EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM “JATI UNGGUL NUSANTARA” DI DESA CIARUTEUN ILIR, CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
MAULIDANI TRESNAPUTRI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan Pendampingan Program “Jati Unggul Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014
Maulidani Tresnaputri NIM I3410008
ABSTRAK MAULIDANI TRESNAPUTRI. Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan Pendampingan Program “Jati Unggul Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANNA FATCHIYA. Usaha jati pada unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) dilakukan dengan menjalin kemitraan dengan petani. Komunikasi yang efektif penting dilakukan antara pemandu lapang dengan petani untuk meningkatkan produktivitas. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei dengan didukung data kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik petani didominasi usia dewasa, tingkat pendidikan sedang, pengalaman usahatani yang sedang, pendapatan rendah, luas lahan garapan sempit, dan keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan tergolong sedang. Pemandu lapang memiliki hubungan yang dekat dengan petani, kredibilitas, sikap yang sangat baik, dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani tinggi, serta komunikasi pemandu lapang sangat baik. Efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang sudah efektif. Hal ini berhubungan dengan frekuensi keikutsertaan petani, kedekatan, kredibilitas, penguasaan materi program, dan kesesuaian metode penyuluhan. Kata kunci: petani, pemandu lapang, komunikasi, kegiatan pendampingan
ABSTRACT MAULIDANI TRESNAPUTRI. Communication Efficacy at Assistance Program Activities “Jati Unggul Nusantara” in Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Supervised by ANNA FATCHIYA. The teak business of Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) unit conducted by a partnerships with farmers. The effective communication between field guides and farmer is important to improve the productivity. The method used in the study is a survey method supported by quantitative and qualitative data. The results showed the characteristics of farmers dominated adulthood, moderate education level, experience in farming classified as moderate, low income, limited arable land, and the farmers' participation in extension activities classified as moderate.Field guides have a close relationship with farmers, very good credibility and attitude,and frequency to visits the farmer group is also quite high,as well as excellent communication field guides. The communication efficacy between farmers and field guides been effective. It is related to the frequency of participation of farmers, proximity, credibility, mastery of the material program, and the appropriateness of extension methods. Keywords: farmer, field guides, communication, assistance activities
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM “JATI UNGGUL NUSANTARA” DI DESA CIARUTEUN ILIR, CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
MAULIDANI TRESNAPUTRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan Pendampingan Program “Jati Unggul Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Kabupaten Bogor Nama : Maulidani Tresnaputri NIM : I34100085
Disetujui oleh
Dr Ir Anna Fatchiya, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan Pendampingan Program “Jati Unggul Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Kabupaten Bogor” tepat pada waktunya. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi, kepada penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Ir Sutisna Riyanto, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Heru Purwandari SP, MSi selaku dosen penguji akademik atas saran dan masukannya. 3. Dosen-dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas ilmu, kesabaran, bimbingan, dan pertolongan yang diberikan. 4. Dra Anih Setiawati dan Ir Danu, MSi selaku ibu dan ayah tercinta yang selalu mendoakan dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis, serta Agung Ahmad Khairudin selaku adik yang selalu menyemangati penulis. 5. Muhamad Rifki Maulana atas doa, motivasi dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini. 6. Sahabat-sahabat tercinta Sarah, Nita, Kiki, Tantri, Adien, Akfin, Nadyana, Mahda, Puteri, Okta, Bibah, Addin, Ajeng, Lieke, Iffah, Aya, Debby, Fifi, Echa, Raissa, Jihan, Caca, Aufa Mutia, Pipiw, dan Annisa yang telah selalu mewarnai hari-hari penulis dan memberikan semangat kepada penulis. 7. Seluruh keluarga besar SKPM, terutama SKPM 47 atas kebersamaannya. Serta kakak-kakak SKPM 45 dan SKPM 46 atas kesediaannya berbagi pengalaman dan memberikan saran-saran dalam penulisan proposal skripsi ini. 8. Pihak-pihak dari UBH-KPWN Bogor atas penerimaan, waktu, kesempatan, informasi, dan seluruh bantuan yang diberikan untuk kelancaran proses penelitian ini. Bapak Ir Dharmawan Budiantho, MP, Bapak Edi Wahyudi S Hut, dan Bapak Ivan Ade Purnama S Hut selaku pembimbing di lapangan. 9. Para petani di Desa Ciaruteun Ilir yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data. 10. Teman-teman satu bimbingan Tari dan Venny untuk motivasi yang positif dan kebersamaan selama proses penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Maulidani Tresnaputri
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 PENDEKATAN TEORITIS 5 Tinjauan Pustaka 5 Komunikasi 5 Efektivitas Komunikasi 8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi 10 Desain Pesan Komunikasi Bisnis 15 Faktor-faktor yang Menghambat Efektivitas Komunikasi 16 Kerangka Pemikiran 18 Hipotesis Penelitian 19 Definisi Operasional 19 Karakteristik Petani 19 Karakteristik Pemandu Lapang 20 Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang 21 Efektivitas Komunikasi 22 PENDEKATAN LAPANGAN 23 Metode Penelitian 23 Lokasi dan Waktu Penelitian 23 Pengambilan Sampel 24 Pengumpulan Data 24 Pengolahan dan Analisis Data 25 GAMBARAN UMUM 27 Gambaran Umum Desa Penelitian 27 Kondisi Geografis 27 Kondisi Demografis 27 Profil dan Kelembagaan Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan 28 Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) Pola Bagi Hasil UBH-KPWN 29 Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN 31
FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI DAN PEMANDU LAPANG, SERTA KETERAMPILAN KOMUNIKASI PEMANDU LAPANG
33
Karakteristik Petani Usia Pendidikan Pengalaman Usahatani Pendapatan Luas Lahan Garapan Karakteristik Pemandu Lapang Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA Tingkat Pengetahuan Petani Tingkat Sikap Petani Tingkat Keterampilan Petani FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA Analisis Hubungan Karakteristik Petani dengan Efektivitas Komunikasi Analisis Hubungan Karakteristik Pemandu Lapang dengan Efektivitas Komunikasi Analisis Hubungan Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang dengan Efektivitas Komunikasi PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
33 33 34 34 35 35 35 39 45 45 46 47 49
49 50 52 55 55 55 57 59 65
DAFTAR TABEL 1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian di desa studi
27
2 Sebaran penggunaan lahan di desa studi
28
3 Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN UBHKPWN 4 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan karakteristik petani di desa studi 5 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap karakteristik pemandu lapang di desa studi 6 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap keterampilan komunikasi pemandu lapang di desa studi 7 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan efektivitas komunikasi di desa studi 8 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik petani dengan efektivitas komunikasi 9 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi 10 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi keterampilan komunikasi pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi
30 33 36 39 46 49 51 52
DAFTAR GAMBAR 1 Model komunikasi SMCR dan faktor-faktor penentu ketepatan komunikasi 2 Elemen-elemen dalam model SMCRE 3 Bagan kerangka pemikiran 4 Rumus interval 5 Bagan struktur kelembagaan UBH-KPWN
7 8 18 22 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 Sketsa wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor 2 Jadwal pelaksanaan penelitian 3 Kerangka sampling 4 Contoh hasil uji statistik 5 Dokumentasi kegiatan
59 59 60 61 63
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan kawasan hutan. Data konsumsi kayu untuk kepentingan domestik (masyarakat) sebesar 0.9 m3 per kapita per tahun (berdasarkan ITTO tahun 1990) secara signifikan akan terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini mendorong pemerintah untuk melaksanakan program hutan rakyat melalui budidaya kayu jati. Karena pengembangan hutan rakyat akan mendorong berkembangnya usaha rakyat perdesaan. Hal ini selaras dengan Kementerian Kehutanan yang telah menerbitkan Permenhut No. 55 Tahun 2011 bahwa izin HTR untuk koperasi dibatasi maksimal 700 Ha, agar lebih adil bagi masyarakat dan kembali ke filosofi kebijakan HTR yang ada dalam PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008. Hutan Tanaman Rakyat dibentuk untuk membangun jiwa kewirausahan masyarakat (Kemenhut 2012). Salah satu pelaku usaha budidaya jati unggul adalah unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Kegiatan penanaman Jati Unggul Nusantara ini tersebar di Pulau Jawa salah satunya di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Kegiatan budidaya JUN berlangsung dengan menjalin kerjasama dengan pemilik modal, petani penggarap, pemilik lahan, pamong desa, dan fasilitator. Kegiatan budidaya JUN ini diharapkan dapat membangun komunikasi yang efektif diantara pihak-pihak yang terkait. Khususnya antara petani dengan pemandu lapang selaku sumber pesan dan saluran komunikasi UBH-KPWN. Proses komunikasi yang efektif menjadi penting karena produktivitas dari kegiatan budidaya JUN ini berada di tangan petani. Karena petani bertugas melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Tugas petani ini tidak terlepas dari peran pemandu lapang yang memberikan bimbingan, pelatihan, dan pembinaan kepada petani terkait teknis-teknis budidaya JUN. Oleh karena itu efektivitas komunikasi dalam penyampaian pesan yang dilakukan pemandu lapang terkait budidaya JUN kepada petani menjadi hal yang penting dalam kegiatan pendampingan ini. Hal ini selaras dengan definisi komunikasi menurut Black dan Bryant (1992) dalam Lubis et al (2010) adalah proses orang-orang berbagi makna, dimana seorang (komunikator) mengirimkan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) karena adanya pengalihan pesan sehingga orang saling mempengaruhi. Komunikasi dapat berjalan efektif apabila makna antara komunikan (petani) dan komunikator (pemandu lapang) akan sesuatu hal telah sama, sehingga mampu mempengaruhi tingkat perilaku bahkan keterampilan mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam Mugniesyah (2006) dengan melihat efek atau pengaruh dari proses komunikasi pengaruh (effects) berupa perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka (overt behavior) untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang ditawarkan oleh sumber.
2
Perumusan Masalah
Kegiatan budidaya JUN selama ini berlangsung dengan adanya kegiatan pendampingan antara pemandu lapang dengan petani. Diperlukan komunikasi yang efektif antara pemandu lapang dengan petani agar hubungan yang terjalin diantara kedua belah pihak dapat terus dipertahankan. Akan tetapi kondisi di lapangan seringkali menimbulkan permasalahan. Salah satunya karena adanya perbedaan sudut pandang dan sumber daya manusia yang berbeda antara petani dengan pemandu lapang. Pemandu lapang berperan sebagai sumber informasi sekaliguss satu-satunya saluran komunikasi yang menjembatani kepentingan antara petani dengan UBH-KPWN. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan proses komunikasi yang rentan dengan konflik, dan kegiatan pendampingan dapat terganggu pada periode penanaman selanjutnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, efektivitas komunikasi memiliki peranan yang sangat penting. Efektivitas komunikasi dapat diukur dari tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada diri petani. Hal itu dapat terjadi disebabkan petani telah diterpa informasi terkait budidaya JUN dari pemandu lapang. Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi yaitu faktor internal adalah faktor yang berada dalam diri petani, maupun faktor eksternal yang berkaitan dengan pemandu lapang selaku sumber pesan. Maka, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian adalah: 1. Bagaimana karakteristik petani dalam kegiatan pendampingan program Jati Unggul Nasional (JUN)? 2. Bagaimana karakteristik dan keterampilan komunikasi pemandu lapang? 3. Bagaimana efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi tersebut? Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi karakteristik petani dalam kegiatan pendampingan program Jati Unggul Nusantara (JUN). 2. Mengidentifikasi karakteristik dan keterampilan komunikasi pemandu lapang. 3. Menganalisis efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi tersebut.
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Instansi terkait Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dan perbaikan bagi UBH-KPWN dalam meningkatkan kualitas pendampingan melalui pemandu lapang. Agar pemandu lapang dapat membangun komunikasi yang efektif dengan petani. 2. Masyarakat umum Masyarakat umum pada umumnya dan petani baik yang sudah bermitra dengan UBH-KPWN maupun yang belum bermitra. Melalui penelitian ini dapat diketahui sejauh mana efektivitas komunikasi yang terjalin selama ini anatara petani dengan lembaga UBH-KPWN yang ditimbulkan dengan adanya perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik pada petani. Serta, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antara petani dengan UBH-KPWN. 3. Para peneliti Bagi para peneliti, penelitian ini dijadikan salah satu bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dengan topik sejenis. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam penelitian ini.
4
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Komunikasi Definisi komunikasi menurut Black dan Bryant (1992) dalam Lubis et al (2010) adalah proses orang-orang berbagi makna, dimana seorang (komunikator) mengirimkan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) karena adanya pengalihan pesan sehingga orang saling mempengaruhi. Menurut Osgood dalam Lubis et al komunikasi dapat terjadi bila suatu sistem (sumber) mempengaruhi yang lain (tujuan) dengan memanfaatkan simbol yang disampaikan melalui saluran yang menghubungkan mereka. Effendy (2000) menjelaskan bahwa komunikasi perseorangan dinilai paling ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi perseorangan umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika. Komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan, komunikasi perseorangan seringkali digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif, yaitu agar orang lain (komunikan) bersedia menerima suatu faham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. Komunikasi memiliki tujuan-tujuan, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Berlo dalam Lubis et al (2010) yang menyatakan ada tiga tujuan komunikasi, yaitu: (a) memberitahu artinya kita berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu hal (gagasan, pemikiran, perasaan, dan sejenisnya). Agar komunikasi efektif informasi yang disampaikan adalah faktual dan obyektif, (b) membujuk artinya komunikasi dipergunakan untuk mengubah perasaan, dari tidak suka menjadi suka, (c) menghibur artinya komunikasi dipergunakan untuk menghibur atau menyenangkan seseorang. Komunikasi memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan untuk membangun suatu proses komunikasi. Harold Lasswell menggambarkan komunikasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut,”Who Says What In Which Channel To Whom What Effect?” (atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana). Berdasarkan definisi komunikasi ini Laswell ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain (Mulyana 2005), yaitu: 1. Sumber, pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari sekedar memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan agama dan perilaku pihak lain. Pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya
6
dalam merumuskan pesan tersebut. Proses inilah yang disebut penyandian (encoding). 2. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. 3. Saluran, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran juga merujuk pada bagaimana penyampaian pesan yaitu dengan langsung (tatap muka) atau lewat media cetak (multimedia). Komunikasi langsung melalui bahasa baik itu verbal maupun non verbal adalah saluran komunikasi yang paling dominan untuk digunakan. 4. Penerima, sering juga disebut sasaran atau tujuan (destination), komunikate (communicatee), dan lain-lain. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan, penerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang diterima menjadi gagasan yang dapat dipahami. Proses ini disebut penyandian-balik (decoding). 5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia menjadi bersedia). Proses komunikasi terjadi karena terdapat unsur yang melakukan proses komunikasi tersebut. Model komunikasi yang dikemukakan Berlo dalam Lubis et al (2010) merupakan model komunikasi yang mudah dipahami. Model komunikasi ini dikenal sebagai model SMCR, Source Message Channel dan Receiver. Berlo mengemukakan terdapat elemen-elemen dasar komunikasi yang relevan meliputi enam komponen, sehingga dapat menciptakan komunikasi secara efektif, diantaranya: 1. Sumber-Encoder (penyandi), yaitu orang atau sekelompok orang yang sengaja dan bertujuan untuk berkomunikasi. Sumber dapat disebut dengan berbagai istilah seperti encoder, pengirim, sumber informasi, atau komunikator. 2. Pesan merupakan sesuatu yang dikirimkan oleh sumber kepada penerima. Sesuatu yang disalurkan dalam bentuk pesan. 3. Saluran mencakup tiga pengertian, yaitu moda membuat kode (encoding) dan menerjemahkan kode (decoding) dari pesan, kendaraan pesan, dan pembawa pesan. 4. Penerima-Decoder (penerjemah), yaitu orang atau sekelompok orang yang menjadi sasaran komunikasi.
7
Source Communication Skills Attitude Knowledge Social system Culture
Message Elements and Structure Contents Treatment Code
Channel Seeing Hearing Touching Smelling Tasting
Receiver Communication Skills Attitude Knowledge Social system Culture
Gambar 1 Model komunikasi SMCR dan faktor-faktor penentu ketepatan komunikasi Faktor-faktor yang mempengaruhi sumber dan penerima terhadap keefektivan komunikasi, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, dan sistem sosial-budaya. Keterampilan berkomunikasi penting bagi sumber dan penerima. Bagi sumber keterampilan berkomunikasi penting karena sumber dapat mengembangkan dan menyandi pesan, dan bagi penerima karena mampu menerjemahkan serta membuat keputusan-keputusan tentang suatu pesan. Sikap diartikan sebagai predisposisi atau kecenderungan individu untuk suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Pada sumber dan penerima sikapnya mempengaruhi ketepatan komunikasi meliputi, sikap terhadap diri sendiri, sikap terhadap isi pesan dan sikap terhadap penerima. Tingkat pengetahuan menjelaskan bahwa seorang sumber mampu memahami materi yang disampaikan sehingga dapat berkomunikasi dengan efektif. Apabila dapat menguasai materi maka dapat mentransmisikan pengetahuannya secara efektif. Bagi penerima jika dia mengetahui kode yang digunakan sumber maka dia akan mengerti pesan yang dikirim sumber. Sistem sosial-budaya menggambarkan terdapat hubungan antara sistem sosial budaya dengan komunikasi. Sumber mampu berbahasa sesuai dengan kemampuan penerima. Bagi penerima budaya yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pemaknaan pesan yang disampaikan oleh sumber. Faktor-faktor yang mempengaruhi pesan adalah elemen dan struktur pesan, kode pesan, isi pesan, serta perlakuan pesan. Kode pesan diartikan sebagai kelompok simbol-simbol yang dapat distrukturkan dengan cara tertentu sehingga bermakna bagi sejumlah orang. Isi pesan diartikan sebagai materi pesan yang telah diseleksi oleh sumber untuk mengekspresikan tujuannya berkomunikasi. Perlakuan pesan adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh sumber untuk memilih metode untuk menyusun dan mengirimkan kode dan isi pesan. Faktor-faktor pada saluran yaitu sumber harus memutuskan atau memilih saluran komunikasi mana yang akan digunakannya. Sumber harus memahami tiga aspek saluran komunikasi, yaitu sebagai mekanisme yang berpasangan, sebagai kendaraan, dan sebagai kendaraan pembawa. Dapat dikatakan saluran merupakan media pembawa pesan. Model komunikasi SMCR disempurnakan oleh Rogers dan Shoemaker dalam Mugniesyah (2006) dengan melihat efek atau pengaruh dari proses komunikasi yang dikenal dengan model SMCRE. Terdapat proses inovasi (gagasan atau teknologi) yang disebarluaskan kepada suatu sistem sosial agar diadopsi atau diaplikasikan oleh anggota sistem sosial tersebut. Difusi inovasi dipandang Roger dan Shoemaker sebagai suatu tipe komunikasi khusus, yakni
8
suatu proses dimana inovasi (baik itu gagasan ataupun teknologi) disebarluaskan kepada suatu sistem sosial agar diadopsi atau diaplikasikan oleh anggota tim sosial tersebut. Terdapat empat elemen dasar yang menentukan proses difusi inovasi, yakni inovasi (innovation) yang dikomunikasikan melalui saluran komunikasi (channel) tertentu, dalam waktu tertentu dan di kalangan anggotaanggota sistem sosial (social system).
