1 Pengusahaan Tanaman Kedelai di Lahan Hutan Jati Wilayah Jawa Timur Alih fungsi areal yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai menjadi areal perindustrian dan perumahan merupakan salah satu penyebab lambannya peningkatan produksi tanaman kedelai. Dampak alih fungsi lahan ini diantaranya adalah penurunan luas panen kedelai yang mencapai 3,72% pada periode 1990-2000 dan 4,51% pada periode 2000-2005 (Zakaria, 2010). Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai upaya telah dilakukan dengan cara membudidayakan kedelai pada berbagai agroekologi baik di lahan sawah maupun di lahan kering dengan cara penanaman yang berbeda, yaitu penanaman dengan tanaman semusim ataupun penanaman di bawah atau di antara tanaman tahunan dan tanaman kehutanan. Pemanfaatan Hutan dalam Sistem Wanatani Wanatani merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen dalam susunan tertentu (struktur), di mana satu sama lain saling berpengaruh dalam melaksanakan fungsinya. Berkaitan dengan struktur dan fungsi tersebut, wanatani memiliki sifat-sifat tertentu yang juga dapat berubah. Sebagai suatu sistem, wanatani bukan hanya terdiri dari komponen kehutanan, pertanian dan/atau peternakan, tetapi juga merupakan sistem buatan yang di dalamnya terdapat manusia sebagai komponen sistem dan aplikasi praktis dari interaksi manusia dengan sumber daya alam di sekitarnya. Keberadaan manusia sebagai salah satu komponen sistem tersebut karena pada dasarnya wanatani dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan pedesaan, serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang-peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian sumber daya beserta lingkungannya. Oleh karena itu, manusia merupakan komponen yang terpenting dari suatu sistem wanatani (Hairiah et al., 2003). Pertumbuhan Tanaman Kedelai di Bawah Tegakan Hutan Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tergantung pada intensitas cahaya, lama penyinaran dan kualitas cahaya. Dari ketiga komponen tersebut, intensitas cahaya merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi fotosintesis, di mana laju fotosintesis akan terhambat apabila intensitas cahaya lebih besar atau lebih kecil dari batas optimum (Treshow, 1970). Kualitas cahaya berhubungan dengan pertumbuhan tanaman, terutama pada pertumbuhan panjang dan cabang tanaman. Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama atau pada stadia pertumbuhan tertentu akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai (Asadi dan Arsyad, 1991). Respon tanaman kedelai terhadap naungan juga dipengaruhi oleh varietas yang dibudidayakan. Dalam sistem wanatani, sudah dilakukan penelitian tentang respon varietas kedelai terhadap intensitas cahaya, dan dinyatakan bahwa varietas Pangrango lebih tanggap terhadap peningkatan kuanta cahaya daripada varietas Wilis dan Brawijaya. Oleh karena itu, Pangrango dapat menjadi alternatif pilihan tanaman sela pada sistem wanatani. Di bawah tegakan hutan, pertumbuhan tanaman kedelai tidak hanya dipengaruhi oleh keberadaan cahaya, tetapi juga oleh ketersediaan air dan unsur hara. Peningkatan dosis pupuk N dapat meningkatkan biomassa tanaman varietas
