Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Tinjauan Ekonomi & Keuangan VOLUME
NOMOR 12
EDISI DESEMBER 2015
www.ekon.go.id
S TRATEGI PENGENDALIAN INFLASI NASIONAL
http://www.philosophyofmoney.net/
DAFTAR ISI
Editorial
03
Ekonomi Internasional
04
Liberalisasi Suku Bunga Tiongkok Keuangan
Carry Trade dan Instabilitas Keuangan
06
Koordinasi Kebijakan Ekonomi
PEMBINA:
Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VI
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
PENGARAH:
10
Update Perkembangan Deregulasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Menjelang Implementasi Penuh MEA
KOORDINATOR:
12
Infrastruktur
Bobby Hamzar Rafinus
14
EDITOR:
Membangun Dari Desa
Edi Prio Pambudi
Laporan Utama
Puji Gunawan
Roadmap Pengendalian Inflasi
Ratih Purbasari Kania
21
ANALIS: Puji Gunawan, Thasya Pauline, Benito Rio Avianto, Sri Purwanti, Hesti Wahyudi Surasmono, Susiyanti, Trias Melia, Desi Maola Ayu Saputri
18
Urgensi Penambahan Jumlah TPID
Fiskal dan Regulasi Ekonomi
KONTRIBUTOR: APBN 2016
Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor
Ekonomi Domestik
25
02
08
Tol Laut
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
23
EDITORIAL
The Fed terakhir kali menurunkan suku bunga sebesar 0,25 persen 7 tahun yang lalu. FOMC berpotensi menaikan suku bunga Fed Fund pada bulan Desember 2015. Jika melihat perbaikan perekonomian Amerika dan meningkatnya penyerapan tenaga kerja, maka secara teori hal ini akan berpotensi meningkatkan ekspektasi inflasi yang pada akhirnya bisa dijadikan justifikasi utama kenaikan suku bunga. Walaupun tingkat inflasi saat ini masih di bawah target inflasi yang ditargetkan oleh the Fed, yaitu sebesar 2%, membaiknya kondisi perekonomian dapat mendorong terjadinya inflasi yang lebih tinggi dengan ekspektasi melebihi 2% dalam jangka menengah. TABEL TINGKAT INFLASI DAN TINGKAT PENGANGGURAN AS (BLOOMBERG, 2015) 3%
7% 6%
2%
5% 2%
4%
1%
3% 2%
1%
Sep-15
Jul-15
Aug-15
Jun-15
Apr-15
May-15
Mar-15
Jan-15
Feb-15
Dec-14
Oct-14
Nov-14
Sep-14
Jul-14
Aug-14
Apr-14
Mar-14
5
5
15
-1
No v-
Se p
Ju l- 1
5
15 ay -
M
15 n-
ar -1 M
Ja
-1 4 Ju l- 1 4 Se p14 No v14
4
ay M
ar -1
nJa
-1%
M
14
0%
Jun-14
0%
May-14
1%
Membaiknya perekonomian Amerika di tahun 2015 juga dapat dilihat dari kegiatan ekonomi Amerika yang terus berkembang cukup baik dengan kecepatan yang moderat. Selain itu belanja rumah tangga dan investasi mengalami peningkatan dalam beberapa bulan terakhir, dan sektor perumahan terus mengalami peningkatan. Bagusnya kondisi pasar tenaga kerja AS dan rendahnya suku bunga saat ini mendorong peningkatan permintaan perumahan di AS. Jika tidak diantisipasi dengan kenaikan suku bunga saat ini maka tingkat inflasi ke depan yang terjadi bisa jauh lebih tinggi dari target inflasi. Masih relatif rendahnya inflasi Amerika saat ini dipicu oleh rendahnya harga minyak mentah dunia sehingga membuat harga bahan bakar minyak dan biaya transportasi AS turun. Namun sejak awal tahun 2015, inflasi Amerika kembali menunjukan trend peningkatan setelah mengalami trend penurunan sejak pertengahan tahun 2014. Dari kondisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran mengalami tren penurunan. Pengangguran pada November 2015 sebesar 5% atau lebih rendah 0,8 persen dibandingkan November 2014. Sejak berakhirnya krisis keuangan global, pengangguran Amerika terus mengalami penurunan mencapai 5 persen. Dalam perkembangannya, penurunan tingkat pengangguran ternyata lebih besar dibandingkan dengan perkiraan. Penurunan tingkat pengangguran juga diikuti dengan peningkatan upah memperlihatkan bahwa perekonomian Amerika terus mengalami perbaikan.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
03
EKONOMI INTERNASIONAL
Liberalisasi suku bunga merupakan upaya untuk membuat
pasar
keuangan
lebih
efisien
dan
berorientasi pasar. Dengan adanya liberalisasi tingkat
suku
bunga
menggeser
KEBIJAKAN
paradigma
kebijakan dari sistem yang dikontrol ketat oleh
LIBERALISASI
bank sentral berubah menjadi sistem pasar di mana kebijakan suku bunga ditentukan oleh
SUKU
kekuatan pasar. Bank Sentral Tiongkok atau dikenal juga dengan People's Bank of China (PBOC) telah melakukan
BUNGA
beberapa kebijakan liberalisasi suku bunga dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2013, PBOC melakukan kebijakan liberarlisasi suku bunga berupa penghapusan batas bawah suku bunga pinjaman
(lending
interest
rate
floor).
PBOC
berharap kebijakan ini dapat menekan beban pengeluaran pinjaman
perusahaan
dari
untuk
perbankan.
DI TIONGKOK
mendapatkan
Dengan
adanya
kebijakan ini, bank-bank di Tiongkok memiliki kebebasan untuk memberi pinjaman dengan suku bunga di bawah level yang ditentukan. Walaupun begitu dalam penerapannya hanya sedikit bank yang melakukan hal tersebut. Baru-baru ini di bulan Oktober tahun 2015, PBOC kembali melakukan liberalisasi suku bunga yaitu penghapusan aturan batas atas suku bunga deposito (deposit interest rate ceiling) dengan tujuan
untuk
Penghapusan
mendorong suku
bunga
perekonomian. deposito
akan
mendorong kompetisi antara institusi keuangan. Bank-Bank kecil dapat melakukan peningkatan sumber dana dari dana pihak ketiga (DPK) dengan cara memberikan suku bunga yang lebih tinggi. Hal ini tidak akan diikuti oleh bank besar dikarenakan bank besar sudah memiliki DPK dengan jumlah yang cukup besar dan karena menaikan suku bunga hanya akan menyebabkan naik nya biaya untuk bank tersebut. Dengan kebijakan ini diharapkan industri perbankan di Tiongkok menjadi semakin kompetitif
sehingga
dapat mengatasi masalah monopoli dalam industri perbankan.
04
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
Ilwa Nuzul Rahma
Tidak
semua
negara
melakukan
kebijakan
liberalisasi suku bunga karena dapat menimbulkan efek negatif yaitu terjadinya persaingan suku bunga yang membuat suku bunga menjadi sangat tinggi dan tidak wajar. Tingginya suku bunga ini pada gilirannya akan berdampak pada high cost economy, perlambatan
ekspansi
kredit,
peningkatan risiko kredit, penurunan aktivitas perekonomian, dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Namun
ini
bukan
hal
yang
perlu
dikhawatirkan oleh PBOC karena dilihat dari Chart 1, ketika PBOC meningkatkan batas atas suku bunga
deposito,
bank-bank
di
Tiongkok
meresponnya dengan wajar masih dibawah batas atas yang ditetapkan. Bank-Bank kecil melakukan peningkatan sumber dana dari dana pihak ketiga (DPK). Sedangkan bank besar cenderung menurun jumlah
DPK
dikarenakan
bank
besar
sudah
memiliki DPK dengan jumlah cukup besar seperti terlihat pada Chart 2.
