KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA TAHUN 2003
Oleh : SEKRETARIS JENDERAL
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) Tahun 2002
JAKARTA, 16 SEPTEMBER 2002
KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2003 oleh : SEKRETARIS JENDERAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN I. PENDAHULUAN Sektor perhubungan yang terdiri dari transportasi, pos dan telekomunikasi memiliki kontribusi yang sangat vital dan berdimensi strategik bagi pembangunan nasional memasuki milenium ketiga mengingat sifatnya sebagai penggerak dan pendorong kegiatan pembangunan serta sebagai jembatan kesenjangan dan akan semakin penting peranannya sebagai bagian integral dari infrastruktur pembangunan. Sebagaimana diamanahkan dalam TAP MPR nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999 – 2004, bahwa untuk kebijakan sektor transportasi, pos dan telekomunikasi yaitu “Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik, termasuk transportasi, telekomunikasi, guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau serta membuka keterisolasian wilayah pedalaman dan terpencil”. Sementara itu dengan diterbitkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah memberi dimensi baru dalam pembangunan, oleh karena itu pemerintah daerah akan memiliki kewenangan dalam pembangunan dan penyelenggaraan fasilitas dan jaringan pelayanan perhubungan di daerahnya sebagaimana ditetapkan dalam PP Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Perubahan paradigma dari pembangunan yang sentralistik sektoral menjadi pembangunan desentralistik regional memberikan implikasi yang luas kepada pengembangan institusi, manajemen, peraturan/perundang-undangan, sumber daya manusia serta perhatian terhadap kelestarian lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Perubahan paradigma tersebut mengharuskan Departemen Perhubungan melakukan reorientasi dan reposisi dari peran dan fungsi sebagai penyelenggara kegiatan pembangunan transportasi, pos dan komunikasi menjadi pembuat kebijakan (regulator dan fasilitator). II. VISI DAN MISI DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 1. Visi Visi Departemen Perhubungan adalah : Terwujudnya penyelenggaraan pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. Penjelasan secara garis besar mengenai visi Departemen Perhubungan, mencakup :
1
-
Handal meliputi: aman, nyaman, tepat waktu, terpelihara, mencukupi kebutuhan, menjangkau seluruh pelosok tanah air serta mampu mendukung pembangunan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
-
Berdaya saing meliputi: efisien, harga terjangkau, ramah lingkungan, berkelanjutan, sumber daya manusia (SDM) yang profesional, mandiri dan produktif.
-
Memberikan nilai tambah meliputi: tumbuhnya iklim yang kondusif bagi berkembangnya peranserta masyarakat serta Pengusaha Kecil, Menengah dan Koperasi (PKMK), memberikan kontribusi bagi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional serta menciptakan lapangan kerja.
2. Misi Misi Departemen Perhubungan adalah :
II.
a.
Mempertahankan tingkat pelayanan perhubungan (rekondisi/ survival)
b.
Melaksanakan konsolidasi melalui restrukturisasi dan reformasi di bidang perhubungan dan penegakan hukum secara konsisten. (restrukturisasi dan reposisi).
c.
Meningkatkan (aksesibiltas)
d.
Meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan jasa perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. (kualitas)
aksesibilitas
masyarakat
terhadap
pelayanan
perhubungan.
TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERHUBUNGAN 1.
Tujuan Tujuan pembangunan sektor perhubungan adalah : a. Mempertahankan pelayanan jasa sarana dan prasarana perhubungan yang mampu memenuhi kebutuhan minimum dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. b. Mereposisi peran pemerintah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, menciptakan iklim kompetisi yang sehat dan meningkatkan penegakan hukum. c. Meningkatkan kualitas dan produktifitas pelayanan perhubungan yang aman, nyaman, tepat waktu, terjangkau, berdaya saing serta memberikan nilai tambah. d. Meningkatnya kapasitas aparatur negara dan sumberdaya manusia perhubungan yang professional, mandiri, bertanggung jawab dan bebas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). e. Memperluas jangkauan jaringan pelayanan perhubungan sampai ke daerah terpencil, terisolasi, daerah perbatasan negara dan ke luar negeri untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Pemilu 2004. 2
2.
