Studi Pemilihan Teknologi LNG Receiving Terminal untuk Pulau Bali (Studi kasus suplai LNG dari LNG Plant Tangguh ke Bali) Maria Magdalina1, Ketut Buda Artana2, Soegiono3 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS 2) Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, FTK-ITS 3) Dosen Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS Abstrak Tugas akhir ini menyajikan tentang pemilihan teknologi LNG Receiving Terminal untuk proses distribusi LNG dari LNG Plant Tangguh ke Bali. LNG Receiving terminal merupakan bagian penting dalam LNG suplai chain yang berfungsi untuk meregasifikasi LNG yang kemudian menyalurkan gas ke end user. Pemilihan teknologi ini melibatkan 3 alternatif pilihan teknologi, yaitu Gravity Based Structure, onshore terminal, serta FRSU (Floating Storage Regasfication Unit). Pemilihan teknologi melibatkan atribut kuantitatif dan kualitatif. maka digunakan metode hybrid Multiple Attribute Decision Making (MADM) Untuk kriteria kualitatif dicari relative weight dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP), dari nilai relative weight kemudian dihitung normalize relative weight, basic probability assigment dan total probability assigment sampai mendapatkan nilai preference degree dari kriteria kualitatif. Selanjutnya menggabungkannya dengan nilai preference degree dari kriteria kuantitatif dan merangkingnya dengan metode entrophy. Alternatif teknologi yang terpilih adalah alternatif dengan nilai entrophy tertinggi. Kata kunci : AHP, FSRU, GBS, Hybrid MADM, kriteria kuantitatif, kriteria kualitatif, LNG Receiving Terminal
I. PENDAHULUAN Bali sebagai salah satu daerah pemakai listrik terbesar di Indonesia memiliki tiga Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) utama milik PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hingga saat ini ketiga pembangkit listrik di Bali tersebut masih menggunakan Solar (HSD) yang relatif lebih mahal jika PembangkitPPLTG dibandingkan dengan gas untuk per satuan unit energi. Jika dikonversi menjadi gas, maka ketiga pembangkit tersebut kurang lebih akan membutuhkan sekitar 74.4 MMSCFD atau setara dengan 0.5 MTPA (10 Cargo Standard LNG Carrier per Tahun) (Artana, 2008).
Disamping ketiga pembangkit listrik tersebut, Bali juga menerima suplai listrik lewat sistem interkoneksi Jawa-Bali dengan kapasitas 200 MW. Tabel 1 Kapasitas Tenaga Gas di Bali
Pembangkit
PLTG Gilimanuk PLTG dan PLTD Pesanggrahan PLTG Pemaron (Sumber : Indonesia Power, 2008)
Listrik Kapasitas (MW) 113.8 196.206 97.6
Kondisi Bali yang hingga saat ini belum mempunyai Receiving Terminal (Terminal Penerimaan) LNG mengakibatkan daerah tersebut tidak mendapat pasokan gas. Sebagai solusinya, PLTG Pulau Bali akan
mendapat suplai gas dari LNG Plant Tangguh, Papua.
Gambar 1. Lokasi PLTG di Pulau Bali (Sumber : PT. Indonesia Power) LNG Receiving Terminal (Terminal Penerimaan) merupakan salah satu komponen penting dalam rantai LNG antara ladang gas dan konsumen. Pada dasarnya teknologi LNG Receiving terminal terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu : 1). Land-Base (Fixed Facilities at Onshore) 2).Gravity Base Structure (Concrete structure at Near Shore) 3).Regasification Vessel (Floating Offshore).
dilakukan dalam jumlah besar dengan kapal tanker LNG. Sebelum gas alam dicairkan, terlebih dahulu partikel–partikel asing dibersihkan dan diproses antara lain melalui desulfurization, dehydration dan pembersihan karbondioksida. Semua proses ini membuat gas menjadi tidak berwarna, transparan, tidak berbau, tidak beracun serta terhindar dari sulfuroksida dan abu. Selain itu suhu nyala spontan LNG lebih tinggi dari bensin, sifat ini membuat LNG sebagai energi relatif aman. Karena LNG terutama terdiri dari methane, ia mempunyai kalori lebih tinggi (12.000kcal/kg) dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya seperti batu bara dan minyak bumi (Soegiono dan Artana, 2006).
Gambar 2. Komposisi LNG (Sumber : Energy Economic Research, 2007) 2.2 LNG Supply Chain 2.2.1 Eksplorasi dan produksi
Ada 4 kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan teknologi LNG Receiving Terminal ini, diantaranya, adalah technical, cost, Health and Safety serta dampak lingkungan. Pemilihan teknologi dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut untuk menghindari resiko dan kerugian atas pembangunan infrastruktur tersebut.
Gas alam diperoleh dari cadangan gas alam di sumur-sumur produksi. Gas alam yang berhasil didapat kemudian melalui jaringan pipa dialirkan menuju kilang pencair gas alam (Liquefaction Plant). Di pelabuhan penerima gas alam cair tersebut kemudian dipompa/dikeluarkan menuju tangki penyimpan sebelum di ubah fasenya kembali menjadi fase gas untuk kemudian didistribusikan kepada pelanggan atau diangkut dalam bentuk cair ke tempat tujuan.
