Risk Assessment Tanker LNG dalam Studi Kasus Suplai LNG dari Ladang Tangguh ke Teluk Benoa Bali Raditya Hendra Pratama1), Ketut Buda Artana2 ), Lahar Baliwangi2 ) 1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK – ITS Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK – ITS
2)
Abstrak Bali merupakan sebuah pulau dengan suplai energi yang masih mengandalkan sumber energi dari pembangkit yang ada di dalam pulau dan juga dari pembangkit di Pulau Jawa karena sumber energi dari dalam pulau Bali saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di seluruh pulau tersebut. Dengan adanya pengapalan LNG dari Ladang Tangguh ke Teluk Benoa Bali diharapkan dapat membantu Bali untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya secara mandiri dengan memanfaatkan PLTG Pesanggaran. Namun penyuplaian LNG ke Teluk Benoa Bali dapat menimbulkan risiko. Proses unloading kapal LNG dapat menimbulkan risiko kebakaran dan ledakan pada kapal dan terminal penerima LNG. Pada skripsi ini dilakukan risk assessment terhadap kapal dan terminal LNG di Teluk Benoa Bali yang selanjutnya dilakukan evaluasi apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Risk Assessment adalah proses penilaian yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya atau risiko yang mungkin terjadi pada suatu objek. Dua parameter utama dalam risk assessment adalah frekuensi dan konsekuensi. Frekuensi didapat dengan melakukan perhitungan dengan fault tree analysis dan dengan bantuan software FaultTree+. Konsekuensi didapat dengan bantuan software Shell FRED 4.0 dengan didasarkan pada data yang ada. Dari kedua parameter tersebut akan didapatkan besarnya risiko yang kemudian dituangkan di dalam risk matrix yang mengacu pada standard, yaitu NFPA 59A. Setelah mengetahui tingkat risiko yang ada maka dilakukan evaluasi terhadap risiko tersebut. Risiko yang tidak bisa diterima harus diberikan proses mitigasi untuk mengurangi nilai konsekuensi. Mitigasi dapat dilakukan dengan metode layer of protection analysis (LOPA). Dari risk assessment yang telah dilakukan diketahui bahwa kejadian yang masuk dalam daerah ALARP adalah gas jet flame pada unloading arm. Kemudian kejadian yang tidak dapat diterima adalah BLEVE pada cargo tank kapal tanker LNG dan BLEVE pada terminal penerima LNG. Kata kunci :
kapal LNG, terminal LNG, risk assessment, fault tree analysis, NFPA 59A, layer of protection analysis (LOPA).
I I.1
PENDAHULUAN Latar Belakang Bali merupakan sebuah pulau di sebelah timur pulau Jawa yang terkenal sebagai daerah wisata dan memiliki adat budaya yang kental serta nuansa religi yang kuat sehingga sangat menarik untuk dikunjungi oleh para wisatawan. Namun dalam tinjauan sumber daya energi. suplai energi di Bali masih mengandalkan sumber energi dari pembangkit yang ada di dalam pulau dan juga dari pembangkit di Pulau Jawa karena sumber energi dari dalam pulau Bali saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di seluruh pulau. Dalam manajemen sumber daya energi hal tersebut sangat dihindari karena losses yang terjadi akibat transmisi yang cukup jauh dari pembangkit di Jawa akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain itu, kerusakan-kerusakan yang terjadi selama masa pemakaian dapat menimbulkan suatu kekacauan distribusi energi, misalnya yang biasa terjadi adalah pemadaman listrik sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat harus terhenti dan akan
menimbulkan kerugian akibat terhentinya produksi. Hal-hal tersebut menimbulkan ide untuk menyuplai kebutuhan energi dari dalam pulau Bali secara mandiri. Dengan demikian, Bali membutuhkan kapal LNG yang menyuplai bahan bakar gas dari Ladang Tangguh ke Bali. Kemudian, dibutuhkan pula terminal penerima LNG untuk membongkar muatan LNG dari kapal LNG yang kemudian mengalirkan LNG tersebut ke PLTG. Dalam pemilihan letak terminal penerima LNG,diasumsikan bahwa letak terminal penerima LNG yang paling optimal adalah pada Teluk Benoa dengan alasan bahwa lokasi tersebut sangat dekat dengan PLTG Pesanggaran sehingga transportasi LNG dari terminal ke PLTG dapat dilakukan dengan memakai pipeline yang dalam pertimbangan ekonomis akan jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan transportasi lain seperti kendaraan-kendaraan pengangkut LNG. Selain itu, kapal yang akan digunakan
1
assessment terhadap kapal dan terminal LNG tersebut terkait dengan risiko yang terjadi dan juga perbaikan desain yang akan dilakukan.
untuk mengangkut LNG dari Ladang Tangguh ke Teluk Benoa adalah kapal LNG kecil dengan kapasitas tangki 2500 m3 sekelas kapal LNG Carrier Shinju Maru No.1. Pemilihan kapal ini terkait dengan pertimbangan kebutuhan LNG yang harus disuplai dari Ladang Tangguh ke Bali, kemudian juga terkait dengan ukuran kapal yang dapat memasuki perairan di sebelah timur Bali tersebut. Unloading kapal LNG di Teluk Benoa bukan berarti tanpa risiko. Kapal LNG merupakan suatu kapal yang sangat kritis yang juga rentan akan risiko ledakan dan kebakaran, sehingga perlakuan khusus pada kapal LNG harus dilakukan. Hal tersebut mengundang beberapa pertanyaan terkait risiko-risiko apa saja yang bisa terjadi pada kapal LNG selama unloading di Pelabuhan Teluk Benoa, kemudian juga penyebab-penyebab apa saja yang mungkin dapat menimbulkan risiko-risiko tersebut. Setelah mengetahui penyebab-penyebab dan risiko-risiko apa saja yang mungkin terjadi, perlu diketahui juga seberapa besar kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat terjadi dan juga seberapa besar bahaya yang dapat ditimbulkan akibat terjadinya kecelakaan-kecelakaan yang terjadi pada kapal dan terminal LNG tersebut. Dalam penelitian atau skripsi ini, penulis menggunakan Risk Assessment untuk menjawab semua pertanyaan yang terjadi terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan oleh kapal dan terminal LNG tersebut. Risk assessment tersebut selanjutnya dapat dijadikan suatu dasar rekomendasi terhadap perbaikan desain yang akan dibuat untuk kapal LNG tersebut. Oleh karena itu desain dengan didasari oleh pengetahuan risiko yang terjadi (Risk Based Design) dapat digunakan untuk melengkapi risk assessment tersebut.
