ANALISIS KELAYAKAN USAHA JATI UNGGUL NUSANTARA DENGAN POLA BAGI HASIL (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara)
SKRIPSI
RATNA PUSPITASARI H34052518
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
i
RINGKASAN RATNA PUSPITASARI. H34052518. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI). Sektor kehutanan memiliki peran yang penting, tidak hanya bagi kelestarian lingkungan melainkan juga terhadap pembangunan ekonomi Indonesia. Pengusahaan sektor kehutanan salah satunya dilakukan dengan pengembangan industri hasil hutan. Pengembangan industri kayu olahan mengalami hambatan pada empat tahun terakhir karena ketersediaan kayu hutan alam yang semakin menipis. Penipisan ketersediaan kayu hutan alam menyebabkan pemerintah membatasi jumlah izin pemanfaatan kayu hutan alam untuk industri khususnya kayu keras seperti kayu jati. Kebijakan pembatasan penebangan kayu jati, mengurangi ketersediaan bahan baku kayu untuk industri kayu olahan karena sebagian besar industri kayu olahan menggunakan jenis kayu tersebut. Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan pemenuhan permintaan kayu jati, dilakukan pengembangan teknologi untuk memperpendek usia tanam jati menjadi 5-20 tahun. Tanaman ini di beri nama Jati Unggul Nusantara (JUN). Jati Unggul Nusantara adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. Meskipun JUN dapat di panen pada tahun ke lima, namun kualitas yang dihasilkan hampir sama dengan tanaman jati yang berusia 15 tahun. Oleh karena itu, banyak pengusaha yang mulai tertarik membudidayakan JUN. Salah satu lembaga yang membudidayakan JUN adalah Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN). Koperasi ini membantuk Unit Usaha Bagi Hasil KPWN (UBH-KPWN) pada tahun 2007 sebagai pelaksana usaha budidaya jati unggul dengan pola bagi hasil. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis kelayakan usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN ditinjau dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen, dan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, (2) menganalisis kelayakan finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN yang menerapkan pola bagi hasil, (3) menganalisis kepekaan (sensitivitas) usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN terhadap perubahan biaya operasional dan jumlah produksi. Penelitian dilakukan di Unit Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan kegiatan usaha baru berjalan dua tahun, sedangkan rencana proyek adalah 10 tahun, sehingga menarik untuk dilakukan analisis kelayakan pada usaha tersebut. Selain itu, sistem manajemen usaha yang diterapkan memiliki keunikan, yaitu pola bagi hasil dan manajemen pohon (trees management). Penelitian ini dilakukan mulai April hingga Juli 2009. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur. Analisis data kualitatif dilakukan secara deskriptif,
ii
sedangkan analisis data finansial pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan kalkulator dan komputer dengan program Microsoft Excel. Berdasarkan hasil penelitian, baik aspek non finansial maupun aspek finansial menunjukkan bahwa usaha JUN UBH-KPWN layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen, serta aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, pengusahaan Jati Unggul Nusantara (JUN) layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek pasar dan pemasaran, peluang pasar masih terbuka karena masih adanya gap yang cukup besar antara permintaan dan penawaran. Berdasarkan aspek teknis dan teknologis, usaha ini menggunakan teknologi dan peralatan yang relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada umumnya. Berdasarkan aspek manajemen, pengusahaan JUN ini telah melakukan fungsi manajemen dengan cukup baik mulai dari perencanaan hingga pengawasan, serta sudah ada pembagian kerja yang jelas. Selain itu, penerapan pola bagi hasil dan manajemen pohon menjadi pembeda dan daya tarik usaha ini. Berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, usaha ini turut serta melestarikan lingkungan dan menyerap tenaga kerja. Hasil analisis terhadap aspek finansial yang meliputi NPV, IRR, Net B/C, PP, dan BEP, usaha JUN ini layak untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari analisis finansial yang menunjukkan NPV lebih besar dari nol yaitu Rp 42.714.598.081, IRR sebesar 48 persen, dimana lebih besar dari discount rate sebesar 9 persen. Nilai Net B/C lebih besar dari satu, yaitu enam. Payback Period (PP) yang diperoleh adalah sebesar 5,555 tahun atau sama dengan 5 tahun 6 bulan 20 hari dimana masih lebih kecil dari umur proyek, serta nilai break even point (BEP) usaha JUN ini adalah sebanyak 30.510 pohon. Berdasarkan analisis switching value, penurunan jumlah produksi tanaman JUN lebih berpengaruh dibandingkan dengan peningkatan biaya operasional. Batas penurunan jumlah produksi tanaman JUN agar usaha ini tetap layak dilaksanakan adalah sebesar 12,739980852730 persen, sedangkan batas peningkatan biaya operasional adalah sebesar 65,5400500494 persen. Hal tersebut menunjukkan usaha ini sensitif terhadap perubahan jumlah produksi.
iii
ANALISIS KELAYAKAN USAHA JATI UNGGUL NUSANTARA DENGAN POLA BAGI HASIL (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara)
RATNA PUSPITASARI H34052518
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
iv
Judul Skripsi
: Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara)
Nama
: Ratna Puspitasari
NIM
: H34052518
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi NIP. 19600611 198403 1 002
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara)” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Ratna Puspitasari H34052518
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 2 Agustus 1987. Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Ir. Mohammad Nasrun, M.Si dan Ibu Tri Ratmini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Polisi 4 Bogor pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Bogor diselesaikan pada tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui seleksi umum yang dilakukan terhadap seluruh mahasiswa TPB-IPB angkatan 42. Penulis mengambil minor Ilmu Konsumen dari Departemen Ilmu Konsumen dan Keluarga (IKK) Fakultas Ekologi Manusia. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis tercatat sebagai pengurus Sharia Economics Student Club (SES-C) periode 2006-2008 dan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Kabinet IPB Gemilang. Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan yang dilaksanakan di dalam IPB dan di luar IPB. Penulis juga tercatat sebagai asisten responsi mata kuliah Ekonomi Umum untuk empat masa jabatan yaitu semester ganjil Tahun Ajaran 2007/2008 hingga semester genap Tahun Ajaran 2008/2009. Pada tahun 2008, penulis bersama dengan empat rekan mahasiswa lainnya memperoleh hibah DIKTI untuk Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan. Selain itu, pada tahun 2008 penulis masuk dalam sepuluh besar pada lomba Bussiness Plan 3rd BGTC (Banking Goes to Campus) yang dilaksanakan dalam rangka Dies Natalis FEM ke-7.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha jati unggul nusantara dengan pola bagi hasil, baik dari aspek non finansial maupun aspek finansial. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, baik dari aspek teknis penulisan maupun substansi, karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan sehingga penulis dapat menyusun penelitian yang lebih baik di masa mendatang. Kekurangan-kekurangan maupun kesalahankesalahan yang terdapat di dalam skripsi ini juga dapat dijadikan pembelajaran oleh peneliti yang menjadikan skripsi ini sebagai referensi, agar kekurangan maupun kesalahan tersebut tidak terulang lagi.
Bogor, September 2009 Ratna Puspitasari
viii
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, kasih sayang dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi salah satu persembahan terbaik.
2.
Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama proses pra-penelitian hingga penyusunan skripsi.
3.
Etriya, SP. MM selaku dosen penguji utama dan Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen penguji Departemen yang telah meluangkan waktu pada ujian sidang penulis serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4.
Ibu Yayah K. Wagiono yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen Departemen Agribisnis selama penulis menjadi mahasiswa Departemen Agribisnis.
5.
Pihak UBH-KPWN atas penerimaan, waktu, kesempatan, informasi, dan seluruh bantuan yang diberikan untuk kelancaran proses penelitian.
6.
Staf pelayanan akademik (Ibu Ida dan Mbak Dian) yang telah membantu penulis dalam urusan administrasi serta seluruh staf Departemen Agribisnis.
7.
Suci Nurani Diah Palupi yang telah meluangkan waktu dan menyumbangkan pikiran melalui pertanyaan, kritik, serta saran yang diberikan saat menjadi pembahas seminar penulis.
8.
Aditya Putri, Hening, Dita, Ira, Dyna, dan Teh Tina atas persaudaraan yang indah, nasihat, semangat, dan teladan yang diberikan.
9.
Wening, Aqsa, Dho-dho, Nurul, Rifi, Njoez, Iwiw, Hepi, Anna, dan temanteman Agribisnis angkatan 42 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi
10. Janri Wolden, rekan satu bimbingan atas semangat dan sharing selama penelitian. 11. Tia, Septi, Faisal dan Debie, rekan-rekan Gladikarya Desa Cikole dan Desa Cibodas atas kebersamaan dan pelajaran hidup yang diberikan.
ix
12. Pejuang Ekonomi Syariah (SES-C) dan sahabat ‘Gemilang’, khususnya Pejuang Lingkungan (KLH) atas kesempatan mengembangkan diri dalam berorganisasi serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas seluruh bantuan yang diberikan.
Bogor, September 2009 Ratna Puspitasari
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xvi
I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................
1 1 6 8 8 9
II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................... 2.2 Perbandingan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu ...... 2.3 Hasil Analisis Berdasarkan Penelitian Terdahulu ..................
10 10 12 14
III
KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................... 3.1 Gambaran Komoditas ............................................................. 3.1.1 Tanaman Jati ................................................................. 3.1.2 Jati Unggul Nusantara (JUN) ........................................ 3.2 Studi Kelayakan Bisnis ........................................................... 3.2.1 Aspek-Aspek Studi Kelayakan ..................................... 3.2.2 Analisis Nilai Pengganti ................................................. 3.3 Sistem Bagi Hasil .................................................................... 3.4 Kerangka Pemikiran Operasional ..........................................
15 15 15 19 21 22 26 26 28
IV
METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 4.2 Desain Penelitian ..................................................................... 4.3 Jenis Data dan Sumber Data ................................................... 4.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 4.5.1 Analisis Kriteria Kelayakan Non Finansial .................. 4.5.2 Analisis Kriteria Kelayakan Finansial ........................... 4.6 Definisi Operasional ................................................................
31 31 31 31 32 32 32 33 36
V
GAMBARAN UMUM USAHA ................................................. 5.1 Sejarah Pendirian UBH-KPWN .............................................. 5.2 Profil UBH-KPWN ................................................................. 5.3 Kegiatan Pokok UBH-KPWN ................................................. 5.4 Gambaran Umum Sistem Agribisnis Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN ............................................................................ 5.4.1 Subsistem Agribisnis Hulu ............................................. 5.4.2 Subsistem Usahatani ...................................................... 5.4.3 Subsistem Agribisnis Hilir ............................................. 5.4.4 Subsistem Pendukung ....................................................
38 38 38 39 39 41 42 43 44
xi
VI
ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL .................................... 6.1 Aspek Pasar dan Pemasaran .................................................... 6.1.1 Peluang Pasar ................................................................. 6.1.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix) .............................. 6.1.3 Pesaing ........................................................................... 6.1.4 Hasil Analisis Aspek Pasar ............................................ 6.2 Aspek Teknis dan Teknologis ................................................. 6.2.1 Lokasi ............................................................................. 6.2.2 Input dan Peralatan ......................................................... 6.2.3 Teknik Budidaya ............................................................ 6.2.4 Lay Out ............................................................................ 6.2.5 Hasil Analisis Aspek Teknis .......................................... 6.3 Aspek Manajemen ................................................................... 6.3.1 Bentuk Usaha ................................................................. 6.3.2 Struktur Organisasi ........................................................ 6.3.3 Sistem Manajemen Usaha JUN UBH-KPWN ............... 6.3.4 Hasil Analisis Aspek Manajemen .................................. 6.4 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan .................................. 6.4.1 Peningkatan Kesempatan Kerja dan Berusaha ............... 6.4.2 Peningkatan Pendapatan Masyarakat ............................. 6.4.3 Peningkatan Pembangunan Desa ................................... 6.4.4 Memperkokoh Hubungan Sosial Kemasyarakatan ........ 6.4.5 Perbaikan Kondisi Lingkungan ......................................
45 45 45 47 52 54 54 55 56 57 62 62 64 66 67 69 73 73 73 74 74 74 75
VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL ............................................... 7.1 Asumsi-Asumsi Dasar dalam Analisis Finansial Usaha JUN UBH-KPWN ................................................................... 7.2 Analisis Inflow Usaha JUN UBH-KPWN .............................. 7.2.1 Penerimaan Penjualan Jasa Investasi ............................. 7.2.2 Penerimaan Penjualan Pohon JUN Siap Panen .............. 7.3 Analisis Outflow Usaha JUN UBH-KPWN ........................... 7.3.1 Biaya Investasi ............................................................... 7.3.2 Biaya Operasional ......................................................... 7.3.3 Bagi Hasil ....................................................................... 7.4 Laporan Laba Rugi Usaha JUN UBH-KPWN ........................ 7.5 Analisis Finansial Usaha JUN UBH-KPWN .......................... 7.6 Analisis Switching Value Usaha JUN UBH-KPWN ..............
76 76 78 78 78 79 79 82 85 87 88 89
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 8.1 Kesimpulan ............................................................................. 8.2 Saran ........................................................................................
91 91 92
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
93
LAMPIRAN ..........................................................................................
95
xii
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman Penyebaran Hutan pada Tujuh Kelompok Pulau Besar Indonesia ....................................................................................
1
2 Produk Domestik Bruto Sektor Kehutanan Tahun 2000-2007 atas Dasar Harga Berlaku ...........................................................
2
3 Perkembangan Produksi Hasil Hutan berupa Kayu di Indonesia Tahun 2003-2007 .......................................................................
3
4 Perkembangan Produksi Hasil Hutan non Kayu di Indonesia Tahun 2003-2004 .......................................................................
3
5 Devisa Ekspor Hasil Hutan Tahun 2001-2006 ...........................
4
6 Lokasi dan Jumlah Tanaman Jati UBH-KPWN tahun 2007-2008 .........................................................................
56
7 Peralatan Budidaya JUN ............................................................
57
8 Jenis Pupuk dan Dosis pada Pemupukan Lanjutan Tanaman JUN .............................................................................................
61
9 Rencana Penanaman JUN Tahun Pertama hingga Kelima ........
64
10 Realisasi Penanaman JUN Tahun Pertama dan Kedua ..............
65
11 Penyesuaian Rencana Penanaman JUN Tahun Ketiga hingga Kelima ........................................................................................
66
12 Deskripsi Pekerjaan Direksi UBH-KPWN ................................
68
13 Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Budidaya JUN UBH-KPWN ......................................................................
70
14 Bagian Hasil dan Beban Risiko Para Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN .......................................................................
72
15 Penerimaan Penjualan Jasa Investasi JUN UBH-KPWN ..........
78
16 Penerimaan Penjualan Tanaman JUN UBH- KPWN ................
79
17 Biaya Investasi Perlengkapan Kantor UBH-KPWN ..................
80
18 Biaya Investasi Peralatan Produksi UBH-KPWN ......................
80
19 Biaya Pengadaan Bibit ...............................................................
81
20 Biaya Reinvestasi Usaha JUN UBH-KPWN pada Tahun Keenam UBH-KPWN ............................................
81
21 Biaya Reinvestasi Usaha JUN UBH-KPWN pada Tahun Ketiga, Kelima, Ketujuh, dan Kesembilan .............
82
22 Biaya Manajemen Kantor UBH-KPWN .....................................
83
23 Biaya Input Penanaman dan Perawatan Tanaman JUN dalam Lima Tahun (per Pohon) .................................................
84
xiii
24 Biaya Upah Tenaga Kerja Penanaman, Perawatan, dan Pengawasan Tanaman JUN dalam Lima Tahun ........................
84
25 Bagi Hasil kepada Petani, Pemilik Lahan, Investor, Pemerintah Desa, dan UBH-KPWN ..........................................
87
26 Hasil Analisis Finansial Usaha JUN UBH-KPWN ....................
88
27 Hasil analisis switching value usaha JUN UBH-KPWN ...........
90
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Kerangka Pemikiran Operasional ..............................................
30
2
Sistem Agribisnis JUN ...............................................................
40
3
Perakaran Jati Unggul Nusantara ...............................................
41
4
Grafik Volume dan Nilai Ekspor Kayu Jati tahun 1998-2004 ...
47
5
Tata Waktu Penyiapan Lahan, Pupuk, dan Bibit .......................
59
6
Lay Out Kantor Pusat ..................................................................
63
7
Pengaturan Tanam JUN .............................................................
63
8
Bagan Kontribusi dan Bagian Hasil Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN ........................................................
71
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Hasil Penelitian Terdahulu .........................................................
96
2
Perbandingan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu .........
100
3
Aktifitas Usaha JUN ..................................................................
101
4
Struktur Organisasi UBH-KPWN ..............................................
107
5
Laporan Laba Rugi UBH-KPWN ..............................................
108
6
Analisis Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN..............................
109
7
Analisis Switching Value dengan Peningkatan Biaya Operasional sebesar 65,54 persen pada Usaha JUN UBH-KPWN ................. 112
8
Analisis Switching Value dengan Penurunan Jumlah Produksi JUN sebesar 12,74 persen pada Usaha JUN UBH-KPWN ........
115
xvi
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta ha dengan luas daratan sekitar 187,91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan kawasan hutan. Berdasarkan data statistik Departemen Kehutanan tahun 2008 luas kawasan hutan mencapai 133.694.685,18 ha. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kawasan hutan cukup luas dan tersebar hampir di seluruh pulau. Kawasan hutan terluas terdapat di Pulau Kalimantan yaitu seluas 40,89 juta ha atau 31 persen dari total luas hutan Indonesia. Pulau Papua menempati urutan kedua dengan luas kawasan hutan sebesar 40,54 juta ha dan urutan ketiga ditempati oleh Pulau Sumatera dengan luas sebesar 27,63 juta ha, sedangkan pulau lainnya memiliki luas kawasan hutan kurang dari 15 persen dari total luas hutan Indonesia (Tabel 1). Tabel 1. Penyebaran Hutan pada Tujuh Kelompok Pulau Besar Indonesia No.
Pulau
Luas Hutan (Juta ha)
1.
Papua
40,54
2.
Kalimantan
40,89
3.
Sumatera
27,63
4.
Sulawesi
11,73
5.
Maluku
7,14
6.
Jawa
7.
Bali Nusa
3,040 2,69
Sumber : Statistik Departemen Kehutanan (2008)
Hutan memiliki banyak fungsi antara lain fungsi lingkungan, fungsi estetika, fungsi pelestarian plasma nutfah, serta fungsi ekonomi. Peran hutan dalam fungsi lingkungan, khususnya sebagai daerah resapan dan tangkapan air dapat mencegah kekeringan, banjir, serta tanah longsor. Selain itu, tanaman khususnya pepohonan yang terdapat di hutan juga berfungsi sebagai penyerap emisi karbondioksida (CO2), sehingga dapat meredam pemanasan global. Jika dilihat dari fungsi estetika, hutan membentuk pemandangan yang indah, sehingga dapat dijadikan daerah wisata alam. Dalam pelestarian plasma 1
nutfah, hutan berfungsi sebagai pelestari flora maupun fauna jenis tertentu yang memungkinkan dapat dikembangkan di luar kawasan hutan. Sedangkan fungsi hutan jika ditinjau dari sisi ekonomi, hutan turut serta pula memberikan kontribusi terhadap perekonomian. Peran hutan dalam perekonomian dapat dilihat dari kecenderungan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor kehutanan. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor kehutanan pada tahun 2000 hingga 2007 cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan perubahan sebesar Rp 7.456 milyar atau 33,04 persen dari PDB tahun sebelumnya (Tabel 2). Tabel 2. Produk Domestik Bruto Indonesia untuk Sektor Kehutanan Tahun 2000-2007 atas Dasar Harga Berlaku No.
PDB Sektor Kehutanan (Milyar Rupiah)
Tahun
1.
2000
16.343,0
2.
2001
16.962,1
3.
2002
17.602,4
4.
2003
18.414,6
5.
2004
20.290,0
6.
2005
22.561,8
7.
*
30.065,7
**
35.734,1
8.
2006 2007
Keterangan : * : Angka sementara ** : Angka sangat sementara Sumber : Statistik Departemen Kehutanan (2008)
Kontribusi hasil hutan terhadap Produk Domestik Bruto berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Adapun hasil hutan kayu meliputi kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, dan produksi kayu olahan lainnya, seperti wood working, block board, veneer, particle board, chipwood, pulp, moulding, dan dowel. Sedangkan hasil hutan non kayu meliputi rotan (rotan bulat), gondorukem, terpentin, minyak kayu putih, damar, sagu, dan kopal. Perkembangan produksi hasil hutan kayu dan non kayu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
2
Tabel 3. Perkembangan Produksi Hasil Hutan berupa Kayu di Indonesia Tahun 2003-2007 Jenis Komoditas 3
Kayu bulat (m ) Kayu lapis (m3)
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
11.423.501
13.548.938
24.222.638
21.792.144
30.163.535
6.110.556
4.514.392
4.533.749
3.811.794
3.454.350
3
Kayu gergajian (m )
762.604
432.967
1.471.614
679.247
587.402
Wood working (m3)
161.814
387.503
131.297
39.100
-
436.418
277.396
403.160
189.007
204.066
289.191
155.374
1.012.205
255.759
299.202
93.642
244.070
124.768
40.655
-
127.377
316.673
352.078
556.967
1 .103.506
4.662.337
2.593.926
988.192
3.370.600
4.881.966
321.653
238.743
272.668
119.396
-
-
-
3.680
152
-
3
Block board (m ) Veneer (m3) 3
Particle board (m ) Chipwood (m3) Pulp (ton) Moulding (m3) 3
Dowel (m )
Sumber : Statistik Departemen Kehutanan (2008)
Pada tabel diatas, terlihat bahwa antara tahun 2003 hingga 2007 produksi hasil hutan kayu cenderung mengalami fluktuasi. Namun, produksi terbanyak tetap berasal dari kayu bulat, dengan produksi terbesar dicapai pada tahun 2005. Sedangkan produksi hasil hutan non kayu, antara tahun 2003 hingga 2007 cenderung mengalami penurunan, kecuali produksi minyak kayu putih saja yang mengalami peningkatan di tahun 2007 (Tabel 4). Tabel 4. Perkembangan Produksi Hasil Hutan non Kayu di Indonesia Tahun 2003-2007 Jenis Komoditas Rotan (ton)
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
127.295
1.880.503
221.381
24.554
3.153
Gondorukem (ton)
4.592
38.435
27.098
3.210
850
Damar (ton)
4.401
2.722.866
9.131
11.087
648
Terpentin (ton)
544
7.684
36.958
5.152
-
Kopal (ton)
403
7.684
36.958
5.152
-
28.138
31.978
275.192
20.010
324.019
Minyak Kayu Putih (liter)
Sumber : Statistik Departemen Kehutanan (2008)
3
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas pula dari peran sektor kehutanan dalam menghasilkan devisa. Pengusahaan sektor kehutanan salah satunya dilakukan dengan pengembangan industri hasil hutan berupa kayu. Pengembangan industri hasil hutan berupa kayu ini didorong oleh upaya pencapaian tujuan pembangunan ekonomi, diantaranya adalah penciptaan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah serta peningkatan penerimaan devisa melalui ekspor. Berdasarkan data devisa ekspor hasil hutan, dapat dilihat bahwa kayu olahan memberikan kontribusi devisa yang lebih besar dibandingkan dengan kayu bulat dan kayu gergajian (Tabel 5). Hal tersebut dikarenakan devisa yang berasal dari kayu olahan merupakan penjumlahan dari jenis kayu olahan, seperti wood working, block board, veneer, particle board, chipwood, pulp, moulding, dan dowel. Selain itu, salah satu penyebab penurunan devisa ekspor kayu bulat adalah mulai diberlakukannya pelarangan ekspor kayu bulat (log), akibat maraknya kegiatan penyelundupan kayu bulat ke luar negeri (illegal logging). Oleh karena itu, pengembangan pengusahaan kayu olahan dirasa dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan devisa negara. Tabel 5. Devisa Ekspor Hasil Hutan di Indonesia Tahun 2001-2006 Tahun
Kayu Bulat (juta US $)
Kayu Gergajian (juta US $)
Kayu Olahan (juta US $)
2001
5,62
89,48
2.486,26
2002
2,59
124,75
2.540,86
2003
0,24
85,84
2.535,03
2004
0,33
26,88
2.277,15
2005
0,19
3,41
2.401,66
2006
0,17
37
2.089,44
dilakukan
mengingat
Sumber : Statistik Departemen Kehutanan (2008)
Pengembangan kontribusinya
yang
industri cukup
kayu
besar
olahan
dalam
terus
perekonomian
negara,
namun
perkembangannya mengalami hambatan pada beberapa tahun terakhir karena ketersediaan kayu yang semakin menipis. Penipisan ketersediaan kayu tersebut disebabkan oleh adanya gap yang cukup besar antara kebutuhan dengan
4
kemampuan pemenuhannya. Selain itu, kebakaran hutan dan penebangan hutan secara liar (illegal logging) juga menjadi faktor penyebab penipisan ketersediaan kayu. Kebutuhan terhadap kayu relatif besar, namun dihadapkan dengan ketersediaan kayu yang semakin menipis. Hal ini dapat dilihat dari jatah potensi tebangan kayu. Jatah potensi tebangan pada tahun 2008 sebesar 9,1 m3, sedangkan kebutuhan bahan baku industri primer hasil hutan kayu mencapai 36.268.586,25 m3 (Statistik Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan 2008). Porsi hutan tebang yang diberikan ini masih jauh dari kebutuhannya. Kebijakan pembatasan penebangan ini, mengurangi ketersediaan bahan baku kayu untuk industri kayu olahan karena sebagian besar industri kayu olahan menggunakan jenis kayu tersebut. Menurut informasi dari ASMINDO (2008), permintaan kayu jati di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 7.000.000 meter kubik, namun penawaran yang dapat dipenuhi hanya sebesar 700.000 meter kubik saja, sehingga terjadi kekurangan penawaran sekitar 90 persen. Kendala lain yang dihadapi dalam pemenuhan bahan baku kayu jati adalah umur tanam yang relatif lama. Semakin lama tanaman jati di tanam, maka kualitasnya dipercaya semakin baik. Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan pemenuhan permintaan kayu jati, dilakukan pengembangan teknologi untuk memperpendek usia tanam jati menjadi 5-20 tahun. Tanaman ini di beri nama Jati Unggul Nusantara (JUN). Jati Unggul Nusantara adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. JUN dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon unggul dari Perum Perhutani yang bersertifikat dengan metode bioteknologi mutakhir (UBH-KPWN 2009). Meskipun JUN dapat di panen pada tahun ke lima, namun kualitas yang dihasilkan hampir sama dengan tanaman jati konvensional yang berusia 15 tahun, yaitu memiliki kelas awet III-V, kelas kuat III, dan persentase teras 26-27 (UBHKPWN 2009). Oleh karena itu, banyak pengusaha yang mulai tertarik membudidayakan JUN. Salah satu lembaga yang tertarik membudidayakan JUN adalah Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN).