Gambar 2 Elemen-elemen dalam model SMCRE Elemen-elemen dalam model SMCRE meliputi: (1) sumber yang terdiri atas orang atau lembaga dari mana inovasi berasal, (2) pesan-pesan (messages), yakni inovasi (innovations) baik itu berupa teknologi maupun gagasan atau ide-ide, dengan segala karakteristik yang ditawarkannya (keuntungan relatif, kesesuaian, kesulitan, kemudahan dicoba, dan kemudahan untuk diamati hasilnya, (3) saluran komunikasi (channels), yang bisa: (a) melalui orang, sekelompok orang atau lembaga (petugas penyuluh, fasilitator mahasiswa, dan lainnya) dan atau (b) media massa, (4) penerima, yang terdiri dari anggota sistem sosial; dalam hal ini laki-laki maupun perempuan, baik sebagai individu, anggota rumah tangga, atau keluarga, (5) pengaruh (effects) berupa perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka (overt behavior) untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang ditawarkan oleh sumber. Efektifitas Komunikasi Indikator komunikasi dapat dikatakan efektif jika dilihat dari aspek perubahan yang terjadi yaitu aspek efek dalam proses komunikasi. Selaras yang dikemukakan oleh Effendy (2001) menjelaskan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak: 1. Kognitif, yaitu meningkatnya pengetahuan komunikan. Dampak kognitif adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya. Di sini pesan yang disampaikan komunikator ditujukan kepada pemikiran si komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri komunikan. 2. Afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi. Dampak afektif lebih tinggi kadarnya daripada
9
dampak kognitif. Di sini tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya, dan menimbulkan perasaan tertentu. 3. Konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pada afektif meliputi efek yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap. Sementara efek pada konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Sementara Tubbs dan Moss (2000) menyatakan terdapat lima hal yang menjadikan ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu: ukuran dari pemahaman, ukuran dari kesenangan, seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari sumber, ukuran dalam memperbaiki hubungan dan ukuran dalam tindakan. 1. Ukuran dari pemahaman Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan stimuli seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan (komunikator), dikatakan efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikan. Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas rangsangan seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan. Komunikator dikatakan efektif bila memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikannya. 2. Ukuran dari kesenangan Komunikasi tidak semua ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu, ada kalanya komunikasi hanya sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan kebahagian bersama. Ketiga ukuran dari mempengaruhi sikap, tindakan mempengaruhi orang lain dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pada waktu menentukan tingkat keberhasilan berkomunikasi ternyata kegagalan dalam mengubah sikap orang lain belum tentu karena orang lain tersebut tidak memahami apa yang dimaksud. 3. Seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari sumber Proses mengubah dan merumuskan kembali sikap atau pengaruh sikap (attitude influence) berlangsung seumur hidup. Dalam hubungan antara dua orang, pengaruh sikap sering disebut ”pengaruh sosial”. Bila diterapkan pada konteks komunikasi publik dan komunikasi massa, proses mempengaruhi sikap disebut ”membujuk” (persuasi). Dalam menentukan tingkat keberhasilan berkomunikasi, pasti terdapat resiko kegagalan yang tercipta. Kegagalan dalam mengubah perilaku orang lain, namun orang tersebut tetap dapat memahami apa pesan yang dimaksudkan. Tidak bisa disamakan antara kegagalan dalam mengubah sikap dengan kegagalan dalam meningkatkan pemahaman. 4. Ukuran dalam memperbaiki hubungan Komunikasi yang dilakukan dalam suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif. Apabila hubungan manusia dibayang-bayangi oleh ketidakpercayaan, maka pesan
10
yang disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten pun bisa saja mengubah makna. 5. Ukuran dalam tindakan Mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan merupakan hasil yang paling sulit dicapai dalam berkomunikasi. Lebih mudah mengusahakan agar pesan dapat dipahami orang lain daripada mengusahakan agar pesan tersebut disetujui, tindakan merupakan feed back komunikasi paling tinggi yang diharapkan pemberi pesan. Bila sumber ingin mencoba membangkitkan tindakan pada penerima pesan, kemungkinan responnya yang sesuai dengan apa yang sumber inginkan akan lebih besar apabila sumber dapat memudahkan pemahaman penerima tentang apa yang sumber harapkan, meyakinkan penerima bahwa tujuan sumber itu masuk diakal, dan mempertahankan hubungan harmonis dengan penerima. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Faktor-faktor komunikasi memiliki sebab faktor-faktor yang terdapat dalam proses komunikasi adalah hal-hal yang menunjang tercapainya efek yang diharapkan pada situasi, kondisi, waktu, dan tempat (Effendy 1992). Berikut penjelasan yang berkaitan dengan faktor internal maupun eksternal dalam proses komunikasi. Faktor Internal Petani sebagai suatu komunitas dalam pedesaan memiliki beberapa karakteristik khusus dalam dirinya yang khas dan berpengaruh ketika mereka menjalin komunikasi dengan pihak lain di luar komunitasnya. Menurut Nelly (1988) karakteristik personal adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang (individu) atau masyarakat, yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya. Ia sering kali digunakan untuk membedakan seseorang atau suatu kelompok masyarakat dengan yang lainnya. McQuail dan Windahl (1987) menyatakan bahwa orang berbeda akan memberikan respons yang berlainan, karena individu-individu memiliki tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan respon, umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, suku dan agama diasumsikan turut menentukan seleksivitas seseorang individu terhadap komunikasi. Sumardjo (1999) menjelaskan terdapat karakteristik personal yang patut diperhatikan adalah umur, pendidikan, pengalaman, kekosmopolitan, keterampilan, persepsi, gender, motivasi, kesehatan dan fasilitas informasi. Hasil penelitian Suwanda (2008), Rachmawati (2010), Ernawati (2011), Oktarina et al (2008), dan Saleh (2009) menunjukan adanya perubahan perilaku petani akibat pengaruh faktor internal (faktor internal) yaitu pada aspek kognitif dan afektif. Faktor internal dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata per bulan, pola usahatani, status usaha tani, luas lahan, orientasi berusahatani, status petani, jenis kelamin, dan pekerjaan. Sedangkan untuk aspek konatif, hasil penelitian Rosana et al
11
(2010) menunjukan tingkat kekosmopolitan yang mampu mempengaruhi aspek konatif petani. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh faktor internal terhadap perubahan pada aspek kognitif dan aspek afektif seseorang belum tentu mampu merubah aspek konatifnya. Faktor Eksternal Komunikator sebagai pihak yang menyampaikan pesan ikut menentukan berhasilnya komunikasi. Karena sekumpulan faktor kompleks yang mempengaruhi penerimaan informasi bekerja bersama-sama untuk mempengaruhi keputusan penerima pesan untuk memilih pesan tertentu dan bagaimana memahaminya serta memperoleh manfaat dari informasi tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah faktor penerima, pesan, sumber, medium, dan lingkungan. Berikut penjelasan faktor-faktor eksternal apa saja yang mampu mempengaruhi penerimaan informasi menurut Lubis et al (2010): Pengaruh Penerima Tujuh hal yang mempengaruhi faktor penerima dalam penerimaan informasi adalah faktor kebutuhan, sikap, kepercayaan dan nilai, tujuan, kemampuan, penggunaan, gaya komunikasi, serta pengalaman dan kebiasaan. Uraian faktorfaktor tersebut sebagai berikut: 1.
a) Kebutuhan, atau alasan lain, adalah meliputi kontak sosial, eksplorasi realitas, sosialisasi, dan hiburan yang meiliki pengaruh terhadap aspek psikologis, aspek sosial, dan komunikasi. b) Sikap, kepercayaan, dan nilai, memainkan peran penting pada aktivitas penerimaan pesan dan hasil penerimaan pesan tersebut. Individu umumnya tertarik dan cenderung senang terhadap pesan baru, sumber atau penafsiran yang mendukung pandangan mereka sebelum mereka mempertimbangkan pesan, sumber, atau kesimpulan yang tidak mendukung. c) Nilai dapat diartikan seagai prinsip dasar yang dipegang dalam hidup, dan perasaan murni mengenai apa yang harusnya dilakukan dan apa yang tidak dilakukan pada hubungan seseorang dengan lingkungan dan orang-orang di dalamnya. Sama seperti sikap dan kepercayaan, nilai secara subtansial dapat mempengaruhi pemilihan, penafsiran, dan pengingatan. Pesan yang tidak konsisten dan tidak mendukung sikap, keperayaan, atau nilai penerima pesan sehingga membuat penerima menjadi tidak tertarik dengan pesan yang disampaikan. d) Tujuan, disini tidak hanya pesan yang diterimanya melainkan juga penafsiran dari pesan tersebut: pertama, tujuan yang ingin dicapai memperbesar kemungkinan seorang individu memperlihatkan jati dirinya pada satu pesan yang menyinggung masalah tertentu yang digelutinya secara khusus. Kedua, tujuan tersebut memperbesar kemungkinan individu untuk berhubungan dengan orang lain yang memiliki ketertarikan pada bidang yang sama. Hal ini menambah pengaruh pada proses penerimaan pesan.
12
e) Kemampuan, tingkat kecerdasan seseorang, pengalaman sebelumnya mengenal suatu masalah tertentu, dan kemampuan berbahasa yang dimilki berdampak penting pada saat berbagai macam pesan muncul dan bagaimana pesan tersebut ditafsirkan. f) Penggunaan, seseorang akan lebih peduli dan berusaha keras untuk memahami dan mengingat pesan yang dipikirnya akan diperlukan atau dapat digunakan. g) Gaya komunikasi, dapat mempengaruhi dinamika penerimaan pesan dengan dua cara tergantung kepada kebiasaan dan pilihannya, yaitu mungkin menjauhi perlahan atau mungkin dengan aktif menghindari kesempatan untuk berurusan dengan orang lain. Banyak sedikitnya pengaruh langsung terhadap gaya komunikasi pada penerimaan informasi mempengaruhi etika yang diperlihatkan pada orang lain. Bagaimana cara berhubungan, dan dengan siapa saling berinteraksi dapat memiliki dampak substansial terhadap bagaimana tanggapan mereka, dan ini juga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari informasi yang akan mereka berikan. h) Pengalaman dan kebiasaan, pengembangan sejumlah kecenderungan penerimaan informasi merupakan kumpulan hasil pengalaman. Kebiasaan tidaklah diragukan lagi menjadi pengaruh utama bagaimana seseorang memulihkan, menafsirkan, atau mengingatkan pada suatu pesan dan pada suatu waktu. Pola komunikasi yang dapat dikembangkan dari hasil pengalaman ini mampu mempengaruhi inti dari pesan dan penerimaan pesan. Menurut Effendy (2005) peranan komunikator dalam komunikasi efektif ditentukan etos kerja dan sikap komunikator. Etos kerja adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), afeksi (affection), dan konasi (conation). Kognisi adalah proses memahami (process of knowing) yang bersangkutan dengan pikiran, afeksi adalah perasaan yang ditimbulkan oleh perangsang dari luar, dan konasi adalah aspek psikologis yang berkaitan dengan upaya atau perjuangan. Informasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan itu setala (in tune). Situasi komunikatif seperti itu akan terjadi bila terdapat etos pada diri komunikator. Etos yang timbul pada diri seorang komunikator dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni kesiapan (preparedness), kesungguhan (seriousness), ketulusan (sincerity), kepercayaan (confidence), ketenangan (poise), keramahan (friendship), dan kesederhanaan (moderation). 2.
Pengaruh Pesan Lima hal yang mempengaruhi faktor pesan dalam penerimaan informasi adalah faktor sumber, mode, karakteristik fisik, pengorganisasian, dan hal-hal baru. Uraian dari faktor-faktor tersebut sebagai berikut: (a) sumber, beberapa pesan dapat berasal atau bersumber pada lingkungan fisik manusia. Selain itu, dapat juga menggunakan pesan yang diciptakan melalui proses yang disebut komunikasi intrapersonal berulang kali, (b) mode, berbagai penerimaan pesan bergantung kepada apakah pesan tersebut tampak secara visual, dapat diraba, dapat didengar, dapat dicicipi atau dapat dicium aromanya, (c) karakteristik fisik,
13
seperti ukuran, warna, kecerahan, dan intensitas juga dapat menjadi sangat penting bagi pemrosesan suatu pesan, (d) pengorganisasian, banyak penelitian yang difokuskan pada bidang persuasi telah diarahkan untuk menentukan cara bagaimana susunan ide dan opini mempengaruhi penerimaan, dan (e) hal-hal baru, sering kali pesan yang baru, tidak dikenali, atau tidak biasa, justru merebut perhatian walaupun sebentar. 3.
Pengaruh Sumber Beberapa keputusan yang dibuat mengenai penerimaan informasi yang menarik dan kompleks akan melibatkan sumber pesan yang berasal dari hubungan antar pribadi. Dalam hal ini, keputusannya akan tergantung pada sejumlah faktor termasuk kedekatan (proximity), daya pikat, kesamaan, kredibilitas, kewenangan, motivasi, maksud, penyampaian, status, kekuatan, dan kekuasaan. Kedekatan (Proximity), jarak dari sumber pesan memiliki pengaruh utama pada kemungkinan penerima pesan dapat menangkap atau menerima pesan. Penerima biasanya akan lebih terbuka kepada sumber yang dekat dibandingkan dengan sumber yang jauh, karena semakin dekat, semakin sedikit waktu, upaya, dan uang yang harus dikeluarkan untuk menerima pesan tersebut. Arti penting dari jarak sebagai faktor bagi penerimaan pesan digambarkan dengan melihat fungsi dari media komunikasi. Daya pikat, bagaimana cara suatu pesan antar pribadi diproses seringkali terkait dengan semenarik apa pesan yang diberikan oleh sumber. Ketika penerima pesan telah tertarik dengan pesan yang disampaikan sumber, maka kemungkinan orang tersebut akan lebih mendengarkan, mengingat, dan memberikan pengertian spasial, yang sering kali sulit dipisahkan, dan berperan di dalam mempengaruhi sifat alami pemilihan, penafsiran, dan mengingat pesan tersebut. Seseorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, mampu mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik. Jika pihak lain komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya. Dengan kata lain, komunikan merasa ada kesamaan antara komunikator dengannya sehingga komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan komunikator. Kesamaan, semakin sumber pesan menyerupai penerima pesan, maka semakin besar kemungkinan penerima pesan memberi perhatian kepadanya, apapun yang dikatakannya. Kadangkala kesamaan yang membuat ketertarikan tersebut merupakan karakteristik standar seperti jenis kelamin, tingkat pendidkan, umur, agama, latar belakang, ras, hobi, atau bahasa. Kredibilitas (credibility) dan kekuasaan, bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah kepercayaan komunikan pada komunikator. Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seseorang komunikator. Dalam hubungan ini faktor source credibility komunikator memegang peranan sangat penting. Motivasi dan tujuan, etika dimana penerima pesan bereaksi pada sumber pesan antar pribadi tertentu juga bergantung pada bagaimana dia menjelaskan aksinya kepada dirinya sendiri. Tergantung pada motivasinya di dalam memberikan atribut pada seseorang, dan tanggapannya yang juga bervariasi. Penyampaian, etika bagaimana sumber pesan menyampaikan pesannya merupakan faktor penting pada proses dan penerimaan pesan. Beberapa faktor yang memiliki peran pada pengiriman pesan verbal adalah volume suara, kecepatan berbicara, alunan suara, pengucapan kata-kata, dan faktor jeda. Faktor
14
visual lain yang berpengaruh adalah gerak-gerik tubuh, ekspresi wajah dan tatapan mata atau kontak mata. Status, kekuatan, wewenang, atau otoritas dari sumber pesan, menambah kemampuannya untuk memberikan imbalan atau hukuman sebagai akibat dari memilih, mengingat atau menafsirkan pesan dengan cara tertentu. Hal ini akan berpengaruh pada pengolahan informasi. Seorang komunikator dalam menghadapi komunikan lain harus bersikap empatik (emphaty), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Seorang komunikator harus bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan komunikan. 4.
