PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PEMERINTAHAN PRESIDEN B.J. HABIBIE (1998-1999): KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh: ALBERTO FERRY FIRNANDUS NIM: 101314023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PEMERINTAHAN PRESIDEN B.J. HABIBIE (1998-1999): KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh: ALBERTO FERRY FIRNANDUS NIM: 101314023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Makalah ini ku persembahkan kepada: Kedua orang tua ku yang selalu mendoakan dan mendukungku. Teman-teman yang selalu memberikan bantuan, semangat dan doa. Almamaterku.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN MOTTO
Selama kita bersungguh-sungguh maka kita akan memetik buah yang manis, segala keputusan hanya ditangan kita sendiri, kita mampu untuk itu. (B.J. Habibie) Dimanapun engkau berada selalulah menjadi yg terbaik dan berikan yang terbaik dari yg bisa kita berikan. (B.J. Habibie) Pandanglah hari ini, kemarin sudah jadi mimpi. Dan esok hanyalah sebuah visi. Tetapi, hari ini sesungguhnya nyata, menjadikan kemarin sebagai mimpi kebahagiaan, dan setiap hari esok adalah visi harapan. (Alexander Pope) Dan bahwa setiap pengalaman mestilah dimasukkan ke dalam kehidupan, guna memperkaya kehidupan itu sendiri. Karena tiada kata terakhir untuk belajar seperti yang juga tiada kata akhir untuk kehidupan (Annemarie S)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK PEMERINTAHAN PRESIDEN B.J. HABIBIE (1998-1999): KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI Oleh: Alberto Ferry Firnandus Universitas Sanata Dharma 2015 Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) proses peralihan kepala pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie; (2) kebijakan dalam negeri pemerintahan B.J. Habibie; (3) akhir dari pemerintahan B.J. Habibie. Metode yang digunakan penulisan sejarah dengan langkah-langkah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sosial-politik. Cara penulisannya bersifat deskriptif analitis. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa: (1) krisis ekonomi tahun 1997 dan dugaan KKN serta tuntutan reformasi membuat Presiden Soeharto lengser dari jabatannya sebagai Presiden, dengan demikian Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto; (2) Presiden B.J. Habibie membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan, Kebijakan politik yang diambil yaitu, pembebasan tahanan politik pada masa Orde Baru, kebebasan pers, pembentukan parpol dan percepatan pemilu, penyelesaiaan masalah Timor Timur, dan pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya; (3) penolakan pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie serta terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004 menandai berakhirnya pemerintahan Presiden B.J. Habibie.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT GOVERNMENT PRESIDENT B.J. HABIBIE (1998-1999): DOMESTIC POLITICAL POLICY By: Alberto Ferry Firnandus Sanata Dharma University 2015 This paper aims to describe: (1) the process of transition from Head of the Indonesian Government Soeharto to BJ Habibie; (2) The domestic policies of BJ Habibie; (3) the end of the reign B.J. Habibie. The method used includes heuristic measures , verification , interpretation , and historiography . The approach used is a socio - political approach . The way of writing is descriptive analytical method. The results of this paper show that: (1) the economic crisis in 1997 and allegations of corruption and demands for reform led President Soeharto to step down from his position as President, thus the Vice President BJ Habibie succeeded Suharto a become president; (2) President B.J. it formed the Development Reform Cabinet, political policy are taken, namely, the release of political prisoners during the New Order, freedom of the press, the establishment of political parties and election acceleration, Completion East Timor, and the prosecution of the wealth of Suharto and his cronies; (3) The rejection of the President's accountability and Abdurrahman Wahid and Megawati's election as President and Vice President of the Republic of Indonesia during the 1999-2004 period marked the end of President BJ Habibie.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .........................................
vii
ABSTRAK ..........................................................................................................
viii
ABSTRACT ........................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................
x
DAFTAR ISI .......................................................................................................
xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
6
C. Tujuan Penulisan .............................................................................
6
D. Manfaat Penulisan ...........................................................................
7
E. Sistematika Penulisan .....................................................................
8
BAB II : PROSES PERALIHAN KEKUASAAN DARI SOEHARTO KE B.J. HABIBIE A. Krisis Ekonomi Tahun 1997 ...........................................................
9
B. Proses Lengsernya Presiden Soeharto ............................................
13
C. B.J Habibie Menjadi Presiden .........................................................
21
BAB III :HASIL KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI PRESIDEN B.J. HABIBIE A. Penyusunan Kabinet Reformasi Pembangunan ..............................
xi
25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Pembebasan Tahanan Politik pada Masa Orde Baru ......................
28
C. Kebebasan Pers ................................................................................
30
D. Penghapusan Istilah Pribumi dan Non Pribumi ...............................
35
E. Pembentukan Partai Politik dan Percepatan Pemilu .......................
36
F. Penyelesaian Masalah Timor Timur ................................................
39
G. Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya ......................
41
BAB IV : AKHIR PEMERINTAHAN B.J HABIBIE A. Penolakan Pidato Pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ........
44
B. Terbentuknya Pemerintahan Baru .......................................................
48
BAB V : KESIMPULAN ...................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
52
LAMPIRAN
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Silabus Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 3 : Ringkasan Materi
Xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Reformasi dimaknai sebagai perubahan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh semua pihak. Reformasi berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan yang berlangsung secara perlahan atau dalam jangka panjang, dan berproses secara alami. Dalam artian tanpa didasarkan pada suatu rencana yang dipercepat. Dalam hal reformasi politik, pendekatan mendekati evolusioner berlangsung pada teknis pelaksanaan kehidupan politik. Tujuannya adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses politik, tanpa mengubah prinsip, ketentuan dan struktur dasarnya.9 Dalam kecenderungannya untuk mendekati revolusi, Reformasi digerakkan dan diprakarsai oleh masyarakat untuk melakukan perubahan segenap aspek kehidupan secara mendasar, berlangsung secara cepat sehingga tidak menghiraukan jumlah dan kualitas korban, apalagi mengingat prosesnya yang kental diwarnai oleh kekerasan.10Tujuan reformasi sendiri adalah terciptanya kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa sebelumnya
9
Arbi Sanit,Reformasi Politik, Yogyakarta:Pustaka Belajar, 1998, hlm. 100 Ibid., hlm. 101
10
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
Gerakan reformasi di Indonesia muncul sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan pada masa pemerintahan Orde Baru.Dampak krisis ekonomi di Asia terutama Asia Tenggara tahun 1997 menyebabkan stabilitas politik Indonesia menjadi goyah. Praktik-praktik pemerintahan di masa Orde Baru hanya membawa kebahagiaan semu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, sistem ekonomi menjadi kapitalistik. Terlebih lagi merajalelanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan pada hampir seluruh instansi serta lembaga pemerintahan, hal ini membawa rakyat semakin menderita. Para wakil rakyat yang seharusnya membawa amanat rakyat pada kenyataannya tidak berfungsi secara demokratis.11 Krisis ekonomi tahun 1997 merupakan langkah awal munculnya gerakan reformasi di Indonesia. Dari segi politik, gerakan reformasi disebabkan karena pemerintahan pada masa Orde Baru bersifat otoriter, tertutup, dan personal. Masyarakat yang memberikan kritik mudah dituduh sebagai anti-pemerintah, menghina kepala negara dan anti-Pancasila. Pada masa Orde Baru,Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa, sehingga kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktik kebijakan pelaksana penguasa negara. Setiap kebijakan penguasa Orde Baru senantiasa dilegitimasi oleh ideologi Pancasila. Konsekuensinya setiap warga negara yang tidak mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan dengan
11
Warsito,Pendidikan Pancasila Era Roformasi, Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2012, hlm. 245
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
Pancasila.12Akibatnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak pernah terwujud dan Golkar yang menjadi partai terbesar pada masa itu diperalat oleh pemerintah Orde Baru untuk mengamankan kehendak penguasa. Sikap pemerintah yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, serta merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Gejala ini terlihat pada pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru mulai terbuka. Keadaan ini diperparah pada tahun 1997, tingkat inflasi semakin parah mencapai 11,5%
dan pada tahun
1998 melonjak tinggi menjadi
77,6%, Inflansi yang terjadi ini semakin memperparah keadaan Indonesia. Para mahasiswa mulai turun ke jalan, demonstrasi menjadi lebih marak dari hari-kehari menuntut supaya presiden mundur dengan tuduhan KKN, maka terjadilah krisis politik yang menimpa Presiden Soeharto.13 Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan Demokrasi Pancasila. Akan tetapi yang
sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan
kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi semu. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikirkritis terhadap politik yang dijalankan oleh Presiden Soeharto. 12 13
Ibid., hlm. 256 Tuk Setyohadi,Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa, Jakarta: Rajawali Corporation,2002, hlm. 172
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
Menyadari bahwa masalah dasar masyarakat pada masa Orde Baru adalah mewujudkan kebebasan, persamaan, keadilan, dan tersentralisasi, sehingga terjerumus ke dalam wataknya yang otoriterian, maka demokratisasi segenap aspek kehidupan dipastikan menjadi tujuan atau arah bagi reformasi politik. Selama 3 dekade pembangunan nasional yang didasarkan pada adil dan makmur sebagai tujuannya, terbukti kesalahan ideologi itu membawa petaka berupa krisis rupiah, moneter, ekonomi dan politik. Hal itu terjadi karena penafsiran konsitusi seperti itu membenarkan prioritas pembangunan, dengan stabilitas politik sebagai syaratnya. Akibatnya terjadilah kesenjangan pembangunan ekonomi dengan sosial-budaya dan politik. Kesenjangan itu menyebabkan perkembangan ekonomi tidak terkontrol oleh proses politik, sehingga Indonesia terjebak oleh berbagai kelemahan sistem ekonomi secara mendasar.14 Krisispolitik, ekonomi, hukum, dan krisis social yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru merupakan faktor yang
mendorong lahirnya
gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hamper seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki
14
Arbi Sanit,Reformasi Politik, Yogyakarta:Pustaka Belajar, 1998, hlm. 102
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Indonesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat. Krisis moneter disusul dengan krisis ekonomi dan berlanjut ke krisis politik, serta gerakan reformasi yang menuntut turunnya Presiden Soeharto semakin kuat, Hal ini menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru yang digantikan dengan orde reformasi.15 Berakhirnya Orde Baru ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto yang digantikan oleh B.J. Habibie. Masa pemerintahannya sebagai presiden, B.J. Habibie dengan kabinet reformasi pembangunannya dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang belum tuntas pada masa Orde Baru. Krisis ekonomi, kekerasan sosial, krisis politik, dan krisis kepercayaan pada pemerintah merupakan persoalan-persoalan yang harus dihadapi oleh pemerintahan B.J. Habibie.16 Dari latar belakang tersebut, penulistertarik untuk membahas tentang jalannya reformasi dilihat dari kebijakan-kebijakan politik pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie, dan upaya menyelesaikan persoalanpersoalan yang terjadi masa pemerintahan Orde Baru.
15
Tuk Setyohadi,Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa, Jakarta: Rajawali Corporation,2002, hlm. 221 16 Ibid., hlm. 655
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi objek penulisan ini. Adapun permasalahannya sebagai berikut, yaitu: 1. Bagaimana proses peralihankekuasaan dari Soeharto ke B.J. Habibie? 2. Bagaimana kebijakan dalam negeripemerintahan B.J. Habibie? 3. Bagaimanaakhir dari pemerintahan B.J. Habibie?
C. TujuanPenulisan Dari rumusan makalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini adalah: a. Mendeskripsikan mengenai proses peralihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie. b. Mendeskripsikan mengenai kebijakan dalam negeri pemerintahan B.J. Habibie. c. Mendeskripsikan mengenai akhir dari pemerintahan B.J. Habibie.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
D. Manfaat penulisan a. Bagi Universitas Penulisan ini diharapkan untuk menambah bahan bacaan yang berguna bagi pembaca baik yang berada di lingkungan Universitas Sanata Dharma maupun bagi pembaca yang berada di luar Universitas Sanata Dharma khususnya mengenai kebijakan-kebijakan politik dalam negeri pada masa pemerintahan B.J. Habibie. b. Bagi Prodi PendidikanSejarah Makalah ini diharapkan mampu menarik minat mahasiswa Pendidikan
Sejarah
untuk
mempelajari
lebih
dalam
mengenai
pemerintahan Presiden B.J. Habibie (1998-1999) mengenai kebijakan politik dalam negeri. Hal tersebut dimaksudkan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa. c. Bagi Masyarakat Tulisan ini diharapkan bias menjadi referensi dan menambah perbendaharaan dalam pengembangan sejarah khususnya tentang kebijakan-kebijakan politik dalam negeri pada masa pemerintahan B.J. Habibie. d. Bagi Pemerintah Tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai refleksi bagi pemerintahan saat ini dalam upaya membangun bangsa Indonesia kedepan menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
e. Bagi Penulis Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan dalam menulis karya ilmiah khususnya tentang kebijakan-kebijakan politik dalam negeri pada masa pemerintahan B.J. Habibie dan juga dapat mempertajam cara berpikir penulis.
E. Sistematika Penulisan Makalah yang berjudul Kebijakan-Kebijakan Politik Pada Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie ini memiliki sistematika sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,tujuan dan manfaat penulisan dan
sistematika
penulisan. Bab II
: Uraian tentang proses peralihan kekuasaan dari Soeharto ke B.J. Habibie.
Bab III
: Uraian tentang kebijakan-kebijakan politik dalam negeri masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie.
Bab IV
: Uraian mengenai akhir dari pemerintahan B.J. Habibie.
Bab V
: Kesimpulan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
BAB II PROSES PERALIHAN KEKUASAAN DARI SOEHARTO KE B.J. HABIBIE
A. Krisis Ekonomi Tahun 1997 Pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi dunia. Penyebab utama krisis ekonomi dunia adalah perilaku para spekulen valuta asing yang telah memborong dollar AS, lalu menjualnya dengan harga tinggi sehingga berimbas pada nilai mata uang negara-negara ASEAN menjadi terpuruk. Spekulan uang terbesar pada era krisis tersebut adalah George Soros.17 George Soros dituduh oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad sebagai penyebab krisis ekonomi Asia. Negara yang paling terkena dampaknya adalah Korea Selatan, Malaysia, Indonesia, dan Thailand, yang menyebabkan mata uang ketiga negara tersebut menjadi rendah. Pada perkembangannya krisis ekonomi Asia tahun 1997 berdampak sangat luas bagi perekonomian Indonesia. Keterpurukan ekonomi Indonesia diperburuk dengan adanya regulasi perbankan pada bulan Oktober 1988 dengan “Pakto 1988”. Pakto 1988 merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya membuka peluang bisnis perbankan seluas-luasnya guna memobilisasi dana masyarakat untuk menunjang pembangunan. Pakto 1988 berisi tentang liberalisasi perbankan yang memungkinkan pendirian bank-bank baru selain bank-bank yang telah 17
Muksalmina, George Soros, Pria yang Menghancurkan Poundsterling, Rupiah, diakses dari http://islamiyah.wordpress.com/2007/03/21/george-soros-pria-yang-menghancurkanpoundsterling-rupiah/, diakses pada tanggal 16 Desember 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
ada. Dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru sehingga pada masa itu jumlah bank swasta di Indonesia menjadi ratusan. Sejak adanya Pakto 1988 menyebabkan sistem manajemen perbankan di Indonesia menjadi bermasalah. Jumlah bank swasta yang berjumlah ratusan dengan berkapital rendah kurang terawasi oleh Bank Sentral. Banyak bank-bank yang terkait dengan konlomerat bermasalah dengan utang terhadap bank pemerintah, dan operasinya condong untuk memberikan kredit kepada perusahaan miliknya sendiri tanpa memberikan ketentuan lending limit. Pemberian kredit kepada nasabah yang terlalu mudah tidak prudent , ditambah banyak pejabat bank yang berkolusi dengan nasabah atau peminjam yang menimbulkan kemacetan dalam pengembaliannya.18 Sementara itu banyak perusahaan swasta Indonesia yang terlibat dalam utang dollar AS dari luar negeri berjangka pendek, serta sebaliknya banyak perusaahan asing dan para konglomerat Indonesia yang melarikan dollar ASnya keluar sebagai capital flight ditambah pula, defisit transaksi berjalan dari neraca pembayaran semakin membesar.19 Alhasil nilai tukar rupiah tehadap US $ anjlok tanpa dapat dibendung, Rupiah selama ini berada dalam kisaran Rp 2.500/US$, namun nilai mata uang mulai merosot pada bulan Juli 1997. Pada bulan Agustus, nilai mata uang rupiah sudah menurun 9%. Bank Indonesia mengakui bahwa tidak bisa membendung rupiah terus merosot. Pada bulan Januari tahun 1998, mata uang terpuruk hingga level sekitar Rp 10.000/US$ dan sebulan sesudahnya 18
Tuk Setyohadi, Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa, Jakarta: Rajawali Corporation, 2002, hlm. 171. 19 Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
menjadi Rp 17.000/US$ atau kehilangan 85% nilainya. Keterpurukan ini mengakibatkan bursa saham Jakarta hancur, dan membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk. Hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut, yang diikuti PHK pekerja-pekerjanya, sehingga menyebabkan angka pengangguran menjadi meningkat.20 Menanggapi krisis ekonomi yang terjadi, upaya pemerintah adalah meminta bantuan kepada International Monetary Fund (IMF) pada tanggal 31 Oktober 1997. Kerjasama Indonesia dengan IMF bertujuan untuk memperkuat sektor finansial, pengetatan kebijakan viskal dan penyesuaian struktural perbankan. Akan tetapi pengaruh bantuan IMF sangatlah kecil dalam membantu krisis di Indonesia. Beberapa kebijakan seperti kebijakan fiskal
dan
kebijakan
likuidasi.
Kebijakan
fiskal
bertujuan
untuk
mempertahankan nilai tukar sedangkan kebijakan likuidasi bertujuan untuk membantu bank-bank yang bemasalah. Kebijakan ini menerapkan standar kecukupan modal dengan mengusahakan rekapitulasi perbankan. IMF menyediakan standby loan sebesar US$ 38 milyar untuk menanggulangi krisis
moneter
yang dialami
Indonesia.
Perjanjian
dengan
IMF
mengakibatkan ditutupnya 16 bank bermasalah.21 Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam upaya menangani krisis dengan melakukan kerjasama dengan IMF tidak mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi. Harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi, hal ini menyebabkan timbulnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. 20 21
M.C. Riclefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi, 2010, hlm. 687. Tuk Setyohadi, Op. Cit., hlm.171.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
Masyarakat menganggap pemerintah tidak berhasil dalam melaksanakan kebijakan-kebijakannya. Krisis moneter yang terjadi meningkat menjadi krisis sosial-ekonomi yang menimpa rakyat kecil dengan meningkatnya harga sembilan bahan pokok yang tidak terkendali. Tingkat inflasi pada tahun-tahun sebelumnya tidak pernah melampaui dua digit. Pada tahun 1997 menjadi 11,5 % dan pada tahun 1998 melonjak dengan sangat drastis menjadi 77,6 %. Menanggapi krisis yang terjadi, para mahasiswa mulai melakuakan gerakan dengan cara turun ke jalan, demontrasi menjadi lebih marak dari hari-kehari menuntut supaya presiden mundur dengan tuduhan KKN, maka terjadilah krisis politik yang menimpa pemerintahan Soeharto.22 Krisis ekonomi yang disusul dengan krisis sosial-ekonomi terjadi menjelang sidang Umum MPR sebagai hasil pemilu tahun 1997 dengan kemenangan Golkar secara mutlak sebagai single majority dengan angka perolehan sebesar 75%. Golkar kembali mencalonkan Soeharto sebagai kandidat Presiden masa bakti 1998-2003. Sementara itu telah beredar isu bahwa wakil Presiden yang mendampingi Soeharto adalah B.J. Habibie. Krisis moneter tahun 1997, diperparah dengan utang luar negeri Indonesia sebesar US $ 137 milyar. Rinciannya US $ 53,8% milyar merupakan utang pemerintah dan US $ 83,2% merupakan utang swasta. Utang luar negri ini merupakan utang jangka pendek, sedangkan penggunaan biaya tersebut lebih condong untuk membiayai sektor-sektor non produktif,
22
Ibid., hlm. 172.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
seperti shopping mall, apartemen, hotel, perkantoran, real state, lapangan golf, tourist resort dan lain-lain semacamnya.23
B. Proses Lengsernya Presiden Soeharto Banyaknya persoalan yang dihadapi Indonesia sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, serta upaya-upaya pemerintah yang dianggap tidak serius dalam mengatasi krisis ekonomi membuat masyarakat terutama mahasiswa tidak mempercayai pemerintahan Presiden Soeharto. Puncak penolakan mahasiswa terhadap Pemerintahan Soeharto terlihat pada saat diadakannya Sidang Umum MPR yang merupakan rutinitas dari mekanisme lima tahunan ketata negaraan Orde Baru. Mahasiswa menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soeharto di depan Sidang Umum MPR. Demonstrasi yang disuarakan mahasiswa meminta pertanggungjawaban pemerintahan Soeharto terhadap terjadinya krisis moneter dan krisis sosialekonomi, mahasiswa juga melakukan kritik anti Soeharto yang ditunjukkan pada korupsi di lingkungan keluarga Soeharto serta kedekatan keluarga Cendana dengan para konglomerat. Penolakan
mahasiswa
mengenai
pertanggungjawaban
Presiden
Soeharto berbanding terbalik dengan MPR. Pidato pertanggungjawaban Presiden diterima secara penuh oleh MPR tanpa catatan, seperti yang semula diusulkan oleh Fraksi PPP. Dalam sidang tersebut juga dipilih kembali Soeharto sebagai Presiden RI masa bakti 1998-2003 dengan didampingi B.J. Habibie sebagai wakil Presiden. MPR juga mengesahkan penetapan No. 23
Ibid., hlm. 173.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
V/MPR/ 1998 yang isinya memberikan kewenangan kepada presiden untuk mengambil segala langkah yang diperjuangkan guna mengamankan pembangunan. Keputusan MPR pada Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 tersebut membuat ketegangan di masyarakat semakin bertambah, demontrasi penolakan Soeharto dan tuntutan segera diadakannya reformasi semakin meningkat. Setelah terpilih kembali sebagai presiden, Soeharto menyatakan akan memenuhi tuntutan rakyat untuk segera menanggulangi krisis moneter dan ekonomi melalui suatu gerakan reformasi yang sesuai dengan konstitusi. Soeharto segera membentuk kabinet. Akan tetapi kabinet yang dibentuk oleh Soeharto dianggap mengandung muatan politik yang berbau nepotisme, dan tidak profesional. Anggapan ini muncul karena kabinet Soeharto merupakan kumpulan kroni-kroninya. Ditunjuknya B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden, Siti Hardiyanti atau lebih dikenal dengan Mbak Tutut yang merupakan putri Soeharto menjadi Menteri Sosial, Bob Hasan sebagai Menteri Perdagangan, dan hanya sedikit yang dari golongan profesional dan tokoh ICMI yang masuk dalam kabinet. Kabinet Soeharto mendapat kecaman keras dari berbagai pihak di masyarakat terutama dikalangan mahasiswa, mahasiswa menginginkan reformasi politik, dengan menuntut agar Soeharto lengser sebagai presiden.24 Pada tanggal 15 Januari 1998 ditandatangani Persetujuan kerjasama Indonesia dengan IMF oleh Presiden Soeharto yang disaksikan Direktur
24
M.C. Riclefs, Op. Cit., hlm. 689.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
Pelaksana IMF Michael Camdessus dalam upaya menangulangi krisis moneter. Pemerintah Indonesia wajib menjalani serangkaian program dari IMF, seperti pengurangan belanja negara, menaikkan pajak, menghapus berbagai subsidi antara lain, kenaikan harga BBM, tarif listrik, telepon, dan sebagainya.25 Serangkaian program yang digagas IMF tersebut sebagai upaya menekan krisis di Indonesia. Akan tetapi, kebijakan IMF tersebut menyebabkan terganggunya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berbagai demonstrasi dan kerusuhan di masyarakat yang diwakili mahasiswa semakin marak terjadi sebagai imbas dari kebijakan IMF tersebut. Sikap mahasiswa yang menuntut turunnya Presiden Soeharto tercermin dalam pemikiran tentang perubahan politik yang berlangsung sistematik, seperti diungkapkan melalui pernyataan keprihatinan sivitas akademik Universitas Indonesia di Jakarta, bulan Februari 1998, maupun tuntutan Sepultura (sepuluh tuntutan rakyat) yang dirumuskan yang dirumuskan oleh Amien Rais. Meningkatkan tuntutan-tuntutan tentang perubahan yang berawal dari
keprihatinan terhadap krisis moneter dan gejolak ekonomi,
sebagian besar disebabkan karena konservatif para pejabat pemerintah dan keacuhan politik yang diperlihatkan oleh lembaga-lembaga politik terhadap tuntutan perubahan yang bersifat reformatoris. Bahkan golkar memiliki sifat dasar yang cenderung menolak refomasi politik. Desakan dilakukannya refomasi politik yang dilakukan mahasiswa akhirnya pemerintah kususnya fraksi-fraksi MPR dalam Sidang Umum 25
Tjipta Lesmana, Dari Sukarno sampai SBY. Intrik Politik dan Lobi Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, hlm. 118.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
menyepakati langkah reformasi politik yang berlangsung gradual. Namun pada penerapannya yang terlibat langsung secara intensif didalam wacana reformasi justru lembaga-lembaga pemerintah tertentu, institusi ABRI, Organisasi Kelompok Partisan (OKP) dan kelompok-kelompok mahasiswa serta sivitas akademika di kampus-kampus, sedangkan pemerintah sendiri terkesan setengah hati dalam menjalankan reformasi politik.26 Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang akan diselenggarakan tanggal 20 Mei 1998 direncanakan oleh gerakan mahasiswa sebagai hari Reformasi Nasional. Ledakan kerusuhan terjadi lebih awal dan diluar dugaan. Pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti yang berlokasi di daerah Grogol, Jakarta Barat terjadi peristiwa penembakan terhadap empat mahasiswa Trisakti. Insiden Trisakti terjadi saat mahasiswa melakukan unjuk rasa ke Gedung DPR/MPR, namun aparat keamanan memaksa mahasiswa kembali ke kampus. Tiba-tiba situasi berubah menjadi kekacauan dan aparat melepaskan tembakan yang mengakibatnya empat mahasiswa Trisakti tewas tertembak peluru tajam aparat keamanan. Keempat mahasiswa Trisakti yang tewas adalah Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Herry Hertanto. Keesokan harinya tanggal 13 Mei, keempat mahasiswa Trisakti yang tewas dimakamkan dengan diantar oleh ribuan mahasiswa serta sanak saudara dan para simpatisan lainnya, lalu peristiwa tersebut dikenal dengan Jakarta kelabu.
26
Anggit Noegroho, M.T Arifin, Rekaman Lensa Peristiwa Mei 1998 di Solo, Solo: PT Aksara Solopos, 1998, hlm. 2.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
Keesokan harinya setelah penembakan empat mahasiswa Trisakti, suasana Indonesia semakin kacau, kerusuhan dan demontrasi terjadi di berbagai daerah dengan Jakarta dan Surakarta sebagai yang terparah. Di Jakarta menyerbu pertokoan dan perkantoran milik WNI keturunan Tionghoa di kawasan Kota, kawasan Mangga Besar, kawasan Senen, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada, Jalan Daan Mogot dan lain-lain. Perusahaan para cukong dan keluarga Soeharto merupakan sasaran utama pembakaran dan penjarahan. Bank Central Asia (BCA) milik Liem Sioe Liong merupakan objek serangan utama. Mereka datang dengan sangat beringas untuk melakukan perampokan, penjarahan dan pembakaran serta mereka juga melakukan pelecehan seksual terhadap wanita-wanita keturunan Tionghoa. Yang paling tragis adalah pembakaran Klender Plaza yang menewaskan 200 karyawati pertokoan.27 Kepada pers, Gubernur DKI Sutiyoso mengumumkan kerusuhan yang terjadi antara tanggal 13-15 Mei 1998 menelan sedikitnya 500 korban jiwa dan kerugian fisik bangunan mencapai Rp 2,5 triliun, belum termasuk isinya.28 Pada tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto mendarat di Halim Perdanakusuma, setelah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G-15 di Kairo yang berlangsung 13-14 Mei 1998. Akibat meletusnya kerusuhan di tanah air, presiden mempercepat kepulangannya. Soeharto langsung mengadakan konsultasi dengan Menteri Hankam serta dengan Wakil Presiden B.J. Habibie
27 28
Tuk Setyohadi, Op. Cit., hlm. 176. A. Pambudi, Kontroversi “Kudeta” Prabowo,Yogyakarta: Media Pressindo, 2007, hlm. 10.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
bersama
keempat
Menteri
Koordinator.
Soeharto
meminta
laporan
perkembangan terakhir mengenai keadaan tanah air. Tanggal 16 Mei 1998, Presiden menerima kunjungan dari delegasi Universitas Indonesia guna menyampaikan aspirasinya yang menuntut agar di gelar Sidang Istimewa MPR. Pertemuan Presiden dilanjutkan dengan pembicaraan bersama pimpinan DPR. Dalalm pertemuannya tersebut Presiden Soeharto meminta agar semua penyelesaian disalurkan melelui DPR. Demikian pula Presiden Soeharto menyampaikan bahwa apabila DPR sudah tidak percaya lagi kepada Presiden, beliau bersedia mundur. Presiden juga menyampaikan alternatif untuk mengadakan “reshuffle” kabinet dan bersamaan waktunya juga membentuk Komite Reformasi.29 Pada hari Senin tanggal 18 Mei 1998 diadakan rapat pimpinan DPR dengan fraksi-fraksi, dalam suasana puluhan ribu mahasiswa dari berbagai daerah telah memasuki halaman dan gedung MPR/DPR. Dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, Ketua MPR/DPR H. Harmoko membacakan keterangan pers yang berbunyi “Ketua dan WakilWakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan demi persatuan dan kesatuan meminta agar Presiden Soeharto sebaiknya secara arif dan bijaksana mengundurkan diri”. Saat itu Harmoko didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad. Kejutan yang disambut gembira oleh ribuan mahasiswa tidak berlangsung lama, pada pukul 23.00 WIB Menhankam/
29
Tuk Setyohadi, Op. Cit., hlm. 177.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
Panglima ABRI Jenderal Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyatan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, dan tidak memiliki dasar hukum. Menteri Dalam Negeri Hartono juga menyatakan bahwa DPR tidak bisa menjatuhkan Presiden, sama juga Presiden tidak bisa menjatuhkan DPR.30 Pada hari yang sama, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres No. 16/ 1998 yang memberikan kewenangan untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna mengatasi kekacauan. Inpres ini diberikan kepada Pangab Jenderal Wiranto.31 Pada tanggal 19 Mei 1998 dalam sebuah pidato nasional, presiden Soeharto secara resmi mengumumkan pembubaran kabinet dan membentuk kabinet baru yang dinamai Kabinet Reformasi. Di tengah-tengah rencana itu, Amien Rais mengordinasikan protes-protes mahasiswa dan mengancam akan menghimpun 1 juta demonstran di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1998 guna menyuarakan pengunduran diri Presiden Soeharto. Rencana Amien Rais tidak jadi dilaksanakan karena terdapat ancaman kekerasan terhadap demonstran, ancaman ini dilakukan oleh militer.32 Menjelang akhir pemerintahannya, Presiden Soeharto mulai ditinggal oleh para pengikutnya di kabinet. Para menterinya, yang dipimpin oleh Ginandjar Kartasasmita, mengadakan rapat dan menyatakan bahwa mereka tidak bersedia menjabat dalam kabinet reformasi serta mendesak Presiden
30
Abun Sanda, Warisan (daripada)Soeharto,Jakarta: Kompas, 2008, hlm. 301 A. Pambudi, Op .Cit., hlm. 15. 32 R.P. Soejono, R.Z. Leirissa, Sejarah Nasional Indonesia VI zaman Jepang dan Zaman Republik, Jakarta: Balai Pustaka, 2011, hlm.672. 31
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
Soeharto untuk turun. Selain itu beberapa tokoh yang diminta Presiden Soeharto untuk duduk dalam Komite Reformasi antara lain Nurcholis Madjid, Gus Dur, Amien Rais dan Malik Fajar menolak.33 Pada pertemuan di malam yang sama, Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menyatakan bahwa demi kepentingan bangsa, solusi terbaik adalah mengalihkan kekuasaan secara konstitusional dari Presiden kepada Wakil Presiden. Semakin keras desakan yang menginginkan agar Soeharto mundur sebagai Presiden, menyebabkan semakin lemahnya kekuatan Soeharto dalam pemerintahan. Akhirnya pada tanggal 20 Mei 1998 pukul 23.00 WIB Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal Wiranto. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soeharto memutuskan untuk turun sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden B.J Habibie sebagai Presiden. Pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB sesuai dengan ketentuan dalam TAP MPR No. VII tahun 1973 di hadapan Mahkamah Agung dilaksanakan penyerahan jabatan presiden berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Selain penyerahan kekuasaan presiden, pada saat itu juga sekaligus mengangkat Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto.34 Dalam pidato pengunduran dirinya, Soeharto berkata “saudarasaudara sekarang saya bukan presiden lagi kerena sesuai pasal 8 UUD 1945 dan saran dari Dewan Perwakilan Rakyat, saya telah berhenti. Saya harap 33 34
Tuk Setyohadi, Op. Cit., hlm. 178. Op. Cit., hlm. 179.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
saudara-saudara menjaga keselamatan negara dan bangsa, terima kasih”. Pidato tersebut mengakhiri jabatan Soeharto sebagai Presiden dan mengakhiri era Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun.
C. B.J Habibie Menjadi Presiden Hari kamis tanggal 21 Mei 1998 merupakan hari bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut Soeharto secara resmi mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia setelah berkuasa selama 32 tahun. Berhentinya presiden sebelum masa jabatan berakhir, maka sesuai dengan pasal 8 UUD 1945 yang berbunyi “bila presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai batas masa waktunya”. Pada saat itu juga tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.10, B.J. Habibie mengucapkan sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia yang disaksikan oleh Mahkamah Agung, Ketua DPR, Wakil-Wakil Ketua DPR yang juga dihadiri oleh mantan Presiden Soeharto. Kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada runtuhnya rezim Orde Baru berakibat pula pada rusaknya hubungan antara Soeharto dengan B.J Habibie. Soeharto menganggap seharusnya sebagai Wakil Presiden, B.J Habibie yang didukung penuh ABRI seharusnya bisa mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah dan mengatasi aksi-aksi anarkis yang menjurus pada upaya menjatuhkan Soeharto sebagai Presiden. Fakta bahwa ibukota cepat sekali
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
memburuk begitu Soeharto meninggalkan tanah Air tentu menimbulkan prasangka buruk dalam benak Soeharto terhadap Habibie.35 Secara
konstitusional,
Soeharto
memang
harus
menyerahkan
kekuasaannya sebagai Presiden kepada Wakil Presiden B.J Habibie setelah mengundurkan diri. Sejak awal Soeharto ragu apakah Habibie mampu mengatasi situasi. Saat menyampaikan pengunduran diri, wajah Soeharto tampak dingin. Ia menyadari betul bahwa dirinya benar-benar dipermalukan di depan seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat luar negeri. Soeharto berusaha terlihat tegar ketika mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden. Mulai saat itu hubungan Soeharto dengan Habibie tidak terjalin dengan baik lagi. Jabat tangan antara Soeharto dan Habibie saat pelantikan Habibie sebagai Presiden merupakan jabat tangan terakhir yang diterima Habibie dari Soeharto. 36 Beberapa hari setelah B.J. Habibie menjadi presiden, B.J. Habibie mengutus Letjen Ary Mardjono untuk menemui Pak Harto, untuk menanyakan perihal sulitnya B.J. Habibie bertemu Pak Harto. Pertemuan berlangsung selama 30 menit, Letjen Ary Mardjono menanyakan apakah beliau marah kepada B.J. Habibie sehingga sulit bagi B.J. Habibie untuk bertemu? Pak Harto menjawab, ”Saya justru menjaga nama baik Habibie. Apa komentar orang kalau presiden baru sering bertemu dengan mantan
35 36
Tjipta Lesmana, Op. Cit., hlm. 123 Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
presiden, sehingga presiden baru terkesan berada di bawah bayang-bayang mantan presiden”.37 Reformasi telah membawa B.J Habibie ke kursi presiden. Akan tetapi tuntutan reformasi oleh masyarakat Indonesia tidak berakhir setelah Soeharto turun sebagai Presiden. Naiknya B.J Habibie sebagai presiden baru merupakan langkah awal mewujudkan refomasi, bukan merupakan akhir dari reformasi total yang dikehendaki oleh masyarakat melalui mahasiswa.38 Pada masa pemerintahannya sebagai Presiden, B.J Habibie dihadapkan oleh persoalan-persoalan negara yang belum terselesaikan pada masa pemerintahan Soeharto. Termasuk mengenai pro dan kontra tentang keabsahan jabatan presiden yang kini dipegangnya. Persoalan ini muncul di kalangan para ahli hukum sebagian ahli menganggap naiknya B.J Habibie sebagai Presiden sudah sesuai dengan konstitusi, pendapat ini diperkuat dengan Pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”. Sedangkan beberapa ahli yang berpendapat bahwa naiknya B.J Habibie yang dianggap tidak konstitusional berpegang pada ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR”. Melihat situasi saat itu, tidak memungkinkan MPR/DPR untuk bersidang karena Gedung DPR/MPR diduduki oleh puluhan ribu mahasiswa, maka sumpah dan janji yang 37
Arissetyanto Nugroho, Donna Sita. I, Pak Harto the Untold Stories, Jakarta: PT Gramedia, 2011, hlm. 184 38 Tim Redaksi LP3ES, Politik Editorial Indonesia,Jakarta: Pustaka LP3ES, 2003, hlm. 31.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
diucapkan B.J. Habibie di depan Mahkamah Agung dan di depan personil MPR dan DPR dianggap sah dan sudah sesuai dengan Konstitusi. Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dihadapkan pada kondisi ekonomi Indonesia yang sangat memprihatinkan. Pada pertengahan tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 65,0 ditambah pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan sebesar 13,6 persen di tahun 1998. Permasalahan ini muncul sebagai imbas krisis ekonomi yang menimpa Indonesia yang belum teratasi. Rupiah mengalami penurunan nilai tukar hingga mencapai Rp 10.000/US$ dan bahkan mencapai Rp 15.000 sampai Rp 17.000/US$ yang berdampak banyaknya perusahaan-perusahaan yang mengalami kebangkrutan yang mengakibatkan banyak pengangguran. Dampak krisis ekonomi menyebabkan sekitar 113 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, phk besarbesaran, krisis sosial dalam masyarakat.39
39
M.C. Ricklefs, Op. Cit., hlm. 695
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
BAB III HASIL KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI PRESIDEN B.J. HABIBIE
A. Penyusunan Kabinet Reformasi Pembangunan B.J. Habibie menjabat sebagai Presiden Indonesia yang ketiga menggantikan Presiden Soeharto yang lengser dari jabatan sebelum masa baktinya selesai. Dalam waktu yang terbilang singkat, kurang dari 24 jam setelah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie mengumumkan kabinet yang dipimpinnya dengan diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Tabel 1. Kabinet Reformasi Pembangunan Jabatan
No
Nama
1
Menteri Dalam Negeri
Syarwan Hamid.
2
Menteri Luar Negeri
Ali Alatas
3
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Wiranto
4
Menteri Kehakiman
Muladi
5
Menteri Penerangan
Yunus Yosfiah
6
Menteri Keuangan
Bambang Subianto
7
Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Rahardi Ramelan
8
Menteri Pertanian
Soleh Solahudin
9
Menteri Pertambangan dan Energi
10
Menteri Kehutanan dan Perkebunan
11
Menteri Pekerjaan Umum
Kuntoro Mangkusubroto Muslimin Nasution Rachmadi Bambang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
Sumadhijo Giri Suseno Hadihardjono
12
Menteri Perhubungan
13
Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya
Marzuki Usman.
14
Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah
Adi Sasono
15
Menteri Tenaga Kerja
Fahmi Idris.
16
Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan
17
Menteri Kesehatan
18
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
AM Hendropriyono Faried Anfasa Moeloek Juwono Soedarsono
19
Menteri Agama
Malik Fajar
20
Menteri Sosial
Justika Baharsjah
21
Menteri Negara Sekretaris Negara
Akbar Tandjung.
22
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
Boediono
23
Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT
Muhammad Zuhal
24
Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara/Kepala Badan Pengelola BUMN
Tanri Abeng
25
Menteri Negara Pangan dan Holtikultura
A.M. Saefuddin
26
Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN
Ida Bagus Oka
27
Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM
Hamzah Haz
28
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN
Hasan Basri Durin
29
Menteri Negara Perumahan Pemukiman
Theo L. Sambuaga.
30
Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal Panangian Siregar
31
Menteri Negara Peranan Wanita
Tuti Alawiyah
32
Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga
Agung Laksono.
33
Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara
34 35
Feisal Tanjung Ginandjar Kartasasmita. Hartarto Sastrosoenarto
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
36
Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan
Haryono Suyono
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Reformasi_Pembangunan. (Diakses pada tanggal 19 Maret 2015)40
Permasalahan-permasalahan negara yang dihadapi Pemerintahan B.J. Habibie tidak hanya mengenai krisis ekonomi yang belum terselesaikan, akan tetapi juga mengenai permasalahan politik dalam negeri. Pemerintahan B.J. Habibie dengan Kabinet Reformasi Pembangunan dihadapkan dengan 6 tuntutan reformasi. Keenam tuntutan reformasi antara lain (1) Penegakan supremasi hukum, (2) Pemberantasan KKN, (3) Mengadili mantan Presiden Soeharto dan kroni-kroninya, (4) Amandemen Konstitusi (5) Pencabutan Dwi Fungsi Abri, (6) Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya. Presiden Habibie mengawali pemerintahannya dengan sebuah reputasi yang membuatnya tidak dipercaya oleh kalangan aktivis dan mahasiswa, militer, fraksi-fraksi partai besar, pemerintah asing, para investor luar negeri, dan berbagai badan internasional. Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. Kebijakan politik yang diambil yaitu: dengan dibebaskannya para tahanan politik pada masa Orde Baru, peningkatan kebebasan pers, pembentukan parpol dan percepatan Pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999,
40
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Reformasi_Pembangunan, diakses pada tanggal 19 Maret 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
penyelesaian masalah Timor Timur, pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya, pemberian gelar Pahlawan Reformasi bagi korban Trisakti.
B. Pembebasan Tahanan Politik pada Masa Orde Baru Dalam upaya menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan upaya mengatasi tekanan dan tuntutan dari masyarakat, Presiden B.J Habibie membuat kebijakan melepaskan seluruh tahanan politik pada masa Pemerintahan Orde Baru. Tindakan yang dilakukan Presiden B.J Habibie untuk membebaskan tahanan politik pada masa Pemerintahan Orde Baru ini meningkatkan legitimasi Presiden B.J Habibie di dalam negeri maupun luar negeri. Kebijakan B.J Habibie ini pula sebagai upaya Habibie dalam menjalankan reformasi yang dikehendaki masyarakat dan sebagai upaya menepis anggapan mengenai dirinya di kalangan aktivis reformasi dan masyarakat sebagai anak emas Soeharto. Legitimasi Presiden B.J Habibie terlihat pada kebijakan yang dikeluarkannya dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Di antara yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti diberikan kepada H. Mohammad Sanusi dan tokoh-tokoh lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung Priok tahun 1984. Selain tokoh-tokoh tua mantan PKI, Amnesti diberikan pula pada tokoh-tokoh aktivis petisi 50, merupakan kelompok yang sebagian besar terdiri dari mantan jendral salah satunya adalah kepala staf
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
Angkatan bersenjata Jendral Abdul Haris Nasution yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI. Pada bulan November 1998, Presiden B.J. Habibie mengumumkan almarhum Mohammad Natsir sebagai pemimpin bangsa, hal ini menyisaratkan bahwa pemberontakan PRRI pun dimaafkan. ABRI membebaskan beberapa aktivis mahasiswa yang telah menghilang sejak kampanye pemilu 1997, akan tetapi masih banyak mahasiswa yang hilang yang telah dibunuh. Wiranto mengumumkan bahwa militer bisa menyelidiki orang-orang termasuk Prabowo, yang diduga telah menculik para aktivis reformasi.41 Selain membebaskan tahanan politik masa Orde Baru, Presiden B.J Habibie juga membebaskan tahanan Mahasiswa dan aktivis reformasi. Di antara mereka yang dibebaskan adalah Dr. Sri Bintang Pamungkas, Ketua PUDI dan Dr. Mochtar Pakpahan, Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Presiden juga mencabut UU Subversi dan menyatakan dukungan budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama ini menentang Rezim Orde Baru, diantaranya adalah K.H. Abdurrahman Wahid dan para tokoh-tokoh aktivis petisi 50 yaitu kelompok yang sebagian besar terdiri dari mantan-mantan jenderal yang menuduh Soeharto melanggar prinsip dari Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI.42 Selain membebaskan tahanan politik masa Orde Baru, Presiden B.J. Habibie juga memberi gelar Pahlawan Reformasi kepada 4 korban mahasiswa Trisakti yang menuntut lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998. 41 42
M.C. Ricklefs, ibid, hlm. 665 Tuk Setyohadi, Op. Cit, hlm. 184
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
Pemberian
gelar
pahlawan
reformasi
merupakan
hal
positif
yang
dianugerahkan oleh pemerintahan Presiden B.J Habibie, penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi. Pemberian gelar pahlawan kepada korban trisakti juga sebagai upaya pemerintah menjalankan reformasi yang dikehendaki oleh rakyat, selain itu sebagai upaya yang dilakukan oleh Presiden B.J Habibie untuk mengambil simpati dan kepercayaan rakyat yang kurang mempercayai dirinya dalam menjalankan reformasi.
C. Kebebasan Pers Dalam
permasalahan
ini,
pemerintahan
Presiden
B.J
Habibe
mengeluarkan kebijakan mengenai kebebasan pers di Indonesia. Pada masa Pemerintahan Orde Baru pergerakan pers sangat dibatasi dan hanya digunakan
sebagai
alat
pemerintahan
untuk
menyelenggarakan
kepentingannya. Pers pada masa Orde Baru adalah sarat dengan muatan berbagai kepentingan. Kebebasan pers sangat dibatasi, kebebasan pers ditekan dan dikuasai oleh negara, bahkan wartawan bisa dibeli. Pers yang bisa dibreidel sewaktu-waktu oleh pemerintah bila berita yang ditulis tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah. Pembreidelan pers pada masa Orde Baru terjadi pada surat kabar tempo,kompas dan detik. Pembereidelan Tempo terjadi Pada 12 April 1982, di usia yang ke-12 tahun, Tempo dibreidel oleh Departemen Penerangan melalui surat yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
dikeluarkan oleh Ali Moertopo (Menteri Penerangan). Tempo dianggap telah melanggar kode etik pers. Ide pembreidelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan harian Pos Kota. Diduga, pembreidelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang notabene motor partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut. Pembreidelan kedua terjadi Pada 21 Juni 1994, Tempo kembali dibredel bersama saudara tirinya yaitu Editor Detik. Kali ini penyebabnya adalah berita Tempo terkait pembelian pesawat tempur eks Jerman Timur oleh BJ Habibie. Berita tersebut tidak menyenangkan para pejabat militer karena merasa otoritasnya dilangkahi. Namun, diduga, penyebab dasarnya adalah karena Presiden Soeharto tidak suka Tempo dari dulu; berita BJ Habibie hanyalah alasan pembenaran.43 Selain pembreidelan terhadap media masa, pembreidelan dan larangan penerbitan buku-buku juga dilakuakan masa Orde Baru. Antara lain Di Bawah Lentera Merah yang merupakan tesis sarjana muda Soe Hok Gie pada Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Juga buku Tan Malaka yang merupakan disertasi doktor ahli sejarah Harrye Poeze yang kini menjabat sebagai Direktur KITLV di Belanda. Militer dan Politik di Indonesia karya Harold Crouch. Kapitalisme Semu karya Yoshihara Kunio. Sang Pemula karya Pramoedya Ananta Toer. Theologi Pembebasan, Sejarah, Metode, Praksis dan Isinya yang merupakan skripsi Frater Wahono 43
Winarso, http://jejaksejarah.weebly.com/jejak-sejarah/jejak-sejarah-di-balik-pembredelan-perskonflik-dan-pembredelan-majalah-tempo, diakses pada 19 Maret 2015.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
Nitiprawiro. Amir Sjarifoeddin Pergumulan Imannya dalam Perjuangan Kemerdekaan yang merupakan tesis Frederick Djara Wellem. Indonesia the Rise of Capital karya Richard Robison yang masih belum diterbitkan dalam edisi Indonesia. Alasan pelarangan itu nyaris seragam: merupakan tulisan yang menyesatkan, memutarbalikkan sejarah, merendahkan pemerintah Orde Baru dan pimpinan nasional. Sayangnya suatu proses peradilan yang bersifat akademis tak pernah digelar. Demikian juga para guru besar atau dosen pembimbing dan pejabat kampus tak ada satu pun yang memberikan reaksi.44 Kehidupan pers di Indonesia pada masa Pemerintahan Orde Baru sangat mengkhawatirkan. Turut campurnya pemerintah dalam pers, membuat pers dikontrol oleh pemerintah, sehingga tidak adanya kebebasan bagi pers. Terdapatnya
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tidak membawa
perubahan yang signifikan bagi kehidupan pers. PWI yang seharusnya memperjuangkan kehidupan pers di Indonesia justru dijadikam media bagi Pemerintah Orde Baru. Hal ini terlihat ketika terjadi pembredelan beberapa media nasional oleh pemerintah, PWI yang seharusnya membela pers dan melakukan tuntutan terhadap pembreidelan tersebut justru memberikan pernyataan dapat memahami dan menyetujui tindakan pemerintah tersebut. Kontrol pemerintah terhadap pers tidak dapat diragukan lagi, begitu juga dengan pengaruhnya. Kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan pemerintah orde baru sangat tidak mendukung keberadaan pers. Salah satu contohnya adalah kebijakan SIUPP, yakni Surat Izin untuk Penerbitan Pers,
44
Stanley, http://tempo.co.id/ang/min/01/29/kolom3.htm, diakses pada 19 Maret 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
yang mana sangat tidak pro-pers. Pers mengalami kesulitan saat dituntut untuk melasanakan fungsi–fungsi yang secara alamiah melekat padanya, khususnya fungsi mereka bagi masyarakat. Fungsi pers bagi masyarakat adalah menampilkan informasi yang berdimensi politik lebih banyak dibandingkan dengan ekonomi, dengan didominasi subyek negara serta kecenderungan pers untuk lebih berat ke sisi negara harus dilakukan dengan cara lebih memilih realitas psikologis dibanding dengan realitas sosiologis.45 Setelah berakhirnya Pemerintahan Orde baru, Presiden B.J Habibie membuat kebijakan mengenai kebebasan pers di Indonesia. Pers pada masa pemerintahan B.J Habibie diberikan perlindungan hukum yang berkaitan dengan
media
dan
bahan-bahan
yang
dipublikasikan
seperti
menyebarluaskan, pencetakan dan penerbitan surat kabar, majalah, buku atau material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah. Kebebasan pers masa pemerintahan Presiden B.J Habibie diikuti pula dengan kebebasan berasosiasi organisasi pers, sehingga banyak bermunculan organisasi-organisasi pers alternatif. Selama
pemerintahan
Presiden
B.J
Habibie
tidak
didapati
pembreidelan-pembreidelan media masa seperti saat masa Orde Baru. Pers bebas memberitakan mengenai segi potif dan negatif kinerja pemerintah yang menyangkut kebijakan-kebijakan pemerintah. Dalam rangka melaksanakan kebebasan pers, B.J Habibie mencabut ketentuan pembatalan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) yang selama ini menghantui wartawan terhadap 45
Putra, A, https://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/06/21/makalah-perbandingankebebasan-pers-pada-masa-orde-baru-dan-masa-reformasi-di-indonesia/, diakses pada tanggal 27 Maret 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
pemberedelan surat kabar dan majalah.46 Akibat kemudahan memperoleh SIUPP tersebut, jumlah pemohon SIUPP membengkak lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan dengan masa Orde Baru. Euforia kebebasan berdampak luas bagi perkembangan di Indonesia, dampak kebebasan pers tidak hanya berdamak positif akan tetapi juga dapat berdampak negatif. Dampak positif kebebasan pers antara lain adalah (1) Pemberitaan bebas mengulas suatu masalah Ilmu pengetahuan dan tehnologi serta pengetahuan dan informasi lainnya sehingga semua orang berhak tahu dan mengerti apa yang sedang terjadi sekarang ini dari berita ilmu pengetahuan, politik/pemerintah dan lain-lain yang akan membuat individu menjadi maju cara berpikirnya. (2) Tiap-tiap individu secara bebas dapat menyampaikan pendapatnya melalui media masa sehingga membantu dan memicu tiap individu untuk berkreasi menyampaikan pendapat dengan adanya kolom kontak pembaca, serta setiap wartawan
mengulas suatu
masalah yang beraneka ragam. (3) Memberikan kesempatan tiap individu untuk mencoba berani bagi yang ingin mencoba bisnis dalam mass media terbukti munculnya produksi media baru Terbit, Adil dan lain-lain serta membuka lapangan pekerjaan. Dampak negatif kebebasan pers antara lain: (1) Gambar kekerasan yang ditampilkan baik dalam media massa cetak maupun dalam audio visual dalam menyampaikan berita dengan makin berani dan gamblang misalnya kegiatan demonstrasi yang brutal dan lain-lain. (2) Penampilan gambar setengah porno
46
Tuk Setyohadi, Op. Cit, hlm. 184
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
dalam media cetak yang menampilkan foto-foto wanita yang berpakaian amat minim
dengan
pose
yang sangat merangsang seperti pada isi
gambar Tabloid lipstik. (3) Berita yang mengulas suatu masalah yang belum tentu benar. (4) Berita yang dapat menimbulkan pemahaman tertentu, menghasut ataupun mengadu domba. (5) Mengkritik tanpa etika.
D. Penghapusan Istilah Pribumi dan Non Pribumi Sejumlah amandemen UUD 1945 yang beberapa kali dilakukan oleh MPR ternyata tidak berhasil membersihkan pasal-pasal yang berbau rasial. Demikian pula RUU Kewarganegaraan yang telah disiapkan Departemen Kehakiman dan HAM masih mengandung beberapa poin diskriminatif baik terhadap perempuan (gender) maupun warga negara keturunan asing. Contohnya, pasal 30 RRU menyebutkan bahwa kehilangan kewarganegaraan Indonesia bagi seorang suami berlaku pula bagi istri kecuali istri menolak atau istri mempunyai dua kewarganegaraan. Selain itu pasal 39 RRU tersebut menyatakan setiap orang yang perlu membuktikan kewarganegaraan Republik Indonesia dan tidak mempunyai surat bukti untuk itu dapat mengajukan permohonan kepada menteri atau pejabat untuk memperolehnya. Pasal ini diduga mengukuhkan kembali Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia atau biasa disingkat SBKRI bagi orang Indonesia keturunan asing termasuk Tionghoa. Permasalahan pribumi dan non pribumi, ditanggapi oleh pemerintahan B.J. Habibie. Pada 16 September 1998, Presiden B.J. Habibie mengeluarkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
Inpres N0. 26/1998 yang menghapuskan istilah pribumi dan non pribumi. Presiden B.J. Habibie juga mengeluarkan Inpres 4/1999 tentang penghapusan Surat
Bukti
Kewarganegaraan
Republik
Indonesia
(SBKRI),
dan
diperbolehkannya pelajaran Bahasa Mandarin.47
E. Pembentukan Partai Politik dan Percepatan Pemilu Presiden B.J Habibie membuat kebijakan untuk membuat perubahan dalam bidang politik lainnya antara lain mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Pemilihan umum pada masa pemerintahan yang sangat singkat dari Presiden B.J Habibie, diselenggarakan pada tanggal 7 Juni 1999 dengan diikuti oleh 48 partai, walapun pada saat itu terdaftar terdapat hampir 150 partai politik, akan tetapi yang memenuhi persyaratan hanya 48 partai politik. Pemilihan umum Tahun 1998 dilaksanakan secara LUBER yaitu langsung, umum, bebas dan rahasia dan JURDIL yaitu jujur dan adil yang diakui oleh semua pihak termasuk oleh oleh luar negeri melalui pemantauan secara langsung oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter.48 Selanjutnya tanggal 7 Juni 1999 diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai. Dari 48 partai yang mengikuti pemilihan umum Tahun 1998, terdapat 5 partai besar yang mendapat dukungan besar dari masyarakat. Amien Rais mendirikan PAN (Partai Amanat Nasional) dengan dukungan dari 47
Muh Kholid, Mengakhiri Diskriminasi Tionghoa, http://lkassurabaya.blogspot.com/2007/07/ mengakhiri-diskriminasi-tionghoa.html, diakses pada tanggal 12 Juli 2015. 48 M.C. Ricklefs, Op. Cit, hlm. 685.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
Muhammadiyah, akan tetapi dengan ideologi sekularisme yang demokratis dan kapitalis. Abdurahman Wahid dengan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dengan dukungan NU, lebih mengedepankan toleransi, pluralisme, dan gaya demokrasi non religius. Megawati dengan PDI (Partai Demokrasi Indonesia) mendapat dukungan dari Wiranto dan ABRI. Beberapa pemimpin Islam menanggapi popularitas Megawati yang besar menyatakan bahwa Islam tidak memperbolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin, tetapi tidak dengan Abdurrahman Wahid. Golkar yang masih mempunyai dukungan masyarakat yang masih kuat mencoba untuk membersihkan diri dari warisan Soeharto dengan cara meminta maaf untuk berbagai kesalahan masa lalunya dan menggambarkan dirinya sebagai Golkar baru. Fraksi dominannya mendukung Habibie hampir sampai akhir masa jabatannya. PPP juga mampu bertahan sebagai sebuah partai politik.49 Pemilihan umum kedelapan dalam sejarah Indonesia ini dilaksanakan pada hari Senin, 7 Juni 1999. Empat puluh delapan partai yang mengikuti pemilu ini memperebutkan 462 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Setelah pemilihan umum ini selesai dilaksanakan, lebih dari 50% partai ternyata tidak mendapatkan kursi. Dengan demikian, jumlah kursi di DPR dibagi kepada 21 partai saja.50 Pemilihan umum tahun 1999 melahirkan pemenang baru yaitu PDI Perjuangan. Meskipun hanya menguasai 11 provinsi, sedangkan Golkar menang di 13 Provinsi, namun suara PDI Perjuangan lebih besar yaitu sebanyak 33,7 %. 49
Op. Cit., hlm. 706. Daniel Dhakidae, dkk, Wajah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum 1999, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2002, hlm. vii 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
Kemenangan PDI Perjuangan pada pemilu 1999 terjadi karena PDIP yang diketuai oleh Megawati Soekarno Putri merupakan salah satu tokoh yang memperjuangkan reformasi sehingga banyak masyarakat yang pro terhadap reformasi berbalik mendukung PDI Perjuangan. Sedangkan Golkar masih mampu menempati posisi ke dua pada pemilu 1999 setelah lengsernya Soeharto sebagai presiden hal ini terjadi karena Partai Golkar sudah berakar kuat di hati rakyat, hal ini dapat dilihat dari sejarah panjang kemenangan partai Golkar dari tahun 1955 hingga pemilu tahun 1997. Untuk pemilu tahun 1999 bisa dikatakan tidak ada partai yang menang secara meyakinkan, sama seperti pemilu tahun 1955.51 Tabel 2 Sepuluh partai pemenang pemilihan umum tahun 1999 antara lain: NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PARTAI POLITIK PDI Perjuangan Partai Golkar PPP PKB PAN PBB Partai Keadilan Partai Demokrasi Kasih Bangsa Partai Nahdatul Ulama Partai Keadilan dan Persatuan
JUMLAH KURSI 153 kursi 120 kursi 58 kursi 51 kursi 34 kursi 13 kursi 7 kursi 5 kursi 5 kursi 4 kursi
Sumber : Daniel Dhakidae, Peta Politik Pemilihan Umum 1998-2004, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004. 52
51
Daniel Dhakidae, Peta Politik Pemilihan Umum 1998-2004, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004, hlm. 3 52 Daniel Dhakidae, Op. Cit., hlm. vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
F. Penyelesaian Masalah Timor Timur Permasalahan Timor Timur yang ingin merdeka dan lepas dari Indonesia menjadi salah satu permasalahan besar yang harus dihadapi Bangsa Indonesia. Setelah berakhirnya masa Orde Baru, dan naiknya B.J Habibie menjadi Presiden, Presiden B.J Habibie membuat kebijakan untuk memberikan kemerdekaan bagi Timor Timur. Bagi Presiden B.J Habibie, Timor Timur dianggap sebagai masalah yang merepotkan. Hal ini tertuang pada pernyataan Presiden B.J Habibie yang mengatakan bahwa masalah Timor Timur bagaikan kerikil dalam sepatu. Selain itu permasalahan Timor Timur dirasa mengganggu kinerja Kabinet Reformasi Pembangunan yang dipimpinnya dalam menghadapi berbagai macam persoalan reformasi.53 Upaya yang dilakukan Presiden B.J Habibie sebelum memutuskan untuk memberikan kemerdekaan bagi Timor Timur salah satunya adalah membebaskan tawanan politik asal Timor Timur dan menjanjikan suatu status istimewa bagi Timor Timur. Akan tetapi status istimewa yang dijanjikan Presiden B.J. Habibie tidak disetujui oleh Ramos-Horta dan para tokoh-tokoh yang menginginkan Timor Timur merdeka. Pada bulan Juni 1998 terjadi demonstran besar-besaran di Timor Timur yang menuntut diadakannya referendum yang menawarkan pilihan kemerdekaan dan menolak status istimewa dalam lingkup Negara Republik Indonesia. Untuk mendapatkan
53
Tuk Setyohadi, Op. Cit., hlm. 185
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
dukungan yang kuat tentang referendum, Belo meminta dukungan PBB untuk mensponsori referendum tersebut54 Melihat situasi di Timor Timur Presiden B.J Habibie mengambil sikap pro-aktif dengan menawarkan dua pilihan bagi penyelesaiaan Timor Timur yaitu dengan memberikan otonomi khusus atau memisahkan diri dari Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ali Alatas pada bulan Januari 1999 yang mengumumkan bahwa, jika usulan otonomi khusus untuk Timor Timur ternyata ditolak, wilayah tersebut akan diberi kemerdekaan. Otonomi luas berarti diberikannya wewenang atas berbagai bidang politik, ekonomi, budaya dan lain-lain, kecuali dalam hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiksal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional, serta secara terhormat dan damai, lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Habibie tidak mendapatkan banyak dukunagn dari kekuatan-kekuatan politik besar mengenai kebijakannya terhadap Timor Timur. Pada bulan Februari 1998, Megawati Sukarnoputri mengatakan di depan pendukungnya bahwa Timor Timur adalah bagian dari Indonesia dan bahwa ia tidak akan menerima pemisahan diri wilayah tersebut dari Republik Indonesia. Pandangan yang sama disampaikan oleh Abdurrahman Wahid. Meskipun demikian, ABRI memiliki pemikiran yang berbeda. Para petinggi ABRI telah memutuskan bahwa, jika suatu referendum menghasilkan suara untuk
54
M.C. Ricklefs, Op. Cit., hlm. 700
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
memisahkan diri, mereka akan menggerakkan sebuah aksi bumi hangus di Timor Timur.55 Referendum dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999. Hasilnya adalah sebanyak 446.953 suara masuk, merepresentasikan 98,6% dari seluruh pemilih. Dari 438.968 suara sah, 78,5 % menginginkan kemerdekaan, dan 21,5% sisanya menghendaki otonomi dalam lingkup negara Republik Indonesia.56 Dengan hasil ini menunjukkan bahwa penduduk Timor Timur ternyata menghendaki kemerdekaan. Presiden B.J. Habibie menagaggapi hasil referendum ini dengan menyatakan bahwa Indonesia mulai 1 Januari 2000 akan memusatkan perhatian pada 26 propinsi dan tidak diganggu lagi dengan masalah Timor Timur.
G. Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya Salah satu tuntutan reformasi yang dikehendaki rakyat lewat mahasiswa dan aktifis reformasi adalah pengusutan kekayaan Soeharto dan kronikroninya. Mengenai masalah KKN, terutama yang melibatkan Mantan Presiden Soeharto, pemerintah B.J Habibie dinilai tidak serius menanganinya karena proses untuk mengadili Soeharto berjalan sangat lambat. Lambatnya pengusutan
kekayaan
Soeharto
dan
kroni-kroninya
menimbulkan
ketidakpuasan yang besar diantara pendukung gerakan reformasi. Presiden B.J. Habibie - dengan Instruksi Presiden No. 30/1998 tanggal 2 Desember 1998 – telah mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera 55 56
M.C. Ricklefs, ibid, hlm. 701 ibid, hlm. 702
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Kasus dugaan KKN Soeharto menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 buah yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri. Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999. Uang negara 400 miliar mengalir ke Yayasan Dana Mandiri antara tahun 1996 dan 1998. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa Haryono Suyono, yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengalihkan dana itu untuk yayasan. Ketika itu, dia masih menjadi wakil ketua di Dana Mandiri. Bambang Trihatmodjo, yang menjadi bendahara yayasan ini, bersama Haryono, ternyata mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk ke yayasan itu ke dua bank miliknya, Bank Alfa dan Bank
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
Andromeda, pada 1996-1997, dalam bentuk deposito. Dari data dalam berkas Soeharto, Bob Hasan paling besar merugikan keuangan negara, diduga mencapai Rp 3,3 triliun. Hal ini juga terungkap dari pengakuan Ali Affandi, Sekretaris Yayasan Supersemar, ketika diperiksa sebagai saksi kasus Soeharto. Dia membeberkan, Yayasan Supersemar, Dakab, dan Dharmais memiliki saham di 27 perusahaan Grup Nusamba milik Bob Hasan. Sebagian saham itu masih atas nama Bob Hasan pribadi, bukan yayasan.57 Pemeriksaan terhadap Soeharto pernah dilakukan terkait tuduhan KKN kepada dirinya, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan. Pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya, Kejagung tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Demikian pula dengan kasus lainnya juga tidak ada kejelasan.58
57
http://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_dugaan_korupsi_Soeharto, diakses pada tanggal 01 April 2015 58 M.C. Ricklefs, ibid, hlm. 695
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
BAB IV AKHIR PEMERINTAHAN B.J HABIBIE
A. Penolakan Pidato Pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie Dengan mundurnya Presiden Soeharto dari jabatannya sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998, sesuai UU yang ada maka sebagai wakil presiden B.J. Habibie menggantikan kedudukan Soeharto sebagai presiden hingga masa jabatan presiden selesai. Naiknya B.J. Habibie sebagai Presiden menggantikan Soeharto mendapatkan reaksi dari masyarakat Indonesia, yaitu memunculkan reaksi pro dan kontra terhadap B.J. Habibie sebagai presiden. Terdapatnya pro dan kontra terhadap B.J. Habibie ini menunjukkan legitimasi pemerintahan B.J. Habibie lemah. Munculnya kontra terhadap pemerintahan Presiden B.J. Habibie karena mereka menganggap bahwa Habibie masih terkait dengan kelompok Soeharto, sehingga banyak yang beranggapan bahwa B.J. Habibie tidak akan bisa melaksanakan reformasi secara penuh seperti yang dikehendaki oleh rakyat Indonesia. Hal lain yang melemahkan legitimasi Habibie dalam memimpin pemerintahan ialah ia tidak dipilih secara luber dan jurdil sebagai presiden dan merupakan satu paket pemilihan pola musyawarah mufakat dengan Soeharto. Naiknya B.J. Habibie sebagai presiden mendapat tanggapan yang beragam para tokoh-tokoh politik. beberapa tokoh memberi komentar pemerintahan Habibie sebagai ”pemerintahan transisi” (Nurcholis Majid). ”Belum lepas dari bayang-bayang Soeharto” (Amien Rais), ”Melakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
reformasi hanya pada kulitnya saja” dan ”perpanjangan rezim mantan Presiden Soeharto” (Megawati). Komentar-komentar tersebut makin melemahkan legitimasi Habibie sebagai presiden. Meskipun banyak mengalami keberhasilan dan kemajuan dalam kebijakan-kebijakan politik yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden B.J. Habibei
sebagai upaya menjalankan tuntutan reformasi yang dikehendaki
oleh rakyat. Sejak Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk, kemajuan dan keberhasilan telah dicapai antara lain penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR, kebebasan pers, penyelenggaraan pemilu dan reformasi di bidang politik, sosial, hukum, dan ekonomi mengalami kemajuan dan keberhasilan seperti yang rakyat kehendaki lewat reformasi. Akan tetapi di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, Presiden B.J. Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor Timur. Pemerintah dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/MPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor Timur yaitu memberikan kemerdekaan bila otonomi kusus yang diberikan pemerintah Indonesia ditolak. Pada Januari 1999, Presiden B.J. Habibie mengumumkan keputusannya tentang nasib Timor Timur. Timor Timur bisa melepaskan diri dari Indonesia sekiranya mereka menolak tawaran otonomi secara luas. Padahal tawaran otonomi secara luas kepada Timor Timur baru diumumkan pada bulan Juni 1998 dan belum mendapatkan tanggapan yang pasti dalam forum PBB tentang pelaksanaan otonomi tersebut. Dengan diumumkannya mengenai dua opsi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
tersebut oleh Presiden B.J. Habibie, PBB secara sigap mempersiapkan jejak pendapat 1999 yang ternyata mendapatkan hasil mayoritas masyarakat Timor Timur memilih merdeka dan lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.59 Kebijakan B.J. Habibie yang memberikan opsi ke dua kepada Timor Timur merupakan blunder besar bagi pemerintahannya. Justru opsi kedua itulah, antara lain, yang diikuti dengan desakan PBB untuk melakukan referendum di Timor Timur sebelum SU-MPR 1999 berlangsung, yang telah mendorong pembumi hangusan Timor Timur dan pelanggaran HAM yang serius di Timor Timur pasca referendum bulan Agustus 1999.60 Masalah itu tidak berhenti dengan lepasnya Timor Timur, setelah itu muncul tuntutan dari dunia Internasional mengenai masalah pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai penanggung jawab keamanan pasca jajak pendapat. Hal ini mencoreng Indonesia di Dunia Internasional. Bulan Juni 1999 diadakan pemilihan umum yang merupakan pemilu pertama setelah masa Orde Baru dilaksanakan secara demokratis, tanpa dipengaruhi oleh adanya tindak kekerasan yang berarti, serta tanpa adanya penekanan dari salah satu kontestan yang dominan. Pemilu tersebut diselenggarakan dengan prinsip luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan jurdil (jujur dan adil). hasilnya ada lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak, yaitu : PDIP, Golkar, PPP, PKB, dan PAN. Hasil
59
Sri-Bintang Pamungkas, Dari Orde Baru ke Indonesia Baru Lewat Reformasi Total, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001, hlm. 195. 60 ibid, hlm. 196.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
perolehan suara dari masing-masing partai politik ini mencerminkan jumlah kursi yang menjadi haknya di dalam MPR/DPR. Setelah melaksanakan pemilu, diadakan Sidang istimewa MPR diselenggarakan pada tanggal 1-21 Oktober 1999 dengan beberapa agenda sebagai berikut : 1. Mengangkat Amien Rais sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai ketua DPR untuk periode 1999 - 2004. 2. Pembacaan pidato pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie. 3. Pemilihan presiden Republik Indonesia yang baru. 4. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan wakil presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Sebagai salah satu agenda sidang umum, pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden B.J. Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Pada umumnya, masalah-masalah yang dipersoalkan oleh Fraksifraksi tersebut adalah masalah Timor Timur, KKN, termasuk pengusutan kekayaan Soeharto, dan masalah HAM. Sementara itu, di luar Gedung DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban B.J. Habibie, karena B.J. Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup
Rapat
Paripurna
sambil
mengatakan,
”dengan
demikian
pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan
presiden.
B.J.
Habibie
juga
iklas
terhadap
penolakan
pertanggungjawabannya oleh MPR.
B. Terbentuknya Pemerintahan Baru Dengan kemenangan PDIP pada pemilu, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden lan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah. Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia keempat dan dilantik dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 untuk masa bakti 1999-2004. Pada 7 Oktober 1999, Amien Dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie Dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar Dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul Dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara. Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk lan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus
terpilih
sebagai
wakil
presiden.
Setelah
meyakinkan
jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden lan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz. Tanggal 21 Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil Presiden RI dengan Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid. Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004 menjadi akhir pemerintahan Presiden Habibie dengan TAP MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie.61
61
Tuk Setyohadi, Op. Cit, hlm. 187
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Proses peralihan kekuasaan dari presiden Soeharto ke B.J. Habibie diawali dari persoalan yang dihadapi Indonesia sebagai akibat dari krisis ekonomitahun 1997 yang berkepanjangan, serta upaya-upaya pemerintah yang dianggap tidak serius dalam mengatasi krisis ekonomi membuat masyarakat terutama mahasiswa tidak mempercayai pemerintahan Presiden Soeharto. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah terlihat pada tuntutan masyarakat untuk mengadakan reformasi dan menuntut Presiden Soeharto untuk lengser.Pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 Pukul 09.00 WIB sesuai dengan ketentuan dalam TAP MPR No. VII tahun 1973 di hadapan Mahkamah Agung dilaksanakan penyerahan jabatan. Selain penyerahan kekuasaan Presiden Soeharto, pada saat itu tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.10, sekaligus mengangkat Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto. 2. Terdapat berbagai kebijakan-kebijakan politik dalam negeri yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. Kebijakan politik dalam negeri yang diambil yaitu: (1) pembebasan tahanan politik pada masa Orde Baru, (2) kebebasan pers, (3) penghapusanistilahpribumidan non pribumi, (4) pembentukan parpol dan percepatan pemilu, (5) penyelesaiaan masalah Timor Timur, dan (6)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya.Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor Timur. 3. Berakhirnya pemerintahan B.J. Habibie ditandai dengan ditolaknya pidato pertanggungjawaban presiden B.J. Habibie yang disampaikan pada tanggal 14 Oktober 1999 di depan Sidang Umum MPRkarena Pemerintahan B.J. Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orde Baru, dan kebijkan B.J. Habibie mengenai kemerdekaa Timor Timur. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya
mengundurkan
diri
dari
pencalonan
presiden.
Terpilihnya
Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004 menandai berakhirnya pemerintahan B.J. Habibie.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku Abun Sanda. 2008. Warisan (daripada) Soeharto. Jakarta: Kompas. Anggit Noegroho dan MT Arifin. 1998. Rekaman Lensa Peristiwa Mei 1998 di Solo. Solo: PT Aksara Solopos. Arbi Sanit. 1998. Reformasi Politik. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Arissetyanto Nugroho dan Donna Sita. I. 2011. Pak Harto the Untold Stories. Jakarta: PT Gramedia. Daniel Dhakidae. 2002. Wajah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum 1999. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. _______. 2004. Peta Politik Pemilihan Umum 1998-2004. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Pambudi, A. 2007. Kontroversi “Kudeta” Prabowo. Yogyakarta: Media Pressindo. Riclefs, M.C 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi. Soejono, R.P. dan R.Z. Leirissa. 2011. Sejarah Nasional Indonesia VI zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka. Sri-Bintang Pamungkas. 2001. Dari Orde Baru ke Indonesia Baru Lewat Reformasi Total. Jakarta: Penerbit Erlangga. Tjipta Lesmana. 2009. Dari Sukarno Sampai SBY Intrik Politik dan Lobi Politik dari Penguasa. Jakara: PT Gramedia Pustaka Utama. Tim Redaksi LP3E3S. 2003. Politik Editorial Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES. Tuk Setyohadi. 2002. Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa. Jakarta: CV. Rajawali Corporation. Warsito H.R. 2012. Pendidikan Pancasila Era Reformasi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
Sumber Internet http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Reformasi_Pembangunan.
(diakses
pada
(diakses
pada
Tionghoa.
http:
tanggal 19 Maret 2015) http://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_dugaan_korupsi_Soeharto. tanggal 01 Maret 2015) Muh
Kholid.
2007.
Mengakhiri
Diskriminasi
//lkassurabaya.blogspot.com/2007/07/mengakhiri-diskriminasitionghoa.html. (diakses pada tanggal 12 Juli 2015) Muksalmina. 2012. George Soros, Pria yang Menghancurkan Poundsterling, Rupiah,
http://islamiyah.wordpress.com/2007/03/21/george-soros-pria-
yang-menghancurkan-poundsterling-rupiah/. (diakses tanggal 16 Desember 2014). Putra, A. 2008. https://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/06/21/makalahperbandingan-kebebasan-pers-pada-masa-orde-baru-dan-masa-reformasidi-indonesia/. (diakses tanggal 27 Maret 2015). Stanley. http://tempo.co.id/ang/min/01/29/kolom3.htm. (diakses pada 19 Maret 2015). Winarso.
2013.
http://jejaksejarah.weebly.com/jejak-sejarah/jejak-sejarah-di-
balik-pembredelan-pers-konflik-dan-pembredelan-majalah-tempo. (diakses pada 19 Maret 2015)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1 SILABUS
Nama Sekolah
: SMA N 1 Depok Yogyakarta
Program
: Ilmu Pengetahuan Sosial
Jenjang
: SMA
Mata Pelajaran
: Sejarah
Kelas /Semester
: XII /2
Standar Kompetensi: 2. Menganalisis Perjuangan sejak Orde Baru sampai dengan Masa Reformasi Kompetensi Dasar
2.3. Menganalisis Perkembangan Politik dan Ekonomi serta Perubahan Masyarakat di Indonesia pada Masa Reformasi
Materi Pembelajaran
Pemerintahan Presiden B.J. Habibie (19981999): kebijakan politik dalam negeri.
Kegiatan Pembelajaran
Dengan mengkaji buku, melakukan diskusi, presentasi, dan tanya jawab diharapkan siswa dapat: Mendeskripsika n proses peralihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie Mendeskripsika n mengenai
Indikator Pencapaian
Penilaian Jenis Tagihan
Bentuk Instrumen
Contoh Instrumen
Alokasi Waktu
2 JP
Mendeskripsikan proses peralihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie Mendeskripsikan mengenai kebijakan dalam negeri
Tertulis
1. Tes essai 1. jelaskan tentang proses peralihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie? 2. jelaskan kebijakan kebijakan dalam negeri pada masa
Sumber/Bahan /Alat Sumber: Riclefs M.C 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi. Tuk Setyohadi. 2002. Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa. Jakarta: CV. Rajawali
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kebijakan dalam negeri pemerintahan B.J. Habibie Mendeskripsika n mengenai akhir dari pemerintahan B.J. Habibie Menganalisis salah satu kebijakan dalam negeri B.J. Habibie dengan membuat karya ilmiah dalam bentuk makalah
pemerintahan B.J. Habibie
Mendeskripsikan mengenai akhir dari pemerintahan B.J. Habibie
Robertus Suroso
3. Deskripsikan proses lengsengnya Presiden B.J. Habibie?
Menganalisis salah 2. Makalah Buatlah makalah tentang Portofolio satu kebijakan dalam salah satu kebijakan negeri B.J. Habibie dalam negeri B.J. Habibie dengan membuat karya ilmiah dalam bentuk makalah
Menunjukkan Menunjukkan sikap sikap tanggung tanggung jawab serta jawab serta mampu bekerja sama mampu bekerja dalam kelompok sama dalam kelompok
Mengetahui, Kepala Sekolah21
pemerintahan B.J. Habibie?
Corporation. Anggit Noegroho, MT Arifin. 1998. Rekaman Lensa Peristiwa Mei 1998 di Solo. Solo: PT. Aksara Solopos.
Alat: LCD, Komputer, dan papan tulis Media: Power Point
3. Skala nilai
Agustus 2015 Guru Mata Pelajaran Sejarah
Alberto Ferry Firnandus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Nama Sekolah
: SMAN 1 Depok, Yogyakarta
Mata Pelajaran
: Sejarah
Kelas/Semester
: XI/2
Materi Pokok
: Pemerintahan Presiden B.J. Habibie (1998-1999): kebijakan politik dalam negeri.
Alokasi Waktu
: 2 x 45 Menit
1. Standar Kompetensi 2. Menganalisis Perjuangan sejak Orde Baru sampai dengan Masa Reformasi. 2. Kompetensi Dasar 2.3. Menganalisis Perkembangan Politik dan Ekonomi serta Perubahan Masyarakat di Indonesia pada Masa Reformasi. 3. Indikator
Mendeskripsikan proses peralihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie.
Mendeskripsikan kebijakan dalam negeri pemerintahan B.J. Habibie.
Mendeskripsikan akhir dari pemerintahan B.j. Habibie.
Menganalisis salah satu kebijakan dalam negeri B.J. Habibie dengan membuat karya ilmiah dalam bentuk makalah.
Menunjukkan sikap tanggung jawab serta mampu bekerja sama dalam kelompok.
4. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat mendeskripsikan proses peralihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Siswa dapat mendeskripsikan kebijakan dalam negeri pemerintahan B.J. Habibie.
Siswa dapat mendeskripsikan akhir dari pemerintahan B.J. Habibie.
Siswa dapat menganalisis salah satu kebijakan dalam negeri B.J. Habibie dengan membuat karya ilmiah dalam bentuk makalah.
Siswa dapat menunjukkan sikap tanggung jawab serta mampu bekerja sama dalam kelompok.
5. Materi Pembelajaran a. Proses peralihan kekuasaan dari Suharto eke B.J. Habibie. 1) Krisis ekonomi tahun 1997 2) Proses lengsernya Presiden Soeharto 3) B.J Habibie Menjadi Presiden b. Hasil kebijakan politik dalam negeri Presiden B.J. Habibie 1) Penyusunan kabinet reformasi pembangunan 2) Pembebasan tahanan politik pada masa Orde Baru 3) Kebebasan pers 4) Penghapusan istilah pribumi dan non pribumi 5) Pembentukan partai politik dan percepatan pemilu 6) Penyelesaiaan masalah Timor Timur 7) Pengusutan kekayaan soeharto dan kroni-kroninya c. Akhir pemerintahan B.J. Habibie 1) Penolakan pidato pertanggungjawaban presiden B.J. Habibie 2) Terbentuknya pemerintahan baru
6. Model dan Metode Pembelajaran a. Model Pembelajaran
: kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
b. Metode Pembelajaran
: Ceramah, diskusi kelompok, presentasi, tanya jawab dan penugasan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7. Kegiatan Pembelajaran No 1
Alokasi
Deskripsi
Waktu
Kegiatan awal a. Apersepsi
Salam pembuka oleh guru, Doa sebelum proses pembelajaran dimulai
Guru
menjelaskan
SK,
KD,
dan
tujuan
pembelajaran tentang materi politik dalam
15 menit
negeri masa pemerintahan B.J. Habibie. b. Motivasi
Guru mengingatkan pelajaran minggu lalu.
c. Orientasi 2
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti a. Eksplorasi
Guru menjelaskan secara singkat tentang materi pemerintahan Presiden B.J. Habibie (19981999): Kebijakan politik dalam negeri.
Guru menjelaskan teknik pembelajaran hari ini yaitu
menggunakan
kooperatif
tipe
model
STAD
pembelajaran
(Student
Teams
Achievement Division) yaitu sistem belajar kelompok yang didalamnya siswa dibentuk ke dalam kelompok kecil secara heterogen. b. Elaborasi
Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Kelompok dibagi secara heterogen yang terdiri dari siswa dengan beragam latar belakang, misalnya dari segi:
60 menit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
prestasi dan jenis kelamin.
Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk mengerjakan latihan dan membahas suatu topik lanjutan bersama-sama. Disini anggota kelompok harus bekerja sama.
Guru mempersilakan masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil
diskusinya
secara
bergantian di depan kelas.
Setelah
kelompok
mempresentasikan
hasil
diskusi mereka di depan kelas, siswa lain diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang belum di mengerti yang telah disampaikan oleh presenter. c. Konfirmasi
Guru mengkonfirmasi jawaban siswa yang salah dan menambahkan materi yang belum lengkap dari proses presentasi yang dilakukan siswa didepan kelas.
Menjelaskan
tentang
hal-hal
yang
belum
diketahui. 3
Penutup a. Merangkum
Guru memberikan kesimpulan tentang materi yang telah dibahas.
b. Refleksi
Guru
dan
peserta
didik
bersama-sama
melakukan refleksi tentang materi yang sudah didapat dan nilai-nilai yang mereka dapat setelah mempelajari materi tersebut.
15 menit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c. Tindak Lanjut
Guru
menyampaikan
tugas
yang
harus
dipersiapkan dipertemuan berikutnya.
Guru mengucapkan salam penutup kepada siswa
8. Alat/Media/Sumber Belajar a. Alat
: LCD, Komputer, dan papan tulis
b. Media
: Power Point
c. Sumber Pembelajaran
:
Badrika, Wayan I. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga. Riclefs M.C 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi. Tuk Setyohadi. 2002. Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa. Jakarta: CV. Rajawali Corporation.
9. Penilaian a. Penilaian Kognitif : Terlampir Produk: Alat: Tes Bentuk: Essai Proses: Alat: Portofolio Bentuk: Makalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Penilaian Afektif : Terlampir Alat: Observasi Bentuk: Skala nilai
Mengetahui.
Yogyakarta, 21 Agustus 2015
Kepala Sekolah
Guru Mata Pelajaran
Robertus Suroso
Alberto Ferry Firnandus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran Penilaian
Penilaian Kognitif A. Format Penilaian Tes Essai
Soal Essai 1.
Jelaskan proses beralihnya kekuasaan dari Soeharto ke B.J. Habibie?
2. Jelaskan kebijakan Presiden B.J. Habibie tentang permasalahan pers di Indonesia? 3. Deskripsikan kebijakan Presiden B.J. Habibie terkait permasalahan Timor Timur? 4. Jelaskan mengenai proses berakhirnya pemerintahan B.J. Habibie?
Kunci Jawaban Soal Essai: 1. Banyaknya persoalan yang dihadapi Indonesia sebagai akibat dari krisis ekonomi tahun 1997 yang berkepanjangan, serta upaya-upaya pemerintah yang dianggap tidak serius dalam mengatasi krisis ekonomi
membuat
masyarakat
terutama
mahasiswa
tidak
mempercayai pemerintahan Presiden Soeharto. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah terlihat pada tuntutan masyarakat untuk mengadakan reformasi dan menuntut Presiden Soeharto untuk lengser.Pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 Pukul 09.00 WIB sesuai dengan ketentuan dalam TAP MPR No. VII tahun 1973 di hadapan Mahkamah Agung dilaksanakan penyerahan jabatan. Selain penyerahan kekuasaan Presiden Soeharto, pada saat itu tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.10, sekaligus mengangkat Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto. 2. Sejak terjadinya insident Santa Cruz, dunia Internasional memberikan tekanan berat kepada Indonesia dalam masalah hak asasi manusia di Tim-Tim. Bagi Habibie Timor-Timur adalah kerikil dalam sepatu yang merepotkan pemerintahannya, sehingga Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan bagi penyelesaian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Timor-Timur yaitu di satu pihak memberikan setatus khusus dengan otonomi luas dan dilain pihak memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti diberikan kewenangan atas berbagai bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhorman dan damai lepas dari NKRI. 3. Sebulan menjabat sebagai Presiden habibie telah membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao dan Ramos Horta.Sementara itu di Dili pada tanggal 21 April 1999, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman. Namun keesokan harinya suasana tidak menentu, kerusuhan dimana-mana. Suasana semakin bertambah buruk setelah hasil penentuan pendapat diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Pada awalnya Presiden Habibie berkeyakinan bahwa rakyat Timor-Timur lebih memilih opsi pertama, namun kenyataannya keyakinan itu salah, dimana sejarah mencatat bahwa sebagian besar rakyat Timor-Timur memilih lepas dari NKRI. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Atambua. Masalah Timor-Timur tidaklah sesederhana seperti yang diperkirakan Habibie karena adanya bentrokan senjata antara kelompok pro dan kontra kemerdekaan di mana kelompok kontra ini masuk
ke
dalam
kelompok
militan
yang
melakukan
teror
pembunuhan dan pembakaran pada warga sipil. Tiga pastor yang tewas adalah pastor Hilario, Fransisco, dan dewanto. Situasi yang tidak aman di Tim-Tim memaksa ribuan penduduk mengungsi ke Timor
Barat,
ketidak
mampuan
Indonesia
mencegah
teror,
menciptakan keamanan mendorong Indonesia harus menerima pasukan internasional. Dalam hal ini, pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Demikian pula kebebasan pers ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya. Sejauh ini tidak ada pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde Baru. Pers Indonesia dalam era pasca-Soeharto memang memperoleh kebebasan yang amat lebar, pemberitaan yang menyangkut sisi positif dan negatif kebijakan pemerintah sudah tidak lagi hal yang dianggap tabu, yang seringkali sulit ditemukan batasannya. Bahkan seorang pengamat Indonesia dari Ohio State University, William Liddle mengaku sempat shock menyaksikan isi berita televisi baik swasta maupun pemerintah dan membaca isi koran di Jakarta, yang kesemuanya seolah-olah menampilkan kebebasan dalam penyampaian berita, dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai sebelumnya pada saat kekuasaan Orde Baru. Cara Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP. 4. Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor Timur.
Pada
tanggal
14
Oktober
1999
Presiden
Habibie
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004.
Rambu-rambu Penilaian Rambu-rambu Skor
Skor
Jawaban lengkap berikut alasan yang tepat
25
Jawaban berdasarkan buku paket dengan alas an seadanya
20
Jawaban sesuai buku paket
15
Jawaban kurang lengkap
10
Jawaban tidak sesuai dengan soal yang ditanyakan
5
Keterangan: Soal uraian no 1 – 4 sekor maksimal 25 Nilai Akhir = Jumlah Skor Essai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Format Penilaian Portofolio
Soal
Buatlah makalah tentang salah satu kebijakan dalam negeri pemerintahan
Presiden B.J. Habibie (1998-1999):
penilaian Indikator
Nilai Kualitatif
Pengantar
Isi
Penutup Struktur/lo gika penulisan Orisinalita s karangan Penyajian, bahasan dan bahasa Jumlah
Nilai Kuantitatif
Deskripsi Menunjukkan dengan tepat isi makalah/laporan penelitian, kesimpulan maupun rangkuman. skema, dan mempersiapkan bahan-bahan. Kesesuaian antara judul dengan isi dan materi. Menguraikan hasil makalah, kesimpulan. Memberikan kesimpulan makalah/hasil tulisan Penggambaran dengan jelas metode yang dipakai dalam makalah. Karangan/penelitian, kesimpulan, rangkuman, merupakan hasil sendiri Bahasa yang digunakan sesuai EYD dan komunikatif
Kriteria Penilaian : Kriteria Indikator 80-100 70-79 60-69 45-59
Nilai Kualitatif Memuaskan Baik Cukup Kurang cukup
Nilai Kuantitatif 4 3 2 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Penilaian Afektif
Petunjuk Pengisisan: Beri tanda Chek List/ centang pada kolom yang sesuai dengan perilaku siswa dalam proses pembelajaran berlangsung
NO 1 2 3 4 5
PERNYATAAN Percaya diri dan bertanggung jawab jujur dan kritis dalam menyampaikan pendapat menghormati pendapat teman yang berbeda kelompok menerima keputusan dengan lapang dada dalam kelompok menghargai pendapat teman
Keterangan: SS
: Sangat setuju
S
: Setuju
R
: Ragu ragu
TS
: Tidak Setuju
STS
: Sangat tidak setuju
NA= Jumlah Perolehan x 100 Skor Maksimal
PENILAIAN SIKAP SS S R TS STS
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Nilai Akhir= 70% Kognitif + 30% Afektif
Tindak lanjut penilaian: a. Siswa dinyatakan berhasil apabila tingkat pencapaiannya mencapai KKM 70 b. Memberikan remedi untuk siswa yang tidak mencapai KKM c. Memberikan program pengayaan untuk siswa yang mencapai atau lebih dari KKM Lampiran 3
Mengetahui.
Yogyakarta, 21 Agustus 2015
Kepala Sekolah
Guru Mata Pelajaran
Robertus Suroso
Alberto Ferry Firnandus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3 Pemerintahan Presiden B.J. Habibie : Kebijakan Dalam Negeri
Proses Pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie Berawal dari dampak krisis ekonomi di tahun 1997 yang melanda Kawasan Asia dan berdampak sangat luas bagi perekonomian di Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam pada bulan Juli 1997, membuat rupiah semakin terpuruk. Sebagai dampaknya hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut, yang diikuti PHK pekerja-pekerjanya, sehingga angka pengangguran menjadi meningkat. Krisis ini juga berimbas langsung pada sektor moneter, terutama melalui penutupan beberapa bank yang mengalami kredit bermasalah dan krisis likuiditas, sehingga perbankan nasional menjadi berantakan. Hal inilah yang memunculkan krisis kepercayaan dari investor, serta pelarian modal ke luar negeri. Kenaikan angka kemiskinan yang melonjak pesat, merupakan dampak krisis ekonomi di Indonesia, daya beli masyarakat desa maupun kota semakin menurun, sehingga memicu rawan pangan dan kekurangan gizi. Di sektor kesehatan, melemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan kenaikan biaya medis, baik harga obat-obatan, vaksin, fasilitas kesehatan yang berakibat keadaan masyarakat semakin terjepit. Didorong oleh kondisi yang makin parah, pada bulan Oktober 1997 pemerintah
meminta
bantuan IMF
(International 50
Monetary
Fund) untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memperkuat sektor finansial, pengetatan kebijakan viskal dan penyesuaian struktural perbankan. Akan tetapi, pengaruh bantuan IMF sangatlah kecil dalam membantu krisis di Indonesia. Beberapa kebijakan seperti kebijakan fiskal dan kebijakan likuidasi. Dimana kebijakan fiskal bertujuan untuk mempertahankan nilai tukar sedangkan kebijakan likuidasi bertujuan untuk membantu bank-bank yang bemasalah. Kebijakan ini menerapkan standar kecukupan modal dengan mengusahakan rekapitulasi perbankan. Namun pada kenyataannya kebijakankebijakan ini dilakukan tanpa hasil yang berarti, malah IMF-lah yang disalahkan karena justru membuat pekonomian Indonesia lebih parah selama krisis. Kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk mengatasi krisis yang dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak mampu memulihkan perekonomian, dimana hargaharga bahan kebutuhan pokok tetap mengalami peningkatan. Karena itulah masyarakat menilai pemerintah tidak berhasil dalam melaksanakan kebijakankebijakan yang dibuat. Hal inilah yang membuat melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Rasa ketidakpercayaan ini berakibat pada aksi demo mahasiswa di awal Maret 1998 yang menuntut pemerintah menurunkan harga-harga barang dan menindaklanjuti pelaku-pelaku yang menimbun sembako. Banyaknya permasalahan besar yang dihadapi bangsa sebagai akibat krisis ekonomi yang berlarut-larut, mahasiswa melihat bahwa upaya penaggulangan tidak dilakukan dengan serius. Hal ini tampak dari penolakan mahasiswa terhadap pidato pertanggung jawaban Presiden Soeharto di depan Sidang DPR/MPR 1998, dimana presiden sama sekali tidak memperlihatkan rasa tanggung jawab atas musibah yang menimpa tanah air. Kemudian mahasiswa melontarkan isu atau 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tuntutan mengenai pembubaran Kabinet Pembangunan VII yang dinilai pengangkatan menterinya tidak profesional dan penuh dengan muatan politik yang berbau Nepotisme dan Koncoisme, seperti penunjukan Putri Pak Harto, Ny. Siti Hardianto Rukmana (Tutut) sebagai Menteri Sosial, kehadiran Bob Hasan dalam kabinet menunjukkan ketidakprofesionalan kabinet, dan penunjukan Wiranto Arismunanjar sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sangat mengecewakan mahasiswa serta beberapa nama menteri yang dinilai dekat dengan Tutut. Puncak dari tuntutan mahasiswa agar Presiden Soeharto turun dari jabatan terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus Trisakti yang dikenal dengan Insiden Trisakti. Berawal dari aksi keprihatinan atas musibah bangsa dan mahasiswa berusaha secara damai keluar kampus menuju Gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasinya tetapi niat itu ditolak aparat keamanan dan memaksa mereka kembali ke kampus. Tiba-tiba situasi berubah menjadi kekacauan dan aparat melepaskan tembakan. Akibatnya empat mahasiswa Trisakti tewas tertembak peluru tajam aparat keamanan. Keesokan harinya, 13 Mei 1998 mahasiswa di kampus-kampus menggelar aksi keprihatinan. Pada hari yang sama, siang harinya terjadi kerusuhan massal berupa aksi pengerusakan dan pembakaran fasilitas umum dengan disertai aksi penjarahan, perampokan dan pelecehan seksual terhadap wanita etnis tertentu di Jakarta dan sekitarnya. Aksi kerusuhan berlangsung sampai tanggal 15 Mei 1998, yang memakan korban meninggal samapi 1218 orang, itupun belum secara keseluruhan.
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pada tanggal 18 Mei 1998 sampai 22 Mei 1998 ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR dengan tuntutan mengadakan Sidang Istimewa dengan agenda mengganti Soeharto. Upaya Presiden Soeharto untuk meredam tuntutan mahasiswa dan masyarakat adalah dengan membentuk Komite Reformasi. Dimana Komite ini bertugas melaksanakan dan menyerap aspirasi masyarakat untuk melaksanakan Reformasi. Akan tetapi terjadi penolakan 14 Menteri yang tidak bersedia untuk duduk dalam susunan jabatan Komite Reformasi hasil Reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dengan penolakan itu, membuat posisi presiden terpojok secara politik disamping sebelumnya ada desakan Ketua DPR Harmoko agar Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden. Situasi ini membuat Soeharto memutuskan untuk berhenti karena desakan masyarakat yang menuntut beliau mundur sangatlah besar dan secara politik dukungan sudah tidak ada. Pada pagi harinya, tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya dihadapan wartawan dalam dan luar negeri. Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya, Wapres B.J. Habibie langsung diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR. Teriakan-teriakan kemenangan atas peristiwa bersejarah itu disambut dengan haru-biru para mahasiswa di Gedung DPR/MPR. Suasana kemenangan itu sempat mendinginkan suasana yang sebelumnya panas dengan hujatan dan
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
makian lengsernya Soeharto, akan tetapi tuntutan agar Soeharto mengembalikan uang rakyat mulai berkumandang. Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara sepihak kekuasaan kepada Habibie. Dikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan Habibie sebagai presiden terbagi atas tiga kelompok, yaitu: pertama, menolak Habibie karena merupakan produk Orde Baru; kedua, bersikap netral karena pada saat itu tidak ada pemimpin negara yang diterima semua kalangan sementara jabatan presiden tidak boleh kosong; ketiga, mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan ke Habibie adalah sah dan konstitusional. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden B.J. Habibie mengumumkan susunan kabinet baru, yaitu Kabinet Reformasi Pembangunan, dimana seiring dengan diumumkannya susunan kabinet yang baru, berarti presiden harus membubarkan Kabinet Pembangunan VII. Akhirnya gerakan Reformasi yang dipelopori mahasiswa mampu menumbangkan kekuasaan Orde Baru dan Era Reformasi mulai berjalan di Indonesia. Habibie memulai jabatannya dengan kepercayaan rendah dari aktivis mahasiswa, militer, sayap politik utama, investor luar negeri dan perusahaan internasional. Kondisi saat Habibie memimpin perekonomian sedang dalam keadaan terpuruk, inflansi ditargetkan 80% untuk satu tahun berjalan. Indonesia sedang memasuki kekurangan panen akibat badai El NiH’o. Perusahaan besar seperti Simpati Air, PT Astra Internasional tidak beroperasi lagi. Nilai tukar 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
rupiah berada di bawah Rp.10000/$ bahkan mencapai lepel Rp 15000-17000/$, 113 juta orang Indonesia ( 56% dari penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan). Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie di Era Reformasi Setelah Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998, maka pada pagi itu juga, Wakil Presiden B.J. Habibie dilantik dihadapan pimpinan Mahkamah Agung menjadi Presiden Republik Indonesia ketiga di Istana Negara. Dengan berhentinya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, maka sejak saat itu Kabinet Pembangunan VII dinyatakan demisioner (tidak aktif). Selanjutnya tanggal 22 Mei 1998 pukul 10.30 WIB, kesempatan pertama Habibie untuk meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan kabinet baru yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana Merdeka. Dengan Keputusan Presiden tersebut di atas, Presiden Habibie memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Kabinet Reformasi Pembangunan ini terdiri dari 36 Menteri yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, 12 Menteri Negara yang bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak 20 Menteri diantaranya adalah muka lama dari Kabinet Pembangunan VII, dan hanya 16 Menteri baru, yaitu Syarwan Hamid, Yunus Yosfiah, Bambang Subianto, Soleh Solahuddin, Muslimin Nasution, Marzuki 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Usman, Adi Sasono, Fahmi Idris, Malik Fajar, Boediono, Zuhal, A.M. Syaefuddin, Ida Bagus Oka, Hamzah Haz, Hasan Basri Durin, dan Panangian Siregar. Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan bangsa yang terdiri dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Hal yang berbeda dari sebelumnya, jabatan Gubernur Bank Indonesia tidak lagi dimasukkan di dalam susunan Kabinet. Karena Bank Indonesia, kata Presiden harus mempunyai kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak manapun berdasarkan Undang-Undang. Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, Presiden Habibie melantik menteri-menteri Kabinet Reformasi Pembangunan. Presiden Habibie mengatakan bahwa Kabinet Reformasi Pembangunan disusun untuk melaksanakan tugas pokok reformasi total terhadap kehidupan ekonomi, politik dan hukum. Kabinet dalam waktu yang sesingkat-singkatnya akan mengambil kebijakan dan langkah-langkah pro aktif untuk mengembalikan roda pembangunan yang dalam beberapa bidang telah mengalami hambatan yang merugikan rakyat. Kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie Pada bidang politik Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. Kebijakan politik yang diambil yaitu: dengan dibebaskannya para tahanan politik pada masa Orde Baru, peningkatan kebebasan pers, pembentukan parpol dan percepatan Pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999, penyelesaian 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
masalah Tomor-Timur, pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya, pemberian gelar Pahlawan Reformasi bagi korban Trisakti.
Pembebasan Tahanan Politik Secara umum tindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan
langkah
penting
menuju
keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti diberikan kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang sebagian besar terdiri dari mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI dan Dr Mochatar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan Habibie. Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang Subversi dan menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama ini menentang Orde Baru. Kebebasan Pers Dalam hal ini, pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa pemerintahan Habibie ini, banyak sekali 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bermunculan media massa. Demikian pula kebebasan pers ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya. Sejauh ini tidak ada pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde Baru. Pers Indonesia dalam era pasca-Soeharto memang memperoleh kebebasan yang amat lebar, pemberitaan yang menyangkut sisi positif dan negatif kebijakan pemerintah sudah tidak lagi hal yang dianggap tabu, yang seringkali sulit ditemukan batasannya. Bahkan seorang pengamat Indonesia dari Ohio State University, William Liddle mengaku sempat shock menyaksikan isi berita televisi baik swasta maupun pemerintah dan membaca isi koran di Jakarta, yang kesemuanya seolah-olah menampilkan kebebasan dalam penyampaian berita, dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai sebelumnya pada saat kekuasaan Orde Baru. Cara Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP. Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999 Presiden RI ketiga ini melakukan perubahan dibidang politik lainnya diantaranya mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Itulah sebabnya setahun setelah reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan menjelang Pemilu 1999, Partai Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11 Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti Pemilu hanya 48 Parpol saja.
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Selanjutnya tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai. Dalam pemilihan ini, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999.
Penyelesaian Masalah Timor Timur Sejak terjadinya insident Santa Cruz, dunia Internasional memberikan tekanan berat kepada Indonesia dalam masalah hak asasi manusia di Tim-Tim. Bagi Habibie Timor-Timur adalah kerikil dalam sepatu yang merepotkan pemerintahannya, sehingga Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan bagi penyelesaian Timor-Timur yaitu di satu pihak memberikan setatus khusus dengan otonomi luas dan dilain pihak memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti diberikan kewenangan atas berbagai bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhorman dan damai lepas dari NKRI. Sebulan menjabat sebagai Presiden habibie telah membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao dan Ramos Horta. Sementara itu di Dili pada tanggal 21 April 1999, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman. Namun keesokan harinya suasana tidak menentu, kerusuhan dimana-mana. Suasana semakin bertambah buruk setelah hasil penentuan pendapat diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat TimorTimur memilih merdeka. Pada awalnya Presiden Habibie berkeyakinan bahwa rakyat Timor-Timur lebih memilih opsi pertama, namun kenyataannya keyakinan itu salah, dimana sejarah mencatat bahwa sebagian besar rakyat Timor-Timur memilih lepas dari NKRI. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di
Atambua. Masalah
Timor-Timur tidaklah sesederhana seperti
yang
diperkirakan Habibie karena adanya bentrokan senjata antara kelompok pro dan kontra kemerdekaan di mana kelompok kontra ini masuk ke dalam kelompok militan yang melakukan teror pembunuhan dan pembakaran pada warga sipil. Tiga pastor yang tewas adalah pastor Hilario, Fransisco, dan dewanto. Situasi yang tidak aman di Tim-Tim memaksa ribuan penduduk mengungsi ke Timor Barat, ketidak mampuan Indonesia mencegah teror, menciptakan keamanan mendorong Indonesia harus menerima pasukan internasional.
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya Mengenai masalah KKN, terutama yang melibatkan Mantan Presiden Soeharto pemerintah dinilai tidak serius menanganinya dimana proses untuk mengadili Soeharto berjalan sangat lambat. Bahkan, pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap MPR No. XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan Mantan Presiden Soeharto, keluarga dan kronikroninya. Padahal mengenai hal ini, Presiden Habibie - dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 – telah mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Namun hasilnya tidak memuaskan karena pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya, Kejagung tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Sedangkan dengan kasus lainnya tidak ada kejelasan. Bersumber dari masalah di atas, yaitu pemerintah dinilai gagal dalam melaksanakan agenda Reformasi untuk memeriksa harta Soeharto dan mengadilinya. Hal ini berdampak pada aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998, dan aksi ini mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat. Parahnya pada saat penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam. Rangkaian penembakan membabi-buta berlangsung 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam. Darah berceceran di kawasan Semanggi, yang jaraknya hanya satu kilometer dari tempat wakil rakyat bersidang. Sampai sabtu dini hari, tercatat lima mahasiswa tewas dan 253 mahasiswa luka-luka. Karena banyaknya korban akibat bentrokan di kawasan Semanggi maka bentrokan ini diberi nama ”Semanggi Berdarah” atau ”Tragedi Semanggi”. Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi.
50