5
1.2 Perumusan Masalah Kayu jati (Tectona grandis L.F) merupakan salah satu komoditas hasil hutan yang memiliki nilai ekonomis yang bernilai tinggi namun memiliki kelemahan yaitu umur tanam yang relatif lama, bahkan dapat mencapai delapan puluh tahun. Disisi lain, kayu jati merupakan salah satu bahan baku industri perkayuan yang populer karena berbagai keunggulannya. Kayu jati memiliki banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan baku pembuat rumah dan mebel. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari kayu jati. Selain itu, berbagai konstruksi pun terbuat dari kayu jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, jati digunakan sebagai vinir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Pada industri perkapalan, kayu jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis. Namun, beberapa tahun belakangan ini, kayu jati lebih banyak digunakan untuk bahan baku perumahan dan mebel. Meskipun pada akhir-akhir ini trend penggunaan kayu lain sebagai bahan baku perumahan dan mebel mulai meningkat, namun jati masih tetap menjadi pilihan utama. Beberapa jenis kayu lain yang banyak digunakan pula sebagai bahan baku perumahan dan mebel adalah kayu sengon laut dan kayu kanver. Kedua jenis kayu ini memiliki harga yang relatif lebih murah dibanding dengan jati. Namun, jika dilihat dari kualitas dan keawetan, kedua jenis kayu ini masih kalah dibandingkan dengan jati. Selain itu, dari serat yang dihasilkan kayu jati juga masih labih unggul sehingga jika digunakan untuk mebel atau furnitur, kayu jati akan menghasilkan tekstur yang indah. Jika dilihat dari respon masyarakat, terlihat bahwa jati masih tetap menjadi pilihan utama. Hal ini dapat dilihat pula dari kebutuhan kayu jati baik dalam negeri maupun luar negeri yang relatif mengalami peningkatan. Menurut informasi dari ASMINDO (2008), permintaan kayu jati di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 7.000.000 meter kubik, namun penawaran yang dapat dipenuhi hanya sebesar 700.000 meter kubik saja, sehingga terjadi kekurangan penawaran sekitar 90 persen. Oleh karena itu, beberapa upaya dilakukan agar dapat
6
memenuhi kekurangan pasokan tersebut, salah satunya adalah pengembangan penggunaan teknik budidaya bibit unggul hasil rekayasa genetika tanaman jati. Beberapa pengusaha bibit jati menamakan jati unggul ini dalam beberapa nama dagang seperti Jati Super, Jati Prima, dan Jati Emas. Sedangkan Perhutani sebagai BUMN Departemen Kehutanan yang secara historis telah mengembangkan tanaman jati sejak masa penjajahan Belanda juga telah mengembangkan tanaman jati dengan daur tebang lebih singkat dari jati konvensional. Jati produksi Perhutani tersebut diberi nama Jati Plus Perhutani (JPP). Jati Unggul Nusantara adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. Jati Plus Perhutani ini diinduksi perakarannya menjadi akar tunggang majemuk, sehingga perakarannya menjadi kokoh dan batang cepat besar namun tidak mudah roboh (UBH-KPWN 2009). Salah satu hal yang menjadi pembeda antara JUN dengan jati unggul lainnya, seperti Jati Emas adalah pelaku budidayanya. Jati Emas dikembangkan oleh Thailand, sehingga jika dilihat dari kesesuaian dengan agroklimat atau tempat tumbuh dengan iklim di Indonesia perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu. Sedangkan JUN merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh Perum Perhutani Indonesia, sehingga secara agroklimat sudah sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Meskipun
dikembangkan
oleh
pihak
yang
berbeda,
namun
pengembangan bibit jati unggul ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menghasilkan jati dalam umur yang tidak terlalu lama. Penggunaan teknik budidaya jati unggul ini dapat memperpendek umur tanam, sehingga masa panen dapat lebih cepat. Masa panen yang relatif cepat ini diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan kayu jati saja, tetapi juga dapat menarik pemilik modal untuk berinvestasi pada sektor kehutanan, khususnya tanaman jati. Dalam rangka menunjang pengembangan budidaya jati unggul, maka diperlukan sistem usaha yang dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan agar dapat memenuhi permintaan jati secara berkesinambungan. Salah satu pelaku usaha budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha yang terpadu adalah Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara KPWN.
7
Tanaman Jati Unggul Nusantara yang dibudidayakan oleh Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusamtara (UBH-KPWN) dapat dipanen pada tahun ke lima dengan kualitas hasil yang baik pula. Selain itu, UBHKPWN menerapkan pola bagi hasil kepada para mitra usahanya serta manajemen pohon (trees management) dalam pelaksanaan usaha. Usaha ini baru dilaksanakan selama dua tahun, sehingga memerlukan pengkajian terhadap kelayakan usaha. Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa hal yang menarik untuk di analisis secara lebih detail. 1.
Bagaimana kelayakan usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN ditinjau dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen, dan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
2.
Bagaimana kelayakan secara finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBHKPWN yang menerapkan pola bagi hasil.
3.
Bagaimana kepekaan (sensitivitas) usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan, seperti perubahan biaya operasional dan jumlah produksi.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis kelayakan usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN ditinjau dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis dan aspek manajemen, dan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.
2.
Menganalisis kelayakan secara finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBHKPWN yang menerapkan pola bagi hasil.
3.
Menganalisis kepekaan (sensitivitas) usaha Jati Unggul Nusantara UBHKPWN terhadap perubahan biaya operasional dan jumlah produksi.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.
Pemerintah atau pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan sektor untuk berinvestasi terkait upaya penyerapan tenaga kerja dan pendapatan negara.
2.
Pihak
pengusaha
atau
pemilik
modal
(investor)
sebagai
masukan
pengambilan keputusan dalam memilih investasi usaha. 8
3.
Bagi penulis sebagai peningkatan kemampuan dalam menganalisis masalah dan menerapkan ilmu yang telah dipelajari.
4.
Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam melakukan penelitian lebih lanjut.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki batasan pada pengkajian terhadap kelayakan usaha yang dilakukan oleh UBH-KPWN, dimana kelayakan yang dianalisis hanya pada perencanaan jangka menengah, yaitu penanaman 2000.000 tanaman JUN dalam waktu lima tahun. Kelayakan usaha yang dianalisis meliputi kelayakan secara finansial maupun non finansial. Selain itu, dikaji pula secara deskriptif gambaran umum kemitraan UBH-KPWN dengan subsektor lainnya (pengada input, pengolah hasil, dan lembaga ekolabel).
9
II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini berjudul Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan Pola Bagi Hasil. Di dalam penelitian ini, digunakan empat penelitian terdahulu sebagai bahan acuan. Penelitian terdahulu menjadi referensi bagi penulis dalam melaksanakan penelitian. Adapun penelitian terdahulu yang dijadikan referensi antara lain: (1) Monitoring Serangan Hyblaea puera Cramer pada Tanaman Jati Unggul Nusantara di UBH-KPWN Desa Ciruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang oleh Aggarawati (2009), (2) Studi Kelayakan Investasi Usaha Jati Emas (Kasus di PT. Bukaka Teknik Utama Tbk, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat) oleh Seto (2004), (3) Analisis Kelayakan Finansial Produksi Bibit Jati (Tectona grandis L.f.) dengan Metode Kultur Jaringan pada PT. Dafa Teknoagro Mandiri, Ciampea, Bogor oleh Abdurrohman (2005) dan (4) Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara oleh Setyadi (2009) (lampiran 1). 2.1 Penelitian Terdahulu Anggarawati (2009) menganalisis mengenai serangan H. puera pada tanaman jati unggul nusantara di UBH-KPWN. Peneliti menyatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase, intensitas dan pengaruh serangan H. puera pada pertumbuhan tanaman jati. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pengamatan di lapangan (observasi lapang) untuk mengukur tinggi dan keliling pohon yang terserang H. puera. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa serangan H. puera tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan keliling batang, sehingga bila hama ini menyerang tanaman JUN, maka serangannya tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan keliling batang JUN. Studi Kelayakan Investasi Usaha Jati Emas pada PT Bukaka Teknik Utama oleh Seto (2004) menganalisis tingkat kelayakan investasi usahatani jati emas jika dilakukan pada lahan sempit, yaitu dua hektar dengan total populasi 4000 bibit. Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa usaha ini layak untuk dikembangkan. Hasil analisis aspek finansial menunjukkan NPV untuk usahatani
10
jati emas lahan sempit sebesar Rp 900.011.970, IRR sebesar 13,42 persen, Net B/C sebesar 1,97 dan PBP selama 14 tahun 4 bulan. Sedangkan analisis sensitivitas yang dianalisis yaitu pada penurunan harga jual output sebesar 20 persen, peningkatan biaya yang dikeluarkan sebesar 20 persen dan perubahan tingkat suku bunga menjadi 10 dan 13 persen. Hampir semua asumsi perubahan menunjukkan usaha ini tetap layak dilaksanakan. Namun, usaha ini menjadi tidak layak pada asumsi keempat (peningkatan biaya 20 persen yang diiringi pula penuurunan harga jual 20 persen dan suku bunga 10 pesen), asumsi kelima (peningkatan biaya 20 persen yang namun harga jual tetap dan suku bunga 13 pesen), dan asumsi keenam (peningkatan biaya 20 persen yang diiringi pula penuurunan harga jual 20 persen dan suku bunga 13 pesen). Abdurrohman (2005) menganalisis kelayakan finansial produksi bibit jati dengan metode kultur jaringan pada PT. Dafa Teknoagro Mandiri, Bogor. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha produksi bibit jati dan menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial usaha produksi bibit jati. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial yang diamati, usaha ini dapat dikatakan layak, dimana NPV bernilai positif sebesar Rp 301.751.403,00, IRR lebih besar dari tingkat diskonto (14 persen) yaitu sebesar 23,8967 persen, Net B/C lebih besar dari satu yaitu 1,695 dan Waktu pengembalian pada periode 5 tahun 4 bulan. Hasil analisis sensitivitas usaha ini sangat peka terhadap perubahan harga output. Berdasarkan dua skenario yaitu dengan kenaikan biaya produksi sebesar 20 persen dan penurunan harga output sebesar 28,57 persen, hanya pada skenario pertama investasi layak secara finansial dilaksanakan, sedangkan pada skenario kedua tidak layak secara finansial dilaksanakan. Hasil analisis dengan menggunakan switching value menunjukkan bahwa perubahan yang dapat ditolerir sehingga proyek masih dikatakan layak ketika biaya produksi variabel naik sebesar 59,80293 persen dan harga output turun sebesar 20,1824 persen. Setyadi (2009) menganalisis kelayakan usaha dan kontribusi pengelolaan hutan rakyat koperasi hutan jaya lestari, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan usaha pada pengelolaan hutan rakyat di Konawe Selatan. Hasil penelitian menunjukkan
11
bahwa hutan rakyat di Kabupaten Konawe Selatan pada periode pembenahan ini strata I impas, sedangkan strata II dan III tidak layak diusahakan secara finansial. Nilai NPV masing-masing strata sebesar –Rp 27.501,00; –Rp 4.231.546,00 dan – Rp 9.254.448,00. Nilai BCR sebesar 1,00; 0,78 dan 0,67. Sedangkan nilai IRR berturut-turut 17,94 persen; 12,37 persen dan 10,00 persen. Status hutan pada strata I,II dan III dapat menjadi layak jika ada kenaikan harga kayu masingmasing 10 persen, 30 persen, dan 50 persen. Apabila diusahakan selama daur pertama pembenahan, hutan tersebut menjadi layak dengan nilai NPV berturutturut Rp 7.704.499,00; RP 4.485.191,00 dan RP 3.241.314,00. Nilai BCR masingmasing strata yaitu 1,59; 1,24 dan 1,11. Sedangkan IRR masing-masing strata sebesar 25,08 persen; 20,77 persen dan 19,23 persen. Pola kemitraan antara KHJL dengan petani termasuk kemitraan jangka panjang, namun hutan rakyat merupakan pekerjaan tambahan atau dikatakan pekerjaan waktu luang saja bagi petani. 2.2 Perbandingan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu Penelitian Anggarawati pada tahun 2009 memiliki kesamaan dalam hal lokasi, namun berbeda dalam topik penelitian. Penelitian Anggarawati memberikan gambaran kepada penulis mengenai keadaan usaha yang penulis teliti. Selain itu, memberikan informasi terkait dengan hama yang menyerang pada tanaman jati. Berdasarkan penelitian Anggarawati, disimpulkan bahwa hama H. puera tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan keliling jati, sehingga keberadaan hama tersebut tidak terlalu mengganggu pelaksanaan usaha. Penelitian Seto memiliki kesamaan dalam hal topik penelitian dan jenis komoditas, namun berbeda lokasi dan sistem manajemen. Jenis komoditas yang diteliti adalah Jati Emas. Jati Emas merupakan salah satu nama dagang jati unggul, dimana jati emas ini dikembangkan oleh Thailand sejak beberapa tahun yang lalu. Baik Jati Emas maupun Jati Unggul Nusantara (JUN), keduanya merupakan jenis jati unggul yang dapat dipanen pada umur yang lebih pendek dibandingkan dengan jati konvensional, namun tetap menghasilkan kualitas yang sama baik dengan jati konvensional. Dalam hal teknik budidaya, Jati Emas dan JUN tidak terlalu berbeda, keduanya sama-sama membutuhkan perawatan yang intensif. 12
Jika dilihat dari sistem manajemen, penelitian yang dilaksanakan ini menggunakan sistem bagi hasil sedangkan penelitian Seto pada tahun 2004 menggunakan sistem manajemen pada umumnya (konvensional). Selain itu, penelitian yang penulis lakukan mendasarkan perhitungan dengan sistem manajemen pohon (trees management) sedangkan penelitian yang dilakukan Seto menggunakan perhitungan luas lahan. Penelitian Seto dilakukan pada lahan sempit yaitu dua hektar dengan total populasi 4000 bibit. Penelitian Seto ingin melihat sejauh mana kelayakan usaha budidaya tanaman jati jika dilakukan pada lahan sempit, padahal pada umumnya usaha budidaya tanaman kehutanan biasanya dilakukan pada lahan yang luas. Penelitian Abdurrahman (2005) memiliki kesamaan topik, sedangkan lokasi, jenis komoditas dan sistem manajemen yang diteliti berbeda. Penelitian Abdurrahman bertujuan melihat kelayakan finansial produksi bibit jati. Bibit jati merupakan input dalam usaha budidaya jati, sehingga menjadi suatu hal yang penting untuk diketahui sejauh mana kelayakan usaha bibit jati ini. Berdasarkan penelitian Abdurrahman, dapat terlihat bahwa usaha ini sensitif terhadap perubahan biaya produksi. Bila harga input untuk produksi bibit mengalami kenaikan, maka hal tersebut berpotensi menyebabkan kenaikan harga jual bibit. Kenaikan harga jual bibit ini tentu akan berpengaruh terhadap kelayakan usaha budidaya jati. Oleh karena itu, studi literatur terhadap penelitian yang dilakukan Abdurrahman dibutuhkan untuk membantu menganalisis dalam penelitian usaha jati unggul nusantara ini. Penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Setyadi pada tahun 2009 memiliki kemiripan dalam hal topik dan sistem kemitraan yang dilakukan, namun lokasi penelitian berbeda. Sistem kemitraan yang dilakukan yaitu bekerjasama dengan petani. Hal tersebut sama halnya dengan kemitraan yang dilakukan dalam penelitian JUN ini, dimana salah satunya juga bekerja sama dengan petani. Pada analisis yang dilakukan oleh Setyadi, terlihat bahwa pola kemitraan antara KHJL dengan petani termasuk kemitraan jangka panjang, namun hutan rakyat merupakan pekerjaan tambahan atau dikatakan pekerjaan waktu luang saja bagi petani, sehingga petani dapat melakukan aktifitas yang lainnya. Pada penelitian Setyadi juga menunjukkan bahwa usaha budidaya jati layak untuk dilaksanakan
13
baik secara finansial maupun non finansial. Jika dilihat dari aspek pasar,masih terdapat gap antara permintaan dan penawaran, sehingga keberadaan usaha ini diharapkan dapat berkontribusi dalam menyediakan kebutuhan jati. Jika dilihat secara teknis, usaha budidaya jati yang dilakukan KHJL hampir sama dengan teknik budidaya pertanian pada umumnya. 2.3 Hasil Analisis Berdasarkan Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil analisis dari penelitian-penelitian terdahulu diperoleh hipotesis sementara bahwa jika dilihat dari aspek pasar, usaha budidaya jati dinilai layak, karena pasar untuk jati masih terbuka lebar. Saat ini, permintaan jati masih belum dapat terpenuhi seluruhnya oleh penawaran yang ada, sehingga terdapat gap antara permintaan dan penawaran yang cukup besar. Jika dilihat dari teknik budidaya, tanaman jati merupakan tanaman yang dapat tumbuh secara alami, sehingga teknik budidaya yang dilakukan relatif sederhana. Peralatan yang digunakan merupakan peralatan budidaya pertanian pada umumnya. Berdasarkan penelitian Setyadi, diperoleh pula kesimpulan bahwa petani yang melaksanakan budidaya tanaman hutan, dalam hal ini tanaman jati tidak menghabiskan seluruh waktunya untuk melaksanakan budidaya tanaman ini. Disela-sela waktu kosong, petani dapat melakukan aktifitas lainnya. Jika dilihat dari aspek manajemen, usaha yang dilakukan dengan pola bagi hasil dirasa akan lebih aman bagi pihak-pihak terkait karena didasarkan atas kondisi aktual (riil) serta keadilan dalam pembagian keuntungan dan risiko kerugian. Sedangkan dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, dengan keberadaan usaha JUN ini dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu juga turut berkontribusi dalam kelestarian lingkungan. Berdasarkan hasil analisis finansial pada penelitian terdahulu dengan kriteria-kriteria yang digunakan seperti NPV, IRR, Payback Period, dan Net B/C terlihat bahwa usaha budidaya jati layak secara finansial. Secara finansial, usaha ini sensitif terhadap perubahan biaya produksi dan perubahan harga output.
14
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Gambaran Komoditas 3.1.1 Tanaman Jati (Tectona grandis L.F) Tanaman jati pada mulanya merupakan tanaman hutan yang tidak sengaja ditanam dan tumbuh liar di dalam hutan bersama jenis tanaman lain. Di alam, tanaman jati tumbuh sebagai tanaman campuran, serta tumbuh di daerah yang mempunyai perbedaan musim basah dan kering yang jelas (Tini 2002). Menurut Sumarna (2008) tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn. f. Nama tectona berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke sembilan dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap serta jamur, bahkan tanaman ini dapat bertahan hingga 500 tahun. Sumarna (2008) mengemukakan bahwa kondisi kelas kuat dan kelas awet yang tinggi menyebabkan kayu jati hingga saat ini banyak dibutuhkan dalam industri properti, selain itu dengan profil yang ditujukkan oleh garis lingkar tumbuh yang unik dan bernilai artistik tinggi, jati dibutuhkan para seniman pahat dan pengrajin industri furniture untuk dijadikan berbagai bentuk barang jadi, misalnya mebel dan berbagai jenis barang kerajinan rumah tangga. Selain itu juga digunakan sebagai bahan untuk bak pada angkutan truk, tiang, balok, gelagar, jembatan, maupun bantalan kereta api. Tanaman jati juga memiliki daya tahan terhadap bahan kimia maka secara teknis kayu jati dapat digunakan sebagai wadah bagi berbagai jenis produk industri kimia. Menurut Sumarna (2008) tanaman jati tergolong pula sebagai tanaman berkhasiat obat. Bunga jati dapat digunakan sebagai obat bronchitis, billiousness, dan obat untuk melancarkan serta membersihkan kantung kencing. Bagian buah atau benihnya dapat digunakan sebagai bahan obat diuretik. Adapun ekstrak daunnya dapat menghambat kinerja bakteri tuberkolosa. Selain berfungsi sebagai bahan obat, daun jati dapat digunakan sebagai bahan pewarna kain. Tidak hanya
15
bagian tanaman saja yang berguna, limbah produksi berupa cabang dan serbuk gergaji pun dapat diproses menjadi briket arang yang memiliki kalori tinggi . 3.1.1.1 Daerah Penyebaran Jati (Tectona grandis L.F) Jati merupakan tanaman asli di sebagian besar jazirah India, Myanmar, Thailand bagian barat, Indo Cina, sebagian Jawa, serta beberapa pulau kecil lainnya di Indonesia, seperti Muna (Sulawesi Tenggara). Jika dilihat dari persebarannya di Asia, tanaman jati tersebar di sebelah Utara pada 2505’ Lintang Utara sampai di Burma, sedangkan di sebelah Selatan sampai 90 Lintang Selatan yaitu pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Namun, demikian antara 100 Lintang Utara dan beberapa derajat Lintang Selatan tidak terdapat tanaman jatinya. Penyebaran tanaman jati di Asia Tenggara terdapat di Burma, India, Thailand dan Vietnam, sedangkan di Indonesia selain terdapat di Jawa, terdapat pula di pulau Buton, pulau Muna, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung. Penanaman jati di luar daerah sentra jati sangat memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini disebabkan banyak daerah yang memiliki kondisi tanah dan iklim yang cocok untuk tanaman jati. Penduduk Indonesia sudah mengenal tanaman jati ini sejak lama. Perkembangan tanaman jati di Indonesia dalam sejarahnya dikaitkan dengan perkembangan peradaban budaya masyarakat dan pemerintahan kerajaan Hindu. Di Indonesia, jati mengalami proses naturalisasi di Pulau Jawa dan berkembang sampai ke Kangean, Muna (Sulawesi Tenggara), Sumba, dan Bali. Selanjutnya jati menyebar ke beberapa pulau lainnya. Namun, pada umumnya tanaman jati di Indonesia yang paling luas dikembangkan adalah di Pulau Jawa. Pada masa penjajahan Belanda perkebunan jati secara besar-besaran dilakukan di sebagian besar wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur (Tini 2002). 3.1.1.2 Sifat Botanis Tanaman Jati Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-45 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Sumarna (2008) mengemukakan bahwa dalam klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut:
16
Kerajaan
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Verbenales
Familia
: Verbenaceae
Genus
: Tectona
Spesies
: Tectona grandis Linn. f.
Tanaman jati banyak tumbuh di tanah datar dan berbukit rendah dengan ketinggian kurang lebih 700 meter di atas permukaan laut (dpl). Di atas ketinggian tersebut, pohon jati jarang ditemukan. Meskipun demikian, dilaporkan bahwa di Myanmar jati dapat tumbuh dan ditemukan pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Bahkan di India pohon jati ditemukan di daerah dengan ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut (Tini 2002). Jati di daerah subur dan iklim yang sesuai dapat mencapai ketinggian 45 meter dengan tinggi batang bebas cabang 15-20 meter dan mempunyai diameter sampai 220 cm. Bila tumbuh di daerah yang subur bentuk batangnya dapat bulat lurus akan tetapi bila tumbuh di tempat yang tidak subur bentuk batangnya kurus melengkung dan penampangnya tidak merata. 3.1.1.3 Fenotipe Jati di Indonesia Penampilan jati di Indonesia khususnya di pulau Jawa, relatif seragam bahkan sangat serupa satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, dalam kenyataannya atau dalam prakteknya sehari-hari, orang-orang membedakan bentuk jati berdasarkan fenotipenya yang menunjukkan adanya perbedaan morfologi bentuk pohon, batang dan sifat kayunya. Perbedaan penampilan jati tersebut masih menjadi bahan kajian apakah karena perbedaan varietas, ras lahan, serangan penyakit atau kemampuan beradaptasi
yang berbeda antar individu
pohonnya. Hal ini disebabkan dalam satu populasi ditemukan beberapa penampilan yang beragam. Berdasarkan sifat-sifat kayu dan bentuk pohonnya, jenis-jenis jati dibedakan sebagai berikut (Hardjodarsono diacu dalam Tini 2002):
17
1.
Jati lengo atau jati malam, kayunya keras dan berat. Jika diraba terasa halus seperti minyak.
2.
Jati sungu hitam, kayunya padat dan berat.
3.
Jati werut, kayunya keras dan seratnya berombak.
4.
Jati doreng, kayunya berlorang hitam.
5.
Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena banyak mengandung kapur.
6.
Jati kembang, kayunya memiliki pola seperti kembang.
Sedangkan penggolongan berdasarkan penampakan bentuk batang, tanaman jati dibedakan menjadi: 1.
Jati tipe belimbing
2.
Jati tipe knobel
3.
Jati tipe boleng
4.
Jati tipe mulus Dalam keseharian, tanaman jati yang terdapat di Indonesia dibedakan
dengan sebutan jati Muna, jati Jawa, jati Thailand atau nama daerah (negara) asalnya. Penamaan ini lebih didasarkan pada daerah tempat tumbuhnya. Selain itu mulai populer pula jenis jati genjah atau jati unggul. 3.1.1.4 Jati Unggul Jati unggul merupakan bibit unggul hasil dari perbanyakan kultur jaringan yang dikembangkan pertama kali dalam laboraturium, dimana tanaman induknya berasal dari Myanmar. Jati unggul sudah sejak tahun 1980 ditanam secara luas di Myanmar dan Thailand. Klonal unggul ini memiliki keunggulan genetik sama dengan induknya dan waktu panen relatif cepat yaitu antara 15-20 tahun. Jati unggul memiliki beberapa keunggulan seperti sangat baik ditanam dengan sistem tumpangsari, baik dengan tanaman perkebunan maupun pertanian. Tumpang sari yang dapat dilakukan dengan tanaman perkebunan antara lain terhadap tanaman karet, kakao, kopi, dan kelapa. Selain itu, jati ungul dapat ditumpangsarikan tanaman palawija dengan jagung, kedelai, kacang tanah, cabai, dan ubi kayu. Bibit jati unggul dapat tumbuh dimana saja dengan catatan, lahan tidak tergenang air, PH tidak asam (6,0-7.5), tanah lempung berpasir, ketinggian tidak
18
lebih dari 400 meter dpl, dan curah hujan 1000-2.500 mm/tahun dengan temperatur 22-38 derajat celcius (Wuryan 2008). Beberapa trade mark jati unggul telah diketahui dan banyak ditanam oleh pengebun jati di Indonesia. Menurut Sumarna (2008), jenis jati unggul yang informasinya telah tersebar luas di masyarakat antara lain: a.
