Ibnu Masud. Sosok yang dinilai lemah dari sanad Hadits ini adalah Ayyub bin Jarir sendiri. Komentar Yahya bin Main, al-Nasai dan Abu Hatim (Mizanul I’tidal, vol. I, hal. 285), ia adalah orang yang lemah. Ibnu Hibban dalam alMajruhin (vol. II, hal. 5) menilai Ayyub “lasya bi syai” (tidak dihitung sama sekali). 10. Pahala I’tikaf seperti Pahala Umrah dan Haji
HADITS
“Diriwayatkan dari Ali bin Husain dari ayahnya radhiyallahu ‘anhum, ia berkata. Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang beri’tikaf pada sepuluh hari di bulan Ramadlan, maka (pahalanya) seperti haji dua kali dan umrah dua kali” Hadits ini diriwayatkan oleh Tabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir (vol. III, no. 2888) dan al-Baihaqi dalam Sya’bul Iman (vol. III, no. 3966, 3967). Salah seorang perawi dalam sanad Hadits ini yaitu Muhammad bin Zadzan adalah orang yang Haditsnya tidak dipakai (matruk) (Ibnu Hajar al-Asqalani, Lisanul Mizan, vol. II, hal 397). Al-Bukhari dalam al-Dhu’afa alShaghir (hal. 104) menilainya munkarul Hadits. Bahkan Ibnu Hibban dalam alMajruhin (vol. II, hal. 178) menilainya sebagai sosok yang rajin membuat HaditsHadits palsu (shahibu asya maudhu’a) yang tidak bisa dijadikan pegangan (la yahillu al-ihtijaj bihi). Oleh Nashiruddin alAlbani dalam al-Silsilah al-Dlaifah (vol. 2, hal. 95) Hadits ini telah dinyatakan sebagai Hadits yang maudhu’ (palsu). I’tikaf sendiri sesungguhnya adalah Sunnah Rasulullah yang selalu beliau lakukan di setiap sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan. Bahkan di tahun menjelang wafatnya, beliau melakukan i’tikaf lebih panjang, yaitu selama 20 hari. Hadits-Hadits sahih tentang pelaksanaan i’tikaf Nabi, beserta i’tikaf sahabat dan istri-istri beliau sangat banyak. Namun, seperti dikatakan oleh Imam Ahmad, tidak ada satu pun Hadits shahih yang menerangkan keutamaan i’tikaf (Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, vol. I, hal. 475). Sehingga jelas keterangan yang dibawa Hadits di atas adalah sesuatu yang mengada-ada, sangat berlebih-lebihan dan merupakan kebohongan yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw. Apa itu Hadits Dha’if? Membicarakan Hadits dha’if , tidak bisa dipisahkan dengan pembahasan hadits sahih. Ibnu Salah (w. 643 H/1245), salah seorang ulama Hadits abad pertengahan yang memiliki banyak pengaruh di kalangan ulama Hadits se-
zaman dan sesudahnya, telah memberikan definisi atau pengertian Hadits sahih sebagai berikut: “Hadits yang bersambung sanad-nya (sampai kepada Nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya kejanggalan dan cacat” (Muqaddimah Ibnu Shalah, vol. I, hal. 1). Terdapat lima unsur dalam kriteria Hadits sahih. Pertama, sanad bersambung. Yang dimaksud dengan sanad bersambung ialah tiap-tiap periwayat dalam sanad Hadits menerima riwayat Hadits dari periwayat terdekat sebelumnya, sampai akhir sanad dari Hadits itu. Kedua, periwayat bersifat adil. Diantara unsur adil di sini adalah dapat dipercaya, tidak berbuat fasik, memelihara kehormatan dan tidak berbuar dosa besar. Ketiga, periwayat bersifat dhabit, yaitu orang yang kuat hafalannya tentang apa yang didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya itu kapan saja ia menghendakinya. Keempat, terhindar dari syaz, yaitu periwayatnya tidak terpecaya (tsiqat) atau matan dan sanad-nya bertentangan dengan Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang sama-sama terpercaya. Terhindar dari illat, yaitu sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas Hadits. Pengertian Hadits sahih yang telah disepakati oleh mayoritas ulama Hadits di atas telah mencakup sanad dan matan Hadits. Kriteria yang menyatakan bahwa rangkaian periwayat dalam sanad harus bersambung dan seluruh periwayatnya harus adil dan dhabit adalah kriteria untuk kesahihan sanad, sedang keterhindaran dari jangggal dan cacat, selain merupakan kriteria untuk sanad, juga berlaku untuk matan Hadits (Nuruddin ‘Itr, Manhaju alNaqdi fi Ulumil Hadits, 242-3). Karenanya, ulama Hadits pada umumnya menyatakan bahwa Hadits yang sanad-nya sahih belum tentu matan-nya juga sahih. Dengan mengacu pada unsur-unsur kaidah kesahihan Hadits tersebut, maka ulama menilai bahwa Hadits yang memenuhi semua unsur itu dinyatakan sebagai Hadits sahih, yakni sahih sanad dan sahih matan-nya. Apabila sebagian unsur tidak terpenuhi, maka Hadits yang bersangkutan bukanlah Hadits sahih, alias Hadits dha’if.
Hukum Mengamalkan Hadits Dha’if Para ulama sepakat untuk menolak pengamalan Hadits dhaif, terutama yang berkaitan dengan informasi tentang halal dan haram. Para ahli Hadits bersikap tasyaddud (ketat dan keras) dalam hal tersebut, sehingga mereka hanya menerima Hadits yang paling tinggi derajatnya, atau yang disebut ‘sahih’. Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa bahkan dalam masalah istihbab (perbuatan yang dianggap sunnah) pun Hadits dha’if tertolak. Dalam Majmu’atul Fatawa (vol. I, hal. 251), ia menyatakan: “Tidak seorang imampun yang membolehkan menjadikan suatu perbuatan wajib ataupun sunnah dengan semata-mata Hadits dha’if. Barang siapa yang mengatakan hal itu, maka sungguh ia telah menyalahi ijmak ulama”. Hal itu ditambah lagi bahwa dalam agama Islam terdapat sebuah kaedah mengenai pelaksanaan ibadah, yakni ia harus berdasarkan nash yang otentik, baik dari al-Quran maupun al-Sunnah. Rumusan kaedah tersebut berbunyi: “Pada dasarnya hukum ibadah adalah haram dan menunggu perintah” Namun dalam masalah keutamaankeutamaan (fadhailu al-a’mal), terjadi perdebatan di kalangan para ulama. Sebagian ulama menolak secara mutlak Hadits-Hadits dhaif yang terkait dengan keutamaan-keutamaan satu perbuatan. Pendapat ini dipegang oleh Bukhari, Muslim, Ibnu Hazm, Ibnul Arabi dan Ibnu Hibban (al-Hamadi, 2002: 37). Sebagian menerimanya tanpa syarat apapun. Sebagian lagi menerima Hadits dhaif dengan tiga syarat, yaitu: pertama, Hadits yang diriwayatkan itu tidak terlalu daif, kedua, isinya termasuk ke dalam prinsip umum yang telah ditetapkan oleh al-Quran dan Hadits sahih lain, dan ketiga, tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat (Subhi Salih, 2009: 197). Ada pula yang menambahkan syarat keempat dan kelima, yaitu tidak menisbahkan Hadits tersebut kepada Rasulullah saat mengamalkannya dan tidak mengandung informasi yang bertentangan dengan realitas empirik (Yusuf Qardlawi, Fatawa Mu’ashirah). Wallahu A’lam bi al-Shawab.l
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
21
KHAZANAH
BIOGRAFI MUFASSIR DI KALANGAN SAHABAT NABI (II) PROF DRS SA’AD ABDUL WAHID
2. Abd Allah ibn Mas’ud a. Riwayat hidupnya Nama lengkapnya: Abd Allah ibnu Mas’ud ibnu Gafil. Garis keturunannya sampai kepada Mudar. la terkenal dengan panggilan Abu Abd ar-Rahman al-Huzali. Ibunya bernama: Ummu Abd binti Abdud, dari suku Huzail, kadang-kadang Abdullah ibnu Mas’ud dipanggil: Ibnu Ummi Abd. Ia bertubuh pendek dan kurus, termasuk kelompok sahabat yang masuk Islam paling awal. Ia adalah orang yang pertama kali memperdengarkan Al-Qur’an secara terang-terangan di Makkah kepada kaum Quraisy, sesudah Rasulullah saw dia pernah dianiaya oleh kaum Quraisy, karena menyuarakan Al-Qur’an. Setelah masuk Islam, ia sangat dekat kepada Rasulullah saw sehingga Abu Musa alAsy’ari mengira bahwa ia adalah ahlu bait (keluarga Rasulullah saw). Ia termasuk sahabat Nabi saw yang berhijrah dua kali, ke Habsyah dan ke Madinah, dan pernah melakukan shalat dengan menghadap kepada dua qiblat, yaitu menghadap kepada Bait al-Maqdis kemudian menghadap kepada al-Masjid al-Haram. Perjuangannya dalam membela Islam pun sangat gigih, sehingga tidak pernah absen dalam peperangan yang dipimpin Nabi saw, ketika diserang oleh kaum musyrikin; Perang Badar; Perang Uhud, Perang Khandaq, dan peperangan lainnya. Pernah juga mengikuti Bai’ah ar-Ridwan. Menurut suatu riwayat, dialah yang menghabisi Abu Jahal di Perang Badar. Pernah juga ia mengikuti perang di Yarmuk. Ia wafat pada tahun 32 H dalam usia 60 tahun lebih, dan dikubur di kampung Buqay, yang sekarang terkenal dengan nama “Baqi” (makam Baqi). Orang yang pertama kali dikubur di makam Baqi adalah Usman bin Maz’un, sahabat Nabi saw, Ibrahim, putra Nabi saw 22
dan istri-istri beliau. (al-Khudari, 1952: 166). Makam Baqi yang terletak di dekat Masjid al-Madinah al-Munawwarah tersebut sekarang menjadi kuburan umum, maka para hujjaj yang meninggal pun sebagian dikubur di makam Baqi. b. Keahliannya: Ibnu Mas’ud adalah salah satu sahabat Nabi saw yang sangat kuat hafalannya, ia hafal Al-Qur’an seluruhnya dengan baik, dan Rasulullah saw pun sangat senang mendengarkan bacaannya. Dalam suatu riwayat, Rasulullah saw meminta kepada Ibnu Mas’ud agar membacakan surat AnNisa’, lalu ia berkata: Mengapa aku bacakan Al-Qur’an untukmu, padahal Al-Qur’an itu diturunkan kepadamu? Kemudian Rasulullah saw bersabda: Sungguh aku sangat senang mendengarkan Al-Qur’an dari orang lain. Lalu Ibnu Mas’ud membacakan kepada Rasulullah saw ayat: “Maka bagaimanakah (halnya orangorang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa’ [4]: 41). Setelah mendengarkan bacaan ayat tersebut, Nabi saw meneteskan air mata dari kedua matanya. Nabi saw pernah bersabda: “Barangsiapa ingin membaca Al-Qur’an dengan syahdu, maka bacalah dengan bacaan Ibnu Mas’ud.” Diriwayatkan oleh Masruq, ia berkata: “Ilmu para sahabat bertumpu pada enam orang sahabat, yaitu: ‘Umar, Ali, Abd Allah ibnu Mas’ud, Ubai bin Ka’b, Abu ad-Darda’ dan Zaid ibnu Sabit, dan yang menjadi rujukan sebagian besar sahabat dalam masalah ilmu syari’ah adalah Ali bin Abi Thalib dan ‘Abd Allah ibnu Mas’ud. (azZahabi, I: 84).
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
c. Nilai Penafsirannya: Para sahabat dan sebagian besar ulama menilai bahwa penafsiran Ibnu Mas’ud sangat tinggi dan sangat baik, sehingga penafsirannya menjadi rujukan bagi generasi berikutnya, sebagaimana diriwayatkan sebagai berikut: 1) Diriwayatkan oleh Masruq, bahwa Ibnu Mas’ud pernah berkata: Demi Allah yang tiada Tuhan yang pantas disembah selain Dia, setiap ayat Al-Qur’an yang diturunkan, dapat saya ketahui bagaimana dan di mana ayat itu diturunkan, dan seandainya saya mengetahui tempat tinggal sahabat yang lebih mengetahui makna ayat Al-Qur’an daripada saya, niscaya kudatangi. 2) Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim, dari Abi al-Bukhturi, bahwa beberapa orang minta kepada Ali agar menjelaskan kepada mereka keadaan Ibnu Mas’ud, Lalu Ali berkata: Dia sangat luas ilmunya tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah. 3) Abu ad-Darda’ pernah meriwayatkan keadaan Ibnu Mas’ud sebagai berikut: Dia adalah orang yang sangat luas pengetahuannya tentang Al-Qur’an, tentang ayat yang muhkamah, ayat yang mutasyabih, ayat yang menghalalkan, ayat yang mengharamkan, kisah-kisah, lambanglambang dan sebab-sebab nuzulnya. Ia menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang diharamkan, ia sangat sebagai lautan ilmu. Ia sangat cerdas, memiliki kefasihan yang sangat baik, ahli berpidato dan senang membaca puisi. Apabila seseorang mendapatkan kesulitan, maka bertanyalah ia kepada Ali. Nabi saw pernah mendoakan untuknya: “Ya Allah, berilah ia kemantapan berbicara dan tunjukkanlah hatinya (ke jalan yang lurus).” (Ahmad, I: 111),
KHAZANAH Para sahabat dan para ulama sesudah periode sahabat menilai, bahwa Ali ibnu Abi Thalib adalah sahabat Nabi saw yang sangat luas ilmunya tentang makna Al-Qur’an, ia mempunyai keahlian dalam berfatwa dan mengambil keputusan. Keahliannya dalam memahami rahasia makna Al-Qur’an sangat sulit ditemukan tandingannya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa apa yang ia tafsirkan dari Al-Qur’an sebagian besar merujuk kepada penafsiran Ali bin Abi Thalib pernah berkata: Demi Allah saya mengetahui sebab nuzul setiap ayat yang diturunkan dan mengetahui di mana ayat itu diturunkan, Allah telah memberikan karunia kepadaku lidah yang fasih dan akal yang sehat yang dapat menjawab segala pertanyaan. (az-Zahabi, 1976: 90). 4. Ubai ibnu Ka’b a. Riwayat hidupnya: Nama lengkapnya, Abu al-Munzir, atau Abu at-Tufail, Ubai ibnu Ka’b, ibnu Qais, al-Khazrajiy, pernah mengikuti Perang Aqabah dan Perang Badar. Umar ibnu alKhattab memujinya dan mengatakan, bahwa Ubai ibnu Ka’b adalah seorang pemimpin yang dapat diteladani, ia wafat pada masa Khalifah Umar ibn al-Khattab. b. Keahliannya: Ubai ibnu Ka’b adalah salah seorang sekretaris Nabi saw yang diberi tugas menulis wahyu, dan ia adalah sahabat yang paling baik qira’atnya. Dalam suatu riwayat yang disampaikan oleh asy-Sya’bi, dari Masyruq, ia berkata: Di antara sahabat yang mempunyai keahlian dalam memutuskan suatu perkara adalah: Umar ibnu al-Khattab, Ali, Abd Allah, Ubai, Zaid dan Abu Musa. (aiz-Zahabi, 1976: 51). c. Nilai penafsirannya Ubai ibnu Ka’b termasuk sahabat yang sangat luas ilmunya tentang Al-Qur’an sangat menguasai rahasia kitab-kitab sebelum Al-Qur’an. Ia sangat menguasai sebab-sebab nuzul Al-Qur’an dan tidak segan-segan bertanya kepada Nabi saw setiap menemukan kesulitan mengenai makna Al-Qur’an. Maka, para ulama menilai bahwa Ubai adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang nilai penafsirannya sangat baik dan sulit mencari tandingannya.
