LAPORAN TEKNIS PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) : PENGEMBANGAN JARINGAN DAN INDIKATOR MIKRO PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh : Prof. Dr. Sonny Koeshendrajana Tenny Apriliani, M.Si Andrian Ramadhan, M.T Maulana Firdaus, S.Pi Cornelia Mirwantini Witomo, S.St.Pi Riesti Triyanti, S.Si Dr. Achmad Zamroni Dr. Irwan Muliawan Dr. Siti Hajar Suryawati Hikmah, M.Si Fatriyandi Nur Priyatna, M.Si Mira, M.T Lindawati, S.Pi Rismutia Hayu Deswati, SE Tikkyrino Kurniawan, M.S.E Lathifatul Rosidah, S.Pi Arifa Desfamita, S.Kom Dedi Prayitno, S.Kom
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2015
Laporan Akhir Tahun 2015
LEMBAR PENGESAHAN Satuan Kerja (Satker)
:
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Judul Kegiatan
:
Panel
Kelautan
(Panelkanas) : Indikator
Dan
Perikanan
Pengembangan
Mikro
Pembangunan
Nasional
Jaringan
Dan
Kelautan
Dan
Perikanan Status
:
Baru
Pagu Anggaran
:
Rp. 1.500.000.000,-
Tahun Anggaran
:
Tahun 2015
Sumber Anggaran
:
APBN/APBNP DIPA Satker Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun 2015
Penanggung Jawab Output
:
Prof.(Ris). Sonny Koeshendrajana NIP. 19600424 198503 1 006
Penanggung Jawab Pelaksana
:
Prof.(Ris). Sonny Koeshendrajana
Output
NIP. 19600424 198503 1 006
Jakarta, Desember 2015 Penanggung Jawab Output
Penanggung Jawab Pelaksana Output
Prof.(Ris). Sonny Koeshendrajana Prof.(Ris). Sonny Koeshendrajana
NIP. 19600424 198503 1 006
NIP. 19600424 198503 1 006 Mengetahui/Menyetujui: Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Dr. Ir. Tukul Rameo Adi, MT NIP. 19610210 1990 03 1 001
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | ii
Laporan Akhir Tahun 2015
COPY RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
1.
JUDUL KEGIATAN
:
2.
SUMBER DAN TAHUN ANGGARAN STATUS PENELITIAN PROGRAM a. Komoditas b. Bidang/Masalah
:
Panel Kelautan Dan Perikanan Nasional (Panelkanas) : Pengembangan Jaringan dan Indikator Mikro Pembangunan Kelautan dan Perikanan APBN/ APBNP 2015
:
√Baru
: : :
Penelitian dan Pengembangan KP Perikanan (sasaran pokok pembangunan KP berdasarkan Rancangan RPJMN 2015-2019)
3. 4.
Lanjutan
√ Kedaulatan pangan Pengembangan ekonomi maritim dan kelautan Penguatan jati diri sebagai negara maritime Pemberantasan ikan liar c.Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan : Pengembangan d.Manajemen Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan : Penelitian dan Perikanan e. Isu Strategis Pembangunan KP 2015-2019 : Pengembangan produk perikanan untuk ketahanan pangan dan gizi nasional Peningkatan daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan Pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya KP Pengelolaan sumber daya KP secara berkelanjutan √ Peningkatan kesejahteraan pelaku usaha kelautan dan perikanan Pengembangan SDM dan IPTEK KP f. Dukungan terhadap Indikator Kinerja BSC Nilai Indeks Kesejahteraan Masyarakat KP Pertumbuhan PDB Perikanan (%) Jumlah WPP yang terpetakan potensi di bidang sumberdaya sosial ekonomi KP untuk pengembangan ekonomi maritim dan kelautan yang berkelanjutan Jumlah rekomendasi kebijakan yang diusulkan untuk dijadikan bahan kebijakan (buah) Jumlah pengguna hasil Iptek litbang di bidang sumberdaya sosial ekonomi KP (kelompok) Jumlah Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Jumlah Data dan Informasi Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Karya Tulis Ilmiah Bidang Penelitian Sosial Ekonomi Jumlah Model Kelembagaan Penyebaran IPTEK dan Pemberdayaan Masyarakat Jumlah Model Kebijakan Sosial Ekonomi Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan 5. 6.
JUDUL KEGIATAN LOKASI KEGIATAN
: :
Panelkanas : Pengembangan Jaringan dan Indikator Mikro Pembangunan Kelautan danPerikanan Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Papua
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | iii
Laporan Akhir Tahun 2015 7.
No. 1.
2. 3. 4. 5.
PENELITI YANG TERLIBAT Nama Prof. (Ris). Sonny Koeshendrajana Dr. Achmad Zamroni Dr. Irwan Mulyawan Tenny Apriliani, MSi. Andrian Ramadhan, MSc
:
Pendidikan/ Jabatan Fungsional S3/Profesor Riset
Disiplin Ilmu Ekonomi Sumberdaya
S3/Peneliti Madya Pengelolaan Pesisir S3/ Calon Peneliti S2/ Peneliti Muda S2/ Peneliti Muda
Pengelolaan Pesisir dan Laut Pengelolaan Pesisir dan Laut Ekonomi Sumberdaya
Tugas (Institusi)
Alokasi Waktu (OB)
Penanggung Jawab Output dan Penanggung Jawab Pelaksana Output Anggota
3
Anggota
5
Anggota
5
Anggota
5
5
6.
Maulana Firdaus, SPi.
S1/Peneliti Muda
Sosial Ekonomi Perikanan
Penanggung Jawab SubKegiatan
5
7.
Lindawati, SPi.
S1/Peneliti Muda
Sosial Ekonomi Perikanan
Penanggung Jawab SubKegiatan
5
8.
Cornelia M. Witomo, SPi.
S1/Peneliti Muda
Manajemen Sumberdaya
Penanggung Jawab SubKegiatan
5
Sosiologi Pedesaan
Anggota
5
9.
Fatriyandi Nur S2/ Calon Peneliti Priyatna, M.Si 10. Rizki A. S1/Non Klas Wijaya, SPi. 11. Rikrik Rahadian, ME 12. Nurlaili, S.Sos 13. Riesti Triyanti, S.Si 14. Estu Sri Luhur, SE 15. Rismutia Hayu Deswati, SE 16. Radityo Pramoda, SH, SE, MM 17. Bayu Vita Indah Yanti, SH 18. Tikkyrino Kurniawan, M.S.E 19. Arifa Desfamita, S.Kom
Sosial Ekonomi Perikanan
Penanggung Jawab Kegiatan
5
S2/Non Klas
Ekonomi
Anggota
5
S1/Peneliti Muda S1/ Peneliti Muda
Anthropologi Kimia
Anggota Anggota/PUMK
5 5
S1/ Peneliti Muda
Ekonomi
Anggota
5
S1/ Peneliti Muda
Ekonomi
Anggota
5
S2/ Peneliti Muda
Manajemen
Anggota
5
S1/ Peneliti Muda
Hukum
Anggota
5
S2/ Peneliti Muda
Ekonomi
Anggota
5
S1/ Non Klas
Komputer
Anggota
5
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | iv
Laporan Akhir Tahun 2015
8. Latar Belakang Penelitian Panel Perikanan Nasional (PANELKANAS) merupakan sebuah Penelitian yang dirancang untuk memonitor dinamika sosial ekonomi desa perikanan sebagai dampak kegiatan pembangunan nasional. Kegiatan ini merupakan studi yang bersifat panel mikro yang memiliki kelebihan untuk menjelaskan perkembangan yang terjadi pada tipologi usaha kelautan dan perikanan serta perbedaan-perbedaannya menurut waktu. Dengan dasar keberadaan manfaat panel tersebut maka Panelkanas menjadi penting untuk dilaksanakan. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan kajian-kajian generik sosial ekonomi kelautan dan perikanan, yang lebih lanjut akan digunakan untuk mendasari penelitian yang bersifat problem solving dan prediksi perkembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta pengkajian-pengkajian opsi-opsi kebijakan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan. Untuk itu kegiatan penelitian ini akan bersifat multi-years dengan menggunakan contoh lokasi yang sama sehingga dapat terlihat perkembangan yang terjadi. Data sosial ekonomi berskala mikro dibutuhkan sebagai informasi pelengkap yang dapat menjelaskan perkembangan data-data makro pembangunan kelautan dan perikanan. Perkembangan produksi kelautan dan perikanan secara makro tidak memiliki informasi yang cukup mengenai faktor-faktor yang membuatnya meningkat atau menurun. Oleh karena itu penelitian yang bersifat mikro seperti PANELKANAS penting untuk dilakukan. Beberapa isu pembangunan dan kebijakan yang terkait dengan PANELKANAS diantaranya adalah Pembangunan Desa Tertinggal, Millenium Development Goals (MDG’s), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), GENDER, Program Pemberdayaan (PUMP/PUGAR), Program Cluster 4 dan Rumput Laut di 7 Provinsi serta pembangunan 100 sentra perikanan. Program dan kebijakan pemerintah tersebut diharapkan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat kelautan dan perikanan secara umum meski sebagian besar dari mereka tidak menjadi target secara langsung. Pengukuran dampak tersebut akan dilihat dari indikator-indikator yang akan diamati oleh PANELKANAS sehingga penelitian ini sangat penting. Pelaksanaan kegiatan PANELKANAS selama ini belum mampu mencerminkan kondisi kelautan dan perikanan skala kecil pada level nasional. Hal ini dikarenakan keterwakilan lokasi monitoring yang sangat terbatas, tipologi kelautan dan perikanan yang sangat
bervariasi
memerlukan
keterwakilan
lokasi
yang
memadai
untuk
dapat
menggambarkan indikator mikro pembangunan kelautan dan perikanan secara nasional. Untuk kepentingan tersebut pada tahun 2015 PANELKANAS menginisiasi pengembangan PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | v
Laporan Akhir Tahun 2015
jaringan pengumpulan data sosial ekonomi rumah tangga kelautan dan perikanan secara nasional yang akan dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, pemerintah daerah, organisasi profesi/kepakaran maupun institusi lain yang memiliki semangat yang sama untuk mendorong pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
9.
Tujuan
:
Penelitian PANELKANAS bertujuan untuk : 1. Membangun jaringan pelaksanaan kegiatan penelitian indikator kinerja mikro pembangunan sektor kelautan dan perikanan; 2. Menentukan kawasan sentra perikanan yang akan dimonitor; 3. Menentukan indikator-indikator kinerja mikro pada kawasan sentra perikanan yang dimonitor; 4. Menyusun rekomendasi kebijakan terkait indikator kinerja mikro pembangunan kelautan dan perikanan. 10. Perkiraan Keluaran
:
Hasil yang diharapkan pada kegiatan penelitian tahun 2015meliputi jumlah paket data dan informasi, jumlah paket rekomendasi kebijakan, jumlah karya tulis ilmiah dan jumlah laporan hasil riset dengan rincian sebagai berikut : (1) Data dan Informasi (2) Rekomendasi Kebijakan (3) Karya Tulis Ilmiah
11.
Metodologi Penelitian
: 4 (empat) buah : 4 (empat) paket : 5 (lima) paket
:
Kerangka Pemikiran Kegiatan PANELKANAS dirancang untuk memantau & memahami berbagai perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga kelautan dan perikanan pada berbagai tipologi. Terdapat empat aspek utama yang akan menjadi kajian kegiatan yaitu usaha, pendapatan, konsumsi dan kelembagaan. Aspek-aspek tersebut akan dibingkai dengan pendekatan “sustainable livelihood”. Keterkaitan aspek-aspek tercakup dalam kegiatan Panelkanas dapat diilustrasikan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2 sebagai berikut:
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | vi
Laporan Akhir Tahun 2015
Keterangan : --------------: Ruang Lingkup Monitoring Penelitian Panelkanas --------------: Faktor Produksi --------------: Indikator Utama Kemisinan/Kesejahteraan Rumah Tangga
Gambar 2. Bagan Alir Keterkaitan Aspek Usaha, Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga dan Kelembagaan Usaha Kelautan dan Perikanan Aspek usaha sebagaimana terlihat dari gambar diatas akan meliputi tentang biaya investasi/modal usaha, kepemilikan asset produktif, input produksi termasuk teknologi serta tenaga kerja yang digunakan. Aspek usaha tersebut akan diperdalam melalui monitoring harga input-output serta produksi ikan. Yang kemudian akan diperdalam dengan studi kasus terkait isu-isu kelautan dan perikanan yang berkembang seperti isu kemiskinan, ketahanan pangan maupun kesejahteraan rumah tangga. Selain aspek usaha, monitoring terhadap pendapatan rumah tangga akan dilakukan melalui pengumpulan data berkala meliputi pendapatan usaha dan pendapatan rumah tangga. Pengumpulan data untuk menggambarkan konsumsi rumah tangga juga aka digali meliputi konsumsi pangan dan non pangan rumah tangga baik yang dikeluarkan harian, bulanan maupun tahunan. Aspek lainnya yang juga dimonitoring adalah kelembagaan pada tingkat pedesaan baik kelembagaan permodalan, input produksi, tenaga kerja hingga pemasaran.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | vii
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 3 menunjukkan mekanisme pengumpulan data Panelkanas yang akan dilakukan secara berkala. Pengambilan data bulanan dilakukan pada berbagai sumber seperti data harga input-output bersumber dari data pedagang input maupun pengumpul ikan, serta data produksi ikan dapat bersumber dari tempat pendaratan ikan yang utama maupun pengumpul/pedagang ikan. Pengumpulan data yang sifatnya tahunan meliputi data usaha KP, pendapatan rumah tangga serta nilai tukar perikanan. Pendalaman terhadap isu-isu terkini juga dapat dilakukan pada setiap tahunny dengan isu yang berbeda. Monitoring dengan jangka waktu lima tahunan dilakukan untuk menggamparkan kondisi kelembagaan baik kelembagaan modal dan investasi, input usaha, aset produksi serta tenaga kerja, serta konsumsi rumah tangga baik pangan maupun non pangan. Sensus Rumah Perikanan juga dilakukan lima tahun sekali, untuk menggambarkan kondisi rumah tangga secara umum pada tingkat pedesaan.
Monitoring Bulanan
Harga InputOutput, Produksi ikan (TPI/PPI, Pengepul)
Monitoring Tahunan
Usaha KP, Pendapatan RTP, NTP, Studi Kasus
Monitoring Lima Tahunan
Sensus RTP, Konsumsi RTP (pangan&non pangan), Kelembagaan (modal&investasi), Input Usaha, Aset Produktif, tenaga kerja)
Gambar 3. Monitoring Data Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan secara Berkala
Konsep penelitian PANELKANAS dirancang untuk memonitor dinamika sosial ekonomi desa perikanan sebagai dampak kegiatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, menurut Irawan dkk (2006), kegiatan monitoring dan survey serta studi lainnya di dalam kegiatan Penelitian Panelkanas memerlukan beberapa kondisi dalam pelaksanaannya yaitu : 1) konsistensi desa dan rumah tangga contoh; 2) konsistensi metode pengukuran variabel yang diamati; 3) konsistensi kedalaman informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner, dan 4) konsistensi interval waktu yang digunakan dalam mengkaji perubahanvariabelvariabel yang diamati.
Institusi dan Personel Mitra Pengguna Data dan informasi yang dihasilkan dari penelitian PANELKANAS diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan di sektor kelautan dan perikanan baik di tingkat
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | viii
Laporan Akhir Tahun 2015
pusat maupun daerah. Data dan informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk penetapan suatu program dan kebijakan baik mulai dari tingkat yang paling rendah yaitu rumah tangga hingga tingkat yang paling tinggi yaitu secara nasional.
Kerangka Jaringan dan Sistem Pendataan Pengumpulan data primer dan sekunder akan melibatkan berbagai institusi diantara BPS, perguruan tinggi, dinas kelautan dan perikanan setempat hingga masyarakat. Seperti pada Gambar 4 dan 5. Tim peneliti tingkat pusat (BBPSEKP) bertugas untuk menyusun panduan pelaksanaan kegiatan, melakukan supervisi, monitoring dan penyiapan kuisoner. Pengambilan data lapang akan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat melalui tenaga-tenaga enumerator yang telah dilatih terlebih dahulu mengenai metode pengambilan data yang baik dan benar. Validasi data dilakukan secara bertahap yaitu dilakukan oleh enumarator lapang, oleh tim perguruan tinggi dan tim peneliti tingkat pusat.
Gambar 4. Alur Kerja Pengumpulan Data PANELKANAS
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | ix
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 5. Rancangan Organisasi Pelaksanaa PANELKANAS
Ruang lingkup kegiatan penelitian mencakup tipologi perikanan tangkap di laut dan perairan umum daratan, perikanan budidaya dan produk kelautan. Sedangkan aspek yang dimonitor adalah berkaitan dengan perkembangan usaha, pendapatan dan konsumsi rumah tangga.
Metoda Analisis Data Analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan dalam rangka menginterpretasikan perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di sektor kelautan dan perikanan mencakup gambaran umum daerah penelitian, dinamika usaha perikanan dan kelautan, struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga, dinamika pengeluaran dan konsumsi rumah tangga, dan kondisi kelembagaan ekonomi rumah tangga perikanan dan kelautan.
Analisis Finansial Usaha Mengetahui perkembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan memerlukan gambaran tentang analisis finansial dari usaha yang dijalankan. Tujuannya untuk memahami kelayakan usaha yang berguna bagi pemerintah, swasta maupun lembaga keuangan dalam pengambilan kebijakan terkait perkembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan seperti penyediaan kredit untuk menumbuhkan kembangkan usaha dimasyarakat. Analisis finansial dapat memberikan gambaran sekaligus estimasi dari penerimaan dan pengeluaran bruto pada
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | x
Laporan Akhir Tahun 2015
masa yang akan datang setiap tahun, termasuk biaya-biaya yang berhubungan dengan produksi dan pembayaran kredit yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga kelautan dan perikanan (Gittinger, 1986).Pada analisis finansial terdapat beberapa indikator yang umum digunakan sebagaimana berikut :
Net Present Value (NPV) NPV member gambaran nilai sekarang dari akumulasi penerimaan dan pengeluaran proyek dengan memprediksikan
keseluruhan pengeluaran pada masa sekarang dan
mendatang. Nilai NPV harus dibibotkan dengan suatu timbangan tingkat suku bunga tertentu sebagai acuan. Suatu proyek dikatakan feasible jika NPV >0. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah: n
NPV = ∑ i=1
Net Cash Flow (1 + rate)i
Internal rate of Return (IRR) IRR adalah suatu indikator yang menjelaskan pada tingkat suku bunga berapa suatu proyek memberikan nilai NPV = 0. Dengan kata lain suatu proyek dikatakan layak/feasible jika nilai IRR-nya lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku di pasar. Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah: n
0= ∑ i=1
Net Cash Flow (1 + IRR)i
Payback Period (PP) PP adalah suatu periode yang menjelaskan tingkat pengembalian dari nilai investasi yang ditanamkan. Semakin cepat PB tercapai, makin bagus pula analisa atas suatu proyek. Rumus yang digunakan untuk menghitung PP adalah: n
0= ∑ i=1
Net Cash Flow (1 + rate)pay back period
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xi
Laporan Akhir Tahun 2015
Nilai Tukar Perikanan Nilai Tukar Perikanan (NTP) merupakan salah satu indikator kinerja utama (IKU) kementerian kelautan dan perikanan yang dinilai mampu menggambarkan perkembangan penerimaan dan pengeluaran masyarakat secara bersamaan dalam suatu nilai indeks. Pada tahun 2014 analisis nilai tukar perikanan ditujukan untuk melihat dinamika pada indeks nilai yang diterima dan nilai yang diterima oleh pelaku usaha perikanan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan nilai tukar perikanan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis ini diperlukan dalam pengambilan kebijakan terkait peningkatan kesejahteraan rumah tangga di sektor kelautan dan perikanan. Pada dasarnya konsep NTP merupakan adopsi konsep Nilai Tukar Petani (NTP) yang telah lama digunakan oleh Kementerian Pertanian untuk mengukur perkembangan kesejahteraan petani karena berhubungan erat dengan pendapatan dan pengeluaran yang menjadi tolak ukur kesejahteraan. Nilai tukar petani lahir sebagai jawaban akan kebutuhan data yang bersifat makro agar dapat menjadi landasan pengambilan kebijakan di sektor pertanian. Konsep ini dimulai pertama kali pada tahun 1981 yang dilakukan oleh tim UNDIP dimana memasukkan data-data sekunder pada tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Meski hasil temuan telah menunjukkan bahwa turunnya nilai tukar tidak selalu mengindikasikan turunnya ekonomi produksi dan data di tingkat kabupaten tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata ditingkat desa, konsep ini terus dikembangkan pada level provinsi pada tahun 1983 (Rakhmat, 2000). BPS kemudian menjadikan tahun tersebut sebagai tahun dasar dan memulai perhitungan Nilai Tukar Petani dengan menggunakan indeks Laspeyres. Awalnya perhitungan dilakukan di 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Perkembangan selanjutnya dilakukan pada 10 provinsi lainnya di luar P. Jawa pada tahun 1987. Perhitungan NTP selama ini dilakukan dengan mengacu pada naik turunnya harga dengan mengadopsi model Laspeyres. Model tersebut secara umum digunakan untuk mengukur perubahan indeks harga (price index) yang kemudian dijustifikasi untuk menghitung indeks harga yang diterima dan harga yang dibayar oleh masyarakat. Menurut Hutabarat (1995), nilai tukar produk primer dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan rumah tangga di pedesaan. Indikator ini sangat ditentukan oleh perilaku harga barang dan jasa di pedesaan. Harga produk primer pedesaan umumnya cenderung berfluktuasi dan nilai riilnya menurun. Hipotesis nilai tukar Prebisch-Singer (Prebisch, 1964; Singer, 1984) menunjukkan penurunan nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: (1) rendahnya elastisitas pendapatan dari produk primer; dan (2) perubahan teknologi pada pengembangan PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xii
Laporan Akhir Tahun 2015
produk primer. Beberapa penelitian telah menguatkan hipotesis Prebisch-Singer tersebut, seperti Spraos (1980), Grilli dan Yang (1988), dan Cuddington dan Urzua (1989). Merujuk pada konsep nilai tukar pertanian, maka mulai dikembangkan konsep nilai tukar perikanan. Awalnya nilai tukar perikanan merupakan bagian dari sub sektor pertanian. Seiring dengan berdirinya kementerian kelautan dan perikanan, maka pada tahun 2008 BPS bekerjasama dengan pusat data dan informasi kementerian kelautan dan perikanan (KKP) menghitung secara terpisah nilai tukar perikanan (NTP). Nilai tukar perikanan tersebut meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya dengan tahun dasar adalah 2007. Awalnya perhitungan NTP masih menggabungkan kedua sektor tersebut. Namun karena struktur biaya antara perikanan tangkap dan budidaya berbeda, maka NTP model ini tidak dapat mencerminkan NTP menurut sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Merujuk pada kelemahan pelaksanaan NTP diatas, maka BPS dan KKP mulai melakukan pemisahan melalui program kerjasama penyusunan diagram timbang untuk kedua bidang yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Dalam rangka tersebut, secara bertahap BPS melakukan survey penyusunan diagram timbang dimulai dari dua provinsi pada tahun 2008 yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selanjutnya tahun 2009 lokasi pengambil sampel menjadi 5 propinsi yaitu Sumatra Utara, Banten, DI. Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tahun 2010 lokasi pengambilan sampe untuk penghitungan diagram timbang dilaksanakan di delapan propinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Pada tahun 2011 ini kegiatan serupa dilakukan pada 18 provinsi yaitu Provinsi Aceh, Riau, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Sampai dengan saat ini, data hasil penyusunan ini masih belum dipublikasikan secara resmi. Namun demikian telah dihasilkan diagram timbang untuk perikanan tangkap dan perikanan budidaya menurut provinsi. Sementara NTP yang dipublikasikan oleh BPS sampai dengan saat ini masih mengadopsi metode lama yaitu menggabung antara perikanan tangkap dan pembudidaya ikan. Secara umum perhitungan NTP menggunakan indeks Laspeyres yang dimodifikasi baik pada komponen indeks yang diterima maupun yang dibayar. Namun sebelum nilai indeks dihitung, dibuat terlebih dahulu diagram timbang menurut provinsi. Diagram timbang adalah bobot/nilai masing-masing jenis komoditas hasil produksi perikanan dan barang/jasa yang termasuk dalam paket komoditas. Sementara paket komoditas adalah sekelompok PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xiii
Laporan Akhir Tahun 2015
komoditas perikanan yang dihasilkan oleh nelayan/pembudidaya ikan dan barang/jasa yang digunakan baik untuk proses produksi perikanan maupun untuk keperluan rumah tangga nelayan/pembudidaya ikan di daerah pedesaan untuk suatu periode tertentu (BPS,2011). Tujuan penyusunan diagram timbang adalah untuk mendapatkan ukuran yang proporsional dari komoditas yang masuk dalam pengukuran. Ukuran atau bobot tersebut kemudian menjadi penentu besarnya pengaruh dalam pembentukan nilai indeks. Penyusunan diagram timbang pada sisi yang diterima memerlukan data produksi yang dihasilkan, jumlah produksi yang dijual dan harga jual produsen. Langkah selanjutnya membagi produksi yang dijual dengan produksi yang dihasilkan untuk mencari persentase ”marketed surplus”. Marketed surplus digunakan karena nelayan/pembudidaya ikan tidaklah menjual seluruh produksi yang dihasilkan. Dalam penghitungan nilai ”Marketed Surplus” digunakan rumus:
NMSi
0
0
MSi Pi Qi
Keterangan: NMSi
: Nilai produksi yang dijual tahun dasar untuk jenis komoditas i
% MSi
: Persentase ”Marketed Surplus” untuk jenis komoditas i
Pi
: Rata-rata harga produsen tahun dasar untuk jenis komoditas i
Qi
: Kuantitas produksi tahun dasar untuk jenis komoditas i
Pada pelaksanaannya, perhitungan NMSi menggunakan data sekunder pada tingkat provinsi. Data sekunder yang digunakan adalah data produksi perikanan menurut jenis ikan. Data primer hanya menghasilkan % MSi yang merupakan rata-rata % MSi dari seluruh responden pada provinsi yang akan diukur. Oleh karena itu nilai % NMSi merupakan perpaduan antara data primer dan sekunder. Hal tersebut secara tersirat mengasumsikan bahwa seluruh data produksi perikanan baik tangkap/budidaya pada tingkat provinsi adalah data produksi dari seluruh hasil tangkapan dan bukan hasil yang djual saja. Nilai NMSi disebut juga sebagai penimbang komoditas (W) dalam perhitungan indeks harga yang diterima (It) dan indeks harga yang dibayar (Ib) dengan menggunakan indeks laspeyres yang dimodifikasi seperti dibawah ini (KKP dan BPS, 2011) : k
In
P( n )i
P i 1
P( n1) i Qoi
( n 1) i k
P Q oi
100
oi
i 1
atau
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xiv
Laporan Akhir Tahun 2015 k
In
RH
W( n1)i
( n )i
i 1
k
W
100
oi
i 1
Keterangan: In
: Indeks bulan berjalan (n)
P(n)i
: Harga rata-rata jenis barang i pada bulan n
P(n-1)i
: Harga rata-rata jenis barang i pada bulan n-1
P(n)i P(n - 1)i
: Relatif harga jenis barang I (RHni)
P(n-1)i Qoi
: Nilai produksi/konsumsi/biaya (penimbang) jenis barang i pada bulan n-
1atau W(n-1)i Poi Qoi
: Nilai produksi/konsumsi/biaya (penimbang) jenis barang i pada tahun dasar
atau Woi k
: Jumlah jenis barang yang tercakup dalam paket komoditas
Metode pengukuran dengan menggunakan metode diatas menurut Apriliani dkk (2012) ternyata memiliki sejumlah kelemahan dan tidak dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat.Hal ini didasari oleh metode penghitungan yang mengabaikan perubahan kuantitas produksi yang pada kenyataannya produksi memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap penerimaan pelaku usaha.Sebaliknya dinamika harga yang menjadi faktor
penentu
justru
seringkali
berbanding
terbalik
dengan
kesejahteraan
masyarakat.Naiknya harga-harga pada komponen yang diterima mengindikasikan terjadinya kelangkaan hasil perikanan akibat musim paceklik atau gagal panen secara masal.Oleh karena itu pada penelitian ini metode penghitungan NTP dimodifikasi dengan mengadopsi model indeks nilai yang merupakan perbandingan dari nilai yang terbentuk dari harga dan kuantitas (Lind et al, 2007).Indeks ini mengukur perubahan nilai antar waktu sehingga menggambarkan rasio dari nilai yang terbentuk.Menurut Nazar (2012) indeks nilai menunjukkan perubahan nilai uang dari satu periode ke periode lainnya. Secara matematis indeks nilai dapat ditulis secara sederhana sebagai berikut : 𝑉𝐼 =
∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖1 𝑄𝑖1 ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖0 𝑄𝑖0
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xv
Laporan Akhir Tahun 2015 Keterangan : VI Pi
1
= Value Index (indeks nilai) = Harga barang ke i pada saat ini
Pi0
= Harga barang ke i pada awal pengamatan
Qi1
= Kuantitas barang ke i pada saat ini
Qi0
= Kuantitas barang ke i pada saat awal pengamatan
Dinamika Usaha (produksi), Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga Sektor Kelautan dan Perikanan Perhitungan dinamika usaha (produksi) perikanan dilakukan berdasarkan kegiatan usaha perikanan yang dihasilkan oleh rumah tangga perikanan pada empat bidang usaha yaitu perikanan tangkap laut, perikanan budidaya, perikanan perairan umum daratan dan produk kelautan (garam). Data yang digunakan merupakan data series data panel sejak tahun 2006, perkembangan produksi dapat menjadi acuan untuk menyusun strategi peningkatan produksi dari perikanan rakyat (budidaya/produk kelautan). Dinamika perubahan pendapatan rumah tangga perikanan terkait bidang perikanan tangkap laut, perikanan budidaya, perikanan perairan umum daratan dan produk kelautan (garam). Dinamika pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan yang diperoleh bagik dari usaha perikanan maupun non perikanan, serta yang dihasilkan oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga. Dinamika perubahan pendapatan ini dapat menjadi acuan untuk mengembangkan bentuk-bentuk kelembagaan perikanan atau mata pencahariaan alternatif untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga perikanan. Dinamika konsumsi merupakan bagian penting dalam penelitian ini untuk menyerap hasil produksi yang dihasilkan oleh rumah tangga perikanan. Pada tahun 2015 ini, konsumsi rumah tangga perikanan yang dipelajari mencakup dua hal : 1) terkait dengan pengeluaran rumah tangga perikanan dikeluarkan untuk konsumsi dan (2) investasi. Untuk konsumsi terdiri dari konsumsi pangan maupun non pangan sedangkan untuk investasi terdiri dari investasi usaha dan pendidikan.
Waktu dan lokasi Lokasi penelitian merupakan lokasi-lokasi sentra produksi produk kelautan dan perikanan yang mewakili empat bidang (perikanan tangkap laut, perikanan tangkap perairan umum daratan, perikanan budidaya dan produk kelautan) dengan pertimbangan mewakili
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xvi
Laporan Akhir Tahun 2015
seluruh tipologi desa kelautan dan perikanan. Lokasi tersebut meliputi Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, dan NTB.
Teknik pengumpulan data Panel data panel merupakan data berkala yang dikumpulkan dari responden (baik individu maupun keluarga) yang sama. Panel data panel dikumpulkan melalui survei penampang lintang terhadap sejumlah responden yang dilakukan secara berkala. Desa contoh di setiap propinsi dipilih secara sengaja (sesuai dengan tujuan) dengan mempergunakan beberapa pertimbangan keberadaan sistem usaha perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) serta jenis perairan (perairan laut, pantai
dan air tawar). Pada tahun 2014,
pengumpulan data primer dilakukan melalui mekanisme survei monitoring pada masingmasing lokasi terpilih sesuai dengan aspek atau tema yang ditentukan seperti tertera pada Tabel 2. Pengambilan data primer tersebut dilakukan dengan bantuan instrumen (kuesioner) terstruktur terhadap 40 responden rumah tangga mewakili tipologi yang telah ditentukan lebih dulu setelah sensus dilakukan. Pada tahap awal data primer didapat dari diskusi pakar dan workshop. Diskusi pakar merupakan sarana yang digunakan untuk mendapatkan expert judgement setelah melihat data-data sekunder yang telah didapat. Diskusi pakar dilakukan dalam rangka verifikasi datadata sekunder dengan kondisi dilapangan, untuk menentukan lokasi desa contoh pada masing-masing kabupaten.Workshop atau semiloka dilakukan untuk koordinasi dan mendapatkan masukan dari berbagai lembaga-lembaga terkait dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xvii
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 2. Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Kegunaan Data Panelkanas Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
Perkembangan produksi menurut jenis
Survey monitoring
Perkembangan harga menurut jenis
Kegunaan Data di dalam Analisis pada tahun berjalan
Kegunaan Data di dalam Analisis antar tahun
Monitoring Bulanan
Analisis usaha, dinamika produksi, NTP, pendapatan Analisis usaha, dinamika harga, NTP, pendapatan
Tren produksi menurut jenis, analisis perubahan iklim terhadap produksi dan pendapatan, Tren harga menurut jenis, analisis perubahan iklim terhadap pendapatan
Investasi usaha (ex : kapal, alat tangkap etc)
Survey monitoring
Analisis usaha
Perubahan teknologi, perubahan asset produksi
Biaya operasional
Survey monitoring
Status kepemilikan asset
Survey monitoring
Sumber modal Karakteristik anggota rumah tangga (usia, hub keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman etc) Jenis pekerjaan menurut bulan
Survey monitoring
Analisis usaha, beban biaya produksi menurut komponen, Keterkaitan kepemilikan asset dengan kesejahteraan Analisis “financial asset”
Perubahan input produksi akibat perubahan aktivitas produksi, perubahan beban biaya produksi Perubahan status dan keterkaitannya dengan perkembangan kesejahteraan Analisis perubahan “financial asset”
Gambaran umum responden, analisis ketenagakerjaan
Analisis perubahan ketenagakerjaan
Curahan tenaga kerja menurut bulan
Survey monitoring
Sumber pendapatan keluarga lainnya Aset berharga Tabungan Hutang Jenis dan volume konsumsi pangan Jenis dan volume konsumsi non pangan Perkembangan harga pangan dan non pangan menurut jenis
Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Monitoring bulanan
Dinamika sumber pendapatan bulanan Besaran waktu yang dicurahkan dan keterkaitannya dengan pendapatan Pendapatan rumah tangga Kesejahteraan rt Kesejahteraan rt Kesejahteraan rt Pengeluaran pangan, ketahanan pangan rt Pengeluaran non pangan
Pola jenis penghidupan masyarakat dan perubahannya Melihat perubahan waktu kerja terkait dengan perubahan aktivitas produksi dan pendapatan Perubahan sumber pendapatan keluarga Perubahan kesejahteraan Perubahan kesejahteraan Perubahan kesejahteraan Perubahan pengeluaran pangan dan ketahanan pangan Perubahan pengeluaran non pangan
Perkembangan harga beberapa jenis barang
Inflasi/ perubahan harga-harga barang antar waktu
Survey monitoring Survey monitoring
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xviii
Laporan Akhir Tahun 2015 12. Rencana Anggaran Belanja (RAB): MA 521211 521213 521811 522151 522141 522131 524111 524114
Rincian KomposisiPembiayaan Belanja Bahan Honor Output Kegiatan Belanja Barang Untuk Persediaan Barang Konsumsi Belanja Jasa Profesi Belanja Sewa Belanja Jasa Konsultan Belanja perjalanan biasa Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota Total
Jumlah (Rp) 142,940,000 414,000,000 12,000,000 24,000,000 112,000,000 30,000,000 691,560,000 73,500,000 1,500,000,000
13. Rencana Penyerapan Anggaran dan Realisasi Fisik (Perbulan dan Perbelanja) Rencana Realisasi Anggaran Kegiatan Tahapan
Bobot (%)
I. Persiapan Studi literatur Pembuatan ROKR Pembuatan Kuesioner Prasurvey II. Pelaksanaan Survey III. Pelaporan
30 10 7 8 5
Rencana Penyerapan realisasi anggaran Bulan Ke- (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 3 4
3 3 4
4 5 15
60 10
15
8
7
5
5 3
5 3
3
1
Rencana Realisasi FisikKegiatan Tahapan
Bobot (%)
I. Persiapan Studi literatur Pembuatan ROKR Pembuatan Kuesioner Prasurvey II. Pelaksanaan Survey III. Pelaporan
30 10 7 8 5 60 10
Rencana Penyerapan realisasi Fisik Bulan Ke- (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 3 4
3 3 4
4 5 15
15
8
7
5
5 3
5 3
3
1
14. DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2006. Indikator Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan. BBRSE. Jakarta. Cuddington, J.T. and Urzua, C.M. 1989. Trends and Cycles in the Net Barter Terms of Trade: A New Approach. The Economic Journal, 99 (June 1989): 426-442.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xix
Laporan Akhir Tahun 2015
Irawan, B dkk. 2007. Proposal Operasional Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Kasryno, F. H. Nataatmadja, C. A. Rasahan. Y. Yisdja. 1986. Profil Pendapatan dan Konsumsi Pedesaan Jawa Timur, Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. Pasandaran, E., P. Simatupang, T. Sudaryanto, A. Suryana, C.A. Rasahan, A. Djauhari. 1989. Prosiding Patanas Perkembangan Struktur Produksi, Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan, Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. Setiono Dedi NS, 2011. Ekonomi Pembangunan Wilayah : Teori dan Analisis. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Pusat Penelitian Soisal Ekonomi Petanian, Jurnal Agroekonomi, 11 (1): 37-50. Singer, H.W. 1984. Terms of Trade Controversy and The Evolution of Soft Financing: Easy Year in the UN: 1947-1951, In M. Meier and D. Seers (Eds), Pioneer in Development. New York, Oxford Univ. Press. Syukur, M. Erwidodo dan Soentoro. 2000. Perspektif Historis Metodologi Penelitian PATANAS. In Rusastra et al. (eds), Prosiding ‘Perspektif Pembangunan Pertanian Pedesaan Dalam Era Otonomi Daerah’, hal 78-87. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian dan Kehutanan. 397 hal.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xx
Laporan Akhir Tahun 2015
RINGKASAN EKSEKUTIF Penelitian Panel Perikanan Nasional (PANELKANAS) merupakan sebuah Penelitian yang dirancang untuk memonitor dinamika sosial ekonomi perikanan sebagai dampak kegiatan pembangunan nasional. Kegiatan ini merupakan studi yang bersifat panel mikro yang memiliki kelebihan untuk menjelaskan perkembangan yang terjadi pada tipologi usaha kelautan dan perikanan serta perbedaan-perbedaannya menurut waktu. Secara umum, kajian ini bertujuan untuk: (1) Membangun jaringan pelaksanaan kegiatan penelitian indikator kinerja mikro pembangunan sektor kelautan dan perikanan; (2) Menentukan kawasan sentra perikanan yang akan dimonitor; (3) Menentukan indikator-indikator kinerja mikro pada kawasan sentra perikanan yang dimonitor; (4) Menyusun rekomendasi kebijakan terkait indikator kinerja mikro pembangunan kelautan dan perikanan. Pengembangan jaringan dimaksudkan untuk mengumpulkan data sosial ekonomi tingkat rumah tangga nelayan di 6 (enam) lokasi penelitian, mengingat jumlah target responden yang cukup banyak yang tidak mungkin dilakukan oleh peneliti dalam waktu yang terbatas. Pengembangan jaringan kerjasama dilakukan dengan institusi setempat (Dinas Kelautan dan Perikanan, Pelabuhan Perikanan) dan perguruan tinggi (Politeknik Kelautan dan Perikanan dan Universitas) di wilayah penelitian yaitu di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sumbawa, Kota Bitung, Kota Sorong, Tual, dan Kabupaten Pangkep. Penentuan kawasan sentra perikanan yang dimonitor dilakukan dengan purposive sampling. Sumber data yang digunakan adalah hasil sensus tani 2013 khususnya menyangkut dengan jumlah rumah tangga perikanan tangkap berdasarkan provinsi dan kabupaten. Jumlah produksi menggunakan data statistik perikanan tangkap KKP 2013. Langkah yang dilakukan sebagai berikut : (1) pengelompokan Indonesia kedalam wilayah-wilayah tertentu berdasarkan representasi pulau-pulau besar di Indonesia dan atau gabungan beberapa pulaupulau yang relatif lebih kecil, yaitu Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Semakin tinggi persentase menunjukkan bahwa provinsi tersebut sebagai salah satu daerah yang memiliki rumah tangga dengan ketergantungan tinggi terhadap sektor perikanan tangkap; (2) mengidentifikasi persentase jumlah produksi pada setiap wilayah menurut provinsi. Sama halnya dengan rumah tangga, persentase produksi tertinggi juga semakin baik karena menunjukkan sentra produksi perikanan tangkap. Kedua indikator tersebut kemudian digabung untuk menghasilkan suatu indeks komposit dengan bobot rumah tangga lebih besar yaitu 0,7 dan bobot produksi sebesar 0,3; (3) pertimbangan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxi
Laporan Akhir Tahun 2015
pemilihan lokasi ditambah lagi dengan keterwakilan secara spasial dan keterwakilan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dengan mengambil peringkat-peringkat tertinggi dari masingmasing wilayah dan dilanjutkan dengan identifikasi WPP yang sudah terwakili oleh provinsiprovinsi tersebut. Pada pelaksanaannya kegiatan penelitian dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya baik finansial, manusia, maupun waktu. Oleh karena itu diperlukan suatu langkah tambahan untuk dapat memilih lokasi yang lebih sempit dari daftar terpilih. Tahapan ini dilakukan dengan pendekatan expert judgement melalui diskusi kelompok terbatas antara tim peneliti dan narasumber kegiatan. Pertimbangan tambahan dalam pemilihan lokasi adalah aksesibilitas dan ketersediaan perguruan tinggi sebagai calon mitra penelitian. Lokasi tersebut antara lain Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sumbawa, Kota Bitung, Kota Sorong, Tual, dan Kabupaten Pangkep. Data yang dikumpulkan mencakup kelompok data pendukung analisis usaha, pendapatan dan konsumsi (terlampir) rumah tangga responden terpilih. Pada tahun 2015, pengumpulan data primer dilakukan melalui mekanisme survei pada masing-masing lokasi terpilih sesuai dengan aspek atau tema yang ditentukan. Pengambilan data primer tersebut dilakukan dengan bantuan instrumen (kuesioner) terstruktur terhadap 40 responden rumah tangga mewakili tipologi yang telah ditentukan terdahulu. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis untuk menjawab empat tujuan penelitian. Tujuan pertama dan kedua dijawab melalui metode analisis deskriptif dan deskstudy. Tujuan ketiga dijawab dan dianalisis menggunakan sustainable livelihood approach/SLA yang terdiri dari 4 (empat) indikator yaitu modal alam, sosial, sumberdaya manusia dan keuangan. Kegiatan PANELKANAS dirancang untuk memantau & memahami berbagai perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga kelautan dan perikanan pada berbagai tipologi. Terdapat empat aspek utama yang akan menjadi kajian kegiatan yaitu usaha, pendapatan, konsumsi dan
kelembagaan. Aspek-aspek tersebut akan dibingkai dengan
pendekatan “sustainable livelihood” yang meliputi 4 (empat) aset yaitu modal finansial, modal alam, modal sosial dan modal sumberdaya manusia dengan indikator-indikator yang menyusun setiap aset yang menggambarkan indeks komposit. Hasil penelitian menunjukkan indeks penghidupan responden di 6 (enam) lokasi diantaranya: 1. Tual, Maluku Tenggara sebesar 52 (armada 0-5 GT) dan 56 (armada > 5 GT); 2. Indramayu sebesar 54,93 (armada < 5 GT); 3. Sumbawa sebesar 17,29 (armada < 5 GT), 31,09 (armada 5 – 10 GT) dan 19,50 (armada > 5 GT);
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxii
Laporan Akhir Tahun 2015
4. Bitung sebesar 68,49 (armada < 5 GT), 68,49 (armada 5-10 GT) dan 69,49 (armada > 5 GT); 5. Pangkep sebesar 53,21 (armada < 5GT) dan 57,64 (armada 5-10 GT) 6. Sorong sebesar 60,28 (armada < 5 GT), 61,67 (armada 5 – 10 GT), 64,21 (armada > 5 GT). Indikator penyusun indeks penghidupan nelayan yang paling rendah terletak pada modal alam untuk lokasi Sorong dan Sumbawa sedangkan pada lokasi Tual, Indramayu, Pangkep dan Bitung indicator penyusun indeks terletak pada modal sosial. Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan indeks modal alam tersebut adalah dengan (1) Pengenalan teknologi penangkapan untuk meningkatkan produktivitas perikanan (CPUE tinggi); (2) melaksanakan moratorium terkait pelarangan kapal penangkap asing; (3) mengoptimalkan kawasan konservasi laut daerah (KKLD); (4) pengaturan wilayah penangkapan perikanan. Sedangkan untuk meningkatkan indicator modal sosial perlu dilakukan: (1) mempermudah akses masyarakat terhadap kelembagaan ekonomi; (2) mengoptimalkan kelembagaan masyarakat yang ada khususnya dalam setiap program pemerintah; (4) mepermudah akses nelayan terhadap kelembagaan keuangan formal; (4) mengintegrasikan kelembagaan informal dengan kelembagaan formal; dan (5) mengaktifkan kembali koperasi yang telah ada atau mendidikan koperasi perikanan baru.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxiii
Laporan Akhir Tahun 2015
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Teknis untuk kegiatan Panel Perikanan Nasional (PANELKANAS): Pengembangan Jaringan dan Indikator Mikro Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Secara umum, kajian ini bertujuan untuk: (1) Membangun jaringan pelaksanaan kegiatan penelitian indikator kinerja mikro pembangunan sektor kelautan dan perikanan; (2) Menentukan kawasan sentra perikanan yang akan dimonitor; (3) Menentukan indikator-indikator kinerja mikro pada kawasan sentra perikanan yang dimonitor; (4) Menyusun rekomendasi kebijakan terkait indikator kinerja mikro pembangunan kelautan dan perikanan. Kegiatan Panel Perikanan Nasional (PANELKANAS): Pengembangan Jaringan dan Indikator Mikro Pembangunan Kelautan dan Perikanan pada tahun 2015 dilaksanakan di 6(enam) lokasi penelitian yaitu di Kabupaten Indramayu-Jawa Barat, Sumbawa-Nusa Tenggara Barat, Tual-Maluku, Bitung-Sulawesi Utara, Sorong-Papua, dan Pangkep-Sulawesi Selatan. Pengembangan jaringan dilakukan dengan Perguruan Tinggi (Universitas maupun Politeknik) yang ada di lokasi penelitian dibantu dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten. Indikator kinerja mikro yang dianalisis berpedoman pada pendekatan mata pencaharian berkelanjutan (Sustainability Livelihood Approach) sehingga menghasilkan indeks penghidupan nelayan yang disusun berdasarkan 4 (empat) indeks yaitu indeks manusia, keuangan, alam dan sosial. Berkaitan dengan hal tersebut maka akan dihasilkan tingkat kesejahteraan nelayan di lokasi penelitian. Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna sehingga kami mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan ke depan. Harapan kami semoga laporan ini dapat menjadi rujukan atau referensi bagi stakeholders yang terkait baik sebagai penentu kebijakan maupun pihak-pihak lain yang terkait lainnya. Jakarta,
Desember 2015 Tim Peneliti
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxiv
Laporan Akhir Tahun 2015
DAFTAR ISI COVER .......................................................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... ii COPY RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN ................................... iii RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................................................................xxi KATA PENGANTAR ...........................................................................................................xxiv DAFTAR ISI........................................................................................................................... xxv DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xxvii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xxxviii
I.
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1 1.2. Tujuan .................................................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 3 2.1. Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan ......................................................... 3 2.2. Struktur Dan Disribusi Penguasaan Asset Rumah Tangga Perikanan ................................. 4 2.3. Struktur Dan Disribusi Pendapatan Rumah Tangga Perikanan .......................................... 4 2.4. Struktur Pengeluaran Dan Konsumsi Rumah Tangga Perikanan ........................................ 5 III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................................... 7 3.1. Kerangka Pemikiran............................................................................................................. 7 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................................... 9 3.3. Metode Pengumpulan Data .................................................................................................. 9 3.4. Metode Analisis Data ......................................................................................................... 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 17 4.1. Gambaran Umum Kegiatan Penelitian .............................................................................. 17 4.1.1. Pengembangan Jejaring Kerjasama Penelitian ............................................................... 17 4.1.2. Penentuan dan Kondisi Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 20 4.1.2.1. Penentuan Lokasi Penelitian ........................................................................................ 20 4.2. Kondisi Lokasi Penelitian .................................................................................................. 27
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxv
Laporan Akhir Tahun 2015
4.3. GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN ............................................. 71 4.4. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Perikanan Tangkap Laut ....................... 86 4.5. Struktur Biaya Usaha Penangkapan ................................................................................. 115 4.6. Struktur Penerimaan Usaha Penangkapan ....................................................................... 142 4.7. Struktur Pendapatan Rumah Tangga ............................................................................... 177 4.8. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga ............................................................. 188
V. INDEKS PENGHIDUPAN NELAYAN (FISHER LIVEHOOD INDEX) ................. 203 5.1. Indeks Modal Finansial .................................................................................................... 204 5.2. Indeks Modal Sosial ......................................................................................................... 220 5.3. Indeks Modal Sumberdaya Alam..................................................................................... 240 5.4. Indeks Modal Sumberdaya Manusia ................................................................................ 246 5.5. Indeks Penghidupan Nelayan (komposit semua modal) .................................................. 261
VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ............................................ 271 6.1. Kesimpulan ...................................................................................................................... 271 6.2. Rekomendasi Kebijakan .................................................................................................. 272
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 274
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxvi
Laporan Akhir Tahun 2015
DAFTAR TABEL Nomor
ISI
Halaman
Tabel 1.
Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Kegunaan Data Panelkanas ............... 11
Tabel 2.
Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Kegunaan Data Panelkanas ............... 16
Tabel 3.
Lokasi Penelitian, Produksi, RTU dan Indeks Komposit Tahun 2015 .................. 22
Tabel 4.
Provinsi Terpilih Berdasarkan Peringkat ............................................................... 24
Tabel 5.
Lokasi Penelitian berdasarkan Kabupaten 2015 .................................................... 25
Tabel 6.
Lokasi Penelitian Tahun 2015................................................................................ 27
Tabel 7.
Jumlah Penduduk Kota Tual Tahun 2014 .............................................................. 28
Tabel 8.
Jumlah Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 .............................. 29
Tabel 9.
Produksi Tangkap per Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara. .................... 30
Tabel 10. Jumlah Jukung di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ............................... 32 Tabel 11. Jumlah Perahu Papan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ..................... 33 Tabel 12. Jumlah Motor Tempel di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 .................... 34 Tabel 13. Jumlah Kapal Motor di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ...................... 35 Tabel 14. Jumlah Nelayan Tanpa Perahu di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ...... 36 Tabel 15. Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012......................... 37 Tabel 16. Jumlah Penduduk di Kabupaten Indramayu, 2004-2014 ....................................... 40 Tabel 17. Jumlah Jenis Kapal Penangkap Ikan di Kabupaten Indramayu, 2005-2014 .......... 41 Tabel 18. Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu, 2012-2014 ........................................................................................... 42 Tabel 19. Produksi Ikan berdasarkan Jenis Ikan dan Alat Tangkap yang digunakan, 2014 ........................................................................................................................ 44 Tabel 20. Jumlah Nelayan Menurut Status Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan di Kabupaten Indramayu, 2012-2014 ......................................................................... 45 Tabel 21. Indikator Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2014 ............................................................................................................ 49 Tabel 22. Rasio Ketergantungan Kabupaten Sumbawa Tahun 2014 ..................................... 50 Tabel 23. Produksi, Jumlah Nelayan, dan Sarana Penangkapan Ikan Laut Kabupaten Sumbawa 2014 ....................................................................................................... 53 Tabel 24. Jumlah Penggunaan Alat Tangkap dan Armada di PPS Bitung Tahun 2013 ........ 59 Tabel 25. Jumlah Penggunaan Alat Tangkap dan Armada di PPS Bitung Tahun 2013 ........ 60
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxvii
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 26. Sebaran Nelayan Berdasarkan Kartu Nelayan Tahun 2013 ................................... 61 Tabel 27. Volume Produksi Ikan di PPS Bitung Tahun 2010-2014 ...................................... 61 Tabel 28. Jumlah Produksi 3 Komoditas Ikan Utama di PPS Bitung tahun 2010-2014 ........ 62 Tabel 29. Sebaran Jumlah Armada Kapal Motor, Kapal Tempel dan Perahu Tak Bermotor di Kab. Pangkep ..................................................................................... 64 Tabel 30. Distrik dan Kelurahan di Kota Sorong Tahun 2013 ............................................. 67 Tabel 31. Proyeksi Penduduk Kota Sorong Per Distrik Tahun 2013 .................................... 67 Tabel 32. Jumlah Nelayan di Kota Sorong, Tahun 2009 – 2014 ........................................... 68 Tabel 33. Jumlah Perahu/Kapal Perikanan di Kota Sorong, Tahun 2009 – 2014 .................. 69 Tabel 34. Jumlah Alat Tangkap Perikanan di Kota Sorong, Tahun 2009 – 2014.................. 69 Tabel 35. Produksi Perikanan di Kota Sorong, Tahun 2013 – 2014 ...................................... 70 Tabel 36. Pendapatan Rata-Rata Responden Berdasarkan Ukuran Kapal Tahun 2015 ......... 83 Tabel 37. Karakteristik Responden Nelayan Perikanan Tangkap Laut di Pangkep, 2015 ........................................................................................................................ 83 Tabel 38. Sebaran Karakteristik Responden Nelayan Berdasarkan Besar Armada Kapal < 5 GT, 5-10 GT, dan >10 GT di Kota Sorong, 2015 ................................ 85 Tabel 39. Distribusi Jenis Armada Penangkapan < 5 GT di Kabupaten Maluku Tenggara................................................................................................................. 86 Tabel 40. Distribusi Kepemilikan Armada Penangkapan < 5 GT di Kabupaten Maluku Tenggara ................................................................................................... 86 Tabel 41. Distribusi Sumber Modal Kepemilikan Armada Penangkapan < 5 GT di Kabupaten Maluku Tenggara ................................................................................. 87 Tabel 42. Distribusi Jenis Armada Penangkapan 5-10 GT di Kabupaten Maluku Tenggara................................................................................................................. 88 Tabel 43. Distribusi Kepemilikan Armada Penangkapan 5-10 GT di Kabupaten Maluku Tenggara ................................................................................................... 88 Tabel 44. Distribusi Sumber Modal Kepemilikan Armada Penangkapan 5-10 GT di Kabupaten Maluku Tenggara ................................................................................. 89 Tabel 45. Distribusi kepemilikan Armada di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2015 ........................................................................................................................ 90 Tabel 46. Investasi Satu Unit Armada di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2015 .......... 90 Tabel 47. Jenis kapal,Alat tangkap, Mesin dan Alat bantu Pada Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu, 2015. ..................................................................... 92 Tabel 48. Nilai InvestasiArmada Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu, 2015 .......... 94 PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxviii
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 49. Nilai Investasi dan Prosentase Distribusi Pada Masing-Masing Jenis Kapal yang Terdapat di Kabupaten Sumbawa ................................................................. 95 Tabel 50. Nilai Investasi dan Prosentase Distribusi Pada Masing-Masing Mesin Motor yang Terdapat di Kabupaten Sumbawa ................................................................. 95 Tabel 51. Nilai Investasi dan Prosentase Distribusi Pada Masing-Masing Alat Tangkap yang Terdapat di Kabupaten Sumbawa .................................................. 96 Tabel 52. Nilai Investasi dan Prosentase Distribusi Pada Masing-Masing Alat Bantu yang Terdapat di Kabupaten Sumbawa ................................................................. 97 Tabel 53. Struktur dan Distribusi Jenis Kapal Ukuran < 5 GT .............................................. 98 Tabel 54. Struktur dan Distribusi Mesin untuk Ukuran Kapal < 5 GT ................................. 98 Tabel 55. Struktur dan Distribusi Alat Tangkap untuk Ukuran Kapal < 5 GT ..................... 99 Tabel 56. Struktur dan Distribusi Alat Pendukung untuk Ukuran Kapal <5 GT ................... 99 Tabel 57. Distribusi Jenis Kapal berukuran 5-10 GT yang digunakan responden............... 100 Tabel 58. Distribusi ukuran mesin yang digunakan pada kapal 5-10 GT ............................ 100 Tabel 59. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Kapal 5-10 GT ......................................... 101 Tabel 60. Struktur dan Distribusi Alat Pendukung untuk Ukuran Kapal 5-10 GT .............. 102 Tabel 61. Distribusi Jenis Kapal berukuran < 10 GT yang digunakan responden ............... 102 Tabel 62. Distribusi ukuran mesin yang digunakan pada kapal > 10 GT ............................ 103 Tabel 63. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Kapal > 10 GT ......................................... 103 Tabel 64. Alat bantu yang digunakan pada kapak > 10 GT ................................................. 104 Tabel 65. Distribusi Penggunaan Jenis Perahu pada Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, 2015 ...................................................................................................... 104 Tabel 66. Distribusi Penggunaan Mesin Perahu Pada Armada Penangkapan Ikan Kurang dari 5 GT di Pangkep, 2015 .................................................................... 105 Tabel 67. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Ikan pada Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, 2015 .................................................................................................. 105 Tabel 68. Distribusi Kepemilikan Aset Alat Bantu Penangkapan Ikan armada Kurang dari 5 GT .............................................................................................................. 106 Tabel 69. Distribusi Kepemilikan Kapal Ukuran 5-10 GT di Pangkep, tahun 2015 ........... 107 Tabel 70. Distribusi Kepemilikan Mesin Ukuran 5-10 GT di Pangkep, tahun 2015 ........... 107 Tabel 71. Distribusi Kepemilikan Alat Tangkap Ukuran 5-10 GT di Pangkep, tahun 2015 ...................................................................................................................... 108 Tabel 72. Distribusi Kepemilikan Alat Bantu Penangkapan Ikan Kapal Ukuran 5-10 GT di Pangkep, tahun 2015.................................................................................. 109 PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxix
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 73. Struktur dan Distribusi Jenis Kapal Ukuran < 5 GT ............................................ 109 Tabel 74. Struktur dan Distribusi Mesin untuk Ukuran Kapal < 5 GT ............................... 110 Tabel 75. Struktur dan Distribusi Alat Tangkap untuk Ukuran Kapal < 5 GT ................... 110 Tabel 76. Struktur dan Distribusi Alat Pendukung untuk Ukuran Kapal <5 GT ................. 111 Tabel 77. Distribusi Jenis Kapal berukuran 5-10 GT yang digunakan responden............... 111 Tabel 78. Distribusi ukuran mesin yang digunakan pada kapal 5-10 GT ............................ 112 Tabel 79. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Kapal 5-10 GT ......................................... 112 Tabel 80. Struktur dan Distribusi Alat Pendukung untuk Ukuran Kapal 5-10 GT .............. 113 Tabel 81. Distribusi Jenis Kapal berukuran > 10 GT yang digunakan responden ............... 113 Tabel 82. Distribusi ukuran mesin yang digunakan pada kapal > 10 GT ............................ 113 Tabel 83. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Kapal >10 GT .......................................... 114 Tabel 84. Alat bantu yang digunakan pada kapal > 10 GT .................................................. 114 Tabel 85. Rata-rata Jumlah Trip Perbulan Responden PANELKANAS, Tual.................... 115 Tabel 86. Kalender Jenis Ikan yang Ditangkap Responden PANELKANAS, Tual ............ 115 Tabel 87. Rata-rata Besaran Biaya Operasional Pertrip Responden PANELKANAS, Tual, 2015 ............................................................................................................ 117 Tabel 88. Rata-rata Besaran Biaya Operasional Pertahun Responden PANELKANAS, Tual, 2015 ............................................................................................................ 117 Tabel 89. Biaya Operasional Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil Ukuran Kapal < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ........................................ 117 Tabel 90. Biaya Tidak Tetap (Variable) Trip per Bulan Usaha Perikanan Tangkap Laut Ukuran Kapal < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ............................... 119 Tabel 91. Biaya Tetap (Fixed) per Tahun Usaha Perikanan Tangkap Laut Berdasarkan Ukuran Kapal < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ........................................ 119 Tabel 92. Rataan Produksi perbulan, pertrip dan Nilai Produksi perbulan .......................... 120 Tabel 93. Biaya Operasional Pada Musim Puncak, Sedang dan Pacekik Pertrip Armada dibawah 5 GT (Unit : Rp/Trip) .............................................................. 121 Tabel 94. Biaya Operasional Menurut Bulan Armada kurang 5 GT ................................... 122 Tabel 95. Total Biaya (Biaya Operasional dan Biaya Tetap) Perbulan Armada di Bawah 5 GT (Unit : Rp/bulan) ............................................................................. 123 Tabel 96. Rataan Produksi perbulan, pertrip dan Nilai Produksi perbulan .......................... 123 Tabel 97. Biaya Operasional Pertrip Armada 5 – 10 GT ..................................................... 124 Tabel 98. Biaya Operasional Bulanan Armada 5 – 10 GT .................................................. 125
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxx
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 99. Total Biaya (Biaya Operasional dan Biaya Tetap) Perbulan Armada 5 – 10 GT (Unit : Rp/bulan) ............................................................................................ 126 Tabel 100. Rataan Produksi perbulan, pertrip dan Nilai Produksi perbulan .......................... 126 Tabel 101. Biaya Operasional Pada Musim Puncak, Sedang dan Pacekik Pertrip Armada Lebih 10 GT ........................................................................................... 127 Tabel 102. Biaya Operasional Menurut Bulan Armada Lebih 10 GT (Unit : Rp/bulan)....... 128 Tabel 103. Total Biaya (Biaya Operasional dan Biaya Tetap) Perbulan Armada lebih 10 GT (Unit : Rp/bulan) ....................................................................................... 129 Tabel 104. Produksi Menurut Bulan dan Jenis Ikan .............................................................. 129 Tabel 105. Biaya Operasional perbulan Kapal <5GT, Tahun 2015 ....................................... 131 Tabel 106. Biaya Tetap Per Tahun Kapal <5GT, Tahun 2015 .............................................. 131 Tabel 107. Biaya Operasional perbulan Kapal 5-10 GT, Tahun 2015................................... 132 Tabel 108. Biaya Total Usaha Penangkapan Ikan Kapal 5-10 GT ........................................ 133 Tabel 109. Struktur Biaya usaha penangkapan ikan kapal 5-10 GT ...................................... 133 Tabel 110. Biaya Total Usaha Penangkapan Ikan Kapal > 10 GT ........................................ 134 Tabel 111. Tabel 100 Jumlah Trip, Produksi dan Nilai Produksi Nelayan Ukuran kapal 5-10 GT di Pangkep, 2015 ................................................................................... 134 Tabel 112. Biaya Operasional, Biaya tetap dan Total Biaya Penangkapan Ikan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, Tahun 2015 ......................................................... 135 Tabel 113. Penerimaan Produksi Nelayan Armada 5 – 10 GT di Pangkep, Tahun 2015 ...... 136 Tabel 114. Pengeluaran Produksi Nelayan Armada 5 – 10 GT di Pangkep, Tahun 2015 ..... 136 Tabel 115. Biaya Operasional perbulan Kapal <5GT, Tahun 2015 ....................................... 137 Tabel 116. Biaya Tetap Per Tahun Kapal <5 GT, Tahun 2015 ............................................. 137 Tabel 117. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dengan armada 5 – 10 GT di Kota Sorong, 2015 ........................................................................................... 138 Tabel 118. Struktur Biaya Usaha Penangkapan Ikan Kapal 5 – 10 GT di Kota Sorong, 2015 ...................................................................................................................... 139 Tabel 119. Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Kapal >10 GT di Kota Sorong, 2015 ..... 139 Tabel 120. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dengan armada > 10 GT di Kota Sorong, 2015 ............................................................................................... 140 Tabel 121. Struktur Biaya Usaha Penangkapan Ikan Kapal >10 GT di Kota Sorong, 2015 ...................................................................................................................... 141 Tabel 122. Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Kapal >10 GT di Kota Sorong, 2015 ..... 142
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxi
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 123. Rata-rata Produksi, Penerimaan dan Keuntungan Perbulan Usaha Penangkapan Armada di Bawah 5 GT Responden PANELKANAS di Tual ...... 143 Tabel 124. Rata-rata Produksi, Penerimaan dan Keuntungan Perbulan Usaha Penangkapan Armada di Atas 5 GT Responden PANELKANAS di Tual .......... 143 Tabel 125. Produksi Per Jenis Ikan (Kg/Bulan) Pada Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu, 2015. ............................................................................... 145 Tabel 126. Harga Rata-Rata Per Jenis Ikan di Kabupaten Indramayu, 2015 ......................... 146 Tabel 127. Penerimaan Usaha Berdasarkan Jenis Ikan Per Bulan (Rp/Bulan) Pada Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu , Armada < 5 GT, 2015 ...... 147 Tabel 128. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan Armada < 5GT di Kabupaten Indramayu, 2015 .................................................................................................. 149 Tabel 129. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan Armada < 5GT di Kabupaten Indramayu, 2015 .................................................................................................. 150 Tabel 130. Alat Tangkap, Jumlah Trip dan Jenis Ikan yang Tertangkap Untuk Kapal Ukuran < 5 GT ..................................................................................................... 151 Tabel 131. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal <5GT, Tahun 2015 ................... 152 Tabel 132. Harga perjenis ikan, Tahun 2015 ......................................................................... 152 Tabel 133. Penerimaan usaha penangkapan ikan untuk kapal <5 GT per bulan, Tahun 2015 ...................................................................................................................... 153 Tabel 134. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal <5GT per Jenis Ikan, Tahun 2015 .......................................................................................................... 153 Tabel 135. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan untuk Kapal Ukuran <5GT, Tahun 2015 ...................................................................................................................... 154 Tabel 136. Kalender Penangkapan Ikan dan Jumlah Trip Kapal 5-10 GT ............................ 155 Tabel 137. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 ............... 156 Tabel 138. Harga jenis ikan yang diterima oleh nelayan kapal 5-10 GT ............................... 156 Tabel 139. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal 5-10 GT per Jenis Ikan, Tahun 2015 .......................................................................................................... 157 Tabel 140. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan untuk Kapal Ukuran 5-10 GT, Tahun 2015 ...................................................................................................................... 158 Tabel 141. Kalender Penangkapan Ikan dan Jumlah Trip Kapal > 10 GT ............................ 158 Tabel 142. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 ............... 160 Tabel 143. Harga jenis ikan yang diterima oleh nelayan kapal > 10 GT ............................... 160
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxii
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 144. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal > 10 GT per Jenis Ikan, Tahun 2015 .......................................................................................................... 161 Tabel 145. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan untuk Kapal Ukuran > 10 GT, Tahun 2015 ...................................................................................................................... 162 Tabel 146. Produksi Hasil Tangkapan Nelayan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep menurut Jenis Ikan yang Ditangkap, Tahun 2015................................................ 162 Tabel 147. Harga Ikan yang Diterima Nelayan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, Tahun 2015 .......................................................................................................... 163 Tabel 148. Penerimaan Usaha Nelayan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, Tahun 2015 ...................................................................................................................... 164 Tabel 149. Perhitungan Keuntungan Usaha Nelayan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, Tahun 2015 ........................................................................................... 165 Tabel 150. Produksi Hasil Tangkapan Nelayan Armada 5 - 10 GT di Pangkep menurut Jenis Ikan yang Ditangkap, Tahun 2015 .............................................................. 166 Tabel 151. Harga Ikan yang Diterima Nelayan Armada 5 - 10 GT di Pangkep, Tahun 2015 ...................................................................................................................... 167 Tabel 152. Penerimaan Usaha Nelayan Armada 5 - 10 GT di Pangkep, Tahun 2015 ........... 167 Tabel 153. Perhitungan Keuntungan Usaha Nelayan Armada 5-10 GT di Pangkep, Tahun 2015 .......................................................................................................... 168 Tabel 154. Produksi Per Jenis Ikan (Kg/Bulan) Pada Usaha Penangkapan Ikan di Kota Sorong, 2015 ........................................................................................................ 169 Tabel 155. Harga Rata-Rata Per Jenis Ikan di Kota Sorong, 2015 ........................................ 170 Tabel 156. Penerimaan Usaha Berdasarkan Jenis Ikan Per Bulan (Rp/Bulan) Pada Usaha Penangkapan Ikan Armada < 5 GT di Kota Sorong, 2015 ....................... 171 Tabel 157. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan Armada < 5GT di Kabupaten Indramayu, 2015 .................................................................................................. 172 Tabel 158. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal 5-10 GT di Kota Sorong, 2015 ...................................................................................................................... 173 Tabel 159. Harga jenis ikan yang diterima oleh nelayan kapal 5-10 GT di Kota Sorong, 2015 ...................................................................................................................... 173 Tabel 160. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal 5-10 GT per Jenis Ikan di Kota Sorong, Tahun 2015 ................................................................................ 174 Tabel 161. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal > 10 GT di Kota Sorong, Tahun 2015 .......................................................................................................... 175 PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxiii
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 162. Harga per jenis ikan untuk kapal > 10 GT di Kota Sorong, Tahun 2015 ............ 176 Tabel 163. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal > 10 GT per Jenis Ikan di Kota Sorong, Tahun 2015 ................................................................................ 176 Tabel 164. Rata-rata
Sumber
Pendapatan
Keluarga
Nelayan
Responden
PANELKANAS di Tual....................................................................................... 177 Tabel 165. Rata-rata Pendapatan Sektor Perikanan Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual....................................................................................... 178 Tabel 166. Rata-rata Pendapatan Sektor Non-Perikanan Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual....................................................................................... 178 Tabel 167. Sumber Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut di Kabupaten Indramayu, 2015 .................................................................................................. 179 Tabel 168. Pendapatan Rata – rata Rumah Tangga Perikanan pada Tipologi Perikanan Tangkap Laut di Kabupaten Indramayu Berdasarkan Sektor Perikanan, 2015 ...................................................................................................................... 180 Tabel 169. Pendapatan Rata – rata Rumah Tangga Perikanan pada Tipologi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil di Kabupaten Indramayu Berdasarkan Sektor Non Perikanan, 2015 .................................................................................................... 181 Tabel 170. Pendapatan Sektor Perikanan Kabupaten Sumbawa Tahun 2015 ....................... 182 Tabel 171. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Kabupaten Sumbawa .................. 182 Tabel 172. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal < 5 GT ............................ 183 Tabel 173. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal < 5 GT dari Sektor Perikanan .............................................................................................................. 183 Tabel 174. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal < 5 GT dari Sektor Non Perikanan ...................................................................................................... 184 Tabel 175. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Kelompok Ukuran Kapal 5-10 GT .......... 184 Tabel 176. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Kelompok Ukuran Kapal 5-10 GT dari Sektor Perikanan ........................................................................................... 185 Tabel 177. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal 5-10 GT dari Sektor Non Perikanan ...................................................................................................... 185 Tabel 178. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal 10-30 5 GT, Tahun 2015 ...................................................................................................................... 185 Tabel 179. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal 10-30 GT dari Sektor Perikanan, Tahun 2015 ........................................................................................ 186
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxiv
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 180. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal 10-30 GT dari Sektor Non Perikanan ...................................................................................................... 186 Tabel 181. Sumber Pendapatan Rumah Tanggga Nelayan di Pangkep, 2015 ....................... 187 Tabel 182. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Nelayan di Pangkep dari Sektor Perikanan, 2015 .................................................................................................... 187 Tabel 183. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Nelayan di Pangkep dari Sektor NonPerikanan, 2015 ............................................................................................. 188 Tabel 184. Pendapatan Per kapita/ Per Tahun ....................................................................... 188 Tabel 185. Rata-rata Pengeluaran Perkapita/tahun Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual....................................................................................... 189 Tabel 186. Rata-rata
Pengeluaran
Pangan
Perkapita/tahun
Keluarga
Nelayan
Responden PANELKANAS di Tual .................................................................... 189 Tabel 187. Rata-rata Pengeluaran Non-Pangan Perkapita/tahun Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual .................................................................... 190 Tabel 188. Pengeluaran Rata – rata Per Kapita per Tahun Rumah Tangga Nelayan, Kabupaten Indramayu Berdasarkan Pengeluaran Pangan dan Non Pangan, 2015 ...................................................................................................................... 191 Tabel 189. Pengeluaran Rata – rata Per Kapita per Tahun Rumah Tangga Nelayan, Kabupaten Indramayu Berdasarkan Pengeluaran Pangan, 2015 ......................... 191 Tabel 190. Pengeluaran Rata – rata Per Kapita per Tahun Rumah Tangga Nelayan, Kabupaten Indramayu Berdasarkan Pengeluaran Non Pangan, 2015 .................. 191 Tabel 191. Pengeluaran Rata-Rata per Kapita per Tahun Rumah Tangga Nelayan di Kabupaten Sumbawa, Tahun 2014 ...................................................................... 192 Tabel 192. Struktur Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Kelompok Kapal <5 GT, Tahun 2015 .......................................................................................................... 194 Tabel 193. Pengeluaran Pangan Kelompok Kapal <5 GT, Tahun 2015 ................................ 195 Tabel 194. Pengeluaran Non Pangan Kelompok Kapal <5 GT, Tahun 2015, Tahun 2015 ...................................................................................................................... 195 Tabel 195. Struktur Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Kelompok Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 .......................................................................................................... 196 Tabel 196. Pengeluaran Pangan Kelompok Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 ............................. 196 Tabel 197. Pengeluaran Non Pangan Kelompok Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 ..................... 197 Tabel 198. Struktur Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Kelompok Kapal 10-30 GT, Tahun 2015 .......................................................................................................... 197 PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxv
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 199. Pengeluaran Pangan Kelompok Kapal 10-30 GT, Tahun 2015 ........................... 198 Tabel 200. Pengeluaran Non Pangan Kelompok Kapal 10-30 GT, Tahun 2015 ................... 198 Tabel 201. Konsumsi perkapita nelayan di Pangkep Tahun 2015 ......................................... 199 Tabel 202. Konsumsi perkapita nelayan di Pangkep menurut Ukuran Armada Penangkapan Tahun 2015 .................................................................................... 200 Tabel 203. Komposisi Pengeluaran Pangan ........................................................................... 202 Tabel 204. Pengeluaran Non Pangan Per Tahun .................................................................... 202 Tabel 205. Indeks Modal Finansial Responden PANELKANAS Maluku Tenggara 2015 ...................................................................................................................... 205 Tabel 206. Garis Kemiskinan Penduduk di Provinsi Jawa Barat, 2014-2015 ....................... 206 Tabel 207. Indeks Komposit Modal Keuangan di Kabupaten Indramayu, 2015 ................... 206 Tabel 208. Indeks Finansial Kapital Kapal < 5 GT ............................................................... 211 Tabel 209. Indeks Finansial Kapital Kapal 5-10 GT ............................................................. 211 Tabel 210. Indeks Finansial Kapital Kapal lebih dari 10 GT ................................................ 212 Tabel 211. Indeks Finansial Kapital Kapal < 5 GT ............................................................... 215 Tabel 212. Indeks Finansial Kapital Kapal 5-10 GT ............................................................. 216 Tabel 213. Indeks Finansial Kapital Kapal 11-30 GT ........................................................... 216 Tabel 214. Indeks Financial Capital Nelayan di Pangkep, 2015 ........................................... 216 Tabel 215. Nilai Indeks Modal Finansial Nelayan di Kota Sorong, 2015 ............................. 220 Tabel 216. Indeks Modal Sosial Responden PANELKANAS Maluku Tenggara, 2015 ....... 221 Tabel 217. Indeks Komposit Modal Sosial di Kabupaten Indramayu, 2015 ......................... 223 Tabel 218. Nilai Total Agregat Indeks Komposit Modal Sosial di Kabupaten Sumbawa .... 227 Tabel 219. Nilai Total Agregat Indeks Komposit Modal Sosial di Kota Bitung ................... 229 Tabel 220. Indeks Social Capital Nelayan di Pangkep, 2015 ................................................ 233 Tabel 221. Nilai Indeks Komposit Modal Sosial Nelayan di Kota Sorong, 2015 ................. 237 Tabel 222. Indeks Modal Natural Responden PANELKANAS Maluku Tenggara, 2015..... 241 Tabel 223. Nilai Total Agregat Indeks Komposit Modal Sumberdaya Alam di Kabupaten Indramayu, 2015 ................................................................................ 243 Tabel 224. Indeks Natural Kapital di Kabupaten Sumbawa .................................................. 243 Tabel 225. Indeks Natural Kapital di Kota Bitung ................................................................ 245 Tabel 226. Tabel Indeks Natural Capital Nelayan di Pangkep, 2015 .................................... 245 Tabel 227. Nilai Indeks Natural Capital di Kota Sorong, 2015 ............................................. 246 Tabel 228. Indeks Modal Manusia Responden PANELKANAS Maluku Tenggara, 2015 ...................................................................................................................... 246 PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxvi
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 229. Nilai Total Agregat Indeks Komposit Modal Manusia di Kabupaten Indramayu, 2015 .................................................................................................. 247 Tabel 230. Indeks Human Capital Kapal < 5 GT................................................................... 254 Tabel 231. Indeks Human Capital Kapal 5-10 GT ............................................................... 254 Tabel 232. Indeks Human Capital Kapal diatas 10 GT ........................................................ 254 Tabel 233. Indeks Human Capital Kapal < 5 GT................................................................... 257 Tabel 234. Indeks Human Capital Kapal 5-10 GT ............................................................... 258 Tabel 235. Indeks Human Capital Kapal 11-30 GT ............................................................. 258 Tabel 236. Indeks Human Capital Nelayan di Pangkep, 2015 .............................................. 258 Tabel 237. Nilai
Indeks
Human
Capital
Nelayan
menurut
Ukuran
Armada
Penangkapan di Kota Sorong, 2015 ..................................................................... 261 Tabel 238. Nilai Indeks Penghidupan Responden PANELKANAS Maluku Tenggara, 2015 ...................................................................................................................... 262 Tabel 239. Indeks Penghidupan Nelayan dengan Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 .................................................................................................. 263 Tabel 240. Panduan dan Visualisasi Capaian
Indeks Penghidupan Nelayan di
Kabupaten Indramayu, 2015 ................................................................................ 263 Tabel 241. Capaian Dimensi Pembentuk Indeks Penghidupan Nelayan di Kabupaten Indramayu, 2015 .................................................................................................. 264 Tabel 242. Nilai Indeks Penghidupan Kapal dibawah 5 GT .................................................. 265 Tabel 243. Nilai Indeks Penghidupan Kapal 5-10 GT ........................................................... 265 Tabel 244. Nilai Indeks Penghidupan Kapal diatas 10 GT ................................................... 265 Tabel 245. Nilai Indeks Penghidupan Kapal dibawah 5 GT .................................................. 266 Tabel 246. Nilai Indeks Penghidupan Kapal 5-10 GT ........................................................... 266 Tabel 247. Nilai Indeks Penghidupan Kapal 11-30 GT ........................................................ 267 Tabel 248. Indeks Penghidupan Nelayan di Pangkep, 2015 .................................................. 268 Tabel 249. Indeks Penghidupan Nelayan menurut Armada Penangkapan di Kota Sorong, 2015 ........................................................................................................ 269
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxvii
Laporan Akhir Tahun 2015
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1.
ISI
Halaman
Bagan Alir Keterkaitan Aspek Usaha, Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga dan Kelembagaan Usaha Kelautan dan Perikanan ................................... 7
Gambar 2.
Monitoring Data Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan secara Berkala .......... 8
Gambar 3.
Peta Wilayah Kota Tual, Maluku Tenggara Barat .............................................. 28
Gambar 4.
Persentase Jumlah Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ......... 30
Gambar 5.
Persentase Produksi Penangkapan per Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 .......................................................................................... 31
Gambar 6.
Persentase Produksi per Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 .......................................................................................... 31
Gambar 7.
Pemasaran produksi perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ..................................................................................................................... 32
Gambar 8.
Persentase Jumlah Jukung di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ........... 33
Gambar 9.
