2015
DIREKTORAT KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL
KATA PENGANTAR Kajian merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi Bappenas sebagai lembaga perencanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan efektifitasnya dalam menjawab permasalahan terkait pelaksanan program/kegiatan pembangunan dan landasan dalam penetapan kebijakan. Kegiatan Kajian Kesiapan Kelembagaan dan Regulasi dalam Mendukung Kebijakan Penanggulangan Bencana dalam RPJMN 2015-2019 merupakan bagian dari pelaksanaan RPJMN 2015-2019 bidang kebencanaan. Proses penyusunan kajian ini dilakukan melalui seminar, diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) dengan mitra kementerian/lembaga terkait di pusat dan SKPD terkait di beberapa daerah dengan melibatkan narasumber terkait, pengumpulan data penyebaran kuesioner ke kabupaten/kota. Kajian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana kesiapan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mendukung dan melaksanakan kebijakan penanggulangan bencana, dilihat dari kesiapan aspek regulasi dan kelembagaan terkait penanggulangan bencana yang merupakan aspek dasar yang harus dipersiapkan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Meskipun hasil kajian ini masih jauh dari yang diharapkan, namun hasil kajian ini akan dapat memberikan informasi terkait kesiapan regulasi dan kelembagaan penanggulangan bencana dan membantu pihak-pihak terkait penanggulangan bencana terutama kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam merumuskan strategi untuk memperkuat kapasitas penanggulangan bencana nasional, khususnya dalam penguatan regulasi dan kelembagaan penanggulangan bencana. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada mitra Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Tim Penulis, pembicara, dan narasumber pada seminar dan diskusi kelompok terfokus yang telah memberikan masukan bagi perumusan rekomendasi penguatan kerangka regulasi dan kelembagaan penanggulangan bencana di Indonesia, dalam rangka mendukung implementasi kebijakan Penanggulangan Bencana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019.
Jakarta, Desember 2015
Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Kementerian PPN/Bappenas
i
RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN Salah satu respon positif sekaligus kebijakan yang mendukung pengurangan risiko bencana di Indonesia adalah menjadikan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana sebagai salah satu Prioritas Nasional dalam visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden pada perioda 2010-2014. Dalam kerangka pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan, RPJMN 2010-2014 menyediakan dukungan untuk penyusunan Kajian dan Peta Risiko Bencana, penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana pada 33 provinsi, pembangunan INA-TEWS dan penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana pada sekitar 20% kabupaten/kota. RPJMN 2015-2019 menetapkan kebijakan menurunkan risiko bencana dan meningkatkan kapasitas pemerintah, pemda dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Berdasarkan IRBI (Indeks Risiko Bencana Indonesia) tahun 2013, pada 34 provinsi terdapat 322 kabupaten/kota berisiko tinggi dan 174 kabupaten/kota berisiko sedang. Sasaran penanggulangan bencana dalam RPJMN 2015-2019 adalah menurunkan Indeks Risiko Bencana pada pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi. Berdasarkan kebijakan pengembangan 7 wilayah pulau yaitu Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, terdapat 136 pusat-pusat pertumbuhan yang rata-rata berisiko tinggi dan hanya 10,59% berisiko sedang. Tujuan utama kajian ialah memetakan kesiapan Pemerintah dan terutama pemerintah daerah dan masyarakat dalam melaksanakan strategi penanggulangan bencana. Regulasi dan kelembagaan yang mendukung kesiapan pemerintah daerah dan masyarakat menjadi kebutuhan mendesak karena risiko bencana berada di daerah. METODA PENELITIAN Untuk memperoleh gambaran umum tentang pelaksanaan strategi nasional penanggulangan bencana, pendekatan dan metodologi yang digunakan adalah penelitian kualitatif untuk memahami pendapat dan pandangan subyek kajian yaitu pemerintah daerah terhadap konsep manajemen penanggulangan bencana. Melalui metoda penelitian kualitatif diharapkan memperoleh berbagai temuan yang terkait dengan aspek kebijakan dan kelembagaan pelaksanaan strategi nasional penanggulangan bencana, dengan: a) menggunakan lingkungan subyek penelitian sebagai sumber data, b) memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan dan menemukan pola dasar, c) berorientasi pada proses, d) mengumpulkan fakta di lapangan dan e) menangkap persepsi subyek yang diteliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan penanggulangan bencana pada RPJMN 2015-2019 dilaksanakan melalui 3 (tiga) strategi yaitu 1) internalisasi penanggulangan bencana dalam pembangunan di daerah, 2) pengurangan kerentanan masyarakat terhadap bencana dan 3) peningkatan kapasitas pemda dan masyarakat. Pembahasan tentang internalisasi penanggulangan bencana dalam pembangunan di daerah menghasilkan temuan pokok sebagai berikut ini: Kendala utama pengarusutamaan pengurangan risiko bencana adalah belum tersedianya Kajian dan Pemetaan Risiko tingkat kabupaten menggunakan peta skala 1:50.000 dan tingkat kota dengan peta skala 1:25.000 Diperlukan peningkatan kapasitas perencanaan pada BPBD kabupaten/kota untuk menyusun dokumen perencanaan fase pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana Pembahasan tentang upaya pengurangan kerentanan menghasilkan temuan pokok sebagai berikut ini: Kendala utama pengenalan ancaman dan kerentanan adalah belum tersedianya Kajian dan Pemetaan Risiko tingkat kabupaten menggunakan peta skala 1:50.000 dan tingkat kota dengan peta skala 1:25.000 Belum tersedianya sistim peringatan dini yang mudah diakses masyarakat ii
Konsep “tangguh bencana” belum dilembagakan dalam skema pemberdayaan masyarakat yang didukung Undang Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Konsep pendidikan “aman bencana dan ramah lingkungan” untuk meningkatkan kesiapsiagaan pada usia dini belum dilembagakan
Berdasarkan temuan pokok tersebut diatas, rekomendasi bagi peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat untuk mencapai sasaran RPJMN tahun 2015-2019 adalah: No Tahun Usulan kegiatan Penanggungjawab 1
2016
Penyesuaian regulasi dan kelembagaan penanggulangan bencana di daerah dalam pelaksanaan UU no. 23/2014 Penyusunan NSPK dan SPM Penanggulangan Bencana Harmonisasi regulasi dan mekanisme pemberdayaan masyarakat tangguh bencana dalam pelaksanaaan UU no. 6/2014 Pelembagaan konsep pendidikan aman bencana dan ramah lingkungan Pengawalan internalisasi PRB dalam RPJMD Penyediaan peta IGD skala 1:50000 dan skala 1:25000 Fasilitasi Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Fasilitasi peninjauan ulang RTRW yag ditetapkan tahun 2008-2011 Penguatan sistim peringatan dini bencana
Lokasi
2
2017
Lokasi
Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB, Kem Pendidikan & Kebudayaan Bappenas, BNPB BIG, LAPAN BNPB Kem ATR, Kem Dalam Negeri
BPPT, BMKG, LIPI, Kemen PUPR, Kemen ESDM, Kem Ristek & Dikti, Kem LH dan Kehutanan Kota Bogor, Bangkalan, Sidoarjo, Banda Aceh, Kota Bandung, Kab. Malang, Pacitan, Kota Bandar Lampung, Kota Yogyakarta, Kota Jayapura, Kota Merauke, Maluku Tengah, Halmahera Utara, Kep. Sula, Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Dompu, Bima, Kota Kupang, Ende, Belu, Kota Gorontalo, Takalar, Luwu Timur, Parigi Moutong, Kota Palu, Kota Bitung, Kota Denpasar, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Cirebon, Kota Semarang, Kendal, Demak, Cilacap, Magelang, Lamongan, Bojonegoro, Tanggamus, Padang Pariaman, Kota Medan, Kota Cilegon Penyesuaian regulasi dan kelembagaan Kem Dalam Negeri, Bappenas, penanggulangan bencana di daerah dalam pelaksanaan BNPB UU no. 23/2014 Penyusunan NSPK dan SPM Penanggulangan Bencana Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB Pengawalan internalisasi PRB dalam RPJMD Bappenas, Kem Dalam Negeri, Penyediaan peta IGD skala 1:50000 dan skala 1:25000 BIG, LAPAN Fasilitasi Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko BNPB Fasilitasi peninjauan ulang RTRW yang ditetapkan tahun Kementerian ATR, Kem Dalam 2012 Negeri Penguatan sistim peringatan dini bencana BPPT, BMKG, LIPI, Kemen PUPR, Kemen ESDM, Kem Ristek & Dikti, Kem LH dan Kehutanan Evaluasi pencapaian penurunan Indeks Risiko Bencana Bappenas, BNPB, Kem Dalam 2015-2016 Negeri Kep. Yapen, Sorong, Raja Ampat, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Kota Ambon, Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, Buru, Ternate, Morotai, Halmahera Timur, Lombok Timur, Bima, Ngada, Sikka, Manggarai, Polewali Mandar, Maros, Gowa, Bantaeng, Donggala, Poso, Morowali, Kolaka, Kota Kendari, Singkawang, Kotabaru, Baritokuala, Kota Balikpapan, Tarakan, Tabanan, Cianjur, Bandung Barat, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Kebumen,
iii
No Tahun 3
2018
Lokasi 2019
Lokasi
Usulan kegiatan
Penanggungjawab
Bengkulu, Muko-muko, Rejang Lebong, Kerinci, Lampung Barat, Kota Padang, Banyuasin, Lahat, Simalungun Pengawalan internalisasi PRB dalam RPJMD Bappenas, Kem Dalam Negeri Penyediaan peta IGD skala 1:50000 dan skala 1:25000 BIG, LAPAN Fasilitasi Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko BNPB Fasilitasi peninjauan ulang RTRW yang ditetapkan tahun Kementerian ATR, Kem Dalam 2013 Negeri Penguatan sistim peringatan dini bencana BPPT, BMKG, LIPI, Kemen PUPR, Kemen ESDM, Kem Ristek & Dikti, Kem LH dan Kehutanan Evaluasi pencapaian penurunan Indeks Risiko Bencana Bappenas, BNPB, Kem Dalam 2017 Negeri Manokwari, Tidore Kepulauan, Alor, Minahasa Utara, Pontianak, Kutai Kartanegara, Badung, Buleleng, Jambi, Langkat Penyediaan peta IGD skala 1:50000 dan skala 1:25000 BIG, LAPAN Fasilitasi Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko BNPB Fasilitasi peninjauan ulang RTRW yang ditetapkan tahun Kementerian ATR, Kem Dalam 2014 dst Negeri Penguatan sistim peringatan dini bencana BPPT, BMKG, LIPI, Kemen PUPR, Kemen ESDM, Kem Ristek & Dikti, Kem LH dan Kehutanan Evaluasi pencapaian penurunan Indeks Risiko Bencana Bappenas, BNPB, Kem Dalam 2015-2019 Negeri Sarolangun dan kabupaten/kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan berisiko tinggi dengan RTRW yang ditetapkan pada tahun 2015 dan seterusnya
Dalam rangka mendukung Kawasan Strategis Nasional dalam RPJMN 2015-2019, melengkapi peta IGD untuk Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dapat dilakukan pada lokasi sebagai berikut ini: KSN Perkotaan Kabupaten/Kota Peserta Pilkada 2015 KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008)
DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur
Cianjur
KSN Perkotaan Sarbagita (Perpres 45/2011) KSN Perkotaan Cekungan Bandung
Denpasar, Bangli, Gianyar, Tabanan
Denpasar, Bangli, Tabanan
Kab Bandung, Bandung Barat
Kab Bandung
KSN Perkotaan Kedung Sepur
Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi
Kendal, Demak, Semarang
KSN Perkotaan Gerbang Kertasusila
Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan
KSN Perkotaan Mataram Raya
Mataram, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara
Gresik, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan Mataram, Lombok Tengah, Lombok Utara
Sorong dan Jayapura menjadi PKN
Sorong, Jayapura
-
KSN Perkotaan Maminasata (Perpres 55/2011)
Makassar, Maros, Gowa, Takalar
Maros, Gowa
KSN Perkotaan Mebidangro (Perpres 62/2011)
Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo
Medan, Binjai, Karo
iv
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................................................... ii DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. v DAFTAR TABEL ....................................................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................................vii GLOSARIUM .......................................................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1 1.1.
Latar Belakang.......................................................................................................................... 1
1.2.
Maksud dan Tujuan .................................................................................................................. 3
1.3.
Hasil Yang Diharapkan .............................................................................................................. 4
BAB II RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI ........................................................................................... 5 2.1
Ruang Lingkup Kajian ............................................................................................................... 5
2.2
Metodologi .............................................................................................................................. 6
BAB III TINJAUAN TERHADAP KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA ...................... 7 3.1.
Potensi Kerentanan Masyarakat Indonesia Terhadap Bencana ................................................. 7
3.2.
Capaian Indonesia Dalam Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Perioda 2004-2014 .............. 9
3.3.
Pokok-Pokok Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Pada Perioda 2015-2019 ........................ 13
3.4.
Kerangka Sendai 2015-2030 dan Sustainable Development Goals di Indonesia....................... 17
BAB IV PELAKSANAAN STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA TAHUN 2015 ................................... 23 4.1.
Penanggulangan Bencana di Daerah ....................................................................................... 23
4.2.
Pusat-Pusat Pertumbuhan Dalam RPJMN 2015-2019.............................................................. 32
4.3.
Pelaksanaan Internalisasi PRB dalam Kerangka Pembangunan Perkelanjutan di Pusat dan daerah ................................................................................................................................... 44
4.4.
Pelaksanaan Pengurangan Kerentanan Terhadap Bencana ..................................................... 47
4.5.
Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana ..... 49
4.6.
Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana ................. 54
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................................................. 55 5.1.
Kesimpulan ............................................................................................................................ 55
5.2.
Rekomendasi ......................................................................................................................... 56
v
DAFTAR TABEL Tabel 1. 1: Data Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana di Indonesia .................................................... 2 Tabel 2. 1: Lingkup penelitian kualitatif.................................................................................................... 6 Tabel 3. 1: Proyeksi Penduduk Indonesia periode 2010-2035 ................................................................... 7 Tabel 3. 2: Indeks Multi Resiko Kabupaten/Kota ...................................................................................... 9 Tabel 3. 3: Capaian Penanggulangan Bencana s.d 2014 .......................................................................... 10 Tabel 3. 4: Capaian Pelaksanaan HFA ..................................................................................................... 11 Tabel 3. 5: Strategi Dalam Melestarikan Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana ................................................................................................................................................ 15 Tabel 4. 1: Perbandingan substansi Permendagri dan Perka BNPB tentang BPBD ................................... 23 Tabel 4. 2: Fungsi koordinasi, komando dan pengendalian berdasarkan Perka BNPB nomor 3/2008 ...... 26 Tabel 4. 3: Ilustrasi kapasitas penanggulangan bencana di daerah ......................................................... 28 Tabel 4. 4: Kegiatan strategis RPJMN 2015-2019 pada pusat pertumbuhan berisiko tinggi ..................... 32 Tabel 4. 5: Interpretasi Indeks Risiko...................................................................................................... 36 Tabel 4. 6: Status BPBD dan RTRW pada pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi ................................ 37 Tabel 5. 1: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2016 ......................................... 57 Tabel 5. 2: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2017 ......................................... 57 Tabel 5. 3: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2018 ......................................... 57 Tabel 5. 4: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2019 ......................................... 58 Tabel 5. 5: Unsur-unsur pengurangan risiko bencana ............................................................................. 58 Tabel 5. 6: Kebutuhan peta IGD untuk kabupaten/kota berisiko tinggi ................................................... 59 Tabel 5. 7: Kebutuhan peta IGD untuk Kawasan Strategis Nasional Perkotaan ....................................... 60
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1: Index Risiko Bencana Indonesia .......................................................................................... 1 Gambar 3. 1: Penanggulangan Bencana dalam Agenda Pembangunan Nasional .................................... 14 Gambar 3. 2: Kerangka Sendai 2015-2030 ............................................................................................. 18 Gambar 3. 3: Sustainable Development Goals ....................................................................................... 20 Gambar 4. 1: Rencana Tata Ruang Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana .......................... 45 Gambar 4. 2: Kedudukan Penanggulangan Bencana Dalam Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional ................................................................................................................................................ 46 Gambar 4. 3: Upaya Mengenali dan Pemetaan Potensi Genangan Banjir oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan .................................................................................................................................................. 48 Gambar 4. 4: Komunikasi Visual untuk Kesiapsiagaan ............................................................................ 49 Gambar 4. 5: Perencanaan kesiapsiagaan dan tanggap darurat ............................................................. 50 Gambar 4. 6: Skema Peringatan Dini Bencana di Masyarakat ................................................................. 51 Gambar 4. 7: Kerangka Pemulihan Pasca Bencana ................................................................................. 52 Gambar 4. 8: Proses perencanaan pemulihan pasca bencana ................................................................ 52 Gambar 4. 9: Langkah dan proses PRBBK ............................................................................................... 54 Gambar 5. 1: Sinergi perencanaan dalam penyelanggaraan penanggulangan bencana .......................... 56
vii
GLOSARIUM RPJMN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJMD
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
SPM
Standar Pelayanan Minimum
NSPK
Norma, Standar, Pedoman, Kriteria
HFA
Hyogo Framework of Action for Disaster Risk Reduction
PRB
Pengurangan Risiko Bencana
IRBI
Indeks Risiko Bencana Indonesia
RENAS PB
Rencana Nasional Penanggulangan Bencana
RPB
Rencana Penanggulangan Bencana
Renkon
Rencana Kontinjensi
Rencana RR
Rencana (Aksi) Rehabilitasi dan Rekonstruksi
DaLA
Damage and loss Assessment
HRNA
Human Recovery Needs Assessment
RO
Rencana Operasi (Tanggap Darurat)
RTRW
Rencana Tata Ruang Wilayah
RTRWP3K
Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
RDTR
Rencana Detil Tata Ruang
PZ
Pedoman Zonasi
RTR KSN
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional
EWS
Early Warning System/Sistem Peringatan Dini Bencana
PRBBK
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas
Pilkada
Pemilihan Kepala Daerah
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Berdasarkan letak geografis dan kondisi geologis, wilayah Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam. Pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur yang saling bergerak dan bertumbukan, sehingga menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng yaitu Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Lebih khusus lagi, jalur gempa bumi juga terjadi pada jalur patahan regional seperti Patahan Sumatera/Semangko. Selain disebabkan oleh faktor geologi tersebut, Indonesia terletak di sekitar Khatulistiwa yang beriklim tropis dan berbentuk kepulauan. Hal ini menyebabkan, secara hidrogeografi wilayah Indonesia rawan banjir, tanah longsor, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, kekeringan, kebakaran hutan dan abrasi. Dampak negatif dari perubahan iklim global semakin membuat wilayah Indonesia rentan terhadap berbagai bencana terkait dampak perubahan iklim. Kerentanan ini dipengaruhi oleh masalah demografi, antropogenik dan masalah hukum yang tidak terlaksana dengan baik. Perusakan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali misalnya, menambah frekuensi kejadian bencana yang mengakibatkan peningkatan jumlah korban jiwa dan kerusakan di Indonesia.
Gambar 1. 1: Index Risiko Bencana Indonesia
Sumber: IRBI 2013, BNPB 1
Dari berbagai kejadian bencana yang terjadi di wilayah Indonesia telah menyebabkan kerusakan dan kerugian yang secara makro dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. 1: Data Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana di Indonesia Kerusakan & Kerugian (Miliar Rp)
No.
