Prosiding Seminar
PENGEMBANGAN KAWASAN TERTINGGAL BERBASIS KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal BAPPENAS
Prosiding Seminar
PENGEMBANGAN KAWASAN TERTINGGAL BERBASIS KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
979-986s3-2-8
l)iterbirkan oleh: f)irek
ro
rat Pengernbangan Ka'uvasan Khusus dan Tertinggal
BAPPENAS
Cetakan Pertama Agustus 200'4 File isi buku ini dapat didownload rlari sirus att'u'.kun'asan.orid
{ {
DAFTAR ISI
SAMBUTAN KATAPE,NGANTAR"....... KESIMPULAN SEMINAR KATA
iT.
\r Vi
PENANGANAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI INDONE,SIA: METODE DAN PE,NDE,KATAN.
..... 1
KE,BIJAKAN PEME,RINTAH DAE,RAH DALAM PE.NANGANAN KOMUNITAS ADAT TE,RPE,NCIL: STUDI KASUS KAT
BADUY..
..........7
UPAYA PE,NINGKATAI{ PARTISIPASI KOMUNITAS ADAT TE,RPE,NCIL DAIAM PROSE,S PE.NGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM: STUDI KASUS K*AT KASEPUHAN.......
13
N{E.MAHAMI KOMUNITAS ADAT TI]I{1)I]NCIL DALAM PENGEMBANGAN
\\/il-AYAI-1...............
.......... 3zr
KONSEP PENGEMBANGAN KA!ilASAN TERTINGGAL BE,RBASIS KOMUNITAS
ADAT'|ERPENCIL..........
DrsKUSi
................. 38 .......... 50 111
KCIIA SAIVIBUTANI Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Bappenas dalam menerbitkan buku Prosiding Seminar Pengembangan Kawasan Tertinggal Berbasis Komunitas Adat Terpencii. Informasi yang terkandung dalam buku ini sangat penting untuk diketahui oleh semua pihak yang terkait dengan pembangunan daerah dan masyarakar Indonesia. Saya menyambut baik upayayang dilakukan oleh
Seminar yang diselenggarakan pada bulan April2004 ini bertujuan untuk
menggali informasi dari berbagai kalangan mengenai strategi yang efektif dalam: memberdal'akan Komunitas Adat Terpencil. Pemikiran dan pengalaman para, pengambil kebiiakan, peneliti dari perguruan tinggi dan LSIM pendamping Komunitas Adat Terpencil, serta para peserta Seminar yang berasal dari berbagai kalangan itu sangat berarti untuk diketahui oleh masyarakat luas. Seminar ini menvimpulkan ada berbagai tindakan penting vang perlu dilakukan untuk mempercepat proses pemberciavaan l{omunitas Adat Terpencil yang iuniai-rnya masih sanllat banyak di berbagai pelosok negerl. Kepada para pembaca. saya h'arapkan dapat menemukan pandangan baru
yang positii dengan membaca buku ini. Namun iika buku ini mengandung ketidakbenaran, sudilah menyampaikannya kepada kami, untuk penyempurnaan buku ini. Selaniutnva kepada berbagar pihak yang telah memberikan masukan selama pcnyusunan kaiian ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-bcsarnya. Scmoga buku ini berm:rnfaat bagi kemaiuan bangsa Indonesia.
Thtag Wiranto Deputi l3idang Otonomi Daerah dan Pengembangan ltegonal, Bappenas
KCfIAPENGAI{TAR Sampai saat ini masih terdapat banyak kawasan yang relatif fauh tertinggal dibandingkan dengan kawasan lain di Indonesia. Kawasan ini tersebar di pedalaman, negara, dll. pulau-pulau kecil, di tengah-tengah hutan lindung, di perbatasan Komunitas Adat Di antara karvasan-kawasan ini, banyaL karvasan yang dihuni oleh ^rftar Terpencil (KAT). Mereka ini adalah masyarakat yang belum memasuki kehidupan modern. Memang ada yang berpendapat bahwa mereka belum tentu tidak bahagra dibandingkan masyarakat modern. Namun semua masyarakat di dunia menuiu arah yang sama, yaitu kehidupan yang modem, dengan segala dampak negatifnya.
Oleh sebab itu, I(omunitas Adat Terpencilperlu disiapkan untuk memasuki kehidupan modern sebagaimana masyarakat Indonesia lainnvz dengan tetap rnempertahankan bahkan mengembangkan kearifan asli masing-masing masyarakat adat. Rzgaimana hal itu sebaiknya dilaliukan, dikupas dalam buku ini.
Buku ini merupakan kumpulan makalal-r dan bahan presentasi yang disaiikan pada Seminar "Pengembangan Karvasan Tertinggal Berbasis Komunitas Adat Terpencil" yang diselenggarakan di Bappenas pada tanggal 8 April 2004. Kami berharap, buku ini dapat berrnanfaat bagi semua pihak, dapat menjadi bahan pemikiran untuk membangun gagasan vang lebih maiu, dan dapat diiadikan bahan pertimbangan unruk pengambilan kebiiakan dalam perencanaan atau pelaksanaan progam dan kcgiatan yang menvangkut pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
Herry Darwanto Direktur Pengembangan Karvasan Khusus dan Tertinggal, Bappenas
KESIMPULAN SEMINAR 1,.
Petaturan pelaksanaan UUD pasal 18 tentang hukum adat perlu segera disusun. Departemen Sosial akan segera
mengambil inisiatif menyusun rar'cangan peraturan 2.
J. 4. 5.
pelaksanan ini. terencaria al'ftata instan si-ins tan si pus at Perlu kerj asama y ^ng terkait untuk membetdayakan KAT secara betahap. Pemda perlu didorong untuk memberi perhatian yang lebih besar kepada KAT. Perlu diupayakan pengarus u tamraafl KAT dalam perericanaalr dan pembangunan nasional dalam periode 2005-2070. LSM dan iembaga-iembaga internasional perlu didotong untuk tetlibat secara lebih intensif dalam pernberdayaarl
KAT 6. 7.
Pedu upaya-upaya lebih ekstensif untuk mensosialisasikan keberadaan KAT Departemen Sosial akan mengkoordinasikan pihak-pihak terkait (instansi pusat, pemda, LSM, dunia usaha) dalam pemberdayaan I(AJ'.
Jakarta, B April 2()04
vt
PENAN GANAI\T KO MUNITAS ADAT TERPENCIL DI INDONESIA: METODE DA]l{
PENDEI(ATAN Oleh Natsir Abdullah Ditektorat KAT, Depattemen Sosial
Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dad berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal .Ika. Dalam keanekaragaman tetsebut ada sekelompok masi,al2kat / suku bangsa yang secara telatif sudah lebih dahulu maju. Tetapi ada juga yang belum maju dan malahan tertinggal dengan masyankatlainnya. Perubairan sosial dalam masyarakat baik secara vertikal maupun
hr:rizontal juga dapat meni.mbulkan ketertinggaian dan keterpencilan pada sekelompok rnasvarakat tertentu katena lokasi yang terpencil serta su[.t mendapatkan akses pelayanan dari
luar. I{eiompok masy'arakat inilah vang kami kategorikan sebagai l(omunitas Adat yang rnasih hidup terpencil. Departemen Sosial memandang keterpencilan iru ada 2 (dua) aspek yaitu secara eksternal: kenapa pihak luar belum atau sulit memberikan akses pelayanan sosial dasar pada mereka. Secara intetnal: I{enapa meteka belum dan atau suli.t mendapatkan akses peiayane"n sosial dasar. Untuk menjawabnya ini tugasnya tim penel-iu.
1999ISMAMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Ilotel L'rdonesia \rang pesertanva dari tokoh rnasvarakat adat. mengusulkan luranya istilah masyarakat tcrasing perlu dirinjau kembali. Dircktorat lJina Pada sekitar bulan Maret tahun
tnetrveletrggnrakan seminar di
Masyarakat Terasing pada saat iru mengundang anggota Trm Pakar yang tcrgabung dalam Fot:utn I(onsultasi Penrbinaan I(esejahteraan Sosial Masyamkat Tcrasing untuk membahas pengganuan istilah masyarakat tetasing. Tim Pnkar pada saat itu yang terdiri dari Prof. Iludr Santoso, Prof Dll,. Siafri Sairin, Prof. DR. Edhi Sedyawati, Dr. Muthia Edi Swasono, Anto
Ahadiat MA, dan lain-lain mengusulkan istilah
I{A'f (I{omunitas Adat'itrpenc$ sebagai pengganti istilah Masyarakat Terasing. Selanjutnya istilah tersebut dikukuhkan dengan Surat I(epurusan Presiden No 111 tahun 1999. Dalam Surat keputusan Presiden rersebut disebutkan bahwa Pengertian Komunitas Adat Tetpencil adalah kelonpok to.rial badayalrang bercifat
/oka/ dan terpencar serta
kawg
atau beluru terlibat dalan4aringan dan pelayanan baik
toial, ekonomi
naal>un
politik.
Berdasarkan pengertian tetsebut, maka kelompok masyarakat tertentu dapat dikategorikan sebagai Komunitas Adat Terpencil jika terdapat kriteria-kriteda umum yang bedaku universal sebagai berikut: ' Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen ' Pnnata sosial bertumpu pada hubungan kekembatan ' Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau ' Pada umumfiya masih hidup dengan sistem ekonomi sub sistem ' Peralatanteknologinyasederhana ' Ketetgantungan pada lingkungan hidup dan sumber dava alam setempat relatif tinggi ' Terbatastryl akses pelayanan sosial, ekor.omi, dan politik. Dengan demikian maka betdasarkan kriteria tetsebut I{omunitas Adat Terpencil dapat
dikelompokkan betdasarkan habitat dan atau lokalitas sebagai berikut:
' ' ' ' ' ' ' ' '
Dataran tings
/
pegunungan;
D^t^r^n rendah: Daerah Daerah Daerah Daetah
rawa;
pantai/laut;
pasca,/rawan konflik; petbatasan; Kawasan industri; Daerah rarx'an bencana; dan Wilayah pemekaran.
I(omunitas Adat Terpencil fuga dapar drkaregorikrn orbitasinya sebagai berikur: Kelarra,
Menetap Sementara, dan Menetap. Ivlemperhatikan pengertian, kriteria, irabitat d,en krtegori maka jumlah l{AT yang dikategorikan terpencil di Indonesia dengan persebarannya adalah sebanyak 205.029 I(I( atau sekitar 1.025.000 jiwa (tabel terlampir) sedaugkan jumlah yang sedang diberdayakan 8.338 I{-'/ lokasi dan jumiah yang sudah diberdayakan 51.398 I{It/lokasi
Visi Pembetdryaan Komunitas Adat Terpencil
adalah: kesejahteraan ssial Konrunitas
Adat Terpencil yang mandiri di dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan.
Misi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
adalah:
' ' ' '
Meningkatkan harkat dan martabat l{omunitas Adat li'erpencil; Meningkatkan kualitas hidup Komunitas Adat T'erpencil; Memperkuat pranata dalarn jaringan sosial; Mengembangkan sistem kehidupan dan pcnghidupan yang berlaku pada I(omunitas
'
AdatTerpencil; Meningkatkan peran selta dan tanggung jawab pemberdayaan l(omunitas Adat Terpencil.
s<-'sial masyarakat
dalam proses
Tuiuan Betdasarkan Visi dan Misi tersebut maka Pernberdayaan l{cmunitas r\dat Terpencil bettujuan untuk memberdayakan l(omunitas Adat Terpencil dalam segala aspek kehidupan dan penghidupatr agat mereka dapat hidup secara rvaiar baik jasmani, rohani dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan, rnngpelaksanaanny^dilakukan dengan memperhatikan aCat istiadat setempat.
Tugas dan Kewen$tg?n Pada tingkat nasional tanggung jawab pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil menjadi rugas Depattemen Sosial. Kewenangan Departernen Sosial dalam Pemberdayaan I{omunitas Adat Terpencil meliputi: ' N{enyusun kebijakan pokok, menfrsun standar teknis, pedoman, prosedur, kriteria dan nama dalam pelaksanaan Pemberdayaan I(omunitas Adat Terpencil ' lv{elakukan kajian kebijakan pemberdayaan Iiomuniras Adat Terpencil ' Melakukan bimbingan teknis pemantapan, penrendalian umutn, evaluasi dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat dan instansi terkait. Pelaksanaan Pemberdayaan I{AT di daerah dengan dukungan dana dekonsentrasi dilaksanakan oleh Dinas Sosial Propinsi dan Kabupaten betsama instansi terkait, Lembaga Swadala Masyarakat serta dukungan dunia usaha.
Kebijakan, Strategi dan Pokok-Pokok Program i(ebijakan umum pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil diarairkan pada upaya pengembangan kemandirian komunitas adat terpencil untuk memenuhi keburuhan hidupnya dalarn berbagai aspek kehidupan dan penghidupannva agar rnampu menanggapi perubahan sosial budaya dan lingkungan hidupnr.a.
Strategi Strategi Pemberdayaan I{omunitas Adat Terpencil adalah menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung Komunitas Adat Terpencil untuk dapat mengembangkan keterampilan dan kemampuan adaptasi tethadap petubahan lingkungan sosial budaya, ekonomi dan politik. Pokok-Pokok Program Pcmberdayaan KAT meliputi:
'
' ' '
Persiapan pemberdayaan meliputi pemetaan sosial, studi ctnografis, penyusunan rencana
dan progtam, serta Pemantapan kesiapan masyarakat guna menerima usaha-usaha dan atau dukungan pclaksanaan pcmbcrdayaan. Pemberdayaan Sumber Daya Ivlanusia rneliputi pcndidikan, kesehatan, agama, kesejahteraan sosial, penataan adminisuasi pemerintahan desa,dll.
Pemberdayaan lingkungan sosial meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman kens, perikanan, peternakan, penataan perumahan dan permukiman. Perlindungan I(AT meliputi usaha-usaha konsultasi, advokasi, legislasi, dli
Metoda N'{etode pemberdayaan
I(AT mengalami
pergeseran paradigma dan sudah disesuaikan
dengan tuntutan reformasi. Untuk itu metode yang digunakan adalah Pembangunan berbasiskan masyarakat (Connunig Barc Dacbpncnl. Dalam penerapan t. metode ini KAT tidak dijadikan sebagai obiek tetapi sebagai subjek dengan demikian mereka diberi kesempatan yang seluas-Iuasnya unruk menyusun dan merencanaka.n sendiri apa saia yang menjadi kebutuhannya yang difasilitasi oleh Perguruan T*gg dan LSM padawaktu pelaksariaan studi etnografis Selaniutnya hasil studi diseminarkan lagi pada tingkat I{abupaten dan Propinsi sebagai bahan semiloka tingkat nasional. 2. Disamping itu, juga diterapkan model kerjasama attar $akeboldet yang saling tetkait
Can saling berkepentingan. Model ini juga masih ada kelemahannya maka dikembangkan dan ditingkatkan lagi menjadi model kerjasama sharehold.er dimana pihak-pihak yang berkepentingan sarna-sama mempunyai akses dan kepemilikan modal/saham.
Teknik Pendekatan
.
'
' .
Pemb erdayaan yang mengandung makna unt:k meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya, sefta pembedan kepercayaan dan peluang kepada masyatakag dunia usaha dan Komunitas Adat Tetpencil untuk mencegah dan mengatasi masalah yang ada di lingkungannya. Kemitraan, yang mengandung makna adanya kerjasama sesuai dengan program, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan, kolabotasi dari jaringan kerja yang menumbuh
kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermita dengan I(omunitas Adat Terpencil.
Partisipasi, yang mengandung makna adanya prakarsa dan petanan dad Komunitas Adat Terpencil dan lingLrrngan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta melakukan pilihan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnva. Advokasi sosial, yang mengandung makna pedindungnn tcrhadap berbagai sumber daya yang
dimiliki unfuk meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup
I(omunitas Adat Terpencil.
Lokasi Pemberday aan y^ng sangat bethasil Sekedar informasi bahwa Departemen Sosial dalam membcrdayakan KAT tetdapat l:eberapa lokasi yang sangat berhasil antara lain:
' . . ' . 4
Lokasi Salulemo l{ecamatan Baebunta kabupaten Lurwr Utara, sebagai desa teladan se-Sulawesi Selatan yang kepala desanya telah diundang menghadiri upacara HUT ketnerdekaan RI diJakarta tahun 2003. Lokasi tasnawang dan Lekak Paku yang berfungsi sebagai pusat ptoduksi pettanian dan perkebunan yang melayani kebutuhan masvarakat kota Tanjung Selor ibukota kabupaten Bulungan. Desa Long Ngorah l(ecamatan Long Bangun Kutai Barat sebagai desa rvisata. Lokasi KekuraL Kabupaten Singkawang sebagai desa budaya dan terdapat rurnah betang sepaniang, 380 meteryang dibiayai dengan dana I-OAN OECF. Lokasi Laantikala yaug telah menjadi ibukota kecamatan di Kabupaten Donggala.
