Volume 8, Nomor 1 Juli 2014
ISSN: 2086-6909
Daftar Isi …………………………………………………………………………………… Editorial …………………………………………………………………………………….
i ii
Penggunaan Media Kolase dalam Mengembangkan Keterampilan Motorik Halus Anak Usia Dini di RA Raihan Sukarame Bandar Lampung Dra. Hj. Etti Hadiati, M.Pd ………………………………………………………………..
1-19
Interaksi dalam Keluarga Sebagai Proses Utama Pengembangan Moral Anak Dra. Hj. Nilawati Tadjuddin ……………………………………………………………… 20-27 Hubungan Tipe Keperibadian dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Prodi PGRA Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung Heni Wulandari, M.Pd.I …………………………………………………………………… 28-45 Urgensi Bimbingan dan Konseling di Taman Kanak-Kanak Dr. Hj. Rifda El Fiah, M.Pd ……………………………………………………………… 46-59 Kekerasan Terhadap Anak dan Upaya Perlindungan Anak Iin Kandedes, MA ………………………………………………………………………… 60-72 Penguasaan Kosa Kata Bahasa Indonesia pada Anak Usia Dini Nurul Hidayah, M.Pd ……………………………………………………………………… 73-88 Pendidikan IPS untuk Anak Usia Dini Nurhasanah Leni …………………………………………………………………………… 89-105 Kreatifitas Pendidik di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini La Ode Anhusadar …………………………………………………………………………106-117 Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kekerasan Orang Tua tentang Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini di Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung Lenny Nuraeni ……………………………………………………………………………..118-137 Penggunaan Media Balok dalam Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini Nyimas Aisyah ………………………………………………………………………………138-152 Peranan Guru dalam mengembangkan Nilai-nilai Agama dan Moral pada Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak Amalia Bandar Lampung Leli Fertilliana Dea …………………………………………………………………………153-170 Modifikasi Alat Permainan Edukatif untuk Mengembangkan Kecerdasan Logika Matematika AUD (Studi Mahasiswa PGRA Semester V Kelas B pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung) Ida Fiteriani, M.Pd …………………………………………………………………………171-193
URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DI TAMAN KANAK-KANAK Dr. Hj. Rifda El Fiah, M. Pd Prodi Bimbingan dan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung A. Pendahuluan Sebagai lembaga pertama bagi anak sebelum memasuki sekolah dasar taman kanak-kanak (TK) adalah institusi tempat menumbuhkembangkan kecerdasan anak baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Usia prasekolah merupakan masa yang paling penting dalam perkembangan individu yang sering disebut sebagai usia bermasalah, usia yang banyak gangguan, usia bermain, usia sekolah, usia awal berkelompok, usia menjelajah, usia bertanya, usia meniru dan usia kreatif. Oleh itu keberhasilan anak di TK cenderung berpengaruh pada pendidikan anak berikutnya.Bila dalam pertumbuhan dan perkembangannya anak tidak mengalami gangguan dan hambatan – anak dapat menunaikan tugas-tugas perkembangannya dengan baik – maka ia tidak akan menemui masalah pada periode perkembangan selanjutnya. Sehingga anak tidak mengalami hal-hal negatif yang akan berpengaruh sampai ia memasuki masa dewasanya1. Hal ini bermakna bahwa keberhasilan dan kegagalan yang dialami anakpada masa kecilnya berhubungan dengan masa dewasanya, khususnya pada. Singkatnya, pengalaman pada masa anak berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak periodeselanjutnya, terutama pada masa sekolah dasar. Anak TK yang sedang berkembang seringberhadapan dengan berbagai hal, seperti perubahan dari suasana rumah yang serba dimanjadan relatif bebas ke suasana sekolah yang relative beraturan. Tak jarang anak dihadapkan pada situasi lingkungan sosial yang berbeda dengan lingkungan keluarga. Mereka harus berinteraksi dengan orang lain yang belum terlibat secara intim sebagaimana dalam keluarga. Menghadapi perubahan tersebut tiap-tiap anak memperlihatkan perilaku yang berbeda-beda. Ada diantara mereka yang mengartikan perubahan lingkungan tersebut sebagai tekanan danhukuman yang harus dihadapi seperti menghadapi rintangan-rintangan sosial yang baru mereka ini tidak jarang mengalami kesulitan dalam penyesuian diri dengan lingkungan yang baru tersebut, dan kesulitan tersebut menimbulkan problem-problem perilaku dalam proses belajarnya2.