Sasaran Sasaran pembangunan sektor perhubungan Dephub dirumuskan sebagai berikut : a. Terpeliharanya kapasitas dan kualitas pelayanan perhubungan. b. Terjangkaunya pelayanan perhubungan keseluruh wilayah tanah air. c. Terwujudnya agenda restrukturisasi, reorientasi dan reposisi penyelenggaraan jasa perhubungan. d. Terlaksananya restrukturisasi sistem pendanaan untuk pengembangan prasarana dan sarana perhubungan. e. Terjaminnya kualitas pelayanan perhubungan. f. Terjaminnya keselamatan, keamanan dan kenyamanan dalam pelayanan perhubungan. g. Meningkatnya produktivitas dan kinerja operasional sarana dan prasarana perhubungan termasuk asset BUMN Perhubungan. h. Terciptanya iklim usaha yang kondusif dalam penyediaan prasarana dan sarana perhubungan. i. Tersusunnya hasil penelitian dan pengembangan yang langsung dapat diterapkan dengan meningkatkan penguasaan teknologi. j. Terlaksananya penegakan hukum secara konsisten dan menghilangkan praktek KKN. k. Terbentuknya sumber daya manusia perhubungan yang berkualitas, profesional dan bertanggung jawab serta memiliki daya saing global l. Terwujudnya kerjasama luar negeri bidang perhubungan yang saling menguntungkan serta dapat menarik investasi yang dapat memberikan nilai tambah. m. Terselenggaranya dukungan kelancaran mobilitas sarana Pemilu (kotak suara, kartu suara dan perlengkapan lainnya) ke seluruh tempat penyelenggaraan Pemilu (Dalam dan Luar Negeri) serta dukungan kelancaran perhitungan suara hasil Pemilu.
IV. PERAN SEKTOR PERHUBUNGAN DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL PADA TAHUN 2003 Prospek perekonomian nasional pada tahun 2003 akan sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal, kemajuan-kemajuan yang telah dicapai serta kebijakan strategis yang ditempuh pada tahun 2001-2002. Kondisi internal yang akan berpengaruh adalah dukungan stabilitas politik dan keamanan diharapkan mampu memberikan kepastian usaha di dalam negeri. Melalui percepatan program restrukturisasi utang swasta dan pemulihan fungsi intermediasi perbankan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan pasar sehingga kegiatan perekonomian diharapkan tumbuh secara bertahap. Pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 3,32 % di mana kontribusi sektor perhubungan (transportasi, pos dan telekomunikasi) dalam pembentukan Produk Domestik Bruto Nasional adalah 7,66% dan dalam besaran kontribusi tersebut sektor 3
perhubungan mampu tumbuh sebesar 7,51%. Besarnya pertumbuhan masing-masing elemen sektor perhubungan pada tahun 2001 dan perkiraan prtumbuhan tahun 2002 adalah sebagai berikut : Elemen Sektor Perhubungan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pertumbuhan Tahun 2001 7,68 % 4,43 % 5,36 % 9,73 % 11,05% 11,27% 6,79%
Transportasi Kereta Api Transportasi Jalan Transp. Sungai, Danau & Penyeb Transportasi Laut Transportasi Udara Pos dan Telekomunikasi Jasa Penunjang Perhubungan
Perkiraan Pertumbuhan Tahun 2002 7,781 % 7,645 % 5,805 % 10,522 % 11,414% 13,273% 7,967%
Sumber : Data BPS yang diolah
Berdasarkan kondisi eksternal dan internal tersebut di atas pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan sekitar 4% pada tahun 2002, 5% pada tahun 2003 dan 6% pada tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi 4% pada tahun 2002, akan menghasilkan PDB Nasional dengan harga konstan tahun 1993 diperkirakan sebesar Rp. 390,9 Triliun. Kontribusi sektor perhubungan (transportasi, pos dan telekomunikasi) terhadap PDB Nasional tahun 2002 diperkirakan RP.34.03 Triliun atau sebesar 8,7% dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,12%. Untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2003 