I.3 Batasan Masalah Untuk menegaskan dan lebih memfokuskan permasalahan yang akan dianalisa dalam penelitiaan Skripsi ini, maka akan dibatasi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Risiko-risiko yang akan diukur adalah risiko tentang ledakan dan kebakaran pada kapal dan terminal LNG saat kapal LNG sedang bersandar dan unloading di jetty. 2. Dalam risk assessment ini kapal yang ditinjau adalah kapal tanker kecil dengan kapasitas 2500m3 sekelas kapal Shinju Maru No.1. I.4 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari skripsi ini antara lain : 1. Mengetahui Mendapatkan informasi tentang hal-hal yang dapat menimbulkan risiko pada kapal dan terminal LNG saat kapal LNG sedang bersandar dan unloading di pelabuhan Teluk Benoa, Bali. 2. Mendapatkan informasi tentang risiko yang akan terjadi pada kapal dan terminal LNG akibat dari bersandarnya kapal LNG di perairan Teluk Benoa, Bali. 3. Mendapatkan informasi perihal keamanan kapal dan terminal LNG saat kapal LNG sedang bersandar dan unloading di pelabuhan Teluk Benoa, Bali. 4. Mendapatkan rekomendasi yang akan diberikan kepada kapal dan terminal LNG dari hasil risk assessment terhadap kapal dan terminal LNG tersebut terkait dengan risiko yang terjadi dan juga perbaikan desain yang akan dilakukan.
I.2 Perumusan masalah Permasalahan pokok pada paper ini antara lain : 1. Bagaimana mengaplikasikan risk assessment pada kapal dan terminal LNG saat kapal LNG sedang bersandar dan unloading di pelabuhan Teluk Benoa, Bali. 2. Hal-hal apa saja yang dapat menimbulkan risiko pada kapal dan terminal LNG saat kapal LNG sedang bersandar dan unloading di pelabuhan Teluk Benoa, Bali. 3. Risiko apa saja yang akan terjadi akibat dari kapal LNG yang sedang bersandar dan unloading di pelabuhan Teluk Benoa, Bali. 4. Apakah kapal dan terminal LNG aman jika kapal LNG bersandar dan unloading di pelabuhan Teluk Benoa, Bali. 5. Apa saja rekomendasi yang akan diberikan kepada kapal dan terminal LNG dari hasil risk
I.5
Manfaat Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh antara lain : 1. Mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membahayakan kapal dan terminal LNG dan risiko-risiko apa saja yang dapat terjadi pada kapal dan terminal LNG tersebut. 2. Mengetahui seberapa besar bahaya yang dapat ditimbulkan akibat bersandarnya kapal LNG di daerah perairan Teluk Benoa, Bali, sehingga dapat dijadikan dasar kewaspadaan saat kapal LNG tersebut sedang bersandar di pelabuhan.
2
m3, yaitu kapal Shinju Maru No.1. dengan spesifikasi utama sebagai berikut : [3] • Length (o.a.): 86.29m • Length (b.p.): 80.30m • Breadth, mld.: 15.10m • Depth, mld.: 7.00m • Draught, mld.: 4.171m • DWT: 1,781t • Cargo capacity: 2,513m 3 • MCR: 1,912kW x 270rpm • Speed, service: Approx. 12.7kt • Complement: 13 • Classification: NK
3. Mendapatkan rekomendasi untuk perbaikan desain kapal dan terminal LNG yang aman saat kapal LNG sedang bersandar di pelabuhan di perairan Teluk Benoa, Bali. II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kapasitas energi listrik di Bali kini sebesar 562 MW di mana 200 MW di antaranya disokong jaringan interkoneksi Jawa-Bali. Konsumen listrik di Bali tercatat 740.000 pelanggan dengan pemakaian beban puncak cenderung meningkat, karena pada bulan Januari 2009 lalu pemakaian tertinggi hanya 432 MW, namun kini beban puncak 493 MW. Selama ini PLN menerapkan sejumlah terobosan untuk menyiasati kekurangan pasokan listrik di Bali akibat PLTG Gilimanuk dalam pemeliharaan. Salah satu alternatif mengatasi hal tersebut dengan melakukan penyalaan listrik secara bergilir. Total kebutuhan energi listrik di Provinsi Bali sampai tahun 2010 mencapai 880,95 MW dan beban puncaknya mencapai 677,66 MW. [1] Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Pulau ini beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Teluk Benoa merupakan salah satu teluk yang berada di bagian selatan pulau Bali. Teluk ini memiliki pelabuhan kapal yang padat disinggahi kapal-kapal domestik dan mancanegara sehingga teluk ini sangat ramai lalu lintas kapal.[2]
Gambar 2. Kapal LNG : Shinju Maru No.1 LNG akan mudah terbakar jika menguap dan memiliki kandungan 5%-15% gas di udara. LNG lebih tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bahan bakar yang lainnya seperti propana dan bensin. Metana adalah komponen utama dari LNG yang tidak berwarna, berasa dan berbau. LNG menguap dengan cepat pada saat berada di lingkungan yang menghasilkan panas seperti air, menghasilkan 620 sampai 630 standard cubic feet dari natural gas untuk tiap cubic foot dari cairan. Pada saat LNG tumpah ke air, maka akan menghasilkan awan uap air dingin yang lebih tebal dari udara dan akan mendekati permukaan air atau tanah. [6] Bahaya yang disebabkan oleh LNG antara lain jet fire, BLEVE, dan dispersion. - Jet Fire Jika gas yang dimampatkan atau dicairkan keluar dari tangki penyimpanan atau saluran pipa, material-material yang terkandung akan keluar dari lubang yang akan membentuk semburan gas atau cairan dan bercampur dengan udara. Dalam bentuk gas, jika gas yang mudah terbakar bertemu dengan sumber letupan yang kemudian menjadikan berada pada konsentrasi yang mudah terbakar maka akan terbentuk jet fire atau semburan api.. Jet fire dapat terjadi selama proses bongkar muat atau proses pemindahan dimana tekanan naik karena dipompa.
