1
Pengaturan Badan Hukum Special Purpose Vehicle Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara Di Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara Dan Menurut Hukum Islam Ridovi Kemal, Wirdyaningsih (Pembimbing 1), dan Arman Nefi (Pembimbing 2) Program Studi Sarjana Reguler Fakultas Hukum Universitas Indonesia
ABSTRAK Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut “UU SBSN” merupakan terobosan hukum yang menghasilkan conflict of law atas beberapa pengaturannya dengan hukum positif Indonesia. Pokok permasalahan terkait conflict of law tersebut ialah bagaimana UU SBSN mengakomodir status badan hukum SPV dan pemindahtanganan Barang Milik Negara yang juga diatur di KUH Perdata dan UU Perbendaharaan Negara, serta kesesuaian keduanya menurut hukum Islam. Penelitian ini menganalisis kedudukan hukum SPV sebagai Perusahaan Penerbit SBSN dan keabsahan Barang Milik Negara sebagai Underlying Asset, serta pelaksanaannya dalam akad ijarah Asset To Be Leased. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif analitis deskriptif, didukung hasil wawancara dengan narasumber. Berdasarkan metode yang digunakan, didapati bahwa SPV adalah Badan Hukum khusus yang diadakan oleh kekuasaan umum untuk melaksanakan rangkaian kegiatan penerbitan SBSN yang tugas, fungsi, peran, pendirian dan pertanggungjawabannya diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri. Selain itu, keabsahan Barang Milik Negara sebagai Underlying Asset dikarenakan UU SBSN memiliki kekhususan dari UU Perbendaharaan Negara, yaitu aset SBSN bukanlah jaminan melainkan dasar penerbitan berupa bukti penyertaan pemilikan hak manfaat atas aset SBSN yang tidak terdapat pemindahan kepemilikan secara hak milik. Selain itu, pengaplikasiannya dalam SBSN ijarah Asset To Be Leased seri SR-005 telah sesuai syariah compliance. Kata Kunci: Barang Milik Negara, SBSN, SPV, syariah compliance, Underlying Asset.
Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
2 ABSTRACT Indonesian Law Number 19 Year 2008 on Sovereign Syariah Securities (Law on SBSN) is a legal breakthrough which leads conflict of laws to some arrangement with Indonesian laws. The conflict of laws relates on how Law on SBSN accommodate the legality of SPV and how the alienation of Sovereign Property which also regulated on Indonesian Civil Code and Law on Sovereign Treasury (Law Number 1 Year 2004), also the suitability of both according to Islamic law. This Research analyzes the legal standing of SPV as corporate issuer of SBSN and validity of Sovereign Property as an Underlying Asset, as well as its implementation on the contract of Ijarah Asset To Be Leased. The method use a juridical normative descriptive analytical, supported by interviews to sources. Based on the method used, it was found that SPV is a special legal entity held by the sovereign authority to issue SBSN, which its tasks, functions, roles, and the establishment of accountability further stipulated by Government Regulation. Therefore, the validity of the Underlying Asset is allowed because Law on SBSN have specific adjustment against the Law on Sovereign Treasury, which an asset is not a guarantee for SBSN issuance but an underlying of beneficiary title over the asset without a transfer of ownership. Moreover, its application in SBSN ijarah To Be Leased Asset SR-005 series complied syariah compliance. Key Word: SBSN, SPV, Sovereign Property, Syariah Compliance, Underlying Asset.
PENDAHULUAN Pada tahun 2002, berdasarkan fatwa DSN-MUI Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah, PT.Indosat menerbitkan obligasi syariah yang selanjutnya disebut sukuk pertama di Indonesia. Sukuk ini menggunakan akad mudharabah, menggunakan penjamin pelaksana emisi yang ditunjuk langsung oleh PT.Indosat, dan underlying asset atau aset acuannya berupa aset berupa bangunan PT.Indosat.1 Setelah itu, Instrumen keuangan syariah-pun semakin berkembang di Indonesia dan dijadikan alternatif pembiayaan pembangunan. Sehingga dibentuklah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut “UU SBSN”. UU SBSN bertujuan untuk 1
Muhammad Touriq, et al., “Himpunan Skema Sukuk”, http://www.bapepam.go.id/syariah/ publikasi/riset/pdf/Himpunan-Skema-Sukuk.pdf , diunduh tanggal 6 Maret 2013 Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
3 memberikan landasan hukum untuk perkembangan instrumen keuangan syariah di Indonesia yang berbentuk Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut “SBSN”. SBSN merupakan potensi yang tidak disia-siakan Pemerintah Indonesia, namun masih ada beberapa hambatan di segi peraturan hukum positif di Indonesia. Hambatan ini menjadi perdebatan sejak sebelum diberlakukan UU SBSN bahkan sampai sekarang dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat dan sedikitnya ahli hukum yang memahaminya. Hambatan tersebut antara lain adalah conflict of Law yang meliputi kedudukan dari Special Purpose Vehicle yang selanjutnya disebut “SPV” sebagai bentuk baru Badan Hukum, dan pemindahtanganan Barang Milik Negara yang selanjutnya disebut “BMN”. Permasalahan tersebut diuraikan sebagai berikut.2 a. SPV sebagai Badan Hukum Perusahaan Penerbit
SBSN, sebelumnya tidak pernah
dikenal dalam hukum positif Indonesia, dan tidak ada yurisprudensi yang mendukungnya. Dampak dari ketidakserasian pengaturan status Badan Hukum SPV/Perusahaan Penerbit SBSN dari hukum positif dan pengaturan yang diperkenalkan oleh UU SBSN meliputi ketidakpercayaan publik terhadap kapabilitas pertanggung jawaban SPV apabila terjadi gagal bayar atau default dalam transaksi SBSN. b. Pemindahtanganan BMN, diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut “UU Perbendaharaan Negara”. Undang-Undang ini mengatur bahwa BMN tidak boleh diperjualbelikan ataupun dijadikan aset jaminan khususnya dalam hal obligasi yang diterbitkan Pemerintah.3 Dalam konteks SBSN, penerbitan SBSN mutlak harus diperlukan dasar penerbitan (underlying asset) yang akan dijadikan Aset SBSN.4 Akibatnya, terdapat kesulitan Pemerintah untuk menggunakan BMN sebagai underlying asset penerbitan SBSN, didasari oleh UU Perbendaharaan Negara dan konsep civil law yang dianut di Indonesia. Dampak dari conflict of Law ini adalah kekhawatiran underlying asset SBSN yang berupa BMN dapat mengancam kedaulatan negara. Kedaulatan negara yang dimaksud adalah terkait penguasaan Pemerintah
2
Dwi Irianti Hadiningdyah (a), Kepala Subdirektorat Peraturan dan Kebijakan Operasional Direktorat Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia, (wawancara, 28 Februari 2013). 3
Indonesia (a), Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004. LN. 4 Tahun. 2004 TLN. Nomor 4355, Pasal 49 ayat (5). 4
Indonesia (b), Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara, Undang-Undang nomor 19 Tahun 2008 LN. 70 Tahun. 2008 TLN. Nomor 4852, Penjelasan Umum. Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
