Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL OLEH PENYIDIK UNIT PPA SATUAN RESKRIM BERBASIS KEADILAN RESTORATIF DI KABUPATEN KENDAL Agil Widiyas Sampurna1, Suteki2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ABSTRAK Kasus pelecehan seksual seperti persetubuhan dan pencabulan yang terjadi di kabupaten Kendal sudah semakin marak dan mengkhawatirkan karena sudah sangat memungkinkan tindak pidana tersebut dilakukan oleh anak. Hal tersebut terjadi karena mudahnya akses pornografi melalui internet yang kemudian ditiru dan dipraktekkan oleh anak tersebut. Hal itu terbukti dengan adanya anak dibawah umur 12 (dua belas) tahun melakukan pelecehan seksual di kabuapten Kendal pada tahun 2015 dan akhirnya anak tersebut di vonis putusan pidana penjara oleh hakim, dimana hal tersebut tidak sesuai dengan sistem peradilan pidana anak. Sehingga, perlu dilakukan terobosan hukum dalam sistem peradilan pidana yang ada khususnya penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian sebagai garda terdepan dalam penaganan tindak pidana berkaitan dengan anak. Metode pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan Socio-Legal Research, sebagai suatu pendekatan alternatif yang menguji studi doktrinal terhadap hukum. Domain tersebut terdiri dari, Mengapa penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA cenderung mengikuti penyidikan konvensional dan tidak berbasis keadilan restoratif di kabupaten Kendal. Dan Bagaimana dampak dari penyidikan tersebut, serta Bagaimana konsep baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA yang berbasis keadilan restoratif. Hasil peneltian bahwa penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual oeh penyidik unit PPA cenderung mengikuti penyidikan konvensional karena ada alasan yang mendorong baik secara internal maupun eksternal, dampaknya dapat mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual, aparat penegak hukum yang terlibat dalam perkara tersebut, dan hukum acara terkait proses penanganan anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual khususnya dalam penyidikan. Konsep baru tentang penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA yang berbasis keadilan restoratif, yaitu melalui sistem penegakan hukum satu atap/one roof enforcement system (ORES) dengan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan sehingga penyidik unit PPA dapat menerapkan konsep baru penyidikan melalui sistem tersebut. Kata Kunci : Anak; Keadilan Restoratif; Penyidik; Penyidikan; Unit PPA
1 2
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP Penulis Kedua, Penulis Koresponden
145
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Pendahuluan
begitu pesat membawa dampak para pendatang
Masyarakat Indonesia saat ini berada pada
kurang
memperhatikan kabupaten
karakter
budaya
situasi dan kondisi sebagai masyarakat transisi,
masyarakat
Kendal
sehingga
yang mana situasi masyarakatnya beralih dari
menimbulkan dampak sosial dalam kehidupan
sistem pemerintahan yang otoriter ke demokrasi
bermasyarakat.
melalui proses yang disebut reformasi. Adanya
Dampak yang paling terasa sebagai akibat dari
perubahan transisi tersebut juga berpengaruh pada
perubahan sosial yang sangat cepat menuju
perkembangan kehidupan yang berawal dari
modernisasi adalah masalah perilaku delikuensi
kehidupan
kehidupan
anak. Masalah perilaku delikuensi anak secara
modernisme, yang membawa dampak signifikan
umum di Indonesia masih merupakan gejala sosial
terhadap tata nilai sosiokultural pada sebagian
dan telah menimbulkan kekhawatiran dikalangan
besar masyarakat, seperti daerah yang sedang
orang tua pada khususnya dan masyarakat pada
berkembang dan tata letaknya berbatasan dengan
umumnya. Bentuk-bentuk perilaku delikuensi anak
kota besar.
seperti
tradisional
menuju
Kabupaten Kendal adalah salah satu kabupaten
penyalahgunaan
narkoba,
pencurian,
pemerkosaan, penganiayaan, tawuran, geng motor
di Jawa Tengah dan merupakan kabupaten
muncul
penyangga kota Semarang sebagai ibukota
menunjukkan sebagai masalah aktual yang khas di
provinsi Jawa Tengah di berbagai aspek kehidupan
setiap zamannya oleh karenanya menarik untuk
khususnya
letaknya
ditelaah. Masalah perilaku deikuensi anak yang
berbatasan langsung dengan kota Semarang,
saat ini marak terjadi di kabupaten Kendal adalah
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
pergaulan yang berakibat terjadinya pelecehan
per tahun 2015 kabupaten Kendal memiliki jumlah
seksual, dimana bentuknya seperti persetubuhan
penduduk 952.966 jiwa dengan luas wilayah
dan pencabulan.
aspek
ekonomi
karena
kepermukaan.
Gejala
tersebut
Persetubuhan dan pencabulan yang terjadi di
1002,23 km2.3 Posisi kabupaten Kendal sebagai telah
kabupaten Kendal untuk pelakunya didominasi oleh
mendorong banyak orang dari luar kota atau luar
anak-anak dan korbannya juga anak-anak dengan
pulau Jawa untuk mencari rezeki dan menanam
ditunjukkan dari data laporan kasus persetubuhan
investasi. Namun demikian, para pendatang
dan pencabulan yang ada di Kepolisian Resor
tersebut ditengarai membawa karakter budaya
(Polres) Kendal, tahun 2014 terjadi 22 kasus
yang dimiliki dan perkembangan teknologi yang
persetubuhan dan pencabulan dimana jumlahnya
kabupaten
penyangga
perekonomian
10 kasus persetubuhan dan 12 kasus pencabulan, 3Lihat
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kendal online (http://kendalkab.bps.go.id/home) pada tanggal 09 Oktober 2016.
kemudian
tahun
2015
terjadi
31
kasus
persetubuhan dan pencabulan dimana jumlahnya
146
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
10 kasus persetubuhan dan 21 kasus pencabulan
PPA Satuan Reskrim Polres Kendal menerima
dengan pelakunya mayoritas adalah anak-anak,
laporan bahwa telah terjadi pencabulan yang
selanjutnya tahun 2016 sampai dengan bulan
dilakukan oleh anak-anak dan korbannya juga
September terjadi 24 kasus persetubuhan dan
anak-anak. Pelaku anak tersebut berjumlah 2 orang
pencabulan
atas
dimana
jumlahnya
10
kasus
nama
KHOIRUL
UMAM
dan
AJIB
persetubuhan dan 14 kasus pencabulan, jadi rata-
DARMAWAN, saat melakukan perbuatan tersebut
rata setiap bulannya Polres Kendal menerima
pelaku berusia 11 tahun 6 bulan dimana status
laporan 2 kasus persetubuhan dan pencabulan.
pelaku masih sebagai siswa kelas X di SMP Negeri
Latar belakang atau penyebab terjadinya kasus
3 Kendal, kemudian untuk korban atas nama
persetubuhan dan pencabulan yang pelakunya
ANGGRAYANI ADINDA RAMADHANI berusia 6
anak-anak adalah perkembangan terknologi yang
tahun dan statusnya sebagai siswa kelas 2 di SD
memudahkan anak-anak mengakses situs-situs
Sukodono Kendal. Pelaku melakukan pencabulan
porno melalui internet dan kurangnya pengawasan
kepada korban sebanyak 4 kali dimana yang
dari orang tua karena mayoritas orang tua dari
pertama pada bulan Mei 2015 dan yang terakhir
anak-anak tersebut berkeja di luar negeri sebagai
pada bulan juni 2015 dengan semua pencabulan
tenaga kerja Indonesia di negara lain. Dari
tersebut dilakukan di dalam kamar kakak pelaku
penjelasan data diatas bahwa pelaku kasus
dalam rumah pelaku di dusun Karangmalang Rt 01
persetubuhan
wilayah
Rw 01 Kelurahan Sukodono Kecamatan Kota
kabupaten Kendal adalah dimungkinkan anak-anak
Kendal Kabupaten Kendal. Pelaku dan korban
karena mudahnya akses situs-situs porno di
masih memiliki hubungan keluarga yaitu nenek
internet bagi anak-anak yang mana melihat dari
korban kakak beradik dengan ayah pelaku dan
situs-situs porno tersebut anak-anak mencontoh
rumah pelaku bersebelahan dengan rumah korban,
dan melakukan perbuatan pelecehan seksual.