Jati Unggul
b.
Jati Super
c.
Jati Emas
d.
Jati Biotropika
3.1.2 Jati Unggul Nusantara (JUN) Jati Unggul Nusantara adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. JUN dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon unggul dari Perum Perhutani yang bersertifikat dengan metode bioteknologi mutakhir (Wuryan 2008). Bibit JUN dihasilkan dari proses pengembangan genetik dari bibit-bibit jati terbaik seluruh Indonesia (PT. Setyamitra Bhaktipersada 2008). Proses penelitian dan pengembangan genetik dari bibit JUN ini memerlukan waktu lebih dari tujuh tahun. Pohon jati unggul dibuatkan kloningnya agar menghasilkan bibit jati unggul yang memiliki sifat seperti induknya. Perlakuan tambahan juga diterapkan untuk menghasilkan akar tunjang majemuk, cepat tumbuh, kokoh dan seragam. JUN memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah memiliki perakaran tunjang majemuk, cepat besar, kokoh, sehingga tidak mudah roboh dan memiliki daya serap yang tinggi terhadap nutrisi. Keunggulan lainnya adalah masa panen yang relatif singkat 5-20 tahun namun tetap menghasilkan kayu berkualitas. Hasil kayu yang dapat diharapkan minimal mencapai 200 m3 per hektar, berbatang lurus seperti pinsil (10 meter tanpa cabang). 3.1.2.1 Karakteristik Jati Unggul Nusantara Jati Unggul Nusantara dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang memiliki ketinggian sampai 400 meter dpl, drainase yang baik, PH tanah 6.0-7.5 dan bukan merupakan lahan yang becek atau tergenang. Penggunaan teknologi induksi perakaran, dihasilkan akar tunjang majemuk dan akar serabut, sehingga 19
bibit JUN menyerap banyak zat hara. Hal inilah yang menyebabkan JUN tumbuh cepat dan kokoh. Jika dibandingkan dengan bibit Jati biasa, JUN memiliki kecepatan tumbuh mencapai empat kali lipat (PT. Setyamitra Bhaktipersada 2008). 3.1.2.2 Penanaman dan Pemeliharaan Jati Unggul Nusantara Pada umumnya JUN ditanam dengan jarak 5 x 2 m (1000 pohon per hektar), ukuran lubang tanam 40 x 40 x 40 cm. Pupuk dasar yang diberikan terdiri dari pupuk kandang yang sudah matang 3 kg, pupuk kimia ZA atau NPK 200 g per lubang tanam. Bagi tanah yang asam, ditambahkan kapur pertanian sebanyak 100 g per lubang tanam. Bibit JUN ditanam tegak lurus dan ditimbun dengan tanah galian yang telah diremahkan. Penanaman dilakukan pada permulaan musim hujan. Pemupukan dilakukan setelah penyiangan dan pendangiran. Pemupukan NPK dilakukan sekali dalam satu tahun pada permulaan musim hujan dengan ketentuan: a. Umur 1 tahun : 250 g NPK per pohon b. Umur 2 tahun : 400 g NPK per pohon c. Umur 3 tahun : 600 g NPK per pohon d. Umur 4 tahun : 800 g NPK per pohon e. Umur 5 tahun : 1000 g NPK per pohon Wiwilan segera dilakukan pada awal pertumbuhan sampai dengan tanaman berumur 1-2 tahun. Penjarangan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang memadai bagi tanaman. Penjarangan dilakukan dilakukan tiap 5 tahun sekali dengan intensitas yang berbeda. a. Penjarangan 1 (umur 5 tahun) untuk memperoleh tegakan tinggal sebanyak 500 pohon/ha b. Penjarangan 2 (umur 10 tahun) untuk memperoleh tegakan tinggal sebanyak 350 pohon/ha c. Penjarangan 3 (umur 15 tahun) untuk memperoleh tegakan tinggal sebanyak 200 pohon/ha. (Wuryan 2008)
20
3.1.2.3 Pemanenan Jati Unggul Nusantara Pemanenenan dilakukan pada umur tebang (daur) 20 tahun. Jumlah pohon yang ditebang sebanyak 200 pohon per ha dan diperkirakan dapat menghasilkan 200 m3 kayu per ha. Namun, Jati Unggul Nusantara dengan segala keunggulannya dapat dipanen dalam jangka waktu 5 tahun (Wuryan 2008). 3.2 Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu ide usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam penelitian ini adalah kemungkinan dari ide suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu ide usaha dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), tahap-tahap untuk melakukan investasi usaha adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi Pengamatan
dilakukan
terhadap
lingkungan
untuk
memperkirakan
kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut. 2) Perumusan Tahap perumusan merupakan tahap untuk menerjemahkan kesempatan investasi ke dalam suatu rencana proyek yang kongkrit, dengan faktor-faktor yang penting dijelaskan secara garis besar. 3) Penilaian Penilaian dilakukan dengan menganalisa dan menilai aspek pasar, teknik, manajemen, dan finansial. 4) Pemilihan Pemilihan dilakukan dengan mengingat segala keterbatasan dan tujuan yang akan dicapai. 5) Implementasi Implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran.
21
3.2.1 Aspek-Aspek Studi Kelayakan Studi kelayakan bisnis merupakan gambaran kegiatan usaha yang direncanakan, sesuai dengan kondisi, potensi, serta peluang yang tersedia dari berbagai aspek. Dengan demikian dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis, harus meliputi sekurang-kurangnya aspek-aspek sebagai berikut: a)
Aspek pasar dan pemasaran
b) Aspek teknis dan teknologis c)
Aspek manajemen
d) Aspek sosial ekonomi dan lingkungan e)
Aspek finansial
3.2.1.1 Aspek Non Finansial a) Aspek Pasar dan Pemasaran Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli, atau saling bertemunya antara kekuatan permintaan dan penawaran untuk membentuk suatu harga. Salah seorang ahli pemasaran, Stanton, mengemukakan pengertian lain tentang pasar, yakni merupakan kumpulan orang-orang yang mempunyai keinginan
untuk
puas,
uang
untuk
belanja,
dan
kemauan
untuk
membelanjakannya. Jadi, ada tiga faktor utama yang menunjang terjadinya pasar, yaitu orang dengan segala keinginannya, daya beli, serta tingkah laku dalam pembeliannya. Pengkajian aspek pasar dan pemasaran penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh proyek tersebut dan jika pasar yang dituju tidak jelas, prospek, bisnis ke depan pun tidak jelas, maka risiko kegagalan menjadi besar. Analisis aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk memahami berapa besar potensi pasar yang tersedia, berapa bagian yang dapat diraih oleh perusahaan atau usaha yang diusulkan, serta strategi pemasaran yang direncanakan untuk memperebutkan konsumen tersebut (Husnan dan Suwarsono 2000). Pada pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dibagi menjadi empat kebijakan pemasaran yang biasa disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran atau 4P dalam pemasaran terdiri dari produk (product), harga (price),distribusi (place), dan promosi (promotion). Bauran
22
pemasaran untuk produk jasa lebih luas daripada bauran pemasaran produk barang. Pada bauran pemasaran untuk jasa, baurannya dapat diperluas lagi dengan menambah tiga elemen lagi, yaitu orang (people), bukti fisik (physical evidence) dan proses jasa (process) (Kotler 1997). b) Aspek Teknis dan Teknologis Aspek teknis dan teknologi berkaitan dengan aktifitas mempelajari bagaimana secara teknis proses produksi dilaksanakan. Aspek teknis bertujuan untuk meyakini apakah secara teknis dan pilihan teknologi, rencana bisnis dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak, baik saat pembangunan atau operasional secara rutin (Umar 2005). Beberapa pertanyaan utama yang perlu mendapatkan jawaban dari aspek teknis ini adalah: 1) Lokasi proyek, yakni di mana suatu proyek akan didirikan baik untuk pertimbangan lokasi dan lahan pabrik maupun lokasi bukan pabrik. 2) Seberapa besar skala operasi atau luas produksi ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis. 3) Kriteria pemilihan mesin dan equipment utama serta alat pembantu mesin dan equipment. 4) Bagaimana proses produksi dilakukan dan layout pabrik yang dipilih, termasuk juga layout bangunan dan fasilitas lain. 5) Apakah jenis teknologi yang diusulkan cukup tepat, termasuk didalamnya pertimbangan variabel sosial. (Husnan dan Suwarsono 1994) Pemilihan mesin, peralatan, serta teknologi yang akan diterapkan dewasa ini hampir tidak dapat dipisahkan. Beberapa kriteria yang tidak dapat dipisahkan dalam pemilihan teknologi antara lain kesesuaian dengan bahan mentah yang dipakai, keberhasilan teknologi di tempat lain, kemampuan tenaga kerja dalam pengoperasian teknologi, dan kemampuan antisipasi terhadap teknologi lanjutan (Umar 2005). c)
Aspek Manajemen Manajemen
berfungsi
untuk
aktivitas-aktivitas
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian (Umar 2005). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), analisa manajemen operasional meliputi deskripsi 23
pekerjaan, yang akan dilakukan, persyaratan untuk melakukan pekerjaan tersebut, serta struktur organisasi perusahaan. Aspek manajemen operasional juga perlu mengkaji mengenai legalitas atau aspek yuridis dari suatu perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk meyakini apakah secara yuridis perencanaan usaha yang telah dibuat dapat dinyatakan layak atau tidak layak dihadapan pihak yang berwajib dan masyarakat. d) Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Analisis terhadap aspek sosial dan lingkungan merupakan suatu analisis yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial tersebut harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan ketanggapan suatu usaha terhadap sosial yang terjadi (Gittinger 1986). Beberapa manfaat proyek terhadap kondisi sosial dan lingkungan antara lain perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani, serta dampak usaha terhadap kelestarian lingkungan. 3.2.1.2 Aspek Finansial Aspek finansial bertujuan untuk menghitung kebutuhan dana baik kebutuhan dana untuk aktiva tetap, maupun dana untuk modal kerja. Studi aspek finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana usaha yang dimaksud. Studi kelayakan terhadap aspek keuangan perlu menganalisis bagaimana perkiraan aliran kas akan terjadi. Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Payback Period dan Break Even Point. a) Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan salah satu metode perhitungan kelayakan investasi yang banyak digunakan karena mempertimbangkan nilai waktu uang (Arifin 2008). NPV yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekararng dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang. Untuk
24
menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan (Umar 2005). b) Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal (Umar 2005). Sedangkan menurut Arifin (2008), metode IRR dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proceed (keuntungan bersih sesudah pajak ditambah dengan depresiai) yang diharapkan akan diterima (PV of future proceeds) sama dengan jumlah sekarang dari pengeluaran modal (PV of capital outlays). c)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Ukuran berdiskonto manfaat proyek yang lainnya adalah rasio manfaat
terhadap biaya (B/C Ratio). Rasio ini diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Dalam prakteknya, B/C Ratio jarang menggunakan manfaat dan biaya bruto, akan tetapi lebih baik membandingkan nilai sekarang manfaat neto dengan nilai sekarang dari biaya investasi ditambah biaya operasi dengan pemeliharaan. Rasio ini tidak sering digunakan di negaranegara yang sedang berkembang, karena nilai rasio ini berubah tergantung kepada selisih arus-arus manfaat dan biaya. Namun, suatu keuntungan dari Net B/C adalah bahwa ukuran tersebut secara langsung dapat mencatat berapa besar tambahan biaya tanpa mengakibatkan proyek secara ekonomis tidak menarik (Gittinger 1986). d) Payback Period (PP) Payback Period atau periode pengembalian investasi adalah suatu periode atau jangka waktu yang diperlukan untuk dapat menutup kembali investasi menggunakan aliran kas neto (Arifin 2008). Metode Payback Periode ini cukup sederhana sehingga mempunyai kelemahan. Kelemahan utamanya yaitu metode ini tidak memperhatikan konsep nilai waktu dari uang di samping juga tidak memeperhatikan aliran kas masuk setelah payback. Jadi, pada umumnya metode ini digunakan sebagai pendukung metode lain yang lebih baik (Umar 2005).
25
e)
Break Even Point (BEP) Analisis pulang pokok atau Break Even Point adalah suatu alat analisis
yang digunakan untuk mengetahui hubungan antarbeberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikelurkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya (Umar 2005). BEP merupakan keadaan di mana penerimaan pendapatan perusahaan (Total Revenue atau TR) adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (Total Cost atau TC). 3.2.2 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis) Pada saat kita menganalisis perkiraan arus kas di masa datang, kita berhadapan dengan ketidakpastian. Akibatnya, hasil perhitungan di atas kertas dapat
menyimpang
jauh
dari
kenyataannya.
Ketidakpastian
itu
dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek usaha dalam beroperasi untuk menghasilkan laba bagi perusahaan. Suatu variasi pada analisis sensitifitas adalah switching value. Dalam analisis sensitivitas secara langsung kita memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis usaha dan kemudian kitadapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik usaha. Sebaliknya, bila ingin menghitung switching value maka kita harus menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalan analis usaha yang akan diganti agar usaha dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya usaha sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran kemanfaatan proyek (Gittinger 1986). 3.3 Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasil dewasa ini mulai menjadi alternatif pilihan bagi pelaku bisnis atau usaha. Bagi hasil atau biasa dikenal dengan istilah ‘Profit Sharing’ diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan (Barus 2005). Bagi hasil ini dilaksanakan berdasarkan normanorma Islam diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Perdagangan barang yang halal.
2.
Bersikap benar, amanah, dan jujur.
3.
Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga. 26
4.
Menegakkan toleransi dan persaudaraan (Jusmaliani 2008).
Oleh karena itu, pada sistem bagi hasil ini selain pembagian untung, juga rugi ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Besarnya bagi hasil juga dapat berubah-ubah, tergantung dari keuntungan yang diterima perusahaan. Namun, besarnya persentase bagi hasil sudah ditetapkan di awal. Terdapat dua jenis perhitungan bagi hasil yaitu profit/loss sharing dan revenue sharing. Pada profit/loss sharing jumlah pendapatan bagi hasil yang diterima tergantung keuntungan usaha, sedangkan pada revenue sharing penentuan bagi hasil tergantung pendapatan kotor usaha (harga jual dikalikan dengan jumlah barang yang di jual). Pada umumnya di Indonesia menerapkan sistem revenue sharing. Pola ini dapat memperkecil kerugian bagi pemilik dana. Jenis-jenis bentuk kerjasama yang menerapkan prinsip dasar bagi hasil antara lain: 1.
Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing, Participation), adalah penanaman dana dari pemilik modal untuk mencampurkan dana atau modal pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian bagi hasil berdasarkan nisbah (proporsi) yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana berdasarkan bagian modal masing-masing.
2.
Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment), adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pemilik modal menyediakan modal dan pihak pengelola menyediakan tenaga pengelolaan. Keuntungan usaha dibagi berdasarkan nisbah sesuai dengan kesepakatan. Pembagian nisbah dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit/loss sharing)atau metode bagi pendapatan (revenue sharing).
3.
Al-Muzara’ah (Harvest-Yield Profit Sharing), adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dan hasil panen.
4.
Al-Musaqah (Plantation Management FeeBased on Certain Portion of Yield), adalah bentuk sederhana dari AL-Muzaraah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan,
27
penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. (Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Indonesia 2006) 3.4 Kerangka Pemikiran Operasional Kayu jati (Tectona grandis L.F) merupakan salah satu komoditas hasil hutan yang memiliki nilai ekonomis yang bernilai tinggi. Kayu Jati memiliki keunggulan baik dari sisi kualitas, keawetan serta serat yang dihasilkan. Oleh karena itu, permintaan terhadap jati tetap tinggi. Disisi lain, jati memiliki kelemahan yaitu umur tanam yang relatif lama, sehingga laju permintaan jati tidak sama dengan laju penawarannya. Oleh karena itu, beberapa upaya dilakukan agar dapat
memenuhi
kekurangan
pasokan
tersebut,
salah
satunya
adalah
pengembangan penggunaan teknik budidaya bibit unggul hasil rekayasa genetika tanaman jati. Salah satu bibit unggul yang sudah mulai dipasarkan adalah Jati Unggul Nusantara (JUN). Jati Unggul Nusantara adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. Jati Unggul Nusantara dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon unggul dari Perum Perhutani yang bersertifikat dengan metode bioteknologi mutakhir. Tanaman ini memiliki keunggulan masa panen yang relatif singkat 5-20 tahun namun tetap menghasilkan kayu dengan kualitas yang sama dengan kayu jati konvensional. Dalam rangka menunjang pengembangan usaha budidaya jati unggul nusantara, maka diperlukan sistem usaha yang dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan agar dapat memenuhi permintaan jati secara berkesinambungan. Salah satu lembaga yang melakukan usaha budidaya jati unggul secara terpadu adalah Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara KPWN (UBH-KPWN). Usaha ini telah berdiri dua tahun, namun rencana usaha jangka menengah telah dipersiapkan. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan usaha adalah kontinuitas. Upaya untuk menjaga kontinuitas usaha dapat dilakukan dengan menjalin kemitraan, baik kemitraan dengan pemasok input, pemasar hasil maupun lembaga penunjang. Oleh karena itu, identifikasi kemitraan antar subsistem agribisnis JUN yang dilaksanakan oleh UBH-KPWN menjadi salah satu hal yang menarik untuk di kaji. Identifikasi ini dilakukan secara deskriptif berdasarkan kondisi di lapang serta informasi melalui data sekunder.
28
Sistem bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN menjadi salah satu keunikan sistem usaha yang dilaksanakan. Namun, karena usaha ini baru berjalan dua tahun, maka kelayakan dari usaha ini masih memerlukan pengkajian. Kelayakan usaha menjadi pertimbangan pemilik modal dalam memutuskan berinvestasi. Kelayakan yang dilihat tidak hanya secara finansial melainkan juga kelayakan non finansial. Aspek yang dikaji dalam aspek non finansial antara lain aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen, serta aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Bila usaha tersebut layak, maka usaha tersebut dapat terus dilaksanakan dan dikembangkan, namun bila sebaliknya, usaha tersebut membutuhkan pengefisiensian biaya.
29
Jati merupakan jenis kayu yang diminati masyarakat, khususnya sebagai bahan baku perumahan dan mebel karena kualitas, keawetan, dan keindahan serat yang dihasilkan
Permintaan tinggi
Umur tanam lama
Gap Permintaan dan Penawaran Jati
Teknologi memperpendek umur tanam jati
Solusi Jati Unggul Nusantara (JUN)
Sistem Agribisnis JUN
Subsistem budidaya
Subsistem input
Subsistem pengolahan
Subsistem pemasaran
Subsistem penunjang
Unit Usaha Bagi Hasil KPWN
Analisis kelayakan usaha Jati Unggul Nusantara
-
Aspek non Finansial Aspek Pasar Pemasaran Aspek Teknis Teknologis Aspek Manajemen Aspek Sosial Ekonomi, Lingkungan
Tidak Layak Efisiensi Biaya dan Perbaikan
Analisis Switching Value
-
Aspek Finansial NPV IRR Net B/C PP BEP
Layak
Usaha JUN terus dikembangkan
Lingkup Penelitian Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 30
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan kegiatan usaha baru berjalan dua tahun, sedangkan rencana penanaman periode pertama adalah lima tahun, dengan umur panen tanaman jati pada usia lima tahun, sehingga menarik untuk dilakukan analisis kelayakan pada usaha tersebut. Selain itu, sistem manajemen usaha yang diterapkan memiliki keunikan, yaitu pola bagi hasil dan trees management. Penelitian ini dilakukan mulai April hingga Juli 2009. Kegiatan penelitian mencakup penyusunan proposal, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta penulisan laporan. 4.2 Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat terhadap status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa. Adapun tujuan menggunakan metode deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, hubungan antar fenomena dari penelitian yang diamati. Jenis metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus. Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara rinci tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter-karakter yang khas dari objek yang diamati untuk menilai kelayakan pelaksanaan usaha ini. 4.3 Jenis Data dan Sumber Data Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan usaha Jati Unggul Nusantara, dalam hal ini direksi UBH-KPWN yang meliputi bagian pemasaran, bagian umum, bagian tanaman, serta bagian keuangan. Data primer mencakup aspek kegiatan usaha antara lain: harga jual produk yang dihasilkan, harga input, biaya investasi, biaya operasional, biaya lain-lain, sistem manajemen serta teknik budidaya jati unggul nusantara.
31
Data sekunder merupakan kumpulan data yang telah diolah lebih lanjut, dapat diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti Departemen Kehutanan, BPS, situs-situs internet yang memiliki informasi yang dibutuhkan, serta literaturliteratur atau kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini seperti laporan penelitian sebelumnya, buku, majalah, dan sebagainya. 4.4 Metode Pengumpulan Data Data dan informasi dikumpulkan untuk mendapatkan gambaran dan berbagai
informasi
yang
berkaitan
dengan
lingkup
penelitian.
Proses
pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam (depth interview) dan observasi lapang. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara. Wawancara awal dilakukan pada dengan pihak UBH-KPWN untuk memperoleh informasi terkait dengan usaha jati unggul nusantara. Data sekunder dapat diperoleh melalui penelusuran literatur. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dapat berupa jawaban secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran usaha (keragaan usaha) UBHKPWN dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan lingkungan serta aspek finansial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisa aspek kelayakan usaha jati unggul nusantara. Pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP), dan Break Even Point (BEP). Dilakukan pula analisis nilai pengganti (Switching Value) untuk melihat kepekaan UBH-KPWN dalam menghadapi kemungkinan terjadinya penurunan jumlah penjualan dan peningkatan biaya operasional. 4.5.1 Analisis Kriteria Kelayakan Non Finansial a) Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran Analisis pada aspek pasar dan pemasaran dilakukan dengan cara deskriptif. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui potensi pasar
32
dan bauran pemasaran yang digunakan perusahaan. Aspek pasar dikatakan layak jika potensi pasar jati unggul nusantara dinilai memadai untuk pemasaran produk, pasar input tersedia dalam jumlah yang mencukupi, dan produk yang dimiliki memiliki daya saing atau keunggulan dibanding produk serupa di pasar. b) Analisis Aspek Teknis dan Teknologis Aspek teknis dan teknologis dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Dalam aspek teknis, beberapa hal diperhatikan yaitu pemilihan lokasi, teknik budidaya, dan teknologi yang digunakan. Aspek teknis dan teknologis dikatakan layak apabila lokasi dan tata letak memberikan kemudahan dalam pelaksanaan usaha, baik dalam mendapatkan input maupun pemasaran produk. Pemilihan teknologi sesuai dengan sumber daya yang dimiliki, baik bahan mentah maupun tenaga kerja. c)
Aspek Manajemen Analisis aspek manajemen dilakukan dengan menggunakan analisis
deskriptif. Pada analisis ini dilihat bentuk usaha, struktur organisasi yang diterapkan dalam perusahaan, deskripsi pekerjaan dan sistem manajemen. Usaha dikatakan layak jika perusahaan menerapkan
manajemen sesuai dengan
kebutuhan perusahaan sehingga dapat membantu tercapainya tujuan perusahaan. e)
Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Analisis aspek sosial dan lingkungan dilakukan dengan cara deskriptif.
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan usaha terhadap keadaan sosial dan lingkungan. Pelaksanaan usaha sebaiknya memperhatikan keadaan sosial seperti penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan petani serta penerimaan masyarakat terhadap pelaksanaan usaha. Sedangkan aspek lingkungan sebaiknya memperhatikan sejauh mana pengaruh pelaksanaan usaha terhadap kelestarian lingkungan serta apakah pelaksanaan usaha mencemari lingkungan. 4.4.2 Analisis Kriteria Kelayakan Finansial Aspek finansial dilakukan secara kuantitatif berdasarkan prinsip nilai uang pada waktu sekarang lebih besar dari pada nilai uang pada masa yang akan datang. Analisis aspek finansial dilakukan dengan bantuan alat hitung kalkulator
33
dan komputer dengan program Microsoft Excel. Kriteria kelayakan yang akan di analisis pada penelitian ini adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Payback Period (PP) dan Break Even Point (BEP). a) Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) dapat dihitung dengan rumus: NPV
1
Keterangan : Bt
= manfaat (benefit) dari usaha pada tahun ke-t
i
= tingkat suku bunga yang berlaku
Ct
= biaya (cost) dari usaha pada tahun ke-t
t
= umur ekonomis proyek
Kriteria penilaian: -
jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima
-
jika NPV < 0, maka usulan proyek ditolak
-
jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima atau ditolak (Gittinger 1986).
b) Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) dapat dihitung dengan rumus: NPV NPV NPV
IRR
i
i
Keterangan: i1
= Tingkat diskonto yang menyebabkan NPV positif
i2
=
Tingkat diskonto yang menyebabkan NPV negatif
NPV1
=
NPV yang bernilai positif
NPV2
=
NPV yang bernilai negatif
34
Kriteria penilaian: Jika IRR yang diperoleh ternyata lebih besar dari rate of return yang ditentukan maka investasi dapat diterima (Gittinger 1986). c)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dapat dihitung dengan rumus: ∑
Net B/C
∑
1 1
di mana Bt – Ct > 0 Bt – Ct > 0 Keterangan : Bt
= manfaat (benefit) dari usaha pada tahun ke-t
i
= tingkat suku bunga yang berlaku
Ct
= biaya (cost) dari usaha pada tahun ke-t
t
= umur ekonomis proyek
Kriteria penilaian: -
jika Net B/C > 0, maka usulan proyek diterima
-
jika Net B/C < 0, maka usulan proyek ditolak
-
jika Net B/C = 0, nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima atau ditolak (Gittinger 1986).
d) Payback Period (PP) Payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini akan dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima (Umar 2005). Payback Period dapat dihitung dengan rumus: Nilai Investasi Payback Period =
x 1 tahun Kas Masuk Bersih
Layak tidaknya suatu investasi dilakukan dengan membandingkan periode waktu maksimum yang ditetapkan dengan hasil perhitungan. Jika hasil perhitungan menunjukkan waktu yang lebih pendek atau sama dengan waktu 35
maksimum yang ditetapkan, investasi dinyatakan layak. Sebaliknya, jika hasil perhitungan menunjukkan waktu yang labih lama dari yang disyaratkan, investasi sebaiknya ditolak (Arifin 2008). e)
Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) dapat dihitung dengan rumus: BEP Unit
FC P AVC
atau BEP dalam satuan mata uang
FC 1
AVC/P
Di mana: P
= Harga jual per unit
FC
= Biaya tetap
AVC = Biaya variabel per satuan (Arifin 2008) 4.6 Definisi Operasional Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1.
