JURNAL FIAT JUSTITIA Volume 1, Nomor 1, April 2014
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. SWADARMA BHAKTI SEDAYA FINANCE DI KOTA PEKANBARU
01-13
Martha Hasanah, Dolok Sukarta PH, Parlin Tobing 14-27 IMPLEMENTASI PUTUSAN MK NO:110-111-112-113/PUU-VII/2009, PENGUJIAN UNTDANG-UNDANG NOMOR: 10 TAHUN 2008 DAN PUTUSAN MA NO. 15 P/HUM/2009 TENTANG HAK UJI MATERIL TERHADAP PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NO.15 TAHUN 2009. Wismar Harianto, Elphiansah PEMBAYARAN JASA LABUH DAN JASA TAMBAT ANGKUTAN LAUT OLEH PT. PELABUHAN INDONESIA I (Persero) CABANG PEKANBARU PERWAKILAN RENGAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
28-44
Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution PERAN BADAN INFOKOM DAN KESBANG KABUPATEN SIAK DALAM PEMBINAAN LSM SESUAI UU 17TAHUN 2013 TENTANG ORMAS
45-57
Budi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin 58-73 TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SIAK DIKECAMATAN SIAK BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR : 13 TAHUN 2011 TENTANG PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN Irfan Ardiansyah, Muhariza, Hulaimi PEMILIKAN HAK ATAS TANAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA BERDASARKAN PP41 TAHUN 1991 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA Elsi Kartika Sari
74-82
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, (April 2014)
2
JURNAL FIAT JUSTITIA Volume 1, Nomor 1, April 2014
Penasehat
:
Ketua STIH Persada Bunda
Editor in chief
:
R. Rudi Alhempi
Managing Editor
:
Irfan Ardiansyah
Dewan Editor
:
Tata Marlina Hulaimi Jasman Nasution Parlin Tobimg
Mitra Bestari
:
Sri Bakti Yunari (Universitas Trisakti) Irfan Ardiansyah(STIH Persada Bunda) Hardi Salioso (Universitas Islam Riau Pekanbaru) Duwi Handoko (STIH Persada Bunda)
Sekretaris Layout Sirkulasi Alamat Redaksi
: : : :
Martha Hasanah R Halin Jaya Perkasa Meidizon STIH Persada Bunda Jl. Diponegoro 42, Pekanbaru, Riau Telp: 0761- 23181 Fax: 0761- 40218 Email:
[email protected]
Jurnal Ilmu Hukum diterbitkan 3 kali dalam setahun sebagai media informasi dan komunikasi. Diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat STIH Persada Bunda Pekanbaru. Redaksi menerima tulisan ilmiah yang belum pernah diterbitkan oleh media lain, resensi, atau tanggapan atas suatu artikel. Redaksi berhak mengubah/memperbaiki bahasa tanpa mengubah materi tulisan. Setiap tulisan bukan cerminan pandangan Dewan Editor. Proses publikasi tulisan dilakukan melalui blind review process yang ditetapkan editor. Diterbitkan: April 2014
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, (April 2014)
JURNAL FIAT JUSTITIA Volume 1, Nomor 1, April 2014
DAFTAR ISI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT PADA PT. SWADARMA BHAKTI SEDAYA FINANCE DI KOTA PEKANBARU
01-13
Martha Hasanah, Dolok Sukarta PH, Parlin Tobing 14-27 IMPLEMENTASI PUTUSAN MK NO:110-111-112-113/PUU-VII/2009, PENGUJIAN UNTDANG-UNDANG NOMOR: 10 TAHUN 2008 DAN PUTUSAN MA NO. 15 P/HUM/2009 TENTANG HAK UJI MATERIL TERHADAP PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NO.15 TAHUN 2009. Wismar Harianto, Elphiansahon 28-44 PEMBAYARAN JASA LABUH DAN JASA TAMBAT ANGKUTAN LAUT OLEH PT. PELABUHAN INDONESIA I (Persero) CABANG PEKANBARU PERWAKILAN RENGAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution 45-57 PERAN BADAN INFOKOM DAN KESBANG KABUPATEN SIAK DALAM PEMBINAAN LSM SESUAI UU 17TAHUN 2013 TENTANG ORMAS Budi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin 58-73 TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SIAK DIKECAMATAN SIAK BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR : 13 TAHUN 2011 TENTANG PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN Irfan Ardiansyah, Muhariza, Hulaimi 74-82 PEMILIKAN HAK ATAS TANAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA BERDASARKAN PP41 TAHUN 1991 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA Elsi Kartika Sari
4
Halaman ini sengaja dikosongkan
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT PADA PT. SWADARMA BHAKTI SEDAYA FINANCE DI KOTA PEKANBARU
Martha Hasanah STIH Persada Bunda
Dolok Sukarta Parlindungan Hutasoit STIH Persada Bunda
Parlin Tobing STIH Persada Bunda
ABSTRACT Credit agreement automobiles is done with fiduciary, because the law relating to fiduciary agreement. Lending automobiles through the finance system often results in disputes between the debtor and creditor are not uncommon cause of default on the part of borrowers that do not meet achievement in making agreements. This type of research is observational reseach by means of a survey, the research that takes data directly from the population / respondents by conducting interviews and questionnaire as a data collection tool, then the data are taken from the processing performed in order to obtain a conclusion by inductive methods. From the results of research and discussion by the author that the implementation of motor vehicle credit agreement between PT. Federal International Finance Swadarma Bhakti with Customer in implementation should be properly addressed if the debtor defaults will not do, so that the parties can work together for the future back in order not to harm each other, as given in this agreement Customer often experience losses due to the withdrawal of four-wheeled vehicles by PT Federal International Finance Swadarma Bhakti caused the customer can not pay the loan installments. Keyword: Car, Finance, Fiduciary
PENDAHULUAN Dewasa ini memiliki kendaraan bermotor khususnya roda 4 (mobil) tidak semata-mata didasarkan pada kebutuhan tetapi juga termasuk gaya hidup. Mobil dianggap sebagai salah satu indikator menunjukkan kelas seseorang. Oleh karena itu, ketika kemampuan untuk membeli mobil belum cukup memadai, maka membeli dengan cara menyicil (kredit) menjadi pilihan. Guna memenuhi kebutuhan ditengah-ditengah kehidupan masyarakat tersebut sering dijumpai banyaknya pelaksanaan perjanjian salah satunya bentuk perjanjian kredit. Bentuk perjanjian kredit kendaraan roda 4 yang lebih dikenal sekarang oleh masyarakat dinamakan dengan perjanjian dalam bentuk finance (pembiayaan). Perjanjian kredit adalah persetujuan dan atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah dijanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati. Ketentuan tentang finance mengikuti aturan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang sewa menyewa dan jual beli, baik mengenai subyeknya maupun mengenai obyeknya. KUHPerdata kita ketahui berasal dari Burgelijk Wetboek (BW) yang berlaku zaman penjajahan Belanda. Dengan demikian aturan-aturan tentang finance lebih banyak mengikuti aturan-aturan yang terdapat dalam hukum barat. Dewasa ini, jenis pembiayaan konsumen meskipun masih terbilang muda usianya tetapi sudah cukup populer dalam dunia bisnis di Indonesia mengingat sifat dari transaksi pembiayaan konsumen tersebut mampu menampung masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan jenis pembiayaan yang biasa di bank-bank. Di samping itu besarnya biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil, mengingat barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barang-barang keperluan konsumen yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya. Pada penelitian ini yang penulis kaji adalah tentang perjanjian kredit pembiayaan dari salah satu perusahaan/lembaga pembiayaan yaitu PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Pada prakteknya, pemberian kredit kendaraan bermotor roda empat melalui leasing seringkali menimbulkan sengketa antara pihak debitur dengan kreditur yang tidak jarang menimbulkan wanprestasi pada pihak debitur
1
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 1-13 (April 2014)
yang tidak memenuhi prestasi dalam melakukan perjanjian. Sehingga pihak kreditur dalam hal ini PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance melakukan penarikan/penyitaan terhadap objek leasing. Namun para customer tidak jarang berbuat curang dengan tidak mau menyerahkan objek leasing untuk ditarik oleh kreditur dengan berbagai alasan, sehingga pihak kreditur terpaksa melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian, karena menurut kreditur hak tersebut sudah termasuk dalam ketegori pelanggaran hukum pidana dimana dengan tuduhan penggelapan. Bertitik tolak dari masalah tersebut, maka penulis menarik untuk mengkaji proses pelaksanaan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor oleh PT Swadarma Sedaya Finance yang menyebabkan terjadinya wanprestasi pada pihak debitur karena kelalaian dalam membayar angsuran kredit kendaraan roda empat pada PT Swadarma Sedaya Finance sebagai pihak kreditur yang penulis tuangkan dalam sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Wanprestasi Dalam Perjanjian Pembiayaan Kepemilikan Kendaraan Bermotor Roda Empat Pada PT. Swadarma Bhakti Sedaya Finance di Kota Pekanbaru”. TINJAUAN PUSTAKA Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah consumer finance. Pembiayaan konsumen ini pada hakikatnya sama saja dengan kredit konsumen (Consumer Credit). Bedanya hanya terletak pada lembaga yang membiayainya. Pembiayaan konsumen biaya diberikan oleh perusahaan pembiayaan (financing company). Sedangkan kredit konsumen (Consumer Credit) biayanya diberikan oleh bank (Sunaryo, 2009) Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen menurut Pasal 1 angka 6 Keppres No. 61 Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf (p) Keputusan Menteri Keuangan No.125/KMK.013/1988 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/ 2006 Tentang Perusahaan pembiayaan Pasal 1 huruf (g) serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan maka “Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran”. Dasar Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen a. Segi Hukum Perdata Ada 2 (dua) sumber hukum perdata untuk kegiatan perjanjian pembiayaan konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang hukum perdata. Dalam asas kebebasan berkontrak hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para pihak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund lender), dan konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user). Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance agreement) merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yaitu perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Konsekuensi yuridis selanjutnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable). Perjanjian pembiayaan konsumen berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen (Abdulkadir dan Muniarti). b. Di luar KUH Perdata Selain dari ketentuan dalam Buku III KUH Perdata yang relevan dengan perjanjian pembiayaan konsumen, ada juga ketentuan-ketentuan dalam berbagai undang-undang di luar KUH Perdata yang mengatur aspek perdata pembiayaan konsumen. Undang-undang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pelaksanaannya. 2. Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya. 3. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya. 4. Keputusan Presiden No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. 5. Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468 Tahun 1995. 6. Peraturan Menteri Keuangan No. 84 /PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
2
Martha Hasanah, Dolok Sukarta PH, Parlin Tobing
Manfaat Perjanjian Pembiayaan Konsumen dalam Mendukung Transaksi Konsumen Kata konsumen dalam bahasa Indonesia merupakan adopsi dari bahasa asing yaitu Inggris consumer dan Belanda consument, secara harfiah diartikan “sebagai orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu”. Atau sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. Ada juga yang mengartikan setiap orang yang menggunakan barang atau jasa. Dari pengertian di atas terlihat ada pembedaaan antara konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahaan atau badan hukum. Pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial, dijual, diproduksi lagi (Wibowo, 1999). Tahap Pratransaksi Konsumen Pada tahap ini, transaksi atau penjualan / pembelian barang dan / atau jasa belum terjadi. Dalam tahap ini hal yang paling penting bagi konsumen adalah informasi atau keterangan yang benar, jujur, serta akses untuk mendapatkan suatu barang atau jasa yang diinginkannya dari pelaku usaha yang beritikad baik dan bertanggung jawab. Konsumen masih dalam proses pencarian informasi atas suatu barang, peminjaman, pembelian, penyewaan atau leasing. Kejujuran atas keterangan informasi yang diperlukan konsumen dalam menentukan pilihannya atas barang dan / atau jasa kebutuhannya dan bukan sekedar informasi untuk menarik minat beli konsumen belaka. Dalam penyampaian informasi tersebut antara lain tidak boleh bertentangan dengan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha (undang-undang perlindungan konsumen, 1999). Tahap Transaksi Konsumen Pada tahap ini konsumen melakukan transaksi dengan pelaku usaha dalam suatu perjanjian (jual beli, sewa atau bentuk lainnya). Pada saat ini, telah ada kecocokan pilihan barang dan/ jasa dengan persyaratan serta harga yang harus dibayar oleh konsumen. Dalam tahap transaksi ini yang menentukan adalah syarat-syarat perjanjian pengalihan pemilikan barang dan / atau pemanfaatan jasa tersebut. Dalam kaitan ini perilaku pelaku usaha sangat menentukan seperti keberadaan klausul baku yang mengikuti transaksi dan persyaratan-persyaratan penjaminan jika ada. Pelaku usaha dan konsumen yang terkait dalam taransaksi konsumen betul-betul harus beritkad baik sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Tahap Purnatransaksi Konsumen Tahap ini merupakan tahap pemakaian, yaitu penggunaan dan / atau pemanfaatan barang dan / atau jasa yang telah beralih kepada pemiliknya atau pemanfaatannya dari pelaku usaha kepada konsumen. Pada tahap ini jika informasi barang dan / atau jasa yang disediakan oleh pelaku usaha sesuai dengan pengalaman konsumen dan pemakaian, yaitu penggunaan dan / atau pemanfaatan produk konsumen tersebut, maka konsumen akan puas (yahyazein, 2008). Para Pihak Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen a. Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Kreditur) Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha berbentuk PT atau koperasi yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang bagi perusahaan pembiayaan konsumen berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. perusahaan tersebut menyediakan jasa kepada konsumen dalam bentuk pembayaran harga barang secara tunai kepada supplier. Antara perusahaan dan konsumen harus ada terlebih dahulu kontrak pembiayaan konsumen yang sifatnya pemberian kredit (Rachmad). Kedudukan Para Pihak dalam Pembiayaan Konsumen a. Pihak perusahaan pembiayaan (kreditur) adalah perusahaan pembiayaan konsumen atau perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan. b. Pihak konsumen (debitur) adalah perorangan atau individu yang mendapatkan fasilitas pembiayaan konsumen dari kreditur. c. Pihak supplier/dealer/developer adalah perusahaan atau pihak-pihak yang menjual atau menyediakan barang kebutuhan konsumen dalam rangka pembiayaan konsumen (Rachmat, 2002). Dokumen Pembiayaan Konsumen Dalam menjalankan transaksi pembiayaan konsumen, terdapat beberapa dokumen yang sering diperlakukan; a. Dokumen pendahuluan, yang meliputi credit application form(formulir aplikasi kredit), surveyor report (laporan survey) dan credit approval memorandum (memo persetujuan kredit). b. Dokumen pokok, yaitu perjanjian pembiayaan konsumen itu sendiri.
3
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 1-13 (April 2014)
c.
Dokumen jaminan, yang meliputi perjanjian fidusia, cessie asuransi, kuasa menjual (kuitansi kosong yang ditandatangani konsumen), pengakuan hutang, persetujuan suami atau isteri, atau persetujauan komisaris atau rapat umum pemegang saham. d. Dokumen kepemilikan barang, yang biasanya berupa BPKB, fotokopi STNK dan atau faktur-faktur pembelian, kwitansi pembelian, sertifikat kepemilikan dan lain sebagainya. e. Dokumen pemesanan dan penyerahan barang, dalam hal ini biasanya diberikan certifikat of delivery and acceptance, delivery order, dan lain-lain. Supporting documents, berisi dokumen-dokumen pendukung yang untuk konsumen individu misalnya fotokopi KTP, fotokopi kartu keluarga, pas foto, daftar gaji dan sebagainya. Sementara itu untuk konsumen perusahaan, dokumen pendukung ini dapat berupa angagran dasar perusahaan beserta seluruh perubahan dan tambahannya, foto kopi KTP yang diberi hak untuk menandatangani, NPWP, SIUP dan TDP, bank statement dan sebagainya. Mekanisme Transaksi Pembiayaan Konsumen Mekanisme transaksi pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh perusahan pembiayaan, hampir sama dengan mekanisme transaksi sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi untuk perorangan. Mekanisme transaksi pembiayaan konsumen sebagai berikut; a. Tahap permohonan b. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan c. Tahap pembuatan customer profile d. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite e. Keputusan kredit komite Jaminan-jaminan Dalam Pembiayaan Konsumen Jaminan-jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen ini pada prinsipnya serupa dengan jaminan terhadap perjanjian kredit bank biasa, khususnya kredit konsumsi. Jadi jaminan dalam pembiayaan konsumen dibagi menjadi 3 yaitu; a. Jaminan utama b. Jaminan pokok c. Jaminan tambahan METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di PT Swadarma Bakti Sedaya Finance yang terletak di jalan Ahmad Yani No. 14 Pekanbaru Riau. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih enam bulan. Jenis dan sifat penelitian Ditinjau dari jenisnya, maka penelitian ini tergolong dalam penelitian observasional research yang dilakukan dengan cara survey, yaitu penelitian secara langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara dan kuesioner (Soekanto, 2000). Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data yaitu : a. Data Primer adalah data utama yang diperoleh oleh penulis melalui responden atau sampel yang berhubungan langsung dengan pokok masalah yang dibahas. b. Data Sekunder adalah data yang penulis peroleh secara tidak langsung dari para responden yang bersumber dari buku-buku hukum perjanjian dan hukum perdata khususnya, peraturan perundangundangan, Internet dan lain-lain. Populasi dan Responden Populasi adalah jumlah keseluruhan dari obyek yang akan diteliti yang mempunyai karakteristik yang sama. Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan objek penelitian untuk mempermudah peneliti dalam menentukan penelitian. Adapun yang menjadi populasi dan sampel dalam penelitian ini terdiri dari : a. Pimpinan PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance sebanyak 1 orang. b. Customer PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Tahun 2013 sebanyak 64 orang. Adapun teknik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil setiap unsur populasi secara keseluruhan dengan menggunakan teknik ” sensus ” seperti : Pimpinan PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, sedangkan customer PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, teknik penarikan sampel dilakukan dengan cara acak (purposive sampling), yaitu pengambilan sampel 10 % dari jumlah populasi Customer PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Tahun sebanyak 256 orang yaitu sebanyak 25 orang.
4
Martha Hasanah, Dolok Sukarta PH, Parlin Tobing
Alat Pengumpul Data Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara: a. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan dialog/ percakapan (tanya jawab) secara langsung dengan Pimpinan PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance b. Kuesioner yaitu data yang penulis peroleh dengan cara memberikan daftar pertanyaan atau angket kepada debitur customer PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance yang menjadi responden atau sampel dan mempunyai hubungan yang erat dengan pokok masalah yang dibahas. c. Analisa Data Setelah semua data diperoleh dan dikumpulkan, baik data primer maupun data sekunder, kemudian data-data tersebut dikelompokkan berdasarkan jenisnya dari kedua masalah pokok yang diteliti. Data yang diperoleh dari wawancara disajikan dalam bentuk uraian kalimat. Sedangkan data dari kuesioner disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian diolah dan disajikan dengan cara membandingkan antara data lapangan dengan pendapat para ahli atau dengan peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar yuridis dalam penelitian. Kemudian penulis mengambil kesimpulan dengan menggunakan metode induktif yaitu mengambil kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus terhadap hal-hal yang bersifat umum. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Roda Empat Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance di Kota Pekanbaru Saat ini banyak anggota masyarakat yang memanfaatkan jasa dari lembaga pembiayaan dalam pembelian kendaraan terutama roda empat. Hal ini disebabkan banyak masyarakat membutuhkan barang konsumsi misalnya kebutuhan alat rumah tangga, perumahan dan sarana transportasi, tetapi di lain pihak tidak semua masyarakat dapat melakukan pembelian secara tunai, namun masyarakat dapat membeli barang secara kredit. Pembelian secara kredit memberikan manfaat dan keuntungan yang tidak sedikit bagi masyarakat. Di tengah daya beli masyarakat yang lemah, beragam kemudahan untuk memiliki kendaraan bermotor ditawarkan oleh lembaga pembiayaan. Perjanjian pembiayaan tidak terlepas dari aspek-aspek hukum yang mengikat antara konsumen dengan perusahaan pembiayaan konsumen tersebut. Perjanjian pembiayaan pemberian kredit kendaraan bermotor oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dibuat secara baku yaitu isi perjanjian telah disusun secara sepihak oleh perusahaan, sehingga pihak perusahaan dapat menerapkan kebijakan take it or leave artinya bahwa isi perjanjian sudah tidak dapat ditawar lagi, apabila konsumen setuju dengan perjanjian silahkan ambil, kalau tidak setuju silahkan mencari lembaga pembiayaan lain. PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance merupakan salah satu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang pembiayaan konsumen (consumer finance). Salah satu cabangnya adalah PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Pekanbaru. Kegiatan pembiayaan kendaraan bermotor yang dilakukan melalui sistem pemberian kredit yang dibayar oleh konsumen secara angsuran atau berkala. PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance memiliki keunggulan dalam pelayanan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor roda empat seperti proses cepat, mudah, dan terjamin dalam arti merupakan perjanjian baku yang berkekuatan hukum, serta adanya pertanggungjawaban penyelesaian yang tuntas apabila terjadi masalah dikemudian hari. Perjanjian pembiayaan kredit kendaraan bermotor pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance merupakan perjanjian hutang piutang antara PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dengan konsumen dengan penyerahan barang secara fidusia dalam arti penyerahan barang tersebut dilakukan berdasarkan atas kepercayaan. Perjanjian pembiayaan kredit kendaraan bermotor pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dapat dikatakan sebagai perjanjian dengan jaminan fidusia, yang mana barang dapat dikuasai oleh debitur namun hak penguasaan terhadap benda tersebut tetap pada kreditur. Hak penguasaan tersebut adalah berupa BPKB (Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor) yang di tahan atau dikuasai oleh pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dan konsumen wajib melunasi angsuran kredit dari objek perjanjian dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Apabila konsumen telah melunasi seluruh angsuran kredit maka pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance akan memberikan BPKB (Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor) kepada konsumen tersebut. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan A/R Head PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance tentang mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiayaan kredit (finance) kendaraan bermotor pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance yang menyatakan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiayaan kredit kendaraan bermotor roda empat pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dengan perusahaan pembiayaan lainnya, yaitu harus melalui tahap-tahap yang sudah ditetapkan oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Demikian pula halnya dengan mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiayaan kredit kendaraan bermotor roda empat antara customer dengan PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, yaitu dilakukan dengan cara mengajukan permohonan terlebih dahulu. Penulis juga menanyakan kepada customer tentang
5
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 1-13 (April 2014)
pelaksanaan perjanjian pembiayaan kredit (finance) kendaraan bermotor roda empat pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dilakukan dengan cara mengajukan permohonan. Maka jawaban dari konsumen dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
No. 1. 2.
Ya Tidak
Tabel. 1 Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Bermotor Jawaban Responden Jumlah Persentase (%) 25 100 % 0 0% Jumlah 25 100 %
Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014 Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jadi disini konsumen hanya memiliki objek dan bukan menguasai objek, hak penguasaan objek tetap berada ditangan kreditur sampai konsumen dapat melunasinya. Perjanjian pembiayaan kredit (finance) kendaraan pribadi sering disebut-sebut dalam bahasa sehari-hari sebagai perjanjian Leasing. Pengertian leasing sendiri adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal yang digunakan oleh perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala, disertai hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai-nilai sisa yang disepakati. Ada empat unsur yang terkadung dalam pengertian leasing antara lain : 1. Penyediaan barang modal 2. Jangka waktu tertentu 3. Pembayaran dilakukan secara berkala 4. Adanya hak opsi, yaitu hak memilih untuk membeli atau memperpanjang. Hak opsi merupakan hak dari lessee untuk membeli atau memperpanjang objek leasing. Sedangkan ciri-ciri perjanjian leasing adalah sebagai berikut : 1. Adanya hubungan tertentu antara jangka waktu perjanjian dengan unsur ekonomis barang yang menjadi objek perjanjian 2. Adanya pemisahan kepentingan atas benda yang menjadi objek perjanjian. Hak milik secara yuridis tetap berada pada pihak lessor (pihak yang menyewakan) dan hak yang menikmati benda diserahkan kepada lessee (penyewa) 3. Adanya kewajiban untuk memberikan penggantian atas kenikmatan yang diperoleh Pada dasarnya tujuan utama dari leasing adalah memperoleh hak untuk memakai benda milik orang lain. Latar belakang tujuan ini adalah berdasarkan pertimbangan ekonomis berkenaan dengan pilihan-pilihan yang harus dilakukan oleh badan usaha. Apabila suatu badan usaha memerlukan alat-alat produksi atau barangbarang modal, maka pertama kali badan usaha tersebut harus menghadapi pilihan antara lain adalah : 1. Memperoleh hak untuk memakai suatu benda tanpa sekaligus memperoleh hak milik atas benda-benda tersebut. 2. Memperoleh hak untuk memakai suatu benda tersebut dengan sekaligus memperoleh hak milik atas benda tersebut. Pilihan ini harus dilakukan karena adanya resiko ekonomis yang terikat pada pemilikan suatu benda. Resiko ekonomis itu sendiri adalah resiko yang berkenaan dengan kemungkinan bertambah atau berkurangnya nilai suatu benda yang dimiliki. Resiko ekonomis dipengaruhi oleh dua hal yaitu : 1. Akibat kepemilikan suatu benda dibidang perpajakan 2. Kemungkinan timbulnya repercusie dalam struktur pembiayaan. Para ahli tentang leasing berbeda pandangannya tentang pembagian jenis leasing. Karena masing-masing mereka melihatnya dari aspek yang berbeda. Ada yang menelaahnya dari aspek peraturan yang mengaturnya, aspek para pihak saja, ada juga melihatnya dari aspek isi paket jasa, aspek kedudukan perusahaan leasing yang berindak sebagai perusahaan lessor, pembiayaan, dan lain-lain. Untuk mewujudkan tujuan dari perusahaan leasing tersebut, maka usaha yang dilakukan oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance adalah dengan memberikan pembiayaan secara kredit kendaraan roda empat kepada masyarakat luas yang ingin memiliki kendaraan pribadi seperti roda empat (mobil). Sebelum perjanjian pembiayaan kredit kendaraan roda empat dilakukan, para pihak terlebih dahulu menempuh beberapa proses.
6
Martha Hasanah, Dolok Sukarta PH, Parlin Tobing
Pada mulanya para debitur mengajukan permohonan persetujuan kredit kepada Pimpinan PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Kemudian staff pada bagian pembiayaan PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance meneliti apakah debitur/ Costumer yang akan mengajukan kredit kendaraan roda empat telah memenuhi syarat untuk dapat mengajukan permohonan kredit kendaraan roda empat di PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah consumer finance. Pembiayaan konsumen ini pada hakikatnya sama saja dengan kredit konsumen (consumer credit). Bedanya hanya terletak pada lembaga yang membiayainya. Pembiayaan konsumen biaya diberikan oleh perusahaan pembiayaan (financing company), sedangkan kredit konsumen biaya diberikan oleh Bank. Di Inggris, kredit konsumen ini sudah diatur dalam suatu undang-undang tersendiri, yaitu dalam Undang-Undang Kredit Konsumen 1974. Secara substansial, pengertian pembiayaan konsumen pada dasarnya tidak berbeda dengan kredit konsumen. Menurut Abdurrahman sebagaimana disitir oleh Munir Fuady bahwa kredit konsumen adalah kredit yang diberikan kepada konsumen guna pembelian barang konsumsi dan jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif atau dagang, Kredit yang demikian itu dapat mengandung resiko yang lebih besar dari kredit dagang biasa, maka dari itu, biasanya kredit ini diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi. Permohonan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor roda empat biasanya dilakukan oleh konsumen (debitur) di tempat dealer penyedia barang kebutuhan konsumen yang telah bekerjasama dengan perusahaan pembiayaan. Pihak dealer ditawarkan perhitungan perincian angsuran tiap bulan dan berapa uang muka (DP/ Down Payment) sebagai tanda jadi. Mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan roda empat pada seluruh kantor cabang PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance pada dasarnya sama, yaitu harus melalui mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiayaan kendaraan roda empat antara konsumen PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dengan melalui beberapa tahapan. Tahapan dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen adalah sebagai berikut : 1. Tahap permohonan. 2. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan. 3. Tahap pembuatan costumer profile. 4. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite. 5. Keputusan kredit komite. 6. Tahapan pengikatan. 7. Tahap pemesanan kendaraan bermotor. 8. Tahap pembayaran kepada supplier. 9. Tahap penagihan atau monitoring pembayaran. 10. Pengambilan surat jaminan. Para ahli hukum memberikan suatu pengertian perjanjian yang berbeda-beda. Perjanjian adalah:” Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan” Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang. Sedangkan Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”. Dari peristiwa itulah, timbul hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian ini berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang. Undang-Undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undangundang ialah isi perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang Undang-Undang atau tidak. Para debitur yang ingin melakukan perjanjian pembiayaan kredit kendaraan bermotor di PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, bebas memilih jenis kendaraan apa yang mereka inginkan/ sesuai serela dan disesuaikan dengan kemampuan para debitur/ costumer untuk memberikan DP (down payment) uang muka kepada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Hal tersebut berarti makin tinggi harga beli mobil tersebut maka semakin tinggi pula DP (down payment) yang akan dibayarkan dan juga semakin tinggi angsuran pembayaran pada tiap bulannya. Setelah mengetahui tentang mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiayaan kredit kendaraan roda empat kepada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, yang dilakukan dengan membuat permohonan. Mengenai persyaratan umum yang harus dilakukan oleh debitur, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan A/R Head PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance yang diperoleh keterangan bahwa dalam pelaksanaan pemberian kredit
7
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 1-13 (April 2014)
kendaraan roda empat kepada debitur maka akan dilaksanakan beberapa persyaratan umum yang harus dilakukan oleh debitur seperti : 1. Pemenuhan prosedur administrati 2. Penjelasan pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance tentang syarat-syarat perjanjian 3. Penandatanangan perjanjian kredit (Akad Kredit). Sedangkan mengenai persyaratan administratif/ persyaratan tambahan yang harus dipenuhi oleh debitur, maka penulis mengadakan wawancara dengan A/R Head PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance yang diperoleh keterangan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh debitur adalah dengan mengisi permohonan yang disediakan oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance atau pada kantor ACC. Pada tahap ini konsumen (debitur) biasanya sudah mempunyai usaha atau mempunyai pekerjaan yang tetap serta berpenghasilan yang memadai. Sehingga syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh konsumen bagi konsumen perorangan untuk dapat mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan konsumen, yaitu: 1. Fotocopi KTP pemohon dan istri/ suami, 2. Fotocopi PBB, Rekening listrik atau telepon 3. Fotocopi Kartu Keluarga (KK), 4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), 5. Surat Pernyataan Penghasilan. 6. Surat Ijin Praktek. 7. Rekening tabungan/ koran tiga (3) bulan terakhir Sementara itu apabila debitur tersebut bukan perseorang tapi merupakan sebuah perusahaan, maka syarat-syarat permohonan tersebut dalam pembiayaan konsumen bagi konsumen yang berupa perusahaan, yaitu: 1. Fotocopi KTP Komisaris dan Direktur 2. Fotocopi akta pendirian perusahaan dan perubahannya. 3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), 4. Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP), 5. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 6. Rekening koran tiga (3) bulan terakhir 7. Surat Keterangan Domisili Penulis juga menanyakan kepada konsumen tentang apakah konsumen mengalami kesulitan dalam melakukan pemenuhan prosedur administratif yang disyaratkan oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance kepada konsumennya. Maka jawaban konsumen tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No. 1. 2.
Tabel. 2 Jawaban Responden Terhadap Kesulitan Dalam Melakukan Pemenuhan Prosedur Administratif Jawaban Responden Jumlah Persentase (%) Tidak sulit 25 100 % Sulit 0 0%
Jumlah
25
100 %
Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 25 (dua puluh lima) orang responden (100%) mengatakan bahwa tidak ada kesulitan dalam pemenuhan prosedur administratif yang disyaratkan kepada konsumennya. Sedangkan jawaban dari konsumen yang mengatakan sulit dalam pemenuhan prosedur administratif yang diajukan oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance adalah tidak ada (0%). Permohonan yang dilakukan oleh konsumen kepada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, maka marketing department akan melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir aplikasi tersebut dengan melakukan analisa dan evaluasi terhadap data dan informasi yang telah diterima. Mengenai penjelasan terhadap hak dan kewajiban dalam melakukan perjanjian pembiayaan kredit kendaraan roda empat kepada pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dengan konsumen, pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance menjelaskannya kepada penulis dalam wawacara di kantor ACC, yang menyatakan, bahwa pihaknya telah menjelaskan secara keseluruhan mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh konsumen dalam melakukan perjanjian pembiayaan kredit kendaraan roda empat. Penulis juga menanyakan kepada konsumen tentang, apakah Bapak/ibu mengetahui tentang hak dan kewajibannya dalam melakukan perjanjian pembiayaan kredit kendaraan bermotor pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Untuk lebih jelasnya jawaban responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
8
Martha Hasanah, Dolok Sukarta PH, Parlin Tobing
No. 1. 2.
