PROSPEK PENGEMBANGAN KEDELAI BERDASARKAN PERSPEKTIF SUMBER DAYA LAHAN DAN IKLIM DI JAWA TIMUR Popi Rejekiningrum Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor Jl. Tentara Pelajar No. 1A Bogor e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Permintaan kedelai di dalam negeri terus meningkat, sementara produktivitas kedelai masih rendah berkisar 1–1,5 t/ha, mengakibatkan impor kedelai semakin meningkat. Untuk mengurangi impor maka program peningkatan produksi kedelai harus segera dilaksanakan. Salah satu upaya adalah pengembangan komoditas kedelai ke lahan berpotensi berdasarkan peta arahan pengembangan budidaya pertanian dan peta iklim. Peta arahan pengembangan budidaya pertanian dirangkum dalam atlas arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dan peta iklim dirangkum dalam atlas sumberdaya iklim pertanian Indonesia. Untuk itu tujuan tulisan ini adalah menentukan wilayah potensial untuk pengembangan kedelai. Berdasarkan hasil analisis overlay antara peta arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dan peta wilayah hujan, maka potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai adalah wilayah potensial sebagai berikut: (1) IIA 1B2, (2). IIA 1K2, (3). IIB 1B2, (4). IIC 1B2, (5). IIC 1K2, (6). IIIA 1B2, (7). IIIA 1K2, (8). IIIC 1B2, dan (9). IIIC 1K2. Potensi pengembangan kedelai di Jawa Timur adalah seluas 516.364 ha yang menyebar terutama di Kabupaten Tuban, Lamongan, Pasuruan, dan Situbondo. Wilayah potensial pengembangan kedelai di Jawa Timur terluas di Kabupaten Tuban dan Lamongan yaitu seluas 203.624 ha. Kata kunci: pemetaan, potensi pengembangan, sumber daya lahan, sumber daya iklim
ABSTRACT Prospects of soybean development based perspective of land resources and climate in East Java. Increasing domestic demand and soybean productivity in Indonesia is relatively low at about 1–1.5 t/ha, resulting in increasing soybean imports. To reduce the import of soybean production enhancement program should be implemented. Efforts to achieve this goal is through the development of soybean fields base on the maps of the development referrals of agricultural cultivation and climate maps. Maps of the development referrals of agricultural cultivation are summarized in the atlas of referrals national agricultural prime commodity zoning, whereas climate maps are summarized in the atlas of Indonesian agricultural climate resources. The purpose of this paper is to determine potential areas for development of soybean. Based on the results of the analysis of overlay between the map of referrals national agricultural prime commodity zoning and maps of rainfall zoning, the potential of land suitable for development of soybean is a potential region as follows: (1) IIA 1B2, (2). IIA 1B2, (3). IIB 1K2, (4). IIC 1B2, (5). IIC 1K2, (6). IIIA 1B2, (7). IIIA 1K2, (8). IIIC 1B2, dan (9). IIIC 1K2. The potential development of soybean in East Java is an area of 516.364 ha which are mainly in Tuban, Lamongan, Pasuruan, and Situbondo. Potential area of soybean in East Java development widest in Tuban and Lamongan is an area of 203.624 ha. Keywords: mapping, potential development, land resources, climate resources
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
305
PENDAHULUAN Kedelai telah dikenal sejak lama sebagai salah satu sumber protein nabati dengan kandungan 39–41% yang digunakan sebagai bahan baku tempe, kecap, tauco, dan tauge. Bahkan diolah secara modern menjadi susu dan minuman sari kedelai yang dikemas dalam karton khusus atau botol. Selain itu kedelai juga berperan penting dalam beberapa kegiatan industri hingga peternakan. Jenis industri yang tergolong skala kecil sampai menengah ini dalam jumlah sangat banyak menyebabkan tingginya kebutuhan kedelai yang mencapai lebih dari 2,24 juta setiap tahunnya. Tanaman kedelai memiliki manfaat ekonomis yang luas dan strategis, sekaligus berkaitan erat bagi pengembangan industri hilir. Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila kebutuhan kedelai di dalam negeri sangat besar, bahkan untuk memenuhi permintaan ini dari tahun ke tahun impor kedelai cenderung meningkat. Pada kenyataannya, kapasitas produksi nasional tahun 2000 hanya mampu menghasilkan 1,19 juta ton dari areal pertanaman kedelai seluas 967.002 ha. Ini berarti ketergantungan akan suplai kedelai impor setiap tahunnya bisa mencapai di atas 1,16 juta ton. Untuk tahun 1989 impor kedelai masih di bawah 400.000 ton, sementara tahun 1996 impor melonjak menjadi mendekati 800.000 ton, suatu peningkatan sebesar 100%. Akan tetapi tahun 1998 Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 343.124 ton dan sampai dengan Februari 2005 impor kedelai sebesar 434.949 ton. Selain impor meningkat karena meningkatnya permintaan di dalam negeri, ternyata produksi kedelai Indonesia juga masih relatif rendah. Rendahnya produksi dalam negeri karena produktivitas yang rendah pula, yakni hanya berkisar 1–1,5 t/ha. Dengan memahami besarnya kebutuhan kedelai untuk pasokan industri yang menghasilkan bahan pangan bagi sebagian besar penduduk Indonesia, perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi kedelai. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas dan memperluas areal tanam. Peningkatan produktivitas kedelai juga terbatas, karena kedelai adalah tanaman yang memproduksi protein tinggi. Untuk menghasilkan protein dibutuhkan lebih banyak energi dibandingkan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan karbohidrat. Oleh sebab itu produktivitas tanaman kedelai lebih rendah daripada tanaman padi yang mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi. Alternatif kedua adalah dengan memperluas areal tanam yaitu dengan memanfaatkan lahan marginal untuk pengembangan kedelai. Penentuan lahan marginal dilakukan dengan menggunakan peta potensi lahan provinsi Jawa Timur dan mempertimbangkan unsur iklim dominan yang mempengaruhi tanaman kedelai.
BAHAN DAN METODE Penelitian menggunakan bahan sebagai berikut: (1) Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Unggulan Nasional skala 1:1.000.000 (Puslitbangtanak, 2003), (2) Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000, (3) Data luas panen dan produksi dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Potensi Lahan Eksisting dan Pengembangan Kedelai di Jawa Timur Informasi potensi lahan dan pengembangan kedelai diperoleh dari data BPS untuk luas panen dan produksi kedelai periode 2005–2011. Fluktuasi potensi lahan diidentifikasi dengan membandingkan antara data di Jawa Timur dan nasional. 306
Rejekiningrum: Prospek Pengembangan Kedelai Berdasarkan Perspektif Sumber Daya Lahan dan Iklim di Jatim
Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Unggulan Nasional Atlas arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional menyajikan informasi berbagai jenis atau kelompok komoditas pertanian unggulan yang direkomendasikan dapat dikembangkan di masing-masing provinsi. Penyusunan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional didasarkan pada hasil penilaian kesesuaian lahan, dengan urutan prioritas pengembangan:(1) tanaman pangan lahan basah, (2) tanaman pangan lahan kering, (3) tanaman hortikultura sayuran dan buah semusim, (4) tanaman perkebunan semusim, (5) tanaman perkebunan dan hortikultura tahunan, (6) penggembalaan ternak, dan perikanan air payau (tambak). Hal lain yang dipertimbangkan adalah penggunaan lahan saat ini. Satuan evaluasi lahan diperoleh dengan cara tumpang tepat (overlay) antara peta sumberdaya tanah, peta zona agroklimat, dan peta ketinggian tempat. Kriteria kesesuaian lahan mengacu pada Djaenudin et al. (2000). Komoditas pertanian yang mempunyai kesesuaian terbaik digolongkan sebagai komoditas yang diunggulkan untuk wilayah tertentu. Komoditas unggulan spesifik lokasi tetap dikembangkan sebagai komoditas unggulan provinsi/daerah. Sebagai contoh sagu di Papua dan siwalan di Nusa Tenggara. Tabel 1 menyajikan jenis komoditas pertanian unggulan nasional dan provinsi. Tabel 1. Jenis komoditas pertanian unggulan nasional dan provinsi. Kelompok komoditas Tanaman pangan Tanaman hortikultura