Persentase Jumlah Perahu Papan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ..................................................................................................................... 34
Gambar 10. Persentase Jumlah Motor Tempel di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ..................................................................................................................... 35 Gambar 11. Persentase Jumlah Kapal Motor di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 ..................................................................................................................... 36 Gambar 12. Persentase Jumlah Nelayan Tanpa Perahu di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 .......................................................................................................... 37 Gambar 13. Jumlah Kapal Motor di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 .................... 38 Gambar 14. Peta Administrasi Kabupaten Indramayu ............................................................ 39 Gambar 15. Produksi dan Nilai Produksi Ikan di Kabupaten Indramayu, 2014 ..................... 42 Gambar 16. Produksi dan Nilai Produksi Ikan di Kabupaten Indramayu, 2010-2014 ............ 43 Gambar 17. Peta Daerah Penangkapan Ikan ........................................................................... 46 Gambar 18. Peta Wilayah Kabupaten Sumbawa ..................................................................... 47 Gambar 19. Wilayah Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Sumbawa ............... 52 Gambar 20. Piramida Penduduk Bitung Tahun 2013 .............................................................. 57 Gambar 21. Struktur Perekonomian Kota Bitung tahun 2013 ................................................ 58 Gambar 22. Perkembangan jumlah nelayan perikanan tangkap di Kabupaten Pangkep ........ 63
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxviii
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 23. Jumlah jenis alat tangkap nelayan tahun 2012 di Kab. Pangkep ......................... 65 Gambar 24. Perkembangan jumlah produksi perikanan tangkap Kab. Pangkep .................... 65 Gambar 25. Data
jenis
dan jumlah produksi perikanan tangkap tahun 2013
Kabupaten Pangkep ............................................................................................. 66 Gambar 26. Umur Responden di Kabupaten Maluku Tenggara ............................................. 71 Gambar 27. Tingkat Pendidikan Responden di Kabupaten Maluku Tenggara ....................... 72 Gambar 28. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden di Kabupaten Maluku Tenggara ...... 73 Gambar 29. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Perahu di Kabupaten Maluku Tenggara .............................................................................................................. 73 Gambar 30. Komposisi Responden Berdasarkan Ukuran Perahu di Kabupaten Maluku Tenggara .............................................................................................................. 74 Gambar 31. Sebaran Usia Responden Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2015 .......... 75 Gambar 32. Sebaran Pendidikan Responden Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2015 ..................................................................................................................... 76 Gambar 33. Sebaran Jumlah Pendapatan Responden Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2015 .......................................................................................................... 77 Gambar 34. Sebaran Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2015 ..................................................................... 78 Gambar 35. Karakteristik Responden Rumah Tangga Nelayan Ikan di Kabupaten Sumbawa ............................................................................................................. 79 Gambar 36. Kelompok Umur Responden Kota Bitung Tahun 2015 ...................................... 80 Gambar 37. Tingkat pendidikan responden Kota Bitung tahun 2015 ..................................... 81 Gambar 38. Jumlah Anggota Keluarga responden Kota Bitung tahun 2015 .......................... 82 Gambar 39. Rata-rata trip menurut bulan (Sumber : Data Primer Diolah (2015) ................. 120 Gambar 40. Rata-rata trip menurut bulan (Sumber : Data Primer Diolah (2015) ................. 124 Gambar 41. Rata-rata trip menurut bulan (Sumber : Data Primer Diolah (2015) ................. 127 Gambar 42. Rata-rata trip armada menurut bulan penangkapan ukuran 5 – 10 GT di Kota Sorong, 2015 (Sumber: Data primer diolah, 2015) .................................. 138 Gambar 43. Rata-rata trip menurut bulan (Sumber: Data primer diolah, 2015) ................... 140 Gambar 44. Rata-rata trip menurut bulan .............................................................................. 155 Gambar 45. Rata-rata produksi kapal >10 GT menurut bulan .............................................. 159 Gambar 46. Rata-rata trip kapal > 10 GT per bulan .............................................................. 159 Gambar 47. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan ............................................................... 201
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xxxix
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 48. Persentase Sebaran Kategori Pendapatan per Kapita Menurut Armada Penangkapan < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015....................................... 208 Gambar 49. Persentase Sebaran Kategori Konsumsi Pangan (a) dan Non Pangan (b) per Kapita untuk Armada < 5GT di Kabupaten Indramayu, 2015 .................... 210 Gambar 50. Persentase Ratio Penerimaan terhadap Biaya (R/C ratio) untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ................................................................ 211 Gambar 51. Persentase Sebaran Kategori R/C Ratio Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 ................................................................................................... 217 Gambar 52. Persentase Sebaran Kategori Pendapatan Per Kapita Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 ................................................................................. 218 Gambar 53. Persentase Sebaran Kategori Konsumsi Pangan Per Kapita Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 .................................................................... 218 Gambar 54. Persentase Sebaran Kategori Konsumsi Non Pangan Per Kapita Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 .................................................................... 219 Gambar 55. Persentase RTP Responden terhadap Tingkat Ketergantungan Sumber Daya Perikanan di Kabupaten Indramayu, 2015 ............................................... 224 Gambar 56. Persentase Responden terhadap Respon atas Kondisi Sumber Daya Perikanan di Kabupaten Indramayu, 2015 ........................................................ 225 Gambar 57. Persentase Keanggotaan Kelembagaan Ekonomi (a) dan Kontribusi Anggota (b) di Kabupaten Indramayu, 2015 ..................................................... 226 Gambar 58. Persentase RTP Responden terhadap Tingkat Ketergantungan Sumber Daya Perikanan di Kota Bitung ......................................................................... 230 Gambar 59. Persentase Keanggotaan Kelembagaan Sosial (xa) dan Kontribusi Anggota (xb) ...................................................................................................... 231 Gambar 60. Persentase Keanggotaan Kelembagaan Ekonomi Informal di Kota Bitung ...... 232 Gambar 61. Persentase RTP Responden terhadap Tingkat Ketergantungan Sumber Daya Perikanan di Pangkep, 2015 ..................................................................... 234 Gambar 62. Persentase Responden terhadap Respon atas Kondisi Sumber Daya Perikanan di Pangkep, 2015 .............................................................................. 234 Gambar 63. Keterlibatan Masyarakat Nelayan terhadap Organisasi Formal dan Non Formal di Kota Sorong ...................................................................................... 238 Gambar 64. Tingkat Keaktifan Dalam Organisasi Nelayan di Kota Sorong ........................ 239 Gambar 65. Iuran Kontribusi dalam Organisasi Nelayan di Kota Sorong ............................ 239
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xl
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 66. Frekuensi Konflik Internal Per Tahun pada Masyarakat Nelayan di Kota Sorong ................................................................................................................ 240 Gambar 67. Persentase Sebaran Indikator Tingkat Pendidikan Rumah Tangga Nelayan untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ..................................... 249 Gambar 68. Persentase Sebaran Indikator Tingkat Kesehatan Rumah Tangga Nelayan untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ..................................... 250 Gambar 69. Persentase Sebaran Indikator Jumlah Anggota Keluarga Rumah Tangga Nelayan untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ....................... 251 Gambar 70. Persentase Sebaran Indikator Usia Rumah Tangga Nelayan untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ............................................................. 252 Gambar 71. Persentase Sebaran Kategori Tingkat Kesehatan Rumah Tangga Nelayan Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 ...................................................... 259 Gambar 72. Persentase Sebaran Kategori Umur Rumah Tangga Nelayan Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 .................................................................... 260 Gambar 73. Persentase Sebaran Kategori Pendidikan Rumah Tangga Nelayan Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 ......................................................260 Gambar 74. Persentase Sebaran Kategori Jumlah Anggota Rumah Tangga Nelayan Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 ...................................................... 260 Gambar 75. Capaian Dimensi Pembentuk Indeks Penghidupan Nelayan dengan Kategori Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 ................................ 264 Gambar 76. Capaian Dimensi Pembentuk Indeks Penghidupan Nelayan Menurut Kategori Armada di Kota Bitung, 2015 ............................................................. 267 Gambar 77. Bagan Layang-layang Capaian Aspek Pembentuk Indeks Penghidupan Nelayan di Pangkep, 2015 ................................................................................. 269 Gambar 78. Indeks Penghidupan Nelayan menurut Armada Penangkapan di Kota Sorong, 2015 ...................................................................................................... 270
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | xli
Laporan Akhir Tahun 2015
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Panel Perikanan Nasional (PANELKANAS) merupakan sebuah Penelitian yang dirancang untuk memonitor dinamika sosial ekonomi desa perikanan sebagai dampak kegiatan pembangunan nasional. Kegiatan ini merupakan studi yang bersifat panel mikro yang memiliki kelebihan untuk menjelaskan perkembangan yang terjadi pada tipologi usaha kelautan dan perikanan serta perbedaan-perbedaannya menurut waktu. Dengan dasar keberadaan manfaat panel tersebut maka Panelkanas menjadi penting untuk dilaksanakan. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan kajian-kajian generik sosial ekonomi kelautan dan perikanan, yang lebih lanjut akan digunakan untuk mendasari penelitian yang bersifat problem solving dan prediksi perkembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta pengkajian-pengkajian opsi-opsi kebijakan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan. Untuk itu kegiatan penelitian ini akan bersifat multi-years dengan menggunakan contoh lokasi yang sama sehingga dapat terlihat perkembangan yang terjadi. Data sosial ekonomi berskala mikro dibutuhkan sebagai informasi pelengkap yang dapat menjelaskan perkembangan data-data makro pembangunan kelautan dan perikanan. Perkembangan produksi kelautan dan perikanan secara makro tidak memiliki informasi yang cukup mengenai faktor-faktor yang membuatnya meningkat atau menurun. Oleh karena itu penelitian yang bersifat mikro seperti PANELKANAS penting untuk dilakukan. Beberapa isu pembangunan dan kebijakan yang terkait dengan PANELKANAS diantaranya adalah Pembangunan Desa Tertinggal, Millenium Development Goals (MDG’s), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), GENDER, Program Pemberdayaan (PUMP/PUGAR), Program Cluster 4 dan Rumput Laut di 7 Provinsi serta pembangunan 100 sentra perikanan. Program dan kebijakan pemerintah tersebut diharapkan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat kelautan dan perikanan secara umum meski sebagian besar dari mereka tidak menjadi target secara langsung. Pengukuran dampak tersebut akan dilihat dari indikator-indikator yang akan diamati oleh PANELKANAS sehingga penelitian ini sangat penting. Pelaksanaan kegiatan PANELKANAS selama ini belum mampu mencerminkan kondisi kelautan dan perikanan skala kecil pada level nasional. Hal ini dikarenakan keterwakilan lokasi monitoring yang sangat terbatas, tipologi kelautan dan perikanan yang
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 1
Laporan Akhir Tahun 2015
sangat
bervariasi
memerlukan
keterwakilan
lokasi
yang
memadai
untuk
dapat
menggambarkan indikator mikro pembangunan kelautan dan perikanan secara nasional. Untuk kepentingan tersebut mulai tahun 2015 PANELKANAS akan diarahkan pada pengembangan jaringan pengumpulan data sosial ekonomi rumah tangga kelautan dan perikanan secara nasional yang akan dilakukan melalui kerjasama dengan institusi lain. Kerjasama tersebut akan dilakukan dengan perguruan tinggi, pemerintah daerah, organisasi profesi/kepakaran maupun institusi lain yang memiliki semangat yang sama untuk mendorong pembangunan sektor kelautan dan perikanan. 1.2. Tujuan
Penelitian PANELKANAS bertujuan untuk menyediakan data indikator mikro usaha kelautan dan perikanan yang berguna dalam menilai perkembangan pembangunan kelautan dan perikanan serta perumusan kebijakan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Kegiatan ini bersifat multi-years sehingga data-data yang dihasilkan dapat dibandingkan anta periode pengamatan yang dilakukan. Secara lebih spesifik penelitina ini bertujuan untuk : 1. Membangun jaringan pelaksanaan kegiatan penelitian indikator kinerja mikro pembangunan sektor kelautan dan perikanan; 2. Menentukan kawasan sentra perikanan yang akan dimonitor; 3. Menentukan indikator-indikator kinerja mikro pada kawasan sentra perikanan yang dimonitor; 4. Menyusun rekomendasi kebijakan terkait indikator kinerja mikro pembangunan kelautan dan perikanan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 2
Laporan Akhir Tahun 2015
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 1996). Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang laindisekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat. Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos” yang berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan, hukum. Maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan) (KBBI, 1996). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang akan dilakukan. Untuk melihat kedudukan sosial ekonomi Melly G. Tan mengatakan adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat tersebut dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 1981). Rumah tangga yaitu seluruh urusan keluarga untuk hidup bersama, dikerjakan bersama di bawah pimpinan seseorang yang ditetapkan, menurut tradisi. Konstruksi sosial yang menggunakan ideologi gender menetapkan bahwa pimpinan di dalam rumah tangga adalah ayah. Namun, pada beberapa daerah pedesaan di Jawa, keputusan-keputusan yang menyangkut hidup anggotanya, ayah selalu mengajak bermusyawarah ibu, serta anak-anak yang dianggap sudah mampu (Murniati, 2004). Dinamika sosial ekonomi rumah tangga
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 3
Laporan Akhir Tahun 2015
perikanan yang menjadi kajian dalam penelitian meliputi aspek usaha, pendapatan dan konsumsi pada tingkat rumah tangga perikanan.
2.2. Struktur Dan Disribusi Penguasaan Asset Rumah Tangga Perikanan Aset terdiri dari modal investasi yang pada gilirannya akan menghasilkan laju pemasukan dimasa depan. Keuntungan aset ini sangat bergantung pada investasi yang sukses. Pendapatan dan aset merupakan dua ide yang saling membangun. Pendapatan dapat disimpan untuk mengakumulasikan aset, sebagai gudang (storehouse) unutk konsumsi dimasa depan. Pada gilirannya, banyak aset justru membangkitkan lajunya pendapatan (Sherraden, 2005). Kepemilikan aset dapat dicerminkan sebagai kepemilikan faktor produksi maupun kekayaan oleh suatu rumah tangga yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat pendapatan dan konsumsi rumah tangga. Semakin besar kepemilikan aset oleh suatu rumah tangga akan memperbesar kesempatan rumah tangga tersebut untuk memperoleh tingkat pendapatan yang semakin besar dan rumah tangga tersebut akan mencapai tingkat kesejahteraan. Sedangkan semakin rendah kepemilikan aset suatu rumah tangga akan memperkecil kesempatan rumah tangga untuk dapat mengakses pasar dan akan berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga.
2.3. Struktur Dan Disribusi Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Upah dan gaji yang biasa disebut dalam istilah asing wages and salaries merupakan pendapatan yang diperoleh rumah tangga keluarga sebagai imbalan terhadap penggunaan jasa sumber tenaga kerja yang mereka gunakan dalam pembentukan produk nasional (Soediyono, 1984).Pendapatan adalah sama dengan pengeluaran. Pendapatan yang dicapai oleh jangka waktu tertentu senantiasa sama dengan pengeluaran jangka waktu tersebut. Pendapatan senantiasa harus sama dengan pengeluaran karena kedua istilah ini menunjukan hal yang sama hanya dipandang dari sudut pandang lain (Winardi, 1975). Makin tinggi pendapatan perseorangan akan makin sedikit anggota masyarakat yang memilikinya, yang terbanyak menempati ruangan pendapatan yang rendah. Besarnya pendapatan perseorangan akan tergantung pada besarnya bantuan produktif dari orang atau faktor yang bersangkutan dalam proses produksi (Kaslan, 1962). Perbedaan dalam tingkat pendapatan adalah disebabkan oleh adanya perbedaan dalam bakat, kepribadian, pendidikan, latihan dan pengalaman. Ketidaksamaan dalam tingkat pendapatan yang disebabkan oleh perbedaan hal-hal ini biasanya dikurangi melalui tindakantindakan pemerintah yaitu melalui bantuan pendidikan seperti beasiswa dan pemberian PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 4
Laporan Akhir Tahun 2015
bantuan kesehatan. Tindakan-tindakan pemerintah ini cenderung menyamakan pendapatan riil. Pendapatan uang adalah upah yang diterima dalam bentuk rupiah dan sen. Pendapatan riil adalah upah yang diterima dalam bentuk barang/jasa, yaitu dalam bentuk apa dan berapa banyak yang dapat dibeli dengan pendapatan uang itu. Yang termasuk pendapatan riil adalah keuntungan-keuntungan tertentu seperti jaminan pekerjaan, harapan untuk memperoleh pendapatan tambahan, bantuan pengangkutan, makan siang, harga diri yang dikaitkan dengan pekerjaan, perumahan, pengobatan dan fasilitas lainnya (Sofyan, 1986). Besarnya pendapatan perseorangan akan tergantung pada besarnya bantuan produktif dari orang atau faktor yang bersangkutan dalam proses produksi (Kaslan, 1962). Aspek yang terkait dengan tingkat pendapatan adalah tingat pengeluaran masyarakat. Secara umum diketahui bahwa tingkat pendapatan mempengaruhi pola dan tingkat pengeluaran (Nurmanaf dkk, 2000). Penelitian Sudaryanto dkk (1999) membuktikan bahwa tingkat pendapatan mempunyai hubungan negatif dengan porsi pengeluaran pangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga semakin rendah porsi pengeluaran pangan. Dalam Pakpahan dkk (1993) disebutkan bahwa ada hubungan antara porsi atau pangsa pengeluaran pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga. Pangsa pengeluaran pangan berhubungan terbalik dengan ketahanan pangan, semakin besar pangsa pengeluaran pangan maka semakin rendah ketahanan rumah tangga yang bersangkutan.
2.4. Struktur Pengeluaran Dan Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Konsumsi atau permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain yang bersifat substitusi atau komplementer, tingkat pendapatan (riil), jumlah dan komposisi umur penduduk serta selera konsumen terhadap barang yang diminta. Setiap rumahtangga atau kelompok rumahtangga memiliki pola atau struktur konsumsi dan pengeluaran yang berbeda. Pola konsumsi dan pengeluaran umumnya berbeda antar agroekosistem, antar kelompok pendapatan, antar etnis atau suku dan antar waktu (Rachman dan Wahida, 1998; Arifin dan Simatupang, 1988; Suryana dkk, 1988). Struktur pengeluaran rumahtangga dapat pula dijadikan salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan rumahtangga. Dalam hal ini rumahtangga dengan pangsa pengeluaran pangan yang tinggi tergolong rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan rendah relatif dibanding rumahtangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan yang rendah (BPS, 1996; Rachman, HPS, 2001). Konsumsi (yaitu pengeluaran untuk konsumsi) tergantung dari pendapatan tetapi kita juga harus mengetahui bahwa pendapatan sebaliknya juga tergantung pada pengeluaran. PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 5
Laporan Akhir Tahun 2015
Seakan-akan kita melihat sebuah lingkaran yang tidak berujung pangkal. Maka akan timbul pertanyaan : apakah kita perlu mengetahui besarnya konsumsi agar dapat menghitung besarnya pendapatan (Sudarsono, 1991). Pengeluaran konsumsi pertama-tama ditentukan oleh tingkat pendapatan, tetapi banyak lagi faktor lain yang mempangaruhi tingkat konsumsi yaitu jumlah anggota keluarga, tingkat usia mereka dan faktor-faktor lainnya seperti hargaharga nisbi berbagai jenis barang konsumsi juga berarti penting sebagai penentu (Sicat dan Arndt, 1991). Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen tunggal terbesar dari pengeluaran keseluruhan aktual, tetapi ada yang menentukan jumlah yang ingin dibelanjakan oleh rumah tangga untuk membeli barang dan jasa untuk konsumsinya dan berapa banyak yang ingin mereka tabung, salah satu faktor yang paling menentukan adalah pendapatan sisa rumah tangga. Dengan meningkatnya pendapatan sisa, rumah tangga mempunyai lebih banyak uang untuk dibelanjakan sebagai konsumsi. Penelitian empiris tentang perubahan pendapatan sisa dari tahun ke tahun dan konsumsi untuk suatu periode selama sepuluh tahun telah menemukan hubungan yang erat antara keduanya. Umumnya, tahun dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi biasanya juga merupakan tahun-tahun dengan tingkat konsumsi yang lebih tinggi daripada rata-rata (Lipsey dan Steiner, 1991). Pengeluaran konsumsi atau private consumption expenditure meliputi semua pengeluaran rumah tangga keluarga dan perseorangan serta lembaga-lembaga swasta bukan perusahaan untuk membeli barangbarang dan jasa-jasa yang langsung dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembelian barang-barang tahan lama yang baru seperti mobil, pesawat televisi dan sebagainya selain bangunan rumah termasuk variable ekonomi pengeluaran konsumsi (Soediyono, 1984).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 6
Laporan Akhir Tahun 2015
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Kegiatan PANELKANAS dirancang untuk memantau & memahami berbagai perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga kelautan dan perikanan pada berbagai tipologi. Terdapat empat aspek utama yang akan menjadi kajian kegiatan yaitu usaha, pendapatan, konsumsi dan kelembagaan. Aspek-aspek tersebut akan dibingkai dengan pendekatan “sustainable livelihood”. Keterkaitan aspek-aspek tercakup dalam kegiatan Panelkanas dapat diilustrasikan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 1 sebagai berikut:
Lingkungan dan Sumberdaya Dinamika Sosek Kebijakan
Kelembagaan
Modal dan Investasi
Harga
Aset Produktif
Input Produksi
Tenaga Kerja
Produksi
Pendapatan Nilai Tukar
Kemiskinan Konsumsi
Rekomendasi Kebijakan
Keterangan : --------------: Ruang Lingkup Monitoring Penelitian Panelkanas --------------: Faktor Produksi --------------: Indikator Utama Kemisinan/Kesejahteraan Rumah Tangga
Gambar 1. Bagan Alir Keterkaitan Aspek Usaha, Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga dan Kelembagaan Usaha Kelautan dan Perikanan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 7
Laporan Akhir Tahun 2015
Aspek usaha sebagaimana terlihat dari gambar diatas akan meliputi tentang biaya investasi/modal usaha, kepemilikan asset produktif, input produksi termasuk teknologi serta tenaga kerja yang digunakan. Aspek usaha tersebut akan diperdalam melalui monitoring harga input-output serta produksi ikan. Yang kemudian akan diperdalam dengan studi kasus terkait isu-isu kelautan dan perikanan yang berkembang seperti isu kemiskinan, ketahanan pangan maupun kesejahteraan rumah tangga. Selain aspek usaha, monitoring terhadap pendapatan rumah tangga akan dilakukan melalui pengumpulan data berkala meliputi pendapatan usaha dan pendapatan rumah tangga. Pengumpulan data untuk menggambarkan konsumsi rumah tangga juga aka digali meliputi konsumsi pangan dan non pangan rumah tangga baik yang dikeluarkan harian, bulanan maupun tahunan. Aspek lainnya yang juga dimonitoring adalah kelembagaan pada tingkat pedesaan baik kelembagaan permodalan, input produksi, tenaga kerja hingga pemasaran. Gambar 2 menunjukkan mekanisme pengumpulan data Panelkanas yang akan dilakukan secara berkala. Pengambilan data bulanan dilakukan pada berbagai sumber seperti data harga input-output bersumber dari data pedagang input maupun pengumpul ikan, serta data produksi ikan dapat bersumber dari tempat pendaratan ikan yang utama maupun pengumpul/pedagang ikan. Pengumpulan data yang sifatnya tahunan meliputi data usaha KP, pendapatan rumah tangga serta nilai tukar perikanan. Pendalaman terhadap isu-isu terkini juga dapat dilakukan pada setiap tahunny dengan isu yang berbeda. Monitoring dengan jangka waktu lima tahunan dilakukan untuk menggamparkan kondisi kelembagaan baik kelembagaan modal dan investasi, input usaha, aset produksi serta tenaga kerja, serta konsumsi rumah tangga baik pangan maupun non pangan. Sensus Rumah Perikanan juga dilakukan lima tahun sekali, untuk menggambarkan kondisi rumah tangga secara umum pada tingkat pedesaan.
Monitoring Bulanan
Harga InputOutput, Produksi ikan (TPI/PPI, Pengepul)
Monitoring Tahunan
Usaha KP, Pendapatan RTP, NTP, Studi Kasus
Monitoring Lima Tahunan
Sensus RTP, Konsumsi RTP (pangan&non pangan), Kelembagaan (modal&investasi), Input Usaha, Aset Produktif, tenaga kerja)
Gambar 2. Monitoring Data Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan secara Berkala Konsep penelitian PANELKANAS dirancang untuk memonitor dinamika sosial ekonomi desa perikanan sebagai dampak kegiatan pembangunan nasional. Oleh karena itu,
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 8
Laporan Akhir Tahun 2015
menurut Irawan dkk (2006), kegiatan monitoring dan survey serta studi lainnya di dalam kegiatan Penelitian Panelkanas memerlukan beberapa kondisi dalam pelaksanaannya yaitu : 5) konsistensi desa dan rumah tangga contoh; 6) konsistensi metode pengukuran variabel yang diamati; 7) konsistensi kedalaman informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner, dan 8) konsistensi interval waktu yang digunakan dalam mengkaji perubahanvariabel-variabel yang diamati.
Ruang lingkup kegiatan penelitian mencakup tipologi perikanan tangkap di laut dan perairan umum daratan, perikanan budidaya dan produk kelautan. Sedangkan aspek yang dimonitor adalah berkaitan dengan perkembangan usaha, pendapatan dan konsumsi rumah tangga.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian merupakan lokasi-lokasi sentra produksi produk kelautan dan perikanan yang mewakili empat bidang (perikanan tangkap laut, perikanan tangkap perairan umum daratan, perikanan budidaya dan produk kelautan) dengan pertimbangan mewakili seluruh tipologi desa kelautan dan perikanan. Lokasi tersebut meliputi Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, NTB, Maluku, papua. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei sampai dengan Desember 2015. Metode pemilihan lokasi dibahas secara lebih detil sebagai berikut
3.3. Metode Pengumpulan Data Panel data panel merupakan data berkala yang dikumpulkan dari responden (baik individu maupun keluarga) yang sama. Panel data panel dikumpulkan melalui survei penampang lintang terhadap sejumlah responden yang dilakukan secara berkala. Desa contoh di setiap propinsi dipilih secara sengaja (sesuai dengan tujuan) dengan mempergunakan beberapa pertimbangan keberadaan sistem usaha perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) serta jenis perairan (perairan laut, pantai
dan air tawar). Pada tahun 2014,
pengumpulan data primer dilakukan melalui mekanisme survei monitoring pada masingmasing lokasi terpilih sesuai dengan aspek atau tema yang ditentukan seperti tertera pada Tabel 1. Pengambilan data primer tersebut dilakukan dengan bantuan instrumen (kuesioner) terstruktur terhadap 40 responden rumah tangga mewakili tipologi yang telah ditentukan lebih dulu setelah sensus dilakukan. PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 9
Laporan Akhir Tahun 2015
Pada tahap awal data primer didapat dari diskusi pakar dan workshop. Diskusi pakar merupakan sarana yang digunakan untuk mendapatkan expert judgement setelah melihat data-data sekunder yang telah didapat. Diskusi pakar dilakukan dalam rangka verifikasi datadata sekunder dengan kondisi dilapangan, untuk menentukan lokasi desa contoh pada masing-masing kabupaten.Workshop atau semiloka dilakukan untuk koordinasi dan mendapatkan masukan dari berbagai lembaga-lembaga terkait dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 10
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 1. Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Kegunaan Data Panelkanas Jenis Data Perkembangan produksi menurut jenis Perkembangan harga menurut jenis Investasi usaha (ex : kapal, alat tangkap etc) Biaya operasional Status kepemilikan asset Sumber modal Karakteristik anggota rumah tangga (usia, hub keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman etc) Jenis pekerjaan menurut bulan Curahan tenaga kerja menurut bulan Sumber pendapatan keluarga lainnya Aset berharga Tabungan
Teknik Pengumpulan Data Survey monitoring Monitoring Bulanan Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey
Kegunaan Data di dalam Analisis pada tahun berjalan
Kegunaan Data di dalam Analisis antar tahun
Analisis usaha, dinamika produksi, NTP, pendapatan Analisis usaha, dinamika harga, NTP, pendapatan Analisis usaha
Tren produksi menurut jenis, analisis perubahan iklim terhadap produksi dan pendapatan, Tren harga menurut jenis, analisis perubahan iklim terhadap pendapatan Perubahan teknologi, perubahan asset produksi
Analisis usaha, beban biaya produksi menurut komponen, Keterkaitan kepemilikan asset dengan kesejahteraan Analisis “financial asset”
Perubahan input produksi akibat perubahan aktivitas produksi, perubahan beban biaya produksi Perubahan status dan keterkaitannya dengan perkembangan kesejahteraan Analisis perubahan “financial asset”
Gambaran umum responden, analisis ketenagakerjaan
Analisis perubahan ketenagakerjaan
Dinamika sumber pendapatan bulanan Besaran waktu yang dicurahkan dan keterkaitannya dengan pendapatan Pendapatan rumah tangga
Pola jenis penghidupan masyarakat dan perubahannya Melihat perubahan waktu kerja terkait dengan perubahan aktivitas produksi dan pendapatan Perubahan sumber pendapatan keluarga
Kesejahteraan rt
Perubahan kesejahteraan
Kesejahteraan rt
Perubahan kesejahteraan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 11
Laporan Akhir Tahun 2015
monitoring Survey monitoring Jenis dan volume konsumsi pangan Survey monitoring Jenis dan volume konsumsi non Survey pangan monitoring Perkembangan harga pangan dan Monitoring non pangan menurut jenis bulanan Sumber: Analisa data primer diolah, 2015. Hutang
Kesejahteraan rt
Perubahan kesejahteraan
Pengeluaran pangan, pangan rt Pengeluaran non pangan
ketahanan
Perkembangan harga beberapa jenis barang
Perubahan pengeluaran pangan dan ketahanan pangan Perubahan pengeluaran non pangan Inflasi/ perubahan harga-harga barang antar waktu
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 12
Laporan Akhir Tahun 2015
3.4. Metode Analisis Data Analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan dalam rangka menginterpretasikan perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di sektor kelautan dan perikanan mencakup gambaran umum daerah penelitian, dinamika usaha perikanan dan kelautan, struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga, dinamika pengeluaran dan konsumsi rumah tangga, dan kondisi kelembagaan ekonomi rumah tangga perikanan dan kelautan.
Analisis Finansial Usaha Mengetahui perkembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan memerlukan gambaran tentang analisis finansial dari usaha yang dijalankan. Tujuannya untuk memahami kelayakan usaha yang berguna bagi pemerintah, swasta maupun lembaga keuangan dalam pengambilan kebijakan terkait perkembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan seperti penyediaan kredit untuk menumbuhkan kembangkan usaha dimasyarakat. Analisis finansial dapat memberikan gambaran sekaligus estimasi dari penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahun, termasuk biaya-biaya yang berhubungan dengan produksi dan pembayaran kredit yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga kelautan dan perikanan (Gittinger, 1986).Pada analisis finansial terdapat beberapa indikator yang umum digunakan sebagaimana berikut :
Net Present Value (NPV) NPV member gambaran nilai sekarang dari akumulasi penerimaan dan pengeluaran proyek dengan memprediksikan
keseluruhan pengeluaran pada masa sekarang dan
mendatang. Nilai NPV harus dibibotkan dengan suatu timbangan tingkat suku bunga tertentu sebagai acuan. Suatu proyek dikatakan feasible jika NPV >0. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah: n
NPV = ∑ i=1
Net Cash Flow (1 + rate)i
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 13
Laporan Akhir Tahun 2015
Internal rate of Return (IRR) IRR adalah suatu indikator yang menjelaskan pada tingkat suku bunga berapa suatu proyek memberikan nilai NPV = 0. Dengan kata lain suatu proyek dikatakan layak/feasible jika nilai IRR-nya lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku di pasar. Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah: n
0= ∑ i=1
Net Cash Flow (1 + IRR)i
Payback Period (PP) PB adalah suatu periode yang menjelaskan tingkat pengembalian dari nilai investasi yang ditanamkan. Semakin cepat PB tercapai, makin bagus pula analisa atas suatu proyek. Rumus yang digunakan untuk menghitung PP adalah: n
0= ∑ i=1
Net Cash Flow (1 + rate)pay back period
Dinamika Usaha (produksi), Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga Sektor Kelautan dan Perikanan Perhitungan dinamika usaha (produksi) perikanan dilakukan berdasarkan kegiatan usaha perikanan yang dihasilkan oleh rumah tangga perikanan pada empat bidang usaha yaitu perikanan tangkap laut, perikanan budidaya, perikanan perairan umum daratan dan produk kelautan (garam). Data yang digunakan merupakan data series data panel sejak tahun 2006, perkembangan produksi dapat menjadi acuan untuk menyusun strategi peningkatan produksi dari perikanan rakyat (budidaya/produk kelautan). Dinamika perubahan pendapatan rumah tangga perikanan terkait bidang perikanan tangkap laut, perikanan budidaya, perikanan perairan umum daratan dan produk kelautan (garam). Dinamika pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan yang diperoleh bagik dari usaha perikanan maupun non perikanan, serta yang dihasilkan oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga. Dinamika perubahan pendapatan ini dapat menjadi acuan untuk mengembangkan bentuk-bentuk kelembagaan perikanan atau mata pencahariaan alternatif untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga perikanan. Dinamika konsumsi merupakan bagian penting dalam penelitian ini untuk menyerap hasil produksi yang dihasilkan oleh rumah tangga perikanan. Pada tahun 2015 ini, konsumsi rumah tangga perikanan yang dipelajari mencakup dua hal : 1) terkait dengan pengeluaran
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 14
Laporan Akhir Tahun 2015
rumah tangga perikanan dikeluarkan untuk konsumsi dan (2) investasi. Untuk konsumsi terdiri dari konsumsi pangan maupun non pangan sedangkan untuk investasi terdiri dari investasi usaha dan pendidikan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 15
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 2. Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Kegunaan Data Panelkanas Jenis Data Perkembangan produksi menurut jenis Perkembangan harga menurut jenis
Teknik Pengumpulan Data Survey monitoring Monitoring Bulanan
Investasi usaha (ex : kapal, alat tangkap etc) Biaya operasional
Survey monitoring
Status asset
Survey monitoring
kepemilikan
Sumber modal Karakteristik anggota rumah tangga (usia, hub keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman etc) Jenis pekerjaan menurut bulan Curahan tenaga kerja menurut bulan
Sumber pendapatan keluarga lainnya Aset berharga Tabungan Hutang
Survey monitoring
Survey monitoring Survey monitoring
Survey monitoring Survey monitoring
Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring Survey monitoring
Jenis dan volume konsumsi pangan Jenis dan volume konsumsi non pangan Perkembangan harga Monitoring pangan dan non bulanan pangan menurut jenis Sumber: Data primer diolah, 2015
Kegunaan Data di dalam Analisis pada tahun berjalan Analisis usaha, dinamika produksi, NTP, pendapatan Analisis usaha, dinamika harga, NTP, pendapatan Analisis usaha
Kegunaan Data di dalam Analisis antar tahun Tren produksi menurut jenis, analisis perubahan iklim terhadap produksi dan pendapatan, Tren harga menurut jenis, analisis perubahan iklim terhadap pendapatan Perubahan teknologi, perubahan asset produksi
Analisis usaha, beban biaya produksi menurut komponen, Keterkaitan kepemilikan asset dengan kesejahteraan Analisis “financial asset” Gambaran umum responden, analisis ketenagakerjaan
Perubahan input produksi akibat perubahan aktivitas produksi, perubahan beban biaya produksi Perubahan status dan keterkaitannya dengan perkembangan kesejahteraan Analisis perubahan “financial asset” Analisis perubahan ketenagakerjaan
Dinamika sumber pendapatan bulanan Besaran waktu yang dicurahkan dan keterkaitannya dengan pendapatan Pendapatan rumah tangga Kesejahteraan rt
Pola jenis penghidupan masyarakat dan perubahannya Melihat perubahan waktu kerja terkait dengan perubahan aktivitas produksi dan pendapatan Perubahan sumber pendapatan keluarga Perubahan kesejahteraan
Kesejahteraan rt
Perubahan kesejahteraan
Kesejahteraan rt
Perubahan kesejahteraan
Pengeluaran pangan, ketahanan pangan rt Pengeluaran non pangan
Perubahan pengeluaran pangan dan ketahanan pangan Perubahan pengeluaran non pangan
Perkembangan harga beberapa jenis barang
Inflasi/ perubahan harga-harga barang antar waktu
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 16
Laporan Akhir Tahun 2015
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kegiatan Penelitian 4.1.1. Pengembangan Jejaring Kerjasama Penelitian
TUAL Pengembangan jaringan untuk melaksanakan kegiatan kajian ini dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan Politeknik Perikanan Negeri Tual dan Dinas Kabupaten Maluku Tenggara. Pengembangan jaringan dengan Politeknik Perikanan Negeri Tual, dimaksudkan untuk memperkuat jejaring dan menjalin kerja sama keilmuan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperlancar kegiatan pengambilan data primer. Tenaga lokal dari mahasiswa telah memberikan kemudahan dalam menggali informasi responden di lokasi penelitian, mengingat tidak semua responden di Tual dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Tenaga dari Politeknik Perikanan Negeri Tual yang digunakan dalam pelaksanaan pengambilan data primer terdiri dari 2 orang dosen dan 19 mahasiswa. Tenaga dari dinas Kabupaten Maluku Tenggara yang diperbantukan berjumlah 4 orang dibantu dengan kepala desa masing-masing lokasi responden yang diambil. Staf dinas dan kepala desa tersebut diperbantukan karena merupakan pelaksana otoritas setempat dan sebagai pembina masyarakat nelayan di lokasi penelitian.
INDRAMAYU Pengembangan jaringan dalam penelitian ini dilakukan dengan kerja sama antara peneliti Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi dengan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. Pengembangan jaringan ini dimaksudkan untuk memperkuat jejaring dan menjalin kerja sama keilmuan yang bertujuan untuk untuk memperlancar kegiatan pengumpulan data primer dengan mahasiswa sebagai tenaga enumerator dan tenaga dari Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai pembantu lapangan. Tenaga enumerator lapang ini diperlukan karena penelitian ini memerlukan data primer yang cukup banyak, sedangkan peneliti BBPSEKP berfungsi untuk melakukan wawancara mendalaman terhadap permasalahan di lokasi penelitian. Tenaga enumerator lapang yang berasal dari FEMA-IPB yang digunakan dalam pelaksanaan pengambilan data primer terdiri dari 1 orang dosen dan 10 mahasiswa, sedangkan tenaga dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu yang membantu di lapangan berjumlah
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 17
Laporan Akhir Tahun 2015
2 orang selain itu juga dibantu oleh ketua kelompok nelayan/ketua koperasi di beberapa kecamatan di Kabupaten Indramayu.
SUMBAWA Pengembangan jaringan di Lokasi Sumbawa berkerjasama dengan Universitas Mataram dengan menggunakan tenaga mahasiswa sebanyak 14 orang dan dosen selaku narasumber dan supervisor mahasiswa dilapangan sebanyak 1 orang. Untuk di Kabupaten Sumbawa juga membangun jaringan kerjasama dengan Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Sumbawa khususnya dengan bagian perikanan tangkap. Koordinasi yang dilakukan kepada bagian perikanan tangkap khususnya dengan Kabid Perikanan Tangkap adalah sebagai narasumber dalam penentuan lokasi sampel berdasarkan kriteria yang telah disepakati yaitu meliputi daerah sentra perikanan yang mencerminkan perikanan Kabupaten Sumbawa. Untuk dilapangannya dibantu dengan pembantu lapang sebanyak 10 orang yang terdiri dari kaur desa di Kecamatan Sumbawa Kabupaten Sumbawa yang membantu untuk mengantar ke calon responden dan 2 orang penyuluh UPT dibawah Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Sumbawa yang membantu untuk mengambil data primer. Hal ini dilakukan sebagai uji coba awal untuk enumerator lokal yang akan bertugas mengambil data monitoring bulanan. kerjasama dalam bentuk koordinasi dengan Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten sumbawa memberikan manfaat yang besar sehingga BBPSEKP mampu mendapatkan informasi kondisi umum perikanan dan sosial ekonomi masyarakat nelayan di Nusa Tenggara Barat maupun Sumbawa secara komprehensif.
BITUNG Pengumpulan data sosial ekoomi rumah tangga nelayan di Kota Bitung dilakukan melalui pengembangan jaringan kerjasama dengan institusi setempat meliputi Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung dan Politeknik Kelautan dan Perikanan Kota Bitung. Jalinan kerjasama dengan Dinas Kota BItung dan PPS Bitung dimaksudkan untuk penggalian informasi terkait sumberdaya kelautan dan perikanan yang ada di Bitung baik sumberdaya manusia, sarana dan prasarana serta sumberdaya alam. Data dan informasi yang dikumpulkan dari hasil koordinasi baik dengan DKP Bitung maupun PPS Bitung merupakan dasar dalam penentuan responden rumah tangga KP yang akan di survey. Berdasarkan hasil koordinasi dengan institusi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pengelompokkan RT nelayan berdasarkan ukuran kapal <5 GT, 5-10 GT dan > 10GT sebanyak 120 responden yang terbagi dalam 4 lokasi yaitu AerTembaga, Moto, PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 18
Laporan Akhir Tahun 2015
BATULUBANG DAN MAWALI. Koordinasi juga dilakukan dengan Poltek KP Bitung yang dimaksudkan untuk bantuan tenaga enumerator dalam pengumpulan data sosial ekonomi rumah tangga nelayan melalui pelibatan taruna dan dosen. Sebanyak 3 orang dosen dan 15 orang taruna dilibatkan dalam pengumpulan data RTP nelayan di Kota Bitung. Tenaga lokal dari mahasiswa telah memberikan kemudahan dalam menggali informasi responden di lokasi penelitian, mengingat tidak semua responden di Bitung dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Masing-masing kelompok pengumpul data juga didampingi oleh 2 orang tenaga/staf dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, khusus untuk lokasi di Aertembaga, enumerator didampingi oleh staf dari PPS Bitung karena lokasi pengumpulan data berada di wilayah kewenangan dari PPS Bitung. Pelibatan tenaga taruna Poltek KP Bitung juga dilakukan pada proses entry data. Sehingga ketika peneliti kembali dari lapang, status data sudah terentry sesuai format database yang telah ditetapkan. Pengembangan jaringan kerjasama ini dirasakan sangat membantu dalam proses pengumpulan data pada tingkat rumah tangga nelayan di Kota Bitung, mengingat jumlah target responden yang cukup banyak yang tidak mungkin dilakukan oleh peneliti dalam waktu yang terbatas. Namun beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang optimal diantaranya : 1. Coaching kuisioner kepada tenaga enumerator harus dilakukan se detail mungkin; 2. Perlu dilakukan pengujian hasil coaching kepada responden oleh enumerator; 3. Validasi terhadap hasil pengumpulan data wawancara harus dilakukan secara teliti oleh peneliti pada setiap kuisioner yang telah dikumpulkan oleh enumerator.
PANGKEP Kegiatan penelitian Panelkanas di Pangkep dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai instansi yang ada di Sulawesi Selatan meliputi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pangkep dan Universitas Hasanuddin (Pusat Penelitian dan Pengembangan Laut, Pesisir, Pulau-pulau Kecil). Kerjasama yang dilakukan terutama terkait dengan koordinasi dalam menentukan lokasi sampling pengambilan responden dengan mempertimbangkan kondisi umum perikanan dan pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan terutama untuk mengetahui kondisi umum perikanan di lokasi penelitian dan menjawab tujuan penelitian khususnya aspek natural capital. Khusus kerjasama penelitian dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Laut, Pesisir, Pulau-pulau Kecil Universitas Hasanuddin selain dalam bentuk PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 19
Laporan Akhir Tahun 2015
koordinasi juga dilaksanakan dalam rangka pengambilan data primer yang melibatkan mahasiswa fakultas ilmu kelautan Universitas Hasanuddin sebanyak 10 orang. Pengambilan data primer dilaksanakan melalui wawancara dengan kuesioner yang meliputi modul finansial capital, human capital, dan social capital. Pengambilan data primer juga dibantu oleh tenaga pendamping yang berasal dari perangkat desa di lokasi penelitian sebanyak lima orang yang bertugas mendampingi mahasiswa dalam menemui responden nelayan terpilih. Kerjasama penelitian dalam bentuk koordinasi maupun pelaksanaan kegiatan penelitian sejauh ini memberikan manfaat yang besar bagi kedua belah pihak. Kerjasama penelitian dengan Universitas Hasanuddin bagi BBPSEKP mampu mendapatkan jumlah responden yang banyak dalam waktu yang relatif singkat sehingga hasil yang diperoleh lebih merepresantikan lokasi penelitian seiring dengan besarnya jumlah responden yang diperoleh. Begitu juga kerjasama dalam bentuk koordinasi dengan Dinas Perikanan dan Kelautan baik Provinsi Sulawesi Selatan maupun Kabupaten Pangkep juga memberikan manfaat yang besar sehingga BBPSEKP mampu mendapatkan informasi kondisi umum perikanan dan sosial ekonomi masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan maupun Pangkep secara komprehensif. Bagi Dinas Perikanan dan Kelautan baik Kabupaten Pangkep maupun Provinsi Sulawesi Selatan kerjasama jaringan penelitian dapat memberikan tambahan informasi kondisi perikanan sebagai dasar menentukan kebijakan perikanan di lokasi penelitian dalam kondisi terkini. Sementara itu salahsatu manfaat kerjasama penelitian bagi Universitas Hasanuddin adalah menambah wawasan dan pengalaman bagi mahasiswa terkait pengumpulan data primer dan kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan di lokasi penelitian.
SORONG Pelaksanaan penelitian di Kota Sorong dilakukan melalui kerjasama dengan Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong yang merupakan unit kerja BPSDM KP. Kerjasama yang dilakukan adalah pengambilan data lapangan yang melibatkan dosen, mahasiswa dan alumni Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong sebanyak 15 orang. Kerjasama juga dilakukan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sorong terkait penentuan titik lokasi pengambilan responden di lapangan.
4.1.2. Penentuan dan Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.2.1. Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi penangkapan ikan di Indonesia tersebar dari bagian timur sampai dengan bagian barat Indonesia. Selain itu lokasi penangkapan juga tersebar di 11 wilayah PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 20
Laporan Akhir Tahun 2015
pengelolaan perikanan (WPP) yang masing-masing memiliki karakteristik sumberdaya perikanan yang berbeda. Sebaran lokasi penangkapan ini pada akhirnya membuat karakteristik penangkapan yang berbeda pula antar satu lokasi dengan lokasi lainnya. Oleh karena itu pemilihan lokasi sampel perlu mencerminkan keragaman usaha penangkapan yang ada. Metode sampling yang digunakan untuk mencapai tujuan diatas adalah purposive sampling. Arti purposive samping adalah sampel yang diambil dengan tujuan tertentu dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria yang digunakan dalam memilih lokasi adalah jumlah rumah tangga perikanan tangkap berdasarkan wilayah, provinsi dan kabupaten. Wilayah yang dimaksud adalah pengelompokan Indonesia kedalam wilayah-wilayah tertentu berdasarkan representasi pulau-pulau besar di Indonesia dan atau gabungan beberapa pulaupulau yang relatif lebih kecil. Pembagian tersebut adalah wilayah Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Pada setiap wilayah kemudian diidentitifikasi persentase jumlah rumah tangga laut menurut provinsi. Semakin tinggi persentase menunjukkan bahwa provinsi tersebut sebagai salah satu daerah yang memiliki rumah tangga dengan ketergantungan tinggi terhadap sektor perikanan tangkap. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi persentase jumlah produksi pada setiap wilayah menurut provinsi. Sama halnya dengan rumah tangga, persentase produksi tertinggi juga semakin baik karena menunjukkan sentra produksi perikanan tangkap. Kedua indikator tersebut kemudian digabung untuk menghasilkan suatu indeks komposit dengan bobot rumah tangga lebih besar yaitu 0,7 dan bobot produksi sebesar 0,3. Besarnya bobot ditentukan berdasarkan kesepakatan focus group discussion (FGD) oleh internal peneliti dan narasumber kegiatan. Kemudian pemberian peringkat tertinggi diberikan pada provinsi-provinsi dengan indeks komposit yang terbesar. Sumber data yang digunakan adalah hasil sensus tani 2013 khususnya menyangkut dengan jumlah rumah tangga perikanan tangkap berdasarkan provinsi dan kabupaten. Jumlah produksi menggunakan data statistik perikanan tangkap KKP 2013 (KKP, 2014) Hasil yang diperoleh melalui tahapan ini tersaji pada tabel berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 21
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 3. Lokasi Penelitian, Produksi, RTU dan Indeks Komposit Tahun 2015 Wilayah
Nama Provinsi
SUMATRA SUMATRA SUMATRA SUMATRA SUMATRA SUMATRA SUMATRA SUMATRA SUMATRA SUMATRA JAWA JAWA JAWA JAWA JAWA JAWA BALI, NTB, NTT BALI, NTB, NTT BALI, NTB, NTT KALIMANTAN KALIMANTAN KALIMANTAN KALIMANTAN
Sumatera Utara Kepulauan Riau Aceh Kep. Bangka Belitung Sumatera Barat Lampung Riau Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Banten DKI Jakarta DI Yogyakarta Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah
Produksi Penangkapan di Laut 510,552 147,310 148,765 202,565 197,460 144,485 95,609 44,092 46,894 44,561 367,922 256,093 198,978 59,702 219,836 4,094 66,005 132,781 80,413 101,991 131,074 73,775 54,574
RTU Penangkapan ikan di Laut 28,952 29,120 17,424 13,746 8,925 10,258 9,201 3,888 3,365 2,775 67,524 32,903 18,622 10,754 2,362 1,352 30,618 20,429 8,804 11,961 9,796 10,634 3,792
% RTU Bobot RTU % Bobot Indeks Penangkapan Penngkapan Produksi Produksi Komposit ikan di Laut ikan di Laut 9.39 4.74 0.3 0.7 3.07 2.71 4.77 0.3 0.7 2.08 2.74 2.85 0.3 0.7 1.41 3.73 2.25 0.3 0.7 1.35 3.63 1.46 0.3 0.7 1.06 2.66 1.68 0.3 0.7 0.99 1.76 1.51 0.3 0.7 0.79 0.81 0.64 0.3 0.7 0.34 0.86 0.55 0.3 0.7 0.32 0.82 0.45 0.3 0.7 0.28 6.77 11.06 0.3 0.7 4.89 4.71 5.39 0.3 0.7 2.59 3.66 3.05 0.3 0.7 1.62 1.10 1.76 0.3 0.7 0.78 4.04 0.39 0.3 0.7 0.74 0.08 0.22 0.3 0.7 0.09 1.21 5.02 0.3 0.7 1.94 2.44 3.35 0.3 0.7 1.54 1.48 1.44 0.3 0.7 0.73 1.88 1.96 0.3 0.7 0.97 2.41 1.60 0.3 0.7 0.92 1.36 1.74 0.3 0.7 0.81 1.00 0.62 0.3 0.7 0.37
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 22
Laporan Akhir Tahun 2015
Wilayah
Nama Provinsi
KALIMANTAN SULAWESI SULAWESI SULAWESI SULAWESI SULAWESI SULAWESI MALUKU MALUKU PAPUA PAPUA
Kalimantan Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Barat Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat
Produksi Penangkapan di Laut 31,618 247,173 196,108 135,446 279,031 42,002 84,683 537,262 150,970 281,480 120,329 5,435,633
RTU Penangkapan ikan di Laut 4,517 38,536 38,578 35,325 21,493 12,232 8,854 38,727 18,601 23,003 13,440 610,511
% RTU Bobot RTU % Bobot Indeks Penangkapan Penngkapan Produksi Produksi Komposit ikan di Laut ikan di Laut 0.58 0.74 0.3 0.7 0.35 4.55 6.31 0.3 0.7 2.89 3.61 6.32 0.3 0.7 2.75 2.49 5.79 0.3 0.7 2.40 5.13 3.52 0.3 0.7 2.00 0.77 2.00 0.3 0.7 0.82 1.56 1.45 0.3 0.7 0.74 9.88 6.34 0.3 0.7 3.70 2.78 3.05 0.3 0.7 1.48 5.18 3.77 0.3 0.7 2.10 2.21 2.20 0.3 0.7 1.10 100 100
Sumber: Data primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 23
Laporan Akhir Tahun 2015
Setelah didapatkan list lokasi lengkap sebagaimana tabel diatas, pertimbangan pemilihan lokasi ditambah lagi dengan keterwakilan secara spasial dan keterwakilan wilayah pengelolaan perikanan (WPP). Langkah yang dilakukan adalah dengan mengambil peringkatperingkat tertinggi dari masing-masing wilayah dan dilanjutkan dengan identifikasi WPP yang sudah terwakili oleh provinsi-provinsi tersebut. Secara lengkap hasil dari proses ini tersaji pada tabel berikut.
Tabel 4. Provinsi Terpilih Berdasarkan Peringkat Provinsi Sumatera Utara Kepulauan Riau Lampung Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Maluku Maluku Utara Papua Sumber: Data primer diolah, 2015
WPP 571, 572 711 572, 712 712, 573 712, 573 712, 573 713, 573 713, 573 711 713 713 713, 714, 715 713, 714 716, 715 714, 715, 718 715, 716 717, 718
Provinsi yang terpilih melalui proses seleksi diketahui ada 17 provinsi. Jumlah ini merupakan jumlah ideal yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan representasi secara nasional. Namun demikian keterbatasan anggaran, waktu dan tenaga yang tersedia membuat pemilihan lokasi harus dilakukan secara lebih selektif. Untuk mendapatkan provinsi terpilih maka dilakukan terlebih dahulu identifikasi terhadap kabupaten-kabupaten yang terdapat didalam provinsi tersebut diatas. Pembuatan prioritas lokasi menurut kabupaten dilakukan dengan cara yang sama dengan cara untuk mendapatkan lokasi provinsi terpilih. Rekapitulasi 5 peringkat kabupaten teratas dari masing-masing provinsi tersaji pada tabel berikut
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 24
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 5. Lokasi Penelitian berdasarkan Kabupaten 2015 Provinsi Sumatera Utara
Langkat
571
Kepulauan Riau
Natuna
711
Lingga
711
Kota Batam (711)
711 Bintan (711)
Lampung
Lampung Timur
712
Tanggamu s
572
Tulangbawang (712)
712
Jawa Timur
Sumenep
712
Lamongan
712
Banyuwangi (573)
573 Gresik (712)
712
Jawa Tengah
Rembang
712
Cilacap
573
Pati (573)
712
Jawa Barat
Indramayu
712
Cirebon
712
Sukabumi (573)
712
Bekasi (712)
712
Nusa Tenggara Timur
Alor
573, 714
Sikka
573, Flores Timur (573, 714 714)
573
Manggarai Barat (573, 714)
573
Nusa Tenggara Barat
Sumbawa
573, 713
Bima
573, Lombok Timur 713 (573, 713)
Kalimantan Barat
Kubu Raya
711
Ketapang
711, Sambas (711) 712
Kalimantan Timur
Kutai Kartanegara
713
Berau
716
Paser (713)
573 Demak (712) Karawang 573 (712) 573 Sumba Timur , (573) 714 573 Dompu (573, , 713) 713 Kayong Utara 711 (711) Kota 713 Balikpapan (713)
5 Tapanuli Tengah (572) Karimun (711) Lampung Selatan (712, 572) Pasuruan (712) Brebes (712)
713
Kepulauan Selayar
713
Bone (713)
713 Takalar (713)
713
715
Banggai
715
Morowali (715)
715 Poso (715)
715
714
Kendari
714
Muna (714)
714 Kolaka Utara
714
Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara
1
Prioritas Lokasi Penelitian Menurut Kabupaten 2 3 4 Batu Bara Asahan 571 Nias Selatan (572) 572 (571)
Pangkajene Dan Kepulauan Banggai Kepulauan Buton
Lampung Barat (572)
571 711 572
573, Lombok Barat 713 (573, 713)
572 711 712 712 712
573
711
Bengkayang (711)
711
713
Kota Bontang (713)
713
Bulukumba (713) Donggala (715) Wakatobi
713 715 714
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 25
Laporan Akhir Tahun 2015
Sulawesi Utara Maluku Maluku Utara Papua
Bitung Maluku Tenggara Barat Halmahera Barat Merauke
716 714 715 718
Kepulauan Sangihe Maluku Tenggara Halmahera Tengah Mappi
716 714 715 718
Minahasa Utara (716) Maluku Tengah (714) Kepulauan Sula (715) Biak Numfor (717)
(714) Kepulauan 716 Talaud (716) 714 Buru (714) 715
Halmahera Selatan (715)
717 Asmat (718)
716 714 715 718
(714) Minahasa Selatan (716) Kepulauan Aru (714) Halmahera Utara (715) Kepulauan Yapen (717)
716 714 715 717
Sumber: Data primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 26
Laporan Akhir Tahun 2015
Pada pelaksanaannya kegiatan penelitian dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya baik finansial, manusia, maupun waktu. Oleh karena itu diperlukan suatu langkah tambahan untuk dapat memilih lokasi yang lebih sempit dari daftar terpilih. Tahapan ini dilakukan dengan pendekatan expert judgement melalui diskusi kelompok terbatas antara tim peneliti dan narasumber kegiatan. Pertimbangan tambahan dalam pemilihan lokasi adalah aksesibilitas dan ketersediaan perguruan tinggi sebagai calon mitra penelitian. Hasil diskusi menentukan 6 lokasi yang akan menjadi percontohan pada tahun pertama adalah sebagai berikut.
Tabel 6. Lokasi Penelitian Tahun 2015 Provinsi
Kabupaten
WPP
Jawa Barat
Indramayu
712
Sulawesi Selatan
Pangkajene Kepulauan
713
Sulawesi Utara
Bitung
716
Maluku
Tual
714
Papua Barat
Sorong
717
4.2. Kondisi Lokasi Penelitian 4.2.1. Kota Tual 4.2.1.1. Geografis dan Kependudukan Kota Tual Kota Tual sebagai Daerah Otonom Baru, terbentuk pada tanggal 10 Juli 2007 berdasarkan Undang–undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2007, tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku. Pembentukan Kota Tual merupakan pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara, yang terdiri atas 4 Kecamatan (Pulau Dullah Utara, Pulau Dullah Selatan, Pulau Tayando Tam, dan Pulau-Pulau Kur). Kota Tual memiliki luas wilayah keseluruhan ± 19.088,29 Km2. Kota Tual terletak antara sekitar 5º - 6º Lintang Selatan dan 131º - 133º Bujur Timur. Batas wilayah Kota Tual:
Utara
: Laut Banda
Timur
: Kabupaten Maluku Tenggara di Selat Nerong
Selatan
: Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara dan Laut Arafura
Barat
: Laut Banda
Kota Tual merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 66 pulau besar dan kecil, dimana Kecamatan Dullah Selatan dan Kecamatan Dullah Utara berada di wilayah pusat pemerintahan. Kecamatan Tayando Tam, Kecamatan Pulau Pulau Kur, dan Kecamatan Pulau Selatan, berada pada gugus pulau-pulau. Kecamatan yang memiliki jarak tempuh terjauh dari
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 27
Laporan Akhir Tahun 2015
ibukota Tual yaitu Tubyal di Kecamatan PP Kur 103 kilometer (57 mil laut). Lama waktu tempuh yang diperlukan sekitar 8 Jam perjalanan dan sangat tergantung dengan kondisi cuaca. Jumlah Penduduk Kota Tual menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2014, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Kota Tual Tahun 2014 Kecamatan Laki-laki P. P. Kur 1.151 Kur Selatan 1.560 Taryando Tam 2.964 P. Dullah Utara 8.128 P. Dullah Selatan 18.803 Kota Tual 32.606 Sumber: BPS Kabupaten Maluku Tenggara, 2015
Perempuan 1.259 1.672 3.177 8.352 18.816 33.276
Jumlah 2.410 3.232 6.141 16.480 37.619 65.882
Peta wilayah adminsitrasi Kota Tual dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: Dishubkominfo Kabupaten Maluku Tenggara, 2015 Gambar 3. Peta Wilayah Kota Tual, Maluku Tenggara Barat Berdasarkan Gambar 3, diketahui bahwa topografi Kota Tual kondisinya berupa daratan yang datar hingga relatif berbukit, dengan kemiringan berkisar antara 0-8% dan 815%. Pemukiman/desa umumnya berada pada wilayah dengan ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut. Morfologi daratan pada kepulauan ini tergolong landai, terutama pada daerah Pulau Ut, Tayando dan Dullah. Karakteristik daratan yang cukup berbukit dapat ditemui pada kecamatan Pulau-pulau Kur.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 28
Laporan Akhir Tahun 2015
4.2.1.2. Gambaran Umum Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap Laut Kota Tual Kota Tual (Maluku Tenggara) sebagian besar wilayahnya adalah lautan dan merupakan daerah yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat strategis. Hal ini dikarenakan posisinya berada pada dua wilayah pengelolaan, yaitu Laut Banda dan Laut Arafura. Melimpahnya potensi tersebut dapat terlihat dengan adanya sumber daya perikanan yang beraneka ragam, baik sumberdaya hayati maupun non hayati. Nelayan adalah orang yang
mata
pencahariannya
melakukan
penangkapan
ikan,
serta
secara
aktif
melakukan/terlibat dalam operasi penangkapan ikan. Orang yang melakukan pekerjaan membuat atau memperbaiki alat penangkapan ikan, mengangkut alat penangkapan ikan ke dalam/keluar peruhu/kapal, tidak dikategorikan sebagai nelayan. Nelayan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut : - Nelayan Penuh Nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. - Nelayan Sambilan Utama Nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan dan juga mempunyai pekerjaan lain. - Nelayan Sambilan Tambahan Nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Data Nelayan tangkap per kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara dapat dilihat pada Error! Reference source not found. Tabel 8. Jumlah Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Selatan Kei Besar Utara Timur Jumlah Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013
Jumlah 1.170 565 771 1.210 551 921 5.188
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 29
Laporan Akhir Tahun 2015
Persentase jumlah nelayan yang terdapat di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada 4 Kei Besar Utara Timur; 921; 18%
Kei Kecil; 1170; 22%
Kei Besar Selatan; 551; 11%
Kei Kecil Barat; 565; 11% Kei Kecil Timur; 771; 15%
Kei Besar; 1210; 23%
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 4. Persentase Jumlah Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 Berdasarkan Gambar 4, diketahui bahwa jumlah nelayan tangkap terbanyak yaitu pada Kecamatan Kei Besar dari keseluruhan total jumlah nelayan tangkap di Maluku Tenggara (5.188) dan yang terkecil jumlah nelayan tangkapnya adalah Kecamatan Kei Besar Selatan. Produksi perikanan tangkap Kabupaten Maluku Tenggara setiap tahunnya mengalami peningkatan (Tabel 9). Kondisi ini dikarenakan semakin bertambahnya alata tangkap yang dimiliki nelayan.
Tabel 9. Produksi Tangkap per Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara. KECAMATAN KEI KECIL KEI KECIL BARAT KEI KECIL TIMUR KEI BESAR KEI BESAR SELATAN KEI BESAR UTARA TIMUR JUMLAH TOTAL
Tegak 576.6 344.6 125.0 505.1 160.5 292.1 2,003.9
Pancing (Kg) Ulur Tonda 790.6 2,602.8 350.8 671.7 290.6 755.7 388.6 1,567.3 116.9 621.3 90.3 1,057.9 2,027.9 7,276.7
Lain 1,980.3 1,834.4 1,563.4 1,688.5 1,667.7 291.8 9,026.2 20,334.7
GillNet (Kg) Hanyut Tetap 5,187.8 3,554.7 762.6 881.3 1,161.7 742.6 1,073.0 1,217.9 585.3 1,138.7 807.0 1,841.7 9,577.4 9,376.9
Lingkar 4,819.2 515.9 190.1 2,687.9 380.1 1,099.6 9,692.8 28,647.1
Bubu (Kg) 265.9 28.9 43.4 361.3 23.1 211.0 933.6 933.6
Jala Tebar Bagan (Kg) (Kg)
0.0 7,330.7 0.0 523.6 0.0 0.0 0.0 349.1 0.0 465.4 0.0 0.0 0.0 8,668.9 0.0 8,668.9
Purse Seine Lain-Lain Total Produksi Rawai Sero (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) 0.0 91.3 38.7 2,957.8 30,196.4 0.0 0.0 0.0 701.7 6,615.6 0.0 0.0 0.0 464.0 5,336.4 0.0 91.3 0.0 2,679.4 12,609.4 0.0 0.0 6.4 539.4 5,704.9 0.0 0.0 0.0 214.6 5,906.1 0.0 182.6 45.1 7,556.8 66,368.8 0.0 182.6 45.1 7,556.8 66,368.8
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 30
Laporan Akhir Tahun 2015
Persentase produksi tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Gambar 5.
KEI BESAR SELATAN; 5.704,9; 9%
KEI BESAR UTARA TIMUR; 5.906,1; 9%
KEI KECIL; 30.196,4; 45% KEI BESAR; 12.609,4; 19%
KEI KECIL TIMUR; 5.336,4; 8%
KEI KECIL BARAT; 6.615,6; 10%
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 5. Persentase Produksi Penangkapan per Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012
Berdasarkan Gambar 5., diketahui bahwa produksi penangkapan yang paling tinggi produksinya adalah menggunakan alat tangkap Gillnet dan yang terendah Purse Seine. Persentase produksi per alat tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dlihat pada Gambar 6.
Produksi Per Jenis Alat Tangkap 0%
0%
Pancing
11% 31%
13%
Gillnet Bubu
2%
Bagan Sero 43%
Purse Seine
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 6. Persentase Produksi per Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 31
Laporan Akhir Tahun 2015
Mengacu pada Gambar 6, diketahui bahwa total produksi sebesar 66.368,8 ton pada tahun 2014, hasil ikan yang diperoleh dipasarkan untuk lokal (57.267,50) dan intersuler (9.101,3 ton). Produksi ikan yang dihasilkan oleh nelayan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara sampai saat ini belum ada yang diekspor (Gambar 7).
57.267,50 50000 40000 30000 20000
9101,3
10000
0,00
0 LOKAL
INTERSULER
EXPORT
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 7. Pemasaran produksi perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 Klasifikasi armada penangkapan ikan di Kabupaten Maluku Tenggara meliputi: a. Perahu tanpa motor - Jukung Jukung adalah perahu tanpa motor yang terbuat dari sebilah kayu. Kayu yang diperbesar dengan menambah papan pada kedua belah sisinya. Jumlah jukung di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Jukung di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Selatan Kei Besar Utara Timur Jumlah Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013
Jumlah 691 450 471 862 708 907 4.089
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 32
Laporan Akhir Tahun 2015
Persentase kepemilikan jukung di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Gambar 8. Kei Besar Utara Timur; 907; 22%
Kei Kecil; 691; 17%
Kei Kecil Barat; 450; 11% Kei Besar Selatan; 708; 17% Kei Besar; 862; 21%
Kei Kecil Timur; 471; 12%
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 8. Persentase Jumlah Jukung di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 - Perahu papan Perahu papan adalah perahu motor yang dasarnya terdiri dari tunas dengan gading/rusuk. Badan perahu dibuat dengan memasang papan pada gading/rusuk tersebut. Jumlah perahu papan di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Perahu Papan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Selatan Kei Besar Utara Timur Jumlah Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013
Jumlah 9 5 2 4 3 2 25
Persentase kepemilikan perahu papan yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan, dapat dilihat pada Gambar 9.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 33
Laporan Akhir Tahun 2015
Kei Besar Selatan; 3; 12%
Kei Kecil; 9; 36%
Kei Besar; 4; 16%
Kei Besar Utara Timur; 2; 8%
Kei Kecil Barat; 5; 20%
Kei Kecil Timur; 2; 8%
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 9. Persentase Jumlah Perahu Papan di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 Berdasarkan Gambar 9, diketahui bahwa ukuran perahu papan yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di Kabupaten Maluku Tenggara terdiri:
Perahu papan kecil (panjang + 7 meter)
Perahu papan sedang (panjang 7 – 10 meter)
Perahu papan besar (panjang lebih dari 10 meter)
b. Motor Tempel Jumlah Motor Tempel yang beroperasi di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Motor Tempel di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Selatan Kei Besar Utara Timur Jumlah Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013
Jumlah 381 61 120 192 48 96 898
Persentase kepemilikan perahu motor di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Gambar 10.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 34
Laporan Akhir Tahun 2015
Kei Besar Selatan; 48; 5%
Kei Besar Utara Timur; 96; 11%
Kei Kecil; 381; 43%
Kei Besar; 192; 21%
Kei Kecil Timur; 120; 13%
Kei Kecil Barat; 61; 7%
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 10. Persentase Jumlah Motor Tempel di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 c. Kapal Motor Data kepemilikan kapal motor di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah Kapal Motor di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Selatan Kei Besar Utara Timur Jumlah Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013
Jumlah 33 9 8 17 7 9 82
Persentase jumlah kepemilikan kapal motor di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Gambar 11.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 35
Laporan Akhir Tahun 2015
Kei Besar Utara Timur; 9; 11%
Kei Besar Selatan; 7; 8%
Kei Kecil; 33; 40% Kei Besar; 17; 20%
Kei Kecil Timur; 8; 10%
Kei Kecil Barat; 9; 11%
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 11. Persentase Jumlah Kapal Motor di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 d. Nelayan Tanpa Perahu Kabupaten Maluku Tenggara memiliki nelayan tangkap yang melakukan aktivitas penangkapan, namun tidak memiliki armada penangkapan. Operasi penangkapan ikan oleh para nelayan tersebut biasanya dilakukan di tepian pantai atau menggunakan perahu nelayan lain. Jumlah nelayan tanpa perahu di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah Nelayan Tanpa Perahu di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Selatan Kei Besar Utara Timur Jumlah Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013
Jumlah 75 50 35 12 22 26 220
Persentase jumlah nelayan tanpa perahu di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Gambar 12.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 36
Laporan Akhir Tahun 2015
Kei Kei Besar Besar Utara Timur; Selatan; 26; 12% 22; 10% Kei Besar; 12; 5%
Kei Kecil; 75; 34%
Kei Kecil Barat; 50; 23%
Kei Kecil Timur; 35; 16%
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 12. Persentase Jumlah Nelayan Tanpa Perahu di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 Alat penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda lain yang digunakan untuk menangkap ikan. Alat penangkap ikan yang teridentifikasi di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 KECAMATAN KEI KECIL KEI KECIL BARAT KEI KECIL TIMUR KEI BESAR KEI BESAR SELATAN KEI BESAR UTARA TIMUR JUMLAH TOTAL
Tegak 1,121 670 243 982 312 568 3,896
Pancing Ulur Tonda 1,129 930 501 240 415 270 555 560 167 222 129 378 2,896 2,600
Lain 95 88 75 81 80 14 433 9,825
Hanyut 585 86 131 121 66 91 1,080
GillNet Purse Total Bubu Jala Tebar Bagan Rawai Sero Lain-Lain Tetap Lingkar Seine Alat 359 355 92 126 2 12 510 5,316 89 38 10 9 121 1,852 75 14 15 80 1,318 123 198 125 6 2 462 3,215 115 28 8 8 2 93 1,101 186 81 73 37 1,557 947 714 323 149 4 14 1,303 14,359 2,741 323 149 4 14 1,303 14,359
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 37
Laporan Akhir Tahun 2015
Grafik jumlah alat tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Gambar 13. 600 580 560 540 520 500 480 460 440 420 400 380 360 340 320 300 280 260 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 -
Pancing Tegak Pancing Ulur
585 568
560 555
510
Pancing Tonda Pancing Lain
501 462
Gillnet Hanyut Gillnet Tetap
415
Gillnet Lingkar Bubu
378 359 355
312
Jala Tebar
270
Bagan
243
240
Rawai
222 198
Sero
186 167
Purse Seine 126 95
121
92
131
129
123125 121
115
80
75 75
81
80 66
38 12
KEI KECIL
Lain-Lain 93
888689
10 9
91
81 73 37
28 1415 -
KEI KECIL BARAT
-
6
-
KEI KECIL TIMUR
-
KEI BESAR
8 8
14 2
KEI BESAR SELATAN
-
-
KEI BESAR UTARA TIMUR
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 Gambar 13. Jumlah Kapal Motor di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2012 4.2.2. Indramayu 4.2.2.1. Geografis dan Kependudukan Indramayu Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107°52'-108°36' BT dan 6°15'–6°40' LS. Batas wilayah Kabupaten Indramayu terdiri dari sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang; sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa; sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Cirebon; sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon. Cakupan wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Indramayu saat ini terdiri dari 31 Kecamatan, 307 desa dan 8 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 204,011 ha atau 2.040.110 km yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang. Berdasarkan topografinya ketinggian wilayah pada umumnya berkisar antara 0-18 m di atas permukaan laut berupa rawa, tambak, sawah, pekarangan. Kabupaten Indramayu sebagian permukaan tanahnya berupa dataran dengan kemiringan antara 0%-2% seluas 201.285 ha (96,03%) dari total
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 38
Laporan Akhir Tahun 2015
wilayah. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan tinggi maka daerah daerah tertentu akan terjadi genangan air dan bila kemarau akan mengakibatkan kekeringan (Pemerintah Kabupaten Indramayu, 2011). Kabupaten Indramayu memiliki wilayah pesisir dengan garis pantai sepanjang 147 km yang merupakan garis pantai terpanjang di Provinsi Jawa Barat (Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu, 2005). Untuk wilayah Jawa Barat, Kabupaten Indramayu merupakan penyumbang utama (sekitar 51 %) dari produksi perikanan laut yang ada. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2010a), produksi perikanan laut di Kabupaten Indramayu termasuk stabil dan pada tahun 2009 mencapai 108.554,6 ton dengan nilai sekitar Rp 1.383.687.650.000. Hal ini disamping karena jumlah usaha perikanan di lokasi banyak, jumlah usaha perikanan tersebut umumnya dikembangkan dalam skala menengah ke atas. Aktivitas usaha perikanan tersebut umumnya berbasis di Karangsong, Pabean Udik, dan Singaraja. Karangsong sangat terkenal dengan tempat pendaratan ikannya (TPI Karangsong) yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat Indramayu melalui Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra. Meskipun tidak banyak mendapat bantuan fasilitas pengelolaan dari Pemerintah, tetapi aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Indramayu (terutama TPI Karangsong) termasuk paling sibuk dan stabil di Propinsi Jawa Barat.
Sumber : Bappeda Kabupaten Indramayu, 2014 Gambar 14. Peta Administrasi Kabupaten Indramayu
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 39
Laporan Akhir Tahun 2015
Kondisi demografi penduduk di Kabupaten Indramayu rata-rata mengalami kesamaan untuk tipa kecamatan yaitu yang paling ramai berada di pusat kecamatan karena disana banyak dijumpai roda perekonomian, sedangkan permukiman yang lain menyebar di wilayah sekitarnya. Jumlah penduduk Kabupaten Indramayu tahun 2014 sebanyak 1.708.551 jiwa, dengan komposisi jumlah laki-laki sebanyak 880.024 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 828.527 jiwa, keadaan ini menunjukkan adanya kenaikan sebesar 11.060 jiwa, dengan demikian laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Indramayu Tahun 2013-2014 sebesar 0,65%. Laju Pertumbuhan mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sedangkan sex ratio sebesar 106,22. Jumlah rumah tangga Kabupaten Indramayu tahun 2014 sebanyak 488.546 KK. Komposisi Penduduk Kabupaten Indramayu menurut struktur umur dan jenis kelamin dapat digambarkan dengan jelas oleh piramida penduduk. Dari piramida penduduk dapat dilihat bahwa selama lima tahun terakhir telah terjadi penurunan fertilitas. Luas wilayah Kabupaten Indramayu kurang lebih 2.099,42 km2. Dengan jumlah penduduk sebanyak 1.708.551 jiwa, kepadatan penduduk di Kabupaten Indramayu kurang lebih sebesar 813,82 jiwa/Km2. Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Karangampel yaitu sebesar 2.125,46 jiwa/Km2, sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Cikedung 267,13 jiwa/Km2.
Tabel 16. Jumlah Penduduk di Kabupaten Indramayu, 2004-2014 Tahun Laki-laki Perempuan 2004 860.588 825.994 2005 865.682 832.304 2006 870.895 838.233 2007 875.126 842.667 2008 882.530 850.144 2009 888.579 856.318 2010 858.913 809.240 2011 862.846 812.944 2012 866.795 816.665 2013 874.171 823.320 2014 880.024 828.527 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, 2015
Jumlah 1.686.582 1.697.986 1.709.128 1.717.793 1.732.674 1.744.897 1.668.153 1.675.790 1.683.460 1.697.491 1.708.551
4.2.2.2. Gambaran Umum Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap Laut Indramayu Kabupaten Indramayu merupakan basis usaha perikanan tangkap yang sangat diperhitungkan. Bagi Kabupaten Indramayu, usaha perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi dominan dan paling banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat lokal. Usaha perikanan tangkap mendukung aktivitas ekonomi berbasis perikanan dan pengembangan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 40
Laporan Akhir Tahun 2015
usaha pendukung seperti usaha perbekalan, sumber energi, jasa pelabuhan, dan lainnya. Nikijuluw (2002) menyatakan bahwa pengembangan usaha perikanan terutama yang berbasis pada penangkapan akan menjadi cikal bakal pengembangan ekonomi kawasan, karena dapat mendorong berkembangnya kegiatan pendukung baik dalam pengadaan bahan/peralatan operasi penangkapan, distribusi hasil tangkapan, maupun jasa pelabuhan. Perkembangan jumlah armada penangkapan terjadi peningkatan dari tahun 2005 hingga tahun 2014, namun terjadi kenaikan pada tahun 2012 (Tabel 17). Kapal motor tempel mendominasi jumlah armada secara keseluran dan merupakan kapal yang sebagian besar berukuran 5 GT, dengan kekuatan mesin 20 PK dan berbahan bakar solar. Kapal motor terjadi penurunan jumlah yang pesat pada tahun 2012 penurunan ini karena perubahan jenis armada nelayan dari kapal motor berukuran 5-10 GT dan 10-30 GT ke motor tempel, sehingga terjadi pertambahan jumlah nelayan skala kecil.
Tabel 17. Jumlah Jenis Kapal Penangkap Ikan di Kabupaten Indramayu, 2005-2014 Motor Tempel Kapal Motor (< 10 GT) (> 10 GT) 2005 285 5.656 2006 285 5.656 2007 303 5.725 2008 303 5.725 2009 697 5282 2010 N/A N/A 2011 N/A N/A 2012 4.954 1.132 2013 3.466 2.591 2014 4.925 1.112 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, 2015 Tahun
Jumlah 5.941 5.941 6.028 6.028 5.979 N/A N/A 6.057 6.057 6.066
Energi terutama solar merupakan bahan utama yang dibutuhkan untuk mendukung operasi penangkapan ikan menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik. Pengumpulan kerang merupakan usaha perikanan tangkap skala kecil, namun banyak digemari oleh remaja dan ibu-ibu sehingga terkadang dianggap usaha sampingan. Jumlah alat tangkap berdasarkan jenis alat tangkap disajikan pada Tabel 18 berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 41
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 18. Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu, 2012-2014 Jarin Tahu g n Keliti k 2012 1107 2013
1107
2014
404
Bub u
Panci ng
Ser o
129
235
129
235
1.04 5 1.04 5 78
Jenis Alat Tangkap Puka Puka Paya Dog t t ng ol Pant Cinci ai n 447 238 1.173 188 447
238
1.173
1.40 1.000 616 634 1.461 0 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, 2015
Jarin g Ins. Hany ut 3.242
Jaring Ins.Lingk ar
Lainn ya
0
1.326
188
3242
0
1.326
9
1080
318
1.187
Sesuai dengan letaknya yang berada di pesisir pantai, Indramayu merupakan salah satu kabupaten penghasil ikan. Produksi ikan laut segar selama tahun 2014 mencapai 126.782,92 ton. Nilai Produksinya mengalami peningkatan dari Rp. 1.829.994.727,03,- pada tahun 2013 menjadi Rp. 2.139.360.709,60,- pada tahun 2014 (Gambar 15).