Jati Unggul Nusantara (JUN) adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. Tanaman ini memiliki keunggulan masa panen yang relatif singkat 5 hingga 20 tahun namun tetap menghasilkan kayu dengan kualitas yang sama dengan kayu jati konvensional.
2.
Manajemen pohon merupakan sistem pengelolaan dengan pendekatan batang demi batang (per batang pohon), bukan terhadap luas hamparan, sehingga perhitungan penerimaan dan pengeluaran di hitung per pohon.
3.
Sistem Bagi Hasil adalah pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa, dan UBH-KPWN yang bertindak sebagai lembaga fisilitator dan lembaga penjamin, dengan pembagian hasil panen secara proporsional dan menguntungkan para pihak.
4.
Jasa Investasi merupakan satu paket (satu sistem) jasa yang ditawarkan oleh UBH-KPWN kepada investor untuk melaksanakan budidaya JUN dengan pola bagi hasil (wali pohon).
36
5.
Pemasaran jasa investasi adalah pemasaran jasa investasi yang dilakukan pada saat umur tanaman JUN lebih kurang empat bulan.
6.
Produk pohon jati siap panen yang dihasilkan UBH-KPWN merupakan tanaman jati yang berusia lima tahun dengan diameter minimum 20 cm dan volume minimum 0,2 m3 per pohon.
7.
Pemasaran tanaman jati adalah pemasaran produk JUN siap panen pada saat tanaman JUN berusia lebih kurang tiga tahun.
8.
Pasar JUN yang dituju adalah untuk bahan baku mebel atau furnitur dan bahan baku kerajinan.
9.
Harga jual JUN adalah harga penjualan JUN per pohon pada saat di kebun, sedangkan biaya pemanenan dan pengangkutan menjadi tanggung jawab pembeli.
37
V
GAMBARAN UMUM USAHA
5.1 Sejarah Pendirian UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Departemen Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. Dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dan
sekaligus
memperbaiki kondisi lingkungan hidup, khususnya wilayah pedesaan, KPWN merancang konsep tentang pengembangan usaha budidaya jati unggul dengan pengelolaan secara intensif. Pengelolaan intensif tersebut dikembangkan melalui Pola Bagi Hasil. Pola Bagi Hasil yaitu pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor atau mitra usaha, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa, dan KPWN yang bertindak sebagai lembaga fisilitator dan lembaga penjamin, dengan pembagian hasil panen secara proporsional dan menguntungkan para pihak. Pengembangan usaha budidaya jati unggul perlu didukung dengan ketersediaan sumberdaya manusia, kemampuan pendanaan, dan kemampuan pengelolaan sehingga usaha yang dikembangkan dapat menguntungkan baik dari aspek bisnis, sosial dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, KPWN membantuk Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBHKPWN). 5.2 Profil UBH-KPWN Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBHKPWN) merupakan salah satu unit usaha yang dimiliki oleh Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN). Unit Usaha Bagi Hasil ini dibentuk oleh dan berada di bawah KPWN untuk melaksanakan usaha yang bergerak dibidang usaha budidaya jati unggul dengan pola bagi hasil. Selain menerapkan pola bagi hasil, UBH-KPWN juga menerapkan sistem manajemen pohon (trees management) agar mempermudah perhitungan dan pengontrolan dalam pelaksanaan usaha. Kantor pusat UBH-KPWN berlokasi di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 5 R. 504-A Jakarta. UBH-KPWN
dibentuk dengan Keputusan
Pengurus (KPWN) No. 62/Kpts/KPWN/XII/2006 tanggal 21 Desember 2006, sebagaimana telah diperbaharui dengan keputusan Keputusan Pengurus KPWN No. 45/Kpts-KPWN/V/2007 tanggal 10 Mei 2007 dan disahkan dengan Akta 38
Notaris Sigit Siswanto, SH. No. 12 tanggal 24 Mei 2007. Adapun visi dari UBHKPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di bidang Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil. Misi UBH-KPWN adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan bisnis yang memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak terkait dan mendorong pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan serta dalam perbaikan lingkungan hidup. Pelaksanaan usaha UBH-KPWN memiliki tujuan (a) Mewujudkan peran serta
para
karyawan
Departemen
Kehutanan
dan
masyarakat
dalam
mengembangkan usaha berbasis kemitraan yang berbentuk usahatani jati unggul pola bagi hasil maupun pola mandiri, (b) Terlaksanannya usaha jati unggul pola bagi hasil dalam rangka peningkatan pendapatan KPWN dan kesejahteraan karyawan Departemen Kehutanan maupun masyarakat. 5.3 Kegiatan Pokok UBH-KPWN Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBHKPWN) adalah suatu lembaga fasilitator yang bergerak dalam bidang pengelolaan usaha Jati Unggul Nusantara dengan pola bagi hasil. Adapun kegiatan pokok UBH-KPWN antara lain: -
Melakukan inventarisasi dan identifikasi calon lokasi dan pemilik lahan serta petani penggarap peserta usaha budidaya JUN.
-
Merencanakan dan melaksanakan kegiatan usaha budidaya JUN.
-
Melaksanakan pendampingan kepada petani penggarap peserta usaha budidaya JUN.
-
Menarik calon investor peserta usaha budidaya JUN.
-
Mengelola dana dari investor untuk kegiatan usaha budidaya JUN.
-
Memasarkan pohon jati siap panen.
-
Melaksanakan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
5.4 Gambaran Umum Sistem Agribisnis Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN Agribisnis adalah penjumlahan total dari seluruh kegiatan yang menyangkut manufaktur dan distribusi dari sarana produksi pertanian, kegiatan yang dilakukan usahatani, serta penyimpanan, pengolahan, dan distribusi dari 39
produk pertanian dan produk-produk lain yang dihasilkan dari produk pertanian (Krisnamurthi 2001). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dilihat bahwa agribisnis merupakan suatu sistem yang mencakup segala kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan) yang tidak hanya berfungsi memenuhi kebutuhan sendiri tetapi juga berorientasi pasar (bisnis) dan perolehan nilai tambah. Agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif yang terdiri dari beberapa subsistem. Sistem agribisnis minimal mencakup empat subsistem, yaitu subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), subsitem usahatani (down-stream agribusiness), subsistem hilir (down-stream agribusiness), dan subsistem jasa layanan pendukung (Krisnamurthi 2001). Oleh karena itu, sistem agribisnis Jati Unggul Nusantara (JUN) merupakan sistem terpadu yang melingkupi pelaksanaan usaha JUN yang dilaksanakan oleh UBH-KPWN. Sistem ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan usaha JUN mulai dari subsistem hulu hingga subsistem hilir. Sistem agribisnis JUN yang dilaksanakan oleh UBHKPWN dapat dilihat pada Gambar 2.
Subsistem Agribisnis Hulu
Subsistem Usahatani
Subsistem Agribisnis Hulu
(pupuk, bibit JUN, obat, peralatan, pestisida)
(budidaya JUN)
(pengolahan, distribusi, pemasaran)
PT. Setyamitra Bhaktipersada, PT. Pancakokoh, PT. Indo Javabif Sarana
UBH-KPWN (petani, pemilik lahan, investor, pemerintah desa)
ASMINDO
Subsistem Pendukung (label)
LEI
Gambar 2. Sistem Agribisnis JUN
40
5.4.1
Subsistem Agribisnis Hulu (Up-stream agribusiness) Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) pada sistem agribisnis
JUN UBH-KPWN meliputi pengadaan bibit, pengadaan pupuk organik formula khusus, pengadaan pupuk kandang, pengadaan obat, dan pengadaan peralatan. Pihak yang terlibat dalam sub sistem pengadaan sarana produksi usahatani JUN UBH-KPWN antara lain: a. PT. Setyamitra Bhaktipersada Perjanjian antara UBH-KPWN dengan PT. Setyamitra Bhaktipersada berupa kontrak jual beli bibit JUN. Pada kontrak antara kedua belah pihak disepakati spesifikasi bibit JUN yang diperjualbelikan. Spesifikasi tersebut meliputi tinggi, jumlah daun, dan batang. Tinggi yang dipersyaratkan adalah minimum mencapai 30 cm, jumlah daun sebanyak 2 pasang, dan batang berkayu, sehat, dan bebas dari penyakit. Kontrak kerjasama dengan PT Setyamitra Bhaktipersada telah berlangsung mulai tahun 2007. PT. Setyamitra Bhaktipersada adalah sebuah lembaga yang memproduksi bibit Jati Unggul Nusantara (JUN). Bibit JUN dihasilkan dari proses pengembangan genetik dari bibit-bibit jati terbaik seluruh Indonesia. Proses penelitian dan pengembangan genetik bibit jati unggul ini memerlukan lebih dari tujuh tahun agar sempurna. Persemaian JUN mampu menghasilkan 10 juta bibit per tahun dari sebuah areal persemaian seluas 12 hektar. Menggunakan teknologi yang tepat, pohon jati unggul dibuatkan kloningnya agar menghasilkan bibit jati unggul yang sama dengan indukannya. Perlakuan tambahan juga diterapkan untuk menghasilkan perakaran tunjang majemuk sehingga bibit jati dapat tumbuh dengan cepat.
Gambar 3. Perakaran Jati Unggul Nusantara
41
b. PT. Pancakokoh Perjanjian antara UBH-KPWN dengan PT. Pancakokoh adalah pada pengadaan pupuk organik formula khusus. c. PT. Indo Javabif Sarana Perjanjian antara UBH-KPWN dengan PT. Indo Javabif Sarana adalah pengadaan pupuk kandang. Perjanjian ini telah dilakukan pada tahun 2007 dengan nomor 04/PK/UBH-KPWN/X/2007 pada tanggal 7 November 2007. Total pengadaan pupuk kandang sebesar 1000 m3 atau setara dengan 500 ton. 5.4.2
Subsistem Usahatani (On-farm agribusiness) Subsistem usahatani dari sistem agribisnis JUN UBH-KPWN berkaitan
dengan kegiatan on-farm atau dalam hal ini adalah kegiatan budidaya JUN. Pada pelaksanaan usaha budidaya JUN, UBH-KPWN melakukan kerjasama dengan beberapa pihak. Pihak-pihak yang terlibat antara lain investor, pemilik lahan, petani penggarap, dan pemerintah desa. Unit Usaha Bagi Hasil KPWN berlaku sebagai fasilitator, dimana memiliki tanggungjawab untuk mencari lokasi tanaman, kerjasama dengan pemilik lahan, petani penggarap, dan perangkat desa, mencari
investor,
menempatkan
tenaga
pendamping
untuk
melakukan
pendampingan kepada petani penggarap. Selain itu UBH-KPWN juga bertanggungjawab memasarkan hasil panen dengan harga yang layak dipasaran, serta melakukan pembagian hasil panen sebagaimana yang telah di sepakati dalam perjanjian dengan pihak-pihak terkait. a. Investor Investor, menanamkan investasinya ke UBH-KPWN sebesar Rp 60.000,00 (enam puluh ribu rupiah) per pohon untuk pembiayaan selama lima tahun, dimana minimal investasi 100 pohon yaitu senilai dengan Rp 6.000.000. Bagian hasil panen yang didapat investor sebesar 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam dari investasinya (sebesar 40 persen dari total penerimaan penjualan pohon yang diinvestasikan). b. Pemilik Lahan Kontribusi pemilik lahan adalah mengijinkan lahannya untuk ditanami JUN dengan jarak tanam 2 m x 5 m, dalam jangka waktu kerjasama enam tahun. Dengan jarak tanam tersebut, pemilik lahan masih memiliki peluang untuk
42
menanam tanaman tumpangsari diantara tanaman JUN. Apabila pengerjaan lahan oleh orang lain (petani penggarap), maka bagian hasil dari tumpangsari masih dapat diperoleh pemilik lahan dari petani penggarap. Pemilik lahan dapat juga sebagai petani penggarap, namun ada pula pemilik lahan yang bukan merangkap sebagai petani penggarap melainkan merangkap sebagai investor. c. Petani Penggarap Petani Penggarap memiliki peran yang penting yaitu sebagai ujung tombak dalam menentukan keberhasilan usaha budidaya JUN pada kegiatan on-farm. Kinerja petani penggarap sangat berpengaruh pada kegiatan penanaman, pemupukan secara tepat waktu dan ukuran, serta melakukan perawatan secara intensif terhadap JUN. Sebagai upaya agar para petani penggarap mempunyai kemampuan yang baik dalam mengurus tanaman JUN, maka pihak UBH-KPWN menempatkan tenaga pendamping di pedesaan. Tugas utama para tenaga pendamping adalah memberikan bimbingan, pelatihan, dan pembinaan kepada petani penggarap agar mau dan mampu melaksanakan usahatani JUN secara baik dan benar. d. Pemerintah Desa Pemerintah desa atau perangkat desa sebagai ujung tombak pemerintahan. Pemerintah desa dilibatkan secara langsung dalam pengembangan usaha budidaya JUN Pola Bagi Hasil di wilayahnya. Pemerintah desa memiliki peranan untuk membuktikan keabsahan kepemilikan lahan yang akan ditanami JUN. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pengakuan kepemilikan lahan oleh orang yang tidak berhak. Selain itu pemerintah desa juga berperan dalam menggerakkan masyarakat calon peserta, mengawasi jalannya kerjasama tersebut, dan turut serta mengamankan tanaman JUN dari gangguan, pencurian, kebakaran atau ganguan ternak dan manusia. 5.4.3
Subsistem Agribisnis Hilir (Down-stream agribusiness) Subsistem agribisnis hilir, salah satunya menangani pemasaran produk.
Pemasaran pohon JUN UBH-KPWN bekerjasama dengan ASMINDO (Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia). ASMINDO adalah sebuah asosiasi mebel di Indonesia yang mempunyai 2000 anggota dari kalangan industri kecil dan menengah. Dengan total ekspor sebesar 2,7 milyar dollar di tahun 2007, Asmindo
43
merupakan konsumen terbesar kayu dari hutan rakyat di Indonesia. Asmindo memegang fungsi penting di dalam meningkatkan kapasitas para anggotanya dalam hal kualitas produk, promosi, dan pemasaran, selain juga aktif mengajak para anggotanya agar menggunakan bahan baku dari hutan rakyat yang lestari. Oleh karena itu, ASMINDO menyambut baik tawaran kerja sama dengan UBHKPWN. Peranan Asmindo dalam sistem agribisnis JUN UBH-KPWN antara lain: 1.
Sebagai ceruk pasar yang tetap untuk kayu bersertifikat yang dihasilkan dari kerjasama ini.
2.
Melakukan promosi kepada anggotanya dan ke negara-negara konsumen.
5.4.4
Subsistem Pendukung Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) merupakan salah satu subsistem
pendukung dalam sistem agribisnis JUN UBH-KPWN. Lembaga ini merupakan lembaga pengembang Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari, Sertifikasi Lacak Balak, dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sistem sertifikasi LEI telah digunakan untuk mensertifikasi areal hutan seluas lebih dari 1,6 juta hektar di Indonesia. Seiring dengan peningkatan persaingan produk yang berbahan baku kayu, baik di pasar domestik maupun pasar internasional, maka sertifikasi produkproduk tersebut dirasakan semakin diperlukan. Sertifikasi ini berfungsi sebagai legalisasi bahwa produk yang diperjualbelikan merupakan produk legal secara hukum (bukan illegal logging) dan sesuai dengan prosedur budidaya yang ditetapkan. Manfaat sertifikasi ini tidak hanya pada kemudahan dalam pemasaran produk, tetapi juga turut berkontribusi dalam melaksanakan usaha yang ramah lingkungan. Adapun peran LEI dalam sistem agribisnis JUN ini adalah : 1.
Menjamin bahan baku kayu berasal dari hutan yang dikelola secara lestari oleh masyarakat. Pengelolaan hutan secara lestari oleh masyarakat akan meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan juga kualitas hidup masyarakat.
2.
Melakukan verifikasi atas kayu yang dihasilkan dari hutan yang lestari melalui Lembaga Sertifikasi.
3. Mengeluarkan pernyataan “Acknowledgement” untuk perusahaan yang bergabung dalam investasi ini, dimana pernyataannya menyebutkan bahwa perusahaan telah menanam pohon dan berkontribusi terhadap penghijauan.
44
VI ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar dan Pemasaran Pengkajian aspek pasar dan pemasaran berkaitan dengan ada tidaknya potensi dan peluang pasar atas produk yang akan dipasarkan. Sementara itu kajian aspek pemasaran berkaitan dengan bagaimana penerapan strategi pemasaran dalam rangka meraih sebagian pasar potensial atau peluang pasar yang ada tersebut. Pada penelitian ini aspek pasar dan pemasaran yang akan dianalisis meliputi peluang pasar, bauran pemasaran dan pesaing. 6.1.1 Peluang Pasar Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan tahun 2008, realisasi Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer (RPBBI) tahun 2008 sebesar 36.268.586,25 m3. Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan Kayu adalah rencana yang memuat kebutuhan bahan baku dan pasokan bahan baku yang berasal dari sumber yang sah sesuai kapasitas izin industri primer hasil hutan dan ketersediaan jaminan pasokan bahan baku untuk jangka waktu satu tahun yang merupakan sistem pengendalian pasokan bahan baku. Bahan baku industri adalah hasil hutan yang diolah atau tidak diolah dan dapat dimanfaatkan sebagai material produksi dalam industri. Disisi lain, sampai dengan bulan Desember 2008 produksi kayu bulat sebesar 31.984.443 m3, sehingga masih terdapat kekurangan pasokan kayu bulat untuk memenuhi bahan baku industri tersebut sebesar 4.284.146 m3. Permintaan terhadap kayu cenderung tidak pernah mengalami penurunan meskipun pertumbuhan ekonomi sedang mengalami penurunan. Permintaan kayu mengalami peningkatan sebanyak 13 persen hingga 17 persen per tahun (LEI 2008).
Kebutuhan masyarakat terhadap kayu mengalami peningkatan seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan permintaan kebutuhan papan, dimana kebutuhan papan seperti rumah dan mebel masih banyak yang bergantung pada penggunaan bahan baku kayu. Salah satu jenis kayu yang menjadi pilihan sebagai bahan baku pembuat rumah dan mebel adalah kayu jati. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari kayu jati. 45
Selain itu, berbagai konstruksi pun terbuat dari kayu jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, jati digunakan sebagai vinir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Pada industri perkapalan, kayu jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis. Kayu jati merupakan salah satu bahan baku industri perkayuan yang populer karena berbagai keunggulannya, selain kualitas dan daya tahannya yang tergolong kuat, kayu jati juga memiliki image ‘kayu mewah’ sehingga dapat meningkatkan prestice pemiliknya. Jika dilihat dari kegunaan jati, maka dapat memberikan gambaran bahwa permintaan terhadap kayu jati tinggi pula. Namun hal ini tidak diimbangi oleh penawaran kayu jati. Berdasarkan data Departemen Kehutanan, pada tahun 2007 realisasi produksi kayu bulat jati sebesar 517.627 m3 dengan rincian 137.173 m3 dihasilkan di provinsi Jawa Barat dan Banten, 186.613 m3 dihasilkan di provinsi Jawa Tengah, 1.229 m3 dihasilkan di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan 191.269 m3dihasilkan di provinsi Jawa Timur. Menurut informasi dari ASMINDO (2008), permintaan kayu jati di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 7.000.000 m3 per tahun, namun penawaran hanya sebesar 700.000 m3 saja, sehingga terjadi kekurangan penawaran sekitar 90 persen. Kondisi tersebut merupakan potensi pasar bagi UBH-KPWN, sehingga produk hasil jati UBH-KPWN dapat diserap pasar. Kayu jati unggul nusantara yang dihasilkan oleh UBH-KPWN ditujukan untuk bahan baku mebel dan produk kerajinan. Oleh karena itu, kerjasama yang dijalin dengan Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) menjadi suatu peluang pasar untuk memasarkan produk JUN tersebut. Produk JUN diharapkan dapat diserap oleh anggota Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) untuk digunakan sebagai bahan baku mebel dan produk kerajinan yang dihasilkan. Walaupun permintaan dalam negeri masih belum dapat terpenuhi, namun kayu jati Indonesia juga ikut berpartisipasi di pasar dunia. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor kayu jati dari Indonesia antara lain Amerika, Taiwan, Hongkong, Korea, Uni Emirat Arab, dan Italia (Statistik Kehutanan 2008). Adapun volume dan nilai ekspor kayu jati pada tahun 1998 hingga tahun 2004 terus mengalami peningkatan seperti yang digambarkan dalam Gambar 4.
46
G Gambar 4. Grafik Volu ume dan Nilaai Ekspor Kaayu Jati tahuun 1998-20044 Sumber: Badaan Pusat Statisttik (2008)
b usahha budidaya jati j unggul Berddasarkan dataa tersebut daapat dilihat bahwa n nusantara m memiliki peeluang yangg besar unttuk dikembangkan. Seelain dapat m memenuhi permintaan p jati dalam negeri yangg belum terrpenuhi, juga dapat di e ekspor sehinngga menghaasilkan devissa bagi negaara. 6 6.1.2 Bauraan Pemasaraan (Marketin ing Mix) Pemaasaran meruupakan keseluruhan siistem yang berhubungaan dengan k kegiatan-keg giatan usahaa yang bertujjuan merencanakan, mennentukan harrga, hingga m mempromos sikan dan mendistribuusikan baranng-barang atau a jasa yang y akan m memuaskan b aktual maupun pootensial (Um mar 2005). kebutuhan pembeli, baik S Secara umum m bauran pemasaran addalah mencaakup sejumlaah variabel pemasaran y yang dapat dikendalikan d n oleh perusaahaan yang digunakan uuntuk mencaapai market s share yang diharapkan. d Padaa pemasaran n produk barang, b mannajemen peemasaran akkan dibagi m menjadi emp pat kebijakan n pemasarann yang biasa disebut sebagai bauran pemasaran ( (marketing mix). m Baurann pemasarann atau 4P daalam pemasaaran terdiri dari d produk ( (product), h harga (pricee), distribusii (place), dan d promosii (promotion n). Bauran p pemasaran untuk produ uk jasa lebbih luas darripada bauraan pemasarran produk b barang. Padaa bauran pem masaran untuuk jasa, baurrannya dapaat diperluas lagi dengan m menambah tiga t elemen lagi, yaitu oorang (peoplle), bukti fissik (physicall evidence) 47
dan proses jasa (process) (Kotler 1997). Oleh karena produk yang ditawarkan UBH-KPWN berbentuk produk barang dan jasa, maka analisis bauran pemasaran menggunakan 7P, yaitu dengan menambahkan analisis 3P pada produk jasa yang ditawarkan. a.
Produk (Product) Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan
dan kebutuhan konsumen. Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan. Produk utama yang ditawarkan oleh UBH-KPWN berupa Produk Jasa Investasi dan Produk Pohon Jati Siap Panen. 1.
Produk Jasa Investasi Pola Bagi Hasil Produk jasa investasi yang ditawarkan oleh UBH-KPWN adalah dengan pola bagi hasil, dimana Investor mendapat bagian bagi hasil sebesar 40 persen. UBH-KPWN memasarkan produk jasa investasi sebagai upaya untuk membiayai pengembangan JUN. Produk jasa investasi ini dipasarkan setelah umur tanaman lebih kurang 4 bulan. Hal ini dimaksudkan agar para investor meyakini bahwa uang yang diinvestasikan kepada UBH-KPWN benar-benar digunakan untuk pengembangan JUN. Berdasarkan data UBHKPWN, hingga akhir tahun 2008 jumlah investor usaha JUN ini mencapai 442 investor yang terdiri dari investor perorangan maupun lembaga usaha. Jumlah pohon yang dibiayai mencapai 232.487 pohon JUN dengan jumlah nominal mencapai Rp 13.819.220.000,00.
2.
Produk Pohon Jati Siap Panen Usaha JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN dapat dipanen pada umur lima tahun. Hal ini dikarenakan menggunakan bibit jati unggul, pemupukan dan perawatan intensif. Pada saat panen, JUN ditargetkan memiliki diameter minimum rata-rata 20 cm dan volume minimum 0,20 m3 per pohon. Pada bidang industri perkayuan, biasanya kayu jati digunakan dalam industri meubel atau furniture dan fancy plywood, sehingga ukuran kayu jati sangat berpengaruh dalam menentukan pada saat pembelian. Dahulu furnitur yang dibuat dari bahan kayu jati berukuran besar dan utuh (tidak disambung), karena konsumen khawatir akan kekuatannya, namun kini para pelaku usaha 48
dibidang furniture telah mampu mengolah kayu jati yang berdiameter 20 cm menjadi furniture dengan kekuatan dan estetika yang tetap baik. Oleh karena itu, target pertumbuhan JUN yang minimal mencapai 20 cm dalam waktu lima tahun, akan mudah terserap ke dalam pasar b. Distribusi (Place) Upaya pendistribusian produk yang dihasilkan UBH-KPWN dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pendistribusian produk jasa investasi dilakukan secara langsung oleh UBH-KPWN di Kantor Pusat maupun Kantor Perwakilan Daerah. Serah terima produk jasa investasi secara simbolis dilakukan dengan memberikan akta kepemilikan pohon JUN kepada Investor yang dalam hal ini sebagai pembeli. Produk berupa pohon jati siap panen ditujukan sebagai bahan baku mebel dan produk kerajinan, oleh karena itu pendistribusian pohon jati siap panen dilakukan UBH-KPWN baik secara langsung ke konsumen maupun dengan bekerjasama dengan ASMINDO (Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia). Produk pohon jati siap panen tersebut akan dijual kepada para pembeli baik perorangan maupun Badan Usaha. Pemasaran JUN siap panen diutamakan bagi kepentingan industri perkayuan dalam negeri khususnya industri furniture, fancy plywood, dan handycraft. c.
