PENGARUH MOTIVASI KERJA, ORIENTASI KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DI KABUPATEN KERINCI
ARTIKEL
MAT SALIM NIM: 1010018212089
Program Studi Magister Sains Manajemen
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA 2013
INFLUENCE OF WORK MOTIVATION, LEADERSHIP ORIENTATION AND ORGANIZATIONANL CULTURE OF JOB SATISFACTION AND IMPACT ON THE PERFORMANCE OF SCHOOLS SUPERVISORS IN KERINCI REGION
ABSTRACT 1
Mat Salim, 1Dwi Fitri Puspa, 1Surya Dharma 1 Program Magister Sains Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta
[email protected] This study aims to identify and analyze the effect of work motivation, leadership orientation and organizational culture on job satisfaction and its impact on the performance of schools supervisors in Kerinci Region. This study uses causal design. The population of this research is all the schools supervisors in Kerinci Region numbering as many as 67 people. Approach for sampling done by census method. Data analysis using Structural Equation Modeling (SEM) with the help of AMOS software.The results of this study were : 1) Work motivation no effect on job satisfaction schools supervisors in Kerinci Region. 2) Leadership orientation significant effect on job satisfaction the schools supervisors in Kerinci Region. 3) Organizational culture had no significant effect on job satisfaction schools supervisors in Kerinci Region. 4) Motivation positive effect on performance schools supervisors in Kerinci Region. 5) Leadership orientation is not a positive influence on the performance of schools supervisors in Kerinci Region. 6) Organizational culture is not a positive influence on the performance of schools supervisors in Kerinci Region. 7) Job satisfaction is a positive significant effect on the performance of schools supervisors in Kerinci Region. 8) Work motivation has no significant effect on the performance of the schools supervisors in Kerinci Region through job satisfaction. 9) Leadership orientation positive effect on the performance of the schools supervisors in Kerinci Region through job satisfaction. 10) Organizational culture does not significantly influence the performance of the schools supervisors in Kerinci Region through job satisfaction.
Keywords : Work Motivation, Leadership Orientation, Organizational Culture, Job Satisfaction, Performance
A. Pendahuluan Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen utama suatu organisasi sebagai perencana sekaligus pelaku aktif dalam setiap aktivitas organisasi baik organisasi swasta maupun organisasi publik. Sumber daya manusia dalam organisasi publik dikenal dengan sebutan pegawai. Pegawai yang menduduki posisi dalam organisasi publik, baik sebagai pimpinan maupun staf merupakan faktor terpenting yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain dalam setiap organisasi publik atau instansi pemerintah. Hal ini terjadi karena berhasil tidaknya suatu instansi pemerintah sebagian besar dipengaruhi oleh faktor manusia (pegawai) selaku pelaksana dari pekerjaan. Sumber daya manusia yang ada pada semua organisasi memiliki beban dan tanggung jawab masing-masing sebagai bentuk pekerjaan yang harus dilaksanakan. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan yaitu tercapainya kinerja yang baik, sesuai dengan standar kinerja yang diterapkan dan yang diinginkan organisasi, dan sesuai dengan visi dan misi organisasi. Menurut Rivai dan Sagala (2009:127) bahwa kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan peranannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pengawas adalah kepuasan kerja. Robbins (2006:184) mengemukakan bahwa kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Apabila karyawan merasakan kepuasan kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas tentunya akan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kinerja karyawan. Winardi (2004:22) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi cenderung akan merasakan kepuasan kerja
yang tinggi pula karena selalu antusias dalam melaksanakan tugas. Kreitner dan Kinicki (2005:299) menjelaskan kepuasan kerja karyawan akan dipengaruhi oleh bentuk pelaksanaan aktivitas manajerial orientasi kepemimpinan pada organisasi. Sebab semakin baik bentuk pelaksanaan aktivitas manajerial orientasi kepemimpinan, maka akan berdampak pada peningkatan kepuasan kerja karyawan dari waktu ke waktu. Pelaksanaan aktivitas orientasi kepemimpinan yang lebih banyak ke arah menekan karyawan tentunya menyebabkan seorang karyawan merasa tertekan dan merasa tidak puas dalam bekerja. Budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, artinya budaya organisasi merupakan suatu konsep yang dapat dijadikan sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang dihasilkan, karena adanya budaya yang baik dalam internal organisasai tentunya akan mendorong terciptanya kepuasan kerja yang tinggi pada karyawan dalam bekerja (Marcoulides dan Heck, 1993 dalam Brahmasari, 2004:16). Kinerja pengawas Sekolah di Kabupaten Kerinci Tahun 2011 masih relatif rendah, hal ini ditunjukkan oleh indikasi bahwa pengawas jarang menyusun program pengawasan, pengawas kurang efektif melaksanakan pembinaan guru, pengawas jarang memantau pemenuhan SNP bagi guru di sekolah, pengawas jarang melaksanakan penilaian kinerja guru, pengawas jarang melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan pada sekolah binaan dan pengawas terkadang tidak dapat menyusun dan melaksanakan program pembimbingan dan pelatihan professional guru serta tidak melakukan evaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan professional guru. Permasalahan yang penulis temukan terkait dengan kinerja pengawas di lapangan sangat beragam. Tupoksi pengawas sekolah itu adalah menilai, membina dan melaporkan setiap kunjungan ke sekolah dan ada dua hal yang dilakukan Bagaimanakah pengaruh supervisi akademik atau supervisi manajerial, kemudian dilakukan pembinaan
dan hasilnya dilaporkan ke Kepala Dinas Pendidikan pada kurun waktu satu semester atau laporan insidentil yang sifatnya kasus yang perlu segera ditindaklanjuti oleh pengambil keputusan. Namun permasalahan yang terjadi tupoksi itu kurang berjalan secara efektif. Berdasarkan data yang penulis dapat diketahui bahwa pengawas Sekolah di Kabupaten Kerinci masih relatif rendah dengan adanya indikasi sebagai berikut : Tabel 1.1 Data Hasil Penilaian Kinerja Pengawas Sekolah di Kabupaten Kerinci Tahun 2011 No
Tugas Pokok Pengawas
1
Menyusun program pengawasan Melaksanakan pembinaan guru Memantau pemenuhan SNP Melaksanakan penilaian kinerja guru Melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan pada sekolah binaan Menyusun program pembimbingan dan pelatihan professional guru Melaksanakan program pembimbingan dan pelatihan professional guru Mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan professional guru Rata-Rata Pencapaian Kinerja
2 3 4
5
6
7
8
Pencapaian Kinerja (%) 78,81 72,03 64,83 67,80
67,37
68,22
59,75
65,68
68,06
Sumber : Dinasi Pendidikan Kabupaten Kerinci, 2012 Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja? 2. Bagaimanakah pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kepuasan kerja?
3. Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja? 4. Bagaimanakah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pengawas? 5. Bagaimanakah pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja pengawas? 6. Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pengawas? 7. Bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pengawas? 8. Bagaimanakah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja melalui kepuasan kerja? 9. Bagaimanakah pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja? 10. Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja? B. Kajian Teori 1. Kinerja Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja, namun sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung. (Wibowo, 2007:18). Menurut Wirawan (2009:44) kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikatorindikator suatu pekerjaan atau profesi dalam waktu tertentu. Menurut Rivai dan Sagala (2009:127) bahwa kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan peranannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Riduwan (2007:37) menyatakan bahwa indikator yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, konsistensi dalam melaksanakan tugas dan sikap kerja. Kualitas kerja dilihat dari pemahaman tentang lingkup pekerjaan uraian tanggung jawab serta wewenang yang diemban. Kuantitas kerja ditunjukkan melalui hasil dan kecepatan dalam melaksanakan pekerjaan sedangkan lonsistensi dalam melaksanakan tugas. konsistensi dilihat dari usaha untuk selalu mengembangkan kemampuan dan aktualisasi diri, memahami dan mengikuti
instruksi yang diberikan, mempunyai inisiatif, kejujuran, kecerdasan, dan kehatihatian. Sikap kerja menunjukkan bagaimana pegawai bersikap dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan sikap yang baik dalam melaksanakan pekerjaan tentunya akan memperoleh hasil pekerjaan yang maksimal. 2. Kepuasan Kerja Mathis dan Jacksons (2002:241) menyatakan bahwa kepuasan adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja akan muncul saat harapan-harapan ini tidak dipenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga kerja mengharapkan kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa menjadi tidak puas jika tempat kerja tidak aman dan kotor. Menurut Rivai dan Sagala (2009:301) kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerjaan tentang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja pada dasarnya adalah rasa aman/security feeling dan mempunyai segi-segi: segi sosial ekonomi (gaji dan jaminan sosial), segi sosial psikologis yaitu, kesempatan untuk maju, kesempatan mendapatkan penghargaan, berhubungan dengan masalah pengawasan, berhubungan dengan pergaulan antara karyawan-karyawan dan karyawan dengan atasan. Kepuasan kerja pegawai ditunjukkan oleh sikapnya dalam bekerja. Jika pegawai puas akan keadaan yang mempengaruhi dia maka dia akan bekerja dengan baik. Tetapi jika pegawai kurang puas maka dia akan bekerja sesuai kehendaknya. Menurut Gellucy dan David (1978) dalam Mas’ud (2004:288) menyatakan bahwa untuk mengukur kepuasan kerja karyawan dapat digunakan dimensi diantaranya kepuasan dengan gaji/satisfaction with pay, kepuasan dengan promosi/satisfaction with promotion, kepuasan dengan rekan sekerja/satisfaction with co-workers, kepuasan dengan penyelia/satisfaction with supervisor dan kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri/satisfaction with work it self.
3. Motivasi Kerja Menurut Robbins (2006:69) motivasi merupakan suatu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan atau upaya untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Tugas organisasilah yang seharusnya mampu membangkitkan motivasi yang ada dalam diri para karyawan tersebut. Faktor motivasi kerja sangat berhubungan dengan perilaku yang diarahkan pada tujuan, pengembangan SDM bertujuan untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi kerja karyawan dalam melaksanakan dan mencapai sasaran program-program kerja yang telah ditetapkan yang memperlihatkan tingginya rendahnya tingkat prestasi kerja pegawai. Menurut Mc Clelland (dalam Robins, 2006:67) menyebutkan bahwa ada tiga tipe kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berprestasi dan kebutuhan afiliasi. Kebutuhan berprestasi (Need for Achievement), yaitu manusia mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi, mempunyai keinginan tinggi untuk sukses. Kebutuhan kekuasaan (Need for Power), yaitu manusia yang mempunyai keinginan berkuasa tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk menanamkan pengaruhnya dan mengendalikan orang lain. Kebutuhan afiliasi (Need for Affiliation), yaitu manusia mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi, umumnya senang sosialisasi, senang dicintai dan tidak menyukai kesendirian, dan terakhir. 4. Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan adalah pribadi yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Kepemimpinan menyangkut proses pengaruh sosial yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas dan pengaruh di dalam kelompok atau organisasi (Robbins, 2006:185) Yeh (1996) dalam Masud (2004:195) mengemukakan ada dua indikator yang dapat
