Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
DIALOG WARGA TENTANG PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DAN IMPLEMENTASI HADHANAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DI DESA GELANGGANG KECAMATAN SAKRA TIMUR KABUPATEN LOMBOK TIMUR Erma Suriani1 Dedy Wahyudin2 Abstrak: Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan telah diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, Bagian 1 Pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA), pasal 1 ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ada 4 prinsip dasar hak anak yang terkandung di dalam Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa, yaitu: non-diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Isu dan wacana yang sangat menguat akhir-akhir ini di media cetak, elektronik maupun media sosial adalah anak-anak mengalami kekerasan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Publik terbelalak karena kekerasan terjadi di lembaga pendidikan dan memiliki reputasi internasional. Cerita tentang kekerasan-kekerasan yang dialami anak-anak, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis bahkan kekerasan seksual adalah salah satu dampak dari lemahnya perlindungan terhadap tumbuh kembang anak dan hak-hak anak. Dalam hukum Islam (fiqh), terdapat konsep hadhanah, yang bahkan sudah tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Namun kesadaran tentang konsep hadhanah dan implementasinya masih jauh dalam praktek kehidupan masyarakat. Ketika perceraian terjadi, ketentuan mengenai hadhanah luput dari perhatian kedua belah pihak (suami dan istri). Kata Kunci : Hak-Hak Anak, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Konsep hadhanah.
1 2
Penulisa adalah dosen tetap IAIN Mataram Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Penulisa adalah dosen tetap IAIN Mataram Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
71
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
A. LATAR BELAKANG Anak merupakan pilar utama dalam pembangunan suatu bangsa. Oleh karena itu, anak harus dilindungi, diawasi, dan diberi perlindungan dengan sebaik-baiknya agar anak tersebut bisa tumbuh dan berkembang dengan baik demi terciptanya suatu peradaban gemilang. Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan telah diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, Bagian 1 Pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA), pasal 1 ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ada 4 prinsip dasar hak anak yang terkandung di dalam Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsabangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan telah diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, yaitu: non-diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Kebutuhan-kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang optimal meliputi Asuh, Asih, dan Asah. Penjabarannya adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan fisik-biologis (ASUH): Meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan seperti: nutrisi, imunisasi, kebersihan tubuh dan lingkungan, pakaian, pelayanan kesehatan dan pengobatan, olahraga, bermain dan beristirahat. 2. Kebutuhan kasih sayang dan emosi (ASIH): Pada tahun-tahun pertama kehidupannya (bahkan sejak dalam kandungan), anak mutlak memerlukan ikatan yang erat, serasi dan selaras dengan ibunya untuk menjamin tumbuh kembang fisik-mental dan psikososialnya. 3. Kebutuhan Stimulasi (ASAH) Anak perlu distimulasi sejak dini untuk mengembangkan sedini mungkin kemampuan sensorik, motorik, emosi-sosial, bicara, kognitif, kemandirian, kreativitas, kepemimpinan, moral dan spiritual anak. Untuk tumbuh-kembang dengan baik, seorang anak memerlukan orang yang sanggup untuk mendidiknya dan memberi perlindungan terhadapnya agar tetap tumbuh dan berkembang dengan semestinya. Faktor utama yang harus dilindungi oleh orang yang mengasuhnya adalah 72
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
faktor lingkungan, karena faktor lingkunganlah yang sangat menentukan baik atau tidaknya anak. Anak akan baik apabila dijauhi dari lingkungan yang buruk, dan begitu juga sebaliknya anak tidak akan tumbuh baik apabila hidup di lingkungan yang tidak baik. Masyarakat sering dikejutkan dengan kasus-kasus penelantaran anak, terutama oleh orang tua mereka. Isu dan wacana yang sangat menguat akhir-akhir ini di media cetak, elektronik maupun media sosial adalah anak-anak mengalami kekerasan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Publik terbelalak karena kekerasan terjadi di lembaga pendidikan dan memiliki reputasi internasional. Cerita tentang kekerasankekerasan yang dialami anak-anak, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis bahkan kekerasan seksual adalah salah satu dampak dari lemahnya perlindungan terhadap tumbuh kembang anak dan hak-hak anak. Berita media tersebut belumlah mewakili semua peristiwa yang dialami anak-anak. Bagaimana dengan kondisi anak-anak yang tidak pernah terjamah berita media? Bagaimana dengan kondisi anak-anak di tingkat masyarakat akar rumput? Tingginya angka perceraian di Pulau Lombok selama ini menjadi sorotan bagi para pegiat NGO, akademisi, dan kaum intelektual. Namun siapakah pihak yang menjadi korban atau pihak yang ditelantarkan akibat perilaku kawin cerai? Anak-anak adalah pihak atau kelompok yang luput dari perhatian publik yang tidak banyak muncul dalam pembicaraan pasca perceraian. Desa Gelanggang adalah salah satu desa dengan angka perceraian dan perilaku kawin cerai yang cukup tinggi. Hal inilah yang mendorong pelaksana desa binaan untuk menyoroti bagaimana perlindungan hak-hak anak dan pemeliharaan anak. Masyarakat Desa Gelanggang 100 % merupakan muslim, yang masih taat menjalankan hukum-hukum fiqh dalam menjalankan praktek-praktek keagamaan. Dalam hukum Islam (fiqh), terdapat konsep hadhanah, yang bahkan sudah tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Namun kesadaran tentang konsep hadhanah dan implementasinya masih jauh dalam praktek kehidupan masyarakat. Ketika perceraian terjadi, ketentuan mengenai hadhanah luput dari perhatian kedua belah pihak (suami dan istri). Realitas selama ini, anak-anak lebih banyak mengikuti atau tinggal bersama ibu dan tidak mendapatkan nafkah dari bapaknya. Dan ketika ibunya menikah kembali, maka anak-anak lebih banyak bersama nenek atau kakek dari pihak ibu, tanpa ada nafkah dari bapaknya. Artinya disini, pemahaman dan implementasi atas ketentuan Kompilasi Hukum Islam Bab XIV dan Bab XV tentang Pemeliharaan Anak dan Perwalian belum menjadi sandaran hukum bagi orang tua terhadap anak. Kesadaran dan pemahaman tentang hak tumbuh kembang, pemeliharaan dan perlindungan hak-hak anak, serta implementasi KHI Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
73
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
selama ini masih berkisar pada pemahaman kaum elit, yaitu para agamawan, para ilmuan dan kaum cerdik pandai, belum menjadi kesadaran kolektif apalagi sampai level akar rumput (grass root). B. IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH Dari paparan di atas, dapat diidentifikasi bahwa ketika terjadi perceraian orang tua, pihak yang sering menjadi korban dan luput dari perhatian adalah anak. Konsep hadhanah yang seharusnya menjadi acuan dalam perlindungan anak, sebagaimana juga dikuatkan oleh Undangundang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak-hak Anak PBB tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Padahal 100 % masyarakat Desa Gelanggang adalah muslim. Namun kesadaran menerapkan fiqh yang juga tertera dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyangkut perlindungan anak masih sangat minim. Oleh karena itu dalam program Desa Binaan ini, pelaksana hendak menjawab hal-hal mendasar sebagai berikut: Pertama, apakah akar masalah kurangnya perhatian terhadap perlindungan anak dengan menerapkan konsep hadhanah dalam KHI di Desa Gelanggang? Kedua, bagaimanakah penjabaran dan penerapan hak-hak anak dan implementasi hadhanah dalam KHI yang seharusnya menjadi acuan masyarakat? Ketiga, apakah peran penting dialog warga untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak sebagaimana dimaksud. C. TUJUAN KEGIATAN Tujuan kegiatan Desa Binaan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Pertama, memfasilitasi masyarakat untuk mengetahui hak-hak anak dan implementasi hadhanah sebagaimana diatur dalam UU PA No. 23 Tahun 2002. Kedua, bersama para pemangku kepentingan terkait, kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan peran masing-masing pihak dalam mendorong terwujudnya perlindungan hak-hak anak yang lebih baik di Desa Gelanggang dengan harapan terwujudnya Desa Gelanggang sebagai desa layak anak. Ketiga, memfasilitasi terwujudnya rencana-rencana aksi tindak lanjut melalui dialog warga agar pengabaian terhadap hak-hak anakanak sebagaimana diniscayakan oleh UUPA dan KHI melalui implementasi hadhanah dapat terus diminimalisir. D. MANFAAT KEGIATAN Manfaat kegiatan program Desa Binaan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Pertama, untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada masyarakat target akan situasi yang dihadapi oleh anak-anak ketika fenomena kawin-cerai di masyarakat masih menonjol. Kedua, melalui dialog warga, diharapkan ada internalisasi kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak melalui implementasi hadhanah dalam 74
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
KHI yang berarti penerapan terhadap ajaran agama Islam. Ketiga, mempertemukan langkah bersama para pemangku kepentingan agar kesadaran tentang tentang implementasi hadhanah dalam perlingungan hak-hak ini tidak menjadi kesadaran elitis melalui program-program yang berkelanjutan. E. KAJIAN TEORITIK, KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN METODE PEMBINAAN 1. Kajian Teoritik a. Hak-hak Anak Imam al-Gazali menegaskan di Kitab Ihya’ Ulumiddin bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang baik. 3 Oleh karena itu, langkah memperoleh dua tujuan ini, terutama tujuan kedua dimulai sejak calon suami atau istri memilih pasangan. 4 Pada saat yang sama, syariat Islam menempatkan pemeliharaan terhadap keturunan (hifdhz an-nasl) termasuk salah satu dari lima tujuan utama (ad-dharuriyat al-khamsah) syariat Islam.5 Secara struktural, wilayah yang berkaitan dengan pemeliharaan keturunan (hifdhz an-nasl), mulai dari asas-asas, perangkat-perangkat hukum, nilai-nilai sampai dengan himpunan perilaku menjadi bagian tak terpisahkan yang membentuk batang tubuh Islam sebagai agama yang utuh dan menyeluruh (kaaffah). Organ ini mengikat banyak pihak, mulai dari orang tua, masyarakat, Negara dan umat manusia secara universal. Ini bisa dipahami karena pemeliharaan anak merupakan pengejawantahan dari keinginan primitif manusia untuk hidup abadi dan implementasi dari tugas manusia sebagai pemakmur bumi (khalifat Allah fi al-ardh).6 Karena begitu esensialnya posisi anak dalam keseluruhan batang tubuh agama Islam, hak-hak anak mencakup semua aspek yang memungkinnya tumbuh dengan sebaik-baiknya untuk pada waktunya nanti dapat melanjutkan peran kekhalifahan para pendahulunya dan menjadi pewaris yang baik untuk memakmurkan 3 Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazali, Ihya Ulum ad-Din, (Beirut: Dar alFikr, 1995), juz 2 hal 28. 4 Dalam sebuah hadits, Rasululullah SAW bersabda: takhayyaruu linuthfikum, fankihu al-akfaa’ wankihu ilaihim. Artinya: pilihlah perempuan tempat kalian menebar benih. Maka nikahilah mereka yang sekufu’ dan nikahilah mereka. http://nabulsi.com/blue/ar/artp.php?art=4491, diakses tanggal 24-11-2014. 5 Ahmad ar-Raisuni, al-Fikr al-Maqashidi Qawa’iduhu wa Fawa’iduhu, (Casablanca: Mathba’ah an-Najah al-Jadidah, 1999), hal 29. 6 Syekh Ratib an-Nabulsi menjelaskan bahwa pada asal penciptaannya manusia menginginkan keselematan dan keabadian dirinya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dapat mewujudkannya dicintai oleh manusia, termasuk dalam hal ini keinginan untuk menikah. http://www.nabulsi.com/blue/ar/art.php?art=800&id=44&sid=46&ssid=48&sssid=49, diakses tanggal 24-11-2014.