Pengaruh Medium dan Lingkungan Media, atau saluran yang digunakan pesan untuk menjangkau penerima pesan dapat menjadi faktor berpengaruh pada penerimaan informasi. Perbedaan seperti apakah pesan disajikan melalui media cetak atau ilustrasi, gerak-gerik, pakaian, film, siaran radio atau kata yang terucap dari teman, memiliki pengaruh langsung pada beberapa kasus. Beberapa media memiliki kelebihan dalam menyajikan informasi dibandingkan dengan media lainnya. Etika dimana pesan disajikan melalui media juga memiliki hubungan dengan pengolahan informasi. Pengaruh lingkungan yang memiliki dampak penting pada pemilihan, penafsiran dan penyimpanan pesan adalah unsur konteks, pengulangan, serta konsistensi dan kompetisi. Berikut penjelasan unsur pengaruh lingkungan selengkapnya: (a) konteks, etika dimana seseorang atau peristiwa tertentu bereaksi. Kehadiran orang lain seringkali mempunyai hubungan langsung bagaimana seseorang memilih untuk menginterpretasikan dan menyimpan informasi, yaitu bagaimana dia mau melihat, bagaimana dia memikirkan orang lain melihat dirinya, apa yang diyakininya mengenai harapan orang lain terhadap dirinya, dan apa yang dipikirkannya mengenai pikiran mengenai keadannya di antara pertimbangan bagaimana seharusnya dia bereaksi dalam keadaan sosial, (b) pengulangan, pesan yangs sering diulang-ulang akan mungkin untuk dipertimbangkan dan diingat, (c) konsistensi dan kompetisi, mempertimbangkan bentuk pesan yang tidak terlalu ekstrim perubahannya, dan proses pendidikan menggunakan prinsip yang sama adalah bentuk konsistensi pesan. Hasil penelitian Suwanda (2008) yang melihat adanya perubahan pada aspek kognitif, afektif dan konatif melalui faktor eksternal yang digunakan, yaitu keragaan kelompok tani, aksesbilitas, syarat mutlak dan pelancar dalam pemanfaatan media komunikasi Prima Tani di Desa Citarik Kabupaten Karawang Jawa Barat. Sementara Nurhayati (2011) melalui hasil penelitiannya melihat adamya perubahan aspek kognitif, afektif, dan konatif petani akibat adanya pengaruh dari faktor eksternal. Faktor eksternal yang terdapat dalam penelitian ini adalah karakteristik pemadu sebagai sumber pesan yang mempengaruhi partisipasi petani dan karakteristik inovasi. Karakteristik pemandu dalam penelitian ini yaitu, penguasaan materi Sekolah Lapang Padi, pengalaman pemandu lapang, dan kemampuan berkomunikasi. Sementara untuk karaktersitik inovasinya adalah keuntungan relatif (Relative Knowledge), kesesuaian (Compatibility), kerumitan (Complexity), kemungkinan dicoba (Triability), dan kemungkinan diamati (Observability).
15
Desain Pesan Komunikasi Bisnis Salah satu karakter yang melekat dalam komunikasi bisnis adalah sifatnya yang cenderung persuasif. Oleh karena itu, komunikator harus benar-benar merancang pesan-pesan yang akan disampaikan secara seksama agar menjadi pesan yang persuasif. Keberhasilan penyampaian pesan ditentukan oleh strategi pesan. Strategi pesan adalah proses perancangan pesan yang dimulai dengan menganalisis sumber, tujuan komunikasi, khalayak sasaran, dan media yang digunakan. Menurut Murphy dan Hildebrant (1991) dalam Kusumastuti (2009) bahwa kegiatan komunikasi bisnis perlu berpegang pada prinsip-prinsip komunikasi bisnis yang terdiri atas tujuh C, yaitu: a) Completeness, memberikan informasi selengkap mungkin kepada pihak yang membutuhkan. Informasi yang lengkap akan memberikan kepastian dan kepercayaan. b) Conciseness, berarti bahwa semua bentuk komunikasi disusun secara jelas, singkat, dan padat. c) Concreteness, pesan yang disampaikan secara spesifik dan tidak abstrak. d) Consideration, mempertimbangkan situasi penerimanya. e) Clarity, pesan disusun dengan menggunakan kata-kata maupun simbolsimbol yang mudah dipahami. f) Courtesy, memperhatikan tata krama dan sopan santun sebagai penghargaan kepada komunikan. g) Correctness, pesan harus dibuat secara cermat baik dari sisi tata bahasa maupun kemampuan berbahasa dari komunikan. Beberapa gaya pesan yang berkaitan dengan kemampuan menyampaikan pesan antara lain, bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan hendaknya enak didengar atau dibaca dan mudah dipahami, kaya akan perbendaharan kata, sehingga dapat menghindari pengulangan kata yang sama, mampu mengungkapkan hal-hal secara konkret, bisa diuji secara empiris, dan memiliki minat insani (human interest). Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas pesan adalah kemampuan memilih dan menggunakan kata-kata dengan baik, seperti berikut ini: a) Jelas, agar pesan tidak mengandung arti ganda, usahakan menggunakan kata-kata spesifik, sederhana, menghindari kata-kata teknis, berhemat dalam kata dan mengungkapkan gagasan yang sama dengan kata yang berbeda. b) Tepat, gunakan kata-kata yang sesuai dengan keadaan khalayak, situasi komunikasi dan jenis pesannya. c) Menarik, kata-kata yang digunakan hendaknya memiliki minat insani (human interest). Organisasi Pesan Merupakan pembagian pesan yang disusun secara anatomis, yakni pengantar, pernyataan, argumen, dan kesimpulan. Cara pengorganisasian pesan dapat kita lakukan dengan cara:
16
a) Deduktif, artinya pesan dimulai dengan menyebutkan gagasan pokok diikuti dengan penjelasan melalui keterangan penunjang dan bukti-bukti empiris. b) Induktif, artinya pengorganisasian pesan yang dimulai dengan mengungkapkan realitas yang dilanjutkan dengan hal-hal bersifat umum. c) Kronologis, artinya pengorganisasian pesan yang disusun berdasarkan urutan waktu kejadian. d) Urutan logis, artinya pengorganisasian pesan yang disusun berdasarkan hubungan sebab akibat dari satu peristiwa. e) Topikal, artinya pengorganisasian pesan disusun berdasarkan urutan topik dari topik yang menyenangkan hingga yang kurang menyenangkan, dari yang penting sampai kurang penting, dari yang disepakati sampai yang kurang disepakati. Faktor-faktor yang Menghambat Efektivitas Komunikasi Selain terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi terdapat pula faktor-faktor yang menghambat komunikasi. Karena proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional yang mengharuskan seorang komunikator memperhatikan situasi ketika komunikasi dilangsungkan, sebab situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi. Berikut penjelasan mengenai faktor-faktor apa saja yang mampu menghambat jalannya suatu proses komunikasi menurut Effendy (1992) : 1.
Hambatan sosio-antro-psikologis Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan situasi ketika komunikasi dilangsungkan, sebab situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor sosio-antropsikologis. Karena masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan, yang menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat pendidikan, tingkat kekayaan, dan sebagainya yang mampu menjadi hambatan bagi kelancaran komunikasi. Hambatan antropologis, seorang komunikator tidak akan berhasil apabila tidak mengenal siapa komunikan yang menjadi sasarannya. Komunikator harus mengenal komunikan dengan mencari tahu identitas diri komunikan, mengenal pula kebudayaannya, gaya hidup dan norma kehidupannya, kebiasaan, dan bahasanya. Komunikasi akan berjalan lancar jika suatu pesan yang disampaikan komunikator diterima oleh komunikan secara tuntas, yaitu diterima dalam pengertian received atau secara inderawi, dan dalam pengertian accepted atau secara rohani. Hambatan psikologis, seringkali muncul disebabkan komunikator sebelum melancarkan komunikasinya tidak mengkaji diri komunikan. Komunikasi juga dapat berjalan sulit apabila psikologi komunikan tidak dalam keadaan baik (misalnya, sedih, marah, kecewa, dll) dan menaruh prasangka (prejudice) kepada komunikator. Prasangka merupakan salah satu hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum apa-apa sudah bersikap menentang komunikan. Pada komunikan yang memiliki prasangka
17
biasanya menyebabkan dia menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran secara rasional. 2.
Hambatan Semantis Jika hambatan sosio-antro-psikologis terdapat pada pihak komunikan, maka hambatan semantis terdapat pada diri komunikator. Faktor semantis meyangkut bahasa yang digunakan komunikator sebagai “alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Karena kesalahan dalam berucap atau kesalahan dalam menulis dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Jadi, untuk menghilangkan hambatan semantis dalam komunikasi, seorang komunikator harus mengucapkan pernyataannya dengan jelas dan tegas, memilih kata-kata yang tidak menimbulkan presepsi yang salah, dan disusun dalam kalimat-kalimat yang logis. 3.
Hambatan Mekanis Dijumpai pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Hambatan yang dijumpai misalnya huruf ketikan yang tidak terbaca dalam media cetak karena buram, suara yang hilang-muncul pada pesawat radio, gambar yang tidak jelas di televisi, dan lain-lain. Hambatan Ekologis Disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan. Contoh hambatan ekologis adalah suara riuh orang-orang atau kebisingan lalu-lintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang lewat dan lain-lain pada saat komunikator sedang menyampaikan pesan atau informasi. Situasi komunikasi yang tidak menyenangkan seperti itu dapat diatasi komunikator dengan menghindarkannya jauh sebelum atau dengan mengatasinya pada saat ia sedang berkomunikasi.
4.
18
Kerangka Pemikiran Efektivitas komunikasi antara pemandu lapang dengan petani harus dibangun dengan memperhatikan lima unsur penting yaitu sumber, pesan, saluran, penerima, dan efek. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan efektivitas komunikasi ialah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah yang berhubungan dengan faktor demografis penerima pesan yaitu, usia, tingkat pendidikan formal, pengalaman usahatani, pendapatan, dan luas lahan. Karakteristik serta peran pemandu lapang sebagai salah satu faktor eksternal menjadi sangat penting terkait dengan penyebaran informasi terkait teknis penerapan program Jati Unggul Nasional (JUN) yakni pemeliharaan budidaya JUN, sistem bagi hasil, profil JUN, dan lain sebagainya. Karakteristik pemandu lapang dilihat dari kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap (attitudes), dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani. Faktor eksternal lainnya yaitu faktor keterampilan komunikasi pemandu lapang yang dilihat dari penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan. Indikator komunikasi yang efektif dilihat dari Komunikasi yang efektif antara pemandu lapang dan petani dapat dilihat dari tingkat pengetahuan petani, tingkat sikap petani terhadap program JUN maupun pengelola UBHKPWN (afektif) dan tingkat keterampilan (psikomotorik) petani dalam kegiatan JUN. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam Mugniesyah (2006) bahwa efek atau pengaruh dari proses komunikasi pengaruh berupa perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka (overt behavior). Karakteristik petani (X1) X.1.1 Usia X.1.2 Lamanya menempuh pendidikan formal X.1.3 Pengalaman usahatani X.1.4 Pendapatan X.1.5 Luas lahan Pemandu lapang (X2) X.2.1 Kedekatan (Proximity) X.2.2 Kredibilitas (Credibility) X.2.3 Sikap (Attitudes) X.2.4 Frekuensi kunjungan ke kelompok tani
Efektivitas komunikasi (Y) Y.1 Tingkat pengetahuan Y.2 Tingkat sikap Y.3 Tingkat keterampilan
Keterampilan komunikasi pemandu (X3) X.3.1 Penguasaan materi program X.3.2 Kejelasan informasi program Keterangan: X.3.3 Kesesuaian metode : Hubungan penyuluhan
Keterangan : Berhubungan Gambar 3 Bagan kerangka pemikiran
19
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang tertera pada Gambar 3, maka hipotesis penelitian yang disusun adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan nyata yang positif antara karakteristik petani (usia, lamanya menempuh pendidikan formal, pengalaman usahatani, pendapatan, dan luas lahan) dengan efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang. 2. Terdapat hubungan nyata yang positif antara karakteristik pemandu lapang (kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap (attitudes), dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani) dengan efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang. 3. Terdapat hubungan nyata yang positif antara keterampilan komunikasi pemandu (penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan) dengan efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang. Definisi Operasional 1. Karakteristik Petani, yaitu ciri-ciri yang melekat pada diri petani dan ditetapkan dengan 5 karakteristik, yaitu usia, lamanya menempuh pendidikan formal, pengalaman usahatani, pendapatan, dan luas lahan. a. Usia adalah lama hidup responden yang dihitung sejak tanggal kelahiran hingga saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun. Pengukuran umur dinyatakan dalam tahun dan diukur menggunakan skala ordinal. Umur dikategorikan sebagai berikut: 1. Muda (26 - 41 tahun) 2. Dewasa (42 - 47 tahun) (58 - 73 tahun) 3. Tua b. Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan diukur menggunakan skala ordinal. Kategori lamanya menempuh pendidikan formal: 1. Pendidikan rendah (0 - 5 tahun) 2. Pendidikan sedang (6 - 11 tahun) 3. Pendidikan tinggi (12 - 16 tahun) c. Pengalaman usahatani adalah lamanya seseorang berprofesi sebagai petani dalam satuan tahun. Pengalaman usahatani diukur dengan skala ordinal. Pengalaman usahatani dikategorikan sebagai berikut: 1. Pengalaman usahatani rendah (5 - 15 tahun) 2. Pengalaman usahatani sedang (16 - 26 tahun) 3 Pengalaman usahatani tinggi (27 - 37 tahun) d. Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh petani baik dari on-farm dan off-farm dengan rata-rata tiap bulan dalam satuan rupiah. Pendapatan diukur menggunakan skala ordinal. Kategori tingkatan pendapatan berdasarkan sebaran responden adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan rendah (Rp1 000 000 - Rp 2 200 000) 2. Pendapatan sedang (Rp2 200 001 - Rp 3 300 000) 3. Pendapatan tinggi (Rp 3 300 001 - Rp 4 500 000)
20
e. Luas lahan yang ditanami pohon jati adalah luas area yang digarap petani untuk melakukan budidaya tanaman jati dalam satuan meter persegi, diukur dengan skala ordinal. Luas lahan dikategorikan yaitu: 1. Sempit (350 - 23 600 m2) 2. Sedang (23 601 - 47 000 m2) 3. Luas (47 001 - 70 000 m2) 2. Karakteristik pemandu lapang adalah ciri-ciri pemandu lapang yang dapat menggambarkan kemampuannya dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai pemandu UBH-KPWN. Penilaian karakteristik pemandu lapang menggunakan empat indikator yaitu penilaian responden terhadap kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap (attitudes), dan frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani. Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Indikator ini dikategorikan menjadi: 1. Tidak baik : Skor 65-72 2. Baik : Skor 73-80 3. Sangat baik : Skor 81-88 Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 hingga 4, maka rentang skala penilaian yang didapat adalah selisih skor maksimum dan minimum pada masing-masing kelas. a. Frekuensi kunjungan ke kelompok tani intensitas pemandu lapang dalam berinteraksi ataupun bertatap muka dengan petani bimbingannya. kategori kriteria ini adalah: 1. Rendah (sebulan sekali) 2. Sedang (seminggu sekali) 3. Tinggi (setiap hari) b. Kedekatan (proximity) adalah penilaian responden tentang sejauh mana hubungan yang terjalin antara pemandu lapang selaku sumber pesan dengan responden yang ternyata memiliki pengaruh pada kemungkinan responden selaku penerima pesan dapat menangkap atau menerima pesan. Kedekatan ini dilihat dari keakraban, suasana kekeluargaan, rasa solidaritas, tali silaturahmi, dan intensitas pertememuan yang rutin contohnya kegiatan diskusi. kategori untuk kedekatan (proximity)adalah: 1. Tidak dekat : Skor 8-15 2. Dekat : Skor 16-24 3. Sangat dekat : Skor 25-32 c. Kredibilitas (credibility) pemandu lapang adalah penilaian responden tentang kemampuan, pengalaman ataupun pengetahuan pemandu lapang selaku sumber pesan yang dipercayai keahlian dalam bidang pertanian. Selain itu kredibiltas pemandu diliat dari penggunaan bahasa yang digunakan, kebenaran informasi yang disampaikan, kemampuan menjawab pertanyaan dari petani, dan kemampuan dalam melakukan metode demonstrasi cara. Kriteria kredibilitas sumber pesan adalah: 1. Tidak baik : Skor 8-15 2. Baik :Skor 16-24 3. Sangat baik : Skor 25-32
21