digunakan dalam mengukur kepemimpinan yaitu berdasarkan orientasi kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada orang. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas yaitu atasan langsung menekankan kepada bawahan akan pentingnya tugas dan meminta bawahan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, ketika memberi tugas kepada bawahan maka atasan sering menekankan pentingnya efisiensi dan meminta bawahan untuk menyelesaikan tugas sesegera mungkin, serta ketika memberi tugas maka atasan seriung memberitahu bawahan untuk tidak merusak hubungan dengan orang-orang tertentu. Kepemimpinan yang berorientasi pada orang yaitu : atasan langsung mengajukan tujuan yang ingin dicapai dan menyerahkan kepada bawahan bagaimana cara mencapainya, ketika memberi tugas maka pimpinan biasanya berdiskusi dengan bawahan dan jarang memberikan perintah secara kaku serta atasan langsung sering menekankan pentingnya menjalin hubungan baik dengan bawahannya. C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut : 1. Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja 2. Orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja 3. Budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja 4. Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengawas 5. Orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengawas 6. Budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengawas 7. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengawas 8. Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja 9. Orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja 10. Budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja
D. Metode Penelitian 1. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci yang berjumlah sebanyak 67 orang. Pada penelitian ini karena jumlah populasinya masih kecil yakni sebanyak 67 orang maka pendekatan untuk pengambilan data dilakukan dengan metode sensus (populasi = sampel)
2. Variabel dan Defenisi Operasional a. Motivasi Kerja (X1) Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku pegawai dalam bekerja. Variabel motivasi kerja diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut : 1) Kebutuhan akan prestasi 2) Kebutuhan akan kekuasaan 3) Kebutuhan afiliasi Variabel motivasi kerja diukur dengan menggunakan kuisioner yang dikembangkan oleh Steer dan Braunstein (1976) dalam Masud (2004), dengan menggunakan skala Likert dengan interval 1 sampai 5 b. Orientasi kepemimpinan (X2) Orientasi kepemimpinan yang dimaksud pada penelitian ini orientasi pimpinan pada organisasi dalam mengarahkan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi melalui pelaksanaan tugastugas organisasi. Indikator orientasi kepemimpinan pada penelitian ini adalah (Yeh, 1996): 1) Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas 2) Kepemimpinan yang berorientasi pada orang Variabel orientasi kepemimpinan diukur dengan menggunakan kuisioner yang dikembangkan oleh Yeh (1996) dalam Masud (2004), dengan menggunakan skala Likert dengan interval 1 sampai 5. c. Budaya Organisasi (X3) Budaya Organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggotaanggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah tersebut Variabel budaya organisasi ini secara operasional diukur dengan menggunakan indikator yaitu (Al-Aiban, dkk, 1993): a. Ketaatan peraturan b. Kejelasan peraturan Variabel budaya organisasi diukur dengan menggunakan kuisioner yang dikembangkan oleh Al-Aiban, dkk (1993) dalam Masud (2004), dengan menggunakan skala Likert dengan interval 1 sampai 5 d. Kepuasan Kerja (X4) Kepuasan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ungkapan perasaan senang atau tidak senang dari pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Indikator kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah: (a) Kepuasan terhadap gaji (b) Kepuasan terhadap promosi (c) Kepuasan terhadap rekan sekerja (d) Kepuasan terhadap penyelia (e) Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri Angket pada penelitian ini dikembangkan dari Gelluci dan David (1978) dalam Mas’ud (2004) dengan menggunakan skala Likert dengan interval 1 sampai 5. e. Kinerja (Y) Kinerja yang dimaksud pada penelitian ini suatu ukuran tingkat prestasi kerja pengawas dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Indikator kinerja pada penelitian ini adalah (Riduwan, 2007) a. Kualitas kerja b. Kuantitas kerja c. Konsistensi pegawai d. Sikap kerja Variabel prestasi kerja diukur dengan menggunakan kuisioner yang dikembangkan Riduwan (2007:125) dengan menggunakan skala likert lima point 3. Teknik Analisis Data Analisis data untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan Structural
Equation Modeling (SEM) dengan bantuan software AMOS. Menurut Ghozali (2011) menyatakan bahwa tujuan akhir dari SEM pada prinsipnya adalah mendapatkan model yang struktural. Prinsip di dalam SEM adalah ingin menganalisis hubungan kausal antara variabel-variabel eksogen dan endogen.. E. Deskriptif Variabel Penelitian Berdasarkan hasil analisis deskriptif masing-masing variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Skor rata-rata indikator kualitas kerja sebesar 3,74 dengan tingkat capaian responden (TCR) sebesar 74,85%. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kualitas kerja berada pada kategori cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci cukup baik b. Skor rata-rata untuk indikator kebutuhan akan prestasi adalah sebesar 3,88 dengan tingkat capaian responden sebesar 77,67%. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kebutuhan akan prestasi berada pada kategori cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengawas merasakan pimpinan cukup kebutuhan akan prestasi dalam melaksanakan pekerjaannya c. Skor rata-rata untuk indikator berorientasi pada tugas adalah sebesar 3,85 dengan tingkat capaian responden sebesar 76,52%. Hal ini menunjukkan bahwa indikator berorientasi pada tugas berada pada kategori cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengawas merasakan pimpinan cukup berorientasi pada tugas dalam melaksanakan pekerjaannya d. Skor rata-rata untuk indikator ketaatan peraturan adalah sebesar 3,72 dengan tingkat capaian responden sebesar 74,33%. Hal ini menunjukkan bahwa indikator ketaatan peraturan berada pada kategori cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengawas memiliki ketaatan peraturan yang cukup dalam melaksanakan pekerjaannya sendiri. e. Skor rata-rata indikator kepuasan dengan gaji sebesar 3,68 dengan tingkat capaian responden (TCR) sebesar 73,58%. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kepuasan dengan gaji (satisfaction with pay) berada
