PROSPEK USAHA BAGI HASIL PENANAMAN JATI UNGGUL NUSANTARA (Studi Kasus Pada Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor)
MUHAMMAD NOOR EFANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa semua pernyataan, hasil pengolahan informasi dan sumber informasi dalam laporan tugas akhir yang berjudul : Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Pada Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor). Merupakan hasil gagasan dan karya saya sendiri atas bimbingan komisi pembimbing. Laporan tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang dikutip dari referensi lain atau karya yang telah diterbitkan dari penulis lain, telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini.
Bogor, 21 April 2011
M. Noor Efansyah F 352 080 125
ABSTRACT
MUHAMMAD NOOR EFANSYAH. Business Prospects For Revenue Sharing of plants Jati Unggul Nusantara (A Case Study of Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara in Bogor). Supervised by H. Mochamad Hasjim Bintoro Djoefrie as Chairman of the supervising committee, and Wilson Halamoan Limbong as a Member of the commission supervising. Planting crops clones Jati Unggul Nusantara (JUN) in the area of Bogor Regency, is a business model that was developed for the Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN), involving investors, landowners, community manager of the plant (farmers) and the village officials. The activity aims to distribute capital to the community, land use has not been productive, providing a source of teak wood supply for industry and as a provider of employment for the community. JUN investment in Cogreg Village, Parung District, Bogor regency, has been carried out since three years ago (starting in 2007). Offsetting JUN plants will be harvested in the fifth year (year 2012), promising to five parties, will receive revenue sharing from the sales value of timber harvest JUN. JUN three years old plant in Bogor regency, totaling 6075 trees, potential measurements in a sampling plant 2.5% of the total population. The result of the potential crop average diameter of 0.11 m/tree and average branch free height 4.74 m/tree, calculate the average volume of 0.044 m3/tree or 44 m3/ha, bringing the total potential of the plant three years 266.28 m3. Appropriate considering the growth potential and risk of death of plants, the projected average volume increment 0.021 m3/year or 21 m3/ha/year. Harvest prospects in the fifth year calculated in the range 86 up to 100 m3/ha, or an average of 91 m3/ha. Base on projection teak wood basic sale prices (sortiment A1 tipe D quality P - M), in the fifth year from Rp 2,135,000 up to Rp 2,408,000. So the prospect of selling the timber JUN between Rp 988.630.584 up to Rp 1.462.925.329, or an average selling of Rp 1.279.294.179. Based on the prospect for timber harvest and JUN timber sale values, then the appropriate financial analysis (NPV, IRR, and B/C) is very reasonable business activities are managed. Calculated value for the outcome of each the party, according to the average revenue outlook; (1) Investors Rp 591.376.022, (2) Land Owners Rp 147.844.005, (3) Farmers Rp 270.037.076, (4) UBH KPWN Rp 162.022.246, (5) Village Officials Rp 108.014.830. Keywords : Basic sale prices, Branch free height, Clones, Farmers, Increment, Investors, Landowners, Potential of plant , Revenue sharing, Risk of death, Teak wood, Prospect timber harvest, Village officials.
RINGKASAN
MUHAMMAD NOOR EFANSYAH. Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Pada Koperasi Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan H. Mochamad Hasjim Bintoro Djoefrie sebagai ketua dan Wilson Halamoan Limbong sebagai anggota. Kebutuhan pasokan bahan baku kayu jati untuk industri furniture dan kerajinan, rata-rata sebesar 2,5 juta m3/tahun. Kondisi ini baru bisa dipenuhi sebesar 750 ribu m3/tahun, yang hampir seluruh kebutuhan dipasok oleh Perum Perhutani. Kondisi kekurangan pasokan tersebut mengancam keberlangsungan kontinuitas usaha Industri Kecil Menengah (IKM) pengolahan kayu jati. Penanaman pohon jati unggul berdaur pendek di lahan masyarakat atau lahan terlantar merupakan alternatif sumber pasokan kayu jati untuk industri pengolahan kayu jati skala usaha kecil dan menengah. Penanaman tersebut diyakini dapat menjadi sumber pasokan tambahan bagi IKM. Pasokan dari sumber jati unggul relatif lebih cepat tersedia dibandingkan dari sumber jati biasa (daur panjang), yang membutuhkan siklus panen rata-rata 40 puluh tahun. Tanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) sebagai salah satu jenis jati unggul yang berasal dari 69 klon Jati Plus Perhutani (JPP). Klon tersebut dikembangkan dari benih stek pucuk menjadi bibit tanaman JUN. Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN) telah merealisasikan program penanaman pohon JUN secara intensif. Tanaman tersebut diperhitungkan dapat dipanen dalam lima tahun. Usaha penanaman dilakukan dengan pola bagi hasil, yang melibatkan pihak investor atau pemodal, pemilik lahan, petani penggarap dan pihak pamong desa. Pengembangan tanaman JUN yang dikelola UBH-KPWN saat sekarang mencapai usia tanam tiga tahun. Pola usaha ini menjanjikan prospek tanaman dapat di panen 5 tahun, sehingga membutuhkan kajian prospek usaha tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dan menganalisis tanaman JUN usia tiga tahun yang ditanam di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, yaitu ; (1) Mengkaji hasil pengukuran potensi riap pertumbuhan rata-rata kayu JUN dan prospek potensi volume tahun kelima, (2) menganalisis prospek nilai jual kayu JUN dan kualitas kayu usia lima tahun, (3) menganalisis peluang dan strategi model usaha bagi hasil UBHKPWN, (4) menganalisis prospek investasi penanaman JUN sesuai riap dan pertumbuhan harga pasar kayu jati volume kecil, (5) menganalis prospek pengembalian dana investasi dan proporsi nilai pendapatan bagi hasil, (6) menganalisis persepsi pihak investor terhadap prospek usaha. Metode dan analisis kajian tersebut mencakup perhitungan potensi tanaman JUN usia tiga tahun dengan teknik sampling (stratified sistematik random sampling). Sampling tanaman untuk pengukuran sebanyak 152 pohon atau 2,5% dari 6075 pohon tanaman hidup, Perhitungan potensi dengan melakukan pengukuran tinggi dan keliling tiap sample tanaman, dan perhitungan potensi volume kayu. Hasil potensi sample tanaman dilakukan evaluasi dan perhitungan riap pertumbuhan selama tiga tahun, dan perhitungan proyeksi potensi kayu JUN ditahun kelima. Sesuai potensi tanaman dilakukan analisis nilai harga jual dasar kayu jati ditahun kelima. Berdasarkan nilai
penjualan dan pengelolaan usaha UBH-KPWN dila-kukan Analisis kelayakan usaha. Analisis kelayakan usaha mencakup perhitungan nilai NPV, nilai IRR, dan B/C. Sesuai prospek nilai penjualan dilakukan perhitungan nilai bagi hasil masing-masing pihak sesuai tingkat resiko dari kematian tanaman. Analisis persepsi pihak investor dengan menggunakan metode IPA (Importance Perfomance Analysis). Hasil pengukuran sample potensi tanaman JUN usia tiga tahun, didapatkan rata-rata diameter 0,11 m/pohon, rata-rata tinggi 4,74 m/pohon, dan perhitungan ratarata volume 0,044 m3/pohon atau 44 m3/ha. Perhitungan potensi total volume tanaman tiga tahun di Kelurahan Cogreg sebesar 266,28 m3. Hasil perhitungan riap rata-rata tanaman selama tiga tahun sebesar 0,021 m3/pohon/tahun atau 21 m3/ha/tahun. Berdasarkan bisnis plan UBH-KPWN prospek tanaman JUN pada tahun ke lima dapat mencapai 0,20 m3/pohon atau 200 m3/ha. Hasil perhitungan proyeksi riap rata-rata tanaman JUN ditahun ke lima 0,095 m3/pohon atau 95m3 /ha, maka potensi 0,20 m3/pohon dapat dicapai tahun ke sepuluh. Hasil perhitungan proyeksi riap tertinggi tahun ke lima 0,10 m3/pohon atau 100 m3/ha, maka potensi 0,20 m3/pohon dapat dicapai pada tahun ke delapan. Hasil perhitungan proyeksi riap terkecil potensi tahun ke lima 0,086 m3/pohon atau 86 m3/ha, maka potensi 0,20 m3/pohon dapat dicapai tahun kesebelas. Prospek panen JUN pada kelurahan Cogreg pada tahun ke lima tersebut, pada rentang potensi 463,06 m3 - 607,53 m3, potensi rata-rata 577,15 m3. Prospek panen tersebut dapat memenuhi kebutuhan pasokan kayu jati untuk Industri Kecil Menengah (IKM) furniture berbahan baku kayu jati di Kabupaten Bogor, serta prospek tersebut dapat dijual pada pasar kayu jati untuk kebutuhan wilayah Jabotabek. Hasil analisis harga jual dasar (HJD) kayu Bulat Jati untuk seluruh kelompok kayu bulat kecil (Sortimen A1) diproyeksikan pada tahun kelima menunjukkan kenaikan rata-rata Rp 254.000/m3/tahun atau 14,40 %/tahun (HJD Perum Perhutani 2005 - 2009). Prospek harga jual JUN ditahun kelima pada rentang Rp 2,135.000/m3 - Rp 2,408.000/m3, dengan harga rata-rata Rp 2,314.000/m3. Sesuai harga tersebut maka prospek nilai jual panen atau pendapatan ditahun kelima pada rentang Rp 988.630.584 (23,31% resiko tanaman mati) sampai dengan Rp 1.462.925.329 (13,47% resiko tanaman mati). Prospek nilai jual rata-rata kayu JUN Rp1.279.294.179 (13,47% resiko tanaman mati). Hasil analisis finansial UBH-KPWN, prospek nilai keuntungan usaha pada rentang nilai jual terendah Rp 770.461.00 sampai dengan Rp 1.245.363.000. Hasil perhitungan Net Present Value (NPV) dengan Discount Factor (DF15%) pada rentang terendah Rp 351.970.000 sampai dengan tertinggi Rp 588.081.000. Nilai NPV terendah menunjukkan lebih besar dari Nol (NPV > 0), sehingga usaha layak dikelola. Perhitungan IRR (DF 15%) pada rentang nilai terendah 65,99% sampai dengan 67,30%. Nilai IRR terendah menunjukkan lebih dari satu (IRR > 1), sehingga kegiatan UBH-KPWN tersebut layak dikelola dibandingkan berinvestasi pada instrumen bank. Hasil perhitungan B/C (DF 15%), pada rentang 2,6 4,6 kali dari nilai investasi. Sesuai nilai B/C pengembalian investasi usaha penanaman JUN lebih menguntungkan dari nilai investasi yang ditanamkan. Sesuai proporsi bagi hasil setelah dikurangi nilai resiko kematian, maka prospek nilai bagi hasil terendah dari penjualan kayu JUN ditahun kelima, nilai diterima untuk 16 investor Rp 515.650.324 (40%), nilai diterima pemilik lahan Rp 128.912.581 (10%), diterima untuk 24 petani Rp 172.033.839 (resiko mati 13,35%), nilai diterima
UBH-KPWN Rp 103.220.304 (resiko mati 8,01%), nilai diterima pamong desa Rp 68.813.536 (resiko mati 5,34%). Sesuai proporsi bagi hasil setelah dikurangi nilai resiko kematian, maka prospek nilai bagi hasil rata-rata dari penjualan kayu JUN ditahun kelima, nilai diterima untuk 16 investor Rp 591.376.022 (40%), nilai diterima pemilik lahan Rp 147.844.005 (10%), nilai diterima untuk 24 petani Rp 270.037.076 (resiko mati 18,27%), nilai diterima UBH-KPWN Rp 162.022.246 (resiko mati 10,96%), nilai diterima pamong desa Rp 108.014.830 (resiko mati 7,31%). Sesuai proporsi bagi hasil setelah dikurangi nilai resiko kematian, maka prospek nilai bagi hasil tertinggi dari penjualan kayu JUN ditahun kelima, nilai diterima untuk 16 investor Rp 676.262.720 (40%), nilai diterima pemilik lahan Rp 169.065.680 (10%), nilai diterima untuk 24 petani Rp 308.798.465 (resiko mati 18,27%), nilai diterima UBH-KPWN Rp 185.279.079 (resiko mati 10,96%), diterima pamong desa Rp 123.519.386 (resiko mati 7,31%). Persepsi investor terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan UBH-KPWN, dari tujuh investor yang menjawab kuesioner responden, nilai rata-rata antara nilai kinerja UBH-KPWN dengan persepsi kepentingan berada pada koordinat kuadran X – Y sama dengan 4,1 - 4,2. Hasil persepsi masing-masing investor yaitu ; (1)empat investor berada pada kuadran I, (2)Satu investor berada pada Kuadran II, (3)Satu investor berada pada Kuadran III, (4)Satu investor berada pada Kuadran IV. Secara umum kinerja UBH-KPWN memuaskan pada hal yang dianggap penting dalam kegiatan usaha. Manfaat kegiatan UBH-KPWN menyediakan prospek tambahan pendapatan bagi petani pengelola atau masyarakat sekitar tanaman JUN pada rentang antara Rp 732.746/bulan sampai dengan Rp 827.721/bulan. Nilai sewa pemanfaatan lahan UNB antara Rp 297.995/-ha/bulan sampai dengan Rp 390.813/ha/bulan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PROSPEK USAHA BAGI HASIL PENANAMAN JATI UNGGUL NUSANTARA (Studi Kasus Pada Koperasi Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor)
MUHAMMAD NOOR EFANSYAH
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Aris Munandar, MS
Judul Tugas Akhir
: Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Pada Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor)
Nama Mahasiswa
: Muhammad Noor Efansyah
Nomor Pokok
: F 352 080 125
Program Studi
: Industri Kecil Menengah
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.H.M.Hasjim Bintoro Djoefrie, M.Agr Ketua
Prof.Dr.Ir. WH. Limbong, MS. Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,DEA
Dr.Ir. Dahlul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian : 21 Maret 2011
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarmasin Kalimantan Selatan, pada 13 April 1965 dari Ayah Mawan Sibas dan Ibu Hamsiah Marsaid. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Penulis menjalani masa pendidikan Sekolah Dasar sampai SLTA di Banjarmasin. Pada tahun 1985 penulis diterima sebagai Mahasiswa pada Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarbaru, pada Fakultas Kehutanan, Jurusan Manajemen Hutan. Pada tahun 1990, penulis menyelesaikan pendidikan S1 (Sarjana Kehutanan), dengan Gelar Insinyur Bidang Ilmu Pertanian Penulis aktif dalam kegiatan organisasi kampus diantaranya ; Sekretaris Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Kehutanan tahun 1985 - 1986, Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Fakultas Kehutanan tahun 1986 - 1988. Sekretaris Komisariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tahun 1986 - 1987. Ketua Cabang Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) Banjarbaru. Ketua Biro Redaksi Majalah Sylva Indonesia (Himpunan Mahasiswa Kehutanan Se-Indonesia). Penulis sebagai mahasiswa berprestasi penerima beasiswa APHI tahun 1987 - 1990. Ketua Delegasi Fakultas Kehutanan UNLAM pada Konprensi Sylva Indonesia, sebagai Ketua Panitia Temu Pemahaman Dampak Lingkungan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri Se-Kalimantan. Sejak lulus tahun 1991 - 1992 penulis bekerja pada industri kayu PT Gunung Meranti Timber di Banjarmasin. Tahun 1992 - 1994 bekerja pada PT Halisa, mutasi ke PT Kusuma Puspawana. Tahun 1994 penulis bekerja sebagai konsultan kehutanan pada PT Jaako Poyry (Konsultan Finlandia). Tahun 1995 - 2002 penulis bekerja pada PT Forestcitra Sejahtera (Focus QE), perusahaan konsultan sistem manajemen mutu, lingkungan dan sistem manajemen keselamatan kerja berbasis sertifikasi standard ISO. Tahun 2002 - 2003 penulis sempat bekerja sebagai Auditor ISO 9001 pada lembaga sertifikasi AJA Registrar Singapore. Tahun 2002 kembali bekerja pada PT Forestcitra Sejahtera, sebagai Direktur Operasional, dan profesi sebagai konsultan ISO ( 9001, 14001 dan 22000). Penulis menikah pada tahun 1994 dengan Rahmi Ratur Rabbi, dikarunia empat orang anak ; Iqra Ikhwanul Ikhsan (putra), Dzikro Aulia Az’zahra (putri), Rizqia Ar’ridha Haq (putri), Najwa Ar’rafiatun Nafsi (putri).
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat dan makhfirahNya, tugas akhir yang berjudul Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi kasus pada Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor) dapat penulis selesaikan, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelas Magister (Strata 2) pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Tugas akhir ini sebagai hasil pengalaman penulis bekerja sebagai konsultan sistem manajemen mutu pada Unit usaha bagi hasil koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (koperasi primer Departemen Kehutanan).
Tugas akhir ini dibuat atas
masukan, bimbingan dan dorongan dari Komisi Pembimbing, serta beberapa pihak yang membantu. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Prof.Dr.Ir.H.Mochamad Hasjim Bintoro Djoefrie, M.Agr, selaku pembimbing utama 2. Prof.Dr.Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS, selaku pembimbing anggota 3. Ir.Hariyono Soeroso, MS selaku Direktur Utama Unit UBH-KPWN, Bapak Ir. Rachmad Adjie, MM, Wakil Manajemen ISO 9001, dan Bapak Ir. Muhammad Rafik, MM, beserta teman-teman UBH-KPWN yang membantu mendukung data. 4. Isteriku Rahmi Ratur Rabbi, anak-anakku Iqra Ikhwanul Ikhsan, Dzikro Aulia Az,Zahra, Rizqia Ar’ridha Haq, dan Nazwa Ar’rafiatun Nafsi
yang telah
merelakan waktunya kusita untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Semua pihak yang memberikan dorongan dan referensi atas terwujudnya ide penulisan tugas akhir ini. Semoga hasil penelitian tugas akhir ini menambah khasanah pengetahuan bagi usaha kecil menengah, khususnya para investor yang ingin berinvestasi pada sektor usaha pertanian. Semoga Allah SWT memberikan Baraqah dan makhfirah atas segala jerih payah ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEl ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
vii viii ix
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 1.3 Tujuan Kajian ................................................................................................. 1.4 Manfaat Hasil Kajian …...…………………………………………………..
1 1 4 5 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………. ....... 2.1 Tinjuan Sifat dan Manfaat Pohon Jati ………………………....................... 2.2 Tinjauan Pengembangan Tanaman Jati Unggul …………...…..................... 2.3 Tinjauan Prospek Kebutuhan Kayu Jati Untuk Industri................................ 2.4 Tinjauan Model Usahatani Berbasis Bagi Hasil ............................................. 2.5 Tinjauan Manfaat Ekonomi Masyarakat Dan Lingkungan............................. 2.6 Tinjauan Inventarisasi Potensi Tanaman ....................................................... 2.7 Analisis Kelayakan Usaha .............................................................................. 2.7.1 Pay Back Period ........................................................................................... 2.7.2 Net Present Value ........................................................................................ 2.7.3 Internal Rate return ...................................................................................... 2.7.4 Benefit Cost Ratio (BC/R) ........................................................................... 2.7.5 Indeks Performance Analysis (IPA) ............................................................
7 7 9 14 18 22 24 30 30 31 31 32 33
III. METODE KAJIAN ……………………………………………………….. 3.1 Waktu Pelaksanaan Kajian ............................................................................. 3.2 Lokasi ............................................................................................................ 3.3 Data dan Sumber Data ..................................................................................... 3.4 Metode Penarikan Sample............................................................................... 3.4.1 Penentuan Blok Penelitian............................................................................. 3.4.2 Penarikan Sample.......................................................................................... 3.5 Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 3.6 Analisis Data.................................................................................................... 3.6.1 Potensi Kayu dan Riap.................................................................................. 3.6.2 Kelayakan Usaha ..........…………………………………………………...
34 34 34 34 35 35 36 36 37 38 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………. 4.1 Profil Usaha UBH-KPWN ………………………………………………….
42 42
4.1.1 Pengembangan dan Pengelolaan JUN ……………………………………. 4.1.2 Bibit Jati Unggul Nusantara (JUN)………………………………………... 4.1.3 Perencanaan Lahan dan Penanaman JUN ……………………………….. 4.1.4 Pengelolaan Tanaman JUN ……………………………………………….. 4.2 Lokasi Penelitian Inventarisasi Tanaman……………………………......... 4.3 Inventarisasi Potensi Tanaman JUN ………………………………………. 4.4 Evaluasi dan Perhitungan Riap Tumbuh ......…………………….............. 4.5 Proyeksi Potensi Tanaman Tahun Ke lima ................................................... 4.6 Kualitas dan Prospek Penggunaan Kayu JUN …………………………… 4.6.1 Sifat Fisik dan Kualitas Kayu ……………………………………………. 4.6.2 Prospek Penggunaan Kayu JUN …………………………………............... 4.7 Prospek Pemanenan dan Pemasaran JUN ………………………………….. 4.8 Prospek Usaha Secara Finansial …………………………………………… 4.8.1 Pembiayaan Usaha Penanaman JUN …………………………………….. 4.8.2 Analisa Nilai NPV …………..…………………………………………… 4.8.3 Analisa Nilai IRR …………………………………………………………. 4.8.4 Analisa Cost Benefit Ratio (BC/R ……………………………………….. 4.9 Pendapatan Bagi Hasil Para Pihak …………………………………………. 4.10 Persepsi prospek usaha dari Investor ………….…………………………. 4.11. Nilai Manfaat Bagi Lingkungan dan Masyarakat …………….……………..
43 45 48 51 53 54 59 66 70 71 72 74 78 79 80 81 82 83 85 88
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………… 5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………. 5.2 Saran-saran …………………………………………………………………..
91 91 92
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..
93
DAFTAR TABEL Tabel
Uraian Tabel
Halaman
1.
Perkiraan Hasil Panen Kayu Jati Emas ………………...................................
10
2.
Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Jati Perhutani ......................................
11
3
Harga kayu jati Jeblosan Non Trimming Kualitas Utama ..............................
17
4.
Prosentasi Bagi Hasil Masing-masing Pihak UBH-KPWN ...........................
20
5
Kelas diameter Pengukuran kayu Jati Bundar .................................................
29
6
Jumlah Batang Sample Pengukuran Kayu Jati Bundar ....................................
29
7
Penetapan Harga Investasi JUN Periode Tahunan ………………………......
44
8
Lokasi dan Jumlah Tanaman JUN Siap Ditawarkan kepada Investor ……....
51
9
Jumlah Tanaman JUN Setiap Tahun Tanam …………………………….......
52
10
Realisasi Penanaman JUN Usia Tiga Tahun Pada Lokasi Lahan UNB ….......
54
11
Potensi Tanaman JUN Usia Tiga Tahun di Beberapa Lokasi Tanam …..........
57
12
Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Usia Satu Tahun
60
13
Kriteria Hasil Evaluasi Tanaman JUN Umur Satu tahun ………………….....
60
14
Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Dua Tahun ........
61
15
Kriteria Evaluasi Tanaman Umur Dua Tahun …………………………….....
61
16
Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Tiga Tahun .......
63
17
Kriteria Evaluasi Tanaman Umur Tiga Tahun ……………………………....
63
18
Hasil Evaluasi Tanaman Selama Periode Tiga Tahun di Lokasi Lahan UNB Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Bogor …………….............................
64
19
Riap Pertumbuhan Tanaman JUN Sampai Usia Tiga Tahun ………………..
64
20
Proyeksi Pertumbuhan Riap Volume Sampai Tahun ke Lima ……………....
67
21
Perbedaan Riap Tumbuh antara Kayu JUN dan Kayu Jati konvensionil pada Usia Lima Tahun ………………………..........................................................
69
22
Harga Jual Dasar Kayu Jati Kelompok Kayu Bulat Kecil tahun (KBK/A1) ...
76
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1.
Akar Tunjang Majemuk JUN ……………………………...........................
13
2.
Ilustrasi Perhitungan Kubikasi Pohon JUN Usia 5 Tahun ………………..
13
3.
Jati Unggul Nusantara (JUN) Pada Berbagai Umur Tanam .........................
14
4.
Tahapan Proses Produksi bibit Tanaman JUN dari Stek Pucuk …………..
46
5.
Media Tanam Kompak dengan Perakaran Bibit Tanaman JUN ...................
47
6.
Pembentukan Akar Tunjang Tanaman JUN Pada Usia Tiga Bulan .............
48
7.
Tanaman JUN Usia 3 Tahun di Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung..
55
8.
Kegiatan Pengukuran Potensi tanaman JUN Berusia Tiga Tahun ...............
56
9.
Contoh Kerusakan Tanaman Harus Dimatikan .............................................
66
10.
Perbedaan Lebar Riap Tumbuh Pada Kayu JUN dengan Kayu Jati Kon69 vensional Umur Lima Tahun .........................................................................
11.
Perbedaan Penampang Melintang Jati JUN dengan Jati Konvensional........
12.
Contoh beberapa Manfaat Penggunaan Kayu JUN Tanaman Usia Lima ...... 73 Tahun ..............................................................................................................
13.
Diagram Analisis Kinerja UBH-KPWN Sesuai Persepsi Investor.................
70
87
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian …………………………………....
99
2. Bagan Alir Tahapan Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data ..........
100
3. Penetapan Pengambilan Sampel Pengukuran Tanaman Tiap Lokasi Petani …………………............................................................................
101
4. Petunjuk Pengisian Kuesioner Persepsi Investor ……………................
102
5. Struktur Organisasi UBH-KPWN …......................................................... 6. Bagan Alir Kegiatan UBH-KPWN Pengelolaan JUN............…………...
105 106
7. Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia 3 Tahun .............
107
8. Perhitungan Volume Hasil Pengukuran Sample Tanaman JUN Usia Tiga Tahun ……….....................................................................................
115
9. Rekapitulasi Hasil Inventarisasi Sesuai Sampling Pengukuran Tanaman JUN Usia Tiga Tahun ……………………................................................
130
10. Perhitungan Masa Waktu Panen Mencapai Potensi 200 m3/ha (sesuai Riap Volume, Diameter, dan Riap Tinggi) ...............................................
131
11. Penetapan Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati Bulat - Perum Perhutani Kelompok Kayu Bundar Kecil Tipe D KPH Asal - Tahun 2005 -2009..
132
12. Proyeksi Analisa Biaya dan Penerimaan UBH-KPWN Sampai Tahun 2012 (Tingkat Penerimaan Terendah, Rata-rata dan Tertinggi).................
137
13. Perhitungan Analisis Finansial (NPV, IRR dan BC/Ratio) pada Tingkat Pendapatan Nilai Jual Terendah, Rata-rata, dan Tertinggi)……………..
140
14. Perhitungan Nilai Bagi Hasil Masing-Masing Pihak Sesuai Prospek
Nilai Harga Jual (Terendah, Rata-rata dan Tertinggi)……………….......
143
15. Daftar Investor Penanaman JUN pada UBH-KPWN Di Lokasi Tanam Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung. Bogor …………….....................
146
16. Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor .....................................
147
17. Hasil Perhitungan Evaluasi Persepsi Investor Tanaman JUN ..................
154
Bogor, 21 April 2011 DAFTAR ISTILAH Benih adalah bibit tanaman hutan untuk dikembangbiakkan secara vegetatif atau generatif. Bontos adalah potongan melintang pada kedua ujung kayu bulat. Bebas Cabang adalah posisi panjang atau tinggi dari batang pohon, yang diukur dari pangkal pohon diatas tanah, menuju ujung pohon sampai posisi batang tidak mengalami percabangan (bercabang) secara sempurna. Cabang adalah bagian dari pohon yang sudah dipotong dan tidak tergolong kayu bulat. Daur tanaman adalah jangka waktu yang diperlukan bagi suatu jenis tanaman sejak mulai penanaman sampai mencapai umur tebang Finger Joint adalah adalah bentuk produk kayu olahan yang berbentuk sortimen balok atau papan yang pada bagian salah satu sisi atau ujung sortimen dibentuk pola sambung seperti sela lima jari. Flooring adalah jenis produk kayu olahan dapat berbentuk balok atau papan kayu padat (solid) atau hasil sambungan (laminasi), yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya (S2S). Gulma adalah jenis tumbuhan pengganggu yang menghalangi perkembangan hidup pohon. Harga Jual Dasar (HJD) adalah harga nilai jual kayu bulat jati atau jenis lainnya, yang dipasarkan Perum Perhutani, dihitung atas dasar perhitungan harga pokok produksi pengelolaan tanaman hingga masa panen, yang ditetapkan Direksi Perum Perhutani. Hasil hutan adalah semua jenis manfaat hasil dan sumber yang berasal dari hutan baik berupa kayu maupun non kayu. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan peraturan sebagai hutan. Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%. Hutan Rakyat Campuran adalah areal hutan rakyat yang ditanami dengan tanaman kayu-kayuan yang dicampur dengan tanaman pertanian dengan perbandingan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50%, dengan sistem penanaman hutan dengan tanaman tumpangsari jenis tanaman pangan atau perkebunan, dan hasil akhirnya berupa tanaman kayu-kayuan.
Inventarisasi hutan adalah kegiatan pengamatan dan pencacahan pohon atau tanaman jenis kehutan untuk tujuan mengetahui potensi pohon dalam suatu areal/wilayah. Juvenil adalah masa transisi dari sifat kayu muda menuju sifat kayu dewasa yang dicirikan dari pembentukan kayu teras pada bagian kambium batang dan secara mikroskopis dapat ditunjukan dari panjang serat kayu. Kayu adalah sebatang pohon yang telah ditebang setelah dipotong cabang, ranting, daun dan telah dibersihkan. Kayu Mewah (fancy wood) adalah jenis kayu yang memiliki sifat khusus dan bernilai seni yang tinggi. Kayu Indah (rose wood) adalah jenis-jenis kayu yang dikelompokkan untuk penggunaan tertentu karena memiliki nilai estitika dan nilai pasar yang tinggi. Kayu Gubal adalah bagian luar dari struktur pembentukan serat kayu, yang dapat dicirikan dengan kondisi perbedaan warnanya dengan teras kayu. Kayu Teras adalah bagian dalam (tengah) dari struktur pembentukan serat kayu kayu gubal dan hati kayu, yang dapat dicirikan dengan kondisi perbedaan warnanya dengan gubal kayu. Kayu rimba campuran adalah kayu bulat dan olahan yang terdiri dari berbagai jenis pohon yang berasal dari hutan tropis. Lampaquet adalah jenis produk kayu olahan dapat berbentuk balok atau papan kayu padat (solid) atau hasil sambungan (laminasi), yang telah dihaluskan pada empat bagian permukaannya (S4S). Laminating Flooring adalah jenis produk kayu olahan berbentuk balok atau papan kayu dari hasil sambungan (laminasi), yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya (S2S). Mitra Usaha Hutan adalah Rakyat adalah kegiatan usaha berupa koperasi atau badan usaha yang membentuk usaha kemitraan dengan peserta usaha hutan rakyat. Parquet Block adalah jenis produk kayu olahan berbentuk sortimen papan kayu padat (solid) atau sambungan (laminasi), umumnya berbentuk persegi empat, yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya. Parquet Stock, adalah jenis produk kayu olahan berbentuk sortimen papan kayu padat (solid) atau sambungan (laminasi), umumnya berbentuk persegi panjang atau lembaran parquet block yang belum dipotong, yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya Plint Skirting adalah jenis produk kayu olahan berbentuk sortimen balok dari hasil sambungan (laminasi), yang telah dihaluskan pada empat bagian permukaannya (S4S).
RST (Ring Size Timber) adalah jenis produk kayu olahan berbentuk sortimen balok kecil padat (solid) atau dari hasil sambungan (laminasi), yang telah dihaluskan pada empat bagian permukaannya (S4S). Riap adalah proses pertumbuhan diameter pohon dari waktu ke waktu yang dihitung menurut jenis dan lamanya perkembangan untuk masa satu tahun. Silvikultur Intensif (Silin) adalah sistem pembuatan tanaman kehutanan jenis unggulan dan spesifik untuk menghasilkan komoditas hasil hutan baik kayu maupun non kayu yang dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan. Solid Flooring adalah jenis produk kayu olahan berbentuk balok atau papan kayu padat (solid), yang telah dihaluskan pada salah satu bagian permukaannya (S2S). Sortimen adalah bentuk produk kayu olahan yang mencakup kelompok mutu dan berbagai ukuran sesuai standard perdagangan. Trimming adalah proses pemotongan bagian kayu (ujung, sisi atau cacat alami kayu), untuk tujuan meningkatkan mutu kayu atau nilai jual kayu. Sumber : Zain, SA. 2003.
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi jumlah industri perkayuan sangat banyak dan lokasinya tersebar hampir diseluruh propinsi di Indonesia. Jumlah industri perkayuan terbanyak terdapat di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah industri 680 perusahaan (22,43%). Di Jawa Timur ada 608 perusahaan (20,05%), DKI Jaya 131 perusahaan (4,32%), Kalimantan Barat 88 perusahaan (2,90%), Jambi 87 perusahaan (2,87%), dan sisanya masingmasing terdapat di Propinsi Kaltim, Kalsel, Jabar, Sumsel, Sumut, NTB, Maluku dan Irian Jaya berjumlah kurang dari 1% dari total industri (Ditjen IKA, 2005). Perkembangan industri pengolahan kayu untuk produk furniture, kerajinan, dan bahan bangunan di Pulau Jawa menuntut kebutuhan bahan baku kayu yang besar. Khusus untuk produk industri yang berbahan baku kayu jati, di Pulau Jawa hampir 95% pasokannya tergantung dari tegakan tanaman Perum Perhutani (Sidabutar, 2007). Perum Perhutani sebagai perusahaan negara mendapat hak penanaman pohon jati secara luas di Pulau Jawa. Luas lahan kawasan tanaman jati Perum Perhutani men-capai sekitar 1,5 juta hektar, luas tersebut setara dengan 11% dari total luas Pulau Jawa. Model pengelolaan tanaman jati Perum Perhutani pada umumnya memiliki masa panen daur panjang, yang membutuhkan waktu rata-rata masa panen 40 tahun. Model tersebut sebagai kelanjutan dari usaha perkebunan masa pemerintah Belanda sejak lebih seratus tahun yang lalu (Iskak et al., 2005) Industri pengolahan kayu jati sebagian besar merupakan perusahaan swasta berskala Kecil dan Menengah, yang pasokan kayu jatinya sangat tergantung dari Perum Perhutani. Saat ini industri-industri tersebut menghadapi berbagai kendala produksi dan pemasaran, yang disebabkan semakin berkurangnya sumber pasokan bahan baku kayu jati dari tanaman produksi Perum Perhutani. Kondisi tersebut menjadi kendala siklus pasokan produk kayu jati untuk bisa dipanen secara kontinyu dalam jumlah cukup. Sementara kebutuhan industri memerlukan kontinuitas pasokan kayu jati dengan jumlah yang terpenuhi. Menurut Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO), perusahaan mebel dan kerajinan Indonesia membutuhkan kontinuitas pasokan bahan baku kayu jati rata-rata sebesar 2,5 juta m3/tahun. Namun saat sekarang baru bisa dipenuhi sebesar 750 ribu m3/tahun (Juanda, 2007).
2
Kondisi kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku kayu jati, menuntut industri furniture serta kerajinan kayu jati skala kecil dan menengah mengurangi kapasitas produksinya. Sebagian industri harus mengurangi jumlah karyawannya, bahkan ada yang menggunakan bahan baku kayu jati bekas dan terpaksa menerima pasokan kayu jati ilegal. Kebutuhan pasokan produk berbahan kayu jati untuk pasar internasional saat sekarang baru bisa dipenuhi Indonesia hanya 20% dari total kebutuhan yang dapat dipasok Indonesia. Kondisi tersebut karena terbatasnya jaminan pasokan bahan baku kayu jati (Juanda, 2007). Kondisi kekurangan antara jumlah pasokan kayu jati dari Perum Perhutani dengan kebutuhan kayu jati untuk industri furniture dan kerajinan kayu jati, membutuhkan alternatif sumber pasokan lain secara kontinyu. Kebutuhan pola usaha tanaman jati berdaur pendek di lahan masyarakat atau lahan non Perhutani, merupakan alternatif strategis bagi upaya menjaga kontinuitas sumber pasokan bahan baku kayu jati untuk industri furniture dan kerajinan skala Kecil dan Menengah. Upaya pengembangan tanaman pohon jati (Tectona grandis L.f.) masa panen daur pendek, telah lama dilakukan oleh berbagai peneliti. Saat ini telah dilakukan berbagai hasil penelitian klon tanaman jati yang dapat menghasilkan kayu jati masa panen daur pendek. Diantaranya klon yang telah banyak dibudidayakan, seperti tanaman Jati Emas dari Thailand, Klon Jati Plus Perhutani (JPP) dari hasil pengembangan Puslitbang Perum Perhutani, dan klon Jati Unggul Nusantara (JUN) yang telah dikembangkan PT Setyamitra Bhaktipersada bersama Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara, Departemen Kehutanan. Untuk memenuhi model penanaman pohon jati berdaur pendek pada lahan masyarakat atau lahan non Perhutani, tentunya membutuhkan luasan lahan yang cukup. Salah satunya dengan upaya memanfaatkan lahan-lahan masyarakat yang belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan dapat memanfaatkan lahan-lahan terlantar dari alih fungsi kawasan hutan yang gagal diusahakan pemiliknya. Berdasarkan data Pusat Pengembangan Beras Nasional (P2BN 2006), di Indonesia lahan yang telah disediakan untuk areal usaha pertanian dan perkebunan lebih kurang 69,15 juta ha, yang terdiri atas lahan perkebunan (rakyat dan swasta) 19,6 juta ha, lahan terlantar (alang-alang/semak belukar) sebesar 12,4 juta ha, tegalan 10,6
3
juta ha, lahan kayu-kayuan 9,4 juta ha, lahan sawah 7,7 juta ha, dan 10,08 juta ha menjadi peruntukan lain (P2BN, 2006). Sesuai data tersebut terlihat jumlah lahan terlantar sebesar 12,4 juta ha, yang merupakan potensi sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan produktif. Salah satunya dengan upaya memanfaatkan dengan pola usahatani intensif. Pola usaha tersebut prospektif untuk mengendalikan kondisi lahan kritis guna mengurangi masalah lingkungan. Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.) sangat cocok ditanam pada hampir seluruh kawasan lahan di Pulau Jawa. Pilihan pola usahatani tanaman jati unggul daur pendek atau jati cepat panen merupakan alternatif usaha yang dapat menjawab kebutuhan untuk menambah pasokan kayu jati untuk industri kayu jati. Pola usahatani jati unggul yang ramah lingkungan, dapat dilakukan dengan pemanfaatan pupuk organik, dan penerapan prinsip keseimbangan penggunaan kimia pengendali hama. Pola tersebut diharapkan dapat
mengurangi dampak buangan
limbah organik dan masalah kesuburan tanah. Upaya mendorong keterlibatan masyarakat dalam program penanaman pohon di lahan masyarakat, di beberapa kabupaten di Jawa telah disediakan model alternatif pembiayaan tanam. Diantaranya model pembiayaaan investasi penanaman pohon jatin unggul, Albazia dan pohon Mahoni. Penanaman tersebut dilakukan dilahan masyarakat dan dibiayai oleh pihak investor atau lembaga swadaya masyarakat. Pola usahatani bagi hasil dengan model pembiayaan dari investor, telah banyak diminati masyarakat sekitar hutan untuk penanaman pohon jati pola tumpang sari dengan tanaman semusim. Secara strategis pola usahatani tersebut, merupakan alternatif yang mendukung program pemerintah dalam melakukan rehabilitasi lahan, seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (GNRL). Pola usahatani tersebut juga menyediakan sumber tegakan kayu jati daur pendek serta sebagai alternatif lapangan usaha masyarakat. Sejak tahun 2007 model usahatani tani penanaman jati daur pendek, telah dilakukan oleh Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN). Usaha penanaman tersebut menggunakan klon bibit Jati Unggul Nusantara (JUN) yang dilaksanakan dengan pola penanaman secara intensif. Usaha
4
tersebut diperhitungkan dapat memenuhi pasokan kebutuhan kayu jati dengan masa panen lima tahun. Model usahatani UBH-KPWN merupakan pola penanaman dan pengelolaan tanaman JUN yang melibatkan lima pihak, yaitu pihak UBH-KPWN (pengelola usaha), Investor (penyedia modal usaha), petani penggarap, pemilik atau penyedia lahan dan unsur perangkat Kelurahan. Masing-masing pihak akan mendapatkan proporsi bagi hasil setelah masa panen lima tahun. Program UBH-KPWN tersebut saat sekarang telah memasuki masa tanam tahun ketiga pada beberapa lokasi tanamnya. Penanaman tersebar pada tujuh kabupaten yaitu : (1) Kabupaten Bogor, (2) Kabupaten Purwakarta, (3) Kabupaten Madiun, (4) Kabupaten Ponorogo, (5) Kabupaten Ngawi, (6) Kabupaten Magetan dan (7) Kabupaten Gunung Kidul. Pada Kabupaten Bogor lokasi tanaman di wilayah Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Parung. Khusus untuk tanaman telah berumur tiga tahun berada di wilayah Kecamatan Parung. Program penanaman di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor telah melibatkan investor (perusahaan dan perorangan), petani penggarap (masyarakat sekitar lahan tanam), dan pemilik lahan (milik lembaga dan perorangan).