Promosi (Promotion) Pemasaran tidak hanya membicarakan produk, harga produk dan
pendistribusian produk saja, tetapi juga mengkomunikasikan produk ini kepada masyarakat agar produk itu dikenal dan akhirnya dibeli oleh konsumen (Umar, 2005). Promosi yang dilakukan oleh UBH-KPWN dalam memasarkan produk dilakukan baik secara langsung maupun dengan menggunakan media. 1.
Produk Jasa Investasi Pola Bagi Hasil Promosi produk jasa investasi yang ditawarkan UBH-KPWN dilakukan pada saat tanaman JUN pada usia 4 bulan, hal ini bertujuan untuk meyakinkan
para
calon
investor
atas
kesungguhan
UBH-KPWN
mengembangkan usaha ini. Upaya-upaya promosi yang dilakukan antara lain:
49
a. Iklan pada website b. Penjualan langsung pada kegiatan pameran dan launching c. Kampanye dengan baliho dan brochure d. Informasi melalui word of mouth dan surat edaran kepada calon-calon investor. 2.
Produk Pohon Jati Siap Panen Promosi pohon jati siap panen tidak hanya dilakukan oleh UBHKPWN saja, melainkan juga bekerjasama dengan ASMINDO. Pada waktu JUN berumur 3 tahun, tanaman ini mulai ditawarkan kepada para pengusaha industri perkayuan, baik langsung maupun melalui asosiasinya. Setelah itu para pengusaha industri perkayuan tersebut dapat melihat ke lokasi penanaman JUN dan apabila sesuai, akan dilanjutkan dengan membuat ikatan perjanjian atau kontrak pembelian. Melalui cara tersebut, pihak industri perkayuan memiliki jaminan kepastian pasokan bahan baku, sehingga para pengusaha industri furniture, fancy plywood, dan handycraft dapat mengikat kontrak pesanan dengan calon pembeli, sedangkan keuntungan yang diperoleh pihak UBH-KPWN yaitu memiliki jaminan pasar atau pembeli.
d. Harga (Price) Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat memiliki atau menggunakan produk yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. 1.
Harga Produk Jasa Investasi Pola Bagi Hasil Harga produk jasa investasi dengan pola bagi hasil adalah Rp 60.000 per pohon dengan jumlah minimal investasi 100 pohon, sehingga total nilai investasi Rp 6.000.000. Dana tersebut digunakan untuk biaya pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan, upah petani selama lima tahun (masa tanam JUN) serta biaya manajemen. Total nilai investasi tersebut tergolong tidak terlalu tinggi, sehingga dapat terjangkau oleh calon investor dengan jumlah modal yang tidak terlalu besar. Hal ini sesuai dengan target investor yang diharapkan UBH-KPWN, yaitu diprioritaskan kepada para investor
50
kecil dan menengah (100-1000 pohon), tetapi tidak mengabaikan investor besar. 2.
Harga Produk Pohon Jati Siap Panen Harga pohon jati pada waktu panen diperkirakan sebesar Rp 2.500.000 per meter kubik di kebun, namun tidak menutup kemungkinan harga tersebut dapat mengalami kenaikan mengingat harga jati cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Perum Perhutani, pada tahun 2008 harga jati berkisar Rp 1.280.000 hingga Rp 5.190.000 per meter kubik. Perbedaan harga ini disesuaikan dengan kualitas dan diameter pohon. Sedangkan harga kayu jati di pasar internasional pada tahun 2006 berkisar US$ 500-2200 per meter kubik (Rahayu 2006). Berdasarkan data tersebut, tentu dengan perkiraan harga pohon jati yang ditetapkan UBH-KPWN, masih realistis untuk diberlakukan.
e. Orang (People) Adapun yang dimaksud dengan orang (people) disini adalah semua partisipan yang memainkan sebagian penyajian jasa, yaitu peran selama proses dan konsumsi jasa berlangsung dalam waktu riil jasa, oleh karenanya dapat mempengaruhi persepsi pembeli (Umar 2005). Pada jasa investasi yang ditawarkan oleh UBH-KPWN, orang (people) memiliki peran yang penting. Adapun yang dimaksud orang (people) pada UBH-KPWN antara lain karyawan UBH-KPWN, petani, pemilik lahan, dan pemerintah desa. UBH-KPWN selaku fasilitator bertanggung jawab mencari investor (memasarkan jasa investasi) dan mengatur pelaksanaan usaha, sedangkan petani, pemilik lahan serta pemerintah desa memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan budidaya JUN di lapangan. Jasa investasi akan menarik bagi investor apabila usaha ini berjalan sukses dan memberikan keuntungan yang besar, karena itu pihak-pihak ini menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan usaha JUN. f. Bukti Fisik (Physical evidence) Bukti fisik adalah suatu lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumennya berinteraksi, dan setiap komponen tangibel memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa tersebut (Umar 2005). Pada usaha JUN UBH-KPWN bukti fisik dari kepemilikan jasa investasi berupa sertifikat 51
kepemilikan. Pada sertifikat tersebut tertera jumlah investasi tanaman JUN, lokasi, umur tanaman serta petani yang merawat tanaman JUN tersebut. Investor dapat pula mengunjungi lokasi tanam JUN untuk melihat sejauh mana perkembangan tanaman JUN yang dimiliki. g. Proses Jasa (Process) Proses ini mencerminkan bagaimana semua elemen bauran pemasaran jasa dikoordinasikan untuk menjamin kualitas dan konsistensi jasa yang diberikan kepada konsumen (Umar 2005). Pada usaha JUN ini, koordinasi antar pihak yang terlibat dilakukan oleh UBH-KPWN. UBH-KPWN memiliki tanggung jawab dalam mensinergiskan pelaksanaan usaha JUN agar mencapai target yang diinginkan. Upaya untuk mencapai target tersebut ditunjang dengan SOP (standard operational procedure) dalam pelaksanaan usaha. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas dan konsistensi usaha, sehingga diharapkan timbul loyalitas dan kepercayaan investor terhadap jasa investasi yang dibeli. 6.1.3 Pesaing Lingkungan eksternal suatu usaha memiliki keterkaitan yang erat dengan persaingan usaha. Pesaing merupakan pelaku usaha sejenis yang mengancam pelaksanaan usaha yang dilaksanakan. Pesaing usaha JUN UBH-KPWN merupakan usaha-usaha yang menghasilkan produk yang sejenis maupun produk subsitusinya. Usaha yang menghasilkan produk sejenis yang dimaksud adalah usaha yang menghasilkan produk pohon jati, sedangkan usaha yang menghasilkan produk subsitusi seperti usaha yang menghasilkan produk pohon jenis lainnya. Beberapa pesaing atau kompetitor yang menghasilkan produk sejenis antara lain: 1.
BUMN di bidang kehutanan, yaitu Perum Perhutani yang berada di bawah binaan Departemen Kehutanan yang menghasilkan produksi kayu jati terbesar di Indonesia.
2.
Masyarakat perorangan atau kelompok dan Badan Usaha Swasta yang mengusahakan tanaman jati dapat dikategorikan dalam dua kategori besar, yaitu masyarakat yang mengikuti program Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan).
52
Sebagai upaya melihat posisi JUN yang diproduksi UBH-KPWN dalam persaingan, berikut identifikasi kelebihan dan kekurangan pesaing produsen kayu jati. 1.
Perhutani a. Kelebihan - Perhutani sebagai BUMN, mendapatkan dukungan dari pemerintah. - Perhutani
diberikan
lahan
oleh
pemerintah
melalui
Peraturan
Perundangan. - Volume tanaman Perhutani sangat besar, mencakup wilayah di seluruh Jawa dan Madura. - Perhutani telah lama menjadi pelaksana usaha dibidang perkayuan, sehingga dapat dikatakan telah mapan dan stabil. b. Kekurangan - Birokrasi yang rumit, menyebabkan siklus bisnis menjadi terkendala. - Resisten terhadap inovasi (paradigma lama, bahwa hutan diserahkan kepada alam tanpa ada campur tangan manusia). - Tidak dapat membuat kontrak pembelian jangka panjang dengan pembeli. - Masa panen lama, minimal 20 tahun. 2.
Masyarakat Perorangan atau Kelompok a. Kelebihan - Rakyat diberikan bibit secara cuma-cuma oleh Pemerintah melalui program Gerhan. - Melalui program Hutan Tanaman Rakyat, petani dipinjamkan lahan oleh pemerintah. - Petani memperoleh penyuluhan rutin dari Departemen Kehutanan. - Biaya produksi rendah, karena perawatan tidak intensif. b. Kekurangan - Budaya masyarakat yang tidak biasa menanam jati secara intensif karena jati dianggap bukan tanaman budidaya, melainkan tanaman hutan yang dibiarkan begitu saja tumbuh dengan bantuan alam. - Volume tanaman sangat kecil.
53
- Penjualan masih melalui tengkulak, sehingga harga jual ditingkat petani tidak dapat bersaing. - Masa panen lama. 3.
Unit Bagi Hasil KPWN a. Kelebihan - Bibit yang digunakan adalah bibit unggul - Perawatan jati dilaksanakan secara intensif - Dikelola
secara
profesional
dengan
manajemen
pohon
(trees
management) dan adanya keterbukaan kepada pihak-pihak terkait. - Melaksanakan konsep bagi hasil yang mengandung unsur sosial, sehingga fungsi Corporate Social Responsibility (CSR) secara langsung dapat terwujud. - Panen dapat dilaksanakan pada umur tanaman lima tahun, dengan kualitas yang tidak kalah dengan jati konvensional. b. Kekurangan - Usaha JUN oleh UBH-KPWN baru berjalan dua tahun, sehingga masih pada tahap pengenalan. - Produk jasa investasi dengan pola bagi hasil masih belum banyak dikenal masyarakat, sehingga pihak UBH-KPWN harus melakukan promosi lebih keras. 6.1.4 Hasil Analisis Aspek Pasar Berdasarkan analisis potensi pasar usaha JUN di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan usaha ini layak untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan potensi pasar untuk jati masih tinggi dimana masih terdapat gap yang besar antara permintaan dan penawaran. Potensi pasar untuk Jati dilihat dari sisi permintaan, penawaran, dan harga menunjukkan pasar jati masih terbuka lebar. Selain itu, jika dilihat dari keadaan pesaing, UBH-KPWN dengan kelebihan dan keunikan yang dimiliki dirasa dapat tetap bertahan dalam persaingan. 6.2 Aspek Teknis dan Teknologis Pada umumnya usaha pada kegiatan on farm sangat tergantung dengan keadaan lingkungan, seperti kondisi lahan dan iklim. Kegiatan on farm atau budidaya tanaman memiliki karakteristik tanam yang berbeda-beda, karena itu 54
tidak dapat dilaksanakan di sembarang tempat. Pemilihan lokasi yang sesuai dengan karakteristik tumbuh merupakan syarat utama dalam pemilihan lokasi. Begitu pula dengan usaha budidaya JUN ini. Pemilihan lokasi tanam yang sesuai dengan karakteristik tanam merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi. Sesuai dengan karakteristik tumbuhnya, maka budidaya JUN dilakukan di daerah Jawa. 6.2.1 Lokasi Pemiilihan lokasi sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal agar di kemudian hari tidak ada kendala yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan usaha. Dalam menentukan lokasi proyek yang strategis faktor-faktor yang harus dipertimbangkan antara lain ketersediaan bahan baku utama dan pembantu, ketersediaan tenaga kerja langsung, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana telekomiunikasi dan kedekatan dengan pasar yang dituju. Jika usaha bergerak di bidang budidaya, kesesuaian kondisi lahan dan iklom juga menjadi pertimbangan yang penting. Lokasi yang dipilih untuk kantor pusat adalah di Jakarta yaitu di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 5 R. 504-A. Pemilihan lokasi di tersebut berdasarkan pertimbangan kemudahan akses, selain dekat dengan kantor KPWN, lokasi di Jakarta dinilai strategis untuk mengkoordinasi pihak-pihak terkait, seperti penyedia sarana produksi, pemasar, dan lembaga penunjang. Lokasi untuk melaksanakan penanaman JUN pada tahun 2007 hingga 2008 antara lain Magetan, Bogor, Purwakarta, dan Kulon Progo (Tabel 6). Pemilihan lokasi tanam didasarkan pada pertimbangan karakteristik lahan dan aksesibilitas. Lokasi yang dinilai layak sebagai lahan tanam JUN harus memiliki persyaratan-persyaratan berikut: - Bukan lahan persawahan - Tidak tergenang air atau banjir atau becek setelah hujan - Tidak terkena nauangan pohon atau bangunan - Ketinggian lokasi maksimum 400 m dari permukaan laut. - Diprioritaskan di daerah dimana terdapat tanaman jati tumbuh dengan baik Persyaratan lokasi penanaman ini ditetapkan oleh UBH-KPWN berdasarkan literatur penanaman tanaman jati unggul. Selain karakteristik lahan, aksesibilitas
55
lokasi tanaman menjadi pertimbangan pula, selain memudahkan pengadaan input, akses lokasi yang mudah juga mendorong minat investor untuk melihat lokasi tanam, memudahkan pemasaran hasil panen dan pelaksanaan pengawasan. Tabel 6. Lokasi dan Jumlah Tanaman Jati UBH-KPWN tahun 2007-2008 Tahun
No.
2007
1.
Magetan
2.
Bogor
19.294
3.
Purwakarta
45.309
1.
Magetan
2.
Bogor
50.293
3.
Purwakarta
54.691
4.
Kulon Progo
3.850
2008
Lokasi
Total Tanaman Jati s.d. tahun 2008
Jumlah (pohon) 138.819
149.412
442.711
Sumber : UBH-KPWN (2009)
6.2.2 Input dan Peralatan Pemilihan input dan peralatan merupakan hal yang harus diperhatikan. Ketepatan pemilihan input dan peralatan akan menunjang pelaksanaan usaha. Input utama dalam usaha ini adalah bibit JUN. Pengadaan bibit JUN ini bekerjasama dengan PT. Setyamitra Bhaktipersada, sehingga pasokan bibit JUN dapat terjamin. Pengadaan pupuk organik formula khusus juga telah bekerjasama dengan PT. Pancakokoh. Sedangkan input lainnya juga bekerjasama dengan pemasok, sehingga ketersediaan input dapat terjamin. Penggunaan peralatan dan teknologi pada usaha JUN ini relatif sederhana, seperti budidaya pertanian pada umumnya. Peralatan yang digunakan petani untuk budidaya JUN adalah milik petani sendiri, sedangkan pihak UBH-KPWN hanya menyediakan beberapa peralatan saja untuk dipinjamkan. Rincian penggunaan peralatan dapat dilihat pada Tabel 7.
56
Tabel 7. Peralatan Budidaya JUN No.
Uraian
Fungsi
1.
Hand sprayer
Menyemprotkan insektisida
2.
Embrat
Tempat untuk menyiram tanaman
3.
Cangkul
Menggemburkan lahan
4.
Garpu
Menggemburkan lahan
5.
Pompa air dan selang
Pengairan
6.
Hand tractor
Membajak lahan
Sumber : UBH-KPWN (2009)
6.2.3 Teknik Budidaya Pada dasarnya tanaman jati merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan alami. Hal tersebut dikarenakan jati tergolong tanaman yang memiliki daya tahan tinggi. Namun, tanpa adanya penanganan yang baik, tanaman jati akan tumbuh dalam waktu yang lama. Apabila ingin menghasilkan jati dengan umur panen yang relatif singkat maka dibutuhkan bibit khusus dan perawatan yang baik. Berdasarkan informasi dari UBH-KPWN, teknik budidaya JUN diawali dengan persiapan, baik persiapan lahan, persiapan pupuk dasar, juga persiapan bibit. Setelah itu dapat dilaksanakan proses penanaman. Perawatan dan penyiraman tanaman dilaksanakan secara intensif agar tanaman dapat tumbuh sesuai dengan yang diharapkan. Pemanenan dilaksanakan saat umur tanaman lima tahun, yaitu pada saat tanaman JUN mencapai volume 0,2 meter kubik. A. Persiapan Kegiatan persiapan terdiri dari kegiatan persiapan lahan, persiapan pupuk dasar dan persiapan bibit. 1.
Persiapan Lahan Langkah awal dalam budidaya JUN dimulai dari pembersihan calon lokasi tanaman dari tumbuh-tumbuhan yang tidak diperlukan seperti serasah, sampah dan tumbuhan bawah. Serasah, sampah, dan tunggak-tunggak yang tidak dapat dimanfatkan dikumpulkan ditempat tertentu dan dibakar. Pembakaran tersebut diusahakan tidak menyebar diseluruh lokasi karena
57
dapat mematikan organisme yang ada di dalam tanah. Abu hasil pembakaran dapat juga dipergunakan sebagai pupuk. Langkah selanjutnya adalah pengolahan tanah yang dilaksanakan pada awal musim kemarau. Pengolahan tanah bertujuan untuk menghilangkan alang-alang rumput, mengurangi keasaman tanah, pemberantasan hama, memudahkan pertukaran udara dan peresapan air, agar bibit yang ditanam memperoleh media tumbuh yang baik sehingga memungkinkan pertumbuhan JUN dengan baik. Setelah pengolahan tanah selesai, kegiatan penyiapan lahan selanjutnya adalah pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanaman. Pemasangan ajir dilaksanakan 20 hingga 15 hari sebelum penanaman, hal ini bertujuan untuk mengatur tata letak, arah larikan dan jarak tanam. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 5 x 2 meter, hal ini bertujuan untuk memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi tanaman. Pembuatan lubang tanam dilakukan pada lahan yang sudah dipasang dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm. Pembuatan lubang tanam dilaksanakan pada 15 hingga 10 hari sebelum penanaman untuk memberi kesempatan kepada tanah membuang gas-gas beracun yang mungkin terkandung dalam lubang tanaman. Tanah galian dari tiap lubang setebal lebih kurang 20 cm teratas dan 20 cm terbawah dipisahkan. Gundukan tanah bagian atas digunakan sebagai campuran pupuk dasar. 2.
Persiapan Pupuk Dasar Pupuk dasar adalah pupuk kandang yang diolah dengan formula tertentu. Penyiapan pupuk dasar dilakukan 30 hingga 25 hari sebelum penanaman dilakukan. Pupuk dasar terdiri dari campuran pupuk kandang, NPK, probiotik, gula pasir, dan kapur. Setiap lubang tanaman diberikan pupuk dasar sebanyak 3 hingga 5 kg per lubang. Pupuk dasar tersebut dicampur dengan tanah asal bagian atas dan diaduk secara merata lalu dimasukkan ke dalam lubang tanam.
3.
Persiapan Bibit Bibit JUN yang digunakan adalah bibit JUN yang diproduksi oleh PT. Setyamira Bhaktipersada. Usulan kebutuhan jumlah bibit dan pupuk serta waktu pengiriman harus sudah disampaikan ke Direksi pada dua minggu 58
sebelum pembuatan lubang, sedangkan jadwal penerimaan bibit harus ditentukan terlebih dahulu, minimal tiga hingga lima hari sebelum penanaman. Bibit yang diterima dari PT. Setyamitra Bhaktipersada diseleksi dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Jumlah sesuai dengan pesanan ditambah dengan lima persen cadangan.
b.
Kualitas sesuai dengan pesanan (spesifikasi) sebagai berikut: i.
Umur tiga hingga empat bulan
ii.
Tinggi 30 hingga 40 cm
iii.
Jumlah daun minimal dua pasang
iv.
Diameter batang 0,4 hingga 0,5 cm
v.
Batang sehat, lurus dan berkayu
vi.
Akar belum menembus polibag
vii.
Bebas hama dan penyakit
Bibit yang tidak sesuai dengan spesifikasi tersebut tidak diterima dan minta diganti. Pengiriman bibit ke lapanga harus mengikuti tata urutan waktu yang telah disepakati. Tata waktu penyiapan lahan, pupuk, dan bibit dapat dilihat pada Gambar 5.
30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
1
Pemasangan Ajir (H-20 s.d H-15)
Pengolahan Pupuk (H-30 s.d. H-25) Pembuatan Lubang (H-15 s.d. H-10) Penyiapan Bibit (H-5 s.d. H) Pemberian Pupuk Dasar (H-3 s.d. H) Penanaman (H)
Gambar 5. Tata Waktu Penyiapan Lahan, Pupuk, dan Bibit Sumber: UBH-KPWN (2009)
59
B. Penanaman Penanaman JUN dilakukan pada awal musim hujan, untuk mengurangi terjadinya penguapan dan mengoptimalkan kerja akar. Sebelum ditanam bibit dicelupkan dalam larutan probiotik sampai jenuh, kemudian dilepas dan diletakkan di atas ajir sebagai kontrol atau tanda bahwa bibit yang ditanam sudah terlepas polybagnya. Sebelum penyobekkan polybag, media tanam dalam (tanah) polybag harus dipadatkan dahulu agar media tanam tidak lepas atau hancur ketika menyobek polybag, karena apabila hal tersebut terjadi akan mengakibatkan terputusnya akar. Sebelum ditanam bibit harus dalam keadaan segar, ditanam tidak terlalu dalam (sampai batas leher akar) untuk menghindari pembusukan batang, dan untuk mengurangi penguapan sebaiknya penanaman dilakukan pada sore hari. Tanamkan bibit secara tegak lurus, batang permukaan media bibit diusahakan rata dengan permukaan tanah awal. Lubang tanaman ditimbun sehingga membentuk gundukan untuk menghindari terjadinya genangan air, usahakan media di sekitar bibit padat. Gundukan ditutup dengan seresah secukupnya. C. Perawatan Kegiatan perawatan terdiri dari penyiangan dan pendangiran, penyulaman, perlakuan khusus, serta pemupukan lanjutan. 1.
Penyiangan dan Pendangiran Penyiangan dilakukan agar tanaman JUN tidak tergangu oleh gulma yang merupakan pesaing dalam memperoleh unsur hara, cahaya dan air. Pendangiran dilakukan lebih ditujukan untuk penggemburan tanah sekitar tanaman yang bertujuan juga untuk menghilangkan gulma yang juga dapat berfungsi sebagai inang hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan pada musim hujan untuk menjaga kelembaban tanah dan untuk menghilangkan gangguan tumbuhan lain yang berpotensi menyaingi JUN dalam penyerapan nutrisi dari tanah, sebaliknya pada musim kemarau
sebaiknya
dilakukan
penyiangan
dan
pendangiran,
untuk
menghindari penguapan yang berlebihan dan terputusnya bulu-bulu akar.
60
2.
Penyulaman Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati dan dilaksanakan pada saat puncak musim hujan dan penyulaman berikutnya dilakukan sampai dengan tanaman berumur satu tahun. Setelah umur tanaman lebih dari satu tahun maka tidak dilakukan lagi penyulaman hingga panen.
3.
Perlakuan Khusus Perlakuan khusus adalah tindakan perbaikan terhadap tanaman yang pertumbuhannya belum mencapai standar yang telah ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi. Tindakan atau langkah yang diambil salam melaksanakan perlakuan khusus disesuaikan dengan penyebab terjadinya kekurangan atau kelambatan pertumbuhan tanaman tersebut.
4.
Pemupukan Lanjutan Pemupukan lanjutan dilakukan pada awal atau akhir musim hujan. Pemupukan lanjutan dilakukan beberapa kali pada tahun pertama hingga ketiga. Berikut adalah jenis pupuk dan dosis yang diberikan pada pemeliharaan tanaman sesuai dengan umur tanaman JUN (Tabel 8):
Tabel 8. Jenis Pupuk dan Dosis pada Pemupukan Lanjutan Umur Tanaman Umur 4 bulan Umur 8 bulan Umur 12 bulan Umur 16 dan 20 bulan
Umur 24 bulan Umur 30 bulan Umur 36 bulan
Jenis Pupuk NPK Nitrous NPK Nitrous Pupuk dasar ulangan NPK Nitrous ZA Pupuk dasar ulangan NPK Nitrous NSP 36 KCL
Dosis per Pohon 100 0,2 100 0,2 4 200 0,2 50 4 250 0,2 200 200
Satuan gram cc gram cc kilogram gram cc gram kilogram gram cc gram gram
Sumber: UBH-KPWN (2009)
61
D. Penyiraman Pada awal penentuan lokasi penanaman JUN, salah satu syarat dari lokasi tersebut adalah terdapatnya sumber air atau dekat dengan sumber air untuk penyiraman,
karena
tanaman
sangat
membutuhkan
air
untuk
proses
pertumbuhannya, Terutama pada musim kemarau dan umur tanaman kurang dari delapan bulan sangat diperlukan penyiraman yang intensif, minimal dua kali dalam satu minggu. Penyiraman dilakukan dengan mengunakan pompa air dan selang untuk mengalirkan air tersebut, apabila tidak terdapat sumber air di sekitar lokasi maka perlu dibuatkan sumur bor atau tempat penampungan air. E. Pemanenan Pemanenan tanaman JUN dilakukan pada umur tanaman lima tahun. Penebangan ini dilakukan terhadap semua tanaman JUN, tetapi disisakan tonggak agar dapat tumbuh kembali. Tanaman JUN yang dipanen diharapkan memiliki diameter 20 cm dan volume 0,2 m3 per pohon. 6.2.4 Lay Out Lay out adalah keseluruhan penentuan bentuk dan penempatan fasilitasfasilitas yang dimiliki perusahaan. Lay out disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing perusahaan, namun tetap mempertimbangkan efisiensi, sehingga memudahkan dalam komunikasi dan pergerakan. Pada usaha JUN ini lokasi kantor pusat dan lokasi penanaman berada di tempat yang berbeda. Lay out kantor pusat dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan pengaturan tanam JUN dapat dilihat pada Gambar 7. JUN di tanam dengan jarak tanam 5 x 2 meter, hal ini bertujuan agar setiap tanaman JUN memperoleh sinar matahari dan unsur hara yang cukup. Sinar matahari dan unsur hara yang cukup membantu pertumbuhan tanaman JUN dengan optimal. 6.2.5 Hasil Analisis Aspek Teknis Berdasarkan hasil analisis aspek teknis meliputi lokasi, input, teknik budidaya, dan lay out, usaha JUN ini tergolong layak. Pemilihan lokasi tanam sudah tepat sesuai dengan pertimbangan karakteristik tanam JUN. Jenis input telah sesuai dengan kebutuhan budidaya JUN dan pengadaannya telah
62
b bekerjasama a dengan pihhak supplierr. Teknik bu udidaya JUN N dan jarak penanaman p t telah disesuaaikan dengann literatur.
