PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PROGRAM KONSELING PASTORAL DI RUMAH SAKIT (Studi Evaluasi Program Konseling Pastoral Di RSK Budi Rahayu Blitar- Jawa Timur, Tahun 2015)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan Dan Konseling
Disusun Oleh: Rukini NIM: 111114053
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PROGRAM KONSELING PASTORAL DI RUMAH SAKIT (Studi Evaluasi Program Konseling Pastoral Di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, Tahun 2015)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan Dan Konseling
Disusun Oleh: Rukini NIM: 111114053
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN MOTTO Janganlah takut, sebab AKU menyertai engkau. Janganlah bimbang, sebab AKU ini Allahmu; AKU akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau
(Yesaya 41: 10).
Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah dari pada-KU, sebab AKU ini lemah lembut dan rendah hati (Matius 11: 29). Jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-KU bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-KU menjadi sempurna”. Jika aku lemah, maka aku kuat (2 Korintus 12:9-10).
Waktu yang ditentukan Tuhan adalah tepat dan baik adanya. Berharap dengan usaha yang sabar dan berdoa, maka aku mampu untuk bersukacita dan bersyukur (Sr. V. Rukini, SSpS).
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
1. Allah Tritunggal Mahakudus yang setia membimbing dan menyertai saya. 2. Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) dan Provinsi SSpS “Maria Bunda Allah”-Jawa. 3. Para suster SSpS yang selalu mendukung dan mendoakan selama perjalanan hidup dan study saya. 4. Bapak, Ibu, dan saudara, sahabat, serta teman-teman yang mendukung studi dan terselesainya skripsi ini. 5. Program studi bimbingan dan konseling, Bapak/Ibu dosen, dan teman-teman angkatan 2011, serta semua yang turut mendukung studi saya. 6. Para suster, para Dokter, para perawat, staf PC, dan karyawan di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur.
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN HASIL KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 Januari 2016 Penulis
Rukini
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Rukini NIM
: 111114053
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PROGRAM KONSELING PASTORAL DI RUMAH SAKIT (Studi Evaluasi Program Konseling Pastoral Di RSK Budi Rahayu BlitarJawa Timur, Tahun 2015) beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 12 Januari 2016 Yang menyatakan
Rukini
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
PROGRAM KONSELING PASTORAL DI RUMAH SAKIT (Studi Evaluasi Program Konseling Pastoral Di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, Tahun 2015) Rukini Universitas Sanata Dharma 2016 Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui perencanaan pelayanan Konseling Pastoral di Rumah Sakit Katolik/RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur; 2) Mengetahui proses pelayanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu BlitarJawa Timur; 3) Mengetahui hasil pelayanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur? Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Subyek penelitian adalah RSK Budi Rahayu Blitar, dengan responden penelitian adalah Suster pemilik RSK Budi Rahayu, Romo paroki, dokter, staff Pastoral Care (PC), perawat dan majelis. Sumber data dalam penelitian ini adalah para responden yang terlibat dalam layanan Konseling Pastoral, dokumen, seorang ibu dan seorang bapak pasien rawat inap RSK Budi Rahayu Blitar, dan suami pasien rawat inap di RSK Budi Rahayu Blitar. Metode pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan studi dokumen. Instrumen penelitian adalah pedoman wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan melalui analisis trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik Hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu berjalan sesuai dengan program PC. Perencanaan program ditetapkan setiap tiga tahun sekali, melalui prosedur tetap pelayanan hidup rohani bagi pasien. Perencanaan yang dilakukan sesuai dengan Pesan KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia) kepada Karya-Karya Kesehatan Katolik 1978, butir: 52, yaitu memberi perhatian dan pendampingan kepada pribadi pasien secara utuh agar mereka yang sakit dapat merasakan adanya dukungan, perhatian, dan pada akhirnya dapat menemukan makna dalam hidupnya, serta dapat berelasi dengan baik terhadap sang Pencipta. Pelaksanaan layanan konseling di RSK Budi Rahayu, sudah berjalan sesui prosedur yang ditetapkan yaitu kunjungan pasien setiap hari dan penerimaan sakramen bagi pasien rawat inap yang beragama katolik. Hal yang kurang yaitu tenaga konseling pastoral (PC) di RSK Budi Rahayu memiliki latar belakang pendidikan di luar ilmu psikologi maupun teologi, dan tidak tersedia ruang konseling. Hasil dari layanan konseling pastoral adalah pasien dan keluarga pasien merasakan perhatian, dukungan dan penghargaan dari pihak rumah sakit, sehingga memunculkan harapan untuk sembuh. Dampak positipnya adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan RSK Budi Rahayu Blitar. Kata kunci: Konseling Pastoral, Pasien Rawat Inap, Pastoral Care, dan Rumah sakit.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Abstract THE PROGRAM OF THE PASTORAL COUNSELING AT THE HOSPITAL (Study on Evaluation on Pastoral Counseling Ministry at the Catholic Hospital “Budi Rahayu” Blitar-East Java, Year 2015) Rukini University of Sanata Dharma 2015 The puspose of this research is to: 1) determine the planning of the pastoral counseling ministry at the Catholic Hospital “Budi Rahayu” Blitar, East Java; 2) know the process of the pastoral counseling ministry at the Catholic Hospital “Budi Rahayu” Blitar, East Java; 3) apprehend the result of the pastoral counseling ministry at the Catholic Hospital “Budi Rahayu” Blitar, East Java. This type of research was qualitative. The subject was the Catholic Hospital “Budi Rahayu” Blitar, with respondents comprising of SSpS Sister as the owner of the hospital, parish priest, physician, staff of Pastoral Care, nurses and assemblies. The source of data was gathered from the respondents, two patients (a man and a woman), a husband of patient's family, and documents. The Methods for collecting data was through interview, observation, and study document. Meanwhile, the instrument was the guidance interview and observation. The data analysis was performed through the analysis of the source triangulation and the triangulation technique. The result of the research shows that the pastoral counseling ministry at the Catholic Hospital “Budi Rahayu” Blitar East Java is performed in accordance with the pastoral care program. The program is planned in every three year stressing the needs for spiritual life of patients. Furthermore, the planning is done in line with the message of the Mawi/KWI on the Catholic Health Works 1978, article 52, which gives attention and assistance to patients as a whole in such a way that the sick can feel the support, attention, and eventually be able to find meaning of life and relate himself/herself well to the Creator. The implementation of the pastoral counseling ministry at the Catholic Hospital Budi Rahayu Blitar, East Java has been running within their established procedure that visit patients every day and perform the sacramental service for inpatients who are Catholics. The concern for improvement is that the hospital should have more pastoral counselors from different educational background, not only from psychology and theology. The other issue is that the need for the availability of a comfortable counseling room at the hospital. Meanwhile, the result of the pastoral counseling ministry is that the patients and their families feel the attention, support and recognition of the hospital that raises their hope for a cure. The positive impact is increasing public confidence of the city of Blitar and surrounding
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
areas to the health care and services at the Catholic Hospital “Budi Rahayu” Blitar, East Java. Keywords: Pastoral Counseling, Patients, Pastoral Care, Hospital
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah Tritunggal Maha Kudus atas kasih, bimbingan, penyertaan, dan rahmatNya dalam seluruh proses penulisan skripsi ini dari awal perencanaan, selama proses penulisan hingga terselesainya skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, sekaligus dosen pembimbing skripsi. Terima kasih untuk kesabaran, bimbingan, motivasi, ide dan pencerahannya selama proses penulisan skripsi hingga terselesainya skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma atas bimbingan dan pendampingan selama penulis menempuh studi. 5.
Tim Pimpinan Kongregasi SSpS dan Tim Pimpinan Provinsi Jawa, atas kepercayaan, kesempatan, dan dukungan yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi Universitas Sanata Dharma Program Studi Bimbingan dan Konseling.
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Mas Moko sebagai petugas sekretariat yang selalu membantu selama penulis menempuh pendidikan. 7. Sr. Rosa Indrawikan, SSpS dan para Suster komunitas Roh Suci, serta para suster SSpS Provinsi Jawa yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis hingga terselesainya skripsi. 8. Bapak dan Ibu Thomas Soepomo selaku orang tua penulis, serta semua saudara yang selalu mendukung dengan doa. 9. Para suster, dokter, para perawat, dan semua pihak RSK Budi Rahayu Blitar yang membantu selama penelitian hingga terjadinya skripsi ini. 10. Sr. Redemta, SSpS, Pak Edi, dan staff Pastoral Care RSK St. Vincentius A Paulo Surabaya yang turut membantu peneliti dalam meminjamkan beberapa referensi buku tentang Konseling Pastoral bagi peneliti. 11. Sahabat-sahabat dan teman-teman angkatan 2011 atas motivasi yang diberikan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi. 12. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penting adanya masukan, saran, dan kritik terhadap karya ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 12 Januari 2016
Rukini
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iii HALAMAN MOTTO ................................................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................. v PERNYATAAN HASIL KARYA .............................................................................. vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................................................. vii ABSTRAK ................................................................................................................ viii ABSTRACT ................................................................................................................ ix KATA PENGANTAR ................................................................................................ xi DAFTAR ISI ............................................................................................................. xiii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xvi DAFTAR BAGAN .................................................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 10 C. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 11 D. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 11 E. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 12 F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................... 14 A. Hakikat Konseling Pastoral ............................................................................ 14 1. Sejarah Konseling Pastoral ...................................................................... 14 2. Definisi Konseling Pastoral...................................................................... 16 xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Ciri Khas Konseling Pastoral ................................................................... 17 4. Tujuan Layanan Konseling Pastoral ........................................................ 18 5. Ciri-ciri Konselor Efektif ......................................................................... 19 6. Hal yang Merugikan dan perlu dihindari dalam Konseling Pastoral ....... 27 7. Ketepatan Waktu Pelayanan Konseling Pastoral ..................................... 29 8. Aspek-aspek Konseling Pastoral .............................................................. 30 9. Teknik-teknik Konseling.......................................................................... 45 10. Tahap-tahap Layanan Konseling Pastoral ................................................ 51 11. Fungsi Konseling Pastoral........................................................................ 54 12. Etika Pastoral dengan Kode Etiknya. ....................................................... 56 B. Hakikat Pasien/orang-orang Sakit .................................................................. 67 1. Definisi Pasien ......................................................................................... 67 2. Peranan Perawat dalam Perawatan Spiritual Pasien ................................ 72 3. Model Kesehatan Spiritual ...................................................................... 73 C. Hakikat Evaluasi Program ............................................................................. 76 1. Definisi Evaluasi Program ....................................................................... 76 2. Ciri-ciri dan Persyaratan Evaluasi Program ............................................. 76 3. Tujuan Evaluasi Program ......................................................................... 77 4. Manfaat Evaluasi Program ....................................................................... 78 5. Langkah-langkah Evaluasi Program ........................................................ 78 D. Kajian Penelitian yang Relevan ..................................................................... 79 E. Profil Rumah Sakit ........................................................................................ 81 F. Kerangka Pikir ............................................................................................... 83 BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 84 A. Jenis Penelitian ............................................................................................... 84 B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 92 1. Tempat Penelitian..................................................................................... 92 2. Waktu Penelitian ...................................................................................... 92 xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C. Responden Penelitian ..................................................................................... 82 D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ..................................................... 93 E. Keabsahan Data ............................................................................................ 101 F. Teknik Analisis Data .................................................................................... 102 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................... 104 A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 104 B. Pembahasan .................................................................................................. 131 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 137 A. Kesimpulan .................................................................................................. 137 B. Saran ............................................................................................................. 140 C. Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 142 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 143 LAMPIRAN ............................................................................................................. 145
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kriteria Evaluasi Konseling Pastoral ........................................................... 80 Tabel 2. Perencanaan Evaluasi ................................................................................... 90 Tabel 3. Daftar Jumlah Responden ............................................................................ 92 Tabel 4. Pedoman Wawancara Responden ................................................................ 97 Tabel 5. Pedoman Wawancara kepada Pasien ........................................................... 99 Tabel 6. Pedoman Observasi .................................................................................... 100 Tabel 7. Hasil Evaluasi Konteks .............................................................................. 105 Tabel 8. Hasil Evaluasi Inputs ................................................................................. 106 Tabel 9. Hasil Evaluasi Proses ................................................................................. 108 Tabel 10. Hasil Evaluasi Hasil ................................................................................ 121
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR BAGAN Bagan 1. Model konseptual kesehatan spiritual saat sakit ......................................... 75 Bagan 2. Kerangka Pikir ............................................................................................ 83
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lembar Permohonan Ijin Penelitian......................................................................... 145 Lembar Telah Melakukan Penelitian ....................................................................... 146 Rekapitulasi Hasil Wawancara Responden .............................................................. 147 Hasil Wawancara Dengan Pasien............................................................................. 185 Hasil Wawancara Dengan Suami Pasien Hasil Observasi Program Tetap Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah/fokus penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. LATAR BELAKANG MASALAH Rumah sakit pada dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal itu nampak dari semakin menjamurnya rumah sakit di Indonesia pada dewasa ini. Hal itu tentu menjadi tantangan bagi setiap rumah sakit dalam usaha untuk meningkatkan profesionalisme. Profesionalisme tidak hanya dalam bidang medis, tetapi juga sarana-sarana dan media yang mendukung demi pelayanan yang memuaskan bagi pasien yang dilayani. Misalnya: laboratorium, ruang operasi, farmasi, bangsal, ruang rekam medis, administrasi keuangan, dan juga sarana spiritual yang disediakan melalui layanan konseling melalui unit pastoral care. Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu merupakan rumah sakit katolik satusatunya yang ada di Blitar-Jawa Timur. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta tipe C, dengan status penuh tingkat lengkap ini berusaha untuk memberikan pelayanan kesehatan secara holistik. Yaitu sebuah pelayanan yang menyeluruh dan mendalam, baik dalam pendampingan profesional maupun dalam pendampingan manusiawi. Tantangan dan perkembangan jaman yang begitu pesat dewasa ini, mengakibatkan semakin kaburnya nilai-nilai luhur pelayanan. Pendampingan sangat dibutuhkan di rumah sakit ini karena semakin kompleksnya masalah yang dihadapi oleh pasien maupun karyawan.
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
Menanggapi kebutuhan tersebut, maka rumah sakit ini mendirikan sebuah unit pelayanan pastoral atau biasa disebut unit Pastoral Care (PC). Unit PC didirikan pada tahun 1994, landasan diadakan pelayanan pastoral di RSK Budi Rahayu adalah untuk melaksanakan tugas sebagai sakramen keselamatan, meneruskan misi Yesus berdasarkan Visi dan Misi Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus, serta penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Kegiatan pastoral berawal dari sebuah kunjungan kepada pasien yang dilakukan oleh para Suster SSpS (kebangsaan Eropa). Kunjungan dan sapaan tersebut diberikan kepada seluruh pasien rawat inap dan keluarganya, tanpa membedakan agama, suku, maupun latar belakangnya. Kepedulian yang tinggi kepada pasien dan anggota keluarganya diberikan setiap hari di sela-sela kekosongan waktu mereka. Kehadiran yang dilandasi nilai kasih Kristus, dengan menyapa semua pasien dan keluarganya membuat pasien dan keluarganya merasa gembira dan dikuatkan. Kunjungan yang kadang hanya menyapa dan memberi senyum tersebut, ternyata menjadi kenangan tersendiri bagi para pasien dimasa itu. Kegiatan tersebut selalu dirindukan pasien dan keluarganya pada zaman ini. Dari hasil wawancara dan observasi kepada para pasien, menunjukkan bahwa pasien sangat gembira menerima kunjungan dari petugas PC maupun pihak-pihak yang terlibat dalam layanan pastoral (Romo, Suster SSpS, dan Majelis). Para pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa pelayanan di RSK Budi Rahayu sangat memuaskan, penuh perhatian, dan mengorangkan orang lain. RSK Budi Rahayu Blitar merupakan rumah sakit katolik, mayoritas pasiennya adalah muslim. Namun mereka senang memilih rumah sakit ini karena cepat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
ditangani, bahkan ketika ternyata pembayarannya kurang mereka boleh pulang dengan syarat meninggalkan KTP tanpa jaminan apapun. Demikian dalam pelayanan doa yang diberikan oleh Romo umat yang beragama lain juga minta didoakan. Dalam kunjungan dan observasi dapat dilihat bahwa kegiatan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu sangat dibutuhkan. Hal itu nampak ketika pasien mendapat kunjungan dari unit PC maupun Suster SSpS dengan sendirinya mereka menceritakan perasaan dan pergulatan, baik dengan anak, menantu, dan dengan orang
lainnya.
Mereka
membutuhkan
kehadiran
seseorang
yang
bisa
mendengarkannya. Ada seorang pasien muslim (32/L) yang dua kali dalam hitungan bulan menjalani rawat inap di RSK Budi Rahayu karena psikosomatis dengan sakit magnya, bahkan ketika sudah diijinkan untuk pulang dia masih takut karena takut kambuh penyakitnya. Setelah memperoleh pendampingan ia menjadi lebih siap dan mampu berpikir positip terhadap sakitnya, serta ada harapan bahwa bisa sembuh dengan niat pola hidup yang sehat. Pasien ini menyatakan bahwa sebelumnya tidak pernah mendapatkan kunjungan dari PC dan baru tahu bahwa ada layanan semacam ini. Kenyataan menunjukkan bahwa hampir semua pasien mengharapkan kunjungan dan perhatian. Meskipun kadang pasien ingin bercerita sedang keluarga berusaha menutupinya, misalnya: kasus minum racun. Petugas pastoral hanya bisa menemani dan menguatkan pasien dan keluarganya. Kegiatan kunjungan terhadap pasien dan keluarga pasien bisa dilaksanakan setiap hari. Kendalanya adalah keterbatasan tenaga, sehingga membuat pelayanan ini kurang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
mampu menjangkau seluruh pasien dan keluarganya.
Pasien yang mayoritas
muslim banyak yang belum mengerti tentang unit PC fungsi dan manfaatnya bagi mereka. Semakin kompleknya masalah dan kebutuhan pasien, membuat pasien dan keluarganya terutama yang beragama katolik merindukan adanya kehadiran Romo atau suster di RSK Budi Rahayu Blitar. Hal itu terjadi karena jumlah suster biarawati yang berkarya di tempat ini berkurang, dan semakin banyaknya tuntutan tugas yang diembannya terkait peraturan-peraturan pemerintah saat ini. Pada awal berdirinya unit ini ada suster dan tim yang khusus dibidang ini, tetapi karena suster tersebut harus pergi misi ke luar negeri, maka tugas tersebut digantikan oleh awam. Kenyataan bahwa jumlah tenaga yang bergerak dalam bidang pelayanan ini kurang, maka tim medis (dokter dan perawat) juga terlibat melakukan layanan ini. Hal itu dilakukan sebagai bagian yang terintegrasi antara layanan medis dan spiritual, demi kesembuhan pasien secara utuh (holistik). Meski demikian pelayanan tersebut belum dirasakan oleh semua pasien dan anggota keluarganya. Pengadaan layanan ini juga sebagai bentuk jawaban atas seruan MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia), bahwa karya rumah sakit katolik merupakan sarana untuk mewartakan kehadiran kerajaan Allah bagi mereka yang menderita sakit. Maka untuk itu perlu adanya tenaga yang mampu mendampingi pasien secara profesional, yaitu sebuah perhatian dan pendampingan kepada pribadi pasien secara utuh agar mereka yang sakit dapat merasakan adanya dukungan, perhatian, dan pada akhirnya dapat menemukan makna dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
hidupnya, serta dapat berelasi dengan baik terhadap sang Pencipta (Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit Katolik 1987 dan Pesan-Pesan MAWI Kepada KaryaKarya Kesehatan Katolik 1978, butir: 52 ). Pada fajar abad baru, spiritualitas diliput secara luas oleh media dan didiskusikan oleh banyak kalangan, baik pekerja, politisi, dan pendidik (Messikomer De Craemer, 2002). Spiritualitas juga menarik perhatian para professional penyelenggara perawatan kesehatan, karena terbukti bahwa faktor spiritual merupakan unsur penting dari kesehatan dan kesejahteraan (Dossey, 2001). Para penyelenggara kesehatan semakin sadar untuk memusatkan perhatian pada hubungan spiritualitas dan kesehatan. Zaman informasi juga mengakui zaman intuisi, para profesional perawatan kesehatan harus lebih memusatkan perhatian pada pola pikir kreatif, lateral, dan emosional daripada pola pikir logis, linier, dan mekanistik (Reynolds, 2001). Pergeseran pusat perhatian menuntut tersedianya perawatan yang meliputi perspektif yang mencakup seluruh aspek jiwa, tubuh, dan spirit. Burkhardt dan Nagai-Jacobson (Spirituality: Living Our Contentedness 2002:1), mengungkapkan bahwa spiritualitas merupakan pusat perawatan seluruh pribadi manusia. Pastoral care adalah sebuah kegiatan pendampingan dan bimbingan manusiawi khususnya kepada sesama yang menderita kearah hubungan yang lebih baik, akrab dan percaya kepada Tuhan, diri sendiri, sesama, keluarga, dan lingkungan sekitarnya (Tim Pastoral Care RS X, 2011:8). Pastoral care memiliki peran dalam pelayanan di rumah sakit khususnya memberi siraman rohani, mendampingi dan membimbing pasien juga keluarganya
yang membutuhkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
informasi, sebuah kehadiran dan motivasi, bagi yang mengalami masalah ataupun tekanan batin. Menurut Willis (2014:3), pasien adalah manusia dengan segenap aspeknya (fisik, psikis, sosial, dan sebagainya). Dia mempunyai kebutuhan yang amat mendalam yakni ingin sembuh dengan biaya terjangkau. Pelayanan yang baik terhadap kesehatannya menjadi kebutuhan kejiwaan yang mendalam. Yang dibutuhkan mereka bukan semata-mata kebutuhan fisik saja, lebih dari itu keramahan dan kesabaran para dokter dan perawat juga turut membantu kesembuhan pasien, serta sebaliknya. Relasi dokter dan pasien merupakan hubungan yang membantu (helping relationship). Artinya sebagai tenaga profesional dibidang kesehatan, dokter membantu pasien dengan hati nurani yang ikhlas dan rela demi ibadah kepada Tuhan melalui hubungan yang baik dengan sesama manusia. Dokter adalah profesional yang ahli dalam penyembuhan. Dokter yang menghargai, ramah, penuh perhatian dan memotivasi pasien supaya cepat sembuh, maka pasien dapat segera sembuh sebab kejiwaannya menjadi senang, tenang, dan punya harapan yang tinggi untuk hidup (Willis. 2014:3). Pasien adalah orang yang sakit. Sakit yang dimaksudkan tidak hanya secara fisik tetapi secara psikologis dan mentalnya juga mengalami kemunduran. Biasanya orang sakit sering tidak stabil secara psikologis, dia akan mudah marah dan sensitif terhadap sikap/perilaku dan tutur kata orang di sekitarnya, serta membutuhkan perhatian dan dukungan di luar kebiasaan orang sehat. Secara fisik melalui perawatan dokter dan perawat dengan obat yang diberikan mungkin bisa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
mengurangi ataupun mengatasi rasa sakitnya, namun hal itu juga masih membuat seorang pasien belum mengalami sebuah kesembuhan karena masih ada hal-hal lain di luar sakit fisiknya. Model keperawatan terbaru mengakui peran penting suatu pendekatan holistik pada perawatan pasien. Pandangan spiritual tentang hidup, termasuk cinta, kegembiraan, kelemahlembutan, kebaikan hati, kesetiaan, ugahari, harapan, kelembutan, dan kesabaran, tak pernah pudar hanya karena seorang menjadi pasien. Seperti diungkapkan Kleindienst (Young dan Koopsen. 2007: 45), bahwa pasien yang tidak berpengharapan biasanya lebih membutuhkan pendampingan untuk menemukan makna hidup daripada pengobatan. Sapaan dokter dan para perawat mungkin bisa memberi motivasi bagi pasien, namun hal itu kurang didapatkan mengingat kesibukan para dokter dan perawat, terkait administrasi yang harus diselesaikan dan karena banyaknya pasien. Selain itu Willis (2014:3) mengatakan bahwa, masalah yang dihadapi oleh dokter dan perawat bukan soal profesinya, melainkan cara (teknik) komunikasi yang mempercepat kesembuhan dan perkembangan pasien. Yaitu komunikasi dua arah (dialog) yang membuat pasien menyatakan semua keinginan, keluhan, kecemasan, dan sebagainya. Bila hal itu ditanggapi secara positip maka terjadilah konseling. Hal itu menjadi masalah karena mereka kurang waktu untuk melakukan pelayanan itu. Di samping itu penyelenggaraan perawatan spiritual bisa mengalami hambatan yang disebabkan oleh pasien. Seperti diungkapkan oleh McShherry dan Cash (Young dan Koopsen. 2007:45), pasien juga menjadi sumber hambatan perawatan spiritual. Hambatan tersebut antara lain: ketakutan mereka akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
disalahpahami, kekurangpahaman akan spiritual dan akibatnya bagi kesehatannya, ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi karena penyakit atau mati rasa, atau prasangka buruk mereka pada penyelenggara perawatan. Adanya situasi seperti itu sangatlah penting bagi sebuah rumah sakit memiliki sebuah unit yang secara khusus memberi pelayanan pendampingan bagi para pasien. Sebuah unit yang menyediakan tenaga konseling, yang mampu hadir, mendengarkan setiap keluhan dan kebutuhan pasien dan keluarganya, serta mampu memberi dukungan dan perhatian. Sebuah integrasi antara obat yang diberikan dan pendampingan secara rohani/spiritual akan turut menyembuhkan secara utuh. Ini yang menjadi harapan dibeberapa rumah sakit yaitu mencapai rumah sakit yang sehat secara holistik. Pelayanan rohani melalui unit pastoral care diharapkan memberi kesembuhan bagi pasien secara holistik, demikian juga memberi dukungan bagi keluarganya. Menurut Wiryasaputra (2006), pendampingan pastoral care memberi dampak positif bagi yang didampingi (pasien dan keluarga). Pendampingan Pastoral Care membantu orang yang didampingi mampu menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk berubah, dengan bantuan pendampingan orang bisa mampu memobilisasi seluruh kekuatannya untuk berubah mencapai pertumbuhan secara penuh dan utuh, sehingga orang yang didampingi benar-benar mewujudkan dirinya yang sejati, berani, dan bersedia merubah diri untuk bertumbuh. Baik bertumbuh secara fungsional, dinamis, penuh, maupun utuh. Dampak tersebut tampak dari beberapa hal sebagai berikut: berubah menuju pertumbuhan, dapat mencapai pemahaman diri secara utuh, dapat berkomunikasi secara sehat, dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
melatih diri untuk bertingkah laku yang lebih positip, dapat mengungkapkan diri secara utuh dan penuh, dapat bertahan dengan keadaannya, dapat menghilangkan gejala disfungsional, dan mengalami pertumbuhan iman. Berdasarkan pengamatan peneliti, belum banyak rumah sakit yang menyediakan layanan konseling ataupun Pastoral Care bagi para pasiennya, maka peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas layanan konseling yang terjadi di rumah sakit. Hal itu untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan dan manfaat layanan konseling bagi pasien, rumah sakit, ataupun keluarga pasien. Pada zaman ini sering didengungkan tentang kesembuhan secara holistik, yaitu sebuah kesembuhan secara menyeluruh dari aspek fisik, mental, maupun spiritual. Aspek spiritual menjadi fondasi utama dalam kesehatan setiap pribadi. Maka peran seorang pastor/rohaniwan/hamba Tuhan yang mampu memberi pelayanan ini sangat dibutuhkan. Kenyataan mengungkapkan bahwa tim medis (dokter dan para perawat) juga turut berperan aktif dalam proses kesembuhan secara menyeluruh. Bagi rumah sakit yang besar dengan pasien yang sangat banyak, mungkin tim medis tidak bisa secara penuh memberi pelayanan bimbingan dan konseling bagi pasien yang membutuhkan. Kondisi demikian membuat rumah sakit mendirikan sebuah unit yang bisa memberi pelayanan secara kontinyu, yaitu unit pastoral care yang menjadi kekhasan rumah sakit katolik/Kristen. Kesembuhan secara holistik dapat tercapai apabila ada kerjasama yang baik antara tim medis dengan pelayan pastoral care maupun pihak-pihak lain yang mendukung kesembuhan pasien secara menyeluruh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
Setelah melihat semua hal di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Program Konseling Pastoral di Rumah Sakit (Studi Evaluasi Program Konseling Pastoral Di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, Tahun 2015)”. B. IDENTIFIKASI MASALAH Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait keterlaksaaan dan hambatan layanan konseling pastoral bagi pasien di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, maka dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut: 1.
Ada indikasi bahwa layanan konseling pastoral melalui unit pastoral care di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar, belum dirasakan secara menyeluruh manfaatnya oleh para pasien ataupun anggota keluarganya.
2.
Pasien belum mengetahui adanya layanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar dan kurang memahami fungsi layanan tersebut.
3.
Kurangnya tenaga/konselor di unit pastoral care Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar, sehingga pelayanannya kurang optimal.
4.
Adanya indikasi bahwa perencanaan, proses maupun hasil layanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, belum pernah dievaluasi sebelumnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
C. PEMBATASAN MASALAH Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada evaluasi pelaksanaan pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, yang meliputi perencanaan, proses dan hasil. D. PERTANYAAN PENELITIAN Rumusan masalah dalam penelitian ini disajikan melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana perencanaan pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur? a. Apa saja program pelayanan konseling pastoral yang direncanakan? b. Siapa saja yang menjadi sasaran utama pelayanan konseling pastoral? c. Siapa saja yang memberi dan terlibat dalam pelayanan konseling pastoral?
2. Bagaimana proses pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur? a. Sejauh mana program pelayanan konseling pastoral yang direncanakan terlaksana? b. Sudahkah sasaran utama pelayanan konseling pastoral tercapai? c. Bagaimanakah cara konselor ataupun pihak yang terlibat dalam konseling pastoral melakukan pelayanan pastoral? 3. Bagaimana hasil pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
a. Apa sajakah manfaat dari perencanaan program pelayanan konseling pastoral? b. Manfaat apa sajakah yang diperoleh oleh sasaran pelayanan konseling pastoral (pasien, keluarga pasien, dokter dan tim medis, dan sebagainya) E. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan, proses dan hasil dari pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu BlitarJawa Timur. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui perencanaan pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. 2.
Mengetahui proses pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur.
3.
Mengetahui hasil pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur.
F. MANFAAT PENELITIAN Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap bahwa penelitian ini memberi beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap pengembangan pengetahuan mengenai pelayanan konseling pastoral bagi pasien di rumah sakit dan sebagai wacana untuk membuat program
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
mengenai cara, teknik konseling yang dapat digunakan oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling dalam meningkatkan peran dan manfaat konseling bagi pasien di rumah sakit. 2. Manfaat Praktis a. Bagi para pasien agar mereka merasa ditemani dalam masa sakit karena memperoleh bimbingan dan konseling, sehingga memunculkan harapan berkat dukungan pada akhirnya mereka mengalami kesembuhan secara holistik yaitu sembuh secara fisik, psikologis, dan juga batin. b. Bagi anggota keluarganya, mereka mendapatkan dukungan dan juga informasi-informasi kebingungannya
dari
yang
dibutuhkan,
segala
aspek
mampu
keluar
dari
(ekonomi,
social,
adat-
istiadat/budaya), sehingga dalam mendampingi pasien juga tetap sehat dan mampu melayani dengan penuh kasih dan pengharapan. c. Manfaat pelayanan konseling bagi rumah sakit, membantu tim medis bila ada pasien yang menurun perkembangan kesehatannya karena mengalami kemunduran kesehatan mental maupun spiritualnya dan membantu proses sembuhnya pasien karena adanya dukungan secara spiritual, sehingga para pasien dapat mengalami kesembuhan secara holistik. d. Manfaat penelitian ini bagi peneliti, adalah menambah wawasan si
peneliti agar peneliti semakin memahami proses layanan konseling pastoral di rumah sakit dan pada akhirnya mampu mengaplikasikan dalam realitas kehidupan zaman ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini merupakan bab kajian teori. Dalam bab ini dijelaskan sejarah konseling pastoral, hakikat konseling pastoral, pasien, kajian penelitian yang relevan, profil Rumah Sakit, dan kerangka pikir. A. Hakikat Konseling Pastoral 1. Sejarah Konseling Pastoral Konseling pastoral merupakan gagasan yang relatif baru. Konseling pastoral sebagai sub-disiplin ilmu dan praktek pelayanan klinis mula-mula dikembangkan di Amerika Serikat pada awal abad ke 20. Dalam waktu bersamaan di Inggris juga dikembangkan hal yang sama, tetapi di Inggris konseling pastoral lebih dikenal sebagai “teologi klinis” (clinicsl theology). Pada saat itu juga, khususnya di Amerika dikembangkan pula subdisiplin ilmu dan praktek pelayanan baru seperti, pekerjaan sosial, bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) khususnya dalam seting pendidikan, psikologi klinis, dan konseling klinis. Nampak jelas bahwa konseling pastoral dikembangkan menjadi sub-disiplin ilmu dan pelayanan sendiri sejajar dengan sub-disiplin dan pelayanan klinis yang lain. Maka tidak jarang terjadi, di rumah sakit modern, konseling pastoral dianggap
sebagai unit pelayanan fungsional sejajar dengan pelayanan
fungsional lainnya, missal klinik konsultasi psikologi.