sebesar 5% dalam rangka menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 410,53 Triliun, sektor perhubungan (transportasi, pos dan telekomunikasi) ditargetkan menghasilkan nilai tambah berdasarkan harga konstan 1993 sebesar Rp. 37,5 triliun atau tumbuh sekitar 10,15% sehingga mampu memberikan kontribusi sebesar 9,13% bagi pembentukan PDB Nasional tahun 2003. Besarnya pertumbuhan masing-masing elemen sektor perhubungan pada tahun 2003 diperkirakan sebagai berikut : Elemen Sektor Perhubungan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Transportasi Kereta Api Transportasi Jalan Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Transportasi Laut Transportasi Udara Pos dan Telekomunikasi Jasa Penunjang Perhubungan
Perkiraan Pertumbuhan Tahun 2003 7,806 % 8,471 % 5,917 % 10,720 % 11,505 % 13,774 % 8,262 %
Sumber : Data BPS yang diolah
Dari segi ketersediaan prasarana, KTI relatif lebih rendah dibandingkan dengan KBI. Salah satunya dapat dilihat dari angka rasio elektrifikasi dan densitas telepon. Pada tahun anggaran 1997/1998 rasio elektrifikasi KTI sebesar 47,75 %, KBI sebesar
4
76,16 %. Pada tahun anggaran 1998/1999, densitas telepon di KTI sebesar 2,72 SST per 100 penduduk sementara di KBI sebesar 5,24 SST per 100 penduduk. Pada tahun 2003 kebutuhan terhadap sarana dan prasarana transportasi, pos dan telekomunikasi diperkirakan meningkat pesat sejalan dengan membaiknya perekonomian. Bahkan di beberapa daerah sejalan dengan kebijakan desentralisasi, peningkatan tersebut dirasakan demikian pesat. Karena itu pada tahun 2003 pembangunan sarana dan prasarana transportasi, pos dan telekomunikasi perlu lebih dipercepat untuk mengurangi kesenjangan permintaan dan penawaran, serta untuk mengurangi disparitas antar kawasan. Pada pelayanan jasa sarana dan prasarana transportasi, pos dan telekomunikasi, permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan dalam kondisi yang terbatas, termasuk mempertahankan dan meningkatkan keselamatan pengguna jasa transportasi. Penurunan kualitas pelayanan sarana dan prasarana transportasi sudah dirasakan oleh masyarakat, namun dampak yang akan terjadi berupa meningkatnya biaya produksi dan biaya hidup di masa yang akan datang belum sepenuhnya disadari oleh masyarakat. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM akan berdampak pada kenaikan tarif jasa transportasi. Kebijakan yang bersifat strategis dan komprehensif di bidang tarif, subsidi serta deregulasi sektor transportasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kebijakan jasa transportasi agar tetap terjangkau oleh masyarakat miskin masih terbatas dan sifatnya insidentil antara lain berupa penyediaan dana kompensasi kenaikan harga BBM untuk angkutan bus umum perkotaan, penyediaan dana Public Service Obligation (PSO) untuk angkutan kereta api kelas ekonomi, serta subsidi operasi angkutan perintis, baik untuk angkutan penyeberangan, bus, laut, maupun udara. Khusus untuk transportasi laut, pangsa armada pelayaran nasional baik untuk angkutan dalam negeri maupun luar negeri masih sangat rendah. Penyediaan sarana transportasi oleh swasta telah berkembang dengan pesat, namun masih belum didukung dengan ketersediaan fasilitas penunjang yang memadai. Untuk jasa telekomunikasi, masalah utama yang dihadapi adalah masih tersendatnya restrukturisasi industri telekomunikasi termasuk penyelesaian masalah KSO, belum berjalannya kompetisi secara penuh, sulitnya mencapai tarif yang kondusif bagi investasi baru dan tantangan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya telematika dalam pembangunan nasional. V.
KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN Kebijakan Umum Pembangunan Perhubungan sejalan dengan tujuan dan sasaran Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000 – 2004, adalah: 1.
Melaksanakan fungsi pelayanan (servicing) dan penggerak (promoting)
2.
Pendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan pembangunan yang berkelanjutan.
3.
Mendukung kelancaran distribusi dan pembangunan sektor-sektor berbasis sumber daya alam yang dapat diperbarui.
5
4.
Mendukung keberhasilan otonomi daerah.
5.
Diversifikasi teknologi sehubungan dengan semakin mahalnya harga minyak bumi.
VI. PRASARANA PERHUBUNGAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA (KTI) Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga untuk merekatkan hubungan antar pulau tersebut sangat dibutuhkan sarana transportasi. Secara umum terjadi peningkatan permintaan jasa transportasi yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah penumpang dan barang yang diangkut, namun masih perlu ditingkatkan kualitas pelayanan, terutama kondisi dan kelaikan sarana dan prasarana transportasi, manajemen, organisasi dan profesionalitas sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan dana untuk pembangunan atau pemeliharaan/rehabilitasi prasarana dan sarana yang ada. Di sisi lain, kondisi sarana transportasi di daerah terpencil/terisolir dan daerah perbatasan yang ada saat ini sangat terbatas dan umumnya sudah berusia tua, oleh karenanya perlu diprioritaskan pengadaan/pembangunan sarana transportasi antar pulau yaitu kapal penyeberangan perintis dan kapal laut perintis. Selain itu, usia bus perintis yang sekarang beroperasi untuk melayani daerah-daerah terpencil dan membuka isolasi daerah saat ini kondisinya relatif sudah tua sehingga dari segi kualitas pelayanan dan aspek keselamatan kurang dapat diandalkan. Dengan demikian prioritas juga diberikan untuk pengadaan bus kota/perintis/mahasiswa/pelajar. Selain itu, ketersediaan prasarana transportasi di wilayah KTI relatif terbatas mengingat luasnya wilayah dan penduduk yang tersebar di ribuan pulau, sedangkan di sisi lain tuntutan dan permintaan pelayanan angkutan semakin meningkat terutama untuk daerah yang sudah semakin berkembang dan juga tuntutan keterbukaan isolasi daerah yang terpencil. Dalam pembangunan prasarana transportasi diarahkan untuk memenuhi fungsinya sebagai “servicing” yaitu memenuhi tuntutan semakin meningkatnya permintaan pelayanan transportasi pada daerah yang sudah berkembang dan fungsi “promoting” yaitu membuka keterisolasian dan mendorong perkembangan perekonomian pada daerah-daerah yang terpencil. Pembangunan transportasi terutama pada pembangunan prasarana transportasi seperti terminal, pelabuhan penyeberangan/laut, dan bandar udara, pada umumnya bersifat “slow yielding”, sementara nilai investasi yang harus ditanamkan, sangatlah besar. Titik pulang pokok (Break Even Point/BEP), kalaupun dapat dicapai memerlukan periode waktu yang cukup lama/panjang. Kondisi ini merupakan karakteristik yang khas dalam rangka pembangunan prasarana transportasi. Mengingat kondisi geografis yang berupa kepulauan dan tersebarnya penduduk pada ribuan pulau di wilayah KTI, serta untuk memacu ketertinggalan pembangunan di wilayah ini dibandingkan KBI, maka pertimbangan utama dalam pembangunan prasarana dan sarana transportasi di wilayah KTI tidak semata-mata berdasarkan titik pulang pokok (Break Event Point/BEP) karena hal itu tidak akan terpenuhi. 6
