REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2014
[REKOMENDASI KEBIJAKAN]
2014
PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL RINGKASAN Penetapan harga dasar rumput laut sebagai salah satu jalan perlindungan yang harus dilakukan oleh pemerintah ketika terjadi lonjakan produksi. Penetapan harga dasar diperlukan karena harga jual rumput laut kering jenis E.spinosum dan E.cottoni mengalami fluktuasi dan pendapatan dari usaha rumput laut secara keseluruhan masih dibawah UMK (Upah Minimum Kabupaten). Pendekatan yang dilakukan untuk melakukan penetapan harga dasar rumput laut adalah full costing. Harga pokok produksi dengan pendekatan full costing terdiri dari bahan langsung (bibit spionsum dan cottoni) tenaga kerja langsung (tenaga kerja ikat bibit) dan overhead pabrik tetap (biaya perawatan berupa patok dan tali) dan tidak tetap.(plastik pengikat dan plastik pembungkus). Harga dasar untuk rumput laut kering jenis E.spinosum adalah sebesar Rp 3.446/kg dan untuk rumput laut kering jenis E.cottoni adalah sebesar Rp. 8.286 untuk studi kasus pembudidaya rumput laut Nusa Penida PENDAHULUAN Selama hampir 1 dasawarsa volume produksi rumput laut Indonesia dari tahun 1999 – 2007 meningkat lebih dari 1000%. Hal ini menunjukkan bahwa rumput laut menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan produk perikanan Indonesia. Rumput laut memiliki kegunaan yang sangat penting untuk bahan baku industri kosmetika, industri farmasi dan bahan makanan. Komoditas rumput laut menjadi salah satu komoditas industrialisasi yang ditetapkan oleh KKP bersama dengan komoditas Tuna Tongkol Cakalang (TTC), udang, bandeng dan patin. Industrialisasi rumput laut tidak hanya sebatas untuk meningkatkan devisa negara, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup pembudidaya rumput laut. Menurut [1], eksportir Indonesia terdiri dari 2 jenis eksportir yaitu (1). Eksportir yang tidak melakukan kegiatan pengolahan adalah mereka yang mengekspor rumput laut dalam bentuk kering; (2). Eksportir yang melakukan kegiatan pengolahan adalah perusahaan pengolah yang dapat menghasilkan produk berupa SRC (Semi Refine Carrageenan) dan ATC (Alkali Treatment Cottonii). Berdasarkan hasil penelitian [2], analisis potensi pasar rumput laut di Indonesia berupa analisis peluang pasar dan analisis potential demand menunjukkan rumput laut Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Hal tersebut ditunjukkan dari jumlah kebutuhan rumput laut dalam dan luar negeri. Industri rumput laut Indonesia harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 14.000 ton dan pasar luar negeri sebesar 25.000 ton. 22
Menurut
PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL | BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
[REKOMENDASI KEBIJAKAN]
2014
Anggadiredja et al., (2006) dalam [3], memperkirakan pasar dunia produk olahan rumput laut meningkat sekitar 10% setiap tahun untuk karaginan semirefine (SRC), agar, dan alginate untuk industri. Adapun alginat digunakan untuk makanan meningkat sebesar 7,5% dan karaginan refine sebesar 5%. Harga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah nilai suatu barang yang ditentukan atau dirupakan dengan uang. Harga output atau harga hasil produksi (panen) terbentuk dari akibat bertemunya permintaan dengan penawaran atau kata lainnya harga output adalah harga ditentukan ketika ada transaksi jual beli. Dinamika harga output adalah nilai yang diterima oleh para pembudidaya sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Harga output dapat digunakan sebagai bagian alat ukur daya beli dalam indikator kesejahteraan yang dikenal dengan indeks nilai tukar. Nilai tukar merupakan indeks perbandingan dari nilai yang diterima dengan nilai yang dibayarkan. Nilai diterima merupakan hasil perkalian volume produksi dengan harga output produksi tersebut. RELEVANSI DENGAN ISU YANG DIBAHAS 13,000 12,000 11,000 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 -