Kejadian Bencana
Waktu Kejadian
1
Gempabumi dan Tsunami, Aceh
Des 2004
41.400
2
Gempabumi DIY & Jawa Tengah
Mei 2006
29.150
3
Luapan Lumpur Sidoarjo
Mei 2006
7.300
4
Banjir Jabodetabek, 2007
Feb 2007
5.184
5
Gempabumi–Sumatera Barat
Mar 2007
1.080,7
6
Gempabumi- Bengkulu dan Sumatera Barat
Sept 2007
1.790,9
7
Banjir dan Tanah Longsor– Jawa Timur
Jan 2008
1.691,5
8
Gempabumi di Tasikmalaya, Jawa Barat
Sept 2009
6.900
9
Gempabumi, Sumatera Barat
Sept 2009
21.600
10
Banjir Bandang di Wasior, Papua Barat
Sept 2010
280,6
11
Gempabumi dan Tsunami di Mentawai
Okt2010
348,9
12
Erupsi Gunung Merapi
Okt 2010
3.628,7
13
Bencana Lainnya
2004-2010
34.000
14
Banjir Jabodetabek, 2013
Jan 2013
8.340
15
Gempabumi Aceh Tengah dan Bener Meriah
Jul 2013
1.356,6
16
Letusan Gunung Sinabung
Jan 2014
865
17
Banjir Bandang Manado
Jan 2014
1.569,9
18
Letusan Gunung Kelud
Feb 2014
1.255,0
TOTAL
167.741,8
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat faktor hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman), akibat kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia), serta kerusakan lingkungan (kebakaran hutan dan lahan, tumpahan minyak, dan lain lain). Penanganan dampak bencana alam telah menjadi beban fiskal dan dapat menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah telah mempersiapkan langkah-langkah penanganan krisis dari sisi pengelolaan fiskal, misalnya melalui penyediaan dana cadangan risiko fiskal, alokasi anggaran
2
bantuan sosial, alokasi anggaran subsidi pangan, alokasi cadangan beras pemerintah dan belanja lainnya yang bersifat mendesak. Landasan utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia saat ini merujuk kepada UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Berdasarkan regulasi ini maka diturunkan ke dalam beberapa regulasi turunan berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Kepala BNPB, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sejalan dengan regulasi tentang penanggulangan bencana itu, terdapat kerangka regulasi lainnya yang memberikan panduan mengenai penanggulangan bencana, antara lain; UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 27 Tahun 2007 tentang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Didorong oleh pengalaman pahit pasca bencana gempa bumi dan tsunami Aceh-Nias pada Desember 2004 dan gempa bumi Yogyakarta-Jawa Tengah pada Mei 2006, telah terjadi pergeseran paradigma kebijakan dalam penanggulangan bencana dari respon menjadi pencegahan. Para ilmuwan geologi mencatat bahwa gempa bumi Aceh-Nias tahun 2004 merupakan salah satu yang terbesar pada abad 21. Bencana alam di dua kawasan ini menjadi istimewa karena betapa banyaknya korban yang meninggal, hilang, luka-luka dan jumlah kerusakan dan kerugian dialami. Pergeseran paradigma yang tercermin dalam UU No. 24 Tahun 2007 juga dipengaruhi Hyogo Framework of Action (HFA) 2005-2015, mengamanatkan 3 (tiga) tujuan strategis sebagai berikut: 1. Pengintegrasian pengurangan risiko bencana pada kebijakan, perencanaan dan program pembangunan yang berkelanjutan, yang memprioritaskan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan penurunan tingkat kerentanan. 2. Pengembangan dan penguatan kapasitas kelembagaan nasional dan daerah, serta masyarakat, untuk bersama-sama membangun ketangguhan menghadapi ancaman bencana. 3. Penyertaan pendekatan pengurangan risiko bencana pada perencanaan dan pelaksanaan kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan pascabencana. Sejak penerapan Kerangka Aksi Hyogo pada tahun 2005-2015, yang didokumentasikan dalam laporan kemajuan nasional dan regional dalam pelaksanaannya serta laporan global lainnya, kemajuan telah dicapai dalam mengurangi risiko bencana di tingkat lokal, nasional, regional dan global dengan negaranegara dan pihak terkait lainnya, yang mengarah ke penurunan angka kematian dalam kasus beberapa ancaman bencana. Mengurangi risiko bencana merupakan investasi dengan biaya yang efektif dalam mencegah kehilangan dimasa depan. Manajemen risiko bencana yang efektif memberikan sumbangan untuk pembangunan berkelanjutan.
1.2.
Maksud dan Tujuan
Salah satu respon positif sekaligus kebijakan Pemerintah tentang penanggulangan bencana adalah memasukkan isu kebencanaan sebagai salah satu prioritas pembangunan RPJMN 2010-2014 dalam Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Pemerintah melanjutkan arah kebijakan penanggulangan bencana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pada Agenda Prioritas “Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik”, yang terdiri dari sub-agenda (i) Peningkatan Kedaulatan Pangan; (ii) Peningkatan Ketahanan Air; (iii) Peningkatan Kedaulatan Energi; (iv) Melestarikan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (v) Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan; (vi) Penguatan Sektor Keuangan; dan (vii) Penguatan Kapasitas Fiskal Negara. 3
Maksud dan tujuan kajian ini adalah untuk melakukan penelaahan terhadap kesiapan lembaga di tingkat pusat dan daerah untuk melaksanakan Strategi Nasional penanggulangan bencana yang meliputi: 1) Penelaahan integrasi pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan 2) Penelaahan terhadap upaya mengurangi kerentanan 3) Penelaahan terhadap kapasitas penanggulangan bencana di pusat dan daerah Jenis ancaman bencana yang menjadi latar belakang penelaahan ini adalah dampak perubahan iklim yang mengakibatkan berulangnya kejadian bencana seperti banjir, longsor, kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan. Ancaman bencana tersebut dapat diantisipasi sebelumnya sehingga memerlukan perhatian para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah. Kerangka Pengurangan Risiko Bencana pasca 2015 telah diadopsi pada saat penyelenggaraan Konferensi Dunia ke-3 untuk Pengurangan Risiko Bencana, yang dilaksanakan pada tanggal 14 - 18 Maret 2015 di Sendai, Miyagi, Jepang, yang merepresentasikan kesempatan yang unik bagi seluruh negara untuk: 1) Mengadopsi secara ringkas, terfokus, melihat kedepan, dan mengambil tindakan yang berorientasi pada kerangka pengurangan risiko bencana pasca 2015; 2) Melengkapi penilaian dan review terhadap pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo 2005 - 2015: Membangun ketangguhan bangsa dan komunitas terhadap bencana 3) Mempertimbangkan pengalaman yang diperoleh melalui strategi/kembaga regional dan nasional serta perencanaan pengurangan risiko bencana dan rekomendasinya, sebagai kesepakatan regional yang relevan dalam pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo 4) Mengidentifikasi modalitas kerjasama berdasarkan komitmen untuk menerapkan kerangka kerja pengurangan risiko bencana pasca – 2015 5) Menentukan modalitas untuk melakukan review secara periodik terhadap pelaksanaan kerangka pengurangan risiko bencana pasca – 2015 Selama Konferensi Dunia, Negara-negara peserta juga menegaskan komitmen mereka untuk pengurangan risiko bencana dan pembangunan ketahanan terhadap bencana yang harus ditangani secara serius dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan dan, jika perlu, untuk diintegrasikan ke dalam kebijakan, perencanaan, program kerja, dan anggaran di semua tingkat pemerintahan di daerah.
1.3.
Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kajian ini antara lain adalah: 1) Hasil identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan dan strategi pengurangan risiko bencana 2) Tersusunnya input strategis bagi aspek regulasi dan kelembagaan untuk pelaksanaan strategi pengurangan risiko bencana di Indonesia. 3) Rekomendasi untuk peran Pemerintah Pusat, pemerintah daerah dan masyarakat
4
BAB II RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI 2.1
Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kajian mengacu pada Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019 yang telah mencantumkan bahwa Strategi Nasional Penangulangan Bencana dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut ini: 1) Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, melalui: a) Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah; b) Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada kabupaten dan skala 1:25.000 untuk kota, yang difokuskan pada kabupaten/kota risiko tinggi terhadap bencana; c) Pemanfaatan kajian dan peta risiko bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kabupaten/Kota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB), yang menjadi referensi untuk penyusunan RPJMD Kabupaten/Kota; d) Integrasi kajian dan peta risiko bencana dalam penyusunan dan review RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota; e) Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di pusat dan daerah; f) Penyusunan rencana kontijensi pada kabupaten/kota yang berisiko tinggi sebagai panduan kesiapsiagaan dan operasi tanggap darurat dalam menghadapi bencana. 2) Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, melalui: a) Mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana serta meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan; b) Peningkatan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat baik melalui media cetak, radio dan televisi; c) Penyediaan dan penyebarluasan informasi kebencanaan kepada masyarakat; d) Meningkatkan kerjasama internasional, mitra pembangunan, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan dunia usaha dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana; e) Peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah pasca bencana, melalui percepatan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pasca bencana alam; f) Pemeliharaan dan penataan lingkungan di daerah rawan bencana alam; dan g) Membangun dan menumbuhkan kearifan lokal dalam membangun dan mitigasi bencana. 3) Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana, melalui: a) Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana di pusat dan daerah; b) Penguatan tata kelola, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan penanggulangan bencana;
5
c) Penyediaan sistem peringatan dini bencana kawasan risiko tinggi serta memastikan berfungsinya sistem peringatan dini dengan baik; d) Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK dan pendidikan untuk pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana; e) Melaksanakan simulasi dan gladi kesiapsiagaan mengha-dapi bencana secara berkala dan berkesinambungan di kawasan rawan bencana; f) Penyediaan infrastruktur mitigasi dan kesiapsiagaan (shelter/tempat evakuasi sementara, jalur evakuasi dan rambu-rambu evakuasi) menghadapi bencana, yang difokuskan pada kawasan rawan dan risiko tinggi bencana; g) Pembangunan dan pemberian perlindungan bagi prasarana vital yang diperlukan untuk memastikan keberlangsungan pelayanan publik, kegiatan ekonomi masyarakat, keamanan dan ketertiban pada situasi darurat dan paska bencana; h) Pengembangan Desa Tangguh Bencana di kawasan risiko tinggi bencana untuk mendukung Gerakan Desa Hebat; dan i) Peningkatan kapasitas manajemen dan pendistribusian logistik kebencanaan, melalui pembangunan pusat-pusat logistik kebencanaan di masing-masing wilayah pulau, yang dapat menjangkau wilayah pasca bencana yang terpencil. Analisa mengenai kondisi terkini dalam pelaksanaan strategi penanggulangan bencana dilaksanakan melalui penelitian kualitatif terhadap:
Tabel 2. 1: Lingkup penelitian kualitatif Fase Pra Bencana
2.2
Fase Pasca Bencana
Pencapaian pada perioda 2005-2014 di bidang regulasi dan pengelolaan bencana Integrasi PRB dalam perencanaan pembangunan terutama pada pusat-pusat pertumbuhan
Pencapaian di bidang pemulihan pasca bencana Kapasitas pengelolaan pemulihan pasca bencana
Metodologi
Untuk memperoleh gambaran umum tentang pelaksanaan strategi nasional penanggulangan bencana, pendekatan dan metodologi yang digunakan adalah penelitian kualitatif untuk memahami pendapat dan pandangan subyek kajian terhadap konsep manajemen penanggulangan bencana. Melalui metoda penelitian kualitatif diharapkan memperoleh berbagai temuan yang terkait dengan aspek kebijakan dan kelembagaan pelaksanaan strategi nasional penanggulangan bencana, dengan: a) menggunakan lingkungan subyek penelitian sebagai sumber data, b) memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan dan menemukan pola dasar, c) berorientasi pada proses, d) mengumpulkan fakta di lapangan dan e) menangkap persepsi subyek yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan data kualitatif adalah: 1) Melalui dokumen kuesioner untuk memperoleh informasi yang bermanfaat tentang pelaksanaan strategi penanggulangan bencana 2) Melalui Diskusi Kelompok Terfokus untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam 3) Catatan pengamatan langsung 4) Data sekunder tentang peraturan, kebijakan dari sumber yang syah
6
BAB III TINJAUAN TERHADAP KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA 3.1.
Potensi Kerentanan Masyarakat Indonesia Terhadap Bencana
Indonesia merupakan salah satu negara yang sering dilanda bencana, baik bencana alam maupun bencana non alam. Pencatatan data bencana (http://dibi.bnb.go.id) menunjukkan bahwa rata-rata kejadian bencana dari tahun 2000-2014 lebih dari 1000 bencana. Data ini membuktikan bahwa bencana merupakan ancaman yang sangat nyata bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Kesiapsiagaan menjadi isu yang sangat penting dikembangkan ke depannya, sehingga semua masyarakat sadar akan bencana disekitarnya dan mampu untuk mengurangi risikonya. Investasi dalam kesiasiagaan diharapkan mampu untuk mengurangi jumlah korban dan kerusakan apabila terjadi bencana. Rata-rata korban meninggal akibat bencana selama tahun 200-2014 lebih dari sepuluh ribu jiwa, angka ini cukup besar karena pada tahun 2004 terjadi gempabumi dan tsunami Aceh yang menelan lebih dari 100 ribu jiwa. Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati ‘bonus demografi’, yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia kerja. Bonus demografi yang dialami Indonesia juga disertai dengan dinamika kependudukan lain yang juga berdampak luas, yaitu: (1) meningkatnya jumlah penduduk; (2) penuaan penduduk (population ageing) yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia; (3) urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk perkotaan; dan (4) migrasi yang ditandai dengan meningkatnya perpindahan penduduk antar daerah.
Tabel 3. 1: Proyeksi Penduduk Indonesia periode 2010-2035 Kelompok Usia
2010 (juta)
2015 (juta)
2020 (juta)
2025 (juta)
2030 (juta)
2035 (juta)
Perubahan 2010-2035 (%)
0-14 15-64 60+ 65+ Total Penduduk Perkotaan (%)
68,1 158,5 18,0 11,9 238,5
69,9 171,9 21,7 13,7 255,5
70,7 183,5 27,1 16,8 271,1
70,0 193,5 33,7 21,3 284,8
67,9 201,8 41,0 26,7 296,4
65,7 207,5 48,2 32,4 305,7
-3,5 30,9 172,3 167,8 28,2
49,8
53,3
56,7
60,0
63,4
66,6
33,4
Sumber: RPJMN 2015-2019. Laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan proyeksi jumlah penduduk tahun 2035 yang mencapai 305,7 juta jiwa menunjukkan bahwa kebutuhan akan lahan terbangun semakin meningkat sehingga tidak menutup kemungkinan daerah rawan bencana menjadi kawasan terbangun.
7
Kerentanan adalah adalah suatu keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi bahaya atau ancaman bencana. Kondisi yang dimaksud mencakup faktor fisik, sosio-ekonomi, politik dan budaya, yang berpotensi menyebabkan sekelompok masyarakat lebih mudah tertimpa bencana, atau yang menghambat kemampuan masyarakat untuk melakukan tindakan terhadap bencana. Risiko adalah suatu peluang dari timbulnya akibat buruk atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan mata pencaharian dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman bencana dan kerentanan. Berdasarkan perkiraan BNPB, jumlah total penduduk yang terpapar bahaya kelas sedang dan tinggi adalah 148,4 juta jiwa atau 62,4% dari jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut dapat dibedakan berdasarkan kelas yaitu 6,6 juta jiwa atau 2,79% terpapar bahaya kelas tinggi dan 141,8 juta jiwa atau 59,69% terpapar bahaya kelas sedang. Penduduk yang terpapar bahaya kelas sedang menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah yang padat penduduk berada pada kelas risiko sedang, seperti masyarakat di wilayah sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, sebagian pantai barat Pulau Sumatera, dan wilayah utara Pulau Sulawesi. Dari total jumlah penduduk terpapar tersebut 74,6 juta jiwa merupakan penduduk laki-laki dan 73,8 juta jiwa penduduk perempuan. Selain jumlah penduduk secara keseluruhan, variabel lain yang juga perlu mendapat perhatian khusus adalah besarnya jumlah kelompok rentan yang terpapar bahaya ini. Jumlah totalkelompok rentan yang terpapar bahaya gempabumi kelas tinggi dan sedang sejumlah 27,2 juta jiwa, dari jumlah tersebut 51,8% merupakan balita, 44,09% lansia, dan 4,02% penyandang disabilitas. Gempabumi yang terjadi di dasar laut mampu untuk menciptakan bencana susulan seperti tsunami. Penduduk Indonesia yang terpapar bahaya tsunami sebagian besar adalah masyarakat pesisir, terutama di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Aceh, Banten, Bali dan Maluku. Indonesia memiliki 129 (13% dari jumlah gunung aktif dunia) gunung aktif yang dapat meletus dan menimbulkan kerugian dan dampak baik secara langung dan tidak langsung. Provinsi-provinsi yang mempunyai persentase penduduk terpapar terbanyak akan bahaya gunungapi kelas tinggi dan sedang adalah Provinsi Aceh, Maluku, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTT, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, dan DI Yogyakarta. Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas ancaman terkait iklim seperti banjir, kekeringan, badai, gelombang ekstrem, tanah longsor dan kebakaran hutan dengan intensitas yang jauh lebih tinggi dan dampak yang meluas. Perubahan Iklim meningkatkan kerentanan, akibat degradasi ekosistem yang mengurangi ketersediaan air dan pangan yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat dan mempengaruhi kondisi kesehatan, keamanan, kehidupan terutama masyarakat miskin dan kelompok rentan yang tinggal di daerah rawan bencana. Pada awal musim penghujan dan memasuki awal musim kemarau atau yang lebih sering disebut musim pancaroba, intensitas bencana tanah longsor, banjir dan puting beliung cenderung meningkat, dan terjadi setiap tahun. Bencana kekeringan di berbagai daerah di Indonesia semenjak bulan Agustus 2015 semakin terasa, seiring meningkatnya fenomena EL-Nino saat ini. Perioda musim hujan mundur di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di bagian timur dan selatan. Frnomena EL-Nino saat ini telah mebawa dampak kekeringan panjang di beberapa daerah seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan. Kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi semenjak bulan September 2015 tercatat lebih parah dibandingkan kejadian yang sama pada tahun 1997. Berdasarkan data Terra Modis per 20 Oktober lalu, total luas hutan dan lahan yang terbakar sudah menjapai sekitar 2 juta hektar. 8
Dalam lima tahun mendatang, tantangan resiko bencana di Indonesia adalah: dinamika geologi, perubahan iklim, degradasi lingkungan dan demografi. Dengan berkembangnya jumlah penduduk perkotaan seiring dengan kebijakan untuk mendorong berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan, diperkirakan timbulnya peningkatan potensi keterpaparan pada kelompok rentan terutama pada kelompok usia lanjut. Berdasarkan Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) 2013 yang disusun BNPB; 322 kabupaten/kota (± 65%) dari seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia memiliki indeks multi resiko bencana tinggi dan tidak terdapat kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki kelas multi resiko rendah terhadap ancaman bencana alam geologi maupun hidrometeorologi.
Tabel 3. 2: Indeks Multi Resiko Kabupaten/Kota Wilayah Kepulauan
Jumlah kabupaten/kota Indeks multi risiko tinggi
Indeks multi risiko sedang
Kalimantan
36 Kab/Kota
19 Kab/Kota
Maluku
19 Kab/Kota
1 Kab/Kota
Nusa Tenggara
24 Kab/Kota
7 Kab/Kota
Sulawesi
60 Kab/Kota
13 Kab/Kota
Sumatera
81 Kab/Kota
70 Kab/Kota
Jawa – Bali
90 Kab/Kota
37 Kab/Kota
Papua
13 Kab/Kota
27 Kab/Kota
323 Kab/Kota
174 Kab/Kota
NASIONAL
Sumber: IRBI tahun 2013, BNPB
3.2. Capaian Indonesia Dalam Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Perioda 2004-2014 Urusan penanggulangan bencana adalah urusan lintas bidang yang terkait dengan RPJPN 2005-2025. UU nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 menegaskan bahwa aspek wilayah/spasial harus diintegrasikan kedalam dan menjadi bagian dari kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkat pemerintahan. Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI pada tanggal 15 Agustus 2014 telah dengan jelas menguraikan upaya penanganan kerawanan bencana pada berbagai bidang pembangunan yang ditetapkan dalam RPJPN 2005-2025. Pencapaian penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana 1 pada kurun waktu 2004 sampai dengan pertengahan tahun 2014, dalam kerangka sistem nasional penanggulangan bencana antara lain:
1
Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia, BAB XII Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup, BAPPENAS, Agustus 2014
9
Tabel 3. 3: Capaian Penanggulangan Bencana s.d 2014 Bidang/Komponen
Capaian RPJMN 2004-2009 dan RPJMN 2010-2014
Regulasi dan kelembagaan
Internalisasi PRB dalam perencanaan pembangunan
Kesiapsiagaan
Ditetapkannya UU No. 24/2007 Tentang Penanggulangan Bencana, yang dioperasionalkan melalui PP No. 21, 22, dan 23/2008, PP No. 8/2008 Tentang Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Perumusan Deklarasi Yogyakarta pada penyelenggaraan AMCDRR di Yogyakarta bulan Oktober 2012 Pembentukan BPBD di 34 provinsi dan 441 BPBD kab/kota dengan dukungan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 Terintegrasinya penanggulangan bencana dalam RPJMN 2010– 2014 sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional Tersusunnya pemetaan risiko pada 33 provinsi Tersusunnya Rencana Nasional Penanggulangan Bencana dan dan Rencana Penanggulangan Bencana pada 33 provinsi di Indonesia Tersusunnya rencana kontinjensi pada 1 provinsi dan 21 kabupaten/kota Pembentukan desa tangguh bencana di 80 kab/kota Sertifikasi 10.000 orang relawan dari seluruh Indonesia Penguatan forum pengurangan risiko bencana (Forum PRB) di 15 lokasi Penyediaan logistik (buffer stock) dan peralatan untuk kesiapsiagaan kekeringan, banjir dan tanah longsor di 33 provinsi Penyediaan gedung kantor, gudang dan pusdalops BPBD di 36 BPBD kab/kota Pelaksanaan Geladi Nasional Penanggulangan Bencana di 29 prov/kab/kota
Penanganan darurat
Pemberian bantuan tanggap darurat berupa paket logistik di 33 provinsi dan 26 kab/kota yang terkena bencana
Pemulihan pasca bencana
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana gempa bumi dan tsunami di Aceh-Nias tahun 2004 dan gempa bumi Yogyakarta-Jawa Tengah tahun 2006 Pembangunan perumahan berbasis komunitas bagi korban erupsi Gunung Merapi 2010 dan banjir lahar dingin sebanyak 2.397 unit, di DI Yogyakarta 1.991 unit dan di Magelang, Jawa Tengah sebanyak 406 unit serta dukungan pemulihan mata pencaharian bagi masyarakat di yang terkena dampak bencana
Mitigasi dan PRB
Penyusunan Master Plan Tsunami Pembangunan 1 pusat pengendali peringatan dini dan 7 unit sirine sederhana, yang terkoneksi dengan sistem peringatan dini nasional di BMKG, BNPB dan BPBD, dengan lokasi terpasang di 19 kab/kota di Pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Pulau Jawa Penyusunan peta jalur evakuasi di 14 kab/kota di pantai barat Pulau Sumatera dan Pantai Selatan Pulau Jawa
10
Bidang/Komponen
Capaian RPJMN 2004-2009 dan RPJMN 2010-2014
Pelatihan dan simulasi tsunami di 42 kab/kota, persiapan pembangunan 37 unit shelter, dan pembangunan Greenbelt Tsunami seluas 52.54 Ha di Provinsi Sumatera Barat dan 44 ha di Provinsi Bengkulu Tersedianya peta tematik kebencanaan antara lain banjir skala 1:50.000 dan multi rawan skala 1:25.000 sebanyak 27 NLP, peta tematik kebencanaan dan perubahan iklim sebanyak 2 NLP Penyediaan kerangka geodesi dan geodinamika untuk system peringatan dini bencana gempa bumi dan tsunami Pengoperasian 1 unit stasiun Superconducting Gravimeter yang berlokasi di kantor BIG di Cibinong Jawa Barat Pengoperasian Jaring stasiun tetap GPS (Indonesian Permanent GPS Station Network) yang mengamati satelit GPS tiap hari (24 jam) secara terus menerus untuk pemeliharaan kerangka referensi geodetic nasional yang tunggal (single reference), Survei dan pemetaan, navigasi, dan transportasi serta mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami (Ina-TEWS) Pengoperasian Jaring Stasiun Pasang Surut menggunakan sistim digital real time yang digunakan untuk survei dan pemetaan, penelitian, studi iklim, kelautan, dan sebagai salah satu data pendukung Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS)
Bangsa-bangsa di dunia memandang bangsa Indonesia unggul dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana (PB), khususnya di bidang pengurangan risiko bencana (PRB). Di bawah kepemimpinan Presiden SBY, Indonesia dinilai oleh PBB telah mencapai kemajuan yang luar biasa dalam PRB. Referensi utama pelaksanaan agenda PRB di Indonesia adalah Hyogo Framework of Action (HFA) 2005-2015; Indonesia telah mengambil beberapa langkah-langkah untuk mempromosikan PRB, yaitu dengan mengangkat sebagai prioritas nasional dalam pembangunan nasional 2010-2014. Pemerintah Indonesia melalui BNPB secara konsisten menyampaikan laporan implementasi HFA kepada UNISDR setiap 2 tahun menggunakan perangkat “monitoring tools” yang akan mempermudah kegiatan peninjauan ini, yang dikoordinasikan oleh BNPB, Bappenas, dan Planas PRB dengan melibatkan dengan seluruh pemangku kepentingan, baik dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga non pemerintah dalam dan luar negeri dan kelompok masyarakat pemerhati kebencanaan. Capaian implementasi2 HFA Indonesia pada periode 2013-2015 secara garis besar adalah:
Tabel 3. 4: Capaian Pelaksanaan HFA Prioritas Aksi HFA 2005-2015 Ensure that disaster risk reduction is a national and a local priority with a strong institutional basis for implementation.
