PEMERINTAH PROVINSI PAPUA
DINAS KEHUTANAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)
MODEL UNIT XXI Jalan Tanjung Ria Base “G” Jayapura Telp. (0967) 541222,541522, Fax 541041
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL UNIT XXI DI KABUPATEN SARMI DAN KABUPATEN MAMBERAMO RAYA PROVINSI PAPUA
DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL UNIT XXI JAYAPURA,
2014
BUKU RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL UNIT XXI Digandakan dan dijilid oleh : Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IV Tahun 2014
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL LINTAS DI KABUPATEN SARMI DAN MAMBERAMO RAYA PROVINSI PAPUA Jayapura,
Maret 2014
Disusun Oleh : Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Lintas,
RIVEL BINDOSOANO, SP.,M.Eng NIP. 19731105 200112 1 002 Diketahui Oleh : Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua,
JAN JAP L. ORMUSERAY, SH. M.Si NIP. 19640716 199003 1 008 Disahkan Pada Tanggal : Oleh : An. MENTERI KEHUTANAN RI. KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL IV,
Dr. Ir. M. FIRMAN, M.For.Sc NIP. 19590225 198603 1 002
LEMBAR PERSETUJUAN
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL LINTAS KABUPATEN SARMI DAN MAMBERAMO RAYA PROVINSI PAPUA
Nama : RIVEL BINDOSANO, SP.,M.Eng NIP
: 19731105 200112 1 002
Telah Diseminarkan Pada Tanggal
Maret 2014 dan Diperbaiki
Berdasarkan Hasil Seminar Pakar Pembimbing
(Ir. C.K SORONDANYA, M.Si)
JAYAPURA,
TAHUN 2014
RINGKASAN EKSEKUTIF
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL (Unit XXI) KABUPATEN SARMI- KABUPATEN MAMBERAMO RAYA, PROVINSI PAPUA
Undang-undangNomor
41Tahun
1999tentangkehutananmenyatakanbahwahutanadalahsalahsatupenentusistimpenyangg akehidupandansumberkemakmuranrakyat.UndangUndangtersebutdapatmemberikanamanatbahwahutanharus optimal,
di
pertahankansecara
dijagadayadukungnyasecaralestaridandiurusdenganakhlakmulia,
bijaksana,
professional
yang
diinginkantersebut,
pengelolaanhutan,
arif,
adil,
sertabertanggungjawab.Dalampencapaianpengelolaanhutan makaharusadakegiatanperencanaankehutanan,
penelitiandanpengembangan,
pendidikan,
pelatihan,
danpenyuluhansertapenataankelembagaandanpemberdayaanmasyarakatsekitarnya (PHBM).
Tantanganpembangunankehutanansejakreformasidan daerahterasasemakinberat,
baik
masalahteknismaupun
era non
otonomikhusus teknis
(sosial,
politik,danekonomi).Konflikyang terjadidiberbagaidaerahdisebabkanolehfaktor internal maupuneksternal
(bersifat
personal,
kelompok,
maupunpublik),
hinggasaatinimasihterusberkelanjutan (belumadasolusidenganhasil yang signifikan). Dalamrangkadesentralisasi sector kehutanan, makapengelolaanhutanproduksi (HP/HPT)
danhutanlindung
sedangkanhutankonservasi
(HK)
(HL)
menjadi
kewenanganandaerah,
masihtetapmenjadiurusanpusat.Namundemikian,
kesemuanyamasihdalamkerangkapenyelenggaraankewenangan
yang
kongkrit,
artinyabahwatidakpernahadainisatifdariMenterikehutananuntukmelepaskankawasanhut
andanatau
memberiijinpenggunaan,
pemanfaatanhutanjikatidakadarekomendasidaridaerah. Dalamrangkaoptimalisasipengelolaansumberdayahutan,
makaperlu
di
bentukwilayahpengelolaanuntuktingkatpropinsi, kabupaten/kota, sampai unit terkecil di tingkattapak
(unit
pengelolaan).Unit
pengelolaanadalahkesatuanpengelolaanhutanterkecilpadahamparanlahanhutansebagai wadahkegiatanpengelolaanhutanuntukmencapaitujuan
yang
telahditetapkan.
Hal
iniberartibahwasetiapkawasanhutan di Indonesiaakandibagidalamwilayah-wilayah KPH. Kesatuanpengelolaanhutan
(KPH)
adalahwilayahpengelolaanhutansesuaifungsipokokdanperuntukannya dapatdikelolasecaraefisiendanlestari.
KPH
terdiridari
KPHL,
yang dan
KPHK
dimanasetiapwilayah KPH akan di kelolaholehorganisasi KPH. Pembentukanorganisasi KPHP
dan
KPHL
diserahkankepadapemerintahdaerah
(Propinsi/Kabupaten/Kota).Sedangkan
KPH
konservasi
(KPHK)
danlintasPropinsitetapolehpemerintahpusat. Organisasi
KPH
yang
adasekarangmasihdalambentukorganisasidengenstruktureselonisasi, tapikedepannyaakanmenjadiorganisasibisnis yang akanmemutarcash in dan cash di
outdalampengelolaanhutan
wilayahberdasarkankemampuanprofesinyadanbukanberdasarkankemampuanstruktural nya.
Institusiiniperludibangununtukmendapatpengelolaanhutan
yang
lestari.Jikadalambentukstrukturaldikhawatirkanakanterjadipenempatanseseorangpadaor ganisasi KPH supayanaikeselonisasinyanamunbukanberdasarkanpemikiranbagaimana KPH
sebagai
SDA
yang
dapatmemberikanmanfaatekonomi,
sosial,
danlingkunganbagirakyatdanmakhlukhidup yang ada di sekitarhutan. Saatinidalampenetapan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model (Unit XXI), yang terletak di Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua telah di tetapkanolehMenteriKehutanan RI Nomor : SK. 829/MenhutII/2013 Tanggal 19 November 2013.
Khusus dalam pembangunan sektor kehutanan, Kementerian Kehutanan melalui Permenhut No. P.51/Menhut-II/2010 tentang Renstra Kementerian Kehutanan tahun
2010
-
2014
menetapkan
visi
yaitu
“HUTAN
LESTARI
UNTUK
KESEJAHTERAAN MASYARAKATYANG BERKEADILAN”. Untuk mencapai visi tersebut telah dirumuskan enam kebijakan prioritas pembangunan kehutanan yaitu: (1) Pemantapan kawasan hutan; (2) Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS; (3) Pengamanan
hutan
dan
pengendalian
kebakaran
hutan;
(4) Konservasi
keanekaragaman hayati; (5) Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan; dan (6) Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan.
Demikian
yang
dapatdisampaikanmelaluiringkasaninidansemogaRencana
Pengelolaan
Jangka
Panjanginibermanfaat.Mohonmaafapabilamasihterdapatkesalahandankekurangandala mpenyusunanRencanaPengelolaanHutanJangkaPanjangKPHP Model (Unit XXI) Lintas Sarmi-Mamberamo
Raya
Provinsi
Papuayang
terdapat
Sarmi.Masukandan saran sangat di harapkanuntukperbaikantulisanini.
di
Kabupaten
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan atas segala hikmat, rahmatNya sehingga kita dalam keadaan sehat dan dapat menyelesaikan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model (Unit XXI) yang terletak di Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya (RPJP) ini sebagai satu acuan bagi pembagunan Pengelolaan KPHP di Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya. Pembangunan KPH merupakan amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang kehutanan dan turunanya, dimana secara umum sudah mulai berjalan meskipun membutuhkan waktu dan proses yang panjang. PemerintahProvinsi Papua melalui Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua membentuk KPH Model (Unit XXI) yang sudah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan RI. Penyusunan RPJP ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur yang tepat, bagaimana upaya dan langkah-langkah yang dapat direncanakan oleh penyusun selaku KKPH, serta bagaimana membangun KPH Model (Unit XXI ) khususnya Lintas Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya. Sehubungan dengan tersusunnya RPJP ini,
kami sangat membutuhkan
dukungan dan masukkan agar dapat mendorong kami dalam pengelolaan hutan. Dan terlebihnya kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya Kepada : 1. Gubernur Provinsi Papua yang telah mendukung atau menerima program pembangunan KPHP Model (Unit XXI) Lintas Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya. 2. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua yang telah memberikan dukungan dalam pembangunan KPH. 3. Para pakar KPHP model (Unit XXI) Lintas Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya dengan Hormat : Bapak Ir. C.K Sorondanya, M.Si dan Ir. L. Pangkali yang telah membantu sehingga RPJP ini dapat diselesaikan .
i
Selanjutnya,
kepada semua pihak yang telah membantu pada penyusunan
RPJP ini, kami mengucapkan terima kasih dan menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kerja sama yang terjalin. Semoga implementasi pengelolaan hutan pada tingkat tapak dapat segera diwujudkan untuk mencapai visi yang di harapkan. Kami menyadari bahwa penyusunan RPJP ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, oleh karena itu kepada semua pihak (stakeholder) diharapkan dapat memberikan koreksi, masukkan, dan saran yang bersifat membangun sehingga bermanfaat dalam pembangunan KPH.
Jayapura,
Maret 2014
KEPALA KPHP LINTAS KABUPATEN SARMI DAN MAMBERAMO RAYA
RIVEL BINDOSANO, SP.,M.Eng(PLT) NIP. 19731105 200112 1 002
ii
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................
i
DAFTAR ISI......................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1
1.2 Maksud dan Tujuan............................................................................
5
1.3 Sasaran..............................................................................................
6
1.4 Ruang Lingkup...................................................................................
7
1.5 pengertian......................................................................................
8
II. DESKRIPSI KAWASAN KPHP UNIT XXI...................................................
10
2.1 Risalah Wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo........
11
2.1.1. Letak dan Luas Wilayah KPHP................................................
11
2.1.2. Batas-batas Pembagian Blok KPHP..........................................
14
2.1.3. Aksesibilitas Kawasan...........................................................
16
2.1.4. Sejarah Pembentukan KPHP Model Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kab. Mamberamo Raya.................
17
2.1.4.1 Proses Pembentuka ..................................................
17
2.1.4.2 Proses Penetapan KPH ............................................
21
2.2 Potensi Wilayah KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya............
22
2.2.1.TutupanLahan.......................................................................
22
2.2.2. Biofisik Kawasan ........................................................
24
1. Topografi................................................................
24
2. Geologi dan Tanah................................................
26
3. Iklim/klimatologi.................................................. 2.2.3. Potensi Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu.......................... 1. Potensi Permudaan................................................
32 34 38
iii
2. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu.............................
43
3. Sagu (Metroxylongsagu).........................................
46
4. Bambu....................................................................
48
5. Matoa......................................................................
49
6. Gaharu(Aquilaria sp)...............................................
49
7. Nibung ....................................................................
51
8. Damar......................................................................
51
9. Hasil Hewani...........................................................
52
10.Jasa Lingkungan....................................................
52
11. Parawisata.............................................................
54
12.Flora dan Fauna langka.........................................
55
13.Fauna.....................................................................
58
2.3 Sosial Budaya Masyarakat di Wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo.............................................................................
62
a. Demografi (kependudukan) .........................................
62
1. Angka Ketergantungan Penduduk (AKP)...................
66
2. Sistim dan Struktur Masyarakat..................................
68
3. Tipologi Masyarakat Sekitar Hutan di KPHP unit XXI Lintas Sarmi – Mamberamo Raya.............................
69
4. Hak Kepemilikan dan Plot Pemanfaatan Hutan.........
71
5. Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan...........
76
2.4 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Wilayah KPHP Unit XXI Sarmi Mamberamo Raya..............................................................
80
1. Mata pencaharian ...........................................................
80
2. Tingkat Pengeluaran dan Pendapatan Rumah Tangga...
81
3. Kepemilikan Sarana dan Prasarana Ekonomi rumah tangga/ Kekayaan....................................................................... 4. Sarana Pendidikan dan Kesehatan di Kawasan KPHP.............. 2.5 Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan..............
83 84 85
2.6 Posisi Areal Kerja Dalam Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah....................................................................
88
iv
A. Kawasan lindung .........................................................................
90
B. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi...........................................
92
2.7 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan.........................................
93
A. Aspek Ekologi...............................................................................
93
B. Aspek Ekonomi.............................................................................
94
C. Aspek Sosial Budaya.....................................................................
95
D. Aspek Kelembagaan.......................................................................
96
III. VISI, MISI DAN TUJUAN.............................................................................
99
3.1 Nilai Strategi Pembangunan KPHP Model Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya..................
99
3.2 Visi, Misi dan Tujuan..........................................................................
102
3.3 Tujuan yang Di harapkan...................................................................
105
IV. ANALISIS DAN PROYEKSI.........................................................................
107
4.1 Analisis Data dan Informasi................................................................
107
4.1.1. Potensi Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu........................
107
4.1.2. Volume Tegakan........................................................................
108
4.1.3. Potensi Permudaan...................................................................
110
4.1.4. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu..................................
111
4.2 Sosial Ekonomi Budaya................................................................................ 113 4.3 Analisis Kelembangaan............................................................
116
4.4 Kelembangaan Satuan Teknis Pelaksaan Program Pemberdayaan Masyarakat Usaha Sektor Kehutanan..................................................
117
4.5 Model Partisipasi Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat..........
118
4.6 Penetapan Areal Kelola Masyarakat.......................................................
123
4.7 Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT-Analisis)
126
4.8 Proyeksi Keadaan KPHP Model Unit XXI lintas kabupaten Sarmi Mamberamo Raya ............................................................................
128
v
V. RENCANA KEGIATAN......................................................................
133
5.1 Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya....................................................................
133
5.2 Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya......
133
5.3 Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu...............................................
136
5.4 Pembinaan dan pemanfaatan(Controlling) pada areal KPHP...............
138
5.5 Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin...............................
140
5.6 Pembinaan dan pemantauan(controling)pelaksanaan rehabilitasi.....
142
5.7 Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam..................
143
5.8 Penyelenggaraan koordinasi dan sikronisasi antara pemegang ijin.....
144
5.9 Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan Stakeholders........................
146
5.10.Penyediaan dan Peningkatan kapasitas SDM........................................
147
5.11.Penyediaan pendanaan..........................................................................
148
5.12. Penyediaan sarana dan prasarana.........................................................
151
5.13.Pengembangan database.......................................................................
152
5.14.Rasionalisasi wilayah kelola..................................................................
153
5.15.Review Rencana Pengelolaan(minimal 5 tahun sekali)..........................
154
5.16.Pengembangan investasi.......................................................................
155
5.17.Kegiatan lain yang relevan.......................................................................
163
VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN........................
166
6.1 Pembinaan........................................................................................
166
6.2 Pengawasan ......................................................................................
167
6.3 Pengendalian............................................................................................ 168
vi
VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN........................................
170
7.1 Pemantauan.......................................................................................
170
7.2 Evaluasi..................................................................................................
171
7.3 Pelaporan.................................................................................................. 172 Lampiran 1. Rencana Program dan Kegiatan Tahunan selama 10 Tahun di blok Inti
175
2. Rencana Program dan Kegiatan selama 10 Tahun di Blok Perlindungan
176
3. Rencana Program dan kegiatan selama 10 Tahun Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa lingkungan dan Wilayah Tertentu...................................
179
4. Rencana Program dan kegiatan selama 10 Tahun di Blok Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam..................................................................
182
5. Rencana Program dan kegiatan selama 10 Tahun di Blok Hasil Hutan Kayu Tanaman...............................................................................................
183
6. Rencana Program dan kegiatan selama 10 Tahun di Blok Pemberdayaan Masyarakat................................................................................................
184
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Fungsi Kawasan di KPHP Unit XXI........................................
13
2. Pembagian Blok KPHPUnit XXI.................................................................
14
3. Tutupan lahan pada kawasan hutan di kabupaten Sarmi...................
24
4. Blok dan Kelas Lereng..............................................................................
25
5. Kondisi Geologi Kabupaten Sarmi...............................................
26
6. Jenis Tanah, Potensi dan Wilayah Sebaran di Kabupaten Sarmi.......
27
7. Rata-Rata Suhu Udara, Kelembaban, Tekanan Udara, Kecepatan Angin, Curah Hujan, dan Penyinaran Matahari di Stasiun Sarmi..................................................................................
33
8. Potensi tegakan pada berbagai koordinat peta KPHP Unit XXI........
35
9. Sediaan Tegakan Areal IUPHHK-HA PT Bina Balantak Utama...
36
10. Volume Tegakan kayu komersial dan kayu indah di Distrik Pantai Barat
37
11. Potensi Permudaan................................................................................
38
12. Kelompok Rimba Campuran...................................................................
40
13. Kelompok Kayu Indah............................................................................
41
14. Jenis – jenis Hasil Hutan Bukan Kayu di sekitar wilayah KPHP Unit XXI
45
15. Jenis-jenis Unggas di KPHP Unit XXI Sarmi-Mamberamo Raya dan status Konservasinya..............................................................................
59
16. Jenis Herpetofauna yang di jumpai pada Wilayah KPHPUnit XXI...
60
17. Jenis-jenis Mamalia yang dilindungi pada wilayah KPHP XXI..................
61
18. Distribusi Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut Distrik tahun 2007-2011........................................................................
62
19. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Distrik di Kabupaten Sarmi tahun 2011...............................
64
20. Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut Distrik, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin, Tahun 2011...........................
65
21. Berbagai Manfaat yang diperoleh Masyarkat Sarmi dan Mamberamo dari Sumberdaya Hutan di Sekitarnya.............................
79
viii
22. Luas KPHP Unit XXI Sarmi Mamberamo Raya Berdasarkan Fungsi Hutan .................................................................................... 23. Potensi HHBK..........................................................................
107 112
24. Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Adat dan Lembaga yang Berkompeten ................................................................................
123
25. Matriks Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Rencana Pengelolaan KPHP Unit XXI..................................................................................
127
26. Fungsi Hutan dan Luas petak dan blok..........................................
135
27. Luas lahan di KPHP Lintas yang harus di rehabilitasi.............
141
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Posisi KPHP Unit XXI dalam wilayah Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya...........................................................................
12
2. Peta DAS pada KPHP Lintas XXI Sarmi dan Mamberamo Raya....
16
3. Peta Penutupan Lahan pada KPHP Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya
23
4. Peta Biofisik KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya.........
25
5. Peta Jenis Tanah.....................................................................................
30
6. Peta Geologi.........................................................................................
31
7. Peta sebaran Potensi KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya................
39
8. Potensi permudaan di Wilayah KPHP.....................................................
40
9. Grafik kelompok Rimba Campuran..........................................................
41
10. Grafik kelompok Kayu Indah..................................................................
42
11. Gambar Sagu salah satu potensi HHBK.................................................
47
12. Gambar pohon Damar............................................................................
51
13. Penelitian areal pengembangan perdangan karbo.................................
53
14. Gambar Grafik Angka Ketergantungan Pendudk di wilayah KPHP............
67
15. Peta keberadaan Ijin Pemanfaatan Hutan dan Pengunaan Kawasan Hutan (IUPHHK)......................................................................................
88
16. Peta KPHP Unit XXI Sarmi-Mamberamo Raya dalam RTRW Provinsi Papua
..................................................................
89
17. Grafik Sebaran kampung pada Kawasan Hutan di Papua.................
89
18. Model Partisipatif pembinaan Masyarakat Desa Hutan.............................
119
19. Model Partisipasi Masyarakat adat dalam Pengelolaan KPHP...................
120
20. Stuktur Kelembangaan Tim Pengendali Teknis.......................................
122
21. Peta Inventarisasi Hutan KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya..............
134
22. Peta pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu KPHP Lintas ...................
137
23. Bentuk koordinasi dan sinergitas dalampengelolaan KPHP........................
146
x
HALAMAN JUDUL
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KPHP MODEL UNIT XXI DI KABUPATEN SARMI DAN KABUPATEN MAMBERAMO RAYA PROVINSI PAPUA
Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : SK. 5880/Menhut-II/Reg.4-1/2014 Tanggal : 23 September 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Fungsi pokok kawasan hutan adalah fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi , dengan demikian untuk mewujudkan fungsifungsi hutan berjalan sesuai dengan peruntukkannya, maka pemerintah melalui PP. 44 tahun 2004 tentang perencanaan kehutanan diamanatkan untuk melakukan penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyusunan rencana kehutanan. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan,
dan
penyusunan
rencana
kehutanan.
Pembentukan
wilayah
pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan. Yang dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efesien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK). Seluruh kawasan hutan di Indonesia terbagi habis dalam wilayah KPH. Dalam satu wilayah KPH dapat terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan yang 1
penamaannya ditentukan oleh fungsi hutan yang luasnya dominan. KPH dikelola
oleh
organisasi
pemerintah
yang
menyelenggarakan
fungsi
pengelolaan hutan. KPH berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau di tingkat tapak yang harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya. Keberadaan KPH menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai “pemilik” sumberdaya hutan sesuai mandat Undang-undang, dimana hutan dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pengelolaan hutan pada tingkat tapak oleh KPH bukan memberi ijin pemanfaatan hutan melainkan melakukan pengelolaan hutan sehari-hari, termasuk mengawasi kinerja pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemegang ijin. Sebagai implementasi keinginan yang kuat tersebut maka KPH sebagai unit operasional pengelolaan hutan dengan luas yang dapat diukur dan dikontrol secara efektif bertanggungjawab atas pengelolaan hutan di tingkat tapak yang responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan lokal. Oleh karena itu, pemerintah kelembagaan
KPH
Provinsi Papua terus mendorong terbentuknya dengan
membangunan
beberapa
KPH
model.
Pembangunan KPH model di Provinsi Papua telah dilakukan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 481/MEHUTII/2009 tentang pembentukan 56 Unit KPH di Provinsi Papua, dengan alokasi 25 unit KPHP dan 31 unit KPHP. Salah satu yang telah ditetapkan adalah KPHP model Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya
berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.829/Menhut-II/2013
tanggal 19 November 2013 dengan luas ± 255.814 ha. Saat ini kelembagaan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya diusulkan ke Pemerintah Provinsi Papua untuk ditetapkan sebagai unit SKPD provinsi setingkat esalon 2
III di daerah Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya Provinsi Papua Namun secara operasional implementasi kebijakan, strategi, program dan kegiatan belum dapat dilaksanakan karena rencana pengelolaan jangka panjang maupun jangka pendek belum disusun, sehingga perlu dikaji dan disusun suatu rencana pengelolaan KPHP yang menjadi acuan bagi organisasi
KPH
untuk
menyelenggarakan
kegiatan
pengelolaan
dan
pemanfaatan kawasan hutan. Penyusunan Rencana Pengelolaan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya merupakan bagian dari suatu sistem penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi dan Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota sesuai P.49/Menhut-II/2011. Dengan demikian penyusunan rencana pengelolaan KPH merupakan syarat pokok untuk melaksanakan pengelolaan hutan dengan bentuk KPH. Rencana pengelolaan ini diharapkan dapat menjadi dokumen yang akan dipedomani oleh pihak pengelola KPHP Unit XXI dan seluruh stakeholder kehutanan secara umum. Oleh karena itu input data yang dilibatkan dalam penyusunan rencana pengelolaan meliputi seluruh karakteristik ekologi, sosial dan ekonomi, serta dilengkapi dengan isu dan permasalahan yang dihadapi guna membentuk baseline data dalam penentuan prioritas pengelolaan. Dengan demikian, KPH menjadi pusat informasi mengenai kekayaan sumberdaya hutan dan menata kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang dapat
dimanfaatkan
oleh
berbagai
ijin
dan/atau
dikelola
sendiri
pemanfaatannya, melalui kegiatan yang direncanakan dan dijalankan sendiri. Apabila peran KPH dapat dilakukan dengan baik, maka KPH menjadi garis depan untuk mewujudkan harmonisasi pemanfaatan hutan oleh berbagai pihak dalam kerangka pengelolaan hutan lestari. 3
Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008, yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP, secara eksplisit fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat dijabarkan secara operasional sebagai berikut: 1. Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam wilayah KPH. 2. Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat wilayah KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi KPH. 3. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam 4. Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, melaksanakan perlindungan hutan dan konservasi alam , melaksanakan pengelolaan hutan di wilayah tertentu bagi KPH yang telah menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). 5. Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan hutan
Menegakkan
hukum
kehutanan,
termasuk
perlindungan
dan
pengamanan kawasan 6. Membuka
peluang
investasi
guna
mendukung
tercapainya
tujuan
pengelolaan hutan lestari. Berdasarkan fungsi kerja di atas, dalam konteks regulasi kehutanan dan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dan pemerintah daerah, kebijakan KPH telah menimbulkan tafsir yang beragam. Beberapa aspek penting yang disajikan pada sub bab berikut diharapkan dapat mengklarifikasi 4
keragamanan tafsir tentang KPH, sekaligus memberikan gambaran mengenai ruang lingkup KPH. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa keberadaan KPH akan lebih memastikan diketahuinya potensi hutan, perubahanperubahan yang terjadi maupun kondisi masyarakat yang tergantung pada manfaat sumberdaya hutan. Selain itu, sangat dipahami bahwa berbagai ragam fungsi hutan pada faktanya terletak dalam hamparan bentang alam yang secara manajemen lebih memungkinkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan hutan lestari. Dalam hal ini KPH dapat dimaknai sebagai pihak yang menghimpun informasi sumberdaya hutan untuk melakukan pengelolaan hutan yang saat ini tidak dijalankan secara langsung oleh Kementerian Kehutanan atau Dinas Kehutanan. 1.2.
Maksud dan Tujuan Maksud Penyusunan Rencana Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (RP-KPHP) Model Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya adalah : 1. Mewujudkan rencana pengelolaan hutan periode 10 (sepuluh) tahun, yang pencaaian dilaksanakan oleh Manejer KPHP Lintas sebagai pemegang kewenagan pengelolaan, bersama para pihak pemangku kepentingan yang terkait dan bersinergi didalam pengelolaan. 2. Menyediakan rencana pengelolaan (management plan) jangka panjang kurun waktu 10 tahun (2015-2025) untuk mengarahkan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan pada setiap blok di wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya .
5
3. Memberikan arahan bagi stakeholder kehutanan yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan kehutanan di wilayah KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya . Tujuan Penyusunan RP-KPHP ini adalah untuk : 1. Memberikan arahan yang tepat didalam pelaksanaan pengelolaan hutan KPH dalam kurung waktu 10 (sepuluh) tahun sehingga rencana pengelolaanhutan tersebut KPHP Model Unit XXI Lintas memiliki kerangka yang terpadu. 2. Menyusun dokumen RPH-KPHP yang sesuai dengan kondisi blok/petak sehingga dapat diimplementasikan 3. Menyusun grand design RPH-KPHP yang terencana dan terukur, dan memiliki tata waktu sehingga kegiatan pembangunan kehutanan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk memberikan hasil yang maksimal. 1.3.
Sasaran Secara umum sasaran yang ingin dicapai dari penyusunan rencana pengelolaan KPHP Sarmi - Mamberamo Raya adalah pengelolaan hutan yang berdasarkan pada karakteristik fisik lingkungan, keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat mulai dari bagian hutan sampai petak dengan: 1. Menelaah kondisi terkini wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya dari aspek ekologi yang berkaitan dengan: a). kondisi fisik wilayah antara lain : Tutupan lahan, topografi, geologi, jenis tanah, iklim, dan tata guna lahan b). kondisi hutan yang meliputi : jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan c) kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS); 6
2. Menelaah kondisi ekonomi yang berkaitan dengan ; a). aksesibilitas wilayah KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya
b). potensi pendukung
ekonomi sekitar wilayah KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya antara lain meliputi : industri kehutanan sekitar wilayah KPHP Lintas Sarmi Mamberamo
Raya
,peluang
ekonomi
yang
dapat
dikembangkan,
keberadaan lembaga-lembaga ekonomi pendukung kawasan, c). batas administrasi pemerintahan, dan d). nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu termasuk karbon dan jasa lingkungan; 3. Menelaah kondisi sosial yang berkaitan dengan ; a). perkembangan demografi sekitar kawasan, b). pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan, c). Keberadaan kelembagaan masyarakat, dan d). pola penguasaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan. 1.4
Ruang Lingkup Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Sarmi - Mamberamo ditetapkan untuk jangka waktu sepuluh tahun berdasarkan kajian aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya dengan memperhatikan partisipasi, aspirasi, budaya masyarakat dan rencana pembangunan daerah/wilayah. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang ini menjadi dasar bagi penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek yang selanjutnya akan diwujudkan kembali dalam bentuk strategi pengelolaan hutan yang memuat program-program dan usulan kegiatan operasional.
7
1.5 Pengertian Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam hal berkaitan dengan rencana pengelolaan 10 tahun untuk pengelolaan hutan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya antara lain : 1. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 2. Hutan Produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kehutanan. 3. Hutan Produksi Tetap yang selanjutnya disebut HP adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai dibawah 125, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru. 4. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disebut HPT adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru. 5. Hutan Lindung yang selanjutnya disebut HL adalah kawasan hutan yang mempunyai
fungsi
pokok
sebagai
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 6. Hutan Konservasi yang selanjutnya disebut HK adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragam tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 8
7. Hutan
Tetap
adalah
kawasan
hutan
yang
akan
dipertahankan
keberadaannya sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap. 8. Areal Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL adalah areal bukan kawasan hutan. 9. Tata Guna Hutan Kesepakatan yang selanjutnya disebut TGHK adalah kesepakatan bersama para pemangku kepentingan di tingkat Provinsi untuk menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan dengan membubuhkan tanda tangan di atas peta. 10. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disebut RTRWP adalah strategi operasionalisasi arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional pada wilayah provinsi. 11. Paduserasi TGHK dan RTRWP adalah harmonisasi fungsi kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain berdasarkan TGHK yang berbeda dengan fungsi kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain menurut RTRWP sehingga diperoleh fungsi kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain yang disepakati bersama. 12. Pelepasan kawasan hutan adalah perubahan status kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi bukan kawasan hutan oleh Menteri. 13. Persetujuan
prinsip
pencadangan
adalah
persetujuan
pencadangan
pelepasan kawasan hutan untuk pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan yang diberikan oleh Menteri Kehutanan. 14. Surat keputusan pelepasan kawasan hutan adalah surat keputusan penetapan pelepasan kawasan hutan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. 9
15. Tukar Menukar Kawasan Hutan adalah suatu kegiatan melepaskan kawasan hutan produksi tetap untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan yang diimbangi dengan memasukkan tanah bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan oleh Menteri. 16. Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan. 17. Izin penggunaan kawasan hutan adalah izin kegiatan dalam kawasan hutan yang diberikan oleh Menteri untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa merubah status dan fungsi kawasan hutan.
10
BAB II DESKRIPSI KAWASAN KPHP UNIT XXI 2.1. Risalah Wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya 2.1.1. Letak dan Luas Wilayah KPHP Kabupaten Sarmi adalah salah satu wilayah administrasi di Provinsi Papua yang merupakan hasil pemekaran dari wilayah administrasi Kabupaten Jayapura dengan didasarkan pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002. Pada awal pembentukannya, Kabupaten Sarmi terdiri dari 8 (delapan) Distrik, 94 (sembilan puluh empat) Kampung dan 2 (dua) Kelurahan. Pada Tahun 2005 tanggal 15 Desember 2005 mekar menjadi 11 (sebelas) Distrik berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sarmi Nomor 4 Tahun 2005 terbentuk 3 (tiga) Distrik baru yaitu Distrik Apawer Hulu, Mamberamo Tengah Timur, dan Distrik Rufaer. Selanjutnya pada tahun 2006, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2006 dibentuk 4 (empat) Distrik baru lagi,yaitu : Distrik Sarmi Timur, Sarmi Selatan, Pantai Timur Barat dan Bonggo Timur sehingga seluruhnya berjumlah 15 Distrik. Dalam perkembangannya kemudian pada tanggal 13 Oktober 2007 sebagian wilayah Kabupaten Sarmi dimekarkan menjadi Kabupaten Mamberamo Raya. Letak geografis Kabupaten Sarmi terbentang pada posisi koordinat 138º05’ sampai dengan 140°30’ Bujur Timur dan 1°35’ sampai dengan 3°35’ Lintang Selatan.
Secara administrative kedua Kabupaten ini
dikelililingi oleh dan berbatasan dengan : : • Sebelah Utara berbatasan dengan Lautan Pasifik;
11
• Sebelah
Selatan
berbatasan
dengan
Kabupaten
Tolikara
dan
Kabupaten Mamberamo Tengah; • Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Waropen; • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Jayapura. Sedangkan wilayah KPHP Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya secara geografis terletak pada koordinat 138º 09´ BT - 138º 52´ BT dan 1º 44´ LS - 2º 24´ LS. Secara detail posisi KPHP Unit XXI
dalam wilayah Kabupaten Sarmi Mamberamo Raya
disajikan pada Gambar 2.1. Luas wilayah KPHP Model Unit XXI yang terletak di Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya Provinsi Papua , berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor :
SK.829/ Menhut-II/2013, tanggal 19 November 2013 telah ditetapkan seluas ± 255.814 hektar. Secara administrasi wilayah KPHP Unit XXI berada dalam wilayah administrasi Distrik Sarmi Selatan, Distrik Pantai Barat, Distrik Apawer Hulu dan Distrik Sarmi Timur . Letak posisi KPHP Unit XXI seperti pada gambar 1.
Gambar 1.
Posisi KPHP Unit XXI dalam wilayah Kabupaten Sarmi dan
Mamberamo Raya 12
Selanjutnya
berdasarkan
pembagian
fungsi
kawasan
(SK
782/Menhut-II/2012) tentang penunjukan kawasan hutan Provinsi Papua, maka wilayah KPHP Unit XXI berada di dalam dua fungsi kawasan hutan yaitu hutan lindung dan hutan produksi (tetap dan terbatas). Komposisi fungsi dan luas sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Fungsi Kawasan di KPHP Unit XXI No
Fungsi Kawasan
Luas (ha)
Persentase (%)
1.
Hutan Lindung
50.492
19,74
2.
Hutan Produksi Terbatas
159.217
62,24
3.