2. DASAR TEORI 2.1 LNG (Liquid Natural Gas) LNG adalah gas alam Methane (CH4) yang didinginkan sampai suhu -160o Celsius pada tekanan atmosfir yang membuatnya menjadi zat cair dan volumenya 1/600 dari kondisi aslinya semula sebagai gas. Dengan kondisi cair ini memungkinkan pengangkutan LNG
Gambar 4. LNG Supply Chain
2.2.2 Liquefaction Proses pendinginan gas alam sampai menjadi LNG merupakan proses yang sebenarnya sederhana, yaitu proses fisik menurunkan suhu, namun aplikasinya dilapangan cukup rumit. Proses yang merupakan inti dari kilang LNG merupakan proses pendinginan bertingkat. Pada tingkat pertama pendinginan dilakukan dengan propane sebagai media pendingin, kemudian dilanjutkan dengan pendinginan dengan media yang disebut MCR (Multi Components Refrigerant). Secara garis besar urutan proses pencairan gas alam menjadi LNG dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Gas alam dari sumur produksi gas dialirkan ke knock out drum sebelum kilang. 2. Penghilangan C02 secara kimiawi dengan menggunakan larutan Amina. 3. Penghilangan uap air secara absorbsi fisis dengan molecular sieve. 4. Penghilangan hidrokarbon berat secara fraksional. 5. Pendinginan awal dengan media pendingin propane. 6. Pendinginan akhir dan pencairan gas dengan alat pendingin cryogenic dengan media pendingin multi component refrigerant.
digunakan loading arms berdiameter 16". Pada waktu pendinginan hanya satu liquid arm dan satu vapour line digunakan, karena jumlah LNG yang diperlukan kecil. LNG dimasukkan kedalam tangki muat dengan special spray nozzle. 2.2.4 LNG Receiving Terminal (Terminal Penerimaan) Terminal penerimaan harus memenuhi berbagai atribut termasuk di dalamnya dari segi keselamatan, keamanan, adanya akses terhadap laut, kedekatan dengan jaringan distribusi gas, serta luas area yang memadai untuk menjamin jarak yang aman dari aktivitas manusia di sekitarnya. Terminal penerimaan juga harus memenuhi persyaratan lingkungan (Maulidiana, 2006)
Gambar 5. Teknologi LNG Receiving Terminal (Sumber : Journal of the Indonesian Oil and Gas Community, 2006)
2.2.3 Pengapalan (Shipping) Pada saat kedatangan di terminal muat (loading) atau terminal bongkar (discharging) setiap kapal tanker LNG diwajibkan untuk memenuhi berbagai code of safety rules and procedures. Meskipun peraturan keselamatan ini beragam pada setiap pelabuhan dan negara, pada umumnya kapal tanker LNG tidak diperbolehkan untuk bersandar pada waktu hari masih gelap. Pemuatan LNG dilakukan dengan menggunakan loading arms, dan untuk kapal berkapasitas 125.000 m3 umumnya
Gambar 6. Komponen LNG Receiving Terminal (Sumber : A Proposed Guide Line for LNG, 2009)
Teknologi LNG Receiving Terminal diklasifikasikan menjadi 3 jenis teknologi berdasarkan set-up fasilitasnya, yaitu : 1). Onshore terminal Onshore terminal adalah teknologi pembangunan LNG RT yang semua fasilitasnya berada di darat kecuali dermaga/jetty. Teknologi onshore terminal ini jamak dibangun di seluruh dunia. Informasi terkini menyebutkan bahwa Singapura dan Hongkong sedang dalam proses konstruksi pembangunan LNG RT berbasis Land-Base. Di dalam teknologi ini telah berkembang banyak varian baik di sisi proses evaporasinya maupun di sisi teknologi storage tank. Onshore terminal harus memiliki beberapa komponen dibawah ini (Uddin, 2009), Jetty dan unloading arm Area proses LNG storage tanks Sistem pompa bertekanan rendah dan tinggi Area regasifikasi Vents Maintenance workshop Administration building Guard house Control room
Gambar 7. British Gas Canvey Island LNG Terminal Land Base (Sumber : Energy Economics research, 2007)
Gambar 8. Reganosa LNG Terminal, Spanyol (Sumber : Safety & security aspects in LNG import terminal design, 2010) 2). Gravity Based Structure Gravity Based Structure adalah teknologi pembangunan LNG RT yang meletakkan seluruh fasilitas LNG di atas sebuah struktur pondasi konkret. Secara umum fasilitas peralatan LNG relatif tidak jauh berbeda dengan teknologi Land Base. Pondasi konkret ini dibangun di lepas pantai dengan ide dasar (a) meletakkan fasilitas LNG sejauh mungkin dari pemukiman penduduk (b) mendapatkan kedalaman dasar laut yang paling optimum untuk bongkar muat LNG tanker (c) menggabungkan teknologi konvensional (Onshore LNG RT) dengan teknologi baru (offshore concrete structure).