Gambar 1. Pelabuhan Benoa Kapal LNG merupakan kapal tanker pembawa gas alam cair yang memindahkan gas alam dari ladangnya menuju daerah penerima untuk digunakan sebagai sumber energi. Selanjutnya kapal kapal LNG harus dipilih sesuai dengan kebutuhan karena pada dasarnya pengapalan LNG telah diatur sedemikian rupa pada kontrak eksploitasi. Pada studi kasus yang dilakukan pada skripsi ini dipilih kapal yang mengangkut LNG dengan kapasitas volume 2500
3
beberapa lama. Hal tersebut dikarenakan kurangnya oksigen yang bisa dihirup manusia dan juga kandungan berbahaya pada gas yang dapat membuat manusia menjadi lemas II.2 Risk Assessment Risk assessment dilakukan terhadap suatu objek dengan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi dan memberikan sebuah nilai bahaya dalam skala tertentu. Kemudian dilakukan juga identifikasi terhadap faktor penyebab dari setiap kejadian, dimana terdapat beberapa macam faktor yang mungkin terjadi. Setelah mengidentifikasi kejadian yang mungkin terjadi maka dilakukan perhitungan frekuensi yang mungkin terjadi pada setiap kejadian. Dari identifikasi konsekuensi dan perhitungan frekuensi maka dapat dibuar risk matrix yang menunjukkan posisi dari risiko yang mungkin terjadi pada objek, apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Upaya pengurangan dari risiko harus diimbangi dengan analisa biayanya. Apabila perkiraan risiko masih tidak dapat diterima, maka usaha untuk mengurangi risiko dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu diantaranya: 1. Mengurangi frekuensi 2. Mengurangi konsekuensi, atau 3. Sebuah kombinasi dari keduanya. Risiko harus diusahakan agar sekecil mungkin (berada pada zona hijau), artinya setelah pengurangan risiko dilakukan, perlu juga dipertimbangkan dari segi biayanya. Diusahakan risiko tetap dapat diterima lalu diikuti dengan biaya yang serendah-rendahnya. Perhitungan pengurangan frekuensi harus diprioritaskan sebelum perhitungan pengurangan konsekuensi.
Gambar 3. Jet Fire -
BLEVE BLEVE adalah akronim dari Boiling Liquid Expanding Vapor Explosion. Ini adalah jenis ledakan yang dapat terjadi ketika sebuah kapal berisi cairan bertekanan pecah atau bocor. BLEVE bisa menjadi sebuah hasil dari sebuah kapal berisi cairan yang pecah dan keluar menuju atmosfer secara substansial di atas titik didih. Jika kapal pecah misalnya karena korosi atau kegagalan di bawah tekanan - bagian uap dapat cepat bocor, menurunkan tekanan di dalam tangki. Penurunan tekanan secara tiba-tiba di dalam wadah menyebabkan cairan mendidih dengan cepat yang juga dengan cepat membebaskan uap dalam jumlah besar. Tekanan uap ini dapat sangat tinggi menyebabkan gelombang signifikan overpressure (ledakan) yang dapat sepenuhnya menghancurkan kapal dan proyek penyimpanan fragmen-fragmen di atas wilayah dan sekitarnya.
Intolerable region
-
Gambar 4. BLEVE Gas dispersion Gas dispersion merupakan penyebaran gas yang mungkin terjadi pada LNG karena kebocoran pada tangki LNG dapat menyebabkan kontaminasi gas di udara dan menyebar dimana penyebarannya bergantung pada kondisi udara yang pada tempat terjadinya kebocoran. Gas dispersion akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya jika kontaminasi dari gas telah melampaui batas yang dapat mengganggu pernapasan manusia. Jika hal tersebut terjadi maka akan mengakibatkan kematian pada manusia yang menghisap gas tersebut dalam waktu
The ALARP or tolerable region (risk is undertaken for benefit received)
Acceptable region-no need detail working to justify ALARP
Risk can not be justified save in extraordinary circumstances Tolerable if only risk reduction is impracticable or its cost is grossly disproportionate to the improvement gain Tolerable if cost of reduction would exceed the improvement gain
Necessary to maintain assurance that risk remains at this level
Gambar 5. Kriteria Penerimaan Risiko Proses dari analisa risiko ini terdiri dari empat langkah dasar antara lain: 1. Identifikasi Bahaya (Hazard) 2. Perkiraan Frekuensi 3. Perkiraan Konsekuensi 4. Evaluasi Risiko
4
• •
II.2.1 Identifikasi Hazard Hazard adalah suatu keadaan yang bersifat kualitatif yang mempunyai pengaruh terhadap frekuensi kemungkinan terjadinya kerugian ataupun besarnya jumlah dari kerugian yang mungkin terjadi. Sedangkan identifikasi hazard adalah proses dalam mengenali bahaya yang mungkin terjadi dengan tanpa melihat hal yang diterima atau tidak diterima yang terjadi. Biasanya kegiatan ini dilakukan oleh orang yang sudah ahli atau sangat berpengalaman dan juga didasarkan pada data literatur yang ada sebelumnya. [9]
II. 3 NFPA 59A Dengan mengacu pada standard NFPA 59A tentang Standard for the Production, Storage, and Handling of Liquefied Natural Gas (LNG), kategori frekuensi dan konsekuensi serta risk matrix yang menjadi standard dalam penentuan apaakah risiko dapat diterima atau tidak, dapat dijelaskan pada tabel-tabel di bawah. [10] II.3.1 Rangking Frekuensi Sesuai dengan NFPA 59A, tabel di bawah ini dapat dijadikan tolok ukur dalam merangking frekuensi.
II.2.2 Perkiraan Frekuensi Perkiraan frekuensi dimulai dengan melakukan studi literatur pada riset-riset yang telah dilakukan sebelumnya dan pada data-data yang telah ada. Dari studi literatur tersebut akan dianalisa berapa banyak frekuensi akan terjadi pada setiap kejadian. Selanjutnya frekuensi didapatkan dengan melakukan perhitungan berdasarkan skenario yang ada. Skenario dibuat berdasarkan asumsi logis sehingga kemungkinan terjadinya suatu kejadian risiko bisa diterima dan nilai frekuensi yang didapat juga dapat digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan pada hasil akhir. Sebagai tambahan, terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk menghitung frekuensi, salah satunya adalah dengan menggunakan fault tree analysis.