250.000.000,00 200.000.000,00 150.000.000,00 Produksi (Kg)
100.000.000,00
Nilai Produksi (Rp/Kg)
50.000.000,00 0,00
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2015 Gambar 15. Produksi dan Nilai Produksi Ikan di Kabupaten Indramayu, 2014 Produksi dan nilai produksi ikan pada bulan Agustus dimungkinkan terjadi penurunan karena nelayan tidak melaut saat menjelang maupun setelah lebaran, kira-kira selama tiga minggu sampai dengan satu bulan, mengakibatkan pproduksi sangat rendah pada bulan tersebut. Sedangkan selama lima tahun terakhir terjadi dinamika produksi dan nilai produksi di Kabupaten Indramayu (Gambar 16).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 42
Laporan Akhir Tahun 2015
128.548,02 2.139.360.710 1.829.994.727 1.678.798.450
1.678.894.245
1.383.687.650
115.785,81
114.213,70
108.554,60 107.989,16
2010 2010
2011
2012
2013
2011
2012
2013
2014
2014
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2015 Gambar 16. Produksi dan Nilai Produksi Ikan di Kabupaten Indramayu, 2010-2014 Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan di Kabupaten Indramayu bervariasi terdiri dari ikan jenis pelagis dan demersal yang ditangkap berdasarkan musim puncak maupun paceklik. Jumlah produksi berdasarkan jenis ikan dan alat tangkap yang digunakan disajikan pada Tabel 19 berikut. Selanjutnya ikan yang tersebut dipasarkan dalam bentuk beku, ikan asin, ikan pindang dan terasi yang dijual oleh pedagang lokal (kecamatan) untuk dipasarkan ke Jakarta, Bekasi, Bandung, maupun Kalimantan. Jumlah pedagang di Kabupaten Indramayu sebanyak 977 orang yang tersebar di 31 kecamatan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 43
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 19. Produksi Ikan berdasarkan Jenis Ikan dan Alat Tangkap yang digunakan, 2014 Jenis Alat Tangkap Uraian
Jaring Kelitik
Produksi Jenis Ikan yang tertangka p
3.364 - Layang - Tembang - Tiga Waja - Kembun g - Tengiri - Udang - Kepiting Rajungan
Bubu
Pancing
Sero
789 Rajunga n
2.084 - Manyun g - Kakap Merah - Cucut
788 Cumi Soton g
Jarin g Cumi 5.225 Cumi
Payang
Dogol
7.787 - Selar - Bawal Hitam - Tembang - Peperek - Kembun g - Tengiri - Tongkol - Layur
24.504 - Peperek - Kuniran - Tiga Waja - Kembun g - Layur - Cucut - Pari - Udang - Sotong
-
Pukat Pantai
Pukat Cincin
3.027 Selar Layang Kakap Teri Peperek Tiga Waja Kembun g Tengiri Tongkol Udang Cumi Sotong
3.294 - Manyung - Tembang - Kembun g - Tengiri - Tongkol - Cumi
-
Jaring Ins. Hanyut 65.849 Bawal Hitam Bawal Putih Kakap Putih Temban g Teri Kakap Merah Tiga Waja Tengiri Tongkol Cucut Pari
Jaring Ins.Lingka r 5.820 - Bawal Hitam - Bawal Putih - Belanak - Tengiri
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 44
Laporan Akhir Tahun 2015
Salah satu faktor yang mempengaruhi di dalam penangkapan ikan adalah nelayan. Nelayan berdasarkan fungsinya dan permodalannya dibagi menjadi dua yaitu nelayan juragan dan nelayan bendega. Nelayan bendega atau disebut nelayan buruh merupakan orang yang bekerja mencari ikan atau melaut tetapi tidak memiliki kapal maupun alat tangkap. Banyaknya nelayan menurut status nelayan mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga tahun 2014 seperti pada Tabel 20. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu mengalami over explotation yang mengakibatkan penurunan hasil tangkapan bagi nelayan dari tahun ke tahun.
Tabel 20. Jumlah Nelayan Menurut Status Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan di Kabupaten Indramayu, 2012-2014 Status Nelayan Pemilik (RTP) Buruh (RTBP) 2012 6.057 34.488 2013 5.934 34.611 2014 8.146 31.253 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, 2015 Tahun
Jumlah Pemilik (RTP) 40.545 40.545 39.399
Wilayah penangkapan ikan kapal 5 GT terletak di sekitar pantai Indramayu sampai Pulau Biawak. Wilayah penangkapan ikan kapal 20 GT di Laut Jawa hingga Selat Karimata. Kapal 30 GT melakukan operasi penangkapan ikan di perairan Karimunjawa, Masalembu, dan Selat Karimata. Operasi penangkapan ikan kapal 40-60 GT di perairan Masalembu, Karimun Jawa, Selat Karimata, dan Natuna (Lintang 1-3) (Gambar 17).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 45
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 17. Peta Daerah Penangkapan Ikan Sistem pemasaran yang dilakukan di pasar grosir (TPI) Indramayu pelaksanaanya diatur melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat yang baru yaitu Peraturan Daerah Nomor: 10 dan 11 Tahun 1998. Kebijaksanaan yang diterapkan sudah cukup baik karena sudah memperhatikan nasib para nelayan. Persentase yang diambil sesuai dengan Perda No. 11 Tahun 1998 dimana pembagian persentasenya adalah sebagai berikut: 1. Bakul dipungut sebesar 3% 2. Nelayan dipungut 2%, sebelumnya nelayan dipungut 5% (Perda no. 15/1984) Produksi hasil laut memiliki peranan yang cukup besar bagi pemasukan devisa negara dari sektor non migas. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi hasil tangkapan berbagai jenis ikan komoditas ekspor. Adapun yang menjadi komoditas ekspor perikanan laut Indramayu adalah kakap merah (Lutjanus sp), bawal putih (Pampus argentus), udang jerbung (Penaeus merguiensis), teri nasi (Stolepherus sp) dan cumi-cumi (loligo sp).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 46
Laporan Akhir Tahun 2015
4.2.3. SUMBAWA 4.2.3.1. Geografis dan Kependudukan Sumbawa Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang terletak pada posisi 116º42’ - 118º22’ Bujur Timur dan 8º8’ - 9º7’ Lintang Selatan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Sumbawa Barat di sebelah Barat, Kabupaten Dompu di sebelah Timur, Laut Flores di sebelah Utara dan Samudra Indonesia di sebelah Selatan. Luas wilayah Kabupaten Sumbawa adalah 10.475,7 Km2 meliputi luas daratan 6.643,98 Km2 dan luas perairan laut 3.831,72 Km2 (kewenangan kabupaten) dengan panjang pantai ± 982 Km dan luas perairan laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 74.000 Km2. Jumlah kecamatan di Kabupaten Sumbawa sebanyak 24 kecamatan dimana 18 kecamatan merupakan kecamatan pesisir (75%) dengan 63 desa/kelurahan pesisir (38,2%) dari keseluruhan 165 desa/kelurahan di Kabupaten Sumbawa.
Gambar 18. Peta Wilayah Kabupaten Sumbawa Sebagian besar wilayah Kabupaten Sumbawa berbukti-bukit dengan ketinggian berkisar antara 0 hingga 1.730 meter di atas permukaan laut, sedangkan ketinggian untuk ibukota kecamatan di Kabupaten Sumbawa berkisar antara 10 sampai 650 meter di atas permukaan air laut. Sepanjang daerah pesisir khususnya pada bagian Barat dan Utara umumnya datar sehingga sangat cocok untuk pengembangan daerah pertambakan dan penangkapan nener/benur. Adapun jarak tempuh dari ibu kota Kabupaten ke kota-kota
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 47
Laporan Akhir Tahun 2015
kecamatan rata-rata 45 km. Kota kecamatan terjauh yaitu Kecamatan Tarano dengan jarak tempuh 103 km. Jika dilihat dari iklim dan curah hujan, Kabupaten Sumbawa merupakan daerah beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim hujan dan kemarau. Iklim di Kabupaten Sumbawa dipengaruhi oleh fenomena El Bibo dan La Nina dari Samudera Pasifik. Hal ini terlihat dari banyaknya hari hujan dan curah hujan yang terjadi sepanjang tahun. Pada tahun 2014 jumlah hari hujan tercatat sebanyak 77 hari, jauh berkurang dibandingkan tahun 2013 yang hanya 104 hari. Hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari selama 17 hari. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu mencapai 87 persen dan terendah pada bulan September sebesar 65 persen. Adapun tekanan udara maksimum 1.012,9 mb dan minimum 1.008,4 mb. Rata-rata temperatur udara di Kabupaten Sumbawa mencapai 27 ºC. Temperatur udara tertinggi terjadi pada bulan November yaitu mencapai 28,7 ºC dan temperatur minimum pada bulan Juli yaitu 26 ºC. Banyaknya curah hujan akan berpengaruh terhadap lamanya penyinaran matahari. Pada Bulan Maret-November matahari menyinari Kabupaten Sumbawa antara 80-100 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa musim penghujan di Kabupaten Sumbawa terjadi pada Bulan Desember-Februari dan musim kemarau terjadi pada Bulan Maret-November.
a. Penduduk Salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan adalah jumlah penduduk yang besar. Jumlah penduduk yang besar tentu saja akan menjadi modal utama, bilamana dilengkapi dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai serta berada dalam usia produktif. Sebaliknya, bila tidak didukung dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai justru akan menjadi beban berat bagi pemerintah. Jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa pada tahun 2014 sebanyak 436.599 jiwa atau bertambah 1,08 persen dari tahun sebelumnya dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 222.728 jiwa dan perempuan sebanyak 213.871 jiwa. Dengan luas wilayah 6.643,98 km2, tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2014 mencapai 66 orang per km2. Hal ni menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Sumbawa masih sedikit dan jarang. Adapun anggota rumah tangga setiap rumah tangga sama dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu rata-rata sebesar 4 (empat) orang. Pada periode 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk Sumbawa mencapai 0,98 persen. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk antara lain jumlah kelahiran, kematian dan mutasi penduduk. Pada tahun 2014 sex ratio penduduk Sumbawa PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 48
Laporan Akhir Tahun 2015
(laki-laki terhadap perempuan) sekitar 104, artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki. Sex ratio penduduk Kabupaten Sumbawa ini tertinggi dibanding kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi NTB. Adapun perbandingan penduduk laki-laki dengan perempuan tahun 2014 sebesar 94, dimana jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Dengan wilayah yang paling luas di Provinsi NTB, secara absolut jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa tahun 2014 tergolong sedikit bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Jumlah penduduk Sumbawa hanya 9,14 persen dari penduduk Nusa Tenggara Barat. Sedangkan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupaten Lombok Timur dengan jumlah penduduk sebesar 1.153.773 jiwa. Pada tahun 2014 sex ratio penduduk Sumbawa (laki-laki terhadap perempuan) sekitar 104 artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104 penduduk lakilaki. Sex ratio penduduk Kabupaten Sumbawa ini tertinggi dibanding kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi NTB. Untuk provinsi NTB sendiri, perbandingan penduduk laki-laki dengan perempuan tahun 2014 sebesar 94, dimana jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 21. Indikator Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2014 Penduduk Sex Rasio (Jiwa) (L/P) % Lobar 644.586 96 Loteng 903.432 90 Lotim 1.153.773 87 Sumbawa 436.599 104 Dompu 234.665 102 Bima 463.419 99 KSB 129.724 103 Lombok Utara 210.133 97 Mataram 441.064 98 Kota Bima 156.400 96 NTB 4.773.795 94 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa (2015)
Kepadatan (Jiwa/Km)
Kabupaten/Kota
612 748 719 66 101 106 70 260 7.195 754 237
Luasnya wilayah Kabupaten Sumbawa dan pembangunan yang belum merata merupakan salah satu aktor yang membuat persebaran penduduk Sumbawa mengelompok pada daerah tertentu. Kecamatan Sumbawa dan Alas merupakan kecamatan dengan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 49
Laporan Akhir Tahun 2015
kepadatan penduduk tertinggi yaitu 1.327 jiwa/km dan 235 jiwa/km. Posisi Kecamatan Alas yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sumbawa Barat dan status Kecamatan Sumbawa sebagai pusat pemerintahan kabupaten menjadi penyebab tingginya kepadatan penduduk di kecamatan tersebut. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terjarang yaitu 10 jiwa/km2 adalah kecamatan Orong Telu. Pada tahun 2014, penduduk Kabupaten Sumbawa masih didominasi oleh kelompok umur 0-4 tahun, yaitu sebanyak 45.760 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki masih lebih banyak dari perempuan. Dari komposisi menurut umur diketahui sejauh mana tingkat ketergantungan usia tidak produktif terhadap usia produktif. Usia produktif adalah kelompok umur 15-64 tahun, sedangkan usia tidak produktif pada kelompok umur 0-14 dan 65+. Gambaran tersebut yang dinamakan Angka Beban Ketergantungan. Pada tahun 2014 setiap seratus penduduk usia produktif di Sumbawa rata-rata menanggung 53 penduduk usia non produktif (seperti terlihat pada tabel berikut).
Tabel 22. Rasio Ketergantungan Kabupaten Sumbawa Tahun 2014 Uraian Non Produktif Produktif Angka Ketergantungan
Laki-Laki 76.450 146.278 52,26
Perempuan 74.984 138.887 53,99
Jumlah 151.434 285.165 53,10
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumbawa (2015)
b. Tenaga Kerja Penduduk yang dikategorikan sebagai penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun keatas. Pada tahun 2014 jumlah penduduk usia kerja Kabupaten Sumbawa sebanyak 308.043 orang terdiri dari Angkatan Kerja sebanyak 218.976 orang dan Bukan Angkatan Kerja sebanyak 89.067 orang. Dari jumlah Angkatan Kerja tersebut, sebanyak 209.615 orang bekerja diberbagai lapangan usaha dan sisanya 9.361 orang merupakan pengangguran. Untuk melihat besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi disuatu wilayah dapat dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)-nya. TPAK Kabupaten Sumbawa tahun 2014 sekitar 71,09 persen. Kemudian Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Sumbawa pada tahun 2014 sekitar sekitar 4,27 persen. Ada sedikit peningkatan dibandingkan dengan TPT tahun 2013 yang sebesar 4,06 persen. Menurut lapangan usaha, sektor pertanian menempati urutan pertama penyerapan tenaga kerjanya yaitu mencapai 48,26 persen. Tingginya penyerapan tenaga kerja pada sektor PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 50
Laporan Akhir Tahun 2015
pertanian disebabkan pertanian masih bersifat padat karya dan masih sedikit menggunakan teknologi modern terutama pada sub sektor tanaman bahan makanan. Sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi menempati urutan ke dua sebesar 21,01 persen.
c. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu investasi penting dalam pembangunan modal manusia (human capital). Dilihat dari sisi gender terjadi berbedaan persentase melek huruf laki-laki dan perempuan usia 15 tahun keatas. Pada tahun 2014 persentase perempuan yang melek huruf sekitar 89,76 persen sementara laki-laki sekitar 93,46 persen. Menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan, penduduk Kabupaten Sumbawa usia 10 tahun keatas yang hanya tamat SD ada sekitar 32,82 persen. Kemudian yang tamat SMP dan SMA masingmasing sekitar 19,96 dan 19,76 persen. Dari keseluruhan penduduk usia 10 tahun keatas, terdapat sekitar 21,02 persen yang tidak/belum tamat SD. 4.2.3.2. Gambaran Umum Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap Laut Sumbawa a. Potensi Sumberdaya Perikanan Tangkap Luas potensi wilayah perairan laut untuk usaha penangkapan ikan di Kabupaten Sumbawa adalah 3.831,72 Km2. Dari luas tersebut pada tahun 2014 telah dimanfaatkan seluruhnya dan diperoleh produksi sebesar 50.232,36 ton dengan jenis tangkapan yang dominan antara lain adalah jenis ikan kembung, kerapu, tongkol, cakalang, ubur-ubur, layang, lemuru serta jenis-jenis ikan karang. Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Sumbawa seluruhnya dilakukan oleh nelayan dengan jumlah nelayan 9.137 orang (4.698 RTP). Hingga Tahun 2014 belum ada perusahaan penangkapan ikan yang berinvestasi di Kabupaten Sumbawa. Potensi perairan Kabupaten Sumbawa belum dimanfaatkan secara optimal dimana masih terkonsentrasi pada penangkapan di wilayah perairan pantai Utara, sedangkan perairan lepas pantai dan perairan ZEEI belum banyak dimanfaatkan. Hal ini dikarenakan armada penangkapan dan alat tangkap masih tergolong skala kecil, sehingga jumlah produksi yang diperoleh tidak optimal. Dengan demikian peningkatan produksi bergantung pada peningkatan penerapan teknologi dan peningkatan sarana penangkapan ikan yang tentunya berimplikasi pada nilai investasi yang cukup besar. Pengembangan penangkapan ikan di Kabupaten Sumbawa dilakukan dengan konsep pengembangan wilayah penangkapan yang meliputi 4 wilayah pengembangan yaitu:
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 51
Laporan Akhir Tahun 2015
1.
Wilayah pengembangan penangkapan ikan Sumbawa Bagian Barat dengan pusat pengembangan di Kec. Alas Barat. Adapun daerah yang termasuk dalam wilayah ini adalah Kec. Alas Barat, Kec. Alas, Kec. Buer dan Kec. Utan.
2.
Wilayah pengembangan penangkapan ikan Sumbawa Bagian Tengah dengan pusat pengembangan di Kec. Labuhan Badas. Adapun daerah yang termasuk dalam wilayah ini adalah Kec. Rhee, Kec. Labuhan Badas, Kec. Moyo Utara dan Kec. Moyo Hilir.
3.
Wilayah pengembangan penangkapan ikan Sumbawa Bagian Timur dengan pusat pengembangan Kec. Plampang (Teluk Santong). Adapun daerah yang termasuk dalam wilayah ini adalah Kec. Plampang, Kec. Maronge, dan Kec. Lape.
4.
Wilayah pengembangan penangkapan ikan Sumbawa Bagian Selatan dengan pusat pengembangan di Kec. Lunyuk. Adapun daerah yang termasuk dalam wilayah ini adalah Kec. Lunyuk, Kec. Labangka, dan Kec. Ropang.
Gambar 19. Wilayah Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Sumbawa
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 52
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 23. Produksi, Jumlah Nelayan, dan Sarana Penangkapan Ikan Laut Kabupaten Sumbawa 2014 Jumlah Sarana Penangkapan Jukun Alat PMT KM g Tangkap 1 Alas 235 820 18 139 67 297 2 Alas Barat 290 653 67 108 102 396 3 Buer 263 1.528 72 105 116 451 4 Utan 382 704 21 228 167 405 5 Rhee 187 182 32 47 9 185 6 Lab. Badas 1175 2192 213 482 332 1205 7 Batulanteh 8 Sumbawa 9 Unter Iwes 10 Moyo Hilir 291 443 16 492 123 339 11 Moyo Utara 132 134 28 137 4 203 12 Moyo Hulu 13 Ropang 14 Lunyuk 147 152 109 2 149 15 Orong Telu 16 Lantung 17 Lenangguar 18 Lape 352 387 25 134 91 412 19 Lopok 20 Plampang 392 643 16 75 188 419 21 Labangka 51 51 43 10 8 74 22 Maronge 208 324 39 23 108 209 23 Empang 20 12 25 24 Tarano 573 912 15 187 279 568 Jumlah 4.698 9.137 605 2.276 1.596 5.337 Tahun 2013 4.485 9062 658 1.985 1.528 5.055 Tahun 2012 4.141 8.967 789 1.706 1.518 4.215 Tahun 2011 3.588 7.749 756 1.634 1.298 4.163 Tahun 2010 3.496 7.659 772 1.504 1.279 3.555 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa (2014) No
Kecamatan
Jumlah RTP
Jumlah Nelayan
Produksi (Ton) 4.159,83 3.854,76 3.921,18 4.737,32 1.592,36 7.485,92 4.283,14 1.129,35 675,9 3.123,32 4.735,22 476,28 1.985,37 23,34 5.951,64 48.134,93 46.617,20 44.562,00 43.482,02 41.090,00
Berdasarkan Tabel tersebut terlihat bahwa jumlah rumah tangga perikanan (RTP) dan jumlah nelayan mengalami peningkatan setiap tahunnya pada tahun. Untuk jumlah nelayan pada tahun 2010-2014 terjadi peningkatan sejumlah 19%. Sedangkan jumlah produksi selama 5 (lima) tahun terakhir (2010-2014) mengalami peningkatan sebesar 16,2%, dengan total produksi selama lima tahun sebesar 223.886,15 ton Pada tahun 2014 total produksi mencapai 48.134,93 ton dari 24 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumbawa. Untuk jumlah RTP yang
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 53
Laporan Akhir Tahun 2015
terbanyak terdapat pada Kecamatan Labuhan Badas dengan jumlah nelayan sebanyak 2.192 orang dan jumlah produksi pada tahun 2014 7.485,92 ton. Untuk sarana penangkapan ikan terdiri dari jukung, perahu motor tempel, kapal motor dan alat penangkapan. Jumlah jukung pada tahun 2014 sebanyak 605 unit, perahu motor tempel 2.276 unit, kapal motor 1.596 unit dan alat penangkapan ikan 5.337 unit. Selain sarana pendaratan ikan baik berupa tempat pelelangan ikan (TPI), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Untuk TPI yang ada di Kabupaten Sumbawa sampai dengan tahun 2014 berjumlah 12 (dua belas) unit, yaitu: 1) TPI Labuhan Mapin; 2) TPI Labuhan Terata; 3) TPI Labuhan Bajo; 4) TPI Tanjung Pengamas; 5) TPI Teluk Santong; 6) TPI Labuhan Jambu,7) TPI Labuhan Sangoro; 8 ) TPI Prajak; dan 9) TPI Pidang; 10) TPI Pulau Bungin, 11) TPI Pulau Kaung , dan 12) TPI Labuhan Buak. Kondisi seluruh TPI tersebut sampai saat ini cukup baik dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendaratan ikan. Pada tahun 2014 juga dilakukan rehab dermaga labuhan Bua. Pangkalan Pendaratan Ikan merupakan pusat kegiatan pendaratan/bongkar dan perdagangan ikan hasil tangkapan nelayan. Sebagai pusat aktivitas perikanan tangkap PPI merupakan tempat yang strategis sebagai pembangkit perekonomian wilayah, sehingga perlu dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk mengotimalkan pemanfaatannya.
Pangkalan
Pendaratan Ikan di Kabupaten Sumbawa sampai dengan tahun 2014 berjumlah 2 buah yaitu PPI Labuhan
Mapin dan PPI Tanjung Pengamas.
Dangkan PPI Teluk Santong telah
mengalami peningkatan kelas menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
NTB.
Kondisi ketiga PPI/PPP saat ini dalam
keadaan baik. Pada tahun 2012 dan 2014 terus dilakukan pembenahan sarana kelengkapan PPI. Tahun 2014 dilakukan rehab pemagaran kawasan PPI Tanjung Pengamas. SPDN di Kabupaten Sumbawa berjumlah 2 unit, berada di Pantai Goa Desa Karang Dima, Kec. Labuhan Badas dan di Teluk Santong, Kecamatan Plampang. SPDN di Teluk Santong dibangun pada tahun 2004 melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan anggaran Proyek Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), sedangkan SPDN Tanjung Pengamas dibangun pada tahun 2014. Saat ini SPDN Teluk Santong difungsikan dan dimanfaatkan oleh nelayan sekitar untuk mengisi bahan bakar minyak, sedangkan SPDN Tanjung Pengamas masih dalam proses operasional.
b. Profil Pelabuhan Perikanan Pengembangan perikanan tangkap sangat memerlukan dukungan infrastruktur pelabuhan perikanan sebagai pusat produksi dan pemasaran hasil perikanan tangkap. PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 54
Laporan Akhir Tahun 2015
Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Berdasarkan Undang - undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 dan telah diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2010, pelabuhan perikanan mempunyai peranan penting dalam mendukung peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong
pertumbuhan
perekonomian
masyarakat
perikanan,
pelaksanaan
dan
pengendalian sumberdaya ikan, dan mempercepat pelayanan terhadap kegiatan di bidang usaha perikanan. Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa: pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan, pelayanan bongkar muat, pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, pemasaran dan distribusi ikan, pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan, pelaksanaan kesyahbandaran, pelaksanaan fungsi karantina ikan dan pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari. 4.2.4. KOTA BITUNG 4.2.4.1. Geografis dan Kependudukan Kota Bitung Kota Bitung terletak pada posisi geografis 1° 23′ 23″ – 1° 35′ 39″ LU dan 125° 1′ 43″ -1 25° 18′ 13″ BT dengan batas wilayah : Sebelah Utara : Kec. Likupang (Kab.Minahasa Utara) dan Laut Maluku Sebelah Timur : Laut Maluku Sebelah Selatan : Laut Maluku Sebelah Barat : Kecamatan Kauditan (Kab. Minahasa Utara) Wilayah daratan Kota Bitung mempunyai luas 33.279,10 ha, terbagi dalam delapan wilayah kecamatan serta 69 kelurahan yang sebelumnya terdiri dari 5 kecamatan. Kecamatankecamatan tersebut adalah Kecamatan Ranowulu memiliki 11 kelurahan, Kecamatan Matuari memiliki 8 kelurahan, Kecamatan Girian memiliki 7 kelurahan, Kecamatan Madidir memiliki
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 55
Laporan Akhir Tahun 2015
8 kelurahan, Kecamatan Maesa memiliki 8 kelurahan, Kecamatan Aertembaga memiliki 10 kelurahan, Kecamatan Lembeh Utara memiliki 10 kelurahan dan Kecamatan Lembeh Selatan memiliki 7 kelurahan. Dari delapan kecamatan tersebut Kecamatan Ranowulu memiliki luas terbesar seluas 17.117 Ha dibandingkan 7 kecamatan lainnya. Dilihat dari aspek topografis, keadaan tanah sebagian besar daratan Bitung atau 45,06 persen berbukit dan 32,73 persen bergunung. Hanya 4,18 persen merupakan dataran landai serta sisanya 18,03 persen berombak. Mulai dari bagian Timur, dari pesisir pantai Aertembaga, sampai dengan Tanjung Merah di bagian Barat, merupakan daratan yang relatif cukup datar dengan kemiringan 0 – 15 derajat, sehingga secara fisik dapat dikembangkan sebagai wilayah perkotaan, industri, perdagangan dan jasa serta pemukiman. Pada bagian utara keadaan topografi semakin bergelombang dan berbukit-bukit. Bagian utama dari lahan tersebut merupakan kawasan pertanian, perkebunan, hutan lindung dan cagar alam. Di bagian selatan terdapat sebuah pulau yaitu Pulau Lembeh yang keadaan tanahnya kasar dan ditutupi oleh tanaman kelapa, hortikultura dan palawija. Potensi perikanan di Pulau ini juga tinggi terutama untuk ikan pelagis besar dan cumi-cumi.
Kependudukan Jumlah penduduk Kota Bitung berdasarkan data Sensus Penduduk tahun terakhir sebesar 198.257 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata setiap tahunnya mencapai 3 persen. Dilihat dari sebaran penduduk per kecamatan sebagian besar penduduk Bitung terkonsentrasi di Kecamatan Maesa sebesar 19 % dari total penduduk Bitung tinggal di kecamatan ini. Secara demografis penduduk Kota Bitung tergolong mempunyai struktur umur muda. Hal ini terlihat dari pola piramida penduduk menurut kelompok umur pada Gambar 20. Pada bagian tengah struktur piramida menunjukkan pola menjorok ke luar yang artinya proporsi penduduk yang dominan pada usia muda.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 56
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 20. Piramida Penduduk Bitung Tahun 2013 Sebagian besar penduduk Kota Bitung berasal dari suku Minahasa dan suku Sangir yang berprofesi sebagai nelayan dan bekerja di usaha perikanan. Terdapat juga komunitas etnis Tionghoa. Para pendatang berasal dari suku Jawa, Halmahera dan Gorontalo dimana sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan buruh. Penduduknya yang multietnis tersebut sebagian besar memeluk agama Kristen Protestan, sedangkan Islam dianut oleh para pendatang dari Jawa dan Gorontalo. Sedangkan komunitas etnis Tionghoa menganut agama Budha dan Konghucu. Struktur perekonomian Kota Bitung dapat dilihat dari kontribusi masing-masing sektor dalam pembentukan total PDRB Daerah. Pada tahun 2012 kontribusi sektor angkutan berada pada urutan pertama terhadap total PDRB yakitu sebesar 23,03 %, diikuti oleh sektor industri sebesar 20,74% dan ketiga sektor pertanian sebesar 17,99%. Keberadaan industri perikanan yang cukup berkembang menyumbang perekonomian yang cukup signifikan bagi Kota Bitung.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 57
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 21. Struktur Perekonomian Kota Bitung tahun 2013 4.2.4.2. Gambaran Umum Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap Laut Kota Bitung Pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan di Kota Bitung cukup beragam mulai dari perikanan pelagis besar, pelagis kecil maupun demersal dengan total tangkapan mencapai 111.315.530 ton/tahun (PPS Bitung, 2014). Diantara jumlah tersebut 89% diantaranya adalah penangkapan ikan tuna, cakalang dan tongkol (TCT) yang merupakan tipologi perikanan pelagis besar. Selebihnya adalah perikanan pelagis kecil dan demersal yang secara total keduanya hanya menyumbang sebesar 11% atau 11.748.214 ton/ tahun. Penangkapan ikan berbasis masyarakat menggunakan armada dari berbagai ukuran mulai dari kurang dari 5 GT, 5-10 GT dan 10-30 GT. Sementara penangkapan berbasis industri atau perusahaan mayoritas berukuran diatas 30GT dan minimal berukuran 10-30 GT. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa sebaran kapal berdasarkan ukuran armada di dominasi oleh kapal berukuran di bawah 5 GT (36%), sedangkan sebaran kapal lainnya relatif tersebar cukup merata yaitu 22% (5-10 GT), 20% (10-30 GT) dan 22% (> 30 GT). Sebaran menurut ukuran kapal seperti ini menunjukkan bahwa Bitung merupakan salah satu pendaratan utama bagi kapal-kapal berukuran besar. Jumlah kapal berukuran di atas 10 GT jauh melebihi proporsi kapal diatas 10 GT secara nasional dimana hanya tercatat sebesar dibawah 10 % (reference ) saja. Berdasarkan alat tangkap yang digunakan, pancing ulur merupakan alat tangkap paling dominan (32%) digunakan oleh nelayan. Hal ini didasari oleh ketersediaan sumberdaya dan biaya investasi yang relatif lebih murah dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Pencing ulur dapat digunakan oleh kapal-kapal kecil mulai dari ukuran 1 GT sampai dengan ukuran diatas 10 GT. Pada ukuran kapal 5 GT sampai dengan 30 GT di dominasi oleh dua alat tangkap utama yaitu purse sein dan kapal lampu. Kapal yang juga cukup banyak
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 58
Laporan Akhir Tahun 2015
beroperasi di wilayah Bitung adalah kapal pengangkut. Namun operasional kapal pengangkut mengalami gangguan karena terkena peraturan moratorium kapal pengangkut melalui permen No. 56 dan 57. Kapal ini umumnya berukuran besar sehingga dampak dari berhenti operasi kapal pengangkut juga cukup signifikan pada tahun 2015. Tabel 24. Jumlah Penggunaan Alat Tangkap dan Armada di PPS Bitung Tahun 2013 Kapal NO
Alat Tangkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PancingUlur(TunaHandLine) PancingTonda KapalLatih Sero(SetNet) KapalPengangkut KapalLampu RawaiTuna(LongLine) Huhate(PoleandLine) JaringInsang(GillNet)HanyutOceanik PukatCincin(PurseSeine)PelagisKecil(PK) PukatCincin(PurseSeine)PelagisBesar(PB) PancingRawaiDasar(BottomLongLine) PancingCumi(SquidJigging) PukatIkan BaganPerahu/Rakit Jumlah Sumber:DKPBitung&PSDKPBitung
<5GT
5–
10–
10GT 30GT 502 264 122 1 1 3 7 29 33 76 14 5 3
40
30G 12T
144 7 44 27 28
64 56 10 1 12
25 35 568 345
>
311
341
Distribusi jumlah nelayan tidak linear dengan proporsi jumlah armada. Hal ini dikarenakan serapan tenaga kerja yang berbeda pada setiap kelas armada. Pada kapal pancing ulur dibawah 5 GT serapan tenaga kerja rata-rata adalah 5 orang per armada. Umumnya pemilik kapal jenis ini merupakan penduduk lokal yang juga turut melakukan penangkapan ikan dengan merangkap sebagai nahkoda.Pada kapal-kapal berukuran 5-10 GT, rata-rata tenaga kerja pada setiap armada mencapai 9 orang. Sementara pada kapal-kapal berukuran 10-30 GT serapan ternaga kerja per armada adalah 13 orang.Pada ukuran ini, pemilik kapal sudah mulai banyak yang tidak melaut. Mereka lebih berperan sebagai juragan darat dengan menyerahkan operasional penangkapan pada nahkoda.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 59
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 25. Jumlah Penggunaan Alat Tangkap dan Armada di PPS Bitung Tahun 2013 AlatTangkap PancingUlur(TunaHandLine) PancingTonda KapalLatih Sero(SetNet) KapalPengangkut KapalLampu RawaiTuna(LongLine) Huhate(PoleandLine) JaringInsang(GillNet)Hanyut Oceanik PukatCincin(PurseSeine)Pelagis Kecil(PK) PukatCincin(PurseSeine)Pelagis Besar(PB) PancingRawaiDasar(BottomLong Line) PancingCumi(SquidJigging) PukatIkan BaganPerahu/Rakit Jumlah
<5GT 2.510
JumlahNelayan 5–10GT 11– 30GT >30GT 1.848 1.830 240 5 10 42 132
60
1000
232 380 210 125
3.027
6.428 5 10
1.440 35 660 675
1.714 547 870 800
700
700
1.152
75
2.645
Jumlah
3.939
2.212 1.120
1.120
200 15 300
200 90 300
5.375
14.996
Sumber:DKPBitung&PSDKPBitung
Distribusi nelayan yang ada di Kota Bitung tersebar kedalam 8 kecamatan dengan proporsi terbesar berada di Kecamatan Aertembaga. Nelayan yang tercatat tidak semuanya merupakan penduduk lokal akan tetapi juga banyak yang merupakan pendatang yang tidak tinggal secara menetap. Kebanyakan ABK khususnya pada kapal-kapal diatas 10 GT yang bekerja pada perusahaan mengontrak kamar atau rumah secara bersama-sama selama dalam masa tertentu. Masyarakat yang melakukan penangkapan ikan banyak terdapat di Pulau Lembeh yang terbagi menjadi 2 Kecamatan yaitu Lembeh Selatan dan Lembeh Utara.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 60
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 26. Sebaran Nelayan Berdasarkan Kartu Nelayan Tahun 2013 NO 1 2 3 4 5 6 7 8
NAMA KECAMATAN MADIDIR MATUARI GIRIAN LEMBEH SELATAN LEMBEH UTARA AERTEMBAGA MAESA RANOWULU Jumlah
JUMLAH NELAYAN 1,022 179 365 912 800 1,413 681 670 6,042
Sumber : PPS Bitung 2015
Volume produksi ikan yang didaratkan di PPS Bitung dalam 5 tahun terakhir (20102014) mengalami peningkatan rata-rata per tahun 34,43 % seperti yang terlihat pada Tabel 22. Hasil tangkapan yang didaratkan berasal dari nelayan lokal maupun nelayan andon serta hasil pengumpulan di sentra-sentra produksi ikan di sekitar Kota Bitung.
Tabel 27. Volume Produksi Ikan di PPS Bitung Tahun 2010-2014 Tahun N o
Bulan 2010
2011
2012
2013
2014
1.399,45 1.130,67 2.258,73 1.899,68 1.901,91 1.444,25 1.317,25 1.196,37 1.417,03
824,75 882,69 1.011,61 1.603,91 1.614,69 1.031,98 1.145,69 1.157,12 1.405,90
1.475,35 1.876,83 2.118,33 2.323,78 2.421,63 1.861,83 2.072,46 3.058,17 3.824,83
4.489,72 5.255,16 6.688,19 6.736,11 6.017,87 6.254,09 6.931,35 5.674,81 6.013,46
5.287,4 6.508,30 8.185,67 10.721,60 12.712,85 11.269,82 11.940,59 14.074,89 8.737,03
1.342,41 1.140,41 1.255,73
1.784,39 1.754,46 1.715,76
4.330,17 2.724,26 1.931,04
6.808,89 6.611,65 5.544,84
10.813,64 7.406,05 3.657,66
17.703,8 15.932,9 30.018,6 9 5 8 Rata-rata 1.475,32 1.327,75 2.501,56 Sumber : Statistik Perikanan PPS Bitung,2014
73.026,1 4 6.085,51
111.315,5 3 9.280,41
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Septembe r Oktober November Desember
Jumlah (Ton)
Kenaikan Rata-rata (%) 2010 2013 2014 2014 14,16 15,09 27,10 19,25 3,90 18,29 28,80 37,17 31,99 52,66 29,84 44,51 35,45 41,95 41,14 59,68 32,50 31,17 39,25 37,03 35,03 10,73 12,88 51,60 32,28 34,43 32,28 34,43
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 61
Laporan Akhir Tahun 2015
Jenis ikan yang didaratkan di PPS Bitung adalah ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar. Terdapat 3 jenis ikan yang mayoritas dihasilkan nelayan di Bitung. Kelima komoditas tersebut adalah ikan cakalang, madidihang (tuna sirip kuning) dan ikan layang. Selama 5 tahun terakhir jumlah produksi ketiga jenis ikan tersebut selalu mengalami peningkatan (Tabel 28).
Tabel 28. Jumlah Produksi 3 Komoditas Ikan Utama di PPS Bitung tahun 2010-2014 No
Jenis Ikan
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
1
Cakalang
9.660,53
10.871,88
20.611,67
47.597,32
68.755,12
2
Layang
3.452,13
2.290,45
2.977,49
6.443,94
7.211,47
3
Madidihang
2.830,95
1.555,99
4.592,44
11.303,28
21.894,50
Sumber : Statistik Perikanan PPS Bitung,2014
Pemasaran hasil perikanan dari PPS Bitung berupa produk ikan segar dan produk beku. Daerah tujuan distribusi meliputi lokal, antar kota, antar provinsi dan ekspor. Untuk distribusi lokal tujuannya adalah ke pasar tradisional untuk konsumsi masyarakat dan perusahaan pengolahan ikan yang ada di kota Bitung. Sedangkan distribusi antar kota meliputi Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Tomohon, Tondano dan Manado. Sedangkan untuk antar provinsi distribusi ikan ditujukan untuk perusahaan pengolahan ikan. Ikan layang biasa digunakan untuk bahan baku ikan pindang sehingga mayoritas ikan tersebut langsung dikirim ke perusahaan pengolah ikan di Jakarta dan Surabaya. Sedangkan ikan tuna dan cakalang biasanya dibekukan oleh perusahaan ikan yang ada di Bitung dan sekitar kemudian diekspor.
4.2.5. PANGKEP 4.2.5.1. Geografis dan Kependudukan Pangkep Kabupaten Pangkep yang merupakan salahsatu penghasil perikanan terbesar di Sulawesi Selatan secara administratif terbagi atas 13 (tiga belas) kecamatan, memiliki 103 desa/kelurahan.
Sepuluh
kecamatan di wilayah
daratan
utama dan empat wilayah
kecamatan kepulauan (Kec. Liukang Tupabbiring, Liukang Tupabbiring Utara, Liukang Tangaya dan
Liukang Kalmas). Kecamatan
yang
terdapat di
pesisir
utama
yang
berbatasan langsung dengan perairan laut ada enam (Kec. Pangkajene, Bungoro, Labakkang,
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 62
Laporan Akhir Tahun 2015
Ma’rang, Segeri dan Mandalle). Terdapat tiga kecamatan yang keseluruhan wilayahnya merupakan daratan secara keseluruhan yaitu; Minasatene, Balocci, dan Tondong Tallasa. Jumlah penduduk Kabupaten Pangkep tahun 2013 sebanyak 317.110 jiwa yang terdiri dari 71.040 rumah tangga. Kabupaten Pangkep memiliki wilayah kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 117 buah, dimana 80 di antaranya berpenghuni dengan jumlah sekitar 80.000 jiwa. Luas daratan keseluruhan pulaunya sekitar 351,5 km², sementara luas wilayah lautnya mencapai kurang lebih 17.000 km², dengan ekosistem terumbu karang yang diperkirakan mempunyai luas sebesar 36.000 Ha.
4.2.5.2. Gambaran Umum Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap Laut Pangkep Bidang perikanan tangkap telah memberikan lapangan kerja bagi masyarakat Kab. Pangkep. Lapangan pekerjaan bergerak dalam bentuk produksi perikanan (penangkapan, pemasaran, pengolahan serta kegiatan ekspor impor). Jumlah tenaga kerja pada bidang perikanan tangkap antara tahun 2009 hingga 2012 mengalami peningkatan.
Gambar 22. Perkembangan jumlah nelayan perikanan tangkap di Kabupaten Pangkep Jumlah tenaga kerja di bidang perikanan dan kelautan pada tahun 2012 sebanyak 11.856 jiwa. Jumlah ini mengalami peningkatan dimana pada tahun sebelumnya berjumlah 10.287 jiwa. Jumlah nelayan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebesar 2,06 % namun stok ikan semakin langka.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 63
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 29. Sebaran Jumlah Armada Kapal Motor, Kapal Tempel dan Perahu Tak Bermotor di Kab. Pangkep No. 1
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Liukang Tupabbiring Mattiro Deceng Mattiro Sompe Mattiro Bone Mattiro Dolangeng Mattiro Langi Mattiro Matae Mattiro Ujung Mattaro Adae Mattiro Bintang
2
Liukang Tupabbiring Utara Mattiro Bulu Mattiro Labangeng Mattiro Uleng Mattiro Kanja Mattiro Baji Mattiro Bombang Mattiro Walie
3
Liukang Kalmas* Pulau Doang doangan Pulau Dewakang Pulau Marasende Pulau Kanyurang Pulau Kalukuang Pulau Sabaru Pulau Pammas
4
Liukang Tangaya Sabalana Balobaloang Sabaru Sapuka Tampaang Sailus Satanger Kapoposan Bali Poleonro
Kapal Kapal Motor Tempel 229 24 18 20 28 26 21 30 38 24 394 9 40 38 53 147 27 80 570 13 137 44 93 125 18 140 358 81 47 20 65 33 60 15 20 17
534 78 46 48 43 96 46 98 26 53 677 179 34 30 18 36 298 82 738 90 16 70 97 132 90 243 550 103 48 15 98 75 88 39 45 39
Perahu Tak Bermotor 307 29 24 46 62 24 59 16 18 29 126 7 18 29 9 26 27 10
346 42 38 30 48 30 43 43 39 33
Jumlah armada kapal motor, kapal tempel dan perahu tak bermotor di kecamatan kepulauan pada Kab Pangkep (Kec Tupabbiring, Tupabbiring Utara, Liukang Kalmas, Liukang Tangaya) tersebar relatif merata pada masing-masing desa.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 64
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 23. Jumlah jenis alat tangkap nelayan tahun 2012 di Kab. Pangkep Nelayan di Kab. Pangkep menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Jumlah dan jenis alat tangkap yang dipakai pada penangkapan ikan didominasi jenis jaring insang tetap dengan jumlah 973 unit. Kemudian disusul jenis pancing lainnya sejumlah 758 unit kemudian jenis pancing cumi-cumi dengan jumlah 521 unit. Dari 13 jenis alat tangkap yang digunakan, jenis sero saat ini sudah sulit dijumpai. Alat tangkap sero ini saat ini mulai tidak digunakan oleh nelayan di pesisir dan kepulauan. Produksi perikanan tangkap di Kab. Pangkep, berdasarkan data statistik perikanan tahun 2013 mengalami peningkatan. Produksi ini memberikan gambaran bahwa komponen sumberdaya dalam bidang perikanan tangkap masih tetap menjadi primadona.
Gambar 24. Perkembangan jumlah produksi perikanan tangkap Kab. Pangkep
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 65
Laporan Akhir Tahun 2015
Statistik perikanan Kab. Pangkep memperlihatkan bahwa jenis produksi perikanan tangkap tahun 2013 terbesar adalah komoditi kepiting rajungan dengan jumlah 2.119,50 ton. Kemudian disusul jenis ikan kembung sebesar 692,4 ton dan ikan teri sebesar 465,1 ton. Jumlah komoditi ikan cakalang merupakan jenis dengan produksi terkecil hanya 23,6 ton. Jenis ikan layang, ikan kakap, dan cumi-cumi memilki kisaran rata-rata 140 ton.
Gambar 25. Data jenis dan jumlah produksi perikanan tangkap tahun 2013 Kabupaten Pangkep 4.2.6. KOTA SORONG 4.2.6.1. Geografis dan Kependudukan Kota Sorong Kota Sorong terletak antara 131´15°LS dan 0´54°LS dan secara geografis Kota Sorong dibatasi oleh : Sebelah Barat
: Selat Dampir
Sebelah Utara
: Kecamatan Makbon dan Selat Dampir
Sebelah Timar
: Kecamatan Makbon dan Kabupaten Sorong
Sebelah Selatan
: Kecamatan Aimas dan Kecamatan Salawati Kabupaten Sorong.
Luas Kota Sorong adalah 1.105 Km², dan membawahi 6 (enam) Distrik dan untuk lebih jelasnya distrik-distrik yang berada di wilayah kota Sorong dapat dilihat pada Tabel 30 di bawah ini :
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 66
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 30. Distrik dan Kelurahan di Kota Sorong Tahun 2013 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Distrik Sorong Sorong Timur Sorong Barat Sorong Manoi Sorong Utara Sorong Kepulauan
Nama Kelurahan Remu Utara, Klademak, kampung baru, Klakubik, Klasuur Klawuyuk, Klasama, Klablim, Klawalu, Klamana, Giwu, Klasuat Klabala, Rufey, Tanjung Kasuari, Klawasi, Saoka Klaligi, Malawei, Malabutor, Klasabi, Remu Selatan Klagete, Malanu, Matalamagi, Malaingkedi, Sawagumi Dum Barat, Dum Timur, Raam, Soop
Sumber: Laporan Dinas KP, Tahun 2014
Wilayah Kota terdiri atas daratan, lautan dan pulau-pulau yang dapat di kategorikan sebagai wilayah sorong daratan dan wilayah sorong kepulauan. Perkembangan penduduk di Kota Sorong setiap tahun menunjukan peningkatan dengan jumlah penduduk di tahun 2013 adalah 221.207 jiwa.
Tabel 31. Proyeksi Penduduk Kota Sorong Per Distrik Tahun 2013 No. 1
Nama Distrik Sorong
2
Sorong Timur
3
Sorong Barat
4
Sorong Manoi
5
Sorong Utara
Kelurahan Remu Utara Kampung Baru Klasuur Klademak Klakublik Klawuyuk Klasaman Klawalu Klamana Klablim Giwu Klasuat Klabala Klawasi Rufei Tanjung Kasuari Saoka Malabutor Malawei Klaligi Klasabi Remu Selatan Sawagumu Malaingkedi
Laki - Laki 6337 2980 2459 3391 2940 5701 3647 3417 2403 593 318 95 4627 5472 8021
Perempuan 5656 2733 2362 3441 2559 5186 3227 2526 2245 511 299 83 4552 5195 7073
Jumlah 11993 5713 4821 6832 5499 10887 6874 5943 4648 1104 617 178 9179 10667 15094
1777 863 4548 5556 4225 5065 5807 4611 8508
1445 638 4091 4980 3567 4656 5201 2913 8190
3222 1501 8639 10536 7792 8639 11008 6524 16698
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 67
Laporan Akhir Tahun 2015
No.
6
Nama Distrik
Sorong Kepulauan
Kelurahan Malanu Klagete Matalamagi Raam Soop Doom Barat Dom Timur
Total Sumber: Laporan Dinas KP, Tahun 2014
Laki - Laki 3419 5330 5307 805 553 1745 2585 116.726
Perempuan 3183 5073 4669 675 541 1669 2429 104.481
Jumlah 6612 10403 9976 1480 1094 3414 5014 221.207
4.2.6.2. Gambaran Umum Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap Laut Produksi Perikanan Istilah sumberdaya ikan tidak terbatas pada lingkup pengertian yang sempit, namun mencakup seluruh organisme-organisme yang hidup di air. Sumberdaya ikan laut Indonesia pada dasarnya dikelompokan berdasarkan taksonomi, yaitu ikan (pisces) dan non ikan (molusca, crustacea, holoturadea, reptilia, dan mamalia), biasanya didaratkan oleh armada penangkapan ikan
yang sebagai Home Base, baik Ekspor, Produksi, Pengolahan, dan
pengiriman ikan ke luar Kota Sorong di daerah yang ada di Indonesia. Jumlah nelayan di kota Sorong tahun 2009 – 2014 mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2009 jumlah nelayan sebesar 4.529 orang. Sementara pada tahun 2014 jumlah nelayan sebesar 4.771 orang. Tabel 32. Jumlah Nelayan di Kota Sorong, Tahun 2009 – 2014 Tahun 2009 2010 2011 2012 1 Rakyat 2.637 2.663 2.769 2.650 2 Industri 1.892 1.892 1.987 1.987 Total 4.529 4.555 4.756 4.637 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sorong (2014) No
Nelayan
2013 2.734 2.086 4.820
2014 2.790 1.981 4.771
Jumlah perahu kapal perikanan di Kota Sorong, Tahun 2009 – 2014 terjadia penurunan. Pada tahun 2009 jumlah kapal total 1.548 sementara pada tahun 2014 jumlah armada kapal sebesar 1.511 buah. Proporsi paling banyak adalah perahu motor tempel pada tahun 2014 sebesar 980 buah. Sementara untuk kapal motor hanya 328 buah dan perhau tanpa motor sebesar 203 buah. Dari proporsi jumlah armada mencerminkan bahwa perikanan tangkap laut di Kota Sorong lebih dominan perikanan rakyat.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 68
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 33. Jumlah Perahu/Kapal Perikanan di Kota Sorong, Tahun 2009 – 2014 Tahun Perahu/Kapal Perikanan 2009 2010 2011 2012 1 Perahu tanpa motor 882 193 203 203 2 Perahu motor tempel 572 897 924 934 3 Kapal Motor 94 273 310 325 Total 1.548 1.363 1.437 1.462 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sorong (2014) No
2013 203 980 328 1.511
2014 203 980 328 1.511
Alat tangkap yang digunaka nelayan untuk kegiatan penangkapan cukup bervariasi antara lain pancing dasar, pancing tonda, jaring insang, jaring hiu, bagan perahu, jaring kantong (purse seine), perangkap, pole and line, pukat ikan, pukat udang dan lainnya. Dari seluruh alat tangkap tersebut, alat tangkap yang paling dominan adalah pancing dasar, pancing tonda, dan jaring insang. Tabel 34. Jumlah Alat Tangkap Perikanan di Kota Sorong, Tahun 2009 – 2014 No
Perahu/Kapal Perikanan
Tahun 2011 2012 3.748 3.748 992 992 919 919 120 120 119 119
2013 3.673 995 873 132 119
2014 3.673 995 873 132 119
30
30
30
418 375
438 375
438 375
30
35
35
39 22 6,812
42 22 6.734
42 22 6.734
2009 2010 Pancing dasar 3.570 3.748 Pancing tonda 1,186 992 Jaring insang (gill net ) 927 919 Jaring hiu 120 120 Bagan perahu 119 119 Jaring kantong (purse seine) 21 30 30 7 Perangkap (sero,bubu, jerat ) 1,709 418 418 8 Pole and line (huhate) 375 375 375 9 Pukat ikan (mid mater trawl) 21 30 30 10 Pukat udang (bottom trawl) 39 39 39 11 Lainya 22 22 22 Total 8,109 6,812 6,812 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sorong (2014) 1 2 3 4 5 6
Dilihat dari jenis alat tangkap yang digunakan, jenis ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan pelagis dan demersal. Jenis ikan pelagis antara lain teri, layang, selar, kuning, lemuru, kembung, tengiri, cakalang,
alu-alu, daun bambu, tembang, terbang, peperak,
julung-julung, belanak, tetengkek. Jenis ikan demersal antara lain kurisi, ekor kuning, layur, kuwe, kerapu, kakap, lencam, bawal. Jenis lain yang tertangkap hiu, kerang dara, udang,
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 69
Laporan Akhir Tahun 2015
teripang. Dari seluruh jenis tersbut, ikan teri, layang, dan cakalang adalah jenis ikan yang paling besar produksinya pada tahun 2015. Tabel 35. Produksi Perikanan di Kota Sorong, Tahun 2013 – 2014 NO
URAIAN A. Sumber – sumber Pelagis 1 Teri 2 Layang 3 Selar Kuning/Oci 4 Lemuru/Simbula 5 Kembung/lema 6 Tenggiri 7 Cakalang/Tuna/tongkol 8 Alu-alu / Maskada 9 Daun Bambu/Lasi 10 Tembang/Maki 11 Terbang 12 Peperak/Perak-perak 13 Julung-julung/Sako 14 Belanak 15 Tetengkek Sub Total B. Sumber – sumber Demersal 1 Kurisi 2 Ekor Kuning / Lalosi 3 Layur 4 Kuwe/bubara 5 Kerapu 6 Kakap/Ikan Merah 7 Lencam/Gutila 8 Bawal 9 Beronang 10 Cucut Sub Total C. Sumber – sumber lainnya 1 Sirip Hiu 2 Teripang 3 Kerang dara 4 Udang 5 Lainnya Sub Total Total Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sorong (2014)
VOLUME (KG) 2013 2014 780.675 843.129 329.050 451.312 114.812 112.515 181.370 181.315 152.796 198.634 14.783 132.000 502.410 378.012 73.132 58.505 4.147 19.054 11.242 254.354 27.567 13.783 50.735 55.808 22.258 14.693 8.692 5.215 22.695 12.886 2.716.364 2.731.215 21.418 42.737 13.058 81.278 29.680 110.346 40.145 23.011 19.656 2.240 383.569
21.846 55.058 11.164 97.534 37.100 140.001 48.174 24.161 20.228 721 455.987
53.754 24.126 30.292 15.584 42.455 166.211 3.266.144
30.102 21.713 9.693 16.259 43.728 121.495 3.308.697
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 70
Laporan Akhir Tahun 2015
4.3. GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN 4.3.1. Tual (Maluku Tenggara) Umur Hasil survei terhadap responden di Kabupaten Maluku Tenggara menunjukkan bahwa umur antara 35-54 tahun. Keterangan umur yang dijadikan responden di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Gambar 26.
Umur Responden ≤35
36-42,5
22%
28%
42,6-53
≥54
27%
23%
Sumber: Data Primer (diolah), 2015 Gambar 26. Umur Responden di Kabupaten Maluku Tenggara Gambar 26, menunjukkan bahwa tingkat usia responden tergolong dalam tingkatan kerja produktif. Kategori usia produktif tergolong pada kelompok umur 15-64 tahun. Usia responden tertinggi berada pada kisaran umur 42-53 tahun, sedangkan yang terendah usia terendah yaitu 54 ke atas.
Pendidikan Pendidikan merupakan suatu proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha dalam mendewasakan diri melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan dan cara mendidik. Menciptakan sumber daya manusia yang handal dengan selalu berpikir rasional, mampu menentukan sikap dalam menghadapi masalah dan mengambil suatu keputusan, dan selalu optimis dalam setiap kegiatan usaha merupakan pengaplikasian dari proses pendidikan itu sendiri (Lewenussa, 2011). Pendidikan juga
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 71
Laporan Akhir Tahun 2015
merupakan faktor intern penentu suatu usaha. Tingkat pendidikan responden di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Gambar 27.
Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan 1%
0% 4% Tidak Tamat SD
27% 40%
SD SMP SMA
28%
DIPLOMA SARJANA
Sumber: Data Primer (diolah), 2015 Gambar 27. Tingkat Pendidikan Responden di Kabupaten Maluku Tenggara Berdasarkan Gambar 27, diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang paling banyak pada jenjang sekolah dasar (SD) dan yang paling sedikit diploma. Berdasarkan hasil kajian, responden menyatakan bahwa pendidikan bukan hal yang utama dalam mencari ikan. Mereka beranggapan bahwa dalam mencari ikan yang paling penting adalah pengalaman.
Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu variabel penting dalam upaya meningkatkan pendapatan nelayan. Hal ini dikarenakan semakin banyak tanggungan keluarga, maka besar juga pengeluaran yang harus dikorbankan. Jumlah anggota keluarga responden di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Error! Reference source not found..
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 72
Laporan Akhir Tahun 2015
Komposisi Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga 15%
30% ≤3 3 sd 6
55%
>6
Sumber: Data Primer (diolah), 2015 Gambar 28. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden di Kabupaten Maluku Tenggara Gambar 28, memperlihatkan bahwa tanggungan yang paling besar berjumlah 3-6 orang. Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa tanggungan yang menjadi beban tidak hanya anak, melainkan orang tua maupun saudara. Kodisi ini akan menjadi beban tersendiri bagi nelayan tradisional, yang secara ekonomi kurang. Hasil kajian terhadap karakteristik responden di Kabupaten Maluku Tenggara, juga menunjukkan bahwa nelayan yang dijadikan sumber data primer paling banyak menggunakan motor tempel (Gambar 29). Nelayan ini mayoritas menggunakan teknologi yang tradisional dalam mencari ikan.
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Perahu 6% 25% Tanpa Motor 69%
Motor Tempel Perahu Motor
Sumber: Data Primer (diolah), 2015 Gambar 29. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Perahu di Kabupaten Maluku Tenggara
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 73
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 29, menunjukkan bahwa responden yang menggunakan perahu motor sangat sedikit. Hal ini dikarenakan kondisi perekonomian sebagian besar nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara belum dapat membeli perahu motor. Nelayan yang menggunakan perahu motor rata-rata perekonomiannya sudah baik. Kapal yang paling banyak dipakai sebagai sarana penunjang mencari ikan adalah berukuran di bawah 5 GT (Gambar 30).
Komposisi Responden Berdasarkan Ukuran Perahu
41% 59%
<5 GT 5-10 GT
Sumber: Data Primer (diolah), 2015 Gambar 30. Komposisi Responden Berdasarkan Ukuran Perahu di Kabupaten Maluku Tenggara 4.3.2. Indramayu Umur Karakteristik responden berdasarkan sebaran usia menunjukkan bahwa nelayan di Kabupaten Indramayu di lokasi penelitian berkisar antara 25 hingga 69 tahun dengan persentase tertinggi pada usia 40 - 44 tahun sebesar 22 % dan persentase terendah pada usia 65 - 69 tahun sebesar 3 % (Gambar 31). Menurut Badan Pusat Statistik, komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur terdiri dari penduduk berusia muda (0 - 14 tahun), usia produktif (15 - 64 tahun) dan usia tua (≥65 tahun). Struktur umur penduduk dikatakan muda apabila proporsi penduduk umur muda sebanyak 40% atau lebih sementara kelompok umur tua kurang atau sama dengan 5%. Sebaliknya suatu struktur umur penduduk dikatakan tua apabila kelompok umur mudanya sebanyak 30% atau kurang sementara kelompok umur tuanya lebih besar atau sama dengan 10%. Berdasarkan hal tersebut maka struktur usia nelayan sebagian besar tergolong dalam kelompok muda (usia produktif) yang mampu
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 74
Laporan Akhir Tahun 2015
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
5%
5%
3%
5%
5%
21%
16%
18%
25 - 29 tahun 40 - 44 tahun 55 - 59 tahun
22%
30 - 34 tahun 45 - 49 tahun 60 - 64 tahun
35 - 39 tahun 50 - 54 tahun 65 - 69 tahun
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 31. Sebaran Usia Responden Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2015 Tingkat pendidikan Indikator lain dari keberhasilan pembangunan manusia adalah kemajuan dibidang pendidikan. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu pada tahun ajaran 2013/2014 untuk tingkat Sekolah Dasar jumlah sekolah tercatat sebanyak 890, murid sebanyak 188.698 orang dan guru sebanyak 10.643. Kemudian di tingkat SLTP jumlah sekolah tercatat sebanyak 178, murid sebanyak 75.901 orang dan guru sebanyak 4.011 orang. Sedangkan di tingkat SLTA jumlah sekolah tercatat sebanyak 50, murid sebanyak 16.503 orang dan guru sebanyak 1.686 orang. Dan untuk Sekolah Menengah Kejuruan tercatat memilik sekolah sebanyak 104 sekolah, 38.310 murid dan 2.133 guru. Tingkat pendidikan responden sebagian besar hanya sampai dengan pendidikan formal SD. Hal ini dikarenakan tuntutan ekonomi dan paradigma orang tua yang setiap anak harus membantu orang tua untuk mencari nafkah. Jika dilihat dari faktor pendidikan responden maka diketahui bahwa umumnya responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu tamat sekolah dasar sebesar 68%. Pendidikan tertinggi setingkat sarjana cukup rendah hanya sebesar 2%, hal ini menunjukkan bahwa masih ada keinginan untuk menerima teknologi penangkapan yang diintroduksikan pada usaha responden sehingga kemampuan berinovasi akan bertambah (Gambar 32).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 75
Laporan Akhir Tahun 2015
1% 2% 2%
27% 68%
Tamat SD
SD
SLTA
Diploma/Akademi
Universitas
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 32. Sebaran Pendidikan Responden Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2015 Jumlah Pendapatan Untuk karakteristik sosial ekonomi selanjutnya adalah jumlah pendapatan responden per tahun dengan kisaran pendapatan Rp 3 juta s.d 865 juta/tahun. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa pendapatan responden cukup tinggi yaitu berkisar Rp > 5 juta/tahun sebanyak 51 %, hal ini menunjukkan bahwa mata pencaharian masyarakat bulan hanya menangkap ikan tetapi juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani, wiraswasta, buruh usaha perikanan, buruh industri, kuli bangunan, kuli batu, perangkat desa, maupun buruh pabrik. Pendapatan usaha responden digunakan untuk membiayai kebutuhan keluarganya yang ratarata berjumlah 3-4 orang.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 76
Laporan Akhir Tahun 2015
10% 10% 51%
13% 12% 4%
< 10 juta
10 - 20 juta
21 - 30 juta
31 - 40 juta
41 - 50 juta
> 50 juta
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 33. Sebaran Jumlah Pendapatan Responden Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2015 Jumlah Anggota Rumah Tangga Berdasarkan Error! Reference source not found., terlihat bahwa sebagian besar responden nelayan memiliki jumlah anggota rumah tangga sebanyak 3-5 orang sebesar 81 % hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga nelayan. Menurut Rachman (2001), pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga umumnya berbeda antar tipologi usaha perikanan, antar kelompok pendapatan, antar etnis, atau suku dan antar waktu. Struktur pola dan pengeluaran konsumsi merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga. Dalam hal ini rumah tangga dengan pangsa pengeluaran pangan tertinggi tergolong rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan rendah dibandingkan rumah tangga yang proporsi pengeluaran untuk pangannya rendah. Tingkat jumlah anggota keluarga, semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga, begitu pula sebaliknya, sehingga dalam keluarga yang jumlah anggotanya banyak, akan diikuti oleh banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 77
Laporan Akhir Tahun 2015
8%
11%
81%
< 3 orang
3 - 5 orang
5 - 7 orang
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 34. Sebaran Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2015
4.3.3. Sumbawa Karakteristik responden yang dilihat dalam penelitian ini antara lain usia, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga, dimana ketiga indikator ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha, pendapatan dan tingkat kesejahteraan nelayan. Menurut Syafaat et al (1995) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusis yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu dengan semakin tingginya pendidikan rumah tangga nelayan diharapkan kinerja usaha dalam kegiatan penangkapan ikan semakin berkembang. Sedangkan menurut Chamid (2003) menyatakan bahwa dengan tingkat pendidikan akan menambah pengetahuan dan keterampilan sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan akan menentukan keberhasilan dalam suatu usaha. Faktor usia merupakan faktor penentu dalam mencapai keberhasilan dalam kegiatan usaha, usia biasanya lebih diidentikkan dengan produktivitas kerja dan jika seseorang masih tergolong usaia produktif ada kecenderungan produktivitasnya juga tinggi. Menurut Chamid (2003) mengemukakan bahwa semakin muda usia (usia produktif) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. Berdasarkan Gambar 35, terlihat bahwa usia responden didominasi dengan responden yang berada pada usia sangat produktif (37-44 tahun) yaitu sebesar 33%. Keberadaan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 78
Laporan Akhir Tahun 2015
responden yang berada di usia produktif menunjukkan bahwa responden mempunyai kecenderungan kemampuan untuk mempelajari, memahami, menerima dan mengadopsi inovasi baru, serta di usia yang relatif muda akan lebih cepat mengambil keputusan teknologi yang akan diadopsi.
Menurut Kamaludin (1994), bahwa usia digolongkan dalam tiga
kategori yaitu (1) usia tidak produktif (<25 dan >65 tahun), (2) usia produktif (> 45 – 65 tahun) dan (3) usia sangat produktif (25 – 45 tahun).
19% < 37 Tahun
29%
5% 1 - 2 orang
37 - 44 Tahun
19%
40%
45 - 50 tahun
33%
3 - 4 orang
> 50 Tahun
55%
Usia
> 4 orang
Tingkat Pendidikan
0% 11%
0% 8%
Tidak Sekolah/Belum Tamat SD SD
21%
SLTP SLTA (Umum/Kejuruan)
60%
Diploma I/II/III/Akademi Perguruan Tinggi (Universitas)
Jumlah Anggota Keluarga
Sumber : Data Primer Diolah (2015) Gambar 35. Karakteristik Responden Rumah Tangga Nelayan Ikan di Kabupaten Sumbawa Pendidikan merupakan salah satu investasi penting dalam pembangunan modal manusia (human capital). Keberhasilan pembangunan pendidikan salah satunya dapat dilihat dari angka melek huruf (BPS Kabupaten Sumbawa, 2015). Data dari hasil lapangan menunjukkan bahwa responden yang diwawancara berada pada tingkat pendidikan mulai dari tidak tamat sekolah dasar sampai dengan SLTP. Adapun tingkat pendidikan yang paling banyak adalah tamatan SD yaitu sebesar 60%, tamatan SLTP sebesar 21%, tamatan SLTA sebesar 11% dan belum tamat SD sebesar 8%.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan yang ditempuh rumah tangga nelayan masih tergolong rendah karena masih
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 79
Laporan Akhir Tahun 2015
didominasi oleh tamatan SD, meskipun ada juga responden yang sudah tamat SLTP dan SLTA. Jumlah anggota rumah tangga responden dapat mempengaruhi terhadap besarnya tanggungan keluarga. Mayoritas jumlah anggota rumah tangga responden adalah 3-4 orang yaitu sebesar 55%. Karena besar kecilnya anggota rumah tangga akan mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga.
4.3.4. Bitung Responden di Kota Bitung merupakan nelayan tangkap yang terdiri atas pemilik kapal dan ABK yang berjumlah 112 orang. Responden diperoleh dari 4 lokasi yaitu Kelurahan Motto, Kelurahan Mawali, Kecamatan Aer Tembaga dan Kelurahan Batu Lubang. Responden digolongkan berdasarkan umur, tingkat pendidikan, jumlah pendapatan dan jumlah anggota keluarga.
Umur Dari 112 responden yang ada di Kota Bitung terdapat beberapa kelompok umur dimana mayoritas masuk dalam kelompok umur 35-39 tahun. Umur terendah responden adalah 19 tahun dan umur tertua adalah 74 tahun. Sebaran masing-masing kelompok umur terlihat pada Gambar 36.
Kelompok Umur Responden 6
11
4 11 2 7
15-19 17
11
20-24 25-29
24
15 13
30-34 35-39 40-44
Gambar 36. Kelompok Umur Responden Kota Bitung Tahun 2015 Jumlah terbanyak responden dalam kelompok umur 35-39 tahun karena usia ini merupakan usia produktif sebagai angkatan kerja, dan mayoritas mereka adalah anak buah kapal. Sedangkan pemilik kapal sebagian besar yang sudah berusia diatas 50 tahun dan PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 80
Laporan Akhir Tahun 2015
biasanya mereka sudah tidak ikut melaut. Terdapat juga beberapa responden yang merupakan anak dari pemilik kapal yang tidak ikut melaut namun masuk dalam kepengurusan di kapal sehingga mereka yang mengurus izni-izin penangkapan.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan dijadikan salah satu pengukur untuk melihat keakuratan jawaban pada kuesioner . Berdasarkan tingkat pendidikan responden dibagi menjadi 5 kategori yaitu : tidak sekolah/ belum lulus SD, lulus SD, lulus SLTP, lulus SLTA, lulus Diploma/Akademi dan lulus Universitas. Di Kota Bitung mayoritas responden merupakan lulusan sekolah dasar sebagaimana yang terlihat pada Gambar 37.
Tingkat Pendidikan Responden 2 5
16
23
tidak sekolah lulus sd lulus SLTP
22
44
lulus SLTA Diploma/akademi Universitas
Gambar 37. Tingkat pendidikan responden Kota Bitung tahun 2015
Dari 112 responden sebanyak 39 % responden merupakan lulusan sekolah dasar sehingga ilmu pengetahuan mereka tidak begitu banyak termasuk pengetahuan mengenai usaha penangkapan. Selama ini mereka mengetahui cara menangkap hanya secara otodidak saja. Tingkat pendidikan ini juga mempengaruhi kualitas hidup nelayan di Bitung terutama di Lembeh.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 81
Laporan Akhir Tahun 2015
Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga yang dimaksudkan disini adalah anggota keluarga yang tinggal bersama responden dan menjadi tanggungan responden sehari-hari. Hal ini nantinya akan mempengaruhi jumlah pengeluaran dan tingkat konsumsi keluarga tiap bulan.
jumlah anggota keluarga responden
Jumlah anggota 0-1 2-3 4-5 6-7
Gambar 38. Jumlah Anggota Keluarga responden Kota Bitung tahun 2015
Berdasarkan Gambar 38, terlihat sebagian besar responden memiliki anggota keluarga antara 2 hingga 3 orang yang terdiri atas 1 istri dengan 2 anak. Istri responden biasanya membantu dalam hal menjual ikan sedangkan anak laki-laki yang sudah dewasa biasanya juga ikut menangkap ikan atau bekerja di usaha perikanan lainnya.
Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden merupakan pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan utama sebagai nelayan tangkap. Meskipun sebagian responden memiliki pendapatan sampingan dari usaha non perikanan namun porsinya tidak banyak dan hanya bersifat musiman. Pendapatan ini juga tergantung pada ukuran kapal yang digunakan responden. DI
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 82
Laporan Akhir Tahun 2015
Kota Bitung ukuran kapal yang digunakan responden dibagi menjadi 3 kelas seperti yang terdapat pada Table 36.
Tabel 36. Pendapatan Rata-Rata Responden Berdasarkan Ukuran Kapal Tahun 2015 No
Ukuran Kapal
Pendapatan
Jumlah Responden
1
< 5 GT
1.000.000 – 19.000.000
63
2
5 – 10 GT
20.000.000 – 45.000.000
30
3
10-30 GT
48.000.000 – 500.000.000
19
Sumber: data primer diolah, 2015
Berdasarkan tabel diatas terlihat kapal yang digunakan responden didominasi ukuran dibawah 5 GT sehingga pendapatan juga sebagian besar dibawah 20 juta.
4.3.5. Pangkep Responden nelayan di Kabupaten Pangkep mempunyai karakteristik yang beragam. Ditinjau dari segi usia, jumlah responden yang berada pada kisaran usia 31-35 tahun lebih banyak dibanding rentang usia yang lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap di Pangkep memang didominasi oleh kelompok usia produktif khususnya pada rentang usia 31-35 tahun. Namun demikian, nelayan yang berusia lanjut yaitu 56 tahun keatas juga masih cukup banyak yaitu mencapai 11 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan di Pangkep dapat dilakukan oleh orang dengan usia lanjut tentunya dengan memperhatikan tingkat kemudahan atau aksesibilitas dalam melakukan usaha penangkapan ikan. Beberapa ukuran untuk mengetahui karakteristik responden nelayan perikanan tangkap di Pangkep dapat dilihat pada Tabel 37 berikut.
Tabel 37. Karakteristik Responden Nelayan Perikanan Tangkap Laut di Pangkep, 2015 Karakteristik Usia ≤20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 7 17 25 20 13 18
0 6 14 21 17 11 15
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 83
Laporan Akhir Tahun 2015
Karakteristik 51-55 ≥56 Pendidikan Tidak lulus SD SD SMP SMA PT Anggota RT 1 2 3 4 5 6 7 >7 Jumlah Sumber : Data primer, 2015
Jumlah (orang) 7 13
Persentase (%) 6 11
8 99 4 9 0
7 83 3 8 0
0 13 11 36 23 22 6 9 120
0 11 9 30 19 18 5 8 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden nelayan di Pangkep didominasi oleh penduduk dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar. Kondisi ini hampir sama dengan kondisi pada beberapa wilayah nelayan di Indonesia pada umumnya yang hanya mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan merupakan salahsatu permasalahan yang sering dihadapi oleh masyarakat pesisir dan kepulauan seiring dengan minimnya fasilitas pendidikan dan masih rendahnya kesadaran masyarakat pada pentingnya pendidikan. Dari segi jumlah anggota rumah tangga, sebagian besar rumah tangga nelayan terdiri dari 4 orang anggota rumah tangga. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga nelayan di Pangkep relatif ideal yaitu 4 orang per rumah tangga yang selaras dengan program keluarga berencana.
4.3.6. Sorong Tabel 33 menunjukkan bahwa sebaran umur responden nelayan berdasarkan kategori armada kapal <5 GT, 5-10 GT dan >10 GT. Sebaran umur responden lebih didominasi usia sangat produktif yakni berkisar antara 26-55 tahun. Menurut Decco (1989), umur berpengaruh pada kematangan fisik dan emosi. Umur adalah salah satu karakteristik individu yang ikut mempengaruhi fungsional biologis dan psikologis individu tersebut. Selanjutnya Kamaluddin (1994), menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang membatasi
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 84
Laporan Akhir Tahun 2015
produktifitas dan karir tiap individu. Pada usia kurang dari 25 tahun adalah masa eksploitasi, periode 26-55 tahun adalah masa matang dimana produktifitas seseorang berada pada titik puncak dan setelah itu usia lebih dari 55 tahun produktifitas dan karir seseorang pada umumnya menurun.
Tabel 38. Sebaran Karakteristik Responden Nelayan Berdasarkan Besar Armada Kapal < 5 GT, 5-10 GT, dan >10 GT di Kota Sorong, 2015
Kategori
Jumlah Jumlah Jumlah Respond Responde Responden Prosenta Prosenta Prosentase en >10 n < 5 GT 5-10 GT se se GT
Umur Responden 15-25 tahun 15 26-55 tahun 94 56-76 tahun 10 Jumlah 119 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD 11 Tamat SD-Tamat SMP 60 Tamat SMP-Tidak tamat SMA 32 Tamat SMA - PT 16 Jumlah 119 Jumlah Anggota Keluarga ≤ 4 orang 11 5-6 orang 63 >6 orang 45 Jumlah 119 Sumber: Data Primer diolah Tahun 2015
13 79 8 100
21 59 8 88
24 67 9 100
13 15 1 29
45 52 3 100
9 50
10 32
11 36
1 23
3 79
27 13 100
30 16 88
34 18 100
5 0 29
17 100
9 53 38 100
66 14 8 88
75 16 9 100
24 5 0 29
83 17 100
Jika dilihat dari tingkat pendidikan nelayan umumnya masih tergolong kategori rendah, yakni berkisar antara tamat SD - tidak tamat SLTP. Hal ini dapat dilihat baik untuk kategori armada kapal <5 GT, 5-10 GT dan >10 GT. Tingkat pendidikan berpengaruh pada kemampuan manajerial dalam pengambilan keputusan dan penguasaan aset produktif. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Kasryno dan Suryana (1992), rendahnya sumberdaya manusia berpengaruh pada penguasaan aset produktif, seperti sarana dan modal. Sebaran jumlah anggota keluarga responden nelayan untuk ukuran armada <5 GT jumlah anggota keluarga yang paling dominan adalah berkisar antara 5-6 orang. Sementara untuk ukuran armada kapal 5-10 GT dan >10 GT jumlah anggota keluarga lebih didominasi ≤4 orang, data ini mengindikasikan bahwa jumlah anggota keluarga nelayan 5-10 GT dan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 85
Laporan Akhir Tahun 2015
>10 GT memiliki tanggungan keluarga sedikit. Sedikitnya jumlah tanggungan keluarga untuk kapal 5-10 GT dan >10 GT di karenakan keluarga nelayan di dominasi berasal dari suku pendatang dari suku Buton, Bugis dan Makassar. Beberapa responden memiliki status belum menikah dan statusnya adalah ABK. 4.4. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Perikanan Tangkap Laut 4.4.1. Tual 4.4.1.1. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan < 5 GT Aset usaha armada penangkapan yang dominan di Kabupaten Maluku Tenggara adalah kurang dari 5 GT. Keberhasilan usaha penangkapan ikan sangat ditunjang oleh tersedianya armada penangkapan yang memadai. Distribusi jenis armada < 5 GT yang digunakan responden, dapat dilihat pada Tabel 39.
Tabel 39. Distribusi Jenis Armada Penangkapan < 5 GT di Kabupaten Maluku Tenggara Jenis Kapal Tanpa Motor Motor Tempel Perahu Motor Sumber: Data Primer (diolah), 2015
% 24,49 63,27 12,24
Berdasarkan Tabel 39, diketahui bahwa motor tempel memegang peran yang cukup penting bagi armada penangkapan yang digunakan nelayan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan nelayan bersifat tradisional. Berdasarkan sifat teknologi tersebut, dapat diartikan bahwa perekonomian nelayan responden masih belum memadai (kapasitas armada berukuran di bawah 5 GT tidak begitu banyak). Kepemilikan armada kapal tersebut, dapat dilihat pada Tabel 40.
Tabel 40. Distribusi Kepemilikan Armada Penangkapan < 5 GT di Kabupaten Maluku Tenggara Kepemilikan Sendiri Juragan Kelompok Sewa Sumber: Data Primer (diolah), 2015
% 93,88 4,08 2,04
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 86
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 40 memperlihatkan bahwa kepemilikan jenis armada penangkapan kurang dari 5 GT mayoritas milik pribadi. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk memiliki kapal kurang dari 5 GT tidak begitu besar. Sebagian kecil nelayan yang menjadi responden ada yang tidak memiliki kapal. Kapal yang digunakan oleh nelayan tersebut, biasanya diberikan oleh juragan. Sistem yang digunakan, mewajibkan nelayan yang diberi fasilitas kapal oleh harus menjual hasil tangkapannya kepada juragan (harga sudah ditentukan). Motor tempel yang yang digunakan oleh responden ada yang menyewa. Kondisi ini biasanya terjadi kepada nelayan yang yang tidak memliki armada penangkapan atau kapalnya dalam masa perbaikan. Sewa ini biasanya dilakukan oleh nelayan yang memiliki beberapa kapal, tetapi tidak ada yang mengoperasikan. Pemenuhan armada penangkapan yang digunakan responden di Kabupaten Maluku Tenggara sangat tergantung dari modal yang dimiliki. Sumber modal yang paling banyak merupakan dana sendiri. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap lembaga formal. Ketidakpercayaan lembaga keuangan formal dalam memberikan bantuan modal usaha nelayan, lebih disebabkan tidak adanya jaminan yang diberikan oleh nelayan. Distribusi sumber modal pemilik armada kurang dari 5 GT di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 41.
Tabel 41. Distribusi Sumber Modal Kepemilikan Armada Penangkapan < 5 GT di Kabupaten Maluku Tenggara Sumber Modal Sendiri Kredit Formal Kredit Informal Bantuan Pemerintah Warisan Campuran Sumber: Data Primer (diolah), 2015
% 81,82 2,27 2,27 13,64 -
Berdasarkan Tabel 41, diketahui bahwa sumber modal informal di Kabupaten Maluku Tenggara sedikit. Hal ini dikarenakan tidak banyak masyarakat pemodal yang secara aktif membantu dana usaha responden dalam melaksanakan aktivitas penangkapan ikan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 87
Laporan Akhir Tahun 2015
4.4.1.2. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan 5 – 10 GT Distribusi jenis armada kappal penangkapan 5-10 GT responden di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 42.
Tabel 42. Distribusi Jenis Armada Penangkapan 5-10 GT di Kabupaten Maluku Tenggara Jenis Kapal Tanpa Motor Motor Tempel Perahu Motor Sumber: Data Primer (diolah), 2015
% 17,86 75,00 7,14
Berdasarkan Tabel 42, diketahui bahwa jenis armada penangkapan ukuran 5-10 GT yang paling sedikiti kepemilikannya adalah perahu motor. Hal ini dikarenakan harganya yang tinggi dan tidak terjangkau oleh responden nelayan tradisional. Perahu motor adalah kapal yang menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak yang diletakkan di dalam kapal. Distribusi jenis armada penangkapan 5-10 GT yang paling banyak dimiliki responden adalah kapal motor tempel. Kapal yang menggunakan motor tempel adalah perahu yang menggunakan mesin (ketinting dan Jonson) sebagai tenaga penggerak. Mesin ini diletakkan pada bagian belakang perahu maupun di sisi kiri/kanan perahu. Distribusi kepemilkan responden terhadap armada penangkapan berukuran 5-10 GT, dapat dilihat pada Tabel 43.
Tabel 43. Distribusi Kepemilikan Armada Penangkapan 5-10 GT di Kabupaten Maluku Tenggara Kepemilikan Sendiri Juragan Kelompok Sewa Sumber: Data Primer (diolah), 2015
% 96,43 3,57 -
Tabel 43, memperlihatkan bahwa kepemilikan jenis armada penangkapan 5-10 GT hampir seluruhnya milik sendiri. Harga perahu motor tempel yang tidak begitu besar, yang menyebabkan banyaknya armada yang dimiliki sendiri oleh responden. Kepemilikan motor tempel armada penangkapan 5-10 GT, yang dimiliki kelompok adalah merupakan bantuan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 88
Laporan Akhir Tahun 2015
dari pemerintah. Motor tempel yang digunakan oleh kelompok boleh digunakan semua anggota kelompoknya, dengan diharuskan memberikan kontribusi kepada kas kelompok dari hasil penangkapan ikan yang diperoleh. Distribusi sumber modal pemilik armada 5-10 GT di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 44. Hampir seluruh responden yang memiliki armada penangkapan berukuran 5-10 GT, sumber modalnya berasal dari dana pribadi.