Meskipun bank-bank di Tiongkok telah memiliki kebebasan
dalam menentukan suku bunga
pinjaman dan suku bunga tabungan, sebenarnya masih ada kontrol tidak langsung terhadap suku bunga yaitu masih adanya tingkat suku bunga acuan.
Salah
satu
alasannya
dikarenakan
pemerintah China masih meminjam pada tingkat suku bunga acuan. Pemerintah Tiongkok memiliki komposisi terbesar dalam investasi domestik di Tiongkok yaitu sebesar 90 persen. Jadi secara tidak langsung walaupun dilakukan liberarlisasi suku bunga, pemerintah sebagai investor domestik terbesar punya peran dalam menggerakan suku bunga kearah suku bunga acuan.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
05
KEUANGAN
Foto: www.wsj.com
CARRY TRADE &
Carry trade merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh
investor
untuk
menghasilkan
keuntungan
dari
perdagangan aset keuangan. Strategi carry trade diterapkan dengan cara meminjam uang pada negara dengan tingkat suku bunga yang rendah untuk kemudian diinvestasikan
INSTABILITAS
pada instrumen keuangan di negara lain yang memberikan suku bunga atau imbal hasil yang tinggi. Sehingga keuntungan diperoleh dari perbedaan tingkat suku bunga tersebut.
KEUANGAN Ilwa Nuzul Rahma
06
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
Salah satu negara yang memiliki tingkat suku bunga yang
Resiko
relatif rendah yaitu Jepang dengan suku bunga berkisar
ketidakpastian nilai tukar. Jika nilai tukar negara sumber
1%, sehingga Jepang menjadi salah satu sumber dana
dana terus menguat terhadap rupiah atau dengan kata
bagi investor untuk kemudian diinvestasikan pada
lain nilai tukar rupiah semakin melemah maka investor
instrumen keuangan di negara berkembang termasuk di
carry trade akan lari dari Indonesia karena dapat
Indonesia. Aksi ini memberikan keuntungan yang cukup
menyebabkan kerugian dan akan membuat nilai tukar
besar, investor meminjam dana dari bank di Jepang
rupiah semakin mengalami keterpurukan. Besarnya carry
dengan suku bunga hanya sebesar 1%, kemudian
trade tersebut dapat menimbulkan instabilitas keuangan
dibelikan surat berharga yang ada di Indonesia dengan
karena proses berakhirnya carry trade (exit) bisa terjadi
tingkat suku bunga berkisar 8%. Selain Jepang, suku
secara besar-besaran sehingga dapat mempengaruhi nilai
bunga Amerika Serikat juga relatif rendah dan bisa
tukar rupiah. Selain pengaruh nilai tukar, berakhirnya
menjadi sumber dana bagi investor untuk melakukan
carry trade akan dipicu oleh kenaikan suku bunga oleh
carry trade
negara sumber dana seperti rencana kenaikan suku
besar
dari
carry
trade
adalah
adanya
bunga Fed. Oleh karena itu Otoritas Jasa Keuangan harus
Ada beberapa faktor yang diperhatikan oleh investor
memperhatikan darimana sumber pendanaan berasal,
untuk memperoleh profit maksimum dari carry trade
sehingga dapat mempersiapkan diri untuk proses exit
yaitu (1) Suku bunga rendah pada negara sumber dana;
yang akan terjadi mengingat cukup besarnya investor
(2) Suku bunga tinggi di negara tujuan investasi; (3)
asing yang membeli instrumen keuangan di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang kuat di negara tujuan investasi; dan (4) nilai tukar negara sumber dana melemah. Jika faktor-faktor tersebut berubah menjadi sebaliknya,
maka
carry
trade
dapat
menyebabkan
kerugian pada investor sehingga mendorong adanya
jibor
US prime rates
Sep-15
Aug-15
Jul-15
Jun-15
May-15
Apr-15
Mar-15
Feb-15
Jan-15
Dec-14
Nov-14
Oct-14
Sep-14
Aug-14
Jul-14
Jun-14
May-14
Apr-14
Mar-14
Feb-14
9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0%
Jan-14
instabilitas keuangan.
Japan prime rates Sumber: Bloomberg
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
07
KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI JILID VI:
SUMBER DAYA LOKAL YANG MENARIK Desi Maola Ayu Saputri
Dengan pengakuan masyarakat internasional adanya paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis oleh pemerintah, maka pemerintah kembali merilis paket kebijakan ekonomi jilid VI, dimana paket kebijakan ekonomi tersebut diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai peluang usaha yang semakin baik. Terdapat 3 (tiga) kebijakan deregulasi yang dikeluarkan pada paket kebijakan ekonomi jilid VI, yaitu : 1. Upaya Menggerakan Perekonomian Di Wilayah Pinggiran Melalui Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); 2. Penyediaan Air Untuk Masyarakat Secara Berkelanjutan dan Berkeadilan; 3. Proses Cepat (paperless) Perizinan Impor Bahan Baku Obat. Pengembangan KEK dirasakan belum memenuhi harapan seperti yang dituangkan dalam UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yakni menciptakan kawasankawasan yang menarik sebagai tujuan investasi dan sebagai penggerak perekonomian di wilayah-wilayah yang selama ini belum berkembang. Antara lain akibat belum ditetapkannya insentif dan kemudahan investasi di KEK. Terdapat 8 (delapan) KEK yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah, yaitu Tanjung Lesung (Banten), Sei Mangkei (Sumatera Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Mandalika (NTB), Morotai (Maluku Utara), Tanjung Api-Api (Sumatera Selatan), dan Maloi Batuta Trans Kalimantan/MBTK (Kalimantan Timur). Pemberian insentif yang telah disampaikan oleh pemerintah diharapkan mampu mendorong pengembangan dan pendalaman klaster industri berbasis sumber daya lokal yang dimiliki masing-masing lokasi KEK. Selain itu peraturan pemerintah ini juga akan mendorong keterpaduan upaya menciptakan iklim investasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Karena itu pelaksanaan peraturan pemerintah ini akan efektif apabila Pemda setempat berkomitmen untuk memberikan fasilitas daerah yang diperlukan. Berikut fasilitas dan kemudahan yang akan diberikan di KEK meliputi : 1. Pajak Penghasilan (PPh); 2. PPN dan PPnBM; 3. Kepabeanan; 4. Pemilikan Properti Bagi Orang Asing; 5. Kegiatan Utama Pariwisata; 6. Ketenagakerjaan; 7. Keimigrasian; 8. Pertanahan; dan 9. Perizinan.