14
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
Perintis gerakan konseling pastoral antara lain: Anton Th. Boisen, pada tahun 1920-an. Beliau mendapat inspirasi untuk mengembangkan konseling pastoral pada waktu ia dirawat disebuah rumah sakit jiwa, karena sedang mengalami “psychotic break”. Pada masa sekarang Boisen sering dianggap sebagai “Grand Father” gerakan konseling pastoral. Tokoh yang lain adalah Russel L. Dicks, dia tertarik untuk mengembangkan konseling pastoral pada waktu ia mengalami operasi besar di sebuah rumah sakit. Dia diperhitungkan pada angkatan pertama yang mengembangkan sejenis konseling yang menunjang pada tugas para psikiater dan direktur rumah sakit jiwa (Wiryasaputra, 1999:8). Sejak
perkembangannya
yang
pertama,
konseling
pastoral
mempunyai kontribusi yang penting dalam bidang pendidikan klinis (atau profesional) konseling pada umumnya. Sebab, sistem pendidikan professional konseling pastoral adalah sangat ekstensif dan intensif. Di Amerika Serikat membuktikan bahwa pendidikan professional atau klinis konseling pastoral adalah lebih luas dan mendalam dibanding dengan pekerjaan social, konseling klinis, psikologi klinis dalam jenjang pendidikan yang sama. Seorang konselor pastoral biasanya memiliki gelar Bachelor of Art (B.A.), kemudian dia harus mengikuti pendidikan teologi, biasa di sebut Master of Divinity (M.D) atau Master of Art (M.A) di bidang religious. Setelah itu mereka juga harus memperoleh gelar lain, misalnya Theological Master atau Doctor of Ministry di bidang konseling pastoral.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Pada tahap awal perkembangan, konseling pastoral disebut juga sebagai “psikoterapi pastoral”, karena tokoh-tokoh pertama seperti : Anton Th. Boisen dan Russell L. Dick
mengembangkan model
pendidikan klinisnya mengacu pada apa yang dikembangkan oleh psikoterapi khususnya model psikoanalisis. Konseling pastoral disebut juga “psikologi pastoral” atau “teologi terapan”. Jadi konseling pastoral dalam sejarahnya bertumbuh dari suatu integrasi antara ilmu teologi dan ilmu psikologi-psikoterapi (Wiryasaputra. 1999:8-10). 2. Definisi Konseling Pastoral. Menurut Susabda (Tu‟u, 2007: 24), Konseling Pastoral adalah hubungan timbal-balik antara hamba Tuhan sebagai konselor dengan konselinya. Konselor membimbing konseli dalam satu suasana percakapan konseling yang ideal, yang memungkinkan konseli betul-betul mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dan mampu mencapai tujuan itu dengan kekuatan dan kemampuan Tuhan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, Konseling Pastoral adalah pelayanan yang dilakukan oleh gereja dengan melawat dan mencari satu per satu jemaat yang sedang bergumul dalam hidupnya. Pencarian dan pelawatan itu dilakukan untuk menolong mereka melalui komunikasi interaktif, timbal-balik, dan mendalam. Melalui percakapan itu konselor mendampingi, membimbing, dan mengarahkan konseli untuk menemukan solusi (Tu‟u, 2007:25)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
Widjojo dkk (2005:1) menyatakan bahwa, Konseling Pastoral adalah usaha pelayanan/bimbingan yang dilakukan oleh seorang konselor kepada konseli agar memahami persoalan yang dihadapinya, sehingga dapat melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawab kepada Tuhan sesuai dengan kemampuan yang Tuhan berikan. Menurut Wijayatsih (2011: 5) , konseling pastoral adalah sebuah layanan percakapan terarah menolong orang yang tengah dalam krisis agar mampu melihat dengan krisis yang dihadapinya. Dan diharapkan pada akhirnya orang tersebut mampu menemukan kemungkinan solusi atas krisis yang dihadapinya. Jadi konseling pastoral adalah proses pemberian bantuan seorang konselor (Pastor/pendeta/suster/pelayan pastoral) kepada konseli (orang sakit), yang didasari oleh hubungan timbal-balik/dialog dalam suasana komunikasi yang ideal atau nyaman dan aman, sehingga konseli merasa diterima dan mau terbuka. Dengan layanan ini, mereka juga terbantu untuk memahami dan menerima situasi dirinya, serta dapat menemukan tujuan hidupnya dengan tetap mengandalkan Tuhan sebagai penolongnya yang sejati. 3. Ciri Khas Konseling Pastoral Menurut Widjojo dkk (2005:3), Konseling Pastoral memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan konseling pada umumnya. Keunikannya tidak hanya terletak pada proses konselingnya, tetapi juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
pada konselor yang melayaninya. Adapun keunikan proses konseling pastoral meliputi: a. Merupakan pelayanan yang Tuhan percayakan b. Bersandar pada kebenaran Alkitab dan ajaran gereja c. Bergantung pada kuasa Roh Kudus d. Mempunyai tujuan untuk mengenalkan Yesus sebagai Juru Selamat Pribadi dan penebus dosa e. Pelayanan yang mendasarkan pada ilmu Teologi dengan integrasi ilmu psikologi f. Membantu menolong pertumbuhan rohani konselinya 4. Tujuan Layanan Konseling Pastoral Menurut Tu‟u (2007:29-40), banyak hal yang dapat dicapai jika konseling pastoral diprogram secara baik dan terencana, terlebih jika melibatkan jemaat yang memang potensial. Berikut ini adalah beberapa tujuan kegiatan konseling pastoral: a. Mencari jemaat yang bergumul, gereja wajib mengunjunginya. b. Menolong yang membutuhkan uluran tangan. c. Mendampingi dan membimbing d. Berusaha menemukan solusi e. Memulihkan kondisi yang rapuh f. Perubahan sikap dan perilaku g. Menyelesaikan dosa melalui Kristus h. Pertumbuhan iman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
i. Terlibat persekutuan jemaat j. Mampu menghadapi persoalan selanjutnya Penulis yang lain mengatakan bahwa, tujuan pelayanan konseling pastoral adalah memberikan bimbingan agar konseli mampu menemukan persoalan yang sesungguhnya yang menjadi akar untuk penyebab hambatan yang selama ini terjadi (Widjojo dkk, 2005:6). Jadi tujuan layanan konseling pastoral adalah membantu konseli untuk menemukan akar permasalahannya, sehingga mereka dapat memperoleh pemecahan masalah/solusi terhadap apa yang menjadi pergumulannya.
Pada
akhirnya
mereka
mengalami
kesembuhan,
perubahan sikap dan perilaku, pertumbuhan iman dan kedewasaan pribadi, sehingga siap terhadap persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan selanjutnya. 5. Ciri-Ciri Konselor yang Efektif Garry R. Collins (Tu‟u, 2007:41) mengatakan bahwa, konselor yang efektif harus mampu mengasihi Tuhan dan sesama. Kalau ada kasih yang sungguh pada Tuhan, pasti akan terjadi konseling yang efektif. Adapun ciri-ciri konselor efektif sebagai berikut: a. Ciri-ciri konselor secara umum meliputi: 1) Memiliki pengetahuan konseling Konselor dalam pelayanan perlu memiliki pengetahuan tentang konseling ataupun pernah mendapat pelatihan tentang konseling,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
serta mau belajar secara mandiri dari berbagai sumber, agar dapat memberi pelayanan yang sebenarnya. 2) Pengetahuannya aplikatif Konselor mampu menerapkan ilmu pengetahuannya dalam praktik pelayanan sehari-hari. 3) Memiliki kepekaan Konselor mampu menangkap pesan konseli baik secara verbal maupun nonverbal, mampu merasakan apa yang dialami oleh konseli. Sehingga ia mampu memberi respon secara tepat kepada kebutuhan konseli. 4) Memiliki keyakinan Konselor memiliki kepercayaan/iman bahwa Tuhan berkuasa untuk membantu menyelesaikan masalah konseli, meskipun berat ia tidak putus asa. 5) Memiliki kematangan Konselor sudah mencapai taraf perkembangan yang terbaik. Ia memiliki kemampuan
berpikir, kestabilan emosi, jiwa dan
kepribadian yang matang. Sehingga ia tetap tabah bila menghadapi masalah yang rumit, tetap kokoh dan tidak mudah terpengaruh dalam pelayanannya. 6) Menghargai konseli sebagai makluk unik Konselor menerima setiap pribadi sebagai ciptaan Tuhan yang unik dan berbeda, serta tidak bisa disamaratakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
7) Memiliki rasa tanggung jawab menolong Konselor tanggap terhadap kebutuhan konseli, sehingga bila melihat atapun mendengar bahwa konseli butuh pertolongan, maka ia tanggap dan melakukan langkah-langkah tertentu untuk menolong klien. 8) Tidak mengambil alih masalah konseli Konselor membimbing konseli untuk berpikir dan menemukan jalan pemecahan masalahnya secara pribadi. b. Ciri-ciri konselor Kristen antara lain: 1) Percaya pada Kristus, sang Konselor Agung 2) Menerima Kristus secara pribadi. 3) Kristus berkuasa dalam hidupnya 4) Menerima autoritas Alkitab sebagai pedoman hidup 5) Melibatkan karya Roh Kudus 6) Menghayati tugas sebagai panggilan Sedangkan Widjojo dkk (2005:30) menyatakan bahwa, dasar keutamaan konselor pastoral adalah hubungan mereka dengan Allah Tritunggal, yaitu relasi yang ditandai dengan kasih (Yoh. 13:34-35). Lebih lanjut mengungkapkan beberapa ciri yang perlu dimiliki oleh seorang konselor pastoral, antara lain: 1) mempunyai kerohanian yang baik (Gal. 5:22-26), 2) lemah lembut (Gal. 6:1), 3) bersedia saling menolong meringankan beban (Gal. 6:2; Yoh. 13:35), 4) rendah hati (Gal. 6:6), 5) sabar (Gal.6:7-8), dan 6) rajin berbuat baik (Gal. 6:10).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
c. Sikap Konselor Pastoral Selain memiliki ciri-ciri yang disebutkan di atas, seorang konselor pastoral juga sangat penting mengembangkan sikap-sikap yang menjadikanya sebagai konselor yang efektif. Sikap-sikap itu antara lain: 1) Kasih dan Penghargaan Seorang konselor diharapkan memiliki sikap mengasihi yang sejati sebagaimana ia juga telah mengalami bahwa Yesus lebih dahulu mengasihinya (1 Yoh. 4:19), maka ia juga diundang untuk membagikan kasih itu. Hal itu terwujud dalam sikap mengasihi dan menghargai, serta melayani konseli secara baik. 2) Bersikap lemah lembut Seorang
konselor
perlu
menciptakan
suasana
yang
nyaman,bersahabat, hangat, dan terbuka. Kelemah lembutan sangat penting agar konseli merasa diterima dan dihargai, sehingga membuatnya berani untuk terbuka (Gal. 6:1). 3) Bersikap rendah hati Mampu menghargai pemikiran dan pendapat konseli, dan mensyukuri setiap kurnia yang dimilikinya sebagai anugerah Tuhan. Konselor bersedia mendengarkan keluhan dengan memberi perhatian yang lebih disaat konseling berlangsung.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
4) Bersikap sabar dan tabah Bersikap sabar dan tabah dalam membimbing klien, memampukan konselor untuk tetap bertahan dalam kesulitan. Konselor perlu menyadari bahwa ia tidak mampu mengandalkan dirinya, maka penting baginya datang kepada Sang Konselor Sejati yaitu Yesus Kristus. “kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Kor. 4:7) 5) Bersahabat dan hangat Konselor perlu menciptakan suasana penuh persahabatan dan kehangatan,agar konseli tidak merasa asing dan pada akhirnya mampu terbuka karena ia merasa nyaman dan aman. 6) Suka menolong Sikap peka dan tanggap terhadap keadaan konseli. Hatinya tergerak untuk berbuat sesuatu. Hal itu juga disadarinya bahwa ia terlebih dahulu menerima pertolongan secara cuma-cuma dari Yesus (Mat.10:8) 7) Bersikap rela dan tulus Konselor dengan sukacita dan tanpa terpaksa membimbing mereka yang membutuhkan. 8) Bersikap terbuka Konselor
memberi
kesempatan
terhadap
konseli
untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya, konselor terbuka untuk menerima kelamahan dan kekuatan yang dimilikinya, dan konselor
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
terbuka dalam mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. 9) Pengorbanan Terinspirasi dari semangat pengorbanan Sang Konselor Sejati, maka seorang konselor pastoral harus berani meluangkan waktu,tenaga, perasaan dan pikirannya. Hal itu terkait konseli yang sulit. 10) Perhatian Konselor perlu peka terhadap kebutuhan klien, sebuah perhatian (sapaan, senyum, dukungan) tentunya akan memberikan perubahan ke arah positip bagi mereka yang membutuhkan bimbingan. d. Kualitas Pribadi Konselor Konselor efektif adalah konselor yang bekerja dalam pelayanan konseling pastoral yang dapat mencapai dan memberi hasil yang baik. Selain memiliki ciri-ciri dan
sikap-sikap yang disebutkan di atas,
maka konselor juga sangat penting memiliki kualitas pribadi dan keterampilan tertentu, antara lain : 1) Memandang manusia sebagai makluk unik Konselor mampu memandang perbedaan masing-masing konseli (pikiran, perasaan, sikap), sehingga meskipun
masalah konseli
sama cara ataupun pendekatan yang diberikan berbeda.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
2) Memandang manusia sebagai pribadi yang dapat bermitra Konselor Konselor memiliki iman dan percaya bahwa konseli mampu untuk berubah. Konselor sadar bahwa konseli
mampu bermitra
dengannya. Sikap optimis yang dimiliki inilah yang mendorongnya untuk mencari jalan agar konseli mampu berjumpa dengan Kristus. 3) Memandang manusia sebagai pribadi yang dapat berubah Konselor efektif adalah konselor yang mampu memandang bahwa konseli adalah pribadi yang dapat bermitra dengannya untuk mencapai pembaharuan diri. Konselor tetap melibatkan karya Tuhan, Sang Konselor Agung. 4) Kristus ada dalam hidupnya Konselor yang efektif adalah ia yang mampu terbuka hati dan sadar bahwa bukan lagi dirinya yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam dirinya. Hidupnya bukan lagi atas keinginan diri semata, melainkan hidupnya dikendalikan oleh Kristus. 5) Terampil menerapkan ilmu konseling Konselor efektif senantiasa belajar secara terus-menerus, selalu menambah
wawasan,
mencari
jalan
untuk
memperbaiki
kekurangan dan kelemahan, dan terbuka untuk bertanya pada yang lebih berpengalaman. 6) Terampil dalam memberi respons
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Konselor efektif adalah pribadi yang mampu mengarahkan, membimbing, menuntun, dan membawa arah percakapan dalam konseling. Konselor efektif sangat penting menguasai keterampilan memberi respons. 7) Terampil mengembangkan relasi antar pribadi Konselor efektif adalah pribadi yang memiliki kecerdasan relasi antar pribadi, ia terampil dalam mengelola hubungan. Yaitu hubungan yang hangat, bersahabat, dipercaya, terbuka, dan penuh perhatian terhadap konseli. 8) Pribadi berkualitas Konselor yang memiliki kepribadian berkualitas adalah mereka yang memiliki kesadaran akan diri dan nilai-nilai, percaya/optimis, bersikap hangat dan penuh perhatian, memiliki sikap menerima, empati, memiliki pengetahuan, sabar, tekun, gembira, serta mampu berjejaring pada yang lebih ahli. 9) Menghindari hal-hal yang dapat membawa kerugian Konselor efektif selalu waspada dan berhati-hati. 10) Mengembangkan sikap positif. Konselor efektif senantiasa bersikap positip, ia senantiasa mengembangkan sikap dan pemikiran yang positip. Antara lain: kasih, penghargaan, lemah-lembut, rendah hati, tabah, hangat, suka menolong, rela berkorban, dan setia memberikan perhatian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
6. Hal yang Merugikan dan Perlu Dihindari dalam Konseling Pastoral Menurut Tu‟u (2007:58-63), ada beberapa hal yang perlu dihindari oleh seorang konselor dalam proses hubungan/proses konseling antara lain: a. Menerima info sepihak Dalam hal ini konselor tidak boleh hanya menerima informasi sepihak ataupun memihak salah satu. Konselor perlu mengadakan percakapan yang adil, supaya dia mampu membantu menyelesaikan masalah konseli secara tuntas. Hal itu bisa dilakukan dengan cara menjumpai konseli yang pertama, selanjutnya konseli yang kedua. Hal itu menjadi lebih baik, jika konselor mampu mempertemukan keduanya agar masalahnya selesai dengan tuntas. b. Kesimpulan tergesa-gesa Kesimpulan sementara yang dilakukan oleh konselor sangatlah baik, tetapi kesimpulan yang tergesa-gesa menghasilkan solusi yang semu. Maka mendengarkan secara cermat dan teliti sangatlah penting. Konselor perlu menggali permasalahan, sehingga dapat menemukan masalah secara jelas. Setelah masalahnya jelas barulah percakapan diarahkan untuk mencari solusi. c. Terburu-buru Konselor perlu menyediakan waktu yang cukup bagi konselinya. Hal yang perlu dihindari adalah melihat secara terus menerus arloji,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
sehingga membuat konseli gelisah. Konselor perlu mengatur waktu sedemikian agar proses konseling berjalan efektif. d. Campur tangan terlalu jauh Konselor perlu menghindari sikap keterlibatan dalam banyak hal. Yang dibutuhkan adalah mampu memperhatikan hal yang menjadi inti persoalan konseli, sehingga ia tidak akan kehilangan objektifitas dirinya. e. Tidak dapat menyimpan rahasia Konselor harus mampu menyimpan rahasia konselinya. Karena sekali konselor tidak dapat dipercaya, maka kredibitasnya akan merosot dengan sendirinya. f. Layanan tidak seimbang Konselor yang perhatiannya hanya berfokus pada konselinya akan mengganggu keseimbangan hidupnya, baik keluarga maupun hidup rohaninya. Maka sangat penting bagi konselor untuk menjaga keseimbangan antara hidup rohani/spiritual dan keluarganya. g. Mudah menghakimi Konselor perlu menghindari penilaian negatif terhadap konselinya, misalnya: memandang konseli sebagai orang jahat, buruk, rendah, bersalah, dan sebagainya. Sebaliknya konselor perlu terbuka dan menerima konseli apa adanya. Apabila ada yang salah pada konselinya dapat membicarakannya secara baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
h. Memaksa konseli Konselor tidak berhak memaksakan keinginannya pada konseli. Konselor berkewajiban membimbing konseli agar ia semakin mampu melihat masalahnya dengan jernih, dan pada akhirnya mampu menemukan solusi yang terbaik. i. Meminta konseli melakukan banyak hal Konselor perlu memahami bahwa tidak mungkin konseli secara langsung dapat melakukan banyak hal setelah memperoleh bimbingan, maka beberapa hal sebagai aksi sudah cukup. j. Menangani seluruh masalah klien Konselor perlu sadar akan kemampuan dan keterbatasan dirinya, menjadi keliru apabila ia menanggani semua masalah konselinya. Maka ia perlu bekerja sama dengan pihak lain, misalnya: psikolog, psikiater (dokter jiwa), dokter, ahli hukum, dan lain-lain. 7. Ketepatan Waktu Pelayanan Konseling Pastoral Ketepatan waktu pelayanan secara konsep merupakan konsistensi waktu pelaksanaan konseling pastoral dengan schedule/jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya atau dalam periode waktu tertentu. Hal ini didukung dengan tersedianya prosedur tetap/SOP pelayanan konseling pastoral dan dukungan sistem administrasi yang baik agar dapat efektif dan efisien. Ketepatan waktu konseling dengan konsistensi yang tinggi akan dapat membangun rapport yang baik dengan klien. Rapport digunakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
untuk menumbuhkan kepercayaan klien sehingga klien akan dapat bercertia dengan leluasa tentang keadaan yang dialaminya tanpa ditutuptutupi. Jika rapport dapat terbangun dengan baik maka klien akan menghiraukan mekanisme pertahanan dirinya sehingga tidak ada lagi rasa malu atau ragu-ragu untuk mentrasfer segala keluhan kepada terapis. Proses konseling umumnya bertahap atau di bagi dalam beberapa fase proses. Untuk satu proses konseling secara keseluruhan bisa diselesaikan dalam 2 sampai 5 kali pertemuan. Untuk itu penjadwalan konseling sangat diperlukan sehingga kedua belah pihak baik konselor atau klien sama-sama mengetahui. Jika terjadi miskomunikasi umumnya akan rentan menimbulkan kekecewaan terlebih di sisi klien yang dalam keadaan neorosis atau psikosis dan ini akan menghambat keefektifan proses konseling terapeutik. 8. Aspek-aspek Konseling Pastoral Menurut Susabda (1983:4-38), setiap konselor dalam memberi layanan konseling pastoral hendaknya mengenal empat aspek penting di bawah ini: a. Hubungan timbal-balik (interpersonal relation-ship) antara konselor dengan konselinya. Konseling Pastoral adalah suatu interpersonal relation-ship, suatu dialog dan bukan monolog yang terjadi antara konselor dan konselinya, yang bisa melibatkan seluruh aspek kehidupan mereka masing-masing. Konselor tidak hadir sebagai pengkotbah di atas mimbar yang memberikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
firman Tuhan, nasihat, teguran, dan ajaran pada konselenya; karena sekarang ia berhadapan muka dengan konselinya sebagai dua pribadi yang utuh,
yang
masing-masing
punya
hak
dan
kebebasan
untuk
mengekspresikan dirinya. Mengapa hubungan timbal balik ini harus merupakan suatu dialog? Karena konselor dalam hal ini Pastor/pendeta, role/perannya tidak lagi sebagai pengkotbah yang secara praktis memediator umatnya. Maka sangatlah penting bagi seorang konselor untuk: 1) belajar dari Yesus yaitu terpanggil untuk mengorbankan dan merendahkan dirinya sendiri menjadi sama (equal) dengan konselinya (Filipi 2:5-8) konselor harus membawa suasana percakapan yang ideal (conducive atmosphere), yaitu jika konsele betul-betul merasa diperlakukan sebagai satu subyek, pribadi yang utuh persoalannya, perasaannya, cara berpikirnya, bahkan segala sesuatu yang ada padanya mempunyai nilai untuk dihargai. Jadi dalam hubungan timbal balik antara konselor dan konseli dibutuhkan suasana yang dialogis. Keterampilan komunikasi interpersonal dan rasa empati, serta kerendahan hati seorang pelayan pastoral sangatlah penting agar konseli (pasien) merasa diterima dan dihargai sebagai pribadi/subyek yang memiliki hak dan kebebasan, serta kemampuan. Hal-hal yang perlu diperhatikan konselor dalam hubungan timbal-balik: 1) Sikap merugikan dari pihak konseli. Yaitu dalam hubungannya dengan konseli, seorang konselor mesti menyadari adanya berbagai kemungkinan yang merugikan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
ditimbulkan oleh konselinya. Hal itu meliputi dua hal, yaitu: a) dalam hubungan dengan “simbol Allah” (symbol of God) yang melekat pada hamba Tuhan, adalah adanya sikap konseli yang menganggap hamba Tuhan sebagai symbol Tuhan dan kecenderungan mereka untuk menghidupkan sikap penyerahan diri secara total (total depenency) pada konselornya (hamba Tuhan). Akibat dari kurang dapatnya mereka dalam mengembangkan konsepsi tentang Allah yang abstrak. Jika konseli selalu melihat bahwa konselor sebagai pembawa symbol Tuhan, maka proses konseling menuju kearah yang tidak sehat. b) adanya
gejala
“transference”
pemindahan
perasaan,
adalah
pemindahan perasaan perasaan dari yang seharusnya ditujukan kepada objek lain pada masa lampau kepada objek yang baru pada masa kini. Hal ini bisa terjadi karena adanya banyak kebutuhan yang tidak terpenuhi
dan
harus
ditekan
untuk
dilupakan.
Dari
gejala
ketidaksadaran (unconsciousness), mereka akan selalu mencari kesempatan untuk dipenuhi. Hal itu pasti bisa terjadi dan konselor perlu untuk selalu menyadarinya, agar proses konseling dapat berjalan dengan baik. 2) Dorongan yang merugikan dari dalam konselor. Dalam interpersonal relationship, konselor mesti waspada dan menyadari dorongan dan rangsangan yang timbul dari dalam dirinya sendiri, yang bisa menimbulkan kegagalan dalam proses konseling. Pertama
yaitu
adanya
kebutuhan
untuk
melakukan
counter-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
transference. Counter-transference adalah sikap menyambut dan menanggapi gejala transference dari konseli yang ditujukan padanya. Pattison (Susabda, 1983:8) mengatakan: “counter transference distortions occur when a pastor attempts to solve his own problems through the prolems of the parishioner, or vicariously enjoys behavior in his perishioners which he feels he must deny in himself”. Kegagalan proses konseling dialami oleh banyak hamba Tuhan oleh karena ia tidak menyadari akan gejala counter-transference dari dirinya sendiri. Sebagai konselor seharusnya hamba Tuhan bersikap betul-betul netral, mampu mengontrol emosinya dan tidak membiarkan sikapnya dipengaruhi oleh sikap dari konselinya. Konselor hendaknya selalu waspada terhadap kebutuhannya sendiri untuk melakukan counter-transference. Akibatnya bisa menimbulkan sikap tidak sehat seperti dibawah ini: (a) Carelessness in appointment schedules (tidak menepati janji dan semaunya sendiri dalam memakai waktu yang tersedia). (b) Repeated erotic or hostile feelings (munculnya perasaan berahi atau sebaliknya, yaitu benci kepada konselinya). (c) Boredom or inattention during counseling (munculnya perasaan bosan selama proses konseling). (d) Permitting or encouraging misbehavior (membiarkan sikap dan tingkah laku yang tidak seharusnya terjadi). (e) Trying to impress the parishioner (selalu ada keinginan untuk menyenangkan konseli).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
(f) Arguing (berdebat). (g) Taking sides in a personal conflict (memihak dalam konflik yang dihadapi konseli). (h) Premature reassurance to lessen anxiety (memberikan janji-janji dan jaminan-jaminan pada konseli yang terlalu dini untuk mensukseskan kelanjutan pembimbingan). (i) Dreaming about parishioner (terbayang-bayang wajah konseli). (j) Feeling that the parishioner’s welfare or solution to a problem lies solely with you (merasa bahwa hidup dan penyelesaian persoalan seluruhnya tergantung pada kita). (k) Behavior to ward one parishioner in a group differently from other group members (sikap membedakan dari anggota yang satu dengan yang lain dalam gereja yang kita gembalakan). (l) Making unusual appointments or behaving in a manner ususual for you (membuat janji-janji pertemuan yang tidak biasa dengan konseli dan bersikap tidak wajar). Kebutuhan untuk melakukan counter-transference adalah kebutuhan yang sangat berbahaya, karena akan mengagalkan pelayanan konselingnya. b. Hamba Tuhan sebagai Konselor. Wayne Oates (Susabda, 1983:11) mengatakan bahwa: “The pastor, regardless of his training, does not enjoy the privilege of ecleting whether or not he will counsel his people ….His choice is not between counseling or not counseling, but between counseling in a
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
disciplined and skilled way and counseling in an undisciplined and unskilled way”. Pelayanan konseling adalah bagian integral dari pelayanan hamba Tuhan. Tugas pelayanan ini menjadi identitas seorang hamba Tuhan, sehingga ketika ia menolak tugas pelayanan ini ia telah kehilangan identitasnya. Hal itu bukan berarti bahwa dalam pelayanannya secara otomatis
dilakukan
berdasarkan
bakat-bakat
alaminya
ataupun
pendidikannya dibidang teologi. Sebagaimana diungkapkan Oates di atas bahwa banyak hamba Tuhan yang melaksanakan tugasnya asal saja dan dengan cara undisciplined dan unskilled, tetapi sebagai tanggung jawab kepada Tuhan yang telah memanggil dalam pelayanan ini, seorang konselor pastoral seharusnya mengembangkan disciplin dan skill. Selain itu mereka perlu waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan yang merugikan dalam tugas pelayanannya. Kemungkinan-kemungkinan tersebut, antara lain: 1) Kecenderungan ke arah profesionalisme. Yaitu kecenderungan konselor (hamba Tuhan) yang lebih menfokuskan diri pada peran profesinya berdasar pendidikannya (spesialisasi dalam konseling), ia telah kehilangan identitasnya sebagai hamba Tuhan. Hal itu terjadi bila dalam pelayanan dilakukan hanya atas dan untuk mendapatkan nama sebagai konselor profesional. Seorang konselor pastoral, sebagai orang terpanggil memiliki peran membimbing. Demikian dalam relasinya dengan konselinya (umat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
Allah) lebih pada hubungan fungsional, bukan hubungan profesional. Alasan utama seorang hamba Tuhan perlu mengembangkan skill dan disiplin dalam konseling bukanlah untuk menjadikan dia professional counselor, tetapi professional pastor yang terampil dalam pelayanan konselingnya. Hal itu ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut (Susabda, 1983:12): (1) adanya pengetahuan yang cukup tentang teori-teori personality dan psikologi pada umumnya; (2) adanya kemampuan untuk menghubungkan teori dan praktik, khususnya teori-teori tentang metode-metode observasi dan diagnosa; (3) adanya training yang cukup di bawah bimbingan dan supervisi seorang profesional; (4) adanya kemampuan untuk memelihara identitasnya sebagai hamba Tuhan dalam peranannya sebagai konselor dalam interpersonal relationship-nya dengan konseli; (5) adanya kemampuan untuk mengolah dan memakai sumber-sumber yang tersedia untuk mensukseskan pelayanan konselingnya; (6) adanya pengertian yang benar tentang skop pertanggungjawabannya sebagai konselor;
(7) adanya disiplin dalam menggunakan perlengkapan-
perlengkapan konseling dalam batasan profesinya sebagai hamba Tuhan, yang meliputi: penyusunan dan penyimpanan data dalam sistem file yang rapi dan aman, sistem kerja yang jelas (short-term dan long-term konseling, konseling formal maupun informal), tersedia ruang konseling/kantor, tersedianya referals yang dapat dihubungi, tidak melakukan diagnosa medis, psicho-test, eksperimen-eksperimen,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
pemberian resep obat-obatan dan hal-hal yang menjadi wewenang profesional- profesional lain. Seorang hamba Tuhan meskipun bukan konselor profesional, sangat penting mengembangkan kemampuannya secara terus menerus demi pelayanan yang bertanggung jawab. Ia harus menguasai teori kepribadian dan psikologi pada umumnya, disiplin, memiliki relasi yang luas terkait adanya referal, serta tahu batasan-batasan dalam melakukan pendapingan maupun konseling. 2) Kecenderungan untuk melakukan pelayanan konseling tanpa tanggung jawab Adanya kemungkinan seorang konselor bersikap munafik (tidak jujur terhadap dirinya) dan ketidak sediaannya memikul tanggung jawab. Keputusan untuk menjadi hamba Tuhan adalah keputusan untuk mengikuti teladan hamba Tuhan yang agung, yaitu Yesus Kristus. Dia disebut hamba Tuhan bukan saja karena kotbahnya saja, tetapi lebih karena penyerahan diri dalam kepatuhan yang total pada Allah
BapaNya
dalam
pelayananNya.
Yaitu
kerelaan
untuk
mengorbankan diri demi keselamatan manusia (Rm. 5:7-8). Sebagai konselor pastoral sekaligus hamba, ia juga dituntut untuk bertanggung jawab atas pelayanan ini. Tanggung jawab tidak hanya mengajar (kebenaran firman), lebih dari itu ia juga dituntut untuk mampu mendemonstrasikan imannya, pengetahuanya, kematangan pribadinya, keterampilannya, kesabarannya, dan sebagainya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Adanya tuntutan yang sedemikian, sehingga membuat banyak hamba Tuhan berusaha menghindar dari tanggung jawab ini. Yaitu adanya sikap tidak jujur terhadap diri sendiri. Alasan yang membuat mereka berbuat demikian adalah: (1) Adanya ketidaksediaan hamba Tuhan untuk memikul beban pelayanan yang melebihi dari apa yang ia sukai. Banyaknya role/peran yang dijalaninya membuat seorang hamba memiliki sikap-sikap: menikmati rutinitas, merasa sudah berfungsi, dan menikmati ketergantungan. (2) Adanya ketakutan pada keakraban. Sebagai hamba Tuhan/gembala, ia perlu mengenal dan dikenal oleh domba-dombanya. Dalam relasi dengan umat/konseli, ia juga menjadi model dan contoh yang nyata bagaimana menjadi seorang yang percaya, bergumul dan mengalami jalan keluar dalam persoalan-persoalan hidupnya. Pengalaman iman secara pribadi merupakan unsur terpenting dalam keberhasilan konseling pastoral. Untuk itu keakraban dalam relasi antara konselor dan konseli tidak boleh diabaikan. Kebutuhan untuk membina keakraban (will to relate) adalah kebutuhan yang sangat fundamental dari setiap orang. Seperti diungkapkan oleh Karl Meninger (Susabda, 1983:16): “The establishment or re-establishment of relationship with follow human beings is the basic architecture of normal life….to live, we say is to love and vice versa”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
Bahkan C. Wyne seorang psychoanalyst (Susabda, 1983:16), juga menekankan bahwa: “movement into relationship with other human beings is a fundamental principle or „need‟ of human existence…..man is inherently object-related”. Kebutuhan untuk membina keakraban dengan sesama merupakan hukum dan perintah utama dari Tuhan sendiri (Mat.22:39). Hal itu merupakan ciri utama yang menandai suatu kehidupan sebagai seorang yang sudah diselamatkan. Tetapi sangat disayangkan bahwa ada banyak orang kristen bahkan hamba Tuhan yang mencoba menghindar dari interpersonal relationship demi terjadinya keakraban diantara sesama. Gejala tersebut biasanya muncul akibat dari kegagalan perkembangan diri dimasa lampaunya, mereka tidak menemukan identitas pribadi dirinya. Tidak terpenuhinya kebutuhan dimasa remajanya mengakibatkan kurang berani menghadapi keakraban karena mereka belum mengenal dirinya sendiri. Ketakutan keakraban juga mengakibatkan perasaan keterasingan. Gejala-gejala dari ketakutan keakraban dan keterasingan antara lain: ketidakmatangan emosi, miskin dalam kasih, takut dirugikan atau dikecewakan, perasaan rendah diri, perasaan bersalah yang berlebihlebihan (guilt feeling), keramah tamahan dan basa basi, dan ringan tangan ringan kaki. Selain bersikap tidak jujur terhadap diri sendiri, sikap negatif lain sebagai bentuk ekspresi pelayanan tanpa bertanggung jawab adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
sikap menolak tanggung jawab. Hamba Tuhan biasanya menyadari bahwa konseling adalah pelayanan yang harus dilakukan. Sehingga mereka yang tidak mau melakukan tugas ini biasanya memberi alasanalasan sebagai berikut ”saya tidak suka psikologi”, “konseling tidak perlu dipelajari, pokoknya kan bisa kotbah, pelayanan lain tidak baik juga tidak apa-apa”. Jika mereka terpaksa melakukan pelayanan konseling, maka yang terjadi adalah mereka melakukannya secara informality (informalitas). Yaitu model pelayanan yang tanpa rencana, tanpa jam kantor, tanpa formalitas, dan tanpa prosedur organisasi. Hal itu sebagai bentuk sikap penyamaran akan hidup santai dan semaunya sendiri dalam pelayanan. Gejala yang nampak dari pelayanan ini adalah mau cepat selesai, diagnosa dan analisa yang berdasarkan intuisi semata-mata, menjadi ilah/simbol Allah bagi konselinya. Availability (membuat dirinya selalu mau dipakai). Sikap ini sebenarnya positip dan menunjukkan sikap yang penuh tanggung jawab seorang hamba Tuhan. Namun yang terjadi justru ada unsurunsur kepentingan untuk pemenuhan kebutuhan diri pribadi, yaitu sebenarnya mau menolak tanggung jawab, kunjungan dan percakapan yang tidak bermakna (mencari simpati, teman ngobrol, dan untuk mendapatkan
feeling
of
importance),
serta
ada
kesengajaan
menciptakan suasana mutual manipulation (saling memanipulasi) dalam hubungan dengan konselinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
c. Suasana percakapan konseling yang ideal (conducive atmosphere). Suasana percakapan yang ideal yang dimaksudkan bukanlah sekedar suasana yang menimbulkan perasaan senang, nyaman, dan enak, tetapi lebih dari itu. Karena suasana yang demikian memang yang seharusnya diciptakan oleh seorang konselor dalam pelayanan konselingnya. Unsur-unsur penting yang membantu terciptanya suasana percakapan konseling yang ideal mencakup dua hal yaitu: sikap penuh pengertian (understanding) dan memberi tanggapan yang membangun (responding). Sikap penuh pengertian (understanding) adalah sikap positip dan terencana dari konselor yang diekspresikan melalui pemberian kesempatan
yang
seluas-luasnya
kepada
konseli
untuk
mengekspresikan dirinya secara tepat. Dalam proses understanding, seorang konselor/hamba Tuhan harus “empties himself”, yaitu sebuah sikap menahan diri, mengontrol diri, mengosongkan diri, dan menunggu saat yang tepat untuk mengekspresikan kebenarankebenaran yang harus diketahui oleh konselinya. Sikap positip yang terencana akan memberikan kesan yang positip dalam diri konseli. Suasana yang menyenangkan, rasa bebas dari ketakutan (ketakutan untuk dipersalahkan) dan rasa diterima sebagai satu individu yang berharga, akan mendorong konseli untuk mengekspresikan dirinya “internal frame of reference” (konsep-konsep pemikiran dan dunianya yang selama ini tersembunyi).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
Understanding yang sejati terjadi jika konselor memiliki sikap positip yang mencakup antara lain: empathy (empatic understanding), acceptance, dan listening (effective listening). Empathy (empatic understanding) adalah sikap positip konselor terhadap konseli, yang diekspresikan melalui kesediaannya untuk menempatkan diri pada tempat konseli, merasakan apa yang dirasakan konseli, dan mengerti dengan pengertian konseli. Hal ini tidak secara otomatis dimiliki oleh konselor sekalipun ia pernah mendapat pelatihan, maka unsur yang utama yang harus dimilikinya adalah kasih agape, yaitu sikap hati compassion (yang penuh belas kasihan) yang diekspresikan dalam kerinduan untuk betul-betul mau menyelami dan mengerti konselinya. Acceptance adalah kesediaan konselor untuk menerima keberadaan konseli sebagaimana adanya.Yaitu sikap tanpa mengadili, tidak melihat konseli berdasarkan pada kesalahan-kesalahan, kelemahan, dan kegagalan, melainkan mampu memandang kehidupan konseli secara utuh sebagai pribadi yang unik, yang persoalannya pantas digumuli, dan kata-katanya pantas dipertimbangkan. Acceptance dikembangkan oleh konselor karena ia sadar bahwa dengan cara ini diharapkan menemukan inti persoalan yang sebenarnya dan pada akhirnya memperoleh jalan untuk memecahkan persoalan yang mengganggu hidupnya. Maka ia sadar bahwa konseli adalah pribadi yang benar-benar terganggu dan mengalami persoalan; ada pengalaman-pengalaman yang tidak disadari dan muncul defense
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
mechanism repression; memiliki subjektivitas; butuh orang yang mengerti dan bisa dipercaya. Acceptance yang sejati akan memberi peluang bagi konseli untuk melakukan tindakan dan langkah-langkah konkrit tanpa menunggu sampai inti persoalannya ditemukan. Listening (effective listening) adalah unsur yang utama dari understanding.