Tabel 44. Distribusi Sumber Modal Kepemilikan Armada Penangkapan 5-10 GT di Kabupaten Maluku Tenggara Sumber Modal Sendiri Kredit Formal Kredit Informal Bantuan Pemerintah Warisan Campuran Sumber: Data Primer (diolah), 2015
% 70,37 7,41 22,22 -
Berdasarkan Tabel 44, diketahui bahwa sumber modal yang berasal dari pemerintah cukup banyak. Situasi ini menunjukkan pemerintah memiliki program bantuan dana untuk meningkatkan pendapatan nelayan tradisional. Sumber modal yang berasal dari lembaga formal kurang diminati, karena bank tidak memiliki program bantuan untuk membantu nelayan tradisional (berhubungan dengan jaminan). Kondisi ini membutuhkan peran pemerintah untuk memfasilitasi dan memberi kepercayaan kepada lembaga formal untuk berperan dalam pemberdayaan nelayan kecil.
Investasi Armada Penangkapan di Kota Tual (Maluku Tenggara) Aktivitas perikanan tangkap di Kota Tual, khususnya Kabupaten Maluku Tenggara, menggunakan armada penangkapan berukuran < 5-10 GT. Semakin besar ukuran GT-nya, maka kapasitas yang dimilikinya juga besar dan juga dari sisi jarak tempuhnya yang lebih jauh. Berdasarkan hasil kajian, diketahui bahwa jumlah kepemilikan armada kapal yang paling besar berukuran kurang dari 5 GT. Distribusi armada penangkapan yang dimiliki responden di Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dilihat pada Tabel 45.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 89
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 45. Distribusi kepemilikan Armada di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2015 Ukuran Armada Armada ≤ 5GT Armada 5-10 GT Sumber: Data Primer (diolah), 2015
% 64 36
Berdasarkan Tabel 45, diketahui bahwa nelayan yang menjadi responden di Kabupaten Maluku Tenggara memiliki karakteristik yang beragam. Pemakaian ukuran armada kapal yang digunakan untuk menangkap ikan, menyebabkan perbedaan alat tangkap yang digunakan. Hal ini mendorong peningkatan hasil dan kapasitas pemasukan yang lebih besar. Nelayan yang menggunakan armada berukurang kurang dari 5 GT, jarak tempuhnya tidak terlalu jauh dan biasanya menangkap jenis ikan dasar. Armada yang banyak dipakai responden di Kabupaten Maluku Tenggara, menggunakan motor tempel.
Kebanyakan bahan dasar pembuat kapal yang digunakan
responden untuk melaut adalah kayu. Pembuatan armada kapal masih menggunakan sistem yang tradisional dengan sumber teknologi turun temurun. Bahan kayu yang digunakan merupakan hasil sumber daya yang dimiliki wilayah Tual. Nilai investasi yang dikeluarkan oleh nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara untuk melakukan usaha penangkapan, dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 46. Investasi Satu Unit Armada di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2015 Komponen Investasi Kapal Mesin Alat Tangkap
Volume
Harga (Rp.)
Nilai Investasi (Rp.)
8.713.793
8.713.793
11.650.000
11.650.000
9.275.957
9.275.957
1 1 1
Alat Bantu 1. Generator
1
2. Petromax
8
3. Peralatan Masak 4. Lainnya
3
Umur Ekonomis (Tahun) 6
Depresiasi (Rp./Tahun) 1.467.315
5
2.575.263
2
4.099.870
3 2.025.000
2.025.000 3
943.425
632.813 2.814.285
7.547.400 2
550.000
1.540.000
2
700.000 1
368.462
810.615
675.513
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 90
Laporan Akhir Tahun 2015
Komponen Investasi
Volume
Harga (Rp.)
Total Investasi
Nilai Investasi (Rp.) 41.562.765
Umur Ekonomis (Tahun) Total Depresiasi
Depresiasi (Rp./Tahun) 12.965.059
Sumber: Data Primer (diolah), 2015
Tabel 46, memperlihatkan bahwa Komponen yang memiliki nilai investasi tertinggi adalah pembelian mesin kapal. Nilai mesin kapal ini mencapai 37% dari total investasi untuk kepemilikan satu unit armada kapal yang dapat dioperasionalkan. Operasional penangkapan para nelayan melaut ditempuh dengan jarak yang tidak begitu jauh. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan terumbu karang yang masih bagus dan menyebabkan sumber daya ikan masih mencukupi untuk dikelola. Kepedulian nelayan Kabupaten Maluku Tenggara terhadap lingkungan, yang menyebabkan keindahan terumbu karang masih terjaga kelestariannya.
4.4.2. Indramayu Usaha penangkapan ikan di Kabupaten Indramayu cukup beragam variasinya, hal ini dapat dilihat dari jenis armada yang digunakan dan alat tangkap yang digunakan. Pada setiap sentra perikanan yang ada di Kabupaten Indramayu memiliki karakteristik masing-masing yang relatif berbeda satu dengan yang lain. Sebagai contoh sentra perikanan yang ada di wilayah Karangsong yang didominasi oleh armada penangkapan ikan dengan ukuran > 30 GT dan menggunakan alat tangkap purse seine dan gill net. Sedangkan untuk wilayah sentra perikanan diwilayah lainnya masih didominasi oleh armada dengan ukuran < 5 GT dengan menggunakan alat tangkap jenis gill net, payang, trammel net dan jaring dasar. Untuk armada penangkapan yang ada di Kabupaten Indramayu hampir 80% di dominasi oleh armada dengan ukuran < 10 GT. Pada penelitian ini yang dijadikan sampel penelitian adalah armada dengan ukuran < 5 GT. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pada umumnya nelayan dengan menggunakan armada penangkapan < 5 GT menggunakan jenis perahu motor tempel (100%) dengan rata-rata nilai aset adalah Rp. 19.690.800,-/unit. Nilai aset ini hanya perahu saja belum meliputi perlengkapan penangkapan lainnya seperti mesin , alat tangkap dan perlengkapan lainnya. Terkait dengan jenins mesin yang digunakan pada masing-masing armada penangkapan juga memiliki ragam yang berbeda. Para nelayan menggunakan berbagai jenis mesin dengan ukuran kekuatan mesin yang berbeda. Pada umumnya mesin 24 PK dan 30 PK adalah yang paling banyak digunakan. Jenis bahan bakar yang digunakan pada umumnya
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 91
Laporan Akhir Tahun 2015
adalah solar. Merk mesin yang paling banyak digunakan adalah yanmar, kubota, donfeng dan honda.
Kondisi mesin yang digunakan pada umumnya adalah mesin bekas. Hal ini
dikarenakan terkait kemampuan nelayan untuk membeli mesin kondisi baru yang masih rendah atau relatif tidak terjangkau, sehingga membeli mesin kondisi bekas merupakan alternatif lainnya, namun tidak jarang nelayan juga yang membeli mesin kondisi baru yang berasal dari pabrikan negara Cina, namun keluhan yang dirasakan adalah pengeluaran biaya perawatan yang lebih banyak. Nelayan lebih memilih mesin asal pabrikan negara Jepang , meskipun kondisi bekas namun masih lebih tangguh dan pemeliharaannya lebih mudah menurut persepsi nelayan. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan sangat beragam. Pada umumya nelayan menggunakan alat tangkap lebih dari satu jenis dalam satu armada penangkapan. Sebagai contoh nelayan udang menggunakan jenis alat tangkap trammel net dan alat tangkap lainnya seperti payang, pancing dalam perahunya. Dari sekian banyak jenis alat tangkap yang digunakan, jenis alat tangkap jaring dasar (arad ) masih mendominasi jenis alat tangkap yang banyak digunakan. Dalam armada penangkapan ikan selain mesin dan alat tangkap, keberadaan alat bantu penangkapan seperti GPS, accu, alat penerangan dan alat masak merupakan perlengkapan yang penting. Pada umumnya dalam armada penangkapannya para nelayan memiliki peralatan tersebut. Pada tabel berikut dapat dilihat distribusi dan nilai dari jenis kapal, alat tangkap, mesin dan alat bantu pada usaha penangkapan ikan di kabupaten indramayu.
Tabel 47. Jenis kapal,Alat tangkap, Mesin dan Alat bantu Pada Usaha Ikan di Kabupaten Indramayu, 2015. Jenis Aset % DIstribusi Armada Perahu Tanpa Motor 0 Perahu Motor Tempel 100 Perahu Motor 0 Mesin < 5 PK 5 – 10 PK 12 11 – 30 PK 85 31 – 50 PK 3 Alat Tangkap a. Alat tangkap Gill Net (pelagis kecil) dan Trammel Net b. Alat tangkap Demersal 45 -Jaring Dasar 55
Penangkapan Nilai
19.690.800
3.000.000 7.500.000 15.000.000
10.037.247 4.800.000
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 92
Laporan Akhir Tahun 2015
Alat Bantu a. Generator b. Aki c. Alat Penerangan d. Peralatan Memasak e. Peralatan Navigasi Sumber : Data Primer diolah, 2015
100 100 100 100
270.000 130.000 1.000.000 2.500.000
4.4.2.1. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT Berdasarkan kepemilikan terhadap kapal dan alat tangkap, maka nelayan dibedakan atas nelayan pemilik (juragan) dan nelayan buruh (pandega). Berdasarkan waktu kerjanya nelayan dibedakan atas nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan sambilan adalah nelayan yang sebagian waktunya digunakan untuk operasi penangkapan ikan. Pada kapal motor tempel biasanya hanya dua sampai tiga orang nelayan. Biasanya nelayan telah membentuk satu kesatuan kerja yang tetap dan dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master (Ayodhyoa, 1981). Biaya investasi dalam usaha penangkapan ikan pelagis kecil di Kabupaten Indramayu meliputi armada kapal, sarana tenaga penggerak mesin, peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya. Biaya investasi dapat dibedakan berdasarkan ukuran armada kapal. Jenis kapal yang digunakan merupakan kapal kayu berukuran < 5 GT (rata-rata 1,5 GT) dengan rata-rata harga beli Rp 19.690.800,-. Perahu ini dilengkapi dengan tenaga penggerak mesin dalam dan tempel berukuran 19-20 PK dengan merk mesin rata-rata donfeng dan bahan bakar solar. Harga mesin rata-rata sebesar Rp 4.919.178. Pada dek kapal, terdapat satu buah palkah dengan volume yang berbeda berkisar antara 1 – 5 ton. Palkah tersebut digunakan untuk menyimpan es balok dan hasil tangkapan. Teknik pembuatan kapal di Kabupaten Indramayu masih dilakukan secara tradisional berdasarkan pengalaman – pengalaman pembuat perahu maupun turun temurun dari orang tua. Berdasarkan prosesnya pembangunan kapal perikanan di Kabupaten Indramayu memiliki beberapa tahapan diantaranya adalah pemilihan kayu, peletakan lunas, pembentukan lambung, pemasangan kerangka dan peluncuran perahu. Besaran nilai investasi kapal pelagis kecil di Kabupaten Indramayu berukuran < 5 GT. Pada ukuran kapal < 5 GT, besaran nilai investasi total satu armada penangkapan pada tahun 2015 mencapai Rp. 43.347.225,- (Tabel 48). Jumlah investasi armada peanngkapan ini sudah termasuk juga peralatan tangkap yang
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 93
Laporan Akhir Tahun 2015
terbagi menjadi dua jenis yaitu alat tangkap pelagis kecil (gillnet) dan demersal (trammel net dan jaring dasar). Nilai investasi terbesar terletak pada investasi kapal yang mencapai 45,42 % dari total nilai investasi untuk satu unit armada penangkapan.
Tabel 48. Nilai InvestasiArmada Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu, 2015 Umur N Satu Vo Harga Nilai Nilai Rincian Ekono o an l. Satuan Investasi Penyusutan mis 19.690.8 19.690.80 1. Kapal (< 5 GT) Unit 1 10 1.969.080 00 0 4.919.17 2. Mesin Unit 1 4.919.178 5 983.836 8 3. Peralatan tangkap Alat tangkap Pelagis Unit 5 190.000 950.000 2 475.000 Kecil (Gillnet) b. Alat tangkap Demersal 4.800.00 -Jaring Dasar Unit 1 4.800.000 3 1.600.000 0 - Trammel net Unit 15 605.816 9.087.247 1 9.087.247 Perlengkapan 4. Pendukung a. Generator Unit b. Aki Unit 1 270.000 270.000 2 135.000 c. Alat Penerangan Unit 1 130.000 130.000 2 65.000 1.000.00 d. Peralatan Memasak Unit 1 1.000.000 2 500.000 0 2.500.00 e. Peralatan Navigasi Unit 1 2.500.000 5 500.000 0 43.347.22 Jumlah 14.450.162 5 Sumber : Data Primer diolah, 2015
4.4.3. Sumbawa 4.4.3.1. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan Perikanan tangkap di Kabupaten Sumbawa di terdiri dari armada kurang dari 5 GT, 5 – 10 GT dan lebih dari 10 GT. Armada yang mendominasi perikanan tangkap di Kabupaten Sumbawa adalah armada dibawah 5 GT dengan distribusi lebih dari 70% (responden). Nelayan dibawah 5 GT dan nelayan 5 – 10 GT dominan mengunakan perahu tanpa motor dan perahu motor tempel dengan nilai asset masing-masing 2,6 juta dan 8,7 juta rupiah. Sedangkan nelayan lebih dari 10 GT menggunakan perahu motor dengan nilai asset sekitar 74 juta rupiah. Nelayan Sumbawa membeli perahu dari nelayan-nelayan Sulawesi khususnya
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 94
Laporan Akhir Tahun 2015
nelayan Pangkep (Sulawesi Selatan). Nelayan Sumbawa membeli perahu sekaligus membawa anak buah kapal (ABK) yang akan diperkerjakan.
Tabel 49. Nilai Investasi dan Prosentase Distribusi Pada Masing-Masing Jenis Kapal yang Terdapat di Kabupaten Sumbawa Jenis Kapal % DIstribusi Total Nilai (Rp) Perahu Tanpa Motor 3.11 2.683.333.33 Perahu Motor Tempel 10.17 8.762.179.49 Perahu Motor 86.71 74.704.347.83 Total 86.149.860.65 Sumber : Data Primer Diolah (2015)
Armada penangkapan ikan di Sumbawa di dominasi oleh nelayan yang menggunakan mesin 5,5 PK dengan merek Honda Namun yang menarik untuk ukuran PK yang lebih besar, nelayan Sumbawa menggunakan merek China seperti jiandong ataupun Domfeng. Hal ini menjadi keputusan nelayan untuk mengurangi biaya investasi tanpa memperhatikan biaya perawatan, berdasarkan hasil wawancara nelayan hanya menggunakan mesin motor tidak lebih dari 5 tahun karena biaya perawatan yang tinggi sehingga mereka lebih baik memilih membeli merek China dengan kualitas rendah namun hanya menggunakan dalam waktu yang singkat.
Tabel 50. Nilai Investasi dan Prosentase Distribusi Pada Masing-Masing Mesin Motor yang Terdapat di Kabupaten Sumbawa Mesin (PK) % Distribusi Nilai (Rp) 1 2.18 1.933.333 4 2.26 2.000.000 5 1.72 1.525.000 5.5 1.76 1.556.667 5.6 3.39 3.000.000 6 2.55 2.260.000 6.5 2.99 2.646.875 7 2.37 2.100.000 8 1.69 1.500.000 9 3.39 3.000.000 9.5 4.63 4.100.000 10.5 5.64 5.000.000 12 1.13 1.000.000 13 4.84 4.283.333 16 21.45 19.000.000 24 7.68 6.800.000 26 4.52 4.000.000 30 8.89 7.875.000
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 95
Laporan Akhir Tahun 2015
Mesin (PK) 36 (lainnya)
% Distribusi 16.93 100 Sumber : Data Primer Diolah (2015)
Nilai (Rp) 15.000.000 88.580.209
Alat tangkap yang dominan digunakan oleh Nelayan Sumbawa adalah Pancing Ulur (lebih dari 40%) kemudian Gill Net atau jarring insang (lebih dari 30%) sisanya adalah alat tangkap purse seine, jaring payang, rawai, tonda dan beberapa jaring dan pancing dengan nama lokal. Biaya yang dikeluarkan paling kecil untuk membeli alat tangkap pancing dan paling besar untuk pembelian jaring purse seine mencapai lebih dari 18 juta perunitnya. Jaring purse seine biasa digunakan di armada penangkapan lebih dari 10 GT.
Tabel 51. Nilai Investasi dan Prosentase Distribusi Pada Masing-Masing Alat Tangkap yang Terdapat di Kabupaten Sumbawa Alat Tangkap % DIstribusi Nilai (Rp) Jaring Purse Seine 54,3 18.856.250 Gill Net 5,2 1.808.690 Jaring Payang 22,0 7.643.750 Pancing Ulur 0,4 146.911 Rawai (Long Line) 1,9 676.733 Tonda (Troll Line) 0,2 60.000 Alat Lainnya: Jaring 1,1 367.778 Jaring Bangkal 1,7 600.000 Jaring Jala 8,6 3.000.000 Jaring Ketumbung 1,2 400.000 Jaring Sret 2,0 700.000 Panah 0,2 62.500 Pancing 0,3 88.583 Pancing Cumi 0,3 120.000 Pancing Skacing 0,1 30.000 Serok 0,0 7.133 Tombak 0,2 62.500 Sumber : Data Primer Diolah (2015)
Biaya aset pembelian alat bantu dalam kegiatan penangkapan ikan paling tinggi untuk pembelian kompresor, namun berdasarkan data yang terkumpul hanya dimiliki oleh 1 orang responden yang secara khusus menangkap ikan karang dan demersal. Alat bantu yang hampir dimiliki oleh nelayan Sumbawa adalah GPS, fish finder, generator serta peralatan memasak. Sebagian besar nelayan Sumbawa mencari ikan lebih dari 60 mil dan lama waktu menangkap
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 96
Laporan Akhir Tahun 2015
dalam 1 trip lebih dari 1 hari sehingga bermalam dilaut dan membutuhkan penerangan dan alat masak.
Tabel 52. Nilai Investasi dan Prosentase Distribusi Pada Masing-Masing Alat Bantu yang Terdapat di Kabupaten Sumbawa Alat Bantu % Penggunaan Total Nilai (Rp/ Unit) Generator 11,1 2.711.417 Accu 2,6 624.063 Petromak 1,3 312.857 Peralatan Memasak 1,1 265.926 Mesin Penarik Jaring 17,5 4.250.000 GPS 9,8 2.375.000 Fish Finder 16,4 4.000.000 Alat Komunikasi (HT) 2,0 492.857 Alat Bantu Lainnya: Hp 1,4 346.667 Kompressor 26,7 6.500.000 Lampu + Senter 10,1 2.447.222 TOTAL 24.326.008 Sumber : Data Primer Diolah (2015)
4.4.4. Bitung 4.4.4.1. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT Biaya investasi dalam usaha penangkapan ikan di Kota Bitung meliputi armada kapal, sarana tenaga penggerak mesin, peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya. Teknik pembuatan kapal di Kota Bitung masing dilakukan secara tradisional berdasarkan pengalaman – pengalaman pembuat perahu maupun turun temurun dari orang tua. Berdasarkan prosesnya pembangunan kapal perikanan di Kota Bitung memiliki beberapa tahapan diantaranya adalah pemilihan kayu, peletakan lunas, pembentukan lambung, pemasangan kerangka dan peluncuran perahu. Besaran nilai investasi kapal di Kota Bitung dapat dibagi menjadi tiga ukuran kapal yaitu ukuran kapal < 5 GT, 5 – 10 GT dan 10-30 GT. Biaya investasi dapat dibedakan berdasarkan ukuran armada kapal. Tabel 53 memperlihatkan investasi kapal untuk kelompok ukuran kapal <5GT berdasarkan jenis kapal yaitu kapal motor tempel, kapal motor tempel dan perahu motor. Persentase tertinggi yaitu sebesar 58,18% adalah responden yang menggunakan motor tempel dengan rata-rata nilai investasi kapal sebesar Rp. 8.245.313 per unit kapal. Kapal Tanpa
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 97
Laporan Akhir Tahun 2015
motor dimiliki hanya sebanyak 3,64% responden dengan investasi kapal sebesar Rp.950.000/unit, sedangkan investasi perahu motor adalah Rpp. 16.557.500 per unit (36,36% responden).
Tabel 53. Struktur dan Distribusi Jenis Kapal Ukuran < 5 GT No
Jenis Kapal
1 Kapal Tanpa Motor 2 Motor Tempel 3 Perahu Motor Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Persentase (%) Distribusi 3.64 58.18 36.36
Rata-Rata Nilai (Rp) 950,000 8,245,313 16,557,500
Jenis kapal yang digunakan merupakan kapal kayu berukuran <5 GT baik tanpa atau dengan tenaga penggerak mesin dalam dan tempel berukuran 24 – 100 PK. Responden nelayan pada umumnya menggunakan mesin merek Yanmar, Yamaha, Honda dan Mitsubishi. Ukuran daya mesin yang digunakan oleh sebagian besar responden (61,54%) adalah antara 11-30 PK, harga mesin sekitar Rp. 4.000.000 per unit. Umumnya responden membeli mesin dalam kondisi baru dan dengan modal sendiri. Secara lengkap harga mesin yang digunakan oleh responden yang memiliki kapal berukuran <5 GT dapat dilihat pada Tabel 54.
Tabel 54. Struktur dan Distribusi Mesin untuk Ukuran Kapal < 5 GT Persentase (%) No Ukuran Mesin Rata-Rata Nilai (Rp) Distribusi 1 < 5 PK 2 5-10 PK 32.69 2,161,765 3 11-30PK 61.54 4,128,333 4 31-50 PK 1.92 20,000,000 5 51-70 PK 6 71-100 PK 1.92 60,000,000 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Jenis alat tangkap yang digunakan oleh responden nelayan yang memiliki kapal berukuran <5 GT meliputi panah/bajubi, pancing cumi, pancing ulur, mini purse seine/Pajecko, kapal lampu dan pancing rawai. Khusus untuk kapal lampu, kapal ini merupakan kapal yang digunakan sebagai penarik/attracktor untuk ikan karena menggunakan banyak lampu. Kapal lampu biasanya bekerjasama dengan kapal purse seine ketika berhasil mengumpulkan/menarik ikan. Investasi yang paling tinggi adalah untuk alat tangkap purse
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 98
Laporan Akhir Tahun 2015
seine yaitu sekitar Rp. 275.000.000 per set purse seine. Sedangkan alat tangkap lainnya seperti pancing panah harga rata-rata per unit alat tangkap dibawah Rp. 1.000.000. secara lengkap struktur dan distribusi alat tangkap untuk kapal <5GT dapat dilihat pada Tabel 55.
Tabel 55. Struktur dan Distribusi Alat Tangkap untuk Ukuran Kapal < 5 GT Persentase (%) No Jenis Alat Tangkap Rata-Rata Nilai (Rp) Distribusi 1 Panah/Bajubi 20.37 209,286 2 Pancing Cumi 35.19 152,500 3 Pancing Ulur 33.33 510,882 4 Mini Purse Seine/Pajecko 3.70 275,000,000 5 Kapal Lampu 3.70 6 Rawai 3.70 800,000 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Alat pendukung lainnya yang digunakan sebagai alat bantu dalam operasional penangkapan ikan meliputi generator, aki, lampu, peralatan memasak, GPS, alat komunikasi/radio, masker (digunakan oleh nelayan panah) dan senter. Investasi yang paling tinggi adalah untuk alat pendukung GPS yaitu sekitar Rp. 7.800.000 per unit, secara lebih lengkap struktur dan distribusi alat pendukung operasional kapal <5 GT dapat dilihat pada Tabel 56.
Tabel 56. Struktur dan Distribusi Alat Pendukung untuk Ukuran Kapal <5 GT Persentase (%) Rata-Rata Nilai No Alat Pendukung Distribusi (Rp) 1 Generator 20.37 2,390,909 2 Acuu 5.56 1,566,667 3 Petromak 11.11 206,667 4 Peralatan Masak 14.81 833,333 5 GPS 5.56 7,833,333 6 Alat Komunikasi 3.70 2,350,000 7 Lampu/Blitz 75.93 424,240 8 Masker 9.26 410,000 9 Senter 62.96 294,857 Sumber : Data Primer Diolah, 2015 4.4.4.2. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan 5 – 10GT Kapal yang digunakan pada klasifikasi kapal antara 5-10 GT didominasi oleh kapal bermotor yaitu mencapai 75%, sedangkan kapal motor tempel diketahui hanya digunakan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 99
Laporan Akhir Tahun 2015
oleh 25 % responden. Harga beli untuk kedua jenis kapal tersebut relatif sama yaitu lebih dari Rp. 130 juta rupiah per unitnya. Harga beli kapal ini cukup tinggi disebabkan oleh bahan baku kapal yang semakin sulit diperoleh. Hal ini yang menyulitkan nelayan kecil untuk dapat membeli armada jenis ini sehingga cukup banyak dari para pemilik adalah para investor yang tidak secara langsung terjun didalam kegiatan penangkapan ikan.
Tabel 57. Distribusi Jenis Kapal berukuran 5-10 GT yang digunakan responden Jenis Kapal % DIstribusi Nilai Perahu Tanpa Motor 0 Perahu Motor Tempel 25 131.250.000 Perahu Motor 75 138.454.545 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Mesin yang paling banyak digunakan oleh responden diketahui berada apada selang kelas 11-30 PK yang diikuti oleh mesin berukuran antara 31-50 PK.Ukuran tersebut relatif kecil bila dibandingkan dengan ukuran kapal yang digunakan. Jumlah mesin yang digunakan pada ukuran 11-30 PK rata-rata adalah dua buah sedangkan mesin berukuran 31-50 PK pada umumnya hanya menggunakan satu buah. Penggunaan mesin kapal yang semakin besar tentu menguntungkan dari sisi efisiensi waktu karena semakin besar mesin akan semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk operasionalisasi kapal. Namun demikian semakin besar mesin akan semakin besar pula biaya operasional yang dibutuhkan mengingat konsumsi BBM yang semakin boros sehingga nelayan lebih memilih ukuran mesin yang dianggap paling ekonomis. Bahkan untuk menghemat anggaran sebagian mesin yang dibeli adalah mesin yang sudah bekas pakai (34,8%).
Tabel 58. Distribusi ukuran mesin yang digunakan pada kapal 5-10 GT Mesin % Distribusi Nilai < 5 PK 5 – 10 PK 6,45 900.000 11 – 30 PK 54,84 4.000.000 31 – 50 PK 25,81 21.571.429 51 – 70 PK 6,45 40.000.000 71 – 100 PK 101 – 200 PK 6,45 61.666.667 > 200 PK Sumber : Data Primer Diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 100
Laporan Akhir Tahun 2015
Penggunaan alat tangkap untuk ukuran kapan 5-10 GT didominasi oleh pancing ulur. Alat tangkap ini ditujukan untuk penangkapan ikan-ikan pelagis besar khususnya tuna yang banyak terdapat diperairan sebelah utara Sulawesi atau WPP 716 dan juga perairan sebelah timur dan tenggara yang masuk ke dalam WPP 715. Alat tangkap ini dipilih juga karena kebutuhan biaya operasional yang relatif rendah sementara hasil tangkapan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Alat tangkap yang juga bayak digunakan adalah purse sein. Alat tangkap ini memiliki nilai yang tinggi sehingga banyak dimiliki oleh perusahaan. Operasionalisasi purse sein pada wilayah Bitung saat ini banyak bekerja sama dengan nelayan-nelayan lokal khususnya yang menggunakan kapal lampu. Kapal lampu berfungsi sebagai penarik perhatian dan penggiring ikan sehingga mudah ditangkap oleh alat tangkap purse sein.
Tabel 59. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Kapal 5-10 GT Alat Tangkap % Distribusi Nilai Purse sein 15,4 179.333.333 Hand line 57,7 245.313 Huhate 3,8 1.000.000 Rawai 7,7 2.000.000 Bagan 3,8 8.000.000 Jaring insang 11,5 8.000.000 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Alat bantu yang dgunakan dalam satu unit armada penangkapan ikan cukup banyak. Fungsi alat bantu tersebut mulai dari sebagai alat penerangan, alat komunikasi, alat navigasi, alat bantu penangkapan ikan dan alat memasak. Alat penerangan utama masih menggunakan Aki meski sebagian juga telah menggunakan generator. Sebagian lagi menggunakan kedua alat bantu penerangan tersebut dimana aki berfungsi sebagai alat bantu penerangan cadangan. GPS mulai banyak digunakan (42,3%) sebagai alat bantu navigasi untuk memudahkan menuju lokasi penangkapan ikan dan kembali ke lokasi pemberangkatan. Namun demikian masih sedikit diantara nelayan yang sudah mengenal teknologi fish finder dimana hanya 6,25 % armada saja yang telah dilengkapi dengan alat ini.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 101
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 60. Struktur dan Distribusi Alat Pendukung untuk Ukuran Kapal 5-10 GT Alat Bantu % Penggunaan Nilai (Rp/ Unit) Generator 57,7 2.873.333 Gps 42,3 4.250.000 Gardan 7,7 15.500.000 Aki 65,4 1.662.500 Radio dan Alat Komunikasi 42,3 2.377.272 (HT) Fish Finder 6,25 8.000.000 Petromak 7,7 450.000 Peralatan Memasak 100 594.348 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
4.4.4.3. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan Lebih dari 10GT Jenis perahu yang digunakan oleh nelayan pada kelas ini adalah jenis perahu motor dengan nilai rata-rata mencapai lebih dari 939 juta rupiah. Secara umum kapal dengan kekuatan sistem penggerak sendiri (self propelled) atau motor dalam akan lebih aman dan mudah diarahkan dalam menghadapi cuaca buruk. Melihat dari besarnya nilai investasi untuk kapal yang digunakan, maka wajar bila kapal jenis ini jarang dimiliki oleh masyarakat biasa. Data DKP Btung mencatat hanya terdapat 7,6% jenis kapal ini yang beroperasi di sekitar Bitung. Pemilik kapal jenis ini adalah pengusaha dengan modal besar yang tidak pergi melaut dan menyerahkan urusan operasional usaha kepada pengurus dan nahkoda kapal.
Tabel 61. Distribusi Jenis Kapal berukuran < 10 GT yang digunakan responden Jenis Kapal % Distribusi Nilai Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel Perahu Motor 100 939.454.545 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Besarnya ukuran kapal berbanding lurus dengan besarnya mesin kapal sebagai sumber tenaga penggerak. Sebagian besar menggunakan dua kelas mesin yaitu antara 101-200 PK dan diatas 200 PK. Namun karena nilai mesin yang cukup tinggi, sebagian kapal memilih menggunakan tenaga penggerak yang lebih kecil untuk mengurangi biaya investasi kapal. Penggunaan mesin kapal yang lebih kecil tidak berkaitan langsung dengan hasil tangkapan yang diperoleh akan tetapi berdampak pada waktu tempuh yang lebih lama. Penggunaan mesin kapal yang lebih besar dengan waktu tempuh yang lebih cepat juga mengindikasikan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 102
Laporan Akhir Tahun 2015
kemampuan jangkauan wilayah operasi penangkapan yang lebih luas sehingga berpotensi mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Tabel 62. Distribusi ukuran mesin yang digunakan pada kapal > 10 GT Mesin % Distribusi Nilai 51 – 70 PK 21,7 47.000.000 71 – 100 PK 4,4 90.000.000 101 – 200 PK 34,8 137.000.000 > 200 PK 39,1 235.555.556 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Alat tangkap yang digunakan pada kapal-kapal kelas ini didominasi oleh purse sein. Penggunaan purse sein banyak dipilih karena efektifitasnya didalam melakukan penangkapan ikan dalam jumlah besar. Kapal-kapal yang disebut sebagai kapal-kapal pajeko ini beroperasi pada wilayah sekitar Bitung dengan berasosiasi dengan kapal-kapal lampu sebagai penggiring ikan. Ikan yang menjadi target utama dari pengoperasian alat tangkap ini adalah ikan-ikan pelagis seperti layang, tongkol dan cakalang.
Tabel 63. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Kapal > 10 GT Alat Tangkap % Distribusi Purse sein 73,9 Hand line 4,3 Huhate 8,7 Rawai 8,7 Pancing tonda 4,3 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Nilai 124.991.667 3.500.000 6.000.000 6.000.000 60.000.000
Alat bantu yang dgunakan dalam satu unit armada penangkapan ikan cukup banyak. Fungsi alat bantu tersebut mulai dari sebagai alat penerangan, alat komunikasi, alat navigasi, alat bantu penangkapan ikan dan alat memasak. Semua armada pada kelas ini telah menggunakan generator sebagai alat penerangan utama, sedangkan Aki sebagai alat bantu penerangan cadangan. GPS mulai banyak digunakan (65,2%) sebagai alat bantu navigasi untuk memudahkan menuju lokasi penangkapan ikan dan kembali ke lokasi pemberangkatan. Teknologi fish finderrelatif sudah lebih banyak digunakan meskipun secara proporsi masih sebesar 35% saja armada saja yang telah dilengkapi dengan alat ini.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 103
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 64. Alat bantu yang digunakan pada kapal > 10 GT Alat Bantu % Penggunaan Generator 100 Aki 60,9 Gps 65,2 Gardan 56,5 Radio dan Alat Komunikasi 65,2 (HT) Fish Finder 34,8 Petromak 26,1 Peralatan Memasak 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Nilai (Rp/ Unit) 14.740.909 5.303.571 4.224.286 15.350.000 2.950.000 30.800.000 1.783.333 1.628.261
4.4.5. Pangkep 4.4.5.1. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT Jenis kapal, Alat tangkap, Mesin dan Alat bantu Sebagian besar armada penangkapan ikan di Pangkep didominasi oleh kapal dengan ukuran kurang dari 5 GT. Adapun alat tangkap yang digunakan diantaranya adalah jaring gillnet untuk menangkap rajungan, pancing ulur untuk menangkap cumi dan berbagai jenis ikan karang. Kapal yang digunakan menggunakan jenis mesin motor maupun mesin motor tempel dengan ukuran antara 22-40 PK. Dalam satu kapal biasanya terdiri dari 2-3 orang.
Jenis kapal, Alat tangkap, Mesin dan Alat bantu Tabel 65. Distribusi Penggunaan Jenis Perahu pada Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, 2015 Jenis Kapal % Distribusi Nilai Perahu Tanpa Motor 0 Perahu Motor Tempel 41 6.093.421 Perahu Motor 59 8.815.254 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Berdasarkan tabel 65 diketahui bahwa perahu dengan ukuran dibawah 5 GT di Pangkep didominasi oleh perahu motor dengan jumlah 59 persen sedangkan perahu motor tempel terdapat 41 persen dari kapal dengan ukuran kurang dari 5 GT. Rata-rata nilai perahu motor tempel sedikit lebih murah dibanding jenis perahu motor. Besarnya nilai rata-rata perahu dipengaruhi oleh ukuran perahu, jenis bahan yang digunakan, waktu pembelian dan kondisi pembelian. Umur ekonomis perahu dengan ukuran kurang dari 5 GT nelayan di Pangkep berkisar antara 3 sampai dengan 20 tahun dengan rata-rata 10 tahun. Armada
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 104
Laporan Akhir Tahun 2015
penangkapan ikan dengan ukuran kurang dari 5 GT di Pangkep sebagian besar menggunakan mesin dengan ukuran mesin pada kisaran antara 5-10 PK dan 11-30 PK.
Tabel 66. Distribusi Penggunaan Mesin Perahu Pada Armada Penangkapan Ikan Kurang dari 5 GT di Pangkep, 2015 Mesin Distribusi (%) Nilai (Rp) < 5 PK 7 2.871.429 5 – 10 PK 43 2.855.172 11 – 30 PK 42 5.148.780 31 – 50 PK 7 12.428.571 51 – 70 PK 1 15.000.000 Sumber : Data Primer diolah, 2015
Mesin yang digunakan pada perahu nelayan kurang dari 5 GT umumnya merupakan buatan Tiongkok dengan merek seperti Tianli, Campawang, Panguar, Candong, Daishu dan beberapa merek mesin lainnya. Sebagian besar nelayan membeli mesin perahu dalam keadaan baru. Bahan bakar mesin perahu ada yang menggunakan bensin maupun solar. Mesin perahu dengan ukuran kurang dari 5 PK mempunyai nilai rata-rata yang lebih besar daripada mesin perahu dengan ukuran 5-10 PK karena dipengaruhi oleh merek mesin atau kualitas yang lebih bagus dan tahun pembelian mesin perahu yang lebih baru. Armada penangkapan ikan dengan kapal ukuran kurang dari 5 GT di Pangkep menggunakan berbagai jenis alat tangkap tergantung kondisi ekosistem dan musim ikan. Beberapa jenis alat tangkap yang digunakan diantaranya adalah pancing ulur, pancing cumi, tombak/panah, jaring rajungan. Pancing ulur khususnya digunakan untuk mencari ikan tertentu seperti kerapu.
Tabel 67. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Ikan pada Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, 2015 Alat Tangkap Distribusi (%) Nilai (Rp) Purse seine Hand line 12,50 90.292 Kapal Lampu Panah 22,32 508.958 Pancing cumi 33,93 164.000 Bagan Jaring Rajungan 26,79 3.255.893 Jaring Insang Dasar Jaring Insang Permukaan (Hanyut) Jaring insang tetap -
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 105
Laporan Akhir Tahun 2015
Bubu Penangkap teripang Sumber : Data primer diolah, 2015
3,57 0,89
5.975.000 -
Nelayan di Pangkep biasa menggunakan berbagai macam alat tangkap, tergantung musim ikan. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nelayan di Pangkep yang menggunakan armada penangkapan ikan kurang dari 5 GT sebagian besar menggunakan pancing cumi diikuti dengan jaring rajungan dan panah. Nilai rata-rata untuk investasi alat tangkap bervariasi dari yang paling murah yaitu handline sampai yang cukup mahal yaitu bubu. Nilai investasi alat tangkap yang terdapat pada tabel diatas merupakan nilai total alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan.
Alat bantu Penangkapan ikan menggunakan armada yang kurang dari 5 GT menggunakan peralatan yang relatif sederhana dengan sedikit alat bantu penangkapan.
Tabel 68. Distribusi Kepemilikan Aset Alat Bantu Penangkapan Ikan armada Kurang dari 5 GT Alat Bantu % Penggunaan Nilai (Rp/ Unit) Generator 27 2.602.000 GPS 8 1.937.500 Gardan Aki 4 362.500 Radio dan Alat Komunikasi 1 400.000 (HT) Fish Finder 3 2.400.000 Petromak 2 660.000 Peralatan Memasak 11 195.455 Sumber : Data primer diolah, 2015 4.4.5.2. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan 5 – 10GT Jenis kapal, Alat tangkap, Mesin dan Alat bantu Kapal penangkapan ikan ukuran 5-10 GT di Pangkep menggunakan jenis perahu motor dengan harga beli pada kisaran 40 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah. Variasi harga utamanya dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan, tahun pembelian dan status kondisi kapal bekas atau baru. Struktur distribusi
kepemilikan kapal dan nilai rataan
pembelian kapal dapat dilihat pada Tabel 69 berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 106
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 69. Distribusi Kepemilikan Kapal Ukuran 5-10 GT di Pangkep, tahun 2015 Jenis Kapal % Distribusi Nilai (Rp) Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel 11 82.500.000 Perahu Motor 89 179.705.882 Sumber : Data primer diolah, 2015
Mesin kapal yang digunakan untuk armada 5-10 GT sebagian besar menggunakan mesin berukuran besar yaitu lebih besar dari 100 PK. Nilai rataan perolehan mesin kapal berkisar antar 19 sampai dengan 69 juta rupiah. Variasi nilai perolehan mesin selain ditentukan oleh ukuran mesin juga dipengaruhi oleh kondisi waktu beli dan merek mesin. Proporsi nelayan yang membeli mesin dalam kondisi baru sebanyak 47 persen sedangkan sisanya memperoleh atau membeli mesin dalam kondisi bekas. Struktur distribusi kepemilikan mesin kapal armada 5-10 GT dapat dilihat pada Tabel 70 berikut.
Tabel 70. Distribusi Kepemilikan Mesin Ukuran 5-10 GT di Pangkep, tahun 2015 Mesin Distribusi (%) Nilai (Rp) 31 – 50 PK 26 19.200.000 51 – 70 PK 0 71 – 100 PK 11 22.500.000 101 – 200 PK 32 44.500.000 > 200 PK 32 69.166.667 Sumber : Data primer diolah, 2015
Mesin kapal armada ukuran 5-10 GT sebagian besar menggunakan bahan bakar solar (89 persen) sedangkan sisanya menggunakan bahan bakar bensin. Beberapa merk mesin yang digunakan diantaranya adalah Mitsubishi (58 persen), Yanmar (21 persen), Toyota (11 persen), Daizuzu (5 persen) dan Kubota (5 persen). Rentang waktu pembelian mesin yang digunakan saat ini berkisar dari tahun 2000 sampai dengan 2015, namun sebagian besar nelayan (74 persen) membeli mesin pada tahun 2010 keatas. Menurut nelayan responden rata-rata umur ekonomis mesin mencapai 16 tahun tergantung pemakaian dan cara perawatan mesin. Armada kapal penangkapan ikan ukuran 5-10 GT di Pangkep menggunakan alat tangkap purse seine, bagan dan hand line. Jaring purse seine yang digunakan rata-rata berukuran panjang 1500 meter. Distribusi kepemilikan alat tangkap armada ukuran 5-10 GT dapat dilihat pada Tabel 71 berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 107
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 71. Distribusi Kepemilikan Alat Tangkap Ukuran 5-10 GT di Pangkep, tahun 2015 Alat Tangkap % Distribusi Nilai Purse seine 84 113.681.250 Hand line 5 400.000 Huhate Rawai Bagan 11 9.500.000 Jaring insang Sumber : Data primer diolah, 2015
Armada penangkapan dengan ukuran kapal 5-10 GT yang ada di Pangkep menggunakan alat tangkap mini purseseine (gae). Gae adalah jenis pukat yang dilengkapi cincin pemberat pada bagian bawah pukat jumlahnya mencapai 200 buah. Cincin tersebut bersama tali kerut berfungsi membentuk kantong atau mangkok dalam mengumpulkan ikan. Sedang bagian atas terdapat pelampung-pelampung kecil terbuat dari plastik atau karet. Ukuran pukat adalah panjang antara 150 - 250 meter dengan lebar 30 - 50 meter. Kapal mini purse seine menggunakan mesin dengan kekuatan 300 PK. Untuk melakukan operasi penangkapan diperlukan awak kapal sebanyak 12-15 orang.
Alat bantu Armada penangkapan ikan ukuran 5-10 GT di Pangkep selain menggunakan armada kapal, mesin dan alat tangkap juga dilengkapi dengan alat bantu penangkapan agar kegiatan usaha penangkapan ikan dapat dilaksanakan. Beberapa alat bantu penanagkapan utama diantaranya adalah generator, GPS, gardan, aki, radio, fish finder, petromak dan peralatan masak. Walaupun demikian tidak semua armada kapal penangkapan ikan menggunakan alat bantu secara lengkap. Distribusi kepemilikan alat bantu penangkapan ikan kapal ukuran 5-10 GT di Pangkep dapat dilihat pada Tabel 72 berikut. Kapal dengan ukuran 5-10 GT seluruhnya menggunakan generator sebagai tenaga pembangkit listrik. Sementara itu, 74 persen kapal menggunakan alat bantu gardan khususnya pada kapal yang menggunakan alat tangkap purse seine yang berfungsi sebagai penarik jaring. Sementara itu, nelayan dengan armada 5-10 GT yang menggunakan fish finder hanya 16 persen. Nelayan masih mengandalkan tanda-tanda alam dan kebiasaan yang sudah berlangsung dalam menentukan lokasi penangkapan ikan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 108
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 72. Distribusi Kepemilikan Alat Bantu Penangkapan Ikan Kapal Ukuran 5-10 GT di Pangkep, tahun 2015 Alat Bantu % Penggunaan Nilai (Rp/ Unit) Generator 100 4.197.368 Gps 26 4.400.000 Gardan 74 8.500.000 Aki 37 1.892.857 Radio dan Alat Komunikasi 5 1.000.000 (HT) Fish Finder 16 5.900.000 Petromak 26 1.900.000 Peralatan Memasak 53 430.000 Sumber : Data primer diolah, 2015
4.4.6. Sorong 4.4.6.1. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT Biaya investasi dalam usaha penangkapan ikan di Kota Sorong meliputi armada kapal, sarana tenaga penggerak mesin, peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya. Teknik pembuatan kapal di Kota Sorong masing dilakukan secara tradisional berdasarkan pengalaman – pengalaman pembuat perahu maupun turun temurun dari orang tua. Berdasarkan prosesnya pembangunan kapal perikanan di Kota Sorong memiliki beberapa tahapan diantaranya adalah pemilihan kayu, peletakan lunas, pembentukan lambung, pemasangan kerangka dan peluncuran perahu. Besaran nilai investasi kapal di Kota Sorong dapat dibagi menjadi tiga ukuran kapal yaitu ukuran kapal < 5 GT, 5 – 10 GT dan 10-30 GT. Biaya investasi dapat dibedakan berdasarkan ukuran armada kapal. Tabel 73, memperlihatkan investasi kapal untuk kelompok ukuran kapal <5GT berdasarkan jenis kapal yaitu kapal motor tempel, kapal motor tempel dan perahu motor. Persentase tertinggi yaitu sebesar 85% adalah responden yang menggunakan motor tempel dengan rata-rata nilai investasi kapal sebesar Rp. 9.344.948 per unit kapal. Kapal Tanpa motor dimiliki hanya sebanyak 12% responden dengan investasi kapal sebesar Rp. 1.632.513 /unit, sedangkan investasi perahu motor adalah Rpp. 15.723.750 per unit (3% responden).
Tabel 73. Struktur dan Distribusi Jenis Kapal Ukuran < 5 GT Jenis Kapal Persentase (%) Distribusi Rata-Rata Nilai (Rp) Perahu Tanpa Motor 12 1.632.513 Perahu Motor Tempel 85 9.344.948 Perahu Motor 3 15.723.750 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 109
Laporan Akhir Tahun 2015
Jenis kapal yang digunakan merupakan kapal kayu berukuran <5 GT baik tanpa atau dengan tenaga penggerak mesin dalam dan tempel berukuran antara 3 – 50 PK. Responden nelayan pada umumnya menggunakan mesin merek Yanmar, Yamaha, Honda dan Mitsubishi. Ukuran daya mesin yang digunakan oleh sebagian besar responden (68%) adalah antara 11-30 PK, harga mesin sekitar Rp. 12.833.761 per unit merek Yamaha. Umumnya responden membeli mesin dalam kondisi baru dan dengan modal sendiri. Secara lengkap harga mesin yang digunakan oleh responden yang memiliki kapal beruuran <5 GT dapat dilihat pada Tabel 74.
Tabel 74. Struktur dan Distribusi Mesin untuk Ukuran Kapal < 5 GT Ukuran Mesin Persentase (%) Distribusi Rata-Rata Nilai (Rp) < 5 PK 2 3.500.000 5 – 10 PK 13 823.833 11 – 30 PK 68 12.833.761 31 – 50 PK 18 17.813.636 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Jenis alat tangkap yang digunakan oleh responden nelayan yang memiliki kapal berukuran <5 GT meliputi gillnet, jaring ikan terbang dan pancing ulur. Investasi yang paling tinggi adalah untuk alat tangkap gillnet yaitu sekitar Rp. 1.141.481 per set. Sedangkan alat tangkap lainnya seperti jaring ikan terbang harga rata-rata per unit alat tangkap dibawah Rp. 566.000 dan pancing ulur Rp.221.667,-. Secara lengkap struktur dan distribusi alat tangkap untuk kapal <5GT dapat dilihat pada Tabel 75.
Tabel 75. Struktur dan Distribusi Alat Tangkap untuk Ukuran Kapal < 5 GT Jenis Alat Tangkap Persentase (%) Distribusi Rata-Rata Nilai (Rp) Gill Net 33 1.141.481 Jaring Ikan terbang 6 566.000 Pancing ulur 61 221.667 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Alat pendukung lainnya yang digunakan sebagai alat bantu dalam operasional penangkapan ikan meliputi petromak, GPS, box, dan senter. Investasi yang paling tinggi adalah untuk alat pendukung GPS yaitu sekitar Rp. 1.448.235 per unit. secara rinci struktur dan distribusi alat pendukung operasional kapal <5 GT dapat dilihat pada TAbel 76.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 110
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 76. Struktur dan Distribusi Alat Pendukung untuk Ukuran Kapal <5 GT Persentase (%) Alat Pendukung Rata-Rata Nilai (Rp) Distribusi Petromak 100 350.403 GPS 28 1.448.235 Box 30 245.833 Senter 39 268.750 Sumber : Data Primer Diolah, 2015 4.4.6.2. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan 5 – 10GT Kapal yang digunakan pada klasifikasi kapal antara 5-10 GT didominasi oleh perahu bermotor yaitu mencapai 63%, sedangkan perahu motor tempel diketahui hanya digunakan oleh 38% responden. Harga beli untuk perahu motor tempep rata-rata Rp. 20.600.000,- dan perahu motor rata-rata sebesar Rp. 47.066.667 per unitnya.
Tabel 77. Distribusi Jenis Kapal berukuran 5-10 GT yang digunakan responden Jenis Kapal % DIstribusi Nilai Perahu Tanpa Motor 0 0 Perahu Motor Tempel 38 20.600.000 Perahu Motor 63 47.066.667 Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2015
Mesin yang paling banyak digunakan oleh responden diketahui berada pada selang kelas 51-70 PK sebesar 55 %. Sedangkan mesin berukuran antara 11-30 dan 31-50 PK secara berurutan 24 dan 21 %. Nilai rata-rata mesin berukuran 11-30 Rp. 13.000.000 dan mesisn ukuran 31-50 PK RP. 32.500.000. Sedangkan mesin yang berukuran 31- 50 PK nilai rata-rata Rp 49.130.435. Jumlah mesin yang digunakan untuk semua jenis ukuran mesisn rata-rata adalah satu buah. Penggunaan mesin perahu yang semakin besar dari sisi efisiensi waktu karena semakin besar mesin akan semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk operasionalisasi kapal. Namun demikian semakin besar mesin akan semakin besar pula biaya operasional yang dibutuhkan mengingat konsumsi BBM yang semakin boros sehingga nelayan lebih memilih ukuran mesin yang dianggap paling ekonomis.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 111
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 78. Distribusi ukuran mesin yang digunakan pada kapal 5-10 GT Mesin % Distribusi Nilai 11 – 30 PK 24 13.000.000 31 – 50 PK 21 32.500.000 51 – 70 PK 55 49.130.435 Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2015
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dengan ukuran kapal 5-10 GT ada 3 jenis yaitu alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing ulur. Alat tangkap yang paling dominan adalah purse seine dengan sebaran responden 63 %. Selanjutnya adalah alat tangkap ini pancing ulur dengan sebaran responden sebesar 21 %.
Sedangkan alat tangkap gillnet
sebaran responden hanya 16 %. Penggunaan purse sein banyak dipilih karena efektifitasnya didalam melakukan penangkapan ikan dalam jumlah besar. Alat tangkap ini memiliki nilai yang tinggi sehingga banyak dimiliki oleh perusahaan. Operasionalisasi purse sein pada wilayah Kota Sorong saat ini kenyakan dilakukan oleh etnis botun dan bugis. Sementara masyarakat lokal lebih banyak menggunakan alat tangkap jaring dan pancing.
Tabel 79. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Kapal 5-10 GT Alat Tangkap % DIstribusi Purse sein 63 Gill net 16 Pancing Ulur 21 Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2015
Nilai 11.696.296 4.204.286 107.778
Alat bantu yang dgunakan dalam satu unit armada penangkapan ikan cukup banyak. Fungsi alat bantu tersebut mulai dari sebagai generator, aki, petromak, peralatan memasak, GPS, alat komunikasi. Alat penerangan utama masih menggunakan Aki meski sebagian juga telah menggunakan generator. Sebagian lagi menggunakan kedua alat bantu penerangan tersebut dimana aki berfungsi sebagai alat bantu penerangan cadangan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 112
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 80. Struktur dan Distribusi Alat Pendukung untuk Ukuran Kapal 5-10 GT Alat Bantu % Penggunaan Nilai (Rp/ Unit) Generator 56 6.803.704 Accu 48 3.600.000 Petromak 25 347.917 Peralatan Memasak 67 1.290.625 Penarik Jaring 56 13.981.481 GPS 56 3.666.667 Alat Komonikasi 8 700.000 Senter 6 30.000 Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2015
4.4.6.2. Struktur dan Distribusi Penguasaan Aset Usaha Armada Penangkapan Lebih dari 10 GT Jenis perahu yang digunakan oleh nelayan pada kelas ini adalah jenis perahu motor dengan ukuran kapal masih 15 GT ke bawah dan nilai rata-rata mencapai lebih dari 164 juta rupiah. Secara umum kapal dengan kekuatan sistem penggerak sendiri (self propelled) atau motor dalam akan lebih aman dan mudah diarahkan dalam menghadapi cuaca buruk.
Tabel 81. Distribusi Jenis Kapal berukuran > 10 GT yang digunakan responden Jenis Kapal % Distribusi Nilai Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel Perahu Motor 100 164.482.759 Sumber: Data Primer diolah, 2015
Mesin yang digunakan untuk ukuran kapal ini rata-rata hanya berkisar antara 51-70 PK. Penggunaan mesin kapal yang lebih kecil tidak berkaitan langsung dengan hasil tangkapan yang diperoleh akan tetapi berdampak pada waktu tempuh yang lebih lama. Penggunaan mesin kapal yang lebih besar dengan waktu tempuh yang lebih cepat juga mengindikasikan kemampuan jangkauan wilayah operasi penangkapan yang lebih luas sehingga berpotensi mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Tabel 82. Distribusi ukuran mesin yang digunakan pada kapal > 10 GT Mesin % Distribusi Nilai 51 – 70 PK 100 102.200.000 71 – 100 PK 0 0 101 – 200 PK 0 0 > 200 PK 0 0 Sumber: Data Primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 113
Laporan Akhir Tahun 2015
Seperti halnya pada kelas kapal 5-10 GT, alat tangkap yang digunakan pada kapalkapal kelas lebih ini banyak menggunakan alat tangkap purse sein dan gillnet. Kapal ini purse sein ini banyak digunakan nelyan dari suku Boton dan Makassar. Sementara alat tangkap gillnet lebih banyak digunakan oleh suku Paupua. Meskipun ada juga etnis Boton yang menggunakan alat tangkap gillnet Kapal-kapal yang disebut sebagai kapal-kapal pajeko ini beroperasi pada wilayah sekitar Kota Sorong dengan berasosiasi dengan kapal tersebut. Jenis ikan yang tertangkap rata-rata ikan pelagis kecil antara lain kembung, cakalang, dan lema.
Tabel 83. Distribusi Penggunaan Alat Tangkap Kapal >10 GT Alat Tangkap % Distribusi Purse seine 39 Gillnet 39 Bagan 12 Pancing Ulur 10 Sumber: Data Primer diolah, 2015
Nilai 130.000.000 6.562.500 25.800.000 95.000
Alat bantu yang diunakan dalam satu unit armada penangkapan ikan meliputi generator, aki, petromak, peralatan masak, penarik jaring, GPS dan alat komonikasi (HT). Semua armada pada kelas ini telah menggunakan generator sebagai alat penerangan utama, sedangkan Aki sebagai alat bantu penerangan cadangan seperti petromak. GPS mulai banyak digunakan (45%) sebagai alat bantu navigasi untuk memudahkan menuju lokasi penangkapan ikan dan kembali ke lokasi pemberangkatan.
Tabel 84. Alat bantu yang digunakan pada kapal > 10 GT Alat Bantu % Penggunaan Generator 100 Accu 100 Peteromak 52 Peralatan masak 72 Penarik Jaring 34 GPS 45 Alat Komonikasi 41 Sumber: Data Primer diolah, 2015
Nilai (Rp/ Unit) 2.522.222 1.300.000 300.000 733.333 3.950.000 2.884.615 833.333
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 114
Laporan Akhir Tahun 2015
4.5. Struktur Biaya Usaha Penangkapan 4.5.1. Tual 4.5.1.1. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan di Tual Tabel 85 menunjukkan rata-rata jumlah trip perbulan yang dilakukan baik oleh responden kelompok armada di bawah 5 GT maupun di atas 5 GT. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa secara rata-rata, nelayan responden PANELKANAS di Tual melakukan penangkapan setiap bulannya sepanjang tahun. Dari tabel tersebut juga diperoleh informasi bahwa musim penangkapan dimulai pada bulan Juni hingga bulan Desember, dengan puncak aktivitas penangkapan terjadi pada bulan September. informasi lain yang dapat diperoleh dari tabel tersebut adalah lebih tingginya rata-rata trip yang dilakukan oleh armada dibawah 5 GT dibanding armada di atas 5 GT.
Tabel 85. Rata-rata Jumlah Trip Perbulan Responden PANELKANAS, Tual 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13 13 13 13 13 17 18 17 19 18 18 0-5 GT 11 11 11 11 13 14 12 12 15 13 13 > 5 gt Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
12 15 12
Tabel 86 menunjukkan kalender jenis ikan yang ditangkap setiap bulannya oleh seluruh responden PANELKANAS di Tual. Dari jenis ikan yang ditangkap pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa tipologi penangkapan di Tual ini adalah Pelagis Besar, Pelagis Kecil dan Demersal. Meskipun Demikian, apabila dilihat dari alat tangkap yang dipergunakan, maka sebenarnya responden PANELKANAS di Tual ini hanya tergolong ke tipologi Pelagis Besar dan Kecil saja. Adapun Ikan-ikan karang semacam Kerapu dan Kakap yang tertangkap merupakan hasil tangkapan dari alat tangkap pancing ulur yang dilakukan oleh nelayan yang umumnya berukuran armada di bawah 5 GT.
Tabel 86. Kalender Jenis Ikan yang Ditangkap Responden PANELKANAS, Tual 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Teri 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tembang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Momar 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Palala 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Lema 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sarden 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Puri
12 1 1 1 1 1 1 1
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 115
Laporan Akhir Tahun 2015
1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 Toras 1 1 1 1 1 Sakuda 1 1 1 1 1 Kakap merah 1 1 1 1 1 Kerapu 1 1 1 1 1 Lalosi 1 1 1 1 1 Bubara 1 1 1 1 1 Bobo 1 1 1 1 1 Sarafar 1 1 1 1 1 Fer 1 1 1 1 1 Walo-walo 1 1 1 1 1 Ngam 1 1 1 1 1 Cakalang 1 BIJI NANGGKA 1 1 1 1 baronang 1 1 kakap 1 1 1 1 1 Samandar 1 1 1 Kakatua 1 1 1 1 1 Cumi 1 1 1 1 1 Ekor Kuning Kapas-Kapas Kembung Layang Sembilan Kapalah Batu 1 1 1 Lainnya Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -
Tabel 87 menunjukkan rata-rata besaran biaya operasional per trip yang dikeluarkan oleh kedua kelompok armada Responden PANELKANAS di Tual. Biaya operasional tersebut terdiri dari Biaya Bahan Bakar, Air, Es, Umpan, Ransum – yang biasanya berupa Minuman, Makanan, Kue dan Gula – dan upah jasa – yang biasanya berupa jasa bongkar muat, pembersihan, pemasaran, produksi dan lainnya. Dari tabel tersebut dapat dilihat terdapat perbedaan biaya pertrip yang cukup mencolok antara armada di bawah 5 GT dengan armada di atas 5 GT, hal ini lah salah satu faktor yang menyebabkan trip perbulan yang dilakukan oleh armada di bawah 5 GT jauh lebih sering dibandingkan armada di atas 5 GT.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 116
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 87. Rata-rata Besaran Biaya Operasional Pertrip Responden PANELKANAS, Tual, 2015 Biaya Operasional/Trip (Rp./Trip) 307.955 0-5 GT 1.115.780 > 5 GT Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
Dengan mengalikan nilai biaya operasional pertrip dengan jumlah trip pertahun, maka dapat diperoleh biaya operasional penangkapan pertahun dari kedua kelompok armada responden PANELKANAS di Tual. Tabel 88 menunjukkan rata-rata besaran biaya operasional hasil perhitungan seperti disebutkan sebelumnya.
Tabel 88. Rata-rata Besaran Biaya Operasional Pertahun Responden PANELKANAS, Tual, 2015 Biaya Operasional/Th (Rp./th) 33.809.993 0-5 gt 95.715.399 > 5GT Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
4.5.2. Indramayu 4.5.3. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT
Biaya Operasional dan Biaya Tetap pertahun Biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan terdiri dari biaya variable dan biaya
tetap yang diuraikan berdasarkan trip per bulan. Rata-rata trip yang dilakukan oleh nelayan sebesar 15 kali sebulan. Total biaya yang dikeluarkan oleh nelayan di Kabupaten Indramayu selama setahun sebesar Rp 121.533.675 dengan rata-rata bulanan sebesar Rp 10.127.806 (Tabel 89).
Tabel 89. Biaya Operasional Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil Ukuran Kapal < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Biaya Operasional Bulan Jumlah Trip Total Biaya Biaya Variabel Biaya Tetap Januari 14 7.110.858 1.759.681 8.870.539 Februari 13 6.602.939 1.759.681 8.362.620 Maret 13 6.602.939 1.759.681 8.362.620 April 15 7.618.776 1.759.681 9.378.457 Mei 16 8.126.695 1.759.681 9.886.375 Juni 16 8.126.695 1.759.681 9.886.375 Juli 16 8.126.695 1.759.681 9.886.375 Agustus 16 8.126.695 1.759.681 9.886.375
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 117
Laporan Akhir Tahun 2015
September 16 Oktober 14 November 15 Desember 16 Total 180 Rata - rata 15 Sumber : Data Primer diolah, 2105
8.126.695 7.110.858 7.618.776 8.126.695 91.425.315 7.618.776
1.759.681 1.759.681 1.759.681 1.759.681 21.116.168 1.759.681
9.886.375 8.870.539 9.378.457 9.886.375 112.541.483 9.378.457
Komponen biaya variabel yang dibutuhkan dalam melakukan satu kali penangkapan diantaranya adalah bahan bakar, ransum/perbekalan, dan es balok/curah. Bahan bakar solar digunakan untuk mesin kapal. Ransum / perbekalan yang digunakan adalah berupa makanan dan minuman. Operasi penangkapan ikan di Kabupaten Indramayu dilakukan satu orang nahkoda kapal dan dua orang anak buah kapal. Secara umum, jumlah biaya variabel mengikuti besarnya kapal yang digunakan, semakin besar kapal maka semakin tinggi biaya operasional yang dibutuhkan. Berdasarkan perhitungan biaya operasional terlihat bahwa bahan bakar merupakan komponen terbesar yang menyedot kebutuhan biaya variabel. Hal ini dikarenakan Jarak tempuh antara fishing base ke lokasi penangkapan ikan (fishing ground) tergolong jauh yaitu sekitar 4-6 mil di perairan sekitar Indramayu, Ciasem, dan Cirebon. Lokasi penangkapan yang umumnya dituju oleh nelayan yaitu di sekitar Pulau Biawak, Pulau Dua dan sekitar pengeboran minyak lepas pantai Pertamina Balongan. Harga bahan bakar (solar) yang dibeli oleh nelayan di Kabupaten Indramayu cenderung mahal. Nelayan di Kabupaten Indramayu sebenarnya mendapatkan jatah BBM subsidi, namun karena kebutuhan BBM lebih besar dibandingkan dengan jumlah subsidi yang diberikan ke nelayan di Kabupaten Indramayu, sebagian besar nelayan membeli BBM secara eceran. Kondisi tersebut semakin mempersulit nelayan di Kabupaten Indramayu karena harga solar yang harus dibeli adalah sebesar Rp. 8.000/liter, harga tersebut lebih mahal Rp 1.100/liter bila dibanding harga SPBU. Jumlah kebutuhan ransum juga tergolong mahal. Nelayan membeli ransum dengan cara berhutang kepada warung langganan yang harganya diatas harga rata-rata jika membeli secara tunai dengan selisih Rp 1.000-1.500. Ransum tersebut terdiri dari rokok, minuman (kopi, teh, aqua, gula), makanan (nasi, mie) dan makanan jadi (kue, snack). Jumlah kebutuhan ransum mendekati kebutuhan bahan bakar yaitu Rp 3.801.276/trip/bulan. Rincian biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh nelayan untuk 15 trip per bulan disajikan pada Tabel 90.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 118
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 90. Biaya Tidak Tetap (Variable) Trip per Bulan Usaha Perikanan Tangkap Laut Ukuran Kapal < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 No Rincian Satuan Volume Harga Satuan Nilai 1. Bahan Bakar Liter 495 8.000 3.960.000 2. Ransum Paket 15 253.418 3.801.276 3. Es Balok/ Curah Balok 30 20.000 600.000 Jumlah 8.361.276 Sumber : Data Primer diolah, 2105
Struktur biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan ikan pelagis dan demersal di Kabupaten Indramayu diantaranya adalah perbaikan kapal, perbaikan mesin, perbaikan alat tangkap dan biaya perijinan, pajak, dll. Perhitungan biaya tetap pada dasarnya dikeluarkan dalam satu tahun, total biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp 21.198.360/tahun (Error! Reference source not found.). Biaya perbaikan kapal merupakan komponen biaya tetap terbesar diantara yang lain sebesar 12,52%.
Tabel 91. Biaya Tetap (Fixed) per Tahun Usaha Perikanan Tangkap Laut Berdasarkan Ukuran Kapal < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 No Rincian Satuan Volume Nilai 1. Perbaikan Kapal Per tahun 1 2.655.000 2. Perbaikan Mesin Per tahun 1 1.386.684 3. Perbaikan Alat Tangkap Per tahun 1 1.506.513 4. Biaya Perijinan, Pajak, dll Per tahun 1 1.200.000 5 Depresiasi Pertahun 1 14.450.162 TOTAL 21.198.360 Sumber : Data Primer diolah, 2105
4.5.3. Sumbawa 4.5.3.1. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT
Kalender dan Jumlah trip permusim penangkapan Berdasarkan Tabel 92 rata-rata produksi terjadi pada bulan juni-agustus dimana
mencapa lebih dari 100 ton/bulan dan rata-rata trip lebih dari 18 – 19 trip/bulan (Gambar 39), Total nilai yang diperoleh dari hasil tangkapan tersebut mencapai lebih dari 2,2 milyar rupiah, Sedangkan nilai produksi terendah terjadi pada bulan Januari dan Februari dengan jumlah trip perbulan mencapai 5 kali dan rata-rata produksi tidak lebih dari 2,4 ton perbulan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 119
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 92. Rataan Produksi perbulan, pertrip dan Nilai Produksi perbulan Rata-rata produksi (Kg/ Rata-rata nilai produksi (Rp/ Bulan Bulan) Bulan) Januari 2,341,1 52,341,851 Februari 2,203,1 49,256,705 Maret 6,637,6 148,400,890 April 47,132,6 1,053,777,110 Mei 99,418,0 2,222,758,531 Juni 104,925,0 2,345,883,001 Juli 118,634,3 2,652,391,102 Agustus 108,771,9 2,431,891,514 September 97,149,1 2,172,032,414 Oktober 81,646,7 1,825,433,030 November 31,622,3 707,003,275 Desember 5,963,4 133,327,949 Sumber : Data Primer diolah, 2105
Jumlah trip pada masing-masing bulan berbeda karena usaha perikanan tangkap dipengaruhi oleh musim dan daerah tangkapan ikan sehingga mempengaruhi waktu yang digunakan untuk menangkap ikan. Nelayan dengan armada dibawah 5 GT membutuhkan waktu 20 jam dalam sehari untuk melakukan penangkapan karena jarak fishing ground mencapai 30 mill nautika kearah Pulau Sulawesi. Jumlah trip tertinggi ada pada bulan JuniOktober dan pada titik terendah pada bulan Januari-Februari berkisar 3-4 trip untuk menangkap ikan.
25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0
Gambar 39. Rata-rata trip menurut bulan (Sumber : Data Primer Diolah (2015)
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 120
Laporan Akhir Tahun 2015
Biaya operasional nelayan Sumbawa terdiri dari biaya pembelian BBM yang digunakan untuk mesin motor, penerangan dan
untuk memasak. Menurut data yang
diperoleh dari hasil survey terlihat bahwa nilai tertinggi dari biaya operasional secara berturut-turut adalah biaya variable solar, umpan, ransum (beras) dan es balok, dengan nilai pembelian 531,220; 256,649; 126,844 dan 107,433.
Tabel 93. Biaya Operasional Pada Musim Puncak, Sedang dan Pacekik Pertrip Armada dibawah 5 GT (Unit : Rp/Trip) Rp/trip No Variabel Satuan Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) 1 Solar Liter 68 7,831 531,220 2 Bensin Liter 8 8,049 67,597 3 Bensin Campur Liter 8 7,333 58,664 4 Oli Campur Liter 2 35,000 52,500 5 Minyak Tanah Liter 4 6,000 21,733 6 Es Balok Bal 27 4,032 107,433 7 Umpan Dibeli Kg 14 18,714 256,649 8 Rokok 2 18,148 40,502 9 Minuman 3 6,230 18,638 10 Makanan 2 11,023 21,795 11 Kue/Snack 3 9,470 25,052 12 Gula 1 12,845 16,056 13 Beras 12 10,250 126,844 14 TK Bongkar Muat Paket 1 50,000 50,000 Total 1,394,684 Sumber : Data Primer diolah, 2105
Sedangkan biaya operasional penangkapan ikan, jika diurutkan berdasarkan bulan, akan terlihat perubahan musim penangkapan. Musim penangkapan ikan oleh armada dibawah 5 GT akan meningkat pada bulan April hingga November. Adapun puncak musim penangkapan berada pada bulan Juni - Juli – Agustus. Pada bulan-bulan puncak ini terjadi peningkatan biaya operasional penangkapan ikan yang cukup besar. Selain itu, beberapa ABK yang bekerja pada kapal/armada diatas 10 GT kebanyakan yang turun melaut menggunakan armada dibawah 5 GT (milik sendiri).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 121
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 94. Biaya Operasional Menurut Bulan Armada kurang 5 GT Variabel Trip
Jan
Feb
Mar
April
Mei
Juni
Juli
Agt
Sept
Okt
Nov
Des
6
6
8
15
18
19
19
19
19
19
14
9
Solar
2,921,709
3,087,715
4,063,831
8,213,986
9,595,157
9,960,371
10,146,298
10,119,737
9,900,609
9,847,487
7,503,480
Bensin Bensin Campur
371,784
392,909
517,118
1,045,221
1,220,974
1,267,447
1,291,106
1,287,726
1,259,842
1,253,083
954,810
591,475
322,652
340,985
448,780
907,092
1,059,619
1,099,950
1,120,482
1,117,549
1,093,350
1,087,484
828,629
513,310
Oli Campur Minyak Tanah
288,750
305,156
401,625
811,781
948,281
984,375
1,002,750
1,000,125
978,469
973,219
741,563
459,375
119,533
126,325
166,260
336,052
392,558
407,500
415,107
414,020
405,055
402,882
306,983
190,167
Es Balok Umpan Dibeli
590,883
624,456
821,865
1,661,187
1,940,514
2,014,374
2,051,976
2,046,604
2,002,288
1,991,545
1,517,495
940,041
1,411,570
1,491,773
1,963,366
3,968,437
4,635,725
4,812,171
4,901,999
4,889,166
4,783,298
4,757,633
3,625,169
Rokok
222,762
235,419
309,842
626,265
731,571
759,416
773,592
771,566
754,859
750,809
572,093
354,394
Minuman
102,509
108,334
142,581
288,191
336,650
349,464
355,987
355,055
347,367
345,503
263,263
163,083
Makanan
119,875
126,686
166,735
337,013
393,681
408,665
416,294
415,204
406,213
404,034
307,861
190,710
Kue/Snack
137,785
145,614
191,647
387,364
452,499
469,722
478,490
477,238
466,904
464,399
353,857
219,204
Gula
88,309
93,327
122,830
248,270
290,016
301,055
306,674
305,872
299,248
297,643
226,795
140,492
Beras TK Bongkar Muat
697,641
737,279
970,355
1,961,321
2,291,115
2,378,320
2,422,716
2,416,373
2,364,050
2,351,366
1,791,668
275,000
290,625
382,500
773,125
903,125
937,500
955,000
952,500
931,875
926,875
706,250
Total
7,670,764
8,106,603
10,669,335
21,565,306
25,191,485
26,150,331
26,638,470
26,568,736
25,993,429
25,853,960
19,699,916
4,648,173
2,245,680
1,109,883
437,500 12,203,488
Sumber : Data Primer diolah, 2105
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 122
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 95. Total Biaya (Biaya Operasional dan Biaya Tetap) Perbulan Armada di Bawah 5 GT (Unit : Rp/bulan) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Biaya Operasional 7,670,764 8,106,603 10,669,335 21,565,306 25,191,485 26,150,331 26,638,470 26,568,736 25,993,429 25,853,960 19,699,916 12,203,488
Biaya Tetap 332,897 332,897 332,897 332,897 332,897 332,897 332,897 332,897 332,897 332,897 332,897 332,897
Total Biaya 8,003,661 8,439,500 11,002,232 21,898,203 25,524,382 26,483,228 26,971,367 26,901,633 26,326,326 26,186,857 20,032,813 12,536,385
% Distribusi 3.3 3.5 4.6 9.1 10.6 11.0 11.2 11.2 11.0 10.9 8.3 5.2
Sumber : Data Primer diolah, 2105 4.5.3.2. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan 5 – 10 GT
Kalender dan Jumlah trip permusim penangkapan Berdasarkan tabel 96 rata-rata produksi terjadi pada bulan juni-agustus dimana
mencapa lebih dari 30 ton/bulan dan rata-rata trip lebih dari 12 – 13 trip/bulan (Gambar 40), Total nilai yang diperoleh dari hasil tangkapan tersebut mencapai lebih dari 800 juta rupiah/bln, Sedangkan nilai produksi terendah terjadi pada bulan januari dan februari dengan jumlah trip perbulan mencapai 3 kali dan rata-rata produksi tidak lebih dari 7 ton perbulan.
Tabel 96. Rataan Produksi perbulan, pertrip dan Nilai Produksi perbulan Rata-rata produksi (Kg/ Rata-rata nilai produksi (Kg/ Bulan Bulan) Bulan) Januari 3,505,5 78,375,220 Februari 6,667,9 149,079,365 Maret 13,228,8 295,764,643 April 22,040,3 492,771,491 Mei 28,725,8 642,243,824 Juni 31,230,5 698,241,846 Juli 32,982,0 737,401,225 Agustus 36,972,8 826,626,716 September 33,762,9 754,862,210 Oktober 32,060,2 716,793,702 November 27,337,3 611,200,218 Desember 8,503,4 190,117,567 Sumber : Data Primer diolah, 2105
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 123
Laporan Akhir Tahun 2015
Jumlah trip pada masing-masing bulan berbeda karena usaha perikanan tangkap dipengaruhi oleh musim dan daerah tangkapan ikan sehingga mempengaruhi waktu yang digunakan untuk menangkap ikan. Nelayan dengan armada 5 - 10 GT membutuhkan waktu 20 jam dalam sehari untuk melakukan penangkapan karena jarak fishing ground mencapai 30 mill nautika kearah Pulau Sulawesi. Jumlah trip tertinggi ada pada bulan Juni-Oktober dan pada titik terendah pada bulan Januari-Februari berkisar 3-4 trip untuk menangkap ikan.
14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 -
Gambar 40. Rata-rata trip menurut bulan (Sumber : Data Primer Diolah (2015) Tabel 97. Biaya Operasional Pertrip Armada 5 – 10 GT No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Variabel
Satuan
Solar Liter Bensin Liter Bensin Campur Liter Oli Campur Liter Minyak Tanah Liter Es Balok Bal Umpan Dibeli Kg Rokok Minuman Makanan Kue/Snack Gula Beras TK Bongkar Muat Paket Total Sumber : Data Primer diolah, 2105
Volume 145 13 3 20 9 42 28 7 3 3 4 2 19 1
Rp/trip Harga Satuan (Rp) 7,941 9,442 7,000 35,000 6,125 7,429 16,000 53,182 17,977 32,958 11,251 12,179 7,890 180,000
Nilai (Rp) 1,151,938 127,200 23,333 700,000 52,063 313,787 454,400 397,253 55,838 100,247 49,692 28,563 151,371 180,000 3,785,685
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 124
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 98. Biaya Operasional Bulanan Armada 5 – 10 GT Variabel Trip
Jan
Feb
Mar
April
Mei
Juni
Juli
Agt
Sept
Okt
Nov
Des
2
4
8
11
12
12
12
12
12
13
10
4
Solar
2,645,190
4,437,093
9,514,152
12,372,664
13,737,924
13,865,917
13,951,246
14,121,903
14,335,225
14,719,204
11,988,685
4,437,093
Bensin Bensin Campur
292,089
489,956
1,050,580
1,366,225
1,516,981
1,531,114
1,540,536
1,559,381
1,582,936
1,625,336
1,323,825
489,956
53,580
89,877
192,716
250,617
278,272
280,864
282,593
286,049
290,370
298,148
242,840
89,877
Oli Campur
1,607,407
2,696,296
5,781,481
7,518,519
8,348,148
8,425,926
8,477,778
8,581,481
8,711,111
8,944,444
7,285,185
2,696,296
Minyak Tanah
119,551
200,537
429,998
559,190
620,894
626,678
630,535
638,248
647,889
665,243
541,836
200,537
Es Balok
720,547
1,208,660
2,591,647
3,370,303
3,742,198
3,777,063
3,800,307
3,846,794
3,904,903
4,009,498
3,265,707
1,208,660
Umpan Dibeli
1,043,437
1,750,281
3,753,007
4,880,593
5,419,141
5,469,630
5,503,289
5,570,607
5,654,756
5,806,222
4,729,126
1,750,281
Rokok
912,212
1,530,161
3,281,019
4,266,796
4,737,615
4,781,754
4,811,180
4,870,033
4,943,598
5,076,016
4,134,378
1,530,161
Minuman
128,220
215,078
461,178
599,738
665,916
672,120
676,256
684,528
694,869
713,481
581,125
215,078
Makanan
230,197
386,138
827,968
1,076,730
1,195,541
1,206,680
1,214,106
1,228,957
1,247,521
1,280,937
1,043,314
386,138
Kue/Snack
114,107
191,406
410,418
533,728
592,622
598,143
601,824
609,186
618,388
634,952
517,164
191,406
Gula
65,588
110,019
235,906
306,784
340,636
343,810
345,925
350,157
355,446
364,967
297,263
110,019
Beras TK Bongkar Muat
347,593
583,059
1,250,213
1,625,838
1,805,241
1,822,060
1,833,272
1,855,698
1,883,729
1,934,186
1,575,381
583,059
413,333
693,333
1,486,667
1,933,333
2,146,667
2,166,667
2,180,000
2,206,667
2,240,000
2,300,000
1,873,333
693,333
Sumber : Data Primer diolah, 2105
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 125
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 99. Total Biaya (Biaya Operasional dan Biaya Tetap) Perbulan Armada 5 – 10 GT (Unit : Rp/bulan) Bulan Biaya Operasional Biaya Tetap Total Biaya % Distribusi Januari 8,693,056 841,989 9,535,045 2.2 Februari 14,581,900 841,989 15,423,889 3.5 Maret 31,266,959 841,989 32,108,948 7.3 April 40,661,068 841,989 41,503,057 9.5 Mei 45,147,806 841,989 45,989,795 10.5 Juni 45,568,438 841,989 46,410,427 10.6 Juli 45,848,859 841,989 46,690,848 10.7 Agustus 46,409,701 841,989 47,251,690 10.8 September 47,110,754 841,989 47,952,743 11.0 Oktober 48,372,649 841,989 49,214,638 11.2 November 39,399,172 841,989 40,241,161 9.2 Desember 14,581,900 841,989 15,423,889 3.5 Sumber : Data Primer diolah, 2105
4.5.3.2. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan lebih dari 10 GT Berdasarkan Tabel 100 rata-rata puncak produksi terjadi pada bulan Desember dimana mencapai hampir 1 ton/bulan dan rata-rata 4 trip/bulan (Gambar 41), Total nilai yang diperoleh dari hasil tangkapan tersebut mencapai lebih dari 20 juta rupiah/bln, Sedangkan nilai produksi terendah kebalikan dari armada kurang dari 5 GT terjadi pada bulan juni sampai dengan agustus dengan jumlah trip perbulan mencapai 2 kali dan rata-rata produksi tidak lebih dari 400 kg perbulan.