Nilai Tafsir Pada Peri ode Pertama (Tafsir yang bersumber dan Sahabi) Para ulama berbeda pendapat mengenai penafsiran yang bersumber dari sahabi: a. Al-Hakim berpendapat, bahwa penafsiran yang sumbernya berasal dari sahabi, hukumnya sama dengan Hadits marfu’ apabila sahabi tersebut menyaksikan turunnya wahyu. b. Ibnu as-Salah dan an-Nawawi berpendapat, bahwa penafsiran yang sumbernya berasal dari sahabi, hukumnya sama dengan Hadits musnad jika berkenaan dengan sebab nuzul ayat yang diberitakan oleh sahabi, atau masalah yang penyelesaiannya tidak dapat melalui ijtihad. Az-Zahabiy secara ringkas telah memberikan penjelasan tentang nilai penafsiran yang bersumber dari sahabi, sebagai berikut: a. Tafsir sahabi dapat dinilai marfu’, jika penafsirannya berkenaan dengan sebab nuzul Al-Qur’an dan yang dalam penyelesaiannya tidak dapat menggunakan ijtihad, maka tafsir sahabi itu dinilai mauquf, jika sanadnya tidak sampai kepada Nabi saw. b. Penafsiran sahabi yang dinilai marfu’ menurut ittifaq (kesepakatan) ulama, tidak boleh ditolak, bahkan mufassir tidak boleh menyimpang dari penafsiran tersebut. c. Para ulama berbeda pendapat tentang penafsiran sahabi yang dinilai mauquf: 1) Sebagian ulama berpendapat, bahwa penafsiran sahabi yang dinilai mauquf (yang sanadnya hanya sampai kepada sahabat), tidak wajib digunakan sebagai dalil, sebab penafsiran yang tidak marfu’ (yang sanadnya sampai kepada Nabi saw), hukumnya sama dengan ijtihad, sedang hasil ijtihad, kadang-kadang salah, dan ijtihad para sahabat sama dengan ijtihad para ulama. 2) Sebagian ulama berpendapat, bahwa penafsiran sahabi wajib dijadikan sebagai rujukan, sebab menurut mereka,
para sahabat itu mendengar langsung dari Rasulullah saw. Maka jika mereka berijtihad, kebenarannya tidak dapat diragukan. Sebab mereka memiliki kemampuan dalam memahami makna Al-Qur’an. Karena mereka menguasai bahasa Arab, memiliki akhlak kenabian, dan mempunyai ilmu yang luas, apalagi tokoh sahabat, seperti khalifah yang empat, Abd Allah ibn Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas. Ibnu Kasir dalam muqaddimahnya menyatakan, jika tidak menemukan penafsiran dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah, maka harus merujuk kepada pendapat para sahabat, sebab mereka memiliki pemahaman yang sempurna, ilmu yang lurus dan amal shalih, apalagi para tokoh sahabat, seperti al-Khulafa’ ar-Rasyidun dan para pemimpin yang memperoleh hidayah kebenaran. (az-Zahabi, 1976: 96). Karakteristik Tafsir Pada Periode Pertama Penafsiran Al-Qur’an pada setiap periode mempunyai karakterisik yang berbeda-beda, sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun karakteristik tafsir pada periode ini menurut para mufassir antara lain ialah sebagai berikut: a. Penafsiran Al-Qur’an tidak dilakukan secara keseluruhan, melainkan hanya beberapa bagian yang dianggap perlu, yaitu bagian AlQur’an yang maknanya musykil bagi sebagian sahabat. b. Perbedaan pendapat antara para mufassir dalam memahami makna Al-Qur’an belum begitu banyak. c. Penafsiran Al-Qur’an pada periode ini, sebagian besar dilakukan secara ijmali (global), tidak secara tafsili (rinci), dan belum dilakukan secara sistematis. d. Makna lughawi dijelaskan secara singkat. e. Pengambilan hukum dari ayatayat Al-Qur’an jarang sekali dilakukan secara ilmiyyah. f. Tafsir Al-Qur’an pada periode ini belum dibukukan, sebab dikhawatirkan bercampur dengan Al-Qur’an. Pembukuan tafsir baru dilakukan pada abad II hijriyah.l
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
23
DIRASAH ISLAMIYAH
SPIRIT ISLAM DAN KEBANGSAAN HOS COKROAMINOTO MUTOHHARUN JINAN Pengajar Pondok Hajjah Nuriyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
H
aji Oemar Said Cokroamnito, tokoh ini hampir pasti disebut oleh setiap orang yang menelaah geneologi tokoh-tokoh pergerakan (keagamaan dan nasionalis) Indonesia. Perannya dalam mendidik generasi bisa dikatakan tuntas dan lengkap dengan melahirkan tiga aras pergerakan ideologis di Indonesia: komunisme, nasionalisme, dan Islamisme. Cokroaminoto banyak melakukan pengkaderan terhadap generasi, sehingga muncullah nama-nama tokoh seperti Soekarno (berhaluan nasionalis), Muso dan Alimin (berhaluan komunis), Kartosuwiryo (berhaluan Islamis). Pada perkembangan selanjutnya Semaun dan Muso menjadi otak dari pemberontakan PKI di Madiun dan Kartosuwiryo menjadi pelopor gerakan DI/TII yang ingin membentuk Negara Islam Indonesia. Tidak ketinggalan ketika belakangan ini wacana gerakan NII mencuat ke permukaan dengan tokoh legendaris SM Kartosuwirjo, sekali lagi Cokroaminoto ditempatkan sebagai pangkal ideologis, lantaran Cokroaminoto pernah sebagai mentor pendiri DI/NII itu. Bagi kalangan pergerakan Islam Cokroaminoto sering kali dijadikan rujukan guna menguatkan gerakan-gerakan ideologi politik-keagamaan di Indonesia. Memang sejarah tokoh kelahiran Madiun pada 16 Agutus 1882 ini adalah sejarah pergerakan Islam itu sendiri. Mulai dari keterlibatannya di Serikat Dagang Islam, Serikat Islam, dan Central Serikat Islam, dan akhirnya Partai Serikat Islam Indonesia. Sejatinya, bila meminjam kategori Geertz, latar belakang Cokroaminoto lebih dekat dengan kategori priyayi. Ia adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Cokroamiseno, salah
24
seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, RM Adipati Cokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Latar belakang pendidikannya juga bukan dari pesantren atau berguru pada ulama tertentu tetapi dari Opleiding School Voor Inlandsche Amternaren (OSVIA). Setelah menamatkan studi di (OSVIA), sekolah pegawai administrasi pemerintahan Magelang, ia mengikuti jejak kepriyayian ayahnya sebagai pegawai pangreh praja. Walaupun akhirnya, ia tinggalkan karena tidak suka dengan kebiasaan sembah jongkok yang baginya sangat melecehkan. Tahun 1905 Cokroaminoto pindah ke Surabaya dan bekerja pada perusahaan dagang, di samping ia juga belajar di sekolah malam Hogore Burger School. Bersama istrinya, Suharsikin, menjadikan sebagian rumahnya untuk kos bagi pelajar, yang nantinya melalui rumah inilah Cokroaminoto menyalurkan ilmunya dalam agama, politik dan berorasi yang menjadi cikal bakal pembentukan tokoh-tokoh penting di Indonesia. Dengan latar belakang priyayi (bangsawan) seharusnya ia memiliki orientasi gerakan sama dengan gerakan nasionalis –eksklusif– seperti Budi Utomo (1908). Namun tidak demikian dengan apa yang dipikirkan oleh Cokroaminoto. Menurut catatan Ahmad Mansur Suryanegara, Cokroaminoto memilih bergabung dengan SDI, pergerakan Cokroaminoto muda lebih dominan dialiri darah santri dari buyutnya Kiai Bagus Kasan Besari seorang ulama dengan visi kerakyatan yang kental dan sepanjang hidupnya memperjuangkan tegaknya ajaran Islam di Madiun Jawa Timur. Karena itu visi gerakan Cokroaminoto adalah Islam dan kerakyatan. Dialah tokoh politik yang berhasil menggabungkan
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
retorika politik melawan penjajah Belanda dengan ideologi Islam hingga mengenyahkan penjajah dari Bumi Nusantara (Suryanegara, 1995: 190). Ia memilih Sarekat Dagang Islam (SDI) yang saat itu dipimpin oleh H Samanhudi di Solo. Sebuah pergerakan pertama Indonesia yang menggelorakan semangat kemerdekaan, nasionalisme, ekonomi dan keagamaan. Keterlibatannya di SDI menjadi tonggak penting bagi kebangkitan fenomenal gerakan ini. SDI berubah menjadi sebuah organisasi yang besar dan menakutkan bagi kolonial. Kemahirannya serta kepiawaiannya berpolitik dalam menyuarakan kemerdekaan Indonesia dan memihak kepentingan rakyat membuat SDI begitu diminati rakyat pribumi baik dari kalangan menengah maupun rakyat jelata. Terlebih setelah SDI berubah menjadi Serikat Islam (Noer, 1988: 121). Di bawah kepemimpinan Cokroaminoto SI menjadi tenda besar bagi citacita rakyat kalangan menengah seperti para saudagar, dokter, guru, dan priyayi. Tentu saja pengikut terbanyak adalah dari kalangan rakyat desa yang sangat membutuhkan sosok pemimpin massa yang kharismatik. Bahkan rakyat pedesaan menganggapnya sebagai Ratu Adil, anggapan yang ditolak dengan tegas oleh Cokroaminoto karena bertentangan dengan akidah Islam. Begitu juga Cokroaminoto mendapat dukungan dari kelompok santri, sebagai dampak dari gelombang revitalasi Islam pada abad 19. Mobilisasi umat Islam dalam beribadah haji turut memengaruhi geliat gerakan Islam di Tanah Air (Azra, 2002: 216). Sebagaimana disebutkan, visi kerakyatan dan keislaman menjadi spirit utama gerakan Cokroaminoto. Ia juga membenarkan garis dasar perjuangan perubahan sosial ekonomi yang diletakkan
DIRASAH ISLAMIYAH oleh Samanhudi dengan berpijak pada Islam. Rakyat yang tertindas oleh penjajah kolonial Belanda secara ekonomi dan politik telah mengusik pemikiran dan hatinya. Cokroaminoto menyuarakan kegundahan hatinya melalui statemen, “Negara dan bangsa kita tidak akan mencapai kehidupan yang adil dan makmur, pergaulan hidup yang aman dan tenteram selama ajaran-ajaran Islam belum dapat berlaku atau dilakukan menjadi hukum dalam negara kita, sekalipun sudah merdeka.”(Amelz, 1952: 128) Orientasi kepada pembelaan rakyat merupakan hasil dari pembacaan realitas saat itu bahwa rakyat adalah Islam dan Islam adalah rakyat. Rakyat hanya mempunyai satu pengertian istilah yakni Islam. Penggunaan kata diluar Islam dirasakan kurang komunikatif. Rakyat di desa pada saat kepemimpinan Cokroaminoto tidak mengenal istilah Tanah Air dan kesatuan negara. Mereka hanya mengetahui satu identitas bahwa dirinya Muslim, sebagaimana yang dijumpai di tempat-tempat publik semuanya Muslim. Oleh karena itu, Cokroaminoto membang-
kitkan kesadaran nasional melalui kesamaan iman/Islam rakyat. Bagi rakyat pengertian pribumi, Jawa, Melayu, Sunda, dan lain-lainnya adalah Islam. Sementara Kristen disamakan dengan Eropa. Sistem segragasi identitas ini juga menjadi kebijakan Belanda, sekaligus menyuburkan keyakinan rakyat, Islam berarti anti penjajahan Belanda. Kondisi yang demikian itu dimanfaatkan Cokroaminoto untuk memperjuangkan rakyat dengan sentimen Islam yang merakyat, dan bukan dengan gerakan Budi Utomo yang cenderung eksklusif. Namun demikian, sekalipun Islam dijadikan landasan perjuangannya, Cokroaminoto tidak pernah menggariskan sikap bangsa Indonesia harus anti-Kristen. Kepemimpinannya secara eksplisit tidak memprogramkan gerakan anti-Kristen dan antiChina tetapi mengajak rakyat untuk berevolusi terhadap pemerintahan yang tiranik dan dlalim (Suryanegara, 1995: 192). Cokroaminoto akhirnya dikenal sebagai salah satu pahlawan pergerakan nasional yang berbasiskan perdagangan, agama, dan politik nasionalis. Kata-kata mutiaranya
yang masyhur dan inspiratif “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat” akhirnya menjadi embrio pergerakan para tokoh pergerakan nasional yang patriotik, dan ia menjadi salah satu tokoh yang berhasil membuktikan besarnya kekuatan agama, politik dan perdagangan Indonesia untuk melawan segala bentuk penjajahan. Kata mutiara itu menggambarkan suasana perjuangan Indonesia yang saat itu membutuhkan tiga jiwa dan kemampuan pada diri seseorang untuk mempertahankan dan membangun negaranya Indonesia. Dengan mengikuti landasan berfikir dan gerakan Cokroaminoto teramat mudah mengatakan bahwa begitu besar peran intelektual muslim dalam setiap langkah bangsa ini menorehkan sejarah perjuangannya. Tokoh Muslim yang wafat pada 17 Desember 1934 ini menjadi penting karena menggulirkan momentum perubahan pemikiran dan gerakan dalam Islam sekaligus kebangsaan. Ia telah meletakkan dasar-dasar perubahan dalam gerakan Islam, sosial, dan politik menuju Indonesia yang bebas dari penindasan penjajah.l
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
25
KESEHATAN
ADVOKASI ABORSI
S
aat ini, angka kematian ibu di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia. Menurut Pemerintah, angka kematian ibu saat ini adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, menurut penelitian dari sejumlah lembaga sosial masyarakat dari luar negeri, angka kematian ibu di Indonesia masih mencapai 407 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan sasaran pembangunan milenium yang terangkum dalam Millennium Development Goals (MDGs), Indonesia sendiri menetapkan angka kematian ibu sebesar 205 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015. Fakta ini tentu membutuhkan perhatian serius, khususnya dalam rangka menyukseskan terpenuhinya target MDGs tersebut. Aisyiyah, sebagai sayap perempuan gerakan Muhammadiyah yang berdiri sejak tahun 1917, tentu tidak bisa diam begitu saja melihat fakta-fakta menggiriskan yang berkaitan langsung dengan perempuan ini. Tak heran, program peningkatan derajat kesehatan reproduksi perempuan menjadi salah satu program nasional Aisyiyah yang digerakkan dari tingkat Pusat, 33 Wilayah, 397 Daerah, 2.559 Cabang, dan 6.628 Ranting. Dalam geraknya, Aisyiyah tidak luput dari keterlibatannya dengan berbagai isu strategis, bahkan sensitif, seperti upaya advokasi anggaran Pemerintah yang mengakomodasi kesehatan reproduksi perempuan hingga advokasi di ranah aborsi yang kerap didebatkan banyak kalangan. Meski secara umum Aisyiyah percaya, pada hakikatnya, tidak ada perempuan yang menghendaki aborsi. Namun, faktafakta diperlukannya aborsi dalam kasus penyakit fisik atau cacat berat pada ibu maupun janin, trauma psikologis pada perempuan akibat tindak kekerasan seksual, dan sebagainya, mendorong Aisyiyah untuk melakukan advokasi terhadap praktik aborsi ini. Lies Marcus MA, dalam sesi Refreshment Training Fasilitator Kesehatan Reproduksi bersama Zumrotin MA, yang diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Aisyiyah (LPPA) bekerjasama dengan The Asia Foundation dan Royal Netherlands Embassy Jakarta, di Ruang Bima Hotel Inna Garuda Jl. Malioboro, Yogyakarta, beberapa waktu lalu, menyebutkan, Aisyiyah perlu melakukan lima hal penting dalam rangka advokasi terhadap aborsi.
26
Langkah-Langkah Advokasi Pertama, Aisyiyah perlu memastikan semua orang, apa pun status perkawinannya, memiliki akses terhadap alat kontrasepsi. Selanjutnya, Aisyiyah perlu memastikan, tidak satu pun alat kontrasepsi yang gagal secara teknologi. Kemudian, sayap gerakan perempuan Muhammadiyah ini perlu mengupayakan agar pendidikan kesehatan reproduksi diterima sebagai bagian dari kurikulum. Di samping itu, di depan para peserta refreshment yang berasal dari fasilitator kesehatan reproduksi daerah Aisyiyah itu, Lies juga menyebutkan, Aisyiyah harus terus menghapus anggapan, anak di luar hasil perkawinan yang sah adalah anak jadah. Dengan kata lain, anak-anak yang lahir dari perkawinan yang sah maupun tidak, memiliki proporsi penerimaan sosial yang sama. Terakhir, Aisyiyah perlu mendorong perubahan pada undang-undang yang menyatakan, anak di luar pernikahan adalah milik sang ibu. Pasalnya, seorang anak tentu tidak bisa lahir hanya karena faktor ibu. Oleh karena itu, tidak adil bila tanggungjawab pemeliharaan anak hanya dibebankan pada ibu semata. Berbekal 480 amal usaha kesehatan baik rumah sakit maupun pusat kesehatan di seluruh Tanah Air, optimisme dakwah kesehatan reproduksi Aisyiyah terus dibangun. Hingga saat ini, Aisyiyah melakukan program sosialisasi di akar rumput dan advokasi kesehatan reproduksi yang bertujuan untuk mengubah kebijakan program dan kebijakan anggaran yang lebih berpihak pada perempuan dan masyarakat miskin serta telah dan sedang dilaksanakan di 3 daerah. Yaitu Kabupaten Serang, Banten, Bantul, Kendal, dan akan diperluas di provinsi Nusa Tenggara Barat. Tidak hanya menyasar pasangan usia subur, program ini mencakup segala usia. Pasalnya, Aisyiyah percaya, kesehatan reproduksi perempuan tidak bisa dirawat secara parsial pada saat hamil saja, khususnya dalam rangka menekan angka kematian ibu di Nusantara. Sebab, faktor gizi semenjak usia dini misalnya, juga turut memengaruhi kualitas kesehatan reproduksi perempuan. Model gerakan dakwah di bidang kesehatan ini, menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Dra Siti Noordjannah Djohantini, MM, MSi, merupakan bagian dari upaya memperkuat Cabang dan Ranting.l Ifah
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
26
P E D O M A N
Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara HA ROSYAD SHOLEH
M
uhammadiyah adalah Gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, yang sejak awal kelahirannya, sangat tinggi perhatian dan kepeduliannya terhadap nasib umat dan bangsa. Begitu berdiri tahun 1912, Muhammadiyah langsung bergerak menyebarluaskan Islam yang berkemajuan serta melakukan usaha pencerahan, dengan membuka dan mendirikan sekolah yang mengajarkan, di samping ilmu agama, juga ilmu-ilmu umum yang biasa diajarkan di sekolah-sekolah pada waku itu. Melalui program penyiaran Islam dan pendidikan yang serupa itu, lahirlah generasi baru, yang selain memiliki paham tentang Islam yang benar dan berkemajuan, juga memiliki ilmu pengetahuan yang sangat diperlukan bagi masa depan umat yang masih miskin, tertindas dan terjajah pada waktu itu. Demikian pula, dalam sejarah perjalanannya yang sangat panjang, selama satu abad lebih, Muhammadiyah tidak pernah absen dari perjuangan merebut, membela dan mengisi kemerdekaan. Dalam perjuangan tersebut, tidak sedikit kader terbaik yang dimiliki Muhammadiyah diikhlaskan terjun dan berkiprah untuk bersama-sama komponen bangsa yang lain membela dan membangun bangsa dan negara. Nama-nama seperti Jendral Soedirman, Juanda, Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Abdul Kahar Muzakkir dan masih banyak lagi yang lain adalah kader-kader Muhammadiyah yang sekaligus kader umat dan bangsa, yang jasanya bagi bangsa dan negara tidak perlu diragukan lagi. Keterlibatan Muhammadiyah dalam dinamika kehidupan keumatan dan kebangsaan yang dilakukan jauh sebelum Indonesia merdeka sampai saat ini dan masa mendatang, pada hakekatnya adalah merupakan perwujudan dari gerakan dakwah Muhammadiyah yang membawa misi kerahmatan dalam seluruh ranah kehidupan, termasuk dalam ranah kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam Khittah Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih dikenal dengan Khittah Denpasar ditegaskan bahwa “Muhammadiyah berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut diwujudkan dalam langkah-
langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan ’Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur’. Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasan/kenegaraan (real politic, politik praktis), sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatankekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatankegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat memengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompokkelompok kepentingan (interest groups). Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah. Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara obyektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi dakwah amar ma’ruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara.l SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
27
Dialog AM FA TW A FATW TWA
SEJARAH UMAT ISLAM HARUS DIUNGKAP
DENGAN JUJUR Mungkinkah republik ini bisa berdiri kokoh sebagaimana yang ada sekarang tanpa melibatkan peranan dan kontribusi umat Islam? Tentu saja, jika melihat fakta sejarah perjuangan umat Islam mulai pra kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan, baik perjuangan secara fisik, diplomatik maupun konseptual, disangsikan Indonesia bisa berdiri kokoh sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Tapi dalam perkembangannya, justru sangat sedikit kita baca dan temukan sejarah-sejarah keterlibatan peranan umat Islam dalam penyelamatan bangsa ini.
T
ak ubahnya seperti ada upaya penguburan sejarah peranan besar tokoh-tokoh dan umat Islam. Kenapa ini bisa terjadi? Apa kepentingan dari semua ini? Dan seperti apa umat Islam maupun pemerintah menyikapinya? Berikut petikan wawancara Deni al Asy’ari, MA dari SM dengan AM Fatwa, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, mantan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI yang juga penulis buku “ Pancasila Karya Bersama”, beberapa waktu yang lalu di kediamannya Jakarta.
28
Keberadaan Republik Indonesia ini tidak lepas dari peranan dan kontribusi para tokoh dan umat Islam, baik pra maupun pasca kemerdekaan, namun kenapa dalam pengetahuan sejarah, kontribusi umat Islam ini tidak banyak diperlihatkan, justru sebaliknya ? Seperti kita ketahui, dan bahkan juga banyak terjadi di berbagai negara dibelahan dunia ini, jika sejarah itu biasanya ditulis dan berpihak kepada kekuasaan politik. Kondisi dimana kekuasaan politik tidak berada di tangan tokoh-tokoh Islam cukup lama berlangsung, pada masa itulah peranan, sumbangsih dan aktivitas tokoh dan umat Islam secara nyata terhadap perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa ini tersembunyikan. Sebagai contoh sederhana dalam sebuah pengalaman misalnya, sewaktu saya akan mengakhiri tugas sebagai Wakil Ketua MPR RI periode 2004-2009, suatu hari sebelum meninggalkan ruangan saya itu, saya sempat menempelkan foto Mr Kasman Singodimedjo, yang saat itu saya cukup lama mencari foto yang sangat representatif tersebut, kenapa saya berusaha mencari dan menempelkannya di ruang kerja MPR RI? Karena dia lah sesungguhnya ketua MPR yang pertama, kita mengetahui bahwa Kasman Singodimedjo adalah ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang pertama, sementara hari dibentuknya KNIP itu, selalu diperingati sebagai hari lahirnya lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam setiap tahun di gedung perlemen, Senayan. Tapi saat sekarang, yaitu kepemimpinan MPR RI periode sekarang, saya melihat, gambar tersebut tidak ada lagi ditempelkan. Bahkan Taufiq Kiemas, sebagai ketua MPR RI menggantinya dengan menempel gambar DR Radjiman Wedyodiningrat, Ketua Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN - 1 SYAWAL 1432 H
DIALOG padahal sepengetahuan saya, terbentuknya BPUPKI bukan terkait dengan hari lahirnya MPR, BPUPKI itu bikinan Jepang. Padahal menempelkan gambar tersebut, sebagai upaya orang mengetahui bahwa lembaga negara seperti DPR/MPR itu diinisiasi oleh tokoh Islam. Tapi ironisnya, justru peran dan kontribusi Kasman ini disembunyikan, sehingga tentunya akan banyak orang yang tidak tahu. Kontribusi umat Islam tidak hanya pada perang geriliya, tapi juga pada pembentukan Pancasila dan Penyusunan Konstitusi negara. Bagaimana tanggapan Anda? Memang demikian, karena kalau kita lihat dalam pidato Soekarno 1 Juni yang kemudian disebut sebagai pidato lahirnya Pancasila di BPUPKI, saya hitung terdapat 10 kali bung Karno mengutip kata-kata Ki Bagus Hadikusumo (tokoh Muhammadiyah). Artinya, kalau kita simpulkan, bahwa pidato Soekarno 1 Juni yang penuh dengan pandangan-pandangan filosofis Ki Bagus Hadikusumo tersebut, berpengaruh bagi pandangan Soekarno terhadap Pancasila. Begitu juga peran dari Mohammad Yamin, ketika penyusunan butir/sila dalam Pancasila, dia meletakkan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada urutan sila pertama, namun oleh Soekarno diletakkan pada urutan sila kelima. Untungnya bernasib baik, oleh panitia persiapan kemederkaan yang membentuk panitia kecil itu merumuskan butir ketuhanan dirubah menjadi sila pertama.