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
75
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
bumi manusia dalam keseluruhan aspeknya. Oleh karena itu Islam menetapkan hak-hak dasar bagi anak meliputi, diantaranya: hak mendapatkan perlindungan dari segala kekerasan, hak perwalian, hak memiliki nasab, hak mendapat susuan, hak pendidikan dan hak perawatan (hadhanah).7 Penjaminan terwujudnya hak-hak ini, bukan sekedar menjadi urusan orang tua, tetapi juga masyarakat dan Negara. Oleh karena itulah, PBB mendeklarasikan Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan telah diratifikasi Indonesia pada tahun 1990. Konvensi ini telah didahului oleh berbagai deklarasi tingkat PBB tentang hak-hak anak, diantaranya, Deklarasi Jenewa Tahun 1979 yang merupakan cikal bakal dari lahirnya Konvensi Hak-hak Anak PBB Tahun 1989. Di bagian I, pasal 7 dari deklarasi ini disebutkan secara ringkas dan tegas tentang hak-hak anak, bahwa: “sejak lahir setiap anak berhak atas perlindungan, pendidikan dan pemeliharaan baik secara material, keilmuan dan kultural yang wajib diberikan oleh orang tua, masyarakat dan Negara. Perhatian khusus juga wajib diberikan kepada janin dan ibu yang mengandungnya”.8 Dalam UUPA No. 23 Tahun 2002, Bab III Pasal 4 sampai dengan pasal 18, disebutkan hak-hak anak sebagai berikut: a. Hak hidup, tumbuh dan berkembang b. Hak memiliki nama sebagai identitas kewarganegaraan c. Hak beragama dan berekspresi d. Hak diasuh dan dibesarkan oleh orang tua sendiri e. Hak kesehatan f. Hak pendidikan g. Hak didengar h. Hak bermain i. Hak mendapatkan perlindungan b. Hadhanah Imam Muhammad Abu Zahrah membagi tiga perwalian terhadap anak, yaitu: perwalian atas pendidikan, perwalian atas diri (jiwa) dan perwalian atas harta. 9 Perwalian atas pendidikan atau perawatan dalam bahasa fiqh disebut juga hadhanah. Kata hadhanah adalah bentuk mashdar dari kata hadhnu ashshabiy, atau mengasuh atau memelihara anak. Secara terminologis, 7
tt.
Prof. Dr. M. Mushthafa az-Zuhaili, Huquq al-Aulaq ‘ala al-Walidain fi as-Syari’ah al-Islamiyah,
Ibid. Imam Muhammad Abu Zahrah, al-Ahwal as-Syakhsyiah, (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1950), hal 405-406. 8 9
76
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
hadhanah adalah menjaga anak yang belum bisa mengatur dan merawat dirinya sendiri, serta belum mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya. Hadhanah (pengasuhan anak) hukumnya wajib, karena anak yang masih memerlukan pengasuhan ini akan mendapatkan bahaya jika tidak mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar tidak sampai membahayakan. Selain itu ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari segala hal yang dapat merusaknya. Dengan demikian maka secara fiqh, hadhanah menjadi hak ibu, karena anak masih berada pada masa-masa tidak bisa kehilangan perhatian dan pengasuhan ibunya. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW ketika menjawab pengaduan seorang ibu yang anaknya hendak diambil oleh si ayah setelah ia diceraikan: “ya Rasulullah. Ini anakku. Ia lahir dari perutku. Kamarku melindunginya. Air susuku menjadi minumannya. Ayahnya menceraikanku dan ingin mengambilnya dariku”. Nabi menjawab, “engkau lebih berhak atasnya selama engkau belum menikah (anti ahaqqu biha ma lam tatazawwajii)”.10 Selanjutnya, seorang ibu yang lebih berhak mendapatkan hadhanah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:11 a. Merdeka, balig dan berakal. b. Mampu mengasuh anaknya. c. Terpercaya atau mampu mengemban amanah. d. Tidak murtad. e. Tidak memberikannya untuk diasuh oleh orang lain yang bukan mahram si anak. Dalam Kompilasi Hukum Islam, ketentutan tentang hadhanah diatur di pasal 105. Pasal ini berbunyi sebagai berikut: Dalam hal terjadinya perceraian: a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya; c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. c. Dialog Warga Secara konseptual, pemaknaan dialog warga merujuk kepada terminologi “kohesi sosial”. Kohesi sosial didefinisikan sebagai “kemampuan suatu masyarakat untuk menjamin kesejahteraan anggotanya, menekan perbedaan dan menghindari polarisasi. 10 11
Ibid, hal 406. Abu Zahrah, al-Ahwal…., hal 407-408.
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
77
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Masyarakat yang kohesif merupakan komunitas yang terdiri dari individu-individu bebas yang saling mendukung, mencapai tujuan bersama secara demokratis”. Sementara itu, Ritzen et al mendefinisikan kohesi sosial sebagai, “satu keadaan dimana sekelompok orang (dalam suatu wilayah geografis) menunjukkan kemampuan untuk berkolaborasi dan menghasilkan iklim untuk perubahan”. 12 Lima dimensi utama dalam kohesi sosial adalah: kebersamaan, pengikutsertaan, partisipasi, penerimaan dan legitimasi.13 Dengan demikian, masyarakat yang kohesif dapat digambarkan sebagai masyarakat yang memiliki nilai-nilai, identitas dan komitmen bersama; memberikan kesempatan yang sama kepada anggotanya untuk mendapatkan akses; meminta partisipasi warga dalam aspek-aspek kehidupan bersama; menghargai dan mentolerasi perbedaan antar warga; dan memiliki media bersama untuk melahirkan legitimasi yang diakui semua unsur yang terlibat. Semua aspek yang ditunjukkan di atas dapat ditemui dalam realitas masyarakat gumi sasak. Dalam sejarahnya yang panjang, masyarakat sasak yang ini berjumlah 3 juta jiwa memiliki nilai, identitas, akses, partisipasi dan media bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi. Dua acuan utama yang lazim dirujuk adalah agama dan adat. Pada praktiknya, dialog (sangkep, musyawarah) adalah media yang lazim dipakai untuk membicarakan persoalan bersama. Dalam tata nilai dan tata sosial masyarakat sasak, harmonisasi antar warga mendapat tempat yang istimewa. Krame (norma sosial) dalam masyarakat sasak terwujud ke dalam tiga krame, yaitu: titi krame, base krame dan aji krame. Titi krame menyangkut hubungan sosial antar individu seperti adat betemue, adat midang dll. Base krame menyangkut budi pekerti, sopan santun dan kesantunan berbahasa. Sedangkan aji krame menyangkut harga adat status sosial seseorang.14 Selanjutnya, unit-unit masyarakat adat dibagi ke dalam krame banjar, krame gubuk dan krame dese. Pada wilayahnya masing-masing satuan ini menjadi tempat untuk berafiliasi dan menyelesaikan masalah bersama. Dalam hubungan sosial antar individu, harmonisasi di tengah masyarakat untuk menjalin ikatan persaudaraan menjadi acuan bersama. Ini misalnya terwujud pada UNDP dan BAPPENAS, Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial dan Rekonsiliasi, (Jakarta: UNDP dan BAPPENAS, 2004), hal 6. 13 Ibid. 14 Sabirin, Konfigurasi Pemikiran Islam Tuan Guru: Respon Pemikiran Tuan Guru Terhadap Penetrasi Ajaran Wahabi pada Etnik Sasak di Pulau Lombok, (Jakarta: Tesis PSTTI UI, 2007), hal 3334. 12
78
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
nilai “saling” yang mengikat warga, seperti terwujud pada ungkapan bahasa sasak: saling perasaq, saling pesilaq, saling laiq, saling lilaq, saling jangoq, saling bait, saling peringet dan lain-lain.15 Dalam cara berkomunikasi pun adat sasak mengatur penggunaan bahasa dalam formulasi: titi base (penggunaan bahasa sasak yang baik dan benar), indit base (bahasa sesuai tingkatan sosial), ragin base (bahasa dengan makna lebih dari satu) dan sesenggak (pribahasa). Formula ini biasanya dipakai pada acara pertemua warga seperti acara sangkep (rapat) majelis adat, sorong serah aji krame (prosesi adat pernikahan) dan lain-lain. 16 Intinya, tradisi dialog dalam masyarakat adat sasak telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perilaku mereka. 2. Kerangka Pemecahan Masalah Desa Gelanggang merupakan salah satu desa dengan angka perceraian dan jumlah buruh migran yang cukup tinggi. Dampak dari dua hal tersebut adalah anak-anak sudah tidak lagi serumah dengan kedua orang tuanya dan salah satu atau kedua orang tuanya pergi menjadi buruh migran. Dalam banyak kasus, terutama anak-anak korban kawin cerai, mereka tinggal bersama nenek atau kakek yang sudah tua, karena bapak atau ibu menikah lagi dan tinggal dengan pasangan baru mereka masing-masing. Hidup bersama dengan nenek atau kakek yang sudah berusia lanjut dan memiliki keterbatasan fisik dapat berpengaruh terhadap perkembangan psikis anak. Anak-anak akhirnya tidak memperoleh hak-hak untuk bermain, bersosialisasi atau berkumpul dengan teman sebaya, karena mereka harus membantu pekerjaan nenek dan kakeknya, baik untuk pekerjaan domestik maupun pekerjaan di sawah, kebun atau menjadi buruh tani. Fakta lain yang didapatkan bahwa angka partisipasi sekolah dan keinginan untuk sekolah di komunitas tersebut masih sangat kurang. Anak-anak muda tidak termotivasi untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, selain menyelesaikan wajib belajar 9 tahun. Itupun dengan tingkat putus sekolah yang sangat tinggi dibandingkan dengan di komunitas lain. Bahkan remaja dan anak-anak muda yang seharusnya sedang menikmati pendidikan SMA atau kuliah, justru mereka harus mencari nafkah keluarga. Dari keterangan yang didapatkan, ternyata sebagian besar remaja laki-laki diantara mereka memilih untuk menjadi buruh migran ke Malaysia untuk mencari modal menikah. Anehnya, orang tua-orang tua mereka tidak terlalu peduli, menganggap itu hal yang biasa-biasa saja dan bahkan membanggakan 15 16
Ibid, hal 38-39. Ibid, 39-40.