'
Sebenafitya masih banyak lokasi-lokasi lain tlrnE bcrirasil. Masyarakat urnum banyak yang belum mengetahui keberhasilan tcrsebut karena fungsi Plt bclurn optimal.
Kendala yang dihadapi
':' '
Sulitnya mencad lahan bam bagi pemberda\zan KAT secara ekritu d.euelopruert Pemberdayaan I(AT belum menjadi prioritas utama bagi pemerintah daerah dalam era otonomi daetah sekarang karena tidak menghasilkan PAD secara larrgpung.
Peluang yang adasekur"ng Dalam amandemen UUD 1945 menyatakan bahrva Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarr,k;rt h.rkum adat beserta hak-hak
) )
tradisionalnya sepaniang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara I(esatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.
' '
.
Seharusnya peluang ini ditangkap oleh kita semua untuk dijadikan dasar penyusunan legislasi dalam usaha Pemberdayaan dan Pedindungan masyarakat hukum adat termasuk Itomunitas Adat yang dikategorikan masih hidup terpencil. Direktorat Pemberdayaan I{omunitas Adat Terpencil telah mempunyai I(AT Centet yang berfungsi sebagai; Pusat Artefak, Pusar Fikn KAT, Pusat Buku Etnografis I(AT, Pusat Data Persebaran I{AT, dan Pusat Kegiatan Lokakarya dan Seminat, dengan web portal wwvr katcenter. info.
Saran y' Rekomendasi ' Perlunya menciptakan model pemberdayaan dengan entryt poinl atau celah masuk : terhadap sektor mana yang harus lebih dahuiu masuk dan ada sehingga sektor yang '
' , '
'
la;n dapat menunjang.
Nlodel stakeholdcrperlu diungkadran menjadi model tltareholdersehingga masyarakar tjdak sekedar bekerjasama tetapi juga memiljlii akses dan kepemilikan modal guna nrenjamin masa depan mereka. Pedunya menggeser patadigma dan pola piku, bahrva rnemberdayakan masyarakat di daerah terpencil harus ditujukan untuk memperkuat integrasi sosial dan integrasi nasional tanpa dikaitkan dengan pemasukan PAD sehingga dapat mengurangi kecemburuan, dispadtas sosial budava dan ekonomirntxak:rwasan pantai (industri ekstratiQ dan pedalaman (sektor pcrtaniarr dan agraris). Jika tidak cliprioritaskan rnaka dapat menimbulhan biaya sosial ya'g dnggi di kemudian hari. Pembangunan masyarakat di daerah pedalaman/perbarasan yang berbasiskan KAT kiranya bisa rneniadi prioritas dengan menciptakan entry poinl guna memperkuat sabuk pengaman (semriry be/).
'
l.lilai-nilai kearifan lokal yang ada dalam kehidupan masyarakar, khususnya
'
kitanya pedu rtiFertahankan dengan tetap menerima pengaruh-pengaruh dari luar sehingga tidak terjadi benrutan sistem nilai budaya Perlunya perlindungan terhadap hak cipta yang dimiliki K,\T, seperti patung yang dibuat oleh suku Asmat sekarang sudah banvak diproduksi cli Bali. Jika ingin menerapkan konsep kata "Pembe rdayaan" secara mumi dalam kehidupan
'
I(AT
ma$yarakat maka perlu ada kearifan dan perubahan sistem anggaran dari pola DIP merrfadi model Block Crart sehingga KAT dengan dana yang ada dapat mendisain perencanaan, pelahsanaan serta mengevaluasi senditi hasil kegiatan yang difasiliasi oleh
para pendamping.
-qSe-
KEBIJAIGN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK DAI-AM PENANGANAI{ KOMUNITAS ADAT TERPENCIL BADUY Oleh Aan Kusdinat Kasubdin Pengelola Lingkungan Hidup dan Pengembangan SDM, Kabupaten Lebak
1.
Pendahuluan
Sebagai salah satu daerah otonom di Propinsi Banten, I(abupaten Lebak mempunyai kewenangan tersendid yang secara spesifik berbeda dengan kabupaten lain dalam pelaksanaan
roda pemerintahannya. Secara urnum kewenangan pemedntah daerah diatur Undang-Undang
Nc- 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu kewenangan tersebut adalah dalam penentuan dan penetapan kebijakan-kebijakan pembangunan yang tentunya diharapkan
dapat rnempunyai dampak yang positif bagi pembangunan masyarakat pada umumnya. Adat ferpencil.
Salah saru kebijakan tersebut adalah kebijakan dalam penanganan Komunitas
Secara umum kebijakan penanganan Komunitas AdatTerpencil (I{AT) bertujuan untuk menggali potensi yang ada pada masyarakat dan ruang dimana masyarakat tersebut berada sehingga te{adi Proses peningkatan peran pembangunao dan peningkatan pemberdayaran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam sesuai kearifan tradisional setempat. I(ebijakan ini dianggap perlu rvalaupun pengettian tentang I(AT bclurn disepakati sccara luas.
Di I(abupaten Lebak, I(AT terdapat di l(ecamatan Leuwidanrar dan Itecamatan Cibeber. Salah satu komunitas adat tersebut adalah Suku Baduy yang terdapat di wilayah Desa l(anekes l(ecamatan Leuwidamar. Masyarakat Baduy terdiri dad 'Baduy Dalam" dan tsaduy Luar'. "'Baduy Dalam" terd.iri dari 3 kampung yaitu kampung cikeusik, Kampung Cikertawama, Kampung Cibeo yang masing-masing dipimpin oleh seorang pimpinan adat atau yang biasa disebu t Pu'un. Sedangkan "Baduy Luar" tersebar di 51 kampung, antara lain Kadu I(etug,I(adu I(eter, dan KaduJangkong.
Adapun yang dimaksud dengan masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bcrtempat tinggal di Desa Kanekes I(ecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lelrak yan€l mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang betbeda dengan masyatakat umum (pasal 11 angka 6 Perda No. 32 tahun 2001). Selain di wilayah Baduy, Komunitas Adat Terpencil terdapat pula di wilayah lain, tepatnya di wilayah Lebak Selatan yaitu di Kecarnatan Cibeber dimana tetdapar masyatakat yang patuh dan taat pada lembaga "kaolotan" seperti yang terdapat dalarr "kaolotan" Cisungsan, Citorek, Cisitu, Ciganas dan Bayah.
I{ebijakan dalam Penanganan I(AT yang diambil adalah dalam upaya pencapaian visi I(abupaten Lebak yakni "I{abupaten Lebak menghasilkan produk pertanian yang optimal dan tersedianya pelayanan dasat yang memadai, serta peran aktif masyarakat dengan dut^rrngan pemerintahan yang bersih pada tahun 2010". Untuk itu kebijakan penanganan I{AT yang diambil merupakan bagian integral dalam segala kebijakan bidang pembangunan lain seperti bidang hukum, bidang pettanian,bidang kehutanan dan perkebunan, bidang kependudukan, bidang kesehatan, bidang pertanahan dan bidang oariu'isata.
2.
Kebijakan Pemetintah Kabupaten Lebakdalam Penanganan Komunitas Adat Baduy I{ebijakan penanganan
I(AT tediri dad (1) kebijakan
yang terintegrasi dalam kegiatan
rutin yang merupakan bagian dari program suatu Dinas Instansi (2) Kebifakan yang secara khusus mengatur dan menempatkan i{AT sebagai arah kebijakan yang lebih spesifft. Berikut adalah bebempa kebijakan yang ada baik secara khusus atau secara umurn membahas tentang I(AT.
2.1.
Bidang Hukum
Pembangunan dalam bidang hukum diruiukan dalarn rangl
I{ebijakan dalam bidang penegakan hukum ini selain sebagai alat dalam mempetjuangkan dan melindungi wilayah Baduy, juga mempunyai niltiplier bidang pembangunan lainnya.
R,
effect
teiltadap
2.2. BidangAdministrasi
Pemerintah
Dalam bidang ini, semua urusarl yang berhubunean dengan penyelenggaraan pemerinnhan desa dihkukan melalui masyarakat Baduy Luar yang memililii hubungan secara af,at' dan formal dengan Baduy dalam. Kebijakan dalam penetapan l(epala desa (jaro yang dituniuk dan ditentukan oleh pimpinan adat (paan) adalah sesuai dengan dengan hubungan fungsional antara Baduy Luar dan Baduy dalam dimana setiap urusan yang berkaitan dengan rnasalah yang ada di luar wilayah Baduy adalah merupakan tugas kepala desa selragai perantara urusan luar dengan daenh Baduy dalam selama masalah atau urusan tetsebut tidak bertentangan dengan hukum adat yang bedaku di daemh Baduy Dalam. , Kebijakan pemedntah I(abupaten Lebak uqtuk hal seperti di atas adalah membedkan perlndungan hukum sehingga nilai-nilai dan kaidah-kaidah pelaksanaan administmsi perncrintah seperti halnya penunjukan kepala desa oleh puua mempunyai legitimasi hukum. Sepetti dalam pasal I hutuf d. Peraturan daerah No. 13 tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakat Baduy mengatakan bahwa "Adat-istiadat masyatakat Baduy " adalah merupakan nilai-nilai dan kaidah-kaidah serta kepercayaan Sosial Masyarakat Baduy di Desa Itanekes yang hidup sena dipertahankan di dalam hidup sehari-hari masyarakat Baduy yang tidak bertentangan dengan Pancasiia dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.3.
Bidang Pertanian Pada sektot pertanian, kebijakan yang diambil adalah peningkatan produksi pettanian
tanaman pangan jerus pad-t ladang dengan intensifrkasi pengurraan lahan sehingga potensi pembukaan hutan pada sistem ladang berpindah yang tidak sesuai dengan adat masyarakat Baduy mng sangat menjaga keseimbangan aiam dapat dihindari. I{ebijakan ini diambil karena seperti diketahui bahwa pada saat ini untuk jenis padi ladang, wilayah Baduy merupakan salah saru penghasil padi ladang di Desa I{anekes yang merupakan desa dengan potensi ekspor untuk jenis tanaman padr ladang dengan njJai L,ocation puotient >1 yang menunjukkan bahrva daerah tersebut mengalami surplus produksi/potensial.
Kebijakan lain yang berkaitan dengan peningkatan bidang pefi^ni.^rr yang juga berhubungan dengan bidang pariwisata adalah berupa upava memasukan upacara "Seba" (persembahan sebagian hasil bumi kepada Bupati dan Gubernur) ke dalam kalender Pariwisata Pemerintah Kabupaten Lebak. Upaya "Seba" menurut budaya dan falsafah i(AT Baduy dan Banten Selatan adalah sebagai sidang istimewa evaluasi hasil pertanian dan rencana pertanian
setahun vang akan datang dimana dalam upacan ini Olot atau pun Puun l>etindak sebagai Pemutus perkara dan semua petani patuh pada putusan vang diambil baik yang berkaitan dengan saat mulai menggarap sawah atau ladang, menebar benih dan memanen. Semua diputuskan 'olot' atau pan Pnat? setelah mendengar saran dari para aparat dinas teknis.
2.4.
Bidang Kehutanan dan Perkebunan
Masyarakat Baduy merupakan contoh komunitas masyarakat yang selalu meniaga tata keseimbangan alam, sehingga hutan bagi mereka merupakan kavrasan teramat penting yang harus difaga kelestariannya. Pengertian hutan bagi masyarakat Baduy adalah "hutan titipan"
dan bersifat agamawi yakni berfungsi sebagai sarana utama dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban dan upacara keagamaan. Selanjutnya "hutan titipan" dikatakan sebagai
hutan adat. Luas hutan adat yang dikelola oleh masyamkat Baduy adalah seluas 5.105,85 hektar. Untuk tetap terpeliharanya hutan adat ini Pemerintah Kabupaten kbak telah membuat Perda
No 32Tahw
2001 tentang Perlindungan aas Hak Ulayat Masyarakat Baduy . Sedanghan
untuk meniamin kepastian hukum terhadap keberadaan hak ulayat tersebut bagi kepentingan persekutuan Masyarakat Baduy diatur ddam Keputusan Bupati Lebak No. 590 / Kep.233 / Huk I 2002 tentang Penetapan Batas-Batas Detail Tanah Ulayat Masyatakat Adat Baduy di Desa I(anekes Kecamatan Leu'widamar Kabupaten Lebak.
2.5. BidangKependudukan Pada sektot kependudukan, kebijakan pengatuan kelahiran dengan sistem penteiadanan
telah dilakukan di bawah koordinasi BKKBN Kabupaten Lebak. Keberadaan Sarmedi (warga Baduy Luar) yang dijadikanpublicfgare dalam pembangunan keluarga sejahtera adalah
salah satu contoh dari kebijakan ini. Arah dari kebijakan ini adalah unruk mengendalikan populasi penduduk di sekitar hutan sehingga diharapkan dapat mengendalikan pernanfaatan hasil huan sebagai salah satu sumber penunjang kebutuhan sandang, parrgan dan papan. Upaya ini mendukung niiai yang terdapat dalam KAT Baduy yang dalam keseh'ariannya bergantung pada kemurahan alam.
2.6.
Bidang Budaya dan Pariwisata
Di bidang pariwisata, upaya yang dilakukan
adalah mengklasifrkasikan daemh urisata meniadi beberapa klasifikasi sepetti.wisata zlam dan uzisata karya manusia. Lebih jauh kedua
klasifikasi srisata itu dibedakan iagi ke dalam wisata pantai, air panas, berburu, purbakala, budaya, museum, peristiwa, pertambangan dan gua. Pengembangan pariwisata daemh Baduy adalah merupakan pengembangan wisata karya manusia jenis budaya. Obyek uzisata seperd ini adalah masyarakat Baduy dengan daya ta{rk utama kehidupan unik masyarakat Baduy seperri 1'ang terdapat dalam penataan rumah adat Baduy'. Kebijakan ini sangat sesuai dengar, adat setempat yang mempunyai pola arsitektur tradisional ,\'ang unik. Pcngembangan wisata yang lainnya yang masih berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat terpencil Baduy adalah kebijakan Pemerintah Daemh yang memasukan upacara adat "Seba" ke dalam kalender pariwisata I{abupaten Lebak sebagai obyek wisata karya manusia ienis peristiwa dergan daya tarik utama upacara tadisional. Upacara adat "Seba" vang dilakukan selain menjadi ajang untuk evaluasi kegiatan pembangunan bagi masyatakar Baduv, juga merupakan wujud sy:kur atas keberhasilan panen Masyankat Baduy dan ucapan terima kasih kepada Bupati Lebak dan GubernurBanten yang telah memberikan pedindungan kcpada mereka. Adapun hasil pertanian yang dibawa pada upacara 'Seba' berupa gula aren, pisang dan hasil bumi lainnya. I(ebijakan tersebut dirujukan pula dalam mendukung dan secara integral merupakan upaya pemerintah l(abupaten Lebak di bidang pertanian. Selain itu kebijakan Pemerintah Kabupaten Lebak terhadap KAT ini clia"ahkan pada upaya pelesarian kebudayaan dan adat istiadat masyankat Baduy sebagai aset dan komponen
yang dapat menambah khasanah budaya bangsa sepetti yang dimaksudkan dalam pasal 4 angka (1) bahwa Pernerintah Daerah pada semua tingkatan mempunyai kewaiiban untuk menjaga, melindungi dan membina kebudayaan dan a&t istiadat masyarakat Baduy sesuai dengan aslinya yang berrnanfaat dan menunjang dalam pembangunan nasional. 10
Di antara kebijakan-kebijakan seperti di atas, terdapat saru kebijakan yang mempunyai nalti1tlierefiict terhadap arah kebijakanyanglain. Kebijakan tersebur adalah tentangPerlindungan Agas Tanah Ulayat Masyarakat Baduy. Kebijakan tersebut diundangkan sebagai Peraturan Da_erah Nomor 32 tahun 2001.
3.
Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 Peraturan ini mengatur tentang perlindungan dari perbuatanyaflgmengganggu dan merusalq peoggunaan, serta batas wilayah yang berkaitan dengan hak ulayat masyarakat adat Baduy. I(etentuan lain yang diattrr dalam Perda ini, adalah ketentuan pidana dan ketentuan penyidikan bagi pelaku pelanggaran hak ulayat masyarakat Baduy. Multiplier efect dm penetapan hak ulayat masyarakai Baduy ini dapat dirasakan pada 1. bidang linglarngan hidup. Hal ini tercetmin dalam penjelasan Petda tersebut yang menyatakan bahu'a terhadap masalah yarrg menyangkut tanah, masyaiakat Baduy tidak mengaku tanah sebagzri hak milik pribadi, mereka mendapat titipan Etgas" ngasnh rata, ngqfaga menak" sehingga mereka tetap setiap kepada yangbedruasa dan dibuktikan dengan acata "seba"kepada Bupati dan Gubernur. Upaya hukum seperti tersebut diatas sesuai dengan kebijakan rintisan sebelumnya seperti pada tahun 1968 telah dikeluarkan Surat Keputusan Gubemur Kepala Daemh Tingkat trJarva Bant Nomor 203/b.Y /Pem/SI{/1968 tentang penetapan status Flutan "Larangan" Desa Kanekes Daerah Baduy sebagai "Flutan Lindung Mudak" dalam Kawasan Hak Ulayat Adat PropinsiJarva Barat. Selain itu Perda 32 tahun 2001 pun sangat menunjang kebijakan bidang pertanahan nasional dalam hal penyelesaian sengketa atas hak ulayat seperti yang tgrcantum dalam Perarutan Menteri Negara Agtaria/Kepala Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 1999.
Implikasi positif yang lainnya dari Pcrda No. 32 tahun 2001 ini adalah adanya pedindungan tethadap pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Hal tetsebut terdapat dalam Pcnjelasan pasal 9 ayat 1 Perda No. 32 tahun 2001
menyatakan bah..va "yung dimaksud dengan" perbuatan rnengganggu, merusak dan menggunakan lahan adalah tindakan-tindakan yang dianggap tabu / larangan oleh masyarakat Baduy seperti menggembalakan hewan ,/ ternak berkaki empat kecuali anjing dan kucing, urcracuni sungai untuk menangkap ikan, mengeksploitasi tanah ulayat masyarakat Baduy sepcrti melakukan penggal-ian pasir dan batu scrta mengarnbil daun aren di tanah ulayat masyarakat Baduy adalah termasuk dalam kategori pelanggaran pidana. Kebijakan
ini juga sangat relevao dengan kebijakan bidang peternakan dimatra sistem gembala dari hewan tetnak adalah kurang efektif dalam perawatan dan pemeliharaan ternak dibandingkan sistem
kandang.
4.
Peran Tokoh Masyarakat Baduy dalam Pembangunan
l(r{f
Yang dimaksud dengan peran tokoh masyarakat Baduy ini adalah peran png dilakukan oleh tokoh infotmal yang berasal dari masyarakat Baduy (Baduy Luar) yang berperan sebagai
fasilitator pembangunan l(omunitas Adat Terpencil Baduy baik dalam bidang ekonomi, 17
pembnngunan sarana dan prasarana, pemedntahan, pertanian serta bidang lain dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan di wilayah Baduy, bahkan bidang politik dan sosial budaya. Peran tokoh ini sangadah penting ketika mereka mampu menjadi mediator dan sekaligus fasilitator dalam mendatangkan sumbet dana dari masyarakat di luar Baduy Luar Kabupaten Lebalq bahkan sampai beberapa ISM dalam dan luar negeri yang bersedia memberikaa kontdbusi terhadap pembangunan I(AL Terdapat satu o{ang tokoh, sebut saja sebagai Tokoh "X" yang merupakan watga Baduy Luar yang mempunyai hubungan yang sangat luas dengan berbagai fihak dan sangat berperan dalam hampir setiap bidxrg pembangunan yangada dan masuk ke wilayah.
5.
Penutup
Pada hakekatnya hak otonomi adalah hak pribadi yang perlu diliadungi oleh undang-undang. Hal ini sebagai upaya dalam penegakan suptemasi hukum daiam sedap kegiatan betmasyatakat termasuk pembangunan bernegara pada umumnya. Penetapan peratufan-peratutan yang tumbuh subur pada era otonomi daerah ini adalah hal yang baik bagi pengembangan kualitas pelaksanaan bernegara. Seyogyanya setiap perundangan dapat menyentuh setiap golongan baik yang betada dalam wilayah ibu kota suatu daerah ataupun bagi golongan atzltt masyarakat yang terpencil sekalipun. Penetapan dan perkembangan kebijakan yaog mengatur masyatakat tetpencil perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini berkaitan dengan peningkatan harkat dan martabat suaru golongan disamping merupakan upaya dalam pemanfaatan dan penggalian potensi sumber daya yang semakin hari semakin
berkuang.
_o0o_
72
UPAYA PENINGKffTANI PARTISIPASI KOMUNITAS ADAT TERPENCIL (KAT) DALAM PENGELOI-AAN SUMBER DAYA Sebuah Pengalaman Belaiat Bersama dengan Masyatakat,/Masyankat Adat Kasepuhan di l(awasan Ekosistem lIalimun
oleh Latipah Hendarti RMI the Indonesian Institute fot Forest and Environmentr
A.
Kawasan Ekosistem Flalimun: Tumpukan Petsoalan Yang Mengemuka Dari "Sebuah Kawasan Tertinggal"
I(awasan Ekosistem Halimun yang membentang menurut batasan administrasi di 3 I(abupaten yaitu Bogor, Sukabumi dan Lebak dari 2 propinsi bagian barat jawa yaitu Jawa Barat dan Banten, merupaka"n kawasan ekosistem yang kaya dengan kandungan sumberdaya alam, baik dari segi tambang, sumberdaya hutan dan pertanian, serta keanekaragamafl hayati lainnya. Disisi lain keberadaan masyarakat adat Kasepuhan dan Baduy merupakan aset kekayaan sosial dan budaya yang tak ternilai dan menjadi sumber kearifan pengetahuan
tradisiohal khususnya dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan pertanian secara tuftrn telnurun, dari generasi ke gcncrasi.
-
Wilayah Ekosistem Halimun yang dipahami oleh masyarakat dan dibanru diartiLrrlasikan bersama RMI-Tla Indonesian Inililuh.lbr Forest and Enuironment dengan mempertimbangkan
faktor sebaran masyarakat l(asepuhan, batas administrasi negara ,ilkan sungai, dan ketinggian
tempat serta ovedap betbagar peta, maka Kawasan Ekosistem Halimun mencakup area seluas 211.463,691ha yang meliputi 141 Desa dar^16 kecamatan tersebar di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Lebalq dengan jurnlah penduduk di areal kawasan tetsebut 734.845 ii*a. Data tersebut rnenunjukkan sekitar 10 % dari junrlah penduduk di 3 I(abupaten Bogor-Sukabumi dan Lebak yang kehidup^flny^ langsung terkait dengan kawasan iniz.
t3
4.1.
Masyarakat Adat Kasepuhan Dan Sistem pengetotaan Sumbetdaya Alamnya Sepuluh kelompok Masyarakat I(asepuhan (Ciptagelar; Umg, Citorek, Cisitu, Bayah, Cicarucu\ Cisunpang, Cicariang Crptamulya dan Sfunaresmi) merupakan salah satu kekayaan budaya dan sosial di Idawasan Ekosistem Halimttn yang secara administasi di 3 kabupaten tersebuq khususnya di kecamatan Bayah; Kecamatan Jasinga; Cigudeg; dan Kecamatan
Cisolok.
Secam geografis wilayah tersebut tcrhampat di areal perbukitan dan pegunungan
dengan puncak tertinggi Gunung Sanggabuana (1.918 m dpl), dengan bentang alam penggunungan tersebut, masyamkat Kasepuhan bermuliim dan mengelola sumberdaya alotnnya dari generasi ke generasi. Untuk menjangkau masyarakat I(asepuhan
I(omunitas I{asepuhan yang betmukim di Kawasan Halimun telah mengenal sistem oengelolaan hutan dengan mengelompokkan hutan $euweung) menjadi tiga kategori, yaitu: (1) Leuweung Titipan, (2) Leuweung Tutupan, dan (3) I-euweung Garapan. K-ategori ini
merupakan konsep konsetvasi yang sangat efektif bagi masyarakat halimun untr.rk kebedanjutan kehidupan genetasi incu-putu mereka" Leuweung Titipan adalah kawasan hutan yang sama sekali tidak boleh diganggu oleh manusia. I(ata titipan merupakan dari para leluhur ftaruhun) dan juga lirhan ^manat (Gusti Nu l{awasa) untuk dijaga keutuhannya dan dipertahankan dari segala usaha dan ancaman dari pihak - pihak luar. Leuweung Titipan ini biasanya betada di daerah atas pegunungan atau puncak Bagi masyarakat kasepuhan, LeuweungTitipan bukan hanya sebagai hutan lindung, tetapi juga merupakan hutan pedindungan alam rmrdak lang tidak boleh diganggu gugat dari awal sampai akhit, Hutan perlindungan alam rnutlak menunjukkan keanekaragaman hayati yang ti.gg, berfungsi sebagai daerah
resapan
"
air (Leuweung Sirah Cai') dan sebagai pusat keseimbangan ekosistem.
Kelreradaan Leuweung Titipan ini ditandai dengan adanya "latangan unt'.rk masuk ke dalamnya", karena marlusia bukan tetmasuk mahluk hidup di dalamnva. Leuweung Tufupan adalah kawasan hutan cadangan untuk suatu saat nanfinya akan digunakan iika memang perlu (tanah au,isan), karena pengertian Tutupan berarti dapat
diolah, dibuka, dan ditutup, ibarat seperti pintu yang bisa dibuka dan ditutr-lp.
f)i
dalam awisan ini terdapat istilah kabendon ftualat). Leuweung Tutupan berada pada
"
14
bagian tengah. Manusia diperbolehkan masuk hanya dengan tujuan pengambilan hasil hutan kay'u dan non kayr:nya unruk pemenuhan kebutuhan subsisten (tidak untuk exploitasi), seperti kayu bakar, kayu unttiii-bangunan, rotan, damar, buah-buahan, umbi-umbian, obat-obatan, serat, dll. Setiap penebangan satu batang pohon, harus segera diganti dengan pohon yang baru. LeuweungGarapan adalah kawasan hutan yang telah dibuka menjadi lahan yang dapat diusahakan oleh masyarakat, baik untuk bersawah, bethuma/ladang atau kebun. Pengaturan lokasi garapao (apakah di bagian timur, Barag Uara atau Selatan) ditentukan oleh Abah (Abah merupakan sebutan untukpemimpin masyarakatAdat Kasepuhan). Pengusahaan huma/ladang dilakukan secara rotasi atau gilir balik minimal 3 tahun sekali Untuk daerah - daerah tertentur penanaman padi padi sawah atau padi huma/
ladang tidak boleh dilakukan pada tempat yang sama untuk kedua kalinya, seperti pada Huma Serang (suci).
L.2. Kilasan Seiarah Pengelolaan Kawasan Ekosistem Halimun Ditinjau dari sisi sejarah pengelolaan Kawasan Ekosistem Halimun merupakan kawasan yang banyak r{ilidk oleh betbagai pih^b bahkan sejak masa periode pemerintahan kolonial Beianda sampai seat ini berbagai kebijakan yang didasari berbagai kepentingan turut mewamai pengelolaan Kawasan Ekosistem Halimun. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, tahun 1924 sebag1rn kawasan ini ditetapkan menjadi kawasan Hutan Lindung seluas 39,941 Ha. Setelah Indonesia Merdeka (1945), kav.'asan Flutan Lindung tetap dipertahankan di bawah pengelolaan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Bant. Pada saat PERHUTANI (Petusahaan
Fotest State Company) diberi kekuasaan untuk mengelola hutan negara melalui Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1978 tentang penrlinan Perusahaan lJmum PBRHUTANI ("ERUM PERHUTANI ) Urut IIIJawa Barat maka kawasan hutan lindung tersebut berada dibawah kewenangan Perhutani.
Hutan Negara Indonesia
-
Selanjutnya tahun 1979, melalui Surat Keputusan Menteri Pettanian No. 40/I(pts/
IJn-L/1979
kawasan tersebut diubah statusnya menjadi CagarAlam dengan perluasan ateal
meniadi 40.000 Ha dibarvah pengelolaan Direktorat Perlindungn dan Pelestarian Alam. L{asih dijaman Orde Baru karvasan ini kemudian berubah kembali stztusnya meniadi Taman Nasional Gunung Flalimun yang dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri l{ehutanan Irlo. 282/Kpts-TI/1992 dengan luas 40.000 Ha. I(ernudian di tahun 2003, dergan alasan pedindungan flora dan fauna hutan dataran rendah di I{awasan Ekosistem Flalimun, Departemen I{ehutanan melalui Surat l{eputusan Menteri l{.ehutanan No 175/Kpts-II/ 2003 memutuskan perluasan areal taman nasional menjadi 113,357 ha dengan narna Taman Nzrsionai Gunung Halimun Salak.
A.3.
Kawasan Ekosistem Halimun dalam Kacamata Pembangunan
Dengan kekayaan biofisik dan sosial-budara di Kawasan Ekosistem I{alimun menjadi lirikan berbagai pihak yang bbrrnaksud memanfaatkan bahkan mengeksploitasi kawasan ini sejali awal- Itondisi ini ditunjang dengan perkernbangan pembangunan di Indonesia yang berorientasi pada sektor ekonomi salah satunl'a melalui langkahJangkah pengembangan industri dengan sistem modernisasi. Tabel 1. mencoba menggambarkan data ekstraksi sumberdaya alam dari l{at'asan Halimun oleh berbagai pihak vang berhasil dihimpun selama iru.
I{arvasan Halimun boleh dibilang merupakan kawsan yang tidak jelas orientasi pengelolaannya, ibarat mata uang yang memiliki dua sisi. Di satu sisi merupakan kawasan ynng kelola untuk tujuan konservasi namun disisi lain menjadi kawasan eksploitasi. Tabel 1 dan peta (lampiran 1) secam umum menunjukkan nrmpang tindih Kawasan Halimun dengan berbagai kepentingan dan melahirkan konflik lahan yang tak berkesudahan.
Disisi lain dalam proses pembangunan selama ini, pihalc masyarakat yang secul turun-temurun mendiami dan mengganrungkan hidupnya dari kawasan ini hanya menjadi obyek. Posisi masyarakat sernakin terpinggirkan (termajinalisasi), bahkan pelabelan yang 15
Tabel 1. D ta Ekstraksi di Kawasan Halimun Menurut Pa a Pihak Produksi (pcr Perusahaan I r.,," a,.ur I Jcnis prodrrk Tahun)
u;:l:;",
O'BITHUl'N N I) (BKPH
1
l(ayu Itirrus
978-sekarang
Kayu Mahagoni Kayu Mcranti
Gctah Pinus PT Cianssana PT Nirmala PTPN
VIIl
1912 1992
-
1992
-
971.22
The Teh l-Iilau
b-ekaranq
'lleh I{itam
980-an
G etah karet
1
150 ton 3.000 ton
(Latex) "t992 13,533.940 llmas PT Aneka Tambang P crak (Gunung Pongkor, sekaranp; Bosor. Iawa Barat) Bcntonit PT Sari Gunung 1983 sekaranc Iqdah (SGI) PT UNOCAL Gas r\lam Sumber: Komoilasi sementara data sekunder dari berbasai sumber (RMI
1.723.627 ,25 kg 13.069.032,00 kg
003)
bersifat negatif disematkan untuk masyarakat yang ti.gg"l di l{a'urasan Ekosistem H-"iimun dengan tidak adil, sering dipopulerkan kata perambah hutan, peladang liar, penebang kayo illegal yang identik pelakunya dituduhkan pada masyatakat yang hidup dan tinggal di kawasan konsetvasi. Bahkan pemerintah sendiri cenderung memberikan nama unruk suat-u kegiatan atau program dengan istilah dan tujuan yang memojokkan masyarakat; contoh kegiatan pembedan bantuan kambing untuk masyarakat sekitar hutan sebagai salah satu program yang dituiukan untuk menguranFi perambahan hutan di I(a'nvasan Halimun. Persoalan yang juga mengemuka di Kawasan Halimun adalah akses dan hak masyarakat dalam mengelola sumbetdava alam di karvasan ini semakin dibatasi dan dihilangkan. Hasil pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh rnasyarakat di 3 desa di I{avrasan Halimun dengan difasilitasi RMI danJaringan Ke{a Pemetaan Partisipatif SKPP) menuniukkan bahwa lahan yang bisa diakses dan dikelola oleh masyarakat hanla sekitar 4.20 - 18.58 oh dan luas ateal yang dialokasikan secara administrasi oleh pemedntah flahel 2). Sementata dari sisi masyarakat, wilayah pemukiman dan areal sumber hidup masyafakxt yang telah puluhatr tahun dan rurun temurun diberikan label ateal perambahan oleh masyarakat - eficwatbmett area. Kasus ini salah satunya terjadi di Kampung Hanja.var, Desa Malasari, dimana h'ampir 40 lil( rnencmpad areal kurang dari 15 lla dan telah
bermukim disitu sefak tahun 1942, dengan iumlah rumah dari tahun 1942 - 2003 tidak lebih dai 27 rumah atau dengao istilah sunda "27 suhunan". Dari persoalan tetsebut tedihat bahrva dari mulai perencanaan pembangunan, maupun dalam pelaksanaan kebiiakan, masih belum banyakupaya pelibatan nursyarakat dan bagaimana sebuah kawasan ekosistem dikelola dengan berbasis pada pengetahuan dan keadfan lokal.
