PROGRAM KUNCI PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA JAKARTA, 13 SEPTEMBER 2002
PROGRAM KUNCI PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA a. Pendahuluan Secara administratif, Kawasan Timur Indonesia (KTI) meliputi 14 wilayah Propinsi yang membentang dari Kalimantan hingga Irian Jaya, kecuali Bali. Dilihat dari aspek geografis luas wilayah KTI mencakup hampir 70% wilayah Nusantara, dan hanya didiami oleh kurang lebih 20% total penduduk Indonesia. Sementara, Sumatera, Jawa, dan Bali dengan luas wilayah kurang lebih 30% dari wilayah Nusantara dihuni oleh kurang lebih 80% total penduduk Indonesia. Dengan wilayah yang luas tersebut dan ditambah dengan melimpahnya kekayaan sumberdaya alam, maka sangat ironis sekali apabila KTI harus menghadapi ketertinggalan pembangunan dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat bila dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia. Oleh sebab itu, percepatan pembangunan KTI merupakan agenda penting dalam proses pembangunan
bangsa
Indonesia.
Selain
untuk
mengatasi
persoalan
kesenjangan pembangunan yang begitu lebar, upaya tersebut merupakan langkah strategis untuk membangun fondasi yang kokoh bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Pentingnya misi pembangunan tersebut, didasarkan pada kenyataan bahwa beratnya permasalahan pembangunan yang dihadapi KTI, di satu pihak, dan besarnya potensi pembangunan yang ada di kawasan tersebut, di lain pihak. Dalam upaya mengejar ketertinggalan pembangunan KTI tersebut, Pemerintah menetapkan pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) melalui Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Keputusan Presiden Nomor: 150 Tahun 2000. Keputusan tersebut merupakan langkah kebijakan Pemerintah untuk mengembangkan kawasan-kawasan andalan di setiap propinsi di KTI. Mengingat keterbatasan dana pembangunan, maka setiap propinsi harus memilih sebuah kawasan andalan prioritas, yaitu suatu kawasan atau daerah
yang dapat dengan cepat berkembang dan dengan sedikit dana investasi Pemerintah. KAPET ini selanjutnya akan menjadi “pusat pertumbuhan” atau “Growth Centre”, yang pada gilirannya akan mampu merangsang pertumbuhan daerah-daerah sekitarnya (hinterlands) melalui apa yang dinamakan efek penetesan ke bawah atau “trickle down effects”. Untuk mengatasi akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi serta untuk mencapai tujuan nasional perlu diupayakan kembali usahausaha pembangunan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya alam yang lebih efisien. LIPI sebagai lembaga yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan sumbangannya secara optimal sehingga kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat terwujud. Sejak akhir dasawarsa delapanpuluhan perhatian berbagai pihak terhadap persoalan di Kawasan Timur Indonesia mulai mendapat perhatian. Perhatian tersebut muncul sebagai respon terhadap masyarakat yang berkeadilan dalam pembangunan di kawasan tersebut. Untuk dapat mencapai masyarakat yang berkeadilan dan berkemakmuran, LIPI memberikan kontribusi dengan melaksanakan serangkaian riset dan diseminasi hasil riset di Kawasan Timur Indonesia. Salah satu studi yang telah dilaksanakan menyangkut isu tentang migrasi penduduk baik yang internal maupun yang internasional. Kawasan Timur Indonesia meskipun secara keseluruhan mempunyai sumberdaya alam yang besar dan berpotensi untuk membangun ekonomi, namun apabila dilihat lebih mikro ternyata ada daerah-daerah yang kondisi geografinya
kurang
menguntungkan.
Salah
satu
daerah
yang
kondisi
geografinya kurang menguntungkan adalah Flores Timur. Mobilitas penduduk dapat dianggap sebagai refleksi terhadap adanya berbagai perbedaan antar daerah. Oleh karena itu hubungan antara migrasi dengan pembangunan merupakan kaitan yang kompleks.