kemudian pelaku mengetahui perbuatan cabul
Sehingga diperlukan prosedur penanganan hukum
tersebut dari internet saat pelaku bermain internet
yang benar dan terpadu antara kepolisian,
di warnet.
dan
pencabulan
di
kejaksaan dan pengadilan dengan memperhatikan
Proses penyidikan dilakukan oleh Unit PPA
hak-hak anak khususnya dimulai dari proses
Satuan Reskrim Polres Kendal karena pihak orang
penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian
tua korban sangat tidak menerima perbuatan
sebagai garda terdepan dalam sistem peradilan
pelaku dan menginginkan pelaku di proses sesuai
pidana.
dengan hukum yang berlaku. Sistem peradilan
Hal ini ditunjukkan adanya kasus yang ditangani
pidana terhadap anak yang melakukan pelecehan
oleh unit PPA Satuan Reskrim Polres Kendal, yaitu
seksual pun berjalan sampai dengan persidangan
pada tanggal 10 bulan Agustus tahun 2015, Unit
dan putusan oleh pengadilan mendasari tuntutan
147
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
dari kejaksaan dimana putusannya yaitu pelaku
pelecehan seksual tersebut mendapatkan vonis
atas nama KHOIRUL UMAM dinyatakan terbukti
hukuman pidana penjara dan hal tersebut sangat
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang
tindak pidana dengan sengaja mengancam anak
Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
untuk melakukan beberapa perbuatan cabul yang
Pidana Anak yang mengutamakan pendekatan
dipandang
berlanjut
keadilan restoratif terhadap anak yang berhadapan
sebagaimana dakwaan alternatif kedua dari
dengan hukum dalam hal ini sebagai pelaku tindak
penuntut umum, menjatuhkan pidana terhadap
pidana.
anak tersebut dengan pidana penjara di Lapas
rumusan/konsep pelaksanaan proses penyidikan
Anak Kutoarjo selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam)
yang tidak konvensional dan sesuai dengan hukum
bulan, menetapkan agar anak menjalani pelatihan
acara sistem peradilan pidana anak bagi penyidik
kerja pada lembaga pelatihan kerja selama 6
kepolisian dalam menangani perkara yang mana
(enam) bulan dan AJIB DARMAWAN dinyatakan
pelaku tindak pidana pelecehan sesksual adalah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
anak. Diharapkan Polisi tidak hanya mewujudkan
melakukan
tercapainya
sebagai
tindak
perbuatan
pidana
dengan
sengaja
Maka
dari
tujuan
itu,
perlu
penegakan
hukum
adanya
yaitu
mengancam anak untuk melakukan beberapa
keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan,
perbuatan
cabul
sebagai
namun juga mampu mewujudkan keadilan restoratif
perbuatan
berlanjut
dakwaan
bagi anak yang berhadapan dengan hukum
alternatif kedua dari penuntut umum, menjatuhkan
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual
pidana terhadap anak tersebut dengan pidana
dengan menjadi polisi responsif, yakni secara
penjara di Lapas Anak Kutoarjo selama 2 (dua)
konseptual mengutamakan tujuan bukan prosedur
tahun dan 6 (enam) bulan, menetapkan agar anak
saja serta tidak terkungkung oleh aturan, sehingga
menjalani pelatihan kerja pada lembaga pelatihan
menjadi polisi progresif yang tidak menabukan
kerja selama 3 (tiga) bulan harus menjalani
diskresi yang valid dalam pelaksanaan tugasnya
hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan
termasuk tugas sebagai garda pertama dalam
Anak.
penanganan tindak pidana berkaitan dengan anak.4
yang
dipandang
sebagaimana
Penanganan perkara tersebut menunjukkan
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka penulis
penyidikan konvensional sebagaimana Peraturan
Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana
Kabareskrim Polri Nomor 3 tahun 2014 tentang
Pelecehan Seksual Oleh Penyidik Unit PPA
Standar
Satuan Reskrim Berbasis Keadilan Restoratif Di
Operasional
Prosedur
Pelaksanaan
Penyidikan Tindak Pidana, sehingga memberikan dampak kepada anak sebagai pelaku tindak pidana
tertarik
untuk
Kabupaten Kendal. 4Suteki.
148
Opcit. hlm 67
meneliti
Penyidikan
bahwa pihak kepolisian menerapkan proses
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Sesuai dengan latar belakang permasalahan
masyarakat melalui pola tingkah laku warganya5.
yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan
Hal ini berarti hukum sangat dipengaruhi oleh
permasalahannya adalah
faktor-faktor non hukum seperti : nilai, sikap, dan
1. Mengapa penyidikan terhadap anak sebagai
pandangan masyarakat yang biasa disebut dengan
pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh
kultur/budaya hukum. Adanya kultur/budaya hukum
penyidik unit PPA satuan reskrim di kabupaten
inilah yang menyebabkan perbedaan penegakan
Kendal masih cenderung mengikuti penyidikan
hukum di antara masyarakat yang satu dengan
konvensional yang tidak berbasis keadilan
masyarakat lainnya6. Oleh karena itu, teori tersebut
restoratif ?
digunakan untuk menganalisa penyidik Unit PPA
2. Bagaimana dampak dari penyidikan terhadap
Satuan Reskrim dalam melaksanakan penyidikan
anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
seksual oleh penyidik unit PPA satuan reskrim
pelecehan seksual harus memperhatikan dan
yang tidak didasarkan kepada keadilan restoratif
mempedomani tata cara dan melihat tindak pidana
di kabupaten Kendal?
tersebut secara komprehensif/dari segala sisi yang
3. Bagaimana konsep baru tentang penyidikan
mana harus membedakan proses penyidikannya
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
dengan orang dewasa sebagaimana yang diatur
pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA yang
dalam undang-undang sistem peradilan pidana
berbasis keadilan restoratif ?
anak dengan mengutamakan pendekatan keadilan
Penelitian menggunakan beberapa teori dan
restoratif.
konsep yaitu teori budaya hukum, teori bekerjanya
Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak
hukum, teori penegakan hukum, teori tujuan
pidana pelecehan seksual tentunya berbeda
hukum, konsep dampak, konsep sistem peradilan
dengan orang dewasa sebagai pelakunya dan hal
pidana, konsep sistem penegakan hukum satu
tersebut akan memberikan dampak tersendiri
atap/one roof enforcement system (ORES) dan
sebagaimana dijelaskan tentang dampak adalah
konsep keadilan restoratif.
pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik
Teori budaya hukum menjelaskan bahwa hukum
akibat positif maupun akibat negatif. Pengaruh
pada dasarnya tidak hanya sekedar rumusan hitam
sendiri adalah suatu keadaan dimana ada
di atas putih saja sebagaimana yang dituangkan
hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat
dalam berbagai bentuk peraturan perundang-
antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang
undangan, tetapi hendaknya hukum dilihat sebagai
dipengaruhi.7 Dampak yang ditimbulkan tersebut
suatu gejala yang dapat diamati dalam kehidupan
Ishaq. Opcit. hlm 10 Loc.cit 7 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia online, (http://www.kbbi.web.id) pada tanggal 09 Oktober 2016 5 6
149
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
dapat berpengaruh kepada anak yang melakukan
kedamaian pergaulan hidup.8 Oleh karena itu,
tindak pidana pelecehan seksual tersebut, aparat
penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak
penegak hukum yang terlibat dalam perkara
pidana pelecehan seksual harus menggunakan
tersebut, bahkan hukum acara dalam proses
pendekatan keadilan restoratif, sehingga digunakan
penyidikan tindak pidana pelecehan seksual
konsep
tersebut.
digunakan konsep sistem peradilan pidana yang
keadilan
restoratif.