“Sejarah itu biasanya ditulis dan berpihak kepada kekuasaan politik”
Adakah implikasinya penguburan sejarah kebangsaan umat Islam ini terhadap konteks kebangsaan kita hari ini? Ada, tapi yang penting bagaimana tokoh-tokoh Islam yang sangat berperan di dalam perjuangan kemederkaan ini kita gali dan angkat kembali sejarahnya. Dan kepada mereka sesuai dengan peranan sejarah yang dilakukannya, kemudian oleh Pemerintah semestinya diberikan hakhaknya, seperti haknya untuk menyandang gelar pahlawan nasional. Kalau sebelumnya KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari sudah diberikan haknya dengan diangkatnya menjadi pahlawan nasional. Namun orang seperti Dr Sukiman, justru belum diberikan, Hanya baru sebatas pemberian penghargaan mahaputra. Padahal Dr Sukiman, adalah orang yang pertama mendirikan persatuan Hindia Belanda di Nederland ketika dia sekolah disana yang kemudian belakangan berubah nama menjadi persatuan Indonesia. Jadi peran-peran mereka ini sangat besar. Mungkinkah ketimpangan penulisan sejarah maupun pemberian gelar dan penghargaan ini lebih dominan kepentingan politiknya? Memang kenyataannya demikian, misalnya saja kita lihat gelar sebagai tokoh SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
29
DIALOG pendidikan, justru gelar ini dilekatkan kepada Ki Hajar Dewantoro, padahal berbicara tentang pendidikan, jauh sebelum Republik ini merdeka, KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah sudah mengawali melakukan pendidikan dengan membuka lembaga pendidikan. Tapi justru gelar tokoh pendidikan pada Ki Hajar Dewantoro, tapi semua ini saya lihat murni keputusan politik.
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai hari bela negara, tapi sayangnya siapa yang menyebabkan adanya hari bela negara itu tidak diungkap. Padahal kondisi sejarah dengan aktornya adalah sesuatu yang inheren dan tidak bisa dipisahkan.
Apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah, sejarawan maupun umat Islam sekarang ini untuk membangkitkan kembali pengetahuan sejarah umat Islam yang dihilangkan? Sejarawan maupun pemerhati sejarah harus mengangkat fakta dan kejujuran sejarah ini. Saya sudah 3 kali turut aktif dalam memroses tokoh-tokoh Islam untuk menjadi pahlawan nasional. Pertama, KH Nur Ali, dia pemimpin
Kepentingan politik seperti apa yang dituju dengan penguburan peran umat Islam dalam sejarah kebangsaan Republik ini? Ini adalah bentuk dari adanya persaingan politik, di samping itu juga memang ada perbedaan-perbedaan cara pandang di dalam mengurus dan memimpin negara ini, tapi syukur sekarang ini, arus besar umat Islam sudah sejalan dengan negara, meskipun demokrasi itu bukan cara yang terbaik. Tapi saat ini konsep demokrasilah yang terbaik dari semua cara yang ditemukan.
laskar rakyat di Bekasi dan bekas Bupati Jatinegara yang pertama, tapi dia juga sebagai tokoh Masyumi, dan dia sudah diangkat menjadi pahlawan nasional. Kedua, M Natsir, saya ikut dalam panitia itu sebagai penasehat, kemudian sekarang ini yang sedang berjalan prosesnya adalah, Mr Syafruddin Prawiranegara, dia memiliki peran yang sangat menonjol dalam menyelamatkan Republik ini, dikala Yogyakarta yang pada waktu itu sebagai ibukota jatuh ke tangan penjajahan Belanda, sementara Soekarno, M Hatta dan pemimpin lainya ditawan. Pada saat itulah Syafrudin Prawiranegara memproklamirkan Ibukota Indonesia di Bukittinggi Sumatera Barat sebagai bentuk upaya penyelamatan bangsa. Namun sayangnya dalam sejarah kita nama Syafruddin Prawiranegara ditenggelamkan namanya begitu saja. Kita bisa lihat ketika membaca sejarah PDRI, yang dibicarakan dan disebutkan hanya PDRI-nya saja, tapi siapa tokoh dibalik gerakan PDRI ini tidak disebutkan. Begitu pula ketika Pemerintah 4 tahun yang lalu mengeluarkan Keppres hari dibentuknya
Jangan-Jangan kaitan antara Islam dan Pancasila yang pasang surut juga bagian dari proses penyingkiran peran sejarah politik umat Islam, komentar Anda? Sebenarnya menurut saya, sebagaimana yang juga pernah diungkapkan oleh Syafruddin Prawiranegara, bahwa Pancasila itu adalah konsep Islam di Indonesia, karena Pancasila menurutnya merupakan kalimatusawa, jadi kalimat persamaan yang bisa diterima oleh orang lain dan kalimat yang bisa mempersatukan kemajemukan dan perbedaan. Buat apa kita mengangkat suatu isu atau masalah yang orang lain tidak bisa menerimanya, lebih baik dengan rumusan Pancasila sebagai karya bersama ini, kemudian bisa diterima oleh orang lain. Sebab tidak ada dari Pancasila yang bertentangan dengan agama, pertentangan yang kadang terjadi ini, hanya karena sebuah proses politik di dalam ketatanegaraan kita saja, tapi pada ujungnya umat Islam mau menerima Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.•d
30
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN - 1 SYAWAL 1432 H
Hikmah
Pandangan M ajelis Ek onomi Majelis Ekonomi Tulisan ini dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah no. 42, Mei 1954.
S
ebagai pandangan dalam menuju kearah perekonomin, maka perlu kami berikan pandangan-pandangan seperti di bawah ini, untuk menjadi pembuka pikiran bagi saudara-saudara sekalian. 1. Di samping berkembangnya usaha-usaha dalam lapangan perdagangan pada waktu ini, yang tumbuhnya seperti cendawan dimusim hujan dan cepat matinya seperti cendawan dimusim panas, maka perlu ditumbuhkan usaha dalam lapangan perindustrian, termasuk penerbitan. 2. Hampir 100% kebutuhan hidup kita merupakan barang-barang import, yang sesungguhnya sudah harus dikurangi jumlahnya tiap-tiap masa dan tahun. Dan dalam hal ini betul-betul disadari oleh Pemerintah kita. Dari periode kabinet yang satu ke kabinet yang lain. Tetapi, memang belum tumbuh hingga sekarang. 3. Rencana perindustrian dalam negeri, dari kabinet yang satu kelain kabinet, bertambah diperdalam dan mendekati pelaksanaannya. Maka sudah seharusnya mendapat sambutan dari seluruh warga negara kita. Hendaknya turut berlomba-lomba dalam lapangan perindustrian. 4. Mengusahakan dan mendirikan industri tidak semudah mendirikan usaha dalam lapangan import dan perdagangan. Dalam industri menghendaki rencana yang teliti dan kesempurnaan syarat-syarat yang lebih berat dari perdagangan. Tetapi siapa yang mulai sekarang berani memajukan diri terjun kelapangan industri, itulah dikemudian hari yang akan dapat menarik keuntungan moril dan materiil. Sebab dapat memberikan lapangan pekerjaan kepada sekian banyaknya tenaga manusia di Indonesia. 5. Pemerintah kita sudah dari tahun-tahun yang lalu telah memberikan perlindungannya kepada industri dalam negeri. Terutama industri-industri yang untuk mengganti barang-barang import, yang kualitasnya dapat menyamainya. Tia-tiap ada produksi dalam negeri, jumlah importnya dikurangi. Ini adalah suatu perlindungan yang besar artinya.
6. Industri dalam negeri, asalkan kita usahakan dengan memakai mesin-mesin yang modern. Kualitas dan harganya jauh dapat menyaingi barang-barang import. Sudah terbukti dengan berdirinya beberapa industri modern yang sekarang ini, kualitasnya cukup tinggi, harganya pun cukup rendah, dan jumlah produksinya bisa terjamin. 7. Jika tiap-tiap daerah keluarga Muhammadiyah dapat mendirikan industri untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari kepada keluarganya, itu sudah merupakan suatu usaha yang besar dan bagus. Juga menguntungkan bagi kedua belah pihak. Coba hitunglah anggota Muhammdiyah di tiap-tiap daerah ada berapa? Paling sedikit di daerah yang kurus, ada tercatat dengan resmi ada sebanyak 10.000 keluarga. Berapa besar kebutuhan hidupnya sehari-hari selain bahan makanan. Berapa butuhnya sepatu dan sandal, kemeja, baju kaos, peci, kaos kaki, buku-buku, alatalat sekolah, sikat gigi, dan lain-lainnya dalam tiap-tiap bulan dan tahun. Hitunglah, tentu akan berjumlah berjuta rupiah. Itu akan bisa kita capai dan tentu akan mau membelinya kepada usaha kita didaerah-daerah. Asal saja harganya tidak mahal dan kualitasnya baik dibandingkan membeli di toko-toko lain. 8. Yang dapat kita buat, kita buat. Yang belum dapat kita buat, kita pesan dan datangkan dari luar daerah. Dari pabrik-pabrik dalam negeri yang sekarang ada, dengan kita membeli dalam jumlah yang besar, tentu harganya bisa mendapat harga yang rendah. Dan bisa dijual rendah pula. Inilah menjadi kewajiban usaha-usaha perekonomian di daerah masing-masing. Sekianlah sekedar pemandangan tentang usaha-usaha dalam perekonomian yang dapat kita laksanakan. Mudahmudahan mendapat perhatian saudara untuk kemudian dapat diwujudkan sebagaimana mestinya.l Yogyakarta, 10 Februari 1954 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Ekonomi.
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
35
TELAAH PUSTAKA
SEPENGGAL SEJARAH
KEJAHATAN TERHADAP UMAT ISLAM Judul
: Hegemoni Rezim Intelijen; Sisi Gelap Peradilan Kasus Komando Jihad Penulis : DR M Busyro Muqoddas, SH, MHum Penerbit : PUSHAM-UII Yogyakarta Tebal : xxvi + 472 halaman Cetakan I : Mei 2011
B
uku babad tanah Jawa menceritakan, jalan perjuangan Karebet untuk berhasil menduduki tahta Kasultanan Pajang (yang kemudian bergelar Hadiwijaya) diawali dengan memperalat seekor kerbau Mahesa Danu. Konon, Karebet menyumbat telinga kerbau perkasa yang kebal senjata itu dengan berbagi macam ramuan yang membuatnya mengamuk di alun-alun Demak. Singkat cerita, amukan kerbau itu tidak dapat dikendalikan oleh semua tentara yang ada, sampai akhirnya Karebet sendirilah yang akhirnya bisa menjinakkannya. Versi yang paling populer menyebutkan Karebet membinasakan kerbau itu dalam pertarungan satu melawan satu. Kepala kerbau itu dipecahkan dengan satu pukulan telapak tangan. Apa yang dilakukan Kerebet dalam dongeng babad tanah Jawa itu ternyata juga pernah dilakukan oleh petinggi negeri ini yang kemudian dikenal dengan istilah peristiwa Komando Jihad. Kerbau perkasa Mahesa Danu yang diperalat dan kemudian dibinasakan oleh Karebet agar dia mendapat kedudukan strategis di Kasultanan Demak itu adalah umat Islam. Tidak hanya satu, tetapi ratusan nyawa telah dijebak dan dikorbankan dengan sangat licik dan kejam. Buku Hegemoni Rezim Intelijen Sisi Gelap Peradilan Kasus Komando Jihad yang ditulis oleh Mantan Ketua Komisi Yudisial yang sekarang menjadi ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini secara gamblang menceritakan hal itu. Menceritakan bagaimana ratusan tokoh Umat Islam dipilih, dijebak, ditipu, dan kemudian dibinasakan dengan satu skenario yang runtut demi kepentingan untuk meraih kekuasaan yang lebih tinggi. Tragisnya semua skenario itu melibatkan semua lini peradilan yang secara sah dilindungi oleh undang-undang. Di antara umat Islam yang dijadikan kerbau Mahesa Danu itu memang ada yang diproses hukum. Tapi, proses hukum yang dijalankan hanyalah proses hukum penuh kepura-puraan, sebelum sidang pengadilan dilakukan jenis vonis yang akan dijatuhkan sudah direncanakan oleh penulis skenario keji itu.
38
Tidak hanya dikerjai lewat pengadilan sesat. Para korban konspirasi Komando Jihad ini juga mengalami berbagai jenis penyiksaan di luar batas kemanusiaan. Di antara mereka ada yang diadu domba antarmereka sendiri dan bahkan dieksekusi oleh kelompoknya sendiri. Pengalaman mantan Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Nitikan ini sebagai pengacara yang mendampingi berbagai kasus yang terkait dengan hal ini memungkinkan Busyro untuk membedah peristiwa ini dengan cukup terang. Busyro Muqoddas juga pernah merasakan dan mengalami sendiri kelicikan trik penjebakan yang dilakukan oleh beberapa aparat inteljen. Apabila trik itu diterapkan kepada aktivis Islam yang kurang waspada pasti berhasil memperdaya mereka. Dalam buku ini, Busyro juga mengingatkan kapada seluruh umat Islam untuk terus waspada dan tidak mudah dibujuk dengan janji-janji dan pengetahuan palsu tentang politik Islam yang menyesatkan. Dalam satu wawancaranya dengan Busyro, seorang pensiunan Perwira AD dan pengamat intelijen dengan terang-terangan mengatakan… ”Kelompok radikal walaupun memang berbahaya, tapi justru membuatnya menjadi sangat mudah dikendalikan. Psikologi kaum radikal adalah psikologi orang marah. Seperti diketahui, orang yang marah sangat kehilangan daya nalar kritis dan akal sehatnya. Sehingga, bila mereka liar akan sangat tidak terkontrol. Sebaliknya juga mereka menjadi sangat mudah dihasut dan dibohongi sehingga menjadikannya sebagai pion yang sangat ideal karena akan mengikuti apa saja kemauan penyuruhnya sekaligus bisa dikorbankan dengan sangat mudah… (hlm. 453). Sebagai mayoritas, umat Islam sering dikorbakan dan dikerjai oleh rezim penguasa. Di samping karena pintarnya mereka memanfaatkan situasi, umat Islam sendiri kadang sering lupa dan khilaf dan bahkan mudah kalap sehingga dengan mudah dijatuhkan dalam satu lubang skenario jahat yang tidak diketahui. Oleh karena itu, buku yang dikembangkan dari disertasi yang ditulis dengan sangat cermat ini harus kita baca secara utuh dan seksama agar kita bisa menghindari lubang yang sama yang mungkin dipasang sebagai jerat oleh pihak yang berbeda.l _______________________________________________________ Isngadi Marwah Atmadja, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah DIY
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN - 1 SYAWAL 1432 H
DI ANTARA KITA
KADER MUHAMMADIYAH MAMPU PERANGI KORUPSI Muhammadiyah memiliki potensi amat besar dalam melahirkan kaderkader pimpinan bangsa. Para aktivis mahasiswa di perguruan tinggi saja yang belajar di cabang ilmu politik, ekonomi, hukum sekian banyak. “Kader-kader inilah yang diharapkan di masa depan mampu membawa bangsa Indonesia untuk melangkah lebih maju lagi,“ kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof DR HM Amien Rais, MA, ketika memberikan sambutan kunci di forum “Silaturahmi Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Indonesia, di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta, belum lama lalu. Ditambahkan, pihaknya sangat senang anak muda bisa bicara masalah-masalah besar bangsa.