Gambar 9. First GBS LNG Terminal Under Contruction (ExxonMobil di Porto Levante) (Sumber : Energy Economics Research, 2006)
Gambar 10 Top Sides layout Adriatic LNG Terminal (Sumber : design and construction of gravity based structure and modularized LNG tanks for the adriatic LNG terminal, 2007) Adriatic LNG Terminal merupakan terminal penerimaan dengan teknologi GBS pertama yang ada di dunia. konstruksi terletak pada seabed dengan kedalaman 29 m. berlokasi 15 kilometer dari garis pantai Veneto, Italia. GBS terdiri dari dua LNG storage tank dengan total kapasitas 250.000 m3, sekitar dua kali kapasitas LNG carrier konvensional. Keseluruhan dimensi GBS adalah 180 m panjang, lebar 88 m, tinggi 47 m. (Waters et all, 2007).
Jenis penyimpanan LNG yang digunakan pada FSRU adalah jenis yang digunakan pada tanker LNG, Berikut ini adalah beberapa tipe tanki penyimpanan LNG : 1.Self-Supporting Prismatic Type-B (SPB) IHI: a.Tidak ada keterbatasan pengisian b.Adanya penguat struktur internal c.Memungkinkan tempat yang lapang untuk fasilitas produksi di atasnya d.Kemungkinan adanya sloshing
Gambar 12.Self-Supporting Prismatic TypeB (Sumber : Kurniawan, 2008) 2. Moss: a.Tidak ada keterbatasan pengisian b.Tidak ada penguat struktur internal c.Tidak memungkinkan tempat yang lapang untuk fasilitas produksi di atasnya d.Tidak terpengaruh oleh sloshing
Gambar 13 Moss spherical tank (Sumber :Kurniawan, 2008) Gambar 11 Komponen dalam GBS (Sumber : design and construction of gravity based structure and modularized LNG tanks for the adriatic LNG terminal, 2007) 3). FSRU (Floating Storage Regasification Unit) FSRU merupakan terminal semi permanen untuk menerima LNG yang terletak jauh dari pantai, sehingga memungkinkan untuk melakukan pemindahan LNG dari kapal LNG carrier.
3. Membran: a.Ada keterbatasan pengisian b.Ada penguat struktur internal c.Memungkinkan tempat yang lapang untuk fasilitas produksi di atasnya d.Terpengaruh oleh sloshing
Gambar 14 Membrane Tank
(Sumber :Kurniawan, 2008).
6. Area akomodasi : sebagai tempat bekerja kru sampai 30 orang. 7. YMS : mengikat stationary mooring tower dan terdir atas jacket, mooring head dan yoke.
Gambar 15.Fenomena Sloshing (Sumber :, 2008) FSRU didesain dan dibangun untuk meminimalkan pengaruh berbahaya pada lokasi sekitarnya. 1. Cenderung menggunakan gas dari pada minyak untuk bahan bakar Genset. 2. Tidak ada gas yang dibakar di udara . 3. Semua kotor ditreatmen sempurna dikapal. 4. Tidak ada limbah kimia.
Gambar 16 Detail FSRU (Sumber : Broadawater, 2007) Komponen-komponen dalam FSRU : 1. LNG Loading arms : terdiri atas 4 loading arms pada sisi statboard FSRU. Masing-masing arm mempunyai kapasitas 5.000 m3/ jam dan dikontrol oleh sistem emergency shutdown. 2. LNG Storage tank : terletak dibawah deck. 3. Power generation : untk FSRU terdapat 3 gas turbin (22 MW) dengan SCR untuk mengontrol pembuangan NO. 4. Regasification plant : termasuk rekondenser boil off gas, STV, superheater, metering dan peralatan odoration. 5. Nitrogen plant : menggunakan kompresor udara dan unit membrane nitrogen generating untuk mengeneralisasi nitrogen.