Tabel 100. Rataan Produksi perbulan, pertrip dan Nilai Produksi perbulan Rata-rata produksi (Kg/ Rata-rata nilai produksi (Kg/ Bulan Bulan) Bulan) Januari 753,3 16,842,810 Februari 626,4 14,003,846 Maret 643,3 14,383,462 April 620,0 13,861,782 Mei 505,8 11,308,112 Juni 210,9 4,716,080 Juli 254,7 5,694,230 Agustus 369,3 8,256,051 September 590,8 13,209,682 Oktober 745,3 16,663,483 November 759,4 16,977,888 Desember 939,6 21,006,934 Sumber : Data Primer diolah, 2105
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 126
Laporan Akhir Tahun 2015
4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 -
Gambar 41. Rata-rata trip menurut bulan (Sumber : Data Primer Diolah (2015) Tabel 101. Biaya Operasional Pada Musim Puncak, Sedang dan Pacekik Pertrip Armada Lebih 10 GT Rp/trip No Variabel Satuan Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) 1 Solar Liter 333 7,713 2,571,084 2 Bensin Liter 3 Bensin Campur Liter 4 Oli Campur Liter 5 Minyak Tanah Liter 12 6,333 73,885 6 Es Balok Bal 207 10,000 2,066,667 7 Umpan Dibeli Kg 12 15,000 183,333 8 Rokok 35 95,667 3,380,234 9 Minuman 2 13,000 30,333 10 Makanan 2 55,000 110,000 11 Kue/Snack 5 20,000 100,000 12 Gula 3 12,000 36,000 13 Beras 11 22,678 249,458 14 TK Bongkar Muat Paket 1 180,000 180,000 Total 8,980,994 Sumber : Data Primer diolah, 2105
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 127
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 102. Biaya Operasional Menurut Bulan Armada Lebih 10 GT (Unit : Rp/bulan) Variabel
Jan
Feb
Mar
April
Mei
Juni
Juli
Agt
Sept
Okt
Nov
Des
Trip
2
4
8
11
12
12
12
12
12
13
10
4
Solar
2,645,190
4,437,093
9,514,152
12,372,664
13,737,924
13,865,917
13,951,246
14,121,903
14,335,225
14,719,204
11,988,685
4,437,093
Bensin Bensin Campur Oli Campur Minyak Tanah Es Balok Umpan Dibeli Rokok
292,089
489,956
1,050,580
1,366,225
1,516,981
1,531,114
1,540,536
1,559,381
1,582,936
1,625,336
1,323,825
489,956
53,580
89,877
192,716
250,617
278,272
280,864
282,593
286,049
290,370
298,148
242,840
89,877
1,607,407
2,696,296
5,781,481
7,518,519
8,348,148
8,425,926
8,477,778
8,581,481
8,711,111
8,944,444
7,285,185
2,696,296
119,551
200,537
429,998
559,190
620,894
626,678
630,535
638,248
647,889
665,243
541,836
200,537
720,547
1,208,660
2,591,647
3,370,303
3,742,198
3,777,063
3,800,307
3,846,794
3,904,903
4,009,498
3,265,707
1,208,660
1,043,437
1,750,281
3,753,007
4,880,593
5,419,141
5,469,630
5,503,289
5,570,607
5,654,756
5,806,222
4,729,126
1,750,281
912,212
1,530,161
3,281,019
4,266,796
4,737,615
4,781,754
4,811,180
4,870,033
4,943,598
5,076,016
4,134,378
1,530,161
Minuman
128,220
215,078
461,178
599,738
665,916
672,120
676,256
684,528
694,869
713,481
581,125
215,078
Makanan
230,197
386,138
827,968
1,076,730
1,195,541
1,206,680
1,214,106
1,228,957
1,247,521
1,280,937
1,043,314
386,138
Kue/Snack
114,107
191,406
410,418
533,728
592,622
598,143
601,824
609,186
618,388
634,952
517,164
191,406
Gula
65,588
110,019
235,906
306,784
340,636
343,810
345,925
350,157
355,446
364,967
297,263
110,019
Beras TK Bongkar Muat
347,593
583,059
1,250,213
1,625,838
1,805,241
1,822,060
1,833,272
1,855,698
1,883,729
1,934,186
1,575,381
583,059
413,333
693,333
1,486,667
1,933,333
2,146,667
2,166,667
2,180,000
2,206,667
2,240,000
2,300,000
1,873,333
693,333
Sumber : Data Primer diolah, 2105
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 128
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 103. Total Biaya (Biaya Operasional dan Biaya Tetap) Perbulan Armada lebih 10 GT (Unit : Rp/bulan) Bulan Biaya Operasional Biaya Tetap Total Biaya % Distribusi Januari 23,949,321 1,328,194 25,277,515 8.7 Februari 20,955,656 1,328,194 22,283,850 7.6 Maret 23,949,321 1,328,194 25,277,515 8.7 April 23,949,321 1,328,194 25,277,515 8.7 Mei 26,942,986 1,328,194 28,271,180 9.7 Juni 14,968,326 1,328,194 16,296,520 5.6 Juli 14,968,326 1,328,194 16,296,520 5.6 Agustus 14,968,326 1,328,194 16,296,520 5.6 September 23,949,321 1,328,194 25,277,515 8.7 Oktober 26,942,986 1,328,194 28,271,180 9.7 November 26,942,986 1,328,194 28,271,180 9.7 Desember 32,930,316 1,328,194 34,258,510 11.8 Sumber : Data Primer diolah, 2105
Berdasarkan Tabel 99 distribusi ikan yang tertangkap adalah jenis ikan tongkol termasuk jenis ikan pelagis kecil dengan total tangkapan dalam 1 tahun mencapai 47 ton, Pada bulan desember jumlah ikan tongkol yang tertangkap mencapai lebih dari 11 ton Jenis ikan ini banyak tertangkap diperairan selatan Sulawesi karena sebagian besar daerah tangkapan nelayan sumbawa hampir mendekati wilayah perairan Sulawesi.
Tabel 104. Produksi Menurut Bulan dan Jenis Ikan Kode Jenis Ikan
Bulan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Tota l
1,6 10 1,1 76
1,6 10 1,5 16
1,61 0 1,34 8
2,3 10 3,0 06
2,34 2 3,18 7
2,4 92 3,5 02
2,84 2 3,55 9
4,27 4 8,86 7
2,96 2 4,21 2
3,20 2 3,83 1
2,66 2 2,08 3
12,37 2 11,39 6
40,2 88 47,6 83
3
-
-
-
411
51
22
12
11
16
12
12
100
647
4
23
220
164
416
873
1,0 28
888
888
819
457
5
1,1 00
1,3 20
980
440
1,13 9
874
1,09 9
1,19 5
895
979
6
100
100
140
164
555
189
960
586
404
339
116
113
7
447
512
447
477
505
499
435
545
562
621
282
258
8
-
-
-
900
400
900
800
600
200
300
300
9
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10
5
5
165
170
18
48
39
177
175
773
-
11
2,7 93
2,6 18
2,36 3
3,7 02
3,55 0
4,1 13
3,70 1
4,33 7
3,37 5
4,02 9
2,603
1 2
1,00 0 1,06 0 3,64 0
1,40 4 1,26 1
285 1,020
7,46 4 12,3 02 3,76 6 5,59 0 5,40 0 2,63 5 40,8 21
% 15, 94 18, 87 0,2 6 2,9 5 4,8 7 1,4 9 2,2 1 2,1 4 1,0 4 16, 15
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 129
Laporan Akhir Tahun 2015 Kode Jenis Ikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Tota l
12
-
4
-
-
20
70
40
70
70
40
65
-
379
13
83
175
276
344
1,88 0
722
922
1,17 7
993
888
776
517
14
700
450
140
400
310
310
310
300
330
650
450
200
15
-
-
-
-
-
-
-
-
-
432
522
473
892
526
1,13 3
-
16
1,1 13
661
880
949
410
506
17
7
7
10
12
11
35
10
40
30
45
100
100
407
18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
19
10
10
10
10
20
30
4
5
5
5
5
4
118
20
5
4
18
6
6
4
74
23
223
195
65
86
708
21
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
22
-
-
-
-
-
-
150
-
-
-
-
-
150
23
1,7 87
2,1 12
1,78 0 950
1,87 5 1,70 5
2,13 2 1,12 5
660
1,011
25
324
600
1,00 4
814
625
611
320
800
644
1,86 5 1,08 4 1,21 4
1,685
774
1,0 92 1,6 64
1,86 7
700
1,68 2 2,04 8
2,42 5
24
1,5 15 1,3 31
1,15 4
404
26
-
-
-
200
100
850
750
900
300
250
150
-
27
20
15
7
10
20
20
15
20
10
10
80
60
287
28
-
-
-
-
60
40
32
70
35
46
120
48
451
29
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
30
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
31
14
10
15
15
6
10
35
20
45
100
100
120
490
32
1,3 24
944
1,12 4
1,0 18
2,77 4
3,1 63
73
2,66 1
206
161
26
1
13,4 75
Bulan
969
8,75 3 4,55 0 8,49 7
21,8 17 14,0 18 8,51 4 3,50 0
% 0,1 5 3,4 6 1,8 0 3,3 6 0,1 6 0,0 5 0,2 8 0,0 6 8,6 3 5,5 5 3,3 7 1,3 8 0,1 1 0,1 8 0,1 9 5,3 3
Keterangan Kode Jenis ikan: Tuna-1; Tongkol-2; Cakalang-3; Kembung-4; Layang-5; Tembang-6; Tenggiri-7; Cucut-8; Udang 9; Ekor Kuning-10; Kakap-11; Rajungan -12, Lemuru -13, Bawal -14, Gerok -15, Cumi -16, Baracuda -17, Kuro/Subal -18, Talang -19, Teri -20, Remang -21, Pari -22, Kerapu -23, Kwe -24, Layur -25, Belanak -26, Tunang -27, Belosok -28, Peperek -29, Kuniran -30, Selar-31, Lainnya -32 Sumber : Data Primer diolah, 2105
4.5.4. Bitung 4.5.4.1. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 130
Laporan Akhir Tahun 2015
Komponen biaya variabel yang dibutuhkan dalam melakukan satu kali penangkapan diantaranya adalah bahan bakar, ransum / perbekalan, es balok dan umpan. Bahan bakar solar digunakan untuk mesin kapal sedangkan bensin digunakan untuk generator kapal. Ransum / perbekalan yang digunakan adalah berupa makanan dan minuman. Operasi penangkapan ikan tuna di Kota Bitung dilakukan satu orang nahkoda kapal dan empat hingga tujuh orang anak buah kapal. Secara umum, jumlah biaya variabel mengikuti besarnya kapal yang digunakan, semakin besar kapal maka semakin tinggi biaya operasional yang dibutuhkan. Berdasarkan perhitungan biaya operasional terlihat bahwa bahan bakar merupakan komponen terbesar yang menyedot kebutuhan biaya variabel. Pengunaan biaya operasional kapal <5 GT per bulan dapat dilihat pada Tabel 105.
Tabel 105. Biaya Operasional perbulan Kapal <5GT, Tahun 2015 Puncak Variabel Input
Solar (Liter) Bensin Murni (Liter) Bensin Campur (Liter) Oli (Liter) Minyak Tanah (Liter) Es Balok (Balok) Umpan (Kg) Baterai (Buah)
Vol
Harga (Rp.)
Nilai (Rp.)
Vo l
675
7,325
2,225,55 6
67 5
Sedang Harg Nilai a (Rp.) (Rp.) 2,225,55 7,325 6
34
9,974
310,402
31
9,974
85
9,800
345,833
71
9,800
5
30,000
82,500
5
15
16,667
28,125
7
36 9 6
8,765 9,167 5,500
370,263 47,333 34,000 3,444,01 3
25 10 2
Total
30,00 0 16,66 7 8,765 9,167 5,500
60 0
Paceklik Harg Nilai a (Rp.) (Rp.) 1,660,00 7,325 0
279,685
33
9,974
295,221
291,667
59
9,800
245,000
76,750
4
44,000
15
311,474 47,333 8,500 3,284,96 4
37 10
Vo l
30,00 0 16,66 7 8,765 9,167
75,750 28,125 395,500 51,850 2,751,44 6
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Struktur biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan ikan di Kota Bitung diantaranya adalah perbaikan kapal, perbaikan mesin, perbaikan alat tangkap dan biaya perijinan. Biaya tetap umumnya dikeluarkan selama satu tahun. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan dengan ukuran kapal <5GT adalah sebesar Rp. 3.532.719 per tahun (Tabel 106).
Tabel 106. Biaya Tetap Per Tahun Kapal <5GT, Tahun 2015 Jenis Biaya Ijin Usaha Penangkapan
Nilai (Rp.) 541,250
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 131
Laporan Akhir Tahun 2015
Pajak Pemeliharaan/Perbaikan Perahu Pemeliharaan/Perbaikan Mesin Pemeliharaan/Perbaikan Alat Tangkap Total Sumber : Data Primer Diolah, 2015
898,750 1,123,400 636,104 333,235 3,532,739
4.5.4.2. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan 5 – 10GT Pengeluaran untuk operasionalisasi usaha penangkapan ikan masih didominasi oleh pengeluaran untuk bahan bakar minyak sebesar 36% yang diikuti dengan biaya ransum 25%. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan rentan terhadap perubahan harga bahan BBM dan ransum yang terdiri dari komponen bahan makanan, minuman, rokok dan suplemen yang dibutuhkan selama melaut. Secara total rata-rata biaya operasional yang dibutuhkan untuk satu kali trip adalah 4.718.023. Waktu dalam satu trip penangkapan bervariasi antara 5-7 hari per trip
Tabel 107. Biaya Operasional perbulan Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 Rata-Rata Biaya (Rp/ Trip) Puncak Sedang Paceklik Bahan Bakar Minyak 1.727.113 1.716.309 1.702.123 Oli 79.688 79.688 79.688 Minyak Tanah 140.156 135.469 130.781 Es Balok 734.844 708.281 718.594 Umpan 29.531 29.531 29.531 Ransum 1.178.566 1344128 1015285 Jasa dan lain-lain 828.125 828.125 828.125 Total 4.718.023 4.841.531 4.504.127 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Pengeluaran biaya operasional bervariasi tiap bulannya yang dipengaruhi oleh banyaknya trip yang dilakukan.Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa biaya operasional cukup tinggi pada awal tahun dan memuncak pada pertengahan tahun. Kemudian biaya operasional mengalami penurunan sampai dengan akhir tahun. Rata-rata biaya operasional per bulan berkisar antara 3,8 juta sampai dengan 6,7 juta rupiah tiap bulannya. Biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap bulannya sebagai dana pemeliharaan dan penyusutan aset-aset produksi rata-rata adalah 681 ribu rupiah perbulan sehinga biaya total perbulan berkisar antara 4,5 juta sampai dengan 7,4 juta rupiah.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 132
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 108. Biaya Total Usaha Penangkapan Ikan Kapal 5-10 GT Rata-rata Biaya Rata-Rata Biaya Operasional (Rp/ Tetap (Rp/ Bulan) Bulan) Januari-Maret 5.843.820 681.640 April-Juni 6.700.337 681.640 Juli-September 3.879.731 681.640 Oktober-Desember 3.833.252 681.640 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Rata-rata Biaya Total (Rp/ Bulan) 6.525.460 7.381.977 4.561.371 4.514.892
4.5.4.3. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan Lebih dari 10GT Pengeluaran untuk operasionalisasi usaha penangkapan ikan masih didominasi oleh pengeluaran untuk bahan bakar minyak yang dapat mencapai 74% yang diikuti dengan biaya es balok 14,6% dan ransum 6,5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan rentan terhadap perubahan harga bahan BBM, es balok dan ransum yang terdiri dari komponen bahan makanan, minuman, rokok dan suplemen yang dibutuhkan selama melaut. Secara total rata-rata biaya operasional yang dibutuhkan untuk satu kali trip berkisar antara Rp. 13.740.151 sampai dengan Rp. 14.801.906. Waktu dalam satu trip penangkapan bervariasi antara 5-10 hari per trip dan jumlah trip antara 2-5 kali per bulan.
Tabel 109. Struktur Biaya usaha penangkapan ikan kapal 5-10 GT Rata-Rata Biaya (Rp/ Trip) Jenis Biaya Puncak Sedang Bahan Bakar Minyak 10.971.640 10.070.487 Oli 162.523 162.514 Minyak Tanah 231.326 152.741 Es Balok 2.170.932 2.170.923 Ransum 959.771 912.483 Jasa dan lain-lain 305.714 305.714 Total 14.801.906 13.774.862 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Paceklik 10.099.564 162.509 139.100 2.127.736 905.528 305.714 13.740.151
Pengeluaran biaya operasional bervariasi tiap bulannya yang dipengaruhi oleh banyaknya trip yang dilakukan. Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa biaya operasional cukup tinggi pada awal tahun dan memuncak pada pertengahan tahun. Kemudian biaya operasional mengalami penurunan sampai dengan akhir tahun. Rata-rata biaya operasional per bulan berkisar antara 12 juta sampai dengan lebih dari 31 juta rupiah tiap bulannya. Biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap bulannya sebagai dana pemeliharaan dan penyusutan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 133
Laporan Akhir Tahun 2015
aset-aset produksi rata-rata adalah 8.8 juta rupiah per bulan sehinga biaya total perbulan berkisar antara 14,6 juta sampai dengan 40,3 juta rupiah.
Tabel 110. Biaya Total Usaha Penangkapan Ikan Kapal > 10 GT Rata-rata Biaya Rata-Rata Biaya Operasional (Rp/ Tetap (Rp/ Bulan) Bulan) Januari-Maret 17.820.343 8.777.775 April-Juni 31.375.016 8.777.775 Juli-September 12.036.252 8.777.775 Oktober-Desember 5.713.420 8.777.775 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Rata-rata Biaya Total (Rp/ Bulan) 26.687.490 40.242.163 20.903.399 14.580.567
4.5.5. Pangkep 4.5.5.1. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT
Kalender dan Jumlah trip permusim penangkapan Aktivitas penangkapan ikan nelayan armada kapal kurang dari 5 GT di Pangkep
dipengaruhi oleh kondisi alam. Ketika terjadi musim barat dengan kondisi gelombang tinggi dan angin kencang, nelayan cenderung mengurangi trip melautnya atau istirahat melaut. Kondisi sebaliknya terjadi ketika kondisi gelombang cenderung tenang dan angin tidak terlalu kencang nelayan hampir setiap hari pergi ke laut. Rata-rata jumlah trip, produksi dan nilai produksi nelayan ukuran kapal kurang dari 5 GT dalam satu tahun dapat dilihat pada Tabel 111 berikut.
Tabel 111. Tabel 1 Jumlah Trip, Produksi dan Nilai Produksi Nelayan Ukuran kapal 510 GT di Pangkep, 2015 Rata-rata Rata-Rata Trip Rata-rata nilai Bulan produksi (Kg/ (Trip/ Bulan) produksi (Rp/ Bulan) Bulan) Januari-Maret 242 18 9.943.196 April-Juni 331 24 11.478.310 Juli-September 402 25 12.640.911 Oktober-Desember 374 22 10.473.389 Sumber : Data primer diolah, 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah trip penangkapan ikan terendah terjadi pada triwulan satu yaitu sebanyak 18 trip per bulan sedangkan jumlah trip penangkapan ikan terbesar terjadi pada bulan Juli-September (triwulan tiga). Produksi rata-
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 134
Laporan Akhir Tahun 2015
rata terbesar diperoleh pada triwulan tiga (Juli-September) dimana pada saat ini kondisi laut cenderung tenang. Usaha penangkapan ikan menggunakan armada kurang dari 5 GT memerlukan berbagai jenis komponen biaya baik untuk operasional per trip maupun biaya tetap.
Tabel 112. Biaya Operasional, Biaya tetap dan Total Biaya Penangkapan Ikan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, Tahun 2015 Bulan
Rata-rata Biaya Operasional (Rp/ Bulan)
Januari-Maret 1.930.886 April-Juni 2.484.350 Juli-September 2.652.838 Oktober-Desember 2.291.012 Sumber : Data primer diolah, 2015
Rata-Rata Biaya Tetap (Rp/ Bulan) 207.766 207.766 207.766 207.766
Rata-rata Biaya Total (Rp/ Bulan) 2.138.652 2.692.116 2.860.604 2.498.778
Berdasarkan Tabel 112 diatas dapat diketahui bahwa biaya total untuk armada kurang dari 5 GT relatif kecil berkisar pada 2,1 juta sampai dengan 2,8 juta per bulan. Struktur biaya usaha penangkapan didominasi oleh biaya operasional usaha yang berada pada kisaran 1,9 juta sampai dengan 2,6 juta per bulan. Komponen biaya operasional terbesar berasal dari bahan bakar dan rokok. 4.5.5.2. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan 5 – 10GT Fluktuasi aktivitas melaut nelayan cukup dinamis. Pada musim puncak, biasanya aktivitas melaut nelayan sangat tinggi sehingga alokasi waktu untuk melakukan aktivitas melaut juga tinggi. Pada musim sedang, walaupun aktivitas melaut relatif tinggi dan penggunaan waktu kerja juga relatif tinggi, akan tetapi biasanya hasil yang diperoleh nelayan relatif lebih sedikit dari hasil yang diperoleh nelayan pada musim puncak. Sebaliknya pada musim ombak aktivitas melaut nelayan sangat rendah bahkan adakalanya terhenti. Musim puncak adalah musim dimana aktivitas nelayan sangat tinggi. Musim puncak ditandai dengan berlimpahnya hasil tangkapan
akibat dari faktor alam yang sangat
mendukung. Pada musim puncak biasanya kondisi angin stabil dan perairan tenang. Musim puncak biasanya berlangsung antara bulan Agustus sampai dengan bulan Desember. Musim peralihan adalah peralihan dari musim puncak ke musim ombak. Musim peralihan biasa berlangsung selama 3 bulan yaitu dimulai pada bulan Mei dan berakhir di bulan Juli. Musim ombak adalah musim dimana kondisi perairan sangat tidak mendukung aktivitas nelayan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 135
Laporan Akhir Tahun 2015
Musim ombak berlangsung selama 4 bulan dimulai pada bulan Desember dan berakhir pada bulan April. Musim ombak ditandai dengan angin kencang, dan gelombang tinggi, kondisi tersebut
berdampak pada jumlah nelayan yang melakukan aktivitas melaut. Beberapa
nelayan bahkan memutuskan untuk tidak melaut pada musim ombak disebabkan karena resiko melaut yang sangat tinggi. Tabel 113. Penerimaan Produksi Nelayan Armada 5 – 10 GT di Pangkep, Tahun 2015 Rata-rata Rata-Rata Trip Rata-rata nilai Bulan produksi (Kg/ (Trip/ Bulan) produksi (Rp/ Bulan) Bulan) Januari-Maret 10.644 16 136.060.702 April-Juni 12.249 18 136.233.377 Juli-September 12.837 19 138.710.921 Oktober-Desember 12.742 18 146.305.789 Sumber : Data primer diolah, 2015
Jenis dan jumlah tangkapan meliputi 10 jenis. rata-rata jenis tangkapan bervariasi antar 3 - 5 jenis ikan pertangkapan per hari. Jumlah tangkapan dihitung dengan menggunakan keranjang (basket) ukuran ± 15 kg per basket. Tabel 114. Pengeluaran Produksi Nelayan Armada 5 – 10 GT di Pangkep, Tahun 2015 Rata-rata Biaya Rata-Rata Biaya Rata-rata Biaya Total (Rp/ Bulan Operasional Tetap (Rp/ Bulan) Bulan) (Rp/ Bulan) Januari-Maret 36.723.967 3.493.507 40.217.474 April-Juni 41.360.025 3.493.507 44.853.533 Juli-September 43.064.736 3.493.507 46.558.244 Oktober-Desember 40.381.198 3.493.507 43.874.705 Sumber : Data primer diolah, 2015
4.5.6. Sorong 4.5.6.1. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5 GT Komponen biaya variabel yang dibutuhkan dalam melakukan satu kali penangkapan diantaranya adalah bahan bakar, ransum / perbekalan, es balok dan umpan. Bahan bakar solar digunakan untuk mesin kapal sedangkan bensin digunakan untuk generator kapal. Ransum / perbekalan yang digunakan adalah berupa makanan dan minuman. Operasi penangkapan ikan tuna di Kota Sorong dilakukan satu orang nahkoda kapal dan empat hingga tujuh orang anak
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 136
Laporan Akhir Tahun 2015
buah kapal. Secara umum, jumlah biaya variabel mengikuti besarnya kapal yang digunakan, semakin besar kapal maka semakin tinggi biaya operasional yang dibutuhkan. Berdasarkan perhitungan biaya operasional terlihat bahwa bahan bakar merupakan komponen terbesar dari pengeluaran untuk biaya operasional. Pengunaan biaya operasional kapal <5 GT per bulan dapat dilihat pada Tabel 115.
Tabel 115. Biaya Operasional perbulan Kapal <5GT, Tahun 2015 Rata-rata Biaya Operasional (Rp/Trip ) Variabel Input Puncak Sedang Paceklik Solar (Liter) 900.000 900.000 900.000 Bensin Murni (Liter) 436.815 376.226 361.217 Bensin Campur (Liter) 218.471 88.005 48.956 Oli (Liter) 126.163 117.263 132.545 Minyak Tanah (Liter) 186.721 145.498 118.678 Es Balok (Balok) 534.434 496.946 532.092 Umpan (Kg) 364.780 312.691 167.824 Ransum 709.371 692.819 769.143 Total 3.476.756 3.129.449 3.030.455 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Struktur biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan ikan di Kota Sorong diantaranya adalah perbaikan kapal, perbaikan mesin, perbaikan alat tangkap dan biaya perijinan. Biaya tetap umumnya dikeluarkan selama satu tahun. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan dengan ukuran kapal <5GT adalah sebesar Rp. 3.532.719 per tahun (Tabel 116).
Tabel 116. Biaya Tetap Per Tahun Kapal <5 GT, Tahun 2015 Jenis Biaya Volume Ijin Usaha/Ijin Penangkapan 1 Pajak 1 Pemeliharaan/Perbaikan Perahu 1 Pemeliharaan/Perbaikan Mesin (ganti Oli) 1 Pemeliharaan/Perbaikan Alat Tangkap 7 Total 11 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Total Nilai (Rp./Thn) 725.000 3.388.235 2.484.037 2.454.942 7.189.350 16.241.564
4.5.6.2. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan 5 – 10 GT
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 137
Laporan Akhir Tahun 2015
Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dengan armada penangkapan 5 - 10 GT di Kota Sorong diantaranya adalah jaring purse seine, gill net, bagan, pancing ulur dan pancing tonda. Persentase terbesar adalah nelayan dengan jaring purse seine sebanyak 56%. Gambaran alat tangkap yang digunakan oleh nelayan armada penangkapan 5 - 10 GT di Kota Sorong dapat dilihat pada Tabel 117. Trip penangkapan yang dilakukan nelayan bervariasi setiap bulannya, namun menunjukkan kecenderungan penurunan frekuensi melaut yang dilakukan oleh responden. Rata-rata trip penangkapan yang dilakukan nelayan armada 5 – 10 GT di Kota Sorong disajikan pada Gambar 42. Tabel 117. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dengan armada 5 – 10 GT di Kota Sorong, 2015 No Alat Tangkap Jumlah Persentase Rata-rata harga (Rp) 1 Jaring Purse Seine 27 56 9,192,000 2 GillNet 7 15 4,204,286 3 Bagan (liftnets) 4 8 20,500,000 4 Pancingulur 9 19 131,429 5 Tonda (trollline) 1 2 1,168,994 Total 48 100 Sumber: Data primer diolah, 2015
9,00 8,50 8,00 7,50 7,00 6,50
Gambar 42. Rata-rata trip armada menurut bulan penangkapan ukuran 5 – 10 GT di Kota Sorong, 2015 (Sumber: Data primer diolah, 2015) Pengeluaran untuk operasionalisasi usaha penangkapan ikan masih didominasi oleh pengeluaran untuk biaya operasional terutama bahan bakar minyak solar yang mencapai lebih dari 70%. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan rentan terhadap perubahan harga bahan BBM yang merupakan komponen utama dalam operasionalisasi
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 138
Laporan Akhir Tahun 2015
melaut. Secara total rata-rata biaya operasional yang dibutuhkan untuk satu kali trip oleh nelayan Kota Sorong untuk armada ukuran 5 – 10 GT mencapai Rp. 79,074,679,- pada musim puncak, Rp. 71,113,944,- pada musim sedang dan Rp. 62,655,891,- pada musim paceklik. Selanjutnya secara total rata-rata biaya ransum yang dibutuhkan untuk satu kali trip oleh nelayan Kota Sorong untuk armada ukuran 5 – 10 GT mencapai Rp. 6,355,333,- pada musim puncak, Rp. 6,354,833,- pada musim sedang dan Rp. 6,350,292,- pada musim paceklik. Struktur biaya usaha penangkapan ikan kapal 5-10 GT di Kota Sorong disajikan pada Tabel 118 berikut. Tabel 118. Struktur Biaya Usaha Penangkapan Ikan Kapal 5 – 10 GT di Kota Sorong, 2015 Rata-Rata Biaya (Rp/ Trip) No Jenis Biaya Puncak Sedang Paceklik Biaya Operasional (A) 1 Solar 57,976,000 51,076,000 44,176,000 2 Bensin Murni 3,711,429 3,690,000 3,683,571 3 Bensin Campur 80,000 353,750 80,000 4 Oli 56,000 24,000 24,000 5 Minyak Tanah 3,209,250 3,209,250 3,209,250 6 Es Balok 7,686,667 6,406,111 5,132,778 Total 72,719,345 64,759,111 56,305,599 Biaya Ransum/Perbekalan (B) 1 Rokok 1,057,833 1,061,333 1,057,833 2 Minuman 1,928,396 1,927,521 1,927,521 3 Makanan berat 2,093,854 2,093,021 2,093,021 4 Makanan ringan 965,458 964,833 962,958 5 Gula 309,792 308,125 308,958 Total 6,355,333 6,354,833 6,350,292 79,074,679 71,113,944 62,655,891 Total A + B Sumber: Data primer diolah, 2015
Struktur biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan ikan di Kota Sorong diantaranya adalah biaya perijinan, pemeliharaan/perbaikan perahu, pemeliharaan/perbaikan mesin, dan pemeliharaan/perbaikan alat tangkap. Biaya tetap umumnya dikeluarkan selama satu tahun. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan dengan ukuran kapal > 10 GT adalah sebesar Rp. 24.283.866 per tahun (Tabel 119).
Tabel 119. Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Kapal >10 GT di Kota Sorong, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 139
Laporan Akhir Tahun 2015
No 1 2 3 4
Jenis Biaya Ijin Usaha Penangkapan Pemeliharaan/Perbaikan Perahu Pemeliharaan/Perbaikan Mesin Pemeliharaan/Perbaikan Alat Tangkap Total Sumber: Data primer diolah, 2015
Nilai (Rp.) 1,050,000 5,497,826 3,531,070 14,204,970 24,283,866
4.5.6.2. Struktur Biaya Usaha Armada Penangkapan > 10 GT Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dengan armada penangkapan > 10 GT di Kota Sorong diantaranya adalah gill net, bagan, dan pancing ulur. Persentase terbesar adalah nelayan dengan gill net sebanyak 55%. Gambaran alat tangkap yang digunakan oleh nelayan armada penangkapan > 10 GT di Kota Sorong dapat dilihat pada Tabel 120. Trip penangkapan yang dilakukan nelayan bervariasi setiap bulannya dengan rata-rata trip penangkapan yang dilakukan nelayan armada > 10 GT di Kota Sorong disajikan pada Gambar 43.
Tabel 120. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dengan armada > 10 GT di Kota Sorong, 2015 No Alat tangkap Jumlah Persentase Rata-Rata Harga (Rp) 1 16 55 Gill Net 6,562,500 2 9 31 Bagan 43,777,778 3 4 14 Pancing ulur 95,000 29 100 Jumlah Sumber: Data primer diolah, 2015
4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
Gambar 43. Rata-rata trip menurut bulan (Sumber: Data primer diolah, 2015)
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 140
Laporan Akhir Tahun 2015
Pengeluaran untuk operasionalisasi usaha penangkapan ikan masih didominasi oleh pengeluaran untuk biaya operasional yang mencapai 97,3%, dan biaya untuk ransum 2,6%. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan rentan terhadap perubahan harga bahan BBM yang merupakan komponen utama dalam operasionalisasi melaut. Secara total rata-rata biaya operasional yang dibutuhkan untuk satu kali trip oleh nelayan Kota Sorong mencapai Rp. 27.644.027,- pada musim puncak, Rp. 27.668.733,- pada musim sedang dan Rp. 27.659.321,- pada musim paceklik. Selanjutnya secara total rata-rata biaya ransum yang dibutuhkan untuk satu kali trip oleh nelayan Kota Sorong mencapai Rp. 765.173,- pada musim puncak, Rp. 730.190,- pada musim sedang dan Rp. 734.635,- pada musim paceklik. Struktur biaya usaha penangkapan ikan kapal 5-10 GT di Kota Sorong disajikan pada Tabel 121 berikut.
Tabel 121. Struktur Biaya Usaha Penangkapan Ikan Kapal >10 GT di Kota Sorong, 2015 Rata-Rata Biaya (Rp/ Trip) No Jenis Biaya Puncak Sedang Paceklik Biaya Operasional (A) 1 Solar 17,428,571 17,428,571 17,428,571 2 Bensin Murni 9,255,833 9,255,833 9,255,833 3 Bensin Campur 104,667 104,667 104,667 4 Oli 14,000 14,000 14,000 5 Minyak Tanah 176,250 176,250 176,250 6 Es Balok 664,706 689,412 680,000 Total 27,644,027 27,668,733 27,659,321 Biaya Ransum/Perbekalan (B) 1 Rokok 206,728 188,182 194,364 2 Minuman 34,050 34,050 34,050 3 Makanan berat 459,650 459,650 459,650 4 Makanan ringan 35,692 33,571 33,571 5 Gula 29,053 14,737 13,000 Total 765,173 730,190 734,635 28,409,200 28,398,923 28,393,956 Total A + B Sumber: Data primer diolah, 2015
Struktur biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan ikan di Kota Sorong diantaranya adalah biaya perijinan, pemeliharaan/perbaikan perahu, pemeliharaan/perbaikan mesin, dan pemeliharaan/perbaikan alat tangkap. Biaya tetap umumnya dikeluarkan selama satu tahun. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan dengan ukuran kapal > 10 GT adalah sebesar Rp. 22.702.759 per tahun (Tabel 122).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 141
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 122. Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Kapal >10 GT di Kota Sorong, 2015 No Jenis Biaya Nilai (Rp.) 1 Ijin Usaha Penangkapan 612,069 2 Pemeliharaan/Perbaikan Perahu 18,506,897 3 Pemeliharaan/Perbaikan Mesin 2,514,138 4 Pemeliharaan/Perbaikan Alat Tangkap 1,069,655 Total 22,702,759 Sumber: Data primer diolah, 2015
4.6. Struktur Penerimaan Usaha Penangkapan 4.6.1. Tual Salah satu hal unik yang ditemui oleh tim dari survey di Tual ini adalah tidak terdapatnya perbedaan harga antar jenis ikan yang dijual oleh nelayan ke pengumpul. Oleh karena itu, nelayan di Tual pun tidak membedakan hasil tangkapannya berdasar jenis ikan. Seluruh hasil tangkapan dijual tanpa proses sortir dalam ember. Hal unik lain yang ditemui adalah tidak adanya standar satuan yang umum dipergunakan dalam mengukur kuantitas tangkapan yang dijual ke pengumpul. Nelayan di Tual secara tradisional menjual ikan dengan satuan ember ke pengumpul. Meskipun tidak ada perhitungan yang baku yang menyatakan berapa kg ikan yang terdapat dalam setiap ember, akan tetapi dari pengamatan di pasar, diperkirakan bahwa 1 ember ikan memiliki berat sekitar 80 Kg ikan yang dari campuran berbagai jenis ikan. Dengan kondisi seperti demikian, maka tidak dimungkinkan untuk diperoleh besaran produksi perjenis ikan dan harga perjenis ikan. Tabel 123 dan Tabel 124 menunjukkan hasil perhitungan produksi perbulan, penerimaan usaha penangkapan perbulan dan keuntungan usaha perbulan untuk masingmasing armada di bawah 5 GT dan di atas 5 GT. Dari kedua tabel tersebut, dapat dilihat bahwa meskipun jumlah trip perbulan armada di atas 5 GT lebih rendah dibanding armada di bawah 5 GT, akan tetapi produksi, penerimaan dan keuntungan yang diperoleh jauh lebih tinggi. Dari data pada kedua tabel tersebut, diperoleh informasi bahwa dalam satu tahun, usaha penangkapan armada di bawah 5 GT secara rata-rata memproduksi 1,242 Kg Ikan, dengan penerimaan sebesar Rp. 224 juta/tahun dan keuntungan sebesar Rp. 185 juta/tahun; usaha penangkapan armada di atas 5 GT secara rata-rata memproduksi 1,698 Kg ikan, dengan penerimaan sebesar Rp. 739 juta/tahun dan keuntungan sebesar Rp. 631 juta/tahun.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 142
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 123. Rata-rata Produksi, Penerimaan dan Keuntungan Perbulan Usaha Penangkapan Armada di Bawah 5 GT Responden PANELKANAS di Tual Tot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 al Rata-rata 138 67 113 142 79 98 99 96 112 112 116 72 1.2 Produksi 42 (Kg) Rata-rata 17. 13. 17. 18. 18. 19. 19. 18. 20. 20. 20. 19. 223 penerimaan 670 269 745 240 038 137 602 970 733 917 210 346 .87 (Rp. 1000) 8 Rata-rata Keuntungan 14. 10. 14. 15. 15. 15. 16. 15. 16. 17. 16. 16. 185 809 408 872 317 114 674 139 629 942 264 558 410 .13 (Rp. 1000) 7 Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
Tabel 124. Rata-rata Produksi, Penerimaan dan Keuntungan Perbulan Usaha Penangkapan Armada di Atas 5 GT Responden PANELKANAS di Tual Tot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 al 153 132 133 123 106 95 99 106 224 239 266 21 1.6 Rata-rata 98 Produksi (Kg) Rata-rata 65. 65. 65. 65. 65. 66. 65. 65. 67. 66. 66. 13. 739 penerimaan 565 560 260 588 935 131 571 564 431 924 518 208 .25 (Rp. 1000) 3 Rata-rata 57. 57. 56. 55. 55. 55. 55. 55. 56. 56. 57. 10. 631 Keuntungan 238 185 921 776 989 827 532 488 791 626 485 203 .05 (Rp. 1000) 9 Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 143
Laporan Akhir Tahun 2015
4.6.2. Indramayu 4.6.2.1. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT Pada usaha penangkapan ikan di Kabupaten Indramayu terdapat berbagai jenis ikan hasil tangkapan. Pada penelitian ini disampaikan beberapa jenis ikan hasil tangkapan utama yang biasa tertangkap oleh nelayan, antara lain adalah ikan tuna, tongkol, ikan kembung, tenggiri, ikan cucut, udang, ikan kakap, rajungan, ikan gerok , cumi-cumi, ikan teri, ikan selar , sotong, kerang dan ikan jenis lainnya yang dikelompokkan dalam jenis ikan lainnya. Jenis ikan yang tertangkap tidak terlepas dari jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Alat tangkap yang digunakan yaitu jaring dasar, trammel net dan gillnet, sehingga ikan yang tertangkap merupakan ikan jenis demersal (ikan dasar) dan ikan pelagis. Jumlah ikan yang tertangkap sangat dipengaruhi oleh musim penangkapan pada jenis ikan tertentu dan juga jumlah trip penangkapan yang dilakukan. Musim penangkapan ikan dalam setiap bulannya sangat beragam, misalkan musim penangkapan ikan teri yang terjadi pada bulan Juli, bukan berarti selama dalam satu bulan musim ikan teri ini namun musim ikan teri terjadi hanya beberapa hari saja, berdasarkan hasil wawancara diketahui berkisar 4 – 5 hari saja dalam satu bulannya, Kesalahan penghitungan dapat menyebabkan jumlah hasil tangkapan yang over estimate. Untuk jenis ikan pelagis yang paling banyak tertangkap adalah ikan teri, ikan kembung, ikan tongkol dan ikan tenggiri. Untuk jenis ikan demersal yang sering tertangkap antara lain kerang dan udang. Produksi penangkapan paling banyak yaitu pada bulan Juli dan bulan Desember. Untuk bulan Juli di dominasi oleh jenis ikan sotong dan ikan selar. Sedangkan untuk bulan Desember didominasi oleh jenis ikan Teri. Berdasarkan hasil ini diketahui bahwa musim penangkapan sotong dan ikan selar terjadi pada bulan Juli dan ikan teri pada bulan Desember. Rata-rata jumlah trip perbulan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Indramayu adalah 15 trip/bulan. Secara rinci produksi per jenis ikan pada usaha penangkapan ikan di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada tabel berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 144
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 125. Produksi Per Jenis Ikan (Kg/Bulan) Pada Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu, 2015. Bulan KeNo Jenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Tuna 196 80 48 2 Tongkol 182 130 104 330 208 32 160 28 3 Ikan Kembung 182 104 300 96 320 368 64 320 42 4 Tenggiri 210 234 26 375 192 224 352 48 160 28 5 Cucut 224 7 104 180 208 208 240 275 6 Udang 224 117 78 300 112 64 142 94 160 28 7 Kakap 224 8 Rajungan 224 117 104 450 256 192 224 64 320 59 9 Ikan Gerok 224 117 180 128 144 400 80 176 151 10 Cumi-Cumi 196 78 52 315 96 112 192 80 138 84 11 Ikan Teri 210 130 195 300 192 176 560 96 336 70 12 Ikan Selar 224 325 273 30 304 288 1.200 80 160 13 Sotong 2.520 143 195 330 272 336 1.040 80 512 174 14 Kerang 210 260 169 525 240 304 512 128 320 91 15 Jenis Ikan Lainnya 403 390 600 432 544 960 256 880 336 TOTAL 5.250 1.944 1.911 4.215 2.608 2.960 6.398 1.102 3.917 1.091 Sumber : Data Primer diolah , 2015
11 315 195 120 525 330 450 645 255 420 630 525 1.320 5.730
12 224 848 224 240 320 960 864 1.040 848 800 1.376 7.744
TOTAL 324 1.713 2.839 2.193 2.211 1.970 224 2.460 3.205 2.462 3.725 2.884 7.080 4.084 7.497
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 145
Laporan Akhir Tahun 2015
Untuk harga masing-masing jenis ikan memiliki perbedaan. Berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan, diketahui bahwa target utama ikan tangkapan para nelayan adalah udang, ikan tenggiri, ikan tongkol, kerang dan rajungan. Jenis –jenis ikan tersebut memiliki nilai jual yang cukup tinggi dibandingkan dengan ikan jenis lainnya. Untuk harga rata-rata per jenis ikan tangkapan nelayan di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 126. Harga Rata-Rata Per Jenis Ikan di Kabupaten Indramayu, 2015 No
Jenis Ikan
1 Tuna 2 Tongkol 3 Ikan Kembung 4 Tenggiri 5 Cucut 6 Udang 7 Kakap 8 Rajungan 9 Ikan Gerok 10 Cumi-Cumi 11 Ikan Teri 12 Ikan Selar 13 Sotong 14 Kerang 15 Jenis Ikan Lainnya Sumber : Data Primer diolah, 2015
Harga Rata-Rata (Rp/Kg) 7.000 24.000 8.000 40.000 16.000 50.000 40.000 25.000 27.500 35.000 10.000 14.000 30.000 25.000 15.000
Penerimaan usaha penangkapan pada armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu diketahui sangat fluktuatif setiap bulannya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perbedaan nilai penerimaan disebabkan oleh jenis ikan yang tertangkap. Khususnya pada komposisi hasil tangkapan dan harga ikan. Nilai penerimaan usaha secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut. Penerimaan usaha tertinggi yaitu pada bulan Juli dan bulan Desember. Hal ini sesuai dengan jumlah produksi yang tertinggi pada bulan tersebut. Untuk bulan Juli penerimaan usaha mencapai Rp. 138.096.000,-/Bulan dan untuk bulan Desember penerimaan usaha mencapai Rp. 176.480.000,-/Bulan. Sedangkan untuk penerimaan terendah yaitu pada bulan Oktober yang mencapai Rp. 25.697.000,-/Bulan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 146
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 127. Penerimaan Usaha Berdasarkan Jenis Ikan Per Bulan (Rp/Bulan) Pada Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu , Armada < 5 GT, 2015 Bulan KeJenis No TOTAL Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2.400.0 1.296.0 3.696.00 1 Tuna 00 00 0 Tongk 2.016.0 3.120.00 2.496.0 7.920.00 4.992.00 768.00 3.840.0 672.00 7.560.00 5.376.00 38.760.0 2 ol 00 0 00 0 0 0 00 0 0 0 00 Ikan 448.00 832.00 2.400.00 768.00 2.560.0 2.944.00 512.00 2.560.0 336.00 1.560.00 6.784.00 21.704.0 3 Kemb 0 0 0 0 00 0 0 00 0 0 0 00 ung 4
Tenggi ri
-
9.360.000
5
Cucut
-
104.000
6
Udang
7
Kakap
8 9 10 11 12 13 14 15
Rajun gan Ikan Gerok CumiCumi Ikan Teri Ikan Selar Sotong Keran g Jenis
4.900.00 0 4.480.00 0 1.750.00 0 1.960.00 0 1.400.00 0 1.960.00 0 5.628.00 0 3.850.00 0 2.520.00
5.850.000 2.925.000 2.730.000 1.300.000 4.550.000 4.290.000 6.500.000 6.045.000
1.040.00 0 1.664.00 0 3.900.00 0
15.000.0 00 2.880.00 0 15.000.0 00
7.680.00 0 3.328.00 0 5.600.00 0
8.960.00 0 3.328.00 0 3.200.00 0
14.080.0 00 3.840.00 0 7.120.00 0
1.920.00 0
-
-
-
-
2.600.00 0 3.510.00 0 1.820.00 0 1.950.00 0 3.822.00 0 5.850.00 0 4.225.00 0 5.850.00
11.250.0 00 5.400.00 0 11.025.0 00 3.000.00 0
6.400.00 0 3.840.00 0 3.360.00 0 1.920.00 0 4.256.00 0 8.160.00 0 6.000.00 0 6.480.00
4.800.00 0 4.320.00 0 3.920.00 0 1.760.00 0 4.032.00 0 10.080.0 00 7.600.00 0 8.160.00
420.000 9.900.00 0 13.125.0 00 9.000.00
1.120.00 0
4.720.00 0
6.400.00 0 4.403.20 0 8.000.00 0
-
-
5.600.00 0 12.000.0 00 6.720.00 0 5.600.00 0 16.800.0 00 31.200.0 00 12.800.0 00 14.400.0
1.600.00 0 2.400.00 0 2.800.00 0
-
960.000 1.120.00 0 2.400.00 0 3.200.00 0 3.840.00
1.400.00 0
4.800.00 0 8.400.00 0 16.500.0 00
8.960.00 0 3.840.00 0 16.000.0 00
-
-
-
-
8.000.00 0 5.280.00 0 4.816.00 0 3.360.00 0 2.240.00 0 15.360.0 00 8.000.00 0 13.200.0
1.470.00 0 4.536.00 0 2.940.00 0
11.250.0 00 19.350.0 00 8.925.00 0 4.200.00 0
28.800.0 00 30.240.0 00 10.400.0 00
-
-
-
5.208.00 0 2.275.00 0 5.040.00
18.900.0 00 13.125.0 00 19.800.0
25.440.0 00 20.000.0 00 20.640.0
-
700.000
-
79.320.0 00 31.787.2 00 92.190.0 00 4.480.00 0 57.645.0 00 89.436.0 00 81.256.0 00 36.550.0 00 39.200.0 00 142.416. 000 100.700. 000 114.975.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 147
Laporan Akhir Tahun 2015 Ikan 0 Lainny a TOTA 30.912.0 46.774.00 L 00 0 Sumber : Data Primer diolah, 2015
0
0
0
0
00
0
00
0
00
00
39.559.0 00
106.320. 000
60.192.0 00
64.016.0 00
138.096. 000
26.240.0 00
85.459.2 00
25.697.0 00
134.370. 000
176.480. 000
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 148
000
Laporan Akhir Tahun 2015
Analisis usaha yang dilakukan pada usaha penangkapan dilakukan dalam kurun waktu satu tahun, yang terdiri dari total penerimaan dan total biaya. Harga yang digunakan dalam analisis usaha ini adalah harga nominal yang diperoleh pada saat dilakukan penelitian. Berdasarkan hasil analisa keuntungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa keuntungan terbesar diperoleh nelayan yaitu pada bulan Juli, November dan Desember. Masing-masing keuntungan yang diterima secara urut adalah Rp. 128.209.625,- , Rp. 124.991.543,- dan Rp. 166.593.625,-. Perbedaan nilai keuntungan yang diterima yaitu disebabkan oleh jenis aset alat tangkap yang dimilikinya. Nelayan yang memiliki jenis alat tangkap yang banyak cenderung memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan nelayan yang memiliki jenis alat tangkap yang sedikit hal ini karena membuka kesempatan untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak.
Tabel 128. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan Armada < 5GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Biaya Operasional Biaya Biaya Bulan Variabel Tetap (Rp/Bln) (Rp/Bln) Januari 14 7.110.858 1.759.681 Februari 13 6.602.939 1.759.681 Maret 13 6.602.939 1.759.681 April 15 7.618.776 1.759.681 Mei 16 8.126.695 1.759.681 Juni 16 8.126.695 1.759.681 Juli 16 8.126.695 1.759.681 Agustus 16 8.126.695 1.759.681 September 16 8.126.695 1.759.681 Oktober 14 7.110.858 1.759.681 November 15 7.618.776 1.759.681 Desember 16 8.126.695 1.759.681 Total 180 91.425.315 21.116.168 Rata - rata 15 7.618.776 1.759.681 Sumber : Data Primer diolah, 2015. Jumlah Trip
Total Biaya Penerimaan KEUNTUNGAN (Rp/Bln) (Rp/Bln) (Rp/Bln) 8.870.539 8.362.620 8.362.620 9.378.457 9.886.375 9.886.375 9.886.375 9.886.375 9.886.375 8.870.539 9.378.457 9.886.375 112.541.483 9.378.457
30.912.000 46.774.000 39.559.000 106.320.000 60.192.000 64.016.000 138.096.000 26.240.000 85.459.200 25.697.000 134.370.000 176.480.000 934.115.200 77.842.933
22.041.461 38.411.380 31.196.380 96.941.543 50.305.625 54.129.625 128.209.625 16.353.625 75.572.825 16.826.461 124.991.543 166.593.625 821.573.717 68.464.476
4.6.3. Sumbawa 4.6.3.1. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT Jenis ikan yang ditangkap nelayan menyesuaikan alat tangkap yang digunakan. Kapal yang berukuran <5GT umumnya menggunakan alat tangkap pancing ulur, panah dan pancing cumi. Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan pancing ulur diantaranya tuna, tonglol dan cakalang. Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap panah
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 149
Laporan Akhir Tahun 2015
adalah jenis ikan demersal seperti ikan kwe, kerapu, kakap, biji nangka, kakatua dan Tenggiri. Khusus pancing cumi merupakan alat tangkap yang dominan digunakan di Kelurahan Mawali, khusus untuk menangkap cumi. Untuk kappa Purse seine dan rawai hanya sedikit responden yang menggunakan dikarenakan investasi yang cukup tinggi. Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap ini adalah jenis-jenis ikan pelagis seperti tuna, tongkol, selar maupun laying. Pengunaan alat tangkap oleh responden nelayan dengan kapal <5GT berikut jumlah trip dan jenis ikan yang tertangkap dapat dilihat pada Tabel 129.
Tabel 129. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan Armada < 5GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Bulan
<5gt Januari 660,608 Februari 477,019 Maret 1,719,192 April 8,618,664 Mei 16,891,556 Juni 19,288,034 Juli 18,366,478 Agustus 15,879,160 September 16,252,963 Oktober 15,204,124 November 6,489,159 Desember 1,621,329 Rata-rata 10,122,357 Sumber : Data Primer diolah, 2015.
% 0.5 0.4 1.4 7.1 13.9 15.9 15.1 13.1 13.4 12.5 5.3 1.3
Bobot Armada 5-10gt % 2,900,577 4.1 3,012,388 4.3 3,036,859 4.3 4,294,837 6.1 5,103,894 7.3 6,023,547 8.6 9,894,784 14.1 8,072,420 11.5 6,635,452 9.5 6,388,141 9.1 5,495,031 7.8 9,277,994 13.2 5,844,660
>10gt 4,632,370 5,801,245 4,881,775 4,369,275 3,285,310 2,208,643 2,767,571 4,447,333 4,384,765 3,944,687 4,216,116 8,162,775 4,425,155
% 8.7 10.9 9.2 8.2 6.2 4.2 5.2 8.4 8.3 7.4 7.9 15.4
4.6.4. Bitung 4.6.4.1. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT Jenis ikan yang ditangkap nelayan menyesuaikan alat tangkap yang digunakan. Kapal yang berukuran <5GT umumnya menggunakan alat tangkap pancing ulur, panah dan pancing cumi. Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan pancing ulur diantaranya tuna, tonglol dan cakalang. Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap panah adalah jenis ikan demersal seperti ikan kwe, kerapu, kakap, biji nangka, kakatua dan Tenggiri. Khusus pancing cumi merupakan alat tangkap yang dominan digunakan di Kelurahan Mawali, khusus untuk menangkap cumi. Untuk kappa Purse seine dan rawai hanya sedikit responden yang menggunakan dikarenakan investasi yang cukup tinggi. Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap ini adalah jenis-jenis ikan pelagis seperti
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 150
Laporan Akhir Tahun 2015
tuna, tongkol, selar maupun laying. Pengunaan alat tangkap oleh responden nelayan dengan kapal <5GT berikut jumlah trip dan jenis ikan yang tertangkap dapat dilihat pada Tabel 130.
Tabel 130. Alat Tangkap, Jumlah Trip dan Jenis Ikan yang Ukuran < 5 GT Reponden Rata-Rata No Alat Tangkap (%) Trip/Bulan 1 Purse Seine/Kapal Lampu 7 13 2 Pancing Ulur 33 9 3 Pancing Rawai 4 3 4
Panah/Bajubi
5 Pancing Cumi Sumber : Data Primer Diolah, 2015
20
11
35
13
Tertangkap Untuk Kapal Jenis Ikan Tongkol, Selar, Layang Tuna, Tongkol, Cakalang Tuna Kwe, Kerapu, Kakap, Biji Nangka, Kaka Tua, Tenggiri, Lobster Cumi
Jenis ikan yang tertangkap sesuai dengan alat tangkap yang digunakan oleh responden, seperti pada Tabel 130. Volume produksi masing-masing jenis ikan berbeda per triwulan, puncak penangkapan cumi adalah antara bulan Januari hingga Juni, sedangkan untuk jenis ikan lainnya seperti tuna, tongkol, cakalang serta ikan demersal lainnya adalah pada periode triwulan 4. Jenis ikan yang dominan ditangkap oleh responden nelayan kapal <5GT adalah jenis ikan tongkol dan cumi. Secara lengkap, volume produksi per jenis ikan per triwulan dapat dilihat pada Tabel 131.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 151
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 131. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal <5GT, Tahun 2015 Bulan (Kg/Trip) Jenis Ikan Total Januari- AprilJuliOktoberMaret Juni September Desember Tuna 28.77 16.17 33.15 96.28 174.37 Cakalang 14.44 4.81 41.23 41.98 102.47 Tongkol 131.48 133.43 144.38 216.89 626.18 Selar 60.65 61.38 48.36 68.92 239.31 Layang 69.07 64.60 54.32 61.93 249.92 Kwe 30.32 24.54 46.75 42.33 143.95 Kerapu 17.10 16.40 16.94 17.70 68.14 Kakatua 57.91 51.88 18.86 48.99 177.64 Biji Nangka 18.94 20.55 3.07 8.53 51.09 Cumi 179.42 150.33 52.28 128.84 510.86 Kembung 20.15 46.99 59.26 74.14 200.54 Lobster 0.31 0.16 0.07 0.54 Lain-lain 35.75 41.88 19.79 32.57 129.99 Total 664 633 538 839 2,675 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
% 6.52 3.83 23.41 8.95 9.34 5.38 2.55 6.64 1.91 19.10 7.50 0.02 4.86 100.00
Dari sisi harga antara per triwulan, tidak terjadi berubahan yang signifikan. Harga per kg per jenis ikan yang ditangkap oleh responden nelayan kapal <5GT dapat dilihat pada Tabel 132. Harga tertinggi adalah untuk komoditas ekspor yaitu tuna dan lobster. Meskipun pada kenyataannya harga tuna memiliki perbedaan beradasarkan kualitas.
Tabel 132. Harga perjenis ikan, Tahun 2015 Harga (Rp/Kg) JanuariApril-Juni Juli-September Maret Tuna 60,000 60,000 60,000 Cakalang 15,000 15,000 15,000 Tongkol 10,000 10,000 10,000 Selar 12,000 12,000 12,000 Layang 14,000 14,000 14,000 Kwe 25,000 25,000 25,000 Kerapu 30,000 30,000 30,000 Kakatua 20,000 20,000 20,000 Biji Nangka 20,000 20,000 20,000 Cumi 20,000 20,000 20,000 Kembung 12,000 12,000 12,000 Lobster 100,000 100,000 100,000 Lain-lain 20,000 20,000 20,000 Sumber : Data Primer Diolah, 2015 Jenis Ikan
Oktober-Desember 60,000 15,000 10,000 12,000 14,000 25,000 30,000 20,000 20,000 20,000 12,000 100,000 20,000
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 152
Laporan Akhir Tahun 2015
Penerimaan usaha penangkapan ikan di Kota Bitung untuk kelompok ukuran kapal <5 GT bergantung pada volume produksi ikan yang tertangkap dan harga jual ikan. Pada tahun 2015, volume tangkapan tertinggi adalah pada periode bulan Oktober hingga Desember dengan rata-rata produksi per trip adalah sebanyak 839 kg ikan dan nilai produksi mencapai Rp. 17.231.935 per bulan. Produkti tertendah adalah pada periode bulan Jul-September yaitu sebesar 538 kg per trip dan total penerimaan usaha sebesar Rp. 9.231.409 per bulan. Secara lengkap penerimaan usaha baik secara total maupun per jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 133 dan Tabel 134.
Tabel 133. Penerimaan usaha penangkapan ikan untuk kapal <5 GT per bulan, Tahun 2015 Rata-rata Rata-Rata Trip Rata-rata nilai produksi Bulan produksi (Kg/ (Trip/ Bulan) (Rp./Bulan) trip Januari-Maret 664 18 12,569,321 April-Juni 633 20 11,203,145 Juli-September 538 19 9,465,409 Oktober-Desember 839 16 17,231,395 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Tabel 134. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal <5GT per Jenis Ikan, Tahun 2015 Penerimaan Rata-Rata (Rp./Bulan) Rata-Rata Jenis Ikan Per Tahun JanuariJuliOktoberApril-Juni Maret September Desember (Rp./Tahun) Tuna 1,454,321 970,370 1,285,185 2,999,259 20,127,407 Cakalang 212,222 72,222 618,519 629,630 4,597,778 Tongkol 1,528,568 1,334,259 1,443,827 2,168,914 19,426,704 Selar 913,963 736,519 580,370 827,037 9,173,667 Layang 1,189,259 904,383 760,494 866,980 11,163,348 Kwe 606,944 613,580 1,168,827 1,058,241 10,342,778 Kerapu 413,580 491,852 508,333 530,926 5,834,074 Kakatua 899,383 1,037,531 377,284 979,753 9,881,852 Biji Nangka 299,012 410,988 61,481 170,617 2,826,296 Cumi 8,699,383 3,006,543 1,045,556 2,576,790 45,984,815 Kembung 345,802 563,852 711,111 889,704 7,531,407 Lobster 9,880 16,049 7,407 100,010 Lain-lain 502,236 837,531 395,802 651,481 7,161,151 Total 17,074,554 10,995,679 8,956,790 14,356,740 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 153
Laporan Akhir Tahun 2015
Rata-rata keuntungan yang diperoleh nelayan dengan kapal ukuran <5GT tertinggi adalah pada periode bulan Oktober hingga Desember karena pada periode ini volume produksi ikan hasil tangkapan nelayan paling tinggi dibandingkan periode lainnya. Keuntungan tertinggi yang diterima nelayan adalah Rp. 10.762.452/bulan. Biaya operasional rata-rata per bulan lebih rendah karena pada periode ini merupakan musim puncak penangkapan ikan sehingga dengan operasional rendah (khususnya BBM) nelayan bisa menangkap ikan dengan volume yang tinggi. Secara lengkap keuntungan usaha penangkapan ikan untuk kapal berukuran <5 GT dapat dilihat pada Tabel 135.
Tabel 135. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan untuk Kapal Ukuran <5GT, Tahun 2015 Penerimaan Biaya Keuntungan Biaya Tetap Bulan Usaha Variabel Usaha (Rp./Bulan) (Rp./Bulan) (Rp./Bulan) (Rp./Bulan) Januari-Maret 13,128,958 3,654,681 154,588 9,319,689 April-Juni 10,995,679 4,084,643 154,588 6,756,448 Juli-September 8,956,790 3,869,662 154,588 4,932,540 Oktober-Desember 14,356,740 3,439,699 154,588 10,762,452 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Operasional kapal berukuran <5 GT umumnya dilakukan hanya 1-2 orang nelayan dalam satu kapal, khususnya untuk kapal-kapal yang menggunakan alat tangkap seperti pancing cumi, pancing ulur serta panah. Sehingga system bagi hasil yang umumnya dilakukan nelayan adalah total penerimaan dikurangi dengan biaya operasional dan biaya tetap kemudian dibagi rata sebanyak nelayan yang melakukan operasional penangkapan dalam satu kapal.
4.6.4.2. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan 5 - 10GT Berdasarkan data hasi tangkapan perbulan diketahui bahwa hasil yang diperoleh pada awal tahun merupakan yang paling kecil dengan rata-rata hasil tangkapan perbulan hanya sebesar 872,5 kg dan jumlah trip rata-rata 2,9 trip perbulan. Periode Juli sampai dengan September merupakan periode dengan hasil tangkapan terbanyak dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 1925,3 kg per bulan. Meskipun demikian bila dilihat dari nilai produksi yang diperoleh periode April sampai dengan bulan Juni merupakan yang terbaik.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 154
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 136. Kalender Penangkapan Ikan dan Jumlah Trip Kapal 5-10 GT Rata-rata nilai Rata-rata produksi Rata-Rata Trip Bulan produksi (Kg/ (Kg/ Bulan) (Trip/ Bulan) Bulan) Januari-Maret 872,5 2,9 16.323.415 April-Juni 1359,9 3,8 44.393.798 Juli-September 1838,9 3,6 16.769.228 Oktober-Desember 1925,3 2,7 13.701.721 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
Gambar 44. Rata-rata trip menurut bulan Ikan yang tertangkap bervariasi menurut bulan. Data hasil survey menunjukkan periode puncak penangkapan tuna terjadi pada periode April sampai dengan Juni. Oleh sebab itulah nilai produksi yang diperoleh jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan bulan-bula lainnya. Tuna merupakan komoditas ekspor dengan harga jual yang jauh diatas harga ratarata ikan di Bitung. Tidak hanya Tuna, pada periode tersebut ikan yang banyak tertangkap adalah cakalang dan layang. Ikan tongkol tercatat paling banyak tertangkap pada bulan Juli sampai dengan September. Berdasarkan informasi nelayan diketahui pula bahwa hasil tangkapan pada tahun ini terjadi kenaikan dibandingkan dengan tahun lalu khususnya pada jenis ikan layang, selar dan tongkol. Hal ini ditenggarai oleh pemberlakukan permen KP no 56 dan 57 terkait larangan kapal pengangkut sehingga ikan-ikan banyak yang masuk mendekat perairan Bitung dimana hal ini tidak pernah terjadi sekurangnya dalam 1 dasawarsa terakhir.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 155
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 137. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 Bulan No Jenis Ikan Total % Januari- AprilJuliOktoberMaret Juni September Desember 1 tuna 174,86 553,40 105,03 124,13 2872,23 20,70 2 cakalang 27,88 678,21 65,77 40,77 2437,88 17,57 3 tongkol 80,77 94,87 218,87 82,31 1430,46 10,31 4 tude/selar 269,38 47,31 159,74 53,85 1590,85 11,46 5 malalugis/layang 107,82 501,54 260,97 173,49 3131,46 22,57 6 kuwe 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7 kerapu 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8 kakak tua 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9 biji nangka 0,01 0,00 0,00 0,00 0,04 0,00 10 cumi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11 kembung 74,36 25,64 111,54 68,38 839,74 6,05 12 lobster 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 13 lain-lain 137,44 24,36 185,38 177,18 1573,08 11,34 872,52 1925,33 1107,3 720,11 13875,74 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Dari sisi harga, terjadi kenaikan harga khususnya pada komoditas ikan tuna dimana pada awal tahun adalah 50 ribu rupiah dan terus naik menjadi 60 ribu rupiah pada bulan Maret sampai dengan Desember. Harga jual per jenis ikan yang ditangkap oleh responden nelayan kapal 5-10 GT dapat tersaji pada tabel dibawah. Harga tertinggi adalah untuk komoditas ekspor yaitu tuna dan lobster.
Tabel 138. Harga jenis ikan yang diterima oleh nelayan kapal 5-10 GT Bulan No Jenis Ikan JanuariJuliApril-Juni Maret September tuna 56667 60000 60000 cakalang 15000 15000 15000 tongkol 96667 9000 9000 tude/selar 12000 12000 12000 malalugis/layang 14000 14000 14000 kuwe 29000 27000 27000 kerapu 35000 35000 35000 kakak tua 20000 20000 20000 biji nangka 20000 20000 20000 cumi 20000 20000 20000 kembung 12000 12000 12000 lobster 100000 100000 100000 lain-lain 20000 20000 20000 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
OktoberDesember 60000 15000 9000 12000 14000 27000 35000 20000 20000 20000 12000 100000 20000
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 156
Laporan Akhir Tahun 2015
Penerimaan usaha penangkapan ikan di Kota Bitung untuk kelompok ukuran kapal 510 GT bergantung pada volume produksi ikan yang tertangkap dan harga jual ikan. Pada tahun 2015, volume tangkapan tertinggi adalah pada periode bulan April hingga Juni dengan rata-rata produksi per bulan adalah sebanyak 1925,33 kg ikan dan nilai produksi mencapai Rp. 52.614.872 per bulan. Produksi tertendah adalah pada periode bulan Oktober-Desember yaitu sebesar 538 kg per bulan dan total penerimaan usaha sebesar Rp. 16.239.077 per bulan. Secara lengkap penerimaan usaha baik secara total maupun per jenis ikan dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 139. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal 5-10 GT per Jenis Ikan, Tahun 2015 Bulan JanuariApril-Juni JuliOktoberN Maret (Rp/ Septembe Desember Jenis Ikan Total % o (Rp/ Bulan) r (Rp/ Bulan) (Rp/ Bulan) Bulan) 170.277.69 1 tuna 9.806.153 33.203.846 6.301.538 7.447.692 2 2 cakalang 418.269 10.173.076 986.538 611.538 36.568.269 3 tongkol 738.461 853.846 1.969.846 740.769 12.908.769 4 tude/ selar 3.232.615 567.692 1.916.923 646.153 19.090.154 malalugis/ 5 1.509.487 7.021.538 3.653.641 2.428.820 43.840.462 layang 6 kuwe 0,00 0,00 0,00 0,00 0 7 kerapu 0,00 0,00 0,00 0,00 0 8 kakak tua 0,00 0,00 0,00 0,00 0 9 biji nangka 256,41 0,00 0,00 0,00 769 10 cumi 0,00 0,00 0,00 0,00 0 820.512,8 11 kembung 892.307,69 307.692 1.338.461 10.076.923 2 12 lobster 0,00 0,00 0,00 0,00 0 2.748.717,9 3.543.589, 13 lain-lain 487.179 3.707.692 31.461.538 5 74 19.874.64 16.239.07 Total 19.346.269 52.614.872 1 7 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Rata-rata keuntungan yang diperoleh nelayan dengan kapal ukuran 5-10 GT tertinggi adalah pada periode bulan April hingga Juni. Pada periode tersebut volume produksi ikan hasil tangkapan nelayan paling tinggi dibandingkan periode lainnya. Keuntungan tertinggi yang diterima nelayan adalah Rp. 22.616.448/bulan. Sementara periode dengan keuntungan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 157
Laporan Akhir Tahun 2015
usaha terkecil terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Desember yang merupakan musim angin kencang dan sulit ikan. Secara lengkap keuntungan usaha penangkapan ikan untuk kapal berukuran 5-10 GT dapat dilihat pada Tabel 140.
Tabel 140. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan untuk Kapal Ukuran 5-10 GT, Tahun 2015 Rata-Rata Rata-rata Rata-Rata Rata-Rata Keuntungan Total Keuntungan Penerimaan Kotor Per Unit Biaya (Rp/ Bersih Per Unit (Rp/ Bulan) Usaha (sebelum Bulan) Usaha bagi hasil) Januari-Maret 6.525.460 19.346.269 12.820.809 6.410.405 April-Juni 7.381.977 52.614.872 45.232.895 22.616.448 Juli-September 4.561.371 19.874.641 15.313.270 7.656.635 Oktober5.862.093 Desember 4.514.892 16.239.077 11.724.185 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
4.6.4.3. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan Lebih dari 10 GT Berdasarkan data hasil tangkapan perbulan, diketahui bahwa hasil yang diperoleh pada akhir tahun merupakan yang paling kecil dengan rata-rata hasil tangkapan hanya sebesar 6863,5 kg per bulan. Periode Januari sampai dengan Maret merupakan periode dengan hasil tangkapan terbanyak dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 8292,7 kg per bulan. Meskipun demikian bila dilihat dari nilai produksi yang diperoleh periode April sampai dengan bulan Juni merupakan yang terbaik. Hal ini disebabkan oleh jenis ikan hasil tangkapan yang bervariasi setiap bulannya.
Tabel 141. Kalender Penangkapan Ikan dan Jumlah Trip Kapal > 10 GT Rata-rata nilai Rata-rata produksi Rata-Rata Trip Bulan produksi (Kg/ (Kg/ Bulan) (Trip/ Bulan) Bulan) Januari-Maret 8292,692 3,2 153.419.231 April-Juni 10245,64 2,0 266.682.692 Juli-September 8227,692 2,0 146.609.231 Oktober-Desember 6863,462 2,7 108.492.308 Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Data hasil survey menunjukkan periode puncak penangkapan tuna terjadi pada periode April sampai dengan Juni. Oleh sebab itulah nilai produksi yang diperoleh jauh lebih
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 158
Laporan Akhir Tahun 2015
tinggi bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya meskipun secara produksi bukanlah yang tertinggi. Tuna merupakan komoditas ekspor dengan harga jual yang jauh diatas harga rata-rata ikan di Bitung. Tidak hanya Tuna, pada periode tersebut ikan yang banyak tertangkap adalah cakalang dan layang. Ikan tongkol tercatat paling banyak tertangkap pada bulan Juli sampai dengan September. Berdasarkan informasi nelayan diketahui pula bahwa hasil tangkapan pada tahun ini terjadi kenaikan dibandingkan dengan tahun lalu khususnya pada jenis ikan layang, selar dan tongkol. Hal ini ditenggarai oleh pemberlakukan permen KP no 56 dan 57 terkait larangan kapal pengangkut sehingga ikan-ikan banyak yang masuk mendekat perairan Bitung dimana hal ini tidak pernah terjadi sekurangnya dalam 1 dasawarsa terakhir.
30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
Gambar 45. Rata-rata produksi kapal >10 GT menurut bulan 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
Gambar 46. Rata-rata trip kapal > 10 GT per bulan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 159
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 142. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 Jenis Ikan tuna cakalang tongkol tude/selar malalugis/layang kuwe kerapu kakak tua biji nangka cumi kembung lobster lain-lain Total
JanuariMaret 1265,26 2109,49 3065,38 5,13 1605,13 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 153,85 0,00 88,46 8292,69
Bulan AprilJuliJuni September 2773,72 1038,21 3902,69 1574,36 1332,05 3249,74 0,00 0,00 1442,31 1411,54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 794,87 923,08 0,00 0,00 0,00 30,77 10245,64 8227,69
OktoberDesember 616,03 594,87 3348,72 0,00 2267,95 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 35,90 6863,46
Proporsi (%)
Total 5693,21 8181,41 10995,90 5,13 6726,92 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1871,79 0,00 155,13 33629,49
16,93 24,33 32,70 0,02 20,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,57 0,00 0,46 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Dari sisi harga, terjadi kenaikan harga khususnya pada komoditas ikan tuna dimana pada awal tahun adalah 50 ribu rupiah dan terus naik menjadi 60 ribu rupiah pada bulan Maret sampai dengan Desember. Harga jual per jenis ikan yang ditangkap oleh responden nelayan kapal 5-10 GT dapat tersaji pada tabel dibawah. Harga tertinggi adalah untuk komoditas ekspor yaitu tuna dan lobster.
Tabel 143. Harga jenis ikan yang diterima oleh nelayan kapal > 10 GT Bulan Jenis Ikan tuna cakalang tongkol tude/selar malalugis/layang kuwe kerapu kakak tua biji nangka cumi kembung lobster lain-lain
Januari-Maret 56667 15000 96667 12000 14000 29000 35000 20000 20000 20000 12000 100000 20000
April-Juni 60000 15000 9000 12000 14000 27000 35000 20000 20000 20000 12000 100000 20000
Juli-September 60000 15000 9000 12000 14000 27000 35000 20000 20000 20000 12000 100000 20000
OktoberDesember 60000 15000 9000 12000 14000 27000 35000 20000 20000 20000 12000 100000 20000
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 160
Laporan Akhir Tahun 2015
Penerimaan usaha penangkapan ikan di Kota Bitung untuk kelompok ukuran kapal lebih dari 10 GT bergantung pada volume produksi ikan yang tertangkap dan harga jual ikan. Pada tahun 2015, volume tangkapan tertinggi adalah pada periode bulan April hingga Juni dengan rata-rata produksi per bulan adalah sebanyak 10245,64kg ikan dan nilai produksi mencapai Rp. 266.682.692 per bulan. Produksi terendah adalah pada periode bulan OktoberDesember yaitu sebesar 6863,46 per bulan dan total penerimaan usaha sebesar Rp. 108.492.308 per bulan. Secara lengkap penerimaan usaha baik secara total maupun per jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 144 berikut.
