Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional
Asesmen Ekonomi Mementum pemulihan ekonomi makro regional Kepulauan Riau diperkirakan terjadi pada triwulan ini. Laju penurunan nilai tambah ekonomi (PDRB) semakin melandai di level 0,20%, dimana pada triwulan III masih mengalami kontraksi 0,43% (y-o-y). Hasil estimasi sementara Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut searah dengan proyeksi Bank Indonesia Batam di kisaran -0,39% s/d 0,26%. Faktor pendorong di sisi permintaan berasal dari kenaikan konsumsi, terutama pada golongan rumah tangga. Tingginya pertumbuhan konsumsi sebagian besar dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar Rupiah, kenaikan harga komoditas global, rendahnya tingkat inflasi, serta kenaikan pola konsumsi masyarakat menjelang perayaan Idul Fitri. Penguatan ekspor juga mulai terlihat sehubungan dengan ekspansi permintaan global, namun menjadi kurang optimal akibat buruknya sistem administrasi Free Trade Zone (FTZ) yang menjadi keluhan sebagian besar pelaku industri di kota Batam. Hal tersebut mulai berimbas pada tertundanya pengiriman barang ke luar negeri, yang terefleksi dari penurunan volume bongkar-muat peti kemas melalui pelabuhan FTZ, yakni pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil. Grafik Struktur Perekonomian
Tabel Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan
Kepulauan Riau
Penggunaan (yoy) 2008
2008
2009
I
II
III
IV
I
II*
III**
23.04% 16.74% 18.06% 26.50% 7.07% 12.95%
17.48% 11.26% 13.30% 34.38% 5.88% 15.59%
18.59% 11.94% 9.15% 31.22% 0.60% 23.46%
17.45% 13.91% 13.01% 25.72% -1.39% 19.57%
11.42% 30.78% 7.11% 16.31% -5.50% 16.42%
18.34% 17.75% 11.69% 11.07% -5.62% 3.57%
22.53% 24.18% 21.20% 13.48% -6.46% 3.69%
8.37% -1.89% 5.56% 13.49% 45.93% 10.52% 18.56% 11.69% 20.57%
5.78% 2.18% -0.72% 3.80% -0.12% -0.29% 0.23% -2.99% -2.85% -3.09% -2.71% -1.29% -1.04% -0.33% 6.35% 4.67% 1.78% 4.56% -2.66% -2.94% -3.15% 12.34% 5.12% 1.65% 7.94% 0.23% 1.16% 2.45% 42.58% 28.52% 24.03% 34.26% 14.81% 13.65% 13.61% 10.37% 8.36% 2.21% 7.77% -0.87% -0.38% 0.73% 16.34% 13.84% 9.64% 14.44% 5.71% 5.40% 6.91% 10.69% 9.59% 7.10% 9.71% 6.12% 5.46% 4.56% 17.47% 14.77% 10.36% 15.59% 8.29% 9.12% 8.66%
KOMPONEN PENGGUNAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa
19.03% 13.41% 13.26% 29.38% 2.94% 18.01%
SEKTOR EKONOMI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa P'an Jasa-Jasa PDRB
8.63%
8.60%
6.52%
3.05%
6.65%
-0.35%
-0.43%
-0.20%
Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara
Ringkasan Eksekutif KER Provinsi Kepulauan Riau Tw.III-2009
1
Pengaruhnya di sisi produksi terlihat jelas pada kinerja sektor Industri Pengolahan yang diestimasi turun 3,15% (y-o-y), semakin melambat dibanding triwulan sebelumnya. Distorsi pemulihan ekonomi juga berasal dari kebijakan tarif listrik yang membuat aktivitas sektor perhotelan terus menurun di tengah lemahnya daya beli masyarakat dan tingkat persaingan bisnis yang semakin tinggi. Penguatan di sisi penawaran baru terbatas pada sektor Perdagangan dan Pertanian yang mulai tumbuh positif didorong oleh tingginya konsumsi masyarakat selama triwulan berjalan.