Spinosum
2012
November
September
Juli
Mei
Maret
Januari
November
September
Juli
Mei
Maret
Januari
Cottoni
2013
Gambar 1. Dinamika Harga Output Cottoni dan Spinosum yang Diterima Pembudidaya Rumput Laut Nusa Penida 2012 -2014
23
PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL | BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
[REKOMENDASI KEBIJAKAN]
2014
Harga output rumput laut dalam bentuk kering menunjukkan ketidakstabilan, berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya adalah adanya permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak. Hal ini membawa dampak terhadap kelangsungan usaha rumput laut. Di pihak lain para tengkulak mengatakan bahwa harga terbentuk akibat dari kualitas mutu dari rumput laut kering tersebut. Banyak hasil panen rumput laut kering yang dipanen baru berumur 30 hari yang seharusnya 45 hari hal ini sangat mempengaruhi tingkat kandungan karagenan dalam rumput laut jenis cottoni dan spinosum. Selain itu kadar air yang terkandung dalam rumput laut kering tersebut lebih dari 38%, oleh karena itu menjadi alasan tengkulak untuk melakukan sortir atau grading terlebih dahulu sebelum dikirim ke pabrik di Surabaya dan biaya untuk melakukan sortir atau grading tersebut dibebankan ke pembudidaya dengan menurunkan harga output rumput laut kering. 1,300,000 1,250,000 1,200,000 1,150,000 1,100,000 1,050,000 1,000,000 950,000 900,000 850,000 800,000 750,000 700,000 650,000 600,000 550,000 500,000
2012
April
Maret
Februari
Januari
Desember
November
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
Pendapatan
2013
Gambar 2. Pendapatan Rata-Rata Perbulan Pembudidaya Rumput Laut Nusa Penida 2012-2013 Upah minimum Kabupaten Klungkung tahun 2013 sebesar Rp. 1.190.000, secara keseluruhan
hasil dari budidaya rumput laut di Nusa Penida berada dibawah
UMK namun pada bulan maret 2012 berada diatas UMK dengan peningkatan sebesar 8%. Kegiatan budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti kualitas perairan, kondisi perairan seperti gelombang besar serta kondisi cuaca seperti intensitas matahari yang tinggi dan curah hujan. 24
PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL | BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
[REKOMENDASI KEBIJAKAN]
2014
OPSI KEBIJAKAN Penetapan harga minimum atau harga dasar merupakan batas seberapa rendah harga dapat dikenakan pada suatu produk melalui kesepakatan bersama atau ketentuan pemerintah. Supaya harga dasar bisa efektif, maka harga dasar harus lebih besar dari harga equilibrium. kebijakan harga dasar dapat biasa digunakan pada saat ditemukan kapasitas produksi di pasar terlalu sedikit sehingga kuantitas barang beredar di pasar lebih rendah dari permintaan pasar, hal ini dikarenakan terlalu rendahnya harga jual yang ada di pasar, sehingga selisih harga produksi dengan harga jual pasar terlalu kecil, hal ini menyebabkan produsen takut untuk memperbanyak kapasitas produksi mereka dikarenakan harga jual yang rendah dan supplier cenderung menyimpan barang mereka menunggu harga pasar pulih kembali. oleh karena itu dalam situasi seperti ini pemerintah biasanya menetapkan harga dasar. Harga dasar yang ditetapkan akan berada di atas harga equilibrium pasar, seperti dijelaskan di atas. namun pada saat kebijakan ini dijalankan, ada beberapa efek sampingnya, terutama pada sisi konsumen, konsumen akan diberatkan pada naiknya atau tingginya harga suatu produk yang dikenakan harga dasar tersebut, mereka harus membayar lebih mahal. sementara itu, dari sisi produsen atau pun supplier, mereka akan mendapatkan jaminan atas harga yang lebih tinggi dari sebelumnya, sehingga ada keamanan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Ketidakstabilan harga rumput laut kering dipicu oleh karena sangat minim perlindungan