Tabel 144. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal > 10 GT per Jenis Ikan, Tahun 2015 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis Ikan
tuna cakalang tongkol tude/ selar malalugis/ layang kuwe kerapu kakak tua biji nangka cumi kembung lobster lain-lain Total
JanuariMaret (Rp/ Bulan) 65.905.128 31.642.308 29.723.077 61.538
Bulan April-Juni Juli(Rp/ September Bulan) (Rp/ Bulan) 166.423.077 62.292.308 58.540.385 23.615.385 11.988.462 29.247.692 0 0
OktoberDesember (Rp/ Bulan) 36.961.538 8.923.077 30.138.462 0
Total
%
331.582.051 122.721.154 101.097.692 61.538
50,90 20,17 13,23 0,02
22.471.795
20.192.308
31.751.282
94.176.923
12,34
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.846.154 9.538.462 11.076.923 0 22.461.538 0 0 0 0 0 1.769.231 0 615.385 717.949 3.102.564 153.419.231 266.682.692 146.609.231 108.492.308 675.203.462
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,94 0,00 0,41 100
19.761.538
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Rata-rata keuntungan yang diperoleh nelayan dengan kapal ukuran lebih dari 10 GT tertinggi adalah pada periode bulan April hingga Juni. Pada periode tersebut volume produksi ikan hasil tangkapan nelayan paling tinggi dibandingkan periode lainnya. Keuntungan tertinggi yang diterima nelayan adalah Rp. 113.220.265/bulan. Sementara periode dengan keuntungan usaha terkecil terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Desember yang merupakan musim angin kencang dan sulit ikan. Secara lengkap keuntungan usaha penangkapan ikan untuk kapal berukuran lebih dari 10 GT dapat dilihat pada Tabel 145 berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 161
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 145. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan untuk Kapal Ukuran > 10 GT, Tahun 2015
Januari-Maret April-Juni Juli-September Oktober-Desember
Rata-rata Total Biaya (Rp/ Bulan)
Rata-Rata Penerimaan (Rp/ Bulan)
26.687.490 40.242.163 20.903.399 14.580.567
153.419.231 266.682.692 146.609.231 108.492.308
Rata-Rata Keuntungan Kotor Per Unit Usaha (sebelum bagi hasil) 126.731.741 226.440.529 125.705.832 93.911.741
Rata-Rata Keuntungan Bersih Per Unit Usaha 63.365.871 113.220.265 62.852.916 46.955.871
Sumber : Data Primer Diolah, 2015 4.6.5. Pangkep 4.6.5.1. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan Kurang dari 5GT Penerimaan produksi ikan menggunakan armada kurang dari 5 GT di Pangkep yang menggunakan alat tangkap seperti pancing, jaring rajungan, tombak/panah dalam satu unit usaha mampu menghasilkan 4.047 kg ikan dalam setahun. Berdasarkan hasil rata-rata tangkapan responden nelayan dengan armada kurang dari 5 GT di Pangkep diperoleh komposisi ikan tangkapan utama nelayan adalah cumi-cumi, rajungan dan kerapu. Keragaan produksi ikan hasil tangkapan nelayan dengan armada kurang dari 5 GT di Pangkep dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 146. Produksi Hasil Tangkapan Nelayan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep menurut Jenis Ikan yang Ditangkap, Tahun 2015 Produksi (Kg) No
Jenis Ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tongkol Cakalang Kembung Layang Tembang Tenggiri Udang Ekor Kuning Kakap Rajungan Lemuru Gerok Cumi Baracuda
JanuariMaret 5 17 20 10 26 22 11 13 25 123 4 251 1
April-Juni 7 40 28 19 35 32 14 19 53 166 5 353 -
JuliSeptember 7 34 35 72 31 35 21 19 46 188 3 37 383 -
OktoberDesember 3 30 35 119 37 30 19 17 28 163 6 34 340 1
Total 22 121 118 219 129 119 64 68 152 640 10 80 1.327 2
%
1 3 3 5 3 3 2 2 4 16 0 2 33 0
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 162
Laporan Akhir Tahun 2015
No 15 16 17 18 19 20
Jenis Ikan Teri 25 Pari 11 Kerapu 52 Kwe 1 Selar 27 Lainnya 80 Jumlah 725 Sumber : Data primer diolah, 2015
Produksi (Kg) 19 92 16 12 69 80 1 2 36 37 84 71 994 1.205
102 14 64 1 35 43 1.123
239 53 265 5 134 278 4.047
% 6 1 7 0 3 7 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa produksi tangkapan ikan nelayan armada kurang dari 5 GT di Pangkep pada triwulan tiga dan empat memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan triwulan satu dan dua. Beberapa faktor yang menyebabkan besarnya produksi pada triwulan tiga dan empat diantaranya karena kondisi perairan yang relatif tenang sehingga jumlah trip melaut nelayan cukup tinggi disamping melimpahnya komoditas perikanan jenis tertentu seperti cumi-cumi yang melimpah pada bulan JuliSeptember. Harga ikan yang diterima nelayan mempunyai variasi yang beragam. Beberapa jenis ikan mempunyai harga yang murah. Namun beberapa jenis ikan lainnya mempunyai harga yang tinggi. Perkembangan harga ikan yang diterima nelayan armada kurang dari 5 GT di Pangkep dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 147. Harga Ikan yang Diterima Nelayan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis Ikan Tongkol Cakalang Kembung Layang Tembang Tenggiri Udang Ekor Kuning Kakap Rajungan Lemuru Gerok Cumi Baracuda
JanuariMaret 13.000 10.000 14.000 10.000 5.667 45.000 15.000 16.000 23.786 25.814 20.000 22.727 22.000
April-Juni 13.000 10.000 14.000 7.000 11.333 45.000 15.000 16.000 24.167 25.652 20.000 22.790
Harga (Rp) JuliSeptember 12.667 10.000 14.500 10.444 11.333 45.000 13.056 17.250 29.782 25.267 25.000 20.194 22.722
OktoberDesember 12.333 10.000 14.333 13.222 10.694 45.000 12.778 17.667 24.310 25.484 25.000 20.370 22.620 22.000
Rata-rata 12.750 10.000 14.208 10.167 9.757 45.000 13.958 16.729 25.511 25.554 25.000 20.141 22.715 22.000
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 163
Laporan Akhir Tahun 2015
No 15 16 17 18 19 20
Jenis Ikan Teri Pari Kerapu Kwe Selar Lainnya
JanuariMaret 15.375 20.000 345.269 20.000 25.000 54.417
April-Juni 16.000 20.000 306.605 20.000 25.000 82.444
Harga (Rp) JuliSeptember 15.667 19.333 253.344 20.000 18.333 75.506
OktoberDesember 17.833 20.000 256.503 20.000 18.333 73.833
Rata-rata 16.219 19.833 290.430 20.000 21.667 71.550
Sumber : Data primer diolah, 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa harga ikan kerapu mempunyai harga rataan yang tinggi karena dijual dalam keadaan hidup. Pada triwulan pertama harga ikan kerapu lebih tinggi daripada bulan lainnya karena pada saat itu permintaan ikan kerapu hidup meningkat seiring dengan datangnya tahun baru Tiongkok (imlek). Sementara itu beberapa jenis ikan lainnya mempunyai harga pada kisaran 10 sampai dengan 20 ribu rupiah. Penerimaan usaha nelayan armada kurang dari 5 GT di Pangkep mengalami fluktuasi. Nilai penerimaan produksi yang paling tinggi diperoleh pada periode Bulan JuliSeptember. Sementara itu nilai penerimaan produksi paling rendah diperoleh pada periode Bulan Januari-Maret. Rincian penerimaan produksi perikanan tangkap nelayan armada kurang dari 5 GT di Pangkep dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 148. Penerimaan Usaha Nelayan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, Tahun 2015 Bulan Januari-Maret April-Juni Juli-September Oktober-Desember Jumlah
Produksi (Kg) 725 994 1.205 1.123 4.047
Harga (Rp/Kg) 41.136 34.633 31.459 27.990 33.805
Penerimaan (Rp) 29.829.589 34.434.931 37.922.733 31.420.168 133.607.421
Sumber : Data primer diolah, 2015
Harga rata-rata ikan tertinggi terjadi pada periode Bulan Januari-Maret seiring dengan jumlah produksi perikanan yang relatif sedikit. Tingginya rata-rata harga ikan pada periode Bulan Januari-Maret juga dipengaruhi oleh tingginya harga ikan kerapu hidup pada periode tersebut. Harga ikan kerapu terutama jenis sunu bisa berkisar 300 ribu sampai dengan 1,2 juta per kilogram tergantung besarnya ukuran ikan per ekor.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 164
Laporan Akhir Tahun 2015
Keuntungan usaha penangkapan ikan dengan armada kurang dari 5 GT di Pangkep sebelum dilakukan bagi hasil antara pemilik dan ABK berkisar antara 23 sampai dengan 29 juta rupiah per tiga bulan atau sekitar 8-9 juta per bulan. Rekapitulasi perhitungan keuntungan usaha penangkapan ikan armada kurang dari 5 GT di Pangkep tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 149. Perhitungan Keuntungan Usaha Nelayan Armada Kurang dari 5 GT di Pangkep, Tahun 2015 Bulan Januari-Maret April-Juni Juli-September Oktober-Desember Jumlah
Biaya Total (Rp) 6.560.703 8.221.096 8.726.560 7.641.081 31.149.440
Penerimaan (Rp) 29.829.589 34.434.931 37.922.733 31.420.168 133.607.421
Keuntungan (Rp) 23.268.886 26.213.835 29.196.173 23.779.087 102.457.981
Sumber : Data primer diolah, 2015
Satu unit usaha penangkapan ikan dengan ukuran armada kurang dari 5 GT di Pangkep mampu memberikan keuntungan usaha sebesar Rp.102.457.981 per tahun sebelum dilakukan bagi hasil antara pemilik dan ABK. Berdasarkan perbandingan nilai penerimaan dan biaya total selanjutnya dapat diketahui nilai R/C ratio sebesar 4,29 dengan artian bahwa setiap satu juta rupiah uang yang diinvestasikan dalam usaha penangkapan ikan mampu memberikan penerimaan 4,29 juta rupiah. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan dengan ukuran armada kurang dari 5 GT di Pangkep masih menjanjikan dan sangat layak jika ditinjau secara finansial usaha. 4.6.5.2. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan 5 – 10 GT Pada nelayan dengan ukuran armada 5-10 GT di Pangkep yang menggunakan alat tangkap purse seine, bagan dan pancing diperoleh penerimaan produksi dalam satu unit usaha mencapai 145.415 kg ikan per tahun. Jenis ikan utama yang tertangkap diantaranya adalah cakalang, tembang, layang dan kembung. Komposisi penerimaan produksi ikan pada armada 5-10 GT di Pangkep dapat dilihat pada tabel berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 165
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 150. Produksi Hasil Tangkapan Nelayan Armada 5 - 10 GT di Pangkep menurut Jenis Ikan yang Ditangkap, Tahun 2015 Produksi (Kg) No
Jenis Ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tongkol Cakalang Kembung Layang Tembang Ekor Kuning Lemuru Gerok Cumi Teri Kerapu Layur Lainnya
2.447 5.938 4.229 5.849 8.707 14 703 14 39 1.316 101 79 2.496
2.505 5.914 5.113 7.234 9.753 16 929 16 43 1.368 95 105 3.654
Jumlah
31.932
36.746
JanuariMaret
April-Juni
JuliOktoberSeptember Desember 2.584 10.066 4.579 7.709 9.972 16 884 16 46 1.770 267 126 474 38.510
2.364 13.733 6.778 7.276 4.951 16 989 16 53 1.247 474 111 218 38.226
Total 9.901 35.652 20.699 28.068 33.383 62 3.505 62 182 5.701 937 421 6.842 145.415
%
7 25 14 19 23 0 2 0 0 4 1 0 5 100
Sumber : Data primer diolah, 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa produksi perikanan pada triwulan tiga dan empat relatif lebih besar dibandingkan triwulan satu dan dua. Kondisi ini hampir sama dengan yang terjadi pada armada kurang dari 5 GT. Namun jenis komoditas ikan yang dihasilkan dari armada 5-10 GT sedikit berbeda dengan yang dihasilkan oleh armada kurang dari 5 GT dimana komoditas ikan dari armada 5-10 GT didominasi oleh jenis ikan pelagis kecil. Rata-rata harga ikan yang diterima nelayan armada 5-10 GT antar periode tidak terjadi perbedaan yang mencolok. Perubahan harga ikan yang cukup besar antar periode hanya terjadi pada komoditas cumi-cumi dan kerapu. Turunnya harga cumi-cumi pada periode triwulan tiga dan empat seiring dengan besarnya produksi cumi-cumi pada periode tersebut. Sedangkan besarnya rata-rata harga ikan kerapu pada periode triwulan tiga dikarenakan meningkatnya komposisi ikan kerapu sunu yang berukuran besar sehingga harga per kilogramnya lebih tinggi daripada harga pada periode yang lain. Perkembangan harga ikan yang diterima nelayan armada ukuran 5-10 GT dapat dilihat pada tabel berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 166
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 151. Harga Ikan yang Diterima Nelayan Armada 5 - 10 GT di Pangkep, Tahun 2015 Harga (Rp) No
Jenis Ikan
JanuariMaret
1 Tongkol 10.533 2 Cakalang 15.361 3 Kembung 16.466 4 Layang 10.263 5 Tembang 4.613 6 Ekor Kuning 20.000 7 Lemuru 7.500 8 Gerok 23.000 9 Cumi 32.000 10 Teri 10.000 11 Kerapu 302.500 12 Layur 10.000 13 Lainnya 29.950 Sumber : Data primer diolah, 2015
April-Juni 10.600 12.403 15.915 10.102 4.763 20.000 7.500 23.000 31.000 10.000 302.500 10.000 29.950
JuliSeptember 11.133 13.806 16.255 9.831 4.821 20.000 8.000 23.000 29.000 10.000 401.667 10.000 9.500
OktoberDesember 11.978 14.045 16.569 9.745 4.910 20.000 9.167 23.000 25.000 10.000 302.500 11.333 33.333
Rata-rata 11.061 13.904 16.301 9.985 4.776 20.000 8.042 23.000 29.250 10.000 327.292 10.333 25.683
Usaha penangkapan ikan dalam satu unit usaha dengan ukuran armada 5-10 GT mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp.1.671.932.368 dalam satu tahun. Penerimaan usaha penangkapan ikan armada ukuran 5-10 GT di Pangkep dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 152. Penerimaan Usaha Nelayan Armada 5 - 10 GT di Pangkep, Tahun 2015 Bulan Januari-Maret April-Juni Juli-September Oktober-Desember Jumlah
Produksi (Kg) 31.932 36.746 38.510 38.226 145.414
Harga (Rp/Kg) 12.783 11.122 10.806 11.482
Penerimaan (Rp) 408.182.105 408.700.132 416.132.763 438.917.368 1.671.932.368
Sumber : Data primer diolah, 2015
Keuntungan usaha penangkapan ikan pada nelayan armada 5-10 GT di Pangkep yang merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya mencapai Rp.154.191.010 dalam setahun. Nilai tersebut merupakan nilai keuntungan yang diterima oleh satu kelompok usaha penangkapan ikan dalam satu armada sebelum dilakukan bagi hasil dengan anggota kelompok.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 167
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 153. Perhitungan Keuntungan Usaha Nelayan Armada 5-10 GT di Pangkep, Tahun 2015 Bulan Januari-Maret April-Juni Juli-September Oktober-Desember Jumlah
Biaya Total (Rp) 118.459.795 132.367.971 137.482.103 129.431.489 517.741.358
Penerimaan (Rp) 408.182.105 408.700.132 416.132.763 438.917.368 1.671.932.368
Keuntungan (Rp) 289.722.310 276.332.160 278.650.660 309.485.880 1.154.191.010
Sumber : Data primer diolah, 2015
Berdasarkan nilai penerimaan dan biaya dapat diketahui nilai R/C ratio mencapai 3,23 dengan artian bahwa setiap satu juta rupiah dana yang diinvestasikan dapat menghasilkan imbalan sebesar 3,23 juta rupiah. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan menggunakan armada 5-10 GT memberikan keuntungan usaha yang menjanjikan.
4.6.6. Sorong 4.6.6.1. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan < 5GT Pada usaha penangkapan ikan di Kota Sorong terdapat berbagai jenis ikan hasil tangkapan. Pada penelitian ini disampaikan beberapa jenis ikan hasil tangkapan utama yang biasa tertangkap oleh nelayan, antara lain adalah ikan tuna, tongkol, ikan kembung, tenggiri, ekor kuning, kakap, kerapu, kwe, dan jenis ikan lainnya. Jenis ikan yang tertangkap tidak terlepas dari jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Alat tangkap yang digunakan yaitu gillnet, jaring ulur, dan pancing tonda yang tertangkap merupakan ikan jenis demersal (ikan dasar) dan ikan pelagis. Produksi penangkapan musim puncak terjadi selama kurang lebih tiga bulan yakni pada bulan Oktober-Desember. Jenis ikan yang tertangkap diominasi ikan kembung, akan tetapi jenis ikan ekonomis tinggi juga banyak tertangkap pada bulan ini seperti ikan tuna, tongkol, ikan kembung, tenggiri, ekor kuning, kakap, kerapu, kwe, dan jenis ikan lainnya. Sementara pada bulan januari sudam memasuki musim panceklik. Jenis Ikan yang tertangkap lebih sedikit seperti tuna, tengiri, ekor kuning, bawal, kakap, kerapu, kwe jarang ditemukan. Hal ini berlangsung hingga sampai bulan Agustus. Rata-rata jumlah trip perbulan usaha penangkapan ikan di Kota Sorong adalah 16 trip/bulan. Secara rinci produksi per jenis ikan pada usaha penangkapan ikan di Kota Sorong dapat dilihat pada tabel berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 168
Laporan Akhir Tahun 2015 Tabel 154. Produksi Per Jenis Ikan (Kg/Bulan) Pada Usaha Penangkapan Ikan di Kota Sorong, 2015 Rata-rata Produksi Bulan KeJenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tuna 113,3 202,9 305,1 83,7 Tongkol 162,8 378,6 666,7 26,7 19,4 24,0 cakalang 651,4 190,2 70,4 618,4 3,5 191,6 96,2 174,2 Kembung 405,3 15,8 367,1 1.301,7 186,2 566,7 183,1 192,7 606,1 Tengiri 0,9 143,7 168,3 63,7 71,8 71,8 Ekor Kuning 4,0 16,8 52,0 Kakap 48,1 66,6 73,0 75,9 14,3 14,3 70,8 Bawal 29,9 33,7 238,6 Kerapu 6,5 8,6 8,1 0,1 23,4 23,5 275,1 Kwe 6,3 9,2 7,1 1,6 0,6 10,0 10,0 Lainnya 14,7 16,6 13,2 18,2 10,2 36,4 36,1 Total 1.234,2 663,0 1.135,3 1.545,3 879,2 938,6 739,6 819,7 1.642,5 Sumber: Data Primer diolah, 2015
10 220,3 24,1 845,3 833,8 288,0 51,5 70,9 323,4 273,4 135,7 3.066,4
11 31,7 18,6 167,4 639,9 71,9 48,9 61,8 220,5 244,1 9,1 30,4 1.544,4
12 59,9 24,9 455,3 646,3 71,3 147,0 84,7 210,2 290,8 29,4 96,0 2.116,0
Total / tahun 1.016,9 1.345,8 3.463,8 5.944,6 951,4 320,3 580,4 732,9 1.203,8 356,5 407,6 16.324,1
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 169
Laporan Akhir Tahun 2015
Untuk harga masing-masing jenis ikan memiliki perbedaan. Berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan, diketahui bahwa target utama ikan tangkapan para nelayan adalah tuna, tongkol, tenggiri, cakalang, kembung, kakap, kerapu, kwe, dan jenis lainnya. Jenis – jenis ikan tersebut memiliki nilai jual yang cukup tinggi dibandingkan dengan ikan jenis lainnya. Untuk harga rata-rata per jenis ikan tangkapan nelayan di Kota Sorong dapat dilihat pada tabel berikut Jenis –jenis ikan tersebut memiliki nilai jual yang cukup tinggi dibandingkan dengan ikan jenis lainnya. Untuk harga rata-rata per jenis ikan tangkapan nelayan di Kota Sorong dapat dilihat pada Tabel 155 berikut.
Tabel 155. Harga Rata-Rata Per Jenis Ikan di Kota Sorong, 2015 Jenis Ikan Harga Rata-rata (Rp/Kg) Tuna 45.000 Tongkol 15.000 cakalang 25.000 Kembung 10.000 Tengiri 45.000 Ekor Kuning 15.000 Kakap 45.000 Bawal 30.000 Kerapu 30.000 Kwe 45.000 Lainnya 10.000 Sumber: Data Primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 170
Laporan Akhir Tahun 2015 Tabel 156. Penerimaan Usaha Berdasarkan Jenis Ikan Per Bulan (Rp/Bulan) Penangkapan Ikan Armada < 5 GT di Kota Sorong, 2015 Rata-rata Penerimaan Bulan KeJenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 5.09 9.12 13.7 3.76 9.91 Tuna - 8.55 9.85 29.0 8.41 1.40 1 0 96 8 4 2.44 5.67 10.0 Tong 399. 290. 360. 361. 279. 1.98 9.24 00.4 kol 910 683 139 389 503 1 5 72 16.2 4.75 1.76 15.4 4.78 2.40 4.35 21.1 4.18 cakal 86.2 85.8 4.71 1.00 - 59.7 9.41 4.50 6.13 32.8 4.00 ang 70 49 7 6 48 0 3 1 10 6 4.05 3.67 13.0 1.86 5.66 1.83 1.92 6.06 8.33 6.39 Kem 158. 2.51 1.19 16.6 1.63 7.16 1.48 6.61 1.32 8.05 8.50 bung 491 6 5 60 5 6 4 6 8 0 4 6.46 7.57 2.86 3.23 3.23 12.9 3.23 Teng 39.6 - 6.40 - 3.86 4.34 0.01 0.72 60.3 6.39 iri 23 8 7 8 3 9 18 6 Ekor 60.5 252. 780. 772. 734. Kuni 59 019 227 052 116 ng 2.16 2.99 3.28 3.41 3.18 3.19 2.78 Kaka 642. 642. - 2.26 - 5.71 6.13 5.77 5.86 2.26 1.05 p 857 857 4 9 2 6 2 7 6 1.01 7.15 6.61 Baw 896. 0.12 9.26 - 5.83 al 232 4 2 9 8.25 9.70 7.32 Kera 196. 259. 242. 3.72 703. 703. 3.25 3.31 4.41 pu 226 434 582 7 160 826 5 8 3 12.3 283. 413. 317. 70.7 26.8 448. 447. 408. Kwe 01.1 019 208 797 55 32 866 792 075 97 1.35 Lain 147. 166. 132. 182. 102. 363. 360. 304. 6.98 nya 170 038 264 088 320 941 718 327 1 Total
22.9 27.5 16
13.4 39.6 23
16.2 37.5 79
23.2 21.2 54
20.6 78.2 70
16.8 75.9 57
17.2 86.5 11
20.4 03.2 98
47.9 24.5 40
73.8 86.7 99
42.1 77.6 40
Pada Usaha Total 12 1.42 5.46 43.06 6 2.785 374. 20.18 248 7.571 11.3 81.3 86.59 87 5.838 6.46 2.54 59.44 8 6.192 3.20 9.47 42.81 7 1.179 2.20 5.12 4.804. 0 092 3.81 3.70 26.11 7 8.497 6.30 6.26 21.98 4 7.721 8.72 3.94 36.11 4 3.886 1.32 3.84 16.04 5 1.384 960. 4.076. 458 305 46.1 361.2 86.4 45.44 64 9
Sumber: Data Primer diolah, 2015
Berdasarkan hasil analisa keuntungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa keuntungan terbesar secara berurutan diperoleh nelayan yaitu pada bulan Oktober, September, Desember dan November dimana pada bulan-bulan ini merupakan musim puncak. Masing-masing keuntungan yang diterima secara urut adalah Rp. 69.056.580,-, Rp. 43.094.320,- dan Rp. 41.356.244,-, Rp. 37.347.420. Perbedaan nilai keuntungan yang diterima yaitu disebabkan oleh jenis aset alat tangkap yang dimilikinya. Nelayan yang
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 171
Laporan Akhir Tahun 2015
memiliki jenis alat tangkap yang banyak cenderung memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan nelayan yang memiliki jenis alat tangkap yang sedikit hal ini karena membuka kesempatan untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak.
Tabel 157. Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan Armada < 5GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata - rata
Biaya Operasional Biaya Variabel Biaya Tetap (Rp/Bln) (Rp/Bln) 3.030.455 1.353.464 3.030.455 1.353.464 3.030.455 1.353.464 3.030.455 1.353.464 3.129.449 1.353.464 3.129.449 1.353.464 3.129.449 1.353.464 3.129.449 1.353.464 3.476.756 1.353.464 3.476.756 1.353.464 3.476.756 1.353.464 3.476.756 1.353.464 38.546.640 16.241.564 3.212.220 1.353.464
Total Penerimaan Keuntungan Biaya (Rp/Bln) (Rp/Bln) (Rp/Bln) 4.383.919 22.927.516 18.543.597 4.383.919 13.439.623 9.055.704 4.383.919 16.237.579 11.853.660 4.383.919 23.221.254 18.837.335 4.482.913 20.678.270 16.195.358 4.482.913 16.875.957 12.393.045 4.482.913 17.286.511 12.803.598 4.482.913 20.403.298 15.920.385 4.830.220 47.924.540 43.094.320 4.830.220 73.886.799 69.056.580 4.830.220 42.177.640 37.347.420 4.830.220 46.186.464 41.356.244 54.788.204 361.245.449 306.457.245 4.565.684 30.103.787 25.538.104
Sumber: Data Primer diolah, 2015 4.6.6.2. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan 5 – 10 GT Jenis ikan yang dominan tertangkap sesuai dengan alat tangkap yang digunakan oleh responden dengan armada penangkapan 5 - 10 GT di Kota Sorong diantaranya adalah ikan tuna, tongkol, cakalang, tenggiri, ekor kuning, teri, kerapu, kuwe dan lainnya. Volume produksi masing-masing jenis ikan berbeda setiap bulannya. Secara lengkap, volume produksi per jenis ikan per triwulan dapat dilihat pada Tabel 153. Hasil tangkapan ikan tongkol, cakalang, tenggiri, dan teri bervariasi setiap bulannya. Sedangkan untuk ikan tuna, ekor kuning, kuwe dan lainnya relatif tetap.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 172
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 158. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal 5-10 GT di Kota Sorong, 2015 Bulan
Tuna
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata
75.00 103.75 107.50 100.42 100.42 100.42 100.42 100.42 100.42 143.75 93.75 100.42 1,226.67 102.22
Rata-rata produksi/trip menurut jenis ikan (Kg) Ekor Tongkol Cakalang Tenggiri Teri Kerapu Kuning 377.08 317.71 482.92 11.25 214.58 32.71 457.92 394.79 294.58 9.38 169.17 33.02 697.92 695.83 959.17 6.25 104.17 2.40 837.92 747.92 959.17 6.25 165.63 33.02 1,081.25 1,079.17 575.83 6.25 266.67 33.02 1,247.92 1,270.83 959.17 6.25 104.17 32.08 352.08 364.58 288.85 6.25 58.33 33.02 256.25 365.63 288.33 6.25 162.50 33.02 256.25 669.79 958.33 6.25 60.21 34.06 867.08 633.33 191.67 7.08 26.04 33.02 708.75 864.79 961.29 6.25 68.33 33.02 1,156.25 1,218.75 1,055.00 6.25 6.88 32.71 8,296.67 8,623.13 7,974.31 83.96 1,406.67 365.10 691.39 718.59 664.53 7.00 117.22 30.43
Kuwe Lainnya 1.25 1.46 1.46 1.46 1.46 0.83 1.46 1.46 1.46 1.46 1.46 1.25 16.46 1.37
117.08 60.42 164.58 164.58 108.33 108.33 134.38 144.79 280.21 120.31 234.83 270.42 1,908.27 159.02
Sumber: Data primer diolah, 2015
Dari sisi harga, fluktuasi harga khususnya pada komoditas ikan tuna. Harga jual per jenis ikan yang ditangkap oleh responden nelayan kapal 5-10 GT dapat tersaji pada tabel 154 dibawah ini. Harga tertinggi adalah untuk komoditas teri dan kuwe.
Tabel 159. Harga jenis ikan yang diterima oleh nelayan kapal 5-10 GT di Kota Sorong, 2015 Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Septemb er Oktober
Tuna 17,00 0 15,00 0 22,00 0 17,50 0 17,50 0 17,50 0 19,00 0 19,00 0 19,00 0 17,50
Tongk ol
Rata-rata harga menurut jenis ikan (Rp) Cakala Tenggi Ekor Kerap Teri ng ri Kuning u
5,000
7,000
20,000
13,000
250,000
80,000
6,000
8,000
20,000
70,000
260,000
60,000
5,000
7,000
20,000
10,000
260,000
80,000
5,000
7,000
20,000
10,000
250,000
80,000
5,000
7,000
20,000
10,000
260,000
80,000
5,000
7,000
20,000
10,000
270,000
80,000
5,000
7,000
20,000
10,000
250,000
80,000
5,000
7,500
20,000
10,000
270,000
80,000
5,000
7,000
20,000
10,000
270,000
70,000
5,000
7,000
20,000
10,000
260,000
80,000
Kuwe 100,00 0 100,00 0 100,00 0 100,00 0 100,00 0 100,00 0 100,00 0 100,00 0 100,00 0 100,00
Lainny a 5,000 5,000 5,000 5,000 6,500 6,500 5,500 7,000 5,500 6,000
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 173
Laporan Akhir Tahun 2015
Bulan
Novemb er Desemb er
Tuna 0 13,00 0 19,00 0
Tongk ol
Rata-rata harga menurut jenis ikan (Rp) Cakala Tenggi Ekor Kerap Teri ng ri Kuning u
6,500
7,000
21,000
10,000
300,000
80,000
5,000
6,500
20,000
10,000
340,000
80,000
Kuwe 0 100,00 0 100,00 0
Lainny a 8,500 6,500
Sumber: Data primer diolah, 2015
Penerimaan usaha penangkapan ikan di Kota Sorong untuk kelompok ukuran kapal 510 GT bergantung pada volume produksi ikan yang tertangkap dan harga jual ikan. Pada tahun 2015, volume tangkapan tertinggi untuk komoditas tuna dengan total nilai produksi mencapai Rp. 47.672.410,-. Produksi tertendah adalah pada tongkol dengan total nilai produksi mencapai Rp. 303.450,-. Secara lengkap penerimaan usaha baik secara total maupun rata-rata per jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 160 berikut.
Tabel 160. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal 5-10 GT per Jenis Kota Sorong, Tahun 2015 Rata-rata nilai produksi menurut jenis ikan (Rp 000,-) Bulan Tongk Cakala Tengg Ekor Kera Tuna Teri Kuwe ol ng iri Kuning pu 3,596.5 Januari 27.59 517.24 406.90 5,427.59 1,206.90 17.24 5 Februar 2,844.8 2,796.5 i 3 27.59 517.24 434.48 48.28 1,206.90 17.24 5 9,379.3 6,103.4 2,796.5 Maret 1 27.59 5 562.07 72.41 4,482.76 5 7,586.2 2,796.5 April 1 27.59 603.45 562.07 72.41 6,137.93 17.24 5 3,318.9 2,365.5 Mei 7 603.45 562.07 72.41 10,172.41 17.24 2 4,267.2 2,796.5 Juni 4 27.59 603.45 562.07 72.41 7,465.52 17.24 5 5,689.6 2,365.5 Juli 6 27.59 603.45 562.07 72.41 6,215.52 17.24 2 5,172.4 Agustus 1 27.59 603.45 562.07 72.41 5,163.79 17.24 210.34 Septem 2,068.9 7,322.4 ber 7 27.59 603.45 562.07 72.41 4,027.59 17.24 1 5,172.4 1,395.6 Oktober 1 27.59 603.45 562.07 72.41 4,453.45 17.24 9 Novem 2,068.9 6,374.1 ber 7 27.59 603.45 562.07 72.41 6,000.00 17.24 4 Desemb er 103.45 27.59 603.45 562.07 72.41 1,289.66 17.24 210.34 47,672. 12,568. 6,462. 189.6 35,026. Total 41 303.45 97 07 6,200.00 57,822.41 6 72
Ikan di
Lainny a 2,844.8 3 9,379.3 1 7,586.2 1 3,318.9 7 4,267.2 4 5,689.6 6 5,172.4 1 2,068.9 7 5,172.4 1 2,068.9 7 103.45 47,672. 41
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 174
Laporan Akhir Tahun 2015
Bulan Ratarata
Tuna 3,972.7 0
Rata-rata nilai produksi menurut jenis ikan (Rp 000,-) Tongk Cakala Tengg Ekor Kera Teri Kuwe ol ng iri Kuning pu 1,047.4 2,918.8 25.29 1 538.51 516.67 4,818.53 15.80 9
Lainny a 3,972.7 0
Sumber: Data primer diolah, 2015
4.6.6.3. Struktur Penerimaan Usaha Armada Penangkapan > 10 GT Jenis ikan yang dominan tertangkap sesuai dengan alat tangkap yang digunakan oleh responden dengan armada penangkapan > 10 GT di Kota Sorong diantaranya adalah ikan cakalang, kembung, tenggiri, kakap, bawal, teri, kerapu dan lainnya. Volume produksi masing-masing jenis ikan berbeda setiap bulannya. Secara lengkap, volume produksi per jenis ikan per triwulan dapat dilihat pada Tabel 161. Berdasarkan data hasil tangkapan perbulan, diketahui bahwa hasil yang diperoleh untuk ikan kerapu pada akhir tahun merupakan yang paling kecil dengan rata-rata hasil tangkapan hanya sebesar 0,32 kg per bulan. Hasil tangkapan paling banyak adalah ikan teri dengan rata-rata hasil tangkapan setiap bulannya sebesar 643,52 Kg. Hal ini disebabkan oleh jenis ikan hasil tangkapan yang bervariasi setiap bulannya.
Tabel 161. Produksi Rata-Rata Responden Nelayan Kapal > 10 GT di Kota Sorong, Tahun 2015 Rata-Rata Produksi /trip (Kg) Bulan Cakalang Kembung Tenggiri Kakap Bawal Teri Kerapu Lainnya Januari 2.76 2,337.93 9.66 503.10 3.45 0.34 438.72 Februari 258.62 2.76 24.14 9.66 1.38 1,382.76 0.34 521.14 Maret 624.14 2.76 293.10 13.10 2.07 689.66 521.14 April 689.66 2.76 13.79 13.10 2.07 694.83 0.34 521.14 Mei 301.72 13.79 13.10 2.07 1,382.76 0.34 434.93 Juni 387.93 2.76 13.79 13.10 2.07 867.24 0.34 521.14 Juli 517.24 2.76 13.79 13.10 2.07 779.31 0.34 434.93 Agustus 431.03 2.76 13.79 13.10 2.07 563.79 0.34 47.00 September 172.41 2.76 13.79 13.10 2.07 349.31 0.34 1,297.00 Oktober 431.03 2.76 13.79 13.10 2.07 392.90 0.34 219.41 November 172.41 2.76 13.79 13.10 2.07 353.79 0.34 1,124.59 Desember 258.62 2.76 13.79 13.10 2.07 262.41 0.34 3.90 Total 4,244.83 30.34 2,779.31 150.34 525.17 7,722.21 3.79 6,085.03 Rata - rata 353.74 2.53 231.61 12.53 43.76 643.52 0.32 507.09 Sumber: Data primer diolah, 2015
Dari sisi harga setiap bulannya tidak terjadi berubahan yang signifikan. Harga per kg per jenis ikan yang ditangkap oleh responden nelayan kapal > 10 GT dapat dilihat pada Tabel 162. Harga tertinggi adalah untuk ikan teri, dan harga terendah adalah ikan kembung.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 175
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 162. Harga per jenis ikan untuk kapal > 10 GT di Kota Sorong, Tahun 2015
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Cakalang 11,000 13,000 16,000 11,000 11,000 11,000 11,000 12,000 12,000 12,000
Kembung 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000
Rata-Rata Harga (Rp) Tenggiri Kakap Bawal 30,000 45,000 35,000 40,000 45,000 35,000 30,000 45,000 35,000 45,000 45,000 35,000 45,000 45,000 35,000 45,000 45,000 35,000 45,000 45,000 35,000 45,000 45,000 35,000 45,000 45,000 35,000 45,000 45,000 35,000
Teri 300,000 350,000 300,000 350,000 350,000 350,000 350,000 350,000 350,000 350,000
Kerapu 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000
Lainnya 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 30,000 30,000 30,000
November Desember
12,000 10,000
10,000 10,000
45,000 45,000
350,000 350,000
50,000 50,000
30,000 30,000
Bulan
45,000 45,000
35,000 35,000
Sumber: Data primer diolah, 2015
Penerimaan usaha penangkapan ikan di Kota Bitung untuk kelompok ukuran kapal <5 GT bergantung pada volume produksi ikan yang tertangkap dan harga jual ikan. Pada tahun 2015, volume tangkapan tertinggi adalah pada periode bulan Oktober hingga Desember dengan rata-rata produksi per trip adalah sebanyak 839 kg ikan dan nilai produksi mencapai Rp. 17.231.935 per bulan. Produkti tertendah adalah pada periode bulan Jul-September yaitu sebesar 538 kg per trip dan total penerimaan usaha sebesar Rp. 9.231.409 per bulan. Secara lengkap penerimaan usaha baik secara total maupun per jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 163.
Tabel 163. Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan Untuk Kapal > 10 GT per Jenis Ikan di Kota Sorong, Tahun 2015 Rata-Rata Nilai Produksi (Rp 000,-) Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Septembe r Oktober Novembe
Cakalan g
Kembun g
Tenggiri
Kakap
Kerap u
Lainnya
-
27.59
517.24
406.90
2,844.83 9,379.31 7,586.21
27.59 27.59 27.59
517.24 6,103.45 603.45
434.48 562.07 562.07
5,427.5 9 48.28 72.41 72.41
1,206.90
17.24
3,596.55
17.24 17.24
2,796.55 2,796.55 2,796.55
17.24
2,365.52
72.41 72.41 72.41
1,206.90 4,482.76 6,137.93 10,172.4 1 7,465.52 6,215.52 5,163.79
3,318.97
-
603.45
562.07
72.41
4,267.24 5,689.66 5,172.41
27.59 27.59 27.59
603.45 603.45 603.45
562.07 562.07 562.07
17.24 17.24 17.24
2,796.55 2,365.52 210.34
2,068.97
27.59
603.45
562.07
72.41
4,027.59
17.24
7,322.41
5,172.41 2,068.97
27.59 27.59
603.45 603.45
562.07 562.07
72.41 72.41
4,453.45 6,000.00
17.24 17.24
1,395.69 6,374.14
Bawal
Teri
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 176
Laporan Akhir Tahun 2015 r Desember 103.45 27.59 47,672.4 303.45 Total 1 Rata-rata 3,972.70 25.29 Sumber: Data primer diolah, 2015
603.45 12,568.9 7 1,047.41
562.07 6,462.0 7 538.51
72.41 6,200.0 0 516.67
1,289.66 57,822.4 1 4,818.53
17.24 189.66 15.80
210.34 35,026.7 2 2,918.89
4.7. Struktur Pendapatan Rumah Tangga 4.7.1. Tual Bagian ini akan mendeskripsikan struktur pendapatan rumah tangga nelayan responden PANELKANAS di Tual. Secara umum, keluarga nelayan di Tual memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap sektor perikanan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 164 yang menunjukkan dominannya porsi pendapatan dari sektor perikanan (91%) terhadap total pendapatan keluarga. Selain itu, tabel tersebut juga menunjukkan bahwa peran kepala keluarga masih sangat dominan sebagai bread winner bagi keluarganya – ditunjukkan dengan porsi pendapatan kepala keluarga terhadap pendapatan keluarga sebesar 80%.
Tabel 164. Rata-rata Sumber Pendapatan PANELKANAS di Tual No. Sumber Pendapatan 1 Kepala Keluarga 2 Anggota Keluarga Total
Perikanan (Rp./th) 23.513.836 4.067.123 27.580.959
Keluarga
Nelayan
Non Perikanan (Rp./th) 876.712 1.717.808 2.594.521
Responden Total (Rp./th) 24.390.548 5.784.932 30.175.479
Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
Olahan lebih lanjut menunjukkan bahwa secara rata-rata, usaha sektor perikanan yang mendominasi kegiatan rumah tangga nelayan di Tual adalah usaha perikanan primer dan jasa perdagangan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari data hasil olahan pada Tabel 165 yang menunjukkan
rata-rata
pendapatan
sektor
perikanan
keluarga
nelayan
responden
PANELKANAS di Tual. Dari tabel tersebut dapat dilihat hanya tiga kegiatan perikanan saja yang menjadi pilihan keluarga nelayan, yaitu: Usaha Penangkapan Ikan, Usaha Budidaya Ikan dan Perdagangan Ikan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 177
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 165. Rata-rata Pendapatan Sektor Perikanan Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual No 1 2 3 4 5 6
Pendapatan Sektor Perikanan
Nilai (Rp/thn) 21.008.356 9.633.333 17.672.727 -
Nelayan Pembudidaya Pengolah Perikanan Pedagang Perikanan Buruh Perikanan Lainnya
Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
Olahan lebih lanjut terhadap pendapatan keluarga nelayan responden PANELKANAS yang berasal dari kegiatan Non Perikanan menunjukkan bahwa kegiatan wirausaha merupakan
usaha
yang
memberikan
pendapatan
paling
tinggi
selain
menjadi
PNS/TNI/Polri/Guru. Fakta tersebut dapat dilihat pada Tabel 166 yang menggambarkan ratarata pendapatan sektor Non-Perikanan Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa hanya terdapat tiga macam karir yang dipilih oleh anggota keluarga nelayan responden PANELKANAS di Tual, yaitu: berwirausaha dengan penghasilan sebesar Rp. 43 juta pertahun, menjadi PNS/TNI/Polri/Guru dengan penghasilan Rp. 29 juta pertahun, dan menjadi karyawan swasta dengan penghasilan sebesar Rp. 4 juta pertahun.
Tabel 166. Rata-rata Pendapatan Sektor Non-Perikanan Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual No 1 2 3 4 5 6
Pendapatan Sektor Non Perikanan PNS/TNI/Polri/Guru Karyawan Swasta Wirausaha Petani Buruh Industri Lainnya
Nilai (Rp/thn) 29.000.000 4.000.000 43.333.333 -
Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
4.7.2. Indramayu Pada rumah tangga perikanan tipologi pelagis kecil dan demersal di Kabupaten Indramayu dibedakan berdasarkan status usahanya, yaitu sektor perikanan dan non perikanan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan rata – rata bulanan rumah tangga perikanan tangkap laut di Kabupaten Indramayu tidak selalu sama. Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga khususnya dari sektor perikanan sangat
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 178
Laporan Akhir Tahun 2015
dipengaruhi oleh musim penangkapan. Secara umum, besaran pendapatan rumah tangga dari hasil perikanan lebih tinggi dibandingkan pendapatan dari non perikanan untuk status kepala rumah tangga dan anggota keluarga (anak). Kondisi tersebut menunjukan bahwa masyarakat nelayan selalu menggantungkan hidupnya kepada sumberdaya perikanan untuk menghidupi keluarganya, namun ada pekerjaan lain yang berfungsi sebagai pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya saat musim paceklik/musim badai tidak melaut. Pekerjaan sampingan kepala keluarga antara lain : petani, pedagang alat tangkap, pengurus koperasi, wiraswasta, buruh tani, kuli bangunan, PNS, penyewaan kapal, buruh angkut, dan buruh industri, sedangkan untuk istri kebanyakan bekerja sebagai asisten rumah tangga. Kontribusi pendapatan kepala keluarga terhadap total pendapatan rumah tangga mencapai 49,22 %, dengan rincian 27,65 % pada sektor perikanan dan 21,57 % pada sektor non perikanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan sektor utama yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga perikanan tangkap laut di Kabupaten Indramayu disamping sektor non perikanan. Hal ini menggambarkan ketergantungan rumah tangga terhadap sumber daya ikan, meskipun sektor perikanan tergantung pada musim dan tidak dapat diprediksi hasilnya. Dilihat dari status dalam keluarganya, status anggota rumah tangga sebagai istri lebih tinggi pendapatanya pada sektor non perikanan. Namun, beberapa istri mulai melakukan aktivitas usaha perikanan seperti berdagang ikan, buruh usaha perikanan (pengupas kerang) maupun menyewakan kapal ikan. Sumber pendapatan rumah tangga perikanan tangkap laut di Kabupaten Indramayu seperti pada Tabel 167.
Tabel 167. Sumber Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut di Kabupaten Indramayu, 2015 No 1 2
Sumber Pendapatan Pendapatan KK Pendapatan ART Istri Anak Anggota Lainnya Total
Perikanan (Rp/thn) 178.138.800
Non Perikanan(Rp/thn) 138.920.000
124.900.000 40.242.857 343.281.657
125.016.677 37.000.000 300.936.667
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Berdasarkan jenis pekerjannya, rumah tangga perikanan tangkap laut memiliki keragaman/variasi pada jenis pekerjaannya. Banyaknya variasi jenis pekerjaan dalam rumah tangga dapat menunjukkan bahwa pada rumah tangga tersebut anggota rumah tangga banyak yang bekerja atau kepala keluarga memiliki pekerjaan sampingan pada waktu tidak melaut (musim paceklik atau cuaca buruk/badai). Beberapa pemilik kapal mempunyai pekerjaan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 179
Laporan Akhir Tahun 2015
utama di bidang non perikanan sehingga tidak ikut melaut, sedangkan kapal dijalankan oleh nahkoda/ABK. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori nelayan diantaranya adalah sebagai pemilik kapal, nahkoda, dan ABK. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam buruh jasa perikanan adalah bekerja di galangan (docking) kapal, untuk istri nelayan bekerja menjadi pembelah ikan atau pengupas kerang. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam pedagang perikanan adalah berdagang ikan untuk dijual ke luar daerah Kabupaten Indramayu, menjual ikan di sekitar lokasi pemukiman, maupun bekerja di kapal penampung ikan. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam pembudidaya ikan adalah yang melakukan budidaya air payau dengan komoditas utama ikan bandeng dan udang. Jenis pekerjaan non perikanan diantaranya adalah pedagang, petani, PNS/Swasta, buruh industri dan lainnya. Jenis pekerjaan yang temasuk ke dalam kategori pedagang adalah berjualan es, membuka warung sembako dan menjual pakaian/kain. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori petani adalah pemilik sawah dan buruh sawah. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori PNS adalah bekerja sebagai Guru SD. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori buruh industri adalah bekerja di pabrik-pabrik tekstile. Jumlah pendapatan rata-rata rumah tangga perikanan pada tipologi perikanan tangkap laut di Kabupaten Indramayu berdasarkan sektor perikanan dan non perikanan disajikan pada Tabel 168 dan Tabel 169. Tabel 168. Pendapatan Rata – rata Rumah Tangga Perikanan pada Tipologi Perikanan Tangkap Laut di Kabupaten Indramayu Berdasarkan Sektor Perikanan, 2015 No 1 2 3 4 5 6
Pendapatan Sektor Perikanan Nelayan Pembudidaya Pengolah Perikanan Pedagang Perikanan Buruh Perikanan Lainnya Total Sumber : Data Primer diolah, 2015
Nilai (Rp/thn) 191.948.800 50.742.857 79.400.000 21.190.000 343.281.657
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 180
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 169. Pendapatan Rata – rata Rumah Tangga Perikanan pada Tipologi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil di Kabupaten Indramayu Berdasarkan Sektor Non Perikanan, 2015 No 1 2 3 4 5 6
Pendapatan Sektor Non Perikanan PNS/TNI/Polri/Guru Karyawan Swasta Wirausaha Petani Buruh Industri Lainnya Total Sumber : Data Primer diolah, 2015
Nilai (Rp/thn) 72.000.000 63.750.000 25.766.667 39.120.000 100.300.000 300.936.667
4.7.3. Sumbawa
Pendapatan rumah tangga nelayan Kabupaten Sumbawa dianalisis berdasarkan struktur dan pendapatan rata-rata rumah tangga. sumber dan distribusi pendapatan rumah tangga Struktur pendapatan rata-rata rumah tangga nelayan menunjukkan jenis-jenis pekerjaan dari usaha perikanan dan non perikanan yang dilakukan oleh seluruh anggota rumah tangga. Jenis pekerjaan usaha perikanan yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan diantaranya nelayan. pengolah perikanan. pedagang perikanan. dan pekerjaan perikanan lainnya. Sedangkan jenis pekerjaan usaha non perikanan diantaranya adalah wirausaha. buruh tani. buruh industri dan pekerjaan non perikanan lainnya. Bergantungnya rumah tangga perikanan dan kelautan terhadap sumberdaya. membuat rentan stabilitas pendapatan rumah tangga. oleh karena itu banyak rumah tangga perikanan dan kelautan melakukan diversifikasi pendapatan berupa penambahan mata pencaharian alternatif serta penambahan modal kerja. Diversifikasi pendapatan melalui mata pencaharian alternatif dominan cenderung dilakukan oleh kepala keluarga. Hal ini menunjukkan kepala keluarga memiliki fungsi dan peran ekonomis yaitu mencari sumber-sumber pendapatan atau kehidupan dalam rangka memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain (pendidikan. sosialisasi anak. perlindungan. perasaaan. religius. rekreatif. biologis). kepala keluarga bekerja untuk mencari pendapatan. mengatur pendapatan tersebut dengan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarga (Winston. 2011). Berdasarkan Tabel 170 pendapatan rata-rata rumah tangga nelayan hampir 195 juta pertahun. Pekerjaan sebagai nelayan menempati persentase kedua dalam struktur pendapatan rumah tangga yaitu sebesar 24,1%. Persentase terbesar ditempati oleh wirausaha sebesar 28% yang banyak dilakukan oleh anggota keluarga rumah tangga perikanan (anak). Sedikit berbeda dengan rumah tangga nelayan di Kabupaten Sumbawa yang sebagian besar berasal dari suku Makasar-Bugis yang merantau ke Pulau Sumbawa. Adat dan budaya masyarakat
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 181
Laporan Akhir Tahun 2015
Makasar Bugis seorang anak yang masih tinggal serumah dengan orang tua walaupun sudah memiliki penghasilan tidak dibebankan dengan pengeluaran rumah tangga. karena orang tua merasa wajib untuk membiayai anaknya sampai dengan mereka meninggalkan rumah ketika sudah menikah.
Tabel 170. Pendapatan Sektor Perikanan Kabupaten Sumbawa Tahun 2015 No I 1 2 3 4 8 6 II 1 2 3 4 5 6
Jenis Perikanan Sektor Perikanan Nelayan Pembudidaya Pengolah Perikanan Pedagang Perikanan Buruh Perikanan Lainnya Sektor Non Perikanan PNS/TNI/Polri/Guru Karyawan Swasta Wirausaha Petani/Buruh Tani Buruh Industri Lainnya Total Sumber : Data Primer diolah, 2015
Nilai (Rp/thn)
%
46.193.030
24,1 5,1 8,4 3,8 28,0 4,7 21.8 4,2
9.733.333 16.089.394 7.200.000
53.760.000 9.000.000 41.708.889 8.000.000 191.684.646
Dalam rangka peningkatan pendapatan atau kesejahteraan rumah tangga perikanan dan kelautan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah keterlibatan anggota rumah tangga dalam menghasilkan tambahan pendapatan. Berdasarkan Tabel 171 terlihat bahwa anggota keluarga memiliki peran penting dalam peningkatan kesejahteraan rumah tangga. Peran anak memiliki peran penting dalam peningkatan pendapatan atau kesejahteraan rumah tangga nelayan Kabupaten Sumbawa salah satu pekerjaan di sektor perikanan berprofesi sebagai nelayan pemilik dan ABK kapal penangkap ikan.
Tabel 171. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Kabupaten Sumbawa No 1 2
Sumber Pendapatan
Pendapatan KK Pendapatan ART - Istri - Anak Total Sumber : Data Primer diolah, 2015
Perikanan Rp/thn % 30.393.030 38,4 14.556.061 34.266.667 79.215.758
18,4 43,3 100,0
Non Perikanan Rp/thn % 19.308.889 17,2 15.760.000 77.400.000 112.468.889
14,0 68,8 100,0
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 182
Laporan Akhir Tahun 2015
4.7.4. Bitung 4.7.4.1. Struktur Rumah Tangga Ukuran Kapal < 5 GT Pendapatan rumah tangga untuk nelayan dengan kapal <5GT di Kota Bitung berasal dari sektor perikanan dan non perikanan. Kepala keluarga selain memeiliki penghasilan yang berasal dari perikanan juga memiliki mata pencaharian lain diluar perikanan. Usaha perikanan yang dilakukan oleh kepala keluarga adalah sebagai nelayan baik pemilik kapal mupun sebagai nahkoda, serta ada pula kepala keluarga yang memiliki mata pencaharian lain yaitu sebagai pedagang ikan. Rata-rata pendapatan kepala keluarga dalam setahun yang bersumber dari sektor perikanan adalah sebesar Rp. 36.942.453/tahun, sedangkan pendapatan yang kepala keluarga yang berasal dari non perikanan adalah sebesar Rp. 8.512.500 per tahun. Pekerjaan diluar perikanan yang dilakukan oleh kepala keluarga antar lain sebagai butuh industri, buruh tani, wirausaha maupun sebagai pegawai negeri. Anggota rumah tangga nelayan dengan kapal <5 GT sebagian kecil yang memiliki pekerjaan untuk membantu keuangan keluarga. Isteri nelayan umumnya hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, sekitar 40% isteri nelayan memiliki usaha untuk memdukung perekonomian rumah tangga seperti buruh tani dan wisausaha. Anak nelayan yang masih tinggal satu rumah juga ikut mendukung perekonomian keluarga, sumber pendapatan berasal dari perikanan dan non perikanan. Nelayan umumnya mengikutsertakan anak-anak mereka untuk melaut bahkan tiak jarang yang dibelikan kapal untuk di operasionalkan sendiri oleh anak-anak mereka. Sedangkan pekerjaan non perikanan yang digeluti anak nelayan meliputi butuh tani, buruh industry dan wiraswasta. Secara lengkap pendapatan rumah tangga nelayan dengan ukuran kapal < 5GT dapat dilihat pada Tabel 172, Tabel 173, dan Tabel 174.
Tabel 172. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal < 5 GT No 1 2
Sumber Pendapatan Pendapatan KK Pendapatan ART Istri Anak
Perikanan (Rp/thn) 26,942,453
Non Perikanan(Rp/thn) 8,512,500
13,433,333
15,200,000 27,733,333
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Tabel 173. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal < 5 GT dari Sektor Perikanan No 1 2 3
Pendapatan Sektor Perikanan Nelayan Pemilik Nahkoda Pedagang Perikanan
Nilai (Rp/thn) 27,268,269 13,660,000 12,000,000
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 183
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 174. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal < 5 GT dari Sektor Non Perikanan No 1 2 3 4
Pendapatan Sektor Non Perikanan PNS/TNI/Polri/Guru Wirausaha Buruh Industri Buruh Tani
Nilai (Rp/thn) 24,000,000 42,666,667 36,000,000 8,611,111
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
4.7.4.2. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Ukuran Kapal 5-10 GT Pendapatan rumah tangga untuk nelayan dengan kapal 5-10 GT di Kota Bitung berasal dari sektor perikanan dan non perikanan. Kepala keluarga selain memeiliki penghasilan yang berasal dari perikanan juga memiliki mata pencaharian lain diluar perikanan. Usaha perikanan yang dilakukan oleh kepala keluarga adalah sebagai nelayan baik pemilik kapal mupun sebagai nahkoda, serta ada pula kepala keluarga yang memiliki mata pencaharian lain yaitu sebagai pedagang ikan. Rata-rata pendapatan kepala keluarga dalam setahun yang bersumber dari sektor perikanan adalah sebesar Rp. 25.584.306/tahun, sedangkan pendapatan yang kepala keluarga yang berasal dari non perikanan adalah sebesar Rp. 7.465.563 per tahun. Pekerjaan diluar perikanan yang dilakukan oleh kepala keluarga antar lain sebagai butuh industri, buruh tani, wirausaha maupun sebagai pegawai negeri. Anggota rumah tangga nelayan dengan kapal 5-10 GT sebagian kecil memiliki pekerjaan untuk membantu keuangan keluarga. Isteri nelayan umumnya hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, sekitar 52% isteri nelayan memiliki usaha untuk mendukung perekonomian rumah tangga seperti buruh tani dan wisausaha. Anak nelayan yang masih tinggal satu rumah juga ikut mendukung perekonomian keluarga, sumber pendapatan berasal dari perikanan dan non perikanan. Sedangkan pekerjaan non perikanan yang digeluti anak nelayan meliputi butuh tani, wiraswasta, dan PNS/TNI/POLRI. Secara lengkap pendapatan rumah tangga nelayan dengan ukuran kapal 5-10 GT dapat dilihat pada Tabel 175, Tabel 176, dan Tabel 177.
Tabel 175. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Kelompok Ukuran Kapal 5-10 GT No 1 2
Sumber Pendapatan Pendapatan KK Pendapatan ART
Perikanan (Rp/thn) 25.584.306
Non Perikanan(Rp/thn) 7.465.563
Istri Anak
218.750 1.468.750
22.360.000 1.218.750
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 184
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 176. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Kelompok Ukuran Kapal 5-10 GT dari Sektor Perikanan No 1 2 3 4 5 6
Pendapatan Sektor Perikanan Nelayan Pembudidaya Pengolah Perikanan Pedagang Perikanan Buruh Perikanan Lainnya
Nilai (Rp/thn) 25.099.931 1.406.250 312.500 -
Sumber : Data Primer Diolah, 2015 Tabel 177. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal 5-10 GT dari Sektor Non Perikanan No 1 2 3 4 5
Pendapatan Sektor Non Perikanan PNS/TNI/Polri/Guru Wirausaha Petani Buruh Industri Lainnya
Nilai (Rp/thn) 3.133.333 1.312.500 3.332.781 9.281.250
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
4.7.4.3. Struktur Rumah Tangga Ukuran Kapal 10-30 GT Pendapatan rumah tangga nelayan dengan kapal 10-30 GT bersumber dari pendapatan kepala keluarga dan isteri, sedangkan anak-anak nelayan responden belum memiliki usaha karena statusnya masih sebagai pelajar. Pendapatan kepala keluarga yang bersumber dari sektor perikanan mencapai Rp. 96.411.765 per tahun sedangkan yang bersumber dari non perikanan adalah sebsar Rp. 24.242.308 per tahun. Isteri nelayan sebagian memiliki pekerjaan disektor perikanan seperti pengolah ikan dan pedagang ikan, sebagian lagii memiliki usaha diluar non perikanan seperti wisausaha/pedagang. Secara lengkap pendapatan rumah tangga untuk nelayan responden dengan kapal berukuran 10-30 GT dapat dilihat pada Tabel 178.
Tabel 178. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal 10-30 5 GT, Tahun 2015 No 1 2
Sumber Pendapatan Pendapatan KK Pendapatan ART Istri Anak
Perikanan (Rp/thn) 96,411,765 5,000,000
Non Perikanan(Rp/thn) 24,242,308 17,666,667
-
-
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 185
Laporan Akhir Tahun 2015
Sumber pendapatan keluarga nelayan baik kepala keluarga maupun isteri yang berasal dari sektor perikanan meliputi mata pencaharian sebagai nelayan baik pemilik maupun nahkoda, pengolah perikanan dan burug usaha nelayan. Pendapatan tertinggi tentunya yang berasal dari mata pencaharian sebagai nelayan pemilik yaitu sebesar Rp. 148.777.778/tahun. Secara lengkap pendapatan yang berasal dari mata pencaharian keluarga nelayan sektor perikanan dapat dilihat pada Tabel 179.
Tabel 179. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal 10-30 GT dari Sektor Perikanan, Tahun 2015 No 1 2 3 4
Pendapatan Sektor Perikanan Nelayan Pemilik Nelayan Nahkoda Pengolah Perikanan Buruh Usaha Perikanan
Nilai (Rp/thn) 148,777,778 46,250,000 5,000,000 45,000,000
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Sumber pendapatan keluarga nelayan yang berasal dari non perikanan meliputi mata pencaharian sebagai PNS/TNI/Polri/Guru, wirausaha, buruh nelayan dan pekerjaan lainnya. Pendapatan tertinggi berasal dari pekerjaan sebagai PNS yaitu sebesar Ro. 50.000.000 per tahun. Secara lengkap pendapatan yang berasal dari mata pencaharian keluarga nelayan sektor non perikanan dapat dilihat pada Tabel 180.
Tabel 180. Pendapatan Rumah Tangga Kelompok Ukuran Kapal 10-30 GT dari Sektor Non Perikanan No Pendapatan Sektor Non Perikanan 1 PNS/TNI/Polri/Guru 2 Wirausaha 3 Buruh Industri 4 Lainnya Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Nilai (Rp/thn) 50,000,000 24,000,000 12,000,000 25,500,000
4.7.5. Pangkep Pendapatan rumah tangga nelayan di Pangkep diperoleh dari berbagai sumber pendapatan anggota rumah tangga. Namun kepala rumah tangga masih menjadi kontributor terbesar pendapatan rumah tangga nelayan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 186
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 181. Sumber Pendapatan Rumah Tanggga Nelayan di Pangkep, 2015 No 1 2 3
Anggota Keluarga
Perikanan 113,087,083 150,000 3,685,000 116,922,083
Kepala Keluarga Istri Anak Total
Pendapatan (Rp/tahun) Non Perikanan 16,655,000 181,083 974,167 17,810,250
Jumlah 129,742,083 331,083 4,659,167 134,732,333
Sumber : Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai pendapatan rumah tangga nelayan di Pangkep relatif tinggi. Hal ini terjadi karena besarnya nilai pendapatan yang diperoleh oleh nelayan dengan armada ukuran 5-10 GT sehingga secara agregat memberikan nilai yang tinggi bagi pendapatan nelayan di Pangkep.
Tabel 182. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Nelayan di Pangkep dari Sektor Perikanan, 2015 No 1 2 3 4 5 6
Pendapatan Sektor Perikanan Nelayan Pembudidaya Pengolah Perikanan Pedagang Perikanan Buruh Perikanan Lainnya Jumlah
Nilai (Rp/tahun) 116,655,417 266,667 116,922,083
Sumber : Data Primer, 2015
Sumber pendapatan rumah tangga nelayan di Pangkep dari sektor non perikanan yang paling besar adalah dari wirausaha. Selain itu ada juga kontribusi pendapatan anggota rumah tangga yang berasal dari PNS dan beberapa usaha non perikanan lainnya. Struktur pendapatan rumah tangga nelayan di Pangkep dapat dilihat pada tabel berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 187
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 183. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Nelayan di Pangkep dari Sektor NonPerikanan, 2015 No 1 2 3 4 5 6
Pendapatan Sektor Non Perikanan PNS/TNI/Polri/Guru Karyawan Swasta Wirausaha Petani Buruh Industri Lainnya Jumlah Sumber : Data Primer, 2015
Nilai (Rp/tahun) 630,000 16,866,917 313,333 17,810,250
4.7.6. Sorong Berikut terlampir pada tabel di bawah ini pendapatan per kapita/per tahun dari nelayan Sorong, dimana untuk ukuran kapal kurang 5 GT adalah sebesar Rp 24.320.000, 5 – 10 GT adalah sebesar Rp 38.102.040, dan untuk ukuran kapal lebih dari 10 GT adalah sebesar Rp 49.379.310.
Tabel 184. Pendapatan Per kapita/ Per Tahun No
Ukuran Armada Kapal
1 Kurang 5 GT 2 5 - 10 GT 3 Lebih 10 GT Sumber: Data primer diolah, 2015
Pendapatan Per Kapita/ Per Tahun (Rp) 24.320.000 38.102.040 49.379.310
4.8. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4.8.1. Tual Bagian ini akan mendeskripsikan struktur pengeluaran konsumsi rumah tangga nelayan responden PANELKANAS di Tual. Secara umum, pengeluaran non pangan perkapita seorang anggota keluarga nelayan di tual memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan pengeluaran pangan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 185. yang menunjukkan informasi terkait rata-rata pengeluaran perkapita/tahun anggota keluarga nelayan di Tual. Dari tabel tersebut dapat diperoleh data yang menunjukkan bahwa pengeluaran non pangan perkapita memiliki porsi sebesar 59% dari total pengeluaran perkapita pertahun seorang anggota keluarga nelayan di Tual.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 188
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 185. Rata-rata Pengeluaran Perkapita/tahun Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual No
Pengeluaran
Nilai (Rp/kapita/tahun)
1
Pangan
4.962.861
2
Non Pangan
7.029.093
Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
Olahan lebih rinci terkait pengeluaran pangan anggota keluarga nelayan di Tual dapat dilihat pada Tabel 186. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pengeluaran tertinggi seorang anggota keluarga nelayan di Tual adalah untuk konsumsi Padi-padian dengan nilai rata-rata sebesar Rp. 2 juta pertahun. Selain itu, pengeluaran tertinggi berikutnya ditempati oleh konsumsi Tembakau dan sirih dengan nilai rata-rata sebesar Rp. 1,1 juta pertahun. Meskipun nilai konsumsi ikan yang tercatat adalah hanya sebesar Rp 200 ribu pertahun, akan tetapi angka tersebut tidak menggambarkan konsumsi ikan responden yang sesungguhnya. Mayoritas keluarga nelayan juga mengkonsumsi ikan hasil tangkapan sendiri, sehingga tidak tercatat sebagai pembelian. Hal tersebut mengakibatkan angka rata-rata konsumsi ikan yang tercatat tidak menggambarkan besaran yang sesungguhnya.
Tabel 186. Rata-rata Pengeluaran Pangan Perkapita/tahun Responden PANELKANAS di Tual No 1
Pengeluaran Pangan Padi-padian
Keluarga
Nelayan
Nilai (Rp/kapita/tahun) 2.008.847
2
Umbi-umbian
63.091
3
Ikan/Udang/Cumi/Kerang
4
Daging
5
Telur dan Susu
254.468
6
Sayur-sayuran
366.766
7
Kacang-kacangan
32.468
8
Buah-buahan
25.299
9
Minyak dan Lemak
167.305
10
Bahan Minuman
126.909
11
Bumbu-bumbuan
266.494
12
Konsumsi lainnya
13
Makanan dan Minuman Jadi
14
Tembakau dan Sirih
229.532 84.052
202.678 1.134.953
Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 189
Laporan Akhir Tahun 2015
Pengolahan lebih terperinci terhadap data pengeluaran Non Pangan, telah menghasilkan informasi seperti yang tertera pada Tabel 187. Dari tabel tersebut dapat diperoleh informasi rata-rata nilai pengeluaran masing-masing komponen pembentuk pengeluran Non Pangan seorang anggota keluarga nelayan di Tual. Komponen dominan dalam pengeluaran Non Pangan seorang anggota keluarga nelayan di Tual adalah untuk menyediakan Aneka Barang dan Jasa dengan rata-rata nilai sebesar Rp. 3,5 juta pertahun, dan untuk Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga dengan rata-rata nilai sebesar Rp. 2,3 juta pertahun.
Tabel 187. Rata-rata Pengeluaran Non-Pangan Perkapita/tahun Keluarga Nelayan Responden PANELKANAS di Tual No 1
Pengeluaran Non Pangan Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga
Nilai (Rp/kapita/tahun) 2.268.091
2
Aneka Barang dan Jasa
3.461.512
3
Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala
471.768
4
Barang Tahan Lama
376.448
5
Pajak, Pungutan dan Asuransi
6
Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri
601 450.674
Sumber: Olahan data PANELKANAS-Tual, 2015
4.8.2. Indramayu Pada rumah tangga perikanan perikanan tangkap laut di Kabupaten Indramayu, pengeluaran rata – rata dan konsumsi per kapita terdiri dari pengeluaran pangan dan non pangan sebesar Rp 21.821.337 (Tabel 188). Persentase pengeluaran rata – rata pangan (54,49 %) lebih tinggi dibandingkan non pangan (45,51%). Rata-rata jumlah anggota keluarga rumah tangga sebanyak 4 (empat) orang. Diantara berbagai jenis konsumsi pangan, alokasi pengeluaran untuk pangan sumber karbohidrat masih dominan dalam struktur pengeluaran rumah tangga nelayan kemudian disusul oleh tembakau dan sirih, karena setiap pergi ke laut nelayan membawa rokok. Alokasi sumber protein terbesar didominasi untuk pengeluaran daging dalam struktur pengeluaran rumah tangga perikanan tangkap laut. Hal tersebut dikarenakan daging sebagai alternatif sumber protein jarang dikonsumsi oleh rumah tangga nelayan, sedangkan ikan konsumsi seperti ikan tongkol masih banyak tersedia dan harganya relatif murah. Diantara berbagai jenis konsumsi non pangan, alokasi pengeluaran untuk perumahan dan aneka barang jasa masih dominan dalam struktur pengeluaran rumah tangga perikanan tangkap laut di Kabupaten Indramayu. Aneka barang dan jasa tersebut terdiri dari kebutuhan MCK, kosmetik PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 190
Laporan Akhir Tahun 2015
istri dan anak, biaya kesehatan, biaya pendidikan, transportasi dan BBM serta pulsa untuk komunikasi antara sesame neayan, nelayan dengan pedagang, dan dengan anggota keluarga nelayan yang jauh. Pengeluaran rata-rata per kapita per tahun rumah tangga nelayan di Kabupaten Indramayu berdasarkan pengeluaran pangan dan non pangan disajikan pada Tabel 188, Tabel 189 dan Tabel 190. Tabel 188. Pengeluaran Rata – rata Per Kapita per Tahun Rumah Tangga Nelayan, Kabupaten Indramayu Berdasarkan Pengeluaran Pangan dan Non Pangan, 2015 No 1 2
Pengeluaran Pangan Non Pangan Total
Nilai (Rp/kapita/tahun) 11.891.456 9.929.880 21.821.337
Sumber : Data Primer diolah, 2015 Tabel 189. Pengeluaran Rata – rata Per Kapita per Tahun Rumah Tangga Nelayan, Kabupaten Indramayu Berdasarkan Pengeluaran Pangan, 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pengeluaran Pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan/Udang/Cumi/Kerang Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan Minuman Jadi Tembakau dan Sirih Total
Nilai (Rp/kapita/tahun) 3.391.944 423.000 1.312.552 1.337.500 458.480 279.789 181.000 304.645 177.243 152.000 252.000 82.244 1.404.000 2.135.059 11.891.456
Sumber : Data Primer diolah, 2015 Tabel 190. Pengeluaran Rata – rata Per Kapita per Tahun Rumah Tangga Nelayan, Kabupaten Indramayu Berdasarkan Pengeluaran Non Pangan, 2015 No 1 2 3 4 5 6
Pengeluaran Non Pangan Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga Aneka Barang dan Jasa Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama Pajak, Pungutan dan Asuransi Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri Total Sumber : Data Primer diolah, 2015
Nilai (Rp/kapita/tahun) 1.355.122 4.527.515 299.924 588.889 1.135.457 2.022.973 9.929.880
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 191
Laporan Akhir Tahun 2015
4.8.3. Sumbawa Struktur pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga. Rumah tangga dengan pangsa pengeluaran pangan tinggi menunjukkan tingkat kesejahteraan yang relatif lebih rendah dibandingkan rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan rendah. Semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Ilham & Sinaga, 2004). Pengeluaran rumah tangga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga. Konsumsi rumah tangga digolongkan menjadi dua yaitu konsumsi pangan dan non pangan. Pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dalam penelitian ini merujuk pada BPS, dimana konsumsi pangan dikelompokkan menjadi 14 kelompok besar, yaitu padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacangkacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, serta tembakau dan sirih. Sedangkan konsumsi non pangan dibagi menjadi perumahan dan fasilitas rumah tangga, aneka barang dan jasa, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi serta keperluan pesta dan upacar (Tabel 191)
Tabel 191. Pengeluaran Rata-Rata per Kapita per Tahun Rumah Tangga Nelayan di Kabupaten Sumbawa, Tahun 2014 No.
Kelompok Makanan
Nilai (Rp/kapita/tahun) 1.666.354
Persentase (%) 7,01
255.840 1.181.203
1,08 4,97
1.
Padi-padian
2. 3.
Umbi-umbian Ikan/Udang/Cumi/Kerang
4. 5.
Daging Telur dan Susu
683.831 806.022
2,88 3,39
6. 7.
Sayur-sayuran Kacang-kacangan
259.028 230.121
1,09 0,97
8. 9.
Buah-buahan Minyak dan Lemak
371.908 310.405
1,56 1,31
10. 11.
Bahan Minuman Bumbu-bumbuan
451.224 361.817
1,90 1,52
12. 13. 14.
Konsumsi lainnya Makanan dan Minuman Jadi Tembakau dan Sirih Jumlah Makanan
225.623 812.111 1.731.831 9.347.317
0,95 3,42 7,29 39,33
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 192
Laporan Akhir Tahun 2015
15.
Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga
1.379.875
5,81
16. 17.
Aneka Barang dan Jasa Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala
3.123.995 1.141.942
13,14 4,80
18. 19.
Barang Tahan Lama Pajak, Pungutan dan Asuransi
4.233.400 3.513.615
17,81 14,78
20.
Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri Jumlah Bukan Makanan TOTAL
1.027.232 14.420.060 23.767.376
4,32 60,67 100,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2015 Tabel 191 menunjukkan pengeluaran rata-rata per kapita untuk pengeluaran pangan dan non pangan. Pangsa pengeluaran rumah tangga untuk non pangan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran pangan. Distribusi pengeluaran pangan sebesar Rp. 9.347.317/kapita/tahun (39,33%), sedangkan untuk pengeluaran non pangan sebesar Rp. 14.420.060/kapita/tahun (60,67). Berdasarkan perbandingan besarnya pangsa pengeluaran pangan dan non pangan menunjukkan bahwa rumah tangga nelayan di Kabupaten Sumbawa dapat dikategorikan dalam rumah tangga sejahtera. Data BPS pada tahun 2014 menunjukkan bahwa rata-rata pangsa pengeluaran pangan rumah tangga untuk perkotan dan perdesaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebesar Rp. 371.853/kapita/bulan atau Rp, 4.462.236/kapita/tahun dan pangsa pengeluaran non pangan sebesar Rp. 302.189/kapita/bulan atau Rp. 3.626.268/kapita/tahun (BPS Kabupaten Sumbawa, 2015). Berdasarkan hal ini diketahui bahwa pangsa pengeluaran rumah tangga nelayan di Kabupaten Sumbawa memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi jika dibandingkan rumah tangga disektor pekerjaan lainnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara agregat diketahui bahwa pengeluaran pangan dominan adalah untuk kelompok tembakau dan sirih yaitu sebesar Rp. 1.731.831/kapita/tahun (7,29%). Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan merokok pada sebagian besar anggota rumah tangga. Selanjutnya pengeluaran pangan yang terbesar setelah tembakau dan sirih adalah untuk kelompok padi-padian yaitu sebesar Rp. 1.666.354/kapita/tahun (7,01%), hal ini menunjukkan bahwa padi/beras merupakan makanan pokok utama dalam rumah tangga.
Sedangkan pengeluaran untuk
kelompok ikan/udang/cumi/kerang sebesar Rp. 1.181.203/kapita/tahun (4,97%), hal ini menunjukkan bahwa preferensi rumah tangga nelayan terhadap konsumsi ikan cukup besar. Pengeluaran non pangan secara agregat memliki persentase yang lebih besar dibandingkan pengeluaran pangan. Untuk pengeluaran non pangan yang paling besar adalah untuk kelompok barang tahan lama yaitu sebesar Rp. 4.233.400/kapita/tahun (17,81%). Berdasarkan hasil wawancara barang tahan lama yang dibeli oleh responden meliputi barang
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 193
Laporan Akhir Tahun 2015
elektronik seperti televisi dan kendaraan bermotor. Selanjutnya pengeluaran non pangan terbesar kedua adalah
untuk
pajak, pungutan dan asuransi
yaitu
sebesar Rp.
3.513.615/kapita/tahun (14,78%). Sedangkan pengeluaran untuk kelompok aneka barang dan jasa sebesar Rp. 3.123.995 (13,14%). Proporsi pengeluaran dari jenis pengeluaran “aneka barang dan jasa” yaitu untuk perlengkapan mandi cuci serta biaya pendidikan anak. Biaya pendidikan ini meliputi iuran sekolah, ongkos (transportrasi) dan uang saku (jajan). Untuk rumah tangga yang memiliki anak balita hingga usia sekolah pengeluaran untuk aneka barang dan jasa rumah tangganya relatif lebih besar dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki anak dalam usia sekolah.
4.8.4. Bitung 4.8.4.1. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Kelompok Kapal <5 GT Pengeluaran konsumsi rumah tangga nelayan untuk kelompk kapal <5GT sebagian besar dikeluarkan untuk kebutuhan pangan yaitu sebesar Rp. 10.230.989/kapita/tahun. Pengeluaran non pangan dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp. 7.894.084/kapita per tahun.
Tabel 192. Struktur Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Kelompok Kapal <5 GT, Tahun 2015 No 1 2
Pengeluaran Pangan Non Pangan
Nilai (Rp/kapita/tahun) 10,230,989 7,894,084
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Konsumsi pangan responden terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi bahan lainnya. Konsumsi makanan yang dimaksudkan adalah nilai konsumsi makanan yang dikonsumsi keluarga, yang terdiri dari karbohidrat/bahan pokok, protein hewani, protein nabati dan bahan lain yang sehari-hari dikonsumsi. Nilai konsumsi makanan ini dihitung untuk jangka waktu satu tahun. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh responden adalah beras dan untuk protein hewani seperti daging, ikan dan telur. Sedangkan protein nabati terdiri dari tempe dan tahu, serta bahan lain terdiri dari sayur-sayuran, rokok, susu, minyak goreng, buah-buahan, gula, kopi, teh, bumbu, makanan jadi dan minuman. Diantara berbagai jenis konsumsi pangan, alokasi pengeluaran untuk pangan sumber karbohidrat masih dominan dalam struktur pengeluaran rumah tangga nelayan. Serta konsumsi untuk tembakau juga merupakan konsumsi tertinggi yang dikeluarkan keluarga nelayan. Secara lengkap pengeluaran nelayan per kapita per tahun dapat dilihat pada Table 193.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 194
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 193. Pengeluaran Pangan Kelompok Kapal <5 GT, Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pengeluaran Pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan/Udang/Cumi/Kerang Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan Minuman Jadi Tembakau dan Sirih
Nilai (Rp/kapita/tahun) 2,317,672 116,840 750,790 390,481 565,604 306,583 15,889 178,373 450,795 228,623 970,346 859,693 583,877 2,495,422
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Konsumsi non pangan responden adalah konsumsi rutin dan konsumsi tahunan. Konsumsi rutin adalah konsumsi berupa rekening listrik, rekening telepon/pulsa, pendidikan, bensin/solar, elpiji/minyak tanah, perlengkapan mandi dan cuci serta lainnya. Pengeluaran tertinggi untuk kebutuhan non pangan yang dikeluarkan oleh rumah tangga adalah untuk kebutuhan perikanan dan fasilitas rumah tangga serta untu kkebutuhan aneka barang dan jasa seperi kebutuh untuk telepon, listrik serya kebutuhan cuci dan mandi. Secara lengkap Tabel 194 menunjukkan pengeluaran rumah tangga unuk non pangan.
Tabel 194. Pengeluaran Non Pangan Kelompok Kapal <5 GT, Tahun 2015, Tahun 2015 No Pengeluaran Non Pangan 1 Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 2 Aneka Barang dan Jasa 3 Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala 4 Barang Tahan Lama 5 Pajak, Pungutan dan Asuransi 6 Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Nilai (Rp/kapita/tahun) 4,840,289 2,487,463 223,927 83,719 58,623 200,062
4.8.4.2. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Kelompok Kapal 5-10 GT Pengeluaran konsumsi rumah tangga nelayan untuk kelompk kapal 5-10 GT sebagian besar dikeluarkan untuk kebutuhan pangan yaitu sebesar Rp. 7.701.674/kapita/tahun. Pengeluaran non pangan dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp. 4.872.162/kapita per tahun.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 195
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 195. Struktur Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Kelompok Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 No 1 2
Pengeluaran Pangan Non Pangan
Nilai (Rp/kapita/tahun) 7.701.674 4.872.162
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Konsumsi pangan responden terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi bahan lainnya. Konsumsi makanan yang dimaksudkan adalah nilai konsumsi makanan yang dikonsumsi keluarga, yang terdiri dari karbohidrat/bahan pokok, protein hewani, protein nabati dan bahan lain yang sehari-hari dikonsumsi. Nilai konsumsi makanan ini dihitung untuk jangka waktu satu tahun. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh responden adalah beras dan untuk protein hewani seperti daging, ikan dan telur. Sedangkan protein nabati terdiri dari tempe dan tahu, serta bahan lain terdiri dari sayur-sayuran, rokok, susu, minyak goreng, buah-buahan, gula, kopi, teh, bumbu, makanan jadi dan minuman. Diantara berbagai jenis konsumsi pangan, alokasi pengeluaran untuk pangan sumber karbohidrat masih dominan dalam struktur pengeluaran rumah tangga nelayan. Serta konsumsi untuk tembakau juga merupakan konsumsi tertinggi yang dikeluarkan keluarga nelayan. Secara lengkap pengeluaran nelayan per kapita per tahun dapat dilihat pada Tabel 196.
Tabel 196. Pengeluaran Pangan Kelompok Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pengeluaran Pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan/Udang/Cumi/Kerang Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan Minuman Jadi Tembakau dan Sirih
Nilai (Rp/kapita/tahun) 2.986.885 150.042 519.188 305.365 502.125 384.313 4.875 113.750 372.409 402.458 482.733 588.088 126.208 762.152
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Konsumsi non pangan responden adalah konsumsi rutin dan konsumsi tahunan. Konsumsi rutin adalah konsumsi berupa rekening listrik, rekening telepon/pulsa, pendidikan, bensin/solar, elpiji/minyak tanah, perlengkapan mandi dan cuci serta lainnya. Pengeluaran
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 196
Laporan Akhir Tahun 2015
tertinggi untuk kebutuhan non pangan yang dikeluarkan oleh rumah tangga adalah untuk kebutuhan perikanan dan fasilitas rumah tangga serta untu kkebutuhan aneka barang dan jasa seperi kebutuh untuk telepon, listrik serya kebutuhan cuci dan mandi. Secara lengkap Tabel 197 menunjukkan pengeluaran rumah tangga unuk non pangan.
Tabel 197. Pengeluaran Non Pangan Kelompok Kapal 5-10 GT, Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6
Pengeluaran Non Pangan Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga Aneka Barang dan Jasa Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama Pajak, Pungutan dan Asuransi Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri
Nilai (Rp/kapita/tahun) 3.375.917 623.641 260.417 99.688 59.418 571.458
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
4.8.4.3. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Kelompok Kapal 10-30 GT Pengeluaran konsumsi rumah tangga nelayan untuk kelompk kapal <5GT sebagian besar dikeluarkan untuk kebutuhan pangan yaitu sebesar Rp. 25.573.144/kapita/tahun. Pengeluaran non pangan dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp. 9.716.113/kapita per tahun.
Tabel 198. Struktur Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Kelompok Kapal 10-30 GT, Tahun 2015 No 1 2
Pengeluaran Pangan Non Pangan
Nilai (Rp/kapita/tahun) 25,573,144 9,716,113
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Konsumsi pangan responden terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi bahan lainnya. Konsumsi makanan yang dimaksudkan adalah nilai konsumsi makanan yang dikonsumsi keluarga, yang terdiri dari karbohidrat/bahan pokok, protein hewani, protein nabati dan bahan lain yang sehari-hari dikonsumsi. Nilai konsumsi makanan ini dihitung untuk jangka waktu satu tahun. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh responden adalah beras dan untuk protein hewani seperti daging, ikan dan telur. Sedangkan protein nabati terdiri dari tempe dan tahu, serta bahan lain terdiri dari sayur-sayuran, rokok, susu, minyak goreng, buah-buahan, gula, kopi, teh, bumbu, makanan jadi dan minuman. Diantara berbagai jenis konsumsi pangan, alokasi pengeluaran rumah tangga nelayan untuk kelompok kapal berukuran 10-30 GT dominan untuk pengeluaran makanan dan minuman dan sumber karbohidrat. Serta konsumsi untuk tembakau juga merupakan konsumsi tertinggi yang
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 197
Laporan Akhir Tahun 2015
dikeluarkan keluarga nelayan. Secara lengkap pengeluaran nelayan per kapita per tahun dapat dilihat pada Tabel 199.
Tabel 199. Pengeluaran Pangan Kelompok Kapal 10-30 GT, Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pengeluaran Pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan/Udang/Cumi/Kerang Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan Minuman Jadi Tembakau dan Sirih
Nilai (Rp/kapita/tahun) 4,365,599 135,417 924,499 950,083 2,347,313 1,428,375 182,542 748,042 606,667 273,361 1,212,792 1,491,750 7,463,264 2,960,931
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Konsumsi non pangan responden adalah konsumsi rutin dan konsumsi tahunan. Konsumsi rutin adalah konsumsi berupa rekening listrik, rekening telepon/pulsa, pendidikan, bensin/solar, elpiji/minyak tanah, perlengkapan mandi dan cuci serta lainnya. Pengeluaran tertinggi untuk kebutuhan non pangan yang dikeluarkan oleh rumah tangga adalah untuk kebutuhan perikanan dan fasilitas rumah tangga serta untu kkebutuhan aneka barang dan jasa seperi kebutuh untuk telepon, listrik serya kebutuhan cuci dan mandi. Secara lengkap Tabel 200 menunjukkan pengeluaran rumah tangga untuk pengeluaran non pangan.