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
79
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
anak-anak mereka yang pergi mencari uang hingga ke Malaysia. Motivasi orang tua dalam menyekolahkan anak masih sangat rendah dan belum menjadi prioritas utama keluarga-keluarga yang ada di dalamnya.17 Berdasarkan pengamatan pelaksana bahwa anak-anak pada usia sekolah terpaksa harus bekerja di sawah atau kebun sebagai buruh tani untuk menambah ekonomi keluarga. 18 Dari data desa jumlah buruh migran laki-laki sejumlah 576 orang, perempuan 59 orang. Jumlah penduduk desa Gelanggang, laki-laki 3196 orang, perempuan 3372 orang, jumlah kepala keluarga 2650 kepala keluarga. Angka putus sekolah sangat tinggi.19 Usia produktif 18 tahun sampai 59 tahun tidak tamat SD atau sederajat, laki-laki sebanyak 450 orang dan perempuan sebanyak 475orang. Yang tamat SMA atau sederajat 180 laki-laki 185 perempuan. Yang melanjutkan S1 sebanyak 51 laki-laki 35 perempuan. Usia 12-18 tahun tidak melanjutkan ke jenang SMP, laki-laki sebanyak 175 orang dan perempuan 225 orang. 20 Artinya bahwa banyak anak yang tidak melanjutkan program Wajib Belajar 9 tahun sebagaimana yang diwajibkan Pemerintah Indonesia. Sisi lainnya, berangkat dari hasil wawancara yang dilakukan pelaksana bahwa Desa Gelanggang merupakan salah satu desa yang memiliki angka kawin cerai, poligami dan nikah siri yang sangat tinggi. 21 Pendapat ini juga diperkuat oleh Tristanti. 22 Tiga persoalan tersebut: kawin cerai, poligami dan nikah sirri bukan saja fenomena yang terjadi di Desa Gelanggang semata hampir menggejala di seluruh pulau Lombok. Riset yang dilakukan Tim Pusat Studi Wanita IAIN Mataram menyimpulkan bahwa salah satu penyebab utama adalah pemahaman masyarakat mengenai relasi yang tidak setara dalam keluarga, kata lainnya adalah relasi gender, hak dan kewajiban suami dan istri serta pemahaman tentang hak-hak anak yang timpang.23
Wawancara dengan H. Mahsun (Tokoh Agama) di Desa Gelanggang, wawancara tanggal 30 Maret 2014 18 Observasi dan studi pendahuluan, 30 Maret dan 30 April 2014 19 Profil Desa Gelanggang tahun 2013, dikutip tanggal 30 April 2014. Data ini diperkuat juga dokumen buruh migran di Desa Gelanggang oleh Lembaga Sosial Desa (LSD) Desa Gelanggang dan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) Lombok Timur, NGO yang concern menangani advokasi dan pengelolaan remittance bagi buruh migrant, hasil dari Focus Group Discussion (FGD) dengan para pengurus di rumah Bapak Sudirman (ketua LSD Desa Gelanggang) tanggal 27 April 2014. 20 Ibid 21 Wawancara dengan Bapak Karmin,S.Ag. (Petugas PPN Desa Gelanggang), tanggal 30 April 2014 22 Tristanti Apriyani, Merarik-Beseang, Studi tentang Kawin Cerai dan Implikasinya pada Masyarakat Sasak di Desa Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Kabupaten Lombok Timur, Thesis, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada 23 Mendobrak Tradisi: Wacana Progresih Hukum Keluarga Islam pada Masyarakat Sasak, Pusat Studi Wanita Institut Agama Islam Negeri Mataram, 2008 17
80
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
Dengan demikian, maka untuk memutus tali rantai perilaku menyimpang tersebut, hendaknya dimulai dengan membangun pemahaman dan kesadaran bersama tentang perlindungan, pemenuhan dan pemeliharaan hak-hak anak, baik terhadap hak tumbuh kembang dengan bebas tanpa tekanan, hak pendidikan, hak kesehatan, hak bermain, dan hak-hak sosial lainnya. Berangkat dari persoalan-persoalan di atas diharapkan bahwa Desa Gelanggang, dimulai dari para pemangku kepenting (stakeholders), membangun dan mengembangkan dialog-dialog kultural maupun formal menyangkut hak-hak tumbuh kembang dan masa depan anak. Selanjutnya karena berlandaskan pada implementasi hadhanah sesuai amanat KHI, maka dengan dialog warga dapat terwujud: 1. 42 orang para pemangku kepentingan memahami tentang pentingnya hak tumbuh kembang, hak-hak pendidikan dan hak-hak sosial anak. 2. 42 orang pemangku kepentingan membangun kesadaran bersama (kesadaran kolektif) tentang perlindungan hak-hak anak sesuai amanat konstitusi Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 dan Kompilasi Hukum Islam 3. 42 orang pemangku kepentingan menyebarluaskan informasi tentang perlindungan hak-hak anak sesuai dengan kapasitas dan posisi strategis (human resource) yang dimilikinya. Harapan idealnya bahwa Desa Gelanggang menjadi Desa Layak 24 Anak. Dan terwujudnya Keluarga Sadar Hak-hak Anak dan Keluarga Sadar Hukum. Keluarga Sadar Hukum yang selanjutnya disingkat Kadarkum adalah wadah yang berfungsi menghimpun warga masyarakat yang dengan kemauannya sendiri berusaha untuk meningkatkan kesadaran hukum bagi dirinya. Sedangkan Kesadaran Hukum Masyarakat adalah nilai yang hidup dalam masyarakat dalam bentuk pemahaman dan ketaatan atau kepatuhan masyarakat terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik peraturan agama maupun negara. 3. Metode Pembinaan Untuk mencapai tujuan dialog warga beberapa langkah-langkah yang dijalankan terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu yaitu: a. Koordinasi dengan pemerintah desa dalam rangka membangun kesepakatan bersama terkait dialog warga yang akan dilaksanakan. Pertemuan dengan pemerintah desa akan menghasilkan utusan-
24 Sebagaimana yang dicanangkan oleh Menteri Pemeberdayaan perempuan dengan istilah Kabupaten Layak Anak. Bagi pelaksana desa binaan, sangat mungkin juga untuk mewujudkan Desa Layak Anak.
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
81
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
utusan para pemangku kepentingan yang akan mengikuti dialog warga yang akan dilaksanakan oleh tim pelaksana. b. Dialog pertama, yang merupakan tahapan pertama adalah melakukan brainstorming dengan para pemangku kepentingan, yaitu tokoh-tokoh yang memiliki peran kunci di komunitas masyarakat dampingan guna mengidentifikasi berbagai praktek sosial, budaya, dan ekonomi yang dirasakan menjadi problem bersama di komunitas tersebut. Pada tahap atau siklus ini, pihak-pihak yang dilibatkan yang dianggap sebagai tokoh-tokoh kunci yang akan menjadi key person (tokoh kunci). Dialog dan brainstorming dilaksanakan di tingkat desa tentang pentingnya perlindungan hak-hak anak, pemahaman tentang tumbuh kembang anak hingga dihasilkan pemahaman bersama mengenai problem yang terkait dengan penelantaran hak-hak anak, dampakdampak sosial yang menjadi turunannya dan kemungkinankemungkinan cara penyelesaiannya. c. Dialog warga yang kedua, sosialisasi UUPA dan implementasi hadhanah, konsep desa layak anak. Dan selanjutnya mendorong terbentuknya forum-forum dialog bersama di beberapa titik dengan menempatkan mentor yang dihasilkan dari dialog pertama dan kedua, pendamping dari TIM sehingga dialog bisa dilaksanakan secara kontinu dan berkelanjutan. Setelah dicapai pemahaman bersama, peserta dialog diarahkan untuk membuat RTL (Rencana Tindak Lanjut), komitment bersama dan pembagian tugas yang akan dikawal dan difasilitasi oleh TIM Pelaksana. Tahap/siklus ini akan diakhiri refleksi dan evaluasi oleh TIM yang akan di-follow up pada siklus berikutnya. Forum-forum dialog ini akan dikawal dalam jangka panjang sehingga menjadi kelompok-kelompok belajar masyarakat dan diharapkan menjadi laboratorium dalam penyelesaian masalahmasalah anak-anak melalui mekanisme dialogis dan membangun komitment bersama dan aksi bersama. Ukuran keberhasilan pada tahap ini adalah terbentuknya dialog sebagai collective action. Tahap/siklus ini juga akan diakhiri dengan refelsi dan evaluasi oleh TIM pelaksana yang akan difollow-up pada tahap tahap/siklus berikutnya. 4. Alasan Memilih Kelompok Strategis sebagai Sasaran Kegiatan Desa Gelanggang merupakan basis buruh migran dan termasuk desa dengan angka perceraian yang cukup tinggi. Dengan demikian, maka diperlukan perhatian para pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat desa terhadap persoalan yang dihadapi oleh anak-anak mereka. Para pemangku kepentingan yang dimaksud dan yang menjadi kelompok sasaran pada kegiatan desa binaan di sini adalah: pemerintah 82
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok-kelompok perempuan, kelompok pemuda produktif, pengurus PKK desa, Kepala Dusun, dan Petugas PPN. Pelibatan para pemangku kepentingan tersebut dikemas dalam bentuk dialog warga atau pertemuan warga menggunakan pendekatanpendekatan cultural dan formal. 25 Keterlibatan mereka juga dalam rangka membangun kesadaran kolektif para masyarakat terhadap perlindungan anak-anak. Selanjutnya mengembalikan kembali semangat keagamaan masyarakat untuk konsisten menjalankan perintah syara’ mengenai hadhanah sebagaimana yang termaktub dalam Kompilasi Hukum Islam Bab XIV, pasal 98-106 tentang Pemeliharaan Anak dan Bab XV pasal 107-112 tentang Perwalian. Kompilasi Hukum Islam juga berasal dari semangat fiqh dan tentunya juga berdasarkan perintah syara’. Perlindungan hak-hak anak yang lain juga meliputi hak-hak pendidikan. bahwa masa depan anak-anak harus menjadi perhatian sejak dini, termasuk di dalamnya adalah para pemangku kepentingan. Dengan pelibatan mereka dalam kemasn dialog akan memberikan kesan agar ketergugahan terhadap realitas yang terjadi di Desa Gelanggang bias menjadi motivasi untuk melakukan perubahan. Masyarakat Desa Gelanggang masih memiliki kepatuhan dan loyalitas (patron-client) kepada tokoh lokal, misalnya tokoh agama dan tokoh masyarakat. Begitu juga dengan para pemuda produktif sangat tepat untuk memberikan dan mensosialisaikan ide-ide serta gagasan terhadap pengembangan desa ke depan. 5. Tujuan Kegiatan Dialog Dialog ini dilakukan dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut: a. Pemahaman tentang pentingnya perlindungan hak-hak anak b. Pemahaman tentang tumbuh kembang anak hingga dihasilkan pemahaman bersama mengenai problem yang terkait dengan penelantaran hak-hak anak c. Pemahaman tentang dampak-dampak sosial yang menjadi implikasi dari pengabaian terhadap hak-hak anak dan kemungkinankemungkinan cara penyelesaiannya.