Hutan Produksi
46.105
18,02
Jumlah
255.814
100,00
Proporsi hutan produksi lebih dominan
(80,26 %) dibandingkan
dengan hutan lindung yang hanya memiliki 19,74 % dari keseluruhan fungsi kawasan hutan. Besarnya
proporsi kawasan hutan produksi
merupakan dasar penetapan wilayah ini sebagai kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP). Dari luas kawasan hutan yang termasuk dalam KPHP Unit XXI Model Lintas Sarmi Mamberamo Raya, Hutan Produksi Terbatas seluas 159.217 Ha seluruhnya berada di Kabupaten Sarmi sedangkan Hutan Produksi Tetap seluas 40.105 Ha yang berada dalam kawasan KPHP ini, kurang lebi 35% atau seluas 16.136 Ha berada di wilayah Kabupaten Mamberamo Raya. Selain itu, Hutan Lindung yang berada dalam kawasan hutan KPHP Unit XXI dimana sebagian besar berada di Kabupaten Sarmi yang mencakup kawasan hutan seluas 50.492 Ha, dimana hanya ± 12% 13
atau seluas 6.059 Ha saja yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Mamberamo Raya. 2.1.2 Batas – batas Pembagian Blok KPHP Pembagian blok KPHP Unit XXI
dilakukan berdasarkan
kriteria
sebagai berikut : • Pendekatan ekosistem dengan memperhatikan batasan Sub DAS • Kombinasi dengan pembagian ke dalam grid seluas 289 ha, mengacu pada modul analisis pemodelan spasial tata hutan • Penentuan pengelolaan blok dengan syarat dan kriteria petunjuk teknis (juknis) tata hutan Berdasarkan langkah prosedur tersebut di atas maka KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya dibagi-bagi ke dalam unit pengelolaan yang lebih kecil yaitu sebanyak 257.119.2 blok dengan perincian sebagaimana tersajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pembagian Blok KPHPUnit XXI Fungsi
Pembagian
Hutan
Blok
No
1
Proporsi Luas (ha)
Lindung
Petak (%)
Blok Inti
40.609.92
2.171
Blok
10.051.75
831
202.132.06
4.277
273.00
8
Pemanfaatan 2
Produksi Blok Pemanfaatan HHK-HA Blok 14
Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK Pemberdayaan
Jumlah
4.325.47
478
257.119.20
7.765
Proporsi terbesar dari KPHP Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi Kabupaten Mamberamo Raya berada di kawasan hutan dengan fungsi produksi sebagai blok pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam dengan luas 202.132.06 Ha disusul dengan kawasan hutan dengan fungsi Lindung pada blok inti seluas 40.609.92 Ha dan blok pemanfaatan untuk hutan lindung seluas 10.051.75 Ha blok pemberdayaan seluas 4.325.47 Ha Hadan blok pemanfaatan jasa lingkungan dan HHBK seluas 273 Ha. Untuk memudahkan upaya pengelolaan maka wilayah KPHP Unit XXI dibagi ke dalam
5 (lima) Resort Pengelolaan Hutan (RPH)
berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), masing-masing RPH I berada pada DAS Apawer, RPH II berada pada DAS Muwar, RPH III berada pada DAS Verkame, RPH IV berada pada DAS Orai serta RPH V berada pada DAS Waskey .Untuk mengetahui posisi pembagian Resor dapat di lihat pada Peta DAS KPHP Unit XXI dapat dilihat pada gambar 2. dibawah ini :
15
Gambar 2 Peta DAS pada KPHP Lintas Unit XXI Sarmi dan Mamberamo Raya
2.1.3 Aksesibilitasi Kawasan Untuk
menjangkau
kawasan
KPHPUnit
XXI
Lintas
Mamberamo Raya, terbilang relatif agak mudah dijangkau
Sarmikarena
aksesbilitas menuju kawasan bisa melalui jalur darat bekas jalan-jalan produksi IUPHHK PT. Bina Balantak Utama (BBU). Bila musim teduh wilayah ini dapat dijangkau melalu laut menggunakan speedboat atau longboat motor tempel transit di camp logpond/logyard IUPHHK PT. Bina Balantak Utama di Waim distrik Pantai Barat. Dari camp ini dapat menggunakan kendaaran operasioanl PT. BBU masuk ke kawasan KPHP Unit XXI. Terdapat juga beberapa sungai utama yakni sungai Apawer, sungai Muwar,
sungai
Verkam
dan
sungai
Waskey
dengan
beberapa
percabangan anak sungai, namun semua sungai ini tidak bisa dijadikan 16
sebagai jalur transportasi, kecuali sungai Apawer yang dijadikan sebagai jalur transportasi utama. Sungai ini juga tidak dapat dilewati oleh semua tipe alat transportasi. Hanya perahu long boat bermesin motor tempel. Disamping itu juga lancarnya jalur tranportasi ke wilayah KPHP sangat tergantung pada cuaca laut. Selain itu, sering juga berhadapan dengan masalah rintangan berupa kayu log atau serpihan-serpihan kayu yang ikut hanyut dan menghalangi jalur transportasi di sungai.Apawer dan sungai Muwar. Dari ibukota Kabupaten Sarmi perjalanan menuju wilayah KPHP kalau menggunakan kendaaran darat dapat mencapai 1 – 3 jam perjalanan , tetapi kalau menggunakan longboat sampai di log yard PT. BBU Waim waktu yang ditempuh dapat mencapai 2 jam (bila menggunakan longboat dengan mesin 40 PK). 2.1.4 Sejarah Pembentukan KPHP Model Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya 2.1.4.1
Proses Pembentukan Hasil – hasil yang telah diperoleh pada setiap proses
Pembangunan KPH Papua hingga munculnya pembentukan KPHP Model Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya
adalah sebagai
berikut : A. Rapat Koordinasi Pembangunan Kehutanan Provinsi Papua Pada tanggal 9 s/d 10 April 2008 di Serui Kabupaten Kepulauan Yapen
dilangsungkan
Rapat
Koordinasi
Pembangunan
Kehutanan Provinsi Papua yang membahas berbagai hal tentang Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua. Pembangunan KPH merupakan salah satu agenda yang dibicarakan. Beberapa agenda yang dihasilkan dalam rapat koordinasi tersebut adalah : 17
1. Proses pembentukan wilayah kesatuan pengelolaan hutan di Papua (KPH Papua) dan kesatuan pengelolaan hutan model (KPH Model) di Biak sebagai embrio pembangunan kesatuan pengelolan hutan di Papua perlu segera dipercepat agar ditetapkan
oleh
Menteri
Kehutanan
pada
2008
dan
dilaunching pada tahun 2009; 2. Penyusunan rancangan pembangunan (development plan) dan rencana tindak (action plan) kesatuan pengelolaan hutan di Papua dan kesatuan pengelolaan hutan di Yapen perlu diselesaikan pada tahun 2008 ini karena menjadi langkah prioritas
awal
percepatan
pembangunan
kesatuan
pengelolaan hutan di Papua; 3. Pembangunan kesatuan pengelolaan hutan model dapat dibangun juga di Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya, Jayapura,
Jayawijaya,
Boven
Digoel,
Sarmi
dan
kabupaten/kota lainnya dengan mengacu prototipe KPH Model Biak sesuai ekosistem dan potensi hutannya; 4. Pembentukan kelompok kerja (working group) yang terdiri dari para pihak terkait kesatuan pengelolaan hutan papua (pemerintah, pemerintah daerah, akademisi,
masyarakat
sipil, donor dan mitra kerja kehutanan) untuk memobilisasi sumberdaya
yang
ada
dalam
mendorong
percepatan
pembangunan kesatuan pengelolaan hutan Model dan kesatuan pengelolaan hutan lainnya di Kab/Kota wilayah Provinsi Papua melalui Keputusan Gubernur; 18
5. Mobilisasi sumberdaya (man, money, material, machine, method)
dari
pemerintah
pemerintah daerah
Kabupaten/Kota),
(Dinas
swasta
masyarakat sipil
(Kementerian
(mitra
Kehutanan),
Kehutanan kerja
Provinsi,
kehutanan)
dan
dalam program (penguatan kapasitas
kelembagaan, database, sosialisasi, dll) serta pendanaan untuk mempercepat pembangunan KPH Model di Biak dan pembangunan KPH lainnya di wilayah Provinsi Papua; 6. Pembagian peran dan tanggungjawab para pihak dalam mewujudkan KPH Model dan KPH Kabupaten/Kota lainnya di wilayah Provinsi Papua. B. Brain Storming Permbangunan Kehutanan Provinsi Papua Bertempat di Ruang rapat BPKH Wilayah X Jayapura pada tanggal
13 Mei
2008 dilangsung diskusi
brain storming
pembangunan kehutanan Provinsi Papua yang membahas berbagai hal tentang pengelolaan kehutanan di Provinsi Papua termasuk di dalamnya Pembangunan KPH Papua. Adapun pokok – pokok pikiran yang dihasilkan adalah sebagai berikut : 1. Perlunya Penyusunan Konsep Rancangan KPH di Papua; 2. Penyusunan Prototipe KPH; 3. Replikasi KPH model dapat dilakukan oleh institusi/Lembaga; 4. Perlunya Pembagian Peran dalam penyusunan Rancang bangun (Rancang bangun dan Kelembagaan) dengan memasukan inisitif local; 5. Perlunya penyusunan Peta Penyebaran KPH; 19
6. Perlunya menyusun
Petunjuk Teknis Penyusunan KPH di
Provinsi Papua; 7. Perlunya mengidentifikasi Lesson Learn KPH sebagai dasar dalam penyusunan konsep KPH (ciri khas KPH di Papua); 8. Dalam penyusunan KPH hendaknya diperlukan data-data tersedia : tutupan hutan, fungsi Hutan, unit management dan hutan adat, informasi sosial lainnya; 9. Perlunya peta penyebaran suku bangsa dalam penyusunan KPH (SIL); 10. Hendaknya KPH yang dibentuk di Papua memiliki ciri khas (Adat,suku dan Pemberdayaan Masyarakat); 11. Dalam penyusunan KPH hendaknya berbasis DAS/Ekosistim, sebaran suku bangsa dan wilayah KPH; 12. Perlunya Penyusunan Manajemen Pengelolaan terpadu lintas stakeholder; 13. Perlunya mempertimbangkan variabel-variabel (DAS, adat, administrasi,fungsi kawasan) dalam rancang bangun KPH; 14. Pembentukan KPH oleh Gubernur Provinsi Papua.
C. Pertemuan Lanjutan Hasil Brain Storming Menindaklanjuti hasil brain storming sebelumnya maka diadakan pertemuan pada tanggal 8 Juli 2008 untuk secara jelas menindaklajuti hasil – hasil yang diperoleh pada pertemuan sebelumnya terutama tentang Pembangunan KPH Papua.
20
D. Workshop Penyusunan Naskah/Dokumen Akademik Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Papua Dihadiri
oleh
Pakar,
Praktisi
Kehutanan,
Akademisi
dan
Pemerintahan serta NGO’s pada tanggal 11 s/d 12 Oktober 2008 dilaksanakan
Workshop
Penyusunan
Naskah/Dokumen
Akademik Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Papua bertempat di Ruang rapat Hotel Yasmin. E. Peta Rancang Bangun dan Arahan Perencanaan pembentukan unit wilayah KPH Provinsi Papua dilakukan melalui proses overlay Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Papua, Peta Daerah Aliran Sungai dan Peta Administrasi Pemerintahan. Dari Overlay peta-peta dan analisis data yang ada maka Kawasan Provinsi Papua telah didesain dan dibagi habis menjadi 56 unit KPH dan untuk mendukung rencana manajemen setiap unit KPH diberi nomor register yang disusun secara terarah dan berurutan termasuk di dalam KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya dengan nomor register 2.1.4.2. Proses Penetapan KPH Hasil rancang bangun yang telah disepakati para pemangku kepentingan tersebut, selanjunya diusulkan Gubernur Papua kepada Menteri Kehutanan. Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.481/Menhut-II/2009 tanggal 18 Agustus 2009 , telah dicadangkan 56 (lima puluh enam) KPH yang menjadi meliputi 25 (dua puluh lima) unit KPHL dan 31 (tiga puluh satu) unit KPHP. 21
Atas dasar pencadangan Menteri Kehutanan tersebut, Gubernur Papua mengusulkan KPHP Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya menjadi salah satu KPH Model di Provinsi Papua. Usulan KPHP Model tersebut selanjutnya disetujui dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai salah satu KPH Model Lintas Kabupaten Sarmi Kabupaten Mamberamo Raya melalui Keputusan Menteri Nomor : SK.829/Menhut- II/ 2013 , tanggal 19 November 2013
seluas 255.814 hektar dengan
rincian sebagai berikut: Hutan Lindung
: ± 50.492 Ha (19,74 %)
Hutan Produksi Terbatas
: ± 159.217 Ha (62,24 %)
Hutan Produksi
: ± 46.105 Ha (18,02 %)
Selanjutnya Kehutanan
pemerintah Provinsi Papua
Provinsi Papua
melalui
Dinas
bersama dengan Biro Hukum
melakukan kajian hukum pada Biro Organisaasi dan Tatalaksana Setda Provinsi Papua untuk mempercepat proses pembentukan kelembagaan setingkat esalon III pada KPHP Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya.
2.2 Potensi Wilayah KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya 2.2.1. Tutupan Lahan Data penutupan lahan untuk Kabupaten Sami dan Kabupaten Mamberamo Raya merupakan hasil penafsiran peta citra tahun 2009 yang dikutip dari Dokumen SRAP REDD+ Provinsi Papua Tahun 2012 yang menggambarkan eksistensi setiap tutupan lahan dalam fungsi hutan di Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya, sebagaimana
22
ditunjukan pada gambar 3 Peta Penutupan Lahan dan Tabel 1:3 bawah ini :
Gambar 3. Peta Penutupan Lahan Pada KPHP Lintas Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo
23
di
Tabel : 3. Tutupan lahan pada kawasan hutan di kabupaten Sarmi Tabel ……Tutupan Lahan pada Kawasan Hutan di Kabupaten Sami
KABUPATEN KAB. SARMI
TUTUPAN LAHAN
Air
Air Hutan Lahan Kering Primer
13,277.0884 79.7894
Hutan Lahan Kering Sekunder
APL
HL
HP
HPK
HPT
KSA
TOTAL
336.1278 0.0053 1.2595 3.6648 0.7315 5.2197 30,620.5727 170,756.1869 192,714.6900 132,251.4187 287,154.0285 158,041.4357
13,624.0969 971,618.1220
18.5005
40,704.3157
185,067.2180
Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder
0.0018 0.0055
1,026.9998
Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Pemukiman Pertanian Lahan Kering
0.2294 0.0398 0.0010
10,996.5438 1,129.7659 438.5359 2,887.6858
1,965.1323
Pertanian Lahan Kering bercampur Semak
0.0197
7,048.4530
37.4992
124.2644
3,005.9062
Rawa Savannah Semak Belukar Semak Belukar Rawa Tanah Terbuka Transmigrasi
0.0114 0.0023 0.0127 13.4834 0.0010
215.4237
3.8920 33.5723 287.0189
123.2667 0.0001 1,354.1184 410.9903 3.5915 20.5205
Total Kabupaten Sarmi 13,389.1864
360.2101 536.4438 40.4671 118.7954 3,726.9529 99,971.8698
12,700.7735
60,653.0453
20,655.9414 39,426.1223
10,908.5193
2,089.3058 95.6028 4,190.4145 7.8228 2.6115
0.9467 7.1158
114.4875
3,116.3074 95.6083
8,844.6100 105,090.0178 3,660.2917 11,424.9698 26.7701 134.6167 0.0013
36,325.2014 21,262.8639
167,412.1493 37,477.9312 473.1299 3,024.9153
992.2326
548.1990
11,756.5740
630.0291
594.1062 630.9310 1,329.6987 697.4741 19.2957
1,351.3055 1,024.7157 4,238.1566 3,067.6919 302.7518 3,754.5893
515.4404 1,905.2771 45.6339
185,683.0833 258,133.0787 172,680.6157 447,184.4843 230,362.9447
1,407,405.2628
Sumber : Dokumen SRAP REDD+ Provinsi Papua, 2012 2.1.5 Biofisik Kawasan 1. Topografi Untuk kondisi topografi dengan menggunakan data contour yang ada di dalam wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya berdasarkan kelas kelerengan dikategorikan dalam 4 kelas, yaitu : landai, datar, curam dan terjal. Peta Biofisik dan Tabel 1.4
24
Gambar 4. Peta Biofisik KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya
Tabel 4. Blok dan Kelas Lereng Kelas lereng
Fungsi No Hutan 1
Lindung
Curam Inti Pemanfaatan Total
2
Luas
Presentas
(Ha)
e
Blok
Produksi
Pemanfaatan
Datar
landai
Terjal
493
601
2.957
7
40.609.92
30
392
582
523
993
3.539
59
2.914
1511
202.132,06
284
4.325,47
10.051,75 7
5063
HHK-HA Pemberdayaan Total Total 1 + 2
59 582
25
3.198 3.907
1511
4768 257.119.20
2. Geologi dan Tanah Data dan informasi mengenai formasi geologi dan jenis tanah di kabupaten Sarmi dan di wilayah KPHP Model Unit XXI Lintas kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya menunjukan bahwa batuan atau bahan induk sangat menentukan pembentukan tanah di suatu kawasan, dan bahan induk tanah dikawasan ini antara lain adalah seperti diisajikan dalam table 5. Kondisi Geologi Kabupaten Sarmi NO.
KONDISI GEOLOGI
1
Alluvium
2
LUAS (KM2)
PERSENTASE
5.180,177
29,20%
Batuan Gunung Api Jamur
35,863
0,20%
3
Batuan Mafik
3,734
0,02%
4
Batu gamping Dayang
763,124
4,30%
5
Batu gamping Koral
182,538
1,03%
6
Endapan Lumpur
1.721,219
9,70%
7
Formasi Auriimi
706,746
3,98%
8
Formasi Biri
2,297
0,01%
9
Formasi Buru
452,871
2,55%
10
Formasi Kukunduri
163,251
0,92%
11
Formasi Makats
298,323
1,68%
12
Formasi Unk
5.580,653
31,46%
13
TerumbuKoral Terangkat
2.540,865
14,32%
14
Ultramafik
108,340
0,61%
Sumber: Draf RTRW Kabupaten Sarmi 26
Informasi tentang jenis tanah dan wilayah sebarannya di Kabupaten Sarmi secara keseluruhan dan secara khusus dalam wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi – Mamberamo Raya adalah : Inceptisol, Ultisol, Altisol , dan Oxisol ( termasuk dalam distrik-distrik Antara lain Apawer Hulu Sarmi Selatan , Pantai Barat dan Sarmi Timur). Informasi ini dapat dilihat pada table 6. dibawah ini : Tabel 6. Jenis Tanah, Potensi dan Wilayah Sebaran di Kabupaten Sarmi Jenis
Wilayah Sebaran
No
Potensi Tanah
1
2
(Distrik) Pengembangan
Pantai Timur, Pantai Timur
Pertanian
Barat dan Tor Atas
Penyangga Cadangan
Tersebar di Wilayah
Air
Kabupaten Sarmi
Entisol
Inceptisol
Tanah liat berwarna
3
merah sebagai
Tersebar di Wilayah
represetasi kandungan
Kabupaten Sarmi
Ultisol
besi yang tinggi
4
Alfisol
Pengembangan
Sarmi, Sarmi Timur, Pantai
Pertanian dan
Barat, Pantai Timur,
Perkebunan
Apawer Hulu dan Tor Atas
Perladangan pertanian Pantai Timur, Pantai Timur 5
Oxisol
sub sistem, Barat dan Apawer Hulu penggembalaan/ ternak
27
sapi dan kambing.
Pengembangan 6
Mollisol
Pantai Timur dan Tor Atas Pertanian
Sumber : Draf RTRW Kabupaten Sarmi, 2012 Berdasarkan formasi geologi, maka di Kabupaten Sarmi terdapat 6 jenis tanah yaitu; Entisol (Ent), Inceptisol (Ept), Ultisol (Ult), Alfisol (Alf), Oxisol (Ox) dan Mollisol (Olls). a) Entisol. Entisol merupakan tanah mineral yang masih muda terbentuk dari aktivitas deposisi sungai yang bergabung dengan sedimentasi pantai melahirkan potensi lahan-lahan pertanian yang sangat subur. Jenis tanah ini ditemukan di Distrik Pantai Timur, Pantai Timur Barat dan Tor Atas. b) Inceptisol. Inceptisol adalah tanah yang menunjukan perkembangan horizon minimum. Luasan yang cukup besar untuk tanah ini banyak ditemukan di daerah pegunungan dan hutan sebagai penyangga cadangan air. Sebaran tanah ini cukup besar dan hampir terdapat diseluruh wilayah Kabupaten Sarmi. c) Ultisol. Ultisol merupakan tanah dengan tingkat pencucian yang tinggi, dengan tingkat kesuburan yang relatif rendah. Ultisol memiliki horizon bawah permukaan dengan akumulasi liat, biasanya memiliki warna kemerahan sebagai representasi dari kandungan besi yang tinggi.
28
Jenis tanah ini hamper ditemukan diseluruh wilayah Kabupaten Sarmi. d) Alfisol. Alfisol biasanya adalah tanah-tanah hutan dengan tingkat pencucian sedang yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Alfisol adalah tanah yang sangat produktif baik untuk kegiatan pertanian ataupun yang lainnya. Jenis tanah ini banyak ditemukan di Distrik Sarmi, Sarmi Timur, Pantai Barat, Pantai Timur, Apawer Hulu dan Tor Atas. e) Oxisol. Oxisol merupakan tanah dengan tingkat pelapukan yang lebih tinggi dari pada tanah Ultisol. Persentase luasan tanah ini di Kabupaten Sarmi sangat kecil dan hanya terdapat di Distrik Pantai Timur, Pantai Timur Barat dan Apawer Hulu. f) Mollisol. Mollisol merupakan tanah pada ekosistem padang rumput. Mollisol salah satu diantara beberapa tanah pertanian yang paling penting dan produktif di dunia, tanah ini banyak ditemukan dalam luasan yang cukup besar di Distrik Pantai Timur dan Tor Atas. Informasi tentang jenis tanah dan wilayah sebarannya di Kabupaten Sarmi dapat dilihat pada Gambar Peta 5 & tabel 7. sebagai berikut.:
29
Gambar 5. Peta Jenis Tanah. Jenis Tanah Pada KPHP Unit XXI Lintas Unit XXI Sarmi dan Mamberamo Raya
Potensi Geologi di wilayah Kabupaten Sarmi menunjukan adanya kekuatan yang menjanjikan untuk dieksplorasi dan dieksploitasi secara terencana sehingga akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Realitas yang ada, potensi ini belum dikelola secara maksimal. Berdasarkan hasil pemetaan kondisi geologi di Kabupaten Sarmi diketahui bahwa batuan induk terluas adalah batu formasi unk sebesar 5.580 km2 (31,46% dari luas wilayah Kabupaten Sarmi), kemudian batuan lain yang memiliki proporsi luas adalah batuan alluvium seluas 5.180 km2 (29,20% dari luas wilayah Kabupaten Sarmi) dan terumbu
30
koral terangkat seluas 2.540 km2 (14,32% dari luas wilayah Kabupaten Sarmi). Informasi Lebih jelas mengenai formasi geologi yang terdapat di wilayah Kabupaten Sarmi disajikan pada tabel 8. dan Peta kondisi geologi Kabupaten Sarmi dapat dilihat pada gambar Peta 6.
Gambar 6. Peta Geologi Pada KPHP Unit XXI lintas Sarmi dam Mamberamo Raya.
31
3. Iklim/Klimatologi Iklim suatu wilayah sangat menentukan rencana pengelolahan suatu kawasan. Sedangkan iklim sendiri ditentukan oleh curah hujan yang terjadi 1(satu) tahun, yaitu ditentukan oleh banyaknya bulan basah dan bulan kering dalam setahun tersebut. Dalam menentukan tipe iklim dalam suatu wilayah, kita mengunakan klasifikasi Schmidth Ferguson. Sistem klasifikasi iklim ini banyak digunakan dalam bidang kehutanan dan perkebunan serta sudah sangat dikenal di indonesia. Kriteria yang digunakan adalah dengan penentuan nilai Q yaitu perbandingan bulan kering (BK) dan bulan basah (BB) dikalikan 100% (Q = BK/BB x 100%). Rata-rata curah hujan Kabupaten Sarmi tahun 2011 sebesar 253,9 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli yakni 479 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni yakni 123,7 mm. Berdasarkan hasil perhitungan dengan klasifikasi schmidt ferguson didapatkan bahwa nikai Q di bawah 14,3 yang berarti iklim di wilayah KPHP Model Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya merupakan tipe A yaitu daerah sangat basah dan hutan hujan tropika. Pada Tahun 2011, suhu udara di Kabupaten Sarmi berkisar antara 30,8 oC sampai 32,2 oC. Suhu tertinggi terjadi pada bulan NovemberDesember yaitu sebesar 32,2 oC dan suhu terendah terjadi pada Maret yaitu sebesar 30,8 oC. Rata-rata kelembaban udara di Kabupaten Sarmi tahun 2011 tertinggi yakni bulan Januari sebesar 158 persen dan terendah pada bulan mei sebesar 77 persen. Rata-rata tekanan udara permukaan di atas landasan (QFF) yaitu 10 821mb dan rata-rata tekanan permukaan di atas laut (QFE) yaitu 10 809mb. Rata-rata 32
penyinaran matahari yaitu 10,2 dan kecepatan angin 0,4 knot. Adapun informasi lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 8. berikut ini: Tabel. 7. Rata-Rata Suhu Udara, Kelembaban, Tekanan Udara, Kecepatan Angin, Curah Hujan, dan Penyinaran Matahari di Stasiun Sarmi
NO.
URAIAN
KETERANGAN
1
2
3
1.
Suhu Maksimun
32.2ᵒC
Suhu Minimum
21.0 ᵒC
2.
Rata-rata Kelembaban Udara
89 %
3.
Tekanan Udara Rata-rata QFF
10 821mb
Tekanan Udara Rata-rata QFE
10 809mb
4.
Rata-rata Kecepatan Angin
5.
Rata-rata Curah Hujan
6.
Rata-rata Penyinaran Matahari
0,4 knot
253,9 mm
10,2
Sumber : BPS Kabupaten Sarmi, 2012. Iklim Kabupaten Sarmi termasuk dalam iklim hutan hujan tropis (tropical rain forest), yang dipengaruhi oleh musim kemarau, hujan dan angin Muson. Penentuan musim hujan dan kemarau di Kabupaten Sarmi agak sulit dilakukan dengan tegas oleh karena di musim kemarau untuk beberapa waktu curah hujan pun tetap tinggi. 33
Namun demikian secara umum musim kemarau di Kabupaten Sarmi terjadi di bulan Juni - September, dan musim hujan di bulan Desember - Maret, dengan masa peralihan pada bulan April - Mei dan bulan
Oktober
-
November.
Angin
Muson
Tenggara
sangat
mempengaruhi wilayah pantai di Kabupaten Sarmi yang dimulai dari bulan Mei hingga November. Sedangkan bulan Desember hingga November Kabupaten Sarmi dipengaruhi oleh angin Muson Barat Laut.
2.1.6 Potensi Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu Luas areal KPHP Unit XXI ± 255.814 Ha , yang terdiri dari hutan produksi ± 80,26% (terdiri dari hutan produksi terbatas (HPT) ± 159.217 Ha (62,24%) dan hutan produksi 46.105 Ha (18,02%) merupakan potensi yang sangat besar. Meskipun dari luasan tersebut hanya sekitar 18,02 areal yang produktif sisanya merupakan areal hutan produksi yang akan dikelola secara terbatas, namun potensi tersebut merupakan modal dalam mengembangkan kawasan KPHP Unit XXI sebagai model pengelolaan KPH Lintas kabupaten di Papua yang mampu memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. disekitar kawasan hutan tersebut Potensi tegakan dalam wilayah KPHP register XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya berdasarkan hasil survey BPKH Wil. X (2013) dengan pengelompokan survey sebanyak 18 plot , terbagi dalam 6 regu survey, jarak antara plot 675 meter timber cruising diameter ( ≥ 20 cm up), pada berbagai kelas tutupan hutan, diketahui bahwa volume tegakan berkisar Antara 62,38 m3 / ha – 299,10 m3 /ha.dengan nilai rata-rata 180, 74 m3 / ha. Peta potensi tegakan pada berbagai kelas tutupan hutan oleh BPKH Wilayah X Papua tahun 2013 dapat dilihat pada lampiran berikut ini : 34
Hasil survey biofisik potensi tegakan pada berbagai kelas tutupan hutan di wilayah KPHP XXI dapat dilihat pada table 8. di bawah ini : Tabel 8. Potensi tegakan pada berbagai koordinat peta KPHP Unit XXI Regu.1
Regu.2
Regu.3
Regu.4
Regu.5
Regu.6
E = 257147
E = 0239256
E = 232137
E = 234447
E = 221375
E = 0210732
N = 9778535
N = 9770127
N = 9782772
N = 9782415
N = 9801935
N = 9802834
299,10
100,37
62,38
91,74
91,486
135,21
Pelaksana
Plot I
Koordinat
Volume (M3 ) I
115 pohon
Koordinat
E = 257822
I
E
72 phn =
E = 232852
E = 235229
100 pohon E = 221908
0239918 N = 9782772
N
246,89
3
(M ) I
=
N = 9782772
N = 9782512
N = 9801872
E = 258497
132,94
I
E
96,93
111,17
124,872
72 phn
N = 9776535
N
=
E = 233487
E = 235717
E = 222533
253,25
74,98
122,99
E
=
0212069 =
N = 9782772
N = 7782368
N = 9801872
9770122 Volume
=
79 phn
0240580
I
N 9802635
122 phn
Koordinat
=
0211421
9770137 Volume
E
N 9802612
128,21
88,48
114,135
124,735
(M3 )
Sumber : Hasil inventarisasi potensi tegakan, BPKH wil. X Papua, tahun 2013 Potensi tegakan hasil hutan kayu dalam areal IUPHHK–HA PT. Bina Balantak Utama berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) tahun 2012, menunjukan potensi kayu dalam areal KPHP Unit XXI Lintas Sarmi-Mamberamo Raya cukup tinggi dan karena areal KPHP Unit XXI kondisi hutannya sama dengan areal IUPHHK- HA PT. Bina Balantak Utama BBU) maka potensi keadaan hutan di wilayah KPHP Unit XXI ini dapat disamakan dengan kondisi keadaan hutan pada dan potensi tegakan dari IUPHHK-HA atas nama PT. Bina Balantak Utama sebagaimana hasil 35
=
dari Inventarisasi Hutan Berkala Menyeluruh (IHBM) atas nama PT. BBU. Hasil IHBM dari IUPHHK-HA PT. BBU dapat dilihat pada Tabel 9. di bawah ini.
10 -< 20
20 -< 30
30 -< 40
40 – UP
50 - UP
Jenis N A.
V
N
1,880,387.67
2,317,140
1,783,010.35
1,527,458
V
N
V
N
V
N
V
1,009,612.75
1,205,303
905,014.51
1,015,993
5,732,563.25
866,513
5,488,443.79
2,034,312
797,475.34
1,289,049
871,935.71
463,467
1,640,944.45
375,707
1,444,694.16
156,943.77
231,228
84,445.31
115,438
81,667.63
42,425
172,958.79
30,480
153,616.13
35,215,096
3,820,341.79
4,582,680
1,891,533.40
2,609,790
158.86
17.23
20.67
Kelompok Meranti 16,274,061 Kelompok Rimba
B. Campuran 17,413,577 C.
Kelompok Kayu Indah
Grand Total
1,858,617.85 1,521,885
7,546,466.49
1,272,700 7,086,754.08
Rata2/Ha
8.53
11.77
8.38
6.87
34.04
5.74
Tabel. 10. Sediaan Tegakan Areal IUPHHK- HA PT Bina Balantak Utama. Sumber : Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKU PHHK) PT BBU
Hasil inventarisasi potensi kayu komersial dan kayu indah di wilayah Distrik Pantai Barat dalam kawasan KPHP XXI Lintas Sarmi-Mamberamo Raya oleh Fahutan UNIPA, tahun 2009 dapat dilihat pada table 11. dibawah ini .
36
31.97
Volume Tegakan kayu komersial dan kayu indah di distrik Pantai Barat Kelompok
Rata-rata volume dalam sebaran
Potensi
diameter per hektar
(M3 /Ha)
Jenis
20 cm – 30 cm
≥ 40 Cm
Meranti
8,43
51,18
59,61
Rimba
38,51
98,87
137,38
1,51
7,59
9,10
campuran Kayu indah
Sumber : Inventarisasi potensi hutan kemasyarakaatan UNIPA Manokwari, 2009
Berdasarkan hasil penghitungan IHBM IUPHHK PT. BBU potensi hutan di areal KPHP Unit XXI Lintas Sarmi-Mamberamo Raya diketahui bahwa potensi kayu bekisar dari 5,74 -158,86 m3/ha. Volume total berkisar antara 252 – 368,57 m3 dengan kisaran ratarata diameter 31,72-42,34 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pohon-pohon yang berada dalam kawasan ini merupakan pohon inti yang akan ditebang pada rotasi tebang berikutnya apabila kawasan ini akan dikelola sebagai hutan produksi. Apabila kawasan hutan produksi di wilayah KPHP dikelola untuk usaha rakyat atau usaha skala kecil maka akan diperoleh potensi produksi kayu sebagai berikut : dengan volume produksi berkisar antara 84,12-121,86 m3/ha dan
optimasi penetapan
jatah tebang tahun (AAC) misalnya dengan daur konvesional 35 tahun, faktor eksploitasi 0,7 dan faktor angka bentuk 0,8 maka luas tebangan tahunan untuk hutan produksi tetap = 97.420 /35 =
278,34 Ha/tahun.
Kalau ada 5 unit usaha maka masing-masing IUPHHK-HA memiliki potensi 55,67 Ha/tahun.
Dengan demikian potensi kayu minimal yang dapat
diproduksi oleh setiap ijin kayu rakyat rata-rata = 55,67 x 84,112 x 0.7 x 37
0.8 = 2.622m3/tahun dan maksimum 3.799 m3/tahun. Jenis-jenis pohon dominan yang ditemui di wilayah KPHP Unit XXI Sarmi - Mamberamo Raya antara lain ketapang, merbau, matoa, pulai, nyatoh, mersawa, bipa, resak, dan jenis-jenis lainnya. Beberapa jenis komersil yang dijumpai di wilayah KPHP Unit XXI Sarmi - Mamberamo Raya : 1. Potensi Permudaan Potensi permudaan dalam kawasan KPHP Unit XXI Sarmi Mamberamo Raya berdasarkan hasil IHBM IUPHHK PT. BBU diketahui bahwa potensi permudaan di
kawasan hutan yang terinventarisasi
memiliki nilai-nilai kuantitatif secara ekologi yang berbeda (pada gambar Peta 7. dan Tabel 11 dibawah ini). KELOMPOK MERANTI N
V
1 10 - < 20
16,274,061
600
2 20 - < 30
2,317,140
1,009,612.75
3 30 - < 40
1,205,303
905,014.51
4 40 - <50
1,015,993
5,732,563.25
5 50 – up
866,513
5,488,443.79
38
Gambar 7. Peta sebaran Potensi KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya
39
Gambar 8. Potensi Permudaan di Wilayah KPHP Tabel 12. KELOMPOK RIMBA CAMPURAN N
V
1
10 - < 20
17,413,577
2
20 - < 30
2,034,312
3
30 - < 40
1,289,049
871,935.71
4
40 - <50
463,467
1,640,944.45
5
50 – up
375,707
1,444,694.16
40
1,783,010.35
797,475.34
Gambar 9. Grafik Kelompok Rimba Campuran. KELOMPOK KAYU INDAH N
V
1 10 - < 20
1,527,458
2 20 - < 30
231,228
3 30 - < 40
115,438
81,667.63
4 40 - <50
42,425
172,958.79
5 50 – up
30,480
153,616.13
Tabel 13. Kelompok Kayu Indah
41
156,943.77
84,445.31
Gambar 10.Grafik Kelompok Kayu Indah.
