Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
ANALISIS FINANSIAL KELAYAKAN USAHA PENETASAN TELUR ITIK DI KABUPATEN BLITAR (Financial Analysis on Duck Egg Hatchery Enterprise in Blitar District) BROTO WIBOWO dan E. JUARINI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACK Financial analysis in an economic analysis method assessing the feasibility of an aconomic activity and to see wether the economic activity is profitable or not. A financial analysis was counducted to assess the feasibility of duck egg hatcery enterprise in Blitar Distrik in 2007, covering 92 unit of hatcery with a capacit of 300 eggs per unit. Analysis was made to assesess the cost and revenue over 5 year perod. Pricelist on duck fertile and the other input materials used in the analysis were collected daily from central market information of corresponding sector and hatcheries in August 2007, when most transaction were commonly taken place. The revenue was colected from the sum of male and female DOD and infertile egg sold. Result showed that the hatcery enterprise needs as much as 239.66 miloion rupiah investment when the enterprise strated, 432.562 milion capital was needed in fist year. Over 5 yeras the NPV was 140.035 milion, BC Ratio was 1.58, IRR value was 33.74%, Pay Back Period was about 3 years, and it was calcluded that the hatchery enterprise was fairly profitable. Key Words: Hatchery, Cost, NPV, BC Ratio, IRR ABSTRAK Analisis feasibilitas merupakan metode analisis ekonomi untuk menentukan kelayakan suatu kegiatan usaha. Analisis dilakukan pada usaha penetasan telur itik yang mempunyai 92 unit mesin tetas dengan kapasitas 300 bt/unit. Proyeksi dibuat untuk mengetahui biaya dan penerimaan yang dihasilkan selama 5 tahun. Harga –harga yang digunakan pada analisis berdasarkan harga pasar yang diperoleh melalui monitoring selama bulan Agustus 2007. Proyeksi biaya –biaya yang terjadi yaitu biaya langsung, biaya tidak langsung dan biaya penyusutan. Penerimaan diperoleh dari penjualan DOD jantan dan DOD betina maupun telur infertil. Hasil analisis menunjukkan bahwa diperlukan dana investasi sebanyak Rp. 239.660.000. dan dana operasional pada tahun I sebanyak Rp. 432.562.000. Selama 5 tahun kegiatan diperoleh nilai NPV sebesar 140.035, nilai B/C sebesar 1,58 dan nilai IRR sebesar 33,74% dengan waktu pengembalian investasi (pay back period) berkisar pada tahun ke-3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa usaha penetasan itik dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Kata Kunci: Penetasan Telur, Biaya, NVP , BC Ratio, IRR
PENDAHULUAN Populasi ternak itik pada 5 tahun terakhir sejak tahun 2004 hingga tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 4.178.000 ekor (dari 32.753. 000 ekor menjadi 36.931 000 ekor), demikian pula terhadap produksi telur meningkat sebesar 44.500 ton (dari 173 200 ton menjadi 217 700 ton (STATISTIK PETERNAKAN, 2008). Berapa daerah yang dianggap sebagai kantong ternak itik adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,
802
Sumatra Utara dan Kalimantan Selatan, daerah ntersebut masing-masing mempunyai jumlah itik diatas 3 juta ekor. Telur itik merupakan komodity yang sangat fleksibel dalam pemanfaatannya, yaitu sebagai bahan pangan (telur konsumsi) maupun sebagai bahan dasar untuk kelangsungan generasi bangsa itik malalui proses pengeraman. Usaha budidaya itik petelur telah populer di masyarakat dan sebagian besar dipelihara dengan cara yang masih sederhana, walaupun demikian usaha ini masih mampu memberikan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
