EVALUASI PERTUMBUHAN TEGAKAN JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) BERDASARKAN KONDISI WILAYAH PENANAMAN DI PULAU JAWA
MICHAEL YUDISTIRA PRAWIRANDARU
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Pertumbuhan Pohon Jati Unggul Nusantara Berdasarkan Kondisi Wilayah Penanaman Di Pulau Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015 Michael Yudistira Prawirandaru NIM E14090111
ABSTRAK MICHAEL YUDISTIRA PRAWIRANDARU. Evaluasi Pertumbuhan Tegakan Jati Unggul Nusantara (JUN) Berdasarkan Kondisi Wilayah Penanaman Di Pulau Jawa. Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO. Jati Unggul Nusantara (JUN) merupakan tanaman jati hasil rekayasa genetika yang memiliki keunggulan daur panen lebih cepat dari jati jenis lain yaitu pada umur 5 tahun dapat mencapai diameter rata-rata 20 cm. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan JUN berdasarkan kondisi wilayah penanaman dan memperkirakan dimensi harapan JUN berdasarkan umur daur. Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi yang mewakili tegakan JUN di Pulau Jawa, yaitu Kabupaten Bogor mewakili Jawa Barat, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta mewakili Jawa Tengah, dan Kabupaten Ngawi mewakili Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegakan JUN dengan pertumbuhan tercepat terdapat di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur tetapi diameter rata-rata tegakan JUN 5 tahun di semua lokasi tidak ada yang mencapai 20 cm. Permasalahan utama hasil akhir yang tidak sesuai dengan target adalah kualitas bibit yang buruk dari persemaian dan manajemen lapangan yang kurang baik. Kata Kunci: Jati Unggul Nusantara (JUN), model pertumbuhan, pertumbuhan tegakan
ABSTRACT MICHAEL YUDISTIRA PRAWIRANDARU. Jati Unggul Nusantara (JUN) Stand Growth Evaluation Based of the Condition of Planting Area in Java. Supervised by TEDDY RUSOLONO. Jati Unggul Nusantara (JUN) is a genetically modified teak which has a faster harvest rotation than another variance of teak that in 5 years, stands can gets an average diameter of 20 cm. The purposes of this research are to evaluate the growth of JUN based on growing environmental conditions and to estimate JUN dimensions outlook based on rotation age. This research was conducted at three sites representing JUN stands on Java, which is Bogor regency representing West Java, Kulon Progo regency, Yogyakarta represent Central Java, and Ngawi regency represent East Java. The results showed that JUN stands in Ngawi, East Java has the fastest growth than all research sites however the average diameter of 5 years JUN stands on all sites are no one which up to 20 cm. The main issues of the final results that did not appropriate the target are poor seeds quality from seedbed and poorly field managements. Keywords: growth model, Jati Unggul Nusantara (JUN), stands growth
EVALUASI PERTUMBUHAN TEGAKAN JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) BERDASARKAN KONDISI WILAYAH PENANAMAN DI PULAU JAWA
MICHAEL YUDISTIRA PRAWIRANDARU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Berkat rahmat dan perkenan Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka penyelesaian program studi strata-1 pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa uraian dalam skripsi ini masih belum sempurna dan masih memerlukan perbaikan untuk penyempurnaan, namun penulis tetap berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan acuan tambahan dalam suatu penyelesaian masalah, khususnya di bidang budidaya tanaman Jati Unggul Nusantara. Akhirnya, atas bantuan moril dan materiil yang telah diberikan sampai selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS, selaku Dosen Pembimbing, yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama proses penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Haryono Soeroso, MS selaku Direktur Utama Unit Bagi HasilKoperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) yang telah memberikan izin melakukan penelitian di setiap lokasi penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN). 3. Bapak Edi Wahyudi, S.Hut selaku Supervisor Kantor Cabang UBHKPWN di Bogor, Bapak Ir. Bambang Miarsa selaku Supervisor Kantor Cabang UBH-KPWN di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bapak Budi Rudiana, SP selaku Supervisor Kantor Cabang UBH-KPWN di Ngawi yang bersedia menyediakan akomodasi selama penelitian. 4. Teman-teman pendamping lapangan UBH-KPWN yang bersedia menyediakan waktu mendampingi selama mengambil data di lapangan. 5. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, yang telah membantu dengan saran-saran dan penyiapan peralatan untuk penelitian. Semoga Allah Yang Maha Kuasa membalas kebaikan mereka semuanya.
Bogor, Maret 2015 Michael Yudistira Prawirandaru
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE PENELITIAN
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Pengumpulan Data
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Deskripsi Data Lapangan
7
Hubungan Antara Umur Pohon dengan Diameter, Tinggi, Luas Bidang Dasar, dan Volume Pohon 8 Perbandingan Pertumbuhan pada Lokasi Penanaman yang Berbeda
10
Perkiraan Daur Teknis Tanaman JUN
16
KESIMPULAN DAN SARAN
17
Kesimpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL 1 Jumlah dan sebaran petak contoh 2 Deskripsi data lapangan 3 Persamaan regresi hubungan umur dengan diameter tanaman pada lokasi penanaman 4 Persamaan regresi hubungan umur dengan tinggi total tanaman pada lokasi penanaman 5 Persamaan regresi hubungan umur dengan luas bidang dasar tanaman pada berbagai lokasi penanaman 6 Persamaan regresi hubungan umur dengan volume tanaman pada berbagai lokasi penanaman 7 Perbandingan pertumbuhan jati di lokasi yang berbeda 8` Jumlah pohon JUN per hektar di setiap lokasi penelitian
5 8 9 9 9 10 15 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
6
7
8
9
Peta wilayah penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Peta wilayah penelitian di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Peta wilayah penelitian di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur Bentuk petak contoh Kurva hubungan antara (a) umur dan diameter berdasarkan model persamaan regresi terbaik, (b) umur dan riap diameter Bogor, (c) umur dan riap diameter Kulon Progo, (d) umur dan riap diameter Ngawi Kurva hubungan antara (a) umur dan tinggi total berdasarkan model persamaan regresi terbaik, (b) umur dan riap tinggi total Bogor, (c) umur dan riap tinggi Kulon Progo, (d) umur dan riap tinggi total Ngawi Kurva hubungan antara (a) umur dan luas bidang dasar berdasarkan model persamaan regresi terbaik, (b) umur dan riap luas bidang dasar Bogor, (c) umur dan riap luas bidang dasar Kulon Progo, (d) umur dan riap luas bidang dasar Ngawi Kurva hubungan antara (a) umur dan volume berdasarkan model persamaan regresi terbaik, (b) umur dan riap volume Bogor, (c) umur dan riap volume Kulon Progo, (d) umur dan riap volume Ngawi Daur teknis diameter JUN di Pulau Jawa berdasarkan model regresi terpilih