Berdasarkan hasil inventarisasi IHBM PT. Bina Balantak Utama, sebagaimana yang ditunjukkan oleh grafik-grafik yang ditampilkan di atas terlihat bahwa potensi permudaan baik yang termasuk dalam kelompok Kayu Meranti, Kayu Rimba Campuran dan kelompok Kayu Indah cukup melimpah yang akan menjamin kelestarian jenis-jsnis kayu komersial di wilayah KPHP Unit XXI Sarmi - Mamberamo Raya. Sementara disisi lain jumlah tiang mengalami peningkatan yang sangat besar. Kondisi ini memberikan gambaran yang terbalik dari kondisi yang umumnya terjadi di hutan-hutan alam, dimana jumlah tiang akan semakin kecil dan membentuk huruf j terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan di wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya merupakan hutan sekunder tua yang telah mengalami suksesi. Secara umum proses suksesi atau kestabilan komunitas pada tingkat pertumbuhan tiang lebih baik atau lebih stabil jika dibandingkan dengan proses suksesi yang terjadi pada tingkat pertumbuhan semai, dan pancang. 42
2. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu Selain kayu, hasil hutan lain yang dijumpai di KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya adalah hasil hutan bukan kayu (HHBK). Jenisjenis HHBK yang dijumpai pada masyarakat di wilayah KPHP ini merupakan jenis-jenis yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat baik untuk kegiatan yang bersifat produktif maupun konsumtif. Sebagian besar jenis HHBK ini digunakan untuk konsumtif. Pemanfaatan yang dilakukan juga dengan cara sporadis, bersifat sesaat bila ada pesanan atau order sehingga jauh dari sifat pengelolaan yang berkelanjutan. Jenis- jenis HHBK yang dijumpai terdiri dari HHBK dari jeni-jenis tumbuhan hutan dan HHBK dari hewan (hewani). Golongan nabati atau hasil tumbuhan dan tanaman terdiri dari kelompok resin, kelompok minyak atsiri, kelompok minyak lemak, kelompok pati dan buah-buahan, kelompok tanin, bahan pewarna dan getah kelompok tumbuhan obat dan tanaman hias, kelompok palma dan bambu,
dan kelompok Alkoloid (kina).
Golongan hewani terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok hewan buru dan hewan hasil penangkaran. Hewan buru terbagi lagi menjadi kelas mamalia, reptilia, amfibi dan aves. Paradigma baru dalam bidang kehutanan, khususnya hutan hujan tropis, dengan mempertimbangkan keberadaan dan partisipasi aktif dari masyarakat hutan, maka pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu didefinisikan sebagai seluruh produk biologi yang dapat diperoleh dari hutan, fungsi sosial dari hutan, fungsi ekologi dari hutan, dan produk jasa dari hutan. Tetapi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-5010.4-2002 tentang tata nama dan khususnya kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) dikelompokan ke dalam 9 (Sembilan) kelompok, mulai dari kelompok 43
batang dan turunannya; kelompok minyak; kelompok buah, biji, bunga dan daun; kelompok kulit; kelompok getah; kelompok resin; kelompok aneka nabati; kelompok aneka umbi; kelompok aneka hawani dan turunannya. Jenis-jenis komoditas HHBK yang termasuk dalam kelompok batang dan turunannya adalah berbagai jenis rotan dan produk turunannya, bamboo, Nira (hasil sadapan pohon nipah), dan sagu. Jenis-jenis komoditas HHBK yang termasuk dalam kelompok minyak atsiri adalah Minyak cendana, Minyak Eucalyptus, Minyak Gandapura, Minyak Kayu manis, Minyak Kayu Putih, Minyak Kenanga, Minyak Keruing, Minyak Lawang, Minyak Masohi, Minyak Nilam, Minyak Pinus, Minyak Sereh, Minyak Terpentin, MInyak Trawas, Minyak ilang-ilang yang dihasilkan dari penyulingan pohon Cananga odorata BAIL. Berbeda dengan minyak atsiri yang dicirikan oleh adanya bahan yang mudah menguap, minyak lemak mengandung komponen yang bersifat seperti lemak, terutama lipid. Jenis-jenis komoditi HHBK yang termasuk Minyak Lemak adalah Minyak Jarak, Minyak Biji Tengkawang, Minyak Fuli, Minyak Kemiri, Minyak Kenari, Minyak Sindur, dan lain-lain. Beberapa jenis HHBK yang merupakan bagian dari tumbuhan, seperti Buah, Biji, Bunga dan Daun, diantaranya Buah asam, buah Jenitri,Biji Jarak, Biji Kemiri, Biji Kenari, Biji Pala Hutan, Biji Pinang, Daun pandan, dan jenis lainnya.
44
Tabel 14. Jenis-Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu di sekitar wilayah KPHP Unit XXI SUMBER
NAMA JENIS
NAMA LOKAL
PENGHASIL Pangan
Resin
Minyak atsiri
Obat-obatan
Rotan
1. Metroxilon Sagu
Sagu
2. Gnetum gnemon
Genemo
3. Artocarpus communis
Sukun/ Gomo
4. Rizhopora stylosa
Aibon
Aquilaria filarial
Gaharu
1. Gyrinops sp
Kemendangan
Aquilaria filarial
Gaharu
Criptocaria masoi
Masoi
Agathis
Damar
1.
Arcangelisia flava
Tali kuning
2.
Laportea sp
Daun gatal
3.
Alstonis scolarhis
Kayu susu
4.
Terminalia cattapa
Ketapang
5.
Baringtonia asiatica
Baringtonia
6.
Everrhoa bilimbi
Belimbing asam
7.
Mirmecodia tuberosa
Sarang semut
Piper betle, dll
Sirih
1. Korthalsia zippeli
Rotan
2. Calamus aruensis
Bambu
8.
3. Calamus sp
1.
Bambusa vulgaris
Bambu
Schizotachyum brachycladum Non
Makanan,
1. Arenga pinnata
Aren
energi, dan obat-
2. Nypa fruticans
Nipa
obatan
3. Pigaffeta filaris
Nibung
4. Areca catechu
Pinang
5. Gyrinops sp.
Kemendangan
6. Cocos nucifera
Kelapa
7. Theobroma cacao
Kakao
8. Durio zibethinus
Durian
2.
Rambutan
FEM)
(non
9. Nephelium lapacheum
45
Berdasarkan manfaatnya jenis HHBK yang paling banyak digunakan masyarakat adalah HHBK yang berasal dari jenis-jenis tumbuhan yang berkasiat obat.Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena ketersediaan sarana dan prasarana bahkan tenaga medis yang sangat terbatas sehingga pemanfaatan tumbuhan sebagai obat alternatif menjadi pilihan masyarakat. Penyebaran HHBK nabati maupun hewani dominan di wilayah dataran rendah sampai daerah berbukit. Jenis-jenis seperti bambu, nibung, aren, sukun, genemo, sarang semut, sirih tersebar pada daerah dataran rendah sampai perbukitan yang datar dan bergelombang. Sementara jenisjenis seperti sagu, rotan, nipah, mangrove, paku-pakuan, tersebar pada dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 15 m dpl. Potensi HHBK ini tersebar secara tidak merata dan jumlahnya bervariasi. Berikut beberapa jenis HHKB yang dominan dimanfaatkan masyarakat dan potensinya rata-rata
di wilayah KPHP Unit XXI Sarmi - Mamberamo
Raya. 3. Sagu (Metroxylonsagu) Sagu merupakan jenis komoditi HHBK nabati yang intensitas pemanfaatannya oleh masyarakat terbilang cukup tinggi. Rata-rata setiap kepala keluarga (KK) di kampung memiliki dusun-dusun yang memadai. Sagu yang ada diperoleh secara alami, namun jumlahnya sangat kecil. Sejak turun temurun sagu merupakan komoditi utama penyedia sumber karbohidrat bagi masyarakat. Seiring dengan perkembangan jaman, sagu saat ini telah menjadi alternative komoditas kedua setelah beras. Potensi
46
sagu sendiri terbilang sangat kecil dengan perkiran luasan tanaman sagu mencapai 2 Ha per kampung yang tersebar tidak merata pada satu lokasi. Potensi tanaman sagu di beberapa kampung sepertikampung relatif sangat kecil dan terdiri dari sagutanam (cultivatedsago).
Gambar 11 Sagu salah satu potensi HHBK
Untuk kerapatan
hutan maximum
sagu
di
seluruh
kampung
memiliki rata-rata
5 rumpun/hadan minimum 2 rumpun/ha. Setiap
rumpun rata-rata menghasilkan 3-5 individu. Dengan kemampuan menghasilkan pati sagu sebesar 5 – 8 tumang. Berat per tumang berkisar 47
antara 5-40kg/tumang. Produksi aci sagu basah per pohon berkisar antara 240 - 600 kg sesuai ukuran tumang dengan diameter sebesar 26-30 cm. Bila diasumsikan bahwa pada setiap rumpun terdapat satu pohon masak panen, maka setiap hektar akan dihasilkan 1 – 3 pohon masak panen. Masyarakat yang berada di kampong memanfaatkan sagu dengan frekuensi penebangan 1-2 kali dalam setiap dua atau tiga bulan tergantung pada kebutuhan keluarga. Hutan sagu banyak ditemukan di kebun dan dusun masyarakat. Selain digunakan sebagai sumber karbohidrat, daun sagu juga sering dipakai sebagai atap rumah dan pelepah sagu untuk dinding rumah tradisional. Rumah beratap sagu saat ini sudah jarang ditemukan di pemukiman penduduk, lebih banyak digunakan sebagai rumah-rumah
perteduhan di kebun atau dusun.
Berdasarkan potensi
tersebut maka dusun sagu atau kebun sagu masyarakat terutama yang berada di sekitar kampung dan kebun
dipertahankan untuk
sumber
pangan masyarakat terutama untuk mempertahankan ketahanan pangan lokal. 4. Bambu Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya. Bambu memiliki banyak tipe. Di dunia ini bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat. Karena memiliki sistem rhizoma-dependen unik, dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60cm (24 Inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan iklim tempat tumbuh. Bambu yang ditemukan di wilayah KPHP terdiri dari dua jenis yaitu Bambusa vulgaris dan Schizotachyum brachycladum. Bambu merupakan salah satu jenis
HHBK yang
banyak digunakan masyarakat di KPHP 48
untuk pagar, sayur (rebung), pembuatan peralatan rumah tangga, sebagai alat saluran air (penggati fungsi pipa), dan lain-lain. Bambu sendiri dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan perabotdan kerajinan
tangan
atau
handycraft
nibung
dapat
digunakan
dan
dimanfaatkan sebagai bahan kerajian tangan dan bahan baku pembuatan rumah tradisional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No 35 Tahun 2007,
bambu termasuk dalam kategori HHBK kelompok
karbohidrat. 5. Matoa Pohon matoa banyak dijumpai di sekitar wilayah KPHP XXI Lintas Sarmi-Mamberamo Raya dan merupakan potensi hasil hutan kayu dan hasil hutan berupa buah matoa, terutama jenis Pometia coreacea. Musim buah matoa merupakan musim panen bagi masyarakat disekitar
dan
didalam kawasan. KPHP Unit XXI. Buah matoa yang dipanen masih dari alam, yaitu matoa yang tumbuh dihutan alam, diharapkan penanaman pohon matoa yang tumbuh di hutan dalam wilayah KPHP XXI adalah hasil kebun matoa oleh masyarakat di wilayah KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya. 6. Gaharu ( Aquilaria sp) Gubal Gaharu merupakan salah satu hasil hutan ikutan yang sangat potensial untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama yang hidup di sekitar hutan. Di hutan, terdapat berbagai jenis pohon hutan yang menghasilkan gubal gaharu, dan sebagian besar sudah dieksploitasi untuk dimanfaatkan kayunya. Jenis-jenis pohon tersebut diantaranya berasal dari famili Thymelaeceae seperti Aquailaria spp, Wikstroemia spp, Gonystylus 49
spp, Girynops spp, Aetoxylon sp dan Enkleia sp. Sekarang ini, gubal gaharu hanya dihasilkan dari jenis pohon tertentu seperti Aquilaria spp dan Gyrinops spp saja. Sedangkan dari jenis lainnya belum banyak diketahui potensi gaharunya. Gubal gaharu ini dikenal karena mengandung aroma wangi dan digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Pemanfaatan gaharu dari tahun ke tahun terus meningkat. Pemanfaatannya yang sangat luas membuat harga gaharu terus meningkat dari waktu ke waktu. Dalam setiap pohon yang mencapai umur delapan sampai 10 tahun bisa menghasilkan tiga sampai lima kilogram gubal gaharu. Kendati pemanfataan gaharu berlangsung cepat, namun proses pembentukan gaharu
masih
lambat
sehingga
diperlukan
teknologi
yang
dapat
mempercepat terbentuknya gaharu. Sesuai dengan kondisi habitat alami, gaharu tumbuh baik pada dataran rendah hingga berbukit (< 750 mdpl). Jenis Aquilaria spp. tumbuh optimal pada jenis tanah Podsolik merah kuning, tanah lempung berpasir dengan drainase sedang sampai baik, iklim A-B, kelembaban 80%, suhu 22-28 derajat celsius, curah hujan 2000-4000 mm/th. Pohon gaharu tidak baik tumbuh di tanah tergenang, rawa, ketebalan solum tanah kurang 50 cm, pasir kwarsa, tanah dengan pH < 4. Distribusi jenis-jenis pohon gaharu paling dominan ditemukan di daerah Mamberamo dan DAS Apawer serta DAS Tor. Daerah ini sering menjadi sasaran dari para pencari dan pengumpul gaharu di wilayah Sarmi dan Mamberamo.
50
7. Nibung Pohon Nibung (Pigaffeta filaris) sampai dengan saat ini belum dimanfaatkan secara komersial sebagai sumber pendapatan tambahan masyarakat di wilayah ini. Namun, bila ditinjau dari sisi sosial budaya, jenis tumbuhan ini sangat tinggi nilainya, karena dari batang pohon Nimbung dapat digunakan untuk pembuatan lantai rumah dan dinding rumah, sedangkan pelepah daunnya biasa digunakan sebagai wadah untuk mengisi air, pengisi dan menyimpan sagu dan masih banyak lagi kegunanan dari pohon nibung ini.. 8. Damar Damar adalah resin beku yang dihasilkan oleh berbagai spesies pohon terutama dari suku Dipterocarpaceae (meranti-merantian) dan Burseraceae (Kenari-kenarian). Berdasarkan kualitas kecerlangannya dikenal berbagai macam damar seperti damar hitam, damar batu, damar elang, dan yang paling baik adalah damar mata kucing yang berwarna bening kekuningan.
Umumnya damar dikumpulkan dari
pohon-pohon liar di hutan baik dengan cara menoreh batang, maupun dengan menggali tanah dipangkal pohon besar untuk mengumpulkan damar yang telah tertimbun bertahun-tahun. Damar di Wilayah KPHP Unit XXI tersebar agak dominan di daerah Apawer Hulu, Sarmi Selatan dan Sarmi Timur. Namun potensi ini belum dikelola secara optimal untuk menjadi salah satu alternatif penerimaan bagi keluarga dari masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar hutan.Gambar 12.pohon Damar.
51
9. Hasil Hewani Dalam upaya pemenuhan gizi, protein hewani menjadi salah satu alternatif penting yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Pemenuhan kebutuhan protein hewani pada masyarakat di dalam dan di sekitar areal KPHP Unit XXI cukup tersedia karena hampir tersedia setiap saat terutama untuk jenis-jenis hewan yang mudah diperoleh dan tidak membutuhkan keahlian khusus untuk mendapatkannya. Contohnya udang dan ikan sungai dimana jenis hewan-hewan ini tersedia di sepanjang tepian sungai di dalam areal KPHP ini. Babi hutan juga menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat
yang memiliki peran terhadap pendapatan
keluarga, walaupun bersifat insidentil. Aktivitas berburu yang dilakukan oleh masyarakat tidak rutin dan hanya merupakan kegiatan insidentil dan belum dijadikan sebagai sumber pencaharian utama keluarga. Selain itu, masyarakat juga berburu hewan-hewan lain seperti Kanguru pohon, kanguru tanah, kasuari, mambruk, kelelawar, dan sebagainya. 10. Jasa Lingkungan Selain HHBK, jasa lingkungan juga merupakan potensi sumberdaya yang berasal dari hutan yang memiliki nilai jual yang tinggi. Saat ini ada empat jasa lingkungan hutan yang masuk dalam mekanisme pasar (1) pemanfaatan jasa lingkungan air; (2) pariwisata alam; (3) hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon (4) pemanfaatan
jasa hutan sebagai
pelindung keanekaragaman hayati. Sejak
tahun 1999 jasa lingkungan pada hutan lindung dan hutan
produksi telah diakomodasi melalui UU NO 41 tahun 1999 dan PP No 34 Tahun 2002 yang diperbaharui dengan PP No 6 Tahun 2007 tentang tata 52
hutan, Rencana Pengelolaan Hutan dan Pemanfaatan Hutan. Sedangkan jasa lingkungan di hutan konservasi, seperti rekreasi dan pariwisata alam serta pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar telah di atur dalam UU No 5 tahun
1990
tentang
konservasi
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya. Namun demikian sampai saat ini jasa lingkungan di areal KPHP Unit XXI belum banyak dikembangkan secara ekonomi. Namun di beberapa lokasi di KPHP unit XXI telah diidentifikasi potensi karbonnya.
Ada
beberapa sampling plot yang telah diamati dan dianalisis untuk mengetahui kandungan karbon di bawah tanah, yang dilakukan dengan pengeboran tanah pada kedalaman 0.8m – 1.8 m. Ada sejumlah kendala yang menghambat seperti dukungan kebijakan, perencanaan, pasar dan kelembagaan yang belum memadai. Walaupun demikian, dengan potensi hutan
yang besar tersebut dapat dijadikan areal pencadangan untuk
pengembangan perdagangan karbon pada masa yang akan datang.
Gambar 13. Penelitian areal pengembangan perdangan karbon.
53
11. Pariwisata Alam Permintaan
wisata
alam
memiliki
mengembangkan
wisata
hutan
yang
karakter lestari
kesejahteraan, karakter ini harus dikenali.
khusus.
dan
Untuk
meningkatkan
Kegiatan wisatawan alam
memiliki kelebihan dalam bentuk pengalaman yang menyehatkan dan ketrampilan yang lebih tinggi, baik dalam fisik maupun mental manusia. Pengembangan
rekreasi
alam
perlu
dilakukan
sejalan
dengan
meningkatnya kesadaran akan pentingnya kelestarian yang disertai peningkatan pendapatan sehingga menggeser pola komsumsi kearah jasa dan rekreasi, pendidikan, dan penelitian.
Selama ini banyak kawasan
hutan yang dijadikan sebagai kawasan wisata alam tetapi belum ditetapkan tarif atau karcis masuk.
Kalaupun ada tarif yang diberikan
sangat rendah yakni dibawah tarif optimal dengan demikian akan meningkatkan jumlah pengunjung. Untuk saat ini investasi proyek wisata alam sebenrnya bukan pilihan investasi yang sangat menarik. Selain faktor risiko dan ketidakpastian alam sangat besar, biaya lingkungan yang harus ditanggung juga sangat besar. dibagi dalam dimanfaatkan
Taman Nasional yang wilahnya sudah
sistem zonasi hanya zona pemanfaatan yang dapat secara
ekonomis.
Padahal
biaya
pengawasan
dan
pengelolaan harus dikeluarkan untuk seluruh zona, akibatnya pendapatan sulit mengimbangi biaya (cost centre). Karena itu dimanapun pengelolaan Taman Nasional sulit menjaring keuntungan sehingga perlu disubsidi. Namun kawasan wisata alam yang lain seperti Hutan
54
Wisata, Wana Wisata, dan Taman Hutan Raya yang memang ditujukan untuk pariwisata lebih punya peluang dikembangkan secara ekonomis. Melihat kecenderungan permintaan terhadap jasa rekreasi yang terus meningkat, investasi pada sektor ini cukup menjanjikan payback period cukup panjang.
Kunci sukses pengelolaan wisata alam berada pada
kreatifitas dan kejelian memanfaatkan tiap potensi alam untuk dikemas dalam paket wisata yang menarik.
Potensi jasa lingkungan di wilayah
KPHP Unit XXI Sarmi - Mamberamo Raya belum dikelola secara maksimal namun di beberapa tempat telah teridentifikasi seperti sumber air panas di Kampung Wapo dan Munukania di Distrik Sarmi Selatan Kabupaten Sarmi. Selain itu, ada lokasi-lokasi tertentu yang memiliki panorama alam yang indah yang dapat dijadikan tempat wisata seperti Air terjun di Sewan di Distrik Sarmi Timur dan Kampung Angkasa untuk melihat panorama keindahan pulau-pulau di Kabupaten Sarmi, seperti pulau Liki, dan pulaupulau lainnya. 12. Flora dan Fauna Langka Keanekaragaman Flora Khusus Berdasarkan hasil inventarisasi hutan
yang dilakukan dibeberapa
lokasi di wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi-Mamberamo Raya serta penelusuran pustaka, maka jenis tumbuhan yang berasal dan dijumpai di Wilayah KPHP tersebut dapat dimasukan dalam katagori jenis tumbuhan lokal (endemik), jenis tumbuhan endemik, jenis tumbuhan langka atau terancam dan jenis tumbuhan atau pohon serba guna. Lebih dari 100 jenis tumbuhan merupakan jenis tumbuhan lokal atau asli dataran pantai utara Papua, termasuk dataran rendah di Kabupaten 55
Sarmi - Mamberamo. Kategori jenis tumbuhan lokal atau asli (native plant species) adalah jenis tumbuhan yang memang secara alami dijumpai tumbuh di wilayah ini termasuk pada areal KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya. Di daerah ini juga terdapat berbagai jenis flora fauna yang sengaja atau pun tidak sengaja telah diintroduksi ke wilayah ini. Dan bila jenis-jenis tumbuhan introduksi tersebut mampu beradaptasi dan menguasai daerah tersebut dan bahkan menyingkirkan jenis-jenis tumbuhan asli maka akan disebut sebagai jenis tumbuhan invasif (invasive plant species). Sementara itu, untuk katagori jenis tumbuhan endemik (endemic plant species) ini sangat berhubungan dengan daerah penyebaran jenis tumbuhan tersebut. Sebaliknya jenis tumbuhan yang tersebar luas di mana-mana di sebut dengan jenis tumbuhan kosmopolit (cosmopolitant plant species). Sifat atau katagori keendemikan ini sangat penting untuk upaya pelestarian dan pengelolaannya di masa depan. Berdasarkan hasil evaluasi tentang keanekaragaman tumbuhan
secara umum di Kabuapten Sarmi dan
Mamberamo Raya, maka ada beberapa varitas (variety) dari jenis anggrek Bulbophilum digeolense, cadetia sp, Dendrobium dan Grammathopillum (Orchidaceae) yang sangat khas dan endemik. Sementara jenis lainnya adalah jenis palem Hydriastele dransfieldii (Hambali et.al.) W.J.Baker & Loo dan Hydriastele biakensis W.J.Baker & Heatubun (Arecaceae) yang merupakan jenis endemik untuk daratan tanah Papua. Katagori jenis tumbuhan yang dilindungi dan langka atau terancam, sangat berkaitan dengan otorisasi lembaga tertentu baik negara maupun 56
lembaga internasional untuk mengeluarkan status keterancaman atau status konservasi bagi jenis-jenis tumbuhan tersebut dengan maksud agar ada konsekuensi yang dilakukan untuk sebuah upaya penyelamatan jenis itu.
Sistem
Peraturan
dan Perundang-undangan
Negara Republik
Indonesia mengatur secara hirarki untuk sebuah keputusan yang mengikat tentang status konservasi ini. Surat Keputusan Menteri Kehutanan (atau SK Menteri Pertanian di masa lampau) maupun undang-undang perlindungan di masa penjajahan Belanda merupakan contoh upaya perlindungan terhadap jenis tumbuhan yang masuk dalam katagori ini. Pada tingkat internasional diatur oleh sebuah badan yaitu IUCN (International Union Conservation for Nature) dan khusus untuk jenis-jenis yang diperdagangkan ditetapkan oleh CITES (Convention International on Trade of Endangered Species for Wild Flora and Fauna). Secara berkala IUCN mengeluarkan daftar merah (redlist) dan CITES mengeluarkan lampiran (appendix) tentang jenis-jenis tumbuhan yang dilindungi atau terancam di seluruh dunia. Jenis-jenis tumbuhan dari yang masuk dalam katagori ini adalah wilayah KPHP semua jenis anggrek – Orchidaceae (CITES), gaharu Aquilaria sp. (Thymeliaceae) – CITES, kayu besi /merbau Intsia bijuga (Fabaceae) – CITES. Untuk tumbuhan serba guna atau pohon serba guna (multi purposes trees species – MPTS) dikenali lewat pendekatan etnobotani tentang pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan di areal KPHP. Dari sekian banyak jenis tumbuhan yang dimanfaatkan tercatat beberapa jenis cukup penting, seperti Gnetum gnemon (Gnetaceae), Chisecheton sp. (Meliaceae), Canarium hirsutum (Burseraceae), Haplolobus floribundusBurseraceae), Pometia pinnata (Sapindaceae). 57
13. Fauna Keanekaragaman Fauna Jenis-jenis Satwa Liar Secara umum persebaran satwa liar di daratan pantai utara Papua ini menyebar dari ekosistem hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa, hutan hujan dataran rendah, dan hutan hujan pegunungan rendah. Ekosistem hutan dataran rendah yang meliputi jenis–jenis dari kelompok mamalia, aves, reptil dan amphibi serta jenis-jenis satwa lainnya. Status konservasi atau status keterancaman satwa dimuat dalam peraturan perundang undangan di Indonesia (SK Mentan No. 421/Kpts/ Um/8/1970.; SK Mentan No. 742/Kpts/Um/12/1978; UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konsevasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya; dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa). Pada tingkat
international status konservasi satwa dikeluarkan
oleh organisasi konservasi tingkat dunia seperti International Union Conservation for Nature (IUCN), Convention of International on Trade Endangered Species for Flora dan Fauna (CITES) dalam Red List atau daftar satwa yang terancam punah, hampir punah dan penggunaan terbatas. Serta appendix atau lampiran untuk tingkat perdagangan dan penggunaan jenis-jenis tersebut. Sebagian satwa yang terdapat di Sarmi termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi maupun terancam punah berdasarkan perundang undangan di Indonesia maupun daftar yang dikeluarkan oleh IUCN dan CITES. Sementara itu, Beehler, Pratt & Zimmerman (2001) juga mengelompokan kelompok unggas di Papua kedalam beberapa status 58
persebaran seperti Endemik Papua (EP), Endemik Unit XXI Sarmi Mamberamo Raya (EW) dan Endemik Pulau-pulau di Teluk Cenderawasih (EPTC). Selengkapnya mengenai unggas atau burung Di
Sarmi dan
Mamberamo yang termasuk dalam daftar satwa yang di lindungi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 15. Jenis Unggas KPHP Unit XXI Sarmi - Mamberamo Raya dan Status Konservasinya. Status
Status
Konservasi
Persebaran
Nama Famili
Nama Spesies
Frekunsi Umum
IUCN CITES Alcedinidae
Dicruridae
Rhipiduridae
Strunidae
Motacilidae
Tanysiptera
Cekakak-
carolinae
pita
Dicrurus
Srigunting
hottentottus
lencana
Rhipidura
Kipasan
leucphrys
kebun
Aplonis
Perling
cantoroides
kicau
Motacillia
Kicuit batu
Sedikit
Rhyticeros
Julang
Sedang
plicatus
Papua
Eos cyanogenia
Nuri sayap
UU
Banyak
EP
Banyak
EP
Banyak
Banyak
cinerea Bucerotidae
Psittacidae
AB
Banyak
EP
EPTC
hitam Psittacidae
Eclectus roratus
Nuri bayan
Banyak
II
AB
Psittacidae
Cacatua
Kakatua
Sedikit
II
ABC
galerita
koki
Ducula
Pergam
Columbidae
59
Sedang
EP
Columbidae
myristicivora
rempah
Ducula pinon
Pergam
Banyak
pinin Columbidae
Accipitridae
Ptilinopus
Walik
rivolia
dada putih
Haliastur indus
Elang
Sedikit
Sedang
Bondol Accipitridae
Accipiter
Elang
novaehollandiae
alap
Sedikit
mantel hitam Megapodiidae Megapodius freycinet
Gosong
Banyak
Kelam
Sumber : Behler dkk (2001)
Katak Coklat (Platymantis papuensis) merupakan jenis endemik Papua yang dijumpai di dalam tapak bersama dengan beberapa jenis herpetofauna yang lainnya seperti Kadal dan Biawak.
Sebagian jenis
herpetofauna tersebut termasuk di dalam daftar Satwa yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No.327 tahun 1973 dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 (Tabel 17.) Tabel 16. Jenis Herpetofauna yang di jumpai pada wilayah KPHP Unit XXI Nama Umum
Nama Spsies
Famili
Frekunsi
Status Konservasi
Katak Hujau
Litoria Infrafrenata
Hylidae
Banyak
katak coklat
Platymantis papuensis
Hylidae
Banyak
Kadal Hijau
Lamprolepis smaragdina
Scinsidae
Banyak
Sphenomorpus simus
Scinsidae
Banyak
pohon Kadal coklat
60
AB
Kadal ekor
Sphenomorpus jobiensis
Scinsidae
Banyak
Emoia caeruleocauda
Scinsidae
Banyak
Emoia sp
Scinsidae
Banyak
Naktus pelagicus
Scinsidae
Banyak
B
Varanus indicus
Varanidae
sedang
AB
B
biru Kadal coklat
Biyawak Maluku
Keterangan : (A) SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/5/1973. dan SK Menhut No.301/Kpts-II/1991.
(B) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Kus-kus abu-abu (Phalanger gymnotis) adalah jenis mamalia dilindungi yang banyak dijumpai di kawasan ini. Sedangkan Kus-Kus bertotol (Spilocuscus moculatus)
memiliki jumlah yang lebih sedikit
dibandingkan dengan P. gymnotis. Mamalia lain yang juga dijumpai dalam kawasan adalah Codot (Syconicteris australis; Nyctimene albiventer; Hipposideros sp), Babi hutan (Sus scrofa) , Kalong minor (Dopsonia minor) dan Oposum lavan (Petaurus breviceps). Selengkapnya mengenai mamalia dilindungi dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 17. Jenis-Jenis Mamalia yang dilindungi pada Wilayah KPHPUnit XXI adalah : Status Nama Spesies
Nama Umum
Famili
Frekuensi Konservasi
Phalanger gymnotis
Kuskus abu-abu
Phalangeridae
Banyak
AB
Spilocuscus moculatus
Kuskus bertotol
Phalangeridae
Sedikit
AB
Syconicteris australis
Codot bunga
Pteropodidae
Banyak
Nyctimene albiventer
Codot tabung biasa
Pteropodidae
Banyak
Pteropodidae
Banyak
Hipposideros sp Sus scrofa
Babi hutan
Suidae
Sedang
Dopsonia minor
Kalong Minor
Pteropodidae
Banyak
61
Petaurus breviceps
Oposum Layan
Petauridae
Sedang
Keterangan : (A) SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/5/1973. dan SK Menhut No.301/Kpts-II/1991.
(B) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
2.3 Sosial Budaya Masyarakat di Wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya a. Demografi (Kependudukan) Jumlah penduduk Kabupaten Sarmi dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan,
pada
tahun
2011
sebanyak
34.305
orang,
dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 26.964 orang, jumlah penduduk Kabupaten Sarmi mengalami kenaikan sebesar 7.341 orang. Pertumbuhan penduduk ini terjadi akibat adanya kelahiran dan perpindahan penduduk (migrasi). Untuk mengetahui perkembangan penduduk Kabupaten Sarmi selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 secara rinci, dapat dilihat pada Tabel 18.
TAHUN DISTRIK
No
2007
2008
2009
2010
2011
1
Pantai Barat
2.504
2.779
2.616
2.248
2.340
2
Sarmi
7.461
7.685
8.458
11.633
12.099
3
Tor Atas
1.578
1.625
1.654
1.713
1.784
4
Pantai Timur
1.890
1.947
2.009
2.132
2.218
5
Bonggo
3.301
3.401
3.552
3.883
4.039
62
6
Apawer Hulu
1.491
1.534
1.553
1.461
1.521
7
Sarmi Timur
1.305
1.346
1.416
1.555
1.619
8
Sarmi Selatan
1.276
1.314
1.485
1.799
1.872
9
Pantai Timur Barat
2.974
3.063
3.276
3.701
3.852
10
Bonggo Timur
3.184
3.279
3.298
2.846
2.961
JUMLAH
26.964
27.973
29.317
32.971
34.305
Tabel 18. Distribusi Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut Distrik tahun 2007-2011 Sumber: BPS, Kabupaten Sarmi 2007-2011
Dari Tabel diatas, Distrik dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Distrik Sarmi. Sedangkan Distrik Apawer Hulu merupakan Distrik dengan jumlah penduduk terendah. Data tahun 2011 jumlah penduduk tercatat sebanyak 34.305 jiwa yang terdiri dari 18.721 jiwa penduduk laki-laki dan 15.584 jiwa penduduk perempuan. Berdasarkan kondisi kependudukan tersebut, maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari pada jumlah penduduk perempuan, dimana rasio jenis kelamin sebesar 120.13 yang artinya bahwa pada setiap 120 jiwa penduduk laki-laki terdapat 100 jiwa penduduk perempuan. Penyebaran penduduk terbanyak terdapat di Distrik Sarmi yakni 12.099 jiwa atau 35.27 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Sarmi, sedangkan penduduk yang paling sedikit berada di Distrik Apawer Hulu dengan jumlah 1.521 jiwa dari total jumlah penduduk di Kabupaten Sarmi. Selanjutnya untuk jumlah rumah tangga yang teridentifikasi tinggal di Kabupaten Sarmi pada tahun 2011 sebesar 7.427 sehingga rata-rata jumlah anggota adalah 5 jiwa pada tiap rumah. 63
Secara administratif luas wilayah Kabupaten Sarmi sebesar 18.231,19 km² dengan jumlah penduduk pada tanun 2011 sebesar 34.305 jiwa, maka dapat diperkirakan kepadatan penduduk Kabupaten Sarmi sebesar 1.93 orang per km² ini menunjukan bahwa dalam 1 km² terdapat sekitar 2 orang. Adapun informasi lebih jelas tentang luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut distrik di Kabupaten Sarmi dapat dilihat pada Tabel 19. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Distrik di Kabupaten Sarmi tahun 2011. Kepadatan No.
Distrik
Luas (km²)
Penduduk orang/ km²
1.
Pantai Barat
275.50
2.340
1,34
2.
Sarmi
471
12.099
25,69
3.
Tor Atas
4.499
1.784
0,40
4.
Pantai Timur
3.139
2.218
0,71
5.
Bonggo
770
4.039
5,25
6.
Apawer Hulu
321.10
1.521
1,26
7.
Sarmi Timur
519
1.619
3,12
8.
