VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan
usaha JUN UBH-KPWN Bogor yang telah berjalan selama lima tahun. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi, seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Periode (PBP). Analisis kriteria tersebut menggunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat dan biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Arus kas membutuhkan penentukan asumsi-asumsi yang terkait dengan usaha UBH-KPWN Bogor serta melakukan analisis terhadap inflow dan outflow. 6.1.1
Analisis Inflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor Komponen inflow usaha JUN UBH-KPWN Bogor diterima dari
penerimaan penjualan jasa investasi dan penerimaan penjualan pohon JUN. Jasa investasi merupakan penerimaan yang didapat dari investor dalam menanamkan modalnya kepada UBH-KPWN Bogor untuk membiayai kegiatan JUN sedangkan penerimaan penjualan diperoleh dengan mengalikan harga jual dengan total penjualan kayu yang siap panen. a. Penerimaan Penjualan Jasa Investasi Penerimaan dari penjualan jasa investasi diperoleh dengan mengalikan harga jasa investasi per pohon dengan jumlah pohon yang laku ditawarkan kepada investor. Jumlah tanaman awal merupakan tanaman yang ditanam oleh pihak UBH-KPWN Bogor sejumlah 157 463 pohon yang tersebar di Kabupaten Bogor, sedangkan tanaman yang terjual merupakan pohon yang laku dijual kepada
investor mulai dari tahun 2007-2012 dengan jumlah tanaman 132 708 pohon. Tanaman sebanyak 24 755 pohon yang belum laku akan dipasarkan kepada investor. Apabila sampai batas penebangan tanaman belum laku, maka pohon jati akan dikembalikan kepada pihak UBH-KPWN. Investasi per pohon merupakan ketetapan yang diberikan dari UBH-KPWN karena dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan JUN dari awal penanaman sampai pohon tersebut siap panen. Biaya kebutuhan pemeliharaan tanaman JUN yang semakin mahal menyebabkan investasi yang dikeluarkan investor akan mengalami kenaikan. Rincian penerimaan penjualan jasa investasi dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penerimaan Penjualan Jasa Investasi Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total
Jumlah Tanaman Awal (1) 7 120 25 338 40 155 43 010 27 780 14 060 157 463
Jumlah Tanaman yang Terjual (2) 7 074 24 849 34 048 40 097 15 580 11 060 132 708
Investasi per Pohon (Rp) (3) 60 000 60 000 65 000 65 000 70 000 70 000
Nilai Investasi (Rp) (4) = (2x3) 424 440 000 1 490 940 000 2 213 120 000 2 606 305 000 810 600 000 774 200 000 8 319 605 000
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Jumlah tanaman awal dari tahun 2007-2012 mengalami peningkatan atau penurunan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena luas lahan yang tersedia tidak selalu sama pada setiap tahunnya tergantung dari pencarian lahan di lapangan. Penerimaan dari penjualan jasa investasi diperoleh dengan mengalikan harga jasa investasi per pohon dengan jumlah pohon yang ditawarkan. Total dana yang diterima dari penjualan jasa investasi sebesar Rp 8 319 605 000. Dana investor ini digunakan untuk membiayai 157 463 pohon selama umur tanam pohon. Penerimaan penjualan jasa investasi sudah diterima pada tahun 2007 karena pada umur enam bulan pohon jati sudah dipromosikan kepada investor.
50
b. Penerimaan Penjualan Pohon JUN Siap Panen Pohon JUN baru dapat dipanen pada tahun 2012, yaitu saat umur JUN lima tahun. Rincian estimasi penerimaan penjualan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Estimasi Penerimaan Penjualan Tanaman JUN Jumlah Pohon Harga Jumlah per Jumlah Tahun yang Siap Panen Pohon (Rp) Penerimaan (Rp) (1) (2) 3 = (1x2) 2012 6 017 500 000 3 008 500 000 2013 23 197 500 000 11 598 500 000 2014 38 760 500 000 19 380 000 000 2015 42 856 550 000 23 570 800 000 2016 27 780 550 000 15 279 000 000 2017 14 060 550 000 7 733 000 000 Total 152 670 80 569 800 000 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Harga jual pohon JUN pada saat panen diproyeksikan Rp 500 000 per pohon dari tahun 2012-2014, sedangkan mulai tahun 2015-2017 pada saat panen diproyeksikan Rp 550 000. Hal ini merupakan asumsi dari harga kayu jati yang selalu meningkat dari tahun ke tahun sehingga pihak UBH-KPWN Bogor menjanjikan harga jual kayu jati pada tahun 2015 akan meningkat sebesar Rp 50 000 dengan volume per pohon 0.2 m3. Pada saat ini jumlah pohon yang siap panen berjumlah 152 760 pohon, dari tanaman awal sebanyak 157 463 pohon. Hal ini dikarenakan kematian yang berbeda-beda pada setiap tahunnya. Total penerimaan dari penjualan 152 760 pohon JUN sebesar Rp 80 569 800 000. 6.1.2
Analisis Outflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor Analisis outflow JUN UBH-KPWN Bogor merupakan biaya pengeluaran
yang harus dibayarkan untuk kebutuhan UBH-KPWN Bogor demi kelancaran kegiatan Jati Unggul Nusantara (JUN). Arus pengeluaran dalam usaha JUN UBHKPWN dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu: biaya investasi, biaya operasional, dan bagi hasil kepada mitra usaha. 51
a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek yaitu pada tahun pertama. Pada kasus ini terdapat perbedaan dimana biaya investasi tidak hanya dikeluarkan pada tahun pertama saja. Biaya investasi dapat dikeluarkan kapan saja sesuai dengan keperluan UBH-KPWN Bogor. Biaya investasi pada usaha JUN terdiri dari biaya investasi perlengkapan kantor dan peralatan mesin. Biaya investasi perlengkapan kantor merupakan biaya yang dikeluarkan pada barang yang digunakan di dalam membantu menyelesaikan urusan kantor. Total biaya investasi perlengkapan kantor sebesar Rp 48 635 000. Rincian biaya investasi perlengkapan kantor dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Biaya Investasi Perlengkapan Kantor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Harga per satuan (Rp) Dispenser 2007 1 250 000 Galon 2007 2 40 000 Komputer 1* 2007 1 4 890 000 Mesin fax 2007 1 1 300 000 Pemanas air 2007 1 50 000 Kursi kantor 2008 10 1 000 000 Lemari 2008 5 1 000 000 Meja 2008 13 1 000 000 Pesawat telepon 2008 2 250 000 Printer 1* 2008 1 400 000 Printer 2 2008 1 1 000 000 Stabiliser 2008 1 150 000 Komputer 2 2009 1 5 950 000 Modem 2009 1 875 000 Printer 3 2009 1 1 740 000 Kursi plastik 2011 5 300 000 Kipas angin 2012 2 450 000 LCD (monitor) 2012 1 1 050 000 Total Biaya Investasi Perlengkapan Kantor Uraian
Tahun
Jumlah (unit)
Nilai (Rp) 250 000 80 000 4 890 000 1 300 000 50 000 10 000 000 5 000 000 13 000 000 500 000 400 000 1 000 000 150 000 5 950 000 875 000 1 740 000 1 500 000 900 000 1 050 000 48 635 000
Umur Ekonomis (tahun) 5 2 2 10 5 10 10 10 10 2 5 10 5 10 10 10 10 10