Gambar 17 Proposed Cabrillo Port FRSU (Sumber : Energy Econnomics Research, 2006) 2.3 Multiple Attribute Decision Making (MADM) Masalah pengambilan keputusan dengan banyak atribut, yaitu kuantitatif dan kualitatif dan dengan ketidakpastian sangat sering dijumpai dalam dunia engineering., yang secara sederhana disebut sebagai permasalahan hybrid MADM. Untuk menyelesaikan permasalahan hybrid MADM, langkah pertama adalah menilai dan menguantifikasikan atribut kualitatif pada masing-masing alernatif desain. Untuk mengerjakan langkah ini, beberapa grade penilaian ditentukan terlebih dahulu, untuk atribut pada masing-masing altenatif desain dapat dinilai (Yang dan Sen, 1993). H = {H1,…, Hn,…HN} (2.1) Dengan : Hn = grade penilaian yk N = jumlah grade penilaian dalam H H1 = grade terendah HN = grade tertinggi Hn kemudian dikuantifikasikan menggunakan skala tertentu. p(Hn) menunjukkan skala dari H n. Kemudian jika p(Hn) ditetapkan menjadi bilangan real dengan interval tertutup [-1 1] yang menunjukkan sebagai jarak preference
degree. Kumpulan dikuantifikasikan oleh
grade
p{H} = [p(H1)…p(Hn)…p(HN)]T
penilaian
(2.2)
dengan p(Hn) (n= 1,…, N) memenuhi kondisi dasar p(H1) = -1, p(HN) = 1, dan p (Hn+1) > p(Hn) dengan n =1, …, N-1 (2.3) Dalam hybrid terdapat dua jenis atribut yang dinilai secara berbeda, yaitu : 1. Atribut Kuantitatif Atribut kuantitatif secara umum dapat dibedakan atas 2 jenis yakni atribut cost dan atribut benefit. Atribut benefit adalah semuan atribut yang memberi efek menguntungkan dalam proses pemilihan. Sebaliknya, atribut cost adalah semua atribut yang memberikan efek merugikan menimbulkan biaya dalam proses pemilihan. Untuk semua atribut benefit maka, preference degree dapat ditentukan dengan:
2 Vrk Vkmin Prk max 1 Vk Vkmin
(2.4)
Untuk semua atribut cost maka, preference degree dapat ditentukan dengan:
2 Vkmax Vrk Prk max 1 Vk Vkmin
(2.5)
Dengan : Prk = Preference degree. Vrk = Nilai atribut pada alternatif yang dihitung Vk min = Nilai atribut min dari alternatif yang ada Vk max = Nilai atribut max dari alternatif yang ada r = 1,2,..,n adalah jumlah alternatif k = jumlah atribut kuantitatif. 2. Atribut Kualitatif Untuk mengkuantifikasikan subjective judgment yang diberikan oleh seorang ahli
(expert) dapat diikuti tahap-tahap berikut ini : 1. Menentukan relative weight. Dengan pendekatan yang paling sederhana, yaitu dengan weighting method maka setiap atribut kualitatif diberi suatu bobot (weight) dan hal ini disebut relative weight. 2. Menentukan normalize relative weight Ditentukan dengan membagi relative weight dengan relative weight yang tertinggi dari tiap kelompok atribut ,kemudian dibagi sembilan. 0.9 x i (2.6) max Dengan = Normalize relative weight. = Nilai relative weight yang i dihitung. max = Nilai relative weight maksimum. 3. Menentukan general evaluation analysis Pada gambar 2.20 terdapat multiple level dari basic factor yang dilibatkan. Model ini merupakan kerangka kerja dalam proses multi-level multi-person evaluation model and algorithms. 4. Menentukan nilai confidence degree kepada semua basic factor. Pada tugas akhir ini evaluation grade yang dipergunakan adalah seperti table dibawah ini. Tabel 2. Evaluation grade (Sen, 1994) Bottom grade B-M Intermediate grade Middle grade M-T Intermediate grade Top grade
Poor, memiliki konversi (-1) Indeferent, (-0.4) Average Good
(0) (0.4)
Excellent
(1)
Entrophy
1 im 1 Yi ln(Yi ) ln(m)
(2.8)
Dengan m = jumlah alternatif. Yi = nilai preference degree
2.4 Analytic Hierarchy Process (AHP) Gambar 18 Hirarki model analisa evaluasi dengan multiple levels of factors (Sumber : Sen, 1994) 5. Menghitung basic probability assignment Basic probability assignment didapat dengan mengalikan normalize weight yang bersesuaian dengan confidence degree yang diberikan. 6. Menghitung total probability assignment. Cara penghitungannya memakai rumus sebagai berikut :
(2.7) Dengan : γ = 1, ... , L k - 1 Dengan : 1 ≤ s ≤ t ≤ N 7. Menghitung preference degree. Penentuan preference degree dapat dilakukan terhadap atribut kualitatif dengan mengalikan masing-masing nilai total probability assignment dengan skala yang telah ditetapkan sebelumnya ( tabel 2.2). 8. Membuat tabel evaluation matrix seluruh atribut baik kuantitatif maupun kualitatif. 9. Merangking alternatif dengan metode entropy. Persamaan yang digunakan adalah :
Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode analisis untuk struktur suatu masalah dan dipergunakan untuk mengambil keputusan atas suatu alternatif. AHP ini adalah suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. (Riyanto & Anthara, 2008). Setiap elemen dalam hierarki harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan/preferensi pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap atribut dan struktur hierarki/sistem secara keseluruhan. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9 (Saaty, 1987). Tabel 4 Skala Banding Secara Berpasangan (Saaty, 1987) Intensitas Kepentingan
Definisi Verbal
1
Kedua elemen sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari yang lain. Elemen yangpada mempunyai tingkat kepentingan yang kuat terhadap yang lain, jelas lebih penting dari elemen yang lain
5
7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya.