Capaian periode 2013-2015
Disaster risk is taken into account in national development planning, sectoral planning and climate change policies The ratio of the budget allocation to risk reduction versus disaster relief and reconstruction at national budget 0.9%:0%, at sub-national budget 0.38%:0% Estimated % of local budget allocation assigned to DRR is 0.10.38%
2
National progress report on the implementation of the Hyogo Framework for Action 2013-2015, Indonesia, United Nations for International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR)
11
Prioritas Aksi HFA 2005-2015
Identify, assess and monitor disaster risks and enhance early warning
Capaian periode 2013-2015
Civil society organizations, national finance and planning institutions, key economic and development sector organizations represented in the national platform
National multi-hazard risk assessment available Around 20% of the districts and cities have also developed their risk assessments, the key challenge is the lack of technical capacity in many BPBDs to conduct risk assessment Disaster loss databases exist and are regularly updated, hazards are consistently monitored across localities and territorial boundaries by relevant authorities Early Warning Systems in Indonesia has relatively been more advanced for hazards such as flood, tsunami, extreme weather, extreme waves, volcanic eruption and forest fires, however the challenges remain on the EWS outreach and community capacity to respond the warning Indonesia plays a leading role in the management of transboundary risks through the AHA Center and in Pacific Tsunami Warning and Mitigation System (PTWS) and ASEAN Earthquake Information Center (AEIC)
Use knowledge, innovation and education to build a culture of safety and resilience at all levels
Reduce the underlying risk factors
National disaster information system publicly available through internet, public information broadcasts - radio, TV GoI needs to advocate further the integration of DRR and recovery concepts into school education particularly at the district/city governments as the actual service providers Line ministries/agencies have developed methods and tools for risk assessments, the challenge is to establish assessment methods that will be commonly agreed and used by the different ministries and agencies Needs an integrated and comprehensive research policy in disaster management and risk reduction that also covers the relevant cost-benefit analysis A limited outreach of public awareness to stimulate a culture of disaster resilience at urban and rural communities, for the lack of local funding, coordination, insufficient knowledge and poor communication strategy DRR has been linked to environmental management and mainstreamed into development To protect and restore ecosystem services, a mechanism for Payment for Environmental Services is already in place, but the technical guidelines may need to be further refined Key challenges encountered to protect and restore ecosystem are includes ineffective law enforcement, overlapping of regulations and lack of inter-agency coordination Social safety nets policy exists to increase the resilience of risk prone households and communities, but the penetration has been limited to several areas only, needs further clarification on the definition of poor and vulnerables Policies at the local level have not been systematic and mechanism to empower vulnerable people’s livelihoods has not been adequate
12
Prioritas Aksi HFA 2005-2015
Capaian periode 2013-2015
Strengthen disaster preparedness for effective response at all levels
Future outlook 1
Future outlook 2
Future outlook 3
3.3.
Importance and benefit of DRR has not been internalized in the economic and productive sectors at the local government Indonesia has long made it obligatory for housing developers to conduct an environmental assessment, which contains risk reduction elements, prior to start building and to comply with building codes; the key challenge lies in the consistency in implementing policies and regulations related to spatial planning and infrastructure Post-disaster programmes explicitly incorporate and budget for DRR for resilient recovery since 2006 Yogyakarta earthquake Cost/benefits of disaster risk has not yet taken into account in the design and operation of major development projects, also, there has not been an adequate methodology for analyzing the disaster risk impacts of major development infrastructure projects The institutional mechanisms exist for the rapid mobilisation of resources in a disaster Currently all provinces and more than 90% of the districts and cities in Indonesia have possessed BPBD however its have to be strengthened in implementing their duties and responsibilities. More than 25 percent of all districts and cities have formulated contingency plans for various types of hazard On-call budgets have been allocated at the national level by the line ministries and at the local level by a number of provincial and district/city governments, however the regulation that stipulate this issue are not clear so that the local government remain reliant on the central government assistance Disaster risk insurance, catastrophe bonds and other risk transfer mechanisms have not been developed adequately in the country Damage and loss assessment methodologies and capacities available, however the challenge remains to build capacity of nearly 500 districts nationwide to implement these procedures
The more effective integration of disaster risk considerations into sustainable development policies, planning and programming at all levels, with a special emphasis on disaster prevention, mitigation, preparedness and vulnerability reduction. The development and strengthening of institutions, mechanisms and capacities at all levels, in particular at the community level, that can systematically contribute to building resilience to hazards The systematic incorporation of risk reduction approaches into the design and implementation of emergency preparedness, response and recovery programmes in the reconstruction of affected communities.
Pokok-Pokok Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Pada Perioda 2015-2019
Dalam RPJMN 2010-2014, penanggulangan bencana adalah salah satu prioritas nasional yang terintegrasi dengan pengelolaan lingkungan hidup dengan program aksi sebagai berikut ini: 13
1. Kerjasama lintas kementerian dalam merespon dampak Perubahan Iklim terutama di bidang pengelolaan lahan gambut, reboisasi hutan dan menekan laju deforestasi 2. Pengendalian Kerusakan Lingkungan terutama di bidang pengendalian pencemaran air limbah dan emisi, mengurangi hotspot kebakaran hutan dan tingkat polusi, penghentian kerusakan lingkungan pada 11 Daerah Aliran Sungai 3. Penjaminan berjalannya fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS) dan Sistem Peringatan Dini Cuaca (MEWS) serta Sistem Peringatan Dini Iklim (CEWS) pada 2013 4. Peningkatan kemampuan penanggulangan bencana melalui: 1) penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat dalam usaha mitigasi risiko serta penanganan bencana dan bahaya kebakaran hutan di 33 propinsi, dan 2) pembentukan tim gerak cepat (unit khusus penanganan bencana) dengan dukungan peralatan dan alat transportasi yang memadai dengan basis di dua lokasi strategis (Jakarta dan Malang) yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Agenda Pembangunan Nasional 2015-2019 yang terkait dengan penanggulangan bencana termasuk dalam Nawa Cita “Mewujudkan Kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”. Dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik disusun 7 sub agenda prioritas sebagai berikut: (i) Peningkatan Kedaulatan Pangan; (ii) Peningkatan Ketahanan Air; (iii) Peningkatan Kedaulatan Energi; (iv) Melestarikan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (v) Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan; (vi) Penguatan Sektor Keuangan; dan (vii) Penguatan Kapasitas Fiskal Negara, yang seharusnya terkait satu dan lainnya untuk mewujudkan kemandirian ekonomi.
Gambar 3. 1: Penanggulangan Bencana dalam Agenda Pembangunan Nasional
Pokok-pokok kebijakan dalam “Melestarikan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana” sebagaimana telah dituangkan dalam Perpres nomor 2 tahun 2014 tentang RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:
14
1. Peningkatan konservasi dan tata kelola hutan dengan sasaran konservasi hutan dan tatakelola hutan 2. Perbaikan kualitas lingkungan hidup dengan sasaran meningkatnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan meningkatnya sikap dan perilaku hidup masyarakat yang peduli terhadap alam dan lingkungan 3. Penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana dengan sasaran menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi
Tabel 3. 5: Strategi Dalam Melestarikan Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana Kebijakan
Strategi
Peningkatan konservasi dan tata kelola hutan
Konservasi hutan: a) Peningkatan efektivitas pengelolaan Resort Based Management (RBM) pada seluruh kawasan hutan konservasi b) Pembentukan pusat penelitian terintegrasi tentang keanekaragaman hayati di dalam taman nasional, dan KPHK c) Peningkatan kerja sama (kemitraan) dengan pihak ketiga dalam pengelolaan penangkaran ex-situ tanaman dan satwa liar, serta penyelamatan 20 satwa dan tumbuhan langka d) Pengembangan skema pendanaan (trust fund) bagi kawasan hutan konservasi e) Meningkatkan sarana dan prasarana perlindungan hutan dan pengendalian kebakaran hutan f) Peningkatan kuantitas dan kualitas Manggala Agni dalam rangka penanggulangan kebakaran hutan g) Peningkatan pelestarian keanekaragaman hayati di luar kawasan hutan h) Peningkatan inventarisasi keanekaragaman hayati baik di dalam maupun di luar kawasan hutan Tatakelola hutan: a) Percepatan pengukuhan kawasan hutan melalui penataan batas, pemetaan dan penetapan b) Mewujudkan unit manajemen yang handal di tingkat tapak pada seluruh kawasan hutan dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mendukung fungsi produksi, lindung dan konservasi c) Meningkatkan kapasitas pengelola KPH d) Meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan antara masyarakat, termasuk masyarakat adat, dengan pemerintah dalam pengelolaan kawasan hutan a) Penguatan sistem pemantauan kualitas lingkungan hidup b) Peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui peningkatan kualitas air, peningkatan kualitas udara dan peningkatan kualitas tutupan lahan/hutan c) Peningkatan pelestarian dan pemanfaatan keekonomian keanekaragaman hayati d) Penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan sebagai upaya efisiensi penggunaan sumberdaya dan pengurangan beban pencemaran terhadap lingkungan hidup e) Penguatan instrumen pengelolaan lingkungan serta sistem insentif dan disinsentif pengelolaan lingkungan hidup f) Penegakan hukum lingkungan, meliputi: penyelesaian peraturan operasional turunan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perbaikan kualitas lingkungan hidup
15
Kebijakan Penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana
Strategi a)
Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah b) Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana c) Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana
Sumber: RPJMN 2015-2019, Buku I Upaya pengurangan resiko bencana terkait erat dengan Sasaran Pembangunan Kewilayahan dan Antar Wilayah dalam RPJMN 2015-2019 yang meliputi: 1. Peran wilayah dalam pembentukan PDB Nasional di wilayah Pulau Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua 2. Pembangunan Perdesaan yang meliputi penurunan desa tertinggal dan peningkatan jumlah desa mandiri 3. Pengembangan kawasan perbatasan yang meliputi Pusat Kegiatan Strategis Nasional 4. Pembangunan daerah tertinggal 5. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di luar Jawa 6. Pembangunan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Kota Baru Isu utama pembangunan wilayah nasional saat ini adalah masih besarnya kesenjangan antar wilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Strategi kebijakan pembangunan berdimensi kewilayahan dilakukan dengan mendorong percepatan pembangunan pusat - pusat pertumbuhan ekonomi, sebagai penggerak utama pertumbuhan di masing-masing pulau, terutama di wilayah koridor ekonomi, dengan menggali potensi dan keunggulan daerah. Upaya peningkatan pembangunan ekonomi di semua pusat pertumbuhan tersebut, harus tetap mengacu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dalam pembangunan Bidang Tata Ruang diidentifikasi 3 (tiga) isu strategis sebagai berikut: 1. Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Siklus pelaksanaan penataan ruang, sebagaimana diatur oleh UU Penataan Ruang, terdiri dari perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Mempertimbangkan masih ada RTR dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) yang belum selesai, maka tahapan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang belum dapat dilaksanakan secara efektif. Salah satu faktor penyebab belum seluruh daerah memiliki RTR dan RZWP-3-K adalah belum tersedianya peta berskala besar 2. Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang Permasalahan kelembagaan mencakup masih belum memadainya kualitas, kuantitas dan kompetensi SDM Bidang Tata Ruang, yang berdampak pada cenderung rendahnya kualitas RTR. Untuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang Tata Ruang, selain kualitas dan kuantitas yang masih harus ditingkatkan, wadah dan tata kerjanya belum terdefinisikan dengan baik untuk menunjang kinerjanya. Selain itu, masyarakat pengguna ruang juga belum berperan aktif dalam penyelenggaraan penataan ruang. Minimnya pedoman yang dapat menjadi panduan bagi Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang juga menimbulkan banyak kendala. 3. RTR sebagai acuan pembangunan berbagai sektor
16
Sebagai peraturan perundangan yang mewadahi Bidang Tata Ruang, seluruh amanat UUPR harus dilengkapi dan selaras dengan aturan sektoral lain. Namun saat ini RTR belum menjadi pedoman bagi pembangunan sektoral. Selain itu, RTR juga belum selaras dengan rencana pembangunan yang menjadi acuan pembiayaan pembangunan Kebijakan meningkatkan ketangguhan terhadap bencana terutama dilaksanakan melalui strategi internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, yaitu : (i) melakukan pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana, melalui penyediaan peta ancaman dan risiko bencana untuk perencanaan pembangunan dan perencanaan tata ruang, (ii) penurunan dan pengendalian tingkat kerentanan wilayah dan masyarakat terhadap bencana, melalui penyediaan dukungan bagi penegakan rencana tata ruang. UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, termasuk di dalamnya data dan informasi geospasial. UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perlunya data dan informasi geospasial dalam penentuan tata ruang, baik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. UU nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial menjelaskan urgensi informasi geospasial dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yuridiksinya untuk dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, antara lain dalam hal: (i) Pengelolaan sumberdaya alam, (ii) Penanggulangan bencana, (iii) Penataan ruang, (iv) Penjagaan keutuhan wilayah NKRI, (v) Pemudahan memperoleh Informasi Geospasial, (vi) Pengembangan Iptek dan Sumberdaya Manusia, (vii) Efisiensi, (viii) Pelayanan public dan (ix) Pendorong inventasi ekonomi. Isu strategis bidang Informasi Geospasial untuk lima tahun ke depan terkait dengan pembangunan kewilayahan, terutama aspek tata ruang dan pertanahan adalah: 1. Koordinasi dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial Saat ini terdapat beberapa instansi Pemerintah yang berwenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan data dan informasi geospasial. Khususnya untuk penanggulangan bencana data dan informasi geospasial tematik yang tersedia masih memerlukan penyamaan dalam satu referensi geospasial 2. Produksi data dan informasi geospasial Upaya percepatan produksi yang selama ini dilakukan tidak sebanding dengan perkembangan kebutuhan akan data dan informasi geospasial bagi perencanaan pembangunan dan kebijakan publik. 3. Jaringan distribusi data dan informasi geospasial Upaya penguatan distribusi data dan informasi geospasial telah dilakukan melalui pembangunan Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) yang dapat diakses oleh semua stakeholder melalui jaringan internet. Namun simpul jaringan yang terkoneksi masih terbatas dan belum terjadinya pertukaran data yang signifikan antarsimpul jaringan yang telah terkoneksi.
3.4. Kerangka Sendai 2015-2030 dan Sustainable Development Goals di Indonesia Kerangka Pengurangan Risiko Bencana pasca 2015 telah diadopsi pada saat penyelenggaraan Konferensi Dunia ke-3 untuk Pengurangan Risiko Bencana, yang dilaksanakan pada tanggal 14 - 18 Maret 2015 di Sendai, Miyagi, Jepang, yang merepresentasikan kesempatan yang unik bagi seluruh negara untuk: 17
1. Mengadadopsi secara ringkas, terfokus, melihat kedepan, dan mengambil tindakan yang berorientasi pada kerangka pengurangan risiko bencana pasca 2015 2. Melengkapi penilaian dan review terhadap pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo 2005 -2015 3. Memanfaatkan pengalaman pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo untuk menyusun perencanaan pengurangan resiko bencana 4. Mengidentifikasi modalitas kerjasama berdasarkan komitmen untuk menerapkan kerangka kerja pengurangan risiko bencana pasca – 2015 5. Menentukan modalitas untuk melakukan review secara periodik terhadap pelaksanaan kerangka pengurangan risiko bencana pasca - 2015. Kerangka Sendai 2015 menggambarkan tujuan, target dan prioritas aksi sesuai gambar berikut ini.