kontribusi yang nyata bagi peternak dan bahkan sangat nyata berperan pada saat krisis ekonomi masa lalu. Dalam hal produksi telur, kontribusi telur itik terhadap total produksi secara nasional lebih kurang mencapai 25%, namun untuk produksi daging masih relatif rendah (SINURAT et al., 1993). Itik tidak memiliki sifat mengeram, hal ini disebabkan karena adanya proses domestikasi dan mutasi dari sifat mengeram (HETZELL, 1985). Sifat khas ini menuntut campur tangan manusia melalui kegiatan penetasan guna kelangsungan pengembangannya. Kegiatan penetasan telur itik telah berlangsung dibeberapa daerah dengan alat penetas yang beragam jenis maupun kapasitasnya. Tingkat fertilitas dan daya tetas dari kegiatan penetasan telur pada penelitian lapang telah dilaporkan oleh WIBOWO et al. (2007) yaitu tingkat fertilitas mencapai 85,3% sedangkan tingkat daya tetas mencapai 66,3%. Perbandingan antara DOD jantan dengan DOD betina adalah 50 : 50%. Lebih lanjut dikatakan bahwa kegiatan penetasan telur itik mempunyai 3 sumber penerimaan yaitu DOD jantan, DOD betina dan telur infertil. Pada lima tahun terakhir ini pemanfaatan daging itik sebagai menu masakan tertentu berkembang sangat pesat, daging itik yang diperlukan berasal dari itik afkir dan itik jantan muda. Guna memperoleh itik jantan muda maka bidang penetasan harus bekerja lebih giat untuk memenuhi permintaan pasar yang telah terbuka sangat lebar. Mengacu pada kinerja penetasan dan peluang ekonomis keberhasilan usaha penetasan tersebut maka dilakukan kajian kelayakan usaha dalam jangka panjang, diharapkan kajian ini menjadi acuan bagi calon investor dalam menentukan pilihannya terhadap berbagai alternatif jenis usaha yang diinginkan.
3000 butir telur. Sebuah bangunan dapat menampung 92 buah mesin tetas, dimana masing-masing mesin tetas mempunyai kapasitas tampung 300 butir telur. Harga-harga yang digunakan pada analisis ekonomi berdasarkan harga yang berlaku dipasaran melalui kegiatan survei. Proyeksi biaya-biaya didasarkan pada biaya selama kegiatan produksi yang meliputi biaya langsung, biaya overhead dan biaya depresiasi. Proyeksi penerimaan (revenue) diperoleh dari produksi DOD dan telur infertil. Keuntungan yang diperoleh merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya (cash flow) yang menggambarkan besarnya cash inflow (hasil penjualan dan dana yang disetor) dan cash outflow (pengeluaran untuk operasional usaha dan biaya investasi serta modal kerja) BUDIARSANA (2006). Untuk mengetahui keunggulan usaha penetasan telur itik ini dibandingkan dengan apabila dana disimpan dalam bentuk deposito di Bank maka dilakukan penghitungan tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return) dengan menggunakan rumus: IRR = 1’ +
NPV ' × ( I ' '− I ' ) NPV ' − NPV ' '
dimana: 1’ = Tingkat bunga tahun ke-1 1’’ = Tingkat bunga tauhn ke-2 NPV 1’ = Net Present Value pada tingkat bunga 1’ NPV I’’ = Net Present Value pada tingkat bunga I’’ Kriteria IRR Jika IRR > discount rate, maka proyek layak dilaksanakan Jika IRR < discount rate, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
MATERI DAN METODE Menentukan Internal Rate of Return (IRR) Pengamatan terhadap penetasan telur itik dilakukan selama 12 bulan yang berlangsung pada tahun 2006. Dalam kurun waktu tersebut, telah digunakan sebanyak 306.446 butir telur itik hasil dari pemeliharaan sistem intensif terkurung. Penetasan dilakukan sebanyak 87 periode, setiap periode digunakan 10 unit mesin tetas sehingga dalam setiap periode digunakan
IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek, yang nilainya dinyatakan dalam % pertahun. Suatu proyek yang layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai discount rate. Nilai IRR adalah merupakan suatu nilai tingkat bunga dimana nilai NPVnya sama dengan nol (NPV = 0).