Pembangunan prasarana/sarana tersebut harus mempertimbangkan nilai manfaat (benefits) yang akan dicapai dan didasarkan atas “cost effectiveness” atau biaya yang dikeluarkan harus benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai sasaran secara efektif. Mencermati perubahan yang sangat pesat dan bernuansa global tersebut, ditambah akibat dampak krisis yang berkepanjangan, telah membawa konsekuensi serius terhadap tatanan sistem kelembagaan yang berlaku saat ini, tuntutan terhadap peran dan kualitas serta kualifikasi sumber daya manusia, maupun penyesuaian atas instrumen peraturan perundangan yang ada. Selain itu, iklim usaha juga dituntut untuk lebih kondusif dalam mewadahi tuntutan perubahan lingkungan tersebut. VII. KEBIJAKAN DEPARTEMEN PEMBANGUNAN DI KTI
PERHUBUNGAN
DALAM
MENUNJANG
Pembangunan transportasi di KTI didasarkan pada Sistranas untuk mengintegrasikan pola distribusi nasional dan pergerakan perdagangan internasional, serta sejalan dengan kerjasama sub-regional seperti BIM-EAGA, AIDA, dan lain-lain. Selain itu pembangunan transportasi diarahkan untuk membentuk pola Hub atau Trunk dengan jaringan distribusi dan prasarana transportasi di daerah hinterland sebagai feeder. Pelabuhan Bitung dan Bandara Sam Ratulangi potensial menjadi inlet-outlet di Kawasan BIMP-EAGA dan Asia Pasifik, sedangkan Pelabuhan Tenau-Kupang dan Bandara ElTari untuk kawasan AIDA Arah pengembangan prasarana transportasi di KTI untuk jangka panjang sebagai berikut: 1. Pengembangan Transportasi Darat diarahkan untuk meningkatkan transportasi intermoda, dan pembangunan kereta api sebagai angkutan massal 2. Pengembangan Transportasi Laut diarahkan pada pembangunan pelabuhan transit internasional dan penyediaan trayek langsung ke pelabuhan tujuan 3. Pengembangan Transportasi Udara diarahkan pada pembentukan persaingan yang sehat untuk penerbangan domestik dan peningkatan efisiensi serta beraliansi perusahaan penerbangan asing untuk meningkatkan pasar internasional 4. Pengembangan Pos diarahkan pada peningkatan akses pelayanan sampai tingkat kecamatan di KTI 5. Pengembangan Telekomunikasi diarahkan pada ketersediaan akses prasarana yang didukung dengan iklim investasi yang kondusif dan regulasi yang konsisten, khususnya untuk USO (Universal Service Obligation) Tujuan pembangunan di KTI terutama adalah untuk mengurangi kesenjangan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan keterpaduan pembangunan antar sektor termasuk di dalamnya adalah sektor perhubungan. Pembangunan sektor perhubungan di KTI utamanya ditujukan untuk memperlancar distribusi barang dan jasa serta mobilitas penduduk untuk meningkatkan sistem ekonomi yang efektif dan efisien yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hasil produksi yang kompetitif.
7
Pembangunan sektor perhubungan diharapkan akan dapat membuka keterisolasian daerah, menghubungkan daerah terpencil, memajukan daerah terbelakang yang pada akhirnya dapat memeratakan pembangunan KTI sesuai dengan peran sektor perhubungan yang berfungsi sebagai pelayanan (servicing) dan penggerak (promoting) Adapun Program sektor perhubungan dalam mendukung pembangunan KTI adalah: 1. 2. 3. 4.
Penyediaan Subsidi keperintisan darat, laut dan udara; Pembangunan/rehabilitasi prasarana dan sarana keperintisan; Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan transportasi; Pembangunan prasarana dan fasilitas pelabuhan dan bandara seperti dermaga laut, dermaga penyeberangan, fasilitas bandara dan lain-lain.
VIII. Kegiatan Pokok Pembangunan Perhubungan tahun 2003 1. Penyediaan Subsidi Keperintisan a. Perintis Jalan : 89 trayek b. Perintis Penyeberangan : 76 lintas c. Perintis Laut : 43 trayek d. Perintis Udara : 81 rute
di 15 propinsi; di 15 propinsi; di 11 propinsi; di 12 propinsi.