Sarmi Selatan
673.20
1.872
3,71
9.
Pantai Timur Barat
4.020
3.852
0,96
10.
Bonggo Timur
863
2.961
3,43
18.231,9
34.305
1,93
Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Sarmi, 2011.
Data di atas menjelaskan bahwa jumlah penduduk terbanyak yakni di daerah Sarmi sebanyak 12.099 orang, diikuti oleh Distrik Bonggo sebanyak 4.039 orang, Distrik Pantai Timur Barat sebanyak 3.852 orang dan yang paling sedikit yakni di Distrik Apawer Hulu 1.521 orang. Sedangkan kepadatan penduduk yakni terdapat di daerah Sarmi sebanyak 25.69 orang/km2 diikuti 64
daerah Bonggo sebanyak 5.25 orang/km2 serta kepadatan penduduk terendah di Distrik Tor Atas sebanyak 0.40 orang/km2. Informasi tentang jumlah penduduk menurut distrik, jenis kelamin dan rasio jenis kelamin terdapat pada Tabel 21. Tabel 20. Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut Distrik, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin, Tahun 2011 Penduduk (orang) No.
Rasio Jenis
Distrik Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Kelamin
1.
Pantai Barat
1.243
1.097
2.340
113.31
2.
Sarmi
6.737
5.362
12.099
125.64
3.
Tor Atas
949
835
1.784
113.65
4.
Pantai Timur
1.190
1.028
2.218
115.76
5.
Bonggo
2.250
1.789
4.039
125.77
6.
Apawer Hulu
781
740
1.521
105.54
7.
Sarmi Timur
873
746
1.619
117.02
8.
Sarmi Selatan
1.037
835
1.872
124.19
9.
Pantai Timur
2.069
1.783
3.852
116.04
10.
Barat
1.592
1.369
2.961
116.29
Bonggo Timur Jumlah
18.721
15.584
34.305
120.13
Sumber : BPS Kabupaten Sarmi, 2011
Dari jumlah penduduk yang terdapat di Kabupaten Sarmi sebanyak 34.305 Jiwa, jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki yang paling terbesar dari jumlah jenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Distrik Sarmi Kota, dengan total penduduk sebanyak 12.099 jiwa. Sedangkan total penduduk paling terkecil adalah Distrik Apawer Hulu dengan jumlah penduduk sebesar 1.521 jiwa. Rasio jenis kelamin menunjukkan daerah Bonggo sebesar 125.77 persen diikuti Distrik Sarmi 125.64 persen serta 65
sebesar 113.31 persen yang terendah di Pantai Barat. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sarmi juga dipengaruhi oleh laju arus migrasi. Data sensus penduduk tahun 2010 menunjukan peningkatan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya, faktor penyebab pertumbuhan antara lain; kelahiran, kematian dan migrasi (migrasi masuk dan migrasi keluar). Sejarah Kata SARMI mempunyai arti yang menggambarkan suku-suku yang mendiami wilayah Sarmi Mameramo, yaitu S = Sobey, A = Armati, R- Rumbui, M = Manirem I= Isirawa. Suku yang mendiami wilayah KPHP Unit XXI adalah suku Isirawa. Berdasarkan keterangan dari narasumber yang merupakan para tokoh adat diketahui secara singkat sejarah pembentukan kampung-kampung yang berada dalam wilayah KPHPUnit XXI . Kampung Amsira, Wamariri, Angkasa awal terbentuknya dimulai dari perpindahan leluhur dari gunung Wawas (gunung damar) . bertemu dengan Cawwem orang Isirawa . Mereka takut untuk lari tetapi Cawem meyakinkan bahwa tidak ada orang jahat, baiklah tinggal disini Kemudian mereka menetap dan tinggal di tanah Isirawa (Pantai barat )/ wilayah KPHP XXI. Batas-batas hak ulayat atas tanah dari pantai 5 km ke darat milik orang Sobey, lebih dari 5 kilometer milik marga Sawinay, dan lebih dari 12 - 22 km, tanah hak ulayat marga Yapo, Awawiryam, ,Mnumker, Mamawiso. 1. Angka Ketergantungan Penduduk (AKP) Pengelompokkan penduduk menurut umur sangat penting guna mengetahui seberapa besar dari penduduk yang masih tergolong usia produktif dan usia non produktif. Proporsi antara usia produktif dan non produktif
dapat
mencerminkan 66
angka
ketergantungan
penduduk.
Komposisi penduduk menurut umur di wilayah KPHP
disajikan pada
Gambar 14.
Gambar 14. Angka Ketergantungan Penduduk di wilayah KPHP
Struktur penduduk di wilayah KPHP didominasi oleh penduduk usia sedang (15-59 tahun) yaitu sebesar 53,62% diikuti oleh penduduk usia muda (0-15 tahun) sebesar 26,81% dan penduduk usia tua (55 ke atas) sebesar 6,17%. Dari pengelompokan umur tersebut, dapat diketahui angka ketergantungan penduduk pada Tahun 2011 yaitu 16. Yang artinya, setiap 100 penduduk produktif akan menanggung 16 jiwa penduduk tidak produktif. Dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan, populasi usia produktif akan meningkat sangat signifikan karena bergesernya usia muda saat ini. Dengan demikian, harus ada upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan penduduk untuk pembangunan. Keberadaan angkatan kerja dengan level tersebut di atas
dapat dikatakan belum memadai karena
tidak ditunjang oleh ketersediaan sarana prasarana pendidikan yang memadai. 67
2. Sistem dan Struktur Masyarakat Secara umum sistem kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat adalah sistem masyarakat adat dimana masyarakat adat memegang teguh adat istiadat yang diwariskan nenek moyang. Masyarakat merasa memiliki nilai-nilai adat dan dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun saat ini nilai-nilai adat tersebut telah mengalami pergeseran terutama di kalangan generasi muda. Struktur masyarakat kampung Wapo Mania terdiri dari 4 marga atau keret yaitu Taiwor, Kobar, Atis dan Isiu. Dari ke-empat marga atau keret hanya ada 1 kepala suku, yaitu Bapak Daud Taiwor. Sebutan kepala suku di kampung Wapomania dikenal dengan nama U WENA (U= tanah, Wena = kepala), di Kabupaten Jayapura disebut Ondoafi. Menurut kepala kampung Wapo, sebenarnya kampung tua Wapo ada di kampung Minindawar yang adalah milik orang kampung Sawar (suku Sobey). Secara kelembagaan masyarakat mengenal dua macam lembaga yaitu lembaga yang bersifat formal dan non formal. adalah lembaga yang dibentuk
Lembaga formal
atau disusun secara non formal oleh
masyarakat untuk mengakomodir
kepentingan masyakarat seperti
pendidikan, kesehatan, lembaga agama, lembaga kewanitaan, lembaga pemuda dan pemerhati lingkungan. Lembaga pemerintahan di tingkat kampung dipimpin oleh seorang kepala kampung dibantu seorang sekretaris dan 4 (empat) orang kepala urusan (KAUR).
Lembaga ini memiliki kewenangan menyelesaikan
permasalahan yang berhubungan dengan pemerintahan serta mengambil kebijakan yang dapat mendukung 68
peran dan fungsi pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan maka, pemerintahan kampung telah menyusun program pemerintahan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSREMBANG) di tingkat distrik yang selanjutnya akan disampaikan ke pemerintah Kabupaten dalam wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya. Lembaga adat merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat adat yang disebut dengan lambaga masyarakat adat (LMA) yang memiliki struktur yang dengan pimpinan seorang ketua, wakil ketua sekretaris dan bendahara serta dibantu oleh beberapa orang yang mengurus bidangbidang tertentu. Lembaga kepemudaan dan kewanitaan merupakan lembaga yang dibentuk dalam rangka menfasilitasi dan mengakomodir masalah-masalah yang berhubungan dengan pemuda dan perempuan. 3. Tipologi Masyarakat
Sekitar Hutan di KPHP Unit XXI Lintas
kabupaten Sarmi - Mamberamo Raya Tipologi kehidupan masyarakat Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya baik di dalam maupun di sekitar hutan sangat dipengaruhi oleh hubungan ketergantungan masyarakat terhadap hutan serta hak dan tanggungjawab yang dimiliki.
Masyarakat adat di Kabupaten Unit XXI
Lintas Sarmi - Mamberamo Raya
yang mendiami wilayah pesisir dan
dataran rendah secara umum dibagi dalam dua kelompok yaitu : a. Para Petani sekitar hutan (forest farmers) yaitu penduduk di dalam dan sekitar hutan
yang hidup menetap dalam suatu kampung
(termasuk kampung tua yang dibentuk oleh orang-orang tua) dengan 69
mata pencaharian utama sebagai petani tradisional. Selain sebagai petani ada juga yang hidup dari kerajinan/tukang dan berdagang skala mikro dan sebagai nelayan. Masyarakat ini masih sangat erat hubungannya dengan hutan, tetapi juga tergantung dari sumbersumber lainnya. Hasil yang diambil diperoleh dari hutan dimanfaatkan untuk kepentingan konsumtif semata (subsisten) atau dijual pada pasar lokal. Selain hasil hutan, tipe masyarakat ini juga memanfaatkan sumberdaya laut dan sungai dalam memenuhi kebutuhan protein hewani dengan alat tangkap yang sederhana sampai semi modern. Hasil yang diperoleh dimanfaatkan untuk kepentingan konsumtif dan sebagian dijual untuk menambah penerimaan keluarga. Dari sisi adat sangat kuat memegang adat dan kebudayaan tradisional serta mempertahankan diri dalam kelompok komunal. b. Pemburu (Hunters) dan Peramu (Gatheres) hasil hutan. Kelompok masyarakat ini sering diistilahkan juga sebagai penghuni hutan (Forest dwellers) (von Maydell, 1998; Mc Dermott, 1989).
Kalau ada yang
bercocok tanam dan beternak dilakukan secara sangat sederhana. Secara umum hasil yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (Subsisten). Kelompok
ini
dikatakan sebagai “komponen alami” dari ekosistem hutan
dapat karena
sudah turun temurun tinggal di dalam hutan. Interaksi terhadap lingkungan sifatnya marjinal, dikarenakan populasi dan kebutuhannya masih terbatas. Dari sisi adat sangat kuat memegang adat dan kepercayaan tradisional serta mempertahankan diri dalam kelompok komunal.
70
Masyarakat Suku Isirawa disekitar KPHP
Unit XXI Lintas Sarmi -
Mamberamo Raya dalam kehidupan kesehariannya terlibat dengan 2 (dua) kondisi ekosistem, yaitu keterikatan dengan tanah dalam kegiatan pertanian dan laut dalam kegiatan perikanan. Keterikatan pada kedua ekosistem ini telah membentuk pengalamam-pengalaman sosial maupun budaya dan menuangkan dalam berbagai peraturanperaturan adat yang mengikat untuk mengatur dan mengelola sumber daya alam tersebut. KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya menganggap bahwa sumber daya alam lahan dan perairan merupakan anugerah pemberian Tuhan kepada mereka didalam kelangsungan hidup mereka. 4. Hak Kepemilikan dan Pola Pemanfaatan Hutan • Hak Kepemilikan (Property right) Kepemilikan tanah di Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya merupakan milik bersama (komunal), namun didalam pengambilan hasil atas tanah adat tersebut
dibagi-bagi untuk masing-masing anggota
keret sehingga tidak terjadi saling rampas pengelolaan sumber daya alam. Penandaan batasan tanah yang telah dijadikan lahan antar keret tersebut biasanya ditandai dengan batasan alam seperti batu, pohon dan sungai atau berdasarkan peninggalan-peninggalan, seperti adanya bekas kampung yang ditandai dengan dusun sagu, pohon kelapa, dan tanda-tanda lain yang masih terus dipegang, dipercayai dan dihormasti hingga saat ini. Pemindahan dan penyerahan hak tanah adat dan hutan dari keret yang satu kepada keret yang lain masih dapat dimungkinkan namun 71
memiliki peluang yang sangat kecil, karena pandangan masing-masing keret yang menilai hutan dan lahan sebagai anugerah yang harus dijaga dan dikelola. Sebagian besar masyarakat Sarmi dan Mamberamo Raya memanfaatkan sumberdaya hutan
sebagai
peramu dan pemburu.
Masyarakat ini kebanyakan mendiami kampung-kampung yang berada di wilayah dataran rendah dan pesisir pantai. Sedangkan masyarakat di wilayah pesisir pantai lebih dominan dalam usaha nelayan, pertanian tradisional, tukang/kerajinan dan sebagian kecil memanfaatkan hasil hutan bukan. Mansoben (2002) membagi hak kepemilikan dan penguasaan wilayah adat pada masyarakat Papua dalam 3 kelompok yaitu hak komunal berdasarkan gabungan klen, hak komunal menurut klen dan hak individual. Hak kepemilikan lahan yang dimaksud merupakan hak kepemilikan untuk semua sumberdaya baik tanah maupun tumbuhan yang berada di atasnya yang dimiliki pemilik lahan. Pemilik (owner) memiliki hak penuh atas lahan yang dimilikinya sehingga disimpulkan bahwa efisiensi hak kepemilikan lahan
untuk
pemilik (owner) adalah adalah efisien. Hal tersebut disebabkan karena hak kepemilikan lahan yang dimiliki masyarakat merupakan hak turun temurun sehingga pemilik (Owner) dapat melakukan apapun di lahan yang dimilikinya. Hak memasuki dan memanfaatkan diberikan kepada pemilik terikat (Proprietor) ketika Proprietor memiliki hubungan dengan pemilik seperti hubungan perkawinan. Masyarakat mengelola lahan
72
yang dimilikinya sendiri tanpa disewakan ataupun diberikan kepada pengguna. Pola kepemilikan dan penguasaan lahan yang dianut oleh masyarakat merupakan sistem pewarisan. Hal ini juga sama dengan yang berlaku dikalangan masyarakat adat yang mendiami wilayah pesisir lain di Tanah Papua. Dimana pengaturan pemanfaatan diatur oleh kepala klen dengan anggapan bahwa sumberdaya alam yang ada merupakan milik klen yang diwariskan turun temurun pada suatu marga (klen). Hal tersebut terlihat dengan adanya pembagian tanah ulayat per marga sehingga setiap marga memiliki suatu daerah yang merupakan hak ulayatnya. Oleh karena itu, owner memiliki hak penuh atas lahan yang dimilikinya karena setiap marga (Klen) telah memiliki tanah ulayat masing-masing. Efisiensi hak kepemilikan sangat menguntungkan masyarakat dalam rencana pembangunan kehutanan terutama dalam kawasan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya. Dimana tidak diperlukan pihak-pihak di luar pemilik (owner) dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan tersebut kecuali Pemerintah. Selain itu, menjadi landasan tumbuhnya ‘rasa memiliki” terhadap sumberdaya hutan. • Hak
penguasaan
kepala
suku
(ondoafi)
dan
mekanisme
pengaturannya Sebagaimana diatur dalam struktur pemerintahan kampung asli bahwa seorang kepala suku besar merupakan pemegang kuasa pengendali atas seluruh wilayah kekuasaan komunitas secara politis. Semua hal yang berkaitan dengan hak atas tanah, hutan dan sumber 73
daya alam pengaturannya diserahkan kepada setiap kepala-kepala marga.
Kepala
suku
hanya
mengetahui
dan
sebisa
mungkin
memberikan saran arahan sementara pengaturan sepenuhnya ada di tangan kepala-kepala marga. • Hak penguasaan kepala marga dan mekanisme pengaturannya di dalam kelompok Tanah, hutan dan sumber daya alam yang ada di dalam wilayah hak ulayat marga disebut sebagai hak komunal. Dalam prakteknya diakui bahwa selain tanah komunitas tetapi juga ada tanah-tanah individu, tanah-tanah seperti ini biasanya diperoleh dari pihak lain, misalnya sebagai tanah balas jasa karena membantu seseorang pada saat sakit sampai meninggal dunia. Selain itu tanah individu juga bisa diperoleh dari adanya bayar kepala oleh pihak pelaku kepada korban akibat terjadi pembunuhan. Kepala marga dalam hal tanah-tanah komunitas sesungguhnya hanya bersifat mengawasi karena setiap klen telah mendapat bagian-bagian yang dalam pengelolaannya selalu diwariskan secara turun-temurun. Hanya pada kawasan yang belum ada aktivitas inilah yang akan tetap berada dibawah kendali kepala marga, jika ada anggota persekutuan yang hendak mengelola harus atas izin kepala marga. Dan jika terjadi masalah maka tugas kepala marga bertanggungjawab menanganinya baik ke dalam maupun keluarga marga. Hak, bukanlah satu jenis, melainkan beberapa jenis (bundle of rights). Setidaknya dalam kalangan masyarakat adat di daerah Sarmi dan Mamberamo, terdapat hak memanfaatkan, hak menentukan bentuk 74
manajemen, hak mengundang pihak lain untuk ikut memanfaatkan dan hak untuk mengubah fungsi. Konsep hak kepemilikan memiliki implikasi terhadap konsep hak (rights) dan kewajiban (obligation) yang diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya hutan. • Pola Pemanfaatan Hutan Wilayah
Sarmi
sumberdaya lahan
dan dan
Mamberamo
hutan
yang
Raya
sangat
memiliki luas
potensi
untuk
dapat
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, namun hampir seluruhnya belum dimanfatkan sebagai lahan usaha pertanian yang menjadi sumber utama pendapatan keluarga. Belum dimanfaatkannya sumberdaya lahan hutan tersebut karena penduduk wilayah ini bukan masyarakat petani yang orientasi usahanya untuk kepenting bisnis (lihat tipologi masyarakat), (subsisten).
namun
masyarakat
Masyarakat
untuk
kebanyakan
kepentingan
hidup
dari
konsumtif
pemanfaatan
sumberdaya daratan, baik sebagai petani tradisional, pemburu dan peramu ataupun nelayan pesisir tradisional dengan alat tangkap yang sangat sederhana sampai semi modern. Dalam pemanfaatan lahan sebagai lahan pertanian masyarakat di Sarmi dan Mamberamo, pertaniannya adalah pertanian menetap dan perladangan berpindah. Kebun-kebun rakyat kebanyakan berupa kebun-kebun tua di sekitar pemukiman atau tempat tinggal yang ditanami dengan campuran beberapa jenis tanaman. Tanamantanaman jangka pendek seperti ubi-ubian, palawija dan sayuran 75
diusahakan oleh sebagian kecil penduduk ditanam secara campuran di lahan-lahan kecil berukuran 2 × 3 m hingga 5 × 20 m dengan memanfaatkan lahan pekarangan di sekitar rumah atau lahan kosong di sekitar pemukiman di sekitar perkampungan dan wilayah kelola milik marga atau klen. Di samping itu, penduduk juga memanfaatkan dusundusun sagu, baik yang tumbuh secara alami maupun yang ditanam untuk diekstraksi menjadi tepung sebagai bahan makanan pokok (Papeda). Kondisi lahan yang kurang subur menyebabkan beberapa hasil-hasil pertanian tidak dapat berpoduksi secara optimal. • Pola penguasaan, pemilikan, pengelolaan tanah, hutan dan sumber daya alam Umumnya hak penguasaan dan pemilikan tanah, hutan dan sumber daya alam di Papua ada di tangan laki-laki karena menganut azas patrilineal. Namun kondisi ini sedikit berbeda dengan masyarakat adat di wilayah Sarmi dan Mamberamo Raya serta beberapa kampung lainnya , karena diakui bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Dalam garis keturunan diakui posisi keret tertua menjadi pemegang hak untuk mengatur, jika dalam keluarga tidak memiliki anak laki-laki maka anak perempuan tertua secara langsung mendapat mandat pemegang kendali hak tersebut. 5. Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan Ketergantungan masyarakat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan pada areal KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya terhadap hutan
berada
dalam
kategori
76
yang
sangat
tinggi.
Kondisi
ini
menggambarkan interaksi masyarakat adat yang sanghat tinggi terhadap hutan. Tingkat ketergantungan ini tidak sebatas pada aspek produksi hutan dan lahan hutan, tetapi juga fungsi perlindungan dan fungsi tata klimat yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adat secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem hutan dalam mempertahankan hidup (existence) dan peningkatan kesejahteraan (Welfare). Masyarakat yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap hutan adalah masyarakat yang hidup di wilayah-wilayah KPHP Unit XXI seperti Wapomania, Womariri, Aurimi, kampung Angkasa, Kampung Munukania, dan beberapa kampung lainnya di dalam kawasan KPHP. Namun demikian pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat
tetap berada dalam batas resiliensi
sumberdaya hutan. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat yang begitu mempengaruhi pola pemanfaatan. Dari sisi akses ke dalam kawasan hutan tidak ada pembatasan selama berada dalam batas-batas wilayah kelola masyarakat adat yang bersangkutan. Pola ketergantungan yang demikian memberikan gambaran hubungan yang disebut Pola Ekstraksi ( Soemarworo, 1989; Sardjono, et all 1998, Sardjono, 2004). Berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat dari pemanfaatan terhadap sumberdaya hutan. Bahwa pemanfaatan sumberdaya hutan ini sudah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Dimulai sejak masyarakat secara berkelompok hidup pada masa meramu dan berburu, ketergantungan tersebut berjalan terus walaupun budidaya tanaman dan domestikasi hewan telah mulai dikenal.
77
Bahkan saat masyarakat
membentuk perkampungan dan hidup dalam suatu wilayah administrasi yang defenitif secara jelas ketergantungan tersebut tetap dapat disaksikan. Namun saat ini orientasi dan motivasi ketergantungan terhadap hutan senantiasa berubah seiring dengan keterbukaan wilayah, perkembangan budaya dan perekonomian masyarakat.
Banyak bukti telah terjadi
pergeseran orientasi dan motivasi ketergantungan terhadap kawasan hutan, dimana masyarakat yang hidup di wilayah pesisir pantai dan dataran rendah
yang dekat dengan pusat pemerintahan dan ibukota
tingkat ketergantungannya makin menurun (rendah sampai sedang) karena aktivitas ekstraksi sumberdaya sebagian telah diganti dengan aktivitas-aktvitas produksi yang padat modal dengan tingkat migrasi dari luar yang relatif tinggi. Dampaknya bahwa struktur dan fungsi hutan mengalami degradasi karena upaya rehabilitasi dan pemeliharaan kurang diperhatikan. Pola ketergantungan seperti ini disebut Pola Eksploitasi (Soemarworo, 1989; Sardjono, et all 1998, Sardjono, 2004). Jadi secara umum
masyarakat yang berda di areal KPHP Unit XXI Lintas Sarmi
Mamberamo Raya memiliki pola hubungan ketergantungan dengan hutan yaitu
pola ekstraksi . Dari kawasan hutan KPHP masyarakat banyak
mendapatkan manfaat dari mengambil hasil-hasil hutan.
78
Tabel 21.
Berbagai Manfaat yang diperoleh Masyarakat Sarmi Mamberamo dari Sumberdaya Hutan di Sekitarnya
Fungsi Hutan
Manfaat Bagi Masyarakat Langsung
Produksi
•
Hasil
Hutan
Tidak Langsung
Kayu
tururnannya berat,
dan
(konstruksi
atap/dinding,
kayu
bakar/arang) •
Hasil
komersil dan komersil) • Pelestarian
budaya
masyarakat
Hutan
Bukan
(Buah-buahan, sayuran,
• Sumber penghasilan (semi
Kayu
ysng
berbasis
produk hutan
biji-bijian,
gaharu,
getah,
damar, buah merah, rotan, bambu, binatang buruan •
Areal untuk berkebun dan memancing
Lindung/
•
Konservasi
Selain hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu ada manfaat
Kesuburan
tanah,
tata
untuk
bersih,
air
perlindungan
air banjir
dan
kekeringan •
• Menjamin
produktivitas
pertanian masyarakat • Kesehatan dan kesejahteraan hidup • Pelestaria pengetahuan dan teknologi
tradisional
a.l.
Keanekaragaman
hayati
budidaya, berburu binatang,
(Flora,
Mikro
sistem pemanenan
Fauna,
organisme) Seperti berbagai jenis burung dan tanaman angrek Tata Klimat
•
Iklim Mikro (kesejukan, dan curah hujan lokal)
•
Udara oksigen
kehidupan di kampung
bersih
(Penghasil
dan
menyerap
79
• Keyamanana dan kedamaian
• Mendukung kehidupan yang sehat dan sejahtera
karbondioksida)
Lain-lain
•
Sinar matahari
•
Polusi udara
•
Batas
• Mengurangi dampak bencana alam
alam
menandakan
untuk tanah
adat/pemilikan lahan •
Perlindungan
2.4 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di
pelestarian
identitas kelembagaan lokal • Melestarikan etika konservasi
tempat-tempat
keramat/dihormati
• Mendukung
dan pergaulan hidup antar anggota masyarakat
Wilayah KPHP
Unit XXI Lintas
Sarmi Mamberamo Raya Kondisi sosial ekonomi masyarakat dilihat dari aspek mata pencaharian , tingkat pendidikan, dan lain-lain. 1. Mata pencaharian Mata pencaharian masyarakat di kampung-kampung yang berada di dalam kawasan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya mencakup kegiatan bercocok tanam, meramu sagu dan tumbuhan liar serta perburuan. Profil kegiatan bertani tersebut dapat dilihat sebagaimana alokasi waktu yang diberikan untuk kegiatan usaha tani maupun kegiatan perburuan. Kawasan KPHP secara ekologi berada pada areal pesisir sampai dataran rendah sehingga populasi babi hutan, kasuari, ikan, udang, dan siput sangat banyak tersedia di alam. Kondisi ini menciptakan peluang berburu bagi masyarakat. Masyarakat berburu menggunakan senjata tradisional baik tombak, parang dan jerat. Perburuan babi hutan menggunakan senjata api , sangat dilarang dan tidak diijinkan oleh masyarakat setempat. Selain babi hutan, kuskus, kasuari, dan satwa liar lainnya juga di manfaatkan oleh masyarakat adat di daerah ini sebagai protein hewani. 80
Secara agregat sumber mata pencaharian yang dominan
di sekitar
kawasan KPHP Unit XXI adalah di sektor pertanian dengan basis aktivitas berkebun, meramu dan berburu, peternak serta nelayan sedangkan berdagang dilakukan sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini menunjukkan sektor pertanian masih menjadi sektor andalan bagi rumah tangga. Pertanian yang dikerjakan masih bersifat subsisten untuk memenuhi kebutuhan konsumtif semata. Masyarakat di dalam dan sekitar KPHP juga peramu. Gaharu, minyak lawang dan masoi merupakan komoditi yang diambil masyarakat dari hutan. Komoditi masohi, gaharu, minyak lawang, masih mengandalkan tumbuhan di alam. Saat ini, masyarakat harus menempuh perjalanan yang cukup jauh ke kawasan hutan alam untuk mendapatkan pohon masohi, gaharu, dan lawang. 2. Tingkat Pengeluaran dan Pendapatan Rumah Tangga Secara umum pengeluaran rumah tangga di wilayah KPHP didekati dengan rata-rata pengeluaran sebulan untuk bahan makanan dan non makanan. Sebaran pengeluaran rumah tangga di seluruh kampung menunjukkan bahwa pengeluaran untuk bahan makanan paling dominan dan sisanya untuk memenuhi kebutuhan bahan non makanan. Besarnya nilai pengeluran masyarakat ini tidak berbeda jauh dengan data yang dipublikasikan oleh BPS Provinsi Papua tahun 2011 yakni
untuk bahan
makanan 64,45% dan non makanan 35,55%. (BPS, 2010). Pengeluaran
rumah
tangga
pada
umumnya
digunakan
untuk
memenuhi kebutuhan makanan pokok terutama beras dan gula, kopi, teh, garam, vetsin, rokok dan sabun dan lain-lainya. Pergeseran pola konsumsi karena masyarakat cenderung mengkonsumsi beras dari pada sagu atau 81
jenis ubi-ubian merupakan salah satu faktor pemicu tingginya pengeluaran ini. Beras juga sering menjadi alat sosial karena digunakan juga untuk menyumbang bagi orang-orang yang memerlukan bantuan. Sedangkan pengeluaran untuk non makanan terdiri dari pembelian minyak tanah, seragam sekolah, sepatu, pakaian, sandal dan kebutuhan sandang lainnya, termasuk transportasi. Pola pengeluaran yang cenderung lebih dominan untuk bahan makanan berkaitan
dengan
seseorang
tingkat
kesejahteraan
seseorang.
Semakin
banyak
mengkonsumsi bahan makanan daripada non makanan maka
tingkat kesejahteraannya semakin rendah (BPS, 2012). Rendahnya konsumsi terhadap bahan non makanan memberikan indikasi bahwa
masyarakat
mengalami kesulitan akses terhadap pendidikan dan kesehatan serta informasi dan komunikasi. Hal ini terbukti dengan tidak tersedianya sarana dan prasarana komunikasi dan informasi serta jumlah dan kualitas pendidikan dan kesehatan yang sangat rendah. Besarnya pengeluaran untuk kebutuhan makanan juga dipicu oleh adanya tingkat kemahalan harga barang di masing-masing kampung terutama untuk memenuhi sembilan kebutuhan bahan pokok. Angka
pengeluaran
sangat
berkaitan
erat
dengan
pendapatan
masyarakat, karena pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan total pengeluaran masyarakat. Secara garis besar
terdapat dua sumber
pendapatan rumah tangga di Distrik Inggerus yaitu dari sektor pertanian dan nonpertanian. Struktur dan besarnya pendapatan dari sektor pertanian berasal dari usaha berkebun, meramu, dan berburu. Sedangkan dari non pertanian
82
berasal dari usaha non pertanian, buruh non pertanian dan pekerjaan lainnya di luar pertanian. Rata-rata pendapatan 200.000.
Secara
agregat
masyarakat per bulan
adalah sebesar Rp.
pendapatan rata-rata ini masih
jauh dibawah
angka rata-rata pendapatan per kapita provinsi di Papua sebesar Rp 315.940 per bulan.
Artinya apabila pendapatan kepala keluarga tetap, tapi
pengeluarannya meningkat akibat harga barang kebutuhan pokok yang tinggi/naik,
rumah
tangga
berpotensi
mengalami
penurunan
tingkat
kesejahteraan (miskin). Disisi lain daya beli warga akan turun, dan berdampak pada aktivitas perdagangan lokal. 3. Kepemilikan Sarana dan Prasarana Ekonomi rumah tangga/kekayaan Masyarakat yang mendiami wilayah pesisir dan pedalaman mayoritas adalah masyarakat berburu dan meramu dengan pola kehdiupan yang sudah diturunkan oleh nenek moyang. Hal ini mempengaruhi pola kehidupan dan mencari makan sebagai salah satu tujuan hidup. Pada umumya masyarakat yang berada di kampung ini biasanya memperlengkapi diri dengan beberapa sarana dan kelengakapan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Sarana yang biasa dan pada umumnya digunakan untuk memperlengkapi kebutuhan hidup antara lain parang, cangkul, tombak dan panah. Tombak dan panah biasaya di gunakan dalam berburu. Saat ini masyarakat juga sudah menggunakan chain saw untuk aktivitas penebangan kayu. Metode berburu menggunakan anjing dan jerat perangkap. Sedangkan parang dan cangkul digunakan untuk aktfitas budidaya tanaman di kebunkebun masyarakat secara tradisional. Kadangkala ketika cangkul tidak tersedia, maka tugal merupakan salah satu alat tanam yang digunakan. Selain 83
tombak, parang, cangkul sebagai sarana produksi, chain saw, Sollar cell juga salah satu sarana yang dimiliki masyarakat di wilayah ini. Aktivitas produksi ataupun konsumtif dari masing-masing rumah tangga sangat dipengaruhi oleh ketersedian sarana perekonomian. Sarana rumah tangga yang banyak dimiliki masyarakat adalah alat pertanian (sekop dan cangkul dan lain-lain) dan alat pancing . Alat pertanian merupakan sarana yang paling banyak menopang kebutuhan hidup disamping alat pancing untuk kebutuhan protein hewani khususnya ikan, udang di perairan sungai-sungai yang ada di sekitar mereka. Selain itu ada juga motor temple, chain saw, dan perahu bagi mereka yang bertempat tinggal dekat dengan sungai. Bagi masyarakat yang memiliki chain saw dapat melakukan aktivitas penebangan kayu di sekitar wilayah hutan dan pada hak ulayat. 4. Sarana Pendidikan dan Kesehatan di Kawasan KPHP Kondisi sarana pendidikan dan kesehatan di wilayah KPHP Unit XXI sangat terbatas hal ini menyebabkan proses belajar mengajar sangat terhambat dan pelayanan kesehatan juga sangat kurang dikarenakan keterpencilan dari lokasi kampung-kampung di dalam kawasan yang terpencar sangat jauh dari satu kampung dengan distrik yang mengakibatkan susah dalam peyanan. Keterbatasan sarana pendidikan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya mutasi penduduk dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Orang tua juga harus merelakan anak-anak untuk menempuh pendidikan ke ibukota distrik atau ke ibukota kabupaten. Minimnya fasilitas kesehatan juga menyebabkan jumlah tenaga medis yang dapat melayani masyarakat semakin berkurang, sehingga memberikan dampak terhadap penurunan kualitas hidup masyarakat. 84
2.5 Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kabupaten Sarmi 2011, diketahui pemanfaatan lahan Kabupaten Sarmi didominasi oleh kawasan hutan dengan luas 1.435.791 Ha yang meliputi: kawasan suaka alam luasnya 268.398 Ha, hutan lindung luasnya 196.456 Ha, hutan produksi terbatas 428.039 Ha, hutan produksi 252.155 Ha, hutan produksi konversi luasnya 179.057 Ha, areal penggunaan lain luasnya 97.533 Ha dan tubuh air mencapai 14.153 Ha. Dari luas kawasan hutan tersebut di atas, terdapat tutupan lahan yang terdiri dari hutan sagu yang terletak sepanjang sungai di belakang formasi hutan nipah yang tidak terjangkau oleh pasang surut air laut. Tanaman sagu ini merupakan tanaman yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Sarmi dan dimanfaatkan oleh penduduk sebagian besar distrik di luar Distrik Sarmi sebagai bahan makanan pokok, terutama penduduk di wilayah pedalaman yang mengalami keterbatasan mengakses atau mengkonsumsi beras. Selain hutan sagu yang terdapat di wilayah Kabupaten Sarmi, juga terdapat hutan produksi yang dimanfaatkan dan di kelola oleh perusahaan swasta dalam upaya peningkatan PAD. Wilayah hutan produksi tersebut yaitu di Distrik Bonggo, Pantai Timur, Pantai Timur Barat dan Pantai Barat. Usaha Pemanfaatan Hutan di Kabupaten Sarmi masih didominasi oleh Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, saat ini di Kabupaten Sarmi terdapat 4 Pemegang IUPHHK yang beroperasi. Hutan produksi pada Kabupaten Sarmi terdiri dari hutan produksi konversi yang tersebar di sepanjang pesisir utara wilayah Sarmi serta hutan produksi terbatas yang berada di bagian pedalaman, seperti di Tor Atas dan Apawer Hulu.