Gambar 3. 2: Kerangka Sendai 2015-2030
Khususnya dalam pelaksanaan prioritas aksi memahami resiko bencana, ketersediaan data dan informasi geospasial sangat diperlukan. Data geospasial merupakan salah satu alat untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas Penanggulangan Bencana. Pada saat pra bencana, data geospasial yang diperlukan dapat berupa: Peta Rawan Bencana/Multi Rawan Bencana, Peta Risiko Bencana, Peta Rencana Kontijensi, Peta Tata Ruang Wilayah. Dalam rangka menanggapi Kerangka Sendai 2015-2030, pada akhir peringatan Bulan Pengurangan Resiko Bencana yang diselenggarakan pada bulan Oktober 2015 telah disepakati Deklarasi Surakarta yang pada prinsipnya menyepakati hal-hal sebagai berikut ini: 1. Dalam hal pengurangan indeks risiko bencana, jumlah korban bencana, jumlah orang yang terdampak bencana, jumlah kerugian ekonomi akibat bencana, mengurangi kerusakan akibat 18
bencana pada infrastruktur penting serta gangguan pada layanan-layanan dasar, dan meningkatkan kerjasama internasional serta meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap sistem peringatan dini multi ancaman dan informasi risiko bagi masyarakat sesuai Nawa Cita dan Kerangka Sendai, dilaksanakan melalui: a) Meningkatkan upaya Pengurangan Risiko Bencana pada semua tataran, terutama pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana ke dalam Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah dan menegaskan keterhubungan antara rencana dan penganggaran pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; b) Mempromosikan Gerakan Nasional Pengurangan Risiko Bencana untuk Masyarakat yang Tangguh, Sejahtera dan Berkelanjutan melalui perencanaan dan implementasi terpadu program Desa/Kelurahan Tangguh dan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas, program Kota dan Kabupaten Tangguh, Sekolah dan Rumah Sakit Aman, serta program ketangguhan nasional melalui Konvergensi Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana c) Melaksanakan langkah-langkah nyata untuk mengatasi emerging risks dan trans-boundary risks pada kebakaran hutan, lahan dan asap, kekeringan berkepanjangan akibat perubahan iklim dan ancaman lainnya d) Memberdayakan dan meningkatkan peran serta relawan dalam upaya kesiapsiagaan untuk respons yang lebih baik dan pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan masyarakat dan bangsa e) Meningkatkan pendidikan dan pelatihan bencana mulai dari usia dini, remaja sampai usia dewasa demi membangun budaya aman, dengan memberi perhatian khusus kepada para penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya f) Meningkatkan profesionalitas dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi kebencanaan melalui peningkatan teknologi tepat guna dan inovasi teknologi kebencanaan sebagai upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat pengetahuan bencana dan center of excellence 2. Dalam hal membangun ketangguhan kaum miskin dan mereka yang rentan, serta mengurangi keterpaparan dan kerentanan terhadap bencana sesuai sasaran 1.5 SDGs: dilaksanakan melalui peningkatan keterlibatan para pemangku kepentingan, terutama kaum miskin dan kelompok rentan, termasuk masyarakat adat, ibu hamil, anak-anak, kaum lansia dan penyandang disabilitas, dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan dan penyelenggaraan pengurangan risiko bencana di tingkat pusat dan daerah; 3. Dalam hal membangun kemandirian pangan sebagai bagian dari penguatan kapasitas untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrem, kekeringan, banjir dan bencana-bencana lainnya sesuai sasaran 2.4 SDGs dilaksanakan melalui bekerja sama dengan para pemangku kepentingan bidang pangan dan pertanian untuk mendorong praktik-praktik pertanian dan tata niaga pertanian yang lebih adil dan berkelanjutan, terutama di kawasan-kawasan dengan tingkat risiko bencana yang tinggi; 4. Dalam hal pengembangan infrastruktur yang bermutu, handal, berkelanjutan dan tangguh untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia sesuai sasaran 9.1 SDGs dilaksanakan melalui mendorong pembangunan sarana-prasarana publik di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan analisis risiko, mendorong integrasi PRB ke dalam perencanaan tataruang dan tata bangunan; meningkatkan investasi dalam pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik dan berwawasan lingkungan, 19
serta pengelolaan risiko yang berwawasan ekosistem dan penghidupan masyarakat yang berkelanjutan; 5. Dalam hal membuat kota-kota dan permukiman menjadi inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan sesuai tujuan 11 SDGs: dilaksanakan melalui mendorong Pemerintah Provinsi dan Kota/Kabupaten untuk lebih berkomitmen dan bertanggung jawab dalam melaksanakan Kerangka Sendai untuk PRB yang terintegrasi antara lain melalui penerapan manajemen risiko yang terpadu dan menyeluruh, mendukung partisipasi dalam jejaring Kota/Kabupaten Tangguh; mendukung prakarsa-prakarsa yang mendorong tercapainya sekolah dan rumah sakit serta aset dan properti daerah penting lainnya yang aman dan berkelanjutan; 6. Dalam hal mengambil langkah yang segera untuk mengurangi dampak bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim sesuai dengan sasaran 13 SDGs: dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas seluruh masyarakat, terutama kaum miskin, anak, perempuan, lansia dan para penyandang disabilitas, agar lebih tangguh dan mampu beradaptasi dengan bencanabencana alam dan bencana terkait iklim, melalui penerapan ilmu pengetahuan, pendidikan, peningkatan kesadaran, serta peningkatan kapasitas manusia dan kelembagaan dalam hal mitigasi, adaptasi dan pengurangan risiko perubahan iklim, dan sistem peringatan dini di semua tataran, dengan mempertimbangkan karakteristik demografis dan geografis serta kearifan lokal setiap daerah.
Gambar 3. 3: Sustainable Development Goals
Target 1.5: By 2030, build the resilience of the poor and those in vulnerable situations and reduce their exposure and vulnerability to climate-related extreme events and other economic, social and environmental shocks and disasters Target 2.4: By 2030, double the agricultural productivity and incomes of small-scale food producers, in particular women, indigenous peoples, family farmers, pastoralists and fishers, including through secure and equal access to land, other productive resources and inputs, knowledge, financial services, markets and opportunities for value addition and non-farm employment Target 9.1: Develop quality, reliable, sustainable and resilient infrastructure, including regional and transborder infrastructure, to support economic development and human well-being, with a focus on affordable and equitable access for all Target 11.1: By 2030, ensure access for all to adequate, safe and affordable housing and basic services and upgrade slums
20
Target 11.2: By 2030, provide access to safe, affordable, accessible and sustainable transport systems for all, improving road safety, notably by expanding public transport, with special attention to the needs of those in vulnerable situations, women, children, persons with disabilities and older persons Target 11.3: By 2030, enhance inclusive and sustainable urbanization and capacity for participatory, integrated and sustainable human settlement planning and management in all countries Target 11.4: Strengthen efforts to protect and safeguard the world’s cultural and natural heritage Target 11.5: By 2030, significantly reduce the number of deaths and the number of people affected and substantially decrease the direct economic losses relative to global gross domestic product caused by disasters, including water-related disasters, with a focus on protecting the poor and people in vulnerable situations Target 11.6: By 2030, reduce the adverse per capita environmental impact of cities, including by paying special attention to air quality and municipal and other waste management Target 11.7: By 2030, provide universal access to safe, inclusive and accessible, green and public spaces, in particular for women and children, older persons and persons with disabilities Target 11.a: Support positive economic, social and environmental links between urban, per-urban and rural areas by strengthening national and regional development planning Target 11.b: By 2020, substantially increase the number of cities and human settlements adopting and implementing integrated policies and plans towards inclusion, resource efficiency, mitigation and adaptation to climate change, resilience to disasters, and develop and implement, in line with the Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030, holistic disaster risk management at all levels Target 11.c: Support least developed countries, including through financial and technical assistance, in building sustainable and resilient buildings utilizing local materials Target 13.1: Strengthen resilience and adaptive capacity to climate-related hazards and natural disasters in all countries Target 13.2: Integrate climate change measures into national policies, strategies and planning Target 13.3: Improve education, awareness-raising and human and institutional capacity on climate change mitigation, adaptation, impact reduction and early warning Target 13.a: Implement the commitment undertaken by developed-country parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change to a goal of mobilizing jointly $100 billion annually by 2020 from all sources to address the needs of developing countries in the context of meaningful mitigation actions and transparency on implementation and fully operationalize the Green Climate Fund through its capitalization as soon as possible Target 13.b: Promote mechanisms for raising capacity for effective climate change-related planning and management in least developed countries and Small Island developing States, including focusing on women, youth and local and marginalized communities
Pada prinsipnya, Deklarasi Surakarta mendukung pelaksanaan strategi RPJMN 2015-2019 dalam penanggulangan bencana dan mengisi kesenjangan aksi yang belum sepenuhnya sesuai dengan indikator pelaksanaan HFA 2005-2015 di Indonesia. Integrasi Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Resiko Bencana kedalam perencanaan pembangunan dapat menciptakan efektivitas sumberdaya manusia dan teknologi dalam mendukung target pembangunan berkelanjutan dan efisiensi anggaran untuk pelaksanaan kedua program tersebut dalam mendukung target pembangunan berkelanjutan. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai sasaran Adaptasi Perubahan Iklim dalam RPJMN 2015-2019 sudah jelas yaitu : pertama, mendorong pemerintah daerah menyusun strategi/rencana aksi adaptasi berdasarkan dokumen RAN-API dan kajian kerentanan daerah; kedua, melaksanakan upaya adaptasi berdasarkan dokumen RAN-API terutama di 21
lokasi 15 (limabelas) daerah rentan perubahan iklim; ketiga, meningkatkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat terkait dengan perubahan iklim. Bappenas memilih lokasi pilot RAN-API dengan kriteria sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Ketersediaan kajian kerentanan yang berisi kajian iklim, dampak potensial, sektor yang terkena dampak, klaster dan rekomendasi aksi Komitmen daerah, termasuk integrasi ke dalam perencanaan dan penganggaran Adanya kegiatan adaptasi yang telah dan sedang dibiayai APBD atau sumber pendanaan lainnya Tersedianya Pokja Perubahan Iklim Daerah Kesesuaian dengan RAN-API
Berdasarkan kriteria tersebut diatas, lokasi yang menjadi sasaran RAN-API adalah Provinsi Bali, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Barat, Kota Blitar, Kota Bandar Lampung, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota Malang, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pulau Lombok, Kota Tarakan, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Sumatera Utara. Selain kegiatan tersebut diatas, pengendalian dampak perubahan iklim didukung program yang mendorong peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 tahun 2012 tentang Program Kampung Iklim (Proklim) yang bertujuan untuk mendorong pelaksanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Kegiatan adaptasi meliputi antara lain: (i) pengendalian kekeringan, banjir, dan longsor; (ii) peningkatan ketahanan pangan; (iii) penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi, ablasi, dan gelombang tinggi; dan (iv) pengendalian penyakit terkait iklim. Kegiatan mitigasi meliputi antara lain: (i) pengelolaan sampah dan limbah padat; (ii) pengolahan dan pemanfaatan air limbah; (iii) penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi; (iv) budidaya pertanian; (v) peningkatan tutupan vegetasi; dan (vi) pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
22
BAB IV PELAKSANAAN STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA TAHUN 2015
4.1.
Penanggulangan Bencana di Daerah
Kelembagaan penanggulangan bencana di daerah dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Peraturan Kepala BNPB nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Tabel 4. 1: Perbandingan substansi Permendagri dan Perka BNPB tentang BPBD Permendagri No. 46 tahun 2008
Perka BNPB No. 3 tahun 2008
Kedudukan: 1) BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. 2) BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota dipimpin Kepala Badan secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah. BPBD provinsi/kabupaten/kota bertugas: 1) menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara; 2) menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan; 3) menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana; 4) menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; 5) melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Kepala Daerah setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana; 6) mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang; 7) mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan 8) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan Penetapan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana dilaksanakan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mempunyai fungsi: 1) perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan
Pengaturan tentang kedudukan, tugas dan fungsi BPBD diatur dengan pedoman organisasi dan tata kerja BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Pengaturan tentang kedudukan, tugas dan fungsi BPBD diatur dengan pedoman organisasi dan tata kerja BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Pengaturan tentang kedudukan, tugas dan fungsi BPBD diatur dengan pedoman organisasi dan tata kerja BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
23
Permendagri No. 46 tahun 2008
Perka BNPB No. 3 tahun 2008
pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; dan 2) pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Susunan organisasi BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota terdiri atas: 1) Kepala; 2) Unsur Pengarah; dan 3) Unsur Pelaksana
BPBD terdiri dari : 1) Kepala 2) Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana. 3) Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Kepala a) Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex-officio) oleh Sekretaris Daerah. b) Kepala BPBD membawahi unsur pengarah penanggulangan bencana dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. c) Kepala BPBD bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah. Unsur pengarah penanggulangan bencana yang selanjutnya disebut Unsur Pengarah berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala BPBD. Tugas dan fungsi unsur pengarah: 1) Unsur Pengarah mempunyai tugas memberikan masukan dan saran kepada Kepala BPBD dalam penanggulangan bencana. 2) Unsur Pengarah menyelenggarakan fungsi : a) perumusan kebijakan penanggulangan bencana daerah; b) pemantauan dan evaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana Unsur Pengarah terdiri dari Ketua dan Anggota Ketua Unsur Pengarah dijabat oleh Kepala BPBD Anggota unsur pengarah berasal dari: 1) lembaga/instansi pemerintah daerah yakni dari badan/dinas terkait dengan penanggulangan bencana sedangkan masyarakat profesional yakni dari pakar, profesional dan tokoh masyarakat di daerah 2) Anggota unsur pengarah BPBD provinsi berjumlah 11 (sebelas) anggota, terdiri dari 6 (enam) pejabat instansi/lembaga pemerintah daerah dan 5 (lima)anggota dari masyarakat profesional di daerah 3) Anggota unsur pengarah BPBD kabupaten/kota berjumlah 9 (sembilan) anggota, terdiri dari 5 (lima) pejabat instansi/lembaga pemerintah daerah dan 4 (empat) anggota dari masyarakat profesional di daerah Unsur pelaksana penanggulangan bencana berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD
Pengaturan unsur Pengarah BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
1) Unsur Pelaksana BPBD Provinsi berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD Provinsi.
24
Permendagri No. 46 tahun 2008
Perka BNPB No. 3 tahun 2008
2) Unsur Pelaksana BPBD Provinsi dipimpin Kepala Pelaksana yang membantu Kepala BPBD Provinsi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi unsur pelaksana BPBD Provinsi seharihari 1) Unsur Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD Kabupaten/Kota. 2) Unsur Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota dipimpin Kepala Pelaksana yang membantu Kepala BPBD Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi unsur pelaksana BPBD Kabupaten/Kota sehari-hari. Unsur Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota klasifikasi A , terdiri atas: a) Kepala Pelaksana; b) Sekretariat Unsur Pelaksana; c) Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan; d) Bidang Kedaruratan dan Logistik; dan e) Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Sekretariat dan Bidang terdiri paling banyak 3 (tiga) Sub bagian dan masing -masing Bidang terdiri atas 2 (dua) Seksi Eselon dan kepegawaian BPBD klasifikasi A 1) Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota adalah jabatan struktural eselon II.b 2) Kepala Sekretariat dan Kepala Bidang BPBD adalah jabatan struktural eselon III.b 3) Kepala Subbagian BPBD Kabupaten/Kota adalah jabatan struktural eselon IV.a. Unsur Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota klasifikasi B terdiri atas: a) Kepala Pelaksana; b) Sekretariat Unsur Pelaksana; c) Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan; d) Seksi Kedaruratan dan Logistik; dan e) Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Eselon dan kepegawaian BPBD kelas B a) Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota jabatan struktural eselon III.a. b) Kepala Sekretariat dan Kepala Seksi BPBD Kabupaten/Kota jabatan struktural eselon IV.a c) Kepala Seksi BPBD Kabupaten/kota adalah jabatan struktural eselon IV.a. BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas menerapkan prinsip koordinasi,integrasi, dan sinkronisasi
Unsur pelaksana penanggulangan bencana berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD
Susunan organisasi Unsur Pelaksana BPBD (tanpa klasifikasi) terdiri atas; 1) Kepala Pelaksana; 2) Sekretariat Unsur Pelaksana; 3) Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan; 4) Bidang/Seksi Kedaruratan dan Logistik; dan 5) Bidang/Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Susunan organisasi Unsur Pelaksana BPBD (tanpa klasifikasi) terdiri atas; 1) Kepala Pelaksana; 2) Sekretariat Unsur Pelaksana; 3) Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan; 4) Bidang/Seksi Kedaruratan dan Logistik; dan 5) Bidang/Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, BPBD mempunyai fungsi koordinasi, komando dan pelaksana, oleh karenanya hubungan kerja antara BPBD dengan instansi atau lembaga terkait dapat dilakukan secara koordinasi, komando dan pengendalian. Mengatur secara rinci pelaksanaan koordinasi horizontal dan external, pelaksanaan fungsi komando dan pelaksanaan pengendalian
Tata Kerja 1) Hubungan Kerja antara BPBD Provinsi dengan BPBD Kabupaten/Kota bersifat memfasilitasi dan/atau koordinasi dan pada saat penanganan darurat bencana
25
Permendagri No. 46 tahun 2008
Perka BNPB No. 3 tahun 2008
2) BPBD Provinsi dapat melaksanakan fungsi komando, koordinasi, dan pelaksana. 3) Hubungan kerja antara BPBD Provinsi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana bersifat koordinasi dan teknis kebencanaan dalam rangka upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan penanggulangan bencana Pembinaan Dan Pengawasan 1) Pembinaan dan pengawasan teknis administratif serta fasilitasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. 2) Pembinaan dan pengawasan teknis operasional dilaksanakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan berkoordinasi Menteri Dalam Negeri.
Pembinaan teknis: 1) pada tingkat masyarakat dilakukan oleh BPBD Kabupaten/Kota secara terpadu dengan instansi teknis terkait. 2) pada tingkat BPBD Kabupaten/Kota dilakukan oleh BPBD Provinsi secara terpadu dengan instansi teknis terkait. 3) pada tingkat BPBD Provinsi dilakukan oleh BNPB secara terpadu dengan instansi teknis terkait Pengawasan: Pengawasan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh BNPB dan/atau lembaga pengawas sesuai peraturan perundang-undangan Pelaporan: 1) Laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana yang dibuat setiap bulan dan setiap tahun 2) Laporan penerimaan dan penyaluran bantuan yang berasal dari sumbangan masyarakat 3) Laporan pertanggungjawaban dana kontinjensi bencana, dana siap pakai, dan dana bantuan yang berasal dari BNPB.
Permendagri Nomor 46 tahun 2008 mengatur kedudukan, tugas dan fungsi BPBD provinsi dan kabupaten/kota, organisasi termasuk aspek eselon dan kepegawaian, tata kerja, pembinaan dan pengawasan. Perka BNPB Nomor 3 tahun 2008 mengatur secara terinci tentang unsur pengarah, pelaksanaan fungsi koordinasi, fungsi komando dan pengendalian. Berdasarkan Perka BNPB Nomor 3 tahun 2008, pelaksanaan fungsi koordinasi, komando dan pengendalian meliputi:
Tabel 4. 2: Fungsi koordinasi, komando dan pengendalian berdasarkan Perka BNPB nomor 3/2008 Fungsi koordinasi 1) Koordinasi BPBD dengan instansi atau lembaga dinas/badan dilaksanakan secara horisontal pada tahap prabencana, saat tanggap darurat dan Pascabencana 2) Kerjasama yang melibatkan peran serta negara lain,
Fungsi komando 1) Dalam hal status keadaan darurat bencana, 2) Gubernur/Bupati/Walikota menunjuk seorang komandan penanganan darurat bencana atas usulan Kepala BPBD untuk mengendalikan kegiatan operasional penanggulangan
26
Fungsi pengendalian 1) Penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur menjadi sumber ancaman bahaya bencana. 2) Penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam yang berpotensi yang secara tibatiba dan/atau berangsur
Fungsi koordinasi lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dilakukan melalui koordinasi BNPB sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Fungsi komando bencana dan bertanggung-jawab kepada Kepala Daerah 3) Komandan Penanganan Darurat Bencana memiliki kewenangan komando memerintahkan instansi/lembaga terkait meliputi: a. pengerahan sumber daya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan logistik; dan d. penyelamatan; 4) Komandan Penanganan Darurat Bencana berwenang mengaktifkan dan meningkatkan Pusat Pengendalian Operasi menjadi Pos Komando.
Fungsi pengendalian 3)
4)
5)
6)
7)
berpotensi menjadi sumber bahaya bencana. Pengurasan sumberdaya alam yang melebihi daya dukungnya yang menyebabkan ancaman timbulnya bencana. Perencanaan dan penegakan rencana tata ruang wilayah dalam kaitan penanggulangan bencana. Kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh lembaga/organisasi pemerintah dan nonpemerintah. Penetapan kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana. Pengumpulan dan penyaluran bantuan berupa uang dan/atau barang serta jasa lain (misalnya relawan) yang diperuntukan untuk penanggulangan bencana diwilayahnya, termasuk pemberian ijin pengumpulan sumbangan di wilayahnya.
Pada saat ini telah terbentuk 34 BPBD provinsi dan 427 BPBD kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dasar pembentukan BPBD provinsi adalah Perda dengan Klasifikasi A, namun payung hukum pembentukan BPBD kabupaten/kota sangat bervariasi, ada yang dibentuk melalui Perda, Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota dengan Klasifikasi A maupun Klasifikasi B. Berdasarkan status kelembagaan BPBD sampai dengan bulan Juni 2014, 43 BPBD diantaranya dibentuk dengan Peraturan Bupati/Walikota, sedangkan 384 BPBD lainnya dibentuk berdasarkan Perda. Seluruh BPBD provinsi telah menyusun Rencana Penanggulangan Bencana tingkat provinsi pada tahun 2012, namun hanya sekitar 15 persen dari BPBD kabupaten/kota yang dibentuk telah menyusun rencana penanggulangan bencana di kabupaten masing-masing. Kendala kinerja BPBD kabupaten/kota pada umumnya adalah: a) minimnya SDM yang berkualitas; b) minimnya pengetahuan tentang manajemen bencana; c) minimnya sarana dan prasarana penanggulangan bencana serta d) minimnya anggaran bagi pelaksanaan fungsi koordinasi, fungsi komando dan fungsi pengendalian. Tingkat eselon dan kepegawaian turut mempengaruhi pelaksanaan fungsi-fungsi koordinasi, komando dan pengendalian dalam kerangka kerjasama denngan SKPD lainnya di daerah. Panduan penilaian kapasitas penanggulangan bencana di daerah berdasarkan Perka BNPB nomor 3 tahun 2012 meliputi: 1. Identifikasi ancaman bencana 2. Penilaian regulasi, kelembagaan dan perencanaan 3. Penilaian sistem informasi dan peringatan bencana 27
4. Penilaian upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana 5. Penilaian upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar. 6. Penilaian upaya kesiapsiagaan daerah untuk penanggulangan bencana. Ilustrasi berikut ini memberikan gambaran umum tentang kapasitas penanggulangan bencana di Pulau Jawa (dengan asumsi sebagai daerah maju), di daerah kepulauan (daerah tertinggal) dan di daerah perbatasan yang kaya dengan sumber daya alam. Profil singkat ini diperoleh melalui diskusi kelompok terfokus dengan Bappeda provinsi/kabupaten/kota dan BPBD provinsi/kabupaten/kota yang menjadi obyek perbandingan.