Permasalahan yang mengemuka ditingkat internal masyarakat yang sebetulnya merupakan dampak dari kebijakan sektoral dan eksploitatif yang meminggirkan masyarakat lokal/ adat yang melemah. Masyarakat adat/lokal sehingga berdampak pada kelemb ^g^^n 16
Kasepuhan yang memiliki rugas untuk tetap meniaga kerurunannya sampai akhit zaman, nrpanya tekanan yang muncul dad dalam sebagai akibat kebiiakan antara lain adalah mulai tetkikisnya kejatidirian masyarakat adat - magarakat adat tidak modcrcn. kolot dan naslarakat Piugimn-' Taful2^ Tata Gma r ahan D: Lolcasi Belaiar Penguatan Masyarakat Dalam Peogelolaan Srmbetdaya AIam di Desa l\dalasa4 Desa Simaresmi dan Desa l\{ekarsad, I(awasan Elsosistem
No.
Persenta
Sisuresmi
Perseota
N{ekarsa
Persena
fFIa)
se f/o)
nb)
se f/o)
d rFh)
se (7o)
1
Iurrrlah Penduduk
6,?59
2
hrasAred Taman Nasional
4,7K.40,
2.7. 2.2. 2.4.
GununsFlalimun PerumPethutani Perusahaan Lain I-"in-lain
flalimun
N,{alasad
4,378
4,?3L
4 906.&i
3.69L90
1J87.00
37.57
1,000.00
20.38
1,590.00b
JJ,+J
3J00.00
75.42
971.00
20.42
61.00
1.65
125.W
2.63
4469.N
67.53
283.0S
5.95
686.00
18.56
455.00
12.32
G€rtambaflga4 dn.) 2.5.
Areal yang dapat
dialises
m6.M
4.m
dan
dikontrol masvarakat
Swnber: Buh.zTurzbab of \4alasari, Sirnaresmi and Nlekarsui Wages (R.L{I, 2001)
B.'
Gantar Kakaitan Berbagi Peran Dalam Ptoses Belaiat Dengan Bersama Masyarakat Adat Kasepuhan Menuiu Pengelolaan Sumberdaya Alam Betbasis Ralryat
Sejak akhir tahun 1997, dengan menelaah situasi dan kondisi Kawasan Ekosistem Halimun seperti diuraikan di atas,RMI-the Indorcsian In$itateforP-orest andEntirormentmenyadaA bahwa pengelolaan Kawasan Ekosistem Halimun yang bersifat sektoral dan hanya untuk kepentingan ekonomi semata dengan tanpa melibatkan peran serta masyarakat akan sangat mengancam keberlanjutan ekosistem kawasan ini.
Melalui program payung yang dimaksudkan untuk rnemperkuat peran serta masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam pengekrlaan Kawasan Ekosistem Halimun sebagai salah satu kawasan penyangga di PropinsiJawa Barat dan Banten, serta meningkatkan pengharyaan dan penghotmatan, petlindungan dan pengakuan terhadap sistem pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hutan oleh rnasyarakag maka RMI metancang beberapa kegiatan
dengan tujuan:
^.
Meningkatkan akses dan kontrol Masyarakat Adat dan masyarakat lokal setempat 77
dalam pengelolaan sumberdaya hutan di Iiawasan Ekosistem Halimun Meningkadian pemahaman kalangan pengambil kebijakan di tingkat lokal, regional dan nasional tentang peran Masyarakat Adat dan masyarakat lokal setempat datarn pengelolaan sumberdaya hutan ,. Meningkatkan dukungan publik terhadap sistem pengelolaan sumberdaya hutan oleh Masyamkat Adat dan masyarakat setempat \ang berperan penting dalam melestarikan
I{awasan Halimun
8.1.
Gantar Kakaitan
Untuk mewujudkan kerja bersama RMI dengan masyarakat adat, sudah selayaknya pedu dilakukan peran yang ielas dan disepakati bersama dan sesuai dengan kapasitas setiap,. pihak, menrpertir-rbangkan kapasitas serta kebutuhan yang muncul dari masyarakat adar dan bukan adat di karvasan ekosistem, dad masyarakat adat sendiri (khususnya di Sirnaresmi) sejak tahun 1999 menyampaikan bahwa RMI adaiah Gantar kakaitan yang artinya fasilitator dalam proses mempetkuat dan mewujudkan pengelelolaan sumberdaya alam yang berbasis rakyat di Halimun.
8.2.
PengorganisasianRalryat
Pengorganisasian ralqyatyang dilakukan RMI di empat desa diawali dengan membangun tali silaturahmi dan rasa saling perc ya (trust builditt!, dilanjuthan dengan proses melakukan kajian potensi yang ada di masyarakat ftelernbagaan lokal yang ada) dan lingkungannya (sumberdaya alam yang ada) serta analisis persoalan secara bersama-sama, mengkaji kebutuhan
betsama dalam proses mengembangkan petencanaan pengelolaan sumberdaya alam di desa
Akar permasalahan yang berkecamuk di I(awasan Ekosistem Halimun adalah disebabkan oleh persepsi (pandangan dan pemahaman) yang berbeda tentang I{awasan Halimun dt antata masyarakat serta pihak-pihak lain (negan/pemerintah dan perusahaan) yang kemudian dimanifestasikan dalam kebijakan yang juga masih tumpangtindih dan bersifat sektoral sehingga memuncuikan berbagai konflik salah satunya konflik lahan. Sebagai coontoh seperti disebutkan pada bagiaa tulisan ini bahwa I(arvasan Flalimun ditetapkan menjadi Taman Nasional Gunung Halimun seiak tahun 1992 seluas 40.000 Ha dan di perluas meniadi 11,3.375 Ha pada tahun 2003, kenyataan di lapangan kenyataannya mcnuniukkan bahrva dalam kawasan yang telair ditetapkan meniadi kawasan konservasi ternyata masih dialokasikan juga unn:k areal eksploitasi tambang emas, perak dan bentonit; areal perkebunan teh PT Nirmala atau yang sebelumnya PT Ciangsun d^n hutan produksi yang dikelola PERHUTANI dengan tanaman pinus. 18
masing-masing secirra bersarna-sama. Melalui proses ini muncul alternatif-altematif yang rremperkuat sistem pengelolaan sumberdaya alam yang sudah ada di masyarakat seperti sistem wanatani (agmforestry), konsep pengelolaan kawasan hutan yang telah dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan, dll. Dalam proses penggorganisasian RMI menggunakan alat,/metoda lain PRA (Participatory Raral Appre$a|1, Pernetaan Partisipatif, metoda ^ntar analisis sosial lainaya seperti analisis gender. Proses penggotganisasian di kelompok basis (petani), dengan pendekatan di tingkat kampung. Ptoses pengorganisasan selanjutnya menguatkan kelembagaan ditingkat lokal.
Prinsip dasar yang diterapkan dalam ptoses pengorganisasian yang dilakukan oleh
RMI antara lain partisipasi (saling berbagi, saling memahami kebutuhan satu sama lain tidak hanya dalam wilayah geografis yang sama tapi juga yang memiliki kebutuhan yang salna, dalim proses ini saling membangun mekanisme yang disepakati bersama untuk memenuhi kebutuhan betsama, melakukan proses kesetaraan); mengesampingkan egoisme; keadilan, tanggungjawab, komiunen, ketetbukaan, dll. Proses pengorganisasian ralqrat yang dilakukan RMI di tingkat masyarakat di Kawasan
HaLmun tingkat ketercapaiannya dapat dicirikan dengan adanya orpnisasi rakyat yang representatif dan dapat dipettanggungjawabkan dengan indikatot ' OR berbasis masa jelas (ada anggota dari semua kelompok masyarakat - laki-laki
' ' ' '
dan petempuan)
Memiliki stmktur otganisasi yang jelas dan disepakati, Ivlemiliki aturan main (rukum termasuk sanksi yang jelas), Merniliki program kerja yang dapat dilaksanal
ts.3.
Strategi I(epercavaan masyarakat adat kepada RMI untuk memfasilitasi ptoses-proses penguatan dan mendorong lahirnya pengakuan atas masyarakat adat dalam mengelola sumberdaya alamnya m.ndorong RMI merumuskan strategi mempetcepat penguatan masyarakat baik ada maupun non adat. Strategi yang dikembangkan selama ini antara lain:
8.3.1. Mengepung Halimun dari Utata
-
Selatan
-
Barat
Mengingat Karsasan Ekosistem Halimun cukup luas dengan jumlah desa sekitar 141 desa dan lebih dari 300 kampung, maka sangatlah tidak mungkin bagi RMI untuk melakukan proses mendorong peningkatan partispasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam srcara intensif. Dengan mernpertimbangkan posisi geografis-biofisik, administratif dan penyebaran masyarakat adat kasepuhan, serta kesiapan masyarakat dan juga kapasitas yang dimiliki RMI sebagai sebuah lembaga, maka strategi yang diterapkan adalah "Mengepung Halimun dari 3 arah Utara-Selatan-Barat-". Strategi ini diterapkan bahwa RMI mencoba belajar dan bekeria betsama dengan masyarakat secara intensif di sanr atau dua desa yang benda di wilayah:
'
Utara Kawasan Halimun yaitu Desa Malasati yang dirintis sejak tahun 1998; Desa 19
I{iarasari (2002), merupakan dampak dad proses fasilitasi Desa Malasari, mengingat Desa Kiamsad merupakan tetangga Desa lvfalasari. Pert-imbangan l)esa Malasari adalah sebagian besar masyarakat desa ini masih mempecahankan sisrem pertanian tradisional (dengan menanam padi lokal, dan mempertahankan sistem erlun- tmditional agrofare$r1 Esten); menghadapi banyak tekanan dad betbagai pihak yang ada dari perusahaan - PT Aneka Tambang (perusahaan yang rnengeksploitasi ernas dan perak),
PT Nirmala, (perusahaan petkebunan teh), PERHUTANI (perusahaan negara yang mengelola hutan diJawa), serta Tanran Nasional Gunung Halimun.
'
'
Bagian Selatan yaitu: Desa Sirnatesmi dimulai akhir tahun 1999 adalah desa dimana pusat pimpinan Masyarakat l(asepuhan berada, merupakan pilihan strategis untuk mendorong proses partisipasi rnasyarakai dalam pengelolaan sumberdaya alam, mengingat mereka secara tradisi sudah memiliki konsep pengelolaan sumberdaya alam secara turun-temurun yang dapat menjadi contoh nyata bagi pihak lain. Disamping di Desa Sirnaresmi juga sama halnya dengan desa lain mengalami tekanan dari berbagai pihak antara lain kebemdaan PERHUTANI, Taman Nasional dan perkebunan yang tumpang tindih dan mengancam kebetlangsungan konsep tradisi lGsepuhan dalam menjaga dan memanfaatkan sumberdaya hutan meteka. Dan Desa Mekarsari yang memiliki sistem agrofaresQ ttadtsional yang dapat dijadikan contoh bagiwilayah lainnya yang dikenal dengan I{ebon I(ayu Bagian Barar Desa Citorekyang masyarakatnya meminta langsung bantuan RMI untuk difasilitasi pada akhit tahun 2002, setelah mendengar dad warga Kasepuhan dan masyarakat lokal di Desa Malasari, I(iatasari dan Mekarsan tentang proses fasilitasi. untuk mendorong dan mendukung pel-ibatan petan masyarakat dalam perrgelohan
sumberdaya alam di l{awasan Halimun. Proses pendekatan )'ang dilakukan secata menyebar dibeberapa wilayah yang dapat
mendukung dengan kampung sebagai unit terkecil suatu proses penguatan nasyarakar, dihatapkan gerakan tingkat \ampung akan berlanjut ke tingkat berikutnya yaitu desa dan selanjutnya menjadi gerakan partisipasi raliyat satu I(arvasan Ekosistern Halimun dalam benruk
jaringan nl
8.3.2. Gerakan Di tingkat Basis (Incu Putu) dan Elit/Tokoh Adat (Pengurus Adat/Sepuh) Disadari ptoses pelibatan peran serra masyarakat tidak akan berhasil apabila hanya melibatkan kelompok tertentu dalam masyarakaq proses yang dilakukan RMI adalah mencoba melakukan proses fasilitasi ditingkat basis, di l(asepuhan dikenal dengan Incu Putu (Pengikut Adat) melalui kegiatan pengorganisasian rakyat untuk memperkuat kelembagaan lokal
ftelompok KSM, Kelompok Perempuan, Kelompok Tani). Ditingkat elit yaitu kalangan tokoh masyarakat, tokoh adat/pengurus adat (di Kasepuhan dikenal dengan Sabak), tokoh agama dan kdangan pemerintah desa diperkuat mengingat kaum elit merupakan kunci dalam
menjernbatani kebijakan ditingkat lokal ke tingkat nasional. 20
Gambar 1. Pola Pengorganisasian
8.3.3. Penerapan PerspektifGender r\nugota masyarakat terdiri dari lakr-lakr dan perempuan, namun dalam gerakan sumberdaya alam selama ini kciompok perernpuan beiurn banl'1[ disentuh dan sering terjadi bahrva kelompok ini ditinggalkan dalanr proses-proscs pcnguatan kclompok-kelompok yang ada di masyarakat. itN'II memandang bahrva keseirnbangan dan keadilan gcnder dalam pt:oses mewujudkan pengclolaan surnbetdaya alarn betbasis masyarakat harus mendapatkan perhatian, mengingat data nrenunjuktrian bahrve dliam proses pcngelolaan surnbctdava alam
kaunr percmpuan iuga ncrnpunvai pcrxn vxng cukr.rp signifikan, scbaeai salah satu contoh kasus di Dcsa N{ekarseri, pcrln pcrernpuan dr,n laki-laki dalam proscs pcngelolaan padi huma rnenii,Liki peran yang sarna, bahkan lebih banyak dibanding kaurn laki-laki. Perspektif ini menja
8.4 Empat Pilar Fasilitasi Proses Penguatan Masyarakat Adat/Lokal Dalam upaya rletringkatkan peran serta masyarakat daiam pengelolaan sumbcrdava alam, llN{l mclakukan bcberaPa uPaira tnelalui .l (cnpar) pilar atau aspek yaps Iarus dipcrkuat cli:inckat basis vaitu: Pet'rguatan lnstirusi; Pendidikan Ifuitis; Pcnguatan Irkonomi Rakyat dan Pensuatan Sisterrr .Pcr-rgelolaan Sumberdaya r\larn Lokai/Setcnrpat olch l{akvat. llmpat pilar tersebut diimplernentasikan dalam bcrbasai bentuk kcgiatan vang sclama ini sudah dan sedang dikernbangkan RMI di l{arvasan Ekosistcrn I-Ialirnun sejak akhir tahun 1997. Gambar 2 (ampran) merupakan proses belajar bersama RMI dengan masyarakat di I( a.vasan
E
kosistem Flalimun:
Penguatan Kelembagaan Adat/Lokal mempetkuat masyatakat adat/lokal I di I(awasan Ekosistem Halimun yang dilakukan RMI selama ini ditujukan untuk melairirkan
2I
sebuah organisasi adat/lokal yang mandiri dan berperan aktif dalam pengelolaan sunberdaya
alam oleh rakyat. Proses yang dilakukan melalui rangkaian dialog antar pimpinan adat/lokal; rangkaian diskusi dengan kelompok petani perempuan dan laki-laki; fasilitasi kelonrpok anak dalam pengembangan pendidikan konservasi fasilitasi perternuan dengan pihak lain (pernetinah, pengusaha). Selamaproses fasilitasi tetbennrknya Forum Komunikasi Masyar kat HdimunJawa Batat Banten; munculnya inisiasi &log antam Pimpinan/Pengurus Kelornpok adat I(asepuhan Banten Kidul; terbentuknya Paguyuban Petani di Halimun; Munculnya KSM di Malasati; kelompok tani di Malasad, dll. merupakan satu petkembangan proses yang cukup signifikaa untukmendorongpengelolaan sumberdaya alam di Kawasan Ekosistern Halimun yang lebih baik ke depatr.