2. Rehabilitasi Prasarana Transportasi a. Rehabilitasi dermaga Jelapat (Kalteng); b. Replecement pelabuhan Liong (Sulut), Dobo (Maluku), Jampea, Muara Bombang (Sulsel); c. Replecement menara suar di Tanjung Mangkalihat; d. Pelapisan landasan, taxiway, appron dan filey di bandara-bandara JuwataTarakan (Kaltim), Walter Mongonsidi-Kendari (Sultra), Tjilik RiwutPalangkaraya (Kalteng), Stagen-Kota Baru (Kalsel), Djalaludin-Gorontalo, Mutiara-Palu (Sulteng), M. Salahudin-Bima (NTB), Komodo-Labuan Bajo, Wunupito-Lewoleba, Haliwen-Atambua, Tardamu-Sabu (NTT), Mulia,waghete, Obano (Papua). 3. Pembangunan Prasarana Transportasi a. Pembangunan terminal bus antar negara di Pontianak; b. Pembangunan dermaga penyeberangan di Melongguane, Ulusiau (Sulut), ToliToli (Sulteng), Donggala, Mawasangka, Laususua, Kamaru, Wanci, Tondasi (Sultra), Patumbukan-P. Selayar, Siwa (Sulsel), Waikelo, Tlk Gurita (NTT), Saumlaki, Larat (Maluku), Serui (Papua); c. Pembangunan dermaga penyeberangan Manokwari, Mokmer (Papua); d. Pembangunan pelabuhan di Bitung (Sulut) Kupang (NTT), Tual (Maluku), Sinjai (Sulsel), Goto Tidore (Maluku Utara); e. Pembangunan fasilitas pelabuhan di Anggrek, Raha (Sultra), Bau-bau (Sultra), Kalabahi (NTT), Calabahi (NTB), Labuhan Lombok (NTB); f. Pengembangan dermaga pelabuhan Larantuka Flores Timur, Atapupu, Waikelo (NTT); g. Pembangunan pangkalan armada PLP di Tual; 8
h. Pembangunan fasilitas pelabuhan Kaimana, Nabire (Papua); i. Pembangunan pelabuhan Lewoleba, Baa (NTT); j. Pembangunan Small Port di NTT (Pelabuhan Menanga, Maritaing dan labuhan Bajoe), Maluku (Pelabuhan Elat, Kesni dan Pelabuhan Kur) dan Papua (Pelabuhan Atsy,Eie, Banyun, Pelabuhan Pan, Mega dan Ansus; k. Pembangunan bandara Soa-Bajawa, Lekunik-Rote, Mali-Alor (NTT), Namlea (Maluku), Babulah-Ternate, Usman Sadik-Labuha, Emalomo-Sanana, Gamarmalamo-Galela (Maluku Utara), Wasior, Illu, Bintuni, Mulia, Wamena, Mopah, Kimam, Bade, Serui, Kokonao, Sorong Daratan (Papua), Luwu (Sulsel); l. Peningkatan dermaga penyeberangan di Bandan Siantan, Tanjung Harapan (Kalbar); m. Lanjutan pembangunan terminal baru di Tjilik Riwut Palangkaraya (Kalteng); n. Pembangunan pelabuhan di Sei Nyamuk (Kaltim); o. Pembangunan pusat pengendalian lalu lintas udara di Makassar; p. Pengembangan bandara Pattimura Ambon (Maluku); q. Pembangunan pelabuhan Kupang (NTT), Bitung (Sulut); r. Pembangunan dermaga penyeberangan di Bajo’E (Sulsel), Kolaka (Sultra). 4. Pembangunan Sarana Transportasi. a. Pembangunan kapal penyeberangan 200 GRT di lintas Bitung-P.Lembeh (Sulut); b. Pembangunan kapal penyeberangan 300 GRT lintas Laususua (Sultra)-Siwa (Sulsel), 500 GRT lintas Bira (Sulsel)-Tondasi (Sultra), 600 GRT lintas Teluk Gurita-Kisar (NTT); c. Pembangunan kapal perintis laut 8 unit untuk KTI; d. Pembangunan Kapal Penumpang ke-23 yang akan dioperasikan menghubungkan KTI dan KBI. 5. Pembangunan Fasilitas Pos & Telekomunikasi. Pengadaan peralatan monitoring frekuensi yang tersebar di setiap propinsi di KTI. 6. Pengembangan SDM Pengadaan peralatan Diklat Laut dan Udara di Makassar, Barombong dan Jayapura. 7. Pengembangan Fasilitas Meteorologi dan Geofisika Pengadaan peralatan Meteorologi dan Geofisika yang tersebar di setiap propinsi KTI dan perbaikan peralatan radar cuaca di Biak. 8. Pembangunan Fasilitas Pencarian dan Penyelamatan. Pengadaan fasilitas peralatan pencarian dan penyelamatan di Biak, Timika dan Sorong.