Tabel 4. 3: Ilustrasi kapasitas penanggulangan bencana di daerah Profil daerah dalam penanggulangan bencana Identifikasi ancaman bencana Regulasi dan kelembagaan
PB dalam perencanaan pembangunan
Provinsi Jawa Tengah Telah tercantum dalam RPB 2012-2017 1) Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2008 tentang SOTK BPBD, klasifikasi A 2) Pergub Jawa Tengah Nomor 101 Tahun 2008 tentang Tupoksi dan Tata Kerja Sekretariat BPBD 3) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 120/42/2010 tentang Penetapan Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah Periode 2010-2015
Agenda PB dalam RPJMD 2013-2018: “Meningkatkan Infrastruktur untuk Mempercepat Pembangunan Jawa Tengah yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan”
Provinsi Jawa Timur Telah tercantum dalam RPB 2012-2017 1) Perda 11 tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur nomor 2 tahun 2009 SOTK dan tata kerja lembaga lain provinsi jawa timur, klasifikasi A 2) Pergub Provinsi Jawa Timur Nomor 37 Tahun 2012 tentang Uraian Jabatan Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur 3) Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/ 100 /KPTS/013/2012 tentang Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur Periode tahun 2012 - 2017 Agenda PB dalam RPJMD 2014-2019: “Memelihara kualitas dan fungsi lingkungan hidup, serta meningkatkan perbaikan pengelolaan sumber daya alam, dan penataan ruang”
28
Profil daerah dalam penanggulangan bencana Sistem informasi dan peringatan bencana
Upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana Pedoman bagi upaya pengurangan faktorfaktor risiko dasar
Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana
Wilayah Malang Raya Identifikasi ancaman bencana
Regulasi, kelembagaan PB
PB dalam perencanaan pembangunan
Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi Simulasi tanggap daurat Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana Perda 6/2010 RTRW Provinsi Jawa Tengah Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan PB RPB 2012-2017
Telah disusun dalam Rencana Kontinjensi banjir dan longsor di Provinsi Jawa Tengah
Kabupaten Malang Identifikasi kerawanan dan kerusakan lingkungan hidup Penyusunan peta risiko bencana BPBD Kabupaten Malang Raya: Perda nomor 4 tahun 2011 dan Perda nomor 7 tahun 2011 dengan klasifikasi A
PRB tidak menjadi visi dan misi Kepala Daerah (RPJMD 2010-2015) RTRW Kab. Malang tidak berpedoman pada UU 26/2007 Pengenalan kerawanan baru dicantumkan dalam
Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi Simulasi tanggap daurat Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana Perda 5/2012 RTRW Provinsi Jawa Timur Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Timur RPB 2012-2017 Bimbingan Tekhnis Fasilitator penyusunan Rencana Kontijensi BPBD Kab/Kota se Jawa Timur untuk bahaya letusan gunung berapi, tsunami, banjir, longsor dan puting beliung Kota Malang Identifikasi kerawanan dan kerusakan lingkungan hidup Pembaruan peta kerawanan bencana BPBD Kota Malang: Perda nomor 19 tahun 2014 dengan klasifikasi A Perwal no. 44/2014 Ttg tupoksi BPBD Sedang menyusun Perda Penanggulangan Bencana Agenda PB dalam Ranwal RPJMD 20132018: “Mengembangkan Potensi Daerah Yang Berwawasan Lingkungan yang berkesinambungan Adil, Dan Ekonomis”
29
Kota Batu Identifikasi kerawanan dan kerusakan lingkungan hidup
BPBD Kota Batu: Perda nomor 13 tahun 2014 dengan klasifikasi B
Tidak ada data
Profil daerah dalam penanggulangan bencana Sistem informasi dan peringatan bencana
Upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana
Upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar
Ranwal RPJMD 2016-2020 Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi Identifikasi kerawanan dan kerentanan Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana
Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana
Daerah lainnya Identifikasi ancaman bencana Regulasi, kelembagaan
PB dalam perencanaan pembangunan
Sistem informasi dan peringatan bencana
Perda 3/2010 RTRW Kabupaten Malang Perda 4/2011 tentang Manajemen Bencana
Pembentukan Tim TRC Sedang menyusun Rencana Kontinjensi banjir lahar gn. Kelud Kesiapsiagaan melalui Sekolah Siaga Bencana Kabupaten Manggarai Barat (Prov. NTT) -
Perda nomor 2 tahun 2009 tentang pembentukan BPBD dengan Klasifikasi A PB menjadi agenda pembangunan dalam RPJMD 2011-2015
Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi
Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi Identifikasi kerawanan dan kerentanan Simulasi tanggap daurat Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana Pelatihan Fasilitator Sistem Informasi Desa (SID) Perda 4/2011 RTRW Kota Malang Perda Penanggulangan Bencana sedang disusun Kesiapsiagaan melalui Sekolah Siaga Bencana Baru terbentuk, belum menyusun Rencana kontinjensi
Kabupaten Berau (Prov Kaltim) Menggunakan kajian AMDAL dan Perubahan Iklim Terbentuk tahun 2014 dengan Klasifikasi B
Perda 12/2011 tentang RPJMD Kabupaten Berau Tahun 2011-2015, terintegrasi dalam kebijakan dan strategi pengelolaan geologi dan sumber daya mineral Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi
30
Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi Simulasi tanggap daurat Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana
Perda 7/2011 RTRW Kota Batu Perda Penanggulangan Bencana sedang disusun Baru terbentuk, belum menyusun Rencana Kontinjensi Sosialisasi kesiapsiagaan pada kegiatan kepramukaan dan penyiapan sekolah siaga bencana
Profil daerah dalam penanggulangan bencana Upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana Upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar
Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana
kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi Simulasi tanggap daurat Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana Perda 9/2012 RTRW Kabupaten Manggarai Barat
Belum menyusun Rencana Kontinjensi
kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi Simulasi tanggap daurat Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana Perda 8/2014 RZWP3K Kabupaten Berau RTRW Kabupaten Berau sedang diproses Perda 16/2011 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi Baru terbentuk, belum menyusun Rencana Kontinjensi
Hingga saat ini, belum semua provinsi/kabupaten/kota menyusun Perda Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, meskipun telah membentuk BPBD. Substansi dan proses penyusunan rancangan peraturan daerah tentang penanggulangan bencana dapat memberikan kesempatan kepada lembaga eksekutif (Kepala Daerah, SKPD, DPRD) di daerah untuk menyamakan persepsi tentang tanggung-jawab dan kewenangan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Peranan peraturan daerah tentang penanggulangan bencana ternyata sangat mendukung komitmen Kepala Daerah, SKPD dan DPRD dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang sistematik dan komprehensif, yang diterjemahkan dalam prosedur tetap penanggulangan bencana. Pada daerah yang telah membentuk BPBD namun belum memiliki payung hukum penanggulangan bencana di daerah, program aksi yang dilakukan pada umumnya bersifat respon. Upaya mitigasi risiko bencana belum diterjemahkan sebagai isu strategis dan kebijakan dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan. Garis besar substansi peraturan daerah tentang penanggulangan bencana pada prinsipnya memuat halhal sebagaimana berikut ini: 1. Tanggung jawab dan wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana 2. Kelembagaan penanggulangan bencana 3. Hak dan kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana 4. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana 5. Pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana 6. Pengawasan terhadap seluruh tahapan penanggulangan bencana 7. Penyelesaian sengketa 8. Penyidikan dan ketentuan pidana
31
4.2.
Pusat-Pusat Pertumbuhan Dalam RPJMN 2015-2019
RPJMN 2015-2019 menyajikan Indeks Multi Risiko pada 136 pusat-pusat pertumbuhan di wilayah Pulau Papua, Kepulauan Maluku, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Sumatera, Pulau Jawa-Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara. Indeks Multi Risiko pada pusat-pusat pertumbuhan tersebut mewakili situasi ancaman bencana, potensi keterpaparan atau kerentanan terhadap jiwa, infrastruktur dan lingkungan hidup serta kapasitas penanggulangan bencana di daerah pada perioda tahun 2012-2017. Indeks Multi Risiko dapat dikurangi apabila dilakukan upaya mengurangi kerentanan dan keterpaparan terhadap bencana serta peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Pusat-pusat pertumbuhan yang menunjukkan Indeks Multi Risiko dengan nilai 180-2503 yaitu: 1) Pulau Papua : Jayapura, Manokwari, Raja Ampat, Sorong, Nabire 2) Kepulauan Maluku : Maluku Tengah, Kepulauan Sula, Seram Bagian Barat, Halmahera Utara 3) Kepulauan Nusa Tenggara : Lombok Barat, Lombok Timur, Dompu, Bima, Ende, Sikka, Alor, Belu 4) Pulau Sulawesi : Mamuju, Polewali Mandar, Luwu Timur, Donggala, Palu, Kolaka 5) Pulau Kalimantan : Sambas, Ketapang, Kotabaru, Barito Kuala 6) Pulau Jawa-Bali : Badung, Tangerang, Cilegon, Cianjur, Cirebon, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Semarang, Demak, Cilacap, Kebumen, Pacitan, Banyuwangi, Jember 7) Pulau Sumatera : Muko-muko, Bandar Lampung, Tanggamus, Padang, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai
Rencana kegiatan strategis yang diperkirakan merupakan investasi pembangunan pada pusatpusat pertumbuhan dengan Indeks Multi Risiko tinggi tersebut diatas diantaranya adalah: Tabel 4. 4: Kegiatan strategis RPJMN 2015-2019 pada pusat pertumbuhan berisiko tinggi Pulau Papua Perkeretaapian Perhubungan Udara
: :
Perhubungan Laut
:
ASDP
:
Pembangunan Kereta Api Sorong-Manokwari Pengembangan Bandara Domine Eduard Osok di Sorong Pembangunan Bandara Segun di Sorong Pengambangan Bandara Rendani di Manokwari Pembangunan Pelabuhan Seget di Sorong Pengembangan Pelabuhan Teminabuan di Sorong Pengembangan Pelabuhan Saunek di Raja Ampat Pembangunan Faspel Laut Arar di Sorong Pembangunan Pelabuhan Saukorem di Manokwari Pembangunan Pelabuhan Maruni di Kabupaten Manokwari Pengembangan Dermaga Penyeberangan Arar di Sorong Pengembangan Dermaga Penyeberangan Waigeo di Raja Ampat
3
IRBI 2013 menunjukkan bahwa nilai indeks risiko tinggi minimum adalah 140 dan maksimum 250. Rentang 180250 dipilih untuk pertimbangan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana.
32
Ketenagalistrikan
:
Sumber Daya Air
:
Kepulauan Nusa Tenggara Perhubungan Udara
:
Perhubungan Laut
:
ASDP
:
Ketenagalistrikan
:
Sumber Daya Air
:
Kepulauan Maluku Perhubungan Udara Perhubungan Laut
: :
Pengembangan Dermaga Folley (Pulau Missol) diRaja Ampat PLTU Klalin 30 MW di Sorong PLTMG Mobile PP Manokwari 20 MW PLTU Andai 14 MW di Manokwari Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi Lanjutan Pembangunan Bendung Wariori di Kab. Manokwari Peningkatan Jaringan Irigasi sekunder Oransbari di Manokwari Pembangunan Jaringan Irigasi primer D. I Mariyat di Sorong Pembangunan Jaringan Irigasi Rawa Wonosobo di Sorong Pembangunan Jaringan Irigasi Rawa Kampung Segun di Sorong Pengendalian banjir di Manokwari dan Sorong Pengaman pantai di Manokwari dan Sorong Pengembangan Bandara Sultan Salahuddin Bima Pengembangan Bandara Internasional Lombok* Pengembangan Faspel Bima Pembangunan Faspel Laut Pelabuhan Lombok* Pengembangan Pelabuhan Lembar Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Kayangan Pengembangan Dermaga Penyeberangan Plengsengan di Pel. Kayangan Pembangunan Talud di Pelabuhan Penyeberangan Kayangan Pengembangan Dermaga Penyeberangan Kayangan 2 PLTGU Lombok Peaker 150 MW PLTMG Bima 50 MW PLTU Lombok (FTP 2) 2x50 MW PLTU Lombok 2 100 MW Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi Pembangunan Jaringan Irigasi DI. Rababaka Kompleks di Kabupaten Dompu Pembangunan Pengendali Banjir Sungai Dodokan Lombok Barat Rehabilitasi Tanggul Banjir Sungai Babak Lombok Barat Pembangunan Pengaman Pantai Batu Nampar Lombok Timur Pembangunan Bendung Pengalih dan Saluran Interbasin Bendungan Tanju dan Bendungan Mila Untuk Rababaka Komplek di Kabupaten Dompu Pembangunan Bendungan Tanju dan Bendungan Mila Untuk Rababaka Kompleks Dompu Pembangunan Bendungan Mujur Lombok Tengah Pembangunan Bendungan Meninting Lombok Barat Pembangunan Embung Rakyat 50 di WS Lombok Tersebar Pembangunan Embung Rakyat 50 di WS Sumbawa Tersebar
Pengembangan Bandar Udara Amahai di Maluku Tengah Pelabuhan Loki di Seram Bagian Barat) Pelabuhan Pelita Jaya di Seram Bagian Barat) Pelabuhan Taniwel di Maluku Tengah) 33
Ketenagalistrikan
:
Sumber Daya Air Pulau Sulawesi Perhubungan Udara
:
Perhubungan Laut
:
:
Pelabuhan Tulehu di Maluku Tengah) Pelabuhan Amahai di Maluku Tengah) Pelabuhan Saparua di Maluku Tengah) Pengembangan Pelabuhan P.Buano di Seram Barat Daya PLTMG Seram Peaker 20 MW PLTP Tulehu (FTP2) 2x10 MW di Maluku Tengah Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi Pembangunan Waduk Way Sapalewa di Maluku Tengah
Pengembangan Bandara Tampa Padang di Mamuju Pengembangan Bandara Mutiara Sis Aljufri di Palu Pengembangan Bandara Sangia Nibandera di Kolaka Pengembangan Fasilitas pelabuhan laut Tanjung Silopo di Polewali Mandar Pengembangan Pelabuhan Pantoloan di Donggala Pengembangan Pelabuhan Ogoamas di Donggala Pengembangan Pelabuhan Kolaka Pengembangan Dermaga Penyeberangan II di Mamuju PLTU Mamuju (FTP2) 2x25 MW PLTU Palu 3 100 MW Pengendalian banjir di Mamuju Pengaman abrasi pantai di Mamuju Pembangunan Revetment Pantai di Kab. Donggala Pembangunan Intake dan Pipa Transmisi Air baku Sungai Tandayo Donggala Pembangunan Intake dan Pipa Transmisi Air baku Sungai Tunu Donggala Pembangunan Bendungan Ladongi di Kab. Kolaka
:
Pengembangan Bandara Gusti Syamsir Alam di Kotabaru
:
Pembangunan Jalur KA Shortcut Padang – Solok Reaktivasi jalur KA antara Pariaman – Naras Pembangunan jalur KA antara Duku – Bandara Internasional Minangkabau di Padang Pariaman Pembangunan/reaktivasi jalur KA menuju Pelabuhan Panjang Bandar Lampung
ASDP Ketenagalistrikan
: :
Sumber Daya Air
:
Pulau Kalimantan Perhubungan Udara Pulau Sumatera Perkereta-apian
Perhubungan Udara Perhubungan Laut
: :
Jalan ASDP
: :
Pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur, Padang* Pengembangan Pelabuhan Tiram di Padang Pariaman Pengembangan Pelabuhan Pasapuat di Mentawai Pembangunan Jalan Padang – Mukomuko Pengembangan Dermaga Penyeberangan Tua Pejat di Mentawai Pengembangan Dermaga Penyeberangan Sikakap di Mentawai Pengembangan Dermaga Penyeberangan Pagai Selatan*di Mentawai Pengembangan Dermaga Penyeberangan P. Padang 34
Ketenagalistrikan Sumber Daya Air
:
Pulau Jawa-Bali Perkereta-apian
:
Perhubungan Udara
:
Perhubungan Laut
:
Jalan
:
ASDP Ketenagalistrikan Sumber Daya Air
: : :
Pembangunan Check Dam dan Perkuatan Tebing Bt. KuranjiLimau Manis Kota Padang Pembangunan Bangunan Terjun dan Perkuatan Tebing Bt. Timbalun Bungus Kota Padang Pembangunan Sarana/Prasarana Pengamanan Pantai Padang Pariaman Pembangunan Sarana/Prasarana Pengamanan Pantai Bungus Padang Pembangunan Pengendali Banjir Mukomuko Pembangunan Bangunan Pengaman Pantai Punggur-Air Dikit Mukomuko Pembangunan Bangunan Pengaman Pantai Desa Ipuh Mukomuko Pembangunan Jalur KA Bandung-Tanjungsari-SumedangKertajati-Kadipaten-Cirebon Pembangunan Jalur KA Bogor-Sukabumi-Cianjur-Padalarang Pembangunan jalur KA antara Cangkring - Pelabuhan Cirebon Pembangunan Jalur KA Stasiun Kejaksan-Pelabuhan Cirebon Pembangunan jalur KA layang antara Jerakah - Semarang Poncol - Semarang Tawang - Alastua (perkotaan Semarang) termasuk flyover Kaligawe Pembangunan jalur ganda KA antara Solo – Semarang Pembangunan LRT dalam Kota Semarang termasuk akses ke bandara Pengembangan Bandar Udara Nusawiru di Kab. Pangandaran Pengembangan Bandar Udara Cakrabhuwana Kab. Cirebon Pembangunan Airstrip Pangandaran Pengembangan Bandara Ahmad Yani Semarang Pengembangan Bandara Blimbingsari Banyuwangi Pengembangan Pelabuhan Laut Cirebon di Kota Cirebon Pengembangan Pelabuhan Pangandaran Pembangunan Pelabuhan Cilacap* Pembangunan Jalan Tol Ciawi-Sukabumi Pembangunan Jalan Tol Batang – Semarang Pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo Pembangunan Jalan Situbondo-Garduatak-Silapak-KetapangBanyuwangi Pembangunan Jalan Lingar (Mohoagung, Banyuwangi, Lamongan)
Perbaikan dan Pengaturan Sungai Cikidang di Ds. Babakan di Pangandaran Pembangunan Acces Road Matenggeng Ciamis/Cilacap Pembangunan Perkantoran Waduk Matenggeng Ciamis/Cilacap Pembangunan Waduk Matenggeng Ciamis/Cilacap 35
Pembangunan Pipa Transmisi Air Baku Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap, Banyumas Rehabilitasi DI Klambu Kab Grobogan – Demak Normalisasi dan Perkuatan Tebing Sungai BKT Kota Semarang - Kab. Demak Rehabilitasi DI Serayu Banyumas, Cilacap Kebumen Rehabilitasi DI Wadaslintang Kebumen, Purworejo Pembangunan Bendungan Wonodadi, Pacitan Penyelesaian Pembangunan Waduk Tukul Kab. Pacitan
Tabel berikut ini menyajikan secara lengkap 136 pusat pertumbuhan disertai status hukum BPBD kabupaten/kota dan status RTRW kabupaten/kota masing-masing. Berdasarkan tabel ini, dari sejumlah 136 pusat-pusat pertumbuhan, hanya 10, 29% yang berisiko sedang. Indeks Risiko merupakan fungsi dari kerawanan, kerentanan dan kapasitas penanggulangan bencana; sehingga indikasi risiko dapat dibaca dengan contoh sebagai berikut:
Tabel 4. 5: Interpretasi Indeks Risiko Ancaman (index) Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
Kerentanan (index) Jiwa Kerusakan terpapar lingkungan Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Kerugian fisik Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
Kapasitas PB (index) Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Probabilitas Risiko(index) Sedang-Rendah Sedang-Tinggi Tinggi Sedang-Rendah Sedang-Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ancaman bencana alam adalah faktor “given” (kecuali untuk bencana non-alam), kerentanan dapat dicegah dan dikurangi, kapasitas dapat ditingkatkan sehingga tingkat risiko dapat diturunkan.