Asesmen Inflasi
Grafik Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Batam dan Nasional
Laju inflasi Kota Batam sampai dengan triwulan III 2009 jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini selain dipicu oleh penurunan harga
komoditas
kelancaran
primer
supply
dan
barang
kebutuhan pokok dari wilayah pemasok, juga dipengaruhi oleh faktor tingginya indeks harga pada periode yang sama tahun 2008. Sampai dengan triwulan III 2009, laju inflasi tahun kalender (ytd) Kota Batam sebesar 1,
Sumber : BPS, diolah
98%, sedangkan di tahun 2008 tercatat sebesar 7,76%. Sementara itu, tingkat inflasi headline mengalami sedikit kenaikan dari 2,52% (yoy) di triwulan II 2009 menjadi 2,57% (yoy) di periode laporan. Laju inflasi tahunan kota Batam tetap berada dibawah inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,83%.
Asesmen Perbankan Perkembangan perbankan di wilayah provinsi Kepulauan Riau selama triwulan III 2009 mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya. Di satu pihak, pertumbuhan kredit
Ringkasan Eksekutif KER Provinsi Kepulauan Riau Tw.III-2009
2
secara triwulan lebih tinggi dibanding dengan total aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Namun di sisi lain, pertumbuhan tahunan indikator kredit perbankan tercatat lebih rendah dibanding pertumbuhan total aset dan DPK di posisi September 2009. Penurunan BI Rate terlihat mulai direspon bersamaan dengan semakin membaiknya ekspektasi kalangan Perbankan terhadap kondisi ekonomi secara umum. Total asset perbankan di Provinsi
Grafik Perkembangan Indikator Perbankan
Kepulauan Riau di triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp22,62 triliun atau naik sekitar Rp1,31 triliun (6,16%)
dibanding
posisi
akhir
triwulan II 2009 yang tercatat sebesar
Rp21,31
tahunan
total
miliar.
asset
Secara
perbankan
mengalami kenaikan Rp4,25 triliun (18,81%) September
dibanding 2008
yang
posisi tercatat
sebesar Rp18,38 triliun. Sementara itu, total DPK yang dihimpun oleh perbankan juga mengalami peningkatan sebesar Rp514 miliar (2,97%) dibandingkan triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar Rp2,82 triliun (18,81%) dibandingkan posisi triwulan III 2008, sehingga menjadi Rp17,83 triliun. Penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp12,23 triliun atau meningkat Rp837,05 miliar (7,35%) dibandingkan triwulan II 2009 yang tercatat sebesar Rp11,39 triliun. Sedangkan secara tahunan penyaluran kredit perbankan mengalami peningkatan sebesar Rp1,74 triliun (16,65%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Hasilnya, tingkat LDR perbankan di triwulan III 2009 menjadi lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 65,76% menjadi 68,56%. Kondisi ini dapat dibaca sebagai salah satu bentuk optimisme perbankan terhadap prospek ekonomi Provinsi Kepulauan Riau ke depan.
Asesmen Sistem Pembayaran Perkembangan aliran uang di Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan III 2009 ditandai dengan kenaikan jumlah outflow diiringi angka inflow yang cenderung menurun. Outflow tercatat sebesar Rp1,49 triliun, naik Rp726,79 miliar (95,73%) dibanding triwulan
Ringkasan Eksekutif KER Provinsi Kepulauan Riau Tw.III-2009
3
sebelumnya. Sementara itu aliran uang masuk (inflow) ke Kantor Bank Indonesia Batam naik sebesar Rp51,90 miliar (84,08%) menjadi Rp113,63 milyar. Kombinasi outflow dan inflow tersebut mengakibatkan net outflow di triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,37 triliun. Peningkatan outflow KBI Batam yang cukup tinggi pada triwulan berjalan dipengaruhi oleh tingginya permintaan uang masyarakat menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan September 2009. Peningkatan permintaan masyarakat terhadap uang pecahan kecil juga dipengaruhi oleh terbitnya pecahan baru Rp2000. Selama triwulan III 2009, jumlah UTLE yang diracik di KBI Batam Rp14,81 milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp19,27 miliar (19,27%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp34,08 miliar.
