Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun 2013
LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau (Logo Kabupaten/Kota)
DISIAPKAN OLEH: POKJA SANITASI KOTA TANJUNGPINANG
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, berkat, dan bimbingan-Nya sehingga dokumen laporan Hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment (EHRA) di Kota Tanjungpinang dapat diselesaikan. Buku ini diharapkan memberi manfaat kepada kalangan pemerintahan, lembaga profesional, dunia usaha, dan masyarakat luas dalam upaya mendukung Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman guna meningkatkan derajat kesehatan warga masyarakat di Kota Tanjungpinang. Buku ini diupayakan untuk disusun seakurat mungkin dengan melibatkan semua pihak yang berkompeten. Untuk itu, Tim studi EHRA Kota Tanjungpinang mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah melakukan survey, entry data, memberikan saran maupun pendapat dan memberikan kontribusi bantuan lain yang tidak dapat disebutkan satu per – satu sehingga pada akhirnya buku dokumen laporan Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kota Tanjungpinang tahun 2013 dapat terselesaikan. Ibarat pepatah “tiada gading yang tak retak”, maka tidak menutup kemungkinan dokumen Environmental Health Risk Assessment (EHRA) masih terdapat berbagai kekurangan. Kami berharap adanya masukan untuk penyempurnaan dokumen ini, sehingga nantinya mampu memenuhi kebutuhan informasi yang terkait dengan kesehatan lingkungan di Kota Tanjungpinang oleh semua pihak secara lengkap dan akurat.
Tanjungpinang, Agustus 2013
TIM STUDI EHRA POKJA SANITASI KOTA TANJUNGPINANG
i|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
RINGKASAN EKSEKUTIF
Menurunnya kualitas lingkungan hidup di Kota Tanjungpinang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perilaku hidup masyarakat yang belum sadar sanitasi, beban lingkungan yang makin besar akibat pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya, urbanisasi, serta kurang tersedianya sarana dan prasarana sanitasi. Masih kita dapati juga sebagian kecil masyarakat yang tinggal di tepian badan air menggunakan sungai untuk keperluan BAB (Buang Air Besar), sehingga kekurangan – kekurangan ini masih harus kita upayakan untuk dilakukan perubahan. Menurunnya kualitas air permukaan dikarenakan masuknya air limbah, sampah padat dan tinja ke badan air. Hal ini disebabkan karena limbah cair domestik masih dikelola secara individual. Sistem komunal mandi, cuci dan kakus (MCK) telah dilaksanakan dibeberapa tempat melalui program SANIMAS dan kegiatan Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Kepulauan Riau, tetapi belum menjangkau seluruh pemukiman padat sehingga perlu juga kita lakukan pengadaannya di lokasi – lokasi lain. Limbah cair yang berasal dari industri, rumah makan, dan hotel, masih banyak yang tidak memiliki fasilitas IPAL dan belum juga memberi kontribusi bahan untuk mencegah pencemaran. Dengan bertambahnya jumlah penduduk oleh arus migrasi dan penyebaran penduduk ke wilayah yang lebih luas, menyebabkan jumlah timbulan sampah meningkat setiap tahunnya. Kesulitan mendapatkan area tempat pengelolaan/penampungan sampah sementara (TPS) mempengaruhi ketersediaan jumlah TPS, sehingga sering kita lihat beberapa TPS yang melebihi kaspasitas (overload), disamping karena perilaku masyarakat itu sendiri yang suka membuang sampah secara sembarangan. Isu lain adalah ketersediaan lahan yang laik untuk tempat pengelolaan Sampah Akhir (TPA) dan pengelolaan TPA yang masih menggunakan sistem open dumping dan controlled landfill merupakan tantangan ke depan yang perlu dicari pemecahannya. Salah satu pemecahan yang telah digalakkan adalah melakukan rintisan upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang sudah mulai disosialisasikan. Selain itu, hal yang memiliki dampak kepada perkembangan sanitasi yang baik adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Adapun tujuan PHBS adalah meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat. Peran serta masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha sangat penting untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pada dasarnya PHBS berada di lima tatanan yakni: (1) tatanan rumah tangga, (2) tatanan sekolah, (3) tatanan tempat kerja, (4) tatanan tempat umum, dan (5) tatanan fasilitas kesehatan. Sesuai lingkup studi EHRA, fokus pembahasan PHBS Kota Tanjungpinang adalah tatanan rumah tangga. Tatanan ini dipandang sebagai pilar utama yang memiliki kontribusi besar terhadap tatanan PHBS secara keseluruhan.
ii | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar
i ii iii iv v
Bab 1. PENDAHULUAN
1
Bab 2. METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA
3
2.1
Penentuan target area survey
3
2.2
Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan area survei
5
2.3
Penentuan Jumlah/besar responden
5
2.4
Penentuan RT/RW dan responden di lokasi survei
6
2.5
Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya
9
Bab 3. HASIL STUDI EHRA
10
3.1
Informasi responden
10
3.2
Pengelolaan sampah rumah tangga
13
3.3
Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja
17
3.4
Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir
23
3.5
Pengelolaan air minum rumah tangga
30
3.6
Perilaku higiene dan sanitasi
33
3.7
Kejadian penyakit diare
36
3.8
Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
38
Bab 4. PENUTUP
iii | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
39
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Kategori Klaster berdasarkan Kriteria Indikasi Lingkungan Beresiko
4
Tabel 2.2
Hasil Klastering EHRA 2013 Kota Tanjungpinang
4
Tabel 2.3
Kelurahan Hasil Klastering EHRA 2013 Kota Tanjungpinang
5
Tabel 2.4
Jumlah Responden per-Kelurahan EHRA 2013 Kota Tanjungpinang
6
Tabel 2.5
Hasil akhir Klastering dan penentuan Interval EHRA 2013 Kota Tanjungpinang
8
Tabel 3.1
Informasi Responden
11
Tabel 3.2
Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA
16
Tabel 3.3
Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA
22
Tabel 3.4
Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA
29
Tabel 3.5
Area Risiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA
32
Tabel 3.6
Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan
Tabel 3.7
Hasil Studi EHRA
35
Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA
37
iv | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1
Grafik Pengelolaan Sampah
14
Gambar 3.2
Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga
15
Gambar 3.3
Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar
18
Gambar 3.4
Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
18
Gambar 3.5
Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik
19
Gambar 3.6
Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik
20
Gambar 3.7
Grafik Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
21
Gambar 3.8
Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir
23
Gambar 3.9
Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin
24
Gambar 3.10 Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
25
Gambar 3.11 Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah
25
Gambar 3.12 Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
26
Gambar 3.13 Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga
27
Gambar 3.14 Grafik Persentase SPAL yang Berfungsi
27
Gambar 3.15 Grafik Pencemaran SPAL
28
Gambar 3.16 Grafik Akses Terhadap Air Bersih
31
Gambar 3.17 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak
31
Gambar 3.18 Grafik CTPS di Lima Waktu Penting
33
Gambar 3.19 Grafik Waktu Melakukan CTPS
34
Gambar 3.20 Grafik Persentase Penduduk yang Melakukan BABS
34
Gambar 3.21 Grafik Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
38
v|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survei partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higienitas serta perilaku – perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: a. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat; b. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda; c. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan; d. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor – sektor pemerintahan secara eksklusif; e. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan. Adapun tujuan dan manfaat yang ingin didapat dari pelaksanaan studi EHRA adalah:
1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan; 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi; 3. Memberikan pemahaman yang sama dalam anggota tim survei yang handal; 4. Menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi Strategi Sanitasi Kota Tanjungpinang. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survei. Jumlah sampel RT per kelurahan minimal 11 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 8 responden. Dengan demikian jumlah sampel per kelurahan adalah sekitar 87 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu Rumah Tangga atau anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 65 tahun. Berdasarkan keterangan yang dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa per 1 enumerator akan mengunjungi dan melakukan survei kepada 29 responden di lapangan. Pertanyaan – pertanyaan di dalam kuesioner banyak mengandung hal – hal yang dalam norma masyarakat dinilai sangat privat dan sensitif, seperti tempat dan perilaku BAB (Buang Air Besar) sehingga perlu disikapi dengan bijaksana tentang tata cara melakukan survei agar nantinya para responden tidak memiliki rasa canggung dan malu pada saat pelaksanaan. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban dan saluran drainase pembuangan air limbah. Sedangkan pada aspek perilaku dipelajari 1|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
hal – hal yang terkait dengan higienitas dan sanitasi berupa cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan sampah. Data hasil Survei EHRA ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota Tanjungpinang serta menjadi bahan masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program – program sanitasi yang ada di tingkatan kota. Laporan EHRA ini merupakan dokumen awal sanitasi Kota Tanjungpinang yang mengakomodasi masukan dari berbagai pihak khususnya Pokja Sanitasi Kota Tanjungpinang sebagai pemilik utama kegiatan, SKPD, Kecamatan, Kepala Kelurahan, Supervisor Lapangan dan Kader Kesehatan kelurahan. Rangkaian kegiatan mulai dari pelatihan enumerator dilaksanakan di bulan Mei 2013. Sementara untuk pelatihan entri data di tingkatan provinsi agak tertunda waktunya sehingga dilaksanakan pada pertengahan bulan Juni 2013. Untuk menyiasati progres dan rentang waktu yang diberikan, maka Pokja Sanitasi Kota Tanjungpinang mengambil kebijakan segera melaksanakan kegiatan pengumpulan data lapangan di akhir bulan Mei 2013 dan selesai di awal bulan Juni 2013. Kegiatan survei studi EHRA Kota Tanjungpinang melibatkan berbagai pihak dan tidak hanya dilaksanakan oleh Pokja Sanitasi Kota Tanjungpinang semata. Dan agar kegiatan berjalan efektif, Pokja Sanitasi mengorganisir Tim pelaksana EHRA yang diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA Kota Tanjungpinang adalah sebagai berikut:
Penanggungjawab Koordinator Survei Anggota Koordinator kecamatan Supervisor Tim Entri data Tim Analisis data Enumerator dan
: Pokja Sanitasi Kota Tanjungpinang : Pokja Sanitasi - Dinas Kesehatan : Dinas Kesehatan, BAPPEDA, BLH, dan Dinas PU : Kepala Puskesmas : Sanitarian Puskesmas : Bappeda, Dinas Kesehatan, BLH, dan Dinas PU : Pokja Sanitasi Kota Tanjungpinang : Kader Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) staf kelurahan
Tahapan pelaksanaan entri data dimulai setelah pelatihan entri data tingkat Provini Kepulauan Riau. Kegiatan entri data tersebut dilaksanakan di akhir bulan Juni 2013 hingga akhir bulan Juli 2013. Tahapan pelaksanaan analisa data dimulai di akhir bulan Juli hingga pertengahan Agustus 2013. Pelaksanaan analisa data ini merupakan tahapan terakhir yang dilakukan sebelum penyusunan dokumen akhir laporan EHRA. Seluruh rangkaian pelaksanaan kegiatan survei studi EHRA tersebut difasilitasi di dalam Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP) dalam rangka penyelesaian laporan EHRA dan juga sebagai pendukung kebutuhan data primer untuk penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS).
2|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
BAB 2 METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA
2.1
Penentuan Target Area Survei
Metode penentuan target area survei dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random/acak sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling”, dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kota Tanjungpinang mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP yaitu sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/kota telah memiliki data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(∑ Pra-KS + ∑ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% ∑ KK
3.
4.
Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketenteraman dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.
Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah menghasilkan kategori klaster sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.1 di bawah ini. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan menjadi area survei pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survei pada klaster yang sama. Sesuai dengan petunjuk dari Sekretariat PPSP di pusat dan hasil dari pelatihan anggota Pokja di Jakarta, Kota Tanjungpinang memberlakukan kebijakan untuk melaksanakan survei EHRA di seluruh kelurahan yang ada. Dan berdasarkan kebijakan tersebut, maka hasil studi EHRA Kota Tanjungpinang akan memunculkan
3|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
peta area berisiko bukan berdasarkan klasternya, tetapi berdasarkan masing – masing kelurahan yang ada.
Tabel 2.1 Kategori Klaster Berdasarkan Kriteria Indikasi Lingkungan Berisiko
Kategori Klaster Klaster 0
Kriteria Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kota Tanjungpinang menghasilkan kategori sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.2 yakni wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survei pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survei klaster yang sama.
Tabel 2.2 Hasil Klastering EHRA 2013 Kota Tanjungpinang
No. Klaster
Jumlah
1
0
0 Kelurahan
2
1
5 Kelurahan
3
2
7 Kelurahan
4
3
6 Kelurahan
5
4
0 Kelurahan
Total
18 Kelurahan
4|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
2.2
Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Area Survei Setelah menentukan dan mendapatkan area survei seperti yang dijelaskan di
atas
maka
langkah
selanjutnya
adalah
menentukan
lokasi
studi
EHRA.
Dikarenakan oleh wilayah administrasi Kota Tanjungpinang yang tidak terlalu besar, maka jumlah kelurahan yang akan menjadi area survei adalah keseluruhan kelurahan yang ada. Hasil pemilihan ke-18 desa/kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 2.3 sebagai berikut: Tabel 2.3 Kelurahan Hasil Klastering EHRA 2013 Kota Tanjungpinang
2.3
No. 1
Klaster 0
Jumlah -
2
1
5 Kelurahan
3
2
7 Kelurahan
4
3
6 Kelurahan
5
4
-
Kelurahan Penyengat Bukit Cermin Melayu Kota Piring Kampung Bulang Air Raja Senggarang Kampung Baru Batu 9 Pinang Kencana TPI Timur Tanjung Ayun Sakti Dompak TPI Kota Kampung Bugis Tanjungpinang Barat Kemboja Tanjung Unggat Seijang -
Penentuan Jumlah/Besar Responden
Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar sekitar 87 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
5|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
Dimana: • n adalah jumlah sampel • N adalah jumlah populasi • d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 2,5 % ( d = 0,25) dengan asumsi tingkat kepercayaan 97,5%, karena menggunakan α = 0,25 sehingga diperoleh nilai Z = 1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z = 2. Untuk keperluan keterwakilan desa/kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kota Tanjungpinang menetapkan jumlah kelurahan yang akan dijadikan target area survei sebanyak X1 sehingga jumlah sampel yang harus sebanyak lebih kurang 1.529 responden. Penyebaran jumlah responden di masing – masing kelurahan yang akan disurvei dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.4 Jumlah Responden per-Kelurahan EHRA 2013 Kota Tanjungpinang No.
Klaster
Kecamatan
Kelurahan
1
0
2
1
3
2
4
3
5
4
Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Barat Tanjungpinang Timur Tanjungpinang Timur Tanjungpinang Timur Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Barat Tanjungpinang Timur Tanjungpinang Timur Bukit Bestari Bukit Bestari Bukit Bestari Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Barat Tanjungpinang Barat Bukit Bestari Bukit Bestari -
Penyengat Bukit Cermin Melayu Kota Piring Kampung Bulang Air Raja Senggarang Kampung Baru Batu 9 Pinang Kencana TPI Timur Tanjung Ayun Sakti Dompak TPI Kota Kampung Bugis Tanjungpinang Barat Kemboja Tanjung Unggat Seijang -
2.4
Jumlah Responden 84 84 82 85 86 84 84 81 87 86 87 87 89 81 84 84 87 87 -
Penentuan RW/RT dan Responden di Lokasi Survei
Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, dapat dilihat pada keterangan berikut ini. • •
Urutkan RT per RW per kelurahan. Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, diketahui jumlah total RT dan jumlah RT yang akan diambil.
6|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
Contoh: Jumlah total RT kelurahan : X Jumlah RT yang akan diambil : Y Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y adalah 5. •
Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka a ntara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.
•
Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.
Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini dimaksudkan dan bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk dapat terpilih sebagai responden/sampel. Artinya, penentuan rumah tangga/responden tersebut bukan bersumber dari preferensi maupun referensi dari para enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapan pelaksanaan “random sampling” yang dilakukakn adalah sebagai berikut: • Melakukan kunjungan ke RT yang terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara langsung dengan penduduk. • Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5. • Ambil/kocok angka secara random/acak antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), sebagai contoh diambil angka 2 • Maka untuk menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dan seterusnya. Tabel 2.5 di bawah ini menampilkan hasil akhir penentuan yang didapat oleh Pokja Sanitasi Kota Tanjungpinang pada pelaksanaan studi EHRA 2013, dan hasil penentuan ini dijadikan panduan dan acuan bagi para enumerator untuk melaksanakan survei EHRA di lapangan.
7|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
Tabel 2.5 Hasil akhir Klastering dan penentuan Interval EHRA 2013 Kota Tanjungpinang
No
Kecamatan dan Kelurahan
Klaster
Jumlah RT
Jumlah KK Per Kelurahan
Jumlah KK Per RT
Interval
I 1 2 3 4
Kec. TPI Kota TPI Kota Penyengat Kampung Bugis Senggarang
3 1 3 2
31 11 19 16
2242 758 2480 1252
72 69 130 78
4 1 2 2
II 1 2 3 4
Kec. TPI Barat TPI Barat Kamboja Kampung Baru Bukit Cermin
3 3 2 1
72 45 34 53
5017 5014 3486 3019
70 111 102 57
9 6 4 7
III 1 2 3 4 5
Kec. TPI Timur Melayu Kota Piring Kampung Bulang Batu 9 Air Raja Pinang Kencana
1 1 2 1 2
37 36 54 33 57
5062 2712 5185 3286 6143
137 75 96 99 108
5 5 7 4 7
IV 1 2 3 4 5
Kec. Bukit Bestari TPI Timur Tanjung Unggat Sei Jang Tanjung Ayun Sakti Dompak
2 3 3 2 2
30 43 50 41 13
3326 4623 5530 3375 823
111 108 110 92 64
4 5 6 5 2
8|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
2.5
Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugas
EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam Studi EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja Sanitasi beserta Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang. Pelibatan staf kelurahan dalam posisi enumerator dirasakan perlu untuk mendampingi kader Puskesmas yang ada karena mereka pada dasarnya paham mengenai seluk beluk di kelurahan yang bersangkutan. Sementara itu, staf dari Dinas Kesehatan berperan sebagai supervisor mendampingi Kepala Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang ditunjuk sebagai koordinator survei EHRA di masing – masing kecamatan. Sebelum turun ke lapangan, enumerator dan supervisor diwajibkan mengikuti pelatihan studi EHRA yang diadakan selama 2 (dua) hari berturut – turut. Materi pelatihan mencakup dasar – dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator – indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen. Pokja Sanitasi beserta Dinas Kesehatan juga membagi wilayah tugas bagi para supervisor dan enumerator yang tersebar di 18 kelurahan di Kota Tanjungpinang. Kebijakan yang diambil adalah menetapkan bahwa 1 (satu) kelurahan difasilitasi oleh 3 (tiga) tenaga enumerator yang terdiri dari 1 (satu) staf kelurahan dan 2 (dua) kader Puskesmas Kecamatan yang menaungi kelurahan tersebut. Masing – masing kecamatan memiliki 1 (satu) orang supervisor yang ditugaskan oleh Dinas Kesehatan. Secara total, Kota Tanjungpinang menggunakan 54 (lima puluh empat) tenaga enumerator dan 4 (empat) orang supervisor. Selain itu, pelaksanaan survei dan studi EHRA di Kota Tanjungpinang juga dibantu oleh Kepala Puskesmas di masing – masing kecamatan yang memiliki peran dan tugas sebagai koordinator Kecamatan.
9|Laporan Studi EHRA Kota Tanjungpinang - 2013
BAB 3 HASIL STUDI EHRA
3.1
Informasi Responden
Pelaksanaan survei dan studi EHRA Kota Tanjungpinang tahun 2013 dilaksanakan dalam rangka untuk mengidentifikasi kondisi eksisting sarana dan prasarana sanitasi yang ada di tingkatan masyarakat serta karakteristik warga masyarakat terkait dengan praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Indikator yang ditetapkan dalam penentuan tingkat risiko kesehatan masyarakat didasarkan pada beberapa hal yaitu: 1) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, 2) Pembuangan Air Limbah Domestik, 3) Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir, 4) Sumber Air, 5) Perilaku Higiene dan 6) Kasus Penyakit Diare. Responden rumah tangga yang ada pada Survei EHRA Kota Tanjungpinang berjumlah total sebanyak 1529 responden dan seluruhnya dipilih dengan menggunakan metode acak/random sampling dengan unit terkecil di lingkup RT (Rukun Tetangga). Informasi tentang responden terpilih yang ada pada survei dan studi EHRA 2013 di Kota Tanjungpinang dapat dilihat secara rinci pada Tabel 3.1 berikut ini.
10 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Tabel 3.1 Informasi Responden Kode Kelurahan/Desa variabel
Kelompok Umur Responden
B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini?
B3. Apa pendidikan terakhir anda?