Tabel.3 Jawaban Terhadap Pengetahuan Responden Dalam Melakukan Perjanjian Pembiayaan Kredit Jawaban Responden Jumlah Persentase (%) Mengetahui 25 100 % Tidak mengetahui 0 0%
Jumlah
25
100 %
Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 25 (dua puluh lima) orang responden (100%) mengetahui tentang hak dan kewajiban dalam melakukan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor roda empat pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Sedangkan responden yang menjawab tidak mengetahui tidak ada (0%). Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Yang dimaksud dengan prestasi dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance) tidak diatur dalam KUHPerdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama. Dalam Pasal 1338 KUH Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance adalah perusahaan pembiayaan yang telah lama menjadi mitra dalam memberikan bantuan pembiayaan kredit kepada konsumen yang berada di Propinsi Riau. Sehingga alasan utama debitur memilih melakukan perjanjian kepada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dibandingkan dengan perusahaan finance lainnya karena PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance adalah perusahaan pembiayaan yang mudah prosedurnya dan bunga yang diberikan relatif kecil dibandingkan dengan perusahaan finance yang lain. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan A/R Head pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance yang diperoleh keterangan bahwa alasan debitur memilih PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance sebagai mitra lebih banyak dibanding menjadi mitra dari perusahaan finance lainnya, hal tersebut disebabkan oleh saran dari berbagai teman, dan bukan karena pilihan konsumen sendiri. Hal ini terkait, bahwa PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance adalah berlokasi tidak jauh di pusat kota Pekanbaru. Untuk membuktikan hal tersebut penulis menanyakan kepada responden tentang alasan responden memilih PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance sebagai kreditur dalam perjanjian pembiayaan kredit. Untuk lebih jelas jawaban responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
No. 1. 2.
Tabel. 4 Jawaban Responden Dalam Memilih PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Sebagai Kreditur Dalam Perjanjian Pembiayaan kredit Kendaraan Bermotor Roda Empat Jawaban Responden Jumlah Persentase (%) Rekomendasi dari teman 6 14 % Mudah prosedurnya 19 76 %
Jumlah 25 Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014
100 %
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 6 (enam) orang responden (14%) mengatakan bahwa alasan responden memilih PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance sebagai kreditur dalam perjanjian pembiayaan kredit adalah karena rekomendasi dari teman, sedangkan sebanyak 19 (Sembilan belas) orang responden (76%) menjawab bahwa alasan responden memilih PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance sebagai kreditur dalam perjanjian pembiayaan kredit karena mudah prosedurnya. Faktor-faktor Penyebab Tidak Terlaksananya Perjanjian Pembiayaan kredit Kendaraan Roda Empat Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance di Kota Pekanbaru Pada perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor antara PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dengan Customer telah disepakati dan disetujui oleh para pihak dalam bentuk perjanjian, maka masing-masing pihak menjalankan hak dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian tersebut. Pihak pertama adalah PT Swadarma
9
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 1-13 (April 2014)
Bhakti Sedaya Finance atau dapat juga sebagai kreditur dan pihak kedua adalah Customer atau dapat juga disebut sebagai debitur. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak terlaksananya Perjanjian Pembiayaan kredit Kendaraan Roda Empat Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance di Kota Pekanbaru antara lain: a. Penghasilan Customer yang tidak tetap b. Karakter Customer yang tidak baik c. Kendaraan hilang/musnah d. Customer meninggal dunia Penyelesaian Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Roda Empat Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance di Kota Pekanbaru terhadap Customer yang wanprestasi Pelaksanaan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor roda empat (mobil) antara pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dengan Costumer, penulis melakukan wawancara dengan A/R Head PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, mengenai apakah debitur mengetahui tentang resiko dalam pelaksanaan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor di PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance tersebut yang menjawab semua Costumer sebelum melakukan kesepakatan perjanjian telah mengetahui resiko yang akan ditimbulkan dalam perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor ini dan sanksi yang dikenakan kepada debitur apabila wanprestasi adalah : 1. Diberikan teguran/ somasi terlebih dahulu 2. Jika somasi dari pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance tidak diindahkan maka mobil yang belum lunas akan ditarik/disita oleh pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Disamping itu juga penulis menanyakan kepada responden tentang apakah debitur mengetahui resiko jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor roda empat. Untuk lebih jelasnya jawaban responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No. 1. 2.
Tabel. 5 Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Customer Terhadap Resiko Dalam Perjanjian Pemberian Kredit Kendaraan Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Jawaban Responden Jumlah Persentase (%) Ya 25 100 % Tidak 0 0 % Jumlah
25
100 %
Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 25 (dua puluh lima) orang responden (100%) menjawab mengetahui terhadap resiko yang terjadi apabila debitur/costumer wanprestasi dalam perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, sedangkan responden yang menjawab tidak mengetahui adalah tidak ada (0%). Semua resiko atau akibat tersebut sejalan dengan ajaran resicoler (ajaran tentang resiko) bahwa seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jika ada sesuatu di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa objek perjanjian. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan A/R Head PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, apakah pernah dijumpai debitur/costumer melakukan wanprestasi selama pelaksanaan perjanjian kredit dengan pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance yang diperoleh keterangan bahwa selama ini ada beberapa debitur yang wanprestasi yang disebabkan karena tidak membayar angsuran dan lupa terhadap jatuh tempo pembayaran. Selanjutnya penulis juga menanyakan kepada responden, apakah responden pernah mengalami wanprestasi dalam melakukan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor roda empat (mobil) pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Dalam hal ini dapat dilihat jawabannya pada tabel dibawah ini :
10
Martha Hasanah, Dolok Sukarta PH, Parlin Tobing
No. 1. 2.
Tabel. 6 Jawaban Responden Apakah Pernah Terlambat Dalam Melakukan Perjanjian Pemberian Kredit Kendaraan Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Jawaban Responden Jumlah Persentase (%) Pernah Tidak pernah
15 10
60 % 40 %
Jumlah 25 Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014
100 %
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 15 (lima belas) orang responden (60%) pernah terlambat dalam melakukan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, sedangkan sebanyak 10 orang responden (40%) menjawab tidak pernah terlambat dalam melakukan perjanjian pemberian kredit kendaraan pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Adapun alasan responden mengapa bisa terjadi keterlambatan dalam melakukan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance antara lain disebabkan oleh debitur/Customer belum punya uang, usaha tidak lancar dan lupa kalau sudah jatuh tempo pembayaran angsuran. Apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya yang dalam hal ini tidak membayar angsuran yang dijaminkan maka ia dikatakan wanprestasi yang akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu tuntutan dari pihak kreditur. Penulis juga menanyakan kepada responden apakah akibatnya jika terjadi kelalaian debitur dalam memenuhi prestasinya yakni dengan tidak membayar angsuran yang telah menjadi kewajibannya tersebut, maka jawaban responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel. 7 Jawaban Responden Tentang Akibat Debitur Tidak Memenuhi Prestasi Dengan Tidak Membayar Angsuran Kredit Kendaraan Bermotor Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance No. Jawaban Responden Jumlah Persentase (%) 1. Diberi teguran/somasi terlebih dahulu 25 100 % 2. Kendaraan ditarik ACC/ dititip 0 0% Jumlah
20
100 %
Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 25 orang responden (100%) debitur menjawab mereka disomasi terlebih dahulu apabila tidak memenuhi prestasi. Begitu juga hasil wawancara penulis dengan A/R Head PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance yang menyatakan apabila debitur tidak memenuhi prestasinya maka yang dilakukan oleh kreditur adalah memberikan somasi (teguran) terlebih dahulu, dan apabila somasi telah dilakukan tiga kali berturut-turut tetapi debitur tidak juga memenuhi prestasinya maka kreditur menyita objek kendaraan yang dikredit dan debitur diberikan jangka waktu menebus kembali objek kendaraan yang dikreditkan tersebut. Pelaksanaan pemutusan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Pekanbaru berdasarkan hasil wawancara dengan A/R Head PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance adalah pemutusan perjanjian dilakukan secara sepihak oleh kreditur setelah terlebih dahulu memberikan somasi sebanyak dua kali berturut-turut kepada debitur. Tetapi jika debitur tidak juga mau memenuhi prestasi, maka kreditur melakukan penyitaan atau menarik kembali objek jaminan dimanapun, ditangan siapapun benda itu berada walaupun objek perjanjian sudah dibayar 50%. Menghadapi keadaan tersebut debitur berusaha semaksimal mungkin supaya objek jaminan tetap berada ditangannya. Penulis menanyakan kepada debitur sehubungan dengan tindakan debitur jika objek jaminan ditarik. Apakah tindakan Bapak/Ibu jika objek jaminan tersebut ditarik karena kelalaian Bapak/Ibu yang tidak memenuhi kewajiban, sebagai Customer. Dalam hal ini dapat dilihat jawabannya pada tabel di bawah ini:
No. 1 2 3
Tabel. 8 Jawaban responden Tindakan Debitur Setelah Objek Perjanjian di Tarik Jawaban Responden Jumlah Persentase Pasrah karena memang sudah kelalaian saya 6 24% Meminta tambahan waktu 15 60 % Menebus kembali sebelum dilelang dengan membayar 4 16 %
11
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 1-13 (April 2014)
seluruh tunggakan di tambah denda Jumlah
25
100%
Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 6 (enam) orang responden (24%) menjawab pasrah, sedangkan sebanyak 15 orang responden (60%) menjawab meminta tambahan waktu dan sebanyak 3 orang responden (16%) menjawab akan menebus kembali objek perjanjian yang telah ditarik oleh pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance. Setelah objek perjanjian ditarik maka Debitur/Customer diberi jangka waktu 14 (empat belas) hari oleh kreditur/ PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance untuk menembus kembali objek perjanjian. Mengenai cukup atau tidaknya jangka waktu yang diberikan kreditur dalam menebus kembali objek perjanjian yang telah ditarik oleh pihak PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance, maka penulis menanyakan hal tersebut kepada responden. Dalam hal ini jawaban responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
No.
Tabel.9 Jawaban Responden Tentang Jangka Waktu Yang Diberikan Oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Kepada Customer Untuk Menebus Objek Perjanjian Yang Telah Ditarik/Disita Jawaban Responden Jumlah Persentase
1
Cukup Lama
4
16%
2
Terlalu Sebentar
21
84%
25
100%
Jumlah
Sumber : Data olahan Penelitian di Lapangan Tahun 2014 Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa waktu yang diberikan kreditur untuk menebus kembali objek perjanjian relatif singkat. Hal ini terbukti dari jawaban responden menjawab cukup lama hanya 4 orang atau (16%). Sedangkan sebanyak 21 orang responden (84%) menjawab terlalu sebentar. Jika penulis kaitkan dengan Pasal 1520 KUHPerdata Hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu yang lebih lama dari lima tahun. Jika hak tersebut diperjanjikan untuk suatu waktu yang lebih lama, maka waktu itu diperpendek sampai lima tahun itu. Memang waktu yang diberikan jauh lebih singkat dari yang ditentukan pasal tersebut. Tetapi ketika hal tersebut penulis tanyakan kepada staff penjualan PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance Pekanbaru, dikatakan memang waktu tersebut relatif singkat tetapi itu sudah merupakan ketentuan dan sudah dicantumkan dalam isi perjanjian dan debitur telah menyetujuinya. Walaupun jangka waktu yang diberikan relatif singkat kebanyakan debitur menembus kembali objek perjanjian tersebut. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Roda Empat Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance di Kota Pekanbaru dibuat dalam bentuk baku yang diketahui bahwa posisi Customer berada pada pihak yang lemah karena tidak ikut serta dalam membuat atau menentukan isi dari perjanjian. 2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab tidak terlaksananya Perjanjian Pembiayaan kredit Kendaraan Roda Empat Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance di Kota Pekanbaru dikarenakan terlambat membayar angsuran, membayar angsuran tapi kurang, tidak membayar angsuran sama sekali, mengalihkan kendaraan bermotor kepada pihak ketiga, membawa lari kendaraan bermotor keluar kota/pulau, dan membongkar kendaraan bermotor yang merupakan objek pembiyaan kredit. 3. Penyelesaian Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Roda Empat Pada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance di Kota Pekanbaru terhadap Customer yang wanprestasi adalah jika Customer mengalami wanprestasi yakni tidak memenuhi prestasi yang sebelumnya kreditur telah memberikan somasi sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, tetapi jika debitur/Customer tidak memenuhi prestasinya, maka kreditur akan melakukan penyitaan atau menarik kembali kendaraan yang berada dalam kekuasaan debitur/ Customer, dan bila kendaraan tersebut tidak ditebus juga oleh debitur dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kreditur akan menjual kendaraan tersebut kepihak lain melalui pelelangan umum dan hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk melunasi hutang debitur.
12
Martha Hasanah, Dolok Sukarta PH, Parlin Tobing
SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perjanjian pemberian kredit kendaraan bermotor antara PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance dengan Customer didalam pelaksanaannya harus benar-benar diperhatikan apakah debitur tidak akan melakukan wanprestasi, sehingga para pihak untuk kedepannya dapat bekerjasama kembali agar tidak saling merugikan, karena mengingat dalam perjanjian ini Customer sering mengalami kerugian akibat penarikan kendaraan roda empat yang dilakukan oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance yang disebabkan customer tidak dapat membayar angsuran kredit. 2. PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance harus lebih banyak belajar dari pengalaman agar perjanjian pembiayaan kredit kendaraan roda empat ini tidak ada celah hukum yang mengakibatkan pihak Customer wanprestasi. Sebaiknya jangka waktu penarikan kendaraan roda empat maupun pelelangan yang diberikan oleh PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance terhadap Customer yang belum mampu membayar angsuran agar di tambah, karena mengingat uang DP (double payment) yang telah disetorkan oleh customer kepada PT Swadarma Bhakti Sedaya Finance cukup besar ditambah lagi angsuran tiap bulannya yang juga telah dibayarkan. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982. Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. A. Qirom Syamsyuddin Meliala, Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembanganya Liberti,Yogyakarta,1985. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2005. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Merancang Kontrak, PT.Grasindo, Jakarta, 2001 Budi Rachmat, Multi Finance Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, CV Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2002. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Rajawali Pers, 2003. Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 2000. Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan (perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari Undangundang), Mandar Maju, Bandung, 1994. R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, PT.Bale, Bandung 1986. Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Pradnya Paramita, Jakarta, 1995.
13
Jurnal Fiat Justitia , Vol. 1. No.1, 14-27 (April 2014)
IMPLEMENTASI PUTUSAN MK NO: 110-111-112-113/PUU-VII/2009. PENGUJIAN UNDANGUNDANG NOOR 10 TAHUN2008 DAN PUTUSAN MA NO. 15P/HUM/2009 TENTANG HAK UJI MATERIAL TERHADAP PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NO. 15 TAHUN 2009
Wismar Harianto STIH Persada Bunda Elpiansah STIH Persada Bunda
ABSTRACT In the implementation taxpayers often misinterpret local regulation number 04 of 2010 concerning fees for acquisition of land and buildings. Background Based on the formulation of the problem formulated Implementation Factors is the bottleneck, and efforts are made to overcome the obstacles that arise in the implementation of the transfer of rights due to inheritance of the land that has been registered by the Regional Regulation No. 04 of 2010 Concerning Customs Acquisition Rights land And Building In Pekanbaru. This study qualifies as a juridical sociological research that examines the local regulation number 04 of 2010 concerning fees for acquisition of land and buildings article 3 paragraph 2 E with its implementation in the field. The primary data in this study was obtained through direct interviews with respondents. Secondary data for this study were obtained through library research on legal materials, primary, secondary and tertiary according to the issues to be discussed. The results showed that the taxpayer is given the greatest confidence in calculating the tax due BPHTB not have a high awareness in order to pay the tax in accordance with the market value specified in the regulations, such inhibiting factors still lack of knowledge and awareness of the taxpayers of the rule of law , and the lack of personnel with the object of taxation than increasing taxes. The efforts made to overcome the obstacles to be socialized taxpayer rights and obligations of the print and electronic media and add employees in terms of quantity and quality. Keywords : taxes, duties, taxpayers, heir, soil PENDAHULUAN Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD 1945 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, salah satu peran Pemerintah negara Indonesia wajib melindungi, memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan pembangunan yang melibatkan pemerintah dan seluruh potensi masyarakat secara terpadu dengan prinsip keadilan. Pembangunan Indonesia yang kaya akan sumber daya alam ini memerlukan sumber pendanaan atau keuangan yang memadai. Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa pada dasarnya negara menguasai segala potensi alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf kehidupan warga negara dalam berbagai sektor kehidupan. Sumber keuangan negara bersumber dari beberapa sektor pendapatan, diantaranya adalah dari pajak, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Peran pajak di setiap negara sangat penting, Di Indonesia sendiri realisasi pendapatan negara dari tahun ke tahun selalu meningkat secara signifikan dikarenakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Berdasarkan data dari badan pusat statistik, realisasi pendapatan negara dari sektor pajak tahun 2012 mencapai 1.016,237 triliun rupiah. Sedangkan pada anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2012 yang telah ditetapkan, sumbangsih pajak terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara sangat mencolok, perbandingannya dapat dilihat dengan realisasi pajak yang tersebut diatas dengan data departemen keuangan republik Indonesia terkait anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2012 ditetapkan sebesar 1.435,4 triliun rupiah.
14
Wismar Harianto , Elpiansah
Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian keuangan.Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Untuk pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah, akan dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat. Perkembangan hukum terkait perpajakan di Indonesia sangat dinamis, salah satu faktor perkembangan tersebut yaitu meningkatnya perekonomian masyarakat Indonesia, Undang-undang sampai peraturan daerah yang mengatur tentang Pajak rentan mengalami perubahan, dikarenakan hal tersebut sering kali kita temukan undangundang maupun peraturan-peraturan baru yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah bersama anggota legislatif yang terkait dengan aktivitas perpajakan.Salah satu contohnya yaitu Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dengan semangat otonomi daerah yang dicanangkan setelah lahirnya undangundang tersebut, dalam menjalankan rumah tangganya pemerintah daerah mengacu kepada penjelasan umum pada Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah yaitu : “Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negera Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-Tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang dasar tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang dengan demikian pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus didasarkan pada undang-undang” Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan bagi pemerintah daerah yang berguna dalam menyelenggarakan pemerintah dan pembangunan daerah untuk pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata, luas, dinamis dan bertanggung jawab. Otonomi daerah membawa dampak positif bagi daerah sebagai daerah otonom, daerah otonom sebagai “kesatuan masyarakat hukum yang mempuyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jadi pada prinsipnya daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemberian otonomi diharapkan pada akhirnya akan lebih memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di daerah itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang tumbuh pesat biasanya berbanding lurus dengan pembangunan disemua sektor pada umumnya, pembangunan bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat, kualitas, serta kesejahteraan segenap lapisan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses pertumbuhan yang berjalan secara berkesinanbungan untuk mewujudkan tujuantujuan tersebut. Pesatnya pembangunan tidak terlepas hubungannya dengan pengenaan pajak khususnya di Kota Pekanbaru, pada umumnya setiap kegiatan yang berkaitan dengan harta benda tidak akan terlepas dari pengenaan pajak. Salah satu contohnya yaitu pendaftaran peralihan hak karena pewarisan atas bidang tanah yang sudah didaftar akan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan selanjutnya akan disebut dengan “BPHTB” sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 111 tahun 2000 tentang pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena Waris dan Hibah Wasiat, untuk pendaftaran objek peralihan hak yang dimaksud yang dapat dikenakan BPHTB tertuang pada peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah pada pasal 36 dan 42 yakni : “Pasal 36 1. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. 2. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan” Pasal 42
15
Jurnal Fiat Justitia Vol. 1. No.1, 14-27 (April 2014)
1. Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.” BPHTB merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah daerah yang berperan cukup besar bagi pembangunan daerah. Adapun penggunaan dana dari hasil penerimaan BPHTB berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan NOMOR 03/PMK.07/2007 Tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi Dan Bangunan Dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Bagian Daerah Tahun Anggaran 2007 dibagi untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan daerah dengan perimbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. Dari hasil penerimaan daerah sebesar 80% tersebut, dibagi untuk daerah tingkat I yakni provinsi dan daerah tingkat II yakni kabupaten/kota dengan perimbangan 16% untuk provinsi dan 64% untuk kabupaten/kota pengahasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dari hasil penerimaan BPHTB diperuntukkan untuk pembangunan daerah. Tata cara perhitungan BPHTB di Pekanbaru menganut Self-assessment System (sistem perhitungan sendiri), Selfassessment system (sistem perhitungan sendiri) merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan daerah terkait. Self-assessment System (sistem perhitungan sendiri) sebagai sistem penetapan pajak di Indonesia telah diterapkan sejak reformasi perpajakan tahun 1983. Sebelumnya pernah diberlakukan official assessment system (sistem perhitungan resmi) yang memungkinkan seluruh pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak ditentukan oleh Fiskus/pemerintah. Perhitungan dengan Self-assessment System (sistem perhitungan sendiri) dewasa ini banyak menimbulkan penyimpangan oleh wajib pajak yang khususnya mendaftarkan peralihan hak karena pewarisan atas bidang tanah yang sudah didaftar di kota Pekanbaru, pada pelaksanaanya wajib pajak sering salah dalam menafsirkan peraturan daerah nomor 04 tahun 2010 tentang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, yakni pada pasal 3 ayat 2 E dijelaskan bahwa pengenaan BPHTB atas waris adalah nilai pasar. Nilai pasar yang dimaksud sangat jauh perbedaanya dengan Nilai Jual Objek Pajak yang tertera pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Dan Bangunan yang selanjutnya disebut “SPPT PBB”, wajib pajak yang baik perlu kesadaran hukum yang tinggi untuk mentaati aturan dalam pasal tersebut. Pajak Bumi dan Bangunan dahulunya merupakan Pajak Pusat, tepat awal tahun 2012 kewenangan untuk mengelola telah dilimpahkan penuh kepada pemerintahan daerah Kota Pekanbaru, untuk menaikan Nilai Jual Objek Pajak pada SPPT PBB agar mendekati nilai pasar bukanlah perkara mudah, sebab tidak semua wajib pajak berkepentingan dalam peralihan Hak karena pewarisan atas bidang tanah yang sudah didaftarkan. Dapat dibayangkan pendapatan pemerintah daerah akan potensi pajak dari BPHTB dirasakan kurang maksimal. Sehubungan dengan hal tersebut diatas inilah penulis tertarik untuk mengkaji persoalan ini lebih jauh lagi dan untuk itu Penulis mengambil judul skripsi ini Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Untuk menambah wawasan, bahan bagi penulis khususnya di bidang perpajakan. 2. Sebagai sumbangsih pemikiran terhadap perkembangan Ilmu Hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Yayasan Pendidikan Persada Bunda. 3. Sebagai sumbangan pemikiran yang mungkin bermanfaat bagi Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru yang dalam hal ini bertindak sebagai Fiskus (pemungut pajak) demi memaksimalkan potensi pajak BPHTB. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Tentang Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah Peralihan Hak atas tanah dapat terjadi karena perbuatan hukum yang disengaja maupun tidak. Beralih menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah: berpindah, berganti, berubah, jadi beralihnya Hak atas tanah adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain karena terjadinya suatu peristiwa hukum sedangkan “dialihkan/pemindahan hak artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum”. Hak Atas Tanah sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria yang selanjutnya disebut juga”UUPA” adalah hak menguasai tanah dari Negara yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Jadi yang dimaksud peralihan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan atau mengganti hak atas tanah dari suatu pihak ke pihak lain. Ketika seseorang atau badan hukum telah mengalihkan hak atas tanahnya, kepada orang lain secara sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan maka orang tersebut sudah tidak punya hak lagi atas tanah yang dialihkan sejak dilakukannya peralihan hak.
16
Wismar Harianto , Elpiansah
Sedangkan apabila seseorang atau pemilik saham dalam badan hukum meninggal dunia maka hak atas tanahnya akan beralih kepada ahliwarisnya. Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak, yakni sebagai berikut ; a. Pewarisan tanpa wasiat menurut hukum perdata jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal, maka hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya. b. Pemindahan hak berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat yang terjadi karena peristiwa hukum dengan meninggalnya pemegang hak, dalam perbuatan hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. bentuk pemindahan haknya dapat berupa : a. Pewasiatan dari ayah atau ibu kepada anak atau dari kakek-nenek kepada cucu atau dari adik kepada kakak atau sebaliknya kakak kepada adiknya dan lain sebagainya. b. Hibah yaitu pemberian dari seseorang kepada orang lain. c. Jual beli yaitu tanah tersebut dijual kepada pihak lain. Acara jual beli banyak tergantung dari status subyek yang ingin menguasai tanah dan status tanah yang tersedia misalnya apabila yang memerlukan tanah suatu Badan Hukum Indonsia sedangkan tanah yang tersedia berstatus Hak Milik maka secara acara Jual Beli tidak bisa di laksanakan karena akan mengakibatkan jual belinya batal demi hukum, karena Badan Hukum Indonesia tidak dapat menguasai tanah Hak Milik. Namun kenyataannya dalam praktek cara peralihan hak dengan jual beli adalah yang paling banyak ditempuh. d. Tukar menukar antara bidang tanah yang satu dengan bidang tanah yang lain, dalam tukar menukar ini bisa ada unsur uang dengan suatu pembayaran yang merupakan kompensasi kelebihan atas nilai/ harga tanah yang satu dengan yang lainnya, bisa juga tanpa ada unsur uang karena nilai tanah yang satu dengan yang lainnya sama. e. Pembagian hak bersama bisa terjadi karena hak yang ada terdaftar atas nama bebertapa nama sehingga untuk lebih memperoleh kepastian hukum para pihak melakukan pembagian atas bidang tanah yang mereka miliki bersama-sama. f. Pemasukan dalam perseroan yang menyebabkan hak atas tanahnya berubah menjadi atas nama perseroan dimana seseorang tersebut menyerahkan tanahnya sebagai setoran modal dalam perseroan tersebut. g. Pelepasan hak, dilakukan karena calon pemegang hak yang akan menerima peralihan hak atas tanah tersebut adalah bukan orang atau pihak yang merupakan subjek hukum yang dapat menerima peralihan hak atas tanah yang akan dialihkan tersebut, sebagai contoh tanah yang akan dilalihkan kepada suatu Badan Hukum Indonesia adalah tanah dengan status hak milik, ini tidak bisa dilakukan karena Badan Hukum Indonesia bukanlah Subjek hukum yang dapat menerima peralihan hak atas tanah dengan status hak milik. h. Lelang, umumnya dilakukan jika tanah yang akan dialihkan tersebut susah untuk menemukan calon pembeli atau tanah tersebut merupakan jaminan pada bank yang sudah di eksekusi lalu mau dijual. i. Peralihan karena penggabungan atau peleburan perseroan yang menyebabkan ikut beralihnya hak atas tanah yang merupakan asset perseroan yang diambil alih tersebut. Pengertian Pendaftaran Tanah adalah : “rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.” Untuk Menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan pada UUPA pasal 19 ayat 1 maka diadakanlah pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah yakni berfungsi sebagai berikut: a. Bahwa diterbitkannya sertifikat hak atas tanah, maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. b. Di zaman informasi ini maka Kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri
17
Jurnal Fiat Justitia Vol. 1. No.1, 14-27 (April 2014)
c.
informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan terkait tanah. Informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum, artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanah bangunan yang ada. Untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan suatu hal yang wajar.
Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain: 1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai 5. Hak Sewa 6. Hak Membuka Tanah 7. Hak Memungut Hasil Hutan 8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53. Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak–hak yang dimaksud antara lain : 1. Hak gadai, 2. Hak usaha bagi hasil, 3. Hak menumpang, 4. Hak sewa untuk usaha pertanian. Hak–hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak–hak tersebut menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak–hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat sampai sekarang di Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sutan Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika (1948) mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada saat itu, Indonesia baru saja selesai dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI sudah bisa dieliminir pada tahun 1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan yang sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya. Dalam UUPA, hak–hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut : 1.Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari : 1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai 5. Hak Sewa Tanah Bangunan 6. Hak Pengelolaan 2.Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :
18
Wismar Harianto , Elpiansah
1. Hak Gadai 2. Hak Usaha Bagi Hasil 3. Hak Menumpang 4. Hak Sewa Tanah Pertanian Pencabutan Hak Atas Tanah Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. Menurut Undang–undang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda–benda diatasnya hanya dilakukan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama milik rakyat merupakan wewenang Presiden RI setelah mendengar pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah Presiden mendengar pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan Keputusan Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah yang haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik banding pada pengadilan tinggi. Tinjauan Tentang Pajak Pajak merupakan Sumber Pendanaan terbesar bagi negara untuk membiayai rumah tangga negara. Menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, definisi pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” perpajakan merupakan bidang ilmu yang dinamis, oleh karena itu banyak ahli-ahli di dalam bidang perpajakan dan ahli ekonomi yang juga banyak mengemukakan pendapatnya tentang pengertian dari pajak, berikut pengertian pajak menurut para ahli di bidang pajak dan ekonomi : Prof.Dr. Rochmat Sumitro,S.H. dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944”(Jakarta : Eresco, 1977, halaman 22), menyatakan bahwa pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undangundang(dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (publieke uitgaven). Mr. Dr. N.J. Feldmann yang pendapatnya sama dengan Seligman, “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum) tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum. Dr Soeparman Soehammidjaja dalam desertasinya berjudul “Pajak berdasarkan asas gotong royong”(Universitas Padjajaran Bandung, 1964), menyatakan pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektip dalam mencapai kesejahteraan umum. Prof Dr P.JA Andriani, Pajak adalah iuran kepada negara(yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan)dengan tidak dapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk, dan yang gunanyaadalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas pemerintah. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsure-unsur: 1.Dari rakyat kepada Negara 2. Iuran Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Pajak bukan hanya dipungut oleh pemerintah, namun untuk pertanggung jawabannya pasti akan dilakukan realisasi. Akan tetapi Pajak itu sendiri memiliki beberapa fungsi antara lain : 1. Fungsi Pendapatan Pendapatan Negara melalui Pajak cukup besar jumlahnya. Pajak merupakan suatu sumber atau alat untuk memasukkan uang ke kas negara sesuai dengan peraturan, Menurut fungsi ini, pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan. Jikas masih ada sisa, maka dapat untuk membiayai investasi pemerintah. 2. Fungsi Stabilitas Melalui Penerimaan Pajak, Pemerintah dapat mengatur kegiatan perekonomian, sehingga tercipta kondisi yang lebih stabil di bidang ekonomi.
19
Jurnal Fiat Justitia Vol. 1. No.1, 14-27 (April 2014)
3.