9
Satu elemen mutlak lebih dari elemen lainnya
2,4,6,8
Nilai-nilai tengah diantara dua pertimbangan yang berdampingan
Langkah-langkah dalam metode Analytic Hierarchy Process adalah sebagai berikut : 1). Tahap pertama (tahap awal) Mengumpulkan data melalui kuisioner/interview Memindahkan tingkat kepentingan verbal ke dalam tingkat kepentingan numerik berdasarkan skala banding berpasangan, dapat dilihat pada Tabel 1. 2). Tahap kedua (menentukan Geometric mean) Menentukan rata-rata hasil perbandingan berpasangan dengan rata-rata geometric. Hal ini dilakukan karena penilaian melibatkan banyak decision makers. 𝐺 = 𝑛 𝑋1 . 𝑋2 . 𝑋3 … … … . 𝑋𝑛 Dengan : G = rata-rata geometrik X1, X2, X3,..., Xn = penilaian ke 1, 2, 3, ....., n (Skala Saaty) N = banyaknya penilaian (jumlah responden) 3). Tahap ketiga (pengolahan data) Perkalian baris Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen value) Perhitungan akar ciri (eigen value maksimun) Perhitungan rasio inkonsisten. Rasio konsistensi matriks harus kurang dari 10%. Bila lebih dari 10% berarti pengambil keputusan (responden) tidak konsisten dalam memberikan penilaian dalam perbandingan berpasangan. Untuk itu perlu dilakukan lagi penilaian ulang dengan melakukan perbandingan berpasangan lagi. Untuk menghitung rasio konsistensi (consistency ratio), terlebih dahulu kita harus mengetahui consistency vector (CV) dari matriks perbandingan. CV merupakan nilai rata-rata yang diperoleh dari penjumlahan perbandingkan nilai setiap elemen pada matriks perbandingan dengan relative weight (bobot). Persamaan Consistency Index, adalah :
λ−n
CI = n−1 Dengan : Λ = Consistency Vektor maksimum N = jumlah elemen yang dibandingkan Untuk menilai Consistency Ratio (CR), digunakan persamaan berikut : CI CR = RI x 100 % (2.11) Dengan : RI = RI (random index) untuk matriks perbandingan, Saaty telah menentukan untuk beberapa jenis ordo matriks. 3.METODOLOGI (2.9) Start Identifikasi dan Perumusan Masalah Studi Literatur
Menentukan alternatif Teknologi dan Lokasi LNG Receiving Terminal Menentukan Atribut Pemilihan (atribut kuantitatif dan kualitatif)
Menentukan faktor-faktor penilaian tiap atribut
Pembuatan model analisis penilaian hierarkis
Pembuatan kuisioner (verifikasi faktor penilaian dan bobot relatif tiap faktor)
Pengumpulan data
no Uji konsistensi
yes Pengolahan data - perhitungan bobot kriteria - kuantifikasi atribut kualitatif (preference degree - perangkingan alternatif
Teknologi LNG Receiving Terminal
Kesimpulan dan saran
finish
Gambar 19. Flow chart penelitian
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN Tabel 5 data atribut kuantitatif Pelabuhan Celukan Bawang merupakan salah satu pelabuhan bongkar muat barang yang dimiliki oleh Pemerintah provinsi Bali. Pelabuhan ini umumnya dipergunakan untuk bongkar muat semen, pupuk, kayu, dan muatan barang lainnya, termasuk sembako. Pelabuhan ini terletak di kecamatan Grokgak, Kabupaten Buleleng. Memiliki jarak kurang lebih 40 km dari PLTG Gilimanuk dan 30 km dari PLTG Pamaron.
Pelabuhan Celukan Bawang
Gambar 20 Pelabuhan Celukan Bawang (Sumber : Kurniawan, 2008)
4.1 Penentuan Kriteria kuantitatif dan kualitatif Pertimbangan pemilihan teknologi Kuantitatif
kualitatif
Jaminan teknologi Efisiensi lahan Periode implementasi
Keselamatan dan keamanan konstruksi konflik dengan aktivitas pengapalan konflik dengan aktivitas wilayah pantai
Persyaratan kedalaman Kapasitas send out Jarak ke pembangkit Offcoast distance
konflik dengan daerah industri Operasi persepsi keselamatan terhadap masyarakat
atribut
teknikal
biaya
code
y1 y2 y3 y4 y5 y6 y7 y8
sub atribut
jaminan teknologi efisiensi lahan periode implementasi persyaratan kedalaman air kapasitas send out jarak ke pembangkit offcoast distance biaya
code
unit
tipe atribut
alt.1 (GBS)
y1 y2 y3 y4 y5 y6 y7 y8
unit ha tahun m mmscfd km m milion US $
b c c b b c b c
1 0 6 15 1600 30 200 900