3 4 5 5
11
12
13
14 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tegakan JUN di Kabupaten Bogor, Jawa Barat 2 Tegakan JUN di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta 3 Tegakan JUN di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
21 22 23
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan tanaman dan pohon dipengaruhi oleh banyak faktor. Kramer dan Kozlowski (1960) menyatakan bahwa pertumbuhan pohon dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor genetis (keturunan dan jenis), faktor lingkungan (iklim, jenis tanah, atau pencemaran), dan faktor budidaya (silvikultur). Setiap jenis tanaman membutuhkan kondisi yang berbeda untuk tumbuh. Tanaman akan tumbuh dengan baik jika kondisi genetiknya baik, lingkungannya sesuai, dan terpelihara dengan baik. Jati adalah tanaman pohon dari famili Verbenaceae. Pohon jati dapat mencapai tinggi 45 m dan diameter 220 cm, pada umumnya 50 cm (Martawijaya et al 2005). Perum Perhutani (1992) masih menggunakan daur panjang untuk tanaman jati, yaitu 40 – 80 tahun. Oleh karena itu, berbagai upaya banyak dilakukan untuk memperpendek daur jati yang panjang tersebut. Di Indonesia, upaya untuk memperpendek daur jati sudah banyak dilakukan, khususnya di Pulau Jawa. Sadono (2014) menyatakan bahwa Perum Perhutani berusaha melakukan berbagai penelitian untuk mengurangi daur jati karena permintaan kayu jati yang tinggi di pasar domestik maupun internasional tidak diikuti dengan suplai yang cukup memadai dari pihak produsen. Salah satu penelitian yang menghasilkan tanaman jati dengan produktivitas tinggi dan daur yang pendek adalah Jati Plus Perhutani (JPP). Menurut Sumarna (2011), JPP memiliki keunggulan komparatif berdaur pendek kurang lebih 15 tahun. Pengembangan lanjut dari JPP dengan daur yang lebih singkat lagi yaitu Jati Unggul Nusantara (JUN). Menurut Puspitasari (2009), JUN adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. Bibit JUN dihasilkan dari proses pengembangan genetik dari bibit-bibit jati terbaik di Indonesia. Keunggulan tanaman JUN sendiri yaitu memiliki masa panen yang hanya mencapai 5 tahun namun menghasilkan kayu yang berkualitas. Hasil kayu yang diharapkan minimal mencapai 200 m3/ha atau memiliki diameter rata-rata sekitar 20 cm. Pihak fasilitator Unit Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) yang bermitra dengan PT. Setyamitra Bhaktipersada sebagai penyedia bibit dan PT. Pancakokoh serta PT. Indo Javabif Sarana sebagai penyedia pupuk telah banyak melakukan penanaman di banyak lokasi di Pulau Jawa. Wilayah penanaman di Pulau Jawa memiliki variasi karakteristik yang berbeda-beda. Penelitian JUN mengenai pertumbuhannya di lokasi yang berbedabeda masih relatif sedikit. Berdasarkan teori di atas, informasi mengenai pengaruh lokasi penanaman terhadap tingkat pertumbuhan JUN akan diuraikan dalam penelitian ini. Tujuan Penelitian Mengevaluasi perkembangan pertumbuhan jati JUN yang ditanam pada kondisi lingkungan yang berbeda dan memperkirakan dimensi harapan pertumbuhan pohon JUN pada umur daur.
2
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2014 di tiga wilayah penanaman JUN di Pulau Jawa, yaitu Jawa bagian barat, tengah, dan timur. Ketiga tempat tersebut diharuskan mempunyai tegakan dengan umur yang lengkap, yaitu umur satu sampai lima tahun. Tempat pengumpulan data di Jawa bagian barat ditunjukkan pada Gambar 1, yaitu Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengukuran tegakan dilakukan di Kecamatan Ciampea, Kecamatan Cibungbulang, dan Kecamatan Jasinga. Kabupaten Bogor memiliki tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 2500 – 5000 mm/tahun, kecuali wilayah bagian utara dan sebagian kecil wilayah timur dengan curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. Ketinggian tempat Kecamatan Jasinga, Cibungbulang, maupun Ciampea adalah 25 – 250 mdpl. Jenis tanah dominan di Kecamatan Jasinga adalah podsolik merah kuning sedangkan di Kecamatan Ciampea dan Cibungbulang adalah aluvial (Hudayya 2010). Lahan yang digunakan untuk penanaman baik di Kecamatan Ciampea maupun Jasinga sebelumnya adalah lahan hutan dan sawah.
Gambar 1 Peta wilayah pegumpulan data di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Tempat pengumpulan data di Jawa bagian Tengah ditunjukkan pada Gambar 2, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengukuran tegakan dilakukan di Kecamatan Pengasih, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Wates, dan Kecamatan Panjatan. Kabupaten Kulon Progo memiliki tipe iklim D dengan curah hujan rata-rata 2388 mm/tahun. Semakin tinggi wilayahnya curah hujan semakin meningkat. Ketinggian tempat di seluruh lokasi
3 pengambilan data di Kabupaten Kulon Progo adalah 0 – 100 mdpl. Jenis tanah dominan di tempat pengumpulan data adalah latosol di Kecamatan Pengasih, aluvial di Kecamatan Sentolo, Kecamatan Wates, Kecamatan Pengasih, dan Kecamatan Panjatan, serta regosol dan litosol di Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan dan Kecamatan Sentolo (Santoso 2011). Lahan yang digunakan untuk penanaman JUN di Kabupaten Kulon Progo sebelumnya adalah tegalan dan sawah.
Gambar 2 Peta wilayah pengumpulan data di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Tempat pengumpulan data di Jawa bagian Timur ditunjukkan pada Gambar 3, yaitu Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Pengukuran tegakan dilakukan di Kecamatan Widodaren, Kecamatan Jogorogo, Kecamatan Mantingan, dan Kecamatan Sine. Kabupaten Ngawi memiliki tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata 1989 mm/tahun. Ketinggian tempat di Kabupaten Ngawi adalah 0 – 700 mdpl. Jenis tanah dominan pada lokasi penelitian adalah tanah volkan di Kecamatan Widodaren, Jogorogo, Sine dan Mantingan serta sebagian kecil tanah aluvial di Kecamatan Mantingan bagian utara (Atekan 2009). Lahan yang digunakan untuk penanaman JUN di Kabupaten Ngawi sebelumnya adalah tegalan dan sawah.