Keterangan: (*) = Komputer 1 dan Printer 1 merupakan barang bekas sehingga memiliki umur ekonomis yang cepat dan tidak ada reinvestasi. Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
52
Kegiatan JUN UBH-KPWN Bogor tidak hanya mengeluarkan biaya investasi perlengkapan kantor karena dalam pelaksanaannya JUN merupakan kegiatan yang sebagian besar di lapangan. Perlengkapan mesin dibutuhkan guna mempercepat dan membantu kegiatan JUN agar berjalan lancar sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Biaya investasi peralatan mesin merupakan biaya yang dikeluarkan pada alat-alat yang digunakan di lapang sesuai dengan kebutuhan JUN. Total biaya investasi yang diperlukan untuk peralatan mesin sebesar Rp 49 600 000. Rincian biaya investasi peralatan mesin dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Biaya Investasi Peralatan Mesin No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian
Tahun
Jumlah (unit)
Harga per satuan (Rp)
Traktor 2007 1 17 500 000 tangan Timbangan 2007 1 100 000 Timbangan 2007 1 100 000 peer Drum* 2007 30 55 000 Sepeda 2008 1 15 000 000 motor Alat uji tanah 2008 1 1 050 000 kering Pompa air 2009 2 2 500 000 Sprayer 2010 12 350 000 GPS 2011 1 5 000 000 Total Biaya Investasi Peralatan Mesin
Nilai (Rp)
Umur Ekonomis (tahun)
17 500 000
10
100 000
5
100 000
5
1 650 000
1
15 000 000
10
1 050 000
10
5 000 000 4 200 000 5 000 000 49 600 000
10 10 10
Keterangan: (*) = Drum hanya digunakan pada awal tahun 2007 di Desa Cogreg sebagai penampung air dan tidak ada reinvestasi. Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Barang investasi yang memiliki umur ekonomis kurang dari umur proyek, maka dilakukan reinvestasi. Biaya reinvestasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan UBH-KPWN terhadap kegiatan JUN demi terciptanya kelancaran proyek. Barang tersebut merupakan barang yang vital bagi perusahaan apabila tidak ada barang tersebut akan mengganggu jalannya kegiatan JUN. Biaya
53
reinvestasi dari tahun 2009-2017 sebesar Rp 27 150 000. Biaya reinvestasi dikeluarkan karena umur ekonomis suatu barang tidak sampai proyek selesai. Barang-barang yang membutuhkan biaya reinvestasi antara lain, yaitu: dispenser, galon, komputer 2, mesin fax, pemanas air, printer 2, timbangan, timbangan peer, dan traktor tangan. Rincian biaya reinvestasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Biaya reinvestasi menghasilkan nilai sisa sebesar Rp 22 881 500. b. Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama pelaksanaan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. b.1 Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya tetap yang dikeluarkan usaha JUN UBH-KPWN Bogor yaitu menyangkut biaya manajemen kantor. Rincian biaya manajemen kantor dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Biaya Manajemen Kantor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Uraian Gaji Listrik Telepon ATK (Alat Tulis Kantor) Rapat & Keperluan harian kantor Pemeliharaan kendaraan roda dua Koran Internet Upah kebersihan kantor & jaga malam Pemeliharaan SAPROTAN Pengawasan dan Pengendalian Pembinaan SDM Upah pengamanan lahan Sewa kantor Total
Tahun 2007 2008 – 2017 122 640 000 122 640 000 2 400 000 2 400 000 4 200 000 4 200 000 4 800 000 4 800 000 960 000 960 000 3 600 000 900 000 900 000 1 800 000 1 800 000 4 200 000 4 200 000 900 000 900 000 480 000 480 000 800 000 800 000 12 000 000 12 000 000 9 040 000 9 040 000 165 120 000 168 720 000
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
54
Pada tahun 2007 biaya tetap yang dikeluarkan hanya sebesar Rp 165 120 000 karena usaha belum berjalan baik. Pada tahun 2008-2017 usaha dinilai berjalan optimal, sehingga total biaya yang dikeluarkan relatif konstan yaitu sebesar Rp 168 720 000. b.2 Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Biaya variabel pada usaha ini meliputi biaya sosialisasi, biaya pengadaan input untuk pembuatan tanaman (bibit, pupuk dasar, upah), pemeliharaan tanaman (pemupukan lanjutan, upah), dan penebangan tanaman. Biaya sosialisasi dilakukan sebelum adanya pengadaan kegiatan JUN di suatu daerah kepada petani, pemilik lahan, dan perangkat desa. Biaya sosialisasi dibutuhkan oleh pihak UBH-KPWN karena sebelum adanya kegiatan JUN semua pihak yang terkait harus mengetahui aturan main yang ada dalam proyek sehingga apa yang akan dilakukan oleh UBH-KPWN jelas dan tidak ada kesalahan pada akhir pembagian bagi hasil yang akan diterima pada tiap-tiap pihak. Biaya sosialisasi pada tahun 2006-2011 membutuhkan biaya sebesar Rp 19 012 500. Tahun pembiayaan tanaman dimulai dari tahun 2006 yaitu pada pembelian bibit dan pupuk, akan tetapi dalam penanamannya sendiri mulai tahun 2007. Hal ini disebabkan pihak UBH-KPWN Bogor harus melakukan pemesanan bibit dan pupuk terlebih dahulu sebelum diadakannya penanaman pohon JUN. Pembelian bibit dan pupuk tidak bisa dilakukan secara mendadak karena harus dipersiapkan secara matang. Rincian biaya pembuatan tanaman dapat dilihat pada Tabel 23.
55
Tabel 23. Biaya Pembuatan Tanaman Tahun Pembiayaan Tanaman 2006
Pembuatan Tanaman
2007 2008 2009 2010 2011 2012
2007/I 2007/II + 2008/I 2008/II + 2009/I 2009/II + 2010/I 2010/II + 2011/I 2011/II + 2012/I Jumlah Total Biaya Pembuatan Tanaman (1+2+3)
Bibit (Rp) (1) 28 480 000
Pupuk Dasar (Rp) (2) 23 424 400
316 725 000 501 937 500 537 625 000 348 500 000 175 750 000
70 494 400 132 445 500 141 688 000 116 968 740 86 941 060
1 909 017 500
571 962 100
Upah (Rp) (3) 21 360 000 64 014 000 120 465 000 131 030 000 83 640 000 41 090 000 461 599 000
Rp 2 942 578 600
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Pada pembuatan tanaman dilakukan dua periode dimana pihak UBHKPWN Bogor mengadakan penanaman pohon JUN pada awal tahun yaitu antara bulan Januari-Februari yang diberi kode “I”, sedangkan periode kedua dilakukan antara bulan November-Desember yang diberi kode “II”. Pihak UBH-KPWN Bogor dalam satu siklus dengan jangka waktu lima tahun dapat melakukan penanaman sebanyak sebelas kali yaitu dari 2007/I-2012/I. Total pembuatan tanaman (bibit, pupuk dasar, dan upah) JUN sebesar Rp 2 942 578 600. Tanaman JUN memerlukan pemeliharaan yang sangat intensif dimana pihak UBH-KPWN Bogor harus mengadakan pemupukan secara berkala. Pemupukan sangat penting demi keberlanjutan usaha kegiatan JUN dengan melakukan pemupukan yang intensif maka pertumbuhan tanaman JUN akan baik. Pemupukan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman karena tanah menjadi gembur dan banyak zat hara yang dapat diserap oleh tanaman Jati Unggul Nusantara (JUN). Biaya pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun 2007-2012. Rincian biaya pemeliharaan tanaman dapat dilihat pada Tabel 24.