alt.2 alt.3 (onshore (FSRU) terminal )
71 5 5 13 450 30 0 375
3 0 3 25 800 31 500 400
Tabel 6 data atribut kualitatif (confidence degree atribut
composite factor
basic factor
konflik dengan aktivitas pengapalan konstruksi konflik dengan aktivitas wilayah pantai konflik dengan daerah industri persepsi keselamatan terhadap Keselamatan masyarakat dan keamanan resiko kegagalan pipa penghubung ke end user operasi kedekatan infrastruktur terhadap masyarakat dampak operasi pengapalan LNG carrier ekologi/pengerukan kualitas sedimen Dampak ekologi laut Lingkungan dampak kebisingan polusi udara polusi air
alternatif 1 grade grade value
confidence degree alternatif 2 grade grade value
G
0.6
A
G
0.5
A
0.5
G
0.6
G
0.5
A
0.6
G
0.3
G
0.6
A
G
0.6
G
0.6
G
0.6
A G A G A A
G
0.4 0.5 0.6 0.7 0.6 0.6
G
0.5
0.6 G G
A 0.6
G
A
0.7
0.5
G
0.5
G
0.6
0.7
G
0.6
0.3
G
0.5
E G G G G G
0.8 0.7 0.5 0.7 0.0 0.7
0.4 0.7 0.5 0.5 0.5
G
0.5
0.4 G G
A A I
0.4
alternatif 3 grade grade value
4.2 perhitungan relative weight dengan AHP Dengan membandingkan setiap nilai pada matriks perbandingan dengan nilai total masing-masing kolom, kemudian menjumlahkan hasilnya pada setiap baris yang dibagi dengan banyaknya elemen maka didapatkan nilai relative weight (bobot) seperti yang disajikan dalam tabel di bawah ini untuk perhitungan masing-masing sub atribut. Tabel 7 Relative weight (bobot) sub atribut Health and Safety pada masa konstruksi sub atribut Health and Safety pada masa konstruksi infrastruktur konflik dengan aktivitas pengapalan konflik dengan aktivitas wilayah pantai konflik dengan daerah industri
weight
0.42 0.35 0.23
resiko kegagalan pipa penghubung ke end user kedekatan infrastruktur terhadap masyarakat
biaya
dampak operasi pengapalan LNG carrier Dampak lingkungan Ekologi/pengerukan
Kualitas sedimen Ekologi laut Dampak kebisingan Polusi udara Polusi air
Gambar 21 Model pembagian atribut
dengan RI (random index) untuk matriks perbandingan di atas telah ditentukan sebesar 0.58, sehingga nilai CR sub atribut Health and Safety pada masa konstruksi adalah 9 % (memenuhi).
Tabel 8 Relative weight (bobot) sub atribut Health and Safety pada masa operasi sub atribut Health and Safety pada masa operasi infrastruktur
weight
0.37 0.28 0.20 0.15
persepsi keselamatan terhadap masyarakat resiko kegagalan pipa penghubung ke end user kedekatan infrastruktur terhadap masyarakat dampak operasi pengapalan LNG carrier
Dengan RI (random index) untuk matriks perbandingan di atas telah ditentukan sebesar 0.9, sehingga nilai CR sub atribut Health and Safety pada masa operasi adalah 4.4 % (memenuhi). Tabel 9 Relative weight (bobot) sub dampak lingkungan sub atribut environment ekologi/pengerukan
0.119 0.092 0.286 0.054 0.155 0.293
ekologi laut dampak kebisingan polusi udara polusi air
Dengan RI (random index) untuk matriks perbandingan di atas telah ditentukan sebesar 1.24, sehingga nilai CR sub atribut dampak lingkungan 2.57 % (memenuhi). 4.3 Perhitungan manual hybrid MADM Setelah didapatkan bobot (relative weight) dari decision maker maka langkah berikutnya adalah menghitung bobot normal (normalized weight) dengan menggunakan Persamaan 2.6 Tabel 10 nilai normalized weight faktor
konstruksi
operasi
kode
faktor dasar
f11
konflik dengan aktivitas pengapalan konflik dengan aktivitas wilayah pantai konflik dengan daerah industri
f12
Tabel 11 summary of total probability summary of total probability Alternatif 1 alternatif 2 P 0.000 0.000 I 0.000 0.000 A 0.000 0.470 G 0.996 0.518 E 0.000 0.000 P 0.000 0.000 I 0.000 0.000 A 0.999 0.001 G 0.001 0.999 E 0.000 0.000
atribute y3
Atribute y4
weight
kualitas sedimen
komposit faktor
Untuk atribut kualitatif selain data masukan dari relative weight, juga dibutuhkan data hasil simulasi responden berupa confidence degree untuk tiap-tiap alternative yang dibagi ke dalam lima grade, yaitu poor (P), indifferent (I), average (A), good (G), dan excelent (E).