4
Gambar 3 Peta wilayah pengumpulan data di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur Pengumpulan Data Rancangan Sampling Lokasi pengambilan data lapangan ditentukan dengan metode purposive sampling. Syarat yang ditentukan dalam pengambilan data tersebut adalah jumlah pohon JUN di setiap lahan milik petani penggarap lebih dari 100 pohon dan memungkinkan untuk dibuat petak contoh pengukuran lapangan. Luas petak contoh adalah 0,1 ha berukuran 40 m x 25 m. Jarak tanam yang dipakai UBHKPWN adalah 5m x 2m sehingga pohon di dalam petak contoh berisi kurang lebih 100 pohon jika tegakan dalam keadaan sehat. Sebaran plot contoh di setiap lokasi untuk pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan bentuk petak contoh pengukuran lapangan dapat dilihat pada Gambar 4.
Umur (tahun) 1 2 3 4 5
Tabel 1 Jumlah dan sebaran petak contoh Sebaran dan Jumlah Petak Contoh Bogor Kulon Progo Ngawi 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4
Gambar 4 Bentuk petak contoh
5 Pengukuran Parameter yang diukur di dalam petak contoh adalah umur, keliling (dikonversi menjadi diameter), tinggi pohon, dan kondisi kesehatan pohon. Umur tanaman JUN didapat dari petugas lapangan UBH-KPWN. Pengukuran keliling pohon dengan meteran plastik yang dilingkarkan pada batang pohon dengan ketinggian 1,3 m dari atas tanah atau setinggi dada. Pengukuran tinggi pohon menggunakan haga hypsometer untuk tanaman umur 2 sampai 5 tahun sedangkan untuk umur 1 tahun menggunakan galah. Kondisi tempat tumbuh diperoleh dari data sekunder dalam bentuk skripsi, laporan-laporan penelitian, dan informasi dari petugas UBH-KPWN. Analisis Data Data hasil pengukuran dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh nilai luas bidang dasar tegakan dan volume tegakan dengan rumus sebagai berikut (Yahya et al, 2011): (i) Gi = (ii) G = (iii) Vi = (iv) V = Keterangan : Di = diameter pohon ke-i (cm); Hi = tinggi pohon ke-i (m); G = luas bidang dasar tegakan (m2/ha); Gi = luas bidang dasar pohon ke-i (m2/pohon); V = volume tegakan (m3/ha); Vi = volume pohon ke-i (m3/pohon); = konstanta = 3,14; f = angka bentuk = 0,6. Setelah itu semua data dibuat dalam bentuk rekapitulasi nilai rata-rata dan simpangan baku (standard deviation). Data rekapitulasi tersebut dianalisis menggunakan perangkat lunak Minitab 16 untuk mendapatkan model persamaan regresi pendugaan pertambahan diameter, tinggi, luas bidang dasar, dan volume berdasarkan umur tanaman. Model yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah (Prodan 1968): (i) Y=a+ ......................................................................... (linear) (ii)
Y=a+
+
.........................................................................
(kuadratik)
= nilai karakteristik pertumbuhan, seperti diameter (D), tinggi (H), luas bidang dasar (G) atau volume (V) U = umur tegakan (tahun) a, b, dan c = koefisien regresi Model yang didapat diuji dengan pengujian statistik untuk memilih model terbaik, yaitu nilai koefisien determinasi (R2), Root Mean Square Error (RMSE), dan simpangan rata-rata (SR). Model terbaik memiliki nilai R2 terbesar serta nilai RMSE dan SR yang terkecil.
Keterangan : Y
6 Nilai R2 dicari dengan rumus berikut (Rawlings et al 1998): Keterangan : R2 = koefisien determinasi, JKR = Jumlah Kuadrat Regresi, JKT = Jumlah Kuadrat Total Persamaan umum untuk menghitung nilai RMSE (Huang et al 2003 dalam Siahaan et al 2011) adalah :
Keterangan : RMSE = Root Mean Square Error, n = jumlah observasi, yi = nilai aktual, ŷ = nilai dugaan berdasarkan model, (n-p) = derajat bebas sisa. Simpangan rata-rata (SR) dihitung dengan rumus berikut (Husch et al 2003):
Keterangan : SR = Ragam rata-rata (average deviation, %), n = jumlah pe gamata ya g d lakuka , i = nilai dugaan berdasarkan model ,Yi = nilai aktual. Model yang terbaik digunakan untuk membuat grafik pertumbuhan pohon dan tegakan serta menentukan kurva riap rata-rata tahunan (mean annual increments/MAI) dan riap tahun berjalan (current annual increments/CAI). Persen hidup (PH) dipakai untuk menentukan banyaknya tanaman yang hidup saat dilakukan pengukuran. Persen hidup ditentukan dengan rumus berikut. p Keterangan : PH (%) = Persen hidup, Np = jumlah pohon saat pengukuran, No = jumlah pohon saat awal penanaman.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Lapangan Data rekapitulasi pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai dimensi tegakan bertambah setiap tahun. Pada tahun pertama, lokasi tegakan dengan diameter terbesar terdapat di Kabupaten Kulon Progo tetapi volume lebih kecil dari Kabupaten Bogor karena tegakannya lebih rendah. Pada tahun kedua, dimensi tegakan terbesar terdapat di Kabupaten Ngawi. Tahun ketiga, diameter, tinggi dan volume terbesar terdapat di Kabupaten Bogor namun luas bidang dasar masih lebih kecil dari Kabupaten Kulon Progo. Tahun keempat dan kelima, dimensi tegakan Kabupaten Ngawi lebih besar dari pada lokasi lainnya. Umur (tahun) 1