Tabel 2. Kategori Frekuensi NFPA 59A Probability class 1 2 3 4 5 6 7
Tubrukan Kandas Contact Kebakaran dan ledakan Kegagalan permesinan dan peralatan Cuaca buruk Kecelakaan saat bongkar muat Kegagalan pada sistem cargo Total
Occurance frequency per year >10-1 10-1 - 10-2 10-2 - 10-3 10-3 - 10-4 10-4 - 10-5 10-5 - 10-6 <10-6
II.3.2 Rangking Konsekuensi Sesuai dengan NFPA 59A, tabel di bawah ini dapat dijadikan tolok ukur dalam merangking konsekuensi. Tabel 3 Kategori Konsekuensi NFPA 59A
Tabel 1. Data Historis Kecelakaan Kapal Berdasarkan Kategori Kecelakaan dan Periode Waktu (Tahun) Periode waktu
Contact Kebakaran dan ledakan
64 75 1 1 -
76 – 85 10 6 4
86 – 95 4 -
96 – 05 4 1 4
64 05 19 8 8
2
5
-
3
10
-
39
7
9
55
-
6
3
-
9
4
13
3
2
22
7
15
5
-
27
15
98
22
23
158
Consequence Category Number of injuries
1
2
3
4
5
>100
10-100
1-10
0.1-1
<0.1
II.3.3 Risk Matrix Sesuai dengan NFPA 59A, tabel di bawah ini dapat dijadikan tolok ukur dalam menentukan risiko dalam risk matrix. Risk matrix ini yang akan menentukan posisi suatu risiko, apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Tabel di bawah ini adalah risk matrix sesuai dengan NFPA 59A. Tabel 4 Risk Matrix NFPA 59A Anual cumulative frequency Class Range 1 >10-1 2 10-1 - 10-2 3 10-2 - 10-3 4 10-3 - 10-4 5 10-4 - 10-5 6 10-5 - 10-6 7 <10-6
Berdasarkan kajian tentang analisa risiko yang telah dilakukan pada data di atas, maka didapatkan skenario kecelakaan kapal LNG yang mewakili keseluruhan risiko yang mungkin terjadi, antara lain : • Tubrukan • Kandas
Consequence category 5 AR AR A A A A A
4 NA AR AR A A A A
3 NA NA AR AR A A A
2 NA NA NA AR AR A A
1 NA NA NA NA AR AR A
Catatan : A = Acceptable ; AR = ALARP ; NA = Not Acceptable
5
sederhana, LOPA digunakan sebagai langkah mitigasi dari setiap hasil risk assessment yang tidak memenuhi syarat keamanan yang telah disebutkan di atas. Oleh karena LOPA akan menjadi alat terakhir dalam proses mitigasi risk assessment. [11]
II.4. SHELL FRED 4.0 Shell Fred merupakan software yang membantu pemakainya untuk melakukan pemodelan beberapa kejadian yang diakibatkan oleh kegagalan operasional minyak dan gas. Pemodelan dilakukan dengan beberapa skenario yang masing-masing harus diinput pada beberapa parameter. Kemudian dari hasil pemodelan di masing-masing skenario tersebut akan menghasilkan mapping dari flux panas ataupun penyebaran minyak dan gas, serta konsekuensi yang terjadi pada manusia. Pemodelan ini sangat membantu para pemakainya untuk melakukan quantitative risk assessment karena menghasilkan beberapa nilai yang dapat digunakan sebagai perhitungan selanjutnya.
Gambar 6. Model dari Layer Of Protection Analysis (LOPA)
II.5. Fault Tree Analysis (FTA) Fault Tree Analysis (FTA) adalah salah satu teknik yang banyak dipakai untuk studi yang berkaitan dengan risiko dan keandalan dari suatu sistem. Sebuah fault tree mengilustrasikan keadaan dari komponen-komponen sistem dan hubungan antara basic event dan top event. Simbol grafis yang dipakai untuk menyatakan hubungan disebut gerbang logika (logic gate). Output dari sebuah gerbang logika ditentukan oleh kejadian yang masuk ke gerbang tersebut. Sebuah FTA secara umum dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu : 1. Mendefinisikan problem dan boundary condition dari sistem 2. Pembuatan fault tree 3. Analisa kuantitatif fault tree II.6. LOPA (Layer Of Protection Analysis) Layer Of Protection Analysis (LOPA) adalah metodologi untuk mengevaluasi bahaya dan penilaian risiko (risk assessment). Pada skala yang mengutamakan keunggulan dan kepresisian, LOPA terletak pada skala kualitatif (dengan metode seperti Hazard and Operability [HAZOP] dan what-if) dan pada skala kuantitatif (dengan fault trees dan event trees). LOPA membantu analis dalam pembuatan keputusan yang konsisten berdasarkan nilai kecukupan yang ada atau yang diusulkan pada lapisan perlindungan terhadap skenario kecelakaan. Proses pengambilan keputusan ini dilakukan secara ideal dan match untuk digabungkan dengan kriteria risiko suatu perusahaan, seperti yang ditampilkan dalam risk matriks. LOPA adalah teknik yang diakui untuk memilih keputusan sesuai dengan safety integrity level (SIL) dari safety instrumented system (SIS) dengan persyaratan standar seperti ANSI/ISA84.00.01. edisi NFPA kode 59A. Secara
III. METODOLOGI Metodologi penulisan pada paper ini mencakup semua kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah atau melakukan proses analisa terhadap permasalahan paper. START
- Paper - Tugas Akhir - Science Website - Class Standard - Report
Perumusan Masalah Studi Literatur
Pengumpulan Data : - Data kapal LNG Shinju Maru No,1 - Data meteorologi dan lingkungan Pelabuhan Teluk Benoa - Data terminal LNG pembanding beserta layout dan PFD terminal - Data sifat dan properti LNG - Data-data keandalan komponen-komponen pada sistem terminal LNG - Data-data class standard
1. Identifikasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi 2. Analisa faktor risiko 3. Pemodelan sistem Proses perhitungan kemungkinan kejadian menggunakan FaultTree+ dan penentuan konsekuensi yang mungkin terjadi menggunakan Shell FRED 4.0
Konsekuensi setiap kejadian
Frekuensi kejadian
Risk Matrix Risiko Dapat diterima
Tidak
Risk Mitigation dengan menggunakan LOPA
Ya Kapal LNG dapat bersandar dan unloading di terminal penerima dengan risiko yang ada
Kesimpulan dan Saran
SELESAI
Gambar 7. Flow Chart Metodologi Skripsi IV. ANALISA DATA IV.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah Tahapan pertama yang dilakukan pada analisa data adalah melakukan identifikasi dan merumuskan masalah yang diangkat. Pada desain
6
• • • •
terminal penerima yang diletakkan Teluk Benoa tersebut memunculkan beberapa risiko yang memungkinkan terjadinya kebakaran dan ledakan, yaitu berupa jet flame, BLEVE, dan juga dispersion dimana kejadian-kejadian tersebut memiliki risiko yang sangat besar terhadap individu yang berada di terminal penerima tersebut dan juga di daerah sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan sebuah risk assessment untuk mengetahui seberapa besar risiko yang ada pada kegiatan pengapalan LNG carrier tersebut. Jika dari hasil risk assessment tersebut diketahui bahwa risiko yang mungkin terjadi akan sangat membahayakan atau tidak dapat diterima, maka diperlukan sebuah langkah mitigasi untuk menurunkan nilai risiko yang ada hingga kondisinya mencapai posisi bisa diterima atau minimal adalah pada posisi ALARP.