yang
dilakukan
pemerintah
terhadap
usaha
rumput
laut
meliputi
standarisasi metode budidaya, sistem distribusi antar pulau dan ketentuan harga pokok produksi. Hal ini menyebabkan daya saing produksi dari rumput laut tersebut rendah. Penetapan harga pokok produksi rumput laut sangat dibutuhkan untuk setiap sentra produksi sebagai basis penentuan harga jual . Penetapan harga pokok rumput laut kering menggunakan pendekatan full costing. Pendekatan ini memperlakukan semua biaya produksi sebagai harga pokok tanpa memperhatikan biaya tidak tetap dan biaya tetap [4]. Harga pokok produksi dengan pendekatan full costing terdiri dari bahan langsung (bibit spionsum dan cottoni) tenaga kerja langsung (tenaga kerja ikat bibit) dan overhead pabrik tetap (biaya perawatan berupa patok dan tali) dan tidak tetap.(plastik pengikat dan plastik pembungkus) 25
PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL | BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
[REKOMENDASI KEBIJAKAN]
2014
Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Pendekatan Full Costing untuk Rumput Laut Kering Jenis E.spinosum dan E.cottoni (studi kasus Nusa Penida usia panen 30 hari kadar air 39%) Jenis Biaya Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Tetap Biaya Overhead Tidak Tetap Jumlah Biaya Produksi Hasil Produksi (kg kering) Harga Pokok Produksi (kg kering) Asumsi Setelah Kenaikan Harga BBM November’14 (kg kering)
E.spinosum Rp. 3.612.000 Rp. 219.000 Rp. 600.000 Rp. 60.587 Rp. 4.491.587* 255 Rp.3.449 ** Rp. 4.484***
E.cottoni Rp. 3.690.000 Rp. 219.000 Rp. 600.000 Rp. 51.000 Rp. 4.560.000* 105 Rp. 8.286** Rp. 10.771***
Keterangan * : Memasukan biaya bibit yang berasal dari hasil panen ** : Hasil pembagian biaya produksi tanpa biaya bahan baku (bibit) dibagi produksi kering *** : Kenaikan 30% dari harga pokok produksi sebelum kenaikan BBM Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diatas perlu ada mekanisme penetapan harga dasar dengan skenario kebijakan. Skenario kebijakan yang dimaksud tertuang dalam tabel berikut Skenario Kebijakan, Penjelasan, Program Prioritas dan Langkah Eksekusi dalam Penetapan Harga Dasar Rumput Laut Nasional Skenario Penjelasan Program Prioritas Langkah Eksekusi Kebijakan Penetapan Sistem pengendalian Pelaksanan BBPSEKP melakukan Harga Dasar harga berdasarkan penelitian penetapan penelitian berupa Rumput Laut biaya pokok harga dasar rumput analisis penentuan produksi dan laut nasional harga dasar rumput mengacu standar laut nasional mengacu baku mutu yang baku mutu yang sesuai dalam industri sesuai dengan industri karagenan karagenan dan hasil penelitian disosialisasikan kepada P2HP dan DJPB Penyiapan KKP menginisiasi instrumen penetapan keputusan bersama harga meliputi dasar dalam rangka hukum berupa penetapan harga dasar keputusan menteri rumput laut bersama perdagangan Kemendag dan 26
PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL | BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
[REKOMENDASI KEBIJAKAN]
2014
Penyiapan perangkat pengukuran baku mutu rumput laut kering di tingkat pembudidaya Monitoring teknis budidaya rumput laut yang sesuai untuk menghasilkan karagenan tinggi
Pembangunan infrastruktur pendukung
Sebagai sistem instrumen pasar untuk menampung rumput laut kering ketika terjadi lonjakan produksi
Pembangunan gudang-gudang oleh pemerintah pusat (KKP dan Kemendag) dan pemerintah daerah yang dikelola oleh professional atau koperasi