9
IX. INVESTASI SWASTA DALAM PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN DI KTI Keterbatasan dana pemerintah untuk pembangunan prasarana transportasi dan telekomunikasi maka pemerintah memberikan peluang kepada pihak swasta untuk berperan aktif dalam pembangunan prasarana transportasi dan telekomunikasi. Kebijakan untuk meningkatkan peran swasta dalam pembangunan transportasi, pos dan telekomunikasi adalah sebagai berikut : • Meningkatkan iklim usaha yang kondusif • Pemberian kemudahan dan fasilitas kepada investor swasta untuk pembangunan di bidang transportasi yang memerlukan pendanaan besar • Mendorong peningkatan efisiensi dalam usaha manajemen transportasi pos dan telekomunikasi, baik oleh sektor swasta maupun pemerintah. Partisipasi sektor swasta ditujukan kepada segmen usaha yang menguntungkan dan khususnya dapat mendukung permodalan, pemasaran dan tenaga ahli melalui kerjasama dengan perusahaan daerah. Peluang investasi di bidang transportasi dan telekomunikasi di KTI sebagai berikut : • Pembangunan jalan Kereta Api • Pembangunan fasilitas pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan • Pembangunan fasilitas pelabuhan laut • Pembangunan fasilitas bandar udara • Pembangunan fasilitas pos dan telekomunikasi.
X.
PENUTUP Kawasan Timur Indonesia merupakan daerah yang sumber daya alamnya sangat potensial dengan kondisi geografi yang sangat berpeluang untuk kegiatan investasi dan perdagangan. Pembangunan sektor transportasi merupakan penunjang pengembangan sektor lainnya. Dengan keterbatasan anggaran pemerintah untuk mengembangkan sektor transportasi dan telekomunikasi, maka peran sektor swasta sangat diperlukan.
10
PROGRAM PEMBANGUNAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN TAHUN 2003 DI KAWASAN TIMUR INDONESIA DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA
NO 1. a. b. c. d.
2.
INPUTS
Penyediaan Subsidi Keperintisan
Rp.
Transportasi Jalan Transportasi Penyeberangan Transportasi Laut Transportasi Udara
Rp. Rp. Rp. Rp.
Rehabilitasi Prasarana Transportasi
PROCESS
13.118 17.914 83.654 80.883
miliar miliar miliar miliar
Rp.
124.359 miliar
Rp. Rp. Rp.
2.200 miliar 36.403 miliar 85.756 miliar
Pembangunan Prasarana Transportasi Transportasi Jalan Transportasi Penyeberangan Transportasi Laut Transportasi Udara
Rp.
663.888 miliar
Rp. Rp. Rp. Rp.
37.077 253.000 176.277 197.534
Pembangunan Sarana Transportasi
Rp.
153.175 miliar
Rp. Rp. Rp.