Tingkat Nasional Provinsi Nasional
Provinsi
Tanaman perkebunan
Nasional Provinsi
Peternakan Perikanan
Jenis komoditas unggulan Padi, padi gogo, jagung, kedelai, ubi kayu Sagu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau Kentang, cabai merah, bawang merah, tomat, buncis, kubis, wortel, pisang, jeruk, mangga, manggis, melon, pepaya, rambutan, nenas, salak, durian Bawang putih, kacang panjang, kangkung, sawi, mentimun, terung, kacang merah, duku, markisa, jambu biji, semangka, alpokat, cempedak, belimbing, sukun Karet, teh, kopi arabika, kakao, sawit, kelapa, cengkeh, lada, mente, kopi robusta Kina, kayu manis, pala, vanili, kemiri, gambir, pinang, lontar, tebu, nilam, tembakau, kapas, empon-empon Sapi, kerbau, domba, kambing, sapi perah Perikanan air tawar (karamba, sawah, kolam/diversifikasi), budi daya tambak(bandeng, kakap, udang)
Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia merupakan peta wilayah curah hujan skala 1:1.000.000. Pewilayahan diberi batasan sebagai pengelompokan sejumlah stasiun curah hujan pada suatu wilayah penelitian ke dalam kelompok-kelompok tertentu berdasarkan jumlah dan pola curah hujan bulanan. Berdasarkan uji statistik stasiun-stasiun curah hujan yang termasuk dalam satu kelompok akan memiliki jumlah dan pola yang tidak berbeda nyata satu dengan lainnya, tetapi akan berbeda nyata dengan stasiunstasiun curah hujan yang berada dalam kelompok lainnya.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
307
Tabel 2. Wilayah/Pola curah hujan Indonesia dengan tipe iklimnya berdasarkan bulan basah dan bulan kering. Curah hujan tahunan (mm) < 1000
1000–2000
2000–3000
3000–4000
4000–5000
>5000
Pola IA IB IC IIA IIB IIC IIIA IIIB IIIC IVA IVB IVC IVD VA VB VC VD VIA VIB VIC VID
Tipe iklim
Iklim kering
Iklim basah
CH ≤ 100 (mm/bln)
CH 100–150 (mm/bln)
7–10 8–12 8–9 5–8 ≤4 ≤5 ≤6 ≤4 ≤4 ≤2 ≤2 ≤3 ≤1 ≤2 0 ≤2 0 0 0 ≤1 0
≤4 ≤3 ≤2 ≤3 ≤5 ≤5 ≤4 ≤4 ≤4 ≤3 ≤3 ≤4 ≤3 ≤2 0 ≤3 0 0 0 1 0
CH 150–200 (mm/bln) ≤3 0 ≤2 ≤2 ≤5 ≤6 ≤5 ≤5 ≤5 ≤4 ≤3 ≤4 ≤5 ≤1 ≤2 ≤2 ≤1 ≤2 0 ≤2 0
CH > 200 (mm/bln) ≤2 0 ≤2 ≤4 ≤4 ≤5 ≤6 5–6 6–8 7–9 8–11 7–9 7–9 7–9 9–12 8–12 10–12 10–12 12 9 12
Data curah hujan tahunan diklasifikasikan menjadi enam kelas, yaitu: (1) I (curah hujan <1000 mm/tahun), (2) II (curah hujan 1000–2000 mm/tahun), (3) III (curah hujan 2000– 3000 mm/tahun), (4). IV (curah hujan 3000–4000 mm/tahun), (5) V (curah hujan 4000– 5000 mm/tahun), dan (5) VI (curah hujan >5000 mm/tahun). Sedangkan pola curah hujan dikelompokkan menurut metode Trojer (1976) yang telah dimodifikasi dan diklasifikasikan menjadi 4 pola utama yaitu: (1) Pola tunggal atau pola sederhana (simple wave) dengan curah hujan terendah pada bulan Juli/Agustus, diberi notasi A, (2) Pola tunggal dengan curah hujan tertinggi pada bulan Juli/Agustus, diberi notasi D, (3) Pola berfluktuasi/majemuk (multiple wave), diberi notasi B, dan (4) Pola ganda (double wave), diberi notasi C. Pola A dan D memberikan gambaran bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara jumlah curahan pada musim hujan dengan kemarau. Pola B memberikan gambaran tidak jelas perbedaan antara jumlah curahan pada musim hujan dengan kemarau, pada pola ini biasanya curah hujan bulanan tidak teratur atau hampir merata sepanjang tahun. Pola C memberikan gambaran bahwa dalam setahun terjadi dua kali puncak curahan tertinggi atau dua kali puncak curahan terendah. Tabel 2 menyajikan wilayah/pola curah hujan Indonesia dengan tipe iklimnya berdasarkan bulan basah dan bulan kering (Rejekiningrum et al. 2006).
