Topik Utama PROGRAM KEMANDIRIAN TEKNOLOGI ENERGI UNTUK PENERAPAN HASIL LITBANG DALAM MENDUKUNG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Hermansyah dan Herdiana Prasetyaningrum Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM
[email protected]
SARI Di ujung masa jabatan periode ke-2, Presiden SBY akhirnya masih sempat menandatangani Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Penantian yang cukup panjang ini berawal dari kesepakatan DPR RI pada awal tahun 2014 terkait usulan Rancangan Kebijakan Energi Nasional yang diusulkan Pemerintah. Peraturan Pemerintah ini berisi tujuan pengelolaan energi dan sasaran penyediaan energi termasuk target bauran energi dalam penyediaan energi dalam dua milestone (tahun 2025 dan 2050). Selain memuat hal tersebut Peraturan Pemerintah 79/2014 ini mempunyai makna penting bagi lembaga litbang dan perguruan tinggi. Makna penting apa yang ada di dalam PP tersebut, mari kita lihat pasal 3, disitu disebutkan bahwa penelitian, pengembangan, dan penerapan (litbangrap) teknologi energi merupakan salah satu kebijakan pendukung KEN. Karena merupakan salah satu kebijakan pendukung, maka litbangrap mendapatkan ruang elaborasi pada pasal 25. Pasal tersebut mengamanahkan arah litbangrap untuk mendukung Industri Energi Nasional. Pemerintah (Pusat dan Daerah) dan Badan Usaha diamanahkan untuk menyiapkan dana litbangrap sampai pada tahap komersial. Tulisan berikut ini mencoba menyampaikan perspektif kekinian dari cita-cita besar yang amanahkan oleh PP 79/2014 terutama peran penting litbangrap teknologi energi. Satu langkah besar dalam tulisan ini mengusulkan Program Kemandirian Teknologi Energi. Program ini dijalankan oleh suatu Tim yang mempunyai kewenangan untuk menentukan litbang apa yang diperlukan oleh bangsa ini dalam mengatasi persoalan energi (fokus untuk teknologi tertentu). Tim ini juga yang memilih dan memberikan penugasan kepada pelaksana litbang (lintas lembaga litbang dan perguruan tinggi) untuk melakukan penelitian di bidang tersebut termasuk anggarannya. 'the dream team" ini diharapkan dapat menjadi wadah dari penguatan dan sinergi antar lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi. Kata kunci : Kebijakan Energi Nasional, penelitian, pengembangan, penerapan, teknologi energi, inovator
1. PENDAHULUAN Sesuai amanat UU 30 Tahun 2007 , pemerintah meningkatkan status hukum KEN dari Perpres (Perpres 5 Tahun 2006) menjadi Peraturan Pemerintah (PP 79 Tahun 2014).
Sebelum memulai pembahasan mengenai kemandirian teknologi energi melalui kegiatan litbang terapan pada KEN yang baru, penulis mengulas terlebih dahulu apa saja yang berubah dari Perpres Nomor 5 Tahun 2006 ke Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014.
Program Kemandirian Teknologi Energi Untuk Penerapan Hasil Litbang....; Hermansyah dan Herdiana P.
65
Topik Utama Prinsip dasar perubahan Kebijakan energi Nasional (KEN), yaitu perubahan paradigma energi yang menitikberatkan sumber daya energi untuk pembangunan ekonomi nasional dan menciptakan nilai tambah dalam negeri serta menyerap tenaga kerja. Hal ini berararti, sumber daya energi tidak dijadikan komoditas ekspor semata, namun sebagai modal pembangunan nasional. PP Nomor 79 Tahun 2014 lebih mengedepankan bagaimana cadangan energi yang ada dapat dioptimalkan guna pemenuhan kebutuhan energi rakyat melalui berbagai pengusahaan eksplorasi dan produksi energi dengan dukungan infrastruktur, kegiatan litbangtrap dan industri energi sehingga energi tersebut dijamin ketersediaannya di masyarakat sampai ke seluruh pelosok negeri. Perubahan tersebut dibahas secara terperinci berikut ini. Beberapa istilah didefinisikan secara berbeda, dan beberapa istilah baru muncul dalam PP No 79 ini, antara lain energi final, ketahanan energi, kemandirian energi, intensitas energi, rasio elektrifikasi, Feed in Tarrif, dan lainnya. Sebagai konsekuensinya, pasal-pasal di dalamnya pun lebih banyak dari Perpres sebelumnya guna menjelaskan mekanisme energi dari mulai cadangan sampai ketersampaiannya di masyarakat. Terdapat beberapa pasal yang sebelumnya tidak pernah dibahas pada Perpres No 5/2006, antara lain cadangan energi nasional, lingkungan dan