Dialog Warga selama ini masih menjadi tradisi yang dipertahankan di Desa Gelanggang, dialog warga dapat dilaksanakan di Masjid, atau rumah-rumah penduduk untuk membahas persoalanpersoalan krusial yang dihadapi oleh masyarakat. Dalam forum ini, biasanya dihadiri oleh perwakilan pemerintah desa, kepala dusun, tokoh di tingkat dusun yang dikenal dengan “Rapat Gubuk”. Atau dialog warga dengan istilah “Rapat” jika ada informasi-informasi penting terkait kebutuhan pangan, pertanian atau peternakan biasanya dilakukan di Kantor Desa. 25
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
83
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
d. Mewujudkan rencana-rencana aksi perlindungan anak dengan implementasi hadlanah dalam KHI untuk mewujudkan desa binaan sebagai desa layak anak. 6. Pihak-Pihak yang Terlibat (Stakeholders) dan Bentuk Keterlibatannya Pelibatan masing-masing pihak didasarkan atas pertimbangan konsentrasi atau bidang kajian masing-masing. Beberapa pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah: a. Pemerintah Desa dan Pengurus PKK Desa Gelanggang. Pemerintah desa penting dilibatkan untuk membangun sinergi dengan anggota pelaksana dan memudahkan koordinasi antar pemerintah di tingkat desa. Selanjutnya mendorong terlaksananya kegiatan ini serta memfasilitasi dalam bentuk menyediakan akomodasi atau fasilitas tempat pelatihan. Sedangkan dengan pengurus PKK dalam rangka koordinasi kelembagaan, karena terkait isu pemeliharaan anak, yang dimana menjadi program prioritas PKK desa, yang dapat terimplementasi dalam kegiatan posyandu. Karena kegiatan pemantauan balita atau posyandu di bawah naungannya. Hal ini didasari oleh pemikiran dan pertimbangan bahwa untuk membantu dan mewujudkan Desa Gelanggang sebagai Desa Layak Anak. b. Petugas kesehatan desa Gelanggang, baik Petugas Puskesmas Pembantu, atau Bidan desa atau Dokter Kecamatan Sakra Timur memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan mengenai tumbuh kembang dan perawatan kesehatan bagi anak. c. Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sakra Timur, sebagai pemateri untuk memberikan penyuluhan kepada para pemangku kepentingan tentang implementasi hadhanah sesuai amanat KHI. d. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP&KB) Kabupaten Lombok Timur atau PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) untuk memberikan pemahaman dan sosialisasi tentang Undang-Undang Perlindungan Anak UUPA Nomor 23 Tahun 2002. e. Guru-guru PAUD. Desa Gelanggang sementara ini memiliki 2 PAUD yang dikelola secara swadaya. Maka dalam dialog warga ini penting untuk melibatkan para guru agar hak-hak tumbuh kembangn menjadi paradigm bersama. f. Sebagian dari kalangan perempuan dan pemuda produktif adalah remaja laki-laki dan perempuan muda yang diharapkan dapat memberikan pencerahan di tingkat komunitas remaja mengenai g. Kelompok strategis yang dapat memberikan pemahaman mengenai UU PA dan hadhanah terhadap masyarakat luas. Kelompok ini juga 84
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
bias diharapkan sebagai kader yang dapat menggerakkan desa, sehingga cita-cita ideal tentang Desa Layak Anak akan sangat memungkinkan untuk terwujud di Desa Gelanggang. h. Pelibatan dan keterkaitan antar institusi tersebut sebagai bentuk kontribusi masing-masing lembaga terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Selain itu esensi dari Participatory Action Research (PAR) adalah hubungan antar lembaga (sebagaimana teknik PRA yang dikenal dengan Diagram Ven), karena di dalamnya ada unsur pelaksanaan program atau kegiatan partisipatif. 7. Metode Kegiatan a. Identifikasi dan pemetaan isu dan identifikasi kelompok strategis di setiap dusun. Ini merupakan tahap awal dari semua proses. Kegiatan ini melibatkan pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan perwakilan masyarakat Desa Gelanggang yang akan dilibatkan dalam kegiatan dialog warga. b. Dialog warga meliputi materi tentang hak-hak anak, perlindungan anak dalam UUPA No. 23 tahun 2002, konsep hadlanah dalam Islam, ketentuan-ketentuan hadlanah dalam Kompilasi Hukum Islam, kondisi riil desa binaan dalam isu perlindungan anak dan implementasi hadlanah dalam KHI, peran para pemangku kepentingan dalam implementasi hadlanah dan perspektif desa layak anak. Ini diharapkan akan melahirkan internalisasi pemahaman akan pentingnya hak-hak anak, urgensi implementasi hadlanah dalam KHI dan aksi-aksi parrtisipatoris warga yang berkelanjutan dalam perwujudan dan perlindungan terhadap hak-hak anak. 8. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk menilai pelaksanaan dialog warga dan capaian-capaiannya. Evaluasi akan dilakukan secara rutin setiap akhir proses kegiatan pelaksanaan. Adapun pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya dilakukan oleh tim desa binaan. Alat untuk monitoring dan evaluasi akan dikembangkan dengan mengacu out put pada tujuan kegiatan. 9. Rencana dan Jadwal Kerja No 1
Jenis kegiatan Identifikasi, pemetaan Isu
2 3 4
Penyusunan proposal Perizinan dengan pemerintah desa Konsolidasi dengan pihak-pihak terkait (stakeholders) Dialog warga dua hari: Hari pertama - Pembukaan - Perkenalan
4
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Waktu 26 Maret – 30 April 2014 1-6 Mei 2014 1 hari 1 hari 2 hari (13-14 September 2014)
Petugas Pelaksana kegiatan Pelaksana kegiatan Pelaksana kegiatan dan kepala desa Pelaksana kegaiatan, pihak-pihak yang terkait dan peserta dialog (Kepala Desa
85
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
No
-
5
5 6
Jenis kegiatan Brainstorming Pengantar materi: Pentingnya Hak-hak Anak dalam kedidupan sehari-hari Definis Hak anak Apa Saja Hak-Hak Anak Siapa yang Bertanggung Jawab terhadap Hak-hak Anak Kenapa Anak-anak harus menjadi Perhatian Bersama Evaluasi dan Refleksi
Waktu
Hari Kedua - Materi pokok kedua, yaitu: Implementasi hadhanah dalam KHI - Latar Belakang lahirnya UUPA - Sosialisasi KHI dan UUPA - Distribusi Media (brosur dan liflet) - Evaluasi dan Refleksi Monitoring dan evaluasi tim Penyusunan laporan
Petugas Gelanggang, pelaksana desa binaan, , Petugas Lembaga social Desa (LSD) Desa Gelanggang,
Pelaksana kegaiatan, pihak-pihak yang terkait dan peserta dialog (Kepala Desa Gelanggang, pelaksana desa binaan, BPP dan KB Lombok Timur, Petugas Kesehatan Desa Gelanggang, 1 hari November 2014
Pelaksana kegiatan Pelaksana kegiatan
F. PELAKSANAAN PROGRAM BINAAN 1. Gambaran Umum Desa Binaan a. Keadaan Geografis Desa Gelanggang Desa Gelanggang terletak di bagian selatan Kabupaten Lombok Timur, tepat di Kecamatan Sakra Timur. Di sebelah utara, berbatasan dengan Desa Sakra Selatan Kecamatan Sakra; sebelah selatan berbatasan dengan Desa Menceh; sebelah timur berbatasan dengan Desa Lepak dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Bung Tiang Kecamatan Sakra Barat. Sementara itu, luas wilayah Desa Gelanggang dengan masing-masing peruntukannya, dapat dilihat di tabel berikut: Luas pemukiman 30 ha/m2 Luas persawahan 500 ha/m2 Luas perkebunan 3 ha/m2 Luas kuburan 10 ha/m2 Luas pekarangan 10 ha/m2 Luas taman ha/m2 Perkantoran 1200 ha/m2 Luas prasarana umum lainnya ha/m2 Total luas 580,12 ha/m2
86
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
b. Keadaan Penduduk Desa Gelanggang Jumlah penduduk Desa Gelanggang adalah 6568 orang atau 2650 kepala keluarga (KK). Terdiri dari 3196 orang laki-laki dan 3372 orang perempuan. Kepadatan penduduk, 500 per Km. Sedangkan, rincian jumlah penduduk berdasarkan usia ditunjukkan oleh table berikut ini: USIA 0-12 bulan 1 tahun 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
LAKILAKI 75 orang 70 orang 69 orang 65 orang 66 orang 66 orang 75 orang 72 orang 75 orang 60 orang 65 orang 64 orang 50 orang 50 orang 60 orang 64 orang 60 orang 61 orang 70 orang 70 orang 72 orang 40 orang 50 orang 50 orang 40 orang 40 orang 45 orang 45 orang 48 orang 45 orang 34 orang 45 orang 40 orang 43 orang 40 orang 42 orang 27 orang 25 orang
PEREMP. 80 69 68 63 65 66 75 76 75 70 69 59 56 66 78 70 60 62 66 72 72 56 67 58 60 49 48 53 49 48 47 50 45 45 40 45 41 36
orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang
38
20 orang
34
orang
USIA 39 tahun 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 Lebih dari 75 Total
LAKI-LAKI 41 39 38 39 60 60 52 50 40 42 40 30 40 42 40 30 35 30 31 20 30 30 20 24 22 15 19 18 15 17 10 10 14 12 12 10 10 11
orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang
3196 orang
PEREMP. 34 30 29 35 60 59 42 51 45 43 40 36 40 32 41 31 26 24 25 25 28 27 23 22 22 17 19 20 18 16 15 14 14 13 13 12 12 11
orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang
3372 orang
c. Keadaan Politik dan Sosial Pengaturan pemerintahan di Desa Gelanggang dilaksanakan oleh Pemerintahan Desa dengan seluruh perangkatnya. Jumlah dusun di Desa Gelanggang terdiri dari 4 dusun, yaitu: Dusun
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
87
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Gelanggang Barat, Dusun Gelanggang Timur, Dusun Mandik dan Dusun Teniki. Disamping itu, di Desa Gelanggang terdapat juga BPD (Badan Permusyawatan Desa), LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa), Karang Taruna dan 25 kelompok tani. Sedangkan untuk partai politik, hanya ada dua partai yang memiliki pengurus di Desa Gelanggang yaitu Partai Golkar dan Partai PDIP. d. Keadaan Sosial Ekonomi
Sebagian besar penduduk usia produktif Desa Gelanggang bekerja sebagai petani dan buruh tani. Data mata pencaharian penduduk desa dapat dilihat di tabel berikut ini: JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN Petani 900 orang 100 orang Buruh tani 435 orang 551 orang Buruh migran perempuan orang 51 orang Buruh migran laki-laki 200 orang - orang Pegawai Negeri Sipil 31 orang 5 orang Pengrajin industri rumah 3 orang 1 orang tangga Pedagang keliling orang 10 orang Peternak 50 orang - orang Montir 4 orang ................. orang Bidan swasta ............. orang 2 orang Perawat swasta ............. orang 1 orang TNI 1 orang ................. orang POLRI 1 orang ................. orang Pensiunan 6 orang 1 orang PNS/TNI/POLRI Sementara itu, lembaga-lembaga ekonomi di Desa Gelanggang dapat dilihat di tabel berikut: Jumlah 1. Lembaga Ekonomi, Jumlah/ Jumlah pengurus dan Unit Usaha unit Kegiatan dan Desa/ Kelurahan Anggota Koperasi Unit Desa .................. ............... ............... Koperasi Simpan Pinjam 1 2 60 Kelompok Simpan Pinjam 3 2 80 Bumdes 1 2 25
88
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
e. Keadaan Sosial Budaya Seluruh penduduk Desa Gelanggang adalah beretnis sasak. Artinya, masyarakat secara sosial budaya bersifat homogen. Adat sasak dipraktikkan terutama dalam prosesi pernikahan, penggunaan bahasa, musyawarah antar warga (sangkep, dialog warga) dan pertunjukan musik tradisional. f. Keadaan Sosial Keagamaan Penduduk Desa Gelanggang 100 % beragama Islam, terdiri dari 2419 laki-laki dan 3108 perempuan. Tempat ibadah, ada 11 masjid dan 11 mushala. Lembaga pendidikan kegamaan: ada 2 Madrasah Ibtidaiyah, 1 Madrasah Aliyah dan 2 Pondok Pesantren. 2. Bentuk Kegiatan Program Desa Binaan sesuai dengan rencana kegiatan, dirumuskan dalam bentuk dialog warga yang dilaksanakan selama 2 hari pada tanggal 13 – 14 September 2014 dengan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut: a. Presentasi dari masing-masing narasumber yaitu perwakilan dari para pemangku kepentingan mencakup: Kepala Desa Gelanggang, pelaksana desa binaan, BPP dan KB Lombok Timur, Petugas Lembaga Sosial Desa (LSD) dibawah ADBMI Desa Gelanggang. b. Forum dialog dan tanya jawab untuk meminta feedback (umpan balik) dari para peserta menyangkut isu-isu yang menjadi perhatian utama dari masing-masing pemangku kepentingan yang bermuara pada bagaimana implementasi hadlanah dalam KHI untuk mewujudkan perlindungan anak sebagaimana diatur terutama dalam UUPA No. 23 Tahun 2002 dengan contoh kasus dan target implementasi di Desa Gelanggang. c. Perumusan rencana aksi atau rencana tindak lanjut agar apa yang menjadi kesepakatan dialog dapat diterapkan secara berkelanjutan dan bisa dimonitoring dalam kerangka memperbaiki kondisi perlindungan anak di Desa Gelanggang. 3. Sasaran Sesuai dengan fokus program desa binaan ini yaitu : a. Perumusan akar masalah kurangnya perhatian terhadap perlindungan anak dengan menerapkan konsep hadhanah dalam KHI di Desa Gelanggang. b. Penjabaran dan penerapan hak-hak anak dan implementasi hadhanah dalam KHI yang seharusnya menjadi acuan masyarakat.