Yaitu
kesediaan
untuk
mendengarkan
secara
professional. Eugene Kennedy (Susabda, 1983:30), mengatakan bahwa the best rapport (hubungan baik yang diharapkan muncul melalui acceptance). “….arises, not out of some direct effort to get along well with the client but out or a simple and sincere effort to listen and hear accurately what he or she has to say. Rapport automatically exist when we are concerned enough about others not to worry about whether they like us or not….”. Konselor perlu memiliki sensivitas yang tinggi secara disiplin, agar ia mampu menangkap apa yang dikatakan oleh konseli maupun perasaan dibalik kata-kata, ekspresi wajah, dan tingkah lakunya. Responding (Effective Responding)/memberi tanggapan secara efektif adalah sikap yang sangat penting dari konselor yang seharusnya tidak merusak bahkan ikut menciptakan suasana percakapan yang condusive. Di dalamnya mengandung kehangatan, dukungan, kemurnian sikap konselor, dan mampu memberi stimulus dengan ide-idenya agar konseli mampu berpartisipasi secara aktif dalam pelayanan konseling.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
d. Melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan padanya. Pelayanan konseling hamba Tuhan tidak berhenti pada pemecahan masalah konseli, tetapi lebih dari itu seorang konselor perlu membantu konseli untuk mengalami kepenuhan dalam hidupnya ”wholeness” sebagai citra Allah. Pelayan pastoral mengajak konseli melihat lebih dalam lagi tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya kepada Tuhan. Hal itu meliputi: melihat tujuan hidupnya secara Kristen yaitu bahwa kebahagiaan tidak hanya untuk diri sendiri, ia diajak untuk melihat tujuan yang lebih mulia yaitu memperkenankan hati Tuhan (Gal. 1:10); melihat alkitab sebagai standart kebenaran yang mutlak untuk menilai tingkah laku dan kebutuhannya; memakai sarana dan jalan yang sesuai dengan iman Kristen dalam mencapai tujuan yang benar itu, melihat tujuan hidupnya secara realistis, dan mencapai tujuan hidup yang dicita-citakan dengan takaran dan kekuatannya sendiri. Jadi konseli diajak untuk semakin memiliki arah dalam hidupnya, bertanggung jawab dan mampu mengembangkan dirinya sesuai potensi yang dimilikinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
9. Teknik-teknik Konseling Ada berbagai ragam teknik pendampingan/konseling, menurut Wilis (2014:160-174) disebutkan sebagai berikut: a. Perilaku attending Perilaku attending disebut sebagai perilaku memperhatikan seorang konselor kepada konseli. Perilaku ini mencakup: kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan. Komponen ini penting agar klien mampu terbuka dan mudah berbicara dengan konselor. Attending yang baik berdampak: meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, dan mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas. b. Empati Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan oleh klien, merasa, dan berpikir bersama klien, bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan Attending. Empati ada dua macam: a) empati primer (premary emphaty), yaitu bentuk empati yang hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Tujuannya agar klien terlibat dan terbuka dalam pembicaraan; b) empati tingkat tinggi (advanced accurate emphaty) yaitu pemahaman konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien secara mendalam dan menyentuh klien, sehingga membuatnya tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hatinya yang terdalam, baik perasaan, pikiran, pengalaman, termasuk juga penderitaannya. Dalam teknik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
ini, konselor harus mampu: mengosongkan perasaan dan pikiran egoistik, memasuki dunia dalam klien, melakukan empati primer dengan mengatakan “saya dapat merasakan perasaan anda”, dan melakukan empati tinggi dengan mengatakan “saya merasakan apa yang saudara rasakan”, dan saya ikut terluka dengan pengalaman anda itu”. c. Refleksi Refleksi adalah keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal maupun nonverbal. Refleksi mencakup refleksi perasaan, refleksi pegalaman, dan refleksi pikiran. d. Eksplorasi Eksplorasi adalah keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Teknik ini memungkinkan klien yang bersikap tertutup menjadi bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam. Sebagaimana refleksi mencakup tiga hal,dalam eksplorasi juga yaitu: eksplorasi perasaan, eksplorasi pegalaman, dan eksplorasi pikiran. e. Menangkap pesan utama (paraphrasing) Seorang konselor perlu menangkap pesan utama yang disampaikan oleh klien mengenai ide, perasaan, dan pengalamannya. Kemudian konselor menyampaikan kembali kepada konseli secara sederhana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
agar
konseli
mampu
memahaminya.
Karena
sering
47
klien
menyampaikan ide, perasaan, dan pikirannya dengan cara berputarputar dan panjang, serta berbelit-belit. Tujuan paraphrasing adalah a) meyakinkan
konseli
bahwa
konselor
ada
dan
memahami
perkataannya; b) mengendapkan dalam ringkasan; c) mengarahkan; d) pengecekan kembali persepsi konselor tentang yang dikatakan oleh konseli. f. Bertanya untuk membuka percakapan (open question) Kebanyakan calon konselor mengalami kesulitan dalam membuka percakapan dengan klien. Untuk itu perlu dilatih keterampilan bertanya dalam bentuk terbuka (open-ended) yang memungkinkan munculnya pernyataan-pernyataan baru dari klien. Pertanyaan terbuka yang baik dimulai dengan: apakah, bagaimana, adakah, bolehkah, dapatkan. Sebaiknya dihindari menggunakan kata: mengapa, apa sebabnya? Kata itu menyulitkan klien membuka wawasannya. g. Bertanya tertutup (closed questions) Tujuan keterampilan bertanya tertutup adalah untuk mengumpulkan informasi, untuk menjernihkan atau memperjelas sesuatu, dan menghentikan
omongan
klien
yang
sudah
menyimpang
jauh/melantur. Contoh pertanyaan tersebut misalnya: apakah, adakah, dan harus dijawab dengan ya atau tidak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
h. Dorongan minimal (minimal encouragement) Upaya utama konselor agar konseli selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka (self-disclosing). Dorongan minimal adalah dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang dikatakan klien. Contohnya: oh…., ya…., terus…., lalu…, dorongan ini tepat digunakan
bila
klien
sudah
kelihatan
mengurangi
ataupun
menghentikan pembicaraannya, kurang memusatkan pikiran dalam pembicaraan, dan konselor ragu terhadap pembicaraan klien. Hal ini dapat meningkatkan eksplorasi diri. i. Interpretasi Upaya
konselor
untuk
mengulas
pemikiran,
perasaan,
dan
perilaku/pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori. Tujuan teknik ini adalah memberikan rujukan, pandangan atau perilaku klien, agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasilrujukan tersebut. j. Mengarahkan (directing) Keterampilan konselor untuk mengajak dan mengarahkan klien berpartisipasi secara penuh dalam proses konseling. Misalnya: menyuruh klien bermain peran dengan konselor, atau mengkhayalkan sesuatu. k. Menyimpulkan sementara (summarizing) Saat periode waktu tertentu konselor bersama klien menyimpulkan pembicaraan. Tujuan teknik ini adalah: a) memberi kesempatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
kepada klien untuk mengambil kilas balik (feedback) dari hal-hal yang
dibicarakan;
b)
untuk
menyimpulkan
kemajuan
hasil
pembicaraan secara bertahap; c) untuk meningkatkan kualitas diskusi; d) mempertajam atau memperjelas fokus pada wawancara konseling. l. Memimpin (leading) Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak melantur atau menyimpang, maka konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan demi tercapainya tujuan. Sehingga klien mampu untuk terfokus, dan arah pembicaraan fokus pada tujuan. m. Fokus Konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan klien. Fokus membantu klien terpusat pada pokok pembicaraannya. Ada beberapa fokus yang dapat dilakukan konselor: a) fokus pada diri klien; b) fokus pada orang lain; c) fokus pada topik; d) fokus mengenai budaya. n. Konfrontasi Konfrontasi adalah teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi atau inskonsistensi antara perkataan dan bahasa badan (perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah agar klien mengadakan penelitian diri secara jujur,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
untuk meningkatkan potensi klien, untuk membawa kesadaran klien adanya diskrepansi, konflik, atau kontradiksi dalam dirinya. o. Menjernihkan (clarifying) Menjernihkan adalah keterampilan untuk menjernihkan ucapanucapan klien yang samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan. Tujuannya agar: pasien menyampaikan pesannya secara jelas dengan ungkapan kata-kata yang tegas, dan alasan-alasan yang logis; agar klien menjelaskan,megulang, dan mengilustrasikan perasaannya. p. Memudahkan (facilitating) Memudahkan adalah keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas, sehingga komunikasi dan partisipasi dalam proses konseling berjalan efektif. q. Diam Diam amat penting dengan cara attending. Diam yang ideal dilakukan antara 5-10 detik dan selebihnya bisa diganti dengan dorongan minimal. Tujuan teknik ini adalah: menanti klien sedang berpikir; sebagai protes bila klien ngomong berbelit-belit; menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas berbicara. r. Mengambil inisiatif Konselor mengambil inisiatif bila klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang partisipatif. Tujuan teknik ini adalah: mengambil inisiatif bila klien kurang bersemangat; jika klien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
lambat berpikir untuk mengambil keputusan; dan jika klien kehilangan arah pembicaraan. s. Memberi nasihat Pemberian nasihat dilakukan bila klien memintanya, meskipun demikian seorang konselor perlu mempertimbangkan apakah perlu atau tidak. Hal ini bertujuan agar tujuan konseling yakni memandirikan klien tetap tercapai. t. Pemberian informasi u. Merencanakan Menjelang akhir konseling, seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu program untuk action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya. v. Menyimpulkan Pada akhir konseling konselor membantu klien untuk menyimpilkan hasil pembicaraan yang menyangkut: perasaannya saat ini terutama mengenai kecemasan; memantapkan rencana klien; pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya. 10. Tahap- Tahap Layanan Konseling Pastoral Untuk dapat memberikan layanan Konseling Pastoral, maka konselor harus mengetahui tahap-tahap dan kekhasan dalam setiap tahap tersebut. Menurut Tu‟u (2007:72-81) ada beberapa tahap untuk dapat memberikan layanan Konseling Pastoral yakni:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
a. Tahap Awal Pada tahap ini konselor mendengarkan pergumulan pikiran atau perasaan konseli (yang mengalami sakit). Apabila relasi konselor cukup baik dengan konseli, pendampingan dapat diawali dengan berdoa memohon rahmat/berkat Tuhan agar proses Konseling Pastoral yang akan dilangsungkan (kemungkinan bisa terjadi dalam beberapa pertemuan) dapat berlangsung dengan baik. b. Tahap Inti Pada tahap ini konselor berupaya menggali, mencari, menemukan pokok-pokok akar masalah (dari pikiran/perasaan konseli) serta akibatakibat yang dihadapi konseli. Dalam tahap ini konselor perlu mengembangkan percakapan dengan menggunakan model-model: Respons Understanding (U), Respons Suportif (S), Respon Interpretatif (I) dan Respon Evaluatif (E), dengan penjelasan sebagai berikut: a) Respons Understanding (U), berisi pemahaman dan pengertian, maksudnya konselor mengungkapkan dengan kalimatnya sendiri tentang pikiran/perasaan konseli. Respons Understanding ini sering ada dimana-mana dalam konseling, sehingga dapat dikombinasi dengan Rerspons SIE (Suportif, Interpretatif, Evaluatif). b) Respons Suportif (S) isinya refleksi teologis, untuk mendukung, menentramkan, meneguhkan, menghibur konseli. Respons ini sangat berguna
untuk
merespons
konseli
yang
mengungkapkan
kebimbangan, keragu-raguan, ketakutan, kekhawatiran, gelisah,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
resah, sedih, duka, putus asa, “merasa kecil”/”minder”, dan tidak berdaya, bingung, kecewa, benci, dendam. Dalam percakapan pada tahap ini perasaan konseli perlu ditanggapi konselor dengan memberikan inspirasi teologis. Oleh karena itu konselor perlu memiliki pemahaman yang berkaitan dengan ayat-ayat Kitab Suci tertentu supaya dapat mendorong konseli keluar/membebaskan diri dari rasa itu. c) Respons Interpretatif (I), isinya refleksi psikologis bertujuan untuk menafsir, menuntun, membimbing dan menerangkan. Intinya mengajak konseli merenungkan pikiran/perasaan yang menjadi problemnya dalam konteks pemikiran psikolog tertentu. Respons Interpretatif (I) ini akan mengarah ke Respons Evaluatif (E) dan Respons action (A). d) Respons Evaluatif (E) isinya unsur psikologis dan teologis. Respons ini berusaha mengevaluasi, menanggapi hal-hal yang baik dari konseli, memberikan ide-ide, alternative-alternatif jalan keluar, atau solusi. c. Tahap Penutup Pada tahap ini konselor berusaha untuk mengakhiri proses Konseling Pastoral dengan Respons Action (A). Maksudnya, konselor membantu konseli untuk membuat tindakan konret. Supaya proses ini dapat berjalan baik, pentingnya memiliki kebiasaan berdoa perlu digaris bawahi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
11. Fungsi Konseling Pastoral Pada umumnya para ahli setuju dengan Clebsch dan Jaekle (Wiryasaputra:1999) menjelaskan bahwa, konseling pastoral mempunyai empat fungsi yaitu: a. Menyembuhkan (healing) Seseorang yang sakit pasti ingin sembuh dan berpikir tentang obat kimia yang bisa menyembuhkannya. Berapapun harganya mereka akan berusaha asalkan ia bisa keluar dari rasa sakit yang menimpanya. Dalam hal pendampingan pastoral, fungsi penyembuhan ini sangat penting. Pemberian pelayanan konseling secara intensif, yang dipenuhi dengan kasih sayang, empati, mendengarkan dengan sepenuh hati, kepedulian,
membuat
seorang
yang sakit
mengalami
sebuah
penerimaan dan rasa dipahami. Fungsi ini sangat penting untuk menolong orang yang terluka akibat trauma ataupun mengalami luka batin, dan juga rasa bersalah yang berakibat sakit pada psikis konseli. Konselor membantu konseli agar mau terbuka dan membantu dia, agar dia dapat kembali berfungsi seperti sedia kala. Jika memungkinkan doa sesudah proses konseling juga turut membantu proses kesembuhannya. b. Menopang (sustaining) Konselor dihadapkan pada klien yang tiba-tiba mengalami krisis yang mendalam, misalnya mereka yang mengalami kehilangan, kemtian orang-orang yang dikasihinya, dan dukacita. Dalam situasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
seperti itu konselor dimungkinkan untuk mendampinginya. Kehadiran konselor akan menolong seseorang agar dapat bertahan pada kondisinya itu apabila tidak mungkin dikembalikan kepada keadaan semula. Dukungan berupa kehadiran dan sapaan yang meneguhkan, serta sikap yang terbuka akan mengurangi penderitaan konseli. c. Membimbing (guiding) Fungsi membimbing ini muncul dalam usaha menolong konseli untuk mengambil keputusan-keputusan mengenai hidupnya sendiri. Konselor menolong orang agar orang dapat mengambil keputusan yang realistik dan terbaik bagi masa depannya sendiri. Konselor memberikan alternatif
yang bertanggung jawab dengan egala
risikonya, sambil mengarahkan pada pilihan yang berguna baginya. d. Memperbaiki hubungan (reconciling) Setiap orang pasti merindukan adanya suasana yang aman, damai, dan rukun diantara sesamanya, baik kelurga inti maupun saudara serta orang-orang yang mereka kenal. Manusia adalah makhluk sosial, apabila hubunganya dengan pribadi yang lain
retak/mengalami
permasalahan, maka akan mempengaruhi situasi batin mereka. Hal itu bisa mengakibatkan luka ataupun rasa bersalah dalam dirinya. Konselor membantu klien menganalisa mana yang mengancam hubungan dan membantu mencari alternatif untuk memperbaiki hubungan tersebut. Maka fungsi ini sangat penting agar dapat menolong klien untuk memulihkan hubungan yang retak/putus/rusak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
terhadap orang disekitarnya. Oleh Wiryasaputra (1999) ditambahkan satu fungsi lagi yaitu mendidik/membina. e. Mendidik/membina (educating/forming) Dalam
hal
ini
konselor
menolong
orang
agar
dapat
mengembangkan diri sedemikian rupa sehingga dia dapat menolong dirinya sendiri dan bahkan jika perlu menolong orang lain di masa datang. 12. Etika Pastoral dengan Kode Etiknya Pembebasan dan penyembuhan menjadi tanda kedatangan kerajaan Allah
di dunia yang menghadirkan keselamatan (Mat.11:4-5).
Pembebasan dan penyembuhan sedemikian tak terbatas pada segi kejasmanian, melainkan menyangkut manusia seutuhnya. Karya rumah sakit katolik, yang merupakan salah satu ungkapan dan sarana gereja bagi sesama yang menderita, memberikan kesaksian bagi penyembuhan dan pembebasan. Pada tahun 1978, MAWI telah menyampaikan dokumen “pesan MAWI kepada karya kesehatan katolik”. Dengan pedoman ini gereja ingin menyatakan bahwa pelayanan rumah sakit tetap dihargai dan didukung serta diperlukan bagi rujukan pelayanan kesehatan primer. Pedoman ini diharapkan menjadi landasan yang bermanfaat dalam upaya menciptakan suasana yang mendukung dalam dimensi religious dan tanggung jawab etis,
membentuk
hati
nurani,
menghormati
martabat
manusia,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
mengembangkan solidaritas bagi yang menderita, dan menjalankan proses pengambilan keputusan yang mengindahkan segi-segi etis dan pastoral. Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit 1987 pada butir terhadap pendampingan pasien dalam pelayanan pastoral itu antara lain: 1. Kemajuan manajemen, ilmu dan teknologi kedokteran, betapapun manfaatnya
dapat
disertai
kekaburan
nilai-nilai
manusiawi.
Pendampingan pasien sebagai bagian pelayanan pastoral,merupakan bagian hakiki Rumah Sakit Katolik berdasarkan ciri khas dan inspirasi kristiani yang menjiwainya. Meskipun tidak dengan sendirinya membawa kesembuhan, sentuhan manusiawi dapat membuka jalan bagi hidup yang lebih berarti. Perhatian
pada
pribadi
pasien
secara
utuh,
kehadiran
dan
pendampingan yang memberikan dukungan, besar artinya dalam membantu penyembuhan. Pendampingan secara profesional dan manusiawi, membantu pasien untuk
menggali
dan
menemukan
makna
dalam
hidupnya,
memunculkan harapan dan mengutuhkan kembali relasinya dengan sang pencipta (butir 52). 2. Pendampingan pasien diarahkan agar penderita secara aktif
dapat
mengembangkan sikap yang tepat terhadap diri dan penderitaannya. Kunjungan pribadi, kesempatan berkomunikasi dan berdialog, konsultasi dengan tenaga ahli, dan berbagai perhatian akan mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya. Perlakuan terhadap pasien sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
subjek,
dengan
keterbatasannya
memungkinkan
mereka
58
lebih
menyadari makna hidupnya (butir 53). 3. Pendampingan terhadap orang yang akan meninggal dunia berarti bantuan bagi seseorang menuju peralihan hidup di dunia kepada hidup kekal. Hendaknya diusahakan agar menjelang kematian, penderita tidak ditinggal sendirian. Diusahakan agar penderita didampingi oleh keluarga, dokter, perawat, serta petugas agama yang dikehendaki pasien. Penataan ruang jenasah seyogyanya mencerminkan harapan kristiani dan suasana yang khidmad (butir 54). 4. Karena pendampingan pasien merupakan bagian yang hakiki dan menjadi tanggung jawab bersama, maka siapa saja yang berhubungan dengan pasien diharapkan mampu mengembangkan kerjasama sesuai dengan perannya masing-masing. Pengamalan cinta kasih hendaknya menjiwai masing-masing profesi dalam karya rumah sakit katolik. Pembinaan sikap manusiawi dan kristiani dalam bentuk sikap menghargai, peka dan tanggap terhadap situasi pasien menjadi program penting (butir 55). 5. Agar tanggung jawab bisa terlaksana dengan baik oleh semua pihak, maka perlu dibentuk tim pastoral yang bertugas (butir 56): a. Membangkitkan dan memantapkan kesadaran, motivasi dan tanggung jawab semua pihak untuk melaksanakan peran masingmasing dalam pelayanan pendampingan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
b. Mengorganisasikan usaha pelayanan, agar terarah, terpadu, bermutu, dan merata. c. Mengembangkan lebih lanjut bentuk dan metoda pelayanan. d. Menyelenggarakan kaderisasi dan penyegaran personil, agar lebih mampu dan sanggup melaksanakan pelayanan pastoral. e. Menyelenggarakan evaluasi tentang kegiatan pelayanan yang dijalankan. Sedangkan menurut Young dan Koopsen (2009: 47-48), prinsip etis utama dalam perawatan spiritual bidang kesehatan adalah: 1. Berbudi pekerti, yaitu kewajiban untuk melakukan apa yang benar. Penggelola perawatan kesehatan diwajibkan untuk bertindak dengan cara positip agar bermanfaat bagi pasien. Cara bertindak yang positip akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi antara penyelenggara kesehatan dengan pasien, sehingga pasien merasa terbantu dan tidak dirugikan (Mueller, dkk. 2001). 2. Tidak berperilaku buruk, yaitu perilaku yang tidak menimbulkan keburukan pasien. Artinya bahwa para profesional perawatan kesehatan harus menyelenggarakan perawatan spiritual sebagai bagian dari seluruh perawatan, karena pengabaian perawatan spiritual berdampak negatif pada pasien,dan pasien berpandangan bahwa kesehatan spiritual dan fisik sama-sama penting (Mueller, at al.2001)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
3. Otonomi, berarti membantu pasien sesuai dengan kebutuhan spiritual mereka tanpa mempengaruhi apa yang diyakini oleh pasien. Dalam arti lain bahwa tiap orang memiliki kemerdekaan untuk
menentukan
Nathanael.1998,
hidup
Purtillo.
mereka 1999).
sendiri
Lebih
(Burkhardt
lanjut
Lo
dan
(2000),
mengungkapkan bahwa orang mengharapkan mereka memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan hidup berpengaruh besar dalam perawatan kesehatan. Otonomi berkaitan erat dengan konsep tentang hati nurani yang dipenuhi informasi yang baik. 4. Kerahasiaan, merupakan prinsip etis yang menuntut seseorang yang kepadanya dipercayakan informasi pribadi dan rahasia. Kerahasiaan disebut dalam janji Nightingale untuk kelulusan perawat: “dengan sekuat tenaga saya akan meningkatkan standart profesi saya dan memegang teguh seluruh perkara pribadi yang dipercayakan pada saya dan seluruh urusan keluarga yang saya ketahui dalam praktik profesi saya (Thomas, 1997:1301)”. Lebih lanjut Thomas (Young dan Koopsen. 2009:48), menyebutkan bahwa kerahasiaan disebut juga dalam supah Hipokrates untuk para dokter: “Apapun juga yang terkait dengan praktik profesional saya, atau tidak dalam kaitan dengan ini, saya ketahui dan dengar, dalam hidup manusia, yang harus tidak diketahui umum, saya tidak akan mengatakan apapun, karena memandang semua itu harus disimpan sebagai rahasia”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
5. Dukungan, meliputi pemberian bantuan pada pasien untuk melaksanakan
otonomi.
Dorongan
menuntut
peran
serta
profesional perawatan kesehatan untuk menghormati martabat dan kemerdekaan
pasien
dalam
hubungan
perjanjian
seperti
dicontohkan oleh hubungan antara Tuhan dengan kaum beriman (Salladay
dan
McDonnell.
1989:543).
Lebih
lanjut
ia
mengungkapkan bahwa, penyelenggara perawatan spiritual yang merupakan pendukung pasien harus mampu mengesampingkan agenda pribadinya dan membantu pasien mencari makna hidup selama masa penderitaan, frustasi, dan lemah. Para pelayan pastoral dalam gereja katolik Roma tidak mempunyai kode etik yang resmi. Kode etik tanggung jawab pelayanan profesional ini sebagai usaha percobaan dan terbatas. Kode etik ini tidak hanya mencakup kotbah, latihan-latihan konseling, pengaturan keuangan, penggajian dan pemberhentian pegawai-pegawai, tugas-tugas administratif, dan wilayahwilayah lain yang mungkin dikenal para pelayan pastoral. Gula (2009:229-244), mendasarkan kode etik ini pada kerangka kerja teologis-etis dan dikembangkan dari posisi moral. Kode etik pelayanan profesional antara lain: 1. Pembukaan Gereja adalah komunitas kaum beriman yang dipersatukan bersama oleh iman, harapan, dan kasih. Sebagai orang beriman yang telah menerima sakramen baptis, semua mengambil tanggung jawab
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
meneruskan perintah Yesus di dunia ini yaitu mencintai Tuhan dan sesama seperti dirinya sendiri. Kode etik ini hanya sebuah tawaran, tidak ada paksaan ataupun sanksi bagi yang tidak melaksanakannya. 2. Kerangka teologis Pelayanan pastoral adalah suatu panggilan dan suatu profesi. Panggilan merupakan suatu tanggapan bebas terhadap penggilan Tuhan di dalam dan melalui komunitas untuk mengabdikan diri dalam kasih pelayanan terhadap sesama. Keyakinan bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah membangun keluhuran pribadi dan kodrat sosial, sehingga menerima sesama bukan berdasarkan nilai fungsional untuk kepentingan pribadi, lebih dari pada itu bahwa menyalurkan anugerah-anugerah yang dimilikinya kepada sesamanya adalah sebagai keharusan. Yesus sebagai model pelayanan ini, sebagai murid yang dewasa seorang pelayan pastoral hendaknya menghayati semangat gurunya yaitu melaksanakan pelayanan pastoral secara inklusif dan menghayati pelayanan ini sebagai sarana untuk pembebasan manusia demi kepenuhan hidup semua orang karena mengalami anugerah ilahi. 3. Kekhasan ideal para pelayan pastoral Watak dan keutamaan menunjukkan identitas setiap pribadi dalam pelyanannya. Watak adalah himpunan tujuan, perilaku, dan alasan yang memberikan arah bagi hidup kita. Sedangkan keutamaankeutamaan
adalah
keterampilan-keterampilan
praktis
yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengkaitkan
kenyataan-kenyataan
dan
aspirasi-aspirasi
63
dengan
tindakan-tindakan. Keutamaan- keutamaan yang seharusnya dimiliki oleh seorang pelayan pastoral adalah sebagai berikut: a. Kesucian Seorang pelayan pastoral sebagai pribadi yang menjembatani kehadiran yang ilahi, maka hendaklah mengembangkan relasi yang teguh dengan Allah Tritunggal. Dengan ciri sebagai berikut: hidup terarah kepada Allah, rajin berdoa, dan memiliki kedisiplinan rohani, terbuka pada Roh kudus. Selain itu juga dinyatakan dalam pribadi yang asli, tidak defensif, tidak memihak, luwes, menerima pengalaman-pengalaman dan orang-orang
yang
berbeda,
kesadaran
diri
yang
kritis,
mengusahakan keseimbangan dalam hidupnya, dan keadilan dalam hidup orang lain. b. Cinta kasih Cinta kasih sebagai bela rasa terhadap orang lain, harus dimulai dengan self-care yang sesuai dengan diri sendiri,agar dapat melayani secara bebas. Hal itu mencakup kesabaran dalam hidup dengan orang lain dan mengusahakan kebaikan orang lain. c. Kelayakan untuk di percayai Keutamaan ini mencakup ungkapan: kesetiaan, kejujuran, keadilan, kebenaran, kemurahan hati, dan kerendahan hati. Sebagai orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
yang dipercayai hendaknya seorang pelayan pastoral dapat menjadi tempat yang aman dan dapat memegang rahasia dalam komunikasi. Ia juga mampu memperhatikan konseli, mampu menghargainya dan tahu batas-batas fisik maupun emosional, menyampaikan hal yang penting, mampu memenuhi komitmen-komitmennya, dan terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya agar semakin kompeten dan dipercaya. d. Altruisme Altruisme adalah sebuah pelayanan yang ditandai dengan kemurahan hati. Pelayan yang murah hati mampu mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri, bisa didekati, menawarkan pelayanan secara inklusif, mampu berbagi waktu dan bakat dengan orang lain, dan berusaha melindungi keluhuran dan hak dasar setiap pribadi. e. Kebijaksanaan Kebijaksanaan adalah hati yang mampu untuk memilah dengan tajam. Ia juga memiliki ketelitian dalam melihat apa yang sedang terjadi, mampu membedakan secara rinci,terbuka untuk belajar, menanyakan pengertian dan bias dalam diri sendiri, mengambil hasil yang mungkin, mengambil waktu untuk mendengarkan dan hening dalam doa, memutuskan dan melaksanakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
4. Kewajiban profesional Seorang pelayan pastoral memiliki kewajiban profesional meliputi: a. Kompetensi teologis Seorang
pelayan
mengembangkan
pastoral pengetahuan
memberikan teologis
dan
waktu
untuk
keterampilan
pastoralnya, baik studi secara pribadi maupun ambil pogram profesional. Selain itu juga mengembangkan diri dengan mengadakan refleksi teologis untuk memediasi makna sumbersumber kristiani. b. Pelayanan kebutuhan umat untuk keselamatan Pelayanan yang dilaksanakan dengan jalan memelihara kasih, yaitu dengan mencintai Allah dan sesama sepereti diri sendiri. c. Komitmen untuk kepentingan terbaik bagi sesama Pelayan diharapkan menjadi pribadi yang mudah dihubungi dan siap menolong; mampu menghargai keluhuran setiap pribadi tanpa membeda-bedakan; memiliki kualitas pelayanan yang luwes, fleksibel dan mampu melampaui batas. d. Pemeliharaan diri Pelayan berusaha memelihara hidup sehat baik secara fisik, emosional, sosial, spiritual, maupun berusaha hidup sehat secara moral dengan terlibat dalam kegiatan yang bersifat konfidensial, supportif untuk mendapat nasihat dan dukungan untuk visi dan nilai hidupnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
e. Penggunaan kuasa Pelayan
pastoral
hendaknya
berusaha
menggunakan
kekuasaannya untuk menghargai keluhuran pribadi-pribadi yang dilayaninya dan memberdayakan mereka; memiliki kediplinan diri yang jelas dan tahu batas-batas dalam relasi dengan pribadi yan dilayani. f. Tanggung jawab Pelayan pastoral berusaha untuk membatinkan dan melaksanakan, serta bertanggung jawab terhadap kode etik yang menjadi standart tugas pelayanannya. 5. Perilaku seksual Pelayan pastoral hendaknya memberi kesaksian tentang kemurnian baik sebagai kaum selibat, berkeluarga, maupun yang masih singgle dalam semua jenis hubungan; ia juga harus menghindari perilakuperilaku menyimpang; bisa menjadi tempat yang aman untuk mereka yang terluka, bertanggung jawab dan tahu batas-batas seksual dalam relasi pastoral, berani menolak, bijaksana dan mampu mengendalikan dalam memberikan sentuhan; peka terhadap dinamika diri maupun yang dilayani; memiliki kesadaran akan dinamika seksual dalam relasi pastoral yang sedang terjadi; berani terbuka untuk mencari dan bertanya kepada yang lebih profesional mengenai batas-batas dan tanggung jawab dalam pelayanan pastoral; berani melaporkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
pelanggaran-pelanggaran tentang perilaku seksual dan adil terhadap korban. 6. Konfidensialitas Pelayan pastoral hendaknya menjaga semua informasi konfidensial yang disampaikan kepadanya; mampu menahan diri terhadap gosip yang salah, merendahkan martabat, mencemarkan nama baik, melanggar dan berbahaya untuk nama orang lain. B. Hakikat Pasien/orang-orang sakit 1. Definisi Pasien Kamus Bahasa Indonesia edisi keempat tahun 2008, menyebutkan bahwa pasien berarti orang sakit (yang dirawat dokter); penderita (sakit). Jadi pasien berarti orang sakit/penderita yang dirawat oleh dokter. Ada tiga macam pasien, yaitu: pasien dalam, pasien luar, dan
pasien opname.