keselamatan, infrastruktur, akses masyarakat dan industri energi, penelitian dan pengembangan energi, kelembagaan dan pendanaan, serta pengawasan. Pada bauran energi primer, terjadi perubahan besaran, yang secara umum terlihat proyeksi EBT dan minyak bumi naik 11 % (masingmasing 6% dan 5%), sedangkan proyeksi batubara dan gas bumi turun 11% (masingmasing turun 3% untuk batubara dan turun 8% untuk gas bumi) (Gambar 1). Sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer dan energi final (Tabel 1) pada Pasal 8 PP 79/2014 menyebutkan dua hal penting yang menjadi penopang sendi-sendi kehidupan modern, yang pertama adalah sumber energi primer (EBT, Minyak Bumi, Batubara, dan Gas Bumi) dan yang kedua energi final (listrik). Kenaikan rata-rata energi primer dan energi final adalah sebesar 283% dalam kurun waktu 25 tahun (Tabel 1). Untuk memenuhi Penyediaan Energi dan Pemanfaatan Energi, dalam Pasal 9 PP 79/2014 terdapat 6 (enam) indikator yang diperlukan dalam rangka pemenuhan tersebut. Indikator dimaksud adalah sebagai berikut: a. terwujudnya paradigma baru bahwa Sumber Energi merupakan modal pembangunan nasional; b. tercapainya Elastisitas Energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi;
Gambar 1. Target bauran energi primer dalam Perpres 5/2006 (kiri) dan PP 79/2014 (kanan)
66
M&E, Vol. 12, No. 4, Desember 2014
Topik Utama Tabel 1. Sasaran penyediaan dan pemanfaatan Energi Primer dan Energi Final
No 1. 2. 3. 4.
Uraian Terpenuhinya penyediaan energi primer Tercapainya pemanfaatan energi primer per kapita Terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit listrik Tercapainya pemanfaatan listrik per kapita
MTOE : million tonnes of oil equivalent TOE : tonnes of oil equivalent
c. tercapainya penurunan Intensitas Energi Final sebesar 1% (satu) persen per tahun sampai dengan tahun 2025; d. tercapainya Rasio Elektrifikasi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) pada tahun 2015 dan mendekati sebesar 100% (seratus persen) pada tahun 2020; e. tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada tahun 2015 sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan f. tercapainya bauran Energi Primer yang optimal (Gambar 2). Dinamika perubahan angka bauran energi primer, terutama pergeseran angka yang cukup siginifikan pada energi baru terbarukan, membutuhkan usaha yang kuat dari pemerintah bersama industri dan masyarakat. Pemerintah
Tahun 2025
Tahun 2050
400 MTOE
1.000 MTOE
1,4 TOE
3,2 TOE
115 GW
430 GW
2.500 KWh
7.000 KWh
GW : giga watt KWh : kilo watt hours
berkewajiban memfasilitasi dari regulasi sampai dengan infrastruktur yang lengkap sehingga penggunaan energi baru terbarukan nyata dilakukan guna mengganti ketergantungan masyarakat terhadap energi fosil. Capaian EBT pada tahun 2012 baru sekitar 6% (Bachtiar, A.,2014) artinya gap yang harus diisi sebesar 17% dalam kurun waktu 13 tahun. Untuk mengisi gap tersebut dibutuhkan kerja keras, fokus untuk energi tertentu dan massif, sinergi antar kelembagaan dan strategi yang tepat. Semua sumber daya harus disiapkan, khususnya sumber daya manusia yang ada pun harus disiapkan untuk mengisi gap teknologi energi khususnya energi baru terbarukan untuk mengembangkan dan membangun industri domestik.
Gambar 2. Target bauran energi primer dalam PP 79/2014 milestone tahun 2025 (kiri) dan milestone tahun 2050 (kanan).
Program Kemandirian Teknologi Energi Untuk Penerapan Hasil Litbang....; Hermansyah dan Herdiana P.
67
Topik Utama Penulis mencoba menekankan pasal baru yang ada dalam PP No. 79/2014, yaitu Pasal 25 yang mengamanahkan bahwa kegiatan litbangtrap teknologi energi harus diarahkan untuk mendukung Industri Energi Nasional. Ini artinya, hasil litbangtrap merupakan hasil penelitian yang sudah ada pada tingkat siap pakai. Lalu, sejauh manakah hasil inovasi energi yang dihasilkan oleh lembaga litbang/ristek atau perguruan tinggi dapat diaplikasikan di masyarakat serta didukung oleh industri? Dapatkah ini mendukung sesegera mungkin pemenuhan kebutuhan energi hingga 2025 atau bahkan 2050 hingga Indonesia siap menuju kemandirian bahkan kedaulatan energi?
2. PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN Penelitian dan pengembangan yang lebih populer sering disingkat dengan litbang, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan R&D (research and development). Apa yang dimaksud dengan penelitian dan pengembangan? Definisi kedua dapat dilihat dalam UU No. 18 tahun 2012. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan, definisi Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. Penerapan adalah pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan/atau ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi, serta difusi teknologi. Artinya apabila hasil-hasil penelitian dan pengembangan diwujudkan kedalam suatu
68
kegiatan perekayasaan dan dimanfaatkan oleh masyarakat atau industri, maka hasil litbang tersebut telah diterapkan. Walaupun sudah mempunyai payung hukum yang mengatur Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU 18 tahun 2002). Tujuannya juga cukup jelas yaitu memperkuat daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional (pasal 4 UU 18 tahun 2002). Bahkan dalam pasal 2 PP 20 tahun 2005 disebutkan kewajiban Perguruan tinggi dan lembaga litbang dalam mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dibiayai sepenuhnya atau sebagian oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Namun kebijakan yang telah dipayungi oleh regulasi tersebut masih belum berjalan dan diperlukan peraturan pelaksanaan dari sisi pengelolaan keuangan negara khususnya untuk lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi negeri yang hasil-hasil penelitiannya dapat diterapkan bahkan yang dikomersialkan. Apabila regulasi dan kebijakan yang diatur dalam PP 20 tahun 2005 ini sudah bisa operasional dan didukung oleh peraturan dan petunjuk pelaksanaan, maka apa yang sebenarnya diharapkan atau diamanahkan oleh PP 79 tahun 2014 bisa diwujudkan. Dengan semangat reformasi birokrasi dan peningkatan kesejahteraan PNS melalui remunerasi baik yang di lembaga litbang pemerintah maupun di lingkungan perguruan tinggi dapat dijadikan momentum untuk menggairahkan inovasi di lingkungan lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi. Momentum ini dapat dijadikan titik awal untuk menjalankan usulan suatu Program Kemandirian Teknologi Energi oleh suatu Tim Nasional yang diinisiasi melalui Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Tujuan program ini adalah untuk mendukung pencapaian target-target bauran energi yang telah ditetapkan dalam PP 79 tahun 2014.
M&E, Vol. 12, No. 4, Desember 2014
Topik Utama 3. PENERAPAN TEKNOLOGI ENERGI Pada bagian ini penulis ingin mengangkat 3 produk inovasi teknologi di bidang energi dari 3 kelompok yang berbeda. Pertama dari lembaga litbang pemerintah, kedua dari perguruan tinggi dan ketiga dari perorangan atau masyarakat. Ketiga kisah dibawah memperlihatkan bahwa inovasi teknologi di bidang energi tumbuh subur di Indonesia. Dengan adanya PP 79/2014, khususnya penerapan dan komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan, diharapkan hasilhasil inovasi teknologi di bidang energi yang masih tersimpan dilaci maupun di kepala para inovatornya dapat segera dimanfaatkan. Selain itu PP ini bisa dijadikan momentum menumbuh suburkan inovasi di bidang energi. Kisah pertama tentang teknologi pembakar siklon dengan inventor Drs. Sumaryono, M.Sc, teknologi ini merupakan hasil inovasi salah seorang Peneliti di Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, mewakili lembaga litbang pemerintah. Kisah kedua yang mewakili perguruan tinggi yaitu Prof. Dr. Muhammad Nurhuda dengan inovasi Kompor Biomassa UB. Yang terakhir adalah Amin mewakili perorangan/ masyarakat dengan inovasi konverter kit bensin ke gas. 3.1. Pembakar Siklon Invensi pembakar siklon dimulai tahun 1994, yang dilatar belakangi ketika inventor berinteraksi
membantu menyelesaikan permasalahan energi pada Usaha Kecil Menengah. Ada kecenderungan pasokan batu bara kalori agak tinggi semakin langka, sehingga semakin sulit untuk memperoleh batubara bongkahan. Setelah batu bara kalori tinggi habis diekspor, yang tersisa untuk konsumsi dalam negeri adalah batu bara peringkat rendah yang bernilai kalori rendah. Batu bara jenis ini mudah hancur menjadi butirbutir halus selama transpor dan handling. Perlu teknologi lain untuk memanfaatkan batu bara jenis ini (Sumaryono, 2014). Teknik pembakar siklon ini bukanlah sesuatu yang baru, teknik ini diambil dari Babcock, Wilcox. Tetapi teknik Babcock ini tidak bisa digunakan untuk membakar batu bara peringkat rendah, walaupun unggul dalam turbulensinya. Disinilah inovasi itu terjadi yaitu diperlukan beberapa penyesuaian dari teknologi ini untuk dapat digunakan membakar batu bara peringkat rendah Indonesia. Alat pembakar siklon kemudian dirancang dengan blower dan corong pemasukan batu bara (Gambar 3). Pembakar siklon berbentuk silinder yang membakar batubara (tepung batubara) berukuran -30 mesh, tepung batubara tersebut masuk ke dalam silinder secara tangensial. Pusaran turbulensi tinggi dan pembakaran terjadi secara cepat pada temperatur 1.100 - 1.500°C. Bahan pada ruang bakar adalah Lining quartz, bahan ini tahan pada temperatur 1.725°C, mengandung sensible heat besar dengan daya simpan panas juga besar. Pembakaran
Gambar 3. Cyclon Burner (Pembakar Siklon) dengan Feeder dan Blower, fungsi blower untuk memasukkan tepung batubara agar dapat berputar secara tangensial dan menghasilkan pusaran turbulensi tinggi
Program Kemandirian Teknologi Energi Untuk Penerapan Hasil Litbang....; Hermansyah dan Herdiana P.