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
89
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
c. Peran penting dialog warga untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak sebagaimana dimaksud. Maka kegiatan dialog warga melibatkan unsur-unsur dalam masyarakat sebagai berikut: a. Pihak pemerintahan desa dan aparatur yang berada di bawah kendalinya. b. Tokoh masyarakat yang memiliki pemahaman yang baik tentang konsep hadlanah dalam Islam. c. Tokoh pemuda yang diharapkan akan menyebarluaskan gagasan perlindungan anak dengan implementasi hadlanah di kalangan generasi muda. d. Tokoh-tokoh perempuan di Desa Gelanggang yang diharapkan memiliki pengaruh terhadap kaum ibu agar mereka dapat mewujudkan perlindungan hak-hak anak yang banyak diabaikan di Desa Gelanggang. e. Perwakilan masyarakat (para orang tua) yang diharapkan menjadi pelaku utama implementasi hadlanah untuk mewujudkan Desa Gelanggang sebagai desa layak anak. 4. Pelaksanaan Program Sebagaimana dipaparkan dalam point bentuk program, pelaksanaan kegiatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Tahap persiapan meliputi: 1) Identifikasi, pemetaan Isu 2) Penyusunan proposal 3) Perizinan dengan pemerintah desa 4) Konsolidasi dengan pihak-pihak terkait (stakeholders) b. Tahap pelaksanaan (hari pertama dan kedua) meliputi: 1) Brainstorming Brainstorming dilakukan untuk mempersiapkan forum memasuki fokus materi. Kegiatan ini difasilitasi oleh ibu Erma Suriani, M.Si. selaku tim desa binaan. Fokus brainstorming adalah penyadaran terhadap seluruh peserta dialog tentang kondisi perlindungan hak-hak anak dan implementasi hadlanah di Desa Gelanggang yang masih memprihatinkan. Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih 30 menit sampai dipastikan bahwa peserta dialog sudah siap secara fikiran dan mental untuk memasuki fokus materi. 2) Pengantar materi Pengantar materi kembali disampaikan oleh Ibu Erma Suriani, M.Si. yang menjabarkan materi tentang: pentingnya hak-hak Anak dalam kedidupan sehari-hari, definis hak anak, apa saja 90
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
hak-hak anak, siapa yang bertanggung jawab terhadap hak-hak anak, dan mengapa anak-anak harus menjadi perhatian bersama. 3) Dialog warga (umpan balik dan tanggapan) a) Umpan Balik Dalam acara ini beberapa perserta dialog menceritakan pengalamannya terkait isu perlindungan anak di Desa Gelanggang. Misalnya: 1) BAPAK…. Bercerita bahwa kondisi ekonomilah yang sering menyebabkan perlindungan anak yang kurang baik, karena tuntutan ekonomi banyak kaum laki-laki yang pergi mencari kerja ke luar negeri sehingga tidak bisa member perhatian maksimal kepada anak-anaknya. 2) BAPAK…. Memprotes tradisi yang sudah dianggap biasa di Desa Gelanggang yaitu kebiasaan kawin cerai yang berakibat pada kurangnya perhatian terhadap pendidikan dan tumbuh kembang anak. 3) Sdri Emi Listiani, salah seorang staf Desa Gelanggang menceritakan pengalamannya tentang bias gender yang berurat berakar dalam masyarakat, yaitu kaum wanita yang selalu terpojok dalam pandangan masyartakat sehingga kemungkinan buruknya adalah menjadi perawan tua atau menikah di usia dini. Sdr. Emi menanyakan kepada forum: “bagaimana mrmbentuk keluarga yang baik di tengah-tengah masyarakat yang seperti itu. 4) BAPAK…. Cenderung menyalahkan perempuan pada kasus-kasus perceraian dengan alasan para istri tidak begitu mengerti keinginan suami terutama dalam hal hubungan seksual yang sangat berpengaruh dalam ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Pertanyaanya adalah: “bagaimana sebenarnya hubungan seksual diatur dalam Islam? Bolehkah suami meminta gaya yang bervariasi dalam berhubungan suami istri untuk menjamin langgengnya rumah tangga? b) Tanggapan Dalam sesi tanggapan ini, yang memberi tanggapan adalah Dr. H. Dedy Wahyuddin, MA selaku tim desa binaan, Dr. H. Lalu Supriadi selaku narasumber, Drs. H. Djuaini, M.Pd. selaku nara sumber juga, Erma Suriani, M.Si selaku tim bina desaan dan sekretaris Desa Gelanggang selaku perwakilan stake holder. Tanggapan-tanggapan ini dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Tradisi dan kondisi ekonomi tidak harus menjadi alasan untuk pengabaian hak-hak anak karena ia bukan takdir Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
91
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
yang tidak bisa dirubah. Yang harus dilakukan dalam masyarakat pertama kali adalah penyebaran kesadaran bahwa masyarakat bisa merubah kondisi sosial dan ekonomi mereka jika semua pihak berusaha sungguhsungguh mewujudkannya. 2) Harus ada kesetaraan dan kesepahaman suami istri atau calon suami istri bahwa menikah dan membangun rumah tangga bukanlah pekerjaan main-main dan coba-coba. Ada begitu banyak peranhkat aturan agama dan hukum negara yang kalau diimplementasikan dapat menjadi benteng dari kandasnya biduk rumah tangga. Oleh karena itu, keterbukaan komunikasi dan tanggung jawab dari kedua belah pihak memainkan peran yang sangat penting. 3) Menyangkut hubungan suami istri dalam Islam, baik di Al-Qur’an maupun dalam hadits-hadits Nabi secara gamblang dijelaskan bahwa apapun yang dibutuhkan baik oleh suami atau istri dalam hubungan suami istri dapat dilakukan sepanjang menghindari larangan-larangan yang juga secara gamblang dijelaskan di kedua sumber tersebut. Intinya kedua belah pihak harus saling mengerti dan berusaha semaksimal mungkin untuk menyenangkan pasangannya. Lebih lanjut, Ibu Erma Suriani, M.Si. bahkan menjelaskan apa yang disebut sebagai pendidikan seks yang penting dipahami, baik oleh suami istri atau pasangan yang hendak menikah. 4) Semua nara sumber bersepakat bahwa perlindungan hakhak anak dan implementasi hadlanah dalam Islam harus secara sungguh-sungguh diupayakan untuk menyiapkan generasi emas di masa-masa yang akan datang. 5. Out Put dan Out Come Dari serangkaian kegiatan sebagaimana dipaparkan di atas, selain yang dijelaskan secara spesifik pada hasil masing-masing program, secara garis besarnya out put yang diperoleh adalah adanya pemahaman memadai tentang pentingnya implementasi hadlanah sebagaimana diatur dalam kompilasi Hukum Islam dalam kerangka perlindungan hak-hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 yang juga merupakan penguatan terhadap deklarasi Genewa tentang hak-hak anak dan konvensi Majlis Umum PBB tentang hak-hak anak pada tahun 1989.
92
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
Sedangkan out come dari kegiatan tersebut: a. Adanya rumusan tentang akar masalah perlindungan anak dan implementasi hadlanah dalam KHI yang masih sangat lemah di Desa Gelanggang. b. Adanya rumusan tentang diktum-diktum implementasi hadlanah secara spesifik dalam lingkup masyarakat Desa Gelanggang dan bagaimana implementasi tersebut dapat dilaksanakan. c. Terbentuknya komunitas sadar anak yang diharapkan bertugas untuk menyebarluaskan gagasan sebagaimana pada poin 1 dan 2 dalam rangka mewujudkan desa Gelanggang sebagai desa layak anak. 6. Rencana Tindak Lanjut a. Penguatan jaringan antar stake holder untuk dari posisinya masingmasing memperkuat upaya-upaya yang mendorong hak-hak anak dan implementasi hadlanah dalam KHI yang lehih baik di Desa Gelanggang b. Pendampingan berkelanjutan dari tim desa binaan untuk memonitor, menyambungkan dengan para stake holder, menfasilitasi dialog-dialog warga secara lebih simultan dan terus mencerahkan pelaksana lapangan yang menjadi inti sel dari gerakan pemberdayaan perlindungan terhadap hak-hak anak dan implementasi hadlanah di Desa Gelanggang. c. Berbagai program rencana tidak lanjut tersebut dapat dilakukan dengan berbagai bentuk kegiatan, baik dalam pendampingan kelompok, FGD, pelatihan, kolaborasi pendampingan di lapangan dengan pihak-pihak terkait, memfasilitasi kerjasama dengan ahli atau kelompok yang relevan dengan program unggulan tersebut. 7. Rekomendasi Dari serangkaian kegiatan desa binaan ini maka tim pelaksana dapat merekomendasi hal-hal sebagai berikut: a. Karena akar masalah dalam tema dialog lebih ke persoalan ekonomi dan struktur sosial yang timpang, maka direkomendasikan kepada pemerintah daerah yang diturunkan ke program-program aplikatif di tingkat desa untuk memberlakukan pemberdayaan ekonomi secara berkelanjutan agar minat para suami untuk mencari pekerjaan ke luar negeri dapat diminimalisir. b. Perlu penyadaran secara terus menerus kepada kaum ibu akan pentingnya implementasi hadlanah. Ini dapat dilakukan oleh para tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan tokoh pemuda bekerja sama dengan stake holder yang berkepentingan agar para ibu dapat
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
93
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
memberikan perhatian yang maksimal bagi pengasuhan anakanaknya. c. Direkomendasikan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataram melalui P2M (LP2M) untuk dapat mengalokasikan programprogram serupa untuk menuntaskan masalah-masalah perlindungan anak yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu kali desa binaan. G. PENUTUP Kegiatan desa binaan ini betul-betul sangat diharapkan oleh masyarakat Desa Gelanggang, lebih-lebih tema yang diusung adalah sesuatu yang menjadi masalah laten di masyarakat. Sedikit upaya melalui program ini adalah secercah sinar terang bagi para orang tua yang masih peduli dengan masa depan anak-anaknya. Implementasi hadlanah sebagaimana dalam KHI untuk perlindungan hak-hak anak sebagaimana diatur dalam UUPA No 23 Tahun 2003 diakui secara internasional oleh konvensi PBB dan diratifikasi oleh lebih dari 80 negara di dunia sangat penting untuk menyiapkan generasi emas atau sebaliknya menghindari generasi yang hilang (lost generation) Alhamdulillah, sedikit upaya dari tim pelaksana desa binaan ini mendapatkan sambutan positif dari berbagai pemangku kepentingan yang concern dengan isu perlindungan hak-hak anak. Yang diperlukan kemudian adalah konsistensi dan supporting system yang memungkinkan anak-anak dapat tumbuh berkembang dan menggapai cita-citanya dengan sebaikbaiknya. Terima kasih disampaikan kepada P2M (LP2M) IAIN Mataram yang telah menyetujui proposal Desa Binaan ini dan kepada Allah kita memohon taufiq dan hidayah. Amiiin ya Rabbal alamiin.
94
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
JADUAL PELAKSANAAN PROGRAM NO 1.
2.