TPI KOTA
kategori
PENYE NGAT
KP. BUGIS
SENG GARANG
TPI BARAT
KAM BOJA
KP. BARU
BUCER
MKP
Total
KP. BULANG
AIR RAJA
BT.9
PNG KNCNA
TPI TIMUR
TG. UNGGA T
SEI JANG
TAS
DOMPAK 37
38
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
n
%
N
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
<= 20 tahun
0
,0
2
2,4
1
1,2
1
1,2
4
4,8
1
1,2
1
1,2
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
1
1,2
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
11
,7
21 - 25 tahun
3
3,4
5
6,0
1
1,2
4
4,8
4
4,8
3
3,6
0
,0
2
2,4
2
2,4
6
7,1
1
1,2
7
8,1
1
1,1
4
4,7
1
1,1
4
4,6
0
,0
9
10,3
57
3,7
26 - 30 tahun
9
10, 1
6
7,1
9
11, 0
7
8,3
8
9,5
1 2
14, 3
9
10, 7
1
1,2
9
10, 8
1 3
15, 5
5
6,2
9
10, 5
8
9,2
3
3,5
1 1
12, 6
6
6,9
6
6,9
1 1
12,6
142
9,3
31 - 35 tahun
7
7,9
1 6
19, 0
1 3
15, 9
1 8
21,4
10
11,9
1 0
11, 9
1 5
17, 9
6
7,1
2 2
26, 5
8
9,5
2 3
28, 4
20
23, 3
25
28,7
13
15,1
1 8
20, 7
7
8,0
1 2
13, 8
7
8,0
250
16, 3
36 - 40 tahun
11
12, 4
1 5
17, 9
1 8
22, 0
1 6
19,0
16
19,0
1 6
19, 0
1 7
20, 2
1 7
20, 2
2 2
26, 5
8
9,5
2 2
27, 2
15
17, 4
21
24,1
10
11,6
1 2
13, 8
22
25, 3
1 4
16, 1
1 2
13,8
284
18, 6
41 - 45 tahun
7
7,9
6
7,1
8
9,8
1 3
15,5
9
10,7
1 5
17, 9
1 7
20, 2
9
10, 7
1 2
14, 5
1 2
14, 3
1 3
16, 0
16
18, 6
7
8,0
12
14,0
1 3
14, 9
15
17, 2
2 2
25, 3
9
10,3
215
14, 1
> 45 tahun
52
58, 4
3 4
40, 5
3 2
39, 0
2 5
29,8
33
39,3
2 7
32, 1
2 5
29, 8
4 9
58, 3
1 6
19, 3
3 7
44, 0
1 7
21, 0
18
20, 9
25
28,7
44
51,2
3 2
36, 8
33
37, 9
3 3
37, 9
3 9
44,8
571
37, 3
Milik sendiri
45
50, 6
4 4
52, 4
6 9
84, 1
5 3
63,1
27
32,1
4 6
54, 8
3 7
44, 0
5 9
70, 2
5 6
67, 5
5 8
69, 0
6 3
77, 8
56
65, 1
67
77,0
58
67,4
5 8
66, 7
59
67, 8
6 7
77, 0
8 1
93,1
100 3
65, 6
Rumah dinas
5
5,6
0
,0
0
,0
1
1,2
2
2,4
2
2,4
1
1,2
0
,0
0
,0
0
,0
1
1,2
1
1,2
4
4,6
0
,0
1
1,1
2
2,3
0
,0
0
,0
20
1,3
Berbagi dengan keluarga lain
2
2,2
1
1,2
1
1,2
3
3,6
0
,0
1
1,2
0
,0
0
,0
2
2,4
0
,0
1
1,2
2
2,3
0
,0
0
,0
5
5,7
0
,0
0
,0
2
2,3
20
1,3
Sewa
18
20, 2
4
4,8
1 0
12, 2
1 1
13,1
12
14,3
1 8
21, 4
2 4
28, 6
4
4,8
1 6
19, 3
1 5
17, 9
2
2,5
16
18, 6
5
5,7
6
7,0
8
9,2
6
6,9
1 1
12, 6
1
1,1
187
12, 2
Kontrak
4
4,5
0
,0
0
,0
2
2,4
7
8,3
5
6,0
7
8,3
1
1,2
1
1,2
3
3,6
1
1,2
1
1,2
6
6,9
1
1,2
5
5,7
2
2,3
4
4,6
0
,0
50
3,3
Milik orang tua
12
13, 5
3 5
41, 7
2
2,4
1 4
16,7
33
39,3
1 2
14, 3
1 0
11, 9
2 0
23, 8
8
9,6
7
8,3
1 2
14, 8
8
9,3
3
3,4
18
20,9
1 0
11, 5
15
17, 2
5
5,7
3
3,4
227
14, 8
Lainnya
3
3,4
0
,0
0
,0
0
,0
3
3,6
0
,0
5
6,0
0
,0
0
,0
1
1,2
1
1,2
2
2,3
2
2,3
3
3,5
0
,0
3
3,4
0
,0
0
,0
23
1,5
Tidak sekolah formal
18
20, 2
2
2,4
9
11, 0
3 2
38,1
10
11,9
2
2,4
3
3,6
8
9,5
5
6,0
1 4
16, 7
7
8,6
8
9,3
6
6,9
11
12,8
8
9,2
10
11, 5
9
10, 3
5 0
57,5
212
13, 9
SD
38
42, 7
3 2
38, 1
3 7
45, 1
2 5
29,8
23
27,4
3 2
38, 1
2 5
29, 8
2 6
31, 0
2 9
34, 9
1 6
19, 0
1 9
23, 5
20
23, 3
17
19,5
36
41,9
3 1
35, 6
27
31, 0
2 0
23, 0
2 1
24,1
474
31, 0
11 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
B4. Apakah ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan ?
B5. Apakah ibu mempunyai Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)?
B6. Apakah ibu mempunyai anak?
SMP
14
15, 7
1 8
21, 4
1 8
22, 0
1 7
20,2
17
20,2
2 7
32, 1
2 9
34, 5
1 4
16, 7
1 4
16, 9
2 0
23, 8
2 5
30, 9
21
24, 4
22
25,3
19
22,1
1 6
18, 4
18
20, 7
1 9
21, 8
8
9,2
336
22, 0
SMA
8
9,0
1 9
22, 6
1 5
18, 3
8
9,5
21
25,0
1 1
13, 1
2 4
28, 6
2 4
28, 6
2 9
34, 9
2 6
31, 0
2 4
29, 6
32
37, 2
25
28,7
12
14,0
2 3
26, 4
22
25, 3
2 6
29, 9
8
9,2
357
23, 3
SMK
5
5,6
8
9,5
2
2,4
2
2,4
9
10,7
9
10, 7
1
1,2
1 0
11, 9
3
3,6
5
6,0
2
2,5
0
,0
13
14,9
8
9,3
7
8,0
3
3,4
7
8,0
0
,0
94
6,1
Universitas/Akade mi
6
6,7
5
6,0
1
1,2
0
,0
4
4,8
3
3,6
2
2,4
2
2,4
3
3,6
3
3,6
4
4,9
5
5,8
4
4,6
0
,0
2
2,3
7
8,0
6
6,9
0
,0
57
3,7
Ya
15
16, 9
2 6
31, 0
2 1
25, 6
2 8
33,3
29
34,5
2 6
31, 0
5 0
59, 5
3 2
38, 1
3 5
42, 2
2 6
31, 0
3 0
37, 0
29
33, 7
13
14,9
50
58,1
2 6
29, 9
18
20, 7
1 3
14, 9
7 9
90,8
546
35, 7
Tidak
74
83, 1
5 8
69, 0
6 1
74, 4
5 6
66,7
55
65,5
5 8
69, 0
3 4
40, 5
5 2
61, 9
4 8
57, 8
5 8
69, 0
5 1
63, 0
57
66, 3
74
85,1
36
41,9
6 1
70, 1
69
79, 3
7 4
85, 1
8
9,2
984
64, 3
Ya
10
11, 2
2 5
29, 8
1 9
23, 2
5 8
69,0
47
56,0
2 0
23, 8
2 8
33, 3
3 5
41, 7
3 9
47, 0
3 3
39, 3
1 6
19, 8
23
26, 7
8
9,2
32
37,2
2 8
32, 2
18
20, 7
2 3
26, 4
5 3
60,9
515
33, 7
Tidak
79
88, 8
5 9
70, 2
6 3
76, 8
2 6
31,0
37
44,0
6 4
76, 2
5 6
66, 7
4 9
58, 3
4 4
53, 0
5 1
60, 7
6 5
80, 2
63
73, 3
79
90,8
54
62,8
5 9
67, 8
69
79, 3
6 4
73, 6
3 4
39,1
101 5
66, 3
Ya
81
91, 0
8 0
95, 2
7 7
93, 9
7 0
83,3
81
96,4
8 0
95, 2
8 0
95, 2
7 5
89, 3
7 9
95, 2
7 9
94, 0
7 0
86, 4
74
86, 0
84
96,6
80
93,0
8 6
98, 9
83
95, 4
8 0
92, 0
6 1
70,1
140 0
91, 5
Tidak
8
9,0
4
4,8
5
6,1
1 4
16,7
3
3,6
4
4,8
4
4,8
9
10, 7
4
4,8
5
6,0
1 1
13, 6
12
14, 0
3
3,4
6
7,0
1
1,1
4
4,6
7
8,0
2 6
29,9
130
8,5
12 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
3.2
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Dalam masalah persampahan, Studi EHRA mempelajari sejumlah hal pokok, yakni: 1) cara pembuangan sampah yang utama, 2) frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah, 3) praktik pemilahan sampah, dan 4) penggunaan wadah sampah sementara di rumah. Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 22 (dua puluh dua) opsi jawaban. Dua puluh dua opsi itu dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yakni 1) Dikumpulkan di rumah lalu diangkut keluar oleh pihak lain, 2) Dikumpulkan di luar rumah/di tempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3) Dibuang di halaman/pekarangan rumah, dan 4) Dibuang ke luar halaman/pekarangan rumah. Di antara empat kelompok itu, cara-cara yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara – cara yang memiliki risiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lobang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah merupakan cara yang aman. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan ruang dan lahan, penerapan cara – cara itu dinilai dapat mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku. Di banyak kota di Indonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukkan pertanyaan – pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan – kegiatan pengomposan. Terakhir, emunerator studi EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang mengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing. Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek. Secara rinci, tabel di bawah menggambarkan cara – cara utama membuang sampah rumah tangga di Kota Tanjungpinang. Dalam tabel di bawah terlihat bahwa yang paling banyak dijumpai adalah rumah tangga yang membuang sampahnya di dalam rumah atau di tempat bersama untuk kemudian diangkut ke TPS yakni sebesar 44,9 %. Terdapat 1 kelurahan yang tidak melakukan pilihan/opsi pengelolaan sampah seperti ini yaitu di Kelurahan Dompak.
13 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Kelompok kedua yang cukup besar adalah mereka yang membuang sampah ke halaman rumah mereka untuk kemudian dibakar yakni sekitar 32 % dengan penyumbang terbesar adalah masyarakat yang berdomisili di wilayah Kelurahan Dompak yakni sebanyak 92 %. Sementara pilihan pengelolaan yang menjadi opsi ke – 3 terpopuler di Kota Tanjungpinang adalah dengan cara membuang sampah di sungai/kali/laut/danau yaitu dengan total 12,9 %. Kelurahan Penyengat merupakan kelurahan dengan praktik pembuangan sampah di sungai/kali/laut/danau terbesar yaitu 44 %. Hal ini bisa dikaitkan dengan wilayah kelurahan Penyengat yang merupakan pulau dan banyak masyarakatnya tinggal di sepanjang pesisir laut. Secara lebih rinci dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini. Gambar 3.1 Grafik Pengelolaan Sampah
Sementara itu seperti diketahui secara luas, rumah tangga pada dasarnya dapat ikut berperan aktif dalam mengurangi volume sampah dengan berbagai cara. Contoh yang cukup populer adalah dengan melakukan pemilahan dan memanfaatkan atau mengolah sampah – sampah tertentu. Terkait dengan hal ini, studi EHRA yang dilaksanakan oleh Pokja Sanitasi mencoba mengetahui praktik pemilahan sampah yang ada pada rumah tangga di Kota Tanjungpinang. Kajian EHRA memperoleh gambaran bahwa terdapat 10,1 % dari total rumah tangga yang di-survei melakukan praktik pemilahan sampah, dan sisanya sebesar 89,9 % rumah tangga responden langsung membuang sampah tanpa melakukan pemilahan sampah terlebih dahulu. Secara umum dapat dikatakan bahwa proporsi ini masih sangat sedikit dan jauh dari harapan untuk membantu pengurangan volume sampah di kota Tanjungpinang. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa masih banyak kerja dan usaha lebih keras yang diperlukan untuk mengajak warga berpartisipasi dalam pengelolaan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga. Untuk praktik pemilahan sampah secara lebih terperinci di masing – masing wilayah kelurahan dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut ini, dimana 100 % warga masyarakat yang menjadi obyek survei di Kelurahan Dompak dan Kelurahan Kampung Bugis tidak melakukan praktik pemilahan sampah rumah tangga.