85
Selain itu Kabupaten Sarmi juga memiliki lahan gambut dengan luas 2.230.618 ha yang tersebar di Distrik Pantai Barat, Sarmi, Pantai Timur, Pantai Timur Barat, Bonggo dan Bonggo Timur, sedangkan hutan manggrove dengan luas 3.191 ha yang tersebar di Distrik Bonggo, Bonggo Timur, Pantai Barat dan Sarmi. Kawasan hutan lain yang ada di Kabupaten Sarmi adalah hutan lindung, dimana hutan jenis ini umumnya berada pada bagian tengah wilayah kabupaten, dengan kondisi topografi yang cukup terjal. Sebagian besar masih berupa hutan alami yang masih belum dirambah oleh manusia sehingga kealamian ekosistem atau habitatnya masih terjaga dengan baik. Jenis hewan besar dan liar masih dapat ditemui pada kawasan hutan lindung ini antara lain babi, kanguru, kasuari dan beberapa jenis burung kakatua, elang kepala putih dan jenis cenderawasih. Sebaran kawasan hutan lindung di Kabupaten Sarmi berada pada wilayah Distrik Tor Atas serta Pantai Timur Barat. Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan dalam wilayah KPHP Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya dilakukan oleh pemegang izin IUPHHK HA atas nama PT. Bina Balantak Utama setelah mendapat perpanjangan Ijin Usaha Pemaanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK 365/Menhut- II/2011, tanggal 7 Juli 2011, dengan luas 298.710 hektar. Jangka waktu 7 Juli 2011 s/d 7 Juli 2046. Areal IUPHHK-HA PT. Bina Balantak Utama yang berada pada wilayah KPHP Lintas Kab. Sarmi dan Kab. Mamberamo Raya seluas 200.980,96 hektar, terdiri dari kawasan hutan produksi terbatas (HPT) seluas 154.890,32 hektar dan kawasan hutan produksi tetap (HP) seluas 46.090,64 hektar.
86
Secara keseluruhan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan pada areal KPHP Unit XXI saat ini masih didominasi oleh kepentingan ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam ( IUPHHK-HA). Walaupun sampai saat ini belum banyak perusahaan yang beroperasi dalam skala besar untuk produksi kayu, namun diharapkan dengan potensi yang ada merupakan modal yang cukup besar dan akan merupakan daya tarik yang besar bagi para investor yang bergerak di bidang pengusahaan hutan. Berdasarkan data kehutanan Papua
statistik
tahun 2012 luas kawasan hutan di Kabupaten Sarmi yang
akan dicadangkan untuk sektor perkebunan seluas 31.722,90 hektar. Bila dibandingkan dengan data luas kawasan hutan pada areal KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya yang terbentang seluas 255.814 Ha, maka ada sebagian kawasan hutan tersebut yang telah dimanfaatkan saat ini oleh IUPHHK HA
PT. Bina Balantak Utama dalam melaksanakan proses
produksinya. Luasan hutan PT. Bina Balantak Utama yang telah memiliki izin tersebut berada pada kawasan hutan Produksi kurang lebih sekitar 65.%. dari luas huta produksi KPHP Unit XXI Lintas Sarmi-Mamberamo Raya. Sebagian pasokan kayu ke Kota Sarmi berasal dari daerah-daerah di dalam atau di sekitar kawasan hutan pada areal KPHP Unit XXI. Pengambilan atau pengeksploitasian kayu itu berlangsung dengan pengawasan yang masih lemah oleh aparat pemerintah. Pemanfaatan kayu sebagaimana dijelaskan diatas
sering berhadapan
dengan masalah legalitas kayu. Sumber dan asal kayu yang dijual pada setiap stand kayu umumnya berasal dari kayu-kayu milik masyarakat yang dijual dengan sistem barter dan pembeliaan langsung oleh free rider dan pencari rente ekonomi yang memanfaatkan kelemahan masyarakat lokal. Oleh sebab 87
itu, pengelola KPHP perlu mendorong upaya-upaya pemanfaatan
hasil hutan
yang berasal dari masyarakat adat dan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Gambar 15. Peta Keberadaan Ijin Pemanfaatan Hutan dan Pengunaan Kawasan Hutan (IUPHHK)
2.6 Posisi Areal Kerja Dalam Tata Ruang Wilayah Dan Pembangunan Daerah Dalam struktur tata ruang Provinsi Papua, wilayah Kabupaten Sarmi akan menjadi salah satu pusat pengembangan sebagai basis transportasi niaga terutama pelabuhan Sarmi. Dalam pengembangan KPH di Papua posisi KPHP model Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya masuk dalam
beberapa
fungsi kawasan hutan yaitu areal penggunaan lain, hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas dan hutan produksi yang dapat
88
dikonversi.
Berdasarkan
RTRWP
dalam
kawasan
KPHP
terdapat
pemukiman (Gambar 16).
Gambar 16. Peta KPHP Unit XXI Sarmi Mamberamo Raya dalam RTRW Provinsi Papua
89
38
Gambar. 17.Sebaran Kampung pada Kawasan Hutan di Papua Jumlah pemukiman paling dominan
berada dalam kawasan hutan
produksi yang dapat dikonversi yaitu sebanyak 711 pemukiman, diikuti oleh hutan produksi sebanyak 467 pemukiman, kemudian diikuti pula oleh kawasan hutan lindung sebanyak 399 pemukiman, areal penggunaan lain sebanyak 333 pemukiman, dan kawasan hutan koservasi sebanyak 189 pemukiman. Akan tetapi bila ditinjau dari aspek status kawasan hutan tersebut, pemukiman masyarakat paling banyak terdapat pada areal non hutan sebanyak 1388, diikuti oleh pemukiman yang terdapat pada areal hutan primer sebanyak 430 pemukiman dan konsentrasi pemukiman terendah terdapat pada areal hutan sekunder sebanyak 281 pemukiman. Akan tetapi didalam rencana pengelolaan hutan yang telah persiapkan, ternyata ada persebaran pemukiman dalam kawasan hutan pada areal KPHPUnit XXI juga, dimana pada areal hutan produksi pada blok pemanfaatan HHK-HA terdapat kurang lebih 22 pemukiman, dan blok pemberdayaan hanya 1 pemukiman, sedangkan pemukiman yang terdapat pada hutan lindung pada plok pemanfaatan hanya 1 pemukiman saja. Selain itu terkait dengan tugas dan fungsi pokok KPH terdapat beberapa hal yang secara langsung diatur dalam rencana tata ruang tersebut. Kawasan lindung dan kawasan produksi yang menjadi ruang lingkup kerja KPH dapat diatur dalam RTRW Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya. A. Kawasan Lindung Kawasan lindung yang terdapat pada KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya terdiri dari : kawasan hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan suaka 90
alam(Suaka Margasatwa Mamberamo Foja) - cagar budaya, kawasan perlindungan setempat, kawasan lindung geologi, dan kawasan lindung lainnya. Secara keseluruhan kawasan lindung ini harus diupayakan untuk tidak dialih fungsikan. Arahan kawasan lindung di areal KPHP Unit XXI adalah sebagai berikut: a. Kawasan Hutan Lindung Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna pembangunan berkelanjutan. b. Kawasan
yang
Memberikan
Perlindungan
terhadap
Kawasan
Bawahannya Kawasan
yang
memberikan
perlindungan
terhadap
kawasan
bawahannya terdiri atas kawasan bergambut dan kawasan resapan air. Areal KPHP Unit XXI memiliki kawasan bergambut yang potensial pada beberapa lokasi yang tersebar. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu
untuk
keperluan
penyediaan
kebutuhan
air
tanah
dan
penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Sebagian
91
kawasan hutan
dalam areal
KPHP ini merupakan wilayah hutan rawa primer dan sekunder yang ditumbuhi oleh hamparan tegakan sagu alam. c. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat terdiri dari sempadan sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal lainnya. Kawasan Sekitar Mata Air Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya.
Kawasan sekitar mata air
merupakan kawasan tertentu di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian mata air. Kriteria kawasan sekitar mata air adalah sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Bagi penduduk yang bermukim dalam kawasan ini mengambil air dari mata-mata air, air sungai/kali sebagai sumber air bersih mereka. Matamata air di dalam kawasan KPHP ini bermuara ke kali/sungai-sungai kecil kemudian ditimba dan diangkut ke rumah tangga-rumah tangga dalam kampung-kampung masyarakat di dalam kawasan hutan ini, tetapi ada juga yang menggali sumur gali yang digunakan oleh penduduk sebagai sumber air minum. B. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan, baik hasil hutan kayu maupun non kayu. Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas kawasan peruntukan hutan produksi 92
terbatas (HPT), kawasan peruntukan hutan produksi tetap (HP), dan kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya memiliki HPT dan HP dan HPK. Penentuan hutan produksi di KPHP Unit XXI ini pada prinsipnya tidak mengubah ketentuan dalam Kawasan Hutan dan Perairan dari Provinsi Papua.
a. Hutan Produksi Terbatas
Hutan Produksi Terbatas adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.HPT di Kabupaten di KPHP Unit XXI mencakup lahan seluas 159.217 ha. b. Hutan Produksi Tetap
Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai di bawah 125, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. HP di KPHP Unit XXI mencakup lahan seluas 46.105 ha.
2.7 Isu strategis, Kendala dan Permasalahan Isu strategis pembangunan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya merupakan permasalahan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan Visi, percepatan penyelenggaraan misi dan pencapaian tujuan rencana pengelolaan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya berdasarkan beberapa aspek sebagai berikut :
93
dideskripsikan
A. Aspek Ekologi 1. Perubahan tutupan lahan dari Hutan Primer menjadi Sekunder dan selanjutnya menjadi semak belukar serta pertanian lahan kering campur semak menunjukkan terjadinya penurunan potensi sumber daya hutan yang
konsekuensi
menurunnya
debit
logisnya mata
air,
adalah
berkurangnya
tingginya
erosi,
jumlah
dan
sedimentasi
dan
sebagainya, sehingga mempengaruhi kinerja DAS serta kaitannya dengan menurunnya cadangan karbon; 2. Kawasan hutan yang kondisinya kritis, berupa rawa, semak belukar, dan pertanian lahan kering campur semak; 3. Gangguan keamanan hutan dalam bentuk perambahan, penebangan liar, penguasaan lahan (sertifikasi), dan perladangan; 4. Data base kegiatan kehutanan dan potensi hasil hutan (kayu dan bukan kayu) serta jasa lingkungan belum tersedia sehingga perencanaan pengusahaan hasil hutan dan jasa hutan di KPHP tidak optimal; 5. Banyak wilayah-wilayah pesisir mengalami abrasi dan mengancam kehidupan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan; 6. Adanya kegiatan penambangan tradisional dan pencarian gaharu yang dilakukan
masyarakat
dalam
kawasan
hutan
dan
mengancam
kelestarian hutan. B. Aspek Ekonomi Aspek ekonomi merupakan aspek yang memegang peranan penting dalam pemecahan permasalahan terutama saat berhadapan dengan masyarakat didalam dan sekitar hutan. Saat kebutuhan hidup terpenuhi dengan kegiatan ekonomi yang tidak berkaitan langsung dengan kehutanan maka masyarakat sebagai salah satu faktor yang mendukung kerusakan 94
hutan akan berbalik menjadi faktor yang mendukung kelestarian hutan. Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh KPHP Unit XXI Sarmi Mamberamo Raya adalah : 1. Kapasitas masyarakat tergolong rendah dan belum memiliki keterampilan teknis dalam melaksanakan kegiatan dan usaha-usaha kehutanan secara mandiri; 2. Belum dikembangkannya jenis-jenis tanaman yg bernilai ekonomis tinggi untuk
mendukung
pemberdayaan
masyarakat
dalam
peningkatan
kesejahteraannya dan mendorong kemandirian pengelolaan KPHP; 3. Belum dikembangkannya akses pasar hasil hutan, khususnya HHBK (Gaharu, Masoi, Minyak Lawang dan Damar,dan jenis lainnya); 4. Rendahnya insentif dan bantuan modal dari pemerintah dan sektor swata untuk mengembangkan usaha di bidang kehutanan khusunya HHBK; 5. Masih terbatasnya infrastruktur di wilayah KPHP untuk mendukung berkembangnya kegiatan ekonomi; 6. Penurunan peran sektor kehutanan terhadap perekonomian daerah; 7. Potensi peningkatan produksi hasil hutan bukan kayu dan jasa hutan. C. Aspek Sosial Budaya Masyarakat di sekitar kawasan KPHP mempunyai keterikatan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan didekatnya. Hal tersebut diperlihatkan dengan tingginya aktifitas yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan. Tingginya aktifitas ini apabila tidak dikelola secara baik dikhawatirkan akan semakin menekan kondisi sumberdaya hutan yang ada, dalam bentuk sebagai berikut :
95
1. Hak-hak masyarakat adat atas sumberdaya hutan/lahan belum terjamin secara legal formal; 2. Rendahnya pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap usahausaha konservasi, perlindungan dan pemeliharaan kawasan hutan; 3. Rendahnya
pengetahuan
dan
keterampilan
masyarakat
dalam
peningkatan nilai tambah hasil-hasil hutan, khususnya HHBK; 4. Adanya hak kepemilikan yang berpusat pada individu menyebabkan banyak free rider (Penunggang bebas) dan reent seeking (pencari rente) memanfaatkan kelemahan masyarakat lokal; 5. Adanya ketidak efisiensinya hak kepemilikan masyarakat adat
yang
berdampak pada penyerobotan lahan; 6. Wewenang dan tanggung jawab perijinan, rekomendasi perijinan masih tumpang tindih antara SKPD daerah dan antar kementerian. D. Aspek Kelembagaan Salah satu ketidakberhasilan pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia dikarenakan lemahnya kelembagaan pengelolaan di tingkat tapak. Permasalahan lemahnya kelembagaan yang dihadapi oleh KPHP Unit XXI
tidak hanya berpusat pada organisasi KPHnya tetapi juga
lemahnya kelembagaan di masyarakat sekitar kawasan. Permasalahan permasalah yang dihadapi, diantaranya : 1. Jumlah personil KPH masih terbatas masih kekurangan tenaga teknis yang seharusnya mengisi dalam bagian hutan (BKPH), resort (RPH) dan mandor disetiap petak. Apabila diasumsikan bahwa seorang tenaga teknis mengelola wilayah seluas 2.500 ha, maka diperlukan sekitar 75 personil untuk mengelola areal KPHP seluas 189.962 hektar;
96
2. Masih rendahnya kapasitas SDM yang ada dalam pengelolaan hutan karena sebagian besar SDM yang ada berusia diatas15 - 55 tahun; 3. Belum optimalnya pemanfaatan dan penggunaan sarana dan prasarana pendukung operaional karena permasalahan non teknis; 4. Struktur organisasi belum mencerminkan organisasi pengelolaan hutan sampai tingkat tapak. Karena dalam struktur organisasi tersebut belum ada bagian/ resort pengelolaan hutan di lapangan; 5. Belum terbangunnya sistem data dan informasi SDH kawasan; 6. Belum kuatnya kelembagaan ekonomi masyarakat sekitar hutan dalam rangka menopang perekonomian masyarakat; 7. Data base kegiatan kehutanan dan potensi hasil hutan (kayu dan bukan kayu) belum tersedia sehingga perencanaan pengusahaan hasil hutan dan jasa hutan di KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya belum dapat dilaksanakan; 8. Terbatasnya sumberdaya manusia pendukung penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi terutama tenaga-tenaga teknis bidang kehutanan baik dari sisi jumlah maupun kualitas; 9. Implementasi kebijakan dan peraturan daerah (provinsi dan kabupaten) yang terkait dengan bidang kehutanan dan hak-hak masyarakat adat atas sumberdaya hutan belum berjalan sehingga melemahkan jaminan legalitas hukum usaha-usaha kehutanan; 10. Penataan kembali fungsi dan luas kawasan hutan belum dilakukan sehingga belum ada peta Tata Guna Hutan (provinsi dan kabupaten) sebagai acuan untuk perencanaan pengelolaan setiap fungsi kawasan sehingga menyulitkan dalam perencanaan program pengelolaan;
97
11. Aksesibilitas wilayah yang rendah dengan sebagian besar masyarakat bermukim di dalam kawasan hutan dan menggantungkan hidupnya dari meramu hasil hutan serta tergolong relatif miskin; 12. Kapasitas
masyarakat
tergolong
rendah
dan
belum
memiliki
keterampilan teknis dalam melaksanakan kegiatan dan usaha-usaha kehutanan secara mandiri; 13. Penebangan liar, perambahan liar dan perdagangan liar masih berpeluang terjadi sebagai akibat lemahnya perangkat peraturan, lemahnya penegakan hukum, terbatasnya kewenangan daerah sektor kehutanan, dan terbukanya akses wilayah melalui pembangunan jaringan transportasi Trans Papua; 14. Tekanan pihak luar untuk mengurangi konversi lahan hutan dan pengusahaan hutan alam semakin gencar guna mengurangi emisi karbon dan mitigasi hutan; 15. Kebijakan
pemerintah
gelondongan
dari
daerah
Papua
untuk
menuntut
mengurangi untuk
ekspor
membangun
kayu industri
pengolahan kayu hilir dan penyediaan lahan; Untuk mengatasi isu stategis tersebut, maka skenario yang dipilih untuk perencanaan pembangunan jangka panjang KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya10 tahun mendatang adalah melakukan ekspansi program pembangunan kehutanan secara selektif dan bertahap sambil mempercepat konsolidasi kelembagaan dan regulasi.
Untuk itu strategi
yang dipilih adalah strategi memobilisasi sumberdaya dan strategi rasionalisasi
insentif
investasi
serta strategi
membangun
kapasitas
kelembagaan. Strategi ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan peluang dan kekuatan yang ada dengan melakukan alokasi sumberdaya dan dana serta 98
mendorong investasi pada usaha-usaha kehutanan yang produktif. Strategi ini diimplementasikan secara bertahap dalam perencanaan program lima tahunan.
99
BAB III VISI MISI DAN TUJUAN 3.1. Nilai Strategis Pembangunan KPHP Model Unit XXI Lintas kab Sarmi dan
Mamberamo Raya Kebijakan pembangunan kehutanan pada era desentralisasi diarahkan pada pencapaian tujuan pembangunan kehutanan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, yaitu: 1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; 2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem termasuk perairan yang meliputi fungsi produksi, dan fungsi lindung untuk mencapai fungsi sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang; 3. Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS demi terwujudnya pengelolaan RPH yang efisien dan efektif; 4. Mendorong peran serta masyarakat; dan 5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu arah dan kebijakan pembangunan yang lebih operasional dan dituangkan dalam suatu sistem perencanaan yang utuh, terpadu dan menyeluruh.
Sesuai dengan sistem
perencanaan kehutanan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 44 Tahun 2004 tentang perencanaan kehutanan, maka bentuk perencanaan kehutanan terdiri atas rencana jangka panjang yang bersifat makro, rencana jangka menengah yang bersifat mikro dan rencana tahunan yang bersifat teknis 100
operasional.
Ketiga bentuk perencanaan disusun secara hirarki berdasarkan
skala ruang dan geografis serta merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari rencana pembangunan nasional, regional dan lokal. Berdasarkan prinsip ini, maka dalam penyusunan rencana pembangunan kehutanan pada tingkat geografis
kabupaten/kota
harus
mengacu
kepada
arah
dan
kebijakan
pembangunan pada skala geografis dan ruang di atasnya secara terintegrasi. Untuk itu, penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan KPHPUnit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya disusun dengan mengacu pada arah kebijakan pembangunan kehutanan baik skala nasional, regional (provinsi) dan disinkronisasikan dengan rencana pembangunan wilayah provinsi dan kabupaten. Lima kebijakan prioritas yang merupakan target sukses Kementerian Kehutanan yang dijadikan acuan, yaitu: 1. Pemberantasan pencurian kayu dan perdagangan kayu illegal; 2. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan; 3. Revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan; 4. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan; 5. Pemantapan kawasan hutan. Khusus dalam pembangunan sektor kehutanan, Kementerian Kehutanan melalui Permenhut
No.
P.51/Menhut-II/2010 tentang Renstra Kementrian
Kehutanan tahun 2010- 2014 menetapkan visi yaitu “ Hutan Lestari untuk Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadilan”. Untuk mencapai visi tersebut telah dirumuskan enam kebijakan prioritas pembangunan kehutanan yaitu:
101
1. Pemantapan kawasan hutan; 2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS; 3. Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan; 4. Konservasi keanekaragaman hayati; 5. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan; 6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Kebijakan
dan
rencana
strategi
kementerian
kehutanan
tersebut,
selanjutnya disinkronisasikan dengan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua dan komitmen pemerintah Provinsi Papua untuk menyelenggarakan Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis Masyarakat sebagaimana dirincikan berikut: 1. Mengakui, menghormati dan mengembangkan hak masyarakat adat atas sumberdaya hutan; 2. Menyelesaikan konflik dengan menjamin akses masyarakat adat terhadap hutan; 3. Melarang pengiriman kayu dalam bentuk log ke luar Papua; 4. Mempercepat pembangunan industri sektor kehutanan skala rumah tangga dan program pengelolaan hutan berbasis masyarakat; 5. Mencabut izin perusahaan pemegang HPH/IUPHHK bermasalah; 6. Meningkatkan penegakan hukum sengketa kehutanan melalui pencukupan kebutuhan dan pemberdayaan polisi kehutanan; 7.
Mengembangkan industri ramah lingkungan berbasis kehutanan secara hatihati dan bijaksana bagi pemerataan kesejahteraan masyarakat;
102
8. Mengembangkan proyek uji coba untuk pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat paling sedikit seluas 500.000 ha; 9. Mengalokasikan areal hutan konversi sampai seluas 5 juta hektar untuk perdagangan karbon; 10. Mempercepat pembentukan Model Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Papua. Untuk mencapai pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat maka pemerintah Provinsi Papua melalui RPJMD 2013-2018 juga telah menetapkan Visi atau keadaan yang ingin dicapai yaitu “Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera”. Nilai-nilai strategis di atas menjadi dasar dalam merumuskan visi, misi dan tujuan pembangunan jangka panjang KPHPUnit XXI Lintas Kaupaten Sarmi dan Mamberamo Raya dengan tetap memperhatikan sinkronisasinya dengan Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Wilayah Provinsi Papua dan
Kabupaten Sarmi
maupun kabupaten Mamberamo Raya.. 3.2 Visi, Misi dan Tujuan Visi Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya
yang diemban oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi pada kurun waktu 10 tahun ke depan dirumuskan sebagai berikut: ”Terwujudnya
Kemandirian
dan
Kesejahteraan
Masyarakat
melalui
Pengelolaan Sumberdaya Hutan KPHP Unit XXI Secara Lestari di Tahun 2025” 103
Penjelasan masing-masing elemen visi diatas sebagai berikut : Kemandirian : Terwujudnya kondisi masyarakat Sarmi dan Mamberamo Raya yang mampu mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan kemajuan ekonomi. Dengan didukung Generasi yang memiliki jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) serta Ekonomi berbasisi kampung yang tumbuh dan berkembang. Perwujudan Rakyat Mandiri dilakukan dengan mendorong tumbuhnya kehutanan dan didukung oleh sektor-sektor sehingga memberi
nilai
tambah
dalam
pembangunan
dan
memastikan tersedianya lapangan kerja. Serta didukung pengembangan Industri pengolahan yang berbasis keunggulan potensi daerah. Rakyat Mandiri
dapat
dilihat dari pertumbuhan ekonomi rakyat dan kontribusi sektor kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang yang semakin baik. Kesejahteraan : Seluruh elemen masyarakat yang berada di dalam maupun di sekitar kawasan KPHP Unit XXI
tanpa terkecuali dapat memenuhi hak-hak
dasarnya di bidang sosial, ekonomi dan budaya terutama pangan, sandang, dan papan secara merata, serta memiliki rasa aman dan kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah sehingga menikmati kehidupan yang lebih bermutu dan maju serta memiliki pilihan yang luas dalam seluruh kehidupannya. Secara sederhana, sejahtera dipahami sebagai tidak kekurangan satu apapun, perasaan aman sentosa, makmur, dan selamat atau terlepas dari segala macam gangguan. Dengan pendekatan yang lain, sejahtera juga dapat dikaitkan dengan terbebasnya masyarakat dari “rasa lapar” dan “rasa takut”. Di sini, kesejahteraan dikaitkan tidak saja pada konsep lahiriah, tapi juga menjangkau segi batin. Dalam konteks makro, 104
pembangunan daerah juga dimaknai sebagai upaya mencapai kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir bathin, yang memungkinkan bagi setiap masyarakat untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat
dengan
menjunjung tinggi hak-hak azasi serta kewajiban manusia. Pengelolaan : upaya seluruh masyarakat adat baik di dalam maupun di sekitar kawasan hutan untuk memanfaatkan, melindungi, mengawetkan hasil-hasil hutan baik hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu maupun jasa lingkungan yang pada akhirnya akan menjadi sumberdaya yang dapat meningkatkan kesejahteraanya. Pengelolaan juga dapat diartikan sebagai upaya pengurusan sumberdaya hutan mulai dari hulu sampai hilir. Sumberdaya hutan : segala kekayaan flora dan fauna yang terdapat dalam areal berhutan maupun tidak berhutan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan yang dapat dimemberikan manfaat langsung maupun tidak langsung bagi upaya kemandirian dan mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat. Lestari : suatu keadaan
dimana sumberdaya hutan tetap seperti keadaan
semula; tidak berubah, bertahan dan kekal. Dalam konteks pengelolaan hutan kata lestari menunjukan suatu praktek pengelolaan hutan untuk mendapatkan manfaat dan nilai-nilai sumberdaya hutan bagi generasi sekarang dengan tidak
105
mengorbankan produktivitas dan kualitasnya bagi kepentingan generasi yang akan datang. Visi yang diemban tersebut dijabarkan dan diwujudkan dalam Misi yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Pengembangan dan peningkatan taraf hidup masyarakat di dalam maupun disekitar kawasan KPHPUnit XXI berbasis potensi local; 2. Pembangunan sistem dan mekanisme kelembagaan KPHP yang profesional, efektif dan efisien dalam pengelolaan sumberdaya hutan; 3. Memantapkan penataan fungsi kawasan KPHP Model Unit XXI dan areal kelola masyarakat adat; 4. Merasionalisasi pemanfaatan hutan sesuai potensi dan fungsi kawasan; 5. Meningkatkan
kesempatan
dan
kemampuan
masyarakat
adat
dalam
pengelolaan hutan; 6. Perlindungan dan konservasi ekosistem kawasan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya ; 3.3. Tujuan yang Diharapkan Mengacu kepada Visi dan Misi KPHPUnit XXI sebagaimana diuraikan diatas dan dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi tersebut maka terdapat beberapa capaian utama yang diharapkan dapat terpenuhi selama kurun waktu 10 tahun (2015-2025) sebagai berikut :
106
Berdasarkan visi dan misi Pembangunan KPHP Unit XXI , maka tujuan yang diharapkan akandicapai pada akhir periode pembangunan dideskripsikan sebagai berikut: 1. Terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berkelanjutan pada masyarakat yang berdiam di seluruh kawasan; 2. Menciptakan
pengelolaan
sumberdaya
hutan
secara
terpadu
dan
memperhatikan penataan ruang serta kelestarian lingkungan; 3. Mantapnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya secara mandiri sebagai suatu UPTD Tingkat Provinsi Papua; 4. Terjaminnya kepastian status dan pengelolaan kawasan hutan; 5. Tercapainya keseimbangan proporsi dan distribusi tutupan hutan di setiap wilayah RPH; 6. Meningkatnya peran dan kontribusi sektor kehutanan dalam peningkatan PDRB dan perekonomian daerah; 7. Terberantasnya praktek penebangan dan perdagangan ilegal di sektor kehutanan; 8. Terpelihara fungsi kawasan konservasi, lindung keanekaragaman
hayati
dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan dan hutan; 9. Berkurangnya konflik atas lahan kritis / lahan kosong / non produktif; 10. Terwujudnya
pengendalian,
pengawasan
dan
pembinaan
pengelolaan hasil hutan baik oleh masyarakat maupun swasta.
107
terhadap
BAB IV ANALISIS DAN PROYEKSI 4.1 Analisis data dan Informasi 4.1.1
Potensi Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu
Berdasarkan hasil analisis peta diketahui bahwa luas areal KPHP adalah 257.119,20 hektar
dengan luas masing-masing fungsi kawasan
sebagaimana disajikan pada Tabel 22 Bila dibandingkan dengan SK penetapan KPHP dengan luas 255.814 hektar maka terdapat selisih ± 2 hektar. Perbedaan data ini perlu dilakukan sinkronisasi dengan data kementerian kehutanan untuk dilakukan penyesuaian. Tabel 22. Luas KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya Berdasarkan Fungsi Hutan No
Fungsi Hutan
1
Lindung
2
Produksi
Pembagian Blok Blok Inti Blok Pemanfaatan Blok Pemanfaatan HHK-HA Blok Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan HHBK Pemberdayaan
Jumlah
Luas (ha)
Petak
40.60,92 10.051
2.171 831
202.132.06
4.277
Proporsi (%)
273.00
4.325.47
478
157.119,20
7.765
Berdasarkan Tabel 22. terlihat bahwa dalam kawasan KPHP Unit XXI
108
pengelolaan terluas adalah pada kawasan hutan produksi pada blok pemanfaatan HHK-HA seluas 77.213,4 Ha dengan jumlah petak sebanyak 4.277 petak. Diikuti oleh Blok inti pada kawasan hutan lindung seluas 40.592 Ha dengan jumlah petak sebanyak 2.171 petak. Blok Inti merupakan blok yang berfungsi sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan. Blok inti juga merupakan blok yang tidak memiliki potensi HHBK, jasa lingkungan dan wisata alam. Namun hal ini tidak berarti bahwa areal
yang akan dimanfaat kan dalam KPHP akan
menjadi lebih kecil, karena informasi data pada blok inti belum terungkap secara detail melalui inventarisasi potensi
yang akurat dan valid.
Sedangkan blok pemafaatannya seluas 10.047 Ha dengan jumlah petak sebanyak 831 petak. Pada kawasan hutan produksi, terutama pada blok pemberdayaan seluas 4.229,5 Ha dengan jumlah blok sebanyak 478 petak, sedangkan blok pemanfaatan jasa lingkungan dan HHBK seluas 273 HA dengan jumlah petak sebanyak 8 petak. Disisi lain, dengan jumlah penduduk yang relatif kecil saat ini pengelolaan blok pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (HHK-HA), jasa lingkungan dan HHBK masih sangat cukup bila dikelola dengan lestari untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang. 4.1.2 Volume Tegakan Volume total rata-rata perhenktar antara 252 – 368,57 m3 dengan kisaran rata-rata diameter 31,72-42,34 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pohon-pohon yang berada dalam kawasan ini merupakan 109
pohon inti yang akan ditebang pada rotasi tebang berikutnya apabila kawasan ini akan dikelola sebagai hutan produksi. Apabila kawasan hutan produksi di wilayah KPHP dikelola untuk usaha rakyat atau usaha skala kecil maka akan diperoleh potensi produksi kayu sebagai berikut : dengan volume
produksi berkisar antara 84,12-121,86 m3/ha
dan
optimasi
penetapan jatah tebang tahun (AAC) misalnya dengan daur konvesional 35 tahun, faktor eksploitasi 0,7 dan faktor angka bentuk 0,8 maka luas tebangan tahunan untuk hutan produksi tetap = 55.034 /35 = Ha/tahun.
1.572,4
Apabila terdapat 10unit usaha maka masing-masing unit
memiliki potensi 157,4 Ha/tahun. Dengan demikian potensi kayu minimal yang dapat diproduksi oleh setiap unit usaha rakyat rata-rata =157,5 x 84,112 x 0.7 x 0.8 = 7.418m3/tahun. Angka 0,7 dan 0,8 dalam perhitungan jatah tebangan adalah : Jatah produksi tahunan (JPT) tebangan (ACC) = Anoual Allowable Cut merupakan volume tebangan dikalikan dengan faktor eksplorasi, faktor eksplorasi (Fe) adalah efektifitas penebangan yang besarnya berkisar antara 0,7 sampai 0,9 yang ditetapkan berdasarkan kemampuan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu(IUPHHK) dan Izin lainnya yang Sah (ILS) untuk menentukan limbah dalam suatu penebangan permanen (Kemenhut No: 86/Menhut-II/ 2004) sedangkan angka 0,8 di peroleh dari (merupakan faktor pengaman(Fp) adalah angka pengali (X) sebesar 0,8 dari perhitungan massa (volume) tegakan yang di gunakan sebagai faktor kelastarian (Kepmenhut No :86/Menhut-II/2004 sedangkan masa (volume)
110
tegakan diperoleh dari hasil survei petensi dari BBU (Bina Balantak Utama) Jenis-jenis pohon dominan yang ditemui di wilayah KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya antara lain ketapang, merbau, matoa, pulai, nyatoh, mersawa, bipa, resak, dan jenis-jenis lainnya. 4.1.3 Potensi Permudaan Potensi permudaan dalam kawasan KPHP
Unit XXI berdasarkan
hasil inventarisasi hutan menunjukan bahwa potensi permudaan memiliki nilai-nilai kuantitatif secara ekologi yang berbeda. Beberapa kampung di dalam kawasan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi - Mamberamo Raya memiliki permudaan semai yang sangat sedikit (48-172 semai/ha). Sementara disisi lain jumlah tiang mengalami peningkatan yang sangat besar (32-347 tiang/ha). Kondisi ini memberikan gambaran yang terbalik dari kondisi yang umumnya terjadi di hutan-hutan alam, dimana jumlah tiang akan semakin kecil dan membentuk huruf
j terbalik.
Hal ini menunjukkan bahwa
kawasan hutan di wilayah KPHP merupakan hutan sekunder tua yang telah mengalami suksesi.
Namun disisi lain hal ini juga memberikan indikasi
bahwa kawasan hutan ini mulai mengalami pemulihan
secara ekologi
sesuai dengan resiliensinya akibat pembukaan karena kegiatan-kegiatan logging maupun aktivitas penebangan kayu oleh masyarakat. Potensi yang demikian sangat kurang mendukung upaya-upaya pengelolaan hutan yang lestari, karena berdasarkan aturan sistem tebang pilih tanam Indonesia (TPTI) minimal dalam satu hektar terdapat 2.500 semai, 400 pancang, 100 tiang dan 25 pohon. 111
4.1.4 Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu Selain kayu, hasil hutan lain yang dijumpai di KPHP Unit XXI adalah hasilhutan bukan kayu (HHBK). Jenis-jenis HHBK yang dijumpai pada masyarakat
di
wilayah
KPHP
merupakan
jenis-jenis
yang
sering
dimanfaatkan oleh masyarakat baik untuk kegiatan yang bersifat produktif maupun konsumtif. konsumtif.