Pendidikan Alternatif bagaimana menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran kritjs di kalangan masyarakat bahwa peran mereka dalam pengelolaan sumberdaya alam merupakan kunci keberhasilan pengelolaan yang be*elanjutan di IGwasan Ekosistern Halimun
bagi anak cucu mereka kelak. Kegiatan yang dilakukan oleh RMI melalui Pendidikan Lingkungan yang diawali di Desa Malasari, khususnya di Kampung Hanjawar dan Garung pada tahun 1999, dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran anak-anak pentingnya keragaman hayati I{awasan Halimun, yang kemudian kegiatan ini dilanjutkan dengan mengembangkan alternatif pendidikan bag anak-anak yang jauh dari akses pendidikan formal dengan menyebar di Kampung lain, antara lain Kampung Nyuncung. Proses pendidikan yang berkartan dengan penyadamn hukum dikembangkan dengan pendidikan hukum kritis bagi pata petani dan kelompok masyarakat, sehingga masyarakat
mengetahui dan memahami hak, petalr, posisi dan fungsi mereka untuk mengelola, darr menjaga sumberdaya alam, khususnya di I{arvasan Ekosistem Halimun. I(egiatan p,:ndidikan juga dikembangkan melalui Sekolah Petempuan, khususnt'a di Desa Mekarsari, kelompok perempuan mulai menyadari bahwa peran mereka dalam menvelesaikan persoalan-persoalan
yang muncul dalam kehidupan mereka yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan. N{ateri dan modul dikembangkan secara bersamasama dengan kaum perempuan di bebenpa kampung di Desa Mekarsari.
Melalui pendidikan altematif dengan berbagai ke6fatan yang dilakukan diharapkan akan muncul kesadaran kritis dari setiap individu yang ada di masyatakat yang dicirikan dengan:
. . . . . . . . . . .
22
dapatmengaktualisasikanide-idenya; mengedepankan dialog dalam memecahkan masalah; menghargai pendapat pihak lain; bertindak dan berbicara berdasarkan data dan fakta; bcrtanggungjawab, berani mengemukakan pendapat; terbuka bagi gagasan inovatif yang dapat diperanggungjawabkan; komunikati( rendah hati; penuh kasih;
berpikir positif; empati terhadap kotban-korban penindasan
Penguatan Ekonomi Ralcyat aspek ini belum banyak dilakukan RN{I selama bekerja dan belajar dengan rnasyarakat di Halimun, narnun langkah ar.val sudah mulai dirintis dengan melibatkan rnasyatakat dalam kegiaan pclatihan-pelatihan; pameran produk peranian yang diselenggarakan betbagai pihak dari segi pemasaran hasil hutan non kayu, pertanian di alrtaranya. Cita-cita yang diusung betsama adalah bagaimana membangun sistem ekonomi nlq'atyangadil bagi masyarakat huh, di Kawasan Halimun dan memberikan dampak positif terhadap lingkungan bio6sik. Langkah untuk membangun pasar rakyat/petani sedang dinntis bersarna-sama kawan I,SM dan institusi lain yang memiliki kesamaan misi di Halimun. Selama ini selain kayu yang sudah mulai menipis dari segi kualitas dan kuanritas, maka pilihan lain adalah hasil hutan non
kayu, Masyarakat Kasepuhan senditi memiliki kemampuan
mernanfaatkan dan mengolah hasd non kapr menjadi produk yang memililii niiai tambah, ant:rt^ lain gula semut, gula merah, pisang, kerajinan, dan berbagai produk buah-buahan yang banyak ditanam di kebun dan huma mereka.
,'
Penguatan Sistem Pengelolaan Sumberdaya Alam Lokal/Setempat:
perrgetahuan dan sistem lokal yang sudah berkembang di masyarakat adat Kasepuhan antata lain adalah sistem pengelolaan hutan yang telah meogenal sistem zonasi ttadisional dimana hutan dikelola sesuai dengan fungsi dan peruntukannya yang dikenal dengan hutao tutupan;
titipan dan hutan gu^p^tr dimana ada fungsi konservasi, fungsi pemanfaatan yang
Di bidang pertanian petnanfiaran benih lokal khususnya padi merupakan sumber pengetahuan yang ternilai dariwarga l{asepuhan, hampir 40 lebih varietas padi lokal yang masih ditanam dan diperlihara serta dikembangkan oleh wzrga l(asepuhan di Halimun. Berituk penguatan yang difasilitasi RMI selama ini dalam bentuk fasilitasi mempertahankan sistenr lokal yang telah terbukti dapat melanjutkan penghidupan mereka dengan diantznnyt perrdokumefltasian, riset aksi bersama menemukenali sistem yang ada selama ini dan memperbaikinya unruk masa vang akan datang, memfasilitasi konsep model pengelolaan lahan garapan seperti di Pasir Jfuak, salah saru kampung di Desa Mekarsari )'ang dikelola untuk pemukiman masyarakat di areal tanah yang teiah habis masa produksinya oleh Pedrutani. berkelanjutan.
I(e-empat pilar/aspek tersebut didukung dengan fuset Aksi dan Penggalangan Dukungan Publik yang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung proses pengcrganisasi yang dilakukan di tingkat lokal ftampung dan desa), kegiatan ini meliputi penelitian ditingkat masyarakat yang berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam dan juga starus Kawasan Ekosistem l{alimun dari bcrbagai pcrspcktif dalarn bennrk Kajian llalimun Status Overvieur. Sementara bentuk kegiatan penggalangan dukungan publik dilakukan oleh RMI untuk membangkitkan kesadaran publik secam umum tentang pentingnya l(awasan Ekosistem Halimun dan berbagai upaya unruk menggalang publili yang tinggal di hilir kawasan ini agar turut mendukung. Berbagai publikasi melalui media coba diangkat dan disebarkan kepada pihak lain, berbagai seminar dan lokakarya digelar bagi bcrbagai kclompok sasaran. Di tahun 1999, RMI mencoba menggelar seminar tentang Daerah Aliran Sungai di I{awasan Ekosistem Halimuun, yang cukup membuat berbagai pihak akhimya mulai tertarik untuk turut mendukung riset di karvasan ini. Juga lokakarya ditingkat anak dan temaja tentang pengelolaan lingkungan di hulu Halimun menarik sejumlah siswa unruk mulai mengenal dan memperhatikan kawasan lewat cara mereka masing-masing, ada vang berkuniung dengan 23
sekolah, ada juga yang melakukan penelitian di karvasan ini.
C.
Capaian Sebuah Proses Pembelaiaran Bersama
Beberapa catatan penting dampak dan hasil yang telah dicapai dalam pembelajaran bersama RMI dalam memperkuat Pelan masyarakag khususnya Masyarakat Kasepuhan dalan pengelolaan sumberdaya alam selama kurun waktu pericde 1999 2004 $farct) antata lain: Adanya Community Organizet (CO) lokal di setiap lokasi belajar di wilayah Ka',vasan
-
1.
,
Halimun yang memiliki kemampuan mengorganisir kelompok yang terbentuk di masyarakat dan dan berpetan mendorong munculnya inisiatif-inisiatif lokal serta proses-proses perencanaan ditingkat kampung dan desa yang lebih partisipatif dan berwawasan lingkungan, serta menjadi jembatan untuk bemegosiasi dengan pihak lain. Di Sknaresmi sebagai sdah satu desa adaq CO lokal mulai dapat menggantikan peran RMI untuk berdiskusi dengan pihak lain dan menginisiasi kegiatan lokal, serta mendorong munculnya kelompok perempuan tani adat di M.ekatsari dan kelompok lain yang memperkuat kelembagaan lokal. Munculnya Kelompok; sebagai hasil dari proses pengorganisasian selain munculnya CO lokal, selama proses di Kawasan Halimun mulai tumbuh kelompok-kelompok masyarakat, lain di Desa Mekarsari proses pengorganisasian yang difasilitasi ^ntaLr^ RMI telah mendorong tumbuhnya kelompok Tani Gelar Makmur yang beranggotakan petani dari l{ampung Gelarsari, Ciarvi dan Ciladu. I{elompokini berhasil bemegosiasi dengan pihak Pemerintah lokal dan PERHUTANI dalam menentukan tata r:uang
wilayah kelola mereka secara partisipatif, melalui perencanaan tata fuang liampung dan pengelolaan ke depan seluas 2,5 Ha. Kampung Gelar Sari tclah ditempati oleh masyatakat berdasarkan rancangan ite p/an /terlampir) lang disusun bcrsama pada bulan September 2003.
Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membuat perencanaan karnpung merupakan salah satu dampak yang muncul dari kegiatan fasfitasi, dengan tar:nbahan keahlian untuk memetakan wilayah kelola mereka. Hasil ini dicapai melalui rangkaian kegiatan pemetaan partisipatif yang difasilitasi RML Saatini seiumlah wakil rnasyarakat mampu menggunakan peralatan pemetaan (GPS, I(ompas) yang mendukung proses pengumpulan data di lapangan lebih dapat diterima secara ilmiah drn akurat oleh pihak lain, sehingga memudahkan proses negosiasi rakyat dengan pemerintah dan pihak lain'dalam perencana n tat^ ruang s'ilayah kelola mereka. Beberapa otang di rvakil masyarakat adat Kasepuhan di Desa Simaresmi, Kampung Cibedug, clan Dcsa Mekatsari telah mampu menfasilitasi proses memetakan wilayah kelola mereka scc^ra akurat dan partisipatif yang melibatkan semua unsut di tingkat kampung - desa. Saat ini wakil dad desa-desa tersebut mulai diminta untuk membantu memetakan wilayah kelola desa tetangganya. 4.
24
Meningkatkan keahlian masyatakat dibidangwanaani; terlihat bahwa saat ini sebagian besar petani di wilayah I(awasan Halimun khususnya di 4 desa dimana RMI bekerja
mulai meningkat keahlian dalam sistem wanatani, antara lain dengan meningkatnya keahlian mengembangkan inovasi wanatani melalui keahlian menyeteli, cangkol; dan pembibitan jenis-jenis tanaman buah dan kayu yang akan dianam di kebun dan talun mereka. 5.
Dalam bentuk 6sik dapat dilihat bahwa proses fasilitasi yang dilakukan telah juga rnelahirkan inisiatif masyamkat untuk menjaga dan melindungi suinber mata air di Kawasan Halimun. Di Desa ldekarsari, inisiatif penanaman dan pemelih^ra nmat^ airdilakukan antara lain olehwarga di KampungCihaneutdiwilayah mata airCibanceg Girang Cihaneug Cisalada, Cinelong Can Cisalfu. Jenis tanaman yang ditanam aflt^ra lain jenis bambu (Banbwa E), Blendungan (Erlthrina ,antgata). Bentuk pemeliharaan dan pengaturan areal mata air disepakati dengan menandai pohon jenis kayu dengan cat merah dalam radius 50 m dari mata air disepakati tidak boleh ditebang. inisiatif penanarnan dan pemelihata^nn ta uit j"g" terjadi di Desa Sirnatesrni, dengan y-g ditanami scluas lebih dai2Ha di areal hulu sungai Cibareno dan areal mata "it sungai Cidongkap dengan jenis tanaman Manglid (MicheliaMortara dar Magnolia bknel, Blendungan (Erythrina aariagttQ, bambu (Banbusa .1a)- Jumlah yang ditanam oleh masyarakat sejak tahun 2001 sudah ribuan pohon. Bahkan yang menarik di Desa Simaresmi yang merupakan desa adat Kasepuhan, dimana pemimpin Kasepuhan bertempat di desa ini, sehingga banyak dikunjungi pihak luar, RMI dan masyarakat I{asepuhan rnencoba melibatkan para tamu dari luar yang berkunjung (antara lain dari I(orea) untuk melakukan kegiatan penanarnan di hulu sungai.
6.
Munculnya iatrngrndi tingkat rtkyat; setelah menunggu hampit 4 tahun, RMI mulai melihat bahwa kesadaran yang tumbuh langsung dari barxrah akan melahirkan kekuatan rakyat untuk lebil, berperan aktif dalam proses pengelolaan kaurasan. Bulan Oktober 2003 kesadaran koiektif dari masyarakat I{awasan Ekosistem Halimun akan pentingnya proses bersama dalam mengelola I{awasan Halimun ditandai dengan lahirnya Fotum I{omunikasi Masyarakat i{alimunJawa Barat dan Banten (FKMHIBII) yang diinisiasi oleh tokoh dan aparat desa dari 31 desa di Kawasan Halimun bagian Utara-SelatanBarat. Forum ini telah mulai melakukan fungsi negosiasi dan koordinasi di antata desa-desa di Kawasan Ekosistem Halimun, yang semula peran menjembatani dilakukan oleh RMI, secara pedahan tapi pasti forum sudah mulai menanganinnya. Bahkan awal 2004, desa-desa lain mulai bergabung dalam forum ini, sampai saat ini tercatat 61 desa yang sepakat untuk bersama-sama mewujudkan pengelolaan Kawasan I-Ialimun berbasis masyaraka t.
7.
Inisiasi lain yang muncul adalah Sekolah Perempuan di tingkat Kampung, yang mulai diinisiasi di kampung-kampung di Desa Mekarsari. Perempuan mulai menyadari kebutuhan mereka untuk mendapatlian informasi dan pengetahu^ y ng lebih baik untuk mervtriudkan keberlanjutan kehidupan anak cucu mercka di masa yang akan datang. Disadari bahwa peran mereka turut menentukan pengelolaan sumberdaya alam di masa sekarang dan yang akan datang.
B.
Munculnya Inisiasi Revitalisasi Masyarakat Adat lQsepuhan; dengan memunculkan 25
kembali perternuan rutin masyarakat Adat l(asepuhan Banten lCdul yang ttuut memperkuat kelembagaan adat lGsepuhan. Pertemuan 35 Kasepuhan se-Halirnun dilakukan pada bulan September 2001 telah melahirkan kesepakatan-kss"pakatan di tingkat adat salah satunya untuk melindungi kawasan mata air dan meningkatken solidaritas antat masyatakat adat. 9.
Kepedulian dan Dukungan Pihak
Lain;
tanpa dukungan berbagai pihak F,roses
meningkatkan partisipasi masyatakat tidak akan berjalan lanc:at,maka sejak awal RldI mencoba melakukan fasilitasi untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak trz,gi masyarakat di Kawasan Ekosistem Halimun. Dukungan yang bethasil digalang s.ampai saat ini adalah dukungan dari pemerintah Kecamatan Cibeber untuk Desa MaLasad, dimana pihak kecamatan sangat mendukung proses perencanaan tata ruang wilayah kelola kampung oleh masyarakat. Sementara di Kecamatan Cipanas, camat Cipanas sangat mendukung perjuangan masyarakat untuk mengelola anah garapao yang selama ini dipersoalkan oleh PERHUTANI dan Taman Nasional.
Bentuk dukungan dari publik adalah mulai banyak media yang meliput proses-proses upaya rnasyatakat di Kawasan Ekosistem Halimun untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan atas pengelolaan sumbetdaya alam yang dilakukan selama ini.