2
3
4
5
Data N/ha D (cm) H (m) G (m2/ha) V (m3/ha) N/ha D (cm) H (m) G (m2/ha) V (m3/ha) N/ha D (cm) H (m) G (m2/ha) V (m3/ha) N/ha D (cm) H (m) G (m2/ha) V (m3/ha) N/ha D (cm) H (m) G (m2/ha) V (m3/ha)
Tabel 2 Deskripsi data lapangan Bogor Kulon Progo Rata-rata Std Rata-Rata Std 850 820 5.48 1.24 5.84 1.02 6.26 1.36 5.32 1.26 2.18 0.01 2.32 0.01 8.93 0.06 8.24 0.04 827 867 7.39 1.29 8.87 1.44 6.54 1.13 6.17 0.85 3.66 0.01 5.58 0.02 14.66 0.07 21.76 0.10 837 900 11.87 1.58 7.54 1.82 7.88 0.65 6.78 1.15 9.47 0.03 9.85 0.03 45.54 0.16 42.73 0.20 888 853 13.65 1.48 13.32 1.90 8.24 0.59 8.41 1.33 13.13 0.03 12.27 0.04 65.21 0.18 64.65 0.31 555 578 14.52 3.25 12.60 2.05 8.21 1.37 7.81 0.85 9.63 0.08 7.78 0.04 50.10 0.51 38.08 0.27
Ngawi Rata-Rata 930 5.10 4.03 2.01 5.15 927 9.82 8.69 7.20 32.75 880 10.81 7.63 8.42 39.55 788 15.10 8.69 14.54 78.04 740 15.40 9.39 14.48 83.06
Std 0.94 0.88 0.01 0.02 1.52 0.59 0.02 0.12 2.13 0.76 0.04 0.19 2.34 0.59 0.06 0.32 3.12 1.02 0.08 0.52
N = jumlah pohon, D = diameter pohon setinggi dada, H = tinggi total pohon, G = luas bidang dasar tegakan, V = volume tegakan, Std = simpangan baku/standard deviation
8 Hubungan Antara Umur Pohon dengan Diameter, Tinggi, Luas Bidang Dasar, dan Volume Pohon Menurut Husch et al (2003), unsur pertumbuhan yang biasanya diukur oleh peneliti adalah pertumbuhan diameter dan tinggi total maupun bebas cabang. Dalam penelitian tersebut, unsur pertumbuhan yang diukur adalah diameter setinggi dada (Dbh/D), tinggi total (H), luas bidang dasar (G), dan Volume (V). Menurut Departemen Kehutanan (1992), unsur-unsur pertumbuhan tersebut merupakan parameter penting dalam penaksiran hasil hutan. Tabel 2 sampai Tabel 6 menunjukkan model regresi hubungan antara umur pohon dengan diameter, tinggi, luas bidang dasar, dan volume pohon. Tabel 3 Persamaan regresi hubungan umur dengan diameter tanaman pada berbagai lokasi penanaman Persamaan Lokasi No Persamaan Regresi R2 RMSE SR Terbaik 1 D = 15.93 - 11.48 1/U 82.60% 1.59 13.81 Bogor 2 2 D = 21.97 - 39.99 1/U + 23.46 1/U 95.90% 0.80 5.69 81.90% 1.31 10.25 Kulon 1 D = 14.71 - 9.256 1/U Progo 2 D = 16.79 - 19.06 1/U + 8.068 1/U2 84.20% 1.27 9.21 1 D = 17.17 - 12.71 1/U 87.90% 1.42 10.21 Ngawi 2 D = 21.37 - 32.52 1/U + 16.30 1/U2 93.50% 1.08 8.00 D = diameter setinggi dada (Dbh), U = umur tanaman, R2 = koefisien Determinasi, RMSE = Root Mean Square Error, dan SR = ragam rata-rata (average deviation)
Tabel 4 Persamaan regresi hubungan umur dengan tinggi tanaman pada berbagai lokasi penanaman Persamaan Lokasi No Persamaan Regresi R2 RMSE SR Terbaik 1 H = 8.664 - 2.663 1/U 46.40% 0.86 9.05 Bogor 2 H = 10.09 - 9.405 1/U + 5.548 1/U2 54.20% 0.82 8.27 47.30% 1.11 13.89 Kulon 1 H = 8.536 - 3.487 1/U Progo 2 H = 10.16 - 11.13 1/U + 6.286 1/U2 53.20% 1.08 13.67 1 H = 10.34 - 6.303 1/U 80.60% 0.93 7.83 Ngawi 2 H = 10.55 - 7.308 1/U + 0.827 1/U2 80.60% 0.96 8.03 H = Tinggi Total, U = umur tanaman, R2 = koefisien Determinasi, RMSE = Root Mean Square Error, dan SR = ragam rata-rata (average deviation)
Tabel 5 Persamaan regresi hubungan umur dengan luas bidang dasar tanaman pada berbagai lokasi penanaman Persamaan Lokasi No Persamaan Regresi R2 RMSE SR Terbaik 1 G = 13.27 - 12.13 1/U 68.10% 2.50 36.05 Bogor 2 G = 18.64 - 37.48 1/U + 20.86 1/U2 75.90% 2.25 25.72 Kulon 1 G = 12.16 - 10.04 1/U 52.10% 2.90 31.58 2 Progo 2 G = 12.32 - 10.80 1/U + 0.63 1/U 52.10% 3.00 31.53 1 G = 16.58 - 15.52 1/U 77.10% 2.55 24.66 Ngawi 2 2 G = 22.75 - 44.63 1/U + 23.95 1/U 84.10% 2.20 17.63 G = Luas Bidang Dasar, U = umur tanaman, R2 = koefisien Determinasi, RMSE = Root Mean Square Error, dan SR = ragam rata-rata (average deviation)
9 Tabel 6 Persamaan regresi hubungan umur dengan volume tanaman pada berbagai lokasi penanaman Persamaan Lokasi No Persamaan Regresi R2 RMSE SR Terbaik 1 V = 66.99 - 64.41 1/U 67.20% 13.54 49.98 Bogor 2 V = 101.0 - 224.7 1/U + 131.9 1/U2 78.10% 11.46 29.75 Kulon 1 V = 60.48 - 54.97 1/U 45.00% 18.30 48.24 Progo 2 V = 71.55 - 107.2 1/U + 42.95 1/U2 46.00% 18.76 47.64 1 V = 91.69 - 93.76 1/U 68.90% 18.94 36.97 Ngawi 2 V = 138.8 - 316.1 1/U + 183.0 1/U2 79.10% 16.10 23.73 V = Volume pohon, U = umur tanaman, R2 = koefisien Determinasi, RMSE = Root Mean Square Error, dan SR = ragam rata-rata (average deviation)