56
Tabel 24. Biaya Pemeliharaan Tanaman Selama Satu Siklus (5 Tahun) No Pemeliharaan Pemupukan (Rp) Upah (Rp) 1 Tanaman 2007/I 219 749 948 151 573 800 2 Tanaman I (2007/II + 2008/I) 713 087 692 594 278 980 3 Tanaman II (2008/II + 2009/I) 1 014 073 692 972 772 900 4 Tanaman III (2009/II + 2010/I) 1 146 901 426 1 064 045 400 5 Tanaman IV (2010/II + 2011/I) 771 756 180 702 834 000 6 Tanaman V (2011/II + 2012/I) 367 753 360 357 124 000 Jumlah 4 233 322 298 3 842 629 080 Total Pemeliharaan Tanaman Rp 8 075 951 378 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Biaya pemeliharaan dikeluarkan mulai tahun 2007 karena setelah selesai penanaman pohon JUN pemupukan akan terus dilakukan agar pohon jati menghasilkan kayu yang kokoh. Selain itu, dalam pengerjaan pemeliharaan akan dilakukan oleh petani JUN yang bersangkutan karena mereka mempunyai tugas menjaga pohonnya masing-masing. Petani JUN akan diberikan upah oleh pihak UBH-KPWN Bogor atas andilnya dalam memelihara pohon JUN agar tanaman bebas dari gangguan seperti pencurian dan kematian pohon. Total pemeliharaan (pemupukan, upah) dari tahun 2007-2012 sebesar Rp 8 075 951 378. Proses penebangan dilakukan setelah lima tahun pohon ditanam. Proses penebangan UBH-KPWN bekerja sama dengan pihak lain. Rincian biaya penebangan tanaman dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Biaya Penebangan Tanaman Tahun Penebangan 2012 Tanaman 2007/I 2013 Tanaman I (2007/II + 2008/I) 2014 Tanaman II (2008/II + 2009/I) 2015 Tanaman III (2009/II + 2010/I) 2016 Tanaman IV (2010/II + 2011/I) 2017 Tanaman V (2011/II + 2012/I) Total Biaya Penebangan Tanaman
Biaya Penebangan (Rp) 18 074 680 53 821 880 84 770 400 96 426 240 66 771 200 32 982 400 352 846 800
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Pengeluaran biaya variabel ini dihitung berdasarkan sistem trees management (manajemen pohon), sehingga biaya atau pengeluaran ini dihitung 57
per pohon. Biaya penebangan tanaman dari tahun 2012-2017 membutuhkan biaya sebesar Rp 352 846 800. Adapun biaya pembuatan sertifikat dibutuhkan oleh investor untuk memperkuat kepemilikan atas tanaman JUN karena mereka telah berinvestasi dalam proyek UBH KPWN Bogor. Total biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan sertifikat oleh UBH KPWN Bogor sebesar Rp 192 600 000. Selain itu, UBH KPWN Bogor harus mengeluarkan pajak pendapatan setiap tahunnya. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasakan UU No. 23 Tahun 2000 Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap. UBH-KPWN Bogor harus mengeluarkan biaya untuk pajak pendapatan sebesar Rp 2 692 000/tahun. c. Bagi Hasil Pihak-pihak yang terlibat dalam usaha budidaya JUN UBH-KPWN, antara lain: investor, petani penggarap, pemilik lahan, pemerintah desa, dan UBHKPWN Bogor. Pihak-pihak ini akan mendapat imbal jasa berupa bagian hasil dari penjualan tanaman JUN tersebut. Bagian hasil ini dapat diperoleh mulai tahun 2012. Rincian bagi hasil tanaman dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Bagi Hasil kepada Petani Penggarap, Pemilik Lahan, Investor, Perangkat Desa, dan UBH-KPWN Bogor Jumlah Bagi Hasil (Rp 000) UBHTahun Petani Pemilik Perangkat Investor KPWN Penggarap Lahan Desa Bogor 2012 614 250 356 000 1 424 000 245 700 368 550 2013 2 632 000 1 266 900 5 067 600 1 052 800 1 579 200 2014 4 670 625 2 007 750 8 031 000 1 868 250 2 802 375 2015 5 871 525 2 365 550 9 462 200 2 348 610 3 552 915 2016 3 819 750 1 527 900 6 111 600 1 527 900 2 291 850 2017 1 933 250 773 300 3 093 200 773 300 1 159 950 Total 19 541 400 8 297 400 33 189 600 7 816 560 11 724 840 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
58
Imbal jasa yang akan diterima petani penggarap, pemilik lahan, investor, perangkat desa, dan UBH-KPWN Bogor adalah sebesar 25, 10, 40, 10, dan 15 persen dari jumlah pohon tanaman awal yang ditanam. Harga jual tanaman pada tahun 2007-2009 yaitu sebesar Rp 500 000 per pohon dengan jumlah pohon 67 974, sedangkan harga jual tanaman pada tahun 2010-2012 yaitu sebesar Rp 550 000 dengan jumlah pohon 84 696. Pihak petani penggarap, perangkat desa, dan UBH-KPWN Bogor menanggung resiko sebesar 50, 20, dan 30 persen jika ada kematian pada tanaman JUN. Investor dan pemilik lahan tidak dikenakan beban resiko kematian karena mereka tidak secara langsung berhubungan dengan tanaman JUN. Rincian perhitungan bagi hasil dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan Tabel 26, pembagian hasil yang paling besar diperoleh oleh investor sebesar Rp 33 189 600 000. Hal ini wajar diperoleh oleh investor karena investor memberikan kontribusi yang besar terhadap berjalannya kegiatan JUN. Investor juga merupakan tulang punggung dari pihak UBH-KPWN Bogor. Ketiadaan investor berpengaruh terhadap usaha kegiatan JUN sehingga usaha ini tidak akan berjalan. Selain itu, investor tidak diberikan beban resiko walaupun kegiatan JUN mengalami kerugian. Perangkat desa merupakan pihak yang mendapatkan bagi hasil yang paling kecil dari kelima pihak yaitu sebesar Rp 7 816 560 000. Pihak desa mendapatkan persentase yang terkecil sebesar 10 persen karena beban pekerjaan yang diberikan kepada pihak desa tidak terlalu berat yaitu hanya melakukan pengawasan dan pengamanan terhadap tanaman JUN dari gangguan, pencurian, dan kebakaran. Apabila ada kematian pada tanaman JUN pihak desa mendapatkan beban resiko sebesar 20 persen sehingga akan mengurangi pendapatan dari bagi hasil tersebut.