Bentuk dukungan lainnya juga terlihat dati pihak LSM lain yang bergeta.k di isu lingkungan yang bersama-sama dengan RMI mendukung kegiatan penguatan masyarakat di I(awasan Halimun, misalnya Lembaga HUMA, LSM yang bergerak di bidang pendidikan hukum mulai banyak mendukung penyadaran hukum pengelolaan sumberdaya alam bagi masyarakat di Halimun; Lembaga Internasional ICRAF (the
World Agroforesty Centre) seiak tairun 2002 mernulai kerjasama dengan Rlvll melakukan riset dan peningkatan keahlian mas1r212[.1 dalam inovasi agroforesty. Sosialiasi dengan pihak lain yang selama ini dilakukan baik dalam bentuk presentasi. di seminar-workshop-symirosium dan publikasi secara tertulis hasil dokumentasi proses RMI dan masyatakat mulai menunfukkan respond dari berbagai pihak, khususnya
dari Departemen I(ehutanan, yang mulai melihat bahwa ada contoh-contoh pengelolaan sumberdaya hutan oleh rakl'at 1'ang harus didukung dan dipromosikan sebagai alternatif pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Indonesia ke depan.
D.
Pelajaran Yang Didapat Dan Tantangan Yang Dihadapi Ke Depan
D.1. Pelaiatan Belajar dad proses yang dilakukan dibeberapa desa di l(*lvasan Ekosistem Halimun, disadari bahwa masih banyak antangan dan kekurangan selama proses fasiliasi yang ditahrkan dalam kurun waktu hampir lima tahun terakhir, pelajaran yang kami dapat antara lain:
1. Penyadaran: sebelum mengharapkan
proses partisipasi, sebaiknya mulai melakukan scbuah proses penyadaran bersama, kadang masvarakat yang tinggal di kawasan hulu
26
yang jauh dari akses informasi merasa bahwa mereka bodoh, miskin dan terpencil, hal inr patut dipertanyakan apakah mereka bodoh atau dibodoli, miskin atau dimiskinkan, tidak
hritis atau karna dibungkam? I(ondisi ini harus dipahami bersama sehingga tidak terjadi salah pemahaman dan analisa tentang suatu kondisi masyamkat dan suatu kawasan.
2. Bekeria dan Belaiat
Bersama; Partisipasi masyarakat dilakukan melalui proses yang dibangun bersama-sam^ antata berbagai pihalC proses ini harus diawali dengan saling membangun kepercayaan (trust building), ketika rasa saling percaya telah tetbangun maka ', untuk saling menentukan peran dalam proses penguatan masyarakat akan berialan lebih baiir. Selama ini masyarakat menyebut RMI sebagai "gantat kakaitan" (istilah sunda yang bisa diartikan sebagai jembatan penghubung antara masyarakat dengan pihak lain yang ' masih suiit diraih oieh masyarakat akibat keterbatasan akses ke informasi dan pengetahuan, serta teknoloS;i serta perbedaan cara pandang (petsepsi) tentang I{awasan Ekosistem Flalimun, misalnya dengan pemerintah daerah dan pusat, serta pihak perusahaan yang umumnya masilr menerapkan sistem top down proses dalam suatu kegiatan). Demikian juga dengan pihak lain ketika sudah saling muncul rasa perc y^ diantan semua pihak ,maka proses mengelola I{avrasan Ekosistem Halimun secara bersama-sarna mulai dapat
dirintir 3. Kesepakatan Tata Nilai: proses partisipasi juga perlu mempethatikan dan menganut tata nilai sosial yang ada di masyarakat dengan kerendahan hati untuk meminggirkan ego masing-masing pihak, tata nilai yang harus disepakati secara bersama-sama adalah perlu
keterbukaan
-
kebersamaan- komitmen
pengetahuan-kemampuan dan keahlian) 4"
-
-
kesetataan (setara dalam hak, kewajiban,
saling melengkapi.
Pentingnya Kelembagaan Lokal/Adat: Memperkuat dan mendorong munculnya kelembagaan lokal/adat merupakan bagian yang penting dalam upava meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis masyatakat di I(a'uras an Ekosis tem Halimun.
5. MeraiutJaringan Keria: RMI menyadari bahrva tidak dapat bekerja sendirian sehingga penggalangan dukungan dan ketjasama dengan berbagai pihak mutlak dilakukan yang selama ini sudah dilakukan adalah menjalin kerjasama dengan ISM yang memiliki visi
dan misi yang sama serta menjadi anggota jaingao yang furut memperjuangkan penghargaan dan pengakuan hak pengelolaan sumbetdaya alam oleh rakyat. 6. Penilaian Betsiu-oa: penilaian kebethasilan suatu kegiatan atau Program disusun dan dikembangkan bersama masyarakat, penilaian keberhasilan bukan hanya diserahkan kepada
para LSM, maupun para lembaga danaflembaga pendukung saja. Perlu dilakukan penyusunan kdteria secara bersama-sama. 7. Pendokurnentasian: Pelajaran berhaga yang ditemukan selama proses adalah pentingnya
pendokumentasian proses yang dapat menjadi c t^t^n berhatga untuk mempelajari kelemahan dan kekurangan yang selama ini dilakukan serta memperkuat yang sudah dipetbaiki. 27
D.2. fintangan ke dcpan di Kau'asarr Halimun 1. Dalan-r lncningkntkan pcran scrta lnasyarakat menuju pcngclolaan kar.vasan
ckositcm halirnun berbasis rakl'n1 secata berkeianjutan, tantang^n yang masih hams dihadapi ke depan adalal-r kejelasan atas hak dalam pengelolaan sumberdaya alarn, schingga
persoaian konfhk iahan yang selama ini te{adi dapat diatasi dan masyarakat rremilil:r keielasan untuk dapat berpatisipasi aktif. 2.
Semua pihak pedu menyepakati model pengelolaan di l(awasan Ekosistem
Flalitrua ini
dcngan pemahaman )rang saina dan mengesampingkari ego selitofal yaug sel:,rna rnasih dipertairankan oieh masing-masing pihak.
N{enumbuhkan dan nreningkatkan kepercayaan dari pihak pemetintah yang lebih besal kepada masyarakat juga mempakan tantangan yang harus dihadapi kedeprn, semcittari
ditingkat masyarakat senditi perlu lebih drtingkatkan kesadaran dan pemahaman bersama atas rasa rugi yang selama ini dialamr akibat proses pengclolaan karvasan )rang tumpangtindrh dan betorientasi hanl'a pada sektor ekonomi.
Dalam mengelola l{arvasan Ilahmun berbasis masyarakat dan terpadu diperlukan jaringan kerja kolaboratif di Pemerintah daerah di tir,gliat l{abupaten dengan ^nt^r^ 'Iaman Nasional Gunung l-Ialimun Salal: - Perhutani dan perusahaan larn yang ada di rvriayah rni.
I)iunskr,t tlas\-arak.t peningkatan pcngetahuan, keahlian dan lieterlibatan
ma51'21nf,21
partlslpatif masih pcrlu tcms clitrngkatkan dalarl rncngelola karvasan clisositem haLirnun scc.ira tcrpa(lu n-resih.
ini belurn barryak riset yang aphkauf dan kegiatan yang dapat nlcnumbuhkan ckonomi rakyat diungkat lokal dalam mengelola produk-produk hutan dan pertanian lang selama ini drhasilkan oleh masvarakat dari I{awasan Ekosistem Halimun. Selama
N{enjalin jaringan kerja clengan berbagai pihak baik ditrngkat lokal-nasional maupun intemasioanal
Ditingkat IiMI, yang mcngambil peran fasilitator dalam proses mewujudkan l{awasan likosrstem l{alimun \rang pcngelolaannya bcrbasis rakvat dan berkelanjutan, kapasitas SDN{ dan lenrbaga masih pcrlu ditingkatkan untuk mctreruskan fasilitasi masyarakat masyarakat di I{arvasan ]lkosistem I{a|r,run.
E"
Penutup
Perjalanan untuk r:rcrvujr.rdkan maksud dan tujuan di l{arvasan Ekosistem Halimun titik awal, dukungan dan peran aktif serta kcpedulian akan kebedaniutan kawasan ini masih amat sangat dibutuhkan. Masih harus rnasilh sangat panjang, kami baru menapak pada
selalu diingat bahrva bila l{arvasan Halimun tidak dapat dipettahankan lagi maka kcbcrlangsungall masyarakat dr uga provrnsi fJarva Barat, llanten dan 28
DI{I
Jakarta) akan
terancam. Perhatian yang lebih besar sudah seharusnl'a didapatkan oleh Masyarakat Adat di I(aawasan Halimun.
*o0o_
_:
t Staff RMI-the Indonesian Institute for Forest and
Environmen! sebuah I-SM lingkungan
di
Bogor,JL. Sempur No. 55 Bogor 16154,Te1. +62-251-311097;Fax. +62-25132A2fi ; emarl lati246@indo. net.id. rmibogorfdindo. net. id berbasis 2
Flasil data olahan dari berbagai sumber. 2004. Berdasarkan Pemetaan Partisipatif yang dilaksanakan !999, oleh Masyarakat Desa Malasari dengan difasilitztsi RMI dan Jaringan Pemetaan Partisipatif b Berdasarkan Peta Tata Guna Lahan Perhutani BKPH Leuwiliang, Bogor.. Skala 1: 25,000 'Berdasarkan Peta Desa Malasari yang dibuat 1938. Skala 1: 5,000. Berdasarkan Data dari penerimaan pajak tanah (SPPT) yang dapat diakses dan dikontrol masyarakat sekitar 240ha. "
29
r'r'-Ztl r;-:
'-
KawaLan Ekosistim Halimun
i
dIG€
'--
,.}
btlpa!
DaK -i-
a
{aset,uhen
t3
-d
8
a ts
KabutPersoalan yang Mengemuka Di H alim un r Petsepsi (Pandangan & Pemahaman) tentang Kawasan H alim un
r Seiatah P engelolaarr r I{ ebiiakan yang tidak berpihak dan berbasi" kearifan pengetahuan lokal . Tum pang tindih pengelolean - Tertutupnya akses m asyarakat terhadap SD A Terbatasnya A kses Inform asi; Pendidikan
KABUT PERSOALAN Rusak dan Hancur Sumbetdaya Alam yang jadi ruang hidup M asy. A dat Terbatasnyz akses terhadap instrum ent ekonornt m en
Ioiernal Kasepuhan * lvf elem ahnya institusi adat/lokal * Terkikiskan keiatidirian sebagai m asy. Adat - kolot * Pengetahuan adat m asih terpusat di :
tataran elit
SUATU PENGALAN'{AN: I}elajar Bersama Masy. Adat K asep uhan
r GANTAR KAKAITAN disepakati bersam
- Suatu pilihan peran yang
a
r 3 Sttategi Bersama
:
{ M engepuflg I{ alim un (U tara-Sclatan-Barat) *Pendekatan Incu Putu - Sabaki (Pengurus A dat) + Perspektif G ender
JZ
Penotrgd|issian lraslaratrt Adatllotrl
Adalldd"latidm r' . Potampum dl Kalqsm - *'Etosldor*.I{atmsn"
w
EmFt {t) Pil.r
,.
/
/
Paguatx
Rakyal
Al.s // | I t
Pffguate Ekmomi
Inslitmi Ratyat
---J ,d"! F46ei -8ts1'
-./-
uet*o bPmdei
I
0u.
l t I
-.d,s.]"*
[]:t
r.".,".'*Fl
r.r*r| Edexid I d Kmpq' I
Pendidik'n i Ad(6€lis I
"*l l
N H d'!
r"ar* !q(s@ bai il*-
*n"
| I I
*:nn'*
I
,:xdi? |
t
O.trpid,:.
1(96oT
tu&l
APA YANG Ttr,IAI] DICAPAI *: CO Lokai m l(elompok
ffaru, Perempuan, KSN4
di nngkat RaLl'at - trKN/qBB; Forum I(rmunikasi Adat
w Jaringan cn
Irusiasi2 I-,okal - Tindak Nyata Di Lapangan penanarnam Sirah Cai)
e Dukungan Pihak Lain
33
MEMAHAT{I KOMUI\TITAS AI}AT TERPENCIL DAI-A]N,I PENGEMBANGANI WILAYAH Oleh Kusnaka Adimihatdia INRIK.UNPAD
1.
Pedu dipahami bahwa budaya komunitas adat itu tidak harus dipahami sebagai budaya keterbelakangan, karena secata empftis (berbagai penelitian) menuniukkari terkait erat dengan proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik dimana mereka bermukim.
2. Di kalangan para elit pengelola pembangunan dan sebagian besar ilmuwan Indonesia hingga kini masih beranggapan bahwa budaya tradisional sebagai tanda "'keterbelakangan" bahkan tidak jarang sering "dicap" sebagai "penghambat pembangunan." 3.
Hal tersebut itu, mungkin karena penelitian yang tidak cermat, yang berdampak pada analisis yang dangkal dimana kemudian hasil peneliuannya tidak mampu membangun yang secara detail mencetminkan interaksi kompleks antara masvarakat adat dengan proyek-proyek pembangunan.
4.
Secata metodologis proses penelitian
itu meniadi tidak akurat, karena enggan bertemu
muka dengan obyek yang diteliti, kalaupun teriadi hanya bcrlangsung satu dua hari saja, itupun dilakukan dengan didampingi petugas pemedntah yang dapat mempengaruhi terhadap akurasi data. 5.
I(esemuanya itu, katena tradisi budaya yang tinggi belurn dimiliki sebagian besar para ilmuwan Indonesia dan para pengelola pembangunan baik tingkat nasional maupun lokal. Dimana hasil penelitian hanya diketahui secam terbatas hingga tidak mungkin adanya kritik dan tidak berlanjut dengan upaya penerbitan melalui jumal ilmiah.
6.
Oleh karenanya, apabila kita sungguh-sungguh ingin memberdayakan komunitas adat
34
itu, maka pandangan, dan perilaku kita terhadap mereka harus berubah, kita tidak lagi rnelihat mereka sebagai komunitas yang inferior dan kita menjrdi superiot dihadapan irrefeka.
Kita harus benar-benar memahami kompleksitas uadisi dan budaya mereka, "memahami rneteka dad dalam mereka sendiri," saling belajar, dimana kearifan budaya yang mereka miliki telah mentrnjukkan kemampuannya survival dalam menghadapi berbagai tantangan. o.
Dalam proses demokratisasi, hak azasi manusia, dan meningkatkan kesadaran ling!.:ungan dalam era globalisasi, justru sekarang menjadi aktual dalam memahami keariFan ttadisi itu melalui pendekatan partisipatif.
35
Lampiran
Sistern PenlSetahua.n
Sistern Pengetahuan/
Sistern Pengetahuan
lfr:k nol ogi M.odcrn Terseleksi
Lokal Trlrse leksi
Sistern llcngetahuan iFerpadu
(Lokal & I\'Iodcrn)
l}rograrrr I'crrrl>angtrnan
Adaptif Berkelanjutan
Bagan
l.
Model proses seleksi sistem pengetahuan lokal dan modem menuiu sistem pengetahuan terpadu yaog adaptif berkelanjutan (SPGAB) atau Integrated Adaptf and Sa$ainable Knowledge Sjrten MSKS).
Key lnfornr.rn Lokal {l'akar SfTL)
It.rkar-ltakar D.rri Berbagai
I'errttca rtaan
l)isiplin llmu
I'rmbangunan Tingkat N.rsional
Sistcnr Pensttahuan
Sistcm fcngctalruarr
dan Tcknologi Lokal
dan Tc.knologi Modern
tsPTL)
{sPTM)
Rutnusan Sistcm
Alternltif
Pcngetahuan Tcrpadu
Pemccahan
(SI'TL + SPTM)
Masalah
I
rnplcmcntasi Sistcrn I'engctahuan/
Teknologi Terpadu Untuk Menghasilkan Pernbangunan ya ng Berkelanjutan
Bagan2.
Model proses petpaduan SPTL dan SPTM menuiu pembangunan adaptif berkelaniutan (PAB).
36
AIte.$rttf
lt€mlt$rlB.r *rr Irbpl€.nc$t!*i ('',.AB) li+rkclrnlu.rn. /adrpltf
I'srrrc
Ma*rlrt!rnnsdlah L.rknl. Rs&iort:il. .1(*r Na6{o$:l
t:ern
Bagan
3.
bn-aaunin
Ma$y-rrr
Model Bottom Up dzn Top Dovn Planning berdasatkan SPTL dan SPTM teqpadu dalam progmm pembangunanyatrg adaptif dan berkelanjutan ("AB).
I'aracligma Pernbangunan Sisten Pcrtfl tli!:a llerkelaniutan {sl}BL}
Bagan 4. Pembangunan pertanian yang tidak memperhatikan pengetahuan lokal
Penrbangunan Pcrtanian
Bcrkelaniutan
Bagan
5.