69
Topik Utama sempurna, tidak ada emisi cenosphere/asap; Residu karbon dalam bottom ash juga tidak ada. Excess air minimum dan tidak ada fly ash keluar cerobong; tidak perlu scrubber, cyclone separator. Inovasi siklon burner ini juga telah mendapatkan berbagai penghargaan antara lain pemenang "Ristek Medco Energy Award 2007" di bidang penghematan energi, dan Anugerah Ristek untuk teknologi inovatif pada tahun 2010 dari Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Gambar 4). Bahkan inovasi ini juga telah memiliki paten untuk proses dan peralatan pembakar siklon untuk tepung batubara. Akan tetapi penerapannya masih belum dilakukan secara sistematis. Siklon ini sebagai salah satu pembakar baru bara yang dapat menggantikan pembakar-pembakar BBM/BBG diberbagai fasilitas industri seperti boiler, oil heater, rotary kiln, smelter, oven pengering bagi industri (Gambar 5). Siklon ini baru dilirik ketika industri tidak dibenarkan 'menikmati' harga BBM bersubsidi pada tahun 2005. Salah satu klaim yang disampaikan inventornya dan yang dirasakan oleh industri dengan adanya teknologi siklon burner ini adalah investasi yang dikeluarkan untuk membuat siklon ini akan kembali dalam waktu kurang satu minggu dari penghematan BBM yang dilakukan. Hitunghitungan nya sebagai berikut: 1 liter solar setara 1,6 kg batubara, Biaya Investasi Siklon Burner Kapasitas 800 kg batubara/jam atau setara
dengan 500 liter solar/jam sebesar Rp 220 juta, dengan asumsi harga solar Rp. 7.500 pemakaian 1 hari selama 12 jam, maka investasi tersebut akan dapat diperoleh kembali dalam waktu 5 hari saja dari penghematan biaya bahan bakar minyak. Apabila industri sejenis (Gambar 5 dan 6) seluruhnya dapat menggunakan atau mengganti burner BBM dengan pembakar siklon batubara, dampaknya sungguh dahsyat. Pertama adalah berkurangnya volume pemakaian solar pada industri sekaligus mengurangi volume impor solar dan menghemat devisa negara. Kedua penerapan produk hasil litbang dapat tercapai yang merupakan suatu wujud dari komersialisasi hasil litbang sebagaimana yang diamanahkan PP 79/2014. Ketiga meningkatnya tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pada industri. Selain siklon burner teknologi yang juga belum diterapkan adalah teknologi gasifikasi batubara. Ada dua kendala pengembangan teknologi gasifikasi batu bara di Indonesia (Soeprato, S, 2014). Pertama adalah pemanfaatan batu bara dalam negeri kalah bersaing dari sisi harga dengan gas alam. Kedua berkaitan dengan masalah regulasi. Sampai saat ini belum ada aturan yang tegas mengenai instansi terkait yang berwenang mengurus investasi gasifikasi batubara. Solusi untuk kendala pertama tersebut dapat diatasi melalui kebijakan pengaturan harga
Gambar 4. Menerima Ristek Medco Energi Award 2007 dari Wapres Yusuf Kalla (kiri), masuk dalam 100 Inovasi Paling Prospektif dalam Bidang Energi pada dari BIC - Kemen Ristek yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono (tengah), dan menerima Anugerah Ristek Untuk Teknologi Inovatif 2010 Menristek 2010 yang diserahkan oleh Wapres Budiono (kanan)
70
M&E, Vol. 12, No. 4, Desember 2014
Topik Utama
Gambar 5. Contoh aplikasi cyclon burner pada industri oil heater (kiri), Zn-galvanisasi (tengah), dan smelter timah (kanan)
Gambar 6. Contoh pemanfaatan cyclon burner pada Boiler 2 ton (kiri), Boiler 5 ton (tengah), dan Hot mix (kanan)