Pasien dalam adalah pasien yang memperoleh pelayanan tinggal atau dirawat pada suatu unit pelayanan kesehatan tertentu/pasien yang dirawat di rumah sakit. Pasien luar adalah pasien yang memperoleh layanan kesehatan tertentu, tidak menginap di unit pelayanan kesehatan. Pasien opname adalah pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan menginap dan dirawat di rumah sakit. Jadi pasien adalah orang yang mengalami keadaan diri (fisik) yang tidak nyaman. Keadaan tidak nyaman atau sakit yang membuatnya tidak mampu atau terganggu dalam melakukan aktifitasnya. Abineno (1994:1-5), menyatakan bahwa seorang pelayan konseling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
pastoral harus mengetahui situasi si pasien, yaitu situasi lahiriah dan situasi batiniah. Situasi lahiriah adalah situasi tempat dan lingkungan dimana orang sakit berada, hal ini sangat mempengaruhi perasaan pasien. Apabila seseorang dirawat di rumah sakit, maka akan timbul perasaan renggang dan rasa kesepian terutama bila mereka jarang dikunjungi. Dalam situasi demikian mereka sangat berharap dikunjungi oleh pastor/pendeta. Situasi rumah sakit tempat dan waktu yang diberikan kadang mempersulit seorang pastor dalam mengadakan percakapan pastoral. Hal itu terkait adanya kebutuhan pasien yang berbeda-beda. Ada bermacam-macam kebutuhan pasien yaitu: ada yang membutuhkan percakapan karena ia sedang mengalami kesepian dan kebimbangan, membutuhkan bimbingan karena ia mengalami krisispercaya, ada yang membutuhkan penghiburan karena ia susah dan tidak melihat jalan keluar, dan lain-lain. Adanya kebutuhan pasien yang berbeda-beda, sehingga layanan pastoral juga harus diberikan secara pribadi sebagaimana yang diharapkan oleh pastor. Situasi batiniah adalah situasi orang sakit itu sendiri, terlepas dari situasi yang di luar dirinya. Orang sakit adalah orang yang banyak atau sedikit merasa bahwa ia dibuat menjadi pasif atau barang kali lebih baik; dibuat menjadi non aktif terutama kalau dirawat di rumah sakit. Ia merasa bahwa ia dengan rupa-rupa cara, misalnya diikat untuk waktu tertentu akan menimbulkan banyak-sedikit harapan untuk sembuh, banyak-sedikit kesulitan fisik, atau ketidak stabilan psikis. Maka sangat penting bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
seorang pelayan pastoral mempunyai pengetahuan tentang realitas yang objektif dari si pasien (Abineno, 2014: 4). Seorang pastor/pelayan pastoral perlu memiliki pengetahuan tentang psikologi orang sakit, agar dapat menunaikan tugasnya dengan baik. Pendekatan psikologis diterapkan sebagai persiapan untuk pelayanan pastoral, pendekatan ini sebagai alat bantu agar mengerti dengan lebih baik situasi pasien yang dilayaninya. Tidak semua pasien memerlukan pendekatan psikologis, khususnya bagi pasien yang mendekati ajal. Dalam situasi seperti ini biasanya seorang pelayan pastoral hanya berdoa dan berharap pada Allah agar berkenan memberikan kata-kata yang tepat padanya. Tugas hakiki seorang pelayan pastoral adalah melaksanakan tugas yang dipercayakan Kristus kepadanya yaitu menjadi gembala yang baik. Tugas hakiki sebagai gembala yang baik adalah melakukan kunjungan kepada orang sakit dan mengadakan percakapan dengan orang sakit. Kunjungan kepada orang sakit merupakan pola pelayanan pastoral yang benar. Lebih lanjut pelayanan ini bukan didasarkan atas kebaikan ataupun keselamatan manusia, tetapi atas kehendak Allah. Maka dalam memulai pelayanannya seorang pastor/pelayan pastoral harus terlebih dahulu mendengarkan, baru sesudah itu berkata-kata dan berbuat. Dalam mendengarkan orang sakit pelayan pastoral juga hendaknya lebih mendengarkan Allah. Allah yang awalnya pribadi ketiga dan kemudian menjadi yang pribadi pertama yang memimpin pelayanan pastoral.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
Mengapa demikian? Karena maksud terpenting dari pelayanan pastoral terhadap orang sakit adalah hubungannya dengan Allah. Lebih lanjut Abineno (2014:9), mengungkapkan bahwa yang paling penting dalam pelayanan pastoral ialah pembebasan orang sakit. Yang dimaksud
dengan pembebasan
disini
bukan pertama-tama
pembebasan dalam arti psiko-somatis, meskipun itu juga
yang
dimaksudkan. Tetapi lebih dari itu, justru ditengah-tengah penderitaan berat yang si sakit tanggung dengan segala keterikatan daripadanya, si sakit menunjukkan sikap percayanya pada Yesus Kristus, Tuhan dan Sang Juruselamatnya, meskipun masih ada penderitaan psikosomatisnya yang masih berlangsung. Penyakit yang diderita oleh seseorang sangat mempengaruhi situasi manusia, baik fisik maupun psikologis/kepribadiannya. Ada beberapa sifat yang pada umumnya dialami oleh orang yang sakit, antara lain: a. Orang sakit tergantung pada orang lain, ia tidak lagi berdiri sendiri Orang yang sakit pada umumnya mempunyai kebutuhan untuk diperhatikan lebih dari pada orang yang sehat. Mereka sangat tergantung pada perawatan keluarga maupun perawat. Jika ia membutuhkan sesuatu ia selalu meminta tolong pada orang yang ada disekitarnya, ia menjadi seperti seorang anak kecil yang sangat tergantung pada bantuan orang di sekitarnya. Hal itu biasanya dialami oleh orang yang sakit berat dan dalam waktu yang lama. Mereka akan mudah marah, bersungut-sungut, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
meminta perhatian yang lebih. Hal itu timbul karena mereka sudah tidak berdaya dan merasa kesepian. Konselor harus mampu memahami situasi yang demikian, dalam menangapi situasi yang demikian diharapkan ia memiliki kemampuan interpersonal. Maka kehadirannya mampu membuat klien tetap merasa diterima meskipun sikapnya tidak terlalu menyenangkan. b. Seorang sakit merasa ketakutan, yang pada hakikatnya adalah ketakutan akan kematian. Tiap-tiap penyakit mengandung unsur kematian. Seseorang yang mengalami sakit baik secara sadar maupun tidak, ia mulai teringat akan kematian. Seandainya tidak, ia akan berpikir “apakah saya akan tetap kuat seperti sebelumnya?” Konselor sangat berperan dalam situasi demikian, bukan pada pemberian nasihat tetapi lebih pada empati dan mengarahkan pada pemikiran yang realistis. c. Orang sakit mempunyai banyak waktu lowong, sehingga ia berpikirpikir dan bergumul. Orang sehat biasanya sibuk dalam tugas-tugasnya, dalam berorganisasi dan juga kegiatan-kegiatan lain yang mejadi hobbynya. Namun saat sakit ia tidak lagi memiliki kemampuan yang demikian, ia harus istirahat dan bahkan mendapat perawatan yang intensif. Dalam keadaan yang demikian, orang yang sakit memiliki banyak waktu luang. Situasi yang demikian, membuat orang yang sakit lebih banyak berpikir tentang hidupnya, relasinya, dan mungkin cara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
kerjanya selama ini. Hal ini bisa menjadi kesempatan yang berharga apabila orang yang sakit mampu untuk memaknainya. Mereka akan merasa bersyukur bahwa bisa mengalami istirahat dan lebih menghargai kesehatan, serta memunculkan kesadaran baru untuk sesuatu yang lebih baik dimasa yang akan datang. Sebaliknya ada pasien yang tidak sampai pada tahap pemaknaan, sehingga situasi sakit membuatnya berpikir yang negatif atau malah menyalahkan diri. Maka konselor dapat mendampingi mereka yang mengalami kemunduran, agar mereka mampu memaknai pengalaman sakit secara positip. 2. Peranan Perawat dalam Perawatan Spiritual Pasien Perawat merupakan orang pertama yang dekat dengan pasien. Hal yang perlu dilakukan oleh perawat adalah membuat perencanaan. Langkah pertama dalam perencanaan perawatan spiritual terhadap pasien adalah melakukan asesmen kebutuhan. Hal itu bisa dilakukan secara formal maupun non formal. Secara informal dapat dilakukan melalui interaksi dengan pasien dan keluarganya. Situs web JCHAO (Joint Commission
for Acreditation of
Healthcare Organization), (O‟Brien. 2009:20), mengungkapkan bahwa asesmen kebutuhan spiritual pasien dilakukan tidak hanya untuk menentukan aliran maupun kelompok keagamaan, melainkan juga untuk mengidentifikasi keyakinan dan praktik keagamaan maupun spiritual pasien, terutama terkait dengan bagaimana praktik keyakinan iman itu membantu pasien menghadapi penyakit atas tubuhnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Sejumlah pertanyaan yang dapat diajukan: “siapa atau apa saja yang menjadi daya dukung dan pengharapan pasien?”; “dukungan spiritual/keagamaan macam apakah yang diinginkan pasien?”; “adakah peran jemaat dalam kehidupan pasien?”; “bagaimana iman membantu pasien menghadapi kondisi sakitnya?”. Tanpa mengurangi peran penting pendamping rohani rumah sakit, perawat harus menjadi orang pertama yang mengetahui praktik-praktik dan kebutuhan spiritual pasien agar dapat menyelenggarakan suatu reksa keperawatan holistik. Komunikasi yang baik antara perawat dan pendamping rohani sangatlah penting, inilah gambaran ideal yang musti terjadi. Maka sangatlah penting bagi pendamping rohani rumah sakit untuk mengikuti pertemuan-pertemuan para perawat dan turut terlibat dalam perencanaan perawatan kesehatan pasien yang holistik. Perawat mestinya dapat menjembatani komunikasi antara pasien dengan
keluarganya
maupun
kelompok
keagamaannya
dengan
merekomendasikan suatu konseling dengan pelayan pastoral resmi jika hal itu memberikan harapan yang menjanjikan. 3. Model Kesehatan Spiritual saat Sakit. Menurut Travelbee (O‟Brien, 2009:49), titik pusat perhatian akan masalah kesehatan adalah konsep tentang menemukan pemaknaan atas pengalaman seseorang dalam menderita suatu penyakit. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa komponen inti dalam keperawatan tentang kesehatan spiritual pada saat sakit adalah konsep menemukan makna
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
spiritual dalam pengalaman sakit. Dalam model konseptual, setiap orang memiliki kemampuan menemukan makna spiritual dalam pengalamannya bersama penyakit, yang dapat menuntunnya pada kondisi dimana pasien justru secara spiritual dinyatakan sehat. Hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: a. Persepsi seseorang tentang makna spiritual dalam pengalaman sakitnya dipengaruhi sikap dan kebiasaan spiritual dan religius pribadi. Ini terkait dengan iman personal, keyakinan akan Tuhan, kedamaian dalam keyakinan spiritual religius, percaya akan kekuatan Tuhan, kekuatan yang diperoleh dari iman pribadi, dan kepercayaan akan penyelenggaraan Tuhan. b. Kepuasan batin, hal ini meliputi: kepuasan dalam iman, rasa dekat dengan Tuhan, berkurangnya rasa takut, rekonsiliasi, aman dalam cinta Allah, dan keyakinan. c. Kegiatan religius, hal ini meliputi: dukungan dari komunitas iman, penguatan dalam iman, penguatan dalam ibadat, ajakan persekutuan spiritual, konsolasi dari doa, dan komunikasi dengan Tuhan lewat kegiatan religius. Akibat dari sikap dan kebiasaan orang yang menemukan makna spiritual dari penyakitnya, bisa mempengaruhi tingkat penyakitnya yaitu tingkat kualitas fungsionalnya; dan dukungan sosial, seperti dukungan keluarga, teman, para perawat/pemberi layanan; serta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
peristiwa hidup yang membuat tertekan, seperti emosi, sosial budaya, dan finansial. Bagan 1. Model konseptual kesehatan spiritual saat sakit Iman Pribadi Kondisi Buruk Kejadian Hidup Karena Penyakit YangMenekan Keyakinan Akan Keberadaan Allah Kedamaian dalam Keyakinan Spiritual Percaya pada Kekuatan Tuhan Kekuatan dari Iman Pribadi Kepercayaan pada Penyelenggaraan Allah
Tingkat Kelemahan Fungsional
Emosional Sosiocultural Finansial
Kepuasan Batin Spiritual Kepuasan akan Iman Perasaan Dekat dengan Tuhan, Berkurangnya Rasa Takut Rekonsiliasi, Aman dalam Cinta Allah Kesetiaan/Iman
Menemukan Makna Spiritual dalam Pengalaman Sakit
Kegiatan Religius Dukungan Dari Komunitas Beriman Penguatan Saat Ibadah Ajakan Persekutuan Spiritual Konsolasi Dari Doa Komunikasi dengan Allah Lewat Kegiatan Religius
C. Kajian Penelitian yang Relevan
Kesehatan Spiritual Saat Sakit
Dukungan Sosial Keluarga Teman Pemberi Layanan Perawatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
C. Hakikat Evaluasi Program 1. Definisi Evaluasi Program Stufflebeam (Arikunto dan Jabar, 2008:2), mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Lebih lanjut Cronbach dan Stufflebeam (Arikunto dan Jabar, 2008:5), mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. 2. Ciri-ciri dan Persyaratan Evaluasi Program Menurut Arikunto dan Jabar, 2008:8-9), evaluasi evaluatif memiliki ciriciri dan persyaratan sebagai berikut: a. Proses kegiatan tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya. b. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis, yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dari objek yang dievaluasi. c. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dari objek yang dievaluasi,perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
d. Menggunakan standar, kriteria, atau tolok ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan. e. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau tolok ukur. f. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator dari program yang dievaluasi. g. Standar, kriteria, atau tolok ukur diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan. h. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat, sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat. 3. Tujuan Evaluasi Program Menurut Arikunto dan Jabar ( 2008:2), tujuan dari evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya. 4. Manfaat Evaluasi Program Adanya informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi sangat berguna bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker).
Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan
berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu: a. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan. b. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit). c. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat. d. Menyebarkanluaskan program (melaksanakan program di tempattempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain. 5. Langkah-langkah Evaluasi Program Menurut
Arikunto
dan
Jabar
(2008:108-126),
evaluasi
program
dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut meliputi:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
a. Tahap persiapan evaluasi program Sebelum evaluasi program dilaksanakan seorang evaluator harus melakukan persiapan secara cermat. Persiapan tersebut meliputi: penyusunan
evaluasi
penyusunan
instrumen
(terkait
model
evaluasi,
yang
validasi
akan
diterapkan),
instrumen
evaluasi,
menentukan jumlah sampel yang diperlukan dalam kegiatan evaluasi, dan penyamaan persepsi antar evaluator sebelum pengambilan data. b. Tahap pelaksanaan evaluasi program Evaluasi program dapat dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu evalusi reflektif, evalusi rencana, evalusi proses, dan evalusi hasil. c. Tahap monitoring (pemantauan) evaluasi program Tahap ini berfungsi untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan program dengan rencana program, dan untuk mengetahui perubahan positip sesuai yang diharapkan.
D. Kajian Penelitian yang Relevan 1. Penelitian tentang pendampingan pastoral care yang dilakukan oleh Ema Hidayanti, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang tahun
2012.
Dengan judul penelitian “Pengaruh Pendampingan Pastoral Care Terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling Religius Bagi Pasien Rawat Inap Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang”. Desain penelitian yang digunakan adalah potret dengan mengeksplorasi
pelaksanaan pastoral
care Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pastoral bagi pasien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
rawat inap di RS St. Elisabeth dilatar belakangi oleh semangat misionaris katolik dan penerapan kesehatan holistik. Dalam pelaksanaan didukung oleh SDM (sarjana Teologi/2 orang dan pastor) dan sarana prasarana yang mendukung, serta ada evaluasi baik internal maupun eksternal. 2. Penelitian tentang pendampingan Pelayanan Rohani yang dilakukan oleh Oo Suprana, Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang, tahun 2009. Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Pelayanan Rohani Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang, tahun 2009”. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional, jenis analisis deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Hasil
analisis
deskriptif
menunjukkan
bahwa
kemampuan
interpersonal pastoral baik (50,7 %) dan teknik konseling pastoral baik (50,7 %), dan ketepatan waktu pelayanan pastoral baik (67,8 %). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan interpersonal dan teknik konseling terhadap kepuasan pelayanan rohani pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang (RSPWDC). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa adanya pengaruh bersama-sama antara kemampuan interpersonal pastoral dan teknik konseling pastoral terhadap kepuasan pelayanan rohani pasien rawat inap RSPWDC Semarang. Dari kajian teori di atas membuat peneliti tertarik untuk mengetahui program layanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
Blitar. Hal itu berfokus pada perencanaan, pelaksanaan, dan hasilnya. Penelitian dilakukan dengan desain studi evaluasi terhadap program konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. E. Profil Rumah Sakit Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar, beralamat di Jl. A. Yani No. 18 Blitar-Jawa Timur. RSK Budi Rahayu Blitar memiliki luas tanah: 17.142 m2 dan luas bangunan: 9.232,80 m2. Oleh Kementerian Kesehatan RI, RSK Budi Rahayu merupakan Rumah Sakit tipe C terakreditasi A, dengan status penuh tingkat lengkap , dan tahapan 16 pelayanan. Jumlah tempat tidur 125 tempat tidur, dan ada penambahan satu bangunan lagi untuk paviliun lima yang sementara ini masih proses penyelesaian. Hal itu untuk menanggapi kebutuhan masyarakat saat ini,yaitu untuk pelayanan tunjangan BPJS. RSK Budi Rahayu memiliki Visi: Terwujudnya kasih Allah yang menyelamatkan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna. Misi rumah sakit: (1) Memberikan pelayanan kesehatan secara professional, utuh dan bermutu dengan hati tulus dan penuh kasih; (2) Meningkatkan kualitas hidup dan profesionalisme sumber
daya manusia. Sedangkan Motonya adalah
”Committed to Life” (Berkomitmen pada kehidupan). Tujuan pelayanan di RSK Budi Rahayu adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Nilai-nilai dasar yang dihidupi RSK Budi Rahayu, meliputi: (1) Love (Cinta Kasih) yaitu mencintai Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi (vertical), dan mencintai sesama manusia seperti mencintai diri sendiri (horizontal); (2) Integrity (integritas), yaitu konsisten antara apa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
yang dikatakan/ dijanjikan dengan apa yang dibuat (terkandung nilai kejujuran dan bisa dipercaya); (3) Friendship (persahabatan) yaitu selalu bekerjasama dan saling mendukung satu dengan yang lain (terkandung nilai kesetiaan, altruisme, menginginkan apa yang terbaik satu dengan yang lain, simpati dan solider, kejujuran dan saling pengertian); (4) Empathy (empati) yaitu sikap menempatkan diri (mengalami/menjadi seperti) seperti yang lain merasakan keadaan emosional orang lain, mengambil perspektif orang lain dan mencoba menyelesaikan masalah. Filosofi RSK Budi Rahayu yaitu dengan dilandasi secara mutlak oleh semangat kristiani, karya pelayanan kesehatan RSK
Budi Rahayu
memandang, menerima, dan berusaha melayani penderita dan keluarga sebagai manusia seutuhnya, baik jasmani dan rohani, individual dan sosial.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
F. Kerangka Pikir
Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar
Studi Evaluasi (Model CIPP)
Evaluasi Konteks
Perencanaan
1. Perencanaan program 2. Tujuan 3. Sasaran 4. SDM 5. Sarana dan prasarana 6. Dana 7. Metode KP
Evaluasi Input
Evaluasi Proses
Evaluasi Hasil
Pelaksanaan
PROSES 1. Jadwal pelaksanaan KP 2. Sasaran 3. Jumlah pertemuan 4. Tahap-tahap KP 5. Teknik konseling 6. Kerjasama 7. hambatan HASIL 1. Dampak bagi pasien 2. Manfaatnya: a. Bagi pasien b. Bagi keluarga pasien c. Bagi RSK Budi Rahayu Blitar d. Bagi pelayan pastoral
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memaparkan mengenai jenis penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi evaluasi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami. Studi evaluasi adalah penelitian yang bertujuan untuk menilai suatu organisasi/lembaga atau penyelenggaraan konseling. Menurut Moleong (2007), penelitian kualitatif memiliki beberapa karakteristik, antara lain: 1) Latar alamiah, 2) Manusia sebagai alat (instrumen), 3) Analisis data secara induktif, 4) Teori dari dasar (grounded theory), 5) Deskriptif , 6) Lebih mementingkan proses daripada hasil, 7) Desain yang bersifat sementara, 8) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Menurut
Arikunto
(2008:2),
evaluasi
adalah
kegiatan
untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Model evaluasi program yang diterapkan dalam penelitian ini adalah model CIPP (conteks, input, process, and product). Model evaluasi CIPP
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
biasanya diterapkan dalam evaluasi program pembelajaran
85
di dunia
pendidikan. Evaluasi model CIPP yaitu sebuah pendekatan yang berorientasi pada pengambilan keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menerapkan model CIPP untuk penelitian di bidang kesehatan. Hal itu dilakukan dengan cara memodifikasi model CIPP di dunia pendidikan ke dunia kesehatan yaitu program konseling pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar. Model CIPP yang biasanya diterapkan pada evaluasi program pendidikan, tetapi juga bisa diterapkan dalam dunia kesehatan/konseling Pastoral. CIPP Stufflebeam (Badrujaman, 2011: 53), mendefinisikan bahwa evaluasi sebagai “the process of delineating, obtaining, dan providing useful information for judging decision alternative”. Ada tiga hal yang ditekankan dari definisi ini, yaitu: 1) evaluasi merupakan proses sistematis yang terus menerus; 2) proses ini terdiri atas tiga langkah, yaitu: a) menyatakan pertanyaan yang menuntut jawaban dan informasi yang spesifik untuk digali, b) membangun data yang relevan, dan 3) menyediakan informasi akhir (kesimpulan) yang menjadi bahan pertimbangan mengambil keputusan; 3) evaluasi memberikan dukungan pada proses mengambil keputusan dengan memilih salah satu alternatif pilihan dan melakukan tindak lanjut atas keputusan tersebut. Lebih lanjut Stufflebeam (Badrujaman, 2011: 54), berpendapat bahwa evaluasi seharusnya memiliki tujuan untuk memperbaiki (to improve) bukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
untuk membuktikan (to prove). Dengan demikian evaluasi seharusnya dapat membuat suatu perbaikan, meningkatkan akuntabilitas, serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena. Stufflebeam (Badrujaman, 2011: 54), menyatakan bahwa evaluasi dibagi menjadi empat tahapan, yaitu: 1. Evaluasi konteks (context evaluation) Evaluasi konteks adalah upaya untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan suatu objek, seperti institusi, program, populasi target, atau orang, dan juga untuk menyediakan arahan untuk perbaikan. Selain itu evaluasi ini juga bertujuan untuk melihat apakah tujuan yang lama dan prioritas terhadapnya telah sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya dilayani. Pertanyaan yang dapat diajukan sehubungan dengan evaluasi konteks, yaitu (Arikunto, 2008: 46): a. Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program? b. Tujuan pengembangan apakah yang belum dapat tercapai oleh program? c. Tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu mengembangkan masyarakat? d. Tujuan-tujuan mana sajakah yang paling mudah dicapai? 2. Evaluasi input (input evaluation) Orientasi utama dari evaluasi input adalah untuk membantu menentukan program yang membawa pada perubahan yang dibutuhkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
Yang menjadi fokus masalah dalam evaluasi ini adalah apakah strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan program sudah tepat. Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengidentifikasi dan menelaah kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur dimana strategi akan diimplementasikan. Input dalam bimbingan dan konseling dapat berupa sumber daya manusia dan sarana yang mendukung (keuangan, ruangan, peralatan/komputer, sofware, serta media bimbingan). Menurut Stufflebeam (Arikunto, 2008: 47), pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong
diselenggarakan
program
yang
bersangkutan.
Contoh
pertanyaan: a. Apakah layanan pastoral konseling yang diberikan berdampak jelas bagi pasien? b. Berapa orang yang suka/senang terhadap layanan ini? c. Bagaimana reaksi pasien terhadap sakit dan kehidupannya setelah menerima layanan konseling pastoral? 3. Evaluasi proses (process evaluation) Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan program sesuai dengan strategi yang telah direncanakan.
Lebih
lanjut
Stufflebeam
(Badrujaman,
2011:56),
mengatakan bahwa evaluasi proses merupakan pengecekan yang berkelanjutan atas implementasi perencanaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
Evaluasi proses bertujuan untuk mengindentifikasikan dan memprediksi dalam proses pelaksanaan, seperti cacat dalam desain prosedur dan implementasinya. Selain itu juga untuk menyediakan informasi sebagai dasar memperbaiki program, serta untuk mencatat, dan menilai prosedur kegiatan dan peristiwa. Pertanyaan yang diusulkan oleh Stufflebeam (Arikunto, 2008:47), meliputi: a. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal? b. Apakah staff
yang terlibat di dalam pelaksanaan program akan
sanggup menanggani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan? c. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal? d. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan? 4. Evaluasi produk (product evaluation) Evaluasi produk adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengukur, menginterpretasikan, dan menilai pencapaian program. Selain itu untuk mengumpulkan deskripsi dan penilaian terhadap luaran (outcome) dan menghubungkan itu semua dengan objektif, konteks,input, dan informasi proses, serta untuk menginterpretasikan kelayakan dan keberhargaan program.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Pertanyaan-pertanyaannya meliputi: a. Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai? b. Pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian tujuan? c. Dalam hal-hal apakah berbagai kebutuhan klien sudah dapat dipenuhi selama proses pemberian layanan konseling pastoral? d. Apakah dampak yang diperoleh klien dalam waktu yang relatif lama dengan adanya program layanan konseling pastoral? Sebuah program akan dikatakan berhasil dan sukses apabila memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Mutrofin dan Hadi (Badrujaman, 2011: 64), menjelaskan bahwa kriteria merupakan karakteristik program yang dianggap basis penting untuk melakukan riset evaluasi pada program tersebut. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa hal itu senada dengan apa yang disampaikan oleh Winkel dan Hastuti, bahwa kriteria adalah patokan dalam evaluasi program. Berikut tabel kriteria evaluasi program dari keempat aspek desain evaluasi model CIPP: Tabel 1. Kriteria Evaluasi Konseling Pastoral Aspek
Indikator Perencanaan program
Kriteria Program memenuhi kebutuhan rohani pasien: kegiatan mausiawi; konseling/ pendampingan; siaran radio; perpustakaan; pelayanan doa dan sakramen-sakramen; dan pelayanan kerohanian melalui radio/audio.
Konselor/petugas pastoral Jam kerja Dukungan keuangan Ruangan Sarana dan prasarana
Terdapat Pastor, suster, tenaga pastoral
Konteks
07.00-14.30 Terdapat rencana anggaran Terdapat ruang konseling yang nyaman Tersedia sarana yang mendukung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Inputs
90
pelayanan rohani (konseling pastoral) Media yang menarik dan menginspirasi pelayanan Kunjungan setiap hari kepada semua pasien tanpa memandang suku, agama, ras dan layanan konseling bagi pasien yang membutuhkan. Keterlaksanaan Program terlaksana program Waktu pelaksanaan Sesuai rencana Pemberian layanan Pasien merasa puas atas layanan rohani pastoral yang disediakan rumah sakit (pendampingan dan konseling ) Penggunaan media Pasien dan keluarga merasa terhibur, layanan rohani serta memperoleh peneguhan. Penggunaan metode Pasien terlibat dan mau terbuka pelayanan pastoral terhadap layanan konseling pastoral Ketercapaian layanan Pasien merasakan dampak positif dari konseling pastoral layanan yang diperolehnya (kesembuhan, peneguhan, motivasi, makna hidup) Tujuan layanan Pasien mengalami perubahan (dari tercapai situasi bergumul menuju penemuan makna dalam hidupnya) Membangkitkan potensi pasien agar mampu mengambil keputusan. Media Metode pastoral
Proses
Hasil/ produck
Setelah membuat kriteria evaluasi, maka langkah berikutnya adalah menyusun tabel perencanaan evaluasi. Adapun tabelnya sebagai berikut: Tabel 2. Tabel Perencanaan Evaluasi Aspek
Indikator
Konteks
Perencanaan program Konselor/petugas pastoral Jam kerja
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data Dokumen Program Studi dokumen Pastoral Care (PC) Petugas PC, Wawancara Suster SSpS Dokumen Program Wawancara dan PC studi dokumen
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Inputs
Dukungan keuangan Ruangan Sarana dan prasarana
Petugas PC Ruangan PC Petugas PC
Media
Majalah dinding
Metode pastoral
Proses
Hasil/ produck
pelayanan Program Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Keterlaksanaan Kepala unit PC, program Suster SSpS, dokter, staff PC, dan perawat Waktu pelaksanaan Staff PC, dokter, perawat dan Suster Pemberian layanan Staff PC, dokter, pastoral perawat dan Suster, (pendampingan dan serta pasien dan konseling ) keluarganya Penggunaan media Staff PC, perawat, layanan rohani dan pasien Penggunaan metode Staff PC, perawat, pelayanan pastoral dan pasien Ketercapaian layanan Staff PC, Suster, konseling pastoral Perawat, dokter, dan pasien Tujuan layanan Staff PC, Suster, tercapai Perawat, dokter, pasien dan keluarganya
91
Wa wancara Observasi Wawancara dan observasi Wawancara dan observasi Studi dokumen, Wawancara dan Observasi Wawancara dan observasi
Wawancara observasi Wawancara observasi
dan
Wawancara observasi Wawancara observasi Wawancara
dan
dan
dan
wawancara
Penelitian kualitatif dengan desain evaluasi dimaksudkan untuk menilai keterlaksanaan layanan konseling pastoral di rumah sakit Budi Rahayu Blitar. Hal ini berfokus pada perencanaan, proses pelaksanaan, dan hasil layanan konseling pastoral bagi pasien, keluarga pasien, dan bagi pihak rumah sakit. Analisis kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk memperkaya informasi mengenai aspek produk.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur merupakan rumah sakit katolik satu-satunya yang berada di kota itu. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe C, yang terakreditasi A tingkat lengkap. 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, tahap pertama dilaksanakan pada tanggal 28 Mei-23 Juni 2015 dan tahap kedua dilaksanakan pada tanggal 28 Juli-04 Agustus 2015. C. Responden Penelitian Responden penelitian terhadap pelaksanaan pelayanan konseling pastoral di rumah sakit, dengan sumber data: pasien, perawat, dokter, Romo, majelis dan konselor Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. Berikut adalah daftar jumlah responden penelitian yang manjadi sumber data. Tabel 3. Daftar Jumlah Responden Penelitian. No. 1.
Responden Suster Biarawati
Agama (L/P) Katolik/P
Jml 1
2.
Dokter
2 Katolik/L 1 Kristen/L
3
3.
Romo Paroki
Katolik
1
Keterangan Sebagai ketua PKRS dan SPI RSK Budi Rahayu Satu sebagai Wakil direktur RSK Budi Rahayu Blitar, dua sebagai dokter umum. Romo Paroki St. Yusuf Blitar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
4.
Perawat
3 Katolik/P 2 Islam/P 1 Kristen/P
6
5.
Petugas PC
Katolik/P
1
Kepala Ruangan/KR masing-masing pavilion (5), dan 1 wakil KR pavilion. Staff PC
6.
Majelis
Kristen/L
1
Tenaga Sukarela
7.
Pasien
Katolik/L& P
2
Pasien rawat inap
8.
Keluarga pasien
Katolik
1
Suami pasien rawat inap
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Adapun teknik yang dipakai dalam pengumpulan data oleh peneliti meliputi: wawancara mendalam, studi dokumentasi, observasi partisipatif, dan gabungan ketiganya atau trianggulasi. a. Wawancara Wawancara
adalah
percakapan
antara
pewawancara
yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberi jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh
Lincoln
dan
Guba
(Moleong,
2012:186),
antara
lain:
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan,
kepedulian,
dan
lain-lain
kebulatan;
mengkonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan juga respondennya sedikit/kecil. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstuktur (Sugiyono, 2013:194-197) Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2013:194) menggemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode wawancara (interview) adalah sebagai berikut: a. Bahwa subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. b. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. c. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Peneliti melakukan wawancara kepada responden secara terstuktur, sekaligus tidak terstukur. Wawancara ini diikuti dengan pertanyaan tambahan untuk menggali lebih dalam jawaban responden.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
b. Observasi partisipatif. Observasi partisipatif adalah peneliti melakukan pengamatan, ikut terlibat melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipatif ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak. Observasi partisipatif dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu partisipasi pasif, partisipasi moderat, observasi yang terus terang dan tersamar, dan observasi yang lengkap. Manfaat observasi menurut Patton dalam Nasution (Sugiyono, 2013:313), adalah sebagai berikut: 1) Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi social, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistic atau menyeluruh. 2) Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga
memungkinkan
peneliti
menggunakan
pendekatan
induktif,jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.