3
KEGIATAN Perencanaan - Identifikasi, pemetaan Isu - Penyusunan proposal - Perizinan dengan pemerintah desa - Konsolidasi dengan pihak-pihak terkait (stakeholders) Perizinan dengan pemerintah desa Konsolidasi dengan pihak-pihak terkait (stakeholders) - Dialog hari I - Dialog hari II - Rencana Tindak Lanjut Evaluasi dan Pelaporan - Evaluasi Akhir - Pembuatan Laporan Akhir
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
I
II
BULAN III IV V
VI
95
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
DAFTAR PUSTAKA Abu Zahrah, Imam Muhammad, al-Ahwal as-Syakhsyiah, (Cairo: Dar al-Fikr alArabi, 1950). Al-Gazali, Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazali, Ihya Ulum ad-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995). Ar-Raisuni, Ahmad, al-Fikr al-Maqashidi Qawa’iduhu wa Fawa’iduhu, (Casablanca: Mathba’ah an-Najah al-Jadidah, 1999). Az-Zuhaili, Prof. Dr. M. Mushthafa, Huquq al-Aulaq ‘ala al-Walidain fi asSyari’ah al-Islamiyah, tt. PSW, Mendobrak Tradisi: Wacana Progresih Hukum Keluarga Islam pada Masyarakat Sasak, Pusat Studi Wanita Institut Agama Islam Negeri Mataram, 2008 Sabirin, Konfigurasi Pemikiran Islam Tuan Guru: Respon Pemikiran Tuan Guru Terhadap Penetrasi Ajaran Wahabi pada Etnik Sasak di Pulau Lombok, (Jakarta: Tesis PSTTI UI, 2007), hal 33-34. Tristanti Apriyani, Merarik-Beseang, Studi tentang Kawin Cerai dan Implikasinya pada Masyarakat Sasak di Desa Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Kabupaten Lombok Timur, Thesis, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Kompilasi Hukum Islam UNDP dan BAPPENAS, Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial dan Rekonsiliasi, (Jakarta: UNDP dan BAPPENAS, 2004). Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) No. 23 Tahun 2002. http://nabulsi.com/blue/ar/artp.php?art=4491. http://www.nabulsi.com/blue/ar/art.php?art=800&id=44&sid=46&ssid=48 &sssid=49.
96
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
PROCEDING KEGIATAN DAN MATERI DIALOG WARGA TENTANG PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DAN IMPLEMENTASI HADHANAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DI DESA GELANGGANG KECAMATAN SAKRA TIMUR KABUPATEN LOMBOK TIMUR Aula Kantor Desa Gelanggang, 13-14 September 2014 Sessi hari pertama, Sabtu 13 September 2014 Tempat : Aula Desa Gelanggang Hari/tgl : Sabtu, 1 3 September 2014 Jam : 9.00 Wita Sesi : Pembukaan Narasumber : Sekretaris Desa Gelanggang (Achmad Sukamdhi, SH) Alhamdulillah puji Syukur kepada Allah pada kesempatan hari ini kita bisa berkumpul dalam rangka silaturrahmi dalam acara membangun desa yang akan diisi dengan materi tentang perlindungan hak-hak anak oleh Tim Pengabdian Desa Gelanggang. Kita sangat berterima kasih kaena pada tahun ini ada dua jenis kegiatan P2M IAIN Mataram di Desa Gelanggang. 1 Minggu yang lalu pada tanggal 6-7 September kita sudah melaksanakan pelatihan pengelolaan keuangan, hari ini sampai besok kita akan mengikuti kegiatan pelatihan lagi untuk menambah lagi wawasan dan ilmu kita tentang hak-hak anak. Berbicara tentang anak mungkin kita tidak menganggapnya masalah karena setiap hari kita bergaul bersama anak-anak tanpa merasa ada masalah. Di desa Gelanggang dengan tingginya angka TKI/TKW maka sudah pasti anak-anak lebih banyak pada pengasuhan orang tuanya. Hak-hak anak secara pemahaman sederhana mungkin kita sudah memahaminya, tetapi yang lebih banyak lagi dalam pandangan ilmu pengetahuan mungkin kita masih belum memahaminya. Nanti narasumber dan instruktur akan berbagi ilmu dengan kita semua tentang masalah ini. Saya harapkan kepada semua peserta untuk tetap ikut selama dua hari ini untuk mengikuti kegiatan ini, agar ilmu yang kita peroleh semakin dalam. Para ibu-ibu dan Bapak-bapak diharpkan se bagai peserta yang aktif untuk bertanya, berdiskusi dan lain-lainnya. Pelatihan ini terkait dengan masa depan anak-anak kita maka sekalian juga masa depan bangsa dan agama. Seperti dalam pepatah anak-anak adalah generasi masa depan. Jika kita menyaipkannya sejak sekarang maka kita akan menghasilkan generasi yang cerdas dan pintarpintar. Selaku pemerintah Desa Gelanggang kami sangat senang dengan adanya kegiatan semacam ini, semoga kegiatan ini bermanfaat bagi semua kita. Kita mengharapkan Desa Gelanggang ini bukan lagi sebagai Desa yang tertinggal tetapi DEsa dengan yang punya harapan besar terhadap akan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
97
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
munculnya genarasi penerus pembangunan yang cerdas. Semoga acara ini dapat berjalan dengan lancer. Amin dan saya membukanya dengan ucapan Bismillaahirrahmaanirrahim.
98
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume Tempat Hari/tgl Jam Sesi
8 Nomor 1, 2014
: Aula Desa Gelanggang : Sabtu, 1 3 September 2014 : 10.00 Wita : Pengantar Program : Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan sehingga kita semua bisa hadir dalam kesempatan ini. Shalat dan salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW atas jasa dan perjuangannya kita menikmati alam Islam ini. Amin. Yth Bpak kades dan Ibu /bpk semua..sebelum berbicara lebih lanjut kami ini memperkalkan diribahwa kami adalah dari P2M LP2M IAIN Matraam kampus ingin berkontribusi untuk masyarakat sesuai dg kemampuan kami. Program desa binaan di Desa Gelanggang untuk tahun ini ada dua, dan kegiatan oleh Tim kami salah satunya. Kegiatan ini didesain atau dirancang dalam bentuk dialog warga meskipun pelaksanaannya di Aula Kantor Desa. Dialog warga ini dimaksudakan sebagai ajang dan wahana serta majlis ilmu jika kita bicara dalam pemahaman agama. Oleh karena itu, selaku pengelola atau Tim Desa Binaan kami berterima kasih atas partsisipasi serta dukungan penuh dari Pemerintah Desa Gelanggang sehingga terselenggaranya kegiatan dialog dua hari ini. Saya perkenalkan nama saya: Erma Suriani, salah satu dosen di fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Mataram. Dan yang kedua adalah Dr. H. Dedy Wahyudin, MA, dosen FITK juga, alumni dari salah satu PT di Maroko. Kegiatan ini bertujuan untuk: 1. Para peserta memahami tentang pentingnya hak tumbuh kembang, hak-hak pendidikan dan hak-hak social anak. 2. Para peserta membangun kesadaran bersama (kesadaran kolektif) tentang perlindungan hak-hak anak sesuai amanat konstitusi Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 dan Kompilasi Hukum Islam 3. Para peserta menyebarluaskan informasi tentang perlindungan hak-hak anak sesuai dengan kapasitas dan posisi strategis (human resource) yang dimilikinya. Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
99
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
4. Harapan idealnya bahwa Desa Gelanggang menjadi Desa Layak Anak.26 Dan terwujudnya Keluarga Sadar Hak-hak Anak dan Keluarga Sadar Hukum. Keluarga Sadar Hukum yang selanjutnya disingkat Kadarkum adalah wadah yang berfungsi menghimpun warga masyarakat yang dengan kemauannya sendiri berusaha untuk meningkatkan kesadaran hukum bagi dirinya. Sedangkan Kesadaran Hukum Masyarakat adalah nilai yang hidup dalam masyarakat dalam bentuk pemahaman dan ketaatan atau kepatuhan masyarakat terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik peraturan agama maupun negara. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari, ada beberapa yang menjadi hak-hak peserta, antara lain: 1. Perlengkapan pelatihan 2. Copian materi yang menjadi materi dialog 3. Konsumsi selama dua hari 4. Serta pengganti transport selama dua hari Tentu harapan tersebut sangat ideal untuk sebuah kegaitan yang kecil ini, tetapi kalau kita menggunakan cara berfikir orang Barat, meskipun kita memulai dari pekerjaan yang kecil tapi kita punya mimpi yang snagat besar. Semoga kegiatan ini bermanfaat bagi kita semua dan memberi arus perubahan terhadap kondisi anak-anak kita ke depan. Amin
26 Sebagaimana yang dicanangkan oleh Menteri Pemeberdayaan perempuan dengan istilah Kabupaten Layak Anak. Bagi pelaksana desa binaan, sangat mungkin juga untuk mewujudkan Desa Layak Anak.
100
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
Materi 1 : Hak-Hak Anak
Pentingnya Hak-hak Anak dalam kedidupan sehari-hari Definis Hak anak Apa Saja Hak-Hak Anak Siapa yang Bertanggung Jawab terhadap Hak-hak Anak Kenapa Anak-anak harus menjadi Perhatian Bersama
Fasilitator Waktu Metode Teknik
: Dr.H.L.Supriadi, MA. : 10.30 Wita : Brainstorming (curah pendapat) dan Pengauatan Materi : Permainan kartu (metaplan)
Langkah Kegiatan: 1. Brainsortiming Semua peserta diminta untuk mengemukakan pendapat mereka tentang apa saja hak-hak dasar anak. Respon para peserta berbagai macam sbb: - Hak pendidikan atau sekolah - Hak untuk beragama, maksudnya (peserta) anak harus memiliki agama - Hak untuk sehat - Hak untuk diberi makan - Hak untuk dilindungi oleh orang tuanya - Hak untuk memiliki rumah Beberapa respon dri peserta tersebut ditanggapi balik oleh fasilitator dengan memberikan pengauatan materi. 2. Penguatan Materi Berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB Tahun 1989, ada 10 hak yang harus diberikan untuk anak kita. Berikut di antaranya: a. Hak untuk BERMAIN b. Hak untuk mendapatkan PENDIDIKAN c. Hak untuk mendapatkan PERLINDUNGAN d. Hak untuk mendapatkan NAMA (identitas) e. Hak untuk mendapatkan status KEBANGSAAN f. Hak untuk mendapatkan MAKANAN g. Hak untuk mendapatkan akses KESEHATAN h. Hak untuk mendapatkan REKREASI i. Hak untuk mendapatkan KESAMAAN j. Hak untuk memiliki PERAN dalam PEMBANGUNAN
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
101
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
HAK-HAK ANAK 1. Hak makan dan minum (primer/ hak dasar) Hak untuk makan dan minum yang bergizi (sehat) dan halal (cara pemerolehannya). Halal pemerolehannya dan zatnya. Pertanyaan: Halal Haram: Apakah kita boleh mengerjakan perbuatan yag dilarang (haram) dalam keadaan darurat ? Jawaban: Kategori darurat adalah sudah tidak ada pilihan lain, akn tetapi di jaman skarang sudh byak pilihan pkerjaan, jdi kata darurat dlam hokum sudah tertutup, jdi tidak di perbolehkan. Kita harus tetap berusaha dan berjuang. Segala makanan yg sehat itu gak perlu mahal. Makanan yg paling baik utk diberikan kpada anak sampai berumur 2 tahun adalah ASI, krena mnurut WHO, ASI adalah makanan yang paling bersih n bergizi untuk anak. 2. Pendidikan Hak untuk sekolah dan belajar (baik ilmu agama maupun ilmu umum) 3. Kesehatan Memberikan makanan yang sehat dan bergizi (bergizi itu tidak harus mahal). 4. Kasih sayang (perhatian dan perlindungan dari kedua ortu) Anak 0-7 tahun adalah GOLDEN AGE (masa keemasan anak), anak pda usia ini membutuhkan perhatian penuh dari kedua ortu. Didalam grakan anak ada kecerdasan (anak2 yang aktif). Setiap anak itu terlahir dalam keadaan FITRAH, maksudnya setiap anak itu terlahir dengan memiliki potensi. Sel-sel saraf: otak kiri (berfikir, menghafal, menelaah dan otak kanan (seni, kreatifitas, imajinasi). Sebagai ortu kita harus mendukung apapun jenis dari kreatifitas anak karena itu merupakan sebuah proses pengembangan pikirannya. Orang yang selalu melakukan aktifitas (pemikran) maka sel-sel otaknya akan bersambung. Sembilan jenis kcerdsan yg dimilki manusia, salah satunya adalah kecerdasan berbahasa (dia pandai memainkan bahasa), dan ada juga yang memiliki kecerdasan musical, kinestetik(org yg pintar dlam mengolah tubuh, intepresonal (orang yang pandai bergaul), natural ( orag2 yg pux kemampuan dalam membaca Alam), dan kecrdasan Spiritual (orang yang sholeh dan memiliki ketaatan). 5. Agama
102
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
6. Ekonomi (hak-hak dasar) Makan, minum, pakaian, dsb bagi anak. 7. Hak untuk hidup. Hak-hak Anak dalam Islam 1. Diajarkan Mengaji, Sholat, Puasa, Akhlakul Karimah. 2. Nafkah anak. Boleh berpoligami, akan tetapi hak-hak anak (nafkah) tetap harus dipenuhi, sekemampuannya kita. Menafkahi ank itu adalah wajib. Pertanyaan: 1. 1.Bagaimna caranya melakukan keadilan tehadap keluarga, baik keluarga istri maupun suami. 2. bagaimna klau msalnya kita mempunyai istri banyak itu adlah takdir ? Jawaban: 1. Keadilan itu tidak semata-mata bisa dihitung dengan hitungan kuantitatif (cara berpikir kuantitatif), cara berpikir perempuan itu KUALITATIF. 2. Dikatkan takdir itu adlah apabila kita` sudah berusaha untuk setia pada seorang istri, akan tetapi muncul seseorang dan tidak bsa kita menolaknya lagi maka itu baru dikatakan takdir. Cara utk mmbuat suami tidk bosan, dr. Boyke mengatakan: Satu pasangan banyak gaya, banyak pasangan tpi gayanya satu saja mka sama saja. Beban Kerja Perempuan dan Laki-Laki a. Perempuan: A. Fasilitator Garnerd Howerd: Setiap anak itu jenius pada bidangnya masingmasing. Dan tugas orang tuanya adalah mencari tahu kejeniusan dari anaknya.