14 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Gambar 3.2 Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga
Untuk pengelolaan sampah di Kota Tanjungpinang, penilaian masyarakat cukup berimbang. Hal ini dapat dilihat dari persentase responden sebanyak 50,5 % yang menyatakan bahwa pengelolaan sampah yang ada/eksisting telah memadai dan 49,5 % responden menyatakan tidak memadai. Sementara dari segi frekuensi pengangkutan sampah, mayoritas responden menyatakan bahwa frekuensi yang telah dijalankan selama ini sudah memadai (95,6 % responden) dan hanya 4,4 % responden saja yang tidak puas dengan pelayanan pengangkutan sampah yang ada. Hasil yang mendukung frekuensi pengangkutan sampah diperkuat lagi pada poin ketepatan waktu pelayanan pengangkutan sampah, dimana terdapat 80,9 % responden memberikan jawaban tepat waktu dan 18,1 % menyatakan tidak tepat waktu. Pada survei studi EHRA bagian persampahan ini ada 2 (dua) hal yang perlu menjadi catatan khusus para stakeholder dan pihak – pihak yang terkait masalah sanitasi Kota Tanjungpinang, yaitu : 1.
Kelurahan yang perlu menjadi perhatian dalam hal pengelolaan sampah di Kota Tanjungpinang adalah Kelurahan Dompak. Sebanyak 97,7 % responden rumah tangga di Kelurahan Dompak memberikan jawaban bahwa pengelolaan sampah yang terjadi di wilayah mereka tidak memadai. Hal ini dipertegas lagi pada poin frekuensi pengangkutan sampah dan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Terdapat masing – masing 100 % responden di kelurahan tersebut yang menyatakan bahwa pelayanan persampahan di wilayah mereka tidak memadai.
2.
Sampah yang ada di Kota Tanjungpinang sebagian besar langsung dibuang tanpa terlebih dahulu dilakukan pengolahan setempat. Sebanyak 92,2 % responden menyatakan kalau sampah yang ada di wilayah mereka tidak diolah dan hanya 7,8 % responden saja yang mengolah sampahnya terlebih dahulu sebelum dibuang.
15 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Tabel 3.2 Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kode Kelurahan/Desa variabel
3.1 Pengelolaan sampah
3.2 Frekuensi pengangkutan sampah 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah
3.4 Pengolahan sampah setempat
kategori
PENYE NGAT
TPI KOTA
n
%
Tidak memadai
26
31, 0
Ya, memadai
58
Tidak memadai
n
KP.BUGIS
%
n
%
79
94,0
8 1
98, 8
69, 0
5
6,0
1
1
3,1
0
,0
Ya, memadai
31
96, 9
0
Tidak tepat waktu
1
3,2
Ya, tepat waktu
30
Tidak diolah Ya, diolah
SENGGARANG
n
TPI BARAT
KAMBOJA
KP.BARU
BUCER
MKP
%
n
%
n
%
n
%
n
%
N
54
64,3
2 5
29, 8
1 6
19,0
3 1
36, 9
1 0
11,9
5 4
65,1
1,2
30
35,7
5 9
70, 2
6 8
81,0
5 3
63, 1
7 4
88,1
2 9
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
1
100, 0
0
,0
7
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
96, 8
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
1
100, 0
0
88
98, 9
69
82,1
7 7
93, 9
82
97,6
7 6
90, 5
8 1
96,4
1
1,1
15
17,9
5
6,1
2
2,4
8
9,5
3
3,6
KP.BULANG
n
BT.9
AIR RAJA
PINANG KENCANA
n
%
n
%
n
40
47,6
5 5
67, 9
4 8
55,8
34,9
44
52,4
2 6
32, 1
3 8
0
,0
0
,0
0
,0
100, 0
1 1
100, 0
8
100,0
0
1
14,3
1
9,1
1
12,5
,0
6
85,7
1 0
90,9
7
7 6
90, 5
7 8
92,9
8 1
97,6
8
9,5
6
7,1
2
2,4
16 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
%
Total
%
TPI TIMUR
TG. UNGGAT
SEI JANG
TAS
DOMPAK
37
38
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
26
29,9
3 9
45, 3
2 9
33, 3
3 5
40,2
2 2
25,3
8 5
97, 7
755
49,5
44,2
61
70,1
4 7
54, 7
5 8
66, 7
5 2
59,8
6 5
74,7
2
2,3
770
50,5
0
,0
0
,0
0
,0
1
7,7
0
,0
0
,0
2
100 ,0
4
4,4
,0
3
100, 0
0
,0
0
,0
1 2
92, 3
1
100, 0
1 2
100,0
0
,0
86
95,6
0
,0
3
100, 0
0
,0
0
,0
7
53, 8
0
,0
1
8,3
2
100 ,0
17
19,1
87,5
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
6
46, 2
1
100, 0
1 1
91,7
0
,0
72
80,9
78
92,9
7 7
95, 1
8 1
94,2
82
94,3
7 7
89, 5
7 2
82, 8
8 2
94,3
7 8
89,7
7 5
86, 2
141 0
92,2
6
7,1
4
4,9
5
5,8
5
5,7
9
10, 5
1 5
17, 2
5
5,7
9
10,3
1 2
13, 8
120
7,8
3.3
Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja
Kebiasaan praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor risiko menurunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan dan kondisinya. Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori besar, yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non siram/tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas jamban. Pilihan – pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian, sungai/kali/parit/got. Sementara kategori ketiga, ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got. Karena informasi tentang jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan – pertanyaan yang dimaksud antara lain : 1) Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?, 2) Kapan tangki septik dikosongkan?, dan 3) Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Survei EHRA menemukan bahwa fasilitas BAB di Kota Tanjungpinang yang paling umum dilaporkan oleh rumah tangga adalah jamban pribadi yang proporsi respondennya mencapai 89 % (tempat terakhir kali BAB). Proporsi BAB ke MCK/WC Umum sebesar 4 % dan y a n g menggunakan WC helikopter sebanyak 1 %. Sementara itu, proporsi rumah tangga responden yang membuang tinja secara langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 6 %, yang terdiri dari 1) BAB ke sungai/pantai/laut (4 %), 2) ke kebun/pekarangan (1 %), dan 3) ke tempat lainnya sebanyak 1 %.
17 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Gambar 3.3 Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar
Dari hasil wawancara responden EHRA diperoleh jumlah 65 % rumah tangga di Kota Tanjungpinang yang melaporkan menggunakan tangki septik. Tempat pembuangan sungai/danau/pantai atau laut sebanyak 2 1 %, dan yang menggunakan cubluk/lobang tanah sebagai tempat akhir penyaluran tinja adalah sebanyak 4 %, melalui pipa sewer sebanyak 0 %, langsung ke drainase 2 %, ke kebun/tanah lapang dan kolam/sawah masing – masing sebanyak 0 % dan responden yang menjawab tidak tahu ada sebanyak 8 %. Kebanyakan responden yang menjawab tidak tahu merupakan responden di wilayah Kelurahan Dompak yaitu sebanyak 51,7 %. Hasil persentase keseluruhan di Kota Tanjungpinang ditunjukkan pada gambar 3.4 di bawah ini yang memuat tentang grafik tempat penyaluran akhir tinja di Kota Tanjungpinang. Gambar 3.4 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
18 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Dari total 21 % responden studi EHRA di Kota Tanjungpinang yang melakukan pengurasan tangki septik (Gambar 3.6), terdapat sebanyak total 53,2 % yang praktik menguras tinjanya menggunakan layanan sedot tinja yang ada di Kota Tanjungpinang. Tidak semua responden yang melakukan pengurasan tangki septik memanfaatkan jasa layanan sedot tinja. Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat 10, 2 % responden yang mengosongkan sendiri tangki septiknya dan 3,5 % yang membayar jasa tukang untuk mengerjakan pengurasan tangki septiknya. Gambar 3.5 di bawah ini menjelaskan secara lebih terperinci mengenai sebaran praktik pengurasan tangki septik, baik itu untuk skala kelurahan maupun yang mencakup skala kota. Gambar 3.5 Grafik Praktik Pengurasan Tangki Septik
Selain memberikan gambaran tentang siapa yang melakukan pengurasan tangki septik, studi EHRA juga memaparkan data tentang waktu terakhir tangki septik tersebut dilakukan pengurasan. Untuk Kota Tanjungpinang, terdapat 65,3 % responden yang tidak pernah melakukan pengurasan tangki septik di rumahnya. Selain mereka yang tidak pernah menguras tangki septiknya, terdapat juga responden yang menguras tangki septiknya. Sekitar 7,3 % responden yang memberikan jawaban bahwa tangki septik di rumah mereka dikuras pada rentang waktu 0 – 12 bulan yang lalu dan 11,5 % responden yang menguras antara 1 – 5 tahun yang lalu, 1,9 % responden melakukan pengurasan antara 5 – 10 tahun yang lalu dan 2,3 % yang menjawab lebih dari 10 tahun yang lalu. Melalui studi EHRA, terdapat juga gambaran persentase kelompok responden Kota Tanjungpinang yang memberikan jawaban bahwa mereka tidak mengetahui kapan terakhir kali dilakukan pengurasan tangki septik di rumahnya yakni sebanyak 11,7 % responden. Gambar 3.6 yang disajikan berikut ini memberikan suatu gambaran yang perlu diperhatikan oleh stakeholders dan semua pihak yang terkait dalam rangka pengembangan pengelolaan sektor sanitasi Kota Tanjungpinang yang lebih baik dan layak.
19 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Gambar 3.6 Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik
Dasar yang digunakan dalam mengidentifikasi suspek aman dan tidak aman suatu tangki septik atau cubluk dalam studi EHRA adalah dengan menggunakan rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik seperti yang telah dijabarkan pada penjelasan di atas . Untuk ukuran dan teknologi tangki septik yang paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5 tahun. Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septik belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka patut menjadi suatu pertanyaan bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septik sebetulnya adalah cubluk atau tangki yang tidak kedap udara. Bila diringkas secara garis besar, maka kriteria tangki septik suspek aman maupun tidak aman di dalam studi EHRA adalah sebagai berikut : Kriteria suspek aman adalah sebagai berikut, • Dibangun kurang dari lima tahun lalu • Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/dikosongkan kurang dari lima tahun lalu Kriteria suspek tidak aman adalah sebagai berikut, • Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras • Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu Sebagaimana tersaji pada gambar 3.7 tentang grafik persentase Tangki Septik suspek aman dan tidak aman di bawah ini, dari sekitar 65 % responden yang memberikan jawaban memiliki tangki septik, pada kenyataannya, ternyata tidak semua rumah tangga memiliki tangki septik yang aman dan higienis sesuai dengan kriteria suspek aman yang ditetapkan di dalam studi EHRA. Hanya terdapat sekitar 61,7 % responden yang memiliki tangki septik suspek aman dan sisanya sebesar 38,3 % responden memiliki tangki septik suspek tidak aman.