Fungsi Pemerataan Peranan pemerintah diantaranya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, untuk mewujudkan pemerintah membutuhkan dana dalam membiayai pembangunan. Pajak merupakan salah satu sumber terbesar dalam membiayai pembangunan. Pembangunan sarana dan prasarana ditujukan untuk memajukan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Lembaga Pemungutnya, jenis pajak dapat dibagi dua, yaitu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, yang sering disebut pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dalam pelaksanaanya dilakukan oleh Departemen Keuangan cq Direktorat Jenderal Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak Daerah adalah Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan pemungutan pajak merupakan salah satu perwujudan kehidupan bernegara. Pajak di kelompokkan menjadi dua jenis dalam lembaga pemungutannya agar dalam pemungutannya berjalan dengan efektif dan efisien, sehingga potensi pajak yang ada dapat menghasilkan dana yang memadai dalam pembangunan sarana dan prasarana yang bertujuan mendorong pertumbuhan perekonomian. Tinjauan Tentang Pewarisan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi Waris adalah orang yg berhak menerima harta pusaka dr orang yg telah meninggal, jadi pewarisan hanya dapat terjadi apabila seseorang meninggal dunia dan memiliki harta pusaka semasa hidupnya. Seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 830 menyatakan bahwa pewarisan hanya dapat terjadi karena kematian. Lain halnya dalam hukum islam, “waris (faraid) berasal dari kata fardu yang mempunyai arti cukup banyak, Oleh para ulama kata faraid diartikan sebagai al-mafrudah yang berarti al-muqaddarah, bagian-bagian yang telah ditentukan.” Dapat disimpulkan bahwa waris (faraid) dalam hukum islam telah menentukan bagian-bagian yang akan diperoleh ahli warisnya. Jadi untuk mengatur hal-hal yang terkait dengan pewarisan diperlukan hukum waris. Berikut beberapa pengertian Hukum Waris Menurut Pakar dan Hukum Islam : Definisi dari Mr.A.Pitlo Hukum Waris adalah Suatu rangkaian ketentuan-ketentuan dimana berhubung dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya didalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal kepada ahli-waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga. “Menurut pengertian yang tercantum dalam kompilasi Hukum Islam Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing” Salah satu yang diatur dalam Hukum Waris adalah Syarat-Syarat dalam Waris. Berikut Syarat-Syarat Waris menurut hukum islam dan hukum perdata : Menurut hukum islam : 1.meninggalnya seorang (pewaris) baik secara hakiki maupun hakiki maupun secara hukum(misalnya dianggap telah meninggal). 2.Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia. 3.Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termaksud jumlah bagian masing-masing. Menurut Hukum Perdata : “1.harus ada orang yang meninggal dunia untuk menjadi pewaris. 2.harus ada orang yang mewaris (ahli waris)” Ahli waris ialah orang yang menggantikan pewaris didalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian tertentu.. Dengan demikian para ahli waris merupakan kerabat dari yang meninggal dunia. Dalam Pasal 838 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah: “1. dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu; 2. dia yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
20
Wismar Harianto , Elpiansah
3. dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; 4. dia yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu. “ Tinjauan Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. “Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya Hak Atas Tanah dan Bangunan oleh Pribadi atau Badan.” Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan selanjutnya disebut juga dengan “BPHTB” pada dasarnya dikenakan atas setiap perolehan hak yang diterima oleh orang pribadi atau badan hukum yang terjadi dalam Wilayah Hukum Negara Indonesia. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak terhutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar akta peralihan hak seperti jual beli, hibah, waris, tukarmenukar, atau risalah lelang, atau surat keputusan pemberian hak atas tanah dapat dibuat dan ditanda tangani oleh Pejabat yang berwenang. Tujuan pembentukan Undang-undang tentang BPHTB adalah perlunya diadakan pemungutan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagaimana telah pernah dilaksanakan, sebagai upaya kemandirian bangsa Indonesia untuk memenuhi pengeluaran pemerintah berkaitandengan tugasnya untuk menyelenggarakan Pemerintahan Umum dan Pembangunan Nasional. subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Maksudnya adalah pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak dari suatu peralihan hak atas tanah dan bangunan, sehingga orang atau pribadi atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah yang menjadi wajib pajak BPHTB. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. Seperti yang telah diketahui bahwa sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agararia atau yang dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), setiap pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Indonesia, dipungut Bea Balik Nama berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1834 nomor 27, Obyek Bea Balik Nama (BBN) menurut ordonansi tersebut adalah pemindahan hak atas harta tetap yang dilakukan dengan pembuatan akta. Setelah Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) diundangkan maka pungutan Bea Balik Nama (BBN) atas harta tetap berupa tanah tidak berlaku lagi, karena hak-hak kebendaan yang melekat sesuai dengan Ordonansi Bea Balik nama telah dicabut dan diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Dengan demikian sejak berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), Bea Balik Nama (BBN) atas tanah tidak dipungut lagi. Maka dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang merupakan dasar hukum dalam upaya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria yang bersifat nasional dan memberikan kepastian hukum dalam bidang pertanahan bagi rakyat Indonesia, dan untuk menggantikan pungutan Bea Balik Nama (BBN) atas harta tetap berupa tanah, maka diberlakukanlah Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB disahkan pada tanggal 29 Mei 1997 yang mulai berlaku pertanggal 1 Januari 1998 dan kemudian untuk menghadapi perubahan yang cepat yang terjadi dalam masyarakat maka dilakukanlah penyempurnaan ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB menentukan bahwa “Yang Menjadi Obyek Pajak adalah Perolehan Hak Atas Tanah dan atau bangunan”. Obyek Perolehan pada BPHTB haruslah Tanah dan ataupun Tanah berikut Bangunan. Dengan demikian apabila obyek perolehan hak bukan tanah dan ataupun tanah dan bangunan, maka perolehan hak yang terjadi bukan merupakan obyek BPHTB. Pada Pasal 2 penjelasan Undangundang nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Objek Pajak BPHTB yaitu : a. Perolehan hak atas tanah dan bangunan akibat pemindahan hak, karena hal-hal dibawah ini. 1. Jual Beli 2. Tukar Menukar 3. Hibah 4. Hibah Wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan bangunan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia
21
Jurnal Fiat Justitia Vol. 1. No.1, 14-27 (April 2014)
5. Waris 6. Pemasukan dalam Perseroan atau Badan Hukum lain, yaitu Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan dari orang pribadi atau Badan Hukum kepada perseroan terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan terbatas atau badan hukum lainnya tersebut. 7. Pemisahan Hak yang mengakibatkan Peralihan yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama. 8. Penunjukan Pembeli Dalam Lelang yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang. 9. Pelaksanaan Putusan Hakim Yang Mempunyai Kekuatan Hukum Yang Tetap yaitu sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai keputuan hukum tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut. 10. Penggabungan Usaha yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung. 11. Peleburan Usaha yaitu peleburan usaha dari dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan usaha yang bergabung tersebut. 12. Pemekaran Usaha yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama. 13. Hadiah yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah. b. Perolehan hak atas tanah dan bangunan akibat pemberian hak baru, karena hal-hal dibawah ini. 1.Perolehan Hak baru atas tanah dan atau bangunan sebagai kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak. 2.Perolehan Hak Karena Pemberian Hak Baru Diluar Pelepasan Hak yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara menurut Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) Berdasarkan pada Pasal 10 ayat (1) Undangundang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang menentukan bahwa : “Wajib pajak membayar pajak yang terhutang dengan tidak berdasarkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak”, artinya bahwa pada pemerintah tidak menetapkan berapa besar pajak yang menjadi kewajiban subyek BPHTB yang harus disetorkan ke Kas Negara.Sesuai dengan penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB yang menentukan, bahwa “Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah Self Assessment,dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB), dan melaporkannya tanpa berdasarkan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak”. Self Assessment System adalah sistem perhitungan sendiri yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terhutang. Ciri-cirinya adalah : a.Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada wajib pajak sendiri. b.Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang. c.Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. Sistem Self Assessment ini umumnya diterapkan pada jenis pajak dimana wajib pajaknya dipandang cukup mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan hutang pajaknya sendiri. Dalam hal ini, subyek pajak/wajib pajaknya relatif terbatas, tidak seperti Pajak Bumi dan Bangunan. Sebagai contoh adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa (PPN), dan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM). Prinsip pemungutan yang dianut dalam Undang-undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) adalah: 1.Pemenuhan kewajiban PBHTB adalah berdasarkan sistem Self Assessment, yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya. 2.Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak. 3.Agar Pelaksanaan Undang-undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada Wajib Pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 4.Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan Negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah dalam rangka memanfaatkan otonomi daerah.
22
Wismar Harianto , Elpiansah
5.Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Kota Pekanbaru, khususnya di Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru yang dalam hal ini berkedudukan sebagai fiskus/pemerintah daerah yang berwenang memungut BPHTB. Populasi dan Sampel Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian adalah sebagai berikut : -Kepala Seksi Intensifikasi dan Ekstensifikasi Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru berjumlah satu orang. Dengan meneliti populasi yang hanya berjumlah satu orang, maka populasi tersebut langsung berperan sebagai responden dalam penelitian ini. Jenis dan Sumber Data Adapun jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Data Primer : yaitu data yang diperoleh dari responden berdasarkan hasil wawancara dan observasi, dimana Penulis mendatangi masing-masing responden untuk mendapatkan data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data Skunder : yaitu data yang diperoleh dari Buku-Buku dan peraturan perundang-undangan seperti UUD 1945,UU, PP dan Perda yang merupakan pendukung dari data primer. Data Tertier : yaitu data yang diperoleh melalui kamus, ensiklopedia, media internet dan sejenisnya yang berfungsi untuk mendukung data primer dan data sekunder. Teknik Pengumpulan Data dan Alat Pengumpulan Data Guna mempermudah mengumpulkan data dalam penelitian, maka adapun tehnik pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai berikut : Wawancara Observasi
: yaitu penulis mendatangi responden dan mengadakan tanya jawab secara langsung mengenai permasalahan yang diteliti. : yaitu penulis langsung turun kelapangan guna melihat secara langsung keadaan yang terjadi di lapangan.
Analisis Data Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan dalam penulisan data penelitian ini adalah sebagai berikut : Setelah data dan informasi yang dibutuhkan telah terkumpul, kemudian data itu dikelompokkan menurut jenis data sesuai dengan kategori yang dibutuhkan. Kemudian data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang telah dipilih dan disusun dengan uraian lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran yang diperoleh.
Pembahasan Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa dalam proses peralihan hak karena pewarisan atas bidang tanah yang sudah didaftar di Kota Pekanbaru, para ahli waris akan dibebankan sejumlah pajak disaat yang bersangkutan akan mendaftarkan peralihan haknya ke Badan Pertanahan Kota Pekanbaru yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut juga dengan “BPHTB”, dan Dasar hukum Peralihan hak karena pewarisan atas bidang tanah yang sudah didaftar adalah Peraturan Daerah Kota Pekanbaru nomor 04 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa terlebih dahulu tahap yang harus dilakukan Para ahli waris adalah mengisi formulir Surat Setoran Pajak Daerah-Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan selanjutnya disebut juga dengan “SSPD-BPHTB”. Kemudian syarat-syarat yang perlu dilampirkan pada saat membayar BPHTB yang dimaksud yakni : Foto Copy Kartu Tanda Penduduk Para Ahli Waris, Kartu Keluarga Seluruh Ahli Waris, Surat
23
Jurnal Fiat Justitia Vol. 1. No.1, 14-27 (April 2014)
Keterangan Ahli Waris, Bukti Bayar dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang tahun berjalan dan Sertifikat Tanah. Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa Besaran BPHTB terhutang yang harus dibayar setiap peralihan hak karena pewarisan atas bidang tanah yang sudah didaftar dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu berdasarkan nilai pasar atau berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak pada Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut juga dengan “NJOP PBB”. Pemetaan Zona Nilai Tanah pada NJOP PBB yang dimaksud ditetapkan oleh pemerintah daerah kota Pekanbaru dan kemudian dituangkan dalam peraturan walikota nomor 69 tahun 2011 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai acuan agar kegiatan perpajakan dapat berjalan lebih efisien, sedangkan nilai pasar yang dimaksud adalah nilai ekonomis objek pajak disaat mana akan dilakukan peralihan hak. Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa Pemungutan BPHTB dilakukan secara self-assessment (perhitungan sendiri), yaitu sistem dimana pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa Wajib Pajak hanya membayar besaran pajak terutang BPHTB hanya sesuai dengan NJOP PBB. Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB tersebut juga terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Kendala yang berhubungan dengan wajib pajak lebih disebabkan oleh kekurang tahuan dari para wajib pajak dan juga kesadaran terhadap aturan hukum yang berlaku, terutama di bidang Pajak. Dimana wajib Pajak hanya berpedoman sepenuhnya pada NJOP PBB yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan kota Pekanbaru yang dituang pada Peraturan Walikota. Selain Hal tersebut Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa Hambatan yang berpengaruh besar juga berasal dari pihak internal khususnya Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru, NJOP PBB yang dipakai sebagai acuan dalam menghitung BPHTB sekarang ini jauh ketinggalan dengan nilai pasar terkini yang sangat dinamis yang dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi yang pesat, bertambahnya pendapatan masyarakat, perkembangan wilayah dan pembangunan, kepastian hukum dan meningkatnya gejala penawaran dan permintaan ditengah-tengah masyarakat kota Pekanbaru. Oleh karena dinamisnya perkembangan nilai pasar tersebut, ditambah dengan Keterbatasan Dinas Pendapatan kota Pekanbaru akan petugas ahli, keterbatasan pegawai dibandingkan dengan bertambahnya potensi pajak serta keterbatasan waktu dalam pemetaan pemuktahiran nilai tanah akan berdampak terus menerus tertinggalnya NJOP PBB dengan nilai pasar. penyesuaiaan NJOP PBB dengan nilai pasar diperhitungkan membutuhkan waktu 10 hingga 20 tahun. Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman wajib pajak akan hak dan kewajiban dalam bidang perpajakan khususnya BPHTB yang dikenakan dalam peralihan hak karena pewarisan atas bidang tanah yang sudah didaftar, terlebih mengenai nilai pasar yang dimaksud dalam peraturan daerah kota Pekanbaru nomor 04 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa dengan perkembangan teknologi informasi sekarang ini Dinas Pendapatan Daerah akan mencoba mensosialisasikan secara terus menerus kepada wajib pajak agar tahu akan fungsi membayar pajak dan membayar pajak terutang BPHTB dengan benar sesuai dengan yang diamanatkan peraturan daerah. Sehingga wajib pajak bangga telah berkontribusi dalam pembangunan sebagai wujud dari kehidupan bernegara. Berdasarkan Wawancara tanggal 16 Mei 2014 dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Intensifikasi menjelaskan bahwa Selain sosialisasi Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru dalam pemetaan Zona Nilai Tanah untuk NJOP PBB sekarang ini juga telah berupaya menyesuaikan NJOP PBB dengan nilai pasar terkini. Pemerintah juga akan berusaha melakukan penyesuaian berkisar 3-5 tahun sekali dengan menambah pegawai yang ahli dalam bidang perpajakan dan memanfaatkan kemajuan Teknologi dan Informasi sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
24
Wismar Harianto , Elpiansah
Buku Afandi, Ali, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Penerbit Rineka Cipta. B.Ilyas, Wirawan dan Burton, Richard, Hukum Pajak Teori,Analisis dan Perkembangannya, Penerbit Salemba Empat. B.Ilyas, Wirawan dan Burton, Richard, Manajemen Sengketa dalam Pungutan Pajak, Penerbit Mitra Wacana Media. Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan. Hidayat, Asep dkk, Tata Cara Pembagian Waris dan Pengaturan Wakaf, Penerbit Pustaka Yustisia. Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2009, Penerbit ANDI. Muljono, Djoko, Hukum Pajak, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Parlindungan, A.P, Pendaftaran Tanah di Indonesia, penerbit C.V.Mandar Maju, Bandung. Pahala Siahaan, Marihot, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Penerbit Rajafrafindo. Sarmadi, H.A.Sukris, Hukum Waris Islam di Indonesia, Penerbit Aswaja. Santoso, Urip, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Penerbit Kencana. Sembiring, M.U, Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Penerbit Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 1989. Sudirman, Rismawati dan Amiruddin, Antong, Perpajakan Pendekatan Teori dan Praktik, Penerbit Empat Dua. Sutedi, Adrian, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Penerbit Sinar Grafika. Undang-Undang. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004, penerbit SL Media. Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 24 tahun 1997, penerbit CV.Mandar Maju. Peraturan Daerah nomor 04 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Internet http://produk-hukum.kemenag.go.id/downloads/d52e2c9115fabcbd069c3c7698538c76.pdf http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak#Fungsi_pajak http://kamusbahasaindonesia.org/beralih http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah. http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=12761 http://kamusbahasaindonesia.org/waris#ixzz33rWVctEJ http://produkhukum.kemenag.go.id/downloads/d52e2c9115fabcbd069c3c7698538c76.pdf
25
Jurnal Fiat Justitia Vol. 1. No.1, 14-27 (April 2014)
http://dipenda.pekanbaru.go.id/
26
Jurnal Fiat Juutitia, Vol. 1, No. 1, 28-44 (April 2014)
PEMBAYARAN JASA LABUH DAN JASA TAMBAT ANGKUTAN LAUT OLEH PT. PELABUHAN INDONESIA I (Persero) CABANG PEKANBARU PERWAKILAN RENGAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
Duwi Handoko Alumni STIH Persada Bunda Sianto Wetan STIH Persada Bunda Jasman Nasution STIH Persada Bunda
ABSTRACT PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), as port organizer, based on Pasal 38 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor : 61 tahun 2009 about Kepelabuhan, so PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) has opened port subtations in Propinsi Riau, namely PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Pekanbaru Subtation Rengat Agency. Sampling technic in this study was observation, quetionnaire and review of literature, than Population and Sample in this study is Executives and employees of PT. Pelabuhan Indonesia I (persero) Pekanbaru Subtation Rengat Agency, Executives and employees PT. Delimuda Nusantara. Based on these survey techniques there are obstacles in services payment on PT. Pelabuhan Indonesia Pekanbaru Subtation Rengat Agency, there are : Tarif setting on services payment of mooring and anchoring processes with USD, there is confusion in tariff setting in Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2011 about Currency, especially in Pasal 21 dan Pasal 23, services from PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Pekanbaru Subtation Rengat Agency was disappointed. There is some way to occur this problems and obstacles in PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Pekanbaru Subtation Rengat Agency, increasing cooperation with Government agency and Private agency. There is a must to have review and discussion with Government agency about tariff setting wisdom with USD, meeting and consolidation with all PT. Pelabuhan Indonesia Pekanbaru Subtation Rengat Agency service users to discuss about their opinions and complains. This is for detect exposures in PT. Pelabuhan Indonesia Pekanbaru Subtation Rengat Agency doing service for users and take a stand for better service immidately. Keywords : Anchoring service, Mooring service, payment tariff PENDAHULUAN Hukum merupakan tumpuan harapan dan kepercayaan masyarakat untuk mengatur pergaulan hidup bersama. Hukum merupakan perwujudan atau manifestasi dari nilai kepercayaan. Oleh karena itu wajar apabila penegak hukum diharapkan sebagai orang yang sepatutnya dipercaya, dan menegakkan wibawa hukum pada hakikatnya berarti menegakkan nilai kepercayaan di dalam masyarakat. Salah satu produk hukum yang mengatur pola kehidupan manusia guna mendukung pembangunan nasional dalam bidang mobilitas barang, manusia dan jasa angkut yakni Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Regulasi ini mengatur hal-hal yang meliputi angkutan perairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan maritim. Bertitik tolak dari pengertian pelayaran tersebut diatas, jelas terlihat dalam undang-undang tersebut bukan hanya mengatur tentang sesuatu dalam bentuk angkutan transportasi yang diperairan yang sedang berjalan saja, namum didalam hal ini juga mengatur bagaimana dari sistim berlabuhnya transportasi kepelabuhan. Dimana pengertian kepelabuhan disini maksudnya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk
27
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 28-44 (April 2014)
menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intrap-dan/atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah. Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menunjang,menggerakan dan mendorong pencapaian tujuan nasional dan memperkukuh ketahanan nasional. Berkenaan dengan penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah, maka pemerintah berwewenang untuk melakukan penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, satu diantara adalah PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), sebagai penyelenggara dari pelabuhan, berdasarkan Pasal 38 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor : 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan, maka PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), telah membuka cabang-cabang dan perwakilan salah satunya adalah Cabang Pelabuhan di Propinsi Riau, yakni dengan nama PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat. Adapun salah satu pelaku ekonomi yang mempergunakan jasa labuh dan jasa tambat pada Cabang Pelabuhan Pekanbaru Perwakilan Rengat yakni PT. Delimuda Nusantara, dimana di dalam ruang lingkup usahanya salah satunya adalah dalam bidang pengangkuan yang dalam hal ini adalah angkutan kapal laut. PT. Delimuda Nusantara sebagai perusahaan yang bergerak dalam angkutan kapal laut ini, berlabuh/bertambat pada pelabuhan perwakilan Rengat adalah dalam rangka mengangkut minyak kepala sawit/CPO milik perusahaan yang membutuhkan jasa angkutan kapalnya, selaku pihak yang memakai jasa pelabuhan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat untuk kegiatan bongkar muat minyak kelapa sawit yang akan dibawa ke Negeri Malaysia pada dasarnya tidak keberatan untuk melakukan pembayaran tarif jasa labuh dan tarif jasa tambat sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). Asalkan jenis mata uangnya dipergunakan adalah mata uang Rupiah, akan tetapi pihak PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) tidak bersedia untuk menerima pembayaran dengan mata uang Rupiah dan mengharuskan dengan pembayaran mata uang Dollar Amerika, dengan tidak bersedianya ini sudah tentu akan menjadi dilema bagi selaku pelaku usaha dan hal ini juga bertentang dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 7 tahun 2011 tentang Mata Uang dan disamping itu juga kalau kita bandingkan dengan negara tujuan penerima minyak sawit/CPO yakni Malaysia dinegara tersebut untuk pembayaran jasa labuh dan jasa tambat dibayar dengan mempergunakan mata uang Dollar Amerika. Adapun yang menjadi permasalahan adalah, bagaimana pembayaran jasa labuh dan jasa tambat angkutan laut oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Perwakilan Rengat ditinjau dari UU Nomor 17 Tahun 2008, serta faktor penghambat dalam pembayaran jasa labuh dan jasa tambat angkutan laut oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Perwakilan Rengat ditinjau dari UU Nomor 17 Tahun 2008 Dari penjelasan dan uraian permasalahan diatas,maka tujuan yang hendak dicapai melalui tulisan ini adalah untuk mengetahui pembayaran jasa labuh dan jasa tambat angkutan laut oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Perwakilan Rengat ditinjau dari UU Nomor 17 Tahun 2008, dan untuk mengetahui faktor penghambat dalam pembayaran jasa labuh dan jasa tambat angkutan laut oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Perwakilan Rengat ditinjau dari UU Nomor 17 Tahun 2008, serta untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam pembayaran jasa labuh dan jasa tambat angkutan laut pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Perwakilan Rengat ditinjau dari UU Nomor 17 Tahun 2008. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Angkutan Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Pengertian "angkutan" berasal dari kata "angkut" yang berarti mengangkat atau membawa, memuat dan membawa atau mengirim. Mengangkut berarti mengangkat atau membawa, memuat atau mengirim. Pengangkutan berarti pengangkatan atau pembawaan
28
Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution
barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Dengan demikian, angkutan dapat berarti suatu proses atau gerakan dari suatu tempat ketempat yang lain, dapat diartikan bahwa pengangkutan mengandung pengertian suatu kegiatan memuat barang atau mengangkut orang yang biasa disebut penumpang, membawa barang atau penumpang ke tempat lain, sesuai Abdulkadir Muhammad dalam bukunya Hukum Pengangkutan, Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,1994, hal 127 yang menjelaskan yang dimaksud dengan angkutan adalah :"Proses kegiatan memuat barang atau penumpang kedalam alat tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan penumpang dan/atau barang dari alat angkut ketempat yang ditetapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam "angkutan" terdapat unsur pelaku, alat angkut, barang dan/atau penumpang, perbuatan, fungsi dan tujuan. Unsur pelaku dalam angkutan dapat berupa badan hukum yang melaksanakan pengangkutan seperti perusahaan pengangkutan baik berupa orang secara alamiah maupun orang dalam arti badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Pengertian Pengangkutan Ridwan Khairandy., didalam bukunya Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Pusat Studi Hukum FH UIIGama Media, Yogyakarta, 1999, hal 84 Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan. Lebih lanjut menurutnya Pengangkutan adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai faktor seperti diuraikan berikut ini : 1.
Keadaan geografis Indonesia, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui Negara dapat dijangkau. Adanya tiga jalur pengangkutan ini mendorong penggunaan alat pengangkutan modern yang digerakkan secara mekanik. 2.
Menunjang pembangunan berbagai sektor, kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan ` pembangunan di berbagai sektor, misalnya :
menunjang
a.
Sektor Perhubungan, pengangkutan memperlancar arus manusia, barang, jasa, informasi ke seluruh penjuru tanah air ; b. Sektor Pariwisata, pengangkutan memungkinkan para wisatawan menjangkau berbagai objek wisata yang berarti pemasukan devisa bagi Negara ; sektor perdagangan, pengangkutan mempercepat penyeberangan perdagangan barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pembangunan sampai ke seluruh pelosok tanah air ; c. Sektor Pendidikan, pengangkutan menunjang penyebaran sarana pendidikan dan tenaga kependidikan ke seluruh daerah dan mobilitas penyeleng-garaan pendidikan ; dan demikian juga sektor-sektor lainnya. Banyaknya penggunaan jasa pengangkutan oleh masyarakat memberi dampak pada pembangunan pedesaan berupa keselarasan antara kehidupan kota dan desa. Keselarasan tersebut dapat terjadi karena arus informasi timbal balik antara kota dan desa, sehingga perkembangan tingkat berfikir dan kemauan meningkatkan keahlian dan keterampilan warga desa dapat tumbuh lebih cepat. Kemajuan bidang pengangkutan memungkinkan penyediaan lapangan kerja berkembang dari kota dan desa. Hal ini akan mencegah terjadi arus urbanisasi karena untuk mencari kerja warga desa tidak harus pindah ke kota. Kemajuan bidang pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang diciptakan sebagai kebiasaan dalam pengangkutan. Pengembangan teknologi pengangkutan tergantung juga dari kemajuan bidang pengangkutan yang digerakkan secara mekanik. menurut H.K. Martono., didalam bukunya Transportasi di Perairan berdasarkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2008, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 26
29
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 28-44 (April 2014)
Pengertian Pelayaran Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor : 17 tahun 2008 menegaskan yang dimaksud Pelayaran adalah : Satu kesatuan sistim yang terdiri atas angkutan diperairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan, serta pelindungan lingkungan maritim. Pengertian Kegiatan Kepelabuhanan Dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor : 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan yaitu: (1). Kegiatan pemerintahan di pelabuhan meliputi fungsi : a. Pengaturan dan pembinaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan pelabuhan. b. Keselamatan dan keamanan pelayaran. (2). Selain kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pada pelabuhan dapat dilakukan fungsi a. Kepabeanan. b. Keimigrasian. c. Kekarantinaan d. Kegiatan pemerintahan yang bersifat tidak tetap. Berdasarkan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor : 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan yaitu : 1)
Fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian dan pengawasan kegaitan kepelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh penyelenggara pelabuhan. 2) Penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a.Otoritas Pelabuhan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial. b. Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 3). Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat membawahi (satu) unit atau beberapa pelabuhan. KEBERADAAN PT.PELINDI I (PERSERO) Implementasi dari Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor : 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan, maka sebagai penyelenggara dari kegiatan pengusahaan dipelabuhan berada pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 165 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor : 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan menjelaskan pula bahwa : Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan pelabuhan tetap menyelenggarakan kegiatan pengusahaan di pelabuhan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Otoritas pelabuhan yang dalam hal ini adalah PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang nata bone merupakan Lembaga Pemerintah sebagai Otoritasnya yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengawasan, pengendalian dan pengawasan kegiatan dipelabuhan dan dapat melakukan usahanya secara komersial, yang dalam hal ini PT. Pelabuhan Indonesia I (persero), mempunyai hak untuk memungut biaya atas jasa yang telah diberikannya guna sebagai sumber pemasukan keuangan negara. PENGERTIAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 50 tahun 2003 tentang jenis,struktur dan golongan tarif palayanan jasa Kepelabuhan Untuk Pelabuhan Laut ,yang dimaksud Pelaksanaan pembayaran adalah suatu perbuatan untuk melakukan suatu pekerjaan yang dalam hal ini untuk melakukan pembayaran sejumlah uang atas jasa pelabuhan yang telah diberikan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat.Jasa Labuh adalah jasa yang diberikan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) terhadap kapal yang berkunjung dan berada di pelabuhan melebihi 10 (sepuluh) hari.
30
Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution
PENGERTIAN JASA TAMBAT Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 54 tahun 2003 tentangpenyelenggaraan Pelabuhan LautJasa Tambat adalah jasa yang diberikan oleh PT. Pelabuhan Indonesia 1 (Persero) terhadap kapal yang bertambat pada tambatan dermaga (beton, besi dan kayu), breasthing dolphin/pelampung, dan pinggiran serta kapal yang merapat pada kapal lain yang sedang sandar/tambat. METODE PENELITIAN Metodologi yang Penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Dilihat dari sudut jenisnya, penelitian ini tergolong ke dalam jenis Observational research. Sedangkan dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang bermaksud memberikan gambaran secara rinci dan jelas tentang permasalahan pokok penelitian. Apabila dilihat dari sudut jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, maka data dan sumber data tersebut dapat dibedakan antara lain : a.
b.
Data Primer, adalah data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Data primer ini berupa data tentang pelaksanaan pembayaran jasa labuh dan jasa tambat angkutan laut, faktor penghambat dan upaya mengatasi hambatan pembayaran jasa labuh dan jasa tambat. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari Undang-undang, literatur-literatur, petunjuk pelaksanaan dan pentunjuk tekhnis atau pendapat para ahli maupun laporan yang berhubungan dengan jasa labuh dan jasa tambat angkutan laut yang berguna sebagai mendukung data primer.
c.
Data Tertier, adalah data yang diperoleh melalui kamus, ensiklopedi dan sejenisnya yang berfungsi untuk mendukung data primer dan data skunder. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. b.
Pimpinan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat 1 orang. Personil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat yang membidangi jasa labub dan jasa tambat 4 orang. c. Pimpinan PT. Delimuda Nusantara 1 orang. d. Karyawan PT. Delimuda Nusantara bagian Perkapalan angkutan laut 6 orang. Oleh karena jumlah populasi yang terdapat dan dipergunakan dalam penelitian ini relatif sedikit yakni 12 orang, maka penelitian ini memakai metode sensus, yakni suatu cara dimana penelitian dilakukan dengan jalan mengambil seluruh populasi untuk dijadikan responden. Tekhnik pengumpulan data yang dipergunakan atau dipakai di dalam melakukan penelitian ini adalah : a. Observasi, adalah peneliti langsung terjun ke lapangaan guna melihat secaraa langsung obyek penelitian. b. Kuesioner, adalah daftar pertanyaan yang berbentuk angket yang penulis ajukan dan disusun sehubungan dengan jasa labuh dan jasa tambat. Kuesioner ini penulis ajukan kepada Personil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat. c. Wawancara, adalah proses tanya jawab yang penulis lakukan secara lisan dan langsung kepada Pimpinan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat dan Pimpinan PT. Delimuda Nusantara.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Abdulkadir Muhammad., didalam bukunya Hukum Pengangkutan, Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,1994, hal 231., Perkembangan hukum pengangkutan dapat ditelaah dengan baik melalui pendidikan hukum dengan cara melakukan penelitian dan pengkajian bahan-bahan hukum pengangkutan yang bersumber pada masyarakat pengguna jasa pengangkutan dan peraturan hukum pengangkutan di bidang keperdataan. Sedangkan menurut HK. Martono.,Hukum Angkutan Udara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
31
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 28-44 (April 2014)
2011, hal 18 Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan Adapun menurut H.M. Purwosutjipto keadaaan tidak selamat tersebut mengandung 2 (dua) arti : 1. Pada pengangkutan barang, barangnya tak ada atau musnah, barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya disebabkan berbagai kemungkinan peristiwa ; 2. Pada pengakutan penumpang, penumpang meninggal dunia atau menderita cacat tetap atau sementara, karena sesuatu peristiwa atau kejadian. 3. HK Martono lebih lanjut menjelaskan dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si buruh. Kedudukan tersebut disebut Subordinasi (gesubordineerd), sedangkan dalam penanjian pengangkutan adalah kedudukan sama tinggi atau Koordinasi (geeoordineerd). Abdulkadir Muhammad menguraikan dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut. Artinya apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah : 1. 2. 3.
Keadaan memaksa (overmacht), Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri, Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri.
Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak-pihak. Dalam hal ini pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan. R. Subekti., Aneka Perjanjian Cetakan Kesembilan cetakan kesembilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal 214. Luas tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan 1246 KUH Perdata, menurut Pasal 1236 pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyerahkan barang muatan. Pasal 1601 KUH Perdata menentukan, selain persetujuan-persetujuan untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh.ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada oleh kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima persetujuan perburuhan dan pemborongan pekerjaan. Sebagaimana menurut R. Wirjono Prodjodikoro., Asas-asas Hukum Perjanjian, PT. Bale Bandung, Bandung, 2005, hal 117, jika kita melihat pada H. Zainal Asikin., Hukum Dagang, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal 192. Berdasarkan hal di atas, ada beberapa pendapat mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan, yaitu : 1. Perjanjian Timbal balik Dalam melaksanakan perjanjian itu, antara pihak-pihak dalam perjanjian yaitu pihak pengirim dan pengangkut mempunyai masing-masing hak dan kewajiban. Pihak pengirim mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengirim dan sebaliknya pihak pengangkut mempunyai hak dan kewajiban pula sebagai pengangkut. 2.
32
Perjanjian Pelayanan berkala Dalam melaksanakan perjanjian itu, hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terusmenerus, tetapi hanya kadangkala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk pengiriman barang. Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadangkala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan.
Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution
3. Perjanjian Pemberian Kuasa Perjanjian jenis ini mengandung maksud bahwa pihak pengirim memberikan kuasa sepenuhnya kepada pihak pengangkut mengenai keselamatan barang muatan yang di muat hingga selamat sampai tujuan yang ditentukan. 4. Perjanjian Pemborongan Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata yang menentukan, Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan, dengan mana pihak yang satu si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu persetujuan bagi pihak yang lain, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. 5. Perjanjian Campuran Pada pengangkutan ada unsur melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggara-kan pengangkutan dan menyimpan barangbarang yang diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1) KUHD). Asas-asas pokok yang mendasari lahirnya perjanjian pengangkutan tersebut terdiri atas : 1.Asas Konsensual Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Dalam kenyata-annya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara dibuat secara tidak tertulis, tetapi selalu didukung dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan diantara pihak-pihak itu ada. Alasan perjanjian pengangkutan tidak dibuat tertulis karena kewajiban dan hak pihak-pihak telah ditentukan dalam undang-undang. 2.
Asas Koordinasi
Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan. Walaupun perjanjian pengangkutan merupakan ”pelayanan jasa”, asas subordinasi antara buruh dan majikan pada perjanjian perburuan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan. 3.
Asas Campuran Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut. Jika dalam perjanjian pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada hubungannya dengan asas konsensual.
