Laporan Teknis
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 RISET PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL
(PANELKANAS) Tim Peneliti: -
Sonny Koeshendrajana Zahri Nasution Manadiyanto Sastrawidjaja Sapto Adi Pranowo Tjahjo Tri Hartono Hikmah Tenny Apriliani Subechanis Saptanto Cornelia Mirwanti Witomo Nensyana Shafitri Rikrik Rahadian
-
Maulana Firdaus Hakim Miftakhul Huda Lindawati Rizki Aprilian Wijaya Asep Jajang Setiadi Ari Suswandi Irawati Achmad Azizi Hanafi Arifa Desfamita Santi Astuti Suhana
BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
I
Laporan Teknis LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR Judul Kegiatan Riset Penanggung Jawab Nama Pangkat/Gol Jabatan c1. Struktural c2. Fungsional
: Panel Perikanan dan Kelautan Nasional
Unit Kerja
: Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Status
: Lanjutan (Tahun ke-5)
Pagu Anggaran
: Rp. 1.120.000.000,(Satu Milyar Seratus Dua Puluh Juta Rupiah)
Tahun Anggaran
: 2010
Sumber Anggaran
: APBN Tahun 2010
: : : : :
Dr. Sonny Koeshendrajana IVC Peneliti Utama
Mengetahui, Kepala Unit Kerja
Penanggung Jawab Kegiatan
Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, M.Sc. NIP. 19600831 198603 1 003
Dr. Sonny Koeshendrajana NIP. 19600424 198503 1 006
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
II
Laporan Teknis RINGKASAN EKSEKUTIF Pembangunan sektor kelautan dan perikanan merupakan suatu proses yang dinamis, yang dalam jangka panjang akan merubah kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sektor kelautan dan perikanan terutama nelayan dan pembudidaya ikan. Untuk mengetahui perkembangan dan perubahan sosial ekonomi yang mendasar di tingkat pedesaan, yang bersumber dari rumah tangga nelayan dan pembudidaya ikan diperlukan antara lain adalah data dasar (base line) mengenai kondisi rumah tangga perikanan dari 4 tipologi utama yaitu Perikanan Tangkap Laut (PTL), Perikanan Tangkap Umum Daratan (PTPUD), Perikanan Budidaya (PB) dan Produk Kelautan-Garam (PK-GARAM). Namun demikian, yang menjadi masalah bagi penentu kebijakan dalam membuat perencanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan adalah kurangnya data-data dan informasi yang akurat tentang dinamika perkembangan usaha sektor kelautan dan perikanan. Sehingga program-program yang ada sering tidak/belum mengenai sasaran. Bertolak dari sinilah penelitian PANELKANAS ini dilakukan. Pada tahun pertama kegiatan riset, ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang kabupaten dan desa-desa contoh diseluruh Indonesia yang mencerminkan desa-desa perikanan dengan berdasarkan klasifikasi dasar keragaman sub sektor perikanan. Tahun kedua didapatkan data dasar hasil sensus dan survey rumah tangga, sedangkan tahun ketiga dan seterusnya melihat dinamika kondisi usaha, rumah tangga dan daerahnya. Bidang Perikanan Tangkap Laut dilihat dari sisi sumberdaya manusianya berada dalan usia produktif, hal ini sebagai modal dasar untuk banyak memberikan frekuensi penyuluhan akan lebih mudah dipahami, meskipun tingkat pendidikan sebagian besar masih mengenyam pendidikan sekolah dasar. Usaha penangkapan perikanan laut yang dilakukan dapat memberikan nilai R/C >1, yang berarti bahwa usaha penangkapan memiliki prospek yang baik untuk diusahakan dan dikembangkan lebih lanjut, tentunya dibarengi dengan perbaikan dari berbagai aspek sehingga keuntungan yang diperoleh benar-benar dapat meningkatkan kesejahteran nelayan. Pendapatan rumah tangga didominasi dari pendapatan utama kepala keluarga, sedangkan pengeluaran konsumsi pangan berkisar antara 53,41 % -78,01 %. Dari pengeluaran konsumsi pangan ini, khusus pengeluaran konsumsi ikan berkisar antara 12,45 % - 40,03 %. Sedangakan pengeluaran konsumsi bukan pangan berkisar antara 21.99 % -46,59 %, dan pengeluaran terbesar dari kelompok bukan pangan adalah biaya pendidikan, perawatan perumahan dan perlengkapan dapur. Kelembagaan pada perikanan tangkap laut keberadaannya cukup beragam, kelembagaan input jasa /sarana prasarana dan kelembagaan penyuluhan tersedia dengan baik. Dalam pemasaran hasil sebagian besar nelayan telah memanfaatkan TPI sebagai tempat memasarkan hasil tangkapannya. Kelembagaan permodalan lebih suka memanfaatkan lembaga modal informal. Kondisi usaha perikanan tangkap perairan umum, baik sungai dan rawa banjiran maupun perairan umum waduk belum sepenuhnya dapat mendukung kehidupan masyarakat nelayan yang melaksanakan penangkapan ikan di perairan tersebut. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat nelayan harus mencari tambahan pendapatan sampingan yang berasal dari usaha non perikanan. Bagi
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
III
Laporan Teknis masyarakat nelayan di perairan umum sungai dan rawa banjiran tambahan pendapatan didapatkan dari hasil sawah lebak, berburuh tani, dan berburuh bangunan di desa dan di luar desa. Faktor alam juga menjadi penyebab utama bagi nelayan tidak dapat menangkap ikan sepanjang tahun di perairan sungai dan rawa banjiran. Namun demikian, belum adanya dukungan kelembagaan usaha terhadap nelayan tersebut mengakibatkan mereka terikat terhadap pedagang ikan sebagai pemberi modal untuk pengadaan alat dan sarana penangkapan, yang sekaligus sebagai penentu harga ikan. Begitu pula, nelayan perairan umum waduk yang mengandalkan bandar sebagai penjamin ekonomi mereka, disamping hasil tangkapan yang juga tidak banyak, meskipun usaha penangkapan ikan dapat dilakukan sepanjang tahun. Kondisi usaha perikanan perikanan budidaya, baik budidaya tambak, budidaya laut dan budidaya air tawar (sistem keramba jaring apung dan kolam) belum sepenuhnya dapat mendukung kehidupan masyarakat pembudidaya ikan. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat pembudidaya ikan harus mencari tambahan pendapatan sampingan, baik bagi kepala keluarga maupun anggota keluarga. Faktor utama yang sangat berpengaruh dalam usaha budidaya ikan pada semua tipe usaha adalah tingginya persentase biaya pakan dalam struktur pembiayaan usaha (mencapai 75%). Kondisi ini diperparah pula dengan tidak adanya posisi tawar masyarakat pembudidaya dalam menentukan harga jualikan sebagai akibat keterikatan mereka terhadap pedagang ikan dan pemberi modal usaha. Lebih lanjut, belum maksimalnya dukungan kelembagaan usaha terhadap masyarakat pembudidaya ikan mengakibatkan mereka terikat terhadap pedagang ikan sebagai pemberi modal untuk pengadaan prasarana dan input dalam usaha budidaya, yang sekaligus sebagai penentu harga ikan hasil budidaya mereka. Usaha tambak garam baik di Jeneponto maupun di Sumenep menguntungkan, hal ini terlihat dari nilai ratio penerimaan dan biaya > 1. Sumber pendapatan rumah tangga selain dari pergaraman diperoleh dari usaha lain seperti nelayan, tani, buruh, atau pegawai kelurahan. Pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga petambak didominasi oleh bahan pokok beras, lauk pauk ikan segar dan pengeluaran untuk rokok. Keragaan konsumsi non pangan didominasi oleh pendidikan, rekening pulsa dan perayaan keagamaan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga masih dominan untuk konsumsi pangan dibandingkan non pangan, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga masih rendah. Kelembagaan input, pemasaran dan tenaga kerja di Jeneponto dan Sumenep tersedia dengan baik, untuk kelembagaan modal dipenuhi dari pinjaman yang berasal pedagang pengiumpul atau keluarganya. Untuk mengakses permodalan dari lembaga resmi masih terasa sulit terpenuhi Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan dalam rangka meningkatkan pendapatan usaha dan kesejakteraan masyarakat perikanan berdasarkan hasil penelitian ini diantaranya adalah : - Pembinaan dan penguatan kelembagaan nelayan terutama kaitannya dengan pengadaan modal untuk melaksanakan usaha baik perikanan tangkap, budidaya maupun pergaraman - Penetapan penghapusan lelang untuk perairan sungai dan rawa banjiran direkomendasikan agar tetap dapat dipertahankan, untuk mengurangi biaya lisensi penangkapan ikan
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
IV
Laporan Teknis -
-
-
-
-
Melanjutkan pelaksanaan penebaran ikan dalam jumlah yang besar serta berbagai jenis ikan yang cocok, yang dibarengi pula dengan penguatan kelembagaan pengelolaannya di tingkat kelompok nelayan. Pengadaan pakan alternatif untuk pengganti pakan ikan budidaya dengan biaya lebih murah dengan tetapmempertahankan kualitas pakan, sehingga akan dapat mengurangi biaya produksi ikan budidaya. Penyuluhan terkait teknik produksi yang baik dan benar sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas garam yang dihasilkan petambak garam. Pembinaan dan pendampingan kelompok usaha terkait manajemen pemasaran dan permodalan sangat berarti terhadap penjaminan kesejahteraan petani garam. Penetapan harga dasar garam yang diikuti oleh lembaga pengawas.
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
V
Laporan Teknis KATA PENGANTAR Puji dan syukur, kami panjatkan kehadapan Yang Maha Kuasa karena atas perkenan dan ridho-Nya jugalah laporan teknis ini dapat diselesaikan. Laporan teknis ini merupakan pertanggungjawaban terhadap kegiatan ”Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional (PANELKANAS)” yang dibiayai dari APBN tahun 2010. Pada laporan teknis ini dikemukakan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan riset, termasuk hasil studi pustaka dan temuan di lapangan yang terkait dengan dinamika usaha, pendapatan, konsumsi dan kelembagaan di tingkat rumah tangga untuk 4 tipologi yaitu Perikanan Tangkap Laut (PTL), Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan (PTPUD), Perikanan Budidaya dan Produk Kelautan-Garam. Pada bagian akhir laporan ini dikemukakan saran tindak lanjut berupa opsi kebijakan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya maupun petani garam terutama dari aspek kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Bapak Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melaksanakan penelitian ini. Terima kasih yang sama, kami sampaikan pula kepada berbagai pihak yang turut membantu sehingga terlaksananya kegiatan penelitian ini, terutama sesama tim peneliti dan teknisi, hingga selesainya laporan akhir ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama Direktorat Teknis terkait di Departemen Kelautan dan Perikanan, antara lain Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Budidaya, Ditjen KP3K, serta pemerintah daerah setempat. Saran perbaikan yang bersifat positif konstruktif sangat diharapkan guna perbaikan laporan ini dan pelaksanaan kegiatan riset analisis kebijakan ke depan. Jakarta, Desember 2010
Tim Peneliti
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
VI
Laporan Teknis DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR ................................................... II RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................III KATA PENGANTAR .......................................................................................... VI DAFTAR ISI ........................................................................................................ VII DAFTAR TABEL ................................................................................................. IX DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... XXI DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... XXII BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1.
Latar Belakang .............................................................................................1
1.2.
Tujuan Penelitian .........................................................................................3
1.3.
Keluaran Penelitian ......................................................................................3
1.4.
Justifikasi .....................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................5 2.1.
Pembangunan Daerah Berbasis Kelautan dan Perikanan ............................5
2.2.
Pemanfaatan Kelautan dan Perikanan Indonesia .......................................10
2.3.
Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan ..............................14
2.4.
Peranan Pemerintah Dalam Pembangunan ................................................19
BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................................23 3.1.
Kerangka Pemikiran ...................................................................................23
3.2.
Data dan Sumber Data ...............................................................................26
3.2.1. Jenis Data ...................................................................................................26 3.2.2. Metode Pengumpulan Data ........................................................................27 3.3.
Metode Analisis .........................................................................................31
BAB IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...........................................33 4.1.
Kerangka Jaringan dan Sistem Pendataan .................................................33
4.2.
Sintesa dan Dinamika Perkembangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut ............................................................................35
4.2.1. Deskripsi Rumah Tangga Responden ........................................................35 4.2.2. Usaha..........................................................................................................36 4.2.3. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan .........................................................75 4.2.4. Konsumsi Rumah Tangga ..........................................................................84 4.2.5. Kelembagaan Usaha ...................................................................................95 4.3.
Sintesa dan Dinamika Perkembangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan...........................................111
4.3.1. Deskripsi Rumah Tangga Responden ......................................................111 Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
VII
Laporan Teknis 4.3.2. Usaha........................................................................................................112 4.3.3. Pendapatan Rumah Tangga ......................................................................122 4.3.4. Konsumsi Rumah Tangga ........................................................................128 4.3.5. Kelembagaan Usaha .................................................................................136 4.4.
Sintesa dan Dinamika Perkembangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan Budidaya .................................................................................144
4.4.1. Deskripsi Rumah Tangga Responden ......................................................144 4.4.2. Usaha........................................................................................................145 4.4.3. Pendapatan Rumah Tangga ......................................................................166 4.4.4. Konsumsi Rumah Tangga ........................................................................174 4.4.5. Kelembagaan Usaha.................................................................................187 4.5.
Sintesa dan Dinamika Perkembangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Produk Kelautan Garam ...........................................................................214
4.5.1. Deskripsi Rumah Tangga Responden ......................................................214 4.5.2. Usaha........................................................................................................216 4.5.3. Pendapatan Rumah Tangga ......................................................................228 4.5.4. Konsumsi Rumah Tangga ........................................................................235 4.5.5. Kelembagaan Usaha.................................................................................242 4.6.
Evaluasi Dampak Kebijakan ....................................................................248
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ...............................256 5.1.
Kesimpulan ..............................................................................................256
5.1.1. Perikanan Tangkap Laut ..........................................................................256 5.1.2. Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan...........................................256 5.1.3. Perikanan Budidaya .................................................................................257 5.1.4. Produk Kelautan .......................................................................................257 5.2.
Implikasi Kebijakan .................................................................................258
5.2.1. Perikanan Tangkap Laut ..........................................................................258 5.2.2. Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan...........................................259 5.2.3. Perikanan Budidaya .................................................................................260 5.2.4. Produk Kelautan .......................................................................................260 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................261 DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................264
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
VIII
Laporan Teknis DAFTAR TABEL Tabel 4.1
Nama Penanggung Jawab Lapangan dan Enumerator Lapangan ..................................................................................... 34
Tabel 4.2
Perkembangan Penelitian Panelkanas Tahun 2006 - 2010 .......... 35
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Panelkanas Bidang Perikanan Tangkap Laut ............................................................................... 35
Tabel 4.4
Musim Penangkapan Perikanan Tangkap Laut ........................... 36
Tabel 4.5
Kebutuhan Investasi dan Keragaan Usaha Perikanan Tangkap Laut di Beberapa Lokasi Panelkanas, Tahun 2010...................... 37
Tabel 4.6
Kebutuhan Investasi dan Keragaan Usaha Perikanan Tangkap Laut di Beberapa Lokasi Panelkanas, Tahun 2010...................... 37
Tabel 4.7
Struktur Investasi Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kelurahan Aek Habil ................................................................... 39
Tabel 4.8
Struktur Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kelurahan Aek Habil .............................................................. 40
Tabel 4.9
Struktur Biaya Tidak Tetap Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kelurahan Aek Habil .................................................... 41
Tabel 4.10
Analisis Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kelurahan Aek Habil ..................................................................................... 42
Tabel 4.11
Struktur Biaya dan Analisis Usaha Tangkapan Laut Desa Penjajap, Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, 2010 ............................................................... 45
Tabel 4.12
Rata-rata Investasi Armada Penangkapan Ikan Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 ............................... 47
Tabel 4.13
Struktur Rata-rata Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Besar di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 .... 48
Tabel 4.14
Struktur Rata-rata Biaya Variabel Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Besar Ukuran Kapal Motor < 5 GT Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 ................................................. 49
Tabel 4.15
Struktur Rata-rata Biaya Variabel Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Besar Ukuran Kapal Motor 5 - 30 GT Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 ................................................ 50
Tabel 4.16
Analisa Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Besar Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 .......................... 51
Tabel 4.17
Struktur Aset dan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Laut di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten. Gebang, 2010 ............................................................................... 53
Tabel 4.18
Struktur Biaya dan Perikanan Tangkap Laut di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Tahun 2010 ... 55
Tabel 4.19
Kalender Penangkapan, Rata-Rata Jumlah Trip/Bulan Kegiatan Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
IX
Laporan Teknis Tangkap Payang di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 ............................................................................ 58 Tabel 4.20
Kalender Penangkapan, Rata-Rata Jumlah Trip/Bulan Kegiatan Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 ............................................................................................. 60
Tabel 4.21
Investasi Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010. .............................. 61
Tabel 4.22
Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 ............................... 63
Tabel 4.23
Biaya Operasional Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010. ..................... 65
Tabel 4.24
Nilai Rata-Rata Penerimaan Kegiatan Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010. ............................................................................................ 66
Tabel 4.25
Analisa Usaha Penangakapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 .............................. 67
Tabel 4.26
Investasi Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 ............................................... 68
Tabel 4.27
Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 .............................................. 69
Tabel 4.28
Biaya Operasional Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 ..................... 71
Tabel 4.29
Nilai Rata-Rata Penerimaan Kegiatan Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 ............................................................................................. 72
Tabel 4.30
Analisa Usaha Penangakapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 .............................................. 73
Tabel 4.31
Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut, Tahun 2007 dan 2010 .................................................................. 74
Tabel 4.32
Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun Nelayan Perikanan Tangkap Laut Di Beberapa Lokasi Panelkanas. .......................... 75
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
X
Laporan Teknis Tabel 4.33
Struktur Pendapatan Rumah Tangga di di Kelurahan Aek Habil, Sibolga, 2010 .................................................................... 76
Tabel 4.34
Pendapatan Rumahtangga Nelayan Desa Penjajap, Kecamatan Pangkep, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, 2010 .............. 77
Tabel 4.35
Analisa Pendapatan Rumah Tangga Rata-rata Pemilik Kapal Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 ......................... 78
Tabel 4.36
Pendapatan Tahunan Nelayan Perikanan Tangkap Laut di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, 2010 .............................................................................. 79
Tabel 4.37
Pendapatan Per Tahun Rumah Tangga Nelayan Alat Tangkap Payang di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang (Berdasarkan Musim Penangkapan), 2010 ................................. 80
Tabel 4.38
Pendapatan Per Tahun Rumah Tangga Nelayan Alat Tangkap Dogol di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 ....... 81
Tabel 4.39
Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut, Tahun 2007, 2008 dan 2010 .............................................. 83
Tabel 4.40
Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut Di Beberapa Lokasi Panelkanas ....................................................... 84
Tabel 4.41
Struktur Konsumsi Rumah Tangga di di Kelurahan Aek Habil, Sibolga Tahun 2010 .................................................................... 86
Tabel 4.42
Konsumsi Rumah Tanggal Nelayan Nelayan Desa Penjajap, Kecamatan Pangkep, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, 2010 ............................................................................................. 87
Tabel 4.43
Analisa Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Tahunan Rata-rata Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 ............................................................................................. 88
Tabel 4.44
Konsumsi Masyarakat Nelayan Perikanan Tangkap Laut di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, 2010 ............................................................................................. 90
Tabel 4.45
Nilai Konsumsi Rumah Tangga Nelayan (Rp/RTP/Thn) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 ...................... 92
Tabel 4.46
Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut, Tahun 2007,2008 dan 2010 ......................................................... 94
Tabel 4.47
Kondisi Kelembagaan Perikanan Tangkap Laut di Sampang dan Sibolga .................................................................................. 96
Tabel 4.48
Kondisi Kelembagaan Perikanan Tangkap Laut Di Bitung Dan Cirebon ........................................................................................ 97
Tabel 4.49
Kondisi kelembagaan perikanan tangkap laut di Sambas ........... 98
Tabel 4.50
Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Nelayan Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi................ 98
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XI
Laporan Teknis Tabel 4.51
Jenis Tenaga Kerja, Ketersediaan dan Cara Pembayaran Yang Digunakan Pada Kegiatan Penangkapan Ikan di Kelurahan Aek Habil ..................................................................................... 99
Tabel 4.52
Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Penangkapan Ikan .......... 99
Tabel 4.53
Penggunaan Lembaga Menabung Terkait Penangkapan ikan di Kelurahan Aek Habil Tahun 2010 ............................................. 100
Tabel 4.54
Keberadaan Lembaga Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Produk Penangkapan Ikan Di Kelurahan Aek Habil Kota Sibolga, 2010 .................................................................... 100
Tabel 4.55
Keberadaan Kegiatan Kelompok, Keaktifan Pengurus dan Kaitannya dengan Pekerjaan Penangkapan Ikan di Kelurahan Aek Habil ................................................................................... 101
Tabel 4.56
Keberadaan Bidang Penyuluhan dan Kaitannya Dengan Program Penangkapan Ikan Pada Kelurahan Aek Habil, Kota Sibolga ....................................................................................... 101
Tabel 4.57
Keberadaan Masalah Teknis Penangkapan berdasarkan Sumber Informasi di Kelurahan Aek Habil, Kota Sibolga, 2010 ........................................................................................... 102
Tabel 4.58
Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Nelayan Terhadap Pedagang Terkait Sarana Penangkapan Ikan di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 ................. 104
Tabel 4.59
Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Penangkapan Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 ............................. 105
Tabel 4.60
Keberadaan Lembaga Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Produk Perikanan Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 .............................................................................. 105
Tabel 4.61
Lokasi Dan Tipologi Desa Bidang Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Dalam Riset Panelkanas, 2010 .......... 111
Tabel 4.62
Usia, Tingkat Pendidikan Dan Tanggungan Responden Kegiatan Riset Panelkanas Bidang PTPUD, 2010 .................... 112
Tabel 4.63
Struktur Penerimaan, Biaya Dan Keuntungan Usaha Pada PTPUD Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 ................................ 112
Tabel 4.64
Struktur Aset dan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Sungai dan Rawa Banjiran di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Berkat, 2010 ......... 114
Tabel 4.65
Struktur Biaya dan Penerimaan Penangkapan Ikan Sungai dan Rawa Banjiran di Desa Berkat, Kecamatan SP. Padang, Kabupaten Berkat, 2010 ........................................................... 116
Tabel 4.66
Jenis Aset Usaha Penangkapan Ikan Nelayan Tradisional di Perairan Waduk Jatiluhur, 2010 ................................................ 117
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XII
Laporan Teknis Tabel 4.67
Struktur Investasi Usaha Penangkapan Ikan di Waduk di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 ............................ 118
Tabel 4.68
Struktur Biaya Tidak Tetap Usaha Penangkapan Ikan per Tahun di Waduk di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 ....................................................................... 119
Tabel 4.69
Struktur Biaya Tidak Tetap Usaha Penangkapan Ikan per Tahun di Waduk di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 ....................................................................... 120
Tabel 4.70
Struktur Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan per Tahun di Waduk di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 .. 120
Tabel 4.71
Analisis Usaha Penangkapan Ikan di Waduk per Tahun di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 .................. 121
Tabel 4.72
Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010........................................ 122
Tabel 4.73
Struktur Pendapatan Rumah Tangga PTPU Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010 ............................................................... 123
Tabel 4.74
Pendapatan Tahunan Nelayan PTUD Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten OKI, 2010 ............................................ 124
Tabel 4.75
Rata-Rata Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Tahun 2010 ........................................ 126
Tabel 4.76
Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 ........................... 128
Tabel 4.77
Struktur Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Pada Rumah Tangga PTPU Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010. ........... 129
Tabel 4.78
Konsumsi Masyarakat Nelayan Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten OKI, 2010 ................................................................ 131
Tabel 4.79
Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 ........................................................................................... 134
Tabel 4.80
Konsumsi Ikan dan Non Ikan Rumah Tangga Perikanan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 ................... 135
Tabel 4.81
Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 ........................... 136
Tabel 4.82
Kondisi Kelembagaan Pendukung Usaha Pada Rumah Tangga PTPU Dalam Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 ........................ 137
Tabel 4.83
Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Nelayan Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Terhadap Pedagang Terkait Sarana Penangkapan Ikan di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2010 ................................................................... 139
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XIII
Laporan Teknis Tabel 4.84
Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2010 ......................... 140
Tabel 4.85
Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang Kabupaten OKI, 2010 .................................................. 140
Tabel 4.86
Keberadaan Masalah Teknis Perikanan, Jenis dan Harga Ikan berdasarkan Sumber Informasi di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2010 ......................... 142
Tabel 4.87
Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Pembudidaya Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Ikan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 ............................ 142
Tabel 4.88
Karakteristik Responden Panelkanas Bidang Perikanan Budidaya, 2010 .......................................................................... 144
Tabel 4.89
Lokasi Dan Tipologi Desa Contoh Bidang Perikanan Budidaya Dalam Riset Panelkanas 2010 ................................... 145
Tabel 4.90
Struktur Penerimaan, Biaya Dan Keuntungan Usaha Perikanan Budidaya Tambak Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 ................ 146
Tabel 4.91
Struktur Penerimaan, Biaya Dan Keuntungan Usaha Perikanan Budidaya Laut Dan Keramba Jaring Apung Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 ....................................................................... 146
Tabel 4.92
Struktur Penerimaan, Biaya Dan Keuntungan Usaha Perikanan Budidaya Air Tawar (Pembenih Dan Pendeder) Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 .............................................................. 146
Tabel 4.93
Struktur Aset dan Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan pada KJA per tahun di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010.......................................................... 149
Tabel 4.94
Struktur Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan pada KJA per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010.......................................................... 150
Tabel 4.95
Struktur Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Ikan pada KJA per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010.......................................................... 151
Tabel 4.96
Struktur Penerimaan Usaha Budidaya Ikan pada KJA per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010.......................................................... 151
Tabel 4.97
Analisis Usaha Budidaya Ikan pada KJA di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010 ........................................................................................... 152
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XIV
Laporan Teknis Tabel 4.98
Kebutuhan Investasi Usaha Budidaya Pembenihan dan Pendederan Ikan Di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ........................................................................................... 154
Tabel 4.99
Struktur Biaya dan Penerimaan Budidaya Ikan Mas di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ................................ 156
Tabel 4.100
Perhitungan Keuntungan Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng dan Udang di Desa Pangkah Wetan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Selama Setahun 2010 ............................... 158
Tabel 4.101
Jenis Aset Budidaya Rumput Laut Metode Patok dan Umur Ekonomis ................................................................................... 159
Tabel 4.102
Kebutuhan Investasi Usaha Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ....................................................................... 160
Tabel 4.103
Struktur Biaya Usaha Pendapatan Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ....................................................................... 161
Tabel 4.104
Investasi Awal Usaha Tambak di Kelurahan Talaka, Kabupaten Pangkep ................................................................... 162
Tabel 4.105
Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Tambak di Kelurahan Talaka, Kabupaten Pangkep, 2010 ............................................ 164
Tabel 4.106
Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 ...................................................... 166
Tabel 4.107
Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya Tambak Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010 ...................... 167
Tabel 4.108
Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya Laut Dan Keramba Jaring Apung Dalam Kegiatan Riset Panelkanas , 2010 ......................................................................................... 167
Tabel 4.109
Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya Air Tawar (Pembenih Dan Pendeder) Dalam Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 ....................................................................... 168
Tabel 4.110
Pendapatan Rumah Tangga Perikanan per Tahun Berdasarkan Sumber Pendapatannya di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 ........................................................... 168
Tabel 4.111
Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perikanan dalam Satu Tahun di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ....... 170
Tabel 4.112
Pendapatan keluarga RTP Pembudidaya di Kabupaten Gresik (Berdasarkan Skala Usaha), 2010 .............................................. 171
Tabel 4.113
Pengelolaan Budidaya Rumput Laut Desa Batu Nunggul ,Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ........... 171
Tabel 4.114
Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Rumput Laut Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ....................................................................... 172
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XV
Laporan Teknis Tabel 4.115
Struktur Pendapatan Rumah Tangga Kelurahan Talaka, Kabupaten Pangkep, 2010 ......................................................... 173
Tabel 4.116
Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008 dan 2010 ...................................................... 174
Tabel 4.117
Struktur Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Tambak Dalam Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 ....................................................................... 175
Tabel 4.118
Struktur Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Laut Dan Keramba Jaring Apung Dalam Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 ................................... 175
Tabel 4.119
Struktur Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Kolam (Pembenih Dan Pendeder) Dalam Riset Panelkanas, 2010 .................................................. 176
Tabel 4.120
Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 ............................................................................. 177
Tabel 4.121
Konsumsi Ikan dan Non Ikan Rumah Tangga Perikanan per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 .. 178
Tabel 4.122
Struktur Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga Perikanan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ................... 179
Tabel 4.123
Konsumsi dan Pengeluaran Dalam Setahun (Berdasarkan Skala Usaha) RTP Pembudidaya Tambak di Pangkah Wetan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, 2010 ....................................... 181
Tabel 4.124
Konsumsi Ikan Dalam Mingguan dan Tahunan RTP Pembudidaya Tambak di Pangkah Wetan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, 2010 (Berdasarkan Skala Usaha) .......................... 182
Tabel 4.125
Konsumsi Rumah Tangga Petani Rumput Laut Desa Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, 2010 ....................................................................... 183
Tabel 4.126
Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Perikanan Kelurahan Talaka, Kabupaten Pangkep, 2010........................... 184
Tabel 4.127
Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 ............................................ 186
Tabel 4.128
Kondisi Kelembagaan Pendukung Usaha Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Tambak Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010 ........................................................................ 188
Tabel 4.129
Kondisi Kelembagaan Pendukung Usaha Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Laut Dan Keramba Jaring Apung Dalam Riset Panelkanas 2010 ............................................................... 189
Tabel 4.130
Kondisi Kelembagaan Pendukung Usaha Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Kolam Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010. .......................................................................................... 190
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XVI
Laporan Teknis Tabel 4.131
Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Pembudidaya Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Budidaya Ikan di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur , 2010 ......................................................................................... 192
Tabel 4.132
Jenis Tenaga Kerja, Ketersediaan dan Cara Pembayaran Yang Digunakan Pada Kegiatan Budidaya Ikan di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 .......................... 193
Tabel 4.133
Keberadaan Lembaga Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Produk Budidaya Ikan Di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 ........................................................... 194
Tabel 4.134
Keberadaan Bidang Penyuluhan dan Kaitannya Dengan Program Budidaya Ikan Pada Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 ........................................................... 195
Tabel 4.135
Keberadaan Masalah Teknis Budidaya dan Strain Unggul serta Cara Budidaya Ikan Baik (CBIB) berdasarkan Sumber Informasi di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 ........................................................................................... 195
Tabel 4.136
Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Pembudidaya Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Budidaya Ikan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ........................................................................................... 196
Tabel 4.137
Jenis Tenaga Kerja, Ketersediaan dan Cara Pembayaran yang Digunakan Pada Kegiatan Budidaya Ikan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ............................................ 196
Tabel 4.138
Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Budidaya Ikan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ................................ 197
Tabel 4.139
Keberadaan Lembaga Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Produk Budidaya Ikan Di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ........................................................... 197
Tabel 4.140
Keberadaan Kegiatan Kelompok, Keaktifan Pengurus dan Kaitannya dengan Pekerjaan Pembudidaya Ikan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ................................ 198
Tabel 4.141
Keberadaan Masalah Teknis Budidaya dan Strain Unggul serta CBIB Berdasarkan Sumber Informasi di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 ........................................... 198
Tabel 4.142
Keberadaan Bidang Penyuluhan dan Kaitannya Dengan Program Budidaya Ikan di Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, 2010 ............................................................ 199
Tabel 4.143
Kondisi Ketersediaan dan Cara Pembayaran Pembudidaya Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Budidaya Ikan di DesaUjung Pangkah, Kabupaten Gresik, 2010 ......................... 200
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XVII
Laporan Teknis Tabel 4.144
Ketersediaan dan Cara Pembayaran Tenaga Kerja di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, 2010 .............. 201
Tabel 4.145
Keberadaan Kelembagaan Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Ikan/Udang di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, 2010 ............................................................ 201
Tabel 4.146
Keberadaan Kegiatan Kelompok, Keaktifan Pengurus Dan Kaitannya Dengan Pekerjaan Pembudidaya Ikan Di Desa Pangkah Wetan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik .................. 202
Tabel 4.147
Keberadaan Lembaga Peminjam dan Prioritas Pinjaman Terhadap Lembaga Peminjam Di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, 2010 ............................................................ 203
Tabel 4.148
Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Pembudidaya Terhadap Perdagang Terkait Sarana Produksi Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ............................... 204
Tabel 4.149
Kondisi Jumlah, Ketersediaan, dan Cara Pembayaran Pembudidaya terhadap penggunaan Tenaga Kerja berdasarkan Jenis Tenaga Kerja yang di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ............................... 205
Tabel 4.150
Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ....................................................................... 206
Tabel 4.151
Penggunaan Lembaga Pemasaran Mengenai Keberadaan, Asal dan Cara Pembayaran Terkait Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ....................................................................... 207
Tabel 4.152
Penggunaan Lembaga Pelaku Berupa Kelompok Pembudidaya Mengenai Jenis Kegiatan Kelompok, Keaktifan Penduduk dan Manfaat Mengikuti Kegiatan Tersebut Sebagai Anggota Kelompok di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ..................................................... 208
Tabel 4.153
Penggunaan Lembaga Pelaku Berupa Kelompok Pembudidaya Mengenai Jenis Bidang Penyuluhan, Keaktifan Dalam Mengikuti dan Keterkaitan dengan Program Kelompok di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung , 2010 ...................................................................... 209
Tabel 4.154
Penggunaan Lembaga Pelaku Berupa Sumber Informasi Mengenai Masalah Teknis Budidaya dan Strain Unggul dan CBIB di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 ..................................................... 210
Tabel 4.155
Kondisi Ketersediaan Input Produksi, Cara Pembayaran Tunai dan Kemitraan Pembudidaya dengan Pedagang ........................ 210
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XVIII
Laporan Teknis Tabel 4.156
Kondisi Ketersediaan Tenaga Kerja dan Cara Pembayaran Tunai Tenaga Kerja di Kelurahan Talaka, 2010........................ 211
Tabel 4.157
Kondisi Keberadaan Lembaga Pemasaran di Kelurahan Talaka, 2010 .............................................................................. 212
Tabel 4.158
Keberadaan Bidang Penyuluhan dan Kaitannya Dengan Program Budidaya Ikan di Kelurahan Talaka, 2010 ................. 213
Tabel 4.159
Keberadaan Sumber Informasi Tentang Masalah Teknis Budidaya dan Strain Unggul dan CBIB di Kelurahan Talaka, 2010 ........................................................................................... 213
Tabel 4.160
Karakteristik Responden Petambak Garam di desa Pallengu, Jeneponto dan di desa Pinggirpapas, Sumenep, 2010 ............... 215
Tabel 4.161
Analisa Biaya dan Penerimaan Usaha Tambak Garam di Jeneponto dan Sumenep (Rp/ Tahun), 2010 .............................. 216
Tabel 4.162
Rata-rata Investasi Usaha Tambak Garam Di Desa Pinggir Papas, 2010 ................................................................................ 218
Tabel 4.163
Struktur Rata-rata Biaya Tetap Dibutuhkan di Desa Pinggir Papas, 2010 ................................................................................ 219
Tabel 4.164
Struktur Rata-rata Biaya Variabel Dibutuhkan di Desa Pinggir Papas, 2010 ................................................................................ 219
Tabel 4.165
Analisa Pendapatan Usaha Rata-rata di Desa Pinggir Papas, 2010 ........................................................................................... 220
Tabel 4.166
Investasi Dalam Usaha Tambak Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto, 2009 ........................................ 223
Tabel 4.167
Struktur Biaya dan Penerimaan Dalam Usaha Tambak Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto, 2009 .................. 224
Tabel 4.168
Dinamika Usaha Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2010 ................................................................................ 228
Tabel 4.169
Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Jeneponto Berdasarkan Status Kepemilikan Usaha................... 229
Tabel 4.170
Pendapatan Petambak Garam Kabupaten Sumenep, 2010 ........ 229
Tabel 4.171
Analisa Pendapatan Rumah Tangga Rata-rata Responden di Desa Pinggir Papas, 2010 .......................................................... 231
Tabel 4.172
Pendapatan Rumah Tangga Petani Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto, 2009 ........................................ 232
Tabel 4.173
Pendapatan Rumah Tangga Petani Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto Berdasarkan Status Pengelolaan Usaha, Tahun 2009 ............................................... 233
Tabel 4.174
Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2008 dan 2010 ................................................... 234
Tabel 4.175
Konsumsi Pangan dan Non Pangan Per Tahun Rumah Tangga Petambak Garam Di Sumenep, 2010 ......................................... 236
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XIX
Laporan Teknis Tabel 4.176
Konsumsi Pangan Dan Non Pangan Per Tahun Rumah Tangga Petambak Garam Di Jeneponto, 2010 ....................................... 237
Tabel 4.177
Analisa Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Tahunan Rata-rata Responden Di Desa Pinggir Papas, 2010 .... 238
Tabel 4.178
Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto, tahun 2009 ............ 239
Tabel 4.179
Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto Berdasarkan Status Pengelolaan Usaha, 2009 ........................................................... 240
Tabel 4.180
Jumlah Anggota Rumah Tangga dan Konsumsi Bahan Makanan Utama per Kapita per Tahun, 2009............................ 241
Tabel 4.181
Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2008 dan 2010 ................................................................ 242
Tabel 4.182
Kelembagaan Usaha Petambak Garam Di Jeneponto Dan Sumenep .................................................................................... 243
Tabel 4.183
Kondisi Ketersediaan dan Cara Pembayaran Petambak Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Garam di Desa Pinggir Papas Tahun 2010 ......................................................... 244
Tabel 4.184
Keberadaaan Tenaga Upahan dan Cara Pembayaran Terkait Produksi Garam di Desa Pinggir Papas ..................................... 245
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XX
Laporan Teknis DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1.
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Riset PANELKANAS .............. 25
Gambar 3.2.
Kerangka Konsepsual Pelaksanaan Kegiatan Riset PANELKANAS .......................................................................... 25
Gambar 3.3.
Keterkaitan Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Riset dengan Input yang Diperlukan dan Output yang Dihasilkan. .................. 26
Gambar 4.1
Organogram Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional Tahun 2010 .................................................................................. 33
Gambar 4.2
Dinamika Usaha Perikanan Tangkap Perairan Tangkap Laut, Tahun 2007 dan 2010 .................................................................. 75
Gambar 4.3
Dinamika Pendapatan Perikanan Tangkap Perairan Tangkap Laut, Tahun 2007 , 2008 dan 2010 .............................................. 84
Gambar 4.4
Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut 2007-2010 .................................................................................... 95
Gambar 4.5
Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010........................................ 122
Gambar 4.6
Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 ........................... 128
Gambar 4.7
Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 ........................... 136
Gambar 4.8
Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008 dan 2010 ................................................................. 166
Gambar 4.9
Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008 dan 2010 ...................................................... 174
Gambar 4.10
Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 ............................................ 187
Gambar 4.11
Rantai Pemasaran Rumput Laut di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul, Dusun Batu Mulapan ............................... 206
Gambar 4.12
Dinamika Usaha Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2010 ................................................................................ 228
Gambar 4.13
Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2008 dan 2010 ................................................... 235
Gambar 4.14
Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2008 dan 2010 ................................................................ 242
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XXI
Laporan Teknis DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi Sumatera Utara ............................................................ 264
Lampiran 2.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi Kalimantan Barat......................................................... 265
Lampiran 3.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi Sulawesi Utara ............................................................ 266
Lampiran 4.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi Jawa Barat ................................................................... 267
Lampiran 5.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi JawaTimur ................................................................... 268
Lampiran 6.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Propinsi Sumatera Selatan ................. 269
Lampiran 7.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Propinsi Jawa Barat ........................... 270
Lampiran 8.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Budidaya KJA Propinsi Jawa Barat ........................................................... 271
Lampiran 9.
Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Budidaya Kolam Air Tawar Propinsi Jawa Barat ...................................... 272
Lampiran 10. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Budidaya Propinsi Jawa Timur .................................................................. 273 Lampiran 11. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Budidaya Propinsi Bali .............................................................................. 274 Lampiran 12. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Budidaya Propinsi Sulawesi Selatan.......................................................... 275 Lampiran 13. Daftar Nama Responden Panelkanas Produk Kelautan Propinsi Jawa Timur .................................................................. 276 Lampiran 14. Daftar Nama Responden Panelkanas Produk Kelautan Propinsi Jawa Sulawesi Selatan ................................................. 277 Lampiran 15. Kumpulan Karya Tulis Ilmiah ……………………………….. 278
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
XXII
Laporan Teknis
HALAMAN BREAK
Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional, 2010
23
Laporan Teknis 2010
BAB I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Visi yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
adalah menghasilkan produksi ikan terbesar di dunia pada tahun 2014. Sedangkan misi yang ingin dicapai adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat sektor kelautan dan perikanan, baik nelayan pesisir, laut dan perairan lainnya, pembudidaya, pelaku pengolahan serta stakeholders lainnya. Selain daripada itu, misi upaya peningkatan peran sektor kelautan dan perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi serta pemeliharaan dan peningkatan daya dukung dan kualitas lingkungan perairan laut, pesisir, pulau-pulau kecil dan perairan lainnya masih menjadi perhatian utama. Misi tersebut tercermin pada program Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa kebijakan yang disusun oleh direktorat jenderal lingkup DKP yang antara lain berupa kebijakan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir pantai dan pulau-pulau kecil terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berhubungan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya alam kelautan dan perikanan. Sebagai contoh, salah satu strategi untuk menjalankan kebijakan tersebut tertuang dalam program utama dan program unggulan salah satu ditjen adalah: 1.
Pengembangan dan perumusan kebijakan umum yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan;
2.
Pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat;
3.
Penyusunan dan pengembangan tata ruang pesisir dan laut;
4.
Rehabilitasi kerusakan serta pengkayaan lingkungan dan sumberdaya;
5.
Penanggulangan bencana alam. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan terhadap pelaksanaan
kegiatan riset PANELKANAS selama tahun 2006 - 2009 diperoleh gambaran sebagai berikut: 1.
PANELKANAS
merupakan
kegiatan
‘unggulan’;
tetapi
dalam
pelaksanaannya, ternyata kegiatan ini bukan merupakan prioritas utama yang dikerjakan oleh peneliti yang terlibat di dalamnya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
1
Laporan Teknis 2010 2.
Tahapan pelaksanaan kegiatan riset PANELKANAS yang dilakukan selama ini masih belum mengikuti kerangka konsepsual yang telah dikembangkan secara konsisten.
3.
Belum terbentuk jaringan pelaksanaan kegiatan riset PANELKANAS secara baik, termasuk didalamnya belum terbentuk organisasi pelaksanaan yang efisien dan efektif.
4.
Terdapat permasalahan konsistensi penggunaan kuesioner menurut tema yang digunakan dalam pengambilan data menurut tipologi kelautan dan perikanan yang di amati.
5.
Hasil riset yang dilaporkan baru berupa ‘what is the result’, belum menyajikan hasil analisis ‘how the results tell us’, ‘what problems do exist in each selected site’ dan ‘so what’; itupun ternyata hasil yang ada belum mampu menyajikan data panel (unit time series) menurut tema yang di amati pada masing-masing tipologi secara reguler.
6.
Perlu peninjauan kembali lokasi yang merepresentasi tipologi yang dimaksudkan.
7.
Belum terbentuk sistem DBMS yang handal sesuai dengan kebutuhan analisis dan interpretasi lebih lanjut. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan riset PANELKANAS 2010 akan
dilakukan penyempurnaan dalam hal konsistensi tahapan pelaksanaan, konsistensi penggunaan kuesioner menurut tema yang diamati, organisasi pelaksanaan di lapang, organisasi manajemen data serta DBMS dan penyajian pelaporannya. Secara ringkas, pelaporan akan disajikan dengan memperhatikan keterpaduan tema yang di amati pada lokasi terpilih yang merepresentasikan tipologi yang dimaksudkan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
2
Laporan Teknis 2010 1.2.
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari riset ini adalah untuk menghasilkan kajian-kajian
generik sosial ekonomi kelautan dan perikanan, yang lebih lanjut akan digunakan untuk mendasari riset yang bersifat problem solving dan prediksi perkembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta pengkajian-pengkajian opsi-opsi kebijakan. Untuk itu kegiatan riset ini akan bersifat multi-years dengan menggunakan contoh wilayah pedesaan atau bahkan responden yang sama (tetap). Pada tahun 2006-2010, riset ini bertujuan membangun kerangka jaringan dan sistem pendataan dan pengkajian dinamika sosial ekonomi rumah tangga kelautan dan perikanan di desa terpilih yang akan mendasari riset-riset pada tahun berikutnya. Adapun tujuan secara spesifik yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1.
Mengkaji dinamika perkembangan usaha sektor kelautan dan perikanan
2.
Mengevaluasi dampak kebijakan di tingkat mikro dan formulasi penentuan kebijakan bersifat responsif dan antisipatif terhadap permasalahan yang ada.
1.3.
Keluaran Penelitian Keluaran kegiatan riset adalah data dan informasi:
1.
Penyempurnaan organisasi pelaksanaan kegiatan riset dan pembentukan jaringan kerjasama pelaksanaannya dengan kabupaten/kota setempat;
2.
Penyempurnaan instrument pengumpulan data (kuesioner) dan manajemen data serta Data Based Management System (DBMS)-nya;
3.
Data dan informasi dinamika perkembangan rumah tangga kelautan dan perikanan menurut tipologi pada seluruh tema yang diamati;
4.
Tulisan ilmiah tentang kajian pada masing-masing bidang / tipologi dan tema yang diamati sebagai langkah persiapan pembuatan prosiding hasil riset kegiatan PANELKANAS; dan atau bahan publikasi ilmiah yang dipresentasikan pada seminar, workshop dan simposium maupun Jurnal dan Warta.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
3
Laporan Teknis 2010 1.4.
Justifikasi Untuk mendukung visi dan misi KKP tersebut dibutuhkan suatu basis data
panel yang kuat yang dapat memberikan informasi mengenai kondisi rumah tangga perikanan dan kelautan yang ada di Indonesia. Dengan dasar keberadaan manfaat
panel
tersebut
maka
panel
kelautan
dan
perikanan
nasional
(PANELKANAS) menjadi penting untuk dilaksanakan dengan pertimbangan beberapa alasan, yaitu kegiatan riset panel kelautan dan perikanan nasional dapat menghasilkan data yang kurang tersedia di Indonesia yaitu data tentang dinamika sosial ekonomi pedesaan perikanan dan kelautan. PANELKANAS dilakukan pada empat bidang yaitu perikanan tangkap laut, perikanan tangkap perairan umum, perikanan budidaya dan produk kelautan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
4
Laporan Teknis 2010 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pembangunan Daerah Berbasis Kelautan dan Perikanan Seperti diketahui bahwa otonomi daerah merupakan keharusan bagi
Indonesia sebagai negara yang besar dan beraneka ragam suku bangsa. Pemerintahan di masa lalu yang sentralistik dirasakan menghambat perubahan daerah dan tidak aspiratif. Disadari bahwa otonomi daerah merupakan bagian dari reformasi di bidang politik, yang pada akhirnya akan menghasilkan reformasi di bidang sosial dan ekonomi. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah cukup memberikan peluang untuk perubahan secara mendasar. Diamar (2001) mengemukakan bahwa beberapa prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang terkandung di dalamnya, antara lain: 1.
Menumbuhkembangkan demokrasi, dimana pengambilan keputusan publik tidak lagi oleh Pemerintah Pusat yang dominan, tetapi dilakukan secara bersama dalam sebuah “self regulating society”;
2.
Menata kembali distribusi kewenangan pemerintahan yang semula berpola “piramida terbalik”, yaitu sangat besar di pusat, kecil di daerah tingkat I dan sangat kecil di daerah tingkat II, sekarang menjadi “piramida normal”, dimana kewenangan pusat menjadi terbatas, namun bersifat strategis;
3.
Menata
kembali
manajemen
pemerintahan,
yang semula
berupa
manajemen sektoral, dimana perencanaan, program, anggaran dan regulasi ditangani oleh “para manajer” sektoral (yang besar kewenangannya di pusat),
menjadi
manajemen
kewilayahan,
dimana
kewenangan-
kewenangan tersebut berada pada manajer-manajer wilayah, yaitu gubernur, bupati dan walikota. Perubahan ini sangat positif, yaitu untuk mengoptimalkan sinergi antar sektor di daerah; 4.
Mengakomodasi “burning issues” lainnya seperti keberpihakan kepada masyarakat yang kurang berdaya dan menghormati tradisi dan hukum adat. UU No. 22/1999 pasal 7, 8, 9 dan 10 mengandung maksud bahwa Kewenangan Pemerintah Pusat harus terbatas, sedangkan propinsi dan kabupaten/kota menjadi besar. Hal ini sudah benar dimana paradigmaparadigma ilmu politik dan ilmu manajemen menggariskan bahwa untuk suatu negara besar dan beraneka ragam maka “top management”
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
5
Laporan Teknis 2010 (Pemerintah Pusat) harus terbatas, tetapi strategis). Di samping lima bidang strategis (pertahanan, luar negeri, fiskal dan moneter, peradilan, dan agama), pasal 7 ayat (2) dan pasal 10 ayat (3) memberikan beberapa kewenangan strategis lainnya kepada “top management” untuk membuat kebijaksanaannya, tanpa perlu menjadi pelaksana. Sementara itu, dalam UU No. 22 tahun 1999 pasal 8 mengamanatkan bahwa pemerintah propinsi menangani hal-hal yang bersifat lintas kabupaten/kota yang di dalamnya disebutkan antara lain jalan propinsi, irigasi/sungai, pertambangan, dan perkebunan besar. Yang menjadi pertanyaan ialah: siapa yang menangani
lintas
propinsi?,
pusat
dengan
dekonsentrasi?,
kerja
sama
antarpropinsi?, yang pasti, kewenangan atas hal-hal yang bersifat lintas dan mempengaruhi ekologi daerah besar tidak boleh ditangani secara lokal. Untuk bidang kelautan dan perikanan, prinsip-prinsip yang telah di sebutkan di atas, harus dianut dan dilaksanakan secara konsekuen baik oleh Pemerintah Pusat maupun kabupaten/kota. Meskipun Pemerintah Pusat berniat baik dalam memberikan wilayah laut kepada daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 UU No. 22/1999, tampaknya hal tersebut dapat membahayakan persatuan dan kesatuan negara RI. Menurut Diamar (2001), masalahnya, antara lain adalah sebagai berikut; 1.
Tidak sesuai dengan filosofis laut sebagai perekat dan pemersatu sehingga tidak seharusnya boleh dibagi-bagi;
2.
Secara teknis akan sulit, karena titik-titik koordinat dan garis-garis batas memang dapat digambarkan pada peta, tetapi pada pelaksanaannya (di laut) tidak mungkin jelas, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berakhir dengan konflik;
3.
Pengertian yang benar mengenai batas dan berbagai implikasinya tidak mudah dipahami, baik oleh masyarakat umum maupun oleh pejabat. Untuk mengantisipasi pelaksanaan pasal 3 tersebut, yang dapat menyebabkan timbulnya konflik antar daerah satu dengan lainnya, maka Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mencoba menyiapkan pedoman penetapan batas-batas wilayah laut daerah. DKP bekerjasama dengan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal),
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
6
Laporan Teknis 2010 Dinas
Hidro
berkonsultasi
Oceanografi kepada
dan
semua
Survei
(Dishidros)
pemerintah
daerah
TNIAL,
dan
propinsi
dan
kabupaten/kota yang berbatasan dengan laut. Demikian pula, untuk memenuhi amanat pasal 10 UU No. 22 tahun 1999, DKP bekerja sama dengan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan anggota-anggota
Dewan
Maritim
Indonesia
menyiapkan
RPP
tentang
Kewenangan Daerah di Wilayah Laut. Karena UU No. 22 tahun 1999 akan ditinjau kembali, antara lain mengenai pasal 3 dan pasal 10, RPP dimaksudkan untuk memberikan kewenangan daerah di wilayah laut secara terbatas, yaitu halhal yang bersifat lintas dan berpengaruh terhadap ekologi daerah besar, tidak akan ditangani oleh Pemerintah Daerah. Selebihnya, pelaksanaan Otonomi Daerah di bidang kelautan dan perikanan adalah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi. Kelautan adalah merupakan sesuatu yang berkaitan dengan laut secara fisik. Sedangkan maritim merupakan sesuatu yang berkaitan dengan laut, yang tidak hanya memperhatikan aspek fisik, tetapi juga aspek sosial ekonomi. Indonesia merupakan negara archipelago terbesar di dunia, yang memiliki laut dengan luas sekitar 4 juta km2 dan panjang pantai sekitar 81.000 km. Secara geografis Indonesia dapat dikatakan sebagai negara maritim terbesar dunia, namun kenyataannya belum dapat dikatakan sebagai negara maritim sejati. Menurut Diamar (2001), untuk menjadi negara maritim sejati tersebut, dapat dilakukan beberapa hal, di antaranya: 1.
Membangun kembali wawasan maritim yang terkubur pada masa VOC dan masa lalu. Hal ini dapat dilakukan melalui penyempurnaan kurikulum nasional, diklat aparatur, sosialisasi, serta melalui multimedia.
2.
Membangun kedaulatan nyata di laut, di antaranya adalah dengan membangun sistem pertahanan (defense), keamanan (constabulary), wasdal laut (civilian monitoring, control and surveillance), beserta penegakannya (enforcement).
3.
Membangun industri maritim. Sebagai perbandingan, di Chile dan Peru industri maritim mampu berkontribusi sekitar 30% terhadap ekonomi
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
7
Laporan Teknis 2010 nasional, sedangkan di Indonesia hanya sekitar 2% per tahun. Mengenai industri maritim ini, yang akan dibangun antara lain adalah: a. Industri pariwisata bahari, hal ini didukung oleh potensi menjadi tujuan wisata bahari terbesar di dunia, karena kawasan maritim Indonesia merupakan bagian terbesar dari kawasan Aseanarean, yang jauh lebih kaya dibandingkan kawasan lain seperti Mediteranean dan Caribbean. Dalam kawasan Aseanarean (yang konsepnya diajukan oleh Singapura), Indonesia memiliki kontribusi paling besar dan Singapura menjadi pusat tujuan wisata ASEAN. Kawasan Aseanarean tersebut, ingin dikembangkan melalui penyiapan kawasan dan event development (pengembangan acara-acara yang berkaitan dengan wisata bahari). b. Industri perikanan, yang saat ini kontribusinya masih sangat kecil terhadap pendapatan nasional dan kurang mensejahterakan rakyat. Nelayan-nelayan di Indonesia tetap miskin, bahkan secara statistik nelayan merupakan penduduk termiskin, padahal luas pantai di Indonesia sangat besar. c. Industri pelayaran, saat ini sekitar 96% angkutan ekspor impor dan 50% angkutan domestik masih dilayani oleh kapal-kapal berbendera asing. Oleh karena itu, hendaknya sekurang-kurangnya kita dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, melalui penerapan asas cabotage serta pembangunan kembali armada niaga modern dan tradisional. 4.
Menciptakan sistem tata ruang maritim, di mana terbentuk suatu tata ruang yang terpadu antara daerah pesisir, laut, dan pulau-pulau untuk menghasilkan sinergi dan keserasian antardaerah/kawasan, antarsektor, dan antar-strata sosial, yang berwawasan lingkungan. Penataan tersebut dapat dilakukan melalui pemberlakuan sistem dan prosedur pengelolaan kawasan, dan pembangunan infrastruktur, di mana kewenangan terletak pada pemerintah kabupaten/kota, dengan mengikutsertakan masyarakat yang dikoordinir oleh Gubernur dan Pemerintah Pusat sebagai fasilitator.
5.
Membangun sistem hukum maritim, yaitu dengan menciptakan ocean policy yang lengkap, mulai dari undang-undang pokok sampai dengan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
8
Laporan Teknis 2010 yang bersifat operasional. Selain itu, diperlukan juga sistem peradilan (mahkamah) maritim. Untuk membangun industri perikanan di negara kita, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sarwono Kusumaatmadja pernah mengatakan bahwa ia bisa merealisasikan ribuan hektar tambak dengan cara big push dan menjadikan stakeholders sebagai shareholders. Pada dasarnya sumberdaya laut dapat merupakan sebuah potensi yang menghasilkan devisa yang cukup besar. Diamar (2001) mengemukakan bahwa pemberdayaan sumberdaya laut itu dapat dilakukan dengan cara melakukan pendekatan dengan para nelayan, misalnya melakukan pemberdayaan kepada kelompok nelayan miskin, lalu diusahakan untuk bisa mengorganisasikan diri. Setelah para nelayan terorganisir dengan baik, dicarikan profesional manajemen sehingga dapat membantu nelayan tersebut membuat suatu proyek untuk mengembangkan potensi sumberdaya laut. Proyek nelayan yang dibantu pengelolaannya oleh profesional manajemen itu hasilnya akan dibagikan kepada masyarakat, Pemda, dan profesional manajemennya. Apabila proyek seperti ini dapat terlaksana, diharapkan dapat menyejahterakan kehidupan nelayan. Konsepsi pengembangan wisata bahari Indonesia mempunyai potensi sebagai daerah tujuan wisata terbesar di dunia. Untuk lebih mengembangkan pariwisata bahari seperti surfing, diving, snorkling, fishing, dan sebagainya tersebut, direncanakan akan dibangun lima buah port of entry, yaitu di Batam, Sabang, Jakarta, Biak, dan Benoa. Selain itu, hendaknya aturan yang ada dibuat lebih mudah dan tidak dilakukan pemeriksaan di setiap pelabuhan. Untuk menunjang rencana tersebut (bersamaan dengan telah diberlakukannya otonomi daerah), Pemda bisa membuat aturan bersama tentang event development serta menyiapkan kawasan-kawasan wisata bahari. Pada dasarnya dunia internasional telah mulai mengenal kualitas wisata bahari yang terdapat di nusantara (Diamar, 2001). Selanjutnya dikemukakan bahwa, misalnya Mentawai yang terkenal dengan gelombang untuk surfer, bahkan sampai mengeluarkan aturan kepemilikan gelombang karena keunikannya. Namun sebaliknya, terdapat juga daerah tujuan wisata yang memiliki potensi besar, tetapi promosinya tidak dilakukan secara
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
9
Laporan Teknis 2010 gencar. Misalnya, objek wisata Pulau Moyo di Sumbawa Barat. Di lokasi tersebut terdapat sebuah pulau yang menampilkan keindahan tropikal Indonesia. Objek wisata tersebut sangat digemari, sehingga untuk datang ke sana harus melakukan pemesanan tempat sampai dengan enam bulan sebelumnya. Suasana yang dihadirkan oleh objek wisata itu sangat alami, fasilitas istirahat hanya menggunakan tenda-tenda alami serta tidak terdapat saluran telepon. Biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan objek wisata ini adalah berupa kapal pesiar sebagai sarana transportasi dari Pulau Sumbawa/Pulau Lombok dan biaya untuk pemasaran. Untuk pemasaran bisa dilakukan kerja sama dengan sektor tertier dari luar negeri. 2.2.
Pemanfaatan Kelautan dan Perikanan Indonesia Upaya pemerintah untuk lebih bersungguh-sungguh memanfaatkan potensi
kelautan Indonesia, antara lain melalui pembentukan Departemen Kelautan dan Perikanan, merupakan langkah yang sangat tepat. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi laut yang sangat besar. Namun, selama ini potensi laut tersebut belum termanfaatkan dengan baik dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa pada umumnya, dan pemasukan devisa negara khususnya. Bahkan, sebagian besar hasil pemanfaatan laut selama ini justru “lari” atau “tercuri” ke luar negeri oleh para nelayan asing beperlengkapan modern yang beroperasi di perairan Indonesia secara ilegal (Sarosa, 2001). Dalam konteks inilah upaya pemanfaatan laut Indonesia tidak saja tepat tetapi sudah merupakan keharusan. Sarosa (2001) mengemukakan bahwa pemanfaatan laut di Indonesia haruslah berbasis komunitas - dalam hal ini komunitas nelayan - untuk benarbenar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara Indonesia. Dalam upaya memanfaatkan potensi laut, setidaknya terdapat tiga kemungkinan pendekatan utama yang sangat berbeda yang dapat dilakukan: 1.
Pemanfaatan laut secara segera dan besar-besaran melalui pemberian izin atau konsesi kepada perusahaan-perusahaan penangkapan ikan, baik nasional maupun asing,
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
10
Laporan Teknis 2010 2.
Pemanfaatan secara gradual melalui pemberdayaan sebanyak mungkin nelayan dan komunitas nelayan, atau
3.
Pendekatan campuran dari dua pendekatan tersebut. Keuntungan dari pendekatan pertama, antara lain adalah pemasukan pajak dan concession fees lebih jelas dan lebih besar (dalam jangka pendek) serta tingkat eksploitasi secara teoritis lebih mudah diatur. Dalam pendekatan yang pertama, pemerintah aktif mendorong dan
menciptakan iklim bagi investasi usaha swasta di bidang kelautan. Namun, pendekatan yang mirip dengan model HPH dalam pemanfaatan hutan ini hanya akan menguntungkan segelintir pihak dan oleh karenanya cenderung tidak berkelanjutan karena eksploitasi dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak “dekat” dengan laut sebagai lingkungan hidup mereka. Sementara itu, pendekatan yang kedua - yaitu berbasis masyarakat nelayan - memang tidak dapat diharapkan hasilnya secara cepat, pajak langsung yang masuk dalam jangka pendek akan jauh lebih kecil (bahkan mungkin tidak ada concession fees), pengaturannya akan lebih sulit dan kemampuan bersaing dengan nelayan asing pada tahap awal akan lebih terbatas. Namun, model pemanfaatan laut seperti ini dapat memberikan manfaat kepada banyak orang dan kemungkinan dapat lebih berkelanjutan karena para nelayan tersebut sadar atau disadarkan (melalui proses pendampingan dan pemberdayaan) bahwa kehidupan mereka dan anak-cucu mereka sangat tergantung kepada keberlanjutan sumberdaya laut ini. Pendekatan yang ketiga, yang merupakan campuran dari kedua pendekatan di atas, memiliki beberapa bentuk kemungkinan: 1.
Model bapak-asuh, dimana perusahaan besar pengnangkapan ikan berlaku sebagai “bapak-asuh” dan komunitas nelayan sebagai “anak-asuh”,
2.
Model
sub-kontraktor,
dimana
perusahan
penangkapan
ikan
“menugaskan” pekerjaan penangkapan kepada nelayan atau mereka membeli dari nelayan, dan 3.
Model persaingan bebas, dimana kedua pelaku pemanfaatan laut tersebut exist dan bersaing ataupun bekerja sama secara bebas. Pada model yang terakhir, kemungkinan besar nelayan kecil akan kalah
bersaing dengan penangkap ikan yang umumnya dilengkapi dengan peralatan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
11
Laporan Teknis 2010 penangkapan yang lebih baik daripada yang digunakan para nelayan tradisional. Sarosa
(2001),
melihat
berbagai
kemungkinan
pendekatan
dan
model
pemanfaatan di atas, jika yang diinginkan bukan saja peningkatan hasil pemanfaatan laut, tetapi juga pemerataan hasil pemanfaatan yang dinikmati seluas-luasnya oleh masyarakat, apapun pendekatannya akan membutuhkan pemberdayaan masyarakat nelayan. Jika kita menganggap kekayaan laut sebagai sumberdaya yang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat Indonesia sesuai jiwa UUD ‘45 - pemberdayaan masyarakat nelayan merupakan keharusan bagi Pemerintah. Adalah merupakan suatu ironi bagi sebuah Negara Maritim seperti Indonesia bahwa masyarakat nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling miskin. Walau data agregatif dan kuantitatif yang terpercaya tidak mudah diperoleh, pengamatan visual/langsung ke kampung-kampung nelayan dapat memberikan gambaran yang jauh lebih gamblang tentang kemiskinan nelayan di tengah kekayaan laut yang begitu besar. Pemandangan yang sering kita jumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Kalaupun ada beberapa rumah yang menonjolkan tandatanda kemakmuran (misalnya rumah yang megah dan berantena parabola), rumah-rumah tersebut umumnya dipunyai oleh pemilik kapal, pemodal, atau rentenir yang jumlahnya tidak signifikan dan sumbangannya kepada kesejahteraan komunitas sangat tergantung pada individu yang bersangkutan. Di samping itu, karena lokasi geografisnya yang banyak berada di muara sungai, lingkungan nelayan sering kali juga sudah sangat terpolusi. Lebih dari itu, aspirasi politisnya pun acap kali terabaikan. Dalam kondisi yang secara multidimensi demikian miskin, akan sangat sulit bagi para nelayan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dan begitu saja bersaing dalam pemanfaatan hasil laut di era keterbukan sekarang ini. Mereka akan selalu kalah bersaing dengan perusahaan penangkapan ikan, baik asing maupun nasional, yang berperalatan modern. Oleh karena itu, pemberdayaan komunitas nelayan merupakan langkah yang sangat krusial dalam mencapai tujuan pemanfaatan kekayaan laut Indonesia (Sarosa, 2001).
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
12
Laporan Teknis 2010 Pemberdayaan komunitas nelayan harus dilakukan dengan tepat dan harus berangkat dari kultur yang ada. Penekanannya harus kepada peningkatan kesadaran akan masalah dan potensi yang ada di dalam dan sekitar komunitas. Kalaupun ada bantuan dari luar komunitas (misalnya dari pemerintah, lembaga donor, atau LSM), sebaiknya jangan berbentuk sumbangan cuma-cuma (charity), melainkan berupa pancingan/stimulan bagi peningkatan kesadaran akan potensi sendiri serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan potensi tersebut (Sarosa, 2001). Bantuan dalam bentuk uang tidak boleh terlalu besar (karena akan “memanjakan”), tetapi juga jangan terlalu kecil (karena bisa tidak efektif dalam upaya mengangkat komunitas dari lingkaran kemiskinan). Besaran yang “pas” akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi setiap komunitas nelayan dan mungkin tidak bisa disamaratakan. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan proses pemberdayaan adalah pendampingan yang dilakukan oleh pendamping komunitas yang kompeten. Pendamping harus benarbenar memahami filosofi pendampingan masyarakat (khususnya masyarakat nelayan). Pendampingannya harus efektif, tetapi juga harus diupayakan untuk tidak menciptakan ketergantungan. Peran pendamping harus secara perlahan-lahan digantikan oleh tokoh atau lembaga lokal setempat sehingga tidak lagi bertumpu pada dukungan dana dari luar. Proses semacam ini tentu akan memakan waktu yang cukup lama untuk pendampingan saja mungkin diperlukan 3-5 tahun. Sarosa (2001) mengemukakan bahwa jika program pemberdayaan (baik pada tahap inisiasi maupun keseluruhan) menggunakan dana Pemerintah - misalnya, anggaran dari Departemen Kelautan dan Perikanan atau dinas tertentu pada Pemerintah Daerah - harus diusahakan agar tidak terputus-putus oleh mekanisme tahun anggaran serta pendekatan yang paternalistik (ada target-target yang ditentukan oleh pejabat tertentu). Pada tingkatan komunitas, harus sungguh-sungguh diupayakan agar aktivitas yang terjadi merupakan upaya dari, oleh, dan untuk komunitas nelayan setempat. Dan jika masyarakat nelayan di sepanjang pesisir Indonesia - yang konon menduduki peringkat nomor dua terpanjang yang dimiliki oleh sebuah negara - dapat terberdayakan, eksploitasi sumberdaya laut yang ada di Nusantara akan jauh lebih bermanfaat bagi bangsa Indonesia pada umumnya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
13
Laporan Teknis 2010 2.3.
Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan Dalam pembangunan kelautan dan perikanan, perlu memperhatikan
perubahan-perubahan
lainnya
sejalan
dengan
tuntutan
masyarakat
akan
demokratisasi pembangunan, yakni adanya perubahan fungsi pemerintah dari provider menjadi fasilitator. Disamping itu, juga harus memperhatikan perubahan fungsi tata pemerintahan dari sentralisasi / dekonsentrasi menjadi desentralisasi; perubahan paradigma pelayanan birokrasi dari birokrasi normatif menjadi responsif fleksibel; dan perubahan paradigma pengambilan keputusan/kebijakan dari top down approach menjadi bottom up approach.
Tambahan pula,
pendekatan sektoral juga diubah, tidak hanya mengandalkan pendekatan sektoral, tetapi juga harus menggunakan pendekatan wilayah. Pembangunan perikanan dapat diartikan sebagai pembangunan atau suatu proses yang disengaja untuk mengarahkan sektor perikanan menuju lebih maju jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Terkait dengan bidang perikanan kita harus mengetahui pula bagaimana struktur perikanan yang akan kita bahas sehingga kita dapat memahami apa sebenarnya konsep pembangunan perikanan berkelanjutan. Berdasarkan jenis kegiatannya, perikanan dapat kita bedakan menjadi perikanan tangkap (capture fishery) dan perikanan budidaya (culture fishery). Perikanan tangkap adalah aktivitas atau usaha dibidang perikanan yang dilakukan dengan cara memanen ikan dari alam (ekosistem). Di lain pihak perikanan budidaya adalah proses pemanenan ikan melalui suatu kegiatan yang terlebih dahulu dimulai dengan pemeliharaan ikan pada suatu wadah dan tempat yang terkontrol pada suatu ekosistem tertentu. Ekosistem yang menjadi wadah atau lahan perikanan tangkap maupun perikanan budidaya dapat dikelompokkan menjadi lahan perairan laut, lahan pantai dan lahan air tawar (dalam hal ini termasuk sungai, rawa, waduk, danau, kolam dan genangan air lainnya). Konsep pembangunan perikanan berkelanjutan secara teknis didefinisikan sebagai suatu upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalam kawasan laut dan pantai untuk kesejahteraan manusia, terutama pemanfaat-pemanfaat terkait dengan tingkat pemanfaatannya yang tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) wilayah perairan tersebut untuk menyediakannya. Dalam hal ini terdapat tiga aspek utama yang harus diperhatikan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
14
Laporan Teknis 2010 dalam kerangka pembangunan perikanan berkelanjutan yaitu aspek ekologi, sosial dan ekonomi (Dahuri, 2004). Masing-masing aspek tersebut mempunyai persyaratan-persyaratan agar pembangunan suatu wilayah atau suatu sektor dapat berlangsung secara berkelanjutan. Dan antar aspek tersebut seyogyanya terintegrasi menjadikan pembangunan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dengan demikian diharapkan generasi mendatang masih dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana generasi saat ini memenuhi kebutuhannya. Pembangunan perikanan berkelanjutan dari perspektif
sosial-ekonomi
adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola permintaan total (agregate demand) manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan agar tidak melampaui kemampuan suatu wilayah misalnya pesisir dan lautan untuk menyediakannya dalam suatu kurun waktu tertentu. Sebagai contoh misalnya jumlah ikan yang dipanen pada suatu wilayah perairan tertentu haruslah mempertimbangkan daya dukung perairan tersebut untuk menyediakan ikan tersebut dalam suatu jangka waktu tertentu, sehingga panen ikan berikutnya dilakukan setelah datang saatnya. Dengan kata lain, panen ikan pada suatu perairan tertentu harus diatur berdasarkan jangka waktu pemanennya sesuai dengan waktu yang dibutuhkan untuk pemulihannya. Sebagaimana yang telah dikemukakan pada pembangunan perikanan berkelanjutan yang mensyaratkan banyak faktor, maka dalam pengelolaan berkelanjutan pada perikanan tangkap juga mensyaratkan banyak faktor yang harus dipenuhi antara lain keterpaduan intansi pengelola dan pemanfaatan sumberdaya perikanannya secara berkelanjutan. Pemerataan kesempatan antar generasi, konservasi biodiversitas dan integritas secara ekologi, pemerataan manfaat sosial dan pendapatan dan lain-lain adalah beberapa perihal pokok yang harus juga diperhatikan dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. Untuk itu dalam rangka
pengelolaan
sumberdaya
perikanan
secara
berkelanjutan
yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah bagaimana kita melaksanakan pengelolaan sehingga tujuan akhir pemanfaatan ekosistem sumberdaya perikanan tangkap
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
15
Laporan Teknis 2010 dapat berlangsung secara terus menerus untuk generasi sekarang tanpa mengurangi kesempatan generasi mendatang untuk memanfaatkannya. Beberapa tindakan yang dapat dijadikan acuan untuk mencapai pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan antara lain adalah pengelolaan terhadap stok ikan, pengelolaan terhadap kegiatan penangkapan ikan
dan
pengaturan lisensi hak penangkapan ikan. Pada prinsipnya pengelolaan yang yang dapat dilaksanakan pada tingkat stok ikan adalah mengintroduksi spesies ikan baru (stocking) atau menebarkan kembali (restocking) jenis-jenis ikan yang sama seperti yang terdapat semula dengan benih ikan tebar dari tempat lainnya. Penebaran ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan dan atau mempertahankan produksi atau hasil tangkapan ikan di perairan pedalaman dengan tujuan agar ikan yang ditebarkan dapat beradaptasi sehingga tumbuh dan berkembang biak di lingkungan yang baru atau hanya mengharapkan ikan yang ditebar untuk dibesarkan dan selanjutnya dapat dipanen setelah mencapai ukuran tertentu. Namun demikian, keberhasilan upaya penebaran bergantung kepada banyak faktor antara lain adalah potensi biologi dan komposisi jenis ikan pada perairan yang ditebari. Disamping itu teknik penebaran yang terdiri dari pemilihan jenis dan ukuran ikan, waktu penebaran, dan perlindungan awal pada ikan yang baru ditebarkan. Penebaran ikan di perairan pada hakekatnya mengubah keseimbangan hayati ekosistem tersebut ke arah yang kita kehendaki. Tanpa mempertimbangkan banyak hal, perubahan ini akan terjadi ke arah yang tidak kita kehendaki yang pada umumnya merupakan kejadian yang tidak dapat balik (irreversible) yaitu tidak dapat dikendalikan secara terkontrol terutama untuk perairan terbuka seperti sungai dan rawa banjiran. Oleh karena itu pertimbangan yang diperlukan dalam rangka penebaran ikan ini antara lain adalah penaksiran potensi produksi, pemilihan jenis ikan yang tepat, penebaran ukuran ikan yang tepat, padat penebaran dan kombinasi jenis ikan tebar. Dengan demikian dalam hubungannya dengan penebaran ikan ini, baik yang sifatnya stocking maupun restocking kita harus mempelajari terlebih dahulu relung ekologi, relung pakan, rantai makanan, jaring-jaring pangan serta besarnya masing-masing populasi ikan
sehingga
penebaran ikan yang kita lakukan diharapkan akan berhasil dan dapat
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
16
Laporan Teknis 2010 dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan sebelum ikan tersebut ditebarkan. Dalam pelaksanaannya, penebaran ikan yang dilaksanakan sesuai dengan keadaan biologi dan ekologi suatu wilayah kawasan perairan dan sinkron dengan tujuan dan sasaran yang dingin dicapai secara teknis. Oleh karena itu diharapkan pelaksanaan program penebaran akan dapat berhasil dan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat sasaran. Secara sosial, dalam proses pelaksanaan program tersebut, seyogyanya telah disosialisasikan sebelumnya. Dalam rangka keberlanjutan pengembangan program penebaran ikan perlu pula pemeliharaan calon induk ikan yang nantinya akan digunakan oleh masyarakat nelayan di sekitar perairan untuk kegiatan pembenihan yang harus dilaksanakan secara lokal di sekitar perairan setempat. Di lain pihak, peningkatan peranan masyarakat sebagai pelaku (subject) pembangunan memerlukan peran serta masyarakat dalam memelihara keberlanjutan program tersebut. Di lain pihak, program penebaran ikan juga bertujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas ikan hasil tangkapan, pada akhirnya bermuara kepada pemanfaatan sumberdaya perairan secara optimal dan berlanjut sehingga terdapat peningkatan hasil tangkapan dan secara ekonomi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan nelayan. Oleh karena itu, dalam program yang demikian, dampak teknis utama yang perlu dievaluasi adalah apakah terdapat peningkatan kualitas dan kuantitas hasil tangkapan ikan yang dihasilkan oleh nelayan yang ada di sekitar lokasi yang mendapatkan program tersebut. Terjadi atau tidaknya peningkatan pendapatan masyarakat nelayan di sekitar lokasi perairan dapat diketahui dengan cara membandingkan antara pendapatan setelah adanya program terhadap data dasar yang dikumpulkan/diketahui pada tahap awal kegiatan penebaran ikan. Dengan demikian akan terlihat berapa persen dan signifikankah peningkatan pendapatan tersebut. Pengaturan lisensi adalah pembatasan kepada nelayan yang akan menangkap ikan pada suatu areal sumberdaya perikanan tertentu dengan menetapkan siapa saja yang berhak untuk menangkap ikan pada areal tersebut. Pengaturan lisensi ini akan berperanan sangat penting terutama perikanan yang
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
17
Laporan Teknis 2010 sifatnya komersial dan reakreasi (Welcomme, 1985). Tujuannya adalah agar terjadi keseimbangan antara penangkap ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang akan ditangkap sehingga populasi ikan dapat dipertahankan kesinambungannya. Penutupan musim juga merupakan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan dengan jalan melindungi ikan-ikan tertentu pada ukuran tertentu dengan maksud memberikan kesempatan kepada ikan tersebut untuk tumbuh dan berkembang secara biologi dan fisik. Secara biologis alami, kebanyakan perikanan di sungai misalnya mempunyai sistem penutupan alami secara biologis, dimana pada saat air mulai meluapi pinggiran sungai dan memenuhi daerah kiri kanan sungai anak-anak ikan mulai mencari tempat perlindungan ke arah bagian perairan yang lebih aman. Dalam hubungannya dengan kegiatan penangkapan, ukuran ikan tersebut sangat kecil untuk ditangkap dan memerlukan upaya yang tinggi dalam menangkapnya serta belum mempunyai nilai yang tinggi secara ekonomi. Oleh karena itu melindungi ikan-ikan tertentu pada ukuran tertentu dengan maksud memberikan kesempatan kepada ikan tersebut untuk tumbuh dan berkembang secara biologi dan fisik sangat diperlukan terutama pada sumberdaya perikanan yang dieksploitasi secara komersil. Penetapan daerah perlindungan perikanan terutama dengan melindungi habitat seperti yang berfungsi sebagai tempat memijah (spawning grounds) hingga daerah kehidupan spesies ikan tertentu merupakan suatu yang diperlukan dalam rangka menunjang upaya mempertahankan suatu spesies ikan tertentu atau tingkat produksi perikanan pada suatu wilayah. Berdasarkan keperluan perlindungan spesies ikan tertentu. daerah perlindungan dapat bertujuan untuk melindungi jenis ikan langka dan ataupun berfungsi sebagai penyangga produksi perikanan di daerah sekitarnya. Dalam rangka menunjang produksi perikanan pada suatu perairan tertentu dapat dikemukakan bahwa agar ikan yang berada pada daerah perlindungan dapat tumbuh dan berkembang maka daerah perlindungannya harus mempunyai kualitas perairan yang cukup baik, cukup tersedia pakan alami, terdapat habitat yang sesuai bagi tempat pemijahan dan naungan bagi telur dan larva ikan, adanya jalur migrasi yang lancar sehingga ikan dapat menyebar ke daerah sekitarnya untuk menyokong benih secara alami, mempunyai kedalaman yang cukup sehingga dapat menampung banyak induk
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
18
Laporan Teknis 2010 ikan. Dengan keadaan demikian diharapkan daerah perlindungan perikanan tersebut pada akhirnya akan berdampak secara ekonomi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan yang menangkap ikan di sekitar daerah tersebut. Pengaturan mata jaring adalah pengaturan penggunaan alat tangkap tertentu yang selektif dalam menangkap ikan dengan mempertimbangkan pembatasan ukuran mata jaring yang diperkirakan hanya dapat menangkap jenis ikan tertentu. Hal ini bertujuan melindungi ikan-ikan yang masih berukuran kecil agar dapat tumbuh menjadi ukuran ikan yang layak untuk ditangkap. Pelarangan penggunaan alat tangkap tertentu (banning of certain gears) adalah pembatasan atau pelarangan sama sekali terhadap alat tangkap ikan yang bersifat destruktif. Dalam hal ini misalnya penggunaan bahan-bahan beracun pada bagian sungai utama yang bertujuan mengusir ikan dapat berakibat lebih luas pada ikan-ikan yang sensitif. 2.4.
Peranan Pemerintah Dalam Pembangunan Bila kita ingin melihat peranan pemerintah dalam mempengaruhi
perubahan tertentu pada tingkat realitas sosial tertentu, segera akan terbukti bahwa peranannya berbeda-beda. Contohnya, Lauer (2003) mengarahkan pada tingkat kebijakan politik berbeda yang menetukan pembangunan ekonomi itu sendiri. 1.
Pemerintah mungkin berperan menciptakan kondisi yang mempermudah pembangunan ekonomi tetapi tidak berperan aktif di dalamnya. Kebijakan ini dapat berarti seperti memberikan jaminan kestabilan sosial dan mendukung berbagai jenis pembangunan perdagangan dan industri yang dilakukan pengusaha swasta.
2.
Pemerintah mungkin secara aktif mengatur proses pembangunan hingga taraf tertentu. Sebagai contoh, berbagai kelompok kepentingan mungkin memerlukan perlindungan dalam hal tertentu sehingga mereka tidak dikalahkan oleh kelompok lain yang lebih kuat, dan dengan demikian, suasana kompetisi tetap dipertahankan.
3.