36
Tabel 4. 6: Status BPBD dan RTRW pada pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi No
Wilayah Pulau
Provinsi
Kabupaten/ Kota Sasaran
Indeks Risiko
Tingkat Risiko
Struktur Ruang
BPBD
RTRW
Perda/Perwal/Perbup
Type
Perdakot/Perdakab
Perda No.4 Th 2011
B
No. 21 Th. 2011
Perbup No.9 Th 2010
A
No. 14 Th. 2011
Perda No. 5 Th 2010
B
1
PAPUA
PAPUA
Jayapura
203.2
TINGGI
PKN
2
PAPUA
PAPUA
Merauke
170
TINGGI
3
PAPUA
PAPUA
Sarmi
171.6
TINGGI
PKW; Kawasan Merauke PKW
4
PAPUA
PAPUA
117.2
SEDANG
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No 4 Tahun 2011
B
5
PAPUA
PAPUA BARAT
Kepulauan Yapen Kota Sorong
Perda No. 2 Tahun 2014 No. 6 Th. 2012
183.2
TINGGI
PKN
A
No.3 Th. 2012
6
PAPUA
PAPUA BARAT
Manokwari
204.8
TINGGI
PKW
Perwalkot no.13 Th 2010 Perda No. 10 Th 2010
A
No.19 Th. 2013
7
PAPUA
PAPUA BARAT
Nabire
180.8
TINGGI
Perda No.02 Th 2009
A
8
PAPUA
PAPUA BARAT
Raja Ampat
200.8
TINGGI
PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya Kawasan Pariwisata
Perbup No.6 Th 2010
A
Perda No. 13 Tahun 2009 No.3 Th. 2012
9
PAPUA
PAPUA BARAT
Teluk Wondama
147.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 1 Th 2011
A
No.11 Th. 2012
10
PAPUA
PAPUA BARAT
Teluk Bintuni
166.8
TINGGI
Kawasan Industri (KI)
11
MALUKU
MALUKU
Kota Ambon
156.4
TINGGI
PKN
Perbup No 05/TB/VII/2010 Perda No. 25 Th 2012
B
No. 24 Th. 2012
12
MALUKU
MALUKU
180.4
TINGGI
A
MALUKU
MALUKU
173.2
TINGGI
Perda No. 19 Th 2010
A
Perda No. 3 Tahun 2014 No. 9 Th. 2012
14
MALUKU
MALUKU
214
TINGGI
Perda No. 5 Th 2011
A
No. 30 Th. 2011
15
MALUKU
MALUKU
179.2
TINGGI
Perda No.74 Th 2009
B
No. 12 Th. 2012
16
MALUKU
MALUKU
Maluku Tenggara Buru
PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya PKW
Perbub 04 Th.2012
13
Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Maluku Tengah
179.6
TINGGI
PKW
Perda No. 2 Th 2010
A
No. 19 Th. 2012
17
MALUKU
MALUKU UTARA
Kota Ternate
160.4
TINGGI
PKN
Perda No. 6 Th 2010
A
No.2 Th. 2012
37
MIFEE
No. 4 Th. 2012
No
Wilayah Pulau
Provinsi
18
MALUKU
MALUKU UTARA
19
MALUKU
MALUKU UTARA
20
MALUKU
MALUKU UTARA
21
MALUKU
MALUKU UTARA
22
MALUKU
MALUKU UTARA
23
NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA
NUSA BARAT NUSA BARAT NUSA BARAT NUSA BARAT NUSA BARAT NUSA BARAT NUSA BARAT NUSA BARAT NUSA TIMUR NUSA TIMUR NUSA TIMUR NUSA TIMUR
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Kabupaten/ Kota Sasaran Pulau Morotai
Indeks Risiko 166.4
Tingkat Risiko TINGGI
Struktur Ruang
BPBD
Halmahera Utara Kota Tidore Kepulauan Kepulauan Sula
194.8
Perda No 04 Th 2010
A
No.3 Th. 2012
TINGGI
KEK Morotai, PKSN Morotai, KSPN PKW
A
No.12 Th. 2011
164.4
TINGGI
PKW
Perda No. 4 Tahun 2012 Perda No. 8 Th 2011
A
No. 25 Th.2013
219.2
TINGGI
PKW
Perda No 10 Th 2010
A
No. 3 Th. 2011
173.2
TINGGI
KI Buli-Halmahera Timur
Perda No. 30 Th 2011
A
No.11 Th. 2012
TENGGARA
Halmahera Timur Kota Mataram
149.2
TINGGI
PKN
Perda No. 20 Th 2009
A
No. 12 Th. 2011
TENGGARA
Lombok Barat
205.2
TINGGI
Usulan KSPN Mataram Raya
Perda No. 9 Th 2009
A
No. 11 Th. 2011
TENGGARA
Lombok Timur
180.4
TINGGI
Usulan KSPN Mataram Raya
Perda No. 16 Th 2009
A
No. 2 Th. 2012
TENGGARA
Lombok Tengah
168.4
TINGGI
PKW, KEK Mandalika
Perda No. 2B Th 2012
TENGGARA
Lombok Utara
152.4
TINGGI
Usulan KSPN Mataram Raya
Perda No. 11 Th 2010
A
No. 9 Th. 2011
TENGGARA
Kota Bima
170.8
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 5 Th 2010
A
No.4 Th. 2012
TENGGARA
Dompu
184.4
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 10 Th 2010
B
No. 48 Th. 2011
TENGGARA
Bima
209.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 5 Th 2010
A
No. 9 Th. 2011
TENGGARA
Kota Kupang
138
SEDANG
PKN
Perda No. 9 Th 2011
A
No. 11 Th. 2011
TENGGARA
Ngada
158.8
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 6 Th 2010
A
No. 3 Th. 2012
TENGGARA
Ende
186
TINGGI
PKW
Perda No. 6 Th. 2010
B
No. 11 Th. 2011
TENGGARA
Sikka
200.8
TINGGI
PKW
Perda No.3 Th 2009
A
No. 2 Th. 2012
38
RTRW
No. 7 Th. 2011
No
Wilayah Pulau
Provinsi
Kabupaten/ Kota Sasaran Manggarai
Indeks Risiko 174.8
Tingkat Risiko TINGGI
Struktur Ruang
BPBD
35
38
NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA SULAWESI
NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA TIMUR GORONTALO
PKW
Perda No.2 Th 2009
A
No. 6 Th. 2012
Alor
183.2
TINGGI
PKSN
Perda No.4 Th 2009
A
No.2 Th. 2013
Belu
181.2
TINGGI
PKSN
Perda No. 6 Th 2010
A
No. 6 Th. 2011
Gorontalo
146.4
TINGGI
PKN; KPB Pawonsari
Perda No. 7 Th 2011
GORONTALO
Kota Gorontalo
123.2
SEDANG
PKN
Perda No.17 Th 2008
A
Perda No. 4 Tahun 2011 No. 40 Th. 2011
39
SULAWESI
40
SULAWESI
SULAWESI BARAT
Mamuju
200.4
TINGGI
PKW
Perda. No. 10 Th2009
A
N/A
41
SULAWESI
SULAWESI BARAT
Polewali Mandar
202
TINGGI
PKW
Perda No. 2 Th 2012
A
No.12 Th. 2012
42
SULAWESI
SULAWESI SELATAN
Maros
168.4
TINGGI
KSN Perkotaan Maminasata
Perda No. 3 Th 2010
A
No. 4 Th. 2012
43
SULAWESI
SULAWESI SELATAN
Takalar
144.4
TINGGI
KSN Perkotaan Maminasata
Perda No.6 Th.2010
A
No. 6 Th. 2011
44
SULAWESI
SULAWESI SELATAN
Gowa
163.2
TINGGI
KSN Perkotaan Maminasata
Perda No.25 Th 2011
A
No. 25 Th. 2012
45
SULAWESI
SULAWESI SELATAN
Luwu Timur
202
TINGGI
KPB Kolonedale
Perda No. 12 Th 2010
A
No. 7 Th. 2011
46
SULAWESI
SULAWESI SELATAN
Kota Makasar
144.4
TINGGI
Perda No 2 Th 2011
A
47
SULAWESI
SULAWESI SELATAN
Bantaeng
174.4
TINGGI
PKN, KSN Maminasata KI Bantaeng
Perda No. 2 Th 2011
B
Perda No. 6 Tahun 2006 No. 2 Th. 2012
48
SULAWESI
SULAWESI TENGAH
Sigi
72
SEDANG
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 4 Th 2012
B
No. 21 Th. 2011
49
SULAWESI
SULAWESI TENGAH
Donggala
189.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No 09 Th 2009
A
No. 1 Th. 2012
50
SULAWESI
SULAWESI TENGAH
Kab. Poso
172.4
TINGGI
KPB Tamporole
Perda no.05 Th 2009
B
No. 8 Th. 2012
51
SULAWESI
SULAWESI TENGAH
Parigi Moutong
173.6
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No.12 Th 2012
A
No. 2 Th 2011
52
SULAWESI
SULAWESI TENGAH
Morowali
177.2
TINGGI
KPB Kolonedale
Perda No.01 Th 2010
A
No. 2 Th. 2012
53
SULAWESI
SULAWESI TENGAH
Kota Palu
181.2
TINGGI
PKN
Perda No.02 Th 2009
A
No.16 Th. 2011
54
SULAWESI
Kolaka
186.4
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No 12 Th 2009
A
No.16 Th. 2012
55
SULAWESI
Konawe
173.6
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No 2 Th 2010
A
56
SULAWESI
SULAWESI TENGGARA SULAWESI TENGGARA SULAWESI TENGGARA
Kota Kendari
148.4
TINGGI
PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No 4 Th 2011
A
Perda No 9 tahun 2014 No.1 Th. 2012
36 37
39
Perkotaan
RTRW
No
Wilayah Pulau
Provinsi
Indeks Risiko 163.2
Tingkat Risiko TINGGI
Struktur Ruang
BPBD
SULAWESI UTARA
Kabupaten/ Kota Sasaran Kota Bitung
57
SULAWESI
58
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No.12 Th 2012
A
No. 40 Th. 2011
SULAWESI
SULAWESI UTARA
Minahasa Utara
158.4
TINGGI
Perkotaan
Perda No. 08 2010
A
No. 1 Th. 2013
59
SULAWESI
SULAWESI UTARA
173.6
TINGGI
Perkotaan
Perda No.1 Th 2009
A
60
SULAWESI
SULAWESI UTARA
154.4
TINGGI
Perda No.3 Th 2009
A
61
SULAWESI
SULAWESI UTARA
Minahasa Selatan Kepulauan Sangihe Kota Manado
KSN (Usulan) Manado Raya KSN (Usulan) Manado Raya PKSN Sangihe
130.4
SEDANG
Pusat Pertumbuhan Lainnya
A
62
KALIMANTAN
Kota Pontianak
96.4
SEDANG
PKN
A
63
KALIMANTAN
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 3 Th 2012
A
No.2 Th. 2012
KALIMANTAN
Kota Singkawang Bengkayang
178
64
178
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 13 Th 2011
B
N/A
65
KALIMANTAN
Sambas
180.4
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
N/A
66
KALIMANTAN
Sintang
156.4
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 13 Th 2011
B
N/A
67
KALIMANTAN
Kapuas Hulu
163.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 13 Th 2011
B
68
KALIMANTAN
Ketapang
192.4
TINGGI
KI Ketapang
B
KALIMANTAN
Landak
131.6
SEDANG
KI Landak
Perda Nomor 2 Tahun 2011 Perda No. 3 Th 2012
Perda No 1 tahun 2014 N/A
69
A
N/A
70
KALIMANTAN
Kotabaru
205.2
TINGGI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 4 Th 2011
B
No. 11 Th. 2012
71
KALIMANTAN
Barito Kuala
190
TINGGI
KSN Banjarbakula
Perda No. 17 Th 2010
B
No. 6 Th. 2012
72
KALIMANTAN
Tanah Laut
178
TINGGI
KSN Banjarbakula
Perda No. 10 Th 2013
B
N/A
73
KALIMANTAN
KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH
Perwalkot No.32 Th 2010 Perda No 1. Th 2010
Perda No. 3 Tahun 2014 Perda No 1 tahun 2014 Perda No. 1 Tahun 2014 No.2 Th.2013
Kota Palangkaraya
148.4
TINGGI
PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya
N/A
40
RTRW
N/A
N/A
No
Wilayah Pulau
Provinsi
Kabupaten/ Kota Sasaran Kapuas
Indeks Risiko 179.2
Tingkat Risiko TINGGI
Struktur Ruang
BPBD
RTRW
74
KALIMANTAN
75
KALIMANTAN
76
KALIMANTAN
77
KALIMANTAN
78
KALIMANTAN
79
KALIMANTAN
80
JAWA-BALI
KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA KALIMANTAN UTARA BALI
Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No. 2 Th 2012
N/A
Kota Samarinda
134.8
SEDANG
Perda No.10 Th 2011
A
N/A
Kota Balikpapan
159.2
TINGGI
Perda No. 21 Th 2008
A
No. 12 Th. 2012
Kutai Kertanegara Kota Tarakan
160.4
TINGGI
PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perda No.10 Th 2011
A
No. 9 Th. 2013
132.4
SEDANG
PKN
B
No.4 Th. 2012
Nunukan
173.2
TINGGI
PKSN Perbatasan
Perwalkot No.29 Th 2012 Perda No. 24 Th 2011
B
Kota Denpasar
167.2
TINGGI
Perkotaan
Perda No 14 Th 2012
B
BALI
Badung
179.2
TINGGI
Perkotaan
Perda No.3 Th 2011
A
No. 26 Th. 2013
JAWA-BALI
BALI
Tabanan
174.4
TINGGI
Perkotaan
Perda No. 12 Th 2011
B
No.11 Th. 2012
83
JAWA-BALI
BALI
Buleleng
167.2
TINGGI
Kawasan Sarbagita Kawasan Sarbagita Kawasan Sarbagita PKW
Perda No. 19 Tahun 2013 No. 27 Th. 2011
81
JAWA-BALI
82
Perda No.3 Th 2010
A
No. 9 Th. 2013
84
JAWA-BALI
BANTEN
Tangerang
200.8
TINGGI
PKN Jabodetabekjur
No. 13 Th. 2011
85
JAWA-BALI
BANTEN
Cilegon
182.4
TINGGI
PKN
No.3 Th. 2011
86
JAWA-BALI
DI YOGYAKARTA
Kota Yogyakarta
124.8
SEDANG
PKN
Perda No.3 Th 2013
B
87
JAWA-BALI
DI YOGYAKARTA
Sleman
153.6
TINGGI
PKW
Perda No. 12 Th. 2011
A
88
JAWA-BALI
DKI JAKARTA
DKI Jakarta
123.3
SEDANG
PKN Jabodetabekjur
Perda No. 11 Th. 2013
A
89
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Kota Bogor
107.2
SEDANG
PKN Jabodetabekjur
Perda No.02 Th. 2010
A
90
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Kota Depok
102.4
SEDANG
PKN Jabodetabekjur
N/A
91
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Bekasi
164.8
TINGGI
PKN Jabodetabekjur
Perda No 4 Tahun 2011
92
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Cianjur
250
TINGGI
PKN Jabodetabekjur
Perda No. 34 Th 2010
41
Perda No. 2 Tahun 2010 Perda No.12 Tahun 2012 Perda No. 1 Tahun 2012 No. 19 Th. 2008 Perda No. 1 Tahun 2015 No. 12 Th. 2011
A
No. 17 Th.2012
No
Wilayah Pulau
Provinsi
Indeks Risiko 154
Tingkat Risiko TINGGI
Struktur Ruang
BPBD
RTRW
JAWA BARAT
Kabupaten/ Kota Sasaran Kota Bandung
93
JAWA-BALI
PKN Bandung Raya
N/A
No. 3 Th. 2008
94
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Bandung Barat
162
TINGGI
PKN Bandung Raya
Perda No 3 Tahun 2011
95
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Cirebon
181.2
TINGGI
PKN
N/A
96
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Sukabumi
231.2
TINGGI
PKW
Perda No.16 Th 2012
B
No. 22 Th. 2012
97
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Tasikmalaya
224.8
TINGGI
PKW
Perda No.6 Tahun 2013
B
No. 2 Th. 2012
98
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Ciamis
215.2
TINGGI
PKW
Perda No. 3 Th 2010
A
No.15 Th. 2012
99
JAWA-BALI
JAWA BARAT
Pangandaran
215.2
TINGGI
PKW
Perda No.16 Th 2012
B
N/A
100
JAWA-BALI
JAWA TENGAH
Kota Semarang
183.6
TINGGI
PKN Kedungsepur
Perda No.12 Th 2010
A
No. 6 Th. 2011
101
JAWA-BALI
JAWA TENGAH
Kendal
167.2
TINGGI
PKN Kedungsepur
Perda No. 19 Th 2011
B
No. 20 Th. 2011
102
JAWA-BALI
JAWA TENGAH
Demak
183.6
TINGGI
PKN Kedungsepur
Perda No. 6 Th. 2010
A
No. 6 Th. 2011
103
JAWA-BALI
JAWA TENGAH
Cilacap
215.2
TINGGI
PKN
Perda No.16 Th 2010
A
No. 9 Th. 2011
104
JAWA-BALI
JAWA TENGAH
Kebumen
203.2
TINGGI
PKW
Perda No 8 Th 2010
A
No.23 Th. 2012
105
JAWA-BALI
JAWA TENGAH
Magelang
143.2
SEDANG
PKW
Perda No.3 Th 2011
A
No. 5 Th. 2011
106
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Malang
219.2
TINGGI
PKN
Perda No.4 Th 2011
A
No. 3 Th. 2010
107
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Gresik
175.2
TINGGI
PKN Gerbangkertosusila
Perda No. 8 Th 2010
A
No. 8 Th. 2011
108
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Bangkalan
164.4
TINGGI
PKN Gerbangkertosusila
Perda No. 1 Th 2011
A
No. 10 Th. 2009
109
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Kota Surabaya
166.8
TINGGI
PKN Gerbangkertasusila
N/A
110
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Sidoarjo
149.6
TINGGI
PKN Gerbangkertosusila
Perda No. 13 Th 2011
A
Perda No. 12 Tahun 2014 No. 9 Th. 2009
111
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Lamongan
174
TINGGI
PKN Gerbangkertosusila
Perda No. 1 Th 2010
A
No. 15 Th. 2011
112
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Bojonegoro
150
TINGGI
PKW
Perda No.14 Th 2010
A
No. 26 Th. 2011
113
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Pacitan
215.2
TINGGI
PKW
Perda No.7 Th 2010
A
No. 3 Th. 2010
114
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Banyuwangi
219.2
TINGGI
PKW
Perda No.16 Th 2011
A
No.8 Th.2012
115
JAWA-BALI
JAWA TIMUR
Jember
219.2
TINGGI
PKW
Perda No.7 Th 2012
A
N/A
116
SUMATERA
ACEH
175.2
TINGGI
PKN
SUMATERA
ACEH
167.2
TINGGI
PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya
Perwalkot Nomor 14 Tahun 2010 Qanun Nomor 6 Tahun 2010
A
117
Kota Lhokseumawe Kota Banda Aceh
QANUN NO. TAHUN 2014 No. 4 Th. 2009
42
A
No. 2 Th. 2012 No. 17 Th. 2011
A
1
No
Wilayah Pulau
Provinsi
Indeks Risiko 170.4
Tingkat Risiko TINGGI
Struktur Ruang
BPBD
BENGKULU
Kabupaten/ Kota Sasaran Kota Bengkulu
118
SUMATERA
119
PKW
Perda No 03 Th 2010
A
SUMATERA
BENGKULU
Mukomuko
191.2
TINGGI
PKW
Perda No. 08 Th 2009
A
Perda No. 2 Tahun 2012 Perda No.6 Th. 2012
120
SUMATERA
BENGKULU
Rejang Lebong
146
TINGGI
PKW
Perda No. 6 Th. 2010
A
Perda No.8 Th. 2012
121
SUMATERA
JAMBI
Kota Jambi
128
SEDANG
PKN
A
122
SUMATERA
JAMBI
Sarolangun
155.2
TINGGI
PKW
Perda No. 9 Tahun 2012 Perda No.6 Th 2012
Perda No.10 Tahun 2013 Perda No. 2 Th. 2014
123
SUMATERA
JAMBI
Kerinci
150
TINGGI
PKW
Perda No. 23 Th. 2009
A
124
SUMATERA
LAMPUNG
182
TINGGI
PKN
Perda No. 5 Th 2010
A
125
SUMATERA
LAMPUNG
Kota Bandar Lampung Lampung Barat
214
TINGGI
PKW
Perda No.13/2010
A
126
SUMATERA
LAMPUNG
Tanggamus
201.2
TINGGI
KI Tanggamus
Perda No. 7 Th 2010
A
127
SUMATERA
SUMATERA BARAT
Kota Padang
209.2
TINGGI
PKN
Perda No.17 Th.2009
A
Perda No. 16 Th. 2011 No.5 Th. 2012
128
SUMATERA
SUMATERA BARAT
196.8
TINGGI
PKW
Perda No. 15 Th 2011
A
Perda No. 5 Th. 2011
129
SUMATERA
SUMATERA BARAT
197.2
TINGGI
PKW
Perda No. 35 Th.2008
A
N/A
130
SUMATERA
156.4
TINGGI
A
SUMATERA
Lahat
162
TINGGI
KSN (Usulan) Perkotaan Palembang Raya PKW
Perda No.7 Th 2011
131
Perda No 10 Th 2010
A
132
SUMATERA
SUMATERA SELATAN SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA
Padang Pariaman Kepulauan Mentawai Banyuasin
Kota Medan
155.2
TINGGI
KSN Perkotaan Mebidangro
Perda No. 2 Th. 2011
A
Perda No. 28 Th. 2012 Perda No.11 Th. 2012 No. 13 Th. 2011
133
SUMATERA
SUMATERA UTARA
Langkat
155.2
TINGGI
KSN Perkotaan Mebidangro
A
Perda No.9 Th.2013
134
SUMATERA
SUMATERA UTARA
Deli Serdang
155.2
TINGGI
KSN Perkotaan Mebidangro
Perda Nomor 12 Tahun 2011 N/A
135
SUMATERA
SUMATERA UTARA
Karo
154
TINGGI
KSN Perkotaan Mebidangro
Perda No. 01 Th. 2014
A
N/A
136
SUMATERA
SUMATERA UTARA
Simalungun
95.2
SEDANG
KI Sei Mangke
Perda Nomor 2 Tahun 2010
A
Perda No. 10 Th. 2012
Catatan: dari sejumlah 136 pusat-pusat pertumbuhan, hanya 10,29% yang berisiko sedang. 43
RTRW
A
Perda No. 24 Th. 2012 Perda No. 1 Tahun 2010 Perda No.1 Th. 2012
N/A
4.3.
Pelaksanaan Internalisasi PRB dalam Kerangka Pembangunan Perkelanjutan di Pusat dan daerah
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan pengurangan risiko bencana sebagai bagian penting dalam Perencanaan penanggulangan bencana. Berdasarkan peraturan penanggulangan bencana, tujuh afirmasi mendasar dalam penanggulangan bencana, yaitu sebagai dasar dan payung hukum; berorientasi/paradigma pengurangan risiko bencana; mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko Bencana termasuk pembiayaannya; mendorong otonomi lokal; penetapan status dan tingkatan keadaan bencana; lembaga penanggulangan bencana yang kuat; dan penjelasan terkait hak dan kewajiban masyarakat. Terkait bidang kebencanaan, masih banyak dijumpai bahwa isu penanggulangan bencana belum menjadi isu prioritas dalan dokumen RPJMD. Potensi ancaman bencana baru sebatas dijabarkan dalam aspek geografis dan demografis namun pada umumnya belum diangkat menjadi isu strategis pembangunan daerah, atau telah dicantumkan sebagai isu strategis dalam Rancangan Teknokratik RPJMD namun tidak menjadi visi/misi politik calon kepala daerah. Dengan demikian, penganggaran bagi penanggulangan bencana di daerah dari sumber BPBD tidak mencukupi kebutuhan pelaksanaan tugas-tugas BPBD maupun SKPD lainnya dalam penanggulangan bencana. Rencana pembangunan daerah memuat berbagai pertimbangan yang terkait dengan kerangka ekonomi daerah, kebijakan umum dan prioritas pembangunan Daerah, program kewilayahan disertai rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Rencana penanggulangan bencana juga memuat unsur kewilayahan, kebijakan dan strategi penanganan fase pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya disingkat dengan RTRW adalah dokumen yang memuat hasil perencanaan tata ruang wilayah. Dalam UU No.26 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang terdiri dari (1) Rencana Umum Tata Ruang (RTRW Nasional, RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota); dan (2) Rencana Rinci Tata Ruang (RTR Pulau/Kepulauan dan RTR Kawasan Strategis Nasional, RTR Kawasan Strategis Provinsi, RDTR Kabupaten/Kota dan RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, dan Peraturan Zonasi). Berdasarkan landasan hukum dan peraturan, RTRW Kabupaten disusun berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) No. 16/PRT/M/2009, RTRW Kota disusun berpedoman pada Peraturan Menteri PU No. 17/PRT/M/2009, RZWP3K (disetarakan dengan RTRW provinsi atau RTRW kabupaten/kota) disusun berdasarkan UU No. 27/2007 dan PP No. 64/2010, dan RDTRW disusun berpedoman pada Permen PU No. 20/PRT/M/2011. Perencanaan penataan ruang memiliki tujuan untuk menghasilkan penggunaan ruang yang efektif, termasuk diantaranya mengurangi risiko bencana melalui mitigasi dan pencegahan. Indonesia sebagai negara yang sering mengalami bencana, baik karena faktor geografis atau peningkatan paparan (exposure) terhadap bencana memerlukan upaya-upaya untuk mengurangi besarnya resiko bencana. Bappeda memiliki posisi strategis sebagai ujung tombak untuk memastikan bahwa PRB menjadi isu strategis pembangunan pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi. Dengan memastikan pengarusutamaan PRB, maka berimplikasi terhadap PRB dan pemaduan dengan pembangunan, pelindungan masyarakat dari dampak bencana, penjaminan pemenuhan hak masyarakat sesuai standar pelayanan minimum, pemulihan kondisi dari dampak bencana, dan pengalokasian anggaran. Peranan Rencana Tata Ruang dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat digambarkan sebagai berikut ini.
44
Gambar 4. 1: Rencana Tata Ruang Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Dokumen perencanaan yang terkait dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Kontinjensi (Renkon), Rencana Operasi Tanggap Darurat dan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada Fase Pra Bencana dituangkan dalam Rencana Penanggulangan Bencana, yang memuat pengenalan ancaman dan kerentanan masyarakat, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia di daerah. Proses penyusunan rencana penanggulangan bencana memberikan kesempatan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar SKPD dalam pembagian tugas dan mengenali kewenangan masingmasing. Pengintegrasian Rencana Penanggulangan Bencana ke dalam RPJMD merupakan upaya strategis untuk memastikan ketersediaan pendanaan bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Pada saat ini telah tersedia RPB untuk 33 provinsi, 3 diantaranya yaitu RPB Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat dimanfaatkan Sekretariat BKPRN di Bappenas untuk mereview RTR Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur pada tahun 2013. Permasalahan yang dihadapi dalam menginterasikan penanggulangan bencana dalam RPJMD adalah: 1. Belum tersedianya peta IGD 1:50.000 dan 1:25.000 untuk semua kabupaten/kota 2. Belum tersedianya Kajian dan Peta Risiko Bencana yang diperlukan kabupaten/kota sehingga belum menjadi masukan strategis bagi lembaga perencanaan di daerah 3. Belum tersedianya Rencana Penanggulangan Bencana kabupaten/kota sehingga belum menjadi masukan strategis bagi lembaga perencanaan daerah 4. Belum tersedianya Perda Penanggulangan Bencana di daerah sehingga masih terdapat perbedaan persepsi antara Kepala Daerah dengan DPRD 5. Penanggulangan bencana tidak menjadi visi dan misi politik Kepala Daerah 6. Belum tersedianya kapasitas perencanaan pada BPBD karena persepsi penyelenggaraan penanggulangan bencana belum bergeser dari respon atau tanggap darurat Berdasarkan Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; RPJMD disusun guna menjabarkan visi dan misi serta program Kepala Daerah kedalam tujuan 45
dan sasaran, arah kebijakan, strategi, kebijakan umum dan program pembangunan, program prioritas yang disertai kebutuhan pendanaan, serta indikator kinerja pembangunan. Untuk menjamin tercapainya sasaran dan prioritas bidang pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015, maka Permendagri nomor 27 tahun 2014 mengatur tentang pedoman penyusunan, pengendalian dan evaluasi rencana kerja pembangunan daerah tahun 2015. Pada prinsipnya, RKPD tahun 2015 dapat dirubah untuk ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan menjadi landasan penyusunan perubahan KUA dan perubahan PPAS untuk menyusun Perubahan RAPBD Tahun 2015. Apabila perubahan yang dimaksud merupakan kebijakan nasional yang tercantum dalam RKP, maka perubahan RPJMD tidak diperlukan. Perubahan dan/atau kegiatan baru dalam RKPD harus ditindaklanjuti dengan perubahan dan/atau penambahan kegiatan dalam Renstra SKPD, sebagai acuan penyusunan Renja SKPD. Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan Urusan Pemerintahan Wajib yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah, yaitu terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Khususnya Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi sebagai berikut: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial. Urusan bencana merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat yang terdiri dari Sub-Ketenteraman dan Ketertiban Umum, Sub-Bencana dan Sub-Kebakaran. Berlakunya Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membuka peluang terintegrasinya penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan di daerah, yang rencananya diperkuat dengan penyelenggaraan penanggulangan kebakaran. Rencana Penanggulangan Bencana khususnya pada
Gambar 4. 2: Kedudukan Penanggulangan Bencana Dalam Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional
46
4.4.
Pelaksanaan Pengurangan Kerentanan Terhadap Bencana
Jenis-jenis kerentanan dalam perspektif penanggulangan bencana adalah: 1. Kerentanan Fisik: perumahan dan Infrastruktur dengan kualitas konstruksi yang tidak sesuai standar 2. Kerentanan Sosial yang disebabkan oleh kemiskinan, konflik, tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi, kurangnya pengetahuan terhadap ancaman dan kesiagaan menghadapi bahaya, yang terutama dapat menimbulkan lebih banyak korban pada kelompok anak-anak dan wanita, penyandang cacat dan lansia 3. Kerentanan Lingkungan Hidup yang disebabkan eksploitasi yang berlebihan, pencemaran lingkungan dan penyimpangan pemanfaatan ruang Menurunkan tingkat kerentanan selalu terkait dengan menurunkan tingkat keterpaparan (exposures) dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Sebagai contoh, kerentanan Kota Manado terhadap perubahan iklim4 dapat dapat dikurangi dengan cara: 1. Memperbaiki kemampuan adaptasi dan mengurangi sensitivitas; misalnya dengan memperbaiki sistem pelayanan publik dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah dalam merespon perubahan iklim, melaksanakan penataan ruang yang lebih baik dan meningkatkan kesadaran masyarakat 2. Kerentanan dapat berubah, sejalan dengan dinamika urbanisasi kota; oleh karena itu pemerintah daerah perlu memantau perubahan demografi dan penggunaan lahan untuk menerapkan kebijakan yang tepat dalam merespon perubahan tersebut 3. Kerentanan dapat dikurangi dengan konservasi lingkungan dan juga perencanaan dan manajemen kota yang baik Pengenalan terhadap ancaman bencana merupakan langkah awal untuk mengurangi kerentanan dan keterpaparan. Setiap daerah perlu memiliki kapasitas untuk mengenali kemungkinan ancaman yang terjadi dan besaran dampak bencana yang tercatat untuk setiap jenis bencana: a) Gempabumi, b) Tsunami, c) Banjir, d) Tanah Longsor, e) Letusan Gunung Api, f) Gelombang Ekstrim dan Abrasi, g) Cuaca Ekstrim, h) Kekeringan, i) Kebakaran Hutan dan Lahan dan j) Kebakaran Gedung dan Pemukiman sesuai dengan karakteristik kebencanaan di daerah. Berdasarkan Perka BNPB nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, maka pengkajian risiko bencana dilaksanakan berdasarkan: 1. Ketersediaan data segala bentuk rekaman kejadian yang ada dan peta dengan skala yang sesuai 2. Analisis probabilitas kemungkinan ancaman dari berbagai sumber kajian ilmiah, pendapat ahli dan berkembangnya kearifan lokal masyarakat 3. Proyeksi berdasarkan metoda perhitungan terhadap potensi jumlah jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan 4. Kemampuan analisis untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan risiko bencana Contoh dibawah ini menggambarkan upaya mengenali ancaman banjir yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk mengantisipasi banjir tahunan di wilayahnya. Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air bekerjasama dengan BPBD dan kelurahan setempat memetakan potensi genangan banjir berdasarkan rekaman kejadian sebelumnya.
4
Kajian Kerentanan Kota Manado terhadap Perubahan Iklim, USAID, September 2014.
47
Gambar 4. 3: Upaya Mengenali dan Pemetaan Potensi Genangan Banjir oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan
Peta ini dilengkapi dengan informasi lokasi genangan pada tingkat RT/RW, tinggi dan kecepatan surutnya genangan, jumlah penduduk yang berpotensi terpapar dalam kelompok usia, jumlah rumah serta fasilitas umum yang tergenang. Untuk mengantisipasi banjir, informasi ini digunakan BPBD Kota Tangerang Selatan untuk mengkoordinasikan upaya kesiapsiagaan termasuk identifikasi kebutuhan logistik, mengidentifikasi jalur evakuasi dan tempat penampungan sementara, lokasi pendirian Posko dan sosialisasi kepada masyarakat.
Secara umum, meskipun Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat Kabupaten/Kota belum menjawab kebutuhan 80% dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, namun usaha untuk memberdayakan masyarakat dalam mengenali potensi ancaman telah dilakukan oleh Pemerintah melalui berbagai media komunikasi seperti radio, televisi, telepon seluler, media sosial, penyuluhan dan pelatihan siaga bencana. Media komunikasi visual yang menarik untuk anak-anak usia SD telah disusun dan disosialisasikan di sekolah serta fasilitas publik lainnya. BNPB meluncurkan Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana untuk jenis bencana gempa bumi dan tsunami. Kerangka kerja penerapan sekolah/madrasah aman berdasarkan Perka BNPB nomor 4 tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah aman dari bencana adalah: 1. Dengan pendekatan struktural: lokasi aman dari bencana, struktur bangunan aman, desain dan penataan kelas aman, dukungan sarana dan prasarana aman 2. Dengan pendekatan non-struktural: memberikan pengetahuan, sikap dan tindakan, memberikan masukan bagi kebijakan sekolah/madrasah, mengajarkan perencanaan kesiapsiagaan dan mobilisasi sumberdaya
48
Beberapa contoh komunikasi visual untuk kesiapsiagaan menghadapi bencana diantaranya terdapat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4. 4: Komunikasi Visual untuk Kesiapsiagaan
BNPB telah menyiapkan situs mengenai siaga bencana seperti http://www.bnpb.go.id/pengetahuanbencana/siaga-bencana dan http://www.sigana.web.id/ yang memberikan informasi tentang: a) mengenali ancaman bencana, b) panduan menghadapi bencana dan c) siaga sebelum bencana. Selain Program Sekolah/Madrasah aman dari bencana, Program Desa Tangguh merupakan program Nasional yang didukung BNPB sesuai Perka BNPB 01/2012 dalam rangka mewujudkan misi Indonesia Tangguh. Prinsipnya, karena masyarakat merupakan penerima dampak langsung dari bencana, dan sekaligus sebagai pelaku pertama yang akan merespon kejadian disekitarnya, maka pemberdayaan masyarakat supaya tangguh menghadapi bencana menjadi sasaran utama program ini. Kegiatan desa tangguh bencana adalah membuat peta risiko bencana, menyusun Rencana Penanggulangan Bencana Desa, menyusun Rencana Kontinjensi dengan pendekatan partisipasi masyarakat yang kemudian dituangkan ke dalam Rencana Aksi Komunitas. Selain kegiatan perencanaan, masyarakat difasilitasi untuk membangun Sistem Peringatan Dini Yang Terpusat Pada Masyarakat, termasuk panduan tentang bagaimana bertindak apabila ada peringatan untuk menghindari atau mengurangi kerentanan dan keterpaparan. Upaya menurunkan kerentanan harus dapat diukur melalui Indeks Risiko Bencana per jenis potensi bencana yang disusun kabupaten/kota yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan. Selain itu, Indeks Risiko Bencana diperlukan untuk merevieu RTRW Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan pada tahun 2010 dan tahun 2011. Kunci yang penting untuk mengurangi kerentanan dan keterpaparan adalah peringatan dini, namun sistem peringatan dini yang sangat modern sekalipun belum tentu dapat berfungsi sesuai harapan tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat.
4.5.
Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana
Sub-bab ini lebih mengutamakan pembahasan tentang peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana, karena bencana terjadi di daerah kabupaten/kota. 49
Hingga bulan Juni 2014, sudah terbentuk sebanyak 34 BPBD di tingkat provinsi dan 427 BPBD dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Hal itu berarti, masih terdapat 87 kabupaten/kota yang belum memutuskan untuk membentuk BPBD. Kapasitas pemerintah daerah dalam fase pra bencana telah diuraikan pada bab IV.3 yang menguraikan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan daerah. Dampak dari rendahnya kapasitas perencanaan pra bencana adalah sangat minimnya investasi pengurangan risiko bencana di daerah kabupaten/kota. Sesuai dengan kaidah penyelenggaraan penanggulangan bencana, kapasitas penanggulangan bencana juga ditinjau pada fase terdapat potensi terjadinya bencana dan fase tanggap darurat. Pelaksanaan penanggulangan bencana pada fase ini mengharuskan adanya kapasitas perencanaan untuk menetapkan kebijakan, strategi yang efektif untuk menanggulangi bencana.
Gambar 4. 5: Perencanaan kesiapsiagaan dan tanggap darurat
Proses penyusunan Rencana Kontinjensi
Proses penyusunan Rencana Operasi Gambar diatas mencoba menggambarkan hubungan antara proses penyusunan Rencana Kontinjensi dengan Rencana Operasi tanggap darurat. Sistim Peringatan Dini dan Analisis risiko merupakan tuntutan kapasitas untuk mengembangkan skenario, kebijakan dan strategi kontinjensi. Kapasitas teknologi penurunan risiko bencana di Indonesia didukung oleh BPPT melalui Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB). Berdasarkan Peraturan Kepala BPPT nomor 1 Thn 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPPT, PTRRB mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan penerapan di bidang teknologi reduksi risiko bencana. Dalam melaksanakan tugasnya, PTRRB menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi di bidang adaptasi dan penataan ruang berbasis pengurangan risiko bencana; b. pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi di bidang mitigasi bencana; c. pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi di bidang instrumentasi kebencanaan; d. penyiapan bahan rumusan kebijakan teknologi reduksi risiko bencana; dan e. pelaksanaan perencanaan, monitoring, evaluasi program dan anggaran di lingkungan Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana
50
Terkait dengan perubahan iklim, inisiatif strategis BPPT dalam RENSTRA BPPT tahun 2015-2019 adalah Instrumentasi Kebencanaan Nasional dan Bencana Hidrometeorologi dengan target “Berkurangnya risiko bencana di Propinsi paling rawan bencana alam dengan beroperasinya alat/instrumen kebencanaan untuk mendeteksi hazard, peringatan dini dan siaga darurat”. Instrumentasi peringatan dini BPPT diantaranya adalah AWLR (Automatic Water Level Recorder), LEWS (Landslide Early Warning System), Rapid Timer (teknologi tangguh ketika komunikasi dan kelistrikan lumpuh). Penelitian yang mendukung upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim juga dilaksanakan oleh universitas terkemuka seperti UGM, ITB, UI dan lain-lain. Universitas turut berperan dalam meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengurangan bencana, misalnya dalam penyusunan peta risiko untuk mewujudkan Desa Tangguh Bencana dan mengembangkan sistim peringatan dini berbasis masyarakat.
Gambar 4. 6: Skema Peringatan Dini Bencana di Masyarakat
Sistim peringatan dini berbasis masyarakat yang efektif adalah: (i) mudah diakses masyarakat, (ii) pesan yang disampaikan jelas, disajikan sesuai konteks sosial dan budaya setempat, (iii) pesan berasal dari sumber resmi, (iv) digunakan untuk menghindari dan mengurangi risiko.
Rencana Kontinjensi yang disusun pada situasi terdapat potensi kejadian bencana harus dapat digunakan sebagai acuan untuk evakuasi, mengurangi kerusakan dan kerugian dan penyediaan tempat penampungan sementara. Jalur dan tempat evakuasi pada Rencana Tata Ruang menjadi acuan Rencana Kontingensi yang sedapat mungkin dapat digambarkan pada peta dengan skala 1:5.000. Ketersediaan peta dengan skala yang sesuai merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Kontinjensi yang menjadi acuan pemerintah daerah untuk merespon terjadinya bencana di daerah masing-masing. Kapasitas penanggulangan bencana pada tingkat kabupaten/kota saat ini pada dasarnya masih bersifat respon di lapangan, namun pelaksanaan fungsi komando seperti yang telah ditetapkan dalam Perka BNPB nomor 24 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Operasi Darurat Bencana belum dilaksanakan dengan baik.
51
Penyelenggaraan Komando Tanggap Darurat meliputi (1) Rencana operasi, (2) Permintaan sumberdaya, (3) Pengerahan sumberdaya, dan (4) Pengakhiran. Pelaksanaan ini didukung dengan fasilitas komando posko (tanggap darurat dan lapangan), personil, gudang, sarana dan prasarana, transportasi, peralatan, alat komunikasi, serta informasi bencana dan dampaknya. Belum tersedianya Rencana Kontinjensi yang kemudian menjadi Rencana Operasi berdampak pada tidak tersedianya acuan rencana tindakan bagi setiap unsur pelaksana komando, termasuk acuan bagi mobilisasi sumberdaya ke lokasi bencana. BPBD berfungsi mendukung mobilisasi sumber daya, namun dalam praktek sumberdaya lokal masih terbatas sehingga ketergantungan pada BNPB masih signifikan. Setelah fase tanggap darurat dinyatakan selesai oleh Kepala Daerah, tahap penanggulangan bencana selanjutnya adalah proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk pemulihan kehidupan dan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat di wilayah pasca bencana. Penyelenggaraan pemulihan pasca bencana dilaksanakan dengan kerangka sebagai berikut ini:
Gambar 4. 7: Kerangka Pemulihan Pasca Bencana
BNPB secara ekstensif telah memberikan pelatihan Damages and Losses Assessment (DaLA) kepada kabupaten/kota untuk memperkirakan kebutuhan pemulihan. Pada saat ini seluruh daerah kabupaten/kota diwajibkan untuk mampu memperkirakan kebutuhan pemulihan pasca bencana dan skema pembiayaan dengan pendekatan pembagian kewenangan pusat-daerah. Meskipun demikian, dengan alasan bahwa APBD tidak memadai, ketergantungan daerah pada Pemerintah untuk pembiayaan pasca bencana masih signifikan. Proses perencana rehabilitasi dan rekonstruksi adalah sebagai berikut:
Gambar 4. 8: Proses perencanaan pemulihan pasca bencana
52
Pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, disebutkan bahwa apabila APBD Pemerintah Kab/Kota tidak memadai, maka dapat meminta bantuan kepada Pemerintah Provinsi dan apabila Pemerintah Provinsi juga tidak mampu, maka dapat disampaikan kepada Pemerintah melalui BNPB. Sampai dengan tahun 2014, penyampaian bantuan dana bagi pemulihan pasca bencana dari Pemerintah dilaksanakan dengan mekanisme bantuan sosial berpola hibah, yang dilaksanakan semenjak tahun 2011. Dalam penganggaran dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut, BNPB melaksanakan tugas identifikasi dan verifikasi usulan Kepala Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan usulan anggaran dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada Menteri Keuangan dan DPR, untuk dicantumkan dalam DIPA BNPB dan disalurkan ke daerah yang mengusulkan bantuan pemulihan pasca bencana. Dana rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut tidak berada pada satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), karena Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dibentuk pada BPBD sedangkan pelaksanaannya berada di SKPD terkait. Pada tahun 2015, mekanisme bantuan sosial berpola hibah dirubah dengan mekanisme Hibah dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 162 tahun 2015. Hibah untuk daerah ini dilaksanakan sesuai dengan mekanisme pengelolaan keuangan daerah dan disalurkan sesuai dengan mekanisme APBN dan APBD dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. Pemerintah Daerah penerima hibah menyelenggarakan penatausahaan, akuntansi dan pelaporan keuangan atas realisasi hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kementerian Keuangan dan BNPB melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan dan penggunaan dana hibah dalam rangka bantuan pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pascabencana baik secara bersama-sama maupun sendiri sesuai dengan kewenangannya. Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyempurnakan mekanisme bantuan dana pemulihan pasca bencana dengan tujuan penguatan kelembagaan dan regulasi dalam penanggulangan bencana di daerah. Dana darurat dapat dialokasikan pada Daerah dalam APBN untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana yang tidak mampu ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD, untuk mendanai perbaikan fasilitas umum dalam rangka pemulihan pelayanan bagi masyarakat. Menteri Dalam Negeri berwenang mengkoordinasikan usulan Dana darurat kepada Kementerian Keuangan, setelah sebelumnya hanya Kepala BNPB dan Menteri Keuangan yang mengambil keputusan tentang alokasi bantuan kepada daerah yang tidak mampu mendanai pemulihan pasca bencana dari sumber APBD. Penguatan kapasitas BPBD pada bidang pemantauan dan evaluasi rehabilitasi dan rekonstruksi sangat relevan karena SPM penanggulangan bencana sedang disusun untuk memastikan terselenggaranya mutu pelayanan dasar yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal di bidang penanggulangan bencana. Untuk penguatan kapasitas BPBD, Kementerian Dalam Negeri sedang melakukan berbagai pertimbangan untuk memperkuat kelembagaan penanggulangan bencana daerah yang dilebur dengan fungsi pemadam kebakaran serta menyusun Standar Pelayanan Minimal Penanggulangan Bencana dan Kebakaran. Opsi yang sedang dikembangkan adalah transformasi BPBD menjadi Dinas dengan tugas dan fungsi untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah atau tetap sebagai Badan yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah meliputi: a) Perencanaan, b) Keuangan, c) Kepegawaian serta pendidikan dan pelatihan, d) Penelitian dan pengembangan, dan e) Fungsi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
53
4.6.
Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana
Tidak ditemukan bukti tertulis yang memadai terkait sejarah mitigasi dan pengetahuan kerangka kerja Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Indonesia. Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) adalah salah satu pilar penting dalam upaya pengelolaan risiko bencana saat ini. Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) atau Community Based Disaster Risk Management (CBDRM) adalah sebuah pendekatan yang mendorong komunitas akar rumput dalam mengelola risiko bencana di tingkat lokal. Upaya tersebut memerlukan serangkaian upaya yang meliputi: a) melakukan interpretasi sendiri atas ancaman dan risiko bencana yang dihadapinya, b) melakukan prioritas penanganan/ pengurangan risiko bencana yang dihadapinya, c) mengurangi serta memantau dan mengevaluasi kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan bencana. Berbagai inisiatif membangun Desa tangguh, Desa Siaga, Kampung Siaga Bencana, Mukim Daulat Bencana dan berbagai sebutan lainnya dimulai dari proyek percontohan berbagai organisasi non pemerintah maupun pemerintah dan donor. Proses PRBBK yang secara generik diadopsi dalam berbagai inisiatif tersebut adalah sebagai berikut ini.
Gambar 4. 9: Langkah dan proses PRBBK
Salah satu kendala PRBBK adalah keberlanjutan, karena pada awalnya kegiatan PRBBK didukung pendanaan dari Donor Internasional. Peluang terintegrasinya penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan desa didukung oleh Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mencantumkan sub-penanggulangan bencana dan kebakaran dalam urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dibawah Ketenteraman dan Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat. Musrenbang Desa sebagai mekanisme perencanaan dan proses dialogis dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi dan menyepakati bersama prioritas kebutuhan/masalah dan kegiatan desa yang akan menjadi bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa. Melalui proses Musrenbang Desa, masyarakat dapat menyepakati: a) prioritas yang akan dilaksanakan oleh desa sendiri dan dibiayai melalui dana swadaya desa/masyarakat; b) prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan oleh desa sendiri yang dibiayai melalui Alokasi Dana Desa dari APBD kabupaten/kota atau sumber dana lain; c) Prioritas masalah daerah yang ada di desa yang akan diusulkan melalui Musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan dibiayai melalui APBD kabupaten/kota atau APBD provinsi. 54
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab III dan Bab IV, kesimpulan pokok pada kajian ini adalah: 1. Internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan Khususnya di daerah kabupaten/kota memerlukan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana skala 1:50.000 dan 1:25.000 Masih tersisa 80% dari 514 kabupaten/kota yang belum menyusun Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana Belum tersedianya Rencana Penanggulangan Bencana di tingkat kabupaten/kota berkontribusi langsung pada rendahnya investasi pengurangan risiko bencana di tingkat kabupaten/kota Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) tingkat provinsi belum dimanfaatkan untuk memberikan masukan bagi reviu maupun perencanaan tata ruang kecuali RPB Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat (semua disusun tahun 2012) yang digunakan untuk melengkapi audit RTR-Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur pada tahun 2013 Dengan berlakunya Undang Undang nomor 23 tahun 2014 diperlukan harmonisasi kebijakan serta berbagai perubahan yang terkait dengan peraturan, kelembagaan, SDM, perencanaan, keuangan, pengawasan dan sebagainya 2. Upaya mengurangi kerentanan Untuk mengurangi kerentanan, diperlukan: Ketersediaan data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada disertai peta dengan skala yang sesuai dengan kebutuhan di daerah ( skala minimum 1:5000) Kemampuan untuk melakukan analisis probabilitas kemungkinan ancaman dari berbagai sumber kajian ilmiah, pendapat ahli dan berkembangnya kearifan lokal masyarakat Kemampuan untuk melakukan proyeksi berdasarkan metoda perhitungan terhadap potensi jumlah jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan Kemampuan analisis untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan risiko bencana Dalam upaya mengurangi kerentanan, partisipasi masyarakat sangat diperlukan. Peluang untuk bekerjasama dengan masyarakat akademis, dunia usaha, masyarakat internasional dan berbagai pihak pemerhati kebencanaan perlu didukung dengan kebijakan yang mengatur partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, sesuai dengan Undang Undang nomor 23 tahun 2014 3. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat Pembentukan BPBD pada umumnya tidak dilengkapi dengan Perda penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah Kapasitas perencanaan BPBD pada fase situasi tidak terdapat potensi bencana perlu diperkuat untuk memberikan masukan kepada Bappeda dalam proses penyusunan RPJMD dan RTR dan Pedoman Zonasi serta meningkatkan kualitas RENSTRA dan RENJA BPBD Kapasitas perencanaan BPBD pada fase situasi terdapat potensi bencana perlu diperkuat untuk mendukung penyelenggaraan Komando Tanggap Darurat
55
Tersedianya SPM penanggulangan bencana sebagai urusan wajib pemerintahan daerah menuntut penguatan kapasitas BPBD dalam pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah Perencanaan penanggulangan bencana erat kaitannya dengan perencanaan tata ruang yang berfungsi sebagai instrumen pencegahan dan mitigasi, referensi rencana kontinjensi dan acuan relokasi pada fase pasca bencana.
Gambar 5. 1: Sinergi perencanaan dalam penyelanggaraan penanggulangan bencana
5.2.
Rekomendasi
1. Internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan Tujuan internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan adalah penurunan Indeks Risiko Bencana di daerah dalam kerangka pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019 dan meningkatkan investasi pengurangan risiko bencana di daerah Pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana atau minimal hasil pengenalan ancaman dan potensi kerentanan bencana dalam RPJMD kabupaten/kota peserta Pilkada tahun 2015. Bappeda dan seluruh SKPD memastikan bahwa penanggulangan bencana sebagai urusan wajib pemerintahan menjadi salah satu fokus pembangunan daerah Diperlukan percepatan penetapan Perda RTRW provinsi Sumatera, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Papua untuk melaksanakan pembagian kewenangan dalam pelaksanaan Undang Undang nomor 23 tahun 2014 Berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, semua pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota) wajib menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang selanjutnya dilegalisasikan menjadi Peraturan Daerah (Perda), dengan masa berlaku selama 20 tahun dan ditinjau kembali setiap 5 tahun. Pemanfaatan hasil reviu Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat provinsi tahun 2015 untuk melakukan tinjauan ulang RTRW Provinsi dan RTR KSN yang ditetapkan pada tahun 2009-2010-2011
56
Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana pada pusat-pusat pertumbuhan kabupaten/kota berisiko tinggi dan peninjauan ulang RTRW
Tabel 5. 1: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2016 No
Penetapan RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota
Tingkat Provinsi: pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tahun 2015 1 2009-2010-2011 Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Gorontalo Tingkat kabupaten/kota: penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dan peninjauan ulang RTRW kabupaten/kota 1 2008-2009 Kota Bogor, Bangkalan, Sidoarjo, Banda Aceh, Kota Bandung 2 2010 Kab. Malang, Pacitan, Kota Bandar Lampung, Kota Yogyakarta 3 2011 Jayapura, Merauke, Maluku Tengah, Halmahera Utara, Kep. Sula, Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Dompu, Bima, Kota Kupang, Ende, Belu, Kota Gorontalo, Takalar, Luwu Timur, Parigi Moutong, Kota Palu, Kota Bitung, Kota Denpasar, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Cirebon, Kota Semarang, Kendal, Demak, Cilacap, Magelang, Lamongan, Bojonegoro, Tanggamus, Padang Pariaman, Medan, Cilegon
Pemanfaatan hasil reviu Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat provinsi tahun 2015 untuk melakukan tinjauan ulang RTRW Provinsi dan RTR KSN yang ditetapkan pada tahun 2012 Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana kabupaten/kota pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi dan peninjauan ulang RTRW
Tabel 5. 2: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2017 No
Penetapan RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota
Tingkat Provinsi: pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tahun 2015 1 2012 Jawa Timur, Bengkulu, DKI Jakarta, Sumatera Barat Tingkat kabupaten/kota: penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dan peninjauan ulang RTRW kabupaten/kota 1 2012 Kep. Yapen, Sorong, Raja Ampat, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Ambon, Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, Buru, Ternate, Morotai, Halmahera Timur, Lombok Timur, Bima, Ngada, Sikka, Manggarai, Polewali Mandar, Maros, Gowa, Bantaeng, Donggala, Poso, Morowali, Kolaka, Kendari, Singkawang, Kotabaru, Baritokuala, Balikpapan, Tarakan, Tabanan, Cianjur, Bandung Barat, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Kebumen, Bengkulu, Muko-muko, Rejang Lebong, Kerinci, Lampung Barat, Padang, Banyuasin, Lahat, Simalungun
Pemanfaatan hasil reviu Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat provinsi tahun 2015 untuk melakukan tinjauan ulang RTRW Provinsi dan RTR KSN yang ditetapkan pada tahun 2013 Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana kabupaten/kota pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi dan peninjauan ulang RTRW
Tabel 5. 3: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2018 57
No
Penetapan RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota
Tingkat Provinsi: pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tahun 2015 1 2013 Jambi, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Tengara, Aceh Tingkat kabupaten/kota: penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dan peninjauan ulang RTRW kabupaten/kota 1 2013 Manokwari, Tidore Kepulauan, Alor, Minahasa Utara, Pontianak, Kutai Kartanegara, Badung, Buleleng, Jambi, Langkat
Pemanfaatan hasil reviu Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat provinsi tahun 2015 untuk melakukan tinjauan ulang RTRW Provinsi yang ditetapkan pada tahun 2014 dan 2015 Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana kabupaten/kota pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi dan peninjauan ulang RTRW
Tabel 5. 4: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2019 No
Penetapan RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota
Tingkat Provinsi: pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tahun 2015 1 2014-2015 Sulawesi Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Papua Tingkat kabupaten/kota: penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dan peninjauan ulang RTRW kabupaten/kota 1 2014 Sarolangun dan kabupaten/kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan berisiko tinggi yang ditetapkan pada tahun 2015 dan seterusnya
2. Upaya pengurangan kerentanan Menurunkan risiko bencana adalah upaya yang kompleks, multi-dimensi dan memerlukan partisipasi banyak pihak untuk mewujudkannya. Tabel dibawah ini menggambarkan unsurunsur pengurangan risiko bencana dengan pendekatan yang menyeluruh untuk mengurangi kerentanan dan ancaman bencana.
Tabel 5. 5: Unsur-unsur pengurangan risiko bencana Bidang tematik Tata pemerintahan
Pengkajian risiko
Pengetahuan dan pendidikan
U Unsur-unsur utama
Kebijakan dan perencanaan Sistem hukum dan tata peraturan Sumber daya dan kapasitas Pemaduan ke dalam pembangunan Mekanisme, kapasitas dan struktur kelembagaan Komitmen politik Akuntabilitas dan partisipasi Data dan analisis bahaya/risiko Data/indikator-indikator kerentanan dan dampak Sistem-sistem peringatan dini Inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknis Manajemen informasi dan saling berbagi informasi Pendidikan dan pelatihan Kesadaran masyarakat Pembelajaran dan penelitian
58
Bidang tematik Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan
Kesiapsiagaan dan tanggap bencana
U Unsur-unsur utama
Manajemen sumber daya alam dan lingkungan; adaptasi perubahan iklim Penghidupan yang berkelanjutan Perlindungan sosial Ketahanan fiskal Mitigasi struktural/non-struktural Koordinasi kelembagaan Perencanaan kesiapsiagaan dan kontinjensi Prosedur tanggap darurat Partisipasi dan kerelawanan
Sumber: Tools for Mainstreaming DRR: Guidance Notes for Development Organisations, 2007
Pengkajian dan analisis risiko merupakan perangkat perencanaan yang wajib dimiliki oleh pemerintah daerah dan masyarakat agar supaya dapat dimanfaatkan pada proses perencanaan penanggulangan bencana, perencanaan pembangunan daerah, perencanaan sektoral, dan perencanaan tata ruang Melengkapi peta IGD skala 1:50.000, skala 1:25.000 untuk kabupaten/kota berisiko tinggi sebagai berikut ini:
Tabel 5. 6: Kebutuhan peta IGD untuk kabupaten/kota berisiko tinggi Tahun
Kabupaten/Kota
2016
Kota Bogor, Bangkalan, Sidoarjo, Banda Aceh, Kota Bandung, Kab. Malang, Pacitan, Kota Bandar Lampung, Kota Yogyakarta, Kota Jayapura, Kota Merauke, Maluku Tengah, Halmahera Utara, Kep. Sula, Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Dompu, Bima, Kota Kupang, Ende, Belu, Kota Gorontalo, Takalar, Luwu Timur, Parigi Moutong, Kota Palu, Kota Bitung, Kota Denpasar, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Cirebon, Kota Semarang, Kendal, Demak, Cilacap, Magelang, Lamongan, Bojonegoro, Tanggamus, Padang Pariaman, Kota Medan, Kota Cilegon Kep. Yapen, Sorong, Raja Ampat, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Kota Ambon, Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, Buru, Ternate, Morotai, Halmahera Timur, Lombok Timur, Bima, Ngada, Sikka, Manggarai, Polewali Mandar, Maros, Gowa, Bantaeng, Donggala, Poso, Morowali, Kolaka, Kota Kendari, Singkawang, Kotabaru, Baritokuala, Kota Balikpapan, Tarakan, Tabanan, Cianjur, Bandung Barat, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Kebumen, Bengkulu, Muko-muko, Rejang Lebong, Kerinci, Lampung Barat, Kota Padang, Banyuasin, Lahat, Simalungun Manokwari, Tidore Kepulauan, Alor, Minahasa Utara, Pontianak, Kutai Kartanegara, Badung, Buleleng, Jambi, Langkat Sarolangun dan kabupaten/kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan berisiko tinggi dengan RTRW yang ditetapkan pada tahun 2015 dan seterusnya
2017
2018 2019
Melengkapi peta IGD skala 1:5.000, terutama untuk kabupaten/kota dengan Indeks (multi) Risiko Bencana antara 180-250, sesuai kebutuhan pemerintah daerah, yaitu: 1) Pulau Papua : Jayapura, Manokwari, Raja Ampat, Sorong, Nabire 2) Kepulauan Maluku : Maluku Tengah, Kepulauan Sula, Seram Bagian Barat, Halmahera Utara 3) Kepulauan Nusa Tenggara : Lombok Barat, Lombok Timur, Dompu, Bima, Ende, Sikka, Alor, Belu
59
4) Pulau Sulawesi
:
5) Pulau Kalimantan 6) Pulau Jawa-Bali
: :
Mamuju, Polewali Mandar, Luwu Timur, Donggala, Palu, Kolaka Sambas, Ketapang, Kotabaru, Barito Kuala Badung, Tangerang, Cilegon, Cianjur, Cirebon, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Semarang, Demak, Cilacap, Kebumen, Pacitan, Banyuwangi, Jember
Kawasan Strategis Nasional ditetapkan berdasarkan kepentingan: a) pertahanan dan keamanan, b) pertumbuhan ekonomi, c) social budaya, d) pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi dan e) fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Dalam rangka mendukung Kawasan Strategis Nasional dalam RPJMN 2015-2019, melengkapi peta IGD untuk Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dapat dilakukan pada lokasi sebagai berikut ini:
Tabel 5. 7: Kebutuhan peta IGD untuk Kawasan Strategis Nasional Perkotaan KSN Perkotaan
Kabupaten/Kota
Peserta Pilkada 2015
KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008) KSN Perkotaan Sarbagita (Perpres 45/2011) KSN Perkotaan Cekungan Bandung
DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur
Cianjur
Denpasar, Bangli, Gianyar, Tabanan
Denpasar, Bangli, Tabanan
Kab Bandung, Bandung Barat
Kab Bandung
KSN Perkotaan Kedung Sepur
Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi
Kendal, Demak, Semarang
KSN Perkotaan Gerbang Kertasusila
Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan
KSN Perkotaan Mataram Raya
Mataram, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara
Gresik, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan Mataram, Lombok Tengah, Lombok Utara
Sorong dan Jayapura menjadi PKN
Sorong, Jayapura
-
KSN Perkotaan Maminasata (Perpres 55/2011) KSN Perkotaan Mebidangro (Perpres 62/2011)
Makassar, Maros, Gowa, Takalar
Maros, Gowa
Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo
Medan, Binjai, Karo
Peta IGD digunakan untuk menyusun peta risiko dan melakukan tinjauan ulang terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional. Pengawalan internalisasi penangulangan bencana dalam perencanaan pembangunan daerah dapat dilakukan pada kabupaten/kota dalam Kawasan Strategis Nasional yang menjadi peserta Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015 Percepatan penetapan peraturan pemerintah tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah untuk mendukung penguatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam pelaksanaan urusan wajib pemerintahan di daerah Pelatihan bagi Tim Reaksi Cepat untuk melakukan Analisis Risiko sebagai input bagi penyusunan scenario, kebijakan dan strategi Rencana Kontinjensi
60
Menyusun Rencana Kontinjensi berbasis komunitas untuk jenis bencana yang sering terjadi pada kawasan dalam kabupaten/kota yang berisiko tinggi dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang ancaman, kerentanan dan risiko Pelembagaan pembangunan Desa Mandiri melalui harmonisasi kriteria konsep “tangguh bencana” dan “kampung iklim” melalui Musrenbang Desa/Kelurahan memberikan peluang bagi peningkatan kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan pengurangan risiko bencana dan desa ramah lingkungan dalam pengelolaan sumber daya alam Pelembagaan konsep “sekolah aman bencana”dengan mengintegrasikan pendidikan ramah lingkungan untuk pembentukan perilaku siswa yang peduli lingkungan melalui model pembelajaran yang aplikatif dan menyentuh kehidupan sehari-hari, dengan memanfaatkan sumber daya alam sekitar sekolah sebagai media pembelajaran
3. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat
Pada prinsipnya, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat ditujukan bagi meningkatkan investasi pengurangan risiko bencana dalam pembangunan daerah dan meningkatkan kesiapsiagaan untuk mengurangi kerentanan dan keterpaparan Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengisyaratkan perubahan tata pemerintahan yaitu pada kebijakan, kelembagaan, SDM, keuangan, pengawasan, insentif dan disinsentif pada urusan penanggulangan bencana. BNPB, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian/Lembaga perlu berkoordinasi untuk merumuskan dan menyepakati SPM Penanggulangan Bencana karena menjadi urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Untuk penyesuaian bentuk, tugas pokok dan fungsi kelembagaan penanggulangan bencana di daerah, perlu segera di-identifikasi kebutuhan SDM, anggaran, payung hukum dan penyesuaikan NSPK penanggulangan bencana di daerah sesuai pembagian kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota Perubahan kebijakan dalam Undang Undang nomor 23 tahun 2014 digunakan untuk meningkatkan koordinasi antar provinsi dan antar kabupaten/kota dalam penanganan bencana yang berdampak luas.
61
62