20 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Gambar 3.7 Grafik Persentase Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
Penjelasan yang telah dipaparkan dan juga gambar 3.7 di atas mengindikasikan bahwa masih banyak warga masyarakat di Kota Tanjungpinang yang kemungkinan tidak memiliki tangki septik sebagaimana yang seharusnya, melainkan hanya menggunakan cubluk atau tangki yang tidak kedap udara sehingga air tinja yang ditampung dapat merembes ke luar tangki dan akan menimbulkan risiko lebih besar terhadap pencemaran lingkungan yang ada di sekitarnya. Tabel yang ditampilkan di bawah ini memaparkan area berisiko air limbah domestik berdasarkan studi EHRA yang dilaksanakan di Kota Tanjungpinang tahun 2013. Dapat dilihat bahwa persentase terbesar yang mempengaruhi area berisiko adalah pencemaran karena pembuangan isi tangki dan juga pencemaran yang dikarenakan Sarana Pengolahan Air Limbah yang tidak memadai. Terdapat 65 % yang berisiko terhadap pencemaran karena SPAL tidak memadai dan 46, 8 % yang berisiko karena pembuangan isi tangki. Kelurahan Dompak merupakan kelurahan yang menjadi area berisiko air limbah paling tinggi di Kota Tanjungpinang. Terdapat 100 % pencemaran yang terjadi karena pembuangan isi tangki septik dan 63, 2 % pencemaran terjadi karena SPAL yang tidak memadai. Hal ini perlu menjadi catatan penting bahwa pengembangan sektor sanitasi yang telah ada di Kota Tanjungpinang belum dilakukan secara merata bagi daerah yang bisa dikatakan berada jauh dari pusat layanan kota dan memiliki wilayah di pesisir laut. Tabel 3.3 tentang area berisiko air limbah domestik berikut ini memberikan gambaran terperinci tentang kondisi masing – masing kelurahan yang ada di Kota Tanjungpinang.
21 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Tabel 3.3 Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kode Kelurahan/Desa variabel
2.1 Tangki septik suspek aman 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik 2.3 Pencemaran karena SPAL
Kate gori
TPI KOTA
PENYE NGAT
KP. BUGIS
SENG GARANG
TPI BARAT
KAM BOJA
KP. BARU
BUCER
MKP
Total
KP. BULANG
AIR RAJA
BT.9
PINANG KENCANA
TPI TIMUR
TG. UNGGAT
SEI JANG
TAS
DOMPAK
37
38
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak aman
21
23,6
26
31,0
22
26,8
13
15,5
22
26,2
31
36,9
45
53,6
57
67,9
37
44,6
39
46,4
37
45,7
30
34,9
47
54,0
32
37,2
28
32,2
41
47,1
50
57,5
8
9,2
586
38,3
Suspek aman
68
76,4
58
69,0
60
73,2
71
84,5
62
73,8
53
63,1
39
46,4
27
32,1
46
55,4
45
53,6
44
54,3
56
65,1
40
46,0
54
62,8
59
67,8
46
52,9
37
42,5
79
90,8
944
61,7
Tidak, aman
8
53,3
11
100,0
9
90,0
6
60,0
16
76,2
11
61,1
1
6,7
3
13,6
8
42,1
19
52,8
9
42,9
13
48,1
2
13,3
8
61,5
17
51,5
7
24,1
11
40,7
2
100,0
161
46,8
Ya, aman
7
46,7
0
,0
1
10,0
4
40,0
5
23,8
7
38,9
14
93,3
19
86,4
11
57,9
17
47,2
12
57,1
14
51,9
13
86,7
5
38,5
16
48,5
22
75,9
16
59,3
0
,0
183
53,2
Tidak aman
71
79,8
50
59,5
52
63,4
73
86,9
82
97,6
29
34,5
45
53,6
47
56,0
64
77,1
32
38,1
3
3,7
67
77,9
69
79,3
56
65,1
87
100,0
87
100,0
26
29,9
55
63,2
995
65,0
Ya, aman
18
20,2
34
40,5
30
36,6
11
13,1
2
2,4
55
65,5
39
46,4
37
44,0
19
22,9
52
61,9
78
96,3
19
22,1
18
20,7
30
34,9
0
,0
0
,0
61
70,1
32
36,8
535
35,0
22 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
3.4
Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir
Dalam masalah saluran air, EHRA meminta dan menyarankan agar enumerator mengamati dengan teliti keberadaan saluran drainase di sekitar responden/rumah tangga terpilih. Saluran yang dimaksud di sini adalah yang digunakan untuk membuang air limbah penggunaan rumah tangga (grey water). Bila ada, emunerator juga diminta untuk mengamati dari dekat apakah air di saluran tersebut mengalir, apa karakteristik warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air tersebut. Saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, karakteristik warna ai r yang cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya. Pokok kedua dalam bagian ini adalah kebanjiran yang didefinisikan secara sederhana yakni datangnya air ke lingkungan atau ke dalam rumah yang disurvei. Air yang datang bisa berasal dari manapun termasuk luapan sungai, laut ataupun air hujan yang menggenang. Besarnya banjir tidak dibatasi ketinggiannya. Artinya, air bisa setinggi dada ataupun hanya sedikit genangan yang lebih rendah dari mata kaki orang dewasa. Studi EHRA di Kota Tanjungpinang menemukan proporsi responden/rumah tangga sejumlah 88,4 % rumah tangga responden yang melaporkan bahwa mereka tidak pernah mengalami banjir. Seperti terlihat pada diagram berikut ini, proporsi terbesar yang mengalami banjir ada sekitar 33,7 % rumah tangga melaporkan mengalami banjir di Kelurahan Tanjung Unggat dan 28,1 % di Kelurahan Tanjungpinang Kota. Yang terendah atau yang dapat dikatakan tidak pernah mengalami banjir sama sekali berada di Kelurahan Penyengat dan Kelurahan Bukit Cermin. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kontur lahan yang berbukit – bukit yang ada di wilayah kelurahan yang bersangkutan. Gambar 3.8 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir
23 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Dari total 11, 4 % responden/rumah tangga di Kota Tanjungpinang yang melaporkan bahwa mereka pernah mengalami banjir, terdapat 42,7 % responden yang meyakini kalau banjir yang terjadi di wilayah mereka tersebut berlangsung secara rutin dan sebanyak 57,3 % responden yang menyatakan bahwa banjir tersebut tidak secara rutin terjadi. Porsi terbesar yang menyatakan mengalami banjir secara rutin terdapat di Kelurahan Tanjungpinang Kota, Tanjungpinang Barat dan juga di Kelurahan Dompak. Selain itu, ada juga kelurahan yang 100 % respondennya menyatakan bahwa mereka tidak mengalami banjir yang rutin. Adapun kelurahan – kelurahan tersebut adalah Kelurahan Penyengat, Kampung Bugis, Bukit Cermin, dan Kelurahan Kampung Bulang Gambar 3.9 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin
Selain mempelajari tentang banjir rutin, studi EHRA juga mempelajari tentang lamanya durasi/rentang waktu yang ada dimulai dari saat banjir terjadi hingga surutnya air tersebut. Hal ini ditanyakan oleh enumerator lapangan kepada responden yang terpilih di masing – masing kelurahan. Secara total di Kota Tanjungpinang, terdapat 47,6 % responden yang menjawab bahwa banjir yang terjadi hanya memakan waktu antara 1 – 3 jam, 22,9 % yang menyatakan bahwa banjir tersebut hanya berlangsung kurang dari 1 jam. Durasi waktu banjir yang lebih lama yaitu sekitar setengah hari (sekitar 12 jam) dinyatakan dialami oleh 13,3 % responden. Sebanyak 8,6 % responden menilai bahwa banjir yang terjadi memakan durasi selama 1 hari (sekitar 24 jam) dan sisanya 7,6 % menyatakan bahwa banjir yang terjadi di wilayah mereka memiliki durasi lebih dari 24 jam. Terdapat 3 kelurahan dengan persentase terbesar yang memberikan jawaban bahwa banjir yang terjadi di wilayah mereka memakan waktu lebih dari 1 hari. Adapun kelurahan – kelurahan tersebut adalah Kelurahan Tanjung Ayun Sakti sebanyak 66,7 % responden, Kelurahan Senggarang sebanyak 42,9 % responden dan yang terakhir terdapat di Kelurahan Batu Sembilan sebanyak 25,0 % responden. Grafik persentase secara lebih terperinci tentang lamanya air menggenang pada saat banjir di masing - masing kelurahan dipaparkan pada gambar 3.10 berikut ini.
24 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Gambar 3.10 Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
Dari keterangan yang telah diperoleh dari sesi – sesi terdahulu, studi EHRA Kota Tanjungpinang mendapatkan gambaran bahwa genangan air yang terjadi ketika banjir melanda banyak ditemukan di lokasi sekitar halaman rumah warga masyarakat, yaitu sebanyak 57,2 % jawaban responden. Sementara itu, sebanyak 18,1 % responden menyatakan bahwa genangan air dari banjir tersebut berada di dekat dapur mereka, 13,9 % responden menyatakan genangan ada di dekat kamar mandi, dan 7,2 % responden menyatakan genangan air terjadi di dekat bak penampungan mereka. Terdapat sejumlah kecil yakni 9,0 % jawaban responden studi EHRA di Kota Tanjungpinang yang menyatakan bahwa ketika banjir terjadi, genangan air tersebut berada di area lain sekitar rumah mereka, seperti genangan air yang timbul di ruang tamu, di ruang tidur, di garasi, di jalan lingkungan di sekitar depan rumah mereka, dan lain – lain. Gambar 3.11 Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah
25 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Berkaitan dengan permasalahan banjir, ada satu hal mendasar dan vital yang dapat mempengaruhi tingkat pencemaran lingkungan yang terjadi pada skala rumah tangga. Hal tersebut sering kita dengar dengan istilah SPAL atau Sarana/Saluran Pembuangan Air Limbah. SPAL memiliki definisi sebagai suatu bangunan yang digunakan untuk membuang air buangan dari kamar mandi, tempat cuci, dapur dan lain-lain; tetapi bukan dari kakus/jamban. Manfaat yang ingin diperoleh dengan adanya/terbangunnya SPAL (Sarana/Saluran Pembuangan Air Limbah) rumah tangga adalah agar : 1. Air Limbah tidak berserakan kemana – mana, sehingga tidak menimbulkan genangan air/becek, pandangan kotor, bau busuk yang dapat mengganggu kesehatan 2. Menghilangkan sarang nyamuk 3. Dengan hilangnya comberan, tanah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti tempat bermain anak – anak dan lain – lain. Berdasarkan hasil studi EHRA, masyarakat Kota Tanjungpinang secara mayoritas telah memiliki SPAL rumah tangga (terlepas dari kriteria sesuai spesifikasi standar/layak bangun yang telah ditetapkan oleh pemerintah). Hal ini dipaparkan oleh grafik yang dibuat berikut ini, dimana terdapat 81 % responden yang menyatakan bahwa mereka telah memiliki SPAL dan hanya 19 % responden yang tidak memiliki SPAL di lingkungan rumah tangga mereka. Gambar 3.12 Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