Para pihak tersebut
hingga tahun ketiga sekarang, masih belum memiliki data kajian prospek nilai panen mendekati nilai riel pertumbuhan tanaman yang sudah berjalan.
1.2 Perumusan Masalah Penanaman pohon jati daur pendek di lahan masyarakat atau lahan terlantar merupakan alternatif sumber pasokan kayu jati untuk industri pengolahan kayu jati skala usaha Kecil dan Menengah. Penanaman tersebut diyakini dapat memberikan harga relatif lebih murah dibandingkan dari sumber pasokan kayu jati daur panjang. Program tersebut juga sebagai alternatif menyediakan sumber pendapatan masyarakat, sekaligus pemanfaatan lahan belum produktif dan untuk mengendalikan dampak lingkungan dari kondisi lahan yang tidak ada tanamannya (lahan kritis). Program Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN) telah memberikan alternatif pengelolaan usaha bersama yang melibatkan pihak (investor atau pemodal, pemilik lahan dan petani). Program tersebut
5
secara tidak langsung menjadi media penyaluran modal usaha kemasyarakat, pemanfaatan lahan belum produktif dan sekaligus menyediakan kegiatan usaha masyarakat. Realisasi pertumbuhan tanaman UBH-KPWN di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor pada tahun ketiga, membutuhkan data dan informasi nilai prospek pendapatan yang akan diterima para pihak setelah panen di tahun kelima. Pendekatan hasil kajian potensi jumlah volume pohon tahun ketiga, riap pertumbuhan sampai tahun ketiga, prospek potensi volume panen ditahun kelima dikaitkan dengan kecenderungan nilai harga kayu jati daur pendek. Sesuai potensi panen tersebut dapat memberikan gambaran prospek nilai pendapatan usaha dan proporsi bagi hasil masing-masing pihak. Berdasarkan kajian tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan sebagai berikut : 1) Bagaimana analisis hasil volume tumbuh dan riap pertumbuhan tanaman jati unggul tahun ketiga di lokasi wilayah Kabupaten Bogor ? 2) Bagaimana analisis kecenderungan nilai harga kayu jati daur pendek dan nilai penggunaan kayu jati unggul daur pendek ? 3) Bagaimana hasil analisis finansial UBH-KPWN dapat meyakinkan tingkat keberlangsungan pengelolaan usaha, sesuai strategi yang telah dijalankan. 4) Bagaimana hasil analisis pertumbuhan investasi dikaitkan riap pertumbuhan tanaman jati, dan prospek nilai jual sesuai trend harga pasar ?. 5) Bagaimana persepsi pihak investor terhadap kegiatan pengelolaan UBH-KPWN. ? 6) Bagaimana analisis angka prognosa trend harga pasar kayu jati tahun ke lima, untuk memprediksi tingkat pengembalian dari nilai bagi hasil para pihak, sesuai proporsinya ?
1.3 Tujuan Kajian Sesuai Perumusan masalah tersebut maka kajian tugas akhir ini bertujuan : 1) Mengkaji hasil pengukuran potensi riap pertumbuhan rata-rata kayu Jati Unggul Nusantara pada lokasi tanam di Kabupaten Bogor, khususnya tanaman usia tiga tahun untuk mengkaji prospek panen tanaman di tahun kelima. 2) Menganalisis prospek nilai jual kayu jati usia lima tahun dan kualitas kayu jati unggul daur pendek untuk dimanfaatkan pada usia tanam lima tahun.
6
3) Menganalisis peluang dan strategi usaha untuk menjamin keberlangsungan model usaha bagi hasil UBH-KPWN ini. 4) Menganalisis prospek investasi, sesuai riap pertumbuhan dan nilai harga pasar kayu jati volume kecil. 5) Menganalisis prospek pengembalian dana investasi dan proporsi nilai pendapatan bagi hasil masing-masing pihak (investor, petani, pemilik lahan, UBH-KPWN dan pamong desa). 6) Menganalisis persepsi investor terhadap prospek usaha UBH-KPWN.
1.4 Manfaat Hasil Kajian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak posistif dan manfaat bagi berbagai pihak yaitu : 1) Sebagai dasar strategi pengelolaan penanaman jati unggul nusantara sebagai model usaha yang kompetitif dikembangkan, bagi UBH-KPWN sebagai pihak penanggungjawab pengelola dana investasi. 2) Sebagai dasar keyakinan bagi investor untuk meraih nilai tambah dari dana investasi yang telah ditanamkan. 3) Memberikan data prospek pertumbuhan kepada petani penggarap, terkait tanaman jati yang mereka kelola akan memiliki nilai tambah dari penjualan produk kayunya. 4) Memberikan data prospek pertumbuhan tanaman jati kepada pemilik lahan, tentang nilai tambah lahan yang dikelola UBH_KPWN. 5) Memberikan informasi kepada pihak pamong Kelurahan, tentang tingkat keberhasilan tanaman jati tanpa resiko kematian atau gangguan keamanan. 6) Sebagai alternatif model usaha bagi masyarakat Kabupaten Bogor.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Sifat dan Manfaat Kayu Jati Pohon Jati (Tectona grandis Linn F.) atau Teak (bahasa Inggris) adalah sejenis pohon penghasil kayu, berdaun besar, yang daunnya gugur pada musim kemarau. Profil pohon umumnya besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 40 – 45 m, dan dapat tumbuh selama ratusan tahun. Diameter pohon dapat mencapai 1,8 - 2,4 m. Rata-rata pohon jati mencapai ketinggian 9-11 m, dengan diameter 0,9 - 1,5 m. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun (Iskak et al., 2005) Tanaman Jati tumbuh menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos. Kamboja, Thailand sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan yang menggugurkan daunnya di musim kemarau. Saat ini sebagian besar lahan hutan jati di Jawa dikelola oleh Perum Perhutani, sebagai perusahaan milik negara di sektor kehutanan. Kayu Jati sejak dulu digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut dan sebagai bahan konstruksi berat, seperti bangunan rumah, jembatan dan bantalan rel kereta api. Kayu jati di Indonesia dulu umumnya digunakan dalam struktur bangunan rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah. Hampir semua struktur bangunan rumah tradisional dan tempat ibadah di Jawa, seperti tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir mengunakan kayu jati. Ranting-ranting jati yang tidak dapat lagi dimanfaatkan biasanya digunakan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati jika dibakar akan menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar yang baik untuk lokomotif uap. Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus makanan atau nasi. Contoh di daerah Cirebon dikenal nasi jamblang yang memiliki cita rasa yang sedap dan aroma yang khas karena menggunakan bungkus daun jati. Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe. Berbagai jenis serangga dan hama jati juga ada yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di antaranya adalah jenis belalang jati (Walang kayu) dan ulat jati (Endoclita). Ulat jati tersebut bahkan dianggap penikmatnya sebagai makanan istimewa karena lezatnya. Ulat tersebut biasanya dikumpulkan pada pagi hari menjelang
8
musim hujan, ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Ungkrung). Setalah menjadi kepom-pong, ulat jati kerap pula dikumpulkan untuk dimakan. Kayu Jati termasuk kayu yang mewah dengan kelas awet I ~ II dan sangat tahan terhadap serangan rayap. Kelompok kayu jati termasuk dalam kelas kuat II, karena
perubahan dimensinya relatif stabil dan tidak mudah mengembang atau
menyusut. Kelompok kelas kuat II tersebut sangat sesuai untuk keperluan bahan baku industri meubel, kayu pertukangan (untuk rangka pintu dan jendela), untuk kayu konstruksi dan untuk bahan Veneer (Muslich et al., 2008). Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu jati yang telah diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Kayu jati memiliki tekstur dekoratif yang indah dengan lingkaran tahun yang jelas. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Bagian teras (bagian tengah/inti) kayu jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Bagian kayu gubal (bagian lapisan luar) berwarna putih dan kelabu kekuningan. Berdasarkan kehalusan tekstur dan keindahan warnanya kayu jati digolongkan sebagai kelompok kayu mewah (fancy wood). Sesuai nilai tekstur dan kekuatannya maka kayu jati banyak diolah menjadi produk mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel kayu, dan untuk dibuat anak tangga pada bangunan-bangunan mewah. Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa istilah jati (Siswamartana et al., 2005) yaitu : 1) Jati Lengo atau Jati Malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak bercak atau noktah dan bergaris. 2) Jati Sungu, berwarna hitam, padat dan berat (sungu, tanduk). 3) Jati Werut, memiliki kayu yang keras dan serat berombak. 4) Jati Doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah. 5) Jati kembang, sama seperti jati werut memiliki serat berombak.
9
6) Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet. Dalam industri kayu sekarang kayu jati diolah menjadi produk lembar kayu tipis (veneer) untuk melapisi permukaan luar kayu lapis, dan dijadikan keping papan persegi (kayu parquet) untuk penutup lantai. Saat sekarang kayu telah menjadi komoditas ekspor bernilai tinggi untuk di jual berbagai negara dalam bentuk produk furniture dan kerajinan kayu jati. Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar. 2.2 Tinjauan Pengembangan Tanaman Jati Unggul Kayu jati sangat terkenal untuk berbagai penggunaan karena kekuatan dan keawetannya. Namun karena pertumbuhannya sangat lambat menyebabkan keseimbangan antara penyediaan kayu jati dan kebutuhan industrinya menjadi tidak seimbang. Upaya pemenuhan kebutuhan kayu jati telah dilakukan untuk mengatasi kontinuitas pasokan produk kayu jati yaitu : 1) Melakukan penelitan untuk menghasilkan klon unggul tanaman pohon Jati yang tumbuh lebih cepat 2) Membudidayakan klon unggulan tersebut untuk dapat dipanen dalam masa daur pendek. Beberapa penelitian untuk menghasilkan klon jati unggul telah dilakukan beberapa negara yang memiliki kawasan tumbuh pohon jati. Klon Jati emas salah satu klon unggul hasil budidaya sistem kultur jaringan yang pertama kali dikembangkan dilaboratorium di Thailand. Klon tersebut tanaman induknya berasal dari negara Myanmar. Hasil penelitian Klon Jati emas dengan sistem kultur jaringan, menghasilkan riap pertumbuhan yang dapat dipanen pada masa sepuluh tahun. Hasil penelitian tersebut merupakan terobosan baru dalam mengantisipasi kelangkaan bahan baku industri kayu jati dan penyediaan bibit untuk rehabilitasi lahan kritis. Tanaman jati emas sejak tahun 1980 sudah ditanam secara luas di Myanmar dan di Thailand. Sejak tahun 1990 Malaysia juga telah mengembangkan Jati emas secara luas. Indonesia baru mulai melakukan penanaman jati emas sejak tahun 1999. Produksi pohon jati emas antara lain telah dilakukan oleh Perum Perhutani. Klon Jati
10
emas telah ditanam secara luas di daerah Indramayu sebanyak satu juta pohon (Siswamartana et al., 2005) Tanaman jati emas dapat dipanen antara umur tanaman 5 - 15 tahun. Kelebihan klon tersebut selain memiliki pertumbuhan yang cepat, juga dapat tumbuh seragam dan lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Jati Emas pada usia 5 - 7 tahun, sudah mencapai diameter 27 cm dan tingginya 16 m. Dibandingkan dengan jenis kayu pertukangan lain, kualitas kayu jati emas lebih baik, lagipula volume penyusutan hanya 0,5 kalinya (Siswamartana et al., 2005). Tanaman Jati emas cocok ditanam pada daerah tropis, akan tumbuh baik pada daerah dataran rendah (< 50 m dpl) sampai daerah dataran tinggi pada ketinggian 800 m dpl. Jenis jati emas baik ditanam pada jenis tanah aluvial yang banyak mengandung kapur, dengan pH antara 4,5 - 7.0. Tanaman jati emas sangat tidak tahan ditanam pada kondisi tanah tergenang air, atau pada lokasi tanam yang tidak memiliki sistem drainase yang baik (Siswamartana et al., 2005) Tabel 1 : Perkiraan hasil panen kayu Jati Emas. Uraian Panen (pohon) Sisa (pohon) Tinggi (m) Diameter (cm) Volume (m3)
Jumlah pohon Setiap masa panen (Pohon/ha) Tahun ke-5 Tahun ke-10 Tahun ke-15 1.000 350 650 1.000 650 0 12 15 17 20 27 37 300 238 949
Sumber : Siswamartana et al (2005). Keterangan 2.000 pohon/ha atau 1.470 m3/ha dalam 15 tahun.
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perum Perhutani sejak tahun 1990 telah melakukan penelitian untuk menghasilkan benih jati unggul asli Indonesia. Pengembangan benih unggul berasal dari pohon plus tanaman jati Perum Perhutani di pulau jawa. Hasil pengembangan ini disebut Klon Jati Plus Perhutani (JPP). Penelitian pengembangan klon JPP tersebut telah dilaksanakan selama 15 tahun. Hasil penelitian tersebut pertumbuhan tanaman JPP mulai usia tahun kelima pertumbuhan riap menurun (kurva pertumbuhan membentuk sigmoid). Penurunan riap pertumbuhan tersebut semakin meningkat pada umur antara 10 - 15 tahun. Artinya jika penanaman dibiarkan lebih dari masa panen 15 tahun, maka perolehan kayu
11
dari pertumbuhan riap akan terus berkurang. Jika masa penanaman JPP ditetapkan dalam rentang 15 tahun, maka secara teknis paling ideal tanaman tersebut dipanen pada usia tanam lima tahun. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perum Perhutani telah melakukan beberapa percobaan pertumbuhan terhadap Jati Plus Perhutani, dengan berbagai perlakuan penanaman dengan menggunakan berbagai asal tegakan benih. Setelah masa tanam lima tahun, telah dihasilkan data rata-rata pertumbuhan seperti pada Tabel 2. Tabel 2 : Perbandingan Pertumbuhan tanaman Jati Plus Perhutani (JPP) Pada Umur yang Sama. Asal Bibit Dan Perlakuan JPP + Silin JPP KBK + silin JPP APB WvW 5.5
Diameter Pohon (cm) 17,2 14 9,5 9,5 9,5
Tinggi Pohon (m) 17 13 9,3 6,3 11,4
Sumber : Anisah et al., 2005. Keterangan JPP = Jati Plus Perhutani, KBK = Kawasan Budidaya Kehutanan, APB = Areal Produksi Benih, WvW 5.5 = Nilai klas kesuburan tanah hutan menurut Wolf Von Wulfing (WvW).
Sesuai data tersebut penggunaan bibit unggul Klon JPP dengan perlakuan penanaman atau teknik budidaya secara Silvikultur Intensif (Silin), pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang signifikan. Untuk bibit unggul JPP berasal dari Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) dengan perlakukan Silvikultur intensif, menunjukkan pertumbuhan yang relatif lebih baik. Penanaman JPP pada berbagai lokasi percobaan, menunjukkan pertumbuhan diameter relatif sama dengan Jati biasa yang ditanam pada Areal Produksi Benih (APB). Tanaman Jati biasa yang ditanam pada lahan kelas kesuburan tanah terbaik (kelas bonita WvW 5.5), menunjukkan pertumbuhan yang relatif sama dengan pertumbuhan klon JPP pada kelas kesuburan tanah biasa (Anisah et al.,2005). Bibit Unggul JPP yang ditanam dengan perlakuan silvikultur intensif, menunjukkan pertumbuhan pada tahun pertama sama riapnya dengan jati biasa yang ditanam pada kelas bonita WvW 5.5. Sesuai hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa JPP jika ditanam tanpa perlakuan silvikultur intensif akan sama saja
12
dengan bibit klon jati biasa yang ditanam pada lahan yang memiliki kelas kesuburan terbaik. (Siswamartana, 2009). Kelebihan Klon Jati Unggul Jati Plus Perhutani yang telah dikembangkan yaitu : 1) JPP klon terbaik berasal dari program seleksi yang teruji secara sistimatik dan secara ilmiah dibeberapa tempat tumbuh ( multi lokasi ). 2) Pengujian multilokasi dilaksanakan secara sistimatik sehingga memudahkan untuk melacak dan melihat kembali asal usul induk aslinya dari klon unggul tersebut. Sementara klon jati unggul yang beredar dipasaran tidak mungkin bisa dilakukan pelacakan kembali kepada induk aslinya. 3) JPP merupakan klon jati unggul asli berasal dari Indonesia (P.Jawa), sehingga daya adaptasinya lebih baik dari klon yang lain yang berasal dari luar negeri. 4) Teknik perbanyakan masal dengan tehnologi tepat guna, dapat menggunakan bibit dari stek pucuk atau bibit dari tissue cultur. Teknik perbanyakan tersebut sangat sesuai untuk memproduksi bibit tanaman dalam jumlah besar. Benih Pohon Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah dikembangkan Perum Perhutani, kemudian dilanjutkan pengembangannya oleh pihak PT Setyamitra Bhaktipersada bekerjasama dengan Koperasi Perumahan Perumahan Wanabhakti Nusantara Departemen Kehutanan. Pengembangan dilakukan dengan melakukan penelitian kualitas bibit jati yang berasal dari stek pucuk. Penelitian dilakukan dengan menginduksi (menstimulasi dengan hormon tumbuh) sistem perakaran calon tanaman. Penelitian tersebut menghasilkan bibit tanaman jati dengan akar tunjang majemuk pada usia dini. Sesuai hasil penelitian tersebut menunjukkan sifat klon jati baru, yang kemudian disebut klon Jati Unggul Nusantara (JUN). Tanaman JUN diperhitungkan dapat dipanen pada umur antara 5 - 15 tahun. Sesuai sifatnya, tanaman JUN memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dan kondisi pertumbuhan relatif seragam pada saat usia tahun kedua. Pada umur tanaman antara 3 – 5 tahun, diameter tanaman dapat mencapai rata-rata 23 cm dan tinggi pohon 10 m. Pada pola pengelolaan intensif (silvikultur intensif), tanaman JUN lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Produktivitas potensi rata-rata JUN pada tahun kelima diperhitungkan dapat mencapai 0,235 m3/pohon. Penanaman JUN akan baik ditanam pada daerah ketinggian antara 50 - 600 m dpl. Iklim yang baik bagi pertum-
13
buhan tanaman JUN pada kisaran curah hujan antara 1500 - 2000 mm/tahun, dan sebaiknya ditanam pada area tanam yang memiliki sistem drainase yang baik Hasil penelitian penanaman JUN pada usia sembilan bulan menunjukkan pertumbuhan perakaran yang kuat dan telah membentuk akar majemuk, seperti pada Gambar 1.
. .
Gambar 1 : Akar Tunjang Majemuk JUN Usia 9 Bulan
Sesuai hasil penelitian PT Setyamitra diproyeksikan riap pertumbuhan sampai usia lima tahun dapat mencapai tinggi 10 m dengan diameter 28 cm. Ilustrasi proyeksi perhitungan pertumbuhan pohon JUN sampai tahun ke lima seperti pada Gambar 2 (Setiaji, 2009).
Gambar 2 : Ilustrasi Perhitungan Kubikasi Pohon Jati JUN Usia 5 Tahun
Penanaman JUN dilakukan secara monokultur, dengan jarak tanam 5 m x 2m, dengan perlakuan intensif (sistem pemupukan dan pemeliharaan terjadwal). Sesuai jarak tanam tersebut maka dalam satu hektar lahan dapat ditanam 1000 pohon.
14
Dalam masa lima tahun potensi tanaman dapat mencapai volume rata-rata 0,20 m3/pohon atau setara 200 m3/hektar/5 tahun yang dapat dipanen (Adjie et al., 2008). Hasil beberapa percobaan penanaman Jati Unggul Nusantara pada lokasi penanaman di wilayah Madiun dan Bogor, menunjukkan hasil pertumbuhan tanaman pada berbagai kondisi usia tanam, seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 : Jati Unggul Nusantara (JUN) Pada Berbagai Umur Tanam
Sesuai dengan perhitungan volume tersebut, jika diasumsikan terdapat 20% jumlah tanaman mengalami kematian, maka potensi pohon yang dapat dipanen 160 m3/ha/5thn. Jika diperhitungkan asumsi harga jual kayu jati saat panen Rp.500.000/m3, maka nilai jual pohon JUN 160 m3/ha/5thn x Rp 500.000/m3 akan menghasilkan nilai pendapatan Rp 80.000.000/ha/5 tahun (Adjie et al., 2008). 2.3 Tinjauan Prospek Kebutuhan Kayu Jati Untuk Industri Sektor industri kehutanan pada pada periode tahun 1985 - 2002 telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan nasional. Namun sejak tahun 2003 sektor industri perkayuan mengalami penurunan kontribusi yang cukup signifikan. Sampai akhir tahun 2003, secara global produk industri kehutanan hanya memberikan kontribusi kurang dari 10%. Penurunan produktivitas industri kehutanan tersebut sejalan makin berkurangnya produksi kayu dari hutan alam, sementara produksi kayu dari hutan tanaman tidak dapat menggantikan secara langsung terhadap kebutuhan bahan baku kayu (Ditjen IKA, 2005) .
15
Produk industri perkayuan mencakup kelompok industri kayu hulu dan industri kayu hilir. Industri kayu hulu terdiri atas produk plywood, sawn timber, veneer, chipwood, moulding dan industri pulp. Industri kayu hilir terdiri atas produk permebelan atau furniture, partikel board, parquet board, MDF, industri kertas dan produk kerajinan berbahan baku kayu. Secara umum semua jenis kayu dapat dimanfaatkan dalam industri kayu, termasuk jenis kayu jati yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai produk dari Industri kayu. Nilai manfaat kayu jati secara teknis ditentukan komposisi bagian kayu teras (bagian tengah/inti) dan bagian kayu gubal (bagian lapisan luar inti). Kayu teras mempunyai nilai lebih dibandingkan kayu gubal karena sifat warna dan keawetan alaminya yang tinggi, sedangkan kayu gubal tersusun atas sel-sel yang masih hidup dan terletak di sebelah dalam kambium yang berfungsi sebagai saluran cairan dan sebagai tempat penimbunan zat-zat makanan. Secara fisiologis kayu teras tidak berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis (Padlinurjaji dan Rahayu, 2009). Proses pembentukan kayu teras dan kayu gubal ditentukan dari kondisi perubahan kayu juvenil (fase muda) menuju fase dewasa. Sesuai hasil pengujian pada sampel tanaman yang terdiri atas lima kelas umur, menunjukkan proses pembentukan kayu jati dewasa dimulai pada umur tanaman kayu antara tahun ke 11 dan tahun ke 12. Sampel pengujian tersebut dianalis pada posisi penampang melintang dari batang kayu Jati (Darwis et al., 2005). Secara umum dari sampel lima kelas umur tersebut, pembentukan kayu gubal dan kayu teras terjadi secara seimbang pada periode kelas umur III atau pada usia tanaman 25 tahun. Pada kelas umur III tersebut terbentuk kayu teras 48,73% dan kayu gubal 51,27%. Pada kelompok tanaman kelas umur I (usia kurang dari sepuluh tahun), pembentukan kayu dewasa rata-rata pada usia tanaman sembilan tahun. Pada usia tersebut terjadi pembentukan kayu teras 9,09%, dan kayu gubal 90,91%. (Darwis et al., 2005). Pembentukan kayu teras salah satunya disebabkan oleh proses penuaan kayu (aging process). Semakin tua usia suatu pohon jati, maka persentase kayu teras yang terbentuk juga semakin besar. Pembentukan kayu teras yang besar akan menambah
16
keawetan kayu. Pada kayu teras jati terdapat zat ekstraktif tectaquinon, yang bersifat racun bagi serangga, sehingga menjadi daya awet bagi kayu jati (sifat preservative) Untuk memenuhi kebutuhan pasokan industri kayu, hasil penanaman kayu jati seharusnya mempertimbangkan masa kelas umur tersebut guna menentukan masa panen. Kayu jati yang dipanen sesuai pertimbangan kelas umurnya, akan memberikan manfaat bagi nilai teknis kayu (kelas kuat dan kelas awet kayu) untuk kebutuhan industri. Kebutuhan pasar internasional akan produk kayu jati baru terpenuhi lebih kurang 20% dari total kebutuhan yang dapat dipasok Indonesia. Hal tersebut merupakan potensi pasar yang sangat prospektif bagi upaya penanaman kayu jati secara intensif (Juanda, 2007). Kebutuhan riel kayu jati untuk industri permebelan diIndonesia sebesar 2.500.000 m3/tahun.
Sesuai kebutuhan tersebut baru dipenuhi dari pasokan Perum
Perhutani sebesar 1.750.000 m3/tahun. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan penanaman baru pohon jati, yang dapat tumbuh relatif lebih cepat untuk dipanen. Untuk penanaman tersebut diperhitungkan kebutuhan lahan untuk penanaman pohon jati seluas 29.000 ha/tahun (Juanda, 2007). Penjualan produk kayu jati untuk industri mebel atau furniture, sebagian besar dipasok dari tanaman Perum Perhutani dalam bentuk kayu jeblosan (batang kayu bentuk persegi empat) atau produk kayu gergajian (sawn timber). Sebagian dipasok dalam bentuk kayu balok yang sudah dibuang cacat alaminya (trimming), dengan berbagai ukuran sortimen (tebal, lebar dan panjang kayu). Untuk penjualan produk kayu jati tujuan eksport umumnya berbentuk produk flooring atau disebut produk RST (Ring Size Timber). Hasil pengolahannya berbentuk produk Plint Skirting, Lampaquet, Solid Flooring, Finger joint laminating flooring (FJL), Parquet Block, Parquet Stock, Reng dan bentuk Lis reng. Harga pasar kedua produk tersebut umumnya ditentukan oleh Direktorat Pemasaran Perum Perhutani, yang berlaku pada setiap tempat-tempat penjualan kayu (TPK) Perum Perhutani, pada seluruh wilayah pengelolaan hutan Perum Perhutani. Harga penjualan kayu jati bentuk Jeblosan ditentukan kriteria kelas mutu kayu, perlakuan pemotongan cacat alaminya (trimming) serta ukuran sortimen lebar, tebal
17
dan panjang produk kayu jati. Kelas mutu kayu terdiri atas kelas utama/Top (U), kelas satu (P) sampai kelas empat (M). Untuk penjualan kayu jati bentuk Flooring ditentukan kriteria kelas mutu dan ukuran sortimen kayu. Kelas mutu terdiri atas kelas utama/Top (UT), kelas satu (P) sampai kelas empat (M). Untuk kelompok produk Lampaquet, Block Parquet dan Reng ukuran ditentukan sesuai sortimen kayu (lebar, tebal dan panjang kayu). Penentuan harga dari berbagai kelompok produk tersebut seperti pada Tabel 3. Tabel 3 : Harga dasar kayu jati Jeblosan Non Trimming Kualitas Utama. Ukuran Sortimen (mm) Tebal Lebar (mm) (mm) < 20 126 - 175 176 - 225 226 - 275 276 - 325 > 326 20 - 39 X 70 - 125 126 - 175 176 - 225 226 - 275 276 - 325 > 326 Sumber : Biro Pemasaran Perum 80 mm.
Harga Kayu jati pada berbagai ukuran panjang (Rp/m3) 700 - 850 900 – 1850 1900 – 2350 > 2400 (cm) (cm) (cm) (cm) 12.405.000 12.777.000 13.160.000 13.555.000 12.653.000 13.033.000 13.424.000 13.826.000 12.905.000 13.294.000 13.692.000 14.103.000 13.166.000 13.558.000 13.967.000 14.386.000 13.426.000 13.830.000 14.245.000 14.672.000 12.769.000 13.152.000 13.546.000 13.953.000 13.026.000 13.416.000 13.818.000 14.233.000 13.287.000 13.684.000 14.094.000 14.519.000 13.552.000 13.959.000 14.376.000 14.808.000 13.823.000 14.237.000 14.664.000 15.103.000 14.099.000 14.521.000 14.957.000 15.406.000 Perhutani (2009). Keterangan : Ukuran Sortimen ketebalan tertinggi
Selain pembelian produk kayu jati dari sumber pasokan Perum Perhutani, kayu jati dapat pula dibeli dari kayu yang berasal dari tegakan hutan rakyat atau petani pemilik tegakan jati. Untuk mendapatkan pasokan produk kayu jati dari non Perhutani dapat diperoleh melalui enam saluran pemasaran (Tukan et al., 2001) yaitu: 1) Pasokan dari tanaman petani yang langsung dijual ke rumah tangga lokal atau konsumen akhir 2) Pasokan dari tanaman petani yang dijual kepenebang, kemudian penebang menjual kekonsumen akhir 3) Pasokan dari dari tanaman petani yang dijual kepenebang, kemudian di jual kepada IKM pembuat mebel atau kerajinan. 4) Pasokan dari petani dijual ke industri penggergajian, kemudian di jual ke pedagang kayu, selanjutnya dijual konsumen akhir atau kepedagang industri mebel atau pembuat kerajinan kayu jati.
18
5) Pasokan dari petani untuk dijual kepenebang kayu, kemudian JUN dijual ke pedagang untuk industri mebel dan pembuat kerajinan kayu. selanjutnya dijual ke konsumen akhir pembeli produk mebel atau kerajinan kayu 6) Pasokan kayu dari petani, kemudian langsung dijual ke pedagang kayu antara di Jakarta Sesuai alternatif model pemasaran kayu tersebut, tingkat harga jual tertinggi yang dapat diterima petani pemasok adalah melalui alternatif penjualan langsung kepada pedagang kayu jati di Jakarta. Hasil penelitian rantai pemasaran menunjukkan jika produk kayu jati dapat dipasok langsung dari petani kepasar kayu jati di Jakarta, maka petani dan pedagang kayu akan berpeluang mendapatkan keuntungan sampai sebesar 35 persen dari harga belinya dari petani (Tukan et al., 2001). 2.4 Tinjauan Model Usahatani Berbasis Bagi Hasil Pola bagi hasil antara pemilik modal (investor) dan pengusaha (entrepreneur) dalam kegiatan ekonomi banyak diterapkan, untuk mengatasi keterbatasan modal individu dalam memenuhi pembiayaan usaha. Pembiayaan usaha dengan pola bagi hasil, umumnya untuk kegiatan usaha yang belum dapat dipenuhi sektor pembiayaan resmi. Permodalan dengan pola bagi hasil sebagai alternatif bagi masyarakat atau pengusaha untuk menghindari modal pinjaman bank yang mengharuskan membayar bunga. Sebagian besar masyarakat meyakini pola bagi hasil merupakan merupakan model kerjasama usaha yang dianggap lebih memenuhi nilai agama, dengan model pembagian resiko kegagalan usaha atau pembagian keuntungan yang lebih adil dan terbuka (Jusmaliani, 2006) Penerapan pola bagi hasil telah dilaksanakan dalam berbagai pola kemitraan dari lembaga pembiayaan dengan pengusaha. Kemitraan antara pelaku usaha besar dengan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Contoh model kemitraan seperti pola bagi hasil antara perusahaan BUMN dengan perusahaan UMKM binaannya. Selain tersebut pola bagi hasil sepeti model pembiayaan Syariah antara perusahaan modal Ventura dengan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UKM). Menurut Siddiqi dalam Jusmaliani (2006) konsep bagi hasi dapat dibedakan dengan pola :
19
1) Pembagian hasil produksi (Production sharing) 2) Pembagian penjualan hasil usaha/produksi (revenue sharing). 3) Pembagian nilai keuntungan dari hasil usaha (profit sharing) atau disebut pembagian resiko keuntungan (loss profit sharing). Dalam konsep syariah pola bagi hasil dibedakan atas yaitu : 1) Pola Mudharabah adalah pola bagi hasil antara satu pihak yang menyediakan modal (sebagai investor dana), dengan banyak pihak lain yang memanfaatkan dana tersebut untuk kegiatan usaha. Hasil keuntungan usaha kemudian dibagi sesuai proporsi yang disepakati. 2) Pola Musyarakah adalah pola bagi hasil antara beberapa pihak yang menyediakan modal (sebagai investor dana), dengan satu pihak sebagai pengelola usaha. Hasil keuntungan usaha kemudian dibagi sesuai proporsi yang disepakati (Syahyuti, 2009). Pola bagi hasil penjualan (revenue sharing) atau pola bagi keuntungan (profit sharing atau loss profit sharing) sangat umum diterapkan dalam kegiatan usaha disektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta usaha lain dalam skala kecil. Dalam sektor pertanian, perkebunan dan perikanan pola bagi hasil yang sudah banyak diterapkan adalah model kemitraan usaha antara nelayan atau petani pengelola lahan usaha dengan pihak investor atau usaha besar (investasi dana, bibit atau obat-obatan), yang disebut pola plasma - inti. Proporsi bagi hasil antara investor dengan pengelola usaha lazim menggunakan pola 50 : 50 atau 60 : 40 atau 70 : 30 atau 80 : 20 (Jusmaliani, 2006). Pada usahatani bagi hasil padi di Jawa misalnya dikenal sistem ”kedokan”, yaitu upah menanam, menyiang dan memanen yang dibayar secara natura saat panen dengan nisbah tertentu yang disebut bawon. Model usaha bagi hasil disektor peternakan, seperti usaha mengembangbiakan ternak dan usaha pengemukan ternak. Polanya investor menitipkan hewan ternak kepada petani peternak, ternak dipelihara dan dikembangkanbiakan oleh peternak. Pada waktu yang telah disepakati ternak dijual atau diuangkan. Hasil penjualan kemudian dibagi sesuai proporsi yang disepakati. Sering pula dengan pola pembagian jumlah hewan ternak yang telah berkembang biak, atau ternak yang dititipkan boleh dimanfaatkan petani untuk menerima upah membajak di sawah orang lain (Syahyuti, 2009).
20
Pengelolaan usaha pola bagi hasil yang dilaksanakan Unit Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN), mencakup pengelolaan dana Investor yang digunakan untuk biaya operasional kegiatan penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman dan biaya pemanenan tegakan pohon jati. Saat pemanenan pada tahun kelima yang telah disepakati. Manajemen UBH-KPWN akan membayarkan kembali dana hasil penjualan pohon jati kepada para pihak sesuai proporsi bagi hasil yang telah disepakati. Para Pihak tersebut adalah pihak-pihak yang terikat hubungan kerjasama usaha bagi hasil tanaman jati unggul nusantara, yang terdiri atas pihak investor, Petani Penggarap, pemilik lahan tanam, dan pihak UBH-KPWN. Proporsi bagi hasil masing-masing pihak tersebut seperti pada Tabel 4. Tabel 4: Proporsi bagi hasil masing-masing pihak dari kegiatan UBH-KPWN Para Pihak Petani Penggarap Investor Pemilik Lahan Pamong Kelurahan UBH-KPWN
Beban Resiko Kegagalan 25% - (0,5 x TK%)
Bagian hasil para pihak pada tingkat resiko kematian/hilang (%) TK TK TK TK TK TK 0% 10% 20 % 30% 40% 50% 25
20
15
10
5
0
0%
40
40
40
40
40
0%
10
10
10
10
10
10
10% - (0,2 x TK%)
10
8
6
4
2
0
15% - (0,3 x TK%)
15
12
9
6
3
0
40
100 90 80 70 60 50 Jumlah Sumber : UBH – KPWN, 2008. Keterangan TK = Tingkat kematian tanaman, tabel telah disesuaikan
Sesuai tabel tersebut masing-masing pihak disamping akan memperoleh hak bagi hasil, juga akan mendapat resiko dari kematian tanaman. Pihak UBH-KPWN, petani dan pihak pamong desa, yang melaksanakan langsung kegiatan pengelolaan penanaman jati unggul tersebut, akan menerima resiko dari prosentasi kematian yang mengurangi hak penerimaan bagi hasilnya. Bagi pihak investor dan pemilik lahan sebagai pihak yang tidak dibebani resiko kematian, sampai maksimal tingkat kematian 40%. Proporsi bagi hasil masing-masing pihak tersebut yaitu : 1) Pihak Investor setelah masa lima tahun, akan mendapatkan bagian hasil sebesar 40% dari hasil penjualan tanaman jati sesuai jumlah investasi yang disetorkannya.
21
2) Pihak Petani Penggarap setelah masa lima tahun akan mendapat bagian hasil sebesar 25% dari hasil penjualan tanaman jati, sesuai jumlah nilai tanaman yang dikelolanya dan setelah dikurangi proporsi resiko kematian tenaman. 3) Pihak Pemilik Lahan atau tanah sebagai lokasi tanaman, setelah masa lima tahun akan menerima sebesar 10% dari hasil penjualan tanaman jati, sesuai jumlah nilai tanaman yang ditanam dilokasi tanahnya. 4) Pihak Pamong Kelurahan yang menjadi lokasi tanaman, setelah masa lima tahun akan mendapat bagian hasil sebesar 10% dari hasil penjualan kayu jati yang ditanam
pada lokasi Kelurahannya, setelah dikurangi proporsi beban resiko
kematian tanaman. 5) Pihak Pengelola UBH-KPWN akan mendapat manajemen fee, setelah masa lima tahun 15% dari hasil penjualan tanaman jati sesuai jumlah nilai tanaman jati yang dikelolanya pada masa tebang tersebut, dan setelah dikurangi proporsi resiko kematian tanaman. Pengembangan usaha bagi hasil penanaman JUN akan sangat tergantung pada ketersediaan dan kesesuaian lahan. Ketersediaan lahan ditentukan oleh adanya pemilik lahan yang bersedia lahannya dikelola selama minimal lima tahun, dan memenuhi persyaratan kesesuaian lahan sesuai sifat pertumbuhan tanaman JUN. Untuk melaksanakan penanaman dalam satu wilayah, harus tersedia lahan yang dapat dapat ditanami minimal untuk 100.000 batang pohon atau setara dengan luas 100 Ha. Persyaratan lokasi lahan harus tersedia sarana jalan untuk dapat diakses calon investor. Sarana jalan juga untuk memudahkan akses transportasi saat pemasaran. Sesuai bisnis plan UBH-KPWN ditargetkan penanaman 500.000 pohon/tahun atau setara 500 Ha/tahun. Dalam jangka lima tahun diharapkan tercapai 2,5 juta pohon JUN yang ditanam atau setara 2500 ha. Untuk periode lima tahun pertama (2007 s/d 2011) realisasi tanam ditargetkan 2000 Ha atau setara 2 juta pohon JUN yang harus tertanam (UBH-KPWN, 2007). Strategi pendanaan pada tahap awal, UBH-KPWN menyediakan modal awal Rp.3,25 milyar untuk pembiayaan penanaman tahun pertama dan untuk pembelian benih JUN selama satu tahun. Pembiayaan tahun kedua hingga tahun kelima di tawarkan kepada pihak investor, dengan investasi tiap investor minimal 100 pohon dengan nilai harga Rp 60.000 per pohon. Sesuai jumlah minimal tanaman tersebut,
22
maka investasi tiap investor minimal Rp 6.000.000 (enam juta rupiah). Investor yang telah membayar biaya investasi, sesuai perjanjian didasarkan akte notaris akan memiliki hak investasi bagi hasil pada UBH-KPWN.