Pemerintah mungkin secara langsung terlibat dalam perencanaa dan pelaksanaan
pembangunan
ekonomi
melalui
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
mekanisme
seperti
19
Laporan Teknis 2010 nasionalisasi cabang-cabang industri tertentu, spesifikasi prioritas dan tujuan nasional, dan menetapkan berbagai jenis sumber daya yang penting dalam pembangunan. Tipe kebijakan pertama, menandai taraf awal kapitalisme. Tipe kedua dan ketiga, secara berurutan menandai kapitalisme maju dan sosialisme. Dengan kata lain, tipe pemerintah akan menimbulkan perbedaan jalannya perubahan ekonomi. Yang dimaksud ‘tipe’ di sini mengacu kepada pemerintah yang berbeda ideologinya (konservatif, liberal, dan radikal) dan juga berbeda strukturnya (jumlah partai, tingkat otoriterisme, tingkat birokratisasinya dan sebagainya). Perbedaan tipe pemerintahan ini nampaknya menimbulkan perbedaan jenis perubahan yang terjadi. Contohnya, hasil sejumlah studi di AS menunjukkan bagaimana cara berbagai jenis pemerintahan melahirkan kebijakan politik yang berbeda. Dalam kaitan ini Rothman (dalam Lauer, 2003) menyimpulkan tiga hasil empiris, yaitu. 1.
Pemerintah yang diperbaharui, tidak sama tanggapnya terhadap tujuan golongan minoritas dan golongan yang tidak mendukungnya dibandingkan dengan pemerintah yang tidak diperbaharui.
2.
Pemerintah yang berbentuk manajer sebuah kota menghasilkan sebagian besar dukungan untuk pembangunan pendidikan.
3.
Pemerintah
yang
berbentuk
manajer
sebuah
kota,
lebih
besar
kemungkinannya untuk berhasil membangun kawasan pinggiran kota (yang sangat oenting untuk memperketat anggaran keuangan dan memperluas batas kawasan urban). Umumnya diakui, negara yang kuat adalah syarat mutlak modernisasi. Menurut segolongan ahli, negara yang kuat setara dengan negara otoriter, sedangkan ahli lain berpendapat bahwa negara demokrasi pun dapat menjadi negara yang kuat dan lebih berperikemanusiaan. Beberapa ahli berpendapat, demokrasi akan merintangi pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi sangat memerlukan bimbingan ahli dan kesediaan rakyat mengorbankan konsumsi pada waktu kini untuk mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Ahli lain menyatakan, rezim otoriter membutuhkan biayanya sendiri menyediakan landasan kreatif bagi pembangunan ekonomi.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
20
Laporan Teknis 2010 Bangsa yang berpemerintahan otoriter maupun yang demokrastis ada yang tinggi dan ada yang rendah tingkat pertumbuhan ekonominya. Salah satu cara yang mungkin untuk menyelesaikan perkara di atas adalah dengan mengatakan bahwa di dunia modern kini terdapat kebutuhan terhadap partisipasi rakyat yang semakin meningkat ketika pertumbuhan ekonomi mulai berjalan. Cara lain untuk menyelesaikan perkara di atas adalah dengan membedakan antara bentuk dan aktivitas pemerintahan. Kita melihat ideologi yang dapat dibedakan antara fungsi dan kadarnya; artinya, bermacam-macam ideologi dapat menciptakan solidaritas di kalangan rakyat dan dengan demikian dapat mempermudah perubahan. Kita dapat membuat perbedaan seperti itu berkenaan dengan pemerintah; bermacammacam bentuk pemerintah dapat menyediakan fungsi penting yang sama, mempermudah modernisasi. Menurut Staley (dalam Lauer, 2003) fungsi pemerintah dapat dibagi menjadi 3 kategori utama: 1.
Menciptakan landasan fisik dan sosial bagi pembangunan;
2.
Menciptakan rencana pembangunan yang menyeluruh dan terpadu;
3.
Menghasilkan produksi dan distribusi barang dan jasa yang lebih banyak dan lebih efisien. Dalam hal ini hampir tak ada alasan mendasar mengapa ketika fungsi di
atas tidak dapat dilaksanakan oleh otoriter atau pemerintah demokratis. Dengan kata lain, kedua tipe pemerintahan itu sama-sama dapat melaksanakan ketiga funsi tersebut. Pendekatan yang agak berbeda menganai pentingnya fungsi pemerintah, dikemukakan oleh Eckstein yang menetapkan 5 fungsi. Berdasarkan fungsi itu pemerintah mungkin memainkan peranan yang lebih penting atau lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi. Tegasnya, peranan pemerintah yang diperlukan untuk membangun ekonomi mungkin lebih besar, bila: 1.
“Rentangan tujuan” yang hendak dicapai semakin besar dan aspirasi yang diperlukan untuk mencapainya semakin tinggi.
2.
Tingkat pertumbuhan yang hendak dicapai semakin cepat.
3.
Faktor-faktor dan sumber penopangnya semakin kurang menguntungkan.
4.
Rintangan institusional terhadap pertumbuhan ekonomi semakin kuat.
5.
Taraf perekonomian masyarakat bersangkutan semakin terkebelakang.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
21
Laporan Teknis 2010 Kelima kondisi ini memerlukan campur tangan pemerintah bila masyarakat bersangkutan hendak dimodernisasi. Sekali lagi, nampaknya tak ada alasan mendasar mengapa bentuk atau tipe pemerintah yang berbeda tidak dapat campur tangan sama baiknya berdasarkan kelima kondisi tersebut. Singkatnya, peranan pemerintah sangat penting bagi modernisasi masyarakat sedang membangun sekarang ini. Pemerintah harus menjadi pemerintah yang benarbenar kuat sehingga mampu menyediakan persyaratan sosial, politik dan ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan modernisasi. Perkara apakah kita boleh memilih pemerintah otoriter atau demokratis, harus diputuskan berdasarkan pertimbangan di luar tingkat efisiensi pemerintah itu dalam pertumbuhan ekonomi. Sekurang-kurangnya dilihat dari sudut apa yang kita ketahui kini mengenai demokrasi, termasuk pertumbuhan ekonomi, maka fungsi pemerintah nampaknya jauh lebih penting ketimbang tipe atau bentuknya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
22
Laporan Teknis 2010 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Kegiatan Panel Kelautan dan Perikanan Nasional (PANELKANAS) ini
merupakan studi yang bersifat panel mikro dimana menurut Dealton (1985), studi ini masih langka, walau di negara maju sekalipun. Kelebihannya antara lain kemampuannya menjelaskan perkembangan yang terjadi pada individu serta perbedaan-perbedaan perkembangan antar individu menurut waktu (Erwidodo, 1992). Dengan dasar keberadaan manfaat panel tersebut maka PANELKANAS menjadi penting untuk dilaksanakan dengan pertimbangan beberapa alasan, yaitu kegiatan riset panel kelautan dan perikanan nasional dapat menghasilkan data yang langka di Indonesia yaitu menyangkut dinamika sosial ekonomi pedesaan perikanan dan kelautan. Disamping itu, Erwidodo (1992) mengemukakan juga bahwa data dan informasi yang dihasilkan riset mikro bermanfaat bagi perencanaan pembangunan pedesaan, termasuk pedesaan perikanan dan kelautan, terutama terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi di pedesaan guna penyempurnaan program terkait. Hal ini misalnya terlihat dengan adanya studi yang menghasilkan pola pendapatan rumah tangga, pola konsumsi, keragaan usaha tani dan curahan tenaga kerja dan kesempatan kerja (Erwidodo et al., 1995). Alasan lainnya adalah data panel sangat diperlukan bagi pengambil kebijakan melalui tersedianya data dan informasi yang memonitor dampak dari kebijakan yang dilaksanakan dalam bentuk yang konsisten dan sistematik (Syukur et al., 2000). Pengalaman pada riset panel di Indonesia menghasilkan berbagai alternatif kebijakan yang antara lain didasarkan atas profil pendapatan dan konsumsi pedesaan (Kasryno et al, 1986). Kemudian, juga berupa perkembangan struktur ptoduksi, ketenagakerjaan dan pendapatan rumah tangga pedesaan (Pasandaran dkk, 1989). Berbagai alternatif kebijakan juga dihasilkan dari data patinas dapat dilihat pada prosiding yang berjudul persfektif pembangunan pertanian dan pedesaan dalam era otonomi daerah (Rusastra dkk, 2000). Bidang kajian pada kegiatan PANELKANAS dapat dibagi menurut kelompok sebagai berikut : 1). Perikanan tangkap laut (PTL); 2). Perikanan tangkap perairan umum (PTPU); 3). Perikanan budidaya (PB) dan 4). Produk Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
23
Laporan Teknis 2010 kelautan (tambak garam dan wisata bahari). Bidang kajian perikanan tangkap laut merupakan salah satu kajian yang cukup mendapat porsi penting dalam kajian, karena begitu banyak isu – isu yang terkait dengan sektor ini pada saat sekarang, diantaranya adalah : kemiskinan nelayan, kenaikan harga BBM, illegal fishing, pengrusakan sumberdaya laut, dan masalah retribusi (SIUP). Menurut Fauzi (2005) sektor perikanan di Indonesia merupakan suatu sistem yang kompleks karena banyak melibatkan stake holder dimana salah satu bagian dalam sistem itu adalah nelayan yang banyak mendiami wilayah pesisir. Akses yang terbatas di wilayah pesisir menyebabkan para nelayan cenderung hidup dalam kemiskinan sehingga kiranya memang sangat perlu untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang dapat mendukung kegiatan perikanan di wilayah pesisir. Dalam rangka pengembangan kawasan pesisir peran serta pemerintah daerah dibutuhkan. Ada dugaan,
dari di tingkat pusat, propinsi,
kabupaten, kecamatan hingga tingkat desa, komitmen pemerintah masih rendah, dan menjadi salah satu penyebab belum terlaksananya secara maksimal pengembangan kawasan pesisir yang terpadu. Kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sejak dahulu bertujuan untuk membangun masyarakat pesisir, namun kurang dapat berjalan dengan semestinya, hal itu disebabkan oleh berbagai macam kendala. Menurut Kusnadi (2006) persoalan pembangunan masyarakat pesisir dapat dikategorikan menjadi tiga yakni : (1). masalah sosial yang mencakup isu kemiskinan, kesenjangan sosial, dan konflik sosial nelayan; (2). masalah lingkungan yang mencakup isu kerusakan ekosistem pesisir laut, pulau – pulau kecil, dan kelangkaan sumber daya perikanan; serta (3). masalah modal pembangunan yang mencakup isu pengelolaan potensi sumber daya yang belum optimal dan masalah kepunahan desa nelayan atau surutnya peranan ekonomi desa nelayan beserta tradisi maritimnya. Keragaman karakteristik penduduk pesisir dapat juga digolongkan sebagai modal pembangunan yang ditentukan oleh kondisi struktur sumber daya ekonomi lokal. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam mata pencaharian, dimana nelayan memiliki kecenderungan untuk memiliki sumberdaya secara bersama–sama (open access) sedangkan masyarakat petani menghadapi sumberdaya yang terkontrol (Satria et al., 2002). Dengan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
24
Laporan Teknis 2010 sumber daya yang bersifat open access ini telah menyebabkan nelayan bergerak secara dinamis untuk memperoleh hasil tangkapan yang maksimal. Salah satu modal pembangunan adalah tenaga kerja seperti nelayan potensial yang dapat memberikan kontribusi positif di sektor kelautan dan perikanan. Ruang lingkup kegiatan riset terdiri atas berbagai aktivitas yang diharapkan dapat menyediakan data dan informasi yang dapat menjadi dasar dalam penetapan perbaikan alternatif kebijakan di sektor kelautan dan perikanan terutama perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan produk kelautan serta berbagai permasalahan yang terkait dengan pembangunan desa-desa kelautan dan perikanan. Secara umum, tahapan pelaksanaan riset PANELKANAS yang dilakukan mengikuti alur seperti pada Gambar 3.1. Tahapan Pelaksanaan Penentuan Desa Terpilih
(Kecamatan, Kabupaten, Propinsi Penentuan Blok Sensus Penentuan Sampel Responden Survai Monitoring Studi Kasus
Pemahaman Sektor Kelautan dan Perikanan dan Tipologi-nya
Gambar 3.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Riset PANELKANAS Secara umum kerangka konsepsual pelaksanaan riset PANELKANAS yang dilakukan adalah seperti pada Gambar 3.2. Propinsi Podes Tipologi Kelautan dan Perikanan Dominasi Komoditas Aksesibilitas
Desa Terpilih
Sensus ~ Pasial
Blok Sensus ~ Pasial - Jawa : 150 – 250 KK - Luar Jawa : 150 – 175 KK
Random Sampling (stratified) 30-40 Sampel Responden
Baseline Survey
Survai Monitoring
Kuesioner
Sampel Responden
Field Enumerator
Studi Kasus
Gambar 3.2. Kerangka Konsepsual Pelaksanaan Kegiatan Riset PANELKANAS Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
25
Laporan Teknis 2010 Sedangkan keterkaitan kerangka konsepsual dengan tahapan input, proses dan output kegiatan riset dapat direfleksikan seperti pada Gambar 3.3. Tahapan Parsial Sensus
Usaha Kelembagaan Konsumsi Pendapatan
Survai Monitoring
Studi Kasus
Output
Data Potensi Desa Monograf Desa Kuesioner Peneliti
Data Parsial Blok Sensus - Jawa : 150-250 KK - Luar jawa : 150-175 KK
Hasil Parsial Blok Sensus - Jawa : 150 – 250 KK - Luar Jawa: 150 – 175 KK Kuesioner Peneliti
Data Dasar Kerangka survai/ Frame survey Potensial data dimonitor
Frame Survey Sampel Reseponden (30-40) Kuesioner (data dimonitor) Enumerator Peneliti
Data Monitoring 30-40 sampel Dinamika data dimonitor (Panel)
Tema khusus Informan Kunci Kuesioner tematik Peneliti
Data Tematik
Profil Desa/Tipologi
Survai Data Dasar
Input
Gambar 3.3. Keterkaitan Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Riset dengan Input yang Diperlukan dan Output yang Dihasilkan. Riset PANELKANAS merupakan sebuah riset yang dirancang untuk memonitor dinamika sosial ekonomi desa perikanan sebagai dampak kegiatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, menurut Irawan dkk (2006), kegiatan monitoring dan survey serta studi lainnya di dalam kegiatan riset PANELKANAS memerlukan beberapa kondisi dalam pelaksanaannya yaitu : 1.
Konsistensi desa contoh dan rumah tangga contoh;
2.
Konsistensi metode pengukuran variabel yang diamati;
3.
Konsistensi kedalaman informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner;
4.
Konsistensi interval waktu yang digunakan dalam mengkaji perubahan variabel - variabel yang diamati.
3.2.
Data dan Sumber Data
3.2.1. Jenis Data Data yang akan dikumpulkan meliputi data sekunder dan primer. Data sekunder merupakan data-data yang didapat dari hasil publikasi dari lembagalembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) serta lembaga-lembaga lain yang mendukung. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
26
Laporan Teknis 2010 Agar dapat memahami perkembangan dan dinamika sosial ekonomi di skala pedesaan diperlukan beberapa desa contoh yang diteliti secara berkala. Data semacam ini disebut data ”panel” yang merupakan kombinasi dari data penampang lintang (cross section) dan data deret waktu (time series).
Data
primer ini diperoleh dari hasil sensus dan survey terhadap rumah tangga perikanan dan kelautan pada masing-masing desa contoh. 3.2.2. Metode Pengumpulan Data Data primer dan sekunder digunakan dalam penelitian ini. Pengumpulan data sekunder dimaksudkan untuk menyusun data-data pendukung dalam penentuan lokasi kegiatan. Data primer didapat dari diskusi pakar dan workshop. Diskusi pakar merupakan sarana yang digunakan untuk mendapatkan expert judgement setelah melihat data-data sekunder yang telah didapat. Diskusi pakar dilakukan dalam rangka verifikasi data-data sekunder dengan kondisi dilapangan, untuk menentukan lokasi desa contoh pada masing-masing kabupaten. Workshop atau semiloka dilakukan untuk koordinasi dan mendapatkan masukan dari berbagai lembaga-lembaga terkait dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survai monitoring dan/atau studi kasus di lokasi terpilih; selanjutnya data primer tersebut disebut sebagai data panel mikro. Panel data mikro merupakan data berkala yang dikumpulkan dari responden (baik individu maupun keluarga) yang sama. Panel data mikro dikumpulkan melalui survei penampang lintang terhadap sejumlah responden yang dilakukan secara berkala. Desa contoh di setiap propinsi dipilih secara sengaja (sesuai dengan tujuan) dengan mempergunakan beberapa pertimbangan keberadaan sistem usaha perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) serta jenis perairan (perairan laut, pantai dan air tawar).
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
27
Laporan Teknis 2010 Metode Pemilihan Desa Contoh Desa contoh terpilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan pada tahun 2006 sesuai dengan sebaran tipologi desa di sektor kelautan dan perikanan ditambah dengan beberapa pertimbangan, antara lain: 1.
Kondisi tipe ekologi,
2.
Dominasi komoditas, dan
3.
Aksesibilitas. Pada tahap awal, penentuan calon lokasi desa terpilih didasarkan pada data
potensi desa (PODES) tahun 2003 yang diluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Penentuan jumlah desa contoh untuk setiap tipologi desa di sektor kelautan dan perikanan didasarkan atas pertimbangan "kemampuan" dana dan tenaga, baik dalam pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan data (data handling), analisa dan penulisan laporan. Dengan jumlah desa dan data yang dikumpulkan, diharapkan tersedia waktu dan dana yang memadai untuk melakukan analisa dan penulisan laporan. Meskipun demikian, jumlah desa contoh yang terpilih diharapkan tetap dapat "mewakili" berbagai tipologi desa di sektor kelautan dan perikanan. Metode Pemilihan Blok Sensus Tujuan dari sensus rumah tangga ini adalah untuk memperoleh gambaran umum tentang profil rumah tangga perikanan dan kelautan di pedesaan, antara lain menyangkut struktur masyarakat dan penguasaan asset produktif di sector kelautan dan perikanan sesuai dengan tipologi desa yang ada. Dengan keterbatasan dana dan tenaga, kegiatan sensus rumah tangga hanya dilakukan terhadap sebagian rumah tangga di dalam satu blok sensus, atau biasa disebut sensus parsial. Ketentuan umum dari sensus parsial ini adalah sebagai berikut: 1.
Sensus parsial rumah tangga hanya dilakukan di beberapa kampung atau blok di setiap desa contoh (selanjutnya disebut blok sensus) dengan jumlah rumah tangga sekitar 150-250 kepala keluarga (KK).
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
28
Laporan Teknis 2010 2.
Sensus di luar Jawa dilakukan terhadap sekitar 150-175 KK. Jumlah tersebut didasarkan pertimbangan: (a) relatif rendahnya kepadatan penduduk di luar Jawa, dan (b) relatif homogennya penguasaan lahan dan sumber mata pencaharian rumah tangga di wilayah ini.
3.
Parsial sensus di Jawa dilakukan terhadap sekitar 200-250 KK. Lebih besarnya jumlah KK yang disensus didasarkan atas pertimbangan: (a) relatif tingginya kepadatan penduduk di Jawa, dan (b) relatif heterogennya penguasaan lahan dan sumber mata pencaharian rumah tangga di wilayah ini. Sensus merupakan pencacahan menyeluruh rumah tangga dari suatu
komunitas. Menyadari bahwa rumah tangga yang disensus hanya sebagian dari jumlah rumah tangga di desa contoh, maka sangat diperlukan metode pemilihan blok sensus dan rumah tangga yang dapat dipandang sebagai komunitas. Yang dimaksud dengan komunitas dalam sensus parsial ini adalah sejumlah rumah tangga yang tinggal dalam beberapa kampung atau blok dengan batas (alam) yang jelas (blok sensus). Dasar pertimbangan dan cara memilih blok sensus dan rumah tangga sensus adalah sebagai berikut: 1.
Blok sensus harus mencerminkan keadaan umum desa contoh. Misalnya, bila desa contoh terpilih sebagai desa perikanan budidaya di kolam, maka blok sensus (rumah tangga yang disensus) haruslah mampu memberikan gambaran keadaan ini. Bila desa contoh adalah desa perikanan tangkap, maka blok sensus adalah blok yang mewakili rumah tangga nelayan. Langkah pertama adalah dengan membuat daftar kampung atau dusun atau RT di masing-masing desa contoh, dilengkapi dengan daftar rumah tangga. Dari kampung atau dusun yang terdaftar, diseleksi kampung mana saja yang mempunyai ciri sesuai dengan ciri umum desa terpilih. Misal, suatu desa perikanan budidaya di kolam terdiri dari 7 dusun. Dari ketujuh dusun, 4 dusun mempunyai lahan budidaya dikolam, sedang 3 dusun lainnya merupakan lahan budidaya minapadi. Dengan demikian, 4 dusun yang mempunyai lahan budidaya di kolam menjadi nominasi blok sensus. Dari empat dusun yang dijadikan nominasi sebagai blok sensus, dihitung jumlah rumah tangga di masing-masing dusun. Bila setiap dusun
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
29
Laporan Teknis 2010 mempunyai jumlah rumah tangga sesuai dengan target jumlah rumah tangga yang akan disensus, maka keempat dusun mempunyai peluang terpilih sebagai komunitas yang disensus. Kemungkinan kedua adalah perlu dilakukan penggabungan dua atau tiga dusun (kampung) untuk mencapai target rumah tangga sensus. Kemungkinan lain, tetapi sangat kecil peluangnya, adalah jumlah rumah tangga dalam satu dusun (kampung) melebihi target rumah tangga sensus. 2.
Dalam keadaan jumlah rumah tangga di masing-masing dusun melebihi target jumlah rumah tangga sensus, maka terlebih dahulu dilakukan plotting blok rumah tangga dari dusun nominasi. Dusun atau blok sensus yang terpilih harus mewakili ciri umum desa contoh dan bukan dusun yang ekstrim, misalnya dusun yang hanya terdiri dari rumah tangga buruh nelayan atau pedagang saja. Blok sensus yang terpilih harus mempunyai batas yang jelas dan perlu dibuat skets dalam peta desa. Batas blok sensus dapat berupa batas alam (sungai dan selokan) atau batas buatan (jalan). Bila di desa masih dapat-dilacak batas blok sensus penduduk (BPS) disarankan menggunakan blok sensus tersebut
3.
Semua rumah tangga dalam blok sensus terpilih harus didaftar dan secara keseluruhan disensus. Bila ada rumah tangga yang sedang tidak berada dirumah sampai pelaksanaan sensus selesai, maka harus dicatat dan didokumentasi.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
30
Laporan Teknis 2010 Pemilihan Rumah Tangga Contoh Penentuan rumah tangga contoh yang akan dilakukan survey dan sensus pada tahun ke-3 ke riset PANELKANAS didasarkan pada hasil pemilihan desadesa perikanan dan kelautan yang dilakukan pada tahun ke-2. Survey dan sensus dilakukan sesuai klasifikasi sektor kelautan dan perikanan yang ditetapkan yaitu bidang; 1.
Perikanan Tangkap Laut (PTL)
2.
Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan (PT-PUD)
3.
Perikanan Budidaya (PB)
4.
Produk Kelautan (PK) Daftar rumah tangga contoh yang ditetapkan minimal 30 rumah tangga per
desa contoh, yang sebarannya didasarkan pada penciri masing-masing bidang perikanan dan kelautan yang difungsikan sebagai dasar stratifikasi. Oleh karena itu pemilihan rumah tangga contoh dilakukan menggunakan metode pengambilan contoh secara acak (simple random sampling). 3.3.
Metode Analisis Analisis data yang dilakukan pada tahun 2010 adalah analisis deskriptif
statistik dan diinterpretasikan secara tabulasi silang dengan uraian deskriptif yang menggambarkan kondisi perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di sektor kelautan dan perikanan. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit rumah tangga responden yang mewakili kondisi usaha, pendapatan, konsumsi, dan kelembagaan usaha masyarakat berdasarkan tipologi perikanan. Data yang telah ditabulasi kemudian dianalisis secara statistik deskriptif dengan maksud untuk memberikan gambaran permasalahan secara komprehensif. Statistik deskriptif digunakan untuk mencari jumlah sampel, nilai maksimum dan minimum, rata-rata dan standar deviasinya. Hasil dari analisis kemudian diinterpretasikan untuk menjawab tujuan penelitian. Analisis dilakukan pada modul usaha, pendapatan, konsumsi dan kelembagaan. Untuk modul usaha dilakukan analisa usaha dilakukan dengan menghitung besar biaya tetap, variabel, dan total penerimaan selama satu tahun sehingga diketahui struktur biaya,
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
31
Laporan Teknis 2010 penerimaan, dan besarnya keuntungan. Penghitungan keuntungan usaha menggunakan rumus : Л = TR – TC ................................... (1) Total Cost (TC) dihitung melalui rumus : TC = FC + VC................................. (2) Dimana л = Keuntungan Usaha TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya) FC = Fixed Costs (Biaya Tetap) VC = Variable Costs (Biaya Variabel) RC Ratio diperoleh melalui rumus : 𝑇𝑅
RC Ratio = 𝑇𝐶 ................................... (3) Analisis pendapatan rumah tangga perikanan bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang berasal dari pendapatan utama dan sampingan baik itu yang berasal dari kepala keluarga maupun anggota rumah tangganya. Analisis konsumsi digunakan untuk mengetahui besarnya konsumsi rumah tangga perikanan yang berasal dari konsumsi pangan dan non pangan. Analisis kelembagaan digunakan untuk mengetahui jenis kelembagaan yang sudah ada serta peran dan fungsinya dalam masyarakat. Penyajian hasil dan interpretasi dilakukan berdasarkan pengelompokan struktur biaya, pendapatan dan konsumsi rumah tangga dan kelembagaan usaha. Struktur pendapatan disajikan berupa pendapatan kepala rumah tangga dan anggota rumah tangga dalam rentang waktu satu tahun. Struktur konsumsi rumah tangga yang disajikan adalah berupa konsumsi pangan dan non pangan rumah tangga.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
32
Laporan Teknis 2010 BAB IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.
Kerangka Jaringan dan Sistem Pendataan Pada Gambar 4.1, dapat terlihat bahwa penanggung jawab kegiatan riset
Panelkanas secara langsung mengkoordinir dua orang wakil penanggung jawab, sekretaris, peneliti, pemegang uang muka kerja (PUMK) dan laboratorium data. Wakil penanggung jawab kegiatan diberikan peranan untuk mengkoordinir empat bidang penelitian yang di amati, yaitu Perikanan Tangkap Laut (PT – L), Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan (PT – PUD), Produk Kelautan (PK) dan Perikanan Budidaya (PB) dimana dalam penerapannya masing-masing wakil penanggungjawab membawahi 2 bidang penelitian. Meskipun demikian, penanggungjawab kegiatan penelitian dapat saja secara langsung melakukan koordinasi dengan peneliti yang bertanggungjawab di lokasi tertentu bila dianggap perlu. Peneliti pada masing-masing lokasi terpilih bertugas dan bertanggungjawab dalam proses pengambilan data primer di desa terpilih dengan dibantu oleh enumerator lapangan.
Gambar 4.1 Organogram Riset Panel Kelautan dan Perikanan Nasional Tahun 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
33
Laporan Teknis 2010 Pada tahun 2010, kegiatan Panelkanas telah melakukan sistem kerangka jaringan kerja dan sistem pendataan dengan menetapkan satu orang enumerator di lokasi-lokasi penelitian. Riset Panelkanas telah melakukan manajemen organisasi pelaksanaan riset dengan melakukan pelatihan (refreshing) singkat mengenai halhal prinsip yang seharusnya dilakukan oleh peneliti penanggung jawab lokasi. Pembentukan jaringan kerja pada riset ini diperlukan untuk memudahkan berjalannya pengambilan data primer karena enumerator lebih paham dan mengetahui kondisi lapangan dibandingkan dengan peneliti yang bersangkutan. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti penanggung jawab lokasi melakukan pelatihan singkat (coaching) untuk calon enumerator. Selain mengambil data primer, enumerator juga bertanggung jawab setiap bulannya untuk mengirimkan data harga input – output dwi mingguan dari berbagai komoditas konsumsi rumah tangga yang telah ditetapkan.
Tabel 4.1 Nama Penanggung Jawab Lapangan dan Enumerator Lapangan No Lokasi Tipologi Penanggung Jawab Nama Enumerator 1. Sibolga PT - L Subhechanis, S.Si,MSE Ahmad Rifai 2. Sambas PT - L Rikrik Rahadian, ME Yogi Farsa 3. Bitung PT - L Rizki A. Wijaya, S.Pi Aswan Thamin 4. Cirebon PT - L Nensyana Syafitri, Nurdiyanto 5. Sampang PT - L Maulana Firdaus S.Pi M. Furqon 6. OKI PT - PUD Nensyana S. S.Sos Alpian 7. Purwakarta PT - PUD Tenny Apriliani S.Pi Dora Naomi 8. Cianjur PB Tenny Apriliani S.Pi Iman Hilman 9. Subang PB Lindawati S.Pi Ibrahim 10. Gresik PB Hikmah M.Si Badrussalam 11. Klungkung PB Cornelia M.W, S.ST.Pi Ni Wayan Suri 12. Pangkep PB Asep J. Setiadi S.Pi Asri Side 13. Sumenep PK Rizki A. Wijaya S.Pi Wahyudi 14. Jeneponto PK Hakim M. Huda. S.Pi Abdul Asis Sumber: Data Primer (2010)
Perkembangan pelaksanaan kegiatan penelitian panelkanas yang telah dilakukan selama ini adalah seperti tercantum pada Tabel 4.2.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
34
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.2
Perkembangan Penelitian Panelkanas Tahun 2006 - 2010 Status dan Ketersediaan Data
Sub Bidang PTL
PTPUD PB
PK
Propinsi
Sumatera Utara Kalimantan Barat Sulawesi Utara Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Selatan Jawa Barat Jawa Barat Jawa Timur Sulawesi Selatan Bali Jawa Barat NAD Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan
Kabupaten
Sibolga Sambas Bitung Cirebon Sampang OKI Purwakarta Cianjur Gresik Pangkep Klungkung Subang Sabang Jepara Sumenep Jeneponto
Desa Sampel
Aek Habil Penjajab Batu Lubang Gebang Mekar Ketapang Barat Berkat Panyindangan Cikidangbayabang Pangkah Wetan Talaka Batununggul Sumur Gintung Karimunjawa Pinggirpapas Pallengu
Profil Desa
Sensus
Survei Data Dasar
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan PTL : Perikanan Tangkap Laut PTPUD : Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan PB : Perikanan Budidaya PK : Produk Kelautan
4.2.
Survei Monitoring 2008 1 1 1.2 1.2 1.2 1 1.2 1.2 1.2
2009 1 1 1.2 1.2 1.2 1.2 1 1 1.2 1.2
Tipologi Perikanan
Studi Kasus 2009 √ √ √ √
2010 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4
Pelagis Kecil Demersal Pelagis Besar Udang Pelagis Kecil Rawa Banjiran Waduk BD Ikan KJA BD Tambak BD Tambak BD Laut BD Kolam Potensi Bahari Potensi Bahari Garam Garam
1 : Monitoring Usaha 2 : Monitoring Pendapatan 3 : Monitoring Konsumsi 4 : Monitoring Kelembagaan
Sintesa dan Dinamika Perkembangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut
4.2.1. Deskripsi Rumah Tangga Responden Dalam kajian Panelkanas bidang perikanan tangkap laut, dikelompokkan berdasarkan tipologi perikanan tangkap laut yaitu pelagis kecil yang diwakili wiayah Sibolga (Sumatera Utara) dan Sampang (Jawa Timur), pelagis besar diwakili Bitung (Sulawesi Utara), demersal diwakili Sambas (Kalimantan Barat) dan udang dan crustace lainnya diwakili Cirebon (Jawa Barat).
Tabel 4.3
No
1.
2.
Karakteristik Responden Panelkanas Bidang Perikanan Tangkap Laut Sibolga Sampang Bitung Sambas Cirebon Karakteristik (%) (%) (%) (%) (%) Responden N= 28 N= 32 N= 31 N=34 N=27 Umur 25 - 40 18 35 50 58 67 41 - 50 36 40 22 29 18 51 - 60 39 25 28 13 11 > 60 7 0 0 0 0 Tingkat Pendidikan SD 61 65 18 90 93 SLTP 21 35 36 7 7 SMA 18 0 46 3 0
Keterangan : N = Jumlah Responden RTP Sumber : Data primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
35
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada semua lokasi usia responden berada pada usia poduktif, yang berarti bahwa diketahuinya umur ini dapat dijadikan sebagai salah satu tanda lamanya pengalaman berusaha dibidang perikanan tangkap. Begitu pula dengan tingkat pendidikan responden dimana dalam usaha perikanan tangkap laut pada umumnya didominasi pendidikan setara sekolah dasar khususnya untuk lokasi Cirebon (93%), Sambas (90%), Sampang (65%), Sibolga (61%). Tingkat pendidikan di Bitung didominasi nelayan berpendidikan setara SMA (46%). Dengan diketahuinya karakteristik responden ini dapat dijadikan dasar kemana arah pengembangan kebijakan usaha penangkapan dapat dikembangkan. 4.2.2. Usaha Sintesa Usaha perikanan tangkap laut, di masing-masing lokasi berbeda alat tangkap yang digunakan. Di Sampang, alat tangkap yang digunakan adalah payang, di Sibolga adalah tangguh dan pancing, di Bitung adalah pancing hand line, di Cirebon adalah trammel net dan jaring rajungan, di Sambas adalah rawai dasar. Usaha penangkapan dilakukan berdasarkan musim penangkapan dengan gambaran musim diperlihatkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Musim Penangkapan Perikanan Tangkap Laut No Musim Sibolga Sampang Sambas Bitung Januari Mei April Januari1. Puncak Juni Agustus Juli Maret September Agustus - April 2. Peralihan Nopember Juni Nopember Juli Desember Desember Juli 3. Paceklik Desember - April - Maret Desember
Cirebon Mei - Juli Januari April Agustus Desember
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Usaha penangkapan ikan uang dilakukan oleh nelayan di masing-masing lokasi menggunakan jenis alat tangkap yang berbeda. Sebagai contoh, di Sampang alat tangkap yang digunakan adalah payang, di Sibolga adalah tangguh dan pancing, di Bitung adalah pancing ulur hand line, di Cirebon adalah tramel net dan jaring rajungan, sedangkan di Sambas adalah rawai dasar. Dengan demikian, Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
36
Laporan Teknis 2010 kebutuhan investasi dan keragaan usaha perikanan tangkap yang ada juga bervariasi seperti diilustrasikan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Tabel 4.5
No 1. 2. 3. 4.
Kebutuhan Investasi dan Keragaan Usaha Perikanan Tangkap Laut di Beberapa Lokasi Panelkanas, Tahun 2010 Sampang (Desa Ketapang Sibolga Barat) (Desa Aek Habil) Uraian Payang Dogol Pancing (Rp) (Rp) (Rp) Investasi 26.745.273 97.516.944 19.985.231 16.542.236 41.080.240 21.681.140 Biaya Tetap (36,7) (20,3) (16,9) Biaya Tidak 28.437.333 161.474.583 117.454.063 (91,5) Tetap (63,3) (79,7) 44.979.569 202.555.003 128.294.633 Total Biaya (100) (100) (100) 256.209.834 Penerimaan 116.523.818 315.027.742 117.074.631 Keuntungan 71.544.249 112.472.469 1.9 R/C 2,59 1,56 0,91 Profitabilitas 1,59 0,55
5. 6. 7. 8. Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.6
No
Kebutuhan Investasi dan Keragaan Usaha Perikanan Tangkap Laut di Beberapa Lokasi Panelkanas, Tahun 2010
Uraian
Bitung Hand Line < 5 GT
1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8.
5 –30 GT
Sambas Rawai Dasar < 5GT
5-10 GT
37.906.212 99.259.859 6.893.967 30.892.500 Investasi 13.750.700 21.736.827 4.520.292 21.873.000 Biaya Tetap Biaya Tidak 82.856.526 108.875.635 53.143.219 121.259.183 Tetap 96.607.226 130.612.462 57.663.511 143.132.183 Total Biaya 207.026.300 346.779.125 120.795.000 252.095.056 Penerimaan Keuntungan 110.419.074 216.166.663 63.131.489 108.962.873 2,14 2,65 2,09 1,76 R/C 1,14 1,65 1.09 0,76 Profitabilitas
Cirebon Jaring Tramel Net 28.715.446 3.971.129 152.688.113 156.659.242 270.529.796 113.870.554
1,72 0,72
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.5 dan 4.6 menunjukan bahwa nilai perbandingan penerimaan dan biaya (R/C ratio) pada semua alat tangkap menunjukan nilai > 1 yang berarti bahwa usaha penangkapan memiliki prospek yang baik untuk diusahakan dan dikembangkan lebih lanjut, tentunya dibarengi dengan perbaikan dari berbagai
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
37
Laporan Teknis 2010 aspek sehingga keuntungan yang diperoleh benar-benar dapat meningkatkan kesejahteran nelayan. Secara lebih detail, perkembangan usaha rumah tangga nelayan perikanan tangkap laut pada tahun 2010 di masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Sibolga Lokasi penelitian yang menjadi objek dalam kajian ini berada di Kelurahan Aek Habil, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga, Sumatera Utara. Sebagai kelurahan nelayan perikanan laut, kelurahan Aek Habil dapat dikategorikan sebagai kelurahan yang secara ekologi perairan dapat digolongkan kepada daerah pantai yang berbatasan langsung dengan laut, dan pendapatan masyarakatnya didominasi oleh hasil laut sebagai nelayan. Aek Habil adalah salah satu kelurahan penghasil produksi ikan laut di Kota Sibolga, dan di dalam kegiatannya banyak melibatkan nelayan kecil. Kelurahan Aek Habil merupakan kelurahan nelayan, tetapi karena sarana penangkapan masih tergolong sederhana maka kelurahan ini masih dapat digolongkan ke dalam skala tradisional. Kelurahan Aek Habil, merupakan daerah administratif Kota Sibolga, ekologi perairannya berupa perairan laut tanpa tambak, terletak didataran rendah, bersentuhan langsung dengan bibir laut, dan komoditas hasil laut yang dihasilkan adalah ikan laut pelagis kecil. Penduduk kelurahan Aek Habil bagian terbesar (73%) tenaga kerjanya terserap di sektor perikanan, hal ini menunjukkan lapangan pekerjaan yang tersedia di kelurahan sebenarnya relatif lebih kearah homogen. Berdasarkan aksessibilitasnya, kelurahan Aek Habil Ini telah mempunyai jalan yang baik yang dapat dilalui kendaraan umum, yaitu sarana transportasi roda empat maupun roda dua. Penangkapan ikan pada umumnya dilakukan di wilayah Pulau Musala, Pulau Gosong dan Pulau Banyak. Lokasi tersebut telah dikenal oleh masyarakat nelayan sehingga pada dasarnya menjadi milik bersama. Usaha penangkapan biasanya menggunakan alat tangkap pancing ulur. Alat tangkap pancing yang digunakan ada dua jenis yaitu pancing dengan umpan ikan dan bulu plastik. Jumlah hari/trip dalam menangkap ikan umumnya rata-rata berkisar 3-5 hari. Armada perikanan umumnya masih tergolong sederhana. Hal
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
38
Laporan Teknis 2010 tersebut dapat dilihat dari panjang kapalnya 9 m. Lebarnya 1,7 m dan kedalamannya 1,1 m. Kapal tersebut umumnya memuat 4 orang dimana seseorang berperan sebagai nahkoda. Kapal yang digunakan oleh nelayan umumnya menggunakan 2 buah mesin tempel berbahan bakar bensin campur dengan kekuatan mesin masing-masing sebesar 15 PK bermerk Yamaha. Investasi usaha penangkapan ikan pelagis kecil di Aek Habil rata-rata berjumlah Rp 19.985.231,- dimana persentase yang paling besar digunakan untuk pembelian kapal dan mesin dimana masing-masing sekitar 43% dan 32%. Karena penangkapan umumnya dilakukan rata-rata 3-5 hari maka dibutuhkan peralatan masak selain itu dibutuhkan juga alat navigasi dan fish finder untuk menemukan lokasi ikan. Tabel 4.7 No
Struktur Investasi Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kelurahan Aek Habil Jenis Investasi
A. Aset 1 Kapal (≤ 10 GT) 2 Mesin Yamaha 15 PK 3 Alat Tangkap Pancing 4 Lampu 5 Alat Navigasi 6 Tali Tambang 7 Fiber Ikan 8 Komputer/Fish Finder 9 Accu 10 Generator 11 Peralatan Masak 12 Keranjang Ikan B. Biaya Tidak Tetap 1 trip Total
Umur (Tahun) 5,85 5,23 0,79 0,69 3,00 0,46 1,23 2,00 0,46 0,77 0,77 0,85
Nilai (Rp) 19.985.231 8.530.769 6.444.231 318.769 14.154 1.223.077 723.462 733.462 1.246.154 424.615 61.538 200 65 667.353 20.652.583
STDEV
4.386.416 4.527.740 157.553 14.707 1.482.764 1.689.856 1.894.095 2.598.915 733.174 221.88 302.765 93.808
% 96,77 42,69 32,24 1,60 0,07 6,12 3,62 3,67 6,24 2,12 0,31 1,00 0,33 3,23 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Selain investasi, terdapat juga biaya tetap dan tidak tetap dalam usaha penangkapan. Unsur biaya tetap terdiri dari ijin usaha, pajak lain, pemeliharaan perahu, pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan biaya penyusutan. Rata-rata biaya tetap berjumlah Rp 12.296.551,-
dimana persentase terbesar
terdapat pada biaya penyusutan yaitu sebesar 37%.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
39
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.8
Struktur Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kelurahan Aek Habil Unit : 1 Tahun No Biaya Tetap Nilai (Rp) STDEV % 1. IjinUsaha 34.615 89.872 0,32 2. Pajak Lain 1.538 5.547 0,01 3. Pemeliharaan Perahu 161.538 256.705 1,49 4. Pemeliharan Mesin 265.385 488.784 2,45 5. Pemeliharaan Alat Tangkap 332.308 992.255 3,07 6. Biaya-Biaya Penyusutan: 7.646.958 70,54 a. Kapal 1.459.211 3.927.244 19,08 b. Mesin 1.231.985 2.201.167 16,11 c. Alat Tangkap 404.293 159.196 5,29 d. Lampu 20.444 12.615 0,27 e. Alat Navigasi 407.692 204.422 5,33 f. Tali Tambang 1.567.500 1.171.440 20,50 g. Fiber Ikan 595.938 1.171.571 7,79 h. Komputer/Fish Finder 623.077 584.587 8,15 i. Accu 920.000 872.628 12,03 j. Generator 80.000 80.000 1,05 k. Peralatan Masak 260.000 16.667 3,40 l. Keranjang Ikan 76.818 104.272 1,00 7. Bunga Investasi (12 %/tahun) 2.398.228 22,12 TOTAL 10.840.570 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Musim penangkapan ikan di daerah Sibolga ada dua yaitu : musim puncak dan paceklik. Musim puncak biasanya pada bulan Januari hingga Juni sedangkan musim paceklik ada pada bulan Juli hingga Desember. Pada saat musim puncak terdapat sekitar 52 trip dan pada saat musim paceklik berjumlah 36 trip. Untuk biaya tidak tetap, umumnya dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 1). Biaya operasional yang terdiri dari bensin, minyak campur, minyak tanah, oli/pelumas, garam, es balok dan umpan; 2). Ransum yang terdiri dari beras, kopi, rokok, gula, mie instan, air tawar dan lainnya; dan 3). Lain-lain terdiri dari bongkar muat, pembersihan kapal dan sewa tambat. Musim penangkapan sangat mempengaruhi biaya tidak tetap. Untuk biaya operasional baik itu musim puncak atau tidak, biaya paling besar dikeluarkan untuk minyak campur sebagai bahan bakar kapal. Hanya sebagian kecil kapal yang menggunakan bahan bakar bensin. Untuk ransum, yang paling besar biayanya dikeluarkan untuk membeli rokok dan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
40
Laporan Teknis 2010 beras. Pada saat musim puncak persentase biaya untuk rokok dan beras masingmasing sebesar 45% dan 34% sedangkan untuk pada saat musim paceklik biaya untuk rokok dan beras masing-masing sebesar 39% dan 31%. Untuk perbekalan (operasional dan ransum) biasanya disediakan oleh pemilik kapal dan namun ada juga yang berasal dari toke (pemodal). Bila biaya perbekalan disediakan oleh toke maka hasil tangkapan harus dijual kepada toke dengan harga yang biasanya ditentukan oleh toke. Untuk biaya lainnya yang paling besar adalah biaya pembersihan kapal. Pembersihan kapal biasanya dilakukan oleh anak-anak yang masih remaja dan mereka biasa disebut dengan anak itik. Untuk biaya tambat tergantung kepada masing-masing tangkahan. Di Aek Habil diketahui terdapat sekitar lima tangkahan yaitu Tangkahan Aleng,
Tangkahan
Maslihah
Sikumbang,
Tangkahan
Raja
Silalahi, Tangkahan Nazara, dan Tangkahan Kelompok Nelayan Tolong Menolong (KNTM).
Tabel 4.9 No 1
Struktur Biaya Tidak Tetap Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kelurahan Aek Habil Uraian
Operasional a. Bensin b. Minyak Campur c. Minyak Tanah d. Oli/Pelumas e. Garam f. Es Balok g. Umpan 2 Ransum a. Beras b. Kopi c. Rokok d. Gula e. Mie Instant f. Air Tawar g. Lainnya 3 Lain-lain a. Bongkar Muat b. Bersih Kapal c. Sewat Tambat Total Biaya Variabel per Musim
Musim Puncak Nilai STDEV 62.761.979 2.153.283 1.053.107 37.177.255 37.201.579 452.416 1.177.473 1.199.538 312.923 35.296 1.430.219 1.637.945 6.662.654 133.949 14.924.024 16.831.651 1.606.696 5.710.846 235.264 230.68 4.381.288 7.532.219 577.111 874.58 516.195 1.901.609 57.993 118.349 445.632 463.367 4.352.840 1.546.360 1.404.142 1.419.623 2.728.047 273.144 220.651 83.946.470
% 100 1,68 59,27 1,88 0,50 2,28 10,62 23,78 100 33,93 1,37 44,75 5,20 11,30 0,70 2,75 100 32,26 62,67 5,07
Musim Paceklik Nilai STDEV 24.376.782 7.813.311 729.231 14.041.338 17.978.696 413.797 598.811 838.615 218.769 381.805 450.16 1.799.443 2.841.195 5.721.087 5.497.278 7.321.757 1.641.787 2.281.651 208.889 116.396 2.641.537 2.838.391 315.875 378.639 1.459.802 1.329.444 57.375 82.74 431.904 294.497 1.809.053 990.757 406.686 1.188.483 1.318.225 106.338 84.142 33.507.593
% 100,00 2,99 57,60 2,46 0,90 1,85 11,66 22,55 100,00 31,16 1,59 38,77 5,17 18,16 1,13 4,02 100 22,48 72,87 4,65
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Dalam musim puncak, biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 83.946.470,-; sedangkan penerimaan sebesar Rp 116.777.043,- sehingga nilai RC Ratio yang dihasilkan sebesar 2,23 sedangkan untuk musim puncak, biaya total Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
41
Laporan Teknis 2010 yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 33.507.593,- dan penerimaannya sebesar Rp 44.645.751,- sehingga nilai RC Rationya sebesar 1,01. Sistem bagi hasil dalam usaha penangkapan ikan pelagis kecil di Aek Habil sebagai berikut. Penerimaan dikurangi terlebih dahulu dengan biaya perbekalan kemudian sisanya (pendapatan bersih) dibagi 7 bagian dimana pemilik kapal memperoleh 2,5 bagian, nahkoda mendapat 1,5 bagian dan masing-masing ABK mendapat 1 bagian (terdapat 3 orang ABK). Tabel 4.10 Analisis Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kelurahan Aek Habil Nilai No Uraian Musim Puncak Musim Paceklik 1. Total Biaya : 94.787.040 44.348.163 a. Biaya Tetap (Rp) : 10.840.570 10.840.570 b. Biaya Tidak Tetap (Rp) : 83.946.470 33.507.593 2. Penerimaan (Rp) : 211.564.083 44.645.751 3. Pendapatan bersih (Rp.) : 116.777.043 297.588 4. RC Ratio 2,23 1,01 5. Profitabilitas 1,23 0,007 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Sambas a.
Struktur Biaya Investasi Untuk dapat berusaha di bidang penangkapan laut, maka para nelayan
setidaknya harus rela berinvestasi untuk memperoleh berbagai asset usaha berupa Perahu, Alat Tangkap serta Alat Tambahan seperti yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Tentunya besaran Investasi yang harus dikeluarkan oleh seorang nelayan akan berbanding lurus dengan besaran skala usaha yang dipilihnya. Struktur biaya usaha dan penerimaan usaha dapat dilihat berdasarkan besaran ratarata investasi yang harus dikeluarkan oleh para nelayan di lokasi penelitian sesuai dengan besaran ukuran armada yang dipilih. Untuk ukuran armada di bawah 5 GT, rata-rata besaran investasi yang harus dikeluarkan untuk membeli berbagai asset usaha adalah sebesar Rp. 6.893.966, dimana 83% dari jumlah tersebut diperuntukkan bagi pembelian perahu saja. Sedangkan rata-rata besaran investasi asset usaha untuk ukuran armada yang berkisar antara 5-10 GT adalah sebesar Rp. 30.892.500, dimana 90%
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
42
Laporan Teknis 2010 dari angka tersebut diperuntukkan bagi pembelian perahu. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengeluaran untuk pembelian perahu adalah bagian yang mendominasi besarnya investasi yang dikeluarkan oleh seorang nelayan. b.
Operasional – Biaya Tetap dan Variabel Setelah melakukan pembelian asset usaha, barulah sang nelayan dapat
melakukan usaha penangkapan. Dari kegiatan penangkapan yang dilakukannya tersebut, maka timbullah berbagai biaya tetap serta biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari berbagai biaya yang harus dikeluarkan untuk perijinan, pajak, perbaikan serta perawatan asset, dan pengembalian atas investasi yang dilakukannya melalui Depresiasi. Biaya variabel terdiri dari biaya Operasional, Ransum, Jasa, Rertribusi dan Tenagakerja. Secara rata-rata, Biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh nelayan berarmada di bawah 5 GT di lokasi penelitian adalah sebesar Rp. 4.520.291, dengan porsi terbesar (72%) dari nilai tersebut merupakan biaya depresiasi. Adapun untuk armada yang berkisar antara 5-10 GT, rata-rata biaya tetap yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp. 21.873.000, dengan porsi terbesar (74%) dari nilai tersebut adalah biaya depresiasi. Rata-rata biaya variabel yang harus dikeluarkan tentunya akan terpengaruh oleh musim, sebab musim tersebut jelas akan memberikan pengaruh terhadap banyaknya trip yang dilakukan, serta jumlah hasil tangkapan, dan tentunya juga penerimaan nelayan. Untuk armada di bawah 5 GT, biaya variabel yang harus dikeluarkan pada musim Puncak, Sedang dan Paceklik – secara berurutan – adalah Rp 36.379.748, Rp 12.819.471, dan Rp 3.944.000. Pada musim puncak, porsi biaya variabel terbesar adalah dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja sebesar 64%. Pada musim sedang, porsi dominan tersebut beralih ke biaya operasional sebesar 52%. Sedangkan pada musim paceklik, porsi dominan kembali ke biaya tenaga kerja sebesar 55%. Namun, apabila dilihat secara keseluruhan, maka porsi dominan biaya variabel tetap berada pada Biaya Tenaga Kerja sebesar 50%, disusul oleh Biaya Operasional sebesar 30%. Adapun untuk armada yang berkisar antara 5-10 GT, biaya variabel yang harus dikeluarkan pada musim Puncak, Sedang dan Paceklik – secara berurutan –
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
43
Laporan Teknis 2010 adalah Rp 63.379.289, Rp 57.942.000, dan Rp 0.00. Pada musim puncak, porsi biaya variabel terbesar adalah dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja sebesar 68%. Pada musim sedang, porsi dominan tersebut beralih ke biaya operasional sebesar 68%. Sedangkan pada musim paceklik tidak terjadi biaya apa-apa karena para nelayan tidak mau untuk melaut. Namun, apabila dilihat secara keseluruhan, maka porsi dominan biaya variabel tetap berada pada Biaya Tenaga Kerja sebesar 39%, diikuti oleh Biaya Operasional sebesar 38%. c.
Hasil Usaha – Penerimaan dan Profit Selanjutnya, setelah dilakukan kegiatan operasi, maka diperolehlah
penerimaan usaha sebagai hasil dari penjualan hasil tangkapan. Rata-rata besaran penerimaan armada di bawah 5 GT untuk masing-masing musim Puncak, Sedang dan Paceklik – secara berurutan – adalah Rp 90.745.000, Rp 21.010.000, dan Rp 9.040.000. Dengan Total Biaya (Biaya Tetap + Biaya Variabel) pertahun sebesar Rp 57.663.510, maka diperolehlah profit sebesar Rp 63.131.489. Dengan perolehan profit sebesar itu, maka analisis usaha penangkapan pertahun bagi sample responden dengan armada dibawah 5 GT adalah seperti berikut: Nilai R/C sebesar 2,09 yang menunjukkan besarnya profit yang diperoleh pengusaha penangkapan untuk setiap Rp 1.00 biaya yang timbul; ROI sebesar 9,16 yang menunjukkan berapa kali lipat profit yang dihasilkan untuk setiap Rp 1,00 investasi yang dikeluarkan; serta periode pengembalian investas sebesar 0,11 tahun atau 1,5 bulan saja. Adapun rata-rata besaran penerimaan armada dengan ukuran yang berkisar di antara 5-10 GT untuk masing-masing musim Puncak, Sedang dan Paceklik – secara berurutan – adalah Rp 164.095.056, Rp 88.000.000, dan Rp. 0.00. Dengan Total Biaya (Biaya Tetap + Biaya Variabel) pertahun sebesar Rp 143.132.183, maka akan diperolehlah profit sebesar Rp 108.962.872. Selanjutnya dengan perolehan profit sebesar itu, maka analisis hasil usaha penangkapan pertahun bagi sampel responden dengan ukuran armada berkisar antara 5-10 GT adalah seperti berikut: Nilai R/C sebesar 1,76, yang menunjukkan besarnya profit yang diperoleh pengusaha penangkapan untuk setiap Rp 1,00 biaya yang timbul; ROI sebesar 3,53 yang menunjukkan berapa kali lipat profit
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
44
Laporan Teknis 2010 yang dihasilkan untuk setiap Rp 1,00 investasi yang dikeluarkan; serta periode pengembalian investasi sebesar 0,28 tahun atau 3,5 bulan saja. Tabel 4.11 Struktur Biaya dan Analisis Usaha Tangkapan Laut Desa Penjajap, Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, 2010 Ukuran Kapal < 5 GT Ukuran 5-10 GT Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik 1 Investasi 1,723,491.67 1,723,491.67 1,723,491.67 1,723,491.67 1,723,491.67 1,723,491.67 2 Biaya Tetap: 1,130,072.92 1,130,072.92 1,130,072.92 1,130,072.92 1,130,072.92 1,130,072.92 -. Biaya Tahunan 306,656.25 306,656.25 306,656.25 306,656.25 306,656.25 306,656.25 -. Biaya Depresiasi 823,416.67 823,416.67 823,416.67 823,416.67 823,416.67 823,416.67 3 Biaya Variabel 36,379,748.18 36,379,748.18 36,379,748.18 36,379,748.18 36,379,748.18 36,379,748.18 -. Operasional 9,909,900.00 9,909,900.00 9,909,900.00 9,909,900.00 9,909,900.00 9,909,900.00 -. Ransum 3,050,454.55 3,050,454.55 3,050,454.55 3,050,454.55 3,050,454.55 3,050,454.55 -. Jasa 120,000.00 120,000.00 120,000.00 120,000.00 120,000.00 120,000.00 -. Retribusi -. Tenaga Kerja 23,299,393.64 23,299,393.64 23,299,393.64 23,299,393.64 23,299,393.64 23,299,393.64 4 Total Biaya 37,509,821.10 37,509,821.10 37,509,821.10 37,509,821.10 37,509,821.10 37,509,821.10 5 Penerimaan 90,745,000.00 90,745,000.00 90,745,000.00 90,745,000.00 90,745,000.00 90,745,000.00 6 Rugi/Laba 53,235,178.90 53,235,178.90 53,235,178.90 53,235,178.90 53,235,178.90 53,235,178.90 7 R/C 2.42 2.42 2.42 2.42 2.42 2.42 8 Payback Period 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 9 ROI 52.65 52.65 52.65 52.65 52.65 52.65 Sumber : Data Primer Diolah, 2010 No
Jenis
Bitung Kelurahan Batu Lubang yang dikenal sebagai salah satu basis armada perikanan tangkap tuna berada pada Kecamatan Lembeh Selatan Kota Bitung yang termasuk ke dalam desa perikanan tangkap laut. Kecamatan Lembeh Selatan luasnya sekitar 8% dari luas keseluruhan Kota Bitung. Secara geografis, Kota Bitung berada pada posisi 1°23’23” – 1°35’39” LU dan 125°1’43” – 126°18’13” BT. Secara administrasi, Kelurahan Batu Lubang terdiri atas 12 rukun tetangga yang tersebar dalam 3 lingkungan berdasarkan aktifitas religi.
Satu buah
lingkungan dipimpin oleh seorang kepala lingkungan yang bertanggung jawab langsung kepada Lurah Batu Lubang. Lingkungan 1 didominasi oleh kaum muslim yang ditandai dengan keberdaaan masjid besar. Lingkungan 2 dan 3 didominasi oleh kaum kristiani dengan keberadaan dua buah gereja. Untuk mencapai Batu Lubang, dapat ditempuh sekitar 15 menit dengan menggunakan kapal taxi yang berada di pelabuhan penyeberangan penumpang Kota Bitung. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
45
Laporan Teknis 2010 Keragaan usaha penangkapan ikan tuna di Kelurahan Batu Lubang, dapat dibedakan berdasarkan besarnya tonase kapal yaitu lebih kecil dari 5 GT dan diantara 5 hingga 30 GT. Kapal-kapal yang digunakan untuk penangkapan harus didatangkan dari luar daerah Batu Lubang. Hal tersebut dikarenakan sudah berkurangnya hasil kayu yang memenuhi standar kualitas untuk pembuatan kapal di hutan sekitar pulau lembeh. Untuk menekan biaya investasi dari pembuatan kapal ini, biasanya pemilik mengumpulkan terlebih dahulu bahan-bahan kayu kapal dan kemudian merakit sendiri di Batu Lubang dengan menggunakan jasa pembuat kapal. Selain menekan biaya investasi, kualitas bahan kapal dan desain bentuk juga dapat disesuaikan dengan permintaan pemilik kapal. Secara umum, investasi total yang dibutuhkan untuk kapal motor kurang dari 5 GT adalah Rp 37.906.212 dan kapal motor 5 – 30 GT adalah sebesar Rp 99.259.859. Sebagian besar penggunaan mesin untuk penangkapan ikan
bermesin
dalam dengan kisaran kekuatan 9 – 120 PK. Besarnya kapal dan kemampuan finansial pemilik kapal menentukan kekuatan mesin yang digunakan. Merek mesin yang dominan digunakan adalah merek Yamaha, Honda, dan Mitsubishi. Pemakaian bahan bakar yaitu bensin, solar dan campuran. Kepemilikan alat penangkapan pada dasarnya disediakan oleh pemilik kapal, namun tidak menutup kemungkinan nahkoda dan anak buah kapal memiliki sendiri alat tangkap karena memang dari sisi harga yang relatif murah. Teknologi penangkapan ikan tuna di Kelurahan Batu Lubang masih bersifat tradisonal (pancing ulur) yaitu hanya mengandalkan kekuatan fisik tangan dalam menangkap ikan. Alat navigasi dan komunikasi sangat diperlukan oleh nelayan di Batu Lubang untuk efisiensi aktivitas penangkapan ikan seperti keberadaan lokasi dan waktu yang tepat untuk melaut. Selain itu, keberadaan alat ini juga diperlukan untuk mengantisipasi kecelakaan kapal di laut, kerusakan mesin kapal, sehingga nahkoda dapat mengantisipasi dengan cara mengirimkan kode darurat ke kapalkapal penangkap ikan tuna terdekat.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
46
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.12 Rata-rata Investasi Armada Penangkapan Ikan Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 No
Investasi [ I ]
1 Perahu 2 Mesin 3 Alat Tangkap 4 Lampu 5 Alat Komunikasi 6 Alat Navigasi 7 Tali Tambang 8 Fiber ikan 9 Accu 10 Generator 11 Petromaks 12 Peralatan Masak 13 Palka berinsulasi Total
Nilai (Rp) 24,375,000 7,888,462 1,110,000 100,000 1,200,000 142,500 100,000 500,000 600,000 1,100,000 125,000 165,250 500,000 37,906,212
Kapal Motor < 5 GT Standar % Deviasi 11,553,447 64.30 5,375,490 20.81 369,534 2.93 0 0.26 0 3.17 57,518 0.38 70,711 0.26 0 1.32 282,843 1.58 141,421 2.90 0 0.33 73,803 0.44 0 1.32 100
Umur Ekonomis 6 9 2 1 4 3 2 4 3 5 2 2 4
Kapal Motor 5 - 30 GT Standar Umur Nilai (Rp) % Deviasi Ekonomis 59,666,667 59,535,904 60.11 10 26,307,692 30,575,411 26.50 12 1,362,500 706,825 1.37 4 359,500 496,170 0.36 1 2,200,000 1,443,376 2.22 5 2,114,286 2,007,842 2.13 3 816,000 890,803 0.82 2 1,000,000 0 1.01 4 610,000 240,832 0.61 2 2,335,714 2,548,973 2.35 6 125,000 362,500 0.13 2 362,500 2,000,000 0.37 2 2,000,000 0 2.01 6 99,259,859 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Sebagian besar biaya tetap tahunan tersebut dibebankan kepada pemilik kapal, kecuali pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, penyusutan mesin dan penyusutan alat tangkap yang ditanggung oleh nahkoda serta ABK. Hal tersebut pada dasarnya tergantung kesepakatan antara pemilik dan pekerjanya. Beberapa pemilik kapal yang ditemui bahkan ada yang menanggung semua kerusakan mesin maupun alat tangkap yang digunakan oleh pekerjanya. Kasus seperti itu terjadi apabila pemilik kapal juga bekerja merangkap sebagai nahkoda kapal. Beberapa pemilik kapal lainnya menetapkan hanya kerusakan perahu saja yang ditanggung oleh pemilik, mengenai mesin maupun alat tangkap harus ditanggung oleh nahkoda dan ABK. Pemeliharaan kapal (docking) dilakukan rata-rata 3 kali dalam setahun yaitu pada saat produksi ikan tidak dapat diharapkan. Pemeliharaan kapal yang biasanya dilakukan meliputi pengecetan badan kapal dan penggantian kayu-kayu yang rusak. Kegiatan ini rutin dilakukan oleh pemilik kapal dengan harapan usaha penangkapan ikan dapat terus berlanjut. Selain itu, pemeliharaan kapal juga dapat dijadikan ajang saling mendekatkan diantara nahkoda dan ABK karena adanya sifat gotong royong pada saat memperbaiki kapal. Pemeliharaan kapal dilakukan oleh nahkoda kapal dan anak buah kapal (ABK). Umur ekonomis kapal-kapal penangkap ikan tuna di Batu Lubang Berkisar antara 10 – 15 tahun. Dalam
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
47
Laporan Teknis 2010 setahun, nilai biaya tetap rata-rata yang harus dikeluarkan untuk ukuran kapal < 5 GT sebesar Rp 13.750.700 dan ukuran kapal 5 – 30 GT sebesar Rp 21.736.827.
Tabel 4.13 Struktur Rata-rata Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Besar di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 Unit : Tahun Kapal Motor 5 - 30 GT
Kapal Motor < 5 GT No
Jenis Biaya Tetap [ FC ]
1 Pemeliharaan Kapal 2 Pemeliharaan Mesin 3 Pemeliharaan Alat tangkap 4 Biaya Penyusutan : a. Kapal b. Mesin c. Alat Tangkap d. Lampu e. Alat Komunikasi f. Alat Navigasi g. Tali Tambang h. Fiber Ikan i. Accu j. Generator k. Petromaks l. Peralatan Memasak m. Palka Total
4,250,000 1,500,000 550,000
Standar % Deviasi 4,596,194 30.91 0 10.91 4.00 427,200
3,066,667 2,775,000 1,600,000
4,625,000 935,366 473,333 100,000 300,000 63,333 50,000 125,000 266,667 225,000 62,500 99,500 125,000 13,750,700
2,386,719 33.63 6.80 851,142 3.44 173,419 0 0.73 0 2.18 0.46 22,577 0.36 35,355 0 0.91 1.94 188,562 1.64 35,355 0 0.45 0.72 42,663 0 0.91 100
8,710,317 2,106,410 424,167 225,400 371,088 566,429 399,333 250,000 355,000 326,599 62,500 164,583 333,333 21,736,827
Nilai
Nilai
Standar Deviasi 3,855,299 3,485,565 1,811,077 10,998,864 2,146,148 239,524 250,719 191,428 465,177 446,190 0 269,490 228,209 0 76,490 0
% 14.11 12.77 7.36 40.07 9.69 1.95 1.04 1.71 2.61 1.84 1.15 1.63 1.50 0.29 0.76 1.53 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Pada dasarnya biaya tidak tetap/variabel disediakan oleh pemilik kapal (baca: toke/juragan). Nahkoda dan ABK yang menentukan berapa biaya yang dibutuhkan dalam satu kali trip penangkapan. Pada saat musim paceklik, biaya operasional penangkapan maupun biaya ransum mengalami kenaikan baik untuk ukuran kapal < 5 GT maupun ukuran 5 – 30 GT. Hal tersebut dikarenakan jumlah hari yang melaut dan jarak ke fishing ground yang bertambah. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, jumlah es yang dibawa menentukan lama tidaknya kapal melaut. Apabila es balok masih bisa bertahan, maka penangkapan terus dilakukan meskipun ikan tuna sedang sulit untuk ditangkap. Prosentase terbesar biaya adalah untuk bahan bakar dan jumlah es balok yang dibawa. Estimasi total biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk ukuran kapal < 5 GT adalah sebesar Rp 82.856.526 per tahun dan ukuran kapal 5 – 30 GT adalah sebesar Rp 108.876.166.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
48
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.14 Struktur Rata-rata Biaya Variabel Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Besar Ukuran Kapal Motor < 5 GT Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 Unit : Musim No
Jenis Biaya Variabel [ VC ]
Operasional a. Solar b. Bensin c. Minyak Tanah d. Oli/Pelumas e. Es Balok f. Umpan Ransum a. Beras b. Kopi c. Rokok d. Gula e. Mie Instant f. Air Tawar g. Lainnya Jasa Total
Puncak (Rp/Musim)
Standar Deviasi
%
Kapal Motor < 5 GT Peralihan Standar (Rp/Musim) Deviasi
%
Paceklik (Rp/Musim)
Standar Deviasi
%
7,797,000 3,820,714 938,550 746,000 3,119,400 1,225,714
6,163,635 2,333,721 1,327,725 1,208,964 2,499,028 1,097,009
33.05 16.20 3.98 3.16 13.22 5.20
5,925,000 6,075,000 239,000 232,500 1,362,000 1,240,000
2,651,650 980,752 127,996 10,607 1,335,482 969,948
30.59 31.37 1.23 1.20 7.03 6.40
18,600,000 6,020,000 1,370,250 1,152,000 4,223,000 1,213,333
4,242,641 4,307,343 2,063,878 2,384,806 4,780,097 427,582
46.62 15.09 3.43 2.89 10.58 3.04
1,888,500 78,333 1,903,800 331,950 278,000 275,500 720,000 465,000 23,588,462
861,117 52,936 1,537,853 180,394 117,739 140,269 637,774 85,147
8.01 0.33 8.07 1.41 1.18 1.17 3.05 1.97 100
1,155,000 109,200 1,143,600 224,400 423,600 292,800 465,000 480,000 19,367,100
294,703 12,296 545,697 137,123 522,579 109,111 233,191 125,499
5.96 0.56 5.90 1.16 2.19 1.51 2.40 2.48 100
2,167,500 132,500 2,703,000 442,500 273,667 393,714 559,500 650,000 39,900,964
1,753,753 97,311 3,110,598 344,219 142,786 157,545 397,992 207,020
5.43 0.33 6.77 1.11 0.69 0.99 1.40 1.63 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
49
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.15 Struktur Rata-rata Biaya Variabel Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Besar Ukuran Kapal Motor 5 - 30 GT Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 Unit : Musim No
Jenis Biaya Variabel [ VC ]
Operasional a. Solar b. Bensin c. Minyak Tanah d. Oli/Pelumas e. Es Balok f. Umpan Ransum a. Beras b. Kopi c. Rokok d. Gula e. Mie Instant f. Air Tawar g. Lainnya Jasa Total
Puncak (Rp/Musim)
Standar Deviasi
%
Kapal Motor 5 - 30 GT Peralihan Standar (Rp/Musim) Deviasi
%
Paceklik (Rp/Musim)
Standar Deviasi
%
12,464,375 1,252,500 994,909 1,025,182 7,518,750 925,714
5,072,035 39.47 745,652 3.97 752,985 3.15 817,858 3.25 2,309,868 23.81 254,222 2.93
17,088,750 3,557,669 46.31 18,040,500 1,015,000 372,391 2.75 1,560,000 695,000 533,179 1.88 1,402,000 1,161,000 1,301,203 3.15 1,874,857 8,154,000 5,477,669 22.10 7,056,000 936,000 295,770 2.54 1,260,000
8,330,628 44.66 982,242 3.86 1,040,202 3.47 1,504,154 4.64 4,409,511 17.47 454,313 3.12
2,598,500 199,800 2,565,818 527,750 274,091 254,864 593,182 387,500 31,582,935
1,195,183 219,837 817,782 229,839 128,569 90,773 529,518 135,050
2,782,000 1,170,579 276,000 273,774 2,656,000 1,535,469 519,000 289,888 335,500 134,572 366,600 145,498 488,500 148,728 425,000 112,916 36,898,350
1,427,545 334,486 1,730,733 206,721 197,110 185,790 674,146 185,164
8.23 0.63 8.12 1.67 0.87 0.81 1.88 1.23 100
7.54 3,082,000 0.75 342,857 7.20 3,051,000 1.41 546,000 0.91 353,500 0.99 344,667 1.32 981,500 1.15 500,000 100 40,394,881
7.63 0.85 7.55 1.35 0.88 0.85 2.43 1.24 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Dilihat dari analisa pendapatan usaha rata-rata yang tergambarkan maka keuntungan terbesar diperoleh pada kapal motor ukuran 5 – 30 GT. Keuntungan terkecil terjadi pada saat musim paceklik yang disebabkan karena produksi menurun dan terdapat peningkatan kecenderungan biaya total aktivitas penangkapan. Dilihat dari rasio pendapatan usaha, maka nilai tertinggi terjadi pada ukuran kapal < 5 GT pada saat musim puncak yaitu sebesar 3.39 yang berarti bahwa dengan biaya sebesar Rp 1, maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 3.39. Usaha penangkapan ikan tuna dengan menggunakan alat tangkap pancing di Kelurahan Batu Lubang memberikan pengembalian investasi yang relatif cepat yaitu berkisar antara 7 bulan hingga 44 bulan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, memang usaha penangkapan tuna ini masih sangat terbuka lebar bagi para investor atau perorangan yang ingin memulai usaha penangkapan dengan jasa nahkoda dan ABK yang berasal dari Batu Lubang. Berdasarkan temuan di lapangan menunjukan bahwa hampir 50% pemilik kapal berasal dari luar daerah Batu Lubang. Penambahan armada penangkapan tuna
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
50
Laporan Teknis 2010 dalam jangka pendek memang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan Batu Lubang. Penambahan armada penangkapan yang tidak dibatasi dalam jangka panjang diperkirakan akan menimbulkan pengurangan pendapatan nelayan karena terbatasnya jumlah sumberdaya ikan tuna. Perhitungan bagi hasil untuk pemilik adalah pendapatan bersih armada dikalikan 50% dan dikurangi 5% pendapatan pemilik kapal sebagai bonus untuk nahkoda kapal. Perhitungan bagi hasil untuk nahkoda adalah pendapatan bersih armada dikalikan 50 % dan dibagi dengan jumlah nahkoda + ABK kemudian ditambah 5% dari pendapatan pemilik kapal. Perhitungan bagi hasil untuk ABK adalah pendapatan armada dikalikan 50% dan dibagi dengan jumlah nahkoda + ABK. Tabel 4.16 Analisa Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Pelagis Besar Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 Unit : Musim Kapal Motor < 5 GT Kapal Motor 5 - 30 GT Puncak Peralihan Paceklik Puncak Peralihan Paceklik No Jenis Analisa (Rp/Musim) (Rp/Musim) (Rp/Musim) (Rp/Musim) (Rp/Musim) (Rp/Musim) 1 Penerimaan Kotor 95,413,500 57,958,800 53,654,000 137,839,125 116,420,000 92,520,000 2 Biaya Total 28,172,028 23,950,667 43,338,639 38,828,544 44,143,959 45,829,088 3 Penerimaan Armada 67,241,472 34,008,133 10,315,361 99,010,581 72,276,041 46,690,912 4 Pendapatan Pemilik 30,258,662 15,303,660 4,641,912 44,554,762 32,524,218 21,010,911 5 Pendapatan Nahkoda 8,237,080 4,165,996 1,263,632 12,128,796 8,853,815 5,719,637 6 Pendapatan ABK 6,724,147 3,400,813 1,031,536 9,901,058 7,227,604 4,669,091 7 Rasio Pendapatan Usaha 3.39 2.42 1.24 3.55 2.64 2.02 8 Pay Back Period 0.56 1.11 3.67 1.00 1.37 2.13 9 Profitabilitas 2.39 1.42 0.24 2.55 1.64 1.02 10 Return on Invesment 1.77 0.90 0.27 4.55 3.33 2.15 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Cirebon Kabupaten Cirebon adalah salah satu daerah di pesisir pantai utara Pulau Jawa dan merupakan pintu gerbang Provinsi Jawa Barat dari sebelah timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Posisi geografisnya cukup strategis karena dilintasi jalur pantai utara Jawa yang mempertemukan arus lalu lintas dari Jakarta, Bandung dan kota-kota Priangan Timur ke arah Jawa Tengah dan sebaliknya. Kabupaten Cirebon terletak di antara 1080 40’-1080 bujur timur dan 60 30’ – 70 00’ lintang selatan. Jarak terjauh arah barat-timur sepanjang 54
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
51
Laporan Teknis 2010 km dan utara-selatan 39 km dengan luas wilayah 990,36 km2
meliputi 40
kecamatan, 412 desa dan 12 kelurahan dengan ibukota kabupaten di Sumber. Adapun batas wilayah Kabupaten Cirebon adalah (1) sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon dan Laut Jawa; (2) sebelah selatan Kabupaten Kuningan; (3) sebelah selatan Kabupaten timur Kabupaten Brebes; sebelah timur Kabupaten Brebes dan sebelah barat Kabupaten Majalengka. Mempunyai garis pantai sepanjang 54 km, memiliki potensi perikanan yang besar, seperti perikanan laut, perikanan darat (waduk dan kolam), perikanan budidaya (tambak) dan pengolahan ikan. Desa Gebang menjadi salah satu wilayah di Kabupate Cirebon yang mempunyai potensi perikanan yang besar baik untuk perikanan laut, perikanan budidaya (tambak) dan pengolahan hasil perikanan dimana luas wilayah ini adalah 2,43 km2. Penduduk dilokasi penelitian mayoritas mempunyai mata pencaharian di sektor perikanan seperti nelayan, anak buah kapal, pengolah ikan, pedagang ikan dan lain-lain. Hal ini dikarenakan Desa Gebang berada dalam wilayah pesisir utara Jawa dan tidak Jarang ditemukan di dalam keluarga, suami berprofesi sebagai nelayan dan istri bekerja di pengolahan hasil perikanan. Dalam menjalankan usahanya, diperlukan pengetahuan dari responden mengenai analisa usaha. Berhasil tidaknya suatu usaha dapat diukur dari laba atau ruginya. Pada tahun 2010 dilakukan pengumpulan data primer yang terkait dengan usaha penangkapan ikan di laut. Responden yang dimonitor adalah nelayan yang sama yang berfungsi sebagai responden pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Dalam hal ini, artinya terjadi konsistensi terhadap sumber data. Begitu pula untuk konsistensi parameter yang diamati, tetap berpedoman pada kuesioner usaha bidang perikanan tangkap yang telah dilakukan pada tahun 2007 dan 2008. Usaha penangkapan ikan di Cirebon memperlihatkan keuntungan sebesar Rp 110.933.917 per tahun. Usaha penangkapan ikan selama satu tahun yang terdiri dari 3 musim yaitu musim puncak, musim sedang dan musim paceklik. Perhitungan usaha dilakukan pada musim puncak, musim sedang dan musim paceklik. Jumlah trip penangkapan ikan pada musim puncak sebanyak 16 kali, musim sedang 17 kali dan musim paceklik sebanyak 16 kali.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
52
Laporan Teknis 2010 Jumlah trip pada musim puncak lebih sedikit dibanding musim sedang dikarenakan hasil tangkapan yang didapatkan lebih banyak daripada musim sedang dan hasil tersebut telah memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari para nelayan sehinnga dirasa tidak perlu untuk melakukan penangkapan ikan. Hal ini juga berlaku untuk musim sedang dan musim puncak, dimana nelayan harus sering melaut guna memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup.
Tabel 4.17 Struktur Aset dan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Laut di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten. Gebang, 2010 Nelayan Pemilik No Uraian Stdev (Rp.) 1. Kebutuhan Aset Penangkapan a. Perahu motor (> 5 GT) 8.868.421 3.261.059 b. Mesin Motor 3.173.684 1.608.603 c. Alat Tangkap 9.698.529 6.481.298 d. Alat Tambahan 2.101.382 1.925.226 Total Investasi 23.842.017 2. Biaya Operasional (Tahunan) 130.463.755 3. Total Investasi 154.305.772 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keuntungan usaha nelayan PTL diperoleh dari total investasi ditambah dengan total total biaya variabel dan biaya tetap dikuransi dengan total penerimaan hasil tangkapan ikan. Investasi yang diperlukan untuk usaha penangkapan terdiri dari perahu motor sebesar Rp 8.868.421, mesin motor Rp 3.173.684, alat tangkap Rp 9.698.529 dan alat tambahan lain Rp
2.101.382.
Sedangkan toal operasional dalam satu tahun siklus penangkapan sebesar 130.463.775 sehingga diperoleh total investasi Rp 154.305. 772. Biaya tetap dalam usaha penangkapan ikan sebesar Rp 3.168.730 yang terdiri dari pemeliharaan perahu, pemeliharan mesin, pemeliharaan alat tangkap, ijin usaha, biaya penyusutan perahu, biaya penyusutan alat tangkap, dll. Biaya pemeliharaan perahu sebesar Rp 670.588, pemeliharaan mesin Rp 216.778, pemeliharaan alat tangkap Rp 396.364, ijin usaha Rp 32.500, dan lain-lain Rp 200.000. Lebih lanjut Biaya penyusutan perahu mesin motor dan alat tangkap Rp 1.652.500. Sementara biaya variabel yang terdiri dari biaya operasional, ransum, jasa dan tenaga kerja yang diperlukan berdasarkan musim, pada musim puncak biaya
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
53
Laporan Teknis 2010 operasional sebesar Rp 73.907.697, biaya ramsum sebanyak Rp 5.090.033, biaya jasa Rp 3.520.000 dan biaya tenaga kerja Rp 56.9333.814,18. Musim sedang biaya operasional sebesar Rp 9.101.336, biaya ramsum sebanyak Rp 4.879.782, biaya jasa Rp 2.253.714 dan biaya tenaga kerja Rp 55.893.600. Sedangkan pada musim paceklik biaya operasional sebesar Rp 1.434.237, biaya ramsum sebanyak Rp 746.946, biaya jasa Rp 736.000 dan biaya tenaga kerja Rp 5.014.270 Biaya operasional terdiri dari solar, minyak tanah, minyak campur, garam, es balok dan oli. Begitu juga biaya ramsum untuk setiap musimnya terdiri dari beras, nasi bungkus, kopi, rokok, air tawar dan snack. Biaya jasa biasanya digunakan oleh pemilik/juragan untuk membantu memindahkan hasil tangkapan dan yang termadus dalam biaya jasa ada jasa bongkar muat dan sewa becak. Mengenai upah ABK, sistem bagi hasil antara pemilik/juragan kapal dengan ABK “Pandega”, dimana nilai total hasil tangkapan setelah dikurangi dengan biaya perongkosan hasil bersih dibagi dengan persentase 2:1 untuk pemilik/juragan. Terkait dengan hasil tangkapan nelayan, penerimaan nelayan per tahun pada musim puncak sebesar Rp 130.171.636; musim biasa sebesar Rp 124.293.182 dan musim paceklik Rp 17.784.847. Berdasarkan hasil analisa menunjukkan ratio cost (R/C) 1, return of investment dan payback periode 0,3. Penghitungan pada usaha ini berdasarkan musim dengan trip penangkapan ikan selama 1 hari (one day trip). Selain one day trip, nelayan juga melakukan penangkapan ikan dilaut selama 4 – 5 hari dalam bahasa lokal disebut dengan “bambangan”. Hal ini dilakukan jika nelayan tidak mendapatkan ikan hasil tangkapan maka nelayan akan memperluas wilayah penangkapannya. Nelayan tidak bisa memprediksi kapan mereka harus melakukan bambangan dan frekuensi dalam satu periode. Hal ini menyulitkan untuk mendapatkan data nelayan “bambangan”, sehingga analisa usaha yang dilakukan adalah nelayan one day fishing. Terkait dengan perubahan iklim, nelayan sulit menentukan bulan-bulan untuk setiap musimnya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
54
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.18 Struktur Biaya dan Perikanan Tangkap Laut di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Tahun 2010 URAIAN Biaya Tetap Depresiasi Ijin Usaha Pajak lain-lain Pemeliharaan Perahu Pemeliharaan Mesin Pemeliharaan Alat Tangkap Lain-lain Biaya Variabel Biaya Operasional Biaya Ransum Biaya Jasa Biaya Tenaga Kerja Biaya Total Penerimaan Profit/Loss R/C ROI Payback Periode
PUNCAK
MUSIM SEDANG
73.907.697 8.362.949 5.090.933 3.520.000 56.933.814
72.128.432 9.101.336 4.879.782 2.253.714 55.893.600
130.171.636
124.293.182
PACEKLIK 3.168.730 1.652.500 32.500 670.588 216.778 396.364 200.000 7.931.509 1.434.293 746.946 736.000 5.014.270 157.136.368 17.784.847 115.113.298 1 5 0,2
PUNCAK
STD SEDANG
PACEKLIK 782.733 10.607 388.530 116.946 298.907
6.367.741 4.478.753 1.965.183
6.093.653 4.757.335 1.375.455
957.641 673.998 603.775
-
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Sampang Desa Ketapang Barat adalah salah satu desa dengan produksi ikan laut yang cukup besar di Kabupaten Sampang, dan didalam kegiatan usahanya banyak melibatkan nelayan skala kecil. Nelayan skala kecil sangat identik dengan istilah nelayan tradisional. Menurut Kusnadi (2000), nelayan tradisional disamakan dengan nelayan subsistensi, pra industri dan berskala kecil dengan ciri pendapatan yang bersifat harian dan tidak bisa ditentukan jumlahnya.