Tabel regresi hubungan antara umur dengan diameter atau tinggi menunjukkan bahwa rata-rata persamaan terbaik untuk menduga pertumbuhan diameter dan tinggi dari umur tanaman adalah persamaan yang kedua, yaitu persamaan kuadratik. Tabel 3 menunjukan bahwa persamaan regresi yang terbaik untuk menduga pertumbuhan diameter berdasarkan umur tanaman di semua lokasi adalah persamaan kedua yaitu D = 21.97 - 39.99 1/U + 23.46 1/U2 untuk Kabupaten Bogor, D = 16.79 - 19.06 1/U + 8.068 1/U2 untuk Kabupaten Kulon Progo, dan D = 21.37 - 32.52 1/U + 16.30 1/U2 untuk Kabupaten Ngawi. Untuk pendugaan pertumbuhan tinggi total berdasarkan umur tanaman yang ditunjukkan Tabel 4, persamaan regresi yang terbaik berturut-turut untuk di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kulon Progo, DIY adalah persamaan kedua yaitu H = 10.09 9.405 1/U + 5.5 48 1/U2 dan H = 10.16 - 11.13 1/U + 6.286 1/U2 sedangkan Kabupaten Ngawi persamaan pertama, yaitu H = 10.34 - 6.303 1/U. Tabel regresi hubungan antara umur dengan luas bidang dasar dan volume tegakan juga menunjukkan bahwa rata-rata persamaan terbaik untuk menduga luas bidang dasar dan volume dari umur tegakan adalah persamaan kedua. Tabel 5 menunjukkan bahwa persamaan regresi pendugaan pertumbuhan luas bidang dasar berdasarkan umur tanaman yang terbaik untuk di Kabupaten Bogor, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Ngawi berturut-turut adalah persamaan kedua, yaitu G = 18.64 - 37.48 1/U + 20.86 1/U2, G = 12.32 - 10.80 1/U + 0.63 1/U2 dan G = 22.75 - 44.63 1/U +23.95 1/U2.Tabel 6 menunjukkan pendugaan pertumbuhan volume berdasarkan umur tanaman. Persamaan regresi yang terbaik untuk semua lokasi adalah persamaan kedua. Persamaan regresi untuk Kabupaten Bogor, Jawa Barat; Kabupaten Kulon Progo, DIY; dan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur berturut-turut adalah V = 101.0 - 224.7 1/U + 131.9 1/U2, V = 71.55 107.2 1/U + 42.95 1/U2, dan V = 138.8 - 316.1 1/U + 183.0 1/U2.
10 Perbandingan Pertumbuhan pada Lokasi Penanaman yang Berbeda Persamaan regresi yang terbaik akan digunakan untuk membuat grafik pertumbuhan yang membandingkan data aktual dengan data dugaan model. Grafik pertumbuhan tersebut mempermudah melihat perbandingan tingkat pertumbuhan antar lokasi penanaman. Selain itu, grafik riap juga dibuat untuk mengetahui produktivitas tertinggi JUN pada umur daur. Perpotongan antara kurva riap ratarata tahunan (Mean Annual Increments/MAI) dan kurva riap tahunan berjalan (Current Annual Increment/CAI) menjadi patokan di dalam menentukan daur maksimum tegakan (Budiyanto 2002). Pertumbuhan Diameter Pohon Pertumbuhan diameter JUN yang ditampilkan pada Gambar 5a menunjukkan bahwa pada umur 1 sampai 2 tahun, tegakan JUN di Kabupaten Kulon Progo memiliki pertumbuhan diameter tercepat dari lokasi lainnya. Setelah mencapai umur 3 tahun ke atas, Pertumbuhan diameter JUN di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan sampai umur 5 tahun sehingga diameter tegakannya pada umur tersebut adalah 13.30 cm. Kabupaten Ngawi, Jawa Timur memiliki diameter tertinggi pada umur 5 tahun dengan rata-rata 15.52 cm diikuti Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan rata-rata 14.91 cm.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 5 Kurva hubungan antara (a) umur dan diameter berdasarkan model persamaan regresi terbaik, (b) umur dan riap diameter Bogor, (c) umur dan riap diameter Kulon Progo, (d) umur dan riap diameter Ngawi
11 Gambar 5b menunjukkan bahwa model persamaan regresi terpilih mampu menunjukkan daur diameter maksimum di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yaitu dari perpotongan antara kurva MAI dan CAI pada interval umur 2 – 3 tahun. Gambar 5c dan Gambar 5d menunjukkan bahwa grafik riap di Kabupaten Kulon Progo dan Ngawi tidak ditemukan perpotongan kurva MAI dan CAI. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi terbaik di Kabupaten Bogor mampu menunjukkan daur diameter maksimum sedangkan model regresi di lokasi lain tidak mampu menunjukkan daur diameter maksimum. Pertumbuhan Tinggi Total Pohon Pertumbuhan tinggi JUN yang ditampilkan pada Gambar 6a menunjukkan bahwa Kabupaten Ngawi, Jawa Timur memiliki tegakan dengan pertumbuhan tinggi yang paling rendah di tahun pertama dibandingkan dengan lokasi lainnya. Kemudian pertumbuhan tinggi tegakan Kabupaten Ngawi meningkat tajam pada umur 2 tahun melampaui kedua lokasi lainnya. Setelah itu, pertumbuhan tegakan di Kabupaten Ngawi terus meningkat dan menjadi yang tercepat dengan tinggi rata-rata di umur 5 tahun adalah 9.08 m diikuti oleh tegakan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan tinggi rata-rata 8.43 m dan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan tinggi rata-rata 8.19 m.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6 Kurva hubungan antara (a) umur dan tinggi total berdasarkan model persamaan regresi terbaik, (b) umur dan riap tinggi total Bogor, (c) umur dan riap tinggi total Kulon Progo, (d) umur dan riap tinggi total Ngawi