Tanggung Jawab Hukum Dalam Pengangkutan Laut Apabila dalam undang-undang tidak diatur mengenai kewajiban dan hak serta syarat syarat yang dikehendaki oleh pihak-pihak, atau walaupun diatur tetapi dirasakan kurang sesuai dengan kehendak pihak-pihak, maka pihak-pihak mengikuti kebiasaan yang berlaku dalam praktek pengangkutan. Kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan adalah kebiasaan yang berderajat hukum keperdataan, yaitu berupa perilaku atau perbuatan yang memenuhi ciri-ciri berikut: 1) 2) 3) 4)
Tidak tertulis yang hidup dalam praktek pengangkutan; Berisi kewajiban bagaimana seharusnya pihak-pihak berbuat; Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatutan Diterima pihak-pihak karena adil dan logis;
33
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 28-44 (April 2014)
5)
Menuju kepada akibat hukum yang dikehendaki pihak-pihak;
Beberapa kebiasaan yang berlaku dalam pengangkutan antara lain: 1) Undang-undang tidak menentukan cara terjadinya perjanjian.Kebiasaan menentukan cara penawaran dan penerimaan, sehingga terjadi perjanjian. 2) Undang-undang menentukan bahwa pengirim membuat surat muatan yang berisi antara lain rincian muatan. Kebiasaan menentukan jika tidak dibuat surat muatan, pemberitahuan pengirima atau nota pengiriman berfungsi sama dengan surat muatan. 3) Undang undang menentukan bahwa setiap penumpang harus memiliki tiket penumpang, tetapi tidak menentukan berapa kali perjalanan. Kebiasaan menentukan bahwa tiket penumpang hanya berlaku untuk satu kali perjalanan yang telah ditentikan hari, tanggal dan jam keberangkatan. 4) Undang-undang menganut asas bahwa penundaan keberangkatan harus dengan persetujuan kedua belah pihak. Kebiasaan menentukan bahwa waktu keberangkatan sewaktu-waktu dapat beruba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. 5). Undang-undang menentukan bahwa biaya pengangkutan muatan dibayar oleh penerima setelhia menerima penyerahan muatan ke tempat tujuan. Kebiasaan yang berlaku ialah biaya pengangkutan dibayar lebih dahulu oleh pengirim. 6). Undang undang tidak menentukan syarat jumlah ganti kerugian karena pembatalan perjanjian pengangkutan, kebiasaan menentukan bahwa pembatalan perjanjian pengangkutan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, penumpang dikenakan ganti kerugian 25-50 % dari harga tiket penumpang. Fungsi Pengangkutan laut Fungsi pengangkutan pada dasarnya adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Pengangkutan itu sendiri memiliki 2 (dua) nilai kegunaan, yaitu : 1. Kegunaan Tempat (place utility) yaitu bahwa di dalam penyelenggaraan pengangkutan , karena dilakukan dengan pemindahan barang dan/ atau orang tadi, maka nilai kegunaan atas barang itu akan bertambah. 2. Kegunaan Waktu (time utility) yaitu bahwa di dalam penyelenggaraan pengangkutan , karena dilakukan dengan pemindahan barang dan/ atau orang tadi secara tepat waktu, maka nilai kegunaan atas barang itu akan bertambah. PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) untuk jasa tambat atau jasa labuh dalam menetapkan tarif, yang mana PT. Delimuda Nusantara sebagai perusahaan yang bergerak dalam angkutan kapal laut ini, berlabuh/bertambat pada pelabuhan perwakilan Rengat adalah dalam rangka mengangkut minyak kepala sawit/CPO milik perusahaan yang membutuhkan jasa yang pada intinya tidak keberatan dengan tarif yang telah ditetapkan oleh PT. Pelabuhan Indonesia ( PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat dengan catatan bahwa pembayaran jasa labuh dan tambat tersebut haruslah mempergunakan Uang Dolar Amerika. Kebijakan PT. Pelabuhan Indonesia ( PERSERO) tersebut telah menjadi persoalan terhadap keinginan PT. DELIMUDA NUSANTARA selaku pelaku usaha serta merupakan sebuah kendala terhadap tarif yang telah ditetapkan tersebut, dan sisi lain yang berhak terhadap penetapan tarif atas Pelabuhan dalam hal ini Pada Tahun 1999 telah dikeluarkan Keputusan Mentri 30/1999 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan Pada Pelabuhan Yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Terhadap kebjakan tarif Keputusan Menteri Perhubungan ini jelas telah memberikan wewenang kepada Direksi PT. Pelindo sebagai regulator untuk mengatur kepentingan umum, sehingga fungsi ini telah menyebabkan tersendatnya perkembangan kepelabuhanan, dan dikuatirkan kedepannya akan dapat menghambat usaha untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, deregulasi kepelabuhanan yang akomodatif dan mengarah kepada restrukturisasi tatanan kepelabuhanan seharusnya pembayaran dengan menggunakan uang Dollar Amerika tersebut menjadi bahan pertimbangan utama untuk memperbaiki pengelolaan kepelabuhanan Pelindo I Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat mengenai tarif
34
Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution
pembayaran jasa tambat dengan menggunakan Dollar Amerika.PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), sebagai penyelenggara dari pelabuhan, berdasarkan Pasal 38 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor : 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan, maka PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), telah membuka cabang-cabang dan perwakilan salah satunya adalah Cabang Pelabuhan di Propinsi Riau, yakni dengan nama PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat. Adapun salah satu pelaku ekonomi yang mempergunakan jasa labuh dan jasa tambat pada Cabang Pelabuhan Pekanbaru Perwakilan Rengat yakni PT. Delimuda Nusantara, dimana di dalam ruang lingkup usahanya salah satunya adalah dalam bidang pengangkuan yang dalam hal ini adalah angkutan kapal laut.PT. Delimuda Nusantara sebagai perusahaan yang bergerak dalam angkutan kapal laut ini, berlabuh/bertambat pada pelabuhan perwakilan Rengat adalah dalam rangka mengangkut minyak kepala sawit/CPO milik perusahaan yang membutuhkan jasa angkutan kapalnya. PT. Delimuda Nusantara selaku pihak yang memakai jasa pelabuhan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat untuk kegiatan bongkar muat minyak kelapa sawit yang akan dibawa ke Negeri Malaysia pada dasarnya tidak keberatan untuk melakukan pembayaran tarif jasa labuh dan tarif jasa tambat sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). Asalkan jenis mata uangnya dipergunakan adalah mata uang Rupiah, akan tetapi pihak PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) tidak bersedia untuk menerima pembayaran dengan mata uang Rupiah dan mengharuskan dengan pembayaran mata uang Dollar Amerika, dengan tidak bersedianya ini sudah tentu akan menjadi dilema bagi PT. DELIMUDA NUSANTARA selaku pelaku usaha dan hal ini juga bertentang dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 7 tahun 2011 tentang Mata Uang dan disamping itu juga kalau kita bandingkan dengan negara tujuan penerima minyak sawit/CPO yakni Malaysia dinegara tersebut untuk pembayaran jasa labuh dan jasa tambat dibayar dengan mempergunakan mata uang Dollar Amerika. Pada Pelabuhan Indonesia ( PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat Jasa kepelabuhanan meliputi pelayanan kapal (Labuh, Tambat, Pandu, Tunda dan Air) dan pelayanan barang (Jasa dermaga dan Jasa penumpukan). Yang memiliki peranan serta keterkaitan satu dengan lainnya guna menunjang kelancaran aktifitas kapal dalam kegiatannya. dapat kita simpulkan yang mana pembayaran terhadap jasa tambat dan labuh di Pelabuhan Indonesia ( PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat tersebut, guna menuju peningkatan kualitas untuk menuju persaingan usaha yang sehat yang akan mampu mewujudkan layanan kepelabuhanan yang modern dan berdaya saing global, tidak akan terwujud apabila tarif pengenaan dengan menggunakan Dollar Amerika terus menjadi perdebatan oleh para pengguna. PT.Pelindo Indonesia Cabang Pekanbaru Perwakilan rengat kebijakan PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat, ternyata bukan saja PT. Delimuda Nusantara yang merasa keberatan terhadap pembayaran dengan mempergunakan uang Dollar Amerika,akan tetapi hampir seluruh pengguna jasa pelabuhan PT. Pelabuhan Indonesia merasa keberatan, turut juga dalam hal ini beberapa orang yang ada di PT.Pelabuhan Indonesia (PERSERO) cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat. Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana tanggapan para responden tersebut, maka hal ini dapat dilihat dari Tabel III. 1. Dibawah ini terhadap tanggapan respponden atas kebijakan PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat terhadap pembayaran penggunaan jasa tambatan dan labuh dengan menggunakan Dollar Amerika TABEL.3.1. TANGGAPAN RESPONDEN ATAS KEBIJAKAN PT. PELABUHAN INDONESIA (PERSERO) CABANG PEKANBARU PERWAKILANN RENGAT TERHADAP PEMBAYARAN PENGGUNAAN JASA TAMBAT DAN LABUH DENGAN MENGGUNAKAN DOLLAR AMERIKA NO 1
TANGGAPAN Pembayaran Jasa Tambat Agkutan Laut menggunakan Dollar Amerika
RESPONDEN 6
PRESENTASE 50%
35
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 28-44 (April 2014)
Pembayaran Jasa Tambat angkutan Laut menggunakan Rupiah JUMLAH Sumber data : PT.Delimuda Nusantara tahun 2013 2
6 12
50% 100%
Dari beberapa tanggapan responden tersebut, maka terhadap kebijakan yang telah dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat, terdapat beberapa masalah dan berdasarkan tanggapan responden dapat disimpulkan adanya perbedaan pandangan terhadap kebijakan yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia ( PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat. Untuk menyikapi hal tersebut diperlukan langkah penyelesaian, oleh karena didalam menetapkan berupa kebijakan tersebut diperlukan dalam hal ini pertimbangan terhadap beberapa keluhan dari pengguna jasa pelabuhan tersebut sebagai bahan masukan yang untuk kedepannya dapat menjadi lebih baik.Pembayaran dengan mempergunakan Dollar Amerika tersebut, para pengguna jasa pelabuhan , termasuk PT. Delimuda Nusantara sebagai perusahaan yang bergerak dalam angkutan, tentunya perusahaan tersebut terhadap lamanya berlabuh/bertambat pada pelabuhan Pelindo Cabang Pekanbaru Perwsakilan Rengat adalah berupa faktor penyebab keberatan terhadap pembayaran yang bisa dengan sendirinya berpotensi menimbulkan kerugian. Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa hal tersebut dapat dikatakan salah satu faktor penghambat dalam pembayaran jasa labuh dan tambat, selain dari pada itu yang merupakan faktor penghambat lainnya adalah oleh karena faktor ketidak jelasan dan kerancuan makna, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 7 tahun 2011 tentang Mata Uang , terutama pada Pasal 21 dan Pasal 23. Oleh karenanya berdasarkan ketidak jelasan penafsiran Undang-Undanf tersebut maka Bank Indonesia telah mengusulkan adanya amandemen Undang Undang Mata Uang ini dalam bentuk Undang - Undang atau Peraturan perundang-undangan, atau penafsiran pemerintah yang dituangkan dalam sebuah Peraturan Pemerintah sehingga dapat dijadikan pedoman bagi semua pihak yang berkepentingan. Ketidakjelasan maksud dari Undang-Undang tersebut, yang terdapat pada Pasal 21 dan 23 adalah kerancuan yang menyebabkan faktor terjadinya berbagai hambatan mengenai pembayaran, dan untuik lebih jelasnya dapat kita lihat pasal tersebut diantaranya adalah : jika sekilas membaca Pasal 21, maka transaksi keuangan dalam mata uang asing hanya boleh dilakukan apabila memenuhi ketentuan dalam Pasal 21 ayat 2. Lalu bagaimana dengan pembayaran jasa tambat dan labuh angkutan laut asing? Atau dikonversikan kedalam mata uang rupiah. Bila dilanjutkan dengan membaca Pasal 23, maka transaksi dalam mata uang asing juga diperbolehkan bila ragu atas keaslian Rupiah yang digunakan dalam melakukan pembayaran, dan/atau pembayaran dengan mata uang asing telah diperjanjikan secara tertulis (sebelumnya). Berarti ketentuan di Pasal 21 secara otomatis gugur bila keaslian Rupiah yang digunakan untuk melakukan pembayaran diragukan (tidak perlu dibuktikan) keasliannya, dan/atau pembayaran dengan mata uang asing telah diperjanjikan secara tertulis antara dua belah pihak yang bertransaksi.Dapat disimpulkan bahwa adanya kerancuan penafsiran Undang-Undang tersebut, jelas secara hukum dalam pelaksanaannya terjadi hambatan, hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan timbul terhadap pemabayaran jasa tambat dan labuh. Hambatan lain dapat juga kita lihat pada Pelabuhan Indonesia Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat diantaranya mengenai jasa pelayanan, hal ini dapat kita lihat dari tanggapan responden pada tabel III. 2 dibawah ini :
TABEL 3. 2 TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP KWALITAS PELAYANAN PT. PELABUHAN INDONESIA ( PERSERO)CABANG PEKANBARU PERWAKILAN RENGAT NO 1
TANGGAPAN Pelayanan Sangat Memuaskan
RESPONDEN -
2
Pelayanan Kurang Memuaskan
12
PRESENTASE 0%
100%
36
Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution
3
Pelayanan sangat tidak memuaskan
-
0% JUMLAH Sumber ; data olahan tahun 2013
12
100%
Berdasarkan apa yang telah tersebut diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa masih kurangnya pelayanan terhadap pengguna jasa tambat angkutan laut yang terjadi di Pelabuhan Indonesia Cabang pekanbaru Perwakilan Rengat, maka dari pembahasan diatas dapat dijelaskan item masing-masingnya terhadap faktor penyebab terjadinya hambatan dalam pembayaran jasa labuh pada PT. Pelabuhan Indonesia Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat yaitu : 1.
Penetapan Tarif pembayaran jasa tambat dan labuh dengan menggunakan uang Dollar Amerika. 2. Kerancuan penafsiran terhadap Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang , terutama pada Pasal 21 dan Pasal 23. 3. Jasa pelayanan dari PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat yang kurang memuaskan Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan jasa tambat, diperlukan penyelenggaraan yang bersinergi bagi seluruh intansi terkait baik Instansi Swasta, maupun pemerintahan yang ada di wilayah kabupaten Indragiri hulu dalam rangka menunjang lajunya pertumbuhan ekonomi.Maka dari pada itu, diperlukan sebuah langkah atau program penunjang dalam rangka mewujudkan pelayanan maksimal menuju peningkatan kemajuan pada segala bidang, khususnya bidang ekonomi yang sudah barang tentu, dengan meningkatnya perekonomian disuatu daerah, kemakmuran masyarakat didalam berwujutannya menjadi nyata.Dalam meningkatkan jasa pelayanan yang merupakan berupa faktor terpenting adalah berupa pelayanan yang baik yang harus diberikan kepada para pengguna jasa untuk berlabuh dan bertambat sehingga menjadi penunjang didalam terciptanya perekonomian yang pesat. Dalam rangka mewujudkan tersebut mengenai pembayaran jasa labuh dan tambat yang terjadi di PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat merupakan faktor utama yang menjadi penghambat dan untuk kedepannya mesti dan harus kita cari upaya guna menyelesaikannya seiring dengan kian berbenah menuju standar pelabuhan skpor impor. Diperoleh data bahwa kebijakan PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat terhadap pemberlakukan pembayaran jasa tambat dan labuh dengan menggunakan uang Dollar harus dapat untuk dimaklumi oleh karena mungkin saja dikarenakan antara lain perbedaan penafsiran terhadap pengertian Undang – Undang tersebut, sudah berdasarkan Undang-Undang yang berlaku yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, Sementara juga berdasarkan hasil wawancara pada hari Sabtu tanggal 03 – 05 – 2014 dengan pihak pengguna jasa PT. Delimuda Nusantara dengan tanggapan yang berbeda menanggapi penafsiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 7 tahun 2011 tentang Mata Uang tersebut menanggapi yang mana dengan membeli US Dollar untuk membayar jasa tambat dan labuh oleh karena kurs beli bank lebih kecil daripada kurs jualnya sehingga siapa dalam hal ini diuntungkan serta siapa yang rugi. Berdasarkan uraian diatas terjadinya perbedaan pandangan terhadap penafsiran Undang –Undang tersebut, bukan menjadikan ruang untuk larut dalam melakukan perdebatan namun akan tetapi harus bisa menjadi acuan guna mendapatkan solusi terhadap upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi persoalan serta hambatan tersebut.Supaya rencana pengembangan yang disebutkan di atas bisa berjalan dengan lancar dan aman kiranya perlu untuk menggalang kerjasama kemitraan antar instansi yang terkait, yaitu Pemerintah Kabupaten Indera Girihulu, Dinas Perhubungan dan Transportasi, serta PT. Pelindo I Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat
37
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 28-44 (April 2014)
dii harapkan arahan pengembangan Pelabuhan Indonesia I (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat ini dapat kembali menghidupkan kehidupan sosial dan budaya serta menigkatkan ekonomi masyarakat di Dalam rangka mewujudkan aktifitas pekerjaan demi terciptanya perekonomian yang baik, maka sangatlah diperlukan adanya perhatian Pemerintah Kabupaten Inderagiri Hulu bersama instansi terkait seperti PT. Pelindo I Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat, dan Dinas Perhubungan Kabupaten Inderagiri Hulu untuk lebih memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah : a. b. c.
Tentang pembayaran jasa labuh dan tambat di Pelabuhan Indonesia I Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat, restrukturisasi tatanan kepelabuhanan seharusnya menjadi bahan pertimbangan utama untuk memperbaiki pengelolaan kepelabuhanan di Indonesia. Meningkatkan kualitas pelayanan di Pelabuhan Indonesia Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat dengan melakukan pembenahan terhadap sistem pengelolaan kepelabuhanan
Upaya guna meningkatkan kualitas tersebut diperlukan suatu managemen yang bagus dalam upaya meningkatkan aktifitas yang seyogyanya pula aktifitas tersebut mendatangkan sebuah kemajuan yang dengan sndirinya Pelabuhan Indonesia I (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat dapat mewujudkan langkah peningkatan secara berkesinambungan.Dalam pelaksanaannya perlu diwujudkan upaya penataan perlayaran dimaksudkan dalam kerangka lebih memungkinkan pencapaian tujuan nasional yang tetap berorientasi pada Pancasila dan UUD 1945, antara lain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan mengukuhkan kedaulatan negara, disamping itu itu perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan pelayaran yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha, otonomi daerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara, dengan tetap mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi kepentingan nasional. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang terdapat pada Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Mengacu pada pasal 344 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, menyebutkan bahwa Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan secara otomatis bertindak sebagai operator pada fasilitas terminal yang sudah dikelola selama ini, sehingga kegiatan bongkar muat barang pada terminal dilaksanakan oleh PT Pelabuhan Indonesia. Dalam pasal itu juga dijelaskan bahwa masa transisi Undang-Undang tentang Pelayaran adalah 3 tahun. Oleh karena itu, maka sejak 7 Mei 2011, PT Pelabuhan Indonesia harus sudah beroperasi sebagai Terminal Operator. Menurut PT.Delimuda Nusantara bahwasanya upaya yang seharusnya mesti harus dilakukan dalam pelaksanaan fungsi PT. Pelabuhan Indonesia Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat yang seharusnya menjadi fokus faktor perbaikan selain perbaikan terhadap penetapan tarif Jasa tambat dan Labuh yang selama ini menjadi faktor penghambat yang sangat serius, ada tiga (3) hal yaitu: a.
b. c.
Pembenahan kelembagan. Pembenahan kelembagaan ini bisa dilakukan dengan “mengkondisikan” struktur kelembagaan (organisasi) yang dimiliki oleh PT.Pelabuhan Indonesia. Dengan tujuan mempercepat pelaksanaan fungsi baru tersebut. peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pemanfaat teknologi informatika yang baik. Perbaikan di bidang regulasi. Regulasi ini bisa berupa perbaikan regulasi intern yang dimiliki oleh PT. Pelabuhan Indonesia dan peraikan regulasi seperti revisi dan mempertajam poin-poin yang ada pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi berbagai macam hambatan di Pelabuhan Indonesia Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat, diantaranya aedalah dengan melakukan Penataan terhadap sistem pelayaran di Indonesia yang pada prinsipnya dilakukan dalam upaya menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dalam lingkungan strategis nasional dan internasional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha serta otonomi daerah maupun akuntabilitas penyelenggara Negara. Keberhasilan dalam menberhasil melewati berbagai masalah hambatan, seperti saat sekarang hambatan tentang penetapan tarif jasa tambat dan labuh senyatanya telah diupayakan secara maksimal dengan berbagai cara yang telah dilakukan seperti yang telah kita bahas sebelumnya diatas.Walaupun dalam pelaksanaannya telah banyak menyuarakan keprihatinan akan terjadinya sebuah daya saing, namun PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat dalam kenyataannya masih terus berjalan, berlari dan terus berlari dalam
38
Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution
mengejar sebuah tujuan yaitu solusi untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam rangka pemebenahan kearah yang sangat lebih baik dari sebelumnya. Guna terwujudnya upaya tersebut kiranya PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat agar dapat melakukan tindakan dengan prioritas utama pada bidang-bidang berikut. Mendirikan Komisi Reformasi Kebijakan. Pengalaman internasional menunjukan dengan dasar hukum yang kuatlah yang dapat mengalahkan penolakan reformasi oleh birokrasi. Pemerintah serta PT. Pelabuhan Laut ( PERSERO) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat dapat mempertimbangkan untuk membentuk suatu Komisi Reformasi yang terdiri dari tim-tim yang menekankan pada topik-topik berbeda, seperti dewan hubungan perdagangan yang mungkin dibentuk di masa depan.Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mendorong lembaga-lembaga utama untuk mengubah prosedur back-office-nya dan bekerja sama dalam penyederhanaan sistem perdagangan.Mendorong inovasi dan diversifikasi ekspor. berhubungan untuk mengembangkan ekspor produk-produk baru atau ekspor ke pasar-pasar yang baru.
Beberapa upaya yang tersebut diatas merupakan kebijakan awal yang harus diwujudkan didalam pelaksanaannya seiring dengan perkembangannya sampai kepada titik kesempurnaan. Apabila telah sampai ketitik kesempurnaan dimaksud maka setiap segala upaya yang berkenaan untuk mengatasi segala hambatan tersebut, akan dapat menjadi terwujud, namun untuk mewujudkannya tersebut sangatlah diperlukan kerjasama yang baik antara berbagai instansi terkait baik Instansi Pemerintah maupun swasta.Memberikan berupa pelayanan yang baik terhadap para pengguna jasa pelabuhan adalah suatu yang sangat terpenting dalam mencapai tujuan guna mendapatkan suatu kontribusi yang nyata berupa hasil yang dapat menunjang perekonomian bangsa khusunya daerah. KESIMPULAN Berdasar uraian serta pembahasan sebelumnya pada masing-masing Bab didalam penelitian ini, maka dalam hal ini dapat penulis sampaikan yaitu berupa kesimpulan terhadap pembahasan yang telah penulis uraikan sebelumnya,yaitu : 1.
2.
3.
Pelaku ekonomi yang mempergunakan jasa labuh dan jasa tambat pada Cabang Pelabuhan Pekanbaru Perwakilan Rengat yakni PT. Delimuda Nusantara, dimana di dalam ruang lingkup usahanya salah satunya adalah dalam bidang pengangkuan yang dalam hal ini adalah angkutan kapal laut dengan cara pembayarang menggunakan mata uang Dollar Amerika. Yang merupakan faktor penghalang ataupun penghambat terhadap pelaksanaan dalam penyelenggaraan kerja PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat diantaranya adalah: a. Kebijakan terhadap besar tarif pembayaran yang dikeluhkan para pengguna jasa pelabuhan b. Penetapan terhadap Pembayaran jasa Tanbat dan labuh dengan menggunakan uang Dollar Amerika. c. Pelayanan yang kurang memadai Upaya yang dilakukan untuk mengatasi berbagai hambatan Pembenahan kelembagan. Pembenahan kelembagaan ini bisa dilakukan dengan “mengkondisikan” struktur kelembagaan (organisasi) yang dimiliki oleh PT.Pelabuhan Indonesia. Dengan tujuan mempercepat pelaksanaan fungsi baru tersebut.peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pemanfaat teknologi informatika yang baik. Perbaikan di bidang regulasi. Regulasi ini bisa berupa perbaikan regulasi intern yang dimiliki oleh PT. Pelabuhan Indonesia dan peraikan regulasi seperti revisi dan mempertajam poin-poin yang ada pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Berkaitan yang timbul dalam bidang pelayanan, berkenaan dengan bidang pelayanan upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan konsolidasi dengan para pelaku pengguna jasa pelabuhan dalam rangka mencari kekurangan terhadap pelayanan yang telah dilakukan untuk dikemudian hari dapat dilakukan perubahan serta pembenahan.selainj itu upaya dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tentang pembayaran jasa tambat dan labuh yang dibebankan kepada para pengguna jasa pelabuhan, dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan konsolidasi dengan Instansi Pemerintah yang terkait untuk membahas tentang tarif yang harus ditetapkan.
SARAN
39
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 28-44 (April 2014)
1.
Disarankan kepada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), sebagai penyelenggara pelabuhan untuk dapat melakukan pembenahan setiap saat didalam menwujudkan kepuasan para pengguna jasa pelabuhan.
2.
Menigkatkan sarana dan prasarana dalam menunjang kepuasan para pengguna jasa pelabuhan dan dalam rangka memperlancar pekerjaan para pennguna jasa.
3.
melakukan evaluasi setiap bulannya dengan cara menemui setiap para pengguna jasa pelabuhan untuk menanyakan lansung tentang keluhan di pelabuhan Indonesia Cabang Pekanbaru Perwakilan Rengat
4.
Melakukan pembenahan setiap saat apabila adanya berupa masukan yang senyatanya dapat menggangu pelayanan.
5.
Meningkatkan serta menjunjung tinggi profesional para pekerja didalam setiap menjalankan tugasnya
6.
Membentuk tim khusus yang bersifat independen dalam rangka pengawasan pelaksanaan pekerjaan pada pelabuhan atau dermaga.
DAFTAR PUSTAKA A.
Buku-buku : Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan, Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,1994. Bagir Manan., Pemahaman Sistem Hukum Nasional, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1994. Djoko Prakoso dan Bambang Riyadi Lany., Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 2007. Hartono Mardjono., Negara Hukum Yang Demokratis Sebagai Landasan Membangun, Indonesia Baru, Jakarta, 2001. H.K. Martono, Transportasi di Perairan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011. _______________., Hukum Angkutan Udara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011. Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi., Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1989. Keunggulan Kompetitif. Buletin Studi Ekonomi. Vol. 11 No. 3, pp. 284 Mochtar Kusumaatmadja., Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002. Muladi., Demokratisasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta, 2002. R. Subekti., Aneka Perjanjian Cetakan Kesembilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009. R. Wirjono Prodjodikoro., Asas-asas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, 2005. Satjipto Rahardjo., Hukum dan Prilaku Hidup Baik Adalah Dasar Hukum Yang Baik, Kompas, Jakarta, 2009. ______________., Satjipto Rahardjo., Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publising, Yogyakarta, 2009. Sudikno Mertokusumo.,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003.
40
Duwi Handoko, Sianto Wetan, Jasman Nasution
Tb. Ronny Rahman Nitibaskara., Tegakkan Hukum Gunakan Hukum, Kompas, Jakarta, 2006. Zulfan. 2008. Dampak Pengembangan Kawasan Pelabuhan Kuala Langsa Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. B. Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Nomor : 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 64 tahun 2008 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 484. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Peraturan Pemerintah Nomor : 56 tahun 1991 tanggal 19 Oktober 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan 1 menjadi Perusahaan PerserO (Persero) Pelabuhan Indonesia I. Peraturan Pemerintah Nomor: 51 tahun 2002 tentang Perkapalan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 95 tahun 2002. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4227. Peraturan Pemerintah Nomor : 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 151 tahun 2009. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 5070. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 32 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 33 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 54 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 50 tahun 2003 tentangJenis, Struktur dan Golongan tarif Pelayanan Jasa Kepelabahan Untuk Pelabuhan Laut. Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) No. U. 11/ 4/8/PI-08 tanggal 11 Desember 2008 tentang Tarif Pelayanan Jasa Kapal di PT. Pelabuhan Indonesia. I Cabang Rengat. A. Internet : http://folorensus.blogspot.com/2008/07/hukum-tentang-perjanjian pengangkutan.html http://www.kaskus.co.id/thread/51b0e97b20cb17006e00000a/hukum-tentang-perjanjian-pengangkutan
41
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 45-57 (April 2014)
PERANAN BADAN INFOKOM DAN KESBANG KABUPATEN SIAK DALAM PEMBINAAN LSM SESUAI UU 17 TAHUN 2013 TENTANG ORMAS
Budi chandra STIH Persada Bunda Sianto Wetan STIH Persada Bunda Zaidan Jumin STIH Persada Bunda
ABSTRAK Pencurian dengan kekerasan merupakan salah satu penyakit masyarakat yang manunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dan generasi ke generasi ternyata kejahatan tersebut merupakan kejahatan yang merugikan dan menyiksa orang lain. Dalam perkembangannya Kabupaten Bengkalis merupakan daerah lintasan yang cenderung rawan terhadap segala bentuk kejahatan yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi perubahan terhadap prilaku masyarakat, dampak negatif lainnya dari segi ekonomi, banyaknya perusahaan yang berhenti beroperasi, namun yang lebih memperihatinkan di wilayah Hukum Polres Kabupaten Bengkalis adalah meningkatnya angka kejahatan, mulai dari kejahatan konvensional (street crime) hingga kejahatan yang berkarakteristik internasional (transnational crime) sampai dengan kejahatan yang bersifat umum yang selalu kerap terjadi yaitu kejahatan pencurian dengan kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakan Polri dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Bengkalis dan untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penghambatnya serta untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan didalam mengatasi faktor penghambat Adapun faktor – faktor penghambat ialah : Minimnya anggaran operasional, sehingga dalam melakukan pengejaran target operasi hanya dilakukan sebatas anggaran yang ada, terbatasnya sarana trasnportasi khususnya spetboat untuk operasional di laut, dan kurangnya melakukan sosialisasi guna meningkatkan kesadaran hukum kepada masyarakat dilingkungan wilayah hukum Polres Bengkalis. Adapun teknik pengumpulan data adalah observasi, kuisioner dan kajian kepustakaan, kemudian berdasarkan metode penelitian tersebut penulis menemukan upaya yang dilakukan diantaranya adalah : Penanggulangan Pencurian dengan kekerasan di Kabupaten Bengkalis seiring dengan berkembangnya, maka diperlukan operasional penanggulangannya terus ditingkatkan dengan mengikuti pengalaman-pengalaman upaya penanggulangannya yang pernah dilakukan dan tingkat keberhasilannya, melibatkan instansi penegak hukum lainnya seperti Pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan perlu melibatkan akademisi untuk mengatasi kejahatan pencurian dengan kekerasan. Keywords: Tidakan Polri, Pidana Pencurian PENDAHULUAN Akhir-akhir ini berbagai macam bentuk pencurian sudah demikian merebak dan meresahkan orang dalam kehidupan masyarakat sehari hari sampai pencurian itu dilakukan dengan cara kekerasan seperti pencurian dalam rumah sehingga korban disiksa, namun sebagian masyarakat sudah cenderung terbiasa dan seolaholah memandang pencurian dengan kekerasan tersebut merupakan kejahatan yang dianggap sebagai kebutuhan. Andi Hamzah. Didalam bukunya Bunga Rampai Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hal 134 menjelaskan bahwa Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal 362 KUHP terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif sebagai berikut : a. Unsur subjektif : met het oogmerk om het zich wederrechtelyk toe teeigenen. "Dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum". b. Unsur objektif :
42
Bidi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin
1. 2. 3. 4.