Berdasarkan dari
informasi yang diperoleh dari salah satu petugas pelelangan ikan di desa ini, bahwa rata-rata produksi ikan yang dapat didaratkan oleh nelayan yang ada di desa ini mencapai kurang lebih sebanyak 25 ton per-harinya dari seluruh armada penangkapan yang ada. Adapun jenis ikan yang dominan tertangkap adalah dari jenis ikan pelagis seperti ikan teri, kembung, tembang, banyar, tongkol, tenggiri dan lain-lain. Namun selain itu ada juga ikan demersal yang didaratkan pada tempat pelelangan ikan ini seperti ikan kerapu, udang, lobster dan lain-lain. Ikanikan hasil tangkapan ini, selain di jual dalam bentuk segar, juga ada yang diolah menjadi ikan olahan asin dan pindang. Berdasarkan aksessibilitasnya, Desa Ketapang Barat telah mempunyai sarana transpotasi yang baik berupa jalan raya penghubung antara desa dengan kecamatan, desa dengan kabupaten serta jalan utama antar kabupaten. Dari segi kepadatan penduduk, Desa Ketapang Barat tercatat terdapat 154 kepala keluarga, Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
55
Laporan Teknis 2010 dengan mayoritas mata pencaharian utamanya adalah nelayan, pengolah ikan, dan usaha jasa lainnya yang terkait dengan kegiatan perikanan. ini sebagai penghasil ikan laut dan Berdasarkan hasil blok sensus pada penelitian PANELKANAS tahun 2007 , penduduk Desa Ketapang Barat sebagian besar sebanyak 92% tenaga kerjanya terserap di sektor perikanan, hal ini menunjukkan lapangan pekerjaan yang tersedia di desa relatif lebih kearah homogen, sehingga penduduk desa sangat tergantung pada ketersediaan sumber daya perikanan laut. Selain itu, faktor kondisi lahan di Desa Ketapang Barat yang berpasir dan tidak memiliki irigasi menjadikan sektor non perikanan (pertanian) tidak dapat dikembangkan secara baik di desa ini. Tanaman yang umumnya ada di desa adalah tanaman tahunan seperti pohon mangga, pohon kelapa dan jambu mete, namun informasi secara pasti tentang luasan lahan yang dimiliki oleh desa ini tidak diketahui secara pasti. Kegiatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan di Desa Ketapang Barat terdiri dari berbagai macam jenis alat tangkap dan armada yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa alat tangkap yang mayoritas digunakan oleh nelayan di Desa Ketapang Barat dengan istilah local antara lain payang (seine nets), jaring aserehe ( gill net) dan jaring gardan/dogol (danish seine). Pada umumnya sebagian besar nelayan yang menggunakan alat tangkap payang memiliki alat tangkap lainnya untuk menangkap ikan, yaitu jaring aserehe (gill net). Ukuran perahu yang digunakan yaitu kurang dari 10 GT dengan jenis mesin motor tempel. Daerah penangkapan (fishing ground) adalah sekitar perairan utara jawa. Seperti kita ketahui perairan utara jawa yang di dominasi oleh ikan pelagis kecil (Suyasa, 2007), sehingga jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan adalah jenis-jenis ikan pelagis. Salah satu jenis ikan pelagis kecil produksi hasil tangkapan nelayan adalah ikan teri. Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai karakteristik usaha penangkapan ikan pelagis kecil, besarnya tingkat produksi jenis ikan ini selain dipengaruhi oleh ketersediaan stok sumber daya ikan, juga dipengaruhi oleh siklus musiman. Siklus musiman sangat menentukan terhadap keberlangsungan usaha penangkapan ikan yang diusahakan oleh nelayan. Jaring payang yang pengoperasiannya di permukaan perairan secara spesifikasi
digunakan untuk
menangkap jenis ikan-ikan pelagis baik besar maupun kecil karena tingkat
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
56
Laporan Teknis 2010 selektifitasnya rendah (ukuran mata jaring kecil). Penggunaan jaring payang ini tidak dapat secara menerus, mengingat ruaya ikan pelagis sangat dipengaruhi oleh siklus musiman. Berdasarkan hal tersebut untuk tetap menjaga keberlangsungan usaha penangkapan ikan yang dilakukan, maka timbulnya peralihan penggunaan alat tangkap yang dilakukan oleh masyarakat seperti yang ditemukan pada saat dilakukannya survey (penggunaan dogol dan jaring aserehe) a.
Usaha Penangkapan Ikan dan Musim Penangkapan (Payang) Nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan
alat tangkap payang pada umumnya menggunakan armada kurang dari 5 GT. Selain menggunakan alat tangkap payang, pada umumnya nelayan jaring payang memiliki alat tangkap lain (dalam istilah lokal) jaring ‘aserehe’ (gill net). Pengoperasian jaring aserehe (gill net) dilakukan bersamaan pada saat pengoperasian jaring payang, dimana secara teknis pemasangan jaring aserehe (gill net) dapat dilakukan sebelum atau sesudah pengoperasian payang, tergantung dari keberadaan ikan target penangkapan. Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan ini antara lain adalah beberapa jenis ikan pelagis antara lain teri, kembung, tenggiri, cakalang dan layang. Namun berdasarkan hasil penelitian, ada juga sebagian nelayan payang yang mendapatkan udang, yang tertangkap oleh jaring aserehe (gill net) yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar musim penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap payang dapat dibagi kedalam 3 musim, yaitu musim puncak, musim sedang dan musim paceklik. Tidak ada acuan secara pasti terhadap waktu saat terjadinya penggolongan musim penangkapan tersebut. Pada penelitian yang menjadi acuan waktu saat terjadinya musim penangkapan berdasarkan hasil wawancara dengan responden yang didukung oleh data produksi dan trip penangkapan. Rata-rata lamanya waktu penangkapan dengan menggunakan alat tangkap payang yaitu kurang lebih 10 Jam/Trip. Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap payang beroperasi tidak jauh dari tempat pendaratan ikan (fishing base). Berikut ini akan disajikan secara rinci waktu musim penangkapan serta rata-rata jumlah trip per bulan dari penggunaan alat tangkap payang di Desa Ketapang Barat. Namun mengingat adanya
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
57
Laporan Teknis 2010 perubahan cuaca yang tidak dapat diprediksikan pada akhir-akhir ini, besar kemungkinannya jika pada tahun-tahun selanjutnya akan terjadi perubahan musim penangkapan.
Tabel 4.19 Kalender Penangkapan, Rata-Rata Jumlah Trip/Bulan Kegiatan Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 No Musim Waktu Penangkapan Rataan (Trip/Bulan) 1. Puncak Mei, Juni, Juli , Agustus 28 2. Sedang Septr, Okt, Nov 24 3. Paceklik Des, Jan, Feb, Maret, April 18 Sumber : Data Primer diolah, 2010
Pada musim puncak
penangkapan, jenis ikan yang tertangkap pada
umumnya adalah ikan teri. Ikan teri merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Lamanya musim puncak hanya berlangsung selama tiga bulan, setelah itu ikan teri sulit untuk tertangkap. Kegiatan penangkapan ikan pada saat musim puncak biasanya dilakukan setiap hari, namun ada sebagian nelayan yang libur (tidak menangkap ikan) pada hari jumat. Hal tersebut dikarenakan dengan kebiasaan yang berkembang di masyarakat, hari jumat adalah hari untuk beribadah (khusus bagi pemeluk agama Islam). Selain itu indikator penentuan waktu musim penangkapan seperti yang dituturkan oleh responden adalah berdasarkan tingkat produksi ikan teri. Sedangkan pada musim sedang dan musim paceklik tingkat produksi ikan teri hasil tangkapan nelayan adalah rendah, bahkan dapat tidak tertangkap sama sekali. Namun, jenis ikan yang tertangkap lainnya adalah ikan cakalang, tenggiri, layang dan kembung yang jumlahnya sedikit. Berdasarkan hasil penelitian pada saat musim puncak produksi ikan hasil penangkapan dapat rata-rata dapat mencapai lebih dari 100 Kg/Trip, dengan komposisi terbanyak adalah ikan teri dan ikan jenis lainnya seperti layang dan kembung. Pada musim sedang dan musim paceklik rata-rata maksimal penangkapan rata-rata adalah 50 Kg/Trip, dengan komposisi ikan tertangkap adalah ikan tenggiri, cakalang, udang dan layang, sedangkan ikan teri hampir bisa dikatakan tidak tertangkap.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
58
Laporan Teknis 2010 b.
Usaha Penangkapan Ikan dan Musim Penangkapan (Dogol) Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara Ketua
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (Kecamatan Ketapang), alat tangkap dogol di Desa Ketapang Barat berkembang pesat sejak tahun 1998. Banyak faktor yang menyebabkan perkembangan alat tangkap dogol di Desa Ketapang Barat, salah satunya adalah semakin berkurangnya ketersediaan sumber daya ikan pelagis kecil (ikan teri) yang menjadi sasaran utama nelayan dan masih besarnya potensi sumber daya ikan demersal di wilayah ini, sehingga menjadi faktor pemacu perkembangan alat tangkap dogol. Nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap dogol pada umumnya menggunakan armada kurang dari 5 GT. Pengoperasian dogol dilakukan setiap hari, dimana lamanya waktu penangkapan adalah 2 hari/trip. Berdasarkan hasil penelitian, jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap dogol di Desa Ketapang Barat mayoritas adalah ikan demersal atau yang hidup didasar perairan termasuk ikan-ikan karang, antara lain adalah ikan peperek, kerapu, bloso, kuniran, udang, cumi-cumi dan kerang. Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar musim penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap dogol dapat dibagi kedalam 3 musim, yaitu musim puncak, musim sedang dan musim paceklik. Tidak ada acuan secara pasti terhadap waktu saat terjadinya penggolongan musim penangkapan tersebut. Pada penelitian yang menjadi acuan waktu saat terjadinya musim penangkapan berdasarkan hasil wawancara dengan responden yang didukung oleh data produksi dan trip penangkapan. Berikut ini akan disajikan secara rinci waktu musim penangkapan serta rata-rata jumlah trip per bulan dari penggunaan alat tangkap dogol di Desa Ketapang Barat. Namun mengingat adanya perubahan cuaca yang tidak dapat diprediksikan pada akhir-akhir ini, besar kemungkinannya jika pada tahun-tahun selanjutnya akan terjadi perubahan musim penangkapan pada penggunaan alat tangkap dogol.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
59
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.20 Kalender Penangkapan, Rata-Rata Jumlah Trip/Bulan Kegiatan Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 No Musim Waktu Penangkapan Rataan (Trip/Bulan) 1. P uncak April, Mei, Juni, Juli, Agust 19 2. Sedang Nov, Des, Jan, Feb, Maret 14 3. Paceklik September, Oktober 12 Sumber : Data Primer diolah, 2010
Memang cukup sulit untuk membedakan kegiatan penangkapan oleh nelayan dogol di Desa Ketapang Barat berdasarkan musim penangkapannya karena secara teknis, hampir semua nelayan dogol di Desa Ketapang Barat mengatakan melakukan penangkapan ikan setiap hari kecuali ketika hari raya keagamaan, kerusakan armada serta musim barat. Dari penelitian ini yang menjadi acuan utama penentuan waktu musim penangkapannya adalah jumlah trip yang dilakukan berdasarkan bulan serta besarnya jumlah ikan yang tertangkap setiap banyaknya trip penangkapan. Pada dasarnya musim puncak sangat identik dengan hasil tangkapan yang melimpah sedangkan kebalikannya musim paceklik sangat identik dengan hasil tangkapan dan jumlah trip penangkapan yang sedikit. Lamanya musim penangkapan pada musim puncak dan musim sedang adalah selama 4 bulan, yang membedakan adalah rata-rata jumlah trip penangkapan per bulannya dan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh per tripnya. Berdasarkan hasil wawancara, untuk musim sedang rata-rata hasil tangkapan mencapai 500 Kg/Trip, sedangkan pada saat musim puncak rata-rata hasil tangkapan bisa mencapai 2.000 Kg/Trip. Musim paceklik terjadi pada saat bulan September sampai dengan Oktober, pada bulan ini adalah saat terjadi musim barat. Pada musim barat biasanya nelayan tidak melakukan aktifitas penangkapan karena kondisi gelombang yang tinggi, namun berdasar hasil penelitian masih ada sebagian nelayan alat tangkap dogol yang tetap melakukan penangkapan. Alasan yang dikemukakan oleh nelayan yang tetap melakukan penangkapan pada saat musim barat adalah disebabkan faktor kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi, karena dengan melakukan penangkapan ikan mereka akan memperoleh pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap dogol memiliki resiko yang lebih
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
60
Laporan Teknis 2010 besar dari penggunaan alat tangkap lainnya. Resiko tersebut menyangkut kerugian secara ekonomi yang dialami serta keselamatan kerja. c.
Struktur Biaya Investasi Alat Tangkap Payang Biaya investasi terbesar dalam usaha
penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap payang yaitu untuk pembelian perahu sebesar 41% dari total investasi yang dikeluarkan. Perahu yang digunakan dalam usaha ini pada umumnya terbuat dari kayu. Para nelayan biasa membeli perahu dari luar daerah Madura, seperti wilayah Kalimantan dan Makasar, namun ada juga sebagian yang membeli perahu rekondisi dari perahu-perahu yang sudah tua yang kemudian diperbaiki lagi. Ukuran perahu yang digunakan yaitu rata-rata berukuran kurang dari 5 GT, dengan umur ekonomis rata-rata selama 3,5 tahun. Investasi untuk pembelian mesin adalah sebesar 27% dari total biaya investasi yang dikeluarkan. Ada tiga jenis merk mesin yang mayoritas digunakan oleh nelayan payang di Desa Ketapang Barat yaitu Yanmar, Dong Feng dan Honda. Untuk mesin merk Yanmar dan Dong Feng menggunakan bahan bakar solar, sedangkan untuk merk Honda menggunakan bahan bakar bensin. Umur ekonomis rata-rata mesin yang digunakan dapat mencapai 3 tahun.
Tabel 4.21 Investasi Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010. No Investasi Nilai (Rp) 1. Aset Tambahan: a. Lampu 45.000 b. Alat Navigasi 100.000 c. Tali Tambang d. Keranjang Ikan 345.455 e. Mesin Penarik Jaring 2. Alat Tangkap: a. Gillnet 3.073.000 b. Payang 5.145.455 3. Mesin 7.127.273 4. Perahu 10.909.091 5. Biaya Operasional (Trip) 93,348 Total Investasi 26.838.621 Sumber : Data Primer diolah, 2010
Stdev
%
14.142 0 245.855 -
0,17 0,37 1,29 -
1,1 5,0 0,8 -
1.536.772 559.220 16.823.449 10.122.719
11,45 19,17 26,56 40,65 0,35 100
2,3 2,4 3,0 3,5
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Umur (Tahun)
61
Laporan Teknis 2010 Selain memiliki alat tangkap payang, pada umumnya nelayan payang memiliki alat tangkap lainnya yaitu jaring aserehe (gill net). Nilai investasi alat tangkap jaring aserehe (gill net) lebih kecil dibandingkan dengan nilai investasi alat tangkap payang. Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata umur ekonomis untuk alat tangkap payang dapat mencapai 2,4 tahun, namun jika dilakukan perawatan dan perbaikan jaring secara maksimal dapat mencapai 4 tahun. Aset pendukung dalam usaha penangkapan ini antara lain adalah keranjang ikan, lampu dan alat navigasi. Alat navigasi yang dimaksud adalah kompas. Untuk keranjang ikan memiliki umur ekonomis yang paling kecil, dikarenakan bahan dari keranjang ikan ini yang tebuat dari anyaman bambu yang mudah sekali rusak, terlebih terkena air laut. Lampu sebagai salah satu aset pendukung dalam usaha ini, fungsinya hanya sebagai penerang perahu agar posisi perahu ketika malam hari terlihat oleh perahu lainnya sehingga tidak terjadi tabrakan. d.
Struktur Biaya Tetap Alat Tangkap Payang Struktur biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan setiap tahunnya dalam
usaha penangkapan ini terdiri dari ijin usaha, pemeliharaan perahu dan alat tangkap, biaya penyusutan barang investasi, bunga investasi dan biaya lain-lain (biaya tak terduga) yang dikeluarkan setiap tahunnya, seperti tunjangan hari raya untuk anak buah kapal, penggantian suku cadang mesin dan lainnya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
62
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.22 Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 No Jenis Biaya Nilai (Rp) Stdev % 1. Ijin Usaha (Pajak) 100.000 0 0,60 2. Pemeliharaan Perahu 1.545.455 789.131 9,34 3. Pemeliharan Mesin 1.181.818 337.100 7,14 4. Pemeliharaan Alat Tangkap 963.636 366.804 5,82 5. Biaya-Biaya Penyusutan a. Penyusutan Lampu 179.167 494.975 1,08 b. Penyusutan Alat Navigasi 20.000 0 0,12 c.Penyusutan Tali Tambang d. Penyusutan Keranjang 545.455 285.968 3,30 e. Penyusutan Alat tangkap 2.518.182 1.971.062 15,21 f. Penyusutan Mesin 2.521.515 1.419.111 15,23 g. Penyusutan Perahu 3.266.667 1.165.749 19,73 6. Lain - lain 490.909 207.145 2,97 7. Bunga Investasi (12%) 3.220.635 19,46 Total Biaya Tetap (TFC) 16.553.438 100 Sumber : Data Primer diolah, 2010
Biaya yang dikeluarkan untuk ijin usaha untuk semua nelayan yang melakukan penangkapan ikan di Desa Ketapang Barat adalah sama, yaitu sebesar Rp.100.000. biaya ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh ijin penangkapan yang berupa pajak dan dibayarkan kepada pemerintah daerah setempat. Biaya pemeliharaan perahu meliputi biaya untuk memperbaiki perahu dan mengecat perahu yang biasa dilakukan rutin setiap tahunnya. Rentang waktu pemeliharaan perahu yang dilakukan oleh nelayan sangat beragam, ada yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, 4 bulan sekali, 6 bulan sekali bahkan ada yang dilakukan sekali dalam setahun. Pemeliharaan mesin yang dimaksud adalah penggantian oli dan suku cadang mesin yang rutin dilakukan setiap tahunnya. Pemeliharaan alat tangkap yang dimaksud adalah perbaikan pada jaring, karena ada periode tertentu yang dilakukan oleh nelayan untuk memperbaiki jaring secara total, biasanya dilakukan setiap 3 bulan sekali atau ketika jaring itu mengalami kerusakan akibat tersangkut. Bunga investasi yang dihitung adalah sebesar 12% dari besarnya investasi usaha. Besaran nilai ini mengacu pada bunga bank (BI) untuk usaha.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
63
Laporan Teknis 2010 e.
Struktur Biaya Variabel Alat Tangkap Payang Biaya variabel (variable cost) pada usaha penangkapan ikan dengan
menggunakan payang terdiri dari biaya operasional penangkapan, biaya ransum (perbekalan), jasa upah bongkar muat, retribusi untuk pemasaran dan retribusi untuk pelelangan, yang dikonversikan kedalam satu tahun Biaya variabel terbesar pada usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang yaitu untuk bahan bakar (solar/bensin). Rata-rata jumlah solar/bensin yang dihabiskan untuk satu trip yaitu antara 5 sampai dengan 10 liter. Biaya ransum atau perbekalan yang dikeluarkan hanya untuk membeli rokok, mie instant dan air tawar. Mie instant ini biasanya di masak di atas perahu atau terkadang dikonsumsi secara mentah. Setiap kapal yang mendaratkan ikannya di tempat pendaratan ikan di Desa Ketapang Barat, dikenakan retribusi untuk pemasaran sebesar Rp.1.000,- dan retribusi tempat pelelangan ikan sebesar Rp.3.000,-. Retribusi pelelangan ikan bukanlah untuk operasional kegiatan pelelangan ikan, tetapi sebagai kas yang digunakan untuk membiayai petugas kebersihan pelelangan dan perawatan bangunan seperti pembelian lampu / penerangan. Retribusi ini dikelola sendiri oleh masyarakat melalui perwakilannya yang tergabung dalam HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia). Jasa upah bongkar muat biasanya dikeluarkan jika nelayan mendapatkan hasil yang banyak, sehingga membutuhkan bantuan tenaga dari luar, selain ABK nya. Upah jasa bongkar muat ini ada berbagai macam tarif yang digunakan, ada yang berdasar atas borongan atau upah per keranjang. Adapun pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga jasa bongkar muat antara lain adalah memuat es kedalam kapal, menaikkan keranjang, mengisikan bahan bakar, menurunkan hasil tangkapan serta membersihkan kapal.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
64
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.23 Biaya Operasional Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010. Unit : 1 Tahun Musim Puncak No
BIAYA VARIABEL
Jumlah trip
Nilai (Rp)
Musim Sedang
Standar deviasi
Total (Rp)
Jumlah trip
Standar Nilai (Rp) deviasi
Musim Paceklik Total (Rp)
Jumlah trip
Nilai (Rp)
Standar deviasi
Total (Rp)
1 a.Operasional solar
112
30,318
15,007
3,395,636
72
25,955
2,392
1,868,727
90
25,955
2,392
2,335,909
es balok
112
12,364
4,178
1,384,727
72
8,000
0
576,000
90
8,000
0
720,000
112
32,000
7,416
3,584,000
72
33,000
4,216
2,376,000
90
33,500
3,375
3,015,000
mie instant
112
14,000
0
1,568,000
air tawar
112
11,833
3,753
1,325,333
72
14,000
0
1,008,000
90
14,000
0
1,260,000
112
11,000
3,162
1,232,000
72
11,000
3,162
792,000
90
10,000
0
900,000
112
1,000
0
112,000
72
1,000
0
72,000
90
1,000
0
90,000
112
3,000
0
336,000
72
3,000
0
216,000
90
3,000
0
270,000
2 b.Ransum kopi rokok
-
gula
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 Lain-lain Jasa (Upah Bongkar Muat) Retribusi Pemasaran Retribusi Pelelangan Total Biaya Variabel per 4 Musim (Rp)
12,937,697
Total Biaya Variabel (TVC) 5 (Rp)
6,908,727
8,590,909
28,437,333
Sumber : Data Primer diolah, 2010
Biaya variabel dibedakan berdasarkan musim penangkapan, karena biaya yang dikorbankan berbeda untuk setiap musim penangkapannya, ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan nilai biaya ini, antara lain fluktuasi harga bahan input produksi, jumlah trip penangkapan dan lain-lain. Jumlah trip penangkapan pada musim paceklik lebih besar dari pada jumlah trip penangkapan pada musim sedang, hal ini dikarenakan waktu musim paceklik yang lebih lama dibandingkan waktu musim sedang. Untuk musim paceklik yaitu berlangsung selama ± 5 bulan (Desember, Januari, Februari, Maret, April), sedangkan untuk musim sedang berlangsung selama ± 3 bulan (September, Oktober, November). f.
Penerimaan Usaha Penangkapan Payang Penerimaan yang diperoleh merupakan nilai dari jumlah total jenis ikan
yang ditangkap dengan alat tangkap yang digunakan dalam satu tahun. Alat tangkap yang digunakan antara lain adalah payang dan jaring aserehe (gill net) dengan hasil tangkapannya yaitu ikan teri, kembung, layang, tenggiri, cakalang, udang dan beberapa jenis ikan lainnya yang dikelompokkan dalam ikan campur atau rucah.
Besarnya penerimaan yang diperoleh berbeda-beda untuk setiap
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
65
Laporan Teknis 2010 musimnya. Besarnya rata-rata nilai penerimaan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang dalam satu tahun adalah Rp 116.523.818.
Tabel 4.24 Nilai Rata-Rata Penerimaan Kegiatan Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010. Unit : 1 Tahun No
Musim
Jumlah (trip)
1. 2. 3.
Puncak Sedang Paceklik Total
112 72 90
Nilai (Rp) 541.636 495.273 224.455
Stdev
Total (Rp)
166.510 163.683 89.989
60.663.273 35.659.636 20.200.909 116.523.818
Sumber : Data Primer diolah, 2010
g.
Analisa Usaha Penangkapan Payang Analisis
usaha
yang
dilakukan
pada
usaha
penangkapan
ikan
menggunakan alat tangkap payang di Desa Ketapang Barat dilakukan dalam kurun waktu satu tahun, yang terdiri dari total penerimaan dan total biaya. Harga yang digunakan dalam analisis usaha ini adalah harga nominal yang diperoleh pada saat dilakukan penelitian. Tidak semua ikan yang dijual di Desa Ketapang Barat dalam satuan kilogram, namun ada juga yang dijual per ekor. Harga ikan Peperek adalah Rp. 500/Kg, Kuniran Rp 2.000/Kg, Bloso Rp 5.000/Kg, Kerapu Rp 17.500/Kg, Tongkol Rp 25.000/Ekor, Udang Rp 80.000/Ekor, Tenggiri Rp 27.000/Ekor, Teri Rp 20.000/Kg dan Ikan Kembung Rp 1.250/Kg. Total biaya yang dikeluarkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp 44.990.771,- dengan jumlah biaya tetap sebesar Rp 16.553.438,- dan biaya variabel Rp 28.437.333,- , dengan penerimaan rata-rata per tahun adalah Rp 116.523.818,- , maka keuntungan yang diperoleh adalah Rp 71.533.047,- . Rasio antara penerimaan dengan biaya (R/C) adalah 2,59 dan lamanya waktu untuk pengembalian investasi adalah 0,38 tahun. Besarnya nilai profitabilitas adalah 1,6. Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap payang di Desa Ketapang Barat masih layak dilakukan, karena nilai R/C ratio > 1. Menurut Kadariah jika nilai R/C ratio > 1 maka suatu usaha dapat dilanjutkan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
66
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.25 Analisa Usaha Penangakapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 Unit : 1 Tahun No Uraian Nilai (Rp) 1. Investasi 26.838.621 2. Biaya Tetap 16.553.438 3. Biaya Variabel 28.437.333 4. Total Biaya 44.990.771 5. Penerimaan 116.523.818 6. Keuntungan 71.533.047 7. R/C 2,59 8. PP 0,38 9. Profitabilitas 1,6 Sumber : Data Primer diolah, 2010
h.
Struktur Biaya Investasi (Dogol) Biaya investasi terbesar dalam usaha
penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap dogol yaitu untuk pembelian perahu sebesar 50% dari total investasi yang dikeluarkan. Perahu yang digunakan dalam usaha ini pada umumnya terbuat dari kayu. Sama halnya dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap payang, nelayan dogol biasa membeli perahu dari luar daerah Madura, seperti wilayah Kalimantan dan Makasar, namun ada juga sebagian yang membeli perahu rekondisi dari perahu-perahu yang sudah tua yang kemudian diperbaiki lagi. Ukuran perahu yang digunakan yaitu rata-rata berukuran kurang dari 5 GT, dengan umur ekonomis rata-rata selama 2,8 tahun. Investasi untuk pembelian mesin adalah sebesar 27% dari total biaya investasi yang dikeluarkan. Ada dua jenis merk mesin yang mayoritas digunakan oleh nelayan dogol di Desa Ketapang Barat yaitu Yanmar dan Dong Feng. Untuk mesin merk Yanmar digunakan sebagai mesin penggerak perahu, sedangkan mesin merk Dong Feng digunakan untuk menarik jaring. Kedua mesin tersebut menggunakan bahan bakar solar. Umur ekonomis rata-rata mesin yang digunakan dapat mencapai 6 dan 3 tahun.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
67
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.26 Investasi Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 Unit : 1 Tahun No 1.
2. 3. 4. 5.
Investasi Aset Tambahan a. Lampu b. Alat Navigasi c. Tali Tambang d. Keranjang Ikan c. Mesin Penarik Jaring Alat Tangkap Mesin Perahu Biaya Operasional (Trip) Total Investasi
Nilai (Rp)
Stdev
72.500 42.720,02 233.333 230.940 9.000.000 3.605.551 322.222 210.819 4.33.333 1.000.000 5.500.000 326.034 27.777.778 12.940.033 50.277.778 45.525.481 847.778 98.364.722
%
0,07 0,24 9,15 0,33 4,41 5,59 28,24 51,11 0,86 100
Umur (Tahun) 0,4 1,7 2,3 0,9 3 1,6 6,2 2,8
Sumber : Data Primer diolah, 2010
Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata umur ekonomis untuk alat tangkap dogol dapat mencapai 1,6 tahun, namun jika dilakukan perawatan dan perbaikan jaring secara maksimal dapat mencapai 3 tahun. Aset pendukung dalam usaha penangkapan ini antara lain adalah keranjang ikan, lampu dan alat navigasi. Alat navigasi yang dimaksud adalah kompas. Untuk keranjang ikan memiliki umur ekonomis yang paling kecil, dikarenakan bahan dari keranjang ikan ini yang tebuat dari anyaman bambu yang mudah sekali rusak, terlebih terkena air laut. Pada umumnya keranjang yang dimiliki berkisar antara 50 sampai dengan 100 keranjang. Lampu sebagai salah satu aset pendukung dalam usaha ini, fungsinya hanya sebagai penerang perahu agar posisi perahu ketika malam hari terlihat oleh perahu lainnya sehingga tidak terjadi tabrakan. i.
Struktur Biaya Tetap (Dogol) Struktur biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan setiap tahunnya dalam
usaha penangkapan ini terdiri dari ijin usaha, pemeliharaan perahu dan alat tangkap, biaya penyusutan barang investasi, bunga investasi dan biaya lain-lain (biaya tak terduga) yang dikeluarkan setiap tahunnya, seperti tunjangan hari raya untuk anak buah kapal, penggantian suku cadang mesin dan lainnya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
68
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.27 Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 Unit : 1 Tahun No 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Jenis Biaya IjinUsaha PemeliharaanPerahu PemeliharanMesin PemeliharaanAlatTangkap Biaya-Biaya Penyusutan: a. Penyusutan Lampu b. Penyusutan Alat Navigasi c.Penyusutan Tali Tambang d. Penyusutan Keranjang Ikan e. Penyusutan Mesin Penarik Jaring f. Penyusutan Alat tangkap g. Penyusutan Mesin h. Penyusutan Perahu Lain-lain Bunga Investasi (12%) Total Biaya Tetap (TFC)
Nilai (Rp) 100.000 2.122.222 1.111.111 1.360.000 350.000 200.000 4.928.571 477.778 1.444.444 4.888.889 5.066.667 6.328.704 1.000.000 11.803.767 41.182.153
Stdev
% 0,2 5,2 2,7 3,3
1.443.761 740.683 610.737 331.662 259.808 3.610.501 468.449 333.333 3.644.583 2.467.793 4.648.423 408.248
0,8 0,5 12 1,2 3,5 11,9 12,3 15,4 2,4 28,7 100
Sumber : Data Primer diolah, 2010
Sama halnya dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap payang, untuk nelayan dengan menggunakan alat tangkap dogol juga membayar pajak untuk ijin usaha sebesar Rp. 100.000,- , karena biaya yang dikeluarkan untuk ijin usaha untuk semua nelayan yang melakukan penangkapan ikan di Desa Ketapang Barat adalah sama. Biaya pemeliharaan perahu meliputi biaya untuk memperbaiki perahu dan mengecat perahu yang biasa dilakukan rutin setiap tahunnya. Rentang waktu pemeliharaan perahu yang dilakukan oleh nelayan sangat beragam, ada yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, 4 bulan sekali, 6 bulan sekali bahkan ada yang dilakukan sekali dalam setahun. Pemeliharaan mesin yang dimaksud adalah pemeliharaan pada mesin motor penggerak perahu dan mesin penarik jaring yang berupa penggantian oli dan suku cadang mesin yang rutin dilakukan setiap tahunnya. Pemeliharaan alat tangkap yang dimaksud adalah perbaikan pada jaring, karena ada periode tertentu yang dilakukan oleh nelayan untuk memperbaiki jaring secara total, biasanya dilakukan setiap 3 bulan sekali atau ketika jaring itu mengalami kerusakan akibat tersangkut. Namun, tidak jarang
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
69
Laporan Teknis 2010 jaring tersebut tidak dapat diperbaiki karena kerusakan yang parah akibat tersangkut pada karang. Bunga investasi yang dihitung adalah sebesar 12% dari besarnya investasi usaha. Besaran nilai ini mengacu pada bunga bank (BI) untuk usaha. j.
Struktur Biaya Variabel (Dogol) Biaya variabel (variable cost) pada usaha penangkapan ikan dengan
menggunakan dogol terdiri dari biaya operasional penangkapan, biaya ransum (perbekalan), jasa upah bongkar muat, retribusi untuk pemasaran dan retribusi untuk pelelangan, yang dikonversikan kedalam satu tahun Biaya variabel terbesar pada usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang yaitu untuk bahan bakar (solar/bensin). Rata-rata jumlah solar/bensin yang dihabiskan untuk satu trip yaitu antara 100 sampai dengan 130 liter, hal ini tergantung lamanya waktu penangkapan yang dilakukan dalam satu tripnya. Biaya ransum atau perbekalan yang dikeluarkan meiputi pembelian kopi, gula, rokok, mie instant dan air tawar. Mie instant ini biasanya di masak di atas perahu atau terkadang dikonsumsi secara mentah. Besarnya biaya operasional perbekalan pada usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap dogol di Desa Ketapang Barat lebih besar dibandingkan dengan usaha penangkapan dengan menggunakan alat tangkap payang, hal ini dikarenakan lamanya waktu per trip yang lebih lama. Sama halnya dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap payang, para nelayan dogol juga dikenakan biaya retribusi untuk pemasaran sebesar Rp.1.000,- dan retribusi tempat pelelangan ikan sebesar Rp.3.000,-. Upah jasa bongkar muat ini ada berbagai macam tarif yang digunakan, ada yang berdasar atas borongan atau upah per keranjang. Adapun pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga jasa bongkar muat antara lain adalah memuat es kedalam kapal, menaikkan keranjang, mengisikan bahan bakar, menurunkan hasil tangkapan serta membersihkan kapal. Jika jumlah ikan hasil tangkapannya sedikit, biasanya yang melakukan bongkar muat adalah ABK kapal, hal ini dilakukan untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
70
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.28 Biaya Operasional Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 Unit : 1 tahun No 1
BIAYA VARIABEL
3
a.Operasional solar es balok b.Ransum kopi rokok gula mie instant air tawar c.Lain-lain
4
Jasa (Upah Bongkar Muat) Retribusi Pemasaran Retribusi Pelelangan Total Biaya Variabel per Musim (Rp)
5
Total Biaya Variabel (TVC) (Rp)
2
Musim Puncak Jumlah Standar Nilai (Rp) trip deviasi 95 95
Total (Rp)
585,556 149,404 55,627,778 116,556 42,506 11,072,778
Musim Sedang Jumlah Standar Nilai (Rp) trip deviasi
Total (Rp)
Musim Paceklik Jumlah Standar Nilai (Rp) trip deviasi
Total (Rp)
70 70
551,250 80,000
20,831 38,587,500 0 5,600,000
24 24
550,000 80,000
19,843 13,200,000 0 1,920,000
3,536 385,000 0 3,430,000 3,536 525,000 0 910,000 9,899 1,470,000
24 24 24 24 24
5,500 49,000 7,500 13,000 21,000
3,536 132,000 0 1,176,000 3,536 180,000 0 312,000 9,899 504,000
95 95 95 95 95
5,500 73,556 7,500 34,250 14,286
3,536 47,016 3,536 17,017 4,386
522,500 6,987,778 712,500 3,253,750 1,357,143
70 70 70 70 70
5,500 49,000 7,500 13,000 21,000
95
75,714
74,354
7,192,857
70
75,714
74,354
5,300,000
24
15,000
7,071
360,000
95
1,000
0
95,000
70
1,000
0
70,000
24
1,000
0
24,000
95
3,000
0
285,000
70
3,000
0
210,000
24
3,000
0
72,000
87,107,083
56,487,500
17,880,000
161,474,583
Sumber : Data Primer diolah, 2010
Biaya variabel dibedakan berdasarkan musim penangkapan, karena biaya yang dikorbannya berbeda untuk setiap musim penangkapannya, karena beberapa hal antara lain fluktuasi harga bahan input produksi, jumlah trip penangkapan dan lain-lain. Besarnya biaya operasional untuk bahan bakar setiap musimnya hampir sama, yaitu berkisar Rp. 550.000,- /trip atau sekitar 100 sampai 120 liter. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan responden, bahwa setiap kali melakukan penangkapan besarnya pengeluaran untuk bahan bakar hampir sama, karena pada saat musim puncak dan paceklik tetap dilakukannya penangkapan dengan lokasi penangkapan yang hampir sama jaraknya. k.
Penerimaan Usaha (Dogol) Penerimaan yang diperoleh merupakan nilai dari jumlah total jenis ikan
yang ditangkap dengan alat tangkap yang digunakan dalam satu tahun. Hasil tangkapannya yaitu ikan peperek, bloso, kerapu, udang, cumi, tunang, lobster, kuniran dan beberapa jenis ikan lainnya yang dikelompokkan dalam ikan campur atau rucah.
Besarnya penerimaan yang diperoleh berbeda-beda untuk setiap
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
71
Laporan Teknis 2010 musimnya. Besarnya rata-rata nilai penerimaan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap dogol dalam satu tahun adalah Rp 315.027.472,-.
Tabel 4.29 Nilai Rata-Rata Penerimaan Kegiatan Usaha Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 Unit : 1 Tahun No
Musim
Jumlah (trip)
1. 2. 3.
Puncak Sedang Paceklik Total
95 70 24
Nilai (Rp) 2.288.444 1.084.875 903.500
Stdev 318.224 238.801 65.750
Total (Rp) 217.402.222 75.941.250 21.684.000 315.027.472
Sumber : Data Primer diolah, 2010
l.
Analisa Usaha Penangkapan Ikan Analisis
usaha
yang
dilakukan
pada
usaha
penangkapan
ikan
menggunakan alat tangkap dogol di Desa Ketapang Barat dilakukan dalam kurun waktu satu tahun, yang terdiri dari total penerimaan dan total biaya. Harga yang digunakan dalam analisis usaha ini adalah harga nominal yang diperoleh pada saat dilakukan penelitian. Tidak semua ikan yang dijual di Desa Ketapang Barat dalam satuan kilogram, namun ada juga yang dijual per ekor. Harga ikan Peperek adalah Rp 500/Kg, Kuniran Rp 2.000/Kg, Bloso Rp 5.000/Kg, Kerapu Rp 17.500/Kg, Udang Rp 80.000/Ekor, Tenggiri Rp 27.000/Ekor, Cumi-cumi Rp 20.000/Kg, Kerang Rp 25.000/Kg dan Pari Rp4.000/Kg. Total biaya yang dikeluarkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp 202.555.003,- dengan jumlah biaya tetap sebesar Rp 41.182.153,- dan biaya variabel Rp 161.474.583,- , dengan penerimaan rata-rata per tahun adalah Rp 315.027.472,- ,
maka keuntungan yang diperoleh adalah Rp 112.370.736,- .
Rasio antara penerimaan dengan biaya (R/C) adalah 1,55 , lamanya waktu untuk pengembalian investasi adalah 0,88 tahun dan besarnya nilai profitabilitas adalah 0,55. Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap dogol di Desa Ketapang Barat masih layak dilakukan, karena nilai R/C ratio > 1. Menurut Kadariah jika nilai R/C ratio > 1 maka suatu usaha dapat dilanjutkan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
72
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.30 Analisa Usaha Penangakapan Ikan Dengan Menggunakan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 Unit : 1 Tahun No Uraian Nilai (Rp) 1. Investasi (Rp.) 98.364.722 2. Biaya Tetap (Rp.) 41.182.153 3. Biaya Variabel (Rp.) 161.474.583 4. Total Biaya 202.656.736 5. Penerimaan (Rp) 315.027.472 6. Keuntungan (Rp) 112.370.736 7. R/C 1,55 8. PP 0,88 9. Profitabilitas 0,55 Sumber : Data Primer diolah, 2010
Dinamika Usaha Struktur usaha perikanan tangkap laut terdiri dari investasi, biaya tetap, biaya tidak tetap serta penerimaan usaha. Investasi terbesar dalam usaha perikanan tangkap laut adalah berupa kapal/perahu. Kapal/perahu yang digunakan terdiri dari perahu motor dalam berbagai ukuran serta perahu dayung/tanpa motor. Investasi lainnya adalah berupa alat tangkap, mesin serta alat lainnya seperti lampu, cool box, alat navigasi (kompas), keranjang dan sebagainya. Alat tangkap yang digunakan nelayan baik berupa tergantung jenis ikan yang ingin ditangkap nelayan, alat tangkap yang digunakan bisa berupa pancing maupun jaring. Mesin yang digunakan juga bervariasi sesuai dengan tujuan penggunaannya seperti sebagai mesin perahu maupun mesin yang digunakan untuk menarik jaring. Alat lain yang digunakan tergantung dari kebutuhan nelayan untuk melakukan penangkapan ikan. Struktur biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan setiap tahunnya dalam usaha penangkapan ini terdiri dari ijin usaha, pemeliharaan perahu dan alat tangkap, biaya penyusutan barang investasi, bunga investasi dan biaya lain-lain (biaya tak terduga) yang dikeluarkan setiap tahunnya, seperti tunjangan hari raya untuk anak buah kapal, penggantian suku cadang mesin dan lainnya. Biaya variabel (variable cost) pada usaha penangkapan ikan dengan menggunakan dogol terdiri dari biaya operasional penangkapan, biaya ransum (perbekalan), jasa upah
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
73
Laporan Teknis 2010 bongkar muat, retribusi untuk pemasaran dan retribusi untuk pelelangan, yang dikonversikan kedalam satu tahun. Dinamika usaha perikanan tangkap laut, untuk investasi mengalami peningkatan di seluruh lokasi penelitian. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga barang modal seperti perahu, mesin maupun alat tangkap. secara umum mengalami peningkatan seperti investasi, Biaya tetap yang dikeluarkan cenderung turun khususnya dilokasi Sampang dan kenaikan biaya tetap di lokasi Sibolga. Kenaikan dan penurunan biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan tergantung biaya ijin usaha, pemeliharaan perahu dan alat tangkap, biaya penyusutan barang investasi, bunga investasi dan biaya lain-lain (biaya tak terduga) yang dikeluarkan setiap tahunnya, seperti tunjangan hari raya untuk anak buah kapal, penggantian suku cadang mesin dan lainnya. Biaya variabel yang dikeluarkan oleh nelayan di dua lokasi baik Sampang maupun Bitung mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan beberapa hal yaitu adanya kenaikan harga BBM serta semakin panjang hari penangkapan terkait dengan fishing ground yang semakin jauh. Dari sisi penerimaan, di Sampang mengalami penurunan dari tahun 2007 ke tahun 2010, hal ini dikarenakan wilayah fishing ground yang sudah over exploited, sedangkan di Sibolga penerimaan nelayan dari hasil tangkapan ikan justru mengalami kenaikan. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh pun bervariasi antar lokasi. Lokasi penelitian di Sambas, Cirebon dan Bitung belum dapat menampilkan perkembangan usahanya hal ini dikarenakan ketidaktersediaannya data. Secara lengkap struktur usaha perikanan tangkap perairan tangkap laut dapat dilihat pada Tabel 4.31 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.31 Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut, Tahun 2007 dan 2010 Uraian Investasi (Rp.) Biaya Tetap (Rp.) Biaya Variabel (Rp.) Penerimaan (Rp.) Keuntungan (Rp.)
Sambas 2010 6.297.744 4.398.882 29.067.067 62.148.343 28.682.394
Cirebon Sampang Bitung Sibolga 2010 2007 2010 2010 2007 2010 28.715.446 22.786.100 62.601.672 68.583.036 20.652.583 3.971.129 157.440.198 28.867.796 17.743.764 4.274.991 10.840.570 50.896.038 5.688.298 94.955.958 31.955.449 17.899.387 58.727.032 90.176.599 479.773.450 215.775.645 92.300.904 43.425.000 128.104.917 35.309.432 316.644.954 91.951.892 42.601.692 21.250.622 58.537.316
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007 dan 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
74
Laporan Teknis 2010 600.000.000
Nilai (Rp.)
500.000.000 400.000.000 Investasi (Rp.) 300.000.000
Biaya Tetap (Rp.)
200.000.000
Biaya Variabel (Rp.) Penerimaan (Rp.)
100.000.000
Keuntungan (Rp.) 2010
2010
2007
Sambas Cirebon
2010
Sampang
2010
2007
Bitung
2010
Sibolga
Tahun/Lokasi Penelitian
Gambar 4.2 Dinamika Usaha Perikanan Tangkap Perairan Tangkap Laut, Tahun 2007 dan 2010 4.2.3. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Sintesa Pendapatan rumah tangga nelayan merupakan pendapatan yang diperoleh kepala keluarga beserta anggota keluarga. Sumber pendapatan rumah tangga nelayan tidak hanya berasal dari usaha penangkapan ikan melainkan juga berasal diluar usaha penangkapan sebagai usaha sampingan.
Tabel 4.32 Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun Nelayan Perikanan Tangkap Laut Di Beberapa Lokasi Panelkanas. Sumber No Sampang Sibolga Bitung Sambas Cirebon Pendapatan Kepala 119.531.642 46.966.649 109.952.070 67.326.875 19.025.000 1. Keluarga Anggota 14.480.000 16.173.333 22.800.000 2.588.125 17.070.000 2. Keluarga 134.011.642 63.139.983 132.752.070 69.915.000 36.095.000 Total Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.32 menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga terbesar adalah nelayan yang berada di Sampang dan pendapatan rumah tangga terkecil di Cirebon. Sumber pendapatan terbesar berasal dari pendapatan kepala keluarga sedangkan pendapatan anggota keluarga sebagai bantuan untuk kepala keluarga. Pendapatan terbesar kepala keluarga di Sampang diperoleh dari pendapatan dengan alat tangkap dogol, dimana alat tangkap ini beroperasi sepanjang tahun. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
75
Laporan Teknis 2010 Secara lebih detail, perkembangan pendapatan rumah tangga nelayan perikanan tangkap laut pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Sibolga Struktur pendapatan rumah tangga umumnya dibagi menjadi dua yaitu pendapatan yang berasal dari kepala keluarga dan anggota kepala keluarga. Sedangkan pendapatan dari masing-masing kepala keluarga dan anggota kepala keluarga dibagi menjadi pendapatan utama dan sampingan. Rata-rata pendapatan total pemilik kapal, nahkoda dan ABK masing-masing sebesar Rp 63.139.983 , Rp 49.529.005 dan Rp 46.167.297. Untuk pendapatan utama kepala keluarga pemilik, nahkoda dan ABK yang berasal dari perikanan bila diasumsikan harian maka perharinya mereka mendapat masing-masing sebesar Rp 113.278 ; Rp 57.011 dan Rp 45.773.
Tabel 4.33 No
Struktur Pendapatan Rumah Tangga di di Kelurahan Aek Habil, Sibolga, 2010
Kategori
1 Kepala Keluarga a. Utama b. Sampingan 2 Anggota Keluarga a. Utama b. Sampingan 3 Total Pendapatan
Pendapatan Pemilik Rp STDEV 46.966.649 41.346.649 51.840.202 5.620.000 4.171.043 16.173.333 16.173.333 11.985.258 63.139.983
% 74,38 88,03 11,97 25,62 100 0 100
Perndapatan Nahkoda Rp STDEV % 26.039.005 52,57 20.809.005 30.318.898 79,91 5.230.000 1.088.944 20,09 23.490.000 47,43 23.490.000 16.418.051 100 0 0 49.529.005 100
Pendapatan ABK Rp STDEV 16.917.297 16.707.297 16.373.800 127.279 210 29.250.000 29.070.000 40.347.513 84.853 180 46.167.297
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
76
% 36,64 98,76 1,24 63,36 99,38 0,62 100
Laporan Teknis 2010 Sambas Struktur pendapatan rumah tangga masing-masing sampel responden, yang terbagi kedalam 3 kategori, yaitu sampel responden dengan armada di bawah 5 GT, dengan armada antara 5-10 GT, dan yang bukan juragan. Dapat kita lihat bahwa pada rumahtangga juragan (yang memiliki perahu), terdapat dominasi kepala keluarga dalam memperoleh pendapatan, dimana porsi pendapatan Kepala Keluarga untuk masing rumahtangga dengan armada dibawah 5 GT adalah 87%, dan dengan armada antara 5-10 GT adalah sebesar 100%. Demikan pula halnya dengan keluarga ABK, terlihat terjadi porsi pendapatan yang – meskipun hampir merata – masih didominasi oleh KK dengan porsi sebesar 57%. Tabel 4.34 Pendapatan Rumahtangga Nelayan Desa Penjajap, Kecamatan Pangkep, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, 2010 Armada < 5 GT Rp / Tahun STDEV 1 Kepala Keluarga: 17,826,875.00 19,086,916.31 a. Utama 17,433,125.00 18,114,998.10 b. Sampingan 393,750.00 971,918.21 2 Anggota Keluarga: 2,588,125.00 4,725,278.43 a. Utama 2,588,125.00 4,725,278.43 b. Sampingan Total Pendapatan 20,415,000.00 23,812,194.74 Sumber : Data Primer Diolah, 2010 No
Jenis Pendapatan
Armada 5 GT - 10 GT Rp / Tahun STDEV 49,500,000.00 48,790,367.90 49,500,000.00 48,790,367.90 49,500,000.00 48,790,367.90
ABK Rp / Tahun STDEV 9,845,857.14 8,064,880.03 8,430,714.29 3,615,931.55 1,415,142.86 4,448,948.48 9,868,964.29 10,501,396.56 9,868,964.29 10,501,396.56 19,714,821.43 18,566,276.59
Bitung Pendapatan Rumah Tangga sangat berpangaruh terhadap tingkat kesejakteraan keluarga, dimana tingkat pendapatannya yang tinggi akan sangat sejahtera bila di bandingkan dengan nelayan yang tingkat pendapatannya cukup rendah.
Tingkat pendapatan pemilik kapal terdiri dari kepala rumah tangga,
anggota rumah tangga dan pendapatan dari penyewaan alat. Nahkoda kapal dan anak buah kapal tidak memiliki pendapatan dari persewaan alat.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
77
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.35 Analisa Pendapatan Rumah Tangga Rata-rata Pemilik Kapal Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 No
Sumber Pendapatan
1 Kepala Rumah Tangga Utama Sampingan 2 Anggota Rumah Tangga Utama Sampingan 3 Total Pendapatan 4 Pendapatan Sewa Alat Perikanan ( N = 3 ) Non Perikanan ( N = 1 )
Pemilik Standar Nilai (Rp) Deviasi
%
Nahkoda Standar Nilai (Rp) Deviasi
%
86,552,070 64,405,882 65.20 20,618,933 15,928,700 64.50 23,400,000 9,871,170 17.63 4,746,667 2,047,568 14.85 22,800,000 132,752,070
1,697,056 17.17 6,600,000 100 31,965,600
848,528 20.65 100
Unit: Tahun ABK Standar Nilai (Rp) Deviasi
%
17,467,125 13,312,453 62.91 2,200,000 7.92 8,100,000 27,767,125
6,363,961 29.17 100
6,300,000 3,000,000
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Cirebon Pendapatan rumah tangga responden berasal dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan maupun yang berasal dari usaha lainnya di luar kegiatan penangkapan ikan tersebut. Pendapatan kepala keluarga dan anggota rumah tangga dikategorikan menjadi dua yaitu pendapatan utama dan pendapatan sampingan. Pendapatan utama kepala keluarga berasal dari usaha menangkap ikan dan pendapatan sampingan berasal dari berdagang.Dalam usaha berdagang ini kepala keluarga sebagai pemilik modal. Pendapatan rumah tangga juga dihitung dalam periode satu tahun. Kepala keluarga pada tahun 2010 mempunyai pendapatan utama sebesar Rp 12.325.000 dan sampingan sebesar Rp
6.700.000
Sementara pendapatan anggota rumah tangga
pada tahun 2010.
yang berasal baik dari
istri/anak/lain-lain sebesar Rp 15.810.000 untuk pendapatan utama dan Rp 1.260.000 untuk pendapatan sampingan. Pekerjaan dari anggota keluarga ratarata pengupas rajungan dan berdagang. Berdasarkan hal tersebut diatas maka total pendapatan rumah tangga responden masyarakat perikanan tangkap sebesar Rp 36.095.000. Lebih lanjut, rata-rata jumlah anggota keluarga responden sejumlah 5 orang dengan pendapatan per kapita sebesar Rp 7.165.919. Responden tidak mempunyai pendapatan dari hasil persewaan aset baik dari aset perikanan maupun non perikanan. Sementara nilai aset non perikanan yang dimiliki Rp 28.181.400. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
78
Laporan Teknis 2010 Aset perikanan yang dimiliki oleh responden adalah rumah, meubelair, tanah, , motor, sepeda, tv dan VCD serta tape/radio.
Tabel 4.36 Pendapatan Tahunan Nelayan Perikanan Tangkap Laut di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, 2010 Unit : Tahun Nilai (Rp) No Jenis Pendapatan Rata-rata Min Max 1. Kepala Keluarga a. Utama (Nelayan) 12.325.000 3.600.000 24.000.000 b. Sampingan (Rp/thn) 6.700.000 3.600.000 10.000.000 Anggota Keluarga 2. (istri/anak/lain-lain) a. Utama (Rp) 15.810.000 600.000 39.600.000 b. Sampingan (Rp) 1.260.000 3. Total Pendapatan 36.095.000 7.800.000 73.600.000 Pendapatan/Kapita Rumah 5. 7.165.919 3.900.000 8.177.778 Tangga Pendapatan dari Persewaan 6. Aset Aset Non Perikanan Nilai 7. 28.181.400 700.000 81.450.000 Yang Dimiliki Sumber : Data Primer Diolah, 2010 Sampang Pada rumah tangga nelayan sering kita beranggapan bahwa sumber pendapatan keluarga berasal hanya dari kegiatan perikanan (menangkap ikan) saja. Dimana akan dikaitkan dengan banyaknya jumlah armada dan alat tangkap yang dimiliki serta banyaknya trip penangkapan yang dilakukan. Masih adanya anggapan bahwa apabila jumlah armada dan alat tangkap yang dimilikinya banyak serta trip penangkapan yang banyak, maka semakin banyak pula pendapatan yang akan diperoleh dalam rumah tangga. Kenyataannya sekarang ini menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga nelayan tidak lagi sepenuhnya tergantung pada usaha penangkapan ikan yang dilakukannya. Hasil studi kasus di Desa Ketapang Barat menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan penggunaan alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan. Pada awalnya nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat dogol adalah nelayan payang, namun setelah adanya introduksi alat tangkap dogol pada awal tahun 1998, maka banyak nelayan payang yang beralih menggunakan alat tangkap dogol. Ketersediaan sumber daya ikan pelagis
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
79
Laporan Teknis 2010 yang telah berkurang menjadi salah satu faktor utama pendorong peralihan penggunaan alat tangkap ini. Sumber pendapatan yang diterima dalam rumah tangga nelayan hanya berasal dari sektor perikanan saja, hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian di lapang. Mayoritas kepala keluarga menjadikan sektor perikanan sebagai sumber pendapatan utama dan tidak memiliki pekerjaan sampingan, hal ini disebabkan antara lain oleh tidak adanya keahlian/ketrampilan selain dibidang penangkapan ikan. Selain itu, anggota keluarga baik istri maupun anak memberikan kontribusi juga terhadap pendapatan rumah tangga. Dalam rumah tangga nelayan yang ada di Desa Ketapang Barat tidak semua istri maupun anaknya bekerja. Biasanya istri nelayan memperoleh penghasilan dari bekerja/usaha membuka warung sembako dan usaha pengolahan ikan (ikan asin), namun hal ini dilakukan hanya oleh rumah tangga yang memiliki modal dan ketrampilan untuk usaha tersebut, sedangkan anak yang bekerja pada umumnya yang lelaki saja dan bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) pada unit penangkapan (membantu orang tua) atau bekerja sebagai buruh angkut.
Tabel 4.37 Pendapatan Per Tahun Rumah Tangga Nelayan Alat Tangkap Payang di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang (Berdasarkan Musim Penangkapan), 2010 URAIAN
Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Alat Tangkap Payang (Ukuran kapal < 5 GT) Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik Total Pendapatan Standar Standar Standar Nilai Standar Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp) deviasi deviasi deviasi (Rp/Tahun) deviasi
Pendapatan Kepala Keluarga a. Utama (Nelayan) b. Sampingan Total
29,461,091 29,461,091
10,166,416 -
17,918,182 17,918,182
6,961,498 -
7,778,455 7,778,455
4,620,811 -
55,157,727 55,157,727
14,689,299 -
Pendapatan Anggota Keluarga a. Utama b. Sampingan Total
1,360,000 1,360,000
219,089 -
1,020,000 1,020,000
164,317 -
1,700,000 1,700,000
273,861 -
4,080,000 4,080,000
657,267 -
Total Pendapatan Rumah Tangga
30,821,091
18,938,182
9,478,455
59,237,727
Sumber : Data Primer diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
80
Laporan Teknis 2010 Mayoritas setiap kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan sampingan selain menangkap ikan, hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan mayoritas nelayan di Desa Ketapang Barat sangat tergantung kepada pemberi pinjaman modal (tengkulak), khususnya pada saat musim paceklik. Modal yang dipinjam selain digunakan sebagai biaya operasional penangkapan, juga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendapatan utama anggota rumah tangga berasal dari kegiatan perikanan, antara lain seperti usaha pengolahan ikan (ikan asin, pindang) yang dilakukan oleh istri-istri nelayan, dan nahkoda, ABK dll yang dilakukan oleh anak-anak nelayan maupun menantu (pria). Pendapatan yang diterima oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga dalam rumah tangga nelayan dipengaruhi oleh musim penangkapan, karena sumber pendapatan berasal dari sektor perikanan, dimana kegiatan penangkapan ikan di Desa Ketapang Barat, maupun wilayah lainnya di Indonesia dipengaruhi oleh musim. Tabel 4.38 Pendapatan Per Tahun Rumah Tangga Nelayan Alat Tangkap Dogol di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Alat Tangkap Dogol (Ukuran kapal < 5 GT) URAIAN
Musim Puncak Nilai (Rp)
Musim Sedang
Standar deviasi
Nilai (Rp)
Musim Paceklik
Standar deviasi
Nilai (Rp)
Total Pendapatan
Standar deviasi
Nilai (Rp/Tahun)
Standar deviasi
Pendapatan Kepala Keluarga a. Utama (Nelayan) b. Sampingan Total
53,048,000 53,048,000
27,298,998
15,698,667 15,698,667
19,077,697
4,442,400 4,442,400
1,735,883
73,189,067 73,189,067
36,007,527
Pendapatan Anggota Keluarga a. Utama b. Sampingan Total
4,333,333 4,333,333
4,907,477
4,333,333 4,333,333
4,907,477
1,733,333 1,733,333
1,962,991
10,400,000 10,400,000
11,777,945
Total Pendapatan Rumah Tangga
57,381,333
-
20,032,000
-
6,175,733
-
83,589,067
Sumber : Data Primer diolah, 2010
Sama halnya dengan rumah tangga nelayan payang, dimana mayoritas setiap kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan sampingan selain menangkap ikan. Pendapatan utama anggota keluarga berasal dari kegiatan perikanan, namun mayoritas rumah tangga pada nelayan dogol, istri nelayan tidak bekerja, sedangkan yang anggota rumah tangga yang bekerja adalah anak (pria), yang
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
81
Laporan Teknis 2010 bekerja membantu orang tua dalam unit penangkapan, antara lain sebagai nahkoda, juru mesin maupun ABK. Secara keseluruhan, pendapatan yang dihitung merupakan pendapatan rata-rata dari semua responden. Pendapatan utama kepala keluarga merupakan pendapatan dari hasil kegiatan menangkap. Pendapatan anggota keluarga merupakan pendapatan yang diperoleh dari istri, anak atau anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu atap rumah. Pendapatan kepala keluarga dihitung berdasarkan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan setelah bagi hasil. Besarnya nilai pendapatan kepala keluarga dari sektor perikanan untuk nelayan dogol lebih besar dari pada nelayan payang, hal ini terkait dari besarnya keuntungan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan. Selain itu nilai pendapatan anggota rumah pada rumah tangga nelayan dogol pun lebih besar dari nilai pendapatan anggota keluarga pada rumah tangga nelayan payang, hal ini terkait dari besarnya jumlah rata-rata anggota keluarga rumah tangga nelayan payang yang lebih kecil dari jumlah rata-rata anggota keluarga rumah tangga nelayan dogol. Untuk rumah tangga nelayan payang, anggota keluarga adalah sebanyak 4 orang (termasuk kepala keluarga), sedangkan untuk rumah tangga nelayan dogol adalah sebanyak 5 orang (termasuk kepala keluarga). Adanya kecenderungan semakin besar pendapatan rumah tangga , maka semakin banyak pula anggota keluarga dari rumah tangga tersebut. Dinamika Pendapatan Pada rumah tangga nelayan sering kita beranggapan bahwa sumber pendapatan keluarga berasal hanya dari kegiatan perikanan (menangkap ikan) saja. Dimana akan dikaitkan dengan banyaknya jumlah armada dan alat tangkap yang dimiliki serta banyaknya trip penangkapan yang dilakukan. Masih adanya anggapan bahwa apabila jumlah armada dan alat tangkap yang dimilikinya banyak serta trip penangkapan yang banyak, maka semakin banyak pula pendapatan yang akan diperoleh dalam rumah tangga. Kenyataannya sekarang ini menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga nelayan tidak lagi sepenuhnya tergantung pada usaha penangkapan ikan yang dilakukannya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
82
Laporan Teknis 2010 Pendapatan rumah tangga nelayan selain berasal dari kepala keluarga baik yang berasal dari perikanan (sebagai mata pencaharian utama) maupun yang berasal dari non perikanan. Selain nelayan sebagai kepala keluarga, pendapatan rumah tangga nelayan berasal dari anggota rumah tangga. Namun dinamika pendapatan yang dapat ditampilkan adalah pendapatan yang berasal dari kepala keluarga saja. Dibeberapa lokasi seperti di Sampang, mayoritas kepala keluarga menjadikan sektor perikanan sebagai sumber pendapatan utama dan tidak memiliki pekerjaan sampingan, hal ini disebabkan antara lain oleh tidak adanya keahlian/ketrampilan selain dibidang penangkapan ikan. Selain itu, anggota keluarga baik istri maupun anak memberikan kontribusi juga terhadap pendapatan rumah tangga. Biasanya istri nelayan memperoleh penghasilan dari bekerja/usaha membuka warung sembako dan usaha pengolahan ikan (ikan asin), namun hal ini dilakukan hanya oleh rumah tangga yang memiliki modal dan ketrampilan untuk usaha tersebut, sedangkan anak yang bekerja pada umumnya yang lelaki saja dan bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) pada unit penangkapan (membantu orang tua) atau bekerja sebagai buruh angkut. Secara umum pendapatan nelayan dari hasil perikanan mengalami peningkatan dari antara tahun 2007/2008 dan 2010 seperti di Sampang, Bitung dan Sibolga. Sedangkan pendapatan dari non perikanan bervasiasi. Kenaikan pendapatan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti produksi yang meningkat atau harga jual ikan yang meningkat. Peningkatan pendapatan ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan nelayan mengalami perbaikan namun harus diperhatikan pula apakah kenaikan pendapatan tersebut dapat mencukupi pengeluaran nelayan baik untuk kegiatan usaha perikanan maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Secara lengkap dinamika pendapatan nelayan dapat dilihat pada Tabel 4.39 dan di ilustrasikan pada Gambar 4.3. Tabel 4.39 Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut, Tahun 2007, 2008 dan 2010 Uraian Pendapatan Utama (Perikanan) (Rp.) Pendapatan Sampingan (Non Perikanan) (Rp.) Total
Sambas 2008
2010 -
39.804.383
24.962.523
Cirebon 2010 12.325.000
198.361
6.700.000
25.160.884
19.025.000
Sampang 2007 2010 20.120.000 20.120.000
Bitung
59.765.821 59.765.821
Sibolga
2008
2010
19.092.938
41.546.043
19.092.938
2007 8.910.967
2010 26.287.650
10.115.556
4.590.968
3.616.737
51.661.598
13.501.935
29.904.387
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007, 2008 dan 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
83
Laporan Teknis 2010 70.000.000 60.000.000 Pendapatan Utama (Perikanan) (Rp.)
Nilai (Rp.)
50.000.000 40.000.000 30.000.000
Pendapatan Sampingan (Non Perikanan) (Rp.)
20.000.000 10.000.000
Total
2008
2010
Sambas
2010
2007
Cirebon
2010
2008
Sampang
2010
Bitung
2007
2010
Sibolga
Tahun/Lokasi Penelitian
Gambar 4.3 Dinamika Pendapatan Perikanan Tangkap Perairan Tangkap Laut, Tahun 2007 , 2008 dan 2010 4.2.4. Konsumsi Rumah Tangga Sintesa Gambaran konsumsi rumah tangga seperti ditunjukkan oleh Tabel 4.40, menunjukkan bahwa pada semua lokasi Panelkanas, pengeluaran konsumsi pangan berkisar antara 53% -78 %.
Dari pengeluaran konsumsi pangan ini,
khusus pengeluaran konsumsi ikan berkisar antara 13% - 40%. Tabel 4.40 Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut Di Beberapa Lokasi Panelkanas Jenis No Sampang Sibolga Bitung Sambas Cirebon Konsumsi Konsumsi 26.230.909 27.212.201 24.076.000 35.775.545 18.216.105 1. (76,65) (55,17) (64,95) (78,01) (53,41) Pangan Konsumsi 7.986.557 22.110.260 12.991.267 10.081.847 15.885.559 2. (23,35) (44,83) (35,05) (21,99) (46,59) Bukan Pangan 34.217.466 (100)
Total
49.322.461 (100)
37.067.267 (100)
45857.392 (100)
34.101.665 (100)
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Pengeluaran konsumsi bukan pangan berkisar antara 22 % -47%, dan pengeluaran terbesar dari kelompok bukan pangan adalah biaya pendidikan, perawatan perumahan dan perlengkapan dapur. Secara lebih detail, perkembangan konsumsi rumah tangga nelayan perikanan tangkap laut pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut:
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
84
Laporan Teknis 2010 Sibolga a.
Konsumsi Rumah Tangga Pemilik Kapal Ditinjau dari struktur konsumsi rumah tangga perikanan di Kelurahan Aek
Habil, konsumsi pangan dari pemilik kapal, rata-rata sebesar Rp 27.212.201,- . Dimana konsumsi pangan terbesar berasal dari pembelian ikan olahan yakni sebesar 15%. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga pemilik kapal banyak mengeluarkan uang untuk membeli ikan olahan sedangkan untuk ikan segar banyak diperoleh dari hasil tangkapan. Pengeluaran untuk rokok menempati peringkat ke-2 yakni sebesar 10%. Hal ini menunjukkan masih tingginya tingkat konsumsi rokok di kalangan rumah tangga perikanan khususnya untuk pemilik kapal. Jumlah konsumsi ikan untuk rumah tangga perikanan pemilik sebesar 36 kg/kapita/tahun. Konsumsi non pangan dari pemilik kapal rata-rata berjumlah Rp 22.110.260,- dimana pengeluaran non pangan terbesar untuk pendidikan anak (24%) dan iuran desa/RT (21%). Pengeluaran konsumsi pangan pemilik kapal lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi non pangannya. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga perikanan pemilik kapal relatif kurang sejahtera. b.
Konsumsi Rumah Tangga Nahkoda Untuk konsumsi pangan rumah tangga nahkoda, rata-rata berjumlah Rp
24.288.571,-. Pengeluaran terbesar berasal dari pembelian beras (18%) dan makanan jadi (12%). Konsumsi rata-rata untuk non pangan sebesar Rp 9.197.000,- dimana pengeluran paling besar dikeluarkan untuk biaya pendidikan sebesar 13% dan sewa rumah sebesar 8%. Jumlah konsumsi ikan untuk rumah tangga perikanan nahkoda adalah sebesar 64 kg/kapita/tahun. c.
Konsumsi Rumah Tangga ABK Dari sisi ABK, konsumsi pangan rata-rata sebesar Rp 29.666.503,- dimana
paling besar dikeluarkan untuk membeli beras (18%) dan rokok (18%). Jumlah konsumsi ikan untuk rumah tangga perikanan ABK adalah sebesar 92 kg/kapita/tahun. Untuk konsumsi non pangan ABK sebesar Rp 13.463.119,-
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
85
Laporan Teknis 2010 dimana pengeluaran paling besar berasal dari pembelian pulsa hp (19%) dan sewa rumah (8%).
Tabel 4.41 Struktur Konsumsi Rumah Tangga di di Kelurahan Aek Habil, Sibolga Tahun 2010 Unit: 1 Tahun No
Konsumsi
1 Konsumsi Pangan (P) a. Beras (liter) b. Tempe (papan) c. Tahu (potong) d. Daging ayam (Kg) e. Daging Sapi (Kg) f. Telur (Kg) g. Ikan hidup/segar laut (Kg) *) h. Ikan olahan laut (Ons) i. Sayuran (ikat) j. Rokok (bungkus) k. Susu (Bungkus) l. Minyak Goreng (Liter) m. Buah-buahan (Kg) n. Gula (Kg) o. Kopi (Sachet) p. T e h (Bungkus) q. Bumbu-bumbu (Ons) r. Makanan Jadi s. Minuman Jadi Konsumsi Non Pangan (NP) 2 Rekening Listrik a. Elpiji/Minyak Tanah b. Perlengkapan Mandi & Cuci c. Lainnya d. Rekening Telepon/Pulsa e. Rekening PDAM f. Rekening Koran g. Pendidikan h. Iuran Desa/RT i. Pembantu Rumah Tangga j. Bensin/Solar k. Pendidikan Anak l. Lainnya m. Sewa Rumah n. PBB o. Pajak Kendaraan Bermotor p. Sandang/Pakaian q. Perawatan Rumah r. Peralatan Dapur dan Kebersihan s. Kesehatan Total Konsumsi Rumah Tangga (K)
Pemilik Kapal Rataan (Rp) Min 27.212.201 2.790.857 504 253.714 0 209.143 0 2.420.000 360 1.920.000 1.920.000 898.667 336 2.547.429 4.405.714 444 3.046.000 636 833.308 1.812.000 872 208 132.369 1.599.000 2.028.000 156 22.110.260 862.286 1.044.000 964.909 180 1.213.333 720 600 3.000.000 3.936.000 0 1.419.000 4.353.333 0 1.944.000 50.444 232.5 795.455 325 100 370 49.322.461
Max 6.720.000,00 1.440.000,00 960.000,00 8.640.000,00 1.920.000,00 1.512.000,00
240 120 48 240 336 57 336 144 144 28.8 120 720 96
10.080.000,00 23.040.000,00 1.680.000,00 6.912.000,00 1.440.000,00 2.400.000,00 10.080.000,00 2.496.000,00 336.000,00 480.000,00 5.376.000,00 3.360.000,00 216.000,00
420 210 180 120 240 360 600 600 120 0 294 600 0 420 21 80 20 150 50 20
1.800.000,00 1.890.000,00 3.600.000,00 240.000,00 4.800.000,00 1.320.000,00 600.000,00 5.400.000,00 12.720.000,00 0,00 2.160.000,00 12.720.000,00 0,00 3.000.000,00 150.000,00 400.000,00 2.000.000,00 700.000,00 150.000,00 1.200.000,00
Nahkoda Kapal Rataan (Rp) Min Max Rataan (Rp) 24.288.571 29.666.503 5.307.429 960 9.600.000,00 5.496.000 342.857 0 1.440.000,00 233.143 113.143 0 480.000,00 253.714 2.112.000 960 3.264.000,00 600 0 0 0,00 0 424.8 192 864.000,00 660 4.416.000 0 732 1.913.143 0 1.488.000 640 631.2 1.152.000 160 984 3.584.000 288 9.197.000 497.143 990 378.857 0 680 380 0 2.492.000 0 720 0 612 12 1.500.000 40 0 850 0 20 25 33.485.571
1.920.000 0 240 336 0 432 480 132 1.152.000 96 480 2.592.000 288
10.080.000,00 0,00 1.440.000,00 3.696.000,00 0,00 2.688.000,00 768.000,00 1.536.000,00 1.152.000,00 240.000,00 2.016.000,00 4.800.000,00 288.000,00
240 720 180 0 240 240 0 240 0 720 0 420 12 1.000.000 30 0 300 0 20 20
720.000,00 1.440.000,00 720.000,00 0,00 1.200.000,00 480.000,00 0,00 7.200.000,00 0,00 720.000,00 0,00 720.000,00 12.000,00 2.000.000,00 70.000,00 0,00 1.700.000,00 0,00 20.000,00 30.000,00
5.828.571 1.188.000 469.714 5.464.000 1.240.000 1.164.000 912 1.142.400 448 389.76 3.889.200 0 288 13.463.119 682.286 856.5 480 876 3.600.000 350 0 1.140.000 1.200.000 0 540 669.333 0 1.466.667 19 0 690 300 73.333 520 43.129.622
ABK Min
Max
3.024.000 14.400.000,00 0 1.008.000,00 0 1.008.000,00 600 600.000,00 0 0,00 240 1.440.000,00 480 11.088.000,00 672 1.680.000,00 48 1.344.000,00 1.008.000 17.280.000,00 240 2.520.000,00 96 3.840.000,00 720 1.152.000,00 144 3.168.000,00 144 960.000,00 28.8 1.440.000,00 96 14.400.000,00 0 0,00 288 288.000,00 360 240 240 720 3.600.000 240 0 720 600 0 540 88 0 1.400.000 8 0 200 300 50 240
1.080.000,00 1.800.000,00 900.000,00 1.032.000,00 3.600.000,00 480.000,00 0,00 1.560.000,00 1.800.000,00 0,00 540.000,00 1.200.000,00 0,00 1.500.000,00 40.000,00 0,00 1.000.000,00 300.000,00 100.000,00 800.000,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Sambas Besaran konsumsi sample responden untuk setiap kelompok masih didominasi oleh konsumsi pangan. Hal ini ditunjukkan dengan besaran nilai porsi konsumsi pangan yang tidak saling jauh berbeda, sebesar 77% dari rata-rata total konsumsi pertahun sebesar Rp 19.615.768 untuk rumah tangga dengan armada dibawah 5 GT, 79% dari rata-rata total konsumsi pertahun sebesar Rp 26.241.625
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
86
Laporan Teknis 2010 untuk rumah tangga dengan armada antara 5-10 GT dan 72% dari rata-rata total konsumsi pertahun sebesar Rp 22.344.864 untuk rumah tangga ABK. Tabel 4.42 Konsumsi Rumah Tanggal Nelayan Nelayan Desa Penjajap, Kecamatan Pangkep, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, 2010 Uraian Konsumsi
No
1.
Armada 5 - 10 GT
ABK
Nilai/Tahun
STDEV
Nilai/Tahun
STDEV
Nilai/Tahun
STDEV
15,009,920.74
14,263,714.52
20,765,625.00
8,045,637.74
26,141,066.15
25,925,306.54
Bahan Pokok
4,109,950.00
2,327,443.83
4,265,625.00
1,206,500.95
3,464,515.37
1,983,388.90
Protein Hewani
1,896,311.69
4,408,418.69
1,248,000.00
1,561,291.77
6,459,800.00
12,326,371.11
Ikan Hidup/Segar
1,350,857.14
3,415,654.61
-
-
4,120,800.00
11,032,751.53
Ikan Olahan Laut
288,000.00
793,090.16
-
-
291,000.00
580,048.27
-
-
-
-
1,400,000.00
-
Telur
257,454.55
199,673.92
1,248,000.00
1,561,291.77
648,000.00
713,571.30
Protein Nabati
362,923.08
295,691.03
240,000.00
-
560,000.00
567,932.09
Tempe
180,923.08
73,722.97
96,000.00
-
345,600.00
369,984.22
Tahu
182,000.00
221,968.06
144,000.00
-
214,400.00
197,947.87
Bahan Lainnya
8,640,735.97
7,232,160.98
15,012,000.00
5,277,845.02
15,656,750.78
11,047,614.45
Non-Pangan
4,605,847.62
2,637,321.98
5,476,000.00
745,290.55
7,269,192.97
5,164,487.50
Rutin
3,274,266.67
1,874,829.07
2,748,000.00
661,851.95
4,825,558.44
4,149,051.05
Tahunan
1,331,580.95
762,492.92
2,728,000.00
83,438.60
2,443,634.52
1,015,436.45
19,615,768.36
16,901,036.51
26,241,625.00
8,790,928.28
33,410,259.11
31,089,794.05
Pangan
Daging Ayam
2.
Armada < 5 GT
Total Konsumsi
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Bitung Sugiarto (2008), mengatakan bahwa secara umum
besaran konsumsi
pengeluaran rumah tangga dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pengeluaran untuk makanan, bukan makanan dan pengeluaran bahan bakar, akan tetapi dalam penelitian ini besaran pengeluaran konsumsi dibagi menjadi dua kategori yaitu konsumsi pangan dan konsumsi non pangan. Pada umumnya besarnya tingkat pengeluaran nelayan perikanan tangkap ikan tuna bervariasi tergantung besarnya tingkat pendapatan masing-masing rumah tangga nelayan. Apabila tingkat pendapatannya rendah, maka responden akan lebih mengutamakan kebutuhan pengeluaran pokok yaitu bahan makanan, sebaliknya apabila tingkat pendapatan yang dihasilkan cukup tinggi maka akan terjadi pergeseran antara kebutuhan makanan dengan kebutuhan bukan makanan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
87
Laporan Teknis 2010 Konsumsi dan pengeluaran rumah tangga nelayan ikan pelagis besar di Kelurahan Batu Lubang didominasi oleh bahan pokok beras, hewani ikan hidup segar laut dan rokok. Dapat dimaklumi bahwa pengeluaran rokok menjadi salah satu pengeluaran terbesar karena kebiasaan merokok nelayan pada saat melaut maupun dirumah. Persentase pengeluaran konsumsi non pangan antara pemilik kapal dibandingkan dengan nahkoda maupun ABK ternyata lebih besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemilik kapal mengalokasikan sebagian besar finansialnya untuk pendidikan agar masa depan keluarganya dapat lebih baik. Persentase pengeluaran antara pangan dan non pangan pada masing-masing pemilik, nahkoda maupun ABK ternyata lebih besar pengeluaran untuk pangan. Hal tersebut mengindikasikan masih tingginya masyarakat di Batu Lubang terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan.