Ruang Direktur D
Ruanng Rapat
Divisi Umum
Ruuang Perllengkaapan
Divisi Pemasaraan
Divisi D Keuangaan
meja tamuu
G Gambar 6. Lay out Kanntor Pusat Sumber: UBH H-KPWN (20009)
2 m
5 m
G Gambar 7. Pengaturan Tanam JUN N Sumber: UBH H-KPWN (20009)
63
6.3 Aspek Manajemen Studi aspek manajemen adalah untuk mengetahui apakah pembangunan dan implementasi usaha dapat direncanakan, dilaksanakan dan dikendalikan, sehinga rencana usaha dapat dinyatakan layak atau sebaliknya (Umar 2005). Aspek
manajemen
terkait
dengan
aktivitas-aktivitas
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Pada pelaksanaan usaha JUN oleh UBH-KPWN, fungsi manajemen telah diterapkan dengan cukup baik. Perencanaan (planning) berhubungan dengan perkiraan-perkiraan di masa depan dan target yang harus dicapai di masa depan. Oleh karena kemampuan sumber daya yang tersedia terbatas, maka perencanaan memerlukan perhitungan yang matang agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan pertimbangan kemampuan manajemen, UBH-KPWN membuat perencanaan jangka menengah. Perencanaan ini dibuat untuk lima tahun dimana ditargetkan sebanyak 2000.000 pohon JUN dapat ditanam. Rencana penanaman JUN dalam lima tahun dapat dilihat pada Tabel 9. Selain jumlah pohon yang ditanam, perencanaan juga dilakukan terhadap ukuran standar minimal saat panen. Ukuran standar yang harus dicapai antara lain diameter minimal sebesar 20 cm dan tinggi bebas cabang 6,5 m, sehingga volume per batang sebesar 0,2 m3. Tabel 9. Rencana Penanaman JUN Tahun Pertama hingga Kelima Tahun
Rencana Penanaman (Pohon)
1
300.000
2
300.000
3
400.000
4
500.000
5
500.000
Total
2.000.000
Sumber: UBH-KPWN (2009)
UBH-KPWN
juga
telah
melaksanakan
fungsi
pengorganisasian,
pelaksanaan serta pengontrolan. Pada fungsi pengorganisasian (organizing), UBH-KPWN telah menetapkan bentuk usaha, visi, misi dan tujuan, serta struktur organisasi dan pembagian kerja yang jelas. Pada fungsi pelaksanaan (activating), UBH-KPWN telah membuat sistem usaha yaitu dengan pola bagi hasil dan 64
manajemen pohon. Sistem usaha ini diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan usaha. Penjelasan lebih lanjut terkait fungsi pengorganisasian dan fungsi pelaksanaan akan dibahas pada pembahasan selanjutnya. Pada fungsi pengontrolan (controlling) dilakukan oleh UBH-KPWN terhadap perencanaan dan pelaksanaan usaha. Pengontrolan terhadap perencanaan usaha bertujuan untuk melihat sejauh mana pencapaian usaha dibandingkan dengan perencanaannya, sedangkan pengontrolan terhadap pelaksanaan usaha bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan usaha agar sesuai dengan target yang diharapkan dan tidak terjadi penyimpangan. Bila terjadi penyimpangan (gap) antara pelaksanaan usaha dan perencanaan maka harus dilakukan penyesuaian. Sebagai contoh, penyesuaian yang harus dilakukan UBH-KPWN adalah terhadap target penanaman, dimana pada tahun pertama dan tahun kedua penanaman yang dilakukan kurang mencapai target (Tabel 10). Oleh karena itu, dilakukan penyesuaian target penanaman (Tabel 11). Upaya yang dilakukan UBH-KPWN untuk meminimalkan penyimpangan
(gap)
adalah
dengan
melakukan
pengontrolan
terhadap
pelaksanaan usaha budidaya JUN. Petani bertanggung jawab melakukan pengontrolan terhadap tanaman JUN yang di tanam, lalu kinerja petani dikontrol oleh pendamping, sedangkan kinerja pendamping dikontrol oleh supervisor. Supervisor merupakan penghubung yang menyampaikan informasi perkembangan kegiatan-kegiatan dilapangan kepada kantor pusat, begitu juga sebaliknya. Tabel 10. Realisasi Penanaman JUN Tahun Pertama dan Kedua Tahun
Realisasi Penanaman (Pohon)
Selisih dengan Perencanaan
1
203.422
96.578
2
239.289
60.711
Total
442.711
157.289
Sumber: UBH-KPWN (2009), diolah
65
Tabel 11. Penyesuaian Rencana Penanaman JUN Tahun Ketiga hingga Kelima Tahun
Rencana Penanaman (Pohon)
3
400.000
4
500.000
5
657.289
Total
1.557.289
Sumber: UBH-KPWN (2009), diolah
6.3.1 Bentuk Usaha Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBHKPWN) merupakan salah satu unit usaha yang dimiliki oleh Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN). UBH-KPWN dibentuk oleh dan berada di bawah KPWN untuk melaksanakan usaha yang bergerak dibidang usahatani jati unggul dengan Pola Bagi Hasil. A. Dasar Hukum Dasar hukum pelaksanaan usaha ini antara lain: 1.
Akta Pendirian KPWN Nomor : 8295 tahun 1989
2.
Akta Pembentukan Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara No 2 tanggal 24 Mei 2007
3.
Keputusan Pengurus KPWN No.62/Kpts/KPWN-XII/2006 tanggal 21 Desember 2006 No. 45/Kpts-KPWN/V/2007 tanggal 10 Mei 2007
4. Keputusan Ketua KPWN No.82/Kpts-KPWN/XII/2007 tanggal 10 Desember 2007 Tentang Penunjukan dan Pengangkatan Direktur Utama Unit UBH-KPWN Periode tahun 2007 - 2012. B. Visi, Misi dan Tujuan UBH-KPWN Adapun visi dari UBH-KPWN adalah Menjadi pengelola profesional terbaik di bidang Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil. Misi UBH-KPWN adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan bisnis yang memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak terkait dan mendorong pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pedesaan sertaberperan serta dalam perbaikan lingkungan hidup.
66
Pelaksanaan usaha UBH-KPWN memiliki tujuan (a) Mewujudkan peran serta
para
karyawan
Departemen
Kehutanan
dan
masyarakat
dalam
mengembangkan usaha berbasis kemitraan yang berbentuk usahatani jati unggul pola bagi hasil maupun pola mandiri, (b) Terlaksanannya Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH) dalam rangka peningkatan pendapatan KPWN dan kesejahteraan Karyawan Departemen Kehutanan maupun masyarakat. 6.3.2 Struktur Organisasi Sesuai dengan Anggaran Dasar UBH-KPWN, maka organisasi dirancang menurut struktur yang efisien dan efektif. Struktur organisasi yang dipilih adalah struktur organisasi garis, hal ini berdasarkan pertimbangan jumlah karyawan relatif sedikit, organisasi relatif kecil, karyawan saling mengenal secara akrab dan spesialisasi kerja masih relatif sedikit. Bila dilakukan pengembangan usaha, tidak menutup kemungkinan untuk memilih struktur lain yang disesuaikan dengan kebutuhan. Kepengurusan UBH-KPWN dilakukan oleh direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan dibantu oleh Direktur Keuangan, Direktur Perencanaan Pengembangan dan Tanaman, dan Direktur Umum dan Pemasaran. Direktur Keuangan dibantu oleh satu Kepala Divisi, Direktur Perencanaan Pengembangan dan Tanaman dibantu oleh dua Kepala Divisi, dan Direktur Umum dan Pemasaran dibantu oleh dua Kepala Divisi. Sementara ini untuk melaksanakan pengawasan keuangan dan operasional intern, direksi dibantu oleh Kepala Divisi Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Disamping itu, direksi juga dapat dibantu oleh Tenaga Ahli atau Konsultan yang diangkat sesuai keperluan dan anggaran. Unit Usaha Bagi Hasil KPWN
merupakan unit organisasi baru, sehingga sumber daya manusia
pengelola belum terpenuhi secara menyeluruh. Oleh karena itu, jumlah sumber daya manusia yang ada sekarang belum sesuai dengan struktur organisasi yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan kegiatan operasional lapangan direksi dibantu oleh staf kantor perwakilan daerah yang dipimpin oleh Kepala Perwakilan. Kantor perwakilan dibentuk apabila di suatu wilayah direncanakan akan ditanam JUN minimal sebanyak 300.000 pohon. Kepala Perwakilan bertugas mengkoordinir
67
supervisor, sedangkan setiap satu orang supervisor membawahi enam hingga delapan orang tenaga pendamping . Bagan struktur organisasi UBH-KPWN dapat dilihat pada lampiran 4, sedangkan deskripsi pekerjaan (job description) direksi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Deskripsi Pekerjaan Direksi Jabatan Direktur Utama
Deskripsi Pekerjaan Bertanggung
jawab
mengkoordinasikan
untuk setiap
memimpin bagian
usaha
dalam
dan
struktur
organisasi usaha JUN UBH-KPWN. Divisi Umum
Bertanggung jawab dalam rangka penyelenggaraan pelayanan umum dan sumber daya manusia.
Divisi Pemasaran
Bertanggung jawab untuk memasarkan produk UBHKPWN, baik itu produk jasa investasi maupun produk pohon jati siap panen kepada konsumen.
Divisi Keuangan
Bertanggung jawab di dalam mengatur dan mencatat seluruh aliran kas dari pelaksanaan usaha dan membuat laporan keuangan.
Divisi Perencanaan Bertanggung Pengembangan
jawab
dalam
perencanaan
dan
pengembangan usaha, mulai dari perencanaan calon lokasi tanam, jumlah tanaman JUN yang akan ditanam, hingga perencanaan penambahan kebutuhan tenaga kerja.
Divisi Tanaman
Bertanggung jawab terhadap kegiatan budidaya tanaman JUN seperti penentuan SOP budidaya, target pencapaian hasil tanaman, evaluasi pertumbuhan tanaman, serta penentuan kebijakan penanganan bila hasil evaluasi pertumbuhan JUN tidak sesuai target.
Divisi Satuan
Melakukan pengawasan keuangan dan operasi intern
Pengawasan Intern
dimana pertanggungjawaban langsung kepada Direktur Utama.
Kepala Perwakilan
Bertanggung
jawab
terhadap
pelaksanaan
kegiatan
operasional lapangan. Sumber: UBH-KPWN (2009)
68
6.3.3 Sistem Manajemen Usaha JUN UBH-KPWN Pelaksanaan usaha JUN menitikberatkan pada sistem manajemen yang tergolong berbeda yaitu manajemen pohon (trees management) dan pola bagi hasil. Penerapan sistem tersebut diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan usaha, selain itu juga diharapkan dapat memberikan keuntungan yang adil bagi masing-masing pihak. 6.3.3.1 Manajemen Pohon (Trees Management) Manajemen pohon merupakan sistem pengelolaan dengan pendekatan batang demi batang (per batang pohon), bukan terhadap luas hamparan. Mayoritas usaha bidang budidaya tanaman hutan masih menerapkan manajemen yang berbasis luas hamparan, sedangkan UBH-KPWN mencoba dengan sistem yang berbeda yaitu manajemen pohon (per batang). Pelaksanaan manajemen pohon memberikan beberapa keuntungan antara lain dapat mempermudah pelaksanaan usaha, karena tenaga kerja (petani penggarap) dapat lebih fokus dalam mengurus pohon yang menjadi kewajibannya. Selain itu, manajemen pohon mempermudah dalam perhitungan penerimaan, penjualan dan biaya yang dikeluarkan, baik biaya perawatan, biaya pengamanan maupun upah tenaga kerja. 6.3.3.2 Sistem Bagi Hasil Sistem atau Pola Bagi Hasil yang diterapkan UBH-KPWN yaitu pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa, dan UBH-KPWN yang bertindak sebagai lembaga fisilitator dan lembaga penjamin, dengan pembagian hasil panen secara proporsional dan menguntungkan para pihak. Penetapan bagian hasil pihak-pihak yang terlibat dalam budidaya JUN didasarkan atas hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat dilihat pada Tabel 13. Sedangkan skema kontribusi dan bagian hasil masing-masing pihak yang terlibat dalam usaha JUN dapat dilihat pada Gambar 8.
69
Tabel 13. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Budidaya JUN UBH-KPWN Pihak
Hak - Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari total jumlah pohon yang ditanam.
UBHKPWN
Investor
Pemilik Lahan
Petani Penggarap
- Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam. - Tidak menanggung risiko bila terdapat tanaman yang mati/hilang yang disebabkan karena kelalaian. - Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam. - Tidak menanggung risiko bila terdapat tanaman yang mati/hilang yang disebabkan kelalaian. - Memperoleh pendamping saat melaksanakan budidaya JUN. - Memperoleh bimbingan, pelatihan, dan pembinaan - Memperoleh upah dan bagian hasil sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam. - Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam.
Pemerintah Desa
Kewajiban - Melakukan inventarisasi dan identifikasi calon lokasi dan pemilik lahan serta petani penggarap peserta budidaya JUN. - Merencanakan dan melaksanakan kegiatan usaha budidaya JUN. - Melaksanakan pendampingan kepada petani penggarap - Menarik calon investor usaha JUN. - Mengelola dana dari investor untuk kegiatan usaha budidaya JUN. - Memasarkan pohon jati siap panen. - Melaksanakan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. - Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil UBH-KPWN dikurangi sebanyak 0,3 bagian dari jumlah yang mati/hilang. - Berkontribusi dengan menanamkan modal, dimana jumlah minimal investasi adalah 100 pohon.
- Memberi ijin lahannya untuk ditanami JUN dalam jangka waktu kerjasama enam tahun.
- Melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. - Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil petani dikurangi sebanyak 0,5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang. - Membuktikan keabsahan kepemilikan lahan yang akan ditanami JUN. - Berperan dalam menggerakkan masyarakat calon peserta JUN. - Mengawasi dan mengamankan tanaman JUN dari gangguan, pencurian, dan kebakaran. - Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil pemerintah desa dikurangi sebanyak 0,2 bagian dari jumlah yang mati/hilang.
Sumber : UBH-KPWN (2009)
70
Pemilik Lahan (Bagian Hasil 10%)
Petani Penggarap (Bagian Hasil 25%)
Lahan
Tenaga
Lembaga Fasilitator UBHKPWN (Bagian Hasil 15%)
Usaha Jati Unggul Nusantara Pola Bagi Hasil
Investor (Bagian Hasil 40%) Dana
Manajemen, tenaga ahli, pendamping, administrasi, upah, bibit, pupuk, dll
Pemerintah Desa (Bagian Hasil 10%) Status lahan, penggerakkan, pengawasan, dan pengamanan
Gambar 8. Bagan Kontribusi dan Bagian Hasil Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN. Sumber: UBH-KPWN (2009)
Berdasarkan bagan tersebut dapat diuraikan bahwa: 1.
Unit Usaha Bagi Hasil KPWN berperan melaksanakan pengelolaan usaha JUN dengan memanfaatkan dana dari investor, lahan milik perorangan, lahan desa, maupun lahan badan usaha, serta tenaga kerja petani penggarap yang terlibat dalam usaha JUN. Imbal jasa atas peranannya tersebut, UBH-KPWN akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada tanaman JUN yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi 0,3 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
2.
Investor berperan sebagai pihak yang menanamkan modal untuk digunakan dalam pelaksanaan usaha. Dana tersebut digunakan untuk biaya pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan, upah petani, dan biaya manajemen. Imbal jasa atas peranannya tersebut, investor akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam. Bila terjadi kehilangan atau kematian pohon, investir tidak menanggung risiko.
71
3.
Pemilik lahan berperan untuk menyediakan lahan yang akan ditanami JUN. Hubungan pemilik lahan dan UBH-KPWN bukan sewa menyewa, melainkan kerja sama, sehingga atas peranannya menyediakan lahan, pemilik lahan akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam dan tidak menanggung risiko bila ada yang mati atau hilang.
4.
Petani Penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut di kurangi sebanyak 0,5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
5.
Perangkat desa berperan memberikan dukungan dan bantuan dalam rangka memastikan keabsahan kepemilikan lahan, melaksanakan sosialisasi dan menggerakkan masyarakat untuk menjadi peserta usaha JUN, membantu melaksanakan pengawasan lapangan dan pengamanan. Imbal jasa atas peranannya tersebut, pemerintah desa akan mendapat bagian sahil panen untuk pembangunan desa sebesar 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0,2 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
Bagian hasil panen masing-masing pihak dikaitkan dengan tingkat kematian atau kehilangan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 14. Bagian Hasil dan Beban Risiko Para Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN Para Pihak
Beban Risiko (Mati/hilang)
Bagian hasil para pihak pada tingkat kematian/hilang (M%) 0%
10%
20%
30%
40%
50%
Investor
0%
40%
40%
40%
40%
40%
40%
Pemilik lahan
0%
10%
10%
10%
10%
10%
10%
Petani penggarap
0,5 x M%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
Desa
0,2 x M%
10%
8%
6%
4%
2%
0%
UBH-KPWN
0,3 x M%
15%
12%
9%
6%
3%
0%
100%
90%
80%
70%
60%
50%
Jumlah Sumber : UBH-KPWN (2009)
72
6.3.4 Hasil Analisis Aspek Manajemen Berdasarkan hasil analisis aspek manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan, usaha ini tergolong layak. Hal ini dapat dilihat pula dari pemilihan bentuk usaha, struktur organisasi, dan sistem manajemen usaha. Bentuk usaha yang dipilih, sejauh ini dirasa masih sesuai dengan pelaksanaan usaha, dengan menjadi unit usaha KPWN, usaha JUN mendapat cukup banyak bantuan, khususnya dalam hal jaringan (link) dan informasi. Pada usaha ini sudah ada pembagian kerja yang jelas. Selain itu, penerapan pola bagi hasil dan manajemen pohon menjadi pembeda dan daya tarik usaha ini. 6.4 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pelaksanaan usaha seharusnya memperhatikan kepentingan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial ekonomi. Pelaksanaan usaha yang baik adalah pelaksanaan usaha yang berwawasan lingkungan dan pelaksanaan usaha memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat sekitar. Pelaksanaan usaha JUN UBH-KPWN memberikan manfaat sosial ekonomi dan lingkungan yaitu memberikan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan pembangunan pedesaan, memperkokoh
hubungan
sosial
kemasyarakatan
dan
perbaikan
kondisi
lingkungan. 6.4.1 Peningkatan Kesempatan Kerja dan Berusaha Alternatif
peluang
kerja
di
wilayah
pedesaan
tergolong
masih
sedikit,sedangkan ketersediaan peluang kerja merupakan salah satu harapan masyarakat. Dengan adanya pelaksanaan usaha JUN kesempatan kerja yang tercipta cukup terbuka lebar. Tenaga kerja lokal yang memungkinkan terserap dalam usaha ini cukup banyak, khususnya tenaga kerja yang berada di sekitar lokasi usaha. Berdasarkan data dari UBH-KPWN, jumlah tanaman JUN sebanyak 319.507 pohon dapat memberikan kesempatan kerja kepada 1286 petani, atau setara dengan satu petani menanam lebih kurang 250 pohon.
73
6.4.2 Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pada pelaksanaan JUN oleh UBH-KPWN, Petani Penggarap memiliki hak atas bagian hasil setelah panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam. Jika jumlah pohon yang di tanam Petani Penggarap sebanyak 250 pohon maka bagi hasil yang dapat diperoleh mencapai Rp 31.250.000 (25% dikalikan 250 pohon dikalikan Rp 500.000/pohon). Selain itu Petani Penggarap juga memperoleh upah mencapai 14.000 per pohon selama 5 tahun. Jika seorang petani menanam dan merawat 250 pohon, maka dalam 5 tahun petani tersebut dapat memperoleh Rp 3.500.000. Kegiatan perawatan pohon jati tidak menyita waktu terlalu banyak, sehingga petani juga dapat melakukan kegiatan lain. Petani juga dapat menggunakan lahan yang tersisa untuk membuat tumpang sari, namun harus melalui persetujuan investor dan pemilik lahan. Keuntungan dari tumpang sari tersebut, menjadi milik petani, investor dan pemilik lahan, sedangkan pihak UBHKPWN tidak mendapat keuntungan tersebut 6.4.3 Peningkatan Pembangunan Desa Bagian hasil panen yang merupakan hak desa sebesar 10 persen dari jumlah pohon JUN yang ditanam di desa bersangkutan tidak seluruhnya dibagikan kepada Perangkat Desa, tetapi juga untuk pembangunan desa yang bersangkutan. Dengan demikian, disamping memberikan kesejahteraan kepada Perangkat Desa, juga akan meningkatkan pembangunan desa. Selain itu, dalam rangka membantu pengamanan, kepada Perangkat Desa juga diberikan bantuan biaya pengamanan Rp 500,00 per pohon dalam satu tahun selama proyek tersebut dilaksanakan. 6.4.4 Memperkokoh Hubungan Sosial Kemasyarakatan Pelaksanaan usaha penanaman JUN ini melibatkan beberapa pihak antara lain Investor, Pemilik Lahan, Petani Penggarap, Perangkat Desa, dan UBHKPWN sebagai lembaga fasilitator. Dengan pelaksanaan usaha JUN ini, pihakpihak tersebut yang semula tidak saling mengenal menjadi saling mengenal dan bekerja sama untuk mensukseskan usaha ini. Interaksi yang terjadi antara pihak ini dapat memperkokoh hubungan sosial kemasyarakatan.
74
6.4.5 Perbaikan Kondisi Lingkungan Pelaksanaan usaha ini dapat memperbaiki kondisi lahan. Lahan yang semula terlantar dapat dimanfaatkan untuk ditanami dengan tanaman JUN. Penanaman JUN ini dapat menyebabkan aerasi tanah akan menjadi lebih baik, kesuburan tanah meningkat, erosi tanah akan menurun, keadaan iklim sekitarnya akan menjadi lebih baik, sehingga kondisi lingkungan dapat menjadi lebih baik.
75
VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk melihat sejauh mana kelayakan pelaksanaan usaha JUN UBH-KPWN dari segi keuangan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Periode (PP) dan Break Even Point (BEP). Analisis kriteria tersebut menggunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat dan biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Sebelum membuat arus kas terlebih dahulu menentukan asumsi-asumsi yang digunakan serta terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap inflow dan outflow. 7.1 Asumsi-Asumsi Dasar dalam Analisis Finansial Usaha JUN UBH-KPWN 1.
Modal yang digunakan berasal dari modal sendiri.
2.
Umur proyek 10 tahun berdasarkan pada umur tanam tanaman JUN.
3.
Target penanaman JUN oleh UBH-KPWN sebanyak 2.000.000 pohon dalam lima tahun. Pada tahun pertama tanaman JUN yang ditanam sebanyak 203.422, pada tahun kedua tanaman JUN yang ditanam sebanyak 239.289, tanaman JUN yang akan ditanam pada tahun ketiga, keempat dan kelima berturut-turut sebanyak 400.000, 500.000, dan 657.289.
4.
Pola tanam monokultur berdasarkan pada pola tanam tanaman Jati Unggul Nusantara.
5.
Bibit jati termasuk ke dalam biaya investasi, namun diperhitungkan penyusutannya.
6.
Biaya input untuk perawatan hanya sampai tahun ketiga.
7.
Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari komponen-komponen biaya manajemen kantor. Sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya penanaman dan perawatan tanaman serta upah tenaga kerja.
8.
Perhitungan biaya variabel didasarkan atas pohon per pohon (trees management).
9.
Peralatan yang dipergunakan petani untuk penanaman, perawatan, dan penyiangan adalah milik petani sendiri, sedangkan UBH-KPWN hanya menyediakan beberapa peralatan untuk dipinjamkan pada saat tertentu saja. 76
10. Bibit, pupuk dan obat-obatan keperluan untuk JUN disediakan oleh UBHKPWN. 11. Harga jasa investasi yang ditawarkan kepada investor sebesar Rp 60.000,00 per pohon yang keseluruhannya digunakan untuk biaya usaha JUN. Paket investasi baru ditawarkan pada saat tanaman JUN berumur empat bulan, sehingga penerimaan dari penjualan jasa investasi baru diterima pada tahun kedua. 12. Kondisi perekonomian selama proyek berlangsung diasumsikan tidak berubah secara signifikan. 13. Investor membeli seluruh tanaman JUN yang telah di tanam. 14. Penyusutan investasi dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Nilai sisa ditetapkan untuk aset-aset yang masih memiliki umur ekonomis ketika umur proyek telah berakhir. 15. Tingkat kematian tanaman JUN sebesar lima persen. 16. Semua hasil panen JUN diserap oleh pasar. 17. Pohon JUN dipanen pada usia 5 tahun dengan volume per pohon 0,2 m3 dan harga jual per pohon JUN di kebun sebesar Rp 500.000,00. 18. Bagi hasil didasarkan atas penerimaan penjualan (revenue sharing) yaitu jumlah pohon yang di tanam dikalikan dengan harga jual yang berlaku. 19. Proporsi bagi hasil pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN adalah a.
Investor
: 40 persen
b.
Petani
: 25 persen
c.
Pemilik lahan
: 10 persen
d.
Aparat desa
: 10 persen
e.