2 Pangrango dan hasil biji tertinggi varietas tersebut pada sistem wanatani adalah 1,34 ton/ha pada dosis 45 kg N /ha (Sitompul dan Purnomo, 2004). Luas Pemanfaatan Lahan Hutan Jati untuk Kedelai di Jawa Timur Wilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur meliputi seluruh hutan negara yang berada di Propinsi Jawa Timur, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten di Jawa Timur, Madura dan sebagian Jawa Tengah (sebagian Kabupaten Blora). Wilayah kerja ini terbagi dalam 23 KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) yaitu Padangan, Bojonegoro, Parengan, Jatirogo, Tuban, Ngawi, Madiun, Saradan, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Madura, Lawu, Kediri, Blitar, Malang, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Bondowoso, Banyuwangi Selatan, Banyuwangi Utara, dan Banyuwangi Barat. Tidak semua kawasan hutan di wilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur memanfaatkan lahannya dengan penanaman kedelai. Kesatuan Pemangku Hutan yang banyak melakukan penanaman kedelai diantaranya adalah KPH Banyuwangi Selatan dan KPH Blitar. Tabel 1. Luas Tanaman Pangan di KPH Banyuwangi Selatan Tahun 2009-2012 Luas (Ha) Padi Jagung Kedelai Tahun Jumlah(Ha) 2009 13,00 124,90 70,10 208,00 2010 0,00 214,08 148,15 362,23 2011 30,10 149,85 154,50 334,45 2012* 0,00 57,25 12,50 69,75 Jumlah 43,10 546,08 385,25 974,43 Keterangan: * Perkiraan luas lahan yang memungkinkan ditanami secara tumpangsari Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyuwangi dibagi menjadi 3 kawasan, yaitu KPH Banyuwangi Utara, KPH Banyuwangi Barat, dan KPH Banyuwangi Selatan. Pemanfaatan lahan diluar tanaman pokok (jati, pinus dan mahoni) oleh LMDH untuk KPH Banyuwangi Utara adalah dominan tanaman jagung, KPH Banyuwangi Barat tidak ada karena terletak di dataran tinggi (600 m dpl), dan KPH Banyuwangi Selatan adalah tanaman kedelai. Usahatani kedelai banyak dilakukan di kawasan Banyuwangi Selatan baik di lahan sawah, lahan kering maupun lahan hutan. Data keluasan tanaman pangan Tahun 2009-2012 dari Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan berdasarkan nota kesepakatan yaitu pengelolaan pada lahan yang ditanami tanaman pokok sampai umur 3 tahun seperti pada Tabel 1. Peningkatan luas tanam padi, jagung dan kedelai terjadi pada tahun 2010 dan kemudian menurun pada tahun 2011 bahkan perkiraan akan terjadi penurunan yang drastis pada tahun 2012 (Tabel 1). Hal ini terjadi karena adanya batasan penanaman tanaman sela sampai pohon jati berumur tiga tahun. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batas umur tanaman pokok sehingga pertanaman kedelai masih bisa tumbuh optimal. Di samping itu juga perlu dilakukan perakitan varietas kedelai yang tahan naungan sehingga diperoleh varietas kedelai yang mampu tumbuh dan menghasilkan biji yang relatif tinggi meskipun berada dalam kondisi ternaungi.
3 Tabel 2. Penetapan kelompok tani penerima bantuan cadangan benih nasional (CBN) pengembangan tanaman kedelai di lahan perhutani di KPH Banyuwangi Selatan Kecamatan
Desa
Luas (ha)
Tegaldlimo Purwoharjo Pesanggaran Siliragung Bangorejo Jumlah
3 4 4 3 1 15
285 380 170 300 305 1440
Kebt. Benih ( Kg ) 11400 15200 6800 12000 12200 57600
Jumlah Kelompok Tani 5 14 17 3 8 47
Jml Petani Anggota 622 832 767 1205 596 4022
Varietas Baluran Baluran Baluran Baluran Baluran
Di KPH Banyuwangi Selatan, pada tahun 2010/2011 terdapat 47 kelompok tani dengan 4022 jumlah anggota yang ditetapkan menerima CBN (cadangan benih nasional) kedelai dengan luas lahan hutan sebanyak 1440 hektar yang tersebar di lima kecamatan (Tabel 2). Kecamatan dengan anggota petani terbanyak adalah Kec. Siliragung dengan jumlah anggota 1205 petani, meskpiun luas pertanamannya tidak seluas pertanaman di Kecamatan Purwoharjo. Ini berarti bahwa masing-masing anggota di Kecamatan Siliragung memiliki pengusahaan lahan lebih rendah. Kecamatan yang terbanyak menerima CBN adalah Kecamatan Purwoharjo yang menerima 15200 kg benih kedelai yang diikuti oleh Kecamatan Bangorejo dan Siliragung dengan bantuan benih 12200 kg dan 12000 kg benih kedelai. Kedelai yang dominan ditanam petani di KPH Banyuwangi Selatan adalah varietas Baluran. Varietas tersebut banyak ditanam petani karena bekerjasama dengan pihak ketiga yang menyediakan