d. Sikap (attitudes) adalah penilaian responden tentang sikap pemandu lapang ketika berkomunikasi maupun berinteraksi dengan petani dalam kegiatan JUN. Sikap pemandu yang dimaksud mengenai keramahan, kejujuran, terbuka, tanggung jawab, kesabaran, memperhatikan tata krama dan sopan santun, berbaur dengan petani,dan mampu membangun sifat yang positif dengan petani. Kriteria sikap pemandu lapang saat berkomunikasi dengan petani adalah: 1. Tidak baik : Skor 8-15 2. Baik : Skor 16-24 3. Sangat baik : Skor 25-32 3. Keterampilan komunikasi pemandu adalah penilaian responden tentang kemampuan pemandu lapang dalam melakukan proses komunikasi dengan petani dalam kegiatan Jati Unggul Nasional (JUN) yang meliputi penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan. Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Indikator ini dikategorikan menjadi: 1. Tidak baik : Skor 68-74 2. Baik : Skor 75-81 3. Sangat baik : Skor 82-88 Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 hingga 4, maka rentang skala penilaian yang didapat adalah selisih skor maksimum dan minimum pada masing-masing kelas. a) Penguasaan materi program adalah penilaian responden tentang pemandu lapang JUN menyangkut wawasan pengetahuan pemandu lapang tentang materi yang disampaikan. Materi yang disampaikan yaitu sosialisasi kegiatan JUN, teknis penanaman, teknis penyiraman di awal pananaman bila terjadi kekeringan, teknis pemupukan, teknis penanggulangan hama penyakit, materi tumpang sari, dan sistem pola bagi hasil. Kategori penguasaan materi program dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: 1. Tidak baik : Skor 8-15 2. Baik : Skor 16-24 3. Sangat baik : Skor 25-32 b) Kejelasan informasi program adalah penilaian responden terhadap kejelasan informasi program yang disampaikan oleh pemandu lapang Kejelasan informasi program terkait materi diberikan secara lengkap, terperinci, mudah dipahami, penggunaan kosakata yang sederhana, serta menarik. Kriteria pengukuran yang digunakan adalah: 1. Tidak jelas : Skor 8-15 2. Jelas : Skor 16-24 3. Sangat jelas: Skor 25-32 c) Kesesuaian metode penyuluhan adalah penilaian responden terhadap kesesuaian metode penyuluhan yang digunakan penyuluh lapang dengan keinginan responden. Metode penyuluhan yang digunakan berupa pembinaan teknis yakni metode kunjungan rumah, metode demonstrasi cara, metode pertemuan diskusi, metode pertemuan kuliah, dan metode demonstrasi hasil. Kriteria pengukuran yang digunakan adalah:
22
1. Tidak sesuai : Skor 8-15 2. Sesuai : Skor 16-24 3. Sangat sesuai : Skor 25-32 4. Efektivitas komunikasi adalah penilaian responden terkait tingkat pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) dalam kegiatan JUN. Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yang nantinya diordinalkan menjadi tiga kategori: 1. Tidak efektif : Skor 65-72 2. Kurang efektif :Skor 73-80 3. Efektif : Skor 81-88 Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 hingga 4, maka rentang skala penilaian yang yang didapat adalah selisih skor maksimum dan minimum pada masing-masing kelas. a) Tingkat pengetahuan adalah penilaian responden terhadap tingkat pengetahuan responden tentang teknologi inovatif yang di aseminasikan dalam kegiatan jati unggul nusantara sebagai pesan. Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SP (sangat paham), P (paham), TP (tidak paham), dan STP (sangat tidak paham). Kriteria aspek kognitif petani adalah: 1. Rendah : Skor 8-15 2. Sedang : Skor 16-24 3. Tinggi : Skor 25-32 b) Tingkat sikap adalah penilaian responden terhadap tingkat sikap responden terkait materi teknis terkait teknologi inovatif yang dikomunikasikan oleh pemandu lapang dalam kegiatan jati unggul nusantara. Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Kriteria aspek afektif petani adalah: 1. Rendah: Skor 8-15 2. Sedang : Skor 16-24 3. Tinggi : Skor 25-32 c) Tingkat keterampilan adalah penilaian responden terhadap tingkat keterampilan yang dimiliki responden dalam menerapkan teknis-teknis terkait teknologi inovatif yang diberikan. Tindakan diukur berdasarkan terampil atau tidak terkait kegiatan budidaya dalam kegiatan jati unggul nusantara. Indikatorindikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SM (sangat mudah), M (mudah), TM (tidak mudah), dan STM (sangat tidak mudah). Kriteria aspek psikomotorik petani adalah: 1. Rendah: Skor 8-15 2. Sedang : Skor 16-24 3. Tinggi : Skor 25-32 Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 hingga 4, maka rentang skala penilaian yang yang didapat adalah selisih skor maksimum dikurangi skor minimum pada masing-masing kelas: rs
= Skor maksimum-skor minimun
Gambar 4 Rumus interval
23
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode survei. Penelitian survei merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis (Prasetyo 2005). Data kuantitatif didukung oleh data kualitatif untuk memperkaya dan memperdalam analisis. Penelitian kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang terkait, diantaranya responden dan pihak Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN). Penelitian didesain dengan metode deskriptif dan korelasional. Metode deskriptif digunakan untuk melukiskan variabel-variabel dan untuk mengumpulkan infromasi aktual secara rinci yang melukiskan keadaan yang ada (Rakhmat 1984). Sedangkan metode korelasional digunakan untuk menjelaskan hubungan di antara variabel. Metode korelasional bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti (UBH-KPWN) Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa UBH-KPWN adalah satu pelaku usaha budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha terpadu dan ramah lingkungan. Karena visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di bidang usahatani jati unggul pola bagi hasil. Disamping itu, misi dari UBHKPWN adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan yang memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak yang tergabung dalam kemitraan khususnya petani. Serta mendorong pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan dalam perbaikan lingkungan hidup. Oleh sebab itu, demi mendukung kelancaran kemitraan tersebut dibutuhkan proses komunikasi yang efektif. Sasaran penelitian adalah petani Jati Unggul Nasional (JUN) yang berlokasi Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa penanaman JUN di Desa Ciaruteun Ilir memiliki umur tanaman jati empat tahun dan lima tahun sehingga dampak positif yang diberikan kegiatan JUN sudah dirasakan oleh masyarakat. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan yaitu sejak dari bulan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Rangkaian kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
24
Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang menjadi anggota dalam kelompok petani Jati Unggul Nasional (JUN) di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang berjumlah 75 orang. Kemudian responden yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 45 orang. Responden dipilih dengan pertimbangan bahwa responden merupakan anggota aktif JUN yang memiliki hubungan baik dengan pihak UBH-KPWN sampai saat penelitian berlangsung. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik simple random sampling atau acak sederhana yaitu suatu teknik penarikan sampel yang mendasarkan diri bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Prasetyo 2005). Teknik simple random sampling yang digunakan yaitu dengan menyusun semua unit penelitian yaitu individu ke dalam daftar kerangka sampling (Lampiran 3). Kemudian dari kerangka sampling ditarik sebagai sampel untuk diteliti menggunakan fungsi RANDBETWEEN dalam program Microsoft Excel 2007. Fungsi RANDBETWEEN berguna untuk memberikan nilai acak (random) yang terletak antara selang (range) tertentu dan kemudian menghasilkan bilangan bulat (integer) secara acak. Fungsi RANDBETWEEN dijalankan dengan dua buah parameter, bottom adalah nilai batas bawah, dan top nilai batas atas dari bilangan acak yang diinginkan. Misalnya, nilai terkecil yaitu 1 dimasukan dalam kategori top dan nilai terbesar dari kerangka sampling yakni 75 dimasukan ke dalam kategori bottom, kemudian akan muncul nilai tertentu. Setelah itu tarik garis ke bawah sesuai dengan jumlah sampel yang direncanakan yakni 45. Selanjutnya akan muncul nomor-nomor yang berbeda-beda, yang kemudian menjadi unit penelitian karena terpilih sebagai sampel secara acak. Data yang telah dikumpulkan nantinya akan diolah dan disimpulkan. Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner dan pedoman pertanyaan. Isi kuesioner terdiri atas empat bagian yang ditujukan kepada petani dengan menggunakan teknik pendekatan kuantitatif, berupa karakteristik responden (6 pertanyaan), karakteristik pemandu lapang (25 pertanyaan), keterampilan komunikasi pemandu lapang (24 pertanyaan), dan efektivitas komunikasi antara petani dan UBH-KPWN (24 pertanyaan). Wawancara juga dilakukan dengan pihak UBH-KPWN wilayah Bogor untuk menggali lebih banyak tentang efektivitas komunikasi yang telah berlangsung selama ini. Wawancara mendalam ini dilakukan melalui teknik pendekatan kualitatif, yang digunakan untuk melengkapi informasi penelitian sebanya 20 pertanyaan. Pedoman pertanyaan juga digunakan untuk wawancara mendalam kepada petani sebanyak 10 pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari kantor desa mengenai profil desa, jumlah masyarakat yang bekerja di bidang pertanian dan non pertanian. Data sekunder lainnya diperoleh dari pihak UBHKPWN yaitu mengenai profil lembaga, struktur organisasi, dan tentang kegiatan sistem bagi hasil.
25
Pengolahan dan Analisis Data Data diperoleh menggunakan kuisioner. Setelah seluruh data terkumpul, data dianalisis secara kuantitatif dan selanjutnya dilakukan pengkodean data. Analisa data ini dimaksudkan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Singarimbun 1989). Data yang telah terkumpul tersebut kemudian diolah secara statistik deskriptif menggunakan SPSS for Windows versi 20.0 dan Microsoft Excel 2007. Data yang diperoleh dianalisis dengan beberapa teknik, antara lain menggunakan tabel frekuensi, untuk menganalisis data primer, yaitu karakteristik petani, karakteristik pemandu lapang, keterampilan komunikasi pemandu lapang, dan efektivitas komunikasi. Kemudian pengolahan data dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dengan data yang berskala ordinal diolah dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (Lampiran 5). Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan data ordinal, seperti untuk mementukan hubungan antara kedua variabel (independen dan dependen) yang ada pada penelitian ini, yaitu menguji hubungan karakteristik petani (Skala Ordinal) sebagai komunikan dengan efektivitas komunikasi (Skala Ordinal). Uji korelasi ini juga digunakan untuk mengukur karakteristik pemandu lapang sebagai komunikator dengan efektivitas komunikasi (skala ordinal). Uji korelasi digunakan juga untuk menganalisis keterampilan komunikasi pemandu lapang (skala ordinal) dengan efektivitas komunikasi (skala ordinal). Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.
26
27
GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Desa Penelitian Kondisi Geografis Letak Desa Ciaruteun Ilir secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data potensi Desa Ciaruteun Ilir mempunyai luas wilayah 246 ha, di atas permukaan laut 87 m dan tinggi curah hujan 186 mm/tahun, dan memiliki suhu udara kisaran 300-320 C. Desa Ciaruteun Ilir terbagi 8 Rukun Warga (RW) dan 32 Rumah Tangga (RT). Jarak Kantor Desa ke Ibukota Kecamatan sejauh 6 km, untuk ke Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 27 km, untuk ke Ibukota Provinsi Jawa Barat sejauh 140 km dan untuk ke Ibukota negara sejauh 65 km. Adapun batas-batas geografisnya adalah sebagai berikut: Sebelah utara Sebelah barat Sebelah timur Sebelah selatan
: Desa Cidokom - Kecamatan Rumpin : Desa Cijujung - Kecamatan Cibungbulang : Desa Ciampea - Kecamatan Ciampea : Desa Leuwi Kolot - Kecamatan Cibungbulang
Kondisi Demografis Jumlah penduduk di Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 10 259 jiwa terdiri dari laki-laki sejumlah 5 232 jiwa dan perempuan sejumlah 5 027 jiwa. Mata pencaharian masyarakatnya didominasi oleh pedagang, petani, dan buruh tani berdasarkan jumlah angkatan kerja Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sebaran mata pencaharian penduduk di desa studi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mata Pencaharian Petani Buruh tani PNS TNI/Polri Pensiunan/Purnawiraman Swasta Pedagang Pengrajin Pembantu rumah tangga Peternak Montir Total
Sumber: Data potensi Desa Ciaruteun Ilir (2014)
Jumlah (orang) 206 114 20 3 15 12 922 5 30 10 76 1 413
Persentase (%) 14.58 8.07 1.42 0.21 1.06 0.85 65.25 0.35 2.12 0.71 5.38 100
28
Wilayah Desa Ciaruteun Ilir sebagian besar dikelola untuk lahan persawahan, pemukiman dan pekarangan, hutan rakyat dan sisanya digunakan untuk lahan kuburan, perkantoran, lapangan olah raga serta bangunan pendidikan (Tabel 2). Lahan di Desa Ciaruteun Ilir yang digunakan untuk kegiatan budidaya JUN yakni seluas 25 ha dengan jumlah pohon sebanyak 52 231 pohon jati. Tabel 2 Sebaran penggunaan lahan di desa studi Jenis Penggunaan Lahan Persawahan Pemukiman dan Pekarangan Hutan Rakyat Kuburan Perkantoran Lapangan olah raga Bangunan Pendidikan Total
Luas (ha) 167 160 25 3 0.60 2 1 358.6
Sumber: Data monografi Desa Ciaruteun Ilir (2014)
Profil dan Kelembagaan Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. Tujuan dari UBH-KPWN yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan hidup, khususnya wilayah pedesaan, KPWN merancang konsep tentang pengembangan usaha budidaya jati unggul dengan pengelolaan secara intensif. Pengelolaan intensif tersebut dikembangkan melalui pola bagi hasil. Pengembangan usaha budidaya jati unggul perlu didukung dengan ketersediaan sumberdaya manusia, kemampuan pendanaan, dan kemampuan pengelolaan sehingga usaha yang dikembangkan dapat menguntungkan baik dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) membentuk Unit Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Kantor pusat UBH-KPWN berlokasi di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 5 R. 504-A Jakarta. UBH-KPWN dibentuk dengan Keputusan Pengurus (KPWN) No. 62/Kpts/KPWN/XII/2006 Tanggal 21 Desember 2006, sebagaimana telah diperbaharui dengan Keputusan Pengurus KPWN No. 45/Kpts/KPWN/V/2007 Tanggal 10 Mei dan disahkan dengan Akta 39 Notaris Sigit Siswanto, SH. No. 12 Tanggal 24 Mei 2007. Visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di bidang usahatani jati unggul pola bagi hasil. Misi UBH-KPWN adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan yang memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak terkait dan mendorong pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan
29
dalam perbaikan lingkungan hidup. UBH-KPWN membangun kantor cabang sebagai sarana berjalannya kegiatan pola bagi hasil di berbagai daerah, salah satunya di Kabupaten Bogor yang berlokasi di Komplek Perumahan Akasia No. 1, Sindang Barang. Pengelolaan semua kegiatan JUN pihak UBH-KPWN memiliki kelembagaan yang terstruktur agar dalam pelaksanaanya terlaksana dengan baik dan sesuai dengan pekerjaannya masing-masing. Berikut merupakan bagan kelembagaan UBH-KPWN pada Gambar 5.
DIREKTUR UTAMA KPWN
Direktur Umum dan Pemasaran
Divisi Umum
Divisi Pemasaran
Direktur Perencanaan dan Tanaman, Keuangan
Divisi Perencanaan
Divisi Tanaman
Divisi Keuangan
Supervisior Tata Usaha (TU) Pendamping Sumber: UBH-KPWN (2014)
Gambar 5 Bagan struktur kelembagaan UBH-KPWN Pola Bagi Hasil UBH-KPWN
Pola bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN yaitu pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa, dan UBH-KPWN. Berdasarkan Tabel 3 UBH-KPWN berperan melaksanakan pengelolaan usaha JUN dengan memanfaatkan dana dari investor, lahan milik perorangan, lahan desa, maupun lahan badan usaha, serta tenaga kerja petani penggarap yang terlibat dalam usaha JUN. Imbal jasa atas peranannya tersebut, UBH-KPWN akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada tanaman JUN yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi 0.3 bagian dari jumlah yang mati atau hilang. Investor berperan sebagai pihak yang menanamkan modal untuk biaya pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan, upah petani, dan biaya manajemen. Imbal jasa atas peranannya tersebut, investor akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam.
30
Tabel 3 Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN UBHKPWN Hak
Kewajiban
UBHKPWN
Pihak
1. Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari total jumlah pohon yang ditanam.
Investor
1. Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam. 2. Tidak menanggung resiko bila terdapat tanaman yang mati/hilang yang disebabkan karena kelalaian. 1. Memperoleh bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam. 2. Tidak menanggung resiko bila terdapat tanaman yang mati/hilang yang disebabkan kelalaian. 1. Memperoleh pendamping saat melaksanakan budidaya JUN. 2. Memperoleh bimbingan, pelatihan, dan pembinaan. 3. Memperoleh upah dan bagian hasil sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam. 1. Memperoleh bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam.
1. Melakukan inventarisasi dan identifikasi calon lokasi dan pemilik lahan serta petani penggarap peserta budidaya JUN. 2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan usaha budidaya JUN. 3. Melaksanakan pendampingan kepada petani penggarap. 4. Menarik calon investor usaha JUN. 5. Mengelola dana dari investor untuk kegiatan usaha budidaya JUN. 6. Memasarkan pohon jati siap panen. 7. Melaksanakan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. 8. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil UBH-KPWN dikurangi sebanyak 0.3 bagian dari jumlah yang mati/hilang. 1. Berkontribusi dengan menanamkan modal, dimana jumlah minimal investasi adalah 100 pohon.
Pemilik Lahan
Petani Penggarap
Perangkat Desa
Sumber: UBH-KPWN (2014)
1. Memberi ijin lahannya untuk ditanami JUN dalam jangka waktu kerjasama lima tahun.
1. Melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. 2. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil petani dikurangi sebanyak 0.5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
1. Membuktikan keabsahan kepemilikan lahan yang akan ditanami JUN. 2. Berperan dalam menggerakkan masyarakat calon peserta JUN. 3. Mengawasi dan mengamankan tanaman JUN dari gangguan, pencurian, dan kebakaran. 4. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil pemerintah desa dikurangi sebanyak 0.2 bagian dari jumlah yang mati/hilang.