UBH-KPWN
: 15 persen
20. Tingkat discount rate yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito karena perusahaan tidak melakukan pinjaman kepada bank. Discount rate yang digunakan adalah tingkat suku bunga rata-rata Bank Indonesia tahun 2008, yaitu sebesar 9 persen. 21. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasakan UU No. 25 tahun 2000 Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
77
7.2 Analisis Inflow Usaha JUN UBH-KPWN Komponen inflow usaha JUN UBH-KPWN diterima dari penerimaan penjualan jasa investasi dan penerimaan penjualan pohon JUN siap panen. Penerimaan penjualan diperoleh dengan mengalikan harga jual dengan total penjualan. 7.2.1 Penerimaan Penjualan Jasa Investasi Penerimaan dari penjualan jasa investasi diperoleh dengan mengalikan harga jasa investasi per pohon dengan jumlah pohon yang ditawarkan. Harga jasa investasi per pohon adalah Rp 60.000,00 sedangkan jumlah pohon yang akan ditanam berjumlah 2.000.000 pohon. Harga jasa investasi dalam lima tahun diasumsikan tidak mengalami perubahan, sehingga total dana yang diterima dari penjualan jasa investasi sebesar Rp 120 milyar. Dana investor ini digunakan untuk membiayai 2.000.000 pohon selama umur tanam pohon. Penerimaan penjualan jasa investasi baru diterima pada tahun kedua, karena pada tahun pertama usaha belum berjalan secara optimal. Rincian penerimaan penjualan jasa investasi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Penerimaan Penjualan Jasa Investasi Tahun
Jumlah Pohon
2
203.422
60.000
12.205.320.000
3
239.289
60.000
14.357.340.000
4
400.000
60.000
24.000.000.000
5
500.000
60.000
30.000.000.000
6
657.289
60.000
39.437.340.000
Jumah
2.000.000
Investasi per Pohon (Rp)
Nilai Investasi (Rp)
120.000.000.000
Sumber : UBH-KPWN, 2009 (diolah)
7.2.2 Penerimaan Penjualan Pohon JUN Siap Panen Pohon JUN baru dapat dipenen pada tahun keenam, yaitu saat umur JUN lima tahun. Harga jual pohon JUN di kebun pada saat panen diproyeksikan Rp 500.000,00 per pohon atau setara dengan Rp 2.500.000,00 per meter kubik. Jika diasumsikan tingkat kematian pohon JUN sebesar lima persen dan tanaman JUN
78
yang hidup dapat seluruhnya diserap pasar, maka total penerimaan dari penjualan 2.000.000 pohon JUN sebesar Rp 950 milyar. Total penerimaan dari penjualan tanaman JUN diperoleh dengan mengalikan jumlah pohon dengan harga jual tanaman JUN per pohon. Rincian penerimaan penjualan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Penerimaan Penjualan Tanaman JUN Tahun
Jumlah Pohon
Harga Jual per Pohon (Rp)
Penerimaan (Rp)
6
203.422
500.000
96.625.450.000
7
239.289
500.000
113.662.275.000
8
400.000
500.000
190.000.000.000
9
500.000
500.000
237.500.000.000
10
657.289
500.000
312.212.275.000
Jumah
2.000.000
950.000.000.000
Sumber : UBH-KPWN, 2009 (diolah)
7.3 Analisis Outflow Usaha JUN UBH-KPWN Arus pengeluaran dalam usaha JUN UBH-KPWN dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan bagi hasil kepada mitra usaha. 7.3.1 Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek yaitu pada tahun pertama. Apabila terdapat aset yang memiliki umur ekonomis kurang dari umur proyek, maka dilakukan reinvestasi. Pada kasus budidaya tanaman JUN ini biaya pengadaan bibit JUN termasuk pula ke dalam kategori biaya investasi, namum pengadaannya dilakukan secara bertahap dalam lima tahun, sesuai dengan kebutuhannya. Biaya investasi pada usaha JUN terdiri dari biaya investasi perlengkapan kantor, biaya investasi peralatan produksi, biaya pengadaan bibit. Total biaya investasi yang diperlukan untuk perlengkapan kantor sebesar Rp 76.679.000,00 (Tabel 17). Total biaya investasi yang diperlukan untuk peralatan produksi sebesar Rp 84.600.000,00 (Tabel 18). Sedangkan total biaya pengadaan bibit dalam lima tahun adalah sebesar Rp 12.600.000,00 (Tabel 19).
79
Tabel 17. Biaya Investasi Perlengkapan Kantor Uraian
Harga per Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Umur ekonomis (tahun)
Satuan
Jumlah
Box
unit
2
72.000
144.000
2
Brankas
unit
2
1.500.000
3.000.000
10
Camera
unit
1
2.800.000
2.800.000
2
Dispenser
unit
1
250.000
250.000
5
Ember
unit
2
20.000
40.000
2
Galon
unit
5
40.000
200.000
2
Jam dinding
unit
2
60.000
120.000
2
Kabel rol
unit
3
35.000
105.000
2
Kalkulator
unit
3
100.000
300.000
2
Komputer
unit
8
6.000.000
48.000.000
10
Kursi-Meja
unit
17
500.000
8.500.000
10
LCD
unit
1
8.000.000
8.000.000
10
Lemari
unit
2
600.000
1.200.000
10
Pesawat telepon
unit
2
250.000
500.000
2
Printer
unit
2
1.700.000
3.400.000
5
Tempat sampah
unit
4
30.000
120.000
5
Total Biaya Investasi Perlengkapan Kantor
76.679.000
Sumber : UBH-KPWN, 2009 (diolah)
Tabel 18. Biaya Investasi Peralatan Produksi Nilai (Rp)
Umur Ekonomis (tahun)
350.000
10.500.000
5
30
40.000
1.200.000
5
unit
30
40.000
1.200.000
5
Garpu
unit
30
40.000
1.200.000
5
Pompa air dan selang
unit
12
1.500.000
18.000.000
10
Hand tractor
unit
3
17.500.000
52.500.000
10
Uraian
Satuan
Jumlah
Hand sprayer
unit
30
Embrat
unit
Cangkul
Harga per Satuan (Rp)
Total Biaya Investasi Peralatan Produksi
84.600.000
Sumber : UBH-KPWN, 2009 (diolah)
80
Pengadaan bibit dilakukan sesuai dengan kebutuhan, oleh karena itu pemesanan bibit tidaklah sama dalam setiap tahunnya. Setiap pemesanan bibit jati di tambahkan lima persen sebagai antisipasi kematian. Pada Tabel 19 dapat dilihat besarnya biaya pengadaan bibit per tahun yang telah ditambahkan dengan lima persen dari bibit yang dipesan. Tabel 19. Biaya Pengadaan Bibit Tahun
Biaya Pengadaan Bibit (Rp)
1
1.281.558.600
2
1.507.520.700
3
2.520.000.000
4
3.150.000.000
5
4.140.920.700
Total
12.600.000.000
Biaya reinvestasi dilakukan pada tahun ketiga, kelima, keenam, ketujuh dan kesembilan. Biaya reinvestasi pada tahun ketiga, kelima, ketujuh, dan kesembilan sebesar Rp 4.209.000,00, sedangkan biaya reinvestasi tahun keenam sebesar Rp17.870.000,00. Rincian biaya reinvestasi pada tahun keenam dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan rincian biaya reinvestasi pada tahun ketiga, kelima, ketujuh, dan kesembilan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 20. Biaya Reinvestasi pada Tahun Keenam Uraian
Satuan
Jumlah
Harga per Satuan
Dispenser
unit
1
250.000
250.000
Printer
unit
2
1.700.000
3.400.000
Tempat sampah
unit
4
30.000
120.000
Hand sprayer
unit
30
350.000
10.500.000
Embrat
unit
30
40.000
1.200.000
Cangkul
unit
30
40.000
1.200.000
Garpu
unit
30
40.000
1.200.000
Total Biaya Reinvestasi Tahun ke-6
Nilai
17.870.000
81
Tabel 21. Biaya Reinvestasi pada Tahun Ketiga, Kelima, Ketujuh, dan Kesembilan Uraian
Satuan
Jumlah
Harga per Satuan
Box
unit
2
72.000
144.000
Camera
unit
1
2.800.000
2.800.000
Ember
unit
2
20.000
40.000
Galon
unit
5
40.000
200.000
Jam dinding
unit
2
60.000
120.000
Kabel rol
unit
3
35.000
105.000
Kalkulator
unit
3
100.000
300.000
Pesawat telepon
unit
2
250.000
500.000
Total Biaya Reinvestasi Tahun ke-3, 5, 7, 9
Nilai
4.209.000
7.3.2 Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama pelaksanaan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. a.
Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah
produk yang dihasilkan. Biaya tetap yang dikeluarkan usaha JUN UBH-KPWN yaitu menyangkut biaya manajemen kantor. Pada tahun pertama, usaha belum berjalan optimal, sehingga total biaya manajemen yang dikeluarkan hanya sebesar Rp 1.057.193.877,00, sedangkan pada tahun kedua hingga kesepuluh usaha dinilai sudah berjalan optimal, sehingga total biaya yang dikeluarkan relatif konstan yaitu sebesar Rp 1.419.089.350,00. Rincian biaya manajemen kantor dapat dilihat pada Tabel 22.
82
Tabel 22. Biaya Manajemen Kantor Uraian Gaji
Tahun 1
2 s.d. 10
610.158.019
801.965.985
Listrik, air, telepon
37.615.396
40.351.800
ATK dan keperluan kantor
62.080.460
108.214.306
Rapat atau lembur
33.440.754
85.728.500
Konsultasi
29.702.500
108.182.500
144.193.242
83.703.329
7.128.600
6.540.000
-
53.602.930
132.874.906
130.800.000
1.057.193.877
1.419.089.350
Perjalanan dinas Sewa Kantor Sewa Kantor Daerah Promosi Total Sumber : UBH-KPWN, 2009 (diolah)
b. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Biaya variabel pada usaha ini meliputi biaya pengadaan input untuk penanaman dan perawatan tanaman JUN serta biaya tenaga kerja. Biaya pengadaan input untuk penanaman dan perawatan hanya sampai pada tahun ketiga saja, karena pada tahun keempat dan kelima tanaman JUN sudah cukup besar dan dirasa sudah kuat sehingga hanya memerlukan pengawasan dan pengamanan saja. Pengeluaran biaya variabel ini dihitung berdasarkan sistem trees management (manajemen pohon), sehingga biaya atau pengeluaran ini dihitung atas pohon per pohon. Biaya pohon per pohon dapat diperoleh dengan mengkonversi harga per komponen bahan dengan komposisi yang dibutuhkan per pohon, sehingga diperoleh rincian biaya variabel JUN UBH-KPWN yang dapat dilihat pada Tabel 23 dan Tabel 24. Total biaya input penanaman dan perawatan tanaman JUN untuk setiap pohon dalam waktu lima tahun sebesar Rp 11.000,00. Rincian tersebut dapat dilihat pada Tabel 23. Sedangkan total biaya upah tenaga kerja penanaman,
83
perawatan, dan pengawasan untuk setiap pohon dalam lima tahun sebesar Rp 19.000,00 (Tabel 24). Tabel 23. Biaya Input Penanaman dan Perawatan Tanaman JUN dalam Lima Tahun (per Pohon) No.
Uraian
Biaya tahun ke 1 (Rp)
2 (Rp)
3 (Rp)
1.
Pupuk dasar
2.
Pupuk lanjutan
850
2500
2500
3.
Perlakuan khusus (penomoran pohon, obat-obatan, pengairan)
750
1400
1000
3600
3900
3500
Total
4 (Rp)
5 (Rp)
2000
Sumber : UBH-KPWN, 2009 (diolah)
Tabel 24. Biaya Upah Tenaga Kerja Penanaman, Perawatan, dan Pengawasan Tanaman JUN dalam Lima Tahun ( per Pohon) No.
Uraian
Biaya tahun ke 1 (Rp)
2 (Rp)
3 (Rp)
4 (Rp)
5 (Rp)
1.
Pembuatan lubang, pemupukan awal, dan penanaman
1500
2.
Pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan
1500
2000
2500
3000
3500
3.
Pembinaan kelompok tani
500
500
500
500
500
4.
Pengawasan dan pengamanan oleh desa
500
500
500
500
500
4000
3000
3500
4000
4500
Total Sumber : UBH-KPWN, 2009 (diolah)
84
7.3.3 Bagi Hasil Pihak-pihak yang terlibat dalam usaha budidaya JUN UBH-KPWN antara lain investor, petani penggarap, pemilik lahan, pemerintah desa dan UBH-KPWN. Pihak-pihak ini akan mendapat imbal jasa berupa bagian hasil dari penjualan tanaman JUN tersebut. Bagian hasil ini dapat diperoleh mulai tahun keenam (Tabel 25). a.
Bagi Hasil yang diterima UBH-KPWN Imbal jasa yang akan diterima UBH-KPWN adalah sebesar 15 persen dari
jumlah pohon yang ditanam. Jika pohon yang di tanam sebanyak 2.000.000 pohon dan harga jual di kebun sebesar Rp 500.000,00 per pohon, maka bagian hasil yang akan diterima UBH-KPWN sebesar Rp 150 milyar. Namun, pada analisis ini diasumsikan tingkat kematian sebesar lima persen. Sesuai dengan kesepakatan, bila kematian yang terjadi disebabkan oleh kelalaian sumber daya manusia, maka UBH-KPWN turut menanggung sebesar 30 persen dari risiko kematian. Sehingga bagian hasil yang dapat diterima oleh UBH-KPWN sebesar Rp 135 milyar. b. Bagi Hasil yang diterima investor Imbal jasa yang akan diterima investor adalah sebesar 40 persen dari jumlah tanaman JUN yang ditanam. Jika terjadi kematian yang diakibatkan kelalaian sumber daya manusia, maka investor tidak ikut menanggung risiko. Sehingga total bagian hasil yang dapat diterima oleh investor akan tetap, yaitu sebesar Rp 400 milyar untuk 2000.000 pohon. c.
Bagi Hasil yang diterima pemilik lahan Imbal jasa yang akan diterima pemilik lahan adalah sebesar 10 persen dari
jumlah tanaman JUN yang ditanam. Jika terjadi kematian yang diakibatkan kelalaian sumber daya manusia, maka investor tidak ikut menanggung risiko. Sehingga total bagian hasil yang dapat diterima oleh pemilik lahan akan tetap, yaitu sebesar Rp 100 milyar untuk 2000.000 pohon. Jika diasumsikan seseorang memiliki lahan seluas satu hektar, maka dengan jarak tanam JUN sebesar 2 x 5 meter maka akan terdapat 1000 pohon JUN pada lahan tersebut. Dengan asumsi harga jual per pohon Rp 500.000, maka bagian hasil yang dapat diperoleh orang tersebut atas jasanya meminjamkan lahan sebesar Rp 50.000.000 selama jangka waktu perjanjian (enam tahun). Jika harga
85
sewa satu hektar lahan berkisar antara enam hingga delapan juta rupiah dalam satu tahun dan orang tersebut memutuskan untuk menyewakan lahannya, maka orang tersebut akan menerima biaya sewa antara Rp 36.000.000,00 hingga Rp 48.000.000,00. Jika kita dibandingkan penerimaan yang dapat diperoleh antara turut serta dalam usaha JUN dan disewakan bukan untuk usaha JUN, hasil yang diperoleh memang tidak signifikan berbeda, namun keuntungan bergabung dengan usaha JUN, pemilik lahan turut serta berkontribusi dalam mewujudkan kelestarian lingkungan dan penyediaan lapangan kerja. Selain itu, pada saat pemanenan, tanaman JUN disisakan beberapa sentimeter, sehingga pemilik lahan dapat melanjutkan budidaya JUN sendiri jika memang bersedia. d. Bagi Hasil yang diterima petani penggarap Imbal jasa yang diterima petani penggarap berupa upah dan bagian hasil sebesar 25 persen dari jumlah tanaman JUN yang ditanam. Jika terjadi kematian yang diakibatkan kelalaian sumber daya manusia, maka petani penggarap ikut menanggung risiko. Petani penggarap turut menanggung sebesar 50 persen dari risiko kematian, hal tersebut didasarkan atas kewajiban petani yang memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan budidaya di lahan. Total upah yang dapat diperoleh petani dalam usaha JUN ini sebesar Rp 18.500,00 per pohon untuk penanaman dan perawatan tanaman dalam lima tahun. Oleh karena itu total bagian hasil yang dapat diterima oleh petani penggarap sebesar Rp 225 milyar untuk 2000.000 pohon. Jika diasumsikan seorang petani menggarap 250 pohon, maka upah yang dapat diterima sebesar Rp 4.625.000 dalam lima tahun. Jika dilihat dari besarnya upah yang diterima, tentu nominal tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Namun, pelaksanaan budidaya JUN ini tidaklah terlalu rumit, sehingga memungkinkan petani untuk melakukan aktifitas kerja lainnya. Selain itu, pada akhir masa perjanjian, petani penggarap akan mendapatkan bagian hasil sebesar 25 persen dari total tanaman JUN yang dikelolanya, atau senilai dengan Rp 31.250.000,00. Sehingga, bila dijumlahkan, petani penggarap yang turut serta dalam usaha JUN ini akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 35.875.000,00 dalam lima tahun dari usaha JUN ini.
86
e.
Bagi Hasil yang diterima pemerintah desa Imbal jasa yang akan diterima pemerintah desa adalah upah Rp 500,00 per
pohon dalam satu tahun dan bagian hasil sebesar 10 persen dari jumlah tanaman JUN yang ditanam. Jika terjadi kematian yang diakibatkan kelalaian sumber daya manusia, maka pemerintah desa ikut menanggung risiko. Pemerintah desa turut menanggung sebesar 20 persen dari risiko kematian. Sehingga total bagian hasil yang dapat diterima oleh pemerintah desa sebesar Rp 90 milyar untuk 2000.000 pohon. Bagian hasil ini tidak langsung diserahkan secara tunai, namun juga dalam bentuk perbaikan sarana dan prasarana desa. Tabel 25. Bagi Hasil kepada Petani, Pemilik Lahan, Investor, Pemerintah Desa, dan UBH-KPWN Jumlah Bagi Hasil (Rp 000) Tahun Petani
Pemilik Lahan
Investor
Pemerintah Desa
UBH-KPWN
6
22.884.975
10.171.100
40.684.400
9.153.990
13.730.985
7
26.920.012,5
11.964.450
47.857.800
10.768.005
16.152.007,5
8
45.000.000
20.000.000
80.000.000
18.000.000
27.000.000
9
56.250.000
25.000.000
100.000.000
22.500.000
33.750.000
10
73.945.012,5
32.864.450
131.457.800
29.578.005
44.367.007,5
Total
225.000.000
100.000.000
400.000.000
90.000.000
135.000.000
Sumber : UBH-KPWN, 2009 (diolah)
7.4 Laporan Laba Rugi Usaha JUN UBH-KPWN Laporan laba rugi menunjukkan berapakah keuntungan yang diperoleh usaha JUN UBH-KPWN. Selain itu juga bermanfaat untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh UBH-KPWN. Pada perhitungan laba rugi, tahun pertama dan ketiga usaha ini mendapatkan laba negatif (rugi), namun pada tahun yang lain, usaha ini mendapatkan laba positif (untung), dimana keuntungan terbesar diperoleh pada tahun kesepuluh, yaitu sebesar Rp 30.067.323.755,00. Pada tahun pertama usaha ini belum memperoleh penerimaan, sehingga pada tahun ini usaha masih menghasilkan laba negatif. Pada tahun kedua, usaha
87
ini menghasilkan laba positif, hal ini dikarenakan biaya variabel yang dikeluarkan belum terlalu besar, namun pada tahun ketiga, usaha ini mengalami laba negatif kembali. Hal ini dikarenakan biaya variabel yang harus dikeluarkan mulai meningkat, namun penerimaan usaha masih belum dapat mencukupi. Rincian laporan laba rugi dapat dilihat pada lampiran 5. 7.5 Analisis Finansial Usaha JUN UBH-KPWN Kelayakan finansial usaha JUN ini dapat dilihat dari beberapa kriteria penilaian investasi yaitu Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, dan Break Even Point (BEP). Hasil perhitungan kriteria penilaian investasi pada usaha JUN UBH-KPWN dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Hasil Analisis Finansial Usaha JUN UBH-KPWN Kriteria NPV
Hasil Rp 42.714.598.081,00
IRR
48%
Net B/C Payback Period BEP
6 5 tahun, 6 bulan, 20 hari 30.511 pohon
Berdasarkan analisis finansial di atas dapat dilihat bahwa usaha JUN dengan pola bagi hasil yang diusahakan oleh UBH-KPWN akan menghasilkan NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp 42.714.598.081,00. Hal ini menunjukkan usaha ini akan memberikan manfaat bersih saat ini sebesar Rp 42.714.598.081,00 selama jangka waktu 10 tahun. Dengan demikian, berdasarkan kriteria NPV usaha JUN UBH-KPWN ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 48 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari discount faktor (DF) yang ditetapkan yaitu sembilan persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini mampu memberikan hasil sebesar 48 persen. Dengan demikian, berdasarkan kriteria IRR usaha JUN UBH-KPWN ini layak untuk dilaksanakan. Nilai Net B/C yang diperoleh yaitu sebesar 6. Hal ini berarti setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp 6,00. Nilai 88
Net B/C yang diperoleh lebih besar dari satu, sehingga usaha ini layak untuk dilaksanakan. Payback Period (PP) yang diperoleh adalah sebesar 5,555 tahun atau sama dengan 5 tahun 6 bulan 20 hari. Nilai PP ini masih berada dibawah umur proyek, sehingga berdasarkan kriteria PP usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai break even point (BEP) usaha JUN ini adalah sebanyak 30.511 pohon. Oleh karena itu, bila usaha ini ingin mendapatkan untung, maka jumlah tanaman yang diusahakan harus lebih besar dari 30.511 pohon. Rincian perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6. 7.6 Analisis Switching Value Usaha JUN UBH-KPWN Analisis switching value pada analisis usaha JUN ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan maksimal pada biaya operasional dan volume penjualan yang paling berpengaruh dan dapat ditoleransi sehingga usaha masih layak dilaksanakan. Switching value atau nilai pengganti ditentukan dengan uji coba sehingga menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan discount rate, nilai Net B/C sama dengan satu, payback period sama dengan umur proyek, serta BEP sama dengan total produksi. Variabel yang dibahas dalam analisis switching value adalah variabel yang dianggap memiliki pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan proyek. Dalam penelitian ini variabel yang dibahas yaitu jumlah produksi dari sisi inflow dan biaya operasional dari sisi outflow. Pelaksanaan usaha yang bergerak di bidang onfarm memiliki risiko yang besar terhadap hasil produksi, hal tersebut dikarenakan pelaksanaan usaha ini dipengaruhi oleh keadaan iklim dan lingkungan. Oleh karena itu, untuk melihat sejauh mana usaha ini dapat bertahan, maka dilakukanlah analisis untuk melihat sejauh mana batas perubahan tersebut masih membuat usaha ini layak. Hasil analisis switching value usaha JUN dapat dilihat pada Tabel 27.
89
Tabel 27. Hasil analisis switching value usaha JUN UBH-KPWN Perubahan
Persentase (persen)
Peningkatan biaya operasional Penurunan volume produksi JUN
NPV (Rp)
Net B/C
IRR (persen)
PP BEP (tahun) (pohon)
65,5400500494
0
1
9
10 2000.000
12,739980852730
0
1
9
10 2000.000
Berdasarkan analisis switching value, penurunan jumlah produksi menunjukkan pengaruh yang lebih besar dibandingkan peningkatan biaya operasional terhadap kelayakan usaha. Batas peningkatan biaya operasional agar usaha ini tetap layak dilaksanakan adalah sebesar 65,5400500494 persen, sedangkan batas penurunan volume penjualan adalah sebesar 12,739980852730 persen. Sehingga bila usaha menghadapi kondisi perubahan melebihi batas tersebut, pelaksanaan usaha menjadi tidak layak untuk diusahakan secara finansial.
90
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen, serta aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, pengusahaan Jati Unggul Nusantara (JUN) layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek pasar dan pemasaran, peluang pasar masih terbuka karena masih adanya gap yang cukup besar antara permintaan dan penawaran, selain itu bauran pemasaran juga telah dilaksanakan cukup baik. Berdasarkan aspek teknis dan teknologis, usaha ini telah melakukan pemilihan lokasi yang sesuai dan melakukan teknik budidaya dan menggunakan peralatan yang relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada umumnya. Berdasarkan aspek manajemen, pengusahaan JUN ini telah melakukan fungsi manajemen dari mulai perencanaan hingga pengawasan, serta sudah ada pembagian kerja yang jelas. Selain itu, penerapan pola bagi hasil dan manajemen pohon menjadi pembeda dan daya tarik usaha ini. Berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, usaha ini turut serta melestarikan lingkungan dan menyerap tenaga kerja.
2.
Hasil analisis terhadap aspek finansial yang meliputi NPV, IRR, Net B/C, PP, dan BEP, usaha JUN ini layak untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari analisis finansial yang menunjukkan NPV lebih besar dari nol yaitu Rp 42.714.598.081, IRR sebesar 48 persen, dimana lebih besar dari discount rate sebesar 9 persen. Nilai Net B/C lebih besar dari satu, yaitu enam. Payback Period (PP) yang diperoleh adalah sebesar 5,555 tahun atau sama dengan 5 tahun 6 bulan 20 hari dimana masih lebih kecil dari umur proyek, serta nilai break even point (BEP) usaha JUN ini adalah sebanyak 30.510 pohon.
3.
Berdasarkan analisis switching value, penurunan jumlah produksi tanaman JUN lebih berpengaruh dibandingkan dengan peningkatan biaya operasional. Batas penurunan jumlah produksi tanaman JUN agar usaha ini tetap layak dilaksanakan adalah sebesar 12,739980852730 persen, sedangkan batas peningkatan biaya operasional adalah sebesar 65,5400500494 persen. 91
8.2 Saran Usaha JUN oleh UBH-KPWN telah dilaksanakan dengan baik, namun ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi perhatian UBH-KPWN agar dapat lebih mengembangkan usahanya. 1.
Sebagai upaya untuk peningkatan penerimaan baik bagi UBH-KPWN maupun mitra usaha lainnya, sebaiknya pihak UBH-KPWN dapat merancang paket jasa investasi JUN yang juga dikombinasikan dengan tanaman berdaur pendek secara tumpang sari, seperti jagung, kacang tanah, kedelai, kangkung, atau ubi jalar.
2.
UBH-KPWN sebaiknya mulai meningkatkan kegiatan pemasaran, misalnya dengan menambah kuantitas dan variasi promosi, mengingat belum terlalu banyak yang mengenal secara detail produk yang ditawarkan UBH-KPWN, baik itu produk jasa investasi, maupun produk pohon JUN siap panen. Adapun penambahan kuantitas kegiatan promosi misalnya dapat dilakukan dengan menambah iklan atau informasi mengenai usaha ini di media maya (internet), sedangkan variasi promosi dapat pula dilaksanakan dengan bekerja sama dengan redaksi majalah-majalah kehutanan atau agribisnis.
3.
Sebaiknya UBH-KPWN dapat menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga keuangan, seperti Bank Syariah atau Asuransi Syariah sebagai lembaga penunjang usaha ini.
4.