Berdasarkan pengaruh SPAL terhadap adanya genangan atau tidak, studi EHRA membagi ke dalam 2 kategori akibat yang terjadi bila tidak ada fasilitas SPAL yang terbangun di lingkungan rumah tangga. Mengacu kepada hasil studi EHRA yang dilakukan di lapangan, terdapat 21,2 % responden yang menyatakan bahwa tidak adanya SPAL yang terbangun telah mengakibatkan adanya genangan air di lingkungan rumah mereka. Akan tetapi, sebagian besar dari responden (sekitar 78,8 %) menyatakan bahwa dengan tidak adanya/tidak dibangunnya SPAL tidak memberikan dampak kepada adanya genangan air di lingkungan rumah. Gambar 3.13 berikut menunjukkan pemaparan yang telah dijelaskan. 26 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Gambar 3.13 Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga
Setelah diketahui masalah kepemilikan SPAL rumah tangga di Kota Tanjungpinang, selanjutnya studi EHRA juga memberikan gambaran yang terperinci tentang 1) ke-berfungsian SPAL rumah tangga yang telah dibangun, dan 2) Tingkat Pencemaran yang ditimbulkan dari SPAL tersebut. Secara umum berdasarkan hasil pengamatan enumerator lapangan, SPAL rumah tangga yang ada di Kota Tanjungpinang ada 69,1 % yang berfungsi dengan baik dan 2,9 % tidak berfungsi dengan baik. Terdapat sebesar 0,5 % tidak dapat dipakai dikarenakan oleh saluran yang kering. Selain itu, terdapat 27,5 % pengamatan enumerator yang menyatakan SPAL tidak berfungsi secara baik dikarenakan tidak memiliki saluran/jaringan lanjutan. Gambar 3.14 Grafik Persentase SPAL yang Berfungsi
Dari hasil pengamatan enumerator studi EHRA di lapangan, dapat kita simpulkan 3 (tiga) kelurahan teratas yang banyak memiliki SPAL rumah tangga tanpa memiliki saluran/jaringan lanjutan. Ke-3 (tiga) kelurahan tersebut adalah Kelurahan Dompak dengan persentase 64,4 % hasil pengamatan, Kelurahan Penyengat dengan persentase 53,6 % hasil pengamatan dan di posisi ketiga adalah di Kelurahan Senggarang memunculkan persentase 46, 4 % hasil pengamatan enumerator yang
27 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
menyatakan bahwa SPAL rumah tangga yang telah dibangun tidak memiliki saluran/jaringan lanjutan. Gambar 3.15 Grafik Pencemaran SPAL
Permasalahan ke-2 (dua) yang akan dibahas adalah “Adakah pencemaran yang ditimbulkan oleh SPAL rumah tangga yang telah dibangun di masing – masing kelurahan di Tanjungpinang?” Hal ini menjadi suatu pertanyaan wajib agar dapat dinilai ketepatan sasaran pembangunan SPAL dan juga tingkat kesadaran akan pencemaran sektor drainase di Kota Tanjungpinang. Secara keseluruhan, ada pencemaran SPAL di Kota Tanjungpinang sebesar 65,0 % dan sisa 35,0 % tidak mengalami pencemaran SPAL. Kelurahan Tanjung Unggat dan Kelurahan Seijang mengalami tingkat pencemaran SPAL tertinggi dengan persentase masing – masing hasil survei menghasilkan angka 100 %. Hasil yang digambarkan di masing – masing kelurahan pada gambar 3.15 di atas dapat dijadikan suatu acuan strategis dalam arah kebijakan pembangunan sanitasi Kota Tanjungpinang yang berkaitan dengan sektor drainase. Dan topik terakhir yang akan dibahas pada bagian ini adalah tentang “Area Berisiko Genangan Air berdasarkan Studi EHRA”. Adapun hasil yang didapat selama enumerator bekerja di lapangan memberikan suatu pandangan bahwa secara umum, Kota Tanjungpinang tidak memiliki area berisiko gengangan air yang begitu signifikan. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil survei EHRA yang menyatakan bahwa 78,8 % Kota Tanjungpinang tidak memiliki area berisiko genangan air dan hanya 21,2 % saja yang memiliki area berisiko genangan air. Walaupun demikian; dari 21,2 % area berisiko genangan air di Kota Tanjungpinang, terdapat beberapa kelurahan yang memunculkan hasil bahwa mereka memiliki area berisiko genangan air yang cukup besar. Dapat kita perhatikan pada tabel 3.4 berikut bahwa ada 45, 3 % responden di Kelurahan Tanjungpinang Timur menyatakan di wilayah mereka terdapat area berisiko genangan air. Disusul kemudian secara berurutan oleh Kelurahan Kampung Baru (38,1 %), Kelurahan Tanjungpinang Barat (34,5 %), Kelurahan Tanjungpinang Kota (31,5 %, Kelurahan Kamboja (31,0 %) dan Kelurahan Melayu Kota Piring (31,0 %). Bisa disimpulkan bahwa selain kontur wilayah yang mempengaruhi area berisiko genangan air, arah kebijakan pembangunan sektor drainase juga sangat berpengaruh kepada hasil – hasil yang telah dipaparkan pada studi EHRA Kota Tanjungpinang ini.
28 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Tabel 3.4 Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kode Kelurahan/Desa
variabel
4.1 Adanya genangan air
TPI KOTA
kategori
PENYE NGAT
KP. BUGIS
SENG GARANG
TPI BARAT
KAM BOJA
KP. BARU
BUCER
MKP
Total
KP. BULANG
AIR RAJA
BT.9
PINANG KENCANA
TPI TIMUR
TG. UNGGAT
SEI JANG
TAS
DOMPAK
37
38
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Ada genangan air (banjir)
2 8
31, 5
1
1,2
6
7,3
17
20, 2
2 9
34, 5
2 6
31, 0
3 2
38, 1
8
9,5
2 5
30, 1
9
10, 7
1 2
14, 8
1 0
11, 6
10
11,5
39
45, 3
24
27,6
1 4
16, 1
1 6
18, 4
1 8
20, 7
324
21, 2
Tidak ada genangan air
6 1
68, 5
8 3
98, 8
7 6
92, 7
67
79, 8
5 5
65, 5
5 8
69, 0
5 2
61, 9
7 6
90, 5
5 8
69, 9
75
89, 3
6 9
85, 2
7 6
88, 4
77
88,5
47
54, 7
63
72,4
7 3
83, 9
7 1
81, 6
6 9
79, 3
120 6
78, 8
29 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
3.5
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
Bagian ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi rumah tangga di Kota Tanjungpinang. Ada 2 (dua) aspek yang akan dijabarkan pada bagian ini, yakni 1) Jenis sumber air yang digunakan rumah tangga, dan 2) Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan keterkaitan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota keluarga di suatu rumah tangga. Sumber – sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis – jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif cukup aman, seperti air ledeng/air yang berasal dari PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber – sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, diantaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan penting dalam menentukan tingkat risiko kesehatan dalam suatu rumah tangga. Para pakar higienitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higienitas secara lebih teratur. Dengan demikian, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan – kesakitan seperti gejala diare. Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data yang dipaparkan ini diperoleh dari pengakuan verbal responden. Permasalahan pertama yang akan dikaji dalam studi EHRA ini adalah tentang akses masyarakat Kota Tanjungpinang terhadap jenis sumber air bersih yang ada. Pada 2 (dua) grafik yang dicantumkan berikut memaparkan bahwa tren yang terjadi adalah kebutuhan air minum kebanyakan dipenuhi dengan menggunakan air isi ulang yang berasal dari depot air minum isi ulang. Terdapat 42,3 % responden yang menggunakan air isi ulang untuk keperluan minum. Menyusul kemudian penggunaan air minum yang berasal dari air sumur gali yang terlindungi sebanyak 31,8 %. Sementara untuk keperluan masak – memasak, responden banyak memberikan jawaban bahwa sumber air yang mereka pakai berasal dari air sumur gali yang terlindungi. Jika diperhatikan pada gambar 3.17, maka terdapat 49,7 % responden yang menyatakan demikian, dan di urutan ke-2 (dua) sebanyak 19,6 % mengambil air ledeng dari PDAM untuk keperluan memasak. Secara spesifik tentang beberapa pilihan sumber air yang dipakai oleh masyarakat Kota Tanjungpinang dapat diperhatikan pada gambar 3.16 yang memberikan gambaran tentang Akses Terhadap Air Bersih. Sementara gambar 3.17 merupakan hasil studi EHRA Kota Tanjungpinang tentang sumber air yang digunakan untuk keperluan konsumsi langsung seperti untuk diminum dan untuk keperluan masak – memasak dalam suatu lingkungan rumah tangga.
30 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Gambar 3.16 Grafik Akses Terhadap Air Bersih
Gambar 3.17 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak
Selanjutnya adalah hasil studi EHRA mengenai kelangkaan air dan juga area berisiko sumber air. Di Kota Tanjungpinang, kelangkaan sumber air paling besar ada di Kelurahan Penyengat dengan persentase 56,0 %, disusul kemudian di Kelurahan Senggarang sebesar 48,8 % dan menutup 3 (tiga) besar wilayah yang memiliki kelangkaan air adalah di Kelurahan Dompak dengan persentase jawaban responden sebesar 40,2 %. Tabel 3.5 di bawah tentang Area berisiko sumber air terdiri dari beberapa kriteria penilaian yang terperinci. Secara kumulatif berdasarkan kriteria – kriteria tersebut, kelurahan yang memiliki area berisiko sumber air terbesar di Kota Tanjungpinang terdapat di Kelurahan Penyengat yakni dengan hasil survei sebesar 56,7 %, kemudian Kelurahan Senggarang dengan persentase 48,4 %. Dan untuk melengkapi 3 (tiga) besar wilayah yang memiliki risiko air adalah Kelurahan Dompak dengan hasil survei sebesar 44,8 %.