benih. Kondisi lahan hutan ini banyak dimanfaatkan untuk memproduksi benih karena musim tanamnya jatuh pada MH dan MK I sehingga dapat digunakan untuk mensuplai kebutuhan benih untuk pertanaman di lahan sawah pada MK II. Dengan cara demikian benih kedelai selalu tersedia dalam kondisi yang masih baik daya tumbuhnya untuk pertanaman berikutnya. KPH Jember terdiri dari tiga BKPH yaitu (1) Bagian Hutan Lereng Selatan meliputi BKPH Lereng Barat dan Lereng Timur, dengan potensi utama kayu rimba Mahoni; (2) Bagian Hutan Sempolan meliputi BKPH Sumberjambe dan Sempolan, dengan potensi utama kayu rimba Pinus; dan (3) Bagian Hutan Jember Selatan meliputi BKPH Mayang, Ambulu dan Wuluhan dengan potensi utama penghasil Kayu Jati. Di kawasan ini, tanaman tumpangsari dengan kedelai diusahakan di wilayah hutan Jember Selatan seperti wilayah Ambulu dan Wuluhan. Dalam perencanaan tahun 2011, pertanaman kedelai sebanyak 73,80 ha (Tabel 3). Penanaman direncanakan pada awal bulan Juni dengan bantuan benih dari BLBU. Penunjukan calon petani calon lokasi (CPCL) sudah ditetapkan dan varietas benih kedelai yang direncanakan adalah Anjasmoro, Wilis, dan Baluran seperti yang biasa ditanam petani di lahan sawah. Tabel 3. Rencana calon petani dan calon lokasi (CPCL) penanaman kedelai di lahan hutan Kabupaten Jember Tahun 2011 BKPH Ambulu
RPH Sabrang
Luas (Ha) 9,30
Kecamatan Ambulu
Desa Sabrang
LMDH Harapan Makmur
Rencana Penanaman Jumlah Varietas (kg) Anjasmoro, 372
4
Wuluhan
Manciku Curahtakir Glundengan
Jumlah
38,00 5,00 5,50 4,00 2,00 2,00 8,00
Tempurejo Tempurejo Wuluhan Wuluhan Wuluhan Wuluhan Ambulu
Sidodadi Curahtakir Tanjungrejo Kesilir Glundengan Glundengan Karanganyar
Sidomukti Sumberjaya Guyub Rukun Mangga Lestari Alam Sejahtera Abadi Alam Sejahtera Abadi Manggar Sejahtera
Wilis, dan Baluran
1520 200 220 160 80 80 320
73,80
2.952
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Blitar masuk dalam wilayah kerja Perhutani Unit II di Jawa Timur. Wilayah kerja KPH Blitar meliputi Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Malang, yang tersebar dalam sembilan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan membawahi 121 desa. Masing-masing desa diwadahi dalam bentuk LMDH (Tabel 4). Luas lahan KPH Blitar sekitar 57.000 ha dan yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan seluas 15.809,04 ha. Dari 15.809,04 ha yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan (padi, jagung, dan kedelai) yang terbagi menjadi berada pada tiga daerah yaitu Blitar (8.137,64 ha), Tulungagung (7.511,50 ha), dan Malang (159,90 ha). Namun potensi lahan yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman kedelai sekitar 5.450,96 ha yang terdiri dari Blitar (2.589,97 ha), Tulungagung (2.805,86 ha), dan Malang (55,13 ha). Varietas yang ditanam adalah Anjasmoro, Orba, Gepak Kuning dan Wilis dengan kisaran hasil 1,2 – 1,8 t/ha. Tabel 4. Rekapitulasi data potensi tanaman pangan (kedelai, padi dan jagung) dalam kawasan hutan tahun 2010 Perum Perhutani KPH Blitar Kabupaten
Jumlah Desa ( Desa )
Tulungagung
Kali-dawir Rejo-tangan
Luas
Padi
Jagung
Kedelai
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
13
4.136,94
428,17
2.282,35
1.426,42
Tulungagung
21
3.530,90
365,45
1.948,00
1.217,45
Tulungagung
8
469,80
48,62
259,19
161,99
42
8.137,64
842,25
4.489,54
2.805,86
Blitar
14
2.473,20
255,98
1.364,46
852,76
Lodoyo Barat
Blitar
12
2.344,80
242,69
1.293,63
808,49
Lodoyo Timur
Blitar
11
923,30
95,56
509,38
318,35
Wlingi
Blitar
16
515,20
53,32
284,24
177,64
Kesamben
Blitar
19
1.255,00
129,89
692,38
432,72
72
7.511,50
777,44
4.144,09
2.589,97
7
159,90
16,55
88,22
55,13
7
159,90
16,55
88,22
55,13
121
15.809,04
1.636,24
8.721,85
5.450,96
BKPH Campur Darat
Jumlah Tulungagung Rejotangan