Pendekatan
induktif
membuka
kemungkinan
melakukan penemuan atau discovery. 3) Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkap dalam wawancara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4) Melalui
pengamatan
di
lapangan,
peneliti
tidak
96
hanya
mengumpulkan daya yang kaya, tetapi juga memperoleh kesankesan pribadi, dan merasakan suasana situasi social yang diteliti. Adapun tahapan observasi menurut Spradley (Sugiyono, 2013:315), meliputi tiga tahapan yaitu 1) observasi deskriptif, 2) observasi terfokus, 3) observasi terseleksi. Tahap observasi deskriptif adalah tahap dimana seorang peneliti melakukan penjelajahan secara umum, menyeluruh, dan melakukan dekripsi terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Observasi ini disebut juga sebagai grand tour observation, dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama; setelah melakukan grand tour observation, maka peneliti menfokuskan pada aspek tertentu dari apa yang dideskripsikan; kemudian menguraikan fokus yang ditemukan, sehingga datanya lebih rinci. 2. Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Hal-hal penting yang seharusya dimiliki oleh peneliti adalah: validasi pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, dan kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Nasution (Sugiyono, 2013:306), menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, focus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satusatunya yang dapat mencapainya. Peneliti sebagai instrumen utama memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan; sebagai alat yang dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; tiap situasi merupakan keseluruhan; melibatkan interaksi manusia; sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang diperoleh; dapat mengambil kesimpulan; respon yang aneh, menyimpang justru diberi perhatian. Tabel 4. Pedoman wawancara responden No 1.
Aspek Perencanaan (Kepala bagian PC)
2.
Pelaksanaan
Responden Pertanyaan 1. Kepala 1. Adakah program perencanaan Bagian Unit layanan Konseling Pastoral (KP) Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar? Care (PC) 2. Jika ada program perencanaan, 2. Staff PC apa saja kegiatannya? 3. Siapa sasarannya? 4. Siapa saja yang terlibat dalam layanan KP? 5. Adakah sarana dan prasarana yang mendukung? 6. Metode pelayanannya seperti apa? 1. Staff PC (1) 1. Apakah program layanan KP di 2. Dokter (1) rumah sakit katolik Budi Rahayu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7.
Hasil
3. Suster SSpS Blitar-Jawa Timur berjalan sesuai (2) rencana? 4. Perawat (5) 2. Adakah jam khusus pemberian 5. Romo layanan pastoral care? Dapatkah Paroki (1) dijelaskan alasannya mengapa 6. Majelis (1) memilih jam tersebut? 3. Sudahkah sasaran utama pelayanan konseling pastoral tercapai? 4. Berapa banyak sesi konseling pastoral dianggap selesai? Adakah patokan suatu sesi konseling dianggap selesai? 5. Dapatkah diceritakan bagaimana proses/langkah-langkah pemberian layanan KP di RSK Budi Rahayu Blitar? 6. Dapat diceritakan teknik-teknik komunikasi yang digunakan untuk mengungkap masalah, menganalisis, dan membantu menyelesaikana masalah? 7. Adakah kerjasama antara petugas KP dengan tim medis? 8. Hambatan-hambatan apa yang ditemukan dalam melaksanakan pastoral care? 9. Adakah hal-hal yang mendukung pelaksanaan konseling pastoral? 1. Romo Bagaimana hasil pelayanan KP di 2. Dokter RSK Budi Rahayu? 3. Staff PC a. Apa saja dampak/pengaruh 4. Suster SSpS layanan konseling pastoral bagi 5. Perawat pasien? 6. Majelis b. Apakah layanan KP ini 7. Pasien bermanfaat bagi pasien? 8. Suami c. Selain bagi pasien, apakah pasien layanan ini juga bermanfaat bagi keluarga pasien, dokter dan tim medis, dan pelayan pastoral, serta RSK Budi Rahayu Blitar? d. Setelah merasakan manfaat layanan KP, adakah usul dan harapan yang disampaikan?
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan wawancara secara mendalam kepada pasien untuk mendapatkan data yang mendalam pula. Wawancara berfokus pada fungsi layanan konseling pastoral bagi orang sakit yang mencakup lima aspek, yaitu: Tabel 5. Pedoman Wawancara kepada Pasien No. Aspek 1. Menyembuhkan (healing)
1. 2. 3.
4.
5. 2.
Menopang (sustaining)
1. 2.
3.
Membimbing 1. (guiding), menolong orang agar orang dapat mengambil 2. keputusan yang realistik dan terbaik 3. bagi masa depannya sendiri.
4. 5.
Pertanyaan Bagaimana perasaan anda hari ini, apakah lebih baik dari hari kemarin? Sudah berapa lama menginap di rumah sakit ini? Apakah sudah ada petugas pastoral care yang pernah datang sebelumnya? Jika sudah, bagaimana perasaan anda terhadap layanan tersebut? Bagaimana menurut anda, apakah layanan tersebut bermanfaat untuk anda dan keluarga anda? Bersediakah anda menceritakannya? Apakah layanan tersebut membantu proses penyembuhan anda? Bagaimana ceritanya? Apakah kehadiran petugas PC mengganggu atau bermanfaat bagi anda? Apakah anda merasa terdukung dengan kehadiran mereka? Informasi-informasi yang diberikan kepada anda apakah dapat membantu anda untuk semakin memahami diri anda? Bagaimana apakah anda merasa lebih baik saat ini? Kira-kira informasi apa yang anda butuhkan saat ini? Apakah dengan informasi yang kami berikan, keterbukaan anda dan dialog yang kita lakukan membuat anda berani mengambil keputusan yang tepat bagi masa depan anda? Sepulang dari rumah sakit, apa rencana anda selanjutnya? Apakah keluarga anda juga merasakan perubahan yang terjadi pada anda?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
5.
100
6. Apakah anda merasakan pencerahan dari dialog kita bersama? (pertanyaan untuk keluarga pasien) Memperbaiki 1. Baiklah kita melihat kembali, bagaimana hubungan relasi anda dengan keluarga selama sakit (reconciling): ini. Mengingat perhatian, ketulusan, dan menolong untuk kebaikan orang-orang disekitarnya. memulihkan Bagaimana perasaan anda saat ini? hubungan yang 2. Apakah anda merasa bahwa hubungan anda retak/putus/rusak dengan keluarga dan para sahabat lebih baik sekarang ini? 3. Apa rencana anda selanjutnya setelah sembuh dan kembali ke rumah? Mendidik/membina 1. Bagaimana sudah siap untuk pulang? (educating/forming) Bagaimana perasaan anda saat ini? 2. Apa yang hendak anda lakukan ketika sehat nanti (untuk diri anda, keluarga, ataupun orang disekitar anda)? 3. Apakah dari pertemuan PC yang beberapa kali ini membuat anda semakin mengenal kemampuan/kehebatan diri anda? 4. Bagaimana pandangan anda mengenai layanan ini, apakah membantu perkembangan diri anda?
Tabel 6. Pedoman Observasi Hari/Tgl
Pukul
Aspek 1. Perencanaan KP a. Sasaran b. Petugas c. Ruangan d. Sarana-prasarana e. Media f. Metode program KP 2. Pelaksanaan KP a. Jadwal pelaksanaan KP b. Penggunaan metode KP 3. Hasil KP a. Dampak/perubahan yang dialami pasien
Hasil pengamatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
E. Keabsahan Data (trustworthiness) Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah criteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (Moleong, 2012:324). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kriteria kepastian. Kriteria kepastian
berasal
dari
konsep
objektivitas
menurut
nonkualitatif.
Nonkualitatif menetapkan objektifitas dari segi kesepakatan antarsubjek. Jadi penemuan dikatakan objektif atau tidak, bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Dikatakan objektif , apabila penelitian tersebut disepakati oleh beberapa atau banyak orang. Menurut Scriven (Moleong, 2012:326), unsur kualitas pada konsep objektivitas mengandung pengertian bahwa hasil temuan objektif bila dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Hal ini lebih menekankan pada hasil data, bukan pada orangnya. Penelitian ini diakui keabsahannya bila penemuan peneliti sesuai apa yang yang terjadi di lapangan dan sesuai data yang ada. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan trianggulasi data. Menurut Sugiyono (2013:330), trianggulasi data adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Tujuan dari trianggulasi bukan semata-mata untuk mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia sekitarnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
Trianggulasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi teknik dan trianggulasi data. Trianggulasi teknik adalah peneliti menggunakan teknik penggumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Hal itu melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi; trianggulasi sumber adalah penggumpulan data dengan menggunakan teknik yang sama dari sumber yang berbeda-beda. F. Teknik Analisis Data Menurut Bogdan (Sugiyono, 2013:334), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain; menurut Susan Stainback (Sugiyono, 2013:336), analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi. Analisis dalam penelitian jenis apapun, adalah merupakan cara berpikir. Analisis adalah untuk mencari pola. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
Analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2013:337-345) meliputi: 1. Data reduction (Reduksi data) Mereduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, serta membuang yang tidak perlu. 2. Data Display (penyajian data) Penyajian data dilakukan untuk memudahkan dalam memahami apa yang terjadi dan menyusun pola sebuah penelitian. Hal itu bisa berupa uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori. 3. Verification (penarikan kesimpulan) Penarikan kesimpulan adalah langkah ketiga dalam analisis data penelitian kualitatif. Kesimpulan diawal
yang dikemukakan masih
bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan diawal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan yang kredibel.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memaparkan tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Hal ini mengacu pada rumusan yang dibuat oleh peneliti. A. Hasil Penelitian Ada pun penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perencanaan, proses pelaksanaan dan hasil layanan konseling pastoral di rumah sakit katolik Budi Rahayu Blitar. 1. Perencanaan Layanan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar Perencanaan layanan konseling pastoral RSK Budi Rahayu Blitar dilaksanakan berdasarkan visi dan misi rumah sakit. Selain itu, perencanaan layanan konseling pastoral sejalan dengan KWI tahun 1987 yaitu memberi perhatian kepada pasien sebagai pribadi yang luhur dan bermartabat. Perhatian yang diberikan kepada pasien sebagai pribadi yang luhur dan bermartabat, dapat diwujudkan melalui sentuhan manusiawi dan juga secara rohani. Dengan sentuhan yang diberikan oleh pelayan pastoral, diharapkan setiap pribadi (pasien) dapat mengalami kembali kasih Allah Sang pencipta dan penyelamatnya. Dari dokumen hasil evaluasi tim Pastoral Care tahun 2004, diketahui bahwa perencanaan layanan konseling pastoral dilaksanakan melalui program rohani pastoral. Dalam perencanaan konsep pastoral care didasarkan pada kebutuhan pelayanan. Hal itu meliputi bidang: pendampingan orang sakit, konseling karyawan, buku bacaan keliling, pewartaan dan penyiaran melalui
104
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
audio-visual. Lebih lanjut perencanaan tersebut tercantum dalam sebuah prosedur tetap Pastoral Care pada tahun 2012. Hal itu mencakup: kegiatan mausiawi; konseling/pendampingan ; siaran radio; perpustakaan; pelayanan doa dan sakramen-sakramen; dan pelayanan kerohanian melalui radio/audio. Berdasarkan hal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sudah ada perencanaan program konseling pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar. Perencanaan berlandaskan visi dan misi Rumah Sakit, serta program secara umum pastoral care. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan melalui studi dokumentasi, observasi, dan wawancara, maka ditemukan data sebagai berikut: Tabel 7. Hasil Evaluasi Konteks Aspek
Konteks
Indikator Perencanaan program
Kriteria Program memenuhi kebutuhan rohani pasien: kegiatan mausiawi; konseling/ pendampingan ; siaran radio; perpustakaan; pelayanan doa dan sakramen-sakramen; dan pelayanan kerohanian melalui radio/audio.
Data Tersedia kegiatan manusiawi (sapaan, kunjungan), kegiatan pendampingan/konseling berjalan, ada siaran radio mulai pukul 05.30-06.15, dilanjutkan 07.00-15.00. penerimaan sakramen bagi pasien yang membutuhkan.
Data di atas menunjukkan bahwa program perencanaan sudah sesuai dengan kebutuhan pasien, yaitu mendampingi pasien dan memberikan sakramen-sakramen bagi pasien yang membutuhkan. Lebih lanjut untuk melihat apakah program yang direncanakan dapat membawa perubahan maka perlu adanya evaluasi input. Yaitu sebuah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
evaluasi yang bertujuan untuk
106
mengindentifikasi dan menelaah sumber-
sumber yang digunakan dan dipilih dalam pelayanan. Dari studi dokumentasi, wawancara, dan observasi dihasilkan data sebagai berikut: Tabel 8. Hasil Evaluasi Inputs Aspek
Indikator Konselor/ petugas pastoral
Kriteria Terdapat tenaga pastoral yang mencukupi (Pastor,suster, petugas PC)
Jam kerja
07.00-14.30
Dukungan keuangan
Terdapat rencana anggaran
Ruangan
Terdapat ruang konseling yang nyaman
Sarana dan prasarana
Tersedia sarana yang mendukung pelayanan rohani (konseling pastoral)
Media
Media yang menarik dan menginspirasi
Inputs
Data Terdapat petugas PC, pastor, suster, pendeta, perawat dan dokter yang terlibat dalam layanan ini. Kompetensi yang dimiliki lebih pada adanya hati untuk melayani, tingkat pendidikan perawat adalah D3 keperawatan, dokter yang berperan dokter umum, serta suster yang terlibat S2 keperawatan (MN). Sesuai dan bila ada yang urgen bisa diluar jam tersebut. Tidak ada anggaran khusus, namun bila petugas PC mengajukan anggaran akan dipertimbangkan oleh pihak rumah sakit. Terdapat satu ruang PC tidak kedap suara, berdekatan dengan ruang operasi, dan ruang lainnya. Situasi kurang tenang. Tersedia telepon penghubung antar unit rumah sakit, 1 unit komputer, tape dan perlengkapan audio/radio, lemari buku. Poster dan mading disesuaikan dengan dunia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Metode pelayanan pastoral
Kunjungan setiap hari kepada semua pasien tanpa memandang suku, agama, ras dan layanan konseling bagi pasien yang membutuhkan.
107
kesehatan dan hari-hari penting RSK Budi Rahayu maupun gereja. Petugas mengunjungi pasien setiap hari dengan menyapa, mendengarkan, dan memberi solusi serta dukungan.
Dari hasil evaluasi konteks dan input dapat ditarik kesimpulan bahwa program perencanaan sudah sesuai dengan indikator dan kriteria yang ada. Baik dalam hal perencanaan program maupun sumber-sumber yang mendukung terlaksananya suatu program yang direncanakan yaitu layanan konseling pastoral bagi pasien di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. 2. Pelaksanaan Layanan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar Layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu sudah diprogramkan sejak tahun 2004. Hal itu terungkap dari dokumen hasil evaluasi tim pastoral care, yang menyebutkan bahwa salah satu program layanan hidup rohani adalah layanan konseling untuk pasien dan karyawan RSK Budi Rahayu. Layanan ini berjalan sedemikian tanpa adanya sebuah perencanaan yang tertulis. Program rutin yang dilaksanakan mengacu pada program pastoral care secara umum, salah satunya adalah kunjungan rutin kepada para pasien dan keluarganya. Namun karena keterbatasan tenaga, maka yang mendapat layanan ini lebih terfokus pada pasien dan keluarganya. Dari hasil penelitian dapat ditemukan beberapa aspek yang terlaksana dari layanan konseling di RSK Budi Rahayu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
Peneliti lebih lanjut mendapatkan data dari dokumen prosedur tetap layanan pendampingan/konseling pastoral, prosedur ini dibuat pada tahun 2012. Berdasarkan kriteria evaluasi didapatkan hasil penelitian sebagai berikut: Tabel 9. Hasil Evaluasi Proses Aspek
Proses
Indikator Keterlaksana an program Waktu pelaksanaan
Kriteria Program terlaksana sesuai rencana Sesuai rencana
Pemberian layanan pastoral (pendamping an dan konseling ) Penggunaan media layanan rohani
Pasien merasa puas atas layanan rohani yang disediakan rumah sakit
Penggunaan metode pelayanan pastoral
Pasien terlibat dan mau terbuka terhadap layanan konseling pastoral
Pasien dan keluarga merasa terhibur, serta memperoleh peneguhan.
Data Terlaksana. Sesuai rencana dan siap sedia bila dibutuhkan diluar jadwal yang ada. Pasien merasa gembira, puas, bangga melalui pelayanan ini.
Media audio/radio (musik instrument, lagu rohani maupun lagu profan, doa, pembacaan kitab suci dan renungan, cerita inspiratif) ada setiap hari mulai pukul 07.00-15.00, dan pukul 05.30-06.00 bisa ada misa. Kadang-kadang suara tidak terdengar dan juga kadang terlalu keras. Catatan: karena pasien mayoritas muslim, mereka lebih suka menonton televisi dari pada mendengarkan siaran radio rumah sakit. Petugas mencari data pasien terlebih dahulu,kemudian mengunjungi dengan beberapa tahap dan pasien dengan sendirinya cerita tentang kehidupan dan relasinya dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Ketercapaian layanan konseling pastoral
Pasien merasakan dampak positip dari layanan yang diperolehnya (kesembuhan, peneguhan, motivasi, makna hidup)
109
orang-orang terdekatnya. Pasien yang awalnya cemas, gelisah dan tidak merespon menjadi lebih tenang dan mau terbuka terhadap petugas dan tim medis.
Dari data kriteria dalam kolom di atas dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Jadwal pelaksanaan layanan konseling pastoral Ketepatan
waktu
para
pelayan
konseling
pastoral
sangat
mempengaruhi kesiapan para pasien dan keluarganya dalam menerima layanan ini. Apabila layanan ini diberikan pada saat yang tepat, maka pasien dan keluarga tentunya merasa senang dan terdukung, serta mereka tidak merasa terganggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan layanan konseling pastoral/pelayanan pastoral RSK Budi Rahayu berjalan sesuai dengan jadwal
yang
direncanakan.
Pelaksanaan
pelayanan
konseling
pastoral/pastoral care dilaksanakan setiap hari, mulai pukul 08.30-10.00 WIB dilanjutkan pukul 11.00-12.30 WIB, seperti yang diungkapkan salah seorang petugas: ”…pendampingan dilakukan setiap hari, mulai pukul 08.30-10.00 dilanjutkan pukul 10.30-12.15 WIB. Karena jam itu pasien sudah selesai mendapat perawatan dan jam 09.30/10.00 kembali ke PC karena saat jam itu banyak pengunjung yang datang menjengguk pasien. Biasanya tidak bisa ditargetkan, tergantung situasi pasiennya. Biasanya per paviliun bergantian setiap hari. Jika perlu biasanya setelah jam kunjung, saya lanjutkan ”(PW.PC)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
Dari pernyataan tersebut tampak bahwa waktu pelaksanaan layanan konseling pastoral diatur sedemikian rupa setelah pasien mendapatkan perawatan medis. Dari situasi tersebut diharapkan, bahwa para pasien dan keluarganya sudah siap menerima kehadiran pelayan pastoral care tanpa ada rasa terganggu. Sedangkan dokter waktunya meyesuaikan dengan jadwal kunjung pasien (visitebed) dan perawat menyesuaikan kondisi pasiennya. Pelayanan konseling pastoral dilakukan setiap hari, waktunya tidak tentu. Hal itu bergantung pada konselornya (dokter perawat, pendeta, romo). Pelayan pastoral/unit PC secara pasti melaksanakan layanan ini setiap hari. Waktu pelaksanaannya dari pukul 08.30-09.30 WIB, kemudian dilanjutkan pukul 10.30-12.15 WIB. Responden lain yang secara rutin kunjung pasien setiap hari adalah seorang suster pemilik rumah sakit, beliau sebagai ketua PKRS sekaligus sebagai SPI (Sistem Pengawas Internal) rumah sakit. Responden melaksanakan layanan konseling pastoral dari pukul 10.00-12.15/12.30 WIB. Durasi waktu konseling pastoral tidak sepanjang konseling yang diberikan kepada orang sehat. Orang sakit tentu tidak sekuat orang sehat. Lama waktu konseling pastoral berkisar 15-30 menit, seperti yang dijelaskan seorang perawat: “…tidak pasti, tergantung kasusnya. Seandainya ringan biasanya 15 menit, tapi kalau situasi kritis memang butuh waktu panjang . Selama ini waktunya tidak tentu, tergantung situasi dan kondisi pasien. Tetapi setiap hari sering terjadi konseling” (PW.IC).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
b. Sasaran Penentuan sasaran pelayanan konseling di RSK Budi Rahayu sangatlah penting. Hal ini akan membantu para pelayan konseling pastoral dalam melaksanakan tugasnya secara tepat sasaran. Dari hasil penelitian ini, secara umum responden menyatakan bahwa sasaran pelaksanaan layanan konseling pastoral adalah semua pasien rawat inap dan keluarganya tanpa memandang agama, seperti yang diungkapkan dokter dan perawat: “Menurut saya seluruh pasien rawat inap di rumah sakit ini mendapat layanan konseling pastoral, tanpa memandang agama” (PSs.D3; PSs.D2, PSs.D1, PSs.P1, PSs.P3). Dari pernyataan di atas jelas bahwa pelayanan ini ditujukan untuk semua pasien khususnya pasien rawat inap. Kenyataan bahwa tenaga yang memberi pelayanan tersebut terbatas, maka pelayanan lebih difokuskan pada pasien-pasien istimewa/khusus dengan kasus penyakit berat dan yang lebih membutuhkan layanan konseling. Seperti yang diungkapkan beberapa perawat: “selama ini pasien yang membutuhkan pendampingan khusus, pasien yang mengalami kecemasan yang tinggi akan penyakit yang dideritanya yang akan menghambat aktifitasnya. Misalnya: pasien penderita kanker dan stroke (PSs.IC; PSs.P2;PSs.P4). “.....,biasanya yang dikunjungi adalah pasien-pasien dengan kondisi penyakit yang berat seperti Stroke (CVA), Hipertensi” (PSs.P3) c. Jumlah Perjumpaan Layanan konseling yang efektif terjadi bila seorang konselor mampu menyadarkan konseli akan dirinya dan ada perubahan sikap, cara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
berpikir, serta ada rencana jangka pendek yang akan dibuatnya. Kehadiran konselor juga mampu memandirikan konseli, agar tidak tergantung pada konselor. Maka untuk itu konselor perlu peka akan kebutuhan konseli dan berani untuk tegas bila muncul ketergantungan pada diri konseli. Penentuan jumlah pertemuan konseling sangat penting dalam layanan konseling pastoral. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pelayan/yang terlibat
dalam
layanan
konseling
pastoral
memberikan
layanan
pendampingan kepada pasien hanya satu kali. Seperti diungkapkan perawat dan petugas pastoral: ”…., biasanya sekali. Biasanya saya menawarkan apakah saya perlu datang atau tidak? Jika ya, maka saya akan hadir lagi”(PJP.PC; PJP.IC; PJP.Rm; PJP.SS )
Pertemuan terjadi hanya satu kali, karena pelayan pastoral merasa bahwa konseli (pasien/keluarganya) sudah mampu untuk berpikir dan mengambil keputusan secara tepat. Petugas yang terlibat dalam pemberian konseling menemukan bahwa kasus konseli tidak terlalu serius. Pernyataan tersebut bukanlah sebuah ketentuan yang baku, perawat ataupun petugas yang terlibat dalam pemberian layanan konseling pastoral akan terbuka melayani bila diminta dan akan menindaklanjuti layanan tersebut bila dirasa perlu untuk dilakukannya, seperti diungkapkan pelayan pastoral: “Biasanya ketika mereka sudah mencari alternatif-alternatif dan sudah cocok dengan dirinya. Saya rasa mereka sudah bisa mandiri, saya menghindari adanya ketergantungan, menghibur-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
hibur, memang arahnya tidak kesana, dan saya rasa ia sudah bisa. Mungkin sekali dilihat, ternyata dia sudah merasa senang, mau apa sudah direncanakan, biasanya ya sudah jalan sendiri” (PJP.SS). ”Itu juga tergantung kasusnya. Biasanya pasien dan keluarganya kalau sudah tenang ya sudah cukup, dan bila mereka konsultasi lagi ya kita layani” (PJP.IC) Dari pernyataan di atas, semakin jelas bahwa jumlah pertemuan layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu tergantung kasus dan tingkat kebutuhan pasien maupun keluarga pasien. Hal itu bertujuan agar konseli (pasien dan keluarganya) mampu untuk mandiri. d. Tahap-tahap Layanan Konseling Pastoral Pengetahuan dan pemahaman terhadap tahap-tahap layanan konseling pastoral membantu pelayan konseling pastoral RSK Budi Rahayu melaksanakan layanan ini secara terarah. Hal itu tentu membuat proses layanan konseling berjalan secara efektif. Proses ini bukan sekedar kunjungan orang sakit. Pelayan konseling pastoral berhadapan dengan mereka yang sakit. Mayoritas pasien yang dilayani kelompok ekonomi menengah ke bawah, maka sangat penting bagi pelayan konseling pastoral mengenal
pasien
yang
hendak
dikunjunginya.
Jika
pelaksana
berjalan/melangkah sesuai prosedur/tahap-tahap yang ada, tentunya akan sangat membantu mereka ketika berhadapan dengan pasien. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, mereka yang terlibat dalam layanan konseling pastoral sudah mengetahui penyakit, asal pasien, bahkan masalah-masalah yang mungkin ditangkap oleh perawat yang merawatnya. Pelayan pastoral sebelum datang ke pasien sudah melakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
identifikasi kebutuhan dan masalah pasien, sehingga ketika datang ke pasien ia sudah memiliki gambaran tentang pasien yang dikunjunginya. Seperti diungkapkan seorang suster: ”saya mencari datanya dulu, kondisi bagaimana, hasil pemeriksaan lab bagaimana, mencari informasi ke perawat kirakira pasien butuh bantuan apa?, jadi saya datang tidak kosongkosong. Saya datang ke pasien sudah tahu dan punya gambaran, kira-kira saya bisa memberi apa pada mereka. Awalnya saya memperkenalkan diri, kemudian tanya gejala yang dirasakan, dan memang segala penyakit itu memiliki gejala yang berbeda karena secara ilmu saya tahu dan mengingat itu. Kemudian baru secara ekonomi, saya jelaskan untuk pengobatan selanjutnya, biaya dan kondisinya bagaimana, pasti secara kejiwaan, mereka ada rasa sedih, cemas, maka saat itu saya mengajak mereka utk berpikir, juga memberi alternatif-alternatif, disamping itu juga tak terlepas dari campur tangan Tuhan, sambil mengajak mereka untuk tetap berdoa. Jika mungkin saya ajak berdoa, menganjurkan doa Rosario jika mungkin bagi keluarga yang menjaganya. Saya sampai follow up untuk hari selanjutnya mereka biasanya lebih baik” (PLL.SS).
Dari pernyataan di atas tampak bahwa petugas layanan konseling pastoral menerapkan langkah-langkah yang tersusun rapi dari awal konseling sampai akhir atau penutup. Hal itu juga didasari oleh pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman dalam bidang ini yang memadahi, sehingga mampu berjalan secara terstruktur. Hal itu berbeda dengan petugas yang memiliki latar belakang pendidikan di luar bidang ini. Petugas melaksanakannya sejauh yang ia tahu dan apa adanya, meskipun demikian bila dilihat lebih dalam, mereka juga melaksanakan sesuai prosedur. Hal itu meliputi: meminta ijin kepala ruangan, mencari informasi/data pasien, melakukan pendekatan terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
115
pasien dan keluarganya, menggali masalah, dan pemberian saran. Seperti diungkapkan petugas pastoral yang terlibat dalam layanan ini: ”biasanya saya kunjungan pasien dan keluarga pasien, untuk langkah-langkahnya itu biasanya seperti ini: saya datang langsung ke ruangan, setelah itu melihat status pasien (agamanya apa, sakitnya, dokter, asalnya); (pertama melakukan pendekatan dengan berkunjung, menyapa, dan menemani; 2) memberikan pendampingan untuk menggali sejauh mana apa yang dialami pasien pada saat itu; 3) menanggapi ungkapan pasien; 4) memberikan saran), setelah selesai kunjungan biasanya keruangan lagi untuk melakukan pencatatan ”.(PLL.Pc) Demikian perawat dan dokter yang terdorong untuk memberikan layanan konseling pastoral, juga secara otomatis menerapkan langkah-langkah dalam pelayanan ini. Pelayanan ini mereka sadari sebagai bagian dari pelayanan mereka, yang mana mereka juga diundang untuk memberi perawatan secara holistik. Seperti diungkapkan seorang dokter yang terlibat dalam pelaksanaan layanan konseling pastoral: ”Proses konseling dilakukan sambil dokter melakukan visite (bedvisite counseling).”….Awalnya kita perlu mengenal latar belakang pasien, pekerjaannya, “pak, bu…nopo sing dirasake?”, kebiasaannya, karena kadang penyakitnya ada kaitannya dengan pekerjaannya. Tetapi untuk kasus-kasus penyakit yang tidak bisa sembuh. Prosesnya: keluarga dipanggil ke ruang perawat untuk mendapat penjelasan detail, sedangkan untuk pasiennya sendiri diupayakan agar mendapatkan informasi-informasi yang tidak menambah stress pada yang bersangkutan” (PLL.D1). Ungkapan pelayan pastoral konseling yang lain: ”Kami menyapa pasien dan keluarganya sambil memberikan sentuhan (jabat tangan sambil mengenalkan diri); Menanyakan bagaimana yang dirasakan pada saat ini; Melakukan pendekatan agar pasien merasa nyaman dengan bahasa yang halus,bukan mendikte tetapi memberi dukungan; Dengan demikian biasanya pasien/keluarga akan lebih terbuka dan kemudian bercerita/menyampaikan beberapa hal; Bila sudah terkaji
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116
kemudian kita memberikan arahan, support ke pasien/keluarga dan bila perlu kami menanyakan ke pasien/keluarga apakah perlu mendatangkan pendeta/pak kyai/romo untuk doa bersama/sakramen; Bila memang memerlukan kami kemudian menghubungi petugas PC dan kami menyiapkan segala keperluannya”. (PLL.IC; PLL.Rm, PLL.PC1; PLL.P2) Dari beberapa pernyataan responden menunjukkan bahwa tahaptahap layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu tidak ada patokan yang baku, hal itu tergantung pada setiap pelayan pastoral yang terlibat dan situasi pasien yang dilayaninya. e. Teknik Komunikasi Penguasaan teknik komunikasi yang tepat akan membantu berjalannya proses pelayanan konseling pastoral. Komunikasi secara tepat akan membantu pasien berani terbuka dan merasa nyaman dengan pelayan pastoral yang mengunjunginya. Pasien dan keluarga pasien juga akan merasa dihargai sebagai pribadi, dan kehadiran pelayan konseling pastoral dirasakan memberi dukungan, serta mampu mendengarkan sehingga mereka merasa lega setelah mengungkapkan masalahnya. Dari hasil penelitian tampak bahwa setiap pribadi yang terlibat dalam layanan konseling bagi pasien dan keluarga pasien di RSK Budi Rahayu, sudah menggunakan teknik komunikasi yang menunjukkan penerimaan, empati, dan lain-lain. Seperti diungkapkan seorang dokter: ”biasanya dengan pelan-pelan dan sabar kita memberi tahu, pak…bu…kita lihat dulu hasil lab, nah untuk itu harus periksa darah. Belum tentu penyakitnya seperti apa yang bapak, ibu takutkan. Kalaupun benar supaya cepat memperoleh penanganan, secepatnya dan jika sembuh, maka bapak, ibu akan hidup seperti orang normal”. (PTK.D1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
Ungkapan perawat lainnya: “Dalam komunikasi dengan pasien maupun keluarga pasien biasanya, saya melakukan pendekatan secara halus dan tidak mendikte. Maksudnya,….mendengarkan mereka sampai selesai, walaupun ada kalanya cara pikir mereka yang tidak sesuai. Setelah itu baru saya mengarahkan dan memberi penjelasan, dengan menghindari kata “harus”, tetapi lebih menggunakan kata “sebaiknya”. Sehingga mereka tidak merasa digurui, juga kita tidak memaksakan untuk ikut kita kok. ….Dalam mendengarkan juga perlu kontak mata, tapi kontak mata yang menunjukkan pandangan yang bersahabat, teduh, sehingga orang merasa diterima dan dihargai. Saya juga sering memberikan sentuhan sebagai bentuk dukungan yaitu berjabat tangan dan memegang tangan pasien terutama yang kondisinya kritis (PTK.IC). Ungkapan perawat yang lain: ”….biasanya saya menggunakan komunikasi teraupetik. Komunikasi teraupetik yang sering saya lakukan itu bahwa ada empatinya yaitu kita ikut merasakan apa yang dirasakan oleh pasien, sehingga permasalahan yang ada bisa dikomunikasikan, mencari solusi, sehingga sangat penting memahami apa yang dirasakan, dialami pasien jadi lebih keempati ya.Tidak ada paksaan, memahami, ada kontrak waktu, boleh mengungkapkan, menjaga kerahasiaan, kalau ada tekanan-tekanan kita mungkin bisa membantu mungkin privasinya yang harus dijaga karena kerahasiaan perlu dijaga, kalau ujung-ujungnya keluarga”. (PTK.P2). Dari hasil penelitian terungkap bahwa perawat/kepala ruangan yang dipercaya untuk memberi pendampingan bila pasien mengalami masalah, ada usaha dan inisiatif untuk belajar, serta bertanya pada yang lebih ahli termasuk dalam hal konseling dan teknik komunikasi yang tepat bagi pasien. Seperti yang diungkapkan perawat sebagai berikut: “…..seandainya tidak bisa, biasanya saya tanya yang lebih menguasai teori “suster S…”. hal itu sangat membantu karena beliau mempunyai teori dan biasanya kita bisa lihat panduannya via online. Bila tidak bisa saya minta bantu beliau, karena ada trik-triknya” (PTK.P2).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
f. Kerja Sama Kerja sama adalah hal penting untuk dilakukan dalam bidang apapun, hal itu sebagai bentuk kesadaran manusia bahwa mereka makhluk sosial yang saling membutuhkan antara pribadi satu dengan yang lainnya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, antara petugas konseling pastoral dengan para perawat, serta dokter ada relasi dan kerja sama yang baik. Seperti diungkapkan seorang perawat: “sejauh yang saya tahu ada kerjasama dan relasi yang baik antara petugas PC dengan para perawat , karena memang ada kesinambungan yang tidak bisa terpisah-pisah (PKs.S, PKs.P1 PKs.P2, PKs.P3, PKs.IC, PKs.S). Dari pernyataan tersebut nampak adanya kesadaran dari petugas pastoral dan para perawat, bahwa layanan konseling pastoral merupakan sebuah layanan yang saling terintegrasi antara petugas pastoral dengan tim medis di RSK Budi Rahayu Blitar. Adanya integrasi dan kerjasama akan membantu proses pelaksanaan konseling pastoral bisa berjalan dengan baik. Hal ini berbeda yang diungkapkan oleh seorang dokter yang merasa selama ini tidak melibatkan petugas pastoral untuk layanan ini, hal ini terjadi karena dokter tersebut lebih memilih untuk melaksanakan sendiri saat visitebed. Seperti diungkapkan dokter sebagai berikut: “saya merasa sebagai dokter, belum menjalin kerjasama dengan unit PC, dalam penanganan pasien-pasien di ruang rawat inap”. (PKs.D1)”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
Meskipun demikian dokter tersebut merasa bersyukur bahwa setiap beliau melakukan visite ke pasien melihat petugas pastoral mengunjungi pasien-pasien, sehingga pasien merasa bahagia. Seperti yang diungkapkan dokter tersebut: “masih lumayan, ada mbak …yang bisa menyapa pasien setiap hari, sehingga mereka merasa didukung dan ditemani” //spontan//D1 g. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Layanan Konseling Pastoral Hambatan adalah hal yang tidak dapat dihindarkan dalam setiap pelaksanaan program. Sebagus apapun program yang direncanakan dalam perjalanan proses pelaksanaan tentu ada hambatan-hambatan yang dialami. Demikian yang dialami oleh pelayan pastoral konseling di RSK Budi Rahayu Blitar. Dari hasil penelitian terungkap bahwa hambatan yang dialami terkait ketenagaan. Selain tenaga yang terbatas, juga petugas yang memang fokus di unit pelayanan tersebut menyadari bahwa pengetahuan dan pemahaman dibidang layanan konseling pastoral masih kurang. Hal ini terkait latar belakang pendidikan yang di luar bidang tersebut. Seperti diungkapkan petugas: ”saya menyadari bahwa saya kurang pandai dan memiliki keterbatasan pengetahuan, ada rasa kurang percaya diri latar belakang pendidikan, pengalaman kurang. Tapi disisi lain ada yang memberi support. Ada yang menerima; ada rasa canggung saat ke pasien, kadang ada pasien yang menolak, keterbatasan tenaga“ (PHbt.PC).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
Untuk meningkatkan profesionalisme pelayanan medis, dokter dengan sendirinya tergerak untuk memberikan pelayanan ini. Hal senada juga dilakukan seorang suster yang tergerak bahwa layanan tersebut dinilai penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugas yang diembannya. Hal itu kurang optimal dan menyeluruh karena ada pekerjaan pokok yang harus menjadi yang utama. Karena tenaga mereka yang terbatas, sehingga mereka mengalami hambatan dalam memberikan layanan ini, yaitu tidak bisa secara menyeluruh dan mendalam. Seperti diungkapkan oleh dokter dan perawat demikian: ”…., pertama tidak adanya tenaga konseling ditempat ini. Sebenarnya saya tergerak dan bisa sedikit-sedikit memberikan, tetapi karena keterbatasan waktu dan tenaga sehingga tidak bisa mendalam; karena tenaga dokter umum terbatas sehingga harus dobel-dobel pekerjaan. Sepertinya bisa berjalan baik, tapi beberapa hal tidak bisa terselesaikan terutama yang terkait dengan pendokumentasian/administrasi”(P.Hbt.D1; D2; P.Hbt.IC)
Dari pernyataan di atas nampak bahwa pelayanan konseling pastoral memang ada kendala terkait ketenagaan, namun tim medis (dokter, perawat, dan suster) berusaha membuka hati terhadap kebutuhan tersebut. Sehingga meskipun harus membagi waktu sedemikian, mereka tidak memisahkan adanya pendekatan secara spiritual terhadap pasien yang dilayani. Mereka sadar bahwa kesembuhan bukan hanya secara fisik, namun secara mental dan batin juga butuh untuk disembuhkan. Karena ada kasus bahwa pasien sakit karena sebenarnya ada latar belakang masalah pribadi dengan keluarga/anggota keluarganya yang terdekat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
121
Selain itu, tidak semua perawat memiliki passion dalam bidang itu. Jadi meskipun mereka sebenarnya dibekali sejak menempuh pendidikan dan dipanggil untuk itu (merawat secara holistik). Mereka kurang antusias untuk melakukannya meskipun ada waktu. Seperti diungkapkan seorang perawat: ”waktu ke pasien banyak sebetulnya bisa, tapi ada beberapa tipe dari kami yang cuek dan hanya berfokus pada perawatan medis saja, untuk saya banyak waktu (Hbt.P2)” Dari pernyataan di atas nampak bahwa, layanan ini membutuhkan sebuah kerelaan dan keterbukaan hati. Meskipun punya bekal dan ada waktu, tetapi jika tidak ada minat juga tidak akan terjadi sebuah layanan konseling pastoral. 3. Evaluasi Hasil Layanan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar Data kriteria hasil evaluasi dari aspek hasil/produk sebagai berikut: Tabel 10. Hasil Evaluasi Hasil Aspek Hasil/ produck
Indikator Tujuan layanan tercapai
Kriteria Pasien mengalami perubahan (dari situasi bergumul menuju penemuan makna dalam hidupnya) Membangkitkan potensi pasien agar mampu mengambil keputusan.