08
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No. 85/PUU-XI/2013 memutuskan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Untuk mengisi kekosongan hukum sebagai dampak pembatalan undang-undang tersebut, UndangUndang No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan diberlakukan kembali. Dalam putusan MK tersebut, ada 6 prinsip yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, dan menghilangkan hak rakyat atas air; 2. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air; 3. Kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak asasi manusia; 4. Pengawasan dan pengendalian atas air sifatnya mutlak; 5. Prioritas utama pengusahaan air diberikan kepada BUMN/BUMD sebagai kelanjutan hak menguasai dari negara; 6. Apabila semua pembatasan tersebut sudah dipenuhi dan ternyata masih ada ketersediaan air, Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat. Pemberian izin pengusahaan SDA kepada usaha swasta dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip yang tertuang dalam putusan MK dan sepanjang masih terdapat ketersediaan air. Dengan tetap menghormati putusan MK, peran swasta didalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) diatur dengan menggunakan norma: 1. Investasi Pengembangan SPAM oleh badan usaha swasta mencakup kegiatan di Unit Air Baku, Unit Produksi, dan Unit Distribusi; dan 2. Pengelolaan SPAM oleh badan usaha swasta mencakup kegiatan Unit Air Baku dan Unit Produksi. Dalam peraturan pemerintah ini juga dimungkinkan badan usaha swasta melakukan penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Badan usaha swasta juga bisa bekerjasama dengan BUMN/BUMD dengan prinsip tertentu. Misalnya Surat Izin Pengambilan Air (SIPA) yang dimiliki badan usaha swasta dipegang oleh BUMN/BUMD sebagai bukti kehadiran negara. Kebijakan deregulasi yang terakhir adalah Proses Cepat (Paperless) Perizinan Impor Bahan Baku Obat, dimana Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) selama ini sudah melakukan penyederhanaan dalam proses impor bahan baku obat dan makanan. Proses penyederhanaan perizinan ini sudah masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi JIlid I, meski prosesnya belum sepenuhnya paperless (tanpa kertas). Tapi penyederhaan proses perizinan ini sudah berhasil memperpendek waktu hingga 5,7 jam. Dalam waktu yang cepat, BPOM terus meningkatkan pelayanannya secara online hingga berhasil mencapai target 100% paperless. Yang disebut sistem online di sini adalah proses impor-ekspor melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW). INSW adalah loket elektronik tunggal untuk penyelesaian perizinan impor ekspor serta pengurusan dokumen kepabeanan dan kepelabuhanan, yang merupakan wujud reformasi birokrasi dengan sistim pelayanan publik yang cerdas. INSW memberikan efisiensi pelayanan sekaligus efektivitas pengawasan, karena semua kegiatan dan informasi terdata secara akurat, transparan, terpan
in i m
h
p
n murah jika dihitung per unit cost-
nya.
Sumber : ekon.go.id, 2015, Kemenkeu, 2015
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
09
PERKEMBANGAN DEREGULASI BIDANG PEREKONOMIAN
TAHUN 2015
KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI
Ratih Purbasari Kania
Menjelang
akhir
tahun
2015,
telah
banyak
deregulasi yang selesai prosesnya sejak paket kebijakan ekonomi digulirkan pertama kali pada tanggal 9 September 2015. Kebijakan deregulasi tidak berarti menghilangkan peraturan, serta tidak juga menghilangkan peran dari birokrasi dalam kegiatan pembangunan dan aktivitas masyarakat. Regulasi dan birokrasi diperlukan dalam rangka mengamankan
kepentingan
nasional
dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam era globalisasi. Banyaknya
peraturan-peraturan
yang
telah
dikeluarkan oleh berbagai Kementerian /Lembaga sehingga terjadi overlapping serta terdapat pula yang
menghambat kelancaran proses aktivitas
bisnis dimasyarakat merupakan salah satu alasan dibuatnya deregulasi saat ini. Sementara itu, Paket kebijakan ekonomi saat ini juga diperlukan untuk mempersiapkan
Indonesia
dalam
kompetisi
menghadapi perdagangan bebas baik tingkat global maupun
regional,
salah
satunya
maupun regional, salah satunya adalah menghadapi masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah didepan mata. Perkembangan dan tindak lanjut deregulasi Paket I s.d VI sampai awal Desember senantiasa dikoordinasikan dengan Kementerian dan Lembaga yang terkait. Untuk deregulasi Tahap I, sudah selesai dan sudah ditandatangani sebanyak 78 Regulasi sedangkan 34 lainnya belum ditandatangani, sehingga total yang sudah selesai sebanyak 112 regulasi. Sementara itu sebanyak 12 peraturan masih dalam proses pembahasan , adapun 10 peraturan dikeluarkan. Sebanyak 29 peraturan dari Kementerian KUKM telah selesai dan sudah ditandatangani dari sebanyak 29 regulasi yang direncanakan. Sementara itu, progres deregulasi tahap II, dari sebanyak 15 regulasi, semuanya sudah selesai dilaksanakan yang melibatkan BKPM yakni dalam layanan cepat investasi 3(tiga) jam. Sedangkan untuk 7(tujuh) regulasi terkait penyederhanaan izin sektor kehutanan difasilitasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
adalah
menghadapi masyarakat Ekonomi ASEAN yang
10
sudah didepan mata.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
Deregulasi tahap ketiga, berfokus pada menekan biaya melalui kemudahan usaha jasa keuangan, pembiayaan ekspor, dan pengurangan beban biaya. Kebijakan yang mendukung hal tersebut diantaranya adalah paket kebijakan OJK, penurunan harga BBM, listrik dan gas, serta penyederhanaan ijin pertanahan. Sampai saat ini, Dari 8 regulasi yang dibahas, baru satu regulasi yang telah selesai yakni terkait penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal, sedangkan tujuh regulasi lainnya masih dalam tahap pembahasan. Deregulasi tahap keempat, dalam kebijakan penetapan UMP mempunyai tujuan utama membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk meningkatkan kesejahteaan buruh. Melalui kebijakan ini, upah buruh diharapkan naik setiap tahun dengan besaran yang terukur, hal ini juga memberikan kepastian kepada pengusaha. Untuk kebijakan terkait KUR, bunga KUR akan diturunkan dari 22% menjadi 12%. Selain itu, penerima KUR akan diperluas. Hingga saat ini, dari 10 regulasi tinggal dua regulasi lagi yang masih dalam proses pembahasan yakni yang terkait pengupahan. Deregulasi tahap kelima, hingga saat ini dari tiga regulasi, satu regulasi telah selesai terkait revaluasi asset, dan dua lainnya masih dalam proses pembahasan, yakni terkait perbankan syariah. Pada paket kebijakan ekonomi tahap V, kebijakan ini memberikan insentif keringanan pajak, revaluasi aset yang akan meningkatkan kapasitas dan kinerja keuangan yang akan meningkat secara signifikan. Diharapkan pada tahun-tahun berikutnya akan memberikan profit yang lebih besar. Deregulasi tahap ke enam, semuanya telah selesai dilakukan
yang
melibatkan
Kementerian
Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian PUPR
dan
BPOM.
Kebijakan
deregulasi
menjadi daya tarik bagi penanam modal. Selain itu deregulasi ini juga dapat memberikan penghasilan para
pekerja
diwilayah
Sedangkan dua Rancangan Inpres yang siap diundangkan adalah Rancangan Inpres tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri (Inland Free Trade Arrangement), dan Rancangan Inpres tentang Deregulasi untuk meningkatkan Daya Saing Industri, Kemandirian Industri, dan Kepastian Usaha. Rancangan Inpres tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri (Inland Free Trade Arrangement), sangat penting khususnya menghadapi hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah didepan mata.
ini
diharapkan dapat memberikan kepastian serta
bagi
Sementara itu, dalam siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada awal bulan Desember 2015 disebutkan bahwa 11 RPP dan 2 rancangan Inpres Paket Deregulasi siap diundangkan akhir tahun ini. Ke 11 Rancangan Peraturan Pemerintah yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi I-VI itu adalah RPP tentang kawasan industri RPP tentang pembiayaan holtikultura, RPP tentang usaha wisata agro holtikultura, RPP tentang Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, RPP tentang Fasilias dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, RPP tentang Perubahan Atas PP No.131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deosito dan Tabungan serta Diskonto sertifikat Bank Indonesia, RPP tentang Tata cara perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, RPP tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, RPP tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, RPP tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.
(Sumber: Sosialisasi Paket Kebijakan Ekonomi, Kemeneterian Koordinator Bidang Perekonomian RI)
masing-masing.
Pemberian berbagai insentif ini diharapkan mampu mendorong
pengembangan
dan
pendalaman
klaster industri berbasis sumber daya lokal yang dimiliki masing-masing lokasi Kawasan Ekonomi Khusus(KEK).