803
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Upaya untuk memperoleh nilai IRR ditempuh melalui metode tray and error (PRAMUDYA et al., 1992) melalui beberapa tahapan antara lain: 1. Tentukan suatu nilai I’ yang diduga mendekati nilai IRR yang dicari (dilambangkan dengan I“) 2. Dengan nilai I” hitunglah nilai NPV dari arus kas biaya dan manfaat setiap tahun 3. Apabila NPV yang diperoleh bernilai positif, berarti bahwa dugaan I” terlalu rendah. Untuk tahap berikutnya dipilih nilai I” yang lebih tinggi, yang diharapkan dapat memberikan nilai NPV positif. Apabila NPV yang diperoleh bernilai negatif, berarti bahwa nilai dugaan I“ terlelu tinggi, untuk tahap berikutnya dipilih I“ yang lebih rendah sehingga diperoleh NPV yang negatif.
4. Nilai NPV dengan I’ dilambangkan dengan NPV I’, dan nilai NPV dengan I” dilambangkan dengan NPV”. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ekonomi memerlukan masukan berbagai komponen ekonomi antara lain harga pada massing-masing bahan yang dipergunakan maupun yang dihasilkan. Kombinasi antara faktor teknis dengan harga persatuan barang akan menentukan nilai dari suatu barang. Faktor teknis dalam kegiatan penetasan antra lain; fertilitas telur mencapai 80,4%, daya tetas telur mencapai 70,7%, perbandingan antara DOD jantan dengan DOD betina adalah 50 :50%. Daftar harga dan jenis barang tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar jenis dan harga dalam komponen input dan output penetasan Jenis barang
Jumlah
Harga (Rp)/unit
Nilai (Rp )
Mesin tetas Lampu mesin Thermometer Alat candling ( paket) Kandang box Mesin diesel Pembuatan sumber air Bangunan dan pagar Motor Alat komonikasi Furniture Instalasi listrik Lahan Kendaraan roda 4 Pegawai bulanan ( orang) Tenaga kasual harian (orang) Manajer bulanan (orang) Iuran listrik (bulanan) Telur tetas (butir) Box DOD (buah) Perbaikan mesin (buah) Penggantian lampu Lain-lain (10%) DOD jantan (ekor) DOD betina ( ekor) Telur infertil
92 1104 92 1 20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 12 306.433 1728 92 272
450.000 1.000. 5.500 150.000 75.000 4.000.000 3.000.000 55.000.000 10.000.000 5.000.000 5.000.000 3.000.000 80.000.000 30.000.000 1.500.000 700.000 2.000.000 1.000.0000 1.000 1.500 50.000 1.500
82.738 85.450 61.306
2.000 4.000 500
41.400.000 1.104.000 506.000 150.000 1.500.000 4.000.000 3.000.000 55.000.000 10.000.000 5.000.000 5.000.000 3.000.000 80.000.000 30.000.000 18.000.000 25.200.000 24.000.000 12.000.000 306.433.000 2.592.000 4.600.000 414.000 39.323.000 165.476.000 341.800.000 30.653.000
804
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Untuk menentukan kriteria investasi maka dilakukan penyusunan arus kas biaya dan penerimaan selama umur proyek berdasarkan
harga yang telah diperoleh. Present Value (PV) dapat ditentukan dengan menggunakan diskon faktor pada discount rate yang berlaku.