persepsi keselamatan terhadap masyarakat resiko kegagalan pipa penghubung ke end user kedekatan infrastruktur terhadap masyarakat dampak operasi pengapalan LNG carrier
kode
relative weight
normalize relative weight
e1,3
0.42
0.90
e2,3
0.35
0.74
e3,3
0.23
0.50
e4,3
0.37
0.9
e5,3
0.28
0.68
e6,3
0.20
0.49
Dari hasil perhitungan total probability assignment yang didapat maka dapat dihitung preference degree dari masingmasing atribut kualitatif tersebut dengan cara mengalikan masing-masing nilai di atas dengan skala yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga didapat hasil seperti di bawah ini. Tabel 12 Preference degree atribut kualitatif preference degree Qualitative Alternatif 1 alternatif 2 atribute y9 0.398 0.207 attribute y10 0.000 0.400
e7,3
0.15
0.37
e1,4
0.12
0.37
kualitas sedimen ekologi laut dampak kebisingan polusi udara polusi air
e2,4 e3,4 e4,4 e5,4 e6,4
0.09 0.29 0.05 0.15 0.29
0.28 0.88 0.17 0.47 0.90
alternatif 3 0.399 0.400
Hasil perhitungan preference degree atribut kuantitatif disajikan dalam tabel berikut, Tabel 13 preference degree atribut kuantitatif code
ekologi/pengerukan
alternatif 3 0.000 0.000 0.000 0.997 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000 0.000
y1 y2 y3 y4 y5 y6 y7 y8
sub atribut
jaminan teknologi lahan periode implementasi kedalaman air kapasitas send out jarak ke pembangkit offcoast distance biaya kapital
code
y1 y2 y3 y4 y5 y6 y7 y8
unit
unit ha tahun m mmscfd km km milion US $
tipe atribut
alt.1 (GBS)
b c c b b c b c
-1.00 1.00 -1.00 -0.67 1.00 0.20 -0.20 -1.00
alt.2 alt.3 (onshore (FSRU) terminal )
1.00 -1.00 -0.33 -1.00 -1.00 1.00 -1.00 1.00
-0.94 1.00 1.00 1.00 -0.39 -1.00 1.00 0.90
Setelah medapatkan semua nilai preference degree dari atribut kualitatif dan atribut kuantitatif, perangkingan semua alternatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode entropy berdasarkan Persamaan
(2.8). Kemudian alternatif yang mempunyai nilai tertinggi adalah alternatif yang terpilih sebagai teknologi LNG Receiving Terminal yang terbaik untuk pulau Bali. Tabel 14 Hasil perangkingan alternatif Alternatif Entropy
Alternatif 1 0.0922
Ranking Alternatif 2 0.2617
Alternatif 3 0.3621
4.4 Perhitungan dengan menggunakan software MADM 1. Memasukkan Atribut Kuantitatif dan Kualitatif Langkah pertama adalah mendefinisikan system level, sub system level, component level. Setelah mendefinisikan system, kemudian memasukkan atribut kuantitatif dan kualitatif. Sistem pemilihan teknologi beserta atribut-atributnya dapat dilihat pada gambar berikut,
3. Memasukkan Nilai Atribut Kuantitatif dan Kualitatif Untuk atribut kualitatif, langkah pertama adalah menentukan sub atribut. Setelah menentukan sub atribut, kemudian memasukkan bobot serta menentukan level atribut beserta confidence degree. Untuk atribut kuantitatif, hanya memasukkan nilai setiap atribut pada masing-masing alternatif teknologi.
Gambar 23 Pengisian sub atribut kuantitatif dan kualitatif Hasil pengisian nilai sub atribut kuantitatif dan kualitatif dapat dilihat pada Gambar 24, Gambar 21 System Pemilihan Teknologi LNG Receiving Terminal 2. Memasukkan Alternatif Teknologi Setelah mendefinisikan System pemilihan dan memasukkan atribut-aribut, maka langkah selanjutnya adalah mendefinisikan alternatif beserta jumlahnya. Hasil pengisian alternatif teknologi LNG receiving terminal dapat dilihat pada Gambar 22,
Gambar 24 Nilai atribut kuantitatif dan kualitatif
Gambar 22 Alternative Definition
4. Menghitung Preference Degree dan Rangking alternatif Setelah memasukkan seluruh nilai atribut kuantitatif dan kualitatif pada masing-masing alternatif, maka dapat dihitung preference degree dan rangking untuk masing-masing alternatif teknologi. Hasil perhitungan preference degree dan rangking dapat dilihat pada Gambar 25,
Sensitivitas atribut 0.2000 0.1000
Harga Sensitivitas
0.0000 Y1 Y3 Y5 Y7 Y9
Gambar 25 Hasil Perhitungan preference degree dan rangking alternatif Setelah dilakukan perhitungan menggunakan software, hasil perhitungan rangking manual mempunyai perbedaan sekitar 0.0002. Perbedaaan ini didapatkan karena perbedaan pembulatan nilai desimal perhitungan antara dua metode diatas. 4.5 Uji Sensitivitas Perbedaan sensitivitas setiap atribut dalam pemilihan akan mempengaruhi hasil perangkingan alternatif, oleh karena itu diperlukan adanya uji sensitivitas untuk tiap atribut, baik atribut kuantitatif maupun kualitatatif. Uji sensitivitas ini akan menilai seberapa berpengaruh masing-masing atribut dalam pemilihan teknologi. Uji sensitivitas dilakukan dengan membandingkan entropy masing-masing alternatif perhitungan dengan entropy masing-masing alternatif setelah dikurangi atribut yang sensitivitasnya diuji. Tabel 15 hasil uji sensitivitas atribut Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10
perubahan entropy 0.0531 0.0000 0.3364 0.2430 0.2823 0.2930 0.2930 0.1355 0.3346 0.3337 2.3045
Harga sensitivitas 0.0230 0.0000 0.1460 0.1055 0.1225 0.1271 0.1271 0.0588 0.1452 0.1448 1.0000