Tabel 4.43 Analisa Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Tahunan Rata-rata Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 Pemilik Kapal No Jenis Konsumsi dan Pengeluaran 1 Pangan (P) a. Beras/jagung/sagu/umbi-umbian b. Lauk Pauk: Ikan Segar Laut Ikan Segar Tawar Ikan Olahan Daging Sapi/kerbau Daging Ayam Telur c. Sayur dan Buah d. Minuman e. Tembakau dan Sirih f. Lain-lain Jumlah Konsumsi Pangan 2 Non Pangan (NP) a. Pakaian b. Pendidikan c. Kesehatan d. Perayaan/Hajatan e. Lainnya Jumlah Konsumsi Non Pangan 3 Total Konsumsi Rumah Tangga
Nilai (Rp/RTP)
STDEV
%
Nahkoda Kapal Nilai STDEV (Rp/RTP)
Unit: Tahun Anak Buah Kapal % Nilai (Rp/RTP)
STDEV
%
3,288,000
2,787,143
17
2,978,400
1,888,151
18
2,250,667
1,392,092
20
2,707,200 336,000 960,000 600,000 1,021,714 580,800 2,880,000 556,907 12,930,622
2,578,096 203,647 207,846 781,734 393,868 1,210,895 643,404
14 2 5 3 5 3 15 3 68
3,306,667 960,000 480,000 1,680,000 1,002,000 696,000 461,217 2,880,000 877,895 15,322,179
2,091,507 338,491 382,634 353,168 1,210,895 810,938
19 6 3 10 6 4 3 17 5 90
1,980,000 288,000 1,440,000 648,000 486,000 425,143 1,748,571 712,000 9,978,381
904,844 67,882 225,991 390,105 290,007 574,570 678,921
18 3 13 6 4 4 16 6 89
500,000 2,530,000 466,667 1,507,500 992,095 5,996,262 18,926,884
100,000 1,454,510 251,661 3,186,085 1,443,852
3 13 2 8 5 32
217,167 572,000 116,000 168,333 566,407 1,639,907 16,962,086
182,779 341,819 80,808 122,610 672,295
1 3 1 1 3 10
241,667 278,333 233,333 76,667 354,274 1,184,274 11,162,655
135,708 176,682 244,404 56,347 349,725
2 2 2 1 3 11
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Cirebon Konsumsi pangan responden terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi bahan lainnya. Konsumsi makanan yang dimaksudkan adalah nilai konsumsi makanan yang dikonsumsi keluarga, yang terdiri dari karbohidrat/bahan pokok, protein hewani, protein nabati dan bahan lain yang sehari-hari dikonsumsi. Nilai
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
88
Laporan Teknis 2010 konsumsi makanan ini dihitung untuk jangka waktu satu tahun. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh responden adalah beras dan untuk protein hewani seperti daging, ikan dan telur. Sedangkan protein nabati terdiri dari tempe dan tahu, serta bahan lain terdiri dari sayur-sayuran, rokok, susu, minyak goreng, buah-buahan, gula, kopi, teh, bumbu, makanan jadi dan minuman. Total konsumsi pangan responden sebesar Rp 16.933.117 per tahun atau sekitar 53% dari total pengeluaran konsumsi. Di lain pihak konsumsi non pangan responden adalah konsumsi rutin dan konsumsi tahunan. Konsumsi rutin adalah konsumsi berupa rekening listrik, rekening
telepon/pulsa,
pendidikan,
bensin/solar,
elpiji/minyak
tanah,
perlengkapan mandi dan cuci serta lainnya dengan total pengeluaran sejumlah Rp 6.251.538. Selain itu pengeluaran rutin tahunan responden sebesar Rp 8.354.578 untuk konsumsi pendidikan anak, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor, sandang/pakaian, peralatan dapur dan kebersihan, perawatan rumah dan kesehatan. Disamping itu, responden juga mengelurakan biaya untuk keperluan hajatan sebesar Rp 675.096 sehingga biaya konsumsi non pangan nelayan perikanan tangkap di Desa Gebang Mekar sebesar Rp 15.281.213. Total konsumsi responden adalah total konsumsi pangan dan konsumsi non pangan, sehingga total konsumsi pada tahun 2010 sebesar Rp 32.214.330.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
89
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.44 Konsumsi Masyarakat Nelayan Perikanan Tangkap Laut di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, 2010 No
Jenis Konsumsi dan Pengeluaran 1 Pangan (P) a. Beras/Jagung/Umbi-umbian b. Protein Hewani: Ikan Hidup/Segar Laut Ikan Hidup/Segar Tawar Daging Ayam Telur c. Protein Nabati: Tempe Tahu d. Bahan Lain Sayur-Sayuran Rokok Susu Minyak Goreng Buah-buahan Gula Kopi Teh Bumbu-bumbuan Makanan Jadi Minuman Jadi Jumlah Konsumsi Pangan 2 Non Pangan (NP) a. Rutin : Rekening Listrik Elpiji/Minyak Tanah Perlengkapan Mandi & Cuci Rekening Telepon/Pulsa Pendidikan Iuran Desa/RT Bensin/Solar b. Tahunan Pendidikan anak Lainnya Sewa rumah PBB Pajak kendaraan bermotor Sandang/Pakaian Perawatan rumah Peralatan dapur dan kebersihan Kesehatan c. Hajatan & Kenduri Kenduri Pesta Bersih Desa Perayaan Keagamaan/Tradisi/Sosial Jumlah Konsumsi Non Pangan 3 Total Konsumsi Rumah Tangga
Unit : Tahun Minimum Maximum
Nilai (Rp/RTP) % 2,679,348
1,040,000
5,616,000
780,000 576,000 600,000 288,000
3,120,000 576,000 3,168,000 3,120,000
48,000 48,000
672,000 360,000
719,800 2,780,870 647,400 779,283 716,820 781,309 663,529 113,750 799,779 371,511 734,500 16,933,117
8 0 5 2 4 3 0 1 1 0 2 9 2 2 2 2 2 0 2 1 2 53
168,000 480,000 144,000 240,000 240,000 120,000 230,400 48,000 192,000 48,000 120,000
2,184,000 6,720,000 1,728,000 3,360,000 2,016,000 2,016,000 1,344,000 144,000 2,184,000 720,000 2,832,000
736,000 50,944 1,006,667 995,000 1,424,727 823,200 1,215,000
2 0 3 3 4 3 4
300,000 13,000 300,000 300,000 312,000 180,000 540,000
1,800,000 240,000 2,400,000 3,960,000 2,400,000 1,200,000 2,700,000
1,709,375 3,600,000 1,000,000 23,550 260,000 1,070,833 284,286 200,652 205,882
5 11 3 0 1 3 1 1 1
800,000 3,600,000 1,000,000 6,000 260,000 100,000 100,000 50,000 20,000
3,500,000 3,600,000 1,000,000 45,000 400,000 2,000,000 750,000 1,000,000 500,000
250,000 256,250 60,000 108,846 15,281,213 32,214,330
1 1 0 0 47
100,000 100,000 60,000 65,000
500,000 500,000 60,000 150,000
1,599,481 624,000 1,382,769 1,024,000 337,500 177,467
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
90
Laporan Teknis 2010 Sampang Menurut Rachman (2001),
konsumsi atau pengeluaran rumah tangga
umumnya berbeda antar kelompok pendapatan, antar etnis atau suku maupun antar waktu. Struktur pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga. Dalam hal ini rumah tangga dengan pangsa pengeluaran pangan tinggi tergolong rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan rendah relatif dibanding rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan yang rendah. Setiap rumah tangga memiliki pola tertentu dalam pengeluaran atau membelanjakan
pendapatannya
untuk
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari.
Pengeluaran konsumsi pertama-tama ditentukan oleh tingkat pendapatan, tetapi banyak lagi faktor lain yang mempangaruhi tingkat konsumsi yaitu jumlah anggota keluarga, tingkat usia mereka dan faktor-faktor lainnya seperti hargaharga nisbi berbagai jenis barang konsumsi juga berarti penting sebagai penentu (Sicat, 1991). Pada dasarnya nelayan di Desa Ketapang Barat merupakan tipe nelayan semi komersil, dimana mereka tidak menjual seluruh hasil tangkapan ikannya, hal ini dapat terlihat jelas ketika terjadinya musim paceklik, dimana sebagian hasil tangkapannya mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangganya. Struktur pengeluaran rumah tangga pada umumnya lebih besar untuk pengeluaran pangan. Persentase pengeluaran atau konsumsi pangan pada rumah tangga nelayan di Desa Ketapang Barat total pengeluaran atau konsumsi rumah tangga per tahunnya yaitu sebesar 79% untuk rumah tangga nelayan payang dan 74% untuk rumah tangga nelayan dogol. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan rumah tangga nelayan masih rendah, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rachman (2001). Pengeluaran pangan terbesar yaitu untuk konsumsi makanan pokok (beras), yaitu sebesar 26% untuk rumah tangga nelayan payang dan 32% untuk rumah tangga nelayan dogol, besarnya jumlah rata-rata konsumsi beras ini tergantung dari banyaknya anggota keluarga dalam rumah tangga yang tinggal dalam satu atap. Seperti halnya dengan kebiasaan masyarakat di wilayah lainnya di Indonesia yang menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok sehari-hari, sehingga jenis pangan ini mendapat porsi terbesar dalam struktur pengeluaran
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
91
Laporan Teknis 2010 pangan dalam rumah tangga. Konsumsi rumah tangga nelayan, khususnya untuk pemenuhan pangan cenderung relatif tetap setiap harinya, rata-rata setiap rumah tangga nelayan memasak beras (mengkonsumsi) tiap harinya berkisar antara 1 sampai dengan 2,5 Kg/hari. Pemilihan ikan (khususnya ikan hasil tangkapan, seperti ikan peperek, kembung, tenggiri dll) sebagai lauk pauk utama dalam menu makan sehari-hari hampir sama untuk semua rumah tangga nelayan. Hal tersebut dikarenakan, jika ikan yang diperoleh jumlahnya sedikit maka ikan itu akan dibawa pulang untuk dimakan bersama anggota keluarganya. Tabel 4.45 Nilai Konsumsi Rumah Tangga Nelayan (Rp/RTP/Thn) di Desa Ketapang Barat, Kabupaten Sampang, 2010 Rumah Tangga Nelayan Payang No
Jenis Konsumsi dan Pengeluaran
1 Konsumsi Pangan (P) a. Padi-padian (Beras) (Kg) b. Umbi-umbian c. Ikan (Segar Laut + Olahan) (Kg) d. Daging Sapi (Kg) e. Daging Ayam (Kg) f Telur (Kg) g. Susu h. Sayur-sayuran i. Kacang-kacangan (Kedelai) j. Buah-buahan k. Minyak dan lemak (Minyak Goreng) l. Bumbu-bumbuan m. Konsumsi lainnya -Makanan Jadi - Minuman Jadi - Tembakau dan sirih (Rokok) - Kopi '-Tea - Gula Jumlah Konsumsi Pangan 2 Bukan Makanan a. Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga - Rekening listrik - Rekening telepon/Pulsa - Rekening PDAM b. Barang dan Jasa - Bensin/Solar - Minyak Tanah/LPG - Perlengkapan Mandi dan Cuci - Kesehatan c. Pakaian d. Barang-Barang Tahan Lama - Perlengkapan Dapur dan Kebersihan e. Pajak/Asuransi/Iuran - PBB - Pajak Kendaraan Bermotor f. Pendidikan - Pendidikan Formal - Pendidikan Informal (Madrasah/Privat Mengaji) g. Keperluan Pesta dan Upacara Jumlah Konsumsi Non Pangan 3 TOTAL KONSUMSI
Nilai (Rp/RTP/Tahun)
Rumah Tangga Nelayan Dogol
Persentase (%)
Nilai (Rp/RTP/Tahun)
26.2 13.4 2.4 6.9 4.0 3.4 0.5 3.9 2.8
5,677,333
582,509 506,539 236,395 92,216 128,798
1.6 9.2 1.9 0.8 2.3 79.4
320,000 2,277,333 260,000 64,000 138,667 13,068,000
970,909 360,000 360,000
603,481 374,700 0
5.9 2.2 2.2
1,305,000 345,000 360,000
381,818 643,636 147,273 -
485,424 474,790 105,175
2.3 3.9 0.9 -
225,000 1,395,000 645,000 -
446,414 1,463,645 1,218,606
1.3 7.9 3.7 -
108,571
105,175
0.7
91,667
62,915
0.5
132,000 -
27,749
0.8 -
145,000 -
35,355
0.8 -
0.6
52,500
67,175
1.3
-
-
-
-
4,344,000 2,225,455 392,727 1,152,000 658,909 567,273 87,273 645,818 458,182 261,818 1,527,273 318,545 139,636 384,000 13,162,909
100,000 218,182 -
Standar deviasi
2,175,544 2,794,925 672,623 569,564 441,021
799,692 289,451 620,803 272,684
0 485,424
1,949,333 352,000 234,667 290,667 944,000 85,333 122,667 133,333 218,667
Standar deviasi
Persentase (%)
2,802,921 1,932,551
32.2 11.1 2.0 1.3 1.6 5.4 0.5 0.7 0.8 1.2
702,179 465,652 498,895 2,832,000 222,279 208,000 211,660 361,685
1.8 12.9 1.5 0.4 0.8 74.1
634,980 3,863,188 304,526 96,000 191,165
391,152 450,999 0
7.4 2.0 2.0
0.3 -
3,422,390
20.6
4,564,167
25.9
16,585,299
100
17,632,167
100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
92
Laporan Teknis 2010 Biaya pengeluaran atau konsumsi yang dihitung adalah dalam kurun waktu satu tahun, yang terdiri dari pengeluaran untuk kebutuhan pangan dan non pangan. Biaya pengeluaran/konsumsi lainnya yang tertera pada pengeluaran non pangan adalah berbagai jenis biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga nelayan dalam kurun waktu satu tahun yang terdiri dari biaya rekening listrik, PBB, Pajak kendaraan,pendidikan anak, pembelian sandang/pakaian dan lain-lain. Rata-rata total pengeluaran rumah tangga nelayan payang dalam satu tahun adalah sebesar Rp 16.585.299,- dan untuk rumah tangga nelayan dogol adalah sebesar Rp 17.632.167. Walaupun secara signifikan selisih pendapatan antara rumah tangga nelayan payang (Rp 54.955.909,- per tahun) dan pendapatan rumah tangga nelayan dogol (Rp 79.055.733,- per tahun) sangat besar, namun dari hasil penelitian, ternyata besarnya tingkat biaya pengeluaran atau konsumsi dalam rumah tangganya adalah tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan persentase pengeluaran atau konsumsi pangan yang besar untuk masing-masing rumah tangga, karena pangan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi setiap harinya, sehingga tidak adanya pengaruh secara signifikan besarnya pendapatan terhadap pengeluaran untuk kebutuhan primer, namun besarnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap kebutuhan sekunder, seperti pendidikan, pembayaran rekening/pajak dan pembelian barang jasa. Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga nelayan dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi pangan dan non pangan. Konsumsi pangan terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi bahan lainnya. Konsumsi makanan yang dimaksudkan adalah nilai konsumsi makanan yang dikonsumsi keluarga, yang terdiri dari karbohidrat, pangan hewani, kacang-kacangan, sayuran dan buah yang sehari-hari dikonsumsi. Nilai konsumsi makanan ini dihitung untuk jangka waktu satu tahun. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh responden adalah beras dan untuk pangan hewani seperti daging, ikan, telur dan susu, sedangkan kacang-kacangan yang dikonsumsi adalah tahu dan tempe. Di samping konsumsi makanan, responden juga mengkonsumsi bahan lainnya seperti minyak goreng, kopi, teh, bumbubumbuan, makanan jadi, minuman jadi dan rokok.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
93
Laporan Teknis 2010 Di lain pihak konsumsi non pangan responden adalah konsumsi rutin dan konsumsi tahunan. Konsumsi rutin adalah konsumsi berupa rekening listrik, rekening
telepon/pulsa,
pendidikan,
bensin/solar,
elpiji/minyak
tanah,
perlengkapan mandi dan cuci serta lainnya. Selain itu pengeluaran rutin tahunan responden untuk konsumsi pendidikan anak, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor, sandang/pakaian, peralatan dapur dan kebersihan, perawatan rumah dan kesehatan. Dinamika konsumsi rumah tangga nelayan di lima lokasi penelitian seperti pada Tabel 4.46 dan diilustrasikan Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pengeluaran untuk konsumsi nelayan masih didominasi untuk pangan dibandingkan non pangan dengan peningkatan pengeluaran antara tahun 2007/2008 dan 2010. Peningkatan pengeluaran untuk kosumsi ini dikarena harga kebutuhan pokok yang meningkat setiap tahunnya. Pada umumnya besarnya tingkat pengeluaran nelayan perikanan tangkap laut bervariasi tergantung besarnya tingkat pendapatan masingmsing rumah tangga nelayan. Apabila tingkat pendapatannya rendah, maka responden akan lebih mengutamakan kebutuhan pengeluaran pokok yaitu bahan makanan, sebaliknya apabila tingkat pendapatan yang dihasilkan cukup tinggi maka akan terjadi pergeseran
antara kebutuhan makanan dengan kebutuhan
bukan makanan. Pengeluaran untuk konsumsi pangan menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga yang masih rendah. Tingginya harga kebutuhan bahan makanan dan banyaknya biaya non pangan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat mengakibatkan beban pendapatan dari seluruh usaha mereka pun terlihat belum memadai untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Tabel 4.46 Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut, Tahun 2007,2008 dan 2010 Uraian Konsumsi Pangan (Rp.) Konsumsi Non Pangan (Rp.) Total(Rp.)
Sambas 2008 2.013.783 2.013.783
Cirebon 2010 2010 17.268.948 18.216.105 5.465.138 15.885.559 22.734.086 34.101.665
Sampang 2007 11.757.936 2.915.375 14.673.311
Bitung
2010 2007 13.115.455 1.837.700 3.993.278 17.108.733 1.837.700
2010 21.533.778 6.950.043 28.483.821
Sibolga 2007 5.097.264 13.321.484 18.418.748
2010 27.055.758 14.923.460 41.979.218
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007 dan 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
94
Nilai (Rp.)
Laporan Teknis 2010 45.000.000 40.000.000 35.000.000 30.000.000 25.000.000 20.000.000 15.000.000 10.000.000 5.000.000 2008
2010
Sambas
2010 Cirebon
2007
2010
2007
Sampang
2010
Bitung
2007
2010
Konsumsi Pangan (Rp.) Konsumsi Non Pangan (Rp.)
Sibolga
Tahun/Lokasi Penelitian
Gambar 4.4 Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut 2007-2010 4.2.5. Kelembagaan Usaha Kelembagaan menjadi salah satu faktor dalam membantu pembangunan perikanan berkelanjutan. Adanya kelembagaan ini aktivitas usaha perikanan tangkap laut dapat membantu aktivitas usaha yang dilakukan. Dalam kelembagaan ini dikelompokan menjadi kelembagaan input/ sarana produksi, kelembagaan tenaga
kerja,
kelembagaan
permodalan,
kelembagaan
pemasaran
dan
kelembagaan penyuluhan. Tabel 4.47, 4.48 dan 4.49 menunjukan bahwa kelembagaan di lokasi Panelkanas keberadaannya cukup beragam. Untuk kelembagaan input jasa/ sarana untuk semua lokasi tersedia dengan baik. Kelembagaan tenaga kerja hanya Sampang dan Sambas yang merasa kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja sebagai pendega penangkapan, karena tenaga kerja lebih senang bekerja diluar sebagai TKI atau lainnya. Kelembagaan permodalan seluruhnya nelayan lebih suka memperoleh dari lembaga modal informal dibandingkan lembaga permodalan formal (Bank), ini disebabkan bila meminjam secara informal tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendaptkannya. Untuk pemsaran pada umumnya dijual ke pedagang pengumpul ataupun pedagang besar yang terdapat dalam desa. Miskipun didalam desa terdapat Tempat Pelelangan Ikan, namun TPI yang ada tidak berfungsi dengan semestinya. Sedangkan lembaga penyuluhan ataupun kelompok nelayan ada dan berfungsi dengan baik, sedangkan penyuluh lapang ada, namun perlu diperbanyak dan frekwensi penyuluhan yang diberikan lebih ditingkakan. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
95
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.47 Kondisi Kelembagaan Perikanan Tangkap Laut di Sampang dan Sibolga No Kelembagaan Sampang Sibolga 1. Input Jasa/ Ketersediaan sarana Ketersediaan sarana Sarana produksi sangat memadai, produksi cukup memadai, untuk alat tangkap, perahu perahu, alat tangkp dan tersedia di dalam desa. mesin tersedia di dalam Untuk sarana mesin tersedia Kota Sibolga. di Kota Kabupaten. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja untuk Tenaga kerja untuk penangkapan bersifat upahan penangkapan ikan dan dibayar tunai setelah tersedia dengan baik di melakukan penangkapan. dalam desa. Sistem upah Namun ketersediaan tenaga merupakan cara kerja sangat terbatas, lebih pembayaran tunai suka bekerja diluar perikanan laut. 3. Permodalan Lembaga permodalan Lembaga permodalan informal lebih disukai oleh yang menjadi tumpuan nelayan dibandingkan nelayan dalam memenuhi lembaga formal (bank), kebutuhannya adalah karena tidak memerlukan pedagang dan bank birokrasi. formal. 4.
Pemasaran
Nelayan bebas memasarkan hasil tangkapannya, biasanya ikan dijual ke pedagang pengumpul desa, dan pedagang besar desa.
Nelayan bebas dalam memasarkan ikan. Umumnya nelayan menjual ke pedagang pengumpul desa maupun pedagang besar.
5.
Penyuluhan
HNSI merupakan kelompok nelayan yang terdapat di desa tugasnya antara lain menampung aspirasi nelayan dan sebagai jembatan untuk menghubungkan kepentingan nelayan dengan pemerintah. Terdapat penyuluh lapangan yang bertugas memberikan pembinaan dan pelatihan yang terkait dengan usaha penangkapan ikan
Kelembagaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat nelayan adalah Kelompok Nelayan Tolong Menolong (KNTM), yang kegiatannya membahas dan menyelesaikan terjadinya konflik
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
96
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.48 Kondisi Kelembagaan Perikanan Tangkap Laut Di Bitung Dan Cirebon No Kelembagaan Bitung Cirebon 1. Input Jasa/ Ketersediaan sarana Ketersediaan sarana Sarana produksi khususnya kapal produksi cukup memadai, lebih sulit diperoleh perahu, alat tangkap dan dibandingkan dengan alat mesin tersedia dengan tangkap dan mesin kapal, baik di dalam wilayah sehingga untuk Kota Cirebon mendapatkannya diperoleh dari luar Kota Bitung 2.
Tenaga Kerja Tenaga kerja untuk penangkapan tuna cukup tersedia di dalam desa dengan sistem bagi hasil
Tenaga kerja untuk penangkapan ikan tersedia dengan baik di dalam desa dengan sistem bagi hasil
3.
Permodalan
Lembaga permodalan informal lebih disukai oleh nelayan dibandingkan dengan lembaga formal. Kebutuhan permodalan dapat dipenuhi dari sesama nelayan
Lembaga permodalan yang menjadi tumpuan nelayan dalam memenuhi kebutuhannya adalah pedagang pengumpul
4.
Pemasaran
Nelayan bebas memasarkan hasil tangkapannya, biasanya ikan tuna ekor kuning yang langsung dijual ke pabrik pengolahan ikan
Nelayan bebas dalam memasarkan hasil tangkapannya. Namun untuk nelayan tertentu yang memiliki hubungan hutang piutang menjual hasil tangkapannya ke pemilik modal
5.
Penyuluhan
Kelembagaan penyuluhan tidak terdapat di dalam desa. Pembinaan dan pelatihan yang diadakan tidak bersifat kontinuitas
Terdapat penyuluh lapangan yang memberikan penyuluhan terkait dengan teknologi penangkapan
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
97
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.49 Kondisi kelembagaan perikanan tangkap laut di Sambas No Kelembagaan Sambas 1. Input Jasa/ Ketersediaan input jasa dan sarana produksi di Desa Sarana Penjajab (Sambas) cukup memadai dan mudah untuk memperolehnya 2. Tenaga Kerja Ketersediaan jumlah tenaga kerja cukup tersedia, pembayaran upah dilakukan dengan sistem bagi hasil 3. Permodalan Kelembagaan permodalan informal menjadi tumpuan nelayan untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya seperti sesama nelayan ataupun keluarga 4. Pemasaran Pemasaran hasil tangkapan dijual langsung melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 5. Penyuluhan Penyuluhan yang diberikan sangat terbatas Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Secara lebih detail, perkembangan kelembagaan usaha perikanan tangkap laut pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Sibolga Kelembagaan pada usaha perikanan tangkap laut dibagi menjadi : kelembagaan input, tenaga kerja, peminjaman, menabung, pemasaran, kelompok nelayan, dan penyuluhan. Untuk kelembagaan input umumnya responden memberikan jawaban terkait masalah ketersediaan, cara pembayaran dan kemitraan yang paling besar untuk input perahu perahu kurang dari 10 GT sebanyak 54% dan alat tangkap pancing ulur sebanyak 46%. Hal ini menunjukkan bahwa perahu dan alat tangkap pancing ulur saifatnya sangat dominan. Tabel 4.50 Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Nelayan Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Ketersediaan Cara Pembayaran Kemitraan No Jenis Input Produksi F % F % F % 1. Perahu ≤ 10 GT 15 54 15 54 15 54 2. Pancing Ulur 13 46 13 46 13 46 3. Lampu 1 4 1 4 1 4 4. Accu 2 7 2 7 2 7 5. Keranjang Ikan 3 11 3 11 3 11 6. Alat Komunikasi 1 4 1 4 1 4 7. Tali Tambang 1 4 1 4 1 4 8. Perahu 2 7 2 7 2 7 9. Mesin/Motor 3 11 3 11 3 11 10. Lainnya 6 21 6 21 6 21 Jumlah Responden 28 100 28 100 28 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
98
Laporan Teknis 2010 Untuk kelembagaan ketenaga kerjaan di Aek Habil, responden yang memberikan jawaban ada sebanyak 32%.
Tabel 4.51 Jenis Tenaga Kerja, Ketersediaan dan Cara Pembayaran Yang Digunakan Pada Kegiatan Penangkapan Ikan di Kelurahan Aek Habil Jenis Tenaga Cara Ketersediaan Tenaga Kerja Kerja Pembayaran No Upahan F % F % F % 1. Tenaga Kerja Upah 9 32 9 32 9 32 Jumlah Responden 28 100 28 100 28 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Dapat dilihat mengenai penggunaan lembaga peminjaman, keberadaan jaminan dan bentuk pembayaran pinjaman terkait dengan penangkapan ikan. Responden yang memberikan jawaban hanya 2 orang, hal ini disebabkan karena responden jarang melakukan pinjaman baik itu kepada pedagang input, pedagang ikan maupun bank formal.
Tabel 4.52 Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Penangkapan Ikan Penggunaan Keberadaan Bentuk No Oleh Nelayan Jaminan Pembayaran Uang Lembaga F % F % F % 1. Pedagang Input 2 7 2 7 5 18 2. Pedagang Ikan 2 7 2 7 5 18 3. Bank Formal 2 7 2 7 5 18 Jumlah Responden 28 100 28 100 28 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Lembaga menabung yang digunakan oleh responden di Aek Habil adalah arisan dan bank. Terdapat 14% responden yang memberikan respons dan untuk arisan terdapat sekitar 7% responden.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
99
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.53 Penggunaan Lembaga Menabung Terkait Penangkapan ikan di Kelurahan Aek Habil Tahun 2010 Kegiatan Menabung No Nama Lembaga F % 1. Arisan 2 7 2. Bank 4 14 Jumlah Reponden 28 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Untuk keberadaan lembaga pemasaran dan cara pembayaran hasil jaual beli produk penangkapan ikan, responden yang memberikan jawaban jumlahnya sama yakni sebanyak 2 orang.
Tabel 4.54 Keberadaan Lembaga Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Produk Penangkapan Ikan Di Kelurahan Aek Habil Kota Sibolga, 2010 Asal Dari Cara Keberadaan Desa Pembayaran No Lembaga Pemasaran F % F % F % 1. Pedagang Pengumpul Desa 2 7 2 7 2 7 2. Pedagang Besar 2 7 2 7 2 7 3. Pedagang Besar Kabupaten 2 7 2 7 2 7 10 Jumlah Responden 28 100 28 28 100 0 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Nelayan di Aek Habil tergabung dalam Kelompok Nelayan Tolong Menolong (KNTM) yang dibentuk pada tahun 1980-an. Kegiatan kelompok nelayan umumnya adalah membahas konflik yang terjadi. Konflik yang muncul terjadi dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap pukat yang merusak sumberdaya perikanan. Dalam membahas konflik ini peran pengurus sangat penting karena menjadi mediasi antar nelayan yang terlibat konflik.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
100
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.55 Keberadaan Kegiatan Kelompok, Keaktifan Pengurus dan Kaitannya dengan Pekerjaan Penangkapan Ikan di Kelurahan Aek Habil Keaktifan Meringankan Keberadaan Pengurus Pekerjaan No Jenis Kegiatan Kelompok F % F % F % 1. Penentuan Harga Ikan 7 25 7 25 7 25 2. Pemasaran hasil 7 25 7 25 7 25 3. Simpan Pinjam 5 18 5 18 5 18 4. Arisan 3 11 3 11 3 11 5. Keselamatan Nelayan 7 25 7 25 7 25 6. Membahas Konflik 8 29 8 29 8 29 7. Aktivitas Ritual Adat 7 25 7 25 7 25 8. Membahas Bantuan 5 18 5 18 5 18 10 Jumlah Responden 28 100 28 28 100 0 Sumber : Data Primer Diolah, 2010 Penyuluhan juga ada di Aek Habil namun intensitasnya sangat kurang. Penyuluhan ini meliputi masalah teknologi penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran hasil dan konservasi sumberdaya perikanan. Dalam kaitannya dengan konservasi sumberdaya perikanan terdapat kerjasama antara masyarakat lokal (Kelompok Masyarakat Pengawas) dengan Direktorat Jendral Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk melindungi sumberdaya perikanan di sekitar perairan Sibolga dan juga untuk mengurangi konflik yang timbul akibat penggunaan pukat harimau. Tabel 4.56 Keberadaan Bidang Penyuluhan dan Kaitannya Dengan Program Penangkapan Ikan Pada Kelurahan Aek Habil, Kota Sibolga Keterkaita Keberadaan Mengikuti Program No Jenis Bidang Penyuluhan F % F % F % 1. Teknologi Penangkapan 4 14 4 14 4 14 2. Budidaya Perikanan 1 4 1 4 1 4 3. Pengolahan 4 14 4 14 4 14 4. Pemasaran 4 14 4 14 4 14 5. Konservasi Sumberdaya 2 7 2 7 2 7 Jumlah Responden 28 100 28 100 28 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
101
Laporan Teknis 2010 Jika mengalami permasalahan dalam masalah teknis penangkapan maka sumber informasi responden banyak yang berasal dari Dinas KP Kota Sibolga, sesama nelayan, tokoh masyarakat dan di dalam wadah kelompok nelayan.
Tabel 4.57 Keberadaan Masalah Teknis Penangkapan berdasarkan Sumber Informasi di Kelurahan Aek Habil, Kota Sibolga, 2010 Keaktifan Meringankan Keberadaan Jenis Kegiatan Pengurus Pekerjaan No Kelompok F % F % F % 1. PPL 2 7 2 7 2 7 2. Dinas KP 3 11 3 11 3 11 3. Sesama Nelayan 3 11 3 11 3 11 4. Aparat Desa 2 7 2 7 2 7 5. Tokoh Masyarakat 3 11 3 11 3 11 6. Kelompok Nelayan 3 11 3 11 3 11 7. Pedagang Input 2 7 2 7 2 7 8. Pedagang Perikanan 2 7 2 7 2 7 9. Diatasi Sendiri 2 7 2 7 2 7 10. Dibiarkan Saja 2 7 2 7 2 7 11. Lainnya 1 4 1 4 1 4 Jumlah Responden 28 100 28 100 28 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Sambas a.
Kelembagaan Input Jasa/Sarana Produksi Tidak terdapat kesulitan bagi responden untuk memperoleh input produksi
di lokasi penelitian, karena disamping ketersediaan serta jumlahnya yang selalu memadai, keterjangkauannya pun bisa dikatakan mudah. Berbagai input yang diperlukan seperti perahu, alat tangkap serta alat-alat tambahan dapat diperoleh dengan mudah di sekitar Kecamatan Pemangkat. Selain itu, tidak ada samasekali ikatan antara penjual dengan responden. b.
Kelembagaan Tenaga Kerja Karena jumlah tenaga yang dipekerjakan dalam setiap perahu hanya
sedikit (tiga orang), maka responden jarang mengalami kesulitan dalam mencari tenagakerja, kecuali pada musim paceklik saja. Pembayaran untuk tenagakerja dilakukan pada akhir setiap trip dengan pembagian seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
102
Laporan Teknis 2010 c.
Kelembagaan Permodalan Kebanyakan responden bergantung kepada lembaga permodalan informal,
utamanya keluarga dan teman. Namun, salah satu responden menyatakan, sebenarnya di TPI terdapat sebuah lembaga permodalan formal, yang dibentuk oleh masyarakat dimana para nelayan dapat meminjam uang untuk berusaha tanpa bunga dalam jangka yang panjang. Adapun pembayaran dilakukan dengan cara langsung dipotong dari hasil pejualan tangkapan responden di TPI. d.
Kelembagaan Pemasaran Hasil Pada dasarnya para nelayan bebas menjual hasil tangkapannya kepada
siapapun, akan tetapi umumnya mereka menjual hasil tangkapannya langsung ke TPI, terutama apabila mereka memiliki ikatan dengan lembaga permodalan. Namun, ada saat-saat dimana TPI menolak untuk membeli hasil tangkapan, terutama pada musim puncak, dimana hasil tangkapan melimpah ruah. Apabila hal seperti demikian terjadi, biasanya nelayan membawa pulang hasil tangkapannya untuk diolah oleh istri mereka di rumah, atau langsung menjual hasilnya kepada para pengolah. e.
Kelembagaan Kelompok dan Penyuluh Tidak terdapat satupun kelompok nelayan terdapat di lokasi penelitian.
Meskipun amat jarang, akan tetapi responden mengaku pernah beberapa kali diadakan penyuluhan yang dilakukan oleh dinas perikanan setempat. Sayangnya, beberapa responden mengakui bahwa mereka enggan untuk turut serta dalam penyuluhan yang dilakukan tersebut, karena merasa tidak memperoleh manfaat apapun dari penyuluhan tersebut. Bitung Usaha perikanan tidak terlepas dari adanya ketersediaan peralatan untuk berusaha. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, maka ketersediaan kapal di Kelurahan Batu Lubang agak sulit untuk didapat. Kalaupun ada, maka sebanyak 55% responden menyatakan kesanggupannya untuk membayar kapal ukuran < 5 GT secara tunai. Lain halnya dengan kapal, ketersediaan alat tangkap dan mesin/motor penggerak agak lebih mudah untuk dicari. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
103
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.58 Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Nelayan Terhadap Pedagang Terkait Sarana Penangkapan Ikan di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 Ketersediaan Cara Pembayaran No Jenis Input Produksi F % F % 1. Perahu < 5 GT 6 27 12 55 2. Perahu 5 – 30 GT 1 5 1 5 3. Alat Tangkap 12 55 15 68 4. Mesin/Motor 11 50 14 64 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Kesulitan keuangan yang lazim ditemui di komunitas nelayan dapat dipecahkan dengan cara meminjam ke sesama nelayan sendiri. Hal tersebut karena adanya rasa saling membantu yang kuat diantara nelayan dan merasa satu nasib sepenanggungan. Keberadaan jaminan pada saat meminjam hanya ditemukan pada kelembagaan bank. Pada dasarnya keberadaan jaminan di lembaga non bank tidak dalam bentuk fisik melainkan bentuk saling mempercayai. Kelembagaan permodalan juga ditemui dalam bentuk simpan pinjam dan tabungan mingguan yang dikelola oleh para ibu PKK. Kelembagaan tersebut tampaknya cukup efektif berjalan sampai dengan saat ini dikarenakan bentuk maupun proses menabung atau meninjam disesuaikan dengan kebutuhan keluarga nelayan. Berdasarkan hasil wawancara, kelembagaan tersebut telah mengelola dana masyarakat hingga hamper Rp 500.000.000. Jika terus dikelola dengan baik, mungkin saja kelembagaan informal tersebut dapat menjadi cikal bakal koperasi yang khusus menyediakan untuk permodalan melaut.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
104
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.59 Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Penangkapan Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 Bentuk Penggunaan Keberadaan Pembayaran Oleh Nelayan Jaminan No Nama Lembaga Dengan Uang F % F % F % 1. Pedagang Input 1 5 0 0 1 5 2. Pedagang Ikan 2 9 0 0 2 9 3. Bank Harian 0 0 0 0 0 0 4. Sesama Nelayan 5 23 0 0 5 23 5. Pelepas Uang 0 0 0 0 0 0 6. Kelompok Nelayan 0 0 0 0 0 0 7. Koperasi 0 0 0 0 0 0 8. Bank Formal 1 5 1 5 1 5 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Terkait dengan pemasaran ikan hasil penangkapan, pada dasarnya tidak terlalu sulit. Ikan hasil tangkapan yang sebagian besar ikan tuna ekor kuning dijual pada pabrik penampungan ikan yang berada di Kota Bitung. Ikan-ikan tuna tersebut harus masuk ke dalam kategori grade tertentu jika akan diekspor ke luar negeri.
Tabel 4.60 Keberadaan Lembaga Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Produk Perikanan Di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2010 Keberadaa Asal Dari Cara Bayar N n Desa Tunai Nama Lembaga o F % F % F % 1. Pedagang Besar 3 14 0 0 3 14 Besar 2. Pedagang 1 5 0 0 1 5 Kecamatan 3. Lainnya 2 9 0 0 2 9 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Cirebon Dalam pengelolaan sumber daya perikanan, kelembagaan menjadi salah satu faktor untuk menbantu pembangunan perikana berkelanjutan. Kelembagaan dapat membantu aktivitas nelayan dalam memenuhi kebutuhan usahanya. Dalam penelitian ini kelembagaan dibedakan menjadai 5 yaitu kelembagaan input produksi; kelembagaan tenaga kerja; kelembagaan permodalan; kelembagaan pemasaran; dan kelembagaan pelaku utama serta penyuluhan. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
105
Laporan Teknis 2010 a.
Kelembagaan Input Jasa/Sarana Produksi Ketersediaan dan jumlah sarana input produksi pada lokasi penelitian
sangat memadai dan mudah dijangkau sehingga jika responden memerlukan sarana produksi kapanpun selalu tersedia. Untuk lokasi kelembagaan input seperti perahu berada di luar desa, tetapi letak desa ini masih bersebelahan dengan Desa Gebang Mekar. Untuk input alat tangkap responden dapat memperolehnya di desa Gebang Mekar dan sekitar desa. Untuk ketersediaan kelembagaan input mesin berada di Kota Cirebon dan meskipun memakan bebera waktu namun akses menuju ke lokasi tersebut sangat mudah dijangkau.Tidak ada kemitraan bisnis antara nelayan dan pedagang, sehingga nelayan mempunyai kebebasan untuk menentukan input produksi yang sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat kesamaan aksebilitas dalam perolehan sarana produksi, seperti perahu motor dan mesin yang dipergunakan untuk usaha rata-rata bekas, Hal ini disebabkan keterbatasan modal bagi nelayan untuk mendapatkan input produksi. Kebutuhan input produksi yang diinginkan oleh nelayan, kesemuanya tercukupi oleh jumlah pedagang yang ada di sekitar lokasi Desa Gebang Mekar. b.
Kelembagaan Tenaga Kerja Tenaga kerja pada usaha penangkapan ikan di Desa Gebang Mekar pada
umumnya bersifat upahan, yang dibayar secara tunai per trip setelah melakukan penangkapan. Kelembagaan tenaga kerja berdasarkan ketersediaan tenaga kerja, cukup tersedia. Hal ini dikarenakan, masyarakat setempat tidak mempunyai keahlian selain melaut. Pekerjaan ini menjadi mata pencaharian turun temurun, hal ini terlihat dari beberapa pemilik kapal dan anak pemiliki kapan menjadi ABK pada perahu orang tuanya maupun perahu milik juragan lain. Bahkan anak menantu atau saudara juragan juga ikut menjadi ABK pada kapall milik juragan. Pemilik kapal atau juragan juga ikut melaut untuk menangkap ikan. Tidak ada pembagian pekerjaan pada ABK, ABK bekerja sebagai “pandega” karena tiap-tiap ABK mempunyai kemampuan dalam menggunakan alat tangkap atau pekerjaan lainnya di perahu. Oleh karena itu tidak ada perbedaan dalam pemberian upah untuk ABK. Upah ABK berdasarkan sistem bagi hasil, dimana upah didapatkan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
106
Laporan Teknis 2010 dari perhitungan hasil tangkapan dikurangi dengan perongkosan kemudian dibagi antara pemilik dan ABK. c.
Kelembagaan Permodalan Kelembagaan permodalan yang ditemui dilokasi penelitian adalah
kelembagaan
ekonomi
informal
seperti
sesama
juragan/pemilik
kapal,
keluarga/saudara maupun pedagang pengumpul. Untuk keperluan permodalan usaha, rata-rata responden menghubungi pedagang pengumpul, sehingga terjadi ikatan ekonomis antara nelayan dan pedagang pengumpul dimana nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul. Hal ini mengakibatkan posisi tawar nelayan rendah terhadap pedagang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama ketika musim paceklik, nelayan meminjam kepada keluarga, teman dan terkadang pedagang pengumpul. Tidak ada jaminan buat nelayan ketika meminjam permodalan kepada pemilik uang dan juga tidak diberikan bunga pinjaman. Modal kepercayaan menjadi dasar bagi para pemilik modal dalam memberikan pinjaman. d.
Kelembagaan Pemasaran Hasil Kelembagaan pemasaran formal juga belum terbentuk di lokasi
penelitian.Kelembagaan pemasaran yang terbentuk adalah kelembagaan informal, karena nelayan meminjam permodalan kepada pedagang pengumpul, maka nelayan biasanya menjual hasil tangkapan kepda pedagang yang meminjam permodalan. Bentuk produk yang dijual adalah ikan segar dengan sistem pembayaran secara tunai. Jika nelayan tidak mempunyai tanggungan peminjaman, maka bebas untuk menjual hasil tangkapannya kepada siapa aja. e.
Kelembagaan Kelompok dan Penyuluh Kelembagaan kelompok atau pelaku utama nelayan tangkap tidak ditemui
di Desa Gebang Mekar, sehingga tidak ada kegiatan seperti penentuan harga ikan, pemasaran hasil, arisan, keselamatan nelayam, konflik, aktivitas/ritual adat, dan peraturan pemerintah. Menurut pendapat responden, kebiasaan di lokasi penelitian kelompok baru akan terbentuk jika akan ada bantuan. Jadi keberadaan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
107
Laporan Teknis 2010 kelembagaan kelompok tidak eksis, sehingga nelayan tidak mempunyai rasa memiliki terhadap kelompok tersebut. Adapun tenaga penyuluh perikanan yang ada di Desa Gebang Mekar adalah sebanyak satu orang dan berstatus sebagai pegawai negeri sipil Dinas Kelautan dan perikanan. Kegiatan penyuluhan yang sering dilakukan teknologi penangkapan ikan, pengembangan kegiatan usaha penangkapan. Namun jika terjadi masalah teknis perikanan berupa gangguan keamanan, konflik nelayan, pencurian ikan, penggunaan alat tangkap yg destruktif responden mendapatkan bantuan informasi dari dinas KKP dan tokoh masyarakat, sesama pembudidaya, aparat desa, dan diatasi sendiri. Sementara mengenai jenis dan harga ikan, resnponden mendapatkan bantuan informasi dari Dinas KKP dan sesama pembudidaya. Sampang Kelembagaan adalah suatu perangkat aturan-aturan yang dikukuhkan dengan sanksi oleh anggota komunitas pendukung kelembagaan tersebut. Aturanaturan tersebut memudahkan koordinasi dan kerjasama diantara masyarakat pemakai sumber daya, yang membantu mereka membentuk harapan-harapan yang sewajarnya dimiliki setiap orang dalam hubungannya dengan orang lain (Hayami dan Kikuchi, 1981). Sedangkan Koentjaraningrat (1985), menyatakan bahwa kelembagaan adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Dalam kegiatan usaha perikanan banyak kelembagaan yang terlibat didalamnya, antara lain adalah kelembagan input atau sarana produksi, kelembagaan tenaga kerja, kelembagaan pemasaran hasil, kelembagaan permodalan dan lain-lain. Desa Ketapang Barat, sebagai salah satu desa perikanan yang ada di Kabupaten Sampang memiliki struktur kelembagaan usaha perikanan yang sangat kompleks. Adapun kelembagaan yang berkembang terkait usaha penangkapan ikan di Desa Ketapang Barat antara lain : a.
Kelembagaan Input Jasa/Sarana Produksi Ketersediaan dan jumlah sarana produksi pada lokasi penelitian sangat
memadai dan mudah dijangkau sehingga jika responden memerlukan sarana Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
108
Laporan Teknis 2010 produksi kapanpun selalu tersedia. Untuk
lokasi kelembagaan input seperti
perahu dan alat tangkap berada di dalam desa dan daerah lainnya masih lingkup Kabupaten Sampang. Untuk ketersediaan kelembagaan input mesin berada di Kota
Kabupaten dan kota provinsi (Surabaya). Berdasarkan hasil penelitian,
adanya perbedaan antar individu nelayan terhadap aksesibilitas perolehan sarana input tersebut. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan aksessibilitas terhadap perolehan sarana input, antara lain adalah daya beli dan jarak antara tempat tinggal terhadap lokasi penyedia sarana input. Selain itu, adanya perbedaan kebutuhan antar nelayan terhadap selera/keinginan jenis (spesifik) input yang digunakan atau, misalnya penggunaan perahu yang menggunakan bahan jenis kayu tertentu, sehingga walaupun jumlah penyedia barang input (perahu dll) banyak tetapi barang yang diinginkan sesuai dengan keinginannya tidak ada. b.
Kelembagaan Tenaga Kerja Tenaga kerja pada usaha penangkapan ikan di Desa Ketapang Barat pada
umumnya bersifat upahan, yang dibayar secara tunai per trip setelah melakukan penangkapan. Kelembagaan tenaga kerja berdasarkan ketersediaan tenaga kerja, bisa dikatakan terkadang tidak tersedia, dikarenakan sebagian besar pemuda yang tinggal di Desa Ketapang Barat tidak banyak yang tertarik untuk melaut , mereka lebih banyak yang migrasi keluar desa untuk mencari pekerjaan di bidang lain. Sulitnya mencari tenaga kerja (ABK), menjadi salah satu faktor yang menyebabkan juragan/pemilik kapal ikut melaut untuk menangkap ikan. Kesulitan untuk mencari tenaga kerja biasanya lebih banyak dialami pada usaha penangkapan yang menggunakan dogol, selain dibutuhkan keahlian khusus, resiko terhadap keselamatan kerja anak buah kapal lebih tinggi. ABK yang tergabung dalam unit penangkapan dengan menggunakan dogol, hampir semuanya tidak dilengkapi alat keamanan yang mendukung, sehingga akibatnya banyak ABK yang mengalami kecelakaan karena tersangkut mesin penarik jaring. c.
Kelembagaan Permodalan Kelembagaan permodalan yang sering dihubungi oleh responden adalah
kelembagaan permodalan informal seperti sesama juragan/pemilik kapal, keluarga/saudara maupun pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul biasanya Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
109
Laporan Teknis 2010 dihubungi oleh responden untuk keperluan pemenuhan kebutuhan sehari-hari ketika terjadinya musim paceklik dan pemenuhan operasional usaha penangkapan. Namun ada juga responden yang menghubungi lembaga permodalan formal (Bank) dalam mendukung usahanya. Jaminan yang digunakan biasanya adalah surat tanah dan BPKB kendaraan bermotor. Besarnya nilai pinjaman pada bank berkisar antara Rp 5.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000,- tergantung besar kecilnya nilai barang yang dijadikan jaminan. d.
Kelembagaan Pemasaran Hasil Responden atau nelayan di Desa Ketapang Barat biasanya menjual hasil
tangkapan kepada pedagang pengumpul desa, pedagang keliling maupun konsumen langsung. Di Desa Ketapang Barat tidak ditemukan kelembagaan pemasaran hasil secara khusus, nelayan di Desa Ketapang Barat bebas menjual hasil tangkapannya kepada siapa saja. Bentuk produk yang dijual adalah ikan hidup dan ikan segar dengan pembayaran secara tunai. Adapun lembaga pemasaran yang terdapat di Desa Ketapang antara lain adalah pedagang pengumpul dan pedagang besar desa, konsumen desa, kecamatan dan kabupaten. e.
Kelembagaan Kelompok Dan Penyuluh Kelembagaan kelompok nelayan tangkap yang ditemui pada lokasi
penelitian, adalah HNSI atau Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia. Kegiatan kelompok nelayan ini antara lain menampung aspirasi nelayan di Desa Ketapagng Barat , membantu instansi pemerintah terkait dalam hal sosialisasi yang terkait usaha penangkapan ikan dan membantu menyelesaikan permasalahan antar nelayan. Adapun tenaga penyuluh perikanan yang ada di Desa Ketapang Barat adalah sebanyak satu orang dan berstatus sebagai pegawai negeri sipil Dinas Kelautan dan perikanan. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan antara lain adalah sosialisai pengaturan ukuran mata jaring, pembinaan nelayan, pelatihan terkait teknologi usaha perikanan dan lain-lain. Nelayan di Desa Ketapang Barat pada umumnya jika
mendapatkan masalah mengenai usaha penangkapan, maka
nelayan mencari informasi kepada rekan sesama nelayan, anggota kelompok maupun kepada penyuluh (PPTK) perikanan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
110
Laporan Teknis 2010 4.3.
Sintesa dan Dinamika Perkembangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan
4.3.1. Deskripsi Rumah Tangga Responden Penelitian Panelkanas bidang perikanan tangkap di perairan umum daratan (PT-PUD) memonitor perkembangan dinamika nelayan di desa Berkat dan desa Panyindangan seperti tercantum pada Tabel 4.61.
Tabel 4.61 Lokasi Dan Tipologi Desa Bidang Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Dalam Riset Panelkanas, 2010 No Kabupaten Desa Sampel Tipologi 1.
Ogan Komering Ilir (Sumsel)
Berkat
Sungai dan rawa banjiran
2.
Purwakarta (Jawa Barat)
Panyindangan Waduk
Sumber: Data Primer, 2010
Kondisi usaha dan kondisi rumah tangga masyarakat nelayan perairan umum daratan secara keseluruhan bersumber dari laporan yang dibuat oleh penanggungjawab lokasi masing-masing kegiatan dalam riset Panelkanas, yang pada bagian akhir makalah ini dicantumkan sebagai sumber data dan kutipan. Karakteristik responden dalam kegiatan penelitian Panelkanas bidang PTPUD yang diperlihatkan pada Tabel 4.62 menunjukkan bahwa meskipun mereka sebagian besar tergolong tenaga kerja produktif yang sebagian kecil memiliki tanggungan lebih dari 4 orang. Namun demikian, pendidikan mereka sangat rendah, yaitu hanya mencapai Sekolah Dasar. Hal ini akan berpengaruh terhadap usaha perikanan yang rmereka laksanakan yaitu terlihat masih mengandalkan tenaga, yang tidak lain merupakan ciri usaha perikanan yang bersifat tradisional.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
111
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.62 Usia, Tingkat Pendidikan Dan Tanggungan Responden Kegiatan Riset Panelkanas Bidang PTPUD, 2010 Sungai dan Rawa Uraian / Komponen Waduk Banjiran Usia Responden 79% (25 – 45 th) 77% Tingkat Pendidikan 81% (SD) 90% Tanggungan Responden 25% (4-9 orang) 10% Sumber: Data Primer Diolah, 2010
4.3.2. Usaha Sintesa Tabel 4.63 menunjukkan bahwa meskipun penerimaan usaha yang didapatkan masyarakat nelayan baik di perairan umum sungai dan rawa banjiran maupun perairan umum waduk cukup tinggi, yaitu berkisar antara Rp.1 juta hingga Rp.2,5 juta per bulan, tetapi efisiensi usaha yang mereka laksanakan masih tergolong rendah. Efisiensi usaha ini diperlihatkan dengan angka RC Ratio yang nilainya kurang dari 2. Ini berarti ada faktor lainnya yang menjadi pembatas pada usaha perikanan tangkap di perairan umum ini.
Tabel 4.63 Struktur Penerimaan, Biaya Dan Keuntungan Usaha Pada PTPUD Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 Waduk Sungai dan Waduk (Perahu Uraian (Komponen) (Perahu Rawa Banjiran Tanpa Motor) Motor) Penerimaan Usaha (Rp/th) 30.674.407 24.700.000 12.825.000 Total Biaya (Rp/th) 14.225.400 19.812.627 9.013.593 Biaya Tetap 2.268.573 2.074.300 1.036.608 Biaya Operasional 11.956.827 12.055.000 6.081.818 Keuntungan Usaha (Rp/th) 16.449.007 4.887.373 3.811.407 Return Cost Ratio, RC 1,2 1,75 1,80 Ratio Total Investasi (Rp/th) 2.908.415 5.683.328 1.895.167 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Beberapa faktor pembatas pada perikanan tangkap perairan umum sungai dan rawa banjiran antara lain adalah terbatasnya jumlah hari kerja yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan penangkapan ikan. Untuk tahun 2010 ini, nelayan hanya melakukan 81 hari kerja baik siang maupun malam, sebagai akibat adanya musim penangkapan yang berkaitan dengan keberadaan air di perairan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
112
Laporan Teknis 2010 sungai dan rawa banjiran. Kemudian, dapat dijelaskan pula bahwa persaingan dalam usaha ini juga sangat ketat dengan semakin banyaknya masyarakat nelayan yang melaksanakan usaha penangkapan ikan pada tahun 2010, sebagai dampak tidak adanya proses pelelangan (lelang lebak lebung) dalam mendapatkan izin usaha penangkapan pada perairan yang sebelumnya diperoleh melalui cara lelang. Faktor pembatas lainnya adalah keterbatasan modal nelayan, sehingga dalam pengadaan alat tangkap mereka sangat tergantung kepada pedagang ikan, yang tidak lain berfungsi sebagai penentu harga ikan hasil tangkapan mereka. Di lain pihak, pada masyarakat nelayan perairan umum waduk, meskipun jumlah hari pelaksanaan usaha penangkapan ikan dapat dilakukan sepanjang tahun, namun kuantitas ikan hasil tangkapan per upaya yang mereka lakukan masih relatif kecil. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat harga yang mereka terima dari Bandar (pedagang ikan) yang lebih rendah dari harga pasar yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan adanya ikatan antara nelayan dan para Bandar tersebut, yang berfungsi sebagai jaminan kehidupan mereka. Secara lebih detail, perkembangan usaha rumah tangga responden perikanan tangkap perairan umum daratan pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Ogan Komering Ilir Masyarakat di Desa Berkat Kecamatan Kabupaten OKI mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan dan dengan lokasi penangkapan diarea lebak lebung. Nelayan di Desa Berkat adalah nelayan tradisional dengan aset perahu tanpa motor dan operasi penangkapan one day fishing dengan sumber modal untuk kepemilikan kapal berasal dari modal sendiri. Aset lain selain perahu adalah alat tangkap. Pada umunya alat tangkap yang digunakan adalah jaring, temilar, pancing (tajur), bubu, bubu belut, serkap. Sementara, hasil tangkapan dominan yang diperoleh oleh responden adalah ikan lele, ikan gabus, ikan sepat, ikan bethok, belut. Nelayan dilokasi penelitian adalah nelayan tradisional oleh sebab itu biaya operasional yang diperlukan untuk usaha penangkapan ikan tidak terlalu besar. Biaya operasional yang diperlukan terdiri dari es batu, nasi dan lauk pauk, kopi,
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
113
Laporan Teknis 2010 air mineral, rokok, snak. Untuk respoden yang mempunyai alat tangkap pancing (tajur) memerlukan biaya operasional untuk umpan katak. Tidak terdapat biaya operasional untuk jasa dan retribusi, serta tenaga kerja. Biaya tahunan yang dikeluarkan hanya untuk pemeliharaan perahu alat tangkap berupa dempul dan oli, tidaka ada pengeluaran untuk perijinan seperti ijin usaha/SIUP/SIPI. Dalam menjalankan usahanya, diperlukan pengetahuan dari responden mengenai analisa usaha. Berhasil tidaknya suatu usaha dapat diukur dari laba atau ruginya. Usaha penangkapan ikan diperairan umum daratan di sungai atau rawa banjiran memerlukan investasi sebesar Rp 16.818.389. Investasi yang diperlukan untuk usaha penangkapan terdiri dari perahu tanpa motor sebesar Rp 599.194 dan alat tangkap Rp 1.993.795. Disamping perahu dan alat tangkap, investasi lainnya adalah biaya operasional dalam satu tahun siklus penangkapan yang diperlukan sebanyak Rp 14.225.400.
Tabel 4.64 Struktur Aset dan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Sungai dan Rawa Banjiran di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Berkat, 2010 Umur No Uraian Nelayan Stdev (tahun) 1. Aset Penangkapan Perahu tanpa motor 599.194 4 252.006 Alat tangkap 1.993.795 843.636 1 831.823 Bubu 39.000 3 11.402 Serkap 574.048 1 505.622 Jaring Pancing 92.667 1 56.580 444.444 2 318.938 Lainnya Total Aset Penangkapan 2.592.989 2. Biaya Operasional Dalam 14.225.400 Satu Tahun Siklus Penagkapan Total Investasi 16.818.389 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Usaha penangkapan ikan selama satu tahun yang terdiri dari 3 musim yaitu musim puncak, musim sedang dan musim paceklik yang memberikan keuntungan sebesar Rp 16.712.516 per tahun. Musim puncak terjadi selama 3 bulan yaitu pada bulan April, Mei dan Juni, sedangkan musim sedang juga berlangsung selama 3
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
114
Laporan Teknis 2010 bulan yang jatuh pada bulan Januari, Maret dan April. Perhitungan usaha hanya dilakukan pada musim puncak dan musim sedang. Hal disebabkan usaha penangkapan pada musim paceklik hanya 4 respoden yang melakukan penangkapan dengan hasilnya hanya cukup untuk konsumsi pribadi dan untuk pakan ikan toman serta responden mulai melakukan usaha pertanian. Keuntungan usaha nelayan PTUD diperoleh dari total investasi ditambah dengan total total biaya variabel dan biaya tetap dikurangi dengan total penerimaan hasil tangkapan ikan. Sementara biaya variabel yang terdiri dari biaya operasional dan ransum yang diperlukan berdasarkan musim, pada musim puncak biaya operasional sebesar Rp 5.049.614 dan biaya ramsum sebanyak Rp 1.302.106. Sedangkan pada musim sedang biaya operasional sebesar Rp 4.378.275 dan biaya biaya ramsum Rp 1.226.832. Biaya variabel dalam 1 siklus terdiri dari minyak tanah, garam, es balok, umpan serta ransum. Sedangkan biaya ramsum untuk setiap musimnya terdiri dari nasi bungkus, kopi, rokok dan air tawar. Jumlah trip penangkapan ikan oleh nelayan antara musim puncak dan musim sedang sebanyak 81 kali dalam setiap musimnya. Tidak ada pengurangan jumlah trip dalam usaha penangkapan tetapi perbedaan terlihat dari total biaya variabel yang dikeluarkan antara musim puncak dan musim sedang. Biaya tetap dalam usaha penangkapan ikan sebesar Rp 2.408.353 yang terdiri dari pemeliharaan perahu, pemeliharaan alat tangkap, biaya penyusutan perahu dan biaya penyusutan alat tangkap. Biaya pemeliharaan perahu sebesar Rp 84.426 dan pemeliharaan alat tangkap Rp 31.900. Biaya penyusutan perahu Rp 176.935 dan biaya penyusutan alat tangkap Rp 2.114.992. Terkait dengan hasil tangkapan nelayan, penerimaan nelayan per tahun pada musim puncak sebesar Rp 20.030.240 dan musim biasa sebesar Rp 10.644.167. Penerimaan hasil tangkapan ikan musim puncak seperti lele sebesar Rp 5.226.667, gabus Rp 5.265.947, sepat Rp 3.698.909, betok Rp 4.438.667 dan lainnya (belut) Rp 1.803.400. Sedangkan pada musim sedang, lele Rp 2.141.167, gabus Rp 3.478.412, Sepat Rp 1.720.588, betok/betik Rp 1.760.000 dan lainnya (belut) Rp 1.544.000. Berdasarkan hasil analisa menunjukkan ratio cost 1 dimana penangkapan ikan masih dapat memberikan keuntungan untuk diusahakan. Sebelum tahun 2009 pengelolaan sumber daya perikanan umum daratan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
115
Laporan Teknis 2010 menggunakan sistem lelang bertujuan mengatur nelayan dalam melaksanakan penangkapan ikan di perairan lebak lebung (Nasution, 1990), sehingga terdapat pemenang lelang yang disebut sebagai “pengemin”. Pada tahun 2009 dan 2010 tidak diberlakukan sistem lelang sehingga tidak ada perbedaan hak dalam pengelolaan sumber daya perikanan umum daratan. Tabel 4.65 Struktur Biaya dan Penerimaan Penangkapan Ikan Sungai dan Rawa Banjiran di Desa Berkat, Kecamatan SP. Padang, Kabupaten Berkat, 2010 No 1
Biaya variabel a. Operasional
Minyak Tanah Garam Es Balok Umpan Yang Dibeli Lainnya Total Operasional b. Ransum Kopi Rokok air tawar Lainnya Total Ransum Total Biaya Variabel 2 Biaya Tetap Pemeliharaan Perahu
3
4 5 6
Musim
Uraian
Pemeliharaan AlatTangkap Biaya-Biaya Penyusutan - Bubu - Jarring - Pancing - Serkap - Lainnya Total Biaya Tetap Penerimaan Lele Gabus Sepat Betok/betik Lainnya Total Penerimaan Keuntungan R/C Profitabilitas
Puncak Jumlah Trip 81 81 81 81
Biasa
Nilai
STD
Total
Jumlah Trip
Nilai
81 81 81 81 81
7.500 1.000 4.108 39.444 2.000
7.500 - 607.500 1.000 81.000 4.241 1.000 343.514 49.600 22.911 4.017.600
STD
- 607.500 81.000 956 332.775 21.442 3.195.000 162.000 4.378.275
5.049.614 81 81 81 81
1.976 7.174 2.125 4.800
1.356 4.453 1.931 2.678
160.094 581.087 172.125 388.800 1.302.106
81 81 81 81
2.808 6.361 1.250 4.727
6.351.720
Total
2.533 4.252 354 1.618
227.423 515.250 101.250 382.909 1.226.83
5.605.107 STD 80.116
84.526 31.900 2.114.992 1.087.619 547.818 104.000 19.100 356.455
1.065.678 511.832 40.421 19.014 324.705 2.408.353
Musim Puncak 5.226.667 5.265.947 3.698.909 4.438.667 1.803.400 20.030.240
STD 2.945.103 4.632.551 3.645.204 4.128.316 823.771
Musim Biasa 2.141.167 3.478.412 1.720.588 1.760.000 1.544.000 10.644.167
STD 1.209.466 3.005.132 1.591.394 1.248.038 758.018
16.712.516 1,2 1,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Purwakarta Pada umumnya sebagian besar kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di perairan Waduk Jatiluhur menggunakan alat tangkap jenis jaring (jaring insang), dengan rata-rata ukuran panjangnya antara 30 – 50 meter dan mesh size 3,5 inchi. Penggunaan ukuran mesh size atau mata jaring ini berdasarkan kesepakatan bersama, karena penggunaan mata jaring yang kurang
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
116
Laporan Teknis 2010 dari 3,5 inchi dilarang, hal tersebut ditujukan agar ikan-ikan ukuran kecil tidak ditangkap dan dapat berkembang biak terlebih dahulu, sehingga kelestariannya dapat terjaga. Menurut Koeshendrajana et.al (2008), nelayan di Waduk Jatiluhur menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap berukuran kecil (mata jaring ± 1,5 inci) pada saat muka air waduk tinggi, sehingga ikan yang tertangkap adalah ikan yang ukurannya kecil dan melimpah. Sedangkan pada saat muka air waduk rendah (air mengumpul di tengah), nelayan menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap berukuran besar (mata jaring ± 3 inci), sehingga ikan yang tertangkap adalah ikan yang ukurannya besar (> 500 gram). Armada atau perahu yang digunakan adalah kurang dari 5 GT dengan jenis perahu tanpa motor dan motor tempel. Untuk jenis armada yang menggunakan mesin, dimana mesin yang digunakan oleh nelayan adalah merk Kubota (bahan bakar solar, dengan daya 75 PK) dan merk Honda (bahan bakar bensin, dengan daya 5,5 PK).
Tabel 4.66 Jenis Aset Usaha Penangkapan Ikan Nelayan Tradisional di Perairan Waduk Jatiluhur, 2010 Jenis Aset (Mayoritas) Keterangan (Spesifikasi) 1. Alat Tangkap a. Jaring a. Mesh size > 3,5 inchi, Panjang mencapai 50 meter, Merk Acida b. Jala b. Mesh size > 3,5 inchi, Diameter 7 meter, Merk Fisherman 2. Armada a. Perahu Motor Tempel a. Ukuran < 5 GT , Merk Mesin Kubota (bahan bakar solar, daya 75 PK), Merk Mesin Honda (bahan bakar b. Perahu Tanpa Motor bensin, daya 5,5 PK) b. Ukuran < 5 GT Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomis yang ada di bendungan jatiluhur antara lain adalah ikan nila, jambal (patin), mas, gabus, red devil (Oscar), golsom, keting, betutu dan bandeng. Khusus ikan bandeng merupakan hasil penebaran (stocking) yang sengaja dilakukan di bendungan jatiluhur sejak tahun 2009. Harga rata-rata untuk setiap jenis ikan pada saat dilakukannya survai adalah ikan nila Rp 9.000/Kg, ikan bandeng Rp 9.000/Kg, ikan jambal (patin) Rp 10.000/Kg, ikan mas Rp. 15.000/Kg, ikan gabus Rp 14.000/Kg, red devil (oscar) Rp 5.000/Kg,
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
117
Laporan Teknis 2010 ikan goldsom Rp 5.000/Kg, ikan keting Rp 9.000/Kg dan ikan betutu Rp 40.000/Kg. Rata-rata hasil tangkapan nelayan berkisar antara 5 Kg sampai dengan 20 Kg per harinya, dengan jenis ikan yang sering tertangkap adalah ikan red devil (oscar), nila dan jambal (patin). Investasi usaha penangkapan ikan di Desa Panyindangan untuk perahu motor tempel rata-rata berjumlah Rp 5.683.328,- dimana persentase yang paling besar digunakan untuk pembelian kapal dan mesin. Sedangkan untuk perahu tanpa motor investasi usaha adalah perahu dan alat tangkap saja yang rata-rata berjumlah Rp 1.895.167. Selain investasi, terdapat juga biaya tetap dan tidak tetap dalam usaha penangkapan.
Tabel 4.67 Struktur Investasi Usaha Penangkapan Ikan di Waduk di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 No
Uraian
Umur (Tahun)
Investasi (Rp) a. Perahu b. Mesin c. Alat tangkap - Jaring - Jala - Lainnya Total (Rp) 2. Biaya Operasiona (trip) Total Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Motor Tempel
Nelayan Tanpa Stdev Motor
Stdev
1.
7 8 1 2 2 -
2.305.556 1.525.556 1.162.500 2.178.125 612.364 599.647 1.177.584 282.667 400.000 141.421 450.000 200.000 5.683.328 - 1.895.167 40.183 20.273 5.723.511 1.915.439
663.190 120.272 -
Unsur biaya tetap terdiri dari ijin usaha, pemeliharaan perahu, pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan biaya penyusutan. Rata-rata biaya tetap untuk nelayan dengan perahu motor tempel berjumlah Rp. 2.761.121 sedangkan nelayan dengan perahu tanpa motor berjumlah Rp. 1.266.461,- dimana persentase terbesar terdapat pada biaya penyusutan baik penyusutan perahu, mesin maupun alat tangkap. Kegiatan usaha penangkapan ikan oleh nelayan di Waduk Jatiluhur dilakukan sepanjang tahun. Dengan jumlah rata-rata hari penangkapan 10 - 25 hari setiap bulannya. Kegiatan penangkapan dilakukan setiap hari (one day fishing) sehingga biaya operasional /variable yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Biaya operasional yang keluarkan hanya berupa ransum (rokok), bensin/solar dan Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
118
Laporan Teknis 2010 es balok. Untuk nelayan dengan perahu motor temple setiap harinya mengeluarkan rata-rata sebesar Rp 40.000,- atau sekitar Rp 12.055.000,- per tahunnya sedangkan nelayan dengan perahu tanpa motor tempel mengeluarkan sekitar Rp. 20.000,- atau Rp. 6.081.818,- pertahun untuk biaya operasional penangkapan.
Tabel 4.68 Struktur Biaya Tidak Tetap Usaha Penangkapan Ikan per Tahun di Waduk di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 No
Uraian
Motor Tempel
Biaya Tetap (Rp./Tahun) Tanpa Stdev Motor
Stdev
1.
Ijin Penangkapan (SIUP)
17.500
5.839
15.000
-
2.
Perbaikan Perahu
396.875
236.973
350.000
277.746
3.
Perbaikan Alat Tangkap
-
-
-
-
4.
Perbaikan Mesin
203.000
121.109
-
-
5.
Penyusutan (Rp)
6.
-
-
-
-
- Perahu
331.117
-
166.955
-
- Mesin
288.017
-
-
-
- Jarring
497.791
-
234.653
-
- Jala
240.000
-
270.000
-
- Lainnya
100.000
-
-
-
686.821
229.853
-
2.761.121
1.266.461
Bunga Investasi (12 %/tahun) Total (Rp)
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
119
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.69 Struktur Biaya Tidak Tetap Usaha Penangkapan Ikan per Tahun di Waduk di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 No
1. 2. 3.
Uraian
Biaya Tidak Tetap (Rp./Tahun) Motor Tempel Tanpa Motor
Perbekalan (Rp)
8.955.000
BBM (Rp)
3.100.000
Es Balok (Rp) Total (Rp)
12.055.000
2.481.818 3.600.000 6.081.818
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Jenis ikan yang tertangkap umumnya adalah ikan patin dan ikan nila terdapat jenis ikan lainnya juga seperti Oscar, bandeng, gabus dan lain-lain namun dalam jumlah yang sedikit. Untuk nelayan dengan perahu motor tempel rata-rata penerimaan per tahun nya adalah sekitar Rp 24.700.000 atau sekitar Rp 80.000,per harinya sedangkan untuk nelayan dengan perahu tanpa motor penerimaannya sekitar Rp 40.000,- per hari atau Rp 12.825.000,- per tahun. Tabel 4.70 Struktur Penerimaan Usaha Penangkapan Ikan per Tahun di Waduk di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 Penerimaan (Rp./tahun) No Uraian Motor Tempel Tanpa Motor Penerimaan (Rp) - Nila 17.500.000 11.625.000 1. - Patin 7.200.000 2. - Lainnya 1.200.000 3. Total (Rp) 24.700.000 12.825.000 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
R/C ratio nelayan dengan perahu tanpa motor sebesar 1,75 sedangkan nelayan dengan perahu motor temple R/C rasionya lebih kecil yaitu sebesar 1,67, hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan dengan perahu motor tempel lebih besar karena harus mengeluarkan biaya pembelian solar/bensin dan pemeliharaan mesin.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
120
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.71 Analisis Usaha Penangkapan Ikan di Waduk per Tahun di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 Nilai No Uraian Motor Tempel Tanpa Motor 1 Total Biaya : 14.816.121 7.348.279 a. Biaya Tetap (Rp) : 2.761.121 1.266.461 b. Biaya Tidak Tetap (Rp) : 12.055.000 6.081.818 2 Penerimaan (Rp) : 24.700.000 12.825.000 3 Pendapatan bersih (Rp.) : 9.883.879 5.476.721 3 RC Ratio 1,67 1,75 4 Profitabilitas : 0,67 0,75 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Dinamika Struktur usaha perikanan tangkap perairan umum dan daratan relatif sama dengan perikakanan tangkap laut hanya sebih sederhana karena penangkapan ikan dalam waktu yang relatif singkat (one day fishing) dan jangkauan wilayah tangkapan yang tidak terlalu luas. Jenis alat tangkap yang digunakan didominasi oleh perahu tanpa motor meskipun ada sebagian nelayan yang memiliki perahu dengan motor. Aset lain selain perahu adalah alat tangkap. Pada umumnya alat tangkap yang digunakan adalah jaring dan pancing. Nelayan dilokasi penelitian adalah nelayan tradisional oleh sebab itu biaya operasional yang diperlukan untuk usaha penangkapan ikan tidak terlalu besar. Biaya operasional yang diperlukan terdiri dari es batu, nasi dan lauk pauk, kopi, air mineral, rokok, snack. Tidak terdapat biaya operasional untuk jasa dan retribusi, serta tenaga kerja, karena umumnya nelayan melakukan usaha penangkapan hanya sendiri saja. Biaya tahunan yang dikeluarkan hanya untuk pemeliharaan perahu alat tangkap berupa dempul dan oli, tidaka ada pengeluaran untuk
perijinan seperti ijin
usaha/SIUP/SIPI. Data yang dikumpulkan tidak dapat secara detail menampilkan dinamika usaha PTPUD setiap tahunnya per variabel usaha, yang dapat ditampilkan adalah keuntungan yang diperoleh. Secara umum dinamikan usaha PTPUD baik di lokasi OKI maupun Purwakarta menggambarkan fluktuasi keuntungan yang serupa yaitu rata keuntungan menurun pada tahun 2008 dan kembali meningkat pada tahun 2010. Secara detail dinamika usaha PTPUD dapat dilihat pada Tabel 4.72 dan Gambar 8. Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
121
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.72 Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 OKI
Uraian 2007
2008
Purwakarta 2010
2007
2008
2010
Investasi (Rp.)
NA
NA
2.908.415
NA
NA
3.789.248
Biaya Tetap (Rp.)
NA
NA
2.268.573
NA
NA
1.555.454
Biaya Variabel (Rp.)
NA
NA
5.978.414
NA
NA
9.068.409
Penerimaan (Rp.)
NA
NA
15.337.204
NA
NA
18.762.500
Keuntungan (Rp.)
13.338.031
1.611.766
7.090.217
7.395.808
4.234.406
8.138.637
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007, 2008 dan 2010 20.000.000 18.000.000 16.000.000
Nilai (R.)
14.000.000 12.000.000
Investasi (Rp.)
10.000.000
Biaya Tetap (Rp.)
8.000.000 6.000.000
Biaya Variabel (Rp.)
4.000.000
Penerimaan (Rp.)
2.000.000
Keuntungan (Rp.)
2007
2008
2010
OKI
2007
2008
2010
Purwakarta
Tahun/Lokasi Penelitian
Gambar 4.5 Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 4.3.3. Pendapatan Rumah Tangga Sintesa Pada struktur pendapatan masyarakat nelayan perairan umum daratan terlihat adanya tambahan pendapatan masyarakat nelayan di luar usaha pokok mereka, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.73. Tambahan pendapatan tersebut, dilakukan oleh anggota keluarga, bahkan pada nelayan perairan umum sungai dan rawa banjiran juga dilakukan pada usaha sampingan (bukan menangkap ikan).
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
122
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.73 Struktur Pendapatan Rumah Tangga PTPU Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010 Sungai dan Waduk Waduk Uraian (Komponen) Rawa (Perahu (Perahu Banjiran Motor) Tanpa Motor) Pendapatan KK (Rp/th) Utama (Nelayan) 30.674.406 11.758.000 7.989.091 Sampingan 5.394.641 4.768.167 3.833.333 Pendapatan Anggota Keluarga Utama 1.145.000 4.800.000 1.500.00 Sampingan 4.000.000 Pendapatan / Kapita 9.916.162 Nilai Aset Non Perikanan (Rp) 12.907.037 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Secara lebih detail, perkembangan pendapatan rumah tangga responden perikanan tangkap perairan umum daratan pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Ogan Komering Ilir Pendapatan rumah tangga responden berasal dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan maupun yang berasal dari usaha lainnya di luar kegiatan penangkapan ikan tersebut. Pendapatan kepala keluarga dan anggota rumah tangga dikategorikan menjadi dua yaitu pendapatan utama dan pendapatan sampingan. Pendapatan utama kepala keluarga berasal dari usaha menangkap ikan dan pendapatan sampingan berasal dari
bertanam padi di lebak, membudidayakan ikan toman,
beternak bebek, berburuh dan ataupun menjadi pedagang buah di saat musim buah-buahan. Pendapatan rumah tangga juga dihitung dalam periode satu tahun. Pada tahun 2010 kepala keluarga mempunyai pendapatan utama sebesar Rp 30.674.406 dan sampingan sebesar Rp 5.394.441 pada tahun 2010. Sementara pendapatan anggota rumah tangga yang berasal baik dari istri/anak/lain-lain sebesar Rp 1.145.000 untuk pendapatan utama dan Rp 4.000.000 untuk pendapatan sampingan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka total pendapatan rumah tangga responden masyarakat PTUD sebesar Rp 36.069.047 Lebih lanjut, rata-rata jumlah anggota keluarga responden sejumlah 4 orang dengan pendapatan per kapita Rp 9.916.162. Responden tidak mempunyai
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
123
Laporan Teknis 2010 pendapatan dari hasil persewaan aset baik dari aset perikanan maupun non perikanan. Sementara nilai aset non perikanan yang dimiliki Rp 12.907.037. Aset perikanan yang dimiliki oleh responden adalah rumah, meubelair, tanah, mobil, motor, sepeda, tv dan VCD serta tape/radio. Tabel 4.74 Pendapatan Tahunan Nelayan PTUD Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten OKI, 2010 No
Uraian
I Pendapatan 1 Kepala Keluarga a. Utama (Nelayan) (Rp/thn) b. Sampingan (Rp/thn) Total (Rp) 2 Anggota Keluarga (istri/anak/lain-lain) a. Utama (Rp)
b. Sampingan (Rp)
Total (Rp) Total Pendapatan Rumah Tangga (Rp) Jumlah Anggota Keluarga (KK+ Anggota RT) (Orang) Pendapatan/Kapita Rumah Tangga Pendapatan dari Persewaan Aset Aset Perikanan Aset Non Perikanan II Nilai Aset Non Perikanan Yang Dimiliki 3 4 5 6
Rata-rata
Nilai Min
Max
%
Keterangan
69 30.674.406 6.356.000 5.394.641 486.000 36.069.047 6.842.000
91.190.000 13.200.000 31.200.000 31
1.145.000
720.000
2.000.000
4.000.000 1.500.000
6.500.000
5.145.000 2.220.000 41.214.047 9.062.000 4 2 9.916.162 4.531.000
8.500.000 39.700.000 100 10 3.970.000
12.907.037
40.000.000
400.000
diperoleh dari 4 responden dari total 5 responden hanya diperoleh dari 2 rumah tangga
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Purwakarta Pada rumah tangga nelayan sering kita beranggapan bahwa sumber pendapatan keluarga berasal hanya dari kegiatan perikanan (menangkap ikan) saja. Dimana akan dikaitkan dengan banyaknya jumlah armada dan alat tangkap yang dimiliki serta banyaknya trip penangkapan yang dilakukan. Masih adanya anggapan bahwa apabila jumlah armada dan alat tangkap yang dimilikinya banyak serta trip penangkapan yang banyak, maka semakin banyak pula pendapatan yang akan diperoleh dalam rumah tangga. Kenyataannya sekarang ini menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga nelayan tidak lagi sepenuhnya tergantung pada usaha penangkapan ikan yang dilakukannya. Berdasarkan hasil studi kasus di Desa Panyindangan, telah terjadi beberapa fase peralihan mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat. wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan dilokasi penelitian memberikan informasi bahwa pada awalnya sebagian besar masyarakat bekerja pada sektor pertanian (bercocok tanam), namun setelah dibangunnya Waduk Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
124
Laporan Teknis 2010 Jatiluhur pada awal tahun 1957 dan dinyatakan selesai pada tahun 1967, mulai secara perlahan adanya peralihan mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor perikanan baik sebagai nelayan maupun pembudidaya (keramba jaring apung). Sumber daya perikanan yang melimpah di Waduk Jatiluhur menjadi salah satu faktor utama pendorong peralihan mata pencaharian ini. Seiring dengan berjalannya waktu, pada saat ini ketersediaan stok ikan yang ada di Waduk Jatiluhur semakin berkurang, hal ini dicirikan oleh semakin sulitnya ikan tertangkap, ukuran ikan yang tertangkap lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya serta hilangnya beberapa jenis ikan dari perairan Waduk Jatiluhur. Menurut Purnamaningtyas, et.al (2008), jenis ikan yang sudah tidak ditemui di perairan Waduk Jatiluhur diantaranya adalah ikan Lalawak (Barbonymus balaroides), Genggehek (Mystacoleucus) dan Kebogerang (Mytus nigriceps). Berkurangnya ketersediaan sumber daya ikan di Waduk Jatiluhur berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh oleh nelayan, sehingga pada saat ini kembali terjadi peralihan mata pencaharian dari sektor perikanan ke sektor pertanian dan sektor non perikanan lainnya, seperti bertani, buruh bangunan, pengrajin perahu dan meubel bahkan tidak sedikit para nelayan yang bermigrasi ke luar daerah Purwakarta untuk mencari pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada beberapa macam sumber pendapatan yang diterima dalam rumah tangga nelayan, baik dari sektor perikanan maupun non perikanan. Mayoritas kepala keluarga menjadikan sektor perikanan sebagai sumber pendapatan utama , baik sebagai nelayan maupun buruh budidaya dalam keramba jaring apung, dan memiliki pekerjaan sampingan pada sektor
non
perikanan
seperti
buruh
tani,
buruh
bangunan
maupun
pengrajin/bengkel perahu. Selain itu, anggota keluarga baik istri maupun anak memberikan kontribusi juga terhadap pendapatan rumah tangga. Dalam rumah tangga nelayan yang ada di perairan Waduk Jatiluhur tidak semua istri maupun anaknya bekerja. Biasanya istri nelayan memperoleh penghasilan dari bekerja/usaha membuka warung sembako dan kebutuhan lainnya, namun hal ini dilakukan hanya oleh rumah tangga yang memiliki modal untuk usaha tersebut, sedangkan anak yang bekerja pada umumnya yang lelaki saja dan bekerja sebagai
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
125
Laporan Teknis 2010 nelayan (membantu orang tua) atau bekerja sebagai buruh budidaya di keramba jaring apung. Pendapatan yang dihitung merupakan pendapatan rata-rata dari semua responden. Pendapatan utama kepala keluarga merupakan pendapatan dari hasil kegiatan menangkap ikan (nelayan), sedangkan pendapatan sampingan kepala keluarga, merupakan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan non perikanan, seperti perbengkelan, buruh tani, buruh bangunan, ojek dan pembuatan perahu. Pendapatan anggota keluarga merupakan pendapatan yang diperoleh dari istri, anak atau anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu atap rumah, yang bekerja antara lain usaha warung, buruh budidaya, nelayan dan buruh bangunan. Jumlah rata-rata anggota rumah tangga nelayan di Waduk Jatiluhur adalah 4 orang (termasuk kepala keluarga). Tabel 4.75 Rata-Rata Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Tahun 2010 Unit: Rp. Tahun No 1
2
3
Kategori Kepala Keluarga Utama
Motor Tempel 16.526.167 11.758.000
Sampingan
4.768.167
Anggota Rumah Tangga - Utama
4.800.000 4.800.000
% 77
Tanpa Motor 11.822.424 7.989.091
23
1.500.000 1.500.000
0
0
- Sampingan (Non-Perikanan)
0
0
21.326.167
89
3.833.333
- Sampingan (Perikanan) Total Pendapatan Rumah Tangga
%
100
13.322.424
11
100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Pendapatan yang dihasilkan oleh kepala keluarga dari sektor perikanan menjadi sumber pendapatan utama dalam rumah tangga, namun besarnya nilai rata-rata pendapatan utama ini tidak jauh berbeda dengan besarnya nilai rata-rata pendapatan sampingan dari sektor non perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil dari kegiatan penangkapan ikan di Waduk Jatiluhur sudah mengalami penurunan, sehingga mungkin kedepannya besarnya nilai rata-rata pendapatan dari sektor perikanan menjadi lebih kecil dari nilai rata-rata pendapatan dari sektor non perikanan dan menjadikan sektor perikanan sebagai sumber pendapatan sampingan rumah tangga. Gejala-gejala peralihan sektor perikanan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
126
Laporan Teknis 2010 sebagai sumber pendapatan sampingan dari rumah tangga nelayan sudah mulai ditemukan pada saat dilakukannya penelitian, hal tersebut ditunjukkan dengan curahan waktu kerja sebagian nelayan yang lebih banyak mencurahkan waktunya di sawah/kebun dibandingkan curahan waktunya untuk menangkap ikan. Hal ini juga diperparah dengan kondisi cuaca yang tidak menentu sehingga menyebabkan para nelayan semakin mengurungkan niatnya untuk menangkap ikan karena dikhawatirkan kondisi air yang tinggi yang menyebabkan ikan semakin sulit tertangkap bahkan kondisi cuaca ini dapat membahayakan keselamatan para nelayan pada saat menangkap ikan. Dinamika Pendapatan rumah tangga responden berasal dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan maupun yang berasal dari usaha lainnya di luar kegiatan penangkapan ikan tersebut. Pendapatan kepala keluarga dan anggota rumah tangga dikategorikan menjadi dua yaitu pendapatan utama dan pendapatan sampingan. Pendapatan utama kepala keluarga berasal dari usaha menangkap ikan dan pendapatan sampingan berasal dari petani, pembudidaya ikan, buruh bangunan, pedagang maupun kuli. Pendapatan rumah tangga juga dihitung dalam periode satu tahun. Data pada Tabel 4.76 dan Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh nelayan sebagai kepala keluarga baik dari pendapatan utama dan sampingan mengalami peningkatan dari tahun 2007, 2008 dan 2010. Hal ini menunjukkan pada seharusnya ada perbaikan terhadap kesejahteraan rumah tangga nelayan seiring dengan peningkatan pendapatan tersebut.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
127
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.76 Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 OKI
Uraian
Purwakarta
2007
2008
2010
2007
2008
2010
Pendapatan Utama (Perikanan) (Rp.)