Transmigrasi dari Jawa-Bali ditempatkan di Kawasan Timur Indonesia, terutama Irian Jaya dan Sulawesi merupakan salah satu bentuk kebijakan dari Pemerintah. Demikian pula telah mengalir migrasi spontan yang selektif ke kawasan tersebut, terutama di daerah perkotaan. Oleh karena itu hasil SUPAS 95 menunjukkan bahwa potensi migran masuk ke Kawasan Timur Indonesia masih besar dari pada mereka yang bermigrasi ke Kawasan Barat Indonesia. Keberadaan mereka yang bermigrasi ke Kawasan Timur Indonesia tersebut disatu pihak telah memberikan kontribusi pembangunan di kawasan tersebut, namun hal ini telah menciptakan berbagai persaingan dengan penduduk setempat yang urang selektif. Persaingan menjadi lebih tajam karena sebagian tenaga terdidik dari Kawasan Timur Indonesia bermigrasi ke Kawasan Barat Indonesia. Selama kurun waktu 1990-1995 ada kecenderungan peningkatan penduduk menuju Kawasan Barat Indonesia. Sebagian dari mereka adalah migran kembali (implikasi fenomena migrasi kembali). Keberadaan tenaga kerja yang selektif di Kawasan Timur Indonesia sebenarnya merupakan suatu kebutuhan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada sumberdaya lokal. Kawasan Timur Indonesia mempunyai berbagai potensi sumberdaya alam, antara lain untuk meningkatkan ekspor komoditi dari pertanian. Kondisi krisis moneter yang melanda Indonesia justru dapat mengekspor hasil komoditinya. Pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia tidak hanya tergantung dari sumberdaya alam tetapi ditentukan pula oleh kualitas sumberdaya manusia. Pengembangan produktivitas nyata Kawasan Timur Indonesia masih mengalami kendala terutama terbatasnya kualitas manusia baik pendidikan maupun ketrampilan. Untuk
mengatasi
kelangkaan tenaga kerja yang terampil, banyak pengusaha yang mendatangkan tenaga kerja dari Kawasan Barat Indonesia terutama dari Jawa. Propinsi Papua merupakan suatu daerah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dengan tingkat endemik yang tinggi pula. Daerah ini memiliki kawasan hutan dengan tipe ekosistem yang lengkap, sulit didapat bandingannya di bagian bumi lainnya. Pembangunan fisik kian hari kian meningkat, dibarengi dengan aktivitas penduduk makin meningkat pula. Pembangunan jaringan jalan
untuk membuka keterisolasian dapat berdampak negatif pada kelestarian keanekaragaman hayati yang ada. Penebangan pohon untuk pemanfaatan kayu sebagai bahan bangunan maupun perburuan global gaharu makin meningkat dan tidak terkendali. Bila sebatang pohon ditebang untuk diambil kayunya, tidak kurang 17 pohon ikut tumbang dan mati. Kegiatan eksplorasi dan koleksi yang dilakukan LIPI atas potensi sumberdaya hayati merupakan bagian dari upaya konservasi biota. Tapak konservasi ex-situ Kebun Biologi Wamena ditata berdasarkan prinsip-prinsip lansekap disain sehingga terbentuk hubungan yang serasi antar komponen menjadi ekosistem bernilai estetika, berhasilguna dan ilmiah, sehingga akan berdampak positif bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Diseminasi hasil riset LIPI berupa penerapan teknologi tepat guna dan teknologi peternakan sapi juga diterapkan pada beberapa daerah yang tertinggal, antara lain Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, NTB dan NTT. Teknologi peternakan yang dikembangkan LIPI antara lain tentang transfer embrio, proses penggemukan dan penyediaan pakan ternak.
b. Perencanaan Kegiatan Tahun 2003 Proyek 1.Pelestarian, Penelitian dan Pengembangan Flora KTI
Inputs Rp 3 milyar
Process
Eksplorasi Flora Sulawesi Pelestarian plasma nutfah Tanaman upacara adat Pengembangan jenisjenis bambu untuk menunjang industri kerajinan rumah tangga
Outputs
229 nomor, 119 jenis koleksi tanaman Jenis-jenis tumbuhan upacara Bali Aplikasi teknologi tepatguna 15 jenis bambu untuk bahan baku kerajinan rumah tangga
Outcomes
Impacts
Konservasi
Meningkatnya
tanaman
konservasi dan koleksi tanaman
Ekstensifi-
kasi bambu serius dilakukan Aplikasi
teknologi tepat guna Terkoleksinya
biota dan perbanyakan tumbuhan paku
Terhindarnya
kepunahan tanaman Meningkatnya
penerapan TTG Meningkatnya
koleksi dan konservasi bambu di KTI
2. Pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang
3. Penelitian Bioteknologi
Rp 10 milyar
Rp 2.5 milyar