Data Pasien & keluarga merasakan perhatian, didengarkan, dan mendapat dukungan dari rumah sakit. Pasien menjadi termotivasi dan dapat menemukan makna dari pengalaman sakit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
a. Dampak Layanan Konseling Pastoral Layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu yang selama ini berjalan sedemikian rupa, dengan tenaga yang terbatas dan daya upaya yang ada pada akhirnya membuahkan hasil. Yaitu sebuah dampak positip dan manfaat yang dirasakan oleh pasien dan anggota keluarganya, tim medis, serta
pihak rumah sakit. Pasien semakin pasrah/percaya
sepenuhnya bahwa Tuhan adalah Sang Maha pengasih dan penyayang, yang dapat membangkitkan semangat pasien untuk sembuh. Seperti diungkapkan seorang dokter: “dapat mengarahkan pasien untuk pasrah kepada Sang Pencipta, percaya sepenuhnya bahwa Tuhan adalah sang Maha pengasih dan penyayang, akan dapat membangkitkan semangat untuk sembuh. Tidak hanya sembuh dari penyakit fisiknya saat ini, tapi juga kesadaran bahwa kesembuhan tersebut juga datangnya dari Tuhan (secara spiritual ada rasa ketergantungan kepada Tuhan)” (Dp.D1) Selain itu, pasien juga merasa lebih tenang dan lebih kooperatif terhadap para perawat dan tim medis lainnya. Mereka juga memiliki semangat hidup, dan memiliki harapan. Seperti diungkapkan dokter, para perawat, dan pelayan konseling pastoral lainnya: “ya, dengan adanya PC akan berdampak pada kejiwaan pasien, pasien lebih bisa menerima keadaan yang dialaminya sehingga dokter dapat melakukan pengobatan dengan baik” (HDp.D3; HDp.Pc) Jika dilihat lebih dalam pelayanan ini juga membawa dampak bagi konselor sendiri yaitu mendatangkan pengalaman iman dan semakin menyadarkan dia, bahwa apa yang dilakukan bukan sekedar tugas pelayan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
lebih dari itu adalah sebuah panggilan. Seperti diungkapkan oleh seorang pelayan pastoral: “Hal itu menjadi pengalaman iman bagi pasien dan keluarganya, juga untuk saya. Bagi saya pendampingan pastoral adalah panggilan Tuhan, bukan sekedar tugas. Saya yakini bahwa dari pelayanan ini, Tuhan mau memanggil dan membentuk saya. Hal itu juga karena saya pernah sakit berat beberapa bulan. Tuhan sungguh mengasihi saya”. (MDp.Rm) Dari pernyataan di atas nampak jelas bahwa pelaksanaan layanan konseling pastoral memiliki dampak yang besar bagi pasien dan keluarga pasien, serta bagi rumah sakit (RSK Budi Rahayu, tim medis dan pelayan pastoral). Keterbukaan pasien dan keluarganya sangat membantu kelancaran proses pengobatan. Maka sangat penting
adanya
saling
percaya dan kerjasama, jika sepihak saja yang bersedia tentu akan menghambat proses pengobatan. b. Manfaat layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu Pengalaman langsung berada di rumah sakit membuka mata peneliti bahwa layanan ini sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi banyak pihak. Antara lain untuk pasien dan keluarganya, bagi tim medis di rumah sakit, serta bagi rumah sakit itu sendiri. Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dari layanan konseling pastoral. Yaitu: 1) Bagi pasien Pasien merupakan sasaran utama yang memperoleh layanan ini. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan ini bermanfaat bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
kesembuhan pasien. Pendampingan dan konseling yang diberikan memberikan dukungan bagi pasien. Mereka mereka lega dan plong, karena mereka sungguh didengarkan dan diterima tanpa diadili. Mereka menjadi lebih terbuka terhadap keadaan diri mereka, sehingga memudahkan tim medis dalam memberikan perawatan. Pasien yang memperoleh layanan ini juga merasakan diperhatikan, hal itu semakin memberi semangat bagi si sakit untuk cepat sembuh. Seperti diungkapkan seorang suster: ”bagi pasien dan keluarga: pasti mereka merasa lega dan plong ya.., karena mereka merasa didengarkan, karena selama ini tidak ada yang mendngarkan atau didengarkan tapi sudah ada pikirannya sendiri jadi langsung menvonis, mengadili, sehingga ketika sudah mendengarkan mereka puas karena didengarkan ; memuji Tuhan” (HMf.SS) Hal itu senada yang diungkapkan oleh seorang pasien rawat inap. Dari hasil penelitian, tampak bahwa layanan konseling pastoral sungguh dirasakan manfaatnya oleh pasien rawat inap yang memperoleh layanan ini. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa, pasien sangat berterima kasih atas layanan ini. Dia juga merasa didengarkan dan bisa leluasa menceritakan apa yang dialaminya, serta menyampaikan harapan kesembuhannya kepada petugas pastoral. Sebuah dorongan dan motivasi yang diberikan oleh petugas pastoral, juga memotivasi pasien ini. Seperti diungkapkan seorang pasien rawat inap (VIP): ”iya, saya sungguh berterima kasih untuk layanan ini, saya juga menjadi lega. Gimana ya orang sakit itu butuh untuk didengarkan, ingin menyampaikan harapannya untuk sembuh. Kalau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
dokter…”paling ya tunggu…”. Tidak mungkin mendengarkan”. (S3.8) ””ya itu tadi, pasien dapat menyampaikan harapannya, termotivasi, dan juga memperoleh dorongan atau semangat. Selain itu pasien dapat menceritakan apa yang dialaminya, karena kalau mengeluh pada dokter paling ya di jawab “tunggu ya lihat dulu” (S3.11) Selain itu pelayanan konseling pastoral juga bermanfaat agar pasien dapat percaya sepenuhnya pada penyelenggaraan Allah. Seperti diungkapkan seorang dokter: ”Saya rasa pendampingan secara spiritual yang dapat mengarahkan pasien untuk pasrah kepada Sang Pencipta, percaya sepenuhnya bahwa Tuhan adalah sang Maha pengasih dan penyayang, akan dapat membangkitkan semangat untuk sembuh. Tidak hanya sembuh dari penyakit fisiknya saat ini, tapi juga kesadaran bahwa kesembuhan tersebut juga datangnya dari Tuhan pengasih dan penyayang, akan dapat membangkitkan semangat untuk sembuh. ……” (HMf.D1) Seorang dokter, perawat, dan pelayan pastoral yang memahami tujuan dari layanan pastoral akan mendapatkan manfaat, bahwa layanan yang mereka berikan pada hakikatnya adalah untuk memberikan kesadaran bahwa kesembuhan tidak hanya dari obat ataupun hasil perawatan mereka semata. Justru pasien diajak untuk menyadari bahwa kesembuhan datangnya Tuhan Yang Maha pengasih dan penyayang, mereka hanya menjadi alatNYA. 2) Bagi Keluarga Manfaat layanan konseling pastoral tidak hanya dirasakan oleh pasien, keluarga pasienpun turut merasakan manfaat layanan ini. Keluarga pasien yang memperoleh layanan ini merasa mendapat perhatian dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
respeck dari pelayanan rumah sakit. Mereka juga menjadi lebih tenang dan percaya pada tim medis yang merawat pasien. Keluarga merasa bangga karena keluarganya yang sakit diperhatikan dan didoakan. Seperti diungkapkan seorang keluarga pasien: ”Perasaan saya menjadi senang atas kunjungan petugas RSK Budi Rahayu, bila dibandingkan dengan di RS Negeri. Perawatnya bersahabat ada nilai(+)nya dalam pelayanan rohani, saya bangga dengan pelayanan RS” Selain perasaan bangga, keluarga pasien juga merasakan bahwa layanan ini sangat bermanfaat bagi mereka. Dari hasil penelitian mengungkapkan bahwa manfaat yang dialami oleh keluarga pasien dari pelayanan pastoral rumah sakit adalah keluarga mengalami pertumbuhan iman, merasakan bersatu kembali dengan Tuhan setelah beberapa tahun meninggalkan gereja karena salah satu anggota keluarganya sakit. Seperti diungkapkan oleh keluarga pasien: ”…sangat bermanfaat. Manfaatnya yang saya alami saat menjaga istri saya adalah bahwa kami mengalami pertumbuhan iman, merasa terhubung kembali dengan Tuhan saat bertemu dengan utusan Tuhan : Suster, Romo dan ASIM karena memang sudah lama kami tidak ke Gereja, istri saya sakit, membuat keluarga merasa jauh dari Tuhan(istri dan anak)” Selain itu anggota keluarga pasien juga merasa lebih tenang, merasa diperhatikan, dan juga merasa senang. Seperti diungkapkan perawat dan pelayan pastoral: ”pasien dan keluarga menjadi lebih tenang dan lebih bisa menerima(PDp.IC)”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
127
3) Bagi Rumah Sakit Layanan konseling pastoral juga mendatangkan manfaat bagi rumah sakit khususnya RSK Budi Rahayu. Dari hasil penelitian mengungkapkan kualitas/mutu
bahwa,
layanan
ini
mampu
meningkatkan
pelayanan RSK Budi Rahayu. Seperti diungkapkan
perawat: “bagi RS manfaatnya yaitu meningkatkan mutu pelayanan terutama di bidang pelayanan RS” (HMf.P2.1//9, HMf.S//11). Selain itu juga meningkatkan kepuasan pasien, karena ada pelayanan rohani yang mampu dirasakan oleh semua pasien. Sehingga pengalaman itu akhirnya mampu diceritakan kepada masyarakat yang lain dan pada akhirnya meningkatkan jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit ini. Seperti diungkapkan dokter dan perawat: “bagi RS juga bermanfaat karena pasien akan menceritakan pengalaman-pengalamannya selama dirawat di RS kepada temanteman/sanak keluarganya (tentang hal-hal yang positip, termasuk layanan PC), sehingga akan terbangun penilaian masyarakat, bahwa pelayanan di RS adalah baik/menyeluruh. Dengan demikian dapat meningkatkan jumlah kunjungan pasien/masyarakat ke RS ini” (HMf.D1//1; HMf.D3//3). c. Hal yang Mendukung Pelaksanaan layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu bisa berjalan sedemikian, meskipun tidak ada program yang secara detail yang tertulis. Hal-hal mendukung yang ditemukan adalah adanya pribadipribadi yang tergerak untuk melakukan layanan tersebut, karena mereka berusaha mewujudkan apa yang sudah dipelajarinya. Selain itu juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
128
sebagai bentuk dukungan dan harapan untuk memanusiakan sesamanya. Seperti diungkapkan seorang perawat: ”Bagi saya, pasien adalah keluarga saya, bagaimana saya memanusiakan mereka yang merupakan keluarga kita. Kita sebagai perawat, sebenarnya diajarkan untuk dapat memberi perawatan secara menyeluruh. Secara keilmuan kita sebenarnya sudah dibekali” (HDk.IC). Pernyataan
perawat/petugas
pastoral
mengungkapkan bahwa mereka berusaha untuk
yang
lain
juga
mencari tahu dengan
membaca maupun bertanya. Ada usaha diantara mereka untuk bisa memberikan layanan ini, demi kesembuhan menyeluruh. Seperti diungkapkan perawat: ”untuk mengatasi saya tidak putus asa, berusaha, saya harus tahu kenapa menolak. Mungkin karena malam tidak bisa istirahat, maka ia butuh untuk tidur, walau ada tantangan penolakan saya tidak nglokro/putus asa, saya mencari tahu kenapa, dan tetap semangat. Dari semangat itu membuat kita mencari tahu, mencari solusi ”mungkin waktunya yang tidak pas”. Lebih banyak membaca, misal: novel tentang guru dengan murid, saya mengibaratkan saya dengan pasien, saya menyerasikan dan mempraktikkan apa yang saya baca dari lapangan” (HDk.Pc). ”seandainya bila tidak bisa, biasanya saya tanya yang lebih menguasai teori “suster S…”. hal itu sangat membantu karena beliau mempunyai teori dan biasanya kita bisa lihat panduannya via online. Bila tidak bisa saya minta bantu beliau, karena ada trik-triknya” (HDK.P2). Selain hal-hal mendukung yang di atas, terungkap juga bahwa adanya kerjasama dan komunikasi antara para perawat dengan petugas pastoral care juga turut mendukung kelancaran pelaksanaan layanan konseling pastoral di rumah sakit ini. Seperti diungkapkan petugas pastoral: ”Tersedianya sarana telephon untuk mempermudah menghubungi antara unit PC dan unit-unit yang lainnya; Jaraknya dekat dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129
mudah dijangkau; Ada keterbukaan komunikasi yang baik dengan petugas PC dan perawat di ruangan (PC) seandainya bila tidak bisa biasanya saya” (HDk.Pc) d. Harapan dan Usulan Kesadaran
akan
pentingnya
perawatan
secara
menyeluruh,
memunculkan harapan yang mendalam bagi para dokter dan perawat akan pentingnya keberadaan psikolog ataupun konselor yang secara kontinu memberikan pelayanan di RSK Budi Rahayu. Seperti diungkapkan seorang dokter: ”pada masa mendatang perlu adanya tenaga psikolog, ataupun kalau tidak ada paling nggak orang yang mendapat pelatihan konseling, syukur jika ada suster yang memiliki basic konseling. Saat ini untung terbantu adanya suster …, tapi harapannya bahwa ada satu yang fokus dibidang ini. Karena pasien lebih memilih suster daripada awam. Aura suster beda dengan awam” (H.Usl.D1) Pernyataan tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh pasien VIP: “sangat penting, karena pada posisi sulit “saat orang mengalami sakit”, ia butuh teman, empati, dan dorongan. Terlebih dirumah sakit katolik Budi Rahayu ini, karena RS ini menjadi pusat pilihan rakyat Blitar. Dengan layanan ini orang sakit bisa menyampaikan harapannya (rindu untuk sembuh), mendapat motivasi, dan dukungan. Lebih baik lagi jika ada Romo, suster biarawati, karena ada sugesti yang berbeda” (S3.9) Pernyataan perawat yang lain: “Masukannnya ada tenaga konseling, memang saat ini ada Sr…yang terlibat, namun bila belliau pergi. Tidak ada pendelegasian, maka KR (Kepala Ruangan) yang bertanggungjawab atas pasien di ruangan itu. Kalau KR sibuk, siapa?” (H.US.P2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
130
Pernyataan di atas mengungkapkan bahwa tenaga psikolog/ konselor sangat dibutuhkan di RSK Budi Rahayu Blitar. Karena pasien datang ke rumah sakit tidak hanya sakit secara fisik saja, hal itu terungkap ketika menceritakan secara pribadi bahwa ada latar belakang masalah dalam hubungannya dengan keluarga (suami, istri, menantu, dsb). Seperti diungkapkan seorang dokter: “Pendekatan kita teorinya memang harus holistik, mungkin sama dengan di BK. Kalau yang psikosomatis ini psikisnya tidak ada intervensi, penyakitnya tidak akan sembuh. Kadang suami istri bertengkar, kalau yang pribadi malah kadang kita tidak bisa apaapa” (PTK.D1)
Sakit yang dialami oleh pasien akibat masalah yang dihadapi membutuhkan pendampingan dan konseling yang mendalam. Hal itu membutuhkan waktu yang panjang, maka sangat penting adanya seorang petugas konseling yang intensif dibidang pelayanan ini. Meskipun tidak ada masalah berat ada kalanya pasien membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkannya dengan hati dan memiliki keterampilan komunikasi yang efektif, dalam menanggapi ungkapan hati si sakit. Seperti diungkapkan seorang pasien rawat inap (VIP): “supaya layanan konseling ditetapkan dan ada tenaga khusus, sehingga secara periodik bisa mendampingi pasien yang membutuhkan. Selain itu juga penting bagi konselor yang ramah, bisa mencairkan suasana, sehingga kedatangannya tidak terlalu kaku. Sesungguhnya saat sakit, pasien butuh seseorang yang bisa mendengarkan untuk menyampaikan ungkapan hatinya” (S3.13)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
131
B. Pembahasan 1. Perencanaan Layanan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar Purwanto
(2014:106),
mengungkapkan
bahwa
perencanaan
merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap organisasi atau lembaga dan bagi setiap kegiatan, baik perorangan maupun kelompok. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa tanpa perencanaan atau planning, pelaksanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan mungkin kegagalan. Maka sangat penting membuat perencanaan setiap tahunnya. Selain itu ada pepatah kuno mengatakan tentang dokumentasi: jika tidak direncanakan, pasti tidak dilaksanakan (Young & Koopsen, 2007:158). Sesuai ruang lingkup rumah sakit, maka rencana konseling pastoral mencakup: program (konseling pastoral), sasaran, SDM (tenaga konseling pastoral), keuangan, dan perlengkapan (Purwanto:107). Hal itu perlu melibatkan banyak pihak, selain koordinator pastoral care, tenaga konseling pastoral, juga perawat dan dokter yang terlibat dalam layanan konseling pastoral ataupun pastoral care. Lebih lanjut Willis (2014: 230), mengungkapkan bahwa rencana konseling harus mencakup tentang teknikteknik
konseling,
tujuan,
langkah-langkah,
dan
kemungkinan-
kemungkinan adanya hal-hal yang tidak dapat dipecahkan. Berdasarkan data yang ditemukan peneliti, bahwa di RSK Budi Rahayu sudah memiliki sebuah perencanaan dalam layanan konseling pastoral. Hal itu bertujuan agar mampu memberikan sentuhan secara manusiawi terhadap pasien dan pada akhirnya diarahkan juga untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132
mengalami kasih Allah Sang Penciptanya. Perencanaan mengacu pada program tahunan pastoral care secara umum dan tetap setiap tahunnya. Sehingga ketika ditanya tentang program dan perencanaan konseling pastoral, responden yang terlibat dalam layanan konseling pastoral tidak tahu dan mengatakan tidak ada. Hal ini berdasarkan pernyataan responden yang mengatakan sebagai berikut: “selama ini tidak ada program suster, tidak ada sosialisasi”. Dari hasil di atas maka sangat penting bagi RSK Budi Rahayu Blitar (unit pastoral care/konseling pastoral) membuat program setiap tahunnya dan mensosialisasikan pada pihak-pihak yang terlibat dalam layanan ini serta kepada pasien dan keluarganya. Perencanaan perawatan spiritual yang efektif harus didasarkan pada penilaian yang telah dilaksanakan. Jadi perencanaan harus mencerminkan kebutuhan yang dikenali selama fase penilaian, penilaian harus diverifikasi dengan pasien dan realistik. Sasaran harus disepakati oleh kedua belah pihak (Koopsen dan Young, 2007: 155). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam perencanaan program konseling pastoral perlu adanya penilaian atau analisis kebutuhan terlebih dahulu. Taylor (Koopsen dan Young, 2007: 155), mengungkapkan bahwa kesehatan spiritual mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis, maka ia harus menjadi prioritas utama saat perencanaan perawatan, khususnya bagi pasien yang didiagnosis menderita distres spiritual.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
133
Jadi perencanaan layanan konseling pastoral mencakup, antara lain: analisis kebutuhan klien (pasien), teknik konseling, tujuan, langkahlangkahnya dan kemungkinan-kemungkinan adanya hal-hal yang tidak dapat dipecahkan. 2. Pelaksanaan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar Dari hasil penelitian, pelaksanaan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar sudah terlaksana dengan baik. Hal itu sesuai dengan program yang direncanakan. Meskipun tidak sempurna, namun nampak adanya usaha bagi setiap pihak yang terlibat dalam melaksanakan layanan tersebut. Keterbatasan tenaga ternyata tidak menghalangi terjadinya layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar. Dengan bekal yang ada yaitu pelatihan pendampingan kepada orang sakit dan bekal pendidikan keperawatan, tim medis dan tenaga pastoral care berusaha untuk memberikan layanan spiritual (konseling pastoral) bagi pasien dan keluarganya. Hal itu terwujud dalam pelaksanaan kunjungan dan pendampingan pasien sesuai jadwal yang ada; adanya kerjasama antara tim medis (dokter, perawat) dan pelayan pastoral (Romo, suster, pendeta, dan ulama); adanya prosedur atau langkah-langkah dan teknik-teknik yang diterapkan saat melakukan pendampingan pasien; serta etika yang mereka pegang dalam pemberian layanan ini. Pelaksanaan konseling pastoral menurut Tulus Tu’u (2007:86-93) mencakup tiga tahap yaitu: 1) tahap awal ; 2) tahap inti; 3) tahap penutup.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134
Lebih lanjut Willis (2014: 50-54), mengungkapkan bahwa proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut Willis (2014: 50), proses konseling dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: 1) tahap awal konseling, hal ini mencakup: membangun hubungan; memperjelas
dan
mendefinisikan
masalah;membuat
penaksiran;
menegosiasikan kontrak, 2) tahap pertengahan (tahap kerja), mencakup: menjelajahi dan mengekplorasi masalah; menjaga hubungan konseling agar terpelihara; proses konseling berjalan sesuai dengan kontrak, 3) tahap akhir (tahap tindakan). Pelayan pastoral sudah melaksanakan proses layanan konseling pastoral sesuai dengan tahap-tahapnya. Yaitu diawali dengan melihat data pasien dan mencari informasi kepada tim medis yang bertugas, setelah itu melakukan kunjungan. Diawal proses pendampingan selalu diawali dengan membangun hubungan dengan pasien, setelah merasa nyaman maka dengan sendirinya pasien menceritakan pergulatan maupun masalahmasalah yang dihadapinya, setelah tergali petugas memberikan informasi dan solusi juga pilihan-pilihan yang membebaskan, memberi dukungan dan menutup konseling serta membuat kontrak bila dibutuhkan lagi. Dalam pelaksanaan program tentunya tidak berjalan sempurna, keterbatasan dan kekurangan baik sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana tentunya turut menentukan kelancaran pelaksanaan konseling di RSK Budi Rahayu Blitar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
135
Dari hasil penelitian ditemukan adanya hambatan-hambatan dalam pelaksanaan layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar, hambatan yang ada meliputi: keterbatasan tenaga yaitu tidak adanya tenaga khusus (konselor) rumah sakit, pelayan pastoral masih kurang dalam
pengetahuan dan pengalaman tentang konseling, tidak adanya
ruang konseling, tidak semua perawat tertarik dalam layanan ini, pengetahuan dan pemahaman pasien/klien yang kurang sehingga membutuhkan waktu yang lama. 3. Hasil Pelaksanaan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar Konseling pastoral yang dilaksanakan dan diberikan kepada pasien dan keluarga memberi dampak positip dan manfaat bagi para pasien dan keluarganya, rumah sakit, maupun pihak konselor yang melaksanakannya. Dari hasil penelitian ditemukan banyak manfaat dari layanan konseling pastoral bagi pasien dan keluarganya, antara lain: pasien mengalami penghiburan, perhatian, dukungan/motivasi, didengarkan, diterima dengan empati. Dari pengalaman-pengalaman positip tersebut sehingga memberikan pengharapan bagi pasien untuk sembuh dan dapat menerima situasi sakitnya dengan terbuka, selain itu keluarganya juga merasakan penghargaan dari pihak rumah sakit. Pengalaman positip yang dialami oleh pasien dan keluarganya juga memberikan manfaat bagi RSK Budi Rahayu Blitar yaitu meningkatkan rasa kepercayaan dan kualitas, serta jumlah pengunjung di RSK Budi Rahayu Blitar. Demikian bagi seorang konselor pastoral juga merasakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
136
bahwa pelayanan pastoral yang dijalankan sebagai suatu anugerah dan panggilan. Pengalaman dalam mendampingi pasien semakin menyadarkan bahwa mereka hanya sebagai perpanjangan tangan Tuhan, membuat mereka diperkaya dalam iman, dan membuatnya semakin rendah hati bahwa karya Roh Kuduslah yang memampukan mereka. Hal di atas sesuai dengan fungsi-fungsi layanan konseling pastoral yang diungkapkan Clebsch dan Jaekle (Wiryasaputra:1999), bahwa konseling
pastoral
menyembuhkan
mempunyai
(healing);
beberapa
menopang
fungsi,
(sustaining);
antara
lain:
membimbing
(guiding); memperbaiki hubungan (reconciling); mendidik/membina (educating/forming).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memaparkan kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi tentang kesimpulan dari penelitian. Hal ini mencakup garis besar hasil yang didapatkan oleh peneliti. Bagian saran memuat saran, saran ditujukan untuk pihak rumah sakit (RSK Budi Rahayu, koordinator Pastoral Care/PC, petugas layanan PC ataupun pihak yang terlibat dalam pelayanan konseling pastoral), dan bagi Program Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan layanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan: 1. Perencanaan layanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. a. Perencanaan layanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar sudah terlaksana. Perencanaan mengacu pada program pastoral care secara umum. Hal itu meliputi: kegiatan manusiawi (kunjungan dan sapaan), pendampingan/konseling, siaran radio, penerimaan sakramen bagi yang membutuhkan. b. Perencanaan sesuai tujuan yaitu untuk mendampingi pasien dalam mengumuli pengalaman hidupnya, sehingga pasien menemukan makna
137
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
138
dalam hidupnya dan semakin mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. c. Layanan ini sudah tepat sasaran yaitu bagi semua pasien tanpa memandang suku dan agama. d. Selain petugas PC (pastoral care) yang terlibat dalam layanan ini, juga ada dokter, para perawat, dan suster pemilik rumah sakit yang tergerak untuk terlibat dalam pelayanan ini. e. Tersedia sarana dan prasarana, serta media yang bisa menginspirasi pasien maupun anggota keluarganya. 2. Pelaksanaan Layanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. a. Pelaksanaan layanan konseling Pastoral berjalan dengan baik, hal itu karena sudah direncanakan dan dijadwalkan. Sudah tepat sasaran yaitu para pasien yang membutuhkan pendampingan/konseling tanpa membedakan agama. b. Ada kerjasama dan keterlibatan dari banyak pihak, yaitu: dokter, para perawat, suster pemilik rumah sakit, dan majelis. c. Teknik konseling yang diterapkan lebih pada penerimaan, yaitu dalam bentuk komunikasi teraupetik. Maksudnya adalah komunikasi yang ditandai adanya rasa empati, menghargai, mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan dukungan (senyuman, sentuhan, pandangan yang bersahabat).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
139
d. Pelaksanaan sesuai langkah-langkah konseling, meskipun tidak ada dalam perencanaan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) tahap awal, yaitu mencari data pasien. Hal itu dilakukan agar mengetahui penyakit dan kebutuhan pasien. Setelah itu melakukan kunjungan dan membangun relasi yang baik dengan pasien; 2) tahap kerja, meliputi: mendengarkan apa yang menjadi pergumulan pasien, mengeksplorasi; 3) tahap akhir/penutup: memberi informasi, saran dan alternatif-alternatif, serta dukungan, dan kontrak waktu bila dibutuhkan. e. Dalam proses pelaksanaan juga mengalami hambatan antara lain: 1) Keterbatasan tenaga 2) Pemahaman dan pengetahuan pasien yang minim, sehingga membutuhkan waktu karena harus menjelaskan secara detail dan ulang-ulang. 3) Petugas inti yang melakukan pendampingan memiliki latar belakang diluar bidang psikologi dan konseling, sehingga ada kalanya
mengalami
kesulitan
dan
rasa
canggung
dalam
memberikan layanan ini. 4) Jam kunjung keluarga pasien tidak dibatasi, sehingga konseling terhenti bila ada keluarga yang kunjung. 5) Tidak ada ruang konseling.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
140
3. Hasil Layanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. Manfaat layanan konseling pastoral adalah membantu para pasien mengalami penghiburan, perhatian, dan kasih Allah yang hadir dalam setiap
pribadi
yang
menyapa,
mendampingi
dan
menghiburnya.
Pendampingan, sentuhan manusiawi dan rohani, menyadarkan pasien bahwa kesembuhan tidak hanya dari obat. Melainkan kehadiran, dukungan dan penghiburan serta doa dari sesama juga turut menyembuhkannya. Selain pasien, keluarga juga merasakan manfaat dari layanan ini yaitu merasakan adanya penghargaan dan perhatian dari pihak rumah sakit. Dampak positip juga dialami oleh pihak konselor, yaitu mereka semakin menyadari bahwa keterlibatannya merupakan anugerah dan panggilan Tuhan. Selain itu mereka juga mengalami sukacita dan kesembuhan. Kemudian bagi RSK Budi Rahayu Blitar, juga mendapatkan kepercayaan, sehingga dari rasa kepercayaan masyarakat mampu meningkatkan kualitas dan kunjungan pasien di rumah sakit ini. B. Saran Demi optimalnya pelaksanaan layanan Konseling Pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Bagi RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. Rumah sakit perlu merencanakan penambahan ruangan unit pastoral care untuk ruang konseling yang aman dan nyaman bagi klien. Selain itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
141
konselor rumah sakit sangat dibutuhkan pada masa sekarang terkait kasuskasus yang dialami pasien tidak hanya secara fisik melainkan mental dan spiritual. 2. Bagi Koordinator Pastoral Care dan Staff Koordinator PC dan staff perlu menetapkan jadwal evaluasi program PC, khususnya dalam bidang pelayanan rohani (konseling pastoral) bagi pasien maupun keluarganya. Jika memungkinkan dalam evaluasi melibatkan semua yang terlibat dalam pemberian layanan Konseling Pastoral. 3. Petugas Layanan PC ataupun pihak yang terlibat dalam pelayanan konseling pastoral. Para pelayan pastoral, sebaiknya memiliki latar belakang pendidikan di bidang Psikologi ataupun mereka yang memiliki pengetahuan dan mendapat pelatihan dalam bidang konseling pastoral. 4. Bagi Program Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Layanan konseling pastoral di rumah sakit sangat penting dan dibutuhkan, demi pemahaman mahasiswa dalam bidang ini sebaiknya Program Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma menambahkan jam ataupun materi-materi yang terkait dengan bidang tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142
C. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari bahwa hasil karya ilmiah ini masih banyak keterbatasan. Keterbatasan itu disadari oleh peneliti bahwa diawal penelitian penulis kurang mempersiapkan diri. Ada beberapa hal yang belum secara penuh dikuasai oleh peneliti. Bagi peneliti, konseling pastoral adalah sesuatu yang masih baru, terlebih di bidang kesehatan khususnya di rumah sakit. Konsep tentang konseling di bidang pendidikan masih terlalu kuat terbawa oleh peneliti, sehingga sempat menimbulkan keraguan. Peneliti larut dalam layanan konseling pastoral, sehingga hasil wawancara diawal penelitian menjadi bias. Akibatnya peneliti harus menambah waktu penelitian untuk menghasilkan data yang akurat. Ada beberapa hal yang kurang bisa tergali datanya, karena waktu penelitian yang terbatas. Selain itu juga ada beberapa responden/pasien yang kurang
terbuka.