59
6.1.3 Analisis Kelayakan Finansial Usaha JUN UBH-KPWN Bogor Usaha JUN UBH-KPWN Bogor pada tahun 2006-2007 memperoleh PV net benefit bernilai negatif karena pada tahun tersebut membutuhkan biaya investasi yang besar. Pada tahun 2008 usaha mulai memperoleh keuntungan atau PV net benefit bernilai positif, namun pada tahun 2011-2012 usaha mengalami kerugian kembali. Hal ini disebabkan pada tahun tersebut, UBH-KPWN Bogor membutuhkan biaya yang lebih besar dimana semua biaya pemeliharaan dikeluarkan untuk semua umur tanaman JUN. Sejak awal tahun 2013 sampai akhir usaha, UBH-KPWN Bogor selalu memperoleh PV net benefit positif. Kelayakan finansial usaha JUN ini dapat dilihat dari beberapa kriteria penilaian investasi, yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, dan Payback Period (PBP). Hasil perhitungan kriteria penilaian investasi pada usaha JUN UBH-KPWN Bogor dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Kriteria NPV IRR Net B/C Payback Period
Hasil 4 175 535 379 57% 3 8 tahun 9 bulan
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Berdasarkan analisis kelayakan finansial dapat dilihat bahwa usaha JUN dengan pola bagi hasil yang diusahakan oleh UBH-KPWN Bogor menghasilkan NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp 4 175 535 379. Hal ini menunjukkan usaha ini akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp 4 175 535 379. Berdasarkan kriteria NPV usaha JUN UBH-KPWN Bogor ini layak untuk dilanjutkan. Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 57 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari discount rate (suku bunga) yang ditetapkan yaitu 12
60
persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mampu memberikan tingkat pengembalian modal sebesar 57 persen. Berdasarkan kriteria IRR usaha JUN UBH-KPWN Bogor ini layak untuk dilanjutkan. Nilai Net B/C yang diperoleh yaitu sebesar tiga. Hal ini berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp 3. Nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari satu, sehingga usaha ini layak untuk dilanjutkan. Payback Period (PBP) yang diperoleh adalah sebesar delapan tahun sembilan bulan. Nilai PBP ini masih berada di bawah umur usaha, sehingga berdasarkan kriteria PBP usaha ini layak untuk dilanjutkan. Rincian perhitungan investasi usaha JUN UBH-KPWN Bogor dapat dilihat pada Lampiran 3. 6.1.4
Analisis Sensitivitas Usaha JUN UBH-KPWN Bogor Analisis sensitivitas pada UBH-KPWN Bogor dapat dilihat dari
peningkatan harga pupuk sebesar 32 persen. Hal ini dilihat dari rata-rata kenaikan pupuk pada kegiatan JUN yang telah berlangsung selama lima tahun. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan pupuk perlu dilakukan oleh UBH- KPWN Bogor karena pupuk merupakan komponen penting di dalam berlangsungnya kegiatan JUN. Keberadaan pupuk akan mempengaruhi tanaman JUN dalam hal pertumbuhan terhadap diameter dan ketinggian pohon JUN. Peningkatan harga pupuk 32 persen akan berdampak pada NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period (PBP). NPV menjadi Rp 2 497 483 097 sehingga usaha ini memberikan manfaat bersih sebesar Rp 2 497 483 097. Nilai IRR yang diperoleh turun menjadi 28 persen dan nilai Net B/C yang diperoleh menjadi dua. Payback Period (PBP) menjadi semakin lama yaitu 9 tahun 6 bulan. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 28.
61
Tabel 28. Hasil Analisis Sensitivitas Kriteria NPV IRR Net B/C Payback Period
Hasil 2 497 483 097 28% 2 9 tahun 6 bulan
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Peningkatan harga pupuk sebesar 32 persen usaha UBH-KPWN Bogor masih layak untuk dilanjutkan karena semua kriteria memenuhi syarat, akan tetapi UBH-KPWN Bogor harus tetap mengantisipasi apabila ada kenaikan yang lebih besar karena akan menyebabkan usaha mengalami kerugian. Rincian perhitungan analisis sensitivitas dapat dilihat pada Lampiran 4. 6.2
Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari Kegiatan JUN
6.2.1
Perbandingan Pendapatan Petani JUN Sebelum dan Sesudah Adanya Kegiatan JUN Awalnya lahan yang ditanami JUN pada tanaman umur empat dan lima
tahun di Desa Cogreg (lahan Universitas Nusa Bangsa) dan di Desa Ciaruteun Ilir (lahan “Kopassus 23”) merupakan lahan produktif yang ditanami berbagai macam palawija, sayur mayur, dan buah-buahan. Keberadaan JUN menyebabkan petani penggarap mengubah kebiasaannya yang semula menanam berbagai macam tanaman non kayu menjadi petani pohon jati. Pendapatan yang didapat dari pengelolaan JUN berupa upah, bonus, hasil kayu setelah lima tahun (pasca panen), dan tumpang sari (kecuali singkong) selama dua tahun. Pendapatan petani JUN dari berbagai macam jenis tanaman sebelum adanya kegiatan JUN di Desa Cogreg sebesar Rp 28 265 000/tahun, sedangkan pada Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 602 550 000/tahun. Pendapatan petani JUN di Desa Cogreg meningkat sebesar Rp 163 041 600/tahun dari pengelolaan lahan UNB tersebut. Pada Desa Ciaruteun Ilir meningkat sebesar Rp 104 764 300/tahun
62
dari pengelolaan lahan “Kopassus 23”. Peningkatan pendapatan di Desa Cogreg lebih besar dibandingkan Desa Ciaruteun Ilir karena sebelum adanya kegiatan JUN lahan di Desa Cogreg tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan pendapatan dalam bidang pertanian. Perbandingan pendapatan petani JUN dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Perbandingan Pendapatan Petani JUN Tanpa dan dengan Adanya Kegiatan JUN Tahun 2012 A. Pendapatan Tanpa JUN Kriteria Desa Cogreg/tahun Desa Ciaruteun Ilir/tahun 1. Lahan UNB 28 265 000 2. Lahan Kopassus 23 602 550 000 Total Pendapatan Rp 28 265 000 Rp 602 550 000 B. Pendapatan dengan Adanya JUN Kriteria Desa Cogreg/tahun Desa Ciaruteun Ilir/tahun 1. Upah Petani JUN 23 319 600 56 228 300 2. Bonus 950 000 3 235 000 3. Bagi Hasil 156 125 000 434 075 000 4. Tumpang sari 10 912 000 213 776 000 Total Pendapatan Rp 191 306 600 Rp 707 314 300 Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Adanya kegiatan JUN menyebabkan para petani yang pada awalnya menanam tanaman non kayu beralih ke tanaman berkayu yaitu pohon jati. Pendapatan bagi petani JUN setelah adanya kegiatan JUN, yaitu: a. Upah Petani JUN Petani di dalam pengelolaan JUN akan mendapatkan upah dari UBHKPWN Bogor setelah lima tahun. Upah diberikan karena petani JUN melakukan beberapa kegiatan, yaitu: pembuatan lubang, pemupukan awal, penanaman, penyiangan dan pemupukan, pemeliharaan, dan pengamanan. Dari tahun ke tahun upah yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman JUN. Desa Cogreg memiliki tanaman JUN yang berumur empat tahun dan lima tahun. Petani JUN mendapatkan upah sebesar Rp 23 401 000 dari tanaman umur
63