Selain itu, anak prasekolah berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan di mana setiap individu yang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan cenderung mengalami hambatan, gangguan, dan kesulitan yang memerlukan bantuan orang lain yang ahli dan profesional dalamnya. Keberadaan bimbingan dan konseling di TK merupakan salah satu upaya yang efektif dalam membantu perkembangan anak secara optimal. Meskipun di jenjang TK di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi konselor namun pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventf dan developmental. Secara pragmatik komponen kurikulum
1
Syamsu Yusuf L.N. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), hal.85
2
Thompson & Rudolph, Counseling Children. (Monterey, California: Brooks/Cole publishing Company 1983), hal. 72.
pelaksanaan dalam bimbingan dan konseling yang perlu dikembangkan oleh konselor jenjang TK membutuhkan alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kegiatan konselor di jenjang TK dalam komponen responsive service, dilaksanakan terutama untuk memberikan pelayanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi perilaku mengganggu (disruptive) peserta didik TK. Dengan kata lain konselor dapat berperan secara produktif pada jenjang prasekolah ini bukan dengan memposisikannya sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak jelas posisinya, melainkan dengan memposisikannya sebagai ”konselor kunjung” (roving counselor) yang diangkat pada tiap gugus sekolah untuk membantu guru TK mengatasi perilaku mengganggu sesuai keperluan, anyara lain dengan pendekatan direct behavioral consultation3. Secara formal keberadaan bimbingan dan konseling di TK diakui sejak berlakunya kurikulum TK 1976, yang secara tegas dituangkan dalam buku III c kurikulum TK 1976. Dalam Kurikulum 1994 juga ditegaskan pelaksanaan bimbingan dan konseling di TK dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan belajar sehari-hari di TK. Walaupun di jenjang TK di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi konselor. Dengan demikian pelaksanaan bimbingan dan konseling di TK dilakukan oleh guru kelas yang merangkap sebagai guru pembimbing, sehingga guru TK melaksanakan dua tugas sekaligus, yaitu: mengajar dan membimbing. Bimbingan dan konseling di TK diarahkan untuk memenuhi kebutuhan fisik, sosial, emosional dan pendidikan anak serta bertujuan untuk membantu setiap anak agar berhasil menyesuaikan diri dengan kehidupan di sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan semboyan bimbingan dan konseling maka pelayanan bimbingan diperuntukkan untuk semua anak (guidance for all), tidak hanya untuk anak yang mengalami masalah. Pun untuk anak-anak yang normal mereka membutuhkan bimbingan guna pengembangan sikap dan kepribadian mereka. Demikian juga untuk anak gifted dan talented membutuhkan bimbingan untuk mengembangkan diri serta menemukan sarana yang tepat bagi pengembangan diri mereka. Senyatanya anak membutuhkan satu jenis atau beberapa jenis bimbingan sesuai dengan karakteristik perkembangan mereka. Pemberian bimbingan sangat bermakna bahkan merupakan kunci dari sistem pendidikan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya tidak jarang anak TK mengalami hambatan, gangguan, serta masalah. Tanpa pemberian bimbingan tentunya akan membawa dampak negatif terhadap fase perkembangan berikutnya. Namun sebaliknya bila anak pada usia TK mendapatkan layanan yang pantas dan maksimal diharapkan dapat
3
Depdiknas, Penataan Pendidikan Profesional dan Layanan BK dalam Jalur Pendidikan Formal, (Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas, 2007), hal. 31