Peneliti
masih
perlu
meningkatkan
wawasan
dan
pemahamannya di bidang konseling pastoral di rumah sakit, psikologi orang sakit dan pendekatan konseling yang tepat bagi pasien, serta evaluasi program konseling pastoral. Adanya keterbatasan-keterbatasan itu menyadarkan peneliti bahwa dalam penelitian kualitatif perlu persiapan yang matang dan penguasaan tentang apa yang akan diteliti, serta siap terhadap adanya perubahan-perubahan yang terjadi. Atas keterbatasan-keterbatasan tersebut peneliti mohon maaf.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Abineno J.L.CH, 1994. Pelayanan Pastoral Kepada Orang-Orang Sakit. Jakarta:BPK Gunung Mulia. _____________, 2006. Pedoman Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Praktis
untuk
Pelayanan
Pastoral.
_____________, 2014. Pelayanan Pastoral Kepada Orang Sakit. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Arikunto Suharsimi, 2015. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arikunto Suharsimi & Abdul Jabar CS, 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Badrujaman Aip, 2011. Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Indeks. Beek Aart Van, 1987. Konseling Pastoral Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Penolong Di Indonesia. Semarang: Satya Wacana. Collins Garry R, 1989. Konseling Kristen yang Efektif. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara. Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gula Richard M, 2009. Etika Pastoral. Yogyakarta: Kanisius. Hidayanti Ema, (Januari-Juni 2012). Pelayanan Bimbingan Konseling Bagi Pasien Rawat Inap. Diambil pada tanggal 18 November 2014, dari http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dakwah/article/view/126/125. Haarsma F, 1991. Pastorat Dalam Dunia. Yogyakarta: Puspas. Moleong L.J, 2007. Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Puspas. __________, 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. O’Brien Mary Elizabeth, 2009. Pedoman Perawat untuk Pelayanan Spiritual: Berdiri di Atas Tanah yang Kudus. Medan: Bina Media Perintis. Suprana Oo, (2009). Analisis pengaruh pelayanan rohani terhadap kepuasan pasien rawat inap di rumah sakit panti wilasa “dr. cipto”, semarang tahun 2009 (tesis magister, universitas diponegoro semarang 2009). Diambil pada tanggal 24 September 2014, dari http://core.ac.uk/download/files/379/11718245.pdf.
143
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
144
Purwanto M. Ngalim, 2014. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Sugiyono, 2013.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suhardi Alfons S, 1987. Pedoman Etis Dan Pastoral Rumah Sakit Katolik. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. Susabda Yakub B, 1983. Pastoral Konseling Buku Pegangan untuk Pemimpin Gereja dan Konselor Kristen.Pendekatan Konseling di Dasarkan pada Integrasi antara Psikologi dan Teologi. Malang: Gandum Mas. Tulus Tu,u. 2007. Dasar-dasar Konseling Pastoral: Panduan bagi Pelayanan Konseling Gereja, Yogyakarta: ANDI Offset. Widjojo Subroto dkk, 2005. Konseling Pastoral Katolik. Pusat Pelayanan Konseling dan Konsultasi Psikologi “SHEKINAH”. Wijayatsih Hendri, (April/Oktober 2011). Pendampingan dan Konseling Pastoral. Gema Teologi, 35, 0853-4500. Wilis Sofyan S, 2014. Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. Wiryasaputra Totok S, 1999. Konseling Pastoral Sarana pelayanan Karya Kesehatan. Yogyakarta: Puspas. Young Caroline & Koopsen Cyndie, 2007. Spiritual, Kesehatan, dan Penyembuhan. Medan: Bina Media Perintis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
L A M P I R A N
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DATA HASIL WAWANCARA RESPONDEN (Suster, Pastor, Dokter, Perawat, Petugas PC, Majelis) ASPEK Sasaran (PSs)
KODING
REDUKSI
PC 1. Ya semua pasien (px) dan keluarganya suster, tapi 1. Semua pasien (px) dan biasanya saya berani sedikit-sedikit yang katolik (PSs.D1) 2. Menurut saya yang menjadi sasaran utama ya semua penderita suster, tanpa memandang agama (PSs.D2)
PELAKSANAAN
(PSs.D3) 4. umat kristiani pada umumnya dan beberapa umat lain yang
1. Semua pasien (px) /
keluarganya, khususnya yang
penderita dan
beragama katolik (PSs.D1;
keluarganya (PSs. D1,
Rm; PSs.PC)
Pc, D2, P1, Rm).
3. Menurut saya ya seluruh pasien rawat inap di rumah sakit 2. Semua penderita, tanpa ini sus, tanpa memandang agama
HASIL/KESIMPULAN
memandang agama (PSs.D2). 3. Seluruh pasien rawat inap di
2. Tanpa memandang agama (PSs.D2). 3. Seluruh pasien rawat
rumah sakit, tanpa
inap (PSs.D3)
minta untuk didoakan dan memiliki dasar iman yang sama/
memandang agama
4. Pasien-pasien yang
orang lain yang sudah terbiasa dengan iman katolik
( PSs.P1; PSs.D3, IC)
(PSs.Rm) 5. Selama ini yang saya lihat itu, semua pasien terutama ini
4. Pasien dengan kasus/penyakit yang istimewa, komplikasi;
dalam proses persalinan atau setelah operasi 5. pasien dengan
ter, pasien-pasien yang dalam proses persalinan atau
yang mengalami
kasus/penyakit yang
setelah operasi. Misalnya pasien yang post SC hari I,
psikosomatis; Stroke (CVA),
istimewa, Stroke (CVA),
operasi Caesar.biasanya kadang kan merasa cemas, itu
Hipertensi pasien post
Hipertensi komplikasi;
biasanya (PSs.P1)
operasi; dan pasien yang
yang mengalami psiko-
tidak dijaga keluarganya
somatis (kecemasan
(PSs.P1; PSs.P2; P2.1; P3;
tinggi); dan juga pasien
6. Yaitu ter, biasanya pasien dengan kasus/penyakit yang istimewa; dengan sakit yang sudah komplikasi; yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengalami psikosomatis; pasien post operasi; dan juga pasien yang tidak dijaga keluarganya (PSs.P2) 7. Biasanya ini ter, pasien dengan kasus istimewa, pasien kritis dan pasien yang mengalami gangguan mental (psikosa) (PSs.P2.1). 8. Suster setahu saya, biasanya yang dikunjungi adalah
P4, IC) 5. pasien-pasien dengan kondisi penyakit yang berat seperti
yang tidak dijaga keluarganya (PSs.P2), (2.1), (PSs.P4).
(PSs.P3) 6. pasien yang membutuhkan pendampingan khusus(IC)
6. pasien yang
pasien-pasien dengan kondisi penyakit yang berat seperti
membutuhkan
Stroke (CVA), Hipertensi, tapi juga ke pasien-pasien yang
pendampingan khusus.
dengan kondisi yang mulai membaik, menurut saya semua
Jadi sasaran layanan
ter dikunjungi walau hanya disapa (PSs.P3)
konseling
9. Biasanya pasien dengan kasus atau penyakit yang
pastoral
adalah: semua pasien
istimewa, misalnya: penyakit-penyakit yang komplikasi,
rawat inap
penyakit dengan kasus operasi/kasus bedah, pasien yang
luarganya
tanpa
me-
mengalami masalah psikologis (PSs.P4).
mandang agama.
Ter-
10. rata-rata hampir semua kasus di ICU ter, dan bila kondisi
dan ke-
utama untuk pasien yang
pasien tidak sadar, biasanya didoakan saja. Contoh kasus
mem-butuhkan
px yang dikunjungi adalah: pasien-pasien di ICU dengan
pendampingan
kasus jantung, px anak-anak yang rata-rata dengan kasus
dan
(PSs.IC)
istimewa (sakit berat).
11. ya selama ini ya pasien yang membutuhkan pendampingan khusus, pasien yang mengalami kecemasan yang tinggi
pasien
khusus yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
akan penyakit yang dideritanya yang akan menghambat aktifitasnya. Misalnya: pasien penderita kanker dan stroke (PSs.IC). 12. biasanya pasien yang khusus sus, misalnya: Kanker, Hipertensi, Ibu melahirkan ( setelah lahir bayi meninggal dunia ), bunuh diri; selain itu juga keluarga pasien, nah.. Apabila pasien tidak bisa diajak komunikasi, maka kita menemui keluarganya karena keluarga kan lebih dekat dengan pasien ter (PSs.PC) Jadwal
1. wahhh…tidak
pasti
sih
ter,
tergantung
kasusnya.
1. Tidak
pasti,
tergantung 1. setiap
hari
(PW.IC,
Waktu/ lama
Seandainya ringan biasanya 15 menit, tapi kalau situasi
kasusnya, ringan biasanya 15
(PW)
kritis memang butuh waktu panjang . Selama ini waktunya
menit, tapi kalau situasi kritis 2. jamnya tidak pasti
tidak tentu suster, tergantung situasi dan kondisi pasien.
memang
Tetapi setiap hari sering terjadi konseling (PW.IC)
panjang, dilakukan setiap hari
2. baru awal kita temukan diagnose penyakitnya butuh waktu
butuh
PW.D1, PW.SS, PW.PC)
waktu 3. saat visitebed sekitar 15-
(PW.IC)
20 menit 5. 10.00-12.15 (PW.SS)
lama sekitar 15-20 menit, karena masih menerangkan 2. saat visitebed sekitar 15-20 4. setiap hari mulai pukul penyakitnya,
bagaimana
pengobatannya,
tapi
hari
berikutnya cukup lima menit kalau tidak ada pertanyaan,
menit, hari berikutnya cukup
08.30-09.30 dilanjutkan
lima menit (PW.D1)
pukul 10.30-12.15 WIB
kita hanya menerangkan hasil dan perkembangannya, 3. Jam karena di Indonesia ya..memang sakgitu (PW.D1)
kunjung
(PW.SS)
10.00-12.15
(PW.PC) Pelayanan konseling pas-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Jam kunjung 10.00-12.15, ya..karena diruangan ketika 4. setiap hari mulai
pukul
toral
dilakukan
setiap
pagi masih sibuk dengan keperawatan, obat, rawat luka,
08.30-09.30 dilanjutkan pukul
hari,
waktunya
tidak
dll. Karena memang disini jam besuk 24 jam, makanya kita
10.30-12.15 WIB (PW.PC)
tentu.
Hal
itu
men-
harus mengusahakan sendiri, kalau banyak tamu ya
yesuaikan
ditinggal dulu (PW.SS)
(dokter,
perawat,
pendeta,
romo). Tetapi
4. utk pendampingan dilakukan setiap hari ter, mulai pukul
konselornya
08.30-09.30 dilanjutkan pukul 10.30-12.15 WIB. Karena
untuk unit PC melakukan
jam itu pasien sudah selesai mendapat perawatan dan jam
setiap
09.30 kembali kePC karena saat jam itu banyak
09.30/10.00
pengunjung yang datang menjengguk pasien biasanya
dilanjutkan pukul 10.30-
tidak bisa ditargetkan sus, tergantung situasi pasiennya.
12.15
Biasanya per paviliun bergantian setiap hari. Jika perlu
sedangkan suster 10.00-
biasanya setelah jam kunjung, saya lanjutkan (PW.PC)
12.15
(PW.SS).
Ada
tindak
lanjut
bila
hari
WIB
08.30WIB
(PW.PC),
dibutuhkan. AUDIO
Audio diaktifkan dari jam 07.00-13.00 suster, jam13.00 Audio diaktifkan dari jam 07.00- Ada renungan pagi, doa, dan berhenti, karena jam istirahat selain itu jam13.00 saya bertugas di perpustakaan rumah sakit dan bila saya ada di PC karena tidak ada komputer diruangan itu sehingga untuk pencatatan saya kerjakan di PC. Hal itu juga
13.00 suster
instrument mulai pukul 07.00-13.00
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memudahkan jika ada yang membutuhkan layanan PC (PC) Jumlah
1. Itu juga tergantung kasusnya ter, biasanya pasien dan
1. tergantung kasusnya (PJP Jumlah pertemuan
pertemuan
keluarganya kalau sudah tenang ya sudah cukup, dan bila
(PJP) dan
mereka konsultasi lagi ya kita layani. Tapi biasanya cuma
2. sekali (PJP. IC, SS, Rm)
dinyata
sekali (IC)
3. mereka
kan Selesai (PS)
2. biasanya terjadi hanya satu kali, tidak pernah ada kasus yang terlalu serius (PJP.Rm)
.IC, PC )
sudah
alternative, mereka
3. Biasanya ketika mereka sudah mencari alternative-
pendampingan/konseling hanya satu kali (PJP. IC, SS,
mencari Rm), ada tindak lanjut bila
saya sudah
rasa ada kasus tertentu/pasien bisa membutuhkan kehadiran
mandiri; sudah merasa konselor lagi.
alternatif dan sudah cocok dengan dirinya. Saya rasa
senang, mau apa sudah Dinyatakan cukup dan
mereka sudah bisa mandiri, saya
direncanakan (PS.PC)
menghindari adanya
ketergantungan, menghibur-hibur, memang aranya tidak kesana, dan saya rasa ia sudah bisa (SS).
selesai bila: 1. tidak ada kasus yang terlalu serius
4. Mungkin sekali dilihat, ternyata dia sudah merasa senang,
2. pasien sudah mengalami
mau apa sudah direncanakan, biasanya ya sudah jalan
perubahan dan mencari
sendiri. (SS)
alternatif-alternatif yang
5. tergantung
sus,
biasanya
sekali.
Biasanya
saya
menawarkan apakah saya perlu datang atau tidak? Jika ya saya akan hadir lagi. (PC)
cocok dengannya. 3. pasien dipercaya bahwa bisa mandiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kerja (PKs)
sama 1. Suster, saya merasa sebagai dokter, belum menjalin 1. belum menjalin kerjasama
Ada kerjasama dan relasi
kerjasama dengan unit PC, dalam penanganan pasien- 2. bekerja sama dengan baik yang baik antara tenaga PC pasien di ruang rawat inap (PKs.D1)
(PKs.P1,
2. Ya, selama ini kami bekerja sama dengan baik sus (PKs.P1)
PKs.P2,
PKs.P4, PKs.S)
PKs.IC, dengan tim medis (dokter dan perawat), karena
3. kerjasama selama ini sebatas layanan ini diterima sebagai
3. Ya suster selama ini ada kerjasama sus (PKs.P2)
pemberitahuan,
kerjasama selama ini sebatas pemberitahuan, pemberian
pemberian
layanan sakramental (2.1).
sakramental (Rm).
4. Ya ter relasinya cukup baik, petugas PC sering
dan bagian yang saling layanan berkesinambungan dan tidak bisa terpisah-pisah (Pks P1, P2, P3, P4, IC, S). hal
menanyakan tentang jumlah pasien dan agamanya,dan
yang berbeda diungkapkan
perawat sering menghubungi petugas PC saat ada
seorang responden yang
permintaan sakramen perminyakan dari keluarga pasien
menyatakan belum menjalin
(PKs.P3)
kerjasama. (PKs.D1).
5. ada ter (PKs.P4) 6. Iya ter, terjalin kerjasama yang baik antara para perawat dan petugas PC oleh karena kesinambungan yang tidak bisa terpisah-pisah. Misalnya: dari unit perawatan memberi motivasi dan tawaran untuk perminyakan pada pasien, kemudian perawat menyampaikan kepada petugas PC dan petugas
PC
menghubungi
romo
dan
melakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pendampingan pada saat perminyakan; bila ada px yang membutuhkan
konseling,
dari
perawatan
juga
menghubungi ke PC dan selalu direspon dengan baik (PKs.IC). 7. sejauh yang saya tahu ada kerjasama dan relasi yang baik antara petugas PC dengan para perawat (PKs.S). Langkahlangkah (PLL)
1. Proses konseling selama ini banyak dilakukan sambil 1. keluarga dipanggil ke ruang Fase/tahap proses konseling: PC
dokter melakukan visite (bedsite counseling). Tetapi untuk
perawat;
kasus-kasus penyakit yang tidak bisa sembuh. Prosesnya:
diupayakan agar mendapatkan
hubungan pribadi dengan
keluarga dipanggil ke ruang perawat untuk mendapat
informasi-informasi
konseli (berkunjung,
penjelasan detail, sedangkan untuk pasiennya sendiri
tidak menambah stress
diupayakan agar mendapatkan informasi-informasi yang 2. Saya tidak menambah stress pada yang bersangkutan (PLL.D1) 2. Biasanya mbak Ac…melihat status untuk mengetahui
pasiennya
berusaha
sendiri 1. Pembukaan: membangun
yang
menyapa, perkenalan,
mengenal
dan pertanyaan basa-
mereka, Awalnya kita perlu
basi, serta menemani)
mengenal
“Saya berusaha
latar
belakang
identitas dan kasus pasien-pasien yang akan dikunjungi,
pasien, pekerjaannya, “pak,
mengenal mereka,
setelah itu baru berkunjung (PLL.P1)
bu…nopo
dirasake?”,
Awalnya kita perlu
bagaimana?
mengenal latar belakang
3. Sebelum kunjungan biasanya meminta ijin kepada kepala ruangan atau penanggung jawab saat itu suster; kemudian
sing
kebiasaannya (PLL.D1)
menanyakan pada petugas tentang pasien dan keluarga.
3. meminta ijin kepada kepala
Kira-kira pasien mana saja yang perlu dilakukan
ruangan (PPL.P2, PPL.P2.1,
pasien, pekerjaannya, “pak, bu…nopo sing dirasake?”, kebiasaannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kunjungan PC atau ada kasus istimewa (PPL.P2)
bagaimana?” (PLL.D1)
PLL.P4)
4. Minta ijin petugas yang bertugas waktu itu (KP);
4. menanyakan
pada
petugas 2. Penjelasan: menerima
Menanyakan kepada petugas, px mana saja yang perlu
tentang keadaan pasien dan
ungkapan konseli apa
dikunjungi; Langsung mengadakan konseling; Melakukan
keluarga, mana saja yang
adanya, serta
pendokumentasian data pasien yang dikunjungi; Petugas
perlu dilakukan kunjungan PC
mendengarkan
yang bertugas saat itu menandatangani buku kegiatan PC
atau
dengan penuh perhatian.
(PPL.P2.1)
(PLL.P2, PLL.P2.1, PPL.S)
ada
kasus
5. sebelum ke pasien biasanya petugas PC melihat status 5. melihat pasien,
melihat
tentang
catatan
keadaan
pasien
kasus
tentang keadaan pasien (PPL.P3)
akan
6. petugas PC meminta ijin dulu ke penanggungjawab ruangan untuk melakukan kunjungan pasien (PPL.P4) 7. petugas PC menanyakan identitas px termasuk agamanya dan kondisinya secara garis besar; (PPL.IC) 8. sejauh saya tahu “ya”, karena sebelum pelayanan pastoral
status
mengetahui
sebelumnya, dan kadang menanyakan ke petugas ruangan
pasien-pasien dikunjungi
dan
dan pendekatan
yang
konseling yang sebaiknya diambil. Ini
melihat
tentang
belum terlalu Nampak,
keadaan
pasien
sebelumnya (PPL.P3). 6. berkunjung,
langsung
ke
saran. “memahami situasi
ruangan (PPL.P1) konseling
(PPL.P2.1)
pendokumentasian
biasanya langsung pemberian informasi dan
orang sakit, biasanya dengan me-nyapa,
kantor perawatan unit tersebut bertanya kepada perawat 8. Melakukan ruangan mengenai pasien yang dirawat saat itu, penyakit
jenis masalah masalah
(PLL.p2,
PLL.IC), catatan
Berusaha menentukan
untuk
identitas
care melakukan kunjungan terlebih dahulu datang dan 7. mengadakan bertanya tentang pasien-pasien yang dirawat di RS di
istimewa
memberi peluang kepada data
pasien untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
yang diderita pasien (PPL.S) 9. biasanya saya kunjungan pasien dan keluarga pasien sus,
pasien yang dikunjungi; PC
menceritakan
(PPL.P2.1)
permasalah-annya;
nah untuk langkah-langkahnya itu biasanya seperti ini sus, 9. melihat
status
pasien
setelah itu kita
saya datang langsung ke ruangan, setelah itu melihat status
(agamanya, sakitnya, dokter,
mendengarkannya
pasien (agamanya apa?, sakitnya, dokter, asalnya), ya
asalnya)
dengan penuh kesabaran
sudah kalau selesai kunjungan biasanya keruangan lagi 10. melakukan pendekatan 1)
dan kesempatan yang
untuk
menyapa,& menemani;2)
lebih bertemu dengan
pendekatan dengan berkunjung, menyapa, dan menemani;
memberikan pendampingan
pasien” (S).
2) memberikan pendampingan untuk menggali sejauh
untuk menggali sejauh mana
3. Penggalian latar
mana apa yang dialami pasien pada saat itu; 3) menanggapi
apa yang dialami pasien pada
belakang masalah:
ungkapan pasien; 4) memberikan saran) (PLL.Pc)
saat itu; 3) menanggapi
mengadakan analisis
ungkapan pasien; 4) mem-
kasus, sesuai dengan
berikan saran (PLL.Pc)
pendekatan konseling
melakukan
pencatatan;
(pertama
melakukan
10. memahami situasi orang sakit, setelah itu; Memancing dengan
pertanyaan-pertanyaan
yang
sederhana
(bagaimana...., lalu....oya...). Pasti suster sudah mengerti 11. memahami situasi orang sakit
yang dipilih.
itu (sambil tertawa), peneliti iya Romo tetapi teori dengan 12. Memancing
“Menanyakan: sakit yang
dengan
per-
praktek kan kadang berbeda; menguatkan mereka, orang
tanyaan-pertanyaan
yang
dirasakan,cari tahu apa
sakit tidak bisa disamakan dengan orang pada umumnya
sederhana (bagaimana..,lalu....
yang menjadi ganjalan
(PLL.Rm)
o..ya...)
(masalah) yang dialami.
11. Saya mencari data pasien: phisik, agama,
data dari 13. Menguatkan mereka
perawat. Dengan gambaran yang didapat, kemudian 14. mencari
data
Dari situ saya bisa pasien;
menangkap dimana ada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengunjungi pasien dan keluarga bila ada yang jaga;
mengunjungi
Menanyakan: sakit yang dirasakan,cari tahu apa yang
keluarga;
menjadi ganjalan (masalah) yang dialami.
Menangkap
12. Menangkap: dimana masalah yang didengar dan klarifikasi dengan pasien dan keluarga.
dan
bertanya; (mendengarkan
dan klarifikasi); pemberian saran
13. Menyarankan beberapa alternatif yang sesuai dengan
pasien
dan
alternatif
sesuai; kontrak waktu; pamit
15. saya mencari datanya dulu,
kondisi bagaimana, hasil
pemeriksaan lab bagaimana, mencari informasi ke perawat kira-kira pasien butuh bantuan apa?, jadi saya datang tidak kosong-kosong. Saya datang kepx sudah tahu dan punya gambaran, kira-kira saya bisa memberi apa pada mereka. Awalnya saya memperkenalkan diri, kemudian tanya gejala yang dirasakan, dan memang segala penyakit itu memiliki gejala yang berbeda karena secara ilmu saya tahu dan mengingat itu. Kemudian baru secara ekonomi, saya jelaskan
untuk
pengobatan
selanjutnya,
biaya
dan
dari
kasus
atau
diagnose & masalah-masalah yang
lagi (PLL.SS).
pasien dan keluarga” (SS)
menyalurkan arus pemikiran konseli.
15. dilihat
14. Selesai dan pamit. Bila perlu kontrak waktu untuk ketemu
dan klarifikasi dengan
yang 4. Penyelesaian masalah:
kondisi pasien dan pasien membuat pilihan untuk dijalankan.
masalah yang didengar
sedang
dipikirkan;
konseling;, 1) kita memberi gambaran kepada
secara pasien,
memberi psikis
medis 2)
dukungan (senyum,
kita secara
sapaan,
pujian/komunikasi teraupetik), motivasi supaya
mau
pasien
makan, saran
berdoa,
mengajak mereka utk berpikir, juga memberi alternative-alternatif, disamping itu juga tak terlepas dari campur tangan Tuhan, sambil mengajak mereka untuk tetap berdoa. Jika
memberi
kepada
memberikan banyak
3)
“maka saat itu saya
4)
supaya membaca
mungkin saya ajak berdoa, menganjurkan doa Rosario jika mungkin bagi keluarga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kondisinya bagaimana, pasti secara kejiwaan, mereka ada
kitab suci, dan novena bagi
rasa sedih, cemas, maka saat itu saya mengajak mereka
umat katolik (P1).
yang menjaganya.” (SS) 5. Penutup : mengakhiri
utk berpikir, juga memberi alternative-alternatif, disamping 16. 1) meminta ijin pada pasien
hubungan pribadi dengan
itu juga tak terlepas dari campur tangan Tuhan, sambil
atau keluarga, menjelaskan
konseli “memberi
mengajak mereka untuk tetap berdoa. Jika mungkin saya
maksud dan tujuan yang akan
motivasi kepada pasien
ajak berdoa, menganjurkan doa Rosario jika mungkin bagi
dilakukan; 2) setuju dilakukan
supaya mau makan
keluarga yang menjaganya. Saya sampai follow up untuk
pendampingan & bimbingan;
Selesai dan pamit.
hari selanjutnya mereka biasanya lebih baik (PLL.SS)
3) bila tidak setuju kita
Mengajak berdoa jika
menerima
lapang
mungkin. Bila perlu
mengecek latar belakang dari data yang saya pelajari
dada; 4) saat akan melakukan
kontrak waktu untuk
sebelumnya,
kegiatan pendampingan dan
ketemu lagi (PLL.SS)”;
perawatan dan arahnya kemana, sehingga mereka semakin
bimbingan,
melihat
menguatkan mereka,
paham dan senang. Dan itu memang yang diharapkan oleh
medical
dan
orang sakit tidak bisa
mereka, karena kadang mereka kosong dan tidak mengerti
menanyakan agama apa yang
disamakan dengan orang
apa-apa, kalau dari penjelasan, saya menanyakan gejala-
dianut pasien (agar sesuai)
pada umumnya”
gejalanya,
(P2).
(PLL.Rm)
16. ya hari pertama nampak kecemasan….kemudian baru
mengiyakan,
saya
maka
menyapaikan
mereka mereka
kelengkapan
lansung senang
menerima dan
data,
dan
dengan
PC raport
memperoleh 17. melakukan
pendekatan
pemahaman, supaya nanti ditolong diberi obat, sehhg
emosional, jika pasien kritis
paham dan mengerti. Mereka justru mengharapkan
melihat
penjelasan-penjelasan seperti itu. (PTK.SS)/LL
Memberikan
situasi
pasien; pengertian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17. dilihat dari kasus atau diagnose yang sedang dihadapi
kepada
keluarga
tentang
pasien terlebih dahulu, kemudian masalah-masalah yang
kondisi pasien; Menganjurkan
sedang dipikirkan lalu konseling; ada suster, begini
pasien agar berdoa sesuai
biasanya yang saya lakukan, 1) kita memberi gambaran
agama
secara medis kepada pasien, 2) kita memberi dukungan
pasien;
secara
keluarga bahwa dokter dan
psikis
(senyum,
sapaan,
pujian/komunikasi
dan
kepercayaan Menenangkan
teraupetik), 3) memberi motivasi kepada pasien supaya
petugas
mau makan, 4) memberikan saran supaya banyak berdoa,
berusaha sekuat tenaga.
membaca kitab suci, dan novena bagi umat katolik (P1). 18. langkah-langkahnya: 1) meminta ijin pada pasien atau
mendekati untuk
dilakukan;
tentang
bila
setuju
langsung
dilakukan
sudah
18. komunikasi dengan pasien;
keluarga, menjelaskan maksud dan tujuan yang akan 2)
kesehatan
keluarga
menggali
pasien
informasi
keadaan
pasien
pendampingan & bimbingan; 3) bila tidak setuju kita
sehari-hari;
menerima dengan lapang dada; 4) saat akan melakukan
menanyakan ke pasien-pasien
kegiatan pendampingan dan bimbingan, PC melihat
juga
medical raport dan menanyakan agama apa yang dianut
yang
pasien (agar sesuai) (P2).
pasien
19. P2.1:
kritis melihat situasi pasien.
dan
kebiasaan–kebiasaan menyenangkan
19. menyapa
melakukan pendekatan emosional, jika pasien
mengulas
px/keluarga
bagi
px
sambil memberikan sentuhan; Melakukan pendekatan agar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Memberikan pengertian kepada keluarga tentang kondisi pasien.
px merasa nyaman dengan bahasa
Menganjurkan pasien agar berdoa sesuai agama dan kepercayaan pasien.
yang
mendikte
halus,bukan
tetapi
memberi
dukungan.
Menenangkan keluarga bahwa dokter dan petugas 20. sudah terkaji kemudian kita kesehatan sudah berusaha sekuat tenaga.
memberikan arahan, support
20. Biasanya kami melakukan komunikasi dengan pasien. Dari
ke pasien (px)/keluarga dan
jawaban dan respon pasien kami bisa menangkap masalah
bila perlu kami menanyakan
pasien, bila tidak ada respon yang baik dari pasien saya
ke px/keluarga apakah perlu
mendekati keluarga pasien untuk menggali informasi
mendatangkan
tentang keadaan pasien sehari-hari. Dari situ saya bisa
kyai/romo
mendekati
bersama/sakramen (PLL.IC).
pasien
dengan
sedikit
mengulas
dan
pendeta/pak untuk
menanyakan ke pasien-pasien juga kebiasaan–kebiasaan 21. memberi
peluang
doa
kepada
yang menyenangkan bagi pasien, sehingga pasien bisa
pasien untuk menceritakan
merespon, dan mungkin sedikit lebih terbuka denga
permasalahnnya;
masalahnya dan mau berceritera pada saya (P3).
mendengarkannya
21. ICU: langkah-langkahnya: (teknik komunikasi) Kami menyapa px/keluarga px sambil memberikan
penuh
kesabaran
kesempatan
sentuhan (jabat tangan sambil mengenalkan diri).
bertemu
Menanyakan bagaimana yang dirasakan pada saat ini.
(PLL.S)
yang dengan
dengan dan lebih pasien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Melakukan pendekatan agar px merasa nyaman dengna bahasa yang halus,bukan mendikte tetapi memberi dukungan. Dengan demikian biasanya px/keluarga akan lebih terbuka
dan
kemudian
bercerita/menyampaikan
beberapa hal. Bila sudah terkaji kemudian kita memberikan arahan, support
ke
px/keluarga
menanyakan
ke
dan
px/keluarga
bila
perlu
apakah
kami perlu
mendatangkan pendeta/pak kyai/romo untuk doa bersama/sakramen. Bila
memang
memerlukan
kami
kemudian
menghubungi petugas PC dan kami menyiapkan segala keperluannya. 22. Biasanya dengan menyapa, memberi peluang kepada pasien
untuk
mendengarkannya
menceritakan dengan
penuh
permasalahnnya; kesabaran
dan
kesempatan yang lebih bertemu dengan pasien (S). 23. Tahap; perkenalan, kemudian menayakan keadaannya (apa yg dikeluhkan, menopo pak,bu ingkang diraosaken)-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kemudian setelah mereka cerita (karena biasanya mereka langsung bercerita sus), setelah itu biasanya saya mengajaknya untuk mempercayai Tuhan bahwa tidak ada yang mustahil. Bila mereka mengalami kepahitan terhadap saudaranya, biasanya saya beri ayat KS Yes 59: 1-2, terhadap oranglain 1YOh 1:9; dan saya mengajak mereka untuk
terbuka
terhadap
kesalahan-kesalahannya.