Koefisien discharge = 0.8 Tinggi keluaran = bervariasi Sudut keluaran dari arah vertical = 900 Sudut keluaran, searah jarum jam dari utara = bervariasi
IV.3.3. Data Cuaca • Suhu = 30 °C • Kelembaban relatif = 60 % • Kecepatan angin = bervariasi berdasarkan rentang bulan • Arah angin = bervariasi berdasarkan rentang bulan (diukur dari utara searah jarum jam) IV.4. Pemodelan Sistem Untuk melakukan simulasi pada software Shell Fred 4.0, maka dilakukan pemodelan terhadap sistem unloading tanker LNG di jetty menuju terminal LNG di pelabuhan. Kemudian memasukkan data input pada parameter data yang diminta oleh software tersebut setelah melakukan pemodelan dimana input data disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya atau dengan memakai asumsi logis pada input data tersebut. Sistem pada terminal LNG yang dipakai menggunakan desain sistem terminal Pyeongtaek. Sedangkan layout desain terminal LNG di pelabuhan Benoa Bali menggunakan referensi layout terminal LNG Kitakyushu.Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah PFD serta pemodelan skenario kejadian pada sistem :
IV.2
Deskripsi Sistem Tahapan yang kedua adalah mendeskripsikan sistem yang akan dibahas agar lebih fokus dan tidak melebar, yaitu hanya di sepanjang jalur masuk kapal LNG carrier di perairan Teluk Benoa hingga terminal penerima yang ada di Pulau Serangan, dimana terminal penerima merupakan desain sederhana terminal yang belum direalisasikan. Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah gambar peta daerah perairan Teluk Benoa beserta terminal penerima LNG yang diasumsikan berada pada terminal penerima solar milik Pertamina
Gambar 8. Peta Asumsi Terminal Penerima LNG di Pelabuhan Benoa
Gambar 9. PFD Terminal LNG
IV.3. Pengolahan Data IV.3.1. Data Kondisi Proses • Suhu : sesuai dengan suhu kerja masingmasing peralatan • Tekanan : sesuai dengan tekanan kerja masing-masing peralatan • Tekanan downstream release : 1.013 bara (tekanan atmosfer standar) Gambar 10. Pemodelan Skenario Kejadian pada Shell Fred
IV.3.2. Data Geometri Lubang dan Keluaran • Diameter lubang = 0.25”, 0.5”, 1”
7
Tabel 5. Nama dan lokasi kejadian pada skenario Nama Kejadian Lokasi Kejadian BLEVE 1 Cargo Tank of LNG Carrier BLEVE 2 LNG Tank in LNG Terminal Dense Gas Arround Cargo Tank of LNG Dispersion 1 Carrier Dense Gas Arround LNG Tank in LNG Dispersion 2 Terminal Gas Jet Flame 1 Pressure Reduction 1 Gas Jet Flame 2 Submerged Vaporizer Gas Jet Flame 3 Metering Station Gas Jet Flame 4 Open Rack Vaporizer Gas Jet Flame 5 Pressure Reduction 2 Gas Jet Flame 6 BOG Compressor Gas Jet Flame 7 Unloading Arms
Agustus November
IV.5 .2. Perhitungan Konsekuensi Setelah melakukan simulasi pada software Shell Fred 4.0 maka akan didapatkan hasil dari masing-masing skenario. Hasil-hasil tersebut selanjutnya akan diolah untuk mengetahui konsekuensi yang mungkin terjadi pada operatoroperator yang sedang bekerja di dalam terminal. Konsekuensi yang diukur adalah berapa banyak orang yang akan menerima dampak dari ledakan dan kebakaran yang terjadi di masing-masing komponen pada terminal LNG. Berikut ini adalah tabel perhitungan konsekuensi pada rentang bulan Desember – Maret. Analogi yang sama dilakukan untuk rentang bulan April – Juli dan Agustus – November.
IV.4.1. Kondisi Lingkungan dan Meteorologi Tabel 6. Arah dan kecepatan angin di Teluk Benoa Rentang Bulan
Arah Angin (ditinjau dari arah utara) [o]
Desember Maret
Barat
April - Juli
Timur
Agustus November
Tenggara
Kecepatan Angin 6 knots = 3.09 m/s 10 knots = 5.14 m/s 6 knots = 3.09 m/s
Tabel 8. Tabel perhitungan konsekuensi pada masing-masing receiver pada rentang bulan Desember – Maret
IV.5 Analisa Risiko Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisa risiko dengan mengolah data yang telah didapatkan. Data-data yang telah didapatkan tersebut dianalisa untuk mendapatkan nilai frekuensi dan konsekuensi. Pada pengolahan data ini, dilakukan beberapa skenario yang mungkin terjadi pada kapal LNG yang sedang bersandar. Kemudian dari skenario dan data-data yang ada dilakukan modelling dan simulasi pada software Shell FRED sehingga nantinya bisa didapatkan hasil konsekuensi yang mungkin terjadi. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan receiverreceiver yang akan mengalami luka akibat dari skenario kejadian yang telah disimulasikan dengan software Shell Fred 4.0 berdasarkan rentang bulan yang telah dilakukan sebelumnya:
Rentang Bulan Receiver
Receiver 8 Receiver 13 Receiver 9 Receiver 7 Receiver 29 Receiver 18 Receiver 14 Receiver 11 Receiver 27 Receiver 26 Receiver 25 Receiver 31 Receiver 22 Receiver 4 Receiver 1
Tabel 7. Receiver yang mengalami luka pada masing-masing rentang bulan Rentang bulan Desember – Maret
April – Juli
-
Receiver 14, Receiver 27, Receiver 26, Receiver 25, Receiver 31, Receiver 24, Receiver 16, Receiver 17, Receiver 7 Receiver 8, Receiver 13, Receiver 9, Receiver 7, Receiver 29, Receiver 18, Receiver 14, Receiver 27, Receiver 26, Receiver 25, Receiver 31, Receiver 21
Receiver yang mengalami luka Receiver 8, Receiver 13, Receiver 9, Receiver 7, Receiver 29, Receiver 18, Receiver 14, Receiver 11, Receiver 27, Receiver 26, Receiver 25, Receiver 31, Receiver 22, Receiver 4, Receiver 1 Receiver 8, Receiver 13, Receiver 9, Receiver 29, Receiver 18,
Desember - Maret Jumlah Asumsi proses jumlah unloading orang per tahun 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 3 6 1 6 1 6 1
Jumlah orang yang terluka [per tahun] 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 18 6 6 6
IV.5.3. Perhitungan Frekuensi Dengan menggunakan software FaultTree+, seluruh frekuensi pada top event fault tree dapat diketahui dengan menggunakan analysis tool yang terdapat pada software tersebut. Algoritma perhitungan yang digunakan untuk menghitung frekuensi tersebut sama dengan
8
perhitungan yang dilakukan secara manual dengan menggunakan aljabar bolean. Dengan membuat fault tree pada masing-masing top event dan memasukkan data pada masing-masing basic event-nya, maka perhitungan frekuensi dapat diselesaikan.