Kemudian
juga
Hal itu terlihat dari perkara yang telah diangani
mana menyebutkan komponen-komponen dalam
oleh unit PPA sat reskrim Kendal sehingga anak
sistem tersebut wajib untuk bekerjasama seperti
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga
mendapatkan vonis hukuman pidana penjara dari
pemasyarakatan dengan mengkhususkan melalui
hakim, menunjukkan bahwa hal tersebut tidak
konsep sistem penegakan hukum satu atap/one
sesuai dengan amanat yang ada terkait berkejanya
roof
hukum khususnya bagi anak dalam undang-undang
menempatkan pengawas, penyidik, dan penuntut di
No. 11 tahun 2012 dan bukanlah penegakan
bawah satu atap9. Selanjutnya digunakan juga teori
hukum yang sesuai bagi anak yang melakukan
tujuan hukum yang mana tujuan hukum yang
tindak pidana. Sehingga, dicermati adanya vonis
dimaksud adalah untuk mencapai kemanfaatan
hukuman dalam perkara tersebut menunjukkan
yang sebesar-besarnya tanpa menyampingkan
terdapat hal-hal yang mempengaruhi sebagaimana
aspek keadilan distributif10, dimana keadilan
teori bekerjanya hukum menjelaskan bahwa basis
distributif tidak menekankan pada persamaan
bekerjanya hukum adalah masyarakat, maka
tentang apa yang didapat, melainkan menekankan
hukum akan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau
pada perimbangan antara apa yang didapat
kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan
dengan apa yang seharusnya didapat sesuai
sampai dengan pemberlakuan,
dengan
serta dalam
enforcement
latar
system
belakang
(ORES),
yang
dimiliki
yaitu
baik
penegakan hukumnya juga dipengaruhi oleh faktor-
pendidikan, kemampuan, kedudukan, kekayaan,
faktor sebagaimana dijelaskan teori penegakan
kelahiran dan sebagainya (proporsional).11
hukum bahwa menurut Soerjono Soekanto, Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam
Ishaq. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. 2008. hlm 244
kaedah-kaedah
9Ismail
yang
mantap
dan
8
mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai
Rumadan, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 3, Nomor 3 Nopember 2014. Puslitbang Hukum dan Peradilan MA RI. hlm 243-252
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
10
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
S. Juhaya Praja. Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2011. hlm 179 11
150
Loc.cit
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Permasalahan
pertama,
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
yaitu
mengapa
Metode Penelitian
penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak
Metode pendekatan yang digunakan penulis
pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA
adalah pendekatan socio-legal research, yaitu
satuan reskrim di kabupaten Kendal masih
suatu pendekatan alternatif yang menguji studi
cenderung mengikuti penyidikan konvensional yang
doktrinal terhadap hukum. Kata “socio” dalam
tidak berbasis keadilan restoratif, dianalisis dengan
socio-legal studies mencerminkan keterkaitan antar
menggunakan teori budaya hukum dan aturan yang
konteks dimana hukum berada (an interface with a
mengatur tentang penyidikan seperti KUHAP,
context within which law exists).12
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang
bersifat deskriptif analitis. Dalam penelitian ini
manajemen
Peraturan
menggambarkan masalah dan fakta yang berkaitan
Kabareskrim Nomor 3 Tahun 2014 tentang standar
dengan penyidikan terhadap anak sebagai pelaku
operasional prosedur pelaksanaan penyidikan
tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit
tindak pidana di lingkungan POLRI.
PPA satuan reskrim berbasis keadilan restoratif di
penyidikan,
dan
Penelitian ini
Permasalahan kedua, yaitu tentang bagaimana
kabupaten Kendal. Jenis Data yang digunakan data
dampak dari penyidikan terhadap anak sebagai
primer dan Data sekunder. Teknik pengumpulan
pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh
data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk
penyidik unit PPA satuan reskrim yang tidak
mendapatkan data dalam suatu penelitian. Dalam
didasarkan kepada keadilan restoratif di kabupaten
pengumpulan data ini dapat diperoleh dari hasil
Kendal, dianalisis dengan menggunakan teori
observasi,
bekerjanya hukum, teori penegakan hukum, dan
gabungan/triangulasi.13
wawancara,
dokumentasi,
dan
konsep dampak. Permasalahan
ketiga,
yaitu
tentang
bagaimana konsep baru tentang penyidikan
Pembahasan A. Alasan
yang
Mendorong
Penyidikan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana
pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA yang
Pelecehan Seksual oleh Penyidik Unit PPA
berbasis keadilan restoratif, dianalisis dengan
Satuan Reskrim di Kabupaten Kendal
menggunakan teori tujuan hukum, konsep
Cenderung
Mengikuti
Penyidikan
keadilan restorative, konsep sistem peradilan pidana, dan konsep sistem penegakan hukum satu atap/one roof enforcement system (ORES).
Banakar, Reza dan Max Travers. Law, Sociology and Method dalam Reza Banakar & Max Travers (ed). Theory and Method in Socio-Legal Research. Onati: Hart Publishing Oxford and Portland Oregon. 2005. hlm 26 12
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. 2009. hlm 225 13
151
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Konvensional Yang Tidak Berbasis Keadilan
serta
Restoratif
terhadap perkara anak tersebut.
mengatur
khusus
terkait
penanganan
Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak
Oleh karena itu, dapat dikatakan penyidikan
pidana pelecehan seksual oleh unit PPA sat
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
reskrim di polres Kendal cenderung mengikuti
pelecehan seksual oleh unit PPA sat reskrim polres
penyidikan konvensional yang tidak berbasis
Kendal
keadilan restoratif. Hal tersebut ditunjukkan adanya
mengedepankan pendekatan keadilan restoratif
penanganan perkara pelecehan seksual dengan
sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 11
tersangka anak dibawah umur 12 (dua belas) tahun
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
atas
dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015
nama
KHOIRUL
UMAM
dan
AJIB
masih
konvensional
dengan
Pelaksanaan
tidak
DARMAWAN mendapatkan vonis hukuman penjara
tentang Pedoman
Diversi dan
di penjara anak kutoarjo masing-masing selama 3
Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua
(tiga) tahun 6 (enam) bulan dan 2 (dua) tahun 6
Belas) Tahun yang telah ditetapkan.
(enam) bulan, yang mana proses penyidikan yang
Sesuai dengan pasal 21 ayat 1 dalam Undang-
dilakukan oleh penyidik unit PPA sesuai dengan
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Peradilan Pidana Anak dan Pasal 67 dalam
Hukum Acara Pidana, Peraturan Kapolri Nomor 14
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015
Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Dan
tentang Pedoman
Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014
Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua
tentang Standar Operasional Prosedur Penyidikan
Belas) Tahun bahwa “dalam hal anak yang belum
Tindak Pidana, namun tidak sesuai dengan hukum
berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau
acara pidana anak sebagaimana yang ada dan
diduga
tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 11
pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
profesional
dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015
menyerahkannya kembali kepada orang tua/ wali;
tentang Pedoman
atau
Pelaksanaan
Diversi dan
melakukan
Pelaksanaan
tindak
mengambil
mengikutsertakannya
Diversi dan
pidana, keputusan dalam
penyidik, untuk: program
Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua
pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di
Belas) Tahun. Artinya, bahwa penyidik unit PPA
instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang
Sat Reskrim Polres Kendal kurang memahami dan
menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di
mempedomani aturan penanganan terhadap anak
tingkat pusat maupun daerah, untuk waktu paling
yang melakukan tindak pidana pelecehan seksual
lama 6 (enam) bulan”.
hanya dengan mendasari aturan lama yang ada
Berdasarkan kondisi fakta dan aturan yang ada
dan belum menerapkan aturan hukum yang baru
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ada alasan
152
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
atau argumentasi yang mendorong penyidikan
aturan yang baru tentang penanganan perkara
cenderung tidak berbasis keadilan restoratif baik
anak sebagai pelaku tindak pidana dalam hal ini
secara internal maupun eksternal, sehingga penulis
peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2015
akan menganalisa faktor internal maupun faktor
tentang pedoman pelaksanaan diversi dan
eksternal dan memanfaatkan teori budaya hukum.