pada kategori cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengawas di Kabupaten Kerinci merasakan kepuasan yang cukup terhadap gaji cukup yang mereka terima setiap bulaanya
F. Pengujian Hipotesis Penelitian Pada tahap pengujian hipotesis ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis ini didasarkan atas pengolahan data penelitian dengan menggunakan analisis SEM, dengan cara menganalisis nilai regresi (Regression Weights) Analisis Struktural Equation Modeling). Pengujian hipotesis ini adalah dengan menganalisis nilai Critical Ratio (CR) dan nilai Probability (P) hasil olah data, dibandingkan dengan batasan statistik yang disyaratkan, yaitu di atas 1.96 untuk nilai CR dan di bawah 0.05 untuk nilai P. Apabila hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. Secara rinci pengujian hipotesis penelitian akan dibahas secara bertahap sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan. Pada penelitian ini diajukan lima hipotesis yang selanjutnya pembahasannya dilakukan di bagian berikut. 1. Uji Hipotesis Pertama Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa koefisien dari pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja adalah sebesar -0,053 dengan nilai Critical Ratio (CR) sebesar -0,555. Jika nilai Critical Ratio (CR) dibandingkan dengan nilai C.R yang disyaratkan maka diperoleh Critical Ratio (CR) lebih kecil dari C.R yang disyaratkan (0,555 < 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama ditolak pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi kerja tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. 2. Uji Hipotesis Kedua Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa koefisien orientasi kepemimpinan terhadap kepuasan kerja adalah sebesar 0,315 dengan nilai Critical Ratio (CR) sebesar 2,108. Jika nilai Critical
Ratio (CR) dibandingkan dengan nilai C.R yang disyaratkan maka diperoleh Critical Ratio (CR) lebih besar dari C.R yang disyaratkan (2,108 > 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua diterima kedua diterima pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. 3. Uji Hipotesis Ketiga Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa koefisien dari pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja adalah sebesar - 0,001 dengan nilai C.R sebesar - 0,016. Jika nilai Critical Ratio (CR) dibandingkan dengan nilai C.R yang disyaratkan maka diperoleh Critical Ratio (CR) lebih kecil dari C.R yang disyaratkan (0,016 < 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga ditolak pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. 4. Uji Hipotesis Keempat Hipotesis keempat penelitian ini berbunyi ”Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci” Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa koefisien dari motivasi kerja terhadap kinerja adalah sebesar 1,321 dengan nilai C.R sebesar 2,787. Jika nilai Critical Ratio (CR) dibandingkan dengan nilai C.R yang disyaratkan maka diperoleh Critical Ratio (CR) lebih besar dari C.R yang disyaratkan (2,787 > 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis keempat diterima pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. 5. Uji Hipotesis Kelima Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa koefisien dari orientasi kepemimpinan terhadap kinerja adalah sebesar - 0,080 dengan nilai C.R sebesar 0,204. Jika nilai Critical Ratio (CR) dibandingkan dengan nilai C.R yang
disyaratkan maka diperoleh Critical Ratio (CR) lebih kecil dari C.R yang disyaratkan (0,204 < 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kelima ditolak pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orientasi kepemimpinan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci.
6.
Uji Hipotesis Keenam Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa koefisien dari budaya organisasi terhadap kinerja adalah sebesar 2,204 dengan nilai C.R sebesar 0,924. Jika nilai Critical Ratio (CR) dibandingkan dengan nilai C.R yang disyaratkan maka diperoleh Critical Ratio (CR) lebih kecil dari C.R yang disyaratkan (0,924 < 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis keenam ditolak pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya organisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. 7. Uji Hipotesis Ketujuh Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa koefisien dari kepuasan kerja terhadap kinerja adalah sebesar 4,191 dengan nilai C.R sebesar 2,219. Jika nilai Critical Ratio (CR) dibandingkan dengan nilai C.R yang disyaratkan maka diperoleh Critical Ratio (CR) lebih besar dari C.R yang disyaratkan (2,219 > 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketujuh diterima pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. 8. Uji Hipotesis Kedelapan Pengujian hipotesis ini ketujuh ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja melalui kepausan kerja, atau dengan kata lain untuk mengetahui seberapa baik variabel kepuasan kerja mampu memberikan kontribusi tambahan dari pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja. Untuk menilai seberapa nilai total pengaruh dengan memisahkan antara pengaruh langsung (direct effect) dan pengaruh tidak langsung (indirect effect).