Pelaksanaan usaha budidaya sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan lingkungan sehingga memiliki risiko kematian tanaman yang cukup besar. Berdasarkan hasil analisis switching value, perubahan jumlah produksi JUN sangat sensitif terhadap kelayakan usaha, oleh karena itu pihak UBH-KPWN sebaiknya berusaha meminimalisir risiko kematian JUN.
5.
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk membandingkan pelaksanaan usaha ini (yang menerapkan sistem bagi hasil) dengan usaha sejenis yang tidak menerapkan sistem bagi hasil, serta penelitian yang mengkaji secara lebih detail mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam usaha ini (kemitraan usaha ini).
92
IX DAFTAR PUSTAKA Abdurrohman D. 2005. Analisis kelayakan finansial produksi bibit jati (Tectona grandis L.f.) dengan metode kultur jaringan pada PT. Dafa Teknoagro Mandiri, Ciampea, Bogor [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Arifin J. 2008. Aplikasi Excel untuk Perencanaan Bisnis. Jakarta: Elex Media Komputindo Anggarawati S. 2009. Monitoring serangan Hyblaea puera cramer pada tanaman jati unggul nusantara di UBH-KPWN Desa Ciruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang [skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Barus U. 2005. Sistem bagi hasil pada Bank Syariah dalam rangka menghilangkan riba dalam muamalat [karya ilmiah]. Medan: Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Ekspor Kayu Jati. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Briliantono E. 2008. Harga Jati Tahun ini Tak Naik. http://www.perumperhutani.com/index.php?option=com_content&task=vi ew&id=373. (diakses 26 Juli 2009). [DEPHUT] Departemen Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2008. Statistik 2008 Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Jakarta: Departemen Kehutanan. Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta: UI-Press. Husnan S, Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Ed ke-1. Jakarta: Bumi Aksara. Jusmaliani, dkk. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara. Kotler, P. 1997. Marketing Management, edisi 9. New Jersey: A Simon dan Schuster Company, 1997. Krisnamurthi B. 2001. Agribisnis. Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Mulianti F. 2008. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi kayu olahan sengon di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukerejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
93
PT.
Setyamitra Bhaktipersada. 2008. Info Perusahaan PT. Setyamitra Bhaktipersada. http://setyamitra.indonetwork.co.id/profile/pt-setyamitrabhaktipersada.htm (diakses 1 April 2009).
Rahayu E. 2006. Mendulang Untung dari http://www.swa.co.id. (diakses 26 Juli 2009).
Investasi
Pohon
Jati.
Seto R. 2004. Studi Kelayakan Investasi Usaha Jati Emas (Kasus di PT. Bukaka Teknik Utama Tbk, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Departemen Kehutanan. 2008. Statistik 2008 Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Jakarta: Departemen Kehutanan. Sumarna Y. 2008. Budi Daya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya. Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Indonesia. 2006. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Syariah. Jakarta: Bank Indonesia. Tim UBH-KPWN. 2009. Petunjuk Teknis Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman Jati Unggul Nusantara. Jakarta: UBH-KPWN. 2009. Laporan Tahunan Unit Bagi Hasil KPWN Tahun 2008. Jakarta: UBH-KPWN. Tini N. 2002. Mengebunkan Jati Unggul. Jakarta: Agromedia. Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-3.J akarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008. Strategic Management in Action. Cetakan ke-3.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
94
LAMPIRAN
95
Lampiran 1. Hasil Penelitiaan Terdahulu No. Penulis
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
1.
Monitoring Serangan Hyblaea puera Cramer pada Tanaman Jati Unggul Nusantara di UBHKPWN Desa Ciruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang.
• Mengetahui persentase serangan H. puera menurut waktu, • Mengetahui intensitas serangan H. puera • Mengetahui perkembangan populasi H. puera • Mengetahui pengaruh serangan H. puera pada pertumbuhan tanaman jati • Mengetahui jenisjenis hama lain yang terdapat pada area pengamatan
• Penentuan plot pengamatan • Pemberian label pohon • Pengamatan di lapangan: pengukuran tinggi dan keliling pohon, menghitung pohon yang terserang H. puera setiap 2 minggu, menghitung jumlah daun yang terserang H. puera, menghitung jumlah larva H. puera dan mengamati hamahama lain.
• Jumlah larva H. puera per pohon selama pengamatan berfluktuasi dari 0,08 ekor sampai 1,30 ekor. • Jumlah larva H. puera per 0,1 ha berfluktuasi dari 4,75 ekor sampai 64,5 ekor. • Faktor yang menyebabkan fluktuasi jumlah larva diduga berhubungan erat dengan kondisi lingkungan yang dapat mempe-ngaruhi kehidupan H. puera terutama daun muda yang menjadi makanannya. • Serangan H. puera tidak mempengaruhi pertumbuhsn tinggi dan keliling batang pada tanaman jati. • Hama lain yang ditemukan adalah Xyleutus sp dengsn persen serangan 1, 75 persen, Agrius sp dengan persentase serangan 0,75 persen dan uret Lepidiota stigma dengan persentase 0,5 persen.
Sri Hastuti Anggarawati (2009)
96
2.
R. Putut Ario Seto (2004)
Studi Kelayakan Investasi Usaha Jati Emas (Kasus di PT. Bukaka Teknik Utama Tbk, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat)
• Pemilihan lokasi: • Menganalisis Purposive keragaan usahatani jati emas • Analisis data: Analisis kualitatif: • Menganalisis deskriptif tingkat kelayakan Analisis investasi usahatani kuantitatif: NPV, jati emas IRR, Net B/C, dan • Menganalisis PBP, serta analisis tingkat kepekaan sensitivitas (aspek kelayakan finansial). investasi jati emas
Hasil analisis aspek finansial menunjukkan NPV untuk usahatani jati emas lahan sempit sebesar Rp 900.011.970, IRR sebesar 13,42 persen, Net B/C sebesar 1,97 dan PBP selama 14 tahun 4 bulan. Analisis sensitivitas yang dianalisis yaitu pada penurunan harga jual output sebesar 20 persen, peningkatan biaya yang dikeluarkan sebesar 20 persen dan perubahan tingkat suku bunga menjadi 10 dan 13 persen. Hampir semua asumsi perubahan menunjukkan usaha ini tetap layak dilaksanakan. Namun, usaha ini menjadi tidak layak pada asumsi keempat (peningkatan biaya 20 persen yang diiringi pula penuurunan harga jual 20 persen dan suku bunga 10 pesen), asumsi kelima (peningkatan biaya 20 persen yang namun harga jual tetap dan suku bunga 13 pesen), dan asumsi keenam (peningkatan biaya 20 persen yang diiringi pula penuurunan harga jual 20 persen dan suku bunga 13 pesen).
97
3.
Dudung Abdurrohman (2005)
Analisis Kelayakan Finansial Produksi Bibit Jati (Tectona grandis L.f.) dengan Metode Kultur Jaringan pada PT. Dafa Teknoagro Mandiri, Ciampea, Bogor
• Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha produksi bibit jati • Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial usaha produksi bibit jati
• Pemilihan lokasi: Purposive • Analisis data: Analisis kualitatif: deskriptif (gambaran usaha) Analisis kuantitatif: NPV, IRR, Net B/C, dan PBP, serta analisis sensitivitas (aspek finansial).
Berdasarkan kriteria kelayakan finansial yang diamati, usaha ini dapat dikatakan layak, dimana NPV bernilai positif sebesar Rp 301.751.403,00, IRR lebih besar dari tingkat diskonto (14 persen) yaitu sebesar 23,8967 persen, Net B/C lebih besar dari satu yaitu 1,695 dan Waktu pengembalian pada periode 5 tahun 4 bulan. Hasil analisis sensitivitas usaha ini sangat peka terhadap perubahan harga output. Berdasarkan dua skenario yaitu dengan kenaikan biaya produksi sebesar 20 persen dan penurunan harga output sebesar 28,57 persen, hanya pada skenario pertama investasi layak secara finansial dilaksanakan, sedangkan pada skenario kedua tidak layak secara finansial dilaksanakan.
4.
Setyadi (2009)
Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
• Menganalisis kelayakan usaha pengelolaan hutan rakyat • Mempelajari sistem pengelolaan hutan
• Pemilihan responden: Satisfied Random Sampling (55 orang) • Analisis data: Analisis kualitatif:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan rakyat di Kabupaten Konawe Selatan pada periode pembenahan ini strata I impas, sedangkan strata II dan III tidak layak diusahakan secara finansial. Nilai NPV masing-masing strata sebesar –Rp 27.501,00; –Rp
98
Tenggara
rakyat • Mengetahui pola kemitraan
deskriptif Analisis kuantitatif: NPV, IRR, BCR (aspek finansial).
4.231.546,00 dan –Rp 9.254.448,00. Nilai BCR sebesar 1,00; 0,78 dan 0,67. Sedangkan nilai IRR berturutturut 17,94 persen; 12,37 persen dan 10,00 persen. Status hutan pada strata I,II dan III dapat menjadi layak jika ada kenaikan harga kayu masingmasing 10 persen, 30 persen, dan 50 persen. Apabila diusahakan selama daur pertama pembenahan, hutan tersebut menjadi layak dengan nilai NPV berturut-turut Rp 7.704.499,00; RP 4.485.191,00 dan RP 3.241.314,00. Nilai BCR masing-masing strata yaitu 1,59; 1,24 dan 1,11. Sedangkan IRR masing-masing strata sebesar 25,08 persen; 20,77 persen dan 19,23 persen. Pola kemitraan antara KHJL dengan petani termasuk kemitraan jangka panjang, namun hutan rakyat merupakan pekerjaan tambahan atau dikatakan pekerjaan waktu luang saja bagi petani.
99
Lampiran 2. Perbandingan Penelitiaan ini dengan Penelitian Terdahulu No.
Penulis
Judul
Persamaan
Perbedaan
1.
Sri Hastuti Anggarawati
Monitoring Serangan Hyblaea puera Cramer pada Tanaman Jati Unggul Nusantara Di UPH-KPWN Desa Ciruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang
• Jenis komoditas • Lokasi penelitian
• Topik penelitian
2.
R. Putut Ario Seto
Studi Kelayakan Investasi Usaha Jati Emas (Kasus di PT. Bukaka Teknik Utama Tbk, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat)
•
• Lokasi penelitian • Sistem manajemen usaha
•
Topik penelitan hampir serupa Jenis komoditas hampir serupa
3.
Dudung Abdurrohman
Analisis Kelayakan Finansial Produksi Bibit Jati (Tectona grandis L.f.) dengan Metode Kultur Jaringan pada PT. Dafa Teknoagro Mandiri, Ciampea, Bogor
• Topik penelitan hampir serupa
• Lokasi penelitian • Jenis komoditas • Sistem manajemen usaha
4.
Setyadi
Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
• Topik penelitan hampir serupa • Sistem kemitraan usaha
• Lokasi penelitian
100
Lampiran 3. Aktifitas Usaha JUN UBH-KPWN Tahun 1
Aktifitas 1
2
3
4
5
6
7
8
Tahun 2 9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
Tahun 3 9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
Tahun 4 9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
JUN I
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN II
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN III Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN IV
Persiapan Lahan Penanaman
Pemupukan
101
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN V
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan Promosi Tanaman JUN
102
Tahun 5
Aktifitas
Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
JUN I
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN II
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN III
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN IV
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
103
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN V
Pemupukan
Pemanenan
Persiapan Lahan
Penanaman
Promosi Tanaman JUN
104
Tahun 9
Aktifitas
Tahun 10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
JUN I
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN II
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN III
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
JUN IV
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
105
JUN V
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemanenan
Promosi Tanaman JUN
Pemanenan Promosi Tanaman JUN
106
Lampiran 4. Struktur Organisasi UBH-KPWN
Direktur Utama
Satuan Pengawasan Internal KPWN
Tenaga Ahli SDM dan PAM Tenaga Ahli Hama dan Penyakit Tanaman
Direktur Umum dan Pemasaran
Kadiv Umum
Staf Umum
Kadiv Pemasaran
Staf Pemasaran
Konsultan Keuangan
Direktur Keuangan
Kadiv Keuangan
Kadiv Perencanaan
Staf Keuangan
Staf Perencanaan
Kaperlan/Supervisor Purwakarta
Pendamping
Direktur Perencanaan dan Tanaman
Kaperlan Madiun
Supervisor
Kadiv Tanaman Staf Tanaman
Kaperlan/Supervisor
Pendamping
Pendamping 107
Lampiran 5. Laporan Laba Rugi Usaha JUN UBH-KPWN Tahun Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12.205.320.000
14.357.340.000
24.000.000.000
30.000.000.000
39.437.340.000 96.625.450.000
113.662.275.000
190.000.000.000
237.500.000.000
312.212.275.000
INFLOW Penjualan produk jasa investasi Penjualan pohon JUN Total Inflow
0
12.205.320.000
14.357.340.000
24.000.000.000
30.000.000.000
136.062.790.000
113.662.275.000
190.000.000.000
237.500.000.000
312.212.275.000
1.057.193.877
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.546.007.200
1.403.611.800
1.423.954.000
813.688.000
915.399.000
1.818.596.400
1.651.094.100
1.675.023.000
957.156.000
1.076.800.500
3.040.000.000
2.760.000.000
2.800.000.000
1.600.000.000
OUTFLOW Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel JUN I JUN II JUN III JUN IV
3.800.000.000
JUN V Pembuatan Sertifikat
3.407.318.500
4.008.090.750
6.700.000.000
8.375.000.000
3.450.000.000
3.500.000.000
2.000.000.000
2.250.000.000
4.995.396.400
4.535.294.100
4.601.023.000
2.629.156.000
2.957.800.500
82.894.465.000
97.510.267.500
163.000.000.000
203.750.000.000
267.845.267.500
11.009.590.750
Bagi Hasil Mitra Usaha Penyusutan Total Outflow Laba Kotor
19.598.500
19.598.500
19.598.500
19.598.500
19.598.500
19.598.500
19.598.500
19.598.500
19.598.500
19.598.500
6.030.118.077
8.668.986.800
14.253.735.950
18.862.398.850
25.566.230.000
95.045.247.450
107.349.978.350
169.317.843.850
208.146.488.350
269.283.955.350
-6.030.118.077
3.536.333.200
103.604.050
5.137.601.150
4.433.770.000
41.017.542.550
6.312.296.650
20.682.156.150
29.353.511.650
42.928.319.650
1.043.399.960
13.581.215
1.523.780.345
1.312.631.000
12.287.762.765
1.876.188.995
6.187.146.845
8.788.553.495
12.860.995.895
2.492.933.240
90.022.835
3.613.820.805
3.121.139.000
28.729.779.785
4.436.107.655
14.495.009.305
20.564.958.155
30.067.323.755
Pajak Laba Bersih
1.800.000.000
-6.030.118.077
108
Lampiran 6. Analisis Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN Tahun Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12.205.320.000
14.357.340.000
24.000.000.000
30.000.000.000
39.437.340.000 96.625.450.000
113.662.275.000
190.000.000.000
237.500.000.000
312.212.275.000
136.062.790.000
113.662.275.000
190.000.000.000
237.500.000.000
312.212.275.000
INFLOW Penjualan produk jasa investasi Penjualan pohon JUN Total Inflow
12.205.320.000
14.357.340.000
24.000.000.000
30.000.000.000
OUTFLOW Biaya Investasi Box
144.000
Brankas
3.000.000
Camera
2.800.000
Dispenser
144.000
144.000
144.000
144.000
2.800.000
2.800.000
2.800.000
2.800.000
250.000
250.000
Ember
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
Galon
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
Jam dinding
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
Kabel rol
105.000
105.000
105000
105000
105000
Kalkulator
300.000
300.000
300000
300000
300000
Komputer
48.000.000
Kursi-Meja
8.500.000
LCD
8.000.000
Lemari
1.200.000
109
Pesawat telepon Printer
500.000
500.000
500.000
3.400.000
3.400.000
120.000
120.000
10.500.000
10.500.000
Embrat
1.200.000
1.200.000
Cangkul
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
Tempat sampah Hand sprayer
Garpu Pompa air dan selang
18.000.000
Hand tractor
52.500.000
500.000
500.000
4.209.000
Bibit
1.281.558.600
1.507.520.700
2.520.000.000
3.150.000.000
4.140.920.700
Total Biaya Investasi
1.442.837.600
1.507.520.700
2.524.209.000
3.150.000.000
4.145.129.700
17.870.000
4.209.000
1.057.193.877
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.546.007.200
1.403.611.800
1.423.954.000
813.688.000
915.399.000
1.818.596.400
1.651.094.100
1.675.023.000
957.156.000
1.076.800.500
3.040.000.000
2.760.000.000
2.800.000.000
1.600.000.000
1.800.000.000
3.800.000.000
3.450.000.000
3.500.000.000
2.000.000.000
2.250.000.000
4.995.396.400
4.535.294.100
4.601.023.000
2.629.156.000
2.957.800.500
12.131.183.950
9.820.112.350
6.298.245.350
4.376.889.850
1.419.089.350
82.894.465.000
97.510.267.500
163.000.000.000
203.750.000.000
267.845.267.500
95.043.518.950
107.334.588.850
169.298.245.350
208.131.098.850
269.264.356.850
Biaya Operasional Biaya Tetap
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
Biaya Variabel JUN I JUN II JUN III JUN IV JUN V Pembuatan Sertifikat
3.407.318.500
4.008.090.750
6.700.000.000
8.375.000.000
11.009.590.750
Total Biaya Operasional
6.010.519.577
8.649.388.300
14.234.137.450
18.842.800.350
25.546.631.500
Bagi Hasil Mitra Usaha Total Outflow
7.453.357.177
10.156.909.000
16.758.346.450
21.992.800.350
29.691.761.200
110
Laba Kotor
(7.453.357.177)
Pajak
2.048.411.000
(2.401.006.450)
597.023.300
Net Benefit DF 9% PV/Tahun NPV
2.007.199.650
308.238.800
41.019.271.050
6.327.686.150
20.701.754.650
29.368.901.150
42.947.918.150
584.659.895
74.971.640
12.288.281.315
1.880.805.845
6.193.026.395
8.793.170.345
12.866.875.445
(7.453.357.177)
1.451.387.700
(2.401.006.450)
1.422.539.755
233.267.160
28.730.989.735
4.446.880.305
14.508.728.255
20.575.730.805
30.081.042.705
0,9174
0,8417
0,7722
0,7084
0,6499
0,5963
0,5470
0,5019
0,4604
0,4224
(6.837.942.364)
1.221.603.989
(1.854.017.516)
1.007.763.026
151.607.649
17.131.350.448
2.432.595.809
7.281.441.472
9.473.638.046
12.706.557.521
Rp42.714.598.081
IRR
48%
PV Negatif
(8.691.959.880)
PV Positif
51.406.557.961
Net B/C
6
PP (tahun)
5,555
BEP
30.510,75130
111
Lampiran 7. Analisis Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN dengan Peningkatan Biaya Operasional 65,5400500494% Uraian
Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
96.625.450.000
113.662.275.000
190.000.000.000
237.500.000.000
312.212.275.000
136.062.790.000
113.662.275.000
190.000.000.000
237.500.000.000
312.212.275.000
INFLOW Penjualan produk jasa investasi
12.205.320.000
14.357.340.000
24.000.000.000
30.000.000.000
Penjualan pohon JUN Total Inflow
-
12.205.320.000
14.357.340.000
24.000.000.000
30.000.000.000
39.437.340.000
OUTFLOW Biaya Investasi Box
144.000
Brankas
3.000.000
Camera
2.800.000
Dispenser
144.000
144.000
144.000
144.000
2.800.000
2.800.000
2.800.000
2.800.000
250.000
250.000
Ember
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
Galon
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
Jam dinding
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
Kabel rol
105.000
105.000
105.000
105.000
105.000
Kalkulator
300.000
300.000
300.000
300.000
300.000
Komputer
48.000.000
Kursi-Meja
8.500.000
LCD
8.000.000
Lemari
1.200.000
112
Pesawat telepon Printer
500.000
500.000
500.000
3.400.000
3.400.000
120.000
120.000
10.500.000
10.500.000
Embrat
1.200.000
1.200.000
Cangkul
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
Tempat sampah Hand sprayer
Garpu Pompa air dan selang
18.000.000
Hand tractor
52.500.000
500.000
500.000
4.209.000
Bibit
1.281.558.600
1.507.520.700
2.520.000.000
3.150.000.000
4.140.920.700
Total Biaya Investasi
1.442.837.600
1.507.520.700
2.524.209.000
3.150.000.000
4.145.129.700
17.870.000
4.209.000
Total Biaya Operasional
9.949.817.115
14.318.201.721
23.563.198.259
31.192.381.130
42.289.906.571
20.081.967.983
16.256.218.899
10.426.118.505
7.245.505.649
2.349.161.220
82.894.465.000
97.510.267.500
163.000.000.000
203.750.000.000
267.845.267.500
Bagi Hasil Mitra Usaha Total Outflow
Laba Kotor
11.392.654.715
15.825.722.421
26.087.407.259
34.342.381.130
46.435.036.271
102.994.302.983
113.770.695.399
173.426.118.505
210.999.714.649
270.194.428.720
(11.392.654.715)
(3.620.402.421)
(11.730.067.259)
(10.342.381.130)
(16.435.036.271)
33.068.487.017
(108.420.399)
16.573.881.495
26.500.285.351
42.017.846.280
4.954.664.449
7.932.585.605
12.587.853.884
(11.392.654.715)
(3.620.402.421)
(11.730.067.259)
(10.342.381.130)
(16.435.036.271)
23.165.440.912
(108.420.399)
11.619.217.047
18.567.699.746
29.429.992.396
0,917
0,842
0,772
0,708
0,650
0,596
0,547
0,502
0,460
0,422
(10.451.976.803)
(3.047.220.285)
(9.057.764.157)
(7.326.803.535)
(10.681.645.908)
13.812.795.529
(59.309.671)
5.831.293.232
8.549.084.765
12.431.546.835
Pajak Net Benefit DF 9% PV/Tahun
9.903.046.105
NPV
Rp0,0
IRR
9%
PV Negatif
(40.624.720.360)
113
PV Positif
40.624.720.360
Net B/C
1
PP (tahun)
10
BEP
2.000.000
114
Lampiran 8. Analisis Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN dengan Penurunan Jumlah Produksi 12,739980852730% Tahun Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
12.205.320.000
14.357.340.000
24.000.000.000
30.000.000.000
39.437.340.000
12.205.320.000
14.357.340.000
24.000.000.000
30.000.000.000
10
84.315.386.171
99.181.722.928
165.794.036.380
207.242.545.475
272.436.490.945
123.752.726.171
99.181.722.928
165.794.036.380
207.242.545.475
272.436.490.945
INFLOW Penjualan produk jasa investasi Penjualan pohon JUN Total Inflow
0
OUTFLOW Biaya Investasi Box
144.000
Brankas
3.000.000
Camera
2.800.000
Dispenser
144.000
144.000
144.000
144.000
2.800.000
2.800.000
2.800.000
2.800.000
250.000
250.000
Ember
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
Galon
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
Jam dinding
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
Kabel rol
105.000
105.000
105.000
105.000
105.000
Kalkulator
300.000
300.000
300.000
300.000
300.000
Komputer
48.000.000
Kursi-Meja
8.500.000
LCD
8.000.000
Lemari
1.200.000 500.000
500.000
500.000
500.000
Pesawat telepon
500.000
115
Printer
3.400.000
3.400.000
120.000
120.000
10.500.000
10.500.000
Embrat
1.200.000
1.200.000
Cangkul
1.200.000
1.200.000
Garpu
1.200.000
1.200.000
Tempat sampah Hand sprayer
Pompa air dan selang
18.000.000
Hand tractor
52.500.000
Bibit
1.281.558.600
1.507.520.700
2.520.000.000
3.150.000.000
4.140.920.700
Total Biaya Investasi
1.442.837.600
1.507.520.700
2.524.209.000
3.150.000.000
4.145.129.700
17.870.000
4.209.000
1.057.193.877
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
4.209.000
Biaya Operasional Biaya Tetap
1.419.089.350
1.419.089.350
1.419.089.350
Biaya Variabel JUN I
1.546.007.200
JUN II
1.403.611.800
1.423.954.000
813.688.000
915.399.000
1.818.596.400
1.651.094.100
1.675.023.000
957.156.000
1.076.800.500
3.040.000.000
2.760.000.000
2.800.000.000
1.600.000.000
JUN III JUN IV
3.800.000.000
JUN V
3.450.000.000
3.500.000.000
2.000.000.000
2.250.000.000
4.995.396.400
4.535.294.100
4.601.023.000
2.629.156.000
Pembuatan Sertifikat
3.407.318.500
4.008.090.750
6.700.000.000
8.375.000.000
11.009.590.750
Total Biaya Operasional
6.010.519.577
8.649.388.300
14.234.137.450
18.842.800.350
25.546.631.500
Bagi Hasil Mitra Usaha Total Outflow
Laba Kotor Pajak
1.800.000.000
2.957.800.500
12.131.183.950
9.820.112.350
6.298.245.350
4.376.889.850
1.419.089.350
82.894.465.000
97.510.267.500
163.000.000.000
203.750.000.000
267.845.267.500
7.453.357.177
10.156.909.000
16.758.346.450
21.992.800.350
29.691.761.200
95.043.518.950
107.334.588.850
169.298.245.350
208.131.098.850
269.264.356.850
(7.453.357.177)
2.048.411.000
(2.401.006.450)
2.007.199.650
308.238.800
28.709.207.221
(8.152.865.922)
(3.504.208.970)
(888.553.375)
3.172.134.095
584.659.895
74.971.640
8.595.262.166
597.023.300
934.140.228
116
Net Benefit DF 9% PV/Tahun
(7.453.357.177)
1.451.387.700
(2.401.006.450)
1.422.539.755
233.267.160
20.113.945.055
(8.152.865.922)
(3.504.208.970)
(888.553.375)
2.237.993.866
0,9174
0,8417
0,7722
0,7084
0,6499
0,5963
0,5470
0,5019
0,4604
0,4224
(6.837.942.364)
1.221.603.989
(1.854.017.516)
1.007.763.026
151.607.649
11.993.288.251
(4.459.896.853)
(1.758.644.319)
(409.114.658)
945.352.795
NPV
Rp0,0
IRR
9%
PV Negatif PV Positif Net B/C PP (tahun) BEP
(15.319.615.710) 15.319.615.710 1 10,000 2.000.000
117