Amien Rais yang berbicara dalam bingkai tema “Indonesia Dalam Genggaman Korporatokrasi”, antara lain menyatakan dengan tegas bahwa bangsa Indonesia saat ini masih dijajah oleh imperialis Barat dengan perusahaan-perusahaan besar mereka yang menguras kekayaan alam Indonesia. “Belum surut dari tanah ini, imperialis Barat menguras kekayaan ekonomi Indonesia tanpa kita mampu berbuat apa-apa,” katanya. Negara ini sudah seperti padang ilalang, kekayaan bangsa dijual amat murah. “Saya ingin negara ini bisa
maju, jika bisa mengontrol orang asing dan mengatur kekayaan bangsa sendiri,” katanya. Amien melihat, undang-undang yang ada masih saja menguntungkan orang asing. DPR masih belum menghasilkan undang-undang yang melindungi bangsa sendiri. Demikian pula Pemerintah yang ada, masih belum mampu mencegah keinginan asing. Korporatokrasi global yang dilancarkan pihak asing sangat didukung oleh media, intelektual dsb. Sedangkan sikap kita adalah pura-pura tidak tahu, padahal kita hanya menjadi ‘jongos’-nya orang asing. Untuk perbaikan nasib bangsa, Amien menantang Ketua KPK Drs Busro Muqqadas, SH, MHum untuk berani membongkar kasus-kasus korupsi besar jangan hanya mau menyeret korupsi Bupati, Walikota dll. Itu hanya ecek-ecek. Kasus itu sangat kecil. Hingga saat ini, hidup rakyat semakin sulit karena kelaparan. Lumbung pakan sudah dihibahkan kepada perusahaan asing. “Masak, perusahaan besar yang datang di Indonesia mengeruk kekayaan kita, kita hanya kebagian 18% saja?” Memang sejarah terus berulang, tetapi keadaan kita sekarang ini lebih gawat lagi. Kita sedang menghadapi masalah mental bangsa. Kita masih belum merdeka. Yang kita perlukan sekarang ini, kata Amien, adalah keberanian untuk menyatakan “tidak!” kepada kekuatan perusahaan besar asing yang mengeruk kekayaan bangsa. Kita harus berani berbicara pembagian yang adil, kalau perlu nasionalisasi. Tetapi memang, kita sedang kewalahan menghadapi tokoh-tokoh kapitalis yang mendekati secara persuasif kepada negara. Maunya terus mendapatkan bagian provit yang besar, dengan sedikit mengancam dan menekan birokrat kita yang lemah. Mereka juga menggunakan cara-cara invansi militer, seperti yang terjadi di Irak, Afghanistan dll. “Semuanya itu dapat terjadi karena perusahaanperusahaan besar dan kuat mampu menyuap kongres, DPR, dan militer!” tandas Amien.(Am) SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
37
‘ I B R A H
Keut a maan Sil atur ahim Keuta Sila turahim
D
i Madinah, seorang buta peminta-minta setiap hari memaki Nabi Muhammad karena kebenciannya atas pembawa risalah Islam itu. Tapi, setiap hari itu pula seorang yang berhati mulia menyantuni peminta-minta yang buta itu dengan makanan yang diberikannya dengan lembut hati. Manusia mulia itu tiada lain Nabi, yang selalu menyambangi dan menyantuni si buta itu, hingga Nabi akhir zaman itu wafat. Abu Bakar ash-Shiddiq meneruskan kebiasaan baik Nabi itu. Menyantuni dan memberi makan si pemintaminta yang buta itu. Terperanjatlah sang pemintaminta, kenapa orang ini beda sekali cara melayaninya, tidak selembut orang sebelumnya. Lalu bertanyalah kepada Abu Bakar? Siapa anda sebenarnya? Setelah dijawab, bahwa dirinya Abu Bakar yang juga Khalifah, barulah sadar si buta itu. Lalu, kata dia, siapa yang selama ini menyantuni dirinya dengan begitu penuh kasih sayang? Abu Bakar menjawab, dialah Nabi Muhammad. Peminta-minta yang buta itu terperanjat. Dia menyesal. Rupanya, orang yang selama ini dia makimaki ternyata Muhammad yang begitu baik hati. Makian justru dibalas dengan kebaikan yang utama. Sungguh mulia Muhammad itu. Akhirnya, si buta itu masuk Islam. Kemuliaan pribadi dan tindakan Nabi telah menjadi jalan bagi hamba Tuhan untuk beriman. Tidak dengan kata-kata dan retorika, tetapi dengan tindakan yang mulia. Inilah sikap utama yang sesungguhnya terkandung dalam makna hakiki silaturahim, yakni mempertautkan kasih sayang kepada sesama. Ibn Hajar menyebut derajat silaturahim yang utama itu sebagai al-waashil, huwa al-ladzi yatafadhala wa la yatafadhala ‘alaihi, yang memberikan kebaikan lebih dari yang dilakukan orang kepadanya. Makna utama tersebut didasarkan pada Hadits Nabi yang artinya: “Tidaklah disebut menyambung tali silaturahim jika seseorang menyambungnya persaudaraan dengan yang telah tersambung, akan tetapi yang disebut silaturahim ialah menyambung tali persaudaraan yang telah terputus” (HR At-Tirmidzi). Menyambung kebaikan kepada orang yang berbuat baik memang mulia. Tetapi berbuat baik dan mempertautkan hubungan kepada orang yang selama ini berbuat buruk sungguh lebih utama dan lebih mulia. Sikap mulia atau utama seperti itulah yang oleh Ibn Arabi disebut al-kamilah fi al-shilah al-rahim,
38
menyambung tali persaudaraan atau kasih sayang yang sempurna. Memang tidak mudah, karena lazimnya orang biasa akan menyambung kebaikan bagi yang berbuat baik, demikian pula memutus kebaikan bagi yang berbuat buruk kepadanya. Baik dibalas baik, keburukan dibalas keburukan. Nabi dan para sahabat, tabi’in, tabi’-tabi’in, dan manusia Muslim yang utama menunjukkan jalan rohaniah yang lebih hakikat dan ma’rifat dalam bersilaturahim. Bagaimana mempertautkan persaudaraan yang terputus, selain meningkatkan persaudaraan yang selama ini telah bersambung. Bagaimana berbuat serba kebaikan (ihsan) kepada siapa pun yang berbuat baik sekaligus berbuat buruk kepada kita. Memang tidak mudah karena perbuatan baik terhadap orang yang berbuat buruk sungguh memerlukan revolusi rohani dalam diri sendiri, yakni keberanian dan keikhlasan untuk melawan segala hambatan psikologis yang bersarang dalam diri seperti dendam, marah, sakit hati, dan segala kemasygulan. Dalam bersilaturahim yang utama seperti itu memerlukan mi’raj rohaniah, lompatan quantum rohani dalam diri sendiri untuk mengejar keutamaan dari Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. Jaminan Allah bagi perilaku yang utama tersebut ialah terbukanya berkah di langit dan di bumi. Sebaliknya, pintu rahmat dan kebaikan dari Tuhan tertutup bagi yang memutuskan silaturahim dengan sesama. Memang manusia bukanlah malaikat yang bebas dari nafsu dan kelemahan, tetapi Islam mengajarkan untuk melatih diri seperti melalui puasa dan ibadah-ibadah rohaniah lainnya untuk merebut keutamaan. Hal yang paling penting berusaha untuk meraih keutamaan, setingkat apapun yang dapat dicapai. Dalam ajaran Islam, bersilaturahim bukan hanya menjalankan titah agama, yang berarti perintah Allah . dan Sunnah Nabi, namun sekaligus mengandung makna rohaniah dan kemaslahatan bagi yang melakukannya, yakni terbukanya pintu rizki dan kebaikan. Nabi Muhammad bersabda, “Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka jalinlah silaturahim” (HR Bukhari dari Abu Hurairah). Siapa yang tidak ingin diluaskan rizkinya dan , diabadikan kebaikannya hingga dikenang orang meskipun yang bersangkutan telah meninggal dunia? Padahal hidup di dunia ini apapun yang diraih hanyalah fana.l A Nuha
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN - 1 SYAWAL 1432 H
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
39
B I N A
A K I D A H
IMAN KEPADA NABI MENDIDIK KESADARAN SEJARAH DR MOHAMMAD DAMAMI, MAg
P
aling tidak ada 3 (tiga) kesadaran waktu yang dikenal manusia, yaitu dulu (yang kemudian diberi istilah kesadaran historis), sekarang (yang kemudian diberi istilah kesadaran deskriptif), dan akan datang (yang kemudian diberi istilah kesadaran prediktif). Masa “sekarang” tidak jarang perlu belajar pada pengalaman masa “dulu”, bahkan sangat mungkin masa “sekarang” sedikit atau banyak dipengaruhi oleh masa “dulu”. Untuk meraih masa “akan datang” pun orang pasti perlu menengok masa “dulu” sebagai sarana pembelajaran, agar pengalaman yang bersifat positif dapat diserap dan pengalaman yang bersifat negatif dapat dibuang. Presiden pertama Republik Indonesia, DR HC Ir Sukarno, pernah mengingatkan dengan ungkapan “jas merah” (jangan sekali-kali meninggalkan sejarah). Artinya, bahwa waktu “dulu”, sebagai produk (hasil) kehidupan, perlu dijadikan pelajaran untuk menapaki waktu “sekarang”, sebagai proses (pemberlanjutan) kehidupan, agar mampu meraih waktu “akan datang”, sebagai tujuan (muara cita-cita) kehidupan. “Gantungkanlah cita-citamu di langit”, kata DR HC Ir Sukarno, tetapi untuk usaha/ proses menggapainya perlu banyak belajar pada pengalaman waktu “dulu” agar lebih memungkinkan berhasil dan sekaligus dapat lebih memuaskan. Sungguhpun, secara filosofis kebermaknaan waktu “dulu” (kesadaran historis) itu sudah begitu jelas, bahkan secara praktis juga telah ditegaskan pula oleh DR HC Ir Sukarno, namun tidak jarang kesadaran historis semacam itu tenggelam dalam alam kesadaran manusia dan kebanyakan justru banyak yang dilalaikan oleh hirukpikuknya kehidupan yang sedang dijalani. Kelalaian semacam itu diperparah kalau keberhasilan, keuntungan, dan kenikmatan yang datang membanjiri kepada se-
40
seorang. Dalam kondisi lalai semacam itu, suara yang bergemuruh dalam hati seseorang adalah “yang penting sekarang, kini dan di sini, tidak ambil pusing masa dulu, apalagi masa akan datang yang belum jelas berhasil atau tidaknya”. Bagaimana kebermaknaan iman kepada Nabi bagi seorang Mukmin kalau dikaitkan dengan kesadaran sejarah/historis ini? Kita tahu bahwa “iman kepada Nabi” merupakan salah satu pilar dari Rukun Iman diajarkan dalam agama Islam. Mengapa demikian? Sebab, apa saja yang dapat dimengerti dari agama Islam baru dapat sampai kepada umat manusia setelah melewati seorang manusia yang disebut “Nabi”. Memang, seorang Nabi adalah manusia biasa sebagaimana manusia-manusia yang lain. Artinya, tubuhnya sama-sama berdarah, berdaging, bertulang, berkelenjar, berkulit, berambut, berorgan dalam, berorgan luar, berkuku, berkepala, bertangan, dan berkaki, namun ada satu keistimewaan yang tidak dimiliki oleh rata-rata manusia, yaitu: Nabi diberi kemampuan menerima wahyu dari Allah SwT (Al-Kahfi [18]: 110; Fushshilat [41]: 6). Karena keistimewaan ini, khususnya pada diri Nabi Muhammad saw, terdapat tambahan keisti-mewaan pendukung yang lain yang tegas-tegas diakui oleh Al-Qur’an, yaitu antara lain beliau sebagai manusia yang memiliki akhlak yang agung yang sukar ditandingi oleh umatnya (Al-Qalam [68]: 4), yang karena itu beliau tidak habis-habisnya menjadi sumber keteladanan dalam kehidupan di dunia ini (Al-Ahzab [33]: 21). Keteladanan ini, dalam sejarah, dapat kita petik antara lain dalam hal kegigihan dakwahnya dalam menegakkan keyakinan tauhid dan dorongan beramal shalih semaksimalmaksimalnya, sebanyak-banyaknya, dan seluas-luasnya serta beribadah hanya kepada-Nya/tanpa mensyarikatkan-Nya
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
kalau memang seorang hamba (manusia) ingin bertemu dengan Tuhannya (Al-Kahfi [18]: 110) ditambah lagi teguh mematuhi petunjuk Allah SwT dan banyak memohon ampunan-Nya (Fushshilat [41]: 6). Di samping itu, juga keteladanan perilaku kemanusiaannya, seperti kerendah-hatiannya, kejujurannya, keamanahannya, keadilannya, kedisiplinannya, ketegasannya, keteguhannya (istiqomah), ketahanan dalam melaksanakan ibadahnya, pemurahnya, kepekaan memberi pertolongan-nya, kesederhanaan hidupnya, ketajaman wawasannya, ketepatan ramalan atau prediksinya, kesabarannya, kelembutan wajah dalam segala keadaannya, dan sebagainya. Masih banyak lagi. Secara normatif, setiap orang Mukmin mestilah taat kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. Sebab, demikian penegasan AlQur’an, barangsiapa yang menaati RasulNya, maka sesungguhnya dia berarti telah menaati Allah SwT (An-Nisa’ [4]: 80). Kalau orang menaati Allah SwT sama artinya dia menabung pahala di sisi-Nya. Sungguhpun demikian, dari sisi sosial, setiap orang Mukmin yang secara sadar penuh menghayati keimanannya kepada Nabi dan mau menaati dalam mengamalkan secara nyata seluruh ajarannya, maka dia secara langsung atau tidak langsung diperkuat rasa kesadaran sejarahnya. Mengapa? Sebab, Nabi Muhammad saw hidup antara 570-632 M, atau abad ke-7. Sedangkan, kita semua sekarang ini (minimal tulisan ini ditulis) adalah abad ke-21. Begitu kita membaca Al-Qur’an dan As-Sunnah, berarti melihat berlaku surut ke belakang, ke waktu “dulu”, yaitu bagaimana Allah SwT telah menurunkan Al-Qur’an dan bagaimana Rasulullah saw melaksanakannya yang berupa AsSunnah serta bagaimana Rasulullah saw memperjuangkannya. Bukankah itu semua mempertajam kesadaran kesejarahan kita? Wallaahu a’lam bishshawaab.l
B I N A
A K H L A K
MEMBANGUN (KEMBALI) BUDAYA TA’ZHIM MUHSIN HARIYANTO
Dosen Tetap FAI-UMY dan Dosen Tidak Tetap STIKES Aisyiyah Yogyakarta.
A
khir-akhir ini, dalam pengamatan penulis, ada sesuatu yang hilang dalam budaya kita (baca: umat Islam), yaitu: “sikap hormat pada orang tua”. Kita bisa menyaksikan setiap saat, betapa banyak anak muda yang bersikap kurang sopan terhadap orang tua, bahkan terkesan sama sekali tidak meghargai sebagaimana mestinya. Mereka seringkali berkata ’kasar’ dan bahkan bertindak kurang terpuji’ kepada orang tua, tanpa ekspresi bersalah. Apakah akhlâq mahmûdah (akhlak terpuji) dalam hal ’yang satu’ ini sudah sedemikian pudar di tengah masyarakat kita (baca: komunitas anak muda Muslim)? Seakan-akan sikap ta’zhim (memuliakan) yang seharusnya ada pada setiap anak muda terhadap yang lebih tua kini tinggal menjadi catatan sejarah. Padahal Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk menaruh rasa hormat terhadap orang yang lebih tua dan menyayangi mereka yang lebih muda. Ini merupakan wujud dari akhlâq mahmûdah. Banyak kaum Muslim akhir-akhir ini yang kurang memberikan perhatian dalam penghormatan terhadap yang lebih tua. Sehingga kebiasaan ini banyak ditengarai ‘bisa’ berakibat memberikan pencitraan yang kurang baik terhadap Islam dan umat Islam itu sendiri. Ada sebuah Hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bin Hanbal dari (sahabat) Abdullah bin ’Amr bin ‘Ash, yang dalam banyak kesempatan dikemukakan oleh para mubaligh di mimbarmimbar ceramahnya. Dikisahkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: ”Barangsiapa tidak menaruh hormat terhadap orang yang lebih tua atau tidak mengasihi yang lebih muda di antara kami, (mereka) tidaklah termasuk golongan kami.” Pernyataan Rasulullah saw tersebut seolah memberikan lecutan dan semangat agar saling-menghormati dan saling-menyayangi seharusnya menjadi bagian hidup umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan saling-menghormati dan saling-menyayangilah diharapkan akan terpancar dalam kehidupan kaum Muslim suasana harmonis, kedamaian, kerukunan, dan semangat kekeluargaan. Barangkali para pembaca Suara Muhammadiyah masih ingat tentang sebuah cerita yang pernah ditulis dalam edisi tahun silam, tentang bagaimana salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw, yang juga adalah saudara sepupu dan selaligus menantunya — Ali bin Abi Thalib ra — memberi penghormatan terhadap seorang lelaki tua, yang tak diketahui identitasnya. Padahal waktu itu beliau sedang tergesa-gesa berangkat untuk menunaikan shalat Subuh secara berjamaah bersama Rasulullah saw. Namun dalam ketergesagesaannya itu, di depan beliau ada seorang tua — dengan sebilah tongkat — tengah berjalan dengan tertatih-tatih. Di tangannya ia pegang lentera untuk menerangi jalannya. Beliau (Ali bin Abi Thalib) sengaja tidak bergegas untuk mendahului orang tua itu, meskipun shalat Subuh di masjid itu akan segera ditunaikan, melainkan beliau berjalan di belakangnya dengan pelan-pelan, mengikuti langkah gontai orang tua itu. Akhirnya beliau pun terlambat datang untuk menunaikan shalat Subuh secara berjamaah di masjid. Namun sayang, ternyata lelaki tua itu tidak mengikuti
langkah Ali bin Abi Thalib menuju masjid untuk melaksanakan shalat Subuh secara berjamaah bersama Rasulullah saw, karena lelaki tua itu “ternyata” adalah seorang yang beragama Yahudi. Ketika masuk masjid, beliau jumpai Rasulullah saw sedang melakukan ruku’ untuk rakaat pertama. Saat itu Rasulullah saw — tampak dengan sengaja — memanjangkan ruku’nya, sehingga beliau (Ali bin Abi Thalib) mendapatkan dua rakaat shalat Subuh secara berjamaah bersama dengan Rasulullah saw dan menjadi menjadi makmum dengan rakaat yang sempurna. Singkat cerita, seusai melaksanakan shalat Subuh berjamaah bersama Rasulllah saw, Ali bin Abi Thalib pun bertanya kepada Rasulullah saw: “Ya Rasulullah saw kenapa kaupanjangkan ruku’mu, padahal peristiwa itu (memanjangkan ruku’ seperti itu) belum pernah kujumpai sebelumnya? Rasulullah saw pun menjawab, bahwa ketika ia ruku’, sebelum kepalanya tegak, tiba-tiba Malaikat Jibril menekan punggungnya agak lama. Setelah Malaikat Jibril melepaskan tekanannya di punggung Rasulullah saw, beliau pun baru bisa mengangkat kepalanya seraya membaca sami’allâllâhu li man hamiddah dalam i’tidâlnya. Ketika beliau (Ali bin Abi Thalib) mendengar pernyataan Rasulullah saw itu, beliau pun menceritakan peristiwa yang baru saja dialami (ketika hendak berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat Subuh secara berjamaah). Bahkan dalam riwayat yang lain, dikisahkan bahwa — yang sangat mengagumkan — adalah: bahwa Malaikat Mikail diperintahkan untuk memperlambat laju matahari hanya agar Ali bin Abi Thalib dapat mengikuti shalat berjamaah bersama Rasulullah saw. Dari kisah di atas, kita bisa memahami bahwa — ternyata — Allah SwT telah memberikan isyarat kepada Rasulullah saw untuk memperpanjang ruku’nya — dengan sinyal-sinyal-Nya — agar Ali bin Abi Thalib mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid bersama Rasulullah saw secara sempurna, karena telah beramal shalih dengan cara “menghormati seseorang yang lebih tua daripada dirinya, meskipun orang tua itu beragama Yahudi”. Seperti itulah akhlâq-mahmâdah (akhlak terpuji) salah seorang sahabat terbaik, saudara sepupu dan sekaligus menantu Rasulullah saw salah satu Khalifah dari “Al-Khulafâ’ ar-Rasyidûn’ yang sepeninggal Rasulullah saw menjadi pemimpin umat Islam dan orang yang termasuk ahli surga’ sesuai dengan janji Rasulullah saw, membangun salah satu (budaya) ta’zhim, dengan cara menghormati orang yang lebih tua, meskipun orang tua yang beliau hormati itu adalah seeorang yang beragama Yahudi (bukan seorang Muslim). Di sinilah letak indahnya agama Islam jika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dunia di sekitar kita akan menjadi semakin harmonis. Dengan tidak sengaja kita bisa menjadi pribadi-pribadi (Muslim) multikulturalis, hanya dengan mengamalkan sebuah ajaran Islam: “menghormati siapa pun yang lebih tua.” Seandainya Ali bin Abi Thalib ra telah memraktikkannya alam kehidupan multikulturalnya, kenapa kita –di negeri tercinta ini— tidak (segera) berittiba’ kepadanya?l SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
41
B I N A
J A M A A H
Peran Strategis Jamaah Kampung MUSTOFA W HASYIM
D
i kota Yogyakarta banyak kampung-kampung yang pada awalnya adalah desa. Betul-betul desa dengan mata pencaharian penduduknya bertani. Lingkungan sekitar desa adalah persawahan, sungai jernih, kebun luas, rumah sederhana dengan kandang sapi. Ketika Muhammadiyah masuk dan mulai memengaruhi pola kehidupan warga desa yang pelan-pelan berubah kampung maka yang tampak jelas gejalanya adalah, hampir semua anak-anak di desa itu kemudian mau sekolah atau masuk ke lembaga pendidikan keagamaan, juga aktif ikut pengajian. Kecenderungan ini berlanjut, anak-anak yang ternyata pintar kemudian melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, dan lulus menjadi sarjana. Ketika mereka masih pelajar dan masih menjadi mahasiswa mereka aktif di berbagai organisasi. Jadi ketika menjadi sarjana, mereka mudah memperoleh pekerjaan, tumbuh menjadi tokoh masyarakat, muncul menjadi tokoh Persyarikatan mulai dari tingkat Ranting, Cabang, Daerah, Wilayah sampai Pusat. Seiring dengan itu, secara ekonomi juga terjadi perubahan. Ketika di dekat desa atau kampung ini berdiri pabrik pengolahan susu maka hampir semua warga menambah hewan ternaknya dari sapi untuk menggarap sawah saja dengan sapi perah. Maka banyak desa atau kampung di sekitar pabrik susu itu dikenal sebagai penghasil susu sapi yang menyehatkan anak-anak. Banyak warga kampung yang juga bekerja di pabrik susu itu. Mereka relatif selamat dari himpitan ekonomi dan konflik ideologi pada tahun enam puluh limaan. Sebagai basis Muhammadiyah, warga setempat dikenal cukup militan, kuat dan dapat diandalkan dalam arti lahir, batin dan dananya. Banyak jago pidato, berkhutbah, menulis, juga para pendekar di kampung itu. Satu dekade menjelang Orde Baru tamat, kampung itu pernah mengalami kemandegan, atau semacam kemerosotan ekonomi. Yaitu ketika pabrik pengolahan susu lebih cenderung mempergunakan susu impor dan para peternak sapi kehilangan masa kejayaannya. Warga yang hidup dari penghasilannya sebagai guru, misalnya tidak selincah sebelumnya. Kegiatan ekonomi rumahan seperti membuka warung juga sulit untuk maju. Para pekerja keras seperti pekerja bengkel mobil atau motor juga belum berjaya. Beruntung mereka yang memiliki rumah luas, rumah agak banyak, mereka dapat hidup
42