Pelestarian tumbuhan paku potensial Litbang Anggrek Dendrobium di KTI
Studi potensi keanekaragaman hayati
Studi potensi dan perbanyakan tumbuhan obat dari Wamena
Community
Based Nature Conservation & Management Monitoring, Control and Surveillance Public Awareness & Education Coral Reef Research Information and Monitoring Program Strategy & Management Support Pelatihan Diseminasi teknologi tepat tuna dan pengembangan peternakan di Pleihari, Kalimantan Selatan Peningkatan produktivitas sapi potong dengan aplikasi bioteknologi
Teknologi perbanyakan tumbuhan paku untuk program reintroduksi
Terbangun & tertatanya pola dasar mintakat koleksi dan mintakat agrosilvopastur al seluas 40 ha
Koleksi baru anggrek Termonitornya terumbu karang Acuan perencanaan pengelolaan SD laut Meningkatnya dukungan lokal utk pelestarian terumbu karang Terlatihnya SDM dalam pengelolaan terumbu karang
Bibit
sapi unggul Sapi hasil penggemukan Paket teknologi pembibitan Paket teknologi produksi Vaksin ND Teknologi inseminasi buatan
Terlaksana-
nya pengembangan komponen lansekap abiotik buatan Terbangun-
nya mintakat koleksi baru
Keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan pelestarian terumbu karang
Meningkatnya
populasi sapi potong Meningkatnya produktivitas peternak Meningkatnya kesejahteraan peternak Meningkatnya kemampuan dan keterampilan peternak Meningkatnya bibit ternak
Kebun
Biologi Wamena memberikan sumber PAD
Terkonserva-
sinya aneka jenis biota ex-situ di KTI i
Terselamat-
kannya terumbu karang dari kerusakan Terumbu Karang Indonesia merupakan keajaiban Sumber Daya Laut Dunia akan lestari keberadaannya
Terwujudnya swasembada ternak sapi potong Berkembang nya usaha ternak Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak Meningkatnya populasi ternak
5. Pemanfaatan dan Diseminasi Iptek Kelautan
Rp 1.9 milyar
6.Pengem bangan Riset Kompetit -if
Rp 7 milyar
di Kendari, Sultra Perbaikan mutu genetik dengan teknik inseminasi buatan dan transfer embrio pada sapi potong di NTB dan NTT Pengaruh pakan terhadap laju pertumbuhan Berat teripang dan teknologi paska panen dalam pemberdayaan masy. pesisir di Perairan Lombok, NTB Pembenihan Mollusca untuk mendukung kelangsungan usaha budidaya di Perairan Lombok, NTB Memetakan konflik di Indonesia, khususnya di Aceh, AmbonMaluku, Kalimantan Tengah dan Pongkor Jawa Barat Membuat guidelines upaya penanganan konflik di tingkat local dan nasional
Transfer
embrio, manipulasi embrio dan sperma
Terujinya
pengaruh pakan terhadap berat teripang yang menghasilkan produksi teripang Budidaya Mollusca
Laporan
eksekutif berupa rekomendasi kebijakan bersifat multidisipliner Model-model aplikatif yang bisa digunakan masyarakat, pembuat keputusan dan dunia usaha
sapi unggul dalam bentuk embrio, sperma dan anak sapi
Meningkatnya pendapatan nelayan di wilayah pesisir Meningkatn ya usaha budidaya Mollusca
Mendorong
masyarakat menjadi mandiri dalam menangani masalah konflik Mendorong timbulnya kembali institusi local untuk poenanganan
Indonesia Pemberdayaan peternak sapi Swasembada sapi di Indonesia
Produksi
Tripang meningkat secara berkelanjutan Pendapatan masyarakat nelayan lebih terjamin
Sosialisasi
dan advokasi pedo-man dan / atau model aplikatif penanganan konflik mudah diimplementa -sikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
c. Penutup Seperti telah diuraikan di atas, KTI dengan luas wilayah sekitar 70% dari seluruh wilayah Indonesia, hanya dihuni oleh kurang lebih 20% total penduduk Indonesia. Namun demikian, tidak seorang-pun yang dapat membantah bahwa sumberdaya alam di KTI begitu besar. Bahkan, karena begitu besarnya, ada anggapan bahwa Indonesia di masa mendatang akan sangat tergantung pada KTI. Dengan perkataan lain, KTI merupakan sumber kehidupan dan penghidupan Indonesia di masa datang. Paradigma di atas bukannya tidak beralasan, sebab apabila melihat pada kenyataan yang ada, sumberdaya alam yang disediakan oleh KTI baik di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, Nusa Tenggara Timur sampai Irian Jaya, begitu melimpah ruah. Hanya saja pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal, karena keterbatasan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia. serta kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia. Di samping itu, potensi sumberdaya alam yang besar tersebut, sangat berkaitan erat dengan struktur ekonomi KTI yang memberikan gambaran bahwa selama ini pengelolaan sumberdaya alam di KTI lebih banyak pada proses (eksplorasi dan eksploitasi), sedangkan pengolahannya (baik sekunder ataupun tertier) kebanyakan dilakukan di luar KTI. Sebagai contoh, PT. Freeport Indonesia melakukan eksploitasi pertambangannya di Timika, akan tetapi proses pengolahannya dilakukan di Gresik, Jawa Timur. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan investasi di KTI dan apabila diperlukan proses pengolahan lebih lanjut, maka hal itu harus dilakukan di daerah atau lokasi yang bersangkutan. Dengan demikian, pada gilirannya selain diharapkan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi daerah yang bersangkutan, sekaligus dapat mendukung peningkatan ekonomi nasional, yang hingga saat ini dirasakan sangat lambat pertumbuhannya. Lambatnya arus investasi di KTI sehingga menyebabkan pembangunan KTI sangat tertinggal dibanding KBI dapat diindentifikasi beberapa faktor utama penyebabnya, antara
lain yaitu: (1) terbatasnya sarana dan prasarana (infrastruktur) seperti transportasi darat, laut dan udara dan telekomunikasi, serta tersedianya tenaga listrik yang sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek yang dapat mendorong pertumbuhan misalnya, mengurangi minat investor untuk menginvestasikan modalnya di KTI, meningkatnya biaya produksi, dan menurunkan daya saing produk yang dihasilkan oleh KTI; (2) terbatasnya sarana pendidikan dan tenaga pendidik yang berkualitas, yang berakibat terhadap rendahnya kualitas SDM yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan KTI; (3) terbatasnya kewenangan pengambilan keputusan seperti di bidang perbankan, berbagai perijinan dan lainlain di KTI, sehingga proses pengambilan keputusan memakan waktu lama karena harus diputuskan oleh Pusat. Di samping itu, hal ini menyebabkan tingginya biaya operasional dari para pengguna jasa tersebut; dan (4) kondisi social dan keamanan di beberapa daerah yang belum kondusif, telah menyebabkan keengganan investor untuk menanamkan modalnya di KTI. Akibat dari semua faktor sebagai di atas, menyebabkan produktivitas KTI sangat rendah. Dalam kondisi tidak ada hambatan dalam mobilitas, modal cenderung
akan
mengalir
ke
daerah
yang
terbelakang
kemajuan
perekonomiannya. Proses ini akan berlangsung hingga tercapai keseimbangan produktivitas
modal
antar
daerah.
Namun
demikian,
di
negara-negara
berkembang, modal bergerak ke arah yang sebaliknya. Pergerakan aliran modal berlangsung secara terus menerus ke daerah yang maju. Untuk mencegah timbulnya ketidakseim-bangan pembangunan yang makin besar, diperlukan realokasi investasi (yang besar) ke daerah yang tertinggal. Dalam melakukan realokasi investasi tersebut, khususnya di KTI tampaknya tidak sederhana, dan untuk itu, harus memenuhi beberapa kondisi; pertama, perlu penyiapan kondisi daerah sasaran untuk dapat menghasilkan produktivitas modal yang optimal, dalam arti efisien secara teknis maupun secara ekonomis. Kedua, peningkatan produktivitas modal tersebut dapat dicapai apabila mampu menstimulasi terjadinya aliran investasi yang berkelanjutan. Di samping itu, beberapa factor seperti yang telah disebutkan di atas patut pula dipertimbangkan.
Pertanyaan yang timbul adalah, apakah kedua kriteria di atas dapat dipenuhi oleh KTI? Secara singkat, jawabannya adalah belum. Hampir di semua daerah di KTI dapat dikatakan tidak memiliki infrastruktur yang memadai seperti KBI. Padahal, untuk dapat menghasilkan produktivitas modal yang optimal dalam arti efisien secara teknis dan ekonomis, kebutuhan akan infrastruktur, seperti jalan raya, pelabuhan laut dan udara, sarana telekomunikasi dan lainlain, merupakan kebutuhan yang mutlak. Kondisi di atas masih ditambah lagi dengan “masalah sosial dan keamanan” yang selalu dipertanyakan oleh setiap investor yang akan menanamkan modalnya ke KTI. Karenanya,
diperlukan
langkah-langkah
untuk
mempercepat
pembangunan KTI dengan mengoptimalkan aktivitas ekonominya sehingga selain mampu berdaya saing, diharapkan pula akan mampu mengejar ketertinggalan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.