31
Pemilik lahan berperan untuk menyediakan lahan yang akan ditanami JUN. Hubungan pemilik lahan dan UBH-KPWN bukan sewa menyewa, melainkan kerja sama, sehingga atas peranannya menyediakan lahan, pemilik lahan akan mendapat bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam dan tidak menanggung resiko bila ada yang mati atau hilang. Petani penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang. Perangkat desa berperan memberikan dukungan dan bantuan dalam rangka memastikan keabsahan kepemilikan lahan, melaksanakan sosialisasi dan menggerakkan masyarakat untuk menjadi peserta usaha JUN, membantu melaksanakan pengawasan lapangan dan pengamanan. Imbal jasa atas peranannya tersebut, pemerintah desa akan mendapat bagian hasil panen. untuk pembangunan desa sebesar sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.2 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.Berdasarkan Tabel 3, penetapan bagi hasil pihak-pihak yang terlibat dalam budidaya JUN didasarkan atas hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban ini merupakan hal-hal apa saja yang harus mereka lakukan karena dalam usaha kegiatan JUN harus saling melengkapi dan tidak dapat berjalan sendirian sehingga membutuhkan kelima pilar yang terkait. Semakin besar kematian pada tanaman JUN maka bagi hasil yang diperoleh petani penggarap, aparat desa, dan UBH KPWN akan berkurang, sedangkan bagi investor dan pemilik lahan tidak berpengaruh karena mereka tidak berhubungan langsung dengan tanaman. Apabila kematian mencapai 50 persen maka ketiga pihak tidak akan mendapatkan bagi hasil karena pihak-pihak tersebut menanggung resiko yang telah ditentukan, oleh karena itu harus adanya kerjasama yang baik antar semua pihak untuk meminimalisir kematian tanaman JUN. Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN Pemiilihan lokasi sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal agar di kemudian hari tidak ada kendala yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan usaha. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi proyek yang strategis, antara lain ketersediaan bahan baku utama dan pembantu, ketersediaan tenaga kerja langsung, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana telekomunikasi, dan kedekatan dengan pasar yang dituju. Jika usaha bergerak di bidang budidaya, kesesuaian kondisi lahan dan iklim juga menjadi pertimbangan yang penting. Lokasi yang dinilai layak sebagai lahan tanam JUN harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut: a. Bukan lahan persawahan. b. Tidak tergenang air atau banjir setelah hujan. c. Tidak terkena naungan pohon atau bangunan. d. Ketinggian lokasi maksimum 400 m dari permukaan laut. e. Diprioritaskan di daerah dimana terdapat tanaman jati tumbuh dengan baik.
32
Persyaratan lokasi penanaman ini ditetapkan oleh UBH-KPWN berdasarkan literatur penanaman tanaman jati unggul. Selain karakteristik lahan, aksesibilitas lokasi tanaman menjadi pertimbangan pula, selain memudahkan pengadaan input, akses lokasi yang mudah juga mendorong minat investor untuk melihat lokasi tanam, memudahkan pemasaran hasil panen, dan pelaksanaan pengawasan. Salah satu penetapan lokasi yang dilakukan oleh UBH-KPWN adalah di daerah Kabupaten Bogor karena secara karakteristik Kabupaten Bogor memiliki persyaratan yang ditetapkan UBH-KPWN. Selain itu, Kabupaten Bogor masih banyak memiliki lahan yang tidak digunakan secara maksimal untuk memperoleh pendapatan bagi masyarakat sekitar. UBH-KPWN telah menanam pohon JUN dalam umur yang berbeda-beda mulai dari umur satu sampai lima tahun yang tersebar di berbagai lokasi di Kabupaten Bogor.
33
FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI DAN PEMANDU LAPANG, SERTA FAKTOR KETERAMPILAN KOMUNIKASI PEMANDU LAPANG Karakteristik Petani Karakteristik individu dianggap sebagai pertimbangan pokok terhadap pelaksanaan suatu program. McQuail dan Windahl (1987) menyatakan bahwa orang berbeda akan memberikan respons yang berlainan, karena individu-individu memiliki tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan respon. Karakteristik individu petani yang diamati dalam penelitian ini adalah usia, lamanya menempuh pendidikan formal, pengalaman usahatani, pendapatan, luas lahan garapan, dan frekuensi keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah dan Frekuensi responden berdasarkan karakteristik petani di desa studi No 1
2
3
4
5
Karakteristik Petani Usia (tahun) Muda (26-41) Dewasa (42-47) Tua (58-73) Lama menempuh pendidikan formal (tahun) Rendah (0 – 5) Sedang (6 – 11) Tinggi (12-16) Pengalaman usahatani (tahun) Rendah (5 – 15) Sedang (16 – 26) Tinggi (27 – 37) Pendapatan (rupiah) Rendah (Rp 1 000 000 - 2 200 000) Sedang (Rp 2 200 001 - 3 300 000) Tinggi (Rp 3 300 001- 4 500 000) Luas lahan garapan (m2) Sempit (350 - 23 600) Sedang (23 601 - 47 000) Luas (47 001 -70 000) Total
Jumlah (orang)
Frekuensi (%)
Rata-rata
12 18 15
26.7 40.0 33.3
47 tahun
5 38 2
11.1 84.4 4.4
6 tahun
16 19 10
35.6 42.2 22.2
39 4 2
86.7 8.9 4.4
42 2 1
93.3 4.4 2.2
45
100
18 tahun
Rp 1 628 889
5 992 m2
-
Usia Penyerapan informasi pemeliharaan Jati Unggul Nusantara (JUN) yang dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh karakteristik internal yang dimiliki oleh orang tersebut. Usia merupakan salah satu
34
karakteristik atau faktor internal yang dapat berpengaruh terhadap suatu informasi yang akan mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya. Kategori usia responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkan sebaran usia responden yang didapatkan setelah melakukan survei. Usia antara 26 sampai 41 tahun termasuk kategori muda, usia antara 42 sampai 47 tahun termasuk kategori usia dewasa, dan usia antara 58 sampai 73 tahun termasuk kategori usia tua. Usia responden berada pada golongan dewasa yaitu pada usia 42 tahun sampai 47 tahun dengan presentase sebesar 40.0 persen. Usia responden rata-rata berada pada umur 47 tahun. Petani di Desa Ciaruteun Ilir memang didominasi oleh warga yang berusia dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini didominasi oleh pendapat petani yang berada pada golongan usia dewasa. Pendidikan Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini diukur dari lamanya responden menempuh jenjang pendidikan formal. Sebagian besar responden yaitu berjumlah 38 orang memiliki tingkat pendidikan yang tergolong sedang yaitu menempuh pendidikan selama 6 sampai dengan 11 tahun dengan persentase 84.4 persen. Rata-rata responden menempuh pendidikan formal selama 6 tahun atau setingkat sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani di Desa Ciaruteun Ilir memiliki pendidikan setingkat SD dan SMP, bahkan ada beberapa petani yang tidak pernah menempuh jenjang pendidikan formal. Hasil Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki tingkat pendidikan yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden berada pada golongan usia dewasa sehingga sedikit sekali responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sebagian besar masyarakat Desa Ciaruteun Ilir memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu berada pada jenjang pendidikan SD. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan salah satu responden yang menyatakan bahwa faktor ekonomi yang tergolong rendah menjadi hambatan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab tingkat pendidikan petani yang masih rendah. Namun, para responden menyadari bahwa pendidikan merupakan hal yang penting sehingga mereka berusaha menyekolahkan anak-anak mereka setinggi mungkin melalui bidang pertanian salah satunya dengan budidaya JUN ini. Sedangkan untuk responden yang termasuk dalam kategori berpendidikan tinggi yakni terdapat 2 orang dengan proporsi 4.4 %. Menurut informasi dari pemandu lapang di Desa Ciaruteun Ilir, kedua responden ini merupakan lulusan sarjana perguruan tinggi yang memiliki minat dalam kegiatan budidaya JUN ini. Pengalaman Usahatani Pengalaman usahatani yang telah dijalani petani sebagai responden beragam kurun waktunya. Pengalaman usahatani terbagi menjadi tiga kategori yaitu, rendah, sedang, dan tinggi. Mayoritas petani memiliki pengalaman usahatani yang tergolong sedang yakni antara 16 sampai dengan 26 tahun dengan proporsi 42.2 persen (19 orang). Responden yang memiliki pengalaman usahatani yang rendah antara 5 tahun sampai dengan 15 tahun memiliki persentase 35.6 persen (16 orang). Pengalaman usahatani yang paling sedikit berada pada kategori tinggi
35
yakni antara 27 sampai 37 tahun dengan proporsi 22.2 persen (10 orang). Jadi petani Desa Ciaruteun Ilir memiliki pengalaman usahatani yang sedang dalam kurun waktu antara 16 sampai dengan 26 tahun dengan rata-rata pengalaman usahatani selama 18 tahun. Pendapatan Responden pada penelitian ini adalah petani sehingga pendapatan responden yang diukur berasal dari usahataninya. Pendapatan responden didapatkan dengan menghitung seluruh pengeluarannya selama satu bulan. Sebagian besar pendapatan responden berada pada selang Rp 1 000 000 sampai Rp 2 200 000 yaitu sejumlah 39 orang dengan persentase 86.7 persen (Tabel 4). Pendapatan rata-rata responden berada pada Rp 1 628 889. Pendapatan petani tergolong kategori yang rendah disebabkan beberapa petani hanya bekerja sebagai petani penggarap bagi hasil dan petani buruh. Sementara itu, menurut pemandu lapang petani yang memiliki pendapatan tinggi kebanyakan adalah petani pemilik dan memiliki usahatani yang tidak hanya berasal dari padi sawah tetapi juga sebagai wirausahawan. Pendapatan sebagian besar petani terutama di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor ternyata masih berada di bawah Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu sebesar Rp2 002 000. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar petani masih memiliki pendapatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemenuhan hidup sehingga tingkat kesejahteraannya pun rendah. Pada umumnya, responden mengaku bahwa pengeluaran mereka lebih besar daripada pendapatan. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari biasanya tidak bisa hanya mengandalkan pekerjaan utama sebagai petani penggarap JUN yang keuntungannya baru dapat diperoleh setelah lima tahun sejak penanaman. Sehingga, mereka seringkali berhutang kepada orang lain dan mencari pekerjaan sampingan seperti supir angkot, membuka warung, berternak, berusaha di bidang perikanan, dan lain sebagainya. Luas Lahan Garapan Luas lahan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan total luas lahan yang digarap petani sebagai responden untuk bertani. Mayoritas responden sebanyak 93.3 persen (42 orang) memiliki luas lahan garapan yang termasuk dalam kategori sempit. Kategori sempit disini yaitu berkisar antara 350 m2 sampai 23 600 m2. Rata-rata responden memilki lahan dengan luas 5 992 m2. Luas lahan yang sempit akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan tingkat pendapatan petani. Berdasarkan hal ini maka diperlukan peningkatan sistem usahatani, salah satunya dengan melakukan kegiatan tumpang sari selama 1 sampai dengan 2 tahun di sekitar lahan usaha budidaya JUN. Karakteristik Pemandu Lapang Pemandu lapang UBH-KPWN diukur menurut penilaian responden terhadap karakteristik pemandu lapang dan keterampilan komunikasi pemandu
36
lapang. Peran pemandu lapang sangat penting dalam membangun komunikasi yang efektif dengan petani mitra. Karena menurut Effendy (2000), komunikasi perseorangan dinilai paling ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi perseorangan umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika. Menurut Berlo dalam Mugniesyah (2006) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi dalam unsur sumber pesan yakni, keterampilan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan budaya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Lubis et al (2010), beberapa keputusan yang dibuat mengenai penerimaan informasi yang menarik dan kompleks akan melibatkan sumber pesan yang berasal dari hubungan antar pribadi. Dalam hal ini, keputusannya akan tergantung pada sejumlah faktor yaitu, kedekatan, daya pikat, kesamaan, kredibilitas, kewenangan, motivasi, maksud, penyampaian, status, kekuatan, dan kekuasaan. Penilaian karakteristik pemandu lapang disini berdasarkan penilaian responden terhadap kedekatan, kredibilitas, sikap, dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani bimbingannya. Karakteristik pemandu lapang dikategorikan menurut kategori tidak baik, baik dan sangat baik. Tabel 5
No 1
2
3
4
5
Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan karakteristik pemandu lapang di desa studi Karakteristik Pemandu Lapang
Kedekatan Tidak dekat (8-15) Dekat (16-24) Sangat dekat (25-32) Kredibilitas Tidak baik (8-15) Baik (16-24) Sangat baik (25-32) Sikap Tidak baik (8-15) Baik (16-24) Sangat baik (25-32) Frekuensi kunjungan ke kelompok tani Rendah (sebulan sekali) Sedang (seminggu sekali) Tinggi (setiap hari) Total penilaian faktor karakteristik pemandu lapang Tidak baik (65-72) Baik (73-80) Sangat baik (81-88)
penilaian terhadap
Jumlah (orang)
Frekuensi (%)
0 25 20
0 55.6 44.4
0 3 42
0 6.7 93.3
0 8 37
0 17.8 82.2
2 11 32
4.4 24.4 71.1
2 27 16
4.4 60.0 35.6
37
Keempat indikator karaktersitik pemandu lapang digabung, sehingga menghasilkan nilai total rata-rata. Mayoritas penilaian karaktersitik pemandu lapang berada pada kategori baik dengan proporsi sebesar 60.0 persen (27 orang). Karaktersitik pemandu lapang dengan kategori sangat baik memiliki proporsi 35.6 persen (16 orang), dan 4.4 persen (2 orang) dengan kategori tidak baik. Ini artinya sebagian besar karaktersitik pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir memiliki karaktersitik individu yang baik sehingga mampu mempengaruhi petani responden melalui pesan-pesan yang dikirimnya melalui kegiatan pendampingan maupun penyuluhan. Hasil jumlah dan persentase disajikan dalam Tabel 5. Masing-masing indikator memiliki proporsi yang beragam tiap kategori, walaupun mayoritas total karakteristik pemandu lapang berada pada kategori baik. Penilaian karakteristik pemandu lapang dari aspek penilaian terhadap kedekatan dengan petani berada pada kategori dekat dengan proposi 55.6 persen (25 orang) dan sangat dekat dengan proprsi 44.4 persen (20 orang). Kedekatan adalah pendapat responden tentang sejauh mana hubungan yang terjalin antara pemandu lapang selaku sumber pesan dengan responden. Kedekatan berhubungan terhadap responden selaku penerima pesan dalam menangkap atau menerima pesan. Kedekatan ini dilihat dari keakraban, suasana kekeluargaan, rasa solidaritas, tali silaturahmi, dan intensitas pertememuan yang rutin. Penerima biasanya akan lebih terbuka kepada sumber yang dekat dengan mereka. Hal ini didukung dengan pernyataan salah satu petani yaitu: “...Saya mah merasa akrab seperti teman saja dengan Pak Irvan, orangnya hampir setiap hari main (silaturahmi) ke kebon nengokin petani-petani disini, ga ada tuh rasa segen kalo ngobrol-ngobrol sama dia, Pak Irvan mah orangnya baik sekali...” (HMN, 50 tahun) Penilaian responden terhadap kredibilitas pemandu lapang tergolong sangat baik dengan proporsi 93.3 persen (42 orang) dan kategori baik dengan proporsi 6.7 persen (3 orang). Kredibilitas (credibility) pemandu lapang diukur dari penilaian responden yang terhadap kemampuan, pengalaman atau pengetahuan pemandu lapang selaku sumber pesan yang dipercayai memiliki keahlian dalam bidang pertanian. Pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir memiliki pendidikan yang tergolong tinggi yaitu lulusan perguruan tinggi Universitas Winaya Mukti Bandung dengan jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Hal ini didukung dengan pernyataan salah satu petani yaitu: “...Antara ilmu pertanian yang Pak Irvan dapat dari sekolah dan ilmu pertanian yang saya dapat dari orang tua dapat saling melengkapi. Apa yang saya ga tahu Pak Irvan beri tahu, begitu juga sebaliknya apa yang saya tahu saya kasih tahu ke Pak Irvan...” (ISK, 43 tahun) Kredibilitas pemandu diliat dari penggunaan bahasa yang digunakan, kebenaran informasi yang disampaikan, kemampuan menjawab pertanyaan dari petani, dan kemampuan dalam melakukan metode demonstrasi cara. Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu 37 orang atau sebesar 82.2 persen menilai sikap pemandu lapang terhadap petani
38
mitra selama ini tergolong sangat baik. Sikap ini dinilai responden dari sikap pemandu lapang ketika berkomunikasi maupun berinteraksi dengan petani dalam kegiatan pendampingan budidaya JUN. Sikap pemandu yang dimaksud mengenai keramahan, kejujuran, terbuka, tanggung jawab, kesabaran, memperhatikan tata krama dan sopan santun, berbaur dengan petani,dan mampu membangun sifat yang positif dengan petani. Seperti penuturan salah satu petani yaitu: “...Pak Irvan itu ramah, sabar, tanggung jawab neng, jujur masalah uang pemeliharaan, pupuk, dan sebagainya selalu diberikan tepat waktu dan langsung dianter ke petani. Jika berbicara juga sopan pake bahasa sunda yang lemes (halus), alhamdulillah aja saya mah dapet pendamping seperti Pak Irvan...” (SDI, 46 tahun) Frekuensi kunjungan ke kelompok tani yang dilakukan pemandu lapang tergolong tinggi dengan proporsi 71.1 persen (32 orang). Karena menurut sebagian besar responden pemandu lapang seringkali mengunjungi mereka di lahan hampir setiap hari baik karena ada kegiatan pendampingan atau hanya ingin bersilaturahmi dengan petani bimbingannya. Hal ini sesuai dengan penuturan pihak UBH-KPWN selaku pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir: “...Kita sering melakukan pertemuan-pertemuan dengan petani hampir setiap hari itu sering per kelompok petani bimbingan yaitu 2 hingga 3 petani atau 5 hingga 10 petani. Waktu untuk berkumpul dengan petani pun kita harus sesuaikan bisa malem bisa siang kerena penyuluh atau pendamping di lapangan tidak mengenal waktu dalam melakukan pendampingan kepada petani...” Kunjungan yang dilakukan oleh pemandu lapang ke kelompok tani menyebabkan petani dapat berkomunikasi langsung sehingga dapat memperoleh informasi atau bimbingan yang mendukungnya dalam berusahatani dan dengan seringnya berkomunikasi maka akan meningkatkan efektivitas komunikasi antara pemandu lapang dengan petani. Pemandu lapang bukan hanya sekedar memberikan informasi pada saat melakukan kunjungan tetapi langsung memberikan contoh dengan praktek langsung di lapangan dan memberikan kesempatan kepada petani untuk melakukan secara bersama-sama kegiatan budidaya JUN sehingga petani menjadi lebih paham. Menurut responden, sebagai seorang pembimbing memang harus intensif melakukan kunjungan secara langsung untuk memberikan pendampingan tentang segala hal yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan budidaya JUN. Hal ini dianggap penting karena dengan kunjungan yang intensif dari pemandu lapang petani merasa dibantu dalam menggali dan menetapkan masalah dalam menjalankan usahatani sampai mencari solusinya. Kunjungan yang dilakukan pemandu lapang ke kelompok tani disesuaikan dengan waktu atau jadwal pertemuan yang disepakati bersama atau tergantung kebutuhan petani disesuaikan dengan situasi dan kondisi petani.