Sebagian besar jenis HHBK ini digunakan untuk
Pemanfaatan yang dilakukan juga dengan cara sporadis,
bersifat sesaat bila ada pesanan atau order sehingga jauh dari sifat pengelolaan yang berkelanjutan. Jenis- jenis HHBK yang dijumpai terdiri dari HHBK dari jeni-jenis tumbuhan hutan dan HHBK dari hewan (hewani). Golongan nabati atau hasil tumbuhan dan tanaman terdiri dari kelompok resin, kelompok minyak atsiri, kelompok minyak lemak, kelompok pati dan buah-buahan, kelompok tannin, bahan pewarna dan getah kelompok tumbuhan obat dan tanaman hias, kelompok palma dan bambu,
dan
kelompok Alkoloid (kina). Golongan hewani terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok hewan buru dan hewan hasil penangkaran. Hewan buru terbagi lagi menjadi kelas mamalia, reptilia, amfibi dan aves. Berdasarkan manfaatnya jenis HHBK yang paling banyak digunakan masyarakat
adalah
HHBK
yang
berasal
dari
jenis-jenis
tumbuhanyangberkasiat obat.Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena ketersediaan sarana dan prasarana bahkan tenaga medis yang sangat terbatas sehingga pemanfaatan tumbuhan sebagai obat alternatif menjadi pilihan masyarakat. 112
Penyebaran HHBK nabati maupun hewani dominan di wilayah dataran rendah sampai daerah berbukit. Jenis-jenis seperti bambu, nibung, aren, sukun, genemo, sarang semut, sirih tersebar pada daerah dataran rendah sampai perbukitan yang datar dan bergelombang. Sementara jenisjenis seperti sagu, rotan, nipah, paku-pakuan, tersebar pada dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 15m dpl. Potensi HHBK ini tersebar secara tidak merata dan jumlahnya bervariasi. dapat di lihat pada tabel 23. berikut ini : SUMBER
NAMA JENIS
NAMA LOKAL
PENGHASIL Pangan
Resin
Minyak atsiri
Obat-obatan
5
Metroxilon Sagu
Sagu
6
Gnetum gnemon
Genemo
7
Artocarpus communis
Sukun/ Gomo
8
Rizhopora stylosa
Aibon
Aquilaria filarial
Gaharu
9
Kemendangan
Gyrinops sp
Aquilaria filarial
Gaharu
Criptocaria masoi
Masoi
Agathis
Damar
9.
Tali kuning
Arcangelisia flava
10. Laportea sp
Daun gatal
11. Alstonis scolarhis
Kayu susu
12. Terminalia cattapa
Ketapang
13. Baringtonia asiatica
Baringtonia
14. Everrhoa bilimbi
Belimbing asam
15. Mirmecodia tuberosa
Sarang semut
Piper betle, dll
Sirih
113
Rotan
Rotan
1. Korthalsia zippeli 2. Calamus aruensis 16. 3. Calamus sp
Bambu
3.
Bambu
Bambusa vulgaris
Schizotachyum brachycladum Non
Makanan,
1. Arenga pinnata
Aren
energi, dan obat-
2. Nypa fruticans
Nipa
obatan
3. Pigaffeta filaris
Nibung
4. Areca catechu
Pinang
5. Gyrinops sp.
Kemendangan
6. Cocos nucifera
Kelapa
7. Theobroma cacao
Kakao
8. Durio zibethinus
Durian
4.
Rambutan
(non
FEM)
9. Nephelium lapacheum
4.2 Sosial Ekonomi dan Budaya Kepentingan sosial budaya masyarakat sekitar kawasan erat kaitannya
dengan
pengelolaan
KPHP
terutama
yang
menyangkut
kepentingan ekonomi dan sosial budaya. Upaya pencapaian sasaran pengembangan KPHP Unit XXI
untuk menunjang kepentingan ekonomi
dan sosial budaya diarahkan untuk memberikan income cash masyarakat melalui pengembangan pemanfaatan potensi flora dan fauna serta keadaan fisik kawasan lainnya serta menopang budaya lokal. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan (gap) antara masyarakat asli dan
114
pendatang karena kawasan KPHP Unit XXI
memiliki akulturasi dan
asimilasi yang relatif besar. Sikap masyarakat sekitar kawasan terhadap upaya pengembangan KPHP Lintas unit XXI Sarmi Mamberamo Raya pada
prinsipnya
belum
memadai
hal
ini
terlihat
dari
rendahnya
pengetahuan masyarakat akan keberadaan KPHP Unit XXI dan dukungan yang diberikan dalam upaya-upaya pengembangan kawasan. Rendahnya kapasitas masyarakat terutama dalam penerimaan rumah tangga (income cash) menyebabkan timbulnya masalah sosial yang lain. Salah satu penyebabnya adalah variasi usaha yang dilakukan masyarakat tergolong masih rendah. Rata-rata masyarakat terutama yang berada di dalam dan sekitar kawasan hanya memiliki dua sumber mata pancaharian utama yaitu sebaga petani tradsional dan nelayan. Usahausaha lain seperti berdagang, tukang, kerajinan, pengelola kayu dan lainlain tidak dilakukan kalaupun ada itu hanya bersifat insidentil dan
sedikit orang yang mengerjakan.Variasi mata
pencaharian sangat berpengaruh terhadap jumlah penerimaan, artinya semakin banyak usaha yang dilakukan semakin banyak pula sumber penerimaan yang diperoleh. Masyarakat
di beberapa kampung di wilayah KPHP memenuhi
kebutuhan sehari-harinya dengan hasih pertanian seperti sagu, singkong dan keladi dan jenis-jenis umbian lannya. Sedangkan kebutuhan akan lauk pauk diperoleh dari sungai-sungai dan binatang buruan dari hutan. Untuk menambah kebutuhan keluarga masyarakat menjual sebagain dari hasil 115
kebun untuk mendapatkan uang bagi keluarga. Salah satu usaha masyarakat kedua kampung dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah meramu/menokok sagu. Analisa biaya dan manfaat terhadap usaha meramu sagu dilakukan dengan menghitung biaya pengeluaran dalam melakukan usaha termasuk biaya transportasi dalam pemasaran. Biaya menokok tidak dihitung karena dilakukan oleh masyarakat sendiri dan tidak mengunakan tenaga upahan. Jika melihat pada sumber-sumber penghasilan keluarga dari masyarakat adat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan pada areal KPHP Unit XXI dengan memperhatikan potensi yang ada dalam kawasan hutan ini, pendapatan tersebut sudah lebih dari cukup dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat, namun pada kenyataannya tidak seperti itu karena ada beberapa faktor yang berpengaruh yaitu pola hidup masyarakat yang bersifat konsumtif dan tradisi kebiasaan masyarakat serta kurangnya pengetahuan masyarakat dalam mengelolah dan memanfaatkan pendapatan yang diperoleh. Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat serta pengelolahan hasil pendapatan yang diperoleh maka suatu wadah misalnya koperasi agar dapat menampung hasil panen masyarakat sehigga tidak bersusah paya untuk menjual ke kota Sarmi atau ke Jayapura .
116
4.3 Analisis Kelembagaan Perencanaan Mamberamo
Raya
pembangunan merupakan
KPHP bagian
Unit integral
XXI dari
Lintas
Sarmi
perencanaan
pembangunan pemerintah daerah Kabupaten Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya. Oleh karena itu, setiap program pembangunan KPHP secara teknis harus dikoordinasikan dan disinkronisasikan dengan program pembangunan sektor lain dalam suatu forum Musyawarah Pembangunan Daerah (Musrenbang).
Koordinasi teknis dan sinkronisasi program
hendaknya dimulai dari tingkat kampung/distrik sampai ke tingkat provinsi sesuai hirarki proses koordinasi perencanaan pembangunan daerah. Dengan
proses
koordinasi
teknis
demikian,
maka
tujuan
pembangunan KPHP diselenggarakan harus dengan azas manfaat yang lestari,
kerakyatan,
keadilan,
keterbukaan
dan
keterpaduan
dalam
pencapaian tujuan pengembangan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Proses koordinasi teknis rencana pembangunan KPHP dilaksanakan oleh suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baik di tingkat Kampung/Distrik
maupun di tingkat Kabupaten yang dikoordinir oleh
BAPPEDA Kabupaten.
Dalam proses ini, KPHP Unit XXI Lintas Sarmi
Mamberamo Raya dapat mensosialisasikan rencana program dan kegiatan tahunan dan lima tahunan ke tingkat Kampung dan Distrik dalam musrenbang tingkat Kampung/Distrik melalui tenaga pendamping lapangan atau tenaga teknis. Usulan-usulan program dan kegiatan kampung sektor 117
kehutanan diakomodir dalam program dan kegiatan yang bersesuaian di tingkat kabupaten dalam Musrenbang kabupaten guna dikoordinasikan dan disinkronisasikan dengan sektor lain agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dan penganggaran. Dengan proses koordinasi teknis demikian diharapkan dapat terjadi integrasi program antar sektor teknis terkait yang lebih akomodatif dan terpadu. 4.4 Kelembagaan Satuan Teknis Pelaksana Program Pemberdayaan Masyarakat Usaha Sektor Kehutanan Kepala KPHP Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya secara struktural bertanggungjawab dalam mengimplementasi berbagai program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah disusun.
Mekanisme kerja kelembagaan yang dibentuk adalah sebagai
berikut: 1. Usulan-usulan kelompok yang telah dibentuk melalui fasilitator/petugas lapangan atau tenaga honorer agar selalu ditindak lanjuti; 2. Pada awal tahun anggaran, usulan-usulan yang diajukan setiap kelompok dievaluasi dengan melibatkan Tim Teknis/Tim Pengendali guna menentukan prioritas usulan kegiatan yang berpeluang untuk dilaksanakan sesuai kondisi obyektif kelompok binaan; 3. Mengaktifkan keterlibatan aparat teknis (tenaga honorer) secara penuh pada
seluruh
tahap
kegiatan
yang
dilaksanakan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi;
118
mulai
dari
4. Menciptakan kemandirian masyarakat mulai dai penyiapan lahan sampai pada pelaksanaan kegiatan di lapangan dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada pada masyarakat/kelompok tani/usaha yang dibentuk.
Sebagai contoh, bibit disediakan melalui persemaian
kelompok/kampung, alat-alat kerja dan bahan diberikan dalam bentuk kredit lunak serta tidak membiasakan kelompok meminta bantuan ataupun menjanjikan upah/bayaran seperti layaknya proyek-proyek kontrak kerja.
Bantuan-bantuan dana lebih banyak diarahkan pada
kegiatan-kegiatan pembinaan atau pelatihan seperti sekolah lapang dan sejenisnya. 5. Membuat sistem pelaporan secara berjenjang dan berkala mulai dari tingkat kelompok hingga tingkat pengelola dan dari tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan terutama laporan kemajuan pekerjaan pada setiap periode waktu kegiatan. 4.5 Model Partisipasi Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Harapan dari pelibatan masyarakat adat dalam kegiatan dan usaha sektor kehutanan di wilayah KPHP
adalah agar masyarakat adat
memperoleh akses dalam pemanfaatan sumberdaya hutan dan pendapatan dalam rangka pemberdayaan ekonomi dan peningkatan taraf hidupnya secara berkelanjutan. Akses yang diperoleh dan pendapatan yang diterima tersebut diharapkan mampu mendorong pengembangan usaha-usaha produktif lain secara mandiri, seperti pengembangan kebun rakyat dan aneka usaha kehutanan produktif lainnya. 119
Masyarakat adat pemilik ulayat atas kawasan hutan umumnya adalah masyarakat tradisional dengan mata pencaharian sebagai petani skala subsisten (sebagian bahkan masih pada tahap peramu dan berburu). Dengan latar belakang sosial budaya tersebut tampaknya masyarakat masih perlu ditingkatkan kapasitasnya melalui pembinaan intensif terutama aspek teknis dan usaha sektor kehutanan.
Masyarakat masih
perlu
didorong agar dapat dan mau memanfaatkan pendapatannya secara tepat guna dan produktif dalam upaya peningkatan taraf hidupnya melalui pembinaan dan pendampingan oleh pihak-pihak terkait. Pembinaan yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan secara aktif masyarakat dalam kegiatan pengusahaan hutan maupun kegiatan pembinaan tenaga teknis KPHP. Keterlibatan masyarakat adat dalam kegiatan pengelolaan hutan belum dapat sampai pada taraf partisipasi spontan, masih dalam taraf partisipasi karena dorongan. Oleh sebab itu model partisipasi masyarakat adat dalam pengelolaan hutan dan usaha sektor kehutanan produktif lainnya seperti digambarkan pada Gambar 18 dan 19. PENGAKUAN HAK KPHP
MASYARAKAT ADAT
- MODAL
-
- PENG. TEKNIS
HUTAN KEARIFAN LOKAL TENAGA KERJA ORGANISASI
- LEGALISASI USAHA Kelompok Tani/ Usaha Kehutanan
Gambar 18. Model Partisipasi Pembinaan Masyarakat Desa Hutan 120
Model partisipasi di atas terintegrasi dalam program pembinaan masyarakat desa hutan oleh KPHP.
Program kegiatan kehutanan
dilaksanakan pada lahan komunal masyarakat adat.
Masyarakat adat
diposisikan sebagai subyek dan sekaligus obyek pembangunan kehutanan dan tidak dianggap sebagai buruh hutan (living tools for forest work) yang selama ini diterapkan dalam program Hutan Kemasyarakatan. Gambar 19. Model Partsipasi Masyarakat Adat dalam Pengelolaan KPHP KPHP PENGETAHUAN TEKNIS
INVESTOR/SWASTA -
MODAL TEK. PROFESIONAL TENAGA AHLI
IZIN USAHA
KONTRAK
MASYARAKAT ADAT
ORGANISASI BERSAMA
(KOLABORASI)
-
HUTAN TENAGA KERJA KEARIFAN LOKAL
Aneka Usaha Kehutanan Produktif
Model partisipasi tersebut dapat diimplementasikan bila Aneka Usaha Kehutanan dianggap sebagai bagian dari pembangunan masyarakat kampung yang dibina oleh KPHP. Pembangunan kehutanan dilaksanakan oleh investor yang atas fasilitasi pemerintah wajib melibatkan masyarakat secara aktif.
Masyarakat pemilik hutan adat diposisikan setara dengan
investor yang memiliki modal dalam usaha kehutanan.
Pemerintah
bertindak sebagai regulator, motivator, dan evaluator dalam keseluruhan proses pengelolaan hutan sekaligus sebagai fasilitator dalam aspek korporasi antara investor dengan kelompok masyarakat adat.
Dengan
model demikian kedudukan masyarakat adat dan investor setara dalam 121
menjalankan usaha sehingga akan terjadi alih teknologi yang efektif kepada masyarakat adat dan kemandirian masyarakat dalam permodalan dan menejemen usaha dapat cepat terwujud. Untuk menjamin efektifitas program pembinaan dan pendampingan masyarakat adat, program tersebut harus terintegrasi dalam rangkaian proses pengelolaan usaha kehutanan yang dilakukan sinkronisasi dengan program pembangunan daerah. Selain aspek teknis dan manajerial pengelolaan usaha secara komersil, aspirasi masyarakat tentang masa depan, etos kerja, dan pemahaman tentang hal-hal yang benar-benar dibutuhkan untuk pencapaian taraf hidup yang diinginkan atau sekedar keinginan sesaat juga patut mendapat perhatian dalam upaya pembinaan dan pendampingan masyarakat adat. Sebagai langkah awal dalam upaya pembinaan dan pendampingan, harus dilakukan pengkondisian kepada masyarakat adat tentang apa yang dimaksud dengan kesejahteraan dan bagaimana cara mencapainya, serta peluang dari pengusahaan hutan yang dilakukan untuk mencapai kondisi yang diinginkan tersebut. Setelah dicapai kesepahaman antara masyarakat dengan pihak instansi terkait dilanjutkan dengan penentuan proporsi pengalokasian pendapatan masyarakat dari pengusahaan hutan ulayat untuk pembiayaan kegiatan yang dibutuhkan masyarakat adat dan teknis pemanfaatannya. Sebelum mancapai tahap ini sebaiknya pengelola KPHP sudah mengidentifikasi kebutuhan masyarakat adat untuk mencapai kondisi/taraf 122
hidup sejahtera dan merencanakan/mengarahkan program pembangunan untuk mendorong pencapaian kondisi yang diinginkan. Alokasi pendapatan masyarakat
dari
pengusahaan
hutan
adat
merupakan
partisipasi
masyarakat adat dan sekaligus untuk melatih kemandirian (munculnya inisiasi) masyarakat adat dalam upaya mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik. Pemanfaatan dana dari pengusahaan hutan diarahkan pada halhal yang berkaitan langsung dengan kebutuhan individu/keluarga, seperti biaya pendidikan, rehabilitasi rumah, modal usaha mandiri (kebun rakyat) dan kebutuhan lain.
Sedangkan kegiatan pembangunan infrastruktur
sebaiknya dibiayai oleh pemerintah sebagai pengembalian atas pajak-pajak yang sudah dibayar masyarakat dari proses pengusahaan hutan adatnya.
Bupati Konsultan
Intansi Teknis Lain
KPHL/RPH
Kepala Distrik
Fasilitator/ Pendamping
Pelaksana
Kepala Kampung
Kel. Tani Hutan Gambar 20. Struktur Kelembagaan Tim Pengendali Teknis
Secara skematis upaya pemberdayaan masyarakat adat melalui pengelolaan usaha kehutanan ini digambarkan dalam Gambar 20. dan bentuk pemberdayaan dan lembaga yang berkompeten disajikan pada Tabel . 123
Tabel 24. Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Adat dan Lembaga yang Berkompeten. Bentuk Pemberdayaan
Lembaga yang Berkompeten
Pengusahaan Hutan Inventarisasi Hutan Pengukuran Potensi Kayu
KPHP – Dinas Kehutanan, UPTD, LSM, Perguruan Tinggi
Pengolahan Kayu Pengukuran dan Pengujian Kayu Olahan
Dinas Kehutanan - KPHP – Perguruan tinggi
Administrasi Kehutanan Penatausahaan Hasil Hutan Tata Usaha DR-PSDH
Dinas Kehutanan – KPHP
Manajemen Usaha Pelatihan Manajemen Koperasi dan kewirausahaan Pemberdayaan/Pembinaan Masyarakat Pertanian Perkebunan Peternakan Industri Rumah Tangga Pendampingan Teknis
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM. Dinas Kehutanan, KPHP Dinas Teknis Terkait di Tingkat Kab.Sarmi dan Mamberamo Raya Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perindustrian, Kehutanan LSM, Perguruan Tinggi, Tenaga Teknis (Kontrak)
4.6 Penetapan Areal Kelola Masyarakat
Untuk pemberdayaan
dapat
mengimplementasikan
masyarakat
sektor
model
kehutanan
partisipasi
tersebut
maka
dan perlu
ditetapkan areal kelola masyarakat dalam setiap fungsi kawasan hutan berdasarkan pembagian blok yang sudah dilakukan. Penataan areal kelola dilakukan melalui suatu prosedur kewenangan yang berimbang dari pemerintah pusat dan daerah. untuk mendapatkan legitimasi dari berbagai pihak sehingga kawasan ini menjadi suatu Kawasan Mantap Jangka Panjang (KMJP) dalam arti kawasan utuh yang tidak terpisah pada beberapa tempat serta bebas dari konflik tenurial. Penetapan areal kelola masyarakat adat ini dapat dilakukan apabila tata batas fungsi kawasan jelas dan batas-batas kawasan hutan masyarakat adat terpetakan dalam peta 124
kawasan hutan. Oleh karenanya perlu didahului oleh kegiatan pemetaan batas kawasan hutan dan kawasan hutan masyarakat adat secara partisipatif. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan mempunyai kewenangan menyusun standar dan kriteria tentang tata cara pengelolaan hutan sesuai dengan rencana strategi nasional untuk pembangunan kehutanan di Indonesia.
Hasil kajian berupa Surat Keputusan Menteri
Kehutanan yang disertai peta peruntukkan kawasan hutan dan perairan. Peta ini memuat kawasan hutan (hutan produksi, konservasi dan lindung) dan non kawasan hutan (APL atau tanah milik). Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam menyusun kriteria tentang tata cara pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah adat dijabarkan dalam suatu Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) sehingga dapat dilakukan pewilayahan areal pemanfaatan berdasarkan kepemilikan wilayah adat. Pewilayahan areal pemanfaatan dilakukan melalui suatu proses pemetaan partisipatif dengan melibatkan masyarakat adat yang mempunyai areal terkait. Peta pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah adat terdiri dari kawasan pemanfaatan sumberdaya (hutan, tambang dan sebagainya) dan kawasan budaya (ritual dan keramat). Syarat utama dari peta ini adalah pemetaan wilayah adat sampai pada tingkat marga, sebagai dasar untuk (1) pengakuan hak masyarakat atas wilayah adat dan ruang kelola, (2) penataan areal kelola secara adil antar marga, (3) sebagai dasar penerapan model alternatif, dan (4) sebagai dasar pemberian kompensasi. 125
Selanjutnya Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi berdasarkan rencana strategis daerah menetapkan rancangan areal kelola masyarakat adat melalui overlay peta pemanfaatan SDA di wilayah adat dan peta peruntukkan kawasan hutan dan perairan. Areal kelola masyarakat adat dibedakan menjadi 3 sesuai dengan peruntukan kawasan hutan, yaitu areal kelola di hutan produksi, areal kelola di hutan lindung dan areal kelola di hutan konservasi. Unit usaha masyarakat adat pada setiap fungsi kawasan dapat diintegrasikan dengan model Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Sebagai pelaksana program pembangunan kehutanan di daerah, Pemerintah Kabupaten dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten dan UPTD KPHP bertindak sebagai ujung tombak pemerintah yang nantinya berhadapan langsung dengan masyarakat.
Oleh karena itu KMJP
merupakan keharusan dalam penentuan areal kelola masyarakat adat. KMJP harus mempertimbangkan Tata Ruang Kabupaten, Distrik dan Kampung yang terkait dengan rancangan areal kelola dari Pemerintah Provinsi serta memadukan dengan pembagian Resort Pengelolaan Hutan (RPH). KPHP
Unit
XXI
Lintas
Sarmi
Mamberamo
Raya
dengan
memperhatikan KMJP, menilai dan menetapkan ijin mengelola kepada badan usaha masyarakat pemilik wilayah adat sesuai dengan rancang bangun areal kelola yang diusulkan sebagai unit pengelolaan
tertentu.
Semua regulasi teknis baik oleh Dinas Kehutanan Provinsi maupun Kabupaten/Kota dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi 126
(Perdasi) dan Peraturan Daerah Kabupaten (Perda). Unit manajemen adalah model pengelolaan yang diijinkan atas areal kelola pada KMJP berdasarkan peruntukkan hutan, luas areal, jumlah marga pemilik wilayah adat dan jenis produk. 4.7 Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
(SWOT-
Analisis) Untuk mengidentifikasi isu-isu strategis rencana pengelolaan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya dilakukan analisis lingkungan internal
dan
eksternal
menggunakan
instrumen
analisis
SWOT.
Lingkungan Internal terdiri dari Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness) dan lingkungan Ekternal terdiri dari Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threat). Keempat elemen tersebut dikenal sebagai Faktor Kunci Keberhasilan (Critical Success Factors). Berdasarkan faktor kunci keberhasilan tersebut ditetapkan Isu-Isu Strategis yang dianalisis berdasarkan interaksi faktor-faktor internal dan ekstenal KPHP Unit XXI Lintas Sarmi Mamberamo Raya. Hasil analisis kekuatan-kelemahan dan peluang-ancaman KPHP Unit XXI pada kondisi 2013 seperti disajikan pada Tabel di bawah ini :
127
Tabel 25. Matriks Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Rencana Pengelolaan KPHP Unit XXI Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S)
Weaknesses (W)
1. Potensi hasil hutan kayu, bukan kayu dan hasil hutan ikutan lain relatif masih tinggi 2. Organisasi KPH telah terbentuk dan memiliki kedudukan sejajar dengan SKPD/UPTD lain 3. Komitmen pemerintah daerah relatif tinggi untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan bidang kehutanan 4. Sistem pemukiman dan pemilikan ulayat menyebar secara komunal 5. Kepemimpinan adat dan hak masyarakat berlaku di beberapa wilayah distrik dan kampung 6. Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup dari bertani, meramu dan berburu hasil hutan 7. Terdapat usahausaha pemungutan tradisional hasil hutan. 8. Terdapat lahan tidak produktif pada setiap fungsi kawasan hutan
1. Peta Tata Ruang Kehutanan dan batas kawasan hutan masyarakat adat belum ada 2. Kelembagaan KPHP Unit XXI belum efektif dan efisien 3. Sumberdaya KPHP (fasilitas dan sumberdaya manusia) masih terbatas 4. Data potensi hasil hutan kayu dan bukan kayu di setiap fungsi kawasan belum tersedia secara detail 5. Regulasi pendukung bidang kehutanan terkait dengan perizinan, retribusi dan hak masyarakat adat belum tersedia baik pada setiap tataran pemerintahan 6. Pemungutan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat belum terorganisir 7. Kapasitas masyarakat dalam mengelola hutan dan lahan sangat terbatas 8. Kerjasama lembaga masyarakat dan koordinasi program dengan instansi terkait belum mantap, masih sektoral
Opportunities (O) 1. Kebijakan penerapan KPH pada setiap fungsi hutan 2. Terbukanya akses masyarakat dan kewenangan Pemda dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat 3. Minat investasi sektor kehutanan tinggi 4. Kerjasama dengan pihak luar terbuka luas untuk penelitian dan pengemban gan dalam pengelolaan hutan dan pemberdaya an ekonomi masyarakat
Threats (T) 1. Terdapat tumpang tindih kewenangan antar sektor kehutanan dan non kehutanan 2. Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat Belum Dilegitimasi dan Belum Ada Peta Tata Batas Kawasan Hutan 3. Desakan untuk penerapan REDD Plus, sertifikasi usaha dan produk sektor kehutanan 4. Rendahnya Pendidikan Dan Taraf Hidup Masyarakat Sekitar Kawasan 5. Kegiatan Pemanenan Kayu Secara illegal
Faktor Kunci Keberhasilan
Faktor-faktor
kunci
keberhasilan
(critical
success
factors)
merupakan faktor penentu sangat penting dalam penetapan keberhasilan organisasi. Faktor keberhasilan ini ditetapkan dengan terlebih menganalisis 128
faktor-faktor lingkungan baik internal maupun eksternal dengan pendekatan SWOT tersebut. Adapun faktor-faktor kunci keberhasilan dirumuskan sebagai berikut : a. Kapasitas kelembagaan KPHP Model Unit XXI Lintas Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya; b. Potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; c. Regulasi yang berpihak pada masyarakat adat; d. Sarana prasarana KPHP Model Unit XXI yang memadai; e. Dukungan pemerintah dan para pihak.
4.8 Proyeksi
Keadaan
KPHP
Model
Unit
XXI
Lintas
kabupaten
Sarmi
Mamberamo Raya Pengelolaan kawasan KPHP diproyeksikan ke dalam kondisi atau keadaan yang diinginkan, yang ditempuh melalui proses berkelanjutan. Selanjutnya dituangkan dalam rencana pengelolaan hutan KPHP periode 2015-2025. Hal ini menjadi arah dan acuan sekaligus menjadi gambaran kondisi yang diinginkan dalam pengelolaan 10 tahun ke depan.
Diharapkan pengelolaan KPHP
memberikan manfaat maksimal terhadap kelestarian sumberdaya alam hayati dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan kondisi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya KPHP saat ini, kondisi umum yang diinginkan adalah : 1.
Peningkatan ekonomi masyarakat berdasarkan potensi lokal;
2.
Kapasitas kelembagaan; Kapasitas kelembagaan
kawasan KPHP yang
mantap adalah faktor yang paling dominan dalam pengelolaan yang optimal; 129
3.
Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dikelola secara optimal, sehingga jenis dan kelimpahannya dapat dipertahankan;
4.
Terwujudnya kesadaran masyarakat berupa peran dan partisipasinya dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA di KPHP termasuk di dalamnya peningkatan kesejahteraan masyarakat;
5.
Terwujudunya sinergitas/harmonisasi pengelolaan kolaborasi KPHP dengan melibatkan para pihak/stakeholders yang berkepentingan;
6.
Kawasan KPHP yang memiliki daya saing tinggi sebagai pengembangan ekowisata, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam usaha mencapai kondisi yang diinginkan tersebut, perlu ditetapkan target selama 10 tahun ke depan yaitu : 1.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan KPHP ditempuh melalui penerapan teknologi tepat guna dan berhasil guna serta ramah lingkungan. Pola-pola pendekatan Agroforestry dan pemberdayaan nelayan pesisir yang aplikatif dan dapat diterima semua pihak;
2.
Sistem informasi dan database Tersedianya data dan informasi yang detail pada semua tapak (site) sebagai dasar sustainable management dan evaluasi model pengelolaan yang telah dilaksanakan;
3.
Pengelolaan Mandiri Dalam perkembangnnya, pengelolaan KPHP mengarah pada pengelolaan yang mandiri dalam hal kebutuhan akan dana. Pengelolaan mandiri tidak
130
berarti bahwa KPHP akan mengelola kawasan tanpa adanya kolaborasi dengan pihak lain, tetapi tidak berarti bahwa dana pengelolaan tidak bergantung dari pembiayaan APBN dan mengusahakan sektor-sektor lain; 4.
Kelestarian Plasma Nutfah KPHP memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan keunikan dari kawasan ini. Potensi KEHATI yang tinggi ini sangat penting bagi wilayah sekitarnya yang dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan dan pengembangan wilayah. prinsipnya
harus
Pembangunan dan pengembangan wilayah pada
memperhatikan
dan
memelihara
sistem
penyangga
kehidupan melalui pengelolaan setiap fungsi kawasan konservasi serta setiap fungsi pokok dan fungsi penunjang dapat berjalan secara seimbang; 5.
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Salah satu tolak ukur keberhasilan dalam pengelolaan kawasan KPHP adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat baik di dalam atau sekitar kawasan. Peningkatan
kesejahteraan
akan
dilakukan
dengan
pemberdayaan
masyarakat secara efektif dan efisien melalui peningkatan ketrampilan dalam mengolah hasil hutan dan potensi wisata alam berbasis sosio ecotorism. Berdasarkan analisis dan uraian sebelumnya, maka kriteria afektifitas pengelolaan KPHP ke depan, ditinjau dari aspek ekologi (lingkungan), ekonomi dan sosial budaya antara lain sebagai berikut : 1. Ekologi (Lingkungan)
131
a).
Eksistensi kawasan KPHP dipertahankan melalui koordinasi, sinkronisasi dan partisipatif dalam penataan ruang dan optimalisasi penatagunaan kawasan;
b).
Keanekaragaman hayati tetap terpelihara dalam batas-batas resiliens;i
c).
Pengelolaan KPHP secara swadana dan kolaboratif.
2. Ekonomi a).
Pendapatan rumah tangga yang bergantung pada sumberdaya hutan meningkat;
b).
Pengusahaan pariwisata berbasis masyarakat (socio-ecotourismt) dapat terwujud dan lebih professional dalam kawasan KPHP guna mendukung Visi Kabupaten Sarmi dan kabupaten Mamberamo Raya
menjadi kota
Mandiri dan Bermartabat; c).
Kontribusi terhadap PNBP dan pendapatan daerah meningkat secara proporsional
d).
Aneka usaha pengolahan hasil hutan dan kerajinan skala kecil dan menengah dapat berjalan dan terjamin keberlanjutannya mulai dari bahan baku sampai pemasaran
3. Sosial Budaya a).
Keberadaan masyarakat adat dan hak ulayat di dalam dan sekitar kawasan diakui dengan ketentuan yang berlaku dan taraf hidupnya meningkat Partisipasi aktif masyarakat terus meningkat terhadap pengelolaan kawasan dengan kesadaran sendiri
132
c).
Kualitas kesejahteraan masyarakat (pendidikan, kesehatan, perumahan, lingkungan, kreatifitas karya seni, organisasi sosial, ekonomi dan politik) yang bergantung pada kawasan makin meningkat
d).