12 Grafik riap tinggi di semua lokasi penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 6b, Gambar 6c, dan Gambar 6d tidak menunjukkan adanya daur tinggi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan regresi terpilih tidak mampu menunjukkan daur produksi maksimum berdasarkan tinggi pohon. Pertumbuhan Luas Bidang Dasar Tegakan Pertumbuhan luas bidang dasar JUN yang ditampilkan pada Gambar 7a menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tegakan dengan pertumbuhan tercepat pada tahun pertama sampai kedua diikuti oleh tegakan JUN di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Setelah umur 2 tahun, pertumbuhan luas bidang dasar Kabupaten Kulon Progo terus menurun sehingga pada umur 5 tahun tegakan JUN di Kabupaten Ngawi memiliki luas bidang dasar JUN tertinggi yaitu 14.782 m2/ha diikuti tegakan di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Kulon Progo berturut-turut 11.978 m2/ha dan 10.185 m2/ha.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 7 Kurva hubungan antara (a) umur dan luas bidang dasar berdasarkan model persamaan regresi terbaik, (b) umur dan riap luas bidang dasar Bogor, (c) umur dan riap luas bidang dasar Kulon Progo, (d) umur dan riap luas bidang dasar Ngawi
13 Grafik riap luas bidang dasar di ketiga lokasi penelitian pada Gambar 7b, Gambar 7c, dan Gambar 7d ditemukan titik perpotongan antara MAI dan CAI. Hal ini menunjukkan bahwa daur bidang dasar maksimum tegakan JUN Bogor dan Ngawi adalah 3 tahun sedangkan tegakan Kulon Progo adalah 2 tahun. Pertumbuhan Volume Tegakan Pertumbuhan volume JUN yang ditampilkan pada Gambar 8a menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tegakan dengan pertumbuhan volume tercepat pada tahun pertama sampai kedua diikuti oleh tegakan JUN di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Setelah umur 2 tahun, pertumbuhan volume Kabupaten Kulon Progo terus menurun sampai umur 5 tahun dengan volume akhir 51.828 m3/tahun. Tegakan JUN di Kabupaten Ngawi memiliki volume JUN tertinggi pada umur 5 tahun dengan 82.900 m3/ha diikuti tegakan di Kabupaten Bogor dengan 61.336 m3/ha.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 8 Kurva hubungan antara (a) umur dan volume JUN di Pulau Jawa berdasarkan model persamaan regresi terbaik, (b) umur dan riap volume Bogor, (c) umur dan riap volume Kulon Progo, (d) umur dan riap volume Ngawi
14 Gambar 8b, Gambar 8c, dan Gambar 8d menunjukkan bahwa grafik riap volume Kabupaten Bogor, Kulon Progo, dan Ngawi berturut-turut ditemukan titik perpotongan antara MAI dan CAI pada selang umur 3 – 4 tahun, 2 – 3 tahun, dan 3 – 4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pertumbuhan volume yang terpilih mampu mengidentifikasi daur volume maksimum. Data pertumbuhan jati di lokasi lain menunjukkan bahwa ukuran dimensi pohon JUN dengan jenis jati lain pada umur yang sama tidak jauh berbeda, kecuali untuk tegakan jati di Ghana yang relatif lebih kecil. Data perbandingan ukuran jati JUN dengan jenis jati lain dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan pertumbuhan rata-rata tegakan jati di lokasi yang berbeda Jenis Umur Site D H G V Negara N/ha Sumber 2 3 Jati (tahun) Class (cm) (m) (m /ha) (m /ha) 23a 456 16.80 15.30 10.10 37.30 Costa Jati Bermejo 5 21a 512 16.00 14.40 10.20 23.40 et al (2004) Rica Lokal 19a 542 14.50 13.40 9.00 21.43 Ib - 5.81 4.55 4.48 12.62 Nunifu dan Jati Ghana 4 IIb - 3.29 3.03 1.44 5.50 Murchison Lokal b (1999) III - 1.62 1.72 0.40 1.15 Sadono JPP 6 - 270 12.35 10.5 (2014) JUN 5 - 791 14.91 8.43 11.98 61.34 Bogor Indonesia JUN Hasil Kulon 5 - 803 13.30 8.19 10.19 51.83 Penelitian Progo JUN 5 - 853 15.52 9.08 14.78 82.90 Ngawi Keterangan : N = jumlah pohon, D = diameter setinggi dada, H = tinggi total, G = luas bidang dasar, V = volume tegakan, (-) = data yang tidak dikumpulkan, JPP = Jati Plus Perhutani, JUN = Jati Unggul Nusantara. a) Pengelompokan bonita pohon berdasarkan tinggi pohon pada umur 10 tahun. b) Pengelompokan bonita pohon berdasarkan tinggi pohon pada umur 20 tahun (I = 19 m, II = 14 m, III = 10 m).
Kelemahan pengukuran jati di Ghana menurut Nunifu dan Murchison (1999) adalah pengambilan sampel yang terlalu sedikit dan lebih banyak dikonsentrasikan pada tegakan tua sehingga tegakan dengan umur yang lebih muda kurang terwakili. Menurut Husch et al (2003) kurva pertumbuhan pohon berbentuk sigmoid. Pada saat muda, kecepatan pertumbuhan bertambah hingga mencapai maksimal pada suatu titik belok tertentu. Pada saat mencapai kedewasaan, kecepatan pertumbuhan semakin berkurang. Pada grafik pertumbuhan berdasarkan persamaan regresi terbaik, tidak semua kurva pertumbuhan tegakan JUN berbentuk sigmoid. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan tegakan JUN dalam penelitian tersebut. Salah satunya adalah persen hidup tanaman yang ditunjukkan pada Tabel 8.