Selama masa lima tahun
investor tidak dibebani lagi dengan kenaikan biaya pengelolaan, hingga masa pemanenan pohon JUN untuk dijual (UBH-KPWN 2007). Sampai tahun 2009 UBH KPWN telah merealisasikan penanaman di delapan kabupaten sebanyak 638.000.000 batang pohon atau seluas lebih kurang 638. Ha. Jumlah investor yang terlibat 796 pihak (perorangan atau lembaga), dengan jumlah investasi yang telah diterima lebih kurang 20 milyar rupiah (UBH-KPWN 2010.A). Khusus di wilayah Kabupaten Bogor telah direalisasikan penanaman sebanyak 112.000 batang setara luas tanam lebih kurang 112 Ha, yang melibatkan 30 investor (perorangan dan lembaga). Pohon JUN yang telah ditanam terdiri atas tanaman usia tanam satu tahun hingga usia tanam tiga tahun. Untuk lokasi tanaman usia tiga tahun terdapat di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung Bogor, dengan jumlah awal tanaman 7120 pohon atau setara lebih kuran 7,1 ha. Pengelolaan tanaman tersebut melibatkan sebanyak 16 investor yang terdiri atas perorangan dan lembaga dan melibatkan 24 orang petani penggarap (UBH-KPWN 2010.B). 2.5 Tinjauan Manfaat Ekonomi Masyarakat Dan Lingkungan Produk kayu jati daur pendek merupakan alternatif sumber material kayu jati untuk mendukung industri pengolahan kayu jati, yang harganya relatif dapat lebih murah dari sumber kayu jati daur panjang yang berasal dari pasokan Perum Perhutani. Hal tersebut mendorong kemampuan produksi industri pengolahan kayu jati, dan sekaligus sebagai potensi meningkatkan pendapatan masyarakat di sektor industri pengolahan kayu jati Sesuai prinsip tujuan pengembangan usaha bagi hasil penanaman jati daur pendek, disamping untuk menyediakan pasokan kayu jati, juga untuk upaya mengembangkan sumber ekonomi baru bagi masyarakat dan upaya pengelolaan lingkungan dari pemanfaatan lahan bukan kawasan hutan yang belum dimanfaatkan atau status terlantar.
23
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2006), lahan terlantar di Indonesia berupa alang-alang/semak belukar seluas 12,4 juta ha. Luas lahan tersebut terdiri atas lahan terlantar di Kalimantan seluas 7,4 juta ha, di Sumatera seluas 3,0 juta ha, dan sisanya tersebar di seluruh provinsi, termasuk di Pulau Jawa seluas 2 juta Ha. Lahan terlantar tersebut terdiri atas lahan yang belum ditetapkan status kepemilikannya, lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah habis masa pengelolaannya dan lahan negara sisa kebakaran hutan (BPS, 2006). Lahan terlantar tersebut jika tidak dimanfaatkan secara optimal, maka akan berpotensi menimbulkan masalah kelestarian lingkungan. Pada kondisi lahan terbuka atau sedikit adanya tumbuhan penutup tanah akan berpotensi menimbulkan resiko masalah lingkungan dapat meliputi : 1) Terjadi penipisan sumber biomassa tanah 2) Hilangnya potensi kesuburan tanah 3) Hilangnya fungsi lahan sebagai pengatur tata air (cathment area). 4) Berpotensi menjadi sumber banjir dan tanah longsor. Lahan terlantar status lahan negara, di wilayah Pulau Jawa seluas 53.330 Ha. Lahan tersebut belum termasuk lahan milik (milik lembaga dan milik perorangan atau masyarakat). Lahan tersebut sebagai potensi untuk dimanfaatkan atau dikelola sebagai lokasi usahatani penanaman JUN. Upaya pengelolaan tersebut disamping dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar lahan, sekaligus sebagai penyangga munculnya resiko masalah lingkungan (P2BN, 2006). Program UBH-KPWN disamping upaya pemanfaatan lahan secara ekonomis juga sekaligus mendorong kepada upaya kelestarian lingkungan. Bagi pemilik lahan atau masyarakat dengan pola usaha bagi hasil tersebut dapat memanfaatkan lahannya secara ekonomis tanpa harus memikirkan modal atau biaya untuk menggarap lahannya, sehingga akan meraih penghasilan dari lahannya yang semula tidak produktif. Bagi Investor (masyarakat, pengusaha atau institusi bisnis) melalui program UBH-KPWN dapat menginvestasikan kekayaannya, untuk tujuan pendapatan bisnis pada masa lima tahun mendatang. Investasi tersebut disamping prospek meraih pendapatan usaha, juga memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat petani penggarap lahan, serta berperan dalam pemanfaatan lahan terlantar dan mengendalikan resiko kerusakan lingkungan.
24
Bagi petani petani penggarap selain sebagai pekerja pada program UBHKPWN, dapat pula meraih pendapatan dari hasil bercocok tanam padi atau palawija disela tanaman pokok jati unggul, tanpa harus mengeluarkan biaya sewa lahan usaha. Pada masa panen tahun kelima petani juga akan meraih pendapatan dari hasil penjualan produk kayu jati. Bagi Perangkat Kelurahan atau Pamong Kelurahan secara tidak langsung akan meraih pendapatan tambahan dari hasil produksi tanaman pada tahun kelima, serta mendorong masyarakat desa untuk dapat memiliki pekerjaan sebagai petani penggarap atau pengelola usahatani JUN. Secara strategis pola usaha bagi hasil penanaman jati unggul, merupakan alternatif yang mendukung program pemerintah melakukan rehabilitasi lahan, seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). Pada pelaksanaan gerakan tersebut belum ada pemeliharaan secara intensif terhadap tanaman, sehingga tidak ada jaminan keberhasilan tanamannya. Sementara program UBH-KPWN tersebut memberi motivasi kepada investor, masyarakat petani penggarap dan pamong kelurahan untuk berusaha meraih hasil penanaman menjadi tegakan yang tumbuh secara optimal. 2.6 Tinjauan Inventarisasi Potensi Tanaman Inventarisasi hutan tanaman atau areal tanaman kehutanan dapat dilakukan secara sensus atau secara sampling. Inventarisasi potensi tanaman hutan adalah mekanisme untuk melakukan penaksiran volume kayu yang masih berdiri atau belum ditebang. Penaksiran dilakukan dengan mengukur keliling atau diameter pohon dan mengukur tinggi pohon. Sesuai hasil pengukuran diameter dan tinggi tersebut, kemudian dihitung volume pohon. Untuk menentukan seluruh volume pohon sampling yang diinventarisasi, dihitung sesuai data rata-rata volume pohon dikalikan jumlah populasi pohon. Tujuan utama dari inventarisasi tersebut adalah untuk menaksir volume seluruh populasi pohon yang terdapat pada suatu areal hutan atau petak penanaman. Untuk kepentingan pengelolaan hutan, yang perlu diketahui bukan hanya volume tegakan yang ada sekarang saja, tetapi juga pertimbangan potensi tegakan tersebut dimasa datang. Mencakup selama jangka waktu pengelolaan hingga masa pemanenan tegakan pohon. Untuk menaksir potensi pohon dimasa datang diperlukan
25
informasi riap pertumbuhan pohon, guna menaksir jumlah volume hingga masa waktu tertentu (Simon, 2007). Inventarisasi potensi tanaman JUN adalah kegiatan untuk menghitung potensi volume tanaman dan nilai riap pertumbuhannya.
Pada saat melakukan inventarisasi
tanaman dilakukan juga evaluasi kondisi pertumbuhan tanaman JUN dari mulai tahun pertama setelah tanam hingga masa tahun ketiga, sesuai kriteria pertumbuhan tanaman JUN. Sesuai SNI 01-5007.17-2003, penaksiran volume pohon yang masih berdiri (standing stock) dapat dipisahkan menjadi empat cara (BSN, 2003) yaitu : 1) Penaksiran secara okuler 2) Penaksiran volume dengan persamaan dan tabel volume 3) Penaksiran volume dengan mengukur keliling batang atau diameter pada berbagai posisi tinggi pohon. 4) Penaksiran volume dengan model pohon Inventarisasi potensi tanaman JUN dilaksanakan dengan menggunakan variabel tinggi dan keliling pohon, untuk menghitung volume pohon. Hasil perhitungan volume tersebut untuk membuat analisis riap pertumbuhan pohon berdasarkan data potensi pohon pada periode sebelumnya. Langkah penaksiran volume pohon dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Mengukur keliling pohon dengan menggunakan pita ukur atau langsung mengukur diameter pohon menggunakan phiband 2) Mengukur tinggi pohon dengan menggunakan abney level, clinom atau walking stick 3) Menghitung LBDS (luas bidang dasar) pohon, dengan menggunakan rumus LBDS = (∑ in + ∑ border) x BAF. ∑ in adalah jumlah pohon di dalam areal tanam, ∑ border adalah jumlah pohon pada batas dengan areal tanaman lain. BAF adalah basal area faktor (Faktor koreksi bidang dasar). 4) Menghitung nilai volume pohon dengan rumus Volume(V) = LBDS x h x f, “h” adalah ukuran tinggi pohon, dan “f” adalah Faktor koreksi pohon 0,7 5) Hasil pengukuran dicatat dalam tabulasi data. Perhitungan tersebut untuk mendapatkan potensi volume dan menilai riap per-
26
tumbuhan tanaman, serta mengevaluasi kondisi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan kriteria kesegaran dan kesehatan tanaman serta gangguan hama penyakit. Kegiatan invetarisasi potensi tanaman UBH-KPWN telah dilakukan secara sensus dan dengan cara sampling.
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi tanaman
dalam rangka mengevaluasi kondisi pertumbuhan tanaman. Inventarisasi dilaksanakan secara internal oleh Divisi Perencanaan UBH-KPWN dan secara eksternal oleh Tim dari Universitas Nusa Bangsa (UNB) Bogor. Kegiatan sensus tanaman oleh pihak internal Divisi Perencanaan UBHKPWN pada setiap tanaman berusia enam bulan. Setiap tahun evaluasi pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap tanaman berusia lebih dari satu tahun. Evaluasi partumbuhan dilakukan dengan cara sampling. Untuk memberikan jaminan indepedensi hasil pengukuran, UBH-KPWN melibatkan Universitas Nusa Bangsa (UNB) Bogor. Setiap tahun melakukan pengukuran potensi pertumbuhan tanaman secara sampling sebesar 20% dari total jumlah tanaman, dengan mengambil sampel tanaman yang berbeda pengukuran yang dilakukan pihak internal UBH-KPWN (UBH-KPWN, 2010.B). Penetapan ukuran sampel inventarisasi pohon pada kawasan hutan dapat menggunakan rumus Solvin (Simon, 2007) : N n = ................ 1 + Ne2 n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi e = tingkat ketelitian, misal 12% Sesuai rumus tersebut ditetapkan ukuran sampel secara deskriptif. Jika jumlah populasi pohon besar maka jumlah sampel minimal 10%, dan jika jumlah populasi pohon relatif kecil, minimal 20% jumlah sampel yang ditetapkan untuk diinvetarisasi. Untuk inventarisasi hutan pada hutan tanaman jati pada areal yang kompak dengan luasan kurang dari 100 ha, dapat menggunakan sampling 2% - 5% dari total luas tanaman (Darmadi, 2003).
27
Kegiatan inventarisasi potensi tanaman yang dilaksanakan oleh Tim UNB secara multi stage sampling atau pola penentuan sampling secara bertingkat dengan terlebih dahulu menetapkan kluster area lokasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun di wilayah Kelurahan Cogreg. Sesuai area lokasi tanaman yang berusia tiga tahun, kemudian dibagi lagi menjadi kelompok tanaman yang dikelola masing-masing petani penggarap. Setiap individu sampel pohon JUN yang diinventarisasi, diukur keliling dan tinggi pohonnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan volume tiap individu pohon dengan menggunakan rumus yaitu : Vpx = 1/4 λ D.T.F Vpx = Volume tiap pohon ¼ λ = ¼ x 3,14 (nilai koreksi silender) D = Hasil ukur keliling pohon atau diameter dalam cm. T = Hasil ukur tinggi pohon, dalam m atau cm. F = faktor koreksi dari bentuk pohon Untuk menentukan individu pohon JUN ditetapkan sampel awal tanaman secara acak, kemudian setiap interval urutan nomor pohon secara sistematik ditetapkan sampel individu pohon berikutnya (stratified sistematic with random sampling). Metode pengukuran volume pohon tersebut sesuai SNI 01-5007.17-2003, pedoman penetapan tabel volume kayu bundar jati yang diproduksi dan diguna-kan di Indonesia. Langkah pengukuran volume kayu jati sebagai berikut : 1. Penetapan diameter (d) a) Diameter diukur pada bontos ujung terkecil tanpa kulit dengan menggunakan pita phi ( ∏ ). b) Apabila pita phi tidak ada, pengukuran dapat dilaksanakan dengan cara mengu-kur keliling menggunakan pita ukur biasa dalam kelipatan 1 cm, selanjutnya dengan angka keliling tersebut diameter yang berpadanan dapat dicari dalam tabel isi. c) Pada tabel angka keliling ujung terkecil selalu menunjukkan batas bawah dari kelas diameter dari ujung terkecil yang berpadanan. d) Diameter kayu bundar jati dinyatakan dalam kelas diameter, untuk A.I dan A.II
28
dalam kelipatan 3 cm dan untuk A.III dalam kelipatan 1 cm. 2. Penetapan panjang (p) a) Panjang diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos melalui badan kayu. b) Panjang diukur dalam kelipatan 10 cm untuk panjang sampai dengan 10 m dan kelipatan 50 cm untuk panjang lebih dari 10 m dengan pembulatan ke bawah. 3. Penetapan isi (I) a) Berdasarkan hasil pengukuran diameter dan panjang, sebagai isi kayu bundar jati. b) Penetapan isi untuk tiap batang kayu bundar Jati dihitung berdasarkan pendekatan rumus Smallian dalam Simon (2007). Perhitungan dilakukan dengan mengalikan panjang batang kayu dengan separuh dari jumlah luas bontos ujung (terkecil) dan luas bontos pangkal (terbesar) dengan rumus sebagai berikut : LBp + LBu I = ----------------- x p 2 Dengan pengertian : I
= isi atau volume kayu bundar jati,
LBp = luas bontos pangkal, LBu = luas bontos ujung, p
= panjang kayu.
c) Isi atau volume kayu bundar jati, ditetapkan dari pengukuran diameter pangkal dan diameter ujung kayu. Pada pohon masih berdiri, diameter ujung dapat diduga dari diameter pangkal setelah dikurangi proporsi 5%. Hasil penelitian Balai Penyelidikan Kehutanan dalam Iskak et al (2005), dengan menggunakan xylom terdapat kelebihan (over estimate) 5% diameter pangkal terhadap diameter ujung. 4. Pengambilan Contoh Pelaksanaan pemeriksaan hasil pengukuran dilakukan terhadap kayu bundar contoh. Pengambilan contoh dilakukan per blok, dengan mempertimbangkan keterwakilan populasi sebagaimana tercantum pada Tabel 5.
29
Tabel 5 : Jumlah Batang Sampel Pengukuran Kayu Jati Bundar Sortimen
Populasi (batang)
Sampel Kayu bundar (batang)
Semua sortimen A.III, A.II.dan A.I.
1 s/d 100 101 s/d 1000 1001 s/d 2000 2001 s/d 3000 3001 s/d 4000 > 4000
seluruh 100 125 150 175 200
Sumber : BSN (2003). Jakarta
Setelah dihitung volume masing-masing pohon, kemudian dijumlahkan semua volume pohon yang menjadi sampel untuk mendapatkan total volume pohon yang menjadi sampel, dengan rumus : Vpt = Vpx1 + Vpx2+ ....Vpxn
Keterangan : Vpt
= Volume total pohon dari seluruh sampel yang diukur.
Vpx1 s/d Vpxn = Volume pohon ke-1 sampai volume pohon ke-n dari total jumlah populasi/ Pengukuran diameter pohon jati dikelompokan sesuai kelas diameter seperti pada Tabel 6. Tabel 6 : Kelas diameter Pengukuran kayu Jati Bundar Kelas Sortimen diameter (cm) KBK (A.I.)
KBS (A.II.) KBB (A.III.)
4 7 10 13 16 19 22 25 28 30 31 32 33 34
Batas atas dan bawah kelas diameter (cm)
Titik tengah kelas diameter (cm)
Batas atas dan batas bawah keliling ujung terkecil (cm)
3,00 s/d 5,99 6,00 s/d 8,99 9,00 s/d 11,99 12,00 s/d 14,99 15,00 s/d 17,99 18,00 s/d 20,99 21,00 s/d 23,99 24,00 s/d 26,99 27,00 s/d 29,99 30,00 s/d 30,99 31,00 s/d 31,99 32,00 s/d 32,99 33,00 s/d 33,99 34,00 s/d 34,99
4,5 7,5 10,5 13,5 16,5 19,5 22,5 25,5 28,5 30,5 31,5 32,5 33,5 34,5
9 s/d 18 19 s/d 27 28 s/d 37 38 s/d 46 47 s/d 56 56 s/d 65 66 s/d 74 75 s/d 84 85 s/d 93 94 s/d 96 97 s/d 99 100 s/d 103 104 s/d 106 107 s/d 109
Sumber : BSN (2003), Jakarta. Keterangan KBK = Kayu Bundar Kecil, KBS = Kayu bulat sortimen, KBB = Kayu Bulat Besar.
30
Hasil invetarisasi dan perhitungan volume pohon, kemudian dilakukan analisis sesuai kelompok lokasi tanaman, yaitu : 1) Rata-rata potensi seluruh sampel tanaman dari individu terpilih 2) Estimasi potensi rata-rata tanaman tiap petani pengelola Estimasi potensi rata-rata tanaman seluruh populasi. 2.7 Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan finansial kegiatan suatu usaha yang melibatkan para pihak termasuk petani yang tergantung dengan kegiatan tersebut, seharusnya menggunakan metode cash flow analysis. Metode tersebut untuk menganalisis komponen penerimaan atau benefit (inflow) dan menganalisis komponen biaya atau pengeluaran (outflow). Selisih keduanya disebut manfaat bersih yang seharusnya dapat diterima para pihak (Nainggolan, 2009). Sesuai metode tersebut, analisis kelayakan finansial pada kegiatan pengelolaan usaha bagi hasil ini, menggunakan instrumen analisis yaitu : 1) Pay back period (PBP) 2) Perhitungan nilai Net Present Value (NPV) 3) Perhitungan Internal Rate Return (IRR) 4) Perhitungan Benefit Cost Ratio (B/C) 2.7.1 Pay Back Period Pay Back Period (PBP) merupakan teknik menentukan jangka waktu (masa) pengembalian modal dari suatu investasi kegiatan usaha. Perhitungan jangka waktu pengembalian modal dengan menggunakan aliran kas (Sambodho, 2009), sesuai persamaan berikut : PBP n
Keterangan : n m
m B n 1 C n 1
= periode investasi pada saat nilai kumulatif. = nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir
B n 1 = nilai sekarang penerimaan bruto pada tahun n + 1
C n 1 = nilai sekarang biaya bruto tahun n + 1
31
Perhitungan PBP dilengkapi dengan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1 maka kegiatan investasi dapat dijalankan. 2.7.2 Net Present Value (NPV) Untuk menghitung jangka waktu pengembalian dari suatu nilai investasi yang ditanamkan, lazim menggunakan metode perhitungan nilai Net Present Value (NPV). NPV digunakan untuk menilai kelayakan finansial suatu proyek jangka panjang, berdasarkan asumsi nilai sekarang dari suatu kegiatan usaha, yang diproyeksikan untuk prospek pendapatan usaha masa akan datang. Perhitungan dapat menggunakan aliran kas masuk dan aliran kas keluar dari nilai pendapatan dan biaya yang diraih. Untuk melakukan perhitungan NPV menggunakan, rumus Gittinger (Sambodo, 2009) sebagai berikut : NPV = Initial Cost +
Cash flow1 + 1 (1+r)
Cash flow2 + 2 (1+r)
Cash Flow..n (1+r)n
Nilai “( r )“ adalah tingkat suku bunga yang ditentukan seandainya unit usaha atau perusahaan menginvestasikan dananya pada instrumen investasi lain dengan tingkat resiko yang sama. Dalam analisis NPV biasa digunakan suku bunga rata-rata bank selama sepuluh tahun. Hasil analisis dari perhitungan nilai NPV dapat disimpulkan yaitu : 1) Apabila nilai NPV>0, maka usaha tersebut menguntungkan atau layak dilaksanakan 2) Apabila nilai NPV = 0, maka usaha tersebut dapat dinyatakan tidak untung dan juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan) 3) Apabila nilai NPV < 0, maka usaha tersebut rugi atau tidak layak dilaksanakan. 2.7.3 Internal Rate Return Analisis Internal Rate Return (IRR) terkait erat dengan nilai NPV (nilai sekarang). IRR digunakan untuk mengevaluasi nilai efisiensi sebuah investasi. Jika IRR sebuah proyek lebih besar daripada tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh alternatif investasi lain, seperti suku bunga bank atau obligasi, maka proyek tersebut dapat dikatakan lebih menguntungkan dari alternatif lain.
32
Untuk perhitungan IRR dilakukan sesuai rumus Zuhbie (Sambodho, 2009) : Cash flow1 IRR = Initial Cost +
Cash flow2 +
1
(1+r)
Cash Flow..n +
2
(1+r)
= 0 n
(1+r)
IRR menunjukkan persentase keuntungan yang diperolah atau investasi bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto maka proyek layak untuk dilaksanakan sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. 2.7.4 Benefit Cost Ratio atau B/C Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang diterima positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang diterima negatif. Nilai tersebut menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya kegiatan usaha sebesar satu satuan. Untuk menghitung Benefit Cost Ratio (B/C) berdasarkan NPV menggunakan rumus sebagai berikut :
i* i
NPV1 (i2 i1 ) NPV1 NPV 2
NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp) NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp) i1 = discount rate nilai NPV yang positif (%) i2 = discount rate nilai NPV yang negatif (%) i* = IRR (%) Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka kegiatan usaha/investasi layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1, maka kegiatan usaha atau investasi tidak layak untuk dilaksanakan (Nainggolan, 2009). Untuk mendukung kelayakan usaha, perlu dilakukan pula evaluasi terhadap nilai strategis dan kekuatan dari suatu unit usaha atau perusahaan, dengan mengetahui tingkat persepsi pihak investor terhadap tingkat keberhasilan pengelolaan suatu usaha yang telah dilaksanakan.
33
2.7.5 Indeks Performance Analysis (IPA) Indeks performance Analysis (IPA), merupakan metode yang sangat lazim digunakan suatu organisasi atau unit usaha untuk mengukur atau mengevaluasi persepsi tingkat kepuasan pelanggan dan pihak terkait terhadap kinerja layanan yang diberikan. Metode tersebut digunakan untuk mengukur persepsi investor terhadap kegiatan usaha yang telah dilaksanakan. Pengukuran tingkat kepuasan persepsi investor dengan menggunakan Skala Likert, dengan memberikan pembobotan terhadap nilai Persepsi Kinerja yang telah dilaksanakan organisasi dan Tingkat Kepentingan Kinerja tersebut menurut persepsi pelanggan atau investor (Santoso, 2009). Tingkat Kinerja dinilai sesuai skala bobot dari Sangat Puas (bobot 5) sampai Sangat Tidak Puas (bobot 1). Tingkat kepentingan, dinilai dengan skala bobot dari Sangat Penting (bobot 5) hingga Sangat Tidak Penting (bobot 1). Setiap responden investor terpilih sebagai sampel untuk dianalisis persepsinya, akan mendapat sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh investor dengan memasukan nilai skala bobot tersebut sesuai tingkat kinerja dan tingkat kepentingannya. Hasil pengisian kuesioner kemudian dibuat grafik kuadran IPA, yang dapat menunjukkan kesimpulan persepsi investor akan berada pada kuadran I sampai IV.
34
III. METODE KAJIAN
3.1 Waktu Pelaksanaaan Kajian Waktu Pelaksanaan dari mulai pengumpulan referensi dan data sekunder hingga kegiatan pengumpulan data lapangan membutuhkan masa waktu lebih kurang enam bulan. Pelaksanaan kegiatan penelitian dimulai dari bulan Maret tahun 2010. Tata waktu kegiatan seperti disajikan pada Lampiran 1. 3.2 Lokasi Penelitian dilaksanakan pada lokasi penanaman JUN Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN) di Wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara khusus pada lokasi tanaman yang telah berusia tanam tiga tahun, di Kelurahan Cogrek, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. 3.3 Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer
tersebut diperoleh dengan melakukan inventarisasi dan pengukuran sampel tanaman JUN, serta diperoleh dari data hasil pengisian koesioner kepada sampel responden investor tanaman.
Data sekunder diperoleh dari hasil pengumpulan pustaka dan
pengumpulan data pada saat observasi di lokasi kegiatan UBH-KPWN, serta pengumpulan data sekunder dari instansi terkait lain. Tahapan bagan alir pengumpulan, pengolahan dan analisis data seperti pada Lampiran 2. Data primer yang dibutuhkan untuk di analisis, mencakup informasi sebagai berikut : 1) Data potensi volume tanaman dan riap pertumbuhan, diperoleh dari pengukuran sampel tanaman pada lokasi tanaman usia tiga tahun di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. 2) Data persepsi investor, dikumpulkan dari penyampaian kuesioner kepada sampel responden pihak investor yang memiliki tanaman usia tiga tahun di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Sampel responden diperoleh dari hasil mengirimkan kuesioner kepada seluruh investor tanaman usia tiga tahun, kemudian dianalisis dari kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan responden, minimal 50% dari total jumlah investor.
35
Data sekunder yang dibutuhkan untuk dianalisis mencakup informasi sebagai berikut : 1) Data hasil evaluasi pengukuran potensi dan riap pohon yang telah dilaksanakan pihak internal Divisi Perencanaan UBH-KPWN di wilayah Kabupaten Bogor. 2) Data analisis ekonomi dari perkembangan kinerja usaha, diperoleh dari kantor Pusat UBH-KPWN Jakarta dan dari kantor perwakilan UBH-KPWN Bogor. 3) Data hasil pemasaran produk kayu jati diameter kecil, diperoleh dari Perum Perhutani KPH Kabupaten Bogor Unit III Jawa Barat, dan dari Biro Pemasaran Perum Perhutani Jakarta. 4) Data kebutuhan suplai produk kayu jati diameter kecil, diperoleh dari sampel industri furniture dan dari Asosiasi Mebel Indonesia (ASMINDO). 5) Data hasil pengujian teknis produk kayu jati unggul untuk kebutuhan industri, diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hasil Kehutanan, Departemen Kehutanan – Bogor. 6) Data pendukung untuk kebutuhan analisis teknis produk kayu jati, analisis ekonomis dan pemasaran diperoleh dari Biro Pemasaran Perum Perhutani Jakarta. 3.4 Metode Penarikan Sampel Data primer dikumpulkan dari hasil pengukuran sampel potensi pohon di lapangan dan data hasil pengisian kuesioner dari sampel responden. Data sekunder, didapat dari hasil pengumpulan data sekunder pada saat observasi ke lokasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun di wilayah Madiun dan Magetan. Untuk mendapatkan data hasil pengukuran internal, dilakukan wawancara dengan pihak UBH-KPWN, dan melakukan kajian terhadap data dari laporan kegiatan UBH-KPWN. 3.4.1 Penentuan Blok Penelitian Pengumpulan data primer potensi pohon secara langsung melalui kegiatan pengukuran dan survey ke lokasi kegiatan penanaman di Kelurahan Cogrek Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Lokasi sebagai blok sampel ditentukan secara stratified random sampling, yaitu dengan langkah sebagai berikut : 1) Area tanaman ditentukan secara kluster berdasarkan tanaman usia tiga tahun di Kelurahan Cogrek, Kabupaten Bogor.
36
2) Pada area tanaman tiga tahun, kemudian dikelompokan secara stratified, sesuai kelompok tanaman tiap petani penggarap. 3) Pada setiap lokasi tanaman petani penggarap, ditentukan individu sampel tanaman JUN secara acak, dengan berdasarkan hasil undi nomor awal pohon terpilih. 4) Sesuai nomor awal pohon terpilih, kemudian secara sistematik atau berurut tiap interval nomor pohon, ditetapkan individu pohon sampel berikutnya yang diukur sampai sejumlah sampel tanaman setiap petani. 3.4.2 Penarikan Sampel Sampel pohon yang diukur diambil 2,5% dari jumlah populasi tanaman usia tiga tahun di lokasi Kelurahan Cogreg. Jumlah populasi tanaman usia tiga tahun yang masih hidup, sesuai data pengukuran pohon JUN sebelumnya dari pihak internal UBH-KPWN sebanyak 6075 pohon. Jumlah sampel pohon JUN yang diukur 2,5% dari jumlah populasi pohon tersebut, yaitu sebanyak 152 sampel pohon. Penarikan sampel ditentukan secara stratifikasi dari jumlah data pohon yang dikelola masing-masing petani di Kelurahan Cogreg. Jumlah data pohon terdiri atas 24 kelompok lokasi tanam petani pengelola, sehingga tiap petani ditetapkan jumlah sampel pohon yang diukur seperti pada Lampiran 3. Untuk menetapkan sampel individu pohon, sesuai rencana pengambilan sampel tersebut, setiap nomor pohon terpilih tiap lokasi dilakukan pengukuran. Pengambilan data persepsi dari investor, dengan mengambil sampel responden minimal 25% dari jumlah investor yang memiliki tanaman usia tiga tahun di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. 3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner, yang diterima sampel investor sebagai responden. Metode pengumpulan data primer hasil pengukuran potensi pohon, dengan melakukan pengukuran pada sejumlah pohon sampel yang telah ditetapkan, sesuai nomor sampel pohon terpilih. Pengukuran setiap pohon sampel dengan cara sebagai berikut : 1) Pengukuran data keliling pohon dengan menggunakan pita ukur, pada + 10 cm dari tanah (posisi pangkal), pada +130 cm dari tanah (posisi setinggi dada), dan pada posisi ujung batang pohon bebas cabang. Pengukuran tinggi pohon menggunakan
37
tali ukur, dari tanah sampai posisi batang bebas cabang. Hasil ukur keliling di hitung menjadi data diameter. 2) Evaluasi data kondisi pohon (sesuai kriteria pohon, dan jumlah pohon mati atau merana), sesuai data evaluasi Tim Internal UBH-KPWN. 3) Riap pertumbuhan dihitung berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder dari hasil evaluasi Tim internal UBH-KPWN. Pengumpulan data sekunder untuk melengkapi analisis data hasil pengukuran mencakup data sebagai berikut : 1) Pengumpulan data pertumbuhan tanaman (usia 0 – 3 tahun). 2) Pengumpulan data finansial terkait data realisasi tanam, data pembiayaan pengelolaan tanaman yang telah dilaksanakan UBH-KPWN selama tiga tahun 3) Pengumpulan sampel data dari instansi terkait (Perum Perhutani, Industri furniture, hasil penelitian Puslitbang Hasil Hutan, dll). 4) Pengumpulan referensi yang relevan untuk melengkapi data tersebut. 3.6 Analisis Data Inventarisasi
potensi
tanaman
JUN
dilaksanakan
dengan
melakukan
pengukuran tinggi dan keliling/diameter pohon untuk menghitung volume pohon. Hasil inventarisasi pohon, pengukuran diameter dan tinggi tiap pohon sampel, kemudian dihitung volumenya sesuai rumus standard SNI 01-5007.17-2003 (BSN, 2003) yaitu :
Vpx ¼λ D T
Vpx = 1/4 λ D.T. = Volume tiap pohon = ¼ x 3,14 (nilai koreksi silender) = keliling pohon atau diameter dalam cm. = Hasil ukur tinggi pohon, dalam m.
Setelah dihitung volume masing-masing pohon, kemudian dihitung jumlah semua volume pohon sampel dan rata-rata volume tiap pohon. Sesuai hasil rata-rata volume tiap pohon, dihitung total volume pohon usia tiga tahun.
Perhitungan
komulatif jumlah volume pohon sampel dan total volume populasi tanaman usia tiga tahun, sesuai rumus berikut (Simon, 2007) : Vpt = Vpx1 + Vpx2+ ....Vpxn
38
Keterangan : Vpt
= Volume total pohon dari seluruh sampel yang diukur.
Vpx1 s/d Vpxn = Volume pohon ke-1 sampai volume pohon ke-n dari total jumlah populasi. 3.6.1 Potensi Kayu dan Riap Berdasarkan hasil invetarisasi dan perhitungan volume pohon seluruh populasi dan data sekunder terkait, dilakukan analisis kondisi tanaman yang mencakup : 1) Kondisi seluruh pohon usia tiga tahun tiap petani pengelola 2) Kondisi seluruh pohon terpilih pada lokasi tanaman usia tiga tahun di Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor 3) Hasil pengukuran tinggi dan keliling pohon pada usia tanam satu dan dua tahun 4) Pengukuran riap tanaman Menurut Davis dan Jhonson (1987) dalam Latifah (2004), laju pertumbuhan tegakan disebut sebagai riap tegakan yang dinyatakan dalam satuan m3/ha/tahun. Volume kayu maksimum yang dipanen tiap periode (tahunan) disebut etat hasil. Pengelolaan akan berada pada tingkat kelestarian hasil apabila besarnya etat sama dengan besarnya riap tegakan. Pengukuran riap dilakukan antara dua kali pengukuran volume tegakan yang berurutan sebagai berikut : a) Riap kotor termasuk “ingrowth” = V2 + M + C – V1 b) Riap kotor dari volume awal = V2 + M + (C-I) – V1 c) Riap bersih termasuk ingrowth = V2 + C – V1 d) Riap bersih dari volume awal = V2 + C – I – V1 e) Pertambahan bersih dalam tegakan persediaan = V2 – V1 V1 = Volume dari pohon hidup pada awal volume pengukuran V2 = Volume dari pohon hidup pada akhir priode pengukuran M = Volume pohon yang mati selama priode pengukuran, tetapi masih dapat diukur atau diperhitungkan dengan mengurangi prosen kematian tegakan (pohon mati). C = Volume hasil penebangan selama priode pengukuran
39
I
= Volume „ ingrowth „ selama priode pengukuran , yaitu volume pohon baru yang tumbuh menjadi pohon yang dapat diukur selama priode pengukuran Potensi riap pertumbuhan, dihitung dari hasil selisih total potensi pohon tahun
ketiga dengan hasil evaluasi potensi tahun tanam sebelumnya (potensi tahun tanam kesatu dan kedua). Data potensi tahun tanam sebelumnya didapat dari hasil invetarisasi dan evaluasi tanaman Tim internal UBH-KPWN. Berdasarkan hasil perhitungan riap pertumbuhan tanaman dari tahun ke satu hingga tahun ke tiga, di proyeksi untuk menghitung potensi volume pohon pada tahun kelima atau prospek volume panen. Nilai harga panen pohon pada tahun kelima, diestimasi dari potensi volume tebang kayu JUN tahun kelima dikalikan dengan proyeksi harga rata-rata pemasaran produk kayu jati ditahun kelima (Riduwan, 2003). Data harga kayu jati tahun kelima, diproyeksi dari perkembangan harga dasar kayu jati (HJD) yang ditetapkan Perum Perhutani selama masa tahun sebelumnya. 3.6.2 Kelayakan Usaha Kelayakan usaha bagi hasil UBH-KPWN dianalisis berdasarkan data sekunder kelima dan data pembiayaan dari kegiatan usaha UBH-KPWN. Analisis finansial dilakukan dengan metode cash flow analysis.
Menurut Rahardja dan Manurung
(2008), metode tersebut untuk menganalisis komponen penerimaan atau benefit (inflow) dan komponen biaya atau pengeluaran (outflow). Selisih keduanya disebut manfaat bersih yang seharusnya diterima masing-masing pihak yaitu ; investor, pemilik lahan, petani penggarap, pamong desa dan UBH-KPWN. Komponen penerimaan (inflow) diperhitungkan dari estimasi nilai jual produk kayu JUN tahun kelima, dikalikan rata-rata harga pasar kayu jati. Komponen pengeluaran (out flow) diperhitungkan dari beberapa komponen biaya yang di gunakan untuk kegiatan pengelolaan penanaman JUN hingga masa tebang ditahun kelima. Sesuai data finansial tersebut, dilakukan analisis kelayakan usaha kegiatan UBH-KPWN dengan menggunakan instrumen analisis yaitu ; (1) perhitungan nilai Net Present Value (NPV), (2) perhitungan Internal Rate Retun (IRR), (3) perhitungan Benefit Cost Ratio (B/C) Analisis Net Present Value (NVP) dilakukan dengan perhitungan aliran kas masuk (inflow) dari pendapatan hasil penjualan kayu JUN ditahun kelima, dan biaya
40
keluar (out flow) dari pengeluaran biaya pengelolaan tanaman JUN selama lima tahun. Untuk melakukan perhitungan NPV menggunakan rumus Gittenger (Sambodo, 2009) Nilai tingkat suku bunga yang akan diperoleh seandainya unit UBH KPWN menginvestasikan dananya pada instumen investasi lain dengan tingkat resiko yang sama. Dalam analisis tersebut digunakan suku bunga danareksa dan suku bunga bank sesuai data bisnis plan UBH-KPWN 2007 – 2016 (UBH-KPWN, 2010.A). Jika nilai Net Present Value (NPV) bernilai lebih dari nol (0) maka kegiatan UBH-KPWN layak dilaksanakan secara finansial. Jika nilai NPV maka kegiatan UBH-KPWN tidak layak secara finansial (Rahardja dan Manurung, 2008). Analisis Internal Rate Return (IRR) untuk mengevaluasi nilai kelayakan investasi kegiatan UBH-KPWN. Untuk mendapatkan perhitungan nilai IRR dengan menggunakan rumus Zuhbie (Sumbodo, 2009). Hasil nilai IRR menunjukkan nilai tingkat pengembalian investasi dari kegiatan UBH-KPWN. Jika nilai IRR lebih dari Nol maka nilai investasi pada UBH-KPWN lebih menguntungkan dibandingkan berinvetasi pada skema perbankan. Analisis Benefit Cost Ratio merupakan metode untuk mengevaluasi ratio antara nilai yang diinvestasikan untuk kegiatan UBH-KPWN dibandingkan dengan jumlah biaya pengelolaan UBH-KPWN yang dikeluarkan. Perhitungan Benefit Cost Ratio (B/C) terkait erat dengan nilai NPV yang telah dihitung pada tingkat suku bunga dan periode waktu yang sama.