Manfaat keberadaan kawasan KPHP terus meningkat dan terdistribusi secara adil dan merata terutama bagi masyarakat dengan ketergantungan tinggi terhadap kawasan
133
BAB V RENCANA KEGIATAN Rencana kegiatan strategis KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya selama jangka waktu 10 tahun dibuat agar memudahkan rencana operasional KPH dimasa yang akan datang. Rencana kegiatan ini sekaligus menjadi panduan manajer KPH dalam membuat kegiatan di dalam maupun diluar kawasan KPH. Rencana kegiatan tersebut meliputi: 5.1
Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya. Inventarisasi merupakan kegiatan penjelajahan setiap bagian dari kawasan KPH untuk memperoleh pengetahuan status dan keadaan dari fisik lapangan, jenis flora dan fauna, tipe komunitas atau ekosistem, kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya, disertai dengan identifikasi dan koleksi atas specimen unsur-unsur penyusun sumber daya alam hayati dan ekosistem. Kegiatan inventarisasi pada seluruh kawasan agar direncanakan dilakukan setiap tahun sekali untuk mendapatkan potensi-potensi SDH yang bisa dikembangkan dimasa yang akan datang. Dalam melaksanakan inventarisasi maka diperlukan survei lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi secara spesifik dari komponen-komponen penyusun sumber daya alam hayati dan ekosistem, yang mencakup pengukuran atas jenis, populasi, penyebaran, sexratio, kerapatan/kelimpahan populasi, status kelangkaan, permasalahan dan sebagainya dari potensi dan kekayaan sumber daya alam hayati dan ekosistem,
134
termasuk sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya. Kegiatan survei lapangan dan inventarisasi pada seluruh kawasan sebaiknya diselesaikan dalam 2 tahap yaitu lima tahun pertama dan lima tahun kedua sepanjang personil tersedia. Adapun lokasi rencana inventarisasi hutan dan banyaknya plot pengamatan dapat dilihat pada gambar 21. dan tabel 26. berikut :
Gambar 21. Peta Inventarisasi Hutan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo
135
Proporsi No
Fungsi Hutan
Pembagian Blok
Luas (ha)
Petak (%)
1
2
Lindung
Blok Inti
40.592
2.171
Blok Pemanfaatan
10.047
831
77.213,4
4.277
273
8
4.229,5
478
132.355
7.765
Produksi Blok Pemanfaatan HHK-HA Blok Pemanfaatan Jasa
Lingkungan
dan HHBK Pemberdayaan
Jumlah
Tabel 26. Fungsi Hutan dan jumlah petak dan luas blok. Inventarisasi potensi umumnya dilakukan melalui tahapan kegiatan eksplorasi dan survei lapangan. Praktek kegiatan inventarisasi dan monitoring mencakup
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
berhubungan
dengan
penggunaan metoda dan teknik dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi. Berdasarkan hasil analisis spatial jumlah plot inventarisasi di KPHP Unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya mencapai 132.355 plot, dengan asumsi setiap regu mampu menyelesaikan 1 plot inventarisasi dengan alokasi waktu 21 hari maka selama 1 bulan dibutuhkan 37 regu inventarisasi. Jika asumsi ini terpenuhi maka pada tahun ke 10 seluruh blok dan petak telah mempunyai data dan informasi terkait dengan potensi tegakan, volume kayu, volume kayu komersil, kondisi flora dan fauna, kondisi ekosistem dan kondisi lahan hutan. 136
5.2 Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu. Berdasarkan Permenhut No 6 tahun 2010 tentang Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya. Karena kondisinya yang belum menarik investor, maka di harapkan pihak pengelola KPHP Model unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya bisa mempromosikan kawasan ini kepada pihak investor. Pengembangan usaha pada wilayah tertentu bisa diarahkan kepada usaha di luar sektor kehutanan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian dan skala ekonomis. Pengembangan wilayah tertentu diarahkan sebagai salah satu wilayah usaha unggulan yang mendatangkan keuntungan finansial bagi KPHP Model unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya. Keuntungan finansial yang didapatkan akan mempercepat kemandirian KPHP Model unit XXI Lintas Sarmi dan Mamberamo Raya. Berdasarkan arahan strategis dan kondisi lapangan maka pemanfaatan wilayah tertentu
seluas
14,377,217 ha yang dapat
dilakukan pada blok
pemanfaatan HL seluas 2.377,22 hektar untuk pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan (penyerapan karbon, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati) serta pada blok pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seluas 12.000 hektar (HPT) untuk pengembangan HHBK sagu, bambu, gaharu, nibung, damar dan lain-lain yang sampai saat ini masih belum di kelola dengan baik. Ada beberapa Investor yang melakukan survei untuk memanfaatkan kawasan wilayah
137
tertentu terutama
ada beberapa sampling plot yang telah diamati dan dianalisis
untuk mengetahui kandungan karbon di bawah tanah, yang dilakukan dengan pengeboran tanah pada kedalaman 0.8m – 1.8 m. dan dengan potensi hutan yang besar tersebut dapat dijadikan areal pencadangan untuk pengembangan perdagangan karbon pada wilayah tertentu di waktu yang akan datang. Adapun sebaran wilayah tertentu disajikan pada gambar dan tabel berikut :
Gambar 22. Peta pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu KPHP Lintas
138
5.3
Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan
masyarakat
adalah
proses
pembangunan
di
mana
masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Dalam rangka pengelolaan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya, pemberdayaan masyarakat akan diarahkan untuk memperkuat ekonomi masyarakat sekitar hutan dan sekaligus mendorong partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan dalam bentuk pengembangan Hutan Desa seluas 4.327,20 hektar pada kawasan hutan produksi terbatas (HPT). 5.4
Pembinaan dan pemantauan (Controlling) pada areal KPHP. Blok pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan di KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya merupakan bagian tidak terpisahkan dari kawasan KPHP Sarmi – Mamberamo Raya, karena keberadaanya menjaga keberlangsungan pengelolaan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. Para
pemegang ijin
pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya harus dilakukan pembinaan dan pemantauan secara terusmenerus, pembinaan dan pemantauan tersebut mengacu kepada model pembelajaran bersama dan kesetaraan, sehingga partisipasi dan asimilasi antara KPH dan masyarakat pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan terjalin hubungan yang cukup baik. Salah satu implementasi pembinaan dan pemantauan terhadap kawasan dan kepada pemegang ijin adalah dengan mendirikan pos pemantauan dan jalan pemeriksaan di dalam KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya seperti yang terlihat pada gambar. Jumlah pos pemantauan
139
yang dibangun di kawasan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya adalah 5 (lima) pos pengamanan. Pembangunan diblok pemanfaatan diarahkan berdasarkan potensi dan kemampuan masyarakat itu sendiri. Penggalian-pengalian potensi dan kemampuan masyarakat sampai membangun perencanaan kegiatan diperlukan pemahaman dan kapasitas bagi Pegawai KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya untuk belajar dan menambah kemampuan bagaimana bekerja di masyarakat. Kapasitas ini didapatkan melalui berbagai sarana-sarana maupun pelatihan-pelatihan yang menunjang kapasitas staf, baik di internal KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo raya maupun diluar. Proses pembinaan dan pengawasan terhadap pihak pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan tidak lepas dari peran dan interaksi Pegawai KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya dengan para pemegang ijin, semakin tinggi peran dan interaksi dijalankan maka semakin tinggi pola hubungan yang terbangun antara masyarakat pemegang ijin dan Pegawai
KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya,
sehingga jika terjadi masalah yang berada di wilayah ijin dapat dipecahkan bersama. Peran-peran dan kemampuan pihak lain seperti pemerintah daerah, swasta, dan LSM sangat signifikan dalam membantu pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat
pemegang
ijin,
sehingga
sinergi
program
antar lembaga
dalam
pemberdayaan masyarakat lebih menghadirkan nilai yang bermanfaat bagi masyarakat. Kegiatan jangka panjang untuk mengakomodir program pembinaan dan pengawasan terhadap pemegang ijin mencakup : 1. Review Rencana Pengelolaan para pemegang ijin
140
2. Identifikasi
permasalahan
yang
akan
muncul
dalam
pemanfaatan
dan
penggunaan kawasan hutan 3. Legalitas daerah pemanfaatan kawasan hutan melalui surat penetapan 4. Koordinasi dan sinkronisasi program pembinaan dan pengawasan blok
pemanfaatan. 5.5 Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin Upaya rehabilitasi ekosistem dikawasan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya diawali dengan pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi kerusakan habitat dan ekosistem di dalam kawasan KPHP. Identifikasi ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan ekosistem di dalam kawasan. Apabila ditemukan kerusakankerusakan yang terjadi di dalam ekosistem, faktor penyebabnya serta sejauh mana dampaknya terhadap keseluruhan proses ekologis di dalam kawasan, maka akan dihasilkan rekomendasi tentang bentuk-bentuk intervensi pengelola yang perlu dilakukan untuk permasalahan tersebut. Pemetaan penutupan vegetasi dan batasbatas ekosistem serta sebaran keanekaragaman species menjadi penting sebagai dasar untuk menentukan tindakan intervensi yang dibutuhkan. Selain identifikasi dan inventarisasi kondisi habitat dan ekosistem, monitoring habitat dan populasi jenis di dalam kawasan juga perlu dilakukan secara berkala. Hasil dari kegiatan ini juga berperan dalam menentukan tindakan apa yang akan dilakukan dalam rangka pengelolaan kawasan, pembinaan habitat dan populasi di dalam kawasan.
141
Berdasarkan hasil analisis citra landsat total luas lahan rusak dan harus direbalitasi mencapai 40.592,51 hektar seluruhnya merupakan kawasan hutan lindung (HL) seperti yang terlihat pada tabel dan gambar dibawah ini. Tabel 27. Luas lahan di KPHP Lintas yang harus direhabilitasi Nama Blok
Fungsi Kawasan Hutan (Ha) HL
HP
Jumlah
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Inti
40.592,51
40.592,51
Pemanfaatan Pemanfaatan HHK-HA Pemanfaatan Kawasan, Jasa Lingkungan, HHBK Pemberdayaan Masyarakat Perlindungan Grand Total
40.592,51
Sumber: Hasil olahan analisis citra landsat
Kegiatan RHL harus segera dilaksanakan untuk memulihkan kondisi lingkungan. Kegiatan RHL di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya harus diselesaikan dalam jangka waktu 5 tahun atau menyesuaikan dengan kondisi pendanaan dan sumberdaya manusia/tenaga kerja. Jika RHL ditargetkan selesai dalam jangka waktu 5 tahun maka setiap tahun luas wilayah yang akan di rehabilitasi mencapai 8.118 ha/tahun. Pelaksanaan kegiatan RHL dikawasan yang sudah tidak berhutan menggunakan jarak tanam 3 x 3 meter dengan jumlah bibit per hektare adalah 1100 bibit/ha termasuk bibit sulaman 10%. Jika luas lahan yang direhabilitasi mencapai 199.039 ha maka jumlah bibit yang dibutuhkan mencapai 18.700.000
bibit. Penyedian jenis tanaman
untuk RHL mengikuti proporsi yang telah ditetapkan oleh peraturan perundangan dimana pelaksanaan rehabilitasi di kawasan hutan produksi tanaman kehutanan mencapai 80% dan tanaman MPTS mencapai 20% dari total bibit yang disediakan.
142
Sedangkan untuk kawasan hutan lindung proporsi tanaman kehutanan mencapai 60% dan MPTS mencapai 40% 5.6 Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi Proses pembinaan dan kontrol dalam pelaksanaan RHL dilakukan dalam 2 kegiatan. Kegiatan pertama adalah memberikan juknis RHL sebagai bentuk pembinaan dan kegiatan kedua adalah membangun pusat pemantauan RHL berupa gubuk kerja di lokasi RHL sebagai bentuk pemanatuan. Berdasarkan luasannya maka jumlah gubuk yang akan dibangun berjumlah 10 gubuk kerja. Gubuk kerja didirikan disetiap wilayah yang akan di rehabilitasi. Pembinaan merupakan pemberian pedoman/juklak/juknis, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi. Dalam konteks pembinaan pelaksanaan rehabilitasi terhadap blok yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan diarahkan untuk pembinaan teknis dan administrasi. Pembinaan teknis menyangkut halhal yang berkaitan dengan ketentuan teknis pelaksanaan kegiatan, sedangkan pembinaan adminsitrasi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan administrasi keuangan. Pelaksanaan pembinaan
terhadap para pemegang ijin
dilaksanakan oleh organisasi sebagai berikut : 1. Menteri Kehutanan c.q Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial dibantu oleh BPDAS Memberamo, melaksanakan pembinaan teknis. 2. Bupati dibantu Kepala Dinas Kehutanan Kehutanan Sarmi dan Kepala Dinas Kehutanan Mamberamo Raya yang membidangi Kehutanan 3. Kepala KPH yang dibantu oleh kepala resort setiap blok pemanfaatan. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan maka proses pembinaan dan pengawasan meliputi hal-hal sebagai berikut: 143
1. Pembinaan dan pengawasan terhadap sipil teknis RHL yang dilakukan oleh pemegang ijin 2. Pembinaan dan pengawasan terhadap tata cara rehabilitasi dan reklamasi berdasarkan juknis yang ditetapkan oleh pemerintah/pengelola KPH 3. Pembinaan dan pengawasan terhadap tata cara pelaporan RHL oleh pemegang ijin administrasi; 4. Pembinaan dan pengawasan terhadap diseminasi kemajuan RHL 5. Dalam proses pemantauan terhadap kegiatan RHL dan reklamasi maka perlu melibatkan beberapa pihak seperti 1. Monitoring pelaksanaan RHL dilakukan oleh KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya sesuai lokasi dan jenis kegiatan. Kegiatan ini meliputi pengumpulan data numerik, spasial dan visual (dokumentasi) setiap tahapan kegiatan RHL untuk kegiatan
perencanaan,
persiapan
lapangan,
pembibitan,
penanaman
dan
pemeliharaan; 2. Evaluasi hasil kegiatan RHL dilaksanakan oleh Tim Penilai Pekerjaan (TPP) atau Lembaga Penilai Independen (LPI) yang ditetapkan oleh KPA. Susunan keanggotaan TPP terdiri dari unsur pelaksana kegiatan, Tim Pembina RHL Kabupaten dan pihak lain yang dianggap perlu. LPI adalah lembaga konsultan penilai yang kompeten dan telah diakreditasi oleh lembaga berwenang. 5.7 Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam Rencana kegiatan perlindungan dan konservasi sumber daya alam terdiri dari 3 fokus kegiatan, yaitu pengendalian kebakaran hutan, pengelolaan kawasan inti/blok perlindungan sebagai kawasan konservasi, pengelolaan keanekaragaman hayati.
144
Fokus kegiatan pengendalian kebakaran hutan dimaksudkan untuk mencegah, memadamkan kebakaran hutan yang terjadi di dalam kawasan KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya serta melakukan tindakan-tindakan penanganan pasca kebakaran hutan. Upaya ini dilaksanakan baik secara internal maupun dengan melatih dan melibatkan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan difokuskan pada lahanlahan masyarakat yang berada di dalam kawasan KPHP maupun yang berbatasan dengan KPHP Pengelolaan konservasi alam dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan pengelolaan kawasan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya yang didasarkan pada status hukum yang kuat, pengelolaan data dan informasi yang berbasiskan kawasan, mengembangkan pembinaan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Pengelolaan keanekaragaman hayati dan produk-produk tumbuhan dan satwa liar dimaksudkan untuk menjaga, mengawetkan dan mempercepat pemulihan jenis dan populasi di dalam kawasan. Pemanfaatan jasa lingkungan dan Ekowisata ditujukan untuk mengembangkan pemanfaatan produk-produk jasa lingkungan, memacu pengembangan pemanfaatan kawasan untuk tujuan wisata dan lain sebagainya 5.8 Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin. Koordinasi (coordination) adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (dinas, departemen atau bidangbidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Untuk memudahkan KPH dalam pengelolaan ijin pemanfaatan disetiap blok maka
145
KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya maka diperlukan koordinasi dan sinkronisasi antara pengelola KPH dengan pemegang ijin pemanfaatan. Koordinasi dan sinkronisasi merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan KPH. Proses koordinasi dan sinkronisasi hendaknya dimusyawarahkan dan dikomunikasikan mulai dari tingkat petak sampai dengan blok pengelolaan KPH. Koordinasi sangat diperlukan untuk menyamakan visi dan misi pengelolaan serta menghindari konflik antara pengelola dan pemegang ijin. Dengan proses koordinasi dan sinkronisasi demikian, maka tujuan pembangunan kehutanan di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya yang diselenggarakan dengan azas manfaat yang lestari, kerakyatan, keadilan, keterbukaan dan ketepaduan dalam pencapaian tujuan pengembangan ekonomi terwujudkan. Proses koordinasi dilaksanakan oleh KPH mulai dari tingkat tapak (blok dan petak) yang dikoordinir oleh kepala resort/kepala divisi. Untuk blok pemberdayaan, blok inti/blok perlindungan KPH dapat mensosialisasikan rencana program dan kegiatan tahunan dan lima tahunan ke tingkat desa dan kecamatan dalam musrenbang tingkat desa/kecamatan melalui tenaga pendamping lapangan. Usulan-usulan program dan kegiatan kampung sektor kehutanan diakomodir dalam program dan kegiatan yang bersesuaian dikoordinasikan dan disinkronisasikan dengan sektor lain agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dan penganggaran. Dengan proses koordinasi teknis demikian diharapkan dapat terjadi integrasi program akomodatif dan terpadu. Sedangkan untuk blok pemanfaatan, semua program KPH disosialisasikan kepada para stakeholder yang berkepentingan.
146
5.9 Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan Stakeholders. Pengembangan program bersama akan tercapai jika koordinasi dan sinergi antar pihak berjalan dengan baik. Koordinasi dan sinergi mengambil peran yang signifikan dalam mengontrol berjalan atau tidaknya pencapaian program, baik di internal maupun di eksternal KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. Koordinasi dan sinergi di internal lebih mengacu kepada standar operasional prosedur (SOP) atau prosedur kerja yang ada saat ini, sedangkan koordinasi dan sinergi di eksternal dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan antar pihak. Bentuk koordinasi yang bisa dilakukan dapat digambarkan pada gambar flowchart berikut ini.
Gambar 23. Bentuk koordinasi dan sinergi dalam pengelolaan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya (diadopsi dari: Kartodihardjo dkk, 2012) Untuk menjamin koordinasi dan sinergi lebih baik, maka diperlukan kegiatan antara lain: (1) Membentuk kelembagaan kolaboratif yang melibatkan para pihak
147
Kelembagaan yang kolaboratif dan melibatkan para pihak seperti masyarakat, pemerintah pusat, NGO/LSM dan pihak lain yang relevan, merupakan langkah yang baik dan memudahkan koordinasi dan sinergi antar pihak. Kelembagaan kolaboratif berdasarkan kesetaraan masing-masing pihak dalam mengakomodir kepentingan dan keinginan bersama yang tertuang dalam perencanaan bersama. Perencanaan dan implementasi kegiatannya, juga harus dibangun berdasarkan kepentingan bersama sehingga proses koordinasi dan sinergi terus berjalan. (2) Membangun kolaborasi pengelolaan blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan antar pihak Blok pemanfaatan dan pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang harus menjadi perhatian dalam pengelolaan, karena ada interaksi manusia pada wilayah tersebut. Disatu sisi, mengurangi tekanan terhadap kawasan dan sisi yang lain bermanfaat langsung kepada masyarakat. Pengelolaan blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menjembatani kepentingan semua pihak seperti investor ataupun pihak swasta dengan masyarakat sehingga meredam konflik sumber daya alam yang ada di masyarakat. 5.10 Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM. Pengelolaan kawasan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya sangat membutuhkan dukungan dan kemampuan personil yang memadai. Kapasitas personil menentukan berhasil tidaknya pengelolaan. Untuk itu diperlukan pengembangan dan peningkatan bagi personil dari segi pengetahuan berupa pendidikan, pelatihanpelatihan penunjang berupa keahlian pada bidang-bidang tertentu, dan penggalian informasi dari luar yang dapat menambah pengalaman dan wawasan. Beberapa upaya
148
yang telah dilaksanakan dalam peningkatan kapasitas Pegawai KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya saat ini, antara lain perbaikan jenjang pendidikan ke Strata-1 maupun S-2 yang dilakukan secara mandiri maupun program beasiswa. Disamping itu, mengikut sertakan beberapa staf dalam program pendidikan dan pelatihan, baik itu di Pusat atau Balai Diklat Kehutanan maupun ke lembaga-lembaga lain serta menyertakan petugas untuk terlibat pada berbagai program dan kegiatan di kabupaten yang terkait dalam upaya pengelolaan KPH. Beberapa kegiatan jangka panjang dalam program peningkatan kapasitas personil antara lain : (1) Perbaikan jenjang pendidikan (2) Pemetaan kompetensi (3) Diklat SDM Pengelola KPH (4) Pertukaran kunjungan staf pengelola (5) Studi perbandingan (6) Magang pegawai 5.11 Penyedian pendanaan. Pendanaan pengelolaan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya dipenuhi dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pengelolaan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya
yang optimal
membutuhkan dana yang cukup besar mengingat wilayah kelola KPH sangat luas. Dana tersebut tidak mungkin dicukupi hanya dari keuangan negara. Oleh karena itu, keterlibatan pihak lain seperti pemerintah provinsi untuk menyediakan dana bagi KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya sebagai bagian dari desentralisasi kekuasaan politik, anggaran dan administrasi bisa menjadi alternatif pendanaan. Cara pendanaan yang
149
paling mudah dilakukan untuk melengkapi dana APBN adalah bermitra dengan LSM misalnya WWF, dan lain-lain yang sering mendapatkan bantuan dana internasional untuk melakukan aktivitas konservasi di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. Daya serap karbon dapat diujudkan dengan mekanisme pembayaran rehabilitasi dan restorasi ekosistem di areal yang perlu direhabilitasi seperti bekas penyerobotan lahan, eks areal HPH yang telah dibalak, bekas perambahan hutan, bekas kebakaran dan kerusakan hutan lainnya. Skema perdagangan karbon juga bisa direalisasikan melalui pengembangan program pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Pembayaran jasa lingkungan lainnya
yang dapat dikembangkan adalah
konservasi keragaman hayati dan perlindungan tata air. KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya merupakan hulu banyak sungai dan anak sungai yang mengalir dari Kabupaten Sarmi. Kemungkinan pemanfaatan air baku untuk masyarakat luas dan pengembangan perusahaan air minum dalam kemasan juga layak untuk dipikirkan. Sumber lainnya mungkin dapat diperoleh dari mengembangkan sumber pendapatan innovative, misalnya pajak dari perusahaan yang melakukan pengambilan yang lestari hasil hutan non-kayu dari blok tetentu di dalam kawasan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. Keragaman hayati, keunikan species flora dan fauna, keindahan bentang alam dan sosial budaya masyarakat lokal dapat dikemas dalam paket wisata yang memilik nilai tinggi. Produk-produk yang dihasilkan dari budidaya masyarakat lokal juga dapat dikemas dan diberi label konservasi untuk diperdagangkan di pasar hijau. Untuk mendukung program ini, dipersiapkan kegiatan umum untuk jangka panjang yang mencakup :
150
a. Membangun mekanisme penggalangan dana. Proses dan skema pendanaan lain dapat ditempuh dengan penggalangan bersama melalui mekanisme yang baik dan menguntungkan antar pihak. Secara sederhana mekanisme ini dapat berupa aturan-aturan yang sangat memungkinkan dilaksanakan dan tidak menyimpang dari regulasi yang sudah disepakati bersama. Selain itu mekanisme ini juga dibangun diatas kebijakan yang berlaku b. Penyusunan proposal dukungan pendanaan Proposal dukungan pendanaan terbangun berdasarkan kemampuan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya saat ini dan dibandingkan dengan kekurangan (gap) yang ada. Gap yang terjadi ini diupayakan sebagai langkah penyusunan proposal untuk memperoleh dukungan pendanaan pihak lain. Di beberapa pemberi dana biasanya melihat dana pendamping yang dikeluarkan oleh pihak lain dalam implementasi program. Kekurangan yang ada baru disusun melalui proposal yang diinginkan. Penyusunan proposal dan mencari dukungan pendanaan dapat dilakukan dan bersama pihak-pihak lain seperti konsultan ataupun NGO/LSM, BUMN, Swasta. c. Membangun perencanaan program bersama Perencanaan program bersama merupakan salah satu langkah strategis dalam menyikapi penggalangan pendanaan bersama. Penyusunan perencanan ini lebih melihat kerjasama dengan pihak lain di luar KPHP Lintas Sarmi – Mambaeramo Raya, pihak lain tersebut berupa program-program di pemerintah daerah (Pemda) melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) baik di tingkat desa maupun di kabupaten, ataupun penyusunan program bersama NGO maupun pihak swasta yang tertarik dan berminat dengan sesuatu issue ataupun obyek tertentu. Penyusunan
151
program ini akan berjalan dengan sharing pendanaan atau sumber daya masingmasing pihak 5.12 Penyediaan sarana dan prasarana. Dalam kegiatan pengelolaan, sarana dan prasarana berfungsi untuk menunjang kelancaran kegiatan. Agar pengelolaan berjalan lebih efektif dan efisien maka dukungan sarana dan prasarana yang memadai disesuaikan dengan jenis dan jumlah kebutuhan yang diperlukan. Sarana dan prasarana di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya terdiri dari sarana prasarana perkantoran, Satuan Pengelolaan Wilayah, sarana
prasarana penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta sarana prasarana kegiatan dalam menunjang perlindungan dan pengamanan kawasan. Kelengkapan
sarana
dan
prasarana
yang
diperlukan
diperoleh
dengan
pengadaan baru maupun pemeliharaan yang telah ada. Sarana prasarana diperoleh dari pengusulan dalam setiap tahun anggaran kegiatan. Kebutuhan sarana prasarana penunjang pengelolaan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya mencakup : 1. Pembangunan rumah jabatan dan mess lapangan. 2. Pembangunan kantor resort lapangan berdasarkan fungsi kawasan hutan, pondok kerja, pondok jaga dan pos jaga. 3. Pengadaan kendaraan roda 4 dan 2. 4. Peningkatan peralatan kantor. 5. Peningkatan perlengkapan kerja personil 6. Pengadaan peralatan komunikasi lapangan 7. Penyediaan sarana penunjang dan pelayanan pengelolaan Ekowisata 8. Pembangunan mini hidro dan instalasi air bersih
152
9. Pembangunan jalan pemeriksaan di dalam kawasan KPHP 10. Pemeliharaan, perbaikan dan rehabilitasi sarana dan prasarana 5.13 Pengembangan database Data base yang lengkap dan tidak kadaluwarsa sangat berguna untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. Selain itu data base juga bermanfaat bagi pihak luar yang membutuhkan informasi tentang KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya seperti misalnya para peneliti dari universitas atau lembaga penelitian, LSM, instansi pemerintah dan individu. Oleh karena itu dalam organisasi KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya, sebaiknya dibuat unit khusus yang mengelola data base yang bertanggung jawab dalam pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian data ke dalam informasi yang siap digunakan. Data dan informasi dapat dikumpulkan dari unit-unit pengelola di lapangan dan juga dari luar. Tentu saja tidak setiap data dapat begitu saja diberikan untuk pihak luar. Dalam pemberian atau pertukaran data dan informasi khususnya dengan pihak luar harus diikat oleh standar operasional prosedur. Data yang dikumpulkan dapat berupa analog atau manual (peta, dokumen, laporan, data penelitian dan lain-lain), juga dapat berupa data digital (dokumen-dokumen, data GIS dan data digital lainnya). Unit yang secara khusus mengelola data base ini merupakan division support system atau pendukung sistem organisasi KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dari tingkat KPH hingga hingga unit terkecil. Beberapa kegiatan pendukung dalam membangun program ini antara lain: 1. Pelatihan staf data base.
153
2. Penyiapan perangkat data base 3. Penyusunan dan pengelolaan sistem data base 4. Membangun manajemen sistem pusat informasi 5.14 Rasionalisasi wilayah kelola. Pengelolaan KPHP Lintas Sarrmi – Mamberamo Raya dimasa yang akan datang menghadapi tantangan yang berat. Tantangan terberat adalah bertambahnya populasi penduduk sekitar kawasan KPH yang dapat mempengaruhi ekosistem hutan di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. Hal ini menuntut pihak pengelola KPH untuk melakukan kalkulasi yang scientific based yang dapat dipertanggungjawabkan. Rasionalisasi pengurusan wilayah kelola mencakup 2 aspek yaitu: 1) aspek fisik (kawasan) yang mencakup aspek silvikultur, tata guna hutan, eksplorasi potensi dan lainnya dan 2) aspek non teknis yang meliputi penataan partisipatif, rasionalisasi kelembagaan wilayah kelola hutan mulai dari tingkat blok sampai dengan tingkat petak (organisasi, kewenangan dan personil) Penataan partisipatif meliputi batas-batas hak ulayat suku keret dan kampung yang berada di wilaya KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya, Rasionalisasi wilayah kelola dari aspek fisik merupakan bentuk penilaian kembali terhadap kawasan blok atau petak pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang mengalami perubahan. Misalnya jika blok pemanfaatan kayu pada hutan alam sudah tidak memiliki potensi yang signifikant maka perlu dirasionalisasi ke bentuk wilayah kelola lain misalnya diarahkan ke pemanfaatan kayu hutan tanaman. Perubahan wilayah kelola juga akan mempengaruhi operasional personil dilapangan
154
5.15 Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali). Review rencana pengelolaan 5 tahun merupakan kegiatan evaluasi terhadap rencana kegiatan yang telah dilakukan selama 5 tahun. Review rencana pengelolaan dilakukan mulai dari tingkat blok pengelolaan sampai dengan petak pengelolaan. Maksud dilakukannya review terhadap rencana pengelolaan adalah untuk mewujudkan tatanan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari, melalui evaluasi terhadap seluruh kegiatan di unit-unit pengelolaan hutan tingkat tapak (blok dan petak), dan membentuk lembaga pengelola yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengurusan hutan mencakup penyelenggaraan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan dan pengawasan. Adapun tujuan dari dilaksanakan kegiatan ini adalah : 1. Mengetahui dan menganalisis semua data dasar yang dipergunakan dalam proses perencanaan terkait dengan pengelolaan kawasan hutan di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. 2. Mengevaluasi
efektivitas tata guna kawasan hutan di KPHP Lintas Sarmi –
Mamberamo Raya dan kemungkinan untuk menggali potensi kawasan hutan lainnya yang dikembangkan. 3. Membuat arahan terbentuknya blok pengelolaan/resort yang baru sesuai dengan potensi di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. 4. Menganalisis kinerja organisasi KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya di tingkat tapak (Blok dan tapak) dan dinamika kelembagaan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya
155
5.16 Pengembangan investasi. Pengembangan investasi berguna untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui kegiatan pembangunan yang dilakukan atas dasar prinsip saling menguntungkan, nyata dan bertanggung jawab, akuntable, transparan dan demokratis. Hal ini sesuai dengan prinsip pengelolaan investasi yang dianut yaitu transparancy participation, quick disbursement accountability sustainability dan simplicity. Konsistensi pada
prinsip ini akan menjadi daya tarik sendiri dalam proses
percepatan investasi di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. Berdasarkan pengalaman dalam berbisnis sumberdaya alam yang saling menguntungkan, pola kemitraan dalam berinvestasi di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya merupakan pola yang tepat. Prosedur kemitraan yang dianut dalam pengembangan investasi di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya adalah memposisikan KPH, menjadi fasilitator dan administrator pengelolaan pembangunan di KPH. Kemitraan dalam membangun investasi di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya sangat penting untuk dilakukan mengingat dua hal: 1. Kemitraan merupakan wujud nyata dari partisipasi masyarakat dan swasta dalam proses pembangunan. 2. Kemitraan merupakan cara efektif untuk mengefisienkan belanja KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya di sektor pembangunan.
156
Adapun pengembangan investasi di KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya diarahkan pada sektor sebagai berikut : 1. Pengembangan investasi pada hasil hutan bukan kayu/jasa lingkungan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)/jasa lingkungan mempunyai peluang yang cukup besar dan menjanjikan serta kompetitif di wilayah KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya. HHBK/Jasling merupakan sumber bahan pangan (alternatif), sumber bahan obat-obatan, penghasil serat, penghasil getah-getahan dan benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan nasional dalam mengembangkan dan meningkatkan produksi HHBK. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenis-jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan
dan
hewan.
Untuk
memberikan
arah,
kebijakan
serta
gambaran
pengembangan HHBK kepada pelaku usaha, para pihak dan masyarakat yang akan mengembangkan usaha HHBK telah diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional. Penyusunan Grand Strategi ini sekaligus sebagai acuan mulai dari perencanaan sampai pasca panen bagi pelaku usaha, para pihak dan masyarakat luas dalam pengembangan HHBK. Sebagai acuan dalam penetapan jenis HHBK unggulan serta menyamakan pemahaman dan langkah dalam upaya pengembangan HHBK untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan. Penetapan kriteria dan indikator tersebut bertujuan
157
tersedianya jenis-jenis HHBK unggulan yang akan dikembangkan secara lebih terfokus dan terarah menjadi komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi baik di tingkat nasional maupun daerah. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pada wilayah KPHP meliputi : b. Pemanfaatan kawasan pendidikan dan penelitian Meliputi kegiatan yang berhubungan dengan upaya untuk mengakomodir kepentingan fungsi kawasan KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya untuk kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil kegiatan penelitian perlu diarahkan dan diselaraskan dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada dan berkembang. c.
Kegiatan penelitian terapan umumnya diarahkan untuk memberikan dukungan bagi upaya membantu penyelesaian masalah pengelolaan kawasan KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya, dan penelitian murni umumnya dilakukan dan diarahkan kepada upaya untuk pengembangan lebih lanjut dari ilmu pengetahuan, yang dapat dilangsungkan dalam kawasan KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya. Penelitian untuk menunjang pemanfaatan, meliputi :
(1) Penelitian yang hasilnya untuk mendukung dan diperlukan untuk menunjang pemanfaatan jenis dan satwa serta budidaya di luar kawasan, seperti penelitian dalam menunjang pengawetan dan penangkaran jenis. (2) Penelitian yang hasilnya untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya, ditujukan terhadap seleksi jenis tumbuhan dan satwa yang karena kandungan unsur kimia maupun sifat genetiknya dapat dimanfaatkan, misalnya untuk : Industri obat-obatan, zat pewarna, dan lain-lain, benih atau bibit unggul dalam menunjang peningkatan
158
produksi pangan, sandang dan papan, perbanyakan dan peningkatan kualitas jenis melalui rekayasa genetik. Berdasarkan hasil inventarisasi lokasi kawasan untuk penelitian dan pendidikan diarahkan pada blok inti yang lokasinya berbatasan dengan kawasan konservasi SM Nantu. Lokasi ini dipilih karena kondisinya masih berhutan yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi. Kawasan ini diharapkan menjadi kawasan buffering bagi SM Nantu dan menjadi home range satwa yang dilindungi seperti babi rusa dan anoa. Kegiatan penelitian yang bisa dilakukan antara lain, ekologi satwa, struktur vegetasi blok ini dan lain-lain. Untuk mendukung kegiatan penelitian, beberapa infrastruktur bisa dibangun selama tidak mengubah ekosistem hutan pada blok inti. Ketentuan tentang kegiatan penelitian di kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri dan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu ketentuan yang mengatur tentang tata cara dan instansi yang berwenang memberi rekomendasi dan/ atau izin untuk melaksanakan penelitian. Kewenangan yang terkait dengan penelitian pada saat ini dikoordinasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), tidak mengurangi kewenangan Menteri Kehutanan yang bertanggung jawab untuk mengatur tata cara pelaksanaan penelitian yang sasaran penelitiannya berlokasi di KPHP Lintas SarmiMamberamo. Untuk mendukung pelayanan kegiatan penelitian, pengelola KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya antara lain melaksanakan : (1) Identifikasi obyek penelitian mengenai tumbuhan, satwa, ekosistem, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
159
(2) Penyiapan sistem pelayanan dan materi kegiatan penelitian. (3) Ketersediaan dan dukungan berupa penyediaan stasiun penelitian. (4) Penyiapan sistem data dasar informasi kegiatan penelitian. (5) Penyusunan rencana dan skala prioritas program penelitian. (6) Pengembangan bentuk kerjasama dalam penelitian. (7) Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi dan promosi hasil-hasil Kegiatan penelitian maupun referensi yang terkait, adalah : a. Pengembangan REDD/REDD+ b. Pemanfaatan dan Pemungutan hasil hutan bukan kayu, seperti : rotan, damar dan aren. c. Pengembangan HHBK Unggulan seperti
: aren, lebah madu, murbei, karet,
masohi, jernang dan lain-lain. 2. Investasi Hutan Tanaman Rakyat. Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan (PP 6/2007) Sejalan dengan reforma agraria yang telah diwacanakan Departemen Kehutanan telah merespon dengan upaya memberikan akses lebih kepada masyarakat dalam memberikan akses lebih kepada masyarakat dalam HTR juga telah dipayungi produk hukum. Peraturan Pemerintah (PP) No. 6/2007 telah mengatur tentang HTR khususnya pasal 40 dan 41. Pada pasal ini diatur mengenai penatapan areal untuk HTR, akses ke
160
lembaga keuangan, dan penetapan harga dasar kayu HTR untuk melindungi dan memberikan akses pasar kepada masyarakat. Konsep pemberian akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam pembangunan hutan tanaman, disusun dari proses pembelajaran Departemen Kehutanan atas program maupun proyek Pemberdayaan Masyakat yang selama ini ada, misalnya program Bina Desa, program kemitraan seperti Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)/Mengelola Hutan Bersama Masyarakat (MHBM)/Hutan Rakyat Pola Kemitraan (HRPK) oleh HPH/IUPHHK-HA/HT, proyek-proyek kerjasama teknik luar negeri seperti Social Forestry Dephut-GTZ di Sanggau Kalimantan Barat, Multistakeholders
Forestry
Programme
Dephut-DFID
dan
beberapa
proyek
pemberdayaan masyarakat yang ada di Departemen Kehutanan. Hasil pembelajaran tersebut memberikan kerangka filosofis atas pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk mengatasi kemiskinan melalui pemberian akses yang lebih luas ke hukum (legalitas), ke lembaga keuangan dan ke pasar. Selain kerangka filosofisnya, diperoleh pula prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat (the principles) yaitu : a. Prinsip pertama adalah masyarakat mengorganisasikan dirinya berdasarkan kebutuhannya (people organized themselves based on their necessity) yang berarti pemberdayaan hutan beserta masyarakatnya ini bukan digerakkan oleh proyek ataupun bantuan luar negeri karena kedua hal tersebut tidak akan membuat masyarakat mandiri dan hanya membuat “kebergantungan” masyarakat.