Tabel 2. Proyeksi Arus kas biaya dan pendapatan pada penetasan itik skala 92 unit selama 5 tahun (Rp 000) Uraian
Tahun 0
Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
Tahun IV
Mesin tetas
41.400
0
0
0
0
0
Lampu mesin
1.104
0
0
0
0
0
Thermometer
506
0
0
0
0
0
Biaya investasi
Alat candling( pkt)
150
0
0
0
0
0
Kandang box
1.500
0
0
0
0
0
Mesin diesel
4.000
0
0
0
0
0
Pembt sumber air
3.000
0
0
0
0
0
Bangunan, pagar
55.000
0
0
0
0
0
Motor
10.000
0
0
0
0
0
Alat komonikasi
5.000
0
0
0
0
0
Furniture
5.000
0
0
0
0
0
Instalasi listrik
3.000
0
0
0
0
0
Lahan
80.000
0
0
0
0
0
Kend roda 4
30.000
0
0
0
0
0
Total
239.660
0
0
0
0
0
Pegawai bulanan (orang)
0
18.000
18.000
18.000
18.000
18.000
Tenaga kasual harian (orang)
0
25.200
25.200
25.200
25.200
25.200
Manajer bulana (orang)
0
24.000
24.000
24.000
24.000
24.000
Biaya operasional
Iuran listrik (bulanan)
0
12.000
12.000
12.000
12.000
12.000
Telur tetas (butir)
0
306.433
306.433
306.433
306.433
306.433
Box DOD (buah)
0
2.592
2.592
2.592
2.592
2.592
Perbaikan mesin (buah)
0
4.600
4.600
4.600
4.600
4.600
Penggantian lampu
0
414
414
414
414
414
Lain-lain (10%)
0
39.323
39.323
39.323
39.323
39.323
Total
0
432.562
432.562
432.562
432.562
432.562
DOD jantan (ekor)
0
165.476
165.476
165.476
165.476
165.476
DOD betina (ekor)
0
341.800
341.800
341.800
341.800
341.800
Telur infertil
0
30.653
30.653
30.653
30.653
30.653
Total
0
537.929
537.929
537.929
537.929
537.929
Penerimaan
805
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa investasitasi dilakukan pada th ke-0, sehingga pengeluaran mencapai Rp. 239.660.000 namun demikian pada kegiatan tahun I sudah nampak memperoleh keuntungan, yang mana penerimaan sudah melebihi biaya operasional, keuntungan akan diperoleh pada tahun- tahun berikutnya jika faktor teknis maupun ekonomis berjalan secara linier, atau tidak terjadi musibah/bencana alam. Arus biaya dan penerimaan yang terjadi pada setiap tahun proyek diasumsikan terjadi pada akhir tahun yang sedang berjalan. Untuk mengetahui Net Presen Value (NPV) maupun Net B/C ter-discount secara rinci tercantum pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa bahwa nilai NPV pada discount faktor 12% selama 5 tahun proyek menunjukkan angka lebih besar dari 1 , yaitu 140.035 artinya kegiatan penetasan itik untuk lima tahun mendatang dapat dilaksanakan.
Hasil perhitungan Benefit Cost Ratio dengan menggunakan discount faktor 12%, ternyata memperoleh angka lebih besar dari 1, yaitu 1,58 .artinya usaha penetasan itik layak dilaksanakan hingga lima tahun mendatang. Untuk mengetahui keunggulan usaha penetasan telur itik, bila dibandingkan dengan alternatif kegiatan penyimpanan dana dalam suatu Bank dalam dalam bentuk deposito, maka dilakukan penghitungan tingkat pengembalian Internal Rate of Return (IRR). Perhitungan IRR tercantum pada Tabel 4. IRR= 30 + (0,75 x 5)= 33,74% Hasil perhitungan IRR selama 5 tahun kegiatan diperoleh sebesar sebesar 33,74% ternyata nilai tersebut melebihi dari pada suku bunga yang berlaku. Berdasarkan hasil perhitungan IRR ini maka dapat dinyatakan bahwa kegiatan penetasan itik hingga 5 tahun mendatang adalah layak untuk dilaksanakan.
B/C = 379695 : 239660 = 1,58 Tabel 3. Arus kas biaya dan pendapatan (Rp. 000) dan perhitungan Net B/C Biaya
Penerimaan
Keuntungn
Df 12%
NPV 12%
0
Tahun
239660
0
- 239660
1
-239660
1
432562
537929
105367
0,8929
94082
2
432562
537929
105397
0,7972
84022
3
432562
537929
105397
0,7118
75021
4
432562
537929
105397
0,6335
66768
5
432562
537929
105397
0,5674
59802 140.035
Tabel 4. Arus kas biaya dan pendapatan (Rp. 000) dan perhitungan IRR Tahun
Biaya
Penerimaan
Keuntungan
Df
NPV
Df
NPV
30%
30%
35%
35%
0
239660
0
- 239660
1
-239660
1
-239660
1
432562
537929
105367
0,769
81048
0,740
78045
2
432562
537929
105397
0,591
62359
0,548
57828
3
432562
537929
105397
0,455
47973
0,406
42830
4
432562
537929
105397
0,350
36897
0,301
31733
5
432562
537929
105397
0,269
28381
0,223
23502
17001
806
-5720
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
KESIMPULAN
FARRY, B.P. 1996. Membuat Mengelola Mesin Tetas. PT Penebar Swadaya, Jakarta
Berdasarkan hasil perhitungan pada berbagai aspek (NPV, B/C dan IRR) maka usaha penetasan sangat layak untuk dilaksanakan hingga 5 tahun mendatang.