menyiapkan juklak implementasi penetapan harga dasar rumput laut P2HP berkoordinasi dengan DJPB untuk melakukan penyiapan perangkat pengukuran baku mutu DJPB berkoordinasi dengan penyuluh untuk monitoring teknis budidaya rumput laut dan melakukan penyuluhan untuk perbaikan teknis budidaya rumput laut yang sesuai. KKP , Kemendag bersama pemda untuk menyiapkan juklak pengelolaan gudang sebagai tempat penampungan rumput laut kering ketika terjadi lonjakan produksi
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan yang diambil adalah penetapan harga pokok produksi sebagai dasar harga jual rumput laut kering melihat dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh para pembudidaya. Harga dasar yang dapat ditawarkan untuk jenis rumput laut E.spinosum adalah Rp. 3.449/kg dan jenis E.cottoni Rp. 8.286/kg. hal ini diharapkan pada saat penawaran tinggi ada kepastian keamanan produksi sehingga tidak menyebabkan harga jual pembudidaya tidak jatuh. Penentuan harga dasar yang dilakukan pemerintah adalah bentuk perlindungan pemerintah terhadap usaha budidaya rumput laut, apabila jika terjadi lonjakan produksi pemerintah dapat memberi perlindungan dengan membeli hasil panen rumput laut kering tersebut dengan menggunakan harga dasar yang telah ditentukan oleh pemerintah. Penentuan harga dasar tidak hanya didasari pada biaya 27
PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL | BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
[REKOMENDASI KEBIJAKAN]
2014
pokok produksi namun memikirkan komponen biaya transportasi, sehingga harga dasar rumput laut pada wilayah timur dengan wilayah barat berbeda. Rekomendasi kebijakan yang dapat ditawarkan adalah (1). penetapan harga dasar rumput laut yang mengacu pada standar mutu yang sesuai dengan mutu industri karagenan dalam bentuk penelitian secara nasional yang kemudian hasil dari penelitian tersebut disosialisasikan sebagai dasar peraturan keputusan bersama menteri KKP dan Kemendag dengan menyiapkan instrumen, penyiapan perangkat pengukuran mutu dan monitoring teknis budidaya rumput laut yang sesuai serta sebelumnya melakukan penelitian secara analisis penentuan harga nasional pada banyak titik sentra produksi rumput laut di Indonesia, (2). pembangunan infrastruktur pendukung sebagai bentuk sistem instrumen pasar ketika terjadi lonjakan produksi, pemerintah dapat menampung rumput laut kering dengan harga dasar tersebut. DAFTAR PUSTAKA (1). Zamroni, A. A.H.Purnomo dan Mira. 2006.Keragaan Sosial Ekonomi Usaha Budidaya dan Pemasaran Rumput Laut di Bulukumba dan Palopo (Studi Kasus Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Gracillaria sp). Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Volume 1 No. 1 Juni 2006. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Perikanan BRKP KKP. Hal 83 – 100 (2). Yusuf, R. Mira dan A. Zamroni. 2006. Analisis Potensi Pasar Rumput Laut di Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Volume 1 No. 1 Juni 2006. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Perikanan BRKP KKP. Hal 101 – 111 (3). Rajagukguk, M.M. 2009. Analisis Daya Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional. [Skripsi, Tidak Diterbitkan]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor: Institut Pertanian Bogor (4). Wahyuningsih, W. 2009. Evaluasi Penentuan Harga Pokok Produksi Pada Pembuatan Tahu Fajar Di Jumantono. (Skripsi Non Reguler). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal 1-80 PENULIS REKOMENDASI Cornelia M Witomo dan Andrian Ramadhan Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan Perikanan Email :
[email protected]
28
PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL | BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN