PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPS) PADA PENGOBATAN PASIEN HIV DENGAN KANDIDIASIS DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2010 – JUNI 2014
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Vincentia Ganesi Madita NIM: 118114154
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPS) PADA PENGOBATAN PASIEN HIV DENGAN KANDIDIASIS DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2010 – JUNI 2014
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Vincentia Ganesi Madita NIM: 118114154
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkanuntuk Allah Bapa, TuhanYesus Kristus, dan Bunda Maria di surga Keluargaku tersayang, Papa, Mama, Gabby, dan Evan Yang teristimewa, Albert Sahabat dan teman-temanku Serta Almamaterku…
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien HIV dengan Kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2010-Juni 2014” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, doa, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril, spiritual, maupun materiil. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1.
Direktur Utama Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
2.
Ibu Ir. Valentina Dwi Yuli Siswianti, M. Kes. Sebagai Direktur Pelayanan Kesehatan dan Infrastruktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
3.
Kepala Bidang Pengelola Pelayan Kesehatan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
Kepala Instalasi Rekam Medis dan seluruh staff bagian Rekam Medis Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan izin dan bantuan dalam proses analisis situasi sampai dengan pengambilan data.
5.
Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph. D., Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan kesabaran, motivasi, bimbingan dan saran yang membangun selama proses penulisan skripsi.
6.
Gregorius Widiartana dan Maria Lucia Lusi Nilawati, papa dan mama tersayang, yang telah banyak memberikan kasih, doa, dukungan dan semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
7.
Adik-adikku tersayang, Gabriella Leoda Benita dan Emmanuel Evan Sebastian, yang telah memberikan inspirasi, kecerian, penghiburan, dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi.
8.
Budhe-ku tersayang, Theresia Henny Puriwati, dan keluarga kecilku di Semarang, Theodorus Sony Sudarmadi, Aquilina Ediana K., dan Emmanuel Axel Muliadharma, yang tak henti-hentinya memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
9.
Seseorang yang kuharap menjadi teman hidupku untuk selamanya, Gregorius Albert Anky Wibowo, yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, bantuan,semangat dan kesabaran kepada penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi.
10. Eyang Uti dan Eyang Akung tersayang, yang telah memberikan doa yang indah dari surga.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11. Sahabat-sahabatku, Valla Mareta Prameshwari dan Laksmi Nareshwari, yang telah memberikan canda tawa dan semangat selama penulisan skripsi. 12. Sahabat-sahabat seperjuangan #DeRealPrincesses, Jessica Christy Sitio, Adelia Desti Indah Sari, dan Caroline Lulik Tafsia, yang telah memberikan semangat, dukungan, kerjasama, informasi, dan yang paling penting keceriaan selama proses awal penyusunan skripsi hingga penyelesaian skripsi. 13. Teman-teman dekatku, Pascalis Nika Putri Winahyu, Marselina Crescentia Tisera, Jessica Christy Sitio dan Gregoria Novalia Ambarani yang telah banyak menemani, memberi semangat dan dukungan selama proses penulisan skripsi. 14. Teman-teman FSM D 2011, FKK B 2011, dan seluruh angkatan 2011, yang telah memberikan kebersamaan yang tak ternilai. 15. Semua pihak, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang ikut serta memberikan bantuan sehingga penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar. “Tidak ada gading yang tak retak”, begitu pula dengan skripsi ini.Penulis menyadari bahwa karya yang telah penulis selesaikan masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan karya ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kefarmasian. Yogyakarta, 21 Juli 2015
Penulis
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................iv LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………….....…......v PRAKATA..............................................................................................................vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................................ix DAFTAR ISI............................................................................................................x DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR............................................................................................xvi DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xvii INTISARI...........................................................................................................xviii ABSTRACT............................................................................................................xix BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang.............................................................................................1 1. Rumusan Masalah..................................................................................3 2. Keaslian Penelitian.................................................................................4 3. Manfaat Penelitian.................................................................................6 a. Manfaat Teoritis...............................................................................6 b. Manfaat Praktis................................................................................7
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Tujuan Penelitian.........................................................................................6 1. Tujuan Umum........................................................................................6 2. Tujuan Khusus.......................................................................................6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. HIV/AIDS....................................................................................................8 B. Penatalaksanaan Terapi..............................................................................18 C. Drug Related Problems (DRPs).................................................................24 D. Keterangan Empiris....................................................................................25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian.................................................................26 B. Variabel Penelitian.....................................................................................26 C. Definisi Operasional...................................................................................27 D. Subjek Penelitian........................................................................................28 E. Bahan Penelitian.........................................................................................29 F. Instrumen Penelitian...................................................................................30 G. Lokasi Penelitian........................................................................................30 H. Jalannya Penelitian.....................................................................................30 I. Tata Cara Analisis Hasil.............................................................................32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisitik Pasien..................................................................................35 B. Pola Pengobatan.........................................................................................40 C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)..................................................49
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan................................................................................................61 B. Saran...........................................................................................................62 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................63 LAMPIRAN...........................................................................................................66 BIOGRAFI PENULIS………………………………………………….............120
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Stadium HIV/AIDS berdasarkan gejala klinis.............................9
Tabel II.
Tingkat keparahan imunodefisiensi berdasarkan jumlah sel CD4............................................................................................10
Tabel III.
Kriteria stadium klinik dan jumlah CD4 untuk memulai ART..........................................................................................10
Tabel IV.
Resiko transmisi HIV melalui hubungan vaginal tiap hubungan seksual........................................................................................11
Tabel V.
Resiko transmisi HIV melalui hubungan anal tiap hubungan seksual........................................................................................11
Tabel VI.
Pemberian kotrimoksasol sebagai profilaksis primer................20
Tabel VII.
Regimen lini pertama ART…………………………..............21
Tabel VIII.
Regimen lini pertama pada pasien yang belum pernah mendapat ART...........................................................................................21
Tabel IX.
Pilihan terapi untuk kandidiasis pada pasien HIV.....................22
Tabel X.
Lanjutan.....................................................................................23
Tabel XI.
Cakupan masalah dalam Drug Related Problem.......................24
Tabel XII.
Lanjutan.....................................................................................25
Tabel XIII.
Pola pengobatan pasien berdasarkan kelas terapi obat..............41
Tabel XIV.
Penggunaan antiinfeksi pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014..............................................................43
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel XV.
Penggunaan obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010Juni 2014....................................................................................45
Tabel XVI.
Penggunaan obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.........46
Tabel XVII.
Penggunaan obat vitamin dan mineral padapasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti
Rapih
Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.............................47 Tabel XVIII.
Penggunaan obat lain-lain pada pasien HIV dengankandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014..............................................................48
Tabel XIX.
Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.............................49
Tabel XX.
Gambaran DRPs pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.................................................50
Tabel XXI.
Kejadian DRPs obat yang tidak diperlukan pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.........52
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel XXII.
Kejadian DRPs membutuhkan obat tambahan pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.........54
Tabel XXIII.
Kejadian DRPs dosis obat terlalu tinggi pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014...................56
Tabel XXIV.
Kejadian DRPs efek samping obat pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.............................58
Tabel XXV.
Kejadian DRPs dosis obat terlalu rendah pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.........60
Tabel XXVI.
Kejadian DRPs obat kurang efektif pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.............................61
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Struktur Human Immunodeficiency Virus......................................13
Gambar 2.
Siklus hidup HIV di dalam sel inang..............................................14
Gambar 3.
Proses infeksi Candida albicans....................................................18
Gambar 4.
Skema pemilihan subjek penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014..................................29
Gambar 5.
Diagram distribusi pasien berdasarkan kelompok umur................36
Gambar 6.
Diagram distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin....................37
Gambar 7.
Diagram distribusi pasien berdasarkan stadium HIV.....................38
Gambar 8.
Diagram
distribusi
pasien
berdasarkan
lokasi
infeksi
kandidiasis......................................................................................39
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Evaluasi kasus Drug Related Problems.........................................67
Lampiran 2.
Nilai rujukan pemeriksaan laboratorium Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta...................................................................................118
Lampiran 3.
Izin penelitian dan pengambilan data di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta...................................................................................119
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PENGOBATAN PASIEN HIV DENGAN KANDIDIASIS DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2010– JUNI 2014 INTISARI Penyakit HIV merupakan penyakit kronis dengan prevalensi yang meningkat tiap tahunnya. Selama 4 tahun terakhir, prevalensi HIV mencapai 35.000.000 orang di dunia dengan berbagai macam infeksi oportunistik salah satunya kandidiasis. Selama penatalaksanaan terapi, drug related problems (DRPs) dapat ditemui mengingat banyaknya obat-obatan yang dikonsumsi pasien HIV dengan kandidiasis dan rendahnya system imunitas tubuh mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis yang menjalani rawat inap. Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan rancangan case series. Data diperoleh secara retrospektif berdasarkan rekam medis pasien dengan diagnosis HIV dengan kandidiasis yang menjalani rawat inap di RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014. Analisis data dilakukan secara deskriptif evaluative dengan metode SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk diagram dan tabel disertai pembahasan. Terdapat 16 kasus yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dan ditemukan DRPs yang bersifat potensial 37,5% obat tidak diperlukan, 75% efek samping obat, 56,2% dosis obat terlalu tinggi, dan 31,2% dosis obat terlalu rendah sedangkan DRPs yang bersifat aktual meliputi 43,7% obat tidak diperlukan, 50% membutuhkan obat tambahan, 56,2% dosis obat terlalu tinggi, 31,2% efek samping obat, 12,5% dosis terlalu rendah dan 6,2% obat kurang efektif. Kata kunci: drug related problems, HIV, kandidiasis, terapi farmakologis, rawat inap
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPS) PADA PENGOBATAN PASIEN HIV DENGAN KANDIDIASIS DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2010– JUNI 2014 ABSTRACT Human Immunodeficiency Virus is chronic infection and it prevalence has increased every year in the world. Over past last 4 years, HIV prevalence get up to 35.000.000 individuals in the world with many opportunistic infection including candidiasis. Drug Related Problems (DRPs) can occur during drug therapy especially in individual whose get many medicines with immunodeficiency condition. The aim of this study is to identify and evaluate DRPs in patients hospitalized with HIV infection and candidiasis. This study is an observational with case series design. Data collection was done retrospectively on medical record of hospitalized HIV infection and candidiasis patients in RS PantiRapih Yogyakarta during January 2010-Juny 2014. The data obtained then were analyzed descriptively and evalutively using SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) method. The result present in diagrams and tables followed with discussion. There are 16 cases who met the inclusion criteria. The DRPs that found in this study consist of potential DRPs including 37,5% unnecessary drug, 75% adverse drug reaction, 56,2% dosage too high, and 31,2% dosage too low, and also actual DRPs including 50% need additional drug, 56,2% dosage too high, 31,2% adverse drug reaction, 12,5% dosage too low, 6,2% less effective drug and 43,7% unnecessary drug. Key word: drug related problems, HIV, candidiasis, drug therapy, hospitalization
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh spesies Candida, terutama C. albicans. Infeksi ini dapat terjadi hanya pada membran mukosa pasien atau berkembang menjadi infeksi invasif. Patogenesis dan prognosis dari kandidiasis dipengaruhi dua hal yaitu penyebaran infeksi dan status imun dari pasien itu sendiri (Dabas, 2013). Pasien HIV memiliki kondisi yang jauh lebih rentan dan lebih parah dalam terpapar infeksi jamur sebagai salah satu infeksi oportunistik dimana sebagian besar infeksi jamur oportunistik yang diderita pasien HIV adalah kandidiasis.Infeksi ini dapat membatasi asupan makanan pada pasien HIV sehingga menyebabkan penurunan berat badan dan berpotensi mengancam kualitas hidup pasien (Shah, Chaturvedi, dan Pandya, 2014). Prevalensi infeksi HIV di dunia terus meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2010 dan 2011 sebanyak 68.000.000 orang terinfeksi HIV, angka kejadian infeksi HIV kemudian meningkat menjadi 70.000.000 orang pada tahun 2012 dan 2013. Berdasarkan data terakhir pada tahun 2013, kawasan Asia dan Pasifik menyumbang prevalensi infeksi HIV sebanyak 4.800.000 juta dengan 210.000 orang di antaranya adalah anak-anak, jumlah insidensi mencapai 350.000 orang, dan angka kematian akibat AIDS mencapai 250.000 orang (World Health Organization, 2013).
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Indonesia memiliki jumlah kumulatif infeksi HIV yang meningkat tajam dari 7,195 orang pada tahun 2006 menjadi 76,876 orang pada tahun 2011 (Indonesian National AIDS Comission, 2012). Berdasarkan data statistika kasus HIV/AIDS di Indonesia, pada bulan Januari 2014 sampai 30 Juni 2014 terdapat 15.534 orang terinfeksi HIV dan 1.700 orang mengalami AIDS. Yogyakarta sebagai salah satu provinsi di Indonesia juga menyumbang jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 3.387 kasus sampai pada bulan Juni 2014 (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2014). Rumah Sakit Panti Rapih merupakan salah satu rumah sakit di Yogyakarta yang melayani pemeriksaan dan pengobatan HIV/AIDS (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Selama tahun 2010 sampai 2014 terdapat 23 pasien HIV yang menderita kandidiasis. Selama rentang tahun tersebut maupun pada tahun-tahun yang lalu, belum pernah ada penelitian terkait pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di rumah sakit ini sehingga dirasa perlu untuk melakukan penelitian di rumah sakit ini. Permasalahan yang dapat muncul pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis sehingga mengganggu tujuan terapi yang ingin dicapai adalah kompleksnya pemberian Anti Retrovirus Terapi (ART) pada pasien, adanya interaksi obat antiretrovirus (ARV) dengan obat antijamur, resistensi pasien terhadap obat ARV maupun obat antijamur, adanya kemungkinan toksisitas penggunaan obat ARV dalam jangka waktu lama, dan komplikasi lain yang diderita oleh pasien yang kemudian mempengaruhi pengobatannya (Anderson dan Carver, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Kompleksnya terapi yang diberikan kepada pasien dan permasalahan pengobatan yang ada menjadi alasan perlunya penelitian tentang evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis. Melalui penelitian ini, diharapkan pemilihan obat yang tepat untuk mengatasi HIV dengan kandidiasis dapat ditingkatkan untuk mencegah timbulnya infeksi yang lebih parah, memperkecil angka morbiditas dan mortalitas pasien, serta meningkatkan pelayanan kepada pasien. Hasil penelitian diharapkan pula dapat menjadi sumber pembelajaran dan pengetahuan mengenai drug related problems (DRPs) pada pengobatan HIV dengan kandidiasis dan menjadi evaluasi bagi rumah sakit sehingga dapat meningkatkan pelayanan pengobatan infeksiHIV dengan kandidiasis. 1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, rumusan masalah mengenai evaluasi drug related problems (DRPs) pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 antara lain: a.
Seperti apa karakteristik pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014?
b.
Seperti apa pola pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014?
c.
Apakah terdapat drug related problems (DRPs) pada pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010Juni 2014?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
2. Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan antara lain: a. Karakteristik Pasien HIV/AIDS Dengan Kandidiasis Orofaringeal di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang dilakukan oleh Angita (2011). Penelitian tersebut mengidentifikasi karakteristik pasien HIV/AIDS yang menderita kandidiasis orofaringeal berdasarkan jumlah sel CD4 dan spesies jamur yang menyebabkan infeksi orofaringeal melalui kultur. Hasil dari penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS yang menderita kandidiasis orofaringeal sebagian besar memiliki sel CD4< 50 sel/mikroliter dan hasil kultur mikrobiologi menunjukkan sebanyak 45% sampel kultur sputum pasien merupakan koloni muda candida dan 55% merupakan spesies non C. albicans. b.
Pengobatan Kandidiasis Oral Dengan Flukonazol Pada Pasien Penderita HIV/AIDS Dihubungkan Dengan Spesies dan Bentuk Klinis yang Dijumpai yang dilakukan oleh Sitorus(2011). Penelitian tersebut mengevaluasi efektivitas flukonazol dalam pengobatan kandidiasis oral terhadap 5 spesies candida yang berbeda (Candida albicans, Candida tropicalis, Candida krusei, Candida lusitaniae dan Candidakefyr). Penelitian ini juga mengevaluasi efektivitas flukonazol berdasarkan tingkat kesembuhan pasien dari bentuk klinis kandidiasis oral yang diderita yaitu lesi pseudomembran, atrofi/aritema disertai kheilosis dan hiperplastik. Hasil dari penelitian ini adalah efektivitas flukanazol pada spesies C. albicans sebesar 90%, pada spesies C. tropicalis sebesar 60%, pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
spesies C. krusei, C. lusitaniae, dan C. kefyr tidak efektif, kesembuhan pasien dengan lesi pseudomembran sebesar 100%, dengan atrofi/aritema disertai khelosis sebesar 40%, dan dengan hiperplastik sebesar 0,0%. c.
Prevalensi Oral Kandidiasis Pada Pasien HIV/AIDS di UPIPI RSUD Dr. Soetomo yang dilakukan oleh Sukoco (2011). Penelitian tersebut mengidentifikasi angka kejadian kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS berdasarkan bentuk klinis kandidiasis oral yang diderita oleh pasien. Hasil penelitian ini adalah sebanyak 20 pasien menderita Pseudomembrane Candidiasis, 2 pasien menderita Erythematous Candidiasis, 9 pasien menderita Angular Cheilitis, dan 4 pasien menderita Chronic Hyperplastic Candidiasis.
d.
Identifikasi Spesies Candida Pada Rongga Mulut Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Di Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya Makassar yang dilakukan oleh Wahab (2012). Penelitian tersebut mengidentifikasi spesies candida yang terdapat di dalam rongga mulut pasien HIV/AIDS. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi Candida albicanspada 14.3% pasien, Candida tropicalis pada 14.3% pasien, Candida krusei pada 7.1% pasien, dan Candida rugosa pada 7.1% pasien. Penelitian mengenai Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
Pengobatan Pasien HIV dengan Kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik pasien HIV dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
kandidiasis dan pola pengobatan yang diterima oleh pasien, serta mengevaluasi pengobatan yang diterima oleh pasien berdasarkan 6 kategori DRPs. 3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: a.
Secara teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan sumber pembelajaran lebih dalam mengenai DPRs pada pengobatan HIV dengan kandidiasis.
b.
Secara praktis bagi rumah sakit tempat penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi evaluasi dan bahan masukan bagi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dalam peningkatan pelayanan pengobatan terutama pada kasus HIV dengan kandidiasis.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengevaluasi drug related problems (DRPs) pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014. 2. Tujuan Khusus a.
Untuk mengidentifikasi karakteristik pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.
b.
Untuk mengidentifikasi pola pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c.
7
Untuk mengidentifikasi drug related problems (DRPs) yang terjadi pada pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. HIV/AIDS 1. Definisi dan Stadium Acquired ImmunoDeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melawan penyakit yang menyerang tubuhnya, sehingga tubuh dapat terpapar oleh lebih dari satu macam infeksi atau bahkan kanker. Sindrom ini disebabkan oleh infeksi suatu virus yang disebut HIV, yang menyerang sel darah putih tertentu terutama sel CD4 dan monosit atau makrofag. Sel CD4 dan makrofag memiliki peran yang penting dalam sistem imunitas manusia sehingga adanya kerusakan sel-sel tersebut dapat membuat seseorang mencapai suatu kondisi imunodefisiensi yang disebut AIDS. Virus ini juga menginfeksi dan menyebabkan kerusakan langsung pada tipe sel lain seperti sel lining usus sehingga pasien mengalami penurunan berat badan maupun sel saraf yang menyebabkan pasien mengalami permasalahan sistem saraf. Pasien dengan infeksi HIV dapat dikatakan tidak menderita AIDS jika bebas gejala atau memiliki gejala yang tidak termasuk dalam AIDS dan memiliki jumlah sel CD4 lebih dari 200 sel/mm3 (Pinsky dan Douglas, 2009). Berdasarkan gejala yang muncul, stadium HIV/AIDS dapat dibagi menjadi 4, yaitu stadium infeksi HIV primer, stadium 2, stadium 3 dan stadium 4.
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
Tabel I. Stadium HIV/AIDS Berdasarkan Gejala Klinis (WHO, 2007) Stadium HIV/AIDS Stadium 1 Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
Keterangan Gejala HIV/AIDS Asimtomatik Pembengkakan kelenjar getah bening yang persisten Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan (<10% berat badan yang terukur) Infeksi saluran pernafasan (sinusitis, tonsillitis, otitis media, faringitis) Herpes zoster Angular cheilitis, ulserasi oral Papular pruritic eruption Infeksi jamur pada kuku Dermatitis seboroik Penurunan berat badan yang parah (>10% berat badan yang terukur) Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan Demam yang tidak diketahui penyebabnya dan terjadi secara persisten selama lebih dari 1 bulan Kandidiasis oral yang persisten Oral hairy leukoplakia Tuberkulosis paru Infeksi bakteri parah (pneumonia, empyema, pyomyositis, infeksi pada tulang atau persendian, meningitis, bakteraemia) Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau perionsitis Anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya (<8 g/dl), neutropenia (<0,5 x 109/l), dan/atau trombositopenia kronik (<50 x 109/l) Sindrom HIV berupa kelelahan Pneumonia pneumositis, penumonia bakteri yang parah Infeksi herpes simpleks kronik (orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan) Kandidiasis esophageal (atau kandidiasis pada trakea, bronki atau paru-paru) Tuberkulosis ekstraparu Kaposi’s sarcoma Infeksi sitomegalovirus (renitis atau infeksi pada organ lain) Toksoplasmosis pada sistem saraf pusat HIV enchepalopathy Kriptokokis ekstraparu, termasuk meningitis Toksoplasma pada CNS Infeksi mikobakteri nontuberkulus Multifokal leukoensefalopati yang progresif Kriptosporidiosis kronik, isosporiasis kronik Mikosis (histoplasmosis ekstraparu, kokidiodomikosis) Limfoma HIV simpomatik-nefropati atau kardiomiopati Septicaemia Karsinoma sekviks invasive Leishmaniasis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Stadium klinik dapat digunakan secara efektif tanpa memeriksa jumlah sel CD4 atau pemeriksaan laboratorium lain tetapi jumah sel CD4 sangat penting untuk menentukan tingkat imunokompromi pasien dan mendukung pembuatan keputusan klinik terkait kondisi pasien (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Tabel II. Tingkat Keparahan Imunodefisiensi Berdasarkan Jumlah Sel CD4 (WHO, 2005) Tingkat Keparahan Imunosupresan Imunodefisiensi tidak signifikan Imunodefisiensi ringan Imunodefisiensi sedang Imunodefisiensi parah
Jumlah sel CD4 >500/mm3 350-499/mm3 200-349/mm3 <200/mm3
Data jumlah sel CD4 pada pasien yang terinfeksi HIV dapat digunakan sebagai pertimbangan penetapan stadium HIV/AIDS. Bersama dengan data gejala klinis yang diderita pasien, data jumlah sel CD4 dapat pula digunakan sebagai pertimbangan dalam memulai ART (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Tabel III. Kriteria Stadium Klinik dan Jumlah CD4 untuk Memulai ART (WHO, 2005) Stadium Klinik 4 3 1 atau 2
ART Pemberian ART Mulai dipertimbangkan untuk pemberian ART: jumlah CD4 dapat digunakan sebagai pedoman urgensi memulai ART Hanya jika jumlah CD4<200 sel/mm3
Di Indonesia, saat memulai terapi pada pasien dewasa adalah pasien dengan stadium klinis 3 dan 4 berapapun jumlah sel CD4, sedangkan pada pasien dengan stadium klinis 1 dan 2 saat memulai terapi dilakukan jika jumlah sel CD4 kurang dari 350 sel/mm3(Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
2. Etiologi dan Faktor Resiko Infeksi HIV muncul melalui 3 tranmisi primer yaitu seksual, parenteral, dan perinatal. Tranmisi seksual terutama melalui hubungan vaginal dan anal merupakan cara utama infeksi HIV dapat ditularkan. Tranmisi HIV melalui hubungan seksual muncul karena pembuahan oleh semen yang terinfeksi HIV. Kemungkinan tranmisi HIV dari penerima hubungan anorektal tiap kali hubungan seksual dilakukan mencapai 0,1-3% sedangkan untuk penerima hubungan vaginal mencapai 0,1-0,2%. Resiko dari pemberi hubungan seksual lebih kecil untuk terinfeksi HIV yaitu antara 0,01-0,4% untuk pemberi hubungan anal, dan 0,05-0,1% untuk pemberi hubungan vaginal. Tabel IV. Resiko Tranmisi HIV Melalui Hubungan Vaginal tiap Hubungan Seksual (Boily,2009)
Negara maju Negara berkembang
Resiko seorang wanita berhubungan seksual dengan pria positif HIV 0,08% (1 dari 1250) 0,30% (1 dari 333)
Resiko seorang pria berhubungan seksual dengan wanita positif HIV 0,04% (1 dari 2500) 0,38% (1 dari 263)
Tabel V. Resiko Tranmisi HIV Melalui Hubungan Anal tiap Hubungan Seksual (Jin, 2010) Resiko pemberi hubungan (disunat) Resiko pemberi hubungan (tidak disunat) Resiko penerima hubungan (tanpa ejakulasi) Resiko penerima hubungan (dengan ejakulasi)
Probabilitas tiap hubungan seksual 0,11% (1 dari 909) 0,62% (1 dari 161) 0,65% (1 dari 154) 1,43% (1 dari 70)
Tranmisi HIV melalui parenteral dapat terjadi karena adanya kontaminasi darah pada jarum suntik, penggunaan injeksi intravena dengan jarum, menerima donor darah dan transplantasi organ. Penggunaan jarum yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
terkontaminasi HIV merupakan penyebab utama tranmisi HIV melalui parenteral. Resiko infeksi HIV melalui penggunaan bersama jarum suntik dapat mencapai 0,67% tiap jarum digunakan.Infeksi HIV melalui transmisi perinatal merupakan penyebab utama infeksi HIV pada pediatri. Sebagian besar infeksi HIV pada pediatri muncul pada waktu dekat masa melahirkan atau pada saat melahirkan. Resiko tranmisi ibu-anak dapat mencapai 25% tanpa pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan ART. Pada 6 bulan pertama usia pediatri, resiko infeksi HIV dapat muncul melalui pemberian ASI sebesar 16,2% (Anderson,et al., 2008). 3. Patogenesis Infeksi HIV hanya dapat ditularkan melalui 3 rute yaitu adanya kontak dengan darah, cairan semen dan cairan vagina yang terinfeksi HIV mendapat injeksi darah yang terinfeksi atau produk darah lain yang terinfeksi; dan yang terakhir adalah melalui transmisi perinatal (dari ibu yang terinfeksi kepada janinnya dan dari ibu kepada bayi melalui ASI). Kulit yang tidak luka atau rusak tidak dapat ditembus oleh HIV, tetapi HIV dapat masuk melalui membran mukosa yang terdapat pada bagian vagina, rektal, uretra, bahkan mulut. Adanya luka atau kerusakan pada membran
mukosa dapat
meningkatkan resiko terjadinya transmisi HIV ke dalam tubuh (Pinsky, et al., 2009). Human Immunodeficiency Virus memiliki diameter 100 nm.Virus ini memiliki bagian yang disebut lipid envelope, dimana pada bagian ini terdapat glikoprotein gp41 transmembran tempat permukaan glikoprotein gp120
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
menempel. Kedua protein ini bertanggung jawab terhadap tahap penempelan virus dengan sel inang dan pembentukkannya dikode oleh gen env. Di bawah envelope, terdapat protein matriks p17, protein inti p24 dan p6, serta protein nukleokapsid p7 (berikatan dengan Ribonucleid Acid), dimana semua protein ini dikode oleh gen gag. Di dalam lapisan protein inti, terdapat 2 RNA kopi virus, bersama dengan enzim protease, intregase dan reverse transcriptase. Ketiga enzim ini dikode oleh gen pol (Mandell, Bennet, dan Dolin, 2005).
Gambar 1.Struktur Human Immunodeficiency Virus (Mandell, Bennet, dan Dolin, 2005)
Ketika HIV memasuki tubuh manusia, glikoprotein virus yang paling luar yaitu gp160 akan berikatan dengan salah satu sel yang memiliki reseptor CD4. Ikatan ini akan diperkuat oleh kemokin co-receptor HIV yaitu CCR5 dan CXCR4. Penempelan co-receptor dari HIV akan mengawali terjadinya fusi membran, dimana tahap ini dimediasi oleh gp41, dan akhirnya mencapai tahap masuknya materi genetik virus dan enzim yang diperlukan untuk replikasi virus. Setelah semua materi genetik virus masuk ke dalam sel inang, protein virus yang mengelilingi asam nukelat masuk ke dalam kondisi uncoated untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
persiapan replikasi virus. Enzim reverse transcriptase HIV pertama kali akan mensintesis DNA komplemen menggunakan RNA virus sebagai template, DNA virus yang telah terbentuk kemudian bermigrasi ke dalam nukleus dan berintegrasi dengan kromosom sel inang dengan bantuan enzim integrase yang dimiliki HIV. Setelah tahap integrasi selesai, HIV dapat bereplikasi. Aktivasi replikasi HIV dilakukan oleh antigen, sitokin, atau faktor lain yang menstimulasi sel untuk memproduksi faktor nuclear kappa B, sebuah enhancer-binding protein. Secara normal, faktor nuclear kappa B meregulasi ekspresi gen limfosit T termasuk pertumbuhannya sehingga secara tidak sengaja dapat mengaktifkan replikasi HIV. Setelah seluruh bagian-bagian virus direplikasi dan dikemas, virion kemudian bergerak menembus membran plasma sehingga memperoleh karakteristik lipid bilayer sel inang. Setelah virion terbentuk, proses pematangan dimulai. Di dalam virion, enzim protease akan mulai memotong prekursor polipeptida (gag-pol) menjadi protein fungsional yang diperlukan untuk memproduksi virus yang lengkap (Dipiro, et al., 2011).
Gambar 2. Siklus hidup HIV di dalam sel inang (Anderson, et al., 2008)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
4. Gejala dan Tanda Klinis Gejala dan tanda klinis yang dapat diduga infeksi HIV antara lain (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011): a.
Keadaan umum: 1) Kehilangan berat badan lebih dari 10% dari berat badan dasar 2) Demam secara terus menerus atau intermiten, suhu oral lebih dari 37,5º C dalam waktu lebih dari satu bulan 3) Diare secara terus menerus atau intermiten selama lebih dari satu bulan 4) Pembengkakan kelenjar limfa meluas
b.
Kulit 1) Kulit kering meluas 2) Adanya kutil genital, radang folikel rambut, dan penyakit kulit kronik yang ditandai dengan pengelupasan dan inflamasi pada kulit
c.
Infeksi 1) Adanya infeksi jamur seperti kandidiasis oral, peradangan pada bagian kulit yang banyak memiliki kelenjar minyak, atau kandidiasis vagina berulang 2) Adanya infeksi viral seperti herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermatom), herpes genital secara berulang, infeksi kulit yang disebabkan oleh virus, dan kutil kelamin.
d.
Gangguan pernafasan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
1) Batuk lebih dari satu bulan 2) Sesak nafas 3) Tuberkulosis 4) Pneumonia berulang 5) Sinusitis kronis atau berulang e.
Gejala Neurologis 1) Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas penyebabnya) 2) Kejang demam dan menurunnya fungsi kognitif
5. Kandidiasis Sebagai Infeksi Oportunistik HIV Candida adalah organisme yang terdapat baik pada orang sehat maupun pada orang yang sakit. Candida dapat ditemukan pada kulit atau di dalam rongga mulut, dan tidak selalu menunjukkan bahwa terjadi infeksi dalam bagian tersebut. Pasien AIDS kerap mendapat diagnosis klinik berupa kandidiasis oral jika ditemukan plak berwarna putih susu pada permukaan mukosa mulut. Adanya depresi progresif dan disregulasi sel Langerhans yang berada di membran mukosa oleh karena infeksi HIV dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap antigen candida, ditambah dengan adanya penurunan yang progresif dari jumlah limfosit CD4, maka imunitas adaptif terhadap candida akan semakin menurun pula. Karakteristik yang dapat ditemukan pada permukaan mukosa atau rongga mulut, faring, trakea, bronki, esofagus, atau vagina jika terinfeksi candida adalah munculnya kandidiasis pseudomembran, kandidiasis eriematosus, angular cheilitis, atau kandidiasis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
hiperplastik. Bentuk pseudomembran sebagian besar berwarna putih, membentuk plak pada permukaan mukosa, dan terkadang muncul bercak seperti keju. Pada bentuk eritematosus, muncul bercak merah pada kulit, sedangkan pada bentuk hiperplastik muncul plak putih yang dapat dihilangkan, dan angular cheilitis akan muncul pada sudut mulut (Klatt, 2013). Infeksi candida terbagi menjadi 4 tahap yaitu masuk dan menempelnya candida ke dalam jaringan sel inang; invasi candida ke dalam jaringan sel inang; multiplikasi, kolonisasi, dan penyebaran candida pada jaringan; dan yang terakhir adalah penyingkiran sistem imun sel inang dan perusakan jaringan. Penyakit oleh jamur muncul ketika spora jamur berpenetrasi menembus barier sel inang ketika terjadi defiensi imunitas atau kondisi lain yang dapat membuat jamur dapat masuk dan tumbuh di dalam tubuh. Infeksi candida pada sel inang diawali dengan menempelnya candida pada permukaan sel epitel dan penyebaran yang lebih luas pada bagian lain sel inang. Setelah candida menempel dan menyebar pada sel inang, candidaakan mengubah komponen lingkungan untuk membuat lingkungan yang dapat mendukung kelangsungan hidupnya. Setelah candida memperoleh lingkungan yang sesuai,candidaakan membentuk pseudohifa dan hifa di dalam jaringan sel inang untuk meningkatkan virulensinya. Pada sel inang, ion karbon dan metal terdapat dengan jumlah yang amat sedikit sehingga menghasilkan lingkungan iron-limited. Untuk bertahan hidup, jamur akan mengode mekanisme tertentu dengan perantaraan siderophores, sebuah kelator besi dengan afinitas yang tinggi, untuk secara efisien mengikat besi ke dalam sitolasma jamur. Setelah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
berhasil beradaptasi dengan lingkungan sel inang, candida akan menyebar di dalam tubuh inang ketika terjadi defisiensi sistem imun. Candida yang telah berkolonisasi dan menyebar juga akan menghancurkan sistem imun dan menyebar ke organ lain melalui berbagai macam mekanisme (Khan, et al.,2010).
Gambar 3. Proses infeksi Candida albicans (Gow, Veerdonk, Brown, dan Netea, 2012)
B. Penatalaksanaan Terapi 1. Tujuan Terapi Tujuan terapi infeksi HIVdengan kandidiasis adalah mengurangi laju penularan di masyarakat, memulihkan dan/atau memelihara fungsi imunologis (stabilitas peningkatan sel CD4), menurunkan komplikasi akibat HIV, menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus, menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
dan mengeliminasi tanda klinik dan gejala dari kandidiasis (Dipiro,et al., 2011, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). Walaupun pasien tidak mengalami gejala, penting untuk memberikan terapi awal antijamur untuk mencegah progresi dan perparahan penyakit sehingga kualitas hidup pasien dengan immunocompromised dapat ditingkatkan (Dipiro,et al., 2011). 2. Strategi Terapi Farmakologi a. Terapi profilaksis Pemberian terapi profilaksisditujukan sebagai pencegahan infeksi oportunistik, mengkaji kepatuhan pasien minum obat dan mengeliminasi kemungkinan efek samping tumpang tindih antara kotrimoksasol dan ARV. Terdapat 2 macam terapi profilaksis yaitu terapi profilaksis primer untuk mencegah suatu infeksi yang belum pernah diderita danterapi profilaksis sekunder untuk mencegah berulangnya suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Pemberian kotrimoksasol untuk mencegah PCP dan toksoplasma dianjurkan untuk pasien yang bergejala (stadium klinis 2, 3 dan 4) termasuk perempuan hamil, dan pasien dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3. Pasien yang akan memulai terapi ARV dengan CD4 di bawah 200 sel/mm3 dianjurkan untuk mendapatkan kotrimoksasol 2 minggu sebelum ARV, kotrimoksasol untuk pencegahan sekunder diberikan setelah terapi PCP atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
toksoplasma selesai dan diberikan selama 1 tahun (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
Tabel VI.Pemberian kotrimoksasol sebagai profilaksis primer (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) Indikasi Semua pasien diberikan kotrimoksasol setelah dinyatakan positif HIV
Kotrimoksasol diberikan pada pasien dengan jumlah sel CD4 < 200 sel/mm3
Saat penghentian 2 tahun setelah penggunaan kotrimoksasol jika mendapatkan ARV
Bila sel CD4 naik > 200 sel/mm3 pada 2 kali pemeriksaan dengan interval 6 bulan berturut-turut jika mendapatkan ARV
Dosis
Pemantauan Efek Samping Obat: hipersensitivitas seperti demam, ruam kemerahan pada kulit, sindrom Steven Johnson, tanda penekanan sumsum tulang seperti anemia, trombositopenia, lekopenia, dan pansitopenia.
960 mg/hari dosis tunggal
b. Terapi antiretrovirus Golongan obat-obat HIV dibagi menjadi 6 berdasarkan mekanisme kerjanya antara lain entry inhibitors (EI); integrase inhibitors (INSTI); nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI); non- nucleoside reverse transcriptase inhibitors
inhibitors (NtRTI);
(NNRTI); dan
nucleotide
protease
reverse
inhibitors
(PI)
transcriptase (America’s
Biopharmaceutical Research Companies, 2014). Bagi terapi awal pasien dengan infeksi HIV, regimen yang direkomendasikan adalah 2 obat ARV golongan NRTI dan 1 obat ARV golongan NNRTI, golongan PI, atau golongan INSTI (US. Department of Health and Human Service, 2014).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Rekomendasi terapi lini pertama yang dianjurkan oleh WHO adalah regimen obat yang terdiri atas tenofoir, lamivudine atau emtricitabine, dan efavirenz. Jika regimen lini pertama tersebut tidak tersedia atau pasien mengalami kontraindikasi, maka regimen alternatif yang direkomendasikan adalah zidovudine, lamivudine dan efavirenz; zidovudine, lamivudine dan nevirapine; tenofoir, lamivudine atau emtricitabine, dan nevirapine (WHO, 2013). Di Indonesia, terapi lini pertama yang dianjurkan juga meliputi 2 NRTI ditambah dengan 1 NNRTI. Tabel VII.Regimen lini pertama ART (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) Regimen ART AZT + 3TC + NVP AZT + 3TC + EFV TDF + 3TC (atau FTC) + NVP TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
Keterangan Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz Tenofovir + Lamivudine (atau Emtricitabine) + Nevirapine Tenofovir + Lamivudine (atau Emtricitabine) + Efavirenz
Tabel VIII.Regimen lini pertama pada pasien yang belum pernah mendapat ART (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) Populasi Target Dewasa dan anak Perempuan hamil
Rekomendasi pilihan AZT atau TDF + 3TC (atau FTC) + EFV atau NVP AZT + 3TC + EFV + atau NVP
Ko-infeksi HIV/TB
AZT atau TDF + 3TC (FTC) + EFV
Ko-infeksi HIV/Hepatitis B kronik aktif
TDF + 3TC (FTC) + EFV atau NVP
Keterangan tabel AZT : Zidovudine TDF : Tenofoir 3TC : Lamivudine FTC : Emtricitabine EFV : Efavirenz NVP : Nevirapine
Catatan Sesuai untuk sebagian besar pasien, gunakan FDC jika tersedia EFV tidak boleh digunakan pada trimester pertama, TDF dapat digunakan sebagai pilihan terapi Terapi ARV dimulai setelah terapi TB dapat ditoleransi (2-8 minggu), gunakan NVP atau triple NRTI jika EFV tidak dapat digunakan Monitoring HBsAg jika TDF digunakan sebagai lini pertama, gunakan 2 ARV yang memiliki aktivitas anti hepatitis B FDC :Fix Dose Combination Triple NRTI :Regimen antiretrovirus yang terdiri dari zidovudine, lamivudine dan tenofoir HBsAg : Antigen permukaan virus hepatitis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
Obat ARV golongan PI tidak dianjurkan untuk terapi lini pertama. Penggunaan PI pada lini pertama hanya bila pasien benar-benar mengalami intoleransi terhadap golongan NNRTI yaitu efavirenz atau nevirapine (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Penggunaan ARV golongan PI dapat diperkuat oleh ritonavir, seperti lopinavir, saquinavir atau indinavir. Golongan PI yang diperkuat dengan ritonavir lebih kuat daripada nelfinavir saja (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). c. Terapi antijamur Terapi antijamur untuk kandidiasis yang dianjurkan pada pasien HIV adalah terapi oral dengan catatan antifungal golongan azole tidak direkomendasikan kepada pasien hamil. Jika pasien tidak dapat menerima terapi oral, maka terapi topikal dapat menjadi alternatif dimana terapi ini aman digunakan selama kehamilan dan efektif untuk infeksi jamur dengan tingkat keaparahan ringan sampai sedang(US.Department of Health and Human Service, 2014). Tabel IX.Pilihan Terapi Kandidiasis pada Pasien HIV (US.Department of Health and Human Service, 2014). Terapi oral
Flukonazol 100 mg/hari
Terapi topikal
Terapi oral alternatif
Terapi topikal alternative
Kandidiasis Orofaringeal Klotrimazol troches Itrakonazol 200 mg Suspesi oral 10 mg 5x/hari perhari nystatin 4-6 Mikonazol 50 Posakonazol 400 mg, ml, 4x/hari mg/hari 2x/hari untuk hari pertama, lalu lanjutkan 400 mg/hari
Lama terapi
7-14 hari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Tabel X. Lanjutan Flukonazol 100 mg, 4x/hari Solutio itrakonazol 200 mg 4x/hari
Posakonazol 400 mg, 2xhari Solutio itrakonazol ≥ 200 mg, 4x/hari Echinocandin 50 mg 4x/hari Mikafungin 150 mg 4x/hari Anidulafungin 100 mg untuk dosis pertama, lalu lanjutkan 50 mg 4x/hari Flukonazol 150 mg/hari
Flukonazol 100200 mg 4x/hari
Kandidiasis Esofageal Vorikonazol 200 mg Posakonazol 400 mg, 2x/hari (Jika terapi oral tidak dapat diberikan, berikan terapi IV dengan echinocandin atau amfoterisin) Kandidiasis Orofaringeal / Esofageal yang parah -
Kandidiasis Vulvovaginal Butokonazol Solutio itrakonazol Kotrimazol 200 mg 4x/rhari Mikonazol Nystatin Terkonazol Tiokonazol Kandidiasis Vulvovaginal yang parah -
14-21 hari
-
3-7 hari
-
≥ 7 hari
Di Indonesia, untuk mengatasi kandidiasis oral pada pasien HIV, terapi yang dianjurkan adalah tablet nystatin 100.000 IU dihisap setiap 4 jam selama 7 hari atau suspensi oral nystatin 3-5 cc dikumur 3 kali sehari selama 7 hari. Terapi yang dianjurkan untuk mengatasi kandidiasis esophageal adalah flukonazol 200 mg perhari, itrakonazol 400 mg perhari, atau ketokonazol 200 mg perhari dan lama terapi yang dibutuhkan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
mengatasi kandidiasis esophageal pada pasien HIV adalah 14 hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
C. Drug Related Problems (DRPs) Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kondisi tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan terapi pengobatan, dan baik secara aktual atau potensial menghalangi tercapainya tujuan terapi. Terdapat 7 kategori DRPs yaitu pasien membutuhkan obat tambahan, obat kurang efektif, dosis obat yang diberikan untuk pasien terlalu kecil, dosis obat yang diberikan untuk pasien terlalu besar, pasien mengalami efek samping dari obat yang diterima, obat tidak diperlukan, dan ketidakpatuhan obat (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004). Berikut adalah cakupan masalah dalam drug related problems (DRPs): Tabel XI. Cakupan Masalah dalam Drug Related Problem (Cipolle, et.al., 2004) Drug Related Problems (DRPs) Membutuhkan obat tambahan
Obat kurang efektif
Dosis terlalu rendah
Dosis terlalu tinggi
Cakupan Masalah Pasien tidak menerima obat untuk diagnosis utama Pasien tidak menerima obat untuk komplikasi diagnosis utama yang diderita Pasien tidak mendapatkan terapi profilaksis yang diperlukan Pasien tidak mendapatkan kombinasi obat yang diperlukan Obat yang diberikan bukan yang paling efektif untuk kondisi pasien Bentuk sediaan obat tidak sesuai Kondisi pasien sukar atau tidak dapat disembuhkan dengan obat yang diberikan Dosis terlalu rendah untuk mendapatkan efek Frekuensi pemberian kurang Durasi terapi obat yang diberikan terlalu pendek untuk mendapatkan efek Interaksi obat yang mengurangi jumlah obat dalam bentuk aktif Dosis terlalu tinggi sehingga menimbulkan efek berlebihan Frekuensi pemberian terlalu banyak Durasi terapi obat yang diberikan terlalu panjang Interaksi obat yang menyebabkan reaksi toksisitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Drug Related Problems (DRPs) Efek samping obat
Obat tidak diperlukan
Ketidakpatuhan
25
Tabel XII. Lanjutan Cakupan Masalah Muncul efek lain selain efek farmakologis tetapi tidak ada kaitannya dengan dosis Interaksi obat yang menyebabkan reaksi tak diinginkan Obat tidak aman Pasien memiliki alergi dan kontraindikasi terhadap obat Penggunaan obat tunggal atau kombinasi yang tidak diperlukan pasien Kondisi medis dapat diatasi dengan terapi nonfarmakologi Terapi efek samping yang dapat diatasi dengan obat lain Penyalahgunaan obat Pasien tidak paham aturan pemakaian obat Pasien tidak suka menggunakan obat Pasien lupa menggunakan obat Obat tidak ekonomis bagi pasien Pasien tidak dapat meminum obat Obat tidak tersedia bagi pasien
D. Keterangan Empiris Infeksi HIV adalah infeksi yang disebabkan oleh retrovirus yang dapat merusak atau menekan sistem imun seseorang sehingga seseorang menjadi rentan terkena infeksi oportunistik salah satunya kandidiasis, dimana terapi yang diberikan
harus
disesuaikan
dengan
kondisi
pasien
HIV.
Berdasarkan
kompleksnya terapi, terdapat drug related problems (DRPs) pada pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010Juni 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai evaluasi drug related problems (DRPs) pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 merupakan jenis penelitian observasional dengan rancangan case seriesyang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena tidak ada perlakuan, manipulasi ataupun intervensi yang diberikan, subjek penelitian diamati apa adanya di lokasi penelitian. Rancangan penelitian ini adalah case series karena evaluasi dilakukan pada sekumpulan kasus infeksi HIV dengan kandidiasis pada lokasi dan periode penelitian yang telah ditentukan (Strom and Kimmel, 2006). Penelitian bersifat retrospektif karena data yang diperoleh berasal dari rekam medis pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode yang telah lampau sebelum proses pengambilan data yaitu Januari 2010-Juni 2014.
B. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah pola pengobatan yang diterima pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014dan drug related problems (DRPs) yang muncul dari pola pengobatan tersebut.
26
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
C. Definisi Operasional 1.
Karakteristik pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 meliputi umur, jenis kelamin, stadium infeksi HIV dan jenis kandidiasis yang diderita.
2.
Pola pengobatan infeksi HIV dengan kandidiasis yang diterima oleh pasien selama menjalani perawatan di instalasi rawat inap rumah sakit terbagi menjadi kelas terapi obat berdasarkan MIMS Indonesia 2013/2014, jenis obat, golongan obat dan rute pemberian obat.
3.
Evaluasi DRPs yang dibahas dalam peneitian ini adalah evaluasi DRPs terhadap pengobatan infeksi HIV dan kandidiasis sebagai infeksi oportunistik HIV, serta gejala-gejala penyakit yang berhubungan dengan HIV dan kandidiasis.
4.
DRPs yang dievaluasi pada penelitian ini meliputi 6 kategori yaitu membutuhkan obat tambahan, obat tidak diperlukan, obat kurang efektif, dosis obat terlalu rendah, dosis obat terlalu tinggi dan efek samping obat.
5.
DRPs yang ditemukan dalam dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu DRPs potensial dan aktual. DRPs potensial adalah kondisi tidak diinginkan yang dimungkinkan terjadi pada pasien akibat terapi yang diterima yang dapat diketahui dari berbagai pustaka mengenai pengobatan yang diterima oleh pasien. DRPs aktual adalah kondisi tidak diinginkan yang terjadi pada pasien akibat terapi yang diterima dimana kondisi tersebut dapat ditemukan tercatat pada lembar rekam medis pasien.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6.
28
Outcome atau status keluar pasien adalah kondisi terakhir pasien setelah selesai menjalani pengobatan (pulang karena sembuh atau membaik, dirujuk ke rumah sakit lain, atau meninggal dunia) di instalasi rawat inap rumah sakit.
7.
Jumlah pasien HIV dengan kandidiasis yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 23 pasien, dimana jumlah tersebut merupakan hasil pencarian oleh petugas pada komputer yang berada di instalasi rekam medis rumah sakit.
D. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosis HIV dengan kandidiasisdan menerima terapi farmakologi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014. Kriteria inklusi meliputi pasien dengan jenis kelamin perempuan maupun laki-laki, telah menjalani uji laboratorium terkait infeksi HIV, dan menerima terapi farmakologi. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan hasil rekam medis yang tidak lengkap yaitu tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium dan tidak ada data jumlah sel CD4 ketika pasien menjalani rawat inap, tidak ada status keluar pasien setelah menjalani rawat inap, tidak ada pemeriksaan tanda vital, serta rekam medis tidak dapat dibaca walaupun telah dilakukan tanya jawab kepada petugas di instalasi rekam medis dan tidak dapat diakses. Pemilihan subjek penelitian dilakukan sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014, populasi pasien HIV yang menjalani rawat inap sebanyak 197 pasien dan sebanyak 23 pasien merupakan pasien HIV dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
kandidiasis. Dari 23 pasien tersebut, pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi sebanyak 13 pasien. Jumlah kasus yang diperoleh dari 13 pasien tersebut sebanyak 16 kasus dimana pada kasus nomor 3, 5, dan 13 pasien terdiagnosa HIV dengan kandidiasis dan menjalani rawat inap di rumah sakit sebanyak masingmasing 2 kali. Sebanyak 10 pasien tidak dimasukkan ke dalam penelitian disebabkan karena 1 rekam medis pasien tidak lengkap yaitu tidak ada hasil pemeriksaan tanda vital dan catatan keperawatan tidak jelas, serta 9rekam medis pasien tidak dapat diakses. 197 populasi pasien HIV yang menjalani rawat inap
23 pasien HIV dengan kandidiasis
1 rekam medis pasien tidak lengkap Eksklusi 10 pasien 9 rekam medis pasien tidak dapat diakses
Inklusi 13 pasien
Gambar 4. Skema pemilihan subjek penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014
E. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang memiliki kriteria inklusi seperti di atas. Lembar rekam medis adalah catatan yang diisi oleh dokter maupun perawat yang berisi identitas pasien (nama, umur dan jenis kelamin), riwayat alergi dan penyakit pasien, keluhan utama dan perjalanan penyakit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
sebelum pasien menjalani rawat inap, lama pasien menjalani rawat inap, diagnosa utama, keluhan pasien dalam asuhan keperawatan, pemeriksaan tanda vital, laboratorium, foto rotgen, USG atau CT Scan, terapi farmakologi yang diberikan, dan status keluar pasien.
F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah form pengambilan data yang digunakan untuk mencatat data subjektif, objektif dan pengobatan yang diterima pasien HIV dengan kandidiasis yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.
G. Lokasi Penelitian Tempat pengambilan data berada di instalasi rekam medis Rumah Sakit Panti Rapih, Jalan Cik Di Tiro nomor 30 Yogyakarta.
H. Jalannya Penelitian 1. Pengurusan Izin Penelitian Penelitian dimulai dengan melakukan pengurusan izin penelitian ke lokasi penelitian untuk dapat mengambil data yang diperlukan. Surat pengantar permohonan ijin penelitian didapat dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan ijin penelitian diperoleh dari pihak rumah sakit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
2. Analisis Situasi Analisis situasi pada penelitian ini dilakukan dengan mencari nomor rekam medis pasien yang menjadi subjek penelitian dan mengidentifikasi sistematika pengambilan data rekam medis di lokasi penelitian. Pencarian nomor rekam medis dilakukan di komputer instalasi rekam medis oleh petugas rumah sakit. Dari hasil analisis situasi diperoleh 23 nomor rekam medis dan untuk dapat memperoleh data rekam medis pasien perlu dilakukan pencatatan nomor rekam medis dan nama pasien dalam buku peminjaman rekam medis sehari sebelum peminjaman rekam medis tersebut. 3. Pengambilan Data Subjek penelitian yang diperoleh dari hasil analisis situasi dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditentukan. Jika terdapat data rekam medis yang tidak jelas, dilakukan tanya jawab kepada petugas instalasi rekam medis untuk mendapatkan data yang diperlukan. Data penelitian yang dicatat meliputi seluruh data yang tercantum dalam form pengambilan data. Pengumpulan data dari rekam medis tersebut dilakukan tanpa mengganggu aktivitas petugas rekam medis di rumah sakit tersebut. 4. Pengolahan Data dan Analisis Hasil Pengolahan data dan analisis hasil dilakukan secara deskriptif evaluatif dengan menggambarkan secara jelas karakteristik pasien, pola pengobatan yang diterima oleh pasien dan evaluasi DRPs dilakukan pada pola pengobatan pasien tersebut berdasarkan riwayat alergi dan penyakit pasien, diagnosa utama dan komplikasi, keluhan yang tertulis dalam asuhan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
keperawatan selama pasien menjalani rawat inap di rumah sakit, hasil pemeriksaan tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium.
I. Tata Cara Analisis Hasil 1. Karakteristik pasien a.
Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur dibagi menjadi 3 kelompok yaitu pediatri, dewasa, dan geriatri dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok umur dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.
b.
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi 2 yaitu lakilaki dan perempuan dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.
c.
Distribusi pasien berdasarkan stadium HIV yang diderita dibagi menjadi 4 yaitu stadium 1, stadium 2, stadium 3, dan stadium 4 dengan menghitung jumlah kasus pada tiap stadium HIV dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.
d.
Distribusi pasien berdasarkan jenis kandidiasis yang diderita dibagi menjadi 7 yaitu kandidiasis oral, kandidiasis faring atau orofaring, kandidiasis pada trakea, kandidiasis pada bronki, kandidiasis esofageal, kandidiasis pada vagina, dan kandidemia dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kandidiasis dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.
Seluruh pembagian karakteristik pasien di atas disajikan dalam bentuk diagram pie.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
2. Pola pengobatan yang diterima oleh pasien a.
Persentase kelas terapi obat yang diberikan pada pasien HIV dengan kandidiasis diperoleh dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kelas terapi obat berdasarkan MIMS Indonesia 2013-2014, dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.
b.
Persentase golongan obat yang diberikan pada pasien HIV dengan kandidiasis diperoleh dengan menghitung jumlah kasus pada tiap golongan obat, dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.
c.
Persentase jenis obat yang diberikan pada pasien HIV dengan kandidiasis diperoleh dengan menghitung jumlah kasus pada tiap jenis obat, dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.
d.
Persentase rute pemberian obat yang diberikan pada pasien HIV dengan kandidiasis diperoleh dengan menghitung jumlah kasus pada tiap rute pemberian obat, dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.
Seluruh pembagian pola pengobatan pasien di atas disajikan dalam bentuk tabel. 3. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Evaluasi
DRPs
yang
dilakukan
meliputi
6
kategori
yaitu
membutuhkan obat tambahan, obat tidak diperlukan, obat kurang efektif, dosis obat terlalu rendah, dosis obat terlalu tinggi, dan efek samping obat. Evaluasi DRPs dilakukan dengan metode SOAP (subjective, objective, assessment, dan plan/recommendation). Subjektif meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, riwayat alergi dan penyakit, keluhan utama, perjalanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
penyakit pasien sebelum menjalani rawat inap, lama dirawat, keluhan pasien dalam asuhan keperawatan, dan status keluar. Objektif meliputi diagnosa masuk dan keluar, hasil pemeriksaan tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium, dan pengobatan yang diterima oleh pasien.Assesment merupakan penilaian dan evaluasi terhadap adanya DRPs pada pengobatan yang diterima oleh pasien. Plan/recommendation merupakan saran atau rekomendasiuntuk mengatasi atau meminimalkan DRPs pada pengobatan pasien berdasarkan acuan yang akan digunakan yaitu, Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011), Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Orang dengan HIV/AIDS (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006), Pedoman Terapi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, Guide for HIV/AIDS Clinical Care (U.S Department of Health and Human Services, 2014) dan Consolidated Guidelines on the Use of Antriretroviral Drugs for Treating and Preventing HIV Infection(World Health Organization, 2013). Acuan utama yang digunakan sebagai dasar evaluasi DRPs adalah acuan Indonesia kemudian disesuaikan lebih lanjut dengan acuan internasional. Hasil evaluasi kemudian dikelompokkan ke dalam 6 kategori DRPs dan dicari persentasenya dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kategori DRPs dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%. Pengelompokkan DRPs yang terjadi disajikan dalam bentuk diagram pie.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Drug Related Problems (DRPs) Pada Pengobatan Pasien HIV Dengan Kandidiasis Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2010-Juni 2014 dilakukan dengan menelurusi rekam medis pasien-pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian. Dari 13 pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian, diperoleh 16 kasus yang memiliki data rekam medis lengkap meliputi jenis kelamin, diagnosa utama dan komplikasi, lama rawat inap, status keluar, terdapat data hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan tanda vital, serta data pengobatan yang diperoleh pasien selama menjalani rawat inap. A. Karakteristik Pasien 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Kelompok Umur Pasien yang telah masuk dalam kriteria inkluasi penelitian dikelompokkan berdasarkan 3 kelompok umur yaitudi bawah 18 tahun yang disebut pasien anak dan remaja, umur 18-64 tahun yang disebut pasien dewasa, dan 65 tahun ke atas yang disebut pasien lansia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Distribusi pasien HIV dengan kandidiasis yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa sebanyak 100% merupakan pasien dewasa yaitu pasien dengan umur 18-64 tahun. Dari 16 kasus dengan pasien dewasa, distribusi pasien dapat dibedakan kembali menjadi 5 kelompok
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
umur yaitu pasien remaja akhir ( 17-25 tahun) sebesar 12,5%, dewasa awal (26-35 tahun) sebesar 25%, dewasa akhir (36-45 tahun) sebesar 31,2%, lansia awal (46-55 tahun) sebesar 18,7%, serta lansia akhir (56-65 tahun) sebesar 12,5% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Pengelompokkan lebih lanjut ini bertujuan agar distribusi pasien berdasarkan kelompok umur terutama pada pasien dewasa menjadi lebih jelas dan terperinci.
12.5%
12.5%
Remaja akhir (17-25 tahun) Dewasa awal (26-35 tahun)
18.7%
25%
Dewasa akhir (36-45 tahun) Lansia awal (46-55 tahun) Lansia akhir (56-65 tahun)
31.2%
Gambar 5. Diagram Distribusi Pasien Berdasarkan Kelompok Umur (n = 16)
Resiko terjadinya infeksi HIV tidak meningkat seiring dengan bertambahnya usia, oleh karena itu usia bukanlah faktor resiko penyakit ini. Infeksi HIV hanya dapat bertransmisi melalui 3 hal yaitu transmisi seksual, parenteral, dan perinatal dimana transmisi ini dapat terjadi pada usia berapapun (Public Health Agency of Canada, 2012). Kandidiasis sebagai infeksi oportunistik infeksi HIV juga tidak meningkat seiring dengan bertambahnya usia tetapi meningkat seiring dengan tingkat keparahan infeksi HIV yang diderita oleh pasien (Klatt, 2013). Distribusi pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih menunjukkan bahwa persentasi kejadian penyakit paling banyak terdapat pada pasien dengan umur 25-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
45tahun tepatnya pada pasien dewasa awal sampai dewasa akhir yaitu sebesar 56,2%. 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih dilihat pula berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa pasien lakilaki sebanyak 87,5% dan pasien perempuan sebanyak 12,5%.
12.5% Laki-laki Perempuan 87.5%
Gambar 6. Diagram Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin (n = 16)
Berdasarkan distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien HIV dengan kandidiasis yang ditemukan dalam penelitian ini adalah laki-laki. Hal ini sesuai dengan fakta yang terjadi di Indonesia dimana kasus HIV/AIDS paling banyak terjadi pada laki-laki (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2014). 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Stadium HIV Selain berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, pasien juga didistribusikan berdasarkan stadium HIV. Distribusi pasien berdasarkan stadium HIV dilihat berdasarkan gejala klinik, hal ini disebabkan karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
gejala klinik dapat digunakan secara efektif untuk menentukan stadium HIV (WHO, 2005). Berdasarkan gejala klinik, stadium HIV dibagi menjadi 4 yaitu stadium 1, stadium 2, stadium 3, dan stadium 4. Distribusi pasien HIV dengan kandidiasis yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta menunjukkan bahwa tidak ada pasien HIV dengan stadium 1 dan 2, pasien HIV dengan stadium 3 sebanyak 81,2%, dan pasien dengan stadium 4 sebanyak 18,7%.
18.7% Stadium 3
Stadium 4 81.2%
Gambar 7. Diagram Distribusi Pasien Berdasarkan Stadium HIV (n = 16)
4. Distribusi Pasien Berdasarkan Lokasi Infeksi Kandidiasis Distribusi pasien berdasarkan lokasi infeksi kandidiasis dibagi menjadi 4 yaitu kandidiasis oral/orofaringeal atau kandidiasis pada mukosa mulut dan orofaring, kandidiasis vulvovaginal atau kandidiasis pada vagina, kandidiasis kutan atau kandidiasis pada kuku dan kulit, dan kandidemia atau kandidiasis pada pembuluh darah sistemik (Dabas, 2013). Distribusi pasien HIV dengan kandidiasis yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta menunjukkan bahwa kandidiasis pada mukosa mulut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
diderita oleh 75%, pasien dan kandidiasis pada mukosa orofaring diderita oleh 25% pasien.
25% Kandidiasis oral Kandidiasis orofaring 75%
Gambar 8. Diagram Distribusi Pasien Berdasarkan Lokasi Infeksi Kandidiasis (n = 16)
Perkembangan kandidiasis pada pasien HIV yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian dapat dilihat tiap tahunnya. Penurunan angka kejadian kandidiasis terjadi pada tahun 2010 sampai 2012. Angka kejadian kandidiasis pada tahun 2010 adalah 4 kasus dari 16 kasus, dimana dari keempat kasus tersebut, 3 kasus terdiagnosa kandidiasis oral dan 1 kasus terdiagnosa kandidiasis orofaring, 3 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole tablet dan 1 kasus tidak memperoleh pengobatan antijamur. Angka kejadian kandidiasis pada tahun 2011 menurun menjadi 3 kasus dari 16 kasus, dimana ketiga kasus tersebut terdiagnosa kandidiasis orofaring dan seluruhnya memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole tablet. Angka kejadian kandidiasis pada tahun 2012 juga menurun menjadi 2 kasus dari 16 kasus, dimana kedua kasus tersebut terdiagnosa kandidiasis oral,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
1 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole injeksi dan 1 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole tablet. Pada tahun 2013 sampai Juni 2014, terjadi peningkatan angka kejadian kandidiasis. Angka kejadian kandidiasis pada tahun 2013 adalah 3 kasus dari 16 kasus, dimana ketiga kasus tersebut terdiagnosa kandidiasis oral, 1 kasus memperoleh pengobatan kombinasi suspensi oral nystatin dan fluconazole tablet, dan 2 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole. Angka kejadian kandidiasis meningkat pada Januari 2014-Juni 2014 menjadi 4 kasus dari 16 kasus, dimana keempat kasus tersebut terdiagnosa kandidiasis oral, 3 kasus memperoleh pengobatan tunggal dengan fluconazole tablet dan 1 kasus tidak memperoleh pengobatan antijamur.
B. Pola Pengobatan Pasien Pola pengobatan pasien adalah adalah gambaran pengobatan yang diterima oleh pasien selama menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.Pola pengobatan pasien meliputi kelas terapi obat, golongan obat jenis obat dan rute pemberian obat. 1.
Kelas Terapi Obat Gambaran distribusi penggunaan obat pada pasien berdasarkan kelas terapi menurut MIMS Indonesia 2013/2014 disajikan dalam tabel di bawah ini. Penggunaan obat terbanyak ada pada kelas terapi antiinfeksi, obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal, analgesik dan antipiretik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
Tabel XIII. Pola Pengobatan Pasien Berdasarkan Kelas Terapi Obat Kelas Terapi Obat Jumlah Kasus Persentase (n = 16) (%) Antiinfeksi 16 100 Sistem gastrointestinal dan hepatobilier 13 81,2 Sistem saraf pusat 12 75 Vitamin dan mineral 6 37,5 Lain-lain Sistem pernafasan 6 37,5 Alergi dan sistem imun 2 12,5 Kulit 1 6,2 2.
Jenis dan Golongan Obat a.
Antiinfeksi Pada pasien HIV dengan kandidiasis yang menjalani rawat inap, antiinfeksi merupakan pengobatan yang paling banyak diterima diantara kelas terapi yang lain. Hal ini sesuai dengan pengobatan yang seharusnya diterima oleh pasien HIV dengan kandidiasis dimana antiinfeksi berperan dalam membatasi infeksi HIV lebih jauh, mengatasi atau mencegah infeksi bakteri yang mungkin muncul, serta mengatasi kandidiasis sebagai infeksi oportunistik infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Antiinfeksi yang digunakan meliputi sefalosporin, makrolida, kuinolon, sulfonamida, antibiotika golongan lain, antivirus, antijamur, obat anti tuberkulosis, dan antimalaria. Antiinfeksi selain antibiotika golongan lain, antivirus dan antijamur digunakan untuk mengatasi infeksi oportunistik selain kandidiasis yang diderita oleh pasien. Pada penelitian ini, pemberian antibiotika sefalosporin ditujukan kepadapasien suspek bronkitis, antibiotika makrolida digunakan untuk mengatasi influenza
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
oleh karena H. influenzae (Hauser, 2013), antibiotika kuinolon ditujukan kepada pasien yang menderita penyakit paru kronik, suspek sinusitis, dan infeksi saluran kemih, pemberian antibiotika sulfonamida dan antimalaria ditujukan kepada pasien yang menderita toksoplasma dan obat anti tuberkulosis digunakan untuk mengatasi infeksi tuberkulosis yang diderita pasien. Antibiotika golongan lain yang paling banyak digunakan adalah kotrimoksasol, karena antibiotika ini merupakan terapi profilaksis yang penting pada pasien HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Pada pasien HIV remaja dan dewasa, terapi profilaksis kotrimoksasol terbukti efektif dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas, tidak hanya pada pasien dengan HIV stadium 1 dan 2, tetapi juga pada pasien dengan HIV stadium 3 dan 4, dengan atau tanpa infeksi tuberkulosis (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Antiretroviral merupakan obat yang penting pada pasien HIV karena dapat meningkatkan kesehatan pasien dan tingkat bertahan hidup, menyelamatkan hidup pasien, meningkatkan sistem imun, mengurangi resiko komplikasi HIV, dan mengurangi resiko transmisi HIV (US.Department of Health and Human Service, 2014). Antiretroviral yang digunakan adalah antiretroviral golongan NNRTI dan NRTI. Antiretroviral golongan NNRTI dan NRTI merupakan terapi lini pertama bagi pasien HIV, dimana kombinasi yang dianjurkan adalah 1 NNRTI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
dan 2 NRTI (WHO, 2013). Penggunaan kombinasi ini dianjurkan karena dapat mengurangi efek toksik dan efek samping yang parah dari antiretroviral, serta memiliki respon virologikal yang baik (WHO, 2013). Antijamur yang digunakan adalah flukonazol dan nystatin. Flukonazol merupakan standart terapi untuk kandidiasis orofaringeal dan di antara golongan azole yang lain flukonazol memiliki penetrasi yang lebih baik ke dalam tubuh (Pappas, et.al., 2009). Nystatin merupakan antifungi
yang
oral(Direktur
dapat
Jenderal
digunakan Pengendalian
untuk
mengatasi
Penyakit
dan
kandidiasis Penyehatan
Lingkungan, 2011). Gambaran penggunaan antiinfeksi disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel XIV. Penggunaan antiinfeksi pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan Jenis Obat Jumlah Kasus Persentase obat (n = 16) (%) Sefalosporin Cefixime 5 31,2 Cefotaxime 2 12,5 Makrolida Azithromycin 2 12,5 Kuinolon Levofloxacin 6 37,5 Sulfonamida Sulfadiazin 1 6,2 Antibiotika Kotrimoksasol 9 56,2 golongan lain Fosfomycin 1 6,2 Metronidazole 1 6,2 Antivirus Kombinasi NRTI dan NNRTI 13 81,2 Antijamur Flukonazol 13 81,2 Kombinasi flukonazol dan nystatin 1 6,2 Obat anti Kombinasi rifampisin, isoniazid, 4 25 tuberculosis pirazinamid, dan etambutol Isoniazid 2 12,5 Kombinasi isoniazid dan vitamin B6 1 6,2 Antimalaria Pyrimethamine 3 18,7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b.
44
Sistem gastrointestinal dan hepatobilier Obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier yang diberikan pada pasien meliputi antasida, obat antirefluks, dan antiulserasi, regulator gastrointestinal, antiflatulen, dan antiinflamasi, serta antiemetika. Pada penelitian ini, sebagian besar obat-obat tersebut diberikan untuk mencegah gejala intoleransi gastrointestinal yang disebabkan oleh ARV. Antasida, obat antirefluks, dan antiulserasi yang digunakan adalah
pantoprazole,
Plantacid®,
omeprazole
dan
lanzoprazole.
Pantoprazole, omeprazole, dan lansoplazole adalah proton pump imhibitor (PPI) yang dapat menghambat produksi asam dalam lambung (Chubineh dan Birk, 2012).PPI dan Plantacid® yang mengandung antasida digunakan untuk mengatasi tukak lambung dan mengurangi gejala kelebihan asam lambung. Regulator gastrointestinal, antiflatulen, dan antiinflamasi yang digunakan adalah metoklopramid dan domperidone. Metoklopramid digunakan untuk antimual. Metoklopramid juga dapat merangsang pengosongan lambung (Nugroho, 2012). Pemberian domperidone juga ditujukan untuk merangasang pengosongan lambung sehingga dapat digunakan sebagai obat antimuntah. Antiemetika yang digunakan adalah ondansetron. Ondansetron digunakan sebagai obat antimuntah (Nugroho, 2012). Gambaran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
penggunaan obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel XV. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase Kasus (%) (n = 16) Antasida, obat Plantacid® 3 18,7 antirefluks, dan antiulserasi Omeprazole 1 6,2 Lansoplazole 1 6,2 Pantoprazole 4 25 Regulator Metoklopramida 4 25 gastrointestinal, antiflatulen, dan antiinflamasi Domperidone 6 37,5 Antiemetika Ondansetron 6 37,5
c.
Sistem Saraf Pusat Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yang diberikan kepada pasien meliputi ansiolitik, antidepresan, antipsikotik, obat antivertigo, analgesik (non opiat) dan antipiretik, serta obat anti inflamasi non steroid. Pada penelitian ini, obat-obat tersebut sebagian besar diberikan untuk mencegah gejala sistem saraf pusat yang disebabkan oleh ARV. Ansiolitik yang digunakan adalah diazepam dan alprazolam. Kelompok ansiolitik diberikan kepada pasien untuk mengurangi kecemasan dan agresivitas yang dialami pasien selama menjalani rawat inap. Antidepresan yang digunakan adalah sertalin. Sertalin digunakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
sebagai penanganan depresi menengah (Nugroho, 2012). Antipsikotik yang digunakan adalah chlorpromazine dimana chlorpromazine ini diresepkan membantu mengontrol mual dan muntah, dan mengontrol gangguan perilaku sebagai gejala psikosis. Antivertigo yang digunakan adalah betahistine mestylate dimana obat ini diresepkan untuk meringankan serta mengatasi gejala vertigo yang dialami pasien seperti pusing, limbung, mual, dan muntah. Analgesik
(non
opiat)
dan
antipiretik
yang digunakan
adalah
paracetamol. Paracetamol memiliki aktivitas antiinflamasi yang lemah, tetapi menunjukkan efek antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012).Obat antiinflamasi non steroid yang digunakan adalah metamizole dimana obat ini diresepkan untuk mengurangi atau mengatasi rasa nyeri sedang sampai berat, dan sakit kepala karena faktor psikis. Gambaran penggunaan obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel XVI. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus Persentase (n = 16) (%) Ansiolitik Diazepam 1 6,2 Alprazolam 5 31,2 Antidepresan Sertaline 1 6,2 Antipsikotik Chlorpromazine 1 6,2 Antivertigo Betahistine 1 6,2 mestylate Analgesik (non opiat) dan Paracetamol 9 56,2 antipiretik Obat anti inflamasi nonsteroid Metamizole 4 25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d.
47
Vitamin dan mineral Vitamin dan mineral yang diberikan kepada pasien meliputi vitamin dan/mineral serta vitamin B kompleks. Vitamin dan/mineral yang digunakan adalah Lysmin® dan vitamin B kompleks yang digunakan adalah Grahabion®. Lysmin® diresepkan sebagai suplemen nutrisi dan vitamin dalam masa penyembuhan sedangkan Grahabion® diresepkan untuk mengatasi defisiensi vitamin BI, B6, dan B12 seperti polineuritis. Gambaran penggunaan vitamin dan mineral disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel XVII. Penggunaan obat vitamin dan mineral pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus Persentase (%) (n = 16) Vitamin Lysmin® 4 25 dan/mineral Vitamin B Grahabion® 2 12,5 kompleks
e.
Lain-lain Kelas terapi obat yang termasuk ke dalam kategori ini adalah kelas terapi sistem pernafasan, alergi dan sistem imun, serta kulit. Gambaran penggunaan ketiga kelas terapi obat tersebut disajikan dalam tabel berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Tabel XVIII.Penggunaan obat lain-lain pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalansi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus Persentase (%) (n = 16) Obat batuk dan Tremenza® 2 12,5 pilek Silex® 5 31,2 Ambroksol HCl 1 6,2 Antihistamin dan Cetirizine HCl 1 6,2 antialergi Antijamur dan Scabimite® 1 6,2 antiparasit topikal
3.
Rute Pemberian Obat Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian obat disajikan dalam tabel di bawah ini. Seluruh kasus yang ditemukan pada penelitian ini memperoleh obat dengan rute pemberian enteral dan parenteral, dan 1 kasus memperoleh obat topikal.Obat yang diberikan secara enteral pada umumnya merupakan obat antivirus yang dan antifungi yang digunakan untuk mengatasi HIV dan kandidiasis dimana obat tersebut diberikan secara per oral. Obat yang diberikan secara parenteral pada umumnya adalah obat antiemetika ondansetron untuk mengatasi mual muntah dan infus Asering® untuk mengganti cairan yang hilang secara akut. Obat parenteral digunakan pada pasien yang membutuhkan efek cepat, dan obat intravena diberikan kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Obat yang diberikan secara topikal adalah obat kulit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
Tabel XIX. Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 Rute Pemberian Jumlah Kasus (n = 16) Persentase (%) Enteral 16 100 Parenteral 16 100 Topikal 1 6,2
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada penelitian ini, identifikasi Drug Related Problems dilakukan dengan mengevaluasi pengobatan yang diterima pasien melalui metode SOAP. Drug Related Problems yang teridentifikasi kemudian dikelompokkan dalam 6 kategori antara lain obat tidak diperlukan, membutuhkan obat tambahan, obat kurang efektif, dosis obat terlalu rendah, dosis obat terlalu tinggi, dan efek samping obat. Dalam penelitian ini ditemukan 16 kasus DRPs dari 13 pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian. Kasus DRPs yang teridentifikasi antara lain obat tidak dibutuhkan sebanyak 68,7%, membutuhkan obat tambahan sebanyak 50%, dosis obat terlalu tinggi sebanyak 81,2%, efek samping obat sebanyak 81,2%, dosis obat terlalu rendah sebanyak 43,7%, dan obat kurang efektif sebanyak 6,2%. Pada umumnya, 1 kasus memiliki lebih dari 1 DRPs. Gambaran DRPs yang ditemui pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis dalam penelitian ini disajikan pada tabel dibawah ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
Tabel XX. Gambaran DRPs pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 No
Jenis DRPs
1
Obat tidak diperlukan
2
Membutuhkan obat tambahan Dosis obat terlalu tinggi Efek samping obat
3 4 5
Nomor kasus (seperti lampiran) 1, 2, 4, 5a, 5b, 6, 7, 8, 9, 10, 13a 3a, 3b, 4, 5a, 6, 8, 12, 13a 1, 3a, 4, 5a, 5b, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13b 1, 2, 3a, 5a, 5b, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13a, 13b 2, 3a, 4, 5a, 5b, 6, 9
Jumlah Kasus (n=16) 11
Persentase (%) 68,7
8
50
13
81,2
13
81,2
Dosis obat terlalu 7 43,7 rendah 6 Obat kurang efektif 3a 1 6,2 Catatan: Penilaian DRPs dilakukan berdasarkan data dalam lembaran rekam medis yang tidak dikonfirmasi dengan dokter penulis resep maupun perawat yang merawat pasien. Pembahasan lebih lanjut tiap kasus dapat dilihat pada Lampiran
1.
Obat tidak diperlukan Kategori DRPs obat tidak diperlukan yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 68,7%, terjadi pada 11 kasus dari 16 kasus. Pada kasus nomor 1, 6, 8, dan 10 pasien memperoleh obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal tanpa memiliki indikasi untuk obat tersebut sedangkan pada kasus nomor 2, 5a, 6, 7 dan 9 pasien memperoleh obat-obat dengan indikasi sama. Pada pasien HIV, gejala-gejala seperti nyeri ulu hati, mual dan muntah pada umumnya dirasakan sebagai efek samping dari obat-obat antiretroviral, adanya kemungkinan infeksi kandidiasis esofageal, dan adanya kemungkinan riwayat penyakit berupa Gastrointestinal Disease atau GERD (US. Department of Health and Human Service, 2014). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu perawat, gejala-gejala tersebut mungkin saja tidak tercatat dalam catatan keperawatan pasien sehingga data yang diperoleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
adalah pasien memperoleh obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier tanpa adanya indikasi yang membutuhkan obat tersebut. Pada kasus nomor 13a pasien mendapatkan obat yang bekerja pada sistem saraf tanpa memiliki indikasi sedangkan pada kasus nomor 2, 4, 5b dan 6 pasien mendapatkan obat-obat dengan indikasi sama. Obat yang diterima adalah obat golongan ansiolitik, antipsikotik, analgesik (non opiat) dan antipiretik, serta obat antiinflamasi non steroid. Obat-obat tersebut dimaksudkan untuk mengatasi gejala-gejala seperti kecemasan, kegelisahan, sulit tidur, nyeri, dan demam. Pada pasien HIV, gejala-gejala seperti nyeri atau sakit kepala dan demam disebabkan karena adanya kemungkinan infeksi atau kondisi lain yang dapat menyebabkan munculnya gejala tersebut (US. Department of Health and Human Service, 2014). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu perawat, pemberian obat yang bekerja pada sistem syaraf tanpa adanya indikasi untuk obat tersebut mungkin saja disebabkan karena tidak tercatatnya gejala-gejala kecemasan, kegelisahan, sulit tidur dan nyeri pada catatan keperawatan atau suhu badan pasien pada data tanda vital.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Tabel XXI. Kejadian DRPs obat tidak diperlukan pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 No. Kasus Assessment 1, 10 Pemberian pantoprazole tanpa indikasi 1 Pemberian ondansetron tanpa indikasi 5a, 7, 9 Pemberian ondansetron bersamaan dengan obat berindikasi sama 2 Pemberian Plantacid F® dan Plantacid ® bersamaan dengan obat berindikasi sama 6, 8 Pemberian Plantacid® tanpa indikasi 6, 10 Pemberian metoklopramida tanpa indikasi 13a Pemberian paracetamol tanpa indikasi 2 Pemberian paracetamol dengan obat berindikasi sama 6 Pemberian metamizole dengan obat berindikasi sama 4 Pemberian klorpromazine dengan obat berindikasi sama 5b Pemberian alprazolam dengan obat berindikasi sama
2.
Jenis DRPs Potensial Potensial Aktual
Aktual
Recommendation 1. Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian obat 2. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait kemungkinan kondisi yang menyebabkan gejala pada sistem gastrointestinal
Potensial Potensial Potensial Aktual
Aktual
1. Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian obat 2. Perlu dilakukan monitoring terhadap suhu badan dan derajat nyeri yang dirasakan pasien
Aktual
Aktual
Membutuhkan obat tambahan Kategori DRPs membutuhkan obat tambahan yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 50%, terjadi pada 8 kasus dari 16 kasus. Pada kasus nomor 3bdan 4 pasien terdiagnos infeksi HIV, dan pada kasus nomor 5a, 12 dan 13a pasien mendapatkan diagnosa kandidiasis tetapi tidak mendapatkan terapi untuk kondisi tersebut. Kondisi-kondisi tersebut sebaiknya diatasi dengan pemberian terapi profilaksis kotrimoksasol dan obat antiretroviral
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
yaitu kombinasi 2 antiretroviral NRTI dan 1 obat antiretroviral NNRTI yang berada dalam regimen lini pertama (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) dan antijamur yaitu flukonazol(Gotzsche dan Johansen, 2011). Pada kasus nomor 3a, 6 dan 12 pasien tidak mendapatkan terapi untuk mengatasi demam sedangkan kasus nomor 4 dan 8 tidak mendapatkan terapi untuk mengatasi nyeri. Kondisi ini sebaiknya diatasi dengan pemberian antipiretik paracetamol dan analgesik sesuai dengan derajat nyeri yang dialami oleh pasien. Kategori DRPs membutuhkan obat tambahan yang ditemukan pada penelitian ini seluruhnya merupakan jenis DRPs aktual. Tabel XXII. Kejadian DRPs membutuhkan obat tambahan pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 No. Kasus 3b, 4
Assessment Tidak memperoleh terapi untuk infeksi HIV
Jenis DRPs Aktual
5a, 12, 13a
Tidak memperoleh terapi untuk kandidiasis Tidak memperoleh terapi untuk demam
Aktual
4, 8
Tidak memperoleh terapi untuk nyeri
Aktual
3.
Dosis obat terlalu tinggi
3a, 6, 12
Aktual
Recommendation 1. Pertimbangkan pemberian terapi profilaksis infeksi HIV atau kombinasi antiretroviral pada regimen lini pertama 2. Perlu dilakukan pemantauan jumlah sel CD4 pasien dan perkembangan infeksi oportunistik
1. Pertimbangkan pemberian paracetamol 2. Diperlukan pemantauan pada suhu badan pasien
Kategori DRPs dosis obat terlalu tinggi yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 75%, terjadi pada 12 kasus dari 16 kasus. Kasus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
DRPs dosis obat terlalu tinggi yang terjadi pada pasien sebagian besar dikarenakan adanya interaksi antara antiretroviral dengan antijamur yang diterima pasien selama menjalani rawat inap. Selain karena adanya interaksi yang meningkatkan dosis obat, kasus DRPs ini juga terjadi karena dosis pemberian obat yang melebihi dosis maksimal. Pada kasus nomor 1,3a, 5a, 5b, 8, 10 dan 11, pasien menerima terapi profilaksis kotrimoksasol dengan dosis 960 mg, 2 kali sehari. Dosis kotrimoksasol yang dianjurkan sebagai terapi profilaksis infeksi HIV adalah 960 mg, 1 kali sehari sehingga pada kasus di atas pasien mendapatkan kotrimoksasol dalam frekuensi pemberian yang terlalu banyak. Pemberian kotrimoksasol
dalam
dosis
yang
melebihi
dosis
maksimal
dapat
meningkatkan efek samping kotrimoksasol seperti reaksi hipersensitivitas, anemia, trombositopenia, lekopenia, dan pansitopenia (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Pada kasus nomor 4, pasien menerima metoklopramide dalam 2 merk yang berbeda dimana masing-masing merk metoklopramide diberikan dengan dosis 10 mg, 3 kali sehari. Dosis metoklopramide yang dianjurkan adalah 10 mg, 3 kali sehari tetapi pada kasus ini pasien mendapatkan dosis 20 mg, 3 kali sehari. Pada kasus nomor 13b, pasien memperoleh nevirapine dengan dosis 200 mg, 3 kali sehari. Dosis nevirapine yang dianjurkan untuk dosis pemeliharaan adalah 200 mg, 2 kali sehari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Kategori DRPs dosis obat berlebih yang muncul karena adanya interaksi obat terjadi pada kasus nomor 1, 5b, 6, 7, 9, 10, 11, 12 dan 13b. Pada kasus-kasus tersebut, terjadi interaksi antara flukonazol dengan zidovudine yang menyebabkan meningkatnya nilai AUC zidovudine (Baxter, 2010). Adanya interaksi ini berpotensi dalam menjadikan kadar zidovudine dalam tubuh pasien lebih tinggi sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap munculnya efek toksisitas zidovudine. Tabel XXIII. Kejadian DRPs dosis obat terlalu tinggi pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 No. Kasus 1, 3a, 5a, 5b, 8, 10 dan 11
Assessment Pemberian kotrimoksasol dengan dosis berlebih
Jenis DRPs Aktual
4
Pemberian metoklopramide dengan dosis berlebih
Aktual
13b
Pemberian nevirapine dengan dosis berlebih
Aktual
1, 5b, 6, 7, 9, 10, 11, 12 dan 13b
Interaksi antara flukonazole dengan zidovudine menyebabkan meningkatnya AUC zidovudine
Potensial
4.
Recommendation Pertimbangkan penurunan frekuensi pemberian kotrimoksasol Pertimbangkan pemberian metoklopramide dengan 1 merk saja Pertimbangkan penurunan frekuensi pemberian nevirapine Perlu dilakukan pemantauan terhadap efek toksisitas dan kadar zidovudine dalam tubuh pasien
Efek samping obat Kategori DRPs efek samping obat yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 81,2%, terjadi pada 13 kasus dari 16 kasus. Pada kasus nomor 2, 3a, 5a, 5b, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13a dan 13b pasien memperoleh obat antiretroviral NNRTI yaitu nevirapine dan evafirenz, dan obat antiretroviral NRTI yaitu lamivudine, zidovudine dan stavudine. Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
kulit sedangkan efek samping umum obat antiretroviral NRTI adalah hepatotoksisitas dan laktat asidosis (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Efek samping obat antiretroviral NNRTI dan NRTI ini merupakan DPRs potensial, oleh karena itu diperlukan pemantauan fungsi hati pasien, monitoring pH darah dan gejala laktat asidosis. Efek samping obat yang bersifat aktual terjadi pada kasus nomor 1, 5a, 9, 10 dan 11. Pada kasus-kasus tersebut terjadi penggunaan obat yang tidak aman dimana pada kasus nomor 1 pasien memiliki alergi terhadap nevirapine tetapi pada saat pasien menjalani rawat inap pasien memperoleh nevirapine sebagai obat antiretroviral, pada kasus nomor 5a pasien dengan kadar SGOT dan SGPT yang tinggi memperoleh nevirapine yang memiliki efek samping berupa hepatotoksisitas. Pada kasus nomor 9, 10 dan 11 pasien memiliki kadar hemoglobin yang rendah tetapi pasien mendapatkan zidovudine sebagai obat antiretroviral yang memiliki efek sampinng salah satunya berupa anemia sehingga pemberian zidovudine dapat beresiko menurunkan kadar hemoglobin pasien.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Tabel XXIV. Kejadian DRPs efek samping obat pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 No. Kasus 2, 3a, 5a, 5b, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13a, dan 13 b
Assessment Pemberian obat antiretroviral NNRTI dan NRTI dapat menyebabkan hepatotoksik, laktat asidosis dan ruam kulit
Jenis DRPs Potensial
2
Interaksi paracetamol dan OAINS dapat menyebabkan pendarahan gastrointestinal
Potensial
1
Pemberian nevirapine pada pasien uyang memiliki alergi nevirapine
Aktual
5a
Pemberian nevirapine pada pasien dengan kadar SGOT dan SGPT melebihi normal
Aktual
9, 10, 11
Pemberian zidovudine pada pasien dengan kadar hemoglobin rendah
Aktual
Recommendation 1. Pemantauan fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam kulit 2. Pemantauan kadar obat dalam darah 1. Pertimbangkan pemilihan salah satu analgesik untuk mengatasi nyeri pasien 2. Diperlukan monitoring gejala pendarahan gastrointestinal Pertimbangkan penggantian nevirapien dengan obat antiretroviral NNRTI yang lain 1. Pertimbangkan untuk mengganti nevirapine dengan efavirenz, jika kadar SGOT dan SGPT terus meningkat pertimbangkan penggunaan regimen alternatif 2. Diperlukan pemantaun fungsi hati pasien 1. Pertimbangkan penggantian zidovudine dengan obat antiretroviral NRTI yang lain 2. Diperlukan pemantauan jumlah hemoglobin pasien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
58
Dosis obat terlalu rendah Kategori DRPs dosis obat terlalu rendah yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 50%, terjadi pada 8 kasus dari 16 kasus. Kasus DRPs dosis obat terlalu rendah yang terjadi pada pasien sebagian besar dikarenakan adanya interaksi antara antiretroviral dengan obat lain dan antifungal dengan obat lain yang diterima pasien selama menjalani rawat inap. Pada kasus nomor 2 dan 4 terjadi kategori DRPs dosis obat terlalu rendah yang disebabkan oleh dosis pemberian di bawah dosis yang dianjurkan. Pada kasus nomor 2, pasien mendapatkan nevirapine dengan dosis 200 mg, 1 kali sehari. Dosis nevirapine yang dianjurkan untuk dosis pemeliharaan adalah 200 mg, 2 kali sehari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Pada kasus nomor 4, pasien memperoleh suspensi oral nystatin 1 cc, 2 kali sehari. Dosis suspensi oral nystatin yang dianjurkan adalah 3-5 cc, 3 kali sehari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Pada kasus nomor 3a, 5a, 5b, 6 dan 9, terjadi kategori DRPs dosis obat terlalu rendah yang disebabkan oleh interaksi obat. Pada kasus nomor 3a, 5b dan 6, terjadi interaksi antara rifampisin dengan flukonazol yang menyebabkan meningkatnya klirens flukonazol sehingga berpotensi untuk mengurangi jumlah obat yang aktif di dalam tubuh pasien dengan lebih cepat (Baxter, 2010). Pada kasus nomor 3a dan 5a, terjadi interaksi antara rifampisin dengan efavirenz yang menyebabkan menurunnya AUC efavirenz
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
sehingga berpotensi menurunkan dosis yang diperlukan pasien untuk mendapatkan efek (Baxter, 2010). Tabel XXV. Kejadian DRPs dosis obat terlalu rendah pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 No. Kasus 2
Assessment Pemberian nevirapine dengan dosis kurang
Jenis DRPs Aktual
4
Pemberian nystatin dengan dosis kurang Interaksi antara rifampisin dan flukonazole yang menyebabkan peningkatan klirens flukonazole
Aktual
3a, 5a
Interaksi antara rifampisin dan efavirenz menyebabkan menurunnya AUC efavirenz
Potensial
9
Interaksi antara rifampisin dan nevirapine menyebabkan menurunnya AUC nevirapine
Potensial
3a, 5b, 6
6.
Potensial
Recommendation Pertimbangkan untuk meningkatkan frekuensi pemberian nevirapine menjadi 2 kali sehari Pertimbangkan untuk meningkatkan dosis nystatin menjadi 3-5 cc, 3 kali sehari 1. Pertimbangkan jeda waktu antara pemberian rifampisin dan flukonazol agar tidak terjadi interaksi 2. Diperlukan pemantauan efek dan kadar flukonazol dalam tuuh pasien jika jeda waktu tidak memungkinkan 1. Pertimbangkan jeda waktu antara pemberian rifampisin dan efavirenz agar tidak terjadi interaksi 2. Diperlukan pemantauan efek dan kadar efavirenz dalam tuuh pasien jika jeda waktu tidak memungkinkan 1. Pertimbangkan jeda waktu antara pemberian rifampisin dan nevirapine agar tidak terjadi interaksi 2. Diperlukan pemantauan efek dan kadar nevirapine dalam tuuh pasien jika jeda waktu tidak memungkinkan
Obat kurang efektif Kategori DRPs obat kurang efektif yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 6,2%, terjadi pada 1 kasus dari 16 kasus. Kasus DRPs obat kurang efektif yang terjadi pada pasien disebabkan oleh pemberian obat yang bukan paling efektif untuk mengatasi kondisi pasien. Pada kasus nomor 3a, pasien memperoleh stavudine sebagai obat antiretrovirus. Pada kasus ini, pasien tidak memiliki kondisi apapun yang menimbulkan kontraindikasi terhadap penggunaan zidovudine. Zidovudine
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
adalah obat antiretroviral NRTI yang menjadi salah satu lini pertama dalam regimen terapi (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011), sehingga penggunaan stavudine bukanlah penggunaan obat yang efektif sebagai obat antiretroviral. Tabel XXVI. Kejadian DRPs obat kurang efektif pada pasien HIV dengan kandidiasis di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014 No. Kasus 3a
Assessment Pemberian stavudine kurang efektif
Jenis DRPs Aktual
Recommendation Pertimbangkan penggantian obat dengan zidovudine
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari penelitian “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pengobatan Pasien HIV Dengan Kandidiasis Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2010-Juni 2014” diperoleh hasil: 1.
Penyakit HIV dengan kandidiasis paling banyak terjadi pada kelompok usia 36-45 tahun (31,2%) dan pasien dengan jenis kelamin laki-laki (87,5%), stadium HIV serta kandidiasis yang paling banyak diterima adalah HIV stadium 3 (81,2%) dan kandidiasis oral (75%).
2.
Peresepan obat pada pasien HIV dengan kandidiasis yang paling banyak adalah obat antiinfeksi (100%), obat
yang bekerja pada sistem
gastrointestinal dan hepatobilier (81,2%), dan obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat (75%) dengan rute pemberian obat paling banyak melalui enteral maupun parenteral (100%). 3.
Drug Related Problems yang terjadi pada pasien yaituDRPs yang bersifat potensial meliputi 37,5% obat tidak diperlukan, 75% efek samping obat, 56,2% dosis obat terlalu tinggi, dan 31,2% dosis obat terlalu rendah sedangkan DRPs yang bersifat aktual meliputi 43,7% obat tidak diperlukan, 50% membutuhkan obat tambahan, 56,2% dosis obat terlalu tinggi, 31,2% efek samping obat, 12,5% dosis terlalu rendah dan 6,2% obat kurang efektif.
61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
B. Saran 1.
Untuk Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta sebaiknya dilakukan: a. Diperlukan pemantauan lebih lanjut terkait jumlah sel CD4 pasien agar dapat ditentukan terapi selanjutnya yang benar bagi pasien b. Pertimbangan perbaikan waktu pemberian obat agar antara obat satu dengan obat yang lain tidak menimbulkan interaksi yang signifikan c. Diperlukan pemantauan efek samping obat secara potensial maupun aktual dialami oleh pasien mengingat banyaknya obat-obatnya yang harus dikonsumsi oleh pasien d. Diperlukan kedisiplinan dalam penulisan reka medis, mengenai kelengkapan data pasien dan perbaikan tulisan yang tidak dapat terbaca supaya tidak terjadi kesalahan dalam membaca sehingga penatalaksaan terapi dapat berjalan dengan optimal.
2.
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan: a. Perlu pencarian data lebih lanjut terkait demografi pasien HIV di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara prospektif mengenai pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis agar dapat dilihat kajian kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat dengan menggunakan acuan terbaru untuk mengevaluasi DRPs yang dialami oleh pasien. c. Dapat dilakukan penelitian yang sama di rumah sakit yang berbeda agar dapat diketahui jumlah kasus HIV dengan kandidiasis di tempat lain dan gambaran pola pengobatan sehingga dapat dijadikan perbandingan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
American Pharmacitsts Association, 2009, Drug Information Handbook, 17th ed., Lexi-Comp Inc., Ohio. Anderson P.L., Kakuda, T.N., Fletcher, C.V., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th ed., The McGraw-Hill Companies. Inc., U.S.A., pp. 2065-2081. Balsamo, R., Lanata, L., Ega, C.G., 2010, Mucoactive Drugs, Eur Respir Rev, 19:116, pp.127-133. Baxter, K., 2010, Stockley’s Drug Interactions, Pharmaceutical Press, London. Boily, M.C., Baggaley, R.B., Wang, L., Masse, B., White, R.G., Hayes, R.J., et al., 2009, Heterosexual Risk of HIV-1 Infection per Sexual Act: Systematic Review and Meta-Analysis of Observational Studies, THE LANCET Infectious Diseases, 9, 118-129. Chubineh, S., Birk, J., 2012, Proton Pump Inhibitors: The Good, The Bad, and the Unwanted, Southern Medical Journal, 105, 613-614. Cipolle, R.J., Syrand, L.M., Morley, P.C., Ramsey, R., Lamsam, G.D., 2004, Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide, The McGrawHill Companies, Inc., U.S.A., pp. 172-178. Dabas, P.S., 2013, An Approach to Etiology, Diagnosis and Management of Different Types of Candidiasis, Journal of Yeast and Fungal Research, 4 (6), 63-74. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2011, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed., The McGraw-Hill Companies. Inc., U.S.A. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 18-40. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, pp. 10-20. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2014, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Gotzsche, P.C., Johansen, H.K., 2011, Nystatin Prophylaxis and Treatment in Severely Immunodepressed Patients, http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.CD002033/abstr act;jsessionid=04E2927CD5DC6EB88CEF5225E6E55090.f02t04?de niedAccessCustomisedMessage=&userIsAuthenticated=false, diakses tanggal 3 Maret 2015.
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Gow, N.A.R., van de Veerdonk, F.L., Brown, A.J.P., Netea, M.G., 2012, Candida albicans Morphogenesis and Host Defence: Discriminating Invasion from Colonization, Nature Review Microbiology, 10, 112-122. Hauser, A.R., 2013, Antibiotic Basic For Clinicians: The ABCs of Choosing the Right Antibacterial Agent, 2nd ed., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. Indonesian National AIDS Commision, 2012, Republic of Indonesia Country Report on the Follow up to the Declaration of Commitment On HIV/AIDS (UNGASS): Reporting Periode 2010-2011, National AIDS Commision, Indonesia. Jin, F., Jansson, J., Law, M., Prestage G.P., Zablotska, I., Imrie, J.C., et al., PerContact Probability of HIV Transmission in Homosexual Men in Sydney in the Era Of HAART, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20139750, diakses tanggal 10 Maret 2015. Khan, M.S.A., Ahmad, I., Aqil, F., Owais, M., Shahid, M., Musarrat, J., 2010, Combating Fungal Infections, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Berlin, pp. 24-26, 28. Klatt, E.C., 2013, Pathology of AIDS, Mencer University, Savannah, pp. 210-211. Mandell, G.L., Bennet J.E., Dolin, R., (Eds), 2005, Principles and Practice of Infectious Diseases, 6th ed., Churchil Livingstone, Philadelphia, pp. 2119-2133. Nugroho, A.E., 2012, Farmakologi: Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Pappas, P.G., Kauffman, C.A., Andes, D., Benjamin Jr, D.K.,Calandra, T.F., Edwards, J.E., et al., 2009, Clinical Practice Guidelines for the Management of Candidiasis: 2009 Update by the Infectious Diseases Society of America, Clinical Infectious Disease, 48, 503-535. Pedoman Terapi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Pinsky L., Douglas, P.H., 2009, The Columbia University Handbook On HIV and AIDS, Columbia University, Columbia, pp.5-7. Pramudianto, A., Evaria, (Eds.), 2013, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 2013/2014, PT. Buana Ilmu Populer, Jakarta. Public Health Agency of Canada, 2012, HIV Transmission Risk: A Summary of the Evidence, Public Heath of Canada, Canada. Shah, R., Chaturvedi, P., Pandya, H.P., 2014e, Prevalence of Candida from Sputum in HIV Infected Patients of Gujarat, India, International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci., 3 (8), 345-346. Strom, B.L., Kimmel, S.E., 2006, Textbook of Pharmacoepidemiology, John Wiley & Sons Ltd., England, pp.18. United States Department of Health and Human Service, 2014, Guide for HIV/AIDS Clinical Care, Health Resources and Service Administration, Rockville, pp. 207, 281, 292, 305, 309, 317, 469, 511.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
World Health Organization, 2013, Consolidated Guidelines On The Use of Antiretroviral Drugs for Treating and Preventing HIV Infection, World Health Organization, Switzerland, pp. 113, 230-231. World Health Organization, 2013, Global Situation and Trends, http://www.who.int/gho/hiv/en/, diakses tanggal 5 Oktober 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
66
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
Lampiran 1. Kasus 1 Subjektif Lama rawat inap: 15/12/2012 – 05/01/2013 Keluhan utama: Bibir agak kering, sariawan Perjalanan penyakit: Diare dan kelainan pada lidah ± 1 bulan, sudah berobat ke puskesmas 2 kali tetapi tidak membaik, lidah mati rasa Diagnosa akhir: AIDS (CD4: 21) dan kandidiasis oral Riwayat penyakit:HIV, BAB cair ± 1 minggu, nafsu makan berkurang, lemas, Komplikasi: psoriasis vulgaris pada kulit penurunan BB banyak Status keluar: Membaik Objektif Pemeriksaan Tanggal 15/02/12 Tanggal 23/02/12 Tanggal 26/02/12 Tanggal 28/02/12 Tanggal 30/02/12 Tanggal 03/01/13 Laboratorium Hg: 12,9 (R) Hg: 12,3 (R) Hg: 11,9 (R) Hg: 11,5 (R) Hg: 11,1 (R) Hg: 12,5 (R) Eusinofil: 6,7 (T) Leukosit: 3,3 (R) Leukosit: 2,7 (R) Leukosit: 2,2 (R) Leukosit: 2,7 (R) Leukosit: 3 (R) Basofil: 0,5 (R) Hmt: 37,9 (R) Hmt: 32,5 (R) Hmt: 35,6 (R) Eritrosit: 4,47 (R) Eusinofil: 16,7 Limfosit: 18,7 (R) Eusinofil: 13,5 (T) Eusinofil: 12,9 (T) Eusinofil: 15,9 (T) Hmt: 34,7 (R) (T) Anti HIV: reactive Basofil: 0,9 (R) Monosit: 12,9 (T) Basofil: 0,5 (R) Eusinofil: 16,9 (T) Netrofil: 28,1 (R) Sgot: 45,3 (T) Sgot: 48 (T) Monosit: 11,4 (T) Basofil: 0,7 (R) Basofil: 0,3 (R) Tanggal 17/02/12 Sgpt: 68,8 (T) Sgpt: 108 (T) Monosit: 10,1 (T) Monosit: 15,4 (T) CD4 absolute count: 21 Sgot: 41,6 (T) Sgot: 68 (T) (R) Sgpt: 90 (T) Sgpt: 120 (T) Tanggal 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Pemeriksaan TD (mmHg) 130/80; 130/80 120/80; 110/80; 110/70; 120/80; 120/80; 100/80; 100/60; 110/80; 120/90; tanda vital 120/80 130/70; 100/80; 130/90; 100/80; 110/80; 100/70 110/80; 110/70; 120/90; 130/70 110/80; 130/90; 120/80; 110/70 120/80 110/80; 120/80 130/80 120/70 120/80 Nadi (x/menit) 86 82 84; 83; 64 84; 86 80 88;88 80 80 84 94; 90; 92 78 Suhu badan 36,5 36,5 36; 36,8; 36,4; 36,4; 36,9 36,5; 36,5; 35,6; 36 36,5; 36; (ºC) 36 36,4 36,5; 36,5 36 36 36,1; 37 36,8 RR (x/menit) 20;24 20,24 18 Umur / Jenis kelamin: 52 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: 45 kg / 160 cm Riwayat alergi: Neviral®
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68 Keluhan
Tatalaksana Obat
Azithromycin 500mg 1x/hari Fluconazole 150 mg 1x/hari Domperidone 10 mg, 3x/hari Cotrimoxazole 960 mg, 2x/hari Duviral® 2x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Efavirenz 600 mg 1x/hari Ondansetron 4mg 1x/hari Pantoprazole IV 40 mg/hari
Tanggal Pemeriksaan TD (mmHg) Tanda Vital
Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) RR (x/menit)
diare, nafsu makan kurang, lemas
sariawan
sariawan
v
v
v
v
v
v
v
v
v
batuk, perut agak sakit, nyeri telan v
batuk
pilek
Mual
mual
mual, mulut pahit
mual
sulit tidur, lemas, pusing
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v v
26 120/70; 130/90; 140/90; 110/70 80; 85; 85 36,4; 36,8 -
27 -
-
28 120/90; 130/90
29 120/80; 160/90
30 140/100; 120/80
31 140/100; 120/80
1 110/70; 140/90
2 120/70; 130/80
3 -
4 130/80; 120/80
36.,6; 36; 36,9 36,6; 36; 36,9 -
88; 74; 94 36
95
98
87
82
84; 80
-
-
37
36,6; 36,6 21
36,6; 36,4 -
36,2
36,2
37,2
-
-
-
-
20
-
20
5 -
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69 Keluhan Tatalaksana Obat
Azithromycin 500 mg 1x/hari Fluconazole 150mg 1x/hari Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Duviral® 2x/hari Efavirenz 600mg 1x/hari Tremenza® 1 tab 2x/hari Cetirizine 10 mg 1x/hari Pehadoxin® 400mg 1x/hari Domperidone 10 mg 3x/hari
pilek, pusing v
sulit tidur
-
gerah, panas
-
-
-
-
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
-
v
v
v
v
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70 Assessment - Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat - Salah satu efek samping zidovudine adalah intoleransi gastrointestinal, flukonazol dan kotrimoksasol memiliki efek samping mual muntah(Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Domperidone merupakan obat antimuntah (Nugroho, 2012) pemberian domperidone untuk mengantisipasi terjadinya efek samping zidovudine, flukonazol dan kotrimoksasol sudah tepat - Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Dosis yang diperoleh pasien pada kasus ini adalah 960 mg, 2x/hari Dosis berlebih (aktual) - Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine dan zidovudine sudah tepat - Nevirapine adalah antiretroviral NNRTI yang menjadi lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011), tetapi pasien memiliki riwayat alergi terhadap nevirapine pemberian nevirapine tidak aman. Efek samping obat (aktual) - Efavirenz adalah antiretroviral golongan NNRTI yang dapat digunakan sebagai pengganti nevirapine dalam regimen pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian efavirenz sudah tepat - Ondansetron merupakan antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Pasien memperoleh ondansetron pada hari pertama rawat inap tanpa adanya keluhan mual atau muntah pemberian ondansetron kurang tepat. Obat tidak diperlukan - Pantoprazole adalah PPI yang digunakan untuk mengatasi tukak lambung dan mengurangi gejala kelebihan asam lambung (Nugroho, 2012). Pasien mendapatkan pantoprazole pada hari pertama tanpa adanya gejala tukak lambung dan kelebihan asam lambung pemberian pantoprazole kurang tepat. Obat tidak diperlukan - Penggunaan bersama flukonazol dengan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine sehingga berpotensi terjadi toksisitas zidovudine (Baxter, 2010)Dosis berlebih (potensial) - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). Pada kasus ini, pasien telah menunjukkan adanya gejala hepatoksisitas dengan meningkatnya kadar SGOT dan SGPT Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation - Pertimbangkan untuk tidak memberikan nevirapine pada pasien yang memiliki alergi terhadap nevirapine - Pertimbangkan untuk mengurangi frekuensi pemberian kotrimoksasol menjadi 1 kali sehari - Pertimbangkan untuk tidak memberikan ondansetron dan pantoprazole pada pasien yang tidak memiliki indikasi untuk pengobatan tersebut - Dibutuhkan monitoring efek toksisitas zidovudine - Dibutuhkan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan gejala ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71 Kasus 2 Subjektif Umur / Jenis kelamin: 28 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: HIV
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 29/07/2012 Hg: 8,2 (R) Eritrosit: 3,2 (R) Hmt: 25,4 (R) Monosit: 18,4 (T)
Tanggal Pemeriksaan tanda TD (mmHg) vital Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan
29 110/70 97 36,3 22 nyeri ulu hati
Lama rawat inap: 29/07/2012-05/08/2012 Keluhan utama: nyeri ulu hati Perjalanan penyakit: Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 14) dan kandidiasis oral Komplikasi: Status keluar: Membaik Objektif Tanggal 30/07/2012 CD4 absolute count: 14 CD4 percentage of lymps: 5 Gambaran darah tepi: anemia dengan hemolitik dan defisiensi besi 30 31 110/70; 120/70 80 38,2; 38,5 nyeri ulu hati, pilek
batuk
Tanggal 01/08/2012 Hg: 9,3 (R) Eritrosit: 3,53 (R) Hmt: 29,1 (R)
Tanggal 05/08/2012 Hg: 9,3 (R) Eritrosit: 3,53 (R) Hmt: 29,0 (R) Monosit: 13,3 (T)
1
3
-
2 90/60
-
70 36,8
batuk
-
nyeri ulu hati
4 110/70; 120/80 79 36,3; 37,6
5 115/80 80 36,6
-
-
-
-
nyeri ulu hati
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72 Tatalaksana Obat
Stavudine 30 mg 2x/hari Lamivudin e 150 mg 2x/hari Nevirapine 200 mg 1x/hari Plantacid F® 5cc 3x/hari Plantacid® 10cc 3x/hari Fluconazole IV 200mg/24 jam Pantoprazole Na 40 mg 1amp/24 jam Ondansteron IV 4mg/hari Metamizole Na 500 mg 3x1amp/hari Paracetamol 500 mg 3x/hari
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73 Assessments - Stavudine adalah antiretroviral golongan NRTI dimana antiretroviral NRTI merupakan lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian stavudine sudah tepat - Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV salah satunya adalah lamivudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine sudah tepat - Dosis nevirapine yang dianjurkan sebagai obat NNRTI lini pertama adalah nevirapine 200 mg, 2x/hari (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) dosis pemberian nevirapine kurang tepat. Dosis kurang - Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat - Plantacid F ® diindikasikan untuk mengatasi gejala asamlambung berlebih salah satunya nyeri ulu hati dimana kondisi ini sudah diatasi dengan pantoprazole pemberian Plantacid F® kurang tepat.Obat tidak diperlukan - Plantacid® diindikasikan untuk mengatasi gejala asam lambung berlebih salah satunya nyeri ulu hati dimana pasien tidak mengalami mual muntah pada hari pertama rawat inap pemberian Plantacid® kurang tepat. Obat tidak diperlukan - Pantoprazole adalah PPI yang digunakan untuk mengatasi tukak lambung dan mengurangi gejala kelebihan asam lambung (Nugroho, 2012) pemberian pantoprazole sudah tepat - Salah satu efek samping fluconazole adalah mual muntah (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Ondansetronmerupakan antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien mendapatkan ondansetron sebagai antisipasi efek samping flukonazole pemberian ondansetronesudah tepat - Metamizole adalah OAINS yang ditujukan untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat pemberian metamizole sudah tepat - Paracetamol digunakan sebagai obat antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012), penggunaan paracetamol kurang tepat karena demam dan nyeri yang dirasakan pasien sudah diatasi dengan metamizole Obat tidak diperlukan - Penggunaan bersama OAINS dan paracetamol dapat menyebabkan pendarahan gastrointestinal (Baxter, 2010) Efek samping obat (potensial) - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation - Pertimbangkan peningkatan frekuensi pemberian nevirapine menjadi 2 kali sehari - Pertimbangkan untuk tidak memberikan Plantacid F® dan Plantacid ® karena pasien telah mendapatkan pantoprazole - Pertimbangkan untuk penghentian pemberian paracetamol - Dibutuhkan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74 Kasus 3a Umur / Jenis kelamin: 30 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: -
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 03/03/2011 Bahan: sekret tenggorok Pemeriksaan: cultur and sensitivity test Hasil: tumbuh jamur
Tanggal Pemeriksaan TD (mmHg) tanda vital
18 100/70; 130/80
19 130/90; 110/70; 100/70
Nadi (x/menit)
80; 88; 110
Suhu badan (ºC)
36,7; 38,3; 38,8
102; 88; 100; 92 38; 36,5; 39; 38
Napas (x/menit)
-
20
Subjektif Lama rawat inap: 18/03/2011-28/03/2011 Keluhan utama: lemas, batuk, diare Perjalanan penyakit: Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 16) dan kandidiasis orofaring Komplikasi: suspek abdominal TB, diare akut, NAFLD Status keluar: Membaik Objektif Tanggal 11/03/2011 Tanggal 18/03/2011 Tanggal 20/03/2011 Tanggal 23/03/2011 Hasil pemeriksaan jamur: Hg: 10,2 (R) Urinalisa USG abdomen: biakan Candida sp. Eritrosit 3,7 (R) Protein/albumin: +pembesaran kelenjar Hasil sensitivity test: Hmt: 29,6 (R) Epotel polygonal: limfe, TB Ketokonazol, itrakonazol, Trombosit: 502 (T) 13,0 (T) flukonazol, terbinafin Limfosit: 7,0 (R) 20 130/80; 150/80; 130/80; 110/70 104; 102; 102; 92 38; 38,3; 36,5; 37,2; 38,5 28
21 120/80
22 120/80; 120/80; 110/70
23 110/70; 116/70; 100/80
88; 89; 92; 90; 88 37; 39,2; 37,4; 38,4; 37,2 -
84; 100; 98; 92 37,2; 38,9; 36,9; 37,4
88; 80; 80; 76
-
36; 36; 36
-
24 130/90; 120/80; 110/70; 120/80 72; 72
25 120/80; 120/80; 120/80; 130/80 80; 88; 88; 126
26 120/80; 120/80
27 110/80
108; 88
96; 84; 88
-
36; 36
37,4; 36,7; 37; 38
38,2; 37,8; 37,1; 36
37,1; 36
-
20; 20
-
-
-
-
28 -
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75 Keluhan
Tatalaksana Obat
Paracetamol 500 mg 3x/hari (jika perlu) Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Azithromycin 500mg 1x/hari Silex® sirup 3x10cc/hari Fluconazole 150mg 1x/hari Stavudine 30 mg 2x/hari Lamivudine 150 mg 2x/hari Efavirenz 600mg 1x/hari Lysmin® sirup 2x10cc/hari Metamizole 500 mg 3x/hari 4FDC 1x4 tab/hari Fosfomycin IV 2x1gram/hari Metronidazole IV 3x500mg
batuk, lemas
lemas, badan panas, diare
batuk, nyeri perut
batuk, mual
batuk
batuk, lemas
lemas
badan sakit semua, batuk
tidak enak badan
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
v
v v
v v
v
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76 Assessments - Paracetamol digunakan sebagai obat antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012) pemberian paracetamol sudah tepat - Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Dosis yang diperoleh pasien pada kasus ini adalah 960 mg, 2x/hari Dosis berlebih - Fluconazole adalah antijamur yang digunakan untuk mengatasi kandidiasis orofaring (US. Department of Health and Human Service, 2014). pemberian flukonazole sudah tepat pemberian fluconazole sudah tepat - Stavudine adalah obat antiretroviral golongan NRTI (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). Walaupun stavudine dapat digunakan sebagai pengobatan infeksi HIV, tetapi obat antiretroviral NRTI yang lebih efektif sebagai lini pertama adalah zidovudine (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian stavudine kurang tepat. Obat kurang efektif - Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV salah satunya adalah lamivudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine sudah tepat - Lysmin® adalah multivitamin yang dapat digunakan untuk memelihara sistem imun pasien pemberian Lysmin® sudah tepat - Metamizole adalah OAINS yang ditujukan untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat pemberian metamizole sudah tepat. - Pada tanggal 19-22 suhu badan pasien menunjukkan pasien demam tetapi pasien tidak mendapatkan terapi untuk kondisi tersebut Membutuhkan obat tambahan - Penggunaan bersama rifampisin dan fluconazole dapat meningkatkan klirens fluconazole (Baxter, 2010) Dosis kurang (potensial) - Penggunaan bersama efavirens dan rifampicin dapat menurunkan AUC dan level efavirenz (Baxter, 2010) Dosis kurang (potensial) - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial)
-
Plan/Recommendation Pertimbangkan penurunan frekuensi pemberian kotrimoksasol menjadi 1 kali sehari Pertimbangkan penggantian stavudine menjadi obat antiretroviral NRTI yang lebih efektif sebagai regimen terapi infeksi HIV yaitu zidovudine Pertimbangkan pemberian paracetamol kepada pasien untuk mengatasi demam pada tanggal 19-22 Diperlukan monitoring efek dan kadar flukonazole dan efavirenz pada tubuh pasien Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77 Kasus 3b Umur / Jenis kelamin: 30 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: HIV
Objektif Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 08/10/2010 Hg: 11,9 (R) Hmt: 34,4 (R) Limfosit: 10,6 (R) Sgot: 65,4 (T) Sgpt: 56,8 (T) Kretainin: 0,63 (R) Tanggal 9 Pemeriksaan tanda TD (mmHg) 120/70; vital 120/70; 120/80; 120/80; 110/70 Nadi (x/menit) 88; 80; 96; 88; 84; 80; 105 Suhu badan (ºC) 36,3; 37,5; 36,4; 38,6; 37,8; 38,4; 38,6 Napas (x/menit) 21 Keluhan diare, demam
Subjektif Lama rawat inap: 09/10/2010-15/10/2010 Keluhan utama: diare dan sesak nafas Perjalanan penyakit: datang ke UGD dengan kondisi AIDS, diare kronik, dan kandidiasis oral Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 19) dan kandidiasis oral Komplikasi: Status keluar: Membaik Tanggal 11/10/2010 CD4 absolute count: 19 (R) CD4 percentage of Lymph: 2% (R)
Tanggal 12/10/2010 USG abdomen: pembesaran kelenjar limfe pada pankreas
10 120/70; 120/80
11 110/70; 110/70
12 106/70; 100/60; 115/80
13 100/80; 100/60; 100/60; 110/70
14 110/80; 110/70; 120/70; 120/80
15 130/80; 110/70
88
84; 80; 84; 96; 88
88; 100; 76
60; 100; 92
92; 88; 84
80
36,6; 38,6
36,4; 37,3; 38,2; 38,7
37; 37; 36,4
36; 36,1; 36
36,5; 36,5; 36,3
36
nyeri perut, feses coklat kemerahan
diare, badan hangat
batuk, lemas
-
-
mual
mual. muntah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78 Tatalaksana Obat
Fluconazole 150mg 1x/hari Metronidazole 500 mg 3x/hari Silex® sirup 3x10cc/hari Lysmin® sirup 2x10cc/hari Paracetamol 500 mg 3x/hari (jika perlu) Levofloxacin IV 1x500 mg /hari
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Assessment - Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat - Lysmin® adalah multivitamin yang dapat digunakan untuk memelihara sistem imun pasien pemberian Lysmin® sudah tepat - Paracetamol digunakan sebagai obat antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012) pemberian paracetamol sudah tepat - Pada kasus di atas, pasien HIV tidak memperoleh obat antiretroviral Membutuhkan obat tambahan Plan/Recommendation Pertimbangkan untuk memberikan obat antiretroviral kepada pasien yaitu 1 NNRTI dan 2 NRTI (lini pertama yang dianjurkan adalah zidovudine, lamivudine, dan efavirenz) untuk membatasi infeksi HIV yang dialami oleh pasien (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79 Kasus 4 Subjektif Umur / Jenis kelamin: - / laki-laki Lama rawat inap: 02/12/2013-04/12/2013 Berat badan / Tinggi badan: Keluhan utama: badan panas dingin, nafsu makan berkurang Riwayat alergi: Perjalanan penyakit: mulut ada jamur ± 2minggu, nyeri telan skala 7, badan panas dingin dalam 3 bulan, berat badan turun 10 kg dalam 3 bulan, nafsu makan berkurang Riwayat penyakit: opname dengan keluhan lambung ± 3 bulan, ketika pulang Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 16) dan kandidiasis oral kondisi tubuh semakin parah, badan panas dingin Komplikasi: Status keluar: Membaik Objektif Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 02/12/2013 Tanggal 03/12/2013 Tanggal 04/12/2013 Hg: 11,7 (R) Anti HIV I: reactive Foto toraks: suspek bronkitis Leukosit: 3,0 (R) Anti HIV II: reactive Hmt: 35,5 (R) Anti HIV III: reactive Trombosit: 79 (R) Eusinofil: 0,4 (R) Basofil: 0,4 (R) Netrofil: 83,3 (T) Limfosit: 10,2 (R)
Pemeriksaan tanda vital
Tatalaksana Obat
Tanggal TD (mmHg) Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan Nystatin drop 2x1cc/hari Chlorpomazine 12,5mg 3x/hari Cefixime 200 mg 2x/hari Fluconazole 150mg 1x/hari Metoclopramide 10 mg 3x/hari Metocloprarmide 10 mg 3x1amp/hari
2 100/60 88; 84; 105; 92 37 tidak nafsu makan v v v v v
3 120/80; 110/70; 110/70; 110/80 98; 84; 88; 92; 88 35,8; 37 20; 18; 18; 18 mual, lemas, tidak nafsu makan, tenggorokan sakit v v v v v v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
-
-
-
-
Assessments Suspensi oral nystatin merupakan antijamur yang digunakan untuk mengatasi kandidiasis oral, dosis pemberian yang dianjurkan adalah 3-5 cc, 3 kali sehari selama 7 hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011).Pada kasus ini, pasien hanya memperoleh nyistatin dengan dosis 1 cc, 2 kali sehari pemberian nystatin kurang tepat. Dosis kurang (aktual) Chlorpromazine adalah antipsikotik yang diindikasikan untuk mengontrol mual muntah dan mengatasi gejala psikotik. Pada kasus ini, pasien tidak menunjukkan gejala psikotikdan pasien telah mendapatkan metoklopramide untuk sebagai antimual pemberian chlorpromazine kurang tepat. Obat tidak diperlukan Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat Metoclopramide merupakan obat regulator gastrointestinal, antifaltulen, dan antiinflamasi yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Dosis metoklopramide yang dianjurkan adalah 10 mg, 3 kali sehari. Pada kasus ini, pasien memperoleh metoklopramide dalam bentuk 2 sediaan yang berbeda pemberian metoklopramide dalam 2 sediaan yang berbeda kurang tepat. Dosis berlebih (aktual) Pasien tidak memperoleh analgesik untuk mengatasi nyeri telan (skala 7) yang diderita oleh pasien Membutuhkan obat tambahan Pasien tidak memperoleh terapi profilaksis kotrimoksasol Membutuhkan obat tambahan Plan/Recommendation Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian chlorpromazine Pertimbangkan untuk memperbaiki dosis nystatin menjadi 3-5 cc, 3 kali sehari Pertimbangkan untuk memberikan metoklopramide kepada pasien ketika pasien mengalami mual dalam 1 bentuk sediaan Pertimbangkan untuk memberikan analgesik yang dapat mengatasi nyeri sedang sampai berat yaitu metamizole dengan dosis 500 mg, 3 kali sehari Pertimbangkan untuk memberikan terapi profilaksis kotrimoksasol 960 mg, 1 kali sehari kepada pasien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81 Kasus 5 Umur / Jenis kelamin: 40 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: HIV
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan tanda vital
Tatalaksana Obat
Tanggal 24/05/2010 Hg: 12,4 (R) Lekosit: 1,8 (R) Eritrosit: 4,02 (R) Hmt: 34,5 (R) Monosit: 13,7 (T) Sgot: 292,3 (T) Sgpt: 188,7 (T) Tanggal TD (mmHg) Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan
Subjektif Lama rawat inap: 24/05/2010-26/06/2010 Keluhan utama: demam, muntah Perjalanan penyakit: rujukan poli dengan kondisi demam dan muntah Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 11) dan kandidiasis oral Komplikasi: chronic lung disease, NAFLD Status keluar: Membaik Objektif
Domperidone 10 mg 3x/hari OndansetronIV 4 mg/hari (jika perlu) Levofloxacin IV 750 mg/hari Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Duviral® 2x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Efavirenz 600mg 1x/hari 4FDC 1 tab 4x/hari
24 110/70; 110/70 88 37,6 mual, demam, tidak dapat tidur v v
25 110/80 92; 88; 84 37,5; 36; 36
26
v v
v v
v v
v v v v
v v v v
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
-
-
-
-
-
Assessments Domperidone diberikan sebagai obat antimuntah (Nugroho, 2012) pemberian domperidone sudah tepat Ondansetron merupakan antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien telah mendapatkan obat antinuntah yaitu domperidone pemberian ondansetron kurang tepat. Obat tidak diperlukan Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Dosis yang diperoleh pasien pada kasus ini adalah 960 mg, 2x/hari Dosis berlebih (aktual) Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine dan zidovudne sudah tepat Pada kasus ini, pasien memperoleh nevirapine sebagai obat antiretroviral NNRTI dalam regimen obat untuk mengatasi infeksi HIV. Nevrapine memiliki efek samping hepatotoksik (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006), sehingga pemberian nevirapine pada pasien yang memiliki kadar sgot dan sgpt yang tinggi tidak aman pemberian nevirapine kurang tepat. Efek samping obat (aktual) Efavirenz adalah obat antiretroviral NNRTI yang dapat diberikan jika pasien tidak dapat memperoleh nevirapine (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian efavirenz sudah tepat Pasien tidak memperoleh obat antijamur untuk mengatasi kandidiasis oral Membutuhkan obat tambahan Penggunaan bersama efavirens dan rifampicin dapat menurunkan AUC dan level efavirenz (Baxter, 2010)Dosis kurang (potensial) Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian ondansetron dan nevirapie Pertimbangkan untuk menurunkan dosis kotrimoksasol menjadi 960 mg, 1 kali sehari Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, jika pemberian efavirenz tetap menimbulkan hepatotoksik pertimbangkan untuk diganti dengan obat antiretroviral golongan PI Pertimbangan untuk memberikan terapi antijamur yaitu fluconazole Dibutuhkan monitoring kadar efavirenz dalam t ubuh pasien, fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83 Kasus 5b Umur / Jenis kelamin: 40 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: batuk selama 1 minggu, HIV
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 18/05/2010 Hg: 11,7 (R) Lekosit: 2,8 (R) Eritrosit: 4,0 (R) Hmt: 33,5 (R) Monosit: 13,7 (T) Sgot: 42,4 (T) Sgpt: 51,0 (T) Tanggal 6 Pemeriksaan TD (mmHg) 120/80 tanda vital
Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan
84 37 batuk
Subjektif Lama rawat inap: 06/05/2010-19/05/2010 Keluhan utama: demam Perjalanan penyakit: rujukan poli dengan kondisi demam Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 11) dan kandidiasis oral Komplikasi: chronic lung disease, NAFLD Status keluar: Membaik Objektif Tanggal 07/05/2010 Tanggal 11/05/2010 Tanggal 06/05/2010 CD4 absolute count: 11 Foto toraks: gambaran bronchitis dengan Hg: 12,8 (R) (R) infiltrate peribronkial Lekosit: 5,1 (R) CD4 percentage of Eritrosit: 4,47 (R) Lymph: 11% (R) Hmt: 37,8 (R) Sgot: 116,2 (T) Sgpt: 86,5 (T) Kreatinin: 0,68 (R) 7 8 9 10 11 12 13 110/80; 120/90; 110/80; 110/70; 110/80; 110/70; 110/80; 110/80 110/70; 110/80 110/80; 110/70; 110/70 110/90; 110/70 110/80; 110/80 110/70 110/70; 110/70 100; 80 80; 88; 88 62; 100 72; 76; 84; 110; 80 78; 80 82; 86; 84; 84 137; 122 36; 36 36,9; 37,1; 36; 37,6; 36,2; 36,3; 36; 36 37; 36,5 39 37,3 37,8 36; 37,2 24 20 -
-
meriang, tidak dapat tidur
-
-
terkadang batuk, perut tidak nyaman
batuk setelah minum ARV, batuk sesak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84 Tatalaksana Obat
Duviral® 2x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Diazepam 5 mg 1x/hari Fluconazole 150 mg 1x/hari Silex® sirup 3x10cc/hari Ambroxol 3x10cc/ hari Sistenol® 1 tab 3x/hari Alprazolam 0,25mg 3x/hari Domperidone 10 mg 3x/hari
Tanggal Pemeriksaan tanda TD (mmHg) vital Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
v
v
14 110/80; 110/60 116; 94 36; 36 20; 20; 20 mual muntah
v
v
15 100/70; 110/80; 110/70 116; 80; 96; 100 36; 36,8; 36 mual, batuk
v
v
v
v
16 110/70; 110/70
17 110/80; 120/80
18 110/80; 120/80
80; 98; 100 36,3; 36,9; 36,5 mual muntah
104; 108 36,3; 36,6 20 -
84 -
v
19 -
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85 Tatalaksana Obat
Duviral® 2x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Diazepam 5mg 1x/hari Fluconazole 150mg 1x/hari Isoniazid 300 mg 1x/hari Rifampisin 450 mg 1x/hari Silex® sirup 3x10cc/hari Domperidone 10 mg 3x/hari
v v
v v
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
-
-
-
-
-
-
Assessments Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Dosis yang diperoleh pasien pada kasus ini adalah 960 mg, 2x/hari Dosis berlebih Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine dan zidovudne sudah tepat Nevirapine adalah antiretroviral NNRTI yang menjadi lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) pemberian nevirapine sudah tepat Salah satu efek samping zidovudine adalah sukar tidur (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Diazepam merupakan benzodiazepine yang digunakan untuk mengatasi kecemasan atau sebagai antikonvulsan dimana salah satugejala kecemasan adalah sukar tidur (Nugroho, 2012) pemberian diazepam untuk mengantisipasi efek samping zidovudine sudah tepat. Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat Sistenol® mengandung paracetamol yang memiliki efek analgesik dan antipiretik (Nugroho, 2012) pemberian Sistenol® sudah tepat Alprazolam merupakan benzodiazepine yang digunakan untuk mengatasi kecemasan (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien memperoleh 2 benzodiazepine yang berbeda pada tanggal 9 pasien rawat inap pemberian alprazolam kurang tepat. Obat tidak diperlukan Salah satu efek samping zidovudine adalah intoleransi gastrointestinal, dan flukonazol memiliki efek samping mual muntah (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Domperidone merupakan obat antimuntah (Nugroho, 2012) pemberian domperidone untuk mengantisipasi terjadinya efek samping zidovudine dan flukonazol, serta m,engatasi keluhan mual muntah pasien sudah tepat Penggunaan bersama rifampisin dan fluconazole dapat meningkatkan klirens fluconazole (Baxter, 2010) Dosis kurang (potensial) Penggunaan bersama flukonazol dan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine (Baxter, 2010)Dosis berlebih (potensial) Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation Pertimbangkan untuk menurunkan frekuensi pemberian kotrimoksasol menjadi 1 kali sehari Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian alprazolam Diperlukan monitoring efek toksisitas zidovudine Pertimbangkan untuk memberikan antibiotika cefixime kepada pasien dengan dosis 200 mg, 2 kali sehari untuk mengatasi bronkitis Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87 Kasus 6 Subjektif Lama rawat inap: 27/01/2010-16/02/2010 Keluhan utama: pusing Perjalanan penyakit: datang dari IGD dengan kondisi pusing, muntah, keringat dingin dan tangan kanan lemas Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 16) dan kandidiasis orofaring Komplikasi: active toxoplasmoisis cerebri, cerebral TB Status keluar: Membaik
Umur / Jenis kelamin: 30 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: sering pusing ± 2 tahun, HIV
Objektif Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan tanda vital
Tanggal TD (mmHg)
27 110/70; 120/90; 110/70; 110/70
Nadi (x/menit)
61; 118
Suhu badan (ºC)
36,5
Napas (x/menit) Keluhan
20 sakit kepala
Tanggal 01/02/2010 CD4 absolute count: 16 (R) CD4 percentage of Lymph: 3% (R)
Tanggal 10/02/2010 Lekosit: 3,1 (R) Monosit: 13,9 (T)
28 120/75; 130/70; 110/75; 120/80; 120/80 90; 64; 68; 60 37; 36; 36,3
29 140/90; 110/80; 120/80
30 140/90; 110/70; 120/90
31 135/80; 110/80
1 120/80; 120/70; 110/80; 110/70
2 130/80; 110/70
3 110/70; 120/80; 110/70; 120/80
4 120/70; 120/80
80; 92
-
80; 80; 84 36,5; 37; 36,3
88; 90; 72 37; 37
22 sakit kepala jika duduk
sakit kepala, mulas dan muntah hebat
pusing dan mual berkura ng
88; 84; 80 36,8; 35,6; 36,3 21 sedikit pusing
84
22; 22 sakit kepala berkura ng
80; 84; 76 36,9; 36,5; 36,6 mata tidak fokus, sakit kepala jika duduk
37; 36
-
sakit kepala jika duduk
36,5
20 sakit kepala jika duduk
Tanggal 13/02/2010 Lekosit: 2,2 (R) Eritrosit: 4,48 (R) Hmt: 38,2 (R) Monosit: 12,7 (T) 5 6 130/70; 130/90; 120/80 130/80; 130/80
70; 88; 80 36,5; 37,3; 36,5 -
84 36,7
lemas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88 Tatalaksana Obat
Paracetamol IV 3x100 cc/hari (habis dalam 1,5 jam) Pyrimethamine 25mg 3x/hari Ondansetron IV 4mg/hari (jika perlu) Metoclopramide IV 3x10 mg/hari Metamizole Na IV 3x500 mg/hari Sulfadiazin 500mg 3x/hari 4FDC 1 tab 4x/hari Metoclopramide 10 mg 3x/hari Lysmin® sirup 2x10cc/hari Duviral®1 tab 2x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
Pemeriksaan tanda vital
Tanggal TD (mmHg)
Nadi (x/menit)
82; 76
Suhu badan (ºC)
36,7; 36,2
8 110/70; 110/70; 120/70 82; 84; 80 36,6; 37; 36
-
-
Napas (x/menit) Keluhan
Tatalaksana Obat
Pyrimethamine 25mg 4x/hari Sulfadiazin 500mg 3x/hari 4FDC 1 tab 4x/hari Lysmin® sirup 2x10cc/hari Duviral® 1tab 2X/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Fluconazole 150 mg 1x/hari Omeprazole IV 2x20mg/hari Plantacid® 3x10cc/hari Metoclopramide 10 mg 3x1/hari
7 110/70; 120/80
9 -
10 120/70; 120/80
11 110/80
12 130/80; 110/70
13 -
80
80; 82; 80 36,8; 36,5; 36,8 lemas, sariawan
80
80
-
37
36,5
-
-
v
v
sedikit pusing, sariawan v
v
v
v
v
terkadang mual lemas mual berkurang
14 130/80; 110/80; 120/80 80; 80
15 -
16 125/85
84
75
36,5; 36,5
37,2
36,2
mual
mual, nyeri perut v
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
-
-
-
-
-
Assessments Paracetamol memiliki efek sebagai antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien mendapatkan paracetamol pada 3 hari pertama rawat inap untuk mengatasi sakit kepala yang diderita pasien. Sakit kepala masih dikeluhkan oleh pasien sampai pada tanggal 4 pasien rawat inap tetapi pasien tidak mendapatkan analgesik Membutuhkan obat tambahan Ondansetron merupakan antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien mendapatkan ondansetron untuk mengatasi muntah hebat yang diderita pemberian ondansetron sudah tepat Metoclopramide merupakan obat regulator gastrointestinal, antifaltulen, dan antiinflamasi yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Pada kasus ini pasien memperoleh metoklopramide tanpa ada keluhan mual pada hari pertama, pada hari dimana pasien telah mendapatkan ondansetron untuk mengatasi muntah hebat dan pada hari dimana pasien mendapatkan omeprazole untuk mengatasi asam lambung berlebih pemberian metoklopramide kurang tepat. Obat tidak diperlukan Metamizole adalah OAINS yang ditujukan untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat. Pada kasus ini, pasien telah memperoleh analgesik pada hari pertama untuk mengatasi sakit kepala pemberian metamizole kurang tepat. Obat tidak diperlukan Lysmin® adalah multivitamin yang dapat digunakan untuk memelihara sistem imun pasien pemberian Lysmin® sudah tepat Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine dan zidovudine sudah tepat Nevirapine adalah antiretroviral NNRTI yang menjadi lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) pemberian nevirapine sudah tepat Fluconazole adalah antijamur yang digunakan untuk mengatasi kandidiasis orofaring (US. Department of Health and Human Service, 2014). pemberian flukonazole sudah tepat Omeprazol edalah proton pump imhibitor (PPI) yang digunakan untuk menghambat produksi asam dalam lambung (Chubineh dan Birk, 2012) pemberian omeprazole sudah tepat Plantacid® diindikasikan untuk mengurangi asam lambung berlebih. Pada kasus ini, pasien telah memperole omeprazole untuk mengatasi asam lambung berlebih pemberian Plantacid® kurang tepat. Obat tidak diperlukan Penggunaan bersama rifampisin dan fluconazole dapat meningkatkan klirens fluconazole (Baxter, 2010) Dosis kurang (potensial) Penggunaan bersama flukonazol dengan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine (Baxter, 2010)Dosis berlebih (potensial) Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation Pertimbangkan untuk memberikan analgesik kepada pasien sampai pada tanggal 4 pasien rawat inap untuk mengatasi nyeri kepala pasien Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian metoklopramide, metamizole, dan Plantacid® Diperlukan monitoring kadar flukonazole dalam tubuh pasien Diperlukanmonitoring efek toksisitas zidovudine Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91 Kasus 7 Subjektif Umur / Jenis kelamin: 41 tahun / perempuan Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: -
Lama rawat inap: 25/10/2013-11/11/2013 Keluhan utama: lemas Perjalanan penyakit: selama ± 2 bulan mudah lelah, sering demam, sariawan, kulit berbintik-bintik hitam Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 23) dan kandidiasis oral Komplikasi: vertigo, anorexis Status keluar: Membaik
Riwayat penyakit: -
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan TD (mmHg) tanda vital
25 110/80
Objektif Tanggal 28/10/2013 Urinalisa Lekosit esterase: 25 (T) Sedimen urine Eritrosit: 4,1 Lekosit: 11,9 Sel epitel: 9,6 Silinder hyaline: 0,7 Bakteri: 26,7 Epitel polygonal: 3,6 26 27 28 29 110/70 110/70 110/80 -
Tanggal 11/11/2013 Hg: 9,6 (R) Eritrosit: 3,26 (R) Hmt: 273 (R) Eusinofil: 8,3 (T) Basofil: 0,6 (R) Monosit: 11,4 (T) Sgpt: 350 (T)
30 110/70; 100/70; 120/80; 110/80 80
31 -
1 110/70
-
-
Nadi (x/menit)
-
-
80
-
-
Suhu badan (ºC)
-
-
37
36,4
-
36,5; 36,6; 35,6
-
-
Napas (x/menit)
-
-
-
-
-
-
-
-
2 110/70; 120/70; 100/60; 120/70 76; 88; 80; 80 36,2; 36; 35,9; 36; 36,9 -
3
4 -
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92 Keluhan
Tatalaksana Obat
Vitamin B kompleks 1 tab 1x/hari Levofloxacin 500mg 1x/hari Alprazolam 0,5mg 1x/hari Duviral® 1 tab 2x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Cotrimoxazole 960 mg 1x/hari Isoniazid 300 mg 1x/hari Fluconazole 150mg 1x/hari Cefixime 200 mg 2x/hari Domperidone 10 mg 3x/hari Lysmin® sirup 2x10cc/hari Ondansetron IV 4mg/hari (bila perlu)
sariawan perih
pinggang pegal
v
v
tengkuk kaku, sakit kepala v
mual
-
mengant uk terus
-
-
-
-
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93 Tanggal Pemeriksaan tanda TD (mmHg) vital
Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan Tatalaksana Obat Alprazolam 0,5mg 1x/hari Duviral® 2x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Cotrimoxazole 960 mg 1x/hari Isoniazid 300 mg 1x/hari Fluconazole 150mg 1x/hari Cefixime 200mg 2x/hari Lysmin® sirup 2x10cc/hari
5 110/80; 110/65; 100/70; 110/70 72; 74; 83; 77; 84 36,5; 36,3 v
6 110/70; 100/70; 110/60; 110/80 69; 85; 82; 84 37,2; 37; 36 v
7 -
v
8 110/70; 110/80; 120/80
9 110/70; 100/70
10 110/70; 100/70
90; 72; 88; 76; 96; 80; 78 36,5; 36,9; 36
88; 96
96; 88
v
36,7; 37; 36,3 v
37; 36,3 v
11 110/70; 110/75; 100/80; 100/60 93; 88 36 v
v v
v v
v v
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94 Assessments - Salah satu efek samping zidovudine adalah sukar tidur (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Alprazolam merupakan benzodiazepine yang digunakan untuk mengatasi kecemasan, dimana salah satugejala kecemasan adalah sukar tidur (Nugroho, 2012) pemberian alprazolam untuk mengantisipasi efek samping zidovudine sudah tepat - Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine dan zidovudne sudah tepat - Nevirapine adalah antiretroviral NNRTI yang menjadi lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) pemberian nevirapine sudah tepat - Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian kotrimoksasol sudah tepat - Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat - Domperidone diberikan sebagai obat antimuntah (Nugroho, 2012) pemberian domperidone sudah tepat - Lysmin® adalah multivitamin yang dapat digunakan untuk memelihara sistem imun pasien pemberian Lysmin® sudah tepat - Ondansetron merupakan antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien telah mendapatkan obat antinuntah yaitu domperidone pemberian ondansetron kurang tepat. Obat tidak diperlukan - Penggunaan bersama flukonazol dengan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine (Baxter, 2010)Dosis berlebih (potensial) - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation - Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian ondansetron - Diperlukan monitoring efek toksisitas zidovudine - Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95 Kasus 8 Umur / Jenis kelamin: 59 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: Positif HIV pada tanggal 16/12/2013
Pemeriksaan labroratorium
Tanggal 24/12/2013 Hg: 12,00 (R) Eritrosit: 4,27 (R) Hmt: 32,7 (R) Eusinofil: 0,8 (R) Basofil: 0,3 (R) Sgot: 82,3 (T) Foto thorax: broncopneumonia duplex
Tanggal Pemeriksaan tanda TD (mmHg) vital Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan
24 nyeri kedua kaki
Subjektif Lama rawat inap: 24/12/2013-28/12-2013 Keluhan utama: kaki mati rasa, nyeri Perjalanan penyakit: sudah lebih dari 5 bulan kaki terasa nyeri Diagnosa akhir: AIDS dan kandidiasis oral Komplikasi: klamidiasis Status keluar: Membaik Objektif Tanggal 26/12/2013 Tanggal 28/12/2013 Sedimen urine Kimia gas darah Eritrosit: 27,5 (T) Ph: 7,53 (T) Bakteri: 171,6 (T) PCO2: 19,7 (R) Kmia gas darah PO2: 36,2 (R) Ph: 7,53 (T) HCO3: 17,4 (R) PCO2: 23,8 (R) O2 sat: 59,8 (R) PO2: 57,1 (R) TCO2: 17,9 (R) HCO3: 20,2 (R) O2 sat: 71,6 (R) TCO2: 20,9 (R) 25 26 27 120/80; 130/80; 140/100 120/90 96; 100; 120; 85; 134; 112 110; 116; 120; 120 110; 76 36,7; 36,5; 38,9; 39; 39,5; 36,9 37,6; 38; 39,6; 37,9; 37,4; 38,5 37,2; 37,4; 38,8 sesak, kedua kaki sesak, kaki terasa badan nyeri, terasa panas dan sakit dan panas panas, dan lemas nyeri
28 160/100; 130/90; 160/95; 150/90 120; 120; 115; 106 38,4; 37,8; 37,6; 36,4 sesak berkurang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96 Tatalaksana Obat
Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Silex® sirup 3x10cc/hari Fluconazole 150 mg 1x/hari Fluconazole 150 mg 2x/hari Levofloxacin IV 1x500 mg/hari Paracetamol IV 500 mg 3x/hari Paracetamol 500 mg 3x/hari (jika perlu) Plantacid® 3x10cc/hari Metamizole 500 mg 3x1amp/hari
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v
v v
v v
Assessments - Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Dosis yang diperoleh pasien pada kasus ini adalah 960 mg, 2x/hari Dosis berlebih - Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat - Paracetamol digunakan sebagai obat antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012) pemberian paracetamol sudah tepat - Plantacid® diindikasikan untuk mengatasi gejala asam lambung berlebih. Pada kasus ini, pasien tidak menunjukkan adanya gejala asam lambung berlebih pemberian Plantacid® kurang tepat. Obat tidak diperlukan - Metamizole adalah OAINS yang ditujukan untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat pemberian metamizole sudah tepat - Pasien tidak mendapatkan obat analgesik untuk mengatasi nyeri yang diderita pada hari pertama dan kedua rawat inap Membutuhkan obat tambahan Plan/Recommendation - Pertimbangan untuk menurunkan dosis kotrimoksasol menjadi 960 mg, 1 kali sehari - Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian Silex® - Pertimbangkan untuk mengehentikan pemberian Plantacid® - Pertimbangkan untuk memberikan obat analgesik pada hari pertama dan ke-2 pasien rawat inap untuk mengatasi nyeri yang diderita oleh pasien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
Kasus 9 Umur / Jenis kelamin: 46 tahun / perempuan Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: HIV
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Pemeriksaan tanda vital
Tanggal 11/07/2011 Hg: 10,7 (R) Hmt: 32,2 (R) Trombosit: 122 (R)
Tanggal 12/07/2011 Hmt: 29,2 (R) Trombosit: 95 (R)
TD (mmHg)
11 120/80; 110/70
Nadi (x/menit)
80; 86
Suhu badan (ºC)
37
Napas (x/menit)
-
Subjektif Lama rawat inap: 11/07/2011-28/07/2011 Keluhan utama: sakit kepala, gemetar Perjalanan penyakit: Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 166) dan kandidiasis orofaring Komplikasi: chronic toxoplamoisis, suspek cerebral TB, depressive anxiety Status keluar: Membaik Objektif Tanggal Tanggal Tanggal 21/07/2011 Tanggal 14/07/2011 19/07/2011 Hg: 9,6 (R) 26/07/2011 Hg: 9,5 (R) Hg: 10,4 (R) Lekosit: 3,5 (R) Hg: 9,9 (R) Eritrosit: 3,70 (R) Lekosit: 3,6 (R) Hmt: 28,5 (R) Lekosit: 3,5 (R) Hmt: 28,9 (R) Hmt: 30,8 (R) Limfosit: 49,2 (T) Eritrosit: 3,09 (R) Trombosit: 96 (R)
12 120/70; 120/80; 118/60; 120/80; 110/70 86; 88; 90; 79
13 140/85; 110/70
14 140/90; 120/90; 120/80; 130/90
15 130/90; 110/70; 120/80; 140/80
16 125/80; 120/80; 130/80
17 130/80; 135/80; 140/90; 150/90
18 130/100; 110/80; 120/80; 140/100
76; 80; 84
80; 72; 100; 76
70; 80; 80; 80
86; 80; 84; 84
36,3; 36; 36,8; 37,3
36,7; 37; 37,2; 37
37; 36,9; 37; 36,6
37
88; 96; 84; 80; 88 36,5; 37,2
22; 20
-
-
88; 88; 80; 80; 80; 86 37,3; 37; 37,4; 37,5; 37,2 20; 20
-
37; 36,9; 36,8; 37,4 20
20; 20
19 150/100 ; 140/90; 130/80; 120/80 80; 84; 80
20 130/90; 120/70
21 150/90; 130/80; 160/100
58; 62; 76
37; 36,3; 37
37; 36,7; 37
80; 78; 92; 88; 80 36,6; 36,4; 36,3; 36,8; 36,8 -
24
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Keluhan
Tatalaksana Obat
Pyrimethamine 25 mg 3x/hari Fluconazole 150mg 1x/hari Alprazolam 0,25mg 1x/hari Sertraline HCl 50mg 1x/hari Alprazolam 0,5mg 1x/hari Betahistine mestylate 6 mg 3x/hari Domperidone 10 mg 3x/hari Duviral® 1 tab 2x/hari Neverapine 200 mg 2x/hari Stavudine 30 mg 2x/hari
sakit kepala, tangan gemetar
v
pusing, gemetar, leher sakit, tangan kaku dan kesemut an, tidak kuat mengge nggam v v
mual, pusing
agak pusing
mual, pusing, tangan kanan kaku
pusing
pusing, mual, tangan kanan lemas
mual, perut kembung
pusing, mual
nyeri ulu hati, muntah
mual, pusing
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99 Lamivudine 150 2x/hari Lansoprazole 30 mg 1x/hari Ondansetron IV 4 mg/hari 4FDC 1 tab 4x/hari Tanggal Pemeriksaan TD (mmHg) tanda vital
Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan
Tatalaksana Obat
Alprazolam 0,5mg 2x/hari Betahistine Mestylate 6 mg 3x/hari Domperidone 10 mg 3x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Stavudine 30 mg 2x/hari
v v v v
22 120/80
88; 80; 88; 80 36,7; 36,9; 37; 37 -
23 120/80; 130/85; 140/80; 140/90 84; 84; 88; 84 36,8; 37; 37 -
v
v
v
24 130/80; 130/90; 130/80; 130/90 88; 88; 80; 80
25 130/90; 140/80; 140/80; 145/95 78; 80; 96; 80
26 155/100; 130;/80; 130/80; 130/80 84; 100
27 130/80; 120/80; 130/90; 130/80 80; 80; 90; 80; 84 37; 36,8; 36,8; 37 -
28 130/80; 125/80
36,2; 36,8; 37; 36,4 -
36,9; 36,5; 37
36; 36,6
pusing, mual
gusi bengkak dan nyeri
gusi nyeri, gigi berlubang
-
v
v
v
v
v
v
-
-
88; 80; 84 37; 36,8; 36,8 -
mual
mual berkurang
v
v
pusing berkurang, mual v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100 Lamivudine 150 mg 2x/hari Lanzoprazole 30 mg 1x/hari Fluconazole 150mg 1x/hari Sertraline HCl 50mg 1 x/hari Pyrimethamine 25 mg 1x/hari Cefixime 200mg 2x/hari Lysmin® sirup 2x10cc/hari -
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Assessments Fluconazole adalah antijamur yang digunakan untuk mengatasi kandidiasis orofaring (US. Department of Health and Human Service, 2014). pemberian flukonazole sudah tepat Domperidone diberikan sebagai obat antimuntah (Nugroho, 2012) pemberian domperidone sudah tepat Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung zidovudine dan lamivudine. Pada kasus ini, pasien telah mengalami mual sejak hari kertiga pasien menjalani rawat inap. Zidovudine memiliki efek samping salah satunya berupa intoleransi gastrointestinal sehingga memberikan zidovudine pada pasien yang mengalami mual menjadi tidak aman pemberian zidovudine kurang tepat. Efek samping obat (aktual) Nevirapine adalah antiretroviral NNRTI yang menjadi lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) pemberian nevirapine sudah tepat Stavudine adalah antiretroviral golongan NRTI dimana antiretroviral NRTI merupakan lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian stavudine sudah tepat Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV salah satunya adalah lamivudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine sudah tepat Lansoprazole adalah proton pump imhibitor (PPI) yang digunakan untuk menghambat produksi asam dalam lambung (Chubineh dan Birk, 2012) pemberian lansoprazole sudah tepat Ondansetron merupakan antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien telah mendapatkan obat antinuntah yaitu domperidone pemberian ondansetron kurang tepat. Obat tidak diperlukan Lysmin® adalah multivitamin yang dapat digunakan untuk memelihara sistem imun pasien pemberian Lysmin® sudah tepat Penggunaan bersama rifampicin dan nevirapine dapat menurunkan AUC nevirapine (Baxter, 2010)Dosis kurang (potensial) Penggunaan fluconazole bersama dengan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine (Baxter, 2010)Dosis berlebih (potensial) Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101 laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial)
Plan/Recommendation Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian alprazolam, ondansetron, cefixime, dan Duviral® Pertimbangkan untuk memberikan obat antituberkulosis sejak hari pertama pasien menjalani rawat inap Diperlukan monitoring kadar nevirapine dalam tubuh pasien pasien Diperlukan monitoring efek toksisitas zidovudine Pertimbangkan untuk memberikan antibiotika sulfadiazine kepada pasien dengan dosis 500 mg, 3 kali sehari dan asam folinat 10-25 mg, 2-4 kali sehari - Pertimbangkan untuk monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit -
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102 Kasus 10 Subjektif Umur / Jenis kelamin: 41 tahun / laki-laki Lama rawat inap: 06/05/2014-22/05/2014 Berat badan / Tinggi badan: 35 kg / Keluhan utama: diare ± 1 minggu, sariawan, sulit makan, lemas, BB turun dari 77 kg menjadi 35 kg dalam 1 bulan Riwayat alergi: Perjalanan penyakit: datang ke IGD dengan keluhan selama 1 minggu diare, sulit makan, dan badan tidak enak Riwayat penyakit: HIV, pernah opname dengan keluhan diare, BB turun, lemas, Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 85) dan kandidiasis oral dan susah tidur Komplikasi: hepatopathy karena nevirapine Status keluar: Membaik Objektif Pemeriksaan Tanggal 06/05/2014 Tanggal 09/05/2014 Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal 20/05/2014 Laboratorium Lekosit: 23,6 (T) Hg: 10,3 (R) 14/05/2014 16/05/2014 19/05/2014 Sgot: 188 (T) Eusinofil: 0,1 (R) Lekosit: 11,9 (R) Hg: 2,76 (R) Sgot: 101,2 (T) Hg: 11 (R) Sgpt: 141 (T) Basofil: 0k,1 (R) Eritrosit: 3,7 (R) Eritrosit: 2,76 (R) Sgpt: 109,3 (T) Eritorsit: 3,81 (R) Neutrofil: 83,3 (T) Hmt: 31,6 (R) Hmt: 20,1 (R) Hg: 7,4 (R) Hmt: 32 (R) Limfosit: 9,0 (R) Eusinofil: 0,2 (T) Basofil: 0,3 (R) Eritrosit: 2,6 (R) Eusinofil: 0,8 (R) Sgot: 109,2 (T) Basofil: 0,1 (R) Limfosit: 18,2 (R) Hmt: 19,8 (R) Basofil: 0,1 (R) Sgpt: 138,6 (T) Limfosit: 16,7 (R) Monosit: 11,5 (T) Basofil: 0,1 (R) Neutrofil: 80,6 (T) Monosit: 12,0 (T Sgot: 100,1 (T) Limfosit: 12,2 (R) Sgot: 77,1 (T) Sgpt: 95,7 (T) Sgpt: 88,9 (T) Tanggal 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Pemeriksaan TD (mmHg) 100/70 120/70; 110/80; 120/70; 120/80; 110/70; 100/60; 110/70; 110/70; 120/70; 110/80; tanda vital 110/80; 100/70; 110/70; 120/80; 100/90 120/80; 130/80; 130/80; 130/80; 120/80; 90/70; 110/70 110/70; 110/80 180/70 180/70 110/80 100/80 Nadi (x/menit) 70 64; 81; 84; 80; 80; 78; 70; 64, 80; 90; 82; 90; 80; 82; 80; 82; 96; 94; 92; 114; 81; 82 72; 72 80; 80; 84; 80; 82 88; 90 98; 98; 120; 90; 89; 80; 92 72 84 120; 104 116 104 Suhu badan (ºC) 36 36; 35,8; 36 36,6; 36,7; 36,8; 36,7; 36,9; 36,9; 36,6; 36; 37; 36,8; 36,3 36; 36; 36,9; 36,3; 36,7; 36,7; 37,3; 36,4; 37,4 36,7; 36,3; 36,8 37; 37; 36; 37; 36; 36,5; 36,7 37 37,6; 37 37,1 37,1 37,2 Napas (x/menit) 20; 18 -
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103 Keluhan
Tatalaksana Obat
Fluconazole 150 mg 2x/hari Cefixime 200 mg 2x/hari Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Pehadoxin® 1tab 1x/hari Domperidone 10 mg 3x/hari Alprazolam 0,5mg 1x/hari Duviral® 1 tab 2x/hari Efavirenz 600mg 1x/hari (malam) Lamivudine 150 mg 2x/hari Stavudine 30 mg 2x/hari Cefotaxime IV 2x1 gram/hari Pantoprazole IV 40 mg/hari Metoclopramide IV 3x10 mg/hari Transfusi darah
-
mual, lemas
lemas, badan kaku
badan kaku, batuk
badan lemas, batuk
mual
lemas, mual
lemas, mual
v
v
v
v
v
v
lemas, BB naik menjadi 9 kg (BB: 44 kg) v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
susah tidur
susah tidur
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
v
v
v
v
v
v v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
Pemeriksaan tanda vital
Tanggal TD (mmHg)
Nadi (x/menit) Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) Keluhan
Tatalaksana Obat
Fluconazole 150 mg 2x/hari Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Pehadoxin® 1tab 1x/hari Domperidone 10 mg 3x/hari Alprazolam 0,5mg 1x/hari Efavirenz 600mg 1x/hari (malam) Lamivudine 150 mg 2x/hari Stavudine 30 mg 2x/hari Sistenol® 1 tab 3x/hari
17 110/70; 110/70; 110/80; 92; 84; 96; 100 36,3; 36,7; 37,1; 36,5 pegal, lemas
18 110/80; 110/80; 120/80; 110/80; 130/90 100; 92; 114; 78; 80 36,2; 36,4; 36,6; 37 tangan kaku, perut kembung
19 130/80; 130/90;
20 130/70; 130/90; 130/80
21 120/70; 120/80; 130/90
22 -
104; 114; 110
80; 108; 108; 112 36,7; 37,4; 37,4; 37,3 18 -
82; 80; 88; 92
-
37,1; 37,1; 36,7; 37,2 -
-
v
v
v
v
36,3; 36,4
v
v
susah tidur, pinggang panas, lemas v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105 Assessments - Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat - Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Dosis yang diperoleh pasien pada kasus ini adalah 960 mg, 2x/hari Dosis berlebih (aktual) - Salah satu efek samping zidovudine adalah intoleransi gastrointestinal, flukonazol dan kotrimoksasol memiliki efek samping mual muntah (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Domperidone merupakan obat antimuntah (Nugroho, 2012) pemberian domperidone untuk mengantisipasi terjadinya efek samping zidovudine, flukonazol dan kotrimoksasol sudah tepat - Salah satu efek samping zidovudine adalah sukar tidur, dan efavirens memiliki efek samping berupa gejala sistem saraf pusat (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011).Alprazolam merupakan benzodiazepine yang digunakan untuk mengatasi kecemasan (Nugroho, 2012) pemberian alprazolam untuk mengantisipasi efek samping zidovudine dan efavirens, serta untuk mengatasi gejala kecemasan yang dirasakan pasien sudah tepat - Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung zidovudine dan lamivudine. Pada kasus ini, pasien telah mengalami mual sejak hari kedua pasien menjalani rawat inap. Zidovudine memiliki efek samping salah satunya berupa intoleransi gastrointestinal sehingga memberikan zidovudine pada pasien yang mengalami mual menjadi tidak aman pemberian zidovudine kurang tepat. Efek samping obat (aktual) - Efavirenz adalah antiretroviral golongan NNRTI yang dapat digunakan sebagai pengganti nevirapine dalam regimen pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian efavirenz sudah tepat - Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV salah satunya adalah lamivudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine sudah tepat - Stavudine adalah antiretroviral golongan NRTI dimana antiretroviral NRTI merupakan lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian stavudine sudah tepat - Pantoprazole adalah proton pump imhibitor (PPI) yang digunakan untuk menghambat produksi asam dalam lambung (Chubineh dan Birk, 2012). Pada kasus ini, pasien mendapatkan pantoprazole tanpa adanya gejala asam lambung berlebih pemberian pantoprazole kurang tepat. Obat tidak diperlukan - Metoclopramide merupakan obat regulator gastrointestinal, antifaltulen, dan antiinflamasi yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien memperoleh metoklopramide tanpa ada keluhan mual dari pasien pemberian metoklopramide kurang tepat. Obat tidak diperlukan - Sistenol® mengandung paracetamol yang memiliki efek sebagai antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien memperoleh Sistenol® untuk mengatasi sakit pada pinggang yang diderita oleh pasien pemberian Sistenol® sudah tepat - Penggunaan bersama fluconazole dan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine (Baxter, 2010) Dosis berlebih (potensial) - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
-
Plan/Recommendation Pertimbangkan untuk mengehentikan pemberian cefixime, Pehadoxin®, cefotaxime, pantoprazole dan metoklopramide Pertimbangkan untuk menurunkan frekuensi pemberian kotrimoksasol mejadi 1 kali sehari Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian Duviral® Diperlukan monitoring efek toksistas zidovudine Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107 Kasus 11 Subjektif Umur / Jenis kelamin: 43 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: 62 kg / 175 cm Riwayat alergi: -
Lama rawat inap: 12/08/2014-19/08/2014 Keluhan utama: pusing, mual Perjalanan penyakit: datang ke IGD dengan keluhan pusing, mual, muntah, tidak nafsu makan selama 1 minggu Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 129) dan kandidiasis oral Komplikasi:leucopenia, anemia Status keluar: Membaik
Riwayat penyakit: HIV
Tanggal 13/08/2014 Hg: 10,6 (R) Lekosit: 3,4 (R) Eritrosit: 3,87 (R) Hmt: 31,1 (R) Basofil: 0,3 (R) Monosit: 11,4 (T) Ig G antitoxo: 196 (reactive) Tanggal 12 Pemeriksaan TD (mmHg) 130/80 tanda vital
Objektif Tanggal 14/08/2014 CD4 absolute count: 129 (R) CD4 percentage of Lymph: 17% (R)
Pemeriksaan Laboratorium
Nadi (x/menit)
80
Suhu badan (ºC)
37
Napas (x/menit) Keluhan
Tanggal 19/08/2014 Hg: 11,1 (R) Lekosit: 3,4 (R) Eritrosit: 4,09 (R) Hmt: 33 (R) Basofil: 0 (R) Monosit: 11,1 (T)
13 120/70; 130/80; 120/80; 130/80 72; 80
14 130/90; 130/80; 130/90; 130/90 86; 72; 90
15 150/90; 120/80; 120/80
16 120/80; 110/80; 120/80
17 120/80
18 120/80; 110/70; 130/80
19 110/80; 120/70; 130/80
80; 86; 84
86; 88
36; 36,5; 36,3
36; 36,6; 36,4
78; 84; 80; 82; 82 36,3; 36; 37; 36,5; 36,7 -
90; 80; 84
36; 35,9; 36
84; 76; 80; 80 36; 36,3; 36,4; 36,8
36,2; 36,5; 36,8
36,8
-
22; 20
pusing
pusing
pusing
-
-
-
mual, pusing
mual, pusing
mual, pusing
mual
agak pusing
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108 Tatalaksana Obat
Nevirapine 200 mg 2x/hari Metoklopramid 10 mg 3x/hari Cotrimoxazole 960 mg 2tab 2x/hari Stavudine 30 mg 2x/hari Lamivudine 150 mg 2x/hari Evafirenz 600 mg 1x/hari (malam) Cefixime 100 mg 2x/hari Levofloxacin 500mg 1x/hari Vitamin B kompleks 1 tab 1x/hari Fluconazole 150mg 2x/hari Duviral® 2x/hari
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109 Assessments - Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine, dimana efek samping zidovudine salah satunya adalah supresi sumsum tulang berupa anemia dan netropenia (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). Pada kasus ini, pasien menderita anemia sehingga pemberian zidovudine tidak aman Efek samping obat (aktual) - Nevirapine adalah obat antiretroviral NNRTI lini pertama dalam regimen pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian nevirapine sudah tepat - Stavudine adalah antiretroviral golongan NRTI dimana antiretroviral NRTI merupakan lini pertama pengobatan infeksi HIV, stavudine dapat digunakan jika pasien tidak dapat diberikan zidovudine(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian stavudine sudah tepat - Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV salah satunya adalah lamivudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine sudah tepat - Efavirenzadalah antiretroviral golongan NNRTI yang dapat digunakan apabila regimen obat dengan nevirapine tidak dapat digunakan dalam pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian efavirenz sudah tepat - Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Dosis yang diperoleh pasien pada kasus ini adalah 960 mg, 2x/hari Dosis berlebih (aktual) - Metoclopramide merupakan obat regulator gastrointestinal, antifaltulen, dan antiinflamasi yang digunakan sebagai obat antimual (Nugroho, 2012) pemberian metoklopramide sudah tepat - Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat - Penggunaan bersama fluconazole dan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine (Baxter, 2010) Dosis berlebih (potensial) - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial)
-
Plan/Recommendation Pertimbangkan untuk menurunkan frekuensi pemberian kotrimoksasol menjadi 1 kali sehari Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian cefixime dan levofloksasin Pertimbangkan untuk mengganti fluconazole dengan nystatin tablet atau nystatin suspensi Diperlukan monitoring efek toksisitas zidovudine Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110 Kasus 12 Umur / Jenis kelamin: 64 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: -
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 25/05/2011 Anti HIV rapid: reactive Anti HIV elisa: reactive Anti HIV alfa: reactive
Tanggal Pemeriksaan TD (mmHg) tanda vital
Nadi (x/menit)
Suhu badan (ºC) Napas (x/menit)
12 120/90; 120/80; 140/90; 130/90; 130/80; 130/80 112; 98; 96; 64; 90
Subjektif Lama rawat inap: 12/06/2011-20/06/2011 Keluhan utama: sesak nafas, bibir kering, sulit makan (sariawan) Perjalanan penyakit: datang ke IGD dengan keluhan utama selama kurang lebih 6 bulan disertai abses pada paha kiri dengan diameter 2 cm Diagnosa akhir: AIDS (CD 4: 11) dan kandidiasis orofaring Komplikasi: UTI Status keluar: Meninggal dunia Objektif Tanggal 27/05/2011 Tanggal 12/06/2011 Tanggal 13/06/2011 Tanggal 19/06/2011 CD4 absolute count: Hg: 12,4 (R) Urinalisa Hg: 11,9 (R) 11 (R) Hmt: 36.9 (R) Darah: +Eritrosit:32 (R) CD4 percentage of Eusinofil: 18,5 (T) Protein/albumin: + Hmt: 53,3 (R) lymphs: 2% (R) Kreatinin: 0,69 (R) Glukosa/reduks:i +3 Limfosit: 2,6 (R) Sedimen urine Bakteri 647,6 (T) 13 14 15 16 17 18 19 20 100/70; 150/100; 130/90; 160/100; 130/90; 150/90; 150/90; 140/100; 130/80; 140/90; 140/90; 150/90 140/90; 140/90; 130/70; 124/48 130/80; 150/100 140/100; 120/70; 130/80; 140/100; 140/80 140/100 130/70 140/90 120/80; 120/80
90; 100; 100; 100; 100; 96; 90 36,5; 36,4; 37,3; 37,5; 36; 36; 38 36,6; 38,5; 37,5; 37,8 30; 30; 22; 30; 30; 36; 28 30; 30;24
92; 90; 86; 80; 84; 92 88
92;88
88; 90; 88
80; 90; 96; 84
80; 80; 80; 82; 96
86; 140
39; 37,8; 37,5; 36,5
36,2; 36
37; 36,5; 36,4
36,5; 36,7; 36,8 -
37; 36,8; 37,3; 38
38,5; 40
36; 36
28; 24; 24; 20; 24; 20 26
-
-
-
50; 10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111 Keluhan
Tatalaksana Obat
Duviral® 1 tab 2x/hari (pagi dan malam) Nevirapine 200 mg 1x/hari (pagi) Paracetamol 500 mg 3x/hari (jika perlu) Fluconazole 200 mg 1x/hari Levofloxacin IV 500mg/24 jam Alprazolam 0,25 mg 1x/hari
sesak nafas, tidak mau makan, lemas, sariawan
sariawan, nyeri telan, pusing, sesak nafas, lemas
lemas, sariawan, leher sakit, batuk, dahak sulit keluar, nyeri telan
tenggorok an sakit, nyeri telan, batuk, sariawan, lemas
v
mulut sakit tidak dapat makan, pusing, leher kanan sakit dan bengkak, tidak dapat tidur v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
lemas, mulut sakit, gelisah
v
lemas, terkadang pusing
lemas, pusing
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112 Assesments - Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine dan zidovudine sudah tepat - Nevirapine adalah antiretroviral NNRTI yang menjadi lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan). Dosis yang dianjurkan sebagai dosis awal adalah 200 mg, 1 kali sehari (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian nevirapine sudah tepat - Paracetamol digunakan sebagai obat antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien mendapatkan paracetamol pada hari kedua dan ketiga rawat inap untuk mengatasi demam dan nyeri, tetapi pada hari keempat sampai keenam pasien tidak mendapatkan analgesik untuk mengatasi nyeri Membutuhkan obat tambahan - Fluconazole adalah antijamur yang digunakan untuk mengatasi kandidiasis orofaring (US. Department of Health and Human Service, 2014). pemberian flukonazole sudah tepat - Alprazolam merupakan benzodiazepine yang digunakan untuk mengatasi kecemasan (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien mendapatkan alprazolam untuk mengatasi kegelisahan pemberian alprazolam sudah tepat - Penggunaan bersama fluconazole dan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine (Baxter, 2010) Dosis berlebih (potensial) - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation - Pertimbangkan untuk memberikan obat analgesik kepada pasien untuk mengatasi nyeri pada hari keempat sampai keenam - Diperlukan monitoring efek toksisitas zidovudine - Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113 Kasus 13 Subjektif Lama rawat inap: 29/08/2014-01/09/2014 Keluhan utama: batuk Perjalanan penyakit: rujukan poli dengan keluhan utama Diagnosa akhir: AIDS dan kandidiasis oral Komplikasi: UTI Status keluar: membaik
Umur / Jenis kelamin: 19 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: HIV
Objektif Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 29/08/2014 Hasil foto Spn: suspek sinusitis
Tanggal Pemeriksaan tanda vital TD (mmHg)
29 120/80
Nadi (x/menit) 82; 90 Suhu badan (ºC) Napas (x/menit) 22 Keluhan batuk Penatalaksanaan Obat Duviral®1 tab 2x/hari Nevirapine 200 mg 2x/hari Paracetamol 500 mg 3x/hari (jika perlu) Tremenza® 3x10cc/hari Silex® sirup 3x10cc/hari Cefotaxime 1 gram/hari
-
v v
Tanggal 30/08/2014 Jenis kuman: gram negative batang vitex Hasil biakan: vibrioflufialis Hasil uji sensitivitas: ampicillin sulbactam dan levofloxacin 30 31 1 130/80; 130/80; 120/80; 120/70; 120/80; 120/80; 130/80 110/70 110/70; 120/80 80; 80; 80; 78; 77 72; 76; 80; 80; 88 72; 80 36; 36; 36; 36,2; 35,9 35,8 batuk batuk batuk v v v v v v
v
v
v
v
v v
v v
v v
v v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114 Assessments - Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine dan zidovudine sudah tepat - Nevirapine adalah obat antiretroviral NNRTI lini pertama dalam regimen pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) pemberian nevirapine sudah tepat - Paracetamol digunakan sebagai obat antipiretik dan analgesik (Nugroho, 2012). Pada kasus ini, pasien tidak menunjukkan adanya gejala nyeri maupun demam pemberian paracetamol kurang tepat. Obat tidak diperlukan - Pasien tidak memperoleh antijamur untuk mengatasi kandidiasis oral yang diderita Membutuhkan obat tambahan - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation - Pertimbangkan untuk menghentikan pemberian paracetamol - Pertimbangkan untuk memberikan antijamur nystatin tablet atau nystatin suspense, atau flukonazole - Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115 Kasus 13b Subjektif Umur / Jenis kelamin: 19 tahun / laki-laki Berat badan / Tinggi badan: Riwayat alergi: Riwayat penyakit: HIV
Pemeriksaan Laboratorium
Lama rawat inap: 19/03/2014-28/03/2014 Keluhan utama: nyeri kaki kanan, febris Perjalanan penyakit: datang ke IGD dengan keluhan utama Diagnosa akhir: AIDS dan kandidiasis oral Komplikasi: UTI Status keluar: membaik
Tanggal 19/03/2014 Basofil: 0,5 (R)
Tanggal Pemeriksaan TD (mmHg) tanda vital
19 110/80
Nadi (x/menit)
75
Suhu badan (ºC)
36,6
Napas (x/menit)
-
20 130/90; 120/80; 110/70 80; 78; 82; 80; 80 36,8; 37,6; 36,5; 36,4 -
Objektif Tanggal 18/03/2014 Lekosit: 11,6 (R) Eusinofil: 0,1 (R) Basofil: 0,3 (R) Netrofil: 82,7 (R) Limfosit: 10,5 (R) Urinalisa Protein/albumin: +1 Eritrosit: 52,9 (T) Lekosit: 44,5 (T) Silinder hyaline: 8,6 (T) Epitel polygonal: 26 (T) Silinder patologis: 3,9 (T) 21 22 120/80;110/80 110/80; 120/80; 120/70 80; 76; 78; 80; 78; 80; 88 80; 80; 78 36,5; 36,3; 36,3; 36,9; 36,5; 36,4; 36,2 36,3 -
-
Tanggal 24/03/2014 Basofil: 0,7 (R) Tanggal 27/03/2014 Basofil: 0,7 (R) Limfosit: 40,7 (T)
23 24 110/70;120/80; 120/70; 110/70; 110/80; 110/70; 88; 78; 88; 89; 80; 76; 82; 82 80; 76; 80; 80 36,4; 37; 36,4; 37; 36,2 36,5; 36,3 -
-
25 120/80; 120/70;
26 -
80; 80; 76; 80 36; 36,6
-
28 -
70; 88
27 120/80; 110/70; 110/80 72; 88
36,6
36,4
36,6
-
-
-
80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116 Keluhan
Tatalaksana Obat
Fluconazole 150 mg 1x/hari Domperidone 10 mg 3x/hari Duviral® 1 tab 2x/hari Nevirapine 200 mg 3x/hari Meloksikam 7,5 mg 1x/hari Cotrimoxazole 960 mg 2x/hari Scabimite cream
nyeri kaki kanan skala 34
nyeri kaki skala 3
kaki kanan nyeri bila digerakkan
nyeri kaki kanan
nyeri kaki kanan
nyeri kaki kanan skala 2
v
v
v
v
v
v
nyeri kaki kanan tetapi sudah dapat berjalan v
nyeri kaki kanan tetapi sudah dapat berjalan v
-
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117 Assessments - Fluconazole adalah antijamur yang memiliki efikasi baik dalam mencegah dan kolonisasi jamur dan infeksi jamur untuk berkembang menjadi infeksi jamur sistemik sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan kandidiasis oral (Gotzsche dan Johansen, 2011) pemberian fluconazole sudah tepat - Salah satu efek samping zidovudine adalah intoleransi gastrointestinal, flukonazol dan kotrimoksasol memiliki efek samping mual muntah (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Domperidone merupakan obat antimuntah (Nugroho, 2012) pemberian domperidone untuk mengantisipasi terjadinya efek samping zidovudine, flukonazol dan kotrimoksasolsudah tepat - Duviral® adalah fix dose combination yang mengandung lamivudine dan zidovudine. Antiretroviral NRTI yang menjadi regimen lini pertama infeksi HIV adalah lamivudine dan zidovudine (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) pemberian lamivudine dan zidovudne sudah tepat - Nevirapine adalah antiretroviral NNRTI yang menjadi lini pertama pengobatan infeksi HIV (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan). Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg, 2 kali sehari (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). Pada kasus ini, pasien mendapatkan nevirapine dengan dosis 200 mg, 3 kali sehari pemberian nevirapine kurang tepat. Dosis berlebih (aktual) - Meloksikam adalah obat NSAID yang celektif terhadap COX-2 sehingga digunakan untuk mengatasi manifestasi inflamasi berupa vasodilatasi, edema, dan nyeri (Nugroho, 2012). pemberian meloksikam sudah tepat - Kepada semua pasien yang dinyatakan positif HIV, kotrimoksasol merupakan terapi profilaksis yang wajib diberikan dengan dosis 960 mg, 1x/hari (Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Dosis yang diperoleh pasien pada kasus ini adalah 960 mg, 2x/hari Dosis berlebih (aktual) - Penggunaan bersama fluconazole dan zidovudine dapat meningkatkan AUC zidovudine (Baxter, 2010)Dosis berlebih (potensial) - Efek samping umum obat antiretroviral NNRTI adalah hepatotoksisitas dan ruam kemerahan pada kulit, dan obat antiretroviral golongan NRTI adalah laktat asidosis dan hepatotoksisitas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006) Efek samping obat (potensial) Plan/Recommendation - Pertimbangkan untuk menurunkan frekuensi pemberian nevirapine menjadi 2 kali sehari - Pertimbangkan untuk menurunkan frekuensi pemberian kotrimoksasol menjadi 1 kali sehari - Dibutuhkan monitoring efek toksisitas zidovudine - Diperlukan monitoring fungsi hati pasien, gejala laktat asidosis dan ruam pada kulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
Lampiran 2. Nilai rujukan pemeriksaan laboratorium Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Leukosit Eritrosit Hematokrit Trombosit Leukosit Eusinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit FungsiHati SGOT SGPT FungsiGinjal Ureum Kreatinin Gas Darah pH pCO2 pO2 HCO3 O2 saturasi TCO2
NilaiRujukan 13.0-18.0 4.0-11.0 4.5-6.5 40.0-54.0 150-450 0-9.5 0-2.5 35.0-88.7 12.0-44.0 0-11.2 0-38.0 0-41.0 10-50 0.7-1.2 7.350-45.0 35.0-45.0 75.0-100.0 22.0-26.0 96.0-97.0 23.0-27.0
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3.
119
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
BIOGRAFI PENULIS
Vincentia Ganesi Madita merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Gregorius Widiartana dan Maria Lucia Lusi Nilawati yang dilahirkan di Yogyakarta pada 22 September 1993. Penulis menjalani penddikan di TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta (1998-1999), SD Tarakanita
Bumijo
Yogyakarta
(1999-2000),
SD
Kanisius Demangan Baru Yogyakarta (2000-2005), SMP Stella Duce 1 Yogyakarta (2005-2008), SMA Stella Duce 1 Yogyakarta (2008-2011). Penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (20011-2015). Semasa kuliah penulis aktif di kegiatan donor darah pada tahun 2012, dengan berperan serta sebagai seksi dana dan usaha, dan pelepasan wisuda pada tahun 2013 sebagai koordinator kesekretariatan. Penulis aktif bergabung dalam anggota UKF dance DNA Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada tahun 2014 penulis mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa di bidang pengadian kepada masyarakat dan mengikuti PIMNAS di Semarang.