308
Rejekiningrum: Prospek Pengembangan Kedelai Berdasarkan Perspektif Sumber Daya Lahan dan Iklim di Jatim
Analisis Potensi Lahan dan Iklim yang Sesuai untuk Pengembangan Kedelai Untuk menentukan potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai, maka dilakukan overlay antara peta arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dan peta sumberdaya iklim pertanian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Lahan Existing dan Pengembangan Kedelai di Jawa Timur Potensi lahan untuk kedelai di Jawa Timur sekitar 43,6% dari total seluruh Indonesia sehingga fluktuasi produksi kedelai nasional sangat dipengaruhi oleh fluktuasi produksi kedelai Jawa Timur. Sedangkan fluktuasi produksi sangat dipengaruhi oleh luas panennya, maka perlu upaya untuk mengoptimalkan produksi pada lahan kedelai dan pengembangan lahan yang potensial untuk kedelai berdasarkan kondisi tanah dan iklim setempat. Pada Tabel 3 disajikan luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai nasional tahun 2011 dan Tabel 4 disajikan luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai Jawa Timur tahun 2011. Sedangkan fluktuasi luas panen dan produksi kedelai nasional dan Jawa Timur disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Fluktuasi luas panen dan produksi kedelai nasional dan Jawa Timur.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
309
Tabel 3. Luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai nasional tahun 2011. No
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Sumatera Utara Sumatera barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau Sumatera DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Bali & NT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Maluku & Papua Indonesia
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Luas panen (ha)
Produktivitas (ku/ha)
Produksi (ton)
35.370 11.413 1.345 6.425 4.563 8.698 3.425 9.232 1 7 80.479 0 35.674 81.988 28.988 252.815 4.719 404.184 6.896 75.042 1.366 83.304 1.501 2.443 3.354 1.835 9.133 4.746 4.632 21.441 5.814 1.741 1.764 40.138 247 845 375 3.549 5.016 622.254
14,140 10,010 14,310 11,050 12,420 15,760 10,100 11,900 10,000 10,000 119,690 0,000 15,740 13,690 11,310 14,520 12,470 67,730 12,330 11,740 10,090 34,160 13,500 11,560 13,050 12,430 50,540 13,310 14,900 15,730 10,510 12,380 13,790 80,620 12,020 13,020 10,750 11,160 46,950 13,680
50.006 11.426 1.925 7.100 5.668 13.710 3.458 10.984 1 7 104.285 0 56.166 112.273 32.795 366.999 5.885 574.118 8.503 88.099 1.378 97.980 2.027 2.823 4.376 2.281 11.507 6.319 6.900 33.716 6.113 2.156 2.433 57.637 297 1.100 403 3.959 5.759 851.286
Dengan asumsi bahwa luas panen kedelai dianggap sebagai existing data pertanaman kedelai, maka berdasarkan data tahun 2011 (BPS 2012) diketahui bahwa di Provinsi Jawa Timur terdapat lahan untuk dikembangkan sebagai areal pertanaman kedelai yaitu seluas 252.815 ha yang merupakan areal terluas di Indonesia. Adapun sentra produksi kedelai di
310
Rejekiningrum: Prospek Pengembangan Kedelai Berdasarkan Perspektif Sumber Daya Lahan dan Iklim di Jatim
Jawa Timur tersebar di Kabupaten Ponorogo, Lamongan, Pasuruan, dan Jember (Tabel 4). Tabel 4. Luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai existing tahun 2011 di Jawa Timur. No
Kabupaten/Kodya
Luas Panen (ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (t/ha)
1
Pacitan
4.702
4.512
0,960
2
Ponorogo
19.138
26.091
1,363
3
Trenggalek
5.843
6.260
1,071
4
Tulungagung
3.744
6.490
1,733
5
Blitar
10.867
11.642
1,071
6
Kediri
1.166
1.859
1,594
7
Malang
407
592
1,454
8
Lumajang
4.990
7.607
1,524
9
Jember
20.807
27.382
1,316
10
Banyuwangi
25.115
39.766
1,583
1.770
2.595
1,466
780
1.028
1,318 1,540
11
Bondowoso
12
Situbondo
13
Probolinggo
4.622
7.120
14
Pasuruan
24.904
40.039
1,608
15
Sidoarjo
482
707
1,467
16
Mojokerto
3.895
4.825
1,239
17
Jombang
8.507
14.322
1,684
18
Nganjuk
10.961