empat tahun, sedangkan untuk tanaman yang berumur lima tahun petani JUN mendapatkan upah sebesar Rp 93 197 000. Upah yang diperoleh Desa Cogreg kepada petani dari semua umur tanaman jati sebesar Rp 116 598 000 (Rp 23 319 600/tahun). Desa Ciaruteun Ilir memiliki tanaman JUN yang berumur empat tahun. Hasil yang akan diperoleh dari upah pengelolaan JUN sebesar Rp 281 141 500 (Rp 56 228 300/tahun) . Rincian perhitungan upah Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dilihat pada Lampiran 5. b. Bonus Petani JUN Pada pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan JUN petani mendapatkan bonus dari hasil yang mereka lakukan dengan cara merawat JUN agar tumbuh sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh UBH-KPWN. Setiap petani JUN berpeluang mendapatkan bonus tersebut dengan catatan tanaman JUN miliknya masuk ke dalam kriteria yang telah ada. Adanya bonus maka ada kesadaran dari petani JUN untuk memelihara pohon jati dengan baik. Adapun kriteria yang ditetapkan pihak UBH-KPWN terhadap bonus tersebut pada Tabel 30. Tabel 30. Klasifikasi Tanaman JUN Klasifikasi Umur (tahun) 0,5 1 2 3 4 5
Bawah Standar Kell T (cm) (m) < 2,5 < 15 <4 < 27 <6 < 39 <8 < 50 <9 < 61 < 10
Standar Kell (cm) 15-18 27-30 39-42 50-53 61-64
T (m) 2,5-3 4-5 6-7 8-9 9-10 10-11
Baik Kell (cm) 18-21 30-33 42-45 53-56 64-67
T (m) 3-3,5 5-6 7-8 9-10 10-11 11-12
Amat Baik Kell (cm) ≥ 21 ≥ 33 ≥ 45 ≥ 56 ≥ 67
T (m) ≥ 3,5 ≥6 ≥8 ≥ 10 ≥ 11 ≥ 12
Keterangan: T = Tinggi pohon rata-rata (m), Kell = Keliling rata-rata (cm) Sumber: UBH-KPWN (2012)
Petani JUN yang memiliki pohon jati dalam klasifikasi baik dan amat baik akan dilombakan dimana para petani JUN akan mendapatkan bonus dari pihak
64
UBH-KPWN. Besarnya bonus tergantung dari jumlah tanaman yang dimiliki setiap petani JUN. Semakin banyak pohon jati yang dimiliki petani JUN maka akan semakin besar pula bonus yang diterima. Rincian klasifikasi bonus petani JUN dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Klasifikasi Bonus Petani JUN Klasifikasi Jumlah Tanaman < 100 100-200 Baik dan Amat Baik 200-300 > 300
Bonus yang Diterima Rp 175 000 Rp 225 000 Rp 275 000 Rp 300 000
Sumber: UBH-KPWN (2012)
Petani yang mempunyai jumlah pohon lebih dari 300 pohon yang memiliki lima keliling terbesar pada klasifikasi amat baik akan mendapatkan bonus. Juara pertama mendapatkan Rp 1 000 000, juara kedua Rp 750 000, juara ketiga Rp 600 000, juara keempat Rp 500 000, dan juara kelima Rp 400 000. Penyeleksian tanaman JUN dilakukan setiap tahun sekali sehingga petani JUN di kedua desa berlomba-lomba agar memperoleh bonus tersebut. Desa Cogreg memperoleh bonus rata-rata sebesar Rp 950 000/tahun yang berasal dari tanaman jati umur empat tahun maupun lima tahun, sedangkan di Ciaruteun Ilir memperoleh bonus rata-rata Rp 3 235 000/tahun yang berasal dari tanaman jati umur empat tahun. Petani JUN yang mendapatkan bonus karena pohon yang ditanam sudah memenuhi standar yang berlaku pada UBH-KPWN. c. Hasil Kayu Pasca Panen Petani penggarap mendapatkan bagian hasil sebesar 25 persen dari jumlah tanaman JUN yang ditanam. Pohon tanaman awal yang ditanam di Desa Cogreg (tanaman 4 tahun & 5 tahun) sebanyak 8 927 pohon, sedangkan di Desa Ciaruteun Ilir (tanaman 4 tahun) sebanyak 21 229 pohon. Tanaman 2007 dan 2008 harga
65
jualnya sebesar Rp 500 000 per pohon, maka bagi hasil yang diterima petani penggarap di Desa Cogreg sebesar Rp 1 115 875 000, sedangkan di Desa Ciaruteun Ilir menerima pendapatan sebesar Rp 2 653 625 000. Kematian yang diakibatkan kelalaian sumber daya manusia, maka petani penggarap ikut menanggung resiko. Petani penggarap turut menanggung resiko sebesar 50 persen dari kematian pohon JUN. Hal tersebut merupakan kewajiban petani yang memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan budidaya kegiatan JUN di lapangan. Total bagi hasil yang diterima petani penggarap di Desa Cogreg setelah dikurangi beban resiko sebesar Rp 780 625 000 (Rp 156 125 000/tahun) dari 7 586 pohon, sedangkan Desa Ciaruteun Ilir akan mendapatkan pendapatan sebesar Rp 2 170 375 000 (Rp 434 075 000/tahun) dari 19 296 pohon. d. Tumpang Sari Petani JUN dibolehkan untuk melakukan tumpang sari oleh UBH-KPWN Bogor selama dua tahun akan tetapi tidak boleh menanam singkong. Singkong berpengaruh besar terhadap tanaman jati karena memakan unsur hara dan makanan yang diperuntukkan untuk jati, sehingga jati tidak akan berkembang dengan baik. Apabila petani JUN tetap menanam tanaman singkong maka pendamping JUN dari UBH-KPWN Bogor akan mencabut paksa, sehingga tidak ada ruang bagi petani untuk menanam singkong di daerah areal tanaman JUN. Tanaman tumpang sari yang ditanam oleh petani di Cogreg berupa jagung, kacang-kacangan, ubi, kentang, dan paria. Selama lima tahun petani JUN Desa Cogreg menghasilkan pendapatan sebesar Rp 54 560 000 (Rp 10 912 000/tahun). Rincian perhitungan pendapatan dari tumpang sari di Desa Cogreg dapat dilihat di Lampiran 6. Tanaman tumpang sari yang berada di Desa Ciaruteun Ilir tidak jauh
66
berbeda dengan di Desa Cogreg, yaitu: jagung, ubi jalar, kentang, kacangkacangan, kucai, mentimun, kangkung, bayam, paria, cabai rawit, terong, dan pepaya. Selama dua tahun petani JUN di Ciaruteun Ilir memperoleh pendapatan sebesar Rp 1 068 880 000 (Rp 213 776 000). Rincian perhitungan pendapatan dari tumpang sari Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat di Lampiran 7. 6.2.2
Bagi Hasil Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir Pasca penebangan tanaman JUN akan ada pembagian hasil yang sudah
ditentukan dan disepakati oleh kelima aktor, yaitu: investor, petani penggarap, UBH-KPWN, pemilik lahan, dan perangkat desa. Pihak-pihak ini akan mendapatkan imbal jasa berupa bagi hasil dari penjualan tanaman JUN tersebut setelah lima tahun. Berdasarkan Tabel 32, pembagian hasil di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir yang mendapatkan hasil paling besar diperoleh oleh investor sebesar Rp 1 785 400 000 dan Rp 4 245 800 000. Perangkat desa merupakan pihak yang mendapatkan bagi hasil yang paling kecil dari kelima pihak tersebut sebesar Rp 312 250 000 dan Rp 868 150 000. Tabel 32. Bagi Hasil Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir A. Desa Cogreg No Penerima Bagi Hasil Pendapatan 1 Investor 1 785 400 000 2 Petani Penggarap 780 625 000 3 UBH-KPWN 468 375 000 4 Pemilik Lahan (UNB) 446 350 000 5 Perangkat Desa Cogreg 312 250 000 Total 3 793 000 000 B. Desa Ciaruteun Ilir No Penerima Bagi Hasil Pendapatan 1 Investor 4 245 800 000 2 Petani Penggarap 2 170 375 000 3 UBH-KPWN 1 302 225 000 4 Pemilik Lahan (Kopassus Batalyon 23) 1 061 450 000 5 Perangkat Desa Ciaruteun Ilir 868 150 000 Total 9 648 000 000 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
67