Pengembangan pertanian berkelaniutan berdasarkan sistem pengetahuan lokal.
-o0o'I
KON SEP PEN GEMBAI{ GAI\T I(AWASAhT TERTINGGAL BERBASIS KOMUNITAS ADA]T
TERPENCIL Oleh Deddy Koesptamoedyo Kasubdit Kawasan Teringgal dan Petbatasan, Bappenas
ISU DAI.{ PE,RMASALAHAN
38
$ $ $
Lemahnya data dan informasi tentang
$
Pemberdayaan dasar
$
Lemahnya komitmen pelaku pembangunan dalam pengembangan rvilayah tertinggal secara terpadu
Program Pengembangan Wilayah belum memperhatikan
I(AT
KAT
Hak adat dln ulayat belum dapat diimplementasikan sebagai rujukan hukum
I(AT masih terbatas pada pemenuhan kebutuhan
LATAR BELAKANG Suku terasing/tertinggal/terpencil/lGT di Indonesia : Tinggal di daerah pedalaman Belum tersentuh proses pernbangunan Sulitnya aksesibilitas keluar Memiliki budaya yang tertutup teftadap dunia luar
. .
Upaya Pemberdayaan KAT oleh pemerintah
Program Pemberdayaan KAf
S S
Program Pengembangan Wilayah {PPW) $Cenderung memilih wilayah dengan potensi ekonomi, SDA, dan SDM yang baik SBelum menyentuh wilayah pedalaman.
Terbatas hanya pada pemenuhan kebuluhan-kebutuhan dasar hak adat dan ulayat belum dijadikan rujukan hukum dalam proses pembangunan.
Pengembangan Wilayah Tertinggal Berbasis Komunitas Adat Terpencil Secara
DlltrlNlSI L{T Kckrmpok sosiel |udr;r;rrrg ckonomr, mrupun politik.
hcsil-t krltrl
dxD
rc{rcncrr s6h krim{ atru lrclum rcrlilut irringnr-irringrn rirn pclrranen brik sositl.
Kru'I'ERI.{ f-{ t'
lrdsruk
komunitff kccil. tcrrunrp dan hrrnogml pad.r huburrgur kckcrrbannl prda umumnyr tcrpmcil sccm gogntis drn rcl.uil sulrt dri,rngku: prde umumnp mreih hiduo dcnEm sisrcm ckonomi suLsistcn:
pooan osial bcrumpu
i'cnhtm drntcknolos"yn *",t.di,n,'.
kcrs8mrun8fi prdi linglun6ur lrrLhp d.,n srrmlrcr.dr..r.rlarn scrcmnl
r(nuranrr iL\cs frcr.('inrn ,I]PE
rril(lt,
nl*t
nn$]r:
TIAT
1- komunit6
2. 3.
rosri,, rf,hn(!n\r d,rn
sosiel bcrfruru dan
komunie rcsiel
be
dtdmg
nrrafrs
pic]d/}]'
(hnilti@ tt(l {drilix! (lalJiig aitnwiotr)
dtn
nMjfl)
k<'munitr sosial pcrdcstur.
Pt.rr)()il4\ PF.l-\KSlN,{.\N t)ti_ll\|liliRD"\Y.rrtN L{'l'
. ' '
Kcpuosm l'rcsidcn N
Ii\'
l-U,'$l PU.NANGi{N;L\ K,\l' l9(}{-19q, pusl \rng,tr drrrirwt l\lcockmlur krprda pcarlrirrno ltnrrlq pm|ruirn rrndang. Itcml)inrn dilal*m sccara ton drxq, llclum mogrptimellirn lxon o4pnisrsr trrnr-pdncniiun
' . . '
K(Trutue:m
Kcpururo
lyl, r$hng
Pmlrinran Kcs{ahrrm Soriil
L 'l'
Sosirl l'-onrr (/ttt;-{il IUK/2{X}2 rctrung t'rdonr:n Pchksuun I'cDlFrdt}'nen liomunins .\dat 't r.qxncil Diricn Pcm[crdayean Srrial No (l?l.A/PS/KIvl:;,t!1,/2lx]2 tmr,mg l]Klumrn I'cl*seneaD I'cmbqli]"ern t!\'l'
Nlslci
l'ecrn pcmcrirrrrh
p;trrgitrr. dnD prpxn; icfr,r
pclrtihm lcrunpilm_
39
PE,RSE,BARAN
KAT
t,r.E.
tt Tersebar dr1,49 kabupaten dan26 provinsi. Pada Tahun 2002, jumlah populasi I(AT dr Indonesia sebesar 293.370I(Ii atau 7,3 juta jiwa dengan jumtah terbesar di Provinsi Papua (154.5741tvr2)
l:l\'-U-U.\.,{l 'l llRrl.\lJ,\P I\IPI-E\{F-\TASI
'I.\l IU\
2t)()2
oKrnunrpurn pcnn,crcJ.rr.urn
PEDO\t.\\
PEI-:\.L\
r\
\
{\ Pir\fBF-IlDi\\'-\.\\
K.\-l'
:
pmcnnifi I)m\1rsi (hn Pcmcrinrr} Drrnrh K.rlrup rcn d,rl.rm mcl.*srnrk.ur lcc: rt.ur L{l'pcrlu cilpcrhatiLrn mtngingrt kctcdrar:,srn SD\{, kttr.ug.rn. rcm krprsrt,rs kcltmlilgln
pcmcnntrh drcrrh dan m:rsracrkat. d.rn rcknis pclrks,urrur pcnrlicrd.l;r,Ln ki\T r.urg dii.,kulln selmr rni pcrlu dikrlr Luri.rh. oDiperlukrn suntu pcrsrapen yrng nratang berupr pcmcruu sosirl, srudi klaukrn. ptnrusun,s rlrc.nu d,nr program, scm penyiaparr kondisi nrrusl'ri.rkat. schirrgir rvaktu pc;sirpm seirmr I nhun dir.rsrkal s.urs,rr scmpit. ,rltcrlu mcngrntc-gr,rsikan aspck pcnrcnrbmgm karv,rsrn vrns drprt mcngrkomod,sikan poh usrh.r clonomi nr,rsrrr,rkrt rlcng,ur bcrl,,rg:ri sistern, scpcni pclrtlang rcr.rp, pchd.urg l*rpind:fi. nchyan. rcdr k.N rr.m penvan*1.r hurrn lirrdung.
,,\lcr,dc,
t)UKU\(;i\N
\1.\S\'..\lL\K..\1'
I\.'llln-\.\SIO\'.u-'l litu l.\D:\P L\] '!
ALIANSI
' '
h Itailoruut zllluLt
.lt)
. ' ' .
lnhyrut'.'l
nhaf
ProJ
/t,
t
'1tu'l npiLil
I\'qrnjr.ur lnr(nr.rron.,l rrrrg mcrrrrk.n \,,,rr,h I'.il|h Cnntuhot tr^r, XoM.ail ll'nJ. J:t
liilt
: frl) l(9
Iarll.enon
uu,t t'nti ,
Prrinriim irrrrrmsrrnal r.urg tidrk rnrngrk.rr {c<,rrt,,h : llN lrnJt l)ilLtuhu of P'trciJ.LJ ol I IDtur tuqbt arl tlt l:ttinrnttt. rtttaaur I'opta PEfdo4 OnkExft /;n
tt(
DUKUNGAN'DA
,N
U'anll
'l'Lc
l'dl r ()n(jt, lil)
IJN L'ultnrarl Fndla r/- lak,"dtioMl D4u,k nanaioul Fnrd for Atilltu,r! I)a illt)n. rl 77* Ful mrl Auioltatd Ot.qaaiitiot fbc lYorll Baak't Gl"lul Fna'lJu laiitrrnt I'a'1'/r. Thc
I
L/
rlx U7ull\ lulilunu I'apL,
EVALUASI PE,RKEMBANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN NruLAYAH
' '
l'1,\\' PLRI()Dlr
PPW periode 1980-1990 PPS7 periode 1990-saatini
I980-1991)
.
\{cruprkan pcnJrlrtan lun: rnrrr srktor.
.
l)rkksrnakan mclrlui kcrjrsrm.r ancrcr pcmcnntah pusar tlrn pcmcrintrrh drcrrh (propirrsi &rri pcmainmh (r.\ariz3 rntan pcmcrintlh pusrt drn drccrh) scrra brnruan lurr ncgcri
.
Ilorum fuu
tlrlur
pcmbrrrgurrrn cl,rccrh rnchlui pr,gr,rm pcmbrngrnen lrerlrrsis
rviirl:h drn
(crcrp.rciurn
rhr krbuparm) dogrn pcldan;un
ncgeri tecliri dri hil;ah Qutll,prnjasn (lua), sccr banom tekni! (lehtical arindnce) IBRD, CIDA, CTZ, IBRD, UNDP, ADD, ADAB, Irrstcrlia. dtr Brlmde.
yrnglxrasrl rlari LJ71D,
Pl'\\' PERIODE l99(|sui rni tun ncnsltnrh laa nr4*la lwla i4x uAg4ht!1!r!L &t1q4 ndilwkzn rLtonzulor)a4 liAail &qga ffli4 rnnlxr duru &iaa etghd ataiaghd*ar tuaf LiittT irr kaqjahurut nt4utula lnya3l*ila rndalt li hilta'dt tci.hil, lxildrurfur f,ala lotuti, koadhi lat nuulab ll>nnu li aatityatuirg iucrul" (lnmcodagri No. l{ Tdun 1990) dxn ".f ililt vrr D.ipiltncbt uJu tm : *uutu tul\ul l?ntun Evat.na dl hl fu, 'ht funkLtttt nnhannntt nnnlaua NnEowoiluil /dtu AaaMi lal!'l lEatt au4utvlu. lania rulu, lda ltFturi" (line dagri No, 12 Tehun 1999) f'crnlr:r1em lrcrsal d;rn c{oa ,-\rr11;,rcnr l)cnrbrrlSrrrn rhn l}d.uri;r \cqrm/-,\l,l}:.' rlur Al,l}D rorJiri soa pinltmtn lt/odtl llunL, I I)R, AD lJ, J t(4, GIZ dilt t\tln:. "l'cnhangraaa
KLLI]I}II-I,1N Il\IPIJI\{ENTASI PP\\' l\lcnpcdratiken Kcloruhrn \lasvac,rkt d.n l)rcnh
' . . . . . '
\lcrrg;tanrak.n -{rpck \\il*xh S$l!m ltcr$rcanun Prol4nun yrng
lcni'
ItcnguxanKrprsitrrKcltrrrhrgtrnl\laryrnr\rrrhnl'trncrint;rlran
Jninxn Kamediun llcoliryaln
Tccdimfr
T6zga Pcndmpingrn
Pogw.san do Pcngendelian
yeng
Tour
4l
KELEMAHAN IMPLEMENTASI PPW . koniftn dan kordiorsi tnr,r scktn bmah
.
Tithfr ief*nyr hritcria pcrnilihan wilay^I\ d.\n l4tlcl ltuttf
' . . .
Kddgntungdtr pd^ pcbtriihh
hs,r
pu$Ai
KmpwSDMdurhlcmah Kurugnyr kebel^niuhtn (ililainalilig) kurmgnye \chcrpihalian kup.rda kaum
tt6$rn witr
PERLUNYA PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA PADA PPWT
dff menc{kup fr$yekal
PPN lrclum mocrpai sasrin pcmbcrdaynan
S
Skila pcrcncanano lcbih hcrsifrt makro Kcbiiatdn bcroricntrsi padr pcnc-rpaian target
$ $
Pendrkaur li4t-Darz 'ferbarunya poeli.i:m sosidl buafr
$
keringkl
+
Dipdlukan pcndck 6n tosial bud3y. dalas pdgrmbsgac *ilalah tdinggal
KONSEP PENGEMBANGAI\ WILAYAH TERTINGGAL BERBASI
KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
42
S
TIPOLO GI WILAYAH TERTINGGAL Daerah yang tidak/kurang memiliki akses ke daerah atau wilayah lain yang relatif lebih maf u.
Gugusan pulau atau pulau yang bcrpenduduk, dan memi.liki kcsulitan akscs kc dacrah lain yang rclatif lebih rnaju.
Vilayah tertingpl yang terletak di scpanjang petbatasan antar negara.
Enclare di dalam kawasan yang rclatif berhembang maupun kawasan-kawasan yang memfiki fungsi khusus seperti daerah penyangga hutan lindung, atau kawasan dengan budaya masyarakat yang khas dan perlu dilestarikan keberadaannya.
PRINSIP PENGEMBANGAN { B eronenrabi p ada m^sym^k^t
/
B envaw as
afi lingkungan
/Sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat
/
Sesuai kebutuhan masyarakat
{Ttdak diskriminatif
43
POLA PEI\TANGANAI\T F Desentalistik F Teqpadu dan Integratif
FBedanjut F Partisipatif dan Inovatif
STRATE,GI PE,N GE,MBAN GAI{ Iv{eningka tkan dan Mengemb angkan l(apasitas Masyarakat
Mengembangkan Ekonomi Lokal Berbasis Sumbetdaya Alam, Budaya Lokal, dan I(earifan Tradisional Secara Berkelanjutan
Mempercepat Pengembangan Sentra-Sentra Pertumbuhan dan Keterkaitan Fungsional dengan Pengembangan kawasan Tertinggai Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat terhadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana
Meningkatkan Pembangunan Sarana dan Prasarana Ttansportasi
Meningkatlen Penafaan Permukiman Dalam Pemanfaatan Potensi l(awasan Tertinggal
44
INSTRUMEN /PROGRAM PEMBANGUNAN Program Sektoral Pengmbmgan Potmsi Keseiahtenan Sosial lemberdayaan Keluarga
Prcgnm Pmgembmgm Agtibisnis Prcgm Pmingkaan Ketahanu Pmgan Pengmbmgan samr dm pmama mtuk keberpihakm kepada mcyamkat mislJn lenyelenggm Klinik Bisnis Pmyelengaraar Puar Mumh Pengmbmgm Pemroamn lkan Pemberdaym IKM Pusat Pemberdaym IKM Daerah Pengembangan Kemandiriian
IKM
Program Non-sektoral l'rogtam pcnyalunn dma bergulir untuk pediuatan USP/KSP/LKM (LEPMM, P2KER) Prognm Perkuatm Pemodalan dan Imbaga Keumgan melalui pflyediaan modal awal dm padmrr (P2u( MAP)
Prcgm
Kompensasi Kmaikan BBM dm
TDL
lrogm
Pembcrdayun Ekonomi Masyaakat Pesisit dalm mngka Kompcnsasi Kenaikan Harga BBM Prcgram Pc:rgcmbangan Kecamatan @PK-JPS) Pemberdayau Masyamkat mtuk Pcmbmgunan Desa
(cERD)
Pengembmgan Dagmg Kecil Peningkatm Pemsetta Wanita bidang Indag Pemberdaya Mryaakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kail Pengelolm dm Pendayagunam Pulau-Pulau Kecil
Itrognm Usaha Dcsa Simpan Piniam (UED-DP) Kredit Taskin
Air Besih dm Penl'ehatan Linglugan Pemuliimm Perdesm (PA3-PLP) Peningkatm Kualias dm Produktivitas Tenaga Keria
Program Pengembmgm \\,ilayah Terpadu
EKPTIg Peduum dm Peogmbmgan Tenaga Kela @PKIQ Pengelolaan Pertanahan
Prcyek Pcngembangan Prmarana P€rdesaan Proyek Percontohan Pmbctdaran Pcrempum melalui Fmgembangan Ekonomi Produktif @3Fl ) Prcgram Bens untuk Keluarga Miskin (RASKIN) Ptogtam Kompcnsasi Subsidi Bahm Bakar Minyak
(PKS-BBM
MODEL PENGEMBANGAN WIIAYAH TERTINGGAL
45
(1) KONDISI
. . . . ' . .
KAT Dr Wrr-AYAH
PEDAI.AMAN, PEGUNUNGAN, DAN HUTAN Mata pencaharian sebagai petani atau peladang menetap Satana dan prasatana sosial ekonomi terbatas
Askesibilitas sulit
Input usaha tani terbatas baik jumlah maupun kualitas Teknologi sederhana Kegiatan ekonomi bersifat subsisten Pada beberapa
KAT di Lombok Barat, Riau, dan Banten telah p^n pedagang pengumpul dan pasar
berinteraksi dengan tradisional.
(2) KONDISI
KAT Dr $r/TLAYAH
ENCLAVE . .