mengembangkan segala potensi anak secara optimal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Fasli Jalal4 bahwa bimbingan di TK merupakan proses bantuan khusus yang diberikan oleh guru atau petugas lainnya kepada anak didik dalam upaya memperhatikan kemungkinan adanya hambatan dan kesulitan yang dihadapi anak untuk mencapai perkembangan yang optimal. Uraian ini bermakna bahwa pemberian layanan bimbingan dan konseling di TK selain membantu anak didik agar dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri melalui tahap peralihan dari kehidupan di rumah ke kehidupan di sekolah dan masyarakat sekitar anak, juga mengembangkan potensi dasar peserta didik sejak kecil, karena pada dasarnya anak memiliki potensi kuat untuk tumbuh dan berkembang. Pemberian kesempatan dan pendidikan yang dilakukan sejak kecil dari lingkungannya akan mendukung makin berkembangnya potensipotensi yang dimiliki anak. Untuk itulah agar bimbingan di TK dapat berhasil dengan baik maka guru TK hendaklah memahami bagaimana masalah-masalah yang dialami anak TK. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan masalah-masalah yang dialami anak TK dan menguraikan implikasinya bagi bimbingan dan konseling di institusi prasekolah ini. B. PEMBAHASAN 1. Perkembangan Anak Usia Dini dan Permasalahannya Pentingnya pendidikan dan pemberian bimbingan bagi anak usia dini, didasarkan atas beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. Berdasarkan kajian neurologi, pada saat lahir otak bayi mengandung sekitar 100 milyar neuron yang siap melakukan sambungan antarsel. Selama tahun-tahun pertama, otak bayi berkembang sangat pesat dengan menghasilkan bertriliun-triliun sambungan antar neuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Sambungan ini harus diperkuat oleh berbagai rangsangan psikososial, karena sambungan yang tidak diperkuat akan mengalami penyusutan dan akhirnya tidak berfungsi. Inilah yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak Perkembangan kognitif anak sangat pesat terjadi pada usia 0-8 tahun. Penelitian Benyamin S. Bloom, Burton L. White dan Keith Osborn5 mengungkapkan bahwa perkembangan kognitif pada anak usia 4 tahun telah mencapai 50%, usia 8 mencapai 80%, dan mencapai titik kulminasinya pada umur sekitar 18 tahun. Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pada pendidikan bagi orang dewasa tetapi berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasannya. Walaupun gaung tentang pentingnya pendidikan bagi anak usia dini di Indonesia bermunculan di mana-mana dan mulai disadari oleh banyak pihak, orang tua, birokrat, pendidik dan masyarakat secara umum, namun pada tataran praktik ternyata pendidikan anak usia dini meninggalkan banyak masalah dan tantangan. Misalnya, Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pada tahun 2000, dari sekitar 26 juta anak Indonesia usia 0-6 tahun, lebih dari 80 % belum mendapatkan layanan pendidikan anak usia dini. Khususnya
4
5
Fasli Jalal, Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan yang Mendasar, Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia, Vol. 03 (2002) hal. 4-8. Aam Kurnia. Program Bimbingan untuk Mencapai Tugas Perkembangan Anak Usia Dini di Taman Kanakkanak. (Tesis. PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan, 2005), hal. 87.
anak usia 4-6 tahun yang berjumlah 12 juta, baru sekitar 2 juta yang terlayani di Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA)6. Ernawulan dan Agustin7 mengemukakan bahwa perkembangan pada anak TK berkenaan pada perkembangan fisik, kognitif, bahasa, nilai-nilai moral dan agama, seni dan social emosional. Aspek-aspek perkembangan ini tidak berkembang secara sendiri-sendiri tetapi menjadi satu kesatuan. Apabila satu aspek mengalami hambatan maka akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya, misalnya
bila dalam
perkembangan fisiknya (contohnya dalam pendengaran) maka aspek perkembangan bahasa maupun kognitifnya juga mengalami hambatan. Selain itu akan mungkin akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi dengan teman-temannya. Lebih jauh dijelaskan Ernawulan dan Agustin bahwa setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Untuk memahami perkembangan anak juga perlu dipahami permasalahanpermasalahan yang dialami anak selama perkembangannya, sehingga muaranya benar-benar dapat diketahui setiap perubahan yang terjadi pada diri anak. Lumrahnya permasalahan yang dihadapi anak dapat diamati melalui perilaku yang ditunjukkan anak maupun keluahan-keluhan yang disampaikan oleh orang-orang sekitar anak TK, yaitu guru dan orang tua.