Berdasarkan survey di lapangan pembagian hasil yang dirasakan oleh semua pihak dirasakan cukup adil karena semua pihak yang terkait mendapatkan bagian yang sesuai dengan pekerjaan dan andilnya dalam kelancaran proses kegiatan JUN. 6.2.3 Sumber-Sumber Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan JUN terhadap Pendapatan Rumah Tangga Sumber pendapatan petani JUN di Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir berasal dari dua sumber, yaitu: dari JUN dan non JUN. Pendapatan JUN berasal dari upah, bonus, tumpang sari, dan pasca panen pohon jati setelah lima tahun. Pendapatan dari non JUN meliputi peternak, tukang bangunan, pedagang, petani, buruh tani, buruh, wiraswasta, wartawan, tukang ojek, supir, pegawai, dan pensiunan. Berdasarkan Tabel 33, total pendapatan terbesar di Desa Cogreg diperoleh dari hasil beternak sebesar Rp 128 454 000. Hal ini menunjukkan banyak petani JUN yang bekerja sebagai peternak karena mereka tidak memiliki lahan lagi untuk melakukan pekerjaan di bidang pertanian setelah lahan yang sebelumnya mereka garap ditanami pohon JUN. Beternak yang dilakukan di Desa Cogreg ini adalah ternak ayam (kampung dan broiler) dan kambing. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir, peternak merupakan total pendapatan terkecil yaitu sebesar Rp 22 271 400. Hal ini menunjukkan beternak di Desa Ciaruteun Ilir kurang diminati oleh petani JUN terlihat hanya satu orang yang bekerja sebagai peternak. Total pendapatan terbesar di Desa Ciaruteun Ilir masih dalam bidang pertanian yaitu sebesar Rp 1 084 865 100 karena sebagian besar petani JUN menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian sebagai petani maupun buruh tani. Sebagian besar lahan di Desa Ciaruteun Ilir sangat cocok untuk bertani,
68
didukung dengan lahan mereka yang masih luas dan memadai. Berbanding terbalik dengan Desa Cogreg pekerjaan pada bidang pertanian yaitu petani dan buruh tani menjadi total pendapatan terkecil hanya sebesar Rp 99 029 000. Tabel 33. Sumber-Sumber Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan JUN terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 A. Desa Cogreg
70 484 000
57 970 000
128 454 000
55 200 000
49 407 300
104 607 300
47.23%
3
Peternak (7) Tukang bangunan (5) Petani (4)
Kontribusi JUN terhadap Pendapatan Rumah Tangga (%) 4 = (2/3) 45.13%
30 400 000
26 958 000
57 358 000
47.00%
4
Buruh tani (4)
21 600 000
20 071 000
41 671 000
48.17%
5
Pedagang (3)
41 400 000
36 900 300
78 300 300
47.13%
219 084 000
191 306 600
410 390 600
9 525 391
8 317 678
17 843 070
No
1 2
Pekerjaan (n)
Total Rata-rata
Pendapatan di luar JUN (Rp/tahun) (1)
Pendapatan dari JUN (Rp/tahun) (2)
Total Pendapatan 3 = (1+2)
46.62%
B. Desa Ciaruteun Ilir
1
Petani (19)
389 400 000
162 357 800
551 757 800
Kontribusi JUN terhadap Pendapatan Rumah Tangga (%) 4 = (2/3) 29.43%
2
Buruh tani (29)
323 357 000
209 750 300
533 107 300
39.34%
3
Pedagang (10)
169 200 000
132 714 600
301 914 600
43.96%
4
Buruh (7)
91 740 000
75 500 200
167 240 200
45.14%
5
Wiraswasta (3)
81 600 000
27 214 300
108 814 300
25.01%
6
Pegawai (3)
62 400 000
25 678 000
88 078 000
29.15%
7
Wartawan (1)
36 000 000
11 567 000
47 567 000
24.32%
8
Ngojek (2)
25 200 000
22 142 000
47 342 000
46.77%
No
Pekerjaan (n)
Pendapatan di luar JUN (Rp/tahun) (1)
Pendapatan dari JUN (Rp/tahun) (2)
Total Pendapatan 3 = (1+2)
9
Supir (1)
18 000 000
9 071 400
27 071 400
33.51%
10
Pensiunan (2)
25 200 000
16 247 300
41 447 300
39.20%
11
Peternak (1)
7 200 000
15 071 400
22 271 400
67.67%
1 229 297 000
707 314 300
1 936 611 300
Rata-rata 15 760 218 Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
9 068 132
24 828 350
Total
36.52%
69
Kontribusi pendapatan JUN terhadap pendapatan rumah tangga petani JUN di Desa Cogreg yang terbesar adalah pada pekerjaan buruh tani sebesar 48.17 persen. Hal ini menunjukkan peran pendapatan dari JUN sangat membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga buruh tani di Desa Cogreg. Kontribusi pendapatan JUN pada pekerjaan beternak di Desa Cogreg memberikan kontribusi terkecil dibandingkan dengan bidang lainnya sebesar 45.13 persen. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir, pekerjaan sebagai peternak memberikan kontribusi terbesar yaitu 67.67 persen. Hal ini menunjukkan di Desa Cogreg pekerjaan sebagai peternak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga petani JUN. Pada Desa Ciaruteun Ilir masih banyak lahan yang dapat digunakan untuk pertanian sehingga para petani JUN menghidupi kebutuhan rumah tangga mereka dari kegiatan bertani. Secara keseluruhan kontribusi rata-rata pendapatan JUN terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Cogreg (46.62%) memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dengan Desa Ciaruteun Ilir (36.52%). Hal ini disebabkan petani JUN di Desa Cogreg lebih bergantung dari pendapatan JUN dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain itu, pendapatan utama petani JUN di Desa Cogreg tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka sehingga membutuhkan pendapatan tambahan yaitu salah satunya menjadi petani JUN. 6.2.4
Manfaat Ekologis Keberadaan JUN Bagi Masyarakat Sekitar Keberadaan JUN di kedua desa ini memberikan pengaruh terhadap
masyarakat sekitar khususnya manfaat lingkungan. Sebelumnya lahan digunakan oleh petani penggarap untuk menanam bermacam-macam tanaman non kayu. Tanaman non kayu berbeda karakteristik dengan tanaman kayu dimana tanaman
70
kayu di dalam pengadaan/penyediaan sumber air lebih baik daripada tanaman non kayu khususnya tanaman jati. Pada musim kemarau di kedua desa mengalami kekeringan, akan tetapi setelah adanya JUN mengalami perubahan yang cukup positif. Petani JUN tidak mengalami kendala apabila musim kemarau telah tiba. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Pengaruh Keberadaan JUN terhadap Sumber Air di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir No Pilihan Jawaban % Jawaban % 1 Semakin membaik 17 73.91 45 57.69 2 Semakin memburuk 0 0 0 0 3 Sama saja 6 26.09 33 42.31 Total 23 100 78 100 Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebagian
besar petani JUN di Desa Cogreg (17 petani JUN atau 73.91%)
mengaku bahwa keberadaan JUN sangat berpengaruh terhadap sumber air. Petani lebih mudah mendapatkan air pada sumur-sumur sekitar lahan JUN tersebut walaupun pada musim kemarau. Hanya sebanyak enam orang petani (26.09%) yang mengatakan sama saja. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir dimana pengaruh JUN tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap perubahan sumber air. Persentase yang mengatakan semakin membaik (57.69%) tidak terlalu jauh dengan yang mengatakan sama saja (42.31%). Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian mereka dalam melihat perbedaan lingkungan yang terjadi pada keadaan sekitar sebelum maupun sesudah adanya kegiatan JUN. Semua petani JUN di Desa Cogreg maupun Desa Ciaruteun Ilir tidak ada yang mengatakan keberadaan JUN merusak kualitas lingkungan sekitar. Keberadaan JUN tidak hanya mempengaruhi perubahan sumber air pada kedua
71