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap terhadap kepuasan kerja tetapi kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap terhadap kinerja. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh besarnya pengaruh langsung motivasi kerja terhadap terhadap kinerja adalah sebesar 0,470. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh motivasi kerja secara langsung terhadap kinerja adalah sebesar 47,00%. Sedangkan pengaruh tidak langsung motivasi kerja terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 0,079. Hal ini menunjukkan besarnya pengurangan kontribusi pengaruh motivasi kerja secara tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 7,90%, sehingga total pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja menjadi 39,10%. Artinya pengaruh tidak langsung tidak mampu memberikan tambahan menjadi lebih besar dalam meningkatkan kinerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel kepausan kerja tidak mampu memberi tambahan pengaruh dalam menjelaskan pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja atau dengan kata lain kepuasan kerja tidak meningkatkan kinerja pengawas dari keadaan motivasi kerja yang ada, sehingga hipotesis kelima yang menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja “ditolak”. 9. Uji Hipotesis Kesembilan Pengujian hipotesis ini kesembilan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepusan kerja, atau dengan kata lain untuk mengetahui seberapa baik variabel kepuasan kerja mampu memberikan kontribusi tambahan dari pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja. Untuk menilai seberapa nilai total pengaruh dengan memisahkan antara pengaruh langsung (direct effect) dan pengaruh tidak langsung (indirect effect). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap terhadap kepuasan kerja tetapi kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh besarnya pengaruh langsung orientasi kepemimpinan terhadap terhadap kinerja adalah sebesar 0,041. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh orientasi kepemimpinan secara langsung terhadap kinerja adalah sebesar 4,10%. Sedangkan pengaruh tidak langsung orientasi kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 0,674. Hal ini menunjukkan besarnya pengurangan kontribusi pengaruh motivasi kerja secara tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 67,40%, sehingga total pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja menjadi 63,30%. Artinya pengaruh tidak langsung mampu memberikan tambahan menjadi lebih besar dalam meningkatkan kinerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel kepuasan kerja mampu memberi tambahan pengaruh dalam menjelaskan pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja atau dengan kata lain kepuasan kerja dapat meningkatkan kinerja pengawas dari keadaan orientasi kepemimpinan yang ada, sehingga hipotesis kesembilan yang menyatakan bahwa orientasi kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci melalui kepuasan kerja “ditolak”. 10. Uji Hipotesis Kesepuluh Pengujian hipotesis ini kesepuluh ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepusan kerja, atau dengan kata lain untuk mengetahui seberapa baik variabel kepuasan kerja mampu memberikan kontribusi tambahan dari pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja. Untuk menilai seberapa nilai total pengaruh dengan memisahkan antara pengaruh langsung (direct effect) dan pengaruh tidak langsung (indirect effect). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap terhadap kinerja. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh besarnya pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja adalah
sebesar 0,069. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh budaya organisasi secara langsung terhadap kinerja adalah sebesar 6,90%. Sedangkan pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan besarnya pengurangan kontribusi pengaruh budaya organisasi secara tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 0,10%, sehingga total pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja menjadi 7,00%. Artinya pengaruh tidak langsung tidak mampu memberikan tambahan menjadi lebih besar dalam meningkatkan kinerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel kepusan kerja tidak mampu memberi tambahan pengaruh dalam menjelaskan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja atau dengan kata lain kepuasan kerja tidak meningkatkan kinerja pengawas dari keadaan motivasi kerja yang ada, sehingga hipotesis kelima yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja “ditolak”. G. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Penggaruh Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama diperoleh bahwa motivasi kerja tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya, tinggi rendahnya kepuasan kerja pengawas sekolah tidak dipengaruhi oleh motivasi kerja. Semakin tinggi motivasi kerja pengawas dalam bekerja belum tentu dapat meningkat kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individual memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan yang dirasakan sesuai, dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan
pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Kepuasan kerja merupakan hal yang sangat penting untuk setiap karyawan karena tanpa adanya kepuasan kerja dari karyawan maka karyawan tersebut tidak akan maksimal dalam menjalankan tugasnya, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja sering mengeluh, tidak akan berprestasi dengan baik, sebaliknya karyawan memperoleh kepuasan dalam bekerja menunjukkan semangat yang tinggi dan prestasi kerja yang tinggi. Kepuasan kerja karyawan harus diciptakan dengan sebaik-baiknya, supaya moral, kerja, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan karyawan meningkat sehingga karyawan akan bergairah dan bersemangat dalam melaksanakan tugas. Seorang karyawan yang mendapat kepuasan dalam bekerja akan dapat melaksanakan pekerjaannya menjadi lebih baik, bersemangat, mempunyai motivasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Temuan penelitian didukung oleh pendapat Winardi (2004:22) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan dalam bekerja dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi cenderung akan merasakan kepuasan kerja yang tinggi pula dalam melaksanakan tugas karena selalu antusias dalam melaksanakan tugas. Penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008), Wiyono dan Hakim (2009), Usaman (2009) yang menemukan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan industri rokok di Jawa Timur. 2. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua diperoleh bahwa orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya tinggi rendahnya kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci sangat dipengaruhi
oleh faktor kepemimpinan. Semakin kepemimpinan tentunya dapat meningkatkan kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan adalah pribadi yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Kepemimpinan menyangkut proses pengaruh sosial yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas dan pengaruh di dalam kelompok atau organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan sangat diperlukan bagi suatu organisasi dalam menentukan kemajuan dan kemunduran organisasi, serta tidak ada organisasi yang dapat maju tanpa kepemimpinan yang baik. Tanpa kepemimpinan, organisasi hanyalah merupakan kumpulan orang-orang yang tidak teratur dan kacau balau. Kepemimpinan akan merubah sesuatu yang potensial menjadi kenyataan. Dengan demikian keberadaan kepemimpinan dalam organisasi adalah sangat penting dalam mencapai tujuan dan kemajuan organisasi. Temuan penelitian didukung oleh pendapat Kreitner dan Kinicki (2005:299) menjelaskan kepuasan kerja karyawan akan dipengaruhi oleh bentuk pelaksanaan aktivitas manajerial kepemimpinan pada organisasi. Sebab semakin baik bentuk pelaksanaan aktivitas manajerial kepemimpinan, maka akan berdampak pada peningkatan kepuasan kerja karyawan dari waktu ke waktu. Pelaksanaan aktivitas kepemimpinan yang lebih banyak ke arah menekan karyawan tentunya menyebabkan seorang karyawan merasa tertekan dan merasa tidak puas dalam bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008), Wiyono dan Hakim (2009), Mulyono dan Almas (2009), Lumbanraja (2009) juga menemukan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. 3. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketiga diperoleh bahwa budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya tinggi rendahnya kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci tidak dipengaruhi oleh faktor budaya organisasi. Semakin baik budaya organisasi belum tentu akan meningkatkan penagwas sekolah di Kabupaten Kerinci dalam melaksanakan tugas. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa budaya organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggotaanggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah tersebut. Temuan penelitian tidak didukung oleh pendapat (Marcoulides dan Heck, 1993 dalam Brahmasari, 2004:16) yang menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, artinya budaya organisasi merupakan suatu konsep yang dapat dijadikan sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang dihasilkan, karena adanya budaya yang baik dalam internal organisasai tentunya akan mendorong terciptanya kepuasan kerja yang tinggi pada karyawan dalam bekerja Hasil penelitian tidak konsisten dengan hasil penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2008), Lumbanraja (2009), Usaman (2009) juga menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan industri rokok di Jawa Timur. 4. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis keempat diperoleh bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Semakin tinggi motivasi kerja penagwasa
dalam bekerja akan tentunya meningkatkan kinerja kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Pengaruh yang positif dan signifikan motivasi kerja terhadap prestasi kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci ini memberi arti bahwa bila tingkat motivasi kerja pegawai meningkat maka tingkat terhadap prestasi kerja pegawai juga cenderung meningkat pula, demikian sebaliknya bila motivasi pegawai menurun maka terhadap kinerja pegawai cenderung juga menurun. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dan berkuantitas maka seorang pegawai membutuhkan motivasi kerja dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap semangat kerjanya sehingga meningkatkan kinerjanya Dengan demikian diperoleh bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan. Untuk itu, organisasi perlu untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi para karyawannya, sebab faktor tersebut mungkin dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan jalan tidaknya pekerjaan dari visi dan misi yang dijabarkan dalam pencapaian kinerja karyawan dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Temuan penelitian didukung oleh pendapat Siagian (2008) menyatakan motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan. Penelitian terdahulu yang mendukung adalah penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2008), Nursada, dkk (2008), Wiyono dan Hakim (2009), Usaman (2009), Susanto (2008) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifakan antara variabel kepemipinan, kemampuan kerja, motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap prestasi kerja pada Akademi Angkatan Udara Yogyakarta. 5. Pengaruh Orientasi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kelima diperoleh bahwa orientasi kepemimpinan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditegaskan bahwa orientasi kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci karena kepemimpinan merupakan kemampuan menggerakkan pegawai agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya. Tujuan itu mungkin saja sesuatu yang dirumuskan dan disepakati bersama, tetapi tidak mustahil pula merupakan kehendak pemimpin yang terintegrasi atau bersifat implisit di dalamnya. Hal ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan keputusan merupakan sebuah kepompong yang tidur (tidak aktif) sampai pimpinan bertindak untuk menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan mereka mencapai tujuan. Temuan penelitian membuktikan bahwa kepemimpinan merupakan salah satu motor penggerak meningkatnya kinerja kerja pegawai dalam memenuhi kewajiban untuk menjalankan tugas yang dibebankan oleh organisasi. Dengan bentuk kepemimpinan yang baik maka pegawai akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik karena adanya kenyamanan dalam bekerja sehingga
dapat menghasilkan kinerja yang juga tinggi dalam menyelesaikan tugasnya. Dampaknya adalah yang bersangkutan akan bekerja secara maksimal untuk membuktikan dan menunjukkan kepada atasan maupun rekan sejawat bahwa hasil kerja yang dicapai adalah hasil pendidikan pegawai, mereka berlomba-lomba dalam meningkatkan kinerjanya untuk mencapai kinerja kerja yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya kepemimpinan yang dapat meningkatkan keahlian, pengetahuan dan perubahan sikap pegawai tentunya akan meningkatkan kinerja pegawai dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Temuan penelitian didukung oleh pendapat Alex (2003) menyatakan permasalahan-permasalahan yang timbul mengenai kinerja karyawan merupakan suatu indikasi bahwa peranan manajemen dan pimpinan sebagai pengelola sumber daya manusia sangat diperlukan. Peranan yang dimaksud adalah dalam memberdayakan seluruh potensi sumber daya manusia yang ada. Jika permasalahan kinerja tersebut bila tidak diatasi dengan baik maka organisasi tersebut akan cenderung mengalami penurunan yang signifikan secara perlahan dan bersifat merugikan organisasi itu sendiri, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008), Wiyono dan Hakim (2009), Widodo (2006), Rachmawati, dkk (2006), Susanto (2008), Nursada, dkk (2008) juga membuktikan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. 6. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis keenam diperoleh bahwa budaya organisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya tinggi rendahnya kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci sangat dipengaruhi oleh faktor budaya organisasi. Semakin baik budaya organisasi tentunya akan meningkatkan kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci.
Budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, artinya budaya organisasi merupakan suatu konsep yang dapat dijadikan sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang dihasilkan, karena adanya budaya yang baik dalam internal organisasai tentunya akan mendorong terciptanya kepuasan kerja yang tinggi pada karyawan dalam bekerja. Temuan penelitian tidak didukung oleh pendapat Moeljono dan Sudjatmiko (2007) bahwa budaya organisasi tidak lepas dari strategi organisasi, termasuk visi dan misi organisasi itu sendiri dan merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi strategi untuk peeningkatan kinerja dalam sebuah organisasi. Budaya ini berkaitan erat dengan nilai-nilai dan norma yang pegang dan berlaku oleh karyawan dalam melakukan pekerjaanya. Budaya yang kuat merupakan landasan kinerja suatu organisasi. Jika terdapat budaya yang tidak kondusif dalam suatu organisasi maka mungkin dapat mempengaruhi pegawai dalam melakukan aktivitasnya dan secara langsung mempengaruhi kinerja masing-masing pegawai. Temuan penelitian ini tidak relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008) membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Hasil penelitian Usaman (2009) membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan industri rokok di Jawa Timur. 7. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketujuh diperoleh bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya tinggi rendahnya kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci sangat dipengaruhi oleh faktor kepuasan kerja. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja yang dirasakan oleh pengawas tentunya akan meningkatkan kinerja pengawas sekolah di