Jumlah Blitar Sumber Pucung Jumlah Malang Jumlah
Malang
Budidaya Kedelai di Bawah Tegakan Hutan di Jawa Timur Pada umumnya kedelai yang ditanam di bawah tegakan hutan, ditanam pada musim hujan. Hal ini karena lahan hutan bukan merupakan lahan beririgasi sehingga
5 penyediaan air tergantung pada curah hujan yang ada. Penanaman kedelai dapat dimulai pada bulan Desember di mana curah hujan sudah mulai stabil dan berakhir pada bulan Januari. Dengan waktu tanam semacam ini diharapkan pada bulan Maret dan April sudah dapat dipanen. Budidaya kedelai di lahan hutan menggunakan teknik penanaman tanpa olah tanah (TOT). Teknik ini dilakukan sebagai usaha untuk melindungi tanaman pokok dari kerusakan akar akibat pengolahan tanah. Persiapan lahan hanya dilakukan dengan cara membersihkan lahan pertanaman dari keberadaan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan kedelai. Pembersihan gulma dilakukan dengan menggunakan herbisida berbahan aktif Isopropilamina Glifosat 486 g/l. Herbisida dengan bahan aktif tersebut merupakan herbisida herbisida non selektif yang memiliki spektrum luas, sehingga mampu mengendalikan gulma berdaun sempit, berdaun lebar dan golongan teki. Setelah gulma mati, kemudian langsung dilakukan pelarikan, yaitu membuat jalurjalur tanam sedalam kurang lebih 2 cm dengan jarak antar jalur tanam sekitar 30 – 40 cm. Jarak dalam jalur (barisan) adalah 15 – 20 cm. Berbagai macam varietas dapat digunakan dalam budidaya kedelai di bawah tegakan hutan, tergantung pada intensitas naungannya. Pada kondisi intensitas naungan yang rendah seperti pada saat tanaman pokok masih kecil, semua varietas kedelai dapat ditanam. Namun pada umur tertentu di mana tanaman pokok sudah tinggi dan mengakibatkan terjadinya naungan, varietas kedelai yang akan ditanam memberikan pengaruh besar terhadap hasil yang akan dicapai. Beberapa varietas kedelai yang biasanya ditanam petani pada saat tanaman pokok sudah tinggi adalah Anjasmoro, Wilis, Orba, Gepak Kuning, Baluran dan benih campuran yang diduga adalah Malabar dan Grobogan. Tabel 5. Varietas kedelai yang digunakan di berbagai KPH di Jawa Timur Daerah KPH Banyuwangi Selatan KPH Jember KPH Blitar KPH Padangan (Bojonegoro) KPH Bojonegoro KPH Ngawi
Varietas kedelai Baluran Anjasmoro, Wilis, dan Baluran Anjasmoro, Orba, Wilis, dan Gepak Kuning Campuran Malabar dan Grobogan Campuran Malabar dan Grobogan Tidak diketahui
Penelitian mengenai dosis pupuk untuk tanaman kedelai di bawah tegakan hutan belum banyak diteliti. Dosis pupuk dan varietas kedelai memberikan pengaruh pada hasil kedelai yang dicapai. Di tataran petani, pupuk N biasanya diberikan bersamaan dengan pupuk P dan K dalam bentuk PHONSKA. Penggunaan pupuk ini umumnya kurang dari 100 Kg/ha, yang setara dengan 15 Kg/ha untuk masing-masing unsur N, P dan K. KESIMPULAN Kondisi wilayah dan sosial ekonomi masyarakat berdampak pada luas kawasan hutan jati Jawa Timur yang ditanami kedelai, sehingga luas tanam kedelai bervariasi antar Kesatuan Pemangku Hutan (KPH). Terdapat tiga KPH yang tergolong paling luas ditanami kedelai, yaitu KPH Banyuwangi Selatan dengan luas tanam
6 sekitar 1440 ha, KPH Padangan sekitar 650 ha, dan KPH Ngawi sekitar 413 ha. Varietas Baluran banyak ditanam di KPH Banyuwangi Selatan, sedangkan Anjasmoro, Orba, Gepak Kuning, Wilis atau varietas campuran Malabar dan Grobogan banyak ditanam di KPH Ngawi, Blitar dan Bojonegoro. Hasil kedelai yang ditanam juga bervariasi antar KPH dengan kisaran 0,7– 1,8 t/ha. Disarikan dari Seminar Internal Balitkabi tanggal 7 Januari 2013. Pengusahaan Tanaman Kedelai di Lahan Hutan Jati Wilayah Jawa Timur. Heru Kuswantoro, Titik Sundari, Suhartina, G.W.A. Susanto, Purwantoro, Novita Nugrahaeni dan Fachrur Rozi