penanganan anak yang belum berumur 12 (dua
Dicermati, bahwa faktor internal merupakan faktor
belas) tahun
yang mempengaruhi dari dalam organisasi penyidik
2) Dari sisi sistem, terdapat beberapa faktor yaitu:
unit PPA sat reskrim dan faktor eksternal adalah
a) Aturan penyidikan terhadap anak yang khusus
faktor yang mempengaruhi penyidik unit PPA dari
diatur dalam lingkungan organisasi kepolisian
lingkungan sekitar penyidik. Adapun faktor-faktor
sebagaimana tata cara penyidikan dalam
tersebut antara lain:
undang-undang sistem peradilan pidana anak belum ada, karena aturan yang ada dan
a. Faktor Internal
dipedomani penyidik sekarang masih terkait
1) Sisi sumber daya manusia, terdapat beberapa
penyidikan secara umum yaitu Peraturan
faktor yaitu: a) Penyidik
Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang unit
PPA
belum
memahami
Manajemen
Penyidikan,
dan
Peraturan
sepenuhnya tata cara penyidikan terhadap anak
Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan
Standar
seksual, karena belum mengikuti pendidikan
Tindak Pidana
kejuruan tentang pelayanan perempuan dan
Operasional
Prosedur
Penyidikan
b) Fokus kegiatan atau pengkhususan kegiatan
anak;
tentang pelatihan pelayanan perempuan dan
b) Penyidik unit PPA belum mengetahui peraturan perundang-undangan
yang
baru
anak sebagai kaderisasi penyidik di satuan
tentang
reskrim polres Kendal belum ada, karena
penanganan hukum terhadap anak dalam hal ini
program latihan peningkatan kemampuan fungsi
peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2015
reskrim yang ada di sub bagian latihan bagian
tentang pedoman pelaksanaan diversi dan
sumber daya manusia polres Kendal tidak
penanganan anak yang belum berumur 12 (dua
masuk dan diatur secara khusus dalam program
belas) tahun, karena tidak ada sosialisasi atau
tersebut.
pemberitahuan tentang aturan tersebut oleh
3) Dari sisi budaya, penyidik unit PPA belum
bagian hukum kepada penyidik unit PPA.
mampu memberikan kemudahan prosedur
c) Pengawas penyidik belum berperan secara maksimal
sebagaimana
mestinya,
dalam pelayanan penanganan perkara anak
karena
sebagai pelaku tindak pidana yang berlanjut
pengawas penyidik juga belum memahami
sampai persidangan, karena penyidik masih
153
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
beranggapan penanganan anak tersebut adalah
hukum sebagai suatu sistem dimana pedomanan
hal yang sama dan biasa seperti penanganan
penegakan hukum didasarkan pada grundnorm
terhadap orang dewasa sebagai pelaku.
dalam suatu sistem nilai dan sebagai bagian dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan sehingga
b. Faktor Eksternal
nilai-nilai tersebut tertuang dalam pasal-pasal di
1) Dari sisi keluarga korban, menuntut dan
undang-undang sistem peradilan pidana anak
meminta kepada penyidik unit PPA untuk
belum diindahkan dan diterapkan secara optimal
melanjutkan perkara sesuai dengan prosedur
karena kurang pemahaman atau informasi terbaru
hukum yang berlaku dalam hal ini menjalankan
terkait sistem peradilan pidana anak, yang mana
sistem
hal tersebut
peradilan
pidana,
karena
rasa
kekecewaan dan kekhawatiran pelaku akan
Kedua, persoalan penyidik unit PPA tentang
melakukan perbuatan tersebut lagi kepada
fungsi hukum kaitannya dengan pengaruh budaya
korban maupun orang lain.
hukum, dimana saat ini hukum tidak cukup hanya
2) Dari sisi instansi dan masyarakat sekitar,
berfungsi sebagai sontrol sosial saja, melainkan
keaktifan dari instansi samping yang berkaitan
hukum diharapkan mampu untuk menggerakkan
dengan kegiatan penanganan tindak pidana
masyarakat agar bertingkah laku sesuai dengan
pelecehan seksual seperti dinas sosial dan
pola baru demi tercapainya tujuan yang dicita-
Badan
dan
citakan. Oleh karena itu, penerapan hukum yang
Kabupaten
demikian bagi anak yang melakukan tindak pidana
Kendal dan pastisipasi masyarakat kurang,
pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA belum
karena instansi terkait dan masyarakat sekitar
dapat memaksimalkan fungsi hukum yang ada dan
belum memahami sepenuhnya penanganan
anak sebagai generasi penerus bangsa tidak akan
anak sebagai pelaku tindak pidana.
dapat mencapai tujuannya dengan baik karena
Keluarga
Pemberdayaan Berencana
Perempuan (BPPKB)
3) Dari sisi budaya, orang tua masih kurang
diberikan ajaran pembalasan dengan dilakukan
memberikan pengawasan kepada anaknya,
penyidikan yang berakhir dengan hukuman penjara
karena
dan
mayoritas
orang
tua
tersebut
bukan
ajaran
pemulihan
sebagaimana
meninggalkan anaknya untuk bekerja ke luar
pendekatan keadilan restoratif yang termaktub
negeri sebagai tenaga kerja Indonesia dan
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
menitipkan anak tersebut untuk di asuh oleh
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
orang lain seperti kakek dan neneknya yang
Ketiga,
persoalan
cara
unit
PPA
dianggap biasa dalam kehidupan masyarakat.
menyangkut
Persoalan mendasar bagi penyidik unit PPA
kesadaran hukum yang erat kaitannya dengan
sebagaimana teori budaya hukum yaitu pertama,
sikap para pelaksana hukum dalam hal ini penyidik
154
bagaimana
penyidik
pembinaan
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
unit PPA untuk bertindak sesuai dengan ketentuan
melanggar susila atau melakukan pelecehan
hukum dan berfungsi sebagai jembatan yang
seksual akan memasukkan dirinya ke dalam ranah
menghubungkan antara peraturan hukum dengan
hukum pidana yang berlaku di negara ini.
tingkah laku anggota masyarakatnya. Sehingga,
Anak yang menjadi tersangka dalam tindak
unit PPA selain daripada melaksanakan penyidikan
pidana pelecehan seksual sebagaimana unsur
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
perbuatan yang dilarang dalam undang-undang
pelecehan seksual juga harus mampu memberikan
nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas
edukasi/pendidikan
tentang
undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang
penanganan perkara anak baik kepada masyarakat
perlindungan anak, sehingga harus menanggung
maupun pelaksana hukum itu sendiri, namun ketika
konsekuensi atau resiko dari perbuatannya tersebut
penyidik unit PPA tidak mengikuti perkembangan
yaitu sanksi pidana. Akibat hukum terhadap
hukum terkait penanganan anak sebagai pelaku
perbuatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh
tindak pidana tersebut, maka dapat terjadi dampak
anak yaitu pada dasarnya terjadi suatu perkara
yang kurang baik seperti penyidik unit PPA yang
dimana anak meniru perbuatan dari internet dan
kurang mengikuti perkembangan aturan sistem
melakukan pelecehan seksual kepada anak yang
peradilan pidana anak sehingga dalam penyidikan
lain karena ketidaktahuan anak bahwa telah
perkara anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun
berbuat melanggar aturan sebagaimana diatur
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual
dalam
untuk anak sebagai pelaku tersebut harus
Sehingga, anak yang melakukan pelecehan
menerima hukuman penjara di penjara anak dan
seksual tersebut masuk ke dalam ranah hukum
belum maksimal dalam menjadi penghubung yang
positif negara, yakni ranah sistem peradilan pidana
baik antara aturan hukum yang berlaku dengan
anak. Apabila dalam persidangan anak yang
anggota masyarakat.
melakukan pelecehan seksual tersebut dinyatakan
pengetahuan
undang-undang
perlindungan
anak.
terbukti dan bersalah oleh hakim mendasari B. Dampak dari Penyidikan terhadap Anak
laporan dari korban maupun keluarga korban dan
sebagai Pelaku Tindak Pidana Pelecehan
bukti bukti yang ada dalam perkara tersebut, maka
Seksual oleh Penyidik Unit PPA Satuan
anak tersebut dapat dikenakan hukuman/sanksi
Reskrim yang Tidak Didasarkan Kepada
pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang
Keadilan Restoratif Di Kabupaten Kendal
perlndungan anak dan sistem peradilan pidana
Anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki
anak tersebut. Namun demikian, proses hukum
tanggung jawab untuk melanjutkan pembangunan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
pelecehan seksual tidak hanya berimplikasi kepada
Namun, ketika anak melakukan perbuatan yang
anak yang melakukan tindak pidana tersebut, tetapi
155
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
juga dapat berimplikasi kepada aparat penegak
C. Konsep Baru tentang Penyidikan terhadap
hukum yang terlibat di dalam penanganannya.