-
-
30.674.406
-
-
9.873.546
Pendapatan Sampingan (Non Perikanan) (Rp.)
-
-
5.394.641
-
-
4.300.750
26.436.063
30.419.867
36.069.047
12.773.051
13.503.530
14.174.296
Total
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007,2008 dan 2010 40.000.000 35.000.000
Nilai (Rp.)
30.000.000
Pendapatan Utama (Perikanan) (Rp.)
25.000.000 20.000.000
Pendapatan Sampingan (Non Perikanan) (Rp.)
15.000.000 10.000.000 5.000.000
Total
2007
2008
2010
2007
OKI
2008
2010
Purwakarta
Tahun/Lokasi
Gambar 4.6 Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 4.3.4. Konsumsi Rumah Tangga Sintesa Faktor pembatas lainnya, yang juga turut berpengaruh dalam kehidupan masyarakat nelayan adalah tingginya biaya pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan. Berdasarkan Tabel 4.77 maka kebutuhan pangan dan non pangan masyarakat nelayan tidak dapat terpenuhi jika hanya mengandalkan pendapatan dari usaha penangkapan ikan. Tingginya harga kebutuhan makanan dan banyaknya biaya non pangan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat nelayan, maka beban pendapatan dari seluruh usaha mereka pun terlihat sangat terbatas.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
128
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.77 Struktur Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Pada Rumah Tangga PTPU Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010. Sungai dan Rawa Waduk Waduk (Tanpa Uraian (Komponen) Banjiran (Motor) Motor) Total Pangan (Rp/RTP/th) 15.828.219 11.143.007 12.277.202 Makanan 9.471.771 Konsumsi Lainnya 6.356.448 Total Non Pangan 8.631.257 4.168.077 1.813.955 Pengeluaran Rutin 5.607.387 Pengeluaran Tahunan 3.023.870 Total Konsumsi 24.459.475 15.311.085 14.091.156 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Secara lebih detail, perkembangan konsumsi rumah tangga responden perikanan tangkap perairan umum daratan pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Ogan Komering Ilir Konsumsi pangan responden terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi bahan lainnya. Konsumsi makanan yang dimaksudkan adalah nilai konsumsi makanan yang dikonsumsi keluarga, yang terdiri dari karbohidrat, pangan hewani, kacang-kacangan, sayuran dan buah yang sehari-hari dikonsumsi. Nilai konsumsi makanan ini dihitung untuk jangka waktu satu tahun. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh responden adalah beras dan untuk pangan hewani seperti daging, ikan, telur dan susu, sedangkan kacang-kacangan yang dikonsumsi adalah tahu dan tempe. Total konsumsi makanan responden sebesar Rp 9.471.771. Di samping konsumsi makanan, responden juga mengkonsumsi bahan lainnya seperti minyak goreng, kopi, teh, bumbu-bumbuan, makanan jadi, minuman jadi dan rokok. Responden mengeluarkan biaya untuk hal tersebut diatas sebanyak Rp 6.356.448. Total pengeluaran untuk konsumsi pangan responden selama satu tahun sebesar Rp 15.828.219 atau 65% dari total pengeluaran konsumsi. Di lain pihak konsumsi non pangan responden adalah konsumsi rutin dan konsumsi tahunan. Konsumsi rutin adalah konsumsi berupa rekening listrik, rekening
telepon/pulsa,
pendidikan,
bensin/solar,
elpiji/minyak
tanah,
perlengkapan mandi dan cuci serta lainnya dengan total pengeluaran sejumlah Rp 5.607.387. Selain itu pengeluaran rutin tahunan responden sebesar Rp 3.023.870 Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
129
Laporan Teknis 2010 untuk konsumsi pendidikan anak, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor, sandang/pakaian, peralatan dapur dan kebersihan, perawatan rumah dan kesehatan. Biaya konsumsi non pangan nelayan PTUD di desa Berkat sebesar Rp 8.631.257. Total konsumsi responden adalah total konsumsi pangan dan konsumsi non pangan, sehingga total konsumsi pada tahun 2010 sebesar Rp 24.459.475. Selain itu nelayan masih mengeluarkan biaya untuk arisan dengan nilai Rp 260.000 dan hajatan sebesar Rp 525.000.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
130
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.78 Konsumsi Masyarakat Nelayan Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten OKI, 2010 No
Jenis Konsumsi dan Pengeluaran
Rata-Rata Minimal Maksimal ProsenNilai Nilai Nilai tase (%) (Rp/RTP/Tahun) (Rp/RTP/Tahun) (Rp/RTP/Tahun)
1 Pangan Makanan Beras (kg) Ikan (kg) Daging ayam (kg) Telur (kg) Susu (lt) Tahu (potong) Tempe (papan) Sayur-sayuran (ikat) Buah-buahan (kg) 2 Konsumsi lainnya Minyak Goreng (lt) Kopi (ons) Gula (kg) Teh (ons) Bumbu-bumbuan Makanan Jadi (bungkus) Minuman jadi (botol) Rokok (bungkus) 3 Total Pangan Non Pangan 1 Rutin (Nilai) Rekening Listrik Rekening Telepon/pulsa Pendidikan Bensin/Solar Elpiji/Minyak Tanah Perlengkapan Mandi & Cuci Lainnya Total 2 Tahunan (Nilai) Pendidikan Anak PBB Pajak Kendaraan Bermotor Sandang/Pakaian Peralatan dapur dan Kebersihan
3 4 5
6
Perawatan Rumah Kesehatan Total Total Non Pangan Total Konsumsi Arisan a.Nilai b. Iuran Pengeluaran Hajatan
9.471.771 2.124.087 3.302.000 1.430.000 879.667 342.160 191.905 212.952 326.000 663.000 6.356.448 598.542 296.648 600.167 133.250 1.015.529 576.713 561.600 2.574.000 15.828.219
4.453.800 910.000 2.054.000 780.000 195.000 124.800 78.000 52.000 52.000 208.000 1.794.000 312.000 52.000 234.000 78.000 520.000 130.000 260.000 208.000 6.247.800
18.252.000 3.640.000 5.044.000 3.120.000 2.730.000 442.000 416.000 520.000 1.092.000 1.248.000 19.375.200 936.000 1.747.200 1.144.000 208.000 1.560.000 5.460.000 1.040.000 7.280.000 37.627.200
404.000 929.143 1.801.714 1.460.000 419.400 381.330 211.800 5.607.387
96.000 288.000 624.000 1.008.000 168.000 150.000 72.000 2.406.000
960.000 1.920.000 3.120.000 2.112.000 2.112.000 747.000 360.000 10.971.000
1.580.769 14.147 235.000 444.000 226.923
120.000 3.000 160.000 200.000 50.000
3.500.000 50.000 300.000 1.000.000 850.000
216.667 306.364 3.023.870 8.631.257 24.459.475
150.000 20.000 703.000 3.109.000 9.356.800
300.000 1.000.000 7.000.000 17.971.000 55.598.200
260.000 46.667 525.000
100.000 10.000 100.000
480.000 80.000 1.900.000
65
35 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Purwakarta Menurut Rachman (2001),
konsumsi atau pengeluaran rumah tangga
umumnya berbeda antar kelompok pendapatan, antar etnis atau suku maupun antar waktu. Struktur pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
131
Laporan Teknis 2010 tingkat kesejahteraan rumah tangga. Dalam hal ini rumah tangga dengan pangsa pengeluaran pangan tinggi tergolong rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan rendah relatif dibanding rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan yang rendah. Setiap rumah tangga memiliki pola tertentu dalam pengeluaran atau membelanjakan
pendapatannya
untuk
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari.
Pengeluaran konsumsi pertama-tama ditentukan oleh tingkat pendapatan, tetapi banyak lagi faktor lain yang mempangaruhi tingkat konsumsi yaitu jumlah anggota keluarga, tingkat usia mereka dan faktor-faktor lainnya seperti hargaharga nisbi berbagai jenis barang konsumsi juga berarti penting sebagai penentu (Sicat, 1991). Pada dasarnya nelayan tradisional di Waduk Jatiluhur merupakan tipe nelayan semi komersil, dimana mereka tidak menjual seluruh hasil tangkapan ikannya. Sebagian hasil tangkapannya mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangganya. Struktur pengeluaran rumah tangga pada umumnya lebih besar untuk pengeluaran pangan. Persentase pengeluaran atau konsumsi pangan pada rumah tangga nelayan di Waduk Jatiluhur per tahunnya yaitu sebesar 73% dari total pengeluaran atau konsumsi rumah tangga untuk nelayan dengan perahu motor tempel dan sekitar 87% untuk rumah tangga nelayan dengan perahu tanpa motor . Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan rumah tangga nelayan masih rendah, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rachman (2001). Pengeluaran pangan terbesar yaitu untuk konsumsi makanan pokok (beras), sekitar 20%, seperti halnya dengan kebiasaan masyarakat di wilayah lainnya di Indonesia yang menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok sehari-hari, sehingga jenis pangan ini mendapat porsi terbesar dalam struktur pengeluaran pangan dalam rumah tangga. Konsumsi rumah tangga nelayan, khususnya untuk pemenuhan pangan cenderung relatif tetap setiap harinya, rata-rata setiap rumah tangga nelayan memasak beras (mengkonsumsi) tiap harinya berkisar antara 1 s/d 3 liter, tentu saja hal ini tergantung banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu atap. Pemilihan ikan (khususnya ikan hasil tangkapan, seperti ikan nila dan ikan Oscar/Red devil) sebagai lauk pauk utama dalam menu makan sehari-hari hampir sama untuk semua rumah tangga nelayan. Hal tersebut dikarenakan, jika
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
132
Laporan Teknis 2010 ikan yang diperoleh jumlahnya sedikit maka ikan itu akan dibawa pulang untuk dimakan bersama anggota keluarganya, sedangkan jika ikan yang diperolehnya banyak, maka tidak semua ikan itu dijual, melainkan sebagian dibawa pulang untuk lauk pauk. Tidak bervariasinya menu makanan yang dikonsumsi oleh tiap-tiap rumah tangga nelayan hal ini disebabkan oleh rendahnya daya beli masyarakat nelayan di Waduk Jatiluhur untuk membeli berbagai macam jenis kebutuhan pokok rumah tangga. Selain itu, keterbatasan transportasi menjadi salah satu faktor penyebab terhambatnya distribusi barang (pangan & non pangan) ke wilayah pemukiman mereka, karena pada umumnya pemukiman nelayan di Waduk Jatiluhur berada tidak jauh dari batas tepi air. Namun untuk menjangkau pemukiman ini, khususnya pemukiman nelayan di Desa Panyindangan cukup sulit, dan lebih efisien melalui perairan dengan menggunakan perahu yang dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 2,5 jam dari pasar Kecamatan (Pasar Serpis - Pelabuhan). Biaya pengeluaran atau konsumsi yang dihitung adalah dalam kurun waktu satu tahun, yang terdiri dari pengeluaran untuk kebutuhan pangan dan non pangan. Biaya pengeluaran/konsumsi lainnya yang tertera pada pengeluaran non pangan adalah berbagai jenis biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga nelayan dalam kurun waktu satu tahun yang terdiri dari biaya PBB, Pajak kendaraan,pendidikan anak, pembelian sandang/pakaian dan lain-lain. Rata-rata total pengeluaran rumah tangga dalam satu tahun adalah sebesar Rp 4.168.077,untuk rumah tangga nelayan dengan perahu motor tempel dan Rp 1.813.955,untuk nelayan dengan perahu tanpa motor. Jika dibandingkan dengan nilai pendapatan per bulan dari semua nelayan, tentu saja biaya ini lebih besar. Namun pada kenyataanya nelayan dan anggota keluarganya masih dapat bertahan hidup, karena ada beberapa item kebutuhan, khususnya pangan merupakan produksi sendiri seperti beras dan lauk pauk (ikan).
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
133
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.79 Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 Jenis Konsumsi
Uraian Beras Ikan hidup/segar laut Ikan hidup/segar tawar Ikan olahan laut Ikan olahan tawar Daging sapi Daging ayam Daging domba/kambing Telur Tempe Tahu Sayuran Rokok Susu Minyak Goreng Buah-buahan Gula Kopi Teh Bumbu-bumbu Makanan Jadi Minuman Jadi
Pangan
TOTAL Non Pangan
Rekening listrik Elpiji/minyak tanah Perlengkapan mandi&cuci Rekening telpon/pulsa Rekening PDAM Pendidikan Iuran desa/RT Pembantu rumah tangga Bensin/solar Pendidikan anak PBB Pajak kendaraan bermotor Sandang/pakaian Perawatan rumah Peralatan dapur dan kebersihan Kesehatan
TOTAL TOTAL PANGAN DAN NON PANGAN
Motor Tempel Rata-Rata Min (Rp/thn) (Rp/thn) 2.197.200 336.000 915.789 96.000 864.000 864.000 912.000 144.000 369.600 144.000 288.000 96.000 336.000 48.000 228.923 72.000 2.169.600 480.000 432.000 288.000 613.895 288.000 501.333 3.000 441.333 96.000 72.000 48.000 300.000 240.000 10.641.674 645.529 180.000 549.000 72.000 480.000 120.000 270.000 120.000 432.000 288.000 1.512.000 864.000 68.000 20.000 36.500 10.000 170.000 170.000 5.000 5.000 4.168.029 14.809.703
Max (Rp/thn) 4.704.000 2.736.000 864.000 1.680.000
720.000 720.000 768.000 672.000 4.032.000 672.000 1.152.000 26.000 1.248.000 96.000 480.000
4.320.000 1.080.000 960.000 480.000 576.000 2.160.000 120.000 50.000 170.000 5.000 -
Perahu Tanpa Motor Rata-Rata Min Max (Rp/thn) (Rp/thn) (Rp/thn) 2.583.273 576.000 5.376.000 1.317.818 240.000 3.840.000 2.583.273 120.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 144.000 144.000 144.000 144.000 96.000 240.000 170.667 96.000 192.000 129.600 96.000 216.000 2.191.200 240.000 6.720.000 534.857 288.000 576.000 390.857 292.800 144.000 528.000 390.857 144.000 1.008.000 60.000 24.000 96.000 96.000 96.000 96.000 144.000 144.000 144.000 12.373.202 701.455 60.000 2.880.000 50.000 600.000 600.000 600.000 480.000 480.000 480.000 300.000 300.000 32.500 25.000 50.000 1.813.955 14.187.156
Sumber : Data Primer diolah, 2010
Pola asupan protein hewani responden memang sebagian besar dipenudi dari ikan-ikan baik berupa ikan hidup/segar tawar, ikan olahan laut maupun ikan olahan tawar. Sehingga konsumsi per kapita ikan untuk reponden adalah sebesar 72 kg/kapita/tahun untuk rumah tangga dengan perahu motor tempel dan 101 kg/kapita/ tahun untuk rumah tangga dengan perahu tanpa motor.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
134
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.80 Konsumsi Ikan dan Non Ikan Rumah Tangga Perikanan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 Uraian Protein Hewani Ikan Ikan hidup/segar laut (Kg) Ikan hidup/segar tawar (Kg) Ikan olahan laut (Ons) Ikan olahan tawar (Ons) Non Ikan Daging sapi Daging ayam Daging domba/kambing Telur
Motor Tempel Perahu Tanpa Motor Volume Nilai (Rp.) Volume Nilai (Rp.) 2.691.789 915.789 864.000 912.000 369.600 369.600 186 144 174
1 3
3.901.091 1.317.818 2.583.273 1.344.000 1.200.000 144.000 -
244 576
48 10
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Dinamika Struktur pengeluaran rumah tangga pada umumnya jauh lebih besar untuk pengeluaran pangan, baik untuk lokasi OKI maupun PurwakartaHal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan rumah tangga nelayan masih rendah, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rachman (2001). Pengeluaran pangan terbesar yaitu untuk konsumsi makanan pokok (beras), seperti halnya dengan kebiasaan masyarakat di wilayah lainnya di Indonesia yang menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok sehari-hari, sehingga jenis pangan ini mendapat porsi terbesar dalam struktur pengeluaran pangan dalam rumah tangga. Biaya pengeluaran atau konsumsi yang dihitung adalah dalam kurun waktu satu tahun, yang terdiri dari pengeluaran untuk kebutuhan pangan dan non pangan. Biaya pengeluaran/konsumsi lainnya yang tertera pada pengeluaran non pangan adalah berbagai jenis biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga nelayan dalam kurun waktu satu tahun yang terdiri dari biaya PBB, Pajak kendaraan,pendidikan anak, pembelian sandang/pakaian dan lain-lain. Dinamika konsumsi rumah tangga PTPUD menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengeluaran baik untuk konsumsi pangan maupun non pangan dari tahun 2007 dan 2010. Nilai belum tentu menunjukkan tingkat konsumsi yang meningkat tapi bisa dikarenakan harga kebutuhan sandang, pangan maupun papan yang memang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dari sisi proporsi pengeluanran, ternyata pengeluaran masih didominasi untuk konsumsi pangan, Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
135
Laporan Teknis 2010 kembali bahwa hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan yang memang masih relatif rendah.
Tabel 4.81 Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 OKI (Rp.)
Uraian 2007
Purwakarta (Rp.)
2010
2007
2010
Konsumsi Pangan
7.025.376
15.828.219
7.221.312
11.507.438
Konsumsi Non Pangan
1.266.156
8.631.257
1.246.606
2.990.992
Total
8.291.532
24.459.476
8.467.918
14.498.430
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007,2008 dan 2010 30.000.000
Nilai (Rp.)
25.000.000 20.000.000
Konsumsi Pangan Konsumsi Non Pangan Total
15.000.000 10.000.000 5.000.000 2007
2010 OKI (Rp.)
2007
2010
Purwakarta (Rp.)
Tahun/Lokasi Penelitian
Gambar 4.7 Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap Umum Daratan, Tahun 2007, 2008 dan 2010 4.3.5. Kelembagaan Usaha Faktor lainnya yang juga diperkirakan turut mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat nelayan di perairan umum daratan ini adalah ketersediaan kelembagaan pendukung usaha nelayan, yang
antara lain
kelembagaan dapat berfungsi sebagai penyedia jasa dan atau barang yang terkait dengan sarana dan pra sarana penangkapan ikan yang dibutuhkn oleh masyarakat nelayan. Pada masing-masing desa contoh dalam kegiatan riset Panelkanas bidang perikanan tangkap perairan umum daratan ditunjukkan pada Tabel 4.82.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
136
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.82 Kondisi Kelembagaan Pendukung Usaha Pada Rumah Tangga PTPU Dalam Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 Jenis Sungai dan Rawa Waduk Kelembagaan Banjiran 84% selalu tersedia dengan 55% selalu tersedia dengan cara cara pembayaran tunai, dan pembayaran tunai, tanpa adanya Input Produksi 100% bermitra dengan pola kemitraan. Tidak tersedia peda-gang. Tidak tersedia kelembagaan penyedia jasa kelembagaan tenaga kerja. tenaga kerja. 87% ke pedagang, tanpa Semua responden berhubungan Permodalan jaminan dan cara pem- dengan pedagang ikan dan bayar bayaran tunai. ikan hasil tangkapan. 97% ke pedagang Semua responden jualikan ke Pemasaran pengumpul desa dan cara bandar dengan cara pembayaran pembayaran tunai. tunai. Kelompok dan Kelompok belum ada, Sudah ada kelompok penyuluhan sementara penyuluhan telah HIMPUJAT dan PULTANUR perikanan ada BP4K. dan ada fungsi PPL (PPTK). Diatasi melalui Dinas KP, Penyelesaian sesama nelayan, aparat Permasalahan diutamakan masalah teknis desa, dan tokoh diatasi melalui upaya yang perikanan dan masyarakat, atau diatasi dilakukan sesama nelayan informasi sendiri. Belum ada fungsi anggota harga PPL Perikanan. Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.82 menunjukkan bahwa secara garis besar terlihat belum adanya dukungan kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di perairan umum daratan. Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa kebijakan sektor kelautan dan perikanan hingga saat ini masih belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat nelayan perairan umum daratan. Ketergantungan masyarakat nelayan terhadap pedagang ikan, sebagai sumber permodalan mereka dan sumber pengadaan alat tangkap dan sarana penangkapan lainnya, sehingga informasi harga ikan hasil tangkapan jika adapun tidak dapat menempatkan nelayan pada posisi tawar yang kuat. Hal ini diperparah dengan belum berfungsinya kelembagaan nelayan dan penyuluhan perikanan bagi masyarakat nelayan perairan umum, terutama di perairan umum sungai dan rawa banjiran. Secara lebih detail, perkembangan kelembagaan usaha responden perikanan tangkap perairan umum daratan pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut:
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
137
Laporan Teknis 2010 Ogan Komering Ilir Dalam pengelolaan sumber daya perikanan, kelembagaan menjadi salah satu faktor untuk membantu pembangunan perikanan berkelanjutan. Kelembagaan dapat membantu aktivitas nelayan dalam memenuhi kebutuhan usahanya. Dalam penelitian ini kelembagaan dibedakan menjadai 5 yaitu kelembagaan input produksi; kelembagaan tenaga kerja; kelembagaan permodalan; kelembagaan pemasaran; dan kelembagaan pelaku utama serta penyuluhan. Kelembagaan input produksi adalah adalah kelembagaan menyediakan sarana dan prasana produksi untuk usaha perikanan. Menurut Syahyuti (2003) yang termasuk dalam kelembagaan penyedia input produksi seperti kelembagaan pupuk yang mencakup mulai dari pengadaan sampai distribusinya, kelembagaan benih, kelembagaan penyediaan, dan distribusi pestisida. Jenis input produksi yang ditemui pada lokasi penelitian adalah perahu ≤ 5 GT tanpa motor, pancing, bubu, jaring, serkap, accu, es dan oli. Sebanyak 84% menyatakan bahwa keberadaan jenis input prosuksi perahun tanpa motor selalu tersedia. Di lokasi penelitian keberadaan perahu selalu tersedia dimusim menangkap ikan. Cara pembayaran perahu adalah tunai dan 84% responden menyatakan hal tersebut. Demikian pula dengan input produksi pancing (89%), bubu, jaring (83%), serkap (93%), es (100%) dan oli (100%) responden menyatakan input produksi selalu tersedia dengan pembeliannya secara tunai. Semua responden (100%) berpendapat bahwa tidak terdapat kemitraan untuk pembelian semua jenis input produksi. Lokasi kelembagaan input mudah dijangkaui oleh responden meskipun keberadaanya tidak berada di lokasi dengan menggunakan angkutan umum. Mereka membeli input produksi di Kota Kecamatan, kecuali untuk es balok dan oli.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
138
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.83 Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Nelayan Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Terhadap Pedagang Terkait Sarana Penangkapan Ikan di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2010 No
Jenis Input Produksi
Ketersediaan
F Perahu ≤ 5 GT , 26 tanpa motor 2. Pancing 17 3. Bubu 15 4. Jarring 25 5. Accu 4 6. Es 10 7. Oli 4 8. Lain (Serkap) 13 Sumber : Data Primer Diolah, 2010 1.
Cara Pembayaran
Kemitraan
% 84
F 26
% 84
F 31
% 100
89 83 96 100 100 100 93
17 15 25 4 10 4 13
89 83 96 100 100 100 93
19 18 26 4 10 4 14
100 100 100 100 100 100 100
Selain kelembagaan input produksi, kelembagaan lainnya adalah kelembagaan tenaga kerja tetapi kelembagaan ini tidak ditemui dilokasi penelitian. Hal ini disebabkan karena nelayan di desa Berkat adalah nelayan tradisional dengan jenis perahu tanpa motor yang berukuran rata-rata 4,5 x 0,5 x 0,7 m. Dalam menjalankan usaha penangkapan ikan, nelayan memerlukan modal kerja. Modal kerja nelayan berasal dari pinjaman dan pinjaman terbesar diperoleh dari pedagang ikan. Responden yang menyatakan hal tersebut sebnayak 87% dan hanya 3% yang meminjam ke sesama nelayan. Terkait dengan jaminan dari peminjaman uang semua responden (100%) menyatakan tidak ada jaminan dalam pemberian pinjaman. Sebenyak 87% responden berpendapat bahwa pembayaran pinjaman oleh responden dalam bentuk uang dan hanya 1 responden yang melakukan pembayaran dengan ikan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
139
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.84 Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Lembaga Pedagang Input Pedagang Ikan Bank Harian Sesama Pembudidaya Pelepas Uang Kelompok Pembudidaya Koperasi Bank Formal
Penggunaan Oleh Nelayan
Keberadaan Jaminan
F
%
F
%
Bentuk Pembayaran Dengan Uang F %
26
87
0
0
26
87
1 0 0 0 0
3 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Terkait dengan pemasaran hasil tangkapan, sebanyak 97% nelayan tidak memasarkan kepada konsumen secara langsung, tetapi dipasarkan melalui pedagang pengumpul desa dan 97% berasal dari dalam desa dengan cara pembayaran secara tunai. Dalam hal ini memereka mempunyai ikatan bisnis antara nelayan dan pedagang pengumpul karena untuk memenuhi modal usaha, responden meminjam uang kepada pedagang pengumpul. Hanya 1 (3%) responden, ikan hasil tangkapan dijual kepada pedagang besar kecamatan dan berasal dari desa serta melakukan pembayaran secara tunai. Responden tersebut mempunyai mata pencarian utama sebagai pedagang. Tabel 4.85 Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang Kabupaten OKI, 2010 Asal Dari Cara Tenaga Kerja Keberadaan Desa Pembayaran No Upahan F % F % F % 1. Pedagang 30 97 30 97 30 97 Pengumpul Desa 2. Pedagang Besar 1 3 1 3 1 3 Kecamatan Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Kelembagaan terakhir adalah kelembagaan kelompok dan kelembagaan penyuluhan. Kelembagaan kelompok keberadaannya tidak ditemui di desa Berkat, sehingga responden tidak pernah membahas kegiatan seperti penentuan harga Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
140
Laporan Teknis 2010 ikan, pemasaran hasil, arisan, keselamatan nelayam, konflik, aktivitas/ritual adat, dan peraturan pemerintah. Kelembagan penyuluh telah terbentuk di Kabupaten OKI yaitu Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kegutanan (BP4K). Dalam hal ini BP4K dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir (OKI) Nomor: 15 Tahun 2007 tertanggal 2 Juli 2007 (Laptek, 2009). Meskipun telah terbentuk kelembagaan penyuluhan, menurut responden penyuluh tidak memberikan peran aktif dalam kegiatan penyuluhan seperti dalam teknologi penangkapan ikan,budidaya perikanan, pengolahan hasil perikanan, pemasaran hasil perikanan dan konservasi hasil perikanan. Meskipun demikian, jika terjadi masalah teknis perikanan berupa gangguan keamanan, konflik nelayan, pencurian ikan, penggunaan alat tangkap yg destruktif sebanyak 3% responden mendapatkan bantuan informasi dari dinas KKP dan tokoh masyarakat, 93% dari sesama pembudidaya, 28% dari aparat desa, dan 2% diatasi sendiri. Sementara mengenai jenis dan harga ikan, resnponden mendapatkan bantuan informasi dari Dinas KKP sebanyak 3%, sesama pembudidaya sebanyak 78% dan diatasi sendiri sebanyak 6%.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
141
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.86 Keberadaan Masalah Teknis Perikanan, Jenis dan Harga Ikan berdasarkan Sumber Informasi di Desa Berkat, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2010 Masalah Teknis Mengenai Jenis Perikanan & Harga Ikan No Bantuan Informasi Jumlah F % F % 1. PPL 2. Dinas KKP 1 1 100 1 100 3. Sesama 28 26 93 25 89 Pembudidaya 4. Aparat Desa 9 9 100 0 0 5. Tokoh Masyarakat 1 1 100 0 0 6. Kelompok 0 0 0 0 0 Pembudidaya Ikan 7. Pedagang Input 0 0 0 0 0 8. Pedagang Hasil 0 0 0 0 0 Perikanan 9. Diatasi Sendiri 3 6 67 2 67 10. Dibiarkan Saja 0 0 0 0 0 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Purwakarta 1.
Kelembagaan input jasa/sarana produksi Ketersediaan dan jumlah sarana produksi pada lokasi penelitian sangat
memadai dan mudah dijangkau sehingga jika responden memerlukan sarana produksi kapanpun selalu tersedia. Untuk
lokasi kelembagaan input seperti
perahu dan alat tangkap berada di Desa Panyindangan dan lingkup Kecamatan Sukatani, namun untuk ketersediaan kelembagaan input mesin berada di Kota Kabupaten (Purwakarta) dan Kota lainnya seperti Bandung, Jakarta, Cikampek dan Karawang.
Tabel 4.87 Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Pembudidaya Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Ikan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, 2010 Ketersediaan
Cara Pembayaran
Kemitraan
No
Jenis Input Produksi
F
%
F
%
F
%
1
Perahu ≤ 5 GT , tanpa motor
17,00
54,84
17,00
54,84
0
0
2
Jaring tepi
8,00
25,81
8,00
25,81
0
0
3
Lainnya
11,00
35,48
10
32,26
0
0
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
142
Laporan Teknis 2010 2.
Kelembagaan Tenaga Kerja Kelembagaan tenaga kerja tidak didapatkan dilokasi perikanan, karena
usaha penangkapan ikan adalah tradisional dan hanya dilakukan seorang diri (tidak memerlukan anak buah kapal). 3.
Kelembagaan Permodalan Kelembagaan permodalan yang sering dihubungi oleh responden adalah
kelembagaan permodalan informal seperti juragan maupun pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul biasanya dihubungi oleh responden untuk keperluan pemenuhan
kebutuhan
sehari-hari
dan
pemenuhan
operasional
usaha
penangkapan. 4.
Kelembagaan Pemasaran Hasil Responden atau nelayan di Desa Panyindangan biasanya menjual hasil
tangkapan kepada juragan (bandar), pedagang pengumpul (pedagang keliling) maupun konsumen langsung. Tidak ditemui kelembagaan pemasaran hasil secara khusus, namun sebagian responden sudah memiliki ikatan bisnis dengan para bandar maupun pedagang pengumpul, maka nelayan langsung memasarkan hasil tangkapan kepada bandar maupun pedagang pengumpul. Bentuk produk yang dijual adalah ikan hidup dan ikan segar dengan pembayaran secara tunai. 5.
Kelembagaan Kelompok Dan Penyuluh Ada beberapa kelembagaan kelompok nelayan tangkap yang ditemui pada
lokasi penelitian, antara lain HINPUJAT dan PULTANUR. Kegiatan kelompok nelayan ini antara lain adalah pengaturan ukuran mata jaring, penentuan harga ikan dan masalah-masalah yang terkait penangkapan ikan. Sementara untuk kegiatan penyuluhan dilakukan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta melalui tenaga penyuluhnya (PPTK) . Jika responden mendapatkan masalah mengenai usaha penangkapan, maka responden mencari informasi kepada rekan sesama nelayan, anggota kelompok maupun kepada penyuluh (PPTK) perikanan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
143
Laporan Teknis 2010 4.4.
Sintesa dan Dinamika Perkembangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan Budidaya
4.4.1. Deskripsi Rumah Tangga Responden Karakteristik responden dalam kegiatan penelitian Panelkanas bidang perikanan budidaya tambak di dua lokasi penelitian yang diperlihatkan pada Tabel 4.88 menunjukkan bahwa meskipun mereka sebagian besar tergolong tenaga kerja produktif, kecuali hanya pada perikanan budidaya tambak di Pangkep yang dibawah 50%, yaitu 44%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar para petambak tradisional telatif masih termasuk dalam kategori yang produktif untuk bekerja dan berpikir jauh ke depan. Hal ini pada akhirnya akan berkaitan dengan penerimaan inovasi baru serta kekosmoplitan mereka serta pengorganisasian mereka di dalam berkelompok secara dinamis.
Tabel 4.88 Karakteristik Responden Budidaya, 2010 No Uraian / Komponen 1. 2. 3.
Usia (21- 50 Th) Pendidikan (SD) Tanggungan (> 4 orang)
Panelkanas
Bidang
Perikanan
Tambak Gresik (%)
Tambak Pangkep (%)
Budidaya Rumput Laut (%)
Budidaya Pembudidaya Air Tawar Ikan Air /KJA (%) Tawar (%)
59
44
48
59
56
65
41
38
72
43
24
62
-
28
-
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Kemudian, dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, hanya sebagian kecil dari mereka yang memiliki tanggungan lebih dari 4 orang, kecuali pada masyarakat perikanan budidaya tambak di Pangkep, Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga petambak di wilayah Pangkep Sulawesi Selatan merupakan keluarga besar yang lebih memungkinkan adanya pemanfaatan tenaga kerja keluarga dalam usaha pertambakan yang mereka laksanakan daripada lokasi lainnya. Dari sisi tingkat pendidikan, pendidikan seluruh pelaku usaha perikanan budidaya sangat rendah, yaitu hanya mencapai Sekolah Dasar. Hal ini akan berpengaruh terhadap usaha perikanan yang mereka laksanakan yang lebih lanjut nantinya akan berkaitan dengan sifat usahanya yang mengarah kepada ciri usaha
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
144
Laporan Teknis 2010 perikanan yang bersifat tradisional. Lokasi penelitian yang dilakukan pada bidang perikanan budidaya ditunjukkan pada Tabel 4.89.
Tabel 4.89 Lokasi Dan Tipologi Desa Contoh Bidang Perikanan Budidaya Dalam Riset Panelkanas 2010 No
Kabupaten
Desa Sampel
Tipologi
1.
Cianjur (Jawa Barat)
Cikidang Bayabang
KJA
2.
Gresik (Jawa Timur)
Pangkah Wetan
Tambak
3.
Pangkep (Sulawesi Selatan) Talaka
Tambak
4.
Klungkung (Bali)
Batununggul
Rumput Laut
5.
Subang (Jawa Barat)
Sumur Gintung
Kolam Air Tawar
Sumber: Data Primer, 2010
4.4.2. Usaha Sintesa Tabel 4.90, 4.91, dan 4.92 menunjukkan bahwa meskipun penerimaan usaha yang didapatkan masyarakat pembudidaya cukup tinggi, yaitu berkisar antara puluhan juta hingga ratusan juta per tahun, tetapi efisiensi usaha yang mereka laksanakan masih banyak yang tergolong rendah. Efisiensi usaha yang rendah tersebut diperlihatkan dengan angka RC Ratio yang nilainya kurang dari 2, yang terjadi pada usaha perikanan budidaya air tawar (baik kolam maupun keramba jarring apung), serta juga terjadi pada usaha pertambakan di wilayah Pangkep, Sulawesi Selatan. Sementara, usaha perikanan yang efisiensi usahanya lebih dari 2 atau cukup baik terlihat pada usaha pertambakan di Gresik baik pada skala mikro maupun kecil, sedangkan di Pangkep hanya pada skala mikro.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
145
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.90 Struktur Penerimaan, Biaya Dan Keuntungan Usaha Perikanan Budidaya Tambak Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 Uraian (Komponen)
Gresik
Pangkep
Penerimaan Usaha (Rp/th)
24.998.958
37.586.563
12.253.000
32.904.167
Total Biaya (Rp/th)
6.613.375
10.919.360
5.944.005
21.569.936
Biaya Tetap
2.152.303
4.187.277
2.262.672
7.321.374
Biaya Operasional
4.461.071
6.732.083
3.681.333
14.248.562
Keuntungan Usaha (Rp/th)
18.385.584
26.667.202
6.308.995
11.334.231
3,78
3,44
2,06
1,53
107.715.953
298.643.302
31.558.408
85.507.614
Return Cost Ratio (RC Ratio) Total Investasi (Rp/th)
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.91 Struktur Penerimaan, Biaya Dan Keuntungan Usaha Perikanan Budidaya Laut Dan Keramba Jaring Apung Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 Budidaya Air Tawar Uraian (Komponen) Budidaya Laut (Keramba Jaring Apung) Penerimaan Usaha (Rp/th) 14.053.156 87.292.400 244.953.407 Total Biaya (Rp/th) 12.849.714 79.451.544 180.230.732 Biaya Tetap 5.365.048 8.309.844 14.255.376 Biaya Operasional 7.484.667 71.141.700 165.975.357 Keuntungan Usaha (Rp/th) 1.203.441 7.840.856 64.722.675 Return Cost Ratio (RC Ratio) 1,09 1,10 1,36 Total Investasi (Rp/th) 8.730.794 33.975.167 57.022.060 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.92 Struktur Penerimaan, Biaya Dan Keuntungan Usaha Perikanan Budidaya Air Tawar (Pembenih Dan Pendeder) Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 Uraian (Komponen) Pembenih Pendeder Penerimaan Usaha (Rp/th) 50.539.615 63.695.294 Total Biaya (Rp/th) 23.721.448 37.986.901 Biaya Tetap 5.343.979 8.492.761 Biaya Operasional 18.377.469 29.494.140 Keuntungan Usaha (Rp/th) 26.818.167 25.708.393 Return Cost Ratio (RC Ratio) 2,13 1,68 Total Investasi (Rp/th) 48.478.715 154.285.052 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Jika dilihat lebih lanjut, maka efisiensi usaha yang rendah yang terjadi pada beberapa lokasi dan usaha tersebut antara sebagai akibat tingginya biaya
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
146
Laporan Teknis 2010 pakan yang dikeluarkan pada usaha budidaya tersebut. Sebagai contoh; pada usaha budidaya ikan sistem keramba jaring apung yang dilakukan pembudidaya di Waduk Cirata, Cianjur, biaya pakannya mencapai 75% dari biaya produksi secara total pada usaha budidaya skala mikro dan mencapai 54% pada skala kecil (Apriliani et al., 2010). Ini berarti faktor utama yang sangat berpengaruh pada yang menjadi pembatas pada usaha perikanan budidaya system keramba jaring apung yang terjadi saat ini. Dalam hal ini, juga berkaitan dengan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pakan ikan untuk digunakan pada budidaya ikan sistem keramba jaring apung antara lain adalah kualitas pakan, sifat fisik, warna dan aromanya (Suhenda, 1995). Kadar protein pakan yang diperlukan dalam usaha pembesaran yang cukup baik adalah 26-28% untuk ikan mas, gurame dan nila dengan kadar lemak berkisar 6-8%.
Kemudian, jumlah pakan
yang diberikan per hari erat kaitannya dengan umur dan ukuran ikan. Ikan yang lebih muda memerlukan makanan yang relatif lebih banyak daripada ikan dewasa. Frekuensi pemberian pakan menentukan banyak sedikitnya jumlah pakan setiap satu kali pemberian. Apabila pakan diberikan terlampau sering atau jumlah pakan per satu kali pemberian terlalu sedikit maka akan terjadi persaingan untuk memperoleh pakan yang mengakibatkan ukuran ikan pada waktu panen bervariasi dan juga faktor tenaga dan waktu terpengaruh (Suhenda, 1995). Faktor pembatas lainnya yang diperkirakan berkaitan dengan efisiensi usaha tersebut, pada perikanan budidaya antara lain kurangnya penguasaan pembudidaya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan cara budidaya yang baik untuk setiap teknik budidaya ikan, yang selanjutnya diperlihatkan pada bagian kelembagaan. Ikatan antara pembudidaya dan pedagang juga berpengaruh terhadap harga jual ikan hasil produksi, baik terhadap pedagang pakan ikan maupun pedagang lainnya yang berfungsi sebagai pemberi pinjaman modal, sehingga dalam pengadaan sarana produksi terutama pakan mereka sangat tergantung kepada pedagang atau pemilik modal, yang tidak lain juga berfungsi sebagai penentu harga ikan hasil budidaya mereka. Secara lebih detail, perkembangan usaha rumah tangga nelayan perikanan budidaya pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut:
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
147
Laporan Teknis 2010 Cianjur KJA di Cikidangbayabang umumnya mempunyai ukuran 14 m x 14 m x 6 m per unitnya. Dalam satu unit KJA biasanya terdiri dari empat petak dan tiap petak mempunyai satu jaring utama. Konstruksi utama KJA terdiri atas kerangka keramba yang biasa terbuat dari besi atau bambu. Kemudian jaring utama atau jaring atas, biasanya berukuran 6 m x 6 m x 4 m dengan diameter jaring 0,75” dan 3 jaring ukuran sama dengan diameter mata jaring 1”. Lapis terluar adalah jaring kolor yang biasanya melingkupi satu unit keramba atau mempunyai ukuran 14 m x 14 m x 6 m. Selain itu juga terdapat jaring dolos yang mirip dengan jaring utama tetapi melingkupi dua petak atau mempunyai ukuran 6 m x 12 m x 3 m. Tiap satu unit kerangka keramba biasanya terdiri dari pelampung sejumlah 36 buah terbuat dari styrofoam atau drum. Jenis ikan utama yang dipelihara adalah ikan Mas dan Nila. Pada beberapa pembudidaya juga memelihara jenis ikan Bawal, Gurame atau Patin tetapi tidak dalam jumlah banyak. Pola budidaya yang dilakukan pembudidaya umumnya adalah polikultur. Dimana pada jaring utama dipelihara ikan Mas atau Bawal kemudian ikan Nila berada di jaring kolor atau di bawah jaring utama. Ukuran benih untuk pembesaran ikan Mas adalah 10-15 gram sedangkan untuk pembesaran Nila adalah 8-10 gram. Benih ikan biasanya disuplai dari Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Subang. Pemberian pakan biasanya tiga kali sehari, tetapi pembudidaya ada yang memberi pakan sampai lima kali dalam sehari. Jenis pakan yang digunakan adalah pelet. Benih ikan Mas ukuran 15 gram dapat tumbuh mencapai ukuran konsumsi 250 s/d 300 gram dalam waktu 120 hari. Sedangkan Nila dapat dipanen setelah berumur 6 – 8 bulan. Pembudidaya ikan pada keramba jaring apung (KJA) di Desa Cikidangbayabang yang menjadi responden sebagian besar mengusahakan ikan mas dan nila sebagai komoditas utama usahanya. Usaha budidaya ikan pada KJA di Desa Cikidangbayabang didominasi oleh skala usaha mikro dan kecil dengan komoditas usaha yang relatif homogen. Konstruksi KJA umumnya adalah jaring ganda yang terdiri dari jaring atas dan bawah. Komoditas yang dipelihara adalah ikan mas untuk jaring atas dan ikan nila pada jaring bawah. Walaupun demikian ada juga pembudidaya yang memelihara ikan bawal sebagai komoditas utama.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
148
Laporan Teknis 2010 Keragaan usaha dalam RTP budidaya pada KJA di Cikidangbayabang yang biasanya berpengaruh terhadap pendapatan usaha adalah jumlah unit KJA, pola budidaya dan jenis komoditas ikan dan status kepemilikan aset (sebagai pemilik atau pandega/penjaga). Investasi usaha budidaya ikan dengan sistem KJA untuk skala mikro dengan jumlah KJA kurang dari 2 unit rata-rata berjumlah Rp 33.975.167,- dimana persentase yang paling besar digunakan untuk pembelian KJA dan pembangunan rumah jaga dimana masing-masing sekitar 41,21% dan 32,38%. Sedangkan untuk udaha budidaya ikan dengan skala kecil yaitu dengan jumlah KJA antara 2-10 unit biaya investasi rata-rata yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 57.022.060,-. Persentase terbesar yang digunakan seperti halnya pada skala mikro yaitu untuk pembelian KJA yaitu sebesar 51,73 Tabel 4.93 Struktur Aset dan Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan pada KJA per tahun di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Uraian
KJA Bambu/Besi Serokan Bambu Rumah Jaga Perahu Jaring Utama Jaring Kolor 1/ dolos Jaring kolor 2 Jangkar Tali jangkar Pelampung Gudang Pakan Lampu neon/petromak/center 14 Timbangan 15 Tempat Ikan 16 Biaya Tidak Tetap 1 trip Total
Umur Teknis (Tahun)
Mikro ( < 2unit KJA) Rata-rata (Rp)
Standar Persen-tase Deviasi (%)
10 1 10 20 5 5 5 5 5 7 20 10 5
14.000.000 2.000 0 11.000.000 416.667 287.500 1.000.000 2.039.000 413.333 1.816.667 2.300.000 0 350.000
9.669.540 6.928.203 275.379 229.810 212.132 2.264.467 509.640 2.757.868 1.135.782 -
24,27 0 0 19,07 0,72 0,5 1,73 3,53 0,72 3,15 3,99 0 0,61
Kecil (2-10 unit KJA) PersenRata-rata Standar tase (Rp) Deviasi (%) 29.498.182 45.441.303 24,89 35.000 43.780 0,03 2.450.000 2.899.138 2,07 4.278.125 4.061.402 3,61 3.327.500 4.579.065 2,81 2.380.000 1.888.297 2,01 3.959.091 2.662.407 3,34 4.920.615 3.748.081 4,15 946.923 1.074.549 0,8 1.103.846 1.413.545 0,93 2.910.833 1.697.712 2,46 850.000 212.132 0,72 152.500 52.520 0,13
10 5
250.000 100.000 23.713.900 57.689.067
141.421 -
0,43 0,17 41,11 100
159.444 50.000 61.496.786 118.518.846
65.596 -
0,13 0,04 51,89 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Komponen biaya tetap meliputi penyusutan sarana produksi, biaya listrik, retribusi, pemeliharaan sarana produksi, dan upah karyawan. Biaya variabel meliputi biaya benih ikan dan biaya pakan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
149
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.94 Struktur Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan pada KJA per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010 No
Uraian
1.
Pajak
2.
Retribusi
3.
Bunga Investasi
4.
Biaya Penyusutan : -KJA Bambu/Besi -Serokan -Bambu -Rumah Jaga
Mikro ( < 2unit KJA)
STDEV
Kecil (2-10 unit KJA)
STDEV
980.000
980.000
231.500
-
-
196.000
6.922.688 -
14.222.261 -
-
1.400.000
2.949.818
2.000
35.000
-
245.000
550.000
213.906
-Perahu
83.333
665.500
-Jaring Utama
57.500
476.000
-Jaring Kolor 1/Jaring dolos
200.000
791.818
-Jaring kolor 2
407.800
984.123
82.667
189.385
-Tali jangkar
259.524
157.692
-Pelampung
115.000
145.542
-Jangkar
-Lampu neon/petromak/center
-
85.000
-Timbangan
70.000
30.500
-Tempat Ikan
25.000
15.944
11.155.512
21.634.990
Total
71.000
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Struktur biaya operasional usaha budidaya pada KJA masih didominasi oleh kebutuhan pakan pelet, kemudian benih. Input usaha yang paling berpengaruh dalam usaha budidaya ikan pada KJA adalah pakan. Jumlah pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan ikan mempengaruhi jumlah ikan yang berhasil dipanen. Semakin besar jumlah pakan yang diberikan maka semakin besar pula berat ikan yang bisa dipanen. Intensitas usaha budidaya pada sebagian besar responden mengalami penurunan yang disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki. Harga pakan yang tinggi dan rendahnya produktivitas menjadi alasan beberapa pembudidaya untuk mengurangi intensitas usahanya. Kolam KJA tidak diisi optimal atau banyak petak KJA yang dibiarkan kosong, begitu juga dengan pemberian pakan yang hanya sedikit. Harga komoditas ikan mas pada akhir bulan April 2010 berkisar antara Rp10.500 - Rp11.000 merupakan harga terendah yang pernah dirasakan pembudidaya ikan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
150
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.95 Struktur Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Ikan pada KJA per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010 No
Uraian
Mikro ( < 2unit KJA)
STDEV
Kecil (2-10 unit KJA)
59.464.500
21.368.733
93.978.900
34.902.000
-
-
4.200.000
-
STDEV
1.
Pakan Pelet
2.
Pakan Rucah
3.
Benih Mas
6.273.000
1.578.070
19.963.957
7.060.816
4.
Benih Nila
4.504.200
714.563
5.747.500
3.544.856
5.
Benih Bawal
-
-
3.510.000
-
6.
Listrik
900.000
80.000
475.000
46.308
7.
Pupuk Urea
-
-
25.800.000
-
8.
Tenaga Kerja Persiapan Lahan
-
-
1.500.000
-
9.
Tenaga Kerja Pemeliharaan
-
-
5.400.000
-
10.
Tenaga Kerja Panen
-
-
5.400.000
-
71.141.700
Total
165.975.357
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan mas dan ikan nila baik dengan teknik jaring ganda maupun jaring tunggal namun dari 30 responden terdapat satung orang responden yang melakukan budidaya ikan bawal. Rata-rata penerimaan per tahun untuk skala mikro adalah sekitar Rp 87.292.400,sedangkan untuk pembudidaya skala kecil sekitar Rp 244.953.407. Tabel 4.96 Struktur Penerimaan Usaha Budidaya Ikan pada KJA per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010 Uraian
Mikro ( < 2unit KJA)
1
Ikan Mas
2
Ikan Nila
3
Ikan Bawal
No
Total
STDEV
Kecil (2-10 unit KJA)
STDEV
73.772.400
19.821.991
121.594.043
43.420.203
13.520.000
13.974.691
15.431.364
10.931.131
87.292.400
-
107.928.000
-
244.953.407
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
151
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.97 Analisis Usaha Budidaya Ikan pada KJA di Desa Cikidangbayabang, Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 2010 Nilai No
Uraian
1.
Total Biaya: a. Biaya Tetap (Rp): b. Biaya Tidak Tetap (Rp): 2. Penerimaan (Rp) : 3. Pendapatan bersih (Rp.): 4. RC Ratio 5. Profitabilitas Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Mikro ( < 2unit KJA) 82.297.212 71.141.700 11.155.512 87.292.400 4.995.188 1,06 0,06
Kecil (2-10 unit KJA) 187.610.347 165.975.357 21.634.990 244.953.407 57.343.060 1,31 0,31
Keuntungan usaha budidaya ikan pada KJA dalam satu tahun antara skala mikro dan kecil relatif cukup signifikan yaitu sekitar Rp. 4.995.188 untuk skala mikro dan Rp. 57.343.060 untuk skala kecil. Kondisi ini dapat terjadi karena adanya usaha dari pembudidaya ikan skala kecil untuk menurunkan intensitas produksinya dengan cara membiarkan beberapa KJA dalam keadaan kosong atau mengurangi jumlah pakan yang diberikan. Nilai R/C rasio pada skala usaha mikro dan kecil yang berkisar antara 1,06 dan 1,31 menunjukkan usaha tersebut hanya memberikan keuntungan yang rendah. Hambatan yang berpengaruh terhadap usaha budidaya ikan pada KJA adalah semakin meningkatnya harga input produksi, khususnya harga pakan ikan. Kenaikan harga pakan ikan sebesar Rp 100 – Rp 500 per kilogram sangat mempengaruhi keuntungan usaha pembudidaya ikan. Harga pakan ikan berkisar antara Rp 4.950 – Rp 5.500 per kilogram. Bahkan, kenaikan harga pakan ikan diperparah dengan tidak stabilnya harga ikan yang dihasilkan. Fluktuasi harga ikan Mas (Cyprinus carpio) pada tahun 2009 berkisar antara Rp 11.000 – Rp. 16.000 sedangkan ikan Nila (Oreochromis niloticus) berada pada kisaran Rp. 7.500 – Rp 10.500. Pada saat dilakukan wawancara, harga ikan Mas (Cyprinus carpio) bahkan mencapai harga terendah selama beberapa tahun terakhir yaitu Rp. 10.500. Sementara itu, harga ikan Bawal (Colosoma macropomum) berkisar pada harga Rp 6.400 - Rp 8.000. Fluktuasi keuntungan usaha yang diperoleh pembudidaya ikan di Desa Cikidangbayabang mengakibatkan penjual pakan yang biasa memberikan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
152
Laporan Teknis 2010 pinjaman modal berupa pakan mulai mengurangi jumlah pinjaman pakannya. Bahkan, pinjaman pakan yang memegang peranan penting dalam usaha budidaya ikan semakin sulit diperoleh sedangkan pembudidaya ikan mempunyai kemampuan terbatas untuk membeli pakan secara tunai. Kondisi tersebut memaksa sebagian besar pembudidaya ikan untuk mengurangi intensitas usahanya. Keramba jaring apung pembudidaya ikan banyak dikosongkan atau hanya ditebar ikan dalam jumlah sedikit dengan pemberian pakan yang sedikit pula. Produksi ikan Mas yang diperoleh pembudidaya skala mikro dan kecil dalam satu tahun berurutan adalah 9.645 dan 15.536 kilogram. Produksi ikan Nila dalam satu tahun untuk skala mikro dan kecil berurutan adalah 2.438 dan 3.293 kilogram. Adapun pakan yang harus dikeluarkan dalam waktu satu tahun pada skala mikro dan kecil berurutan adalah 22.351 dan 30.741 kilogram. Nilai ratarata konversi pakan dengan jumlah produksi ikan Mas yang dihasilkan adalah 43% untuk skala mikro dan 51% untuk skala kecil dengan artian produksi ikan Mas yang dihasilkan adalah 43% dan 53% atas pakan yang diberikan. Usaha budidaya ikan skala kecil yang memelihara ikan Bawal dalam satu tahun menghasilkan produksi sebanyak 13.491 kilogram dengan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 20.045 kilogram sehingga konversi pakan terhadap ikan adalah 67%. Subang Kebutuhan investasi usaha budidaya pembenihan dan pendederan ikan di Desa Sumur Gintung, Kecamatan Pegaden Barat, Kabupaten Subang meliputi penyediaan aset produksi dan biaya operasional satu siklus produksi. Berdasarkan hasil survai monitoring tahun 2010, kebutuhan aset produksi mencapai Rp 48.478.715 untuk usaha budidaya pembenihan ikan dan Rp 154.285.052 untuk usaha pendederan ikan. Sedangkan perhitungan biaya operasional satu siklus produksi yang dibutuhkan mencapai Rp 1.837.747 untuk usaha pembenihan ikan dan Rp 2.949.414 untuk usaha pendederan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
153
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.98 Kebutuhan Investasi Usaha Budidaya Pembenihan dan Pendederan Ikan Di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 Jenis Usaha Pembenihan No
Uraian Satuan Volume
1 Kebutuhan Aset Produksi Tambak/Kolam m2 2552 Mobil Operasional unit Serokan unit 3 Pintu Air unit 2 Pipa/Selang Air unit 35 Jaring/Jaring Pelindung unit 2 Bambu unit 35 Kakaban unit 16 Rumah Jaga unit 1 Pompa Air unit 1 Motor Operasional unit 1 Lampu neon/Petromak/Center unit 1 Tempat Ikan unit Timbangan unit Tabung Oksigen unit Total Aset Produksi 2 Biaya Operasional Dalam Satu Siklus Produksi 3 Total Investasi
Nilai
26.513.462 55.500 2.059.571 2.180.000 284.231 177.917 331.923 1.700.000 2.500.000 12.561.111 115.000 48.478.715 1.837.747 50.316.462
Pendederan PersenVolume tase (%) 52,7 0,1 4,1 4,3 0,6 0,4 0,7 3,4 5,0 25,0 0,2
7.238 1 2 2 5 2 22 9 2 1 1 1 1
96,3 3,7 100
Nilai
35.094.706 100.000.000 74.438 703.333 136.667 354.853 185.417 150.222 2.443.750 13.541.667 50.000 300.000 1.250.000 154.285.052 2.949.414 157.234.466
Persentase (%) 22,3 63,6 0,0 0,4 0,1 0,2 0,1 0,1 1,6 8,6 0,0 0,2 0,8 98,1 1,9 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keragaan usaha budidaya ikan yang ada di Desa Sumur Gintung, Kecamatan Pagaden Barat, Kabupaten Subang dibagi menjadi dua jenis usaha yaitu pembenihan dan pendederan. Dalam pelaksanaannya, jenis usaha tersebut memerlukan biaya-biaya, baik itu investasi, biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya investasi jenis usaha pembenihan dan pendederan berjumlah masingmasing sebesar Rp 48.478.715 dan Rp 154.285.052 dimana persentase yang paling besar digunakan untuk pembelian kolam, yaitu rata-rata sebesar 55% atau Rp 26.513.462,- dan 23% atau Rp 35.094.706,- (untuk jenis usaha pembenihan dan pembesaran). Disusul investasi yang dikeluarkan untuk kendaraan operasional, seperti mobil dan motor, yaitu sebesar 65% untuk investasi mobil serta masing-masing sebesar 26% dan 9% untuk investasi kendaraan operasional motor. Selain investasi, terdapat juga biaya tetap dan tidak tetap yang harus dikeluarkan. Biaya tetap yang dikeluarkan antara lain biaya penyusutan, pajak dan retribusi. Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun untuk jenis
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
154
Laporan Teknis 2010 usaha pembenihan dan pendederan masing-masing berjumlah Rp 5.343.979,- dan Rp 8.492.761,-. Sedangkan biaya tidak tetap (biaya variabel) yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha budidaya antara lain pembelian induk, bibit/benih, pupuk (TSP dan Urea), pakan, obat-obatan, tenaga kerja persiapan lahan, tenaga kerja pemeliharaan, tenaga kerja panen dan biaya lain-lain. Masing-masing biaya tidak tetap (biaya variabel) yang dikeluarkan untuk jenis usaha pembenihan dan pendederan dalam satu tahun masing-masing sebesar Rp 18.377.469,- dan Rp 29.494.140,-. Dalam setahun total biaya (tetap dan variabel) yang harus dikeluarkan untuk jenis usaha pembenihan dan pendederan adalah masing-masing sebesar Rp 23.721.448,- dan Rp 37.986.901,- sedangkan penerimaannya masing-masing sebesar Rp 50.539.615,- dan Rp 63.695.294,-, sehingga nilai R/C Ratio yang dihasilkan dari usaha budidaya masing-masing sebesar 2,13 dan 1,68. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya tersebut layak untuk dilakukan karena nilai R/C Ratio yang diperoleh lebih besar dari satu.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
155
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.99 Struktur Biaya dan Penerimaan Budidaya Ikan Mas di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010
No.
Uraian
1 Biaya Tetap Penyusutan Mobil Operasional Serokan Pintu Air Pipa/Selang Air Jaring/Jaring Pelindung Bambu Kakaban Rumah Jaga Pompa Air Motor Operasional Lampu neon/Petromak/Center Tempat Ikan Timbangan Tabung Oksigen Pajak Retribusi Total Biaya Tetap 2 Biaya Variabel Induk Bibit/Benih Pupuk TSP Pupuk Urea Pakan Obat-obatan Tenaga Kerja Persiapan Lahan Tenaga Kerja Pemeliharaan Tenaga Kerja Panen Lainnya Total Biaya Variabel Total Biaya 4 Penerimaan 5 Keuntungan 6 R/C Ratio Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Jenis Usaha Pembenihan Pendederan PersenPersenNilai Nilai tase tase (%) (%)
73.333 329.444 311.429 125.769 167.167 413.718 551.852 1.250.000 1.810.833 35.433 90.000 185.000 5.343.979 8.978.977 628.846 300.000 693.000 3.103.846 3.697.800 975.000 18.377.469 23.721.448 50.539.615 26.818.167 2,13
1 6 6 2 3 8 10 23 34 1 2 3 100 49 3 2 4 17 20 5 100
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
5.000.000 78.521 91.472 34.810 159.510 152.273 192.333 601.926 1.679.861 50.000 47.500 116.667 133.889 154.000 8.492.761 3.188.235 150.353 185.176 23.322.471 165.383 1.070.706 200.000 1.083.482 128.333 29.494.140 37.986.901 63.695.294 25.708.393 1,68
59 1 1 0 2 2 2 7 20 1 1 1 2 2 100 11 1 1 79 1 4 1 4 0 100
156
Laporan Teknis 2010 Gresik Prijosoebroto S (1991) menyatakan bahwa dalam usaha perikanan tambak diperlukan biaya produksi. Selanjutnya Djojodipuro (1991) menyatakan biaya dalam proses produksi dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah berkenaan dengan penggunaan aset tetap, seperti mesin. Biaya ini adalah dalam bentuk depresiasi. Suatu ciri depresiasi adalah bahwa depresiasi merupakan biaya yang diperhitungan tetapi tidak dikeluarkan, melainkan masuk dalam cadangan perusahaan. Biaya variabel adalah merupakan pengeluaran bagi bahan mentah dan tenaga. Berbeda dengan biaya tetap yang tidak dipengaruhi oleh volume produksi, biaya variabel sejalan dengan volume produksi. Biaya tetap ditambah dengan biaya variabel adalah biaya total. Biaya total penting dalam memperhitungkan penerimaan bersih, karena penerimaan bersih sama dengan penerimaan total dikurangi biaya total. Dalam jangka panjang, jika penerimaan total tidak lebih besar dari biaya total, produsen tidak akan berproduksi (Bishop dan Toussaint 1979). Biaya investasi yang diperlukan dalam usaha budidaya ini sangat tinggi yaitu Rp 108.585.833,- untuk skala mikro dan Rp 298.588.302,-. untuk skala kecil. Biaya investasi tersebut merupakan estimasi yang diberikan pembudidaya terhadap nilai aset usaha saat ini. Tingginya nilai investasi khususnya harga tanah dipengaruhi oleh isu tentang adanya perluasan salah satu perusahaan pengeboran minyak yang akan memperluas wilayah operasional kerjanya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
157
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.100 Perhitungan Keuntungan Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng dan Udang di Desa Pangkah Wetan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Selama Setahun 2010 Unit: 1 Tahun (3 Siklus), 1 Siklus 3- 4 bulan No A.
B.
C.
D. E. F.
Uraian Investasi (A) Lahan tambak Rumah Jaga Pintu Air Tempat Ikan Lain-lain Total Biaya (B1+B2) Biaya Tetap (B1) Pajak Bunga Investasi Penyusutan sarana produksi*) - Rumah Jaga - Pintu Air - Tempat Ikan - Timbangan - Serokan Biaya Variabel (B2) Benih Bandeng Benih Udang Windu Pupuk Persiapan lahan Obat-obatan Upah Panen Penerimaan C Bandeng (Kg) Udang (Kg) Keuntungan (C-B) R/C Ratio Profitabilitas (∏/TC)
Mikro (< 5 Ha) Jumlah Nilai (Rp) 108.585.833 30.385 101.250.000 1 bh 3.666.667 2 unit 3.505.000 3 bh 164.167
Kecil (5-15 Ha) Jumlah Nilai (Rp.) 298.558.302 73733,33 286.000.000 2 bh 4.615.385 3 unit 7.742.917 5 bh 200.000
17.660.077 2.685.911 136.667 775.914
22.148.354 4.353.532 480.000 1.517.196
1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 26400 169.286 337,5 3 3 81 1.488 758 199
1 thn 0
845.833 1 thn 827.778 1 thn 42.222 1 thn 30.000 1 thn 27.496 1 thn 14.974.167 2.516.667 44571,43 6.780.000 345000 438.750 450 450.000 9 438.750 5,1 4.350.000 33 20.481.250 1840,235 7.578.750 2609,6 12.902.500 1281 2.821.173 1,37 0,16
905.628 1.235.952 94.048 46.333 74.375 17.794.821 4.507.500 8.153.571 832.500 1.350.000 438.750 2.512.500 27.383.667 8.168.667 19.215.000 5.235.313 1,54 0,24
Standar Deviasi Kecil Mikro 60.842.223 3.302.236 3.350.995 76.376
144.897.881 6.623.717 5.223.529 70.711
37.368
269.862
656.732 670.199 10.408 24.749 26.339
671.727 1.027.610 45.255 9.623 65.449
638.738 1.529.052 232.718 162.696 79.432 144.338
609.872 3.009.419 241.273 260.200 134.691 246.221
2.155.826 7.737.594
4.080.731 6.802.367
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Biaya tetap yang dikeluarkan pembudidaya untuk pengelolaan tambak udang dan bandeng adalah pajak, bunga investasi, dan penyusutan sarana produksi (rumah jaga, pintu air, tempat ikan, timbangan, dan serokan). Biaya tetap yang paling besar dekeluarkan adalah bunga investasi, kemudian perbaikan pintu air dan perbaikan rumah jaga). Total biaya yang dikeluarkan untuk skala mikro Rp 2.685.911,- dan skala kecil Rp 4.353.532,- per tahun. Rata-rata kepemilikan usaha tambak tidak memiliki ijin usaha (SIUP), sehingga tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk ijin usaha. Biaya variabel yang dikeluarkan pembudidaya adalah pembelian benih, pupuk, persiapan lahan, obat-obatan dan upah panen. Biaya benih bandeng dengan lahan tambak skala mikro rata-rata 26.400 ekor per tahun dengan biaya Rp 2.516.667,-. Sedangkan untuk lahan tambak skala kecil rata-rata 44.571 ekor per tahun dengan biaya Rp 4.507.500,-. Sementara untuk biaya variabel yang dikeluarkan untuk tambak skala mikro dengan rata-rata benih udang yang ditebar 169.286 ekor per tahun sebesar Rp 6.780.000,- dan biaya variabel yang
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
158
Laporan Teknis 2010 dikeluarkan untuk lahan tambak skala kecil dengan rata-rata benih udang yang ditebar 345.000 ekor per tahun sebesar Rp 8.153.571,-. Penerimaan/ pendapatan adalah hasil kali jumlah produksi dikalikan dengan harga ikan/udang. Adapun total penerimaan/pendapatan usaha budidaya tambak di kecamatan Ujung Pangkah tahun 2010 untuk lahan skala mikro mencapai Rp 20.481.250,-.Sedangkan total penerimaan.pendapatan untuk lahan tambak skala kecil mencapai Rp 27.383.667,-. Keuntungan adalah selisih dari total penerimaan dengan total biaya tetap dan biaya variabel. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tambak skala mikro mencapai Rp 2.821.173,- dan dari lahan tambak skala kecil mencapai Rp 5.235.313,-. R/C rasio usaha budidaya tambak udang dan bandeng skala mikro adalah 1.37 dan usaha budidaya tambak udang dan bandeng skla kecil 1.54. ini menunujukkan bahwa kelayakan ekonomis usaha budidaya tambak udang windu yang ada Kecamatan Ujung Pangkah menunjukkan kriteria layak untuk diusahakan.
Klungkung Keragaan usaha budiaya rumput laut Pulau Nusa Penida Desa Batu Nunggul Dusun Batu Mulapan dengan menggunakan metode patok terdiri dari investasi (aset budidaya), biaya operasional dan penerimaan. Aset yang dimiliki oleh petani budidaya rumput laut metode patok Desa Batu nunggul terlihat pada Tabel berikut dilengkapi dengan umur ekonomis aset tersebut.
Tabel 4.101 Jenis Aset Budidaya Rumput Laut Metode Patok dan Umur Ekonomis No Jenis Aset Umur Ekonomis (tahun) 1. Tali ris 2 2. Tali Utama 2 3. Tali Jaring 2 4. Patok Ris Besi 20 5. Patok Ris Kayu 2 6. Patok Utama 2 7. Patok Jaring 2 8. Jaring 2 9. Terpal 1,5 10. Plastik Pembungkus 0,375 (3 kali musim tanam) 11. Plastik Pengikat 0,5 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
159
Laporan Teknis 2010 Usaha rumput laut dibutuhkan aset produksi dengan kisaran Rp 2.143.587 – Rp 11.922.261. aset produksi tersebut adalah tali berupa tali ris, tali utama, tali jaring; patok berupa patok ris besi atau kayu; patok utama dan patok jaring; jaring pelindung; Terpal dan Plastik pembungkus. Untuk memulai usaha budidaya rumput laut perlu mempersiapkan modal sebesar Rp 2.708.212 – Rp 13.232.689. Tabel 4.102 Kebutuhan Investasi Usaha Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 Unit Luas areal <2are Luas areal 2 - 5 are Nilai Sd Nilai Sd Aset Produksi 2.143.587 7.668.524 a. Tali ris 243.266 81.665 546.985 313.896 b. Tali utama 153.125 133.563 496.719 434.199 c. Tali jaring 212.625 239.494 193.463 96.514 d. Patok ris besi 480.000 763.675 4.258.333 2.742.338 e. Patok ris kayu 175.000 50.000 457.448 276.728 f. Patok utama 251.321 204.304 570.590 514.692 g. Patok jaring 337.500 45.000 519.469 130.702 h. Jaring pelindung 262.500 35.000 431.375 96.788 i. Terpal 39.250 2.986 170.000 149.545 j. Plastik pembungkus 8.250 4.359 24.143 13.456 Biaya Operasional 545.375 950.330 Persiklus Total Investasi 2.708.212 8.618.854 Kategori Investasi
Luas areal >5 are Nilai Sd 11.922.261 897.165 297.154 789.056 549.771 325.306 98.950 5.775.000 3.873.951 641.444 242.190 1.851.000 898.445 703.938 368.429 581.408 284.301 327.500 233.223 30.444 9.153 1.310.428 13.232.689
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Return Cost ratio (RC-ratio) yang ditunjukkan pada masing-masing unit berbeda yaitu berkisar 1,11 – 1,30. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut memberikan keuntungan untuk diusahakan. Namun perlu disadari bahwa produktivitas budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Serangan penyakit ice-ice dapat menyebabkan petani budidaya rumput laut menderita rugi berupa penurunan produksi sampai dengan 70%. Selain itu juga pembentukan harga rumput laut kering juga dipengaruhi oleh pedagang pengumpul, dimana pedagang pengumpul desa yang ada di Nusa Penida hanya berjumlah tiga orang saja, sehingga pedagang pengumpul selalu berusaha menekan harga dari petani agar mendapatkan keuntungan yang besar. Berdasarkan hal itu meskipun terjadi negoisasi antara pedagang pengumpul dengan petani rumput laut dalam rangka pembentukan harga, namun tidak berpengaruh terhadap penerimaan petani rumput laut karena tetap saja sebagai
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
160
Laporan Teknis 2010 penerima harga (price taker) yang menerima harga jual lebih rendah dari pada taksiran harga, sehingga nilai tambah yang diperoleh tetap kecil.
Tabel 4.103 Struktur Biaya Usaha Pendapatan Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 Unit : Tahun Struktur Biaya Usaha Pendapatan Biaya Tetap a. Depresiasi Biaya Tidak Tetap Biaya Operasional a. Bibit b. TK Persiapan Lahan c. TK Pemeliharaan d. TK Panen e. TK Pengikatan Bibit f. Plastik Pengikat h. Retribusi Kelompok
Luas areal <2are Nilai Sd 502.668 502.668 4.363.000
Unit Luas areal 2 - 5 are Nilai Sd 1.114.103 1.114.103 7.602.637
407.500 43.493 -
561.429 233.269 134.367 95.309
78.750 28.025 34.375 14.952 24.750 4.113
177.234 40.769 45.844 22.404 31.456 10.970
Luas areal >5 are Nilai Sd 1.884.896 1.884.896 10.483.422 966.667 234.306 56.833 52.622
Biaya Total
4.865.668
8.716.740
12.368.318
Penerimaan
6.534.000
9.709.500
14.053.156
Analisis Finansial Rugi/Laba R/C
1.668.332 1,34
992.760 1,11
1.684.838 1,14
148.573
75.117 25.910 13.414
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Pangkep Rata-rata aset produksi yang dimiliki oleh petambak di Talaka untuk investasi awal usaha tambak, aset tersebut adalah lahan tambak, rumah jaga, serokan, pintu air, pompa air, pipa/selang air, lampu/neon/petromak dan lain-lain serta biaya operasional satu siklus produksi. Pengelompokkan skala usaha pertambakan dikategorikan menjadi skala mikro dan skala kecil berdasarkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05 Tahun 2009 tentang pengelompokkan skala usaha tambak menurut luas lahan. Dapat dilihat bahwa investasi yang diperlukan untuk usaha pertambakan tradisional dengan skala mikro (luas lahan kurang dari 5 ha) adalah sebesar Rp 32.476.590 serta investasi usaha tambak skala kecil (luas lahan tambak antara 5 - 15 ha) sebesar Rp 130.974.491. Dalam investasi termasuk pula biaya operasional satu siklus produksi yang merupakan besarnya biaya operasional untuk bertambak yaitu pada saat satu musim tanam (musim kemarau atau musim hujan). Standar deviasi untuk
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
161
Laporan Teknis 2010 biaya operasional benih udang memiliki nilai lebih besar daripada nilai rata ratanya, hal ini dikarenakan terdapat responden yang menebar benih udang sangat sedikit dan terdapat responden yang menebar benih udang dalam jumlah yang besar. Begitu pun halnya dengan nilai standar deviasi untuk biaya operasional obat – obatan yang memiliki nilai standar deviasi lebih besar dari rata - ratanya dikarenakan terdapat responden yang mempergunakan obat - obatan dalam jumlah yang sangat sedikit dan terdapat responden yang mempergunakan obat - obatan dalam jumlah yang sangat banyak. Usaha pertambakan skala mikro memerlukan biaya operasional sebesar Rp 1.691.954 sedangkan biaya operasional satu siklus produksi usaha pertambakan skala kecil sebesar Rp 6.201.158. Tabel 4.104 Investasi Awal Usaha Tambak di Kelurahan Talaka, Kabupaten Pangkep Unit : Tahun No A 1 2 3 4 5 6 7 8 B 1 2 3 4 5 6 C
Kategori
Skala Mikro (< 5 ha) Skala Kecil (5-15 ha) Volume Nilai (Rp) % Volume Nilai (Rp) % Stdev Stdev 30.784.636 94,8 124.773.333 95 14.534 26.535.714 22.687.053 58.333 116.666.667 20.816.660 1 1.136.364 639.602 2 1.666.667 1.154.701 2 127.958 70.424 1 50.000 35.355 2 1.520.000 918.332 2 3.000.000 2.828.427 1 1.311.111 716.667 4 3.000.000 707.107 6 57.500 36.423 32 320.000 254.558
Aset Produksi Lahan tambak (m2) Rumah jaga (unit) Serokan (buah) Pintu air (unit) Pompa Air (unit) Pipa/Selang Air (m) Lampu/Neon/Petromak 1 (buah) Tempat ikan (buah) 1 Biaya operasional satu siklus produksi Benih Bandeng (ekor) 3.572 Benih Udang (ekor) 19.186 Obat-obatan (paket) 22 Upah panen (Rp) Pupuk Urea (kg) 142 Pupuk TSP (kg) 142 Total Investasi
83.846 12.143 1.691.954
61.174 8.018
1 1
60.000 10.000 6.201.158
5,2
202.500 723.148 158.000 106.500 235.926 265.880 32.476.590 100
180.362 9.750 955.499 72.500 230.425 7 39.507 197.679 300 155.145 300
5
456.667 4.158.333 43.658 240.000 583.750 718.750 130.974.491 100
488.501 4.257.371 126.373 167.033 582.371 679.539
Keterangan : 1 siklus produksi (4-6 bulan) Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Variabel pembentuk biaya meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap pada usaha pertambakan tradisional meliputi total penyusutan aset produksi, biaya persiapan lahan, dan pajak. Penyusutan aset produksi merupakan penyusutan pertahun yang dialami aset produksi tersebut yaitu dengan membagi harga beli tunai aset dengan umur ekonomis aset. Penghitungan penyusutan meliputi penyusutan rumah jaga, lampu/neon/petromak, tambak/kolam, pipa/selang air, pompa air, serokan, dan tempat ikan. Total biaya
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
162
Laporan Teknis 2010 tetap sebesar Rp 1.325.378 untuk tambak skala mikro dan Rp 3.492.234 untuk tambak skala kecil. Untuk biaya tidak tetap meliputi benih bandeng, benih udang, pupuk urea, pupuk TSP, obat-obatan, dan upah panen. Total biaya tidak tetap sebesar Rp 3.383.907 untuk skala mikro dan sebesar Rp 12.402.316 untuk skala kecil. Standar deviasi untuk biaya operasional benih udang dan obat –obatan memiliki nilai yang lebih besar daripada nilai rata – ratanya karena data responden memiliki selisih nilai minimum dan maksimum yang sangat besar. Total biaya yang diperlukan untuk melakukan usaha pertambakan tradisional dalam kurun waktu satu tahun adalah sebesar Rp 4.709.285 untuk tambak skala mikro dan Rp 15.894.550 untuk tambak skala kecil. Penerimaan usaha didapatkan dari panen bandeng dan panen udang. Penerimaan dalam satu tahun untuk usaha skala mikro adalah sebesar Rp 12.202.727 dan untuk skala kecil sebesar Rp 41.937.083. Keuntungan usaha tambak skala mikro dan kecil dalam kurun waktu satu tahun relatif kecil, hal ini dikarenakan biaya total yang diperlukan sangat besar dalam periode satu tahun sedangkan penerimaan panen dalam kurun waktu satu tahun terbilang kecil karena banyak sekali hambatan teknis dalam pemeliharaan bandeng maupun udang. Jumlah tebar benih yang banyak belum tentu menghasilkan panen yang berlimpah. Hal ini dikarenakan teknologi yang dipergunakan oleh masyarakat Talaka masih tradisional walaupun sudah tradisional plus. Selain teknologi yang masih tradisional juga dikarenakan kurangnya penyuluhan dan bantuan informasi yang diberikan oleh pemerintah. Keuntungan usaha skala mikro tambak dalam waktu satu tahun sebesar Rp 7.493.441 sedangkan usaha tambak skala kecil sebesar Rp 26.042.533. Rasio penerimaan usaha adalah senilai 2,591 untuk tambak skala mikro dan senilai 2,638 untuk usaha tambak skala kecil.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
163
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.105 Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Tambak di Kelurahan Talaka, Kabupaten Pangkep, 2010 Unit : Tahun No
Kategori
Biaya Tetap/Fixed Cost (FC) Penyusutan Sarana Produksi 1 Rumah jaga (unit) neon/petromak/center 2 Lampu (buah) 3 Pipa/selang air (m) 4 Tambak/Kolam (m) 5 Pintu air (unit) 6 Pompa Air (unit) 7 Serokan (buah) 8 Tempat Ikan (buah) 9 Persiapan lahan 10 Pajak Biaya Tidak Tetap/Variable Cost (VC) Operasional 1 Benih Bandeng (ekor) 2 Benih Udang (ekor) 3 Obat-obatan (paket) 4 Upah panen (Rp) 5 Pupuk Urea (kg) 6 Pupuk TSP (kg) B Biaya Total/Total Cost (TC) C Penerimaan (R) 1 Bandeng 2 Udang D Analisis Finansial E Keuntungan (phi) Penerimaan Usaha F Rasio (R/C)
Skala Mikro (< 5 ha) Jumlah
A
1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn
7.145 38.371 44 284 284
Nilai (Rp) % 1.325.378,00 28,1 222.803 32.333 119.378 315.739 202.482 141.500 121.708 8.226 60.000 101.208 3.383.907 71,9
405.000 1.446.296 316.000 213.000 471.852 531.759 4.709.285 100 12.202.727 6.458.071 5.744.655
Skala Kecil (5 - 15 ha) Stdev
Jumlah Nilai (Rp) % 3.492.234 22
216.431 26.115
1 thn 1 thn
92.887 306.656 198.187 113.573 78.338 4.535
1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn
211.667 1.279.167 353.409 285.714 60.000 10.000 277.500 425.000 12.402.316 78
101.352 444.953 121.013 14.142 180.808 189.297
360.725 19.500 1.910.999 145.000 460.850 14 79.014 395.358 600 310.290 600
913.333 8.316.667 87.316 480.000 1.167.500 1.437.500 15.894.550 100 41.937.083 21.498.750 20.438.333
977.002 8.514.742 252.747 334.066 1.164.742 1.359.078
75.654
10.828.465
7.493.441 2,591
577.778 12.000
Stdev
288.915 -
54.473.470
26.042.533 2,638
Keterangan : 1 Tahun terdiri atas 2 Siklus, Asumsi biaya operasional musim kemarau sama dengan musim hujan Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Dinamika Kondisi usaha yang dikemukakan adalah struktur penerimaan, biaya dan keuntungan usaha, sebagai dasar untuk melihat efisiensi usaha pada usaha yang dilakukan oleh responden. Lokasi penelitian yang dilakukan pada bidang perikanan budidaya dibedakan berdasarkan 3 tipologi yaitu Keramba Jaring Apung, Tambak, Budidaya Laut dan Kolam Air Tawar. Tipologi tambak dipilih lokasi Gresik dan Pangkep, tipologi KJA di Cianjur, Budidaya laut di Klungkung dan kolam air tawar dilakukan di Subang. Komponen investasi untuk setiap tipologi berbeda-beda. Tipologi KJA, dibutuhkan investasi keramba baik yang terbuat dari besi atau bambu, jaring, drum/pelampung, keranjang dan lain-lain. Berbeda hanya untuk tipologi tambak
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
164
Laporan Teknis 2010 atau kolam, investasinya berupa lahan tanah, serta asset produksi lainnya seperti pompa, jaring, keranjang, dan lainnya. Sedangkan untuk tipologi budidaya laut dengan komoditas rumput laut, investasi yang ditanamkan relative lebih sederhana yaitu berupa tali, patok, plastic, pelambung, jangkar dan sebagainya. Komponen biaya tetap meliputi penyusutan sarana produksi, biaya listrik, retribusi, pemeliharaan sarana produksi, dan upah karyawan. Biaya variabel meliputi biaya benih ikan dan biaya pakan. Struktur biaya operasional usaha budidaya pada KJA masih didominasi oleh kebutuhan pakan pelet, kemudian benih. Input usaha yang paling berpengaruh dalam usaha budidaya ikan pada KJA adalah pakan. Jumlah pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan ikan mempengaruhi jumlah ikan yang berhasil dipanen. Semakin besar jumlah pakan yang diberikan maka semakin besar pula berat ikan yang bisa dipanen. Intensitas usaha budidaya pada sebagian besar responden mengalami penurunan yang disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki. Harga pakan yang tinggi dan rendahnya produktivitas menjadi alasan beberapa pembudidaya untuk mengurangi intensitas usahanya. Dinamika usaha rumah tangga pembudidaya baik untuk komponen investasi, biaya tetap, biaya variabel maupun penerimaan bervariasi disetiap lokasi dan setiap tahunnya. Penurunan biaya-biaya baik biaya tetap maupun biaya variabel
dikarenakan berkurangnya lahan budidaya sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk operasional maupun pengeluaran rutin berkurang. Dari sisi penerimaan juga ada kecenderungan menurun setiap tahunnya, hal ini terkait dengan kuantitas produksi hasil budidaya serta harga komoditas tersebut di pasaran. Secara lengkap dinamika usaha rumah tangga perikanan budidaya ditampilkan pada Tabel 4.106 dan Gambar 4.8.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
165
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.106 Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 Lokasi
Gresik
Cianjur
Pangkep Subang Klungkung
Tahun
Investasi (Rp.)