SETIADI, P., A.P. SINURAT, A.R. SETIOKO dan A. LASMINI. 1994. Perbaikan sanitasi untuk meningkatkan daya tetas telur itik di pedesaan. Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
SETIADI, P., A. LASMINI, A.R. SETIOKO dan A.P. SINURAT. 1992. Pengujian metoda penetasan telur itik Tegal di pedesaan. Proc. Pengelolaan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian. Balai Penelitian Tenak, Bogor.
ANONIMUS. 2008. Statistik Peternakan. Direktorat Jnderal Peternakan Depertemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta BUDIARSANA, I.G.M. 2006. Analisis feasibilitas usaha ternak itik mojosari alabio. Pros. Lokakarya Nasional. Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Puslitbang Peternakan Bekerjasama dengan Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. HETZELL, D.J.S. 1985. Domesticcs duck: An historical perspective. In: Duck Producton Science and World Practice. FARREL, D.J and P. STAPLETON (Eds). University of New England, pp. 1 – 5. KINGSTONE, D.J., D. KOSASIH dan I. ARDI. 1978. Penggunaan entog (MUSCOVY DUCK) untuk menetaskan telur-telur itik alabio di daerahdaerah rawa Kalimantan. Centre Report No. 7. Centre for Animal Research and Development, Bogor. PRAMUDYA, B. dan N. DEWI. 1992. Ekonomi Teknik. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SINURAT, A.P., MIFTAH dan T. PASARIBU. 1993. Pengaruh sumber dan tingkat energi ransum terhadap penampilan itik jantan lokal. Ilmu dan Peternakan 6(2). BRAHMANTIYO, B. dan L.H PRASETYO. 2001. Pengaruh bangsa itik albio dan mojosari terhadap performan reproduksi Pros. Lokakarya Unggas Air. Bogor, 6 – 7 Agustus Bogor. Kerjasama Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Ternak, Puslitbangnak, Bogor. BRAHMANTIYO, B., A.R. SETIOKO dan L.H. PRASETYO. 2003. Karakteristik itik pegagan sebagai sumber plasma nutfah ternak. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 375 – 380.
SETIOKO, A.R. dan A.P. SINURAT. 1993. Prospek dan kendala penerapan teknologi Usaha Ternak Itik. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil hasil Penelitian Peternakan di Pedesaan, Ciamis, Jawa Barat. SETIOKO A.R., L.H. PRASETYO, Y.C. RAHARJO, B. SETIADI, T. MURTISARI dan D. WILOETO. 1997. Program seleksi itik Magelang pada vilage breeding centre. Pros Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 487 – 494. SETIOKO, A.R. 1998. Penetasan telur itik di Indonesia. Wartazoa. Majalah Semi Ilmiah Peternakan. 7(2). SETIOKO, A.R. dan ISTIANA. 1998. Pembibitan Itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kalimantan Selatan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan Bogor. hlm. 382 – 387. SETIOKO, A.R. dan E.S. ROHAEINI. 2001. Pemberian bahan pakan lokal terhadap itik Albio. Pros. Lokakarya Unggas Air. Kerjasama Fak Peternakan IPB dan Balai Penelitian Ternak. Puslitbangnak, Bogor. SETIOKO, A.R., S. SUSANTI, L.H. PRASETYO dan SUPROYADI. 2004. Produktivitas itik Alabio dan itik MA dalam sitem pembibitan di BPTU Pelaihari. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 583 – 568. SUPARYANTO, A., A.R. SETIOKO dan L.H. PRASETYO. 2004. Evaluasi telur tetas hasil IB antara itik Mojosari Putih dengan Pejantan Pekin. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 575 – 581.
807