Anak
sebagai
Sehingga dapat dikatakan bahwa dampak dari
Pelecehan Seksual oleh Penyidik Unit PPA
penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak
yang Berbasis Keadilan Restoratif
pidana pelecehan seksual dapat berimplikasi
Pembahas persoalan mengenai konsep baru
kepada anak, aparat penegak hukum yang terlibat
tentang penyidikan terhadap anak sebagai pelaku
dalam perkara, dan hukum acara itu sendiri.
tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit
a. Dampak terhadap anak yang melakukan tindak
PPA yang berbasis keadilan restoratif penulis dahulu
Pelaku
mengkajinya
Tindak
dari
Pidana
pidana pelecehan seksual yaitu hukuman/sanksi
terlebih
beberapa
penjara dan tindakan.
argumentasi yang melandasi pentingnya konsep
b. Dampak terhadap aparat penegak hukum yang
baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku
terlibat dalam penanganan perkara anak
tindak pidana pelecehan seksual, kemudian
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual
penjelasan konsep baru penyidikan terhadap anak
dapat berupa sanksi pidana penjara jika
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual
penanganannya tidak sesuai dengan hukum
sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang
acara dalam sistem peradilan pidana anak.
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
c. Dampak terhadap hukum acara terkait proses
Pidana Anak dan aturan pelaksananya berupa
penanganan anak sebagai pelaku tindak pidana
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015
pelecehan seksual khususnya dalam penyidikan
tentang Pedoman
yaitu tata cara penyidikan yang diatur dalam
penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua
undang-undang sistem peradilan pidana anak
belas) Tahun yang mengedepankan keadilan
tidak terlaksana secara optimal, sehingga tata
restoratif, selanjutnya potensi penerapan konsep
cara yang ada dalam aturan kepolisian saat ini
baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku
berupa Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012
tersebut.
tentang manajemen penyidikan dan Peraturan
1. Argumentasi
Pelaksanaan
Pentingnya
Diversi dan
Konsep
Baru
Kabareskrim Polri Nomor 3 tahun 2014 tentang
Penyidikan terhadap Anak sebagai Pelaku
standar operasional prosedur pelaksanaan
Tindak Pidana Pelecehan Seksual
penyidikan tindak pidana perlu dilakukan
Bahwa penyidikan terhadap anak sebagai
penyesuaian dan dirubah dengan memasukkan
pelaku tindak pidana pelecehan seksual yang ada
tata
anak
di lingkungan kepolisian saat ini sudah tidak sesuai
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
atau kurang relevan dan perlu dilakukan konsep
sistem peradilan pidana anak.
baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku
cara
penyidikan
terhadap
156
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
tindak pidana tersebut, dimana hal tersebut
penanganannyapun perlu dilakukan upaya lebih
didorong oleh beberapa alasan, anata lain:
untuk mencapai keadilan restoratif bagi anak
a. Aturan yang mengatur tentang penyidikan di
yang berhadapan dengan hukum khususnya
kepolisian yaitu Peraturan Kapolri Nomor 14
anak yang melakukan tindak pidana pelecehan
Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
seksual.
dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3
Alasan
sebagaimana
tersebut
diatas
Tahun 2014 tentang Standar Operasional
menunjukkan bahwa pentingnya konsep baru
Prosedur Penyidikan Tindak Pidana tidak sesuai
penanganan tindak pidana pelecehan seksual
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
terhadap pelaku anak. Dalam penelitian ini, peneliti
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan
mengusulkan konsep baru penyidikan terhadap
aturan
Peraturan
anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang
seksual sebagaimana amanat undang-undang
Pedoman Pelaksanaan Diversi dan penanganan
nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas)
pidana anak yaitu melalui sistem penegakan hukum
Tahun karena tata cara yang diatur dalam
satu atap/one roof enforcement system (ORES).
undang-undang
2012
2. Konsep Baru Penyidikan terhadap Anak
khususnya penyidikan terhadap anak sebagai
sebagai Pelaku Tindak Pidana Pelecehan
pelaku tindak pidana belum termaktub dalam
Seksual
peraturan
Keadilan restoratif adalah sebuah bentuk
pelaksananya
nomor
kapolri
berupa
11
tahun
maupun
peraturan
kabareskrim tersebut.
keadilan yang menekankan pemulihan atau
b. Saat ini, sudah sangat memungkinkan anak
restorasi tiga pihak, yaitu korban, pelaku kejahatan,
melakukan tindak pidana pelecehan seksual
dan masyarakat.14, sebagaimana juga dijelaskan
karena mudahnya akses internet dalam hal
dalam pasal 1 angka 6 undang-undang nomor 11
pornografi yang secara tidak sadar ditiru oleh
tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak
anak dan kurangnya pengawasan orang tua
dan dalam aturan pelaksana undang-undang
terhadap anak.
tersebut pada pasal 1 angka 2 peraturan
c. Perlunya
peningkatan
kerjasama
dan
pemerintah nomor 65 tahun 2014 tentang pedoman
keterpaduan dalam penanganan perkara anak
pelaksanaan diversi dan penanganan anak yang
sebagai pelaku tindak pidana pelcehan seksual
belum berumur 12 (dua belas) tahun, yang isinya15:
oleh aparat penegak hukum sebagaimana
“Keadilan restoratif adalah penyelesaian
program pemerintah saat ini bahwa perkara
perkara tindak pidana dengan melibatkan
yang berkaitan dengan anak merupakan extra ordinary
crime,
sehingga
dalam
14 15
157
Yoachim Agus Tridiatno. Opcit. hlm 26 Ibid. hlm 30
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan
peradilan pidana anak atau musyawarah dan
pihak lain yang terkait untuk bersama-sama
proses penyidikan berbasis keadilan restoratif
mencari penyelesaian yang adil dengan
dapat dilaksanakan dan hasil yang dicapai sesuai
menekankan
dengan amanat undang-undang nomor 11 tahun
pemulihan
kembali
pada
keadaan semula dan bukan pembalasan.
2012 tentang sistem peradilan pidana anak dimana
Pelaksanaan penyidikan berbasis keadilan
menunjukkan adanya penyidikan berbasis keadilan
restoratif telah diatur dalam undang-undang
restoratif.
tersebut dalam pasal-pasalnya, namun melihat
Memperhatikan penanganan terhadap perkara
kondisi penanganan perkara dengan tersangka
tindak pidana pelecehan seksual yang dapat
anak UMAM dan AJIB mengisyaratkan bahwa
diselesaikan di luar sistem peradilan pidana anak
proses penyidikan berbasis keadilan restoratif
tersebut dengan komunikasi dan sinergitas yang
tersebut tidak dilaksanakan secara maksimal
baik seluruh elemen yang berkompeten maka
sehingga menerima putusan hukuman penjara di
penulis menganalisa bahwa dapat dimunculkan
penjara anak.
konsep
baru
terkait
penyidikan
tersebut
Mencermati hal tersebut, terlihat bahwa penyidik
sebagaimana yang tata cara penyidikan yang telah
sudah melakukan upaya untuk komunikasi dengan
diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun 2012
keluarga korban sebelum proses penyidikan
tentang sistem peradilan pidana anak yaitu melalui
terhadap laporan orang tua korban di proses,
sistem penegakan hukum satu atap/one roof
namun saat itu penyidik tidak memanggil pihak-
enforcement system (ORES). Diketahui, bahwa
pihak yang berkompeten dan terlibat dalam perkara
One Roof Enforcement System (ORES)/ Sistem
tersebut seperti pelaku, kelauarga pelaku, petugas
Penegakan
pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial atau
menempatkan pengawas, penyidik, dan penuntut di
petugas dinas sosial, dan tokoh masyarakat
bawah satu atap, dimana memiliki tujuan untuk
setempat, sehingga tujuan penegakan hukum
membentuk keterpaduan dalam sistem peradilan
dengan pendekatan keadilan restoratif terhadap
pidana melalui kerjasama yang baik antar elemen
anak yang melakukan tindak pidana pelecehan
penegak hukum meskipun tidak melebur menjadi
seksual
tercapai
satu unit atau departemen atau menyatu dalam
sebagaimana yang diharapkan dalam prakteknya.