Perhitungan Benefit Cost Ratio menggunakan rumus
Zuhbie (Sumbodo, 2009). Analisis persepsi investor untuk mengevaluasi persepsi investor terhadap kelayakan usaha yang dilaksanakan UBH-KPWN. Evaluasi persepsi investor dengan mengirimkan kuesioner kepada semua investor yang telah menginvestasikan dananya pada tanaman JUN yang berusia tiga tahun di Kelurahan Cogreg. Pengambilan data kuesioner dari responden dilakukan sebagai berikut : 1) Semua investor tanaman yang telah berusia tiga tahun diberi kesempatan untuk mengisi kuesioner sebagai responden, yang dikirim melalui email atau via surat. 2) Pengisian Kuesioner dilakukan responden, sesuai petunjuk pengisian kuesioner, seperti pada Lampiran 4. 3) Setiap kuesioner yang telah diisi investor dan dikirimkan kembali, kemudian dianalisis data pengisiannya.
41
4) Jumlah kuesioner yang diterima kembali dari investor, jika lebih dari jumlah rencana sampel 4 orang atau 25% dari total investor semua akan dianalis persepsinya. Jika jumlah sampel yang diterima kembali kurang dari empat responden, maka responden ditambahkan dari sampel investor diluar tanaman usia tiga tahun, di wilayah Kabupaten Bogor. Hasil pengisian data responden, sesuai skala Likert dianalisis nilai tingkat kepuasan persepsi investor (skala bobot 1 - 5), dan nilai tingkat kepentingan terhadap kriteria persepsi tersebut (skala bobot 1 - 5). Hasil perhitungan skore dapat digambarkan dalam gugus kuadran Indeks Performance Analysis (Santoso, 2009). Sesuai hasil pengolahan data rata-rata persepsi tersebut, dibuat grafik sebaran persepsi investor yang berada pada wilayah kuadran I sampai IV, dengan kesimpulan sebagai berikut : 1) Jika persepsi investor pada Kuadran I, berarti investor merasa puas terhadap kinerja pengelolaan UBH-KPWN, dan kinerja tersebut hal penting yang diharapkan investor. 2) Jika persepsi investor pada Kuadran II, berarti investor merasa puas terhadap kinerja pengelolaan UBH-KPWN, namun kinerja tersebut tidak dianggap penting bagi investor, dan pengelolaan bisa dianggap ada yang tidak efisien. 3) Jika persepsi investor pada Kuadran III, berarti investor merasa tidak puas terhadap kinerja pengelolaan UBH-KPWN, dan kinerja tersebut merupakan hal yang tidak penting bagi investor, maka dapat menjadi pertimbangan UBH-KPWN untuk mengubah strategi pengelolaan. 4) Jika persepsi investor pada Kuadran IV, berarti investor merasa tidak puas terhadap kinerja pengelolaan UBH-KPWN, tetapi kinerja tersebut penting bagi investor, maka seharusnya menjadi peringatan penting bagi UBH-KPWN untuk meningkatkan kinerja pengelolaannya guna memenuhi target yang dijanjikan kepada investor.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Unit Usaha UBH-KPWN Penelitian tersebut telah dilaksanakan dengan mengambil kasus pada kegiatan usaha bagi hasil penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN), yang dikelola oleh Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN) di wilayah Kabupaten Bogor. Usaha bagi hasil tersebut merupakan kegiatan pengelolaan usaha Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara, yang anggotanya terdiri atas pegawai dan pensiunan Departemen Kehutanan. Kegiatan usaha UBH-KPWN mencakup Jasa Investasi Pengelolaan Tanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) dan penjualan produk Kayu Jatinya. Unit Usaha UBH-KPWN dibentuk berdasarkan Keputusan Pengurus Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) No.62/Kpts/KPWN/XII/2006 tanggal 21 Desember 2006, dan telah diperbaharui melalui Keputusan Pengurus KPWN No.45/Kpts/KPWN/2007 tanggal 10 Mei 2007. Hal tersebut telah didaftarkan secara legal sesuai Akta Notaris Sigitwanto No.12 tanggal 24 Mei 2007. UBH-KPWN dikelola oleh para pengurus unit usaha yang berpengalaman dalam pengelolaan tanaman jati. Kegiatan usaha dipimpin oleh seorang Direktur Utama dan dibantu tiga Direktur yaitu : 1) Direktur Umum dan Pemasaran 2) Direktur Keuangan merangkap Wakil Manajemen Sistem Mutu 3) Direktur Perencanaan dan Penanaman Setiap Direktur membawahi dua sampai tiga Divisi, setiap divisi dipimpin seorang kepala divisi yang membawahi unit aktivitas dan administrasi divisinya. Secara lengkap struktur organisasi seperti pada Lampiran 5. UBH-KPWN berkantor pusat di Gedung Manggala Wanabhakti, Blok IV Lantai 5 Jl. Gatot Subroto Jakarta. Kegiatan kantor pusat didukung tiga kantor perwakilan yaitu : 1) Kantor Perwakilan Pengelolaan Wilayah Madiun membawahi wilayah penanaman Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi, dan Ponorogo. 2) Kantor Perwakilan Penggelolaan Bogor membawahi wilayah penanaman Kabupaten
43
Bogor dan Kabupaten Puwakarta. 3) Kantor Perwakilan Penggelolaan Jogjakarta membawahi wilayah penanaman Kabupaten Kulonprogo dan Jogjakarta Kepala Perwakilan membawahi beberapa Supervisor untuk melaksanakan kegiatan operasional di lapangan. Setiap supervisor lapangan membawahi enam sampai delapan tenaga pendamping. Setiap tenaga pendamping bertanggunjawab mengelola tanaman sampai 20.000 pohon JUN atau setara 200 Ha (UBH-KPWN, 2010.B) Dalam menjalankan manajemen usaha, unit UBH-KPWN telah menerapkan sistem manajemen mutu sesuai standard ISO 9001:2008. Dalam penerapan sistem manajemen mutu tersebut mengharuskan semua pengelola unit usaha (Direktur utama sampai ketingkat pekerja), mengacu kepada panduan prosedur kerja, Instruksi Kerja dan Format kerja yang telah ditetapkan manajemen usaha. 4.1.1 Pengembangan dan Pengelolaan JUN Objek utama dalam penelitian tersebut adalah kegiatan pengelolaan tanaman JUN, khususnya untuk mengkaji prospek pertumbuhan tanaman, untuk mengetahui data dan informasi prospek nilai jual hasil panen tanaman dan perolehan bagi hasil dari masingmasing pihak. Pengembangan dan pengelolaan tanaman JUN oleh pihak UBH-KPWN mencakup kegiatan menerima dana investasi dari investor dan mengelola dana tersebut untuk pembiayaan kegiatan penanaman JUN. Kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman JUN selama masa lima tahun. Setelah tahun kelima tanaman tersebut akan dipanen, dan hasilnya dibagikan kembali kepada para pihak yaitu ; (1) investor, (2) UBH-KPWN, (3) petani, (4) pemilik lahan, dan (5) pamong desa, sesuai proporsi bagi hasil yang telah ditetapkan. Untuk mendapatkan dana investor pihak UBH-KPWN melakukan pemasaran jasa investasi tersebut dengan berbagai media dan kegiatan sebagai berikut : 1) Pemasaran dengan penjualan langsung, saat kegiatan pameran atau launching produk 2) Pemasaran melalui iklan di website, baliho dan brosur. 3) Pemasaran melalui surat penawaran dan presentasi ke pada calon atau prospek investor. Sesuai skema usaha yang disediakan, setiap investor dapat menginvestasikan
44
dananya mtersebutmal senilai 100 batang pembelian bibit JUN. Untuk harga investasi pembelian bibit JUN telah ditetapkan pada Tabel 7. Tabel 7 Penetapan Harga Investasi JUN Periode Tahunan ; No
Waktu Investasi Tahun/Periode
Harga investasi/100 batang masa 5 tahun (Rp)
1 2007 – 2008 2 2009 - 2010 3 2011 - 2012 4. 2012 - 2013 Sumber : UBH-KPWN (2010.A)
6.000.000 6.500.000 7.000.000 7.500.000
Keterangan Naik 8,34% Naik 16,67% Naik 25%
Pihak investor atau yang telah menginvestasikan dananya untuk UBH-KPWN meliputi kelompok yaitu ; (1) Investor perorangan, (2) Investor group personal, (3) Investor dari perusahaan atau group bisnis, (4) Investor KIJ (Kredit Investasi Jati) khusus untuk pegawai dan pensiunan Departemen Kehutanan, serta (5) Kelompok pembeli tegakan jati (pedagang kayu atau industri kayu). Kegiatan usaha bagi hasil penanaman jati unggul telah banyak dilaksanakan untuk komoditas produk kehutanan. Model pengelolaan jati unggul jenis jati emas telah banyak dilaksanakan di daerah Jawa Barat dan di Jawa Timur. Model bagi hasil penanaman jati dari hutan rakyat, seperti dilaksanakan Unit Koperasi masyarakat daerah Konawe Sulawesi Tenggara. Sistem pengelolaan dan skema bagi hasil tersebut berbeda dengan model bagi hasil yang dilaksanakan UBH-KPWN. Model pengelolaan jati emas dilaksanakan dengan sistem budidaya intensif yang melibatkan dua pihak, antara pihak investor yang menginvestasikan dananya dengan pihak pengelola penanaman jati emas. Pihak pengelola jati emas menyediakan lokasi lahan, menyediakan bibit dan melaksanakan pengelolaan tanaman. Pengelolaan jati emas umumnya menjanjikan masa panen antara 5 tahun sampai 15 tahun, dengan pola panen bertahap dari awal tahun ke 10 hingga panen terakhir tahun ke15 (Syahyuti, 2009). Model usaha bagi hasil yang diterapkan pada pengelolaan komoditas perkebunan, seperti usaha penanaman karet unggul dan usaha penanaman kelapa sawit. Pola bagi hasil komoditas perkebunan dikenal pola plasma - inti. Pada kegiatan tersebut melibatkan kemitraan antara usaha perkebunan besar disebut sebagai inti, dengan pihak petani penggarap tanaman disebut sebagai plasma. Pihak perusahaan inti menyediakan lahan
45
tanam dan bibit tanaman, sedangkan pihak petani plasma melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharan hingga masa panen. Setelah masa panen pihak perusahaan inti berkewajiban membeli hasil panen tersebut sesuai harga yang telah disepakati (Jusmaliani, 2005). Model usaha bagi hasil komoditas Jati Unggul Nusantara (JUN), merupakan kegiatan pengelolaan tanaman JUN yang melibatkan lima pihak (Investor, Petani Penggarap, Pemilik Lahan, Pengelola Usaha dan Pamong Desa). Bagi hasil diproleh dari penjualan hasil panen (tebangan) pohon jati, yang dibagikan kepada para pihak tersebut sesuai proporsi yang ditetapkan pengelola UBH-KPWN. 4.1.2 Bibit Jati Unggul Nusantara (JUN) Hasil kajian referensi dan kunjungan kelokasi persemaian di Madiun, menunjukkan benih asal Jati Unggul Nusantara (JUN) merupakan klon jati unggul yang berasal dari Jati Plus Perum Perhutani (JPP). Jati Plus Perhutani (JPP) merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari Puslitbang Perum Perhutani Cepu berkerjasama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. JPP mulai dikembangkan sejak tahun 1982, yang merupakan hasil seleksi benih/biji dari dari 600 pohon plus (pertumbuhan terbaik) yang berasal dari berbagai lokasi tanaman dan kebun benih Kesatuan Pe-mangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani (Iskak et al., 2005) yaitu : 1) RPH Klapa Nunggal wilayah KPH Pemalang - Jawa Tengah 2) RPH Pasar Sore dan RPH Cepu wilayah KPH Blora - Jawa Tengah 3) RPH Balapulang - wilayah KPH Tegal Pengembangan klon JPP melalui proses teknologi pemuliaan pohon (Tree Improvement) yang merupakan hasil penelitian selama lebih kurang lima belas tahun. Tahapan proses dari mulai seleksi dan hasil pengumpulan dari kebun benih di lapangan, pengujian pada persemaian, dilanjutkan pengujian pada laboratorium teknologi benih dan laboratorium bioteknologi. Percobaan pengembangan benih JPP dilakukan melalui teknik kultur jaringan, stek pucuk dan benih biji hasil kebun benih Klonal (KBK). Berdasarkan hasil pertumbuhan tanaman dari klon JPP pada beberapa kebun percobaan perum Perhutani yang menun-
46
jukkan pertumbuhan lebih baik dari jati biasa. Sejak tahun 2002 Perum Perhutani memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan bibit JPP, serta memberi peluang kepada pihak swasta untuk mengembangkan bibit JPP. Pada tahun 2002 PT Setyamira Bhaktipersada sebagai perusahaan pembibitan telah ] Benih JPP menjadi bibit tanaman komersial. Pengembangan bibit tanaman terse-but sebagai hasil kerjasama dengan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Balapulang, Kabupaten Tegal (Iskak et al., 2005). PT Setyamitra mengembangkan Bibit tanaman dari 600 klon asal JPP menjadi 28.000 tanaman kebun pangkas. Pengembangan kebun pangkas tersebut sebagai sumber benih stek pucuk yang kemudian dikembangkan kembali menjadi bibit tanaman baru. Sejak tahun 2006 hasil pengembangan stek pucuk tersebut, telah diseleksi 240 tanaman kebun pangkas yang berasal dari 69 klon JPP (Adjie et al., 2008). Tahapan proses produksi benih dari stek pucuk hingga menjadi bibit tanaman seperti pada Gambar 4 berikut.
a
c
b
d
e
f
Gambar 4 : Tahapan Proses Produksi Bibit Tanaman JUN dari Stek Pucuk
47
Pengembangan benih JUN tersebut dilaksanakan secara vegetatif dengan teknik propagasi stek pucuk secara exvitro dengan teknologi modifikasi sistem perakaran. Pengembangan bibit JUN di persemaian diawali dengan penanaman bibit untuk tanaman kebun pangkas. Sesuai kondisi pertumbuhan pucuk setiap tanaman kebun pangkas, secara periodik dilakukan pengambilan stek pucuk yang memenuhi kriteria untuk dipangkas. Hasil stek pucuk yang telah dipangkas ditanam pada polibag dengan media top soil yang telah diberi hormon jenis mitosin berperan untuk merangsang pertumbuhan akar. Bahan aktif
mitosin mencakup 3-methyl-1- naphthaleneacematide (0,013), Indole-3-Butiryc
Acid (0,057%), Thiram (Tetramethyl Thiuram Disulfida) 0,057% (Setiaji, 2009). Polibag benih tanaman ditempatkan pada bedeng semai yang tertutup sungkup plastik bibit tanaman berumur lebih dua bulan sungkup dibuka, kemudian bibit dipindah untuk dipelihara guna mengendalikan suhu dan kelembaban lingkungan semai. Hasil bibit tanaman JUN pada usia tanaman dua bulan menunjukkan kekompakan akar dengan media tanaman, seperti pada Gambar 5.
Gambar 5 : Media Tanam kompak dengan perakaran bibit tanaman JUN Selama masa penanaman di dalam sungkup semai diberi perlakuan pemberian hormon pertumbuhan, untuk merangsang pertumbuhan perakaran guna menghasilkan pola perakaran yang kompak. Untuk memodikasi perakaran pada saat penyemaian benih, tanah media diinduksi dengan hormon perangsang akar jenis Rooton F. Bahan aktif hormon Rooton teridiri dari 1-naphthaleneacematide, dan 2-methyl-1-aphthaleneacetic acid. Fungsi hormon tersebut untuk merangsang perakaran menjadi kompak dan kuat mengikat media tanah.
48
Setelah bibit tanaman berumur dua bulan, tanaman dipindah di bawah area sarlon (pelindung matahari) dengan intensitas sampai 80%. Perlakuan tersebut untuk memberikan kondisi penyinaran yang optimal bagi partumbuhan tanaman (Setiaji, 2009). Setelah masa tumbuh bibit mencapai lebih dari tiga bulan, bibit tanaman JUN sudah siap dijual atau distribusikan ke lokasi tanam untuk dilaksanakan penanaman. Pada usia tanaman JUN tiga bulan, biasanya jumlah akarnya lebih banyak dan kondisi akar tunjangnya lebih besar dibandingkan jati biasa, seperti pada Gambar 6.
Gambar 6 : Pembentukan akar tunjang tanaman JUN pada usia 3 Bulan
Hasil pengembangan klon Jati Unggul Nusantara (JUN) tersebut, kemudian dikembangkan secara komersial oleh Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara sebagai bibit untuk usaha bagi hasil penanaman JUN yang dikelola UBH-KPWN. 4.1.3 Perencanaan Lahan dan Penanaman JUN UBH-KPWN telah melakukan penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) secara komersial sejak tahun 2007. Tanaman yang telah berusia empat bulan, ditetapkan sebagai tanaman yang siap ditawarkan atau dipasarkan kepada calon investor yang ingin menginvestasikan dananya pada kegiatan UBH-KPWN. Kegiatan pengelolaan dana investor dan pengelolaan tanaman JUN oleh UBH-KPWN, secara bagan alir digambarkan seperti pada Lampiran 6. Sesuai Laporan kegiatan UBH-KPWN, jumlah investor yang telah menginvestasikan dananya untuk kegiatan usaha tersebut dari tahun 2007 sampai 2009, sebanyak 587 orang. Kegiatan usaha tersebut juga telah melibatkan 1892 orang petani penggarap, pada 99 desa yang menjadi lokasi tanaman JUN (UBH-KPWN, 2010.B).
49
Penanaman JUN telah dilaksanakan dan terus dikembangkan pada tujuh wilayah kabupaten yang ditetapkan sebagai area lokasi penanaman (Tabel 8). Untuk memperolah lokasi lahan tanam, pihak UBH-KPWN menghubungi pihak desa untuk mengajak masyarakat perorangan atau atas nama perusahaan atau lembaga yang bersedia menyediakan lahan tanam selama lima tahun. Setelah memperoleh calon lokasi penanaman, Tim UBHKPWN melakukan indentifikasi kesesuaian kondisi lahan. Jika kondisi lahan memenuhi syarat, pihak UBH-KPWN akan membuatkan kontrak kerjasama penyediaan lahan. Pertimbangan lokasi lahan untuk diusulkan sebagai lokasi penanaman JUN harus memenuhi kriteria (Setiaji, 2009) sebagai berikut : 1) Ketinggian lokasi tanam antara 10 - 400 m dari permukaan laut 2) Kondisi drainase tanah baik, tidak becek dan tidak tergenang air. 3) Jenis tanah memiliki tingkat keasaman atau pH antara 6,0 - 7,5. 4) Kondisi lokasi bukan daerah rawa, tanah bergambut atau daerah padang pasir. Sesuai lokasi yang tersedia, pihak UBH-KPWN melakukan negosiasi kesepakatan dengan pemilik lahan, dengan kompensasi pemilik lahan akan mendapat hak bagi hasil penjualan tegakan pohon JUN. Pilihan kerjasama yang ditawarkan kepada pemilik lahan yaitu (Adjie et al., 2008) : 1) Pemilik lahan hanya sebagai penyedia lahan, yang akan mendapatkan bagian hasil 10% dari hasil penjualan tegakan pohon JUN setelah masa lima tahun. 2) Pemilik lahan sekaligus sebagai petani penggarap, yang akan mendapatkan bagian hasil sebesar 35% dari hasil penjualan tegakan pohon setelah masa lima tahun (sebagai penyedia lahan 10% dan sebagai petani 25%) 3) Pemilik lahan sekaligus sebagai investor, yang akan mendapatkan bagian hasil dari sebesar 50% dari hasil penjualan tegakan pohon setelah masa lima tahun (sebagai penyedia lahan 10% dan sebagai investor 40%) 4) Pemilik lahan sekaligus sebagai petani penggarap, dan sebagai investor, yang akan mendapatkan bagian hasil sebesar 75% dari hasil penjualan tegakan pohon setelah masa lima tahun (sebagai penyedia lahan 10% dan sebagai petani 25% dan sebagai investor 40%).
50
Setelah lahan tanam tersedia, sebelum dilakukan penanaman dilakukan verifikasi kondisi lahan sesuai informasi peta administrasi lahan, peta penggunaan lahan dan informasi kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Sesuai informasi tersebut dibuat rencana
penanaman, mencakup kegiatan : 1) Kegiatan pengukuran dan penentuan batas lokasi tanam 2) Penyiapan pengadaan bibit JUN, koordinasi pembelian bibit JUN dengan pihak persemaian PT Setyamitra Bhaktipersada dan penerimaan bibit pada lokasi tanam. 3) Penyiapan ajir jarak tanam dan lubang tanam 4) Pemberian pemupukan dasar pada lubang tanam, menggunakan pupuk kandang 5) Pelaksanaan penanaman JUN. Kepala Divisi Penanaman UBH-KPWN merencanakan pengadaan atau pembelian bibit JUN secara periodik setiap masa enam bulan sebelum masa tanam. Penyediaan bibit ditentukan sesuai dengan kriteria jumlah bibit, dan persyaratan mutu bibit JUN yang telah ditetapkan dalam rencana penanaman. Penanaman JUN dilaksanakan sesuai tahapan sebagai berikut (Adjie et al., 2008) : 1) Penanaman dilakukan saat musim hujan. 2) Penyiapan dan distribusi bibit ke lokasi tanam. 3) Perlakuan penyesuaian bibit terhadap kondisi iklim di lokasi tanam (aklimitasi), yang disiapkan 5 - 3 hari sebelum penanaman dilaksanakan. 4) Posisi tanaman JUN tidak boleh di bawah naungan pohon lain. 5) Penaman dengan jarak tanam 5 m x 2 m (1.000 pohon/ha). 6) Pemasangan ajir dilaksanakan, 20 - 15 hari sebelum penanaman. 7) Pembuatan lubang tanam dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm ( luas lubang x dalam lubang) dilaksanakan 15 - 10 hari sebelum penanaman. 8) Pemberian pupuk dasar yang menggunakan pupuk kandang 3 kg ditambah pupuk kimia (ZA dan SP 36), dengan dosis masing-masing 100 gram atau pupuk NPK dengan dosis 200 gram untuk setiap tanaman. 9) Pemberian pupuk dasar pada lokasi tanam dilaksanakan 30 - 25 hari sebelum penanaman. 10) Jika pada kondisi tanah asam atau pH < 6, maka perlu ditambahkan kapur pertanian.
51
11) Penanaman dilakukan pada posisi tegak lurus tanah, tanaman ditimbun dengan tanah galian yang telah diremahkan. Pada sekeliling tanaman dibuat piringan dengan tanah yang digemburkan. Hasil penanaman bibit JUN yang telah berusia empat bulan, siap ditawarkan kepada calon investor. Realisasi tanaman JUN yang siap ditawarkan kepada investor seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Lokasi dan Jumlah Tanaman JUN Siap Ditawarkan kepada Investor : No Lokasi Tanaman Tiap Kabupaten 1 Kabupaten Madiun 2 3 4 5 6
Kabupaten Magetan Kabupaten Ponorogo Kabupaten Ngawi Kabupaten Bogor Kabupaten Kulonprogo Jumlah
Jumlah Tanaman (Pohon) 6.770 94.520 44.987 57.824 44.450 21.860 270.411
Sumber : UBH-KPWN (2010.B)
4.1.4 Pengelolaan Tanaman JUN Pengelolaan tanaman merupakan kegiatan pemeliharaan tanaman dan evaluasi pertumbuhan tanaman JUN.
Hasil observasi pada kegiatan pemeliharaan tanaman
menunjukkan, masing-masing pendamping UBH-KPWN mengkoordinir petani penggarap untuk melaksanakan kegiatan yaitu; (1) penyiangan dan pendangiran, (2) pemupukan lanjutan, (3) perlakuan khusus, (4) pengendalian hama dan penyakit, (5) penyulaman. (UBHKPWN, 2008) Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiangan, pemupukan dan pendangiran tanaman, dilaksanakan oleh masing-masing petani penggarap dengan pengawasan pendamping lapangan dari pihak UBH-KPWN. Penyiangan dan pembersihan gulma dilaksanakan secara periodik, dengan membersihkan sekitar tanaman dengan radius 1 - 2 m. Tanaman JUN yang telah mengalami proses pertumbuhan, namun pada batangnya banyak terbentuk percabangan, dilakukan pemangkasan atau wiwilan dengan pisau pangkas, guna menghasilkan pertumbuhan kayu yang lurus dan tidak bercabang (UBH-KPWN, 2008).
52
Hasil evaluasi data sekunder laporan kegiatan UBH-KPWN, tanaman JUN yang telah dikelola sesuai realisasi penanaman sejak awal tanam tahun 2007 sampai tahun 2010, seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Tanaman JUN Setiap Tahun Tanam Jumlah tanaman menurut tahun (pohon) Kabupaten
Jumlah total (Pohon)
2007
2008
2009
2010
Madiun
-
1.000
7.070
4.000
12.070
Magetan
56.570
106.851
35.230
24.250
222.901
Ponorogo
-
22.139
17.220
23.620
62.979
Ngawi
-
-
39.144
28.030
67.174
Kulonprogo
-
-
10.460
12.000
22.460
Bogor
7.120
25.336
40.214
41.270
113.940
Tangerang
-
2.300
-
-
2.300
Purwakarta
-
100.000
50.000
-
150.000
63.690
257.626
199.338
133.170
653.824
Sumber : UBH-KPWN (2010.B)
Pemupukan lanjutan yang dilakukan oleh para petani penggarap dibawah pengawasan Pendamping. Pemupukan lanjutan dilaksanakan setelah penyiangan dan pendangiran, yang dilaksanakan pada awal musim hujan setiap tahun sampai dengan tanaman berumur tiga tahun. Pada saat pemupukan lanjutan diberi pupuk NPK dan ditambahkan pemberian pupuk kandang (3-5 kg per pohon). Untuk pemberian pupuk NPK dengan dosis sebagai berikut (Adjie et al., 2008): 1) Tanaman umur satu tahun, diberi pupuk 250 gram 2) Tanaman umur dua tahun diberi pupuk 400 gram 3) Tanaman umur tiga tahun diberi pupuk 600 gram. Petani penggarap dapat memberikan perlakuan khusus terhadap tanaman sesuai saran pendamping atau Supervisor UBH-KPWN. Perlakuan dilaksanakan jika ditemukan kondisi tanaman tidak sehat atau mengalami keterlambatan pertumbuhan, yang disebabkan sebagai berikut :
53
1) Tanaman kekeringan/ kekurangan air 2) Tanaman terserang penyakit 3) Tanaman kekurangan hara (tanah miskin hara). Perlakuan khusus dapat diberikan pada tanaman kondisi kekurangan air, dengan pemeliharan drainase dan pemupukan lebih intensif. Perlakuan pengendalian hama dan penyakit dengan pemberian pestisida, sesuai jenis serangan hama dan penyakit. Pada tanaman antara umur satu bulan sampai satu tahun, secara periodik dilakukan evaluasi kondisi tanaman. Jika tanaman yang mengalami kematian atau rusak bagian batangnya, maka dilakukan penyulaman (penanaman kembali). Penyulaman tanaman mati dilakukan oleh petani penggarap atas bimbingan supervisor UBH-KPWN (Adjie et al., 2008). 4.2 Lokasi Penelitian Inventarisasi Tanaman Inventarisasi tanaman dilaksanakan untuk mengetahui potensi tanaman JUN yang berusia tiga tahun di lokasi penelitian Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Propivinsi Jawa Barat. Inventarisasi tanaman dilakukan dengan pengukuran tinggi dan keliling pohon sampel tanaman di lokasi tersebut. Secara geografis wilayah Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki sebaran tanaman jati yang dikelola Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani Kabupaten Bogor. Sebaran tanaman jati rakyat di Kabupaten Bogor terdapat di wilayah Kecamatan Ciampea, Jonggol, Rumpin dan Kecamatan Parung, namun jumlahnya tidak lebih 12% dari luas tanaman hutan Perum Perhutani (Laporan KPH Bogor, 2008). Luas areal hutan rakyat di Kabupaten Bogor tahun 2005 tercatat 10.791,28 ha. Terdiri atas areal siap tebang 2.219,73 ha (20,6%), telah ditebang 443,99 ha (4,1%) dan sisanya 8.127,56 ha (75,3%) berupa areal tanaman muda. Areal hutan rakyat di Kabupaten Bogor terdiri atas berbagai jenis tanaman yaitu ; tanaman sengon 4.745,02 ha, kayu afrika 2.620,95 ha, mahoni 1.937,78 ha, Jati 446,68 ha dan jenis kayu campuran 1.040,84 ha (Supriadi, 2006). Secara topografis Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian 50 - 2000 meter dpl. Kondisi tanah di dominasi jenis tanah alluvial dengan kelompok batuan asal yang banyak
54
mengandung kapur dengan pH > 6 (bersifat basa). Kondisi iklim Kabupaten Bogor termasuk tipe iklim B (Schmid & Ferguson) dengan curah hujan antara 1200 mm sampai 1500 mm, sehingga kondisi tersebut sangat cocok untuk tanaman jenis Jati. Sampai tahun 2005 potensi tanaman Jati yang dikelola masyarakat masih relatif kecil, seperti jati Emas dan Jati Birma. Saat itu luas area tanaman masih sangat kecil atau lebih kurang 10 ha yang tersebar di wilayah Kecamatan Ciampea, Kecamatan Jonggol dan Rumpin (Supriadi, 2006). Sampai tahun 2009 kondisi hutan di wilayah Kabupaten Bogor lebih banyak didominasi jenis rimba campuran, pada kawasan taman nasional Gunung Gde Pangrango dan Taman Nasional Gunung Salak - Halimun. Untuk kawasan hutan rakyat lebih secara berurut sesuai luasnya yaitu; jenis Sengon, Mahoni, Pinus dan Jati (Damayanti, 2010). Lokasi penelitian untuk pengukuran sampel tanaman JUN, secara khusus pada lokasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun. Lokasi tersebut merupakan areal kebun praktek seluas 7,5 ha, milik Yayasan Universitas Nusa Bangsa (UNB) sebagai penyedia lahan, yang terletak di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Realisasi tanaman JUN dari tahun 2007 sampai tahun 2010 seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Realisasi penanaman JUN Usia Tiga Tahun Pada Lokasi Lahan UNB No 1 2 3 4 5 6
Usia Tanam 1 Tahun 2 Tahun 3 tahun Jumlah ditahun ketiga Ratarata/tahun Prediksi tahun ke-5
Jumlah Awal Tanaman (Pohon) 7120 7120 6564
Jumlah Tanaman mati (pohon/tahun) 92 556 403
Pohon mati/tahun (%) 1,29 7,81 5,66
Jumlah Pohon Hidup (pohon) 7028 6564 6075
Disulam 92 Sisa Hidup Sisa Hidup
7120
959
13,47
6075
Sisa Hidup
2025
350
4,92
2025
Tanaman hidup
6075
1660
23,31
5460
Sisa Hidup
Keterangan
Sumber : UBH-KPWN (2010.B) Keterangan : Hasil evaluasi tanaman JUN usia 1, 2 dan 3 tahun
4.3 Inventarisasi Potensi Tanaman JUN Inventarisasi potensi tanaman JUN pada lokasi penelitian tersebut, telah dilaksanakan pada sampel tanaman JUN yang berusia tiga tahun. Hasil pengambilan sampel
55
tanaman sebanyak 2,5%, dari 6075 pohon populasi tanaman hidup atau sebanyak 152 pohon. Kondisi populasi tanaman JUN berusia tiga tahun di lokasi kebun praktek UNB, seperti pada Gambar 7 :
Gambar 7. Tanaman JUN Usia Tiga Tahun di Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung
Pengambilan sampel tanaman dilakukan secara stratifikasi sesuai petak tanaman. Jumlah petak tanaman yang dikelola petani penggarap terdiri 24 petak tanaman, yang masing-masing petak dikelola oleh seorang petani penggarap. Jumlah pohon atau tanaman JUN yang dikelola masing-masing petani antara 90 pohon per petak sampai 557 pohon per petak. Sampel untuk pengukuran potensi pohon, diambil 2,5% dari jumlah tanaman tiap petak tersebut, yaitu antara 3 – 14 pohon/petak. Sesuai jumlah sampel tiap petak tersebut, ditetapkan pohon sampel awal secara acak (sesuai nomor pohon terpilih). Selanjutnya secara sistematis ditetapkan nomor pohon sampel yang akan menjadi subjek pengukuran. Apabila saat pengukuran sampel pohon di lapangan ternyata pohon sampel telah mati atau ditetapkan untuk dimatikan karena pertumbuhan abnormal, maka sampel pohon dipindah ke nomor selanjutnya yang masih hidup normal. Pengukuran sampel potensi tanaman berusia tiga telah dilakukan yaitu ; 1) Keliling tanaman diukur pada 10 cm diatas tanah dan pada posisi ujung pohon (pada posisi bebas cabang utama), serta keliling batang diukur pada posisi setinggi dada (+ 152 cm dari tanah). 2) Tinggi pohon diukur mulai dari posisi pangkal batang, hingga posisi ujung pohon (pada posisi bebas cabang utama).
56
3) Diameter pohon dihitung dengan mengubah data hasil pengukuran keliling (keliling pangkal, keliling ujung dan keliling pada setinggi dada) menjadi data diameter. 4) Rata-rata diameter pangkal dan diameter ujung, dihitung tiap pohon sampel. Pelaksanaan pengukuran keliling dan tinggi pohon seperti pada Gambar 8 :
Gambar 8. Kegiatan Pengukuran Potensi tanaman JUN berusia tiga tahun
Hasil pengukuran sampel tanaman tiap lokasi petani seperti pada Lampiran 6. Sesuai hasil pengukuran dan pengolahan data tersebut didapat rata-rata keliling 0,34 m tiap pohon, atau rata-rata diameter 0,11 m tiap pohon, dan rata-rata tinggi pohon 4,74 m tiap pohon, serta rata-rata volume 0,044 m3/pohon. Apabila jumlah tiap hektar 1000 pohon (jarak tanam 2m x 5m), maka potensi tanaman JUN diperhitungkan 44 m3/ha. Secara keseluruhan potensi tanaman yang berusia tiga tahun di Kelurahan Cogreg sebesar 266,28 m3. Potensi tanaman tersebut dikelola oleh 24 petani penggarap, sehingga rata-rata potensi tanaman tiap blok petani 11,10 m3. Berdasarkan rentang data hasil pengukuran tersebut, diperoleh data tertinggi dari tiap pohon sampel, yaitu keliling 0,45 m, diameter 0,14 m, tinggi 5,60 m, dan volume 0,07 m3/pohon. Data terendah hasil pengukuran dari tiap pohon sampel, yaitu keliling 0,28 m, diameter 0,09 m, tinggi 4,33 m dan volumenya 0,03 m3.
Hasil perhitungan
potensi volume pohon tiap petani seperti pada Lampiran 7, dan hasil rekapitulasi potensi rata-rata seluruh populasi pohon sampel seperti pada Lampiran 8. Hasil pengukuran tersebut, menunjukkan data yang berbeda dengan hasil pengukuran tanaman JUN yang berusia tiga tahun, yang dilaksanakan Tim Evaluasi UBHKPWN. Hasil pengukuran Tim UBH-KPWN, tanaman JUN yang berusia tiga tahun ratarata keliling 0,29 m atau diameternya 0,09 m, dan rata-rata tinggi 7,83 m, sehingga
57
volumenya rata-rata 0,05 m3/pohon (UBH-KPWN, 2010.B). Perbedaan tersebut terjadi pada hasil pengukuran tinggi, karena Tim UBH-KPWN melakukan pengukuran dengan metode penaksiran seluruh tinggi pohon, sebagai volume pohon berdiri (standing stock), sedangkan pada penelitian tersebut, pengukuran tinggi sampai batang bebas cabang, untuk memperhitungkan potensi panen atau harvesting stock (Simon, 2007) Sebagai perbandingan lain hasil pengukuran potensi tanaman JUN yang berusia tiga tahun, yang dilakukan Tim Evaluasi UBH-KPWN di Kabupaten Magetan, pada wilayah tiga kecamatan yang tersebar pada 19 lokasi desa. Hasil rekapitulasi pengukuran sampling dari 26.751 pohon JUN yang hidup, menunjukkan rata-rata keliling 21,05 cm atau diame-ter rata-rata 0,07, dan rata-rata tinggi pohon 6.41 m, sehingga diperhitungkan volume rata-rata 0,023 m3/pohon (UMM, 2010). Hasil rata-rata pengukuran pada berbagai lokasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun seperti terlihat pada Tabel 11 : Tabel 11. Perbandingan Hasil Pengukuran Potensi Tanaman JUN Usia Tiga Tahun pada beberapa Lokasi Tanaman. Lokasi Kabupaten
Desa (jumlah)
Jumlah Tanaman Hidup (pohon)
Rata2 Keliling (m)
Rata2 Tinggi (m)
Rata2 Diameter (m)
Rata2 Volume (M3)
Magetan Pengukuran 19 26.751 0,21 6,41 0,07 0,023 UBH-KPWN Madiun Kebun Pengukuran 44 0,40 8,25 0,13 0,106 Observasi UBH-KPWN Bogor Kelurahan Pengukuran 6.075 0,29 7,83 0,09 0,051 Cogreg UBH-KPWN Bogor Kelurahan Hasil 6.075 0,34 4,77 0,11 0,044 Cogreg Penelitian Jumlah 38.945 1,24 22,49 0,29 0,179 Rata-rata 9.736 0,31 5,62 0,07 0,045 Sumber : Universitas Merdeka Madiun (2010) bekerjasama dengan Tim UBH-KPWN.