Bila ditilik lebih detail masalah yang dihadapi anak di kemudian hari bukanlah merupakan masalah-masalah yang ringan, tetapi membutuhkan berbagai kemampuan yang perlu dikuasai anak yang tidak hanya dimiliki anak nanti, tapi perlu dibekali sejak anak masih kecil. Ketidakmampuan anak menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupannya di kemudian hari menjadikan anak mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupannya. Terdapat lima kelompok masalah yang dialami anak menurut guru dan orang tua yaitu: (1) masalah sosial, misalnya agresif ditampilkan dalam bentuk tingkah laku menyepak dan memukul teman, (2) masalah emosional, misalnya pemalu ditampilkan dalam bentuk tingkah laku menyendiri/pemalu tidak mau berteman, (3) masalah moral, misalnya merusak ditampilkan dalam bentuk tingkah laku sengaja merusak mainan teman, (4) masalah perkembangan pengertian, misalnya lamban dalam memahami keterangan/penjelasan ditampilkan dalam bentuk tingkah laku kesulitan memahami keterangan atau penjelasan, dan (5) masalah bahasa, misalnya ditampilkan dalam bentuk tingkah laku gagap dalam berbicara8. Permasalahan-permasalahan dimaksud lebih jauh tergambar dari perilaku “egois”, misalnya berfikir dan berbicara tentang diri sendiri, “perilaku sok kuasa”, misalnya mau menang sendiri, mengatur teman, ”bertengkar”, misalnya sering berselisih pendapat dengan temannya dalam kelompok, “negativisme”, misalnya memberikan perlawanan dalam bentuk fisik, seperti menyepak dan memukul teman, membantah tidak mau ikut kelompok. Serangkaian permasalahan yang diwacanakan di atas perlu dikaji lebih mendalam dengn mengajukan sejumlah pertanyaan, antara lain (1) apakah tingkah laku yang ditampilkan peseta didik di TK tersebut merupakan suatu bentuk tingkah laku yang wajar sebagai perilaku seorang anak?; (2) Apakah perilaku dimaksud
6
Ibid, hal. 110. Ernawulan dan Mubiar Agustin, Bimbingan dan Konseling untuk Anak Usia Dini, Jakarta: Universitas Terbuka (2008), hal. 2.18 8 Edi Kurnanto, Program Bimbingan untuk Mengembangkan Kecerdasan Jamak Anak Usia Taman Kanak-kanak melalui Kegiatan Bermain. (Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan 2006), hal. 65. 7
memiliki kecenderungan ke arah tingkah laku bermasalah atau memang perilaku tersebut meru-pakan tingkah laku bermasalah?.
a. Tingkah laku wajar Dari perspektif guru dan orang tua masalah sosial yang dialami anak TK sejatinya tergolong tingkah laku yang wajar dan merupakan perwujudan dari sifat egocentrisme. Sebagai seorang anak yang sedang tumbuh dan berkembang, anak cenderung menonjolkan sifat keakuannya, berperilaku, berfikir, dan berbicara tentang diri sendiri. Kecenderungan terlihat dari sikap ingin menang sendiri, membanggakan diri sendiri ataupun gejala mengatur atau memperlakukan teman sesuai dengan keinginannya. Nyaris semua anak kecil bersifat egocentris dalam arti bahwa mereka cenderung berfikir dan berbicara tentang diri mereka sendiri. Menurut Hurlock9 apakah kecenderungan ini akan hilang, menetap atau akan berkembang semakin kuat akan sangat bergantung pada tiga aspek. Pertama seberapa kuat keinginan anak untuk diterima secara sosial, kedua pengetahuan mereka tentang cara memperbaiki perilaku, dan ketiga kemampuan intelektual yang semakin berkembang yang memungkinkan pemahaman hubungan antara perilaku mereka dengan penerimaan sosial. b. Tingkah laku yang potensial ke arah tingkah laku bermasalah Bila tingkah laku anak yang “wajar” saat ini tidak mendapat bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa, terutama guru dan orangtua sebagai pendidik mereka di sekolah dan di rumah, tingkah laku tersebut potensial berkembang ke arah tingkahlaku bermasalah. Gejala anak yang senantiasa berfikir dan berbicara tentang dirinya sendiri, ingin menang sendiri, sering berselisih pendapat dalam kelompok, menyepak ataupun memukul teman, akan berpotensi dan berkembang dalam diri anak ke arah yang negatif - menjadi tingkah laku bermasalah - muaranya anak menjadi orang yang tidak bisa menghargai hak orang lain, bertindak semena-mena terhadap orang lain dan main hakim sendiri. Oleh karena itu adanya fenomena “tawuran”, “pemalakan”, “bolos”, pun kecenderungan perilaku amoral atau asusila yang ditampakkan remaja pada saat ini merupakan buah dari pola asuh negatif yang diperoleh anak di rumah ataupun di sekolah. Perilaku remaja yang lebih mementingkan diri sendiri, tidak memperhatikan kerugian orang lain merupakan perilaku yang jauh sekali dari sasaran pembentukan kepribadian yang didambakan oleh semua guru ataupun orang tua.