dengan menyewakan kamar untuk kos, dikontrakkan bagi pendatang luar yang kegiatannya adalah kuliah, bekerja mendorong gerobak sate atau mie ayam atau bakmi, dan satu dua pegawai kantor kecil atau dosen. Terjadi perubahan drastis dalam hal peningkatan kesejahteraan warga, ketika di dekat kampung itu berdiri kampus-kampus, lebih-lebih setelah ada kampus besar milik Persyarikatan. Seperti ada geliat dan gairah ekonomi baru muncul di situ. Kamar kos dan kontrakan rumah makin laku, warung laku, dan terjadi perputaran uang yang makin meningkat jumlahnya di situ. Wajah desa makin lenyap, dan yang muncul adalah wajah kampung. Kampung kota tetapi pergaulan sosialnya masih mirip desa, bernuansa komunal. Karena di tempat ini dikenal sebagai basis Persyarikatan, maka pimpinan Ranting pun menjelang Muktamar lalu berani mendeklarasikan diri sebagai Kampung Muhammadiyah. Kalau diteliti atau di survai, kelas intelektual atau cendekiawan atau ulama yang berdiam di sini jumlahnya cukup banyak. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai dosen perguruan tinggi ternama di Yogyakarta. Inilah yang menyebabkan ketika di kampung besar yang menjadi basis teritorial Ranting itu tumbuh masjid demi masjid sampai lebih dari lima, maka stok pengisi ceramah, pengisi pengajian, imam shalat, khatib dan sebagainya, selalu ada. Kampung itu bernama, Warungboto. Ketika dilacak ternyata kemudian masyarakat atau jamaah masjidnya bersama para Pimpinan Muhammadiyah setempat telah memiliki semacam desain bagaimana mengelola jamaah, kampung, dan sekaligus masjidnya. Caranya, sebagaimana pernah diungkap oleh DR Kuntowijoyo, yaitu dengan mengintegrasikan konsep dan kesadaran jamaah masjid dengan konsep dan kesadaran sebagai warga kampung, sekaligus sebagai komunitas Muhammadiyah. Jadi, di tempat ini, diusahakan sekuat mungkin, yang menjadi RT, RW, Takmir Masjid dan musholla adalah para aktivis Muhammadiyah. Kenapa? Agar mudah mengelola kegiatannya. Ketika Hari Raya Idul Fitri yang tanggalnya berbeda antara hasil perhitungan Muhammadiyah dengan pihak lain misalnya, maka jamaah masjid, warga kampung pun tidak bingung menetapkan pilihannya. Mereka mantap dengan apa yang diputuskan oleh PP Muhammadiyah. Itulah antara lain peran strategis jamaah jika dikembangkan menuju ke titik yang makin optimal.l
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
K A L A M
RAMADLAN DAN KEMERDEKAAN M MUCHLAS ABROR
BERBEDA dengan tahun-tahun yang lalu, kehadiran bulan Ramadlan tahun ini bagi bangsa Indonesia mempunyai arti dan nilai tersendiri. Sebab, Ramadlan tahun ini datang bersamaan dan berada dalam bulan Agustus. Bagi bangsa Indonesia bulan Agustus adalah bulan bersejarah. Karena kemerdekaan negara kita diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada waktu itu, Teks Proklamasi yang ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta, atas nama bangsa Indonesia, dibacakan oleh Bung Karno dalam upacara sederhana di Jakarta. Peristiwa yang mempunyai arti dan nilai sangat penting itu terjadi pada hari Jum’at 8 Ramadlan 1364 Tanggal 16 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia rapat di tempat tinggal Admiral Tadashi Mayeda yang dipimpin oleh Bung Karno sampai dinihari. Bung Karno sebelum menutup rapat mengingatkan bahwa tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 akan dibacakan teks proklamasi di halaman rumahnya, Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Bung Hatta dalam bukunya “Sekitar Proklamasi” antara lain menulis, “Waktu itu bulan puasa. Sebelum pulang saya masih dapat makan sahur di rumah Admiral Mayeda. Karena nasi tidak ada, yang saya makan ialah roti, telur, dan ikan sardencis. Tetapi cukup mengenyangkan. Setelah pamitan dan mengucapkan terima kasih banyak kepada tuan rumah, saya pulang dengan menggonceng sama Bung Karno yang menyinggahkan saya di rumah. Saya baru tidur sesudah sembahyang Shubuh dan bangun kira-kira pukul setengah sembilan. Setelah mandi dan bercukur, saya bersiap-siap untuk berangkat ke Pegangsaan Timur 56, guna menghadiri pembacaan Teks Proklamasi kepada rakyat banyak serta penaikan bendera Sang Merah Putih yang akan dikunci dengan lagu Indonesia Raya”. Teks Proklamasi tersebut berisi rumusan Proklamasi Kemerdekaan sebagai berikut, “Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Kalau kita cermati, rumusan itu mengandung isi yang sama dengan rumusan sebagaimana disebutkan dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 meskipun dalam rangkaian kalimat yang berbeda. Pernyataan Indonesia Merdeka dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 kalimatnya berbunyi, “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya” Penyebutan “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa…” yang mendahului anak kalimat “maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya,” menurut kita tentu mempunyai arti yang dalam. Kata-kata itu menunjukkan bahwa ikrar bangsa Indonesia itu keluar dari dasar keyakinan hidup
religius. Jika bangsa kita tidak religius atau beragama, jangan diharap akan ada rumusan seperti itu. Kalimat itu juga merupakan pengakuan jujur bahwa tercapainya kemerdekaan bangsa Indonesia bukanlah hasil usaha manusia semata, tetapi lebih dari semua itu merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Karunia Allah berupa kemerdekaan yang sangat mahal harganya dalam bulan Agustus ini khususnya, apalagi bersamaan waktu dengan bulan Ramadlan, semestinya kita sambut dengan kesyukuran. Sebab peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI tahun ini mengingatkan kita terhadap peristiwa yang terjadi 66 tahun yang lalu. Kemerdekaan negara kita, pada waktu itu, diproklamasikan pada bulan Ramadlan. Pada bulan suci itulah, Allah mengaruniai rahmah dan berkah kepada bangsa dan rakyat Indonesia berupa kemerdekaan. Sebelumnya, bangsa kita selama tiga setengah abad hidup dalam penjajahan. Karena itu. peringatan HUT Kemerdekaan RI ke- 66 kita sesuaikan dengan suasana puasa Ramadlan. Bulan Ramadlan adalah bulan terpilih. Allah memilihnya sebagai bulan untuk pertamakalinya menurunkan permulaan AlQur’an Sebagai Kitabullah terakhir yang diturunkan kepada nabi terakhir dan rasul penutup, Nabi Muhammad saw, Al-Qur’an berfungsi antara lain sebagai petunjuk bagi manusia serta pembeda antara yang hak dan yang bathil (Qs Al-Baqarah [2] : 185). Hidup tanpa petunjuk Allah, manusia akan senantiasa dalam kegelapan dan kesesatan. Sebaliknya, siapa yang mendapat petunjuk-Nya, hidupnya serasa dalam cahaya terang benderang dan berada dalam kebenaran. Untuk menyukuri nikmat yang tak ternilai harganya, yakni Al-Qur’an yang awalnya diturunkan pada bulan Ramadlan, maka umat Islam diwajibkan pada setiap bulan Ramadlan berpuasa. Nah, mari kita tunaikan ibadah puasa ini dengan iman dan ihtisab. Sekaligus dalam bulan mubarak ini, kita memperingati Nuzulul Qur’an hendaklah dirangkaikan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-66. Kita berpuasa Ramadlan karena Allah, untuk mendekatkan diri kepada dan hanya untuk mendapatkan keridlaan-Nya. Bukan karena siapa pun, apa pun, dan bukan pula karena lainnya. Dengan demikian, berpuasa mendidik kita menjadi manusia merdeka. Tidak mau dijajah oleh hawa nafsu, harta, kedudukan, pangkat, dan jabatan. Sebagai bangsa, Alhamdulillah, kita telah dapat melepaskan diri dari penjajahan. Kita telah memiliki negara yang merdeka dan berdaulat. Karena itu, kita semua berkewajiban mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan pembangunan. Pembangunan manusia seutuhnya (jasmani dan rohani) dan pembangunan masyarakat dalam segala aspeknya untuk terwujudnya masyarakat adil makmur lahir batin yang menjadi tujuan dan cita-cita Indonesia merdeka. Selamat berpuasa Ramadlan dan dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia dalam HUT-nya ke-66!l SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
43
HUMANIORA Bambang Widiatmoko
PARANG
Aku memasuki lorong panjang dan asing Bau amis menyergap dalam udara berdebu Tiang-tiang penuh domba dan onta Usai disembelih dalam perjanjian haji tamattu. Masih jelas terbayang, tangan-tangan hitam Memegang parang, dengan tatapan mata tenang Mereka datang dari Afrika Membantu jutaan saudaranya dari berbagai negara Meski hanya bermodal parang Yang selalu berkilat tajam memantulkan cahaya Dengan mengucap basmallah memotong leher domba dan onta Dan membiarkan darahnya mengucur Menjadi sungai dalam tatapan bathinku Membawa segala keinginan ketika bertamu di rumahMu. 2011
LAUT MERAH Udara dingin membuat diriku terkapar Di atas sajadah masjid terapung tepian laut merah Barangkali Engkau memilih cara mengingatkan Betapa mudahnya nyawa meregang dan hilang. Aku menangis dalam jiwaku yang rapuh Ketika bersujud dengan tubuh menggigil Deburan gelombang laut merah Mengembalikan gairah menapaki kehidupan.
Segera Engkau ciptakan oase sebelum tubuhku tergeletak. 2011
THAWAF Di tengah gelombang putaran arus thawaf Seperti tersihir aku mengikutinya Jangankan menyentuh Hajar Aswad Menapakkan kaki pun terasa begitu berat. Gelombang putaran thawaf Bercampur gemuruh doa terucap Bercampur keringat dan airmata Lantas kehilangan kata-kata, asal muasalnya. 2011
MASJID JIN Betapa lengang ketika berdiri di depan masjid Jin Terlihat kran mengucurkan tetes-tetes air untuk berwudhu Sepasang merpati bercumbu, meninggalkan kotoran di rak sepatu Seorang pengemis mengejar jamaah sampai jatuh tersungkur. Apakah mungkin ada sekelompok jin ikut shalat bersamaku Seperti diwahyukan pada zaman Rasulullah Tentu aku tidak akan mampu melihatnya Meski sekilas berdesir juga bulu roma.
Wahai jiwaku yang terasa lebih kecil dibanding biji delima Yang menuntunku empatpuluh hari empatpuluh malam Seandainya di tepian laut merah ini aku harus mati Jangan biarkan ada tetesan airmata, karena cintaku padaNya. 2011
Masjid Jin mengingatkan akan sejarah dan peradaban Dan aku menapakinya dengan segenap keyakinan Masjid Jin kutinggalkan dengan langkah kaki perlahan Tanpa terasa airmata jatuh dan mengering di jalan raya. 2011
OASE Seperti mendapat segelas air setelah lelah berjalan Kuteguk dengan mata terpejam Apakah segelas air ini Engkau berikan Melalui oase-oase di tengah gurun tanpa batas?
1 Di dalam masjid tua Wapauwe Aku bersujud dalam tatapan mata semut.
Sebagai pengembara aku mencari jalan ke rumah Tuhan Penuh ujian - penuh terpaan badai siang dan malam Namun ketika kaki terasa semakin lelah melangkah Selalu kutemukan oase yang menyegarkan sukma. Ya Allah, Engkau tak pernah memberiku gigitan ular berbisa Meski jalan panjang terasa tak pernah habis dipandang Bahkan sebelum rasa dahagaku sampai ke batas puncak 44
WAPAUWE
2 Di halaman masjid tua Wapauwe Kata-kata telah berjatuhan seperti buah pala Angin bertiup dengan sempurna Membawa wangi angin gunung Wawane. Aku menatap tiang Alif Berdiri tegak menusuk langit Kubaca doa meski hanya sedikit Sisanya biarlah tersimpan dalam manuskrip.
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
2009
HUMANIORA
IA Ia datang menjelang senja, membuka pintu pagar terdengar derit engsel berkarat menyimpan sisa embun dengan wajah lusuh dilemparnya tas kerja di anak tangga kedua lantas bibirnya memperdengarkan nada kekesalan nada yang setiap senja selalu kudengar, diputar dengan gusar, dengan tatapan nanar. Ia tampak seperti kuda binal memberontak kepada cuaca yang tak bersahabat, memberontak kepada keadaan memberontak kepada kenyataan yang lebih banyak diperdagangkan. Ia seperti jutaan ia yang lain yang menelan jatidiriku menjadi ia di mata orang lain memiskinkan kepedulian, mengkotak-kotakkan manusia dalam batas meski tanpa pagar mencuci otak tanpa sadar dalam kemacetan jalan raya menjadikan patung-patung yang bernyawa
di dalam bus kota dan kereta tanpa sempat saling bertegur sapa, apalagi berdoa Ia telah menjadi monster bagi ia yang lain yang rumahnya digusur atau dirubuhkan ia telah menjadi monster bagi ia yang papa, dan ia yang berumah di cakrawala ia yang selalu bertanya hari ini makan apa sementara ia yang lain sambil tertawa melihat jadwal hari ini makan siapa. Ia seperti jutaan ia yang lain kadang bertukar rupa, kadang berbagi makna tapi lebih banyak yang bertukar menjadi serigala berbulu domba. 2011
Rubrik Humaniora ini dipersembahkan oleh
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
45
K E L U A R G A
S A K I N A H
MUNCULNYA CINTA TERLARANG Assalamu’alaikum wr. wb. Ibu Emmy yang terhormat, saya adalah karyawan perusahaan swasta terbesar di Surabaya. Usia saya 50 tahun dan telah menikah 15 tahun yang lalu dan dikaruniai 3 orang anak. Dalam hubungan keluarga kami baik-baik saja, tentram, bahagia dan sejahtera. Namun demikian, saya mempunyai masalah keterkaitan hubungan dengan staf perempuan saya. Semula saya hanya mau membantu dia, namun dalam perjalanan saya merasa terpikat dengannya karena dia sangat rajin, jujur dan cekatan. Menurut hemat saya sebenarnya dia juga ada rasa senang dengan saya karena dia pernah mengatakan ingin menikah dengan saya, akan tetapi karena saya sudah berkeluarga dia merasa ragu. Perasaan tersebut lama kelamaan membuat saya merasa tidak tahan. Kemudian saya kemukakan pada dia, namun malah menjadi bumerang, dia merasa tersinggung, tidak nyaman dalam bekerja, dan tidak mau memberi maaf pada saya. Jadinya saya merasa bersalah dan saya sebagai atasan dianggap tidak bisa sebagai Bapak dan pelindung. Pertanyaan saya mengapa seusia saya yang sudah mempunyai istri dan anak kok masih muncul rasa cinta dengan perempuan belia? Dan apakah perasaan yang saya kemukakan pada dia sebagai hal yang salah dan tidak sopan sehingga dapat menyinggung perasaannya? Karena kalau tidak saya kemukakan pada dia akan menjadi beban bagi saya. Ataukah memang saya mengalami gejala kejiwaan yang tidak normal? Atas jawaban dan nasihat Bu Emmy saya ucapkan jazakumullah khairan jaza’. Wassalamu’alaikum wr. wb. Bapak Dullah di G Wa’alaikumsalam wr. wb. Bapak Dullah yang saya hormati, cinta memang tidak mengenal usia. Ia bisa hinggap pada siapa saja, tak peduli tua, muda, kaya atau miskin. Cinta adalah anugerah Allah SwT yang merupakan energi positif. Tetapi ketika cinta berpadu dengan syahwat, apalagi kemudian ditambatkan pada orang yang tidak tepat akan menimbulkan masalah. Ekspresi cinta yang ada akan melenceng dan bahkan bisa bertentangan dengan moral dan nilai-nilai kebaikan
yang mestinya terkandung dalam cinta itu. Maka agar cinta terjaga kesuciannya harus dikendalikan. Saya yakin Bapak sekarang dalam keadaan sehat dan tidak sedang mengalami kejiwaan yang tidak normal (menurut Bapak). Ada banyak hal yang bisa mambuat orang tertarik pada lawan jenis. Bisa karena penampilan fisiknya, bisa juga seperti yang Bapak alami yaitu tertarik karena dia rajin, jujur dan cekatan. Hal itu wajar. Yang tidak wajar adalah ketika rasa tertarik itu diekspresikan sebagai rasa cinta yang ditembakkan padanya. Perempuan itu sadar bahwa Bapak telah berkeluarga, maka meski ada rasa senang, tidak pantas baginya untuk menerima cinta Bapak selain sebagai sesama manusia yang harus saling menghormati dan menyayangi. Dengan status Bapak sekarang cinta Bapak seharusnya menjadi milik istri dan anak-anak Bapak. Beruntung, staf Bapak menolak cinta Bapak, sehingga peluang untuk berlanjutnya perselingkuhan tidak terjadi. Saya katakan ‘selingkuh’ karena bukankah Bapak melanggar komitmen dengan istri dan anak-anak Bapak? Coba bayangkan, perasaan mereka bila mengetahui Bapaknya mencintai orang lain. Pasti mereka kecewa pada Bapak. Dan tidak mustahil hubungan yang selama ini begitu indah bersama mereka, menjadi buruk karena hilangnya rasa tentram dan bahagia. Saran saya, kembalilah pada keluarga. Tumpahkan energi positif Bapak pada istri dan anak-anak. Putra-putri Bapak saat ini sangat membutuhkan figur/teladan seorang Bapak yang ideal untuk mengisi jiwa mereka. Jadilah Bapak yang bisa mereka banggakan, tempat mereka belajar mencintai orang lain sesuai dengan moral dan nilai-nilai kebaikan cinta itu sendiri. Saya yakin Bapak bisa. Jadikanlah perasaan aneh dalam diri Bapak (merasa tidak normal) sebagai peringatan diri bahwa cinta yang ada harus dibawah kendali kita. Ketika timbul rasa tertarik pada perempuan lain, segera tumpahkan perasaan itu pada keluarga dengan cara melihat sisi positif istri. Hindari keinginan membandingkan kekurangan istri dengan kelebihan perempuan lain (na’udzubillah). Semoga Bapak diberi kekuatan untuk selalu bisa mengendalikan cinta yang ada. Dan keluarga Bapak semakin dirahmati dan diberkahi Allah SwT. Amiin. Salam untuk keluarga Bapak.l
Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, S.Psi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya.
46
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
KRONIK DUNIA ISLAM
Museum Islam Pertama di Australia Di sela-sela perdebatan tentang burka, apakah boleh dipakai atau tidak, juga tentang para imigran Muslim di Australia, sekelompok orang Islam di Melbourne memelopori pembangunan museum Islam pertama di Australia. Menurut mereka, Museum Islam ini direncanakan akan dibangun di Thornbury. Sekitar 7 km ke arah utara pusat bisnis kota Melbourne. Berpenduduk sekitar 16.716 jiwa (sensus 2006).
D
i samping bertujuan untuk menghilangkan stereotip tentang agama minoritas yang sering disalahpahami, Museum Islam ini akan menampilkan warisan seni Islam yang amat kaya dan kontribusi sejarah Islam di Australia dan dunia. Diharapkan, dengan penampilan interaktif yang akan dibuat serta pameran seni Islam yang sangat indah akan memberikan wawasan tentang perjalanan Islam di Australia bagi para wisatawan, para pelajar, dan para pengunjung museum lainnya. Museum yang bertajuk Islamic Museum of Australia (Art – Heritage – Discovery) ini, kendati belum dibuka, sempat dipresentasikan dalam Australia Arab Expo Bisnis di Sofitel di Collins, Melbourne, 5-6 Mei lalu. Sebuah museum yang mengadopsi model-model Museum Cina, Italiano Museo di Carlton, dan MuseumYahud di St. Kilda; akan menekankan warisan seni yang diambil dari lebih 60 etnis yang mengidentifikasi budaya Muslim di Australia. Model ini dikembangkan bankir Macquarie, Moustafa Fahour, dan istrinya, Maysaa. Moustafa Fahour, 29 tahun, salah satu dari delapan anak yang dilahirkan dari orangtua migran Lebanon yang menetap di Melbourne pada 1960. Kakaknya, Ahmed Fahour, yang kemudian juga menjadi patron museum. Sementara dukungan juga diberikan oleh Kantor Pajak Australia dan dukungan pribadi dari Menteri Urusan Multikultural Victoria, Nick Kotsiras. Maysaa Fahour, 27 tahun, seorang guru, memegang pimpinan dewan yang akan mengawasi museum dan
melakukan penggalangan dana untuk pembangunan. Sementara tanah untuk museum diperoleh di situs industri Thornbury. Museum ini nantinya akan memamerkan secara tetap informasi dasar tentang keyakinan agama Islam, yang disuguhkan secara populer dan mudah dicerna publik pengunjung. Diharapkan siswa sekolah yang ada di sana melakukan tur ke museum setiap hari. Di museum nantinya akan dilengkapi dengan sebuah toko spesialis yang akan menjual barang-barang cetakan seni Islam, hadiah, kerajinan, poster, souvenir dll. Termasuk buku-buku pilihan tentang kesenian, disain, dan warisan Islam. Dilengkapi sebuah toko online yang akan memungkinkan pembelian dari mana pun di Australia maupun luar negeri. Tidak ketinggalan sebuah kafe yang siap melayani minuman panas dan minuman ringan. Lebih jauh, kegiatan museum diharapkan akan meningkatkan spektrum masyarakat multikultural di Melbourne dan membuka jendela yang sangat diperlukan dalam kehidupan Islam di Australia. Diperkirakan Museum Islam Australia itu akan selesai dibangun dan dapat beroperasi pada akhir 2011 atau awal 2013. Diharapkan dengan dibukanya museum ini nanti akan menjelaskan perkembangan Islam di Australia secara gamblang. Islam di Australia merupakan minoritas, meskipun merupakan peringkat 4 besar di Australia setelah Kristiani (64%), tidak beragama (18,7%), dan Buddha (2,1%), di luar 11,2% yang tidak menjawab pada sensus terakhir. Menurut sensus 2006, diperkirakan sekitar 340.392 orang atau 1,71% total penduduk Australia adalah Muslim. Kaum Muslim pertama di Australia adalah pedagang dari kelompok-kelompok etnis pribumi dari kepulauan di Indonesia. Pedagang Bugis dan Makassar dari Indonesia diyakini memiliki hubungan yang erat dengan orang-orang utara Australia, dan bahasa mereka memengaruhi suku Aborigin. Pedagang Bugis dan Makassar dari Sulawesi mengunjungi pantai utara Australia selama ratusan tahun sebelum kedatangan orang Eropa di Australia, untuk berburu ikan teripang, yang merupakan obat kuliner dan mempunyai nilai jual tinggi dalam pasar Cina. Dalam perjalanan mereka, orang Makassar meninggalkan jejak mereka dalam kehidupan orang-orang Australia utara—dalam bahasa, seni, ekonomi, dan bahkan genetika keturunan, dan adat nenek moyang Australia yang sekarang ditemukan di kedua sisi Arafura dan Laut Banda.l dari berbagai sumber – au SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
47
HADLARAH
REVOLUSI ARAB DAN AMBISI IRAN DR IBNU BURDAH, MA.
dengan rezim Ali Saud yang berkuasa di Arab Saudi di hampir semua bidang, baik aliran keagamaan, perebutan pengaruh di Dunia Islam dan Timur Tengah, maupun orientasinya terhadap Amerika Serikat dan Barat. Yang terakhir sepertinya menjadi faktor terpenting dari rivalitas keduanya sekaligus membentuk polarisasi negara-negara Timur Tengah selama ini.