39
Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang Keterampilan komunikasi pemandu lapang diukur berdasarkan penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan. Total penilaian faktor keterampilan komunikasi pemandu lapang dikategorikan menurut kategori tidak baik, baik, dan sangat baik. Berdasarkan Tabel 6 apabila ketiga indikator kemampuan komunikasi petani digabung menghasilkan nilai total rata-rata, yaitu mayoritas berada pada kategori baik dengan proporsi 46.7 persen (21 orang), pada kategori sangat baik yaitu sebesar 35.6 persen (16 orang), dan pada kategori tidak baik sebesar 17.8 persen (8 orang). Penguasaan materi budidaya JUN bagi pemandu lapang merupakan faktor yang sangat penting. Penguasaan materi dimaksud meliputi penguasaan terhadap komponen-komponen budidaya JUN yang akan disampaikan kepada petani. Penilaian responden terhadap penguasaan materi budidaya JUN yang dimiliki pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam kategori sangat baik dengan proporsi 88.9 persen (40 orang). Penguasaan materi program yang dimiliki pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir tergolong sangat baik. Hal ini sesuai dengan hasil distribusi jawaban petani bahwa mayoritas petani responden memahami apa yang disampaikan pemandu lapang sesuai dengan bahasa yang biasa digunakan oleh petani. Tabel 6 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap keterampilan komunikasi pemandu lapang di desa studi No 1
2
3
4
Keterampilan komunikasi pemandu lapang Penguasaan materi program Tidak baik (8-15) Baik (16-24) Sangat baik (25-32) Kejelasan informasi program Tidak jelas (8-15) Jelas (16-24) Sangat jelas (25-32) Kesesuaian metode penyuluhan Tidak sesuai (8-15) Sesuai (16-24) Sangat sesuai (25-32) Total penilaian faktor keterampilan komunikasi pemandu lapang Tidak baik (68-74) Baik (75-81) Sangat baik (82-88)
Jumlah (orang)
Frekuensi (%)
0 5 40
0 11.1 88.9
0 10 35
0 22.2 77.8
1 15 29
2.2 33.3 64.4
8 21 16
17.8 46.7 35.6
40
Materi pemeliharaan budidaya JUN sangat dikuasai pemandu lapang dari materi sosialisasi program JUN, penanaman, penyiraman, pemupukan, penanggulangan hama penyakit, tumpang sari, sistem bagi hasil, hingga pemanenan. Berikut penuturan dari pihak UBH-KPWN: “...Tugas saya salah satunya yaitu bagaimana menyadarkan petani bahwa jati itu harus di pelihara sebaik mungkin. Karena JUN memilki komitmen untuk membuat petani memiliki nilai tambah salah satunya melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan usahataninya. Budidaya JUN ini sebenarnya adalah tabungan jangka pendek dalam 5 tahun. Kemitraan dalam budidaya JUN ini tidak ingin seperti programprogram lainnya yang memberi petani bibit mau dipelihara mau ditebang terserah saja yang penting udah ngasih istilahnya “nanem tinggal”, UBH-KPWN tidak ingin seperti itu. UBH-KPWN selalu memberikan pehaman kepada petani bahwa kami menjamin tersedianya bibit JUN yang unggul, pupuk yang berkualitas, serta pendampingan yang intensif kepada petani...“ Kejelasan informasi program yang disampaikan pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir dinilai responden termasuk dalam kategori sangat jelas dengan proporsi 77.8 persen (35 orang). Hal ini telah sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi bisnis yang terdiri atas tujuh C, menurut Murphy dan Hildebrant (1991) dalam Kusumastuti (2009), yaitu: a) Completeness, pemandu lapang telah memberikan informasi selengkap mungkin kepada pihak yang membutuhkan terkait teknis budidaya JUN. Informasi yang lengkap akan memberikan kepastian dan kepercayaan. b) Conciseness, berarti bahwa semua bentuk komunikasi yang dilakukan pemandu lapang telah disusun secara jelas, singkat, dan padat. c) Concreteness, pesan teknis budidaya JUN disampaikan pemandu lapangg secara spesifik dan tidak abstrak. d) Consideration, pemandu lapang mempertimbangkan situasi penerimanya. e) Clarity, pesan disusun pemandu lapang dengan menggunakan kata-kata maupun simbol-simbol yang mudah dipahami. f) Courtesy, pemandu lapang memperhatikan tata krama dan sopan santun sebagai penghargaan kepada petani. g) Correctness, pesan teknis budidaya JUN dibuat oleh pemandu lapang secara cermat baik dari sisi tata bahasa maupun kemampuan berbahasa dari komunikan. Komunikasi yang efektif dapat terjadi karena adanya pemahaman antara petani terhadap apa yang disampaikan pemandu lapang. Pemahaman petani berhubungan dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Kemampuan komunikasi petani diukur bagaimana petani mampu memaknai pesan yang disampaikan oleh pemandu lapang. Pemandu lapang menyusun semua bentuk komunikasi secara jelas, singkat, dan padat. Pesan yang disampaikan pemandu lapang secara spesifik dan mempertimbangkan situasi penerimanya. Pesan disusun pemandu lapang menggunakan kata-kata yang mudah dipahami. Pemandu
41
lapang memperhatikan tata krama dan sopan santun sebagai penghargaan kepada komunikan. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu petani yaitu: “Informasi-informasi terkait budidaya JUN yang disampaikan Pak Irvan sangat jelas, lengkap, dan kata-kata yang digunakan juga mudah saya pahami. Selain itu, pendampingan yang dilakukan menggunakan bahasa sunda jadi saya lebih mengerti dan menjadi lebih senang”(UN, 60 Tahun) Penilaian responden terhadap kesesuaian metode penyuluhan yang dilakukan pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam kategori sangat sesuai dengan proporsi 66.4 persen (29 orang). Petani berpendapat pemandu lapang sangat membuka kesempatan atau waktu yang cukup untuk berdiskusi kepada petani untuk menyampaikan masalahnya. Hal ini menurut pemandu lapang penting untuk diperhatikan karena terampil berkomunikasi lisan atau tulisan bukan hanya menyangkut aktivitas pemandu lapang dalam menyampaikan materi saja tetapi dapat berkomunikasi secara aktif, responsif, dan intensif. Kesesuaian metode penyuluhan dinilai responden terhadap kesesuaian ataupun tercapai tidaknya tujuan atau manfaat dari metode penyuluhan yang digunakan pemandu lapang. Pemandu lapang selain bertugas mendampingi dan menjadi saluran komunikasi UBH-KPWN juga bertindak sebagai pengajar yang dituntut kemampuannya untuk menguasai materi secara luas, menyampaikan informasi dengan jelas, dan menggunakan metode penyuluhan yang sesuai. Hal ini didukung oleh kondisi pemandu lapang yang memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas mengenai materi. Karena telah mengikuti banyak pelatihan dan mempunyai pengalaman yang cukup di lapangan. Serta menguasai masalah teknis yang biasa dihadapi petani kemudian mencari pemecahannya sehingga informasi yang dibutuhkan petani dapat dengan tepat dipenuhi oleh pemandu lapang. Kemampuan komunikasi yang dimiliki pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir sebagai sumber pesan dikategorikan baik. Hal ini dikarenakan pemandu lapang sangat menyesuaikan materi pemeliharan JUN yang ada dengan kondisi petani di pedesaan sehingga petani dapat menerima informasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Data ini sesuai dengan fakta lapangan, semua petani mengenal dengan baik pemandu lapang yang bertugas di lokasi tersebut. Serta percaya dan menganggap yang bersangkutan sangat menguasai materi dan memilki keterampilan komunikasi yang sangat baik mengenai budidaya JUN. Berikut penuturan pihak UBH-KPWN: “...Ketika melakukan pendekatan dengan petani kita harus mampu menyesuaikan diri. Kita ga mungkin bilang ke petani pohon nomor 1 pupuknya 100 gram dan pohon nomor 2 pupuknya 200 gram memang petani mengerti dengan istilah seperti itu? Kan tidak untuk itu kita butuh kreasi dengan menggunakan kata-kata yang lebih mudah dipahami petani. Misalnya pak pohon yang nomor 1 pupuknya 2 sendok, pohon nomor 2 pupuknya 5 sendok. Kalau penakaran seperti itu disesuaikan dengan daya tangkap petani karena dari faktor pendidikan aja wajib 9 tahun aja ada yang ga lulus. Jadi, pemandu yang harus menyesuaikan...”
42
Pendekatan yang dilakukan pemandu lapang kepada petani selama ini disesuaikan dengan faktor budaya setempat. Karena menurut pemandu lapang ilmu penyuluhan itu tidak boleh kaku dalam melakukan pendekatan. Misalnya dengan mengobrol santai dengan petani. Membuka percakapan dengan petani dengan menawarkan rokok atau dengan menggunakan sirih. Menjalin komunikasi dengan petani harus dilaksanakan sesuai dengan kearifan lokal. Pemandu lapang juga harus pintar menempatkan dirinya dimana pun dia berada. Karakteristik masyarakat Ciaruteun Ilir adalah masyarakat yang agamis. Sehingga pendekatan yang dilakukan pemandu lapang juga harus bernuansa keagamaan. Misalnya mengadakan pertemuan dengan seluruh petani biasanya dilakukan di emperan mushola atau mesjid. Beragamnya kebutuhan ekonomi petani yang memiliki pekerjaan ganda mengakibatkan tanaman jati yang digarap petani menjadi sedikit terlantar. Pemandu lapang berupaya mengantisipasi hal ini dengan melakukan pendekatan yang intensif serta memberikan pengertian bahwa jati harus panen dengan jumlah yang telah ditentukan dengan estimasi harga yang telah disepakati bersama. Pendampingan yang dilakukan pemandu UBH-KPWN disertai dengan melakukan pendekatan yang berlapis. Pendamping melakukan pendekatan dengan petani dengan bekerja secara tim dengan pendamping di desa lainnya. Pendekatan yang dilakukan pemandu lapang UBH-KPWN dilakukan dengan berdasarkan standar operational (prosedur) JUN yang ada. Pemeliharan SOP ini adalah standar baku yang ditetapkan UBH-KPWN tetapi saat diterapkan di lapangan terjadi modifikasi yang merupakan kemampuan pemandu lapang untuk memelihara dan melaksankan SOP. Memelihara dan melaksanakan SOP adalah hal yang berbeda. Pelaksanaan SOP dilakukan seperti yang tertuang di instruksi kerja tapi memelihara SOP butuh inovasi dan kreativitas pemandu lapang karena kebutuhan nutrisi setiap tanaman di setiap lokasi itu berbeda-beda. Oleh karena itu, pemandu lapang perlu melakukan uji kesuburan tanah dengan jarak 100 m. Kesuburan tanah berbeda-beda disebabkan karena adanya proses erosi. Pemandu lapang JUN harus mampu mengkreasikan dan melakukan inovasi di lahan-lahan yang tidak subur. Inilah SOP yang menjadi tantangan pemandu lapang JUN untuk dilaksanakan dan dipelihara. Pelaksanaan SOP ini salah satunya dengan adanya instruksi kerja teknis pemeliharaan Jati Unggul Nusantara (JUN) sebagai pesan komunikasi yang disampaikan pemandu lapang kepada petani. Instruksi kerja teknis pemeliharaan JUN merupakan materi yang disampaikan pemandu lapang UBH-KPWN kepada petani mitra terkait cara-cara budidaya JUN dari mulai penyiapan pupuk dasar, penanaman, pemupukan lanjutan, tumpang sari, pengamanan khusus, hingga perlakukan khusus. Instruksi kerja ini diterapkan kepada petani dengan menyesuaikan kondisi dan situasi petani setempat. Oleh karena itu, instruksi kerja ini bersifat fleksibel dan tidak baku sehingga dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi di lapangan. Pengolahan pupuk sebelum penanaman berguna untuk menjamin tersedianya pupuk dasar siap pakai dan siap saji. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam pengolahan pupuk sebelum penanaman, yaitu sebaiknya naungan (gubuk) diberi maupun dibangun agar pupuk tidak terkena matahari secara langsung sehingga pupuk tidak dalam kondisi yang panas. Kegiatan penanaman dilakukan dengan jarak yang sudah ditentukan UBH-KPWN yakni 5
43
m x 2 m. Bila terjadi kemarau panjang, untuk menghindari tanaman dari kekeringan terutama untuk tanaman yang berumur kurang dari 1 tahun, diberikan perlakuan khusus berupa penyiraman yang intensif, melalui pemompaan air dari sumber air yang ada (danau, sungai dan sumur) maupun membuat sumber air baru dan atau membuat tandon air. Sebelum penyemprotan sprayeratau alat penyiram lainnya harus di cuci terlebih dahulu hingga bersih. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi antara bekas penyemprotan pupuk atau obat lain sebelumnya yang masih tersisa dalam sprayer, yang dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian pada tanaman JUN. Terhadap tanaman yang terserang wabah penyakit, dilakukan pengamatanuntuk mengamati serta mencermati terhadap semua tanaman secara rutin, meliputi gejala penyakit atau serangan hama yang menyerang tanaman JUN untuk diberikan perlakuan khusus dengan melakukan pemberantasan hama dan wabah penyakit pada semua tanaman. Pemeliharaan tanaman jati akan lebih mudah dan menguntungkan apabila dilakukan penanaman jati ditumpangsarikan dengan tanaman palawija seperti kacang-kacangan, jagung, ubi jalar, cabai, dan lain-lain. Adanya tanaman tumpang sari akan mempermudah pemeliharaan tanaman jati dalam hal pendangiran, penyiraman atau pengendalian gulma, dan pemupukan. Tumpang sari dengan tanaman palawija dapat dilakukan hingga tanaman berumur 2 tahun. Kegiatan pengamanan tanaman jati harus dilakukan agar terhindar dari gangguan hewan ternak, kebakaran, perusakan atau pencurian dan gangguan lainnya. Misalnya, untuk pengamanan terhadap api atau kebakaran tidak diizinkan adanya kegiatan pembakaran serasah atau lainnya dilokasi tanaman yang dapat mengakibatkan kebakaran. Petani penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
44
45
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) Efektivitas komunikasi antara pemandu lapang dengan petani merupakan tingkat pengetahuan, tingkat sikap, dan tingkat keterampilan petani yang terjadi setelah diterpa informasi dari pemandu lapang selaku sumber pesan. Pesan yang disampaikan terkait teknis budidaya JUN yaitu teknis pengolahan pupuk, penanaman, teknis penyiraman di awal pananaman bila terjadi kekeringan, teknis pemupukan, teknis penanggulangan hama penyakit, materi tumpang sari, dan sistem pola bagi hasil. Indikator komunikasi dapat dikatakan efektif jika dilihat dari tingkat pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan petani (psikomotorik). Selaras yang dikemukakan oleh Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak kognitif yaitu komunikan yang menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya, perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi, dan perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efektivitas komunikasi yang terjadi dalam suatu lembaga atau organisasi dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat tercapai atau tidak tercapainya tujuan dari lembaga atau organisasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam Mugniesyah (2006) dengan melihat efek atau pengaruh dari proses komunikasi pengaruh (effects) berupa perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka (overt behavior) untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang ditawarkan oleh sumber. Komunikasi antara pemandu lapang dengan petani dapat dikatakan efektif bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pemandu lapang sebagai pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh petani sebagai penerima pesan. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud oleh pemandu lapang (komunikator) dapat di respons oleh petani (komunikan), maka semakin efektif pula komunikasi yang dilaksanakan. Total penilaian efektivitas komunikasi dalam kegiatan JUN antara pemandu lapang dengan petani dikategorikan menurut kategori rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan Tabel 7 apabila ketiga indikator efektivitas komunikasi digabung menghasilkan nilai total rata-rata, yaitu mayoritas berada pada kategori efektif dengan proporsi 44.74 persen (20 orang), pada kategori kurang efektif yaitu sebesar 33.3 persen (15 orang), dan pada kategori tidak efektif sebesar 22.2 persen (10 orang). Ini menandakan komunikasi yang terjalin antara pemandu lapang dan petani dalam kegiatan JUN sudah efektif. Tingkat Pengetahuan Petani Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani merupakan penilaian petani terhadap efektivitas komunikasi yang selama ini terjadi antara dirinya dengan pemandu lapang selaku sumber pesan. Tingkat pengetahuan adalah penilaian responden tentang teknologi inovatif yang di aseminasikan dalam kegiatan jati unggul nusantara sebagai pesan
46
Tabel 7 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan efektivitas komunikasi di desa studi No 1
2
3
4
Efektivitas komunikasi
Jumlah (orang)
Frekuensi (%)
Tingkat pengetahuan petani Rendah (8-15) Sedang (16-24) Tinggi (25-32) Tingkat sikap petani Rendah (8-15) Sedang (16-24) Tinggi (25-32) Tingkat keterampilan petani Rendah (8-15) Sedang (16-24) Tinggi (25-32) Total efektivitas komunikasi Tidak efektif (65-72) Kurang efektif (73-80) Efektif (81-88)
0 7 38
0 15.6 84.4
1 17 27
2.2 37.8 60.0
0 17 28
0 37.8 62.2
10 15 20
22.2 33.3 44.4
Efek pada arah kognitif meliputi tingkat kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Berdasarkan pada Tabel 7 tingkat pengetahuan petani setelah terterpa informasi dari pemandu lapang, mayoritas responden berada pada kategori tinggi dengan proporsi 84.4 persen (38 orang) dan kategori sedang dengan proporsi 15.6 persen (7 orang). Hal ini menunjukan UBH-KPWN memberikan nilai tambah bagi petani khususnya dalam tingkat pengetahuan dalam budidaya jati. Hal ini didukung oleh salah satu pernyataan responden petani sebagai berikut: “....Berkat JUN saya jadi tahu bagaimana cara-cara memelihara jati dari mulai menanam jati hingga jati itu siap untuk di panen. Sejak bermitra dengan JUN banyak ilmu-ilmu usahatani yang saya ketahui. Saya juga jadi tahu mengenai harga jati di pasaran....”(MS, 65 tahun) Tingkat Sikap Petani Tingkat sikap petani adalah penilaian responden terhadap materi teknis terkait teknologi inovatif yang dikomunikasikan oleh pemandu lapang dalam kegiatan JUN. Pada tingkat sikap meliputi efek yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap. Berdasarkan penelitian di lapang, tingkat sikap petani mayoritas berada pada kategori tinggi dengan proporsi 60.0 persen (27 orang), kategori sedang dengan proporsi 37.8% (17 orang), dan kategori rendah 2.2 persen (1 orang). Hal ini menunjukan sebagian besar responden merasa sangat setuju dengan isi dari materi budidaya JUN yang disampaikan oleh pemandu
47
lapang. Materi yang ditanyakan kepada responden berkaitan dengan pengolahan pupuk dasar, jarak tanam, penyiraman, pengendalian hama penyakit, pengendalian kebakaran dan pencurian, serta perhitungan sistem bagi hasil. Namun, responden yang termasuk dalam kategori sedang yakni sekitar 37.8 persen (17 orang) menyatakan sikap yang kurang setuju dengan materi yang di sampaikan pemandu lapang yakni terkait jarak tanam, tumpang sari, serta pembagian sistem bagi hasil. Menurut petani yang diwawancarai menyatakan kurang setuju dengan jarak tanam yang ditetapkan UBH-KPWN yakni 5 m x 2 m. Karena jarak tanam tersebut terlalu rapat sehingga nutrisi untuk tanaman jati tidak menyebar secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan diameter pohon yang tumbuh menjadi kecil. Petani menyarankan jarak tanam yang digunakan sebaiknya 3.5 m x 3.5 m agar jarak tanamnya tidak terlalu rapat dan diameter pohon yang dihasilkan menjadi lebih besar. Kegiatan tumpang sari hanya dapat dilakukan ketika tahun pertama hingga tahun kedua saja sejak penanaman. Setelah itu kegiatan tumpang sari tidak dapat lagi dilakukan sehingga pemasukan tambahan petani menjadi berkurang. Selain jarak tanam dan kegiatan tumpang sari petani kurang setuju dengan sistem bagi hasil. Berikut penuturan petani terkait pembagian sistem bagi hasil: “.....Saya sebenarnya kurang setuju dengan pembagian hasil petani sebesar 25 bagi petani penggarap tapi mau gimana lagi neng....” (HLM, 50 tahun) Tingkat Keterampilan Petani Efek budidaya JUN terkait tingkat keterampilan petani adalah penilaian responden tentang keterampilannya dalam menerapkan teknis-teknis terkait teknologi inovatif yang diberikan. Efek pada psikomotorik berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Ini berarti apa yang petani ketahui, rasakan, dan lakukan berakibat terhadap efektivitas komunikasi dengan pemandu lapang. Tingkat keterampilan petani mayoritas berada pada kategori tinggi dengan proporsi 62.2 persen (28 orang) dan kategori sedang dengan proporsi 37.8% (17 orang). Hal ini menunjukan sebagian besar petani mitra JUN memilki keterampilan usahatani yang tergolong tinggi. Tingkat keterampilan petani ini didukung dengan pengetahuan pertanian yang sudah dimiliki sebelumnya serta pengalaman usahatani yang dimiliki petani yang sudah mencapai puluhan tahun. Keterampilan petani dalam menerapkan budidaya JUN seringkali mengalami kendala, tetapi petani tetap semangat dan berusaha semaksimal mungkin dalam menerapkan seluruh tahapan pemeliharaan JUN seperti yang disampaikan pemandu lapang. Petani menggabungkan dan mengkreasikan materi pemeliharaan JUN yang diajarkan pemandu lapang dengan pengetahuan pertanian yang dimilikinya selama ini. Misalnya, terdapat petani yang tidak memilki mesin pompa air untuk penyiraman tanaman jati. Oleh karena itu petani melakukan penyiraman dengan menggunakan gedebong pisang dan rerumputan di sekitar kebun yang lembab sebagai sumber air. Pengamanan perkebunan jati dilakukan petani dengan memelihara beberapa anjing penjaga.