batubara agar dapat berkompetisi dengan harga gas alam. Harga batu bara Indonesia saat ini masih menggunakan harga pasar atau harga ekspor. Proses gasifikasi yang membutuhkan banyak batu bara sangat cocok dibangun di dekat penambangan batu bara atau biasa dikenal dengan istilah mulut tambang. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka penurunan harga batu bara ini tentu akan meningkatkan daya saing gasifikasi batu bara (Soeprato, S, 2014). 3.2. Kompor Biomassa UB Kompor biomassa UB merupakan kompor
dengan konsep aliran udara alami yang menggunakan biomassa padat sebagai bahan bakar. Terdapat dua jenis kompor biomassa UB, yakni kompor UB untuk bahan bakar bongkahan seperti potongan kayu, briket biomassa dan kompor UB untuk bahan bakar granular, seperti cangkang sawit kasar, kulit kemiri dan pellet biomassa. Kedua jenis kompor UB tersebut hanya berbeda tabung pembakarannya, tetapi dapat dipertukarkan satu sama lain (Nurhuda, M., 2014). Inovasi kompor biomassa UB berawal tahun 2008, sama seperti pembakar siklon ketika minyak tanah langka di pasaran, sementara LPG sulit diperoleh.
Program Kemandirian Teknologi Energi Untuk Penerapan Hasil Litbang....; Hermansyah dan Herdiana P.
71
Topik Utama Kompor UB sudah mengalami proses Inkubasi bisnis melalui program Recognition and Mentoring Program (RAMP) Indonesia, yaitu program dari Lemelson Foundation yang disalurkan melalui Yayasan Inovasi Teknologi Indonesia (INOTEK). Lebih dari 1300 kompor biomassa UB-02 disalurkan ke masyarakat di kabupaten Magelang dan beberapa wilayah di Jawa Timur pada akhir 2009 hingga awal 2010. Namun penjualan kompor biomassa terhenti total sejak masyarakat penerima konversi minyak tanah ke LPG mulai dapat menerima dan menggunakan LPG (Nurhuda, M., 2014). Diseminasi dan penerapan kompor biomassa UB (Gambar 7) didukung oleh Yayasan Kopernik program pengenalan dan pendampingan, dimulai di sebuah desa di kabupaten Semarang, Bojonegoro, NTB, NTT, Palu dan daerah-daerah terpencil lain di Indonesia. Melalui uji coba di lapangan oleh Yayasan Kopernik tahun 2011 di Lombok diperoleh masukan bahwa kompor biomassa tidak dapat dibuat dari bahan plat logam biasa, melainkan dari plat tahan panas dan tahan korosi. Hanya tabung bakar dan meja kompor saja yang dibuat dari bahan stainless steel, sedangkan komponen lain tetap menggunakan plat logam biasa. sehingga harga keekonomian kompor biomass UB tetap terjangkau, dilain pihak usia pakai kompor juga menjadi lebih lama. Hingga kini, telah lebih 30.000 kompor biomassa UB-03 telah terjual, baik secara retail, maupun
digunakan untuk proyek-proyek pemberdayaan seperti Desa Mandiri Energi. Bahkan kompor UB ini telah memasuki pasar manca negara, melalui kerja sama dengan Differ Group AS dan Prime khusus menangangai penjualan dan kelak juga produksi kompor untuk komunitas global di luar Indonesia. Temuan kompor biomassa dengan bahan bakar granular ini juga telah didaftarkan di Ditjen HaKi dengan nomor pendaftaran P00201100604 (Nurhuda, M., 2014). Kelebihan utama dari kompor dengan bahan bakar granular adalah nyala api bebas asap, sehingga layak digunakan memasak dalam ruangan (indoor cooking). 3.3. Konverter Kit Bengas Konverter kit Bensin ke Gas (Bengas) atau yang lebih dikenal dengan 'merek dagang' Amin BenGas. Inovasi yang dilakukan oleh Amin ini adalah sebuah terobosan untuk mengatasi permasalahan kelangkahan dan mahalnya harga Bensin untuk nelayan miskin. Invensi ini juga mendapatkan The Most Inspiring pada Indonesia Green Award 2014. Inovasi ini telah diimplementasikan baik di Kalimantan Barat dan Jambi. Walaupun telah ada industri besar (pabrikan mesin perahu) yang ingin bekerjasama dengan Inventor untuk dibuat produk massal, tetapi si inventor tidak berkenan. Hal ini disebabkan kalau ini dibuat menjadi produk massal maka para nelayan harus mengeluarkan