31 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Tabel 3.5 Area Risiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kode Kelurahan/Desa variabel
1.1 Sumber air terlindungi
1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. 1.3 Kelangkaan air
kategori
TPI KOTA
PENYE NGAT
KP. BUGIS
SENG GARANG
TPI BARAT
KAMBOJA
KP.BARU
BUCER
MKP
Total
KP. BULANG
BT.9
AIR RAJA
PINANG KENCANA
TPI TIMUR
TG.UNGGAT
SEI JANG
TAS
DOMPAK
37
38
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak, sumber air berisiko tercemar
22
24,7
56
66,7
47
57,3
47
56,0
43
51,2
13
15,5
25
29,8
31
36,9
39
47,0
19
22,6
54
66,7
46
53,5
32
36,8
38
44,2
19
21,8
15
17,2
34
39,1
70
80,5
650
42,5
Ya, sumber air terlindungi
67
75,3
28
33,3
35
42,7
37
44,0
41
48,8
71
84,5
59
70,2
53
63,1
44
53,0
65
77,4
27
33,3
40
46,5
55
63,2
48
55,8
68
78,2
72
82,8
53
60,9
17
19,5
880
57,5
Tidak Aman
30
33,7
40
47,6
35
42,7
34
40,5
55
65,5
43
51,2
40
47,6
11
13,1
29
34,9
61
72,6
36
44,4
54
62,8
54
62,1
24
27,9
38
43,7
38
43,7
57
65,5
12
13,8
691
45,2
Ya, Aman
59
66,3
44
52,4
47
57,3
50
59,5
29
34,5
41
48,8
44
52,4
73
86,9
54
65,1
23
27,4
45
55,6
32
37,2
33
37,9
62
72,1
49
56,3
49
56,3
30
34,5
75
86,2
839
54,8
12
13,5
47
56,0
19
23,2
41
48,8
14
16,7
26
31,0
9
10,7
2
2,4
6
7,2
12
14,3
2
2,5
5
5,8
5
5,7
23
26,7
32
36,8
22
25,3
8
9,2
35
40,2
320
20,9
77
86,5
37
44,0
63
76,8
43
51,2
70
83,3
58
69,0
75
89,3
82
97,6
77
92,8
72
85,7
79
97,5
81
94,2
82
94,3
63
73,3
55
63,2
65
74,7
79
90,8
52
59,8
1210
79,1
Mengalami kelangkaan air Tidak pernah mengalami
Berisiko
24,0
56,7
41,1
48,4
44,4
32,5
29,4
17,5
29,7
36,5
37,9
40,7
34,9
32,9
34,1
28,7
37,9
44,8
36,2
Tidak Berisiko
76,0
43,3
58,9
51,6
55,6
67,5
70,6
82,5
70,3
63,5
62,1
59,3
65,1
67,1
65,9
71,3
62,1
55,2
63,8
32 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
3.6
Perilaku Higiene dan Sanitasi
Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers (jari/tangan). Kebiasaan masyarakat dalam hal mencuci tangan pakai sabun merupakan salah satu bagian dari survei studi EHRA yang bertujuan untuk mengetahui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kebiasaan mencuci tangan yang dilakukan oleh masyarakat dalam survei EHRA sangat berhubungan erat dengan kesehatan. Kebiasaan tidak mencuci tangan pada waktu – waktu penting merupakan salah satu faktor penyebab masuknya penyakit ke dalam tubuh, misalnya diare. Balita sangat rawan terkena diare. Bila kebiasaan mencuci tangan diterapkan pada waktu penting oleh masyarakat, khususnya yang memiliki anak balita maka risiko balita terkena penyakit – penyakit yang berhubungan dengan diare dapat berkurang. Waktu cuci tangan yang penting diterapkan oleh masyarakat yang memiliki anak antara lain adalah : 1) sesudah buang air besar; 2) sesudah menceboki pantat anak; 3) sebelum menyantap makanan; 4) sebelum menyuapi anak; serta 5) sebelum menyiapkan makanan. Untuk menelusuri perilaku – perilaku cuci tangan yang dilakukan anggota keluarga sehari – harinya, studi EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan “Di waktu kapan saja anggota keluarga biasanya mencuci tangan pakai sabun?”. Secara umum berdasarkan hasil survei EHRA yang dilaksanakan, sebagian besar masyarakat Tanjungpinang tidak melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) di lima waktu penting tersebut. Hal ini diperlihatkan pada gambar 3.18 dimana tergambarkan bahwa 91 % responden Kota Tanjungpinang tidak melakukan CTPS di lima waktu penting dan hanya 9 % yang melakukannya di lima waktu penting. Gambar 3.18 Grafik CTPS di Lima Waktu Penting
33 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Secara umum, responden survei studi EHRA di Kota Tanjungpinang memberikan pernyataan bahwa mereka memang melakukan CTPS, akan tetapi tidak secara utuh di lima waktu penting dan hanya melakukannya pada saat – saat tertentu saja. Gambar 3.19 memberikan penjelasan bahwa responden cenderung untuk melakukan praktik CTPS kebanyakan hanya pada saat sebelum makan, yakni sebesar 81,8 % dan pada saat setelah mereka selesai Buang Air Besar (BAB) sebesar 57,9 %. Gambar 3.19 Grafik Waktu Melakukan CTPS
Kecilnya persentase masyarakat di Kota Tanjungpinang yang melakukan praktik CTPS setelah BAB (57,9 %) didukung oleh hasil lain dari studi EHRA tentang Praktik Buang Air Besar sembarangan (BABs) dimana dari total seluruh responden, hanya 57,5 % yang melakukan BAB pada tempat yang seharusnya dan terdapat 42,5% responden yang menyatakan melakukan praktik BAB secara sembarangan dan tidak di tempat yang seharusnya. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jika masyarakat melakukan praktik BAB sembarangan, maka fasilitas sanitasi dasar seperti sabun tidak akan tersedia di tempat mereka melakukan BAB tersebut dan pada akhirnya praktik CTPS tidak mereka lakukan. Kelurahan Dompak merupakan kelurahan dengan praktik BABs tertinggi di Tanjungpinang dengan persentase sebesar 73,6 %. Dan berada di bawahnya secara berurutan, Kelurahan Kampung Bugis dengan persentase 61 %, Kelurahan Senggarang dan Kelurahan Kampung Bulang; masing – masing dengan persentase sebesar 53,6 %. Gambar 3.20 Grafik Persentase Penduduk yang Melakukan BABS
34 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Tabel 3.6 Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kode Kelurahan/Desa variabel
5.1 CTPS di lima waktu penting 5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? 5.2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? 5.2.c. Keberfungsian penggelontor. 5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air 5.4 Perilaku BABS
Kate gori
TPI KOTA
PENYE NGAT
n
n
%
KP. BUGIS
TPI BARAT
SENG GARANG
KAM BOJA
%
n
%
n
%
n
%
n
72,6
8 2
100, 0
7 9
94, 0
8 4
100, 0
7 5
89,3
27,4
0
,0
5
6,0
0
,0
9
10,7
7
8,3
1 7
20,2
6
7,1
89,0
7 7
91, 7
6 7
79,8
7 8
1 2
14,6
1 2
14, 3
2 0
23,8
84,5
7 0
85,4
7 2
85, 7
6 4
2 3
27,4
3 8
46,3
3 7
44, 0
68,5
6 1
72,6
4 4
53,7
4 7
0
,0
1
1,2
1 3
15,9
Ya
8 9
100, 0
8 3
98,8
6 9
Ya, tercem ar
3 3
37,1
9
10,7
Tidak tercem ar
5 6
62,9
7 5
89,3
%
n
%
n
%
66, 7 33, 3 19, 0
8 3
98, 8
1
1,2
3
3,6
6 5 1 8 1 7
78, 3 21, 7 20, 5
92,9
6 8
81, 0
8 1
96, 4
6 6
1 6
19,0
3 8
45, 2
8
9,5
76,2
6 8
81,0
4 6
54, 8
7 6
3 3
39,3
1 9
22,6
1 2
14, 3
56, 0
5 1
60,7
6 5
77,4
7 2
1 5
17, 9
1 6
19,0
0
,0
84,1
6 9
82, 1
6 8
81,0
8 4
2 7
32,9
3 5
41, 7
1 0
11,9
5 5
67,1
4 9
58, 3
7 4
88,1
4 5 3 9
53, 6 46, 4
3 9 4 5
98,9
Ya
1
1,1
Tidak
1 2
13,5
5
6,0
9
11,0
Ya
7 7
86,5
7 9
94,0
7 3
Tidak
2 8
31,5
1 3
15,5
Ya
6 1
68,5
7 1
Tidak
2 8
31,5
Ya, berfung si
6 1
Tidak
Tidak
3 7 5 2
41,6 58,4
2 8 5 6
33,3 66,7
MKP
5 6 2 8 1 6
Tidak
5 0 3 2
61,0 39,0
46,4 53,6
Total
KP. BULANG
BT.9
PINANG KENCANA
TPI TIMUR
TG. UNGGAT
n
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
92, 0
8 5
97, 7
8 0
92, 0
8 7
100,0
139 7
91, 3
8,0
2
2,3
7
8,0
0
,0
133
8,7
34, 5
5 9
67,8
276
18, 0
TAS
DOMPAK
37
38
%
n
%
82
97,6
7 9
97, 5
8 4
97, 7
70
80,5
77
89,5
8 0
2
2,4
2
2,5
2
2,3
17
19,5
9
10,5
7
6
7,1
3 3
40, 7
7
8,1
34
39,1
5
5,8
2
2,3
8
9,2
3 0
79, 5
78
92,9
4 8
59, 3
7 9
91, 9
53
60,9
81
94,2
8 5
97, 7
7 9
90, 8
5 7
65, 5
2 8
32,2
125 4
82, 0
6
7,2
10
11,9
3 5
43, 2
7
8,1
31
35,6
3
3,5
4
4,6
1 8
20, 7
2 9
33, 3
5 6
64,4
346
22, 6
90, 5
7 7
92, 8
74
88,1
4 6
56, 8
7 9
91, 9
56
64,4
83
96,5
8 3
95, 4
6 9
79, 3
5 8
66, 7
3 1
35,6
118 4
77, 4
3
3,6
1 6
19, 3
14
16,7
1 7
21, 0
9
10, 5
10
11,5
11
12,8
1 5
17, 2
1 9
21, 8
1 1
12, 6
6 0
69,0
375
24, 5
85, 7
8 1
96, 4
6 7
80, 7
70
83,3
6 4
79, 0
7 7
89, 5
77
88,5
75
87,2
7 2
82, 8
6 8
78, 2
7 6
87, 4
2 7
31,0
115 5
75, 5
2 4
28, 6
6
7,1
8
9,6
21
25,0
5
6,2
2 5
29, 1
4
4,6
3
3,5
4
4,6
9
10, 3
7
8,0
4 2
48,3
203
13, 3
100, 0
6 0
71, 4
7 8
92, 9
7 5
90, 4
63
75,0
7 6
93, 8
6 1
70, 9
83
95,4
83
96,5
8 3
95, 4
7 8
89, 7
8 0
92, 0
4 5
51,7
132 7
86, 7
1 0
11,9
2 1
25, 0
4
4,8
2 5
30, 1
12
14,3
3 9
48, 1
1 9
22, 1
19
21,8
32
37,2
5
5,7
8
9,2
2 0
23, 0
3 5
40,2
363
23, 7
7 4
88,1
6 3
75, 0
8 0
95, 2
5 8
69, 9
72
85,7
4 2
51, 9
6 7
77, 9
68
78,2
54
62,8
8 2
94, 3
7 9
90, 8
6 7
77, 0
5 2
59,8
116 7
76, 3
2 7 5 7
32, 1 67, 9
2 4 6 0
28, 6 71, 4
4 0 4 3
48, 2 51, 8
45
53,6
3 3 5 3
38, 4 61, 6
18,4
31
36,0
81,6
55
64,0
50, 6 49, 4
3 6 5 1
41, 4 58, 6
3 6 5 1
41, 4 58, 6
6 4 2 3
650
71
4 4 4 3
73,6
46,4
25, 9 74, 1
16
39
2 1 6 0
26,4
880
59,5
35 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
%
SEI JANG
n
40,5
n
AIR RAJA
%
3 4 5 0
%
BUCER
n
8 8
Ya, BABS
6 1 2 3
KP. BARU
42, 5 57, 5
3.7
Kejadian Penyakit Diare
Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42 – 47 % risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu – waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003). Penyakit diare dapat menyerang siapa saja dalam anggota keluarga tanpa pandang bulu. Tidak hanya menyerang balita dan anak – anak, penyakit diare juga menyerang anak remaja laki – laki, anak remaja perempuan, orang dewasa laki – laki, dan orang dewasa perempuan. Balita merupakan usia yang cukup rawan untuk terserang penyakit diare. Besaran kejadian penyakit diare dapat mengindikasikan bahwa sarana sanitasi yang tersedia dan ada di masyarakat kurang tersedia dan kemungkinan juga kurang memenuhi standar minimum kesehatan. Pertanyaan paling mendasar yang ditetapkan di dalam survei studi EHRA adalah “Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare?”. Sebanyak 89,3 % responden memberikan jawaban anggota keluarganya ti dak pe rn ah terkena penyakit diare, sebanyak 4,1 % responden menjawab bahwa anggota keluarga mereka ada yang terkena diare lebih dari 6 bulan yang lalu dan yang menjawab bahwa mereka terkena diare ketika waktu diwawancarai sebanyak 0,3 % responden. Berdasarkan studi EHRA Kota Tanjungpinang, kelurahan dengan kasus penyakit diare yang paling banyak terjadi adalah di Kelurahan Penyengat dengan akumulasi persentase sebanyak 27,4 % jawaban responden. Yang terendah ada di Kelurahan Dompak yakni sebanyak 1,1 % jawaban responden. Selain hasil yang telah dijabarkan sebelumnya, survei studi EHRA Kota Tanjungpinang juga memberikan informasi bahwa anggota keluarga yang sering terkena penyakit diare adalah anak – anak balita yakni sebanyak 35 % jawaban responden dan persentase terkecil anggota keluarga terkena penyakit diare adalah anak remaja perempuan yakni sebesar 4,9 % dari responden yang diwawancarai.