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
11
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
MENJELANG IMPLEMENTASI PENUH MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN TANTANGAN INDONESIA UNTUK MENJADI PEMENANGNYA
Benito Rio Avianto
Tanggal 31 Desember 2015 adalah saat Deklarasi Masyarakat Ekonomi ASEAN dan pada tanggal 1 Januari 2016 merupakan tonggak implementasi penuh Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah kesepakatan para Pemimpin ASEAN yang dideklarasikan pada saat KTT ke-9, Oktober 2003, di Bali, Indonesia, deklarasi itu dikenal dengan Bali Concord II. Bali Concord II merupakan dasar pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang terdiri atas Pasar Tunggal dan Basis produksi, Kawasan Berdaya-saing Tinggi, Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Merata, dan Integrasi dengan Perekonomian Dunia Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN adalah main stream dan dominator ASEAN, tanpa Indonesia ASEAN menjadi tidak berarti. Postur Indonesia di ASEAN adalah negara terbesar dari sisi Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Perekonomian dan Panjang garis Pantai. Dari sisi luas wilayah, Wilayah Indonesia mendominasi 42% wilayah ASEAN, 2600 x lebih besar dari Singapura, 6x lebih besar dari Malaysia dan 4x lebih luas dari Thailand. Dari sisi jumlah penduduk, Indonesia mendominasi 40% jumlah penduduk ASEAN, 46x lebih banyak dari Singapura, 8x lebih banyak dari Malaysia dan 4x lebih banyak dibandingkan Thailand. Dari sisi GDP, Indonesia mendominasi 36% GDP ASEAN, 3x lebih besar di bandingkan Singapura dan Malaysia, dan 2x lebih besar dibandingkan Thailand. Dari sisi panjang garis pantai, dengan memiliki 2 garis pantai 81.497 Km , Indonesia bukan hanya menjadi negara yang memiliki garis pantai terpanjang di ASEAN, tetapi juga di dunia, yang menguasai 14% dari garis pantai dunia
12
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
Posisi Indonesia di ASEAN, the biggest and the Largest
Luas Wilayah ASEAN, 58%
Fakta Postur Indonesia terbesar di ASEAN (data 2014): 42% Wilayah ASEAN 40% Jumlah Penduduk ASEAN 37% GDP ASEAN; Pemilik garis pantai terpanjang ASEAN
Indonesia hendaklah menjadikan ASEAN sebagai prioritas utama memposisikan dirinya menjadi pemain global sekaligus untuk meningkatkan daya saingnya sebagai bagian dari perekonomian dunia. Indonesia tidak perlu takut menghadapi pasar bebas ASEAN, karena Indonesia memiliki begitu banyak potensi barang dan jasa yang siap menyerbu pasar ASEAN. Ada 376 juta penduduk ASEAN yang dapat menjadi sasaran produk Indonesia. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, maka kebutuhan sektor jasa di ASEAN dapat menjadi pasar yang sangat besar bagi para sarjana/tenaga profesional Indonesia untuk go internasional. Beberapa Universitas di Indonesia yang masuk dalam katagori universitas berkelas dunia seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI) dan Insititut Teknologi Bandung (ITB) memiliki jumlah mahasiswa sebanyak 163.946 (data tahun 2013), merupakan tenaga profesional potensial yang siap memasuki pasar ASEAN, disamping tentu saja para sarjana universitas lainnya. Hal ini tentu saja menjadi penyemangat bagi kita untuk memasuki implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Berdasarkan hasil sosialisasi MEA ke beberapa daerah, kita dapat menangkap bahwa sesungguhnya daerahpun sangat bergairah untuk menjadi bagian dari MEA tersebut. Daerah juga ingin wilayah dan potensinya ikut mengglobal dengan semakin dikenal, produknya dapat diekspor serta makin banyaknya wisatawan asing yang datang. Dari data dan informasi di atas, Indonesia seyogyanya menjadi dominator di ASEAN. Indonesia harus menjadi pemain utama atas integrasi ekonomi ASEAN yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kesepakatan-kesepakatan dalam MEA 2015, hendaklah disikapi dengan positif dan menjadikannya sebagai suatu peluang dan tantangan bagi perekonomian Indonesia. Peluang untuk mencari akses pasar yang lebih besar bagi produk Indonesia sekaligus tantangan untuk memperbaiki performance perekonomian Indonesia mempunyai standard kualitas ASEAN. Jadi mari kita masuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dengan rasa optimisme dan kegembiraan. Optimis untuk menjadi pemain utama di ASEAN, optimis dengan melihat ASEAN sebagai ujian menuju pemain global dalam skala lebih luas. Perlu kita ketahui, tujuan pembentukan MEA 2015 adalah untuk menciptakan kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif, dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan di kawasan. Jadi harus kita pahami bahwa tujuan pembentukan MEA bukan untuk menyengsarakan para anggotanya. Kita (Indonesia) adalah bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN dan sebagai bagian dari MEA, kita siap untuk berkompetisi maupun bekerjasama dengan Negara Anggota ASEAN lainnya. Karena ASEAN memiliki spirit one vision, one identity, one community, yang tentunya menjadi spirit kita juga.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
13
INFRASTRUKTUR
Membangun dari Desa Susiyanti
Kehadiran dana desa diharapkan menjadi penggerak perekonomian desa. Salah satunya melalui pembangunan infrastruktur desa seperti jalan desa, saluran irigrasi, dan lain sebagainya. Singkatnya, inilah momentum bagi desa untuk membangun dan mensejahterakan desanya. Kini setelah hampir setahun dana desa bergurlir, seperti apakah wajah-wajah desa-desa di Indonesia ? Tak bisa dipungkiri, infrastruktur menjadi salah satu katalisator dalam pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, pengembangan infrastruktur terutama di daerah pedesaan
justru menjadi persoalan klasik yang
berkontribusi pada disparitas pertumbuhan ekonomi antara desa dan kota menjadi sangat besar. Padahal pengembangan perekonomian desa merupakan pondasi kuat bagi perkembangan atau pertumbuhan perekonomian nasional serta menjadi salah satu solusi persoalan urbanisasi. Pemerintah melalui Peraturan Menteri nomor 5 Tahun 2015 secara jelas telah mengatur prioritas penggunaan dana desa yang ditransfer langsung dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke kas desa melalui rekening Kas umum Daerah (RKUD). Pembangunan infrastruktur desa menjadi salah satu prioritas selain pemberdayaan masyarakat dan juga pembiayaan pemerintahaan desa. Di banyak kesempatan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar juga menekankan para kepala desa memprioritaskan pembangunan infrastruktur dalam pengelolaan dana desa yang ditransfer secara bertahap tersebut. Terutama menyangkut pada inftrastruktur padat karya sehingga mampu menampung banyak tenaga kerja serta infrastruktur lain yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi desa.