desa tersebut akan tetapi mempengaruhi kualitas udara di lingkungan sekitar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Pengaruh Keberadaan JUN terhadap Kualitas Udara di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir No Pilihan Jawaban % Jawaban % 1 Semakin membaik 20 86.96 78 100 2 Semakin memburuk 0 0 0 0 3 Sama saja 3 13.04 0 0 Total 23 100 78 100 Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Sebagian besar petani JUN merasakan perubahan kualitas udara menjadi semakin baik karena yang pada awalnya gersang setelah ada JUN udara semakin bersih, sejuk, dan segar. Hanya tiga orang atau 13.04 persen yang mengatakan tidak adanya perubahan sebelum maupun sesudah ada JUN pada Desa Cogreg. Pada Desa Ciaruteun Ilir semua petani JUN mengatakan perubahan yang lebih baik mencapai 100 persen. Secara umum perubahan lingkungan menjadi lebih baik karena lingkungan semakin asri dan teduh bagi masyarakat sekitar. Menurut petani JUN setelah adanya JUN, pemandangan menjadi lebih indah karena awalnya lahan tersebut ditanami oleh berbagai macam tanaman. Setelah ada JUN tanaman menjadi seragam yaitu lahan ditanami oleh pohon jati. Selain itu, di lingkungan tanaman JUN dijadikan tempat peristirahatan para petani JUN setelah selesai mengelola JUN. Keberadaan JUN mempunyai manfaat lainnya kepada petani JUN yaitu menambah pengetahuan bagi para petani tentang pengelolaan jati karena sebelumnya petani di kedua desa tersebut belum pernah menanam pohon jati setelah adanya JUN petani mengetahui cara-cara mengelola dan menanam jati secara intensif. Pohon jati mempunyai fungsi intangable dalam penyerapan
72
karbondioksida yang nantinya apabila sudah terjadi perdagangan karbon maka kedua desa akan mendapatkan penghasilan dari penjualan jasa karbon tersebut. Jumlah karbondioksida yang dapat diserap oleh pohon jati tergantung dari beberapa kriteria, salah satunya berdasarkan diameter pohon. Berikut merupakan hasil dari penelitian Heriyanto (2007) yang mengklasifikasikan kandungan karbondioksida berdasarkan diameter pohon jati pada Tabel 36. Tabel 36. Pengklasifikasian Kandungan Diameter Pohon Jati (cm) Jenis Kayu
Kelas
Kelas Diameter (cm)
Jati (Tectona grandis)
A B C D E F
5-10 11-15 16-20 21-25 26-30 > 30
Karbondioksida
Tinggi Total (m) 11.3 15.3 18.4 20.1 21.6 22.1 Total
Berdasarkan
Kandungan Karbondioksida (ton CO2/pohon) 0.059 0.283 0.580 0.947 1.558 1.791 5. 218
Sumber: Heriyanto (2007)
Berdasarkan Tabel 36, tanaman JUN pada Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir masuk ke dalam kelas B. Hasil evaluasi perhitungan terhadap JUN mempunyai diameter rata-rata 14.11-14.57 cm, sehingga tanaman JUN dapat menyerap karbondioksida sebanyak 0.283 ton CO2/pohon. Tanaman JUN di Desa Cogreg dapat menyerap karbondioksida sebesar 2 146.84 ton CO2 dari 1 569 tanaman umur empat tahun dan 6 017 umur tanaman lima tahun, sedangkan di Desa Ciaruteun Ilir dapat menyerap karbondioksida sebesar 5 460.77 ton CO2 dari 19 296 tanaman umur empat tahun. Rincian perhitungan dapat dilihat pada Tabel 37.
73
Penyerapan Karbondioksida pada Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir Diameter Jumlah Penyerapan Umur Jumlah Lokasi Rata-rata Karbondioksida Tanaman Pohon (cm) (ton C) 4 tahun 1 569 14.57 444.03 Cogreg 5 tahun 6 017 14.79 1 702.81 Ciaruteun Ilir 4 tahun 19 296 14.11 5 460.77
Tabel 37.
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Perdagangan karbon menurut Hamilton et al (2010) dalam Prasetyo (2011) dihargai sebesar US$ 4,6/ton CO2 yang apabila dirupiahkan menjadi sebesar Rp 42 711/ton CO2 dengan asumsi US$ 1 = Rp 9 285. Desa Cogreg akan menghasilkan jasa sebesar Rp 91 693 700 dari 7 586 pohon JUN. Pada Desa Ciaruteun Ilir akan menghasilkan jasa sebesar Rp 233 234 900 dari 19 296 pohon JUN. Nilai tersebut akan diperoleh apabila perdagangan karbon telah dilaksanakan secara baik. Akan tetapi pada saat ini belum ada perdagangan karbon yang sudah dijalankan, sehingga sampai saat ini nilai penyerapan karbondioksida masih merupakan nilai potensial. Manfaat ekonomi yang diperoleh pada Desa Cogreg dengan keberadaan kegiatan JUN sebesar Rp 1 715 133 000, sedangkan manfaat ekonomi yang diperoleh oleh Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 5 466 171 500. Manfaat ekonomi meliputi upah, bonus, tumpang sari (2 tahun), dan bagi hasil setelah lima tahun. 6.3
Dampak Ekonomi dan Lingkungan Menurut Para Pihak terhadap Kegiatan JUN 6.3.1 Dampak Ekonomi Keberadaan JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir menimbulkan dampak ekonomi dan lingkungan. Dampak ekonomi dan lingkungan yang dirasakan para pihak memiliki persepsi yang berbeda-beda dengan adanya kegiatan JUN. Para pihak meliputi petani JUN, pemilik lahan, dan aparat desa.
74
Adanya kegiatan JUN petani di Desa Cogreg maupun Desa Ciaruteun Ilir memiliki penghasilan tambahan guna mencukupi kebutuhan rumah tangga petani. Berdasarkan Tabel 38, semua petani JUN di Desa Cogreg merasakan keberadaan JUN mempengaruhi kehidupan mereka terutama dalam segi pendapatan. Pada awalnya di Desa Cogreg tidak semua lahan UNB mereka manfaatkan untuk menghasilkan pendapatan. Pada saat JUN yang mengelola lahan tersebut serta memperkerjakan petani, mereka dapat memperoleh pendapatan dari kegiatan JUN. Para petani JUN dalam pengelolaannya tidak terlalu membutuhkan waktu yang banyak. Pekerjaan sebagai petani JUN dijadikan pekerjaan sampingan yang dapat menambah penghasilan rumah tangga dan yang paling penting di dalam pengelolaannya tidak menggangu pekerjaan utama mereka. Tabel 38. Dampak Ekonomi Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN A. Desa Cogreg No 1 2
Meningkatkan pendapatan masyarakat Keberadaan JUN mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar 3 Pendapatan JUN membantu kebutuhan hidup masyarakat 4 JUN merupakan aset jangka lima tahun 5 Menaikkan upah bagi petani JUN 6 JUN mempunyai sistem bagi hasil yang adil B. Desa Ciaruteun Ilir No 1 2
∑ 1
% 4.4
Penilaian S TS ∑ % ∑ % 22 95.6 0 0
1
4.4
22
95.6
0
0
0
0
0
0
23
100
0
0
0
0
6 1
26.1 4.4
17 22
73.9 95.6
0 0
0 0
0 0
0 0
1
4.4
22
95.6
0
0
0
0
% 0
Penilaian S TS ∑ % ∑ % 44 56.4 34 43.6
Pernyataan
SS
Pernyataan
SS ∑ 0
Meningkatkan pendapatan masyarakat Keberadaan JUN mempengaruhi 0 0 75 96.2 3 3.8 kehidupan masyarakat sekitar 3 Pendapatan JUN membantu kebutuhan 20 25.6 58 74.4 0 0 hidup masyarakat 4 JUN merupakan aset jangka lima tahun 44 56.4 34 43.6 0 0 5 Menaikkan upah bagi petani JUN 0 0 78 100 0 0 6 JUN mempunyai sistem bagi hasil yang 0 0 78 100 0 0 adil Keterangan: SS: Sangat Setuju, S: Setuju, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat Tidak Setuju Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
STS ∑ % 0 0
STS ∑ % 0 0 0
0
0
0
0 0
0 0
0
0
75