48
Komunikasi dalam kegiatan budidaya JUN antara pemandu lapang dan petani sudah berjalan dengan efektif karena dari ketiga aspek yakni peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani seluruhnya mengalami peningkatan dan termasuk dalam kategori yang tinggi. Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari Tubbs dan Moss (2000) terdapat lima hal yang menjadikan ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu ukuran dari pemahaman, ukuran dari kesenangan, seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari sumber, ukuran dalam memperbaiki hubungan dan ukuran dalam tindakan. Komunikasi yang efektif antara pemandu lapang dengan petani mampu mencapai pokok pemahaman yakni penerimaan yang cermat atas kandungan rangsangan seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan. Pemandu lapang bisa dikatakan efektif karena memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikannya. Hal ini juga menandakan komunikasi yang terjalin telah mencapai ukuran dimana seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari sumber. Komunikasi yang efektif antara pemandu lapang dengan petani telah mencapai ukuran kesenangan karena komunikasi yang terjalin tidak semua ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu, ada kalanya komunikasi hanya sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan kebahagian bersama. Pemandu lapang dan petani telah berupaya membangun komunikasi yang mencapai ukuran dalam memperbaiki hubungan dimana setiap komunikasi dilakukan dalam suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif. Proses komunikasi yang efektif ini juga telah memenuhi ukuran dalam tindakan karena mampu mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan. Nilai tingkat pengetahuan petani memilki proporsi yang lebih tinggi 84.4 persen dibandingkan dengan nilai yang lainnya yaitu sikap 60.0 persen dan tindakan 62.2 persen. Hal ini menandakan upaya pemahaman yang dilakukan oleh pemandu lapang berlangsung secara efektif. Kemampuan pemandu lapang untuk memberi pemahaman yang baik di tempuh dengan beberapa upaya diantaranya, membangun komunikasi yang baik dengan petani dan dibarengi dengan makin tingginya minat petani mengikuti penjelasanpenjelasan budidaya JUN yang selama ini disosialisasikan oleh pemandu lapang. Pendekatan yang digunakan oleh pemandu lapang sebagai satu-satunya saluran komunikasi dari UBH-KPWN ke petani penggarap yaitu dengan membangun hubungan interpersonal. Diantaranya, pemandu lapang berkunjung ke petani tetapi bukan membicarakan budidaya JUN tetapi semata membangun komunikasi dengan petani misalnya, sore hari sekedar bersantai di saungsaung petani atau menghadiri undangan, menghadiri acara-acara yang dilakukan para petani. Penilaian tentang sikap petani terhadap materi budidaya JUN yang disampaikan pemandu lapang memporoleh angka yang relatif lebih rendah dari angka peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani. Jadi, suatu pengetahuan dimengerti dengan baik belum tentu akan membuat bersikap untuk menyetujuinya. Tingkat keterampilan petani merupakan rana tertinggi dari terjadinya efektivitas dalam suatu komunikasi. Pemahaman dan sikap yang baik tentu akan berimplikasi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk tindakan.
49
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA Analisis Hubungan Karakteristik Petani dengan Efektivitas Komunikasi Petani sebagai suatu komunitas dalam pedesaan memiliki beberapa karakteristik khusus dalam dirinya yang khas dan berpengaruh ketika mereka menjalin komunikasi dengan pihak lain di luar komunitasnya. Sehingga karakteristik personal petani menjadi salah satu faktor internal yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi. Hasil uji korelasi pada Tabel 8 menunjukkan nilai signifikansi untuk usia berada pada α lebih besar dari 0.05, sehingga dapat dikatakan usia tidak terlihat berhubungan dengan efektivitas komunikasi. Hal ini dapat terjadi karena mayoritas usia responden berada pada masa usia tua dan dewasa. Selain itu pengalaman usahatani responden berada pada kategori sedang antara 16 sampai 26 tahun. Sehingga pengalaman usaha tani juga tidak terlihat berhubungan signifikan dengan efektivitas komunikasi. Karena responden sudah memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sangat baik terkait bidang pertanian. Tabel 8 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik petani dengan efektivitas komunikasi Efektivitas komunikasi Karakteristik petani
Peningkatan pengetahuan Petani Koef. Korelasi
Usia Lamanya menempuh pendidikan formal Pengalaman usahatani Pendapatan Luas lahan
sig
Sikap petani Koef. Korelasi
sig
Peningkatan keterampilan petani Koef. Korelasi
sig
0.113
0.459
0.138
0.365
0.051
0.0740
0.082
0.590
-0.25
0.871
-0.022
0.884
-0.091
0.552
-0.030
0.845
-0.15
0.921
-0.176
0.248
-0.245
0.105
0.030
0.845
0.115
0.453
-0.211
0.164
0.016
0.915
Tingkat pendidikan menunjukkan nilai signifikansi pada efek peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani lebih besar dari α (0.05) yakni 0.590, 0.871, dan 0.884. Ini menunjukkan tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan efektivitas komunikasi. Artinya, bahasa yang digunakan pemandu lapang pas dengan petani baik petani yang yang berpendidikan rendah maupun yang berpendidikan tinggi. Tingkat pendapatan yang dikeluarkan petani tidak terlihat memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi, sebab nilai signifikansi menunjukan lebih besar dari α (0.05) yaitu sebesar 0.248, 0.105 dan 0.845 pada aspek peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani.
50
Artinya, bahasa yang digunakan pemandu lapang pas dengan petani baik petani yang yang memiliki pendapatan rendah maupun yang memiliki pendapatan tinggi. Luas lahan tidak terlihat berhubungan signifikan dengan efektivitas komunikasi, sebab nilai signifikansi lebih besar dari α (0.05) yaitu sebesar 0.115, 0.164, dan 0.915. Hal ini dikarenakan sebagian besara lahan garapan yang dimiliki oleh petani JUN atas namanya sendiri. Sehingga pengambilan keputusan yang diambilnya aman yang artinya tidak ada kaitannya dalam efektivitas komunikasi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni yang dilakukan oleh Cahyanto et al (2008) dan Rosana et al (2010) yang menunjukan bahwa tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik petani dengan ]proses komunikasi. Analisis Hubungan Karakteristik Pemandu Lapang dengan Efektivitas Komunikasi Pemandu lapang merupakan sumber informasi yang menjembatani kepentingan antara UBH-KPWN dengan petani. Sumber informasi menurut Harold Laswell dalam Mulyana (2005) adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari sekedar memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan agama dan perilaku pihak lain. Pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya dalam merumuskan pesan tersebut. Karakteristik pemandu lapang dalam membangun kedekatan dengan petani bimbingannya berhubungan signifikan dengan efektivitas komunikasi khususnya dalam meningkatkan sikap petani terhadap materi budidaya JUN. Kedekatan memilki nilai signifikansi 0.012 yakni α lebih kecil dari 0.05 yang artinya berhubungan signifikan. Nilai koefisien korelasinya yakni 0.371 yang artinya korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai 0.5. Arah yang tercantum dalam nilai koefisien yaitu positif. Hal ini menyatakan bahwa semakin dekat hubungan antara pemandu lapang dengan petani mitra maka komunikasi yang terjalin semakin efektif. Hal ini dikarenakan untuk mencapai keberhasilan komunikasi khususnya dalam kemitraan dibutuhkan komunikasi yang persuasif. Suasana psikologis yang positif dapat terbangun salah satunya dengan menjalin kedekatan antara pemandu lapang sebagai sumber pesan dengan petani sebagai penerima pesan. Petani merasa akan lebih terbuka kepada pemandu lapang yang dekat dengannya secara pribadi dibandingkan dengan pemandu lapang yang hanya menjalin hubungan karena urusan kemitraan semata. Petani merasa ada kesamaan antara pemandu lapang dengannya sehingga petani bersedia menerapkan isi pesan yang dilancarkan pemandu lapang. Kredibilitas yang dimiliki pemandu lapang berhubungan signifikan dengan efektivitas komunikasi khususnya dalam meningkatkan sikap dan keterampilan petani. Kredibilitas memiliki nilai signifikansi 0.036 dan 0.021 yang artinya berhubungan signifikan pada taraf 0.05. Nilai koefisien korelasinya yakni 0.343 yang artinya korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai 0.5. Arah yang tercantum pada nilai koefisien korelasi kredibilitas adalah
51
positif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kredibilitas yang dimiliki pemandu lapang semakin tinggi efektivitas komunikasi yang terbangun dengan petani bimbingannya begitu pun sebaliknya. Tabel 9
Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi Efektivitas komunikasi
Karakteristik pemandu lapang
Tingkat pengetahuan petani Koef. Korelasi
Kedekatan (Proximity) Kredibilitas (Credibility) Sikap (Attitudes) Frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani
sig
Tingkat Sikap petani Koef. Korelasi
sig
Tingkat keterampilan petani Koef. Korelasi
sig
-0.41
0.137
0.369
0.371
0.012*
0.131 0.282
0.391 0.061
0.313 0.246
0.036* 0.103
0.343 0.237
0.789 0.021* 0.117
- 0.271
0.071
-0.116
0.446
-0.013
0.930
Keterangan: *Berhubungan signifikan pada taraf 0.05
Kedekatan dan kredibilitas yang dimiliki sumber berhubungan dengan efektivitas komunikasi. Hal ini didukung oleh Lubis et al (2010) bahwa beberapa keputusan yang dibuat mengenai penerimaan informasi yang menarik dan kompleks akan melibatkan sumber pesan yang berasal dari hubungan antar pribadi. Dalam hal ini, kedekatan dan kredibilitas merupakan salah satu faktor yang memiliki hubungan dengan keputusan petani untuk menerima dan menyetujui peasan yang disampaikan pemandu lapang. Kredibilitas menyebabkan komunikasi berhasil berkat kepercayaan petani pada pemandu lapang. Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seseorang pemandu lapang. Oleh karena itu, kredibilitas pemandu lapang memegang peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi yang efektif. Sikap pemandu lapang tidak terlihat memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi. Sebab nilai signifikansinya menunjukan lebih besar dari α (0.05). Karena menurut petani sikap yang ditunjukan oleh pemandu lapang ke kelompok tani tidak berhubungan secara langsung dengan efektivitas komunikasi. Bagi petani penguasaan isi materi yang disampaikan pemandu lapang terkait teknis-teknis budidaya JUN menjadi unsur yang lebih penting bagi petani. Frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani tidak terlihat memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi. Sebab nilai signifikansinya menunjukan lebih besar dari α (0.05). Karena menurut petani frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani tidak berhubungan secara langsung dengan efektivitas komunikasi. Bagi petani kedekatan yang dibangun pemandu lapang serta kredibilitas yang dimiliki pemandu lapang menjadi unsur yang lebih memiliki hubungan yang signifikan dalam membangun efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang.
52
Analisis Hubungan Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang dengan Efektivitas Komunikasi Pemandu lapang berkomunikasi secara persuasif untuk mempengaruhi sikap petani, dan berusaha agar petani memahami apa yang ia ucapkan dan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan yang diinginkan pemandu lapang. Hal ini sesuai dengan penuturan Effendy (2000) bahwa komunikasi perseorangan dinilai paling ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi yang digunakan pemandu lapang adalah komunikasi perseorangan umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika. Pemandu lapang dapat mengetahui secara langsung tanggapan petani terhadap pesan yang disampaikan. Komunikasi persuasif yang dilakukan dalam suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif. Hal ini dibuktikan dengan keterampilan komunikasi yang dimiliki pemandu lapang dalam menguasai materi program memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi. Khususnya dalam meningkatkan keterampilan petani dalam bidang pertanian. Nilai signifikansinya sebesar 0.040 yang berarti lebih kecil dari α (0.05). Nilai koefisien korelasinya yakni 0.308 yang artinya korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai 0.5. Arah yang tercantum dalam koefisien korelasi nilai penguasaan materi yaitu positif (0.308). Hal ini juga menunjukan bahwa semakin baik pemandu lapang menguasai materi program maka semakin tinggi efektivitas komunikasi yang terbangun dengan petani mitranya. Hal ini sesuai dengan penuturan Berlo dalam Lubis et al (2010) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sumber dan penerima terhadap efektivitas komunikasi, salah satunya yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, dan tingkat pengetahuan. Keterampilan berkomunikasi penting bagi sumber dan penerima. Bagi sumber yakni pemandu lapang, keterampilan berkomunikasi penting karena sumber dapat mengembangkan pesan, dan bagi penerima yakni pertani mampu menerjemahkan serta membuat keputusan-keputusan tentang suatu pesan. Kemampuan berbahasa yang sopan dan dapat menggunakan bahasa yang digunakan petani sehari-hari, membuat responden paham pada bahasa yang digunakan pemandu lapang. Menurut Berlo dalam Lubis et al (2010) tingkat pengetahuan menjelaskan bahwa seorang sumber yakni pemandu lapang mampu memahami materi yang disampaikan sehingga dapat berkomunikasi dengan efektif. Apabila dapat menguasai materi maka dapat mentransmisikan pengetahuannya secara efektif. Bagi penerima yakni petani jika dia mengetahui kode yang digunakan sumber maka dia akan mengerti pesan yang dikirim sumber. Keterampilan komunikasi pemandu lapang dalam menjelaskan informasi program tidak terlihat memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi, sebab nilai signifikansinya menunjukan lebih besar dari α (0.05). Karena ketika pemandu lapang menjelaskan teknis pemeliharaan budidaya JUN, petani sebagai responden telah memiliki pengetahuan dan keterampilan bertani berdasarkan pengalaman usahatani yang dimiliki serta informasi yang diperoleh dari petani lain.