Adapun infrastruktur yang dimaksudkan antara lain pembangunan jalan desa, jalan pemukiman maupun pembangunan sarana kesehatan seperti penyediaan air bersih, sarana pendidikan ataupun sarana ekonomi seperti membangun lumbung padi ataupun pembukaan lahan pertanian dan pengembangan usaha ternak dan lain sebagainya
14
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
Salah satunya seperti yang dilakukan desa-desa di kecamatan Cangkringan, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sejumlah desa di wilayah tersebut dinilai berhasil dalam mengelola dana desa untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Kemampuan sumber daya manusia sebagai kota pelajar dan partsisipaai masyarakat yang aktif membuat program-program yang dirancang bisa terlaksana sesuai sasaran yang diinginkan. Desa Wukirsari salah satunya. Desa Wukirsari berhasil mengelola dana desa untuk berbagai kegiatan produktif. Mulai dari membangun jalan tembus antar desa, membangun irigasi serta memperkuat Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) serta pemberdayaan masyarakat di bidang peternakan. Pengelolaan dana desa yang dilakukan oleh Desa Wukirsari ini justru mendapatkan apresiasi dari Mentri Marwan Jafar saat melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta Oktober lalu. "Budaya gotong royong sangat kuat sehingga penyerapan dana desa lebih mudah dan warga juga sangat antusias dengan program-p og m y ng
ij l nk n ” k
k p l
W ki
i sebagaimana dikutip dari portal berita
lokal (www.jogjadaily.com) Tahun ini, kabupaten Sleman memperoleh anggaran sebesar 28 milyar untuk program dana desa. Dana desa tersebut diperuntukan untuk 86 desa. Rata-rata setiap desa mendapatkan jatah sekitar 300 juta. Pemerintah sendiri berencana untuk menaikkan besaran alokasi dana desa kabupaten Sleman menjadi 63,1 milyar atau meningkat 225 persen pada tahun 2016 mendatang. (republika.com) Desa lain yang dinilai berhasil dalam mengelola dana desa adalah Nagari Pakandangan di kabupaten Padang Parimanan, Sumatra Barat. Alokasi dana desa di Kabupaten Padang Pariaman tahun ini mencapai 46 milyar, dimana 18 milyar berasal dari pusat dan sisanya merupakan dana pendampingan dari APBD. Desa atau Nagari Pakandangan mengelola dana desa sebayak 756 juta rupiah. Dana tersebut digunakan untuk membiayai sejumlah program-program desa termasuk pembangunan akses jalan desa ke sawahsawah penduduk. Setidaknya ada 80 hektar sawah di desa tersebut dan rata-rata menghasilkan tujuh ton padi kering. Pembangunan akses jalan desa ke sawah-sawah dan perkembunan ini diharapkan mampu memobilisasi produk-produk hasil pertanian warga. Baik desa Wukirsari maupun Nagari Pakandangan, tidak hanya dinilai berhasil dalam mengalokasikan dana desa untuk pembangunan infrastruktur desa. Desa-desa ini juga dinilai baik dalam pola pertanggung jawaban atau pelaporan alokasi dana desa. Mekanisme pertanggung jawabannya dalam penggunaan dana desa sendiri telah diatur sedemikian rupa dimana Tata cara pelaporan penggunaan dana diatur sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah dan keuangan desa. Khusus pelaporan Dana Desa untuk semester I dilakukan paling lambat minggu keempat bulan Juli, Sedangkan untuk semester II paling lambat minggu keempat bulan Januari tahun berikutnya. Adapun Kepala daerah menyampaikan laporan konsolidasi penyaluran Dana Desa dengan tembusan ke kementerian paling lambat minggu keempat bulan Maret tahun anggaran berikutnya. Keterlambatan penyampaian laporan akan mengakibatkan penundaan penyaluran Dana Desa ke RKUD
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
15
Menilik Dampak Program pemerintah berbasis desa memang bukan kali pertama ini dilakukan. Sebelumnya pemerintah telah menggulirkan program pengembangan kecamatan (PPK) ataupun program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri (PNPM mandiri). Secara umum, roh dari program tersebut adalah pelibatan aktif masyarakat dalam merancang persoalan kebutuhan desa dan menyelesaikan persoalan mereka sendiri. Dalam hal ekonomi sejatinya desa memiliki posisi strategis sebagai penyanggah ekonomi nasional. Hal tersebut setidaknya dibuktikan dari ketahanan desa dalam menghadapi tekanan krisis ekonomi. Misalnya saat kisis ekonomi 97-98, dimana ekonomi makro mengalami perlambatan, namun ekonomi desa yang digerakan masyarakat justru tetap berdiri. Meskipun porsi alokasi penggunaan dana desa dibatasi oleh peraturan perundang-perundangan, namun desa dan warganya diberikan kewenangan dalam mengelola dan membelanjakan dana desa untuk mengatasi persoalan desa selama ini. Sehingga keberadaan dana desa yang mengalir secara langsung dinyakini mampu menimbulkan geliat perekonomian di desa-desa. Menteri
Marwan
menyatakan
optimis
dana
desa
berperan
strategis
dalam
pemulihan kondisi perekonominan nasional. Dana desa yang sudah diterima desa langsung digunakan untuk membangun berbagai infrastruktur desa seperti jalan desa, irigasi, jalan usaha tani, sanitasi, embung, dan lainnya, hal ini besar sekali dampaknya terhadap pemulihan ekonomi desa yang tadinya ikut terkena imbas melambatnya perekonomian nasional. Pembangunan proyek-proyek infrastruktur desa langsung bisa dirasakan oleh masyarakat. Berbagai aktifitas perekonomian di desapun muncul dan berkembang seperti usaha kuliner, jasa transportasi, usaha material dan lain sebagainya. Pada akhirnya, perekonomian desapun langsung pulih dan bergerak cepat. Tahun 2015 sendiri secara keseluruhan alokasi dana desa mencapai 20.7 triliun rupiah yang disebar untuk 74.093 desa di seluruh Indonesia. Penyalurannya dilakukan secara bertahap. Yakni tahap pertama 40 persen pada minggu ke 2 April, tahap ke dua, sebayak 40 persen yang diberikan pada minggu ke dua Agustus dan terakhir, sebayak 20 persen, ditransfer pada mingu ke 2 di bulan Oktober lalu. Diharapkan hingga tutup tahun, penyerapan dana desa bisa mencapai 100 persen. Meski diyakini akan berhasil mengembalikan perekonomian nasional, namun Apung Widadi dari forum transparansi Indonesia Untuk Anggaran (FITRA) mencatat adanya potensi-potensi kecurangan yang harus diwaspadai dan menjadi bahan kajian untuk penyaluran, pengelolaan dana desa di tahun mendatang. Yakni mulai penggunaan dana desa yang tidak sesuai peruntukan, aset desa yang tidak terinvetarisir dengan baik serta peyalahgunaan wewenang hingga minimnya pola pengawasan dari masyarakat dan pendamping.
16
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
LAPORAN UTAMA ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI URGENSI PENAMBAHAN JUMLAH TIM PENGENDALI INFLASI DAERAH (TPID)
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
LAPORAN UTAMA
ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI Susiyanti
Inflasi adalah fenomena ekonomi yang menjadi pembahasan krusial karena mempunyai dampak yang amat luas dalam perekonomian makro. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan memburuknya distribusi pendapatan, menambah angka kemiskinan, mengurangi tabungan domestik, menyebabkan defisit neraca perdagangan, menggelembungkan besaran utang luar negeri serta menimbulkan ketidakstabilan politik. Secara umum disagregasi inflasi mengalami trend menurun namun masih tinggi, rata-rata historis nasional (20102012) inflasi IHK sebesar 4,9%, inflasi inti sebesar 4,3%, Volatile food sebesar 8,6%, dan administered prices sebesar 3,6%. Sementara secara spasial tanpa shock BBM inflasi masih tinggi terutama wilayah-wilayah di luar Jawa. Pemerintah telah menetapkan target inflasi yang cukup rendah dan menurun (challenging), yaitu pada kisaran 4%±1% untuk tahun 2016 dan 2017 dan ke level 3,5± 1% tahun 2018. Untuk mencapai target inflasi rendah tersebut maka perlu extra effort dari semua pihak.