IV.5.4. Risk Matrix Setelah melakukan analisa konsekueni dan frekuensi maka dilakukan penentuan risiko selanjutnya dengan risk matrix. Risk matrix dilakukan dengan berdasar pada hasil analisa frekuensi dan konsekuensi yang sudah didapatkan yang kemudian frekusensi dan konsekuensi pada masing-masing event diplot pada risk matrix dengan mengacu pada standard NFPA 59A. Risiko tersebut akan ditentukan dalam risk matriks apakah dapat diterima atau tidak. Jika ternyata risiko berada pada zona yang tidak dapat diterima (merah), maka harus dilakukan analisa risiko dan mitigasi hingga risiko yang dihasilkan dapat diterima (dalam risk matriks memasuki daerah hijau atau setidaknya di zona ALARP). Tabel 11. Pengkodean berdasarkan event dan receiver Event
Receiver Receiver 1 Receiver 4 Receiver 7 Receiver 16 Receiver 17 Receiver 21 Receiver 22 Receiver 24 All Receiver All Receiver
Code 1.1 1.4 1.7 2.16 2.17 2.21 2.22 2.24
Receiver 31
5.31
Gas jet flame pada pressure reduction station
Receiver 7 Receiver 8 Receiver 9 Receiver 25 Receiver 26 Receiver 27
6.7 6.8 6.9 6.25 6.26 6.27
Gas jet flame pada submerged vaporizer
Receiver 11
7.11
Receiver 13
7.13
Receiver 18
8.18
Receiver 14
9.14
Receiver 29
10.29
Dense gas dispersion pada cargo tank (tanker)
Dense gas dispersion pada cargo tank (terminal)
Gambar 9. Fault tree pada salah satu kejadian beserta perhitungan dengan software FaultTree+
BLEVE pada cargo tank (tanker) BLEVE pada cargo tank (terminal) Gas jet flame pada unloading arms
Dari analisa fault tree analysis yang telah dilakukan, maka dapat diketahui frekuensi pada masing-masing event. Berikut ini adalah tabel hasil dari frekuensi pada masing-masing event : Tabel 10. Frekuensi Setiap Event Terjadi dan Melukai Pekerja atau Operator pada masingmasing Komponen Event Dense gas dispersion pada cargo tank (tanker). Dense gas dispersion pada cargo tank (terminal). BLEVE pada cargo tank (tanker). BLEVE pada cargo tank (terminal). Gas jet flame pada unloading arms Gas jet flame pada pressure reduction station Gas jet flame pada submerged vaporizer Gas jet flame pada open rack vaporizer Gas jet flame pada metering station Gas jet flame pada BOG compressor
Persentase Kerja Operator
Frekuensi Akhir [per year]
100%
4.309 x 10-4
30%
1.183 x 10-4
100%
4.309 x 10-4
30%
1.183 x 10-4
100%
5.87 x 10-4
15%
1.12 x 10-5
Gas jet flame pada open rack vaporizer Gas jet flame pada metering station Gas jet flame pada BOG compressor
1.211 x 10
30%
1.166 x 10-5
100%
2.667 x 10-5
30%
2.079 x 10-5
4.0
Risk matrix merepresentasikan risiko yang akan diterima oleh crew pada kapal tanker maupun pada operator-operator di terminal penerima LNG terhadap kebakaran dan ledakan sehingga risiko yang dimaksud dalam risk assessment ini adalah risiko yang mengakibatkan luka bakar ataupun sesak nafas akibat dispersi LNG. Berikut ini adalah risk matrix ledakan dan
-5
20%
3.0
9
sehingga frekuensi dan konsekuensi yang terjadi akan berkurang. Kejadian yang tidak dapat diterima dalam risk assessment yang telah dilakukan adalah BLEVE pada cargo tank (tanker) dan BLEVE pada cargo tank (terminal). Kemudian kejadian yang masuk dalam daerah ALARP dan sangat dekat dengan daerah yang tidak dapat diterima adalah jet fire pada unloading arms. Ketiga kejadian tersebut membutuhkan proses mitigasi untuk mendapatkan risiko yang dapat diterima. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mitigasi akan dilakukan dengan menggunakan metode Layer Of Protection Analysis (LOPA). Proses mitigasi dimulai dengan mengidentifikasi bahaya-bahaya yang dapat memulai terjadinya ledakan, kebakaran, atau dispersi gas. Proses ini biasanya disebut sebagai Hazard Identification (HAZID). HAZID dilakukan dengan mendaftar semua basic/initiating event yang mungkin terjadi dan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar yang nantinya akan menjadi top event dalam analisa risiko kejadian. Setelah melakukan risk assessment maka dapat diketahui bahaya-bahaya yang mungkin terjadi beserta dengan basic/initiating event-nya. Basic/initiating event bisa didapatkan pada fault tree analysis yang telah dilakukan dalam risk assessment. Setelah mengidentifikasi bahaya dan basic/initiating event, selanjutanya adalah menganalisa apakah risiko tinggi pada kejadian tersebut disebabkan oleh tingginya frekuensi ataukah oleh tingginya konsekuensi. Hal tersebut dapat dengan mudah diketahui dengan melihat pada risk matrix yang telah dihasilkan dari proses risk assessment. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan basic/initiating event pada ketiga kejadian yang perlu mendapatkan proses mitigasi:
kebakaran LNG pada masing-masing rentang bulan:
Tabel 12. Risk matrix pada rentang bulan Desember – Maret
Tabel 13. Risk matrix pada rentang bulan April - Juli
Tabel 14. Risk matrix pada rentang bulan Agustus - November
IV.6. Mitigasi Dalam risk assessment dibutuhkan suatu proses mitigasi pada risiko yang tidak dapat diterima. Proses mitigasi itu sendiri adalah proses untuk mengurangi risiko dari daerah risk matrix yang tidak dapat diterima menjadi masuk ke dalam daerah risk matrix yang bisa diterima atau setidaknya daerah ALARP. Risk mitigation dilakukan dengan berbagai cara yang hasilnya adalah mengurangi frekuensi atau konsekuensi dari kejadian yang menimbulkan risiko yang tinggi. Risk mitigation dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya adalah menggunakan Layer Of Protection Analysis (LOPA). Analisa tersebut dilakukan dengan menambah perlindungan pada setiap sistem secara berlapis sehingga sistem tersebut menjadi lebih aman bagi lingkungan yang ada di sekitarnya
Tabel 15. Basic/initiating event pada masingmasing kejadian yang perlu mendapatkan proses mitigasi Top Event
BLEVE pada cargo tank (tanker)
BLEVE pada cargo
10
Basic/Initiating Event Korosi pada konstruksi Cacat konstruksi yang tidak terdeteksi Kesalahan navigasi Cuaca Buruk Bencana alam Kesalahan pada pengaturan unloading Kerusakan pada unloading valve Tekanan tinggi di dalam tangki Control valve gagal membuka Vent valve dalam tangki rusak Control valve gagal membuka Korosi pada konstruksi Cacat konstruksi yang tidak terdeteksi