Gambar 7. Tabung bakar untuk kompor biomass UB, kiri untuk bahan bakar bongkahan (kiri), untuk bahan bakar granular (tengah) Kompor biomass UB-03 versi paling baru untuk ukuran standar dan jumbo (kanan)
72
M&E, Vol. 12, No. 4, Desember 2014
Topik Utama biaya untuk membeli konverter kit tersebut. Yang diinginkan oleh The most Inspiring Penerima Penghargaan Energi Prakarsa tahun 2014 adalah bagaimana pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk pabrikasi secara massal dengan melibatkan politeknik dan SMK yang ada di Indonesia, kemudian konverter kit Bengas dibagi secara gratis kepada para nelayan. Saat ini sedikitnya 150-an nelayan yang telah menggunakan konverter kit ben-gas di Kabupaten Raya menggunakan ben-gas yang berbahan bakar LPG tabung 3 kg (Viodeogo, Y., 2014). Pengakuan salah seorang nelayan dari Kampung Sungai Tekong, Kubu Raya, Usman Ali, mengatakan dengan ben-gas itu bisa berhemat hingga 70% dibandingkan dengan sebelumnya menggunakan bensin. Satu tabung LPG 3 kg bisa bertahan selama empat hari untuk menangkap ikan dan pulang pada sore hari. Sebelum menggunakan tabung gas, dalam empat hari seorang nelayan membutuhkan 15 liter bensin dengan harga 1 liternya senilai Rp.6.500. Berarti biaya bahan bakar yang dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp.97.500,bandingkan dengan harga LPG tabung 3 kg hanya Rp.18.000,- tentunya LPG bersubsidi. Apabila inovasi ini juga bisa diterapkan untuk mobil dan sepeda motor berbahan bakar bensin, dampaknya akan lebih dahsyat dibandingkan dengan apa yang dicita-citakan Amin.
Pengalaman sukses konversi minyak tanah ke LPG 3 kg mungkin bisa terulang lagi, apabila 'bola' ini ada ditangan pemimpin dengan kekuatan leadership yang bisa mendorong atau malah 'memaksa' atau lebih halus lagi mewajibkan semua mobil dan/atau sepeda motor memakai BBG.
4. KESIAPAN PENERAPAN PRODUK HASIL LITBANG Banyak sudah produk litbang yang telah dihasilkan oleh para inovator para peneliti, perekayasa baik dari lembaga litbang pemerintah maupun perguruan tinggi bahkan perorangan. Namun sampai saat ini kita belum melihatkan adanya suatu teknologi energi yang dimanfaatkan secara massif dari suatu hasil litbang. Dukungan untuk mengkomersialisasikan hasil litbang baik dari sisi kebijakan maupun regulasi sudah ada. Akan tetapi, kita masih belum merasakan adanya suatu teknologi energi yang bisa dimanfaatkan secara massal. Dari tiga contoh inovasi teknologi energi karya anak bangsa, yang notabene dapat mengurangi konsumsi BBM (bensin, solar, dan minyak tanah), timbul pertanyaan, apa yang salah dengan negeri ini? Sehingga produk inovasi tersebut belum dapat dirasakan atau 'dinikmati' oleh masyarakat atau industri. Kebijakan dan/ atau regulasi apalagi yang diperlukan? Dan siapa
Gambar 8. Konverter kit Amin Ben Gas (kiri) dan yang di pasang di mesin perahu nelayan (kanan), (Viodeogo, Y., 2014)
Program Kemandirian Teknologi Energi Untuk Penerapan Hasil Litbang....; Hermansyah dan Herdiana P.