lembaga tersendiri, guna menciptakan strategi
Namun demikian, diketahui pada tahun 2015
supaya setiap elemen dapat meningkatakan
terdapat 2 (dua) laporan dan atau pengaduan dari
efisiensi kerjanya dan sekaligus bersatu padu
orang tua korban tindak pidana pelecehan seksual
dengan elemen yang lainnya untuk menciptakan
dengan tersangka juga anak-anak dapat dilakukan
tujuan
upaya penyelesaian perkara di luar sistem
terselenggaranya sistem peradilan pidana anak
tersebut
belum
dapat
158
Hukum
bersama,
Satu
dalam
Atap
hal
ini
adalah
dapat
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
dalam perkara anak sebagai pelaku tindak pidana
tersebut
pelecehan
melakukan
seksual
dengan
menggunakan
pendekatan keadilan restoratif.
melihat
perkara
proses
yang
hukum
terjadi
dengan
dan tidak
menghalangi pihak korban dan tersangka untuk
Adapun penjelasan pelaksanaan garis besar
melakukan penyelesaian melalui musyawarah yang
secara teknis tentang konsep baru penyidikan
mana jika ada kesepakatan dalam musyawarah
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
maka proses tersebut dibuatkan kesepakatan
pelecehan seksual sebagaimana termaktub dalam
bersama
undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang
dimintakan penetapan sebagai wujud kepastian
sistem peradilan pidana anak dan peraturan
hukum penyelesaian perkara tersebut dalam waktu
pemerintah nomor 65 tahun 2015 tentang pedoman
3 (tiga) hari, namun jika tidak tercapai kesepakatan
pelaksanaan diversi dan penanganan anak yang
maka poses hukum tetap berjalan sebagaimana
belum berumur 12 (dua belas) tahun yang
mestinya sampai dengan adanya putusan dari
mengedepankan keadilan restoratif yaitu, adanya
pengadilan terhadap perkara tersebut. Proses
laporan dan atau pengaduan tentang tindak pidana
penanganan
pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak untuk
memperhatikan umur anak sebagai pelaku tersebut
pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyidikan
dan tidak boleh melebihi waktu 1 (satu) bulan
di sistem peradilan pidana anak seperti kepolisian,
sampai dengan adanya putusan dalam hal perkara
kejaksaan, petugas pembimbing kemasyarakatan,
dilanjutkan sebagaimana sistem peradilan pidana
pekerja sosial atau petugas dinas sosial, dan tim
anak.
dan
diajukan
perkara
kepengadilan
tersebut
tetap
untuk
harus
pelayanan penanganan terpadu dari pemerintah
Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga harkat
daerah dalam waktu 1x24 jam melakukan
dan martabat anak serta memelihara tumbuh
pertemuan untuk memberikan saran kepada
kembanganak untuk tidak merasa tertekan ataupun
penyidik kepolisian guna menentukan langkah
memiliki rasa bersalah yang berlebihan sehingga
selanjutnya, jika pelaku anak masih berumur
menimbulkan ganguan baik fisik maupun psikis
kurang dari 12 (dua belas) tahun maka elemen
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
penegak hukum tersebut harus mempertemukan
tersebut.
pihak korban dan pelaku untuk segera diambil
3. Potensi Penerapan Konsep Baru Penyidikan
keputusan sebagaimana aturan dalam undang-
terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana
undang dan dibuatkan ketetapan pengadilan
Pelecehan Seksual
dengan waktu paling lama 3 (tiga) hari.
Pentingnya
penanganan
tindak
pidana
Apabila pelaku anak berumur lebih dari 12 (dua
pelecehan seksual terhadap pelaku anak melalui
belas) tahun kurang dari 18 (delapan belas) tahun,
sistem penegakan hukum satu atap/one roof
maka elemen penegak hukum dalam sistem
enforcement system (ORES) karena dorongan dari
159
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
kondisi sekarang yang mana anak sangat mungkin
Oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan
menjadi pelaku tindak pidana pelecehan seksual
yang harus diperhatikan sehingga penyidik unit
sehingga kejahatan tersebut oleh pemerintah
PPA dapat menerapkan konsep baru penyidikan
dinyatakan sebagai extra ordinary crime dan secara
melalui sistem penegakan hukum satu atap/one
tersirat
roof enforcement system (ORES) sebagaimana
memberikan
pesan
perlu
adanya
penanganan yang ekstra juga terhadap kejahatan
dijelaskan diatas, yaitu:
tersebut. One Roof Enforcement System (ORES)/
a. Aturan yang mengatur tentang penyidikan di
Sistem Penegakan Hukum Satu Atap adalah
kepolisian yaitu Peraturan Kapolri Nomor 14
menempatkan pengawas, penyidik, dan penuntut di
Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
bawah satu atap.
dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3
Konsep baru penyidikan terhadap anak sebagai
Tahun 2014 tentang Standar Operasional
seksual
Prosedur Penyidikan Tindak Pidana dirubah
sebagaimana termaktub dalam undang-undang
dan disesuaikan dengan tata cara penyidikan
nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
pidana anak dan peraturan pemerintah nomor 65
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan
tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan diversi
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015
dan penanganan anak yang belum berumur 12
tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan
(dua belas) tahun yang mengedepankan keadilan
penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua
restoratif
belas) Tahun sebagaimana teknis konsep baru
pelaku
tindak
pidana
memperhatikan
pelecehan
dan
merupakan
perwujudan beberapa prinsip-prinsip dasar keadilan restoratif, yaitu:
penyidikan di atas b. Pelaksanaan setiap tahapan dalam proses
a. Keadilan restoratif mengutamakan pemulihan
penyidikan diatur secara jelas dan mengikuti
atau restorasi bagi semua pihak yangterkena
waktu yang telah diatur dalam undang-
dampak dari tindak kejahatan, yaitu korban,
undangsistem peradilan pidana seperti, waktu
pelaku, dan masyarakat.
pelaksanaan sampai hasil penelitian yang
b. Berkaitan dengan cita-cita pemulihan di atas,
dilakukan oleh petugas BAPAS atas permintaan
keadilan restoratif fokus pada kebutuhan tiga
penyidik tidak boleh lebih dari 3 (tiga) hari dan
pihak,
kejahatan,
penetapan hasil musyawarah atau kesepakatan
danmasyarakat yang tidak dipenuhi oleh proses
bersama yang dikeluarkan oleh pengadilan atas
peradilan.
permintaan penyidik tidak boleh lebih dari 3
yaitu
korban,
pelaku
c. Keadilan restoratif memperhatikan kewajiban dan tanggung jawab yang muncul oleh karena
(tiga) hari. c. Dibuat dan disepakatinya kesepakatan bersama
tindak kejahatan.
atau Memorandum of Undertanding (MOU) 160
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
antara aparat penegak hukum dalam sisitem
Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen
peradilan pidana anak yang memuat tentang
Penyidikan dan Peraturan Kabareskrim Polri
langkah-langkah dan tata cara pelaksanaan
Nomor 3
penanganan perkara anak sebagai pelaku
Operasional
tindak pidana secara terpadu dan sinergis
Pidana, namun tidak sesuai dengan hukum
berdasarkan tugas, tanggung jawab, dan
acara pidana anak sebagaimana yang ada dan
kewenangan masing-masing aparat penegak
tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 11
hukum tersebut.