T
idak mengejutkan apabila Iran memberikan dukungan moral secara besar-besaran terhadap upaya rakyat Tunisia dan Mesir untuk menjatuhkan rezim Ben Ali dan Mubarak di Mesir dan Tunisia. Dua rezim yang telah tumbang ini terutama yang terakhir merupakan “musuh” terbesar Iran di kawasan. Kini, Iran berupaya keras mendorong lahirnya rezim Mesir baru yang mengubah orientasi luar negeri negara tersebut baik di kawasan maupun di fora internasional. Kalaupun tidak menjadi sekutu dekat Iran, rezim baru Mesir diharapkan menjauh dari orbit Amerika Serikat dan Israel. Iran juga mendukung perjuangan rakyat Yordania, Aljazair, Bahrain, Arab Saudi, dan beberapa negara Arab lain untuk mendorong perubahan di negaranya masingmasing. Dukungan Iran terhadap rakyat Bahrain yang syiah sangat besar dan menjurus kepada adanya intervensi negara itu. Tidak berlebihan apabila ada pejabat di pemerintahan Bahrain menyatakan bahwa gerakan rakyat di Bahrain tidak lain adalah gerakan syiah atas campur tangan Iran. Dukungan luar biasa juga diberikan Iran terhadap perjuangan rakyat pro perubahan di Arab Saudi. Gerakan protes dalam skala terbatas telah pecah di Ibu kota Riyadh dan Qathif. Rezim Iran memiliki rivalitas yang luar biasa 48
Klaim Pengaruh Pernyataan para pejabat tinggi Iran menunjukkan bahwa negeri itu tengah melakukan upaya diplomasi yang gencar dan intensif terkait dengan gelombang revolusi di negara-negara Arab. Kita masih ingat bahwa Pemerintah Iran menggalang demonstrasi besar-besaran di negaranya untuk mendukung perjuangan rakyat Mesir pada detikdetik jatuhnya Mubarak, sekaligus sebagai peringatan keberhasilan revolusi Islam Iran 1979. Penggabungan dua hal itu, dukungan kepada Revolusi Mesir dan peringatan revolusi Iran, bukan tanpa maksud. Para pemimpin Iran termasuk pemegang otoritas velayat al-faqiih, Ali Khomenai, mengklaim bahwa revolusi yang tengah berhembus kencang di negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi yang menjadi musuh “historic” Iran, terinspirasi oleh keberhasilan revolusi Islam Iran. Televisi internasional Pemerintah Iran seperti Press TV dan alAlam pernah berhari-hari menyandingkan peristiwa di Mesir (live) dengan rekaman peristiwa revolusi Iran 1979. Mereka secara berlebihan hingga saat paska gerakan sekarang ini hendak meyakinkan kepada rakyat Arab dan Dunia Islam bahwa revolusi Melati yang melanda dunia Arab sekarang sesungguhnya adalah anak kandung dari revolusi Iran. Semangat dan sasaran dari revolusi ini memang memiliki kesamaan dengan revolusi Iran. Semangat terpenting keduanya adalah melakukan perubahan secara fundamental terhadap tatanan politik. Sasaran keduanya adalah rezim represif dan korup. Sesumbar rezim Iran
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
HADLARAH sejak keberhasilan revolusinya juga demikian, akan menebar semangat revolusi itu untuk merontokkan monarki-monarki despotis di Timur Tengah. Semangat itu memiliki kesamaan dengan karakter revolusi yang tengah melanda negara-negara Arab saat ini. Akan tetapi faktanya, hingga 30 tahun paska revolusi Iran tidak ada satu pun monarki Timur Tengah yang jatuh, kendati Iran secara gigih memberikan berbagai dukungan kepada gerakan-gerakan “Islam” untuk menentang rezim di berbagai negara Arab. “Kegagalan” untuk mengimpor virus revolusinya inilah nampaknya yang membuat Iran sangat berambisi mengklaim dan menarik gelombang revolusi sekarang ini ke dalam orbit pengaruhnya. Beda Revolusi Iran sesungguhnya memiliki banyak perbedaan dengan revolusi yang tengah melanda sebagian besar Negara Arab sekarang. Perbedaan terpenting terletak pada tujuan paska keberhasilan menjatuhkan rezim. Yang dominan dalam kelompok-kelompok revolusioner di Iran masa itu adalah menginginkan tatanan politik di negeri itu didasarkan kepada Islam Syiah dan dipimpin oleh otoritas agama. Kendati demikian, kelompok revolusioner Iran yang sesungguhnya tidak setuju dengan hal itu juga tidak bisa diremehkan. Revolusi yang terjadi di Tunisia dan Mesir dan tengah melanda hampir seluruh Negara Arab yang lain sama
sekali tidak menginginkan hal yang sama dengan di Iran. Secara umum, mereka bukan hanya “alergi” dengan warna syiah, tetapi juga tidak menginginkan lahirnya negara agama. Perbedaan lain adalah mengenai kepemimpinan. Revolusi Iran memiliki pemimpin yang jelas baik pada masa inkubasi maupun pada masa pecahnya gerakan. Para intelektual-agamawan seperti Ali Syariati merupakan orang-orang yang telah berhasil membalikkan logika rezim berkuasa dan menanamkan pandangan baru yang berbeda. Imam Khomaeni kemudian berhasil mengubah pandangan yang sudah menjadi “general belief” di kalangan rakyat Iran itu menjadi slogan-slogan gerakan yang mendorong aksi massa. Revolusi Mesir dan Tunisia tidak dipimpin oleh agamawan, bahkan gerakan itu pada mulanya “tidak memiliki” kepemimpinan (less leadership) dan miskin organisasi. Keyakinan perlunya melakukan perubahan ditebar oleh, dari, dan kepada anak-anak muda melalui media informasi dan media sosial. “Rapat-rapat” para aktivis dan mobilisasi gerakan juga dilakukan melalui media yang sama. Karena itu tidak berlebihan apabila beberapa spanduk demonstran di Tahrir Kairo dan pernyataan dari para aktivis paska jatuhnya Mubarak meminta Iran tidak “merampas” revolusi yang telah mereka perjuangkan dan meminta pemimpin Iran untuk membiarkan revolusi itu menjadi milik pemuda dan bangsa Mesir.l
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
49
TELAAH PENDIDIKAN
Efek Domino UU Guru dan Dosen Terhadap Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah DR ENG IMAM ROBANDI Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah
UU Guru dan Dosen telah diundangkan 30 Desember 2005 oleh Pemerintah Rl. Sambutan masyarakat cukup luar biasa, karena di dalam beberapa pasal ada yang menjanjikan perubahan yang cukup signifikan, terutama masalah pendapatan dan nasib guru. Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU 14/2005 menyebutkan bahwa guru negeri maupun swasta yang mempunyai sertifikat pendidik akan memperoleh tunjangan dari Pemerintah sebesar gaji pokok. Menurut penjabaran para pakar (Muchlas Samani, Jawa Pos, 11/ 2/2006) sertifikat pendidik diperoleh melalui pendidikan profesi yang meliputi materimateri pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial.
D
i pasal lain menyebutkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal D4 (Diploma IV) atau S1 (Sarjana), tanpa menyebut bidang. Sehingga dapat dipastikan bahwa pendidikan profesi untuk guru (calon guru) merupakan pendidikan setelah sarjana (Pascasarjana) dengan bobot minimal SKS yang ditentukan. Dari segi kandungan materi, pendidikan profesi ini nampak jauh berbeda dengan pendidikan Akta IV yang ada sekarang ini. Kalau kita ingin berfikir ekuivalensi, pendidikan profesi dapat disejajarkan dengan Pendidikan Akta IV plus. Hal ini juga telah menjadi diskusi hangat, apakah guru yang mempunyai Sertifikat Akta IV harus mengambil pendidikan profesi
50
secara keseluruhan atau tinggal menambah SKS kekurangannya saja? Pertanyaan yang muncul, berapa jumlah guru kita yang sudah berkualifikasi S1, atau bahkan yang sudah Akta IV? Dikdasmen Muhammadiyah Masa Depan Menghadapi UU ini, Majelis Dikdasmen (terutama di tingkat Pimpinan Pusat) secara cepat atau lambat harus dapat menyesuaikan diri. Kaidah yang representatif (catatan: kalau sudah ada) harus segera disosialisasikan untuk menjemput bola, tidak tergesa-gesa, tetapi juga tidak boleh terlambat. Memang betul tanpa jabaran dalam bentuk PP, UU ini belum dapat berjalan. Namun kalau kita melihat keseriusan pemerintah saat ini dengan membentuk direktorat baru di Depdiknas, Ditjen Mutu Tenaga Kependidikan (Mutendik), maka Muhammadiyah tidak akan salah kalau harus lebih proaktif “menjemput bola juga” untuk berani mengintip PP yang akan segera dikeluarkan oleh Pemerintah. Proses reformasi kaidah harus berjalan, di samping itu tengok kanan-kiri untuk mencari informasi juga harus berjalan. Melihat kondisi sekarang (maaf, tanpa rasa menyalahkan), penataan kepegawaian (edukatif dan non edukatif) di lingkungan Majelis Dikdasmen ini harus mulai dibenahi dengan manajemen yang lebih tumata (modern). Kita anggap saja UU ini kita anggap sebagai angin segar untuk membawa perubahan sistem pendidikan, terutama di Muhammadiyah. Lulusan S1 atau D4 dan sertifikat profesi harus sudah menjadi persyaratan mutlak pada saat rekrutmen guru. Bagi guru yang sekarang sudah mengabdi di Muhammadiyah namun belum berkualifikasi S1 atau D4, Majelis Dikdasmen dapat bekerjasama dengan Majelis Diktilitbang agar PTM dapat mengupgrade guru-guru kita tersebut menjadi S1. Walaupun penataan ini merupakan pekerjaan berat, namun secara perlahan dengan target waktu tertentu (enam tahun misalnya) pekerjaan rumah ini insya Allah akan dapat diselesaikan. Di samping persoalan di atas, sistem penggolongan kepangkatan dan kejabatan fungsional perlu didesain agar guru-guru (Muhammadiyah) mempunyai standar kepangkatan di seluruh Tanah Air. Misalnya: Jabatan guru dibagi menjadi 2, yaitu jabatan struktural dan jabatan akademik (fungsional). Jabatan struktural dipegang oleh guru yang menjadi Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah. Jabatan fungsional dibagi menjadi 4, Golongan IIIA-IIIB, jabatan fungsionalnya Asisten Guru, Golongan IIIC dan IIID, jabatan fungsionalnya Guru, Golongan IVA sampai IVC,
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
TELAAH PENDIDIKAN jabatan fungsionalnya Guru Kepala, dan Golongan IVD dan IVE, jabatan fungsionalnya Guru Utama. Pak Parno di Banyumas yang berjabatan fungsional Guru Utama mempunyai kualitas sama dengan Pak Nababan di Deli Serdang yang juga mempunyai jabatan yang sama. Jabatan fungsional Asisten Guru dan Guru dikeluarkan oleh Majelis Dikdasmen PDM, jabatan fungsional Guru Kepala diberikan oleh Majelis Dikdasmen PWM, dan jabatan Guru Utama diberikan oleh Majelis Dikdasmen PPM. Tentu, untuk mengurus kepangkatan dan kejabatan ini harus disertai Kartu Anggota Muhammadiyah (bagi yang guru yang beragama Islam), yang tentu akan mempunyai efek domino pada revitalisasi Ranting Muhammadiyah, sehingga tidak akan ada lagi guru Muhammadiyah yang tidak mempunyai NBM. Hal ini juga akan menjadi sangat menarik di sisi lain, misalnya: untuk mencalonkan sebagai Kepala Sekolah, seorang guru harus mempunyai jabatan fungsional minimal Guru Kepala. Pada saat menjabat Kepala Sekolah tunjangan fungsionalnya dihapus dan diganti dengan tunjangan struktural. Sebaliknya, setelah tidak menjabat Kepala Sekolah, tunjangan struktural dihapus, dan kembali menikmati tunjangan fungsional. Sistem penataan seperti ini juga dapat menjadi persyaratan pada saat pengangkatan wali kelas, koordinator kelas, guru teladan, dan lain-lain. Di samping itu pada saat Pemerintah mengucurkan dana tunjangan profesi sesuai janji UU 14/2005 tersebut, kita sudah siap untuk memberikan data. Untuk mengajukan kenaikan jabatan fungsional, seorang guru harus mengumpulkan angka kredit bidang A, B, C, dan D. Bidang A berhubungan dengan aktivitas mengajar, bidang B berhubungan
dengan penelitian, kreativitas, dan penulisan karya ilmiah, bidang C berhubungan dengan pengabdian kepada masyarakat, dan bidang D berhubungan dengan aktivitas penunjang (kepanitiaan, seminar, kursus, workshop, simposium, konferensi, dan lain-lain). Dari aktivitas penulisan ilmiah akan mempunyai dampak pada reformasi majalah sekolah dan jurnal ilmiah. Penulisan karyakarya tulis semi ilmiah di majalah sekolah dan karya ilmiah di jurnal ilmiah akan menjadi daya tarik tersendiri. Dari hal ini akan muncul aktivitas untuk mengakreditasi majalah-majalah sekolah yang ada. Karena karya ilmiah yang ditulis di majalah sekolah yang terakreditasi akan mempunyai nilai angka kredit jauh lebih tinggi dibanding dengan karya ilmiah yang ditulis di majalah sekolah yang belum terakreditasi. Masih banyak efek domino positif yang terjadi jika kita menyikapi UU Guru dan Dosen ini dengan semangat tajdid. Blockgrant untuk Guru Kreatif, Manajemen Sekolah, Teaching Grant, Beasiswa, Fellowship dan lain-lain belum kita pikirkan. Kalau bukan Muhammadiyah siapa lagi? Kata orang luar Muhammadiyah. Kita merindukan kelahiran 10 sekolah Muhammadiyah terbaik di bidang manajemen sekolah, di bidang kebersihan dan lain-lain yang termuat di Majalah Suara Muhammadiyah, atau di Media Cetak Nasional. Kita merindukan 10 besar finalis lomba cipta elektroteknik nasional didominasi oleh sekolah-sekolah Muhammadiyah. Semua itu akan terjadi jika guru-guru di lingkungan pendidikan Muhammadiyah sudah tersentuh oleh penataan yang profesional dari sistem yang mapan. Semoga momen kelahiran UU Guru dan Dosen dapat mempunyai efek domino terhadap kebangkitan pendidikan Muhammadiyah.l
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
51
WAWASAN MUHAMMADIYAH
MEMIMPIKAN KEPEMIMPINAN
ALTERNATIF MUHAMMADIYAH NU’MAN ISKANDAR
B
ukan hanya negara-bangsa ini yang sedang mengalami krisis kepemimpinan, Muhammadiyah juga sekarang dihadapkan pada persoalan yang tidak jauh berbeda. Tidak mudah menjadi pemimpin di organisasi Islam tertua dan terbesar di Indonesia ini, yang memiliki jutaan pengikut dan ribuan amal usaha. Memimpin Muhammadiyah bukan saja sedang menapaki jalan terjal, tetapi juga mengarungi jalan berliku di tengah luasnya samudra degradasi kemanusian. Perlu disadari dan dipahami, memimpin Muhammadiyah bukan saja hanya memimpin Persyarikatan, tetapi juga memimpin bangsa ini. Berhadapan dengan arus besar ideologi pasar, terutama kapitalisme dan sekularisme, Muhammadiyah belum mampu berperan banyak dalam jalurnya dan menginjakkan kakinya secara tepat. Kebelum-mampuan ini tentu saja memiliki kaitan erat dengan peran dan posisi para pemimpin Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, meski bukan pada sifat linier dan kausalitasnya. Berkaca Diri Menghadapi carut-marut bangsa ini, yang menurut buya Ahmad Syafii Maarif, kehancurannya hampir sempurna, Pemimpin Muhammadiyah barangkali sudah lantang dan bersuara keras hingga parau, akan tetapi nasehat Muhammadiyah tetap saja masuk telinga kiri, kemudian keluar juga dengan telinga kiri. Artinya, kekebalan sudah sampai pada tahap orang tidak lagi mendengarkan amar ma‘ruf nahi mungkar yang disuarakan Muhammadiyah. Pada aras ini, kita mesti menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dalam diri Muhammadiyah sehingga suaranya hanya dianggap angin lalu. Mengurai persoalan tersebut sudah seharusnya kita bersegera berkaca diri, baik ke dalam maupun ke luar. Dengan berkaca, setidaknya kita akan segera menginsafi apakah kita telah berada di jalan yang tepat atau belum. Berkaca ke dalam tentu kita harus kembali pada landasan dasar Muhammadiyah ini lahir dan mengapa nama Muhammadiyah dipilih pendirinya. Setelah itu, kita dapat melihat gambaran bagaimana moral dasar kepemimpinan generasi awal Muhammadiyah memberi tauladan sebagai ikhtiar berkaca diri.