73
Topik Utama yang bertanggung jawab agar ketiga contoh produk inovasi tersebut dapat ‘dirasakan' oleh para penggunanya? Sebelum dapat menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut. Berikut adalah identifikasi permasalahan mengapa produk-produk hasil inovasi khususnya teknologi energi sebagian besar belum diimplementasikan, apalagi tersebar luas secara komersial? Beberapa hal yang perlu dilakukan identifikasi dan analisis lebih lanjut antara lain: 1). Segmen pasar dari produk-produk hasil litbang. Jika segmen pasarnya terbatas, maka skala keekonomian industri mungkin belum terpenuhi untuk harga yang terjangkau (di sini peran pemerintah untuk memberi bantuan dalam bentuk subsidi). Jika segmen pasar cukup besar, tetapi tersebar di seluruh wilayah Indonesia, maka faktor time to market (TTM), membutuhkan biaya yang cukup besar, untuk hal ini diperlukan strategi pengembangan industri (hal ini juga membutuhkan peran pemerintah untuk membangun industri terkait melalui BUMN dalam bentuk penugasan). 2). Teknologi pendukung, seperti suku cadang dan ketersediaan bahan baku (termasuk bahan bakarnya), apakah dapat diperoleh secara mudah, harga kompetitif, dan dapat dijangkau? 3). Tingkat kesiapan implementasi teknologi produk hasil litbang terapan, tidak bisa setengah jalan. Apabila teknologinya belum tuntas, apalagi mencakup aspek-aspek bisnis yang diperlukan oleh dunia usaha atau pengambil keputusan. Untuk hal ini diperlukan pihak lain yang ikut memfasilitasi tahap tersebut agar implementasi dapat 'terjadi' .
5. PROGRAM KEMANDIRIAN TEKNOLOGI ENERGI Kebutuhan LPG bersubsidi di Indonesia tahun
74
2014 diperkirakan mencapai 6,0 juta ton dari total kebutuhan nasional 6,6 juta ton. Sebesar 60% dari kebutuhan tersebut diperoleh melalui impor langsung, sedang sisanya diperoleh dari kilang-kilang minyak dalam negeri dan dari lapangan lapangan gas. Besaran subsidi LPG tahun 2014 mencapai 60 triliun Rupiah. Subsidi untuk LPG sebesar diatas ditambah dengan subsidi untuk bensin (premium) dan minyak diesel (solar) diperkirakan lebih dari 300 triliun Rupiah, jumlah yang sangat memberatkan keuangan negara (Kementerian ESDM, 2014). Bandingkan nilai subsidi ini dengan besarnya anggaran pendidikan yang hanya 371,2 triliun rupiah (Kementerian Diknas, 2013). Untuk mengurangi beban subsidi, diperlukan terobosan-terobosan baru seperti memanfaatkan depleted gas reservoir dan flare gas untuk mengurangi impor LPG. Membangun kilang BBM baru, serta pencarian atau eksplorasi minyak dan gas bumi secara intensif. Sedangkan untuk diversifikasi sumber energi baru terbarukan merupakan objek yang diharapkan oleh PP 79 tahun 2014 yang harus didukung oleh litbang khususnya dari sisi penerapan teknologi. Selain itu percepatan pemanfaatan hasil inovasi para Penerima Penghargaan Energi yang dilakukan oleh masyarakat melalui prakarsa mereka sendiri perlu didukung oleh pemerintah dan badan usaha. Dari data Para Penerima Penghargaan Energi sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 pemanfaatan energi baru terbarukan yang berkembang di masyarakat setidaknya ada tiga, yaitu Biomassa, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), dan Biogas, walaupun teknologinya sudah terbukti (proven) dan tersedia di pasar, namum belum tersebar ke seluruh pelosok negeri. Lembaga litbang dan perguruan tinggi bisa ikut serta melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas dari sisi teknologi dan peralatan serta manajemen pengelolaan. Sehingga, masyarakat dapat merasakan keberadaan lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi.
M&E, Vol. 12, No. 4, Desember 2014
Topik Utama Untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut, penulis mengusulkan untuk membuat suatu Program Kemandirian Teknologi Energi, program ini bertujuan untuk membentuk Tim Nasional yang terdiri atas lembaga litbang dan perguruan tinggi serta para tenaga profesional lain untuk menyelesaikan persoalan teknologi energi yang dapat diimplementasikan secara luas di masyarakat dan mengembangkan industri terkait. Tim ini dibentuk oleh negara dalam hal ini bisa Presiden, atau Menteri Ristek dan Dikti. Ada tiga Tim yang perlu disiapkan (Gambar 9). Pertama tim think thank yang tugasnya menyiapkan proposal atau inisiasi penelitianpenelitian yang di bidang energi yang diperlukan oleh negara. Idenya bisa berangkat dari hasil yang sudah ada maupun sesuatu yang baru. Tim ini juga dilengkapi oleh 'pasukan' yang mengevaluasi hasil-hasil litbang teknologi energi yang sudah ada dan 'pasukan' khusus yang menangani hasil-hasil litbang yang sudah 'siap' untuk diteruskan pada tahap komersial. Kedua tim pelaksana, tim ini bertugas untuk mengeksekusi proposal-proposal penelitian yang disiapkan oleh tim think thank. Orangorang yang masuk dalam tim pelaksana ini adalah orang-orang yang sudah disusun oleh
tim think-thank dalam proposal tersebut. Tim pelaksana ini dibantu oleh tim keuangan yang handal, sehingga para tenaga ahli sebagai tim pelaksana tidak direpoti dengan urusan pertanggung jawaban administrasi keuangan. Ketiga tim evaluasi dan pemasaran, tim ini terdiri atas tim evaluasi dan tim pemasaran. Tim evaluasi sangat diperlukan untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang sedang berjalan, juga bisa memfasilitasi kebutuhan akan fasilitas laboratorium atau lapangan yang diperlukan oleh tim pelaksana. Sedangkan tim pemasaran disiapkan untuk memasarkan produk hasil litbang baik yang sudah siap komersial maupun mencarikan pasar untuk teknologi yang sedang dikerjakan. Tim pemasaran ini juga sekaligus mempunyai tugas untuk menginkubasi suatu teknologi dan mencari partner yang akan mempabrikasi serta menyiapkan dan menyusun regulasi yang diperlukan.