4 atas BMN dalam lingkup keuangan negara.5 Di lain pihak, ada kebutuhan Pemerintah untuk menerbitkan instrumen surat berharga yang berbasis syariah untuk pembangunan perekonomian.6 Sehingga untuk mengakomodirnya, konsep penggunaan hak manfaat (beneficiary title) atas BMN diatur dalam UU SBSN.7 Namun, penggunaan beneficiary title atas BMN telah keluar dari ketentuan UU Perbendaharaan Negara yang sebenarnya telah mengatur tentang pemindahtanganan BMN. Selain itu, hal ini juga keluar dari konsep civil law mengenai pemindahtanganan aset, bahwa jual beli harus berdasarkan legal title-nya atau lebih dikenal “jual putus”. Sehingga, apabila suatu aset telah dijual maka legal title atas aset tersebut telah berpindah tangan dari si pembeli kepada si penjual.8 Fenomena conflict of law dalam SBSN, menegaskan bahwa adanya kebutuhan hukum untuk mendobrak hambatan ini dengan dilakukan terobosan hukum baru berupa legal engineering (teknik penyesuaian hukum) antara hukum positif di Indonesia dan hukum ekonomi Islam.9 Karena jka negara ini hanya berpatokan kepada hukum positif yang merupakan warisan penjajah dahulu, negara ini tidak akan bisa berkembang dengan pesat ke depan karena hukum warisan penjajah ini tentunya belum mengenal konsep sukuk dan instrument yang menyertainya pada saat pembentukannya dahulu.10 Berdasarkan hal di atas, penulis mengangkat topik ini dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Pembahasan akan dikhususkan mengenai perbedaan pengaturan antara Badan Hukum yang dikenal dalam hukum positif Indonesia dengan pengaturan Badan Hukum SPV dalam UU SBSN, pengaturan pemindahtanganan BMN diantara UU SBSN, KUH Perdata dan UU Perbendaharaan Negara, serta pengaplikasian kedua hal di atas dalam salah satu akad SBSN yaitu ijarah asset to be leased untuk menguji kesesuaiannya dengan Hukum Islam. Hal
5
Konsep Jaminan BMN untuk sumber pembiayaan proyek pemerintah termasuk di dalamnya untuk diinvestasikan ke dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lihat Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik, dan. Praktik, Ed.3, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 165. 6
Di dalam UU SBSN, Indonesia (b), Op.cit., Menimbang, poin d. Potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besar belum dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, sektor ekonomi dan keuangan syariah perlu ditumbuh kembangkan melalui pengembangan instrumen keuangan syariah sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 7
Hadiningdyah (a), Op.cit.
8
R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, cet.1, (Bandung: Sumur, 1966), hlm.73.
9
Hadiningdyah (a), Op.cit.
10
Ibid. Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
5 yang diangkat dalam penulisan skripsi ini merupakan hal yang fundamental dan menjadi isu untuk pengembangan penerbitan SBSN kedepannya, sehingga penelitian ini kemudian menjadi menarik untuk dibahas lebih lanjut. Pokok Permasalahan 1. Bagaimana UU SBSN mengakomodir status SPV sebagai bentuk baru Badan Hukum Perusahaan Penerbit SBSN dalam hukum positif Indonesia? 2. Bagaimanakah UU SBSN, KUH Perdata, dan UU Perbendaharaan Negara mengatur mengenai pemindahtanganan BMN? 3. Bagaimanakah penerapan Hukum Islam pada pelaksanaan peran Badan Hukum SPV dan pemindahtanganan BMN dalam SBSN ijarah asset to be leased?
Bentuk Penelitian Skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum yang tertulis serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber.11 Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif tentang persoalan-persoalan yang menyangkut tentang konflik hukum status Badan Hukum SPV sebagai Perusahaan Penerbit SBSN di Indonesia, dan pertentangan antara konsep hak milik yang dikenal di hukum positif Indonesia termasuk Hukum Islam, terkait pemindahtanganan BMN pada penerbitan SBSN. Adapun jenis data yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah data sekunder, data yang berasal dari studi kepustakaan, dimana dalam data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.12 Bahan hukum primer yang utama digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 11
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Konsepsi Dasar Peneltian Hukum: Bahan Perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011) 12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hlm. 48. Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
6 5. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 6. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan penerbit SBSN, 7. Terjemahan Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia, 8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 9/DSNMUI/IV/2000 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Ijarah, 9. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 76/DSNMUI/VI/2010 Tahun 2010 tentang SBSN ijarah asset to be leased, 10. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 143/PUU-VI1I2009 tanggal 7 Mei 2010 tentang uji materiil atas penggunaan BMN sebagai underlying asset SBSN sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan huruf b serta Pasal 11 ayat (1) UU SBSN. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah penjelasan Undang-undang, buku-buku literatur, artikel, internet dan pendapat para ahli. Disamping penelitian kepustakaan, untuk memperoleh data penulis juga melakukan wawancara dengan narasumber yang mengerti serta menguasai permasalahan mengenai SBSN dari Direktorat Departemen Pengelolaan Utang dan Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan Republik Indonesia, serta praktisi hukum dibidang Sukuk. Selanjutnya Bahan hukum tertier, yakni yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penulis menggunakan Black Law Dictionary, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Alat Pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research), berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan dan wawancara (Interview) dengan narasumber.
PEMBAHASAN Badan Hukum sebagai bentuk lain dari subjek hukum. Disamping manusia sebagai pembawa hak, di dalam hukum juga badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subyek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan tersebut dapat memiliki kekayaan tersendiri, ikut serta dalam lalu-lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
7 dan menggugat di muka Hakim. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan tersebut dinamakan Badan Hukum (rechtspersoon), yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.13 Badan Hukum mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban hukum dan dapat mengadakan hubungan hukum. Istilah yang resmi digunakan dalam berbagai peraturan Perundang-undangan di Indonesia adalah Badan Hukum berupa Perseroan yang dapat kita temukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT yang selanjutnya disebut “UU PT”.14 Black’s Law Dictionary,15 memberikan pengertian legal persons ialah “an entity such as corporation, created by law given certain legal rights and duties of a human being, real or imaginary, who for the purpose of legal reasoning is treated more or less as a human being”. Dalam Hukum Islam, Badan Hukum tidak diatur secara khusus. Namun, terlihat pada beberapa dalil menunjukan adanya badan hukum dengan menggunakan istilah al-syirkah. Keberadaan Badan Hukum sebagai salah satu pihak yang melakukan akad adalah tidak mutlak, karena yang diutamakan adalah kecapakan dari subjek hukum tersebut yang melakukan perikatan. Baik subjek hukum tersebut berupa perorangan, ataupun syirkah (serikat atau Badan Hukum) yang perwakilannya haruslah cakap dan memang berwenang mewakili syirkah tersebut. Unsur-unsur Badan Hukum disederhanakan menjadi:16 (a) mempunyai harta kekayaan terpisah; (b) memiliki tujuan; (c) mempunyai hak dan kewajiban, dan dapat dituntut dan menuntut; dan (d) mempunyai organisasi yang teratur, tercermin dalam Anggaran Dasar yang selanjutnya disebut “AD” dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan yang selanjutnya disebut “ART”. Di Indonesia, SPV pada hakikatnya adalah terobosan dalam segi ekonomi/keuangan finance, dan bukan terobosan pada segi hukum.17 SPV jika diterjemahkan secara harfiah 13
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, cet.8, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm.216.