Bulan Evaluasi Pebruari 2010 Mei 2010 Pebruari 2010 Juni 2010
Pengukuran potensi tanaman JUN yang berusia tiga tahun pada lokasi kebun observasi di Desa Rejomulyo (Mess UBH-KPWN) Kabupaten Madiun. Hasil rekapitulasi dari 44 pohon JUN yang dievaluasi, menunjukkan hasil ukur rata-rata keliling setinggi
58
dada 40,10 cm atau rata-rata diameter 0,13 m dan rata-rata tinggi pohon 7,80 m, sehingga diperhitungkan volumenya rata-rata 0,10 m3/pohon (UMM, 2010). Rata-rata keliling dan diameter hasil penelitian di Kelurahan Cogreg Bogor lebih besar dari data hasil pengukuran Tim Evaluasi UBH-KPWN di Kabupaten Magetan dan Kabupaten Bogor, tetapi hasil rata-rata tinggi hasil penelitian di Cogreg lebih kecil jika dibandingkan hasil Tim Evaluasi UBH-KPWN. Sesuai data pada Tabel 11 tersebut, data hasil pengukuran di lokasi kebun observasi di Madiun menunjukkan lebih besar dari hasi pengukuran dilokasi lain, dengan volume rata-rata 0,106 m3/pohon. Rata-rata potensi volume dari ketiga lokasi tersebut 0,045 m3/pohon atau setara dengan 45 m3/ha, hal tersebut lebih mendekati rata-rata volume hasil penelitian di Kelurahan Cogreg 0,044 m3/pohon atau 44 m3/ha. Secara umum perbedaan hasil ukur karena dilakukan pada sampling tanaman yang berbeda dan menggunakan metode pengukuran yang berbeda. Perbedaan tersebut karena pada penelitian menggunakan rata-rata dua kali pengukuran keliling (keliling pangkal dan ujung), sedangkan UBH-KPWN hanya mengukur keliling setinggi dada. Perbedaan hasil pengukuran tinggi disebabkan pada pengukuran Tim Evaluasi UBH-KPWN hanya melakukan penaksiran tinggi dengan galah ukur, sedangkan pada penelitian tersebut dilakukan pengukuran tinggi tanaman sampai posisi bebas cabang. Hasil evaluasi UBHKPWN tidak melakukan perhitungan volume pohon, sedangkan pada penelitian tersebut dihasilkan perhitungan volume sebagai nilai potensi yang diestimasi pada saat pemanenan kayu JUN. Perbedaan pertumbuhan tanaman jati sangat dipengaruhi oleh kelas kesuburan tanah (bonita) di lokasi tanaman, dan juga dipengaruhi oleh teknik silvikultur (budidaya) yang diterapkan. Umumnya kelas kesuburan tanah di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, lebih baik di bandingkan kelas kesuburan tanah di daerah jawa Barat (Iskak et al., 2005). Hasil evaluasi pertumbuhan Jati Plus Perhutani (JPP) pada usia lima tahun, dengan perlakuan budidaya intensif (silvikultur intensif) menunjukkan rata-rata diameter tanaman 17,2 cm dan tingginya 17 m. Untuk JPP yang berusia lima tahun tanpa perlakuan silvikultur intensif (Silin), menunjukkan data rata-rata diameter 9,5 cm dan tingginya 9,3 m.
59
4.4 Evaluasi dan Perhitungan Riap tumbuh Berdasarkan perhitungan dan analisis data potensi pohon JUN pada tahun ketiga tersebut, makas dapat diestimasi prospek volume tanaman JUN saat dipanen pada tahun kelima. Untuk melakukan estimasi prospek volume panen ditahun kelima, membutuhkan data hasil evaluasi pertumbuhan tanaman dan perhitungan riap pertumbuhan tanaman. Evaluasi tanaman JUN dilakukan dengan melaksanakan pengukuran pertumbuhan tanaman JUN setiap periode tahunan dan mengevaluasi kondisi tanaman pada setiap lokasi tanam. Evaluasi pertumbuhan dilakukan dengan membandingkan data rata-rata keliling dan tinggi pohon pada saat ditanam dengan rata-rata keliling dan tinggi pohon setiap periode tahunan, hingga tahun kelima. Untuk menetapkan bobot hasil evaluasi pertumbuhan, data hasil pengukuran dibandingkan dengan kriteria pertumbuhan yang telah ditetapkan. Evaluasi tanaman dikoordinasikan oleh Divisi Perencanaan UBH-KPWN, yang dilaksanakan oleh Tim Evaluasi UBH-KPWN dan Tim Evaluasi independen dari perguruan tinggi. Hasil evaluasi pertumbuhan tanaman dilaporkan pihak UBH-KPWN kepada Investor tanaman secara periodik. Evaluasi tanaman JUN dilakukan pada periode pertama setelah tanaman JUN berumur enam bulan, selanjutnya dilakukan setiap tahun sampai tanaman JUN berumur lima tahun. Evaluasi tanaman dilakukan dengan mengukur pertumbuhan tanaman (pertumbuhan tinggi dan keliling batang tanaman) dan mengevaluasi kualitas tanaman sesuai kriteria pertumbuhan yang telah ditetapkan. Evaluasi tanaman umur satu tahun pada lokasi lahan UNB di Kelurahan Cogreg, telah dilaksanakan secara sampling 10% dari total jumlah tanaman yang hidup. Tanaman yang diukur ditentukan setiap kelompok petani, kemudian diukur individu tanaman JUN yang diambil secara acak. Hasil evaluasi tanaman JUN usia satu tahun di lokasi Kelurahan Cogreg seperti terlihat pada Tabel 12.
60
Tabel 12. Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Usia Satu Tahun. Tinggi Tanaman (T) No.
Klasifikasi
∑ Phn
%
∑ Phn
%
∑ Phn
%
Keliling Rata-rata (cm)
T > = 3,5 m
T < 3,5 m
Tinggi Rata-rata (m)
1
Amat Baik
188
27,40
188
100
0
0
16,19
3,50
2
Baik
248
36,15
204
82,36
44
17,74
13,77
3,00
3
Standard
194
28,28
0
0
194
100
11,94
2.00
4
Bawah Standard
56
8,16
0
0
56
100
9,96
0,75
Jumlah
686
100
392
-
294
-
-
-
Rata-rata
-
-
-
-
-
-
12,97
2,31
Sumber : UBH-KPWN, 2008. Keterangan : Tabel telah disesuaikan
Sesuai data pada Tabel 12 tersebut, hasil evaluasi tanaman satu tahun menunjukkan sebagai berikut : 1) Jumlah tanaman mencapai pertumbuhan sesuai kriteria amat baik sebanyak 188 pohon dari total sampling atau 27,40% dengan rata-rata keliling 16,19 cm dan tinggi rata-rata 3,5 m. 2) Jumlah tanaman paling banyak memenuhi kriteria baik, sejumlah 248 pohon dari total sampling atau 36,15%. dengan keliling rata-rata 13,77 cm dan tinggi 3,0 m. 3) Jumlah tanaman paling sedikit memenuhi kriteria bawah standard, sebanyak 56 pohon atau 8,6% dengan dengan keliling rata-rata 9,96 cm dan tinggi rata-rata 0,75 m. Secara keseluruhan pertumbuhan tanaman dari sampel pengukuran usia satu tahun, rata-rata mencapai diameter 12,97 cm dan mencapai rata-rata tinggi tanaman 2,31 cm. Kriteria hasil evaluasi tanaman pada umur satu tahun ditetapkan seperti pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. Kriteria Evaluasi Tanaman JUN Umur Satu Tahun Kriteria Evaluasi
Tinggi (T) m
Keliling (K) cm
Bawah standard (BS)
T < 1,5
K < 11
Standard (S)
1,5 < T < 2,5
11 < K < 13
Baik (B)
2,5 < T < 3,5
13 < K < 15
Amat Baik (AB)
T > 3,5
K > 15
Sumber : UBH-KPWN, 2008.
61
Hasil evaluasi tanaman JUN yang berusia dua tahun di lokasi Kelurahan Cogreg seperti pada Tabel 14. Tabel 14. Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Dua Tahun Tinggi Tanaman (T) N o
Klasifikasi
∑ Phn
%
∑ Phn
%
∑ Phn
%
Keliling Rata-rata (cm)
T>= 8m
T< 8m
Tinggi Rata-rata (m)
1
Amat Baik
22
1.56
11
0.78
11
0.78
31.35
8,00
2
Baik
232
16.48
45
3.20
187
13.28
26.70
7,00
3
Standard
604
42.90
27
1.92
577
40.98
22.26
5,5
4
Bawah Standard Jumlah
550
39.06
1
0.07
549
38.99
16.93
5.00
1,408
100
84
-
1,324
-
-
-
Rata-rata
-
-
-
-
-
-
24,31
6.38
Sumber : UBH-KPWN, 2008 Keterangan: Tabel telah disesuaikan.
Evaluasi tanaman JUN yang berusia dua tahun, berdasarkan pengukuran secara sampling 10% dari total jumlah tanaman yang hidup. Tanaman dievaluasi pada setiap lokasi petani yang diambil secara acak Kriteria Evaluasi tanaman umur dua tahun seperti terlihat pada Tabel 15 berikut. Tabel 15. Kriteria Evaluasi Tanaman Umur Dua tahun. Kriteria Evaluasi Bawah standard (BS)
Tinggi (T) m T < 5
Keliling (K) cm K < 20
Standard (S)
5 < T < 6
20 < K < 25
Baik (B)
6
25 < K < 30
T > 8
K > 30
Amat Baik (AB) Sumber : UBH-KPWN, 2008
Hasil evaluasi tanaman yang berusia dua tahun menunjukkan data sebagai berikut: 1) Jumlah tanaman mencapai pertumbuhan kriteria amat baik sebanyak 22 pohon dari total sampling atau 1,56% dengan rata-rata keliling 31,35 cm dan tinggi rata-rata estimasi 8 m. 2) Jumlah tanaman mencapai pertumbuhan kriteria baik sebanyak 232 pohon dari total sampling atau 16,48% dengan rata-rata keliling 26,70 cm dan tinggi rata-rata estimasi 7 m.
62
3) Jumlah tanaman paling besar memenuhi kriteria Standar, sebanyak 604 pohon atau 42,90%. dengan keliling rata-rata 22,26 cm dan tinggi 5,5 m. 4) Jumlah tanaman memenuhi kriteria bawah Standar, sebanyak 550 pohon atau 39,06%. dengan keliling rata-rata 16,93 cm dan tinggi rata-rata estimasi 5 m. Secara keseluruhan pertumbuhan tanaman dari sampel pengukuran tanaman yang berusia dua tahun rata-rata diameternya 24,31 cm, rata-rata tingginya 6,38 cm dan setelah diperhitungkan rata-rata volumenya 0,030 m3/pohon. Hasil evaluasi pertumbuhan tanaman JUN yang berusia dua tahun pada Kelurahan Cogreg tersebut, menunjukkan pertumbuhan yang lebih jelek, dibandingkan dengan data hasil evaluasi tanaman JUN yang berusia dua tahun di lokasi lain di Kabupaten Bogor. Hasil evaluasi tanaman yang berusia dua tahun di Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Parung Kabupaten Bogor, yang tersebar pada 203 lokasi tanam, dan dikelola oleh 168 petani, dengan jumlah tanaman 40.196 pohon, dengan data sebagai berikut : 1) Memenuhi kriteria Amat baik sebanyak 5.704 pohon atau 14,3% 2) Memenuhi kriteria baik sebanyak 19.713 pohon atau 49,4% 3) Memenuhi kriteria standard sebanyak 13.213 pohon atau 33% 4) Hanya memenuhi kriteria bawah standard 1.295 pohon atau 3,4% Perbedaan pertumbuhan tanaman dapat terjadi pada lokasi yang sama dalam satu wilayah kelas kesuburan tanah dan kondisi iklim yang sama.
Faktor utama perbedaan
tersebut biasanya disebabkan adanya perbedaan jenis dan asal klon jati unggul yang ditanam (Siswamartana, 2009). Klon JUN yang ditanam pada tahun 2007, belum terseleksi. Sejak tahun 2008 UBH-KPWN melakukan penanaman lebih berkonsentrasi pada tiga klon tanaman yang telah terseleksi (Adjie et al., 2008). Untuk evaluasi tanaman yang berusia tiga tahun dilakukan secara sensus pada seluruh tanaman yang hidup. Hasil evaluasi tanaman yang berusia tiga tahun menunjukkan data sebagai berikut : 1) Jumlah tanaman terbanyak mencapai kriteria pertumbuhan bawah standard sebanyak 3503 pohon dari total tanaman atau 57,65%, rata-rata keliling 25,81 cm dan tinggi rata-rata 6,71 m.
63
2) Jumlah tanaman yang mencapai kriteria pertumbuhan standard sebanyak 2572 pohon atau 42,35%. 3) Tidak ada tanaman yang memenuhi kriteria Baik dan Amat Baik. Hasil evaluasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun tersebut, disajikan seperti pada Tabel 16. Tabel 16. Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Tiga Tahun No.
Klasifikasi
∑ Phn
Tinggi Tanaman (T) %
T > 12 m
Keliling
T < 12 m
Rata
2
Tinggi Rata2
∑ Phn
%
∑ Phn
%
(cm)
(m)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Amat Baik
0
0
0
0
0
0
0
0
2
Baik
0
0
0
0
0
0
0
0
3
Standard
2572
42,35
0
0
2572
100
31,57
8,95
4
Bawah Standard
3503
57,65
0
0
3503
100
25.81
6,71
Jumlah
6075
100
-
-
6075
-
28,69
7,83
Sumber : UBH-KPWN, 2010 B. Keterangan : Tabel telah disesuaikan.
Hasil evaluasi data tanaman yang berusia tiga tahun ditetapkan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 17. Tabel 17. Kriteria Evaluasi Tanaman Umur tiga tahun Kriteria Evaluasi
Tinggi (T) m
Keliling (K) cm
Bawah standard (BS)
T < 8
K < 30
Standard (S)
8 < T < 10
30 < K < 35
Baik (B)
10 < T < 12
35 < K < 40
Amat Baik (AB)
T > 12
K > 40
Sumber : UBH-KPWN, 2008.
Secara keseluruhan sesuai evaluasi pertumbuhan tanaman yang berusia tiga tahun mencapai rata-rata keliling 28,69 cm dan tinggi rata-rata 7,83 m. Sesuai rata-rata keliling tersebut maka diameter rata-rata 0,09 cm, dan volumenya rata-rata 0,05 m3/pohon. Hasil evaluasi tanaman selama periode tiga tahun seperti pada Tabel 18.
64
Tabel 18 Hasil Evaluasi Tanaman Selama Periode Tiga Tahun, Di Lokasi Lahan UNB Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Bogor. Tahun Periode Evaluasi
Keliling (cm)
Diameter (m)
Tinggi (m)
Volume (m3)
2008
12,97
0,043
2,31
0,003
2009
24,31
0,08
6,38
0,030
Pengukuran tinggi hanya estimasi
2010
28,69
0,09
7,80
0,05
Sda
Penelitian 2010 (sampel 2,5%)
34
0,11
4,74
0,045
Pengukuran tinggi sampai bebas cabang
Keterangan
Untuk menentukan prospek potensi tanaman setelah tahun ketiga dapat diperhitungkan berdasarkan riap atau pertumbuhan rata-rata tahunan tanaman (diameter, tinggi atau volume). Sesuai hasil evaluasi pertumbuhan tanama JUN dari tahun pertama hingga tahun ketiga tersebut. Riap pertumbuhan tanaman diperhitungkan seperti pada Tabel 19. Tabel 19. Riap pertumbuhan tanaman JUN sampai Usia tiga Tahun. Tahun Evaluasi Evaluasi UBH-KPWN Tahun 2008
Keliling (cm)
Diameter (m)
Tinggi (m)
Volume (m3)
Keterangan
12,97
0,04
2,31
0,003
Evaluasi UBH-KPWN Tahun 2009
24,31
0,08
6,38
0,030
Pengukuran tinggi hanya estimasi Pengukuran tinggi hanya estimasi
Evaluasi UBH-KPWN Tahun 2010
28,69
0,09
7,80
0,05
Pengukuran tinggi hanya estimasi
Penelitian tahun 2010 (sampel 2,5%)
34
0,11
4,74
0,045
Pengukuran tinggi sampai bebas cabang
Riap tahun ke 0 – 1
11,34
0,04
2,31
0,027
2007 – 2008 (2007 data awal tanam)
Riap tahun ke 1 – 2
9,69
0,03
4,07
0,015
Riap tahun ke 2 - 3
4,38
0,01
1,42
0,020
Jumlah Riap
25,41
0,08
7,80
0,062
Rata2 Riap/tahun
8,47
0,027
2,60
0,021
(2009 – 2008) (2010 – 2009) (2010 data penelitian) data tinggi 2010 sesuai estimasi UBH-KPWN
Hasil evaluasi pertumbuhan tersebut menunjukkan pertumbuhan keliling tertinggi terjadi pada antara tahun kesatu dengan tahun kedua sebesar 11,34 cm/pohon/tahun atau riap diameter 0,040 m/pohon/tahun dan riap tinggi 4,07 m/pohon/tahun, maka riap volume diperhitungkan 0,027 m3/pohon/tahun.
65
Pada periode antara tahun kedua dengan tahun ketiga menunjukkan penurunan pertumbuhan rata-rata keliling menjadi 9,69 cm/pohon/tahun atau diameter 0,03 m/pohon/ tahun dan tinggi 1,42 m/pohon/tahun. Perhitungan riap tinggi untuk tahun kedua sesuai data hasil pengukuran Tim UBH-KPWN tahun 2010. Hal tersebut untuk menyesuaikan dengan data estimasi tinggi pohon pada tahun sebelumnya, mengingat metode pengukuran tinggi pohon Tim UBH-KPWN dengan pengukuran tinggi sampel tanaman pada penelitian tersebut, namun riap volume dihitung sesuai data tinggi hasil pengukuran bebas cabang, sehingga riap volume tahun ketiga 0,015 m3/pohon/tahun. Hasil evaluasi Tim UBH-KPWN tahun 2010, menunjukkan pertumbuhan keliling hanya 4,38 cm/pohon/tahun atau diameter hanya 0,01 m/pohon/tahun. Hasil pengukuran tinggi yang dilakukan secara estimasi menunjukkan pertumbuhan tinggi 1,42 cm/pohon/tahun, maka riap pertumbuhan volume diperhitungkan 0,020 m3/pohon/tahun Data pertumbuhan selama periode masa tanam selama tiga tahun diperoleh ratarata riap pertumbuhan keliling 8,47 cm/pohon/tahun atau riap diameter 0,027 m/pohon/ tahun, dan rata-rata riap pertumbuhan tinggi 2,60 m/pohon/tahun, serta riap pertumbuhan volume rata-rata 0,021 m3/pohon/tahun.
Sesuai data riap rata-rata volume per pohon,
maka potensi riap pertumbuhan tanaman rata-rata 21 m3/ha. Saat dilakukan evaluasi pertumbuhan tanaman sekaligus juga dilakukan evaluasi kondisi tanaman. Evaluasi kondisi tanaman mencakup kesegaran tanaman, adanya serangan hama dan kondisi tumbuh abnormal. Tim evaluasi dapat menetapkan suatu kondisi tanaman dinyatakan mati, maka harus ditanami kembali, atau tanaman dimatikan atau dinyatakan mati karena salah satu sebab tersebut. Hasil evaluasi kondisi tanaman pada tahun pertama sebanyak 92 tanaman atau 1,29% mengalami kematian dari total bibit JUN yang ditanam, dan telah dilakukan penanaman kembali (sulaman). Hasil evaluasi kondisi tanaman pada tahun kedua sebanyak 556 tanaman atau 7,81% dari total tanaman yang mengalami kematian atau harus dimatikan. Hasil evaluasi kondisi tanaman pada usia tanam tahun ketiga, sebanyak 403 tanaman atau 5,66% mengalami kematian atau harus dimatikan, sehingga rata-rata kematian pertahun 4,92%.
66
Contoh kerusakan tanaman yang harus dimatikan, karena adanya serangan hama penyakit atau kerusakan fisik saat pertumbuhan, seperti pada Gambar 9.
Gambar 9. Contoh Kerusakan tanaman harus dimatikan
Kematian pada tahun kesatu hasil evaluasi umumnya disebabkan adanya serangan hama dan kerusakan bibit saat ditanam. Kematian pada tahun kedua dan ketiga disebabkan adanya serangan hama, pertumbuhan terhambat, pertumbuhan plagiotrop (penyimpangan arah tumbuh), dan kerusakan karena adanya terkena petir (Setiaji, 2009). 4.5 Proyeksi Potensi Tanaman Tahun kelima Berdasarkan hasil perhitungan pertumbuhan tinggi dan keliling antara periode tahun awal tanam, tahun kedua sampai tahun ketiga dihasilkan nilai rata-rata pertumbuhan volume atau riap rata-rata pertahun selama tiga tahun. Data riap rata-rata tersebut dapat dijadikan data untuk memprediksi potensi panen kayu JUN untuk tahun berikutnya, yaitu tahun keempat, tahun kelima, dan seterusnya. Berdasarkan data pada Tabel 19, jika menggunakan nilai rata-rata riap volume, 0,021 m3/pohon/tahun, rata-rata riap tinggi 2,60 m/pohon/tahun atau rata-rata riap diameter 0,027/m/pohon/tahun, maka nilai prospek panen pada tahun keempat, dihitung dengan menjumlah data potensi pada tahun ketiga, ditambah nilai riap tersebut, selanjutnya prospek panen tahun kelima dhitung dari potensi tahun keempat ditambah nilai riap tersebut. Secara teoritis riap pertumbuhan dapat dapat terkoreksi oleh kondisi pertumbuhan pohon yang tidak normal. Pada kondisi normal riap pertumbuhan pertahun dapat terjadi disebabkan pertumbuhan tinggi atau pertumbuhan diameter pohon, sehingga dapat diper-
67
hitungkan riap volumenya (Latifah 2004). Pada periode tertentu riap pertumbuhan dapat terjadi hanya pertumbuhan tinggi, atau hanya terjadi pertumbuhan diameter saja (Simon, 2007). Riap volume ditentukan oleh pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman JUN per tahun. Perhitungan prospek panen pohon pada tahun kelima dapat diperhitungkan dengan asumsi yaitu (Latifah 2004) : a) Proyeksi terjadi pertumbuhan diameter dan tinggi b) Proyeksi terjadi pertumbuhan tinggi, namun pertumbuhan diameter tidak berlangsung. c) Proyeksi hanya pertumbuhan diameter, namun pertumbuhan tinggi tidak berlangsung. Perhitungan prospek panen pada tahun kelima dengan asummi, tiga proyeksi tersebut seperti pada Tabel 20. Tabel 20. Proyeksi Riap Diameter, Tinggi atau Volume Sampai tahun Kelima Proyeksi Tahun Ketiga
Jumlah Tanaman (pohon)
Rata2 Tinggi (m) 4,74
Rata2 Diameter (m) 0,11
Volume Panen (m3/pohon) 0,044
Keempat
6075
-
-
0,065
Kelima
-
-
0,086
Ketiga
4,74
Keempat
6075
Kelima
7,34
Kelima
0,11
9,94
Ketiga Keempat
0,044
6075
4,74
0,067 0,091
0,11
0,044
0,14
0,070
0,16
0,100
Keterangan Perhitungan sesuai rata2 riap volume 0,021 m3/tahun
Perhitungan sesuai rata2 tinggi 2,60 m/tahun
Perhitungan sesuai rata2 diameter 0,027 m/tahun
Sesuai tabel tersebut, jika terjadi pertumbuhan tinggi dan pertumbuhan diameter, maka prospek panen tahun kelima volumenya 0,086 m3/pohon. Apabila hanya terjadi pertumbuhan tinggi, sementara pertumbuhan diameter terhambat, maka diperhitungkan potensi panen ditahun kelima volumenya 0,091 m3/pohon. Jika asumsi hanya terjadi pertumbuhan diameter, sementara pertumbuhan tinggi terhambat maka diperhitungkan prospek panen ditahun kelima volumenya 0,10 m3/pohon. Sesuai asumsi tersebut maka prospek panen ditahun kelima pada rentang antara 0,086 m3/pohon sampai dengan 0,10 m3/
68
pohon, atau potensi panen antara 86 m3/ha – 100 m3/ha. Prospek panen rata-rata sesuai perhitungan pertumbuhan tinggi 0,091 m3/pohon atau potensi panen 91 m3/ha. Menurut perhitungan proyeksi UBH-KPWN, potensi panen pohon JUN ditahun kelima dapat mencapai 0,20 m3/pohon atau 200 m3/ha, sehingga pada usia panen tahun kelima belum dapat dicapai. Untuk asumsi terendah prospek panen 0,086 m3/pohon ditahun kelima, maka untuk mencapai potensi panen lebih dari 200 m3/ha akan dapat dipanen ditahun ke-11. Jika asumsi prospek panen rata-rata 0,091 m3/pohon ditahun kelima, maka potensi panen 200 m3/ha dapat dipanen pada tahun ke-10, atau jika asumsi prospek panen terbesar 0,10 m3/pohon ditahun kelima, maka potensi panen 200 m3/ha dapat dipanen pada tahun ke delapan. Perhitungan masa waktu panen untuk mencapai 200 m3/ha, seperti pada Lampiran 9. Hasil penelitian riap pertumbuhan jenis Jati Plus Perhutani (JPP) umur lima tahun dengan perlakuan silvikultur intensif di wilayah KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Pemalang, menunjukkan data rata-rata riap diameter 4 cm/tahun, riap tinggi 4 m/tahun, dan riap volume 14 m3/ha/tahun. Pada penelitian di lokasi yang sama, namun tanpa perlakuan silvikultur intensif, menunjukkan data rata-rata riap diameter 2 cm/tahun, riap tinggi 2,2 m/tahun, dan riap volume 8,08 m3/ha/tahun (Siswamartana, 2009). Kondisi riap pertumbuhan akan sangat tergantung dengan ciri-ciri kuantitatif pada sifat anatomi kayu JUN, meliputi rata-rata lebar riap tumbuh, tebal kulit dan luasan empulur, serta dimensi serat dan pembuluh kayu JUN akibat pertumbuhan yang dipercepat dibandingkan dengan kayu jati konvensional (Damayanti, 2010). Secara fisiologis riap pertumbuhan sangat dipengaruhi kondisi kesuburan tanah dan perlakuan budidaya secara intensif. Sifat pertumbuhan tanaman kayu dapat berlangsung mengalami pertumbuhan dimensi, secara bersamaan pertumbuhan tinggi dan pertumbuhan diameter. Dalam satu fase pertumbuhan riap dipengaruhi pembentukan kayu teras, karena harus memenuhi pertumbuhan sifat kayunya (fase Juvenil ke fase kayu). Pertumbuhan riap seolah tidak terjadi karena dipengaruhi kebutuhan perkembangan fisiologis lainnya, misalnya untuk menghasilkan bunga atau buah (Darwis et al., 2005). Hasil uji mikroskofis menunjukkan kayu JUN usia empat tahun dan usia lima tahun, dibandingkan dengan jati konvensional pada usia yang sama, menunjukkan rata-
69
rata riap tumbuh kayu JUN mencapai tiga kali lipat dari riap tumbuh jati konvensional. Perbedaan jarak atau lebar riap tumbuh antara JUN dan jati konvesional seperti ditunjukan pada Tabel 21. Tabel 21. Perbedaan Riap Tumbuh antara kayu JUN dan kayu jati konvensional pada usia lima tahun. Jenis Kayu Jati
Lebar Riap Tumbuh (mm) JUN 30,45 Jati konvensional 8,91 Sumber : Hasil penelitian Damayanti (2010).
Luasan Empulur (mm2) 59,81 40,31
Tebal Kulit (mm) 4,49 2,73
Perbedaan lebar riap tumbuh secara mikroskopik terutama disebabkan karena penambahan jumlah sel arah radial dan diameter pembuluh kayu JUN yang lebih besar, meskipun banyak kendala dalam penghitungan jumlah sel arah radial secara rinci. (Damayanti, 2010). Perbandingan antara lebar riap tumbuh antara kayu JUN dengan kayu jati konvensional pada usia lima tahun seperti pada Gambar 10. JUN 5 th
Jati Konvensional 5 th
Gambar 10 : Perbedaan lebar riap tumbuh pada kayu JUN (gambar atas) dengan kayu jati konvensional (gambar bawah) umur 5 tahun.
Hasil penelitian dimensi menunjukkan rata-rata dimensi serat kayu awal dan kayu akhir JUN lebih panjang dibanding kayu jati konvensional, demikian juga pada panjang sel serat dan sel pembuluh. Pada kayu JUN memiliki panjang sel serat 1326 μm dan sel pembuluh 352 μm. Kayu jati konvensional panjang sel serat 1100 μm dan sel pembuluh
70
329 μm. Diameter pembuluh kayu JUN sekitar 200 μm, dan kayu jati konvensional sekitar 127 μm (Damayanti, 2010). Jika berdasarkan data riap rata-rata pertumbuhan diameter 0,019 m/tahun, kemudian ditambahkan data pertumbuhan JUN secara morfologis dari hasil penelitian, rata-rata lebar riap tumbuh 30,45 mm atau 0,03045 m/tahun ditambah 0,019 m/tahun, maka dapat diproyeksikan pertumbuhan rata-rata diameter 0,04934 m/tahun hingga tahun kelima. Sebagai pembanding hasil pengukuran volume sampel pohon jati yang berumur lima tahun pada Kebun lokasi persemaian PT Setyamitra Bhaktipersada, di Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal telah mencapai diameter 32 cm, dan tinggi sampel diambil 6 m, maka diperhitungkan volumenya 0,483 m3/pohon atau 483 m3/ha (Damayanti, 2010). 4.6 Kualitas dan Prospek Penggunaan Kayu JUN Kualitas tanaman JUN mencakup sifat biologis dan sifat mekanis kayu. Sifat biologis tanaman JUN meliputi sifat klon (hasil seleksi genotif), struktur morfologis, ketahanan tumbuh (sifat perakaran), kemampuan adaptasi pada area tumbuh, laju pertumbuhan dimensi (keliling, tinggi), riap tumbuh dan ketahanan terhadap serangan hama penyakit (Padlinurjaji dan Rahayu, 2009). Perbandingan struktur morfologis kayu JUN dan kayu jati konvensionil seperti pada Gambar 11.
Gambar 11: Perbedaan Penampang melintang Jati JUN (a) dengan jati Biasa (b)
71
Sifat mekanis kayu JUN mencakup kadar air, kerapatan jenis, ratio penyusutan atau perubahan dimensi, berat jenis, kekerasan, kelas awet kayu dan kandungan zat ekstraktif kayu (Damayanti, 2010). 4.6.1 Sifat Fisik dan Kualitas Kayu Untuk tujuan prospek penggunaan kayu untuk industri biasanya lebih mempertimbangkan sifat kualitas mekanika kayu. Secara teknis diameter Jati JUN yang berumur lima tahun dapat mencapai diameter 32 cm, sedangkan jati konvensional pada umur yang sama hanya mencapai 11,5 cm. Sifat pertumbuhan jati JUN yang lebih cepat tersebut menyebabkan pertumbuhan sel lebih banyak pada struktur mofologisnya (Padlinurjaji dan Rahayu, 2009). Jati JUN pada usia 4 dan 5 tahun telah terjadi pembentukan tilosis atau perubahan pewarnaan (discoloured wood) yang mengindikasikan terjadinya pembentukan kayu teras, walapun kandungan zat ektratif lebih rendah dari kayu jati konvensional. Diasumsikan pembentukan kayu teras hanya bersifat sekunder atau belum sesungguhnya atau masih kayu juvenile atau kayu muda (Damayanti, 2010). Panjang serat kayu JUN ratar-rata lebih panjang dari kayu jati konvensional, yang sangat dipengaruihi faktor genetik dan pertumbuhan yang berasal dari stek pucuk yang menghasilkan sel dengan sifat seperti jati dewasa. Rata-rata panjang serat JUN 1.325 μm, panjang pembuluh 352 μm, dan diameter pembuluh 200 μm. Rata-rata panjang serat jati konvensional 1.100 μm, panjang pembuluh 329 μm dan diameter pembuluh 127 μm. Dimensi pembuluh yang lebih besar menyebabkan tekstur kayu JUN menjadi lebih kasar (Damayanti, 2010). Kadar air JUN lebih tinggi lebih dari kayu jati Konvesional, disebakan kerapatan kayu dan berat jenisnya kayu JUN lebih rendah dari kayu jati konvesional. Berat jenis (BJ) JUN 0,48 sedangkan berat jenis jati konvensional 0,55, maka sesuai berat jenis tersebut kayu JUN termasuk kelas kuat III. Sifat penyusutan kayu JUN semakin stabil pada umur lima tahun dibandingkan kayu JUN yang berumur empat tahun (Damayanti, 2010).
72
Sifat kekerasan kayu JUN lebih rendah daripada jati konvensionil, yaitu kekerasan sisi 113 kg/cm2 dan kekerasan ujung 184 kg/cm2, sedangkan kekerasan kayu jati konvensional kekerasan sisi 164 kg/cm2 dan kekerasan ujung 223 kg/ cm2 (Damayanti, 2010). Kandungan zat ekstraktif kayu JUN lebih tinggi antara 2,53 - 2,95%. Dibandingkan kayu jati konvensional. Pada kayu JUN dibagian peralihan (batas pewarnaan) memiliki kadar ekstraktif paling tinggi. Warna ekstraktif kayu JUN lebih pekat dibandingkan kayu jati konvensional dan mengandung zat tectoquinon yang bersifat racun bagi serangan rayap atau hama perusak kayu (Lukmandaru, 2009). Sifat keawetan kayu JUN dari serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgreen.), pada umur lima tahun, termasuk kelas IV. Kandungan ekstraktif kayu JUN pada umur tersebut masih belum bersifat mematikan, terutama sifat racun (chinon) yang terkandung pada zat ekstraktif tectoquinon. Pada derajat serangan sedang dan belum meluas, kerusakan yang tembus hingga ke permukaan kayu pada JUN lebih sedikit dibandingkan kayu jati konvensional (Damayanti, 2010). 4.6.2 Prospek Penggunaan Kayu JUN Sifat-sifat penting kayu yang digunakan untuk suatu produk kayu sering berbeda dengan sifat-sifat penting untuk produk yang lain. Kualitas kayu untuk penggunaan bahan baku industri, ditentukan oleh satu atau lebih faktor-faktor variabel yang mempengaruhinya seperti struktur anatomi dan sifat fisika kayu (Padlinurjaji dan Rahayu, 2009). Sesuai sifat fisik kayu JUN yang berumur lima tahun masih mengandung 100% kayu muda (juvenile wood), sehingga penggunaan kayu JUN utuh untuk konstruksi tidak diperkenankan. Hasil penelitian beberapa asal tumbuh dari klon kayu jati, diketahui kayu jati akan mengalami masa pembentukan sifat kayu teras primer (peralihan kayu juvenile menjadi kayu dewasa) pada antara usia tumbuh 10 sampai 12 tahun (Wahyudi et al., 2005). Hasil penelitian pengolahan kayu JUN pada usia 4 tahun dan 5 tahun dapat diproduksi menjadi sortimen belahan (papan atau balok) dan sortimen kupasan (Venir). Bahan sortimen tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produk pertukang-
73
an/mebel, moulding dan furniture dan bagian interior bangunan bukan untuk konstruksi (Damayanti, 2010). Untuk tujuan pengolahan biasanya kayu dipertimbangkan dari kemudahan pengerjaan (kelas mutu I dan II) dan sifat laju pengeringan. Hasil percobaan pengolahan kayu menjadi sortimen belahan untuk bahan furniture, untuk kayu JUN yang berumur lima tahun, kerapatan dan berat jenisnya proporsional. Bahan kayu tidak berat namun cukup kuat untuk menopang beban (bending strength). Sifat kekerasannya rendah menyebabkan kekuatan pegang terhadap paku lemah (tensile strength). Tekstur kayu masih kasar sehingga tidak efisien pada proses sanding (penghalusan). Penyerutan mudah dan cepat rata, sehingga kayu JUN termasuk kelas mutu I. Stabilitas dimensi kayu baik, dengan laju pengeringan antara 27– 40 hari dapat mencapai kadar air < 15%. Pada kondisi kadar air rendah akan dihasilkan warna terang namun corak jati kurang nampak (Damayanti, 2010). Hasil pengolahan bahan baku kayu JUN, dapat dibentuk produk sortimen kayu dan produk furniture, seperti pada contoh Gambar 12.
Papan Flooring Venir
Dowel Pintu
Furniture
Gambar 12 : Contoh beberapa manfaat penggunaan Kayu JUN dari tanaman yang berusia lima tahun (Damayanti, 2010) Sifat venir kayu JUN pada umur 4 dan 5 tahun dapat dikupas dalam kondisi dingin, menghasilkan rendemen 37% untuk JUN umur 5 tahun dan 27% untuk JUN umur 4 tahun. Kebundaran 0,97 untuk JUN umur 5 tahun dan 0,90 untuk JUN umur 4 tahun. Keragaman tebal venir stabil (baik), corak venir kayu cukup menarik, terutama pada venir bagian dalam karena telah ada pewarnaan. Corak venir kayu belum nampak karena
74
pengaruh lingkar tumbuh. Tekstur venir yang dihasilkan termasuk kasar, sehingga lebih cocok untuk digunakan sebagai venir inti (Damayanti, 2010). 4.7 Prospek Pemanenan dan Pemasaran JUN Saat sekarang tanaman JUN telah mendapat prospek pemasaran dari pihak Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo). Beberapa komitmen atau nota kesepakatan, telah dibuat antara UBH-KPWN dengan pihak industri mebel atau furniture anggota ASMINDO yang siap menyerap hasil tebangan tanaman JUN, sebagai bahan baku pada industrinya. Di Jawa Timur beberapa industri furniture telah siap menyerap hasil tebangan kayu JUN, untuk diolah sebagai produk moulding kayu jati guna memenuhi memenuhi permintaan pasar Jepang. Prospek untuk penyediaan bahan baku untuk industri di wilayah Kabupaten Bogor, masih belum ada permintaan bahan baku kayu jati dari industri. Sesuai data industri di Kabupten Bogor, terdapat 14 industri furniture skala menengah sampai besar. Sesuai jumlah tersebut, hanya ada tiga industri di Kabupaten Bogor, yang menggunakan bahan baku kayu jati. Sesuai potensi panen kayu tebangan Perhutani dan potensi tebang-an kayu rakyat, termasuk jenis kayu jati masih sangat tersedia untuk memenuhi industri di wilayah Kabupaten Bogor (Supriadi, 2006). Untuk menentukan prospek potensi panen pada tahun kelima dan nilai jual kayu JUN yang dipanen, maka dapat ditentukan dari proyeksi riap tumbuh tanaman dan perkembangan nilai harga pada tahun ke lima. Prospek pemanenan merupakan hasil perhitungan potensi volume kayu tegakan pohon JUN, jika ditebang untuk dimanfaatkan secara ekonomi (memiliki nilai jual kayu). Jika prospek pemanenan diperhitungkan sebelum masa panen atau sebelum masa waktu tebang, maka perhitungan potensi volume tebang dapat diperhitungkan dengan akumulasi nilai rata-rata riap pertumbuhan (Tukan et al., 2001). Prospek pemanenan secara ekonomi, disamping nilai potensi volume pohon yang akan ditebang, juga sangat tergantung kepada nilai jual kayu setelah ditebang. Nilai jual kayu jati dapat tergantung kepada kelompok sortimen kayu dalam perdagangan, kelom-
75
pok kualitas kayu, kelompok dimensi kayu (diameter dan panjang kayu), serta posisi kayu terhadap akses pasar atau pembeli (Tukan et al., 2001). Berdasarkan SNI SNI 01-5007.17-2003, tentang Produk Kayu Bundar – Bagian 1: Kayu Bundar Jati, terdapat tiga kriteria sortimen yaitu : 1. Kayu Bundar Kecil (KBK/A.I) dengan ukuran sbb : 1) Kelas diameter 4 cm (panjang batang ≥ 2 m) 2) Kelas diameter 7 cm (panjang batang ≥ 1 m) 3) Kelas diameter 10 dan 13 cm (panjang batang ≥ 0,70 m) 4) Kelas diameter 16 dan 19 cm (panjang batang ≥ 0,40 m). 2. Kayu Bundar Sedang (KBS/A.II) dengan ukuran Kelas diameter 22, 25, dan 28 cm (panjang batang ≥ 0,40 m) 3. Kayu Bundar Besar (KBB/A.III) dengan kelas diameter ≥ 30 cm dan panjang batang ≥ 0,40 m. Pengelompokan tersebut diperoleh dari hasil pengukuran mutu kayu berdasarkan standard SNI tersebut. Berdasarkan nilai proyeksi ukuran dimensi yang dapat dicapai pada pohon JUN tahun kelima, tinggi atau panjang 7,31 m dan diameter 16 cm, maka ukuran tersebut dapat termasuk dalam katagori kelompok Kayu Bulat Kecil (KBK/A.I) dengan kelas diameter 16 – 19 cm, panjang batang > 0,40 m (Biro Pemasaran Perhutani, 2009). Prospek nilai jual pemanenan kayu JUN, dapat diasumsikan dari nilai harga kayu jati di pasaran sesuai kelompok Sortimen yang dipasarkan, dan nilai harga sesuai akses penjualan terhadap pembeli pengguna akhir, atau terhadap akses rantai pemasarannya. Nilai harga kayu jati di pasaran wilayah Pulau Jawa umumnya berpatokan dengan penetapan harga jual dasar kayu jati dari Perum Perhutani sesuai kelompok dimensinya. Untuk penetapan harga kayu JUN asal dari Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung Bogor, mengacu Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati yang ditetapkan Perum Perhutani, sesuai kelompok sortimen A1/tipe D (asal kayu Jawa Barat), seperti pada Lampiran 10. Sesuai penetapan Harga Jual Dasar (HJD) lima tahun terakhir, untuk kelompok kelas diameter antara 16 – 19 cm, dan panjang lebih dari 5,90 m, harga untuk setiap kelompok mutu kayu, seperti pada Tabel 22.