19.247
1,756
19
Madiun
5.964
8.810
1,477
20
Magetan
1.082
1.545
1,428
21
Ngawi
14.595
23.493
1,610
22
Bojonegoro
15.704
24.404
1,554
23
Tuban
5.126
6.546
1,277
24
Lamongan
19.825
29.451
1,486
25
Gresik
8.505
13.505
1,588
26
Bangkalan
2.787
3.033
1,088
27
Sampang
17.443
24.158
1,385
28
Pamekasan
1.059
1.545
1,459
29
Sumenep Jawa Timur
8.024
8.425
1,050
252.815
366.999
1,452
Dalam upaya mendukung program peningkatan produksi kedelai nasional, pemerintah telah mencanangkan untuk meningkatkan dan memperluas lahan pertanian untuk
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
311
tanaman kedelai dengan memanfaatkan lahan berpotensi, baik di pulau Jawa maupun luar Jawa. Upaya peningkatan produksi kedelai harus dilakukan berdasarkan kenyataan bahwa: (1) Kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri terus meningkat sedangkan produksi yang dihasilkan belum mencukupi kebutuhan, sehingga jumlah impor meningkat dari tahun ke tahun, (2) produksi kedelai per satuan luas masih tergolong rendah dan memungkinkan untuk dapat ditingkatkan, dan (3) masih tersedia lahan berpotensi cukup luas yang dapat dikembangkan untuk tanaman kedelai. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka program peningkatan produksi kedelai harus segera dilaksanakan. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui pengembangan komoditas kedelai ke lahan berpotensi berdasarkan peta arahan pengembangan budidaya pertanian dan peta iklim. Peta arahan pengembangan budidaya pertanian dirangkum dalam atlas arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dan peta iklim yang dirangkum dalam atlas sumberdaya iklim pertanian Indonesia.
Potensi Kesesuaian Lahan dan Iklim untuk Pengembangan Kedelai Berdasarkan hasil analisis arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional diperoleh bahwa pewilayahan komoditas tanaman kedelai dikelompokkan dalam budidaya tanaman pangan lahan kering dataran rendah iklim basah (1B2) dan budidaya tanaman pangan lahan kering dataran rendah iklim kering (1K2) (Puslitbangtanak 2003). Adapun berdasarkan atlas sumber daya iklim pertanian Indonesia, wilayah Jawa umumnya mempunyai pola monsoon yang dominan sehingga mempunyai pola tunggal. Pola tunggal A umumnya terdapat di selatan katulistiwa. Menurut Doorenbos and Kassam (1979), kebutuhan air kedelai berada pada kisaran 450–700 mm/siklus atau 100–200 mm/ bulan. Berdasarkan hasil analisis, maka wilayah hujan IIA, IIB, IIC, IIIA, dan IIIC merupakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan kedelai, yang mana: (1) Wilayah/Pola IIA mempunyai curah hujan 1000–2000 mm/tahun dengan pola tunggal (simple wave) dengan curah hujan terendah pada bulan Juli/Agustus, (2) Wilayah/Pola IIB mempunyai curah hujan 1000–2000 mm/tahun dengan pola berfluktuasi (multiple wave), (3) Wilayah/ Pola IIC mempunyai curah hujan 1000–2000 mm/tahun dengan pola ganda (double wave), (4) Wilayah/Pola IIIA mempunyai curah hujan 2000–3000 mm/tahun dengan pola tunggal (simple wave) dengan curah hujan terendah pada bulan Juli/Agustus, dan (5) Wilayah/Pola IIIC mempunyai curah hujan 2000–3000 mm/tahun dengan pola ganda (double wave). Selanjutnya potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai hasil overlay antara peta arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dan peta wilayah hujan dihasilkan wilayah potensial yaitu: (1) IIA 1B2, (2). IIA 1B2, (3). IIB 1B2, (4). IIC 1B2, (5). IIC 1K2, (6). IIIA 1B2, (7). IIIA 1K2, (8). IIIC 1B2, dan (9). IIIC 1K2. Wilayah potensial pengembangan disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 2. Potensi pengembangan kedelai berdasarkan peta arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dan peta wilayah hujan adalah seluas 516.364 ha yang menyebar terutama di Kabupaten/Kodya Mojokerto, Tuban, Lamongan, Ngawi, Banyuwangi, Pasuruan, Situbondo, Banyuwangi, Ngawi, Tuban, dan Probolinggo.