14
Indonesia (c), Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40, LN. Nomor 106 Tahun 2007, TLN.Nomor 4756. Pasal 1 angka 1. “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan Hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam` saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” 15
Bryan A. Gardner, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, (St. Paul-Minn: West Publishing Co, 2004), hlm.1178. 16
Chidir Ali, Badan Hukum, (Jakarta : Alumni, 1987), hlm. 27
17
Dwi Irianti Hadiningdyah (b), Kepala Subdirektorat Peraturan dan Kebijakan Operasional Direktorat Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia, (wawancara, 4 Juni 2013). Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
8 adalah kendaraan khusus yang digunakan untuk tujuan tertentu. Belum ada definisi secara baku khusus tentang istilah SPV ini karena dalam prakteknya tidak ada definisi yang persis sama untuk setiap kondisi terkait dengan aktivitas bisnis sebagaimana juga maksud dan tujuan yang hendak dicapai dalam pendiriannya berbeda-beda.18 Robert L. Symonds, Jr.,19 mendefinisikan Special Purpose Vehicle (SPV) adalah sebuah perusahaan dengan tujuan atau fokus yang terbatas. Perusahaan ini dibentuk oleh suatu badan hukum untuk melakukan aktivitas khusus atau bersifat sementara. Perusahaan ini biasanya, walaupun tidak perlu, dikuasai hampir sepenuhnya oleh badan hukum yang menjadi sponsornya. Oleh sebab itu SPV ini harus dijauhkan dari sponsor baik dalam bidang manajemennya maupun pemilikannya (tidak 100%), karena jika SPV sudah dikuasai atau diatur oleh sponsor, maka tidak akan ada perbedaan antara cabang perusahaan dan SPV. SPV mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Badan Hukum pada umumnya. Permasalahan yang mendasar mengenai SPV, adalah UU PT tidak mengatur mengenai bentuk SPV ini.20 Oleh karena itu, hal ini menjadi hal yang harus dipersiapkan oleh segenap pihak, baik itu regulator maupun pelaku bisnis keuangan, untuk mempelajari dan menentukan bentuk hukum SPV terlebih dahulu sebelum mengalami kerugian akibat menggunakan SPV. Meskipun tidak secara khusus disebut SPV, SPV dapat dilihat dari beberapa ketentuan perundang-undangan di Indonesia. SPV biasanya merupakan anak perusahaan, atau perusahaan terkendali, atau perusahaan terafiliasi.21 SPV khusus dibentuk untuk tujuan tertentu, dan dibuat untuk melindungi Badan Hukum pembuatnya dari pertanggungjawaban tidak terbatas yang dilakukan oleh SPV. Jadi, pertanggungjawaban berhenti sebatas pada SPV, tidak sampai kepada Badan Hukum di atasnya yang membentuknya.22 Dalam UU SBSN, dijelaskan bahwa penerbitan SBSN oleh Perusahaan Penerbit SBSN dilakukan hanya dalam hal struktur SBSN memerlukan adanya SPV.23 Perusahaan 18
BPHN, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII Buku I, (Jakarta:BPHN, 2003), hlm.10.
19
Robert L. Symonds, Jr, “Delaware Business Trusts: The Preferred Special Purpose Vehicle For Structured Financings By Financially Healthy Businesses And Reorganizing Companies”, http://www.securitization.net/knowledge/spv/symonds1.asp, diunduh tanggal 2 Juni 2013. 20
Aru, “Aturan SPV akan di sinkronisasi”, http://bwi.or.id/index.php/ar/asdfsdaf/14-lintasberita/142aturan-tentang-spv-akan-di-disinkronisasi, diunduh tanggal 4 Juni 2013. 21
Irfano Adonis, “Status Personal SPV dalam kasus penerbitan surat utang PT indah kiat pulp & paper TBK. (Putusan Pengadilan Bengkalis 05/PDT.G/2003/PN.BKS)”, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008), hlm.36. 22
Hadiningdyah (a), Op.cit.
23
Indonesia (b), Op.cit., Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
9 Penerbit SBSN yang didirikan oleh Pemerintah merupakan Badan Hukum khusus SPV yang pembentukannya dilaksanakan dengan suatu Peraturan Pemerintah.24 Apabila SPV didalam bidang lain diluar SBSN pada umumnya adalah berbentuk PT, berbeda dengan SPV sebagai Perusahaan Penerbit SBSN. Perbedaan ini karena fungsi yang spesifik dari Perusahaan Penerbit SBSN namun tetap menggunakan unsur-unsur utama dalam seluruh jenis badan hukum yaitu adanya modal, tujuan pendirian, dan pengurus/organnya. Hal ini yang disebut salah satu dengan terobosan hukum yang dilakukan lewat UU SBSN.25 Perusahaan Penerbit SBSN adalah suatu Badan Hukum yang dibentuk sesuai dengan ketentuan UU SBSN yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan badan hukum lain yang telah dikenal di Indonesia seperti PT, Yayasan, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lainnya. Oleh karena itu, Perusahaan Penerbit SBSN tidak tunduk pada ketentuan UU PT maupun Undang-Undang BUMN. Karakteristik khusus yang dimiliki oleh Perusahaan Penerbit SBSN adalah Perusahaan Penerbit SBSN hanya memiliki organ perusahaan tunggal yakni dewan direktur (paper company)26, tidak memiliki pegawai dan tidak memiliki hasil usaha (hasil penerbitan SBSN harus disetor ke rekening kas umum negara. Perusahaan Penerbit SBSN tidak boleh mencatatkan hasil penerbitan SBSN sebagai kekayaannya),27 karena Perusahaan Penerbit SBSN merupakan Badan Hukum yang khusus didirikan oleh Pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN.28 Perusahaan Penerbit SBSN disamping bertindak sebagai penerbit SBSN juga berfungsi sebagai Wali Amanat yang akan melaksanakan perikatan dengan Pemerintah, mengawasi aset SBSN, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pemegang SBSN (investor).29 Dalam Pembentukannya, Perusahaan Penerbit SBSN mengambil atau mengadopsi konsep dasar unsur-unsur dari sebuah PT atau Badan Hukum pada umumnya. Unsur-unsur
24
Ibid., Pasal 13 ayat (5). “Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, organ, permodalan, fungsi, dan pertanggungjawaban Perusahaan Penerbit SBSN diatur dengan Peraturan Pemerintah.” 25
Hadiningdyah (b), Op.cit.
26
Presiden (a Presiden Republik Indonesia (a), Peraturan Pemerintah tentang Perusahaan Penerbit SBSN. Peraturan pemerintah nomor 56 Tahun 2008. LN. 117 Tahun. 2008 TLN. 4887, Penjelasan Umum 27
Ibid., Penjelasan Umum
28
Ibid. paper company adalah perusahaan yang hanya memiliki organ tunggal berupa dewan direktur tanpa memiliki karyawan, dan berkedudukan di dalam kantor perusahaan atau instansi yang membuatnya. 29
Ibid. Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
10 dari sebuah PT yang diambil untuk SPV Perusahaan Penerbit SBSN ini antara lain sebagai berikut.30 a.