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
103
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Tempat Hari/tgl Jam Sesi Moderator
: Aula Desa Gelanggang : Sabtu, 13 September 2014 : 13.00 Wita : Evaluasi dan Refleksi : Sudirman
Setelah mengikuti kegiatan hari pertama sampai tiba waktu untuk shalat zuhur, sessi diambil alih oleh moderator untuk evaluasi dan refleksi untuk materi hari pertama. Beberapa hasil evaluasi adalah: - Belum semua peserta terutama kelompok muda untuk berani mengemukakan gagasan, ide dan pertanyaan. - Masih ada peserta yang mendominasi, terutama kaum laki-laki (bapakbapak) - Nara sumber agak kalem - Beberapa staf desa masih keluar masuk ruangan, sedikit agak mengganggu proses dialog Hasil refleksi bersama untuk sessi hari pertama adalah, sebagai berikut: - Dari materi yang disampaikan banyak hal yang belum dipahami mengenai hak-hak anak. - Tim Pengabdi memberikan ice breker cukup membuat peserta tidak jenuh, ngantuk dan bosan. - Materinya dari kegiatan dialog dikaitkan dengan berbagai macam sudut pandang ilmu agama, hal ini cukup menarik karna bisa menghubungkan satu masalah dengan aspek lainnya.
104
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
Sessi hari kedua, Ahad 14 September 2014 Tempat : Aula Desa Gelanggang Jam : 9.00 Wita - Sesi : Implementasi hadhanah dalam KHI dan Sosialisasi KHI dan UUPA Narasumber : Drs. H. Djuaini, M.Pd. Fasilitator/ narasumber memulai dengan pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah Bapak/Ibu, Adik-adik peserta pernah mendengarkan istilah KHI 2. Apakah Bapak/Ibu, Adik-adik peserta sudah mengetahui apa itu singkatan KHI? 3. Bagi bapak/ibu, adek yang sudah mengetahui KHI sudah mengimplementasikannya dengan benar? Sebagian besar peserta belum pernah mendengar kata KHI. Berikut adalah beberapa penguatan materi yang diberikan narasumber: Pengertian hadhanah Kata hadhanah adalah bentuk mashdar dari kata hadhnu ash-shabiy, atau mengasuh atau memelihara anak. Mengasuh (hadhn) dalam pengertian ini tidak dimaksudkan dengan menggendongnya dibagian samping dan dada atau lengan. Artinya disini bahwa, hadhanah adalah menjaga anak yang belum bisa mengatur dan merawat dirinya sendiri, serta belum mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya. Hukum hadhanah inihanya dilaksanakan ketika pasangan suami istri bercerai dan memiliki anak yang belum cukup umur untuk berpisah dari ibunya. Hal ini diseabkan karena sianak masih perlu penjagaan, pengasuhan, pendidikan, perawatan dan melakukan berbagai hal demi kemaslahatannya. Inilah yang dimaksu dengan perwalian (wilayah). Hukum Hadhanah Hadhanah (pengasuhan anak) hukumnya wajib, karena anak yang masih memerlukan pengasuhan ini akan mendapatkan bahaya jika tidak mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar tidak sampai membahayakan. Selain itu ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari segala hal yang dapat merusaknya. Hadhanah sangat terkait dengan tiga hak: 1. Hak wanita yang mengasuh. 2. Hak anak yang diasuh. 3. Hak ayah atau orang yang menempati posisinya. Jika masing-masing hak ini dapat disatukan, maka itulah jalan yang terbaik dan harus ditempuh. Jika masing-masing hak saling bertentangan, maka
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
105
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
hak anak harus didahulukan daripada yang lainnya. Terkait dengan hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. pertama, pihak ibu terpaksa harus mengasuh anak jika kondisinya memang memaksa demikian karena tidak ada orang lain selain dirinya yang dipandang pantas untuk menasuh anak. kedua, si ibu tidak boleh dipaksa mengasuh anak jika kondisinya memang tidak mengharuskan demikian. sebab mengasuh anak itu adalah haknya dan tidak ada mudharat yang dimungkinkan akan menimpa sianak karena adanya mahram lain selain ibunya. ketiga, seorang ayah tidak berhak merampas anak dari orang yang lebih berhak mengasuhnya (baca: ibu) lalu memberikannya kepada wanita lain kecuali ada alsan syar’i yang memperbolehkannya. keempat, jika ada wanita yang bersedia menyusui selain ibu si anak, maka ia harus menyusui bersama (tinggal serumah) dengan si ibu hingga tidak kehilangan haknya mengasuh anak. Dasar Hukum Hadhanah Dasar hukum hadhanah Firman Allah Swt. Q.S. At-Tahrim Ayat 06: ﻳَﺎ ﻳﻬﺎ اﻟﺬ ﻳﻦ آﻣﻤﻨﻮا ﻗﻮا آﻧﻔﺴﻜﻢ وآﻫﻠﻴﻜﻢ ﻧﺎرا وﻗﻮدﻫﺎاﻟﻨﺎﺳﻮاﻟﺤﺨﺎرة Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (Q.S. At-Tahrim :6) Pada ayat ini, orang tua diperintahkan Allah Swt. Untuk memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah, yang termasuk anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak. Mengasuh anak-anak yang masih kecil hukumnya wajib, sebab mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusannya, dan orang yang mendidiknya. Dalam kaitan ini terutama ibulah yang berkewajiban melakukan hadhanah. Umar bin Syuaib meriwayat kan dari ayahnya, dari neneknya bahwa ada seorang perempuan datang kepada Rasulullah Saw. seraya berkata : “YaRasulullah, anak ini telah kukandung di rahimku, telah kususui dengan air susuku. Ayahnya (suamiku) menceraikanku dan menghendaki anak ini dariku”.Rasulullah bersabda kepadanya : (اﻧﺖ اﺣﻖ ﺑﻪ ﻣﺎ ﻟﻢ ﺗﻨﻜﺤﻰ )رواﺑﻮداودواﻟﺤﺎﻛﻢ
“Artinya: Engkaulah yang lebih berhak untuk mendidik anakmu selama engkau belum menikah dengan orang lain.” (H.R. Abu Dawuddan Hakim) 3. Macam- Macam Hadhanah 106
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
Hadhanah merupakan kebutuhan atau keharusan demi kemaslahatan anak itu sendiri, sehingga meskipun kedua orang tua mereka memiliki ikatan atau sudah bercerai anak tetap berhak mendapatkan perhatian dari kedua anakanya. a. Hadhanah Pada Masa Perkawinan. UUP No. 1 tahun 1974 pasal 45, 465, 47 sebagai berikut: Pasal 45: 1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaikbaiknya. 2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri berlaku terus meski perkawinan antara orang tua putus. Pasal 46: 1. Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka dengan baik. 2. Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka memerlukan batuannya. Pasal 47: 1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya, selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya. 2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Dalam hal ayat 1 Pasal 47, 49 menyebutkan bahwa kekuasaan salah satu atau kedua orang tuanya dicabut dari anaknya atas permintaan orang tua lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan meskipun dicabut mereka tetap berkewajiban. Namun demikian orang tua masih memiliki kewajiban atas biaya pemeliharaan anak tersebut (ayat 2) berkaitan dengan pemeliharaan anak juga, orang tua pun mempunyai tanggung jawab yang berkaitan dengan kebendaan. Dalam pasal 106 KHI disebutkan bahwa orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau di bawah pengampuan. Dan orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban. Ditambah dengan KHI pasal 98 dan 99 tentang pemeliharaan anak : Pasal 98 : 1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa 21, sepanjang tidak cacat fisik atau mental. 2. Orang tuanya mewakili anaknya tersebut mengenai segala perbuatan. 3. PA (Pengadilan Agama) dapat menunjuk kerabat terdekat yang mampu bila orangtuanya tidak mampu. Pasal 99 : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
107
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Anak yang sah adalah : 1. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah; 2. Hasil dari perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut; b. Hadhanah Pada Masa Perceraian Perceraian bukanlah halangan bagi anak untuk memperoleh hak pengasuhan atas dirinya dan kedua orang tuanya, sebagaimana yang telah diatur pada UUP NO.1 thn 1974 Pasal 41 tentang akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah: 1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara, mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilaman ada perselisihan mengenai pengasuhan anak bilamana ada perselisihan mengenai pengasuhan anak-anak, pengadilan memberi keputusan; 2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pendidikan dan pemeliharaan, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapt memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan menentukan suatau kewajiban bagi bekas istri. Kemudian diatur juga dalam KHI pada pasal 105 dalam permasalahan perceraian, yang mana anak pada saat itu belum mumayyiz yaitu: 1. Belum berumur 12 tahun masih haknya seorang ibu. 2. Ketika sudah mumayyiz disrahkan kepada anaknya untuk memilih diantara kedua orang tuanya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. 3. Biaya pemeliharaan di tanggung oleh ayah. Sedangkan menurut fikih 5 Madzab : 1. Hanafi: 7 tahun untuk laki- laki dan 9 tahun untuk perempuan. 2. Syafi’i: Tidak ada batasan tetap tinggal bersama ibunya sampai ia bias menentukan atau berfikir hal yang terbaik baginya. Namun bila ingin bersama ayah dan ibunya, maka dilakukan undian, bila si anak diam berarti memilih ibunya. 1. maliki: Anak laki- laki hingga baligh dan perempuan hingga manikah. 2. Hambali: Masa anak laki- laki dan perempuan dan sesudah itu disuruh memilih ayah atau ibunya. 3. Imamiyyah: Masa asuh anak untuk laki- laki 2 tahun, sedangkan anak perempuan 7 tahun. Sesudah itu haknya ayah, hingga mencapai 9 tahun bila dia perempuan dan 15 tahun bila dia laki- laki, untuk kemudian disuruh memilih dia siapa yang ia pilih. Sedangkan dalam KHI pada pasal 156 juga mengatur tentang hadhanah pada perceraian: 1) Anak yang belum mumayyiz dipelihara oleh ibunya kecuali telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh; a) Wanita- wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu, 108
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