tank (terminal)
Gas jet flame pada unloading arm
Bencana alam Kesalahan pada pengaturan pengisian Kerusakan pada filling valve Tekanan tinggi di dalam tangki Control valve gagal membuka Vent valve dalam tangki rusak Control valve gagal membuka Kompressor gagal dimatikan Unloading arm patah karena badai Butterfly valve rusak Relief valve mengeluarkan gas ke udara Sambungan pipa bocor Kegagalan mendeteksi kebocoran pada unloading arm Butterfly valve gagal menutup Kegagalan emergency disconnect pada unloading arm
Dengan memperhatikan frekuensi yang menyebabkan terjadinya kebakaran dan ledakan, maka ada basic/initiating event yang perlu mendapatkan proses mitigasi dan yang tidak perlu mendapatkan proses mitigasi. Berikut ini adalah basic/initiating event beserta frekuensi pada masing-masing kejadian yang perlu mendapatkan proses mitigasi.
masing-masing kejadian dengan menggunakan Layer Of Protection Analysis (LOPA) : Tabel 17. Layer Of Protection Analysis (LOPA) Initiating Event
Kerusakan pada unloading valve
Kegagalan emergency disconnect pada unloading arm
Frequency
2.36 x 10
-
5
2.3 x 104
Process Design
-
-
Tabel 16. Basic/initiating event beserta frekuensi pada masing-masing kejadian yang harus mendapatkan proses mitigasi. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Basic/Initiating Event Korosi pada konstruksi Kesalahan navigasi kapal lain Kesalahan pada pengaturan unloading Kerusakan pada unloading valve Tekanan tinggi di dalam tangki Control valve gagal membuka Vent valve dalam tangki rusak Kesalahan pada pengaturan pengisian Kerusakan pada filling valve Kompressor gagal dimatikan Butterfly valve rusak Kegagalan mendeteksi kebocoran pada unloading arm Butterfly valve gagal menutup Kegagalan emergency disconnect pada unloading arm
Frequency 2.94 x 10-5 3 x 10-5 5 x 10-5
Kesalahan pada pengaturan unloading
2.36 x 10-5 3.45 x 10-5 1.07 x 10-4 3.45 x 10-5 5 x 10-5
5 x 10
-5
-
Independent Protection Layer Safety Alarms, Instrumented Procedures System Pemeriksaan Memberikan intensif pada overpressure fungsi kerja sensor pada dari unloading unloading valve valve yang -1 1 x 10 dapat mengaktifkan emergency shutdown (ESD) sehingga proses unloading dapat dihentikan dengan cepat -1 1 x 10
Menyalakan alarm saat terjadi masalah pada emergency disconnect unloading arm agar semua operator bisa segera melakukan tindakan sesuai dengan prosedur serta rules and regulation 1 x 10-1
-
-
Memberikan computerized warning system pada prosedurprosedur unloading yang tidak sesuai secara teknis dan tidak sesuai berdasarkan rules and regulation 1 -2 x 10
Additional Mitigation Memberikan training pada seluruh operator tentang proses emergency shut down (ESD) -1 1x10
Memberikan training pada seluruh operator tentang proses emergency disconnect pada unloading arm 1x10-1
Memberikan training pada seluruh operator yang bertugas pada proses unloading -1 1x10
Mitigated Frequency
Kerusakan pada unloading valve
2.3 x 106
5 x 10
Dengan menggunakan cara yang sama seperti dua basic/initiating event di atas, maka LOPA juga diberikan pada masing-masing basic/initiating event yang lainnya. Setelah melakukan proses mitigasi dengan menggunakan LOPA terdapat perubahan nilai pada frekuensi kejadian di masing-masing basic/initiating event. Dengan menggunakan cara yang sama seperti perhitungan frekuensi sebelum dilakukan proses mitigasi, maka frekuensi kejadian kembali dihitung dengan menggunakan Fault Tree Analysis berdasarkan data yang didapatkan dari hasil LOPA. Jika terdapat kejadian yang masih berada pada daerah yang tidak dapat diterima maka perlu dilakukan proses mitigasi tambahan hingga risiko tersebut menjadi dapat diterima atau setidak-tidaknya memasuki daerah ALARP. Selanjutnya adalah memperhatikan perpindahan tingkat risiko antara sebelum dan sesudah mendapatkan proses mitigasi sehingga diketahui apakah terdapat perubahan yang berarti pada
2.36 x 10-5 2.4 x 10-4 7.14 x 10-5 2.36 x 10-5 1.45 x 10-5 2.3 x 10-4
Setelah mengetahui beberapa hal penting dalam LOPA, maka dilakukan beberapa usaha dan analisa yang bertujuan untuk mengurangi nilai risiko pada kejadiankejadian yang perlu mendapatkan proses mitigasi. Berikut ini adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi risiko pada
11
-8
kejadian tersebut berbeda di masing-masing rentang bulannya. 3. Kejadian-kejadian yang memiliki risiko tinggi akan memasuki risk matrix dalam kategori tidak dapat diterima dan ALARP. Kejadian-kejadian tersebut adalah sebagai berikut :
risiko. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 18. Tingkat frekuensi, tingkat konsekuensi, dan status pada masing-masing kejadian sebelum dan sesudah mendapat proses mitigasi Tingkat Tingkat Frekuensi Konsekuensi Awal Awal
Kejadian BLEVE pada cargo tank (tanker)
4
1
BLEVE pada cargo tank (terminal)
4
1
Gas jet flame unloading arm
4
2
pada
Status Risiko Awal
Tabel 19. Kejadian-kejadian yang memiliki risiko tinggi beserta status risiko menurut risk matrix yang berdasar pada NFPA 59A Status Kejadian Risiko BLEVE pada cargo tank (tanker) BLEVE pada cargo tank (terminal) Gas jet flame pada unloading arms
----------------------Proses Mitigasi---------------------Tingkat Tingkat Frekuensi Konsekuensi Akhir Akhir
Kejadian BLEVE pada cargo tank (tanker)
5
1
BLEVE pada cargo tank (terminal)
6
1
Gas jet flame unloading arm
6
2
pada
Status Risiko Akhir
4. Mitigasi dilakukan dengan menggunakan metode Layer Of Protection Analysis (LOPA) dimana dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi risiko dengan memberikan lapisan pengaman tambahan pada process design, memberikan lapisan pengaman yang berupa alarm atau tambahan prosedur khusus dalam suatu proses, memberikan lapisan pengaman tambahan seperti safety instrumented system, dan mitigasi tambahan yang dianggap perlu. Hasil yang didapatkan dari mitigasi dengan menggunakan LOPA adalah berkurangnya nilai frekuensi dari suatu kejadian sehingga risiko setelah mendapat proses mitigasi juga akan menurun.