Modal, Modal SPV Perusahaan Penerbit SBSN tidak akan digunakan untuk apapun termasuk operasional SPV, dan hanya untuk memenuhi unsur suatu Badan Hukum. Oleh karena itu, modalnya-pun sangat kecil, yaitu minimal Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Hal ini juga terjadi dalam best practice yang ada di Internasional. makanya SPV juga sering disebut sebagai "One Dollar Company" dikarenakan sangat kecilnya modal yang disetorkan. Khusus untuk Perusahaan Penerbit SBSN hanya 2 (dua) yang bermodal Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), sementara untuk pendirian SPV Perusahaan Penerbit SBSN berikutnya Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah), hal ini lebih untuk mempertimbangkan agar modal tersebut tidak tergerus habis oleh administrasi bank.
b.
Pengurus atau Organ, SPV Perusahaan Penerbit SBSN sebagai Badan Hukum memerlukan adanya pengurus atau organ didalamnya. Namun karakteristik pengurus atau organ SPV Perusahaan Penerbit SBSN lebih mengutamakan efisiensi dan efektifitas karena SPV ini sendiri bukan merupakan sebuah perusahaan yang mencari keuntungan seperti halnya Badan Hukum PT.
c.
Akta Pendirian, dalam SPV Perusahaan Penerbit SBSN, Akta Pendirian ini bahkan lebih legitimate lagi karena dibuat dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah pembentuk SPV Perusahaan Penerbit SBSN dibuat setiap kali SPV ini didirikan yaitu sampai saat ini sekitar 6 (enam) SPV Perusahaan Penerbit SBSN yang ada di Indonesia. Perusahaan Penerbit SBSN dibentuk langsung oleh Pemerintah dengan Peraturan
Pemerintah, dan memiliki bentuk Badan Hukum “Badan Hukum Perusahaan Penerbit SBSN”.31 Jika disejajarkan dengan Badan Hukum yang dikenal di hukum positif Indonesia,
30
Hadiningdyah (b), Op.cit.
31
Presiden (a), Op.cit., Pasal 2 ayat (2).
Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
11 Badan Hukum Perusahaan Penerbit SBSN termasuk dalam klasifikasi Badan Hukum yang diakui oleh kekuasaan umum.32 Modal dari Perusahaan Penerbit SBSN berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan yang berasal dari APBN.33 Organ Perusahaan Penerbit SBSN yang terdiri dari dewan direktur yang berjumlah sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota secara ex officio.34 Dewan Direktur bertugas dan berwenang untuk menandatangani dokumen penerbitan SBSN, mewakili Perusahaan Penerbit SBSN di dalam dan di luar Pengadilan, dan menunjuk pihak lain35 untuk membantu fungsi Wali Amanat, dengan bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan.36 Perusahaan Penerbit SBSN didirikan dengan Peraturan Pemerintah yang sekurang-kurangnya memuat pernyataan pendirian dan Anggaran Dasar,37 termasuk jumlah kekayaan Negara yang dipisahkan sebagai modal Perusahaan Penerbit SBSN.38 Perusahaan Penerbit SBSN memperoleh status Badan Hukum dan dapat memulai kegiatannya sejak tanggal pengundangan Peraturan Pemerintah tentang pendirian Perusahaan Penerbit SBSN.39 Kewenangan Perusahaan Penerbit selaku SPV hanya terbatas untuk menerbitkan SBSN. Pengaturan tentang segala hal yang berkaitan dengan kebijakan penerbitan SBSN, antara lain: jumlah target indikatif penerbitan, tanggal penerbitan, metode penerbitan, denominasi, struktur Akad, pricing, dan hal-hal lain yang termuat dalam ketentuan dan syarat (terms and conditions) SBSN ditentukan oleh Menteri.40 Pertanggungjawaban yang diatur
32
Seperti yang diatur di dalam Pasal 1653 KUHPerdata yaitu ada dua macam. Pertama, Badan Hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah atau Negara) atau yang diakui oleh kekuasaan umum. Kedua, Badan Hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau kesusilaan (Badan Hukum dengan konstruksi keperdataan). Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. 25. (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1999), Pasal 1653. 33
Presiden (a), Op.cit., Pasal 16 ayat (3).
34
Ibid., Pasal 12 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 12 ayat (2). “Yang dimaksud dengan "ex officio pejabat" adalah pejabat yang bertugas di kantor pusat satuan kerja Departemen Keuangan yang menyelenggarakan pengelolaan SBSN dan kekayaan negara.” 35
Ibid., Penjelasan Pasal 9 ayat (2). “Pihak lain yang dapat ditunjuk untuk membantu pelaksanaan fungsi sebagai Wali Amanat, antara lain, adalah lembaga keuangan yang telah mendapat izin dari otoritas yang berwenang dan lembaga lain yang dapat melakukan fungsi sebagai Wali Amanat.” 36
Ibid., Pasal 15
37
Ibid., Pasal 4. “AD Perusahaan Penerbit SBSN sekurang-kurangnya memuat: (a) nama dan tempat kedudukan, (b) tujuan pendirian, (c) jumlah modal,(d) jangka waktu berdiri, (e) kegiatan, dan (f) nama jabatan dan jumlah anggota dewan direktur.” 38
Ibid., Pasal 3 ayat (1) dan (3).
39
Ibid., Pasal 3 ayat (2).
40
Ibid., Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
12 dalam UU SBSN hanya meliputi pertanggungjawaban kepada Menteri yang terdiri atas laporan pelaksanaan penerbitan SBSN dan laporan tahunan. 41 Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia tidak termasuk subyek pajak berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf (b) Undang-undang Pajak Penghasilan42 yaitu karena:43 dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku; dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN; penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat fungsional negara. Terkait dengan PPn, Perusahaan Penerbit SBSN tetap dapat dikategorikan sebagai bukan pengusaha mengingat karakteristik perusahaan tersebut:44 karena didirikan secara khusus oleh Pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN; hanya mempunyai organ tunggal yaitu dewan direktur yang terdiri dari tiga atau lebih direktur; tidak memiliki karyawan; tidak memiliki hasil usaha; tidak mencari keuntungan; dan menjalankan tugas umum Pemerintahan. Oleh karena itu, SPV Perusahaan Penerbit SBSN dalam menjalankan tugas umum pemerintahan untuk menerbitkan SBSN dapat bekerja maksimal demi tujuan utama pendiriannya. Mengenai Imbalan dan perpajakan SBSN, Pemerintah wajib membayar imbalan dan nilai nominal saat jatuh tempo dan dana pembayaran imbalan dan nilai nominal disediakan dalam APBN. Perpajakan imbalan SBSN adalah sistem perpajakan yang berlaku untuk investor pada kegiatan perpajakan umum.45 Penulis membuat perbandingan yang dapat dilihat secara menyeluruh antara Badan Hukum yang dikenal di hukum positif Indonesia khususnya yang berbentuk PT dengan SPV Perusahaan Penerbit SBSN di Indonesia, yakni sebagai berikut.
41
Indonesia (b), Op.cit.., Penjelasan Pasal 21 ayat (4).