Kabupaten Kerinci dalam melaksanakan tugasnya. Dengan demikian diperoleh bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi cenderung akan merasakan kepuasan kerja yang tinggi pula karena selalu antusias dalam melaksanakan tugas. Robbins (2006) mengemukakan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja karyawan. Apabila karyawan merasakan kepuasan kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas tentunya akan memberikan kontribusi positif terhdap peningkatan kinerja karyawan. Temuan penelitian ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Hasil penelitian Widodo (2006) menyimpulkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Penelitian lainnya yang relevan yaitu penelitian Thoyib dan Soemarsono (2004) yang menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Selanjutnya hasil penelitian Usaman (2009) juga menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan industri rokok di Jawa Timur. 8. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Melalui Kepuasan Kerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedelapan diperoleh bahwa motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh besarnya pengaruh langsung motivasi kerja terhadap terhadap kinerja adalah sebesar 0,470. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh motivasi kerja secara langsung terhadap kinerja adalah sebesar 47,00%. Sedangkan pengaruh tidak langsung motivasi kerja terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 0,079. Hal ini menunjukkan besarnya pengurangan kontribusi pengaruh
motivasi kerja secara tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 7,90%, sehingga total pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja menjadi 39,10%. Artinya pengaruh tidak langsung tidak mampu memberikan tambahan menjadi lebih besar dalam meningkatkan kinerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel kepausan kerja tidak mampu memberi tambahan pengaruh dalam menjelaskan pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja atau dengan kata lain kepuasan kerja tidak meningkatkan kinerja pengawas dari keadaan motivasi kerja yang ada. Temuan penelitian ini tidak relevan dengan hasil penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2008) menyipulkan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Nursada, dkk (2008) melalui penelitian pernah membuktikan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. Wiyono dan Hakim (2009) juga menemukan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja. Hasil penelitian Usaman (2009) menemukan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan industri rokok di Jawa Timur serta hasil penelitian Susanto (2008) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifakan antara variabel kepemipinan, kemampuan kerja, motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap prestasi kerja pada Akademi Angkatan Udara Yogyakarta melalui kepuasan kerja.
melalui kepuasan kerja adalah sebesar 0,674. Hal ini menunjukkan besarnya pengurangan kontribusi pengaruh motivasi kerja secara tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 67,40%, sehingga total pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja menjadi 63,30%. Artinya pengaruh tidak langsung mampu memberikan tambahan menjadi lebih besar dalam meningkatkan kinerja. Temuan penelitian ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008) menyimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Wiyono dan Hakim (2009) juga menemukan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Penelitian Untung Widodo (2006) menemukan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati, dkk (2006) juga menemukan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada Badan Kesatuan Bangsa Dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Jawa Tengah. Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Susanto (2008) membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kepemimpinan, kemampuan kerja, motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap prestasi kerja pada Akademi Angkatan Udara Yogyakarta. Nursada, dkk (2008) juga membuktikan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja.
9. Pengaruh Orientasi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Melalui Kepuasan Kerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kesembilan diperoleh bahwa orientasi kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci melalui kepuasan kerja. besarnya pengaruh langsung orientasi kepemimpinan terhadap terhadap kinerja adalah sebesar 0,041. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh orientasi kepemimpinan secara langsung terhadap kinerja adalah sebesar 4,10%. Sedangkan pengaruh tidak langsung orientasi kepemimpinan terhadap kinerja
10. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Melalui Kepuasan Kerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kesepuluh diperoleh bahwa budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh besarnya pengaruh langsung budaya organisasi terhadap terhadap kinerja adalah sebesar 0,069. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh budaya organisasi secara langsung terhadap kinerja adalah sebesar 6,90%. Sedangkan pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 0,001. Hal ini
menunjukkan besarnya pengurangan kontribusi pengaruh budaya organisasi secara tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja adalah sebesar 0,10%, sehingga total pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja menjadi 7,00%. Artinya pengaruh tidak langsung tidak mampu memberikan tambahan menjadi lebih besar dalam meningkatkan kinerja. Temuan penelitian ini tidak relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008) membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Hasil penelitian Usaman (2009) membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan industri rokok di Jawa Timur melalui kepuasan kerja. H. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut ini : 1. Motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya, tinggi rendahnya kepuasan kerja pengawas sekolah tidak dipengaruhi oleh motivasi kerja. Semakin tinggi motivasi kerja pengawas dalam bekerja belum belum tentu dapat meningkat kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci 2. Orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya tinggi rendahnya kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan. Semakin baik kepemimpinan tentunya dapat meningkatkan kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci 3. Budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya tinggi rendahnya kepuasan kerja penagwas sekolah di Kabupaten Kerinci tidak dipengaruhi oleh faktor budaya organisasi. Semakin baik budaya organisasi belum tentu akan meningkatkan penagwas sekolah di Kabupaten Kerinci dalam melaksanakan tugas
4.
Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Semakin tinggi motivasi kerja penagwasa dalam bekerja akan tentunya meningkatkan kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. 5. Orientasi kepemimpinan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditegaskan bahwa orientasi kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci karena kepemimpinan merupakan kemampuan menggerakkan pegawai agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya 6. Budaya organisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya tinggi rendahnya kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci sangat dipengaruhi oleh faktor budaya organisasi. Semakin baik budaya organisasi tentunya akan meningkatkan kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. 7. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci. Artinya tinggi rendahnya kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci sangat dipengaruhi oleh faktor kepuasan kerja. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja yang dirasakan oleh pengawas tentunya akan meningkatkan kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci 8. Motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci melalui kepuasan kerja 9. Orientasi kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci melalui kepuasan kerja 10. Budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengawas sekolah di Kabupaten Kerinci melalui kepuasan kerja DAFTAR PUSTAKA
Alex. S. Nitisemito, 2003, Manajemen Personalia. Edisi Revisi, Jakarta : Ghalia Indonesia
Hasibuan, Melayu S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi Jakarta : Bumi Aksara.