Biaya Tetap (Rp.)
Biaya Variabel (Rp.)
2007 2008 2010 2007 2008 2009 2010 2008 2009 2010 2010 2008 2009 2010
1.035.750.000 NA 203.179.628 39.260.248 NA NA 45.498.613 NA NA 58.533.011 103.775.469 NA NA 5.644.441
37.458.306 350.645 3.169.790 1.415.942 1.016.339 4.637.900 11.282.610 360.156 238.633 4.792.023 6.918.348 603.709 NA 3.413.705
Penerimaan (Rp.)
Keuntungan (Rp.)
28.498.629 53.327.097 31.292.761 66.604.896 13.785.350 100.041.250 166.122.904 55.417.969 48.125.166 22.578.584 57.117.455 12.869.297 20.050.371 10.136.885
(243.462.719) 24.164.764 22.526.394 56.727.593 5.021.511 6.638.809 36.281.916 34.832.938 17.381.846 8.821.613 26.263.303 7.048.852 18.336.871 1.355.027
234.503.042 28.811.688 5.596.577 8.461.361 7.747.500 88.764.541 118.558.379 20.224.875 30.504.687 8.964.948 23.935.804 5.216.736 1.713.500 5.368.153
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007,2008, 2009 dan 2010 1.200.000.000 1.000.000.000
Nilai (Rp.)
800.000.000 Investasi (Rp.)
600.000.000
Biaya Tetap (Rp.) 400.000.000
Biaya Variabel (Rp.)
200.000.000
Penerimaan (Rp.)
-
(400.000.000)
Gresik
Cianjur
2010
2009
2008
2010
2010
2009
2008
2010
2009
2008
2007
2010
2008
2007
(200.000.000)
Keuntungan (Rp.)
Pangkep Subang Klungkung
Tahun/Lokasi Penelitian
Gambar 4.8 Dinamika Usaha Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008 dan 2010 4.4.3. Pendapatan Rumah Tangga Sintesa Terkait dengan efisiensi usaha perikanan budidaya yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka berhubungan pula dengan struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga yang ada pada masing-masing rumah tangga pembudidaya tersebut. Bagaimana pun juga tambahan pendapatan yang diperlihatkan pada struktur pendapatan rumah tangga masyarakat pembudidaya, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.107, Tabel 4.108 dan Tabel 4.109 Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
166
Laporan Teknis 2010 mengindikasikan bahwa pendapatan utama rumah tangga pembudidaya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran rumah tangga mereka dalam kurun waktu setahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada semua usaha perikanan budidaya baik tambak, budidaya rumput laut, maupun budidaya air tawar sistem keramba jaring apung maupun kolam (pembenih dan pembudidaya) memiliki tambahan pendapatan selain pendapatan utama mereka. Tambahan pendapatan tersebut, dilakukan baik oleh kepala keluarga maupun oleh anggota keluarga. Hal ini, berindikasi adanya pemanfaatan waktu luang bagi anggota rumah tangga pada seluruh tipe usaha perikanan budidaya. Tabel 4.107 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya Tambak Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010 Uraian (Komponen) Gresik Pendapatan KK (Rp/th) 34.363.529 60.754.000 Utama 16.894.706 51.711.143 Sampingan 6.188.235 2.614.286 Pendapatan Anggota Keluarga 11.280.588 6.428.571 Utama 10.221.765 6.428.571 Sampingan 1.058.824 0 Pendapatan / Kapita Nilai Aset Non Perikanan (Rp) Sumber: Data Primer Diolah, 2010
25.978.147 20.266.897 5.711.250 5.716.667 3.316.667 2.400.000
Pangkep 68.813.333 65.933.333 2.880.000 0 0 0
Tabel 4.108 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya Laut Dan Keramba Jaring Apung Dalam Kegiatan Riset Panelkanas , 2010 Uraian (Komponen) Pendapatan KK (Rp/th) Utama Sampingan Pendapatan Anggota Keluarga Utama Sampingan Pendapatan / Kapita Nilai Aset Non Perikanan (Rp) Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Budidaya Laut 25.177.778 13.688.889 11.488.889 13.733.333 8.000.000 5.733.333
Budidaya Air Tawar (Keramba Jaring Apung) 36.350.000 33.881.400 22.850.000 23.621.400 13.500.000 10.260.000 2.400.000 11.333.333 2.400.000 11.333.333 0 0
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
167
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.109 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya Air Tawar (Pembenih Dan Pendeder) Dalam Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 Uraian (Komponen) Pendapatan KK (Rp/th) Utama Sampingan Pendapatan Anggota Keluarga Utama Sampingan Pendapatan / Kapita Nilai Aset Non Perikanan (Rp) Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Pembenih 45.608.708 23.638.708 21.970.000 16.800.000 16.800.000 0
Pendeder 47.795.274 30.889.424 16.905.850 40.841.000 35.366.000 5.475.000
Secara lebih detail, perkembangan pendapatan rumah tangga nelayan perikanan budidaya pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Cianjur Sumber pendapatan responden berasal dari pekerjaan utama sebagai pembudidaya dan pekerjaan sampingan sebagai petani atau nelayan. Beberapa anggota rumah tangga responden ada yang bekerja, diantaranya dengan membuka warung sedangkan sebagian besar yang lain hanya sebagai ibu rumah tangga atau masih sekolah. Kontribusi tambahan juga tidak didapatkan dari hasil penyewaan aset produktif perikanan dan non perikanan. Sementara rata-rata aset barang yang dimiliki berupa rumah, motor, TV, VCD dan meubelair.
Tabel 4.110 Pendapatan Rumah Tangga Perikanan per Tahun Berdasarkan Sumber Pendapatannya di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 Kategori Kepala Keluarga Utama Sampingan Anggota Rumah Tangga - Utama - Sampingan (Perikanan) - Sampingan (Non-Perikanan) Pendapatan Rumah Tangga
Skala Mikro Standar Frekuensi (Rp./Thn) Deviasi (%) 36.350.000 93,81 22.850.000 22.236.763 13.500.000 15.031.966 2.400.000 6,19 2.400.000 38.750.000 100
Skala Kecil Standar Frekuensi (Rp./Thn) Deviasi (%) 33.881.400 74,93 23.621.400 26.421.042 10.260.000 7.334.576 11.333.333 25,07 11.333.333 10.599.371
45.214.733
100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
168
Laporan Teknis 2010 Perbedaan rata-rata pendapatan utama rumah tangga responden antara skala mikro dan kecil cukup signifikan hanya selisih sekitar Rp 6.000.000,-. Pendapatan kepala keluarga yang berasal dari sampingan sekitar 50% dari pendapatan dari usaha utamanya. Pendapatan sampingan kepala keluarga antara skala mikro dan skala kecil ternyata lebih besar pada skala mikro, hal ini dikarenakan pembudidaya dengan skala kecil umumnya lebih fokus melakukan usaha KJA nya dibandingkan melakukan usaha sampingan lainnya. Pendapatan dari anggota rumah tangga berasal dari non perikanan sebagai pendapatan utamanya sedang rata-rata sebesar Rp 10.057.000,-. Pendapatan rumah tangga skala mikro didominasi oleh kepala keluarga sedangkan untuk rumah tangga skala kecil pendapatan dari anggota rumah tangga cukup signifikan yaitu sebesar 25% dari total pendapatan rumah tangga. Subang Pendapatan rumah tangga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Pendapatan rumah tangga meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain. Struktur pendapatan rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu pendapatan yang berasal dari kepal keluarga dan anggota keluarga. Rata-rata pendapatan total keluarga (baik pendapatan dari hasil pekerjaan utama maupun sampingan) untuk jenis usaha pembenihan dan pendederan masing-masing sebesar Rp 62.408.708,dan Rp 88.636.274,-.
Jika dilihat secara agregat rata-rata pendapatan kepala
keluarga sebesar Rp 77.592.428,-.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
169
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.111 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perikanan dalam Satu Tahun di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 Keterangan Pendapatan Kepala Keluarga : Utama Sampingan (Perikanan) Sampingan (non Perikanan) Jumlah Pendapatan Anggota Rumah Tangga : Utama Sampingan (Perikanan) Sampingan (non Perikanan) Jumlah Total Pendapatan Keluarga
Jenis Usaha Pembenihan Pendederan Nilai Persentase Nilai Persentase (Rp) (%) (Rp) (%) 23.638.708 21.970.000 45.608.708
37,88 35,20 73,08
30.889.424 16.905.850 47.795.274
34,85 19,07 53,92
Agregat Nilai (Rp)
Persentase (%)
27.747.447 5.475.000 18.286.982 51.509.428
35,76 7,06 23,57 66,38
16.800.000 16.800.000 62.408.708
26,92 26,92 100,00
35.366.000 5.475.000 40.841.000 88.636.274
39,90 6,18 46,08 100,00
26.083.000 26.083.000 77.592.428
33,62 33,62 100,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Gresik Pendapatan rumah tangga sering digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan. Salah satu cara untuk mengukur status kemiskinan suatu rumah tangga adalah dengan menghitung pendapatan rumah tangga tersebut dalam satu tahun. Yang dimaksud dengan pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga dari berbagai sumber baik dari usaha pokok maupun dari luar usaha pokok dalam satu tahun (Soekartawi, 1995). Sumber dan pendapatan utama kepala keluarga adalah budidaya tambak udang dan bandeng. Pendapatan utama kepala keluarga yang memiliki lahan skala mikro rata-rata Rp 16.894.706,- per tahun. Sedangkan pendapatan utama kepala keluarga skala kecil rata-rata Rp 51.711.143,- per tahun. Sementara pendapatan sampingan kepala keluarga adalah pendapatan yang berasal dari pekerjaan sebagai buruh/pedagang/usaha lainnya. Pendapatan sampingan kepala keluarga yang memiliki lahan tambak skala mikro Rp 6.188.235,-. dan skala kecil Rp 2.614.286,- per tahun. Pendapatan anggota rumah tangga yang utama (sebagai Pembudidaya Tambak) yang memiliki lahan skala mikro rata-rata Rp 10.221.765,-, sedangkan pendapatan sampingan rata-rata Rp 1.058.824,-. Sementara pendapatan anggota rumah tangga yang memiliki lahan skala kecil rata-rata Rp 6.428.571,-. Pendapatan sampingan anggota keluarga skala kecil rata-rata tidak ada.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
170
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.112 Pendapatan keluarga RTP Pembudidaya di Kabupaten Gresik (Berdasarkan Skala Usaha), 2010 No. 1.
2.
Skala Mikro (Rp/tahun) Pendapatan Kepala Keluarga Utama 16.894.706 Sampingan 6.188.235 Jumlah 23.082.941 Pendapatan Anggota Rumah Tangga Uraian
Utama 10.221.765 Sampingan 1.058.824 Jumlah 11.280.588 3. Pendapatan Keluarga 34.363.529 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
(%)
Skala Kecil (Rp/tahun) (%)
49,16 18,01 67,17
51.711.143 2.614.286 54.325.429
85,12 4,30 89,42
29,75 3,08 32,83 100,00
6.428.571 6.428.571 60.754.000
10,58 0,00 10,58 100,00
Klungkung Mata pencaharian responden di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul Dusun Mulapan selain petani budidaya rumput laut adalah nelayan, guru SD, pegawai kantor desa, pembuat jaring, Curahan waktu yang dibutuhkan petani rumput laut untuk mengelola budidaya rumput laut sepanjang siklus tanam selama delapan jam selama sehari ketika surut terendah, pada waktu pagi hari dan sore hari. Tabel 4.113 Pengelolaan Budidaya Rumput Laut Desa Batu Nunggul ,Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 No 1.
Pengelolaan Memeriksa tali ris, tali utama, tali jaring dan jaring ikan Memeriksa patok
Kegunaan Mengetahui kondisi tali apakah putus atau terlepas dari ikatan dan masuknya ikan-ikan karang kedalam areal budidaya 2. Mengetahui kondisi patok apakah ada yang patah atau hilang sehingga dapat dilakukan perbaikan 3. Memeriksa dan Memeriksa ikatan rumput laut dengan plastik pengikat membersihkan apakah rumput laut terlepas dari tali ris rumput laut dari Mengambil tindakan apabila diperlukan memanen gulma rumput laut lebih cepat sehingga mengurangi kerugian Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi atas pengorbannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor produksi seperti: tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah /gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
171
Laporan Teknis 2010 enterprenuer akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba (Sukirno, 1995 dalam Antari, nd ). Tabel 4.114 Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Rumput Laut Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 Unit : Pertahun Pendapatan
Pendapatan KK -Pendapatan Utama -Pendapatan Sampingan Pendapatan Anggota Keluarga -Pendapatan Utama -Pendapatan Sampingan Total Pendapatan
Luas Areal < 2 are Nilai % 15.880.000 65 10.120.000 63,7 5.760.000 36,3 8.558.400 35 4.358.400 50,9 4.200.000 49,1 24.438.400 100
Unit Luas Areal 3 – 5 are Nilai % 18.569.375 71,4 13.350.625 71,9 5.218.750 28,1 7.456.250 28,6 4.756.250 63,8 2.700.000 36,2 26.025.625 100
Luas Areal > 6 are Nilai % 25.177.778 64,7 13.688.889 54,4 11.488.889 45,6 13.733.333 35,3 8.000.000 58,3 5.733.333 41,7 38.911.111 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Pangkep Pendapatan rumah tangga perikanan terdiri atas dua kategori yaitu pendapatan yang berasal dari kepala keluarga dan pendapatan yang berasal dari anggota keluarga. Pendapatan kepala keluarga (KK) meliputi pendapatan utama dan pendapatan sampingan. Pendapatan kepala keluarga dan pendapatan anggota keluarga terdiri atas kategori pendapatan utama, pendapatan sampingan (perikanan) dan pendapatan sampingan non perikanan. Pendapatan utama kepala keluarga skala mikro adalah sebesar Rp 20.266.897 dan pendapatan utama kepala keluarga skala kecil adalah sebesar Rp 68.813.333. Pendapatan sampingan dari perikanan untuk skala mikro adalah sebesar Rp 1.711.250 dan Rp 2.880.000 untuk usaha tambak skala kecil. Pendapatan sampingan dari sektor non perikanan adalah sebesar Rp 4.000.000. Prosentase pendapatan kepala keluarga terhadap keseluruhan pendapatan rumah tangga pada usaha tambak skala mikro adalah sebesar 81,96% sedangkan pada skala kecil sebesar 100%. Pendapatan anggota keluarga untuk usaha skala mikro sebesar Rp 5.716.667 atau sebesar 18,04% dari total pendapatan rumah tangga dan untuk usaha skala kecil tidak memiliki pendapatan anggota keluarga karena responden
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
172
Laporan Teknis 2010 yang termasuk skala usaha kecil tidak mempunyai anggota keluarga yang berpenghasilan. Pendapatan utama anggota keluarga untuk skala usaha mikro adalah sebesar Rp 3.316.667. Pendapatan sampingan anggota keluarga dalam bidang perikanan untuk skala mikro adalah sebesar Rp 2.400.000. Total pendapatan rumah tangga adalah sebesar Rp 31.694.813 untuk usaha skala mikro dan pendapatan rumah tangga sebesar Rp 68.813.333 untuk usaha skala kecil. Tabel 4.115 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Kelurahan Talaka, Kabupaten Pangkep, 2010 Unit : Tahun Kategori Kepala Keluarga Utama
Skala Mikro (< 5 ha) Pendapatan (Rp) Stdev 25.978.147 20.266.897
81,96
65.933.333 2.880.000
1.711.250
295.217
Sampingan (Non Perikanan)
4.000.000
1.833.030
5.716.667
Utama
3.316.667
Sampingan (Perikanan)
2.400.000
68.813.333
9.348.673
Sampingan (Perikanan) Anggota Keluarga
%
Skala Kecil (5-15 ha) Pendapatan (Rp) Stdev
% 100
27.582.845
18,04 2.204.730
Sampingan (Non Perikanan) Pendapatan Rumah Tangga
31.694.813
100
68.813.333
100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan Dinamika pendapatan rumah tangga pembudidaya pada Tabel 4.116 dan Gambar 4.9 menunjukkan bahwa proporsi pendapatan rumah tangga didominasi oleh pendapatan dari hasil perikanan yaitu budidaya. Peningkatan pendapatan terjadi pada tahun 2007 dan 2010 di Gresik namun terjadi penurunan pada pendapatan sampingan dari non perikanan. Berbeda halnya dengan lokasi Cianjur, Pendapatan utama pembudidaya justru mengalami penurunan dari tahun 2007 ke tahun 2010, sedangkan untuk pendapatan sampingan justru mengalami peningkatan di tahun 2010. Sedangkan untuk lokasi Subang, Klungkung dan Pangkep, dinamika usaha belum dapat ditampilkan karena keterbatasan data.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
173
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.116 Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008 dan 2010 Pendapatan Pendapatan Utama Lokasi Tahun Sampingan (Non (Perikanan) Perikanan) (Rp.) (Rp.) 2007 24.865.250 30.042.308 Gresik 2008 NA NA 33.784.437 4.919.748 2010 47.240.259 5.520.000 2007 Cianjur 2008 NA NA 2010 30.102.367 11.880.000 Subang 53.347.066 22.175.425 2010 Klungkung 18.091.388 11.700.324 2010 Pangkep 2010 44.758.449 5.495.625 Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007,2008, 2009 dan 2010
Total (Rp.) 54.907.558 52.325.500 38.704.185 52.760.259 20.213.125 41.982.367 75.522.491 29.791.712 50.254.073
80.000.000 70.000.000
Nilai (Rp.)
60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 Pendapatan Utama (Perikanan)
10.000.000 2007
2008
2010
2007
Gresik
2008 Cianjur
2010
2010
2010
2010
Subang Klungkung Pangkep
Pendapatan Sampingan (Non Perikanan) Total
Tahun
Gambar 4.9 Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008 dan 2010 4.4.4. Konsumsi Rumah Tangga Sintesa Faktor pembatas lainnya, yang juga turut berpengaruh dalam kehidupan masyarakat perikanan budidaya adalah tingginya biaya pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.117, Tabel 4.118 dan Tabel 4.119. Tabel-tabel tersebut menunjukkan bahwa jika dianalisis lebih lanjut, maka kebutuhan pangan dan non pangan masyarakat pembudidaya tidak dapat terpenuhi jika hanya mengandalkan pendapatan dari usaha utama mereka, yaitu melakukan usaha budidaya ikan, kecuali pada masyarakat Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
174
Laporan Teknis 2010 pembudidaya tambak baik di Gresik dan Pangkep yang melaksanakan usaha pertambakan dengan skala mikro. Ini menggambarkan bahwa total biaya konsumsi baik pangan dan non pangan pada semua rumah tangga perikanan budidaya (kecuali pembudidaya tambak baik di Gresik dan Pangkep yang melaksanakan usaha pertambakan dengan skala mikro) nilainya lebih kecil daripada nilai pendapatan utama rumah tangga yang berasal dari usaha utama mereka. Tingginya harga kebutuhan bahan makanan dan banyaknya biaya non pangan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat mengakibatkan beban pendapatan dari seluruh usaha mereka pun terlihat belum memadai untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Tabel 4.117 Struktur Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Tambak Dalam Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 Uraian (Komponen) Gresik Pangkep Total Pangan (Rp/RTP/th) 9.954.471 15.569.125 16.243.201 17.936.000 Makanan Konsumsi Lainnya Total Non Pangan 8.339.321 27.700.563 11.983.597 28.919.333 Pengeluaran Rutin Pengeluaran Tahunan Total Konsumsi 18.293.793 43.269.688 28.226.798 46.855.333 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.118 Struktur Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Laut Dan Keramba Jaring Apung Dalam Kegiatan Riset Panelkanas, 2010 Budidaya Air Tawar Uraian (Komponen) Budidaya Laut (Keramba Jaring Apung) Total Pangan (Rp/RTP/th) 11.201.867 28.367.672 25.701.761 Makanan Konsumsi Lainnya Total Non Pangan 25.275.040 23.553.400 25.052.580 Pengeluaran Rutin Pengeluaran Tahunan Total Konsumsi 36.476.907 51.921.072 50.754.341 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
175
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.119 Struktur Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Kolam (Pembenih Dan Pendeder) Dalam Riset Panelkanas, 2010 Uraian (Komponen) Pembenih Pendeder Total Pangan (Rp/RTP/th) 17.678.791 14.069.099 Makanan Konsumsi Lainnya Total Non Pangan 16.944.996 23.388.312 Pengeluaran Rutin Pengeluaran Tahunan Total Konsumsi 34.623.787 37.457.412 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Secara lebih detail, perkembangan konsumsi rumah tangga perikanan budidaya pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Cianjur Konsumsi rumah tangga, bahan pokok yang dikonsumsi adalah nasi dan bahan lauk protein yang sering dikonsumsi adalah ikan segar dari hasil budidaya sendiri tetapi tidak jarang hasil pembelian. Bahan lauk lain yang juga dikonsumsi antara lain telur, tempe dan tahu. Responden jarang mengkonsumsi ikan olahan laut, ikan olahan tawar, daging sapi dan kambing. Jenis bahan lain yang juga dikonsumsi oleh responden adalah minyak goreng, gula, kopi, teh, bumbu-bumbu, makanan jadi, minuman jadi, rokok dan susu. Kebutuhan yang perlu pengeluaran misalnya rekening listrik, pendidikan, elpiji dan perlengkapan mandi/cuci dan air isi ulang. Selain konsumsi yang bersifat rutin mingguan dan bulanan juga terdapat pengeluaran yang sifatnya tahunan yaitu pendidikan anak, pajak bumi bangunan, dan sandang. Sebagian besar responden tidak mengikuti arisan, hanya beberapa responden saja yang mengikuti arisan uang dan arisan ini dijadikan sebagai tabungan. Pengeluaran untuk hajatan juga menjadi bagian kebutuhan responden meskipun biaya yang dikeluarkan tidak besar. Pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk skala mikro relatif lebih besar dibandingkan skala kecil. Hal ini dikarenakan beberapa hal misalnya perbedaan rata-rata jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang masih sekolah, preferensi konsumsi dari rumah tangga itu sendiri serta gaya hidupnya. Konsumsi pangan untuk rumah tangga dengan skala usaha mikro lebih besar dibandingkan skala kecil sedangkan untuk konsumsi non pangan rumah tangga Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
176
Laporan Teknis 2010 skala usaha kecil lebih besar dibandingkan skala mikro. Nilai konsumsi protein hewani rumah tangga perikanan berdasarkan tabulasi data hasil wawancara lebih besar konsumsi non ikannya dibandingkan protein hewani yang berasal dari ikan. Namun bila dilihat dari volumenya, konsumsi ikan jauh lebih besar lebih besar dibandingkan non ikan. Konsumsi ikan per kapita antara skala mikro dan kecil tidak berbeda jauh, untuk skala mikro konsumsi ikan per kapita adalah sebesar 67 kg/kapita/tahun sedangkan skala kecil adalah sebesar 65 kg/kapita/tahun. Tabel 4.120 Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rata-rata Rumah Tangga Perikanan per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 Jenis Konsumsi Pangan
TOTAL Non Pangan
Uraian Beras Ikan hidup/segar laut Ikan hidup/segar tawar Ikan olahan laut Ikan olahan tawar Daging sapi Daging ayam Daging domba/kambing Telur Tempe Tahu Sayuran Rokok Susu Minyak Goreng Buah-buahan Gula Kopi Teh Bumbu-bumbu Makanan Jadi Minuman Jadi Rekening listrik Elpiji/minyak tanah Perlengkapan mandi&cuci Rekening telpon/pulsa Rekening PDAM Pendidikan Iuran desa/RT Pembantu rumah tangga Bensin/solar Pendidikan anak PBB Pajak kendaraan bermotor Sandang/pakaian Perawatan rumah Peralatan dapur dan kebersihan Kesehatan
TOTAL TOTAL PANGAN DAN NON PANGAN
Rata-Rata (Rp/thn) 2.596.320 1.344.000 854.400 752.000 5.760.000 1.530.000 1.330.286 338.667 379.200 512.000 5.824.000 1.317.600 932.000 792.000 321.600 1.056.000 72.000 1.209.600 294.000 1.152.000 28.367.672 1.345.714 902.000 1.457.143 3.640.000 368.400 3.916.000 300.000 3.600.000 2.060.000 3.227.714 162.429 305.000 1.700.000 324.000 115.000 130.000 23.553.400 51.921.072
Skala Mikro Min (Rp/thn) 1.200.000 576.000 384.000
Max (Rp/thn) 3.696.000 3.360.000 1.632.000
336.000 5.760.000 408.000
1.440.000 5.760.000 3.528.000
192.000 96.000 96.000 144.000 2.352.000 408.000 240.000 240.000 216.000 336.000 72.000 336.000 172.800 1.152.000
2.688.000 672.000 672.000 1.008.000 15.792.000 2.630.400 2.472.000 1.344.000 576.000 2.688.000 72.000 3.408.000 499.200 1.152.000
600.000 180.000 50.000 600.000 162.000 480.000 60.000 3.600.000 1.620.000 48.000 5.000 220.000 500.000 120.000 50.000 20.000
3.120.000 1.344.000 200.000 12.000.000 720.000 7.800.000 600.000 3.600.000 2.880.000 12.100.000 470.000 470.000 6.000.000 500.000 200.000 350.000
Skala Kecil Rata-rata (Rp/thn) Min (Rp/thn) Max (Rp/thn) 2.696.160 960.000 6.000.000 856.000 480.000 1.440.000 1.136.000 432.000 2.400.000 1.125.943 480.000 2.688.000 480.000 480.000 480.000 960.000 960.000 960.000 1.030.154 240.000 2.592.000 1.344.000 1.344.000 1.344.000 1.134.316 192.000 4.368.000 352.000 96.000 672.000 379.500 48.000 960.000 720.000 96.000 3.360.000 3.274.000 336.000 6.048.000 2.009.143 336.000 9.600.000 702.000 144.000 2.016.000 1.195.200 408.000 2.400.000 484.800 96.000 1.920.000 510.545 144.000 1.104.000 312.000 120.000 576.000 432.000 48.000 1.008.000 3.792.000 864.000 6.720.000 776.000 288.000 1.440.000 25.701.761 966.857 240.000 2.040.000 601.714 336.000 1.248.000 1.034.769 240.000 4.032.000 1.405.000 240.000 3.600.000 249.000 72.000 480.000 5.474.000 720.000 15.600.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 2.400.000 360.000 5.040.000 4.788.333 200.000 20.000.000 155.000 10.000 500.000 372.727 120.000 1.000.000 2.050.000 200.000 10.000.000 1.943.750 100.000 7.000.000 400.000 50.000 1.000.000 2.011.429 1.000.000 24.000.000 25.052.580 50.754.341
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
177
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.121 Konsumsi Ikan dan Non Ikan Rumah Tangga Perikanan per Tahun di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 Skala Mikro Skala Kecil Uraian Volume Nilai (Rp.) Volume Nilai (Rp.) 11.570.686 8.066.412 Protein Hewani Ikan 2.950.400 3.597.943 Ikan hidup/segar laut (Kg) 234 1.344.000 168 856.000 Ikan hidup/segar tawar (Kg) 84 854.400 124 1.136.000 Ikan olahan laut (Ons) 307 1.125.943 Ikan olahan tawar (Ons) 176 752.000 24 480.000 Non Ikan 8.620.286 4.468.470 Daging sapi 48 5.760.000 48 960.000 Daging ayam 62 1.530.000 67 1.030.154 Daging domba/kambing 24 1.344.000 Telur 82 1.330.286 96 1.134.316 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Subang Jenis usaha pembenihan konsumsi pangan rata-rata sebesar
Rp
17.678.791,- . Dimana konsumsi pangan terbesar berasal dari pengeluaran untuk rokok, yakni sebesar 9%. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga perikanan di Desa Sumur Gintung belum menyadari akan arti pentingnya kesehatan karena tingginya tingkat konsumsi rokok.
Kemudian disusul pengeluaran untuk
konsumsi ikan segar (laut dan tawar), daging sapi/kerbau dan beras, yaitu masingmasing sebesar 5%. Sedangkan konsumsi untuk non pangan rata-rata sebesar Rp 16.944.996,-, dimana pengeluaran non pangan terbesar untuk pendidikan (27%). Pengeluaran konsumsi pangan untuk jenis usaha pembenihan lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi non pangannya, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga tersebut rendah atau rentan (Ariani, M. dan Tri, B.P., 2003) Untuk jenis usaha pendederan konsumsi pangan rata-rata sebesar Rp 14.069.099,-, dimana konsumsi pangan terbesar berasal dari pengeluaran untuk rokok dan beras yaitu masing-masing sebesar
7 % dan 5 % .
Sedangkan
konsumsi non pangan rata-rata sebesar Rp 23.388.312,-, dimana pengeluaran non pangan terbesar untuk pendidikan (34%). Hal ini menunjukkan bahwa rumah
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
178
Laporan Teknis 2010 tangga perikanan di Desa Sumur Gintung sudah menyadari akan arti pentingnya pendidikan. Jika dilihat secara agregat, pengeluaran antara konsumsi pangan lebih kecil bila dibandingkan dengan kosumsi non pangannya, yaitu masing-masing sebesar Rp 16.792.329,- dan Rp 21.293.278,-. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga tersebut tinggi atau tahan. Tabel 4.122 Struktur Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga Perikanan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 Jenis Usaha Pembenihan Kategori Volume Konsumsi Pangan : a. Beras/Jagung/Sagu/Umbi-umbian b. Lauk Pauk : - Daging Sapi/Kerbau - Daging Ayam - Daging Domba/Kambing - Telur - Ikan Segar (Laut-Tawar) - Ikan Olahan (Laut-Tawar) c. Sayuran d. Kacang-kacangan e. Buah-Buahan j. Minyak dan lemak j. Bumbu-bumbuan k. Konsumsi lainnya : - Makanan Jadi - Minuman jadi - Tembakau dan sirih - Kopi - Tea - Gula - Susu Jumlah Konsumsi Non Pangan : a. Rekening listrik b. Elpiji/minyak tanah c. Perlengkapan mandi&cuci d. Rekening telpon/pulsa e. Pendidikan f. Iuran desa/RT g. Bensin/Solar h. PBB i. Pajak kendaraan bermotor j. Pajak Lainnya k. Sandang/pakaian l. Perawatan rumah m. Peralatan dapur dan kebersihan n. Kesehatan o. Lainnya Jumlah Total Konsumsi dan Pengeluaran
Nilai (Rp)
Agregat
Pendederan Persentase (%)
Volume
420,9
1.578.462
4,56
440,47
30,0 35,0 16,0 37,8 144,0 78,0 214 1.219,4 87,4 58,2 92,3
1.680.000 660.000 1.040.000 548.308 1.700.308 1.048.800 300.923 557.385 1.306.286 492.185 1.126.154
4,85 1,91 3,00 1,58 4,91 3,03 0,87 1,61 3,77 1,42 3,25
42,46 12,00 45,18 128,47 84,80 339 178,27 60,00 36,71 87,53
293 123 379 554 72 34,9 91
371.040 366.857 3.125.333 554.182 132.000 341.236 749.333 17.678.791
1,07 1,06 9,03 1,60 0,38 0,99 2,16 51,06
631.385 405.000 641.538 946.667 9.414.000 267.150 2.178.000 57.417 247.222 730.769 400.000 305.000 298.182 422.667 16.944.996 34.623.787
1,82 1,17 1,85 2,73 27,19 0,77 6,29 0,17 0,71 2,11 1,16 0,88 0,86 1,22 48,94 100
Nilai (Rp)
-
214 120 333 384 82 33,60 120
Persentase (%)
Volume
Nilai (Rp)
Persentase (%)
1.695.529
4,53
432
1.644.800
749.538 840.000 662.118 1.387.765 932.800 347.200 333.467 640.000 348.000 1.041.882
2,00 2,24 1,77 3,70 2,49 0,93 0,89 1,71 0,93 2,78
30,00 38,88 14,40 42,00 135,20 81,48 281 1.283 75 46 90
1.680.000 706.560 960.000 612.800 1.530.400 991.200 325.714 574.952 998.769 410.480 1.078.400
292.800 232.000 2.731.200 390.000 117.600 379.200 948.000 14.069.099
0,78 0,62 7,29 1,04 0,31 1,01 2,53 37,56
246 122 350 453 79 34 102
324.096 304.615 2.879.000 456.889 121.714 363.138 828.800 16.792.329
4,32 0,00 4,41 1,86 2,52 1,61 4,02 2,60 0,86 1,51 2,62 1,08 2,83 0,00 0,85 0,80 7,56 1,20 0,32 0,95 2,18 44,09
669.176 540.000 776.471 1.002.857 12.780.000 291.825 2.400.000 100.933 390.714 1.000.000 1.080.000 450.000 286.154 318.182 1.302.000 23.388.312 37.457.412
1,79 1,44 2,07 2,68 34,12 0,78 6,41 0,27 1,04 2,88 1,20 0,76 0,85 3,48 62,44 100
652.800 484.138 718.000 980.870 11.509.282 279.488 2.303.478 81.593 334.565 1.000.000 917.857 421.429 294.348 308.182 1.007.250 21.293.278 38.085.607
1,71 1,27 1,89 2,58 30,22 0,73 6,05 0,21 0,88 2,63 2,41 1,11 0,77 0,81 2,64 55,91 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
179
Laporan Teknis 2010 Gresik Perubahan karakteristik keluarga mempunyai dampak sangat penting pada perubahan pola kebutuhan atau konsumsi keluarga misalnya makanan, perlengkapan alat-alat rumah tangga, pelayanan kesehatan, perumahan dan pendidikan Akmal (2003). Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain tingkat pendapatan keluarga, ukuran keluarga, pendidikan kepala keluarga dan status kerja wanita. Untuk mendukung pernyataan tersebut, telah banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi keluarga. Teori Engel’s yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
180
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.123 Konsumsi dan Pengeluaran Dalam Setahun (Berdasarkan Skala Usaha) RTP Pembudidaya Tambak di Pangkah Wetan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, 2010 Jenis Konsumsi dan Pengeluaran Makanan: - Padi-padian - Umbi-umbian - Ikan - Daging - Telur dan susu - Sayur-sayuran - Kacang-kacangan - Buah-buahan - Minyak dan lemak - Bahan minuman - Bumbu-bumbuan - Konsumsi lainnya - Makanan jadi - Minuman beralkohol - Tembakau dan sirih Jumlah makanan
Skala Mikro Skala Kecil Agregat Nilai Nilai Nilai PersenPersenPersen(Rp/RTP/Ta(Rp/RTP/Ta(Rp/RTP/Tatase (%) tase (%) tase (%) hun) hun) hun) 2.015.929 1.426.286 1.571.143 1.100.543 152.286 403.000 300.857 590.571 709.429 750.286 399.286 534.857 9.954.471
11,02 7,80 8,59 6,02 0,83 2,20 1,64 3,23 3,88 4,10 2,18 2,92 54,41
3.167.125 3.573.375 1.046.500 830.375 253.500 399.750 568.750 832.000 1.017.250 656.500 403.000 2.821.000 15.569.125
7,32 8,26 2,42 1,92 0,59 0,92 1,31 1,92 2,35 1,52 0,93 6,52 35,98
2.629.900 2.571.400 1.291.333 956.453 206.267 401.267 443.733 719.333 873.600 700.267 401.267 1.754.133 12.948.953
8,32 8,13 4,08 3,03 0,65 1,27 1,40 2,28 2,76 2,22 1,27 5,55 40,96
180.357 7.105.357 535.714 242.893 275.000 8.339.321 18.293.793
0,99 38,84 2,93 1,33 1,50 45,59 100,00
293.750 21.402.250 1.106.250 626.688 4.271.625 27.700.563 43.269.688
0,68 49,46 2,56 1,45 9,87 64,02 100,00
240.833 14.730.367 840.000 447.583 2.406.533 18.665.317 31.614.270
0,76 46,59 2,66 1,42 7,61 59,04 100,00
Bukan makanan: - Perumahan dan fasilitas rumahtangga - Barang dan jasa - Pakaian, alas kaki dan tutup kepala - Barang-barang tahan lama - Pajak dan asuransi - Keperluan pesta dan upacara Jumlah bukan makanan Total konsumsi dan pengeluaran
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Konsumsi dan pengeluaran pembudidaya ikan bandeng dan udang di Desa Pangkah Wetan, Gresik, Jawa Timur lebih banyak didominasi untuk konsumsi atau pengeluaran selain bahan makanan. Struktur pengeluaran yang didominasi oleh pengeluaran selain bahan makanan yaitu sebesar 59,04% merupakan salah satu indikator bahwa sebagian besar pembudidaya mempunyai tingkat kesejahteraan yang baik. Sementara itu, komponen pengeluaran terbesar adalah untuk kebutuhan barang dan jasa seperti bahan bakar minyak dan gas, listrik, telekomunikasi, transportasi, pendidikan dan kesehatan. Kelompok pengeluaran yang cukup besar selain barang dan jasa adalah keperluan pesta dan upacara. Keperluan pesta dan upacara ini utamanya digunakan untuk peringatan acara keagamaan maupun kegiatan haul keluarga pada sebagian kelompok masyarakat pembudidaya yang membutuhkan dana cukup besar. Terkait dengan konsumsi makanan, proporsi terbesar adalah masih untuk keperluan karbohidrat yaitu beras atau padi-padian diikuti dengan konsumsi Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
181
Laporan Teknis 2010 ikan. Walaupun sebagian besar pembudidaya mempunyai usaha di bidang perikanan tetapi kebutuhan ikan sebagian besar pembudidaya diperoleh dari hasil pembelian. Adapun jenis ikan yang dikonsumsi utamanya adalah ikan laut segar.
Tabel 4.124 Konsumsi Ikan Dalam Mingguan dan Tahunan RTP Pembudidaya Tambak di Pangkah Wetan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, 2010 (Berdasarkan Skala Usaha) Skala Mikro Konsumsi ikan Mingguan Ikan laut segar (Rp/RTP/Minggu) Ikan tawar segar (Rp/RTP/Minggu) Ikan olahan laut (Rp/RTP/Minggu) Ikan olahan tawar (Rp/RTP/Minggu) Total konsumsi ikan mingguan (Rp/RTP/Minggu) Tahunan Ikan laut segar (Rp/RTP/Tahun) Ikan tawar segar (Rp/RTP/Tahun) Ikan olahan laut (Rp/RTP/Tahun) Ikan olahan tawar (Rp/RTP/Tahun) Total konsumsi ikan tahunan (Rp/RTP/Tahun)
Nilai
Persentase (%)
Skala Kecil Nilai
21.071 5.929 429 27.429
76,82 21,61 1,56 100,00
58.406 8.438 1.875
1.095.714 308.286 22.286 1.426.286
76,82 21,61 1,56 100,00
3.037.125 438.750 97.500
68.719
3.573.375
Persentase (%)
Agregat Nilai
Persentase (%)
84,99 12,28 2,73 100,00
40.983 7.267 1.200 49.450
82,88 14,69 2,43 100,00
84,99 12,28 2,73 100,00
2.131.133 377.867 62.400 2.571.400
82,88 14,69 2,43 100,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Klungkung Konsumsi dalam istilah sehari hari sering diartikan sebagai pemenuhan akan makanan dan minuman. Konsumsi mempunyai pengertian yang lebih luas lagi yaitu barang dan jasa akhir yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Nopirin (1997) dalam Antari (nd), barang dan jasa akhir yang dimaksud adalah barang dan jasa yang sudah siap dikonsumsi oleh konsumen. Barang konsumsi ini terdiri dari barang konsumsi sekali habis dan barang konsumsi yang dapat dipergunakan lebih dari satu kali Badan Pusat Statistik (2006) dalam Antari (nd) menyatakan pengeluaran rumah tangga dibedakan atas pengeluaran konsumsi makanan dan pengeluaran konsumsi non makanan. Tingkat konsumsi pada masing-masing kelompok berbeda. Hal ini berdasarkan skala usaha budidaya. Pada umumnya, besarnya konsumsi yang dikeluarkan bervariasi tergantung dari besarnya pendapatan yang diperoleh. Cenderung jika pendapatan rendah lebih mengutamakan kebutuhan konsumsi pangan dari pada konsumsi non pangan. Berbeda halnya jika pendapatan yang diperoleh semakin tinggi maka terjadi pergeseran antara kebutuhan konsumsi Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
182
Laporan Teknis 2010 pangan dengan konsumsi non pangan. Terlihat bahwa konsumsi pangan rumah tangga petani rumput laut desa contoh berkisar sebesar Rp 14.992.000 – Rp 10.769.866 dan konsumsi non pangan Rp 5.269.000 – Rp 25.275.039. Untuk konsumsi ikan laut segar yaitu ikan tongkol di Desa Contoh berkisar dari 156 – 197 kg perkapita/tahun. Hal ini mendekati target konsumsi ikan yang ingin dicapai masyarakat Bali yaitu sebesar 197,16 kg perkapita/tahun (Antara, 2010). Konsumsi pangan meliputi (1). bahan pokok (karbohidrat); (2). lauk pauk berupa protein hewani termasuk didalamnya kacang-kacang dan telur; (3). sayuran dan buah-buahan serta (4). lainnya berupa minyak goreng, bumbu dapur, gula, teh, kopi, makanan jadi, minuman jadi, rokok dan susu. Sedangkan konsumsi non pangan meliputi (1) pakaian; (2) Pendidikan meliputi iuran spp dan uang jajan anak; (3). Kesehatan; (4). Lainnya berupa rekening listrik, rekening telepon/pulsa, pendidikan, bensin/solar, elpiji/minyak tanah, perlengkapan mandi dan cuci, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor, peralatan dapur dan kebersihan, perawatan rumah.
Tabel 4.125 Konsumsi Rumah Tangga Petani Rumput Laut Desa Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, 2010 Unit : Pertahun Uraian Konsumsi Pangan Beras/Jagung/Sagu/Umbiumbian Lauk Pauk -Daging Ayam -Ikan Segar (kg) Telur Tahu Tempe Sayuran dan Buah-Buahan Lainnya Total Konsumsi Pangan Konsumsi Non Pangan -Pakaian -Pendidikan -Kesehatan -Lainnya Total Konsumsi Non Pangan Total Konsumsi
Luas Lahan < 2 are Vol Nilai % 4.832.000
156
Unit Luas Lahan 3 - 5 are Luas Lahan > 6 are Vol Nilai % Vol Nilai %
32
644.000 800.000 432.000 96.000 1.292.000 6.992.000 15.088.000
4,3 5,3 183 2,9 0,6 8,6 46,3 72,3
450.000 550.000 900.000 3.869.000 5.769.000 20.857.000
7,8 9,5 15,6 67,1 27,7 100
2.969.550 31,6
100.350 1.010.625 344.250 193.500 526.875 4.243.500 9.388.650 808.333 3.924.000 994.444 9.426.008 15.152.786 24.541.436
3.709.867 33,1
1,1 10,8 197 3,7 2,1 5,6 45,2 38,3
432.000 1.217.333 653.333 66.667 848.000 4.274.667 11.201.867
3,9 10,9 5,8 0,6 7,6 38,2 30,7
5,3 25,9 6,6 62,2 61,7 100
621.429 10.933.333 219.167 13.501.111 25.275.040 36.476.906
2,5 43,3 0,9 53,4 69,3 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
183
Laporan Teknis 2010 Pangkep Konsumsi rumah tangga perikanan terdiri atas konsumsi pangan dan konsumsi non pangan. Konsumsi pangan meliputi konsumsi bahan pokok, konsumsi protein hewani, konsumsi protei nabati, dan bahan lainnya. Konsumsi pangan meliputi konsumsi bahan pokok, protein hewani, protein nabati, dan konsumsi bahan lainnya. Konsumsi non pangan meliputi rekening, elpiji, bensin/solar,
pendidikan,
kesehatan,
perlengkapan
rumah
tangga,
pajak
kendaraan, pajak bumi dan bangunan, dan sandang/pakaian.
Tabel 4.126 Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Perikanan Kelurahan Talaka, Kabupaten Pangkep, 2010 Unit : Tahun No
Jenis Bahan Konsumsi
Vol
A Konsumsi Pangan (P) Bahan Pokok 1 Beras 579 B Protein Hewani 1 Ikan hidup/segar laut (kg) 191,6 2 Daging sapi (kg) 52 3 Daging ayam (kg) 55 4 Telur (kg) 42 C Protein Nabati 1 Tahu (potong) 198 2 Tempe (papan) 190 D Konsumsi bahan Lainnya 1 Sayur-sayuran (ikat) 290 2 Minyak goreng (liter) 65 3 Buah-buahan 4 Gula (kg) 31 5 Kopi (kg) 44 6 Teh (ons) 44 7 Bumbu-bumbu 8 Makanan Jadi (bungkus) 386 9 Minuman jadi (botol) 10 Rokok (bungkus) 411 11 Susu (liter/kaleng) 65 E Konsumsi Non Pangan (NP) 1 2 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Rekening listrik Rekening telpon/pulsa Rekening PDAM Elpiji/minyak tanah Pembantu rumah tangga Bensin/solar Perlengkapan mandi&cuci Pendidikan anak PBB Pajak kendaraan bermotor Sandang/pakaian Perawatan rumah Peralatan dapur dan kebersihan 15 Kesehatan Total Konsumsi
Skala Mikro (< 5 ha) Nilai (Rp) Min Max 16.243.201
% Vol 57,55
Skala Kecil ( 5-15 ha) Nilai (Rp) Min Max 17.936.000
% 38
2.962.759
648.000 6.480.000
10,5 912
4.648.000 3.360.000 7.200.000
9,9
1.791.724 1.872.000 1.198.286 532.364
336.000 336.000 180.000 192.000
5.040.000 3.360.000 2.688.000 1.200.000
6,35 184 6,63 4,25 36 1,89 68,8
1.584.000
960.000 2.160.000
3,4
928.000 736.000
240.000 1.344.000 384.000 1.440.000
2 1,6
72.000 1.344.000 48.000 1.344.000
0,77 256 1,02 304
240.000 352.000
144.000 192.000
384.000 576.000
0,5 0,8
1,02 256 1,87 80 1,18 1,04 64 1,38 36 0,35 56 1,46 1,86 360 1,36 12,8 672 1,82 42,45
256.000 656.000 336.000 544.000 384.000 176.000 224.000 432.000
240.000 288.000 384.000 816.000 336.000 336.000 240.000 1.152.000 240.000 576.000 96.000 288.000 144.000 288.000 288.000 576.000
0,6 1,4 0,7 1,2 0,8 0,4 0,5 0,9
6.440.000 3.024.000 9.576.000
14
217.670 288.000 287.172 528.000 333.818 293.760 390.545 97.976 413.333 526.320 384.000 3.611.874 513.600 11.983.597
144.000 192.000 144.000 216.000 192.000 48.000 120.000 57.600 384.000 369.600 240.000
480.000 1.152.000 600.000 600.000 672.000 240.000 960.000 1.209.600 384.000 20.160.000 1.008.000
1.044.828 120.000 8.400.000 1.322.308 180.000 4.800.000 511.500 300.000 1.800.000 579.310 168.000 1.080.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.045.059 54.000 3.600.000 398.880 120.000 1.200.000 3.186.200 100.000 16.000.000 108.810 10.000 275.000 283.647 200.000 540.000 623.056 15.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 130.000 50.000 200.000 50.000 28.226.798
50.000
50.000
3,7 4,68 1,81 2,05 4,25 3,7 1,41 11,29 0,39 1 2,21 5,31 0,46 0,18 100
28.919.333
62
920.000 780.000 1.080.000 7.800.000 4.800.000 7.800.000 648.000 600.000 720.000 564.000 324.000 720.000
2 17 1,4 1,2
1.020.000 180.000 1.800.000 864.000 240.000 1.200.000 13.000.000 2.000.000 24.000.000 221.667 25.000 500.000 815.000 270.000 1.900.000 1.666.667 1.000.000 2.500.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 300.000 300.000 300.000
2,2 1,8 28 0,5 1,7 3,6 2,1 0,6
100.000 46.855.333
0,2 100
100.000
100.000
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
184
Laporan Teknis 2010 Total konsumsi pangan untuk rumah tangga perikanan usaha skala mikro adalah sebesar Rp 16.243.201 sedangkan total konsumsi pangan untuk rumah tangga perikanan usaha skala kecil adalah sebesar Rp 17.936.000. Konsumsi ikan pertahun untuk rumah tangga perikanan skala mikro adalah sebanyak 191,6 kg/tahun dan konsumsi ikan untuk rumah tangga perikanan usaha tambak skala kecil adalah sebanyak 184 kg/tahun. Konsumsi ikan perkapita Kelurahan Talaka melebihi konsumsi ikan per kapita seluruh Indonesia pada tahun 2009 yang hanya mencapai 30 kg perkapita, hal ini dikarenakan kebiasaan makan ikan penduduk Talaka khususnya dan kultur orang Bugis yang gemar makan ikan pada umumnya. Konsumsi perkapita yang mencolok juga yaitu konsumsi rokok yang mencapai 411 bungkus rokok pertahun untuk rumah tangga usaha skala mikro dan 672 bungkus rokok per tahun untuk usaha skala kecil. Besarnya konsumsi rokok disebabkan oleh sebagian besar laki-laki di Talaka memang gemar mengkonsumsi rokok dan biasanya mereka merokok ketika di tambak. Total konsumsi non pangan adalah sebesar Rp 11.983.597 untuk rumah tangga perikanan tambak skala mikro atau sebesar 42,45% dari keseluruhan total konsumsi. Untuk total konsumsi non pangan rumah tangga perikanan tambak skala kecil adalah sebesar Rp 28.919.333 atau sebesar 61,72% dari total konsumsi. Konsumsi non pangan terbesar berasal dari pengeluaran untuk pendidikan anak yang mana pengeluaran pendidikan anak untuk usaha skala mikro adalah sebesar Rp 3.186.200 dan pengeluaran pendidikan anak untuk rumah tangga perikanan skala kecil adalah sebesar Rp 13.000.000. Jumlah total pengeluaran (konsumsi) untuk rumah tangga perikanan tambak skala mikro adalah sebesar Rp 28.226.798 dan pengeluaran total untuk rumah tangga perikanan tambak skala kecil adalah sebesar Rp 46.855.333. Dinamika Perubahan karakteristik keluarga mempunyai dampak sangat penting pada perubahan pola kebutuhan atau konsumsi keluarga misalnya makanan, perlengkapan alat-alat rumah tangga, pelayanan kesehatan, perumahan dan pendidikan Akmal (2003). Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain tingkat pendapatan keluarga, ukuran keluarga, pendidikan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
185
Laporan Teknis 2010 kepala keluarga dan status kerja wanita. Untuk mendukung pernyataan tersebut, telah banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi keluarga. Teori Engel’s yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan. Konsumsi dan pengeluaran pembudidaya di lokasi Gresik dan Klungkung lebih besar untuk konsumsi non pangan lebih besar dibandingkan pangan. Berbeda halnya dengan di lokasi Cianjur dan Subang, pengeluaran konsumsi pangan jauh lebih besar dibandingkan dengan non pangan. Struktur pengeluaran yang didominasi oleh pengeluaran selain bahan makanan merupakan salah satu indikator bahwa sebagian besar pembudidaya mempunyai tingkat kesejahteraan yang baik, dengan demikian rumah tangga pembudidaya di Gresik dan Klungkung memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan pembudidaya di Cianjur dan Subang.
Tabel 4.127 Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 Konsumsi Konsumsi Non Total (Rp.) Pangan (Rp.) Pangan (Rp.) 2007 10.029.600 14.325.937 14.325.937 Gresik 2008 27.872.709 2010 12.761.798 18.019.942 30.781.740 2007 23.108.869 14.726.772 37.835.641 2008 20.069.313 Cianjur 2009 9.046.263 2.245.021 11.291.284 2010 27.034.717 24.302.990 51.337.707 Subang 2010 15.873.945 20.166.654 36.040.599 2008 10.342.791 Klungkung 2009 6.856.000 10.401.000 17.257.000 2010 11.892.839 15.398.942 27.291.781 2008 27.249.794 Pangkep 2010 17.089.601 20.451.465 37.541.066 Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007,2008, 2009 dan 2010 Lokasi
Tahun
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
186
Laporan Teknis 2010 60.000.000
Nilai (Rp.)
50.000.000 40.000.000
Konsumsi Pangan
30.000.000 20.000.000
Konsumsi Non Pangan
10.000.000
Total
2007 2008 2010 2007 2008 2009 2010 2010 2008 2009 2010 2008 2010 Gresik
Cianjur
Subang
Klungkung
Pangkep
Tahun/Lokasi
Gambar 4.10 Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 4.4.5. Kelembagaan Usaha Kelembagaan pendukung usaha pada masyarakat pembudidaya ikan antara lain kelembagaan yang berfungsi sebagai penyedia jasa dan atau barang yang terkait dengan sarana dan pra sarana budidaya ikan yang dibutuhkn oleh masyarakat perikanan budidaya. Pada masing-masing desa contoh dalam kegiatan riset Panelkanas bidang perikanan budidaya ditunjukkan pada Tabel 4.128, Tabel 4.129 dan Tabel 4.130.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
187
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.128 Kondisi Kelembagaan Pendukung Usaha Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Tambak Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010 Jenis Gresik Pangkep Kelembagaan Input produksi
Tenaga kerja
96,67% responden menyatakan bahwa benih selalu tersedia dengan cara pembayaran tunai sebesar 84,38%. Pola kemitraan berada pada 50% responden. Tidak ada kelembagaan tenaga kerja secara khusus. TK selalu tersedia dan upah tunai.
Permodalan
Tergantung kepada keluarga dan teman serta bank umum (22,22%). Pemasaran 72% responden tergantung pedagang pengumpul desa dan 60% dibayar secara tunai. Kelompok dan Ada kelembagaan kelompok Penyuluhan tetapi tidak terlalu banyak Perikanan aktifitas menunjang budidaya tambak. Sumber Informasi
Tidak ada informasi.
97% responden menyatakan bahwa input selalu tersedia dengan cara pembayaran tunai. Pola kemitraan berada pada 3% responden. Tidak ada kelembagaan tenaga kerja secara khusus, 60% responden menyatakan selalu tersedia untuk TK panen. Tergantung kepada pedagang pakan atau pedagang pengumpul. 84% responden tergantung pedagang pengumpul desa dengan cara bayar tunai. Ada kelembagaan kelompok tetapi hanya 31% keberadaannya yang berkaitan dengan aktivitas budidaya tambak. 53% responden melakukan pemecahan dilakukan sendiri. Informasi CBIB belum sampai kepada masyarakat petambak.
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
188
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.129 Kondisi Kelembagaan Pendukung Usaha Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Laut Dan Keramba Jaring Apung Dalam Riset Panelkanas 2010 Jenis Budidaya Air Tawar Budidaya Laut Kelembagaan (Keramba) Input produksi Semua responden menyatakan 97% responden menyatakan bahwa input selalu tersedia bahwa input selalu tersedia dengan cara pembayaran tunai. dengan cara pembayaran Pola kemitraan berada pada tunai sebesar 87,5%. Pola 48,3% responden. kemitraan berada pada 66% responden. Tenaga kerja Tidak ada kelembagaan tenaga Tidak ada kelembagaan kerja secara khusus, melalui tenaga kerja secara khusus, sistem kekerabatan. Kesulitan melalui sistem kekerabatan. tenaga kerja terutama pada saat panen. Permodalan 55% tergantung sesama anggota Tergantung kepada kelompok pembudidaya dan pedagang pakan atau 35% berhubungan dengan bank pedagang pengumpul. formal. Pemasaran Semua responden menyatakan Semua responden menjual kepada pedagang menyatakan menjual bebas pengumpul desa dan dikenakan ikan hasil budidayanya dan retribusi Rp.200.- per kg. Cara memiliki langganan pembayaran tunai. pedagang pengumpul. Kelompok dan Ada kelembagaan kelompok dan Ada kelembagaan Penyuluhan efektif untuk hal-hal yang terkait kelompok tetapi tidak ada Perikanan dengan pemasaran hasil dan aktifitas lagi. Penyuluhan simpan pinjam. Penyuluhan ada juga jarang diterima (3-13% dan efektif terkait dengan hama saja). dan penyakit serta bibit unggul dan penanganan pasca panen. Sumber Semua responden melakukan 37% responden melakukan Informasi pemecahan kepada sesama pemecahan kepada sesama pembudidaya. Hanya 34,5% pembudidaya. Hanya 25% responden yang sadar akan responden yang sadar akan CBIB. CBIB. Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
189
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.130 Kondisi Kelembagaan Pendukung Usaha Pada Rumah Tangga Perikanan Budidaya Kolam Dalam Kegiatan Riset Panelkanas 2010. Jenis Pembudidaya Ikan di Kolam Kelembagaan Input produksi 60% responden menyatakan bahwa input selalu tersedia dengan cara pembayaran tunai. Pola kemitraan berada pada 60% responden. Tenaga kerja Tenaga kerja selalu tersedia dan pembayaran secara tunai, terutama untuk pengolahan tanah dan panen. Permodalan 86,7% tergantung kepada pedagang ikan atau pedagang pengumpul desa. Pemasaran Semua responden menyatakan menjual ikan hasil budidayanya kepada pedagang pengumpul desa dengan cara tunai. Kelompok dan Ada kelembagaan kelompok dan 73,3% menyatakan Penyuluhan membahas masalah perikanan dan pengendalian hama dan Perikanan penyakit. Sumber 80% responden melakukan pemecahan kepada sesama Informasi pembudidaya dan diatasi sendiri. Hanya 10% responden yang memecahkan masalah melalui kelompok pembudidaya ikan. Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.128, Tabel 4.129 dan Tabel 4.130 menunjukkan belum banyak dukungan kepada upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan di seluruh tipe budidaya ikan. Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa kebijakan sektor kelautan dan perikanan di bidang perikanan budidaya belum banyak mendukung berkembangnya usaha perikanan budidaya baik tambak, budidaya rumput laut maupun budidaya ikan air tawar. Sebagai contoh, masih sedikit sekali masyarakat pembudidaya ikan yang berhubungan dengan bank sebagai lembaga penyedia permodalan, yang saat ini sudah tersedia pada setiap kecamatan. Ketergantungan masyarakat pembudidaya terhadap pedagang pakan ikan, sebagai sumber permodalan pembuatan prasarana budidaya dan sumber pembelian pakan, mengakibatkan harga ikan hasil produksi mereka tidak dapat menempatkan pembudidaya ikan untuk memiliki posisi tawar yang kuat. Hal ini diperparah pula dengan belum berfungsinya kelembagaan pembudidaya dan penyuluhan perikanan bagi masyarakat pembudidaya ikan, pada semua tipe budidaya ikan. Secara lebih detail, perkembangan kelembagaan usaha perikanan budidaya pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
190
Laporan Teknis 2010 Cianjur Sebagian besar pembudidaya ikan KJA di Desa Cikidang Bayabang sebenarnya memiliki kelompok pembudidaya walaupun bersifat informal. Walaupun demikian keberadaan kelompok pembudidaya sampai saat ini kurang berperan optimal, bahkan beberapa pembudidaya belum merasakan manfaat keberadaan kelompok tersebut. Keberadaan kelompok seolah-olah hanya aktif ketika terdapat pemberian bantuan modal. Selain itu penyuluhan teknis terkait cara budidaya yang baik maupun informasi tentang benih unggul juga kurang dirasakan oleh sebagian besar pembudidaya. Informasi ataupun solusi pemecahan masalah terkait usaha budidaya lebih banyak diatasi sendiri dengan mengandalkan pengalaman yang dimiliki. Masalah yang saat ini dirasakan oleh sebagian besar pembudidaya adalah terkait dengan penurunan kualitas sumberdaya alam yang berpengaruh terhadap penurunan produktivitas perikanan. Bimbingan teknis atau penyuluhan terkait dengan manajemen pengelolaan atau cara budidaya ikan yang baik sangat diperlukan oleh pembudidaya mengingat saat ini penyuluhan atau bimbingan teknis dari instansi terkait sangat jarang atau bahkan belum diterima oleh sebagian besar pembudidaya ikan. Selain itu adalah rendahnya harga ikan yang berpengaruh terhadap rendahnya keuntungan yang diterima pembudidaya. Kelembagaan sarana input produksi seperti penyediaan benih, pupuk, obat-obatan sampai saat ini berjalan lancar atau kebutuhan pembudidaya dapat terpenuhi. Benih didatangkan dari Lamongan, Situbondo atau Bali melalui broker yang ada di desa tersebut. Terkait dengan pemasaran ikan hasil produksi juga tidak terlalu sulit karena di desa tersebut banyak pedagang pengumpul yang siap menampung hasil panen pembudidaya. Salah satu model transaksi yang dilakukan dalam transaksi jual beli hasil perikanan pembudidaya adalah dengan sistem tebas yaitu pedagang pengumpul menawarkan nilai panen setelah mengamati kondisi kolam tanpa memanen atau ditimbang lebih dulu. Ketersediaan dan jumlah sarana produksi pada lokasi penelitian sangat memadai dan mudah dijangkau sehingga jika responden memerlukan sarana produksi cukup tersedia. Hanya sesekali kebutuhan input (benih) harus menunggu lebih lama karena persediaan yang terbatas. Sama halnya dengan benih,
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
191
Laporan Teknis 2010 ketersediaan pakan pelet juga tercukupi hanya saja pembelian secara kredit saat ini relatif susah diperoleh. Adapun jika ada kredit pakan oleh pembudidaya biasanya dilakukan menjelang ikan siap dipanen. Jumlah pedagang pakan dan benih yang sering dihubungi responden masing-masing berkisar 5 orang. Benih yang banyak digunakan pembudidaya berasal dari Subang, Jawa Barat disamping dari Bandung.
Tabel 4.131 Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Pembudidaya Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Budidaya Ikan di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur , 2010 No
Jenis Input Produksi
Ketersediaan
Cara Pembayaran
Kemitraan
F
%
F
%
F
%
Benih
31
96,88
28
87,50
21
65,63
Obat Pencuci Hama
0
0
0
0
0
0
Jaring
2
6
0
0
0
0
4.
Waring
0
0
0
0
0
5.
Kakaban
0
0
0
0
0
6.
Pakan
2
6
2
6,25
2
6,25
7.
Induk
0
0
0
0
0
0
8.
Pelet
30
93,75
26
81,25
20
62,50
9.
Urea
0
0
0
0
0
0
10.
TSP
0
0
0
0
0
0
1. 2. 3.
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Kegiatan budidaya ikan pada KJA tidak memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak. Kegiatan usaha lebih banyak menggunakan tenaga sendiri sedangkan pemilik KJA yang menggunakan tenaga kerja sampai saat ini merasakan ketersediaan jumlah tenaga kerja masih mencukupi. Tenaga kerja yang direkrut biasanya masih ada hubungan saudara dengan pemilik KJA.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
192
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.132 Jenis Tenaga Kerja, Ketersediaan dan Cara Pembayaran Yang Digunakan Pada Kegiatan Budidaya Ikan di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 Jenis Yang Digunakan F % 1. Pengolahan Tanah 0 0 2. Penebaran Benih 1 3,13 3. Penjaga 5 15,63 4. Tenaga Kerja Panen 1 3,13 Sumber : Data Primer Diolah, 2010 No
Tenaga Kerja Upahan
Ketersediaan F 0 1 5 1
% 0 3,13 15,63 3,13
Cara Pembayaran F % 0 0 0 0 1 3,13 1 3,13
Kelembagaan permodalan yang sering dihubungi oleh responden adalah kelembagaan permodalan informal seperti pedagang pengumpul. Terkait dengan masalah pinjaman, untuk keperluan usaha responden meminjam kepada pedagang pakan atau pengumpul, tetapi akhir-akhir ini semakin sulit untuk dapat memperoleh pinjaman modal karena hasil panen beberapa periode terakhir kurang menggembirakan sehingga pemberi modal menjadi enggan memberikan pinjaman. Sebagian besar pembudidaya mempunyai kebebasan untuk menjual hasil panennya kepada pedagang desa yang ada selama tidak mempunyai ikatan terhadap pedagang input atau pemberi modal. Walaupun demikian sebagian besar responden mengaku mempunyai pedagang pelanggan yang siap membeli ketika panen. Jumlah pedagang yang biasa mengambil di daerah sekitar lokasi responden berkisar 10 an orang. Hasil produksi pembudidaya sebagian besar dipasarkan ke Jakarta dan Bandung.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
193
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.133 Keberadaan Lembaga Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Produk Budidaya Ikan Di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 No
Lembaga Pemasaran
1. Pedagang Pengumpul Desa 2. Pedagang Pengumpul 3. Pedagang Besar 4. Pedagang Besar Kecamatan 5. Pedagang Besar Kabupaten 6. Konsumen Desa 7. Konsumen Kecamatan 8. Lainnya Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keberadaan F % 17 53,13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3,13
Asal Dari Desa F % 17 53,13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3,13
Cara Pembayaran F % 14 43,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kelembagaan kelompok usaha tidak ditemui pada lokasi penelitian walaupun pernah ada kelompok usaha tetapi sudah lama tidak ada aktifitas organisasi lagi. Kelompok usaha yang ada saat ini tidak mengkhususkan pada bidang perikanan. Sementara untuk kegiatan penyuluhan sangat jarang diterima oleh pembudidaya. Reponden yang mengetahui informasi penyuluhan relatif rendah yaitu antara 3-13% saja. Beberapa jenis penyuluhan yang diketahui oleh responden meliputi informasi mengenai teknologi pembenihan ikan, teknologi pendederan ikan, teknologi pembesaran ikan dan teknologi pembuatan pakan. Frekuensi penyuluhan yang jarang diperparah dengan kepedulian responden untuk mengikuti penyuluhan yang masih rendah. Sebagian besar responden ketika mendapatkan masalah mengenai usaha budiaya, hanya berusaha mencari informasi kepada rekan sesama pembudidaya dan mengandalkan pengalaman usaha sendiri atau bahkan dibiarkan saja. Kelembagaan usaha yang sudah ada jika bisa berperan optimal akan mampu mengurangi atau mengatasi masalah yang dihadapi. Keberadaan kelembagaan usaha yang optimal bisa berperan dalam membentuk kerjasama pembudidaya dalam kerjasama permodalan, sarana memperoleh informasi teknis baik yang diperoleh oleh sesama pembudidaya maupun penyuluh perikanan, dan kerjasama dalam menjaga keamanan KJA. Selama ini informasi penyuluhan oleh penyuluh perikanan belum sampai ke pembudidaya ikan KJA karena belum adanya kelembagaan usaha yang solid.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
194
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.134 Keberadaan Bidang Penyuluhan dan Kaitannya Dengan Program Budidaya Ikan Pada Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 No
Jenis Bidang Penyuluhan
Keberadaan
Mengikuti
F
%
F
%
Keterkaitan Dengan Program F %
1.
Teknologi Pembenihan Ikan
13
40,63
6
18,75
4
12,50
2.
Teknologi Pendederan Ikan
11
34,38
5
15,63
3
9,38
3.
Teknologi Pembesaran Ikan
3
9,38
0
0
0
0
4.
Pengenalan Hama Penyakit
0
0
0
0
0
0
5.
Teknologi Pembuatan Pakan
3
9,38
2
6,25
2
6,25
6.
Pengenalan Spesies Baru
0
0
0
0
0
0
7.
0
0
0
0
0
0
8.
Pasca Panen Konservasi Perikanan
0
0
0
0
0
0
9.
Lainnya (Sebutkan)
0
0
0
0
0
0
Sumberdaya
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.135 Keberadaan Masalah Teknis Budidaya dan Strain Unggul serta Cara Budidaya Ikan Baik (CBIB) berdasarkan Sumber Informasi di Desa Cikidangbayabang, Kabupaten Cianjur, 2010 No
Jenis Kegiatan Kelompok
Masalah Teknis Budidaya
Strain Unggul dan CBIB
F
%
F
%
1.
PPL
0
0
0
0
2.
Dinas KKP
0
0
0
0
3.
Sesama Pembudidaya
12
37,50
8
25,00
4.
Aparat Desa
2
6,25
0
0
5.
Tokoh Masyarakat
1
3,13
0
0
6.
Kelompok Pembudidaya Ikan
1
3,13
0
0
7.
Pedagang Input
0
0
2
6,25
8.
Pedagang Hasil Perikanan
0
0
0
0
9.
Diatasi Sendiri
12
37,50
5
15,63
10.
Dibiarkan Saja
12
37,50
6
18,75
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Subang Kelembagaan pada usaha budidaya yang ada di Desa Sumur Gintung, Kecamatan Pagaden Barat, Kabupaten Subang dibagi menjadi kelembagaan input, tenaga kerja, peminjaman, pemasaran, kelompok dan penyuluhan.
Untuk
kelembagaan input umumnya responden memberikan jawaban terkait masalah ketersediaan, cara pembayaran dan kemitraan yang paling besar untuk input pupuk (Urea dan TSP), yaitu sebanyak 100% dan 96,7%, disusul dengan input
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
195
Laporan Teknis 2010 benih, pellet, kakaban, dan waring masing-masing sebesar 60%, 56,7%, 50% dan 40%.
Tabel 4.136 Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Pembudidaya Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Budidaya Ikan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 Jenis Input Produksi Benih Obat Pencuci Hama Jaring Waring Kakaban Pakan Induk Pellet Urea TSP
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ketersediaan F % 18 60,0 9 30,0 3 12 15 1 9 17 30 29
10,0 40,0 50,0 3,3 30,0 56,7 100,0 96,7
Cara Pembayaran F % 18 60,0 9 30,0 3 12 15 1 9 17 30 29
10,0 40,0 50,0 3,3 30,0 56,7 100,0 96,7
Kemitraan F % 18 60,0 9 30,0 3 12 15 1 9 17 30 29
10,0 40,0 50,0 3,3 30,0 56,7 100,0 96,7
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.137 Jenis Tenaga Kerja, Ketersediaan dan Cara Pembayaran yang Digunakan Pada Kegiatan Budidaya Ikan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 No 1.
Tenaga Kerja Upahan Pengolahan Tanah
2.
Jenis Yang Digunakan F % 30 100,0
Tenaga 21 70,0 Kerja Panen Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Ketersediaan
Cara Pembayaran
F 30
% 100,0
F 30
% 100,0
21
70,0
21
70,0
Kelembagaan ketenagakerjaan responden yang memberikan jawaban untuk pengolahan tanah sebanyak 30 orang responden dan tenaga kerja panen sebanyak 21 responden, hal ini menunjukkan bahwa sebelum memulai usaha, pengolahan tanah harus benar-benar diperhatikan agar hasil yang diperoleh maksimal.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
196
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.138 Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Budidaya Ikan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 No
Nama Lembaga
1.
Pedagang Input
2.
Pedagang Ikan Sesama Pembudidaya
3.
F 1
% 3,3
F 2
% 6,7
Bentuk Pembayaran Dengan Uang F % 1 3,3
26
86,7
2
6,7
25
83,3
10
33,3
2
6,7
10
33,3
3,3 3,3
2 1
6,7 3,3
1 1
3,3 3,3
Penggunaan Oleh Pembudidaya
4. Koperasi 1 5. Bank Formal 1 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keberadaan Jaminan
Penggunaan lembaga peminjaman, keberadaan jaminan dan bentuk pembayaran pinjaman di Desa Sumur Gintung paling banyak terdapat pada pedagang ikan yaitu sebesar 87%, hal ini dilakukan karena responden dapat dengan mudah menjual hasil usahanya dan tanpa adanya jaminan yang harus dikeluarkan jika mereka meminjam untuk modal usaha. Tabel 4.139 Keberadaan Lembaga Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Produk Budidaya Ikan Di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 No 1.
Tenaga Kerja Upahan Pedagang Pengumpul Desa
Keberadaan F % 30 100,0
Asal Dari Desa F % 30 100,0
Cara Pembayaran F % 29 96,7
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Untuk lembaga pemasaran, rata-rata responden memberikan jawaban untuk pedagang pengumpul desa, karena alasan menghemat ongkos produksi dan menghemat waktu, selain itu juga cara pembayaran yang dilakukan juga tunai.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
197
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.140 Keberadaan Kegiatan Kelompok, Keaktifan Pengurus dan Kaitannya dengan Pekerjaan Pembudidaya Ikan di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 No
Jenis Kegiatan Kelompok
1. Pembelian Benih 2. Pengendalian Hama Penyakit 3. Membahas Masalah Perikanan Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keaktifan Pengurus
Keberadaan F 1 3 22
% 3,3 10,0 73,3
F 1 3 22
% 3,3 10,0 73,3
Sarana Tukar Pikiran F 1 3 22
% 3,3 10,0 73,3
Jenis kegiatan kelompok yang paling banyak dijawab oleh responden adalah sebagai sarana untuk membahas masalah perikanan, yaitu sebesar 73%, sedangkan sisanya sebagai sarana untuk membahas pengendalian hama dan penyakit (10%). Tabel 4.141 Keberadaan Masalah Teknis Budidaya dan Strain Unggul serta CBIB Berdasarkan Sumber Informasi di Desa Sumur Gintung, Kabupaten Subang, 2010 No 1. 2. 3.
Jenis Kegiatan Kelompok
Dinas KKP Sesama Pembudidaya Aparat Desa Kelompok Pembudidaya 4. Ikan 5. Pedagang Input 6. Diatasi Sendiri 7. Dibiarkan Saja Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keberadaan
Meringankan Pekerjaan
F 1 24 1
% 3,3 80,0 3,3
F 1 24 1
% 3,3 80,0 3,3
3 1 23 1
10,0 3,3 76,7 3,3
3 1 23 1
10,0 3,3 76,7 3,3
Terlihat bahwa jika responden mengalami masalah budidaya maka sumber informasi responden berasal dari sesama pembudidaya (80%), dan diatasi sendiri (77%). Sedangkan sumber informasi yang berasal dari Dinas KKP, aparat desa, dan kelompok pembudidaya ikan sangat sedikit responden yang memberikan jawaban atas keberadaan mereka, karena kurangnya perhatian dari instansi terkait terhadap usaha budidaya di desa tersebut.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
198
Laporan Teknis 2010 Gresik 1.
Kelembagaan Penyuluh Perikanan Masalah yang saat ini dirasakan oleh sebagian besar pembudidaya adalah
terkait dengan penurunan kualitas sumberdaya alam yang berpengaruh terhadap penurunan produktivitas perikanan. Bimbingan teknis atau penyuluhan terkait dengan manajemen pengelolaan atau cara budidaya ikan yang baik sangat diperlukan oleh pembudidaya mengingat saat ini penyuluhan atau bimbingan teknis dari instansi terkait sangat jarang diterima oleh sebagian besar pembudidaya ikan. Tabel 4.142 Keberadaan Bidang Penyuluhan dan Kaitannya Dengan Program Budidaya Ikan di Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, 2010 Keberadaan No Jenis Bidang Penyuluhan F % 1. Teknologi Pembenihan Ikan 9 28.13 2. Teknologi Pendederan Ikan 10 31.25 3. Teknologi Pembesaran Ikan 2 6.25 4. Pengenalan Hama Penyakit 2 6.25 5. Teknologi Pembuatan Pakan 1 3.13 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keberadaan penyuluh dan kaitannya dengan program budidaya ikan lebih banyak pada penyuluhan tentang teknologi pendederan dan ppembenihan ikan. Namun penyuluhan tentang pengenalan hama penyakit dan pengendalian penyakit serta teknologi pembuatan pakan sangat sedikit bahkan belum pernah dilakukan. Saat ini yang paling dibutuhkan oleh pembudidaya tambka adalah informasi teknologi pengendalian hama penyakit. Keberadaan kelembagaan penyuluh lapangan masih harus lebih ditingkatkan baik kinerjanya, maupun dari keahlian dan ketrampilan dalam memberikan informasi teknologi sehingga masyarakat dapat dengan mudah menerima dan mengaplikasikan informasi teknologi yang disampaikan. 2.
Kelembagaan Sarana Input Produksi Kelembagaan sarana input produksi seperti penyediaan benih, pupuk,
obat-obatan sampai saat ini berjalan lancar atau kebutuhan pembudidaya dapat
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
199
Laporan Teknis 2010 tepenuhi. Benih didatangkan dari Lamongan, Situbondo atau Bali melalui broker yang ada di desa tersebut. Cara pembayaran dalam pembelian input produksi sebagian besar dengan cara tunai. Namun untuk input benih bisa dilakukan dengan sistem tempo dengan harga tidak dikenakan bunga.
Tabel 4.143 Kondisi Ketersediaan dan Cara Pembayaran Pembudidaya Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Budidaya Ikan di DesaUjung Pangkah, Kabupaten Gresik, 2010 Ketersediaan Cara Pembayaran No Jenis Input Produksi F % F % 1. Benih 29 97 27 84 2. Obat Pencuci Hama 2 7 2 6 3. Pestisida 2 7 2 6 6. Pakan 8 27 8 25 7. Pompa air 2 7 27 84 8. Pellet 2 7 2 6 9. Urea 12 40 11 34 10. TSP 19 63 18 56 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
3.
Kelembagaan Tenaga Kerja Ketersediaan tenaga kerja dalam pengelolaan tambak di kecamatan Ujung
Pangkah cukup tersedia. Tidak permasalahan terkait dengan tenaga kerja, karena kebutuhan tenaga kerja dalam pengelolaan tambak hanya pada tahap persiapan dan pemanenan. Sedangkan untuk penebaran benih dan pemeliharaan kebanyakan dilakukan sendiri oleh pembudidaya. Cara pembayaran tenaga kerja persiapan lahan dan pemanenan dibayar tunai harian. Hal ini disebabkan karena pola teknologi budidaya yang digunakan adalah teknologi tradiosional, sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja dalam pemberian pakan dan lainnya. Sedangkan untuk cara pembayaran pemanenan dilakukan dengan cara ditebaskan. Pembayaran bisa langsung tunai atau tempo.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
200
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.144 Ketersediaan dan Cara Pembayaran Tenaga Kerja di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, 2010 Ketersediaan Cara Pembayaran No Tenaga Kerja Upahan Frekuensi % Frekuensi % 1. Pengolahan Tanah 25 78 27 83 2. Penebaran Benih 0 0 0 0 3. Penjaga 17 53 17 53 4. Tenaga Kerja Panen 22 69 22 69 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
4.
Kelembagaan Pemasaran Terkait dengan pemasaran ikan hasil produksi juga tidak terlalu sulit
karena di desa tersebut banyak pedagang pengumpul yang siap menampung hasil panen pembudidaya. Salah satu model transaksi yang dilakukan dalam transaksi jual beli hasil perikanan pembudidaya adalah dengan sistem tebas yaitu pedagang pengumpul menawarkan nilai panen setelah mengamati kondisi kolam tanpa memanen atau ditimbang lebih dulu. Kelembagaan pemasaran berasal dari pedagang pengumpul tingkat desa, pengumpuil perairan, pedagang besar, pedagang besar kecamatan dan kabupaten dan ada yang langsung ke konsumen.