312
Rejekiningrum: Prospek Pengembangan Kedelai Berdasarkan Perspektif Sumber Daya Lahan dan Iklim di Jatim
Tabel 5. Potensi pengembangan kedelai berdasarkan wilayah hujan dan arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan untuk komoditas kedelai di Jawa Timur. No
Luas (Ha)
Kabupaten/Kodya
Wilayah Hujan
Arahan Pengembangan
1
IIA
1B2
2.639
2
IIA
1K2
203.624
Tuban, Lamongan
3
IIB
1B2
28.585
Ngawi
Mojokerto
4
IIB
1K2
66.103
Banyuwangi
5
IIC
1B2
27.814
Lamongan Pasuruan, Situbondo
6
IIC
1K2
154.995
7
IIIA
1K2
2.179
Banyuwangi
8
IIIC
1B2
19.202
Ngawi, Tuban
IIIC
1K2
11.223
Probolinggo
9
Jumlah
516.364
Wilayah potensial pengembangan kedelai di Jawa Timur terluas di Kabupaten Tuban dan Lamongan yaitu seluas 203.624 ha (wilayah hujan IIA arahan pengembangan 1K2). Wilayah potensial terluas ini terdapat pada wilayah hujan dengan curah hujan tahunan 1000–2000 mm/tahun pada pola tunggal dengan curah hujan terendah pada bulan Juli/Agustus. Adapun wilayah potensial pengembangan kedelai terluas kedua terdapat di Kabupaten Pasuruan dan Situbondo yang mempunyai luas 154.995 ha (wilayah hujan IIC arahan pengembangan 1K2).
KESIMPULAN 1. Salah satu upaya untuk memenuhi permintaan kedelai adalah melalui pengembangan komoditas kedelai ke lahan berpotensi berdasarkan atlas arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dan atlas sumberdaya iklim pertanian Indonesia. 2. Hasil analisis overlay antara peta arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dan peta wilayah hujan dihasilkan potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai adalah sebagai berikut: (1) IIA 1B2, (2). IIA 1K2, (3). IIB 1B2, (4). IIC 1B2, (5). IIC 1K2, (6). IIIA 1B2, (7). IIIA 1K2, (8). IIIC 1B2, dan (9). IIIC 1K2. 3. Berdasarkan wilayah potensial pengembangan kedelai, maka di Jawa Timur potensi pengembangan kedelai menyebar di Kabupaten/Kodya Mojokerto, Tuban, Lamongan, Ngawi, Banyuwangi, Pasuruan, Situbondo, Sragen, Banyuwangi, Ngawi, Tuban, dan Probolinggo seluas 516.364 ha. Adapun wilayah potensial pengembangan kedelai di Jawa Timur terluas adalah di Kabupaten Tuban dan Lamongan dengan total luas 203.624 ha.
DAFTAR PUSTAKA BPS. 2012. Provinsi Jawa Timur dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. CSR/FAO Staff. 1983. Reconnaissance Land Resource Surveys 1: 250.000 scale Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4, Version 1. CSRlFAO, Bogor Djaenudin, D., Marwan H., H. Subagyo, Anny Mulyani, dan N. Suharta. 2000. Kriteria
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
313
Kesesuaian Lahan versi 3.0. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Environmental Systems Research Institute, Inc. 1996. Arc View GIS. FAO. 1977. Guidelines for soil profile description. FAO Soil Bulletin 73. Rome. Doorenbos. J. and A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation and Drainage Paper no 33. 193p Herbillon, A.J. 1980. Mineralogy of Oxisols and Oxic Materials. In: B.K.G.Theng (Ed.). Soils with Variable Charge, New Zealand, Palmerston North; pp. 109–126. Puslitbangtanak. 2003. Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Unggulan Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Rejekiningrum P., G. Irianto, L. I. Amien, A. Pramudia, E. Surmaini, N. Pujilestari, A. Hamdani, Widiastuti, A. Priyono, T. Nandar, Supriyadi. 2003. Atlas SUMBER DAYA IKLIM PERTANIAN INDONESIA SKALA 1:1.000.000. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Trojer, H. 1976. Weather Cclassification and Plant-Weather Relationship. Food and Agricuture Organization, Working Paper no. 11. 85 pp.
314
Rejekiningrum: Prospek Pengembangan Kedelai Berdasarkan Perspektif Sumber Daya Lahan dan Iklim di Jatim
Gambar 2. Peta wilayah hujan dan arahan pengembangan budidaya pertanian. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
315