76
Tabel 22 Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati kelompok Kayu Bulat Kecil (KBK/A.I). Harga Rp (x 1000) Tiap Kelas Mutu HJD - Tahun
Pertama (P)
KeDua (D)
KeTiga (T)
KeEmpat (M)
Jumlah
Rata2
2005 2006 2008 2009 (Jan) 2009 (Des)
1.345
1.084
985
906
4.320
1.080
1.345
1.084
985
906
4.320
1.080
1.480
1.356
1.233
1.134
5.203
1.301
1.590
1.458
1.325
1.219
5.592
1.398
2.054
1.883
1.712
1.575
7.224
1.806
Kenaikan Harga Periode Per Tahun (Rp x 1000) 2006 - 2005 2008 - 2006 2009 (Jan) - 2008 2009 (Des) - 2009 (Jan) Jumlah Rata-rata Prosen (%)
0
0
0
0
0
0
135
272
248
228
883
221
110
102
92
85
389
97
464
425
387
356
1.632
408
709
1.119
1.119
1.119
4.066
1017
177
280
280
280
1.017
254
8,63
14,86
16,34
17,76
58
14,40
Sumber : Biro Pemasaran Perum Perhutani (2010). Keterangan tabel telah disesuaikan.
Sesuai data penetapan HJD tahunan tersebut menunjukkan trend penetapan kenaikan harga rata-rata dalam waktu lima tahun terakhir Rp 254.000/tahun atau 14,40%/tahun. Jika harga rata-rata kayu jati seluruh kelas mutu pada kelas diameter 16 - 19 cm pada tahun 2010 Rp 1.806.000/m3, maka : 1) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 1.806.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 254.000/m3, harga rata-rata kelas diameter tersebut Rp 2.060.000/m3. 2) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 2.060.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 254.000, harga rata-rata kelas diameter tersebut Rp 2.314.000/m3. Jika asumsi mutu kayu JUN yang terjual merupakan kelas mutu Pertama (P), maka harga jual rata-rata tahun 2010 Rp 2.054.000/m3 dengan kenaikan rata-rata kelas mutu tersebut Rp 177.000/tahun, sehingga : 1) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 2.054.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 177.000/m3, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.231.000/m3. 2) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 2.231.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 177.000, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.408.000/m3.
77
Jika asumsi mutu kayu JUN yang terjual merupakan kelas mutu Empat (M), maka harga jual rata-rata pada tahun 2010 Rp 1.575.000/m3 dengan kenaikan rata-rata kelas mutu tersebut Rp 280.000/tahun, maka : 3) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 1.575.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 280.000/m3, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 1.855.000/m3. 4) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 1.855.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 280.000, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.135.000/m3. Sesuai rentang kelas mutu kayu tersebut maka harga kayu JUN sortimen A1 tersebut, dapat diproyeksikan pada saat panen dapat dijual pada rentang harga antara Rp 2.135.000/m3 sampai dengan Rp 2.408.000/m3, dengan harga rata-rata seluruh kelas mutu Rp 2.314.000/m3. Harga Jual Dasar tersebut dapat diacu, jika tidak ada perubahan harga pokok produksi Perum Perhutani secara signifikan, atau adanya perubahan indikator ekonomi secara signifikan. Harga jual juga dipengaruhi tingkat permintaan kebutuhan kayu saat penjualan dan kemudahan akses rantai pemasaran kayu terhadap pembeli akhir (Biro Pemasaran Perum Perhutani, 2009). Rantai pemasaran kayu jati di Pulau Jawa dapat di akses dalam enam alternatif penjualan (Tukan et al., 2001) sebagai berikut : 1) Pemasaran melalui Jalur 1 (Penjual/Petani pemilik pohon menjual ke Konsumen akhir 2) Pemasaran melalui Jalur Pasar 2 (Penjual/Petani pemilik pohon menjual ke pada Penebang – kepada pembeli rumah tangga) 3) Pemasaran melalui Jalur Pasar 3 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Penebang, kemudian dijual kembali kepada pedagang pembuat perabotan (mebel) 4) Pemasaran melalui Jalur Pasar 4 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada industri pengolahan kayu atau Penggergajian Kayu 5) Pemasaran melalui Jalur Pasar 5 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Penebang, kemudian dijual kepada pedagang kayu antara. 6) Pemasaran melalui Jalur Pasar 6 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Pedagang Kayu di Jakarta.
78
Akses pemasaran kayu JUN jika diasumsikan dapat dijual langsung kepada Industri pengolahan kayu jati di wilayah Jawa Barat, maka nilai harga penjualan dapat ditetapkan lebih tinggi. Jika asumsi kayu JUN yang dijual merupakan kelompok kelas mutu utama (P), yang dijual langsung kepada pembeli akhir atau langsung kepada industri kayu akhir, maka nilai jual kayu JUN akan dapat jauh lebih tinggi dibandingkan prediksi harga jual dasar dari Perum Perhutani tersebut (Supriadi, 2006). Hasil observasi pada pasar kayu jati di Klender Jakarta Timur, para pedagang memasarkan kayu jatinya, untuk kelompok jati muda asal penjualan dari daerah Jawa Barat (Jati Cianjur, Sukabumi, dan Garut) dan Jati dari Sumatera (Jati Lampung dan Palembang), relatif lebih murah dibandingkan jati muda dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hasil observasi harga pada pasar kayu jati di Klender Jakarta Timur, untuk kayu jati muda asal daerah Jawa Barat, kelompok diameter 16 – 19 cm, panjang > 2 m, harga beli dari pemasok kayu antara Rp 1.500.000/m3 – Rp 1.850.000/m3. Harga tersebut relatif jauh lebih murah dibandingkan ketetapan HJD Perum Perhutani. Penjual kayu Klender, umumnya menjual lagi kepada pembeli pengrajin pembuatan mebel jati dengan harga antara Rp 2.300.000/m3 – Rp 3000.000/m3. 4.8 Prospek Usaha Secara Finansial Berdasarkan hasil potensi panen JUN tahun kelima dan harga jual tersebut, dapat diperhitungkan prospek usaha secara finansial. Perhitungan prospek finansial sesuai potensi hasil pendapatan (income) yang diraih dari penerimaan dana investasi dan nilai penjualan kayu JUN tersebut. Penerimaan dana investasi diterima pada tahun pertama, diperhitungkan dari penjualan harga tanaman kepada investor Rp 60.000/batang x 7021 bibit tanaman (dibeli 16 investor) sebesar Rp 421.400.000. Penerimaan tersebut kemudian akan ditambah pendapatan dari penjualan kayu pada tahun kelima. Hasil perhitungan potensi volume kayu JUN pada lokasi Kelurahan Cogreg pada tahun kelima, pada rentang potensi 463,06 m3 sampai dengan 607,53 m3, dengan potensi rata-rata 552.85 m3. Prospek panen tersebut dapat memberikan kontribusi pasokan kayu
79
jati pada seluruh Industri Kecil Menengah (IKM) di Kabupaten Bogor, mengingat kebutuhan industri di Kabupaten Bogor hanya tiga IKM Furniture yang membutuhkan bahan baku kayu jati. Prospek juga dipasarkan untuk kebutuhan industri kayu skala kecil menengah wilayah Jabotabek pada pasar kayu di Klender, Jakarta Timur. Sesuai Proyeksi harga ditahun kelima pada rentang Rp 2,135.000/m3 sampai dengan Rp 2,408.000/ m3, dan harga rata-rata Rp 2,314.000/m3. Prospek nilai jual atau pendapatan dari hasil panen kayu JUN ditahun kelima, pada rentang Rp 988.630.584/m3 (resiko 23,31% mati) sampai dengan nilai jual Rp 1.463.532.856 (resiko 13,47% mati), dan prospek nilai jual rata-rata Rp 1.279.294.179 (resiko 13,47% mati). Pada tahun kelima (tahun 2012), UBH-KPWN disamping menerima hasil penjualan kayu JUN dari lokasi Kelurahan Cogreg Bogor juga memiliki prospek penjualan kayu siap tebang (usia lima tahun) dari wilayah lokasi tanam lain, di Kabupaten Magetan dan di Kebun Observasi Madiun di Jawa Timur. Potensi panen di Kabupaten Magetan sebanayak 26.751 pohon ditambah pada Kebun Observasi di Madiun 44 pohon, dengan asumsi nilai riap sama, maka prospek penerimaan nilai jual dari Kabupaten Magetan dan Madiun lima kali lebih besar, jika dibandingkan prospek dari Kabupaten Bogor. Prospek Harga Jual Dasar (HJD) kayu jati tipe A asal wilayah Jawa Tengah akan lebih mahal dari harga kayu jati tipe D asal Jawa Barat (UBH-KPWN, 2010.B) Sebagai perbandingan untuk prospek pemanenan jati emas (jenis unggul) dengan potensi tanaman 2000 pohon/ha, pada tahun kelima diproyeksikan dapat mencapai ratarata diameter 20 cm, dengan tinggi 12 m. Pada tahun kelima dapat dipanen 1000 pohon jati emas dengan potensi panen 300 m3/ha, maka nilai penjualan jati emas 300 m3 x Rp 3000.000/ m3 sama dengan Rp 1.500.000.000, jenis tersebut akan dipanen terakhir pada tahun ke-15 dengan total potensi 1470 m3. (Darmadi, 2003). 4.8.1 Pembiayaan Usaha Penanaman JUN Hasil observasi di lokasi tanaman JUN dan hasil data sekunder, kegiatan UBHKPWN membutuhkan biaya usaha dari mulai biaya pembelian bibit tanaman hingga biaya untuk pemanenan dan pemasaran hasil kayu. Biaya usaha tersebut setiap tahun ditetap-
80
kan berdasarkan rencana kerja dan anggaran usaha. Biaya untuk pengelolaan tanaman di wilayah Kabupaten Bogor, khusus untuk di Kelurahan Cogreg seperti pada Lampiran 11. Berdasarkan perhitungan pendapatan dari penerimaan dana dari investor dan prospek pendapatan dari hasil panen JUN ditahun kelima, setelah dikurangi realisasi penggunaan biaya selama jangka pengelolaan tanaman JUN, maka akan didapatkan prospek keuntungan (profit) usaha dari pengelolaan tanaman JUN tersebut. Sesuai prospek nilai penjualan kayu JUN ditahun kelima, maka diperhitungkan nilai keuntungan usaha ditahun kelima pada rentang antara Rp 770.461.000 sampai dengan nilai keuntungan Rp 1.245.363, serta nilai keuntungan rata-rata Rp 1.061.125.000, sebelum dikurangi pajak hasil penjualan. Berdasarkan perhitungan analisis pembiayaan dan nilai keuntungan pada lokasi tanam di Kelurahan Cogreg Kabupaten Bogor tersebut, diperhitungkan menjadi hasil analisis finansial mencakup perhitungan nilai Net Present Value (NPV), Nilai Internal Rate Return (IRR), dan perhitungan B/C. Sebagai perbandingan biaya pengelolaan tanaman Jati Emas (jenis jati unggul), untuk investasi penanaman jati emas untuk masa panen 5 tahun total biaya Rp 31.439.000/ha, dan untuk panen usia 10 tahun total biaya Rp 35.169.000/ha. Perhitungan biaya investtasi antara umur panen 5 dan 10 tahun hanya selisih biaya sedikit, karena investasi dana yang besar hanya biaya pada awal tanaman umur tahun 0 - 1 tahun (Pari et al., 2007). Berdasarkan data tersebut, biaya penanaman jati emas jauh lebih murah untuk masa panen dalam lima tahun dibandingkan penanaman JUN Rp 90.060.000/ha, walaupun potensi panen JUN lebih besar dari penanaman jati emas di tahun kelima. 4.8.2 Analisis Nilai NPV Untuk menganalisis kelayakan finansial berdasarkan nilai prospek pendapatan tersebut, perlu dihitung nilai Net Present Value (NPV), untuk menilai kelayakan usaha penanaman JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN. Perhitungan dilakukan terhadap nilai biaya investasi yang dikeluarkan (out flow) dengan prospek nilai pendapatan (penerimaan dana investasi dan nilai penjualan kayu jati) pada tingkat suku bunga 15% dan tingkat suku bunga 9,4%. Tingkat suku bunga ditentukan sesuai bisnis plan UBH-KPWN, yaitu
81
Discount Factor (DF) 15% suku bunga bank komersial dan DF 9,4% sesuai suku bunga Danareksa (UBH-KPWN, 2007). Hasil perhitungan nilai NPV sesuai prospek penjualan seperti pada Lampiran 12. Sesuai hasil perhitungan tersebut, nilai NPV untuk prospek penerimaan terkecil dari penjualan hasil panen kayu JUN pada tahun kelima, dengan suku bunga 15% diperoleh nilai NPV Rp 351.970.000, dan untuk nilai NPV menggunakan suku bunga 9,4% diperoleh nilai NPV Rp 469.522.000. Hasil perhitungan nilai NPV sesuai prospek penerimaan rata-rata dari penjualan hasil panen kayu JUN pada tahun kelima, dengan suku bunga 15% diperoleh nilai NPV Rp 496.482.000, dan untuk nilai NPV menggunakan suku bunga 9,4% diperoleh nilai NPV Rp 655.005.000. Hasil perhitungan nilai NPV sesuai prospek penerimaan tertinggi dari penjualan hasil panen kayu JUN pada tahun kelima, dengan suku bunga 15% diperoleh nilai NPV Rp 588.081.000, dan untuk nilai NPV menggunakan suku bunga 9,4% diperoleh nilai NPV Rp 772.574.000. Berdasarkan nilai NPV tersebut (nilai terendah sampai tertinggi) pada tingkat suku bunga (discount factor) yang berbeda, semua nilai NPV lebih besar dari nol, maka secara finansial UBH-KPWN tersebut layak untuk dijalankan (Rahardja dan Manurung, 2008). Dibandingkan data Bisnis Plan UBH-KPWN selama masa 10 tahun (2007 s/d 2016), dengan target penanaman 4,5 juta pohon, dan diproyeksikan akan menarik investasi dari investor sebesar Rp 37,5 milyar, maka diperhitungkan pada tahun ke-10 nilai NPV 142.811.355.523, menunjukkan usaha tersebut layak dikelola ((Rahardja dan Manurung, 2008). 4.8.3 Analisis Nilai IRR Analisis Internal Rate Return (IRR) untuk menilai tingkat pengembalian investasi dari usaha penanaman JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN. Nilai IRR diperhitungkan sesuai nilai NPV tersebut. Untuk menilai tingkat pengembalian tersebut, IRR seharusnya bernilai sama dengan tingkat suku bunga yang diharapkan pada UBH-KPWN, atau lebih besar dari tingkat suku bunga investasi lain yang dianggap kompetitif.
82
Hasil perhitungan nilai NPV sesuai prospek penjualan seperti pada Lampiran 12. Berdasarkan hasil perhitungan IRR tersebut pada tingkat suku bunga 15% dan 16%, pada tingkat pendapatan dari hasil panen kayu JUN, diperoleh nilai IRR pada rentang 65,99% (tingkat penerimaan terkecil) sampai dengan IRR 67,30% (tingkat penerimaan tertinggi), dan tingkat IRR rata-rata 66,92%. Sesuai analisis IRR tersebut maka investasi penanaman JUN pada UBH-KPWN tersebut layak. Artinya prosentasi tingkat pengembalian investasi tersebut, jika dibandingkan dengan suku bunga rata-rata deposito bank sebesar 6,47%, maka sangat jauh diatas rata-rata suku bunga tersebut. Berdasarkan Bisnis Plan UBH-KPWN selama masa 10 tahun (2007 s/d 2016), dengan target penanaman 4,5 juta pohon, dan diproyeksikan akan menarik investasi dari investor sebesar Rp 37,5 milyar, maka diperhitungkan pada tahun ke-10 nilai IRR 134,09% Nilai IRR sesuai bisnis plan tersebut, hampir sama dengan dua kali nilai dari nilai IRR masa investasi lima tahun, yang diperhitungkan dalam penelitian tersebut (UBH-KPWN, 2007). 4.8.4 Analisis Cost Benefit Ratio Analisis Cost Benefit Ratio atau B/C, merupakan analisis untuk mengukur rasio atau perbandingan antara biaya pengelolaan JUN UBH-KPWN (Cost) yang dikeluarkan dalam investasi penanaman JUN, dengan nilai pendapatan dan investasi yang diterima. Perhitungan B/C tersebut seperti pada Lampiran 12. Berdasarkan perhitungan Benefit Cost Ratio (B/C) tersebut diperoleh yaitu : 1) Pada prospek penerimaan terendah, dengan tingkat suku bunga 15% menghasilkan nilai B/C 2,6, dan pada tingkat suku bunga 9,4% menghasilkan nilai B/C 3,2. 2) Pada prospek penerimaan rata-rata, dengan tingkat suku bunga 15% menghasilkan nilai B/C 3,3, dan pada tingkat suku bunga 9,4% menghasilkan nilai B/C 4,0. 3) Pada prospek penerimaan tertinggi, dengan tingkat suku bunga 15% menghasilkan nilai B/C 3,7 dan pada tingkat suku bunga 9,4% menghasilkan nilai B/C 4,6. Sesuai prospek dari nilai penerimaan tersebut, menunjukkan nilai B/C diatas nilai satu. Artinya investasi yang ditanam pada usaha penanaman JUN tersebut layak. Dana yang diinvestasikan pada usaha tersebut pada tahun kelima diprediksi akan meningkat
83
pada rentang 2,6 kali (nilai terkecil) sampai dengan 4,6 kali (nilai tertinggi) dari dana awal saat di investasikan. Berdasarkan Bisnis Plan UBH-KPWN selama masa 10 tahun (2007 s/d 2016), dengan target penanaman 4,5 juta pohon, dan diproyeksikan akan menarik investasi dari investor sebesar Rp 37,5 milyar, serta diperhitungkan B/C rasio pada tahun ke-10 meningkat menjadi 2,34 kali dari dana semula yang diinvestasikan (UBH-KWPN, 2007). Sesuai nilai B/C tersebut pada tingkat penerimaan terendah masa lima tahun saja, sudah lebih tinggi dari nilai B/C yang diperhitungkan dalam bisnis plan UBH-KPWN. Analisis finansial pada investasi pengelolaan Jati Emas, saat hasil panen usia pohon lima tahun, diperhitungkan pada suku bunga 12% nilai NPV Rp 127.582.961, nilai IRR 57,37% dan nilai B/C rasio 5,19. Perhitungan pada suku bunga 18%, nilai NPV Rp 91.634.091, nilai IRR 57,37% dan nilai B/C rasio 4,04 (Darmadi, 2003). 4.9 Pendapatan Bagi Hasil Masing-masing Pihak Perhitungan nilai prospek bagi hasil diperoleh dari nilai prospek pendapatan usaha, sesuai hasil penerimaan penjualan kayu JUN pada tahun kelima. Prospek bagi hasil tersebut diperhitungkan sesuai hasil penerimaan, dari asumsi tingkat penerimaan terendah, tingkat penerimaan tertinggi seperti pada Lampiran 13. Sesuai data hasil perhitungan tersebut, untuk masing-masing pihak akan mendapat dana bagi hasil dari UBH-KPWN, sesuai proporsi bagi hasil yang telah disepakati dan tingkat resiko kematian tanaman yang telah terjadi dan yang diprediksi pada tahun kelima. Sesuai nilai pendapatan tersebut maka prospek pendapatan bagi hasil masing-masing pihak, diperhitungkan sesuai asumsi nilai jual terendah (sesuai harga jual terendah dengan resiko kamatian tanaman tertinggi), nilai jual rata-rata (sesuai harga jual rata-rata dengan resiko kematian tanaman terkecil), dan nilai jual tertinggi (sesuai harga jual tertinggi dengan resiko kematian tanaman terkecil). Sesuai asumsi prospek nilai jual panen terendah Rp 988.630.584, dan prediksi resiko tertinggi kematian tanaman sampai tahun kelima 23,31%, maka prospek bagi hasil masing-masing pihak yaitu ;
84
1) Pihak investor akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 40%, sebesar Rp
515.650.324, tanpa beban resiko kematian tanaman.
Sesuai jumlah investor pada
lokasi tanam di Kelurahan Cogreg sebanyak 16 investor, maka setiap investor akan menerima dana bagi hasil sebesar Rp 32.228.145. 2) Pihak pemilik lahan, akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 10%, sebesar Rp 128.912.581, tanpa beban resiko kematian, yang akan diterima pihak yayasan Universitas Nusa Bangsa sebagai pemilik lokasi tanam di Kelurahan Cogreg. 3) Pihak petani penggarap akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 13,35%, sebesar Rp 172.033.839, setelah dikurangi resiko kematian tanaman. Sesuai jumlah petani pada lokasi tanam di Kelurahan Cogreg sebanyak 24 petani, maka masingmasing petani akan mendapat dana bagi hasil sebesar Rp 7.168.077. 4) Pihak UBH-KPWN akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 8,01%, sebesar Rp 103.220.304, setelah dikurangi resiko kematian tanaman. 5) Pihak Pamong Desa akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 5,34%, sebesar Rp 68.813.536, setelah dikurangi resiko kematian tanaman, yang diterima Kelurahan Cogreg. Sesuai asumsi prospek nilai jual panen rata-rata Rp 1.279.294.179, dengan resiko kematian sampai 13,47%, maka prospek bagi hasil masing-masing pihak yaitu ; 1) Pihak investor akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 40%, sebesar Rp
591.376.022, tanpa beban resiko kematian. Sesuai jumlah investor pada lokasi tanam di Kelurahan Cogreg sebanyak 16 investor, maka setiap investor akan menerima dana bagi hasil sebesar Rp 36.961.001. 2) Pihak pemilik lahan, akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 10%, sebesar Rp 147.844.005, tanpa beban resiko kematian, yang akan diterima pihak yayasan Universitas Nusa Bangsa, sebagai pemilik lokasi tanam di Kelurahan Cogreg. 3) Pihak petani penggarap akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 18,27%, sebesar Rp 270.037.076, setelah dikurangi resiko kematian tanaman. Sesuai jumlah petani pada lokasi tanam di Kelurahan Cogreg sebanyak 24 petani, maka masingmasing petani akan menerima dana bagi hasil sebesar Rp 11.251.545.
85
4) Pihak UBH-KPWN akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 10,96%, sebesar Rp 162.022.246, setelah dikurangi resiko kematian tanaman. 5) Pihak Pamong Desa akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 7,31%, sebesar Rp 108.014.830, setelah dikurangi resiko kematian tanaman yang diterima Kelurahan Cogreg. Sesuai asumsi prospek nilai jual panen tertinggi Rp 1.463.532.856, dengan resiko kematian terkecil sampai 13,47%, maka prospek bagi hasil masing-masing pihak yaitu ; 1) Pihak investor akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 40%, sebesar Rp
676.543.560, tanpa beban resiko kematian,. Sesuai jumlah investor pada lokasi tanam di Kelurahan Cogreg sebanyak 16 investor, maka setiap investor akan menerima dana bagi hasil sebesar Rp 42.283.973. 2) Pihak pemilik lahan, akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 10%, sebesar Rp 169.135.890, tanpa beban resiko kematian, yang akan diterima pihak Yayasan Universitas Nusa Bangsa, sebagai pemilik lokasi tanam di Kelurahan Cogreg. 3) Pihak petani penggarap akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 18,27%, sebesar Rp 308.926.703, setelah dikurangi resiko kematian tanaman. Sesuai jumlah petani pada lokasi tanam di Kelurahan Cogreg sebanyak 24 petani, maka masingmasing petani akan menerima dana bagi hasil sebesar Rp 12.871.946. 4) Pihak UBH-KPWN akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 10,96%, sebesar Rp 185.356.022, setelah dikurangi resiko kematian tanaman 5) Pihak Pamong Desa akan menerima dana bagi hasil dengan proporsi 7,31%, sebesar Rp 123.570.681, setelah dikurangi resiko kematian tanaman yang diterima Kelurahan Cogreg 4.10. Persepsi prospek usaha dari Investor Kegiatan usaha penanaman JUN dengan pola usaha bagi hasil tersebut, salah satunya sangat ditentukan adanya dana yang disediakan oleh pihak investor. Pihak investor yang bersedia menginvestasikan dananya dalam masa lima tahun, tentunya membutuhkan keyakinan dan jaminan prospek usaha tersebut dari pihak UBH-KPWN. Disam-
86
ping pengetahuan yang cukup bagi investor untuk meyakini prospek usaha tersebut dapat memberikan nilai tambah yang signifikan. Dalam proses menuju masa panen JUN atau pada saat menerima hasil investasi, UBH-KPWN seharusnya memiliki upaya untuk mengevaluasi persepsi investor terhadap tingkat keyakinan mereka mengenai prospek investasi tersebut ditahun kelima. Evaluasi persepsi investor pada penelitian tersebut untuk mendukung nilai prospek secara finansial, yang dijanjikan dari hasil kegiatan usaha tersebut.
Hasil evaluasi
persepsi investor terhadap kinerja UBH-KPWN tersebut, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi UBH-KPWN.
Khususnya terkait kepada pemenuhan harapan investor
terhadap nilai manfaat (benefit) yang akan mereka raih, disamping nilai keuntungan (profit) yang dapat mereka diraih ditahun kelima. Metode evaluasi persepsi investor tersebut dilakukan dengan menyampaikan koesioner kepada para investor yang menginvestasikan dananya pada penanaman JUN di lokasi tanam pada Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung, Bogor. Pada lokasi penanaman tersebut melibatkan 16 orang pihak investor, seperti pada Lampiran 14. Pada penelitian tersebut telah disampaikan koesioner kepada 16 Investor, melalui email, faximille dan surat tercatat. Hasil koesioner yang telah diisi dan dikembalikan oleh investor sebanyak tujuh koesioner atau 44% dari total koesioner yang dikirim. Hasil pengisian koesioner seperti pada Lampiran 15. Hasil isian tersebut di analisis dengan metode Importance Performance Indicator (IPA) atau metode analisis tingkat kepentingan kinerja, yang diharapkan pelanggan atau investor. Hasil analisis tersebut dari 18 kriteria yang dievaluasi menunjukkan hasil sebagai berikut : 1) Terdapat empat investor persepsinya pada kuadran I, artinya investor menilai kegiatan usaha penanaman JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN, telah menunjukkan kinerja yang memuaskan dan menurut mereka kriteria tersebut penting untuk dipenuhi. 2) Terdapat satu orang investor persepsinya pada kuadran II, artinya persepsi investor tersebut menilai kegiatan usaha penanaman JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN menunjukkan kinerja yang memuaskan, namun kinerja tersebut menurut persepsi mereka
87
dianggap tidak penting untuk dipenuhi. Artinya ada hal yang kurang efisien dalam kegiatan usaha tersebut. 3) Terdapat satu orang investor persepsinya pada kuadran III, artinya persepsi investor tersebut menilai kegiatan usaha penanaman JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN menunjukkan kinerja tidak memuaskan. Kinerja tersebut menurut persepsi investor dianggap tidak penting untuk dipenuhi. Artinya jika kriteria tersebut tidak dipenuhi tidak masalah bagi Investor. Lebih efektif jika kriteria tersebut dapat digantikan dengan kriteria lain untuk bahan evaluasi kinerja UBH-KPWN. 4) Terdapat satu orang investor persepsinya pada kuadran IV, artinya investor menilai kegiatan usaha penanaman JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN menunjukkan kinerja tidak memuaskan. Kinerja tersebut menurut persepsi investor juga dianggap penting untuk dipenuhi. Artinya jika kriteria tersebut tidak dipenuhi maka investor akan kecewa bahkan akan tidak menaruh kepercayaan lagi terhadap usaha tersebut. Hasil analisis persepsi investor disajikan dalam bentuk kuadran kepentingan dan tingkat kinerja seperti pada Gambar 13 berikut.
Gambar 13 : Diagram Kuadran Kinerja dan Tingkat Kepentingan dari persepsi investor.
88
Hasil persepsi investor tersebut sebagian besar investor menilai kinerja UBHKPWN memuaskan atau memenuhi harapan investor, yang dianggap mereka penting untuk terus dikelola (berada pada kuadran I). Persepsi tersebut akan mendorong positif kegiatan UBH-KPWN. Khusus persepsi investor yang berada pada kuadran IV, merasa tidak puas, padahal kinerja tersebut dianggap penting, hal tersebut harus diperhatikan manajemen UBH-KPWN
untuk memberikan pelayanan dan pemahaman tentang prospek usaha
tersebut. Kondisi tersebut dapat menjadi persepsi yang memberi dampak psikologis bagi kelangsungan usaha, untuk memberikan keyakinan kepada calon investor yang ingin berinvestasi pada usaha tersebut. 4.11 Nilai Manfaat Bagi Lingkungan dan Masyarakat Usaha penanaman JUN den gan pola bagi hasil tersebut, disamping telah menunjukkan prospek atau nilai manfaat secara ekonomis, juga dirasakan telah memberi nilai manfaat bagi upaya pengelolaan dan pelestarian lingkungan, serta nilai manfaat bagi sosial ekonomi masyarakat. Nilai manfaat terhadap lingkungan dari kegiatan usaha tersebut, secara langsung telah mendorong kepada pemanfaatan lahan atau tanah yang sebelumnya tidak dimanfaatkan atau bahkan terlantar.
Lahan yang tidak dimanfaatkan dapat dapat mendorong
penurunan kualitas lahan, dan akan menjadi lahan kritis. Pada lahan lereng yang tidak diolah dan tidak tertutup tanaman akan berpotensi terjadinya tanah longsor dan penyebab banjir. Pada kegiatan usaha penanaman JUN di lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung, telah memanfaatkan lahan kebun praktek mahasiswa Universitas Nusa Bangsa, yang semula sebagian besar hanya lahan terlantar yang belum dimanfaatkan. Pada kegiatan penanaman JUN tersebut telah memanfaatkan lahan lebih kurang 7,5 ha untuk masa tanam tahun 2007.
Pada tahun 2008, dilakukan penanaman kembali sebanyak 1800
pohon JUN atau seluas lebih kurang 2 ha, sehingga hampir seluruh lahan UNB seluas lebih kurang 10 ha telah dimanfaatkan untuk penanaman JUN.
89
Adanya aktivitas penanaman tersebut mendorong pemanfaatan lahan kosong terbuka menjadi memiliki tanaman atau pohon penutup lantai tanah yang semula tidak terawat. Hal tersebut juga telah memberi nilai manfaat bagi kegiatan praktek penanaman pohon, dan lokasi penelitian terkait sistem budidaya pohon jati dan sistem kebun tumpang sari dengan tanaman palawija dan tanaman obat-obatan bagi mahasiswa UNB. Secara ekonomis pemanfaatan lahan tersebut dapat diperhitungkan dari nilai prospek bagi hasil yang akan diterima UNB sebagai pemilik lahan. Prospek pendapatan bagi hasil yang diterima UNB pada tahun kelima antara Rp 128.912.581 sampai dengan Rp 169.135.890. Jika diasumsikan sebagai nilai sewa lahan, sesuai prospek pendapatan tersebut, maka diperhitungkan nilai sewa lahan antara Rp 297.995/ha/bulan sampai dengan Rp 390.975/ha/bulan, atau rata-rata nilai sewa lahan tersebut Rp 341.757/ha/bulan. Pemanfaatan lahan kawasan hutan atau hutan milik negara di wilayah Pulau Jawa umumnya untuk disewakan atau dipinjamkan pada kegiatan hutan rakyat, kegiatan perkebunan, dan untuk lahan tanaman tumpang sari. Nilai sewa lahan umumnya diperhitungkan dari kondisi kesuburan tanah, kebijakan daerah lokasi lahan dan nilai komoditas tanaman yang dibudidayakan (P2BN, 2006). Menurut pengakuan masyarakat sekitar tanaman, adanya tegakan pohon JUN di lokasi UNB Kelurahan Cogreg, telah menjadi penyangga udara bersih bagi lingkungan sekitar kebun. Masyarakat sekitar lahan tersebut, sebagian besar memanfaatkan lahan mereka untuk kegiatan peternakan ayam, yang berpotensi menimbulkan cemaran bau dari pakan ayam. Nilai sewa lahan tersebut meskipun relatif lebih murah jika dimanfaatkan untuk sewa lahan ternak ayam, namun dari aspek lingkungan menurut masyarakat lebih sehat. Manfaat lain kegiatan usaha penanaman JUN tersebut dirasakan penting bagi masyarakat, karena telah menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar tanaman yang bersedia menjadi petani penggarap atau pengelola tanaman JUN. Secara langsung dengan pola investasi yang melibatkan investor dari luar Kelurahan Cogreg, bahkan dari luar wilayah Jawa Barat, maka kegiatan UBH-KPWN telah dapat mendistribusikan modal investor untuk dinikmati masyarakat desa sekitar lokasi tanaman.
90
Kegiatan tersebut dapat sebagai model perluasan rantai modal ekonomi dari kota ke desa. Bagi investor distribusi modal tersebut disamping sebagai usaha investasi, juga sekaligus untuk memberikan kontribusi sosial bagi masyarakat sekitar yang menjadi petani penggarap, untuk mendapatkan lapangan pekerjaan (Syahyuti, 2009). Secara ekonomis bagi masyarakat sekitar kegiatan tersebut telah memberikan nilai pendapatan bagi petani penggarap, dan akan memberikan sumbangan dana bagi hasil kepada pihak kelurahan. Nilai manfaat bagi masyarakat yang menjadi petani penggarap, secara langsung mereka akan mendapat upah borongan pada kegiatan penanaman dan pemeliharaaan khusus tanaman, seperti kegiatan pemupukan dan kegiatan penyemprotan hama tanaman. Pendapatan lain mereka dapat memanfaatkan lahan tanaman JUN untuk bercocok tanaman palawija dan tanaman semusim lain secara tumpangsari, dan hasilnya dapat langsung mereka jual.
Pada akhir masa pengelolaan ditahun kelima, petani akan
menda-pat bagian hasil penjualan kayu jati sebesar 25% (setelah dikurangi resiko). Sesuai informasi UBH-KPWN, rata-rata petani penggarap akan mendapat upah penanaman sebesar Rp 1000/tanaman, atau sebesar Rp 7.120.000, ditambah biaya pemeliharaan tanaman (pemupukan, penyulaman dan penyemprotan hama) sebesar Rp 14.000.000 selama masa lima tahun pertama. Petani juga akan memiliki tambahan penghasilan dari menjual hasil tanaman tumpang sari berupa palawija dan sayuran setiap empat bulan sekali, rata-rata sebesar Rp 1.500.000. Pada tahun kelima petani akan menerima prospek hasil penjualan kayu JUN, antara Rp 7.168.077 tiap petani sampai dengan Rp 12.871.946 tiap petani. Sesuai nilai pendapatan dari upah penanaman, upah masa pemeliharaan tanaman, hasil tanaman tumpang sari, dan prospek pendapatan bagi hasil tersebut, jika diperhitungkan setiap petani selama lima tahun, akan menerima upah antara Rp 732.746 perbulan sampai dengan Rp 827.810 perbulan. Pendapatan bulanan tersebut jika dibandingkan dengan nilai Upah Minimum Regional Kabupaten Bogor, memang masih relatif kecil sebagai pendapatan petani bersama keluarganya. Bersamaan sebagai penggarap lahan JUN, setiap petani masih berkesempatan melaksanakan pekerjaan tambahan lain, seperti sebagai peternak ayam, peternak ikan Lele, dan jasa pengojek yang umum dijalankan masyarakat di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung Bogor.