Tabel 4.145 Keberadaan Kelembagaan Pemasaran dan Cara Pembayaran Hasil Jual Beli Ikan/Udang di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, 2010 No
Kelembagaan Pemasaran
1. Pedagang Pengumpul Desa 2. Pedagang Pengumpul Perairan 3. Pedagang Besar 4. Pedagang Besar Kecamatan 5. Pedagang Besar Kabupaten 6. Konsumen Desa Sumber : Data Primer Diolah, 2010
5.
Keberadaan F 23 10 5 1 3 2
% 72 31 16 3 9 6
Asal Dari Cara Pembayaran Desa Tunai F % F % 21 60 19 60 10 3 10 3 4 1 4 1 1 3 1 3 3 9 3 9 1 3 1 3
Kelembagaan Pelaku Utama (Kelompok Pembudidaya) Sebagian besar pembudidaya ikan dan udang di Pangkah Wetan,
Kecamatan Ujung Pangkah sebenarnya memiliki kelompok pembudidaya walaupun bersifat informal. Meskipun demikian, keberadaan kelompok pembudidaya sampai saat ini kurang berperan optimal, bahkan beberapa pembudidaya belum merasakan manfaat keberadaan kelompok tersebut. Sebagian Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
201
Laporan Teknis 2010 besar responden menyatakan bahwa keberadaan kelompok pembudidaya tidak aktif. Keberadaan dan keaktifan kelompok yang Keberadaan kelompok seolaholah hanya aktif ketika terdapat pemberian bantuan modal. Selain itu penyuluhan teknis terkait cara budidaya yang baik maupun informasi tentang benih unggul juga kurang dirasakan oleh sebagian besar pembudidaya. Informasi ataupun solusi pemecahan masalah terkait usaha budidaya lebih banyak diatasi sendiri dengan mengandalkan pengalaman yang dimiliki.
Tabel 4.146 Keberadaan Kegiatan Kelompok, Keaktifan Pengurus Dan Kaitannya Dengan Pekerjaan Pembudidaya Ikan Di Desa Pangkah Wetan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik Keberadaan No Jenis Kegiatan Kelompok F % 1. Penentuan Waktu Tanam 2. Penentuan Jenis Strain 3. Pembelian Benih 4 13 4. Pembelian Pupuk 5. Pengolahan Tanah 6. Penebaran Benih 7. Penggunaan Pupuk 8. Pengendalian Hama dan Penyakit 1 3 9. Pemberian Pakan 10. Pemeliharaan Saluran Air 11. Panen/Pasca Panen 1 3 12. Pemasaran Hasil 1 3 13. Simpan pinjam 14. Arisan 15. Membahas masalah perikanan 3 9 16. pelaksanaan program pemerintah 1 3 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
6.
Kelembagaan Permodalan Kelembagaan permodalan yang ada di desa Pangkah Wetan kecamatan
Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, yang biasanya digunakan sebagai lembaga peminjam antara lain: Bank konvensional, penggadaian, koperasi, juragan/pemilik usaha, teman dan keluarga. Dari seluruh lembaga yang ada, urutan prioritas pinjaman terhadap lembaga peminjam adalah kepada keluarga, teman, bank, seterusnya ke koperasi, dan juragan/pemilik usaha.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
202
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.147 Keberadaan Lembaga Peminjam dan Prioritas Pinjaman Terhadap Lembaga Peminjam Di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, 2010 No Lembaga Peminjam F % 1. Keluarga 14 51.85 2. Teman 11 40.74 3. Pegadaian 1 3.70 4. Koperasi 1 3.70 5. Bank umum 6 22.22 6. Juragan/pemilik usaha 1 3.70 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Klungkung Dalam mendukung budidaya rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, terdapat kelembagaan-kelembagaan. Kelembagaan tersebut dibedakan menjadikan kelembagaan
input
produksi,
kelembagaan
tenaga
kerja,
kelembagaan
permodalan, kelembagaan pemasaran, dan kelembagaan pelaku yang meliputi kelompok, penyuluhan dan bantuan informasi. Kelembagaan input produksi adalah kelembagaan yang menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung produksi. Kelembagaan input di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul, Dusun Batu Mulapan sangat mendukung kegiatan budidaya rumput laut. Ketersediaan selalu terjamin dan memenuhi permintaan dari petani rumput laut. Cara pembayarannya pun dengan cara tunai tidak dengan menggunakan hasil panen yang dikonversikan ke rupiah dan akan dibayar ketika musim panen tiba. Kemitraan yang dimaksud adalah menjadi pelanggan tetap dari kelembagaan tersebut tanpa ada maksud sebagai pengikat. Namun ada juga beberapa responden yang menganggap antar petani dan kelembagaan input tidak ada kemitraan karena didasarkan pada hubungan bisnis semata.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
203
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.148 Kondisi Ketersediaan, Cara Pembayaran dan Kemitraan Pembudidaya Terhadap Perdagang Terkait Sarana Produksi Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 No
Ketersediaan
Jenis Input Produksi
Cara Bayar
Kemitraan
F
%
F
%
F
%
1.
Tali Ris
29
100,0
29
100,0
14
48,3
2.
Tali Utama
29
100,0
29
100,0
13
44,8
3.
Tali Jarring
29
100,0
29
100,0
12
41,4
4.
Patok Ris Besi
14
48,3
29
100,0
11
37,9
5.
Patok Ris Kayu
29
100,0
29
100,0
11
37,9
6.
Patok Utama
29
100,0
29
100,0
11
37,9
7.
Patok Jaring
29
100,0
29
100,0
11
37,9
8.
Jarring
29
100,0
29
100,0
11
37,9
9.
Terpal
29
100,0
29
100,0
11
37,9
10.
Plastik Pembungkus
29
100,0
29
100,0
11
37,9
11.
Bibit
29
100,0
29
100,0
11
37,9
12.
Plastik Pengikat
29
100,0
29
100,0
11
37,9
Jumlah Termonitor
29
100,0
29
100,0
29
100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Jenis tenaga kerja yang digunakan budidaya rumput laut metode patok di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul, Dusun Batu Mulapan adalah pengangkut panen, pengikat bibit, pengangkut bibit. Pengangkut panen yang bertugas memanen rumput laut siap panen kemudian membersihkan dan dan melepaskan rumput laut dari ikatan plastik dan meletakan diatas terpal yang telah disiapkan dan dibungkus dengan plastik sebagai tahap penjemuran yang memakan waktu selama 1 – 2 hari dibawah sinar matahari. Upah yang dikeluarkan untuk pengangkut bibit sebesar Rp 2000 tiap delapan ris. Pengikat bibit banyak diminati oleh anak-anak usia sekolah dan ibu-ibu rumah tangga karena sifat kerjanya yang cukup mudah yaitu mengikat bibit yang telah disiapkan dengan berat 100 – 150 gram di tali ris dengan menggunakan plastik pengikat dengan upah Rp 1000 pertiap empat ris. Sedangkan pengangkut bibit bertugas mengangkut bibit-bibit yang telah diikat ke lokasi budidaya (bibir pantai) dan dipasang pada tali-tali utama yang telah siap dengan menggunakan patok tali ris. Upah yang dikeluarkan sebesar Rp 2.000 tiap 16 tali ris. Namun kebanyakan responden melakukan sendiri kegiatan panen dan memasang bibit di areal budidaya, tetapi tidak untuk kegiatan mengikat bibit karena peminatnya
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
204
Laporan Teknis 2010 cukup banyak dan menawarkan jasa. Sebagian besar dilakukan oleh anak-anak usia sekolah dan ibu-ibu rumah tangga sebagai mata pencaharian tambahan karena sifat kerjanya yang cukup mudah.
Tabel 4.149 Kondisi Jumlah, Ketersediaan, dan Cara Pembayaran Pembudidaya terhadap penggunaan Tenaga Kerja berdasarkan Jenis Tenaga Kerja yang di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 No
Tenaga Kerja Upahan
Jenis Yang Digunakan F
1.
Pengangkut Panen
2. 3.
%
Ketersediaan F
%
Cara Pembayaran F
%
2
6,9
2
6,9
2
6,9
Pengikat Bibit
29
100,0
29
100,0
29
100,0
Pengangkut Bibit
13
44,8
13
44,8
13
44,8
Jumlah Termonitor
29
100,0
29
100,0
29
100,0
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Kelompok petani rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul, Dusun Batu Mulapan banyak yang bersifat sebagai simpan pinjam tanpa jaminan bagi anggotannya selain lembaga-lembaga peminjam formal lainnya seperti bank-bank formal, koperasi dsb yang menggunakan jaminan serta lembaga-lembaga peminjam informal lainnya seperti pelepas uang dsb. Sistem pembayaran yang disepakati di kelompok petani rumput laut dilakukan setiap bulan angsuran dengan bunga 1,5% dengan pinjaman maksimal Rp 10.000.000. sebagai contoh jika meminjam uang sebesar Rp 10.000.000 dengan bunga 1,5% perbulan yang diangsur selama 36 bulan maka angsuran yang harus dibayar setiap bulannya adalah Rp 427.000. Namun sebagai lembaga peminjam memiliki aturan main bagi anggotanya karena akan dikenakan sangsi berat berupa dikeluarkan dari keanggotaan apabila tidak membayar angsuran bulanan sama sekali selama 3 bulan berturut-turut dengan alasan tidak masuk akal.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
205
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.150 Penggunaan Lembaga Peminjaman, Keberadaan Jaminan dan Bentuk Pembayaran Pinjaman Terkait Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 No
Lembaga Peminjam
Penggunaan Oleh Petani F
Bentuk Pembayaran Dengan Uang F %
Keberadaan Jaminan
%
F
%
1.
Pedagang Input
-
-
-
-
-
-
2.
Pedagang Ikan
-
-
-
-
-
-
3.
Bank Harian
-
-
-
-
-
-
4.
Sesama Pembudidaya
-
-
-
-
-
-
5.
Pelepas Uang
1
3,4
1
3,4
1
3,4
6.
Kelompok Pembudidaya
16
55,2
1
3,4
16
55,2
7.
Koperasi
1
3,4
1
3,4
1
3,4
8.
Bank Formal
10
34,5
10
34,5
10
34,5
Jumlah Termonitor
29
100,0
29
100,0
29
100,0
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Lembaga pemasaran rumput laut kering di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul, Dusun Batu Mulapan dapat terlihat pada rantai pemasaran pada Gambar 4.11 berikut: Petani Rumput Laut Nusa Penida Kelompok Petani Rumput Laut Nusa Penida Pedagang Pengumpul Desa
Pedagang Pengumpul Antar Desa dan Pulau
Pedagang Pengumpul di Kota (Sanur, Bali)
Pedagang Besar di Kota (Sanur, Bali)
Pabrikan (Surabaya)
Gambar 4.11 Rantai Pemasaran Rumput Laut di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul, Dusun Batu Mulapan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
206
Laporan Teknis 2010 Kelompok petani rumput laut berfungsi bagi anggota kelompok sebagai wadah penimbangan dan penyaluran pemasaran hasil panen sebelum dijual kepada pedagang pengumpul desa. Setiap anggota kelompok harus menyalurkan hasil panennya melalui kelompok dan dikenakan retribusi sebesar Rp 200 perkilogram rumput laut kering dan retribusi tersebut dikumpulkan dan digunakan sebagai uang pokok kelompok yang salah satu kegunaannya sebagai dana simpan pinjam. Tabel 4.151 Penggunaan Lembaga Pemasaran Mengenai Keberadaan, Asal dan Cara Pembayaran Terkait Budidaya Rumput Laut di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 No
Lembaga Pemasaran
Keberadaan
Asal Dari Desa
F 28
% 96,6
F 28
% 96,6
Cara Pembayaran F 28
% 96,6
1.
Pedagang Pemgumpul Desa
2.
Pedagang Pengumpul Perairan
-
-
-
-
-
-
3.
Pedagang Besar
-
-
-
-
-
-
4.
Pedagang Besar Kecamatan
-
-
-
-
-
-
5.
Pedagang Besar Kabupaten
-
-
-
-
-
-
6.
Konsumen Desa
-
-
-
-
-
-
7.
Konsumen Kecamatan
8.
Lainnya
1
3,4
1
3,4
1
3,4
29
100,0
29
100,0
29
100,0
Jumlah Responden
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Kegiatan kelompok petani budidaya rumput laut cukup banyak, dimulai dari pemasaran hasil, simpan pinjam, arisan, pasca panen, membahas masalah perikanan hingga menjadi pelaksana program pemerintah. Khusus anggota kelompok petani budidaya rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul, Dusun Batu Mulapan yang merupakan responden adalah Kelompok Padang Segara, Padang Cemara dan Putri Segara Sari. Pada tahun 2007 – 2009 kelompok tersebut memperoleh subsidi dari Dirjen Budidaya, KKP berupa dana yang digunakan untuk mendukung kegiatan budidaya rumput laut. Pemberian dana tersebut dilakukan secara bertahap. Pengolahan pasca panen yang dilakukan oleh istri-istri petani rumput laut berupa pembuatan dodol rumput laut dan es rumput laut.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
207
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.152 Penggunaan Lembaga Pelaku Berupa Kelompok Pembudidaya Mengenai Jenis Kegiatan Kelompok, Keaktifan Penduduk dan Manfaat Mengikuti Kegiatan Tersebut Sebagai Anggota Kelompok di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 No
Jenis Kegiatan Kelompok
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Penentuan Waktu Tanam Penentuan Jenis Strain Pembelian Benih Pembelian Pupuk Pengolahan Tanah Penebaran Benih Penggunaan Pupuk Pengendalian Hama dan Penyakit Pemberian Pakan Pemeliharaan Saluran Air Panen/Pasca Panen Pemasaran Hasil Simpan pinjam Arisan Membahas masalah perikanan pelaksanaan program pemerintah Jumlah Termonitor Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keberadaan F 29 29 29 11 11 11 29,0
% 100 100 100 37,9 37,9 37,9 100
Keaktifan Pengurus F % 29 100 29 100 29 100 11 37,9 11 37,9 11 37,9 29,0 100
Meringankan Pekerjaan F % 29 100 29 100 29 100 11 37,9 11 37,9 11 37,9 29,0 100
Penerapan teknologi akan berhasil apabila kelembagaan yang ada didalamnya juga solid, sebagaimana dinyatakan Binswanger dan Ruttan dalam Suharyanto (2006) bahwa kelembagaan merupakan faktor utama yang menghasilkan teknologi. Teknologi yang baik hanya dapat dihasilkan dari suatu manajemen kelembagaan yang baik pula. Seterusnya, penerapan suatu teknologi yang telah dihasilkan tersebut akan lebih berhasil bila dilakukan oleh kelembagaan yang memadai pula. Teknologi yang baru dikenalkan di kalangan masyarakat petani rumput laut adalah penggunaan plastik pembungkus untuk mempercepat proses pengeringan dan menjaga kehigienis dari debu maupun binatang (anjing, kambing) serta penggunaan plastik pengikat berupa plastik es mambo berubah dari tali raffia. Hal ini dikarenakan bahwa pengguna tali raffia tidak ramah lingkungan dan berbahaya pada saat proses rumput laut kering menjadi bubuk
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
208
Laporan Teknis 2010 rumput laut (karagenan) karena tali raffia yang sifatnya tidak tahan lama dan mudah meluruh dapat tercampur dalam proses tersebut. Di Dusun Batu Mulapan, para petani rumput lautnya sempat mengunakan para-para sebagai tempat pengeringan, namun hanya sebagian kecil petani yang memperoleh bantuan dari pemerintah. Tabel 4.153 Penggunaan Lembaga Pelaku Berupa Kelompok Pembudidaya Mengenai Jenis Bidang Penyuluhan, Keaktifan Dalam Mengikuti dan Keterkaitan dengan Program Kelompok di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung , 2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Bidang Penyuluhan
Teknologi Pembenihan Ikan Teknologi Pendederan Ikan Teknologi Pembesaran Ikan Pengenalan Hama Penyakit Teknologi Pembuatan Pakan Pengenalan Spesies Baru Pasca Panen Konservasi Sumberdaya 8. Perikanan 9. Lainnya (Sebutkan) Jumlah Termonitor Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keberadaan
Mengikuti
F 29 19 10 -
% 100,0 65,5 34,5 -
F 29 19 10 -
% 100,0 65,5 34,5 -
Keterkaitan Program F % 29 100,0 19 65,5 10 34,5 -
29
100,0
29
100,0
29
100,0
Kehidupan sosial masyarakat petani budidaya rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Desa Batu Nunggul, Dusun Batu Mulapan saling bertenggang rasa dan gotong royong. Hal ini juga terlihat antar sesama pembudidaya saling bertukar informasi baik berupa masalah teknis budidaya maupun strain unggul dan CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik). Wadah yang digunakan sebagai sarana bertukar informasi dilakukan pada saat rapat atau kumpul kelompok yang selalu dilaksanakan di awal bulan. Selain itu sumber informasi yang digunakan oleh para petani adalah LSM Kalimajari, yang merupakan LSM yang concern terhadap rumput laut khususnya rumput laut di Pulau Bali.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
209
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.154 Penggunaan Lembaga Pelaku Berupa Sumber Informasi Mengenai Masalah Teknis Budidaya dan Strain Unggul dan CBIB di Desa Batu Nunggul, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, 2010 Masalah Teknis Strain Unggul dan Budidaya CBIB No Sumber Informasi F % F % 1. PPL 10 34,5 10 34,5 2. Dinas KKP 3. Sesama Pembudidaya 29 100 29 100 4. Aparat Desa 5. Tokoh Masyarakat 6. Kelompok Pembudidaya Ikan 19 65,5 19 65,5 7. Pedagang Input 8. Pedagang Hasil Perikanan 9. Diatasi Sendiri 19 65,5 19 65,5 10. Dibiarkan Saja 11. Lainnya…LSM 29 100 29 100 Jumlah Responden 29 100 29 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Pangkep Aspek kelembagaan merupakan aspek menyangkut aturan main yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan pencapaian suatu tujuan dan sasaran, baik secara formal maupun informal. Aspek kelembagaan yang dilihat berkenaan dengan input produksi, tenaga kerja, pemasaran, penyuluhan dan bantuan informasi teknis budidaya.
Tabel 4.155 Kondisi Ketersediaan Input Produksi, Cara Pembayaran Tunai dan Kemitraan Pembudidaya dengan Pedagang No
Jenis Input Produksi
Ketersediaan Selalu Ada F %
1. Benih 31 2. Urea 29 3. TSP 30 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
97 91 94
Cara Pembayaran Tunai F % 31 29 30
97 91 94
Kemitraan F
%
1 1 1
3 3 3
Jenis input produksi terdiri atas 3 jenis yaitu benih, pupuk urea, dan pupuk TSP. Ketersediaan jenis input produksi benih dinyatakan selelu ada /selalu tersedia menurut 31 orang responden, hal ini menunjukkan jenis input benih selalu
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
210
Laporan Teknis 2010 tersedia di pasaran. Untuk cara pembayaran input produksi benih sebagian besar responden membayar tunai untuk pembelian benih tersebut. Dari Tabel 8 juga bisa dilihat hanya 1 (satu) orang responden yang membina kemitraan bisnis dengan pedagang benih. Jenis input produksi pupuk urea kondisi ketersediaannya selalu tersedia berdasarkan 29 orang responden, hal ini menunjukkan bahwa pupuk urea selalu tersedia di pasaran. Sebagian besar responden membayar tunai untuk pembelian pupuk urea tersebut dan hanya 1 (satu) orang responden saja yang menjalin kemitraan bisnis dengan pedagang pupuk urea tersebut. Jenis input produksi selanjutnya yaitu pupuk TSP yang mana pupuk TSP juga selalu tersedia di pasaran diindikasikan oleh kondisi ketersediaan yang dikemukakan oleh 30 orang responden. Cara pembayaran untuk pembelian pupuk TSP ini dibeli dengan uang tunai dan hanya satu orang responden yang menjalin kemitraan bisnis dengan pedagang pupuk TSP ini.
Tabel 4.156 Kondisi Ketersediaan Tenaga Kerja dan Cara Pembayaran Tunai Tenaga Kerja di Kelurahan Talaka, 2010 Cara Pembayaran Ketersediaan Tunai No Tenaga Kerja Upahan 1. Pengolahan Tanah 2. Penjaga 3. Tenaga Kerja Panen
F
%
F
%
1 4 19
3 12 59
1 4 19
3 12 59
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Tenaga kerja upahan yang ada di Kelurahan Talaka meliputi tenaga pengolahan tanah, tenaga penjaga, dan tenaga kerja panen. Responden yang menggunakan tenaga kerja pengolahan tanah hanya satu responden. Hal ini dikarenakan untuk sebagian besar responden kegiatan pengolahan tanah dilakukan sendiri atau dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Begitu pun dengan penggunaan tenaga kerja penjaga lahan tambak/pemelihara hanya digunakan oleh 4 (empat) orang responden karena penjaga/pemelihara sebagian responden melakukannya sendiri atau dikelola oleh seluruh anggota keluarga. Sebanyak 19 orang responden mempergunakan tenaga kerja panen. Keseluruhan tenaga kerja upahan tersebut dibayar secara tunai oleh para petani tambak dalam hal ini responden tersebut.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
211
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.157 Kondisi Keberadaan Lembaga Pemasaran di Kelurahan Talaka, 2010 Asal Dari Cara Keberadaan Dalam Pembayaran No Lembaga Pemasaran Desa Tunai 1. 2. 3. 4.
Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Besar Kecamatan Pedagang Besar Kabupaten Konsumen Desa
F
%
F
%
F
%
27 1 28 19
84 3 88 59
26 3 1
81 9 3
26 1 28 2
81 3 88 6
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Kondisi keberadaan lembaga pemasaran perikanan yang ada di Kelurahan Talaka meliputi pedagang pengumpul desa, pedagang besar kecamatan, pedagang besar kabupaten dan konsumen desa. Sebanyak 27 orang responden memasarkan hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa yang mana sebanyak 26 orang pedagang tersebut berasal dari dalam desa. Sebagian besar pedagang pengumpul desa tersebut membayar tunai terhadap komoditas/hasil panen yang dijual oleh para responden. Hanya satu orang responden yang menjual hasil panen kepada pedagang besar kecamatan yang pembayarannya dilakukan secara tunai. Sebanyak 28 orang responden menjual hasil panen kepada pedagang besar kabupaten yang ada di pasar ikan di pusat kota Kabupaten Pangkep. Ada 3 (tiga) orang pedagang besar kabupaten yang berasal dari Kelurahan Talaka dan pembayaran atas hasil panen yang dijual dilakukan secara tunai. Sebanyak 19 orang responden menjual langsung hasil panennya kepada konsumen desa yang memerlukan ikan hasil tambaknya yang mana hanya satu orang konsumen desa yang berasal dari Kelurahan Talaka.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
212
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.158 Keberadaan Bidang Penyuluhan dan Kaitannya Dengan Program Budidaya Ikan di Kelurahan Talaka, 2010 Keterkaitan Keberadaan Mengikuti Program No Jenis Bidang Penyuluhan F % F % F % 1. Teknologi Pembenihan Ikan 7 21,9 7 21,9 0 0 2. Teknologi Pendederan Ikan 2 6,3 2 6,3 0 0 3. Pengenalan Hama Penyakit 1 3,1 1 3,1 0 0 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keberadaan bidang penyuluhan dan kaitannya dengan program budidaya ikan di Kelurahan Talaka dimana Jenis bidang penyuluhan yang ada di Kelurahan Talaka terdiri atas 3 (tiga) bidang yaitu teknologi pembenihan ikan, teknologi pendederan ikan, serta pengenalan hama dan penyakit. Jumlah responden yang mengemukakan dan mengikuti penyuluhan teknologi pembenihan ikan adalah sebanyak 7 orang. Untuk penyuluhan mengenai teknologi pendederan ikan dikemukakan dan diikuti oleh 2 orang responden. Dan penyuluhan mengenai pengenalan hama dan penyakit dikemukakan dan diikuti oleh satu orang responden. Keseluruhan jenis penyuluhan tersebut tidak terkait dengan program budidaya ikan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten.
Tabel 4.159 Keberadaan Sumber Informasi Tentang Masalah Teknis Budidaya dan Strain Unggul dan CBIB di Kelurahan Talaka, 2010 Masalah Teknis Strain Unggul dan Budidaya CBIB No Sumber Informasi F % F % 1. PPL 5 15,6 0 0 2. Dinas KKP 5 15,6 0 0 3. Sesama Pembudidaya 1 3,1 0 0 4. Aparat Desa 1 3,1 0 0 5. Diatasi Sendiri 17 53,1 0 0 6. Lainnya 3 9,4 0 0 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Sebanyak 5 orang responden menyatakan bahwa sumber informasi tentang masalah teknis budidaya mereka dapatkan dari PPL (penyuluh lapangan), 5 orang responden menyatakan mendapatkan informasi mengenai masalah teknis budidaya dari dinas kelautan dan perikanan, 1 orang responden mendapatkan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
213
Laporan Teknis 2010 informasi dari sesama pembudidaya, 1 orang responden menyatakan mendapatkan informasi masalah teknis budidaya dari aparat desa, dan 17 orang responden mengatasi sendiri masalah teknis budidaya tanpa mendapatkan bantuan informasi dari pihak lain. Sedangkan 3 orang responden lainnya mendapatkan informasi masalah teknis budidaya dari pihak lainnya selain pihak-pihak tersebut di atas. Bantuan informasi mengenai strain unggul dan CBIB tidak didapatkan oleh masyarakat Kelurahan Talaka. 4.5.
Sintesa dan Dinamika Perkembangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Produk Kelautan Garam
4.5.1. Deskripsi Rumah Tangga Responden Struktur petambak garam pada dasarnya dikelompokan berdasarkan kepemilikan dan status pengelolaan lahan. Berdasarkan status kepemilikan lahan maka terdapat tiga kelompok yaitu pemilik, penggarap (bagi hasil) dan penyewa. Berdasarkan luas lahan yang diusahakannya berkisar antara < 0,5 hektar, 0,5 – 1 hektar dan > 1 hektar.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
214
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.160 Karakteristik Responden Petambak Garam di desa Pallengu, Jeneponto dan di desa Pinggirpapas, Sumenep, 2010 Kelurahan Palenggu Desa Pinggir Papas, Jeneponto Sumenep No Uraian Orang % Orang % 16 50 10 32 1. Usia (tahun) 25 – 45 6 19 3 9 46 – 50 10 31 18 58 > 50 3 9 0 0 2. Pendidikan Tidak Sekolah 5 16 0 0 Tidak Tamat SD 9 28 18 58 SLTP 7 22 3 9 SLTA 9 25 8 25 PT / Akademi 0 0 2 6 3. Luas Lahan (Ha) < 0.5 32 100 5 16 0.5 – 1 0 0 15 49 >1 0 0 11 35 4. Status Kepemilikan Pemilik 9 28 11 35 Penggarap 23 72 6 20 Penyewa 0 0 14 45 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 4.160, menunjukan bahwa usia petambak garam di dua lokasi berada pada usia produktif, untuk tingkat pendidikan petambak garam di Jeneponto dan di Sumenep mayoritas hanya tamat SD masing-masing 63 % dan 58 %, namun di Sumenep ada petambak garam yang telah memiliki pendidikan setingkat Sarjana 6 %. Di Jeneponto, luas kepemilikan lahan tambak garam yang diusahakan seluruhnya < 0,5 Ha (100 %), sedangkan di Sumenep didominasi kepemilikan lahan tambak garam 0,5 – 1 Ha (49 %), > 1 Ha (35 %) dan kepemilikan lahan tambak garam < 0,5 Ha (16 %). Status kepemilikan lahan di Jeneponto didominasi oleh penggarap (72 %), sedangkan di Sumenep didominasi penyewa (45 %) dan pemilik (35 %).
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
215
Laporan Teknis 2010 4.5.2. Usaha Sintesa Usaha tambak garam biasanya berlangsung pada musim kemarau mulai bulan Juli sampai dengan Nopember (5 bulan). Dalam pengusahaan lahan tambak garam ada yang dikerjakan sendiri oleh pemilik, dikerjakan oleh penggarap melalui sistim bagi hasil serta disewakan. Sistim bagi hasil yang berlaku cukup beragam baik di Jeneponto maupun di Sumenep tergantung pada adat dan kebiasaan masyarakat petambak garam. Sistem bagi hasil yang berlaku baik di Jeneponto dan Sumenep hampir sama, ada dua bentuk sistim bagi hasil dalam usaha tambak garam yaitu (1), dibagi 3 bagian 1 bagian pemilik dan 2 bagian penggarap, (2), dibagi 2 bagian sama besar 50 % pemilik dan 50 % penggarap. Tabel 4.161 Analisa Biaya dan Penerimaan Usaha Tambak Garam di Jeneponto dan Sumenep (Rp/ Tahun), 2010 Desa Pallengu, Jeneponto No
Uraian
1. 2.
Investasi Biaya Tetap
3.
Biaya Variabel Total Biaya Penerimaan Keuntungan R/C ratio
4. 5. 6. 7.
Desa Pinggirpapas, Sumenep
Pemilik dikerjakan sendiri
Pemilik dikerjakan penggarap
Penggarap
< 0,5 Ha
0,5 – 1 Ha
> 1 Ha
14.775.667 1.432.946 (24,92) 4.316.571 (75,07) 5.749.517 18.397.577 12.648.059 3,20
93.795.000 598.163 (3,58) 16.107.667 (96,41) 16.705.830 20.661.750 3.955.921 1,24
5.793.884 414.932 (6,31) 6.158.409 (93,69) 6.573.341 12.178.670 5.605.329 1,85
32.162.866 2.224.399 (47,65) 2.443.116 (52,34) 4.667.515 12.427.000 10.202.601 2,66
56.884.55 1.501.373 (25,69) 4.342.769 (74,29) 5.844.142 20.699.000 14.854.858 3,54
193.006.732 4.215.829 (38,94) 6.609.200 (61.05) 10.825.029 37.212.272 26.387.247 3,43
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 4.161, menunjukan bahwa pengusahaan tambak garam dapat memberikan keuntungan. Untuk di Jeneponto keuntungan terbesar diperoleh pemilik yang dikerjakan sendiri sebesar Rp 12.648.059,- dengan R/C ratio 3,20, disusul oleh penggarap dengan nilai keuntungan sebesar Rp 5.605.329,- dengan R/C 1,85 serta keuntungan terkecil diperoleh pemilik yang dikerjakan penggarap sebesar Rp 3.955.921,- dengan R/C ratio 1,24. Sedangkan di Sumenep petambak garam yang memiliki luas lahan > 1 Ha memperoleh keuntungan terbesar yaitu Rp 26.387.247,- , keuntungan terbesar ke dua diperoleh petambak garam dengan luas pengusahan 0.5 – 1 Ha sebesar Rp 14.854.858,- dan keuntungan terkecil diperoleh
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
216
Laporan Teknis 2010 petambak garam dengan luas pengusahaan < 0,5 H sebesar Rp 10.202.601,-. Namun bila dilihat dari nilai R/C ratio, maka nilai terbesar diperoleh petambak garam yang memiliki luas lahan tambak garam 0,5 – 1 Ha yaitu 3.54, selanjutnya petambak garam yang memiliki luas lahan garam > 1 Ha yaitu 3,43 dan nili terkecil diperoleh petambak garam yang memiliki luas lahan < 0,5 Ha yaitu 2,66. Berdasarkan analisa usaha tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usaha tambak garam baik di Jeneponto maupun di Sumenep layak untuk diusahakan. Secara lebih detail, perkembangan usaha produk kelautan garam pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Sumenep Usaha produksi garam di Desa Pinggir papas dilakukan selama 4 – 6 bulan dalam setahun, tergantung dari kondisi cuaca panas. Semakin tidak ada hujan, maka produksi garam akan semakin meningkat. Dilihat dari sisi teknologi, sebenarnya usaha produksi garam di Desa Pinggir Papas tidak memerlukan teknologi yang canggih dan berskala usaha kecil yaitu rata-rata kepemilikan lahan sekitar 1 Ha. Produksi garam di Desa Pinggir Papas dapat dibedakan menjadi tiga proses yaitu pengolahan lahan yang dilakukan ± 1 Bulan, pemanenan yang dilakukan selama 3 – 5 kali dalam sebulan dan pengangkutan / pemasaran. Proses pengolahan lahan dilakukan pada saat awal musim kemarau tiba. Proses ini merupakan proses vital yang menentukan kualitas dan kuantitas garam yang dihasilkan. Proses pemanenan garam merupakan proses pengumpulan garam dari lahan tambak dengan menggunakan alat tertentu ke pinggir-pinggir pematang lahan tambak. Setelah garam terkumpul, maka proses selanjutnya adalah memasukkan garam ke dalam karung ukuran 50 Kg dan kemudian diangkut menggunakan truk/mobil pick up. Keragaan usaha produksi garam di Desa Pinggir Papas, dapat dibedakan berdasarkan luasan lahan yaitu kurang dari 0.5 Ha, 0.5 Ha hingga 1 Ha dan lebih besar dari 1 Ha. Investasi yang dibutuhkan untuk usaha tambak garam yang menunjukan besaran investasi lahan tambak > 1 Ha adalah hamper 5 kali lipat dari besaran investasi lahan tambak < 0.5 Ha. Sebagian besar lahan tambak kurang dari 0.5 Ha tersebut pada dasarnya adalah lahan turun temurun dari orang tua
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
217
Laporan Teknis 2010 petambak dimana harga pada saat dibeli dulu masih cukup rendah. Secara umum, investasi yang dibutuhkan selain lahan tambak hampir sama nilainya. Yang menjadi pembeda adalah jumlah/kuantitas yang dimiliki dan kualitasnya. Sebagai contohnya, guluk/pemadat tanah yang dimiliki oleh responden jumlahnya satu ataupun dua, dengan harga beli berkisar antara Rp. 100.000 – 200.000. Besar guluk yang digunakan juga mempengaruhi harga belinya. Kincir air digunakan untuk mengalirkan air yang berasal dari laut menuju lahan-lahan meja produksi garam. Garuk/racak digunakan untuk mengumpulkan garam dan mengeruk garam yang sudah mengeras di lahan tambak. Tabel 4.162 Rata-rata Investasi Usaha Tambak Garam Di Desa Pinggir Papas, 2010 Lahan < 0.5 Ha Standar Deviasi 1 Lahan tambak 30.000.000 2 Gudang penyimpanan 683.333 354.730 3 Kincir angin 533.333 57.735 4 Pompa air 5 Guluk/pemadat 190.000 41.833 6 Cangkul 100.000 7 Pengkais 52.000 4.472 8 Garuk/racak 22.000 10.368 9 Alat Beume 7.200 4.382 10 Sepeda 575.000 601.041 Total 32.162.867
No
Investasi [ I ]
Nilai (Rp)
% 93,3 2,12 1,66 0,59 0,31 0,16 0,07 0,02 1,79 100
Lahan 0.5 - 1 Ha Standar % Deviasi 53.600.000 94,23 888.889 592.019 1,56 435.714 158.634 0,77 1.150.000 919.239 2,02 146.429 71.962 0,26 36.250 17.017 0,06 67.333 103.041 0,12 21.643 14.145 0,04 7.067 2.314 0,01 531.250 356.508 0,93 56.884.575 100
Nilai (Rp)
Lahan > 1 Ha Umur Standar Ekonomis % Deviasi (tahun) 187.500.000 85.391.256 97,15 1.716.667 735.980 0,89 2 495.000 111.679 0,26 3 1.375.000 1.237.437 0,71 1 188.500 181.400 0,10 2 80.000 60.828 0,04 2 32.727 16.181 0,02 3 21.111 7.407 0,01 2 10.227 6.369 0,01 1 1.587.500 2.297.961 0,82 1 193.006.732 100 Nilai (Rp)
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Dari ketiga kategori luasan lahan maka biaya pemeliharaan dan perawatan menjadi prosentase yang terbesar dibandingkan biaya-biaya lainnya dengan catatan biaya sewa lahan tambak tidak dimasukkan. Pada kategori luasan lahan tambak kurang dari 0.5 Ha, tidak memiliki pompa air. Hal tersebut karena proses pengairan di lahan yang sedikit dapat dilakukan hanya melalui kincir air, yang tidak memerlukan tenaga listrik.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
218
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.163 Struktur Rata-rata Biaya Tetap Dibutuhkan di Desa Pinggir Papas, 2010 Unit : Tahun No Biaya Tetap [ FC ] 1 2 3 4 a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Lahan < 0.5 Ha Standar Deviasi 1.125.000 530.330 190.000 122.746 34.000 8.944
Nilai (Rp)
Biaya Sewa Pemeliharaan Pajak Biaya Penyusutan : Gudang Penyimpanan Kincir Pompa air Guluk/pemadat Cangkul Pengkais Garuk/racak Alat Beume Sepeda Total
150.000 128.889 52.667 50.000 22.400 12.667 7.200 59.375 707.197
50.000 34.211 15.166 5.814 7.007 4.382 57.452
% 26,87 4,81 21,21 18,23 7,45 7,07 3,17 1,79 1,02 8,40 100
Lahan 0.5 - 1 Ha Standar Deviasi 1.904.167 1.403.604 543.571 349.298 79.667 23.982
36,20 5,31
Lahan > 1 Ha Standar Deviasi 2.653.571 1.885.384 2.956.875 5.511.375 148.444 64.628
200.926 145.000 383.333 32.143 16.875 32.200 10.381 5.767 51.510 1.501.373
13,38 9,66 25,53 2,14 1,12 2,14 0,69 0,38 3,43 100
277.778 181.667 364.583 40.600 37.778 11.939 8.741 6.174 181.250 4.215.829
Nilai (Rp)
179.817 76.009 306.413 19.755 9.437 52.261 9.199 2.915 35.829
%
Nilai (Rp)
% 70,14 3,52
68.041 51.789 279.896 38.730 32.759 8.446 4.580 4.776 225.180
6,59 4,31 8,65 0,96 0,90 0,28 0,21 0,15 4,30 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Terlihat bahwa prosentase terbesar biaya tidak tetap pada jenis biaya tenaga kerja pemanenan dan pengarungan. Besarnya biaya ini sangat tergantung dari produksi yang dihasilkan dalam satu bulan. Jika produksi meningkat dalam satu bulan tersebut, maka proses untuk memanen garam memerlukan tenaga kerja tambahan. Terkait dengan besarnya biaya pengarungan, nilainya dipengaruhi oleh jarak tambak terhadap jalan akses terdekat yang dapat dilalui oleh truk untuk mengangkut hasil garam. Semakin jauh lokasi tambak, maka biaya semakin besar.
Tabel 4.164 Struktur Rata-rata Biaya Variabel Dibutuhkan di Desa Pinggir Papas, 2010 Unit : Tahun No
Biaya Tidak Tetap [ VC ]
1 Biaya Karung 2 Tenaga Kerja Persiapan Lahan 3 Tenaga Kerja Pemanenan 4 Tenaga Kerja Pengarungan Total
Lahan < 0.5 Ha Standar Deviasi 250.000 70.711 316.667 275.379
10,23 12,96
390.700
308.145
15,99
385.000
142.829
1.485.750
1.213.133
60,81
1.784.714
1.014.340
100
4.342.770
Nilai (Rp)
2.443.117
%
Lahan 0.5 - 1 Ha Standar Deviasi 1.792.500 1.707.663 380.556 182.422
Nilai (Rp)
Lahan > 1 Ha Standar Deviasi 398.333 135.123 1.818.000 1.041.187
6,03 27,51
8,87
2.885.034
3.359.717
43,65
41,10
1.507.833
1.034.050
22,81
100
6.609.200
% 41,28 8,76
Nilai (Rp)
%
100
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Secara umum telah diketahui bersama, semakin besar luasan lahan tambak yang digunakan, maka semakin besar juga penerimaan hasil tambak garam. Namun jika dilihat dari rasio pendapatan usaha, maka usaha tambak garam dengan luasan lahan kurang dari 0.5 Ha mendapatkan nilai RC yang tertinggi. Dilihat dari nilai pengembalian investasi (pay back period) maka usaha dengan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
219
Laporan Teknis 2010 lahan lebih dari 1 Ha memerlukan waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan lahan lainnya.
Tabel 4.165 Analisa Pendapatan Usaha Rata-rata di Desa Pinggir Papas, 2010 Unit : Tahun < 0.5 Ha 0.5 – 1 Ha > 1 Ha No Jenis Analisa Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp) 1. 2. 3. 4. 5. 7. 8. 9. 10. 11.
Penerimaan [R] Biaya Total [TC = FC + Keuntungan Pemilik VC] Keuntungan Pemilik Keuntungan Penggarap Bagi Hasil Keuntungan Penyewa Rasio Pendapatan Usaha Pay Back Period [I/ π] [R / TC] Return On Invesment Profitabilitas [π/I]
12.427.000 3.500.313 8.926.686 5.356.011 3.570.674 7.801.686 3.74 6.34 0.16 2.94
20.699.000 5.844.143 14.854.856 8.912.914 5.941.942 12.950.690 3.54 7.88 0.13 2.54
37.212.272 10.825.029 26.387.243 15.832.345 10.554.897 23.733.671 3.44 4.44 0.23 2.44
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Jeneponto Usaha tambak garam yang dilakukan oleh petani garam di Indonesia dan di Kabupaten Jeneponto pada khususnya sangat bergantung dengan intensitas panas matahari. Semakin besar intensitas matahari yang diperoleh maka semakin baik terhadap proses pembuatan garam. Produksi garam sangat bergantung dengan musim kemarau dimana jumlah intensitas panas matahari tinggi. Musim kemarau biasanya berlangsung selama sekitar lima bulan yaitu mulai Bulan Juli hingga Bulan Nopember sehingga hanya pada musim kemarau tersebut petani garam melakukan aktivitas usaha tambak garam. Kegiatan usaha tambak garam menggunakan lahan yang cukup luas untuk aktivitas usahanya. Semakin luas lahan yang dikelola mempunyai kecenderungan produktivitasnya semakin tinggi. Dalam usaha tambak garam di Kelurahan Pallengu setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu petani garam penggarap, petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri dan petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap. Petani garam penggarap tidak mempunyai lahan sendiri sehingga menyewa kepada pemilik lahan. Status pengusahaan lahan sebagian besar lahan tambak garam di Kelurahan Pallengu
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
220
Laporan Teknis 2010 dikelola oleh buruh atau penggarap. Pemilik lahan biasanya menyerahkan kegiatan usaha kepada penggarap dengan sistem bagi hasil. Pada umumnya sistem bagi hasil yang dilakukan antara penggarap dengan pemilik lahan adalah 2 : 1 atau 66% hasil panen merupakan milik penggarap dan sisanya bagian pemilik lahan. Namun demikian terdapat juga petani garam yang menggunakan bagi hasil 50% untuk penggarap dan 50 % untuk pemilik lahan. Pada musim penghujan lahan tambak garam di Kelurahan Pallengu bukan oleh pemilik lahan tambak garam melainkan dikuasai oleh pembudidaya ikan yang mempunyai kolam dimana lahan tambak garam pada umumnya dikelilingi oleh kolam. Ketika musim penghujan tiba lahan tambak garam tergenang air dengan batas kolam yang mengelilingi lahan tambak garam. Hal ini terjadi sejak turun temurun dan berlangsung sampai saat ini. Pemilik lahan tambak garam pada musim hujan tidak punya hak kepemilikan untuk memanfaatkan lahan tambak garamnya. Secara adat pada saat musim hujan turun hak penguasaan lahan beralih ke pemilik lain yaitu pembudidaya ikan. Kondisi ini menjadi alasan sebagian besar petani garam untuk bekerja di luar wilayah lahan tambak garam ketika musim hujan tiba. Aktivitas usaha tambak garam biasanya dimulai dengan persiapan lahan yang biasanya berlangsung selama 20 sampai dengan 30 hari. Kegiatan persiapan lahan meliputi perbaikan konstruksi tanah, pemadatan tanah dan perbaikan prasarana penunjang seperti gudang sementara (lontang) dan kincir angin untuk mengalirkan air ke petakan atau ladang penggaraman. Tahapan produksi garam dimulai dengan mengalirkan air laut ke kolam penampungan dan dibiarkan selama sekitar seminggu yang disebut dengan air panas, selanjutnya air tersebut dialirkan ke kolam penampungan kedua yang disebut dengan air dingin dan dibiarkan selama sekitar tiga hari. Air dari kolam penampungan kedua selanjutnya dialirkan ke meja pengkristalan dan dibiarkan selama dua atau tiga hari tergantung tingkat intensitas panas matahari sehingga pada hari kedua atau ketiga sudah dilakukan pemanenan garam. Hasil produksi garam selanjutnya dipindahkan ke gudang penampungan sementara yang disebut lontang. Pada umumnya penjualan baru dilakukan setelah gudang penyimpanan sementara atau lontang terisi penuh oleh garam.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
221
Laporan Teknis 2010 Petani garam di Kabupaten Jeneponto tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan produksi garamnya. Garam hasil produksi petani garam biasanya dibeli oleh pedagang desa yang mengumpulkan hasil garam petani garam. Petani garam dapat dengan bebas menjual garam hasil panennya kecuali sebagian kecil petani garam yang mempunyai ikatan hutang piutang dengan pedagang desa tertentu. Harga yang diterima petani tergantung kesepakatan antara pedagang desa dengan petani garam. Investasi awal dalam usaha tambak garam dapat dikatakan tidak terlalu besar. Komponen biaya investasi yang paling besar adalah penyediaan lahan bagi petani pemilik lahan sedangkan bagi petani penggarap hanya perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan usaha seperti kincir angin, padengkak dan onjok-onjok (penumbuk tanah), cangkul, pakait (penarik garam), salaga (penggaruk tanah) panosara (perata garam) kaloko (sekop garam), dan kamboti (keranjang). Bahkan sebagian besar petani penggarap tidak mempunyai perlengkapan secara lengkap. Petani penggarap yang tidak mempunyai perlengkapan secara lengkap biasanya hanya pinjam atau sewa sehingga biasanya menunggu petani garam yang punya perlengkapan selesai melakukan pekerjaan baru petani garam tersebut mulai melakukan aktivitas usaha. Hal ini merupakan salah satu hambatan yang dialami petani penggarap yang tidak mempunyai perlengkapan secara lengkap karena waktu efektif produksinya semakin sedikit sehingga produksi yang dihasilkan tidak optimal. Investasi pengadaan lahan tambak garam dipengaruhi oleh lokasi tambak. Hal ini yang menyebabkan nilai investasi lahan pada kelompok petani garam yang mempunyai lahan dan dikerjakan oleh penggarap nilai lahannya jauh lebih tinggi dari rata-rata nilai lahan petani garam yang dikerjakan sendiri walaupun luasnya relatif sama. Nilai lahan petani garam yang dikerjakan penggarap mencapai Rp 90.000.000 jauh lebih tinggi dari nilai lahan petani garam yang dikerjakan sendiri yaitu Rp 12.000.000 karena lokasinya strategis yaitu dekat dengan jalan raya.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
222
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.166 Investasi Dalam Usaha Tambak Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto, 2009 No
Penggarap (n=23)
Uraian UE
A Investasi (A1+A2) A.1 Modal tetap Lahan tambak Lontang (Gudang semi permanen) Kincir angin Pompa air Padengkak (Penumbuk tanah) Cangkul Pakait (Penarik garam) Salaga (Penggaruk tanah) Onjok-onjok (Penumbuk tanah) Panosara (Perata garam) Kaloko (Sekop garam) Kamboti (Keranjang) A.2 Modal kerja satu musim Biaya Pemeliharaan Pajak Sewa Pompa Sewa Kincir Persiapan lahan Karung Pemanenan Bagi hasil
Nilai (Rp)
Standar Deviasi
11.955.514 5.793.844 7 6 10 5 4 4 4 5 5 4 2
947.059 986.667 3.500.000 101.765 38.333 48.810 41.071 50.000 25.909 27.692 26.538 6.161.670 3.261 526.974 1.458.587 1.380.870 2.791.979
398.619 1.434.208 54.713 9.832 29.364 16.891 30.000 8.608 17.867 4.737 -
429.108 1.014.226 853.159 1.915.664
Pemilik dikerjakan sendiri Pemilik dikerjakan penggarap (n=7) (n=2) Standar Standar UE Nilai (Rp) UE Nilai (Rp) Deviasi Deviasi 19.816.310 110.181.750 14.725.667 93.795.000 12.000.000 7.211.103 90.000.000 5 1.100.000 959.166 6 2.250.000 1.767.767 5 1.340.000 1.501.000 5 1.175.000 1.166.726 6 70.833 24.580 5 150.000 5 15.000 5 52.500 31.820 4 44.167 37.605 3 27.500 3.536 4 35.000 16.733 5 30.000 5 20.000 2 30.000 4 41.667 24.664 3 25.000 4 29.000 12.942 5 30.000 2 30.000 2 25.000 7.071 5.090.643 16.386.750 262.500 243.333 11.571 6.083 35.750 100.000 400.000 676.571 322.104 996.000 288.500 1.300.000 847.845 2.835.000 791.960 2.340.000 1.415.109 3.240.000 905.097 9.036.667 2.563.026
Keterangan : UE = Umur Ekonomis (tahun) Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Investasi dalam usaha tambak garam dapat dikelompokkan menjadi investasi untuk modal tetap yang selalu digunakan untuk beberapa siklus usaha dan modal kerja untuk operasional satu siklus usaha. Nilai modal tetap pada petani garam pemilik lahan baik yang dikerjakan sendiri maupun dikerjakan penggarap lebih besar dari modal kerja. Bahkan pada petani pemilik lahan yang dikerjakan penggarap nilai modal tetap lebih dari 5 kali lipat modal kerja. Seperti yang penjelasan sebelumnya yang menyebutkan bahwa status kepemilikan lahan sangat berpengaruh terhadap investasi usaha tambak garam. Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari rata-rata menunjukkan data dari beberapa responden relatif tidak berbeda jauh, sedangkan nilai standar deviasi yang lebih besar dari rata-rata biasanya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup jauh antara nilai maksimal, minimal dan modusnya. Hal ini seperti terjadi pada komponen kincir angin yang mempunyai nilai standar deviasi lebih besar dari rataan karena ada beberapa responden yang memiliki kincir air lebih banyak dari responden yang lain sehingga nilai kincir anginnya lebih besar. Namun sebaliknya, pada beberapa komponen nilai standar deviasinya adalah nol yang menunjukkan data yang disampaikan beberapa responden tepat sama atau
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
223
Laporan Teknis 2010 memang responden yang mempunyai komponen biaya tersebut hanya satu orang seperti pada mesin pompa yang hanya dimiliki oleh satu responden. Usaha tambak garam tidak memerlukan barang input dalam jumlah banyak seperti pupuk atau pakan jika dalam bidang perikanan budidaya atau bahan bakar minyak dalam bidang perikanan tangkap. Sebagian besar input dalam usaha tambak garam merupakan tenaga manusia. Operasional usaha mulai dari persiapan lahan yaitu perbaikan konstruksi tanah, pemadatan tanah sampai dengan panen cukup mengandalkan tenaga manusia. Biaya variabel dalam operasional usaha hanyalah sewa pompa air jika tenaga kincir angin kurang dan perbaikan kincir angin jika mengalami kerusakan dan biaya pembelian karung sebagai wadah garam. Biaya pemanenan merupakan biaya untuk memindahkan garam dari tambak ke gudang sementara atau langsung ke gudang tetap. Adapun komponen biaya variabel bagi hasil dalam hal ini dapat diasumsikan sebagai sewa lahan jika sebagai petani penggarap dan sebagai upah penggarapan jika sebagai pemilik lahan yang dikerjakan penggarap. Besarnya nilai bagi hasil pada umumnya 1/3 bagian untuk pemilik lahan dan 2/3 bagian bagi penggarap. Bagian yang dibagikan merupakan hasil panen selama satu musim usaha.
Tabel 4.167 Struktur Biaya dan Penerimaan Dalam Usaha Tambak Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto, 2009 Penggarap (n=23) No
Uraian Nilai (Rp)
A Biaya Total A.1 Biaya Tetap Penyusutan Biaya Pemeliharaan Pajak Sewa Pompa Sewa Kincir A.2 Biaya Variabel Persiapan lahan Karung Pemanenan Bagi hasil C Penerimaan Total Garam/tahun (ton) D Keuntungan Usaha E R/C Ratio F Rentabilitas
6.573.341 414.932 411.671 3.261 6.158.409 526.974 1.458.587 1.380.870 2.791.979 12.178.670 5.605.329 1,85 0,47
Pemilik dikerjakan sendiri (n=7)
Persentase (%) 100 6 6 0 0 0 0 94 8 22 21 42 42
Nilai (Rp)
Persentase (%)
5.749.518 1.432.946 658.875 262.500 11.571 100.000 400.000 4.316.571 676.571 1.300.000 2.340.000 18.397.577 12.648.059 3,20 0,64
100 25 11 5 0 2 7 75 12 23 41 0 37
Pemilik dikerjakan penggarap (n=2) Persentase (%)
Nilai (Rp) 16.705.829 598.163 319.079 243.333 35.750 16.107.667 996.000 2.835.000 3.240.000 9.036.667 20.661.750 3.955.921 1,24 0,04
100 4 2 1 0 0 0 96 6 17 19 54 81
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
224
Laporan Teknis 2010 Struktur biaya usaha tambak garam dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Proporsi biaya tetap berkisar antara 6 sampai dengan 25 persen dari biaya total atau dengan kata lain biaya variabel lebih mendominasi komposisi biaya total usaha tambak garam. Dari sisi penerimaan, produksi garam dalam satu musim usaha pada kelompok petani penggarap dan petani pemilik lahan yang dikerjakan sendiri hampir sama yaitu 42 ton untuk petani penggarap dan 37 ton untuk petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri. Produksi pada petani pemilik lahan yang dikerjakan oleh penggarap mencapai 81 ton dalam satu musim usaha. Perbedaan produksi yang cukup besar walaupun dalam luas lahan yang hampir sama tersebut utamanya disebabkan oleh lama produksi dan frekuensi pemanenan. Petani garam yang dikerjakan penggarap mulai produksi Bulan Juni sampai dengan awal Bulan Desember dan sering melakukan panen dalam dua hari sekali. Adapun petani garam penggarap dan pemilik lahan yang dikerjakan sendiri umumnya berproduksi antara Bulan Juli sampai dengan pertengahan Bulan Nopember dan melakukan panen dalam tiga hari sekali. Nilai produksi dalam satu musim usaha dipengaruhi oleh harga garam ketika dilakukan penjualan. Fluktuasi harga garam dari awal musim usaha sampai dengan akhir musim cukup jauh berbeda. Pada awal musim usaha harga satu karung garam isi 50 kg adalah Rp.23.000 atau mencapai Rp 460.000 per ton dan cenderung turun sampai Rp 10.000 per karung (50 kg) atau Rp 200.000 per ton pada Bulan Nopember. Strategi waktu yang tepat dalam melakukan penjualan sangat berpengaruh terhadap nilai produksi yang diterima. Pada petani garam yang dikelola sendiri mampu memperoleh nilai produksi yang tinggi karena mempunyai pilihan untuk menjual hasil produksi pada saat harga tinggi dan bahkan ada yang mampu menyimpan garam dalam jumlah yang cukup banyak pada saat tidak ada kegiatan usaha garam sehingga mampu menjual dengan harga tertinggi. Pada petani penggarap pada umumnya segera menjual garam hasil panennya karena kebutuhan sehari-hari sehingga lebih sering menerima harga rendah. Begitu juga pada petani garam yang dikelola penggarap, karena bagiannya relatif tidak banyak maka kesempatan untuk menahan garam hasil panen supaya mendapatkan harga yang tinggi juga lebih kecil.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
225
Laporan Teknis 2010 Keuntungan usaha yang diterima petani garam dalam satu musim usaha relatif kecil khususnya pada petani garam penggarap dan petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap. Keuntungan yang diterima petani garam merupakan hasil perhitungan analisis usaha yang memperhitungkan biaya walaupun tidak dikeluarkan secara riil oleh petani garam seperti biaya penyusutan, dan biaya pengolahan tanah yang pada umumnya dikerjakan sendiri. Keuntungan yang diperoleh bukan merupakan pendapatan yang diterima secara tunai oleh petani garam. Pendapatan tunai yang diterima petani garam secara riil lebih besar dari keuntungan usaha yang dihitung secara analisis usaha. Nilai R/C ratio pada ketiga kelompok petani garam mempunyai nilai lebih besar dari satu (1) yang menunjukkan bahwa usaha tambak garam termasuk menguntungkan. Bahkan pada petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri mempunyai nilai 3,20 yang berarti bahwa setiap Rp.1 yang dikeluarkan sebagai biaya akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.3,20. Besarnya nilai R/C ratio dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bagi lembaga permodalan untuk memberikan tambahan modal usaha dengan mempertimbangkan aspek yang lain sehingga kegiatan usaha tambak garam dapat lebih berkembang. Nilai rentabilitas pada ketiga kelompok petani garam berada pada kisaran 0,04 sampai dengan 0,64 yang berarti bahwa nilai pengembalian investasi dalam satu siklus usaha adalah 0,04 kali sampai dengan 0,64 kali nilai investasi yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan dua kali siklus usaha untuk mengembalikan uang yang diinvestasikan bagi petani garam penggarap, sedangkan untuk petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap harus menunggu 25 kali siklus usaha untuk memperoleh keuntungan yang senilai dengan investasi usaha. Dinamika Usaha tambak garam yang dilakukan oleh petani garam di Indonesia dan di Kabupaten Jeneponto pada khususnya sangat bergantung dengan intensitas panas matahari. Semakin besar intensitas matahari yang diperoleh maka semakin baik terhadap proses pembuatan garam. Produksi garam sangat bergantung dengan musim kemarau dimana jumlah intensitas panas matahari tinggi.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
226
Laporan Teknis 2010 Investasi awal dalam usaha tambak garam dapat dikatakan tidak terlalu besar. Komponen biaya investasi yang paling besar adalah penyediaan lahan bagi petani pemilik lahan sedangkan bagi petani penggarap hanya perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan usaha seperti kincir angin, pompa, penumbuk tanah, cangkul, penarik garam, penggaruk tanah, perata garam, sekop garam, dan keranjang. Bahkan sebagian besar petani penggarap tidak mempunyai perlengkapan secara lengkap. Petani penggarap yang tidak mempunyai perlengkapan secara lengkap biasanya hanya pinjam atau sewa sehingga biasanya menunggu petani garam yang punya perlengkapan selesai melakukan pekerjaan baru petani garam tersebut mulai melakukan aktivitas usaha. Hal ini merupakan salah satu hambatan yang dialami petani penggarap yang tidak mempunyai perlengkapan secara lengkap karena waktu efektif produksinya semakin sedikit sehingga produksi yang dihasilkan tidak optimal. Usaha tambak garam tidak memerlukan barang input dalam jumlah banyak seperti pupuk atau pakan jika dalam bidang perikanan budidaya atau bahan bakar minyak dalam bidang perikanan tangkap. Sebagian besar input dalam usaha tambak garam merupakan tenaga manusia. Operasional usaha mulai dari persiapan lahan yaitu perbaikan konstruksi tanah, pemadatan tanah sampai dengan panen cukup mengandalkan tenaga manusia. Biaya variabel dalam operasional usaha hanyalah sewa pompa air jika tenaga kincir angin kurang dan perbaikan kincir angin jika mengalami kerusakan dan biaya pembelian karung sebagai wadah garam. Biaya pemanenan merupakan biaya untuk memindahkan garam dari tambak ke gudang sementara atau langsung ke gudang tetap. Adapun komponen biaya variabel bagi hasil dalam hal ini dapat diasumsikan sebagai sewa lahan jika sebagai petani penggarap dan sebagai upah penggarapan jika sebagai pemilik lahan yang dikerjakan penggarap. Dinamika usaha rumah tangga produk kelautan tidak dapat ditampilkan karena tidak adanya kelengkapan data usaha. Namun demikian, pada tahun 2010 telah dilakukan monitoring usaha pada lokasi tambak garam ini seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.168 dan Gambar 4.12.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
227
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.168 Dinamika Usaha Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2010 No Uraian Jeneponto 1. Investasi (Rp.) 32.190.222 2. Biaya Tetap (Rp.) 814.260 3. Biaya Variabel (Rp.) 6.808.079 4. Penerimaan (Rp.) 13.019.776 5. Keuntungan (Rp.) 5.397.436 Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2010
Sumenep 76.952.684 2.647.200 4.465.028 23.446.091 17.148.235
90.000.000 80.000.000
Nilai (Rp.)
70.000.000 60.000.000 50.000.000
Investasi (Rp.)
40.000.000
Biaya Tetap (Rp.)
30.000.000
Biaya Variabel (Rp.)
20.000.000
Penerimaan (Rp.)
10.000.000
Keuntungan (Rp.)
2010
2010
Jeneponto
Sumenep
Tahun/Lokasi Penelitian
Gambar 4.12 Dinamika Usaha Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2010 4.5.3. Pendapatan Rumah Tangga Sintesa Pendapatan rumah tangga petambak garam tertinggi dimiliki oleh pemilik yang lahannya dikerjakan penggarap mencapai Rp 24.370.000,- per tahun, kontribusi terbesar disumbangkan pendapatan utama kepala keluarga (67 %) dan konribusi dari pendapatan utama anggota rumah tangga yaitu 16 %. Pendapatan pemilik yang dikerjakan sendiri mencapai Rp 16.447.714,- per tahun, kontribusi terbesar disumbangkan dari pendapatan utama kepala keluarga mencapai 54 % dan pendapatan kepala keluarga yang berasal dari sampingan (non pegaraman) mencapai 29 %, serta pendapatan utama anggota rumah tangga mencapai 17 %. Pendapatan penggarap mencapai Rp 14.015.217,- per tahun. Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan utama kepala keluarga sebesar 57 % dan pendapatan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
228
Laporan Teknis 2010 sampingan (non pegaraman) 28 %, sedangkan pendapatan utama anggota rumah tangga hanya 12 % dari total pendapatan rumah tangga per tahun.
Tabel 4.169 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Jeneponto Berdasarkan Status Kepemilikan Usaha. No.
Kategori
Penggarap (Rp/tahun)
1 Kepala Keluarga Utama Sampingan ( Pergaraman) Sampingan ( Non Pergaraman) 2 Anggota Rumah Tangga Utama Sampingan ( Pergaraman) Sampingan ( Non Pergaraman) 3 Pendapatan Rumah Tangga
(%)
Status Pengelolaan Usaha Pemilik dikerjakan Pemilik dikerjakan sendiri penggarap (Rp/tahun) (%) (Rp/tahun) (%)
7,997,391 521,739 3,883,043
57 4 28
8,904,857 4,828,571
54 0 29
16,420,000 1,950,000 2,000,000
67 8 8
1,613,043 14,015,217
12 0 0 100
2,714,286 16,447,714
17 0 0 100
4,000,000 24,370,000
16 0 0 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.170, menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga terbesar diperoleh pemilik sebesar Rp. 48.537,727,- per tahun, pendapatan penyewa sebesar Rp.39.511.680,- per tahun dan pendapatan terkecil diperoleh pemilik yang melakukan bagi hasil sebesar Rp.20.473.980,- per tahun. Kontribusi terbesar pada bagian pemilik bersumber pendapaan utama kepala rumah tangga mencapai 55 % dan pendapatan anggota rumah tangga utama 29%. Sedangkan pada penyewa, kontribusi terbesar bersumber pendapatan utama dan sampingan kepala rumah tangga masing –masing 50% dan 37%, kontribusi pendapatan utama anggota rumah tangga hanya 12%. Kontribusi terbesar pada pemilik yang melakukan bagi hasil, berasal dari pendapatan kepala rumah tangga utama sebesar 46%, kontribusi lannya diperoleh dari pendapatan utama anggota rumah tangga yang mencapai 39%. Tabel 4.170 Pendapatan Petambak Garam Kabupaten Sumenep, 2010 No
Sumber Pendapatan
1 Kepala Rumah Tangga Utama Sampingan 2 Anggota Rumah Tangga Utama Sampingan Total
Nilai (Rp)
Pemilik Standar Deviasi
%
Pemilik Bagi Hasil Standar Nilai (Rp) Deviasi
%
Nilai (Rp)
Unit (Tahun) Penyewa Standar Deviasi
%
26,812,727 7,325,000
25,397,753 5,526,527
55.24 15.09
9,433,980 2,960,000
7,033,070 2,935,938
46.08 14.46
19,815,269 14,896,411
15,582,481 25,517,297
50.15 37.70
14,400,000
14,147,791
29.67
8,080,000
8,753,696
39.46
4,800,000
2,179,908
12.15
100
20,473,980
100
39,511,680
48,537,727
100
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
229
Laporan Teknis 2010 Secara lebih detail, perkembangan pendapatan rumah tangga produk kelautan garam pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Sumenep Pola usaha petambak garam yang dilakukan baik yang berada di desa Pinggirpapas (Sumenep) mempunyai tiga sistem yaitu dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, pemilik dengan sistim bagi hasil dan penggarap dengan sistim sewa. Dalam usaha tambak garam pendapatan rumah tangga tidak semata hanya diperoleh dari usaha tambak garam, akan tetapi sebagian pemilik yang memiliki usaha lain diluar usaha petambak garam seperti usaha utama, sampingan dan pendapatan anggota rumah tangga. Kegiatan usaha tambak garam Kabupaten Sumenep dilakukan pada musim kemarau yang panjang, yaitu mulai bulan Mei sampai Nopember atau pertengan pertengahan Desember, dengan musim puncak terjadi pada bulan September – Oktober. Sedangkan untuk musim hujan biasanya dimanfaatkan untuk menanam ikan bandeng ini terjadi di desa Pinggirpapas. Pemilik lahan tambak garam pada musim hujan tidak punya hak kepemilikan untuk memanfaatkan lahan tambak garamnya. Secara adat pada saat musim hujan turun hak penguasaan lahan beralih ke pemilik lain yaitu pembudidaya ikan. Untuk yang dikerjakan dengan menggunakan sistim bagi hasil tambak garam yang terdapat di desa Pinggirpapas pembagian hasil antara pemilik dan penggarap ada dua cara yaitu dibagi tiga setelah hasil bersih yaitu 1/3 penggarap dan 2/3 pemilik, in terjadi apabila lahan tambak garam sudah lama diusahakan, sedangkan untuk lahan tambak garam yang baru diusahakan pembagian sistim bagi hasil yaitu 1 bagian untuk penggarap dan 1 bagian untuk pemilik. Pelaksanaan sistim bagi hasil seperti ini tidak menjamin atas kelangsungan dan keberlanjutan dari sistim bagi hasil, yang ada bahkan terjadi pemutusan hubungan sepihak. Di satu pihak pemilik apabila merasa tidak puas terhadap hasil yang diperolehnya atau penggarp dianggap kurang memuaskan maka pemilik dapat menggantinya dengan penggarap yang baru. Sebaliknya apabila penggarap merasa tidak ada kesesuaian maka penggarap dapat dengan mudah tidak melnjutkan usahanya sebagai penggarap. Hal ini bisa terjadi pada saat memasuki
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
230
Laporan Teknis 2010 musim garam, dimana penggarap dengan mudah pindak ke pemilik yang lain. Dengan demikian sistim bagi hasil yang biasa dilakukan antara pemilik dan penggarap tidak memiliki kepastian hukum. Sampai saat ini belum ada aturan tertulis yang mengatur tentang sistim bagi hasil garam baik berupa peraturan desa / Perdes maupun peraturan daerah / Perda. Selama pelaksanaan sistim bagi hasil garam ini tidak diatur dalam peraturan resmi dan ada kemungkinan salah satu pihak yang dirugikan maka berpotnsi menjadi konflik. Untuk itu
dimasa
mendatang aturan sistim bagi hasil ini sebaiknya diatur dalam peraturan daerah sehingga kedua belah pihak baik pemilik maupun penggarap dalam melaksanakan bagi hasil memiliki aturan yang jelas dan kedua belah pihak memiliki payung hukum yang kuat yang
ditetapkan pemerintah daerah sehingga keduanya
memiliki jaminan dan kepastian hukum. Pendapatan utama kepala rumah tangga tahunan pemilik lahan tambak yang dikerjakan sendiri lebih besar dari pemilik lahan tambak bagi hasil dan penyewa. Pendapatan sampingan kepala rumah tangga yang terbesar pada responden yang berstatus sebagai penyewa dengan nilai Rp 14.896.411 per tahun. Pekerjaan sampingan yang dilakukan adalah nelayan, staf desa, supplier ikan dan pegawai negeri sipil di Kabupaten Sumenep. Dilihat pada pendapatan perkapita per responden, maka dalam setahun, maka responden pemilik menghasilkan pendapatan sebesar Rp 13. 022.317, responden pemilik yang melakukan bagi hasil sebesar Rp 7.677.743 dan penyewa lahan mendapatkan sebesar Rp 10.243.769. Nilai pendapatan penyewa lahan yang lebih besar daripada pemilik bagi hasil dikarenakan biaya sewa dalam setahun yang relatif murah dan hasil produksi dari sewa lahan sepenuhnya untuk penggarap. Sehingga kebanyakan dari penyewa semangat untuk bekerja mendapatkan penghasilan yang lebih besar.
Tabel 4.171 Analisa Pendapatan Rumah Tangga Rata-rata Responden di Desa Pinggir Papas, 2010 No
Sumber Pendapatan
1 Kepala Rumah Tangga Utama Sampingan 2 Anggota Rumah Tangga Utama Sampingan Total
Nilai (Rp)
Pemilik Standar Deviasi
%
Pemilik Bagi Hasil Standar Nilai (Rp) Deviasi
%
Nilai (Rp)
Unit (Tahun) Penyewa Standar Deviasi
%
26,812,727 7,325,000
25,397,753 5,526,527
55.24 15.09
9,433,980 2,960,000
7,033,070 2,935,938
46.08 14.46
19,815,269 14,896,411
15,582,481 25,517,297
50.15 37.70
14,400,000
14,147,791
29.67
8,080,000
8,753,696
39.46
4,800,000
2,179,908
12.15
100
20,473,980
100
39,511,680
48,537,727
100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
231
Laporan Teknis 2010 Jeneponto Sifat usaha tambak garam yang tidak bisa berlangsung sepanjang tahun berpengaruh terhadap mata pencaharian petani garam. Pada umumnya petani garam tidak hanya berusaha sebagai petani garam tetapi juga bermata pencaharian pada bidang yang lain baik masih terkait dengan pergaraman atau sama sekali tidak berhubungan dengan pergaraman. Kegiatan usaha yang terkait dengan pergaraman adalah pedagang pengumpul garam atau buruh angkut garam sedangkan usaha yang lain diantaranya adalah pertanian, tukang atau buruh bangunan, jasa transportasi seperti ojek, perikanan tangkap atau tambak. Sebagian besar petani garam di Kelurahan Pallengu merupakan petani garam penggarap yang tidak mempunyai lahan sendiri. Status kepemilikan lahan yang bukan milik sendiri menyebabkan rendahnya pendapatan usaha petani garam dari usaha tambak garam karena harus berbagi dengan pemilik lahan. Rendahnya pendapatan usaha petani garam juga dipengaruhi oleh luas lahan yang dikelola. Sebagian besar petani garam hanya mengelola lahan yang kurang dari satu hektar. Luas lahan yang kurang luas menghasilkan produksi garam yang tidak banyak sehingga pendapatan usaha dari tambak garam juga sedikit. Tabel 4.172 Pendapatan Rumah Tangga Petani Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto, 2009 Nilai No Kategori Stdev (Rp/Tahun) % 1. Kepala Keluarga Utama 8,722,313 57 8,466,830 Sampingan ( Pergaraman) 496,875 3 5,727,565 Sampingan ( Non Pergaraman) 3,972,188 26 2,561,998 2. Anggota Rumah Tangga Utama 2,003,125 13 1,779,939 Sampingan ( Pergaraman) 0 Sampingan ( Non Pergaraman) 0 Total Pendapatan 15,194,500 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Rata-rata nilai pendapatan usaha rumah tangga petani garam di Kelurahan Pallengu adalah Rp.15.194.500 per tahun. Kepala rumah tangga menjadi kontributor utama pendapatan dengan kontribusi sebesar 87% total pendapatan rumah tangga petani garam. Adapun kontribusi anggota rumah tangga terhadap
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
232
Laporan Teknis 2010 pendapatan rumah tangga hanya sebesar 13% (Rp.2.003.125). Kecilnya kontribusi anggota keluarga terhadap pendapatan rumah tangga umumnya karena anggota keluarga masih sekolah sedangkan beberapa anggota keluarga yang sudah bekerja biasanya membentuk rumah tangga sendiri.
Tabel 4.173 Pendapatan Rumah Tangga Petani Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto Berdasarkan Status Pengelolaan Usaha, Tahun 2009 Status Pengelolaan Usaha No.
Kategori
(Rp/tahun) 1 Kepala Keluarga Utama Sampingan ( Pergaraman) Sampingan ( Non Pergaraman) 2 Anggota Rumah Tangga Utama Sampingan ( Pergaraman) Sampingan ( Non Pergaraman) 3 Pendapatan Rumah Tangga
Pemilik dikerjakan Pemilik dikerjakan sendiri penggarap
Penggarap
7.997.391 521.739 3.883.043
(%) 57 4 28
1.613.043 12 0 0 14.015.217 100
(Rp/tahun) 8.904.857 4.828.571
(%) 54 0 29
2.714.286 17 0 0 16.447.714 100
(Rp/tahun)
(%)
16.420.000 1.950.000 2.000.000
67 8 8
4.000.000 16 0 0 24.370.000 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Pendapatan rumah tangga antara petani garam penggarap dan petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap terdapat perbedaan yang cukup tinggi yaitu antara Rp 14.015.217 per tahun dengan Rp 24.370.000 per tahun. Petani pemilik lahan yang dikerjakan penggarap mempunyai sumber penghasilan utama yang lain dan menjadikan pendapatan dari usaha pergaraman sebagai usaha sampingan. Pada rumah tangga petani garam penggarap dan pemilik lahan yang dikerjakan sendiri usaha sampingan non pergaraman memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan usaha sampingan non pergaraman pada umumnya adalah dari pertanian, pertukangan, nelayan, dan jasa transportasi. Sementara itu pada petani penggarap terdapat usaha sampingan dari usaha pergaraman yaitu sebagai buruh angkut garam dan pedagang pengumpul garam. Dinamika Sifat usaha tambak garam yang tidak bisa berlangsung sepanjang tahun berpengaruh terhadap mata pencaharian petani garam. Pada umumnya petani
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
233
Laporan Teknis 2010 garam tidak hanya berusaha sebagai petani garam tetapi juga bermata pencaharian pada bidang yang lain baik masih terkait dengan pergaraman atau sama sekali tidak berhubungan dengan pergaraman. Kegiatan usaha yang terkait dengan pergaraman adalah pedagang pengumpul garam atau buruh angkut garam sedangkan usaha yang lain diantaranya adalah pertanian, tukang atau buruh bangunan, jasa transportasi seperti ojek, perikanan tangkap atau tambak. Sebagian besar petani garam di Kelurahan Pallengu merupakan petani garam penggarap yang tidak mempunyai lahan sendiri. Status kepemilikan lahan yang bukan milik sendiri menyebabkan rendahnya pendapatan usaha petani garam dari usaha tambak garam karena harus berbagi dengan pemilik lahan. Rendahnya pendapatan usaha petani garam juga dipengaruhi oleh luas lahan yang dikelola. Rata-rata nilai pendapatan petani garam sebagai kepala keluarga didominasi dari pendapatan usaha garam dibandingkan pendapatan sampingan dari usaha non garam. Penggaram di Jeneponto mengalami penurunan pendapatan pada tahun 2010, hal ini diindikasikan karena curah hujan yang relative panjang mengakibatkan produksi garam menurun ditambah lagi harga garam di pasar yang relatif rendah. Berbeda halnya dengan penggaram di Sumenep yang mengalami peningkatan pendapatan pada tahun 2010. Secara detail dinamika pendapatan penggaram dapat dilihat pada Tabel 4.174 dan Gambar 4.13
Tabel 4.174 Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2008 dan 2010 Pendapatan
Jeneponto 2008 2010
Pendapatan Utama (Garam) (Rp.) 7.263.145 Pendapatan Sampingan (Non Garam) (Rp.) 3.570.538 Total 14.049.125 10.833.684 Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2008 dan 2010
Sumenep 2008 2010 13.780.000
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
18.687.325 8.393.804 27.081.129
234
Laporan Teknis 2010 30.000.000
Nilai (Rp.)
25.000.000 20.000.000 Pendapatan Utama (Garam) (Rp.)
15.000.000 10.000.000
Pendapatan Sampingan (Non Garam) (Rp.)
5.000.000 -
Total 2008
2010
2008
Jeneponto
2010 Sumenep
Tahun/Lokasi
Gambar 4.13 Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2008 dan 2010 4.5.4. Konsumsi Rumah Tangga Sintesa Tabel 4.175 menunjukan bahwa pengeluaran untuk konsumsi pangan pada kelompok pemilik sebesar Rp 9.137.945 pada kelompok pemilik bagi hasil pengeluaran konsumsi pangan mencapai Rp 10.417.400 dan pada kelompok penyewa sebesar Rp 8.924.356. Untuk konsumsi ikan laut kelompok pemilik bagi hasil mengkonsumsi ikan tebesar yaitu 17 %, pemilik mencapai 18 % dan penyewa 14 % dari total pengeluaran konsumsi rumah tangga per tahun. Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan, kelompok pemilik merupakan kelompok dengan pengeluaran bukan makanan terbesar yaitu mencapai Rp 13.141.153 per tahun. Kelompok pemilik bagi hasil pengeluaran konsumsi bukan makanan sebesar Rp 12.263.381 dan pada kelompok pemilik dengan bagi hasil sebesar Rp 12.838.325. Dari pengeluaran bukan makanan tersebut pengeluaran terbesar pada biaya pendidikan yang mencapai masing masing 14 % dan 18 %, ini menandakan bahwa sebagai orang tua menganggap pentingnya pendidikan anak.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
235
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.175 Konsumsi Pangan dan Non Pangan Per Tahun Rumah Tangga Petambak Garam Di Sumenep, 2010 Pemilik No 1
2
3
Jenis Konsumsi dan Pengeluaran Pangan (P) a. Beras/jagung/sagu/umbi-umbian b. Lauk Pauk: Ikan Segar Laut Ikan Segar Tawar Ikan Olahan Daging Sapi/kerbau Daging Ayam Telur c. Sayur dan Buah d. Minuman e. Tembakau dan Sirih f. Lain-lain Jumlah Konsumsi Pangan Non Pangan (NP) a. Pakaian b. Pendidikan c. Kesehatan d. Perayaan/Hajatan e. Lainnya Jumlah Konsumsi Non Pangan Total Konsumsi Rumah Tangga
Nilai (Rp/RTP)
STDEV
%
Pemilik Bagi Hasil Nilai STDEV (Rp/RTP)
Unit: Tahun Penyewa %
Nilai (Rp/RTP)
STDEV
%
2,206,800
556,934
17
1,805,400
384,315
15
2,253,171
560,637
18
2,297,455 345,600 930,000 687,000 2,154,000 517,091 9,137,945
999,973 92,330 479,957 419,032 2,129,914 302,317
17 3 7 5 16 4 70
2,260,000 1,200,000 1,053,600 784,000 370,800 2,415,600 528,000 10,417,400
1,589,113 207,041 193,990 391,465 1,394,609 238,147
18 10 9 6 3 20 4 85
1,764,000 1,089,600 336,000 584,727 642,000 1,686,857 568,000 8,924,356
1,190,426 336,000 278,084 438,381 1,561,013 549,570
14 8 3 5 5 13 4 70
420,000 1,827,000 1,188,889 567,319 4,003,208 13,141,153
180,000 2,530,073 973,325 637,435
3 14 9 4 30
296,000 400,000 1,149,981 1,845,981 12,263,381
60,399 3,029,827
2 3 9 15
223,200 2,251,250 842,857 596,662 3,913,969 12,838,325
92,408 2,495,684 761,265 768,081
2 18 7 5 30
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Tabel 4.176 menunjukan bahwa konsumsi pangan rumah tangga petambak garam di Jeneponto pada ketiga kelompok (penggarap, pemilik yang dikerjakan sendiri maupun pemilik yang digarapkan) hampir sama yaitu antara Rp 11.872.504 – 11.979.500. Dari pengeluaran pangan ini konsumsi untuk ikan segar maupun ikan olahan pada kelompok penggarap mencapai 17%, pemilik 13% dan pemilik yang dikerjakan penggarap hanya 8%. Ini berarti kelompok penggaram lebih banyak mengkonsumsi ikan dibandingkan dengan dua kelompok lainnya. Sedangkan jenis pengeluaran konsumsi bukan makanan, pengeluaran terbesar pada kelompok pemilik yang dikerjakan penggarap mencapai 36 %, sedangkan pemilik yang dikerjakan sendiri mencapai 24% dan penggarap mencapai 20 %.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
236
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.176 Konsumsi Pangan Dan Non Pangan Per Tahun Rumah Tangga Petambak Garam Di Jeneponto, 2010 No
Jenis Konsumsi dan Pengeluaran Vol
1 Konsumsi Pangan (P) a. Beras/Jagung/Sagu/Umbi-umbian (kg) 675 b. Lauk Pauk Daging sapi/kerbau (kg) Ayam (kg) 1 Telur (kg) 38 Ikan segar (Laut-Tawar) (kg) 201 Ikan olahan (Laut-Tawar) (ons) 9 c. Sayuran dan buah-buahan d. Minuman e. Lainnya Jumlah Makanan 2 Konsumsi Non Pangan (NP) a. Pakaian b. Pendidikan c. Kesehatan d. Rekreasi e. Lainnya Jumlah Bukan Makanan 3 Total Konsumsi Rumah Tangga
Penggarap Nilai (Rp)
%
Status Pengelolaan Usaha Pemilik dikerjakan sendiri Vol Nilai (Rp) %
Pemilik dikerjakan Vol Nilai (Rp) %
3,037,591
20.44
802
3,989,143
25.34
494
2,795,000
15.04
15,826 574,261 2,419,130 58,783 816,174 1,230,478 3,720,261 11,872,504
0.11 3.86 16.27 0.40 5.49 8.28 25.03 79.87
13 5 150 -
297,143 173,829 1,998,286 423,429 702,000 4,308,571 11,892,400
1.89 1.10 12.70 2.69 4.46 27.37 75.56
6.50 26 39 260 -
390,000 910,000 546,000 1,430,000 767,000 858,000 4,283,500 11,979,500
2.10 4.90 2.94 7.69 4.13 4.62 23.04 64.44
520,870 506,304 44,130
3.50 3.41 0.30 16.42 20.13 100
1,447,143 802,143 14,286
9.19 5.10 0.09 19.26 24.44 100
200,000 3,250,000 -
1.08 17.48 18.07 35.56 100
2,441,210 2,991,644 14,864,149
3,031,214 3,847,643 15,740,043
3,359,500 6,609,500 18,589,000
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Secara lebih detail, perkembangan konsumsi rumah tangga produk kelautan garam pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Sumenep Besarnya tingkat pengeluaran petambak garam bervariasi tergantung besarnya tingkat pendapatan masing-masing rumah tangga petambak garam. Apabila tingkat pendapatannya rendah, responden akan lebih mengutamakan kebutuhan pengeluaran pokok yaitu bahan makanan, sebaliknya apabila tingkat pendapatan yang dihasilkan cukup tinggi maka akan terjadi pergeseran antara kebutuhan makanan dengan kebutuhan bukan makanan. Secara umum, konsumsi rumah tangga antara pemilik, pemilik bagi hasil dan penyewa tidak berbeda secara signifikan. Adanya nilai nol dikarenakan pada saat survey dilapangan responden tidak ada konsumsi jenis bahan yang dimaksud selama seminggu. Struktur pengeluaran rumah tangga dapat memberikan informasi kinerja sosial ekonomi rumah tangga bersangkutan. Struktur pengeluaran rumah tangga juga dapat menunjukkan preferensi dan kualitas konsumsi atau bahkan kinerja ketahanan pangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran pangan rumah tangga didominasi oleh pengeluaran untuk pangan hewani yaitu Ikan laut segar, telur dan ikan tawar dan Bahan Lainnya yang terdiri dari konsumsi Sayuran, Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
237
Laporan Teknis 2010 rokok, minyak goreng, gula teh, kopi, makanan jadi dan minuman jadi Sedangkan pengeluaran terbesar ketiga adalah konsumsi beras. Selain konsumsi pangan yang dikeluarkan oleh responden petambak garam, pengeluaran konsumsi non pangan juga menjadi salah satu faktor suatu rumah tangga dikatakan sejahtera atau tidak. Perbedaan yang cukup signifikan adalah nilai pendidikan yang dikeluarkan oleh penyewa lahan tambak. Nilai yang besar tersebut digunakan oleh penyewa lahan untuk membiayai pendidikan anakanaknya yang sekolah di perguruan tinggi. Nilai pendidikan responden pemilik bagi hasil yang menunjukan nilai nol dikarenakan anak-anaknya masih Sekolah Dasar (SD) sehingga biaya pendidikan (SPP) gratis dan beberapa telah menamatkan pendidikan hingga SLTA. Tabel 4.177 Analisa Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Tahunan Rata-rata Responden Di Desa Pinggir Papas, 2010 Pemilik No 1
2
3
Jenis Konsumsi dan Pengeluaran Pangan (P) a. Beras/jagung/sagu/umbi-umbian b. Lauk Pauk: Ikan Segar Laut Ikan Segar Tawar Ikan Olahan Daging Sapi/kerbau Daging Ayam Telur c. Sayur dan Buah d. Minuman e. Tembakau dan Sirih f. Lain-lain Jumlah Konsumsi Pangan Non Pangan (NP) a. Pakaian b. Pendidikan c. Kesehatan d. Perayaan/Hajatan e. Lainnya Jumlah Konsumsi Non Pangan Total Konsumsi Rumah Tangga
Nilai (Rp/RTP)
STDEV
%
Pemilik Bagi Hasil Nilai STDEV (Rp/RTP)
Unit: Tahun Penyewa %
Nilai (Rp/RTP)
STDEV
%
2,206,800
556,934
17
1,805,400
384,315
15
2,253,171
560,637
18
2,297,455 345,600 930,000 687,000 2,154,000 517,091 9,137,945
999,973 92,330 479,957 419,032 2,129,914 302,317
17 3 7 5 16 4 70
2,260,000 1,200,000 1,053,600 784,000 370,800 2,415,600 528,000 10,417,400
1,589,113 207,041 193,990 391,465 1,394,609 238,147
18 10 9 6 3 20 4 85
1,764,000 1,089,600 336,000 584,727 642,000 1,686,857 568,000 8,924,356
1,190,426 336,000 278,084 438,381 1,561,013 549,570
14 8 3 5 5 13 4 70
420,000 1,827,000 1,188,889 567,319 4,003,208 13,141,153
180,000 2,530,073 973,325 637,435
3 14 9 4 30
296,000 400,000 1,149,981 1,845,981 12,263,381
60,399 3,029,827
2 3 9 15
223,200 2,251,250 842,857 596,662 3,913,969 12,838,325
92,408 2,495,684 761,265 768,081
2 18 7 5 30
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Jeneponto Kebutuhan konsumsi dan pengeluaran rumah tangga petani garam dikelompokkan berdasarkan konsumsi pangan dan pengeluaran non pangan. Secara agregat dapat diketahui bahwa pola konsumsi petani garam didominasi oleh kebutuhan pangan. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi yang terbesar adalah kebutuhan untuk lauk pauk ikan segar laut atau tambak seperti bandeng, layang dan tongkol, sedangkan untuk konsumsi daging
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
238
Laporan Teknis 2010 baik ayam, kambing, sapi atau kuda sebagian besar menyatakan tidak mengkonsumsi.