6. PENUTUP Untuk dapat mengimplementasikan apalagi mengkomersialkan hasil-hasil penelitian dan
Gambar 9. Tim Nasional Program Kemandirian Teknologi Energi
Program Kemandirian Teknologi Energi Untuk Penerapan Hasil Litbang....; Hermansyah dan Herdiana P.
75
Topik Utama pengembangan sebagaimana diamanatkan pasal 25 ayat (2) PP 79 tahun 2014, masih banyak yang harus dikerjakan. Selain masalah dana juga kelembagaan menjadi penting agar hasil-hasil penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi energi sampai kepada tahap komersial, tidak hanya sampai di perpustakaan, apalagi hanya disimpan dilaci oleh para pelaksananya, bahkan masih ada yang tersimpan di kepala para inovator dalam bentuk tacit knowledge. Tim Nasional Kemandirian Teknologi Energi diharapkan dapat menjembatani kebuntuhkan dan overlaping kegiatan penelitian baik antar lembaga litbang ataupun perguruan tinggi. Selain hal tersebut yang paling penting adalah bagaimana Tim ini dapat menjadi tempat berkumpulnya SDM yang berkualitas untuk ikut serta menyelesaikan persoalan bangsa dengan teknologinya sendiri. Apabila ini terwujud, selain bisa menjawab kemandirian dari sisi teknologi, lembaga litbang juga turut dalam peningkatan kandungan lokal (dalam negeri) dan terciptanya lapangan kerja baru bagi masyarakat khususnya di bidang energi. Selain hal tersebut di atas, ada hal penting lain yang perlu disiapkan oleh Tim, yaitu regulasi/ aturan royalti untuk para inventor yang mempunyai paten. Dengan adanya aturan royalti tersebut diharapkan dapat menumbuh suburkan dan memberikan motivasi baru bagi para peneliti, perekayasa, dan dosen untuk terus berinovasi menemukan atau mengembangkan teknologiteknologi baru berbasis keunggulan domestik.
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Alih Teknologi
76
Kekayaan Intelektual Serta Hasil Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional Kementerian ESDM, 2014, http:// www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/ 6954-yang-kurang-ter-ekspose-subsidi-lpgsebesar-rp-60-triliun.html, diunduh pada tanggal 25 Nov. 2014. Kementerian Diknas, 2013, Anggaran Pendidikan Tahun 2014 Rp 371,2 Triliun, http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/ berita/1631 diunduh pada tanggal 25 Nov. 2014. Bachtiar, A., 2014, Kebijakan Energi Nasional 2014-2050 dan Migas Non Konvensional, Workshop "Shale Gas & Tight Sands" SKKMIGAS Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2014, Dewan Energi Nasional, Nurhuda, M., 2014, Kompor Biomassa UB Untuk Mendukung Kemandirian Energi, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Brawijaya Sumarjono, 2014, Penelitian Pembakaran Batu bara, Menyeimbangkan Keilmuan, Manajemen, dan Insting dalam Penelitian, Seri Buku Knowledge Management, Balitbang ESDM Suprapto, S, 2014, Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara, Solusi dalam Keberlimpahan Batu Bara, Seri Buku Knowledge Management, Balitbang ESDM Viodeogo, Y., 2014, Asyik...Ben-Gas Bantu Nelayan di Kubu Raya, Apa Itu?, http:// makassar.bisnis.com/read/20141118/17/ 182379/asyik...ben-gas-bantu-nelayan-dikubu-raya-apa-itu, 18 November 2014, 16:40 WIB, diunduh 25 Nopember 2014
M&E, Vol. 12, No. 4, Desember 2014