9
Hurlock, E.B.. Child development. Sixth edition. (New Delhi : McGraw- Hill Publishing Company, Ltd 1978), hal. 103.
c. Tingkah laku bermasalah Gejala sikap dan perilaku anak TK dapat dikategorikan sebagai tingkah laku bermasalah, bila anak sudah melakukan tindakan yang destruktif misalnya mengganggu kegiatan kelas. Di kelas anak cenderung untuk selalu ingin menang sendiri, mengamuk bila tidak dituruti keinginannya, memukul ataupun menyepak temannya sehingga muaranya suasana kelas menjadi sangat terganggu. Dari perspektif psikologi anak, tingkah laku dimaksud merupakan tingkah laku yang menyimpang dari standar yang diterima secara umum, dan diperlukan teknik-teknik khusus untuk menyelesaikannya. Nurihsan10 mengemukakan sejumlah teknik untuk membantu anak agar memiliki perilaku sosial anak ke arah yang lebih positif. Teknik-tekni yang dimaksud antara lain dengan memberikan kesempatan kepada anak sebanyak mungkin untuk (a)membuat dan mengambil keputusan serta memilih kegiatan yang sesuai dengan keinginanya, dan (b) memecahkan masalah dalam interaksi sosial seperti bagaimana cara mengajak teman dalam bermain. Seorang anak dikatakan memiliki perilaku bermasalah bila perilaku tersebut berpotensi merugikan dirinya baik masa sekarang maupun masa yang akan datang. Prayitno11 mensinyalir bahwa suatu perilaku dikategorikan sebagai tingkah laku bermasalah dilihat dari karakteristiknya antara lain (1) sesuatu yang tidak disukai adanya, (2) ingin segera dihilangkan (3) dan mendatangkan kesulitan baik masa sekarang maupun masa yang akan datang. Sedangkan perilaku anak dikatakan sebagai tingkah laku bermasalah apabila memenuhi kategori sebagai berikut, yaitu: (1) konflik dengan orang lain,
misalnya anak mengalami kesulitan
berhubungan dengan orang terdekatnya baik orangtua, guru maupun teman sebaya, (2) konflik dengan diri sendiri, (3) kurang informasi tentang diri, (4) kekurangan informasi tentang lingkungan, dan (5) kurang keterampilan, serta (6) trouble maker. 2. Implikasi bagi Bimbingan dan konseling di Taman Kanak-kanak Ditilik dari sisi bimbingan, tujuan umum bimbingan di TK adalah membantu peserta didik agar mampu mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri melalui tahap peralihan dari kehidupan di rumah ke kehidupan di TK dan masyarakat sekitar anak. Dengan bimbingan diharapkan anak TK akan berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan dan karakteristiknya. Blocher 12 mengatakan bimbinganlah yang dapat memfasilitasi perkembangan anak; karena bimbingan merupakan suatu bentuk intervensi yang bertujuan agar individu mengalami perubahan sesuai dengan yang diharapkan.