Tabel 4.178 Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto, tahun 2009 No Jenis Konsumsi dan Pengeluaran 1 Konsumsi Pangan (P) a. Beras/Jagung/Sagu/Umbi-umbian (kg) b. Lauk Pauk Daging sapi/kerbau (kg) Ayam (kg) Telur (kg) Ikan segar (Laut-Tawar) (kg) Ikan olahan (Laut-Tawar) (ons) c. Sayuran dan buah-buahan d. Minuman e. Lainnya Jumlah Makanan 2 Konsumsi Non Pangan (NP) a. Pakaian b. Pendidikan c. Kesehatan d. Rekreasi e. Lainnya Jumlah Bukan Makanan 3 Total Konsumsi Rumah Tangga
Volume
Nilai (Rp)
Persentase (%)
Standar Deviasi
692
3.230.581
21,13
1.737.867
0,41 5 31 193 7
24.375 133.250 484.900 2.265.250 42.250 727.188 9.750 4.966.000 11.883.544
0,16 0,87 3,17 14,82 0,28 4,76 0,06 32,48 77,73
731.089 1.261.245 1.669.164 588.313 667.825 6.305.974
703.438 742.500 34.844
4,60 4,86 0,23 17,19 22,27 100
881.035 1.903.855 180.933
2.627.666 3.405.010 15.288.554
5.173.311
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Konsumsi pangan rumah tangga petani garam berupa beras dalam setahun mencapai 692 kg atau rata-rata konsumsi beras atau jagung sebagai sumber karbohidrat mencapai 1,9 kg per hari. Sebagain besar responden mengonsumsi beras “raskin” terutama kelompok petani penggarap sedangkan sebagian kecil petani garam lainnya ada yang mengonsumsi beras produksi sendiri atau membeli beras dengan kualitas yang lebih baik dari beras “raskin”. Rata-rata konsumsi sumber protein rumah tangga petani garam yang paling tinggi adalah ikan segar yang mencapai 193 kg dalam setahun atau 0,5 kg per hari. Total konsumsi pangan memberikan kontribusi 78% terhadap total konsumsi dan pengeluaran dalam setahun. Adapun pengeluaran non pangan sebesar 22% yang didominasi oleh pengeluaran lainnya seperti rekening listrik, telepon, bahan bakar minyak, perlengkapan mandi, perawatan rumah dan lain-lain. Besarnya konsumsi pangan yang lebih besar dari kebutuhan non pangan dapat dikatakan bahwa rumah tangga petani garam belum sejahtera.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
239
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.179 Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Garam di Kelurahan Pallengu, Bangkala, Jeneponto Berdasarkan Status Pengelolaan Usaha, 2009 Status Pengelolaan Usaha Penggarap No
Pemilik dikerjakan sendiri
Pemilik dikerjakan penggarap
Jenis Konsumsi dan Pengeluaran Volume
1 Konsumsi Pangan (P) a. Beras/Jagung/Sagu/Umbi-umbian (kg) b. Lauk Pauk Daging sapi/kerbau (kg) Ayam (kg) Telur (kg) Ikan segar (Laut-Tawar) (kg) Ikan olahan (Laut-Tawar) (ons) c. Sayuran dan buah-buahan d. Minuman e. Lainnya Jumlah Makanan 2 Konsumsi Non Pangan (NP) a. Pakaian b. Pendidikan c. Kesehatan d. Rekreasi e. Lainnya Jumlah Bukan Makanan 3 Total Konsumsi Rumah Tangga
675 1 38 201 9
Nilai (Rp)
Persen- Volutase (%) me
Nilai (Rp)
Persen- Volutase (%) me
Nilai (Rp)
Persentase (%)
3.037.591
20,44
802
3.989.143
25,34
494
2.795.000
15,04
15.826 574.261 2.419.130 58.783 816.174 1.230.478 3.720.261 11.872.504
0,11 3,86 16,27 0,40 5,49 8,28 25,03 79,87
13 5 150 -
297.143 173.829 1.998.286 423.429 702.000 4.308.571 11.892.400
1,89 1,10 12,70 2,69 4,46 27,37 75,56
6,50 26 39 260 -
390.000 910.000 546.000 1.430.000 767.000 858.000 4.283.500 11.979.500
2,10 4,90 2,94 7,69 4,13 4,62 23,04 64,44
520.870 506.304 44.130
3,50 3,41 0,30 16,42 20,13 100
1.447.143 802.143 14.286
9,19 5,10 0,09 19,26 24,44 100
200.000 3.250.000 -
1,08 17,48 18,07 35,56 100
2.441.210 2.991.644 14.864.149
3.031.214 3.847.643 15.740.043
3.359.500 6.609.500 18.589.000
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Konsumsi sumber karbohidrat terbanyak
terdapat pada petani garam
pemilik lahan yang dikerjakan sendiri sedangkan yang paling rendah adalah petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri. Tingkat konsumsi sumber karbohidrat rumah tangga petani garam dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin dan pekerjaan. Pada rumah tangga petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri rata-rata jumlah anggota keluarganya lebih banyak dibanding rumah tangga petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap. Selain itu, rata-rata usia petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri sudah
tua sehingga jumlah
konsumsi makannya berkurang. Proporsi konsumsi makanan terhadap total pengeluaran berkisar antara 64% pada petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap sampai dengan 80% pada rumah tangga petani garam penggarap. Masih tingginya alokasi konsumsi untuk keperluan pangan menunjukkan kurang tingginya pendapatan petani garam yang menyebabkan rendahnya daya beli untuk kebutuhan lain selain pangan. Nilai total konsumsi dan pengeluaran rumah tangga petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap mencapai Rp.18.589.000 dalam setahun atau lebih besar jika dibandingkan dengan petani garam penggarap Rp.14.864.149 dan petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri Rp.15.740.043.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
240
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.180 Jumlah Anggota Rumah Tangga dan Konsumsi Bahan Makanan Utama per Kapita per Tahun, 2009 No
Jenis Konsumsi dan Pengeluaran
A Jumlah Anggota Rumah Tangga (orang) B Konsumsi Pangan Utama Beras/Jagung/Sagu/Umbi-umbian (kg/kap/th) Daging sapi/kerbau (kg/kap/th) Ayam (kg/kap/th) Telur (kg/kap/th) Ikan segar (Laut-Tawar) (kg/kap/th) Ikan olahan (Laut-Tawar) (ons/kap/th) Total konsumsi ikan (segar-olahan) (kg/kap/th)
Status Pengelolaan Usaha Agregat Petani Pemilik dikerjakan Pemilik dikerjakan Garam sendiri penggarap VoluNilai VoluNilai VoluNilai VoluNilai me (Rp/Kap/T me (Rp/Kap/T me (Rp/Kap/Th me (Rp/Kap/T 5 5 5 5 Penggarap
145 0,1 8,2 43,2 1,9 43,3
652.940 3.402 123.439 520.000 12.636 532.636
152 2,5 1,0 28,5 28,5
754.703 56.216 32.886 378.054 378.054
110 1,44 5,8 8,7 57,8 57,8
621.111 86.667 202.222 121.333 317.778 317.778
145 0,08 1,0 6,5 40,5 1,4 40,6
675.677 5.098 27.869 101.417 473.778 8.837 482.614
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Rata-rata jumlah anggota keluarga pada masing-masing kelompok petani garam mengalami kesamaan yaitu 5 orang dalam satu rumah tangga. Perbedaan terjadi pada konsumsi per kapita bahan makanan masing-masing kelompok petani garam. Konsumsi beras per kapita tertinggi terdapat pada petani garam yang dikerjakan sendiri yaitu sebesar 152 kg/kap/th sedangkan yang terkecil terdapat pada petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap. Dalam hal konsumsi lauk pauk sebagian besar responden petani garam lebih banyak mengkonsumsi ikan. Konsumsi ikan per kapita tertinggi terdapat pada petani garam pemilik yang dikerjakan penggarap yaitu sebesar 57,8 kg/kap/th sedangkan konsumsi ikan per kapita pada petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri hanya mencapai 28,5 kg/kap/th. Secara agregat konsumsi ikan petani garam di Kelurahan Pallengu mencapai 40,6 kg/kap/th atau hampir sama dengan nilai konsumsi ikan per kapita di Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 yang sebesar 40,58 kg/kap/th pada tahun 2008. Dinamika Kebutuhan konsumsi dan pengeluaran rumah tangga petani garam dikelompokkan berdasarkan konsumsi pangan dan pengeluaran non pangan. Secara agregat dapat diketahui bahwa pola konsumsi petani garam didominasi oleh kebutuhan pangan baik untuk lokasi penggaram di Sumenep maupun di Jeneponto. Dari sisi total pengeluaran yang dikeluarkan untuk konsumsi mengalami peningkatan dari tahun 2008 ke tahun 2010, hal ini diindikasikan karena harga kebutuhan yang juga semakin meningkat. Secara lengkap dinamika
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
241
Laporan Teknis 2010 konsumsi rumah tangga penggaram dapat dilihat pada Tabel 4.181 dan Gambar 4.14.
Tabel 4.181 Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2008 dan 2010 Sumenep Jeneponto 2008 2010 2008 2010 1. Pangan (Rp) 2.013.783 13.024.508 14.049.125 11.914.801 2. Non Pangan (Rp) NA 10.050.286 NA 4.482.929 Total (Rp.) 2.013.783 23.074.794 14.049.125 16.397.731 Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2008 dan 2010 No
Uraian Konsumsi
25.000.000
Nilai (Rp.)
20.000.000 15.000.000
Konsumsi Pangan (Rp.)
10.000.000
Konsumsi Non Pangan (Rp.)
5.000.000
Total (Rp.)
2008
2010
2008
Sumenep
2010 Jeneponto
Tahun/Lokasi Penelitian
Gambar 4.14 Dinamika Konsumsi Rumah Tangga Produk Kelautan Garam, Tahun 2008 dan 2010 4.5.5. Kelembagaan Usaha Kelembagaan
pada
tipologi
produk
kelautan
(garam)
meliputi
kelembagaan input dan tenaga kerja, pemasaran, kelompok petambak garam dan penyuluh. Keberadaan kelembagaan pada dua lokasi (Jeneponto dan Sumenep) sangat terbatas, apalagi menyangkut penyuluhan yang tidak pernah dilakukan. Bahkan lembaga penyuluh untuk usaha garam tidak ada, untuk mengatasi hal ini petambak garam membentuk sendiri kelompok petambak garam dengan maksud sebagai wadah untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam usaha pegaraman. Dalam memasarkan hasil garamnya, petambak garam menjual ke pedagang pengumpul atau tengkulak yang ada di desanya dengan harga pasar.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
242
Laporan Teknis 2010 Ketersediaan tenaga kerja khususnya pada saat panen dan pengangkutan di dua lokasi mudah tersedia. Kelembagaan modal awal untuk memproduksi garam sangat dibutuhkan petambak garam Tabel 4.182 Kelembagaan Usaha Petambak Garam Di Jeneponto Dan Sumenep Deskripsi Uraian Kelembgaan Sumenep Jeneponto Transaksi upah tenaga kerja
Pada saat panen hingga pengangkutan garam ke gubuk atau gudang garam. Tenaga kerja dari dalam desa. Sistem pembayaran dilakukan setelah panen dengan tunai.
Transaksi Modal
Mendapatkan pinjaman modal usaha dari pedagang pengumpul/makelar dan dari keluarga. Berbagai PG di Sumenep, Gresik dan Surabaya Melalui pedagang pengumpul di dalam desa atau koperasi (apabila menjual sendiri biaya angkut dan pengarungan).
Pemasaran Hasil
Umumnya tidak menggunakan tenaga upah dalam melakukan aktivitas usahanya disebabkan skala usaha yang kecil sehingga dilakukan oleh petambak itu sendiri. Mendapatkan pinjaman modal usaha dari keluarga atau teman Pedagang pengumpul dalam desa yang umumnya adalah pemilik tambak garam yang digarapnya.
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Secara lebih detail, perkembangan kelembagaan usaha produk kelautan garam pada masing-masing lokasi penelitian akan dijabarkan sebagai berikut: Sumenep Kelembagaan usaha tipologi tambak garam meliputi kelembagaan input dan tenaga kerja. Jenis input produksi, sebagian besar dimiliki oleh petambak berstatus pemilik lahan. Petambak yang berstatus penggarap atau bagi hasil biasanya hanya memiliki guluk, pengakais dan racak. Dapat terlihat bahwa jenis input lahan tambak saat ini di Desa Pinggir papas menurut responden sangat sulit untuk dimiliki, baik karena tingginya harga lahan tambak maupun keberadaan lahan yang sudah sangat sedikit. Responden sebagian besar lebih senang menyewa lahan kepada PT Garam untuk menggarap, dengan harga sewa sebesar
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
243
Laporan Teknis 2010 Rp 750.000 – 1.000.000 per Ha per tahun. Ketersediaan input produksi lainnya relatif lebih mudah didapatkan, tergantung dari ketersediaan dana. Terkait dengan cara pembayaran jenis input produksi yang digunakan, menurut sebagian besar responden dilakukan secara tunai. Tabel 4.183 Kondisi Ketersediaan dan Cara Pembayaran Petambak Terhadap Pedagang Terkait Sarana Produksi Garam di Desa Pinggir Papas Tahun 2010 Ketersediaan Cara Pembayaran No Jenis Input Produksi F % F % 1. Lahan Tambak 12 38.71 28 90.32 2. Gudang Penyimpanan 21 67.74 20 64.52 3. Kincir Angin 23 74.19 21 67.74 4. Pompa Air 11 35.48 11 35.48 5. Guluk/Pemadat Tanah 24 77.42 22 70.97 6. Cangkul 14 45.16 13 41.94 7. Pengkais 24 77.42 22 70.97 8. Garuk/Racak 23 74.19 21 67.74 9. Beume 24 77.42 22 70.97 10. Sepeda 19 61.29 18 58.06 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Keberadaan tenaga kerja upahan baik untuk pengoalahan lahan, maupun tenaga kerja pada saat pemanenan garam relatif mudah untuk didapatkan. Masyarakat Desa Pinggir Papas dikenal sebagai masyarakat yang keahliannya sebagai petambak garam. Pada saat musim garam tiba, banyak masyarakat yang bekerja diluar desa karena tidak dapat lahan yang digarap tidak dapat menampung penggarap yang ingin bekerja.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
244
Laporan Teknis 2010 Tabel 4.184 Keberadaaan Tenaga Upahan dan Cara Pembayaran Terkait Produksi Garam di Desa Pinggir Papas Keberadaan Cara Pembayaran No Tenaga Kerja Upahan F % F % 1. Pengolah Tanah 19 61.29 25 80.65 2. Tenaga Panen 15 48.39 27 87.10 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Jeneponto Tinjauan kelembagaan pada tipologi tambak garam meliputi kelembagaan input, tenaga kerja, permodalan, pemasaran, kelompok dan penyuluhan. Sebagian besar petani garam yang menjadi responden merupakan petani penggarap dan pada umumnya tidak mempunyai sarana produksi sendiri atau penggunaan sarana produksi digunakan secara bergantian. Terkait dengan ketersediaan sarana produksi seperti alat penumbuk (padengka dan onjok-onjok), pakait, kaloko, kincir angin banyak atau bisa diperoleh dalam Kelurahan Pallengu. Sarana produksi seperti padengka, onjok-onjok, pakait, dan kaloko tidak dijual langsung di toko, tetapi dipesan kepada tukang kayu. Jumlah tukang kayu di Kelurahan Pallengu yang biasa dihubungi petani garam berkisar 10 orang yang tersebar di 5 lingkungan yang ada di Kelurahan Pallengu sedangkan kincir angin biasa dirakit oleh tukang las yang di Kelurahan Pallengu sendiri terdapat 4 orang tukang las yang biasa merakit kincir angin. Prasarana lain yang tidak semua petani garam menggunakan yaitu pompa diesel diperoleh di ibu kota propinsi (Makassar) walaupun di ibukota Kabupaten Jeneponto sebenarnya juga ada. Usaha tambak garam dengan luasan sekitar 0,25 hektar biasanya tidak memerlukan tenaga kerja dalam jumlah banyak. Bahkan sebagian besar responden mampu mengerjakan sendiri mulai dari persiapan lahan sampai dengan panen. Kebutuhan tenaga kerja dalam jumlah banyak biasanya baru diperlukan ketika hendak memindahkan garam dari gudang sementara (lontang) ke mobil pengangkut garam atau gudang tetap milik pedagang garam. Beberapa petani garam yang menggunakan tenaga kerja biasanya memanfaatkan tenaga teman petani garam di sekitarnya sehingga jumlah tenaga kerja untuk kegiatan usaha tambak garam dapat dikatakan selalu tersedia. Adapun tenaga kerja yang diperlukan dalam jumlah banyak adalah buruh pengangkut garam, tetapi penggunaan tenaga kerja ini biasanya oleh pedagang garam yang telah merekrut Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
245
Laporan Teknis 2010 beberapa buruh angkut untuk mengangkut garam dari gudang sementara (lontang) ke mobil pengangkut atau gudang tetap milik pedagang garam. Buruh pengangkut garam biasanya juga bekerja sebagai petani garam penggarap. Jumlah buruh pengangkut garam di Kleurahan Pallengu cukup banyak dan selalu tersedia. Dalam hal pemasaran hasil produksi, pada umumnya garam hasil produksi petani garam dijual kepada pedagang pengumpul tingkat Desa yang di Kelurahan Pallengu sendiri terdapat 5 pedagang pengumpul utama. Selanjutnya dari pedagang pengumpul tingkat desa garam dijual kepada pedagang besar atau perusahaan di Makasar, Gowa atau kota besar lainnya seperti Kendari. Biaya pengepakan (pengarungan), pengangkutan umumnya ditanggung oleh pedagang tingkat desa. Pedagang tingkat desa biasanya mengambil langsung produksi garam hasil petani garam di gudang garam petani garam yang biasanya terdapat di sekitar tambak garam. Disamping 5 pedagang pengumpul utama terdapat juga pedagang garam yang beromset lebih kecil yang jumlahnya sekitar 20 orang untuk Kelurahan Pallengu. Kelembagaan pelaku utama atau kelembagaan kelompok yang ada di Kelurahan Pallengu terdapat satu kelompok bernama Halimun Jaya yang didirikan pada awal tahun 2000 an. Anggota kelompok Halimun Jaya hampir mencapai 500 an orang petani garam yang tersebar di seluruh Kelurahan Pallengu. Keberadaan kelompok ini pada awalnya cukup dirasakan manfaatnya oleh petani garam karena pernah melakukan studi banding ke sentra produksi garam di Jawa terkait dengan teknik produksi garam. Namun pada beberapa tahun terakhir hampir tidak ada aktivitas di
kelompok
tersebut. Selain kelompok Halimun Jaya beberapa
responden juga bergabung dengan kelompok lain seperti kelompok Juluatita yang memiliki 15 orang anggota, namun kelompok yang didirikan pada tahun 2008 ini juga belum mempunyai agenda kegiatan yang rutin. Modal kerja yang diperlukan untuk operasional usaha tambak garam relatif sedikit. Namun demikian karena status kepemilikan lahan sebagian besar petani garam adalah sebagai penggarap dan hanya memiliki modal usaha yang sedikit maka tidak jarang petani penggarap meminjam modal kepada pedagang garam untuk modal kerja usahanya atau sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan pembayaran menggunakan hasil produksi garam dengan nilai 50% dari
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
246
Laporan Teknis 2010 harga normal atau dengan kata lain bunga yang diberikan mencapai 100%. Adapun modal dari bank atau koperasi sebagian besar responden menyatakan belum memanfaatkannya karena keterbatasan akses dan informasi. Dalam hal bimbingan teknis atau penyuluhan sebagian besar responden juga belum pernah mendapatkan penyuluhan dari instansi terkait. Hanya sebagian kecil
responden yang menyatakan pernah mendapat bimbingan teknis atau
penyuluhan, itu pun sudah 5 tahun yang lampau. Bimbingan teknis atau penyuluhan yang pernah diperoleh petani garam adalah dari Dinas perindustrian dan perdagangan Kabupaten Jeneponto. Minimnya bimbingan teknis atau penyuluhan juga diperparah dengan tidak berjalannya kelompok petani garam yang ada. Keberadaan kelompok petani garam hanya efektif untuk menyerap atau mencari bantuan modal kerja kepada pemerintah.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
247
Laporan Teknis 2010 4.6.
Evaluasi Dampak Kebijakan Evaluasi dampak kebijakan di tingkat mikro dan formulasi penentuan
kebijakan bersifat responsif serta antisipatif terhadap permasalahan yang berkembang secara teoretis dapat dilakukan berbasis pada data dan informasi dinamika perkembangan usaha, pendapatan, konsumsi dan kelembagaan usaha rumah tangga sektor kelautan dan perikanan.
Beberapa contoh yang dapat
dikemukakan diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Data struktur biaya dan pendapatan usaha sektor kelautan dan perikanan dapat digunakan sebagai basis analisis perkiraan dampak baik bersifat responsif maupun antisipatif terhadap kenaikan harga BBM, pakan ikan, maupun fluktuasi harga output maupun biaya-biaya input.
2.
Data pendapatan usaha dan rumah tangga dapat digunakan sebagai basis analisis ketergantungan pelaku usaha kelautan dan perikanan terhadap sektor kelautan dan perikanan.
3.
Data struktur konsumsi rumah tangga dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam analisis terkait dengan topik kemiskinan.
4.
Data kelembagaan usaha dapat digunakan sebagai salah satu pintu masuk (entry point) dalam upaya pemberdayaan dan peningkatan usaha skala kecil sektor kelautan dan perikanan. Namun demikian, sampai dengan penulisan laporan akhir ini, tim peneliti
masih belum dapat mengidentifikasi hal-hal terkait dengan perumusan ataupun evaluasi kebijakan di tingkat mikro. Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Laut Pengelolaan perikanan tangkap laut yang tercakup dalam kegiatan penelitian PANELKANAS adalah mereka yang tergolong pada usaha skala kecil dengan karakteristik armada kapal/perahu berukuran < 5 GT; sedangkan alat tangkap yang digunakan relatif beragam mengikuti musim penangkapan ikan. Lebih spesifik, lokasi pengambilan sampel responden telah di desain sedemikian rupa sehingga sampel yang ada dapat mewakili tipologi perikanan tangkap yang dimaksudkan, yaitu perikanan tangkap pelagis besar, pelagis kecil, demersal dan udang.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
248
Laporan Teknis 2010 Hasil kompilasi sampel responden memberikan gambaran bahwa umumnya nelayan skala kecil yang ada di lokasi terpilih termasuk dalam kategori kelompok umur usia produktif dengan kecenderungan relatif tua.
Nelayan
perikanan pelagis besar dan pelagis kecil relatif lebih tua dibandingkan dengan nelayan perikanan demersal maupun udang. Hal ini juga mengindikasikan bahwa umumnya nelayan perikanan pelagis besar dan kecil relatif lebih berpengalaman dibandingkan dengan nelayan perikanan demersal dan udang. Dilihat dari latar belakang pendidikan, umumnya nelayan termasuk dalam kelompok tenaga kerja yang berlatar belakang pendidikan relatif rendah (tamat SD). Nelayan perikanan demersal dan udang berada pada kondisi ekstrim, dimana >90% tergolong berlatar belakang pendidikan relatif rendah, diikuti oleh nelayan perikanan pelagis kecil. Nelayan perikanan pelagis besar relatif mempunyai latar belakang pendidikan relatif tinggi, dimana lulusan sekolah lanjutan mencapai >80%.
Nelayan
perikanan pelagis kecil, demersal dan udang yang mengenyam pendidikan sekolah lanjutan masing-masing hanya mencapai kisaran sekitar 35%-40%, 10% dan 7%. Mengacu pada latar belakang usia dan pendidikan seperti tersebut di atas, adopsi iptek akan lebih mudah diserap oleh nelayan perikanan pelagis besar dibandingkan dengan nelayan perikanan lainnya. Oleh karena itu untuk menjamin efektivitas pengelolaan usaha perikanan yang mampu memberikan keuntungan secara mantap sekaligus menjaga keberlanjutan usaha perikanan yang ada kebijakan yang harus dilakukan adalah meningkatkan frekwensi penyuluhan kepada kelompok nelayan perikanan udang, demersal dan pelagis kecil secara lebih terfokus.
Lebih lanjut, perlu dipertimbangkan secara seksama kapan
sebaiknya kegiatan penyuluhan kepada masing-masing kelompok tersebut dilakukan; meskipun demikian, secara sederhana jadwal pelaksanaan kegiatan penyuluhan sebaiknya diberikan pada saat musim paceklik.
Pengalaman
menunjukkan bahwa penyuluhan akan lebih efektif kalau melibatkan istri-istri nelayan (Nasution dkk., 2009). Meskipun Sibolga dan Sampang merupakan lokasi terpilih yang merepresentasi gambaran usaha perikanan pelagis kecil di Indonesia, kedua lokasi tersebut mempunyai pola musim tangkap ikan yang berbeda.
Sibolga hanya
mengenal dua musim tangkap ikan, yaitu musim puncak (Januari-Juni) dan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
249
Laporan Teknis 2010 paceklik (Juli-Desember); sedangkan Sampang mengenal tiga musim tangkap ikan, yaitu musim puncak (Mei-Agustus), peralihan (September-Nopember) dan paceklik (Desember-April). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di kedua daerah itupun juga berbeda, dimana nelayan Sibolga umumnya menggunakan ‘tangguh’ dan ‘pancing’ untuk menangkap ikan pelagis kecil; sedangkan nelayan Sampang menggunakan alat tangkap ‘payang’ dan ‘dogol’. Dari sisi kebutuhan investasi, nelayan perikanan pelagis kecil di Sampang memerlukan dana yang cukup besar untuk menjalankan usahanya, yakni Rp 26,7 juta untuk alat tangkap payang dan Rp 97,5 juta untuk alat tangkap dogol. Kebutuhan dana yang lebih kecil diperlukan untuk memulai usaha perikanan pelagis kecil di Sampang, yakni Rp 20 juta untuk alat tangkap pancing. Sementara itu, kebutuhan investasi usaha perikanan pelagis besar yang dibutuhkan di Bitung adalah Rp 37,9 juta (armada < 5GT) dan Rp 99,3 juta (armada 5-30 GT) dengan alat tangkap jaring ulur (hand-line); nelayan perikanan demersal di Sambas membutuhkan dana investasi usaha sebesar Rp 6,9 juta (armada <5 GT) dan Rp 30,9 juta (armada 5-10 GT) untuk membeli alat tangkap rawai dasar berikut kapal/perahu dan asesorinya.
Untuk perikanan udang di Cirebon,
umumnya nelayan menggunakan alat tangkap jaring trammel net yang menmbutuhkan dana investasi sebesar Rp 28,7 juta. Dengan demikian, kebijakan untuk memberdayakan masyarakat nelayan perikanan tangkap laut dalam bentuk memberikan fasilitas kredit untuk usaha sebaiknya dilakukan secara beragam, mengingat kebutuhan investasi yang dibutuhkan untuk menggerakkan usaha perikanan pada masing-masing tipologi seperti di atas juga beragam. Hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas pada bagian terdahulu secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:
Usia Responden berada pada usia produktif sehingga dapat dijadikan modal dasar untuk keberhasilan kegiatan penyuluhan; walaupun tingkat pendidikan sebagian besar masih SD.
Profitabilitas usaha penangkapan masih memiliki prospek yang baik untuk diusahakan dan dikembangkan lebih lanjut (Rasio R/C >1).
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
250
Laporan Teknis 2010
Pendapatan rumah tangga didominasi dari pendapatan utama kepala keluarga, pengeluaran konsumsi pangan berkisar antara 53,41% - 78,01%. Khusus pengeluaran (konsumsi) ikan berkisar antara 12,45% - 40,43%.
Pengeluaran konsumsi non pangan berkisar antara 21,99% - 46,59%. Pengeluaran terbesar dari kelompok konsumsi non pangan adalah biaya pendidikan, perawatan rumah dan perlengkapan dapur.
Kelembagaan pada Perikanan Tangkap Laut (PTL) keberadaanya cukup beragam, kelembagaan input jasa/sarana prasarana dan kelembagaan penyuluh tersedia dengan baik. Dalam pemasaran hasil sebagian nelayan telah memanfaatkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai tempat memasarkan hasil tangkapan. Kelembagaan permodalan informal lebih banyak dimanfaatkan oleh para nelayan dibandingkan lembaga modal formal. Dengan demikian, rekomendfasi kebijakan yang dapat dirumuskan adalah
memfokuskan kegiatan pemberdayaan kelompok nelayan melalui mekanisme penyuluhan yang difokuskan kepada kelompok umur produktif dan melibatkan istri nelayan. Fokus substansi ataupun materi penyuluhan dapat di arahkan ke arah pengenalan kegiatan usaha ‘off-farm’. Pengelolaan Perikanan Tangkap di Perairan Umum Daratan Karakteristik sampel responden nelayan perikanan tangkap di perairan umum daratan memberikan gambaran bahwa mereka termasuk ke dalam kelompok usia produktif (15 – 45 tahun); tetapi mempunyai latar belakang pendidikan yang relatif rendah (tamat SD).
Nelayan perikanan tangkap di
perairan umum waduk memberikan gambaran bahwa 77% tergolong dalam kelompok usia produktif; tetapi 90% hanya berlatar belakang pendidikan setingkat sekolah dasar. Gambaran yang relatif sama ditunjukkan oleh nelayan perairan sungai dan rawa banjiran, yakni 79% tergolong dalam kelompok usia produktif dan 81% berlatar belakang pendidikan setingkat sekolah dasar. Musim penangkapan dapat dilakukan sepanjang tahun; tetapi penggunaan alat tangkap digunakan mengikuti fluktuasi ketinggian air. Meskipun demikian, hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah hari bekerja menangkap ikan di
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
251
Laporan Teknis 2010 perairan sungai dan rawa banjiran jauh lebih kecil dibandingkan dengan di perairan waduk. Di laporkan bahwa nelayan perairan sungai dan rawa banjiran hanya beroperasi menangkap ikan selama 81 hari; sedangkan nelayan perairan waduk mampu beroperasi sekitar 200 – 250 hari. Secara umum, dikenal istilah bahwa pekerjaan sebagai nelayan perikanan perairan umum daratan merupakan ‘the last resort for employment opportunity’ untuk semua orang mengingat modal yang dibutuhkan untuk investasi usaha relatif kecil. Hal inilah yang terjadi di lapang, sehingga paska krisis ekonomi maupun moneter atau bahkan merebaknya pemutusan hubungan kerja di berbagai perusahaan di kota-kota besar berdampak pada meningkatnya jumlah nelayan di perairan umum daratan. Nelayan perikanan tangkap di perairan umum daratan termasuk usaha bersifat subsisten – semi komersial.
Sebagian hasil tangkapan adalah untuk
kebutuhan konsumsi rumah tangganuya sedangkan bagian yang lain dijual untuk mendapatkan uang secara cepat (cash household income).
Penggunaan alat
tangkap relatif sederhana, umumnya berupa jaring insang (gillnet), pancing dan rawai; sedangkan di perairan sungai dan rawa banjiran kadang di operasikan alat tangkap berupa perangkap baik yang memotong aliran sungai yang berkonstruksi relatif rumit (tuguk) atau perangkap sederhana (bubu) yang di pasang di dekat daerah terlindung.
Hampir seluruh responden pada tipologi perikanan ini
mempunyai ketergantungan terhadap sumberdaya perikanan yang tinggi. Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang perlu ditekankan pada tipologi perikanan tersebut adalah menciptakan kondisi agar pendapatan nelayan dapat ditingkatkan dan ketersediaan sumberdaya ikan di perairan tersebut tetap terjamin. Oleh karena itu, berbagai opsi pengelolaan dalam bentuk pengkayaan stok ikan sangat diharapkan sehingga stok ikan tersedia sepanjang waktu dan nelayan di sekitar perairan umum daratan dapat menikmati manfaat dari usaha perikanan yang dilakukan. Secara ringkas, temuan yang diperoleh selama kegiatan survai monitoring, analisis data dan informasi serta pembahasannya seperti disajikan pada bagian terdahulu adalah sebagai berikut:
Kehidupan Masyarakat Nelayan Usaha Utama (Penangkapan Ikan Efisiensi Usaha) Tambahan Pendapatan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
252
Laporan Teknis 2010
Tambahan Pendapatan Kepala Keluarga dan Anggota Keluarga
Faktor Pembatas; 1. Kondisi Perairan, 2. Jumlah Hari Menangkap Ikan, 3. Sistem Pengelolaan (Kelembagaan)
Sehingga rekomendasi kebijakan pengelollan perikanan perairan umum daratan yang dapat dirumuskan adalah melakukan:
Penguatan kelembagaan usaha (Modal dan Harga Ikan Hasil Tangkapan)
Peningkatan peran kelembagaan Penyuluhan (Fungsi PPL dalam Pembinaan Kepada Kelompok Nelayan)
Pengenalan upaya alternatif tambahan pendapatan Tabungan Keluarga (Karamba Ikan)
Pengelolaan Perikanan Budidaya Sejalan dengan RENSTRA Kementerian Kelautan dan Perikanan 20092014, perikanan budidaya menjadi tumpuan upaya peningkatan produksi perikanan di Indonesia. Meskipun demikian, karakteristik tipologi perikanan budidaya yang termasuk dalam lingkup studi PANELKANAS yang telah dilakukan selama ini adalah termasuk kelompok skala usaha mikro-kecil dengan pola pengelolaan tradisional – tradisional plus; meskipun demikianm, pola pengelolaan bersifat semi intensif – intensif dijumpai seperti dipaparkan pada bab sebelumnya.
Selama ini, tipologi yang dimonitor adalah mewakili lingkungan
perairan tawar (Keramba Jaring Apung/KJA dan Kolam), payau (tambak) dan laut (rumput laut). Hasil analisis menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan budidaya dihadapkan permasalahan benih, pakan, permodalan dan menurunnya kualitas perairan budidaya. Benih merupakan input penting dalam kegiatan budidaya ikan, terutama menyangkut kualitas dan kuantitasnya. Kualitas benih dalam pengertian mempunyai karakteristik cepat tumbuh, tahan terhadap penyakit dan toleran terhadap perubahan kualitas air. Kuantitas benih dalam pengertian bahwa benih hendaknya tersedia secara lokal dalam jumlah memadai sesuai dengan kebutuhan pembudidaya.
Input lain yang tidak kalah pentingnya adalah pakan.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Hasil
253
Laporan Teknis 2010 analisis menunjukkan bahwa pakan mendominasi proporsi biaya produksi, berkisar anata 54% sampai dengan 75%. Seiring dengan tuntutan globalisasi, permintaan produk ikan meningkat dari tahun ke tahun.
Pada masa mendatang diyakini bahwa permintaan produk
ikan akan mengalami peningkatan yang pesat sebagai konsekuensi meningkatnya pendapatan, pemahaman gizi pangan dan jumlah penduduk. Oleh karena itu, KKP telah mencanangkan mabhwa peningkatan produksi ikan dari kegiatan budidaya sampai dengan tahun 2014 adalah 335%.
Kebijakan yang telah
diterapkan adalah menetapkan program Minapolitan dan Minapedesaan sebagai pilar untuk mewujudkan VISI kementerian. Permasalahan yang masih dihadapi pada perikanan budidaya adalah rendahnya produktivitas usaha, rendahnya laju adopsi iptek budidaya serta keterbatasan modal.
Oleh karena itu kebijakan
pengelolaan perikanan yang perlu ditetapkan adalah mendorong terwujudnya sistem usaha perikanan budidaya yang mampu menaikkan produktivitas lahan sekaligus meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan. Selain hal-hal yang telah dikemukakan di atas, mengacu hasil yang telah dipaparkan sebelumnya, secara ringkas dapat disarikan sebagai berikut:
Kehidupan Masyarakat Pembudidaya Usaha Utama (Tambak, Rlaut, KJA, Kolam – Biaya Pakan (75%) Efisiensi Usaha) Tambahan Pendapatan
Tambahan Pendapatan Kepala Keluarga dan Anggota Keluarga
Faktor Pembatas: 1. Harga Pakan 2. Modal Berusaha 3. Sistem Kemitraan (Kelembagaan)
Sedangkan rekomendasi kebijakan pengelolaan perikanan budidaya yang dapat dirumuskan adalah:
Mencari Pakan Alternatif Proteinnya
Peranan
(Murah Tetapi Tdk Terlalu Rendah Kadar Pemerintah
Bantuan
Langsung
Masyarakat/BLM).
Penguatan Kelembagaan Usaha (Modal dan Harga Ikan Hasil Budidaya)
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
254
Laporan Teknis 2010
Kelembagaan Penyuluhan (Fungsi PPL dalam Pembinaan Kepada Kelompok Pembudidaya)
Pengelolaan Produk Kelautan Produk kelautan yang dimaksudkan dalam penelitioan PANELKANAS adalah produk garam dan Pariwisata Bahari.
Hasil monitoring yang telah
dilakukan pada tahun 2010 difokuskan pada produk kelautan garam seperti dipaparkan pada bab terdahulu; sedangkan produk kelautan pariwisata bahari dilakukan kajian ulang yang hasilnya tidak termasuk dalam pokok bahasan dalam bab terdahulu tetapi dilaporkan seperti tercantum pada lampiran. Meskipun Indonesia mempunyai panjang pantai lebih dari 81 km dan beriklim tropis; tetapi sampai saat ini produk garam masih di impor dan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hasil survai PANELKANAS telah menyajikan gambaran usaha pergaraman di kabupaten Sumenep dan Jeneponto. Produktivitas yang ditunjukkan masih relatif rendah; padahal teknologi produksi garam yang mampu mencapai produktiviats tinggi telah tersedia. Harga garam di tingkat petani petambak garam masih menjadi kendala utama, disamping itu adalah sikap petani petambak garam dalam mengadopsi teknologi baru.
Oleh karena itu,
kebijakan pengelolaan usaha tambak garam yang perlu dilakukan adalah mendorong laju adpsi teknologi, memperkuat kelembagaan usaha dan penentuan harga yang wajar sehingga mampu merangsang pertumbuhan usaha.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
255
Laporan Teknis 2010 BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1.
Kesimpulan
5.1.1. Perikanan Tangkap Laut Usia responden berada pada usia produktif, hal ini sebagai modal dasar untuk banyak memberikan frekuensi penyuluhan akan lebih mudah dipahami, miskipun tingkat pendidikan sebagian besar masih mengenyam pendidikan sekolah dasar. Usaha penangkapan perikanan laut yang dilakukan dapat memberikan nilai R/C >1, yang berarti bahwa usaha penangkapan memiliki prospek yang baik untuk diusahakan dan dikembangkan lebih lanjut, tentunya dibarengi dengan perbaikan dari berbagai aspek sehingga keuntungan yang diperoleh benar-benar dapat meningkatkan kesejahteran nelayan. Pendapatan rumah tangga didominasi dari pendapatan utama kepala keluarga, sedangkan pengeluaran konsumsi pangan berkisar antara 53,41 % 78,01 %. Dari pengeluaran konsumsi pangan ini, khusus pengeluaran konsumsi ikan berkisar antara 12,45 % - 40,03 %. Sedangakan pengeluaran konsumsi bukan pangan
berkisar antara 21.99 % -46,59 %, dan pengeluaran terbesar dari
kelompok bukan pangan adalah biaya pendidikan, perawatan perumahan dan perlengkapan dapur. Kelembagaan pada perikanan tangkap laut keberaaannya cukup beragam, kelembagaan input jasa /sarana prasarana dan kelembagaan penyuluhn tersedia dengan baik. Dalam pemasaran hasil sebagian besar nelayan telah memanfaatkan TPI sebagai tempat memasarkan hasil tangkapannya. Kelembagan permodalan lebih suka memanfaatkan lembaga modal informal. 5.1.2. Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Kondisi usaha perikanan tangkap perairan umum, baik sungai dan rawa banjiran maupun perairan umum waduk belum sepenuhnya dapat mendukung kehidupan masyarakat nelayan yang melaksanakan penangkapan ikan di perairan tersebut. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat nelayan harus mencari tambahan pendapatan sampingan yang berasal dari usaha non perikanan. Bagi masyarakat nelayan di perairan umum sungai dan rawa banjiran tambahan Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
256
Laporan Teknis 2010 pendapatan didapatkan dari hasil sawah lebak, berburuh tani, dan berburuh bangunan di desa dan di luar desa. Faktor alam juga menjadi penyebab utama bagi nelayan tidak dapat menangkap ikan sepanjang tahun di perairan sungai dan rawa banjiran. Namun demikian, belum adanya dukungan kelembagaan usaha terhadap nelayan tersebut mengakibatkan mereka terikat terhadap pedagang ikan sebagai pemberi modal untuk pengadaan alat dan sarana penangkapan, yang sekaligus sebagai penentu harga ikan. Begitu pula, nelayan perairan umum waduk yang mengandalkan bandar sebagai penjamin ekonomi mereka, disamping hasil tangkapan yang juga tidak banyak, meskipun usaha penangkapan ikan dapat dilakukan sepanjang tahun. 5.1.3. Perikanan Budidaya Kondisi usaha perikanan perikanan budidaya, baik budidaya tambak, budidaya laut dan budidaya air tawar (system keramba jarring apung dan kolam) belum sepenuhnya dapat mendukung kehidupan masyarakat pembudidaya ikan. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat pembudidaya ikan harus mencari tambahan pendapatan sampingan, baik bagi kepala keluarga maupun anggota keluarga. Faktor utama yang sangat berpengaruh dalam usaha budidaya ikan pada semua tipe usaha adalah tingginya persentase biaya pakan dalam struktur pembiayaan usaha (mencapai 75%). Kondisi ini diperparah pula dengan tidak adanya posisi tawar masyarakat pembudidaya dalam menentukan harga jualikan sebagai akibat keterikatan mereka terhadap pedagang ikan dan pemberi modal usaha. Lebih lanjut, belum maksimalnya dukungan kelembagaan usaha terhadap masyarakat pembudidaya ikan mengakibatkan mereka terikat terhadap pedagang ikan sebagai pemberi modal untuk pengadaan prasarana dan input dalam usaha budidaya, yang sekaligus sebagai penentu harga ikan hasil budidaya mereka. 5.1.4. Produk Kelautan Usaha tambak garam baik di Jeneponto maupun di Sumenep menguntungkan, hal ini terlihat dari nilai ratio penerimaan dan biaya > 1. Pendapatan rumah tangga petambak garam di Jeneponto, untuk petani petani garam penggarap Rp 14.015.217, untuk petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri Rp 16.447.714,- dan untuk petani garam pemilik lahan yang Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
257
Laporan Teknis 2010 dikerjakan penggarap Rp 24.370.000,-per tahun. Sumber pendapatan rumah tangga selain dari pergaraman diperoleh dari usaha lain seperti nelayan, tani, buruh, atau pegawai kelurahan. Besarnya konsumsi dan pengeluaran petani garam selama setahun adalah Rp 14.864.149 untuk petani garam penggarap, Rp 15.740.043 untuk petani garam pemilik lahan yang dikerjakan sendiri dan Rp 18.589.000 untuk petani garam pemilik lahan yang dikerjakan penggarap. Sedangkan di Sumenep keragaan pendapatan rumah tangga total pemilik lahan tambak, pemilik dengan sistem bagi hasil dan penyewa berturut turut adalah Rp 48.537.727,- Rp 20.473.980,-dan Rp 39.511.680.- Untuk pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga petambak didominasi oleh bahan pokok beras, lauk pauk ikan segar dan pengeluaran untuk rokok. Keragaan konsumsi non pangan didominasi oleh pendidikan, rekening pulsa dan perayaan keagamaan. Kelembagaan input, pemasaran dan tenaga kerja di Jeneponto dan Sumenep tersedia dengan baik, untuk kelembagaan modal dipenuhi dari pinjaman yang berasal pedagang pengiumpul atau keluarganya. Untuk mengakses permodalan dari lembaga resmi masih terasa sulit terpenuhi 5.2.
Implikasi Kebijakan
5.2.1. Perikanan Tangkap Laut Secara umum implikasi kebijakan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil kajian adalah perlunya pengelolaan usaha penangkapan secara menyeluruh untuk mewujudkan keberlanjutan usaha penangkapan ikan. Dari hasil penelaahan terhadap data survey monitoring berbagai modul Panelkanas di Tahun 2010 ini, maka dua hal yang sekiranya dapat disampaikan sebagai bahan masukkan, yaitu penyediaan bantuan modal dan pengaktifan kembali lembaga penyuluhan, untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan para pelaku di sektor perikaan tangkap laut ini. Mengingat dampaknya penerimaan usaha yang berbanding lurus dengan besarnya armada, maka sedapat mungkin harus diusahakan agar para pemilik kapal memperoleh kemudahan untuk meng-upgrade armada miliknya ke armada yang lebih besar. Selain itu, mengingat masih dominannya peran kepala keluarga dalam perolehan pendapatan keluarga, perlu juga kiranya digiatkan partisipasi
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
258
Laporan Teknis 2010 para ibu-ibu nelayan atau anggota keluarga lainnya dalam memperoleh pedapatan kepala keluarga melalui pengolahan produk. Bantuan modal harus diperuntukan bagi para nelayan pemilik yang ingin melakukan upgrade terhadap armadanya menjadi armada yang lebih besar, atau para anggota keluarga yang ingin berusaha di bidang pengolahan produk. Adapun bantuan modal tersebut dapat disalurkan dan dikelola oleh lembaga penyedia modal yang sudah terdapat di lokasi penelitian. Selain bantuan, penyuluhan juga diperlukan untuk memberikan informasi mengenai usaha perikanan tangkap kepada para nelayan, sekaligus juga informasi mengenai proses pengolahan kepada para ibu-ibu atau anggota keluarga nelayan. Untuk tetap menjaga keberlanjutan usaha masyarakat nelayan, maka diperlukan pengelolaan sumber daya perikanan laut. Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan perlu terus disosialisasikan dan pembentukan kelompok masyarakat pengawasan (POKMASWAS) sebagai media dalam program pengelolaan sumber daya perikanan. Tumbuhnya usaha pengolahan hasil perikanan sebagi bentuk diversifikasi membutuhkan pembinaan dari dinas perikanan
dan
terkait
dalam
membantu
ekonomi
keluarga.
Penguatan
kelembagaan usaha baik kelembagaan pelaku usaha, kelembagaan input produksi, kelembagaam permodalan dan kelembagaan pemasaran serta penyuluhan diharapkan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. 5.2.2. Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Berdasarkan hasil penelitian ini, dalam rangka meningkatkan pendapatan usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan perairan umum daratan di sungai dan rawa banjiran serta waduk antara lain direkomendasikan untuk melaksanakan pembinaan dan penguatan kelembagaan nelayan terutama kaitannya dengan pengadaan modal untuk melaksanakan penangkapan ikan. Hal ini akan mengurangi ketergantungan masyarakat nelayan terhadap pedagang ikan, sehingga harga ikan dapat menjadi posisi tawar masyarakat nelayan. Penetapan penghapusan lelang untuk perairan sungai dan rawa banjiran direkomendasikan agar tetap dapat dipertahankan, karena akan mengurangi biaya yang dikeluarkan masyarakat nelayan untuk dapat lisensi penangkapan ikan yang pada tahun 2008
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
259
Laporan Teknis 2010 mencapai Rp.1 juta per nelayan perorangan. Upaya lainnya yang dapat direkomendasikan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di perairan umum waduk antara lain melanjutkan pelaksanaan penebaran ikan dalam jumlah yang besar serta berbagai jenis ikan yang cocok, yang dibarengi pula dengan penguatan kelembagaan pengelolaannya di tingkat kelompok nelayan. 5.2.3. Perikanan Budidaya Berdasarkan hasil penelitian ini, dalam rangka meningkatkan pendapatan usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perikanan budidaya antara lain direkomendasikan untuk melaksanakan pembinaan dan penguatan kelembagaan pembudidaya terutama kaitannya dengan pengadaan modal untuk pengadaan pra sarana budidaya dan pakan ikan budidaya. Hal ini akan mengurangi ketergantungan masyarakat pembudidaya ikan terhadap pedagang pakan ikan, sehingga harga ikan dapat menjadi posisi tawar masyarakat pembudidaya tersebut. Pengadaan pakan alternatif untuk pengganti pakan ikan budidaya dengan biaya lebih murah dengan tetapmempertahankan kualitas pakan, sehingga akan dapat mengurangi biaya produksi ikan budidaya. 5.2.4. Produk Kelautan Adanya penyuluhan terkait teknik produksi yang baik dan benar sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas garam yang dihasilkan petambak garam. Pembinaan dan pendampingan kelompok usaha terkait manajemen pemasaran dan permodalan sangat berarti terhadap penjaminan kesejahteraan petani garam. Penetapan harga dasar garam yang diikuti oleh lembaga yang mengawasinya sangat perlu untuk direalisasikan dengan segera.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
260
Laporan Teknis 2010 DAFTAR PUSTAKA Adrianto, L. 2006. Kebijakan Pengelolaan Perikanan dan Wilayah Pesisir. PKSPL IPB. Bogor Akmal, 2003. Analisis Pola Konsumsi Keluarga di Kecamatan Tallo Kota Makassar. Tesis. Univeristas Hasanudin Makassar. Makassar. Antara. 2010. Konsumsi Ikan Masyarakat Bali 197,16 kg/kapita. Online. Available at: http://bali.antaranews.com/berita/8077/konsumsi-ikanmasyarakat-bali-19716-kgkapita-. Verified 9 November 2010 Apriliani, T dan Yulisti, M (2007). Pengembangan Pergaraman Rakyat di Kelurahan Palenggu, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Warta Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol.2 No.1. Ariani, M. dan Tri, B.P. 2003. Analisis Konsumsi Pangan Rumah Tangga Pasca Krisis Ekonomi di Propinsi Jawa Barat. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Bishop CE dan WD Toussaint. 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Penterjemah: Wisnuadji, Harsojono dan Suparmoko. Jakarta. Mutiara. 315 hal. Casler DS. 1988. Ateoritical Contex for Shift and Share Analysis. Meadville. Departement of Economics. Allegheny College. Cicih, Mis Heri. 2002. Indikator Pelayanan Kesehatan, Gizi dan Penduduk. Info Demografi. BKKBN Kerja sama dengan LD.FEUI. Jakarta. Davies, J., G. Claridge, dan Nirarita. 1995. Manfaat Lahan Basah: Potensi Lahan Basah dalam Mendukung dan Memelihara Pembangunan. Asean Wetland Bureau. Bogor Djojodidipuro M. 1991. Teori Lokasi. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Effendi I. 1998. Faktor-faktor Eksternal yang Mengancam Kelestarian Produktivitas Tambak. [Makalah] PKSPL-IPB (Tidak Diterbitkan). Bogor Erwidodo,. et al, 1995. Strategi Penyiapan dan Kualitas SDM pada Pembangunan Agribisnis Perikanan Indonesia. Makalah Seminar Sehari Himpunan Sosial Ekonomi Perikanan. IPB. Bogor. Erwidodo. 1992. Studi dinamika kesempatan kerja dan pendapatan di pedesaan, Metode Pemilihan Desa, Blok Sensus, dan Petani Responden. Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Gohong G. 1993. Tingkat Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Pembudidaya serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya pada Daerah Opsus Simpei Karuhei di Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah [Tesis].. Program Pascasarjana IPB. Bogor Hardin, G. 1968. The Tragedy of the Commons. Science 162; 1243-48.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
261
Laporan Teknis 2010 Hardjamulia, A.N. Suhenda dan Krismono. 1991. Budidaya Ikan Air Tawar dalam Keramba Jaring Apung Mini. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. Harris E.1997. Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan Budidaya Pesisir Berwawasan Lingkungan yang Berkelanjutan. Makalah pada Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisisr Secara Terpadu.. PKSPL-IPB (Tidak Diterbitkan). Bogor Hexindo Consultant.1997. Analisis Pasar dan Peluang Invenstasi Industri Garam di Indonesia. Irawan, B dkk. 2006 Proposal Operasional Panel Pembudidaya Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Kartamihardja, E., 1988. Analisis “cohort” dan pengelola stok ikan tawes, Puntius goneonotus di Waduk Juanda, Jawa Barat. Bull. Pen. Perik. Darat 7(1): 14-21 Kasryno, F. H. Nataatmadja, C. A. Rasahan. Y. Yisdja. 1986. Profil Pendapatan dan Konsumsi Pedesaan Jawa Timur, Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Koeshendrajana, S., Fatriyandi Nur Priyatna, Irwan Muliawan, Andrian Ramadhan, Elly Reswati, Cornelia Mirwantini Witomo, Riesti Triyanti, Ahmad Fahrudin, Endi Setiadi Kartamihardja. 2008. Riset Identifikasi, Karakterisasi dan Valuasi Sosial Ekonomi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Laporan Teknis. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta Kusnadi, A. 2000. Nelayan, Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama Press. Bandung. Kusnadi. 2006. Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.Humaniora. Bandung. 104 hal. Nasution, Z, 1990, Lelang lebak lebung atur nelayan, Harian Pagi Sriwijaya Post, Palembang 21 Mei, 1990 Ondara, 1982, Beberapa Catatan Tentan Perairan Tawar dan Fauna Ikannya di Indoensia, Prosiding Puslitbang Perikanan No. 1/SPPU/1982, hal.13-32, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Ondara, 1982, Beberapa Catatan Tentan Perairan Umum dan Fauna Ikannya di Indoensia, Prosiding Puslitbang Perikanan No. 1/SPPU/1982, hal.1332, Badan Litbang Pertanian, Deptan, Jakarta Ondara, 1996, Gagasan mengenai teknik pembenihan ikan di lahan perairan umum, Kumpulan Makalah Seminar Pengkomunikasian Hasil Penelitian Perikanan Perairan Umum di Sumatera Selatan, Palembang 13 Maret 1995, Lolitkanwar Palembang, Badan Litbang Pertanian, Deptan. Ostrom, E. 1990. Governing the Commons: the evolution of institutions for collective action. Cambridge University Press. New York.
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
262
Laporan Teknis 2010 Ostrom, E. 2003. How Types of Goods and Property Risghts Jointly Affect Collective Action. Pasandaran, E., P. Simatupang, T. Sudaryanto, A. Suryana, C.A. Rasahan, A. Djauhari. 1989. Prosiding Patanas Perkembangan Struktur Produksi, Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan, Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Prijosoebroto S. 1991. Efisiensi Ekonomis dan Pendapatan Pengusaha Peserta Intensifikasi Tambak Studi Kasus di Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Primyastanto, M. 2005. Perencanaan Usaha (Bussines Plan) Sebagai Aplikasi Ekonomi Purnamaningtyas, Sri Endah. 2008. Konsentrasi Oksigen Terlarut (Do) Dan Unsur N Di Daerah Keramba Jaring Apung, Waduk Ir. H.Djuanda. Prosiding Semnaskan Ugm. Yogyakarta. Rachman, HPS, 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Disertasi Doktor (Tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rusastra, I. W., A. R. Nurmanaf, S. H. Susulowati. E. Jamal., B. Sayaka. 2000. Perspektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dalam Era Otonomi Daerah. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. Ryding, S.O. dan W. Rast. 1989. The Control of Eutrophication of Lakes and Reservoirs. The Parthenon Publishing Group. Paris. Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Cisendo. Jakarta. Sicat, G dan Arndt, H. 1991. Ilmu Ekonomi. LP3es. Jakarta. Soegiarto,A; W.S Sulistijo; dan H. Mubarak. 1978. Rumput Laut (Alga) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya. PT Pustaka Binaman Presindo. Jakarta Soekartawi,1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Sugiarto. 2008. Analisis Pendapatan, Pola Konsumsi dan Kesejahteraan Petani Padi Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan. Online. Available at http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/MS_B6.pdf . Verified 3 November 2010 Suharyanto. 2006. Analisis Kelembagaan Model Sistem Integrasi Tanaman Kopi – Ternak Kambing. Online. Available at : http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2007/NP/analisiskelembagaan.doc. Verified 24 Oktober 2010. Sumarwan. 1993. Keluarga Masa Depan dan Perubahan Pola Konsumsi. Warta Demografi. Tahun ke-23 No.5. LD.FEUI. Jakarta. Suyasa, I.N. 2007. Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil Yang Berbasis Di Pantai Utara Jawa. Disertasi, IPB. Bogor Todaro, Michael P. 2000. Economic Development. Addison-Wesley. London
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
263
Laporan Teknis 2010 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Nama Responden Panelkanas Laut Propinsi Sumatera Utara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
ID 12710101 12710102 12710103 12710104 12710105 12710106 12710107 12710108 12710109 12710110 12710111 12710112 12710113 12710114 12710115 12710116 12710117 12710118 12710119 12710120 12710121 12710122 12710123 12710124 12710125 12710126 12710127 12710128 12710129 12710130
Nama Aidil Fitri Sipahutan Amhil Tanjung Aslim Hutagalung Azwir Marbun Bahari Simatupang Bardi Tanjung Chudri Said Hutabarat Darwin Tobing Elizar Fahrul Gultom H. Muhammad Hutabarat Husni Islandia Rinton Ismail Hutagalung Kamirin Hutabarat Khairuman Lubis Nasran Pakualam Nasruddin Tanjung Nirwan Kamal Paimun Lubis Rahmil Sitanggang Ridwan Simanungkalit Samsudin Lubis Samsul Bahri Pane Sawidin Sitanggang Sugimar Sukrin Pohan Syaprinal Hutabarat Taslim Siregar Yasir Pasaribu
RT -
RW 1 1 2 1 3 1 3 3 1 2 1 1 1 1 3 1 3 3 1 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1
Kelurahan Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil Aek Habil
Perikanan Tangkap Kecamatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan Sibolga Selatan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga Sibolga
264
Laporan Teknis 2010 Lampiran 2. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi Kalimantan Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
ID 61010101 61010102 61010103 61010104 61010105 61010106 61010107 61010108 61010110 61010111 61010112 61010115 61010117 61010118 61010119 61010120 61010121 61010122 61010123 61010124 61010125 61010126 61010127 61010128 61010129 61010130 61010131 61010132 61010133 61010134 61010135
Nama Jumri Kasim Dimas Suwandi Usman Ahmad Rusli Ali Darwis Urai Latif Ismail Muhamad Surip Teguh Anton Sugeng Riyadi Ramidi M.Basni Iswandi Iskandar Gustan Kamarudin Juhdi Jalil M. Yamin Erwin Santi Johandi Urai Erpiansyah Laili Budiman Asmadi Zainal Arifin Eldy Ali Ahmad
RT 1 5 4 5 1 1 1 2 3 2 4 4 3 1 04 5 5 2 2 3 2 4 3 1 3 1 2 2 01 02 06
RW 13 13 13 13 3 4 9 13 13 13 13 13 13 13 Cempaka 13 13 13 13 13 4 13 13 13 13 13 13 13 Cempaka Cempaka Cempaka
Kelurahan Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajab Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajap Penjajab Penjajab Penjajab
Kecamatan Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat Pemangkat
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas Sambas
265
Laporan Teknis 2010 Lampiran 3. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi Sulawesi Utara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ID 71720102 71720104 71720105 71720106 71720107 71720108 71720109 71720110 71720111 71720113 71720114 71720115 71720116 71720117 71720118 71720119 71720120 71720121 71720122 71720123 71720124 71720125 71720126 71720127 71720128 71720129
Nama Harsono Syuga Yance Tinonaung Misisanali Jenri Tatumang Hayati Igirisa Bernard Messe Imran Ongkormol Jamaludin Ponto Ardi Mou Set Philip Simon Suku Wikler Nabi Karel Dorman Deki Garing Alfred Balo Julian Philip Walseng Puasa Joise Mese Abner Dolongseda Max Miliand Manangkoda Viktor Diawang Yaslin Maluwu Alfian Kakante Yos Doroseda Fardi Mangadil Vendy Sahabir
RT 4 1 1 1 1 4 4 1 1 6 8 8 5 7 10 6 6 7 8 5 11 12 11 11 8 12
RW 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3
Kelurahan Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang Batu Lubang
Kecamatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan Lembeh Selatan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung Bitung
266
Laporan Teknis 2010 Lampiran 4. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi Jawa Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
ID 32090101 32090102 32090103 32090104 32740101 32740102 32740103 32740108 32740110 32740111 32740112 32740113 32740114 32740115 32740116 32740119 32740122 32740124 32740125 32740127 32740128 32740129 32740130 32740131 32740132 32740133 32740134
Nama Samud Castim Junaedi Tanali Raedi Simo Kanan Carim Slamet Nurokhman Casmuri Artia Salut Carindra Rasbun Tarson Waji Darsono Sirin Pendy Ade Rudi Rosita Taryano Dasuki Alimin Harun Soari Tasmo Bin Tarjan
RT 15 18 15 15 18 15 15 16 18 12 14 15 15 16 16 16 16 18
RW 6 06 6 16 06 06 06 06 06 05 06 06 06 06 06 06 06
Kelurahan Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar Gebang Mekar
Kecamatan Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang Gebang
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon Cirebon
267
Laporan Teknis 2010 Lampiran 5. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Laut Propinsi JawaTimur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
ID 35270101 35270103 35270105 35270106 35270107 35270108 35270110 35270111 35270112 35270113 35270114 35270115 35270116 35270118 35270119 35270120 35270122 35270123 35270124 35270125 35270126 35270127 35270128 35270129 35270130 35270133 35270134
Nama Mansur H. Yuhyu M.Famri H Matyasin H. Sahri Mursid Matromli Sayuti Busiri H. Matnayo Rahbini H. Mustain Hariji Muher Muhammad Slamet H. Syukur tuki Sukiman Asiden mustofa Faruk H. Gio Rasimin H. Matweki Muhalli Syaiful
RT Duk Barat Pelelangan Jurojuh Jurojuh Pelelangan Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk Barat Duk barat Duk barat Jurojuh Duk Barat Jurojuh Duk Barat Duk barat
RW -
Kelurahan Ketapang Barat ketapang barat Ketapang Barat Ketapang Barat ketapang barat Ketapang Barat Ketapang Barat Ketapang Barat Ketapang Barat Ketapang Barat Ketapang Barat Ketapang Barat ketapang barat Ketapang Barat Ketapang Barat ketapang barat Ketapang Barat Ketapang Barat Ketapang Barat Ketapang Barat Ketapang Barat ketapang barat ketapang barat Ketapang Barat ketapang barat Ketapang Barat Ketapang barat
Kecamatan Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang Sampang
268
Laporan Teknis 2010 Lampiran 6. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Propinsi Sumatera Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
ID 16020201 16020202 16020203 16020205 16020206 16020207 16020208 16020209 16020210 16020211 16020212 16020213 16020214 16020215 16020216 16020217 16020218 16020219 16020220 16020221 16020222 16020223
Nama Burhanudin Ali Sahrudin Latif Faisal Ariyadi Anton Yanto Kawi Joan Robbani Sarbani Muin Roni Irianto Nedi Tamim Johan Ali Sodikin Jentu Asman Sunaryo
RT 3 1 1 2 3 6 3 3 4 5 5 5 1 6 6 6 6 7 7
RW 1 1 3 3 3 3 4
23 24 25 26 27
16020224 16020225 16020226 16020227 16020228
28 29 30 31 32
16020229 16020230 16020231 16020233 16020234
Kelurahan Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat
Kecamatan Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang
Kabupaten Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir
Jauhari Tamrin Kadi Kiman Darsono
7 7 7 7 7
4 4 -
Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat
Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang
Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir
Ruslan Ellit Saari Cit Mit Basir
8 8 8 5 5
4 4 3 3
Berkat Berkat Berkat Berkat Berkat
Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang Sirah Pulau Padang
Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
269
Laporan Teknis 2010 Lampiran 7. Daftar Nama Responden Panelkanas Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Propinsi Jawa Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
ID 32140201 32140202 32140203 32140204 32140206 32140207 32140208 32140209 32140210 32140211 32140212 32140213 32140214 32140215 32140216 32140217 32140218 32140219 32140221 32140222 32140223 32140224 32140226 32140227 32140228 32140229 32140231 32140232 32140234 32140235 32140236
Nama Mahrum (suung) Sahwi (Wiwi) Ojos Sarifudin Iding (Rohidin) Amog Wanda Jajang Hoer Ahmad Uus Emis Omon Nanang Nafsir AHID Obing Salim Yoyo Engkus Adang Utang Kosim Tasyim Sahrowi H. Kasmin Nurjat Ata Arif Amog Rizwan
RT 07 16 16 16 16 16 16 13 13 16 16
RW 08 08 08 08 08 08 07 07 08 08
Kelurahan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Panyindanga n Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Panyindanga n Payindangan Panyindanga n Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan Payindangan
Kecamatan Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta
270
Laporan Teknis 2010 Lampiran 8. Daftar Nama Responden Panelkanas KJA Propinsi Jawa Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
ID 32030301 32030302 32030304 32030308 32030309 32030311 32030312 32030313 32030316 32030319 32030320 32030322 32030323 32030324 32030325 32030326 32030327 32030330 32030331 32030332 32030333 32030334 32030335 32030336 32030337 32030338 32030339 32030340 32030341 32030342 32030343 32030344
Perikanan Budidaya
Nama RT RW Kelurahan Kecamatan Abud 1 4 Cikidangbayabang Mande Isroyo 3 5 Cikidangbayabang Mande Nana Suryana - Cikidangbayabang Mande Icang - Cikidangbayabang Mande Caca 3 5 Cikidangbayabang Mande M. Safrudin Yusuf Legok 01/05 Cikidangbayabang Mande Baharuddin bin Nusu - Cikidangbayabang Mande Iyang Mulyadi 3 5 Cikidangbayabang Mande Ibrahim - Cikidangbayabang Mande Syarif - Cikidangbayabang Mande H. Panusu 3 5 Cikidangbayabang Mande Ade hanafi 2 4 Cikidangbayabang Mande Nia - Cikidangbayabang Mande Ko Akih 3 5 Cikidangbayabang Mande Awang - Cikidangbayabang Mande Unan Afandi 3 5 Cikidangbayabang Mande Yayan sofyan - Cikidangbayabang Mande H. Samsul Bahri 3 5 Cikidangbayabang Mande Asep 1 4 Cikidangbayabang Mande Tuban 1 5 Cikidangbayabang Mande Saiful Kamil 1 4 Cikidangbayabang Mande Taufik Syamsudin 1 4 Cikidangbayabang Mande H.Zaenal Abidin 1 4 Cikidangbayabang Mande Andi rachman - Cikidangbayabang Mande Aris Ariyanto - Cikidangbayabang Mande Karma Pangkalan - Cikidangbayabang Mande Usep Sofyan Gardasole (Cilebu) - Cikidangbayabang Mande H.Endang Babakan (K.Coklat) - Cikidangbayabang Mande M.qodir - Cikidangbayabang Mande H.ecep - Cikidangbayabang Mande Pagutan/Pangkalan Cecep Supriyadi Cokelat - Cikidangbayabang Mande Ramdan Cilebu/Sukatani I - Cikidangbayabang Mande
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur
271
Laporan Teknis 2010 Lampiran 9. Daftar Nama Responden Panelkanas Kolam Air Tawar Propinsi Jawa Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
ID 32130301 32130302 32130303 32130304 32130305 32130306 32130307 32130308 32130309 32130310 32130311 32130312 32130313 32130314 32130315 32130316 32130317 32130318 32130319 32130320 32130321 32130322 32130325 32130326 32130327 32130328 32130329 32130330 32130331 32130332
Nama Ilyas M Mahdi Tarwin Jejen Atang Salwin Koswara Ruslim Taopik H Amin Sofiah Karyo Ibrohim Aska Rohendi Mamik Wastam Hasanudin Kasa Sopian M Aminudin Yan Kaswari Surya Ruskendi Bibing W. Nurtawi Suhandi Tahyat Syahyan daspin Asep Totom Sujana
RT 1 3 3 7 7 1 7 6 7 2 2 3 2 6 2 7 7 1 7 7 3 3 7 7 6 5 3 3 6 6
RW 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
Kelurahan Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung Sumur gintung
Perikanan Budidaya Kecamatan Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat Pagaden Barat
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang Subang
272
Laporan Teknis 2010 Lampiran 10. Daftar Nama Responden Panelkanas Propinsi Jawa Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
ID 35250301 35250302 35250303 35250304 35250305 35250306 35250307 35250308 35250309 35250310 35250311 35250312 35250313 35250314 35250316 35250317 35250318 35250319 35250320 35250321 35250322 35250323 35250324 35250325 35250326 35250327 35250328 35250329 35250330 35250331 35250332 35250333
Nama Mashalah Ma'rifah Munawar H Milin H Fauzul Hj Alfiyah Moch Safii Waris Tamiko Malikan Sanusi S (newcomer) H Asfihan M Nuril Azhar Nadhif H Abdul Adzim H Baidowi/Baidullah Fathoni H Huda Aufa Hj Yafiah H. Abdullah Anas H Muzidi H. Sadzali Iksan H Subekhi Syaiful Imam Musyarofah Sholeh Eki Djamani H. Shonhadji N. Rohim Rohman Rohim Untung H.maladi/Naufal
RT 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 2 -
RW 7/krajan Krajan 7/ tampo mas VI krajan II Pangkah Wetan 16/mulyosari 15/sumbersuci 11/ Kemeduran Pangkah Wetan 5/ Tunggak Doro 15/sumbersuci 9/kemeduran 15/ Sumber Suci 11/kemeduran raya 7/tampomas 12/Tj rejo 7/tampomas 12/ Tanjungrejo 5/ Tunggak Doro 11/ Kemeduran 15/ Sumber Suci 6/ Krajan 9/krajan 3/krajan Kemeduran Tengah
Perikanan Budidaya
Kelurahan Pangkah wetan Pangkah wetan Pangkah wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan Pangkah Wetan
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kecamatan Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung pangkah Ujung Pangkah
Kabupaten Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik Gresik
273
Laporan Teknis 2010 Lampiran 11. Daftar Nama Responden Panelkanas Propinsi Bali No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
ID 51050301 51050302 51050303 51050304 51050305 51050306 51050307 51050308 51050309 51050311 51050312 51050313 51050314 51050315 51050316 51050317 51050318 51050319 51050320 51050321 51050322 51050323 51050324 51050325 51050326 51050327 51050328 51050331 51050332 51050333 51050334 51050335 51050336
Nama I Ny Landep I Kt Kerta sinten I Komang Sutika I Ny Ludra I Wy Suta I Putu Sirna I Ny Swandi I Md Purna I Ketut Niarta I Wy Winastra I Wy Tambun I Wy Narsa I Ny Mudianta Km Merta Yosai I Ny Kiri I wy Narda I wy sumerta I Ny Santa I wy suparta I md Kama Ni Made Ganti I md warta I Made Galang I Nym Suretsa I Ktt Mudiane I Wyn Geriya I Made Nemu I Nym Geleng Made Terang I Wayan Astawa I ketut Sihantaya I Wyn Cirta
RT -
RW Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan Batumulapan
Kelurahan Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul Batununggul
Perikanan Budidaya Kecamatan Nusa Penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida Nusa penida
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung
274
Laporan Teknis 2010 Lampiran 12. Daftar Nama Responden Panelkanas Propinsi Sulawesi Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
ID 73060301 73090302 73090303 73090304 73090305 73090306 73090307 73090308 73090309 73090310 73090311 73090312 73090313 73090314 73090315 73090316 73090317 73090318 73090319 73090320 73090321 73090322 73090323 73090324 73090325 73090326 73090327 73090328 73090329 73090330 73090331 73090332
Nama RT 5 H. Hamade 4 H. Zaenal Bohari 14 H. Abdullah Nadjie 3 Ir. Hasanuddin 4 M.Idrus 1 H. Kuddu 1 Muchlis 3 Asri Kuddu 3 Haruna Tala M. Yusuf 01 H.Abdul Aziz Makku 01 H. Muh. Nasir 1 Muhammad 3 Muh. Tahir 1 Muddin 3 Zainuddin 1 Abdul Rahman 17 Abdullah, S.pd 17 H. Yukke 14 Abdul Hafid 21 Baharuddin S.sos 14 H. Deru 18 H. Dollah H. Bibeng Dg Sisila 15 Muh. Amir Taju 15 M Tahir (Gado) 14 Abdullah 15 Syaharuddin H. Panure 15 H. Muslimin 15 H. Abdul Latif H. Muchsin Laikang Syuaib
RW 07 4/Tala 5/Laikang 4/Tala 4/ Tala 07 7 7/ Leppangeng 7/ Leppangeng 7 07 07 5 7 7 7/Leppangeng 07 6/Laikang 6/Laikang 5/ Laikang 7/Laikang 5/Laikang 6/Laikang 5/Laikang 5/Laikang 5/ laikang 5/Laikang 5 5/Laikang Laikang
Perikanan Budidaya
Kelurahan Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Tala Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Tala Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka Tala Talaka Talaka Talaka Talaka Talaka
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kecamatan Ma'rang Marang Marang Marang Marang Ma'rang Marang Marang Marang Marang Ma'rang Ma'rang Marang Marang Marang Marang Ma'rang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang Marang
Kabupaten Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep Pangkep
275
Laporan Teknis 2010 Lampiran 13. Daftar Nama Responden Panelkanas Produk Kelautan Propinsi Jawa Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
ID 35290401 35290402 35290403 35290404 35290405 35290406 35290407 35290408 35290409 35290410 35290411 35290412 35290413 35290414 35290415 35290416 35290417 35290418 35290419 35290420 35290421 35290422 35290423 35290424 35290425 35290426 35290427 35290428 35290429 35290430 35290431
Nama Juhari Syaifudin Nurholis Misnati Marsa Molani Maski M.ridwan Sumetera Muhni Abdul Gani Jamin Sudawi Sugiyanto Zaini Tamin kalong H. Athar H. Abdul Hayat Suharto Nurhayati Sunarto Marhawi Masrawi Wahyudi Sukaryo, SH H. Samsul Abdul karim H. Abdul Kadir Asmuni H.Munawarroh
RT 02/01 03/01 01/05 07/02 05/02 03/01 03/03 03/01 04/01 08/04 05/02 08/04 08/04 08/04 08/04 03/01 08/04 08/04 08/04 05/03 08/04 03/03 01/01 08/04 08/04 08/04 08/04 01/03 03/01 01/01 01/05
RW Kauman Kauman Dhalem Kauman Kauman Kauman Ageng kauman Kauman Ageng Kauman Ageng Ageng Ageng Ageng Kauman Ageng Ageng Ageng Ageng Ageng Ageng Kauman Ageng Ageng Ageng Ageng Ageng Kauman Kauman Dhalem
Kelurahan Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir papas Pinggir Papas Pinggir Papas Pinggir papas
Kecamatan Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget Kali Anget
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kabupaten Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep Sumenep
276
Laporan Teknis 2010 Lampiran 14. Daftar Nama Responden Panelkanas Produk Kelautan Propinsi Jawa Sulawesi Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
ID 73040401 73040404 73040405 73040406 73040408 73040409 73040410 73040411 73040412 73040413 73040414 73040415 73040416 73040417 73040418 73040419 73040420 73040421 73040422 73040423 73040424 73040425 73040426 73040428 73040429 73040430 73040432 73040433 73040434 73040435 73040436 73040437 73040438
Nama Abdul Asis Samsu Gesang Adi Situju Muhammad luddin Somang Masse Syamsudin Muhamad DG Tojeng Hamidong Hasan Idris Abdullah Ahmad Yani Hayung Kaharudin Beta M. Said Hamuling Idris Suwardi Rama Sofyan Juru Sapri Jabala Idris Darwis majid bombang Ramli Mahmud M. Sukur Bakri Abdul Aziz Siki Sapi Dg Ngalie Sanudin Bajeng
RT 013 013 005 005 013 013 -
005/ RW Pallengu 005 Sawito Pallengu balloboro balloboro Pallengu 001 Pallengu Pallengu Sawito 005 Beru Sawito Pallengu 005 Pallengu Pallengu Pallengu Beru Pacelanga Balloboro Pallengu Pacelanga Beru Pallengu -
Kelurahan Pallengu Palenggu Pallengu Pallengu palenggu Sawito palenggu Pallengu Palenggu Pallengu Palenggu Pallengu Pallengu Palenggu Pallengu Pallengu Sawito Pallengu Pance'Langa Palenggu Beru Pallengu Pallengu Pallengu Pallengu Pallengu Pallengu Pallengu Pallengu Pallengu Pallengu pallengu Pallengu
Riset Panel Perikanan dan Kelautan Nasional Tahun 2010
Kecamatan Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala bangkala bangkala bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala Bangkala
Kabupaten Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto
277