53
Tabel 10 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi keterampilan komunikasi pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi Efektivitas komunikasi keterampilan komunikasi pemandu lapang
Tingkat pengetahuan petani Koef. Korelasi
Penguasaan materi program Kejelasan informasi program Kesesuaian metode penyuluhan
sig
Tingkat Sikap petani Koef. Korelasi
sig
Tingkat keterampilan petani Koef. Korelasi
sig
0.043
0.777
-0.006
0.967
0.308
0.040*
0.066
0.669
0.096
0.529
0.135
0.377
0.057
0.712
0.378
0.010*
0.262
0.082
Keterangan: *Berhubungan signifikan pada taraf 0.05
Kesesuaian metode penyuluhan sebagai salah satu keterampilan komunikasi pemandu lapang memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi khsusunya dalam meningkatkan sikap petani terhadap materi budidaya JUN. Nilai signifikansinya sebesar sebesar 0.010 yang berarti lebih kecil dari α (0.05). Nilai koefisien korelasinya yakni 0.378 yang artinya korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai 0.5. Arah yang tercantum dalam koefisien korelasi nilai kesesuaian metode penyuluhan yaitu positif (0.378). Hal ini juga menunjukan bahwa semakin sesuai pemandu lapang dalam menggunakan metode penyuluhan maka semakin tinggi efektivitas komunikasi. Menurut Lubis et al (2010) semakin sumber pesan menyerupai penerima pesan, maka semakin besar kemungkinan penerima pesan memberi perhatian kepadanya apapun yang dikatakannya dan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan pemandu lapang. Pemandu lapang mampu berbahasa sesuai dengan kemampuan petani. Terlihat adanya hubungan antara kesesuaian metode penyuluhan dengan efektivitas komunikasi khususnya terhadap pemaknaan pesan yang disampaikan oleh pemandu lapang. Kesesuaian metode penyuluhan mampu mendorong petani untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan pemandu lapang sehingga keberhasilan komunikasi tercapai dengan baik. Tingkat keterampilan berupa tindakan merupakan timbal balik (feed back) dari efektivitas komunikasi yang paling tinggi yang diharapkan pemandu lapang. Kesesuaian metode penyuluhan yang dilakukan pemandu lapang memudahkan pemahaman petani tentang apa yang pemandu lapang sampaikan, mampu meyakinkan petani bahwa tujuan dari budidaya JUN itu masuk diakal, dan mempertahankan hubungan harmonis antara pemandu lapang dengan petani.
54
55
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya dapat dibuat beberapa kesimpulan seperti berikut: 1. Karakteristik petani JUN Desa Ciaruteun Ilir berusia dewasa dengan rata-rata usia petani adalah 47 tahun. Tingkat pendidikan petanit tergolong sedang dengan rata-rata selama 6 tahun atau setingkat sekolah dasar. Pengalaman usahatani yang dimiliki tergolong sedang dengan rata-rata selama 18 tahun. Pendapatan petani tergolong rendah dan luas lahan garapan yang termasuk dalam kategori sempit. 2. Pemandu lapang memiliki hubungan kedekatan yang sangat baik dengan petani bimbingannya. Kredibilitas dan sikap pemandu lapang tergolong sangat baik. Frekuensi kunjungan ke kelompok tani bimbingannya juga tergolong tinggi. Keterampilan komunikasi yang dimiliki pemandu lapang secara keseluruhan tergolong baik. Kemampuan penguasaan materi yang dimiliki pemandu lapang tergolong sangat baik. Pemandu lapang menjelaskan informasi program kepada petani dengan sangat jelas. Metode penyuluhan yang digunakan dalam kegiatan budidaya JUN sudah sangat sesuai. 3. Efektivitas komunikasi dalam kegiatan budidaya JUN antara petani Desa Ciaruteun Ilir dengan pemandu lapang tergolong efektif. Kedekatan, kredibilitas, penguasaan materi program, dan kesesuaian metode penyuluhan pemandu lapang berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi. Saran 1. Kedekatan hubungan dengan petani perlu dijalin tidak hanya antara petani dengan pemandu lapang, tetapi juga antara petani dengan pihak UBH-KPWN. Misalnya, secara rutin berkunjung ke petani tidak hanya secara formal terkait kegiatan JUN tetapi juga secara informal. Karena kedekatan memiliki hubungan yang nyata dengan efektivitas komunikasi dalam kegiatan pendampingan JUN. 2. Guna meningkatkan kredibilitas, penguasaan materi dan metode penyuluhan diperlukan kegiatan-kegiatan bagi pemandu lapang yang bermanfaat dalam menunjang kinerjanya selama melakukan pendampingan. Misalnya, pemandu lapang mengikuti kegiatan pelatihan ataupun seminar yang berkaitan dengan penguasaan materi dan metode penyuluhan. Karena kredibilitas, penguasaan materi, dan kesesuaian metode penyuluhan yang dilakukan pemandu lapang berhubungan dengan efektivitas komunikasi dalam kegiatan pendampingan JUN.
56
57
DAFTAR PUSTAKA
Cahyanto PG, Sugihen BG, Hadiyanto. Efektivitas Komunikasi Partisipatif dalam Pelaksanaan Prima Tani di Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat. Jurnal Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal 24 Mei 2014]. 06(1): 14-30. Dapat diunduh dari: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5657 Effendy OU. 1992. Dinamika komunikasi. Cetakan kedua. Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 214 hal. OU. 2000. Ilmu, teori, dan filsafat komunikasi. Bandung [ID]: Citra Aditya Bakti. 421 hal. OU. 2001. Ilmu komunikasi: teori dan praktek. Cetakan kedua puluh dua. Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 181 hal. OU. 2005. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Cetakan kedelapan. Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 410 hal. Ernawati E. 2011. Efektivitas komunikasi dalam sosialisasi kegiatan program Posdaya di desa binaan IPB. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 6 November 2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 95 hal. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51495. Hafsah MJ. 2000. Kemitraan usaha konsepsi dan strategi. Jakarta [ID]: Pustaka Sinar Harapan. 329 hal. [Kemenhut] Kementrian Kehutanan [ID]. 2012. Peran sektor kehutanan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. [Internet]. [dikutip tanggal 01 Dapat diunduh dari: Oktober 2013]. http://ppid.dephut.go.id/pidato_kemenhut/browse/3. Kusumastuti YI. 2009. Komunikasi bisnis. Bogor [ID)]: IPB Press. 200 hal. Lubis DP, Mugniesyah SS, Purnaningsih N, Riyanto S, Kusumastuti YI, Hadiyanto, Saleh A, Sumardjo, Sarwititi, Amanah S, Fatchiya A. 2010. Dasardasar komunikasi. Bogor [ID]: Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB Press. 391 hal. Mayers J, Vermeulen S. 2002. Company-community forestry partnership: from raw deals to mutual gians? instrumen for sustainable private sector 67 forestry series. Forestry and land use program. London: International Institute for Environment and Development [IIED]. 330 hal. McQuail D, Windahl S.1987. Teori komunikasi massa. Edisi kedua. Jakarta [ID]: Erlangga. 243 hal. Manggeng M. 2005. Pendidikan yang membebaskan menurut Paulo Freire dan relevansinya dalam konteks Indonesia. Jurnal Teologi Kontekstual. [internet]. [dikutip tanggal 24 Mei 2014]. 08(1): 41-44. Dapat diunduh dari:http://www.oaseonline.org/artikel/manggeng_freire.pdf. Mugniesyah SS. 2006. Ilmu penyuluhan. Bogor [ID]: Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB. 236 hal. Mulayana D. 2005. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Cetakan kedelapan.Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 410 hal.
58
Nelly M. 1988. Hubungan karakteristik sosial ekonomi dan perilaku petani mengadopsi rumput unggul di daerah Jawa Barat. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 92 hal. Nurhayati. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi di dalam sekolah lapang padi. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 6 November 2013].Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 136 hal. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/46765. Oktarina S, Sumardjo, Rustiadi E. 2008. Keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan. Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal 3 November 2013]. 06(2): 23-42. Dapat diunduh dari: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5666/4297. Prasetyo B, Jannah LM. 2005. Metode penelitian kuantitatif. Jakarta [ID]: PT RajaGrafindo Persada. 239 hal. Rachmawati N. 2010. Efektivitas komunikasi klinik agribisnis pada Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor. [Tesis].[internet]. [dikutip tanggal 3 November 2013].Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 144 hal. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5097. Rakhmat J. 1984. Metode penelitian komunikasi. Bandung [ID]: PT Remaja Rosdakarya. 184 hal. Rosana E, Saleh A, Hadiyanto. 2010. Hambatan-hambatan komunikasi yang dirasakan peternak dalam pembinaan budidaya sapi potong di Kabupaten Ogan Ilir. Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal 3 November 2013]. 08(1): 27-41. Dapat diunduh dari: http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5693. Saleh A, Rizkawati N. 2009. Efektivitas komunikasi masyarakat dalam memanfaatkan pertunjukan wayang purwa di era globalisasi (kasus: Desa Bedoyo, Gunung Kidul, Yogyakarta). Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal 3 November 2013]. 07(1): 37-48. Dapat diunduh dari: http://jagb.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5680. Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode penelitian survai. Jakarta [ID]: LP3ES. 334 hal. Sumardjo. 1999. Transformasi model penyuluhan pertanian menuju pengembangan kemandirian petani (kasus di Provinsi Jawa Barat). [Disertasi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 347 hal. Suwanda FN. 2008. Analisis efektivitas komunikasi model prima tani sebagai diseminasi teknologi pertanian di Desa Citarik Kabupaten Karawang Jawa Barat. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 11 Oktober 2013] . Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 126 hal. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9307/2008fns.pdf. Tubss S, Moss S. 2000. Human communication: Prinsip-prinsip dasar. Bandung [ID]:Remaja Rosdakarya. 256 hal.
59
LAMPIRAN Lampiran 1 Sketsa wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor
Sumber: Data potensi Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014
Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penelitian
Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal Pengambilan data lapang Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Uji petik Sidang skripsi Perbaikan laporan skripsi
Februari 1
2
3
Maret 4
1
2 3
April 4
1
2
3
Mei 4
1
2
3
Juni 4
1
2
3
4
60
Lampiran 3 Kerangka sampling Data Petani Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Nama Usia
Alamat
No. Nama
Usia
Alamat
OA
63 Kp. Ciaruteun Ilir Rt.1/03
38. SMR
35 Kp. Padati Mondok Rt.01/08
ACG
32 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
39. MDRS
37 Kp. Tegal Rt.06/06
AEG
30 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
40. SRP
39 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
MMD
70 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
41. SKT
40 Kp. Bubulak Rt.2/10
KSN
63 Kp. Tutul Rt.03/05
42. USN
40 Kp. Padati Mondok, Rt.4/8
SND
35 Kp. Tutul Rt.03/05
43. AP
42 Kp. Tegal Rt.04/06
SNM
42 Kp. Tutul Rt.03/05
44. ENC
48 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
ADR
36 Kp. Wangunjaya Rt.02/06
45. SRJ
50 Kp. Padati Mondok Rt.01/08
AI
32 Kp. Tegal Rt.05/06
46. DW
35 Kp. Tutul Rt.03/05
SBN
45 Kp. Tutul Rt.03/05
47. SRO
52 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
ANM
35 Kp. Wangunjaya Rt.3/6
48. SMN
70 Kp. Padati Mondok Rt.04/09
ANDR
32 Kp. Sawah Rt. 01/04
49. JNM
50 Kp. Tutul Rt.03/05
EGI
45 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
50. DMR
50 Kp. Tutul Rt.03/05
ANG
32 Kp. Wangunjaya Rt.02/06
51. PI
35 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
EWR
35 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
52. UP
35 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
AWR
45 Kp. Tutul Rt.02/05
53. UTG
65 Kp. Tutul Rt.02/05
EDH
42 Kp. Tutul Rt.03/05
54. BBH
73 Kp. Padati Mondok Rt.01/08
EJN
33 Kp. Bubulak Rt.2/10
55. ADI
40 Kp. Wangunjaya Rt.02/06
ADRF
30 Kp. Tutul Rt.03/05
56. ING
55 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
ADDH 26 Kp. Tutul Rt.03/05
57. EMN
62 Kp. Padati Mondok Rt.04/09
EMN
36 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
58. SYM
50 Kp. Poncol Rt.09/03
DN
37 Kp. Wangunjaya Rt.02/07
59. ACG
32 Kp. Wangunjaya Rt.02/07
ICH
39 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
60. HYT
40 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
ATM
55 Kp. Tutul Rt.03/05
61. EDI
45 Kp. Padati Mondok Rt.04/09
JL
27 Kp. Tutul Rt.03/05
62. IRN
52 Kp. Cibanteng Rt.03/01
SMA
60 Kp. Tutul Rt.03/05
63. OMN
55 Kp. Rancabungur Rt. 01/04
SDI
46 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
64. ABS
49 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
HT
57 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
65. ISN
32 Kp. Wangunjaya Rt.03/07
UN
60 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
66. SHR
39 Kp. Padati Mondok Rt.01/06
MS
45 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
68. ANT
26 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
ING
39 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
69. IMG
48 Kp. Bubulak Rt.03/10
IST
27 Kp. Bubulak Rt.03/10
70. PPN
47 Kp. Bubulak Rt.2/10
KNO
36 Kp. Padati Mondok Rt.03/08
71. HLM
50 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
SH
61 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
72. ASP
40 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
AH
60 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
73. SM
45 Kp. Ciaruteun Ilir,Rt.2/3
ISK
43 Kp. Padati Mondok Rt.02/08
74. MH
65 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
HMN
50 Kp. Padati Mondok Rt.01/08
75. YD
40 Kp. Bubulak Rt.2/10
Keterangan: : Responden Penelitian
61
Lampiran 4 Contoh hasil uji statistik Hasil uji korelasi Rank Spearman antara karakteristik pemandu lapang yaitu kedekatan dengan tingkat sikap petani Correlations Kedekatan
Tingkat sikap petani
1,000
,371*
.
,012
45
45
Correlation Coefficient
*
,371
1,000
Sig. (2-tailed)
,012
.
45
45
Correlation Coefficient
Kedekatan
Sig. (2-tailed) N
Spearman's rho Tingkat sikap petani
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara karakteristik pemandu lapang yaitu kredibilitas dengan tingkat keterampilan petani Correlations Kredibilitas
Tingkat Keterampil an petani
Correlation Coefficient Kredibilitas
,343
.
,021
45
45
Correlation Coefficient
,343
*
1,000
Sig. (2-tailed)
,021
.
45
45
Sig. (2-tailed) N
Spearman's rho Tingkat Keterampilan petani
*
1,000
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
62
Hasil uji korelasi Rank Spearmanantara keterampilan komunikasi pemandu lapang yaitu penguasaan materi program dengan tingkat keterampilan petani Correlations Penguasaan
Tingkat
materi program
keterampilan petani
Correlation 1,000
,308*
.
,040
45
45
,308*
1,000
,040
.
45
45
Coefficient
Penguasaan materi program Sig. (2-tailed) N
Spearman's rho Correlation Coefficient
Tingkat keterampilan petani Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil uji korelasi Rank Spearmanantara keterampilan komunikasi pemandu lapang yaitu kesesuaian metode penyuluhan dengan tingkat sikap petani Correlations Kesesuaian
Tingkat sikap
metode penyuluhan
petani
Correlation
Kesesuaian metode
Coefficient
penyuluhan
Sig. (2-tailed) N
1,000
,378*
.
,010
45
45
,378*
1,000
,010
.
45
45
Spearman's rho Correlation Coefficient
Tingkat sikap petani Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
63
Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan
Petani jati unggul nusantara Desa Ciaruteun Ilir
Pemandu lapang dan pengurus unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN)
Surat Perjanjian Kerja (SPK) dalam kemitraan antara petani dengan UBH-KPWN
64
Sosisalisasi budidaya jati unggul nusantara
Perkebunan jati unggul nusantara di Desa Ciaruteun Ilir
Pemanenan jati unggul nusantara
65
RIWAYAT HIDUP Maulidani Tresnaputri dilahirkan di Majalengka pada tanggal 16 September 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ir Danu, MSi dan Dra Anih Setiyawati. Penulis memulai pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Al-Yasmin Bogor pada tahun 1997-1998, SDN Panaragan 03 pada tahun 1998-2004, SMPN 4 Bogor pada tahun 2004-2007, dan SMAN 5 Bogor pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota divisi Public Relation HIMASIERA selama periode 2011-2012. Selain itu, penulis juga merupakan anggota unit kegiatan mahasiswa Music Agriculture X-Pression!! (MAX!!) IPB divisi Event Organizer mulai tahun 2012 dan merupakan anggota komunitas Public Relation IPB mulai tahun 2013. Penulis juga aktif dalam berbagai event yang ada di IPB, diantaranya sebagai anggota divisi Humas dan Sponsor Acara Priority Himasiera IPB pada tahun 2011, kepala divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi dalam Acara MAX!! Corner pada tahun 2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat serta LO IMIKI (Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia) dalam Acara HIMASIERA Goes To Public pada tahun 2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat dalam Acara MPD SKPM 2012, anggota divisi Dana Usaha dalam Acara ACRA (Art, Collaboration and Action) MAX!! IPB tahun 2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat dalam Acara Malam Keakraban SKPM 48 pada tahun 2012, dan kepala divisi acara dalam Acara Meet and Greet HIMASIERA bersama anak-anak panti asuhan Hidayatullah pada akhir tahun 2012. Selain aktif di organisasi dan acara kepanitiaan, penulis juga memiliki prestasi yaitu Juara 2 Lomba Debat SeJABODETABEK dalam Acara HIMASIERA Olah Talenta (HOT) pada tahun 2012 dan Asisten Praktikum dalam mata kuliah Komunikasi Bisnis selama dua semester pada tahun 2013 .