Hij atau barangsiapa. Wegnemen atau mengambil. Eeniggoed atau sesuatu benda. Dai geheel ofgedeeltelyk aan een ander toebehoort atau yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain
Lebih lanjut menurut Andi Hamzah, Tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 365 KUHP juga merupakan gequahjlceerde diefsial atau suatu pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan unsur-unsur memberatkan . Menurut Simons menjelaskan bahwa yang diatur dalam Pasal 365 KUHP sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, dan kejahatan pencurian dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang. Pencurian dengan kekerasan memang suatu kejahatan yang membuat masyarakat menjadi resah. Orang yang melakukan tindak kejahatan tersebut memang dari unsur paksaan terhadap dirinya. Orang tersebut berani melakukan dikarenakan keadaan ekonomi yang lemah dan selalu mengharapkan suatu kekayaan dengan mengambil milik orang lain.Maka pihak instansi kepolisian harus lebih ekstra bekerja keras untuk memberantas tindak pidana pencurian yang disertai kekerasan dalam lingkup masyarakat. Secara universal, peran polisi dalam masyarakat dirumuskan sebagai penegak hukum (law enforcement officers), pemelihara ketertiban (order maintenance). Peran tersebut di dalamnya mengandung pula pengertian polisi sebagai pembasmi kejahatan (crime fighters). Menurut pengetahuan penulis Tindak Pidana Pencurian dengan kekerasaan adalah suatu kejahatan konvensional tetapi sampai saat ini masih memerlukan penanganan teknis yang cukup tinggi dalam penanggulangan dan pencegahannya. Bahkan akhir-akhir ini di daerah Riau khususnya pada Kepolisian Resort Bengkalis mengamankan 2 orang pelaku pencurian kekerasan yang sering beroperasi di Bengkalis kedua orang tersebut merupakan Target Operasi (TO) Polres Bengkalis, dikarenakan sudah sering melalakukan tindak kriminal pencurian dengan kekerasan menggunakan senjata api (Senpi) diwilayah Riau dan lintas Propinsi. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : faktor penghambat tindakan Polri dalam menangani Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasaan di wilayah Hukum Polres Bengkalis serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan yang timbul dalam menangani Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasaan. Adapun merupakan tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan ini adalah untuk mengetahui faktor penghambat tindakan Polri dalam menangani Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasaan di wilayah Hukum Polres Bengkalis serta untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan yang timbul. TINJAUAN PUSTAKA Guna terselenggaranya fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia diberikan wewenang yang pada hakekatnya berupa "kekuasaan negara di bidang kepolisian untuk bertindak atau untuk tidak bertindak" baik dalam bentuk upaya preventif mapun upaya represif, namun demikian lingkup wewenang kepolisian tersebut dibatasi oleh lingkungan kuasa hukum, dimana lingkungan kuasa hukum itu juga didasarkan pada lingkunganlingkungan sebagai berikut : a. Lingkungan Kuasa soal-soal ( Zaken Gebaid) dimana hal ini termasuk dalam katagori kompetensi hukum b. Lingkungan kuasa orang (persen gebeid) yaitu lingkungan yang terjangkau oleh peraturan perundangundangan dimana lingkup pengaturannya adalah mengatur hukum acara atau prosedur dilakukannya tindakan kepolisian. c. Sebagai aparat penegak hukum dan pengayom masyarakat, menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepolisian mempunyai fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat". Menurut ketentuan Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 dijelaskan bahwa Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : 1. Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum; 2. Melaksanakan tugas kepolisian selaku penganyom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan ; 3. Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat ;
43
Jurnal Fiat Justitia, Vol.1. No.1, 45-57 (April 2014)
4. Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana yang dimaksud pada angka 1, 2 dan 3 5. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistemsialisme dan Abosionisme, Rajawali, Jakarta,1998, hal 76 yang menjelaskan bahwa sesuai dengan sumber dan ruang lingkup wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam merumuskan bentuk-bentuk wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebaiknya ditinjau rumusan tugas-tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara universal dapat dikelompokkan dalam tugas Kepolisian Preventif dan Tugas Kepolisian Represif baik yang bersifat non justisial maupun justisial.Tugas Kepolisian preventif dan represif non justisial dilaksanakan oleh seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan demikian setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sendirinya memiliki wewenang umum kepolisian. Tugas Kepolisian justisial dilaksanakan oleh setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena jabatannya diberikan wewenang khusus kepolisian dibidang penyidikan. Menurut Adami Chazawi, menjelaskan bahwa "tindak pidana dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-undangan negara kita". Dalam hampir seluruh perundang-undangan kita menggunakan istilah tindak pidana untuk merumuskan suatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu pidana tertentu. Para ahli hukum telah memberikan pengertian tindak pidana secara berbeda-beda, P.A.F Lamintang menggunakan istilah strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti sebagian dan kenyataan, sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harfiah perkataan strafbaar feit dapat diterjemahkan sebagai sebagian dan suatu kenyataan yang dapat dihukum. Sedangkan Moeljatno berpendapat "perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut". Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbukti telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal 362 KUHP. Walaupun pembentukan undang-undang tidak menyatakan dengan tegas bahwa tindak pidana pencurian yang telah dimaksud dalam Pasal 362 KUHP harus dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dapat disangkal lagi kebenarannya bahwa tindak pidana pencurian tersebut harus dilakukan dengan sengaja, yakni karena undang-undang pidana kita yang berlaku tidak mengenal lembaga tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan tidak sengaja atau culpoos diefstal. Menurut undang-undang pencurian itu dibedakan atas lima macam yakni sebagai berikut : 1. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), 2. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP), 3. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP), 4. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP) dan 5. Pencurian dalam kalangan keluarga (Pasal 367 KUHP). Pencurian dengan kekerasan yang dijelaskan dalam Pasal 365 KUHP, merupakan tindakan pencurian yang didahului, disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang-orang dengan tujuan untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau pada keadaan tertangkap tangan supaya mempunyai kesempatan bagi diri sendiri atau orang lain, untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap dalam kekuasaannya. Kekerasan artinya mempergunakan tenaga fisik atau jasmaniah tidak kecil secara tidak sah misalnya memukul, menyepak, menendang dengan tangan atau senjata dari segala macam, termasuk pula mengikat orang atau menutup dalam kamar.Tindakan adalah upaya yang dilakukan untuk mengatasi sesuatu. Adapun Tindakan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Bengkalis dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan.Kepolisian Republik Indonesia adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, satu di antaranya adalah Kepolisian Resort Bengkalis. Menurut Dendy Sugono., Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal 223 yang dimaksud menanggulangi adalah menghadapi, mengatasi sesuatu. Menanggulangi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu usaha atau perbuatan yang dilakukan oleh Polri dalam mengatasi tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Moeljatno mengatakan bahwa Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, satu diantara tindak pidana tersebut
44
Bidi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin
adalah tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Adapun pencurian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbuatan mengambil suatu barang milik orang lain dengan tujuan untuk memiliki barang itu secara melawan hukum. Salah satu bentuk pencurian itu adalah pencurian dengan kekerasan. Kekerasan adalah mempergunakan tenaga fisik yang tidak kecil secara tidak sah biasa saja dengan cara menendang, memukul yang dilakukan baik dengan tangan maupun dengan senjata. Tindakan polri dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Kepolisian Resort Bengkalis adalah upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Bengkalis dalam menanggulangi terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Sesuai dengan Pasal 365 ayat 1 KUHPidana maka bunyinya adalah sebagai berikut : (1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tempatnya. a.Yang dimaksud dengan kekerasan menurut pasal 89 KUHP yang berbunyi ”Yang dimaksud dengan melakukan kekerasan”, yaitu membuat orang jadi pingsan atautidakberdaya lagi. Sedangkan melakukan kekerasan menurut Soesila mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak syah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Masuk pula dalam pengertian kekerasan adalah mengikat orang yang punya rumah, menutup orang dalam kamar dan sebagainyadan yang penting kekerasan itu dilakukan pada orang dan bukan pada barang. b. Ancaman hukumannya diperberat lagi yaitu selama-lamanya dua belas tahun jika perbuatan itu dilakukan pada malam hari disebuah rumah tertutup, atau pekarangan yangdidalamnya ada rumah, atau dilakukan pertamatama dengan pelaku yang lain sesuai yang disebutkan dalam pasal 88 KUHP atau cara masuk ke tempat dengan menggunakan anak kunci palsu, membongkar dan memanjat dan lain-lain. Kecuali jika itu perbuatan menjadikan adanya yang luka berat sesuai dengan pasal 90 KUHP yaitu : Luka berat berarti : - Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atauyang mendatangkan bahaya maut. - Senantiasa tidak cukap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencahariaan. - Tidak dapat lagi memakai salah satu panca indra. - Mendapat cacat besar. - Lumpuh (kelumpuhan). - Akal (tenaga paham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu. - Gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan. c. Jika pencurian dengan kekerasan itu berakibat dengan matinya orang maka ancaman diperberat lagi selamalamanya lima belas tahun, hanya saja yang penting adalah kematian orang tersebut tidak dikehendaki oleh pencuri. d. Hukuman mati bisa dijatuhkan jika pencurian itu mengakibatkan matinya orang luka berat dan perbuatan itu dilakuakan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau sesuai dengan pasal 88 KUHP yaitu : ”Mufakat jahat berwujud apabila dua orang atau lebih bersama-sama sepakat akan melakukan kejahatan itu”. Pemikiran tentang teori-teori pencurian dengan kekerasan sudah ada sejak dahulu kala dari pemikiran Thomas Hobbes misalnya, sampai pada perkembangan pola pikir masyarakat tentang kekerasan yang lebih modern, seperti pada masa Sigmund Freud, telah lahir berbagai macam pandangan teoritis tentang kekerasan itu. Tiap-tiap teori tersebut mencoba menggali jawaban atas pertanyaan yang sifatnya pun dinamis, berkaitan dengan asal mula atau sebab akibat munculnya pencurian dengan kekerasan. Dari kebanyakan teori yang membicarakan tentang kekerasan dapat dikategorikan ke dalam dua golongan, yaitu teori kekerasan yang mendasarkan pengembangan berpikirnya atas bentuk kekerasan individu dan teori kekerasan yang mendasarkan pada bentuk kekerasan kolektif/kelompok. Akan tetapi dalam pengembangannya nanti, perluasan konsep lebih banyak dilakukan terhadap teori kekerasan yang mendasarkan pada pengembangan berpikir atas kekerasan kolektif. Santoso, Thomas, Teori-teori Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta berkaitan dengan teori kekerasan yang mendasarkan pola pemikirannya atas fenomena kekerasan individu, maka terdapat dua teori besar yang mencoba mencerna tentang keberadaan kekerasan pada diri seseorang. Kedua teori tersebut antara lain adalah teori kekerasan sosio-anthropologis dan teori kekerasan genetika.
45
Jurnal Fiat Justitia, Vol.1. No.1, 45-57 (April 2014)
Teori sosio-anthropologi, menyatakan bahwa manusia itu adalah serigala bagi manusia yang lain (homo homini lupus). Bagi Hobbes, dan tentu saja hingga kini masih sangat diyakini oleh para pengikutnya, dalam diri seseorang senantiasa bersemayam benih-benih kekerasan. Manusia, manakala diganggu kepentingannya, maka ia akan menyerang. Sedangkan kalau memiliki suatu kemauan atau kehendak, maka manusia tersebut tak tanggung-tanggung lagi untuk menyerbunya dan merampasnya kalau ada insan lain yang memiliki apa yang dikehendakinya itu. Perilaku agresif ini dibenarkan oleh Sigmund Freud dengan menegaskan bahwa agresifitas yang dimiliki manusia sebenarnya bersifat bawaan dan tak terelakkan, akan semakin dominan dalam kehidupan manusia sehingga pada akhirnya naluri thanatos atau daya mematikan akan melebihi naluri eros atau daya menghidupkan. Sedangkan teori genetik, merupakan konsep teori yang diambil dari sisi ilmiah. Teori ini menyatakan bahwa kekerasan merupakan hasil suatu rangkaian reaksi kimiawi yang terjadi dalam fungsi otak seseorang. Ini terjadi karena suatu zat tertentu, serotinin, kurang pasoknya ke otak. Akibatnya, emosi pun menyala dan daya kendali pun melumpuh. Hanya bila kadar serotin dalam otak seseorang pada kadar yang memadai, ia baru bisa berpikir sehat dan hidup normal. Pandangan ini secara langsung mengarah pula pada diri seseorang, taraf tinggi rendahnya kekerasan, ditentukan faktor gen atau keturunan. Sedangkan teori-teori kekerasan yang mendasarkan pada pengembangan pola pikir atas fenomena kekerasan kolektif / kelompok, dapat ditunjukkan dengan keberadaan teori psikologis, teori instink, teori revolusi, teori konflik serta teori frustasi-agresi. Kata kekerasan secara awam dipahami sebagai sebuah situasi yang kasar, menyakitkan dalam melakukan pencurian serta akan menimbulkan efek (dampak) negatif. Akan tetapi, kebanyakan orang hanya memahami pencurian dengan kekerasan sebagai suatu bentuk perilaku opresif (penekanan), sedangkan perilaku lain yang bentuknya tidak berupa perilaku fisik, menjadi tidak dihitung sebagai suatu bentuk kekerasan, diantaranya : kekerasan diartikan sebagai perihal yang bersifat, berciri khas, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang atau ada paksaan. Kekerasan, sebagaimana diartikan oleh Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki dalam konteks bahasa Indonesia senantiasa dipahami sebagai hal-hal yang menyangkut serangan fisik belaka, kekerasan mana sumber maupun alasannya bermacam-macam seperti politik atau keyakinan agama maupun alasan lainnya politik, keyakinan agama atau rasisme. Haskel dan Yabslonsky sebagaimana dikutip oleh Mulyana W. Kusuma membagi kekerasan dalam empat (4) kategori yang mencakup hampir semua pola-pola kekerasan yaitu : 1.Kekerasan Ilegal Kekerasan ini dapat berupa kekerasan yang didukung oleh hukum misalnya tentara yang melakukan tugas dalam peperangan, maupun kekerasan dalam peperangan, maupun kekerasan yang dibenarkan secara legal, misalnya tindakan-tindakan tertentu untuk mempertahankan diri. 2.Kekerasan yang secara sosial memperoleh sanksi Suatu faktor penting dalam menganalisa kekerasan adalah tingkat dukungan atau sanksi sosial terhadapnya, misalnya tindakan kekerasan oleh masyarakat atau pezina akan memperoleh dukungan sosial. 3.Kekerasan rasional Beberapa tindakan kekerasan yang tidak legal akan tetapi tidak ada sanksi sosialnya, adalah kejahatan yang dipandang rasional dalam konteks kejahatan. Misalnya pembunuhan dalam suatu kerangka kejahatan terorganisasi. 4.Kekerasan tidak berperasaan (irrational violence) Kejahatan yang terjadi tanpa adanya provokasi terlebih dahulu tanpa perlihatkan motivasi tertentu dan pada umumnya korban tidak dikenal oleh pelakunya. Dapat digolongkan ke dalamnya adalah apa yang dinamakan “raw violence" yang merupakan ekspresi langsung dari gangguan psikis seseorang dalam saat tertentu kehidupannya. Pencurian dengan Kekerasan pada intinya adalah melakukan suatu tindakan untuk mendapatkan sesuatu dengan cara mengambil hak orang lain, baik yang diketahui, maupun dengan cara paksa secara fisik maupun mental yang berakibat menderita dirasakan oleh korban. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Kepolisian Resort Bengkalis yang beralamat di Kabupaten Bengkalis serta didalam wilayah Kabupaten Bengkalis yaitu, Kabupaten Bengkalis adalah salah satu Kabupaten yang terletak di Wilayah Provinsi Riau mencakup daratan bagian timur pulau sumatera dan wilayah kepulauan, dengan luas adalah 7.793,93 km². Kabupaten Begkalis adalah daerah yang berada di Pulau Bengkalis dengan kondisi terpisah dari pulau Sumatera.
46
Bidi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin
Kabupaten Bengkalis juga termasuk sdalam salah satu program Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT).Secara Geografis Kabupaten Bengkalis terletak di sebelah timur Pulau yang mencakup area seluas 7.793,93 Km² dengan batas sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak, Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Rokan Hulu, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Meranti. Pemerintahan Secara Administrasi, Kabupaten Bengkalis terbagi dalam 8 Kecamatan, 102 Kelurahan/ Desa dengan luas wilayah 7.793,93 km². Tercatat jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis 498.335 jiwa dengan sifatnya yang heterogen, mayoritas penduduknya adalah penganut agama Islam. Disamping suku Melayu yang merupakan mayoritas penduduk, juga terdapat suku-suku lainnya seperti : suku Minang suku Jawa yang mayoritas tinggal di Desa Pedekik, Wonosari , suku Bugis suku batak, Etnis Tionghoa dan sebagainya. Bengkalis sebagai ibu kota kabupaten dikenal juga dengan julukan Kota Terubuk karena daerah ini adalah penghasil telur Ikan Terubuk yang sangat disukai masyarakat karena rasanya yang amat lezat dan tentu saja menyebabkan harga telur ikan Terubuk menjadi amat mahal. Dibawah ini daftar tabel jumlah Kecamatan yang ada di kabupaten Bengkalis ; TABEL . 1 JUMLAH KECAMATAN DI KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU NO
KECAMATAN
KOTA KECAMATAN
LUAS KECAMATAN
1
BANTAN
Selat Baru
424,40 Km2
2
BENGKALIS
Bengkalis
514,000km2
3
BUKIT BATU
Sungai Pakning
1.128,00km2
4
MANDAU
Duri
937,47km
5
RUPAT
Batu Panjang
1.524,85km2
6
RUPAT UTARA
Tanjung Medang
628,50km2
7
PINGGIR
Pinggir
2.503,00km
8
SIAK KECIL
Lubuk Muda
742,21km2
Sumber : BPS 2013 POPULASI DAN SAMPEL
e. f. g.
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian adalah sebagai berikut : Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkalis 1 orang. Personil pada Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkalis yang menangani perkara Tindak Pidana Pencurian dengan kekerasan 7 orang. Korban Tindak Pidana Pencurian dengan kekerasan 31 orang.
Oleh karena jumlah populasi yang terdapat dan dipergunakan dalam penelitian ini relatif sedikit yakni 39 orang, maka penelitian ini memakai metode sensus, yakni suatu cara dimana penelitian dilakukan dengan jalan mengambil seluruh populasi untuk dijadikan responden.
47
Jurnal Fiat Justitia, Vol.1. No.1, 45-57 (April 2014)
Agar mempermudah untuk melakukan penelitian dan agar memperoleh data yang relevan dengan penelitian ini, maka penulis menggunakan Metodologi penelitian sebagai berikut : 1.
Jenis Penelitian/Pendekatan Dilihat dari sudut jenisnya, penelitian ini tergolong ke dalam jenis Observational research. Sedangkan dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang bermaksud memberikan gambaran secara rinci dan jelas tentang permasalahan pokok penelitian.
2.
Teknik Sampling Apabila dilihat dari sudut jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, maka data dan sumber data tersebut dapat dibedakan antara lain : d. Data Primer, adalah data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Data primer ini berupa data tentang faktor penghambat tindakan polri dalam menangani tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam menangani tindak pidana pencurian dengan kekerasan. e. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari Undang-undang, literatur-literatur, petunjuk pelaksanaan dan pentunjuk tekhnis atau pendapat para ahli maupun laporan yang berhubungan dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang berguna sebagai mendukung data primer. f. Data Tertier, adalah data yang diperoleh melalui kamus, ensiklopedi dan sejenisnya yang berfungsi untuk mendukung data primer dan data skunder.
3.
Metode dan Alat Pengumpulan Data Tekhnik pengumpulan data yang dipergunakan atau dipakai di dalam melakukan penelitian ini adalah : d. Observasi, adalah peneliti langsung terjun ke lapangaan guna melihat secara langsung obyek penelitian. e. Kuesioner, adalah daftar pertanyaan yang berbentuk angket yang penulis ajukan dan disusun sehubungan dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Kuesioner ini penulis ajukan kepada Personil Reskrim Polres Bengkalis yang menangani perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan serta kepada para korban. f. Wawancara, adalah proses tanya jawab yang penulis lakukan secara lisan dan langsung kepada Kasat. Reskrim Kepolisian Resort Bengkalis.
Setelah penulis memperoleh data baik yang bersumber dari kuesioner maupun dari wawancara, lalu data tersebut penulis pilah dan dikelompokkan. Terhadap data yang diperoleh dari kuesioner, data tersebut penulis sajikan dalam bentuk tabel Sedangkan data yang diperoleh dari hasil wawancara penulis sajikan dalam bentuk uraian-uraian kalimat dengan diberi penjelasan. Setelah kedua data tersebut penulis sajikan, maka selanjutnya penulis melakukan interpretasi/pembahasan dengan cara membandingkan dengan Undang-undang dan pendapat para ahli. Dari hasil perbandingan tersebut terlihat bahwa terdapatnya perbedaan maupun persamaan antara data dan fakta lapangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Atas perbedaan maupun persamaan tersebut penulis mengambil kesimpulan dalam penelitian dengan berpedoman pada cara induktif yakni menyimpulkan dari hal-hal khusus sebagaimana yang ditemui di lapangan kepada hal-hal umum sebagaimana yang telah diatur di dalam ketentuan hukum dan perundang-undangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Polres Bengkalis adalah Institusi Polri yang mempunyai tugas pokok Sebagai pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat serta penegakan hukum untuk memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat di wilayah hukum Polres Bengkalis dengan memiliki visi dan misi, adapun visi dan misi Polres Bengkalis sebagai berikut: VISI “ Mewujudkan jajaran Polres Bengkalis yang profesional, bermoral sehingga dapat di percaya oleh masyarakat “. MISI a.
48
Memberikan bimbingan kepada seluruh masyrakat guna meningkatkan kesadaran hukum bagi masyrakat Kabupaten Bengkalis.
Bidi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin
a. b. c.
Memberikan pelayanan serta perlindungan. Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma - norma dan nilai - nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengacu pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 13 dijelaskan bahwa Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum guna menjalankan tugas selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam membantu Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam mewujudkan penegakan hukum secara fungsional dalam rangka menegakkan pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah yang merupakan salah satu kewajiban Polres Bengkalis seutuhnya.
Dalam mewujudkan ketentraman masyrakat yang menjadi salah satu tujuan utama Pemerintah Kabupaten Bengkalis, didalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus di mulai dari terwujudnya suasana kondusif, tertib dan tenteram di masyarakat melalui penegakkan hukum yang dapat dibangun oleh Kepolisian Resort Bengkalis yang memiliki kelembagaan yang kuat, sumber daya manusia yang profesional, kompeten dan berintegritas tinggi serta didukung dengan anggaran dan sarana prasarana yang memadai. Dalam melaksanakan kinerjannya selaku aparatur penegak hukum diharuskan untuk mampu meningkatkan profesionalisme yang tinggi dan selalu menjalin hubungan yang bersinergi, baik dengan masyarakat maupun dengan lembaga – lembaga Pemerintah melalui berbagai tindakan preventif seperti kegiatan penyuluhan, pembinaan dan penggalangan masyarakat. Guna mengatasi masalah kejahatan tersebut kepolisian Resort Bengkalis dalam penegakan hukum guna melaksanakan kinerjanya selain menargetkan secara maksimal upaya mengatasi tindak pidana tersebut juga terdapat beberapa faktor penghambat yang menjadi batu sandungan Polres Bengkalis dalam menangani berbagi kasus pencurian dengan kekerasan tersebut, merupakan salah satu faktor sangat krusial untuk dibahas. Upaya Kepolisian Polres bengkalis dalam menanggulangi tindak Pidana Pencurian dengan kekerasan telah dilakukan bermacam bentuk cara dalam upaya penanggulangannya. Guna untuk menanggulanginya, Kepolisian Bengkalis telah menyadur teori Barnest dan Teeters yang telah menunjukkan beberapa cara untuk menanggulangi kejahatan diantaranya yaitu: 1) Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan-tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat. 2) Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukkan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis . Dari pendapat Barnest dan Teeters tersebut di atas menunjukkan bahwa kejahatan dapat kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang kearah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik,dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan, sedangkan faktor-faktor biologis, psikologis, merupakan faktor yang sekunder saja. Selain dari upaya tersebut diatas Kepolisian Resor Bengkalis juga mempergunakan upaya preventif dalam menanggulangi terjadinya tindak pidana, yang dimaksud dengan tindakan preventif adalah bagaimana kita melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan patisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama .
49
Jurnal Fiat Justitia, Vol.1. No.1, 45-57 (April 2014)
Pada pelaksanaannya dalam menangani kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Wilayah Hukum Polres Bengkalis yang masih sarat dengan permasalahan adalah proses hukum dalam penanganan terhadap penindakan pelaku kejahatan tersebut. Permasalahan dimaksud guna penindakan para pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah kurangnya dukungan dari pemuka masyarakat dan tokoh adat dalam menindak para pelaku tersebut. Kurangnya dukungan dalam menindaklanjuti proses hukum para pelaku tersebut, antara lain disebabkan beberapa faktor yaitu kurangnya dukungan dari pemuka masyarakat dalam menindaklanjuti setiap suatu peristiwa hukum yang terjadi dengan kuat kecendrungan upaya penyelesaian yang ditempuh secara musyawarah. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari beberapa kejadian tindak pidana pencurian wilayah hukum Polres Bengkalis, hanya sebagian saja dari kasus tersebut para korban membuat pengaduan di Wilayah hukum Polres Bengkalis. Berdasarkan yang telah penulis uraikan diatas, maka dapat disimpulkan yang menjadi penghambat penegakan hukum kasus tindak Pidana pencurian dengan kekerasan, selain kecenderungan penyelesaiannya secara adat juga kecenderungan lainnya yaitu keengganan para korban untuk melaporkan suatu peristiwa tindak pidana kepihak kepolisian. Dari sisi penegakan hukum, ketiadaan laporan dari masyarakat terhadap kejadian suatu peristiwa tindak pidana merupakan sebuah wujud ancaman bagi kita bersama guna menciptakan ketertiban umum ditengah masyarakat. Untuk lebih mengetahui penyebab terjadinya kecendrungan yang terjadi di masyarakat tersebut, dapat kita lihat dengan jelas melalui tabel dibawah ini. TABEL .2 FAKTOR PENYEBAB MINIMNYA PENGADUAN MASYARAKAT TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN PADA KEPOLISIAN RESOR BENGKALIS NO 1
TANGGAPAN Krisis kepercayaan terhadap kinerja kepolisian dalam menegakkan hukum di wilayah hukum Polres Bengkalis
RESPONDEN
PRESENTASE
30
79 %
9
21 %
39
100%
2 Kurangnya peran serta masyarakat atas kepeduliannya terhadap ketertiban umum. Jumlah Sumber : data olahan tahun 2013
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat tersebut dinilai sangat efektif dan tidak rumit, hal ini juga salah satu penyebab enggannya para masyarakat untuk membuat pengaduan pada penagak hukum yaitu Kepolisian, karena kesan selama ini prosedur penegakan hukum guna mencari keadilan telah ditemui kendala dari segi proses tentang prosedur yang terkesan menurut mereka yaitu masyarakat yaitu berbelit-belit, mulai dari membuat laporan, dan juga pemeriksaan saksi, hal ini dapat kita lihat dari tanggapan responden pada tabel III.2 dibawah ini TABEL. 3 TANGGAPAN RESPONDEN TENTANG PELAYANAN YANG DILAKUKAN OLEH APARAT KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN PROSES PENEGAKAN HUKUM DIWILAYAH HUKUM POLRES BENGKALIS NO 1
2
3
50
TANGGAPAN pelayanan penyidik kepolisian diwilayah hukum polres Bengkalis sangat baik
RESPONDEN
PROSENTASE
4
11 %
Bersikap ramah, dan berkesan selalu melayani
5
Sikap
6
bersahabat,
dengan
15 %
12 %
Bidi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin
selalu koperatif 4
Terkesan lambat untuk bertindak, dan proses serta prosedur yang terkesan berbelit-belit JUMLAH Sumber : data olahan tahun 2014
24 62 %
39
100 %
Bahwa didalam upaya penegakan hukum yang dilakukan masyarakat pada institusi kepolisian yaitu Kepolisian Resor bengkalis dalam pelaksanaannya telah ditemui berbagai macam masalah bagi masyarakat dalam melakukan upaya mencari keadilan, baik bertindak selaku pelapor dan juga selaku saksi dalam kasus atau peristiwa tindak pidana yang terjadi diwilayah hukum Kepolisian Resor Bengkalis, pemeriksaan sebagai saksi seperti tanggapan responden dari hasil wawancara pada hari Selasa tanggal 8 April 2014, responden menanggapi tentang apa yang pernah dialaminya sebagai saksi dalam kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polres Bengkalis, tanggapan responden tersebut menyatakan bahwa perlakuan penyidik terhadap saksi sewaktu diperiksa di Kepolisian Resort Bengkalis cenderung sulit untuk membedakan pemeriksaan seorang yang berstatuskan tersangka dengan pemeriksaan seorang dengan status sebagai saksi, oleh karena sikap arogan para penyidik yang membuat efek rasa takut bagi saksi maupun tersangka dalam rangka serangkaian pemeriksaan yang dilakukan. Permasalahan tersebut terbukti bahwa kurangnya dilakukan pembinaan hubungan kerjasama dengan para masyarakat dalam bidang ketertiban umum khususnya terhadap yang berhubungan dengan tugas serta fungsi kepolisian guna mengupayakan stabilitas keamanan. Kurang selarasnya hubungan polisi dengan masyarakat juga merupakan salah satu faktor penghambat proses penegakan hukum dilingkungan wilayah Hukum Polres Bengkalis, selain dengan metode serta cara penyelesaiannya yang kerap diterapkan oleh masyarakat dalam menyelesaikan seluruh permasalahan hukum. Khususnya dalam kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Apabila ditinjau menurut hukum, penyelesaian dengan cara tersebut meskipun Undang-Undang telah memberikan peluang dipergunakan kewenangan ini berdasarkan munculnya kehendak dari para pihak yang berperkara yang ditengahi oleh para tokoh masyarakat untuk memperoleh penyelesaian perkara (pidana) secara sederhana dan cepat , tidak terkecuali juga memberikan rasa keadilan kepada kedua belah pihak. Namun akan tetapi apabila kita tinjau dari sisi efek jera para pelaku dan juga masyarakat dalam menciptakan ketertiban umum guna mewujudkan ketentraman merupakan salah satu bentuk upaya yang tidak efektif, sehingga jumlah kasus yang sampai ketahap tuntutan serta kepengadilan tidak seimbang dengan banyaknya jumlah kasus yang terjadi serta terungkap di wilayah Hukum Polres Bengkalis. Apabila bila dilihat kewenangan kepolisian guna menangani proses penyelesaian secara mediasi seperti yang kerap dilakukan oleh tokoh masyarakat serta pemuka adat masyarakat tempatan di wilayah Hukum Polres Bengkalis jika ditinjau berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Pasal 18 yangmana kepolisian dalam hal ini juga berwenang untuk melakukan kebijakan tersebut yang didasari oleh penilaian penyidik dalam menangani kasus tersebut, seperti menurut Pasal 18 Undang –Undang Nomor 2 tahun 2002 menyebutkan: 1. 2.
Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hal inilah yang menjadi acuan kepolisian yang disebut dekresi Kepolisian menurut Roescoe Pound, sebagaimana dikutip oleh R. Abdussalam, (1997, 25-26) mengartikan diskresi kepolisian yaitu: an authority conferred by law to act in certain condition or situation; in accordance with official’s or an official agency’s own considered judgement and conscience. It is an idea of morals, belonging to the twilight zone between law and morals. (diskresi kepolisian adalah suatu tindakan pihak yang berwenang berdasarkan hukum untuk bertindak pasti atas dasar situasi dan kondisi, menurut pertimbangan dan keputusan nuraninya sendiri) Jadi, diskresi merupakan kewenangan polisi untuk mengambil keputusan atau memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hukum atau perkara pidana yang ditanganinya. Berdasarkan upaya penanganan terhadap kasus pencurian dengan kekerasan yang tersebut diatas merupakan sebuah tindakan serta kebijakan lama yang tidak lagi bisa untuk diterapkan lagi, dan dari satu sisi
51
Jurnal Fiat Justitia, Vol.1. No.1, 45-57 (April 2014)
mengingat hampir seluruh masyarakat menginginkan para pelaku mendapatkan hukuman, seperti tanggapan beberapa responden yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. TABEL III.3 UPAYA YANG DI INGINKAN OLEH MASYARAKAT DALAM UPAYA MENANGANI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI WILAYAH HUKUM POLRES BEGKALIS No 1 2 3
TANGGAPAN Menyelesaikan kasus pencurian dengan kekerasan secara adat Menindaklanjuti para pelaku sampai tahap tuntutan Membiarkan pelaku
Jumlah Sumber : data olahan tahun 2013
RESPONDEN 2
PRESENTASE 6% 94 %
37 -
39
100 %
Dari uraian diatas telah menunjukkan bahwa masyarakat serta aparat kepolisian juga menginginkan kasus tersebut agar dapat ditangani secara profesional sehingga para pelaku menjadi sadar dan jera akibat perbuatan yang telah dilakukan oleh para pelaku, serta untuk selanjutnya tindakan pencurian dengan kekerasan di Kabupaten Bengkalis dapat terminimalisir dengan sendirinya. Dalam pelaksanaannya diperlukan kerjasama yang serasi antara masyarakat dengan aparat kepolisian, namun akan tetapi hal ini sulit terwujud dikarenakan sikap aparat kepolisian yang telah berubah menjadi sosok yang menakutkan, hal tersebut merupakan salah satu batu sandungan dalam menegakkan proses hukum di wilayah Hukum Polres Bengkalis. Upaya untuk menjadikan masyarakat selaku mitra polisi guna membantu pelaksanan tugas serta fungsi kepolisian untuk menunjang kinerja aparat kepolisian didalam menjalankan tugasnya senyatanya harus diwujudkan, mengingat peran masyarakat dalam memberikan informasi merupakan suatu langkah dalam mengungkap berbagi kasus, serta pencegahan terjadinya tindakan criminal. Dalam menegakkan hukum di wilayah hukum Polres Bengkalis selain beberapa hambatan yang tersebut diatas juga terdapat hambatan-hambatan lainnya yang tidak kalah pentingnya dengan hambatan-hambatan yang diuraikan diatas, dan untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dari hasil wawancara dengan responden pada hari Kamis tanggal 10 April 2014, dengan salah seorang penyidik di Polres Bengkalis. Dalam tanggapannya faktor penyebab terjadinya berbagai hambatan dalam proses penegakan hukum antara lain yaitu : 1. Minimnya anggaran operasional, sehingga dalam melakukan pengejaran target operasi hanya dilakukan sebatas anggaran yang ada. 2. Terbatasnya sarana trasnportasi khususnya spetboat untuk operasional di laut. 3. Kurangnya melakukan sosialisasi guna meningkatkan kesadaran hukum kepada masyarakat dilingkungan wilayah hukum Polres Bengkalis. Upaya untuk mengatasi tindak pidana pencurian dengan kekerasan diwilayah hukum Polres Bengkalis merupakan sebuah wujud peradaban seluruh masyarakat kabupaten Bengkalis guna terciptanya ketentraman serta ketertiban umum. Upaya tersebut adalah berupa rencana, rencana adalah sesuatu yang akan dilakukan dengan berupa target tertentu guna mencapai tujuan yang positif, tujuan positif tersebut adalah mewujudkan suatu keberhasilan yang walaupun senyatanya belum sempurna, namun akan tetapi adalah merupakan wujud suatu keberhasilan dari apa yang diusahakan. Dalam rangka pencegahan tindak pidana pencurian dengan kekerasan diwilayah hukum Kepolisian Resor Bengkalis kiranya perlu untuk memperhatikan keunikan karakteristik geografis dan sosial dari suatu lingkungan dan terutama keefektifan diantaranya adalah : a. Pemberian layanan kepada warga masyarakat. wilayah tersebut dapat berbentuk RT, RW, desa, kelurahan, ataupun berupa pasar/pusat belanja/mall, kawasan industri, pusat/kompleks olahraga, stasiun bus/kereta api dan lain-lain.
52
Bidi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin
b.
c.
Dalam pengertian yang diperluas masyarakat dalam pendekatan Polmas diterapkan juga bisa meliputi sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah yang lebih luas seperti kecamatan bahkan kabupaten/kota, sepanjang mereka memiliki kesamaan kepentingan. Meningkatkan peran aktif Polisi masyarakat (Polmas) sebagai perwujudan dari kepolisian sipil dan yang menempatkan masyarakat sebagai mitra kerja yang setara dalam upaya penegakan hukum dan pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat..