15 Tabel 8 Jumlah pohon JUN per hektar di setiap lokasi penelitian Jumlah Tanaman Umur Bogor, Jawa Barat Kulon Progo, Yogyakarta Ngawi, Jawa Timur (Tahun) NA NAK PH NA NAK PH NA NAK PH (N/ha) (N/ha) (%) (N/ha) (N/ha) (%) (N/ha) (N/ha) (%) 1000 770 77 1000 870 87 1000 890 89 1 1000 890 89 1000 770 77 1000 930 93 1000 890 89 1000 820 82 1000 970 97 1000 870 87 1000 960 96 1000 900 90 2 1000 840 84 1000 750 75 1000 950 95 1000 770 77 1000 890 89 1000 930 93 1000 780 78 1000 960 96 1000 860 86 3 760 76 1000 970 97 820 82 1000 1000 1000 970 97 1000 770 77 1000 960 96 940 94 1000 890 89 900 90 1000 1000 1000 890 89 1000 840 84 1000 840 84 4 1000 890 89 1000 790 79 1000 770 77 1000 830 83 1000 890 89 1000 640 64 1000 610 61 1000 410 41 1000 810 81 1000 530 53 1000 680 68 1000 720 72 5 1000 530 53 1000 610 61 1000 770 77 1000 550 55 1000 610 61 1000 660 66 Keterangan : NA = jumlah tanaman JUN saat awal tanam; NAK= jumlah tanaman JUN aktual (saat pengukuran); PH = persen hidup
Tabel 8 menunjukkan tingkat persen hidup JUN di seluruh lokasi penanaman tidak ada yang mencapai 100%. Salah satu lokasi dengan tingkat persen hidup yang terendah ada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada umur 5 tahun. Penyebab utama persen hidup tegakan yang rendah adalah banyaknya tanaman JUN yang mati selama pemeliharaan. Faktor utama tingkat persen hidup yang rendah adalah serangan hama dan tanaman yang sakit. Selain itu, manajemen lapangan yang kurang baik juga menjadi penyebab tingkat persen hidup penanaman yang rendah. Salah satu contoh manajemen lapangan yang kurang baik adalah kurangnya pemupukkan tegakan pada awal penanaman sampai penelitian dilakukan dan kurangnya pengawasan pendamping dan petani penggarap terhadap tegakan yang terserang hama atau penyakit. Nilai persen hidup tersebut dapat mempengaruhi bentuk model yang dibuat. Faktor lain yang memungkinkan terhambatnya pertumbuhan tegakan JUN adalah tegakan ditanam tumpangsari dengan tanaman palawija seperti ubi kayu, kacang panjang, pepaya dan tanaman pertanian lain. Menurut Setyaningsih et al (2009), tegakan JUN yang ditanam tumpangsari dengan tanaman pertanian akan mengurangi tingkat pertumbuhannya. Penurunan pertumbuhan ini disebabkan oleh persaingan antar spesies tanaman dalam memperebutkan unsur hara dan air dari dalam tanah. Selain itu menurut Susila (2009), kompetisi antar individu pohon dalam pemanfaatan ruang tumbuh juga mempengaruhi tingkat pertumbuhan tegakan, baik terhadap pemanfaatan sinar matahari maupun terhadap unsur hara di dalam tanah. Berdasarkan grafik riap diameter, tinggi, luas bidang dasar dan volume di semua lokasi penelitian, persaingan diduga mulai terjadi pada
16 saat terjadi penurunan riap tegakan JUN yakni pada umur 2 tahun. Oleh karena itu, tegakan JUN perlu diberi pemeliharaan secara intensif pada saat umur tersebut. Pemeliharaan intensif yang dimaksud yaitu pemupukan dan pengawasan terhadap hama dan penyakit. Penurunan data pertumbuhan luas bidang dasar dan volume pada data aktual dari umur 4 sampai 5 tahun yang terjadi di semua lokasi penelitian, terutama di Kabupaten Kulon Progo, DIY disebabkan oleh pengambilan data lapangan yang dilakukan di lokasi yang berbeda pada setiap umur. Hal ini juga merupakan kelemahan dari penelitian ini karena pihak UBH-KPWN tidak menanam JUN yang seumur pada satu areal yang sama. Selain itu, lahan yang ditanami JUN yang pertumbuhannya baik tidak selalu memenuhi syarat sampling yang ditentukan sehingga pengambilan sampling tegakan terpaksa dilakukan di areal tegakan yang memenuhi syarat sampling tetapi pertumbuhannya kurang baik. Penelitian ini menyarankan untuk membuat Petak Ukur Permanen (PUP) di setiap lokasi penelitian di masing-masing daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur untuk mempermudah pihak fasilitator di dalam memantau dan mengumpulkan data pertumbuhan pohon JUN. Menurut Harbagung dan Imanuddin (2009), luas petak ukur optimal untuk pemantauan dinamika jumlah pohon adalah 90m x 90m sedangkan petak inti ukur di tengahnya yang berukuran 60m x 60m untuk memantau riap diameter dan tinggi tegakan. Perkiraan Daur Teknis Tanaman JUN Menurut Departemen Kehutanan (1992), daur teknis adalah jangka waktu perkembangan tegakan dari penanaman sampai menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya untuk keperluan tertentu. Dalam penelitian tersebut, daur teknis JUN diperkirakan berdasarkan model persamaan regresi terbaik. UBH-KPWN mematok daur teknis JUN adalah berdiameter 20 cm. Gambar 9 menunjukkan bahwa daur teknis aktual JUN di Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah 20 tahun sedangkan daur rencana yang ditetapkan pada umur 5 tahun baru mencapai diameter 14,91 cm. Untuk Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, daur rencana pada umur 5 tahun baru mencapai diameter 13,30 cm. Daur teknis aktual pada saat diameter mencapai 20 cm tidak tercapai pada tegakan di Kabupaten Kulon Progo. Daur teknis rencana pada tegakan di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur baru mencapai diameter 15,52 cm sedangkan untuk mencapai diameter 20 cm dibutuhkan waktu selama 24 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai daur teknis diameter 20 cm dibutuhkan waktu pemeliharaan lebih dari 5 tahun. Selain itu, lokasi penanaman JUN yang terbaik untuk mendapatkan hasil kayu yang maksimal adalah Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan tipe iklim A (sangat basah) diikuti Kabupaten Ngawi, Jawa Timur dengan tipe iklim B (basah). Untuk lokasi penanaman di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta kurang direkomendasikan karena hasil yang didapat kurang maksimal. Selain itu, tipe iklim D yang sangat kering juga menjadi faktor kurangnya kualitas pertumbuhan tegakan JUN di lokasi tersebut.
17
Gambar 9 Daur teknis diameter JUN di Pulau Jawa berdasarkan model regresi terpilih
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Lokasi dengan pertumbuhan diameter, tinggi total, dan volume tertinggi berdasarkan model persamaan regresi terbaik adalah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Berdasarkan model persamaan regresi terbaik, daur teknis tegakan JUN di Kabupaten Bogor adalah 20 tahun untuk mencapai diameter 20 cm. Tegakan JUN di Kabupaten Ngawi harus berdaur teknis 24 tahun untuk mencapai diameter tersebut. Tegakan JUN di Kabupaten Kulon Progo tidak pernah mencapai daur teknis yang diinginkan. 3. Lokasi terbaik untuk menanam tegakan JUN adalah daerah dengan tipe iklim basah (A dan B). 4. Masalah utama daur teknis dan hasil yang tidak sesuai dengan target adalah kualitas bibit yang buruk dari persemaian dan manajemen lapangan yang kurang baik.