42
Dalam pasal 2 ayat (1) huruf b UU Pajak Penghasilan, subyek pajak adalah “badan”, badan yang dimaksud adalah badan usaha sebagaimana yang diatur dalam UUPT. Lihat Indonesia (d), Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1993 tentang pajak Penghasilan, UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008, LN. Nomor 133 Tahun 2008, TLN. Nomor 3985. 43
Ernawati, Surat Berharga Syariah Negara sebagai instrument Investasi, Modul sosialisasi Direktorat Pembiayaan Syariah dan Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia, http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Tanggapan%20ABFI.pdf, diunduh tanggal 31 Mei 2013. 44
Dalam Pasal 1 huruf 14 UU Pajak pertambahan nilai: “Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha ataupekerjaannya menghasilkan barang, mengimporbarang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujuddari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.” Lihat Indonesia (e), Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, LN. Nomor 150 Tahun 2009 ,TLN. Nomor 5069. 45
Ernawati, Loc.cit. Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
13 Tabel 1. Perbedaan Badan Hukum/PT dengan Perusahaan Penerbit SBSN Perbedaan
Badan Hukum/PT
SPV Perusahaan Penerbit SBSN
Bentuk
Publik (Negara) dan privat (PT)
Perusahaan Penerbit SBSN
Jenis
Badan Usaha (PT, koperasi) dan
Penerbit SBSN yang berfungsi
Bukan Badan Usaha (yayasan)
terbatas hanya untuk SBSN, tidak untuk kegiatan diluar itu.
Modal
Terdiri dari Uang, atau Barang
Hanya berupa uang tunai, sifatnya
lainnya yang dapat dinilai
modal diam yang tidak digunakan
dengan uang, Modal dasar-
untuk apapun. Minimal Rp.10 juta
modal yang ditempatkan- modal
“One Dollar Company “
yang disetor. Organ
RUPS, Komisaris, dan Direksi
Dewan Direktur (ex officio) “paper
(PT)
company “
Akta Pendirian
Mekanisme AD/ART (PT)
Dengan Peraturan Pemerintah
Tanggungjawab
Konsep Pertanggungjawaban
Kepada menteri keuangan, dan
terbatas (PT)
sesuai dengan peran dan fungsinya kepada pihak terkait.
Subjek pajak
Dasar Hukum
Iya, karena Badan Hukum
Tidak, karena bukan perusahaan
adalah Subjek Hukum.
yang menjadi provit dan dibentuk
Sehingga termasuk kualifikasi
oleh negara untuk menjalankan
subjek pajak PPh dan PPn
fungsi penerbitan SBSN.
UU PT/ UU BUMN
UU SBSN
Mengenai pemindahtanganan Barang Milik Negara dalam penerbitan SBSN, ditinjau dari konsep Hak milik (eigendom) serta cara pemindahtanganannya dengan jual-beli dalam KUH Perdata dan Hukum Islam, penulis melihat beberapa persamaan dan perbedaan didalamnya, yaitu: Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
14
Tabel 2. Perbedaan Jual-Beli dalam KUH Perdata dan Hukum Islam Perbedaan
Hukum Islam
KUH Perdata
Terjadinya jual beli
barangnya harus diserahkan
barangnya boleh saja belum
dan diterima oleh pembeli.
diserahkan dan hargnya belum dibayar.
Sahnya jual beli
sahnya jual beli tidak hanya
sahnya jual beli cukup dengan kata
cukup dengan kata sepakat
sepakat. (pasal 1458 KUH Perdata)
karena ada rukun dan syarat.
Sedangkan persamaannya yaitu: 1) Hukum Islam dan KUH Perdata sama-sama menganggap konsensualitas menjadi bagian terpenting untuk sahnya jual beli; dan 2) Hukum Islam dan KUH Perdata sama-sama menyatakan bahwa jual-beli itu bentuknya “jual putus”. Konsep pemisahan antara kepemilikan secara legal dan kepemilikan secara manfaat dari common law system tidak dikenal secara jelas dalam civil law maupun hukum Islam. Berkaitan dengan penerbitan SBSN, penulis melihat bahwa SBSN memang menggunakan konsep pemisahan antara legal title dan beneficiary title. Pada saat BMN dijual ke SPV/Perusahaan Penerbit SBSN, beneficiary title-nya berpindah kepada SPV/Perusahaan Penerbit SBSN, tetapi legal title-nya tetap masih di Pemerintah. Dalam SBSN, digunakan tipe lain dari penjualan yang dikenal sebagai penjualan yang “jatuh pendek dari jual putus".46 Tidak seperti jual putus, yang menghasilkan kepemilikan secara hukum dari aktiva yang dijual, penjualan yang "jatuh pendek dari jual putus" menimbulkan hanya kepemilikan "menguntungkan" atau kepemilikan atas beneficiary title. Surat berharga yang memberikan kepemilikan secara hukum dari aset pada investor dikenal sebagai "beragun aset," sedangkan surat berharga yang memberikan kepemilikan hanya menguntungkan pada investor dikenal sebagai "aset-based." 46
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 33. Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
15 Dalam penjualan “jatuh pendek dari jual putus” ini, yang beralih adalah beneficiary title atau "kepemilikan menguntungkan", artinya tidak semua hak untuk aset yang ditransfer oleh penjual kepada pembeli. Hak-hak ini mencakup hak untuk menggunakan aset atau memperoleh pendapatan dari itu. Namun, legal title-nya tidak berpindah ke pembeli dalam jenis penjualan ini. SBSN menandakan kepemilikan aset, tetapi investor hanya membeli aset dengan cara penjualan yang "jatuh pendek dari jual putus". Dengan kata lain, investor di jenis akad "aset-based" memperoleh sekedar hak untuk arus kas tetapi tidak untuk aset menghasilkan arus kas.47 Hal ini menjelaskan bahwa sertifikat SBSN yang hanya menunjukkan kepemilikan beneficiary title dari aset.48 Karena penjualan “jatuh pendek dari jual putus" tidak mengalihkan kepemilikan legal title aset dari penjual kepada pembeli, keraguan muncul apakah penjualan yang "jatuh pendek dari jual putus" memenuhi persyaratan penjualan yang sah secara syariah. Hal ini menjadikan istrumen SBSN menjadi kurang laku diperdagangkan di pasar sekunder, tidak seperti obligasi lainnya yang menawarkan kepemilikan secara hukum dari aset jaminannya kepada investor.49 Jenis penjualan "jatuh pendek dari jual putus" telah menyimpangi hakikat dari jualbeli. Karena pada hakikatnya jual putus adalah untuk mentransfer kepemilikan dari penjual ke pembeli. Karena sifatnya inheren ambigu, penjualan yang “jatuh pendek dari jual putus” bisa saja dapat digunakan untuk tujuan penipuan. Sebagai contoh, dapat digunakan untuk mengambil uang dari pembeli yang tidak curiga dengan membuat mereka percaya bahwa mereka membeli aset padahal tidak terjadi transaksi apapun secara hukum.50 Mengenai Keabsahan Penggunaan BMN Sebagai Underlying Asset SBSN, hal ini telah didukung oleh Mahkamah Konstitusi, berdasarkan putusan Nomor 143/PUUVI1I2009 tanggal 7 Mei 2010 tentang Uji Materiil atas penggunaan BMN sebagai Underlying asset SBSN sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan huruf b serta Pasal 11 ayat (1) UU SBSN,51 yang menyebutkan bahwa BMN bukan
47
Ibid. hlm 39.
48
Hadiningdyah (b), Op.cit.
49
Ibid.
50
Ibid.
51
Mahkamah Konstitusi, Keputusan tentang Uji Materiil atas penggunaan BMN sebagai Underlying Asset SBSN sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan huruf b serta Pasal 11 ayat (1) UU SBSN, KEP MKRI Nomor 143/PUU-VI1I2009 tanggal 7 Mei 2010. Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
16 dijadikan obyek perdagangan melainkan hanya dijadikan obyek tanggungan yang berupa hak mendapatkan manfaat. BMN sebagai dasar penerbitan atau underlying bukan merupakan jaminan (collateral) yang dapat dipindahtangankan, sedangkan yang dapat dipindahtangankan hanya SBSN-nya saja. UU SBSN memiliki kekhususan (Lex specialist) terhadap UU Perbendaharaan Negara, yang juga mengatur mengenai pemindahtanganan BMN. Dalam Penjelasan Pasal 11 ayat (1) UU SBSN,52 Pemindahtanganan Barang Milik Negara bersifat khusus dan berbeda dengan pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
2004
tentang
Perbendaharaan
Negara.
Sifat
pemindahtanganan dimaksud, antara lain: (i) penjualan dan/atau penyewaan dilakukan hanya atas Hak Manfaat Barang Milik Negara; (ii) tidak terjadi pemindahan hak kepemilikan (legal title) Barang Milik Negara; dan (iii) tidak dilakukan pengalihan fisik Barang Milik Negara sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas Pemerintahan. Penjelasan di atas, yang membandingkan UU SBSN dengan UU Perbendaharaan Negara tersebut adalah sebagai keterangan tambahan yang diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman bahwa antara kedua Undang-Undang tersebut tidak terdapat pertentangan sama sekali, khususnya mengenai penggunaan BMN sebagai underlying asset SBSN karena pemindahtanganan yang terjadi adalah pengalihan hak manfaat atas BMN saja yang hanya digunakan semata-mata untuk keperluan penerbitan SBSN. Penerbitan SBSN, contohnya dilakukan dengan menggunakan struktur ijarah sale and leaseback,53 Pemerintah wajib membeli kembali BMN yang telah dijual hak manfaatnya dan dijadikan sebagai aset SBSN, pada saat jatuh tempo atau pada saat terjadi default (in the event of default).
52
Indonesia (b), Op.cit., Penjelasan Pasal 11 ayat (1).
53
Akad Ijarah sale and lease back adalah salah satu varian Akad Ijarah yang digunakan dalam Penerbitan SBSN sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU SBSN. Jual dan sewa kembali (sale and leaseback) atau transaksi jual dan Ijarah: terjadi di mana seseorang menjual asetnya kepada pihak lain dan menyewa kembali aset tersebut. Transaksi jual-dan-Ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq). Lihat Dewan Syari’ah Nasional (a), Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Sale and Lease Back, No: 72/DSN-MUI/VI/2008. Jakarta 26 Juni 2008. Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
17 Gambar 1. Jenis underlying dalam SBSN54
Secara hukum jaminan, pengertian jaminan adalah perjanjian tambahan yang harus didahului dengan perjanjian utang piutang antara para pihak. Di mana dalam jaminan, salah satu pihak dapat menyita obyek jaminan apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian para pihak. Sehingga dalam jaminan ada hak salah satu pihak untuk melakukan penyitaan atas obyek penjaminan. Hal ini berbeda dengan penggunaan BMN dalam penerbitan SBSN yaitu bahwa BMN yang digunakan sebagai aset SBSN atau underlying asset bukanlah sebagai jaminan (collateral) atau gadai. Hal tersebut sangat jelas diatur dalam perjanjian antara Pemerintah dan Perusahaan Penerbit SBSN bahwa BMN yang dijadikan sebagai aset SBSN tetap berada dalam penguasaan Pemerintah, sehingga tidak akan terjadi peralihan legal title atas BMN tersebut. Hal ini didukung dalam salah satu dokumen hukum penerbitan SBSN, dimana Perusahaan Penerbit SBSN sebagai Wali Amanat memberikan pernyataan sepihak untuk menjual kembali aset SBSN hanya kepada Pemerintah dalam hal Pemerintah gagal bayar (in the event of default) atau pada saat SBSN jatuh tempo. Dari pihak Pemerintah, dibuat pula dokumen hukum dimana Pemerintah memberikan pernyataan sepihak untuk membeli kembali aset SBSN pada saat Perusahaan Penerbit menjual aset SBSN tersebut.55 Dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 143/PUU-VII/2009 tersebut, secara hukum penggunaan BMN sebagai Aset SBSN tidak bertentangan dengan UUD 1945 sehingga diharapkan kedepannya kesalahpahaman tersebut dapat semakin diminimalkan. 54
Direktorat Jendral Pengelolaan Utang & Pembiayaan Syariah, Surat Berharga Syariah Negara: Instrumen Pembiayaan APBN dan Investasi Berbasis Syariah, Modul sosialisasi SBSN Direktorat Jendral Pengelolaan Utang & Pembiayaan Syariah, Jakarta, Maret, 2013 55
Mahkamah Konstitusi, Risalah Sidang perkara Nomor 143/PUU-VI1I2009 perihal pengujian UndangUndang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syaruiah Negara Terhadap Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 6 Februari 2010. Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
18 Di Indonesia, Jenis-Jenis SBSN yang menggunakan Barang Milik Negara sebagai Underlying Asset adalah: SBSN Ijarah Sale and Leaseback (atas bangunan pemerintahan) dan SBSN Ijarah asset to be leased (atas proyek-proyek APBN Pemerintah). Dalam penerbitan SBSN, penggunaan underlying asset merupakan salah satu aspek utama yang menjadi pembeda antara penerbitan surat utang dengan sukuk. Fungsi underlying asset tersebut adalah untuk menghindari riba, sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder, dan untuk menentukan jenis struktur SBSN.56 Penggunaan aset negara sebagai underlying asset, hanya ditujukan dalam bentuk beneficiary title dan tidak ada kewajiban untuk penyerahan fisik serta pengalihan/pemindahan legal title-nya. Jadi tidak memengaruhi posisi fisik aset yang menjadi underlying (hanya sebagai assesoir dan instrumen yang menjadi dasar kontrak), tidak ada transfer of the ownership aset negara ke SPV ataupun investor karena hukum yang ada tetap melindungi kepentingan aset negara.57 Kekhawatiran aset negara yang menjadi underlying akan beralih ke pihak lain tidak perlu terlalu dicemaskan karena hak kepemilikan tidak berpindah dan aset tersebut bukan collateral seperti di perbankan yang bisa dieksekusi jika terjadi wanprestasi.58 Apabila terjadi default (gagal bayar), Pemerintah wajib membeli kembali aset tersebut. Dengan demikian, tidak serta merta aset negara dapat disita oleh investor pemegang Sukuk.59 Selain itu, produk SBSN juga berdasarkan syariah compliance. Syariah compliance berarti penerbitan sukuk harus terlebih dahulu mendapatkan pernyataan kesesuaian prinsip syariah (syariah compliance endorsement) untuk menyakinkan investor bahwa SBSN yang akan diterbitkan sesuai dengan prinsip syariah. Pernyataan kesesuaian prinsip syariah tersebut dapat diperoleh dari individu yang diakui secara luas pengetahuannya di bidang syariah atau institusi yang membidangi masalah syariah. Untuk penerbitan sukuk dalam negeri, pernyataan kesesuaian prinsip syariah dapat diperoleh dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan untuk penerbitan sukuk internasional tersebut diperoleh dari para ahli atau lembaga syariah yang diakui oleh komunitas syariah internasional.60
56
Hadiningdyah (b), Op.cit.
57
Ibid.
58
Ibid.
59
Ibid.
60
Ibid. Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
19 Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah asset to be leased,61 mengamanatkan bahwa penerbitan SBSN Ijarah asset to be leased boleh dilakukan dengan ketentuan semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah, sebagaimana ditetapkan dalam Fatwa DSN Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah berlaku pula dalam akad Ijarah asset to be leased. rukun dan syarat Ijarah yang dimaksud adalah:62 a. Sighat Akad Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.63 Di dalam Penerbitan SBSN Ritel Akad Ijarah asset to be leased seri SR-005 Tahun 2013, para pihak yang melakukan akad antara Pemerintah, diwakili Kementerian/Lembaga; SPV Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia; dan Investor. b. Para Pihak yang berakad, Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000, Pihak-pihak yang berakad sebagai rukun dan syarat akad ijarah, hanya sebatas terdiri atas penyewa dan pemberi sewa. Penyewa dalam SBSN dalam berbagai skema jenis akad ijarah adalah Pemerintah. Pemerintah disini konsep awalnya adalah sebagai obligor64 yaitu pihak yang memiliki kewajiban pembayaran. Pemberi sewa adalah Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia yang mewakili investor.65 Ada perbedaan antara “pemberi sewa” dan “yang menyewakan”, dalam hal ini “yang menyewakan” artinya pemilik/pemegang SBSN adalah investor. Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia tidak memiliki apapun karena ia hanya berperan sebagai wali amanat atau juga sebagai penengah antara Pemerintah dan investor. Perusahaan Penerbit SBSN berfungsi sebagai wali amanat yang mewakili kepentingan investor pemegang SBSN.66 Sebagai “pemberi sewa”, Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia hanya mewakili investor
61
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) (b), Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang SBSN Ijarah asset to be leased, Fatwa Nomor 76/DSN-MUI/VI/2010. 62
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) (c), Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Pembiayaan Ijarah, Fatwa Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000. 63
DSN-MUI (c), Op.cit., Ketetapan Pertama, Rukun dan Syarat Ijarah, Point 1.
64
Obligor dalam SBSN adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran nilai nominal dan imbalan Sukuk yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo. Lihat Indonesia (b), Op,cit., Pasal 9. 65
Presiden Republik Indonesia (b), Peraturan Pemerintah Tentang Pendirian Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2008, LN Nomor 118 Tahun 2008. 66
Indonesia (b), Op.cit., Pasal. 14. Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
20 selaku “yang menyewakan” untuk melakukan pemberian sewa kepada pemerintah selaku penyewa obyek ijarah.67 c. Obyek Akad adalah manfaat barang dan sewa, atau manfaat jasa dan upah. Ketentuan obyek ijarah yang terpenting adalah Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa yang sudah ada maupun yang sudah ada sebagian.68 Selain itu, Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak, dikenali
secara
spesifik
sedemikian
rupa
untuk
menghilangkan
jahalah
(ketidaktahuan), dan bersifat dibolehkan (tidak diharamkan). Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu tempat dan jarak.
PENUTUP Kesimpulan 1. Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (UU SBSN) telah mengakomodir status SPV (Special Purpose Vehicle) dalam Hukum positif Indonesia sebagai bentuk baru Badan Hukum Penerbit SBSN yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah PP nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan penerbit SBSN dan PP nomor 57 tahun 2008 tentang Pendirian Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan UU Perbendaharaan Negara tidak mengatur mengenai pemindahtanganan secara Hak Manfaat (Beneficiary title) seperti yang diatur dalam UU SBSN. Dalam KUH Perdata hanya dikenal konsep yang mirip Trustee seperti yang diberlakukan di negara-negara Common Law System. Selain 67
Kementerian Keuangan, Memorandum, Op.cit., hlm. 5
68
DSN-MUI (c), Op.cit., Ketetapan kedua. Universitas Indonesia
Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
21 itu, UU SBSN memiliki kekhususan (Lex specialist) terhadap UU Perbendaharaan Negara, yang juga mengatur mengenai pemindahtanganan Hak Manfaat (Beneficiary title) BMN. Sifat pemindahtanganan dalam UU SBSN meliputi penjualan dan/atau penyewaan dilakukan hanya atas Hak Manfaat Barang Milik Negara, sehingga tidak terjadi pemindahan hak kepemilikan (legal title) Barang Milik Negara, dan tidak dilakukan pengalihan fisik Barang Milik Negara sehingga tidak mengganggu kedaulatan negara dalam penguasaan asetnya. 3. Dalam pelaksanaannya, Peran SPV dan Mekanisme Pemindahtanganan Hak manfaat BMN telah sesuai dengan Hukum Islam terkait Syarat-Syarat perikatan Ijarah. SPV telah memenuhi kaidah-kaidah Islam dalam pelaksanaan salah satu SBSN Akad Ijarah asset to be leased seri SR-005 sebagai salah satu pihak yang berakad, peran dalam peralihan hak manfaat obyek, wali amanat bagi Pemerintah dan Pemegang SBSN, dan pada waktu sighat akad. Selain itu, Pemindahtanganan hak manfaat BMN sebagai Underlying Asset SBSN pada Akad Ijarah asset to be leased seri SR-005 juga telah jelas peruntukannya sehingga menjauhkan dari unsur riba, maysir, dan gharar yang dilarang dalam Islam. Saran 1. Kementerian Keuangan dan direktorat pengelolaan utang dan pembiayaan syariah Departemen keuangan, dalam proses implementasi UU SBSN perlu dilakukan monitoring dengan baik, bahkan perlu dilakukan evaluasi berkala. Manajemen risiko harus dikelola dengan baik sehingga mencegah kemungkinan yang dapat timbul seperti risiko gagal bayar dan dalam tahun-tahun berikutnya dapat lebih banyak mencoba jenis akad lainnya selain ijarah yaitu mudharabah, musyarakah, dan isthisna. Penambahan jenis akad ini dapat dilakukan pada tahun 2014 dengan menerapkan salah satu akad yang disebutkan sebelumnya. Hal ini agar meningkatkan iklim investasi berbasis syariah Indonesia khususnya menarik modal dari Timur Tengah untuk pembangunan Infrasturuktur dan sektor riil di Indonesia. 2a. Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia, sebaiknya menyertakan disetiap memorandum / prospectus di setiap Sukuk yang diterbitkan mengenai yurisprudensi keabsahan pemindahtanganan Hak Manfaat (Beneficiary title) BMN yang oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 143/PUU-VI1I2009 tanggal 7 Mei 2010 untuk menambah rasa aman dan kepercayaan calon investor pada setiap penerbitan SBSN selanjutnya.
Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
22 2b. Kementerian keuangan, mulai tahun berikutnya haruslah memberi kejelasan mengenai proyek apa yang dijadikan Underlying Asset SBSN lebih beragam dan jelas klasifikasinya tidak hanya untuk pembangunan infrastruktur dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum tetapi bisa untuk misalnya Industri otomotif ataupun pesawat terbang. Walaupun Underlying Asset berupa proyek dalam APBN, tetap saja peningkatan kejelasan Underlying Asset dibutuhkan oleh calon investor dan untuk memberikan suntikan financial Potential Asset di masa depan yang berguna sebagai nilai jual pada pasar sekunder Sukuk. 3. Pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan tim ahli dari Lembaga Keuangan terkait (OJK, BI, Bapepam), melakukan sosialisasi atas UU SBSN dan fatawa no.76/DSN-MUI/VI/2010. Sosialisasi tersebut dapat dilakukan dengan menyebarluaskan informasi seputar sukuk melalui media elektronik dan jejaring sosial, seperti halnya yang telah dilakukan salah satu bank syariah yaitu BNI syariah yang aktif mensosialisasikan produk-produknya melalui iklan di Televisi, radio, dan aktif di jejaring sosial seperti contohnya twitter. Dalam konteks sukuk, hal ini dimaksudkan agar publikasi sukuk lebih mengena di seluruh kalangan masyarakat dan menjadi informasi sehari-hari yang dinikmati oleh masyarakat. Semakin dekatnya informasi dengan penggunanya, semakin baik “branding” sukuk agar menjadi investasi yang paling mudah, dekat, dan jelas bagi masyarakat. DAFTAR PUSTAKA a. BUKU-BUKU: Ali, Chidir. Badan Hukum. Jakarta : Alumni, 1987. Atmadja, Arifin P. Soeria. Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik, dan Praktik. Ed.3. Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia. Cet.4. Jakarta: Kencana, 2007. Dewi, Gemala, Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Cet.3. Jakarta: Kencana, 2007. Douglas, Roger and Jane Knowler. Trust in Principle. Sydney: Lawbook Co., 2006. HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Cet. 5. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
23 Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Harta Kekayaan: Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik. cet.2. ed.1. Jakarta: Kencana, 2005. Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Perjanjian. cet.1. Bandung: Sumur, 1966. Prodjodikoro, R.Wirjono. Asas-asas Hukum Perdata. Cet.8. Bandung, Sumur Bandung, 1981. Purbacaraka, Purnadi. Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional (suatu orientasi). cet.1. Jakarta: CV Rajawali, 1983. Raharjo, Handry. Hukum Perusahaan. cet.1. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2009. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Perdata: Hukum Benda. Yogyakarta: Liberty, 2000. Subekti, R.. Aneka Perjanjian. Cet.10. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995). Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk. cet.1. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk. cet.1. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Syahrani, Riduan. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni, 1985. Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Media Group, 2008. Venardos, Angelo M. ed. Current Issues in Islamic Banking and Finance: Resilience and Stability in the Present System. Singapura: World Scientific Publishing, 2010. Widjaja, Gunawan. Seri Aspek Hukum Pasar Modal: Penitipan Kolektif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005). b. JURNAL: Rumokoy, Nike K (2011). “Pertanggungjawaban PT selaku Badan Hukum dalam kaitannya dengan gugatan atas Perseroan (Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai acuan pembahasan).” Jurnal Hukum
Unsrat.
29(2),
p.13-21.
http://repo.unsrat.ac.id/48/1/2._Nike.pdf.
diunduh 24 Maret 2013.
Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
24 Wafa, Mohammad Agus Khorul (2010). Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Permintaan Sukuk Ritel-I. Jurnal Ekonomi Islam “La Riba”. 4(2), p.163. http://fis.uii.ac.id/images/la-riba-vol4-no2-2010-03-wafa.pdf. diunduh 5 April 2013. Yusdani (2003). “Sumber Hak Milik dalam Perspektif Islam.” Jurnal Al-Mawarid. Jurnal Al-Mawarid,Vol. IX, No.1, Agustus 2003. c. PERATURAN: Indonesia. Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara, UU No.1 Tahun 2004, LN. 4 Tahun, 2004 TLN. Nomor 4355. Indonesia. Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara, UU No.19 Tahun 2008, LN. 70 Tahun 2008. TLN. Nomor 4852. Indonesia. Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, UU No.40 Tahun 2007, LN. Nomor 106 Tahun 2007, TLN.Nomor 4756. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan Proyek sebagai dasar Penerbitan Surat berharga Syariah Negara. Permenkeu Nomor 129/PMK.08/2011 Tahun 2011. Presiden Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perusahaan Penerbit SBSN, PP No.56 Tahun 2008, LN. 117 Tahun 2008, TLN. 4887. Presiden Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Pendirian Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2008, LN Nomor 118 Tahun 2008. Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Perpres No.6 Tahun 2006, LN.Nomor 20 Tahun 2006, TLN. Nomor 4609. d. FATWA: Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Pembiayaan Ijarah. Fatwa No. 9/DSN-MUI/IV/2000 Tahun 2000. Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang SBSN Ijarah asset to be leased. Fatwa No. 76/DSN-MUI/VI/2010 Tahun 2010. Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013
25 e. YURISPRUDENSI: Mahkamah Konstitusi. Keputusan tentang Uji Materiil atas penggunaan BMN sebagai Underlying Asset SBSN sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan huruf b serta Pasal 11 ayat (1) UU SBSN. KEP MKRI No.143/PUU-VI1I2009 tahun 2009. f. INTERNET: AAOIFI, Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. “Sukuk.” http://www.aaoifi.com/aaoifi_sb_Sukuk_Feb_ 2008_Eng.pdf. diunduh 25 April 2013 Aziz,
Muhammad
Faiz.
“Overview
tentang
Prinsip-Prinsip
Hukum
Trust.”
http://www.cfisel.com. diunduh 11 April 2013 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. “Keabsahan penggunaan Barang Milik Negara sebagai Underlying Asset SBSN Diperkuat dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi.”http://www.depkeu.go.id/ind/Read/?type=ixArt&id=16713&thn=20 1& name=artikel 300710.htm. diunduh 11 April 2013. Touriq,
Muhammad.
“Himpunan
Skema
Sukuk”,
http://www.bapepam.go.id/
syariah/publikasi/riset/pdf/Himpunan-Skema-Sukuk.pdf , diunduh 12 April 2013. g. KAMUS: Gardner, Bryan A. “Black’s Law Dictionary.” Eight Edition.
St. Paul-Minn: West
Publishing Co, 2004. h. SKRIPSI/TESIS: Prayitno, Cuk. “Tinjauan Yuridis Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan dan Pertanggungjawaban Pengurus BUMN yang berbentuk Persero.” Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2010. Adonis, Irfano. “Status Personal SPV dalam kasus penerbitan surat utang PT indah kiat pulp & paper TBK. (Putusan Pengadilan Bengkalis 05/PDT.G/2003/PN.BKS).” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok, 2008.
Universitas Indonesia Ridovi Kemal, 0906558312, Pengaturan Badan…
Pengaturan badan hukum..., Ridovi Kemal, FH UI, 2013