52
Muhammadiyah dinisbatkan sebagai ikhtiar dalam mengikuti jejak Muhammad, rujukan suri tauladan tertinggi. Memimpin Muhammadiyah berarti harus meneladani keseluruhan episode kehidupan kepemimpinan Nabi Muhammad. Akan tetapi — meminjam pandangan Montgomery Watt (1982)— hal inilah yang seringkali diabaikan oleh para pengikutnya. Pada saat Nabi mengajarkan sesuatu, beliau sendiri yang akan mengawali dan memastikan bahwa ajaran yang bersumber dari Allah itu dikerjakan dan dilaksanakan secara kaffah oleh umatnya. Pada saat yang bersamaan, Nabi Muhammad juga memberikan tauladan dalam kehidupan sehari-hariannya, karena itu beliau diberi gelar Al-Amin. Sekarang, sudahkah dapat dipastikan amar ma‘ruf nahi munkar yang diserukan Muhammadiyah telah dikerjakan dan dilaksanakan secara kaffah oleh kita, warga dan pemimpinnya? Saya menduga, jika kita jujur maka jawabannya adalah belum, karena kita masih larut dalam budaya pemanis bibir, tidak ada kesatuan apa yang di hati, pikiran dan perbuatan, atau oleh buya Ahmad Syafii Maarif disebutnya terjadi keretakan kata dan laku. KH Ahmad Dahlan sudah memberikan tauladan bagi kita. Q.s. Al-Maun yang diajarkan beliau secara berulangulang hingga suatu saat diprotes muridnya, karena KH Ahmad Dahlan ingin memastikan bahwa apa yang disampaikannya segera dikerjakan oleh para murid dan pengikutnya. Pada saat bersamaan KH Ahmad Dahlan mendirikan rumah yatim. Pada ranah ini, bukan saja kaum dhuafa yang diselamatkan, tetapi juga mereka para mustad’afin. Pemimpin yang Konsisten Warga dan pemimpin Muhammadiyah harus menyadari setiap perubahan sosial membutuhkan respons yang berbeda setiap zamannya. Dan patut disadari, mengelola negara harus dibedakan dengan mengelola Muhammadiyah. Saat ini, tidak cukup bagi Muhammadiyah dalam menyelesaikan masalah ekonomi dengan mendirikan koperasi dan BTM, dan menyelesaikan masalah pendidikan dengan mendirikan lembaga pendidikan. Muhammadiyah melalui pimpinannya harus dapat menerobos dan melampaui batas-sekat tersebut. Seperti, pada saat pendidikan nasional kita mengukur keberhasilan pendidi-
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
WAWASAN MUHAMMADIYAH kannya dari berapa jumlah lulusannya yang diserap oleh pasar kerja, apakah Muhammadiyah memiliki alternatif jalan lain supaya anak didiknya tidak terjebak arus pasar ini? Jika sama dengan yang lain, di mana ciri khas dan karakter Muhammadiyahnya? Muhammadiyah harus mampu merumuskan jalannya sendiri dalam menyelesaikan masalah tanpa mengabaikan kondisi pasar. Melihat kondisi ini, Muhammadiyah sekarang sangat membutuhkan pemimpin yang berani dan konsisten menyatukan kata dan lakunya. Per- Pemimpin alternatif Muhammadiyah lahir dari kalangan anak muda tama, Pemimpin Muhammadiyah tidak lagi boleh terjebak pada arus budaya massa, Dahlan “Aku Titipkan Muhammadiyah Kepadamu” harus yang tergantung pada figur semata. Sebab, dengan diartikan sebagai wasiat penyerahan mandat estafet untuk perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang menjadikan Muhammadiyah selalu berkemajuan dalam demikian pesat ini, figur dapat dipesan dan dibuat dengan perubahan zaman. Hal ini sebagaimana yang telah metode “Bandung Bondowoso” (baca: instan—Red.). dilakukan oleh Haji Fachrodin (1890-1929) sebagai Figur dalam arus budaya massa sangat dipengaruhi oleh benteng dan sapu kawat Muhammadiyah. Benteng — citra yang dibentuk dan sering muncul di media, bukan meminjam istilah Mu’arif (2010)— berarti menyelamatdari karya kepemimpinan dan usaha yang dilakukannya. kan Muhammadiyah dari segala hal yang menyimpang Kedua, pemimpin Muhammadiyah sekarang terjebak dari tujuan dan cita-cita Muhammadiyah. Sedangkan sapu pada dua kutub ekstrem. Di satu sisi terlalu asyik dengan kawat berarti membumikan Islam sebagai tiang sendi ke-Muhammadiyahannya; dan di sisi lain, terlalu mudah Muhammadiyah dalam segala aspek kehidupan – jatuh dan larut dalam hiruk-pikuk masalah bangsa ini. meminjam istilah Junus Anis (1930: 5). Padahal, sudah menjadi rahasia umum, hiruk pikuk Memimpikan kepemimpinan alternatif Muhamtersebut sudah merupakan pesanan, atau by design. madiyah di sini bukan berarti memimpikan sosok Dalam pemberantasan korupsi, pemimpin Muham- pemimpin baru dalam Muhammadiyah, akan tetapi lebih madiyah tidak boleh terjebak pada model pemberantasan kepada pemimpin yang mampu meluruskan khittah korupsi versi aparatur negara. perjuangan Muhammadiyah. Sebab, sosok baru pemimKetiga, pemimpin Muhammadiyah harus lebih sering pim bukan merupakan jaminan. Sudah terlalu banyak melihat ke bawah daripada mendongak ke atas, yakni bukti bahwa tokoh baru namun memiliki paradigma lama, memperhatikan warganya yang berada di akar rumput, sosok baru juga bukan dilihat dari mereka yang lebih terutama mereka yang berada di Cabang dan Ranting. muda, sebab juga banyak generasi muda yang cara Penguatan kaki Muhammadiyah di level ini akan berfikirnya tua. Akan tetapi biasanya, pikiran-pikiran segar menjadikan Muhammadiyah kuat, dan imbasnya suara lahir dari mereka-mereka yang secara umur masih muda. Muhammadiyah tidak akan lagi dianggap angin lalu. Kepemimpinan di sini juga bukan menunjuk pada individu, Dengan sering melihat ke bawah, kita akan terhindar tetapi lebih kepada penciptaan sistem dan bagaimana dari involusi “Gerak Melintasi Zaman: Dakwah dan Tajdid sistem tersebut dijalankan. Muhammadiyah tidak biasa Menuju Peradaban Utama”. bermimpi dan menunggu herucokro (ratu adil).l Keempat, pemimpin Muhammadiyah harus berani meluruskan dirinya sendiri, terutama bagi mereka yang Penulis adalah Peneliti pada Pusat Studi Muhamhanya mencari hidup di Muhammadiyah tetapi justru madiyah dan Perubahan Sosial Politik Universitas menjadi benalu di Muhammadiyah. Pesan KH Ahmad Muhammadiyah Yogyakarta. SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
53
DIANTARA KITA Rakernas Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting PP Muhammadiyah:
JANGAN SAMPAI MUHAMMADIYAH GUNDUL TANPA CABANG DAN RANTING
Sebagian peserta Rakernas LPCR PP Muhammadiyah
T
anggal 22-24 Juli 2011 yang lalu Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting PP Muhammadiyah mengadakan Rapat Kerja Nasional di Universitas Prof Hamka (UHAMKA) kampus Pasar Rebo Jakarta. Rakernas yang dihadiri 23 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah tersebut salah satunya membahas tentang strategi pemekaran dan pembangkitan Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Sebagaimana yang kita ketahui, Muktamar Satu Abad Juli 2010 yang lalu, mengamanatkan agar Muhammadiyah melakukan gerakan revitalisasi Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Target kuantitatif amanat tersebut adalah terbentuknya minimal 40% Desa/ Kelurahan di seluruh wilayah Indonesia sudah ada Pimpinan Ranting Muhammadiyahnya dan 70% kecamatan ada PCM-nya. Menurut Ketua LPCR PP Muhammadiyah, DR Ahmad Norma Permata, target tersebut adalah membentuk sekitar 13 ribu Ranting baru. Sebuah angka yang besar, namun cukup realistis dan masih bisa diwujudkan dengan kerja keras semua pihak. Dalam laporan dan pandangan umum perwakilan PWM-PWM yang hadir diketahui bahwa masih banyak daerah yang gundul yang berarti ada PDM yang tidak
54
mempunyai Cabang dan Ranting walau hanya satu batang. Mengingat pentingnya peran Ranting Muhammadiyah sebagai ujung tombak dakwah Muhammadiyah, kenyataan ini sungguh menyesakkan dada. Namun, ada juga PWM yang jumlah Cabang dan Rantingnya sudah mendekati 98% bahkan ada yang melebihi 100% seperti PWM DIY, yang berarti jumlah Cabang dan Ranting Muhammadiyahnya melewati jumlah desa dan kecamatannya. Selain masih sedikitnya jumlah Cabang dan Ranting yang ada di beberapa daerah tertentu juga ditemui kesulitan mencari orang yang bersedia menjadi Pimpinan Muhammadiyah, ada yang hanya bersedia menjadi anggota ataupun simpatisan tetapi tidak berani menjadi pimpinan apalagi Ketua Muhammadiyah. Ketidakberanian ini ada banyak faktor. Ada yang merasa kurang mampu dalam hal agama namun ada juga yang khawatir karier kepegawaiannya terganggu karena aktif di Muhammadiyah apalagi kalau kementrian atau pemerintah yang menaunginya sedang dikuasai kekuatan yang tidak suka pada dakwah Muhammadiyah. Ada juga cerita menarik tentang kisah patahnya beberapa Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Di suatu daerah ada yang Cabang dan Ranting mati massal karena banyak amal usahanya yang berupa sekolah dan madrasahnya dijadikan sekolah negeri. Cerita menarik lain tentang trik perjuangan mendirikan Cabang dan Ranting baru yang dikemukakan oleh utusan dari Sulawesi Barat yaitu dengan memasang spanduk besar tempat strategis yang berisi pemberitahuan bahwa dalam waktu dekat akan segera diresmikan PCM atau PRM di daerah itu. Padahal, satu orang inisiator pembentuk Cabang atau Rantingnya belum ada. Namun, dengan adanya spanduk itu beberapa kader Muhammadiyah yang dulu pernah aktif atau sekedar mengenal Muhammadiyah banyak yang tertarik untuk menanyakan dan kemudian bergabung menjadi inisiator pembentukan Cabang dan Ranting. Rakernas Lembaga Cabang dan Ranting PP Muhammadiyah ini dibuka oleh Ketua PP Muhammadiyah
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
DIANTARA KITA DR Haedar Nashir yang dalam amanatnya mengingatkan kepada seluruh peserta untuk lebih peduli pada nasib Ranting-Ranting Muhammadiyah, karena kalau semua Ranting dan Cabang Muhammadiyah ini mengalami kepatahan maka Muhammadiyah yang sudah besar ini menjadi tanpa makna. Haedar Nashir juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada UHAMKA yang bersedia menjadi tuan rumah rakernas LPCR ini. Menurut Catatan Haedar Nashir, UHAMKA adalah Universitas yang sangat tinggi perhatiannya terhadap Cabang dan Ranting, selain sudah beberapa kali mengadakan seminar dan lokakarya tentang Cabang dan Ranting, UHAMKA juga mempunyai program yang nyata terhadap pengembangan Cabang dan Ranting. Rektor UHAMKA yang hadir dalam acara itu menggaris bawahi pernyataan Haedar Nashir. Prof Suyatno menyatakan bahwa salah satu Wakil Rektor UHAMKA yaitu Zamakhsari, MAg, malah sudah ditugaskan secara khusus untuk terus-menerus mengembangkan Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Apalagi saat ini Zamakhsari menjadi salah satu pimpinan di Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting PP Muhammadiyah.
Suasana sidang Pleno Rakernas LPCR PP Muhammadiyah
Menteri Kooordinator Perekonomian, Ir Hatta Radjasa yang juga hadir dalam pembukaan acara ini menawarkan beberapa bentuk kerjasama yang mungkin bisa dikerjakan oleh Muhammadiyah di tingkat Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Acara pembukaan rakernas ini juga dimeriahkan dengan pemutaran triller film Di Bawah Lindungan Kakbah, yang merupakan adaptasi dari roman yang berjudul sama karya Buya Hamka. Sebagian hasil rakernas tersebut adalah terumuskannya Rencana Operasional Pengembangan Cabang dan Ranting Muhammadiyah, yang tertuang dalam rumusan tiga pilar pengembangan Cabang dan Ranting.
Peserta Rakernas menyimak thriller film Di Bawah Lindungan Kakbah
Pertama, Pengembangan Organisasi meliputi penataan kelengkapan organisasi, meliputi kesekretariatan, administrasi, keuangan, keanggotaan, dan pengelolaan amal-usaha.Pembuatan Peta Cabang dan Ranting untuk mengetahui kondisi umum PCM dan PRM di masingmasing PDM (Dibawah panduan PW dan PP) dan merancang dan menjalankan strategi pembentukan PCM dan PRM baru disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Kedua Pengembangan SDM meliputi menyusun Analisis Beban Kerja (ABK) untuk PCM dan PRM, menyusun Pedoman Standard Kompetensi untuk PCM dan PRM, melakukan pengembangan Kapasitas SDM PCM dan PRM melalui pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan sendiri maupun pihak lain, mendorong percepatan kaderisasi dan regenerasi kepengurusan PCM dan PDM melalui: Upaya agar PCM dan PRM memiliki 40% pengurus berusia di bawah 40 tahun.Upaya agar PCM dan PRM memiliki fasilitas olah raga dan kesenian serta mengembangkan usaha ekonomi. Ketiga Pengembangan Kegiatan meliputi Mengadakan pertemuan regional LPCR, menyusun panduan Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ), Qaryah Thoyibah, dan Keluarga Sakinah, melakukan pembinaan GJDJ, Qaryah Thoyibah dan Keluarga Sakinah (bekerjasama dengan Aisyiyah, serta Majelis/Lembaga terkait), menyusun panduan Pengelolaan Pengajian Cabang dan Ranting, melakukan pembinaan pengajian Cabang dan Ranting (bekerjasama dengan Majelis Tarjih, Tabligh, dan Kader), menyusun panduan Pengelolaan Amal Usaha untuk Cabang dan Ranting, melakukan pembinaan pengelolaan amal usaha milik PCM dan PRM bekerjasama dengan Majelis/Lembaga terkait, menyusun panduan kerjasama antarMajelis, Lembaga dan Ortom di Cabang dan Ranting.l isma SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
55
SOHIFAH
Menanti Action Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting SUKARDI
Muktamar Muhammadiyah 2010 bulan Juli yang lalu, memiliki orientasi yang di luar dugaan banyak kalangan, di tengah-tengah masyarakat berorientasi berpikir global yang mendunia, kiprah ketua PP aktivitasnya juga dikesan lebih banyak pada diplomasi asing. Ternyata, Muktamar Satu Abad Muhammadiyah memberi perhatian yang serius pada pengembangan Cabang dan Ranting, memutuskan dan memberikan rumusan kongkret konsep revitalisasi Cabang dan Ranting dan sekaligus dibentuk lembaga pengembangan Cabang dan Ranting untuk tingkat PP, tingkat PWM dan sampai tingkat PDM.
K
eputusan ini pasti merupakan kesadaran yang mendalam dari para peserta Muktamar akan pentingnya Cabang dan Ranting dalam menggelindingkan roda organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar atau mungkin justru sebaliknya para muktamirin merasa sangat prihatin bahwa Cabang dan Ranting kita saat ini masih lemah atau mengalami penurunan ghiroh. Sehingga untuk menggerakkannya diperlukan pedoman kongkret dan disiapkan lembaga khusus yang menangani Cabang dan Ranting. Apa pun alasan yang melatar belakangi keputusan itu, Cabang dan Ranting merupakan ujung tombak dan ujung tombok Persyarikatan, dikatakan sebagai ujung tombak karena Cabang dan Ranting merupakan tingkat pimpinan paling depan berhadapan langsung dengan umat dan berhubungan dengan masalahmasalah kehidupan riil di masyarakat, Ranting-lah yang berhadapan langsung dengan umat bila ada urusan kemasyarakatan, mendirikan masjid, mengurusi jamaah, atau jika terjadi konflik akidah, soal bidah, urusan kematian, urusan pernikahan warga dan sebagainya. Sebagai ujung tombok, karena Ranting tidak memiliki dana khusus dari amal usaha, dana Ranting diperoleh dari kocek pribadi atau dari donator anggota. Bilamana rapat dan pertemuan apa pun Persyarikatan tingkat Ranting, maka yang bertanggung 56
jawab membiayai acara tentu keluarga yang ketempatan rapat, bilamana ada pengajian, biayanya diperoleh dari penggalangan dana anggota dan dari masyarakat. Ini berarti menggerakkan Ranting akan memiliki multi player effek, permasalahan umat ditangani Ranting, dana aktivitas diperoleh dari pemberdayaan umat. Membaca data 2004 tentang kota administratif Indonesia (dari Badan Statistik Nasional), menunjukkan bahwa Indonesia terdiri atas 33 propinsi, 349 kabupaten, 91 kotamadya, 5.263 kecamatan, 7.113 kelurahan, dan 62.806 desa dengan peduduk 20.953.634 jiwa. Berdasar data itu Muhammadiyah memiliki peta kekuatan pimpinan, terdapat 5.263 kecamatan yang merupakan struktur pimpinan tingkat Cabang (PCM) dan 7.113 kalurahan atau 62.806 desa merupakan struktur pimpinan tingkat Ranting, (PRM) meskipun tidak sedikit satu kecamatan berdiri dua PCM dan satu desa berdiri beberapa PRM. Atas dasar data itu apabila PRM mampu mengelola pengajian anggota Muhammadiyah 10 pengurus dan 20 anggota lain (30 orang) saja, maka akan terdapat 69919 X 30 warga Muhammadiyah yang tergerakkan lewat PRM. Jika PRM mengadakan pengajian Ahad pagi untuk umum dan bisa mengelola orang 50 saja, akan ada 69919.X 50 orang warga masyarakat yang menjadi binaan Muhammadiyah.
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
SOHIFAH Sementara pengajian Aisyiyah bisa jauh lebih banyak dari pengajian Muhammadiyah, jikalau masjid Musholla Muhammadiyah bisa dibina jamaahnya ada 20 orang saja misalnya, berapa masjid dan Musholla yang kita miliki, biasanya per Ranting memiliki lebih dari 3 masjid, musholla. Dengan demikian, menggerakkan PCM/ PRM Muhammadiyah setiap saat memiliki penggerak dan gerakan Muhammadiyah yang luar biasa besar, dan dari hitungan matematik mampu mencapai puluhan juta yang tergerakkan oleh aktivitas PCM/PRM. Kapan penggerakan Ranting dimulai? PRM memangnya sudah bergerak, dan sudah lama beraktivitas, permasalahan yang perlu dilacak, seperti apa gerakan PRM saat ini? Apakah semua PRM telah bergerak, berjalan secara sehat? Pada kondisi ini diperlukan data secara kongkret, jika PRM belum berjalan optimal, apa duduk permasalahannya. Munculnya revitalisasi PRM tentu dilatarbelakangi adanya gejala bahwa gerakan PRM belum seperti yang diharapkan. Guna memulai aktivitas merealisir revitalisasi PRM, tidak semua personal yang telah memangku amanah dan sudah tahu tanggungjawabnya terus melangkah mengambil tindakan riil di lapangan. Tetapi sebagian
merasa nanti menunggu instruksi, nanti harus menunggu prosedur, persiapan perangkatnya, menyusun petunjuk teknis dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini barangkali ada juga pimpinan yang akan menggerakkan Ranting menunggu setelah semua PRM melaksanakan Musran bulan Maret-April 2011. Jika demikian yang terjadi, maka berapa bulan lagi konsep revitalisasi Ranting akan diwujudkan, kapan sosialisasinya? Apakah tidak sebaiknya logika kita dibalik, mumpung saat ini sedang masanya Musycab, Musyran, ini kesempatan yang paling tepat untuk sosialisasi sekaligus memahamkan para calon pimpinan Cabang dan Ranting bahwa tugas dan tanggungjawab yang diemban berbeda dari masa-masa sebelumnya. Sehingga perlu disiapkan dan dipilih personal yang handal, bisa dijadikan program yang praktis dan menyukseskan program keputusan Muktamar. Sampai hari ini kami belum merasa ada gerakan kongkret yang sampai ke tingkat Cabang atau Ranting akan gerakan lembaga penggerakan Cabang dan Ranting. Kami tunggu, kami butuh, kami menanti.l _______________________________________________ Sukardi adalah staf pengajar pada Fakultas Ekonomi UAD, mantan ketua PCM Kasihan, sekarang anggota Majelis Ekonomi PWM DIY dan anggota Majelis Tabligh PCM Kasihan, Bantul.