10 11 12
Juntika Nurihsan, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. (Bandung : Mutiara, 2003), hal. 66. Prayitno, dkk. 1994. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas Ibid.
Ernawulan & Agustin13 menjelaskan bahwa tujuan khusus layanan bimbingan di TK adalah sebagai berikut. 1. Membantu anak lebih mengenal dirinya, kemampuannya, sifatnya, kebiasaannya, dan kesenangannya. 2. Membantu anak agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. 3. Membantu anak untuk mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. 4. Membantu menyiapkan perkembangan mental dan sosial anak untuk masuk ke lembaga pendidikan selanjutnya. 5. Membantu orang tua agar mengerti, memahami, dan menerima anak sebagai individu. 6. Membantu orang tua dalam mengatasi gangguan emosi anak yang ada hubungannya dengan situasi keluarga di rumah. 7. Membantu orang tua mengambil keputusan memilih sekolah bagi anaknya yang sesuai dengan taraf kemampuan kecerdasan, fisik, dan inderanya. 8. Memberikan informasi pada orang tua untuk memecahkan masalah kesehatan anak. Tujuan layanan bimbingan di TK yang dilaksanakan oleh para guru di sekolah lebih bernuansa pencegahan dan pengembangan, memberikan pengetahuan dan informasi yang bersifat umum mengenai diri anak sendiri dan lingkungannya. Anak dibantu untuk lebih memahami fakta dan statusnya sebagai anak, jenis kelaminnya, tugas-tugasnya, kebutuhan-kebutuhan dan pemenuhannya, kekayaan dirinya, pemeliharaan kesehatan, penjagaan keselamatan diri, dan lainlainnya. Anak juga dibantu memahami tentang anggota keluarganya, orang-orang yang ada di sekitar rumahnya, teman-temannya, lingkungan alamnya, sarana dan prasarana yang ada di sekitarnya, dan beberapa peraturan yang ada di masyarakat sekitarnya. Anak juga dibantu untuk mengembangkan kemampuan sosialnya meskipun dalam taraf yang masih sederhana, antara lain kemampuan dasar berkomunikasi, berinteraksi, beradaptasi, bekerjasama baik dengan temantemannya, dengan saudaranya maupun orang lain dalam kehidupan kesehariannya. Dalam usaha melayani anak TK menghadapi tugas-tugas perkembangan, layanan bimbingan dan konseling berupaya melakukan berbagai kegiatan pencegahan terhadap sesuatu yang akan menghambat dan merintangi anak dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Begitu juga dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak TK, layanan bimbingan dan konseling berupaya mengembangkan semua potensi anak TK secara keseluruhan. Oleh karena itu bimbingan di TK lebih difokuskan pada upaya pencegahan dan pengembangan, sehingga fungsi layanan bimbingan dan konseling di TK lebih ditekankan pada fungsi pencegahan dan fungsi pengembangan,tanpa mengabaikan fungsi bimbingan yang lain, yakni fungsi pemahaman dan fungsi perbaikan.