Tabel 200. Pengeluaran Non Pangan Kelompok Kapal 10-30 GT, Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6
Pengeluaran Non Pangan Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga Aneka Barang dan Jasa Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama Pajak, Pungutan dan Asuransi Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri
Nilai (Rp/kapita/tahun) 5,814,833 1,664,067 310,069 472,917 100,104 107,639
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
4.8.5. Pangkep Pengeluaran dan konsumsi rumah tangga nelayan perikanan tangkap laut di Pangkep masih didominasi oleh konsumsi pangan yang mencapai 64 persen dari total pengeluaran.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 198
Laporan Akhir Tahun 2015
Komposisi besarnya pengeluaran pangan pada rumah tangga nelayan di Pangkep merupakan salahsatu indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan nelayan di Pangkep relatif masih rendah. Struktur konsumsi dan pengeluaran rumah tangga nelayan di Pangkep dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 201. Konsumsi perkapita nelayan di Pangkep Tahun 2015 No. A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 B 1 2 3 4 5 6
Jenis Pengeluaran Pengeluaran Pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan/Udang/Cumi/Kerang Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan Minuman Jadi Tembakau dan Sirih Sub Jumlah Pengeluaran Non Pangan Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga Aneka Barang dan Jasa Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama Pajak, Pungutan dan Asuransi Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri Sub Jumlah Jumlah
Nilai (Rp/kapita/tahun)
Proporsi (%)
1,506,691 10,951 976,452 11,781 323,509 297,688 53,150 49,759 224,543 250,541 214,422 331,921 354,836 1,467,434 6,073,678
16 0 10 0 3 3 1 1 2 3 2 3 4 15 64
1,836,927 1,053,042 332,525 24,809 3,301 167,032 3,417,636 9,491,314
19 11 4 0 0 2 36 100
Sumber : Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel konsumsi dan pengeluaran konsumsi di atas dapat diketahui bahwa konsumsi untuk kebutuhan padi-padian dan tembakau dan sirih masih menjadi konsumsi terbesar bagi nelayan. Aktivitas usaha perikanan yang memerlukan tenaga yang cukup besar dan berada di ruang terbuka diduga menjadi salahsatu penyebab besarnya kebutuhan padipadian dan tembakau dalam hal ini rokok pada rumah tangga nelayan. Sementara itu, pengeluaran non pangan yang hanya sebesar 36 persen dari total pengeluaran mengindikasikanbahwa tingkat pendapatan nelayan yang rendah sehingga sebagian besar
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 199
Laporan Akhir Tahun 2015
pendapatan yang diterima hanya digunakaan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokoknya sehingga alokasi untuk kebtuhan non pangan yang bersifat sekunder atau tersier relatif sedikit. Rumah tangga nelayan di Pangkep, struktur konsumsi dan pengeluarannya masih didominasi oleh konsumsi pangan. Namun, jika dikelompokkan berdasarkan kelompok ukuran armada penangkapan yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan dapat diketahui perbedaan struktur pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga. Pada kelompok nelayan dengan ukuran armada kurang dari 5 GT mempunyai struktur pola konsumsi yang didominasi oleh konsumsi pangan, sementara itu pada kelompok ukuran armada 5-10 GT, strukur pola pengeluaran non pangan sedikit lebih besar daripada konsumsi pangan. Perbandingan struktur pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga nelayan di Pangkep berdasarkan kelompok ukuran armada dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 202. Konsumsi perkapita nelayan di Pangkep menurut Ukuran Armada Penangkapan Tahun 2015 No
Jenis Pengeluaran
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pengeluaran Pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan/Udang/Cumi/Kerang Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan Minuman Jadi Tembakau dan Sirih Sub Jumlah Pengeluaran Non Pangan Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga Aneka Barang dan Jasa Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala Barang Tahan Lama
B 1 2 3 4
< 5GT Nilai (Rp/kapita/tahun ) 1,472,929 5,341 979,299 7,638 313,192 301,555 53,250 32,406 204,336 193,083 196,402 305,182 274,917 1,402,684 5,742,213
793,564 848,120 295,980 17,063
Propors i (%) 19 0 12 0 4 4 1 0 3 2 3 4 4 18 73 10 11 4 0
5-10 GT Nilai Propors (Rp/kapita/tahun i (%) ) 1,675,505 39,000 962,217 32,500 375,093 278,352 52,650 136,522 325,574 537,832 304,525 465,617 754,433 1,791,183 7,731,003
7,053,740 2,077,655 515,250 63,542
9 0 5 0 2 2 0 1 2 3 2 3 4 10 44 40 12 3 0
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 200
Laporan Akhir Tahun 2015
5 6
Pajak, Pungutan Asuransi Keperluan Pesta Upacara/Kenduri Sub Jumlah Jumlah
dan 2,956 dan 142,438 2,100,121 7,842,334
0 2 27 100
5,021 290,000 10,005,208 17,736,210
0 2 56 100
Sumber : Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai konsumsi dan pengeluaran antara kelompok nelayan armada dibawah 5 GT jauh lebih kecil daripada nilai konsumsi dan pengeluaran nelayan dengan armada antara 5-10 GT.
Selain nilai konsumsi yang berbeda,
struktur pola konsumsi anatara nelayan armada dibawah 5 GT dan antara 5-10 GT juga berbeda. Pada nelayan dengan armada kurang dari 5 GT lebih didominasi oleh konsumsi pangan, sedangkan pada nelayan dengan armada 5-10 GT mempunyai struktur pola pengeluaran non pangan yang lebih besar daripada konsumsi pangan.
4.8.6. Sorong Jika dilihat pada gambar di bawah ini pengeluaran pangan per bulan sebesar Rp 2136665, sedangkan untuk pengeluaran non pangan per bulan adalah Rp 525.755. Artinya, konsumsi untuk pangan lebih besar ketimbang pengeluaran non pangan. Artinya, responden yang diwawancarai secara ekonomi masih rendah.
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0 Pangan (Rp)
Non Pangan (Rp)
Sumber: Data diolah, 2015 Gambar 47. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 201
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel di bawah ini mengindikasikan pengeluaran pangan yang terbesar adalah untuk sebesar padi-padian sebesar Rp 5.924.691, dan sirih Rp 3.918.434. Artinya, pengeluaran konsumsi masyarakat nelayan Sorong untuk kebutuhan tembakau dan sirih cukup besar. Pada saat wawancara, bahkan ada nelayan yang konsumsi sirihnya sebesar Rp 20.000 per hari.
Tabel 203. Komposisi Pengeluaran Pangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pengeluaran Pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan/Udang/Cumi/Kerang Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan Minuman Jadi Tembakau dan Sirih
Nilai (Rp/kapita/tahun) 5924691 296170.2 1027302 948766 2175626 2525209 172595.7 469174.5 1237890 520238.7 1548153 2286026 453038.3 3918434
Sumber:Data diolah, 2015
Pada tabel di bawah ini porsi pengeluaran non pangan yang terbesar pada adalah pada kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar Rp.1.036.595 dan aneka barang jasa sebesar Rp 1.123.036. Porsi terkecil untuk pengeluaran non pangan adalah untuk pakaian, alsa kaki, dan tutup kepala sebesar Rp 904.127 per tahun. Salah satu hal yang menarik di sini adalah pengeluaran untuk keperluan adat, pesta/kenduri cukup besar yakni sebesar Rp 5.532.027. Hal ini menguatkan kemauan masyarakat papua untuk aktif diorganisasi adat cukup besar.
Tabel 204. Pengeluaran Non Pangan Per Tahun No Pengeluaran Non Pangan 1 Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 2 Aneka Barang dan Jasa 3 Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala 4 Barang Tahan Lama 5 Pajak, Pungutan dan Asuransi 6 Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri Sumber:Data diolah, 2015
Nilai (Rp/kapita/tahun) 1036595.745 1,123,026 904127.6681 368026.3 5532.027
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 202
Laporan Akhir Tahun 2015
V. INDEKS PENGHIDUPAN NELAYAN (FISHER LIVEHOOD INDEX) Penentuan indeks penghidupan nelayan (fisher livelihood index) dilakukan dengan pendekatan penghidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood approach/SLA) yang dikembangkan oleh DFID (1999). Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan adalah salah satu metode untuk meningkatkan pemahaman tentang penghidupan rumah tangga miskin menggunakan pendekatan holistik yang mencoba untuk menangkap, dan menyediakan sarana pemahaman, penyebab dasar dan dimensi kemiskinan serta fokus ke hanya beberapa faktor. Selain itu, dibuat sketsa hubungan antara aspek yang berbeda dari kemiskinan, memungkinkan untuk tindakan prioritas yang lebih efektif pada tingkat operasional. Pendekatan SL bertujuan untuk membantu orang miskin mencapai perbaikan kehidupan abadi/mata pencaharian yang berkelanjutan diukur dengan menggunakan indikator kemiskinan yang dapat didefinisikan oleh mereka (diri mereka sendiri) (Sustainable Livelihoods Support Office, 1999). Sebagian besar lembaga pengembangan mengadopsi Chambers dan Conway (1992: 78) untuk mendefinisikan mata pencaharian (atau sedikit variasi pada ini) yang menyatakan bahwa: Sebuah mata pencaharian terdiri dari kemampuan, aset (simpanan, sumber daya, klaim dan akses) dan kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana hidup. SL dapat mengatasi dan memulihkan dari stres dan guncangan, memelihara atau meningkatkan kemampuan dan aset, serta menyediakan peluang mata pencaharian yang berkelanjutan bagi generasi berikutnya yang memberikan kontribusi keuntungan bersih ke mata pencaharian lain di tingkat lokal dan global dan dalam jangka panjang dan pendek. Aset yang umumnya diakui dalam teori penghidupan yang berkelanjutan, seperti yang dirangkum oleh McLeod (2001), antara lain: modal alam, modal fisik, modal manusia, modal sosial, dan modal keuangan. Lima aspek tersebut penting untuk dilihat khususnya untuk mengenali hubungan penghidupan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan masyarakat terhadap sumber penghidupannya. Namun demikian pemilihan indikator juga harus memperhatikan ketersediaan data dan kemudahan pengumpulan data yang diperlukan sehingga dapat diterapkan secara lebih masif. Pemilihan indikator juga sedapat mungkin yang dapat menghubungkan antara indikator mikro dan indikator makro sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Atas dasar hal tersebut, hasil diskusi panel dengan para narasumber mengerucutkan menjadi 4 (empat) aset yaitu modal finansial, modal alam, modal PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 203
Laporan Akhir Tahun 2015
sosial dan modal sumberdaya manusia dengan indikator-indikator yang menyusun setiap aset yang menggambarkan indeks komposit. Acuan dari penelitian ini adalah kerangka SLA dari Institute for Development Studies (IDS) dari Sussex University, Brighton, UK, yang bekerja sama dengan the British Department for International Development (DFID). Indikatorindikator penyusun aset dalam indeks penghidupan nelayan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
Modal alam (lingkungan)/Natural capital : produktivitas sumber daya
perikanan
(perbandingan produksi perikanan laut dengan jumlah armada < 30 GT), jenis sumberdaya perikanan (proporsi ikan ekonomis penting terhadap produksi perikanan laut)
Modal manusia/Human capital: jumlah pendidikan KK dan anggota keluarga (tahun), tingkat kesehatan (kali), jumlah anggota keluarga (orang), umur KK dan anggota keluarga (tahun).
Modal sosial/Social capital : tingkat ketergantungan atas sumber daya perikanan, respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan, akses dan manfaat kelembagaan ekonomi, akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan.
Modal
keuangan/Financial
(Rp/kapita/tahun),
konsumsi
capital pangan
:
pendapatan
rumah
(Rp/kapita/tahun),
tangga
konsumsi
per non
kapita pangan
(Rp/kapita/tahun), RC Ratio (Rp/tahun/unit).
5.1. Indeks Modal Finansial 5.1.1. Tual Indeks modal finansial disusun oleh empat parameter yaitu pendapatan perkapita, konsumsi pangan per kapita, konsumsi non pangan per kapita, dan R/C ratio. Besarnya indeks modal finansial menurut parameter yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut. Olahan data primer menghasilkan besaran pendapatan perkapita pertahun dari usaha penangkapan responden pada kedua kategori armada tergolong cukup jauh melebihi garis kemiskinan – Rp. 58 juta pertahun untuk responden dengan armada di bawah 5 GT dan Rp. 209 juta pertahun bagi golongan armada di atas 5 GT – sehingga keduanya diberikan penilaian maksimum dengan skor 1. Dari sisi pengeluaran, olahan data primer menunjukkan fenomena yang cukup menarik, dimana porsi pengeluaran untuk non pangan responden di lokasi penelitian ternyata lebih dominan dibandingkan pengeluaran untuk pangan. Porsi pengeluaran non pangan hasil pengolahan data primer adalah sebesar 64 % pada kelompok armada di bawah 5 GT dan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 204
Laporan Akhir Tahun 2015
sebesar 54 % pada kelompok armada di atas 5 GT. Scara total pengeluaran konsumsi perkapita perbulan responden di Maluku Tenggara adalah sebesar Rp. 890 ribu untuk kelompok armada di bawah 5 GT, dan sebesar Rp, 1,15 juta untuk kelompok armada di atas 5 GT. Indeks modal finansial di Maluku Tenggara, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 205. Indeks Modal Finansial Responden PANELKANAS Maluku Tenggara 2015 Finansial Capital Pendapatan Perkapita (Rp/Kapita/thn) Konsumsi Pangan (Rp/Kapita/thn) Konsumsi Non Pangan (Rp/Kapita/thn) R/C Total
Skor 1,00 0,60 1,00 1,00
0-5 GT Bobot 0,1 0,1 0,1 0,1 0,4
Nilai 10 6 10 10 36
Skor 1 0,8 1 1
> 5 GT Bobot 0,1 0,1 0,1 0,1 0,4
Nilai 10 8 10 10 38
Sumber: Data Primer, 2015
Kategori nilai R/C ratio pada usaha penangkapan ikan di Kabupaten Maluku Tenggara dibagi menjadi lima kelompok yaitu 1) Kategori buruk jika R/C ratio kurang dari 0,5; 2) Kategori kurang baik jika R/C ratio lebih besar dari 0,5 sampai dengan kurang dari 1; 3) Kategori sedang jika R/C ratio mempunyai nilai 1; 4) Kategori baik jika R/C ratio bernilai lebih besar 1 sampai dengan 2; dan 5) Kategori sangat baik jika nilai R/C ratio lebih besar dari 2. Berdasarkan perhitungan data primer, diperoleh angka R/C yang melebihi 2 bagi kedua kategori responden, sebesar 5,11 bagi armada di bawah 5 GT, dan 4,71 bagi armada di atas 5 GT, yang mengindikasikan rata-rata dari penerimaan usaha yang diperoleh dari setiap satu rupiah biaya usaha yang dikeluarkan. Oleh karena tingginya angka R/C tersebut, maka terhadap kategori ini telah diberikan skor maksimum.
5.1.2. Indramayu Indeks modal keuangan terkait dengan sumber daya keuangan yang ada yang memberikan peningkatan mata pencaharian. Indeks komposit modal keuangan terdiri dari empat indikator yaitu indikator pendapatan, konsumsi pangan, konsumsi non pangan, dan rasio penerimaan dengan biaya. Keempat indikator pada indeks modal keuangan berdasarkan penelitian Islam, et al., (2014), yang menyebutkan bahwa pendapatan merupakan indikator penting dari kapasitas adaptif. Kurangnya pendapatan akan meningkatkan kerentanan kehidupan dengan mengurangi konsumsi baik pangan maupun non pangan. DFID (1999),
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 205
Laporan Akhir Tahun 2015
mengatakan bahwa indikator pendapatan dalam aset finansial termasuk arus keuangan dapat berkontribusi pada konsumsi maupun produksi. Berdasarkan acuan dari Badan Pusat Statistik (BPS), indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan masyarakat (nelayan) antara lain rata-rata pendapatan per kapita per tahun, konsumsi makanan per kapita per tahun, konsumsi non makanan per kapita per tahun, dan rasio penerimaan usaha perikanan tangkap laut dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaut. Untuk Kabupaten Indramayu, jumlah garis kemiskinan menggunakan data yang tersedia yaitu data provinsi Jawa Barat (Tabel 206).
Tabel 206. Garis Kemiskinan Penduduk di Provinsi Jawa Barat, 2014-2015 Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 291.474 219.290 87.586
Indikator Pendapatan Konsumsi Makanan Konsumsi Non Makanan
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/tahun) 3.497.689 2.631.480 1.051.032
Sumber : *BPS (2014), **BPS (2015)
Nilai total agregasi indeks komposit untuk modal keuangan di Kabupaten Indramayu sebesar 33.40 yang merupakan hasil dari agregasi nilai skor komposit indikator yang menyusunnya. Nilai total agregasi indeks komposit modal keuangan tersebut menunjukkan estimasi keragaan modal keuangan yang masuk dalam kategori sangat baik. Namun demikian secara indikator, indikator konsumsi pangan menunjukkan kinerja sebesar 6.69 dan masuk dalam kategori baik dibandingkan tiga indikator yang lain yang masuk dalam kategori sangat baik (> 8). Lebih rendahnya nilai estimasi pada indikator konsumsi pangan disebabkan ratarata skor pada indikator ini menunjukkan nilai yang lebih kecil. Tabel 207 menunjukkan gambaran indeks komposit modal keuangan di Kabupaten Indramayu.
Tabel 207. Indeks Komposit Modal Keuangan di Kabupaten Indramayu, 2015 Modal Keuangan Pendapatan Rumah Tangga Perkapita (Rp/Kapita/Tahun) Konsumsi Pangan (Rp/Kapita/Tahun) Konsumsi Non Pangan (Rp/Kapita/Tahun) R/C Ratio (Rp/tahun/unit) Jumlah Sumber : Data primer diolah, 2015
Skor
Bobot
Index (skor x bobot x 100)
0.87
0.1
8.71
0.67
0.1
6.69
0.87
0.1
8.71
0.93 0.84
0.1 0.4
9.29 33.40
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 206
Laporan Akhir Tahun 2015
Pada usaha penangkapan ikan di laut, modal finansial dapat diartikan sebagai segala bentuk sumberdaya ekonomi yang diukur terhadap uang yang dibelanjakan untuk membeli kebutuhan produksi dan biaya operasional usaha tersebut. Konsep tersebut kemudian banyak digunakan pula pada skala rumah tangga untuk mengetahui kemampuan finansial dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik pangan dan non pangan. Pendekatan yang digunakan diantaranya adalah pendapatan dan konsumsi.
Pendapatan Pendapatan merupakan salah satu indikator yang dipilih dalam mengukur indeks penghidupan (livelihood) karena merupakan salah satu elemen yang bersifat dinamis dan melekat pada masyarakat selama masyarakat tersebut itu hidup. Pendapatan merupakan input bagi masyarakat didalam memenuhi kebutuhan hidup yang dengannya mereka melakukan aktivitas jual beli. Memenuhi kebutuhan hidup memang tidak mutlak dilihat dari pendapatan, akan tetapi sebagian besar kebutuhan hidup tidak lagi dapat dipenuhi secara mandiri tanpa adanya pendapatan. Dengan demikian terganggunya pendapatan secara langsung akan menganggu keberlanjutan penghidupan masyarakat. Pada skala makro pendekatan pendapatan juga telah banyak digunakan untuk mengukur pembangunan ekonomi dan pengukuran kemiskinan masyarakat. Hal ini didasarkan oleh tujuan pembangunan ekonomi yaitu tercapainya kesejahteraan masyarakat dimana salah satu ukuran yang dijadikan indikator adalah pendapatan. Berdasarkan hasil survey di Kota Bitung diketahui rata-rata pendapatan per kapita nelayan pada ukuran kapal dibawah 5 GT adalah Rp 24.382.898 per kapita per tahun. Nilai ini diketahui jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan standar garis kemiskinan BPS per tahun yaitu sebesar Rp 3.497.689 untuk wilayah Jawa Barat. Atas dasar tersebut skor nilai yang diberikan terhadap indikator pendapatan adalah 4.35 dari 5 atau 0.87. Kondisi ini menunjukkan bahwa sumber penghidupan masyarakat masih cukup menjanjikan sehingga sebagian besar nelayan pemilik pada armada kurang dari 5 GT telah berada pada kondisi yang relatif sejahtera. Namun demikian dari data diketahui pula bahwa besarnya pendapatan rumah tangga nelayan juga disumbang oleh sektor non perikanan sebesar 47 % khususnya dari anggota keluarga seperti istri dan anak. Jenis pekerjaan di sektor non perikanan antara lain petani, PNS, wirausaha dan buruh industri. Jenis yang termasuk ke dalam kategori petani adalah pemilik sawah dan buruh sawah. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori PNS adalah bekerja sebagai Guru SD. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori buruh industri adalah bekerja di pabrikPANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 207
Laporan Akhir Tahun 2015
pabrik tekstil. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumah tangga perikanan di Kabupaten Indramayu khususnya bagi para pemilik kapal < 5 GT memiliki sumber alternatif pekerjaan yang cukup menjanjikan. Indikator pendapatan di Kabupaten Indramayu memiliki estimasi kinerja dalam kategori sangat baik. Hal ini ditunjukkan dari persentase responden di lokasi penelitian yang mencapai 71 % untuk kategori sangat tinggi dan 6 % untuk kategori tinggi pendapatannya (Gambar 48). Nilai persentase tersebut diperoleh dari persentase rasio skor pendapatan RTP perikanan dari responden terhadap skor total pendapatan RTP dari responden. Berdasarkan hasil analisis diindikasikan bahwa persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar RTP responden tidak hanya mengandalkan pendapatan dari sektor perikanan saja, namun ada pendapatan dari sektor non perikanan.
Sangat Rendah 6% Rendah 8%
Sedang 9%
Tinggi 6%
Sangat Tinggi 71%
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 48. Persentase Sebaran Kategori Pendapatan per Kapita Menurut Armada Penangkapan < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Konsumsi Pendekatan konsumsi seringkali digunakan sebagai indikator kemiskinan karena berkaitan dengan ketahanan pangan rumah tangga dan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk tetap bisa hidup. Bahkan isu terkait ketahanan pangan rumah tangga telah menjadi salah satu fokus dunia untuk diperhatikan (FAO, 2011). Pendekatan konsumsi juga sering digunakan sebagai pembanding karena dianggap memberikan nilai yang lebih mendekati kenyataan dibandingkan dengan pendapatan yang seringkali bias informasi dari yang disampaikan oleh responden (World Bank, 2015). Nilai konsumsi pangan rumah tangga nelayan kurang dari 5 GT di Kabupaten Indramayu adalah Rp 5.552.398 per kapita per tahun. Nilai ini lebih besar dibandingkan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 208
Laporan Akhir Tahun 2015
dengan nilai garis kemiskinan makananan yang dikeluarkan oleh BPS sebesar 2.631.480 per kapita pertahun. Atas dasar tersebut pula skor untuk indikator ini adalah 3.35 dari 5 atau setara dengan 0.67. Pengeluaran konsumsi pangan diatas mengindikasikan bahwa kebutuhan pangan sesuai standar 2150 kilo kalori dan 57 gram protein telah tercukupi oleh masyarakat nelayan. Standar tersebut mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Temuan ini juga menguatkan temuan penelitian PANELKANAS sebelumnya (BPSEKP, 2012) dimana tidak ditemukan masyarakat nelayan yang berada dibawah garis kemiskinan pangan. Nilai pengeluaran non makanan rumah tangga pun demikian dimana rata-rata pengeluaran non pangan pada kelas armada dibawah 5 GT di Kabupaten Indramayu per kapita per tahun adalah Rp 4.648.977melebihi dari standar garis kemiskinan non makanan dari BPS untuk daerah Jawa Barat yaitu sebesar Rp 1.051.032 per kapita per tahun. Hal ini memberikan indikasi bahwa kebutuhan non makanan seperti pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan kebutuhan sehari-hari lainnya telah tercukupi dengan sangat baik, dengan terpenuhinya kebutuhan non pangan yang diukur dari standar nilai nominal yang diberikan maka dapat dikatakan bahwa nelayan di Kabupaten Indramayu untuk armada < 5 GT telah sejahtera secara non pangan. Indikator konsumsi pangan di Kabupaten Indramayu memiliki estimasi kinerja dalam kategori cukup (sedang) namun konsumsi non pangan termasuk dalam kategori sangat baik. Hal ini ditunjukkan dari persentase responden di lokasi penelitian yang mencapai 32 % dengan kategori sangat tinggi pada konsumsi pangan dan mencapai 64% dengan kategori sangat tinggi pada konsumsi non pangan (Gambar 49). Nilai persentase tersebut diperoleh dari persentase rasio skor konsumsi pangan dan konsumsi non pangan RTP perikanan dari responden terhadap skor total konsumsi pangan dan konsumsi non pangan RTP dari responden. Berdasarkan hasil analisis diindikasikan bahwa persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar RTP responden berada pada tingkat sejahtera baik secara pangan maupun non pangan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 209
Laporan Akhir Tahun 2015
Rendah 7%
Sangat Rendah 11% Sangat Tinggi 32%
Sedang 16% Rendah 20%
Sangat Tinggi 64% Tinggi 17%
Tinggi 13%
Sedang 20%
(a)
(b)
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 49. Persentase Sebaran Kategori Konsumsi Pangan (a) dan Non Pangan (b) per Kapita untuk Armada < 5GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Rasio Penerimaan Biaya Rasio penerimaan biaya merupakan konsep umum sederhana yang digunakan dalam mengukur layak tidaknya suatu bisnis untuk terus dijalankan. Konsep ini secara finansial mengukur berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha. Bila rasio penerimaan biaya sama dengan satu artinya usaha netral tidak merugi akan tetapi juga tidak memberikan keuntungan (titik Break Event Point). Bila faktor waktu digunakan tentu hal ini dapat pula dikatakan sebagai suatu kerugian. Semakin jauh nilai diatas satu semakin mencerminkan baiknya usaha yang dijalankan dilihat dari sisi finansial usaha. Hasil survey menunjukkan bahwa rasio penerimaan biaya untuk armada penangkapan dibawah 5 GT mencapai 2,31. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan usaha penangkapan ikan masih sangat baik dimana setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan mampu menghasilkan penerimaan sebesar 2,31 rupiah. Hal ini menjadi modal finansial yang baik bagi sumber penghidupan rumah tangga. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap untuk armada dibawah 5 GT masih menjadi sumber penghidupan rumah tangga yang menguatkan modal finansial mereka. Indikator rasio penerimaan dengan biaya usaha perikanan tangkap laut dengan armada kurang dari 5 GT di Kabupaten Indramayu memiliki estimasi kinerja dalam kategori sangat baik. Hal ini ditunjukkan dari persentase responden di lokasi penelitian yang mencapai 65 % dengan kategori sangat tinggi pada jumlah R/C rasio (Gambar 50). Nilai persentase tersebut diperoleh dari persentase rasio skor R/C ratio RTP dari responden terhadap skor total R/C
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 210
Laporan Akhir Tahun 2015
ratio RTP dari responden. Berdasarkan hasil analisis diindikasikan bahwa persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar usaha RTP menjadi sumber penghidupan nelayan dan secara finansial masih tergolong menguntungkan.
Tinggi 35% Sangat Tinggi 65%
Sumber : Data primer diolah, 2015
Gambar 50. Persentase Ratio Penerimaan terhadap Biaya (R/C ratio) untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015
5.1.3. Sumbawa Indeks modal finansial dalam penelitian ini disusun berdasarkan
Pendapatan
Perkapita (Rp/Orang/Bln), Konsumsi Pangan (Rp/KK/Bln), Konsumsi Non Pangan (Rp/KK/Bln), Penerimaan Usaha (R/C Ratio).
Tabel 208. Indeks Finansial Kapital Kapal < 5 GT Finansial Capital Pendapatan Perkapita (Rp/Orang/Bln) Konsumsi Pangan (Rp/KK/Bln) Konsumsi Non Pangan (Rp/KK/Bln) Penerimaan Usaha (R/C Ratio)
Bobot 0,1 0,1 0,1 0,1
Skor 0,80 0,83 0,78 1,00
Nilai 8,00 8,33 7,78 10,00 34,10
Bobot 0,1 0,1 0,1 0,1
Skor 0,60 0,93 4,33 1,00
Nilai 6,00 9,26 43,33 10,00 68,59
Sumber : Data primer diolah, 2015
Tabel 209. Indeks Finansial Kapital Kapal 5-10 GT Finansial Capital Pendapatan Perkapita (Rp/Orang/Bln) Konsumsi Pangan (Rp/KK/Bln) Konsumsi Non Pangan (Rp/KK/Bln) Penerimaan Usaha (R/C Ratio) Sumber : Data primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 211
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 210. Indeks Finansial Kapital Kapal lebih dari 10 GT Finansial Capital Pendapatan Perkapita (Rp/Orang/Bln) Konsumsi Pangan (Rp/KK/Bln) Konsumsi Non Pangan (Rp/KK/Bln) Penerimaan Usaha (R/C Ratio)
Bobot 0,1 0,1 0,1 0,1
Skor 1,00 1,00 1,00 1,00
Nilai 10,00 10,00 10,00 10,00 40,00
Sumber : Data primer diolah, 2015
5.1.4. Bitung Pada dunia bisnis modal finansial dapat diartikan sebagai segala bentuk sumberdaya ekonomi yang diukur terhadap uang yang dibelanjakan untuk membeli kebutuhan produksi dan biaya layanan bisnis yang menopang operasionalisasi kegiatan perusahaan. Konsep tersebut kemudian banyak digunakan pula pada skala rumah tangga untuk mengetahui kemampuan finansial dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik pangan dan non pangan. Pendekatan yang digunakan diantaranya adalah pendapatan dan konsumsi.
a. Pendapatan Pendapatan merupakan salah satu indikator yang dipilih dalam mengukur indeks penghidupan (livelihood) karena merupakan salah satu elemen yang bersifat dinamis dan melekat pada masyarakat selama masyarakat tersebut itu hidup. Pendapatan merupakan input bagi masyarakat didalam memenuhi kebutuhan hidup yang dengannya mereka melakukan aktivitas jual beli. Memenuhi kebutuhan hidup memang tidak mutlak dilihat dari pendapatan, akan tetapi sebagian besar kebutuhan hidup tidak lagi dapat dipenuhi secara mandiri tanpa adanya pendapatan. Dengan demikian terganggunya pendapatan secara langsung akan menganggu keberlanjutan penghidupan masyarakat. Pada skala makro pendekatan pendapatan juga telah banyak digunakan untuk mengukur pembangunan ekonomi dan pengukuran kemiskinan masyarakat. Hal ini didasarkan oleh tujuan pembangunan ekonomi yaitu tercapainya kesejahteraan masyarakat dimana salah satu ukuran yang dijadikan indikator adalah pendapatan. Berdasarkan hasil survey di Kota Bitung diketahui rata-rata pendapatan per kapita nelayan pada ukuran kapal dibawah 5 GT adalah 35,3 juta per kapita per tahun. Nilai ini diketahui jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan standar garis kemiskinan BPS per tahun yaitu sebesar Rp 3.544.380 untuk wilayah sulawesi utara. Atas dasar tersebut skor nilai yang diberikan terhadap indikator pendapatan adalah 5 dari 5 atau 1. Kondisi ini menunjukkan bahwa sumber penghidupan masyarakat masih cukup menjanjikan sehingga sebagian besar
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 212
Laporan Akhir Tahun 2015
nelayan pemilik pada armada kurang dari 5 GT telah berada pada kondisi yang relatif sejahtera. Namun demikian dari data diketahui pula bahwa besarnya pendapatan rumah tangga nelayan juga disumbang oleh sektor non perikanan sebesar 56% khususnya dari anggota keluarga seperti istri dan anak. Pada ukuran kapal 5-10 GT diketahui rata-rata pendapatan per kapita nelayan adalah 33,8 juta per kapita per tahun. Nilai ini diketahui jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan standar garis kemiskinan BPS per tahun yaitu sebesar Rp 3.544.380 untuk wilayah sulawesi utara. Atas dasar tersebut skor nilai yang diberikan terhadap indikator pendapatan adalah 5 dari 5 atau 1 dengan bobot indikator 0.1 sehingga nilai akhir yang diperoleh adalah 10. Kondisi ini menunjukkan bahwa sumber penghidupan masyarakat masih cukup menjanjikan sehingga sebagian besar nelayan pemilik pada armada antara 5-10 GT telah berada pada kondisi yang sejahtera. Namun demikian dari data diketahui pula bahwa hasil usaha penangkapan ikan hanya menyumbang pendapatan rumah tangga secara total sebesar 46%. Sebagian besar lainnya justru diperoleh dari sektor non perikanan seperti bekerja sebagai PNS, Wirasasta dan bertani. Tambahan pendapatan non perikanan ini diperoleh khususnya dari anggota rumah tanga seperti istri dan anak. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumah tangga perikanan di Kota Bitung khususnya bagi para pemilik kapal 5-10 GT memiliki sumber alternatif pekerjaan yang cukup menjanjikan. Pada ukuran kapal 11-30 GT diketahui rata-rata pendapatan per kapita nelayan adalah 80,8 juta per kapita per tahun. Nilai ini diketahui jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan standar garis kemiskinan BPS per tahun yaitu sebesar Rp 3.544.380 untuk wilayah sulawesi utara. Atas dasar tersebut skor nilai yang diberikan terhadap indikator pendapatan adalah 5 dari 5 atau 1 dengan bobot indikator 0.1 sehingga nilai akhir yang diperoleh adalah 10. Kondisi ini menunjukkan bahwa sumber penghidupan masyarakat sangat menjanjikan sehingga nelayan pemilik pada armada antara 11-30 GT telah berada pada kondisi yang sejahtera. Pendapatan dari usaha perikanan menyumbang lebih dari 70% pendapatan total rumah tangga. Sebesar 30% pendapatan disumbang dari bekrja pada sektor lainnya seperti PNS/TNI/Polri, Pekerja Swasta Wirausaha dan usaha lainnya. Meski secara proporsi tidak terlalu besar, pendapatan non perikanan menunjukkan bahwa rumah tangga nelayan pemilik kapal antara 11-30 GT punya sumber cadangan penghasilan yang dapat diandalkan senadainya usaha dari usaha perikanan mengalami kegagalan.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 213
Laporan Akhir Tahun 2015
b. Konsumsi Pendekatan konsumsi seringkali digunakan sebagai indikator kemiskinan karena berkaitan dengan ketahanan pangan rumah tangga dan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk tetap bisa hidup. Bahkan isu terkait ketahanan pangan rumah tangga telah menjadi salah satu fokus dunia untuk diperhatikan (FAO, 2011). Pendekatan konsumsi juga sering digunakan sebagai pembanding karena dianggap memberikan nilai yang lebih mendekati kenyataan dibandingkan dengan pendapatan yang seringkali bias informasi dari apa-apa yang disampaikan oleh responden (World Bank, 2015). Nilai konsumsi pangan rumah tangga nelayan kurang dari 5 GT di Bitung adalah 10,2 juta per kapita per tahun. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai garis kemiskinan makananan yang dikeluarkan oleh BPS sebesar 2,76 juta per kapita pertahun. Atas dasar tersebut pula skor untuk indikator ini adalah 5 dari 5 atau setara dengan 1. Sementara itu, nilai konsumsi pangan rumah tangga nelayan 5-10 GT di Bitung mencapai 7,7 juta per kapita per tahun. Nilai ini juga lebih besar dibandingkan dengan nilai garis kemiskinan makananan yang dikeluarkan oleh BPS. Atas dasar tersebut pula skor untuk indikator ini adalah 5 dari 5 atau setara dengan 1. Begitu pula pada rumah tangga nelayan 11-30 GT di Bitung yang pengeluaran konsumsi pangannya mencapai 25,6 juta per kapita per tahun. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dua kelas armada sebelumnya sehingga skor untuk indikator ini adalah 5 dari 5 atau setara dengan 1. Pengeluaran konsumsi pangan diatas mengindikasikan bahwa
kebutuhan pangan
sesuai standar 2150 kilo kalori dan 57 gram protein telah tercukupi oleh masyarakat nelayan. Standar tersebut mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Temuan ini juga menguatkan temuan penelitian PANELKANAS sebelumnya (BPSEKP, 2012) dimana tidak ditemukan masyarakat nelayan yang berada dibawah garis kemiskinan pangan. Nilai pengeluaran non makanan rumah tangga pun demikian dimana melebihi dari standar garis kemiskinan non makanan yaitu sebesar 1,97 juta per kapita per tahun untuk semua kelas kategori armada. Pada kelas armada dibawah 5 GT diketahui pengeluaran non pangan rumah tangga per kapita per tahun adalah 7,8 juta. Sementara pada nelayan kapal antara 5-10 GT pengeluaran konsumsi non pangan mencapai 4,99 juta per kapita pertahun sedangkan pada nelayan pemilik/pengelola kapal diatas 30 GT mencapai 25,5 juta rupiah per kapita per tahun. Semua nilai konsumsi non pangan tersebut melebihi dari standar garis kemiskinan non makanan yaitu sebesar 1,97 juta per kapita per tahun untuk daerah Sulawesi PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 214
Laporan Akhir Tahun 2015
Utara. Hal ini memberikan indikasi bahwa kebutuhan non makanan seperti pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan kebutuhan sehari-hari lainnya telah tercukupi dengan sangat baik. Dengan terpenuhinya kebutuhan non pangan yang diukur dari standar nilai nominal yang diberikan maka dapat dikatakan bahwa nelayan pemilik untuk seluruh kelas aramada telah sejahtera secara non pangan.
c. Rasio Penerimaan Biaya Rasio penerimaan biaya merupakan konsep umum sederhana yang digunakan dalam mengukur layak tidaknya suatu bisnis untuk terus dijalankan. Konsep ini secara finansial mengukur berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha. Bila rasio penerimaan biaya sama dengan satu artinya usaha netral tidak merugi akan tetapi juga tidak memberikan keuntungan. Bila faktor waktu digunakan tentu hal ini dapat pula dikatakan sebagai suatu kerugian. Semakin jauh nilai diatas satu semakin mencerminkan baiknya usaha yang dijalankan dilihat dari sisi finansial usaha. Hasil survey menunjukkan bahwa rasip penerimaan biaya untuk arama penangkapan dibawah 5 GT mencapai 6,2. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan usaha penangkapan ikan masih sangat baik dimana setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan mampu menghasilkan penerimaan sebesar 6,2 rupiah. Hal ini menjadi modal finansial yang baik bagi sumber penghidupan rumah tangga. Begitu pula untuk armada antara 5-10 GT dimana rasio menunjukkan angka 2,5. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan usaha penangkapan ikan masih cukup baik dimana setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan mampu menghasilkan penerimaan sebesar 2,5 rupiah. Sementara pada kapal antara 11-30 GT nilai rasio mencapai 5,0. Semua nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap untuk seluruh kelas armada masih menjadi sumber penghidupan rumah tangga yang meguatkan modal finansial mereka.
Tabel 211. Indeks Finansial Kapital Kapal < 5 GT Skor
Bobot
Armada Nilai (skor x bobot x 100)
Pendapatan Perkapita (Rp/kapita/Tahun)
1
0.1
10
Konsumsi Pangan (Rp/Kapita/Thn)
1 1 1 1
0.1 0.1 0.1 0.4
10 10 10 40
Finansial Capital
Konsumsi Non Pangan (Rp/Kapita/Thn) Rasio Penerimaan Biaya Total Sumber : Data Primer Diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 215
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 212. Indeks Finansial Kapital Kapal 5-10 GT Finansial Capital
Armada Nilai (skor x bobot x 100)
Skor
bobot
Pendapatan Perkapita (Rp/kapita/Tahun)
1
0.1
10
Konsumsi Pangan (Rp/Kapita/Thn)
1 1 1 1
0.1 0.1 0.1 0.4
10 10 10 40
Konsumsi Non Pangan (Rp/Kapita/Thn) Rasio Penerimaan Biaya Total Sumber : Data Primer Diolah, 2015
Tabel 213. Indeks Finansial Kapital Kapal 11-30 GT Finansial Capital
Armada Nilai (skor x bobot x 100)
Skor
bobot
Pendapatan Perkapita (Rp/kapita/Tahun)
1
0.1
10
Konsumsi Pangan (Rp/Kapita/Thn)
1 1 1 1
0.1 0.1 0.1 0.4
10 10 10 40
Konsumsi Non Pangan (Rp/Kapita/Thn) Rasio Penerimaan Biaya Total
Sumber : Data Primer Diolah, 2015
5.1.5. Pangkep Indeks modal finansial disusun oleh empat parameter yaitu pendapatan perkapita, konsumsi pangan per kapita, konsumsi non pangan per kapita, dan R/C ratio. Besarnya indeks modal finansial menurut parameter yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 214. Indeks Financial Capital Nelayan di Pangkep, 2015 Armada < 5 GT No 1 2 3 4
Parameter Pendapatan Rumah Tangga Per kapita Konsumsi Pangan Konsumsi Non Pangan R/C Ratio Total
Bobot
Skor
0,1
0,92
0,1 0,1 0,1
0,87 0,79 0,93
Indeks Financial Capital 9,21 8,65 7,94 9,27 35,07
Armada 5-10 GT Bobot
Skor
0,1
0,93
0,1 0,1 0,1
0,94 0,96 0,95
Indeks Financial Capital 9,26 9,37 9,58 9,47 37,68
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Indeks finansial nelayan dengan armada 5-10 GT di Pangkep mempunyai nilai sedikit lebih besar daripada nelayan armada kurang dari 5 GT. Parameter R/C ratio memberikan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 216
Laporan Akhir Tahun 2015
kontribusi nilai indeks penghidupan nelayan paling besar diantara parameter aspek finansial yang lain. Rata-rata nilai R/C ratio usaha penangkapan ikan nelayan armada kurang dari 5 GT di Pangkep sebesar 4,51 sedangkan untuk armada 5-10 GT mempunyai nilai R/C ratio sebesar 4,26. Nilai rata-rata R/C ratio usaha penangkapan ikan di Pangkep yang besar, baik pada armada kurang dari 5 GT maupun armada 5-10 GT menunjukkan bahwa secara finansial usaha penangkapan ikan di Pangkep sangat layak. Sebaran R/C ratio usaha penangkapan ikan menurut kelompok ukuran armada dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 51. Persentase Sebaran Kategori R/C Ratio Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden nelayan mempunyai kategori R/C ratio yang sangat baik (lebih besar dari 2), baik untuk armada ukuran kurang dari 5 GT maupun 5-10 GT. Besarnya nilai indeks pada parameter R/C ratio diikuti juga dengan besarnya nilai indeks parameter pendapatan rumah tangga per kapita, konsumsi pangan per kapita dan konsumsi non pangan per kapita. Berdasarkan hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa ketika usaha penangkapan ikan mendapatkan keuntungan yang besar maka berpengaruh pada besarnya pendapatan rumah tangga per kapita karena sumber utama pendapatan sebagian besar rumah tangga nelayan berasal dari usaha penangkapan ikan. Besarnya nilai pendapatan per kapita rumah tangga nelayan selanjutnya berpengaruh terhadap besar kecilnya konsumsi pangan maupun non pangan rumah tangga nelayan. Pada rumah tangga nelayan armada kurang dari 5 GT mempunyai nilai indeks parameter konsumsi pangan maupun non pangan yang lebih kecil daripada armada 5-10 GT. Relatif kecilnya nilai indeks parameter konsumsi pangan dan non pangan pada armada kurang dari 5 GT seiring dengan relatif rendahnya pendapatan per kapita nelayan dengan armada kurang dari 5 GT dibandingkan dengan nelayan armada 5-10 GT. Relatif rendahnya pendapatan berakibat pada rendahnya nilai
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 217
Laporan Akhir Tahun 2015
konsumsi pangan dan struktur pengeluaran rumah tangga yang didominasi oleh konsumsi pangan dibandingkan pengeluaran non pangan. Sebaran kategori besarnya pendapatan per kapita di Pangkep menurut kelas ukuran armada dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 52. Persentase Sebaran Kategori Pendapatan Per Kapita Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa sebaran responden nelayan yang mempunyai kategori sangat baik mempunyai sebaran yang paling besar baik pada ukuran armada kurang dari 5 GT maupun 5-10 GT. Selang ukuran dalam menentukan kategori pendapatan perkapita nelayan di Pangkep berdasarkan perbandingan nilai pendapatan per kapita rumah tangga responden nelayan dengan garis kemiskinan desa dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Rumah tangga nelayan termasuk kategori sangat baik jika nilai pendapatan per kapitanya lebih besar dari dua kali lipat garis kemiskinan (GK) di Sulawesi Selatan. Sementara itu sebaran kategori besarnya konsumsi pangan per kapita di Pangkep menurut kelas ukuran armada dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 53. Persentase Sebaran Kategori Konsumsi Pangan Per Kapita Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 218
Laporan Akhir Tahun 2015
Adapun sebaran kategori besarnya konsumsi pangan per kapita di Pangkep menurut kelas ukuran armada dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 54. Persentase Sebaran Kategori Konsumsi Non Pangan Per Kapita Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 5.1.6. Sorong Modal finansial adalah sejumlah uang yang dapat dipergunakan untuk membeli atau sejumlah uang yang dihimpun atau ditabung untuk investasi dimasa depan oleh suatu rumahtangga. Modal finansial merupakan sumberdaya yang paling fleksibel, dapat ditukar dengan berbagai kemudahan sesuai sistem yang berlaku. Sumberdaya keuangan juga dapat
digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan penghidupan; misalnya
membeli bahan makanan (Saleh,S.R, 2014). Untuk menggambarkan indeks modal finasial dalam penelitian ini mengacu pada indikator yaitu indikator pendapatan perkapita pertahun, konsumsi pangan perkapita pertahun, konsumsi non pangan perkapita pertahun dan R/C Ratio per unit armada per tahun. Perhitungan indeks modal financial berdasarkan jumlah perkalian skor dengan bobot masingmasing indicator. Tabel 215 menggambarkan nilai indeks modal finasial armada kurang dari 5 GT adalah 34,05, nilai indeks armada 5-10 GT adalah 34,92 dan nilai indeks armada lebih dari 10 GT adalah 38,56. Hal ini menunjukkan nilai indeks modal finasial pada indeks penghidupan nelayan di KabupatenSorong tergolong kategori sangat baik.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 219
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 215. Nilai Indeks Modal Finansial Nelayan di Kota Sorong, 2015 No
Finansial Capital
1
Armada < 5 GT Pendapatan Rumah Tangga Perkapita (Rp/Kapita/Tahun) Konsumsi Pangan (Rp/Kapita/Tahun) Konsumsi Non Pangan (Rp/Kapita/Tahun) R/C Ratio (Rp/tahun/unit) Rata-rata Armada 5 – 10 GT Pendapatan Rumah Tangga Perkapita (Rp/Kapita/Tahun) Konsumsi Pangan (Rp/Kapita/Tahun) Konsumsi Non Pangan (Rp/Kapita/Tahun) R/C Ratio (Rp/tahun/unit) Rata-rata Armada > 10 GT Pendapatan Rumah Tangga Perkapita (Rp/Kapita/Tahun) Konsumsi Pangan (Rp/Kapita/Tahun) Konsumsi Non Pangan (Rp/Kapita/Tahun) R/C Ratio (Rp/tahun/unit) Rata-rata
2
3
Skor
Armada <5 GT Bobot
Index
0,95
0,1
9,52
0,96 0,69 0,80 0,85
0,1 0,1 0,1 0,1
9,59 6,92 8,01 34,05
0,95
0,1
9,47
0,80 0,91 0,83 0,87
0,1 0,1 0,1 0,1
8,00 9,12 8,33 34,92
1,00
0,1
10,00
0,94 0,94 0,97 0,96
0,1 0,1 0,1 0,1
9,45 9,45 9,67 38,56
Sumber: Data Primer diolah, 2015
5.2. Indeks Modal Sosial 5.2.1. Tual Indeks modal sosial yang dibangun untuk lokasi Maluku Tenggara dan lainnya merupakan sebuah indeks komposit yang tergabung dari beberapa indikator. Indeks komposit modal sosial terdiri dari dua indikator yaitu indikator sumberdaya alam dan jaminan sosial dan indikator jaringan sosial. Indikator sumberdaya alam dan jaminan sosial di lokasi Maluku Tenggara disusun dari dua parameter, yaitu (1) tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya perikanan; dan (2) respon atas kondisi sumberdaya perikanan. Dua parameter tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar ketergantungan masyarakat atas sumberdaya perikanan yang tersedia. Selain itu juga untuk melihat seberapa besar respon masyarakat atas status terancamnya sumberdaya perikanan akibat aktifitas ekstraksi sumberdaya perikanan yang terjadi. Sementara indikator jaringan sosial di lokasi Maluku Tenggara disusun dari tiga parameter, yaitu (1) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; (2) Akses dan manfaat
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 220
Laporan Akhir Tahun 2015
kelembagaan sosial kemasyarakatan; dan (3) jaringan ekonomi informal. Ketiga parameter tersebut dipilih karena ketiganya menggambarkan pola-pola masyarakat di dalam memobilisasi seluruh sumberdaya yang tersedia. Pola-pola interaksi di dalam jaringan sosial juga menggambarkan pilihan-pilihan strategi yang diambil oleh setiap anggota masyarakat untuk memperjuangkan basis kepentingannya. Ketiga bentuk paratemetr tersebut terdapat di dalam suatu masyarakat, namun demikian tidak semua anggota masyarakat memanfaatkan ketiganya di dalam suatu jaringan sosial yang dikembangkan. Indeks modal sosial di Maluku Tenggara, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 216. Indeks Modal Sosial Responden PANELKANAS Maluku Tenggara, 2015 Indikator dan Parameter Sumberdaya Perikanan dan Jaminan Sosial (1) Tingkat ketergantungan atas sumberdaya perikanan (2) Respon masyarakat atas kondisi sumberdaya perikanan Jaringan Sosial (1) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi (2) Akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan (3) Jaringan ekonomi informal Agregat
Nilai Komposit 0,096 0,192 0 0,065 0 0,085 0,045 0,160
Nilai Akhir (Nilai Bobot Komposit x Bobot x 100) 0,12 11,492 0,6 11,492 0,6 0 0,18 0,776 0,06 0 0,06 0,507 0,06 0,267 0,3 12,268
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 211, diketahui bahwa nilai total agregasi indeks komposit untuk modal sosial di Maluku Tenggara adalah sebesar 0,160 yang merupakan hasil dari agregasi nilai skor komposit parameter dan variabel yang sudah dinormalisasi dengan pendekatan nilai maksimum dan minimum. Nilai total agregasi indeks komposit modal sosial tersebut menunjukkan estimasi keragaan modal sosial yang masuk dalam kategori kurang baik. Demikian juga halnya dengan parameter sumberdaya perikanan dan jaminan sosial menunjukkan estimasi keragaan kinerja sebesar 0,096 dan masuk di dalam kategori buruk. Rendahnya nilai estimasi secara total agregasi disebabkan oleh rendahnya estimasi keragaan kinerja untuk parameter jaringan sosial yang hanya sebesar 0,06 atau masuk di dalam kategori buruk.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 221
Laporan Akhir Tahun 2015
5.2.2. Indramayu Indeks modal sosial yang dibangun untuk lokasi Indramayu dan lainnya merupakan sebuah indeks komposit yang tergabung dari beberapa indikator. Indeks komposit modal sosial terdiri dari dua indikator yaitu indikator sumber daya alam dan jaminan sosial dan indikator jaringan sosial. Indikator sumber daya alam dan jaminan sosial diambil sebagai sebuah indikator berdasarkan asumsi teoritis yang dikembangkan oleh Benda-Beckmann (2001). Benda-Beckman (2001) menyebutkan bahwa masyarakat memandang sumber daya alam sebagai bagian dari jaminan sosial yang tidak terpisahkan dari kehidupannya, bahkan sebagai jaminan sosial yang paling utama. Semakin terbatas alternatif sumber daya alam maka akan semakin tinggi tingkat ketergantungan masyarakat atas sumber daya alam tersebut. Keterkaitan jaminan sosial dengan modal sosial adalah pada terbentuknya jaringanjaringan sosial yang dikonstruksi secara sosial dan budaya untuk menciptakan strategi mengamankan kehidupan anggota masyarakat. Jaringan ini terbentuk berdasarkan sifat mutualisme yang sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai kepentingan yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Benda-Beckman (2001) juga menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan atas sumber daya alam akan semakin membuat masyarakat mengembangkan pola-pola pengaturan SDA yang terbatas. Jaringan sosial sebagai sebuah modal sosial dikonstruksi dari pemahaman teoritis dan empiris bahwa masyarakat memanfaatkan jaringan sosial dalam bentuk kelembagaankelembagaan yang ada untuk menjalankan fungsi AGIL (adaptation, goal attainment, integration; dan latent pattern maintenance-tention management) dalam struktur masyarakat (Parsons dalam Wallace and Wolf, 1999). Struktural fungsional mensyaratkan terjadinya keseimbangan sosial sebagai bentuk dinamis dari struktur-fungsi di masyarakat terhadap perubahan-perubahan yang dihadapi. Kelembagaan ekonomi menjalankan fungsi adaptation dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memobilisasi sumber-sumber modal yang tersedia dan merubahnya untuk menjamin keberlangsungan kepentingan ekonomi produksinya (Parsons dalam Wallace and Wolf, 1999). Sementara Kelembagaan sosial kemasyarakatan menjalankan fungsi goal attainment, integration; dan latent pattern maintenance-tention management kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memobilisasi sumber-sumber modal yang tersedia dan merubahnya untuk menjamin keberlangsungan kepentingan ekonomi produksinya (Parsons dalam Wallace and Wolf, 1999). Sementara kelembagaan ekonomi informal dipandang sebagai sebuah bentuk modal sosial yang tersedia di masyarakat. Kelembagaan ini bersifat social security belt yang utama di dalam sistem jaminan sosial di masyarakat. Trust dianggap embedded di dalam kelembagaan jenis ini PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 222
Laporan Akhir Tahun 2015
karena tanpa adanya trust maka kelembagaan ini tidak dapat berjalan (Benda-Beckman, 2001). Tabel 217 menunjukkan tabel panduan nilai skor komposit yang digunakan. Indikator sumber daya alam dan jaminan sosial di lokasi Indramayu disusun dari dua parameter, yaitu (1) tingkat ketergantungan terhadap sumber daya perikanan; dan (2) respon atas kondisi sumber daya perikanan. Dua parameter tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar ketergantungan masyarakat atas sumber daya perikanan yang tersedia. Selain itu juga untuk melihat seberapa besar respon masyarakat atas status terancamnya sumber daya perikanan akibat aktifitas ekstraksi sumber daya perikanan yang terjadi. Sementara indikator jaringan sosial di lokasi Indramayu disusun dari tiga parameter, yaitu (1) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; (2) Akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan; dan (3) jaringan ekonomi informal. Ketiga parameter tersebut dipilih karena ketiganya menggambarkan pola-pola masyarakat di dalam memobilisasi seluruh sumber daya yang tersedia. Pola-pola interaksi di dalam jaringan sosial juga menggambarkan pilihan-pilihan strategi yang diambil oleh setiap anggota masyarakat untuk memperjuangkan basis kepentingannya. Ketiga bentuk paratemetr tersebut terdapat di dalam suatu masyarakat, namun demikian tidak semua anggota masyarakat memanfaatkan ketiganya di dalam suatu jaringan sosial yang dikembangkan. Nilai total agregasi indeks komposit untuk modal sosial di lokasi Indramayu sebesar 4.20 yang merupakan hasil dari agregasi nilai skor komposit parameter yang menyusunnya. Nilai total agregasi indeks komposit modal sosial tersebut menunjukkan estimasi keragaan modal sosial dengan seluruh parameter termasuk dalam kategori buruk. Tabel 217 menunjukkan gambaran keragaan kinerja indeks komposit modal sosial di lokasi Indramayu.
Tabel 217. Indeks Komposit Modal Sosial di Kabupaten Indramayu, 2015 Modal Sosial a. Sumber Daya Perikanan dan Jaminan Sosial (1) Tingkat ketergantungan atas sumber daya perikanan (2) Respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan b. Jaringan Sosial (1) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi (2) Akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan (3) Jaringan ekonomi informal Jumlah
Skor
Bobot
Index (skor x bobot x 100)
0.36
0.06
2.16
0.05
0.06
0.30
0.03
0.06
0.18
0.01
0.06
0.06
0.25 0.14
0.06 0.3
1.50 4.20
Sumber : Data primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 223
Laporan Akhir Tahun 2015
Indikator Sumber Daya Perikanan dan Jaminan Sosial Indikator sumber daya perikanan dan jaminan sosial di lokasi Indramayu memiliki estimasi kinerja dalam kategori sedang. Nilai terbesar terdapat di tingkat ketergantungan sumber daya perikanan yaitu 0,36. Hal ini ditunjukkan dari persentase responden di lokasi penelitian yang mencapai 69 % untuk kategori sangat tinggi dan 19 % untuk kategori tinggi tingkat ketergantungannya terhadap sumber daya perikanan (Gambar 55). Nilai persentase tersebut diperoleh dari membandingkan persentase rasio pendapatan RTP perikanan dari responden terhadap total pendapatan RTP dari responden. Berdasarkan hasil analisis diindikasikan bahwa persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar RTP responden hanya mengandalkan usaha dan pendapatan dari sektor perikanan saja.
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 55. Persentase RTP Responden terhadap Tingkat Ketergantungan Sumber Daya Perikanan di Kabupaten Indramayu, 2015 Namun demikian, nilai komposit dari parameter respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan sangatlah rendah yaitu hanya sebesar 0,05 atau masuk di dalam kategori buruk. Hasil analisis menunjukkan hanya sekitar 6 % untuk kategori sangat tinggi dan 4 % saja untuk kategori sedang dari total responden yang menunjukkan respon terhadap ancaman kondisi sumber daya perikanan (Gambar 56). Sementara sebagian besar responden (sebesar 88 %) tidak menunjukkan respon apapun terhadap ancaman kondisi sumber daya perikanan yang ada. Bentuk ancaman terhadap kondisi sumber daya perikanan di dalam penelitian ini didefinisikan dari segala bentuk aktifitas atau kegiatan yang dapat mengancam, menguras ataupun merusak kondisi sumber daya perikanan. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan ekonomi merupakan unsur yang dominan di dalam penentuan strategi responden di
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 224
Laporan Akhir Tahun 2015
dalam memanfaatkan sumber daya. Pemenuhan akibat tekanan ekonomi menunjukkan short term self interest secara keseluruhan yang terjadi di masyarakat.
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 56. Persentase Responden terhadap Respon atas Kondisi Sumber Daya Perikanan di Kabupaten Indramayu, 2015 Secara teoritis kedua parameter baik tingkat ketergantungan atas sumber daya perikanan maupun respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan bisa berbanding lurus, yaitu semakin tinggi tingkat ketergantungan masyarakat atas suatu sumber daya alam maka akan semakin tinggi juga respon masyarakat atas terancamnya kondisi sumber daya alam. Namun demikian hal ini justru berbanding terbalik di lokasi penelitian. Tingginya tingkat ketergantungan masyarakat atas sumber daya perikanan tidak dibarengi dengan tingginya tingkat respon masyarakat atas terancamnya sumber daya perikanan.
Indikator Jaringan Sosial Indikator jaringan sosial di lokasi Indramayu hanya memberikan agregat skor komposit sebesar 0,1 atau masuk di dalam kategori Buruk. Ketiga nilai skor parameter berturut-turut adalah sebesar 0,03 untuk akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; 0,01 untuk akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan; dan 0,25 untuk jaringan ekonomi informal. Seluruh parameter tersebut tergolong buruk dengan parameter jaringan ekonomi informal yang sedikit lebih baik yang mengindikasikan masyarakat belum sepenuhnya mampu menggunakan jaringan sosial yang ada untuk kepentingan ekonomi produktif. Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi merupakan ketersediaan dan peran anggota masyarakat di dalam kelembagaan ekonomi seperti koperasi. Nilai skor dari parameter ini sebesar 0,03 yang mengindikasikan kurang berperannya kelembagaan ekonomi seperti
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 225
Laporan Akhir Tahun 2015
koperasi di dalam masyarakat. Hal ini ditunjukkan juga dari persentase keanggotaan responden di dalam keanggotaan koperasi yang mayoritas tidak menjadi anggota koperasi yaitu sebesar 95 % (Gambar 57). Sementara dari 5 % yang menjadi anggota, mayoritas juga memiliki kontribusi terhadap kelembagaan koperasi yang sangat rendah (93%). Berdasarkan hasil analisis rendahnya nilai skor dan persentase ini disebabkan masih tidak optimalnya keberadaan koperasi untuk meyakinkan anggota masyarakat menjadi sebuah kelembagaan ekonomi yang mampu untuk menunjang kehidupan ekonominya.
(a)
(b)
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 57. Persentase Keanggotaan Kelembagaan Ekonomi (a) dan Kontribusi Anggota (b) di Kabupaten Indramayu, 2015 Sementara akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan di masyarakat juga memiliki nilai skor yang rendah, yaitu sebesar 0,01. Parameter ini menilai kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan kelembagaan sosial kemasyarakatan yang ada dan merubahnya menjadi sebuah bentuk jaminan sosial di dalam kegiatan ekonomi produktifnya. Kelembagaan sosial kemasyarakatan memang tidak secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap kondisi ekonomi. Namun kelembagaan jenis ini bisa bersifat sebagai akselerator dan memperbesar dampak dari kemampuan masyarakat mengaktualisasikan jaringan ekonomi ke dalam bentuk ekonomi produktif. Kelembagaan jenis ini juga bersifat ruang publik yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya di dalam pemanfaatan sumber daya perikanan. Parameter jaringan ekonomi informal di lokasi Indramayu memiliki nilai sebesar 0,25 yang masuk di dalam kategori kurang baik. Parameter ini menilai kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan jaringan ekonomi informal yang ada seperti patron-klien, identitas maupun lainnya di dalam mengakses manfaat sumber daya perikanan. Nilai dari parameter PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 226
Laporan Akhir Tahun 2015
ini yang rendah mengindikasikan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memanfaatkan jaringan ekonomi informal yang tersedia dan juga mengindikasikan terkotak-kotaknya masyarakat di dalam jejaring ekonomi informal yang kecil di dalam bentuk patron-klien.
5.2.3. Sumbawa Indeks modal sosial yang dibangun untuk lokasi Sumbawa dan lainnya merupakan sebuah indeks komposit yang tergabung dari beberapa indikator. Indeks komposit modal sosial terdiri dari dua indikator yaitu indikator sumber daya alam dan jaminan sosial dan indikator jaringan sosial. Indikator sumber daya alam dan jaminan sosial di lokasi Bitung disusun dari dua parameter, yaitu (1) tingkat ketergantungan terhadap sumber daya perikanan; dan (2) respon atas kondisi sumber daya perikanan. Dua parameter tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar ketergantungan masyarakat atas sumber daya perikanan yang tersedia. Selain itu juga untuk melihat seberapa besar respon masyarakat atas status terancamnya sumber daya perikanan akibat aktifitas ekstraksi sumber daya perikanan yang terjadi.
Tabel 218. Nilai Total Agregat Indeks Komposit Modal Sosial di Kabupaten Sumbawa Indikator dan Parameter Sumber Daya Perikanan dan Jaminan Sosial (1) Tingkat ketergantungan atas sumber daya perikanan (2) Respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan
Nilai Komposit Deskripsi 0,375 Kurang Baik 0,375 Kurang Baik - Buruk
Jaringan Sosial (1) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi (2) Akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan (3) Jaringan ekonomi informal
0,125 0,033 0,341
Buruk Buruk Buruk Kurang Baik
Agregat
0,250 Kurang Baik
Sumber : Data primer diolah, 2015 Sementara indikator jaringan sosial di lokasi Bitung disusun dari tiga parameter, yaitu (1) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; (2) Akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan; dan (3) jaringan ekonomi informal. Ketiga parameter tersebut dipilih karena ketiganya menggambarkan pola-pola masyarakat di dalam memobilisasi seluruh sumber daya yang tersedia. Pola-pola interaksi di dalam jaringan sosial juga menggambarkan pilihanpilihan strategi yang diambil oleh setiap anggota masyarakat untuk memperjuangkan basis kepentingannya. Ketiga bentuk paratemetr tersebut terdapat di dalam suatu masyarakat,
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 227
Laporan Akhir Tahun 2015
namun demikian tidak semua anggota masyarakat memanfaatkan ketiganya di dalam suatu jaringan sosial yang dikembangkan. Nilai total agregasi indeks komposit untuk modal sosial di Sumbawa adalah sebesar 0,250 yang merupakan hasil dari agregasi nilai skor komposit parameter dan variabel yang sudah dinormalisasi dengan pendekatan nilai maksimum dan minimum. Nilai total agregasi indeks komposit modal sosial tersebut menunjukkan estimasi keragaan modal sosial yang masuk dalam kategori kurang baik. Namun demikian secara parameter, parameter sumber daya perikanan dan jaminan sosial menunjukkan estimasi keragaan kinerja sebesar 0,375 dan masuk di dalam kategori buruk. Rendahnya nilai estimasi secara total agregasi disebabkan oleh rendahnya estimasi keragaan kinerja untuk parameter jaringan sosial yang hanya sebesar 0,125 atau masuk di dalam kategori buruk. Buruknya indeks modal sosial ini juga terlihat dari rendahnya partisipasi dan keikutsertaan masyarakat nelayan di Sumbawa terhadap organisasi maupun kelompok lembaga lainnya. Secara umum, masyarakat nelayan belum bayak memahami keberadaan fasilitas sosial yang ada seperti organisasi kenelayanan, organisasi usaha maupun organisasi informal lainnya. Rendahnya keikutsertaan nelayan dalam keorganisasian ini umumnya disebabkan oleh sedikitnya waktu luang untuk berpartisipasi dalam organisasi yang ada. Distribusi waktu terbesar bagi nelayan di Sumbawa banyak tersita untuk kegiatan penangkapan ikan dan perbaikan alat tangkap maupun perbaikan armada dan penyiapan logistik penangkapan ikan.
5.2.4. Bitung Indeks modal sosial yang dibangun untuk lokasi Bitung dan lainnya merupakan sebuah indeks komposit yang tergabung dari beberapa indikator. Indeks komposit modal sosial terdiri dari dua indikator yaitu indikator sumber daya alam dan jaminan sosial dan indikator jaringan sosial. Indikator sumber daya alam dan jaminan sosial di lokasi Bitung disusun dari dua parameter, yaitu (1) tingkat ketergantungan terhadap sumber daya perikanan; dan (2) respon atas kondisi sumber daya perikanan. Dua parameter tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar ketergantungan masyarakat atas sumber daya perikanan yang tersedia. Selain itu juga untuk melihat seberapa besar respon masyarakat atas status terancamnya sumber daya perikanan akibat aktifitas ekstraksi sumber daya perikanan yang terjadi. Sementara indikator jaringan sosial di lokasi Bitung disusun dari tiga parameter, yaitu (1) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; (2) Akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan; dan (3) jaringan ekonomi informal. Ketiga parameter tersebut dipilih karena PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 228
Laporan Akhir Tahun 2015
ketiganya menggambarkan pola-pola masyarakat di dalam memobilisasi seluruh sumber daya yang tersedia. Pola-pola interaksi di dalam jaringan sosial juga menggambarkan pilihanpilihan strategi yang diambil oleh setiap anggota masyarakat untuk memperjuangkan basis kepentingannya. Ketiga bentuk paratemetr tersebut terdapat di dalam suatu masyarakat, namun demikian tidak semua anggota masyarakat memanfaatkan ketiganya di dalam suatu jaringan sosial yang dikembangkan.
Tabel 219. Nilai Total Agregat Indeks Komposit Modal Sosial di Kota Bitung
Bobot
Nilai Akhir (Nilai Kompos it x Bobot x 100)
0.171
0.12
2.05
0.342
0.06
2.05
0
0.06
0.00
Buruk
0.135 0
0.18 0.06
2.43 0.00
Buruk Buruk
0.067
0.06
0.40
Buruk
(3) Jaringan ekonomi informal
0.339
0.06
2.03
Agregat
0.239
0.3
4.49
Nilai Komposit
Indikator dan Parameter
Sumber Daya Perikanan dan Jaminan Sosial (1) Tingkat ketergantungan atas sumber daya perikanan (2) Respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan Jaringan Sosial (1) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi (2) Akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan
Deskripsi
Kurang Baik Kurang Baik
Kurang Baik Kurang Baik
Sumber : Data Primer, 2016
Nilai total agregasi indeks komposit untuk modal sosial di Bitung adalah sebesar 0,239 yang merupakan hasil dari agregasi nilai skor komposit parameter dan variabel yang sudah dinormalisasi dengan pendekatan nilai maksimum dan minimum. Nilai total agregasi indeks komposit modal sosial tersebut menunjukkan estimasi keragaan modal sosial yang masuk dalam kategori kurang baik. Namun demikian secara parameter, parameter sumber daya perikanan dan jaminan sosial menunjukkan estimasi keragaan kinerja sebesar 0,342 dan masuk di dalam kategori buruk. Rendahnya nilai estimasi secara total agregasi disebabkan oleh rendahnya estimasi keragaan kinerja untuk parameter jaringan sosial yang hanya sebesar 0,135 atau masuk di dalam kategori buruk. Tabel 219 menunjukkan gambaran keragaan kinerja indeks komposit modal sosial di lokasi Bitung.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 229
Laporan Akhir Tahun 2015
Indikator Sumber Daya Perikanan dan Jaminan Sosial Indikator sumber daya perikanan dan jaminan sosial di lokasi Bitung memiliki estimasi kinerja dalam kategori Kurang Baik. Nilai terbesar terdapat di tingkat ketergantungan sumber daya perikanan yaitu 0,342. Hal ini ditunjukkan dari persentase responden di lokasi penelitian yang mencapai 67 % untuk kategori sangat tinggi dan 20 % untuk kategori tinggi tingkat ketergantungannya terhadap sumber daya perikanan (Gambar 58). Nilai persentase tersebut diperoleh dari membandingkan persentase rasio pendapatan RTP perikanan dari responden terhadap total pendapatan RTP dari responden. Berdasarkan hasil analisis diindikasikan bahwa persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar RTP responden hanya mengandalkan usaha dan pendapatan dari sektor perikanan saja.
Sangat Rendah 5%
Rendah 3%
Sedang 5%
Tinggi 20% Sangat Tinggi 67%
Gambar 58. Persentase RTP Responden terhadap Tingkat Ketergantungan Sumber Daya Perikanan di Kota Bitung Namun demikian, nilai komposit dari parameter respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan sangatlah rendah atau masuk di dalam kategori buruk. Hasil analisis menunjukkan seluruh responden tidak
menunjukkan respon apapun yang ada. Bentuk
ancaman terhadap kondisi sumber daya perikanan di dalam penelitian ini didefinisikan dari segala bentuk aktifitas atau kegiatan yang dapat mengancam, menguras ataupun merusak kondisi sumber daya perikanan. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan ekonomi merupakan unsur yang dominan di dalam penentuan strategi responden di dalam memanfaatkan sumber daya. Pemenuhan akibat tekanan ekonomi menunjukkan short term self interest secara keseluruhan yang terjadi di masyarakat.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 230
Laporan Akhir Tahun 2015
Secara teoritis kedua parameter baik tingkat ketergantungan atas sumber daya perikanan maupun respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan bisa berbanding lurus, yaitu semakin tinggi tingkat ketergantungan masyarakat atas suatu sumber daya alam maka akan semakin tinggi juga respon masyarakat atas terancamnya kondisi sumber daya alam. Namun demikian hal ini justru berbanding terbalik di lokasi penelitian. Tingginya tingkat ketergantungan masyarakat atas sumber daya perikanan tidak diikuti dengan tingginya tingkat respon masyarakat atas terancamnya sumber daya perikanan.
Indikator Jaringan Sosial Indikator jaringan sosial di lokasi Bitung hanya memberikan agregat skor komposit sebesar 0,135 atau masuk di dalam kategori buruk. Ketiga nilai skor parameter berturut-turut adalah sebesar 0 untuk akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; 0,067 untuk akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan; dan 0,339 untuk jaringan ekonomi informal. Seluruh parameter tersebut tergolong buruk dengan parameter jaringan ekonomi informal yang sedikit lebih baik yang mengindikasikan masyarakat belum sepenuhnya mampu menggunakan jaringan sosial yang ada untuk kepentingan ekonomi produktif.
Tinggi 6% Rendah 3%
Sangat Tinggi 6%
Rendah 7%
Sangat Rendah 85%
(a)
Sangat Rendah 93%
(b)
Gambar 59. Persentase Keanggotaan Kelembagaan Sosial (xa) dan Kontribusi Anggota (xb) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi merupakan ketersediaan dan peran anggota masyarakat di dalam kelembagaan ekonomi seperti koperasi. Nilai skor dari parameter ini sebesar 0 yang mengindikasikan tidak adaperan responden dalam kelembagaan ekonomi seperti koperasi di dalam masyarakat. Hal ini ditunjukkan juga dari persentase keanggotaan responden di dalam keanggotaan koperasi yang tidak menjadi anggota koperasi yaitu sebesar
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 231
Laporan Akhir Tahun 2015
100 %. Berdasarkan hasil analisis rendahnya nilai skor dan persentase ini disebabkan masih tidak optimalnya keberadaan koperasi untuk meyakinkan anggota masyarakat menjadi sebuah kelembagaan ekonomi yang mampu untuk menunjang kehidupan ekonominya. Sementara akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan di masyarakat juga memiliki nilai skor yang rendah, yaitu sebesar 0,067. Parameter ini menilai kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan kelembagaan sosial kemasyarakatan yang ada dan merubahnya menjadi sebuah bentuk jaminan sosial di dalam kegiatan ekonomi produktifnya. Bentuk kelembagaan sosial yang diikuti oleh 6% responden adalah organisasi keagamaan di gereja. Kelembagaan sosial kemasyarakatan memang tidak secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap kondisi ekonomi. Namun kelembagaan jenis ini bisa bersifat sebagai akselerator dan memperbesar dampak dari kemampuan masyarakat mengaktualisasikan jaringan ekonomi ke dalam bentuk ekonomi produktif. Kelembagaan jenis ini juga bersifat ruang publik yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya di dalam pemanfaatan sumber daya perikanan.
Sangat Tinggi Tinggi 6% 10%
Sangat Rendah 19%
Sedang 17% Rendah 48%
Gambar 60. Persentase Keanggotaan Kelembagaan Ekonomi Informal di Kota Bitung Parameter jaringan ekonomi informal di lokasi Bitung memiliki nilai sebesar 0,339 yang masuk di dalam kategori kurang baik. Parameter ini menilai kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan jaringan ekonomi informal yang ada seperti patron-klien, identitas maupun lainnya di dalam mengakses manfaat sumber daya perikanan. Nilai dari parameter ini yang rendah mengindikasikan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memanfaatkan jaringan ekonomi informal yang tersedia dan juga mengindikasikan terkotak-kotaknya masyarakat di dalam jejaring ekonomi informal yang kecil di dalam bentuk patron-klien.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 232
Laporan Akhir Tahun 2015
5.2.5. Pangkep Indeks modal sosial di lokasi Pangkep disusun dari lima parameter, yaitu (1) tingkat ketergantungan terhadap sumber daya perikanan; (2) respon atas kondisi sumber daya perikanan; (3) akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; (4) akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan; dan (5) jaringan ekonomi informal. Parameter pertama dan kedua digunakan untuk melihat seberapa besar ketergantungan masyarakat atas sumber daya perikanan yang tersedia. Selain itu juga untuk melihat seberapa besar respon masyarakat atas status terancamnya sumber daya perikanan akibat aktifitas ekstraksi sumber daya perikanan yang terjadi. Sementara itu, parameter ketiga, keempat dan kelima dipilih karena ketiganya menggambarkan pola-pola masyarakat dalam memobilisasi seluruh sumber daya yang tersedia. Pola-pola interaksi di dalam jaringan sosial juga menggambarkan pilihan-pilihan strategi yang diambil oleh setiap anggota masyarakat untuk memperjuangkan basis kepentingannya. Ketiga bentuk paratemeter tersebut terdapat dalam suatu masyarakat, namun demikian tidak semua anggota masyarakat memanfaatkan ketiganya di dalam suatu jaringan sosial yang dikembangkan. Rincian nilai parameter penyusun indeks sosial dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 220. Indeks Social Capital Nelayan di Pangkep, 2015
N o
1 2 3 4 5
Armada < 5 GT Indek s Parameter Bobo Sko Social t r Capit al Tingkat ketergantungan atas sumber daya 0,06 0,39 2,33 perikanan Respon masyarakat atas kondisi sumber daya 0,06 0,04 0,23 perikanan Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi 0,06 0,00 Akses dan manfaat kelembagaan sosial 0,06 0,00 0,03 kemasyarakatan Jaringan ekonomi informal 0,06 0,33 1,95 Total 4,53
Armada 5-10 GT Indek s Bobo Sko Social t r Capit al 0,06 0,39 2,33 0,06
0,04
0,23
0,06 0,06
0,00 0,00
0,00 0,03
0,06
0,33
1,95 4,53
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa parameter-parameter yang membentuk indeks sosial memberikan nilai yang rendah. Bahkan salah satu parameter yaitu akses dan manfaat kelembagaan ekonomi memberikan nilai nol karena responden nelayan belum merasakan akses dan manfaat kelembagaan ekonomi.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 233
Laporan Akhir Tahun 2015
Parameter pertama dan kedua merupakan indikator sumber daya perikanan dan jaminan sosial di lokasi Pangkep memiliki estimasi kinerja dalam kategori sedang. Nilai terbesar terdapat di tingkat ketergantungan sumber daya perikanan yaitu 2,33. Hal ini ditunjukkan besarnya persentase responden yang sumber pendapatan utamanya berasal dari perikanan. Sebaran tingkat ketergantungan responden nelayan di Pangkep terhadap sumberdaya perikanan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 61. Persentase RTP Responden terhadap Tingkat Ketergantungan Sumber Daya Perikanan di Pangkep, 2015 Nilai persentase tersebut diperoleh dari membandingkan persentase rasio pendapatan RTP perikanan dari responden terhadap total pendapatan RTP dari responden. Berdasarkan hasil analisis diindikasikan bahwa persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar RTP responden hanya mengandalkan usaha dan pendapatan dari sektor perikanan saja.
Gambar 62. Persentase Responden terhadap Respon atas Kondisi Sumber Daya Perikanan di Pangkep, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 234
Laporan Akhir Tahun 2015
Namun demikian, nilai komposit dari parameter respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan sangatlah rendah yaitu hanya sebesar 2,33 atau masuk di dalam kategori buruk. Hasil analisis menunjukkan hanya sekitar 3 % untuk kategori rendah dan tidak ada yang dalam kategori sedang maupun tinggi (Gambar 62). Sementara sebagian besar responden (sebesar 97 %) tidak menunjukkan respon apapun terhadap ancaman kondisi sumber daya perikanan yang ada. Bentuk ancaman terhadap kondisi sumber daya perikanan di dalam penelitian ini didefinisikan dari segala bentuk aktifitas atau kegiatan yang dapat mengancam, menguras ataupun merusak kondisi sumber daya perikanan. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan ekonomi merupakan unsur yang dominan di dalam penentuan strategi responden di dalam memanfaatkan sumber daya. Pemenuhan akibat tekanan ekonomi menunjukkan short term self interest secara keseluruhan yang terjadi di masyarakat. Secara teoritis kedua parameter baik tingkat ketergantungan atas sumber daya perikanan maupun respon masyarakat atas kondisi sumber daya perikanan bisa berbanding lurus, yaitu semakin tinggi tingkat ketergantungan masyarakat atas suatu sumber daya alam maka akan semakin tinggi juga respon masyarakat atas terancamnya kondisi sumber daya alam. Namun demikian hal ini justru berbanding terbalik di lokasi penelitian. Tingginya tingkat ketergantungan masyarakat atas sumber daya perikanan tidak dibarengi dengan tingginya tingkat respon masyarakat atas terancamnya sumber daya perikanan. Indikator jaringan sosial di lokasi Pangkep masuk di dalam kategori buruk. Ketiga nilai skor parameter berturut-turut adalah sebesar 0 untuk akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; 0,03 untuk akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan; dan 1,95 untuk jaringan ekonomi informal. Seluruh parameter tersebut tergolong buruk dengan parameter jaringan ekonomi informal yang sedikit lebih baik yang mengindikasikan masyarakat belum sepenuhnya mampu menggunakan jaringan sosial yang ada untuk kepentingan ekonomi produktif. Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi merupakan ketersediaan dan peran anggota masyarakat di dalam kelembagaan ekonomi seperti koperasi. Nilai skor dari parameter ini sebesar nol yang mengindikasikan tidak berperannya kelembagaan ekonomi seperti koperasi dalam masyarakat. Hal ini ditunjukkan dari persentase keanggotaan responden di dalam keanggotaan koperasi yang semuanya tidak menjadi anggota koperasi. Berdasarkan hasil analisis rendahnya nilai skor dan persentase ini disebabkan masih tidak optimalnya keberadaan koperasi untuk meyakinkan anggota masyarakat menjadi sebuah kelembagaan ekonomi yang mampu untuk menunjang kehidupan ekonominya. PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 235
Laporan Akhir Tahun 2015
Sementara akses dan manfaat kelembagaan sosial kemasyarakatan di masyarakat juga memiliki nilai skor yang rendah, yaitu sebesar 0,03. Parameter ini menilai kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan kelembagaan sosial kemasyarakatan yang ada dan merubahnya menjadi sebuah bentuk jaminan sosial di dalam kegiatan ekonomi produktifnya. Kelembagaan sosial kemasyarakatan memang tidak secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap kondisi ekonomi. Namun kelembagaan jenis ini bisa bersifat sebagai akselerator dan memperbesar dampak dari kemampuan masyarakat mengaktualisasikan jaringan ekonomi ke dalam bentuk ekonomi produktif. Kelembagaan jenis ini juga bersifat ruang publik yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya di dalam pemanfaatan sumber daya perikanan. Parameter jaringan ekonomi informal di lokasi Pangkep memiliki nilai sebesar 1,95 yang masuk di dalam kategori kurang baik. Parameter ini menilai kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan jaringan ekonomi informal yang ada seperti patron-klien, identitas maupun lainnya di dalam mengakses manfaat sumber daya perikanan. Nilai dari parameter ini yang rendah mengindikasikan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memanfaatkan jaringan ekonomi informal yang tersedia dan juga mengindikasikan terkotak-kotaknya masyarakat di dalam jejaring ekonomi informal yang kecil di dalam bentuk patron-klien.