18
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
Pencapaian sasaran inflasi ini penting untuk kredibilitas kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah. Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kewenangan dan pengendalian inflasi nasional berada di beberapa instansi baik pusat maupun daerah, maka diperlukan suatu acuan berupa roadmap dalam upaya pencapaian sasaran inflasi nasional. Roadmap pengendalian inflasi nasional diperlukan sebagai guideline dalam program pengendalian inflasi secara terstruktur dan terintegrasi baik antara pusat dan daerah. Hal ini mengingat, daerah juga mengambil peran penting dalam pengendalin inflasi secara nasional. Terlebih target inflasi
yang ditetapkan
pemerintah cukup rendah
dengan waktu pencapaian yang cukup singkat. Meredam gejolak Seperti halnya negara berkembang lainnya, inflasi di Indonesia tak semata fenomena moneter, inflasi di Indonesia juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hingga saat ini, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan struktural di antaranya terbatasnya peningkatan kapasitas perekonomian domestik, ketergantungan yang tinggi pada ekspor berbasis sumber daya alam dan bahan baku impor, produksi pangan yang rentan terhadap gangguan pasokan (Cuaca, El nino, musim dan lain sebagainya). Belum lagi persoalan terkait inefisiensi struktur mikro pasar dan pemenuhan kebutuhan energi nasional yang tergantung dari impor BBM dan LPG, masih lemahnya koneksitas antar daerah dan stabilitas nilai tukar rupiah. Sebagai contoh adalah penyediaan beras mapun produk holtikultura (Cabai dan bawang merah). Selama ini kedua komoditas tersebut merupakan faktor pemicu inflasi yang terjadi di banyak daerah dan juga dalam skala nasional. Namun, komoditas tersebut juga menghadapi banyak rentanan gejolak harga akibat el nino serta biaya transportasi yang tinggi karena faktor infrastruktur . Secara umum, gelojak inflasi di Indonesia dipicu oleh tekanan dari tiga kelompok komoditas dengan berbagai persoalan yang meliputinya. Yakni kelompok bahan makanan (volatile food), komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah (administered priced) seperti BBM, tarif listrik dan elpiji serta inflasi inti yakni komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, antara lain interaksi permintaan-penawaran. Ketiga komponen tersebut di atas memiliki karakter persoalan masing-masing yang sangat khas. Misalnya saja permasalahan pada komoditas volatile food, dimana komponen ini menhadapi persoalan terkait dengan produktifitas yang rendah, rantai distribusi yang panjang, struktur pasar yang terkonsentarsi pada sejumlah pelaku, asimetri informasi, akurasi data produksi hingga persoalan konsumsi dan stok. Sementara pada administered prices, persoalan yang dihadapi lebih pada ketergantungan pada impor, ketergantungan tranportasi darat pada BBM, usaha angkutan darat yang belum tertata dengan baik, terbatasnya transportasi publik yang disubsidi pemerintah. Sementara inflasi inti, pemerintah menghadapi persoalan pertumbuhan ekonomi yang melambat, terjadinya deindustrialisasi di berbagai sektor dan juga konversi lahan pertanian menjadi lahan komersil, terkanan depresiasi rupiah yang cukup besar, struktur ekpor yang berbasis sumber daya alam dan impor content tinggi dan lain sebagainya.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
19
Jangka pendek vs jangka menengah Pengendalian inflasi nasional akan diarahkan pada tiga faktor yang selama ini menjadi tekanan pada gejolak inflasi di Indonesia yakni berupa roadmap pengendalian inflasi volatile food, inflasi inti dan administered prices. Roadmap pengendalian inflasi nasional mengagendakan sejumlah
program termasuk kebijakan-kebijakan strategis baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka menengah untuk bisa mencapai target inflasi yang telah ditetapkan dalam periode 2016, 2017 dan 2018. Termasuk pelibatan daerah dalam pengendalian inflasi secara nasional. Dalam jangka pendek, secara umum Tim Pengendalian Inflasi Nasional akan memastikan kelanjutan reformasi subsidi energi untuk LPG 3 kg,TTL golongan 450 dan 900 volt, memperkuat kesepahaman tentang roadmap dengan kementrian maupun lembaga dan pemerintah daerah serta komitmen stakeholders sehinga roadmap masuk dalam pembahasan RAPBN, RAPBD dan memperkuat koordinasi antar lembaga terkait untuk mewujudkan target inflasi. Sebagai contoh langkah nyata misalnya dalam pengendalian gejolak harga beras pada kelompok inflasi volatile food jangka pendek. Yakni dengan operasi pasar, penyelengaraan pasar murah/penyeimbang dan lain sebagainya. Pemerintah juga memastikan berbagai progam infrastruktur selesai sesuai dengan tenggat waktu serta mendorong kebijakan yang lebih ekpansif melalui penyederhaan perizinan dan memberikan insentif untuk mendorong investasi khususnya terkait dengan infrastruktur sebagai roadmap jangka pendek terkait dengan pengendalian inflasi inti. Dalam jangka menengah, langkah strategis yang akan dilakukan secara umum adalah dengan mengendalikan inflasi inti dengan membangun kredibilitas moneter dengan peningkatan efektivitas pengendalian permintaan agregat dan strategi komunikasi efektif, memastikan program infrastruktur berjalan sesuai jadwal agar peningkatan kapasitas perekonomian domestik dapat mengimbangi peningkatan permintaan, mendorong kelancaran distribusi dan konektivitas antar daerah serta meningkatkan efisiensi perekonomian. Sementara menurunkan inflasi volatile food secara bertahap pada level 2-3% di 2018 dilakukan dengan mendorong produksi agar tersedia setiap saat dan diseluruh daerah dengan melibatkan peran aktif pemerintah daerah misalnya melalui perbaikan infrastruktur ataupun teknologi pertanian, mengefisiensikan struktur pasar dan distribusi termasuk rencana program penyaluran beras untuk rakyat miskin dengan melibatkan kementrian atau lembaga terkait serta meningkatkan akurasi data dan informasi pangan. Sedangkan terkait dengan pengendalian inflasi administered prices akan dilakukan dengan mendorong implementasi program diversifikasi energi dan secara bertahap mengurangi impor minyak mentah BBM dan LPG serta memastikan berlanjutnya program reformasi subsidi energi yang dilakukan secara terencana. Roadmap pengendalian inflasi ini difokuskan untuk menjawab berbagai tantangan dalam pengendalian inflasi. Di dalam roadmap pengendalian inflasi ini juga telah mencakup langkah-langkah spesifik terkait koordinasi dalam pengendalian inflasi oleh pihak-pihak yang terlibat. Roadmap juga telah disusun berdasarkan kewilayahan (pulau) sesuai karakteristik masing-masing dan mencakup langkah-langkah identifikasi, rekomendasi (jangka pendek dan menengah) serta dukungan dari Bank Indonesia, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sebagai agenda tindak lanjut, TPI dan pokjanas TPID mengagendakan penyusunan konsep pedoman standar terkait pelaksanaan operasi pasar dimana pembiayaanya bersumber dari APBD dan APBN, menyusun roadmap revitaliasi peran bulog sehingga lebih optimal serta melengkapi konsep padoman pengembangan pasar komoditas pangan di berbagai daerah.
20
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
LAPORAN UTAMA
URGENSI PENAMBAHAN JUMLAH TPID Bronson Marpaung
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi berdasarkan pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat (Bank Indonesia). Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
21
Inisiatif pembentukan TPID dimulai sejak 2008 dengan dukungan dari berbagai kalangan, khususnya di daerah. Keberadaan TPID menekankan pentingnya kerangka kerjasama yang lebih bersinergi antar daerah sejalan dengan implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Besarnya komitmen daerah untuk turut berpartisipasi menjaga stabilitas harga tertuang dalam Agenda Jakarta 2011 yang merupakan hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) II TPID yang diselenggarakan pada 16 April 2011. Pada Rakornas II TPID juga disepakati pembentukan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang beranggotakan Bank Indonesia (BI), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pokjanas TPID berperan dalam mengkoordinasikan sekaligus mengarahkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh TPID dalam menjaga stabilitas harga di daerah. Selain itu, Pokjanas TPID dibangun sebagai sarana untuk memperkuat sinergi pusat-daerah dalam mengatasi berbagai persoalan di daerah yang memerlukan kebijakan pemerintah pusat. Inflasi di sebagian besar daerah berada pada level yang cukup rendah. Upaya TPID dalam menjaga stabilitas harga di daerah antara lain untuk mendorong peningkatan produksi; pertanian; intervensi pasar berbasis
komoditi daerah;
pemberian subsidi biaya angkutan distribusi; penindakan praktek penimbunan dan mengoptimalkan komunikasi dengan masyarakat. Peran TPID untuk menjaga stabilitas di perlukan penguatan koordinasi dan kerja sama. Penguatan TPID melibatkan aparat penegak hukum dalam melakukan pengawasan di lapangan, menjaga kerja sama perdagangan antar daerah dan memperkuat koordinasi antar TPID sewilayah. Capaian yang telah dilakukan oleh TPID untuk melakukan penguatan diantara lain dengan mendorong pembentukan TPID di daerah, saat ini telah terbenttuk 442 TPID per Desember 2015 dan memperkuat sekretariat TPID. Ada beberapa tantangan yang harus di perhatikan dalam stabilisasi harga diantaranya perlu adanya penjabaran roadmap pengendalian inflasi agar dapat diimplementasikan dan
intergrasi
dengan
RKP
dan
RKPD.
TPID
telah
mengintegrasikan data harga konsumen daerah di tingkat pasar, dan sedang dalam penyiapan feature SMS dan mobile application.
Pada
Rakornas
VI
TPID
2015
Presiden
memberikan arahan agar setiap daerah wajib membentuk TPID.
November 2015, terungkap beberapa tantangan dalam pembentukan TPID. Pertama, masih perlunya sosialisasi serta capacity building mengenai pentingnya pembentukan TPID kepada kepala daerah. Hal ini penting agar terdapat pemahaman mengenai pentingnya koordinasi pengendalian inflasi melalui forum TPID di daerah. Kedua,walaupun sudah ada inisiatif untuk membentuk TPID, namun beberapa daerah masih belum memahami mekanisme kerja TPID dalam menjaga stabilitas harga. Terkait hal ini, Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID telah memiliki buku petunjuk TPID
yang
jumlah
TPID
yang
telah
terbentuk
cukup
signifikan, masih terdapat daerah-daerah yang belum membentuk TPID. Dalam Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah yang
dilaksanakan
di
wilayah
Sumatera,
Jawa,
dapat
daerah
sebagai
acuan
itu, Pemerintah Daerah juga dapat melakukan studi banding ke
daerah-daerah
yang
sudah
memiliki
koordinasi
pengendalian inflasi yang baik melalui forum TPID. Tantangan pengendalian inflasi masih cukup berat pada masa mendatang. Dalam kaitan ini, tersedianya pedoman pelaksanaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi sangat penting. Pedoman ini antara lain akan memberikan gambaran tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pembentukan TPID; tugas, fungsi, dan mekanisme kerja TPID; dan koordinasi antara TPI dan TPID atau antar TPID. Dengan demikian, TPID diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuannya dalam membantu pencapaian sasaran inflasi nasional. Dalam rangka mengakomodasi kebutuhan tersebut, maka pada tanggal 2 April 2013, Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 027/1696/SJ tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa Di Daerah sebagai pedoman bagi daerah dalam pelaksanaan koordinasi TPID dalam menjaga stabilitas harga, serta untuk penyeragaman struktur organisasi/kelembagaan TPID. Kebijakan yang lebih tepat untuk ditempuh adalah melalui kebijakan di sektor riil yang berada dalam kewenangan pemerintahan daerah, sehingga diperlukan koordinasi dan kerjasama yang erat antara Satuan SKPD atau lembaga terkait
lainnya
(termasuk
Bank
Indonesia
di
daerah
setempat). Hal ini mengingat permasalahan inflasi yang terjadi umumnya bersifat multi sektor dan lintas lembaga, misalnya terkait dengan Perhubungan),
aspek perhubungan/distribusi
perdagangan/tata
niaga
(Dinas
Perdagangan), produksi/pasokan barang-barang manufaktur (Dinas Perindustrian) dan pertanian (Dinas Pertanian dan Badan
Ketahanan
Pangan)
serta
praktek
spekulasi
penimbunan komoditas strategis (aparat penegak hukum).
Kalimantan
22
digunakan
mekanisme koordinasi pengendalian inflasi di daerah. Selain
(Dinas
Walaupun
TPID
Kalimantan, dan Kawasan Timur Indonesia pada bulan
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
FISKAL & REGULASI EKONOMI
HARAPAN APBN 2016 YANG LEBIH PRODUKTIF Desi Maola Ayu Saputri
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2016 disusun berdasarkan pokok-pokok kebijakan fiskal. Oleh karena itu diperlukan upaya strategis yang ditempuh antara lain : 1. Memperkuat stimulus yang diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan penguatan daya saing; 2. Meningkatkan ketahanan fiskal dan menjaga terlaksananya program-program prioritas di tengah tantangan perekonomian global; dan 3. Mengendalikan risiko dan menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka menengah dan panjang. Berdasarkan World Economic Outlook Juli 2015 yang dikelurakan oleh IMF, perekonomian global tahun 2015 diperkirakan tumbuh 3,3 persen, sedikit lebih rendah dari tahun 2014. Pertumbuhan tersebut lebih ditopang oleh perbaikan kinerja perekonomian negara maju, sedangkan perekonomian negara berkembang masih mengalami perlambatan. Perbaikan kinerja negara maju tersebut, antara lain, ditopang oleh kebijakan dalam memicu konsumsi dan investasi yang menopang pertumbuhan di Jepang. Perlambatan ekonomi di negara berkembang sebagai dampak dari lebih rendahnya harga komoditas dan kondisi keuangan eksternal yang mengalami pengetatan. Di tahun 2016, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan menguat menjadi 3,8 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang diharapkan meningkat menjadi 4,7 persen. Peningkatan ini bergantung dari perbaikan kondisi ekonomi di sejumlah negara yang tengah mengalami krisis. Kinerja perekonomian dunia tersebut diperkirakan masih akan mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang di tahun 2016, termasuk Indonesia. Indikator Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN 2016 : Indikator Asumsi Dasar RAPBN Pertumbuhan ekonomi (yoy)
5,5
Inflasi (%, yoy)
4,7
Rupiah (Rp/US$)
13.400
Tingkat Bunga SPN 3 bulan (%)
5,5
Harga minyak mentah Indonesia ( US$/barel)
60
Lifting minyak (barel/hari)
830
Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari)
1.155
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
23
Postur RAPBN tahun 2016 disusun dengan menggunakan kaidah ekonomi publik yang terdiri atas pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran. Dalam struktur APBN yang berlaku saat ini, belanja pemerintah pusat menurut klasifikasi fungsi dikelompokkan menjadi 11 fungsi. Dalam RAPBN 2016 tahun 2016, belanja pemerintah pusat masih didominasi oleh pelayanan umum. Ringkasan Postur APBN 2016 (dalam triliun) Uraian Pendapatan Negara - Penerimaan Perpajakan - Penerimaan Negara Bukan Pajak - Penerimaan Hibah Belanja negara - Belanja Pemerintah Pusat - Transfer ke Daerah dan Dana Desa Keseimbangan Primer Surplus/Defisit - % defisit terhadap PDB Pembiayaan Neto