Gambar 26 Grafik sensitivitas atribut Berdasarkan hasil uji sensitivitas atribut, atribut yang paling tinggi tingkat pengaruhnya dalam pemilihan adalah atribut Y3 (periode implementasi) dengan harga sensitivitas sebesar 0.1460, kemudian atribut Y9 (dampak lingkungan) dengan harga sensitivitas sebesar 0.1452. 5. KESIMPULAN Setelah melaksanakan seluruh proses pengerjaan Tugas Akhir ini, dan hasil pengolahan data yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Atribut pemilihan - Atribut kuantitatif yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan LNG Receiving terminal yaitu, jaminan teknologi, luas lahan, periode implementasi, kedalaman air, kapasitas send out, jarak ke pembangkit, offcoast distance, serta biaya kapital. - Atribut kualitatif yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan yaitu, keselamatan dan keamanan serta dampak lingkungan. Dalam sub atribut keselamatan dan keamanan pada masa konstruksi, konflik terhadap aktifitas pengapalan menjadi pertimbangan yang utama dengan bobot 0.42. Sedangkan dalam sub atribut keselamatan dan keamanan pada masa operasi infrastruktur, persepsi keselamatan terhadap masyarakat yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan dengan bobot 0.37. Untuk atribut dampak
lingkungan, polusi air akibat infrastruktur menjadi pertimbangan yang utama, dengan bobot 0.29. 2. Pemilihan teknologi LNG berdasarkan metode hybrid Multiple Attribute Decision Making (MADM), - Dengan 3 alternatif pilihan serta dengan mempertimbangkan atribut teknikal, biaya, health and safety serta dampak lingkungan, dapat diambil keputusan bahwa teknologi yang tepat untuk pulau Bali dengan lokasi Celukan Bawang adalah FSRU (Floating Storage Regasification Unit), dengan nilai perangkingan yang dihitung berdasarkan metode Entropy sebesar 0.3621. - Hasil perangkingan alternatif menggunakan software hybrid MADM adalah FSRU (0.36231), onshore terminal (0.26189) dan GBS (0.09241). Terdapat selisih sekitar 0.0002 jika dibandingkan dengan hasil perhitungan manual hybrid MADM. - Berdasarkan hasil uji sensitivitas atribut, atribut periode implementasi mempunyai harga sensitas yang cukup tinggi dalam mempengaruhi pemilihan, yaitu sebesar 0.1460, kemudian atribut health and safety sebesar (0.452), dan atribut environmental impact sebesar (0.1448). 6. DAFTAR PUSTAKA Dabous, Feras T., Rabhi, Fethi A., AlNaeem, Tariq., Al Shalabi, Luai., Using a Hybrid MADM Approach for the Evaluation of E-Business Architectural Patterns, Information Systems Technology and Management, 2006. Foss, Michelle.M, Ph.D., Offsore LNG Receiving Terminal, Energy Economics Research, 2006.
Foss, Michelle.M, Ph.D., Introduction to LNG : An overview on liquefied natural gas (LNG), its properties, organization of the LNG industry and safety considerations, Energy Economics Research, 2007. Ghodsypour, S. H., O’Brien, C., A decision support system for supplier selection using an integrated analytic hierarchy process and linear programming, Journal Production Economics, 56-58., 199-212., 1999. Ketut, Artana., Pengambilan Keputusan Atribut Jamak (MCDM) untuk Pemilihan Lokasi Floating Storage Regasification Unit (FSRU) : Studi Kasus Suplai LNG dari Ladang Tangguh ke Bali, Jurnal Teknik Industri, 2008. Kurniawan, Panji, Aplikasi Multiple Criteria Decision Making (MCDM) untuk Pemilihan Lokasi Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) dan Sistem Penambatannya (Studi Kasus Suplai LNG dari ladang Tangguh ke Bali), Tugas Akhir, Jurusan Sistem Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2008. Liu, Weilong., Liu Peide., Hybrid multiple attribute decision making method based on relative approach degree of grey relation projection, Journal of Business Management, Vol. 4(17), pp. 3716-3724, 2010. Maulidiana, Mira, Prospek Pengembangan LNG Lepas Pantai, Journal of the Indonesia Oil and Gas Community, ISSN: 1829-9466, 2006. Riyanto, Agus., Anthara, Aryantha, Made., Penentuan Prioritas untuk Pemilihan Komponen Gravel Pump Menggunakan Analytic Hierarchy Process, Teknologi Informasi (SNATI 2010), ISSN: 1907-5022, 2008.
Saaty, R., W., The Analytic Hierarchy Process-what it is and how it is used, Journal of Math Modelling, Vol. 9, No. 3-5, pp. 161176, 1987. Saaty, Thomas., How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process, Journal of Operational Research, 1990. Sen. P., Jian, BY., “A MultipleCriteria Decision Support Environment for Engineering Design”, International Conference on Engineering Design ICED, The Hague, 1993. Sen. P., “A General Multi-Level Evaluation Process for Hybrid MADM”, IEEE Transaction vol 24, No. 10, October 1994. Soegiono, Artana, 2006, Transportasi LNG Indonesia, Unair WordPress : Surabaya. Wibowo, S. Henry, MADM-TOOL : Aplikasi Uji Sensitivitas untuk Model MADM Menggunakan Metode SAW dan TOPSIS, Teknologi Informasi (SNATI 2010), ISSN: 1907-5022, 2010. Yu, Xiaohan., Xu, Zeshui., Chen, Qi., A method based on preference degrees for handling hybrid multiple attribute decision making problems, Expert Systems with Applications, 38, 3147–3154, 2010.