91
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengukuran sampel potensi tanaman JUN, hasil pengolahan data dan analisis data sekunder, maka kajian Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Hasil pengukuran Potensi tanaman JUN berusia tiga tahun di Kelurahan Cogreg ratarata diameter pohon 0,11 m, rata-rata tinggi pohon 4,74 m, sehingga hasil perhitungan rata-rata volume 0,044 m3/pohon atau rata-rata potensi tanaman 44 m3/pohon. Total potensi seluruh tanaman JUN berusia tiga tahun di kelurahan Cogreg 266,28 m3. 2) Hasil evaluasi pertumbuhan (riap) tanaman selama tiga tahun, hasil rata-rata diameter 0,027 m/tahun, rata-rata tinggi 2,60 m/tahun dan rata-rata volume (riap) 0,021 m3/tahun. Sesuai hasil proyeksi riap sampai tahun kelima, maka potensi panen tanaman JUN pada rentang 0,086 m3/pohon (86 m3/ha) sampai dengan 0,010 m3/pohon (100 m3/ha). Potensi rata-rata panen 0.091 m3/pohon atau 91 m3/ha. 3) Hasil perhitungan potensi panen dari seluruh populasi tanaman di lokasi Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung Bogor, pada rentang 463,06 m3 (resiko kematian 23,31%) sampai dengan 607,53 m3 (resiko kematian 13,47%), dengan potensi panen rata-rata 577,15 m3. Potensi panen tersebut dapat memenuhi pasokan kayu jati untuk semua industri kecil menengah (IKM) pengolahan kayu jati (furniture) di Kabupaten Bogor, bahkan dapat untuk menambah pasokan untuk kebutuhan di Jabotabek. 4) Hasil analisis Harga Jual Dasar kayu bulat jati (HJD) selama lima tahun menunjukkan kenaikan harga rata-rata seluruh kualitas sortimen kayu A1 Type D Rp 254.000/m3/tahun, dan harga rata-rata Kualitas Empat (M) Rp 280.000/tahun, serta harga Kualitas Utama (P) Rp 177.000/tahun. Prospek harga jual kayu JUN ditahun kelima antara Rp 2.135.000/m3 (mutu M) sampai dengan Rp 2.408.000/m3 (mutu P), dengan harga ratarata seluruh kelas mutu Rp 2.314.000/m3.. 5) Hasil perhitungan prospek pendapatan hasil panen kayu JUN ditahun kelima pada rentang Rp 988.630.584 (nilai jual terendah) sampai dengan Rp 1.462.925.329 (nilai jual tertinggi ), dengan nilai jual rata-rata Rp 1.335.526.890. Sesuai nilai jual tersebut
92
prospek keuntungan dari pengelolaan UBH-KPWN antara Rp 770.461.00 (terendah) sampai Rp 1.245.363.000, atau keuntungan rata-rata Rp 1.061.125. 6) Hasil analisis finansial kegiatan penanaman JUN UBH-KPWN menunjukkan nilai NPV antara Rp 351.970.000 - Rp 588,081.000 dengan DF 15%, nilai tersebut menunjukkan lebih dari Nol. Nilai IRR antara 65,99% sampai dengan 67,30%, menunjukkan diatas suku bunga bank. Nilai B/C antara 2,6 - 4,6 kali dari nilai investasi yang ditanamkan, sehingga kegiatan UBH-KPWN tersebut sangat layak dikelola. 7) Sesuai prospek pendapatan dari nilai jual terendah panen kayu JUN ditahun kelima, setelah dikurangi proporsi resiko kematian tanaman, maka prospek bagi hasil yang akan diterima masing-masing pihak yaitu; Investor Rp 515.650.324 (dibagi 16 investor), pemilik lahan Rp 128.912.581, petani pengelola Rp 172.033.839 (dibagi 24 petani), UBH-KPWN Rp 103.220.304, dan Pamong Desa Rp 68.813.536. 8) Sesuai prospek pendapatan dari nilai jual tertinggi panen kayu JUN ditahun kelima, setelah dikurangi proporsi resiko kematian tanaman, maka prospek bagi hasil yang akan diterima masing-masing pihak yaitu; Investor Rp 676.262.720 (dibagi 16 investor), pemilik lahan Rp 169.065.680, petani pengelola Rp 308.798.465 (dibagi 24 petani), UBH-KPWN Rp 185.279.079, dan Pamong Desa Rp 123.519.386. 9) Hasil evaluasi persepsi investor nilai rata-rata antara nilai kinerja UBH-KPWN dengan persepsi kepentingan berada pada koordinat kuadran X - Y sama dengan 4,1- 4,2. Hasil persepsi investor secara umum kinerja UBH-KPWN memuaskan sesuai kriteria yang dianggap penting dalam kegiatan usaha. 10) Kegiatan UBH-KPWN memberi kontribusi penyediaan tambahan pendapatan bagi petani penggarap atau sebagai masyarakat sekitar tanaman JUN pada rentang antara 732.746/bulan sampai dengan Rp 827.721/bulan. Nilai sewa pemanfaatan lahan UNB antara Rp 297.995/ha/bulan sampai dengan Rp 390.813/ha/bulan. 5.2 Saran-Saran Guna lebih melengkapi hasil penelitian serta untuk meningkatkan nilai manfaat dari tujuan penelitian tersebut, maka disarankan sebagai berikut :
93
1) Kegiatan evaluasi tanaman yang dilaksanakan pihak UBH-KPWN perlu membuat data series evaluasi pertumbuhan tanaman di Kabupaten Bogor dari awal tahun tanam sampai tahun kelima, mengukur tinggi tanaman secara konsisten, dengan jumlah sampel yang sama, untuk mendapatkan nilai riap pertumbuhan yang dapat dijadikan acuan untuk kegiatan pengelolaan tanaman. 2) Diperlukan penelitian lanjutan tentang prospek kualitas pemanenan kayu JUN dan penelitian rantai pemasaran kayu JUN. 3) Diperlukan penelitian lanjutan nilai manfaat dan dampak secara sosial dan ekonomi
dari kegiatan usaha UBH-KPWN di Kabupaten Bogor secara khusus, atau secara umum pada seluruh lokasi area tanaman JUN.
DAFTAR PUSTAKA Adjie, Rakhmad, Soeroso H, Poedjowadi D. 2008. Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil, Lima Tahun Panen. Penerbit Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN). Jakarta. Anisah LN, Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A. 2005. Kualitas kayu Jati Plus Perhutani pada kelas umur I di beberapa lokasi penanaman, Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Penerbit Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. Jakarta, halaman 163-182 (BPS) Badan Pusat Statistik 2006. Statistik Pemanfaatan Lahan Untuk Pertanian. 24 Januari 2010. http://www.bps.go.id/sector/agri/lahan/tabel3-2008 Download tanggal 15 April 2010. (BSN) Badan Standarisasi Nasional. 2003. SNI 01-5007.17-2003. Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bundar Jati. Penerbit Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta. Biro Pemasaran Perum Perhutani. 2009. Tabel Harga Dasar Kayu Jati Jeblosan. Dan Haga Dasar Kayu Jati produk Flooring. Jakarta. http://www-.perhutani.co.id/biro pemasaran/kayu jati/tabel jeblosan. Download tanggal 15 April 2010. Biro Pemasaran Perum Perhutani. 2010. Penetapan Harga Jual Dasar Kayu Bulat Jati (Kumpulan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani 2005 s/d 2010). Jakarta Damayanti, Ratih. 2010, Struktur Makro, Mikro Dan Ultramikroskopik Kayu Jati Unggul Nusantara Dan Kayu Jati Konvensional. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor Darmadi,Wayan GD. 2003 Analisis investasi usaha jati emas di Daerah Istimewa Jogjakarta (Studi Kasus Di PT Loka Prakarsa Wirawana Indonesia), Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada (UGM). Jogjakarta. Darwis A, Hartono R, Hidayat SS. 2005. Presentase kayu teras dan kayu gubal serta penentuan kayu juvenil dan kayu dewasa pada lima kelas umur jati (Tectona grandis L.f). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 3 (1) : 6 – 8. Direktorat Jenderal Industri Kimia Agro (Ditjen IKA). 2005. Rencana Strategi Direktorat Jenderal Industri Kimia Agro tahun 2004 - 2009, Departemen Perindustrian, Jakarta. Iskak M, Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A. 2005. Produktivitas Tegakan Jati JPP Intensif Sampai Umur 20 Tahun Ke Depan, Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Penerbit Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan (P3SDH) Perum Perhutani Jakarta, halaman 143-153.
Juanda H. Sidabutar. 2007. Perancangan Arsitektur Srategik di Perusahaan Furnitur Panel Wood PT. Cahaya Sakti Furintraco, Program Magister Bisnis. Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. Jusmaliani, 2005, Aktivitas Ekonomi berbasis Bagi Hasi – Teori dan Kenyataan Empiris, Penerbit LP2E – LIPI Jakarta. Jusmaliani, 2006, Pola Bagi Hasil Dalam Perekonomian (studi kasus pada propinsi Banten, Sulawesi Selatan dan Gorontolo), Laporan Hasil Penelitian pada Menteri Negara Riset dan Teknologi - LP2E - LIPI, Jakarta. Latifah, Siti. 2004. Tinjauan Konseptual Model Pertumbuhan Dan Hasil Tegakan Hutan. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Lukmandaru, G. 2009. Sifat Kimia Dan Warna Kayu Teras Jati Pada Tiga Umur Berbeda. Jurnal Tropical Wood Science And Technology. 7 (1) : 1-7. Muslich M, Hadjib N, Yuniarti K. 2008. Kelas Awet Jati Cepat Tumbuh Dan Jati Konvensional Pada Berbagai Umur Pohon. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 26 (4) : 251 – 342. Nainggolan, T. Elvyrisma. 2009. Kelayakan Dan Strategi pengembangan Usaha Silo Jagung di Gapoktan Rido Manah Kecamatan Nagrek Kabupaten Bandung. Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB, Padlinurjaji I, Rahayu IS. 2009. Kriteria Sifat Dasar Kayu untuk Bahan Baku Industri Meubel. Proposal Penelitian Hibah penelitian PHK A-3. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pari, Herta dan Sadhardjo, Siswamartana. 2007. Analisa Finansial Jati Plus Perhutani [JPP] pada kelas kesuburan bonita tanah 5,5. Balitbang Perum Perhutani Semarang. Pusat Pengembangan Beras Nasional (P2BN). 2006. Pemanfaatan Lahan Terlantar Untuk Menunjang Program Peningkatan Produksi Beras Nasional. Jurnal Ilmiah Pusat Pengembangan Beras Nasional 4 (1). Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (B2P2SLP). Bogor Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Makro ekonomi dan Mikroekonomi. Edisi 3. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika. Penerbit Alfabeta. Bandung. .
Sambodho, Sumani. 2009. Ekonomi dan Manajemen Teknik. Edisi 2. Penerbit Grha Ilmu Jogjakarta Santoso, Singgih. 2009. SPSS dan Excel untuk mengukur sikap dan kepuasan konsumen. Elexmedia Komputindo. Jakarta Setiaji, Bambang. 2009 Teknik Pengelolaan Kebun Pangkas Untuk Sumber Benih JUN. PT Setyamitra Bhaktipersada. Jakarta Simon, H. 2007. Metode Inventori Hutan. Edisi 3. Penerbit Pustaka Pelajar. Jogjakarta Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A. 2005. Kebun Benih Klonal Jati. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan (P3SDH) Perum Perhutani. Jakarta, halaman 21-27. Siswamartana S, 2009. Bibit Unggul Dan Upaya Silvikultur Intensif ( Silin) Jati Plus Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan (P3SDH) Perum Perhutani. Jakarta. Http://www.jatiteak.wordpress.com. Download Tanggal 8 Maret 2011. Supriadi, Achmad. 2006. Potensi, Kegunaan Dan Nilai Tambah Kayu Dari Hutan Rakyat Di Kabupaten Bogor. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor, halaman 58-63. Syahyuti, 2009, Bank Syariah dan Bagi Hasil di sektor Pertanian, Jakarta, http://www.bloggercompetition.kompasiana.com/27Pebruari 2010. Download tanggal 20 Agustus 2010 Tukan, M, C. Joel. Yulianti, Roshetko M James, Darusman Dudung. 2001. Pemasaran Kayu Dari Lahan Petani Di Propinsi Lampung, ICRAFT. Bogor Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBHKPWN). 2007. Rancangan Rencana Bisnis (Bisnis Plan) Unit usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Perumahan Perumahan Wanabhakti Nusantara, tahun 2007 – 2016. Dalam Rangka Pengembangan Usahatani Jati Unggul Nusantara Pola Bagi Hasil. Penerbit UBH-KPWN. Jakarta Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN). 2008. Profil Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhkati Nusantara. Penerbit UBH-KPWN. Jakarta Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN). 2010.A. Pedoman Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Penerbit.UBHKPWN. Jakarta.
Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN). 2010.B. Laporan Hasil Evaluasi Tanaman JUN Di Kabupaten Bogor. Penerbit UBH-KPWN. Jakarta Universitas Merdeka Madiun (UMM). 2010. Laporan Hasil Evaluasi Tanaman JUN Di Kabupaten Madiun dan Megetan. Tim Evaluasi UMM. Madiun. Wahyudi, Imam dan Arifien, F.Ahmad. 2005. Perbandingan Struktur Anatomis, Sifat Fisis, dan Sifat Mekanis Kayu Jati Unggul dan Kayu Jati Konvensional. Jurnal Ilmu Teknologi Kayu Tropis, Fakultas Kehutanan IPB Bogor. 3(2) : 16 - 22. Zain, SA. 2003. Kamus Kehutanan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Lampiran 1 :
JADWAL RENCANA KEGIATAN PENELITIAN No
Tahapan Kegiatan Kajian 1
I
Pengumpulan Referensi
1.2.
Sidang Komisi Pembimbing
1.3
Koordinasi Ke UBH-KPWN
1.4
Koordinasi Ke Asmindo
1.5
Koordinasi ke Perum Perhutani
1.6
Kolokium
2.1 2.2
Observasi Potensi Tanaman Wilayah Madiun
2.4
1
4
1
MEI 2 3
4
1
JUNI 2 3
4
1
JULI 2 3
4
AGUSTUS 1 2 3 4
SEPTEMBER 1 2 3 4
OKTOBER 1 2 3 4
NOPEMBER 1 2 3 4
Pengumpulan Data Lapangan Inventarisasi Potensi Tanaman Kec. Parung
2.3
4
APRIL 2 3
Persiapan Kajian
1.1
II
MARET 2 3
Pengambilan Data Finansial pada UBH KPWN Pengumpulan Data Pendukung
III
Analisis Data
3.1
Analisis Data potensi
3.2
Analisis Finansial
IV
Penyusunan Tugas Akhir
4.1
Sidang Komisi Pembimbing
4.2
Perbaikan
V
Seminar Hasil dan Ujian
Keterangan :
Pengumpulan data Sekunder/administratif
Penulisan hasil data lapangan dan data referensi
99
Pengumpulan data primer/data lapangan
Lampiran 2 :
100
Bagan Alir Tahapan Pelaksanaan Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitian Tahap Persiapan
Inventarisasi Potensi Tanaman JUN Usia 3 Tahun
Mengkaji Riap Pertumbuhan Tanaman
Mengkaji prospek panen Kayu JUN Tahun Kelima
Perumusan Masalah Penetapan Sample
Mengkaji Data Sekunder potensi tanaman JUN
Tujuan
Penyusunan Proposal Penelitian
Kolokium
Proposal Penelitian
Pengukuran potensi Sample Tanaman (keliling, tinggi dan Volume)
Data Evaluasi tanaman usia 1, 2, dan 3 tahun dari laporan UBH-KPWN dan Referensi Pendukung
Pada Sample Tanaman Lokasi Lahan UNB di Kekurahan Cogreg Tiap lokasi petani dan data hasil observasi ke lokasi lain
Data potensi tanaman usia 1, 2, dan 3 tahun (diameter, tinggi dan Volume)
Data potensi tanaman (Volume per pohon, Volume per hektar, Volume populasi tanaman JUN 3 tahun
Mengkaji riap pertumbuhan dan menghitung prospek panen tahun kelima
Data riap tanaman dan referensi riap teknis terkait (dari Perum Perhutani, Litbang Kementerian Kehutanan, penelitan terkait )
Mengkaji Nilai Panen Kayu JUN Nilai Teknis Mengkaji Kualitas Kayu dan nilai manfaat kayu (sifat fisik kayu, kelas kuat, kelas awet dan manfaat kayu)
Mengkaji biaya pengelolaan tanaman dan analisa Finansial (NPV, IRR, B/C)
Referensi hasil penelitian nilai teknis kayu JUN dari Tesis, dan Jurnal Litbang hasil hutan (Perum Perhutani, Dephut, IPB)
Data penerimaan dana dari investor dan data Biaya pengelolaan JUN dari UBHKPWN,
Data dan referensi kualitas dan prospek manfaat kayu JUN Data prospek panen kayu JUN tahun kelima (Volume per pohon, per hektar dan volume seluruh populasi
Menghitung riap tahun pertama s/d tahun ketiga. Mengkaji prospek riap sampai tahun kelima
Nilai Ekonomis
Data analisa biaya dan analisa Finansial (NPV, IRR dan B/C)
Mengkaji proyeksi harga kayu Jati dan prospek nilai jual panen kayu JUN Mengkaji prospek pasar kayu JUN
Penetapan Sample Responden dari Referensi kebutuhan kayu Jati (permintaan Industri, hasil Litbang hasil hutan (Perum Perhutani, Dephut)
Data Referensi Pendukung dari Perum Perhutani dan hasil penelitian terkait Mengkaji persepsi sample Investor
Data prospek rata-rata sampai tahun kelima Data dan grafik persepsi investor
Menghitung nilai bagi hasil untuk masing-masing pihak dan nilai manfaat bagi lingkungan dan masyarakat
Data bagi hasil diterima pihak : (1) Investor (2) Pemilik Lahan (3) Petani (4)
Data nilai manfaat lahan dan pendapatan petani Data Harga Jual Dasar kayu jati dari Perum Perhutani hasil observasi ke lokasi pasar kayu jati
Menghitung prospek nilai jual panen kayu JUN
Data dan referensi kualitas dan prospek manfaat kayu JUN
Prospek Bagi Hasil Diterima Para Pihak
Data prospek nilai jual kayu JUN
Lampiran 3.
101
Penetapan Pengambilan Sample Pengukuran Tanaman Tiap Lokasi Petani
Jumlah Luas Jumlah Jumlah Sampel Prosen Tanaman Tanaman tanaman Tanaman tanaman mati mati/dimatikan (ha) Hidup (pohon) (pohon) (%) (pohon)
No
Nama Petani
Jumlah Ditanam (pohon)
1
Syafei 1
150
0,02
146
4
4
2,67
32, 72, 112, 2
2
Kasman
269
0,03
226
6
43
15,99
22, 62, 102, 142, 182, 222
3
Atin 1
555
0,06
454
11
99
17,84
4
Nakih
608
0,06
557
14
49
8,06
5
Rinan
192
0,02
124
3
68
35,42
1, 41, 81
6
Rais
262
0,03
230
6
31
11,83
219, 259, 57, 97, 149, 189
7
Saim
220
0,02
184
5
35
15,91
112, 152, 192, 12, 52
No Pohon yang dijadikan sample pengukuran
56, 96, 136, 176, 217, 256, 296, 336, 376, 416, 456 142, 182, 222,262, 302, 342, 382, 422, 462, 502, 542, 14, 54, 94
8
Samad 1
329
0,03
306
8
21
6,38
10, 50, 90, 130, 170, 210, 250, 290
9
Udin
399
0,04
341
9
58
14,54
151, 191,231, 271, 311, 351, 391, 31, 71
10
Saptaji
265
0,03
233
6
31
11,70
6, 46, 76, 151, 191, 231
11
Sahad
397
0,04
327
8
69
17,38
12
Dahyat
330
0,03
289
7
39
11,82
125, 165, 205, 245, 285, 325, 365, 8 152, 192, 232, 272, 312, 72, 112
13
Saang 1
255
0,03
234
6
20
7,84
3, 43, 83, 123, 163, 203
14
Saang 2
270
0,03
242
6
27
10,00
97, 137, 177, 217, 257, 29
Tabroni
450
0,05
392
10
58
12,89
134, 174, 214, 254, 294, 334, 374, 414, 4, 44
16
Atin 2
117
0,01
100
3
17
14,53
92, 32, 72
17
Ricing
180
0,02
151
4
29
16,11
26, 66, 106, 146
18
M.Radi
272
0,03
233
6
38
13,97
20, 40, 60, 100, 140, 212
19
Naseh
90
0,01
90
2
0
0,00
20
Piun
220
0,02
197
5
23
10,45
25, 65 97, 137, 177, 207, 27
21
Endan
240
0,02
216
5
23
9,58
279, 319, 359, 399, 439
22
Syafei 2
200
0,02
187
5
12
6,00
23
Santa
580
0,06
12
103
17,76
24
Samad 2
270
0,03
3
131
48,52
8, 48, 88, 128, 168 44, 84, 124, 164, 204, 244, 284, 324, 364, 404, 444, 484 112, 152, 192
Jumlah
7120
0,71
152
1028
14,44
15
477 6075
102
Lampiran 4. Petunjuk Pengisian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor Judul Penelitian
: Prospek Usaha Bagi Hasil Penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Pada Koperasi Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor)
Nama Mahasiswa
: Muhammad Noor Efansyah
Nomor Pokok
: F 352 080 125
Program Studi
: Magister Profesional Industri Kecil Menengah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (MPI - IPB)
Komisi Pembimbing : 1) Ketua Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir.H.M.Hasjim Bintoro Djoefrie, M.Agr 2) Anggota Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir. WH. Limbong, MS. 3) Ketua Jurusan MPI, Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,DEA. Petunjuk pengisian kuesioner sebagai berikut : 1) Koesioner ini sebagai sumber input saya untuk mendapatkan data evaluasi persepsi investor, yang dioleh menggunakan metode Important Perfomance Analysis (IPA method), sebagai salah satu metode yang digunakan untuk memenuhi tujuan penelitian, termasuk untuk menghitung prosfek kebutuhan industry kayu. 2) Investor yang menjadi sasaran kuesioner ini adalah setiap individu atau yang mewakili dari nama yang terdaftar berinvestasi tanaman JUN mencapai usia tiga (3) tahun pada lokasi tanam di Desa Cogrec Parung Kabupaten Bogor. 3) Setiap investor akan menerima secara langsung kuesioner ini dari kami mahasiswa atau dapat kami kirimkan ke alamat investor, dan setelah mengisi kuesioner, dapat mengirimkan kembali ke Alamat kami seperti pada amplop, atau dikirim via email :
[email protected] atau via Faximille 021-77825621 atau dapat menghubungi saya via HP : 0811 11 711 51. 4) Sesuai pertanyaan pada kuesioner, setiap investor atau yang dianggap mewakili investor seharusnya mengisi kolom Nilai Kinerja dan Nilai kepentingan dengan angka bobot 1 s/d 5. 5) Pada kolom nilai kinerja, maksudnya semakin besar nilai harapan/kepuasan yang dirasakan atau telah dievaluasi investor terhadap kinerja UBH-KPWN, maka nilai bobotnya juga besar, misal 5 atau 4, 3 dst.nya sampai nilai 1 tidak memenuhi harapan investor). Contoh “nilai investasi yang ditawarkan” dirasakan murah, dan akan menjanjikan keuntungan besar, maka dapat dianggap memenuhi harapan sehingga bobotnya di beri nilai 5, atau 4 dstnya. 6) Pada kolom kepentingan, maksudnya semakin besar dirasakan pentingnya criteria kinerja tersebut maka semakin besar dapat diberikan nilai bobot nya, missal 5 atau 4, 3 dst.nya sampai nilai 1 tidak dianggap tidak penting oleh investor). Contoh dari criteria “Nilai investasi yang ditawarkan”, jika investor menganggap criteria tersebut tidak penting di evaluasi/ditanyakan, maka dapat diberi bobot nilai (1 atau 2,3 dst.nya).
103
7) Sehingga bisa terjadi pengisiaan pada kolom Nilai kinerja mendapat nilai bobot 5 (karena sangat memuaskan criteria kinerja dipenuhi), namun pada kolom nilai kepentingan 1, karena criteria tersebut tidak dianggap penting untuk dievaluasi/tidak ada pengaruhnya bagi kepuasan investor. 8) Hasil pengisian ini akan diolah dan dievaluasi mahasiswa dengan metode Important Performance Analysis (IPA), hasilnya dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan tanaman JUN dan untuk memenuhi harapan pelanggan.
104
KUESIONER EVALUASI PERSEPSI INVESTOR Nama Investor
:
Lokasi Tanaman
:
No I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 II 11 12 13 14 15 16 17 18
Diisi dengan bobot 1 - 5
Pemenuhan Harapan Pelanggan dari UBH-KPWN
Nilai Kinerja
Informasi Produk Investasi Nilai Investasi yang ditawarkan dibandingkan investasi lain Waktu Investasi yang ditawarkan (masa panen 5 tahun) Nilai keuntungan investasi yang ditawarkan Kesesuaian lokasi tanaman yang ditawarkan Riap pertumbuhan tanaman yang diestimasi Nilai prosentase bagi hasil yang diestimasi Jaminan sertifikasi investasi yang ditawarkan Jaminan mekanisme pengelolaan tanaman di lapangan Jaminan penggantian tanaman usia dibawah 1 tahun Jaminan penggantian tanaman relokasi Sikap Pelayanan Petugas UBH-KPWN Ketepatan informasi dalam memberikan penjelasan Sikap Keramahan petugas bagian pemasaran Sikap petugas pemasaran dalam menangani keluhan dan saran perbaikan Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan Adanya bentuk layanan diluar waktu kerja Sikap petugas lapangan saat mendampingi ke lokasi tanam Pengetahuan teknis petugas lapangan terhadap kegiatan produksi tanaman JUN Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan
Pembobotan Kriteria tingkat Persepsi investor : Tingkat Kinerja :
Tingkat Kepentingan:
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
=5 =4 =3 =2 =1
Sangat Penting Penting Cukup penting Kurang Penting Tidak Penting
Analisis :
Kuadran I Kuadran II Kuadran III Kuadran IV
=5 =4 =3 =2 =1
= Kinerja memuaskan, dan kepentingan tinggi = Kinerja memuaskan, kepentingan kurang = Kinerja kurang memuaskan, kepentingan kurang = Kinerja kurang memuaskan, kepentingan tinggi Tanggal, ....................
(Investor)
Nilai Kepentingan
Lampiran 5
105
STRUKTUR ORGANISASI USAHA BAGI HASIL KOPERASI PERUMAHAN WANABHAKTI NUSANTARA (UBH-KPWN)
SPI / Auditor Internal Konsultan/ Tenaga Ahli
Direktur Umum dan Pemasaran
Direktur Utama
Badan Pemeriksa KPWN
Direktur Keuangan/ Wakil Manajemen
Direktur Perencanaan Dan Tanaman
Sekretaris ISO
KADIV
KADIV PEMASARAN
KADIV PERENCANAAN
KADIV KEUANGAN
KAPERLAN PURWAKARTA
KAPERLAN MADIUN
KADIV TANAMAN
KAPERLAN BOGOR
106
Lampiran 6
Bagan Alir Kegiata Usaha Bagi Hasil Pengelolaan JUN PENETAPAN KEBIJAKAN MUTU, DAN SASARAN MUTU
PENETAPAN STRUKTUR ORGANISASI, DESKRIPSI JABATAN, WAKIL MANAJEMEN
INTERNAL AUDIT PENGAWAS INTERNAL DAN TINDAKAN KOREKSI DAN PENCEGAHAN
TINJAUAN MANAJEMEN - PERBAIKAN BERKELANJUTAN
PEMASOK
DIVISI UMUM
DIVISI TANAMAN
DIVISI PERENCANAAN
DIVISI KEUANGAN
DIVISI PEMASARAN
PELANGGAN
BARANG/JASA
Jasa Pamong Penjaga Tanaman
PENGELOLAAN DANA INVESTASI SELEKSI PAMONG DAN PETANI
Jasa Petani Penggarap
PENEMPATAN PETUGAS LAP/PEKERJA PERENCANAAN, DAN TATA USAHA SDM
PERENCANAAN PEROLEHAN LAHAN TANAM
KOMUNIKASI DAN PEMBINAAN PETANI
SELEKSI PEMASOK DAN SAPROTAN
KONTRAK INVESTASI
CALON
INVESTOR PEMODAL INVESTOR PEMILIK LAHAN
REKRUT MEN PEMILIK LAHAN TANAM
PENYEDIAAN ANGGARAN PENATAAN LOKASI DAN PENGEMBANGAN LAHAN
PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN AKUTANSI DAN PERPAJAKAN
PENGEMBANGAN DAN DIKLAT SDM Bibit Tanaman
PENAWARAN PROSFEK INVESTASI TANAMAN
PENYEDIAAN BENIH DAN SAPROTAN EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN
PERMODALAN DAN PEMBAYARAN
CALON PELANGGAN RENCANA PEMANENAN
Sarana Produksi Pertanian
PENAWARAN POTENSI TANAMAN PEMANENAN TEGAKAN KAYU
PENYERAHAN / PENGIRIMAN HASIL KAYU
PEMBELI TEGAKAN
PELANGGAN INVESTOR PEMODAL INVESTOR PEMILIK LAHAN PETANI PENGGARAP PAMONG PENJAGA
PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL
PENGELOLAAN SARANA DAN TATA LAKSANA
EVALUASI KEPUASAN PELANGGAN
PERWAKILAN UBH KPWN PURWAKARTA
PERWAKILAN UBH KPWN MADIUN
PERBAIKAN BERKELANJUTAN
Keterangan : Aliran Informasi / Data Aliran dana dan dukungan jasa
ANALISIS DATA
Aliran material dan produk kayu
PENGENDALIAN REKAMAN PENGENDALIAN DOKUMEN
PERWAKILAN UBH KPWN BOGOR
Lampiran 7 : Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor
No
No Pohon Nama Petani
Nama Investor
Keliling Keliling Std Keliling Pangkal (cm) (cm) Ujung (cm)
Tinggi (m)
32
Syafei 1
Ir. B.Ediwijoto
37,5
29
26
3,90
2
72
Syafei 1
Ir. B.Ediwijoto
52
36,5
27
5,75
3
112
Syafei 1
Ir. B.Ediwijoto
43
31
27,5
4,35
4
2
Syafei 1
Ir. B.Ediwijoto
48
35
28
6,20
1
22
Kasman
Ir. B.Ediwijoto
49
34,5
29
5,20
2
62
Kasman
Ir. B.Ediwijoto
37
26
18,5
4,45
3
102 > 103
Kasman
Ir. B.Ediwijoto
52
36
30
4,90
4
142
Kasman
Ir. B.Ediwijoto
45,5
36,5
28
4,40
5
182
Kasman
Ir. B.Ediwijoto
48
32
29,5
3,00
6
222
Kasman
Ir. B.Ediwijoto
36,5
26,5
19
4,30
1
56
Atin 1
Suharjo
51
41
25
5,00
2
96
Atin 1
Suharjo
53
39
31,5
5,10
3
136
Atin 1
Suharjo
39
25,5
22
3,95
4
176
Atin 1
Suharjo
46,5
35
25,5
4,50
5
216 > 217
Atin 1
Suharjo
42
29
21
5,00
6
256
Atin 1
Suharjo
36
26,5
19
4,20
7
296
Atin 1
Suyanti
39
27
17,5
4,20
8 9 10 11
336 > 338 376 416 456 > 458
Atin 1 Atin 1 Atin 1 Atin 1
Suyanti Suyanti Suyanti Suyanti
33 49 46 54
26 39,5 39 41,5
20 36 22,5 31
4,60 4,20 5,10 4,80
Tanaman di matikan
Tanaman mati
Tanaman mati
Tanaman plagiatrop
107
1
Keterangan
108
Lampiran 7 (Lanjutan) Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor Keliling Keliling Std Keliling Pangkal (cm) (cm) Ujung (cm)
Tinggi (m)
No
No Pohon
Nama Petani
Nama Investor
1
142
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
29
23
19
3,50
2
182
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
46
34
24
2,40
3
222 > 223
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
40
29
21
4,40
4
262
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
33
26
20
4,10
5
302
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
36
28
20
4,30
6
342
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
40
32,5
24
4,60
7
382
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
36
27
21
4,00
8
422
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
41
31
24
4,25
Keterangan
tanaman mati
9
462
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
41,5
32
23
5,60
10
502 > 503
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
37
29
21
4,70
11
542
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
30
24,5
17,5
4,00
12
14
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
33,5
23,5
18
2,60
13
54 > 55
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
39
27,5
22
3,20
14
94
Nakih
Ir.B.Ediwijoto
43
31,5
25,5
5,10
1
1
Rinan
Suharjo
49
37
26
6,00
2
41
Rinan
Suharjo
48
35
22
6,10
3
81
Rinan
Suharjo
51
36,5
27,5
4,70
1
219 > 220
Rais
Dra.Murdewi S.
37,5
26,5
21,5
3,60
tanaman dimatikan
2 3 4 5 6
259 > 260 57 97 > 103 149 189 > 190
Rais Rais Rais Rais Rais
Dra.Murdewi S. Dra.Murdewi S. Dra.Murdewi S. Dra.Murdewi S. Dra.Murdewi S.
43 39 57 37 38
35 30 41 31 29
25 18 30 19 22,5
4,50 4,50 6,30 5,30 5,30
tanaman mati
tanaman mati
tanaman dimatikan
tanaman mati
Lampiran 7. Lanjutan Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor No No Pohon
Nama Petani
Nama Investor
Keliling Keliling Std Pangkal (cm) (cm)
Keliling Ujung (cm)
Tinggi (m)
Keterangan
1
112
Saim
Ellyana Chairani
46,5
35,5
25,5
5,00
2
152
Saim
Ellyana Chairani
33
25,5
21
5,00
3
192
Saim
Ellyana Chairani
37,5
30
22,5
4,00
4
12
Saim
Ellyana Chairani
53
37,5
29,5
6,60
5
52
Saim
Ellyana Chairani
43
30
22
5,30
1
10 > 11
Samad 1
Dra.Murdewi S.
36
27
16,5
4,80
2
50
Samad 1
Dra.Murdewi S.
33
23
20
3,00
3
90 > 91
Samad 1
Siti rahayu
44
32
20
5,40
Tanaman plagiatrop
4
130 > 131
Samad 1
Siti rahayu
42
37
22,5
5,30
tanaman mati
5
170
Samad 1
Siti rahayu
42
33,5
22,5
4,40
6
210
Samad 1
Siti rahayu
43
36
25
5,10
7
250
Samad 1
Siti rahayu
36
28
21
3,70
8
290
Samad 1
Siti rahayu
42
32
22
4,60
1
151
Udin
Haryadi Himawan
42
35
31
3,60
2
191
Udin
Haryadi Himawan
36,5
26
21,5
4,50
3
231
Udin
Haryadi Himawan
34
24
15
5,10
4
271
Udin
Haryadi Himawan
48
37,5
22
5,60
5 6 7 8 9
311 351 391 31 71
Udin Udin Udin Udin Udin
Haryadi Haryadi Haryadi Haryadi Haryadi
37 42 48 45 46,5
26,5 31 40 23 36
18 22 30 22 25
4,50 4,50 4,50 4,50 5,40
Tumpang sari kunyit Tumpang sari kunyit Tumpang sari kunyit Tumpang sari kunyit
109
Himawan Himawan Himawan Himawan Himawan
tanaman mati
110
Lampiran 7. Lanjutan Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor Keliling Keliling Std Pangkal (cm) (cm)
Keliling Ujung (cm)
Tinggi (m)
Keterangan
26
19
4,90
Tumpang sari Kunyit, Talas
35
26
22
4,50
Tumpang sari Kunyit, Talas
DR.Wahyudi W.
42
27
19
4,70
Saptaji
DR.Hadi S.Pasaribu
37,5
28,5
24
4,80
191>193
Saptaji
DR.Hadi S.Pasaribu
37,5
27
20
4,90
Tanaman plagiatrop
6
231>233
Saptaji
Cahyo Tribaskoro
30
23,5
19,5
3,60
Tanaman mati
1
125
Sahad
DR.Yetti Rusli
40
30
23
4,80
2
165
Sahad
DR.Yetti Rusli
32
24
18
3,80
3
205
Sahad
DR.Yetti Rusli
38
29
21
4,50
4
245
Sahad
DR.Yetti Rusli
37
28,5
24
3,95
5
285
Sahad
DR.Yetti Rusli
45
36,5
26
5,10
6
325
Sahad
DR.Yetti Rusli
37
29
18,5
5,00
7
365
Sahad
DR.Yetti Rusli
32
24,5
20
3,90
8
8
Sahad
DR.Yetti Rusli
39
29,5
22
4,60
1
152 > 153
Dahyat
Ir.Sutrisno
55
36,5
26
5,10
Tanaman dimatikan
2
192 > 193
Dahyat
Ir.Sutrisno
44
31
25
5,00
Tanaman dimatikan
3
232
Dahyat
Ir.Sutrisno
42,5
32
25,5
4,65
4 5 6 7
272 > 275 312 72 112
Dahyat Dahyat Dahyat Dahyat
Fifi Novitri Cahyo Tribaskoro Hasjrul Harahap Hasjrul Harahap
35,5 37,5 50 56
27,5 26,5 36,5 41
23,5 21,5 26,5 33
4,80 4,00 5,20 6,10
No
No Pohon
Nama Petani
Nama Investor
1
6>7
Saptaji
DR.Wahyudi W.
37
2
46
Saptaji
DR.Wahyudi W.
3
76
Saptaji
4
151
5
Tanaman mati
Lampiran 7. Lanjutan Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor Keliling Keliling Std Pangkal (cm) (cm)
Keliling Ujung (cm)
Tinggi (m)
22
18
3,60
46,5
35
30,5
4,20
Tunggul Ardianto
44
32,5
26
5,10
Saang 1
Tunggul Ardianto
50
36,5
27,5
5,20
163
Saang 1
Tunggul Ardianto
46,5
35,5
26
5,60
6
203
Saang 1
Ir.Indriastuti, MM
46,5
37,5
28,5
4,90
1
97
Saang 2
MS.Kaban
32
27,5
42
3,70
2
137
Saang 2
MS.Kaban
50
36,5
26,5
5,70
3
177>179
Saang 2
MS.Kaban
43,5
32,5
23
5,10
4
217
Saang 2
MS.Kaban
46
35
24
5,20
5
257
Saang 2
MS.Kaban
39,5
29
24
4,50
6
29
Saang 2
MS.Kaban
45
33,5
23,5
5,20
1
134
Tabroni
Dr.HM.Nad Darga T.
53
38,5
28
6,40
2
174 > 175
Tabroni
Dr.HM.Nad Darga T.
50
33,5
27
6,10
Tanaman mati
3
214 > 215
Tabroni
Dr.HM.Nad Darga T.
47,5
36
27
2,70
tanaman Plagiatrop
4
254 > 255
Tabroni
Dr.HM.Nad Darga T.
42,5
34,5
22
6,20
tanaman mati
5
294 > 295
Tabroni
Dr.HM.Nad Darga T.
42
30
24
3,50
tanaman mati
6 7 8 9 10
334 > 338 374 414 4>5 44 > 45
Tabroni Tabroni Tabroni Tabroni Tabroni
Dr.HM.Nad Darga T. Dr.HM.Nad Darga T. Dr.HM.Nad Darga T. Dr.HM.Nad Darga T. Dr.HM.Nad Darga T.
54 35 49 44 55
37 25 33,5 32 40,5
28 19 23,5 20 35,5
5,90 3,20 6,00 6,40 4,00
Mati terkena Petir
No
No Pohon
Nama Petani
Nama Investor
1
3
Saang 1
DR.Yetti rusli
30
2
43
Saang 1
DR.Yetti rusli
3
83
Saang 1
4
123
5
Keterangan
Tanaman mati
111
tanaman Plagiatrop
112
Lampiran 7. Lanjutan Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor Keliling Keliling Std Pangkal (cm) (cm)
Keliling Ujung (cm)
Tinggi (m)
Keterangan
42,5
32
6,2
Tanaman plagiatrop
46,5
35
21
3,8
Ir.Hasjrul Harahap
44,5
31,5
29,5
3,9
Ricing
Ir.Hasjrul Harahap
33
25,5
23
3,9
66
Ricing
Ir.Hasjrul Harahap
45
34
24
4,6
3
106
Ricing
Ir.Hasjrul Harahap
43
30
25
4
4
146
Ricing
Ir.Hasjrul Harahap
32
24,5
20
4,8
1
20
Radi
Ir.Hasjrul Harahap
35
25
20
4,2
2
60
Radi
Ir.Hasjrul Harahap
41
27,5
22,5
4,1
3
100
Radi
Ir.Hasjrul Harahap
38
29,5
22,5
4,8
4
140
Radi
Ir.Hasjrul Harahap
44
25
22
3,7
5
212
Radi
Ir.Hasjrul Harahap
43
34
20
5
6
252
Radi
Ir.Hasjrul Harahap
40
31
19
5,5
1
25
Naseh
DR.Boen Purnama
42
27
20
5,1
2
65
Naseh
DR.Boen Purnama
32
24
19
4,2
1 2 3 4 5
97 137 177 207 > 208 27 > 28
Piun Piun Piun Piun Piun
Ir.Indriastuti. MM. Ir.Indriastuti. MM. Ir.Indriastuti. MM. Ir.Indriastuti. MM. Ir.Indriastuti. MM.
37 52 35 44 55
27 39 25 32 45
19 29 19 25 34
4 6,3 4 5,5 5,5
No
No Pohon
Nama Petani
Nama Investor
1
92 > 93
Atin 2
Ir.Hasjrul Harahap
65
2
32
Atin 2
Ir.Hasjrul Harahap
3
72
Atin 2
1
26
2
Tanaman dimatikan
Lampiran 7. Lanjutan Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor Keliling Keliling Std Pangkal (cm) (cm)
Keliling Ujung (cm)
Tinggi (m)
25,5
18
3,9
56
38
26
6,1
MS. Kaban
33
26
21
4,1
Endan
MS. Kaban
40
28
22,5
4,3
439
Endan
MS. Kaban
50
36
30
5
1
8
Syafei 2
Ir.Indriastuti. MM
42
30,5
22
4,3
2
48
Syafei 2
Ir.Indriastuti. MM
36
25
20
4,1
3
88
Syafei 2
Ir.Indriastuti. MM
30
22
17
4,1
4
128
Syafei 2
Ir.Indriastuti. MM
48
36
32
3,5
5
168
Syafei 2
Ir.Indriastuti. MM
48
37
33
4,2
1
44 > 45
Santa
Dr.HM.Nad Darga T.