13
Ernawulan dan Agustin, Op. Cit. hal. 3.10
Fungsi pemahaman yaitu usaha bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman tentang : (1) diri anak didik terutama oleh orang tua dan guru; (2) lingkungan anak didik yang mencakup lingkungan keluarga dan sekolah terutama oleh orang tua, guru, dan pembimbing; (3) lingkungan yang lebih luas (di luar rumah dan sekolah); dan (4) cara-cara penyesuaian dan pengembangan diri. Sedangkan fungsi perbaikan, yaitu usaha bimbingan yang akan menghasilkan terpecahkannya berbagai permasalahan yang dialami oleh anak didik. Adapun fungsi pencegahan, yaitu usaha bimbingan yang menghasilkan tercegahnya anak didik dari berbagai permasalahan yang dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangannya. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan,
yaitu
usaha
bimbingan
yang
menghasilkan
terpeliharanya
dan
berkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif anak didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Fungsi pencegahan dalam layanan bimbingan dan konseling di TK, yaitu kegiatan bimbingan dan konseling yang menghindarkan anak dari berbagai permasalahan yang akan menganggu, menghambat, atau menimbulkan kerugian pada dirinya dan masyarakat di masa datang. Fungsi ini dieksplorasi dalam bentuk kegiatan bimbingan misalnya bermain peran, modeling, dan bimbingan kelompok, yang bertujuan untuk mencegah perilaku anak yang potensial menjadi masalah menjadi perilaku tidak bermasalah di masa datang. Sedangkan fungsi pemeliharaan dan pengembangan merupakan usaha bimbingan yang menghasilkan terpeliharanya dan berkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif anak didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan, misalnya tingkah laku wajar anak TK dapat berkembang ke arah perilaku yang lebih wajar lagi. Pemberian layanan bimbingan untuk anak TK pada dasarnya dapat diberikan dengan dua pendekatan yakni developmental guidance yang berorientasi perkembangan dan curative/corrective guidance yang lebih berfokus pada penyembuhan atau perbaikan. Pendekatan pertama lebih diarahkan pada pemahaman dan pengembangan semua potensi, kemampuan dan karakteristik anak dan diperuntukkan bagi semua individu; sedangkan pendekatan kedua diarahkan untuk membantu menyembuhkan dan memperbaiki perilaku menyimpang anak sehingga dapat diatasi dan dipecahkan semua masalah yang menimpanya. Berkenaan dengan bantuan untuk mengoptimalkan perkembangan potensi-potensi anak TK maka pendekatan yang lebih tepat adalah pendekatan perkembangan yang memang sangat cocok dengan kondisi anak yang sedang berada dalam proses perkembangan menuju kematangan dalam semua aspek kepribadiannya. Semua anak membutuhkan bimbingan dan khusus untuk anak TK yang secara umum belum banyak menghadapi permasalahan yang
membutuhkan penyembuhan maka bimbingan yang berorientasi perkembangan merupakan bimbingan yang paling sesuai untuk mereka yang berada di jenjang prasekolah ini. Dibandingkan dengan pelaksanaan layanan bimbingan di jenjang sekolah menengah, layanan bimbingan di TK memiliki keunikan tersendiri. Di sekolah menengah dipakai sistem guru bidang studi maka pembelajaran dan bimbingan dilaksanakan oleh petugas tersendiri sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sedangkan di TK karena menggunakan sistem guru kelas maka pembelajaran dan bimbingan dilakukan oleh petugas yang sama. Dengan kata lain pembelajaran dan bimbingan dilaksanakan oleh guru kelas yang memberikan pembelajaran sekaligus melakukan proses bimbingan di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. Pada dasarnya di TK peranan para guru lebih besar sebagai pembimbing dibandingkan sebagai guru atau pengajar. Tugas guru lebih banyak membantu anak mengembangkan kepribadiannya dan hanya sedikit memerankan fungsinya sebagai guru materi pelajaran secara formal. Hal ini tentunya dapat dilihat dari kurikulum TK yang memang belum ada mata pelajaran, belum ada materi atau isi pelajaran yang secara formal berkenaan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada jenjang pendidikan TK program dan isi pendidikan masih bersifat umum dan proses pendidikannya bersifat terpadu. Keterpaduannya ini bukan hanya antara isi mata pelajaran namun juga dalam pemberian layanan atau proses bantuan. Jadi keterpaduan terlihat jelas dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di TK yaitu pelaksanaan pembelajaran, latihan, dan bimbingan. Implementasi pelaksanaan bimbingan di TK terpadu dengan secara keseluruhan dalam proses pembelajarannya. Pemaduan kegiatan bimbingan di TK, dilakukan guru dengan cara melaksanakan bimbingan sekaligus melaksanakan kegiatan belajar. Misalnya ketika guru melakukan kegiatan bimbingan dalam mewujudkan fungsi pencegahan dengan cara bermain peran – maka di saat itu pula – pelaksanaan kegiatan belajar anak TK dalam pengembangan bidang sosial, seni, bahasa, nilai-nilai moral dan agama, disiplin, emosi, dan kognitif yang menjadi program pengembangan anak di TK. Dengan bermain peran juga guru sudah mencegah tingkah laku anak yang suka mengambil barang tanpa seizin pemiliknya. Pada saat bersamaan, fungsi pengembangan juga diwujudkan yakni dengan mengembangkan potensi yang dimiliki anak yang tersalurkan melalui peran yang dilakoninya. Berimajinasi, berkreasi, dan berani tampil di depan umum merupakan peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupannya, yang dapat membantu pembentukan kepribadiannya. Dengan demikian dalam satu kali kegiatan bimbingan dan konseling, menjangkau dua fungsi bimbingan dan konseling, yakni fungsi preventif dan pengembangan.