36 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
Tabel 3.7 Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kode Kelurahan/Desa variabel
H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare
kategori
PENYE NGAT
TPI KOTA
KP. BUGIS
SENG GARANG
KAM BOJA
TPI BARAT
KP. BARU
BUCER
MKP
Total
KP. BULANG
BT.9
AIR RAJA
PINANG KENCANA
TPI TIMUR
TG. UNGGAT
SEI JANG
TAS
DOMPAK
37
38
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Hari ini
1
1,1
0
,0
1
1,2
0
,0
1
1,2
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
1
1,1
0
,0
4
,3
Kemarin
1
1,1
5
6,0
0
,0
2
2,4
0
,0
3
3,6
0
,0
0
,0
0
,0
1
1,2
1
1,2
0
,0
1
1,1
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
14
,9
0
,0
5
6,0
0
,0
1
1,2
1
1,2
1
1,2
1
1,2
2
2,4
2
2,4
2
2,4
0
,0
2
2,3
0
,0
1
1,2
3
3,4
0
,0
0
,0
0
,0
21
1,4
0
,0
3
3,6
3
3,7
0
,0
1
1,2
1
1,2
2
2,4
0
,0
2
2,4
1
1,2
0
,0
1
1,2
3
3,4
1
1,2
1
1,1
0
,0
0
,0
0
,0
19
1,2
1
1,1
3
3,6
0
,0
1
1,2
5
6,0
3
3,6
3
3,6
1
1,2
0
,0
2
2,4
0
,0
0
,0
1
1,1
0
,0
2
2,3
0
,0
0
,0
1
1,1
23
1,5
0
,0
3
3,6
0
,0
1
1,2
1
1,2
2
2,4
2
2,4
0
,0
0
,0
2
2,4
0
,0
0
,0
1
1,1
1
1,2
1
1,1
2
2,3
3
3,4
0
,0
19
1,2
0
,0
4
4,8
2
2,4
3
3,6
2
2,4
8
9,5
7
8,3
0
,0
1
1,2
2
2,4
6
7,4
2
2,3
0
,0
4
4,7
1
1,1
15
17,2
6
6,9
0
,0
63
4,1
8 6
96,6
61
72,6
7 6
92,7
76
90,5
73
86,9
66
78,6
69
82, 1
8 1
96,4
7 8
94,0
74
88,1
74
91, 4
8 1
94,2
81
93,1
79
91,9
79
90,8
70
80,5
77
88,5
8 6
98,9
136 7
89,3
73, 3
3
100, 0
4
80,0
8
80,0
4
57, 1
2
40,0
3
50,0
5
71,4
6
75,0
8
47,1
6
60,0
1
100, 0
106
65,0
0
,0
1
20,0
2
20,0
3
3
60,0
3
50,0
2
28,6
2
25,0
9
52,9
4
40,0
0
,0
57
35,0
3
100, 0
5
100, 0
10
100, 0
5
100, 0
7
100, 0
6
75,0
16
94,1
10
100, 0
1
100, 0
145
89,0
0
,0
0
,0
0
,0
2
1
5,9
0
,0
0
,0
18
11,0
3
100, 0
5
100, 0
8
80,0
6
100, 0
149
91,4
2
20,0
1
1 minggu terakhir 1 bulan terakhir 3 bulan terakhir 6 bulan yang lalu Lebih dari 6 bulan yang lalu Tidak pernah
Anggota Keluarga yang Mengalami Diare : A. Anak-anak balita B. Anak-anak non balita C. Anak remaja laki-laki D. Anak remaja perempuan E. Orang dewasa lakilaki F. Orang dewasa perempuan
Tidak
2
66,7
16
69,6
5
83,3
4
50,0
3
27,3
15
83,3
11
Ya
1
33,3
7
30,4
1
16,7
4
50,0
8
72,7
3
16,7
4
6
75,0
11
100,0
15
83,3
8
2
25,0
0
,0
3
16,7
7
26, 7 53, 3 46, 7 93, 3
Tidak
2
66,7
23
100,0
6
100, 0
Ya
1
33,3
0
,0
0
,0
Tidak
3
100, 0
23
100,0
3
50,0
8
100,0
11
100,0
17
94,4
14
Ya
0
,0
0
,0
3
50,0
0
,0
0
,0
1
5,6
1
6,7
0
,0
0
,0
Tidak
3
100, 0
22
95,7
6
100, 0
8
100,0
11
100,0
15
83,3
14
93, 3
3
100, 0
5
100, 0
9
90,0
6
Ya
0
,0
1
4,3
0
,0
0
,0
0
,0
3
16,7
1
6,7
0
,0
0
,0
1
10,0
1
Tidak
3
100, 0
19
82,6
4
66,7
6
75,0
9
81,8
11
61,1
13
5
Ya
0
,0
4
17,4
2
33,3
2
25,0
2
18,2
7
38,9
2
Tidak
3
100, 0
12
52,2
6
100, 0
7
87,5
9
81,8
13
72,2
13
Ya
0
,0
11
47,8
0
,0
1
12,5
2
18,2
5
27,8
2
86, 7 13, 3 86, 7 13, 3
37 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
1
33,3
5
100, 0
10
100, 0
2
66,7
0
,0
0
,0
2
0
,0
1
20,0
5
50,0
5
3
100, 0
4
80,0
5
50,0
2
42, 9 71, 4 28, 6 85, 7 14, 3 85, 7 14, 3 71, 4 28, 6 71, 4 28, 6
5
100,0
6
0
,0
0
,0
0
,0
2
25,0
100, 0
7
100, 0
8
100, 0
14
82,4
7
70,0
1
0
,0
0
,0
3
17,6
3
30,0
0
,0
14
8,6
100, 0
17
100, 0
10
100, 0
1
100, 0
155
95,1
0
,0
0
,0
0
,0
8
4,9
5
100,0
6
0
,0
0
,0
6
85,7
8
1
14,3
0
,0
5
100,0
6
100, 0
0
,0
0
,0
4
80,0
5
83,3
5
71,4
8
100, 0
16
94,1
10
100, 0
1
100, 0
135
82,8
1
20,0
1
16,7
2
28,6
0
,0
1
5,9
0
,0
0
,0
28
17,2
4
80,0
4
66,7
5
71,4
4
50,0
14
82,4
7
70,0
0
,0
112
68,7
1
20,0
2
33,3
2
28,6
4
50,0
3
17,6
3
30,0
1
100, 0
51
31,3
3.8
Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
Pada bagian terakhir ini, akan dipaparkan mengenai IRS (Indeks Risiko Sanitasi). IRS merupakan hasil akumulasi analisis data yang telah diperoleh dari keseluruhan responden studi EHRA dilihat berdasarkan berbagai aspek kriteria penilaian, yakni aspek 1) sumber air, 2) air limbah domestik, 3) persampahan, 4) genangan air, dan 5) perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Hasil dari IRS studi EHRA ini akan memberikan suatu gambaran yang jelas akan wilayah kelurahan mana saja di sebuah kota/kabupaten yang memiliki risiko paling rawan sanitasi maupun yang kurang memiliki risiko sanitasi. Survei dan studi EHRA Kota Tanjungpinang yang dilaksanakan pada tahun 2013 telah dilaksananakan dan menghasilkan suatu kesimpulan tentang wilayah kelurahan mana yang memiliki kerawanan sanitasi tertinggi. Terdapat 1 (satu) kelurahan dengan risiko sanitasi sangat tinggi di Kota Tanjungpinang, yakni Kelurahan Dompak. Sementara itu, kelurahan dengan risiko sanitasi tinggi terdapat di Kelurahan Kampung Bugis dan Kelurahan Tanjungpinang Barat. Kelurahan Bukit Cermin merupakan kelurahan dengan area paling kurang berisiko rawan sanitasi, bersama dengan 4 kelurahan lainnya (Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Kampung Bulang, Kelurahan Batu 9, dan Kelurahan Tanjung Ayun Sakti). Sisa 10 kelurahan adalah kelurahan dengan area berisiko sanitasi kategori sedang (Kelurahan Tanjungpinang Kota, Kelurahan Penyengat, Kelurahan Senggarang, Kelurahan Kamboja, Kelurahan Melayu Kota Piring, Kelurahan Air Raja, Kelurahan Pinang Kencana, Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kelurahan Tanjung Unggat, dan Kelurahan Sei Jang) Untuk lebih jelas mengenai skoring/penilaian per – aspek yang ada di dalam survei dan studi EHRA Kota Tanjungpinang, dapat diperhatikan pada gambar 3.21 tentang Indeks Risiko Sanitasi Kota Tanjungpinang 2013 berikut.
Gambar 3.21 Grafik Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
38 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3
BAB 4 PENUTUP
Survei Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan atau yang sering disebut dengan Survei Environmental Health Risk Assessment (EHRA) merupakan sebuah survei yang digunakan dalam rangka mengidentifikasi kondisi sanitasi eksisting yang ada di kelurahan. Dengan diketahuinya kondisi fasilitas sanitasi dan higienitas serta perilaku – perilaku yang telah terbangun di masyarakat, hasil dari survei studi EHRA akan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program – program sanitasi termasuk promosi atau advokasi kesehatan lingkungan di Kota Tanjungpinang sampai ke tingkatan kelurahan. Adanya pelibatan kader kesehatan kelurahan dan Puskesmas dirasakan sangat efektif dan efisien dalam menghasilkan suatu pencapaian sasaran berupa promosi dan advokasi kesehatan dimaksud. Dokumen hasil survei studi EHRA akan dijadikan dasar pemikiran strategis dan diharapkan dapat menjadi batu pijakan dalam arah kebijakan pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kota Tanjungpinang. Perlunya pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana sanitasi di masyarakat serta pentingnya advokasi dan promosi kesehatan lingkungan kepada masyarakat diharapkan akan menjadi salah satu target perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kota Tanjungpinang. Kondisi eksisting sarana dan prasarana sanitasi serta perilaku masyarakat sesuai yang teridentifikasi di dalam dokumen hasil survei EHRA akan dijadikan sebagai dasar penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Tanjungpinang. Diketahuinya kondisi eksisting tersebut baik sarana dan prasarana serta perilaku masyarakat di kelurahan akan menghasilkan tingkat area berisiko di tiap kelurahan. Dengan adanya kondisi eksisting area berisiko tersebut diharapkan akan dapat mendukung penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kota Tanjungpinang 2013 – 2017. Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang sanitasi diperlukan suatu upaya monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini diharapkan untuk dapat dijadikan suatu alat tolok ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan di bidang sanitasi. Selain hal tersebut, pelaksanaan Survei EHRA ini dapat dijadikan data dasar bagi pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta pelaksanaan survei EHRA di tahun – tahun mendatang. Survei EHRA merupakan suatu kegiatan yang sangat efektif dan efisien dalam rangka mengidentifikasi kondisi sanitasi yang ada di daerah. Pelaksanaan survei dengan pelibatan masyarakat khususnya kader kesehatan dirasa sangat memberi dampak terhadap keberhasilan pelaksanaan survei. Namun demikian dalam rangka pelaksanaan survei di tahun – tahun mendatang diperlukan perbaikan terhadap materi kuesioner yang akan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan survei EHRA berikutnya.
39 | L a p o r a n S t u d i E H R A K o t a T a n j u n g p i n a n g - 2 0 1 3