Dalam upaya menanggulangi gangguan terhadap keamanan dan ketertiban, Polisi Masyarakat (POLMAS) sesuai Skep Kapolri Nomor 737 tahun 2005 dalam perwujudannya dapat diimplementasikan sebagai strategi guna menekankan hubungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial/ kemanusiaan dan menampilkan sikap santun dan saling menghargai antara polisi dan warga masyarakat dalam rangka menciptakan kondisi yang aman dan tentram. Upaya guna mengatasi hambatan yang timbul dengan sasaran utama yang perlu dilakukan adalah fokus menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan tersebut, sehingga dengan demikian pencurian dengan kekerasan dapat ditanggulangi dan akibat-akibat yang ditimbulkannya seperti kerugian ekonomi, kerugian secara psikologis dan keresahan masyarakat dapat dihindari. Adapun tujuan dari upaya menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah dengan tujuan akhir adalah "perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan” . Masyarakat Kebijakan Kriminal (criminal policy Society) yang merupakan usaha dalam penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui upaya pidana maupun upaya non pidana, adapun upaya Pidana adalah menghukum para pelaku sesuai dengan kesalahannnya yang merujuk kepada Undang-undang, sedangkan yang dimaksud dengan upaya menaggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan secara non pidana adalah yaitu dengan melakukan pendekatan secara persuasif serta menanamkan kepada para pelaku nilai-nilai Agama serta moral sehingga mereka berjanji dengan sendirinya untuik tidak melakukannya lagi. Upaya Penanggulangan Pencurian dengan kekerasan di Kabupaten Bengkalis seiring dengan berkembangnya, maka diperlukan operasional penanggulangannya terus ditingkatkan dengan mengikuti pengalaman-pengalaman upaya penanggulangannya yang pernah dilakukan dan tingkat keberhasilannya, bahkan melibatkan instansi penegak hukum lainnya seperti Pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan bila perlu melibatkan dunia akademisi untuk mengatasi kejahatan jenis ini. Dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan tindak pidana kejahatan pada umumnya, dan khususnya kejahatan pencurian dengan kekerasan di Kabupaten Bengkalis pada wilayah hukum Polres Bengkalis dapat di upayakan tindakan penanggulangannya, baik yang bersifat pre-emtif, preventif, represif, maupun treatment dan rehabilitasi yang dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Rumah Tahanan Negara (Rutan). Bahwa tindakan yang seharusnya dilakukan adalah : 1. 2.
3.
4. 5.
Melakukan tindakan guna penanggulangan terhadap suatu keadaan/ kejahatan agar dapat dihindari atau dicegah sebelum terjadi, kemudian barulah di lakukan tindakan penegak hukum. Mennigkatkan kinerja kepolisian pada Kepolisian Resor Bengkalis untuk melakukan kegiatan mengawasi, mengarahkan, membentuk dan mendorong masyarakat agar mampu menangkal kejahatan dengan jalan melakukan penyuluhan hukum. Melakukan kegiatan yang di tujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya kasus-kasus kejahatan dengan mengedepankan fungsi teknis samapta dengan melaksanakan kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli, Operasi - operasi di lokasi yang di duga rawan. Melakukan kegiatan pembinaan masyarakat supaya dapat ikut serta dalam upaya penanggulangan kejahatan. Meningkatkan kerjasama antara polisi dengan masyarakat guna usaha penanggulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan.
Aparat penegak hukum dalam upaya menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut kepolisian dalam hal ini bukan hanya menangkap pelaku akan tetapi seiring dengan itu juga dapat berperan untuk melakukan pembinaan, seterusnya juga apabila telah sampai ketahap tuntutan peran jaksa juga diharapkan bukan hanya memberikan tuntutan akan tetapi juga dapat melakukan pembinaan – pembinaan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dimaksud adalah dengan cara melakukan pendekatan penyuluhan/penerangan hukum, yang dilakukan dalam program pembinaan masyarakat taat hukum, dengan cara pendekatan melalui tanya jawab persoalan hukum tujuannya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat,
53
Jurnal Fiat Justitia, Vol.1. No.1, 45-57 (April 2014)
dalam arti mengetahui hukum, memahani hukum serta mengamalkannya dalam kehidupan sebagai masyarakat dan warga negara yang baik. Sedangkan apabila tindakan dalam penanganan sudah masuk ke wilayah pengadilan maka peran hakim untuk menegakkan keadilan merupakan sebuah keputusan final yang sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan para pelaku, namun dalam hal itu Hakim dalam memutus perkara harus berdasarkan hukum serta sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat dalam memberikan hukuman dirasa membuat orang yang bersangkutan takut dan menjadi sadar dan tidak mengulangi lagi. Dalam membantu aparat penegak hukum terhadap upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan tidak cukup dengan partisipasi masyarakat saja, akan tetapi sangat diperlukan solusi – solusi progressif dari kalangan Akademisi guna membuat konsep/solusi yang disertai riset yang berkesinambungan serta komprehensif untuk membantu penegak hukum menyelesaikan kejahatan dengan tidak memberikan kesempatan dan niat pada pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan kejahatan. Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas adalah merupakan langkah serta upaya guna mengatasi tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polres Bengkalis dengan tujuan yang sama yaitu menciptakan ketertiban umum ditengah masyarakat KESIMPULAN Berdasarkan uraian serta pembahasan sebelumnya pada masing-masing Bab didalam penelitian ini, maka dalam hal ini dapat penulis sampaikan yaitu berupa kesimpulan terhadap pembahasan yang telah penulis uraikan sebelumnya,sebagai berikut : 1.
Penanggulangan Pencurian dengan kekerasan di Kabupaten Bengkalis seiring dengan berkembangnya, maka diperlukan operasional penanggulangannya terus ditingkatkan dengan mengikuti pengalamanpengalaman upaya penanggulangannya yang pernah dilakukan dan tingkat keberhasilannya, bahkan melibatkan instansi penegak hukum lainnya seperti Pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan bila perlu melibatkan dunia akademisi untuk mengatasi kejahatan jenis ini. Dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan tindak pidana kejahatan pada umumnya, dan khusunya kejahatan pencurian dengan kekerasan di Kabupaten Bengkalis pada wilayah hukum Polres Bengkalis dapat di upayakan tindakan penanggulangannya, baik yang bersifat pre-emtif, preventif, represif, maupun treatment dan rehabilitasi yang dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Rumah Tahanan Negara (Rutan)
2.
Dalam kondisi menangani kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Wilayah Hukum Polres Bengkalis yang masih sarat dengan permasalahan yang menjadi faktor penghambat penanganan proses hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan diantaranya adalah kurangnya dukungan dari beberapa pemuka masyarakat serta Tokoh adat pada pelaksanaannya.
SARAN – SARAN Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis kemukakan diatas, maka penulis memberikan saran, yakni : 1.
Fokus menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan tersebut, sehingga dengan demikian pencurian dengan kekerasan dapat ditanggulangi dan akibat-akibat yang ditimbulkannya seperti kerugian ekonomi, kerugian secara psikologis dan keresahan masyarakat dapat dihindari serta meningkatkan kesadaran masyarakat dengan melakukan pendekatan penyuluhan / penerangan hukum, yang dilakukan dalam program pembinaan masyarakat taat hukum, dengan cara pendekatan melalui tanya jawab persoalan hukum tujuannya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
2.
Melakukan upaya dalam mewujudkan mencari jalan keluar serta solusi –solusi yang ilmiah dan progresif dari kalangan akademisi guna membuat konsep solusi yang disertai riset yang berkesinambungan serta komprehensif untuk membantu penegakan hukum menyelesaikan kejahatan dengan tidak memberikan kesempatan dan niat pada pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan kejahatan, selain itu perlu melakukan hubungan kemitraan antara polisi dengan masyarakat guna menunjang kinerja kepolisian di wilayah hukum Polres Bengkalis.
54
Bidi Chandra, Agustia Warman, Zaidan Jumin
DAFTAR PUSTAKA
B. Buku-buku Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, 2005. Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. Bambang Poernomo, Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia, Amarta Buku, Yogyakarta, 1984. Barda Nawawi Arief, Beberapa Kebijakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998. Dendy Sugono, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008. Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Undip, Semarang, 1995, Mardjono Reksodiputro, Polisi dan Masyarakat Dalam Era Reformasi, Polisi Sebagai Alat Penegak Hukum, Obor Indonesia, Jakarta, 2000. Mas Achmad Santosa, Good Govermance dan Lingkungan Hidup, Grasindo, Jakarta, 2001. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 2002. Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistemsialisme dan Abosionisme, Rajawali, Jakarta,1998. R. Soesilo, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara-Perkara Kriminil, Politeia, Bogor, 1980. R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, Politeia, Bogor, 1984. Soedarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1993. Santoso, Thomas, Teori-teori Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003. Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian Di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005. Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009. B.
Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
C.
Kamus - kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia.
55
Jurnal Fiat Justitia, Vol.1. No.1, 58-73 (April 2014)
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI OLEH DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SIAK DIKECAMATAN SIAK BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR : 13 TAHUN 2011 TENTANG PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN
Irfan Ardiansyah STIH Persada Bunda Muharizal STIH Persada Bunda Hulaimi STIH Persada Bunda
Abstract Excistance of Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 about sanitation retribution based on increasing public service and area for expansion of retribution area objects one of them is sanitation retribution. There is some problem about obstacles implementation of sanitation retribution collecting by Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak based on Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011 about Sanitation in Kecamatan Siak, and how to occure the problem. This study to find out about sanitation retribution collecting by Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak based on Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor: 13 Tahun 2011 about Sanitation in Kecamatan Siak, Kabupaten Siak and to know about inhibiting factors of sanitation retribution then how to occure the problem. Sampling technic in this study was observation, quetionnaire and review of literature, than Population and Sample in this study is head of department, zoning division, and collecting division in Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, head of department Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertanaman Kabupaten Siak, agency and sanitation retribution collectors in district office, and society who payed retribution in Kecamatan Siak. So the conclusion in this study is about collecting sanitation retribution based on Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak especially di Kecamatan Siak not running as expected, because of some inhibiting factors such as : lack of public knowledge about Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 about Sanitation retribution, and lack of strict sanctions against violations to collecting sanitation retribution. Keywords : sanitation retribution, sanitation,collecting
PENDAHULUAN Kabupaten Siak sebagai salah satu kabupaten dari Provinsi Riau juga tidak terlepas dari kegiatan melaksanakan pembangunan, laju pembangunan ekonomi dan usaha di Kabupaten Siak sangat tinggi sekali, terlebih lagi Kabupaten Siak termasuk salah satu kabupaten pemekaran. Dalam melaksanakan pembangunan dibutuhkan sekali biaya yang besar, secara ketatanegaraan pembiayaan tersebut bisa diperoleh melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran dan Pembiayaan Belanja Daerah Provinsi maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten yang bersangkutan. Dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah, khususnya terhadap hasil penerimaan daerah yang berasal dari hasil retribusi di Kabupaten Siak, sepenuhnya diserahkan kepada Dinas-Dinas/Instansi Pengelola Retribusi Daerah yang telah disahkan oleh Lembaga Legislatif Daerah dan pengesahan tersebut dapat dilihat dari telah dikeluarkannya peraturan-peraturan daerah tentang pungutan retribusi tersebut, diantaranya Peraturan Daerah nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan yang telah didaftarkan dalam Lembaran Daerah Nomor : 13 pada tanggal 9 Agustus 2011. Berdasarkan Peraturan Daerah nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan pada Pasal 1 butir ke 10 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Retribusi Daerah adalah : “ Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan “, Sedangkan maksud dari
56
Irfan Ardiansyah,Muharizal, Hulaimi
Badan disini berdasarkan Pasal 1 butir ke 13 Peraturan Daerah nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan adalah : “Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa, Organisasi sosial politik, atau Organisasi lainnya, Lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk Kontrak Investasi Kolektif dan bentuk usaha tetap “. Dengan adanya pelayanan yang disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Siak tersebut, maka kepada orang pribadi atau badan tersebut sebagai konsekwensi hukumnya diwajibkan untuk membayar retribusi persampahan/kebersihan sebagaimana yang telah ditetapkan didalam Peraturan Daerah nomor : 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan.Berdasarkan Pasal 1 butir ke 11 Peraturan Daerah nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, yang dimaksud dengan retribusi persampahan/kebersihan adalah : “ Pembayaran atas pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah “. Kalau kita lihat fakta dilapangan walaupun telah ada peraturan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah di Kabupaten Siak, khususnya dalam bidang retribusi persampahan/kebersihan ini belumlah dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan dalam arti kata belum dapat memenuhi jumlah pendapatan dari target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Siak, terutama didaerah Kecamatan Siak Kabupaten Siak, disebabkan berbagai faktor penghambat sehingga pelaksanaannya belum dapat dilakukan secara maksimal. Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam penulisan ini adalah : pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan, Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan, upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak dikecamatan Siak. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan, mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan , dan guna mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak di Kecamatan Siak. TINJAUAN PUSTAKA Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran judul artikel ini, maka Penulis memberikan batasan judul sebagai berikut : Tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisa, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan. Pengertian yuridis diartikan sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratan keahlian hukum. Istilah yuridis itu sendiri berasal dari bahasa Romawi kuno, yaitu Yuridicus. Istilah Yuridicus dalam hukum Romawi berkembang pula di Perancis yang dikenal dengan istilah "Yuridique" dan di Belanda disebut dengan istilah Yuridisch yang artinya menurut hukum, Mengacu pada pengertian yang demikian ini pendekatan yuridis pada hakekatnya menunjuk pada suatu ketentuan, yaitu harus terpenuhi tuntutan secara keilmuan hukum yang khusus yaitu ilmu hukum dogmatik. Ukuran yang digunakan untuk melihat atau untuk menentukan apakah suatu permasalahan hukum konkrit telah memenuhi kriteria yuridis atau tidak harus dilihat dari empat macam karakteristik, yaitu: dari sudut sistem ilmiahnya, sistem normatifnya, sistem pendekatannya dan dari sistem interpretasinya. Pelaksanaan adalah suatu perbuatan untuk melakukan suatu pekerjaan yang dalam hal ini adalah pelaksanaan dari peraturan daerah Kabupaten Siak nomor 13 tahun 2011 tentang Pemungutan Retribusi persampahan/kebersihan yang dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak khususnya di Kecamatan Siak. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek retribusi, penentuan besarnya retribusi atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Retribusi Persampahan/Kebersihan adalah pembayaran atas Pemberian Izin Tempat Usaha kepada orang pribadi atau Badan dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
57
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 58-72 (April 2014)
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, yakni salah satu instansi pemerintah di Kabupaten Siak yang diberikan wewenang oleh Peraturan Daerahnya untuk melaksanakan Peraturan Daerah nomor : 13 tahun 2011 tentang retribusi persampahan/kebersihan.Kecamatan Siak merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Siak yang beribukota di Siak Sri Indrapura. Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 merupakan suatu Peraturan Daerah dari Kabupaten Siak yang mengatur tentang retribusi persampahan/kebersihan yang disahkan pada tanggal 8 Agustus 2011. Pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan di Kecamatan Siak Kabupaten Siak dilaksanakan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 tahun 2011, adapun menurut peraturan daerah ini yang dimaksud dengan Retribusi Persampahan/Kebersihan adalah pembayaran atas Pemberian Izin Tempat Usaha kepada orang pribadi atau Badan dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dilakukan Adapun yang menjadi lokasi penelitian di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten untuk melaksanakan pemungutan retribusi sampah di Kecamatan Siak.di Kabupaten Siak dengan penjelasan yaitu Wilayah administrasi Kabupaten Siak terdiri dari 14 kecamatan yaitu ; Kecamatan Bunga Raya, Kecamatan Dayun, Kecamatan Kandis, Kecamatan Kerinci Kanan, Kecamatan Koto Gasib, Kecamatan Siak, Kecamatan Sabak Auh, Kecamatan Tualang, Kecamatan Minas, Kecamatan Sungai Apit, Kecamatan Pusako, Kecamatan Lubuk Dalam, Kecamatan Sungai Mandau dan Kecamatan Mempura. Adapun Wilayah Kecamatan Siak berdasarkan letak geografis terletak didalam Kabupaten Siak dengan batasbatas sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mandau, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Koto Gasib, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pusako, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mempura, sedangkan Kecamatan Siak terdiri dari beberapa Desa/Kelurahan yang terdiri dari : Kampung Dalam, Kampung Rempak, Langkai, Tumang, Merempan Hulu, Rawang Air Putih, Suak Lanjut, Buantan Besar. Penduduk asli Kecamatan Siak pada umumnya terdiri dari Suku Melayu dan ada juga yang merupakan pendatang, diantaranya dari Suku Minang, Suku Batak, Suku Jawa, Suku Cina. Para pendatang di Kecamatan Siak ada yang bersipat sementara ada juga yang tinggal menetap menjadi warga setempat dan ada juga dikarenakan telah mendapatkan pekerjaan tetap di Kecamatan Siak, untuk mengetahui jumlah penduduk Kecamatan Siak dapat dilihat pada tabel dibawah ini : TABEL. 1 JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN SIAK BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO.
1 2 3 4 5 6 7 8
DESA/KELURAHAN
JENIS KELAMIN
JUMLAH
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
KAMPUNG DALAM KAMPUNG REMPAK LANGKAI TUMANG MEREMPAN HULU RAWANG AIR PUTIH SUAK LANJUT BUANTAN BESAR
4.898 3.417 1.258 1.131 893 517 1.285 879
4.659 3.236 1.222 925 855 450 1.241 767
9.557 6.653 2.480 2.056 1.748 967 2.526 1.464
JUMLAH
14.278
13.355
27.633
Sumber Data : Dinas Kependudukan Kabupaten Siak Tahun 2014 Berdasarkan tabel diatas, jelas terlihat bahwa Kecamatan Siak terdiri dari 8 (delapan) Desa/Kelurahan, dengan jumlah penduduknya berjumlah 27.633 jiwa, masing-masing rincian sebagai berikut, Desa/Kelurahan Kampung Dalam jumlah penduduknya berjumlah 9.557 jiwa. Desa/Kelurahan Kampung Rempak jumlah penduduknya
58
Irfan Ardiansyah,Muharizal, Hulaimi
berjumlah 6.653 jiwa. Desa/Kelurahan Langkai jumlah penduduknya berjumlah 2.480 jiwa. Desa/Kelurahan Tumang jumlah penduduknya berjumlah 2.056 jiwa. Desa/Kelurahan Merempan Hulu jumlah penduduknya berjumlah 1.748 jiwa. Desa/Kelurahan Rawang Air Putih jumlah penduduknya berjumlah 967 jiwa. Desa/Kelurahan Suak Lanjut jumlah penduduknya berjumlah 2.526 jiwa dan Desa/Kelurahan Bauantan Besar jumlah penduduknya berjumlah 1.464 jiwa. Guna memenuhi kebutuhan hidupnya, penduduk Kecamatan Siak Kabupaten Siak melakukan berbagai kegiatan usaha, diantaranya ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil, Pedagang, Pengusaha, Buruh, Petani dan lain-lain sebagainya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebegai berikut :
TABEL. 2 JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN SIAK BERDASARKAN PEKERJAAN JENIS PEKERJAAN NO.
DESA/KELURAHAN
1 2 3 4 5 6 7 8
KAMPUNG DALAM KAMPUNG REMPAK LANGKAI TUMANG MEREMPAN HULU RAWANG AIR PUTIH SUAK LANJUT BUANTAN BESAR JUMLAH
PNS
Pedagang
Peg.Swasta
Petani
565 497 99 16 184 74 211 48
Pelajar/ Mahasiswa 1380 985 442 388 287 183 456 307
967 857 54 91 110 65 167 31
76 14 27 41 59 72 57 97
2.342
443
1.678
4.428
1.461
33 154 340 372 118 116 114 214
Sumber Data : Dinas Kependudukan Kabupaten Siak Tahun 2014 Berdasarkan tabel diatas, jelas terlihat bahwa masyarakat Kecamatan Siak Kabupaten Siak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memiliki beberapa jenis pekerjaan, diantaranya sebagai Pegawai Negeri Sipil berjumlah 2.342 jiwa. Sebagai Pedagang berjumlah 443 jiwa. Sebagai Pegawai Swasta berjumlah 1.678 jiwa. Sebagai Pelajar/mahasiswa berjumlah 4.428 jiwa dan sebagai Petani berjumlah 1.461 jiwa. Penduduk Kecamatan Siak Kabupaten Siak, dalam bidang pendidikan sudah dapat dikatakan memiliki kesadaran untuk mengikuti pendidikan formal (sekolah), hal ini dapat kita lihat pada tabel sebagai berikut. TABEL. 3 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN TINGKAT PENDIDIKAN NO.
1 2 3 4 5 6 7 8
DESA/KELURAHAN
SD
SLTP
SLTA
SARJANA
KAMPUNG DALAM KAMPUNG REMPAK LANGKAI TUMANG MEREMPAN HULU RAWANG AIR PUTIH SUAK LANJUT BUANTAN BESAR
1366 1061 854 714 557 382 477 494
1224 727 309 341 257 121 321 324
2668 1505 348 205 254 103 601 214
819 778 42 9 18 11 155 10
JUMLAH
5.905
3.624
5.898
1.842
Sumber Data : Dinas Kependudukan Kabupaten Siak Tahun 2014
59
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 58-72 (April 2014)
Berdasarkan tabel diatas, jelas terlihat bahwa dalam bidang pendidikan penduduk Kecamatan Siak Kabupaten Siak sangat antusias mengejar ilmu pengetahuan, dimana penduduk yang telah menamatkan pendidikan jenjang Sekolah Dasar berjumlah 5.905 jiwa, Jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama berjumlah 3.624 jiwa, Jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas berjumlah 5.898 jiwa dan jenjang pendidikan Sarjana berjumlah 1.842 jiwa. Populasi dan Sample Metodelogi penelitian yang Penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yang dipergunakan didalam penelitian ini adalah Yuridis Sosiologis, dimana didalam penelitian ini Penulis melakukan penelitian dengan cara memperhatikan gejala-gejala sosial yang terjadi didalam masyarakat dan/atau turun langsung kelapangan guna mencari data-data dan informasi yang dibutuhkan didalam penulisan skripsi. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian adalah sebagai berikut : Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, Kepala Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Siak, Bagian Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, Aparat Kantor Camat Kecamatan Siak, Petugas Juru Pungut Pengelola Retribusi Sampah di Kecamatan Siak, Warga masyarakat Kecamatan Siak yang dikenakan Retribusi. Penulis mempergunakan cara atau metode random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak, untuk lebih jelasnya jumlah Populasi dan Sampel dapat dilihat pada table dibawah ini : TABEL.4 POPULASI DAN SAMPEL NO 1
RESPONDEN Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak
POPULASI 1
SAMPEL 1
2
Kepala Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertanaman Kabupaten Siak
1
1
Bagian Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak
1
Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak
2
5
Aparat Kantor Camat Kecamatan Siak
14
8
6
Petugas Juru Pungut Pengelolah Retribusi Persampahan/Kebersihan di Kecamatan Siak
14
7
7
Warga masyarakat Kecamatan Siak yang dikenakan retribusi.
750
150
783
169
PROSENTASE 0,60 % 0,60 % 0,60 % 0,60 %
3
1 4.75 % 4,15 %
4
JUMLAH Sumber data : Hasil penelitian lapangan tahun 2014
1 88.75 %
100 %
Guna mempermudah mengumpulkan data dalam penelitian, maka adapun tehnik pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai berikut : 1.Wawancara : yaitu Penulis mendatangi responden dan mengadakan tanya jawab secara langsung mengenai permasalahan yang diteliti.
60
Irfan Ardiansyah,Muharizal, Hulaimi
2.Observasi : yaitu Penulis langsung turun kelapangan guna melihat secara langsung keadaan yang terjadi dilapangan. Analisa Data Adapun langkah-langkah yang Penulis lakukan dalam penulisan data penelitian ini setelah data dan informasi yang dibutuhkan telah terkumpul, kemudian data itu dikelompokkan menurut jenis data sesuai dengan katagori yang dibutuhkan, kemudian data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang telah dipilih dan disusun dengan uraian lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran yang diperoleh. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Visi Kabupaten Siak Visi dan Misi jangka panjang dua puluh tahun kedepan Kabupaten Siak telah disepakati dengan ditetapkannya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Siak tahun 2005 - 2025. Vlsi dan Misi jangka panjang hanya dapat dicapai secara bertahap melalui beberapa ‘Visi dan Misi antara”, yakni Visi dan misi jangka menengah lima tahunan, yang akan ditetapkan pemangku jabatan Bupati selama periode jabatannya. Visi dan misi jangka menengah lima tahunan ini, mencerminkan prioritas pembangunan Kabupaten Siak pada periode tersebut, dalam rangka mencapai Visi dan Misi jangka panjang Kabupaten Siak. Visi dan misi jangka menengah lima tahunan ini dirumuskan berdasarkan Informasi Teknis, yang diperoleh dan analisis kondisi umum daerah yang berlaku saat ini, dan prediksi kondisi umum daerah diperkirakan akan berlaku dimasa mendatang, sesuai dengan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, maka Visi Pembangunan Kabupaten Siak Tahun 2005-2025 adalah :”Pusaf Budaya Melayu di Riau yang didukung oleh agribisnis, agroindustri dan pariwisata yang maju dalam lingkungan masyarakat yang agamis dan sejahtera pada Tahun 2025”. Untuk mewujudkan Visi jangka panjang tersebut Pemerintah tertinggi Kabupaten Siak telah menetapkan Visi jangka menengah 2006 - 2011, yaitu: “Terwujudnya kesejahteraan rakyat yang lebib merata dan terbentuknya landasan yang kuat menuju Kabupaten Siak sebagal pusat budaya Melayu di Riau yang didukung agribisnis, agroindustri dan pariwisata yang maju” Visi jangka menengah diatas merupakan visi periode lima tahun pertama, 2006 — 2011, dan periode pembangunan jangka panjang dua puluh lima tahunan Kabupaten Siak. Visi, mencerminkan bahwa titik berat pembangunan lima tahun pertama Kabupaten Siak adalah pemerataan kesejahteraan dan peningkatan tumpuan ekonomi pada sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan mengutamakan agroindustri sebagai lokomotif ekonomi. Hasil-hasil pembangunan lima tahun pertama tersebut menjadi landasan untuk pembangunan empat periode lima tahunan berikutnya. Visi jangka menengah lima tahunan Kabupaten Siak, dilandasi oleh analisis kondisi umum daerah yang terjadi pada lima tahun terakhir dan rediksi kondisi umum Kabupaten Siak lima tahun ke depan sebagai berikut: 1. Adanya tekanan yang mulai meningkat terhadap kondisi geomorfologi dan lingkungan hidup Kabupaten Siak saat ini, akibat pertumbuhan penduduk dan persaingan untuk mendapatkan sumberdaya lahan, sumber daya air dan sumber daya lainnya. Diprediksikan dimasa depan tekanan terhadap lingkungan hidup akan semakin berat, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Kabupaten Siak. Untuk itu diharapkan misi-misi yang dicanangkan dapat mengatasi atau setidaknya mengurangi dampak negatif kecenderungan masa depan tersebut. 2. Adanya berbagai permasalahan demografi Kabupaten Siak saat mi, terutama permasalahan tidak meratanya kepadatan penduduk, tidak meratanya kesejahteraan rakyat, jumlah angkatan kerja, dan jumlah pencari kerja yang meningkat terus dari tahun ke tahun. Prediksi kondisi demografi dimasa mendatang mengindikasikan adanya peningkatan intensitas terhada permasalahan-permasalahan demografis tersebut. Dalam hal ini, diharapkan misimisi yang dicanangkan dapat mengatasi atau setidaknya mengurangi dampak negatif kecenderungan masa depan tersebut. 3. Nilai-nilai dan norma-norma budaya Melayu melekat pada Sumber Daya Manusia Kabupaten Siak, karena itu pengembangannya hendaknya sejalan dengan pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan budaya Melayu dilaksanakan bersamaan dengan pengembangan sumber daya manusia, yakni sejak usia dini kepada anak-anak di Kabupaten Siak, melalui muatan lokal dalam kurikulum pendidikan usia dini, pendidikan dasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. 4. Adanya kondisi ekonomi dan sumber daya alam Kabupaten Siak saat ini, yang mengerucut pada struktur ekonomi tertentu, yaitu struktur ekonomi yang bertumpu pada sektor Primer yang didominasi oleh lapangan usaha pertambangan. Diperlukan perubahan struktur
61
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 58-72 (April 2014)
5.
6.
7.
8.
ekonomi yang lebih menjamin kesinambungan kesejahteraan, yaitu struktur yang tidak terlalu tergantung pada sektor pertambangan. Sementara itu, lapangan usaha pertanian di Siak termasuk maju dibandingkan rata-rata Propinsi Riau. Namun kemajuannya tertekan, karena pertumbuhan dibawah rata-rata Propinsi Riau. Peningkatan produktivitas pertanian merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan pertumbuhan pertanian di Kabupaten Siak, sehingga setidaknya setara atau lebih besar dan pada rata-rata pertumbuhan Propinsi Riau. Adanya sumbangan yang dominan dan Sektor Primer, terutama lapangan usaha pertambangan. Namun persentase jumlah penduduk Kabupaten Siak yang terlibat di lapangan usaha pertambangan sangat sedikit. Hal ini antara lain disebabkan teknologi produksi pada lapangan usaha pertambangan hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja. Sumbangan yang besar dan jumlah tenaga kerja yang sedikit, mencerminkan kemakmuran bagi tenaga kerja yang bekerja di lapangan usaha ini. Sementara itu di lapangan usaha pertanian, kontribusi yang lebih kecil dihasilkan oleh tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ml menyebabkan ketimpangan kesejahteraan diantara masyarakat Siak. Dimasa depan, lapangan usaha pertambangan tidak akan bertambah, sehingga diperlukan dorongan ke arah sektor sekunder, terutama industri pengolahan yang berbasis agroindustri untuk penyerapan tenaga kerja, agar tercapai pemerataan kesejahteraan yang lebih baik. Adanya peningkatan pada persentase jumlah penduduk yang bekerja di Sektor Tersier, walaupun kontribusi sektor ini terhadap masih relatif kecil. Kontribusi yang kecil dengan jumlah pekerja yang banyak, mengindikasikan bahwa nilai tambah yang dihasilkan masingmasing pekerja sangat kecil Perlu ada upaya peningkatan kualitas dan produktivitas Sumber Daya Manusia di sektor ini agar nilai tambah yang dihasilkan masing-masing pekerja menjadi besar. Sehingga total kontribusi nilai tambahnya terhadap menjadi besar. Adanya kondisi sarana dan prasarana Kabupaten Siak yang saat mi cukup baik dalam segi kualitas, walaupun masih kurang dalam segi rasio kuantitas per penduduk, terutama rasio rumah sakit umum per penduduk. Di masa depan diprediksikan rasio jumlah sarana dan prasarana per penduduk di Kabupaten Siak akan semakin kecil akibat tidak sebandingnya pertumbuhan jumlah penduduk dengan pertumbuhan jumlah sarana dan prasarana. Adanya kondisi Pemerintahan Kabupaten Siak yang saat mi semakin dituntut untuk meningkatkan kinerja dalam segi kualitas pelayanan, keandalan pelayanan, cepat tanggap dalam pelayanan, keyakinan pelayanan, bagi rasa dan perhatian dalam pelayanan. Diprediksikan dimasa depan tuntutan terhadap kinerja pemerintahan akan semakin tinggi.
Misi Kabupaten Siak Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Siak Tahun 2005 2025, maka misi jangka panjang Kabupaten Siak adalah sebagai berikut: a. Misi Mewujudkan Kabupaten Siak sebagai pusat budaya Melayu di Riau adalah menjadikan Adat-istiadat Melayu sebagai nilai dasar dan alat pemersatu warga dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas serta menjunjung tinggi norma-norma hukum. b. Misi Mewujudkan Kabupaten Siak dengan sektor agrobisnis, agroindustri dan pariwisata yang maju adalah mendorong pembangunan sektor-sektor tersebut untuk yang menjamin pemerataan yang seluas-luasnya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang maju, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berwawasan lingkungan; c. Misi Mewujudkan Kabupaten Siak yang agamis dan sejahtera adalah mendorong pembangunan yang mampu mewujudkan rasa aman dan damai, mampu menampung aspirasi masyarakat yang dinamis, yang menjamin penegakan hukum yang adil, konsekuen, tidak diskriminatif, mengabdi pada kepentingan masyarakat luas. Untuk melaksanakan Misi jangka panjang tersebut Pemerintah tertinggi Kabupaten Siak telah menetapkan Misi jangka menengah untuk lima tahun ke depan (2006 — 2011), yaitu: 1. Mengembangkan dan meningkatkan sarana prasarana daerah yang mendukung peningkatan pemerataan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah yang berkelanjutan; 2. Mengembangkan dan meningkatkan Sumber Daya Manusia professional yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan berjiwa kewirausahaan dengan dIandasi keimanan, ketaqwaan, dan nhlal—nhlal Budaya Melayu; 3. Memberdayakan masyarakat, sumber daya alam dan seluruh kekuatan ekonomi daerah untuk memperkuat landasan struktur perekonomian berbasis kerakyatan yang bertumpu pada agribisnis, agroindustri dan pariwisata;
62
Irfan Ardiansyah,Muharizal, Hulaimi
Desentralisasi dapat diartikan penyerahan atau pengakuan hak atas kewenangan untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri, dalam hal ini daerah diberi kesempatan untuk melakukan suatu kebijakan sendiri. Pengakuan tersebut merupakan suatu bentuk partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan yang merupakan ciri dari negara demokrasi. Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan pada level bawah pada suatu organisasi . Ten Berge mengartikan desentralisasi sebagai suatu penyerahan atau pengakuan hak (mengenai keadaan yang telah dinyatakan) atas kewenangan untuk pengaturan dan pemerintahan dan badan–badan hukum publik yang rendahan atau organ–organ dalam hal mana ini diberi kesempatan untuk melakukan suatu kebijaksanaan sendiri. Dalam pelaksanaannya sumber pendapatan asli daerah dikelola dua pihak, yaitu pemerintah disatu pihak dan daerah itu sendiri dipihak lain sebagai konsekwensinya dari pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Kabupaten Siak, dalam menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerahnya telah melakukan kegiatan-kegiatan berupa pelaksanaan pajak-pajak dan retribusi-retribusi daerah, serta kegiatan lain yang merupakan masukan bagi daerah. Salah satu sumber pendapatan daerah yang diteliti dalam penelitian ini adalah pendapatan daerah dari hasil retribusi pemungutan retribusi persampahan/kebersihan. Adanya pelayanan yang disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Siak tersebut, maka kepada orang pribadi atau badan tersebut sebagai konsekwensi hukumnya diwajibkan untuk membayar retribusi persampahan/kebersihan sebagaimana yang telah ditetapkan didalam Peraturan Daerah nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan. Dari hasil retribusi ini digunakan untuk kepentingan pembiayaan di Kabupaten Siak sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Pemungutan retribusi persampahan/kebersihan, didasarkan dari Undang-Undang nomor : 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dimana berdasarkan Pasal 157 menegaskan bahwa pendapatan daerah terdiri atas : a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu : 1). Hasil pajak daerah. 2). Hasil retribusi daerah. 3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan : dan 4). Lain-lain PAD yang sah b. Dana perimbangan ; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Retribusi yang diterima langsung oleh pemerintah daerah sangat besar pengaruhnya untuk membiayai kegiatan pemerintah. Karena retribusi adalah sumber pendapatan asli suatu daerah, tentunya disamping pendapatan lain seperti pajak dan sumber alam lainnya. Retribusi yang ditetapkan oleh Kabupaten Siak, pada dasarnya tidaklah memberatkan para wajib retribusi baik perseorangan maupun badan,hampir semua wajib retribusi telah memperoleh jasa yang dalam hal ini merupakan kegiatan dari pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan. Pelayanan disini adalah berupa pelayanan persampahan dan kebersihan yakni kegiatan yang meliputi pengambilan, pengangkutan dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, industri dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum, taman dan ruangan/tempat umum. Kalau kita lihat fakta dilapangan walaupun telah ada peraturan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah di Kabupaten Siak, khususnya dalam bidang retribusi persampahan/kebersihan ini belumlah dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan dalam arti kata belum dapat memenuhi jumlah pendapatan dari target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Siak, terutama didaerah Kecamatan Siak Kabupaten Siak. Berkenaan dengan hal tersebut diatas, untuk mengetahui tanggapan para responden, khususnya mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak khususnya di Kecamatan Siak, dapat kita lihat pada tabel berikut ini.