b) Ayah, c) Wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah, d) Saudara- saudara perempuan dari anak yang bersangkutan, e) Wanita- wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu, f) Wanita- wanita sedarah menurut garis samping ayah. 2) Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayahnya atau ibunya. 3) Apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak meskipun tercukupi biayanya, maka atas permintaan kerabat yang juga mempunyai hak yang dapat menuntut ke pengadilan untuk memindahkan hak hadhanah. 4) Biaya hadhanah tangung jawab ayah sekurang- kurangnya sampai dewasa dan dapat mengurus sendiri ( 21 tahun). 5) Apabila ada perselisihan PA dapat memutuskan berdasarkan a, b, c dan d. 6) Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayahnya pada penetapan jumlah biaya untuk memelihara dan pendidikan anak. 4. Syarat-syarat Hadhanah Dalam memelihara anak ada 7 syarat sebagaimana yang terdapat dalam buku Terjamah Kifayatul Akhayar yang meliputi: 1. Berakal Orang yang tidak sehat akalnya tidak ada hak untuk memeliharanya karena orang gila tidak sanggup memelihara dirinya sendiri, apalagi memelihara orang lain sudah tentu tidak bisa. 2. Merdeka Budak tidak berhak memelihara anak, meskipun tuannya mengizinkan, sebab budak dikuasai tuannya. 3. BeragamaIslam Jika anaknya Islam sebab ayahnya Islam maka tidak boleh dipelihara ibu yang kafir, karena pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan aqidahnya. 4. Kasih Sayang 5. Jujur Orang yang fasik (rusakagamanya) tidak berhak memelihara anak, sebab ketidakjujurannya akan membawa kerugian kepada anak. 6. Tidak Bersuami Perempuan yang bersuami akan disibukkan dengan urusan suami sehingga tidak dapat memelihara anak dengan baik. 7. Bertempat Tinggal Pengertian Perwalian Secara etimologi (bahasa), kata perwalian berasal dari kata wali, dan jamak “awliya”. Kata ini berasal dari kata Arab yang berarti "teman", "klien", "sanak", "pelindung". Umumnya kata tersebut menunjukkan arti "sahabat Allah" dalam frasewalīyullah. Dalam konteks al-Qur’an makna Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
109
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
wali juga mengandung arti sebagai penolong. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Perwalian menurut Hukum Perdata ialah pengawasan terhadap anak di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, serta pengurusan benda atau kekayaannya anak tersebut sebagaimana diatur oleh undang-undang. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, atau orang tua yang masih hidup namun tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Oleh karena itu wali adalah orang yang diberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum yang didasarkan pada Firman Allah dala Surah Al-Baqarah ayat 282: ﻓﺎن ﻛﺎن اﻟﺬي ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺤﻖ ﺳﻔﻴﻬﺎ او ﺿﻌﻴﻔﺎ اوﻻﻳﺴﺘﻄﻴﻊ آن ﻳﻤﻞ ﻫﻮ ﻓﻠﻴﻤﻠﻞ وﻟﻴﻪ ﺑﺎﻟﻌﺪل Artinya: “…jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur…” (Q.S. Al-Baqarah : 282) Ketentuan ayat tersebut menunjukan peran, kewajiban, dan hak-hak wali terhadap anak dan harta yang dibawah perwalianya. Perincian hak dan kewajiban wali dalam hukum Islam dapat diungkapkan beberapa garis hukum, baik yang ada dalam Undang-undang Perkawinan maupun yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut: Pasal 50 UU Perkawinan (1) Anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. (2) Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Pasal 51 UU Perkawinan (1) Wali dapat di tunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal,dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2(dua) orang saksi. (2) Wali sedapat-dapatnya di ambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa berpikiran sehat,adil,jujur dan berkelakuan baik. (3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah kekuasaannya dan harta bendanya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu. (4) Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu. (5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang di timbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. 110
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
Pasal 51 ayat (2) menekankan penunjukan wali diambil dari keluarga anak tersebut, atau orang lain yang berkelakuan baik. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad Saw.: ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﻀﻰ ﻓﻰ اﺑﻨﺔ ﺣﻤﺰة ﻟﺨﺎ ﻟﺘﻬﺎوﻗﺎ ل اﻟﺨﺎ ﻟﺔ ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ اﻻم )اﺧﺮﺧﻪ (اﻟﺒﺨﺎرى Artinya: Sesungguhnya Nabi Saw. mengutus wali bagi anak perempuan Hamzah kepada saudara perempuan ibunya, dan beliau bersabda: “saudara perempuan ibu menempati kedudukan ibu.”(Riwayat Al-Bukhari). 2. Macam-macam Perwalian Perwalian ditinjau dari segi pengangkatannya ada tiga macam: a. Perwalian oleh suami atau istri b. Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu yang ditunjuk dengan surat wasiat atau akta tersendiri c. Perwalian yang diangkat oleh hakim. Dalam hal perwalian yang dilakukan oleh bapak dan ibu, tidak dapat perbedaan yang prinsipil, tetapi ada dua perbedaan di bawah ini: 1. Curator Pasal 348 BW, yaitu jika waktu bapak meninggal dan ibu pada saat itu mengandung maka Balai Harta Peninggalan menjadi pengampu atas anak yang berada dalam kandungan dengan cara-cara seperti yang telah ditetapkan dalam pengangkatan wali. Jika anak itu kemudian hari lahir, maka ibu dengan sendirinya (menurut hukum) menjadi wali dan pengampu menjadi wali pengawas. 2. Pada perkawinan baru, dalam hal ibu kawin lagi, maka suaminya yang baru itu dengan sendirinya (menurut hukum) menjadi medevoogd (wali peserta) dan bersama istrinya (wali ibu) bertanggung jawab secara langsung terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan itu berlangsung. 3. Kewajiban Wali Adapun kewajjban wali adalah : a. Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan. Pasal 368 KUH Perdata apabjla kewajjban ini tidak dilaksanakan wali maka ia dapat dikenakan sanksi berupa wali dapat dipecat dan dapat diharuskan membayar biaya-biaya dan ongkos-ongkos. b. Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta si anak yang diperwalikannya (pasal 386 ayat 1 KUH Perdata). c. Kewajiban-kewajiban untuk mengadakan jaminan (pasa1335 KUH Perdata). d. Kewajjban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun oleh anak tersebut dan biaya pengurusan. (pasal 338 KUH Perdata). e. Kewajiban wali untuk menjual perabotan rumah tangga minderjarigen dan semua barang bergerak dan tidak memberikan buah atau hasil atau Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
111
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
keuntungan kecuali barang-barang yang diperbolehkan disimpan innatura dengan izin Weeskamer. (pasal 389 KUH Perdata) f. Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam harta kekayaan minderjarigen ada surat piutang negara. (pasal 392 KUH Perdata) g. Kewajiban untuk menanam (belegen) sisa uang milik menderjarigen setelah dikurangi biaya penghidupan tersebut. 4. Berakhirnya Perwalian Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari dua keadaan,yaitu : 1. dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir karena : a. Si anak telah menjadi dewasa (meerderjarig). b. Matinya si anak. c. Timbulnya kembali kekuasaan orang tuanya. d. Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui. 2. Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian dapat berakhir karena : a. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri si wali. b. Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian (pasal 380 KUHP Perdata). 5. Ketentuan perwalian menurut UU No.1 tahun 1974. Menurut ketentuan UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pada pasal 50 disebutkan : 1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali. 2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. 3. Syarat-syarat Perwalian Jadi menurut ketentuan pasal 50 ayat (1) Undang-undang No.1 tahun 1974 menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk anak yang memperoleh perwalian adalah : Anak laki-laki dan perempuan yang belum berusia 18 tahun. Anak-anak yang belum kawin. Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan orang tua. Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan wali. Perwalian menyangkut pemeliharaan anak tersebut dan harta bendanya. Menurut UU No.1 tahun 1974 pasal 51, perwalian terjadi karena :
112
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
1. Wali dapat ditunjuk oleh salah seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan dengan dua orang saksi. 2. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. 3. Kewajiban Wali
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
113
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Tempat Jam Sesi
: Aula Desa Gelanggang : 12.30 Wita : 1 ) Distribusi Media: Liflet dan UU KHI dan UUPA. 2) Evaluasi dan Refleksi Narasumber : BP & KB Lombok Timur dan Tim Pengabdi Desa Binaann Para Tim membagikan copian KHI dan UUPA kepada para peserta serta sumbangan liflet dari BP&KB Kabupaten Lombok Timur. Hasil evaluai dan Refleksi terangkupm dalam rencana tindak lanjut sebagai berikut: - Penguatan jaringan antar stake holder untuk dari posisinya masing-masing memperkuat upaya-upaya yang mendorong hak-hak anak dan implementasi hadlanah dalam KHI yang lehih baik di Desa Gelanggang - Pendampingan berkelanjutan dari tim desa binaan untuk memonitor, menyambungkan dengan para stake holder, menfasilitasi dialog-dialog warga secara lebih simultan dan terus mencerahkan pelaksana lapangan yang menjadi inti sel dari gerakan pemberdayaan perlindungan terhadap hak-hak anak dan implementasi hadlanah di Desa Gelanggang. - Berbagai program rencana tidak lanjut tersebut dapat dilakukan dengan berbagai bentuk kegiatan, baik dalam pendampingan kelompok, FGD, pelatihan, kolaborasi pendampingan di lapangan dengan pihak-pihak terkait, memfasilitasi kerjasama dengan ahli atau kelompok yang relevan dengan program unggulan tersebut.
114
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
DOKUMENTASI KEGIATAN DIALOG WARGA TENTANG PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DAN IMPLEMENTASI HADHANAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DI DESA GELANGGANG KECAMATAN SAKRA TIMUR KABUPATEN LOMBOK TIMUR Aula Kantor Desa Gelanggang, 13-14 September 2014
Dokumentasi dan publikasi kegiatan dialog warga
Sekretaris Desa Gelanggang (Achmad Sukamdhi, SH) sedang member sambutan pada kegiatan dialog warga Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
115
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Dr, Dedy Wahyudin sedang menyampaikan pengantar dialog warga selaku Tim Pengabdi Desa Binaan
Para peserta mengikuti kegiatan dialog
116
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
Para peserta mengikuti kegiatan dialog
Para peserta mengikuti kegiatan dialog
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
117
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Peserta sedang ice breaker dengan melakukan kebiasaan permainanpermainan tradisional yang dimainkan anak-anak. Dalam hal ini Tim Pengabdi Desa Binaan meminta semua peserta untuk menyelami dunia anak dengan mempraktekkan beberapa permainan yang disenangi anakanak
Peserta, staf desa juga ikut bersama-sama dalam salah satu sessi kegaiatan
118
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
Qawwãm• Volume
8 Nomor 1, 2014
Peserta sedang mengikuti salah satu sessi materi
Peserta mengikuti kegiatan releksi dialog
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram
119
Erma Suriani dan Dedy Wahyudin
Kegiatan penguatan materi atau penguatan dialog
Kegiatan penguatan materi
120
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram