PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MAKNA PENGAMPUNAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CINTAKASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Fransiska Tanesib Bifel NIM: 091124016
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI MOTTO
“Memang jika Allah berbicara dalam hati, pasti terdengar bahasa cinta” (EG.91)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “MAKNA PENGAMPUNAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CINTAKASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS” penulis memilih judul tersebut berdasarkan realitas yang dialami dalam membangun hidup berkomunitas suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus. Maka yang menjadi persoalan mendasar dalam skripsi ini adalah bagaimana para suster CB mampu menerima kelebihan dan kekurangan sesama suster sebagai sarana untuk saling mengampuni dalam membangun hidup berkomunitas. Para suster CB dipanggil untuk menjadi pembawa damai bagi sesama terlebih dalam membangun hidup bersama menjadi komunitas yang pengampun. Dalam kongregasi CB memiliki anggota dari berbagai macam latar belakang, budaya, suku, dan pendidikan yang berbeda-beda, sehingga kadang dalam hidup bersama belum mampu mewujudkan budaya rekonsiliatif sebagai sarana untuk menyatukan satu sama lain dalam membangun hidup berkomunitas. Hal ini yang sering kali menimbulkan perbedaan dan konflik dalam hidup bersama sebagai komunitas. Sebagai murid Yesus Kristus para suster CB diajak untuk belajar dari Yesus dengan menjadikan pola pilir, pola pilihan, pola sikap dan pola tindak yang menjadikan pola hidup suster CB. Seperti Bunda Elisabeth pengalaman pribadi dengan Yesus yang tersalib menjadi penggerak seluruh pola pikir, pilihan dan tindakannya yang tampak dalam kerelaannya untuk mengampuni orang-orang yang memfitnahnya, merendahkannya, dan mengusirnya, bahkan Bunda Elisabeth memohonkan pengampunan bagi mereka. Model katekese Shared Christian Praxis (SCP) merupakan salah satu usaha untuk membantu para suster CB dalam meningkatkan semangat pengampunan dalam membangun hidup berkomunitas. Model katekese ini bersifat dialogal partisipatif yang bermaksud mendorong para peserta untuk mengkonfrontasikan pengalaman hidupnya dengan pengalaman tradisi Kristiani yang terdapat dalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran Gereja. Untuk menegaskan pemikiran di atas, penulis menggunakan pendekatan deskriptif berdasarkan studi kepustakaan dengan mempelajari dari dokumendokumen Gerejawi dan dokumen-dokumen Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus perlu meningkatkan semangat pengampunan dalam membangun hidup menjadi komunitas yang rekonsiliatif.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT The title the this small thesis is “THE MEANING OF RECONCILIATION IN COMMUNITY LIFE OF SISTER’S OF CHARLES BORROMEO”. The writer chose this theme based on the reality in building up the spirit of community life in the community of Charles Borromeo sister’s. The main problem in this writing is how the sister of Charles Borromeo is able to accept the strength and weakness of others as the way to reconcile one another in building up community life. The Charles Borromeo sister’s are called to bring peace for others, expecially in building up togetherness as one community. Congregation of Charles Borromeo has members who come from different background, culture, race, and education. Therefort sometimes in living together as community, they could not live out the spirit of reconciliation as the tools to unite another in building up the community life. Many times, it creates the conflict and different ideas in living together in religious community. As the disciples of Jesus, the CB sister’s are invited to learn from Jesus the thought become the pilar, example, the attitude and action in their life as the CB sister. CB sister are following the life example of Mother Elisabeth who by her personal experience with Jesus became the foundation spirit in her way of thinking, chosing, and action that are seen in her readiness to reconcile those who backbited, look down and expeled her. Mother Elisabeth asked the forgiveness for them. The model of cathechism Shared Christian Praxis (SCP) is one way to help CB sister’s to improve the spirit of forgiveness in building up community life. The model of this chatechsm uses the dialog participative method that able to motivate each member to share their personal experience with the is chatolic tradition in Bible and church teaching. In ordher to explain it, the writer uses the descriptive approach based on the library study by learning the Church document’s and the document of the sister’s CB congregation. The sisters of CB sould improve their spirit of forgiveness in building up the community that is able to reconcile one another.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah yang Maha kasih atas kelimpahan berkat dan kasih-Nya yang telah menuntun, dan membimbing serta menguatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Judul skripsi ini adalah MAKNA PENGAMPUNAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CINTAKASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS. Dalam proses penulisan dan penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan kehadiran semua pihak yang telah membantu, mendukung dengan caranya masing-masing. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sepenuh hati kepada: 1. Dr. J. Darminta, SJ., selaku dosen pembimbing utama, yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mebantu dengan ketulusan hati, penuh pengertian, kesabaran, dari awal sampai selesainya penulisan skripsi ini. 2. Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum, selaku penguji II sekaligus dosen pembimbing akademik, yang telah membimbing dan mendukung
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. penulis dengan perhatian selama masa perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini. 4. Dr. Bernadinus Agus Rukiyanto, SJ., selaku penguji III, yang telah mendukung penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai. 5. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ., selaku Kaprodi IPPAK yang dengan penuh keramahan menyapa dan mendukung penulis selama penulisan skripsi ini. 6. Para Staf Dosen IPPAk yang telah membimbing, medampingi, memberikan pengetahuan spiritual yang berharga kepada penulis selam belajar di IPPAk. 7. Para staf karyawan IPPAK dan Puskat yang telah memberikan perhatian, dorongan dan bantuan yang berguna bagi penulis. 8. Sr. Carolina CB., sebagai Pimpinan Provinsi Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus beserta para Suster Dewan Pimpinan Provinsi yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk mengembangkan diri di IPPAK-USD Yogyakarta hingga selesai. 9. Sr. Marie Yose, CB., selaku kepala kantor Yayasan Tarakanita Pusat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri di IPPAK-USD Yogyakarta
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..........................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................
iv
MOTTO ............................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...........................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................
vii
ABSTRAK ........................................................................................
viii
ABSTRACT ........................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ......................................................................
x
DAFTAR ISI .....................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................
xviii
BAB I.
PENDAHULUAN ..........................................................
1
A.
LATAR BELAKANG ....................................................
1
B.
RUMUSAN MASALAH ...............................................
4
C.
TUJUAN PENULISAN .................................................
4
D.
MANFAAT PENULISAN .............................................
5
E.
METODE PENULISAN ................................................
5
F.
PEMBATASAN MASALAH ........................................
5
G.
SISTEMATIKA PENULISAN ......................................
6
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II.
PENGAMPUNAN DALAM KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUS………………………….
A.
B.
C.
8
PENGAMPUNAN DAN REKONSILISASI .................
8
1. Arti Pengampunan ....................................................
8
2. Arti Rekonsiliasi .......................................................
12
YESUS SANG PENGAMPUN .....................................
13
1. Ajaran Yesus dalam Doa Bapa Kami .......................
13
2. Yesus sebagai Pengampun dalam Salib-Nya ...........
15
3. Hidup Berkomunitas menurut Matius 18:1-20 .........
18
PENGAMPUNAN YANG DIHAYATI BUNDA ELISABETH .................................................................
21
1. Pengampunan dari Allah ..........................................
21
2. Keteladanan Pengampunan dari Bunda Elisabeth ....
24
3. Perlunya Pertobatan Terus Menerus ........................
29
BAB III. KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUS
A.
MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF ......
32
UNDANGAN GEREJA MASA SEKARANG ..............
32
1. Komunitas Sekolah Cinta .........................................
32
2. Komunitas yang Menghayati Hidup Tritunggal Mahakudus ..............................................
34
3. Komunitas yang mampu Menjawab Kebutuhan .......
38
a. Komunitas Tradisional .......................................
40
b. Komunitas Sosial-Psikologis ..............................
40
c. Komunitas Pelayanan..........................................
41
d. Komunitas Kesaksian Hidup ..............................
42
e. Komunitas Kesaksian Sabda ...............................
42
f. Komunitas Rohaniah ..........................................
43
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B.
C.
BAB IV.
g. Komunitas Pneumatis .........................................
44
4. Komunitas sebagai Misio .........................................
44
PENGERTIAN HIDUP BERKOMUNITAS .................
47
1. Pengertian Komunitas Menurut Kitab Suci .............
47
2. Gereja sebagai Communio.........................................
50
3. Komunitas Religius ..................................................
56
KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUS MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF ......
59
1. Tantangan Hidup Berkomunitas dalam Kongregasi CB ...............................................
59
2. Pengarahan dalam menghayati Konstitusi CB ..........
63
a. Komunitas rekonsiliatif sebagai pilihan..............
64
b. Dinamika Komunitas Rekonsiliatif ....................
67
c. Kesaksian Komunitas Rekonsiliatif ....................
71
SUMBANGAN KATEKESE DALAM UPAYA MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF SUSTER-SUSTER CINTAKASIH
A.
SANTO CAROLUS BORROMEUS ..............................
77
Gambaran Umum Katekese ...........................................
78
1. Pengertian Katekese .................................................
79
2. Tujuan Katekese .......................................................
83
3. Isi Katekese ..............................................................
85
4. Tugas Katekese ........................................................
85
a. Menyuburkan dan Membangkitkan Pertobatan ...........................................................
86
b. Membimbing Umat Beriman untuk Memahami Misteri Kristus ....................................................
86
c. Mendorong Umat Beriman Bertindak Aktif dalam Gereja dan Masyarakat ............................
86
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Unsur-unsur Katekese ..............................................
89
xv
B. C.
a. Unsur Pengalaman dan Praktek Hidup ...............
89
b. Unsur Komunikasi Pengalaman Iman ................
89
c. Unsur Komunikasi dan Tradisi Kristiani ...........
90
d. Unsur Arah Keterlibatan Baru ............................
90
Relevansi Katekese dalam Hidup Berkomunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus........
91
Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Model Katekese Pengampunan bagi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus................................................
95
1. Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) ..............
95
a. Praxis .................................................................
96
1) Aktivitas .......................................................
96
2) Refleksi .........................................................
96
3) Kreativitas ....................................................
97
b. Christian .............................................................
97
c. Shared .................................................................
98
2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis ..............
98
a. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual (Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta) ....................................................
98
b. Langkah II: Refleksi Kritis atas Pengalaman Hidup Peserta ( Mendalami Pengalaman Hidup Peserta) ....................................................
99
c. Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani) .............
100
d. Langkah IV: Interpretasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret) ……………………….
101
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
D.
BAB V.
e. Langkah IV: Keterlibatan Baru demi makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia ini (Mengusahakan suatu Aksi Konkret) .................
102
Usulan Program Katekese sebagai Upaya Membangun Komunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus ......................................................................
102
1. Pengertian Program ..................................................
103
2. Tujuan Program ........................................................
103
3. Latar Belakang Pemilihan Tema ..............................
104
4. Rumusan Tema dan Tujuan ......................................
107
5. Penjabaran Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ................................
109
6. Contoh Persiapan Katekese ......................................
113
PENUTUP
A.
Kesimpulan .....................................................................
136
B.
Saran ...............................................................................
139
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
142
LAMPIRAN ......................................................................................
145
Lampiran 1: Pengampunan Menyembuhkan ............................
(1)
Lampiran 2: Perumpamaan tentang Pengampunan .................
(2)
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Daftar Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam Skripsi ini diambil dari Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) bekerja sama dengan Lembaga Biblika Indonesia (LBI; 2000).
B. Singkatan Dokumen Gereja CT
: Catchesi Trandende, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1997
GS
: Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Tugas Gereja dalam dunia Dewasa ini, tanggal 7 Desember 1965
KGK
: Katekismus Gereja Katolik
LG
: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, tanggal 21 November 1964
NMI
: Novo Millennio Ineunte, Surat Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II, seruan dan ajakan untuk mengenang masa lampau dengan penuh syukur, menghayati masa sekarang penuh
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
antusiasme dan menatap masa depan penuh kepercayaan, tanggal 6 Januari 2001 VC
: Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi Para Religius, 25 Maret 1996
C. Daftar Singkatan Lain Art
: Artikel
Ardas
: Arah Dasar
Bdk
: Bandingkan
CB
: Carolus Borromeus
Ed
: Editor
EG
: Elisabeth Gruyters
Hal
: Halaman
IPPAK
: Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Konst
: Konstitusi, Pedoman hidup bagi para Suster Kongregasi St. Carolus Borromeus
KS
: Kitab Suci
KV II
: Konsili Vatikan II
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
PKKI
: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
Ps
: Pasal
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SCP
: Shared Christian Praxis
Sr
: Suster
St
: Santo/santa
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pengampunan merupakan hal
yang seringkali sulit untuk
diwujudkan dalam kebersamaan hidup dengan yang lain. Namun demikian pengampunan merupakan dasar yang kuat, dan perlu dibangun oleh setiap pribadi, agar upaya untuk hidup damai, tenteram, dan penuh kebahagiaan senantiasa terwujud dalam suatu kebersamaan. Hidup dalam kebersamaan dengan orang lain merupakan hal yang biasa dijalani oleh setiap pribadi. Dalam kebersamaan dengan orang lain, tentu mereka berjuang untuk mencapai suatu cita-cita, misalnya dalam membangun keluarga yang sejahtera, yang didasari oleh cinta kasih dan pengampunan. Darminta (1993:33) mengungkapkan bahwa bertindak berdasarkan kelembutan hati, yang penuh dengan “compassion” adil serta bersifat pendamai (rekonsiliatif) memerlukan keberanian seseorang untuk kembali pada hati. Tindakan rekonsiliatif tanpa kekerasan penuh belas kasih merupakan seruan untuk kembali kepada realitas manusia, yang sama-sama citra Allah, sama-sama ditebus oleh darah Yesus. Kata-kata ini seharusnya disadari dan dihayati oleh para religius termasuk Suster CB, seperti yang diteladankan oleh Bunda Elisabeth pendiri Kongregasi suster-suster cinta kasih
Santo
Carolus
Borromeus
mengungkapkan
bahwa
dalam
ketersentuhan dengan keterlukaannya sendiri dan menyatukannya dengan penderitaan orang lain dan dunia, membuat Bunda Elisabeth merasa lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
ringan dalam menanggung penderitaannya. Dengan demikian terjadinya saling berekonsiliasi antar pribadi bersamaan itu terjadi pula penyembuhan dalam diri sendiri dan orang lain. Sebagai wanita Yesus Kristus yang diutus menjadi pengemban rekonsiliasi dan penyembuh dalam dunia yang terluka di zaman ini, pertama-tama para suster CB dituntut untuk memulai mengampuni dari diri sendiri, didalam komunitas sebagai sesama yang dipanggil serta mampu memberikan kesaksian ditengah perutusan dan dimasyarakat yang menjadi gerak profetik dalam persekutuan Gereja. Dengan demikian suatu pertobatan radikal menuju kepada kasih Allah yang berbelarasa tanpa batas adalah sangat penting. Para suster-suster CB juga menyadari diri sebagai orang-orang yang terluka yang memerlukan penyembuhan dan rekonsiliasi dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan seluruh ciptaan. Hanya kasih Allah yang tak bersyaratlah yang dapat mengubah kita menjadi pengemban rekonsiliasi dan penyembuh yang autentik dan dengan penuh belarasa mampu menjangkau mereka yang mencari kebebasan sebagai citra dan gambar Allah (bdk. Yoh:1-10). (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:22-29). Bunda Elisabeth juga seorang pengemban rekonsiliasi dan penyembuh bagi pribadi manusia secara utuh, dengan mempertimbangkan seluruh segi kehidupan mereka. Kepedulian Bunda Elisabeth terhadap orang-orang miskin berdasarkan pada pandangannya yang holistik tentang pribadi manusia, keterpaduan dari segi-segi spiritual dan manusia sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
pribadi (EG. 108, 112, 117, 149). Zaman yang semakin penuh dengan kekerasan ini menuntut setiap orang untuk menjadi pengemban rekonsiliasi dalam dunia yang terluka ini. Hal ini seharusnya menjadi bagian dari suster CB seperti yang sudah diteladankan oleh Yesus dan Bunda Elisabeth untuk menjadi seorang pengemban rekonsiliatif. Membawa damai kepada pelayanan kerasulan seharusnya menjadi identitas religius CB yang diutus di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan kekerasan dan korupsi. Namun karena kelemahan manusiawi maka perutusan Suster CB di tengah dunia semakin hari nilai pengampunan ini semakin terkikis dalam hidup berkomunitas maupun kehadirannya dalam perutusan karya Kongregasi. Dalam kehidupan para suster CB, kadang mengabaikan nilai pengampunan ini. Hal ini nampak ketika hidup bersama dengan suster yang lain dalam hidup berkomunitas atau pun dalam karya perutusan Kongregasi yaitu ketika berhadapan dengan rekan kerja. Bunda Elisabeth pendiri Kongregasi tersentuh dengan penderitaan manusia, dengan demikian juga bahwa sebagai suster CB diutus di “tengah dunia yang terluka” dipanggil untuk mengambil bagian dalam perutusan penyelamatan-Nya dalam semangat pendiri yakni menampakkan kasih Kristus yang berbelarasa terutama bagi yang miskin, lemah, menderita, dan berkesesakan hidup. Jika nilai ini dihayati dan dihidupi oleh Suster CB, maka wajah Allah semakin nampak dalam hidup para suster CB yang menjadi alat penyalur kasih Tuhan bagi sesama melalui kehadirannya yang membawa harapan dan pendamaian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Bertolak dari situasi di atas penulis terdorong untuk semakin mendalami makna pengampunan yang dimiliki oleh Bunda Elisabeth dalam menanggapi panggilan Allah sebagai seorang religius CB. Dengan demikian penulis
mengajukan
proposal
skripsi
dengan
tema
“MAKNA
PENGAMPUNAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTERSUSTER CINTAKASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS (CB)”
B. Rumusan Masalah Dari uraian diatas ada beberapa hal ingin dicermati lebih lanjut dan pada akhirnya menjadi titik awal dari penulisan ini. Adapun masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa makna pengampunan bagi para Suster CB. 2. Bagaimana para Suster CB mampu meningkatkan pengampunan dalam hidup berkomunitas. 3. Usaha apa yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan budaya pengampunan bagi para Suster CB.
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk lebih memahami peran komunitas CB dalam gerak persekutuan hidup Gereja 2. Mengembangkan pengampunan Allah
suasana
komunitas
sebagai
tanda
kehadiran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
3. Mengenal secara mendalam peran pendiri dalam mengembangkan pengampunan dalam hidup berkomunitas
D. Manfaat Penulisan 1. Membantu para anggota Suster CB, untuk mengerti dan memaknai pengampunan dalam hidup berkomunitas. 2. Memberi bahan permenungan kepada para anggota komunitas Suster CB tentang pentingnya pengampunan dalam hidup berkomunitas 3. Membantu para Suster CB untuk mengembangkan pengampunan dalam hidup berkomunitas
E. Metode Penulisan Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan deskriptif yakni dengan menyerap dan membaca buku-buku dari berbagai sumber. Selain itu, penulis juga memperkaya karya tulis ini melalui pengalaman dan penghayatan pribadi yang dialami oleh penulis sendiri pada setiap perjumpaan dan kebersamaan dengan Suster CB dalam hidup komunitas.
F. Pembatasan Masalah Selain judul di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang demikian luas. Pembahasan dalam karya tulis ini akan lebih difokuskan pada pengampunan Bunda Elisabeth Gruyters dalam Kongregasi CB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
G.
6
SITEMATIKA PENULISAN
Skripsi ini mengambil judul “Makna Pengampunan dalam Hidup Berkomunitas Suster-suster Santo Carolus Borromeus (CB). Dari judul ini penulis mengembangkannya menjadi lima bab, yakni: BAB I meliputi (pendahuluan) penulis memberikan gambaran secara umum penulisan skripsi ini. Rumusan permasalahan, Tujuan penulisan, Manfaat penulisan, Metode penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II, penulis berbicara atau menguraikan tentang Kongregasi CB membangun komunitas rekonsiliatif yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu, a. Undangan untuk hidup berkomunitas zaman sekarang (communio) b. Pengertian hidup berkomunitas c. Kongregasi CB membangun komunitas rekonsiliatif
BAB III menguraikan tentang pengampunan Yesus sebagai kekautan dalam membangun komunitas rekonsiliatif yang terdiri dari empat bagian: pengampunan dan rekonsiliasi, Yesus sebagai pengampun, pengarahan dalam menghayati konstitusi melalui kapitel dan pentingnya menjadi pengampun. Usulan program pembinaan Suster CB dengan menawarkan katekese sebagai salah satu bentuk pembinaan kearah perwujudan pengampunan dalam hidup berkomunitas BAB IV ini akan terdiri dari tiga bagian. Bagian yang pertama memaparkan secara singkat gambaran umum katekese, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
unsur-unsur katekese. Kemudian yang kedua membahas tentang relevansi dalam hidup berkomunitas dan bagian yang ketiga adalah contoh katekese yang merupakan acuan pembinaan yang dapat dilaksanakan di kongregasi CB. BAB V. Penutup. Bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran secara keseluruhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
BAB II PENGAMPUNAN DALAM KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUS
A. PENGAMPUNAN DAN REKONSILIASI 1.
Arti Pengampunan Pengampunnan berarti sebuah proses mempersatukan yang
menggerakan manusia dari perpisahan kepada persekutuan, dari curiga dan konfrontasi kepada kepercayaan dan saling berbagi. Pengampunan berarti menciptakan ruang bagi pelaku tindak kejahatan dan para korban untuk menemukan kemanusiaan bersama mereka, dan untuk saling mengikrar demi suatu masa depan lebih aman dan kurang diwarnai tindak kekerasan (Muller,1999:56). kebahagiaan,
yang
Setiap
manusia
sungguh
merindukan
membuat
seseorang
suatu
kedamaian,
merasa
nyaman,
membuatnya merasa terbuka baik dengan keadaan dirinya maupun pengalaman yang dialami secara pribadi. Dengan demikian bahwa pengampunan membuat seseorang keluar dari dirinya dan merasa terbebaskan dari tekanan batin yang tersiksa. Pengampunan adalah dasar agar setiap orang dapat berkembang. Manusia saling mengampuni karena ingin berkembang dan menjadi seperti Yesus (Vanier, 1998:30). Dengan mengampuni seseorang akan berkembang dalam hidup rohani, karena pengampunan merupakan hal yang mendasar bagi setiap orang untuk membangun relasi dengan orang lain. Bila seseorang mampu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
menghayati pengampunan dalam hidupnya, maka hari demi hari ia akan semakin berkembang menyerupai Yesus karena ia mampu menghayati nilainilai keutamaan salah satunya adalah nilai pengampunan. Mengampuni
berarti
memulihkan
hubungan
bila
terputus.
Mengampuni secara sungguh-sungguh ini sukar, karena berarti pula berani mengubah sikap, pandangan dan tingkah laku pula terhadap orang yang diampuni. Mengampuni berarti memperbaharui hubungan hidup (Darminta, 1981:79). Untuk mengampuni dengan sungguh orang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berproses dengan melakukan refleksi, kontemplasi, dan pengolahan diri yang terus-menerus sehingga dimampukannya untuk menemukan kasih Allah dalam seluruh peristiwa hidupnya sehingga dengan demikian Allah sendiri yang mampu mengubah pandangannya, pola pikir, untuk mampu mengampuni orang lain dengan tulus dan tanpa syarat. Pengampunan dapat dimengerti sebagai suatu tindakan untuk berani meninggalkan rasa sakit. Keputusan untuk mengampuni rasa sakit tidak serta merta berarti bahwa seseorang telah memaafkan. Pengampunan bukan merupakan masalah perasaan saja, pengampunan juga menyangkut suatu niat atau kemauan. Keputusan untuk mengampuni, seperti halnya keputusan untuk mencintai, harus dinyatakan berulang-ulang agar semakin mendasari keberadaan seseorang (Riyanto, 2004:13). Mengampuni adalah ungkapan hati seseorang yang menyadari bahwa dirinya tidak berhak menghukum orang lain. Kesadaran ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
menunjukan posisi tepat diri pribadi dihadapan sesama namun sekaligus juga mengakui bahwa ada kuasa yang berhak menghukum secara adil. Dengan kata lain, pengampunan adalah kepasrahan pada yang berwewenang (Suwito, 2000:4-5). Pengampunan adalah kemungkinan baru yang menyingsing dalam cakrawala hidup umat manusia. Manusia berbela rasa yang menunjukan kemungkinan pengampunan membantu orang lain untuk membebaskan diri mereka dari belenggu rasa malu yang menghambat, memungkinkan mereka mengalami kesalahan mereka dan mengembalikan harapan mereka akan masa depan (Nouwen, 1989:44). Pengampunan pada hakikatnya perlu bagi manusia. Pengampunan bukan hanya ilahi tetapi juga manusiawi; dengan pengampunan manusia menjadi lebih mulia daripada manusia biasa. Pengampunan adalah kebutuhan manusia dan ada banyak alasan yang dapat dikemukan untuk hal tersebut. Dengan demikian bahwa mengampuni tidak sama dengan melupakan. Mengampuni berarti memikirkan sungguh-sungguh menyadari apa yang telah terjadi dan artinya yang sejati bagi kehidupan manusia. Kadang-kadang
manusia
tidak
mau
mengampuni
karena
berpikir
mengampuni berarti mengubur pengalaman pahit di masa lampau atau sekurang-kurangnya berpura-pura hal itu tidak pernah terjadi (Meninger, 1999:30). Demikian juga bahwa dengan mengampuni berarti ikut ambil bagian dalam kasih Allah tanpa syarat yang datang dari Allah-hanya Allah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
yang dapat melepaskan orang dari tanggungg jawab atas dosanya, dan hanya pendosa dapat memohon pelepasan itu. Seseorang mengampuni tidak untuk kepentingan orang-orang yang menyakitinya, tetapi untuk kepentingan diri sendiri (Meninger, 1999:31). Pengampunan merupakan landasan yang kokoh kuat, perlu dibangun dalam diri masing-masing pribadi agar cita-cita untuk hidup damai, tenteram dan penuh persaudaraan terwujud dalam kebersamaan. Pengampunnan merupakan suatu proses. Dalam proses pengolahan pengampunnan perlu mengenali kelemahan dan kekuatan untuk menemukan keadaan luka di mana penyembuhan dapat dilakukan. Pengampunan membuat orang mampu melihat keadaan dirinya, orang lain dan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagaimana adanya. Mengampuni berarti sadar bahwa hal-hal yang dilakukan terhadap diri sendiri tidak ada akibatnya bagi orang-orang yang bersalah kepada kita, bahkan dengan demikian ia terus menyakiti diri sendiri (Meninger, 1999:37). Dengan demikian bahwa pengampunan berarti suatu kebebasan yang muncul dalam batin seseorang untuk melepaskan segala enegri negatif dan membiarkan diri dikuasai oleh Allah dengan hal-hal positif serta membangun diri melalaui keterbukaan dan pengolahan pengalamanpengalaman masa lalu. Meninger
juga
menjelaskan
bahwa
pengampunan
adalah
kemerdekaan sejati. Pengampunan membebaskan diri dari jerat peristiwa masa lampau yang menghentikan perkembangan hidup dan membuat hidup menjadi pahit dan menyesal. Seseorang menjadi bebas untuk menempuh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
jalan yang memungkinkan perkembangan yang sejati menuju kematanganmengembangkan diri sebagaimana seharusnya dan tidak menjadi pribadi pribadi yang kerdil sebagai anak kecil yang ketakutan karena tidak dapat melepaskan diri dari pengalaman terhina di masa lampau yang tetap menghantui (Meninger, 1999:37). Pengampunan dan tindak pendamaian berkaitan erat dengan sikap saling mencintai. Oleh karena itu, adanya kesadaran diri bahwa setiap orang pantas dicintai dan mencintai, bahwa Tuhan adalah maha cinta dan sesama juga memiliki hak untuk mecintai dan dicintai merupakan modal dasar yang sangat berharga bagi setiap orang untuk mengampuni dirinya dan orang lain (Riyanto, 2004:97).
2.
Arti Rekonsiliasi Rekonsiliasi dipahami sebagai suatu proses pembangunan relasi.
Jadi rekonsiliasi tidak secara eksklusif diperuntukan bagi periode pemugaran pasca-konflik. Rekonslisiasi menyediakan suatu fokus dan lotus yang cocok untuk setiap segi dalam proses penegakan kedamaian dan bersifat mendasar terhadap kesinambungan perdamaian tersebut (Muller, 1999:79). Tindakan rekonsiliasi dan penuh rasa belas kasih selayaknya ditujukan
untuk
menghapus
kegelapan
hidup
manusia.
Tindakan
rekonsiliatif dan penuh belas kasih bukanlah tindakan yang mengadili dan menghukum kemanusiaan. Tetapi lebih dimaksudkan untuk pembangunan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
dan penataan kemanusiaan berdasarkan rasa kemanusiaan terdalam. Tindakan rekonsiliatif serta penuh belas kasih merupakan seruan kembali kepada kemanusiaan, menghidupkan rasa perikemanusiaan dan keadilan. Dengan demikian tujuan tindakan rekonsiliatif dan penuh rasa belas kasih bukanlah mengalahkan atau menghina tetapi untuk pertobatan, menghapus permusuhan bukan musuh (Darminta 1993:58).
B. YESUS SANG PENGAMPUN 1.
Ajaran Yesus Dalam Doa Bapa Kami Seperti ini bukanlah satu-satunya dalam ajaran Yesus: “Haruslah
kamu sempurna, seperti Bapamu, seperti Bapamu yang ada disurga adalah sempurna” (Mat 5:48). “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Luk 6:36). “Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 13:34). Tidaklah mungkin mengikuti perintah Tuhan, andaikata itu berarti mengikuti contoh ilahi secara lahiriah. Tetapi disini dimaksudkan satu keikutsertaan yang hidup “keluar dari kedalaman hati”, pada kekudusan, kerahiman dan cinta Allah kita. Hanya Roh, yang dariNya kita “hidup” (Gal 5:25), dapat membuat sikap Yesus menjadi sikap “kita”. Kesatuan pengampunan menjadi mungkin, apabila kita saling mengampuni, “sebagaimana Allah didalam Kristus telah mengampuni kamu”
(Ef
4:32).
Dengan
demikian
kata-kata
Tuhan
mengenai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
pengampunan, artinya cinta yang mencintai sampai kesudahnnya, menjadi hidup (KGK, 1995:711). “Ampunilah kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Melalui doa Bapa Kami ini mau menyadarkan manusia bahwa sebenarnya hidup tergantung sepenuhnya pada Allah, tetapi setiap kali manusia bertindak seolah-olah berkuasa sendiri atas segala-galanya. Atas dasar kesadaran itu manusia memohon agar Allah membebaskan utang kepada-Nya. Ini adalah rahmat yang amat besar, karena manusia tidak mampu membebaskan dirinya sendiri dari dosa-dosa. Dalam doa ini Yesus secara mendasar menghubungkan kesalahan-kesalahan manusia terhadap sesama. Agar dapat menerima pengampunan dari Allah, manusia dituntut saling mengampuni (bdk. Mat 5:7; 6; 14-15; Mrk 11:25). Meskipun demikian pengampunan yang berikan kepada sesama tidak boleh dipandang sebagai syarat atau membuat seseorang mempunyai hak atas pengampunan Allah. Pengampunan kepada sesama, pertama-tama, merupakan tanda ketulusan
dan
kesungguhan
untuk
mohon
ampun
kepada
Allah.
Pengampunan Allah sendiri adalah rahmat yang diberikan atas dasar kasih dan kesetiaan-Nya bdk. Yes 55:6-7 ; Dan 9:18-19 (Iman Katolik, 206-207). Hubungan awal antara manusia dan Allah oleh para Bapa Gereja digambarkan
sebagai
dalam
suasana
“berbicara
merdeka”.
Suatu
komunikasi dengan Allah tanpa takut, penuh keakraban, tanpa ada purapuaraan, tanpa topeng dan permainan. Manusia mampu berkomuniksi murni dan intim dengan Allah. Dengan menyebut Allah Bapa, Yesus menawarkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
suatu proses penyembuhan dari segala luka karena berbagai sebab, seperti kurang kasih, kurang kelembutan, kurang persaudaraan, kurang aman dan lain sebagainya. Bapa memberi jawaban atas segala kekurangan yang dimiliki manusia dalam hidup ini. Tetapi hal ini memang tidak mudah, terutama bagi mereka yang tak mengalami figur Bapa yang cukup sehat dan mengesan (Mat 23:37). Tetapi yang jelas tantangan pula bagi mereka yang tidak memiliki atau mengalami figur Bapa dan ibu yang baik. Bagaimanapun juga sulitnya, ajakan Yesus menyebut Allah Bapa menjanjikan banyak hal bagi manusia yang terluka, meski untuk itu orang sering harus melalui proses panjang dan menyakitkan. Dengan sebutan ini manusia dikembalikan pula dalam persaudaraan, karena diajak untuk berseru bersama Bapa Kami (Darminta, 1992:16-17). Doa Bapa Kami merupakan doa tahun iubileum. Doa yang menuju untuk terealisasinya pemebebasan dari keadaan yang tidak manusiawi, ketidakadilan dan penindasan, hidup dalam zaman rekonsiliasi dan pemulihan martabat hidup manusia. Itulah yang dilakukan oleh Yesus seperti makan bersama dengan orang pendosa, tidak menghukum pelacur, menyembuhkan penyakit, memanggil orang berdosa (Darminta, 1992:41).
2.
Yesus Sebagai Pengampun dalam Salib-Nya Dengan cinta kasih-Nya yang tak berkesudahan, Yesus bersabda,
“Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Penderitaan dan wafat-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Nya di kayu salib merupakan wujud cinta kasih-Nya yang tiada batas. Dengan tulus hati Yesus mengorbankan diri-Nya demi keselamatan seluruh umat yang di kasihi-Nya. Cinta sejati tidak mengenal alasan, tidak memiliki ukuran, tidak menciptakan batas-batas, tidak menghitung-hitung, tidak mengingat kesalahan, dan tidak memaksakan aneka, macam persyaratan. Yesus selalu bertindak atas dasar cinta. Dari kediaman Allah Tritunggal, Yesus membawa kepada manusia cinta yang besar dan tidak terbatas, yaitu cinta ilahi yang merangkul segalanya. Cintakasih kasih Yesus mendorong manusia untuk mensyukuri, menanggapi, dan selanjutnya membagikannya kepada orang-orang yang dicintainya. Sebagai murid-murid-Nya manusia sekalian diundang dan sekaligus dimampukan oleh-Nya untuk mengasihi saudara-saudari dengan tulus seperti Yesus. Cinta sejati yang rela berkorban sekaligus merupakan cinta yang tulus, yaitu cinta yang mengalir dari hati yang jujur, bersih dari pamrih-pamrih pribadi. Cinta semacam ini bebas dari rasa senang atau tidak dan bebas dari keinginan untuk memaksakan syaratsyarat tertentu. Cinta yang tulus membuat orang bertobat dari perbuatannya yang jahat. Cinta yang tulus, kecuali membuat orang yang dicintainya bersukacita, juga membuat diri sendiri merasa bahagia. Untuk itu, perlu belajar mencintai dengan tulus, belajar membuka hati, belajar untuk berkorban, dan belajar untuk lebih mencintai dengan tulus seperti Yesus mencintai manusia (Heryatno, 2014:21). Yesus memberikan kepenuhan arti baru kepada seluruh umat manusia dengan menjadikan tubuh-Nya yang hancur menjadi jalan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
penyembuhan, pembebasan, dan kehidupan baru. Dengan demikian seperti halnya Yesus, orang yang memaklumkan pembebasan dipanggil tidak hanya untuk merawat luka-lukanya sendiri dan luka-luka orang lain, akan tetapi menjadikan luka-luka-Nya sendiri sumber kekuatan penyembuhannya (Nouwen, 1989:80). Kalau seseorang tidak takut untuk masuk ke dalam diri batin sendiri dan memusatkan perhatian pada gerak jiwa sendiri, orang akan mengetahui bahwa hidup berarti dicintai. Pengalaman ini mengatakan kepada setiap orang bahwa manusia hanya dapat mencintai karena dilahirkan oleh kasih; bahwa orang hanya dapat memberi karena hidup seseorang adalah anugerah; dan bahwa seseorang hanya dapat membuat orang lain bebas karena sudah dibebaskan oleh Dia, yang hati-Nya jauh lebih besar daripada hati manusia (Nouwen, 1989: 87). Persahabatan yang kuat terjadi bila saling mengasihi secara tulus, karena percaya bahwa Allah telah mengasihi manusia (bdk 1 Yoh 4:10). Mengasihi saudara terutama yang paling hina adalah perintah Allah (bdk Yoh15:9; Mat 25:31-46). Perintah Allah bukanlah sekedar himbauan yang dapat ditanggapi secara sukarela. Karena itu, sikap paling tepat sebagai pengikut Kristus adalah menuruti perintah-Nya. “Barang siapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam dalam Allah dan Allah diam didalam Dia” (1 Yoh 3:24; bdk. Yoh 15:9-17). Kasih yang tulus merupakan karunia Allah yang menyelamatkan semua orang (bdk. Tit 2:11). Maka terhadap kekerasan yang
terjadi
dalam
hidup
bersama
hendaknya
berjuang
untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
menyingkirkannya secara aktif tanpa kekerasan. Dengan kasih yang tulus, seseorang berkehendak memutus lingkaran balas dendam (Ardas, 20012005:20). Kedamaian merasuki hati dan jiwa saat cinta Tuhan yang penuh pengampunan, belas kasihan, dan kemurahan hati membersihkan dosa-dosa manusia. Ia selalu mengulurkan tangan-Nya untuk merangkul manusia. Tuhan selalu mengulurkan tangan-Nya untuk menuntun dan membimbing manusia. Tuhan selalu menerima dengan penuh cinta, apa pun dan bagaimana pun keadaan manusia. Tuhan Yesus meyakinkan bahwa Ia akan mengampuni siapa pun yang datang kepada-Nya. Pengampunan-Nya akan mendatangkan kedamaian yang tak dapat diberikan oleh dunia (Riyanto, 2004:92-93).
3.
Hidup Berkomunitas Menurut Mateus 18:1-20 Para murid diajak untuk membangun komunitas beriman secara
benar (Mat 18:1-5), tidak saling memberi batu sandungan (Mat 18:6-11), bahkan justru mencari dan menemukan yang hilang dan menjauh (Mat 18:12-14), memberi sumbangan demi kebaikan sesama (Mat 18:15-20). Hal ini yang dikehendaki oleh Yesus dalam membangun komunitas para murid. Dengan demikian para murid juga ditantang oleh Yesus untuk mengenakan kebijaksanaan dan tanggung jawab yaitu seorang yang dekat dengan Allah, karena kedekatan dengan Allah itulah yang memberikan kemerdekaan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
keterbukaan, dan kepedulian terhadap sesama dalam membangun komunitas (Darminta,1997:55). Kemampuan mencintai merupakan kualitas tertinggi yang dapat dimiliki sebagai pribadi manusia, bahkan tidak hanya secara manusiawi belaka namun sampai pada tingkat rohani manusia. Sebab dengan cinta, Tuhan telah menciptakan manusia dan makhluk lainnya serta bumi dan segala isinya. Mencintai Tuhan seperti mencintai diri sendiri dan sesama harus menjadi persembahan yang terbesar dalam kehidupan manusia. Membenci Tuhan atau seseorang merupakan tindakan yang melawan cinta dan menghancurkan kemampuan manusia untuk mencinta. Tuhan adalah kasih dan penuh cinta, maka kebencian berlawanan dengan eksistensi Tuhan. Kebencian merupakan sumber dosa karena kebencian adalah akar dan tindakan-tindakan jahat. Kesabaran itu menetralkan kebencian, pengampunan menyembuhkan kebencian, dan belas kasih serta kemurahan hati mengangkat sikap dan tindakan orang yang penuh kasih dan pengampunan ke tingkat pertama cinta. Apabila seseorang sampai pada tingkat pertama cinta akan memiliki sikap menghargai, menerima, dan melibatkan peranan Tuhan dalam kehidupannya. Pengampunan dan kasih meningkatkan kemampuan manusia untuk mencintai sesama seperti diri sendiri, sebagaimana Tuhan mencintainya dan sesama. Belaskasihan berarti menaruh kasih, ikut menderita bersama yang lain, berdukacita bersama dan tertimpa kemalangan dengan niat untuk menolong. Sikap belas kasih demikian seperti yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
disabdakan Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali….?” “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat 18:21-22). Kekuatan dan kemampuan mencinta datangnya dari Tuhan, yakni cinta Tuhan yang tertuju kepada manusia dan sebaliknya, cinta manusia yang diarahkan kepada Tuhan. Cinta merupakan suatu tindakan timbal balik. Kekuatan dan kemampuan mencinta semakin bertambah dan meningkat sejalan dengan bertambahnya cinta Tuhan yang dialami manusia. Semakin seseorang mencintai Tuhan dan sesama, ia akan semakin menerima cinta dan sekaligus menambah kemampuan untuk mencintai (Riyanto, 2004:16-17). Ungkapan Yesus, saat ditanya oleh Petrus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia bersalah kepadaku? Sampai tujuh kali?” Yesus menjawab,”Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Ini menunjukan bahwa pengampunan itu tiada batasnya (Suwito, 2000:6). Dengan ungkapan Yesus semakin jelas bahwa mengampuni tanpa batas merupakan panggilan ilahi yang mana setiap orang berjuang untuk mengampuni walaupun itu kadang tidak mudah untuk dilakukan oleh manusia. Kristus tidak membuat macam-macam syarat seperti, “Aku mau mengampuni jika kamu berubah atau jika kamu minta maaf”. Maka seandainya orang itupun tidak berubah atau berjanji mau memperbaiki diri, dan wajib mengampuni. Bukan hanya mengampuni sebanyak tujuh kali,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
tetapi tujuh puluh kali tujuh (Mat 18:22). Kristus sedemikian mengasihi bukan karena orang tersebut sedemikan berharga atau berjasa, tetapi karena kasih pengampunan-Nya yang berlimpah ruah. Bahkan Ia akan lebih banyak mengampuni orang yang banyak melakukan dosa (Dennis, 198138-39).
C. PENGAMPUNAN YANG DIHAYATI BUNDA ELISABETH 1.
Pengampunan Dari Allah “Hati-ku sangat sedih seperti mau mati rasanya. Tinggalah di sini
dan berjaga-jagalah” (Mrk 14:34-36). Dan ketika maut mengerikan itu datang, Yesus berteriak nyaring, “Allah-ku, mengapa engkau meninggalkan Aku?” (Mrk15:34). Yesus Kristus tidak takut atau merasa malu mengungkapkan perasaan-perasaan hati-Nya pada Bapa. Setiap orang perlu mengenal perasaan-perasaan agar mampu mempunyai “tenggang rasa” terhadap orang lain dan dapat mengampuni mereka dengan sepenuh hati. Sebagai orang kristiani tidak hanya dipanggil untuk berbagi rasa dengan Kristus tentang perasaan, kenangan pahit atau luka-luka batin, tetapi juga untuk mengampni orang lain sebagaimana Ia telah mengampuni. Bahkan seandainya harus mengampuni musuh sekalipun. Perlu menyadari bahwa bagaimana Kristus telah mengampuni diriku dan juga sesamaku. Kristus melakukan penyembuhan itu dalam kehadiran, sentuhan, tatapan dan katakata-Nya. Namun lebih dari itu Kristus membimbing setiap orang untuk sungguh-sungguh terbuka dan mau menerima banyak orang serta mencintai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
mereka sebagaimana halnya Ia telah mengasihi mereka (Dennis, 1981:3435). Setiap orang ingin mendalami kasih pengampunan Allah sehingga dapat mencintai dengan kasih tersebut. Allah telah mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati setiap orang melalui Roh-Nya (Rm 5:5). Dengan meminta Roh Kudus mencabut akar-akar luka batin dan menggantinya dengan cinta, secara sadar memilih untuk meninggalkan hidup sebagai budak-budak dosa dan menjadi orang-orang merdeka. Setiap orang menunjukan kesediaannya untuk menyerahkan segala luka yang telah menguasai hidupnya selama ini dan membuka hati bagi kasih Allah yang menyembuhkan dan membebaskan (Dennis, 1981:37). Kadang berpikir bahwa mengampuni seperti dilakukan oleh Kristus itu mudah. Cukuplah berkata, “Aku mengampuni kamu” atau “tinggalkan kebencian”. Semua orang dapat melakukannya. Tetapi apakah sering kali siap sedia mengampuni luka batin itu secara total dan tanpa syarat seperti dilaukan oleh Kristus? Kristus senatiasa siap sedia mengampuni tanpa syarat. Ia mengampuni dosa-dosa tanpa diminta, bahkan bila tindakan pengampunan itu berakibat. Dia dituduh menghujat Allah dan dengan demikian dapat diseret untuk dirajam dengan batu sekali pun (Luk 5:17-26). Ia tidak peduli dengan kemarahan banyak orang yang hendak merajam-Nya ataupun dari para murid yang tidak rela melihat Yesus berbicara seorang diri dengan wanita samaria yang sesat dibenci itu. Keterbukaan hati Yesus membuat Dia siap sedia mengampuni tanpa syarat (Dennis, 1981:38).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Agar seseorang dapat mengampuni sebagaimana Allah telah mengampuni, ia harus berani masuk dan terlibat dalam peristiwa–peristiwa yang menyakitkan itu bersama dengan Kristus dan memperhatikan bagaimana Ia bekerja menyembuhkan diri dengan sabda dan karya-Nya. Jika masih mengalami kesukaran untuk mengampuni seperti Kristus, harus belajar meneladan semangat pengampunnan itu dengan berdoa dan memohon pada-Nya. Kemampuan untuk mengampuni sedikit banyak tergantung pada macam manakah orang-orang yang diperbolehkan masuk dalam kehidupan seseorang. Lebih mudah menularkan kasih pengampunnan Kristus bersama dengan orang-orang yang siap sedia mengampuni dan saling menghargai. Kehidupan doa juga sangat mempengaruhi kemampuan untuk mengampuni di samping cara menanggapi dan berhubungan dengan sesama (Dennis, 1981:42). Bela rasa lahir kalau seseorang menemukan di dalam pusat eksistensi diri sendiri bukan hanya bahwa Allah adalah Allah dan manusia adalah manusia, akan tetapi juga bahwa tetangga juga adalah sungguhsungguh sesama. Melalui bela rasa dapat dilihat bahwa kerinduan orang akan kasih juga ada di dalam hati sendiri, bahwa kebengisan yang dikenal oleh
dunia
ini
sebenarnya
berakar
juga
dalam
kecenderungan-
kecenderungan dari hati sendiri. Melalui bela rasa juga seseorang merasakan kerinduan untuk diampuni dalam mata kawan-kawannya. Bagi orang yang bela rasa, tidak ada satu pengalaman manusiawi pun yang asing, baik kegembiraan maupun kesusahan, baik cara hidup maupun cara mati. Dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
dunia luas itu setiap wajah manusia tampak sebagai wajah sesama. Dengan demikian kewibawaan bela rasa adalah kemampuan manusia untuk mengampuni saudaranya, karena pengampunan hanya menjadi nyata bila orang yang sudah menemukan kelemahan kawan-kawannya dan dosa musuh-musuhnya di dalam hatinya sendiri, dan bersedia menerima semua orang sebagai sebagai saudaranya sendiri (Nouwen, 1989:43-44).
2.
Keteladanan Pengampunan Yang Dihayati Bunda Elisabeth Meneladan kehidupan Bunda Elisabeth sebagai acuan dalam
menentukan tanggapan yang relevan dan efektif terhadap situasi, para suster CB perlu bertemu kembali dengan Bunda Elisabeth bagaimana beliau menanggapi keterlukaan pada zamannya. Setelah revolusi Perancis, Maastricht hancur lebur. Setiap perang membawa penderitaan bagi manusia dan kerusakan terhadap lingkungan. Keterlukaan dan kehancuran seperti itulah yang ditanggapi Bunda Elisabeth. Ia melihat, tergerak dan bertindak secara nyata untuk meringankan penderitaan manusia. Dengan sikap itu Bunda Elisabeth menjadi alat dalam mendirikan Kongregasi; Bunda Elisabeth dibentuk untuk menanggapi situasi keterlukaan dalam dunia. Bunda Elisabeth mampu menangkap dengan tajam gerakan Roh dalam hidupnya karena relasi yang akrab dengan Yesus Kristus (EG. 39-41). Pengalaman dikasihi Allah membuat Bunda Elisabeth Gruyters mampu melihat realitas dengan mata Allah, digerakan oleh belarasa dengan hati Allah, dan bertindak dengan tangan Allah. Bunda Elisabeth tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
meragukan kasih Allah yang dialaminya, oleh karena itu Bunda Elisabeth juga tidak ragu-ragu akan kasih dan kehadiran Allah didalam sesama. Keterpusatan Allah dalam Yesus Kristus di dalam hidupnya adalah sumber segala inspirasi, kekuatan dan kebijaksanaan dalam menghadapi kesulitan hidup pelayanan kepada orang-orang tempat Bunda Elisabeth dan para suster yang pertama menghayati perutusannya (EG. 91,106). Dalam masyarakat yang terluka, apabila Allah tidak diallahkan lagi dalam kehidupan apabila mereka, maka pemulihan relasi yang benar dengan Allah merupakan tindakan nyata rekonsiliasi (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:27-28). Bunda Elisabeth menjadi alat rekonsiliasi dan penyembuhan yang mengantar orang-orang kembali kepada relasi dengan Allah dengan satu sama lain, dalam perhatian dan kepedulian (EG.110-112,29,30-37). Rekonsiliasi juga tampak dalam sikap Bunda Elisabeth terhadap keterlukaan dan
keterbatasan
manusia.
Dalam
kerendahan
hati
ia
terbuka
mengungkapkan kelemahannya sendiri dengan perhatian serta belarasa yang besar Bunda Elisabeth menerima dan sabar terhadap sesama sebagaimana adanya mereka (EG. 96, 76, 94, 98). Bunda Elisabeth mampu menghubungkan dirinya dengan mereka yang menderita. Mereka terus menerus hadir memenuhi pikirannya, perasaan, aspirasi, dan doa-doanya. Kehidupan yang terluka dan keterpecahan dalam orang miskinlah yang memenuhi hidup kesehariannya. Ia bersetiakawan dalam penderitaan mereka, karena Bunda Elisabeth tahu bahwa Allah juga menderita di dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
dan bersama mereka (EG. 109,113,117). Bagi Bunda Elisabeth dalam ketersentuhan denan keterlukaannya dengan keterlukaan orang lain dan dunia, membuat Bunda Elisabeth merasa lebih ringan dalam menanggung penderitaannya. Dengan demikiam terjadinya saling rekonsiliasi antar kebersamaan itu terjadi pula penyembuhan dalam diri sendiri dan orang lain (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:28-29). Bunda Elisabeth adalah seorang pengemban rekonsiliasi dan penyembuh bagi pribadi manusia secara utuh, dengan mempertimbangkan seluruh segi kehidupan manusia. Bagi Bunda Elisabeth orang-orang miskin yang dilayaninya di Maastricht adalah baik miskin secara materi maupun rohani. Memperhatikan kebutuhan-kebutahan orang-orang yang dilayaninya demi kesejahteraan karena memperhatikan semua dimensi yang saling terkait dari eksistensi kehidupan. Kepedulian Bunda Elisabeth terhadap orang-orang miskin berdasarkan pada pandangannya yang holistik tentang pribadi manusia, keterpaduan dari segi-segi spiritual dan manusiawi seseorang sebagai pribadi (EG. 108, 112, 117, 149). Ia tidak hanya mengajarkan katekese kepada mereka, tetapi juga mengajar jahit-menjahit, menanamkan dasar hidup yang baik pada anak-anak miskin (EG.51). Rasa hormat dan pemberdayaan orang-orang miskin dan bagi para suster didasarkan pada martabat manusia, kebebasan dan paham kemanusiaan yang utuh, merupakan tindakan rekonsiliasi yang konkret dalam seluruh hidup Bunda Elisabeth (EG. 76, 78).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Beriman akan Allah, harga diri yang sehat, dan sikap yang sehat terhadap orang lain berdasar pada kasih merupakan kekuatan dari tanda yang kuat akan adanya harapan dalam situasi yang penuh dengan keterlukaan. Kehadiran Bunda Elisabeth di Maastricht pada waktu itu merupakan kehadiran yang membawa rekonsiliasi Yesus Kristus bagi umat Allah. Ada harapan dalam dan bagi mereka, karena Allah senantiasa setia pada mereka. Dalam pengharapan seperti itu, Bunda Elisabeth adalah pengemban rekonsiliasi dengan membawa orang-orang yang terluka “kembali” ke jati diri sendiri. Dengan demikian, pengalaman-pengalaman rekonsiliasi ini merupakan perjumpaan dengan Tuhan yang bangkit, Tuhan atas kehidupan baru. Kebangkitan dan rekonsiliasi merupakan jalinan dari dua realitas yang saling berkaitan dalam hidup kita sehari-hari (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:28-30). Sebagai murid Yesus Kristus suster CB perlu meneladan dari Yesus dengan menjadikan seluruh pola kehidupan Yesus menjadi pola hidup para suster CB. Seperti Bunda Elisabeth pengalaman pribadi dengan Yesus yang tersalib menjadi penggerak seluruh pola pikir, pilihan dan tindakannya. Demikian pula yang diperjuangkannya, yang didalamnya terkandung segala konsekuensi yang mesti ditanggungnya. Kontemplasi Bunda Elisabeth kepada yang tersalib sebagai pembawa rekonsiliasi tampak dalam kerelaannya untuk mengampuni. Kepada orang-orang yang memfitnahnya, merendahkannya, dan mengusirnya, Bunda Elisabeth tidak hanya mengampuninya tetapi memohonkan pengampunan bagi mereka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
(bdk. EG. 96). Bunda Elisabeth belajar mengampuni dari Yesus yang tersalib. Di atas salib Yesus mendoakan mereka yang memfitnah, menghina, merendahkan,
memukuli
dan
menyalibkan.
Di
atas
salib
Yesus
memohonkan pengampunan bagi mereka kepada Bapa-Nya di surga (bdk. Luk 23:34). Dengan kontemplasi kepada Yesus yang tersalib Bunda Elisabeth memilih untuk tidak membalas dendam dan bertindak tanpa kekerasan. “Untuk mengembalikan orang yang licik dan licin kepada Allah, hendaknya memperlakukan mereka secara jujur sekali, sebab para pemimpin yang ingin melakukan kewajibannya dengan baik, memang harus banyak menderita” (EG. 69). Bunda Elisabeth senantiasa membawanya kembali kepada doa kepada Yesus yang tersalib. Ada pergulatan dalam diri Bunda Elisabeth antara rasa prihatin yang besar dan kecenderungan sakit hati dari kemanusiaan Bunda Elisabeth. Namun bersama Yesus yang tersalib, Bunda Elisabeth mampu melampauinya dan menanggung derita seperti Yesus (bdk. EG.117). Kontemplasi kepada Yesus yang tersalib membawa Bunda Elisabeth untuk senatiasa mementingkan keselamatan jiwa (EG. 40). Hal ini sungguh tampak dalam pengalaman Bunda Elisabeth bersama keluarga Nijpels (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:75-76). Kontemplasi kepada Yesus yang tersalib membawa Bunda Elisabeth pada kualitas puncak membalas kasih-Nya dengan kasihnya meminta bagian dalam duka Yesus (bdk. EG.39). Bagi Bunda Elisabeth menderita sedikit demi cinta kepada Yesus Kristus adalah merupakan kebahagiaan dan ucapan syukur yang mendalam kepada Allah (bdk.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
EG.100). Maka Bunda Elisabeth senantiasa mengarahkan seluruh tenaga, pikiran dan hati untuk berjuang dan membela supaya jiwa malang dalam penderita sakit di Rumah Sakit Calvarieberg dapat dilayani oleh para suster cintakasih. Kontemplasi kepada Yesus yang tersalib menumbuhkan kekuatan Duka Ilahi di dalam hati Bunda Elisabeth. Namun Bunda Elisabeth tidak hanya terus menerus berdoa memohon untuk dipersatukan dengan Duka Ilahi (EG. 39-41) dan bersyukur bila boleh menderita sedikit demi Yesus (EG.100) tetapi juga mampu menempatkan dirinya bersama Bunda Maria dan mempersatukan air matanya dengan air mata Maria sewaktu berdiri di bawah kayu salib (EG. 54). Mempersatukan air matanya dengan air mata Maria di bawah salib berarti mau mengikuti Maria yang membiarkan diri terus menerus dibentuk dan diubah oleh kehadiran Hati Yesus yang tergantung pada salib yang memandang dirinya. Pandangan kontemplatif hati ini berarti bahwa menerima dengan penuh penyerahan diri kepada pandangan Kristus tergantung di salib yang memberikan pengampunan dan harapan akan “firdaus” hidup baru. Pengampunan dianugerahkan didalam Yesus Kristus bagi orang yang mau bertobat dan mengarahkan diri kembali kepada Allah Bapa di surga yang penuh belas kasih dan maharahim (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:77-78).
3.
Perlunya Pertobatan Terus-Menerus Bagi Bunda Elisabeth “Pertobatan” merupakan anugerah istimewa.
Bunda Elisabeth bersyukur atas anugerah rasa sesal hati yang mendalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
akan kelakuan-kelakuan yang tidak setia dimasa lalu (bdk. EG. 98) Allah mengampuninya dan melupakannya. Allah dialami sebagai Allah yang mencintainya yang tanpa batas dan membuat Bunda Elisabeth mau membalas kasih-Nya dengan kasihnya. Maka tidak ada pertobatan yang terlalu sukar bagi Bunda Elisabeth (bdk. EG. 95). Tidak mengherankan bahwa Bunda Elisabeth begitu sangat mencintai dan hormat terhadap St. Pertus dan St. Paulus karena pertobatanpertobatan besar. Bagi Bunda Elisabeth tidak ada dosa yang sebesar apa pun yang tidak dapat diampuni oleh Yesus. Sebab hati yang sudah membatu pun masih akan tergerak kalau merenungkan cintakasih Yesus Kristus (bdk. EG. 95). Bagi Bunda Elisabeth pengakuan dosa, penyegaran rohani, dan ceramah-ceramah yang menggerakan hati lebih berharga dari harta yang paling berharga yang ada di dunia. Bunda Elisabeth menggambarkan kemajuan hidup rohani merupakan suatu kebahagiaan yang tak pernah dapat diimbangi dengan ucapan syukur dan terima kasih kepada Allah. Pertobatan lebih berharga dari pada segala kekayaan yang ada diseluruh Maasticht (bdk. EG. 139) (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:74-75). Sering dalam angan-anganku, aku tinggal bersama kedua rasul tersebut, lebih-lebih apabila api cinta Ilahi mulai berkobar dalam hatiku, maka pada saat seperti itu timbulah hasrat untuk membalas cinta-Nya dengan cintaku (EG95). Pengalaman Bunda Elisabeth akan kasih Allah yang mendalam membawanya kepada solidaritas yang mendalam dengan St. Petrus dan St. Paulus. Ia mengagumi kedua rasul agung ini, sebagaimana halnya ia mengalami betapa besar kasih Yesus namun betapa sempit dan lamban
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
pikirannya untuk memahami cinta-Nya. Disposisi batin seperti ini menciptakan ruang yang lebih luas dalam hatinya untuk menerima secara terbuka rahmat Allah yang menyentuh hatinya yang penuh Roh Kudus dan untuk membalas kasih Allah dengan cintanya (Kapitel Umum 2011:10). Pengalaman dicintai Allah secara mendalam mampu mengubah hidup Bunda Elisabeth menjadi seorang pelaku kasih Allah yang dinyatakan dalam hidup doa dan perutusannya. Ia tidak peduli kata orang, sebaliknya Bunda Elisabeth justru menaruh kepercayaan pada penyelenggaraan dan tuntunan Ilahi serta melaksanakan apapun yang dapat ia lakukan untuk menolong banyak orang. Ia bahkan memohonkan pengampunan bagi mereka yang menantangnya, bagi mereka yang menolaknya, bahkan lebih dari itu bagi mereka yang menganiaya dan mengoloknya (Kapitel Umum 2011:11).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
BAB III KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUS MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF
A. Undangan Gereja Masa Sekarang 1. Komunitas Sekolah Cinta Semua anggota religius dipanggil kepada kekudusan dengan membaktikan seluruh hidup dalam komunitas. Agar komunitas-komunitas religius menjadi sekolah komunio dan sekolah doa dalam hidup keperawanan yang menunjukkan dengan jelas martabat manusia yang diciptakan untuk tujuan ilahi dan abadi. Dunia yang menawarkan kenikmatan dan keamanan dalam hal-hal material sudah melupakan tujuan transendental dan perlu saksi-saksi yang mengingatkannya (Novo Millennio Ineunte, art. 34).
Demikian pula dikatakan bahwa “Menjadikan Gereja
home sekaligus persekutuan” ini merupakan tantangan besar yang dihadapi dalam millenium sekarang ini dan sedang yang berlangsung (NMI, art. 43). Yesus mengundang para pengikut-Nya untuk mengalami kesatuan dalam cinta kasih Bapa yang telah dihayati di dunia dalam persekutuan Roh Kudus yang dicurahkan kepada kita dalam Gereja. Kesatuan dalam kasih, koinonia dan komunio adalah keselamatan dari egoisme perpecahan dan perselisihan. Pewartaan Kristiani menegaskan bahwa kesatuan itu mungkin di antara semua orang dari bangsa, suku, kelompok, etnis, tingkat sosialekonomis apapun. Setiap orang dituntut untuk mampu membangun paguyuban yang bersatu dalam kebenaran, di mana semua mencari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
kepentingan bersama. Hanya sekelompok murid Kristus yang bersatu dalam kasih, dalam pengampunan timbal balik, yang hidup sehati dan sejiwa dapat memberi pewartaan yang meyakinkan dan mengundang orang lain untuk masuk ke dalam hidup Kristus yang membahagiakan dan menyelamatkan. Mereka membentuk sekolah komunio di mana semua dapat belajar mengikuti Yesus bersama (Driscoll, 2003: 221). Spiritualitas persekutuan berarti juga kecakapan untuk memikirkan saudara-saudara dan saudari-saudari dalam pangkuan kesatuan mendalam Tubuh Mistik dan karenanya juga sebagai “mereka yang merupakan sebagian saya. Ini memampukan menanggung bagian pokok kegembiraan dan penderitaan sesama, ikut ambil bagian dalam memperhatikan, serta menawarkan persahabatan yang mendalam dan sejati. Spiritualitas persekutuan mencakup kecakapan juga memandang apapun positif pada sesama, menyambutnya baik dan menghargainya sebagai karunia dari Allah: tidak melulu sebagai anugerah saudara atau saudari yang telah langsung menerimanya, tetapi juga sebagai “kurnia bagi saya. Spiritualitas berarti meluangkan tempat bagi saudara-saudara dan saudari-saudari, sambil “saling menanggung beban-beban sesama: (Gal 6:2) dan menolak pencobaan cinta diri, yang terus-menerus merundungi kita dan mengundang persaingan, karierisme, sikap curiga dan iri hati (NMI, art.43).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
2. Komunitas Yang Menghayati Hidup Tritunggal Mahakudus Yesus selama hidup-Nya di dunia, Ia memanggil mereka yang dikehendaki-Nya, supaya mereka menyertai Dia, dan Ia mendidik mereka hidup menurut teladan-Nya bagi Bapa dan bagi perutusan yang telah diterima-Nya dari Bapa (bdk. Mrk 3:13-15). Begitulah Ia memulai keluarga baru, yang dari abad ke abad akan mencakup mereka yang siap “menjalankan kehendak Allah” (bdk. Mrk 3:32-35). Sesudah kenaikan Tuhan ke surga, sebagai buah karunia Roh Kudus, terbentuklah rukun hidup persaudaraan di sekitar para rasul, berhimpun dalam puji syukur kepada Allah dan dalam pengalaman konkret persekutuan (bdk. Kis 2:42-47; 4:3235). Hidup jemaat itu, bahkan lebih dari pengalaman hidup dalam persekutuan penuh dengan Kristus yang dihayati oleh Dua Belas Rasul, selalu dijadikan pola yang menjadi acuan Gereja, bila Gereja berusaha kembali kepada semangat aslinya, dan dengan kekuatan Injil yang segar meneruskan lagi perjalanannya di sepanjang sejarah. Yang mengenakan bentuk jemaat manusiawi sebagai kediaman Tritunggal Mahakudus, untuk menyalurkan ke dalam sejarah kurnia-kurnia persekutuan yang khas bagi ketiga Pribadi ilahi. Banyak situasi dan caracara persekutuan persaudaraan diungkapkan dalam Gereja. Hidup bakti pasti dapat dianggap berjasa karena secara efektif membantu untuk tetap menghidupkan dalam Gereja kewajiban persaudaraan sebagai bentuk kesaksian akan Tritunggal. Dengan tiada hentinya mengembangkan cintakasih persaudaraan, juga dalam wahana hidup bersama, hidup bakti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
telah menunjukan, bahwa ikut serta dalam persekutuan Tritunggal dapat mengubah hubungan manusiawi dan menciptakan corak baru solidaritas. Hidup bakti mengamanatkan kepada umat baik keindahan persekutuan persaudaraan maupun cara-cara hidup yang dalam kenyataan mengantar kepadanya. Para anggota hidup bakti hidup “bagi” Allah dan “dari” Allah, dan justru karena itu mereka mampu memberi kesaskian akan kuasa rahmat untuk mendamaikan, serta mengatasi kecenderungan-kecenderungan yang terdapat dalam hati manusia dan pada masyarakat (VC, art . 41). Hidup bersaudara dalam arti hidup dalam cintakasih merupakan lambang yang jelas bagi persekutuan gerejawi. Corak hidup itu dipraktekan secara khas, dalam tarekat-tarekat Religius dan Serikat-serikat Apostolis; Hidup berkomunitas beroleh relevansi khusus. Dimensi persekutuan persaudaraan juga tidak asing bagi institut-institut sekular, atau bahkan bagi bentuk-bentuk hidup bakti yang dihayati secara perorangan. Dengan hidup sebagai murid Kristus menurut Injil, mereka semua menyanggupkan diri untuk melaksanakan “perintah baru” Tuhan, yakni saling mengasihi seperti Ia mengasihi kita (bdk. Yoh 13:34). Cintakasih mendorong Kristus untuk menyerahkan Diri, bahkan sampai korban termulia di salib. Begitupula dikalangan para murid-Nya tidak mungkin ada kesatuan yang sejati tanpa cintakasih timbal-balik yang tanpa syarat, yang meminta kesediaan untuk dengan murah hati melayani sesama, kesiagaan untuk menampung mereka seperti adanya, tanpa menilai mereka (bdk. Mat 7: 1-2). Para anggota hidup bakti, menjadi “sehati sejiwa” (Kis. 4:32) melalui cintakasih yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
dicurahkan ke dalam hati mereka oleh Roh Kudus (bdk. Rom 5:5), mengalami panggilan batin untuk berbagi bersama segala sesuatu: barangbarang materiil dan pengalaman-pengalaman rohani, bakat-kemampuan dan inspirasi-inspirasi, cita-cita kerasulan dan pelayanan kasih: “dalam hidup berkomunitas kuasa Roh Kudus yang berkarya dalam seorang individu sekaligus tersalurkan kepada semua anggota. Maka dalam hidup berkomunitas dalam cara tertentu perlu menjadi jelas, bahwa lebih dari sekedar upaya untuk menunaikan perutusan khusus, persekutuan persaudaraan yang merupakan ruang yang disinari oleh Allah, untuk mengalami kehadiran tersembunyai Tuhan yang bangkit mulia (bdk. Mat 18:20). Untuk terwujudkan berkat cintakasih antar anggota komunitas, dan ditopang oleh doa untuk kesatuan, anugerah khusus Roh bagi mereka yang dengan patuh mendengarkan Injil. Roh Kudus sendirilah yang membimbing jiwa untuk mengalami persekutuan dengan Bapa dan dengan Putera-Nya Yesus Kristus (bdk. 1 Yoh 1:3), dan persekutuan adalah sumber hidup bersaudara. Rohlah yang membimbing komunitas-komunitas hidup bakti dalam menunaikan misi pelayanan mereka kepada Gereja dan kepada segenap umat manusia, menurut inspirasi mereka (VC, art. 42). Membangun komunitas religius bersumber dari Komunitas Agung Tritunggal Mahakudus. “Bapa dan Roh Kudus adalah satu komunitas Agung. Pola interaksi dan relasi komunitas agung itu adalah kasih, sebab Allah adalah kasih (1Yoh 4:8). Jadi dalam komunitas agung itu hanya satu acara tunggal dan pokok, yaitu kasih. Inilah inti pokok kasih ialah saling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
menyerahkan diri seutuhnya. Demikianlah dalam komunitas kasih trinitas, yakni Bapa, Putra, dan Roh Kudus terjadi tindakan saling menyerahkan diri satu sama lain. Tantangan dalam komunitas Kristiani ialah menghadirkan komunitas Tritunggal Mahakudus dalam lingkungan hidup kita dengan mengupayakan hubungan yang saling menyerahkan diri satu sama lain. Relasi dalam komunitas murid ialah pola relasi yang mendapat hidup dan maknanya dari relasi satu sama lain dengan Yesus Kristus. Berkat relasi kita dengan Yesus dan berkat Roh Kudus, kita dimasukan ke dalam relasi Allah Tritunggal. Komunitas murid Yesus tentu mengikuti gerak kasih Kristus kepada Bapa-Nya (Martasudjita, 2001:44-48). Semua anggota komunitas biara akan menjadi pribadi yang utuh, bila mereka senantiasa bertumpu di atas landasan cintakasih Allah Tirtunggal.
Bahtera
hidup
komunitas
biara
haruslah
merupakan
pengejawantahan dari komunitas Allah Tritunggal. Allah Tritunggal adalah asal dan citra asli serta penyempurnaan persekutuan hidup kita. Hubungan antar pribadi yang dalam dasar cintaksaih Allah Tritunggal, memainkan suatu peranan yang bersifat membentuk. Pribadi Allah Tritunggal haruslah dipandang dalam daya gerak cinta yang saling berelasi, yang dinamis-cinta Bapa kepada Dirinya terpancar keluar kepada cinta yang saling memberi dan menerima (cinta Bapa kepada Putera tercinta dan dan cinta Putera kepada Bapa), akhirnya kepada bersama membagi cinta dalam Roh Kudus. Setiap anggota komunitas hendaknya selalu berusaha untuk menimba air kehidupan dari sumber dan kekuatan yakni Allah Tritunggal;
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
sebab di dalam satu Roh, dipermandikan dan diberi minum dari satu Roh (bdk. 1 Kor 12:13), maka segala peselisihan harus kita jauhkan. Membangun komunitas yang betumpu di atas basis Allah Tritunggal, akan membuat setiap anggota komunitas merasa berada “di rumah”, dimana spontanitas serta kreativitas dapat berkembang dengan baik. Membina cinta persaudaraan atas dasar cinta Allah Tritunggal akan membuat semakin yakin akan diri sendiri bahwa kini berada pada jalur yang benar dan tepat sasar (Peter, 1986:323-324).
3. Komunitas Yang Mampu Menjawab Kebutuhan Untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang penghayatan hidup berkomunitas, maka orang perlu mempunyai gambaran yang jelas tentang bentuk atau model hidup berkomunitas di mana ia berada. Beberapa model hidup komunitas religius berdasarkan segi penghayatan, sikap maupun pendekatan terhadap hidup komunitas meliputi; komunitas rasuli atau zaman para rasul (Kis 2:41-47; 4:32-37), dan komunitas rasul yang berjalan mengikuti Yesus merasul (Luk 9:1-6; 10:12). Komunitas rasuli atau zaman para rasul (Kis 2:42-47; 4:32-37), komunitas umat kristen di Yerusalem; bersifat komunitas koinonia di mana setiap anggota menghayati hidup bersama, memecahkan roti bersama, membagi milik, sehingga tidak ada orang yang merasa berkekurangan. Komunitas ini merelakan milik dan harta pribadi demi kepentingan bersama. Komunitas kesatuan, satu hati satu jiwa, sebagai pujian kepada Allah. Komunitas inilah yang menjadi inspirasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
dasar bagi kongregasi religius monastik. Komunitas merupakan sarana penghayatan kemiskinan dalam persaudaraan. Komunitas rasul yang berjalan mengikuti Yesus merasul (Luk 9:1-6; 10:1-12). Komunitas ini merupakan kelompok murid yang dipanggil untuk hidup bersama dengan Yesus dalam perjalanan Yesus mewartakan Kerajaan Allah. Kelompok ini hidup dalam kemiskinan sebagai orang yang selalu berjalan dalam merasul, dan tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, selalu pergi dari tempat yang satu ke tempat yang lain (Mrk 1:13-39) kebersamaan lebih tertuju untuk merasul. Cara hidup mereka ialah hidup yang selalu siap untuk diutus dan pergi. Kerasulan mereka diikat dan dipersatukan oleh Yesus dan kuasa Yesus yang diberikan kepada mereka. Komunitas merupakan inspirasi dasar bagi para religius yang muncul pada abad XII dan XIII dan dipertajam oleh kelompok religius yang mucul pada abad XV dan XVI dan abad-abad sesudahnya (Darminta, 1983:90). Ciri-ciri komunitas yang disebutkan diatas ini memberikan bantuan untuk menemukan model penghayatan konkret yang sesuai dengan tuntutan hidup Kristiani. Adapun ciri komunitas kristiani antara lain: doa bersama dan persaudaraan (kis 2:56; 4:32; 14:22), pewartaan sabda melalui kotbah (Kis 2:14; 3:12), milik demi kepentingan bersama digerakan oleh Roh Kudus (Kis 4:32-35), mengadakan keputusan bersama, mujizat dan penyembuhan (Kis 2:4; 5:16). Berdasarkan kesaksian komunitas para rasul, dapat dilihat beberapa model hidup komunitas dengan ciri-ciri hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
berkomunitas di mana orang itu berada dan hidup meliputi; komunitas tradisional, komunitas sosial-psikologis, komunitas pelayanan, komunitas kesaksian hidup, komunitas kesaksian sabda, komunitas rohaniah, dan komunitas pneumatis (Darminta, 1981:11-20).
a. Komunitas Tradisional Komunitas ini tempat tinggal sebagai pusat dari komunitas, kehadiran secara fisik merupakan tuntutan bagi setiap anggota. Komunitas menyediakan setiap kebutuhan anggota. Komunitas menekankan penting hidupnya hidup bersama yakni sebagai sarana untuk memupuk rasa kebersamaan dalam komunitas. Komunitas cenderung untuk mempunyai karya apostolat yang satu dan sama. Keanekaragaman karya dialami gangguan hidup bersama keyakinan dasar hidup bersama berarti hidup dalam komunitas. Tujunannya adalah untuk mempermudah pelaksanaan hidup komunitas supaya dapat berdoa, bekerja dan hidup bersama dalam damai dan melaksanakan karya Kerajaan Allah (Darminta, 1981: 14-15).
b.
Komunitas Sosial-Psikologis Dalam komunitas ini yang menjadi perhatian utama adalah
perkembangan dan pertumbuhan masing-masing pribadi. Doa bersama dirasakan sebagai suatu tantangan dalam membantu pribadi masing-masing untuk tumbuh dan berkembang. Doa bersama dihayati sebagai suatu bantuan bagi pribadi masing-masing demi pertumbuhan dalam mengikuti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
visi dan anugerah-anugerahnya serta bertahan hidup pada saat-saat sukar. Faktor penentu untuk mengadakan keputusan adalah bagaimana komunitas dapat membantu anggota untuk merealisasikan potensi hidupnya sebagai seorang religius. Perubahan diterima sebagai proses pertumbuhan yang normal. Pembinaan diarahkan untuk membantu masing-masing pribadi agar dapat menemukan, memperkembangkan dan mengarahkan bakat-bakat yang dimiliki. Keyakinan dasar ini ialah melayani kebutuhan masing-masing anggota (Darminta, 1981:15).
c. Komunitas Pelayanan Dalam komunitas ini tempat tidaklah menjadi penting bagi mereka. Perjumpaan dan kebersamaan dalam hidup bersama juga kurang dipentingkan. Pelayanan kepada masyarakat luas sangat diutamakan sehingga pelayanan keluar sangat diharapkan karena ini merupakan tugas pelayanan. Doa bersama jarang dilakukan hanya pada kesempatankesempatan tertentu saja banyak waktu untuk doa pribadi. Keanekaragaman dalam kerasulan dapat diterima namun ada pembatasannya. Faktor yang cukup untuk mengambil keputusan ialah bagaimana keputusan ini akan memberikan kesiapsiagaan dan efisiensi dalam pelayanan bagi orang lain. Perubahan dipengaruhi oleh perubahan kebutuhan masyarakat yang dilayani. Yang menjadi keyakinan dasar bahwa komunitas merupakan bagian dari anggota untuk melayani anggota masyarakat yang lebih luas. Komitmen kepada pelayanan kerasulan merupakan kriterium untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
mengadakan evaluasi dan refleksi pribadi. Didasarkan pula atas harapan untuk membangun dunia yang lebih baik, di mana manusia dapat hidup dengan lebih merdeka, adil dan manusiawi (Darminta, 1981: 16-17).
d. Komunitas Kesaksian Hidup Komunitas ini merupakan cara dan penghayatan hidup sebagai kesaksian dalam hidup berkomunitas kepada masyarakat. Komunitas dihayati sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Doa bersama merupakan tempat untuk sharing pengalaman iman. Mengundang orang luar untuk berdoa bersama, pelayanan dipilih sejauh tidak merugikan kesaksian hidup komunitas karena hidup komunitas itu merupakan kerasulan. Maka dapat dipahami jikalau terjadi ketegangan antara komunitas sebagai tujuan dan komunitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Masa pembinaan merupakan masa mempersiapkan orang untuk menghayati hidup komunitas sebagai yang bernilai dan komunitas sebagai kesaksian secara keseluruhan. Keyakinan dasar dari komunitas kesaskian adalah komunitas kristiani secara keseluruhan saksi hidup bersama dalam masyarakat manusia yang lebih luas yang mengalami tindakan Allah (Darminta, 1981: 17-18).
e. Komunitas Kesaksian Sabda Komunitas ini menekankan kesaksian sabda. Yang menjadi komitmen pelayanan adalah menyampaikan sabda kepada masyarakat luas. Keputusan bersama dibuat dalam terang pelayanan sabda. Pembinaan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
pembentukan anggota ialah memperoleh ketrampilan untuk menyampaikan dan memberikan kesaksian dengan efektif. Karya pelayanan lebih diutamakan yang lebih berpautan dengan pewartaan sabda. Kesaksian dasar ialah bahwa komunitas membantu anggota-anggotanya untuk memberikan kesaksian sabda dan ketekunan penyelamatan sabda dalam dunia masa kini. Keputusan bersama dibuat dalam terang pelayanan sabda. Harapan dari komunitas ini ialah bahwa dengan memberi kesaksian sabda anggota komunitas membuat sabda hadir dan mempengaruhi masyarakat luas (Darminta, 1981:18)
f. Komunitas Rohaniah Dalam komunitas ini tempat merupakan hal yang penting karena tempat merupakan pusat hidup komunitas dan tempat untuk menemukan kekuatan. Komunitas ini mengingatkan akan para murid yang dahulu bersama dan berkumpul di ruang perjamuan, bertekun dengan sehati berdoa bersama-sama. Namun yang lebih penting adalah ibadat sendiri, karena setiap orang dan juga komunitas secara keseluruhan dipanggil ke kesucian, ke komitmen kepada doa, ke hidup cinta yang kaya bersama Allah. Pelayanan kerasulan lebih tergantung pada bagaimana masing-masing maupun
komunitas
telah
mengintegrasikan
kerohaniannya
dengan
kebutuhan hidup dan perhatian dunia. Doa menjadi pilihan yang utama. Faktor utama untuk mengadakan keputusan maupun perubahan ialah “bagaimana keputusan akan mempengaruhi hidup doa masing-masing
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
maupun komunitas. Pembinaan dan pendidikan anggota lebih menekankan perkembangan, Pemupukan dan pertumbuhan hidup doa (Darminta, 1981:18-19).
g. Komunitas Pneumatis Komunitas merupakan kesatuan hidup untuk mendengarkan Roh. Doa merupakan penantian dan pencaharian akan bimbingan Roh dari hari ke hari. Roh terus-menerus dirasakan memanggil komunitas dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda. Roh menjadi faktor penentu dalam membuat keputusan dan melaksanakannya. Dasar komunitas ini ialah keyakinan bahwa Roh meresapi seluruh hidup, dan dengan demikian komunitas berada di mana-mana. Tuntutannya adalah masing-masing anggota menyerahkan diri kepada bimbingan Roh (Darminta, 1981:20).
4. Komunitas sebagai Misio Komunitas para murid Yesus bukan hanya komunitas dari orangorang yang sama-sama dipanggil oleh Yesus, tetapi juga orang-orang yang diutus. Injil Markus menceritakan: “Yesus memanggil orang-orang yang dikehendakinya dan mereka pun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil” (Mrk 3:13-14). Panggilan orang-orang dalam kelompok murid bersifat misioner. Artinya, mereka dipanggil untuk diutus, yakni memberitakan Injil. Dalam komunitas biara, para warga datang dan berada di situ juga karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
tugas perutusan dari pimpinan. Masing-masing warga mempunyai tugas perutusan yang barangkali berbeda. Dengan demikian bahwa kebaikan dan kebahagiaan komunitas akhirnya ditentukan bukan hanya apakah mereka dapat hidup rukun dan bersaudara, tetapi juga sejauh mana mereka dapat melaksanakan tugas perutusan mereka dengan maksimal dan baik (Martasudjita, 1999: 96-98). Komunitas religius tidaklah Injili bila tidak universal. Seorang religius semestinya menjadi orang yang mampu menemukan pengalaman hidupnya sebagai sarana untuk memperkembangkan relasi yang penuh persaudaraan dengan semua umat manusia. Seorang religius dipanggil untuk memperkembangkan kemampuannya, menerima, solider dengan siapaun; untuk melayani semua yang tak diuntungkan dalam hidup ini dengan kebesaran jiwa dan kesediaan, kegembiraan dan cinta; untuk merasakan bahwa kemanapun dirinya pergi, dia harus menciptakan ikatan-ikatan persaudaraan, persahabatan, dan saling penghargaan, dengan menjadi saudara di antara saudara-saudara, terutama bagi mereka yang kurang diperhitungkan dalam masyarakat (Darminta, 2003: 28-29). Karena disatukan dalam komunitas, yang tak dapat ditawar dan merupakan tempat konkret bagi pembaktian dan misinya, seorang religius menjadi tanda bahwa Kerajaan persaudaraan sudah hadir. Karakter khas komunitas adalah persaudaraan Injili. Para religius, sebagai komunitas, mengenakan misi khusus untuk melanjutkan keselamatan yang dibawa oleh Yesus (Darminta, 2003: 49).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
Seorang religius melaksanakan pelayanannya, dalam konteks “misi gerejawi” yang khas dan khusus, sesuai dengan karisma yang mendasarinya. Digerakkan oleh “panggilan dan pembaktian: seorang religius melaksanakan pelayanan melalui dua model kegiatan yakni: 1. Menjawab kebutuhan manusia yang paling dasar dan karya-karya yang secara eksplisit diperuntukan bagi evangelisasi. 2. Kaum religius tidak ikut ambil bagian dalam pelayanan “tertahbis”, tetapi dia bertindak dalam pelayanan gereja yang dipercayakan kepada tarekatnya dan ditegaskan oleh konstitusi yang disetujui oleh gereja. Melalui cara khas untuk ikut serta dalam pelayanan-pelayanan gerejawi, para religius memberikan jaminan yang berkesinambungan, baik pada lingkup pribadi maupun pada kelembagaan (Darminta, 2003:76). Kaum religius dipanggil secara khusus untuk mengikuti lebih dekat dan menjadikan Dia segala-galanya bagi hidup mereka (VC 72). Panggilan ini mengandung misi menghadirkan Kristus bagi dunia melalui kesaksian pribadi sesuai cita-cita Tarekat masing-masing. Lebih khusus religius aktif diutus menghadirkan Kristus melalui hidup dan karya pelayanan mereka di tengah-tengah dunia. Oleh karena itu, bagi merekaa hidup persaudaraan dalam komunitas diarahkan demi perutusan tersebar agar semakin bisa memberikan diri secara utuh demi kerasulan. Demikian juga jika relasi dengan Tuhan semakin personal, hidup berkomunitas semakin besrifat persaudaraan, dan kesadaran untuk terlibat ke dalam misi Tarekat pun semakin kuat (Darminta dkk, 2008:23).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
B. PENGERTIAN HIDUP BERKOMUNITAS 1. Pengertian Komunitas Menurut Kitab Suci Menurut teladan Gereja perdana, ketika golongan kaum beriman hidup sehati dan sejiwa (lih. Kis 4:32), bertekun dalam ajaran Injil, dalam liturgi suci dan terutama dalam perayaan Ekaristi, dalam doa serta persekutuan semangat yang sama (lih. Kis 2: 42). Sebagai sesama anggota Kristus para religius hendaknya dalam pergaulan persaudaraan bersaing dalam saling menghormati, saling menanggung beban mereka. Sebab berkat cinta kasih Allah, yang karena Roh Kudus telah dicurahkan ke dalam hati mereka. Komunitas sebagai keluarga yang sejati, dihimpun dalam nama Tuhan, menikmati kehadiran-Nya (Konsli Vatikan II, Dekrit tentang pembaharuan dan penyesuaian HidupReligius, art. 15) Model komunitas yang sering digunakan untuk hidup bersama adalah gereja perdana (Kis 2:41-47, 4:32-37). Dalam hidup mereka saling membantu penuh persaudaraan. Mereka saling sehati, saling berbagi pengalaman; bahkan milik mereka menjadi milik bersama. Dalam hidup itu mereka rela berbagi, baik berbagi hal rohani maupun jasmani; hidup spiritual dan hidup sehari-hari. Mereka dengan gembira saling berbagi hidup rohani sehingga saling diperkuat; saling berbagi hidup sehari-hari seperti membantu secara ekonomi. Kerelaan berbagi itulah kiranyan yang membuat persaudaraan mereka sungguh erat dan hidup masing-masing dikuatkan. Tidak mustahil bahwa hidup mereka itu menarik bagi orang-orang disekitar mereka (Suparno, 2002:32-33).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Komunitas Kristiani adalah komunitas yang disatukan dan dihidupi oleh iman akan Yesus Kristus berkat pencurahan Roh Kudus. Apa yang dilakukan ialah bertekun dalam pengajaran para rasul (pendalaman iman/pewartaan), giat dalam persekutuan, bersemangat dalam pelayanan satu sama lain dan sesama, serta berdoa yang puncaknya ada dalam perayaan Ekaristi (Kis 2:41-47). Kebersamaan para murid dengan kata yang amat menyentuh hati, yakni “mereka sehati dan sejiwa” (cor unum et anima). Ketekunan dalam pola interaksi dan relasi yang sehati dan sejiwa. Komunitas kristiani tentu harus berkembang ke dalam suatu pola interaksi yang sehati dan sejiwa. Kualitas kehidupan bersama para murid mendapat ciri khasnya dalam relasi yang sampai pada tingkat sehati dan sejiwa. Tingkatan sehati dan sejiwa bukan mendapat perwujudannya dalam sekadar kesamaan acara bersama, seperti makan bersama, doa bersama, rekreasi bersama, namun tingkatan sehati dan sejiwa itu pertama-tama soal batin atau roh yang entah bagaimana membuat satu sama lain sudah saling “terpaut” jiwanya. Hanya dengan keterpautan hati dan jiwa itulah suatu komunitas sungguh-sungguh menjadi komunitas yang hidup (Martasudjita, 2001: 4042). Hidup bersama yang dibangun atas teladan komunitas gereja purba, yaitu semua anggota sehati dan sejiwa untuk mewartakan Allah sesuai dengan teladan-Nya melalui doa-Nya, amanat-Nya dan terutama wafat-Nya, sebagai sumber perdamaian (Kis 4:32). Sebagai anggota dalam hidup bersama dalam Kristus sebagai saudara, kaum religius hendaknya saling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
menghargai dan dan saling menanggung hidup bersama. Sebagai komunitas keluarga sejati yang dikumpulkan atas nama Tuhan oleh cinta Allah yang meliputi anggota-anggotanya melalui Roh Kudus hendaknya bergembira karena Dia hadir di tengah-tengah mereka. Dengan demikian hidup berkomunitas memberikan kemungkinan konkret untuk penghayatan hidup berkaul dengan lebih jelas dan lebih menantang, bila hidup berkomunitas dihayati dalam komunio rohaniah maupun lahiriah eksternal dengan sesama anggota maupun dihayati dalam ketergantungan kepada orang yang memimpin komunitas. Yesus membentuk komunitas para murid, dengan tujuan agar mereka dalam kelompok menjalankan misi Yesus (Mat 10:1-8). Dalam kebersamaan pula para murid diutus untuk mewartakan oleh Yesus dalam pesan akhir-Nya. Maka tujuan kesatuan dan persekutuan para murid ialah untuk merasakan kekuatan dalam membangun komunitas umat manusia tanpa membedakan kaya dan miskin (Luk 14:16-24). Yesus pun menanamkan jiwa pengabdian dalam komunitas para murid. Dari jiwa pengabdian dan pelayanan itulah para murid akan menimba kekuatan untuk mengajar, mewartakan, menyembuhkan, dan menghadapi kejahatan dan dosa dunia. Dalam kebersamaan dan solidaritas terhadap siapapun juga, para murid diharapkan menjadi bukan pribadi dengan kuasa yang mau menguasai orang lain, melainkan pribadi yang sungguh merdeka agar mampu melayani, terutama melayani yang miskin, yang memerlukan, tersingkir dari masyarakat, dan siap untuk memberikan hidup untuk mereka. Demikian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
juga bahwa membangun komunitas religius diharapkan untuk memberikan kesaksian dalam melayani tanpa memilih siapapun seperti yang ditanamkan oleh Yesus kepada para murid-Nya (Darminta, 1981: 30-31). Hidup bersama yang dibangun atas teladan komunitas Gereja purba, yaitu semua anggota sehati dan sejiwa (Kis 4: 32) dengan kekuatan ajaran-ajaran Injil, liturgi dan terutama ekaristi, hendaknya dihayati dalam doa dan komunio semangat yang sama. Sebagai anggota dalam hidup bersama dalam Kristus sebagai saudara, kaum religius hendaknya saling menghargai (Rom 12:10) dan saling menanggung hidup bersama. Sebab keluarga komunitas, keluarga sejati yang dikumpulkan atas nama Tuhan oleh cinta Allah yang meliputi hati anggota-anggotanya melalui Roh Kudus (Rom 5:5) hendaknya bergembira karena Dia hadir ditengah-tengah mereka (Darminta, 1981: 31-32). Hidup akan semakin religius, sejauh hidup itu lebih evangelis. Tarekat-tarekat religius dan anggota-anggotanya haruslah mencari daya upaya dan sarana untuk kembali ke Injil, agar dapat dipahami dan dihayati dalam kondisi jaman sekarang dibawah pimpinan Roh Kudus. Pembaharuan religius dapat diukur dan dilihat dari keterbukaannya terhadap Injil (Darminta, 1981: 50-51).
2. Gereja sebagai Communio Yesus telah memberi Gereja sebagai lingkungan hidup manusia (paguyuban) tempat Ia hadir dan mengajar manusia menjadi putera-puteri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
dan saudara-saudari. Yesus menjadikan Gereja sumber hidup-Nya, TubuhNya, sakramnen keselamatan, Ibu dan Guru. Gereja melahirkan manusia sebagai putera-puteri Allah yang hidup hanya untuk mengasihi dan dan dikasihi karena belaskasihan Allah yang mau menyelamatkan manusia dari dosa. Gereja adalah Sakramen Kesatuan persaudaraan dalam Kristus. Di dalam Gereja manusia belajar menjadi yakin bahwa dicintai oleh Bapa dalam Kristus. Diri manusia yang terdalam adalah Kristus yang hadir dan bersatu dengan Bapa (Driscoll, 2002 : 38). Pembaktian religius yang dihayati akan mencapai perkembangan penuh dalam komunitas. Dengan pembaktiannya, seorang religius sekaligus dan menyanggupkan diri kepada Allah dan menjadi anggota tarekat religius. Dengan berbuat demikian dan dengan hidup di sebuah komunitas, seorang religius memberi kesaksian akan kehadiran Kerajaan Allah, mewartakannya, dan berjuang untuk kedatangannya. Dengan hidup di sebuah komunitas tentu dipersatukan dalam sabda Allah dan Ekaristi, para religius menyambut misi khas bersama untuk mengubah dunia dengan kerja sama dalam misi penyelamatan Kristus. Dalam Gereja aspek komunitas religius merupakan ungkapan yang menunjukan kesamaan martabat masing-masing anggotanya, kesamaan fundamental sebagai anak-anak Allah, sebagai pribadi yang dipanggil dan dibaktikan. Komunitas religius berdasarkan Sabda Allah, yang memanggil anggota-anggotanya untuk mengikuti Yesus dengan meninggalkan gaya hidupnya dan dengan mengenakan gaya hidup religius yang dimasuki: “hidup dalam kebersamaan”. Komunitas religius dibangun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
atas dasar panggilan yang diterima oleh anggota-anggotanya untuk mengikuti Kristus. Ukuran dari suatu komunitas religius bukanlah demi kegunaan atau keuntungannya, melainkan terutama demi kenabian. Dalam Gereja, komunitas persaudaraan religius mengungkapkan tanggung jawab bersama dari semua anggotanya, sebagaimana mereka berbagi dalam organisasi internal dalam pelayanan-pelayanan, yang diemban oleh tarekat untuk mewujudkan misinya. Hidup berkomunitas juga memberi kesaksian terhadap luasnya keanekaragaman anugerah dan karisma, kebutuhan dan panggilan, peranan dan pelayanan. Hal itu menunjukan bahwa tidak ada komunitas Kristiani yang dari dirinya sendiri merupakan sebuah “sel” Gereja. Oleh karena itu, komunitas harus masuk dalam totalitas Gereja dan menimba hidup dari totalitas Gereja. Ini berarti bahwa komunitas religius hidup dalam kebersamaan dengan semua unsur Gereja baik pelayan-pelayan terthabis maupun awam (Darminta, 2003:2327). Setiap anggota Gereja dipanggil Allah untuk mencapai kesucian hidupnya. Mereka dipanggil Allah bukan berdasarkan perbuatan mereka melainkan karenanya, supaya dengan kesucian tersebut cara hidup di dunia ini menjadi lebih manusiawi (Lih. Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, art. 40). Kesucian Gereja tersebut harus tampak dalam buah rahmat yang dihasilkan oleh Roh dalam hidup kaum beriman. Masing-masing anggota Gereja dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
mencapai kekudusan/kesempurnaan hidup melalui berbagai bentuk pilihan hidup dan karya. Ikatan persaudaraan antar anggota menjadi lebih erat, hendaknya mereka yang disebut para bruder, para rekan sekerja, atau dengan nama lain, melibatkan diri secara lebih erat dengan perihidup serta karya-karya komunitas (Konsili Vatikan II, Dekrit tentang Pembaharuan Hidup Religius art. 15). Hidup bersaudara dalam arti hidup bersama dalam cintakasih merupakan lambang yang jelas bagi perekutuan gerejawi. Corak hidup itu dipraktekan secara khas dalam Tarekat-tarekat Religius dan serikat-serikat Apostolis. Di situ hidup komunitas beroleh relevansi khusus. Dimensi persekutuan persaudaraan juga tidak asing bagi institut-institut Sekular, atau bahkan bagi bentuk-bentuk hidup bakti yang dihayati secara perseorangan. Dengan hidup sebagai murid Kristus menurut Injil, mereka semua menyanggupkan diri untuk melaksanakan “perintah baru” Tuhan, yakni saling mengasihi seperti Ia mengasihi kita (bdk. Yoh 13:34). Para anggota hidup bakti, yang menjadi “sehati sejiwa” (Kis 4:32) melalui cintakasih yang dicurahkan ke dalam hati mereka oleh Roh Kudus (bdk. Rom 5:5), mengalami panggilan batin untuk berbagi bersama segala sesuatu: barangbarang materiil dan pengalaman-pengalaman rohani, bakat-kemampuan dan inspirasi-inspirasi, cita-cita kerasulan dan pelayanan kasih: dalam hidup berkomunitas kuasa Roh Kudus yang berkarya dalam seorang indivudu sekaligus tersalurkan kepada semua anggota. Dengan demikian dalam hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
berkomunitas dalam cara tertentu perlu menjadi jelas, bahwa lebih dari sekedar
upaya
untuk
menunaikan
perutusan
khusus
persekutuan
persaudaraan itu ruang yang disinari oleh Allah, untuk mengalami kehadiran tersembunyi Tuhan yang bangkit mulia (bdk. Mat 18:20). Berkat cintakasih timbal-balik antara semua anggota komunitas cintakasih yang dipupuk melalui sabda dan Ekaristi, dimurnikan dalam sakramen perdamaian, dan ditopang oleh doa untuk kesatuan, anugerah khusus Roh bagi mereka yang dengan patuh mendengarkan Injil. Roh Kudus sendirilah yang membimbing jiwa untuk mengalami persekutuan dengan Bapa dengan Putera-Nya Yesus Kristus (bdk. 1 Yoh 1:3), dan persekutuan itu sumber hidup bersaudara. Rohlah yang membimbing komunitas-komunitas hidup bakti dalam menunaikan misi pelayanan mereka kepada Gereja dan kepada segenap umat manusia, menurut inspirasi asli mereka (VC, 62-64). Membangun komunitas adalah sebuah proses untuk membentuk setiap pribadi. Setiap anggota wajib membangun diri dari dalam, saling membangun dalam kerja sama, pembicaraan, dan pergaulan, dan atas dasar itu semua anggota bersama membentuk kesatuan di bawah pembinaan seorang pemimpin. Cinta persaudaraan merupakan inspirasi yang mengatur hidup dan hubungan antara komunitas. Tak jarang mendengar ungkapan yang mengatakan bahwa harus ada semangat “sehati dan sejiwa”. Maka untuk mencapai itu segala macam hal yang menyebabkan perbedaan harus dihindari, karena perpecahan inilah merupakan hambatan adanya semangat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
sehati dan sejiwa. Bila ada perbedaan watak, dan karenanya terjadi perbedaan-perbedaan yang mungkin mencekam, hendaknya kesatuan, damai dan cinta dipulihkan kembali dengan mengingat kembali bahwa tiap-tiap religius adalah saudara satu sama lain dan sama-sama anak-anak Bapa yang satu. Dengan demikian adapun kecenderungan-kecenderungan tertentu dalam hidup yang perlu diperhatikan yang kadang menghambat tumbuh dan berkembangnya kesatuan hati dan jiwa. Hubungan-hubungan rohani dan kerja sama timbal-balik penuh persaudaraan antara berbagai Tarekat Hidup Bakti dan Serikat-serikat Hidup Apostolis ditopang dan dimantapkan oleh kesadaran akan persatuan Gerejawi. Mereka dipersatukan oleh komitmen bersama untuk mengikuti Kristus, dan yang diilhami oleh Roh yang sama niscaya akan menampilkan secara kelihatan, ibarat ranting-ranting pada suatu pokok anggur, kepenuhan Injil cinta kasih (Darminta dkk, 2008:78). Dunia telah memasuki millenium baru yang dibebani pertentanganpertentangan dalam kemajuan ekonomi budaya dan teknologi, yang menjanjikan kemungkinan amat luas bagi kelompok kecil yang serba beruntung, sedangkan itu meninggalkan jutaaan rakyat lain bukan sekedar pada pinggiran-pinggiran kemajuan tetapi dalam kondisi hidup yang jauh di bawah minimum menurut tuntutan martabat manusia. Skenario kemelaratan melebar luas tanpa batas, selain bentuk-bentuk tradisionalnya juga pula yang lebih baru sering menyangkut sektor dan kelompok kaya-raya finansial, yang diancam oleh keputusasaan akibat tiadanya makna dalam hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
mereka, akibat kecanduan narkoba, rasa takut ditinggalkan dalam keadaan lanjut usia atau banyak penyakit, akibat marginalisasi dan diskriminasi sosial. Mereka yang mengalami penggusuran secara tidak adil oleh penguasa-penguasa yang memiliki modal, pengangguran, anak-anak jalanan, yang tidak memiliki tempat tinggal (NMI, art 50). Untuk menjembatani berbagai persoalan kehidupan menggereja, Gereja menyadari kembali salah satu aspek jati dirinya sebagai persekutuan hidup beriman (communio). Hidup pesekutuan ini merupakan tantangan dalam hidup menggereja, yang ditandai ileh berbagai panggilan dan fungsi. Unsur baru hidup persekutuan menggereja untuk dewasa ini ialah persekutuan dengan dunia berbagai dinamika hidupnya sebagaimana ditegaskan di dalam Gaudium et Spes. Persekutuan hidup menggereja maupun persekutuan di dalam masyarakat kiranya tidak cukup hanya dilandasi oleh kesamaan nasib, tetapi dilandasi oleh yang laing hakiki dari jati diri manusia, sebagaimana di wahyukan oleh Allah, ialah bahwa semua manusia adalah citra Allah dan seluruh alam semesta alam merupakan anugerah Allah untuk menjadi sarana membangun hidup dalam kecitraan Allah (Darminta, 1993:44-46).
3. Komunitas Religius Komunitas religius pada dasarnya merupakan komunitas rohaniah. Orang-orang yang ada di dalamnya diikat oleh panggilan Allah. Allah sendirilah yang telah mempertemukan untuk hidup bersama dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
komunitas. Yesus Kristus menjadi saudara sulung, dan Roh Kudus menjadi jiwa komunitas. Komunitas religius disebut komunitas hidup bakti. Di dalam komunitas hidup bakti para anggota membangun persekutuan religius dengan maksud ingin membaktikan seluruh hidupnya kepada Tuhan dan sesama. Setiap komunitas hidup bakti dibangun atas dasar semangat, kharisma dan latar belakang sosial budaya yang berbeda namun disatukan oleh cita-cita atau tujuan yang sama. Komunitas religius muncul dari inisiatif orang-orang yang bermaksud membaktikan diri secara penuh kepada Allah dan sesama (VC, art. 72). Komunitas religius merupakan pertemuan hidup, dimana usaha perorangan untuk melaksanakan panggilan seturut kharisma khusus dihadapkan dengan tugas pengabdian sehari-hari yang ditunaikan terhadap sesama. Komunitas religius sebagai kesatuan di tengah-tengah umat Allah dapat menjadi pusat samadi, pusat liturgi atau pusat pemeliharaan dan bimbingan rohani. Komunitas dapat menjadi sumber ilmu kebudayaan dan pendidikan sumber cintakasih dan pengorbanan basis operasi bagi kesatuan gerak cepat dibidang sosial, komunikasi, evangelisasi dan pembangunan. Komunitas dapat juga hidup sebagai kesatuan yang memikirkan, memimpin dan merencanakan serta mengatur kehidupan kongregasi ataupun Gereja. Dalam semuanya itu komunitas religius hanya dapat berfungsi bila ia menempatkan diri pada tingkatan rohani, di mana ia bersatu dengan Kristus, bekerja digerakan oleh Roh Kudus (Soenarjo, 1971:8).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
Komunitas adalah sebuah kehidupan bersama. Kehidupan bersama adalah suatu anugerah dan karunia Allah. Ciri Khas dari satu karunia Allah adalah diberikan, dihadiahkan. Komunitas sebagai karunia berarti bahwa komunitas yang dimiliki, bukanlah hasil jerih payah sendiri (Martasudjita, 1999:89). Dalam komunitas biara orang mempunyai kamar sendiri-sendiri, di rumah tidak. Komunitas religius “bukan kelompok teman akrab”, sehingga hubungan dalam komunitas tidak buat-buat. Persahabatan dengan 30 atau 40 orang tidak mungkin terjadi karena hubungan dalam komunitas tidak seperti kawan atau sahabat karib. Komunitas religus bukan “perusahaan”, dimana orang berhubungan hanya untuk bekerja saja, selain itu masing-masing mempunyai tugasnya sendiri-sendiri. Komunitas religius juga bukan “tentara”, yang ditentukan dari atas menurut kebutuhan Negara. Biarpun anggota religius harus taat kepada pimpinan. Namun ketaatan anggota komunitas tidak sama dengan ketaatan tentara (Jacobs, 1985: 112-113). Hidup setiap anggota
komunitas harus dinyatakan dalam
kebersamaan. Komunitas berarti membangun dunia sendiri sambil membangun dunia orang lain (Jacobs, 1985 :114). Dalam komunitas, seseorang dipanggil untuk mencintai orang lain sebagaimana adanya, dengan luka-luka, kekurangan, dan kelebihannya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Komunitas berarti saling memberikan kemerdekaan, kepercayaan dan peneguhan. Dalam komunitas juga
diharapkan
untuk
saling
menghormati
dengan
cara
saling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
mendengarkan, dalam semangat saling percaya, dan dengan mati terhadap diri sendiri sehingga orang lain dapat hidup, berkembang, dan menjadi anugerah (Nouwen, 1998:25).
C. KONGREGASI
SANTO
CAROLUS
BORROMEUS
MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF 1.
Tantangan Hidup Berkomunitas dalam Kongregasi CB Para suster saat ini menghadapi suatu tantangan besar dalam
konteks sekarang ini. Sebagai religius dalam Gereja yang hidup dalam masyarakat global sekarang ini, kehidupan dalam komunitas merupakan tanda iman dan harapan bagi sesama. Bagi para suster CB untuk menjadi pembawa damai bagi orang lain adalah harus mulai dari komunitas sendiri. Apabila pengalaman setiap suster dalam komunitas sungguh autentik, komunitas akan menjadi komunitas yang memberikan kesaksian yang efektif akan Kasih Allah. Langkah pertama ialah memulai dimana berada sejak saat ini (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:35). Membawa damai kepada komunitas dan pelayanan kerasulan seharusnya menjadi identitas religius CB yang diutus di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan kekerasan dan korup. Damai dalam komunitas berarti bahagia dalam menjalani hidup, dalam berkarya dan dalam melakukan peziarahan hidup bersama dalam komunitas dan pelayanan kita sebagai suster-suster CB. Damai yang dimaksud adalah kedamaian spiritual dalam arti ‘compassion’ (belarasa), saling mengasihi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
dan saling memperhatikan. Damai seharusnya menjadi misi dalam pelayanan kerasulan dimanapun para suster CB berada dan apapun bentuk pelayanannya. Para suster CB dipanggil untuk membawa damai melawan roh-roh jahat seperti: suasana antipasti, rasa benci, iri hati dan saling menyalahkan di antara oarng-orang tersebut, dan dalam keadaan seperti itu mereka meninggal satu persatu (EG. 112). Bahkan dalam masyarakat, komunitas, keluarga-keluarga dan dalam Gereja pun tidak bebas dari rohroh jahat semacam itu (Kapitel Provinsi 2011:14-15). Kongregasi CB menekankan nilai pentingnya komunitas dalam kehidupan sebagai religius. Dalam keberagaman sifat dan pandangan, Tuhan telah mengumpulkan para suster CB bersama untuk berbagi kehidupan dan misi atau perutusan. Kehadiran Roh Kuduslah yang mengikat dan memungkinkan para suster CB bersatu hati dan pikiran. Komunitas adalah suatu anugerah sekaligus tugas kewajiban. Kesulitan-kesulitan yang muncul dalam menghayati cita-cita persatuan (“communio”) tidak dapat dihindari. Akan tetapi, justru dalam menghadapi tantangan ini komunitas menjadi ruang istimewa tempat tempat pembinaan nilai-nilai kristiani yang otentik seperti kerendahan hati, cinta dan pelayanan yang tidak berpusat pada diri sendiri, kesabaran dan pengorbanan dapat terlaksana. Tidak perlu dikatakan, dukungan diberikan, saling mendengarkan dan menemani, perubahan hati dan pengampunan yang muncul sesudah saat-saat konflik dan kesalahpahaman, semua itu memberikan kesempatan bagi perkembangan menuju kematangan dan kekayaan cinta serta iman.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Pengalaman “communio” harus meluas sampai kepada banyak orang yang dengan mereka para suster CB dapat berbagi persahabatan dan pelayanan. Oleh karena itu, para suster CB diajak untuk menciptakan suasana “welcome” kesediaan menerima tamu, dirumah-rumah sehingga saudara-saudari dapat merasakan kehadiran Roh Kudus yang memberi inspirasi dan memanggil setiap orang kepada kepenuhan hidup. Sebagai suatu pengejwantahan atas pengalaman spiritualitas, para suster CB terus mencari cara-cara untuk mewujudkan kebersamaan yang memberikan kesaksian warta gembira “communio” dalam dunia yang ditandai oleh kemiskinan, ketidaadilan, pengucilan dan kerusakan ekologis; namun yang sesungguhnya merindukan pengalaman mendalam akan kesatuan dan harmoni (Kapitel Umum 2011:39) Kesatuan hidup sebagai komunitas dibangun dengan doa, baik bersama maupun pribadi, dan dipupuk dengan Ekaristi (Konst. Ps. 36). Bersama-sama membangun dan mengembangkan komunitas sebagai fokus dan lokus. Yesus Kristus yang tersalib menjadi sumber kekuatan dan tujuan pelayanan
suster
CB.
Panggilan
kenabian
tarekat
religius
untuk
berpartisipasi dalam peranan kenabian Kristus amat ditekankan oleh para Bapa Sinode (Bdk. VC. 84). Dimensi kenabian yang menjadi jati diri hidup bakti bersumber pada sifat radikal mengikuti Kristus. Oleh karena itu sebagai pribadi dan komunitas dipanggil dan diutus untuk menghidupi dimensi kenabian yang terwujud dalam ‘komunitas kontras’ sebagai kesaksian mistik dan gerak profetik (Kapitel Provinsi 2011:42-43).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
Membangun hidup berkomunitas dalam communio tidaklah mudah. Perlu suatu komitmen bersama untuk mau menghayati suatu bentuk pertobatan konkret dalam hidup sehari-hari melalui tugas dan pelayanan yang dipercayakan kepada setiap anggota komunitas. Semua anggota diajak untuk berusaha menghayati hidup dalam communio kasih persaudaraan sejati yang diterima dari Allah sendiri. Namun, banyak kesulitan dan tantangan yang dialami oleh setiap pribadi untuk sungguh menghayatinya karena terbentur oleh egoisme dan kepentingan diri sendiri yang justru menghalangi pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota komunitas sebagai seorang pribadi yang dikehendaki Allah (Darminta dkk, 2008:3536). Hidup bersama bukanlah soal yang gampang. Kadangkala setiap pribadi betul-betul ditantang untuk berkorban demi sesama. Sebagai religius dipanggil untuk hidup bersama dengan pribadi yang sudah direncanakan sebelumnya, atau dengan pribadi-pribadi yang cocok, dan juga sering tidak kenal dengan pribadi yang akan hidup bersama. Setiap orang sering berhadapan dengan pribadi yang berbeda karakter, latar belakang asal, perbedaan watak, perpedaan tingkat pendidikan semuanya itu menjadi masalah dalam hidup bersama (Mujiran, 1996:267) Menjadi anggota komunitas menuntut suatu pemahaman yang bebas atas anggota atau pribadi lain dalam komunitas, termasuk pemahaman atas kecenderungan-kecenderungan afektif yang ada dalam dirinya maupun pada diri anggota-anggota lain. Dengan begitu tumbuhlah suatu hubungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
pribadi terjalin dengan adanya aksi dan reaksi dalam hubungan afektif satu sama lain, dengan siapa ikatan-ikatan itu dibangun untuk hidup bersama. Taraf kesadaran yang dicapai ialah bahwa orang lain mempunyai nilai bagi dirinya. Dan kesadaran itu dijelmakan dalam sikap, perbuatan, tingkah laku yang mengatur hubungan itu. Dengan begitu kesadaran itu sendiri dapat berkembang dan dapat menumbuhkan sikap yang lebih dalam, tingkah laku dan perbuatan yang tepat, maupun pemahaman yang semakin penuh satu sama lain (Darminta, 1981: 23). Realitas
hidup
bersama
sering
menimbulkan
ketegangan.
Mengusahakan kesatuan dan kebersamaan dalam komunitas sering tidak gampang, karena disebabkan oleh kemajemukan para anggota komunitas itu sendiri, dan mungkin disebabkan pula oleh kemajemukan tugas atau bidang pekerjaan. Kemajemukan pribadi-pribadi yang bervariasi dari suku, bahasa, kaum dan bangsa; di tambah lagi dengan perbedaan usia, tingkat perndidikan, bakat-bakat dan lain sebagainya iotu yang jelas sangat membutuhkan saling pengertian dan penerimaan yang tulus ikhlas. Sementara kemajemukan dibidang pekerjaan membutuhkan kebijaksanaan untuk menyeimbangkan kepentingan pribadi dan kebutuhan komunitas (Sujoko, 1986:303).
2. Pengarahan dalam menghayati Konstitusi CB Konstitusi merupakan sarana nyata dan konkret untuk menghayati hidup menurut Injil dan menurut kharisma kongregasi. Dengan menghayati
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
konstitusi, sebagai religius dibantu dan diarahkan dalam menghayati hidup mengikuti Kristus. Konstitusi memberi bentuk dan pegangan konkret untuk menghayati dan mengembangkan spiritualitas Kongregasi. Konstitusi merupakan cara hidup Kongregasi yang memberi warna, wajah dan identitas konkret sebuah Kongergasi. Dengan memahami dan menghayati Konstitusi, kita mendapatkan kekuatan untuk menanggung kelemahan manusiawi dalam menghayati hidup religius (Kapitel Provinsi 2011:45). Allah mengundang para suster CB untuk hidup dalam kesatuan religius yang ditandai oleh Kharisma Bunda Elisabeth Gruyters pendiri kongregasi CB (Konst. Ps. 29) masing-masing yang terpanggil merupakan anugerah. Bersama-sama membangun komunitas religius dan ini menjadi tanggung jawab bersama yang menuntut setiap orang untuk senantiasa bertobat (Konst. Ps. 32). Dengan saling mengampuni, saling membantu dan berunding, serta mengembangkan budaya kesetaraan, setiap orang mencari kehendak Allah melalui penegasan bersama serta dialog sehingga seluruh hidup dan perutusan sebagai suster CB menghadirkan Allah dan KerajaanNya (bdk. Konst. Ps. 31-32).
a. Komunitas Rekonsiliatif sebagai Pilihan Kapitel Umum 2011 menganjurkan untuk menggiatkan hidup berkomunitas agar menjadi komunitas kontras atau yang menampilkan “budaya tandingan”yang memberikan kesaksian kasih, keadilan, dan perdamaian di dunia (Kapitel Umum 2011:44).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
Berkembangnya “komunitas kontras” sebagai sebagai fokus dan lotus serta memfasilitasi berkembangnya budaya diskresi, refleksi, meditasi, dan kontemplasi dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian seluruh anggota dapat mengembangkan budaya pengampunan dan kesetaraan sebagai orang yang terpanggil dalam membangun komunitas religius CB (Kapitel Provinsi 2011:43). Sebagai suster CB dipanggil untuk menjadi pembawa kedamaian dalam dunia terluka yang terluka sekarang ini. Kekuatan yang menjadi pusat gerakan rekonsiliatif adalah cinta yang bernyala-nyala kepada Yesus yang tersalib. Pengalaman mistik selalu berdimensi sosial, artinya pengalaman cinta yang bernyala-nyala dengan Yesus yang tersalib dan cinta yang bernyala-nyala kepada sesama, dan mendorong suster-suster CB untuk melakukan gerakan rekonsiliatif, demi terjadinya keselamatan sesama (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:70). Suster-suster CB dipanggil untuk menjadi wanita-wanita yang penuh syukur. Kehadiran dan sumbangan dalam hidup komunitas menjadi ungkapan dan perwujudan cinta dan kebahagiaan yang keluar dari dalam batin. Oleh karena itu, cara untuk menghayati identitas sebagai murid perempuan Yesus Kristus juga akan menjadi pancaran kasih Allah yang meneguhkan sesama untuk mendekatkan diri kepada Dia dan memberikan kepada masing-masing kehidupan baru setiap saat (Kapitel Umum 2011:13). Hidup bersama dalam suatu tarekat diperlukan sikap pengampunan dan penerimaan agar sesama saudara dapat berkembang dalam hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
panggilannya. Sebagai suster CB perlu melihat kembali kepada dasar persatuan komunitas. Hidup dalam komunitas tarekat adalah berdasarkan panggilan Tuhan sendiri dan bukan karena setiap pribadi mempunyai kecocokan, kesukaan dan hobi yang sama. Oleh karena itu dapat terjadi bahwa Tuhan memilih orang-orang berbeda karakter, watak, sifat, yang dalam hidup bersama dapat mengalami konflik, pertentangan, dan ketidakcocokan. Tetapi karena Tuhan yang mengumpulkan, maka setiap pribadi harus rela hidup bersama. Bila masih sulit perlu mencoba terusmenerus. Disinilah perjuangan hidup bersama dalam panggilan. Perlu sadar bahwa karena setiap orang tidak memilih teman dalam tarekat, dapat terjadi memang tidak cocok dengan teman sekomunitas. Tetapi itu bukan alasan untuk tidak mau bekerja sama, karena Tuhan sendiri yang telah mempersatukan maka diperlukan sikap penerimaan meski berbeda atau bahkan bertentangan. Bila dari setiap orang hanya menerima saudarinya sendiri dimana keunggulan sebagai seorang religius? Tentu bila teman itu tidak cocok, hidup menjadi lebih muda dan mungkin enak. Tetapi dengan yang tidak cocokpun bila dicoba akan menyenangkan pula. Kecauali peneriamaan juga dibutuhkan sikap pengampunan dari anggota dan komunitas untuk memecahkan persoalan tersebut (Suparno, 2000 : 16). Orang dapat masuk dalam sebuah komunitas yang dihidupi oleh Injili dengan membawa semua kelemahan yang dimiliki. Setiap pribadi diterima sebagai anugerah Allah persis seperti adanya. Dalam Yesus Kristus kelemahan manusia merupakan hadiah bagi komunitas, karena semua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
kelemahan yang dimiliki setiap orang memperlihatkan sesuatu dari kekuatan dan cinta Allah (Louf, 24:25).
b. Dinamika Komunitas Rekonsiliatif Kehidupan bersama dalam komunitas kadang tidak mudah. Tanpa dikehendaki, kadang dipertemukan dengan orang-orang yang tidak cocok dengan kita. Perbedaan latar belakang keluarga, pendidikan, pengalaman hidup, pergaulan, dan luka batin sering menjadi sebab ketidakcocokan dan kesalahpahaman. Mungkin komunitas Yesus dan para murid tidak jauh berbeda. Para murid Yesus terdiri dari orang-orang yang kurang berpendidikan, latar belakang mereka bermacam-macam. Hal ini tentu tidak mudah bagi mereka untuk hidup bersama. Namun, pribadi Yesus menjadi teladan, sumber cinta, dan damai yang mempersatukan mereka dalam melaksanakan karya kerasulan demi kerajaan Allah. Pengalaman
yang
mendalam akan melalui doa, keterpesonaan akan Allah dalam peristiwa, dan bermacam-macam kejadian sehari-hari, dalam refleksi, menumbuhkan rasa cinta mendalam akan Allah yang menjadi manusia dalam pribadi Yesus, yang memampukan dan memberi daya untuk mencinta, memperhatikan, memaafkan, menghargai, belas kasih, bermurah hati, mengampuni, memberi kekuatan, melindungi. Hidup dan teladan Yesus yang diintegrasikann dalam hidup sehari-hari dan yang meresap dalam sanubari, memampukan setiap orang menerima dan mencintai orang lain sebagai saudara. Hal ini juga membuat seseorang mampu menghadapi dan mengatasi masalah dan konflik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
yang terjadi dalam hidup bersama komunitas. Pengalaman akan Allah memampukan seseorang untuk menjaga persatuan hidup berkomunitas. Walaupun konflik serta perbedaan tidak akan pernah selesai (Darminta dkk, 2008:17-18) Dasar dalam hidup membiara jelas bukanlah kesamaan hobi, sifat, atau suku, melainkan panggilan Tuhan (Mrk 3:13-19). Seperti para murid, dipanggil oleh Tuhan sendiri dan diutus-Nya. Setiap orang berbeda-beda disatukan oleh Yesus dalam satu panggilan dan perutusan. Masing-masing tetap pribadi yang berbeda dengan segala kekhasan masing-masing. Karena dasarnya adalah panggilan Tuhan, hubungan pribadi masing-masing dengan Tuhan menjadi dasar yang kuat untuk hidup berkomunitas, hidup dalam persaudaraan. Akulah pokok anggur dan kamu ranting-rantingnya (Yoh 15:1-8). Semua sama-sama disatukan pokok hidup sendiri, yaitu Yesus. Sama-sama dihidupkan dan disemangati oleh sumber yang sama: Yesus. (Suparno, 2002:32-33). Bila meniru hidup para jemaat perdana, jelas bahwa hidup dalam biara, disatukan oleh Kristus sendiri dari berbagai tempat, keadaaan dan latar belakang. Oleh karena itu, untuk membangun persaudaraan diperlukan beberapa sikap antara lain: Kerelaan untuk saling melayani, berkorban bagi yang
lain,
saling
memperhatikan,
mengembangkan,
meneguhkan,
menghargai pribadi masing-masing, kesatuan dengan Tuhan secara pribadi, menghargai perbedaan dan rela hidup dalam perbedaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Konflik yang terjadi didalam hidup membiara dapat dibagi dua Konflik yang besar adalah konflik yang prinsipil, yang menyangkut hal-hal pokok dalam hidup bertarekat seperti tentang visi dan misi serta pilihan karya besar. Dalam pendekatan untuk memecahkan persoalan konflik ini perlu digunakan pegangan konstitusi dan keputusan pokok tarekat seperti hasil kapitel provinsi dan umum. Konflik kecil adalah konflik dalam hidup hidup sehari-hari tentang hal-hal kecil yang didasarkan pada rasa, kesenangan, kebiasaan, budaya yang berbeda seperti soal makan, kebersihan, sopan santun. Dalam praktik kehidupan justru konflik ini yang sering terjadi karena memang dialami sehari-hari. Dalam konflik kecil ini pemecahannya memang harus dilakukan secara terbuka dalam pembicaraan bersama dan diperlukan perubahan sikap kedua belah pihak (Suparno, 2002:33) Dengan demikian bahwa konflik yang terjadi didalam hidup membiara adalah karena adanya perbedaan budaya, perbedaan karakter, sifat, dan watak pribadi, perbedan ide dan pemikiran, dan perbedaan generasi. Untuk mengatasi semua ini dibutuhkan suatu keterbukaan dan komunikasi dan pada akhirnya lebih nampak pada pendalaman kasih dan pengampunan (Suparno, 2002:36). Dalam suatu komunitas yang hidup, pengaturan hidup harus timbul sendirinya dari kontak antara para anggota. Untuk suatu komunitas aktif membentuk komunitas adalah pelaksanaan dari cita-cita religius sendiri. Oleh karena itu para anggota komunitas harus berani saling menanyai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
mengenai pandangan tentang hidup membiara, mengenai cita-cita religius dan juga mengenai komunitas sendiri. Karena komunitas tidak boleh diandaikan tetapi senantiasa harus diwujudkan kembali, maka juga pandangan para anggota mengenai komunitas tidak boleh diandaikan begitu saja (Jacobs, 1987:135). Hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan salah satu ciri hidup religius. Penghayatan konkret religius sehari-hari terlaksana dalam suatu komunitas. Dalam komunitas itu hidup bersama mendapatkan bentuk konkret dan pengaturan yang menunjang tumbuh dan perkembangan hidup rohani maupun terlaksananya tugas perutusan. Hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan tuntutan mutlak
bagi seorang religius. Dengan
demikian bahwa hidup bersama merupakan hidup dalam persekutuan, dimana orang sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi. Dasar dari semua itu adalah cinta, sebab manusia dipanggil untuk hidup cinta. Hidup bersama religius merupakan hasil unsur-unsur ilahi dan manusiawi, internal dan eksternal. Semua unsur itu membentuk komunitas. Pada akar dari hidup komunitas itu terdapat realitas teologis dan antropologis, psikologis, rohani dan afektif. Atas dasar itu dibangunlah persaudaraan, yang dipupuk oleh Roh Kudus, persaudaraan yang bersumber pada persatuan dari Allah Tritunggal. Maka komunitas religius itu dipersatukan oleh iman yang sama, harapan yang sama, cinta kasih yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
sama. Hidup bersama dalam komunitas religius tidaklah sederhana begitu saja. c. Kesaksian Komunitas Rekonsiliatif Dunia yang terluka karena ketidakadilan dan kekerasan yang terstruktur membawa para suster CB pada suatu kerinduan untuk membangun komunitas rekonsiliatif. Dengan menawarkan nilai-nilai tersebut, kongregasi CB berharap dapat melakukan suatu gerakan kontras yang signifikan, suatu gerakan menuju habitus baru. Dengan demikian setiap bentuk ketidakadilan, marginalisasi, dan relasi-relasi hierarkis akan diperbaharui oleh komunitas kontras yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan, perdamaian, cintakasih, pengampunan dan pembebasan. Dalam perjuangan untuk mengembalikan dunia yang terluka, yang didasari oleh relasi mistik dengan Tuhan akan memunculkan gerakan profetik penyembuhan, keadilan dan keindahan sehingga Allah dapat bangkit lagi dan dialami diantara suster CB (Kapitel Provinsi 2011:23). Kongregasi CB menghadapi suatu tantangan besar dalam konteks sekarang ini. Sebagai religius dalam Gereja yang hidup dalam masyarakat global sekarang ini, kehidupan dalam komunitas merupakan tanda iman dan harapan bagi sesama. Bagi para suster CB untuk menjadi pengemban rekonsiliasi dan alat penyembuh, harus mulai dari komunitas sendiri. Apabila pengalaman setiap suster dalam komunitas sungguh autentik, komunitas akan menjadi komunitas yang memberikan kesaksian yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
efektif akan Kasih Allah. Langkah pertama ialah memulai dimana suster CB berada sejak saat ini (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:35). Sebagai suster CB dipanggil untuk menjadi alat penyembuh dalam dunia yang terluka; untuk membawa harapan dan kehidupan dalam komunitas-komunitas dan masyarakat (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:41-43). Membangun hidup berkomunitas sebagai tugas yang sangat penting. Komunitas setempat akan menjadi tempat dan pusat pembaruan selanjutnya. Semua dipanggil untuk membentuk dan membangun komunitas kesaksian dan komunitas profetik/kenabian yang terdiri dari pribadi-pribadi yang bersama-sama menghayati visi-misi yang sama, dikuatkan dan saling mendukung dalam visi-misi yang sama, serta diberi wewenang dalam kerasulan
untuk
mengungkapkan
penghayatan
spiritualitas
sebagai
kongregasi secara konkret Konst. Ps.122. Oleh karena itu, kesanggupan dan kesediaan mereka yang memimpin untuk menciptakan dan membangun suasana dialog timbal balik, kesetiakawanan, dan penegasan roh adalah sangat penting dalam membina dan membangun komunitas (Kapitel umum dan Kapitel Provinsi 2005:41) Di tengah arus globalisasi yang melindas cepat, dunia tampak keterpecahan dan keterlukaan dunia yang semakin tajam. Sebagai pribadi dan sebagai kongregasi, diajak turut serta menyebabkan keterlukaan dunia ini. Kesadaran ini mendorong suster CB untuk terus-menerus bertobat dan mengembangkan budaya rekonsiliasi. Budaya rekonsiliasi ini akan tampak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
dalam gerakan yang membela kehidupan, menghargai orang kecil, mengembangkan pengampunan, menjaga kutuhan yang dimulai dari diri sendiri, dalam komunitas dan meluas ke tempat kerasulan (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:11). Gerakan komunitas rekonsiliatif dapat bertumbuh, bila suster CB mampu menggali dan meneladan semangat Bunda Elisabeth Gruyters pendiri kongregasi CB, yang cintanya membara kepada Yesus Yang Tersalib dan membakar hatinya dengan kasih yang bernyala-nyala kepada sesamanya yang menderita. Kekuatan cinta Allah yang tanpa syarat inilah juga yang menjadi kekuatan suster CB dalam menghidupkan semangat rekonsliliatif (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:12). Sebagai religius wanita di panggil untuk menjadi alat dan pembawa pengampunan bagi sesama. Inilah merupakan tugas besar tetapi sekaligus anugerah panggilan bagi suster CB sebagai wanita pemberi kehidupan yang maknanya berkaitan erat dengan siapakah dan apakah suster CB. Anugerah sifat-sifat alami sebagai wanita, kewanitaan dan keibuan tampak dalam kemampuan memberi, memlihara, dan menopang hidup merupakan sifat yang diperlukan untuk mengembalikan suatu lingkungan yang berpihak pada kehidupan (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005 :17) Dalam keadaan dunia yang semakin terpecah dapat memunculkan suatu kerinduan untuk membangun budaya baru, budaya rekonsiliasi yang bertitik tolak dari spiritualitas Bunda Elisabeth. Kekhasan semangat Kongergasi tampak dalam kontemplasi Bunda Elisabeth pada Yesus yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
Tersalib. Kontemplasi tersebut menampakkan Bunda Elisabeth dengan Yesus Tersalib. Kerinduan untuk dipersatukan memunculkan keinginan untuk mengambil bagian “Duka Ilahi” dalam keterlukaan dunia (bdk. EG.39) dan keterpecahan dalam masyarakat yang ditimbulkan sebagai akibat dari globalisasi dan modernisasi (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:60-61). Tanda-tanda zaman mengundang bagaimana suster CB mempunyai daya, apakah hidup sebagai suster CB dapat merespon kebutuhan manusia zaman ini yang ditandai rasa cemas, apatis menghadapi keadaan, dan kurang percaya diri sehingga sulit berkomitmen. Suster CB yang hidup pada zaman kini juga ditantang untuk menjawab kebutuhan, dengan hidup pelayanan yang berfokus pada pelayanan bagi yang miskin, yang tertindas, dan yang menderita agar dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah. Dengan demikian untuk mewujudkan semangat Kongregasi tersebut merupakan perjuangan yang tak kunjung henti. Dampak globalisasi tersebut mendesak suster CB untuk mengembangkan budaya rekonsiliatif melalui berbagai macam kemungkinan. Dalam bidang pendidikan, bagaimana menjadi pendidik dalam karya kerasulan pendidikan, bagaimana menjadi penyembuh dalam karya kesehatan, karya sosial-pastoral dan menjadi Pembina. Dengan demikian tetap memiliki harapan menjadi suster CB yang membawa rekonsiliasi dengan berbagai model kehadiran yang ditandai oleh karyakarya yang dilakukan. Karya yang dilakukan ikut membentuk model
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
kehadiran yang menumbuhkan harapan (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:61). Jika melihat zamannya yang semakin berkembang dan tantangan juga semakin meningkat, maka para religius diundang untuk menghadirkan kerajaan Allah sebagai tanda di tengah-tengah masyarakat. Di tengah pertikaian masyarakat saat ini kaum religius tampil sebagai pribadi yang penuh pengampunan. Di tengah arus materialisme dan konsumerisme, kaum religius dapat hidup sederhana. Di tengah kebencian dan balas dendam, kaum religius dapat memberi contoh hidup bersaudara satu sama lain. Di tengah orang mengejar jabatan, kedudukan dan kekayaan, kaum religius menempatkan dirinya sebagai orang miskin, dengan terjun dan dengan sehati sejiwa berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan brsama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati. Dan mereka disukai semua orang dan setiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan (Mujiran, 2002: 22). Kaum religius dipanggil untuk menjadi nabi yang menegakan keadilan lewat kata dan perbuatan. Hidup seorang religius akan selalu menarik hanya sejauh ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dan sesama secara adil dan bertanggungjawab. Ia dipanggil Tuhan untuk menjadi panutan bagi sesama dalam sikap dan tindak keadilan (Peter, 1986:114).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Bertindak secara rekonsiliatif dan penuh belas kasih merupakan tuntutan dari rasa kemanusiaan yang mendalam. Rasa kemanusiaan yang mendalam inilah yang mempertemukan semua orang pada kasih yang penuh kelembutan hati. Untuk betindak seperti itu, diperlukan bahwa setiap atau sekurang-kurangnya yang beriman berani kembali hadir pada inti serta pusat, yang menyatukan umat manusia. Membangun hati yang damai, hening dan jernih lewat doa dan hadir pada Allah merupakan kondisi yang perlu, agar tidak terjebak pada perangkap tindak kekerasan. Bertindak tanpa kekerasan itulah yang sepantasnya diwujudkan ditengah-tengah masyarakat yang menderita karena berbagai macam tindak kekerasan. Manusia ditantang untuk menghapus segala macam tindak kekerasan tanpa menggunakan kekerasan. Hal ini merupakan tindakan iman yang mengandaikan bahwa manusia mampu mengolah diri (Darminta, 1993:55-56).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
BAB IV SUMBANGAN KATEKESE DALAM UPAYA MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF SUSTER-SUSTER CB
Pada bab III penulis telah memaparkan gagasan tentang pengampunan dan rekonsiliasi dalam membangun hidup berkomunitas merupakan kebutuhan bagi setiap orang dalam membangun relasi dengan sesama. Terbentuknya komunitas rekonsiliatif diandaikan sehati sejiwa yang sungguh menampakan perwujudan pembaktian diri secara total kepada Tuhan dan sesama. Dengan demikian tujuan tindakan rekonsiliatif dan penuh rasa belas kasih bukanlah mengalahkan atau menghina tetapi untuk pertobatan, menghapus permusuhan bukan musuh. Untuk itu untuk membangun komunitas rekonsiliatif membutuhkan suatu proses yang terusmenerus untuk memperbaharui diri dari setiap pribadi, yang bertumbuh dan berkembang untuk mengembangkan komunitas rekonsiliatif yang sehati dan sejiwa. Pada bab IV, penulis akan memaparkan sumbangan katekese sebagai salah satu model pembinaan untuk membangun hidup berkomunitas rekonsiliatif Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus sesuai citacita dari konstitusi dan spiritualitas kongregasi. Dengan saling berbagi harta jasmani dan rohani serta saling melayani, kita saling meneguhkan dan menguatkan dalam menempuh jalan menuju kepada Allah (Konst. Art. 33:24).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
Katekese sebagai pembinaan ke arah pendewasaan iman. Pada hakekatnya merupakan komunikasi iman atau kesaksian akan karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Isi komunikasi berupa penafsiran Kitab Suci atau tradisi Gereja maupun pengalaman/kesaksian pergulatan/pertobatan hidup umat Kristen. Maka melalui katekese ini diharapkan para suster CB semakin menemukan cara untuk semakin mengembangkan komunitas yang rekonsiliatif melalui pengalaman iman dalam kehidupan sehari-hari. Bab IV ini, penulis memaparkan bagian pertama, Gambaran Umum katekese dan pemilihan model katekese meliputi; pengertian katekese, tujuan katekese, isi katekese, dan unsur katekese. Bagian kedua, penulis memilih bentuk katekese Shared Chistian Praxis (SCP) sebagai salah satu model katekese yang meliputi: langkah-langkah model SCP, penjabaran program katekese sebagai bentuk konkret dalam usaha membangun hidup berkomunitas yang mengampuni dalam bentuk matriks beserta contoh persiapan katekese. A. Gambaran Umum Katekese Katekese sebagai salah satu usaha membantu mengembangkan dan mendewasakan iman umat selalu mengalamai perkembangan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi umat. Proses katekese tidak dapat dipisahkan dari subyek atau pelaku katekese dan lingkungannya. Dengan kata lain katekese memiliki arti yang luas dan dalam sejarah Gereja pengertian ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
selalu berkembang sesuai dengan situasi, tuntutan dan perkembangan zaman. Perkembangan
katekese
yang
disebabkan
karena
tuntutan
perkembangan zaman tersebut, menjadikan pemahaman para ahli mengenai katekese sangat beragam sesuai dengan tuntutan keadaan Gereja tempat mereka mengabdikan diri. Karena pengertian dan maksud katekese begitu luas dan beragam, maka pemaparan penulis mengenai arti, tujuan, dan unsur-unsur katekese terbatas sebagai usaha pendewasaan iman untuk memungkinkan semakin berkembangnya sikap pengampunan dalam membangun komunitas yang rekonsiliatif suster-suster CB.
1. Pengertian Katekese Mengenai tujuan katekese. Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen Cathecesi Trandendae menjelaskan tujuan katekese sebagai berikut: Berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta semakin memantapkan peri hidup Kristen umat beriman, muda maupun tua. Kenyataanya itu berarti: merangsang pada taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang dikurniakan secara efektif melalui baptis (CT, art. 20a). Katekese sebagai pendidikan iman dan penyampaian ajaran yang diberikan oleh para pemimpin Gereja secara sistematis dan organis didukung dengan studi refleksi yang mendalam tentang misteri pribadi Kristus, sesuai dengan situasi dan kebutuhan umat. Maksudnya adalah menghantar orang beriman masuk ke dalam kepenuhan hidup Kristen yakni,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
makin percaya pada Yesus Kristus dan hidup semakin serupa dengan-Nya. Dalam konteks ini katekese juga dimengerti sebagai proses sosialisasi dan integrasi umat beriman di dalam kehidupan Gereja. Katekese adalah bentuk pelayanan dan pembinaan yang diselenggarakan oleh Gereja supaya iman seluruh umat dapat berkembang matang dan dewasa. Sedangkan dari pihak umat beriman katekese adalah proses pempribadian dan pengakaran nilainilai kristiani di dalam hidupnya sehari-hari. Katekese atau pendidikan dalam iman merupakan proses internalisasi kristiani dan sosialisasi ke dalam hidup jemaat serta masyarakat yang didalamnya merangkum penyampaian informasi, pembentukan identitas kristiani, dan komitmen untuk mengusahakan hidup bersama baik komunitas kristiani maupun komunitas manusia yang lebih “baik” secara berkelanjutan supaya nilai-nilai kerajaan Allah makin terwujud di dalam hidup bersama (Heryatno W.W. 1998:1). Melalui katekese sebagai pendidikan iman diharapkan komunitas rekonsiliatif mampu menghayati nilai-nilai pengampunan dalam hidup bersama sebagai bentuk kesaksian hidup yang menghadirkan Kristus ditengah-tengah masyarakat. Dalam keseluruhan tugas perutusan Gereja berusaha membantu manusia menjadi murid Kristus (agar semakin percaya) dengan mendidik dan mengajar tentang nilai-nilai Injili dengan cara itu Gereja membangun diri serta mengaktualisasi panggilannya. Katekese dipandang sebagai proses sosialisasi hidup di dalam kehidupan dan pengutusan Gereja. Dalam konteks
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
ini katekese dipahami sebagai pendidikan dan pembinaan dalam iman. Sebagai pendidikan dalam iman katekese membantu umat untuk semakin memahami dan mengikuti Yesus Kristus dengan jalan menghayati dan mewujudkan imannya menuju iman yang dewasa. Pembinaan dan pendidikan iman dimaksudkan agar umat Kristen semakin dewasa. Dengan demikian mampu menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat. Setiap anggota Kristus tidak dapat dibebaskan dari kewajiban “menerima” katekese, sebab dengan menerima katekese umat dibantu untuk semakin mendalami arti dan kata-kata perbuatan Yesus Kristus Putera Allah sehingga mereka dimampukan untuk mempribadikan-Nya di dalam seluruh tindakan dalam kehidupan sehari-hari (Setyakarjana, 1997:71). PKKI II yang diselenggarakan di Klender pada tahun 1997 mengartikan katekese sebagai komunikasi iman atau tukar-menukar pengalaman penghayatan iman antar anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese umat mengandaikan ada perencanaan (Setyakarjana, 1997:68). Katekese dimengerti sebagai komunikasi iman. Dalam komunikasi iman masing-masing peserta diharapkan secara bebas, jujur dan terbuka mengungkapkan pengalaman iman masing-masing dan terbuka pula untuk menerima pengalaman orang lain sehingga masing-masing anggota saling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
membantu, mengembangkan, memperkaya dan mendewasakan iman. Maksud saling membantu untuk semakin peka dan tanggap terhadap gerakan Roh Kudus yang selalu hadir dalam kehidupan manusia dan dunia. Dengan demikian mereka semakin dikuatkan dalam mengambil keputusan untuk menanggapi panggilan dan karya Allah yang dinyatakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pengembangan
dan
pendewasaan
iman
ini
merupakan suatu proses karena katekese dilaksanakan secara teratur dan terencana (Heryatno, 1997:19). Dalam komunikasi iman yang ditekankan tidak hanya pembimbing dan peserta tetapi terlebih peserta dengan peserta. Sebab arah katekese menuntut agar peserta semakin mampu mengungkapkan diri demi pembangunan jemaat. Yang berkatekese adalah umat artinya semua orang beriman, yang secara pribadi memilih Kristus secara bebas berkumpul untuk memahami Kristus. Kristus menjadi pola pribadi pun pola kehidupan kelompok. Komunikasi iman dalam berkatekese memandang peserta sebagai subjek, sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi tentang iman, berdialog dalam suasana terbuka yang ditandai sikap saling menghargai, saling mendengarkan satu dengan yang lain. Sedangkan pemimpin katekese bertindak sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator). Pemimpin katekese bertindak sebagai pelayan yang siap menciptakan suasana komunikatif agar proses katekese dapat berjalan dengan lancar (Lalu, 2007:12).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
83
Tujuan Katekese Pada hakekatnya katekese bertujuan untuk mengembangkan hidup
beriman orang Kristen. Dalam konteks itu Paus Yohanes II menjelaskan tujuan katekese sebagai berikut: Berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta semakin memantapkan peri hidup Kristen umat beriman, muda maupun tua. Kenyataanya itu berarti: merangsang pada taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang dikurniakan secara efektif melalui baptis (CT, art. 20a). Tujuan katekese menurut Yohanes Paulus II adalah mendewasakan iman yang masih ada dalam tahap awal dengan memelihara, merawat dan mempertumbuhkan iman, pengetahuan dalam hidup Kristen pada umumnya. Katekese bertujuan mengembangkan pemahaman tentang misteri Kristus, mengembangkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai umat Kristen serta mendorong umat Kristen menghayati iman dalam kehidupan setiap hari. Dengan demikian umat semakin hidup dari iman yang diresapi oleh sabda Allah dan mengikuti Kristus secara total (Sequila Christi) kemudian menjadi Kristus yang lain (Alter Christi) (CT, art.5). . Melalui katekese umat beriman menerima pengajaran dan pendewasaan semakin mengenal dan mantap menerima pribadi Kristus sebagai Tuhan serta semakin berani menyerahkan diri seutuhnya kepada Yesus yang diimani dan diyakini sebagai tumpuan hidup. Katekese membantu membuka hati untuk terus-menerus mengusahakan pertobatan hati yang jujur dan mengenal Yesus lebih dekat dengan seluruh misteri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
hidup-Nya dalam Injil. Paus Yohanes Paulus II lebih lanjut meneruskan tujuan katekese sebagai berikut: Tujuan katekese adalah menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya: masa orang Kristen sesudah dalam iman menerima pribadi Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan, dan sesudah menyerahkan diri seutuh-utuhnya kepada-Nya melalui pertobatan hati yang jujur, berusaha mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya: mengerti “misteri-Nya”, Kerajaan Allah yang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telah digariskan-Nya bagi siapa pun yang ingin mengikuti-Nya (CT, art. 20b). Dalam hubungan dengan tujuan katekese umat, dokumen hasil pertemuan kateketik antar Keuskupan se-Indonesia II (PKKI II) memahami katekese sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman yang memiliki tujuan sebagai berikut: a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalamanpengalaman kita sehari-hari. b. Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari. c. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita. d. Kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta. e. Kita semakin sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat (Lalu, 2007:97). Dari dokumen anjuran apostolik Catechesi Trandendae maupun hasil pertemuan PKKI II, keduanya memiliki kesamaan tujuan yaitu membantu umat atau jemaat untuk mencapai kedewasaan iman atau memperoleh kepenuhan hidup dalam Kristus. Pada intinya katekese sungguh perlu baik bagi pendewasaan iman maupun kesaksian umat Kristen di tengah masyarakat. Tujuannya adalah mendampingi umat Kristen, untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
“meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putera Allah, kedewasaan pribadi manusia, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (CT, art.25).
3. Isi Katekese Isi katekese pada hakekatnya adalah kebenaran yang diwartakan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus. Kebenaran yang tak lain adalah Yesus sendiri yang menjadi pusat katekese melalui segala kesaksianya-Nya. Hal ini ditegaskan dalam dokumen (CT 1997, art. 6 Dikatakan; Katekese harus bersifat Kristosentris, artinya dalam katekese Krsituslah sabda yang menjelma dan Putera Allah yang diajarkan. “Misteri hidup Yesus sebagai pesan pokok katekese harus disampaikan secara utuh. Hidup Yesus adalah pemakluman jalan, kebenaran dan kehidupan (Yoh14:6). Maka tugas pokok Yesus adalah mewartakan kebenaran dan kehidupan. Kristus diimani sebagai satu-satunya Guru sejati/Guru utama (CT, art.7,8). Sifat katekese dalam hal ini adalah membantu orang beriman menghormati Kristus, mau mengambil bagian dan bersatu dengan hidup-Nya.
4. Tugas Katekese Tugas katekese membantu perkembangan Gereja sebagai salah satu bentuk untuk pembinaan iman. Tugas-tugas katekese meliputi:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
a. Menyuburkan dan membangkitkan pertobatan Pertobatan sebagai momen fundamental dan pemersatu dinamisme iman termasuk bidang katekese sekalipun pertobatan itu pada dirinya adalah sasaran evangelisasi dalam arti sempit. Akan tetapi kenyataan menunjukkan terutama dalam gereja yang telah bertradisi kristiani-bahwa penyerahan diri secara menyeluruh pada awal satu katekese tidak mungkin terjadi. Hal ini sebagian disebabkan oleh kebiasaan pembabtisan pada usia kanak-kanak dan sebagian lagi oleh kekurangan pelayanan pastoral yang berakibat terhambatnya perkembangan iman secara teratur dan tidak tercapainya pertobatan (bdk CT 19).
b. Membimbing umat beriman untuk memahami misteri Kristus Katekese yang berfungsi sebagai media pendidikan iman tidak boleh melupakan aspek pengetahuan iman dan juga sikap iman. Tugasnya adalah mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dan lengkap perihal Misteri Kristus sebagai objek sentrak iman.
c. Mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat Dalam proses pendidikan iman yang terarah pada kedewasaan harus dikembangkan pula komponen operatif, yakni berbuat sesuatu bagi Gereja dan masyarakat sesuai dengan situasi dan pola hiduo. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa katekese berupa inisiasi ke dalam suatu proses
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
yang mengubah manusia secara intern. Dasar teologi perubahan ini adalah kebersamaan dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Dalam seluruh proses evangelisasi tujuan katekese adalah: menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya masa orang Kristen sesudah dalam iman menerima pribadi Yesus Kristus sebagai satu-satunga Tuhan, dan sesudah menyerahkan diri utuh-utuh kepadaNya melalui hati yang jujur, berusaha makin mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya: mengerti “misteri-misteriNya”, kerajaan Allah yang diwartakan olehNya, tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang tercantum dalam amanat InjilNya, dan jalan yang telah digariskanNya bagi siapapun yang ingin mengikutiNya (CT art 20). Secara singkat tugas-tugas katekese dapat dipadukan dalam fungsi dan aktivitas gereja. 1) Katekese berupa inisiasi untuk tugas diakonia Bentuknya: memberikan kesaksian di dunia, mendidik melakukan karya kasih dan melayani kaum tersingkir dari masyarakat, berjuang demi keadilan dan kedamaian. 2) Katekese berupa inisasi untuk tugas Koinonia Katekese berkaitan dengan persekutuan gerejawi hendaknya diusahakan semangat persaudaraan dan setia kawan, kemampuan berkomunikasi, berdialog, dan berpartisipasi dalam hidup menggereja, sikap taat yang wajar dan dewasa terhadap pemerintah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
3) Katekese berupa inisiasi untuk mendengar dan mewartakan sabda (kerygma). Katekese bertugas membangkitkan semangat umat untuk ikut aktif dalam fungsi profetis Gereja termasuk mengusahakan: pembacaan Kitab Suci, pendidikan dalam mendengar sabda Allah, penyiapan orang-orang untuk merasul dan aktif dalam karya misioner. 4) Katekese berupa inisiasi kedalam liturgi Katekese mempersiapkan umat untuk menerima sakramen-sakramen dengan layak dan bermafaat, untuk mencintai dan dan meditasi, untuk menghayati kebaktian-kebaktian liturgi lainnya. 5) Katekese berupa inisiasi untuk panggilan hidup menggereja Termasuk dalam kegiatan ini mengungkapkan pelayanan dan peranan pribadi-pribadi dalam hidup menggereja, memberitakan pengarahan dan pembinaan panggilan imamat dan hidup membiara. 6) Menumbuhkan dan mendewasakan sikap Pendidikan sikap harus juga menjadi sasaran katekese, bahkan tugas ini jauh lebih menentukan. Pengetahuan agama dan perilaku kristiani tidak menjamin pertumbuhan iman, jika tidak padu dengan pendewasaan sikap iman. Pendewasaan sikap iman dijadikan tujuan sentral dari kegiatan katekese. Untuk memahami tujuan sentral perlu dipahami konsep biblis dan tradisi yang menempatkan pada pusat hidup seorang Kristen sikap dasariah ini, iman pengharapan dan cinta kasih, dalam proses pendidikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
iman ketiganya tidak terpisahkan, sebab pada dasarnya pengharapan dan cinta adalah dimensi yang tidak terpisahkan dari sikap iman.
5. Unsur-unsur Katekese Unsur-unsur katekese dapat membantu menumbuhkan dan mengembangkan iman umat. Maka unsur-unsur katekese tersebut meliputi: a. Unsur Pengalaman atau Praktek Hidup Katekese umat sebagai komunikasi merupakan kesaksian yang berpangkal pada apa yang sungguh dialami. Maka proses ini sebaikanya bertolak dari pengalaman konkret peserta. Pengalaman adalah apa yang terjadi pada hidup anggota atau kelompok umat. Termasuk pengalaman ini adalah situasi umat beriman aktual dalam masyarakat dan lingkungannya. Pengalaman ini menyangkut keseluruhan fungsi dan kegiatan umat dengan macam-macam pandangan dan sikap hidup (Setyakarjana, 1997:74).
b. Unsur Komunikasi Pengalaman Iman Pengalaman
konkret
dalam
hidup
nyata
sehari-hari
baik
pengalaman kegembiraan maupun keprihatinan dikomunikasikan dan diolah oleh peserta katekese umat. Unsur penting yang perlu dikomunikasikan adalah keterlibatan Allah dalam setiap pengalaman, manusiawi. Dalam komunikasi ini diungkapkan keprihatinan maupun kegembiraan iman yang merupakan keadaan dan sikap umat pada saat itu (Setyakarjana, 1997:75).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
c. Unsur Komunikasi dengan Tradisi Kristiani Iman umat Kristiani didasari oleh pribadi Kristus dan iman para rasul yang mengimani Allah sebagai sumber keselamatan. Katekese tidak dapat terlepas dari kesaksian para rasul yang pertama-tama terungkap dalam Kita Suci dan dihayati oleh Gereja sepanjang masa hingga saat ini, maka dari itu komunikasi iman juga menyangkut ajaran Gereja yang secara resmi diteruskan oleh hierarki. Ajaran Kristiani perlu dimengerti secara luas menyangkut tradisi, spiritualitas, liturgi dan segala praktek hidup Gereja yang menampakan Kristus (Setyakarjana, 1997:75).
d. Unsur Arah Keterlibatan Baru Kelompok murid Kristus adalah kelompok yang dipanggil dan diutus. Maka katekese umat sebagai komunikasi iman harus menolong para peserta umat mengalami panggilan mereka itu dan menjalankan pengutusan mereka. Untuk itu komunikasi iman terarah kepada pembaharuan hidup dan keterlibatan kelompok umat dalam pengembangan masyarakat. Dengan demikian panggilan dan perutusan sebagai murid semakin nyata di dunia yakni banyak orang mengalami karya keselamatan Allah (Setyakarjana, 1997:7).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
B. Relevansi Katekese Dalam Hidup Berkomunitas Suster-suster CB Para suster CB juga berupaya untuk membangun komunitas pengampunan melalui salah satu model katekese yang menekankan pengalaman iman dalam terang Injil. Dengan demikian bahwa dalam membangun komunitas pengampunan semakin sempurna dalam beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani. Melalui katekese para suster CB diajak untuk menemukan kasih dan pengampunan dalam hidup berkomunitas sehingga sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat. Hal ini yang sangat ditekankan oleh Bunda Elisabeth pendiri kongregasi CB yang merupakan kekhasan spiritualitas kongregasi yang tampak dalam kontemplasi Bunda Elisabeth pada Yesus yang tersalib, sehingga memampukannya untuk bertindak sebagai pengemban rekonsiliasi pada zamannya dengan cara memberikan kesaksian Kristus yang dialaminya dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagai suster CB misteri salib menjadi daya dalam melaksanakan perutusan sebagai pengemban rekonsiliasi dalam dunia yang terluka. Para suster CB dimampukan oleh Allah untuk menjadi pengemban rekonsiliasi, karena Allah sudah terlebih dahulu berbelarasa dengan manusia yang berdosa. Pengalaman akan kasih Allah yang telah menyelamatkan inilah yang terus-menerus akan dikembangkan dan disebarluaskan dalam hidup sehari-hari, agar menjadi daya bagi para suster CB dalam menghayati perutusan sebagai pengemban rekonsiliasi dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
dunia yang terluka baik dalam hidup bersama sebagai komunitas maupun di tempat perutusan masing-masing. Dengan demikian penulis menawarkan katekese sebagai bentuk pembinaan dalam usaha semakin menumbuhkan sikap pertobatan terus-menerus dalam membangun komunitas rekonsiliatif. Sesuai dengan sasaran katekese sebagai pembinaan ke arah kedewasaan iman, maka diharapkan iman setiap anggota komunitas semakin dewasa sehingga sikap pengampunan dapat berkembang didalam berkomunitas. Dengan demikian terwujudlah cita-cita komunitas yang sehati dan sejiwa. Dalam (Kis 2;41-47, 4:32-37) Menekankan model hidup bersama dalam Gereja perdana yang di tandai dengan saling membantu penuh persaudaraan, saling sehati, saling berbagi pengalaman, bahkan milik mereka menjadi milik bersama. Dalam hidup mereka rela berbagi, baik berbagi hal rohani maupun jasmani; hidup spiritual dan hidup sehari-hari. Mereka dengan gembira saling saling berbagi hidup rohani sehingga saling diperkuat; saling berbagi hidup sehari-hari seperti membantu secara ekonomi. Kerelaan berbagi itulah kiranya yang membuat persaudaraan mereka sungguh erat dan hidup masing-masing dikuatkan. Dalam Konstitusi Suster-suster CB juga terungkap bahwa pada dasarnya Cintakasih Tuhanlah yang menyatukan kita bersama di dalam persekutuan Gereja. Tuhan yang mengundang kita untuk hidup dalam persekutuan religius yang ditandai oleh Kharisma Bunda Elisabeth. Hidup bersama bukanlah karya manusia melainkan ada sebuah misteri Allah yang terilhami yang tidak dapat dipahami oleh akal manusia. Disinilah setiap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
suster yang disatukan mulai berupaya secara terus-menerus untuk menjaga api Roh kebersamaan dalam hidup bersama. Menyadari akan keterbatasan setiap pribadi, sebagai komunitas setiap saat berupaya untuk melakukan bina diri bersama antara lain melalui refleksi, pengolahan hidup, meditasi kontemplasi dan juga dicernment. Upaya ini diarahkan agar setiap suster tetap mengingat bahwa membangun komunitas religius adalah tanggungjawab bersama. Alangkah bahagia suasana biara, bila terdapat kesatuan antara para anggota ialah jika mereka saling membantu dan berunding, agar karyanya menghasilkan buah demi Allah (EG. 39).
Ada dialog, kerja sama,
keterbukaan untuk mengupayakan agar komunitas dapat berekembang sesuai yang dikehendaki oleh Allah. Meneladan kehidupan Bunda Elisabeth sebagai acuan dalam menentukan tanggapan yang relevan dan efektif terhadap situasi, kita perlu bertemu dengan Bunda Elisabeth bagaimana beliau menanggapi keterlukaan pada zamannya. Setelah revolusi Perancis, Maastricth hancur lebur. Setiap perang membawa penderitaan bagi manusia dan kerusakan terhadap lingkungan. Keterlukaan dan kehancuran seperti itulah yang ditanggapi Bunda Elisabeth. Ia melihat, tergerak dan bertindak secara nyata untuk meringankan penderitaan manusia. Dengan sikap itu Bunda Elisabeth menjadi alat dalam mendirikan kongergasi; Bunda Elisabeth dibentuk untuk menanggapi situasi keterlukaan dalam dunia. Bunda Elisabeth mampu menangkap dengan tajam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
gerakan Roh dalam hidupnya karena relasi yang akrab dengan Yesus Kristus (EG. 39-41). Pengalaman dikasihi Allah membuat ia mampu melihat realitas dengan mata Allah, digerakan oleh belarasa dengan hati Allah, dan bertindak dengan tangan Allah. Bunda Elisabeth tidak meragukan kasih Allah yang dialaminya, oleh karena itu Bunda Elisabeth juga tidak raguragu akan kasih dan kehadiran Allah didalam sesama. Bunda Elisabeth dalam ketersentuhan dengan keterlukaannya sendiri dan menyatukannnya dengan keterlukaan orang lain dan dunia, membuat Bunda Elisabeth merasa lebih ringan dalam menanggung penderitaannya dengan demikian terjadilah saling berekonsiliasi antar kita kebersaman itu terjadi pula penyembuhan dalam diri kita sendiri dan orang lain (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005: 29). Bunda Elisabeth mampu tergerak untuk mengambil bagian dalam keterlukaan dunia, karena tidak terlepas dari relasinya yang akrab dengan Yesus yang tersalib. Beriman akan Allah, harga diri yang sehat, dan sikap yang sehat terhadap orang lain berdasar pada kasih merupakan kekuatan dari tanda kuat akan adanya harapan dalam situasi yang penuh dengan keterlukaan (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:30). Bunda Elisabeth sangat menghargai setiap pribadi, karena melalui pribadi-pribadi tersebut ia menemukan Allah yang berbelarasa, Allah yang mencintai tanpa syarat bagi mereka yang terluka. Oleh karena itu kehadiran suster CB merupakan kesaksian sebagai nabi dengan mencintai mereka yang lemah, miskin dan tersingkir sebagai wujud dari penyembuh bagi mereka yang terluka pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
zaman ini sesuai dengan situasi. Dengan harapan bahwa hal ini paling terutama adalah bagaimana setiap anggota kongregasi berusaha untuk menghayati kasih itu dalam komunitas maupun dalam karya perutusannya sebagai suster CB.
C. Shared
Christian
Praxis
(SCP)
Sebagai
Model
Katekese
Pengampunan bagi Suster-suster CB Para religius CB merupakan pribadi-pribadi yang secara serius berusaha menemukan kehendak Allah dalam peristiwa-peristiwa hidup yang setiap hari dialaminya. Pengalaman perjumpaan dengan Allah itulah yang menjadi dasar untuk membangun hidup doa, karya maupun hidup berkomunitas. Katekese model SCP adalah salah satu alternatif katekese model pengalaman hidup. Katekese model SCP menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta berdasarkan konfrontasi antar “tradisi” dan “visi” hidup peserta dengan “tradisi” dan “visi” kristiani agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan
penegasan dan mengambil
keuputusan demi
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model katekese SCP bermula dari pengalaman hidup umat, yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
keterlibatan baru. Maka sejak awal orientasi pendekatan ini pada “praxis” peserta.
1. Pengertian Shared Christian Praxis a. Praxis Praxis artinya“Praktek” (lawan dari teori), yang bukan hanya dipraktek saja tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan, praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup yang meliputi kesatuan antara praktek dan teori. Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan (Sumarno, 2013:15). 1) Aktivitas Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya merupakan medan masa kini untuk perwujudan diri manusia (Sumarno, 2013:15).
2) Refleksi Kegiatan atau tindakan yang telah dilakukan direfleksikan terhadap pribadi dan juga kehidupan bersama, serta terhadap Tradisi dan Visi iman Kristiani (Sumarno, 2013:15).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
3) Kreativitas Merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan untuk praxis baru (Sumarno, 2013: 15).
b. Christian Tradisi dan visi Kristiani dapat ditekankan agar iman umat semakin mendalam dan diperkaya sehingga situasi umat di zaman sekarang dapat terjangkau. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang hidup yang merupakan jawaban atas wahyu Allah yang terlaksana dalam kehidupan manusia. Tradisi Kristiani merupakan sabda yang harus dihayati yang bertujuan untuk memupuk identitas Kristiani dan memberikan inpirasi seturut nilai-nilai Kristiani. Ada berbagai macam kekayaan iman Kristiani seperti: Kitab Suci, sakramen, liturgi, reflkesi telogis dan spiritualitas Kristiani. Visi Kristiani menekankan tuntutan dan tanggung jawab perutusan seorang Kristiani demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Visi ini menunjukkan proses kehidupan umat Kristiani yang berkesinambungan dan bersifat dinamis yang mengundang penilaian, penegasan dan keputusan. Visi
Kristiani
dapat
menjadi
sarana
untuk
berkomunikasi
dan
menumbuhkan kesatuan hati sebagai jemaat beriman. Dalam komunikasi iman, pengalaman hidup nyata perlu diintagrasikan ke dalam Tradisi dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
visi Kristiani agar dapat memahami dan memaknai hidup menurut nilai-nilai Kristiani (Groome, 1997:2-3). c. Shared Di dalam katekese model SCP adaShared atau sharing atau dialog yang berarti berbagi pengalaman iman yang dialami. Maka sikap yang dibutuhkan di dalam sharing pengalaman ini adalah mendengarkan, menghargai, rendah hati, terbuka agar pengalaman yang dibagikan tersebut dapat meneguhkan orang yang mendengar dan juga pengalaman yang didengar dari orang lain dapat meneguhkan dan menguatkan hati untuk semakin beriman kepada Yesus Kristus. Seperti yang dikatakan oleh Romo M. Sumarno SJ bahwa Sharing berarti berbagi rasa, pengalaman, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain (Sumarno, 2013: 16).
2. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis (SCP) Thomas H. Groome mengemukakan 5 (lima) langkah pokok katekese model Shared Christian Praxis yang disadur oleh Romo M. Sumarno SJ (Sumarno, 2013: 19-22). Berikut langkah-langkahnya:
a. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual (Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta) Kekhasan di dalam langkah pertama ini adalah sharing pengalaman dari peserta katekese. Pengalaman yang sungguh-sungguh dialami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
diungkapkan oleh peserta dan peserta yang lain dapat mendengarkan. Hal ini bukan merupakan suatu laporan, oleh karena itu tidak boleh ditanggapi oleh pemandu katekese. Tetapi pemandu hanya berperan sebagai fasilitator untuk menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya agar pengungkapan pengalaman terarah pada tema dan tujuan katekese. Sikap yang harus disadari oleh pemandu katekese dalam langkah ini adalah ramah, sabar, hormat, peka pada latar belakang keadaan dan permasalahan peserta; katakan pada peserta bahwa mereka boleh memilih pertanyaan yang cocok (Sumarno, 2013:19).
b. Langkah II: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Peserta (Mendalami Pengalaman Hidup Peserta) Pengalaman iman yang telah diungkapkan di dalam langkah pertama, direfleksikan di dalam langkah ini, maka peserta diberi dukungan atau motiasi untuk lebih kritis, analitis dan kreatif untuk merefleksikan pengalaman yang telah dialami tersebut. Tanggungjawab
pemandu
katekese
adalah
yang
pertama,
menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap gagasan serta sumbang saran peserta; kedua, mengundang refleksi kristis setiap peserta; ketiga, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan dan imajinasi peserta; keempat, mengajak setiap setiap peserta untuk berbicara tapi tidak memaksa; kelima, menggunakan pertanyaan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
menggali tidak menginterogasi dan mengganggu harga diri dan apa yang dirahasiakan peserta; keenam, menyadari kondisi peserta, lebih-lebih mereka yang tidak bisa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya (Sumarno, 2013:20).
c. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani) Pemandu katekese dapat menyampaikan tafsiran Kitab Suci sesuai dengan tema, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi peserta untuk mengungkapkan pemahamannya tentang ayat-ayat Kitab Suci tesebut. Inti tafsiran Kitab Suci juga harus berkaitan dengan kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaan yang berlainan. Peranan pemandu katekese ini perlu: pertama, menghormati Tradisi dan visi Kristiani yang otentik dan normatif; Kedua, cara dan isi tafsiran bertujuan memberi informasi dan membantu peserta agar nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani menjadi miliknya; Ketiga, menggunakan metode yang tepat. Pembimbing atau pemandu bisa menggunakan metode diskusi kelompok, memanfaatkan produk-produk audio-visual atau media murah; Keempat, bersikap tidak mendikte tetapi mengantar peserta ke tingkat kesadaran, tidak mengulangulang rumusan, tidak bersikap sebagai “guru”, adakalanya bersikap sebagai “murid” yang siap belajar; Kelima, tafsiran dari pemandu mengikutsertakan kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri; Keenam, harus membuat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
persiapan yang matang dengan studi pribadi (Sumarno, 2013: 21; bdk. Groome, 1997:45-47).
d. Langkah IV: Interpretasi/Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi Kristiani Dengan Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret) Pemandu katekese berperan sebagai fasilitator mengarahkan peserta agar dapat mengungkapkan hasil pengolahan atau refleksi berdasarkan nilai Tradisi dan visi Kristiani, Menemukan bagi dirinya sendiri nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang picik yang hendak dihilangkan, dan nilai-nilai baru yang hendak diperkembangkan. Selain itu peserta dibantu untuk mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam Tradisi dan visi Krisiani demi terwujudnya Kerajaan Allah. Peserta juga bisa mengungkapkan pengolahan refleksinya melalui tulisan, simbol, atau ekpresi lainnya. Peranan pembimbing atau pemandu katekese di dalam langkah ini: pertama; menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing; Kedua, meyakinkan peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani; Ketiga, mendorong peserta untuk merubah sikap dari pendengar pasif menjadi pihak yang aktif; Keempat, menyadari bahwa tafsiran pembimbing bukan kata mati; Kelima,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
mendengar dengan hati tanggapan, pendapat dan pemikiran peserta (Sumarno, 2013: 21-22).
e. Langkah V: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia Ini (Mengusahakan Suatu Aksi Konkret) Peserta katekese diajak untuk mengusahakan suatu aksi konkrit sebagai tanggapan terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visi Kristiani, yaitu mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia: pertobatan pribadi dan sosial kontinyu. Maka tanggungjawan pemandu yaitu: Pertama, menyadari hakikat praktis, inovatif, dan transformatif dari langkah ini; Kedua, merumuskan pertanyaan operasional yang terarah; Ketiga, menekankan sikap optimis yang realistis pada peserta; Keempat, pemandu dapat merangkum hasil langkah pertama sampai keempat, supaya peserta lebih terbantu; Kelima, mengushakan supaya peserta sampai pada keputusan pribadi dan bersama; Keenam, sebagai penutup peserta diajak merayakan liturgi sederhana untuk mendoakan keputusan (Sumarno, 2013:22). D. Usulan Program Katekese sebagai Upaya Membangun komunitas Suster-suster CB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
1. Pengertian Program Program dalam arti pembinaan yaitu prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan sistem urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan (Suhardiyanto, 2009:3) Program komunitas adalah suatu perencanaan sistematis dengan tujuan yang jelas yang dibuat oleh para suster CB dengan beracuan dari hasil keputusan kapitel yang kemudian direalisasikan oleh komunitaskomunitas para suster CB dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Program tersebut bertujuan membantu para suster CB untuk mencapai tujuan yang jelas yaitu menemukan kehendak Allah.
2. Tujuan Program Setiap kegiatan yang hendak dilaksanakan secara pribadi atau kelompok memerlukan suatu rancangan perencanaan yang matang dan sistematis demi tercapainya tujuan yang ditetapkan. Pelaksanaan setiap program memiliki tujuan yakni demi kemantapan dan kelancaran suatu tugas karena program sangat mendukung keberhasilan suatu kegiatan (Suhardiyanto, 2009:3). Apabila suatu kegiatan tidak terprogram secara baik maka kemungkinan besar akan mengalami kegagalan karena kegiatan yang akan dilaksanakan tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Pada dasarnya katekese merupakan kegiatan yang pelaksanaannya bersifat bertahap dan berkelanjutan yang didalamnya mengajak peserta untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
menemukan kehendak Allah. Oleh karena itu katekese mengandaikan adanya urutan tema yang berkesinambungan. Tujuan pembuatan program katekese dalam skripsi ini akan memperjelas arah dan tujuan pembinaan, mempermudah pelaksanaan pembinaan, membantu setiap anggota komunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus dalam memaknai pengampunan.
3. Latar Belakang Pemilihan Program Katekese serta Rumusan Tema dan Tujuan Hidup bersama dalam kongregasi perlu dihayati secara nyata dalam hidup bersama dalam komunitas. Agar komunitas terpelihara hendaknya dari setiap pribadi mengusahakan untuk membangun komunikasi yang terbuka dengan sikap saling mengampuni antar anggota komunitas sehingga
komunitas
menjadi
tempat
kesaksian
sebagaimana
yang
diteladankan oleh komunitas Gereja perdana yaitu sehati dan sejiwa. Namun dalam kehidupan para suster CB kadang masih mengabaikan nilai pengampunan ini sehingga banyak yang mengalami keterlukaan yang masih dibawa dan akhirnya itu sangat nampak ketika hidup bersama dengan para suster yang lain dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian maka penulis memilih salah satu model katekese untuk membantu para suster bagaimana mampu membangun komunitas yang rekonsiliatif melalui katekese model Sharing Christian Praxis (SCP).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
Membangun sebuah komunitas rekonsiliatif tidaklah mudah. Seringkali dalam hidup bersama terjadi berbagai pro dan kontra antara satu pribadi dengan pribadi lain yang mengakibatkan keterlukaan. Tentu dapat diakui bahwa setiap pribadi disatukan dalam komunitas bukanlah saudara sekandung melainkan pribadi-pribadi yang datang dari berbagai macam latar belakang, budaya, pendidikan, keluarga dan sebagainya. Hal ini yang memungkinkan kongregasi CB belum mampu membangun komunitas rekonsiliatif dikarenakan setiap pribadi yang mengalami keterlukaan dengan sesama suster belum mampu mengampuni bahkan menyimpan rasa keterlukaan yang menyebabkan munculnya perbedaan-perbedaan dalam komunitas. Dengan alasan tersebut diatas, maka penulis memilih katekese sebagai salah satu usaha untuk membantu meningkatkan semangat pengampunan dalan hidup berkomunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus
Borromeus
penting
direncanakan
secara
matang
melalui
penyususnan program yang baik. Dengan adanya penyusunan program yang baik diharapkan dapat membantu kegiatan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam
membangun
hidup
berkomunitas
semangat
saling
mengampuni menjadi salah satu kekuatan yang harus disadari dan ditumbuh-kembangkan dalam komunitas. Maka pertama-tama para suster CB di panggil untuk menjadi pengemban rekonsiliasi bagi dunia yang terluka yang tentu terlebih dahulu memulai dari komunitas masing-masing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
Komunitas adalah suatu anugerah sekaligus tugas kewajiban. Kesulitankesulitan yang muncul dalam menghayati cita-cita persatuan (“communio”) tidak dapat dihindari. Akan tetapi, justru dalam menghadapi tantangan ini komunitas menjadi ruang istimewa tempat pembinaan nilai-nilai kristiani yang otentik seperti kerendahan hati, cinta dan pelayanan yang tidak berpusat pada diri sendiri, kesabaran dan pengorbanan dapat terlaksana. Tidak perlu dikatakan, dukungan yang saling kita berikan, saling mendengarkan dan menemani, perubahan hati dan pengampunan yang muncul sesudah saat-saat konflik dan kesalahpahaman, semua itu memberikan kesempatan bagi perkembangan menuju kematangan dan kekayaan cinta serta iman (Kapitel Umum 2011:39). Komunitas merupakan tempat untuk menimba kekuatan serta menghayati nilai-nilai kerajaan Allah misalnya pengampunan dan cinta kasih, pengorbanan sehingga komunitas dapat bertumbuh dan berkembang menjadi komunitas yang rekonsiliatif karena terdapat pribadi-pribadi yang mampu menghayati nilai-nilai kerajaan Allah yang ditawarkan oleh Yesus kepada setiap pribadi. Dalam tulisan ini penulis menawarkan beberapa tema katekese yang dapat dimanfaatkan untuk pembinaan komunitas. Tema yang dipilih diangkat berdasarkan gagasan dan pemikiran penulis serta pengalaman dalam
hidup
berkomunitas
dengan
harapan
dapat
membantu
mengembangkan pemahaman dan penghayatan hidup berkomunitas Sustersuster Cintakasih Santo Carolus Borromeus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
4. Rumusan Tema dan Tujuan Pada bagian ini penulis mengusulkan tema Umum dan tema-tema khusus katekese dengan tujuannya masing-masing sebagai berikut: Tema Umum
: Pengampunan dalam Hidup Berkomunitas
Tujuan Umum
: Bersama-sama pendamping, peserta semakin menyadari
pentingnya
menumbuhkan
sikap
keterbukaan hati untuk saling mengampuni dalam hidup berkomunitas, sehingga setiap anggota semakin mampu mewujudkan komunitas sehati dan sejiwa sebagaimana yang telah dicita-citakan dalam hidup bersama Tema I
: Spiritualitas pengampunan Bunda Elisabeth
Tujuan I
: Bersama-sama pendamping, peserta semakin mendalami
spiritualitas
pengampunan
khususnya dalam hidup bersama sehingga semakin terdorong untuk menghayati serta mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam hidup berkomunitas maupun hidup karya dalam semangat pengampunan Bunda Elisabeth Tema II
:
Relevansi pengampunan Bunda Elisabeth masa sekarang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tujuan II
:
Bersama-sama dimampukan
pendamping, untuk
peserta
mewujudkan
108
semakin semangat
pengampunan dalam hidup sehari-hari Tema III
: Membangun Komunitas Rekonsiliatif
Tujuan III
: Bersama-sama pendamping, peserta semakin menyadari
pentingnya
menumbuhkan
sikap
keterbukaan hati untuk saling mengampuni dalam hidup berkomunitas, sehingga setiap anggota dimampukan untuk membangun komunitas sehati dan sejiwa sebagaimana yang telah dicita-citakan dalam hidup bersama
.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
5. Penjabaran Program Katekese Model Shared Christian Praxis Tema Umum
: Pengampunan dalam hidup berkomunitas
Tujuan Umum : Bersama-sama pendamping, peserta semakin menyadari pentingnya menumbuhkan sikap keterbukaan hati untuk saling mengampuni dalam hidup berkomunitas, sehingga setiap anggota semakin mampu mewujudkan komunitas sehati dan sejiwa sebagaimana yang telah dicita-citakan dalam hidup bersama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No
Tema
1
2
a
Membangun Komunitas Rekonsiliatif
Tujuan 3 Bersama-sama pendamping, peserta semakin menyadari pentingnya menumbuhkan sikap keterbukaan hati untuk saling mengampuni dalam hidup berkomunitas, sehingga setiap anggota dimampukan untuk membangun komunitas sehati dan sejiwa sebagaimana yang telah dicitacitakan dalam hidup bersama
Uraian Materi 4 - Arti pengampuna n dalam Kitab Suci Mat18:21-35 - Semangat apa yang perlu kita miliki untuk mengampuni dalam hidup berkomunitas - Sikap-sikap apa yang perlu dikembangka n dalam mengampuni
Metode 5 - Sharing kelompok - Refleksi pribadi - Informasi
Sarana
110
Sumber Bahan 6
- Kitab Suci -Buku Nyanyian Bermadah bagi Kemuliaan - Konstitusi dan Direk CB - EG - Tape - CD - Salib - Lilin -Teks Kitab Suci -Teks pertanyaan pendalaman
7 -Yoh 8:1-11 -Konst, art. 32-33 dan Direk, art. 23-24 -Kapitel Provinsi 2011, no. 5 hal 38 -EG 155-156
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
2
3
4
5
6
111
7
b
Mendalami Spiritualitas pengampuna n Bunda Elisabeth
Bersama-sama pendamping, peserta semakin mendalami spiritualitas pengampunan khususnya dalam hidup bersama sehingga semakin terdorong untuk menghayati serta mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam hidup berkomunitas maupun hidup karya dalam semangat pengampunan Bunda Elisabeth
- Ekaristi sebagai pusat hidup - Penghayatan pengampuna n dalam kehidupm harian - Menghidupi doa. Refleksi, meditasi, kontemplasi serta pengolahan hidup dalam kehidupan sehari-hari
- Sharing pribadi - Informasi - Diskusi kelompok
- Kitab Suci - Lilin - Konstitusi dan Direk - EG - Buku Kapitel 2005, Kapitel Provinsi 2011 - Buku Nyanyian Bermadah Bagi Kemuliaan
- Kitab Suci Mat 18:1520 - Buku Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005, hal 2630 - Buku Kapitel Provinsi 201142-43 - Konstitusi dan Direk, art.32- EG 91-95
c.
Relevansi pengampuna n masa sekarang
Bersama-sama pendamping, peserta semakin dimampukan
-Menghayati semangat pengampuna n dalam
-Refleksi pribadi -Sharing kelompok
- Kitab Suci - Buku Kapitel Umum dan
- Kitab Suci Mat 18:1520 - Buku Kapitel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
untuk mewujudkan semanat pengampunan dalam hidup sehari-hari
hidup - Informasi berkomunitas - Bernyanyi sesuai dengan ajaran Yesus - Menerima sesama apa adanya baik kekurangann ya maupun kelebihannya
Kapitel Provinsi 2005, Kapitel Provinsi 2011 - Buku EG - Buku Nyanyian Bermadah Bagi Kemuliaan
112
Umum dan Kapitel Provinsi2005 , hal 26-30 Kapitel Provinsii 2011, hal 4243 - Buku EG 156
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6.
Contoh Persiapan Katekese
a.
Indentitas
1)
Pelakasana
: Fransiska Tanesib Bifel
2)
No. Mhs
: 091124016
3)
Tema
: Pengampunan dalam hidup berkomunitas
4)
Tujuan
:
Bersama-sama menyadari
pendamping,
pentingnya
peserta
menumbuhkan
113
semakin sikap
keterbukaan hati untuk saling mengampuni dalam hidup
berkomunitas,
sehingga
setiap
pribadi
dimampukan untuk membangun komunitas yang sehati dan sejiwa. 5)
Peserta
: Suster-suster Komunitas CB Pakuningratan
6)
Tempat
: Kapel Susteran CB Pakuningratan
7)
Hari/Tgl
: Selasa 19 Agustus 2014
8)
Waktu
: 90 menit
9)
Model
: Shared Christian Praxis
10)
Metode
: - Sharing Kelompok
11)
Sarana
-
Diskusi kelompok
-
Refleksi pribadi
-
Informasi
: - Kitab Suci
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
- Buku Bermadah Bagi Kemuliaan - Konstitusi CB - Buku EG - Buku Kapitel - Tape dan CD - Salib - Lilin - Teks Kitab Suci Perjanjian Baru - Teks pertanyaan pendalaman
b. Pemikiran Dasar Dalam realitas kehidupan sekarang ini mengampuni merupakan hal yang sulit untuk diwujudkan dalam kebersamaan baik didalam hidup bermasyarakat maupun dalam hidup berkomunitas. Hal ini ditandai dengan berbagai macam latarbelakang konflik, marah, kesalahpahaman, mendiamkan orang lain, dan bahkan mementingkan diri sendiri sehingga dengan demikian sangat mempengaruhi hidup berkomunitas menjadi tidak damai. Komunitas suster-suster CB terdiri dari berbagai macam latarbelakang suku, budaya, maupun dalam tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Perbedaan ini yang sering terjadi sehingga relasi antara sesama suster menjadi renggang. Panggilan seseorang untuk membaktikan diri kepada Tuhan dan sesama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
115
menjadi hilang, lantaran ia tidak menemukan kebahagiaan di komunitas. Tetapi orang dapat berkembang sebagai pribadi yang utuh karena didukung oleh suasana komunitas yang membahagiakan. Kebahagiaan dalam kehidupan berkomunitas tidak tergantung pada fasilitas yang tersedia tetapi hubungan antar pribadi anggota komunitas. Hubungan antar pribadi inilah menjadi unsur penting dalam kehidupan berkomunitas. Mengingat komunitas dibangun oleh pribadi-pribadi dengan latar belakang dan kematangan berbeda, maka relasi antar pribadi perlu dikembangkan dan diupayakan, sebab perbedaan-perbedaan tersebut berpotensi memunculkan konflik dan ketegangan. Perbedaan-perbedaan di dalam diri anggota komunitas tersebut menandakan
bahwa
mereka
adalah
pribadi
yang
tidak
sempurna.
Ketidaksempurnaan inilah yang memungkinkan mereka secara tidak sadar telah berbuat dosa. Indikasi bahwa mereka telah berbuat dosa adalah retaknya hubungan antar sesama. Sebab dosa berakibat retaknya hubungan manusia dengan Allah maupun dengan sesamanya. Oleh sebab itu komunitas akan menjadi
tempat
yang
membahagiakan
dan
mengembangkan
sikap
pengampunan. Sebab dengan pengampunan memungkinkan setiap anggota komunitas
diterima
kekurangannya.
sebagai
pribadi
dengan
segala
kelebihan
dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Untuk
menyadari
bahwa
masing-masing
anggota
116
komunitas
mempunyai kelemahan dalan saling menyakiti, sekaligus melihat hal-hal yang baik, sebagai usaha semakin menumbuhkan semangat pengampunan terusmenerus diperlukan serta penyadaran diri terus-menerus pula. Maka pendalaman konstitusi dalam bentuk katekese ini diharap memberi bekal permenungan untuk membentuk komunitas yang dibangun atas dasar pengampunan dan cinta kasih. Dengan demikian bahwa harapannya setelah katekese berakhir semangat pengampunan juga semakin berkembang dalam komunitas. Injil Matius 18:21-35 merupakan sebuah perumpamaan tentang pengampunan yang mengajak kita untuk menyadari pengampunan dosa adalah misi utama Tuhan kita Yesus Kristus. Ia telah mengajar kita untuk senantiasa mengampuni kesalahan sesama kita. Petrus pernah bertanya kepada Yesus, berapa kali sebaiknya pengampunan itu dilakukan? Tuhan Yesus berulangulang menekankan kepada para murid-murid-Nya perulnya seseorang untuk mengampuni orang-orang yang menyakiti mereka. ‘Ya’, tetapi sampai berapa kali? Petrus bertanya ‘Sampai tujuh kali? Dan mungkin ia berpikir bahwa itulah batas kesabaran yang masuk akal. ‘Bukan sampai tujuh kali’ kata Tuhan Yesus, ‘melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali’ (Matius 18:21-22). Mungkin saat seorang berhasil mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali, pengampunan telah mendarah daging dalam dirinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
Dalam pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari pentingnya pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat, sehingga semakin mampu meneladan sikap Yesus sebagai pengampun yang menyembuhkan hati yang terluka agar sikap dan tindakan dalam hidup bersama dikomunitas merupakan wujud tanggapan atas panggilan-Nya. c. Pengembangan langkah-langkah
1) Pembukaan
a) Pengantar Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, pada sore ini kita berkumpul di tempat ini karena adanya satu panggilan yang sama untuk menanggapi kesetiaan Allah dalam diri kita. Banyak cara yang telah disediakan oleh Allah melalui Kongregasi kita untuk mengembangkan hidup kita supaya selaras dengan apa yang dikehendaki Allah dalam diri kita yang terpanggil secara khusus ini. Salah satu cara Allah mengembangkan hidup panggilan kita adalah bagaimana kita dalam hidup bersama di tempa untuk semakin memiliki kedewasaan pribadi, lebih-lebih kedewasaan dalam mengolah emosi untuk pengampunan kepada sesama yang tanpa batas dan tanpa syarat. Tidak sedikit orang diantara kita yang memiliki pengalaman ini. Bahkan yang sering merenung, berdoa dan berefleksi serta berkotbah tentang mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali pun mengalami kesulitan hanya untuk mengampuni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
satu kali saja. Kata orang, justru para imam dan religiuslah yang sulit untuk mengampuni dengan tulus hati. Mengapa demikian? pada kesempatan ini kita akan menggali bersama pengalaman iman kita akan pengampunan Allah yang tanpa batas dan tanpa syarat dalam hidup kita.
b). Lagu Pembuka: Teks (Kasih Pasti Lemah-Lembut) Kasih pasti lemah lembut Kasih pasti memaafkan Kasih pasti murah hati KasihMu kasihMu Tuhan
Reef: Ajarilah kami ini saling mengasihi Ajarilah kami ini saling mengampuni Ajarilah kami ini kasih-Mu ya Tuhan Kasih-Mu kudus tiada batasnya
Reff 2x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
c). Doa Pembuka Bapa yang penuh kasih, kami bersyukur dan berterima kasih atas rahmat kesetiaan dalam panggilan yang telah Engkau berikan kepada kami sampai saat ini. Secara khusus, kami juga mengucapakan banyak terimakasih karena pada kesempatan ini kami juga Kau kumpulkan dalam satu ikatan persaudaraan sebagai komunitas. Saat ini kami akan bersama-sama menggali, merefleksikan sejauh mana kami sungguh menghayati sikap pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat. Bimbinglah dan hantarlah kami agar semakin mampu terus memperbaiki dan memperkembangkan diri demi perkembangan benih panggilan yang telah Engaku tanamkan dalam diri kami seturut kehendak-Mu. Bantulah kami agar dalam hidup bersama senantiasa meneladani sikap Yesus yang penuh pengampunan sehingga menjadi sumber hidup kami untuk mengembangkan pengampunan yang menyembuhkan hati yang terluka. Berilah keterbukaan hati agar hari demi hari kami semakin bersatu untuk membangun komunitas rekonsiliatif sebagaimana Engkau sendiri kehendaki. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin. 2). Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Faktual a). Membagikan teks cerita “ Pengampunan Menyembuhkan” kepada peserta dan memberi kesempatan untuk membaca dan mendalami terlebih dahulu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
Artikel”. Dokter memanggil gadis itu dan menanyakan kepadanya,” adakah sesuatu yang luar biasa terjadi dalam hidupmu semenjak pemeriksaanmu yang terakhir?” Ya,”
katanya.
“Sekonyong-konyong
saya
dapat
mengampuni
seseorang yang membuat saya sangat menderita suatu dendam yang membara sepanjang hidup kepadanya. Pada saat itu, saya merasa ada perubahan menyeluruh dalam diriku”. (1500 Ceritera Bermakna
Penerbit Obor 1999
Hal.111. No 1191 Frank Mihalic, SVD). b). pendamping meminta salah satu peserta untuk mencoba menceritakan kembali isi pokok artikel ini dengan bahasanya sendiri. c). Seorang gadis itu mengalami penderitaan bukan hanya secara fisik saja tetapi dia mengalami penderitaan batin. Karena mengalami penderitaan batin yang membuat dia merasa tidak bebas dengan dirinya sendiri. Dan akhirnya itu membuat dia menderita sendiri. Namun ketika gadis itu mulai membuka diri untuk mengampuni orang yang telah melukai hatinya, iapun mengalami kesembuhan yang tidak hanya secara fisik tetapi juga secara batin yang dapat membebaskannya. d). Pengungkapan Pengalaman: peserta diajak untuk mendalami cerita tersebut dengan tuntunan beberapa pertanyaan. 1) Ceritakanlah pengalaman para suster dalam memberikan pengampunan dalam hidup berkomunitas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
121
2) Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh si gadis itu dalam mengampuni? dan mengapa?
e). Contoh arah rangkuman Dalam cerita tersebut mengisahkan seorang gadis dimana saat ia belum bisa mengampuni orang yang melukai hatinya,ia tidak mengalami kebebasan batin dan hal itu membuat dia menjadi suatu penderitaan. Maka ketika si gadis itu membuka hatinya untuk mau mengampuni orang yang telah melukainya, diapun dapat sembuh dari penyakitnya dan tidak hanya sembuh secara fisik, tetapi dia juga mengalami sikap batin yang dapat merubah hidupnya. Begitupun demikian dengan kita, tentu kita juga menemui pengalaman yang sama seperti si gadis tadi. Kadang dalam hidup berkomunitas, kita juga sulit untuk mengampuni sesama yang pernah melukai kita. Dan yang terjadi adalah kita sendiri yang menderita karena rasa dendam yang akhirnya menjadi suatu penyakit yang terus berkembang dalam diri kita. Namun sebaliknya bila kita mau berusaha untuk mengampuni sesama, tentu kita akan semakin nyaman dengan diri sendiri maupun ketika kita membangun relasi dengan orang lain.
3). Langkah II: Refleksi Kritis atas Pengalaman Hidup Faktual a) Peserta diajak untuk merefleksikan Sharing pengalaman atau cerita diatas dengan dibantu pertanyaan sebagai berikut: 1) Cara apa yang dipakai oleh para suster untuk mengampuni? 2) Mengapa mengampuni dan mengapa cara itu dipilih?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
b) Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan arahan rangkuman singkat, misalnya: Para suster yang terkasih, dalam perjalanan hidup kita sebagai pribadi dan komunitas tentu sajabanyak cara yang kita gunakan untuk mengampuni sesama yaitu melalui teguran, sapaan, dialog bersama, sehingga kita diharapkan untuk mampu mengampuni sesama kita, memberi kenyamanan, dimanapun kita berada. Maka untuk berani mengampuni sesama sangat membutuhkan suatu kerendahan hati serta keterbukaan untuk menerima sesama kita yang didasari oleh nilai cinta kasih seperti yang telah diteladankan oleh Yesus kepada kita.
4). Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Terjangkau a). salah satu peserta diminta untuk membacakan dari Injil Matius 18:21-35 b). Peserta diberi waktu untuk hening sejenak sambil merenungkan secara pribadi dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan tuntunan pertanyaan sebagai berikut: 1) Ayat-ayat mana yang menunujukkan adanya sikap pengampunan? 2) Makna apa yang dapat kita petik dari perikope tersebut? c) Pendamping
memberikan
tafsiran
dari
Matius
18:21-35
dan
menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan: Ayat 22, Tetapi jawaban Yesus,” Aku berkata kepadamu: bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Yesus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
memberikan konsep tentang ketidakterbatasan. Belaskasihan Allah begitu besar sehingga tidak dapat diukur; demikian juga kamu, Petrus, kamu harus menunjukan belas kasihan yang seperti itu kepada sesamamu. Yesus mengangkat permasalahan itu melampaui perhitungan praktis dengan mengatakan “tujuh puluh kali tujuh kali”. Ia mengkoreksi apa yang dikatakan oleh Petrus. Namun jumlah ini sebaiknya tidak diartikan secara harafiah = 490 kali. Maksud Yesus adalah, bahwa murid Tuhan tidak mempunyai hak untuk menentukan batas untuk mengampuni. Dengan demikian dalam tata perjanjian baru, patokan mengenai balas dendam telah diubah menjadi hukum pengampunan, artinya pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat. Ayat 27 memberi gambaran sikap raja belas kasihan kepada hambanya, menghapuskan hutangnya dan membiarkan dia pergi. Luar biasa! Betapa murah hatinya! Ternyata hati raja lebih mulia daripada yang diduga oleh hambanya. Ia tergerak hatinya. Ungkapan ini sering diterapkan pada Yesus yang “tidak tahan” menyaksikan penderitaan hebat sejumlah orang. Sebab begitulah sikap Allah terhadap manusia. Raja itu kasihan secara mendalam, sehingga bukan hanya mengabulkan hambanya, melainkan juga membebaskan dari penjara dan menghapus hutangnya, artinya menganggap hambanya sebagai orang yang tidak berhutang lagi. Perikope ini memaparkan seorang raja memanggil semua pegawaipegawainya (hamba-hambanya) pada hari yang sudah ditentukan untuk mengadakan perhitungan. Salah satu dari mempunyai hutang kepada raja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
dengan jumlah yang mengejutkan yaitu sepuluh ribu talenta, suatu jumah yang mengandung arti jutaan. Sebenarnya, kata sepuluh ribu mempunyai arti dasar yang pokok yaitu tidak terhingga, tidak terhitung, tidak terbatas. Hamba tersebut jelas sekali berhutang dalam jumlah yang banyak kepada tuannya. Kita tidak diberitahu dia menggunakan uang tersebut untuk apa, hal ini tidak penting. Dia mempunyai hutang sepuluh ribu talenta, dan dia harus membayarnya. Dia tahu bahwa tidak akan pernah mengumpulkan uang sejumlah itu pada hari yang sudah dijanjikannya. Ketika dia berdiri di hadapan tuannya dia mendengar keputusan bahwa dia, istrinya, anaknya, dan semua miliknya akan dijual untuk membayar hutangnya. Dia bersujud di kaki tuannya, meminta belas kasihan dan memohon, “sabarlah dahulu segala hutangku akan ku lunaskan.” Dia memohon belas kasihan, bukan pengampunan. Tuannya belas kasihan kepadanya, menghapuskan hutangnya dan membiarkan dia pergi. Luar biasa! Betapa sukacitanya! Betapa murah hatinya! Semua ini hanya merupakan babak pertama dari sebuah drama. Babak kedua berhubugan dengan babak pertama: hamba itu bertemu dengan pegawai raja yang lain. Ketika menuruni tanggga istana raja. Hamba yang dibebaskan hutangnya oleh raja bertemu dengan sesama hamba yang berhutang seratus dinar kepadanya. Sebenarnya jumlah tersebut tidak berarti apa-apa, karena dengan bekerja beberapa hari saja dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Tetapi pegawai raja tersebut mencekik orang itu dan menuntut pembayaran dengan segera, “bayarlah hutangmu kepadaku” orang itu sujud di kaki menteri keuangan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
memohon, “Bersabarlah, aku akan membayar kembali.” Tetapi hamba itu menolaknya dan memasukan orang itu ke dalam penjara. Ia mengharapkan seseorang memberi jaminan dan membayar hutangnya. Babak ketiga memperkenalkan saksi yang menyaksikan babak kedua; ada orang lain yang melihat apa yang telah terjadi dan tidak bisa menyembunyikannya. Mereka harus menceritakan peristiwa ini kepada raja. Ketika mendengar cerita itu, raja sangat marah. Dia memanggil pegawai tersebut dan memarahinya. “Hai hamba yang
jahat,
seluruh
hutangmu
telah
ku
hapuskan
karena
engkau
memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” kemudian raja itu menyerahkan dia kepda algojo-algojo sampai hutang dibayar. Sikap-sikap yang nampak dari perikope ini menggambarkan Yesus yang memiliki pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat, yaitu pengampunan yang memiliki 2 sisi, memberi dan menerima. Baik memberi maupun menerima pengampunan bersifat tanpa batas dan tanpa syarat, seperti: setiap orang yang pernah diampuni harus siap memberikan pengampunan dengan sepenuh hati, belas kasih kepada sesama yang melakukan kesalahan dan murah hati dalam memberi pengampunan. Sebagai suster CB diajak untuk menimba semangat baru dalam pribadi Bunda Elisabeth dalam menjaga agar fokus pembaruan terus menerus dalam membangun hidup berkomunitas dalam semangat rekonsiliasi (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:37).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
Sebagai suster CB dipanggil untuk membentuk dan membangun komunitas kesaksian dan komunitas profetik/kenabian yang terdiri dari pribadipribadi yang bersama-sama menghayati visi dan misi. Para anggota dipersatukan, dikuatkan dan saling mendukung dalam visi dan misi yang sama, serta diberi wewenang dalam kerasulan untuk mengungkapkan penghayatan Spiritualitas CB sebagai Kongregasi secara konkret (Konst. Ps. 22). Oleh karena itu, kesanggupan dan kesediaan mereka yang memimpin untuk menciptakan dan membangun suasana dialog timbal balik, kesetiakawanan, dan penegasan roh adalah sangat penting dalam menimba dan membangun komunitas rekonsilatif (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:41). Menerima pengampunan dari oarng lain sama penting dan nilainya memberi pengampunan kepda orang lain: sampai tujuh puluh kali tujuh kali “. Yesus menghendaki bahwa setiap orang yang pernah diampuni harus siap memberikan pengampunan kepada orang lain yang melukai hatinya dan harus melakukan pengampunan dengan sepenuh hati. Yesus menunjukan bahwa manusia yang telah menerima pengampunan harus merefklesikan belas kasihan Allah. Allah mengampuni kesalahan orang yang berdosa dan Allah tidak mengingat dosanya. Allah mengharapkan yang telah diampuni berbuat demikian juga kepada sesama yang telah melukai hatinya. Pengampunan adalah jalan
menuju
penyembuhan
batin
sehinnga
sikap
mengampuni
itu
menyembuhkan hati yang terluka. Pengampunan yang kita berikan harus asli, sejati, penuh, sebab pengampunan macam itu hanya dapat muncul dari dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
127
hati. Demikianpun dalam hidup bersama dalam komunitas, yang tentu kita disatukan oleh Allah untuk menghayati nilai-nilai Kerajaan yang ditawarkan kepada kita. Salah satu nilai yang perlu dihayati dalam hidup berkomunitas adalah nilai pengampunan yang tanpa syarat kepada sesama. Hal ini yang perlu dikembangkan dalam membangun komunitas rekonsiliatif yang ditandai dengan sikap pengampunan kepada sesama dengan menerima pribadi lain sebagai anugerah Allah.