Perkembangan Inflow - Outflow
Perkembangan Kliring di Kepulauan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Asesmen Keuangan Daerah Penerimaan pemerintah provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan III 2009 tercatat sekitar Rp 938 milyar atau 70,6% dari target penerimaan sebesar Rp 1,33 triliun. Realisasi peneriman ini meningkat tajam dibanding triwulan sebelumnya yang hanya 37,6%. Lonjakan penerimaan sebagian besar masih berasal dari pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) yang pada triwulan ini telah terealisasi sebanyak Rp 336 milyar atau 83,3% dari target. Adapun pendapatan dari Pajak Daerah serta Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak juga mengalami kenaikan signifikan dengan tingkat realisasi yang cukup optimal. Sementara itu, pos-pos penerimaan lainnya masih memiliki tingkat realisasi yang cukup rendah, di bawah 60%. Penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai dengan bulan September diperkirakan sebesar Rp 298 milyar atau 70,2% dari target PAD tahun 2009. Tingkat penerimaan tersebut sedikit lebih rendah dibanding kondisi tahun 2008 yang
Ringkasan Eksekutif KER Provinsi Kepulauan Riau Tw.III-2009
4
mencapai 73,3%. Rendahnya realisasi diduga akibat tidak disetujuinya beberapa rancangan Peraturan Daerah (ranperda) terkait dengan optimalisasi sumber-sumber penerimaan di daerah. Kondisi tersebut juga tercermin dari rendahnya penerimaan yang berasal dari Pajak Daerah, dimana sampai bulan September baru terealisasi sekitar Rp 279 milyar atau 68,4%, sementara di posisi yang sama tahun 2008 realisasi penerimaan yang berasal dari pajak daerah mencapai 81%. Adapun penyerapan anggaran belanja Pemerintah Provinsi sampai dengan triwulan laporan lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2008. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan adanya peningkatan kinerja aparat pengelola dan pelaksana anggaran daerah dalam meredam dampak krisis global. Anggaran belanja sampai dengan posisi September 2009 diperkirakan mencapai Rp 1 triliun atau 61,9% dari target APBD sebesar Rp 1,64 triliun. Realisasi belanja di triwulan ini juga naik signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 38,9%.
Asesmen Prospek Ekonomi dan Inflasi
Memasuki kuartal akhir 2009, pemulihan yang terjadi pada perekonomian global menunjukkan indikasi yang semakin menguat dan merata di berbagai negara. Perbaikan yang paling tampak adalah di negara emerging market Asia, terutama China. Perkembangan tersebut berdampak pada membaiknya ekonomi domestik, sehingga ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh lebih baik dari perkiraan semula, baik pada 2009 maupun tahun 2010. Pada 2009, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 sebesar 4,0%-4,5%, atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,5%-4,0%. Dan pada 2010, pertumbuhan ekonomi diproyeksi mencapai 5,0%-5,5%. Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan IV 2009 diperkirakan mengalami ekspansi pada kisaran 1,33% s/d. 2,29% (y-o-y). Dengan demikian perekonomian sepanjang tahun 2009 diproyeksi bergerak antara -0,2% sampai dengan 1%. Determinan penguatan disisi permintaan didorong oleh tingginya konsumsi masyarakat menjelang akhir tahun – terutama pada komponen pengeluaran pemerintah, serta tren pemulihan ekpor. Kondisi tersebut berpengaruh secara signifikan pada output sektor industri manufaktur. Pemulihan sektor unggulan tersebut akan berdampak positif pada aktivitas perdagangan, keuangan dan jasajasa. Ringkasan Eksekutif KER Provinsi Kepulauan Riau Tw.III-2009
5