Bimbingan dan konseling yang efektif untuk anak usia dini memiliki sejumlah karakteristik dan seorang guru TK haruslah memperhatikan ciri dari bimbingan dan konseling bagi anak usia dini, yaitu (1) proses bimbingan dan konseling harus disesuaikan dengan pola pikir dan pemahaman anak; (2) pelaksanaan bimbingan terintegrasi dengan pembelajaran; (3) waktu pelaksanaan bimbingan sangat terbatas; (4) pelaksanaan bimbingan dilaksanakan dalam nuansa bermain; (5) adanya keterlibatan teman sebaya; dan (6) adanya keterlibatan orang tua.
C. PENUTUP Perkembangan anak usia dini adalah perkembangan yang menyangkut aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, seni, nilai-nilai dan moral agama, dan sosial emosional. Perkembangan aspekaspek tersebut tidak berkembang sendiri-sendiri tetapi saling berintegrasi satu sama lain. Dalam rentang perkembangannya, ditemukan masalah-masalah perkembangan, baik yang menyangkut masalah fisik-motorik, kognitif, bahasa, maupun sosial emosional. Permasalahan ini harus mendapat perhatian dan penanganan agar anak dapat mengembangkan kemampuan dirinya secara optimal. Masalah-masalah anak TK seyogyanya tidak diterima apa adanya, namun perlu pengkajian apakah masalah tersebut merupakan masalah atau tingkah laku yang wajar, tingkah laku potensial ke arah tingkah laku bermasalah, atau memang tingkah laku bermasalah. Adanya masalah yang dialami oleh anak TK mempunyai implikasi bagi bimbingan dan konseling, terutama fungsi pengembangan dan pencegahan. DAFTAR RUJUKAN Aam Kurnia. 2005. Program Bimbingan untuk Mencapai Tugas Perkembangan Anak Usia Dini di Taman Kanak-kanak. Tesis PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan. Depdikbud. (1994). Kurikulum taman kanak-kanak: garis-garis besar proram pengembangan (GBPP). Jakarta : Diperbanyak oleh Dirjen PDM Depdikbud. Depdiknas, 2007. Penataan Pendidikan Profesional dan Layanan BK dalam Jalur Pendidikan Formal, (Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. Edi Kurnanto, 2006. Program Bimbingan untuk Mengembangkan Kecerdasan Jamak Anak Usia Taman Kanak-kanak melalui Kegiatan Bermain. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Ernawulan Syaodih dan Mubiar Agustin. (2008) Bimbingan dan Konseling untuk Anak Usia Dini, Jakarta: Universitas Terbuka. Fasli Jalal, 2002. Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan yang Mendasar, Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia, Vol. 03. Havigurst, .J. 1980. Social and Developmental Psychology: Trends Influencing the Future Counseling.The Personal and Guidance Journal. Januari. Hal: 328-333.
Hurlock, E.B. 1978. Child development. Sixth edition. New Delhi : McGraw- Hill Publishing Company, Ltd. Juntika Nurihsan, 2003. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung : Mutiara. Prayitno, dkk. 1994. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas Robert, C. 1997. Menumbuhkan kecerdasan moral pada anak. (Alih bahasa: T. Hermaya) . Jakarta : PT. Gramedia. Shertzer, B. & Stone, S.C. 1981. Fundamental of Gudance. Boston: HMC Syamsu Yusuf L.N. 2008 Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Bandung : Remaja Rosdakarya. Thomson, C.L. Rudolph, L.B. 1983. Counseling Chidren. Monterey, California: Brooks/Cole publishing Company.