Status hukum tempat tinggal dan lahan usaha yang dikekrla belum jelas. Aksesibilitas keluar sangat terbatas
' Sarana dan prasarana sosial-ckonomi terbatas . Aktivitas sosial dan ekonomi dibatasi untuk
mencegah
penambahan jumlah penduduk I'ang mengancam kelestarian hutan di sckitarnya
. Tidak ada iaminan dari
instansi yang berwenang dalam
pengawasan perambahan hutan oleh masyankat
46
erclaae.
(3) KONDISI KAT DI KEPUI,A.UAIN
TERPENCIL adr umururya beqprofesi sebagai nelayan I(eterisolasian dan ketertinggalan dengan wilayah lain Terbatasnya s r nL dan prasarana sosial-ekonomi Pola kehidupan yang sangat rergantung pada laut Adanya keterikatan terhadappatron frut:agan) yang kuat Sulitnya aks es ibilitas P
fola. ltid"p. ya$. cenderung konsumtif menyebabkan kemiskinan
b
erkelanj utan.
PENIYEDIAAN SARANA
PENIYEDIAAN SARANA
DAN PRASARANA DASAR
DANPRASARANA EKONOMI
$ Petmukiman
$ Pcndidikm $ Kesehatan $ Lingkungan
..f alan,
. Angkutan
sunlyai
. kopeta.si . Fasilitas permodalan
$ Sosial, Seni dan Budrya
.
TIODI],L
\
PI]NGIjTIB/\NGAN KAT DI WILAYAH PEDALAMAN, PEGUNUNGAN,
r PROGRAM/KEGIATAN SEICTOR DAN NON SEKTORYANG RELEVAN
DAN HUTAN
,,
PET\ryEDIAANTEMPAT USAI"IA DAN SARANA PENDUKUNGNYA . Kcbun utama, . l,ahan pekarangan .'fcmpat berbum
47
MODEL PENGEMBANGAN KAT DI WII.AYAH ENCI}IW
PENGEMBANGAN VILAYAH DI LOKASI DOMISILI
RESETTLEMENT / PERMUKIMA N MMBALI DI LOKASI BARU
PENGAKUAN STATUS HUKUM WII.AYAH TEMPAT TINGGAI. DAN LOKASI USAHA PEIVYEDIAAN
KEGIATAN/
TEMPAT USAI{A DAN SARANA PENDUKUNG\IYA
PEMBANGUNA
PROGRAM
N
. Kebun Utama
SEKTORALDAN NON-
. Tempat Berburu
SEI(TORAL
'Lahan Pckaraogan
YANGRELEVAN
MODEL PENGEI\'{BANGAN KAT DI WILAYAH KEPUI-AUAN TERPENCIL PENGEMBANGAN T/II.AYAH DI LOKASI DOMISIIJ
R ESEIT LE MENT/
PERMUKIMA N KEMBALI DI LOKASI BARU
PENYEDIAAN SA]TANA-
PIlASAltiNr\ DASAR Dr\N IJ,KONON{I Sulit dilakukan
PENYEDIAi\N TtrMPAT USI\I ]I\ DAN SAITANA PENDUKUNGN\',\ KEGIATAN/ PROGRAM PEMBANGUNAN SEKTORAL DAN NON-
SEKTOITALYANG RELEVAN
.48
karerra akan
rncnrbah pola hidup di kqrulauan
REKOMENDASI l:mbax3 adar anu orfiniwsi temclrnkatn yrng pcduli rerhad4 mrsre}rr adrt rcmmcil nedu bemrnisinesr sccrra aktif Idalm prose pmbm$rnrn d.rn mulir prcse pi:rci-ci"un s,'mpai kiprde pngmm d."i p.ng.i'drti-n1il Pendal.r:nm rrhadrp law lrl.rlrmg budry4 adrt rstiadet, kchi.lupm sosd dm rJrlatukrn sebelum dilalukrn rnrplemenrui progrim dM h.lrrtrn 'pembangunm
Diperlukm keiiao atru penelitirn mrndahm Ennnghali dan hukum adet
*pek,nre1ol'.'! kom,rnirc xdrr fcnncir nrru\ mitdui ttairnrn luruei aeru pcnelri,rri
drlw encili
implcmmasi progrm dan kcgiatro
Pemerinnh dm Pmeonrrh Dreeh perlu mmtrkomod:rsrk.rn dm mmcintffirku lrcrbrqu runotm m.slrcrkat rdat srnmi hek ulayet dm hukum. adrt dal.rm pehngklt hulium n.siond d:m daanh'rgr- kcgiarrr drn-prcgcrm pcmcrinrrh rurhadrp (AT drPat Dcqd:n dfngan DDk. Pemeringh bema-smr denqn masymkar pcrlu mchksrnkin prcgpm s<m maodiri nnp:r intewcnsi pihak lutr sehingga pemilihm lokxi ke$am se$i Felompok masyairkat pmerim.r butimlrprr ssuei dengrr poo'ritrs dan lcbuhrhan.
49
DISKUSI TANGGAPAN Penanggap
L
Terkait dengan wcces.r ttory yang dilakukan Departemen Sosial, apakah dalam upaya pemberdayaan masyarakat I{AT tidak ada kendala? Bagaimana tingkat partisipasi oleh masyarakat setempat? Apakah tidak ada resistensi dari pihak masyarakat setempat dalam menerima perubahanf suatu pembaharuan? Indikator keberhasilannya apa? Bagaimanafu3tofi nya? Tingkat keberhasilannya seperi apa?
Dalam melakukan pengembangan wilayah terdaprt kontradiksi, ada nilai-nilai adat yang dipegang masyarakat setempat versus pembangunan. Apakah dengan proses yang ibu latifah sampaikan ini apakah mungkin adat setempat bertahan dengan adanya pembangunan?
Penanggap 2 Pedunya pendekatan sosial budava dalam pengembangan masyarakat I(AT. Harus kita bedakan unruk menangani masyarakat Iil,T yang tersebar di berbagai daerah. Misainya
penanganan masyarakat KAT di pedalaman Kalimantan, berbeda dengan penanganan masyarakat di Sumatera, Papua, NTT dll. Selain adat istiadat, aksesbilitas perlu juga dikembangkan, katena tanpa- adanya kemudahan aksesibfitas masyarakat KA'1 akan sulit betliembang
Penanggap 3 Penanganan KAT sudah dimulai seiak tahurr 1990-an. Teriadi penambahan jumlah I(AT' Pcnanganan I(AT belum optimal dilakukan, hal ini dikarenakan terdapat beberapa hal
scperti: Belum adanya keielasan pembagian rugas dan peran antara pusat dan daerah. Dulu
petan dominan oleh pusat, sekarang daerah yang lebili dominan. Contoh kasus di Aceh, terlihat masyarakat yang telah diberdayakan mereka kcmbali ke loliasinya semula, karcna tidak ada keberlanjutan program dan komiunen pemda setempat dalam memberdayakan IQ\L Contoh kasus dikaitkan dengan pengembangan wilavah misalnya di Aceh Timur, dimana dalam upaya tetsebut masyankatdiberi sapi, padahal scbenarnya basis perekonomian
meteka dominan ke petkebunan, sehingga karena kurangnya sosialisasi dalam teknik mengembangkan sapi, banyak sapi tersebut yang mati. Contoh lain Banten, seiauh mana komitmen pemda setempat unruk masalah KAT. Model pengembangan I(AT ada yang kurang pas. Di era otonomi daerah, tidak adanya sinergitas pr()gram-program pengembangan 50
wilayah.
Penanggap 4
1. Apakah informasi tabel KAT bisa lebih diperinci, sehingga mempermudah departemen lain dalam mengalokasikan pembangunan di kavrasan-kawasan tersebut.
2 3.
KAT dengan kawasan tertinggal Ada 3 tipologi masyarakat KAT Relevansi
?
a.
Ouerprotected- sangat melindungi adat lokal, sehingga dari luar tidak bisa masuk ke dalam kavrasan tersebu! sehingga susah untuk dikembangkan.
b.
Terpencil - sulit dijangkau. Solusinya tidak hanya dipecahkan hanya dengan mernberikan akses, yang belum tentu bisa mengembangkan kawasan I(AT. I{onsekuensi:eya apakah jalur yang akan dibuka tersebut akan merusak kawasan
c.
Iindung Sudah dirusak" katena begitu banyaknya intewensi dari luar. Ini harus dilindungi, pendekatanya dengan mengupayakan adanya hak adat/ulayat sebagai bentuk perlindungan hukum masyarakat I{AT tersebut.
Penanggap
5
Pendekatari apakah yang akan dilaksnakan, dari sisi kita atau dari sisi mereka pendekatan-pendekatan yang berbasis budaya, bagaimana tahapannya ?
?
Untuk menggali
JA$r/ABAN Natsit Abdullah Itami membagi kategorisasi I(AT menjadi:
1.
Mereka dikelompokkan menjadi sebagai peladang berpindah, masyarakat peramu, penduduk berkelana
2. 3.
Mereka sudah mempunyai tempat tinggal tetapi masih berkelana (menetap sementara) Menetap dengan pola penanian sistem mereka. Setelah mengalami pergeseran paradigrna, Departemen Sosial menggarap masyankat KAT vang dekat dengan pusat-pusat pengembangan y^ng mudah diberdayakan dan dekat dengan sarana prasarana transportasi. Sehingga presentase keberhasilan lebih besar. I{ami sudah menerapkan model pendekatan PRA, masyarakat KAT sudah dilibatkan untuk mendisain sendid perencanaan. Sudah hampir 3 tahun dilaksanakas.dan ternyata berhasil.
Indikator keberhasilan dalam penanganan KAT adalah sbb:
1. Iialau mereka yang awalnya hidup berpindah-pindah, mau hidup
berkelompok,
kemudian terdapat s truktuf pemerintahan lokal" 2. Ada orangluaryang bekerja disitu sebagai pendamping dan penrgas2 pelayanan (sekolah /puskesmas). 3. Kontribusi wilayah KAT, wilayah KAT menjadi pusat-pusat pernrmbuhan. Semua data mengenai KAT dapat diakses di wwvr.katcenter.info. Meliputi data KAT yang belum dan sedang diberdayakan (3 tahun terakhir) dan yang sudah diberdayakan. 51
Latipah Hendatti Nilai-nilai adat apakah alian terkikis dengan adanya pembangunan ? Yang seiing, dikeluhkan masyarakat, misalnya di era 70-an adanya program Bimas / Inmas ydng mempengamhi dan menggusut beras produk mereka. Kebiiakan tersebut membawa dampa.k misalnya: kawasan yang tadinya menurut masyarakat tidak boleh diotak-atili, kemudian oleh, pemerintah, kawasan tersebut malah ditetapkan sebagai kawasan produksi. Hal kontradiktif lainnya adalah masuknya tambang dan masuknya perhutani di wilayah adat mereka. Sela.in itn juga pada sistem pendidiLan dimana sebagian konaadiktif dengan nilai-nilai lokal rnereka ,
Sebenarnya masyarakat kasepuhan sadar bahwa proscs pembangunan akan rnengikis adat mereka, tapi disisi lain mereka terus berupaya untuk rnencoba lntmapembangunan saat ini dengan yang rnereka miliki bisa saling melengkapi, untuk guna terus menjaga keberlanjutan ., generasi mereka. ,
Sejak tahun 1989, masyartkat Dayak pada prinsipnya mereka mempunyai permasalahan yang sama, yaitu tekanan kebijakan pemerintah yang mema{inalkan me-reka. Mengenai masalah aksesbilitas, diJawapun masih banyak daetah vang aksesbilitasnya cukup, sulit, dimana medannya berbukit-bukit dan sulit dijangkau.
Deddy Koesptamoedyo I{ami mempertanyakan, sebenatnya pemberdayaan itu untuk
siapa? Jika rnereka
sudah cukup bahagia dengan keberadaan mereka, apakah upaya-upaya yang kita lakukan bermanfaat bagi mereka. Untuk itu segala perubahan harus berbasis pad.t keburuhan mereka. IQmi setuju bila pengembangan wilayah tertinggal ini berbasis I(Al maka aspek, sosial budayay^ngharus diprioritaskan. Bappenas mau mengembangkan Pulau \Wetar, hasil survei sebelumnya kurang menyelidiki budayx setempat. Dali segi religi maupun cara kerja ddak sarna" I(ernudian di pulau tersebut akan didatangkan nelavan dari pantura. I(emungkinan hal ini akan menimbulkan konflik. Selama ini pengembangan wilayah memang ada, tetapi vxng secara terpadu kurang. Mereka hanya meiihat lokasi-lokasi yang miskin, bukan I{ATn)'a. Sarana dan ptasarana transportasi jelas rnutlak dibutuhkan mereka, kemudian saranaprasarana ekonomi yang harui disesuaikan dengan latar belakang budaya mereka. Dati sejak tahun 1969, I{AT sudah ditangani oleh Depsos, tapi belum ada koordinasi dengan instansi terkait lainnya seperti dinas PU dan dinas-dinas yang lainnya. Data yang diidentifrkasi sebagai kawasan tertinggal, kritedanya belum tnemasukkan I{AT, kemudian data ir:i diperbaharui oleh Pak Heri, uilayah-r.vilayah yang ada I{AT-nya dimasukkan dalam wilayah karvasan tertinggal dalam rangka alokasi DAI( sehingga wilayahnya adalah administrati( bukan konsep kawasan.
Kusnaka Adimihardja Masalah pendekatan dalam pemberdayaan, saya cenderung pada pendekatan ekonomi, tapi disesuaikan dengan fi.losofis budaya mereka. I(ita selalu melihat budaya masyatakat adat ini sebagai sesuatu yang sudah tuntas, selesai, padahal sebenarnya budaya itu selalu berubah. I{ta tidak pedu takut dengan perubahan culture tetapi perubahan tersebut harus dilandasi dengan nilai-nilai filosofis budaya mereka. Sehingga masyarakat itu menjadi kokoh dan lebih kuat. Yang l
52
Yang sekarang terjadi adalah pemaksaan dominasi nilai budaya mayoritas tedradap budaya minoritas. Pengikisan ini justru melemahkan sistem nilai kebudayan rnereka Inilah
yang
seflg
teriadi dalam proscs pembangunan kita, sehingga dimana-man^ yang terjadi
arl'alah marjinalisasi terhadap masyarukat adat minoritas. Sehingga seharusnya yang pedu
dtrrbah dalam pemberdayaan tersebut, adalah bukan menekankan pada aspek-aspek yang sifatnya rnatedal, tetapi yang seharusnya kita bangun adalah suatu sistem nilai yang mereka ?^hUlj.
Kclernahan kita tidak ada penelitian-penelitian yang mencoba melakukan kajian-kajian yang metasionalisasikan pemahaman-pemahaman mereka dalam pemahzman secara akademis. Jika kita ingin corcern meringkatkan kualitas masyai:akat I(At kita harus merubah pamdigrna kita.
i, Pengalaman di lapangan dalam tangka melakukan pernetaan wilayah adat di tamarnasional, tahapannya, sebagai berikul Pertama-tama dilakukan dialog antara masyarakat adat dengan pengelola taman nasional, mengenai adanya kavrasan adat di wilayah taman nasional. Setelah adanya persetujuan dari pengelola taman nasional, kemudian kami melakukan identifrkasi terhadap batas-batas wilayah adat berdasarkan informasi dari masyamkat adat, yang selaniutnya dibuat petanya. Hasilnya kemudian dirundingkan dengan pengelola taman nasional, setelah disepakati bersama batas-batas tesebut (pemetaan kawasan adat) kemudian di tandatangi bersama antara masyarakat adat dan pengelola taman nasional. Sehingga peta tersebut menjadi dokumen baik unnrk masyarakat adat dan taman nasional. Tetapi masyarakat adat uldak mengespos tanah adat tersebut. Mereka tetap menitipkan tanah adat mereka kepadt taman nasional, agat dtlagadan dipelihara dengan baik dan meminta t^rnar,,nasional dapat memberikan akses bagi hasil hutan non timber mereka, dan taman nasional juga nrela.kukan pembenihan untuk diberikan kepada masyarakatadat disana. adt adake{asama J
yanq sinergis antara pengelola taman nasional dengan masyarakatadat setempat, dan hutan tetap lestari.
_o0o_
catatan: Pertanyaan dan jawaban tidak dikladfikasikan kepada yang bersangkutan. Kesalahan dalam pencatatan mungkin terjadi.
53