5.2.6. Sorong Aset sosial atau social capital dalam kontek penghidupan yang berkelanjutan diartikan sebagai sumber daya sosial yang dimiliki oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang dikembangkan dari jaringan dan keterhubungan, baik vertikal (patron/klien) atau horizontal (antara individu dengan kepentingan bersama), keanggotaan kelompok yang lebih formal, serta hubungan kepercayaan antar anggota masyarakat. Indeks modal sosial yang dibangun di Kota Sorong merupakan sebuah indeks komposit yang tergabung dari beberapa indikator. Indeks komposit modal sosial terdiri dari dua indikator yaitu indikator sumber daya alam dan jaminan sosial dan indikator jaringan sosial. Secara keseluruhan terbentuk dari 5 indikator, yaitu: 1) Tingkat ketergantungan atas sumberdaya alam, 2) Respon masyarakat atas kondisi sumberdaya perikanan; 3) Akses dan manfaat kelembagaan ekonomi; 4) Akses dan manfaat kelembagaan sosial; dan 5) Jaringan ekonomi informal. Nilai indeks modal sosial untuk nelayan di Kota Sorong paling besar adalah untuk nelyan dengan armada 5 – 10 GT sebesar 12,83. Selanjutnya nelayan dengan armada > 10 GT sebesar 12,58 dan nelayan dengan armada < 5 GT sebesar 11,74. Secara
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 236
Laporan Akhir Tahun 2015
rinci besaran skor pembentuk indeks komposit modal sosial di Kota Sorong disajikan pada Tabel 221 berikut.
Tabel 221. Nilai Indeks Komposit Modal Sosial Nelayan di Kota Sorong, 2015 No 1
2
3
Indikator Armada Penangkapan < 5 GT Tingkat Ketergantungan SDA Respon Masyarakat atas Kondisi SDP Akses dan Manfaat Kelembagaan Ekonomi Akses dan Manfaat Kelembagaan Sosial Jaringan Ekonomi Informal Armada Penangkapan 5 – 10 GT Tingkat Ketergantungan SDA Respon Masyarakat atas Kondisi SDP Akses dan Manfaat Kelembagaan Ekonomi Akses dan Manfaat Kelembagaan Sosial Jaringan Ekonomi Informal Armada Penangkapan > 10 GT Tingkat Ketergantungan SDA Respon Masyarakat atas Kondisi SDP Akses dan Manfaat Kelembagaan Ekonomi Akses dan Manfaat Kelembagaan Sosial Jaringan Ekonomi Informal
Skor
Bobot
Indeks
0.93 0.21 0.20 0.26 0.36 0.39
0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.30
5.57 1.24 1.22 1.56 2.15 11.74
0.99 0.20 0.22 0.22 0.51 0.43
0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.30
5.95 1.20 1.30 1.30 3.08 12.83
0.97 0.23 0.20 0.20 0.50 0.42
0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.30
5.83 1.37 1.20 1.20 2.98 12.58
Sumber : Data primer diolah (2015)
Aset sosial memiliki nilai manfaat bagi penghidupan masyarakat, namun perlu juga diwaspadai kemungkinan negatif yang dapat berkembang, atau dampak yang mungkin dirasakan oleh sekelompok orang. Ikatan dan relasi sosial yang ada mungkin didasarkan pada hubungan hirarkis yang sangat ketat, dan mungkin pula membatasi atau menghalangi seseorang untuk berupaya keluar dari kemiskinan. Aset sosial dapat terganggu oleh intervensi dari luar, yang memaksakan kepentingan tertentu tanpa mempertimbangkan relasi dan ikatan sosial yang telah terbina sebelumnya dalam masyarakat. Intervensi dari luar dapat berupa tekanan kekuatan atau kekuasaan untuk memaksakan kepentingan, atau motif ekonomi tertentu yang mengakibatkan konflik dalam masyarakat dani bentuk-bentuk kekerasan terjadi dalam situasi semacam itu. Hal ini terlihat dari keterlibatan, keaktifan, serta kontribusi dari masyarakat nelayan dalam organisasi baik formal maupun non formal. Jika dilihat pada Gambar 63 dibawah ini, keterlibatan masyarakat nelayan sorong terhadap organisasi nelayan cukup rendah hanya dibawah 50%. Keterlibatan mereka dalam organisasi nelayan seperti HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia), koperasi nelayan,
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 237
Laporan Akhir Tahun 2015
dan komunitas masing-masing hanya 27,66%, 26,81%, dan 35,06%. Sedangkan keterlibatan masyarakat terhadap kelembagaan keagamaan cukup tinggi yaitu 36,60 persen. Keterlibatan masyarakat pada kelembagaan keagamaan baik itu untuk Islam dan Kristen, baik itu warga pendatang seperti nelayan yang berasal Sulawesi Selatan, maupun warga lokal. Akan tetapi keterlibatan nelayan dalam organisasi adat hanya tinggi pada nelayan yang merupakan orang papua asli.
100,00 80,00
83,59 72,34
73,19 64,94
63,40
60,00 40,00
35,06
27,66
36,60
26,81 16,41
20,00 0,00 HNSI
Koperasi Nelayan Anggota
Komunitas Nelayan
Komunitas Keagamaan
Komunitas Adat
Bukan Anggota
Sumber:Data primer diolah, 2015 Gambar 63. Keterlibatan Masyarakat Nelayan terhadap Organisasi Formal dan Non Formal di Kota Sorong Tingkat keefektifan dalam organisasi yang paling tinggi dari sisi anggota aktif adalah pada komunitas adat dan komunitas keagamaan, yaitu masing-masing 60,47% dan 34.58%. Tingkat keaktifan nelayan sorong di organisasi nelayan sangat rendah, seperti HNSI dan Koperasi Nelayan, yang hanya masing-masing sebesar 12,31% dan 11.11%.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 238
Laporan Akhir Tahun 2015
90
80,95 75,38
80 70
64,49
60,47
60 50 37,21
40
34,58
30 20
12,31 12,31
11,11
10
7,94 2,33
0,94
0 HNSI
Koperasi Nelayan
Anggota Tidak Aktif
Komunitas Keagamaan Anggota Aktif
Komunitas Adat Pengurus
Sumber:Data primer diolah, 2015 Gambar 64. Tingkat Keaktifan Dalam Organisasi Nelayan di Kota Sorong Selanjutnya jika dilihat pada Gambar xx di bawah ini terlihat bahwa kemauan masyarakat nelayan sorong untuk iuaran kontribusi cukup tinggi pada komunitas adat, dimana per tahun rata-rata iuran yang mereka bayarkan sebesar Rp 2.127.272. Akan tetapi untuk iuran untuk alasan komunitas nelayan paling rendah, dimana setahunnya mereka hanya rela membayar iuaran sebesar Rp 660.000.
2500000 2127272
2000000 1381621
1500000 1000000 660000
500000 0 Komunitas Nelayan
Komunitas Keagamaan
Komunitas Adat
Sumber:Data primer diolah, 2015 Gambar 65. Iuran Kontribusi dalam Organisasi Nelayan di Kota Sorong Masyarakat memiliki kemampuan untuk menumbuhkan atau memperbaiki asset sosial. Hubungan yang baik di antara masyarakat dapat memperkuatnya, sebaliknya sumberdaya sosial dapat menurun apabila anggota masyarakat mulai mengabaikan peran dan fungsinya
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 239
Laporan Akhir Tahun 2015
atau tidak mentaati aturan. Aset sosial membutuhkan hubungan timbal balik terus menerus dan pengembangan aset sosial dapat dilakukan melalui penguatan lembaga-lembaga lokal, baik melalui pengembangan kapasitas maupun mendorong perubahan lingkungan yang kondusif. Relasi negatif dapat juga menurunkan kemmapuan masyarakat untuk meningkatkan nilai sosial. Hal ini terindikasi dari adanya potensi konflik seperti konflik internal antara nelayan lokal (asli papua) dan nelayan non lokal (makasar, bugis, dan bajo). Tipe konflik yang sering terjadi adalah adu mulut dan saling sindir dimana rata-rata setahun dua kali. Responden yang menjawab sering terjadi konflik merupakan masyarakat lokal. Ada pun tipe konflik yang terjadi antara tetangga, rumah tangga, antar nelayan, antar suku, dan antar agama. Tipe konflik yang sering terjadi adalah antar suku dan antar agama.
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Ketidakpercayaan satu sama lain
Adu mulut/saling mengancam/sindiran
Berkelahi/intimidasi
Sumber: Data primer diolah, 2015 Gambar 66. Frekuensi Konflik Internal Per Tahun pada Masyarakat Nelayan di Kota Sorong 5.3. Indeks Modal Sumberdaya Alam 5.3.1. Tual Modal alam mengacu pada ketersediaan stok sumberdaya yang ada di alam yang darinya terjadi aliran manfaat dan jasa yang mempengaruhi sumber penghidupan manusia (DFID, 1999). Aspek ini penting untuk dinilai karena berkaitan dengan kerentanan sumber penghidupan seperti semakin berkurangnya sumberdaya ikan yang secara langsung mempengaruhi tingkat penghidupan manusia yang tergantung darinya. Dalam pandangan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 240
Laporan Akhir Tahun 2015
yang lebih luas bahkan digambarkan bahwa umat manusia tidak akan dapat bertahan hidup tanpa adanya aliran manfaat barang dan jasa dari sumberdaya alam. Ketersediaan sumberdaya idealnya dilakukan dengan survey secara langsung terhadap stok sumberdaya tersebut. Namun sayangnya survey semacam tersebut memerlukan pengamatan secara periodik dan memakan biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dicari suatu indikator yang dapat mencerminkan kualitas dari sumberdaya dialam secara cepat dan murah. Berdasarkan hasil diskusi dihasilkan dua pendekatan yang dinilai dapat memberikan gambaran terkait sumberdaya yang terkait langsung dengan usaha perikanan tangkap yaitu produksi per unit usaha dan proporsi jenis sumberdaya ikan ekonomis penting. Produksi per unit usaha mengindikasikan produktivitas usaha penangkapan dimana diduga kuat lebih dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya dibandingkan dengan teknologi yang digunakan. Hal ini mengasumsikan keragaman tingkat teknologi dan keterampilan yang relatif seragam antar satu lokasi dengan lokasi lainnya. Sementara proporsi jenis ikan yang tertangkap menggambarkan jenis ikan ekonomis penting yang tersedia pada suatu perairan dimana semakin tinggi proporsi jenis ikan ekonomis penting akan semakin besar pula potensi manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Skor terhadap produksi perikanan per unit usaha di Maluku Tenggara memiliki skor 0,08 dengan perhitungan nilai akhor yang diperoleh adalah 4. Nilai ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya perikanan masih baik. Jenis sumberdaya perikanan kelautan di Maluku Tenggara diketahui memiliki skor 0 dengan nilai akhir 0. Hal ini diakibatkan oleh karena tidak tersedianya data yang akurat terkait besaran produksi dari komoditas unggulan di dinas perikanan setempat. Data yang tersedia hanya memberikan informasi bahwa besaran ekspor komoditas perikanan dari kabupaten terkait adalah sebesar 0. Indeks natural capital di Maluku Tenggara dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 222. Indeks Modal Natural Responden PANELKANAS Maluku Tenggara, 2015 Natural Capital Produktivitas (Ton/Kapal) Jenis sumberdaya perikanan kelautan Total Sumber: Data Primer, 2015
Skor 0,8 0
Bobot 0,05 0,05 0,1
Nilai 4 0 4
5.3.2. Indramayu Modal sumber daya alam menunjuk pada ketersediaan stok sumbedaya yang ada di alam yang darinya terjadi aliran manfaat dan jasa yang mempengaruhi sumber penghidupan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 241
Laporan Akhir Tahun 2015
manusia (DFID, 1999). Aspek ini penting untuk dinilai karena berkaitan dengan kerentanan sumber penghidupan seperti semakin berkurangnya sumberdaya ikan yang secara langsung mempengaruhi tingkat penghidupan manusia yang tergantung darinya. Dalam pandangan yang lebih luas bahkan digambarkan bahwa umat manusia tidak akan dapat bertahan hidup tanpa adanya aliran manfaat barang dan jasa dari sumberdaya alam. Ketersediaan sumberdaya idealnya dilakukan dengan survey secara langsung terhadap stok sumberdaya tersebut. Namun sayangnya, survey semacam itu memerlukan pengamatan secara periodik dan memakan biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dicari suatu indikator yang dapat mencerminkan kualitas dari sumberdaya dialam secara cepat dan murah. Berdasarkan hasil diskusi dihasilkan dua pendekatan yang dinilai dapat memberikan gambaran terkait sumberdaya yang terkait langsung dengan usaha perikanan tangkap yaitu produksi per unit usaha dan proporsi jenis sumberdaya ikan ekonomis penting. Produksi per unit usaha mengindikasikan produktivitas usaha penangkapan dimana diduga kuat lebih dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya dibandingkan dengan teknologi yang digunakan. Hal ini mengasumsikan keragaman tingkat teknologi dan keterampilan yang relatif seragam antar satu lokasi dengan lokasi lainnya. Sementara proporsi jenis ikan yang tertangkap menggambarkan jenis ikan ekonomis penting yang tersedia pada suatu perairan dimana semakin tinggi proporsi jenis ikan ekonomis penting akan semakin besar pula potensi manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi perikanan per unit usaha di Kabupaten Indramayu mencapai 12,13 ton per armada per tahun. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 8,9 ton per armada per tahun. Atas dasar tersebut, skor yang diberikan untuk indikator ini baik adalah 4 dari skala 5 dengan bobot 0.05 sehingga nilai akhir yang diperoleh adalah 4. Nilai ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya perikanan masih sangat baik dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Selain itu, untuk jenis ekonomis penting dari lima jenis komoditas yaitu tuna, tongkol, cakalang, kerapu dan udang, maka hanya tongkol dan udang yang sangat dominan. Berdasarkan data statistik, pada tahun 2014 proporsi jenis-jenis ikan ekonomis penting mencapai 35.03 %. Oleh karena itu pula skor yang diberikan kurang baik yaitu 2 dari skala 5 dengan bobot 0.05 sehingga nilai akhir untuk indikator ini adalah 6. Secara lebih lengkap, kedua indikator yang dibahas tersaji pada tabel berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 242
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 223. Nilai Total Agregat Indeks Komposit Modal Sumberdaya Alam di Kabupaten Indramayu, 2015 Natural Capital Produksi perikanan Jenis sumberdaya perikanan kelautan Jumlah
Skor
Bobot
Index (skor x bobot x 100)
0.80 0.40 0.60
0.05 0.05 0.1
4.00 2.00 6.00
Sumber : Data primer diolah, 2015
5.3.3. Sumbawa Beberapa parameter yang membentuk indeks modal sumberdaya alam adalah besarnya produksi perikanan yang ada, dan keragaman sumberdaya perikanan yang ada. Nilai indeks parameter pembentuk indeks natural capital di Sumbawa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 224. Indeks Natural Kapital di Kabupaten Sumbawa Natural Capital Bobot Produksi perikanan per unit usaha (prod/jmlh kapal) 0,05 Jenis sumberdaya perikanan kelautan 0,05
Skor 0,8 0,2
Nilai 4,00 1,00 5,00
Sumber : Data primer diolah, 2015
Parameter produksi perikanan memberikan nilai yang rendah karena nilai produktivitas penangkapan satu unit armada penangkapan ikan di Pangkep relatif rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas armada penangkapan ikan di Indonesia. Produktivitas usaha penangkapan ikan di Pangkep hanya sebesar 0.04 ton per armada per tahun sedangkan ratarata produktivitas armada penangkapan ikan nasional mencapai 8,9 ton per armada per tahun. Parameter jenis sumberdaya perikanan di Sumbawa juga memberikan nilai yang rendah karena komposisi jenis ikan ekonomis penting (tuna, tongkol, cakalang, kerapu, dan udang) terhadap total produksi perikanan di Pangkep yang relatif kecil yaitu hanya 0,2. Komposisi ini menunjukkan bahwa kontribusi sumberdaya ekonomis penting yang ditangkap di Sumbawa tidak cukup besar dalam pengusahaan perikanan tangkap yang didominasi oleh ikan konsumsi.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 243
Laporan Akhir Tahun 2015
5.3.4. Bitung Natural kapital menunjuk pada ketersediaan stok sumbedaya yang ada dialam yang darinya terjadi aliran manfaat dan jasa yang mempengaruhi sumber penghidupan manusia (DFID, 1999). Aspek ini penting untuk dinilai karena berkaitan dengan kerentanan sumber penghidupan seperti semakin berkurangnya sumberdaya ikan yang secara langsung mempengaruhi tingkat penghidupan manusia yang tergantung darinya. Dalam pandangan yang lebih luas bahkan digambarkan bahwa umat manusia tidak akan dapat bertahan hidup tanpa adanya aliran manfaat barang dan jasa dari sumberdaya alam. Ketersediaan sumberdaya idealnya dilakukan dengan survey secara langsung terhadap stok sumberdaya tersebut. Namun sayangnya survey semacam tersebut memerlukan pengamatan secara periodik dan memakan biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dicari suatu indikator yang dapat mencerminkan kualitas dari sumberdaya dialam secara cepat dan murah. Berdasarkan hasil diskusi dihasilkan dua pendekatan yang dinilai dapat memberikan gambaran terkait sumberdaya yang terkait langsung dengan usaha perikanan tangkap yaitu produksi per unit usaha dan proporsi jenis sumberdaya ikan ekonomis penting. Produksi per unit usaha mengindikasikan produktivitas usaha penangkapan dimana diduga kuat lebih dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya dibandingkan dengan teknologi yang digunakan. Hal ini mengasumsikan keragaman tingkat teknologi dan keterampilan yang relatif seragam antar satu lokasi dengan lokasi lainnya. Sementara proporsi jenis ikan yang tertangkap menggambarkan jenis ikan ekonomis penting yang tersedia pada suatu perairan dimana semakin tinggi proporsi jenis ikan ekonomis penting akan semakin besar pula potensi manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi perikanan per unit usaha di kota Bitung mencapai 73 ton per armada per tahun. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 8,9 ton per armada per tahun. Atas dasar tersebut, skor yang diberikan untuk indiator ini adalah 1 dari skala 1 dengan bobot 0.05 sehingga nilai akhir yang diperoleh adalah 5. Nilai ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya perikanan masih sangat baik dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Selain itu, proporsi jenis ikan ekonomis penting yang terdiri dari 5 paket komoditas yaitu tuna, tongkol, cakalang, kerapu dan udang sangat dominan. Berdasarkan data statistik, pada tahun 2014 proporsi jenisjenis ikan ekonomis penting mencapai lebih dari 85%. Oleh karena itu pula skor yang diberikan sangat baik yaitu 1 dari skala 1 dengan bobot 0.05 sehingga nilai akhir untuk indikator ini adalah 5. Secara lebih lengkap, kedua indikator yang dibahas tersaji pada tabel berikut. PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 244
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 225. Indeks Natural Kapital di Kota Bitung Armada Natural Capital Produksi perikanan per unit usaha (prod/ jumlah kapal) Jenis sumberdaya perikanan kelautan (proporsi ikan ekonomis penting) Total
Skor
Bobot
Nilai (Skor x bobot x 100)
1
0.05
5
1
0.05
5
1
0.1
10
Sumber : DKP Kota Bitung, 2015
5.3.5. Pangkep Beberapa parameter yang membentuk indeks modal sumberdaya alam adalah besarnya produksi perikanan yang ada, dan keragaman sumberdaya perikanan yang ada. Nilai indeks parameter pembentuk indeks natural capital di Pangkep dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 226. Tabel Indeks Natural Capital Nelayan di Pangkep, 2015 Armada < 5 GT No.
Parameter
1
Produksi perikanan Jenis sumberdaya perikanan kelautan Total
2
Armada 5-10 GT
Bobot
Skor
Indeks Natural Capital
Bobot
Skor
Indeks Natural Capital
0,05
0,20
1,00
0,05
0,20
1,00
0,05
0,20
1,00
0,05
0,20
1,00
2,33
2,33
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Parameter produksi perikanan memberikan nilai yang rendah karena nilai produktivitas penangkapan satu unit armada penangkapan ikan di Pangkep relatif rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas armada penangkapan ikan di Indonesia. Produktivitas usaha penangkapan ikan di Pangkep hanya sebesar 3,02 ton per armada per tahun sedangkan ratarata produktivitas armada penangkapan ikan nasional mencapai 8,9 ton per armada per tahun. Parameter jenis sumberdaya perikanan di Pangkep juga memberikan nilai yang rendah karena komposisi jenis ikan ekonomis penting (tuna , tongkol, cakalang, kerapu, dan udang) terhadap total produksi perikanan di Pangkep yang relatif kecil yaitu hanya 13,7 persen dari total produksi.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 245
Laporan Akhir Tahun 2015
5.3.6. Sorong Aset alami atau natural capital adalah istilah yang digunakan untuk sumber daya alam yang berguna untuk kehidupan manusia. Aset alam yang utama bagi nelayan adalah sumberdaya perikanan yang didekati dari produksi dan produktivitas beberapa komoditas perikanan penting, yaitu ikan tuna, tongkol, cakalang, kerapu dan udang. Penghitungan indeks natural capital untuk nelayan di Kota Sorong disajikan pada Tabel 227 berikut.
Tabel 227. Nilai Indeks Natural Capital di Kota Sorong, 2015 No 1 2
Indikator Produksi perikanan Jenis sumberdaya perikanan kelautan
Skor 1 0.2 0.60
Bobot 0.5 0.5 1.00
Indeks 0.50 0.10 0.60
Sumber: Data primer diolah, 2015
5.4. Indeks Modal Sumberdaya Manusia 5.4.1. Tual Indeks modal sumberdaya manusia atau human capital dibentuk oleh empat parameter yaitu tingkat pendidikan anggota rumah tangga, tingkat kesehatan anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan umur anggota rumah tangga. Besarnya nilai indeks yang diperoleh masing-masing parameter dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 228. Indeks Modal Manusia Responden PANELKANAS Maluku Tenggara, 2015 Human Capital Tingkat Pendidikan Anggota RT Tingkat Kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur KK dan anggota keluarga
Skor 0,4 0,6 0,9 0,6
0-5 GT Bobot 0,05 0,05 0,05 0,05 0,2
Nilai 2 3 4 3 12
Skor 0,6 0,6 1,0 0,6
> 5 GT Bobot 0,05 0,05 0,05 0,05 0,2
Nilai 3 3 5 3 14
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai parameter jumlah anggota rumah tangga memberikan nilai terbesar dibandingkan dengan parameter pembentuk indeks human capital yang lain baik pada nelayan armada kurang dari 0-5 GT maupun >5 GT. Semakin banyak anggota keluarga dalam suatu rumah tangga nelayan berarti semakin besar sumber penghidupan dalam rumah tangga nelayan. Parameter selanjutnya yang memberikan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 246
Laporan Akhir Tahun 2015
kontribusi yang besar dalam pembentukan indeks penghidupan nelayan adalah tingkat kesehatan nelayan. Sebagian besar responden nelayan di Maluku Tenggara khususnya pada armada ukuran 5-10 GT dalam kondisi sehat dengan frekuensi menderita sakit ringan pada kisaran 45 kali dalam setahun. Frekuensi sakit ringan dan pernah atau tidaknya terjangkit sakit berat merupakan salah satu modal sumberdaya manusia (human capital) dalam membentuk indeks penghidupan nelayan. Semakin jarang frekuensi sakit atau tidak pernah menderita sakit berat maka semakin baik modal sumberdaya manusia yang dimiliki untuk mendapatkan indeks penghidupan nelayan yang baik.
5.4.2. Indramayu Modal manusia merepresentasikan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan bekerja serta kesehatan yang baik dalam rangka memperoleh berbagai strategi penghidupan dan mencapai tujuan dari penghidupan (DFID, 1999). Pada skala rumah tangga dari modal sumberdaya manusia mencerminkan pada jumlah dan kualitas ketersediaan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh pengetahuan (pendidikan), ukuran jumlah keluarga, tingkat kesehatan dan juga usia anggota keluarga. Nilai total agregasi indeks komposit untuk modal sumber daya manusia di Kabupaten Indramayu sebesar 11.33 yang merupakan hasil dari agregasi nilai skor 4 (empat) komposit indikator yang menyusunnya. Nilai total agregasi indeks komposit modal sumberdaya manusia tersebut menunjukkan estimasi keragaan modal sumber manusia yang masuk dalam kategori cukup. Namun demikian secara indikator, besarnya rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang berkisar 4 orang per rumah tangga merupakan salah satu modal utama dalam membentuk indeks modal sumberdaya manusia yang tinggi yang menunjukkan kinerja sebesar 3,82. Besarnya nilai indeks yang diperoleh masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 229. Nilai Total Agregat Indeks Komposit Modal Manusia di Kabupaten Indramayu, 2015 Human Capital
Skor
Bobot
Index (skor x bobot x 100)
Tingkat Pendidikan Tingkat Kesehatan Jumlah Anggota Keluarga Umur Jumlah
0.35 0.53 0.76 0.62 0.57
0.05 0.05 0.05 0.05 0.20
1.74 2.67 3.82 3.09 11.33
Sumber : Data primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 247
Laporan Akhir Tahun 2015
Tingkat Pendidikan Salah satu indikator didalam sumberdaya manusia adalah pendidikan. Pendidikan merupakan komponen penting yang mempengaruhi kualitas perilaku manusia dalam bertindak. Semakin baik pendidikan diharapkan akan memberi dampak positif terhadap perilaku kehidupan seseorang sehingga mampu
meningkatkan
taraf penghidupan
keluarganya. Misalnya pengetahuan akan berpengaruh pada pengaturan keuangan keluarga dimana selama ini nelayan dikenal sebagai masyarakat yang boros dan sulit untuk menyimpan uang serta menggunakannya untuk meningkatkan aset rumah tangga. Tingkat pengetahuan diukur dari lamanya pendidikan yang ditempuh oleh rumah tangga yang sudah masuk ke dalam usia produktif. Mengacu pada standar BPS usia produktif yang dimaksud adalah setiap orang yang sudah berusia 15 tahun ke atas. Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa pada rumah tangga nelayan dibawah 5 GT rata-rata pendidikan anggota rumah tangga adalah 4,6 tahun yang berarti belum lulusan sekolah dasar. Secara singkat terlihat bahwa tingkat pendidikan keluarga atau rumah tangga nelayan berbanding lurus dengan skala usaha yang jalankan. Hal ini dikarenakan adanya korelasi antara kepemilikan armada kapal dengan kondisi ekonomi rumah tangga. Skor tingkat pendidikan untuk nelayan dengan armada kurang dari 5 GT adalah 0,35 dari skala satu. Nilai akhir setelah dilakukan pembobotan adalah 1.74 untuk rumah tangga nelayan dengan armada kurang dari 5 GT. Informasi yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan masih relatif buruk karena belum memenuhi standar pendidikan dasar 6 tahun. Hal ini menunjukkan kesadaran yang masih kurang diantara keluarga nelayan untuk memperhatikan kualitas pendidikan rumah tangga nelayan. Sebagian anggota keluarga nelayan bahkan tidak meneruskan sekolah karena sudah langsung terlibat dengan usaha penangkapan ikan. Hal ini juga ditunjukkan dari persentase tingkat pendidikan responden dan anggota keluarganya di lokasi penelitian yang mencapai 52 % dengan kategori kurang baik dan 38 % dengan kategori buruk (Gambar 67).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 248
Laporan Akhir Tahun 2015
Sedang 9%
Baik 1%
Sangat Baik 0%
Buruk 38% Kurang baik 52%
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 67. Persentase Sebaran Indikator Tingkat Pendidikan Rumah Tangga Nelayan untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Tingkat Kesehatan Kesehatan merupakan komponen penting yang mempengaruhi kehidupan rumah tangga oleh karena itu tingkat kesehatan juga menjadi salah satu indikator didalam indeks pembangunan manusia. Pada kategori ini tingkat kesehatan diukur dari frekuensi sakit yang diderita oleh rumah tangga. Frekuensi sakit ringan dan pernah atau tidaknya terjangkit sakit berat merupakan salahsatu modal sumberdaya manusia (human capital) dalam membentuk indeks penghidupan nelayan. Semakin jarang frekuensi sakit atau tidak pernah menderita sakit berat maka semakin baik modal sumberdaya manusia yang dimiliki untuk mendapatkan indeks penghidupan nelayan yang baik. Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat kesehatan masyarakat tergolong buruk dengan rata-rata sakit ringan dengan frekuensi antara 19 kali per tahun dan satu kali mengalami sakit berat seperti luka bakar untuk anggota rumah tangga nelayan dengan armada kurang dari 5 GT. Penyakit yang paling banyak diderita adalah flu, batuk, demam dan pusing-pusing yang merupakan penyakit umum diderita oleh masyarakat Indonesia. Skor tingkat kesehatan untuk nelayan dengan armada kurang dari 5 GT adalah 0,53 dari skala satu. Nilai akhir setelah dilakukan pembobotan adalah 2.67 untuk rumah tangga nelayan dengan armada kurang dari 5 GT. Hal ini juga ditunjukkan dari persentase tingkat kesehatan responden dan anggota keluarganya di lokasi penelitian yang mencapai 42 % dengan kategori buruk (Gambar 68).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 249
Laporan Akhir Tahun 2015 Sangat Baik 20% Buruk 42%
Baik 21%
Sedang 7%
Kurang baik 10%
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 68. Persentase Sebaran Indikator Tingkat Kesehatan Rumah Tangga Nelayan untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga merupakan suatu indikator yang mengindikasikan kekuatan sumberdaya manusia didalam rumah tangga sebagai tenaga yang dapat berkontribusi terhadap penghidupan keluarga. Ukuran jumlah keluarga mengacu pada jumlah orang yang terdaftar didalam satu kartu keluarga atau masih dalam tanggungan kepala keluarga baik itu istri, anak maupun keluarga dan kerabat lainnya. Semakin besar ukuran keluarga maka semakin besar potensi rumah tangga untuk mendapatkan manfaat baik secara ekonomi maupun non ekonomi yang berpengaruh terhadap penghidupan mereka. Terlebih bila anggota keluarga yang ada didalamnya masuk kedalam usia produktif. Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga didalam satu rumah tangga nelayan untuk kelas armada dibawah 5 GT adalah 4 orang. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah keluarga ternyata berhubungan secara terbalik dengan kelas armada yang diusahakan. Pada rumah tangga nelayan yang memiliki armada lebih kecil memiliki jumah anggota rumah tangga yang lebih besar. Jumlah ini cukup baik sehingga dapat diberikan skor sebesar 0,76 dari skala satu dengan nilai akhir setelah dikalikan dengan bobot indikator adalah sebesar 3.82 untuk rumah tangga nelayan dibawah 5 GT. Hal ini juga ditunjukkan dari persentase jumlah anggota keluarga responden di lokasi penelitian yang mencapai 42 % dengan kategori baik dan 27% pada kategori sangat baik (Gambar 69).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 250
Laporan Akhir Tahun 2015 Buruk 1%
Sangat Baik 27%
Kurang baik 10%
Sedang 20%
Baik 42%
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 69. Persentase Sebaran Indikator Jumlah Anggota Keluarga Rumah Tangga Nelayan untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Usia Anggota Rumah Tangga Usia anggota rumah tangga merupakan suatu indikator yang menunjukkan apakah rata-rata anggota keluarga berada pada rentang usia yang produktif. Semakin banyak anggota rumah tangga yang berada pada selang kelas tersebut maka mengindikasikan bahwa didalam rumah tangga tersebut semakin berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup rumah tangga. Bila rata-rata usia anggota rumah tangga cukup tinggi mendekati usia tidak produktif menunjukkan gejala permasalahan dimana rumah tangga akan semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup karena minimnya potensi sumberdaya manusia yang dapat bekerja. Hasil survey menunjukkan rata-rata usia anggota rumah tangga termasuk kepala keluarga kategori selang 26-32 dan atau 48-67 tahun. Kondisi yang terbaik bila anggota rumah tangga berada dalam selang kelas usia antara 33 sampai dengan 47 tahun. Atas dasar tersebut skor yang diberikan adalah 0.62 dari skala satu dengan bobot sebesar 0.05 sehingga nilai akhir yang diperoleh adalah 3.09. Hal ini juga ditunjukkan dari persentase usia responden dan keluarganya di lokasi penelitian yang mencapai 73% dengan kategori sedang dan 15% pada kategori baik (Gambar 70).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 251
Laporan Akhir Tahun 2015
Baik 15%
Sangat Baik Buruk 0% 4%
Kurang baik 8%
Sedang 73%
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 70. Persentase Sebaran Indikator Usia Rumah Tangga Nelayan untuk Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 5.4.3. Sumbawa a. Pendidikan Salah satu indikator didalam sumberdaya manusia adalah pendidikan. Pendidikan merupakan komponen penting yang mempengaruhi kualitas perilaku manusia dalam bertindak. Semakin baik pendidikan diharapkan akan memberi dampak positif terhadap perilaku kehidupan seseorang sehingga mampu
meningkatkan taraf penghidupan
keluarganya. Misalnya pengetahuan akan berpengaruh pada pengaturan keuangan keluarga dimana selama ini nelayan dikenal sebagai masyarakat yang boros dan sulit untuk menyimpan uang serta menggunakannya untuk meningkatkan aset rumah tangga. Tingkat pengetahuan diukur dari lamanya pendidikan yang ditempuh oleh rumah tangga yang sudah masuk ke dalam usia produktif. Mengacu pada standar BPS usia produktif yang dimaksud adalah setiap orang yang sudah berusia 15 tahun ke atas. Informasi yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan masih relatif standar meskipun sudah memenuhi standar dasar pendidikan 6 tahun. Berdasarkan hasil survey reta-rata lama pendidikan pada nelayan dengan armada kurang dari 5 GT adalah 6.7 tahun, sedangkan pada armada 5-10GT adalah 6.6 tahun, adapaun untuk armada diatas 10 GT sudah mencapai 11 tahun. Namun secara keseluruhan, rata-rata lama pendidikan nelayan di Sumbawa hanya 6.8 tahun.
b. Tingkat kesehatan Kesehatan merupakan komponen penting yang mempengaruhi kehidupan rumah tangga oleh karena itu tingkat kesehatan juga menjadi salah satu indikator didalam indeks
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 252
Laporan Akhir Tahun 2015
pembangunan manusia. Pada kategori ini tingkat kesehatan diukur dari frekuensi sakit yang diderita oleh rumah tangga. Seseorang dianggap memiliki tingkat kesehatan yang tidak baik bila didalam satu tahun mengalam 12 kali sakit ringan seperti flu, batuk, pusing-pusing, demam, diare dan sejenisnya atau terkena penyakit berat minimal satu kali seperti serangan jantung, DBD, TBC, dan lainnya yang memerlukan penanganan di rumah sakit. Hasil survey keseluruhan pada tingkat kesehatan masyarakat menunjukkan masih kurang baik dengan ratarata hanya tergolong sakit ringan dengan frekuensi 11.8 kali per tahun. Ini memberi arti hampir tiap bulan nelayan di Sumbawa terserang penyakit ringan. Tidak ditemukan kasus penyakit berat diantara rumah tangga nelayan responden dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Penyakit yang paling banyak diderita adalah flu, batuk, demam dan pusing-pusing yang merupakan penyakit umum diderita oleh masyarakat Indonesia.
c. Jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga merupakan suatu indikator yang mengindikasikan kekuatan sumberdaya manusia didalam rumah tangga sebagai tenaga yang dapat berkontribusi terhadap penghidupan keluarga. Ukuran jumlah keluarga mengacu pada jumlah orang yang terdaftar didalam satu kartu keluarga atau masih dalam tanggungan kepala keluarga baik itu istri, anak maupun keluarga dan kerabat lainnya. Semakin besar ukuran keluarga maka semakin besar potensi rumah tangga untuk mendapatkan manfaat baik secara ekonomi maupun non ekonomi yang berpengaruh terhadap penghidupan mereka. Terlebih bila anggota keluarga yang ada didalamnya masuk kedalam usia produktif. Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga didalam satu rumah tangga nelayan untuk kelas armada dibawah 5 GT, 5-10 GT dan 11-30 GT secara berturut-turut adalah adalah 4.5, 4.3 dan 4.3 orang. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah keluarga terhadap kelas armada yang diusahakan oleh rumah tangga. Pada rumah tangga nelayan yang memiliki armada lebih kecil memiliki jumlah anggota rumah tangga yang sedikit lebih besar.
d. Usia Anggota Rumah Tangga Usia anggota rumah tangga merupakan suatu indikator yang menunjukkan apakah rata-rata anggota keluarga berada pada rentang usia yang produktif. Semakin banyak anggota rumah tangga yang berada pada selang kelas tersebut maka mengindikasikan bahwa didalam rumah tangga tersebut semakin berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup rumah tangga. PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 253
Laporan Akhir Tahun 2015
Bila rata-rata usia anggota rumah tangga cukup tinggi mendekati usia tidak produktif menunjukkan gejala permasalahan dimana rumah tangga akan semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup karena minimnya potensi sumberdaya manusia yang dapat bekerja. Hasil survey menunjukkan rata-rata usia anggota rumah tangga termasuk kepala keluarga kategori selang 27-32 dan atau 48-53 tahun. Hal ini berlaku untuk seluruh rumah tangga nelayan baik pada kelas dibawah 5 GT, 5-10 GT dan 11-30 GT.
Tabel 230. Indeks Human Capital Kapal < 5 GT Human Capital Tingkat Pendidikan KK Tingkat Kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur KK dan anggota keluarga
Bobot 0,05 0,05 0,05 0,05
Skor 0,2 0,4 0,8 0,4
Nilai 1,00 2,00 4,00 2,00 9,00
Bobot 0,05 0,05 0,05 0,05
Skor 0,2 0,4 0,8 0,4
Nilai 1,00 2,00 4,00 2,00 9,00
Bobot 0,05 0,05 0,05 0,05
Skor 0,2 0,2 0,8 0,45
Nilai 1,00 1,00 4,00 2,25 8,25
Sumber : Data primer diolah, 2015 Tabel 231. Indeks Human Capital Kapal 5-10 GT Human Capital Tingkat Pendidikan KK Tingkat Kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur KK dan anggota keluarga
Sumber : Data primer diolah, 2015 Tabel 232. Indeks Human Capital Kapal diatas 10 GT Human Capital Tingkat Pendidikan KK Tingkat Kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur KK dan anggota keluarga
Sumber : Data primer diolah, 2015 Secara umum dari hasil pengukuran indeks modal sumberdaya manusia baik pada armada/kapal kurang dari 5 GT, 5-10 GT dan diatas 10 GT masuk dalam kategori baik dengan nilai diatas 8 pada skala 10. Hal ini menunjukkan pada sisi keberlanjutan pengusahaan perikanan tangkap baik armada/kapal kurang dari 5 GT, 5-10 GT dan diatas 10 GT memiliki peluang untuk terus mengusahakan upaya penangkapan ikan. Namun, tentu akan berbeda jika akan meningkatkan kapasitas armada untuk menuju pada armada yang lebih besar dengan tingkat teknologi penangkapan yang juga lebih maju. Karena tingkat
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 254
Laporan Akhir Tahun 2015
pendidikan yang relative rendah akan menjadi kendala dalam upaya pengusaan teknologi penangkapan.
5.4.4. Bitung Modal manusia merepresentasikan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan bekerja serta kesehatan yang baik dalam rangka memperoleh berbagai strategi penghidupan dan mencapai tujuan dari penghidupan (DFID, 1999). Pada skala rumah tangga tingkat dari modal sumberdaya manusia mencerminkan jumlah dan kualitas ketersediaan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh pengetahuan, ukuran jumlah keluarga, tingkat kesehatan dan juga usia anggota keluarga.
a. Tingkat Pendidikan Salah satu indikator didalam sumberdaya manusia adalah pendidikan. Pendidikan merupakan komponen penting yang mempengaruhi kualitas perilaku manusia dalam bertindak. Semakin baik pendidikan diharapkan akan memberi dampak positif terhadap perilaku kehidupan seseorang sehingga mampu
meningkatkan taraf penghidupan
keluarganya. Misalnya pengetahuan akan berpengaruh pada pengaturan keuangan keluarga dimana selama ini nelayan dikenal sebagai masyarakat yang boros dan sulit untuk menyimpan uang serta menggunakannya untuk meningkatkan aset rumah tangga. Tingkat pengetahuan diukur dari lamanya pendidikan yang ditempuh oleh rumah tangga yang sudah masuk ke dalam usia produktif. Mengacu pada standar BPS usia produktif yang dimaksud adalah setiap orang yang sudah berusia 15 tahun ke atas. Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa pada rumah tangga nelayan dibawah 5 GT rata-rata pendidikan anggota rumah tangga adalah 6,8 tahun yang berarti lulusan sekolah dasar dan sebagian telah menginjak bangku sekolah tingkat SLTP. Pada rumah tangga nelayan antara 5-10 GT ratarata pendidikan anggota rumah tangga lebih baik yaitu 8,2 tahun, sedangkan pada rumah tangga nelayan antara 11-30 GT mencapai 10,5 tahun. Secara singkat terlihat bahwa tingkat pendidikan keluarga atau rumah tangga nelayan berbanding lurus dengan skala usaha yang jalankan. Hal ini dikarenakan adanya korelasi antara kepemilikan armada kapal dengan kondisi ekonomi rumah tangga. Informasi yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan masih relatif kurang baik meskipun sudah memenuhi standar dasar pendidikan 6 tahun. Hal ini menunjukkan kesadaran yang masih kurang diantara keluarga nelayan untuk memperhatikan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 255
Laporan Akhir Tahun 2015
kualitas pendidikan rumah tangga nelayan. Sebagian anggota keluarga nelayan bahkan tidak meneruskan sekolah karena sudah langsung terlibat dengan usaha penangkapan ikan.
b. Tingkat kesehatan Kesehatan merupakan komponen penting yang mempengaruhi kehidupan rumah tangga oleh karena itu tingkat kesehatan juga menjadi salah satu indikator didalam indeks pembangunan manusia. Pada kategori ini tingkat kesehatan diukur dari frekuensi sakit yang diderita oleh rumah tangga. Seseorang dianggap memiliki tingkat kesehatan yang tidak baik bila didalam satu tahun mengalam 12 kali sakit ringan seperti flu, batuk, pusing-pusing, demam, diare dan sejenisnya atau terkena penyakit berat minimal satu kali seperti serangan jantung, DBD, TBC, dan lainnya yang memerlukan penanganan di rumah sakit. Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat kesehatan masyarakat masih cukup baik dengan rata-rata hanya tergolong sakit ringan dengan frekuensi antara 6-8 kali per tahun untuk anggota rumah tangga nelayan dengan armada kurang dari 5 GT dan antara 5-10 GT. Sementara pada kelas armada antara 11-30 GT lebih baik dengan frekuensi sakit ringan antara 3-5 kali saja per tahun. Tidak ditemukan kasus penyakit berat diantara rumah tangga nelayan responden dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Penyakit yang paling banyak diderita adalah flu, batuk, demam dan pusing-pusing yang merupakan penyakit umum diderita oleh masyarakat Indonesia. Skor tingkat kesehatan untuk nelayan dengan armada kurang dari 5 GT dan antara 5-10 GT adalah 0,6 sedangkan untuk armada 11-30 GT adalah 0,8 dari skala 1. Nilai akhir setelah dilakukan pembobotan adalah 3 untuk rumah tangga nelayan dengan armada kurang dari 5 GT dan antara 5-10 GT sedangkan pada 11-30 GT adalah 4.
c. Jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga merupakan suatu indikator yang mengindikasikan kekuatan sumberdaya manusia didalam rumah tangga sebagai tenaga yang dapat berkontribusi terhadap penghidupan keluarga. Ukuran jumlah keluarga mengacu pada jumlah orang yang terdaftar didalam satu kartu keluarga atau masih dalam tanggungan kepala keluarga baik itu istri, anak maupun keluarga dan kerabat lainnya. Semakin besar ukuran keluarga maka semakin besar potensi rumah tangga untuk mendapatkan manfaat baik secara ekonomi maupun non ekonomi yang berpengaruh terhadap penghidupan mereka. Terlebih bila anggota keluarga yang ada didalamnya masuk kedalam usia produktif.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 256
Laporan Akhir Tahun 2015
Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga didalam satu rumah tangga nelayan untuk kelas armada dibawah 5 GT, 5-10 GT dan 11-30 GT secara berturut-turut adalah adalah 4, 3.8 dan 2.6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah keluarga ternyata berhubungan seara terbalik dengan kelas armada yang diusahakan. Pada rumah tangga nelayan yang memiliki armada lebih kecil memiliki jumah anggota rumah tangga yang lebih besar. Jumlah ini cukup baik sehingga dapat diberikan skor sebesar 0,8 dari skala satu dengan nilai akhir setelah dikalikan dengan bobot indikator adalah sebesar 4 untuk rumah tangga nelayan dibawah 5 GT dan antara 5-10 GT. Sementara rumah tangga nelayan armada 11-30 GT memiliki skor 0,6 dengan nilai akhir setelah dikalikan dengan bobot indikator adalah 3.
d. Usia Anggota Rumah Tangga Usia anggota rumah tangga merupakan suatu indikator yang menunjukkan apakah rata-rata anggota keluarga berada pada rentang usia yang produktif. Semakin banyak anggota rumah tangga yang berada pada selang kelas tersebut maka mengindikasikan bahwa didalam rumah tangga tersebut semakin berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup rumah tangga. Bila rata-rata usia anggota rumah tangga cukup tinggi mendekati usia tidak produktif menunjukkan gejala permasalahan dimana rumah tangga akan semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup karena minimnya potensi sumberdaya manusia yang dapat bekerja. Hasil survey menunjukkan rata-rata usia anggota rumah tangga termasuk kepala keluarga kategori selang 27-32 dan atau 48-53 tahun. Hal ini berlaku untuk seluruh rumah tangga nelayan baik pada kelas dibawah 5 GT, 5-10 GT dan 11-30 GT. Kondisi yang terbaik bila anggota rumah tangga berada dalam selang kelang usia antara 33 sampai dengan 47 tahun. Atas dasar tersebut skor yang diberikan adalah 0.8 dari skala satu dengan bobot sebesar 0.05 sehingga nilai akhir yang diperoleh adalah 4.
Tabel 233. Indeks Human Capital Kapal < 5 GT Armada Human Capital Tingkat Pendidikan RTP Tingkat Kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur Anggota Rumah Tangga Total
Skor
Bobot
0.6 0.6 0.8 0.8 0.7
0.05 0.05 0.05 0.05 0.2
Nilai (Skor x bobot x 100) 3.00 3.00 4.00 4.00 14
Sumber : Data primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 257
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 234. Indeks Human Capital Kapal 5-10 GT Armada Human Capital Tingkat Pendidikan RTP Tingkat Kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur Anggota Rumah Tangga Total
Skor
Bobot
0.6 0.6 0.8 0.8 0.7
0.05 0.05 0.05 0.05 0.2
Nilai (Skor x bobot x 100) 3.00 3.00 4.00 4.00 14
Sumber : Data primer diolah, 2015 Tabel 235. Indeks Human Capital Kapal 11-30 GT Armada Human Capital Tingkat Pendidikan RTP Tingkat Kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur Anggota Rumah Tangga Total
Skor
Bobot
0.8 0.8 0.6 0.8 0.75
0.05 0.05 0.05 0.05 0.2
Nilai (Skor x bobot x 100) 4.00 4.00 3.00 4.00 15
Sumber : Data primer diolah, 2015 5.4.5. Pangkep Indeks modal sumberdaya manusia atau human capital dibentuk oleh empat parameter yaitu tingkat pendidikan anggota rumah tangga, tingkat kesehatan anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan umur anggota rumah tangga. Besarnya nilai indeks yang diperoleh masing-masing parameter dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 236. Indeks Human Capital Nelayan di Pangkep, 2015 No.
Parameter
1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Tingkat Kesehatan Jumlah Anggota Keluarga Umur Total
Armada < 5 GT Indeks Bobot Skor Human Capital 0,05 0,46 2,32 0,05 0,46 2,30 0,05 0,84 4,18 0,05 0,57 2,83 11,62
Armada 5-10 GT Indeks Bobot Skor Human Capital 0,05 0,49 2,46 0,05 0,68 3,42 0,05 0,84 4,21 0,05 0,67 3,33 13,43
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai parameter jumlah anggota rumah tangga memberikan nilai terbesar dibandingkan dengan parameter pembentuk indeks human capital yang lain baik pada nelayan armada kurang dari 5 GT maupun 5-10 GT. Besarnya rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang berkisar 4 orang per rumah tangga
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 258
Laporan Akhir Tahun 2015
merupakan salahsatu modal utama dalam membentuk indeks human capital yang tinggi. Semakin banyak anggota keluarga dalam suatu rumah tangga nelayan berarti semakin besar sumber penghidupan dalam rumah tangga nelayan. Parameter selanjutnya yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan indeks penghidupan nelayan adalah tingkat kesehatan nelayan bagi nelayan kelompok armada 5-10 GT sedangkan aspek umur menjadi kontributor terbesar kedua dalam pembentukan indeks penghidupan nelayan. Sebagian besar responden nelayan di Pangkep khususnya pada armada ukuran 5-10 GT dalam kondisi sehat dengan frekuensi menderita sakit ringan pada kisaran 4-5 kali dalam setahun. Namun kondisi pada nelayan dengan armada kurang dari 5 GT tidak sebaik pada nelayan armada 5-10 GT dimana sebagian besar responden nelayan menderita sakit ringan pada kisaran 6-8 kali dalam setahun. Frekuensi sakit ringan dan pernah atau tidaknya terjangkit sakit berat merupakan salahsatu modal sumberdaya manusia (human capital) dalam membentuk indeks penghidupan nelayan. Semakin jarang frekuensi sakit atau tidak pernah menderita sakit berat maka semakin baik modal sumberdaya manusia yang dimiliki untuk mendapatkan indeks penghidupan nelayan yang baik.
Gambar 71. Persentase Sebaran Kategori Tingkat Kesehatan Rumah Tangga Nelayan Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 Aspek umur pada nelayan dengan armada 5-10 GT mempunyai nilai indeks yang lebih besar dibanding nelayan dengan armada kurang dari 5 GT. Kondisi ini menunjukkan bahwa komposisi anggota rumah tangga nelayan armada 5-10 GT sebagian besar berada pada usia produktif. Komposisi anggota rumah tangga yang didominasi anggota rumah tangga yang berada pada usia produktif mempunyai modal penghidupan nelayan yang lebih besar.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 259
Laporan Akhir Tahun 2015
Gambar 72. Persentase Sebaran Kategori Umur Rumah Tangga Nelayan Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015
Gambar 73. Persentase Sebaran Kategori Pendidikan Rumah Tangga Nelayan Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015
Gambar 74. Persentase Sebaran Kategori Jumlah Anggota Rumah Tangga Nelayan Menurut Ukuran Armada di Pangkep, 2015 5.4.6. Sorong Aset manusia atau human capital merupakan keterampilan, pengetahuan, kemampuan untuk tenaga kerja dan kesehatan yang baik yang bersama-sama memungkinkan orang untuk mengejar strategi penghidupan yang berbeda dan mencapai tujuan mata pencaharian mereka. Pada tingkat rumah tangga modal manusia adalah faktor jumlah dan kualitas tenaga kerja
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 260
Laporan Akhir Tahun 2015
yang tersedia; ini bervariasi sesuai dengan ukuran rumah tangga, tingkat keterampilan, potensi kepemimpinan, status kesehatan, dan lain-lain. Indeks human capital yang dianalisis dalam penelitian ini diantaranya adalah tingkat pendidikan kepala keluarga dan anggota keluarganya, tingkat kesehatan, jumlah anggota keluarga serta umur kepala keluarga dan anggota keluarga. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan kondisi human capital nelayan untuk armada penangkapan > 5 GT lebih besar dibandingkan nelayan armada 5 – 10 GT dan nelayan > 10 GT. Hal ini diperkuat dengan besaran nilai indeks untuk indikator tingkat pendidikan (2,86) dan jumlah anggota keluarga (3,47). Kondisi human capital nelayan menurut ukuran armada penangkapan di Kota Sorong disajikan secara rinci dalam Tabel 237 berikut.
Tabel 237. Nilai Indeks Human Capital Nelayan Penangkapan di Kota Sorong, 2015 No 1
2
3
Indikator Armada Penangkapan < 5 GT Tingkat pendidikan KK dan anggota keluarga (lama tahun pendidikan) Tingkat kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur KK dan anggota keluarga Armada Penangkapan 5 – 10 GT Tingkat pendidikan KK dan anggota keluarga (lama tahun pendidikan) Tingkat kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur KK dan anggota keluarga Armada Penangkapan > 10 GT Tingkat pendidikan KK dan anggota keluarga (lama tahun pendidikan) Tingkat kesehatan Jumlah anggota keluarga Umur KK dan anggota keluarga
menurut
Ukuran
Armada
Skor
Bobot
Indeks
0.57
0.05
2.86
0.90 0.69 0.61 0.69
0.05 0.05 0.05 0.20
4.50 3.47 3.05 13.89
0.52
0.05
2.58
0.95 0.55 0.64 0.67
0.05 0.05 0.05 0.20
4.75 2.77 3.22 13.32
0.57
0.05
2.83
0.88 0.46 0.58 0.62
0.05 0.05 0.05 0.20
4.41 2.31 2.92 12.47
Sumber: Data primer diolah, 2015
5.5. Indeks Penghidupan Nelayan (komposit semua modal) 5.5.1. Tual Pengembangan indikator yang digunakan dalam menghitung indeks secara umum mengacu pada kerangka penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) yang dikembangkan oleh DFID (1999). Berdasarkan kerangka tersebut, penghidupan dipengaruhi oleh 5 aset modal yaitu, modal finansial, modal alam, modal sumberdaya manusia, modal
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 261
Laporan Akhir Tahun 2015
sosial, dan modal fisik. Lima aspek tersebut penting untuk dilihat khususnya untuk mengenali hubungan penghidupan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan masyarakat terhadap sumber penghidupannya. Namun demikian pemilihan indikator juga harus memperhatikan ketersediaan data dan kemudahan pengumpulan data yang diperlukan sehingga dapat diterapkan secara lebih masif. Pemilihan indikator juga sedapat mungkin yang dapat menghubungkan antara indikator mikro dan indikator makro sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Atas dasar hal tersebut, hasil diskusi panel dengan para narasumber mengerucutkan menjadi 4 aspek yaitu modal finansial, modal alam, modal sosial, dan modal sumberdaya manusia. Indeks penghidupan responden di Maluku Tenggara, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 238. Nilai Indeks Penghidupan Responden PANELKANAS Maluku Tenggara, 2015 FINANSIAL CAPITAL NATURAL CAPITAL SOSIAL CAPITAL HUMAN CAPITAL TOTAL
0,9 0,4 1
0-5 GT 0,4 0,1 0,3 0,2
36 4 12 52
0,95 0,4 0 1
> 5 GT 0,4 0,1 0,3 0,2
38 4 14 56
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 238, diketahui bahwa faktor mana saja yang harus diberikan perhatian lebih, agar terjadi peningkatan kualitas penghidupan nelayan di lokasi ini. Faktorfaktor tersebut adalah modal Natural dan modal sosial. Rendahnya nilai dari keduanya mengindikasikan adanya potensi bagi peningkatan kualitas penghidupan nelayan di lokasi terkait. Adapun berbagai strategi yang dapat dipilih untuk usaha tersebut adalah berbagai program yang dapat meningkatkan produktifitas usaha penangkapan, kesadaran akan keberlanjutan sumberdaya perikanan, atau bahkan keterlibatan para nelayan dalam berbagai lembaga ekonomi.
5.5.2. Indramayu Indeks penghidupan nelayan di Kabupaten Indramayu diperoleh dari penjumlahan masing-masing aset pada indeks tersebut. Berdasarkan hasil pemetaan kategori penyusun indeks penghidupan, maka dapat diketahui bahwa nilai indeks penghidupan nelayan armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu secara total berada pada kategori cukup dengan nilai indeks 54, 93. Kategori cukup karena nilai indeks yang berada pada kisaran 51-65. Aset yang
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 262
Laporan Akhir Tahun 2015
memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan indeks penghidupan nelayan pada armada kurang dari 5 GT adalah aset modal keuangan. Nilai modal alam dan modal manusia tergolong dalam kategori cukup, sedangkan nilai modal sosial di Kabupaten Indramayu masih memberikan kontribusi yang sangat rendah dalam pembentukan indeks penghidupan nelayan. Nilai modal sosial hanya mendapatkan nilai 3.96 dari nilai total sebesar 30. Oleh karena itu perhatian harus lebih banyak berikan pada modal sosial dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat nelayan. Rekapitulasi indeks penghidupan nelayan di Kabupaten Indramayu dengan armada < 5 GT dapat dilihat pada Tabel 239.
Tabel 239. Indeks Penghidupan Nelayan dengan Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Aset Skor 0.84 0.60 0.13 0.57
Modal Keuangan Modal Alam Modal Sosial Modal SD Manusia Jumlah
Indeks Penghidupan Nelayan (Fisher Livelihood Index) Nilai Bobot (skor x bobot x 100) 0.40 33.40 0.10 6.00 0.30 4.20 0.20 11.33 54.93
Deskripsi Sangat Baik Sedang Buruk Sedang Sedang
Sumber : Data primer diolah, 2015 Berdasarkan capaian indeks masing-masing dimensi pembentuk indeks penghidupan nelayan dapat diketahui performa masing-masing dimensi pembentuk indeks penghidupan nelayan pada kelompok nelayan armada < 5 GT yang ada di Kabupaten Indramayu seperti pada Gambar 75.
Tabel 240. Panduan dan Visualisasi Capaian Kabupaten Indramayu, 2015 Nilai Skor Komposit 0 – 20 21 – 40 41 – 60 61 – 80 81 - 100 Sumber : Data primer diolah, 2015
Model Bendera
Indeks Penghidupan Nelayan di Deskripsi Buruk Kurang Baik Sedang Baik Sangat Baik
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 263
Laporan Akhir Tahun 2015
Modal Keuangan 100 80 60 40 20
Modal Manusia
0
Modal Alam
Modal Sosial
Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 75. Capaian Dimensi Pembentuk Indeks Penghidupan Nelayan dengan Kategori Armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu, 2015 Capaian aset modal keuangan termasuk kategori sangat baik karena berada pada selang 81-100, sedangkan aset modal sumber daya manusia dan modal sumber daya alam berada pada kategori sedang karena berada pada selang 41-60. Sementara itu aset modal sosial berada pada kategori buruk karena berada pada selang 0-20 (Tabel 241). Secara umum rumah tangga nelayan dengan armada < 5 GT di Kabupaten Indramayu adalah masyarakat dengan kategori cukup sejahtera.
Tabel 241. Capaian Dimensi Pembentuk Indeks Penghidupan Nelayan di Kabupaten Indramayu, 2015 Dimensi Aset Modal Keuangan Modal Alam Modal Sosial Modal SD Manusia
Capaian (%) 83.51 60.00 13.20 56.65
Deskripsi Sangat Baik Sedang Buruk Sedang
Sumber : Data primer diolah, 2015 5.5.3. Sumbawa Pengembangan indikator yang digunakan dalam menghitung indeks secara umum mengacu pada kerangka penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) yang dikembangkan oleh DFID (1999). Berdasarkan kerangka tersebut, penghidupan dipengaruhi oleh 5 aset modal yaitu, modal finansial, modal alam, modal sumberdaya manusia, modal sosial, dan modal fisik. Lima aspek tersebut penting untuk dilihat khususnya untuk mengenali hubungan penghidupan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan masyarakat terhadap sumber penghidupannya. Berdasarkan hasil pemetaan kategori penyusun indeks
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 264
Laporan Akhir Tahun 2015
penghidupan, maka dapat diketahui nilai indeks secara total termasuk dalam kategori baik. Nilai yang kurang baik ditunjukkan oleh natural kapital dimana hanya mendapatkan nilai 0.50 dari nilai total sebesar 10. Kondisi ini berlaku bagi armada dibawah semua kelas armada. Oleh karena itu perhatian harus lebih banyak berikan pada natural kapital dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat nelayan. Secara lebih lengkap hasil penghitungan terhadap aspek yang dinilai tersaji pada tabel-tabel berikut.
Tabel 242. Nilai Indeks Penghidupan Kapal dibawah 5 GT Bobot 0,4 0,1 0,3 0,2
Financial Capital Natural Capital Social Capital Human Capital
Skor 34,10 5,00 4,50 9,00
Nilai 13,64 0,50 1,35 1,80 17,29
Sumber : Data primer diolah, 2015 Tabel 243. Nilai Indeks Penghidupan Kapal 5-10 GT Bobot 0,4 0,1 0,3 0,2
Financial Capital Natural Capital Social Capital Human Capital
Skor 68,59 5,00 4,50 9,00
Nilai 27,44 0,50 1,35 1,80 31,09
Sumber : Data primer diolah, 2015 Tabel 244. Nilai Indeks Penghidupan Kapal diatas 10 GT Bobot 0,4 0,1 0,3 0,2
Financial Capital Natural Capital Social Capital Human Capital
Skor 40,00 5,00 4,50 8,25
Nilai 16,00 0,50 1,35 1,65 19,50
Sumber : Data primer diolah, 2015
5.5.4. Bitung Pengembangan indikator yang digunakan dalam menghitung indeks secara umum mengacu pada kerangka penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) yang dikembangkan oleh DFID (1999). Berdasarkan kerangka tersebut, penghidupan dipengaruhi oleh 5 aset modal yaitu, modal finansial, modal alam, modal sumberdaya manusia, modal sosial, dan modal fisik. Lima aspek tersebut penting untuk dilihat khususnya untuk mengenali hubungan penghidupan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan masyarakat
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 265
Laporan Akhir Tahun 2015
terhadap sumber penghidupannya. Namun demikian pemilihan indikator juga harus memperhatikan ketersediaan data dan kemudahan pengumpulan data yang diperlukan sehingga dapat diterapkan secara lebih masif. Pemilihan indikator juga sedapat mungkin yang dapat menghubungkan antara indikator mikro dan indikator makro sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Atas dasar hal tersebut, hasil diskusi panel dengan para narasumber mengerucutkan menjadi 4 aspek yaitu modal finansial, modal alam, modal sosial dan modal sumberdaya manusia. Berdasarkan hasil pemetaan kategori penyusun indeks penghidupan, maka dapat diketahui nilai indeks secara total termasuk dalam kategori baik. Nilai yang kurang baik ditunjukkan oleh kapital sosial dimana hanya mendapatkan nilai 4.49 dari nilai total sebesar 30. Kondisi ini berlaku bagi armada dibawah semua kelas armada. Oleh karena itu perhatian harus lebih banyak berikan pada modal sosial dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat nelayan. Secara lebih lengkap hasil penghitungan terhadap aspek yang dinilai tersaji pada tabel-tabel berikut.
Tabel 245. Nilai Indeks Penghidupan Kapal dibawah 5 GT Armada Aset Penghidupan Kapital Finansial Kapital Natural Kapital Sosial Kapital SDM Total
Skor
Bobot
1 1 0.149 0.7
0.4 0.1 0.3 0.2
Nilai (Skor x bobot x 100) 40.00 10.00 4.49 14.00 68.49
Deskripsi Sangat Baik Sangat Baik Buruk Baik Baik
Keterangan : 0 -20 = Buruk; 21 - 40 = Kurang baik; 41-60 = Sedang; 61-80 = Baik; 81 - 100 = Sangat Baik Sumber : Data primer diolah, 2015
Tabel 246. Nilai Indeks Penghidupan Kapal 5-10 GT Armada Aset Penghidupan Kapital Finansial Kapital Natural Kapital Sosial Kapital SDM Total
Skor
Bobot
1 1 0.149 0.7
0.4 0.1 0.3 0.2
Nilai (Skor x bobot x 100) 40.00 10.00 4.49 14.00 68.49
Deskripsi Sangat Baik Sangat Baik Buruk Baik Baik
Keterangan : 0 -20 = Buruk; 21 - 40 = Kurang baik; 41-60 = Sedang; 61-80 = Baik; 81 - 100 = Sangat Baik Sumber : Data primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 266
Laporan Akhir Tahun 2015
Tabel 247. Nilai Indeks Penghidupan Kapal 11-30 GT Armada Aset Penghidupan Kapital Finansial Kapital Natural Kapital Sosial Kapital SDM Total
Skor
Bobot
1 1 0.149 0.75
0.4 0.1 0.3 0.2
Nilai (Skor x bobot x 100) 40.00 10.00 4.49 15.00 69.49
Deskripsi Sangat Baik Sangat Baik Buruk Baik Baik
Keterangan : 0 -20 = Buruk; 21 - 40 = Kurang baik; 41-60 = Sedang; 61-80 = Baik; 81 - 100 = Sangat Baik Sumber : Data primer diolah, 2015
Berdasarkan capaian indeks masing-masing dimensi pembentuk indeks penghidupan nelayan dapat diketahui performa masing-masing dimensi pembentuk indeks penghidupan nelayan pada kelompok nelayan menurut armada yang ada di Kota Bitung seperti pada Gambar 76. Capaian aset modal keuangan dan modal alam termasuk kategori sangat baik karena berada pada selang 81-100, sedangkan aset modal sumber daya manusia berada pada kategori baik karena berada pada selang 61-80. Sementara itu aset modal sosial berada pada kategori buruk karena berada pada selang 0-20 (Tabel 76). Secara umum rumah tangga nelayan menurut armada di Kota Bitung adalah masyarakat dengan kategori sejahtera.
Kapital Finansial 100 80 60 40 20 Kapital SDM
Kapital Natural
0
Kapital Sosial < 5 GT
5- 10 GT
11- 30 GT
Gambar 76. Capaian Dimensi Pembentuk Indeks Penghidupan Nelayan Menurut Kategori Armada di Kota Bitung, 2015 ‘
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 267
Laporan Akhir Tahun 2015
5.5.5. Pangkep Indeks penghidupan nelayan di Pangkep diperoleh dari penjumlahan indeks masingmasing aspek (financial capital, natural capital, social capital, dan human capital). Rekapitulasi indeks penghidupan nelayan di Pangkep menurut ukuran armada dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 248. Indeks Penghidupan Nelayan di Pangkep, 2015 No.
Parameter
1 2 3 4
Financial Capital Natural Capital Social Capital Human Capital IPN
Armada < 5 GT
Armada 5-10 GT
35,07 2,00 4,53 11,62 53,21
37,68 2,00 4,53 13,43 57,64
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa indeks penghidupan nelayan armada 5-10 GT di Pangkep mempunyai nilai yang tidak berbeda jauh dibandingkan dengan nelayan armada kurang dari 5 GT. Indeks Penghidupan Nelayan pada kedua kelompok armada berada pada kategori yang sama yaitu sedang karena nilai indeks yang berada pada kisaran 41-60. Aspek yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan indeks penghidupan nelayan baik pada armada kurang dari 5 GT maupun antara 5-10 GT adalah aspek financial capital diikuti dengan human capital. Sementara itu natural capital dan social capital di Pangkep masih memberikan kontribusi yang rendah dalam pembentukan indeks penghidupan nelayan. Berdasarkan capaian indeks masing-masing aspek pembentuk indeks penghidupan nelayan yang dicapai dapat diketahui performa masing-masing aspek pembentuk indeks penghidupan nelayan pada masing-masing kelompok armada yang ada di Pangkep pada gambar berikut.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 268
Laporan Akhir Tahun 2015
Financial Capital 100 80 60 40 20 0
Human Capital
Natural Capital
< 5 GT 5-10 GT
Social Capital
Gambar 77. Bagan Layang-layang Capaian Aspek Pembentuk Indeks Penghidupan Nelayan di Pangkep, 2015 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa capaian aspek finansial capital termasuk kategori sangat baik karena berada pada selang 81-100. Sedangkan aspek human capital pada armada kurang dari 5 GT maupun 5-10 GT berada pada kategori baik karena berada pada selang 61-80. Sementara itu aspek social capital dan natural capital berada pada kategori buruk karena berada pada selang 0-20.
5.5.6. Sorong Kondisi livelihood nelayan di Kota Sorong digambarkan secara lengkap mencakup 4 aset yaitu: aset manusia (human capital), aset sosial (social capital), aset alami (natural capital) dan aset finansial (financial capital). Pada Tabel 249 dan Gambar 78 terlihat financial capital nelayan di Kota Sorong nilainya sangat tinggi jika dibandingkan dengan aset lainnya. Sebaliknya nilai indeks untuk asset alam sangat rendah.
Tabel 249. Indeks Penghidupan Nelayan menurut Armada Penangkapan di Kota Sorong, 2015 No
Capital
1 2 3 4
Financial Capital Social Capital Natural Capital Human Capital
< 5 GT 34,05 11,74 0.6 13.89
Armada 5 - 10 GT 34,92 12,83 0.6 13.32
> 10 GT 38,56 12,58 0.6 12.47
Sumber: Data primer diolah, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 269
Laporan Akhir Tahun 2015
Financial Capital 40 30 20 10 Human Capital
0
< 5 GT Social Capital
5 - 10 GT > 10 GT
Natural Capital
Gambar 78. Indeks Penghidupan Nelayan menurut Armada Penangkapan di Kota Sorong, 2015
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 270
Laporan Akhir Tahun 2015
VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
6.1. Kesimpulan Pengembangan jaringan dimaksudkan untuk mengumpulkan data sosial ekonomi tingkat rumah tangga nelayan di 6 (enam) lokasi penelitian, mengingat jumlah target responden yang cukup banyak yang tidak mungkin dilakukan oleh peneliti dalam waktu yang terbatas. Pengembangan jaringan kerjasama dilakukan dengan institusi setempat (Dinas Kelautan dan Perikanan, Pelabuhan Perikanan) dan perguruan tinggi (Politeknik Kelautan dan Perikanan dan Universitas) di wilayah penelitian yaitu di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sumbawa, Kota Bitung, Kota Sorong, Tual, dan Kabupaten Pangkep. Penentuan kawasan sentra perikanan yang dimonitor dilakukan dengan purposive sampling. Sumber data yang digunakan adalah hasil sensus tani 2013 khususnya menyangkut dengan jumlah rumah tangga perikanan tangkap berdasarkan provinsi dan kabupaten. Jumlah produksi menggunakan data statistik perikanan tangkap KKP 2013. Langkah yang dilakukan sebagai berikut : (1) pengelompokan Indonesia kedalam wilayah-wilayah tertentu berdasarkan representasi pulau-pulau besar di Indonesia dan atau gabungan beberapa pulaupulau yang relatif lebih kecil, yaitu Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Semakin tinggi persentase menunjukkan bahwa provinsi tersebut sebagai salah satu daerah yang memiliki rumah tangga dengan ketergantungan tinggi terhadap sektor perikanan tangkap; (2) mengidentifikasi persentase jumlah produksi pada setiap wilayah menurut provinsi. Sama halnya dengan rumah tangga, persentase produksi tertinggi juga semakin baik karena menunjukkan sentra produksi perikanan tangkap. Kedua indikator tersebut kemudian digabung untuk menghasilkan suatu indeks komposit dengan bobot rumah tangga lebih besar yaitu 0,7 dan bobot produksi sebesar 0,3; (3) pertimbangan pemilihan lokasi ditambah lagi dengan keterwakilan secara spasial dan keterwakilan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dengan mengambil peringkat-peringkat tertinggi dari masingmasing wilayah dan dilanjutkan dengan identifikasi WPP yang sudah terwakili oleh provinsiprovinsi tersebut. Pada pelaksanaannya kegiatan penelitian dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya baik finansial, manusia, maupun waktu. Oleh karena itu diperlukan suatu langkah tambahan untuk dapat memilih lokasi yang lebih sempit dari daftar terpilih. Tahapan
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 271
Laporan Akhir Tahun 2015
ini dilakukan dengan pendekatan expert judgement melalui diskusi kelompok terbatas antara tim peneliti dan narasumber kegiatan. Pertimbangan tambahan dalam pemilihan lokasi adalah aksesibilitas dan ketersediaan perguruan tinggi sebagai calon mitra penelitian. Lokasi tersebut antara lain Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sumbawa, Kota Bitung, Kota Sorong, Tual, dan Kabupaten Pangkep. Kegiatan PANELKANAS dirancang untuk memantau & memahami berbagai perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga kelautan dan perikanan pada berbagai tipologi. Terdapat empat aspek utama yang akan menjadi kajian kegiatan yaitu usaha, pendapatan, konsumsi dan
kelembagaan. Aspek-aspek tersebut akan dibingkai dengan
pendekatan “sustainable livelihood” yang meliputi 4 (empat) aset yaitu modal finansial, modal alam, modal sosial dan modal sumberdaya manusia dengan indikator-indikator yang menyusun setiap aset yang menggambarkan indeks komposit. Hasil penelitian menunjukkan indeks penghidupan responden di 6 (enam) lokasi diantaranya: 1. Tual, Maluku Tenggara sebesar 52 (armada 0-5 GT) dan 56 (armada > 5 GT); 2. Indramayu sebesar 54,93 (armada < 5 GT); 3. Sumbawa sebesar 17,29 (armada < 5 GT), 31,09 (armada 5 – 10 GT) dan 19,50 (armada > 5 GT); 4. Bitung sebesar 68,49 (armada < 5 GT), 68,49 (armada 5-10 GT) dan 69,49 (armada > 5 GT); 5. Pangkep sebesar 53,21 (armada < 5GT) dan 57,64 (armada 5-10 GT); 6. Sorong sebesar 60,28 (armada < 5 GT), 61,67 (armada 5 – 10 GT), 64,21 (armada > 5 GT). Indikator penyusun indeks penghidupan nelayan yang paling rendah terletak pada modal alam untuk lokasi Sorong dan Sumbawa sedangkan pada lokasi Tual, Indramayu, Pangkep dan Bitung indicator penyusun indeks terletak pada modal sosial.
6.2. Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan indeks modal alam tersebut adalah dengan (1) Pengenalan teknologi penangkapan untuk meningkatkan produktivitas perikanan (CPUE tinggi); (2) melaksanakan moratorium terkait pelarangan kapal penangkap asing; (3) mengoptimalkan kawasan konservasi laut daerah (KKLD); (4) pengaturan wilayah penangkapan perikanan.
Sedangkan untuk meningkatkan indicator modal sosial perlu
dilakukan: (1) mempermudah akses masyarakat terhadap kelembagaan ekonomi; (2) mengoptimalkan kelembagaan masyarakat yang ada khususnya dalam setiap program pemerintah; (4) mepermudah akses nelayan terhadap kelembagaan keuangan formal; (4)
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 272
Laporan Akhir Tahun 2015
mengintegrasikan kelembagaan informal dengan kelembagaan formal; dan (5) mengaktifkan kembali koperasi yang telah ada atau mendidikan koperasi perikanan baru.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 273
Laporan Akhir Tahun 2015
DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Maluku Tenggara. 2014. Kabupaten Maluku Tenggara dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maluku Tenggara DKP Kabupaten Maluku Tenggara. 2013. Statistik Perikanan Tangkap. Laporan. Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Maluku Tenggara Dishubkominfo Kabupaten Maluku Tenggara. 2015. Peta Maluku Tenggara. http://www. malukutenggarakab.go.id/index.php/petamalukutenggara. Tanggal diunduh: 16 Desember 2015 Lewenussa, I. 2011. Analisis Titik Impas Dan Waktu Pengembalian Investasi Usaha Purse Seine Di Dusun Kilwouw. Laporan PKL. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura. Ambon. De Cecco, 1989. Educational physcology. Di edit oleh Joh P. De Cecco Prantice Hall. Inc. Englewood Clipffs New Jersey. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sorong. 2014. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sorong Tahun 2014. DKP Kota Sorong. Kota Sorong. Kamaluddin, L.M., 1994. Strategi Penyiapan dan Pengembangan Kualitas SDM Pada Pembangunan Agribisnis PerikananIndonesia. Makalah pada Seminar Sehari Sosial Ekonomi PErikanan. Institut Pertanian Bogor. Saleh,S.E, 2014. Strategi penghidupan penduduk sekitar Danau Limboto Provinsi Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. Laporan Akhir Penelitian Disertasi Doktor. 94 Halaman. Chambers, R. and G. Conway. 1992 Sustainable Rural Livelihoods: Practical Concepts for the 21st Century. IDS Discussion Paper 296. Brighton: IDS. Islam, M.M., S. Sallu, K. Hubacek and J. Paavola. 2014. Vulnerability of fishery-based livelihoods to the impacts of climate variability and change: insights from coastal Bangladesh. Reg. Environment Change. This article is published with open access at Springerlink.com. P. 281294. Mcleod. R. 2001. The impact of regulations and procedures on the livelihoods and asset base of the urban poor: a financial perspective. Paper presented at the International Workshop on Regulatory Guidelines for Urban Upgrading, Bourton-on-Dunsmore, May 17-18, 2001. Sustainable Livelihoods Support Office (DFID). 1999. Sustainable Livelihoods and Poverty Elimination. http://www.livelihoods.org/info/docs/dec99bbfg.htm. Tanggal akses: 19 Januari 2015. [DKP Provinsi Sulawesi Selatan] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. 2013. Laporan Statistik Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012. Makassar.
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 274
Laporan Akhir Tahun 2015 Amaliya, R. W. 2007. “Analisis Finansial Usaha Tambak Garam di Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur”. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor (IPB). Hal 44. Cockburn, J. 2001. Trade Liberalization and Poverty in Nepal: A Computable General Equilibrium Microsimilations Analysis. Centre For Study Of African Economies/CSAE, Nuffiled College (Oxford University) and CREFA, Canada. Universite Lafal ; Quebec. Douglas, A. L., Marchal, W. G. dan S.A. Wathen. 2007. Teknik-teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Edisi ke 13 Buku 2. Salemba 4. Jakarta Erwidodo. 1992. Stochastic Production Frontier and Panel Data: Measuring Economic Efficiency on Rice Farms in West Java. Jurnal Agro Ekonomi Vol 11(1): 19-36. Fauzi A. 2005. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Gittinger, P. J. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian : edisi kedua. UI-Press. Jakarta Irawan, B dkk. 2006 Proposal Operasional Panel Pembudidaya Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Kasryno, F. H. Nataatmadja, C. A. Rasahan. Y. Yisdja. 1986. Profil Pendapatan dan Konsumsi Pedesaan Jawa Timur, Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Rakhmat, M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani di Indonesia (Disertasi). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Najid, A. 2012. Penerapan Iptek Untuk Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat. Bahan Presentasi disajikan dalam Workshop Sehari Riset Kelautan Dalam Mendukung Pembangunan Nasional Kelautan dan Perikanan , Jakarta 30 Januari 2012 . Hal 25 Nikijuluw, V.P.H., E. Basuno, B. Winarso dan C. Nurasa. 2000. Pemberdayaan Perikanan Rakyat Berdasarkan Analisis Bio-Ekonomi Sumberdaya. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Sosial Ekonomi (PSE) Pertanian . Bogor. Pasandaran, E., P. Simatupang, T. Sudaryanto, A. Suryana, C.A. Rasahan, A. Djauhari. 1989. Prosiding Patanas Perkembangan Struktur Produksi, Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan, Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. Rahman, H.P.S dan Wahida. 1998. Dinamika Pola Pengeluaran dan Konsumsi Rumah Tangga serta Prospek Permintaan Pangan dalam Dinamika Ekonomi Pedesaan: Perubahan Struktur Pendapatan, Ketenagakerjaan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga. Kerjasama Puslit Sosial Ekonomi Pertanian dengan Ford Foundation. Bogor. Rahman, H.P.S. 2001. “Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia”. Disertasi Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor (IPB).
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 275
Laporan Akhir Tahun 2015 Rusastra, I.W. A.R. Nurmanaf. S.H. Susilowati. E. Jamal., B. Sayaka. 2000. Perspektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Era Otonomi Daerah. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta Syafii, A. 2006. Potret Pemberdayaan Petani Garam. Untag Press. Surabaya. Syukri, N. 2012. Statistik dan Probabilitas. Pusat Pengembangan Bahan ajar Universitas Mercu Buana. Jakarta Syukur, M., Erwidodo & Soentoro. 2000. Perspektif Historis Metodologi Penelitian PATANAS. In Rusastra et al. (eds), Prosiding ‘Perspektif Pembangunan Pertanian Pedesaan Dalam Era Otonomi Daerah’, hal 78-87. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian dan Kehutanan. 397 hal. Tika, M. P. 2005. Metode Penelitian Geografi. PT. Bumi Aksara. Jakarta Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2012. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi BPS, edisi 27, Agustus 2012. TNP2K. Jakarta
PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) APBNP | 276