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Berdasarkan persyaratan tersebut menunjukkan
Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65
bahwa konsep baru penyidikan terhadap anak
Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual
Diversi dan Penanganan Anak yang Belum
sebagaimana termaktub dalam undang-undang
Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Oleh karena itu,
nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
dapat dikatakan bahwa ada alasan atau
pidana anak dan peraturan pemerintah nomor 65
argumentasi
tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan diversi
cenderung tidak berbasis keadilan restoratif baik
dan penanganan anak yang belum berumur 12
secara internal maupun eksternal. Adapun
(dua belas) tahun memiliki potensi untuk dapat
faktor-faktor tersebut antara lain:
diterapkan sehingga kedepan untuk penyidikan
a. Faktor Internal
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
1) Dari sisi sumber daya manusia, terdapat
pelecehan seksual dapat menerapkan dan hasilnya sesuai dengan pendekatan keadilan restoratif dimaksud.
Tahun 2014 tentang Standar Prosedur
yang
Penyidikan
mendorong
Tindak
penyidikan
beberapa faktor yaitu: a) Penyidik
unit
PPA
belum
memahami
sepenuhnya tata cara penyidikan terhadap anak
sebagai
pelaku
tindak
pidana
Simpulan dan Saran
pelecehan seksual, karena belum mengikuti
Simpulan
pendidikan kejuruan tentang pelayanan
1. Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak
perempuan dan anak;
pidana pelecehan seksual oleh unit PPA Sat
b) Penyidik unit PPA belum mengetahui
Reskrim Polres Kendal masih konvensional
peraturan perundang-undangan yang baru
dengan tidak mengedepankan pendekatan
tentang penanganan hukum terhadap anak
keadilan restoratif, karena proses penyidikan
dalam hal ini peraturan pemerintah nomor 65
yang dilakukan oleh penyidik unit PPA sesuai
tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
diversi dan penanganan anak yang belum
tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Kapolri
berumur 12 (dua belas) tahun, karena tidak
161
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
ada sosialisasi atau pemberitahuan tentang
tidak masuk dan diatur secara khusus dalam
aturan tersebut oleh bagian hukum kepada
program tersebut.
penyidik unit PPA.
c) Dari sisi budaya, penyidik unit PPA belum
c) Pengawas penyidik belum berperan secara
mampu memberikan kemudahan prosedur
maksimal sebagaimana mestinya, karena
dalam pelayanan penanganan perkara anak
pengawas penyidik juga belum memahami
sebagai pelaku tindak pidana yang berlanjut
aturan yang baru tentang penanganan
sampai persidangan, karena penyidik masih
perkara anak sebagai pelaku tindak pidana
beranggapan penanganan anak tersebut
dalam hal ini peraturan pemerintah nomor 65
adalah hal yang sama dan biasa seperti
tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan
penanganan
diversi dan penanganan anak yang belum
sebagai pelaku.
berumur 12 (dua belas) tahun.
terhadap
orang
dewasa
b. Faktor Eksternal
2) Dari sisi sistem, terdapat beberapa faktor yaitu:
1) Dari sisi keluarga korban, menuntut dan
a) Aturan penyidikan terhadap anak yang
meminta kepada penyidik unit PPA untuk
khusus diatur dalam lingkungan organisasi
melanjutkan perkara sesuai dengan prosedur
kepolisian sebagaimana tata cara penyidikan
hukum
dalam undang-undang sistem peradilan
menjalankan
pidana anak belum ada, karena aturan yang
karena rasa kekecewaan dan kekhawatiran
ada dan dipedomani penyidik sekarang
pelaku akan melakukan perbuatan tersebut
masih terkait penyidikan secara umum yaitu
lagi kepada korban maupun orang lain.
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Manajemen
Penyidikan,
dan
yang
berlaku sistem
dalam
hal
peradilan
ini
pidana,
2) Dari sisi instansi dan masyarakat sekitar, keaktifan
dari
instansi
samping
yang
Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun
berkaitan dengan kegiatan penanganan
2014 tentang Standar Operasional Prosedur
tindak pidana pelecehan seksual seperti
Penyidikan Tindak Pidana
dinas sosial dan Badan Pemberdayaan
b) Fokus kegiatan atau pengkhususan kegiatan
Perempuan
dan
Keluarga
Berencana
tentang pelatihan pelayanan perempuan dan
(BPPKB) Kabupaten Kendal dan pastisipasi
anak sebagai kaderisasi penyidik di satuan
masyarakat kurang, karena instansi terkait
reskrim polres Kendal belum ada, karena
dan masyarakat sekitar belum memahami
program latihan peningkatan kemampuan
sepenuhnya penanganan anak sebagai
fungsi reskrim yang ada di sub bagian latihan
pelaku tindak pidana.
bagian sumber daya manusia polres Kendal
3) Dari sisi budaya, orang tua masih kurang memberikan pengawasan kepada anaknya,
162
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
karena
mayoritas
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
orang
tua
tersebut
pelecehan seksual dapat berupa sanksi
meninggalkan anaknya untuk bekerja ke luar
pidana penjara jika penanganannya tidak
negeri sebagai tenaga kerja Indonesia dan
sesuai dengan hukum acara dalam sistem
menitipkan anak tersebut untuk di asuh oleh
peradilan pidana anak.
orang lain seperti kakek dan neneknya yang dianggap
biasa
dalam
kehidupan
masyarakat
c. Dampak terhadap hukum acara terkait proses penanganan anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual khususnya
2. Dampak dari penyidikan terhadap anak
dalam penyidikan yaitu tata cara penyidikan
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan
yang diatur dalam undang-undang sistem
seksual oleh penyidik unit PPA satuan
peradilan pidana anak tidak terlaksana
reskrim yang tidak didasarkan kepada
secara optimal, sehingga tata cara yang ada
keadilan restoratif di kabupaten kendal
dalam aturan kepolisian saat ini berupa
tentunya berdampak terhadap pihak-pihak
Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012
yang terkait dengan perkara anak sebagai
tentang
pelaku tersebut, dimana hal tersebut dapat
Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 tahun
terjadi karena adanya beberapa faktor yang
2014 tentang standar operasional prosedur
mempengaruhi
hukumnya
pelaksanaan penyidikan tindak pidana perlu
sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana
dilakukan penyesuaian dan dirubah dengan
dan fasilitas yang mendukung penegakan
memasukkan tata cara penyidikan terhadap
hukum, faktor masyarakat, dan faktor
anak sebagaimana yang diatur dalam
kebudayaan.
undang-undang sistem peradilan pidana
yaitu
Oleh
faktor
karena
itu,
dapat
dikatakan bahwa dampak dari penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan
seksual
dapat
berimplikasi
manajemen
penyidikan
dan
anak. 3. Konsep baru tentang penyidikan terhadap anak
sebagai
pelaku
tindak
pidana
kepada anak, aparat penegak hukum yang
pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA
terlibat dalam perkara, dan hukum acara itu
yang berbasis keadilan restoratif, yaitu
sendiri, sebagai berikut:
melalui sistem penegakan hukum satu
a. Dampak terhadap anak yang melakukan
atap/one roof enforcement system (ORES)
tindak pidana pelecehan seksual yaitu
dengan membentuk dan menyususn tata
hukuman/sanksi penjara dan tindakan.
cara penegakan hukum terhadap anak
b. Dampak terhadap aparat penegak hukum
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan
yang terlibat dalam penanganan perkara
seksual dengan terintegrasi dan terpadu
anak
antar komponen penegak hukum mendasari
sebagai
pelaku
tindak
pidana 163
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
undang-undang no. 11 tahaun 2012 tentang
sebagaimana teknis konsep baru penyidikan
sistem peradilan pidana anak dan peraturan
di atas
daerah yang dibuat tentang tim pelayanan
b. Pelaksanaan setiap tahapan dalam proses
penanganan terpadu terkait perlindungan
penyidikan diatur secara jelas dan mengikuti
perempuan dan anak dari kekerasan.
waktu yang telah diatur dalam undang-
Konsep baru tersebut menekankan proses
undangsistem peradilan pidana seperti,
penanganan perkara terhadap anak sebagai
waktu pelaksanaan sampai hasil penelitian
pelaku tindak pidana pelecehan seksual
yang dilakukan oleh petugas BAPAS atas
tetap harus memperhatikan umur anak
permintaan penyidik tidak boleh lebih dari 3
sebagai pelaku tersebut dan tidak boleh
(tiga) hari dan penetapan hasil musyawarah
melebihi waktu 1 (satu) bulan sampai
atau kesepakatan bersama yang dikeluarkan
dengan adanya putusan dalam hal perkara
oleh pengadilan atas permintaan penyidik
dilanjutkan sebagaimana sistem peradilan
tidak boleh lebih dari 3 (tiga) hari.
pidana anak, dimana terdapat beberapa persyaratan sehingga
yang penyidik
harus unit
c. Dibuat
diperhatikan PPA
dan
disepakatinya
kesepakatan
bersama atau Memorandum of Undertanding
dapat
(MOU) antara aparat penegak hukum dalam
menerapkan konsep baru penyidikan melalui
sisitem peradilan pidana anak yang memuat
sistem penegakan hukum satu atap/one roof
tentang langkah-langkah dan tata cara
enforcement system (ORES) sebagaimana
pelaksanaan penanganan perkara anak
dimaksud, yaitu:
sebagai pelaku tindak pidana secara terpadu
a. Aturan yang mengatur tentang penyidikan di
dan sinergis berdasarkan tugas, tanggung
kepolisian yaitu Peraturan Kapolri Nomor 14
jawab, dan kewenangan masing-masing
Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
aparat penegak hukum tersebut.
dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3
Saran
Tahun 2014 tentang Standar Operasional
1. Penyidik unit PPA Sat Reskrim Polres
Prosedur Penyidikan Tindak Pidana dirubah
Kendal
dan
cara
pendidikan kejuruan tentang pelayanan
penyidikan dalam Undang-Undang Nomor 11
perempuan dan anak seharusnya untuk
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
segera didaftarkan oleh bagian sumber daya
Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah
manusia Polres Kendal untuk mengikuti
Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman
pendidikan kejuruan tersebut, sehingga tidak
Pelaksanaan Diversi dan penanganan Anak
terjadi penanganan hukum yang kurang
yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun
maksimal dan memberikan dampak yang
disesuaikan
dengan
tata
164
yang
belum
melaksanakan
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
kurang baik bagi anak yang melakukan
pelayanan terpadu penanganan kekerasan
tindak pidana tersebut maupun aparat
terhadap perempuan dan anak-anak di
penegak
Kabupaten
Kendal
ditingkatkan
lagi
hukum
yang
terlibat
dalam
penanganan tersebut.
seharusnya sehingga
lebih dapat
2. Aturan internal organisasi kepolisian terkait
menerapkan sistem penegakan hukum satu
penyidikan tindak pidana seperti peraturan
atap/one roof enforcement system (ORES),
kapolri nomor 14 tahun 2012 tentang
sebagai langkah pencegahan agar anak
manajemen
peraturan
sebagai pelaku tindak pidana pelecehan
kabareskrim polri nomor 3 tahun 2014
seksual dapat berkurang dan penanganan
tentang
hukumnya
penyidikan
standar
dan
operasional
prosedur
yang
dimulai
dari
tahap
pelaksanaan penyidikan tindak pidana di
penyidikan dapat menjadi awal yang baik
lingkungan kepolisian seharusnya diganti
dan tidak lagi bertentangan dengan undang-
dan dirubah oleh Kapolri dan Kepala Badan
undang yang ada.
Reserse Kriminal dengan memasukkan dan disesuaikan proses penyidikan terhadap anak sebagaimana tata cara penanganan anak dalam undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dan peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan diversi
Daftar Pustaka Sumber Buku : Ahmadi, Rulam. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Amiruddin dan H. Zaenal Asikin. 2008. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja
dan penanganan anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun, sehingga proses penyidikan terhadap anak oleh penyidik unit
Grafindo Persada. Avianti, Fransiska. 2008. Kebijakan PerundangUndangan Mengenai Badan Penyidik Dalam
PPA Sat Reskrim Polres Kendal secara
Sistem
khusus dan Penyidik unit PPA di lingkungan
penyidikan terhadap anak sebagai pelaku
3. Kerjasama antara kepolisian dalam hal ini
Terpadu
di
Univ. Diponegoro. Djamin, Awaloedin. 1995. Manajemen Sumber Daya
tindak pidana dengan mengedapankan pendekatan keadilan restoratif.
Pidana
Indonesia, Semarang: Magister Ilmu Hukum
kepolisian secara umum memiliki payung hukum yang sah dan dapat menerapkan
Peradilan
Manusia
1.
Bandung:
Sanyata
Sumanasa Wira Sespim Polri. Hiariej,
penyidik unit PPA dengan seluruh steak holder dan tokoh masyarakat dalam tim 165
Eddy
O.S.2009.
Asas
Legalitas
&
Penemuan Hukum Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Erlangga.
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Hasibuan, Malayu S.P.. 2005. Manajemen Sumber
Suratman dan Philips Dillah. 2014. Metode
Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta. Suteki. 2015. Masa Depan Hukum Progresif.
Hamzah, Andi. 2002. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Yogyakarta: Thafa Media. W. Gulo. 2002. Metode Penelitian. Jakarta:
Ishaq. 2008. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Gramedia. Tridiatno, Yoachim Agus. 2015. Keadilan Restoratif.
Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at. 2012. Teori Hans
Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Konstitusi Sumber Artikel dan Jurnal :
Press. John W. Creswell. 2010. Research Design
Sumarni, DW. & Setyowati. 1999. Pelecehan
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,
Tenaga Kerja Perempuan. Yogyakarta: Ford
(terjemahan
Foundation
oleh
Achmad
Fawaid).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
&
Pusat
Penelitian
Kependudukan UGM.
Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum.
Banakar, Reza dan Max Travers. 2005. Law,
cet.1. Jakarta: Prenada Media.
Sociology and Method dalam Reza Banakar
Mertokusumo, Sudikno. 2010. Mengenal Hukum
& Max Travers (ed). Theory and Method in
Suatu Pengantar, edisi revisi, Yogyakarta:
Socio-Legal
Cahaya Atma Pusaka.
Publishing Oxford and Portland Oregon.
Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian
Onati:
Research.
Hart
Ismail Rumadan. 2014. Jurnal Hukum dan
Kualitatif. Bandung: Rosda.
Peradilan, Volume 3, Nomor 3 Nopember
Praja, S. Juhaya. 2011. Teori Hukum dan
2014. Puslitbang Hukum dan Peradilan MA
Aplikasinya. Bandung: CV. Pustaka Setia.
RI.
S. Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik
Zulkarnaen Koto. 2011. Terobosan Hukum dalam
Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Penyederhanaan
Setiawan, Doni. 2012. Urgensi Peradilan Restoratif
Pidana, Jurnal
Proses Studi
Peradilan
Kepolisian, STIK,
Jakarta.
Dalam Hukum Pidana Anak Indonesia. Semarang: Unissula Press. Soekanto, Soerjono. 2004. Pengantar Penelitian Hukum. cet.3. Jakarta: UI Press.
Sumber Produk Lembaga : Redaksi Sinar Grafika. 2010. Undang-undang
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Hukum Acara Pidana (UU RI No.8 tahun 1981), Jakarta: Sinar Grafika.
166
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Fokusindo Mandiri. 2012. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Perlindungan Anak. Bandung: Fokusindo Mandiri. Kementrian
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan Anak RI, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan
Diversi
dan
Penanganan Anak di bawah Umur 12 (dua belas) Tahun. Deputi Bidang Perlindungan Anak, Cetakan ke 3 Tahun 2016. Sumber Internet : http://kendalkab.bps.go.id/hom, 09 Oktober 2016. http://mohammadhidayat_sh_sik_mh.com/PERATU RAN_KEPOLISIAN_YANG_SUDAH_DISAH KAN_KAPOLRI/PERRATURAN_KAPOLRI_ PERKAP_NO 10 TH 2007.pdf., 09 Oktober 2016. http://id.shvoong.com/socialsciences/sociology/2205936-pengertianpelaksanaan-actuating, 09 Oktober 2016. http://www.kbbi.web.id, 09 Oktober 2016
167