5). Langkah IV: Interpertasi Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi peserta a). Pengantar para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus. Dalam pembicaraan tadi, kita sudah menemukan sikap-sikap yang dibuat Yesus dalam memberikan pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat sebagai jalan menuju penyembuhan batin seperti: setiap orang yang pernah diampuni harus siap memberikan pengampunan kepada orang lain yang melukai hatinya dan harus melakukan pengampunan dengan sepenuh hati, berbelaskasih kepada sesama yang melakukan kesalahan dan murah hati dalam memberi pengampunan, seperti: mengampuni orang yang telah mendiamkan kita selama 2 bulan, mengampuni orang yang telah membocorkan rahasia hidup kita kepada orang lain, mengampuni orang yang telah berkata kasar tehadap kita, mengampuni orang yang telah memfitnah kita dan mengampuni orang yang membuat kita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
128
sakit hati karena melukai kesetiaan kita. Sebagai seorang yang terpanggil secara khusus, kita juga diapnggil untuk meneladan sikap-sikap yang diperjuangkan Kristus. Meskipun dalam perjalanan hidup panggilan, kita sering kali tak mampu mengampuni dosa atau kesalahan sesama. Atau kalau kita mengampnui, kita setengah-setengah memberi ampun. Padahal kita semua adalah orang berdosa. Namun dalam pertemuan kali ini yang merupakan saat berahmat, Allah menyadarkan kita kembali sebagai seorang terpanggil yang seharusnya hidup dalam pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat yang sudah diteladankan Yesus. b) Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin menghayati sikap pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat dan menyadarkan diri pada Allah satu-satunya pedoman dalam bersikap penuh pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat bagi langkah hidup kita dalam menapaki panggilan untuk semakin hidup sesuai dengan rencananya, maka kita akan mencoba merenungkan pertanyaaan-pertanyaan ini sebagai berikut:
1) Sejauhmana pesan teks Matius 18:21-35 menyadarkan, menantang, meneguhkan para suster dalam membangun hidup berkomunitas. 2) Sikap-sikap mana yang perlu kita perjuangkan agar dapat semakin menghayati rekonsiliatif?
semangat
pengampunan
dalam
membangun
komunitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129
c). Suatu contoh arah rangkuman penerapan pada situasi peserta Para suster yang terkasih, Yesus telah banyak menwarkan sikap-sikap baik seperti: setiap orang yang pernah diampuni harus siap memberikan pengampunan kepada orang lain yang melukai hatinya dan harus melakukan pengampunan kepada orang lain yang melukai hatinya dan harus melakukan pengampunan dengan sepenuh hati, belaskasih kepada sesama yang melakukan kesalahan dan murah hati dalam memberi pengampunan. Dalam kaitannya dengan pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat bagi kita sebagai orang yang terpanggil secara khusus dalam hidup membiara di komunitas kita. Marilah kita kembali menyadari sikap kita dalam mengampuni sesama yang bersama kita dalam satu komunitas khususnya komunitas pakuningratan ini. Sebagai seorang pengikut Kristus yang baik menandai dirinya dengan kerelaan saling mengampuni, sabar terhadap kekurangan orang lain, dan tidak menaruh dendam terhadap orang lain. Oleh karena itu, sebaikanya kita berani menanggalkan hal-hal yang menghambat sikap pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat sebagai orang yang terpanggil dengan menyingkirkan rasah marah, rasa benci, dan nafsu untuk membalas dendam sehingga pengampunan yang kita berikan kepada sesama mengembalikan martabat kemanusiaan kita.
6). Langkah V: Keterlibatan Baru demi Makin Terwujudnya Kerjaan Allah di Dunia ini a). Pengantar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
130
Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, setelah kita bersama-sama menggali pengalaman kita sebagai seorang suster yang belajar menghidupi pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat cerita lewat seorang gadis yang mampu mengampuni orang yang ia dendam selama ini dan akhirnya iapun mengalami kesembuhan tidak hanya secara fisik tetapi juga secara batin. Demikainpun pengalaman kita dalam hidup bersama di komunitas, seringkali kita kecewa, marah dan dendam terhadap tindakan seorang suster yang tinggal bersama kita. Dari pengalaman iman Matius dalam Injilnya Tuhan Yesus berulang-ulang menekankan kepada murid-murid-Nya perlunya seseorang untuk mengampuni: mereka tidak boleh menyimpan dendam, tetapi dengan lapang dada mereka harus mengampuni orang-orang yang menyakiti mereka. ‘Bukan sampai tujuh kali; kata Tuhan Yesus, ‘melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali’. Mungkin saat seorang berhasil mengampuni samapai tujuh puluh kali tujuh kali, pengampunan telah mendarah daging dalam dirinya.dalam seluruh perjalanan panggilan hidup kita, kita senantiasa perlu menyadari bahwa Allah yang maharahim sungguh menyertai, melindungi meneguhkan dan membimbing langkah hidup kita, bahkan dalam kesulitan permasalahan yang kita hadapi dalam hidup bersama dalam komunitas ini. marilah sekarang kita memikirkan niat dan tindakan apa yang kita perbuat untuk meningkatkan keharmonisan dalam hidup bersama yang penuh dengan pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat sebagai bentuk pembaharuan keterlibatan kita dalam komunitas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
131
b). Memikirkan nita-niat dengan bantuan pertanyaan, Apa yang apat kita lakukan untuk mengampuni seperti dalam teks Kitab Suci Mat 18:21-35?
Peserta diberi kesempatan untuk memikirkani niat secara peribadi dan bersama yang akan dilaksanakan. selanjutnya diberi kesempatan untuk mengungkapkan niat-niat pribadi dan bersama. Kemudian niat kelompok sebagai komunitas bila ada, didiskusikan bersama guna menentukan niat bersama agar semakin memperbaharui sikap kelompok sebagai pendidik iman baik di komunitas maupun di tempat perutusan masing-masing.
7). Penutup a). Setelah merumuskan niat pribadi dan bersama, kemudian kesempatan hening sejenak diringi musik instrumen. b). Sementara itu lilin dan salib diletakan ditengah untuk kemudian dinyalakan. c). Kesempatan doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan menghubungkan dengan kebutuhan dan situasi hidup berkomunitas yang mengampuni. Setelah itu doa umat disusul secara spontan oleh para suster yang lain. d). Doa Penutup Allah Bapa yang penuh kasih, kami mengucap syukur atas berkat-Mu yang boleh kami terima didalam hidup kami, kami juga berterima kasih atas teladanMu yang boleh kami terima melalui perumpamaan tentang pengampunan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132
dapat memberi inspirasi kepada kami bagaimana untuk membanun sikap pengampunan yang sejati. Semoga Engkau memampukan kami agar bisa mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam keseharian kami, terlebih ketika kami mengalami konflik dalam hidup berkomunitas ataupun tempat dimana Engkau mengutus kami. Ya Bapa, bukalah hati kami agar kami sungguh-sungguh menghayati makna pengampunan serta semakin menyadari akan kasih-Mu yang begitu besar kepada kami. Kami bersyukur bahwa walaupun kami sering jatuh dalam kelemahan kami, namun Engkau tidak pernah menghitung kesalahan yang pernah kami perbuat, tetapi Engkau berani menerima kami dan mengampuni kami apa adanya diri kami. Kami juga masih mohon berkat-Mu bagi kami yang masih berjuang untuk mewujudkan sikap pengampunan yang kadang membawa kami untuk semakin jauh dari pada-Mu. Ajarilah kami agar kami juga berani membuka diri untuk mengampuni sesama kami, sehingga dalam menjalani kehidupan kami sehari-hari, kami mampu menjadi saksi-Mu ditengah-tengah dunia ini yang semakin hari semakin terlihat kebencian, dendam dan kekerasan yang semakin marak. Semoga dengan nilai-nilai kristiani yang telah kami peroleh pada saat ini dapat membantu kami untuk semakin mencintai, dan menerima pribadi orang lain dengan apa adanya sehingga komunitas kami dapat berkembang menjadi komunitas yang rekonsiliatif seperti yang Engkau teladankan kepada kami sehingga dengan demikian nama-Mu semakin ditinggikan. Demi Yesus Kristus Tuhan dan Pengantara kami kini dan sepanjang segala masa” Amin”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
e). Lagu penutup “Cintailah Sesamamu” MB No.775. 1. Hidup kita dalam dunia satu dengan sesama Marilah kita saling cinta dalam persaudaraan Amalkan cinta Tuhan, buanglah kebencian Hidup dalam damai-Nya Agar hidup di dunia berkenan kepada Tuhan 2. Satu di dalam perjuangan memperoleh anugerah Jadi saksi pembawa damai melayani sesama Jauhkan cinta diri kembangkan dengan giat sikap rela berkurban Yang setia sampai kahir akan hidup selamanya.
133
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134
PENGAMPUNAN MENYEMBUHKAN
1500 Ceritera Bermakna Penerbit Obor (1999) Hal.111. No 1191 (Frank Mihalic, SVD) Seorang gadis dirawat selama beberapa bulan karena menderita anemia, namun tidak ada kemajuan berarti. Dokter yang merawatnya memutuskan untuk mengirimnya ke sebuah sanatorium yang jauh letaknya. Hal pertama yang dialaminya di sana, ialah pemeriksaan fisikyang lengkap. Dokter pemeriksa fisiknya menemukan bahwa kondisi darahnya terhitung sangat normal. Dokter tersebut melakukan ulang dan ia tidak yakin pada apa yang dilihatnya. Maka ia memanggil gadis itu dan menanyakan kepadanya,” adakah sesuatu yang luar biasa terjadi dalam hidupmu semenjak pemeriksaanmu yang terakhir?” Ya,”
katanya.
“Sekonyong-konyong
saya
dapat
mengampuni
seseorang yang membuat saya sangat menderita suatu dendam yang membara sepanjang hidup kepadanya. Pada saat itu, saya merasa ada perubahan menyeluruh dalam diriku”. Maka sekarang dokter memahami persoalannya. Sikap batin gadis itu telah berubah, dan kondisi darahnya pun dengan sendirinya berubah. Marah terhadap seseorang dapat menjadi kebodohan, karena orang lain mungkin tidak menyadari sama sekali kebencianmu itu. maka, satu-satunya yang paling disakiti adalah diri kita sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
135
Matius 18:21-35 Perumpamaan tentang Pengampunan
18:21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? sampai tujuh kali?” 18:22 Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan amapai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali 18:23 Sebab hal kerajaan surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya 18:24 Setelah ia mulai dengan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta 18:25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan suapaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya 18:26 Maka sujudlah hamba itu menyambah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan 18:27 Lalu tergerakalah hati raja oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan mengahapuskan hutangnya 18:28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhuitang seratus dinar kepaanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu 18:29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan 18:30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penajra samapai dilaunaskannya hutangnya 18:31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka 18:32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku 18:33 Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 18:34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya 18:35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
136
BAB V PENUTUP Pada akhir skripsi ini, penulis mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditegaskan lebih lanjut oleh setiap anggota komunitas dengan usaha untuk menjadikan semangat saling mengampuni sebagai kekuatan dalam membangun hidup berkomunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus. Maka dalam bab ini, secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran.
A. Kesimpulan Komunitas religius pada dasarnya merupakan komunitas rohaniah yakni orang-orang yang ingin membaktikan seluruh hidupnya kepada Tuhan dan sesama. Komunitas hidup bakti dibangun atas dasar semangat, kharisma dan latar belakang sosial budaya yang berbeda namun disatukan oleh satu citacita yang sama. Dengan demikian berdasarkan kenyataan ini menyadari akan panggilan yang sama dari setiap anggota, kongregasi CB mempunyai cara untuk berjuang dalam membangun persaudaraan yang sehati dan sejiwa dalam komunitas dengan keterbukaan untuk saling mengampuni dalam mewujudkan visi misi komunitas yaitu demi terwjudnya Kerajaan Allah. Kongregasi CB menanggapi undangan Gereja dengan membangun hidup berkomunitas sebagai sekolah cinta, berdasarkan kharisma, visi dan misi Kongregasi sebagai saksi cinta bagi dunia dengan karya-karya yang dipercayakan oleh Gereja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
137
Pengampunan untuk membangun hidup berkomunitas merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap orang dalam membangun relasi dengan sesama. Hal ini merupakan landasan yang kokoh kuat, yang perlu dibangun dalam diri masing-masing pribadi agar cita-cita untuk hidup damai, tenteram dan penuh persaudaraan terwujud dalam kebersamaan. Dengan mengampuni orang
menjadi
bebas
untuk
menempuh
jalan
yang
memungkinkan
perkembangan yang sejati menuju kematangan pribadi yang dewasa. Mengampuni dan tindak pendamaian berkaitan erat dengan sikap saling mencintai dan dicintai. Oleh karena itu, dengan mengampuni orang akan memiliki kesadaran diri bahwa setiap orang pantas dicintai dan mencintai, bahwa Tuhan adalah maha cinta dan sesama juga memiliki hak untuk mencintai dan dicintai merupakan modal dasar yang sangat berharga bagi setiap orang untuk mengampuni dirinya dan orang lain. Kesulitan untuk mengampuni merupakan nilai bersama yang harus dapat diterima dan ditanggung bersama serta diperjuangkan dalam panggilan mengikuti Dia. Ungkapan Yesus, saat ditanya oleh Petrus (Mat: 21-22) “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia bersalah kepadaku? Sampai tujuh kali?” Yesus menjawab, “Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh. ”Ini menunjukan bahwa pengampunan itu tiada batasnya. Kristus sedemikian mengasihi bukan karena orang tersebut sedemikian berharga atau berjasa, tetapi karena kasih pengampunan-Nya yang berlimpah ruah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
138
Komunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus menanggapi panggilan Allah dengan rela dan mau bersatu untuk hidup bersama dengan para suster yang lain mengupayakan untuk membangun komunitas yang rekonsiliatif. Selanjutnya kesaksian kasih yang diwujudkan dengan sesama suster dalam komunitas dapat diwujudkan kerelaan hidup bersama, saling membantu, saling memperhatikan, saling menerima kelebihan dan kekurangan yang akhirnya mengambil pada sikap saling mengampuni satu sama lain seperti yang diteladankan oleh Yesus (Mat 18:22). Katekese merupakan salah satu usaha untuk membantu meningkatkan semangat pengampunan dalam membangun hidup berkomunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus. Melalui
katekese
umat
beriman
menerima
pengajaran
dan
pendewasaan untuk semakin mengenal dan mantap menerima pribadi Kristus sebagai Tuhan serta semakin berani menyerahkan diri sutuhnya kepada Yesus yang diimani dan diyakini sebagai tumpuan hidup. Katekese membantu membuka hati untuk terus-menerus mengusahakan pertobatan hati yang jujur dan mengenal Yesus lebih dekat dengan seluruh misteri hidup-Nya dalam Injil Dengan demikian bahwa setiap suster diharapkan semakin mengalami pertumbuhan dan perkembangan iman yang dewasa serta tumbuh kesadaran untuk mengembangkan nilai-nilai Kristiani antara lain dengan saling mengampuni dalam hidup berkomunitas sebagai Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
139
Di dalam Gereja terdapat berbagai macam model katekese yang dapat digunakan untuk mendewasakan iman umat. Dari berbagai model katekese yang ada, penulis memilih salah satu model yaitu katekese Shared Cristian Praxis (SCP) sebagai upaya yang ditempuh untuk membantu para suster CB dalam membangun hidup berkomunitas yang rekonsiliatif. Model katekese Shared Christian Praxis (SCP) ini lebih pada menekankan pengalaman konkret yang menjadi keprihatinan sekelompok orang. Model katekese ini bersifat dialogal partisipatif yang bermaksud mendorong para peserta untuk mengkonfrontasikan pengalaman hidupnya dengan pengalaman tradisi Kristiani yang terdapat dalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran Gereja.
B. Saran Hidup bersama dibangun atas dasar teladan komunitas Gereja purba yaitu semua anggota sehati sejiwa untuk mewartakan Allah sesuai dengan teladan-Nya melalui doa-Nya, amanat-Nya dan terutama wafat-Nya sebagai sumber perdamaian. Dengan demikian bahwa komunitas merupakan suatu anugerah sekaligus tugas kewajiban. Kesulitan-kesulitan yang muncul dalam menghayati cita-cita persatuan sebagai (“communio”) tidak dapat dihindari, akan tetapi justru dalam menghadapi tantangan komunitas menjadi ruang istimewa tempat pembinaan nilai-nilai Kristiani yang otentik seperti kerendahan hati, cinta dan pelayanan yang tidak berpusat pada diri sendiri, kesabaran dan pengorbanan dapat terlaksana. Tidak perlu dikatakan, dukungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
140
yang saling diberikan, saling mendengarkan dan menemani, perubahan dan pengampunan yang muncul setelah saat-saat konflik dan kesalah-pahaman, semua itu memberikan kesempatan bagi perkembangan menuju kematangan dan kekayaan cinta serta iman. Untuk itu penulis menawarkan beberapa saran berkaitan dengan skripsi ini dengan tujuan membantu pemahaman akan hidup berkomunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus secara utuh dan dapat diwujudkan dalam hidup dan karya perutusan masing-masing. 1. Menjadikan Allah sebagai pusat hidup berkomunitas dengan membina relasi personal dengan Yesus yang tersalib melalui kontemplasi, refleksi, dan diskresi sehingga mampu mengembangkan budaya pengampunan dan kesetaraan sebagai orang yang terpanggil untuk membangun komunitas religius dalam situasi dunia yang terus berkembang. 2. Sebagai anggota religius CB dipanggil dan diundang oleh Allah melalui Gereja untuk mengembangkan komunitas dengan berbelarasa sesuai dengan spiritualitas kongregasi untuk mencintai mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah. 3. Membangun hidup berkomunitas tidaklah mudah. Oleh karena itu perlu memiliki semangat pengampunan untuk membangun budaya rekonsiliasi sehingga menjadi komunitas yang pengampun. 4. Ekaristi sebagai pusat hidup dan sumber kekuatan dalam seluruh perjalanan hidup panggilan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
141
5. Setiap anggota perlu mendalami Konstitusi sebagai pedoman hidup dalam menghayati spiritualitas kongregasi yang dapat memberi kekuatan untuk menanggung
kelemahan
manusiawi
dalam
hidup
bersama
sebagai
komunitas. 6. Perlunya pertobatan yang terus-menerus dalam membangun hidup bersama sehingga mendorong setiap pribadi untuk mampu menerima sesama dengan seluruh kelemahan dan kekurangannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142
DAFTAR PUSTAKA
Ardas, (2001-2005). Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang CB. (2005). Kapitel Umum dan dan Kapitel Provinsi ____. (2011). Kapitel Umum. Maastricht. ____. (2004). Konstitusi beserta Direktorium Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih St. Carolus Borromeus. Darminta, J (1982). Berbagai Segi Penghayatan Hidup Religius Seharihari. Cetakan ke-1,Yogyakarta: Kanisius _____. (1981). Persembahanku Cintaku. Seri Ikhrar 10, Yogyakarta: Kanisius _____. (1993). Tumbuh dalam Roh Panduan Pemeriksaan Batin Dari Hari ke Hari. Seri Spiritualitas Kristen. Yogyakarta: Kanisius _____. (2003). Mencitrakan Hidup Religius.Komisi Pemimpin Umum Tarekat Religius Awam. Yogyakarta: Kanisius. _____. (1997). Sabda di Bukit.Konstitusi Hidup Kerajaan Allah. Yogyakarta: Kanisius. _____. (1993). Mengubah tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Kanisius. _____. (2010). Diktat Perspektif Hati dalam Pendidikan Etika. Pusat Spiritualitas Girisonta _____. (2008).Membangun Komunitas Formatif. Yogkarta: Kanisius. _____. (2008). Bentuk-Bentuk Komunitas. Yogyakarta: Kanisius. _____. (2008). Landasan Hidup Berkomunitas. Yogyakarta: Kansius. _____. (2008). Komunitas dan Karya. Yogyakarta: Kanisius. _____. (2008). Menyongsong Hidup Baru. Yogyakarta: Kanisius _____. (2000). Yesus Sang Pendoa. Rohani, hal 37. Driscol (2002). Sekolah Cinta. Rohani, hal 38. Dewanto, (2006) Berdamai dengan Allah. Rohani, hal 145. Dennis, (1981). Penyembuhan luka-luka batin. Yogyakrta: Kanisius. Harjawiyata, Frans. (1983). Bentuk-bentuk Hidup Religius. Seri Hidup Dalam Roh 6. Cetakan ke-2, Yogyakarta: Kanisius ______. (2014). Belajar Mencintai dengan Tulus. Utusan, hal. 21 Jacobs, Tom. (1985). Buah Renungan. Yogyakarta: Kansius. __________. (1985). Sikap Dasar Kristiani. Yogyakarta: Kanisius. Joyce. (1987). Kaul Harta Melimpah dalam Bejana Tanah Liat. Yogyakarta: Kanisius. KWI, (1996) Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. KGK, (1995). Katekismus Gereja Katolik, hal. 711 Louf, Andre. Hidup di dalam Komunitas. Seri Gedono no.1 Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Jakarta. Komisi Kateketik KWI.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
143
Moi dkk. (2012) Meraih Kelimpahan Hidup. Bajawa Press, Yogyakarta Martasudjita.E. (1999) Komunitas Peziarah.. Yogyakarta: Kanisius _________. (2001). Komunitas Transformatif . Yogyakarta: Kanisius Muller. Geiko (1999). Pengampunan Membebaskan. Ende, Arnoldus Meninger, (1999). Pribadi Menjadi Utuh. Yogyakarta: Kanisius. Mujiran, (1996). Hidup Berkomunitas dan Kedekatan Manusia kepada Nafsu. Rohani, hal. 267 Nouwen, J.M. Henri. (1995). Kembalinya Si Anak Hilang. Membangun Sikap Kebapaan, Persaudaraan dan Keputraan. Yogyakarta: Kanisius. ______. (1998). Yang Terluka Yang Menyembuhkan.Pelayanan dalam Masyarakat Modern. Yogyakarta: Kanisius. Ola Tukan. (1995). Hidup Religius, Simbol Pemihakan Allah. Rohani, hal. 196-201). Prasetyo, M. (1982). Ciri Khas Komunitas Hidup Kristiani.Seri Pastoral No.77.Pusat Pastoral Yogyakarta. Paul, Birt Mary. (1979). Hidup Dalam Pengampunan Setiap Saat. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil. “Immauel”. Riyanto, (2004). Mukjizat Pengampunan untuk Hidup Damai dan Sejahtera. Yogyakarta: Kanisius. Richard. (2000). Ekaristi dan Pengampunan. Rohani, hal. 24-25. Smedes, B. (1991). Memaafkan Kekuatan Yang Membebaskan. Cetakan ke-1, Yogyakarta: Kanisius. Suharyo, I. Mgr., (Ed.). (1998). Komunitas Alternatif Hidup Bersama Menebar Kasih. Cetakan ke-1,Yogyakarta: Kanisius. Sumarno, (2013). Diktat Mata Kuliah semester VI Prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma. Program Pengalaman Pendidikan Agama Katolik. Suparno, (2002). Dasar Hidup Bersama. Rohani, hal. 32-33. Setyakarjana, (1997). Arah Katekese Di Indonesia. Pusat Kateketik Yogyakarta. Soenarjo, (1984). Kepemimpinan Biara. Yogyakarta: Kanisius. Suhardiyanto. HJ. (2008). Sejarah Pendidikan Agama kuliah semester IV, Prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sujoko, (1986). Kebersamaan dan Kesatuan. Rohani, hal. 302-303 Suwito, (2006). Pengampunan sebagai proses memiliki kemerdekaan sejati dalam Roh. Rohani 2000, hal 4-5. Tukan Peter, (1986). Hidup Komunitas dan Merasul. Rohani, hal. 323. __________. (1986). Hidup Berkomunitas Merasul: Bagai Mendayung di Tengah Gelombang. Rohani, hal 318 Yohanes Paulus II, Paus. (1996). Vita Consecrata. (Hidup Bakti): Anjuran Apostolik tentang Hidup Bakti bagi Para Religius. (R.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
144
Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen. KWI. (Seri Dokumen Gerejawi No.51). Yohanes Paulus II, Paus. (1979). Catechesi Trandendae. Anjuran Apostolik kepada para Uskup, Klerus dan segenap umat beriman, tentang katekese masa kini. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Yohanes Paulus II, Paus. (2001). Novo Mellennio Ineunte. Surat Apostolik kepada para Uskup, para Imam dan para Diakon, para Religius pria maupun Wanita dan segenap umat beriman awam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
145
PENGAMPUNAN MENYEMBUHKAN
1500 Ceritera Bermakna Penerbit Obor (1999) Hal.111. No 1191 (Frank Mihalic, SVD) Seorang gadis dirawat selama beberapa bulan karena menderita anemia, namun tidak ada kemajuan berarti. Dokter yang merawatnya memutuskan untuk mengirimnya ke sebuah sanatorium yang jauh letaknya. Hal pertama yang dialaminya di sana, ialah pemeriksaan fisikyang lengkap. Dokter pemeriksa fisiknya menemukan bahwa kondisi darahnya terhitung sangat normal. Dokter tersebut melakukan ulang dan ia tidak yakin pada apa yang dilihatnya. Maka ia memanggil gadis itu dan menanyakan kepadanya,” adakah sesuatu yang luar biasa terjadi dalam hidupmu semenjak pemeriksaanmu yang terakhir?” Ya,”
katanya.
“Sekonyong-konyong
saya
dapat
mengampuni
seseorang yang membuat saya sangat menderita suatu dendam yang membara sepanjang hidup kepadanya. Pada saat itu, saya merasa ada perubahan menyeluruh dalam diriku”. Maka sekarang dokter memahami persoalannya. Sikap batin gadis itu telah berubah, dan kondisi darahnya pun dengan sendirinya berubah. Marah terhadap seseorang dapat menjadi kebodohan, karena orang lain mungkin tidak menyadari sama sekali kebencianmu itu. maka, satu-satunya yang paling disakiti adalah diri kita sendiri.
(1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
146
Matius 18:21-35 Perumpamaan tentang Pengampunan
18:21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? sampai tujuh kali?” 18:22 Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan amapai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali 18:23 Sebab hal kerajaan surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya 18:24 Setelah ia mulai dengan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta 18:25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan suapaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya 18:26 Maka sujudlah hamba itu menyambah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan 18:27 Lalu tergerakalah hati raja oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan mengahapuskan hutangnya 18:28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhuitang seratus dinar kepaanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu 18:29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan 18:30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penajra samapai dilaunaskannya hutangnya 18:31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka 18:32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku 18:33 Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 18:34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya 18:35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hati.
(2)