161
b. Prinsip kedua adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat harus bersifat padat karya (labor-intensive) sehingga kegiatan ini tidak mudah ditunggangi pemodal (cukong) yang tidak bertanggung jawab. c. Prinsip ketiga adalah Pemerintah memberikan pengakuan/ rekognisi dengan memberikan aspek legal sehingga kegiatan masyarakat yang tadinya informal di sektor kehutanan dapat masuk ke sektor formal ekonomi kehutanan/ekonomi lokal, nasional dan global sehingga bebas dari pemerasan oknum birokrasi dan premanisme pasar. 3. Pengembangan investasi kayu di hutan alam Bisnis kayu adalah salah satu bisnis jangka panjang dengan kemungkinan keuntungan yang sangat tinggi, selama beberapa abad terakhir permintaan kayu selalu meningkat seiring dengan meningkatnya populasi dunia. Perubahan ekonomi seperti China dan India yang sekarang menjadi negara konsumen (consumer market) dalam beberapa tahun terakhir karena hal tersebut dampaknya pada pasar kayu yang semakin meningkat. Hal ini mengkonfirmasi bahwa ada hubungan antara pertambahan populasi dengan permintaan kayu. Tidak ada prediksi adanya penyusutan permintaan kayu dengan melihat penduduk dunia dalam 30-60 tahun mendatang. Di sisi lain tidak ada keraguan bahwa produksi dari hutan alam tropis akan menurun, menurut REIDD dikarenakan adanya insentif untuk tidak menebang kayu dari Badan Organisasi Dunia, penegakan hukum, reboisasi. Tetapi pelestarian hutan di seluruh dunia tidak akan bisa, karena volume dan penanaman tidak akan mampu mengimbangi permintaan seiring dengan cepatnya pertambahan populasi dunia, sebab kompensasi penanaman hutan bisa dipanen dalam jangka waktu 25-30 tahun. Kayu adalah komoditas terbesar ketiga
162
yang diperdagangkan di dunia setelah minyak mentah dan gas ( € 200 milyar/ tahun). Disaat produksi gas mentah menjadi langka, banyak peluang berinvestasi di bidang kehutanan. Index Harga Komoditas Bank Dunia menunjukkan, bahwa hanya ada 3 komoditi yang meningkat nilai jualnya selama kurun waktu 10, 20, dan 100 tahun terakhir: Emas, Minyak dan Kayu. Walaupun emas saat ini masih memiliki kinerja yang sangat bagus, akan tetapi kinerja Emas tidak terlalu baik pada rentang waktu yang panjang yaitu, antara tahun 1979 sampai 2004. Serta harga minyak cenderung sering berfluktuasi karena spekulasi di masa yang akan datang. Perbandingan HTRG menggarisbawahi, investasi kayu dengan kualitas terbaik mengalahkan performa S & P 500 dalam setengah abad terakhir, baik dari segi keuntungan maupun volatilitas. Dan portofolio yang digabungkan dengan kayu bekerja lebih baik dari pada portofolio tanpa kayu. Seiring waktu, kayu tumbuh dengan bertambahnya volume; volume yang bertambah ini tumbuh menjadi beberapa kategori yang berharga (dari biomassa mejadi HTI-Hutan Tanaman Industri kayu yang sudah digergaji menjadi kayu lapis) dan setiap unit dari kategori tersebut anda dapat menikmati kenaikan harga dalam jangka waktu yang lama. Ketika seseorang beternak domba dia akan mendapatkan anak domba secara terus menerus dari waktu ke waktu, tetapi mereka tidak akan berubah menjadi sapi dan harga domba mungkin akan tetap. Emas tidak akan berubah menjadi platinum ataupun bertambah beratnya). Kayu adalah satu satunya investasi yang tumbuh dengan sendirinya, yang tumbuh secara alami, dan tidak terpengaruh terhadap setiap situasi ekonomi. Oleh karena itu saham kayu cenderung dalam performa terbaik ketika saham dan obligasi umumnya mengalami depresi. Dan bahkan harga kayu tidak terlalu berpengaruh oleh kemerosotan ekonomi dibandingkan kebanyakan aset lainnya.
163
Berdasarkan perspektif di atas maka usaha pengembangan investasi kayu di KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo memiliki prospek yang cerah. Prinsip dasar yang dianut oleh KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya dalam pengembangan investasi kayu adalah: 1. Investasi kayu harus ditujukan untuk kesejahteraan rakyat sekitar hutan khususnya dan rakyat Kabupaten Sarmi secara umum yang berada di wilayah KPH Lintas Sarmi-Mamberamo Raya. 2. Investasi kayu harus dilakukan dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari. Dengan demikian maka arahan pengembangan investasi kayu di KPHP Lintas SarmiMamberamo adalah 1. Pengembangan hutan tanaman rakyat sebagai bentuk pemberdayaan kepada masyarakat sekaligus pro kepada kesejahteraan rakyat 2. Pengembangan hutan kayu pada hutan alam melalui pemberian ijin kepada masyarakat/koperasi dan pengembangan investasi melalui restorasi ekosistem sebagai wujud dari pengelolaan hutan secara lestari 5.17 Kegiatan lain yang relevan. 1. Perlindungan Kawasan dari Aktivitas Illegal Perlindungan kawasan dilakukan dalam rangka pengamanan kawasan dari berbagai bentuk ancaman terhadap kelestarian kawasan. Ancaman perlindungan kawasan dapat berasal dari proses alam dan aktifitas manusia. Gangguan keamanan kawasan terbesar adalah akibat dari aktifitas manusia dapat berupa perambahan kawasan, penyerobotan lahan, pencurian kayu, penambangan emas tanpa ijin di dalam kawasan, perburuan atau penangkapan satwa liar, perusakan fasilitas dan lain-lain.
164
Usaha pencegahan dan penanggulangan gangguan dilaksanakan sesuai dengan bentuk gangguannya. Pencegahan dilakukan sebagai langkah awal untuk tidak munculnya gangguan kawasan dari aktifitas yang bersifat illegal. Yang lebih diutamakan dalam pencegahan adalah pendekatan terhadap masyarakat yang berada di sekitar kawasan agar timbul suatu pemahaman bahwa perlindungan kawasan menjadi tanggung jawab bersama. Disamping pencegahan, perlindungan kawasan dilakukan dengan penanggulangan apabila terjadi pelanggaran hukum di dalam kawasan. Kegiatan penanggulangan dilakukan dengan melibatkan aparat pemerintah setempat bersama-sama dengan aparat penegak hukum lainnya. Pengamanan kawasan dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan dalam bentuk dan pelaksanaan yang berbeda-beda. Untuk mendukung program ini, beberapa kegiatan umum untuk jangka panjang dapat ditempuh dengan : 1. Patroli rutin. 2. Operasi illegal logging 3. Operasi illegal mining/ PETI 4. Operasi perambahan kawasan 5. Operasi perladangan liar 6. Operasi perburuan satwa liar 7. Operasi mandiri dan gabungan 8. Koordinasi perlindungan dan pengamanan
165
2. Penyuluhan kehutanan Proses penyampaian informasi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan penyuluhan kehutanan. Proses penyuluhan kehutanan adalah proses pengembangan pengetahuan, sikap dan prilaku kelompok masyarakat sasaran agar mereka tahu, mau dan mampu memahami, melaksanakan dan mengelola usaha-usaha kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, sekaligus mempunyai kepedulian dan berpartisipasi aktif dalam pelestarian hutan dan lingkungannya. Melalui proses penyuluhan yang diperoleh, masyarakat mendapat pemahaman dari tidak tahu menjadi tahu akan pentingnya menjaga keutuhan kawasan hutan, sehingga masyarakat mampu melakukan aktifitas sebagai pemenuhan kebutuhan hidup dengan menerapkan kegiatan alternatif yang ditawarkan tanpa menimbulkan dampak yang negatif terhadap kelestarian sumber daya hutan. Penyuluhan sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat dan materi yang singkat dan mudah dimengerti oleh masyarakat. Pelaksanaan program penyuluhan kehutanan dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut : 1. Penyusunan program penyuluhan 2. Sosialisasi peraturan perundangan 3. Sosialisasi kawasan konservasi 4. Fokus group diskusi 5. Anjangsana
166
BAB VI PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN 6.1. Pembinaan Pembinaan
adalah
kegiatan
untuk
memberikan
pedoman
dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian agar KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan misi pengelolaan yang diemban. Pembinaan dilakukan terhadap sumberdaya manusia pelaksana pengelolaan dan masyarakat di sekitar kawasan KPHP. Dalam rangka pembinaan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut : 1. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia pengelola KPHP Lintas Lintas dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan kawasan, baik berupa pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi maupun pendidikan non formal berupa
pendidikan
dan
pelatihan
lainnya
yang
dapat
meningkatkan
penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian guna mendukung jalannya pengelolaan. 2. Terbentuknya suatu kondisi yang dapat menguatkan kerangka semangat kerjasama diantara pihak pengelola, pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, mitra dan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya ;
167
3. Pengembangan sistem informasi yang baik agar dapat menyajikan hal-hal baru yang bermanfaat bagi semua pihak di dalam pengelolaan. Pembinaan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai arti pentingnya pengelolaan kawasan KPHP, mengingat masyarakat di sekitar kawasan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya merupakan bagian dari ekosistem hutan yang harus dikelola . Hal ini dapat dilhat dari adanya pembagian peran terhadap masyarakat. 6.2. Pengawasan Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kinerja KPHP Lintas Sarmi - Mamberamo Raya agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan KPHP dilakukan oleh pihak internal pengelola maupun para pihak yang berkompeten dan dilakukan secara langsung agar pelaksanaan pengelolaan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Maksud dan tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana pengelolaan.
Fungsi dari
pengawasan dalam hal ini adalah sebagai penghimpun informasi yang nantinya bermanfaat dalam penilaian, sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap fungsi dan kelestarian kawasan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya serta perubahan pada sosial ekonomi masyarakat. Disamping sebagai penghimpun informasi, pengawasan juga dapat berfungsi pemeriksaan terhadap ketepatan dan kesesuaian sasaran pengelolaan. Pada pemeriksaan
168
dimungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan terhadap sasaran dan program yang tidak tepat. 6.3. Pengendalian Pengendalian adalah segala upaya untuk menjamin dan mengarahkan agar kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai sasaran sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Di dalam instansi pemerintahan, pengaturan pengendalian terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Sistem Pengendalian Intern (SPI) menurut peraturan ini adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan
Sistem
Pengendalian
Intern
Pemerintah
(SPIP)
adalah
Sistem
Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan pengendalian intern. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu instansi pemerintah dapat berbeda dengan pengendalian yang diterapkan pada instansi pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi, lingkungan, sejarah dan latar belakang budaya dan resiko yang dihadapi oleh instansi itu sendiri. 169
Untuk menjadikan pengelolaan KPHP Lintas Sarmi - Mamberamo Raya berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan, tersedianya informasi yang terbuka pada tingkat manajemen KPHP, mitra pengelolaan, pemerintah daerah dan masyarakat, maka perlu dilakukan pengendalian pada unit pengelola sehingga tujuan dari
pengelolaan tercapai dan menjamin seluruh proses
pengelolaan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Lingkup pengendalian dilakukan pada Tingkat pimpinan manajemen KPHP Lintas Sarmi - Mamberamo Raya sampai kepada pelaksana di lapangan sehingga tanggung jawab didalam pelaksanaan pengelolaan berjalan berdasarkan prosedur operasional dan tata kerja organisasi SKPD KPHP Lintas Sarmi - Mamberamo Raya .
170
BAB VII PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN 7.1. Pemantauan Pemantauan adalah kegiatan pengamatan secara terus menerus terhadap pelaksanaan suatu tugas dan fungsi satuan organisasi. Kegiatan pemantauan yang dilanjutkan dengan evaluasi
dapat
dilakukan oleh unsur internal KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya maupun unsur eksternal baik oleh instansi pemerintah maupun masyarakat.
Pemantauan
atau
monitoring
terhadap
jalannya
pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya bersama-sama dengan instansi terkait dan pihak lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai mitra. Pemantauan
dilaksanakan
dengan
melakukan
penilaian
terhadap seluruh komponen pengelolaan. Hasil yang diperoleh dari pemantauan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi pengelolaan. Jangka waktu pemantauan dapat dilakukan secara berkala. Pemantauan menjadi penting karena hal ini membantu pengelolaan kawasan dan para pelaku program (masyarakat, aparat pemerintah, dan stakeholder terkait) untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai oleh rencana dan program. Temuantemuan dari kegiatan pemantauan tersebut sekaligus juga membantu pengelolaan kawasan dan para pelaku program untuk mengecek
171
apakah suatu kegiatan berhasil diselesaikan sesuai dengan rencana atau tidak. Pemantauan juga menjadi suatu kegiatan penting karena kegiatan ini mendokumentasikan berbagi pengalaman yang muncul di dalam pelaksanaan program dan dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang terjadi. Kegiatan inijuga membuat para pelaku program dan berbagai pihak lain untuk belajar dari apa yang terjadi di lapangan. 7.2. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan melihat ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan, yang dikategorikan kedalam kelompok masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan manfaat (benefits). Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi mencakup; (1) Pemantauan dan evaluasi oleh internal KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya , (2) Pemantauan dan evaluasi oleh institusi lain, dan (3) Pemantauan dan evaluasi oleh masyarakat. Evaluasi keberhasilan program pengelolaan KPHP Lintas Sarmi - Mamberamo Raya dapat diukur dari : Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan KPHP semakin menurun; Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang disekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi kawasan
KPHP
dari
gangguan
keamanan
berkembangnya nilai-nilai kearifan lokal; 172
kawasan
serta
masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan; Berhasilnya kawasan
program sebagai
pemberdayaan upaya
alternatif
masyarakat dalam
di
sekitar
peningkatan
perekonomian masyarakat; Meningkatnya pengelolaan kawasan oleh seluruh stakeholder terkait yang memiliki kepedulian terhadap kawasan KPHP register XXI yang dimulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Dinas Kehutanan Kabupaten Sarmi, Dinas Kehutanan Kabupaten Mamberamo Raya dan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya sebagai SKPD esalon III yang melakukan kegiatan pengelolaan, serta pihak mitra pendukung; Tersedianya data dan informasi mengenai potensi kawasan. Evaluasi dapat dilakukan langsung dengan melihat kondisi di lapangan (observasi lapang) maupun melalui laporan-laporan yang disampaikan, baik secara regular bulanan, triwulan, tahunan, lima tahunan maupun laporan yang disampaikan secara lisan dan langsung setelah ada kejadian. Disamping itu evaluasi dapat juga dilakukan melalui pertemuan secara berkala terutama secara intenala KPHP. 7.3. Pelaporan Bagian penting lainnya dari pemantauan dan evaluasi adalah mempersiapkan pelaporan mengenai kemajuan hasil pelaksanaan rencana dan program yang disampaikan baik secara regular bulanan, triwulan, lima tahunan, maupun laporan yang disampaikan secara lisan atau langsung. Laporan-laporan ini harus dibuat secara sederhana dan 173
seringkas mungkin serta mudah dipahami dengan suatu format laporan yang telah ditentukan oleh kementerian kehutanan. Pengelolaan kawasan hutan KPHP dalam hal ini adalah Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Lintas Sarmi – Mamberamo Raya
dan staf bertanggungjawab untuk membuat laporan seakurat
mungkin dan tepat waktu kepada Kementerian Kehutanan. Sistem pelaporan yang tidak tepat waktu dan data yang tidak akurat akan berdampak negatif terhadap evaluasi kinerja KPHP selaku pengelola kawasan.
174
LAMPIRAN
175
Lampiran 1. Rencana Program dan Kegiatan Tahunan Selama 10 Tahun di Blok Inti No
WAKTU 201520202020 2025 5 6
RENCANA BIAYA
Program
Kegiatan
OUTPUT
1
2
3
4
1
Inventarisasi kawasan blok inti dan tata batas kawasan pada KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya
Inventarisasi potensi hutan pada kawasan blok inti Tata batas dan pemasangan pal batas pada kawasan blok inti Pemetaan dan dokumentasi hasil inventarisasi dan tata batas kawasan blok inti
Tersedianya data base potensi hutan pada blok inti Selesainya tata batas dan pemasangan pal batas pada kawasan blok inti Tersedianya data base peta hasil inventarisasi dan dokumentasnyai di blok inti
Rp. 1.000.000.000
7
Rp. 2.000.000.000
Rp. 750.000.000
2
Pemantapan status legal formal terhadap kelembagaan dan kawasan
Penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Operasional KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Tersedianya dokumen rencana anggaran dan rencana kegiatan KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya
Rp. 500.000.000
3
Peningkatan kapasitas personi
Pengiriman personil KPHP untuk mengikuti Pendidikan jenjang S1 dan S2, S3
Personil KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan S1, S2 &S3 sebanyak 95% dari seluruh pegawai selama 10 tahun
Rp. 1.000.000.000
Pertukaran kunjungan staf pengelola
Pengelola KPHP mengirimkan beberapa personil untuk mengikuti pertukaran staf, studi banding ke KPHP yang telah maju dan magang dibeberapa lembaga terkemuka
Rp. 300.000.000
Penyusunan Prosedur Kerja KPHP
Tersedianya dokumen prosedur kerja KPHP Lintas Sarmi – Mamberamo Raya
Rp. 300.000.000
4
Penyiapan Prosedur Kerja (SOP) sesuai bidang tugas dan kebutuhan
176
No 1
5
WAKTU 201520202020 2025 5 6
RENCANA BIAYA
Program
Kegiatan
OUTPUT
2
3
4
Penyusunan dokumen arahan tugas pokok dan fungsi personil KPHP
Tersedianya dokumen arahan TUPOKSI
Rp. 300.000.000
Penetapan prioritas rehabilitasi kawasan blok inti dan mendesain model rehabilitasinya
Terdapatnya wilayah prioritas yang direhabilitasi pada kawasan blok inti
Rp. 600.000.000
Melakukan rehabilitasi lahan kritis di blok perlindungan
Terehabilitasinya lahan-lahan kritis pada kawasan blok perlindungan dengan berbagai jenis pohon unggulan lokal dan tanaman MPTs yang bernilai ekonomis tinggi seluas 500 ha
Rp. 10.000.000.000
Perbaikan ekosistem di blok inti
7
Lampiran 2. Rencana Program dan Kegiatan Selama 10 Tahun di Blok Perlindungan No
Program
Kegiatan
OUTPUT
1
2
3
4
1
WAKTU 201520212020 2025 5 6
RENCANA BIAYA 7
Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kelembagaan
Pembangunan kantor resort lapangan, pondok kerja, perlengkapan kerja, dan pos jaga
Terbangunnya 5 kantor resort, 3 pos jaga, alat komunikasi lapangan
Rp. 1.000.000.000
Membangun bank data/ data base KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Pelatihan staf data base
Meningkatnya pemahaman personil KPHP dalam pengelolaan data base KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Rp. 150.000.000
Penyiapan perangkat data base
Tersedianya perangkat keras dan perangkat lunak sistem pengelolaan data base
177
WAKTU 201520212020 2025 5 6
RENCANA BIAYA
No
Program
Kegiatan
OUTPUT
1
2
3
4
Penyusunan dan pengelolaan system data base
Terbangunnya sistem pengelolaan data base dipusat informasi KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Inventarisasi potensi hutan pada kawasan blok perlindungan
Tersedianya data base potensi hutan pada blok perlindungan
Rp.
Tata batas dan pemasangan pal batas pada kawasan blok perlindungan
Selesainya batas pemasangan batas kawasan perlindungan
Rp. 1.500.000.000
Pemetaan dan dokumentasi hasil inventarisasi dan tata batas kawasan blok perlindungan
Tersedianya data base peta hasil inventarisasi dan dokumentasnyai di blok perlindungan
Rp. 500.000.000
Penetapan aturan tentang larangan pemanfaatan kawasan blok perlindungan dalam KPHP Lintas SarmiMamberamo oleh masyarakat dan perusahaan
Ditetapkannya peraturan daerah yang mengatur pengelolaan blok perlindungan sehingga tetap terjaga dari pemanfaatannya, baik secara ekonomi, sosial dan budaya
Rp. 600.000.000
Mengupayakan kepastian hukum mengenai status, batas dan luas wilayah kawasan blok perlindungan pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Terwujudnya tertib kawasan blok perlindungan yang dapat menjamin kepastian hukum bagi masyarakat agar tidak memanfaatkan kawasan blok perlindungan pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Rp. 1.000.000.000
Menyusun dan mensosialisasika n regulasi pelestarian blok perlindungan
Terdapatnya regulasi yang mengikat bagi masyarakat agar tidak memanfaatkan
Rp. 1.000.000.000
Inventarisasi kawasan blok perlindungan dan tata batas kawasan pada KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
2
3
Pengukuhan kawasan blok perlindungan pada KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Penyusunan regulasi daerah yang mengatur kawasan perlindungan
178
tata dan pal pada blok
7
1. 000.000.000
No 1
4
Program
WAKTU 201520212020 2025 5 6
RENCANA BIAYA
Kegiatan
OUTPUT
2 pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
3 kepada masyarakat dan kepada pengusaha kehutanan
4 kawasan perlindungan untuk usaha pertambangan rakyat
Perencanaan dan penyelenggaraa n rehabilitasi lahan kawasan blok perlindungan pada KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Menyusun master plan penyelenggaraa n rehabilitasi lahan kritis pada kawasan blok perlindungan di KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Tersusunnya master plan perencanaan dan rehabilitasi kawasan blok perlindungan yang dijadikan dasar pengelolaan kawasan blok perlindungan, baik secara ekonomi, sosial dan budaya
Rp.
Penetapan prioritas rehabilitasi kawasan blok perlindungan dan mendesain model rehabilitasinya
Terdapatnya wilayah prioritas yang direhabilitasi pada kawasan blok perlindungan
Rp. 600.000.000
Melakukan rehabilitasi lahan kritis di blok perlindungan
Terehabilitasinya lahan-lahan kritis pada kawasan blok perlindungan dengan berbagai jenis pohon unggulan lokal dan tanaman MPTs yang bernilai ekonomis tinggi seluas 500 ha
Rp. 10.000.000.000
179
7
1.500.000.000
Lampiran 3. Rencana Program dan Kegiatan Selama 10 Tahun Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa Lingkungan dan Wilayah Tertentu NO
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
1 1
2
3 Inventarisasi potensi kawasan hutan, jasa lingkungan dan HHKB pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
4 Tersedianya dokumen peta dan data base secara lengkap menyangkut batas, luas, potensi serta status blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHKB pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya Mantapnya status blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK yang proporsional dan mempertahankan hutan utuh dengan luas minimal 30% yang menyebar merata di seluruh DAS dalam wilayah KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya Tersusunya data base hasil dokumentasi inventarisasi potensi pada blok pemanfataan dan wilayah tertentu
2
Memantapkan penetapan fungsi pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHKB untuk areal kelola KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya bagi masyarakat
Peningkatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada blok kawasan, jasa lingkungan dan
Tata batas dan pemasangan pal batas kawasan hutan, jasa lingkungan dan HHKB pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Pemetaan dan dokumentasi hasil inventarisasi dan tata batas kawasan hutan, jasa lingkungan dan HHKB pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya Pembentukan unit usaha HHBK masyarakat disetiap Desa pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Terbentuknya unit-unit usaha masyarakat di bidang pengolahan HHBK pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
180
WAKTU 2015-2020 2021-2025 5 6
RENCANA BIAYA 7 Rp. 2.000.000.000
Rp. 4.000.000.000
Rp. 1.000.000.000
Rp.1.000.000.000
WAKTU 2015-2020 2021-2025 5 6
NO
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
1
2 HHBK pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
3
4
Pembentukan unit usaha HHBK masyarakat disetiap Desa pada kawasan KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya Pelatihan pemungutan dan pengolahan hasil hutan bukan kayu bagi masyarakat Penyediaan dan diseminasi data potensi kayu dan HHBK
Terbentuknya Industri Pengolahan Bukan Kayu (IUPHHBK) pada kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Rp. 3.000.000.000
Meningkatnya skill masyarakat dalam mengelola hasi hutan bukan kayu
Rp. 1.000.000.000
Tersusunnya database tentang potensi kayu dan HHBK termasuk komidti pertanian dan perkebunan Penyederhanaan Tersusunya regulasi yang regulasi prosedur sistem insentif untuk berusaha perizinan dan di wilayah blok pemanfaatan kepastian usaha dan wilayah tertentu IUPHHBK Penyediaan Membangun infrastruktur jalan infrastruktur yang primer dan tersier di blok memadai pemanfaatan jasa lingkungan dan HHBK serta pada wilayah tertentu
Rp. 500.000.000
3
Peningkatan fungsi hutan sebagai jasa lingkungan untuk kawasan wisata
Penyediaan sarana dan prasarana wisata alam yang memadai
Terbangunya kawasan wisata alam seperti shelter, pemondokan wisatawan, pos pengamanan, kesehatan dan lain-lain
181
RENCANA BIAYA 7
Rp. 500.000.000
Rp. 10.000.000.000
Rp. 10.000.000.000
NO
PROGRAM
KEGIATAN
1
2 alam
3 Pembentukan kelompok pengelola hutan wisata yang berwawasan lingkungan Rasionalisasi kuota pemanfaatan hutan dan hasil hutan berdasarkan potensi blok kawasan jasa lingkungan dan HHBK
4
5
Rasionalisasi jumlah dan kapasitas produksi perusahaan kehutanan dan industri hasil hutan agar dapat beroperasi secara sehat dan berkelanjutan tanpa dampak negatif terhadap kelestarian blok kawasan, jasa lingkungan dan HHBK Pengembangan wilayah tertentu untuk kepentingan diluar sektor kehutanan
Rasionalisasi perijinan pengusahaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan pada blok jasa lingkungan dan HHBK serta wilayah tertentu Melakukan kerjasama dengan pihak investor untuk pengembangan komoditi diluar sektor kehutanan
OUTPUT 4 Terbentuknya kelompok/unit pengelola hutan wisata
Tercapainya keseimbangan antara kapasitas produksi perusahaan sektor kehutanan dengan luas kawasan produktif dan potensi hasil hutan unggulan pada blok kawasan, jasa lingkungan dan HHBK pada kawasan KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya Dievaluasinya rasionalisasi blok pemanfaatan jasa lingkungan dan wilayah tertentu
Terbangunnya kerjasama antara pihak KPHL dan pihak investor melalui MOU
182
WAKTU 2015-2020 2021-2025 5 6
RENCANA BIAYA 7 Rp.1. 000.000.000
Rp. 500.000.000
Rp. 500.000.000
Rp. 500.000.000
Lampiran 4. Rencana Program dan Kegiatan Selama 10 Tahun di Blok Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam NO 1 1
2
3
PROGRAM 2 Peningkatan pemanfaatan HHKHA yang sesuai kemampuan kawasan KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Pemulihan ekosistem di blok HHK-HA dengan jenis pohon komersial unggulan (minimal sama dengan yang ditebang)
Pengembangan proyek restorasi ekosiistem HA melalui skema REDD+
KEGIATAN
OUTPUT
3 Pembentukan unit usaha HHK-HA baik yang dikelola masyarakat maupun pihak swasta Pelatihan pemungutan dan pengolahan hasil hutan kayu bagi masyarakat
4 Terbentuknya unit-unit usaha masyarakat dan pihak swasta di bidang pengolahan HHK-HA Meningkatnya skill masyarakat sekitar KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya dalam mengelola hasil hutan kayu Disahkannya perda/ aturan tentang model pengembangan pengelolaan HHK-HA
Menyusun aturan yang spesifik lokasi bagi pengembangan investasi pengelolaan HHK-HA pada kawasan KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya Rehabilitasi hutan dan lahan di Blok pemanfaatan HHK-HA
Terehabilitasinya lahan kritis dan tidak bervegetasi seluas 100 ha/tahun dengan tanaman MPTs dan Tanaman Berkayu lokal yang memiliki nilai ekonomis tinggi
WAKTU 2015-2020 2021-2025 5 6
RENCANA BIAYA 7 Rp 500.000.000
Rp 500.000.000
Rp. 500.000.000
Rp. 15.000.000.000
Pengawasan dan penegakan pelaksanaan aturan kegiatan pengelolaan di Blok HHKHA Melakukan kerjasama antara pihak KPHP dan investor restorasu ekosistem HA
Terbentuknya organisasi pengawasan RHL dan Pemanfaatan di Blok HHKHA
Rp. 300.000.000
Tercapainya kesepakatan pengembangan RE Hutan Alam di KPHP Lintas Sarmi Mamberamo Raya.
Rp. 500.000.000
Melakukan pemetaan
Ditetapkannya lokasi
183
Rp. 1.000.000.000
NO 1
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
2
3 lokasi pengembangan RE hutan alam
4 pengembangan RE seluas 1.000 ha
WAKTU 2015-2020 2021-2025 5 6
RENCANA BIAYA 7
Lampiran 5. Rencana Program dan Kegiatan Selama 10 Tahun di Blok Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu HutanTanaman NO 1
2
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
Peningkatan pemanfaatan HHK-HT yang sesuai kemampuan kawasan pada KPHP Lintas SarmiMamberamo Raya
Pembentukan unit usaha HHK-HT masyarakat dan pihak swasta
Berkembangnya unit-unit usaha masyarakat dan pihak swasta di bidang pengolahan HHK-HT Meningkatnya skill Pengolahan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan tanaman di kalangan masyarakat yang mengusahakan hutan tanaman Peta-peta penetapan wilayah penanaman hutan tanaman untuk masyarakat dan swasta Tertanamnya wilayah blok pemanfaatan hutan tanaman seluas 2000 ha/tahun
Penanaman areal dengan jenis pohon fast growing species yang mempunyai nilai komersial tinggi
3
Mengurangi laju pembukaan hutan untuk areal ladang berpindah masyarakat pada blok pemanfaatan HHK-HT
4
Pengembangan produk hasil hutan tanaman
Pelatihan pemungutan dan pengolahan hasil hutan kayu bagi masyarakat
Penetapan wilayah peruntukkan hutan tanaman bagi masyarakat dan swasta Penanaman areal hutan tanaman dengan tanaman fast growing species seperti damar dan Gaharu Melakukan Pelatihan dan pendampingan penerapan teknik budidaya hutan tanaman bagi masyarakat pada kawasan KPHP Lintas Sarmi-Mamberamo Raya Melakukan kerjasama untuk pengembangan tanaman ungulan Rasionalisasi perizinan pengusahaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan dan perkebunan berdasarkan asas pemerataan yang keadialan
WAKTU 2015-2020 2021-2025
RENCANA BIAYA Rp. 500.000.000
Rp. 500.000.000
Rp. 500.000.000
Rp. 100.000.000.000
Meningkatnya produktifitas dan keberlanjutan ladang berpindah masyarakat yang tidak merusak kawasan KPHP Sarmi-Mamberamo Raya
Rp. 500.000.000
Terbangunnya satu unit kerja sama dan sumber daya yang berproduktif
Rp. 500.000.000
Evaluasi terhadap kinerja pengusahaan hutan tanaman
Rp. 500.000.000
184
secara berkelanjutan pada blok pemanfaatan HHK-HT
Lampiran 6. Rencana Program dan Kegiatan Selama 10 Tahun di Blok Pemberdayaan Masyarakat NO
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
WAKTU 2015-2020
1
2
3
Membentuk dan membina kelompok-kelompok usaha masyarakat di bidang kehutanan dan perkebunan berbasis kampung/marga
Pelatihan dan pendampingan pengelolaan komoditas kehutanan dan perkebunan serta penanganan pasca panennya
Peremajaan tanaman perkebunan masyarakat pada kawasan KPHP lintas Sarmi-Mamberamo Raya
Membentuk kelompokkelompok usaha masyarakat sesuai komoditas unggulan setempat
Membina dan memberdayakan kelompokkelompok usaha masyarakat untuk dapat mandiri dan terus berkembang Pelatihan manajemen dan permodalan usaha
Terbentuknya kelompokkelompok usaha masyarakat mandiri sesuai komoditas unggulan setempat dalam upaya memanfaatkan blok pemberdayaan masyarakat Kelompok yang dibentuk semakin mandiri dan terus berkembang dilihat dari sisi usaha
RENCANA BIAYA 2021-2025 Rp 500.000.000
Rp 1.000.000.000
Meningkatnya kemampuan mengelola keuangan
Rp. 1.000.000.000
Pelatihan dan pendampingan pengelolaan komoditas kehutanan dan perkebunan untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas produk
Meningkatnya kemampuan manajerial dan teknis masyarakat dalam pengelolaan komoditas kehutanan dan perkebunan untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas produk
Rp. 1.000.000.000
Melakukan penanaman kembali komoditi perkebunan
Meningkatnya produktifitas dan kualitas produk lahan perkebunan masyarakat pada blok pemberdayaan masyarakat
185
Rp. 3.000.000.000
DAFTAR PUSTAKA BalaiPemantapanKawasanHutan
Wilayah
X
Jayapura,
2009.BukuInformasiSumberDayaHutanProvinsi Papua Edisi ke-2.Jayapura Papua. BalaiPemantapanKawasanHutan
Wilayah
X
Jayapura,
2011.Data
danInformasiPotensiKayuHasil NFI.Jayapura Papua. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sarmi, 2010-2012. BPTS Kabupaen Sarmi 2007 - 2011 BPTS KabupatenSarmi Tahun 2013 Draf RTRW Kabupaten Sarmi. Kabupaten Sarmi Papua Data dari Dinas Kehutanan Kabupaten Sarmi tentang Tutupan Lahan pada Kawasan Hutandi Kabupaten Sarmi. Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua, 2012. Laporan Tahunan Dinas Kehutanan dan Konservasi Tahun 2010 – 2011. Jayapura Papua. Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua, 2012. Laporan Tahunan Dinas Kehutanan dan Konservasi Tahun 2011 – 2012. Jayapura Papua. Dokumen SRAP REDD + Provinsi Papua, 2013 Hasil Inventarisasi Potensi Tegakan BPKH Wil. X tahun 2013. Inventarisasi Potensi Hutan Kemasyarakatan UNIPA MANIKWARI,2009 Perguruan Tinggi Universitas Papua (UNIPA) Provinsi Papua Barat, 2013. Konsultasi Penyusunan Buku RPHJP dengan Para Pakar UNIPA. ManokwariPapua Barat. Rencana Kerja Usaha IUPHHK PT Bina Balantak Utama/PT BBU SK Menteri Pertanian NO. 327/kpts/um/51/1973 dan SK Menhut No. 301/Kpts-II/1999. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Satwa