NO 1 2
TABEL. 5 TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DIKECAMATAN SIAK RESPONDEN JAWABAN JUMLAH % A B C D E F G BAIK 1 1 1 1 23 27 16 % KURANG BAIK 1 2 2 37 42 25 %
63
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 58-72 (April 2014)
3
TIDAK BAIK 4 5 90 99 JUMLAH 1 1 1 1 7 7 150 168 Sumber data : Data olahan. Keterangan : A. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak. B. Kepala Dinas Pasar/kebersihan dan Pertanaman Kabupaten Siak C. Bagian Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak D. Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak. E. Aparat Kantor Camat Kecamatan Siak. F. Petugas Juru Pungut Pengelola Retribusi Persampahan/Kebersihan di Kecamatan Siak G. Warga masyarakat Kecamatan Siak yang dikenakan retribusi,
59 % 100 %
Berdasarkan tabel diatas, terhadap pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak khususnya di Kecamatan Siak, dapat kita lihat dari tanggapan para responden diantaranya, Responden dari Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Siak memberikan jawaban “Baik“, Responden dari Kepala Dinas Pasar/kebersihan dan Pertamanan memberikan jawaban “Baik“, Responden dari Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak memberikan jawaban “Kurang Baik“, Responden dari Aparat Kantor Camat Kecamatan Siak yang berjumlah 7 orang responden yang memberikan jawaban “Baik“ berjumlah 1 orang responden, yang memberikan jawaban “Kurang Baik“ berjumlah 2 orang responden dan yang memberikan jawaban “Tidak Baik“ berjumlah 4 orang responden. Responden dari Petugas Juru Pungut Pengelola Retribusi Persampahan/Kebersihan di Kecamatan Siak yang berjumlah 7 orang responden yang memberikan jawaban “Kurang Baik“ berjumlah 2 orang responden dan yang memberikan jawaban “Tidak Baik” berjumlah 5 orang responden. Sedangkan responden dari warga masyarakat Kecamatan Siak yang dikenakan retribusi, yang memberikan jawaban “Baik” berjumlah 23 orang responden, yang memberikan jawaban “ Kurang Baik” berjumlah 37 orang responden dan yang memberikan jawaban “Tidak Baik” berjumlah 90 orang responden. Dilihat dari jawaban para responden diatas, jelas terlihat bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak khususnya di Kecamatan Siak, belum dapat dikatakan berjalan sebagaimana yang diharapkan, karena beberapa hambatan dalam pelaksanaannya yang hal ini dapat kita lihat dari keseluruhan responden yang berjumlah 168 orang responden yang memberikan jawaban “Baik” berjumlah 27 orang responden ( 16 %), yang memberikan jawaban “Kurang Baik” berjumlah 42 orang responden ( 25 %) dan yang memberikan jawaban “ Tidak Baik” berjumlah 99 orang responden ( 59 %). Dari uraian diatas telah dijelaskan bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak khususnya di Kecamatan Siak, belum terlaksana dengan baik hal mana dikarenakan ada beberapa faktor penghambatnya. Berdasarkan hasil penelitian Penulis dilapangan adapun yang menjadi faktor menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, khususnya di Kecamatan Siak, diantaranya : 1. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan. Peraturan daerah merupakan salah satu instrument bagi Pemerintah Daerah yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan daerah ini ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pembentukan peraturan daerah ini merupakan salah satu solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat, oleh karena itu sudah selayaknya diperlukan dukungan dari warga masyarakat guna terlaksananya peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut diatas, kalau kita lihat dilapangan terutama dalam pelaksanaan dari Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, khususnya di Kecamatan Siak Kabupaten Siak belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, berdasarkan hasil penelitian dilapangan, salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui tanggapan responden terhadap kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, dapat menjadi paktor penghambat dapat dilihat pada tabel berikut ini.
64
Irfan Ardiansyah,Muharizal, Hulaimi
TABEL. 6 TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP FAKTOR KURANGNYA PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP PERATURAN DAERAH NOMOR ; 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN NO
JAWABAN
1 2
YA TIDAK JUMLAH Sumber data : Data olahan.
A 1 1
B 1 1
RESPONDEN C D E 1 3 1 4 1 1 7
F 1 6 7
G 135 15 150
JUMLAH
%
140 28 168
83 % 17 % 100 %
Keterangan : A. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak. B. Kepala Dinas Pasar/kebersihan dan Pertanaman Kabupaten Siak C. Bagian Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak D. Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak. E. Aparat Kantor Camat Kecamatan Siak. F. Petugas Juru Pungut Pengelola Retribusi Persampahan/Kebersihan di Kecamatan Siak G. Warga masyarakat Kecamatan Siak yang dikenakan retribusi. 2. Kurangnya sanksi tegas terhadap wajib retribusi yang melanggar Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan. Sebagai salah satu peraturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat, oleh undang-undang diberikan kewenangan kepada daerah dalam peraturan daerah diberikan kewenangan untuk memberikan klausul sanksi hukuman, diantaranya pengaturan bagi setiap subyek hukum yang tidak mematuhi dan/atau melanggar peraturan daerah yang telah ditetapkan. Dalam Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, dengan tegas mengatur tentang sanksi hukum diatur dalam Bab XV pada Pasal 18 yang menegaskan bahwa : (1).Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutama yang tidak atau kurang bayar. (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ini adalah pelanggaran. Berkenaan dengan telah dituangkannya sanksi bagi para pelanggar dari Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, maka sudah selayaknya diberikan sanksi yang tegas, namun dalam kenyataannya dilapangan hal ini belum dapat diterapkan disebabkan pemerintah Kabupaten Siak dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak belum menjalankan sepenuhnya ketentuan hukum pidana pelanggaran bagi yang melanggarnya sehingga dengan demikian peraturan daerah ini dapat dikatakan tidak mempunyai kepastian hukum bagi masyarakat yang melanggarnya. Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap kurangnya sanksi tegas terhadap wajib retribusi yang melanggar Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, dapat menjadi faktor penghambat dapat dilihat pada tabel berikut ini. TABEL. 7 TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP FAKTOR KURANGNYA SANKSI TEGAS TERHADAP WAJIB RETRIBUSI YANG MELANGGAR PERATURAN DAERAH NOMOR ; 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN NO 1 2
JAWABAN
YA TIDAK JUMLAH Sumber data : Data olahan.
A 1 1
B 1 1
RESPONDEN C D E 6 1 1 1 1 1 7
F 4 3 7
G 95 55 150
JUMLAH
%
105 63 168
63 % 37 % 100 %
Keterangan : A. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak. B. Kepala Dinas Pasar/kebersihan dan Pertanaman Kabupaten Siak
65
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 58-72 (April 2014)
C. D. E. F. G. 3.
Bagian Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak. Aparat Kantor Camat Kecamatan Siak. Petugas Juru Pungut Pengelolah Retribusi Persampahan/Kebersihan di Kecamatan Siak Warga masyarakat Kecamatan Siak yang dikenakan retribusi Kurangnya personil dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011.
Untuk tercapainya tujuan dan pelaksnaan Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 dalam rangka pelaksanaan pemungutan retribusi sampah tidak terlepas dari adanya jumlah personil yang bertugas melakukan pemungutan dikarenakan wilayah Kecamatan Siak sangat yang terdiri dari desa-desa yang jarak sangat jauh sehingga jika dibandingkan dengan tenaga juru pungut yang ada sekarang sangatlah tidak memadai dan masih jauh dari ideal. Adapun untuk mengetahui lebih jelas lagi tanggapan responden terhadap kurangnya personil Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak dalam pelaksanaan pemungutan retribusi sampah pada Kecamatan Siak yang menjadi salah satu penghambat dapat kita lihat pada tabel dibawah ini : TABEL. 8 TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP FAKTOR KURANGNYA PERSONIL PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI SAMPAH BERDASARKAN PERDA NOMOR 11 TAHUN 2011 NO 1 2
JAWABAN
YA TIDAK JUMLAH Sumber data : Data olahan.
A 1 1
B 1 1
RESPONDEN C D E 1 4 2 1 1 6
F 8 8
G 133 17 150
JUMLAH
%
146 21 168
87 % 13 % 100 %
Keterangan : A. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak. B. Kepala Dinas Pasar/kebersihan dan Pertanaman Kabupaten Siak C. Bagian Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak D. Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak. E. Aparat Kantor Camat Kecamatan Siak. F. Petugas Juru Pungut Pengelolah Retribusi Persampahan/Kebersihan di Kecamatan Siak G. Warga masyarakat Kecamatan Siak yang dikenakan retribusi. Berdasarkan hasil penelitian Penulis dilapangan pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan di Kecamatan Siak Kabupaten Siak belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan dikarenakan adanya faktor penghambat, untuk itu maka diperlukan upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat, dan hal ini dapat dilakukan dengan upaya sebagai berikut : 1.
Terhadap kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, kalau kita perhatikan persoalan Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Siak, juga tidak semua warga masyarakat Kabupaten Siak yang mengetahuinya, hanya sebahagian orang saja yang mengetahuinya terutama bagi mereka yang tinggal didaerah perkotaan dan/atau mereka yang mempunyai kepentingan saja, sedangkan bagi mereka tinggal di pedesaan sudah tentu tidak mengetahuinya, padahal sesuai dengan azas hukum setelah suatu undang-undang telah diundangkan maka berlakulah azas fictie hukum yang menegaskan bahwa “ setiap orang dianggap telah mengetahui adanya suatu undang-undang “ sehingga dengan demikian tiada alasan bagi warga masyarakat/warga negara yang melakukan pelanggaran hukum guna pembelaan dirinya dengan alasan ; saya tidak mengetahui adanya peraturan tersebut/undang-undang.Sebagai solusi dari azas fictie hukum tersebut kepada instansi yang terkait khususnya yang berkaitan dengan Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, hendaknya perlu melakukan sosialisasi terhadap peraturan daerah dimaksud, hal mana agar masyarakat dapat mengetahui peranan dan fungsi dari peraturan daerah yang telah dibuat.
66
Irfan Ardiansyah,Muharizal, Hulaimi
Sosialisasi yang dilakukan melalui pemasangan papan-papan himbauan agar taat membayar retribusi, atau dapat saja dilakukan dengan bentuk penyuluhan hukum kepada warga masyarakat secara langsung dan bahkan hal itu dapat juga dilakukan melalui layanan sarana komunikasi baik media cetak maupun media elektronik. 2.
Terhadap kurangnya sanksi tegas terhadap wajib retribusi yang melanggar Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, oleh undang-undang untuk tercapainya kepastian hukum bagi Pemerintah Daerah yang membuat suatu peraturan yang dalam hal ini Peraturan Daerah, diberikan kewenangan untuk memberikan sanksi hukum bagi para pelanggar peraturan daerah dimaksud, kalau kita lihat pada Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, juga dengan tegas mengatur tentang sanksi hukum yakni diatur dalam Bab XV pada Pasal 18 yang menegaskan bahwa : (1). Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutama yang tidak atau kurang bayar. (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ini adalah pelanggaran. Dalam peraturan daerah tersebut juga telah jelas ada lembaga tertentu yang diberikan kewenangan untuk mengambil langkah-langkah hukum, yakni dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Kabupaten Siak, sebagaimana yang telah ditetapkan didalam Bab XIV tentang Penyidikan pada Pasal 17 menegaskan sebagai berikut : (1). Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Siak diberi wewenang khusus sebagai Penyidik, untuk melakukan tindak pidana Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2). Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwewenang sesuai dengan peraturan perundangundangan. (3). Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana tentang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap. b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah. c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana tentang retribusi daerah. d. Memeriksa buku-buku dan catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana tentang retribusi daerah. e. Melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain dan melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. Meminta keterangan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana retribusi daerah. g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa. h. Memeriksa setiap orang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. j. Menahan dan melakukan penyidikan dan/atau k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4). Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 3. Terhadap Kurangnya personil dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011 Untuk tercapainya tujuan dari pelaksanaan pemungutan retribusi sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011 sudah tentu tidak terlepas dari personil yang bertugas melakukan pemungutan atau disebut juru pungut,berkenaan dengan masih kurangnya tenaga dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak maka dalam hal ini pimpinan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak akan melakukan penerimaan tenaga honorer guna mendukung pelaksanaan pemungutan retribusi sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011.
67
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 58-72 (April 2014)
KESIMPULAN Setelah penulis menguraikan permasalahan Pelaksanaan Pemungutan Retribusi sampah pada Kecamatan Siak berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011 tentang Persampahan /Kebersihan, maka pada kesempatan ini penulis menarik beberapa kesimpulan , yaitu : 1.Pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan/kebersihan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak khususnya di Kecamatan Siak, belum dapat dikatakan berjalan sebagaimana yang diharapkan, hal mana dikarenakan adanya beberapa faktor yang menjadi penghambatnya. 2.Berdasarkan hasil penelitian dilapangan adapun yang menjadi faktor penghambat antara lain : a. b. c.
Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan. Kurangnya sanksi tegas terhadap wajib retribusi yang melanggar Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan. Kurangnya personil dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011
Adapun upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat adalah sebagai berikut : a.
b.
c.
Terhadap kurangnya sanksi tegas terhadap wajib retribusi yang melanggar Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan. Perlu melakukan sosialisasi terhadap peraturan daerah dimaksud, hal mana agar masyarakat dapat mengetahui peranan dan fungsi dari peraturan daerah yang telah dibuat. Sosialisasi yang dilakukan dapat saja dilakukan dengan bentuk penyuluhan hukum kepada warga masyarakat secara langsung dan bahkan hal itu dapat juga dilakukan melalui layanan sarana komunikasi baik media cetak maupun media elektronik. Terhadap kurangnya sanksi tegas terhadap wajib retribusi yang melanggar Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan. Kewenangan yang dimiliki oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Kabupaten Siak yang diberikan kewenangan dalam penerapan Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, telah cukup berkompeten sekali sehingga kalau benar-benar diterapkan akan dapat menciptakan kepastian hukum, oleh karena itu sudah selayaknya bagi instansi yang terkait atas peraturan daerah dimaksud untuk lebih tegas dalam menegakan peraturan daerah yang ada, dan dalam hal ini instansi terkait dapat meminta bantuan dan koordinasi pada jajaran Satuan Polisi Pamongpraja Kabuapaten Siak sebagai instansi yang diberikan tugas dan fungsinya dalam penegakan peraturan daerah sebagaimana yang telah diterapkan oleh Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Riau. Terhadap Kurangnya personil dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011 Untuk tercapainya tujuan dari pelaksanaan pemungutan retribusi sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011 sudah tentu tidak terlepas dari personil yang bertugas melakukan pemungutan atau disebut juru pungut,berkenaan dengan masih kurangnya tenaga dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak maka dalam hal ini pimpinan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak akan melakukan penerimaan tenaga honorer guna mendukung pelaksanaan pemungutan retribusi sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 Tahun 2011.
SARAN
68
1.
Pada kesempatan ini Penulis menyarankan kepada masyarakat khususnya yang berada di Kecamatan Siak, hendaknya dapat mematuhi segala ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor : 13 tahun 2011 tentang Retribusi persampahan/kebersihan, karena rertribusi ini merupakan salah satu pendapatan asli daerah yang dipergunakan untuk pembangunan daerah itu sendiri.
2.
Kepada instansi yang terkait dalam penerapan peraturan daerah, hendaknya lebih tegas memberikan sanksi kepada warga masyarakat yang tidak mau mematuhi dan menaati peraturan daerah yang telah ditetapkan, hal ini bertujuan adanya kewibawaan daerah serta kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat, adapun bentuk konkrit yaitu mengoptimalkan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Siak dalam upaya penegakkan Peraturan Daerah Nomor : 13 Tahun 2011
Irfan Ardiansyah,Muharizal, Hulaimi
dengan melakukan pengawasan rutin serta penindakan yang efektif guna memberikan efek jera agar terhadap wajib retribusi mematuhi dan melaksanakan ketentuan yang berlaku berkaitan retribusi persampahan dan kebersihan 3.
Hendaknya Instansi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak lebih meningkatkan sosialisasi tentang retribusi sampah/kebersihan dalam bentuk baliho, spanduk-spanduk, selebaran/pamflet selain itu dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam melakukan sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 13 tahun 2011 agar pelaksanaan pemungutan retribusi pada Kecamatan Siak mencapai target yangmana hasil pencapaian tersebut juga untuk kepentingan pembangunan masyarakat baik dalam bentuk peningkatan sarana dan prasana.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Azhari Samudra, Perpajakan di Indonesia, Penerbit Gramedia Indonesia, Jakarta. 2006 Amrah Muslimin,Beberapa azas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi Negara Indonesia, Balai buku Ikhtiar, Jakarta, 1985 Buku Saku Administrasi Kependuduka,Penerbit Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Siak, 2012 H.Hamdan Aini, Perpajakan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2008 H.OK.Nizami Jamil, Upacara Adat Tepung Tawar Berserta Filosofinya di Kerajaan Siak, Penerbit Lembaga Adat Melayu Riau Kabupaten Siak, 2009. R.S. Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Penerbit PT. Eresco, Bandung, 2005, SF.Marbun dan Mahfud MD, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1987 Tim Penulis Sejarah Kerajaan Siak, Sejarah Kerajaan Siak, Penerbit Lembaga Warisan Melayu Riau, Lembaga Adat Melayu Riau Kabupaten Siak, 2011. Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Siak, Sejarah Perjuangan Pembentukan Kabupaten Siak, Dokementasi Pemda Siak, 1999. Utrech dan Moh.Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Balai buku Ikhtiar, Jakarta, 1985 B. Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta, Tahun 2007 Peraturan Daerah Nomor: 13 tahun 2011, Tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan, Pemerintah Kabupaten Siak. Undang – Undang Dasar 1945 Amandemen terakhir C. Internet http://pramudyarum.wordpress.com/2013/01/30/pembinaan-administrasi-dan-teknis-pemungutan-retribusidaerah http://siakkab.go.id/index.php?categoryid=4
69
PEMILIKAN HAK ATAS TANAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA BERDASARKAN PP 41 TAHUN 1991 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPT TINGGAL OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA
Elsi Kartika Sari Fakultas Hukum Universitas Tri Sakti Jakarta
ABSTRACT All this time Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa have a good relationship with media and pers. On the other side they have access with political parties, society organization and non-governmental organization. And establish a partnership with mass media, pers, political parties, society organization and non-governmental organization. Based on the above sentence, the author was interesting to make a research. The purpose this study to know how about Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan in Kabupaten Siak, to know obstacles and constraints of Development and Structuring NGOs(non-Governmental Organiations) in Kabupaten Siak, and how to efforts overcome obstacle Development and Structuring NGOs in Kabupaten Siak. This research is Field Research, the author uses interview and quetionnaire to sampling data. Research location in Badan Informasi, Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak. Population and sample in this research are : Head of Badan Informasi, Komunikasi, chief of staff Badan Informasi, Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak, Head field of Hubungan Antar Lembaga and Parpol and two person of staff, five persons from non-Governmental Organizations. The conclusion from this research Pemerintah Daerah Kabupaten Siak through Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa plays an important role to doing collecting data, monitoring and developing non-Governmental Organizations, first the non-Governmental Organization must officialy registered. Keywords:
PENDAHULUAN Era reformasi yang lahir sebagai sebuah era keterbukaan dan transparan yang mana mengganggap zaman lalu adalah zaman yang penuh dengan trik dan intrik. Bagaimana tidak seluruh organisasi -organisasi maupun elemen-elemen yang ada pada waktu itu tidak mampu untuk menyuarakan apa yang patut disampaikan demi kebaikan bangsa ini. Akan tetapi tidak dapat dinafikan, bahwa dengan pergantian era tersebut akan membawa bangsa ini kearah yang lebih baik. Efek dan ekses yang muncul dari reformasi ini ternyata sampai kepada daerah-daerah yang ada diseluruh Indonesia. Bagaimana tidak pasca Reformasi begitu banyak muncul organisasi-organisasi maupun Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat yang kesemuanya bertujuan untuk menyuarakan setiap aspirasi yang berkembang dan ada ditengah-tengah mereka. Dengan tumbuh dan berkembangnya organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai tempat berhimpunnya anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela yang menyatakan dirinya atau dinyatakan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat. Keberadaan dan keleluasaan berpartisipasi dan pengembangan disatu pihak dan untuk kepentingan masyarakat dan negara di pihak lain memerlukan iklim yang kondusif untuk dapat mendorong kegairahan, kreativitas dan dinamika masyarakat disegala bidang, agar Lembaga Swadaya Masyarakat dapat mengembangkan dirinya secara swadaya dan sukarela, oleh karena itu Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai mitra pemerintah, perlu untuk dilakukan pembinaan dan penataan dengan jalan memberikan bimbingan, pengayoman dan dorongan. Dengan keberadaan organisasi-organisasi serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang ada sebagai sosial kontrol dari suatu kekuatan yang lahir dari masyarakat sudah barang tentu akan membawa
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 74-82 (April 2014)
pengaruh yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah begitu juga khususnya pemerintah daerah Kabupaten Siak. Hanya saja masih banyak didapati oknum-oknum Lembaga Swadaya Masyarakat yang hanya mencari keuntungan dari keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat itu sendiri. Ini dimungkinkan karena besarnya alokasi anggaran yang disediakan oleh Pemerintah daerah dalam menunjang keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang seharusnya menjadi mitra pemerintah. Sehingga bukan menjadi rahasia lagi kalau b egitu banyak sekali proposal-proposal fiktif dalam rangka mengambil alokasi dana yang disediakan oleh Pemerintah. Hal demikianlah yang menjadi prioritas perhatian dari keberadaan Badan Informasi dan Komunikasi dan Kesatuan Bangsa dalam mengeluarkan izin-izin Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut. Jika mencermati Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan bahwa dinyatakan dalam pembangunan nasional memerlukan upaya terus menerus meningkatkan keikut sertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat Indonesia serta berupaya untuk memantapkan kesadaran kehidupan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat. Mencermati tentang keberadaan Lembaga-Lembaga Swadaya masyarakat yang semakin menjamur. Sehingga untuk menjawab permasalahan tersebut pemerintah Kabupaten Siak membentuk Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak. Hubungan antara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dengan Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa adalah dalam rangka menjalankan setiap aturan yang ada di dalam undang-undang tersebut diperlukan sebuah badan yang mengkoodinir dan menjalankan tugas tersebut. Banyaknya Lembaga Swadaya Masyarakat yang tidak memiliki kantor yang jelas serta alamat yang jelas menjadi salah satu penyebab sulitnya dilakukan pembinaan serta pendataan secara berkala, di sisi lain, banyaknya Lembaga Swadaya Masyarakat yang tidak melakukan pendataan ulang terhadap organisasinya menyebabkan ”membengkaknya” angka Lembaga Swadaya Mayarakat itu sendiri di Kabupaten Siak. Di sisi lain kehadiran Lembaga Swadaya Masyarakat sebenarnya sangat membantu Pemerintah Kabupaten Siak dalam pemberdayaan masyarakat. Akan tetapi, pada kenyataanya dilapangan tidak semua Lembaga Swadaya Masyarakat berperan sebagaimana mestinya. Gejala ini sudah mulai tampak dari keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang banyak akan tetapi tidak memberikan implikasi yang signifikan atas pemberdayaan Lembaga Swadaya Masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu jugalah, Pemerintah Kabupaten Siak melalui Badan Informasi, Komunikasi dan Kesatuan Bangsa, melakukan langkah-langlah guna menertibkan Lembaga Swadaya Masyarakat yang hanya memanfaatkan alokasi atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Siak yang memang dialokasikan guna membantu setiap kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Kabupaten Siak ini. Berangkat dan bertitik tolak dari pemikiran serta permasalahan yang dikemukakan diatas, maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Peranan Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Dalam Penataan Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Siak, adapun yang menjadi pembahasan adalah Bagaimana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Siak, serta yang menjadi kendala dan hambatan dalam Pembinaan dan Penataan Lembaga Swadaya Masyarakat Di Kabupaten Siak dan lebih lanjut upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala dan hambatan dalam Pembinaan dan Penataan Lembaga Swadaya Masyarakat Di Kabupaten Siak. Adapun tujuan penulisan ini agar masyarakat mempunyai pengetahuan secara hukum, dan masyarakat dapat mengetahui apa wewenang pemerintah daerah dan apa saja wewenang pemerintah pusat, termasuk dalam pelaksanaan otonomi daerah yang seyogyanya masyarakat mempunyai pengetahuan tersebut sehingga diperoleh manfaat dari dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai sebagai pemahaman dalam hal Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Di Kabupaten Sia, bahan implementasi bagi masyarakat yang ingin berkecimpung dalam organisasi kemasyarakatan. TINJAUAN PUSTAKA PENGERTIAN PERAN Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya.
71
Elsi Kartika Sari
PENGERTIAN BADAN INFORMASI DAN KESATUAN BANGSA Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa adalah badan yang diserahi tugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan pembinaan terhadap organisasi- organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan yang berlaku. PENGERTIAN PEMBINAAN Pembinaan adalah suatu tindakan yang diharuskan untuk melaksanakan agar menghasilkan suatu hal yang positif. Kegiatan pembinaan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat diberikan dalam bentuk pembinaan umum dan pembinaan teknis. Pembinaan umum adalah dalam rangka memantapkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 guna menjamin persatuan dan kesatuan bangsa, berperan secara aktif dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Pembinaan umum itu sendiri dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan lingkup wilayah tempat kedudukan Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut berada. Pembinaan teknis adalah merupakan pembinaan khusus sesuai dengan jenis dan bidang kegiatannya yang diarahkan untuk mendukung kepentingan pembangunan nasional. Pembinaan teknis dilakukan oleh Menteri Teknis/Pimpinan Non Departemen dan jajarannya di daerah sesuai dengan bidang kegiatannya. Budi Susanto didalam bukunya,Pengantar Lembaga Swadaya Masyarakat, menjelaskan Pembinaan yang diselenggarakan berupa bimbingan, pengayoman dan dorongan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Bimbingan yang dilakukan dengan cara memberi saran, arijuran, petunjuk, pengarahan, penyuluhan agar Lembaga Swadaya Masyarakat dapat menjalankan kegiatan, profesi dan fungsinya dengan baik. 2. Pengayoman yang dilakukan dengan cara memberi perlindungan, rasa aman dan kemudahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Dorongan yang dilakukan dengan cara menumbuhkan kreativitas yang positif untuk dapat mengembangkan diri secara mandiri. Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk komunikasi dan konsultasi secara timbal balik antara pembina dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bersangkutan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Pelaksana komunikasi dan konsultasi dilakukan secara luwes baik atas inisiatif dari Pemerintahan maupun dari Lembaga Swadaya Masyarakat yang bersangkutan sesuai kebutuhan dan sejauh mungkin dapat meniadakan kendala-kendala yang menimbulkan kerugian kepentingan umum. 2. Forum komunikasi dan konsultasi ini dapat berupa sarasehan, temu wicaara, tatap muka silaturahmi, seminar dan sebagainya. Selanjutnya Pelaksanan pembinaan dalam rangka pengembangan dan pendayagunaan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat, dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi terkait, dengan memperhatikan keseimbangan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. PENGERTIAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT LSM adalah sebuah tempat berhimpunnya anggota masyarakat secara sukarela untuk kepentingan masyarakat dan negara. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan menentukan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi atau lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia scara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/ lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya. Istilah Lembaga Swadaya Masyarakat pertama kali dikenal dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan bergerak terus dalam hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kemudian dalam perkembangannya Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut mempunyai lingkup kegiatan yang tidak saja terbatas pada lingkungan hidup saja, melainkan mencakup bidang lain sesuai dengan yang diminati untuk tujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat baik rohani maupun jasmani. Menurut HAW Widjaja, Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Wahana partisipasi masyarakat guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat 2. Wahana partisipasi masyarakat dalam pembangunan 3. Wahana pengembangan keswadayaan masyarakat 4. Wahana pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi/lembaga.
72
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 74-82 (April 2014)
Bentuk dari Lembaga Swadaya Masyarakat itu sendiri dapat berbentuk :Yayasan, Organisasi atau lembaga lainnya PENGERTIAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuanNegara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. PENGERTIAN INFORMASI KOMUNIKASI Dalam kehidupan sehari- hari, informasi adalah merupakan bagian yang sangat penting dalam melakukan interaksi antara satu dengan yang lainya, dimana informasi merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang untuk pengembangan kepribadiannya baik kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan tempat tinggalnya (lingkungan sosial). Sehingga untuk mendapatkan informasi juga merupakan hak bagi setiap orang. Sedemikian bergunanya informasi bagi setiap orang sebagaimana dalam Konsideran Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik menjelaskan bahwa informasi publik adalah merupakan hak asasi bagi setiap orang. Pasal I Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan defenisi bahwa informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan tanda- tanda yang mengandung nilai, makna dan pesan baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat didengar dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik maupun non elektronik. Informasi adalah data yang telah disusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan bermanfaat karena dapat dikomunikasikan kepada seseorang yang akan menggunakannya untuk membuat keputusan. Pengertian informasi adalah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang penting bagi si penerima dan mempunyai nilai yang nyata atau yang dapat dirasakan dalam keputusan- keputusan yang sekarang atau keputusankeputusan yang akan datang (jadmudin, analisis dan desain sistem informasi,2005:13) METODE PENELITIAN Lokasi Berdasarkan letak geogarafis tempat tinggal yang memudahkan dalam pengambilan data. Lokasi penelitian ini adalah di Badan Informasi, Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak. Dilihat dari jenis penelitian ini tergolong kedalam penelitian Field Research dengan cara survey. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan penulis langsung mengadakan penelitian dilapangan dengan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner dan wawancara, sedangkan menurut sifatnya penelitian ini tergolong pada penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan suatu keadaan secara lengkap dan rinci mengenai bagaimana pelaksanaan pembinaan dan penataan Lembaga Swaadaya Masyarakat berdasaarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Siak. POPULASI DAN SAMPEL Populasi dalam penelitian ini sekaligus menjadi responden dari obyek dan subyek yang ada kaitannya dengan aktivitas Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Siak. Dari populasi tersebut diambillah sampel untuk melakukan penelitian ini, yaitu sebagai berikut, 1 orang Kepala Badan Informasi, Komunikasi, 1 orang staf kepala badan informasi,Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak, 1 orang Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Parpol dan 2 orang staf, Lembaga Swadaya Masyarakat yang dijadikan sampel sebanyak 5 buah.Untuk lebih jelas mengenai jumlah dan persentase dari populasi dan sampel, kita dapat melihat tabel 1.1 di bawah ini : Tabel 1 Jumlah Sampel No Sub Populasi Populasi Sampel Persentase 1 Kepala Badan Informasi, Komunikasi 2 2 20 % dan kesatuan Bangsa kabupaten Siak Kepala Bidang Hubungan antar 2 Lembaga dan Parpol 3 3 30 % Lembaga Swadaya Masyarakat 3 5 5 50 % Jumlah 10 10 100% Sumber : Data Lapangan 2013
73
Elsi Kartika Sari
JENIS DAN SUMBER DATA Jenis dan Sumber Data dalam penelitian ini terdiri dari: a. Data Primer : data yang diperoleh dari responden langsung baik dengan wawancara, quisioner, maupun dengan observasi. Adapun data yang dicari yaitu data tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. b. Data Sekunder : data atau informasi yang diperoleh dari lembaga, instansi dan dinas yang ada kaitannya dalam penelitian ini yang berupa laporan tertulis, buku, dan sebagainya yang telah dikeluarkan oleh instansi pemerintah. Data sekunder ini juga didukung dengan berbagai literatur, pendapat-pendapat para ahli. ALAT PENGUMPUL DATA a. Wawancara Yaitu data yang Penulis peroleh dengan melakukan wawancara langsung atau interview kepada responden untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah yang diteliti, seperti permasalahan apa yang dihadapi dalam mengimplementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Siak. b. Quisioner Yaitu suatu daftar pertanyaan yang disusun terlebih dahulu oleh Penulis untuk disebarkan kepada responden, seperti tanggapan responden terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Siak. c. Observasi Yaitu data yang penulis peroleh dengan melakukan kiat kiat seperti pengamatan, wawancara dan meninjau secara langsung dan pencatatan fenomena fenomena yang di selidiki secara sistematis untuk mencapai tujuan data yang di perlukan penulis . ANALISIS DATA Secara eksplisit penulis menggunakan analisa data dalam penelitian yang bersifat normatif ini yaitu dengan cara dimana data yang telah penulis peroleh dari bahan hukum sekunder, berupa buku-buku atau literatur-literatur melalui penelusuran kepustakaan serta bahan hukum tersier dan bahan-bahan yang penulis peroleh dari internet, media massa, majalah, buletin, makalah-makalah seminar yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Kemudian data tersebut dirangkum dengan melakukan pengelompokkan yang didasarkan atas jenis dari masingmasing bahan tersebut dengan maksud agar dapat memberikan kemudahan bagi penulis dalam menulis penelitian ini yang tersusun secara rapi, selanjutnya barulah disajikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis. Tahapan berikutnya, dari kalimat demi kalimat yang telah tersusun secara sistematis tersebut, penulis melakukan proses pengolahan data, penganalisaan data dan membahasnya serta melakukan perbandingan antara teori-teori, pendapat-pendapat para ahli serta membandingkan dengan Undang-Undang dan Peraturan-peraturan lainnya. Kemudian barulah penulis melakukan penarikan kesimpulan dari apa yang penulis peroleh, untuk selanjutnya penulis kumpulkan ke dalam suatu tulisan ilmiah yang tersusun secara sistematis dari pembahasan yang berpedoman pada tujuan penelitian. Setelah data dianalisis dan dibahas sedemikian rupa barulah penulis tarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode Induktif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Jika merujuk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka tujuan dari dilakukannya pembinaan dan penataan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Guna meningkatkan kegiatan organisasi kemasyarakatan, pemerintah melakukan pembinaan umum dan pembinaan teknis dalam bentuk bimbingan, pengayoman, dan pemberian dorongan dalam rangka pertumbuhan organisasi yang sehat dan mandiri. 2. Bimbingan dilakukan dengan cara memberikan saran, anjuran petunjuk, pengarahan, nasehat, pendidikan dan latihan atau penyuluhan agar organisasi kemasyarakatan dapat tumbuh secara sehat dan mandiri serta dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. 3. Pengayoman dilakukan dengan cara memberikan perlindungan hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 4. Pemberian dorongan dilakukan dengan cara menggairahkan, menggerakkan kreativitas dan aktifitas yang positif, memberikan penghargaan dan kesempatan untuk mengembangkan diri agar dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.