12.000 miliar 61.425 miliar 79.750 miliar
a. b. c. d.
a. Transportasi Jalan b. Transportasi Penyeberangan c. Transportasi Laut
OUTPUTS
IMPACTS
miliar miliar miliar miliar
Subsidi diberikan kepada Pelayanan angkutan perintis ke - Terbukanya akses - Peningkatan kelancaran transportasi terutama dari daerah tertinggal operator yang ditunjuk (sesuai daerah terpencil dan terisolir daerah-daerah terpencil/ kontrak) yang melayani - Peningkatan mobilitas barang dan penumpang terisolir ke daerah-daerah trayek/lintas perintis mengingat yang lebih maju biaya operasi lebih besar dari pada pendapatan. - Peningkatan ekonomi daerah Rehabilitasi prasarana : Rehabilitasi/perbaikan Meningkatnya pelayanan - Peningkatan kelancaran prasarana transportasi transportasi - Transportasi penyeberangan Transportasi - Peningkatan ekonomi penyeberangan, laut dan udara 1 lokasi daerah - Transportasi laut 11 lokasi - Transportasi udara 40 lokasi
Pembangunan prasarana transportasi & fasilitas keselamatan
Pembangunan prasarana - Meningkatnya - Peningkatan kelancaran transportasi transportasi pelayanan transportasi - Terminal bus antar negara - Peningkatan mobilitas - Pengembangan wilayah 1 lokasi barang dan penumpang - Peningkatan ekonomi daerah - Pengadaan & pemasangan marka jalan, rambu lalu lintas, pagar pengaman jalan & RPPJ - Dermaga penyeberangan 30 lokasi - Fasilitas pelabuhan 45 lokasi - Fasilitas Bandara 45 lokasi
Pembangunan/pengadaan sarana transportasi
Pembangunan sarana transportasi - Pengadaan bus sedang perintis 60 unit - Pengadaan kapal penyeberangan 5 unit - Pengadaan 8 Unit - Pengadaan
kom-3\\c:\kti\progpemb-03[1]
OUTCOMES
195.569 miliar
a. Transportasi Penyeberangan b. Transportasi Laut c. Transportasi Udara
3.
4.
PROYEK
kapal kapal
perintis
- Meningkatnya - Peningkatan kelancaran pelayanan transportasi transportasi - Peningkatan mobilitas - Pengembangan wilayah barang dan penumpang - Peningkatan ekonomi daerah
NO
PROYEK
INPUTS
PROCESS
OUTPUTS
OUTCOMES
penumbang ke-23 Pembangunan/pengadaan Meningkatnya fasilitas pengendalian frekuensi pengendalian frekuensi di 12 Lokasi/propinsi
IMPACTS
5.
Pembangunan Fasilitas Pos dan Telekomunikasi
Rp.
9.975 miliar
Pembangunan fasilitas pengendalian frekuensi
6.
Pengembangan Sumber Daya Manusia Rp.
8.444 miliar
- Pengadaan peralatan Diklat. - Pengadaan peralatan Diklat di Meningkatnya kualitas SDM Departemen Pusdiklat Laut & Udara di - Pelaksanaan Diklat Teknis. Perhubungan Makassar dan Jayapura - Pelaksanaan pendidikan teknis untuk 260 orang
Kinerja meningkat
7.
Pembangunan Fasilitas Meteorologi dan Rp. Geofisika
14.421 miliar
Pengadaan fasilitas Meteorologi dan Geofisika
Prakiraan cuaca lebih akurat/teliti
8.
Pembangunan Fasilitas Pencarian dan Penyelamatan
JUMLAH Keterangan : Input Process Output Outcome Impact
Rp.
1.611 miliar
Peningkatan kinerja Pengadaan fasilitas pencarian Pengadaan fasilitas pencarian Meningkatnya dan penyelamatan (SAR) dan penyelamatan di 4 propinsi kemampuan untuk tindak SARNAS dalam pencarian dan penyelamatan. awal SAR
Rp 1,171.442 miliar
: Dana yang akan dialokasikan melalui APBN Tahun 2003 : Rencana dan strategi pelaksanaan program : Keluaran dan sasaran yang akan dicapai :Hasil dan manfaat dari keluaran pelaksanaan program : Dampak dan implikasi yang diperkirakan akan timbul dari pelaksanaan program
kom-3\\c:\kti\progpemb-03[1]
Pengadaan fasilitas meteorologi Meningkatnya dan geofisika di 14 propinsi kemampuan untuk prakiraan cuaca
- Peningkatan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor komunikasi