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 - 31 AGUSTUS 2011
57
58
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN 1432 - 1 SYAWAL H
MUSYAWARAH CABANG MUHAMMADIYAH TELADAN MEDAN. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Teladan, Kota Medan belum lama ini telah mengadakan Musyawarah Cabang Muhammadiyah. Musyawarah Cabang yang dilaksanakan di kompleks Perguruan Muhammadiyah Teladan ini, mengambil tema, “Gerak Melintasi Zaman, Dakwah dan Tajdid Menuju Peradaban Utama”. Muscab kali ini dibuka oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Medan yang diwakili Drs Adri K, SPd dan dihadiri oleh anggota Muhammadiyah, Angkatan Muda Muhammadiyah Cabang Teladan, Pimpinan Ranting serta warga serta simpatisan Muhammadiyah seCabang Teladan. Ketua Cabang Muhammadiyah Teladan, periode 2005-2010 Drs Tagor Muda Lubis, MA dalam sambutannya mengatakan bahwa, Muhammadiyah Cabang Teladan telah mengalami peningkatan yang signifikan. Baik dalam perekrutan anggota baru dan pembangunan fisik berupa sarana pendidikan dan masjid. Dalam Musyawarah Cabang ke-11 ini telah menghasilkan 9 orang pimpinan yaitu; Burhanuddin A’an, SE, Maulana Siregar, SAg, MA, Drs Tagor Muda Lubis, MA, Sufri Polem, Hara Marzuki, Hadriman Khair Pasaribu, SP, MSc., Ahmad Rasyid, SAg, Munawir Pasaribu, SPd.I, MA dan Andika Pratama. Dari hasil rapat formatur, menetapkan Drs Tagor Muda Lubis, MA sebagai Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Teladan, periode 2010-2015.l ®
MUSCAB MUHAMMADIYAH DAN AISYIYAH RANTAUPRAPAT RANTAUPRAPAT. Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah Rantauprapat, Labuhan Batu beberapa waktu yang lalu telah melaksanakan Musyawarah Cabang. Musyawarah Cabang kali ini dilaksanakan di kompleks Perguruan Muhammadiyah Rantauprapat, dan dibuka oleh Camat Rantau Utara, Haris Topan, SH. Dalam sambutannya, Haris Topan, SH menyambut baik hasil kerja PCM Rantauprapat periode 2005-2010. Yang telah banyak berbuat untuk membantu program pemberdayaan masyarakat. Beliau berharap, agar program ke depan sejalan dengan program Pemerintah, yang memprioritaskan pada: Rakyat tidak sakit, Rakyat tidak bodoh dan Rakyat tidak lapar. Beliau juga berharap, agar Muhammadiyah menjadi mitra Pemerintah dalam mengamanahkan akhlakul karimah dalam masyarakat. Musyawarah Cabang Muhammadiyah Rantauparapat ke-11 ini berhasil memilih kepengurusan periode 2010-2015, sebanyak tujuh orang, yaitu: H Aminuddin Ritonga, BE., Oloan Siregar, Arwan Roger Sianipar, SH., H Senen Langgine, ST., Abd Chualid Hasibuan, SAg., Ir HM Abduh Nasution dan Taufik Hidayat, ST. Sedang Muscab Aisyiyah berhasil memilih anggota pimpinan, yaitu: Hj Wiji Widarsih, Neni Herawati, S.Ag., Aisiyah, S.Ag., Dewi, Nuriwati Ananda, S.Ag., Hj Hasniwar dan Mardiati. Musyawarah Cabang Muhammadiyah ke-11 dan Aisyiyah ini ditutup oleh Wakil Ketua PDM Labuhanbatu, Drs H Tarmizi Ilyas.l ® MUSRAN MUHAMMADIYAH DAN AISYIYAH SINAR NEGRI PUBIAN. Musyawarah Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah dilingkungan PCM Pubian, beberapa waktu yang lalu telah dilaksanakan. Salah satu di antaranya adalah Musyawarah Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah Ranting Sinar Negri. Musran ini
dilaksanakan di gedung Madrasah Aliyah Muhammadiyah Sinar Negri. Hadir dalam Musran itu, Ketua PCM Pubian H Abu Hanifah dan seluruh anggota Muhammadiyah, Aisyiyah serta warga dan simpatisan yang ada di Ranting Sinar Negri. Dalam sambutannya, Ketua PCM Pubian, menghimbau agar pimpinan yang terpilih, dapat mengemban amanat umat, melaksanakan program yang sudah ditanfidzkan oleh pimpinan. Musyawarah Ranting kali ini berhasil memilih M Yasin dan M Danuri, sebagai Ketua dan Wakil Ketua Ranting Muhammadiyah Sinar Negri dengan dibantu oleh lima orang pengurus lainnya. Sedangkan untuk Aisyiyah terpilih Rif’atul Aini sebagai Ketua.l Miftah A
PELANTIKAN PENGURUS PDM CIREBON CIREBON. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Cirebon, periode 2010-2015 beberapa waktu yang lalu telah dilantik oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, bertempat di Gedung Islamic Centre Tuparev Cirebon. Dalam waktu bersamaan dilantik juga Pimpinan Daerah Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, Kabupaten Cirebon. Hadir dalam acara pelantikan ini, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, DR H Haedar Nashir, MSi, pengurus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, H Nurul Qomar dan ratusan undangan warga Muhammadiyah dan Aisyiyah dari tingkat Daerah, Cabang dan Ranting, serta Ortom dan amal usaha di lingkungan Muhammadiyah Kabupaten Cirebon. Hadir pula Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Cirebon, Drs Sukanda, MM mewakili Bupati. Pelantikan ini diisi pengaian umum oleh Ketua PP Muhammadiyah, DR H Haedar Nashir, MSi.l ® MUSRAN MUHAMMADIYAH TIRTONIRMOLO TENGAH KASIHAN. Musyawarah Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah Tirtonirmolo Tengah, Kasihan, Bantul, DIY belum lama ini SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16-31 AGUSTUS 2011
59
telah dilaksanakan di masjid Dakwah Padokan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Diikuti oleh lebih kurang 30 orang, berasal dari Muhammadiyah dan Aisyiyah. Musyawarah Ranting ini mengambil tema “Memaksimalkan Jamaah Masjid dan Musholla di lingkungan Ranting Tirtonirmolo Tengah” untuk berperan aktif dalam mengamalkan agama Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Musran Muhammadiyah menetapkan, Darusman, SAg., MA sebagai Ketua PRM Tirtonirmolo Tengah, periode 2010-2015. Dalam sambutan awalnya, ketua terpilih Darusman, SAg, MA mengatakan dengan terpilih sebagai Ketua PRM, ia siap untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Berdakwah di PRM Tirtonirmolo Tengah dengan mewujudkan masyarakat yang rahmatan lil ‘alamin. “Melalui Ranting Muhammadiyah Tirtonirmolo Tengah, kita dapat beribadah, beramal dengan gerbang Persyarikatan Muhammadiyah. Tunjukkan ruh Islam secara kaffah dan benar,” tegasnya.l AS
AKTIVITAS ORTOM MUHAMMADIYAH Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah bekerja sama dengan ASHOKA, beberapa waktu yang lalu mengadakan Workshop Guru – Sekolah Pembaharu Muda, bertempat di Wisma Joyo, Kaliurang Yogyakarta. Melalui workshop ini, para pendidik akan diajak untuk mengembangkan kapasitas yang dimilikinya melalui serangkaian kegiatan yang diharapkan pada akhirnya mampu menjadi pemicu. Sekaligus pendorong bagi mereka untuk menciptakan sebuah kurikulum dan konsep pembelajaran yang mampu menghasilkan pembaharupembaharu muda dari tempat mereka mengajar. Sekaligus, mampu mengidentifikasi serta memobilisasi potensi SDM dan infrastruktur sekolah untuk mendukung implementasi sekolah pembaharu muda di sekolahnya masing-masing.l Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Aceh Barat Daya, belum lama ini menyerahkan bantuan uang senilai Rp 600.000,- dan sejumlah bahan makanan berupa beras, telur, minyak dan mie
instant, kepada Suriani binti Yusuf, warga Dusun I Gampoeng Padang Panjang, Kecamatan Susoh yang mendiami gubuk reot ukuran 3 kali 3 meter, selama 3 tahun lebih. Bantuan yang diserahkan oleh Ketua Bidang Hikmah, Zulfahmizar kepada Suryani, disaksikan oleh Mukhtaruddin, Sekdes dan warga setempat. Kwartir Pusat Gerakan kepanduan Hizbul Wathan, melalui wadah yang bernama ‘Bina Karya Mandiri Kepanduan Hizbul Wathan’ belum lama ini mengadakan kegiatan jelajah lereng Merapi pasca erupsi. Adapun rute yang dilalui adalah, Ngipiksari, Hargobinangun, Pakem, Sleman (Pesantren PUTM) menelusuri bukit Plawangan Kalikuning hingga dusun Kinahrejo. Kegiatan jelajah ini diikuti 57 orang terdiri dari siswa Madrasah Mu’allimin, SMU Muhammadiyah 3, SMK Muhammadiyah 2, dan Madrasah Mu’allimat.l im
PELANTIKAN PCM NGEMPLAK SLEMAN. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Ngemplak, Sleman periode 2010-2015, beberapa waktu yang lalu telah dilantik oleh Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sleman, Drs H Abdul Kasri. Pelantikan dihadiri oleh Muspika setempat, utusan dari PDM Sleman, PRA se-Kecamatan Ngemplak, keluarga besar Muhammadiyah, dan Aisyiyah. Bersamaan dengan itu, dilantik juga pengurus Pimpinan Cabang Aisyiyah Ngemplak. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Ngemplak yang dilantik adalah: Ketua, Drs Anang Zamroni, M.Si. Anggota: Mahnun Uzni Mubarok, Drs H Mahfud, MA., Riyanto, SE., Drs H Shobariman, Yudi Wardana, S.Pd., Drs Irfan Haris, Hermanto, S.Sos., Drs H Kamidi, H Hasan Fansuri, MA, Drs Agung Hartanto, Sumadiyono, A.Ma.Pd., Sri Sunardiyanto, S.Pd., Armyn Suparno, S.Pd., Drs Mujiharjo Ash-Shodiq. Pelantikan ini diisi pengajian dan pengumpulan dana secara spontanitas, yang disumbangkan kepada korban banjir lahar dingin Gunung Merapi yang terjadi beberapa waktu yang lalu.l Juweni
PELATIHAN INSTRUKTUR DAERAH PDM KEBUMEN KEBUMEN. Majelis Pendidikan Kader, PDM Kebumen belum lama ini mengadakan pelatihan instruktur daerah. Kegiatan yang mengambil tema “Mewujudkan Instruktur Muhammadiyah yang Kompeten dan Istiqomah” ini diikuti sekitar 20 orang dengan instruktur dari MPK PP Muhammadiyah dan MPK PWM Jawa Tengah. Peserta terdiri dari anggota PDM Kebumen, PCM, AUM dan Ortom. Pelatihan instruktur ini dilaksanakan guna mempersiapkan perkaderan Muhammadiyah Kebumen, lima tahun ke depan. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, peserta telah menyusun rencana tindak lanjut, yaitu akan melaksanakan Baitul Arqom dari tingkat Pimpinan Daerah, unsur Pembantu Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, kepala AUM serta pegawai Muhammadiyah. Kegiatan ini merupakan yang pertama kali diadakan di PDM Kebumen. Ketua PDM Kebumen, HM Abduh Hisyam berharap setelah terlaksananya kegiatan ini, akan muncul instruktur-instruktur handal dan kompeten, serta istiqomah yang siap memajukan Muhammadiyah dengan penuh kesungguhan dan kesabaran. Khususnya di bidang pendidikan kader.l Abu Surya
60
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN - 1 SYAWAL 1432 H
PDM BANJAR CARI MODEL DAKWAH BANJAR. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjar melakukan model dakwah safari keliling Cabang sebulan sekali. Safari dakwah bekerja sama dengan Pimpian Daerah Aisyiyah guna melancarkan efisiensi pembinaan dan pencerahan. Aktivitas dakwah juga diisi dengan pengisian informasi perkembangan terkini Muhammadiyah, pembinaan konsolidasi, evaluasi, gelar hasil produksi dan peningkatan kompetensi ketrampilan. Diakhiri dengan tausyiah penguatan idiologi Muhammadiyah. Kegiatan yang sudah berlangsung sejak periode 20052010 terus dilanjutkan hingga masa kepemimpinan periode ini. Model dakwah seperti itu mendapat respon positif dari masyarakat karena mampu menjadi wadah media bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan inovasi pengembangan Muhammadiyah. Bulan Agustus dimulai dengan kegiatan jelang Ramadlan dengan melakukan safari drum band SD/MTs Muhammadiyah Martapura. Ditandai pula dengan Raker Pemuda Muhammadiyah Banjar, penyerahan 10 Masjid Muhammadiyah se-kabupaten Banjar. Ketua PCM Karang Intan, Rofi’i Hamdi, SPd.I, menyambut baik gagasan infak sejuta rupiah untuk mendukung gerakan Muhammadiyah untuk pengembangan pendidikan sekolah. Ketua PDM Banjar, DR Syauqi Mubarak, MA memantapkan gerakan itu terhadap umat dan masyarakat luas. Tausyiah Ahsanul Fitri, SAg, MPd, dari Dikdasmen PWM Kalsel, memantapkan pemahaman agama dan pengamalannya.l Haer
MPKUP PWM KALSEL ADAKAN BAKTI SOSIAL HULU SUNGAI UTARA. Majelis PKUPS PWM Kalimantan Selatan mengadakan bakti sosial realisasi dari program kerjanya dengan membagikan bingkisan dan mie goreng serta menyerahkan dana pembinaan untuk Panti Asuhan Muhammadiyah yang berlangsung di Panti Asuhan Muhammadiyah Hulu Sungai Utara, belum lama lalu. Bakti sosial tersebut juga menyelenggarakan pengobatan gratis terhadap 60 anak asuh, 10 pengelola panti dan 12 warga masyarakat. Hadir dalam pelaksanaan bakti sosial tersebut para tokoh Muhammadiyah, di antaranya, Drs H Arsuni Busra, Bendahara PWM Kalsel, Zainal Abidin Tachmad, SPd, SH, Drs H Nasruddin, Dr Hj Rofiqah Wakil Direktur RS Islam Banjarmasin, Dr Muhidi dari Majelis MPKUPS PWM Kalsel, dan anggota MPKUPS Bahrudin ASR, SE, dan Drs GT Firdaus.l Adhin MPKU PP MUH RESMIKAN POS MALARIA DESA SELAYAR. Majelis Pelayanan Kesehatan Umum PP Muhammadiyah meresmikan Pos Malaria Desa di Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan, baru-baru ini. Peresmian dihadiri oleh Wakil Sekretaris MPKU PP Muhammadiyah Agus Sulistiyo Dunda, PIC Wilayah Muhammadiyah Sulsel Nur Adzan SKp, SH, Kes, PDM Kepulauan Selayar H Abdullah, Dinas Kesehatan Kab Kepulauan Selayar dan 100 warga Muhammadiyah. Kegiatan tersebut hasil kerja sama MPKU PP Muhammadiyah dengan Kementrian Kesehatan RI Dirjen P2PL yang diharapkan oleh Camat Bontohary dan Bontosikuyu dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terpencil. MPKU PP Muhammadiyah lewat Agus S Dunda, menyatakan tekadnya untuk tetap konsen dengan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Sehari sebelumnya diresmikan Posmaldes terhadap 4 kader dengan pemberian On The Job Training. Selain itu, juga dibekali dengan pemantapan Al Islam, ke-Muhammadiyahan oleh Kiai Haji Baharuddin Pagim, Ketua PMW Sulsel. Dalam kesempatan itu PDM Drs H Abdullah, merintis berdirinya PRM Kepulauan Selayar.l Nur Adzan
MUHAMMADIYAH KERJA SAMA POLI TEKNIK MAKASSAR. Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Drs KH Alwi Uddin, MAg menandatangani perjanjian kerjasama dengan Direktur Politeknik Negeri Ujungpandang, Dr Pirman, MSi dalam bentuk kesepakatan dalam pengembangan pendidikan, peningkatan pelayanan dan pengembangan masyarakat, yang berlangsung di di Pusat Dakwah Muhammadiyah Jalan Perintis Kemerdekaan 38, Makassar belum lama lalu. KH Alwi Uddin, mengemukakan, kerjasama bidang pendidikan dan kemasyarakatan ini memberikan kekuatan yang sangat besar bagi Muhammadiyah. Diharapkan mampu untuk lebih mengembangkan potensi antara politeknik yang memiliki sumberdaya di bidang pendidikan pada konteks teknik. Sementara itu, Dr Pirman, MSi, menilai kerjasama tersebut memberi nilai pemanfaatan pada bidang pemanfaatan sumber daya manusia terutama pada bidang teknik pelatihan guru dan pemberdayaan.l husni SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16-31 AGUSTUS 2011
61
PAY AL IHSAN BERKEMBANG BANJARMASIN. Panti Asuhan Al Ihsan Muhammadiyah Kota Banjarmasin, hingga saat ini terus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman. Panti Asuhan yang dulunya hendak dijadikan kuburan tersebut, berdiri di atas lahan seluas 40 x 55 meter terletak di Jalan Malkon Temon Kelurahan Surgi Mufti. Fasilitas gedungnya dibantu oleh Asia Mouslim Charuty Fundation (AMCF) yang berpusat di Jakarta. Pembangunannya yang semula berkisar Rp 46 juta membengkak menjadi Rp 73 juta yang disediakan oleh PP Muhammadiyah, Dar Al Bersociety ditambah dana PDM Banjarmasin. Setelah diresmikan pemakaianya oleh Walikota Banjarmasin, Drs H Sofyan Arpan, kini kondisinya terus berkembang baik. Sarana dan fasilitasnya cukup lengkap, bahkan memiliki lahan kolam ikan dan lahan tempat praktik anak–anak asuh.l saroso sundoro PEMUDA TOILI GELAR BAKTI SOSIAL BANGGAI. Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai mengadakan kegiatan Bakti Sosial terhadap anak yatim dan jompo serta menggelar khitanan massal jelang Ramadlan 1432 H, berlangsung beberapa waktu lalu. Khitanan massal diikuti oleh 25 anak tidak mampu yatim piatu, sehingga kini sudah menyantuni sekitar 148 anak. Kegiatan yang didukung oleh PDM Majelis Kesehatan dan dibantu oleh mahasiswa Akper Luwuk tersebut berlangsung sukses. Hadir dalam acara tersebut unsur dari KNPI Kabupaten Banggai NA, PDA, PD Pemuda dan PD NA.l B Agi/Bua KIRIM MUBALIGH MUHAMMADIYAH DI 24 LOKASI MAKASSAR. Sebanyak 60 orang Mubaligh Hijrah dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar dikirim ke 24
lokasi penugasan kabupaten dan kota se Sulawesi Selatan. Sebelum para mubaligh Hijrah diterjunkan ke lapangan, mereka mendapatkan pembekalan dari Pembantu Rektor I, DR Abdul Rahman Rahiem, SE MM yang berlangsung di Ruang Rektorat Jalan Sultan Alauddin 259 Makassar, belum lama lalu. Dikemukakan, para Mubaligh Hijrah mendapatkan pembekalan meliputi bidang kewirausahaan yang dapat membuka lapangan kerja di masyarakat. Mahasiswa harus memiliki kemampuan kompetensi itu, agar dakwahnya mampu memberikan alternatif terhadap masa depan jamaahnya. Penugasan Mubaligh Hijrah selama satu bulan penuh tersebut, diharapkan dapat mampu memberdayakan jamaah, terutama bidang pemberdayaan pertanian.l husni
PCM BANJARMASIN 10 GELAR KLINIK BERSALIN GRATIS BANJARMASIN. Pimpinan Cabang Muhammadiyah 10 lewat hasil kerjasama antara MKKM dan Aisyiyah dan dukungan Stikes Muhammadiyah Banjarmasin, berhasil memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat melalui Klinik Bersalin Muhammadiyah. Ketua PCM 10 HA Nasruddin Bahar, SPd, mengemukakan, rencana yang sudah lama dicanangkan tersebut baru terlaksana pada kepemimpinan PCM Banjarmasin 10 periode 2010-2015. Pelayanan gratis lewat Klinik Bersalin tersebut sangat menguntungkan kedua belah pihak, ibu-ibu yang kurang mampu dapat tertolong dengan program pelayanan gratis. “Program ini sekaligus menjadi media praktik mahasiswa kebidanan dengan bimbingan para seniornya,” paparnya. Pelayanan Klinik Bersalin PCM Banjarmasin 10, memiliki program unggulan lain, seperti penanganan lansia dan pemeriksaan kesehatan gratis. Bahkan para lansia mendapatkan bingkisan yang disediakan oleh Klinik.l saroso sundoro
PELANTIKAN PDM LUWU TIMUR LUWU. Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Drs KH Alwi Uddin, MAg melantik Pimpinan Daerah Muhammadiyah Luwu Timur dalam sebuah acara yang berlangsung di Masjid Haqqul Yakin Malili, belum lama lalu. KH Alwi Uddin dalam sambutannya, mengingatkan, menjadi pimpinan Muhammadiyah harus tampil uswatun hasanah bagi umat juga dituntut menjadi sosok yang mampu menjadi kekuatan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. “Jalinlah kerjasama dengan berbagai pihak untuk gerakan dakwah,” ujarnya. Sementara itu, Asisten Satu Bupati Pemda Luwu Timur, Drs H Andi Makaraka, menyambut baik kehadiran Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang telah berpengalaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah, katanya, akan banyak belajar kepada Muhammadiyah dalam membangun bangsa. PDM Luwu Timur dipimpin oleh Ir Firnandus Ali, MSi.l husni
62
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 96 | 16 RAMADLAN - 1 SYAWAL 1432 H