74
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 74-82 (April 2014)
Sedangkan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam menjalankan roda organisasinya memiliki hak sebagai berikut : 1. Melaksanakan kegiatannya utnuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara 2. Mempertahankan hak hidupnya sesuai dengan tujuan yang di tetapkan organisasi/lembaga 3. Mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga baik didalam negeri maupun diluar negeri sesuai dengan bidang kegiatannya yang dimiliki, tanpa ikatan yang dapat merugikan kepentingan nasional. Dan untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, oleh karenanya Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki kewajiban sebagai berikut : 1. Menghayati, mengamalkan dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 2. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa 3. Tidak melaksanakan kegiatan politik praktis yang menjadi fungsi organisasi sosial politik. 4. Memberitahukan keberadaannya kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur, Bupati/Walikota, serta Menteri Tekhnis/Pimpinan Lembaga Non Departemen dan jajarannya didaerah sesuai dengan domisili dan lokasi kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat. Agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses pembentukan Lembaga Swadaya Masyarakat serta lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya, bagi beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang mempunyai kegiatan yang sama dan sejenis dapat memadukan kegiatannya dalam suatu Badan Koordinasi yang ditentukan secara bersama dengan tujuan agar dapat melaksanakan programnya secara efektif dan efisien. Selanjutnya untuk menjalankan roda organisasinya Lembaga Swadaya Masyarakat harus mempunyai atau memiliki sumber keuangan atas prinsip kemampuan sendiri. Disisi lainnya, Lembaga Swadaya Masyarakat dapat menerima bantuan dari pihak ketiga baik dalam negeri maupun luar negeri, tanpa ada ikatan yang dapat merugikan kepentingan nasional. Untuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang menerima bantuan dari luar negeri berupa dana, tenaga ahli, peralatan dan jasa harus melalui prosedurdan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat Bangsa Indonesia sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan Nasional. Dalam menginventarisasi Lembaga Swadaya Masyarakat, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pendataan bagi yang belum terdaftar pada instansi tekhnis/fungsional Pemerintah, yang meliputi: 1. Nama Lembaga 2. Status Lembaga 3. AD/ART 4. Akte Pendirian 5. Susunan Pengurus atau Anggota 6. Tujuan Lembaga 7. Program Kerja Lembaga Bahwa kita menyadari efek dan ekses dari reformasi yang salah satunya memberikan kemerdekaan berserikat dan berkumpul bagi masyarakat dalam menyuarakan aspirasi yang berkembang secara bebas, menyeluruh sehingga sampai kepelosok- pelosok daerah, sehingga timbul keinginan- keinginan dari komponen masyarakat untuk membentuk organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat. Mengingat semakin lama semakin berkembang organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat dan seirimg pula dengan terbentuknya peraturan- peraturan yang mengatur tentang keberadaan organisasi tersebut, maka oleh pemerintah perlu dibentuk suatu badan yang diserahi tugas untuk mengawasi dan memberikan pembinaan terhadap organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut. Adapun badan sebagaimana tersebut diatas yang selama ini kita kenal dengan nama Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa yang mempunyai tugas adalah sebagai berikut: a. Merumuskan kebijakan Pemerintah Daerah dibidang informasi, komunikasi dan kesatuan bangsa di daerah b. Mengkoordinasikan, memadukan, menyelaraskan, menyerasikan, perencanaan dan kegiatan dibidang informasi, komunikasi dan kesatuan bangsa di daerah c. Menyusun rencana kerja dan program pembangunan dibidang informasi, komunikasi dan kesatuan bangsa di daerah
75
Elsi Kartika Sari
d.
Melaksanakan rencana kerja dan program pembangunan yang menyangkut bidang tugasnya sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan e. Penyediaan dukungan dan bantuan kerjasama dengan kabupaten/kota dalam rangka penyelenggaraan kegiatan informasi, komunikasi dan kesatuan bangsa f. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan g. Membuat laporan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan h. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan lingkup tugasnya i. Memberikan pelayanan umum dan pelayanan teknis dibidang informasi, komunikasi dan kesatuan bangsa di daerah sesuai dengan sifat keperluannya. j. Melaksanakan pelatihan dibidang informasi, komunikasi dan kesatuan bangsa k. Melaksanakan tugas- tugas lain yang diberikan Gubernur Riau Untuk menjalankan tugas pokoknya, Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Merumuskan kebijaksanaan b. Pengambilan keputusan c. Perencanaan d. Pengorganisasian e. Pelayanan umum dan teknis f. Pengendalian/ pengarahan/ pembinaan dan bimbingan g. Pengawasan h. Pemantauan dan evaluasi i. Pelaksanaan lapangan j. Pembiayaan k. Penelitian dan pengkajian l. Pelaporan (perda provinsi riau nomor 27 tahun 2001 tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja badan informasi, komunikasi dan kesatuan bangsa) Keberadaan Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa diharapkan mampu mengawasi serta membina organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan Undang- undang nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarkatan yang salah satunya adalah ikut berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Begitu besarnya peran organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat yaitu sebagai katalisator antara masyarakat dengan pemerintah dimana dapat membantu masyarakat dalam keterbatasan pemerintah mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat yang benar- benar menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan AD- ARTnya dapat dilihat dari keberadaannya ditengahtengah masyarakat apabila ia ikut bersama- sama menyukseskan dan mensosialisasikan program- program pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat lingkungannya bukan dalam arti menghujat tanpa memberikan solusi.Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa mempunyai tugas berat untuk mengawasi dan membina keberadaan organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat agar keberadaanya tidak hanya sebatas kuantitas saja, tetapi keberadaannya benar-benar bermanfaat dan dapat dirasakan oleh masyarakat sekitarnya. Dengan demikian akan terjalin hubungan kemitraan yang harmonis antara organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat dengan Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa sebagai perpanjangan tangan pemerintah, sehingga tujuan berdirinya Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat sesuai dengan harapan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pemahaman yang sederhana adalah proses pertukaran informasi antara satu dengan yang lainnya dapat dikatakan komunikasi, namun seiring dengan perkembangannya disadari atau tidak bahwa komunikasi telah menjadi fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau integrasi oleh informasi. Komunikasi merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia dan merupakan inti semua hubungan sosial antara seseorang dengan orang lainnya. dimana apabila orang telah mengadakan hubungan tetap maka sistem komunikasi yang mereka lakukan akan menentukan apakah hubungan komunikasi tersebut dapat mempererat atau mempersatukan mereka, mengurangi ketegangan atau makin mempersulit keadaan. Begitu juga halnya antara pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat harus ada hubungan komunikasi yang baik. Sehingga tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan sebagaimana yang diharapkan dan antara masing- masing pihak dapat bekerjasama saling menutupi kekurangan- kekurangannya. Namun itu semua tidak terlepas dari keinginan saling
76
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 74-82 (April 2014)
memberi dan bertukar informasi, dengan demikian maka masing- masing pihak baik pemerintah maupun masyarakat tahu dimana kelemahan dan kekurangannya dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Mencermati tentang keberadaan Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat yang semakin menjamur seiring dengan tuntutan reformasi yaitu salah- satunya memberikan kebebasan berserikat dan berkumpul bagi setiap warga negara untuk membentuk wadah atau organisasi kemasyarakatan. Perlu adanya kesiapan dari pemerintah dalam hal ini membentuk suatu badan yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk mengawasi serta membina organisasi- organisasi maupun Lembaga- Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut. Disisi lain pemerintah tidak boleh melarang berdirinya Lembaga Swadaya Masyarakat karena hal ini telah diatur dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku mengingat kemerdekaan berserikat dan berkumpul adalah merupakan hak bagi setiap Warga Negara Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan keharusan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Siak melalui Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa untuk melakukan langkah- langkah dalam upaya menertibkan Lembaga Swadaya Masyarakat agar mereka berperan sebagaimana mestinya yaitu membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dalam memberdayakan masyarakat. Sebagai suatu Lembaga Swadaya Masyarakat, mereka juga harus mampu berperan sebagai suatu Lembaga Independen dalam mengawasi kebijakan- kebijakan pemerintah agar tepat sasaran dan tidak merugikan kepentingan masyarakat. Kebijakan- kebijakan pemerintah tersebut benar- benar ditujukan kepada hajat hidup orang banyak bukan atas kepentingan oknum pemerintah saja. Pemerintah Daerah Kabupaten Siak melaui Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa selalu mengawasi dan memberikan pembinaan- pembinaan setiap tahunnya kepada para Pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di kabupaten Siak. Seperti tahun- tahun sebelumnya yaitu dengan memberikan pelatihan- pelatihan tentang wawasan kebangsaan dengan menghadirkan narasumber dari kementrian dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah berkembang di Jakarta sebagai mitra pemerintah dalam memberdayakan masyarakat. Adapun yang menjadi tugas Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak adalah membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan Pembangunan dibidang kantor politik, kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat. Sedangkan fungsi dari Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak adalah sebagai berikut: a. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan hubungan antar lembaga b. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan kesatuan bangsa c. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan demokratisasi d. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan penanganan masalah aktual e. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan kesiapan terhadap ancaman atau bencana f. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan rehabilitasi bencana g. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan peningkatan sumberdaya manusia satuan perlindungan masyarakat h. Evaluasi pelaksanaan kebijakan kesatuan bangsa, perlindungan masyarakat dan pelaporan i. Pelaksanaan tata usaha, kepegawaian, keuangan dan sarana serta rumah tangga j. Penyelesaian permasalahan dan sengketa pertanahan di daerah, pelaksanaan teknis koordinasi antar instansi terkait, lembaga- lembaga kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan kebijakan dibidang pertanahan k. Pengelolaan administrasi umum meliputi ketatalaksanaan, keuangan, kepegawaian, peralatan dan perlengkapan dinas l. Pengeloalaan cabang dinas dan UPTD Bahwa demikian pentingnya peran pemerintah dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat agar fungsi dan tujuan dari keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut benar- benar dapat bermanfaat dan dirasakan ditengah- tengah masyarakat. Dan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut melaksanakan kegiatannya tidak menyimpang dapat berjalan sesuai dengan AD/ART-nya. Dalam melakukan pendataan, pengawasan dan pembinaan, Pemerintah Daerah melalui Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa harus berperan aktif mengingat keterbatasa sumber daya manusia dari pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat itu sendiri. Bahwa sebagai wadah untuk menjalankan kekebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat berpatisipasi dalam pembagunan untuk mewujudkan tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian Lembaga Swadaya Masyarakat diharapkan juga selalu taat, tunduk dan patuh dengan peraturan- peraturan yang berlaku, dimana salah satunya adalah patuh akan kewajiban bagi Pengurus untuk mendaftarkan keberadaan organisasinya kepada pemerintah yang dalam hal ini Badan Informasi
77
Elsi Kartika Sari
Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak. Pendaftaran Lembaga Swadaya Masyarakat ini sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan yaitu: Pasal 15: 1. Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan pengesahan berbadan hukum 2. Pendaftaran Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan 3. Dalam hal telah memperoleh status badan hukum, ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan surat keterangan terdaftar. Pasal 16: (1)
Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar (2) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memenuhi persyaratan: a. Akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD atau AD dan ART b. Program kerja c. Susunan pengurus d. Surat keterangan domisili e. Nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas f. Surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau tidak dalam perkara di pengadilan, dan g. Surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan (3) Surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada: a. Menteri bagi Ormas yang memiliki lingkup nasional b. Gurbernur bagi Ormas yang memiliki lingkup provinsi, atau c. Bupati/Walikota bagi Ormas yang memiliki lingkup kabupaten/kota. d. Terhadap implementasi dari ketentuan sebagaimana tersebut diatas, Kantor Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak telah menyiapkan tempat pendaftaran bagi Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Kabupaten Siak dan terhadap pendaftaran dimaksud tidak dikenai biaya apapun. Dengan adanya kesadaran dari Pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat untuk mendaftarkan keberdaan organisasi yang dipimpinnya, maka semakin mudah mendata dan memberikan pengawasan serta pembinaan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut. Untuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang sudah terdaftar, apabila terjadi perubahan kepengurusan wajib memberitahukan kepada kementrian, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan tingkat kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut. Apabila ada kesadaran yang demikian, maka Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut bebar- benar menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat yang diakui keberadaannya ditengah- tengah masyarakat sehingga berguna dalam menyukseskan pembangun kelak. Untuk Kabupaten Siak, Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa telah melaksanakan upayaupaya pembinaan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat dalam bentuk kegiatan- kegiatan tahunan, seminarseminar dan lain sebagainya. Kegiatan- kegiatan dimaksud tidak lain ditujukan untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana mengelola organisasi yang baik, manajemen organisasi dengan mendatangkan narasumber Nasional. Upaya pendataan juga telah dilakukan oleh Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa dan hingga saat ini. Selanjutnya terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat untuk Kabupaten Siak memang diakui masih ada dan terhadap hal ini, akan diambil langkahlangkah kongkrit dengan berupaya melakukan pendekatan- pendekatan agar mereka bisa dibina kembali. Banyak hal yang mendasari berdirinya suatu Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Siak diantaranya adalah kecemburuan sosial. Sehingga dalam pergerakan dan jalannya organisasi sudah menyimpang dari maksud dan tujuannya sebagaimana diatur dalam AD/ ART Lembaga Swadaya Masyarakat yang dimaksud. Lembaga Swadaya Masyarakat seperti ini biasanya tidak bertahan lama dan hanya untuk kepentingan sesaat saja yang sifatnya hanya menghujat kebijakan- kebijakan pemerintah yang sebenarnya kebijakan tersebut sudah tepat sasaran tanpa memberikan solusi terhadap apa yang dihujatnya.
78
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 74-82 (April 2014)
Lembaga Swadaya Masyarakat seperti inilah yang sangat mengganggu kinerja pemerintahan dalam menyukseskan pembangunan di Kabupaten Siak. Bahkan kadang kala mereka memberikan pemahamanpemahaman yang tidak benar kepada masyarakat. Sehingga masyarakat terpengaruh dengan apa yang mereka sampaikan. Disamping itu pula, adakalanya ditemui dilapangan suatu Lembaga Swadaya Masyarakat hanya memiliki beberapa orang pengurus saja yang aktif, diantaranya hanya ada Ketua, Sekretaris dan Bendahara saja. Hal ini kadang-kala sengaja mereka lakukan karena keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat seperti ini hanya untuk mencari keuntungan pribadi bagi pengurusnya yang aktif, yaitu dengan mengajukan pendanaan kepada Penerintah Daerah Kabupaten Siak. Belum lagi masih ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang tidak memiliki kantor atau sekretariat, tetapi secara administrasi mereka memiliki izin pendirian yang lengkap seperti: AD/ART, akta pendirian di notaris, keterangan domicili dan bahkan mereka juga punya Kartu Tanda Anggota sendiri, hal ini disebabkan karena terlalu mudahnya persyaratan untuk mendirikan suatu Lembaga Swadaya Masyarakat. Masih ada pula Lembaga Swadaya Masyarakat yang sengaja tidak mau mendaftarkan keberadaannya kepada Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa karena mereka memang tidak mengharapkan bantuan dari pemerintah. Lembaga Swadaya Masyarakat yang seperti ini biasanya mendapatkan bantuan dana untuk operasionalnya dari Perusahaan- Perusahaan yang berda di lingkungannya ketika perusahaan tersebut terindikasi melanggar hukum. Biasanya mereka melakukan intimidasi atau menakut- nakuti perusahaan. Disamping itu ada juga sumber pendanaan mereka dapat dari sumbangan masyarakat ketika masyarakat tersebut meminta bantuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat untuk membantu menyelesaikan kasus- kasus yang masyarakat hadapi. Kendala- kendala seperti inilah yang sulit bagi Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa untuk melakukan pembinaan dan penataan, hal ini karena tidak adanya kesadaran dari pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut untuk mendaftarkan keberadaan organisasinya. Kendala dan hambatan dalam melakukan pembinaan dan penataan Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Siak sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, lebih disebabkan masih kurangnya kesadaran pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat untuk mendaftarkan organisasi yang dipimpinnya. Hal ini mungkin karena kurangnya pemahaman dan tata cata berorganisasi yang baik. Jika semua Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Kabupaten Siak mau melaporkan dan mendaftarkan Lembaga Swadaya Masyarakat yang dipimpinnya tentu dengan mudah bagi Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa melakukan pengawasan dan membuat program- program pemberdayaan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat. Sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang serta menjalin kemitraan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dalam mewujudkan tujuan pencapaian pembangunan Kabupaten Siak. Luasnya Wilayah Kabupaten Siak sebenarnya tidak menjadi hambatan bagi Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa untuk melakukan pembinaan dan penataan terhadap keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Kabupaten Siak. Apabila adanya kesadaran dari Pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat untuk mendaftarkan keberadaan organisasi yang mereka pimpin ke Bandan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa. Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak sampai saat ini baru melakukan pembinaan terhadap 78 Lembaga Swadaya Masyarakat yang terdaftar se- Kabupaten Siak. Yaitu dengan memberikan pemahaman tentang wawasan kebangsaan serta memberikan pemahaman tentang pengelolaan organisasi yang baik dalam upaya memberdayakan masyarakat Kabupaten Siak. Terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah terbentuk namun pengurusnya belum mendaftarkan tentang keberadaannya, Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa senatiasa memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada Pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat untuk segera mendaftarkan ke Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak. Selanjutnya keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat seperti ini tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
79
Elsi Kartika Sari
Adapun upaya- upaya yang telah dilakukan oleh Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak adalah dengan melakukan pendataan ulang dan sebagai upaya penertiban, Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak akan menerapkan persyaratan ketat bagi setiap LSM untuk bisa mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai LSM. Terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat yang keberadaannya telah meresahkan masyarakat, mengganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat, sebelum menjatuhkan sanksi administrasi kepada ormas itu pemerintah wajib memberikan teguran tertulis sebanyak tiga kali. Apabila telah tiga kali ditegur secara tertulis tidak ditanggapi, maka pemerintah dan pemerintah daerah berhak melakukan penghentian kegiatan sementara dan pencabutan surat keterangan terdaftar sebagaimana diatur dalam pasal 64, 65, 66 dan 67 UU No 17 Tahun 2013. Pemerintah Daerah Kabupaten Siak melaui Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa mempunyai tugas yang berat untuk memberdayakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Kabupaten Siak. Namun demikian program- program pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan pada Pasal 40 yaitu: (1) (2)
(3)
4. 5.
6.
7.
Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Ormas untuk meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan hidup Ormas Dalam melakukan pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran dan integritas Ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melaui: a. Fasilitas kebijakan b. Penguatan kapasitas c. Peningkatan kualitas kelembagaan, dan d. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia Fasilitas kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa peraturan perundangundangan yang mendukung pemberdayaan ormas Penguatan kapasitas kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa: a. Penguatan manajemen organisasi b. Penyediaan data dan informasi c. Pengembangan kemitraan d. Dukungan keahlian, program dan pendampingan e. Penguatan kepemimpinan dan kaderisasi f. Pemberian penghargaan, dan/atau g. Penelitian dan pengembangan Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat berupa: a. Pendidikan dan pelatihan b. Pemagangan, dan/atau c. Penelitian dan pengembangan Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah.
Sudah ada kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan seperti halnya pemberian penghargaan kepada salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat Lingukungan yang mendapat penghargaan dari kementrian dan beberapa penghargaan lainnya oleh Pemerintah Kabupaten Siak. Disamping itu program pelatihan manajemen kepemimpinan organisasi, wawasan kebangsaan dan lain sebagainya telah dilakukan oleh Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak terhadap Ormas maupun Lembaga swadaya Masyarakat yang berada di Kabupaten Siak. Kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan Ormas maupun Lembaga swadaya Masyarakat setiap tahun dilaksanakan. Terhadap kegiatan- kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut, adalah sebagai bukti nyata bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Siak merasa peduli akan keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam memberdayakan masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan yang makmur dan berkeadilan. PENUTUP Kesimpulan
80
Jurnal Fiat Justitia, Vol. 1. No. 1, 74-82 (April 2014)
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian sebagaimana yang telah disajikan, maka dapatlah disimpulkan bahwa: 1. Bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Siak melaui Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa bereperan penting dalam melakukan pendataan dan pengawasan serta memberikan pembinaan terhadap keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat. Dalam upaya memberikan pembinaan terlebih dahulu harus melakukan pendataan dan Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut terdaftar secara resmi. Dengan demikian Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut dalam melaksanakan kegiatannya dapat terpantau dan diawasi oleh Pemerintah sehingga benar- benar dapat dirasakan keberadaannya oleh Masyarakat sebagaimana yang diharapkan oleh Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. 2.
Bahwa masih ada Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Siak yang tidak mendaftarkan keberadaannya ke Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa, hal ini disebabkan karena pemahaman dan latar belakang pendidikan dari Pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut masih kurang, sehingga pemerintahlah yang harus lebih aktif dalam melakukan pendataan dan pendaftaran. Disamping itu dalam melaksanakan kegiatannya mereka tidak mau diawasi oleh pemerintah dan merasa merekalah yang harus mengawasi pemerintah. Inilah yang menjadi salah satu kendala bagi pemerintah dalam melakukan pendataan.
3.
Bahwa Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa telah melakukan upaya yaitu bekerjasama dengan Pemerintahan kecamatan dan desa/kelurahan untuk melakukan pendataan terhadap keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang pada tahap awal yaitu dengan melakukan pencatatan dan pendataan tentang pengurus. Dalam melakukan pendataan tersebut ditemui masih adanya Lembaga Swadaya Masyarakat yang belum mempunyai papan nama sekretariat dan umumnya sebagai sekretariat adalah rumah salah satu pengurusnya. Selanjutnya diberikan pemahaman kepada pengurusnya agar mereka mau melengkapi persyaratan untuk didaftarkan keberadaan organisasinya secara resmi. Terhadap organisasi kemasyarakatan yang telah terdaftar oleh Pemerintah telah dilakukan kegiatan- kegiatan pembinaan tahunan yang dilaksanakan oleh Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak.
SARAN 1. Banyaknya berdiri Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Siak diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mensosialisasikan program-program pembagunan kepada masyarakat dan bukan sebaliknya. 2. Pemerintah melaui Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa diharapkan mampu memberikan pembinaan dan melakukan pengawasan terhadap keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat, agar keberadaan Lembaga Swadaya masyarakat bernilai positif dan berguna dalam kelangsungan kehidupan bermasyarakat 3. Terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat yang belum mempunyai kesadaran untuk melaporkan dan belum mendaftarkan keberadaannya kepada Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa Kabupaten Siak perlu diberikan sanksi agar mereka tidak menjadikan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai sarana mencari keuntungan dan meresahkan masyarakat. 4. Badan Informasi Komunikasi Dan Kesatuan Bangsa sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Daerah Kabupaten Siak harus proaktif dalam melakukan pendataan, jika perlu kerjasama dengan Pemerintahan Kecamatan dan Pemerintahan Desa.
Daftar Pustaka A. Buku AtengSafruddin, Ateng, Pengaturan Koordinasi Pemerintah di Daerah,Transito, Bandung, 1976. Albert Hasibuan dan Sutarno (Pengarah),Otonomi daerah, Peluang dan Tantangan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002. Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi daerah, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2002. Dedy Supriady Brata Kusumah, Perencanaan Pembangunan Daerah, Gramedia Pustaka Utara, Jakarta, 2004 D. Ryant Nugroho, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Jakarta, Gramedia, 2003. Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik Untuk Pemimpin Berwawasan Internasional, Balairung, Yogyakarta, 2003
81
Elsi Kartika Sari
HAW.Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU.No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Rajawali Press, Jakarta, 2005 _________, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003. M. Ryass Rasyid, Fungsi-Fungsi Pemerintahan, Jakarta, Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri, 1997. Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokus Media, Bandung, 2003. B.
C.
82
Peraturan Perundang- Undangan - Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan - Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 23 Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Siak Internet - www.siakkab.go.id
Petunjuk Penulisan Naskah Naskah dibuat menggunakan Microsoft Office Word. Seluruh bagian dalam naskah diketik dengan huruf Calibri, ukuran 12 pts, spasi 1, ukuran kertas A4 dan marjin 3,3,2,2 cm untuk semua sisi serta jumlah halaman kurang lebih 25 halaman dan sebagai patokan addalah jumlah word sebanyak 7000 kata termasuk daftar pustaka. Untuk kepentingan penyuntingan naskah, seluruh bagian naskah (termasuk tabel, gambar dan persamaan matematika) dibuat dalam format yang dapat disunting oleh editor. Editor dapat meminta data yang digunakan dalam grafik/gambar untuk keperluan penyuntingan. Gaya Penulisan Umum. Naskah untuk Jurnal Fiat Justitia (Jurnal Ilmu Hukum) dapat berupa hasil penelitian. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dengan gaya naratif. Tabel dan gambar harus mencantumkan sumber. Tabel, gambar dan persamaan matematika diberi nomor secara berurut sesuai dengan kemunculannya. Semua kutipan dan referensi dalam naskah harus tercantum dalam daftar pustaka dan sebaliknya, sumber bacaan yang tercantum dalam daftar pustaka harus ada dalam naskah. Urutan Naskah. Urutan naskah mengikuti format sebagai berikut: Judul, Nama dan Alamat Lengkap Penulis, Alamat Korespondensi, Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan, Kajian Pustaka, Metodologi dan Data, Hasil, Diskusi dan Analisis, Daftar Pustaka. Berikut adalah petunjuk untuk setiap bagian naskah: Judul. Judul tidak melebihi 15 kata dalam bahasa Indonesia. Data Penulis. Berisi nama lengkap semua penulis tanpa gelar, lembaga afiliasi penulis dan alamatnya (termasuk kode pos) serta alamat salah seorang penulis untuk korenspondensi (telepon, faksimili dan email). Abstrak. Ditulis dalam bahasa Inggris (jika naskah dalam bahasa Indonesia) dan bahasa Indonesia (jika naskah dalam bahasa Inggris), maksimum 300 kata berisikan tiga hal yaitu topik yang dibahas, metodologi yang dipergunakan dan hasil atau pembuktian yang didapatkan. Kata Kunci. Ditulis dalam bahasa Inggris maksimum 5 subjek. Kata kunci berisi kata atau frasa yang sering dipergunakan dalam naskah dan dianggap mewakili dan atau terkait dengan topik yang dibahas. Pendahuluan. Pendahuluan paling tidak memuat latar belakang dan tujuan dari penelitian, studi sebelumnya yang relevan, permasalahan ataupun hipotesis yang akan diuji dalam tulisan tersebut, metodologi atau alat analisis yang dipilih, narasi singkat dari hasil yang didapatkan jika tulisan adalah hasil pengujian empiris atau preposisi jika tulisan yang dibuat bersifat hasil pemikiran. Metodologi dan Data. Bagian ini berisi informasi teoretis dan teknis yang cukup memadai untuk pembaca dapat mereproduksi penelitian dengan baik. Hasil. Tuliskan hasil yang didapat berdasarkan metode yang digunakan. Dapat disajikan berupa tabel, gambar dengan disertai uraian singkat yang mengangkat poin-poin penting. Pembahasan. Bagian ini memuat interpretasi dari hasil dan diskusi menyangkut hasil pada penelitian sebelumnya yang terkait. Pembahasan memuat keunikan serta persamaan dan perbedaannya dan dari hasil penelitian sebelumnya. Diskusikan juga penelitian lanjutan yang dapat dilakukan. Daftar Pustaka. Daftar pustaka disusun dengan urutan abjad dengan mengikuti gaya sebagai berikut: Publikasi buku Dixit, A. K., & Norman, V. 1980. Theory of International Trade. Cambridge: Cambridge University Press. Artikel dalam jurnal Rangazas, P. 2000. Schooling and Economic Growth: A King-Rebelo Experiment with Human Capital. Journal of Monetary Economics , 46 (2), 397-416. Bab dalam buku Durlauf, S. N., Johnson, P. A., & Temple, J. R. 2005. Growth Econometrics. In P. Aghion, & e. S N Durlauf (Eds.), Handbook of Economic Growth (Vol. IA). Amsterdam: North-Holland. Kertas kerja (working papers) Kremer, M., & chen, D. 2000. Income Distribution Dynamics with Endogenous Fertility. Working Paper, 7530 . Makalah yang dipresentasikan Chen, H. K., & Chou, H. W. 2006a. Supply Chain Network Equilibrium with Asymmetric Variable Demand and Cost Functions. Makalah . Taipei. Mimeo dan karya tak dipublikasikan Knowles, J. 1999. Can Parental Decisions Explain US Income Inequality? Mimeo .
Nashihin, M. 2007. Poverty Incidence in Indonesia, 1987-2002: A Utility-Consistent Approach Based on a New Survey of Regional Prices. Disertasi doktoral . Canberra. Dokumen lembaga Indonesia, R. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Artikel dari situs web dan bentuk elektronik lainnya Summers, R., & Heston, A. W. 1997. Retrieved http://pwt.econ.unpenn.edu/
from Penn
World
Table,
Version5.6:
Artikel di koran, majalah, dan periodik sejenis Begley, S. 1993(April 12). Killed by Kindness. Newsweek , pp. 50-56. Kutipan. Contoh: Masalah ini pernah diteliti oleh Kremer dan Chen (2000). Hasilnya menunjukkan bahwa keputusan orang tua bisa mempengaruhi distribusi pendapatan (Knowles 1999; Dollar et al. 1988). Untuk ulasan selanjutnya lihat antara lain Williamson (1985). Tabel, Gambar dan Persamaan Matematika. Judul dan isi tabel diketik dengan huruf ukuran 10 pts dan cetak tebal. Penggunaan garis dalam tabel hanya untuk kepala tabel (heading) dan akhir tabel. Hindari isi tabel yang tidak perlu. Gambar dan grafik akan dicetak dalam format hitam putih sehingga perlu dibuat perbedaan pola antar data yang ditampilkan dan bukan dengan gradasi warna atau perbedaan warna. Garis yang ditampilkan pada grafik hanya sumbu dan garis data saja. Persamaan matematika ditulis dengan menggunakan Microsoft Equation Editor. Tuliskan hanya persamaan matematika yang sangat terkait dengan pembahasan. Daftar Kegiatan Penyerahan Naskah 1. Penulis sudah membaca Petunjuk Bagi Penulis 2. Penulis sudah menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai berikut: a. Daftar riwayat hidup lengkap b. Naskah yang sudah mengikuti petunjuk penulisan naskah Jurnal Manajemen dan Akuntansi c. Penulis mengirimkan dokumen kelengkapan dalam bentuk softcopy ke alamat redaksi
YAYASAN PENDIDIKAN PERSADA BUNDA (YPPB) PEKANBARU
STIH Persada Bunda Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Persada Bunda Sarjana (S1) Program Studi Ilmu Hukum
STIE Persada Bunda Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Persada Bunda Sarjana (S1) Program Studi Manajemen dan Sumber Daya Manusia (MSDM) Diploma 3 (D3) Program Studi Akuntansi
STISIP Persada Bunda Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Persada Bunda Sarjana (S1) Program Studi Ilmu Komunikasi
STIBA Persada Bunda Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing Persada Bunda Sarjana (S1) Program Studi Sastra Inggris
ABA Persada Bunda Akademi Bahasa Asing Persada Bunda Diploma 3 (D3) Program Studi Bahasa Inggris
ASM Persada Bunda Akademi Sekretaris dan Manajemen Persada Bunda Diploma 3 (D3) Program Studi Manajemen Diploma 3 (D3) Program Studi Sekretari