18 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pertumbuhan tegakan JUN di berbagai daerah di Pulau Jawa dari faktor lain, seperti segi silvikultur dan sosial. 2. Untuk mencapai daur teknis yang diinginkan, tegakan JUN harus dipelihara lebih dari 5 tahun. 3. Untuk penelitian mengenai pertumbuhan tegakan JUN selanjutnya, keakuratan pengambilan data pertumbuhan dapat ditingkatkan apabila terdapat tegakan dengan umur lebih dari 5 tahun. 4. Perlu dibuat petak ukur permanen untuk memantau tingkat pertumbuhan dari tahun ke tahun. 5. Untuk mengurangi umur daur aktual hingga mendekati daur yang direncanakan, dibutuhkan peningkatan mutu manajemen lapangan sehingga jumlah pohon yang cacat atau mati semakin berkurang.
DAFTAR PUSTAKA Atekan. 2009. Estimasi luas panen dan produksi padi sawah melalui analisis citra LANDSAT 7 ETM+ pada lahan sawah berbeda bahan induk (studi kasus di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor). Bermejo I, Canellas I, Miguel AS. 2004. Growth and yield models for teak plantations in Costa Rica. Forest Ecology and Management. 189 (1): 97–110 Budiyanto E. 2002. Model pertumbuhan rata-rata dan rata-rata tinggi pohon untuk tegakan Agathis loranthifolia Salisb [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Dephut] Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Harbagung, Imanuddin R. 2009. Penentuan ukuran optimal petak ukur permanen untuk hutan tanaman jati (Tectona Grandis Linn. F). Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 6 (1): 57-68 Hudayya R. 2010. Aplikasi sistem informasi geografis (SIG) untuk analisis pola sebaran dan perkembangan permukiman (studi kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc. Kramer PJ, Kozlowzki TT. 1960. Physiology of Trees. New York (US): Mc. Graw-Hill Book Company-Inc. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor (ID): Departemen Kehutanan. Nunifu TK, Murchison HG. 1999. Provisional yield models of Teak (Tectona grandis Linn F.) plantations in northern Ghana. Forest Ecology and Management 120 (1) 171 – 178. Perum Perhutani. 1992. Pedoman Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH). Jakarta. Prodan M. 1968. Forest Biometrics. Oxford (UK): Pergamon Press.
19 Puspitasari R. 2009. Analisis kelayakan usaha jati unggul nusantara dengan pola bagi hasil (studi kasus pada unit usaha bagi hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rawlings JO, Pantula SG, Dickey DA. 1998. Applied Regression Analysis: A Research Tool, Second Edition. New York (USA): Springer-Verlag New York, Inc. Sadono R. 2014. Determining growing space of perhuta ’s teak plus pla tat Madiun, Saradan and Ngawi forest district, East Java, Indonesia. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 8 (10): 427-437 Santoso E. 2011. Analisis perubahan penggunaan lahan dan potensi terjadinya lahan kritis di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setyaningsih L, Latupeirissa FM, Supriono B. 2009. Pertumbuhan Jati Unggul Nusantara pada pola tanam tumpangsari di kebun percobaan Cogreg. Journal Nusa Sylva. 9 (2): 92 – 97 Siahaan H, Suhendang E, Rusolono T, Sumadi A. 2011. Pertumbuhan tegakan kayu bawang (Disoxylum mollissimum Bl.) pada berbagai pola tanam dan kerapatan tegakan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 8 (4): 225 - 237 Sumarna. 2011. Kayu Jati. Panduan Budidaya dan Prospek Bisnis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Susila IWW. 2009. Riap tegakan duabanga (Duabanga moluccana bl.) di Rarung (Duabanga moluccana Bl. Stand Increment at The Rarung Research Forest). Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7 (1): 47-58 Yahya AZ, Saaifudin KA, Hashim MN. 2010. Growth response and yield of plantation grown-teak (Tectona grandis) after low thinning treatments at Pagoh, Peninsular Malaysia. Journal of Tropical Forest Science. 23(4): 453– 459
20
LAMPIRAN Lampiran 1 Tegakan JUN di Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Tegakan JUN 1 tahun Bogor
Tegakan JUN 3 tahun Bogor
Tegakan JUN 2 tahun Bogor
Tegakan JUN 4 tahun Bogor
Tegakan JUN 5 tahun Bogor
21 Lampiran 2 Tegakan JUN di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
Tegakan JUN 1 tahun Kulon Progo
Tegakan JUN 3 tahun Kulon Progo
Tegakan JUN 2 tahun Kulon Progo
Tegakan JUN 4 tahun Kulon Progo
Tegakan JUN 5 tahun Kulon Progo
22 Lampiran 3 Tegakan JUN di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Tegakan JUN 1 tahun Ngawi
Tegakan JUN 3 tahun Ngawi
Tegakan JUN 2 tahun Ngawi
Tegakan JUN 4 tahun Ngawi
Tegakan JUN 5 tahun Ngawi
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 September 1991 dari ayah Thomas Ken Darmastono dan ibu Christina Whisnumurti. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 42 Jakarta dan tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Divisi Keprofesian FMSC IPB dan anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Jakarta Community (J-Co). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitian yang ada di Fakultas Kehutanan dan IPB seperti anggota Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi Jakarta Community pada Gebyar Nusantara 2009 dan 2010, ketua Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi IPB Carbon Sink 2010, anggota Divisi Acara Ecological Social Mapping 2011, dan anggota Divisi Medis Temu Manajer 2011. Selain itu, penulis juga mengikuti kegiatan Bina Corps Rimbawan 2010, Temu Manajer 2011, seminar internasional The Southeast Asia Forest Youth Meeting 2011, Ecologycal Social Mapping 2011, dan seminar nasional Sylva Indonesia 2012. Bulan Juni 2011 penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) yang bertempat di Pantai Cikeong, Purwakarta, Jawa Barat dan Gunung Tangkuban Perahu, Lembang, Jawa Barat. Bulan Juni-Juli 2012 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Jawa Barat. Bulan Februari-April 2013 penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di areal konsesi IUPHHK-HA PT.Sarmiento Parakantja Timber, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Penulis melakukan penelitian untuk tugas akhir skripsi di Unit Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) dengan judul “EVALUASI PERTUMBUHAN POHON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) BERDASARKAN KONDISI WILA A A A A DI LA JAWA” dibawah bimbingan Dr.Ir. Teddy Rusolono, MS. Penelitian tersebut dilakukan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Provinsi DI Yogyakarta, dan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.