RAPBN 1.848,1 1.565,1 280,3 2,0 2.121,3 1.339,1 782,2 (89,8) (273,2) 2,1% 273,2
Sumber : kemenkeu, 2015
Alokasi anggaran untuk transfer ke daerah dan dana desa lebih besar dari K/L sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam kerangka desentralisasi fiskal. Penyumbang presentase kenaikan terbesar dalam transfer ke daerah dan dana desa adalah alokasi anggaran untuk transfer khusus dan dana desa, antara lain dengan dialokasikannya Dana Alokasi Khusus (DAK) infrastruktur publik daerah, realokasi dana dekonsentrasi/tugas pembantuan ke DAK, dan pemenuhan roadmap dana desa yang dalam tahun 2016 dialokasikan paling sedikit 6 persen. Anggaran dana desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Dengan besaran pendapatan dan belanja negara tersebut, RAPBN 2016 mengalami defisit anggaran sebesar Rp273,2 triliun atau 2,1 persen terhadap PDB, yang berarti naik dari defisit pada APBNP tahun 2015 sebesar 1,9 persen. Defisit RAPBN tahun 2016 tersebut direncanakan akan dibiayai dengan pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri dan pembiayaan yang bersumber dari luar negeri (neto). Pada RAPBN tahun 2016, Pemerintah diharapkan dapat menghemat anggaran dari perubahan nomenklatur mata anggaran yang dilakukan seluruh kementerian dan lembaga tinggi negara. Dengan adanya APBN 2016 bisa menjadi motivasi lebih baik dengan ruang fiskal yang lebih besar, sehingga pengampunan pajak (tax amnesty) menjadi salah satu yang dapat menciptakan perbaikan APBN sekaligus dapat mencapai tujuan pemerintah yaitu salah satunya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sumber : Kementerian Keuangan, 2015
24
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
EKONOMI DOMESTIK
TOL LAUT dan POTENSI MARITIM INDONESIA Desi Maola Ayu Saputri
Indonesia merupakan Negara maritim atau kepulauan terbesar di dunia, antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, Hal tersebut bukanlah penghalang bagi setiap masyarakat di Indonesia untuk saling berhubungan diberbagai pulau. Melihat kejayaan maritim masa lampau diperoleh karena mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana dalam suksesnya perekonomian dan ketahanan politik suatu negara.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
25
Tol laut merupakan program nasional yang dilatarbelakangi karena adanya disparitas harga yang cukup tinggi antara wilayah barat dan timur. Pertumbuhan ekonomi yang terpusat di Pulau Jawa mengakibatkan transportasi laut di Indonesia tidak efisien dan mahal karena tidak adanya muatan balik dari wilayahwilayah yang pertumbuhan ekonominya rendah, khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Pada prinsipnya tol laut merupakan penyelenggaraan angkutan laut secara tetap dan teratur yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga Papua dengan menggunakan kapal-kapal berukuran besar sehingga diperoleh manfaat ekonomisnya. Kerangka regulasi Tol laut antara lain, (1) penyediaan fasilitas kredit lunak untuk pengadaan kapal nasional, (2) pembiayaan melalui DAK untuk pengadaan kapal pelayaran rakyat, (3) penyesuaian peraturan bebas bea masuk, PPN, PPh industri galangan kapal dan industri penunjangnya, (4) aturan yang lebih fleksibel tentang jaminan penjaminan bank dengan menggunakan kapal, (5) penyesuaian Permenhub 7/2013 tentang kewajiban klasifikasi untuk menekan biaya pembangunan kapal, dan (6) peningkatan tingkat kandungan dalam negara (TKDN) industri kapal nasional sebesar (kapal baru) 40%. Pembangunan TOL LAUT
Sumber : Kemenhub, 2015
Salah satu strategi membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan adalah mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri nasional untuk mendukung Sistem Logistik Nasional dan penguatan konektivitas nasional dalam kerangka mendukung kerjasama regional dan global, dan untuk menunjang pengembangan sistem logistik nasional dibutuhkan strategi penguatan infrastruktur logistik salah satunya adalah rencana pengembangan konsep Tol laut dimana penempatan transportasi laut sebagai tulang punggung sistem logistik nasional. Kebijakan pemerintah di bidang maritim terkait Tol laut termasuk penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor komponen kapal menyebabkan industri galangan kapal nasional mengalami peningkatan order hingga Rp17,7 triliun, stimulus tersebut juga memangkas biaya produksi kapal hingga 6% sehingga diharapkan mampu mendongkrak daya saing industri kapal nasional. Untuk menjamin keberlangsungan pengoperasian kapal-kapal tersebut, pemerintah telah memberikan dana bantuan kewajiban pelayanan publik (PSO) kepada operator tol laut, yakni PT Pelni sebesar Rp257.907.959.000 dengan enam unit kapal.
26
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
Strategi dan upaya implementasi pengembangan tol laut antara lain : a.
Mendorong para operator kapal untuk mengoperasikan kapal-kapal yang lebih besar kapasitasnya melalui penyederhanaan regulasi dan penyediaan fasilitas kredit lunak;
b.
Penggunaan kontainer untuk mengangkut pasar angkutan petikemas pada pelayaran domestik di sepanjang lintas utama;
c.
Revitalisasi infrastruktur pelabuhan untuk pengembangan sistem packaging dan canal-way serta menjamin kelancaran pengangkutan barang keluar masuk pelabuhan;
d.
Pengembangan dry port atau pelabuhan darat sebagai buffer atau penyangga logistik dari pelabuhan laut (sea-port);
e.
Pembangunan kawasan industri yang terintegrasi dengan pelabuhan terutama wilayah timur Indonesia;
f.
Subsidi Angkutan Laut Tetap dan teratur untuk kapal barang dalam rangka menunjang Tol Laut.
Pada tahun 2015 ini telah ditetapkan 6 (enam) trayek yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor AL.108/6/2/DJPL-15 tentang Jaringan Trayek Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang Dalam Rangka Pelaksanaan Tol Laut Tahun Anggaran 2015. Besaran Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang Dalam Rangka Pelaksanaan Tol Laut tersebut sebesar Rp. 257,907,959,000,- (Dua ratus lima puluh tujuh milyar Sembilan ratus tujuh juta Sembilan ratus lima puluh Sembilan ribu rupiah) dengan 6 unit kapal. Namun sehubungan dengan keterbatasan waktu yang tinggal 2 (dua) bulan dan ketersediaan armada PT. Pelni, maka untuk hal ini baru dioperasikan 3 (tiga) unit kapal untuk 3 (tiga) ruas trayek dengan nilai subsidi sebesar 30 Milyar.
Ketiga susunan jaringan trayek tersebut, adalah: 1.
Kode Trayek T–1 : Tg. Perak – Tual – Fak fak – Kaimana – Timika – Kaimana – Fak fak – Tual –Tg Perak. (Dioperasikan oleh KM. Caraka Jaya Niaga III - 32);
2.
Kode Trayek T–4 : Tg. Priok – Biak – Serui – Nabire –Wasior – Manokwari – Wasior- Nabire – Serui – Biak – Tg Priok. (Dioperasikan oleh KM. Caraka Jaya Niaga III – 22);
3.
Kode Trayek T–6 : Tg. Priok – Kijang – Natuna – Kijang – Tg Priok. (Dioperasikan oleh KM. Caraka Jaya Niaga III - 4).
Apabila rute tersebut telah dilalui oleh kapal swasta, maka pemerintah akan mengalihkan kapal perintis ke l in y ng b l m il l i liner”
b
n k n il k k n
n k n il k k n v l
v i n k m ng k
f k ivi
p ngop
i n “freight-
i.
Sumber : Kementerian Perhubungan, 2015 Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia PT Pelni, 2015
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 12 EDISI DESEMBER 2015
27
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: REDAKSI TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 – 4 Jakarta, 10710 Telp. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email:
[email protected] Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat diunduh pada website www.ekon.go.id