47
34
27
5,2
2
84
Santa
Dr.HM.Nad Darga T.
44
33
25,5
5
3
124
Santa
Dr.HM.Nad Darga T.
44
34,5
27,5
5
4
164
Santa
Dr.HM.Nad Darga T.
50
39
29
5,3
5
204
Santa
Dr.HM.Nad Darga T.
41
29
21
4,9
6
244
Santa
Dr.HM.Nad Darga T.
40
30
22
5,1
7
284
Santa
Dr.HM.Nad Darga T.
43
31
24,5
5,1
8 9 10 11 12
324 364 404 > 408 444 484
Santa Santa Santa Santa Santa
Dr.HM.Nad Darga T. Dr.HM.Nad Darga T. Dr.HM.Nad Darga T. Dr.HM.Nad Darga T. Dr.HM.Nad Darga T.
40 40 36 44 56
30,5 29 26 30,5 42
24 24 20 22,5 35
5 5 4,9 5 5,6
No
No Pohon
Nama Petani
Nama Investor
1
279
Endan
MS. Kaban
36
2
319
Endan
MS. Kaban
3
359
Endan
4
399
5
Keterangan
Tanaman dimatikan
Tanaman mati
113
114
Lampiran 7. Lanjutan Hasil Pengukuran Potensi Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Lokasi Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor Keliling Keliling Std Pangkal (cm) (cm)
Keliling Ujung (cm)
Tinggi (m)
Keterangan
28
16,5
4,8
Tanaman mati
38
28
17,5
3,5
Tanaman dimatikan
33
24
19
3,5
Tanaman dimatikan
No
No Pohon
Nama Petani
Nama Investor
1
112 > 113
Samad 2
Ir.Hasjrul Harahap
36
2
152 > 153
Samad 2
Ir.Hasjrul Harahap
3
192 > 193
Samad 2
Ir.Hasjrul Harahap
Keterangan : Std = setinggi dada = + 152 cm
Lampiran 8. Perhitungan Volume Hasil Pengukuran Sampel Tanaman JUN Usia Tiga Tahun Di Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor Nama Petani Jumlah Investor Tanggal Ukur
2
No
No Pohon
1 2 3 4 5
`112 152 192 12 52 Jumlah Rata-rata Jumlah Volume
Nama Petani Jumlah Investor Tanggal Ukur No Pohon
1 2 3 4 5 6 7 8
10 > 11 50 90 > 91 130 > 131 170 210 250 290 Jumlah Rata-rata Jumlah Volume
Rata Keliling Ujg + Pgk (m)
Keliling Std (m)
0,36 0,27 0,30 0,41 0,33 1,67 0,33
0,36 0,26 0,30 0,38 0,30 1,59 0,32
Diameter Rata (m)
Diameter Std (m)
Tinggi Pohon (m)
0,11 0,09 0,10 0,13 0,10 0,53 0,11
0,11 0,08 0,10 0,12 0,10 0,50 0,10
5,00 5,00 4,00 6,60 5,30 25,90 5,18
2
: Samad 1 : 2 orang : 6 Juni 2010
Volume
Volume 3
Tebang (m )
Berdiri (m3)
0,05155 0,02899 0,02864 0,08933 0,04453 0,24 0,05 8,99
0,05012 0,02586 0,02864 0,07383 0,03794 0,22 0,04 8,01
Jumlah Pohon : 306 pohon Jumlah Sample : 8 pohon Jumlah Mati : 21 pohon
Rata2 Keliling Ujg + Pgk (m)
Keliling Std (m)
0,26 0,26 0,32 0,32 0,32 0,34 0,29 0,32 2,44 0,30
0,27 0,23 0,32 0,37 0,23 0,36 0,36 0,28 2,42 0,30
Diameter 2
Rata (m) 0,08 0,08 0,10 0,10 0,10 0,11 0,09 0,10 0,77 0,10
Diameter Std (m)
Tinggi Pohon (m)
0,09 0,07 0,10 0,12 0,07 0,11 0,11 0,09 0,77 0,10
4,80 3,00 5,40 5,30 4,40 5,30 5,10 3,70 37,00 4,63
Volume
Volume 3
Tebang (m ) 0,02631 0,01644 0,04399 0,04385 0,03640 0,04874 0,03295 0,03014 0,28 0,03 10,73
Berdiri (m3) 0,02783 0,01262 0,04399 0,05772 0,01772 0,05464 0,05258 0,02307 0,29 0,04 11,17
119
No
Jumlah Pohon : 184 pohon Jumlah Sample : 5 pohon Jumlah Mati : 35 pohon
: Saim : 1 orang : 6 Juni 2010
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Inventarisasi Sesuai Sampel Pengukuran Tanaman JUN Usia 3 Tahun Di Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung - Bogor
NO
Nama Petani
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Syafei 1 Kasman Atin 1 Nakih Rinan Rais Saim Samad 1 Udin Saptaji Sahad Dahyat Saang 1 Saang 2 Tabroni Atin 2 Ricing M.Radi Naseh Piun Endan Syafei 2 Santa Samad 2 Jumlah
Jumlah Investor (orang)
Jumlah Tanaman Hidup (pohon)
Jumlah sampel (pohon)
1 orang 1 orang 2 orang 2 orang 2 orang 1 orang 1 orang 2 orang 2 orang 3 orang 1 orang 4 orang 3 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang
146 226 454 557 124 230 184 306 341 233 327 289 234 242 392 100 151 233 90 197 216 187 477 139 6075
3,65 5,65 11,35 13,925 3,1 5,75 4,6 7,65 8,525 5,825 8,175 7,225 5,85 6,05 9,8 2,5 3,775 5,825 2,25 4,925 5,4 4,675 11,925 3,475 151,875
Rata2 Jumlah Rata2 Rata2 Rata2 Tinggi Keliling (m) Diameter (m) (m) Volume (m3) Volume (m3) 0,36 0,45 0,35 0,29 0,37 0,32 0,33 0,3 0,33 0,29 0,3 0,36 0,35 0,35 0,36 0,4 0,31 0,31 0,28 0,35 0,33 0,33 0,34 0,29 8,05
0,12 0,14 0,11 0,09 0,12 0,1 0,11 0,1 0,1 0,09 0,09 0,11 0,11 0,11 0,12 0,13 0,1 0,1 0,09 0,11 0,11 0,1 0,11 0,09 2,56
5,05 4,38 4,6 4,65 5,6 4,92 5,18 4,63 4,69 4,57 4,46 4,98 4,77 4,9 5,04 4,63 4,33 4,55 4,65 5,06 4,68 4,04 5,09 4,35 113,8
0,05 0,07 0,05 0,03 0,06 0,04 0,05 0,03 0,04 0,03 0,03 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,03 0,03 0,03 0,05 0,04 0,04 0,05 0,03 1,04
7,93 16,05 20,7 18,13 7,61 10,08 8,99 10,73 13,7 7,03 10,41 14,97 11,4 11,61 21,34 6,43 4,93 7,87 2,73 10,6 9,76 6,69 23,54 3,05 266,28
Rata-rata
253,13
6,33
0,34
0,11
4,74
0,04
11,10
Lampiran 10.
131 Perhitungan Masa Waktu Panen Mencapai Potensi 200 m 3/ha Sesuai Hasil Riap Rata-rata Volume
Tahun Ke
Tahun Evaluasi
Diameter (m)
1 2
Tahun 2008 Tahun 2009
0,04 0,08
2,31 6,38
0,003 0,030
Potensi Per Hektar (m3/ha) 3 30
3
Tahun 2010 Proyeksi
0,11
4,74
0,044
44
Tinggi
(m)
Volume (m3)
4
Tahun 2011
0,065
65
5
Tahun 2012
0,086
86
6
Tahun 2013
0,107
107
7
Tahun 2014
0,128
128
8
Tahun 2015 Tahun 2016
0,149 0,170
149
9 10
Tahun 2017
0,191
191
11
Tahun 2018
0,212
212
Rata-rata riap volume 0,021 m3/pohon/tahun
170
Proyeksi Riap Diameter 0,027 m/pohon/tahun Tahun Ke
Tahun Evaluasi
Diameter (m)
1 2 3
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Proyeksi Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
0,04 0,08 0,11
2,31 6,38 4,74
0,003 0,030 0,045
Potensi Per Hektar (m3/ha) 3 30 45
0,137 0,164 0,191 0,218 0,245
4,74 4,74 4,74 4,74 4,74
0,070 0,100 0,136 0,177 0,224
70 100 136 177 224
4 5 6 7 8
Tinggi
(m)
Volume (m3)
Proyeksi Riap tinggi 1,26 m/pohon/tahun Tahun Ke
Tahun Evaluasi
Diameter (m)
1 2 3
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Proyeksi Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
0,04 0,08 0,11
2,31 6,38 4,74
0,003 0,030 0,045
Potensi Per Hektar (m3/ha) 3 30 45
0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
7,34 9,94 12,54 15,14 17,74 20,34 22,94
0,070 0,091 0,119 0,144 0,169 0,193 0,218
70 91 119 144 169 193 218
4 5 6 7 8 9 10
Tinggi
(m)
Volume (m3)
132
Lampiran 11 : Penetapan Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati Bulat - Perum Perhutani Kelompok Kayu Bundar Kecil Tipe D KPH Asal - Tahun 2005 3
Harga Per m Dalam Ribuan Rupiah Diameter (cm) 4-7 10 - 13 16 - 19 20 - 24
Mutu/ Panjang (Mtr) Pertama (P) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Kedua (D) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Ketiga (T) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Keempat (M) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata
-
Keterangan
335 394 433 473 512 2147 429
591 670 788 866 945 1024 4293 716
976 1106 1301 1432 1562 1692 8069 1345
1628 Harga Sesuai SK Direksi 1945 Perum Perhutani 2114 No /KPTS/Dir/2005 2284 2453 2662 11458 1910
307 361 397 433 469 1967 393
542 614 722 794 866 939 3935 656
895 1014 1193 1312 1432 1551 6502 1084
1484 1774 1928 2082 2236 2391 10411 1735
279 328 361 394 427 1789 358
492 558 656 722 788 853 3577 596
813 922 1084 1193 1301 1410 5910 985
1197 1430 1555 1679 1803 1928 8395 1399
257 295 325 354 384 1615 323
453 513 604 664 725 785 3291 549
748 848 998 1097 1197 1297 5437 906
1077 1287 1399 1511 1623 1735 7555 1259
133
Lampiran 11 : Penetapan Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati Bulat - Perum Perhutani Kelompok Kayu Bundar Kecil Tipe D KPH Asal - Tahun 2006 Harga Per m3 Dalam Ribuan Rupiah Diameter (cm) 4-7 10 - 13 16 - 19 20 - 24
Mutu/ Panjang (Mtr) Pertama (P) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Kedua (D) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Ketiga (T) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Keempat (M) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata
335 394 433 473 512 2147 429
591 670 788 866 945 1024 4293 716
976 1106 1301 1432 1562 1692 8069 1345
1628 1945 2114 2284 2453 2662 11458 1910
307 361 397 433 469 1967 393
542 614 722 794 866 939 3935 656
895 1014 1193 1312 1432 1551 6502 1084
1484 1774 1928 2082 2236 2391 10411 1735
279 328 361 394 427 1789 358
492 558 656 722 788 853 3577 596
813 922 1084 1193 1301 1410 5910 985
1197 1430 1555 1679 1803 1928 8395 1399
257 295 325 354 384 1615 323
453 513 604 664 725 785 3291 549
748 848 998 1097 1197 1297 5437 906
1077 1287 1399 1511 1623 1735 7555 1259
Keterangan
Harga Sesuai SK Direksi Perum Perhutani No 003/KPTS/Dir/2006 Tanggal 2-Januari -2006
134 Lampiran 11 : Penetapan Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati Bulat - Perum Perhutani Kelompok Kayu Bundar Kecil Tipe D KPH Asal - Tahun 2008
Mutu/ Panjang (Mtr) Pertama (P) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Kedua (D) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Ketiga (T) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Keempat (M) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata
Harga Per m3 Dalam Ribuan Rupiah Diameter (cm) 4-7 10 - 13 16 - 19 20 - 24
352 414 455 496 538 2255 451
620 703 827 910 992 1075 4507 751
1074 1217 1432 1575 1718 1861 8877 1480
1559 1862 2024 2186 2348 2510 10930 1822
322 379 417 455 493 2066 413
569 644 758 834 910 986 4132 689
984 1115 1312 1443 1575 1706 8135 1356
1408 1682 1828 1975 2121 2267 9873 1646
293 345 379 414 448 1879 376
517 566 689 756 827 896 3734 622
895 1014 1193 1312 1432 1551 7397 1233
1257 1502 1632 1763 1894 2024 8815 1469
269 310 341 372 403 1695 339
476 539 634 697 761 824 3455 576
823 933 1097 1207 1317 1427 6804 1134
1131 1352 1469 1587 1704 1822 7934 1322
Keterangan
Harga Sesuai SK Direksi Perum Perhutani No 010/KPTS/Dir/2008 Tanggal 9 Januari 2008
135 Lampiran 11 : Penetapan Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati Bulat - Perum Perhutani Kelompok Kayu Bundar Kecil Tipe D KPH Asal - Tahun 2009 (Januari) 3
Mutu/ Panjang (Mtr)
Harga Per m Dalam Ribuan Rupiah Diameter (cm) 4-7
Pertama (P) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Kedua (D) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Ketiga (T) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Keempat (M) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata
10 - 13
16 - 19
Keterangan
20 - 24
378 445 489 533 578 2423 485
667 756 889 978 1067 1156 4846 808
1154 1308 1539 1693 1847 2001 9542 1590
Harga Sesuai SK Direksi 1637 Perum Perhutani 1955 No 001/KPTS/Dir/2009 2125 Tanggal 5 Januari 2009 2295 2465 2636 11476 1913
346 407 448 489 530 2220 444
611 693 815 896 978 1059 4441 740
1058 1199 1411 1552 1693 1834 8747 1458
1478 1766 1920 2073 2227 2380 10366 1728
315 370 407 445 482 2019 404
556 630 741 815 889 963 4038 673
962 1090 1282 1411 1539 1667 7951 1325
1320 1577 1714 1851 1988 2125 9255 1543
290 333 367 400 433 1823 365
511 579 682 750 818 886 3715 619
885 1003 1180 1298 1416 1534 7316 1219
1188 1419 1543 1666 1789 1913 8330 1388
136 Lampiran 11 : Penetapan Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati Bulat - Perum Perhutani Kelompok Kayu Bundar Kecil Tipe D KPH Asal - Tahun 2009 (Desember)
Mutu/ Panjang (Mtr) Pertama (P) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Kedua (D) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Ketiga (T) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata Keempat (M) < 1 meter 1. 00 - 1,90 meter 2.00 - 2.90 meter 3.00 - 3.90 meter 4.00 - 4.90 meter 5.00 - 5.90 meter Jumlah Rata-rata
Harga Per m3 Dalam Ribuan Rupiah Diameter (cm) 4-7 10 - 13 16 - 19 20 - 24
Keterangan
539 634 698 761 825 3457 691
952 1079 1269 1396 1523 1650 6917 1153
1491 1690 1988 2187 2386 2584 12326 2054
Harga Sesuai SK Direksi 2019 Perum Perhutani 2413 No 617/KPTS/Dir/2009 2622 Tanggal 21 Desember 2009 2832 3042 3252 14161 2360
494 582 640 698 756 3170 634
872 898 1163 1279 1396 1512 6248 1041
1367 1549 1822 2005 2187 2369 11299 1883
2523 3014 3277 3539 3801 4063 17694 3539
449 529 582 634 687 2881 576
793 899 1057 1163 1269 1375 5763 961
1242 1408 1657 1822 1988 2154 10271 1712
2253 2691 2926 3160 3394 3628 15799 2633
413 476 523 571 619 2602 520
730 827 973 1070 1167 1265 5302 884
1143 1295 1524 1677 1829 1981 9449 1575
2027 2422 2633 2844 3054 3265 14218 2370
Lampiran : 12 Proyeksi Analisis Biaya dan Penerimaan UBH-KPWN Sampai Tahun 2012 (Tingkat Penerimaan Tertinggi) Pada Lokasi Tanam di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor
No
I
Uraian
Penerimaan 1 2
II
Pengeluaran 1
2
3
Biaya Investasi a.Pembelian bibit dan penanaman b.Lain-lain Biaya Tetap a. Biaya Manajemen Kantor b. Biaya manajemen lapangan Biaya Variable (tidak tetap) a. Biaya Tanaman tahun ke-1 a. Biaya Tanaman tahun ke-2 a. Biaya Tanaman tahun ke-3 a. Biaya Tanaman tahun ke-4 a. Biaya Tanaman tahun ke-5 b. Biaya pemanenan
Keuntungan
2007
2008
-
421.260 421.260
217.425 86.399 83.551 2.848 45.574 24.211 21.363 85.452 85.452 -
96.234 -
(217.425)
2009
2010
-
2011
-
2012
-
1.463.533 1.463.533
44.934 23.871 21.063 51.300 51.300 -
89.583 44.934 23.871 21.063 44.649 44.649 -
88.604 44.934 23.871 21.063 43.670 43.670 -
72.272 44.934 23.871 21.063 27.338 27.338 -
325.026
(89.583)
(88.604)
(72.272)
75.309 44.934 23.871 21.063 30.375 30.375 1.388.223
139
III
Dana dari Investor Hasil Penjualan Kayu JUN
Masa Tanam (Tahun) Nilai Rp x 1000
Lampiran 13 :
142
Perhitungan Analisis Finansial (NPV, IRR dan BC/Ratio) pada Tingkat Pendapatan Nilai Jual Tertinggi Perhitungan Net Present Value (NPV) DF 15%
Tahun
Keuntungan
DF 15%
Perhitungan Internal Rate Return (IRR)
NPV
Tahun
Bt-Ct
I'= 15%
15%
i''=16%
16%
DF
NPV'
DF
NPV''
0
-217.425
1,0000
-217.425
0
-217.425
1,0000000
(217.425,00)
1,0000000
-217425
1 2 3 4 5
325.026
0,8696
282.631
0,8695652
282.631,30
0,8620690
280195
0,7561
-67.738
-89.583
0,7561437
(67.737,62)
0,7431629
-66575
-88.604
0,6575
-58.259
-88.604
0,6575162
(58.258,57)
0,6406577
-56765
-72.272
0,5718
-41.322
-72.272
0,5717532
(41.321,75)
0,5522911
-39915
1.388.223
0,4972
690.192
1 2 3 4 5
325.026
-89.583
1.388.223
0,4971767
0,4761130
660951
588.081
588.081
IRR %
805.506
Perhitungan Net Present Value (NPV) DF 9,4 %
Tahun
Keuntungan
DF 9,4%
NPV
67,30
Perhitungan BC/Ratio Ratio Ratio
DF = 15% DF = 15%
-217.425
1,0000
-217.425
Keuntungan Negatif
325.026
0,9141
297.099
B/C Ratio
-89.583
0,8355
-74.850
-88.604
0,7637
-67.671
-72.272
0,6981
-50.455
1.388.223,46
0,64
885.876 772.574
560.466 0,6730
Keuntungan positif
0 1 2 3 4 5
690.192
DF = 9,4% DF = 9,4%
805.506
989.999
217.425
217.425
3,70
4,55
Lampiran 14 : Perhitungan Nilai Bagi Hasil Masing-Masing Pihak Sesuai Prospek Nilai Harga Jual Tertinggi Pada Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Proporsi Bagi Hasil Panen Tanaman JUN Masing-masing Pihak Asumsi Nilai Jual
Nilai Jual (Rp)
Tingkat Resiko Kematian (RK) Tanaman (%)
13,47
Nilai Jual Terendah
1.453.964.848
Nilai Jual Rata-rata
1.538.497.688
Nilai Jual Tertinggi
1.690.656.800
23,31 13,47 23,31 13,47 23,31
Investor 40% Tanpa Resiko (Rp)
40,00% 581.585.939 40,00% 581.585.939 40,00% 615.399.075 40,00% 615.399.075 40,00% 676.262.720 40,00% 676.262.720
Petani Dengan Resiko Pemilik Lahan 10% (25%) - (0,5 x RK) Tanpa Resiko (Rp) (Rp)
10,00% 145.396.485 10,00% 145.396.485 10,00% 153.849.769 10,00% 153.849.769 10,00% 169.065.680 10,00% 169.065.680
18,27% 265.566.679 13,35% 194.031.609 18,27% 281.006.603 13,35% 205.312.516 18,27% 308.798.465 13,35% 225.618.150
KPWN dengan Resiko (15%) - (0,3 x RK) (Rp)
Pamong Desa Resiko (10%) - (0,2 x RK) (Rp)
10,96% 159.340.008 8,01% 116.418.965 10,96% 168.603.962 8,01% 123.187.510 10,96% 185.279.079 8,01% 135.370.890
7,31% 106.226.672 5,34% 77.612.644 7,31% 112.402.641 5,34% 82.125.007 7,31% 123.519.386 5,34% 90.247.260
Jumlah Nilai Jual Hasil Panen JUN (Rp)
1.258.115.783 1.115.045.642 1.331.262.049 1.179.873.877 1.462.925.329 1.296.564.700
145
146 Lampiran 15 :
Daftar Investor Penanaman JUN pada UBH-KPWN Di Lokasi Tanam Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung Bogor No
Nama Responden – Investor
1.
Ellyana Chairani
2
Dra.Murdewi S.
3
Siti rahayu
4
Haryadi Himawan
5
Dr. Ir.Wahyudi Wardoyo
6
Dr.Ir. Hadi S.Pasaribu
7
Cahyo Tribaskoro
8
Dr.Yetti Rusli
9
Ir.Sutrisno
10
Fifi Novitri
11
Hasjrul Harahap
12
Tunggul Ardianto
13
Ir.Indriastuti, MM
14
MS.Kaban
15
Dr.Ir. HM. Nad Darga T.
16
Dr.Ir. Boen Purnama
Alamat
Telp /HP
Jl.H.Ten I No 25 Rawamangun Jaktim 021-4712122 Instansi - Bapenas Villa Galaxi Blok C-2 10-11 Jakasetia 021-82403229 Bekasi Selatan. Ciledug Indah II Blok E-29 RT 06/10 No 021-7308877 13-14 Tanggerang – Instansi Dephut Jl.H.Juhri RT 05/04 No 54 Meruya 0811 983 982 Jakbar 021-5730316 Jl.Palapa XVII No 1 Komp. Deptan 0811 846 378 Pasar Minggu - Instansi Dephut
[email protected] Jl Dewi Amba 2 No 9 Bumi Indraprasta 0251 8341618 Bogor Telp lagi Komplek Taman Bougeinville Jl. Aster 3 0852 80000 286 B-1/13 Jatibening Bekasi Barat
[email protected] Rumah Dinas Kehutanan Dephut Kelapa 0812 992 8851 2 Wetan Cibubur – Jaktim.
[email protected] Jl.Bintaro Puspita II/D 9 Bumi bintaro Permai Jaksel. Jl. Pisangan Baru Tengah No 16 RT I/13 Jakarta Tmur Taman Patra XI No 11 Kuningan Jaksel Jl.Majapahit No 77 Semarang
Departemen Kehutanan - Jakarta Jl.Kranji Ujung No 7 Perum Budi agung Sukaresmi Bogor Komplek Taman Alfa Indah Blok A-7 No 1 Joglo – Jakarta Barat Komplek Rasamala No 59 Ciomas Bogor
021-7370218 021-8505918 0811 985 076 Fax : 021-52907373 0811 288 168
[email protected] 0812 990 5192 Fax 021-5737092 Telp 021-5730130 0812 1161 199 0811 943339 08118116677
[email protected]
147 Lampiran 16
Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor Nama Investor
: Wahyudi Wardoyo
Lokasi Tanaman
: Cogreg
No I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
II 11 12 13 14 15 16 17 18
Diisi Diisi dengan dengan bobot bobot 11 -- 55
Pemenuhan Harapan Pelanggan dari UBH-KPWN Informasi Produk Investasi Nilai Investasi yang ditawarkan dibandingkan investasi lain Waktu Investasi yang ditawarkan (masa panen 5 tahun) Nilai keuntungan investasi yang ditawarkan Kesesuaian lokasi tanaman yang ditawarkan Riap pertumbuhan tanaman yang diestimasi Nilai prosentase bagi hasil yang diestimasi Jaminan sertifikasi investasi yang ditawarkan Jaminan mekanisme pengelolaan tanaman di lapangan Jaminan penggantian tanaman usia dibawah 1 tahun Jaminan penggantian tanaman relokasi
Nilai Kinerja
Nilai Kepentingan
5 5 4 4 4 4 4 4 5 4
5 5 4 5 4 4 3 5 4 5
3
4
4 3
4 4
3
3
4 5 4
4 5 3
5
5
Sikap Pelayanan Petugas UBH-KPWN Ketepatan informasi dalam memberikan penjelasan Sikap Keramahan petugas bagian pemasaran Sikap petugas pemasaran dalam menangani keluhan dan saran perbaikan Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan Adanya bentuk layanan diluar waktu kerja Sikap petugas lapangan saat mendampingi ke lokasi tanam Pengetahuan teknis petugas lapangan terhadap kegiatan produksi tanaman JUN Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan
Pembobotan Kriteria tingkat Persepsi investor : Tingkat Kinerja :
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Tingkat Kepentingan:
=5 =4 =3 =2 =1
Sangat Penting Penting Cukup penting Kurang Penting Tidak Penting
=5 =4 =3 =2 =1
Bogor, 23 Sept 2010
Wahyudi Wardoyo
148
Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor Nama Investor
: Sutrisno
Lokasi Tanaman
: Cogreg
No I
Diisi Diisi dengan dengan bobot bobot 11 -- 55
Pemenuhan Harapan Pelanggan dari UBH-KPWN
1 2 3 4 5 6
Informasi Produk Investasi Nilai Investasi yang ditawarkan dibandingkan investasi lain Waktu Investasi yang ditawarkan (masa panen 5 tahun) Nilai keuntungan investasi yang ditawarkan Kesesuaian lokasi tanaman yang ditawarkan Riap pertumbuhan tanaman yang diestimasi Nilai prosentase bagi hasil yang diestimasi
7 8 9 10
Jaminan sertifikasi investasi yang ditawarkan Jaminan mekanisme pengelolaan tanaman di lapangan Jaminan penggantian tanaman usia dibawah 1 tahun Jaminan penggantian tanaman relokasi
II 11 12 13 14 15 16 17 18
Nilai Kinerja
Nilai Kepentingan
5 5 4 4 4 4 5
5 5 4 5 4 4 5
5 4 3
5 5 4
4
4
4 3
5 4
4
5
4 5 4
4 5 4
5
4
Sikap Pelayanan Petugas UBH-KPWN Ketepatan informasi dalam memberikan penjelasan Sikap Keramahan petugas bagian pemasaran Sikap petugas pemasaran dalam menangani keluhan dan saran perbaikan Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan Adanya bentuk layanan diluar waktu kerja Sikap petugas lapangan saat mendampingi ke lokasi tanam Pengetahuan teknis petugas lapangan terhadap kegiatan produksi tanaman JUN Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan
Pembobotan Kriteria tingkat Persepsi investor : Tingkat Kinerja :
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Tingkat Kepentingan:
=5 =4 =3 =2 =1
Sangat Penting Penting Cukup penting Kurang Penting Tidak Penting
=5 =4 =3 =2 =1
Bogor, 25 Sept 2010
Sutrisno
149
Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor Nama Investor
: Boen M. Purnama
Lokasi Tanaman
: Cogreg
No I
Diisi Diisi dengan dengan bobot bobot 11 -- 55
Pemenuhan Harapan Pelanggan dari UBH-KPWN
Nilai Kinerja
Nilai Kepentingan
Informasi Produk Investasi
1
Nilai Investasi yang ditawarkan dibandingkan investasi lain
5
5
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Investasi yang ditawarkan (masa panen 5 tahun) Nilai keuntungan investasi yang ditawarkan Kesesuaian lokasi tanaman yang ditawarkan Riap pertumbuhan tanaman yang diestimasi Nilai prosentase bagi hasil yang diestimasi Jaminan sertifikasi investasi yang ditawarkan Jaminan mekanisme pengelolaan tanaman di lapangan Jaminan penggantian tanaman usia dibawah 1 tahun Jaminan penggantian tanaman relokasi
5 4 3 4 4 5 5 4 4
5 5 4 4 5 5 4 4 5
5
5
4 4
4 5
5
4
4 5 5
4 4 5
5
4
II 11 12 13 14 15 16 17 18
Sikap Pelayanan Petugas UBH-KPWN Ketepatan informasi dalam memberikan penjelasan Sikap Keramahan petugas bagian pemasaran Sikap petugas pemasaran dalam menangani keluhan dan saran perbaikan Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan Adanya bentuk layanan diluar waktu kerja Sikap petugas lapangan saat mendampingi ke lokasi tanam Pengetahuan teknis petugas lapangan terhadap kegiatan produksi tanaman JUN Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan
Pembobotan Kriteria tingkat Persepsi investor : Tingkat Kinerja :
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Tingkat Kepentingan:
=5 =4 =3 =2 =1
Sangat Penting Penting Cukup penting Kurang Penting Tidak Penting
=5 =4 =3 =2 =1
Bogor, 27 Sept 2010 Boen M. Purnama
150
Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor
Nama Investor
: Indriastuti
Lokasi Tanaman
: Cogreg
No I
Diisi Diisi dengan dengan bobot bobot 11 -- 55
Pemenuhan Harapan Pelanggan dari UBH-KPWN
Nilai Kinerja
Nilai Kepentingan
Informasi Produk Investasi
1
Nilai Investasi yang ditawarkan dibandingkan investasi lain
3
4
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Investasi yang ditawarkan (masa panen 5 tahun) Nilai keuntungan investasi yang ditawarkan Kesesuaian lokasi tanaman yang ditawarkan Riap pertumbuhan tanaman yang diestimasi Nilai prosentase bagi hasil yang diestimasi Jaminan sertifikasi investasi yang ditawarkan Jaminan mekanisme pengelolaan tanaman di lapangan Jaminan penggantian tanaman usia dibawah 1 tahun Jaminan penggantian tanaman relokasi
4 4 5 4 5 4 4 4 4
5 4 5 4 4 4 5 5 5
3
5
3 3
5 5
3
5
3 3 4
5 5 5
4
5
II 11 12 13 14 15 16 17 18
Sikap Pelayanan Petugas UBH-KPWN Ketepatan informasi dalam memberikan penjelasan Sikap Keramahan petugas bagian pemasaran Sikap petugas pemasaran dalam menangani keluhan dan saran perbaikan Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan Adanya bentuk layanan diluar waktu kerja Sikap petugas lapangan saat mendampingi ke lokasi tanam Pengetahuan teknis petugas lapangan terhadap kegiatan produksi tanaman JUN Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan
Pembobotan Kriteria tingkat Persepsi investor : Tingkat Kinerja :
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Tingkat Kepentingan:
=5 =4 =3 =2 =1
Sangat Penting Penting Cukup penting Kurang Penting Tidak Penting
=5 =4 =3 =2 =1 Bogor, 12 Okt 2010 Indriastuti
151
Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor
Nama Investor
: Hadi A Pasaribu
Lokasi Tanaman
: Cogreg
No I
Diisi Diisi dengan dengan bobot bobot 11 -- 55
Pemenuhan Harapan Pelanggan dari UBH-KPWN
Nilai Kinerja
Nilai Kepentingan 4 3
1
Informasi Produk Investasi Nilai Investasi yang ditawarkan dibandingkan investasi lain
2
Waktu Investasi yang ditawarkan (masa panen 5 tahun)
5 5
3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai keuntungan investasi yang ditawarkan Kesesuaian lokasi tanaman yang ditawarkan Riap pertumbuhan tanaman yang diestimasi Nilai prosentase bagi hasil yang diestimasi Jaminan sertifikasi investasi yang ditawarkan Jaminan mekanisme pengelolaan tanaman di lapangan Jaminan penggantian tanaman usia dibawah 1 tahun Jaminan penggantian tanaman relokasi
5 5 4 4 5 4 4 4
4 4 3 4 2 3 1 2
II
Sikap Pelayanan Petugas UBH-KPWN
11
Ketepatan informasi dalam memberikan penjelasan
5
3
12
Sikap Keramahan petugas bagian pemasaran
5
4
13
Sikap petugas pemasaran dalam menangani keluhan dan saran perbaikan
4
3
4
3
5 5 4
2 4 4
4
3
14 15 16 17 18
Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan Adanya bentuk layanan diluar waktu kerja Sikap petugas lapangan saat mendampingi ke lokasi tanam Pengetahuan teknis petugas lapangan terhadap kegiatan produksi tanaman JUN Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan
Pembobotan Kriteria tingkat Persepsi investor : Tingkat Kinerja :
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Tingkat Kepentingan:
=5 =4 =3 =2 =1
Sangat Penting Penting Cukup penting Kurang Penting Tidak Penting
=5 =4 =3 =2 =1 Bogor, 15.Okt 2010 Hadi A Pasaribu
152
Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor
Nama Investor
: Haryadi Himawan
Lokasi Tanaman
: Cogreg
No I
Diisi Diisi dengan dengan bobot bobot 11 -- 55
Pemenuhan Harapan Pelanggan dari UBH-KPWN
Nilai Kinerja
Nilai Kepentingan
Informasi Produk Investasi
1
Nilai Investasi yang ditawarkan dibandingkan investasi lain
4
5
2
Waktu Investasi yang ditawarkan (masa panen 5 tahun)
4
5
3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai keuntungan investasi yang ditawarkan Kesesuaian lokasi tanaman yang ditawarkan Riap pertumbuhan tanaman yang diestimasi Nilai prosentase bagi hasil yang diestimasi Jaminan sertifikasi investasi yang ditawarkan Jaminan mekanisme pengelolaan tanaman di lapangan Jaminan penggantian tanaman usia dibawah 1 tahun Jaminan penggantian tanaman relokasi
5 4 4 4 2 4 4 4
5 2 4 4 3 4 4 4
3
4
3 3
3 3
3
4
4 3 3
3 3 3
4
3
II 11 12 13 14 15 16 17 18
Sikap Pelayanan Petugas UBH-KPWN Ketepatan informasi dalam memberikan penjelasan Sikap Keramahan petugas bagian pemasaran Sikap petugas pemasaran dalam menangani keluhan dan saran perbaikan Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan Adanya bentuk layanan diluar waktu kerja Sikap petugas lapangan saat mendampingi ke lokasi tanam Pengetahuan teknis petugas lapangan terhadap kegiatan produksi tanaman JUN Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan
Pembobotan Kriteria tingkat Persepsi investor : Tingkat Kinerja :
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Tingkat Kepentingan:
=5 =4 =3 =2 =1
Sangat Penting Penting Cukup penting Kurang Penting Tidak Penting
=5 =4 =3 =2 =1 Bogor, 12 Okt 2010 Haryadi Himawan
153
Hasil Isian Kuesioner Evaluasi Persepsi Investor Nama Investor
: Siti Rahayu
Lokasi Tanaman
: Cogreg
No
Diisi dengan bobot 1 - 5
Pemenuhan Harapan Pelanggan dari UBH-KPWN
Nilai Kinerja
Nilai Kepentingan
I
Informasi Produk Investasi
1
Nilai Investasi yang ditawarkan dibandingkan investasi lain
4
5
2
Waktu Investasi yang ditawarkan (masa panen 5 tahun)
4
5
3
Nilai keuntungan investasi yang ditawarkan
4
5
4
Kesesuaian lokasi tanaman yang ditawarkan
4
5
5
Riap pertumbuhan tanaman yang diestimasi
4
5
6
Nilai prosentase bagi hasil yang diestimasi
4
5
7
Jaminan sertifikasi investasi yang ditawarkan
4
5
8
Jaminan mekanisme pengelolaan tanaman di lapangan
4
5
9
Jaminan penggantian tanaman usia dibawah 1 tahun
4
5
10
Jaminan penggantian tanaman relokasi
4
5
II
Sikap Pelayanan Petugas UBH-KPWN
11
Ketepatan informasi dalam memberikan penjelasan
4
5
12 13
Sikap Keramahan petugas bagian pemasaran Sikap petugas pemasaran dalam menangani keluhan dan saran perbaikan
4
5
4
5
4
5
3 3 4
4 5 4
4
4
14 15 16 17 18
Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan Adanya bentuk layanan diluar waktu kerja Sikap petugas lapangan saat mendampingi ke lokasi tanam Pengetahuan teknis petugas lapangan terhadap kegiatan produksi tanaman JUN Kecepatan memberikan respon atas pertanyaan yang diajukan
Pembobotan Kriteria tingkat Persepsi investor : Tingkat Kinerja :
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Tingkat Kepentingan:
=5 =4 =3 =2 =1
Sangat Penting Penting Cukup penting Kurang Penting Tidak Penting
=5 =4 =3 =2 =1 Bogor, 30Okt 2010
Siti Rahayu
154
Lampiran 17 Hasil Perhitungan Evaluasi Persepsi Investor Tanaman JUN Pada UBH-KPWN Nama Investor Hadi Wardoyo Sutrisno Boen Purnama Indriastuti Hadi Pasaribu Haryadi Himawan Siti Rahayu Nama Investor Hadi Wardoyo Sutrisno Boen Purnama Indriastuti Hadi Pasaribu Haryadi Himawan Siti Rahayu
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria 5 Kriteria 6 Kriteria 7 X Y X Y X Y X Y X Y X Y X Y 5 5 5 3 5 4 4
5 5 5 4 4 5 5
5 5 5 4 5 4 4
5 5 5 5 3 5 5
4 4 4 4 5 5 4
4 4 5 4 4 5 5
4 4 3 5 5 4 4
5 5 4 5 4 2 5
4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 3 4 5
4 4 4 5 4 4 4
4 4 5 4 4 4 5
4 5 5 4 5 2 4
3 5 5 4 2 3 5
Kriteria 8 X Y 4 5 5 4 4 4 4
Kriteria 9 X Y 5 5 4 5 3 4 5
Kriteria 11 Kriteria 12 Kriteria 13 Kriteria 14 Kriteria 15 Kriteria 16 Kriteria 17 Kriteria 17 X Y X Y X Y X Y X Y X Y X Y X Y 3 4 5 3 5 3 4
4 4 5 5 3 4 5
4 4 4 3 5 3 4
4 5 4 5 4 3 5
3 3 4 3 4 3 4
4 4 5 5 3 3 5
3 4 5 3 4 3 4
4 5 4 5 3 4 5
4 4 4 3 5 4 3
5 4 4 5 2 3 4
5 5 5 3 5 3 3
5 5 4 5 4 3 5
4 4 5 4 4 3 4
3 4 5 5 4 3 4
5 5 5 4 4 4 4
5 4 4 5 3 3 4
5 4 4 4 4 4 4 Total X
Kriteria 10 X Y 4 5 4 5 1 4 5
4 3 4 4 4 4 4
Total Y
Rata2 X
74 78 76 81 80 81 67 85 81 56 65 66 70 87 73,29 76,29
4,1 4,2 4,4 3,7 4,5 6 3,6 3,9 4,1
5 4 5 5 2 4 5 Rata2 Y 4,3 4,5 4,5 4,7 3,1 3,7 4,8 4,2