Sementara kondisi ekonomi makro regional Kepulauan Riau di triwulan mendatang diperkuat dengan peningkatan konsumsi sekitar 22,86% - 28,83%. Asesmen tersebut didorong oleh kenaikan pengeluaran masyarakat sehubungan dengan adanya rencana penambahan tenaga kerja baru oleh sektor industri manufaktur. Kebutuhan tenaga kerja diperkirakan mencapai 36.000 orang (Apindo, Oktober 2009) menyusul adanya kenaikan order dari negara mitra dagang. Selain kebutuhan masyarakat yang relatif meningkat memasuki musim liburan akhir tahun, komponen pengeluaran pemerintah juga akan lebih atraktif mengingat adanya ruang anggaran belanja yang cukup besar. Khusus pada anggaran pemerintah provinsi Kepulauan Riau, anggaran belanja yang belum terealisasi masih sekitar 38%, atau lebih dari Rp 600 milyar. Ruang anggaran belanja modal pemerintah antara lain digunakan untuk penyelesaian pembangunan pulau Dompak sebagai pusat pemerintahan Kepulauan Riau. Metode pembangunan menerapkan konsep multiyears, dimana pencadangan tahun 2007 dianggarkan sekitar Rp125 Miliar, tahun 2008 sebesar Rp387 Miliar, tahun 2009 mencapai Rp680 Miliar dan untuk tahun 2010 dianggarkan sekitar Rp796 Miliar Pengerjaan beberapa proyek konstruksi swasta seperti superblok Grand Quarter Batam mencakup apartemen, kondominium hotel alias kondotel, waterpark, pusat perbelanjaan, dan olahraga diperkirakan menelan dana investasi mencapai US$120 juta, dengan tahap pertama direncanakan sebesar US$ 50 juta. Selanjutnya terdapat proyek pembangunan Harbour Bay Mall dan Kepri Mall yang menelan biaya sekitar Rp 200 milyar, serta proyek-proyek konstruksi besar lainnya seperti Hotel Harmony One, Batam City Square (BCS) Condominium, dan Harbour Bay Condo. Di samping itu proyek-proyek perubahan baru juga mulai bermunculan seperti kluster terbaru di Diamond Palace Residence oleh Intan Property, 20 twin block Batam Centre Park di atas lahan seluas 14 hektare oleh Dimas Pratama Indah, dan Mulia Batindo yang memulai pembangunan 1000 unit rumah di Karimun. Kenaikan harga yang terjadi di kota Batam selama triwulan IV 2009 relatif lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Lonjakan inflasi sempat terjadi di bulan September akibat kenaikan permintaan kebutuhan pangan dan sandang menjelang perayaan Idul Fitri. Harga-harga secara umum diperkirakan kembali normal di bulan
Ringkasan Eksekutif KER Provinsi Kepulauan Riau Tw.III-2009
6
Oktober sehingga berpeluang membentuk ekspektasi penurunan harga (deflasi). Menjelang akhir tahun harga-harga diproyeksi kembali meningkat dipicu oleh curah hujan dan tingginya gelombang laut yang dapat menghambat kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok. Laju inflasi di akhir tahun 2009 diestimasi bergerak antara 2,67% - 3,56%, jauh lebih rendah dibanding tahun 2008 yang tercatat sebesar 8,39%. Pergerakan harga di kota Batam selama triwulan IV 2009 dipengaruhi beberapa faktor fundamental dan non-fundamental. Faktor fundamental yang mempengaruhi rendahnya tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand side) diantaranya adalah penurunan permintaan kebutuhan pokok pasca Lebaran, penguatan nilai tukar Rupiah, dan tren penurunan suku bunga kredit. Sedangkan dari sisi penawaran (supply side), tekanan harga sebagian besar dipicu oleh faktor distribusi akibat tingginya curah hujan dan angin dalam 3 bulan ke depan, terutama di bulan Desember. Kondisi tersebut biasanya menyebabkan gelombang laut yang tinggi yang mempersulit distribusi barang kebutuhan pokok yang dipasok dari luar daerah. Kendala distribusi akibat faktor cuaca dapat mengganggu kelancaran pasokan bahan pangan tersebut, sehingga memicu kenaikan harga pada kelompok volatile (harga berjolak). Sementara itu kekhawatiran akan kenaikan harga gula internasional berpotensi menambah tekanan pada inflasi inti (core inflation). Sedangkan faktor inflasi yang terkait dengan
kebijakan pemerintah (administered) diperkirakan
bersumber dari rencana kenaikan harga gas elpiji. Dampak dari kenaikan harga elpiji diproyeksi cukup minimal sepanjang kenaikan harga di tingkat eceran dapat terkendali.
Ringkasan Eksekutif KER Provinsi Kepulauan Riau Tw.III-2009
7