V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Berdasarkan risk assessment yang telah dilakukan pada tanker dan terminal penerima LNG di Teluk Benoa Bali, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Beberapa kejadian yang menjadi risiko utama saat tanker LNG sedang bersandar dan unloading di terminal penerima LNG di Teluk Benoa Bali adalah ledakan, kebakaran, dan dispersi gas. Ledakan yang terjadi adalah berupa BLEVE (Boiling Liquid Expanding Vapour Explosion). Kebakaran yang terjadi adalah berupa gas jet flame. Kemudian dispersi gas yang terjadi adalah dense gas dispersion. 2. Akibat kondisi meteorologi dan lingkungan, risk assessment dilakukan dalam tiga rentang bulan dimana masing-masing rentang bulan memiliki kondisi arah dan kecepatan angin yang berbeda. Dari analisa yang telah dilakukan diketahui bahwa arah dan kecepatan angin sangat mempengaruhi konsekuensi dari kejadian kebakaran dan dispersi gas. Pengaruh yang terjadi pada kedua kejadian tersebut yaitu pada jet fire adalah panjang api yang terjadi kemudian pengaruh yang terjadi pada dispersi gas adalah panjang serta luasan daerah yang terkena dampak dari dispersi gas sehingga konsekuensi yang terjadi pada kedua
V.2. Saran Setelah melakukan riset dengan tema risk assessment yang dilakukan pada tanker dan terminal penerima LNG di Teluk Benoa Bali, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Dalam risk assessment yang telah dilakukan masih ada tinjauan yang tidak diikutsertakan dalam penelitian, seperti tinjauan downtime dan economic loss. Oleh karena itu, kedua tinjauan besar di atas sebaiknya dimasukkan dalam penelitian selanjutnya. 2. Penggunaan data yang tepat sebaiknya digunakan untuk menggantikan data yang masih menggunakan asumsi atau yang menggunakan data proyek lain sehingga hasil dari risk assessment ini akan lebih tepat dan akurat.
12
[15] American Petroleum Institute (API), Recommended Practice 581 Second Edition, Risk Based Inspection Technology, September 2008 [16] Sam Mannan,Frank P. Lees, Lee's loss prevention in the process industries, Hazard Identification, Assessment and Control, Third Edition, 2005
Daftar Pustaka [1] Bali Perlu Energi Alternatif, (www.balipost.co.id dikutip pada 22 Oktober 2009 jam 19.01 WIB) [2] Bali, (www.wikipedia.org dikutip pada 19 Mei 2009 jam 13.01 WIB) [3] Sea Japan, (2003), “Kawasaki completes first pressure build-up type coastal LNG carrier Shinju Maru No.1”, No. 300 Aug. - Sept. 2003, Japan [4] Wulandari, Septi, Risk Assessment LNG Loading Process, 2009 [5] Town Gas Company, “QUANTITATIVE RISK ASSESSMENT (QRA) Study”, (www.egas.com.eg dikutip pada 14 October 2009 jam 21.00 WIB) [6] Bubicco, Roberto, Preliminary risk analysis for LNG tankers approaching a maritime terminal, Journal of Loss Prevention in the Process Industries xxx (2009) 1-5 [7] Vanem, Eric, Analysing the risk of LNG carrier operations, Reliability Engineering and System Safety 93 (2008) 1328–1344 [8] Artana, KB, “Risk Assessment Saluran Pipa Gas Eksport Amerada Hess (Indonesia – Pangkah) Limited pada Zone III Akibat Penurunan Jangkar Kapal”, (www.its.ac.id dikutip pada 24 November 2008 jam 07.14 WIB) [9] Susono, Ebit, Risk Assessment Saluran Pipa Gas Ekspor Amerada Hess Limited (Indonesia-Pangkah) Pada Zona III Akibat Aktivitas Nelayan Pencari Kerang Dan Kepiting Dengan Menggunakan Garit (Trawl), 2009 [10] K.Raj, Pani, Risk analysis based LNG facility siting standard in NFPA 59A, Journal of Loss Prevention in the Process Industries xxx (2009) 1–10 [11] Layer of Protection Analysis (LOPA), (www.absconsulting.com dikutip pada 28 October 2009 jam 20.49 WIB) [12] Al Aziez, Muchammad, Penilaian Resiko Sistem Pemuatan LNG Kapal LNG Surya Aki Dengan Metode FMECA, 2007 [13] Burn, (www.wikipedia.org dikutip pada 11 November 2009 jam 17.24 WIB) [14] Fluid Mechanics, (www.engineeringtoolbox.com dikutip pada 12 November 2009 jam 21.17 WIB)
13