Al-Aiban, Khalid M dan Jone. L. Pearce 1993, “The influence of Value Manegement Practice” International Studies of Management & Organizational”, Vol. 23. No. 3 pp. 35-52
Kreitner Robert, Kinicki Angelo, 2005. Organizational Behavior (Terjemahan) Buku 2, Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta,
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Brahmasari Ida Ayu, 2004. Pengaruh Variabel Budaya Perusahaan terhadap Komitmen Karyawan dan Kinerja Perusahaan Kelompok Penerbitan Pers Jawa Pos, Disertasi Universitas Airlangga, Surabaya Brahmasari, Ayu Ida dan Suprayetno, Agus. 2008. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Serta Dampaknya Pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.10, No. 2, September 2008: 124-135
Lumbanraja, Prihatin. 2009. Pengaruh Karakteristik Individu, Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi (Studi pada pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara). Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 7 No. 2. Mei 2009 Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Andi. Mahsun, Muhamad., 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Mangkunegara Anwar Prabu, 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi, Cetakan Pertama, Bandung : Refika Aditama, Mangunhardjana, AM. 1996. Kepemimpinan Teori dan Pengembangannya, Terjemahan Kanisus. Yogyakarta : BPFE
Bungin, M. Burhan. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitaif : Komuniasi, Ekonomi Moeheriono (2012). Pengkuran Kinerja Berbasis dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Kompetensi. Edisi revisi. Jakarta : PT. Lainnya. Jakarta : Kencana RajaGrafindo Persada Dubrin Andrew J., (Terjemahan), Edisi Prenada Media,
2005. Leadership Kedua, Jakarta :
Enny Rachmawati, Y. Warella, Zaenal Hidayat. 2006. Pengaruh Motivasi Kerja, Kemampuan Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Badan Kesatuan Bangsa Dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Jawa Tengah. JIAKP, Vol. 3, No. 1, Januari 2006 : 89-97 Ghozali, Imam. 2011, Model Persamaan: Konsep dan Aplikasi Dengan Program AMOS 19. Jakarta: Erlangga
Mas’ud, Fuad 2004. Survai Diagnosis Organissional : Konsep dan Aplikasi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Mathis Robert, L., Jackson John H., 2002. Human Resource Management (Terjemahan) Buku 2, Edisi Kesembilan, Jakarta.: Salemba Empat, Moeljono, Djokosantoso & Sudjatmiko, Steve. 2007. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Munandar, Bertina Sjabadhyni dan Rufus Patty Wutun. 2004. Peran Budaya Organisasi
dalam Peningkatan Unjuk Kerja Perusahaan. Tika H. Moh. Pabundu, 2006. Budaya Organisasi Depok : PIO Fakultas Psikologi UI. dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Cetakan Pertama, Jakarta : Bhumi Aksara Ndraha, Taliziduhu, 2005. Teori Budaya Organisasi, Cetakan Pertama, Jakarta : Thoyib dan Soemarsono. 2004. Analisis Rineka Cipta, Jakarta pengaruh iklim organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan studi pada Nursada, Ida, Taher Alahbsji, Ali Musadieq. PT. Bank Mandiri (Persero) Cabang Malang. 2008. Pengaruh Motivasi Kerja, Kemampuan Kerja, Gaya Kepemimpinan Umar, Husein. 2009. Metode Penelitian untuk Situasional Dan Disiplin Kerja Terhadap Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi. Kedua. Prestasi Kerja Karyawan. Jakarta: Rajawali Press Ostroff, Cheri, 1992, The Relationship Between Satisfaction, Attitudes, and Performance : Umar, Yohannas, 2006, Pengaruh Faktor An Organizational Level Analysis, Journal Budaya, Program Diklat, dan Motivasi Kerja of Applied Psychology, Vol 77 No 6. terhadap Kinerja Karyawan dan Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Bank Riau, Jurnal Riduwan. 2007. Skala Pengukuran VariabelEksekutif, Vol. 3 No. 2, p. 127-134 Variabel Penelitian, Bandung : Alfabeta Untung, Widodo. 2006. Analisis Pengaruh Rivai, Veithzal dan Sagala, Ella Jauvani 2009. Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Terhadap Kinerja Bawahan (Studi empiris Perusahaan : Dari Teori ke Praktek. Jakarta pada pertuguruan tinggi bawahan di Kota : Rajagrafindo Persada Semarang). Fokus Ekonomi. Vol. 1 No. 2 Desember 2006 : 92-108 Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh. Jakarta: Indeks Kelompok Usaman, Umedi. 2009. Pengaruh Budaya Gramedia Organisasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Sedarmayanti, 2004, Good Governance Industry Rokok di Jawa Timur. Jurnal (Kepemerintahan Yang Baik), Bandung : Aplikasi Manajemen, Vol. 7, No. 3, Agustus, Mandar Maju 2009 Siagian, Sondang. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia (cetakan 15). Jakarta:Bumi Aksara
Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Simamora, Henry, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : STIE YKPN
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja, Jakarta : Rajagrafindo. Persada
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE Universitas Indonesia.
Winardi, 2004. Manajemen Perilaku Organisasi, Edisi Revisi Cetakan Pertama, Prenada Media, Jakarta.
Susanto, Erlik. 2008. Pengaruh Kepimimpinan, Kemampuan Kerja, Motivasi Kerja Dan Iklim Organisasi Terhadap Prestasi Kerja (Studi Kasus Pada Akademi Angkatan Udara Yogyakarta). Excellent. Vol. 1 No. 2 September 2008
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumer Daya Manusia : Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta : Salemba Empat Widodo, Untung. 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Bawahan (Studi empiris pada pertuguruan tinggi bawahan di Kota
Semarang). Jurnal Aplikasi Manajemen Sumber daya Manusia. Vol. IV, No. 2 Wiyono dan Abdul Hakim. 2009. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Dan Kemitraan Serta Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai. JRBI Vol. 5, No. 1, Januari 2009