Pada Desa Ciaruteun Ilir dalam hal meningkatkan pendapatan masyarakat, sebanyak 34 orang (43.6%) mengatakan tidak setuju karena petani JUN di Desa Ciaruteun Ilir sudah mengelola lahan “Kopassus 23” secara intensif. Petani JUN juga memperoleh pendapatan dari lahan tersebut. Pada saat adanya JUN, sebagian petani memberikan respon negatif karena berpikir upah yang diberikan oleh JUN tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani JUN. Selain itu, pendapatan dari JUN juga tidak bisa dijadikan sebagai mata pencaharian sehari-hari. Petani JUN harus tetap memiliki pekerjaan lain di luar JUN untuk memenuhi kebutuhan karena bagi hasil yang diberikan oleh UBH-KPWN Bogor akan diperoleh setelah lima tahun. Dampak ekonomi yang positif menurut petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dapat dianalisis dengan menggunakan Skala Likert. Interval nilai tanggapan petani JUN yang menyatakan sangat setuju berada dalam interval (21-24), setuju (16-20), tidak setuju (11-15), dan sangat tidak setuju (6-10). Tabel 39. Dampak Positif Ekonomi Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN dalam Skala Likert Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir Tingkat Persepsi Skala Likert ∑ % ∑ % Sangat Setuju 4.45 1.3 1 1 Setuju 95.55 98.7 22 77 Tidak Setuju 0 0 0 0 Sangat Tidak Setuju 0 0 0 0 Total 100 100 23 78 Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 39, secara keseluruhan menurut petani JUN di kedua desa menyatakan setuju dengan adanya dampak positif ekonomi dari kegiatan JUN. Sebanyak 22 orang (95.45%) di Desa Cogreg dan 77 orang (98.7%) di Desa Ciaruteun Ilir mengatakan kegiatan JUN mempengaruhi kehidupan petani JUN
76
terutama dalam segi peningkatan pendapatan. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan dengan para pihak seperti aparat Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir, pemilik lahan UNB dan pemilik lahan “Kopassus 23” memberikan respon yang positif adanya kegiatan JUN dalam segi ekonomi. Para pihak yang bersangkutan mendapatkan bagi hasil setelah lima tahun, sehingga ada rasa keadilan di dalam kegiatan JUN tersebut. Menurut aparat Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dengan adanya kegiatan JUN maka akan ada penyerapan tenaga kerja. Bagi masyarakat kedua desa tersebut akan berdampak pada bertambahnya penghasilan mereka guna menghidupi rumah tangga para petani JUN. Bagi pemilik lahan yang awalnya lahan hanya digunakan pada waktuwaktu tertentu dan tidak ada pajak atau sewa lahan, namun setelah adanya JUN lahan menjadi lebih produktif serta pembagian hasil semakin jelas dan menguntungkan. Secara keseluruhan keberadaan JUN di Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir terhadap dampak ekonomi dapat dikatakan baik bagi semua pihak yang bersangkutan. 6.3.2
Dampak Lingkungan Keberadaan JUN berdampak juga pada lingkungan, seperti penyediaan
sumber air, kualitas udara bersih, dan penyerapan karbondioksida (CO2). Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para pihak khususnya dalam perubahan lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya kegiatan JUN. Petani JUN merupakan orang yang paling merasakan adanya dampak keberadaan JUN karena mereka tinggal berdekatan dengan lokasi sehingga persepsi petani mengenai JUN pun muncul di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir.
77
Tabel 40. Dampak Lingkungan Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN A. Desa Cogreg Penilaian No
Pernyataan
SS ∑
1
Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis 2 Membantu penyerapan air 3 JUN penting bagi lingkungan 4 JUN meningkatkan pasokan kebutuhan air tanah 5 JUN meningkatkan kualitas udara bersih B. Desa Ciaruteun Ilir
S %
TS
∑
%
∑
%
STS ∑ %
0
0
20
86.9
3
13.1
0
0
1 1
4.3 4.3
16 19
69.5 82.6
6 3
26.2 13.1
0 0
0 0
0
0
17
73.8
6
26.2
0
0
0
0
20
86.9
3
13.1
0
0
Penilaian No
Pernyataan
SS ∑
1
S %
∑
TS %
∑
%
Membantu mempercepat 0 0 78 100 0 0 usaha rehabilitasi lahan kritis 2 Membantu penyerapan air 0 0 45 57.7 33 42.3 3 JUN penting bagi lingkungan 2 3.6 76 97.4 0 0 4 JUN meningkatkan pasokan 0 0 50 64.1 28 35.9 kebutuhan air bersih 5 JUN meningkatkan kualitas 3 3.8 75 96.2 0 0 udara bersih Keterangan: SS: Sangat Setuju, S: Setuju, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat Tidak Setuju Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
STS ∑ % 0
0
0 0
0 0
0
0
0
0
Berdasarkan Tabel 40, sebagian besar petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir (>50%) menyatakan setuju dengan adanya dampak lingkungan yang semakin membaik dari kegiatan JUN. Pada Desa Cogreg sebanyak enam orang (26.2%) dan Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 33 orang (42.3%) mengatakan tidak setuju apabila kegiatan JUN itu mempermudah masyarakat dalam penyediaan air bersih. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran para petani JUN terhadap keadaan lingkungan sekitar sehingga ada dan tidak adanya JUN tidak terlalu berpengaruh. Sebanyak tiga orang (13.1%) di Desa Cogreg menyatakan tidak setuju bahwa kegiatan JUN mempengaruhi kualitas udara semakin bersih. Hal ini disebabkan rumah mereka yang jauh dari lokasi JUN sehingga pengaruhnya tidak terlalu dirasakan secara langsung. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir
78
dimana semua petani JUN (78 orang atau 100%) mengatakan setuju bahwa kualitas udara semakin bersih dan sejuk. Skala Likert dapat menganalisis dampak lingkungan yang positif menurut petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dengan adanya kegiatan JUN. Interval nilai tanggapan petani JUN yang menyatakan sangat setuju berada dalam interval (17-20), setuju (13-16), tidak setuju (9-12), dan sangat tidak setuju (5-8). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41. Dampak Positif Lingkungan Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN dalam Skala Likert Tingkat Persepsi Skala Likert Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total
Desa Cogreg % ∑ 4.45 1 91.10 21 4.45 1 0 0 100 23
Desa Ciaruteun Ilir % ∑ 0 0 100 78 0 0 0 0 100 78
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Sebanyak 21 orang (91.10%) di Desa Cogreg dan 78 orang (100%) di Desa Ciaruteun Ilir menyatakan setuju dengan adanya dampak positif lingkungan dari keberadaan kegiatan JUN. Kegiatan JUN memberikan perubahan pada keadaan lingkungan mereka yaitu semakin membaiknya penyediaan air bersih dan kualitas udara. Para pihak yang lain mempunyai pandangan tersendiri terhadap keberadaan JUN. Menurut pemilik lahan UNB dan pemilik lahan “Kopassus 23” menyatakan lahan yang semula tidak terlalu dimanfaatkan oleh mereka setelah adanya JUN lahan mereka semakin subur. Tanaman JUN diberi pupuk secara intensif dengan kualitas baik sehingga tanah menjadi gembur. Pada awalnya lahan tersebut ditanami oleh tanaman non kayu sehingga dalam penyerapan air tidak terlalu baik, berbeda dengan tanaman kayu seperti jati. Air tidak langsung
79
mengalir akan tetapi diserap secara baik sehingga ketersediaan air terjamin. Menurut aparat Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir, keberadaan JUN dapat menghasilkan udara yang sejuk dan bersih. Sebelum adanya JUN, lahan hanya ditanami tanaman non kayu bahkan banyak ilalang yang tumbuh. Tanaman non kayu dan ilalang tidak terlalu baik dalam menghasilkan udara bersih karena daya serap karbondioksida (CO2) kecil, berbeda dengan pohon jati. Menurut para pihak secara keseluruhan, keberadaan JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap perubahan lingkungan dikatakan baik karena semua pihak merespon dengan positif.
80