Mendengarkan berdoa, memberikan peneguhan bahwa Tuhan mengasihi, asal kita percaya Tuhan tidak pernah membuang kita. Tehnik
1. khususnya yang katolik ya, jadi memang baik sakit ringan,
1. Pertama pasrah, saya sering 1
Penerimaan (kita sabar
Komunikasi
berat, sedang penting untuk membangkitkan mentalnya.
minta doa “pak, bu bantu doa
menunggu, tidak
PC (PTK)
Pertama pasrah, saya sering minta doa “pak, bu bantu doa
ya”,
memaksa, pelan-pelan
ya”, saya hanya sebagai perantara saja, yang membantu
perantara
tetap yang di atas. Itu suster yang secara umum yang bisa
membantu tetap yang di atas
saya
hanya
sebagai
saja,
yang
(2x) menyadarkan px untuk terbuka (D1); kita
saya berikan. Bahwa proses pengobatan tidak hanya proses 2. bu, pak…nggih bantu doa ya
tidak bisa memaksa, lho
medis, karena Gusi Allah juga turut bekerja. Karena ada
kok ceritanya kesana
biar cepat sembuh
pengalaman suster, ketika saya jadi dokter muda, ketika 3. Ketika kita ragu-ragu
kemari, kita berusaha
pasien kita sembuh saya merasa wah hebat. Hal itu
biasanya kita Tanya kepada
megikuti alurnya.
berbalik, suatu ketika saya mempunyai pasien yang rawat
keluarga yang menjaga
(PTK.SS)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
jalan, hari-hari waktu ringan datang pada saya, suatu ketika 4. kita sabar menunggu, tidak
2
Klarifikasi pikiran
dia datang dalam keadaan yang berat (jantung), pikiran
memaksa, pelan-pelan (2x)
“Tanya ada rencana apa?
saya bahwa orang ini tidak ada harapan mungkin tinggal
menyadarkan px untuk
Kenapa demikian?” (SS)
menunggu beberapa hari saja, eh..ternyata sembuh dan
terbuka
pulang dalam keadaan sehat, satu bulan kemudian dia 5.
menjelaskan (PTK.D1)
3
Pemberian saran (PTK.IC; D1)
datang kondisi lebih baik dari kondisi awal dia datang, 6. kita menganjurkan untuk ikut
4
Ajakan melanjutkan
mungkin sudah rasa tidak enak ternyata dia meninggal di
BPJS. Kita memberi solusi
rumah sakit. Yang datang dalam kondisi ga sehat ternyata
dengan menjelaskan cara-
pulang dalam keadaan sehat, eh ternyata sebaliknya. Orang
caranya dan bagaimana
(cara dan bagaimana
yang saya pikir “sehat”, ternyata meninggal. sejak saat itu
prosedurnya (PTK.D1)
prosedurnya misalnya
saya sadar bahwa dokter itu ga ada apa-apanya.; secara 18. tergantung
(bagaimana...., lalu.......) 5
masing-masing
Pemberian informasi
tentang BPJS?)
umum ya…itu tadi, bu, pak…nggih bantu doa ya biar cepat
pribadi,
sembuh ; Ada suster yang kadang kita tidak bisa terang-
dijadikan pedoman. Karena 6
tergantung masing-
terangan menyampaikan penyakitnya misalnya kanker,
tipe-tipe tiap pasien berbeda
masing pribadi. Karena
karena kalau terang-terangan pasien down tidak mau
(PTK.SS)
tipe-tipe tiap pasien
makan dan minum, maka kita menjelaskan bahwa di rumah
19. awalnya
itu
tidak
saya
bisa
Tanya
(PTK.D1)
berbeda (PTK.SS)
sakit ini kurang lengkap fasilitasnya maka kita rujuk ke
rumahnya dimana? Dengan 7
Pertanyaan hal tertentu
rumah sakit yang lebih lengkap dan akan mendapat
siapa?. Akhirnya
(rumahnya dimana?
penanganan yang lebih baik. Tapi ada pasien yang lebih
mengalir, dan kita perlu sabar
dengan siapa?)
kuat dan ingin tahu, gak apa-apa dok saya sudah siap kok!
menunggu, kita tidak bisa 8
Refleksi perasaan
ceritanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(PTK.D1)
memaksa, lho kok ceritanya 9
Mengarahkan dan
2. jadi memang kedekatan dokter khusus dan semuanya, saya
kesana kemari, kita berusaha
memberi penjelasan,
yakin mempercepat proses pengobatan apalagi kalau px
megikuti alurnya. Tanya ada
dengan menghindari kata
yakin dan percaya pada kita. Karena kalau ga yakin apapun
rencana
“harus”, tetapi lebih
obat yang yang diberikan tidak ada efeknya. Saya berusaha
demikian? → ada Empati
menggunakan kata
mengenal mereka, Awalnya kita perlu mengenal latar
(PTK.SS)
“sebaiknya”
belakang
px,
pekerjaannya,
“pak,
bu…nopo
apa?
Kenapa
sing 20. memperkenalkan
diri, 10 memberi peneguhan saat
dirasake?”, kebiasaannya, karena kadang penyakitnya ada
kemudian
kaitannya dengan pekerjaannya. Misalnya px mengeluh
menanyakan bagaimana hari
bertemu kita
boyokya sakit, ternyata hariannya sering angkat-angkat
ini?, apa yang dirasakan?
menyediakan waktu
berat. Kesehariannya pekerjaannnya bagaimana, berarti
pendekatan secara halus dan
(PTK.PC)
pelan-pelan kita harus modifikasi. Kemudian kalau
tidak
memang dikedokteran, medis, memang penanganan selain
Mengarahkan,
dengan obat-obatan atau tindakan seringkali memang
penjelasan, menghindari kata
(kontak mata, pandangan
secara psikis penting juga khususnya ini suster px
“harus”, tetapi menggunakan
yang bersahabat, teduh,
psikosomatis. Bahwa awal-awalnya badannya sehat, tetapi
kata “sebaiknya”.
sehingga orang merasa
saya
juga
mengakhiri, jika perlu
mendikte. memberi 11 Komunikasi non-verbal
karena ada masalah dia tidak mau makan, tidak bisa tidur, 21. memberikan sentuhan sebagai
diterima dan dihargai
juga yang perokok tidak makan hanya merokok saja
bentuk
senyum, sentuhan/jabat
akhirnya terkena mag. Pendekatan kita teorinya memang harus holistic, mungkin sama dengan di BK. Kalau yang
dukungan
yaitu
berjabat
tangan
dan
memegang
tangan
pasien,
tangan,memegang pundak, fokus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
psikosomatis
ini
psikisnya
tidak
ada
intervensi,
salam sambil tersenyum focus
mendengarkan,
penyakitnya tidak akan sembuh. Kadang suami istri
mendengarkan,
mengangguk, )
bertengkar, kalau yang pribadi malah kadang kita tidak
manatap/kontak mata yang
ASPEK LAIN:
bisa apa-apa (PTK.D1)
menunjukkan
1. Pendekatan secara
pandangan
3. pada kenyataannya ga semua px jujur, mungkin ada dokter
yang bersahabat, teduh, saya
halus dan tidak
yang lansung marah bila px terlambat untuk datang
berusaha menghargai, jangan
mendikte
berobat, walau penyakit fisik mereka tidak selalu jujur
sampai pandangan ketempat
2. Mendengarkan
(PTK.D1).
lain (mengangguk, tersenyum,
mereka sampai
ya
selesai , walaupun
4. Ketika kita ragu-ragu biasanya kita Tanya kepada keluarga yang
menjaga,
ternyata
sudah
satu
bulan
kadang-kadang)
(PTK
NVb)
ada kalanya cara
(PTK.D1).misalnya px, dengan kasus HIV, AIDS, 22. memberi pengarahan dan juga
pikir mereka yang
seringkali mereka malu, ia tahu penyakitnya dianggap
ditawarkan
untuk
tidak sesuai/Empati
tabu, px 1-2 hari belum mau terbuka, kita sabar menunggu,
dipanggilkan
paroki
(ciri konselor efektif)
tidak memaksa, pelan-pelan menyadarkan px untuk
atau boleh mencari romo
terbuka.
sendiri,
demikian
yang
beragama
lain bila
butuh
Karena
ada
ketakutan
selanjutnya. Biasanya saya
untuk
pengobatam
bilang “pak,bu, untuk
romo
3. ada rasa percaya, mereka sampai terbuka, mau
penyakitnya jika ditangani dengan baik, maka hasilnya
didoakan oleh pemuka agama,
bercerita dan pasien
juga lebih baik. Nah untuk itu kita juga perlu tahu
diperbolehkan. hanya saran,
meminta hanya
bagaimana gejala dan juga sebabnya, tapi kalau tidak mau
keputusan tetap pada mereka
untuk pribadi
terus terang, kita tidak tahu penyebabnya , kita nanganinya
kita tidak bisa memaksakan
4. Komunikasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
juga susah ”.
kalau bapak, ibu mau jujur maka akan
mempermudah dalam penangannya. Kalau tidak cepat
saran
kita.
(PTK.IC)
(PTK.Vb)
teraupetik/ada empatinya yaitu kita
memperoleh pengobatan yang tepat, akan dapat berakibat
ikut merasakan apa
pada orang-orang yang anda sayangi (istri,anak). Untuk itu 23. ada rasa percaya, mereka
yang dirasakan oleh
perlu pelan-pelan, sabar, dan pengertian. Maka suster saya
sampai terbuka, mau bercerita
px, sehingga
berharap ada pendampingan secara psikis diluar medis,
dan pasien meminta hanya
permasalahan yang
Karena mereka meskipun 90% kita curigai HIVpun tidak
untuk pribadi (rahasia)
ada bisa
mau diperiksa, kita tidak bisa memaksa karena ada
24. Untuk mengakhiri biasanya
peraturan pemerintah bahwa pemeriksaan darah harus atas
saya mengatakan ”memang
mencari solusi,
persetujuan pasien. Maka untuk mendorong agar px mau,
orang hidup tidak terlepas
sehingga sangat
itu harusnya ada konseling, dokterpun ada pelatihan untuk
dari kesulitan dan masalah”,
penting memahami
itu. (PTK.D1).
tetapi bagaimanapun kita bisa
apa yang dirasakan,
mengolah
dialami px jadi lebih
5. biasanya dengan pelan-pelan dan sabar kita memberi tahu
dalam
hidup
dikomunikasikan,
suster, pak…bu…kita lihat dulu hasil lab, nah untuk itu
mengarahkan ke kepercayaan
keempati ya.
harus periksa darah. Belum tentu penyakitnya seperti apa
dan
(PTK.P2)
yang bapak, ibu takutkan. Kalaupun benar supaya cepat
membawa
dalam
doa.
memperoleh penanganan, secepatnya dan jika sembuh,
Mengajak
pasien
untuk
maka bapak, ibu akan hidup seperti orang normal. Selalu
menerima
yang
terjadi
saya bilang suster, termasuk mereka yang harus cuci darah,
sebagai
rencana
Tuhan,
biasanya mereka kalau sudah rasa enak tidak mau cuci
kemudian jika perlu bertemu
menyarankan
untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
darah, kadang mereka punya uang tetap tidak mau cuci
kita
darah. Saya bilang “pak,bu mumpung penyakitnya masih
(PTK.PC)
ringan bila teratur cuci darah dan minum obat, maka apabila
teratur dilakukan bapak,ibu,
akan sehat lagi”,
bapak, ibu bisa bekerja dan mencari uang, tapi kalau sudah berat… ada uang tapi kita tidak bisa buat apa-apa. Atau yang harusnya minum obat teratur, berhenti karena sudah merasa enak. Dokter dituntut untuk punya ilmu yang lengkap, selain medis juga komunikasi, mungkin seperti BK, konseling “ya..holistik” (PTK.D1) biasanya saya menjelaskan dan ada yang tetap tidak mau ya akhirnya meninggal. Untuk yang tidak mampu biasanya dan masih bisa biasanya intensitasnya tidak sebanyak yang kaya. Juga kita menganjurkan untuk ikut BPJS. Kita memberi solusi dengan
menjelaskan
cara-caranya
dan
bagaimana
prosedurnya (PTK.D1). 6. memahami situasi orang sakit, setelah itu; Memancing dengan
pertanyaan-pertanyaan
yang
sederhana
(bagaimana...., lalu.......). Pasti suster sudah mengerti itu (sambil tertawa), peneliti iya Romo tetapi teori dengan
menyediakan
waktu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
praktek kan kadang berbeda; menguatkan mereka, orang sakit tidak bisa disamakan dengan orang pada umumnya (PLL.Rm) 7. pernah ada ya itu, px yang minum obat 20 biji, awalnya dia cuek, main hp, asik sms, namun lama-lama dia bisa terbuka, saya lama duduk menunggu, Ooo….itu tergantung masing-masing pribadi, itu tidak bisa dijadikan pedoman. Karena tipe-tipe tiap pasien berbeda (PTK.SS) 8. awalnya saya Tanya rumahnya dimana? Dengan siapa? Ternyata sendirian, ada orang tuanya tapi tidak mau ikut. Akhirnya ceritanya mengalir, dan kita perlu sabar menunggu, kita tidak bisa memaksa, lho kok ceritanya kesana kemari, kita berusaha megikuti alurnya. Tanya ada rencana apa? Kenapa demikian? (PTK.SS) 9. biasanya saya memberi salam terlebih dahulu (sugeng enjing, dll), karena disini di daerah suster…., jadi sebagian besar menggunakan bahasa jawa, sambil berjabat tangan. Saya juga memperkenalkan diri, kemudian saya juga menanyakan bagaimana hari ini?, apa yang dirasakan?, biasanya sambil memegang tangan. Mereka biasanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
merespon suster, kemudian secara otomatis mereka langsung cerita. Dalam komunikasi dengan pasien maupun keluarga pasien biasanya, saya melakukan pendekatan secara halus dan tidak mendikte suster. Maksudnya begini ter, biasanya saya mendengarkan mereka sampai selesai suster, walaupun ada kalanya cara pikir mereka yang tidak sesuai. Setelah itu baru saya mengarahkan dan memberi penjelasan, dengan menghindari kata “harus”, tetapi lebih menggunakan kata “sebaiknya”. Sehingga mereka tidak merasa digurui, juga kita tidak memaksakan untuk ikut kita kok. He..he…iya tho? Oya..Dalam mendengarkan juga perlu kontak mata suster, tapi kontak mata yang menunjukkan pandangan yang bersahabat, teduh, sehingga orang merasa diterima dan dihargai. Oya saya juga sering memberikan sentuhan sebagai bentuk dukungan yaitu berjabat tangan dan memegang tangan pasien terutama yang kondisinya kritis. Biasanya kita temani sampai tenang suster…;
biasanya
saya
menjelaskan
suster
untuk
perawatan di ICU dengan segala alat dan obatnya, hal itu memang mahal. Biasanya saya menyarankan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengurus BPJS, kemudian juga bisa menitipkan uang yang ada di bagian administrasi, demi kebaikan pasien. biasanya pasien di ICU sering mengalami kecemasan suster, mereka melihat segala peralatan medis yang macam-macam merasa cemas dan takut. Tetapi setelah dijelaskan mereka menjadi lebih tenang dan pasrah. Juga untuk mereka yang mengungkapkan keinginannya untuk dibabtis biasanya kita memberi
pengarahan
dan
juga
ditawarkan
untuk
dipanggilkan romo paroki atau boleh mencari romo sendiri, demikian yang beragama lain bila butuh didoakan oleh pemuka agama, diperbolehkan. Tetapi biasanya itu hanya saran suster, keputusan tetap pada mereka kita tidak bisa memaksakan saran kita. (PTK.IC) 10. Kalau saya untuk memancing saya tidak lihai/tidak pintar, saya lebih focus mendengarkan, memegang, manatap saya berusaha menghargai, jangan sampai pandangan ketempat lain. apakah mereka yg lbh aktif? Ya sus, saya kok rasanya gimana tidak enak ya. Biasanya lebih dulu mendengarkan (mengangguk):
bisanya
selingan
sus
(mengangguk,
tersenyum, ya kadang2) ya tidak terlalu banyak, tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
secara langsung mengungkapkan? Bagaimana pak bisa tidur? Bisa istirahat? Karena jam kunjung tidak terbatas, banyak nyamuk. Ketika dapat pelatihan memang tidak boleh banyak bertanya, justru lebih memancing, biasanya saya memberi salam sambil tersenyum, mereka respon, tapi memang jika pas sedang kondisi pasien kurang bagus (misalnya: semalam tidak bisa tidur, sehingga ia butuh tidur saat itu) maka pasien kurang merespon kita, atau karena penyakitnya maka pasien kurang merespon, tapi keluarganya biasanya yang merespon. Tetapi yang sering terjadi kita tersenyum saja mereka sudah merespon kita kok. Intinya mereka menerima kita. (PTK.PC) 11. Setelah itu saya menanyakan kondisi (bagaimaana istirahatnya, pekembanganya, menuya bagaimana, dll? Mungkin ada yang merasa tidak sesuai dengan kebiasaan mereka, sehingga terkejut (PTK.PC). kalau yang seperti disampaikan suster ke pasien, saya tidak sampai sus. Biasanya saya dengan senyum, sentuhan, saya kadang tidak bercerita banyak, biasanya mereka langsung cerita. Menurut pengalaman pribadi adalah ada rasa percaya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mereka sampai terbuka, mau bercerita dan pasien meminta hanya untuk pribadi. Untuk mengakhiri biasanya saya mengatakan ”memang orang hidup tidak terlepas dari kesulitan dan masalah”, tetapi bagaimanapun kita bisa mengolah dalam hidup mengarahkan ke kepercayaan dan menyarankan untuk membawa dalam doa. Mengajak pasien untuk menerima yang terjadi sebagai rencana Tuhan, kemudian jika perlu bertemu kita menyediakan waktu. Setelah selesai, bila jk ada waktu saya akan datang lg (PTK.PC) 12. Saya tidak menguasai teori, tapi saya pernah mendapat waktu kuliah. Yaitu melalui komunikasi verbal dan non verbalnya. Berdasarkan pengalaman sejak menjadi imam. 13. Komunikasi teraupetik, contoh kongkritnya: menggunakan bahasa yang halus, dan juga tegas bila keluarga maupun pasien tidak mengerti-mengerti . misalnya: ada ibu bersalin yang tetap minta supaya lahir normal, padahal dokter menyarankan
supaya
operasi. Maka
perawat
perlu
memberi penjelasan demi mementingkan keselamatan ibu dan anak. (P1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14. untuk masalah konseling jujur saya tidak menguasai suster. Tetapi biasanya saya menggunakan komunikasi teraupetik. Komunikasi teraupetik yang sering saya lakukan itu bahwa ada empatinya yaitu kita ikut merasakan apa yang dirasakan oleh px, sehingga permasalahan yang ada bisa dikomunikasikan, mencari solusi, sehingga sangat penting memahami apa yang dirasakan, dialami px jadi lebih keempati ya. Secara toritis saya tidak bisa sus (PTK.P2) 15. yang jelas tidak boleh ada paksaan, untuk komunikasi awal-awal ya..perkenalan, keluhannya apa, kemudian orang yang mengalami psikosomatis sama dengan yang tidak
psikosomatis
pendekatannya
berbeda,mungkin
hampir sama. Tapi mungkin lebih sulit (PTK.P2) 16. Tidak ada paksaan, memahami, ada kontrak waktu, boleh mengungkapkan, menjaga kerahasiaan, kalau ada tekanantekanan kita mungkin bisa membantu mungkin privasinya privasinya yang harus dijaga karena kerahasiaan perlu dijaga, kalau ujung-ujungnya keluarga kan bisa tho sus? Biasanya untuk yang penyakit biasanya terbuka, sehingga kalau makin terbuka dokter akan mudah untuk melakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pemeriksaan dan diagnose. Untuk yang psikosomatis memang agak sulit, perlu membongkar dan membuat mereka percaya 17. caranya memancing?! Bagaimana ya sus? Emm…mengalir apa adanya, biasanya dari hati ke hati (PTK.P2) Dampak PC
HASIL
(H.Dp.)
1. ”….., pendampingan
yang dapat mengarahkan pasien 1. dapat
membangkitkan Dampak dari layanan
untuk pasrah kepada Sang Pencipta, percaya sepenuhnya
semangat
bahwa Tuhan adalah sang Maha pengasih dan penyayang,
sembuh/harapan
akan dapat membangkitkan semangat untuk sembuh. Tidak
kesadaran bahwa kesembuhan a. dapat membangkitkan
hanya sembuh dari penyakit fisiknya saat ini, tapi juga
tersebut juga datangnya dari
semangat pasien untuk
kesadaran bahwa kesembuhan tersebut juga datangnya dari
Tuhan, sikap pasrah (secara
sembuh/memunculkan
Tuhan (secara spiritual ada rasa ketergantungan kepada
spiritual
harapannya untuk
Tuhan) (H.Dp.D1).
ketergantungan
2. kebutuhan manusia khususnya pasien rawat inap bukan hanya kesehatan fisik,tapi juga mental spiritual yang semuanya saling mempengaruhi (H.Dp.D2) 3. ya, dengan adanya PC akan berdampak pada kejiwaan
untuk konseling pastoral,yaitu: (PDp.D1); 1. Bagi pasien :
ada
rasa kepada
Tuhan) (PDp.D1, S; SS). 2. pasien lebih bisa menerima keadaan sehingga
yang
dialaminya
dokter
dapat
kesadaran bahwa kesembuhan tersebut juga datangnya dari Tuhan (secara spiritual
pasien, pasien lebih bisa menerima keadaan yang
melakukan
dialaminya sehingga dokter dapat melakukan pengobatan
dengan baik (Dp.D3, PC, P3,
kepada Tuhan) (PDp.D1,
dengan baik (H.Dp.D3).
S); keluarga bisa menerima
S; SS).
4. biasanya itu nampak dalam ekspresi wajahnya suster,
pengobatan
sembuh. Menumbuhkan
keadaan pasien (P2, PC, P2.1)
ada rasa ketergantungan
b. Pasien dan keluarganya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mereka yang awalnya serem, tidak mau melihat berubah 3. mereka yang awalnya serem,
mampu untuk terbuka
mau tersenyum (H.Dp.IC)//adanya perubahan sikap
tidak mau melihat berubah
dan menerima keadaan
mau tersenyum (HDp.IC)
diri sakit, sehingga
5. Biasanya sudah menyadari sus, ia mulai tahu apa yg boleh
dan tidak boleh, itu kan secara fisik sus, kmudian dari 4. awalnya
gelisah
menjadi
merasa
pribadinya biasanya mereka sudah mulai menerima
tenang/lerem,
keadaannya (H.DP.PC)
penghiburan dan mendapat
dan tim medis yang
6. maaf suster untuk itu saya tidak bisa memberi jawaban,
perhatian sehingga pasien dan
merawatnya. Hal ini
apakah mereka sungguh-sungguh sembuh atau tidak, saya
keluarganya merasa senang
sangat membantu
tidak tahu pasti, karena kenyataannya:
dan
kelancaran proses
Ada yang awalnya sakit menjadi sembuh
(HDp.Rm, SS).
Ada yang sakit dan terus sakit, kemudian
Ada yang sakit kemudian meninggal.
berterima
ada
pasien lebih kooperatif
kasih
terhadap para perawat
pengobatan
5. menjadi lebih terbuka dan c. Membawa perubahan pasrah/percaya kepada yang (kooperatif)”
Hal itu adalah misteri dan hanya Tuhan yang punya
merawat
kuasa.Ketiga hal di atas juga berdasarkan pengalaman saya
(HDp.P1; P2; P2.1; P3)
perasaan dan sikap yaitu yang awalnya gelisah menjadi tenang, yang
pribadi ketika saya sakit maupun ketika mendampingi
awalnya serem (marah,
orang sakit. Pernah
murung) berubah mau
ada pasien yang terkena serangan
mendadak, memperoleh perawatan dan kemudian dokter menyatakan bahwa angkat tangan, saat itu hanya diminta
tersenyum. d. Pasien dan keluarga
untuk berdoa dan memberi sakramen perminyakan.
merasakan penghiburan,
E..ternyata justru terjadi mujijat orang tersebut sembuh
karena memperoleh
sampai sekarang. Hal itu menjadi pengalaman iman bagi
perhatian dari layanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pasien dan keluarganya, juga untuk saya ter. Bagi saya
konseling pastoral.
pendampingan pastoral adalah panggilan Tuhan, bukan
2. Bagi konselor, semakin
sekedar tugas. Saya yakini bahwa dari pelayanan ini,
memperkuat pengalaman
Tuhan mau memanggil dan membentuk saya. Hal itu juga
imannya “Tuhan
karena saya pernah sakit berat beberapa bulan, suster tahu
mengasihi saya”
tho? Tuhan mengasihi saya. Dampaknya, iya itu tadi awalnya gelisah menjadi tenang/lerem, merasa ada penghiburan dan mendapat perhatian sehingga pasien dan keluarganya merasa senang dan berterima kasih (H.Dp.Rm)//perubahan perasaan 1. menjadi
lebih
terbuka
dan
percaya
kepada
yang
merawat.P1 2.
pasien lebih tenang dan kooperatif; keluarga mau menerima keadaan pasien apa adanya (H.Dp.P2).
3. pasien dan keluarga lebih tenang dan menerima keadaan pasien (pasien kritis) dengan lebih tenang dan pasrah dengan tenaga kesehatan (H.Dp.P2.1). 4. Selama ini pasien bisa lebih menerima dengan keadaannya walaupun belum sepenuhnya dan berusaha untuk lebih sabar, dibuktikan pasien sudah mau/ kooperatif dalam segala tindakan yang perawat berikan (H.Dp.P3).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. pasien dan keluarga menjadi lebih tenang dan lebih bisa menerima (H.Dp.IC). 6. pasien menerima keadaan diri, mempunyai semangat hidup dan harapan yang lebih dan pasrah kepada Tuhan (H.Dp.S). 7.
Awalnya mereka gelisah kemudian pelan-pelan menjadi tenang & merespon kita . Ada juga yang awalnya putus asa kemudian setelah dikunjungi merasakan adanya harapan (H.Dp.SS)//perubahan perasaan dan sikap
Manfaat (H.Mf)
1. Saya rasa pendampingan secara spiritual yang dapat 1. Bagi Pasien
1. Bagi Pasien:
mengarahkan pasien untuk pasrah kepada Sang Pencipta,
a. dapat memuji Tuhan/SS
Pasien yang memperoleh
percaya sepenuhnya bahwa Tuhan adalah sang Maha
b. pasien
layanan
menjadi
lebih
menjadi
pengasih dan penyayang, akan dapat membangkitkan
tenang,
semangat untuk sembuh. Tidak hanya sembuh dari
penyemangat,
penyakit fisiknya saat ini, tapi juga kesadaran bahwa
lebih
kesembuhan tersebut juga datangnya dari Tuhan (secara
membantu mempercepat
bersikap
kooperatif
spiritual ada rasa ketergantungan kepada Tuhan), Karena
proses
terhadap
perawatan
ada pengalaman suster ketika saya jadi dokter muda, ketika
(D1//1, P2//8)
pasien kita sembuh saya merasa wah hebat. Hal itu berbalik,…… sejak saat itu saya sadar bahwa dokter itu ga
c. bisa masalah
sebagai
ini
sehingga
kooperatif
dan
penyembuhan
termotivasi,
mental
mereka juga dikuatkan, lebih
tenang,
dan
medis. Mereka mampu
mengungkapkan tentang
menerima
keadaan
dirinya dan pasrah, serta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ada apa-apanya (H.Mf.D1); memang sangat bermanfaat ya
pelayanan yang diterima
suster, karena dengan mengetahui penyakitnya dan
atau masalah pribadi yang
kemungkinan-kemungkinan
bagaimana
mungkin
penyakitnya,
juga
pasien
dan
perjalanan
keluarganya
bisa
bekerjasama dengan baik dengan dokter dan pihak RS
berharap kepada Tuhan
ingin
diungkapkan (Hmf.P1) d. pasien
lebih
mampu
2. Pasien & Keluarganya Mereka
menjadi lebih
untuk proses penanganan penyakitnya.; kemudian mental
menerima keadaan dan
tenang/lerem,
pasien
pasrah
dikuatkan,
juga
dikuatkan,
sehingga
keinginan
untuk
baik/sembuh selalu ada. Semangat yang kuat untuk sembuh dapat mempercepat proses penyembuhan; Untuk
kepada
Tuhan
(D1//1;S//11)
memperoleh
penghiburan, dukungan,,
e. mereka
merasakan
dan harapan, meskipun
kasus-kasus penyakit yang tidak bisa sembuh tujuan
penghiburan, ketenangan,
penyakitnya
konseling
dan harapan.
mereka
agar
pasien
dan
keluarga
siap
menghadapinya/pasrah kepada Tuhan.; kemudian bagi RS juga bermanfaat karena
f.
mental
merasa
pasien
juga
siap
hadapinya
meng-
dan
pasrah
pasien akan menceritakan
dikuatkan,
pengalaman-pengalamannya selama dirawat di RS kepada
keinginan
untuk
baik/
teman-teman/sanak keluarganya (tentang hal-hal yang
sembuh
selalu
ada
positip, termasuk layanan PC), sehingga akan terbangun
Semangat
penilaian masyarakat, bahwa pelayanan di RS adalah
untuk
baik/menyeluruh. Dengan demikian dapat meningkatkan
mempercepat
jumlah kunjungan pasien/masyarakat ke RS (Mf.D1)
penyembuhan
perhatikan, keluarga
(HMf.D1//1)
lebih
2. bagi pasien dan keluarga: pasti mereka merasa lega dan
sehingga
berat
yang
sembuh
kepada Tuhan. Mereka bisa bekerjasama dengan tim medis.
kuat 3. Bagi keluarga pasien: dapat proses
a. keluarga pasien
merasa selalu
tenang
di-
dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
plong ya.., karena mereka merasa
didengarkan, karena 2. Pasien dan Keluarganya:
sabar
menghadapi
selama ini tidak ada yang mendngarkan atau didengarkan
a. bisa bekerjasama dengan
tapi sudah ada pikirannya sendiri jadi langsung menvonis,
baik dengan dokter dan
mengadili, sehingga ketika sudah mendengarkan mereka
pihak RS untuk proses
puas karena didengarkan ; memuji Tuhan, melihat
penanganan penyakitnya
merasa
kehadiranku sbg kehadiran Tuhan yang menunjukkkan
(D1/1; P2//8)
pelayanan
kebaikan, macem-macemlah; oya,,biasanya perawat minta
b. Untuk
kasus
yang
masalah yang terjadi (IC/10;P2/8 P2.1/9); b. keluarga pasien akan puas,
kerohanian
bisa oleh
sendiri dan mneyampaikan bahwa px tidak mau omong,
berat/tidak bisa sembuh :
dirasakan
tidak
pasien dan keluarga siap
pemeluk agama lain
menjelaskan akibatnya dan juga risiskonya bila hal itu
menghadapinya
(P2)//8
diterus-teruskan, maka setelah itu dia mau walau awalnya
kepada Tuhan (D1//1)
sedikit, perawat akan menyampaikan perkembangan px
c. pasti mereka merasa lega
dan memberikan feedback, malah kadang minta bantuan,
dan plong ya.., karena
penghargaan/respect
kita memang saling kerjasama; untuk saya ini sebagai
mereka
dari RS
pelayanan misi. Jadi bukan untuk saya, tapi ini adalah
didengarkan (SS//2)
mau
makan.
Maka
saya
mengunjungi
dan
komitmen tugas misi (Mf.SS) 3. Saya pikir ya sangat bermanfat ya sus, karena dengan memperoleh pelayanan ini kan pasien menjadi lebih
/pasrah
c. keluarga merasakan
merasa
Jadi dari layanan KP ini
d. senang dikunjungi merasa diperhatikan (Mf.PC) e. biasanya
tenang, tentu keluarga pasien juga merasakan adanya
keluarganya
penghargaan/respect dari rumah sakit pada pasien; nah…
lebih
pasien
dukungan
keluarga
pasien
merasakan bahwa pasien dan
menjadi tenang/lerem,
mendapat
perhatian,
sehingga mereka merasa adanya
penghargaan/
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dari pengalaman itu maka juga ada manfaatnya bagi
mereka
merasa
respect dari pihak RS.
Rumah Sakit bila pasien pulang dengan rasa puas yang
dikuatkan dan merasakan
Keluarga pasien merasa
tinggi maka diharapkan akan menceritakan pengalaman
kegembiraan,
puas
saat sakit dan saat dirawat kepada orang lain. Ya istilahnya
pasien
maupun
rohani, dukungan yang
mempromosikannya (Mf.D3)
keluarganya menjadi siap
yang diberikan membuat
akan keadaan yang akan
keluarga menjadi lebih
bisa tersenyum saya kan juga dapat sus? Apakah maksud
terjadi
tenang dan sabar dalam
mbak, mbak juga mengalami sukacita? Ya sus,,,saya
Selain itu juga Pasien dan
menghadapi
mendapat energy positip dari mereka, sehingga saya juga
keluarganya
yang terjadi.
menjadi semangat ter (Mf.IC).
ditemani,
diperhatikan, 4. Bagi Rumah Sakit
dan
memperoleh
4. Apa ya sus?saya merasa bersyukur, kalau mereka sudah
5. Pasien
dan
keluarga
senang
dikunjungi
merasa
diperhatikan (HMf.PC//5)
juga
kemudian
di
kemudian.
merasa
dukungan (Rm//6)
a. keluarga
a. Pasien
pelayanan
masalah
mengalami
kepuasan
6. Apa ya…? Ya itu, biasanya pasien dan keluarganya 3. Keluarga pasien: menjadi lebih tenang/lerem, mereka juga merasa dikuatkan
atas
dari
layanan ini, sehingga merasakan penghargaan/
akan
dan merasakan kegembiraan, kemuadian pasien maupun
adanya
meceritakan/mempro
keluarganya menjadi siap akan keadaan yang akan terjadi
respect dari rumah sakit
mosikan
di kemudian. Selain itu juga Pasien dan keluarganya
pada pasien (D3//3);
lain
b. keluarga dapat memberi
jumlah
Sekali lagi suster, soal sembuh itu bukan saya. Hal itu saya
dukungan kepada pasien
pasien)
percayai sebagai karya Roh kudus; Secara pribadi
untuk
putus
orang
(meningkatkan
merasa ditemani, diperhatikan, dan memperoleh dukungan;
tidak
ke
kunjungan
b. Meningkatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sebenarnya pengalaman iman saya juga dikembangkan,
asa/berpengharapan tinggi
kualitas/mutu
selain mereka yang saya dampingi. Menumbuhkan iman
(HMf.S//11)
pelayanan RSK Budi
bagi
pelayan
pastoral,
pasien
dan
keluarganya.(HMf.Rm//6)
c. keluarga merasa pasien selalu
7. bagi pasien dan keluarga: bisa mengungkapkan masalah
Rahayu.
diperhatikan, 5. Bagi Pelayan Pastoral:
keluarga lebih tenang dan
membuahkan
tentang pelayanan yang diterima atau masalah pribadi yang
sabar
pengalaman iman dan
mungkin ingin diungkapkan, manfaat yang diperoleh oleh
masalah
pasien yaitu adanya perubahan, yaitu dari keadaan pasien
(IC/10;P2/8 P2.1/9);
dan keluarga yang gelisah saat menunggu kelahiran menjadi tenang (H.Mf.P1) 8. bagi
pasien:
kooperatif
sebagai dan
penyemangat,
membantu
sehingga
mempercepat
d. keluarga
menghadapi yang
terjadi
pasien
akan
juga
kesembuhan.
Semakin
membuat
konselor
meyakini
merasa puas, pelayanan
apapun
buah
yang
lebih
kerohanian bisa dirasakan
dirasakan
oleh
pasien
proses
oleh pemeluk agama lain
dan keluarganya adalah
(P2)//8
buah dari Roh Kudus.
penyembuhan; bagi keluarga: keluarga merasa pasien selalu diperhatikan, keluarga lebih tenang dan sabar
4. Bagi RS:
menghadapi masalah yang terjadi; bagi rumah sakit:
a. dapat
Semakin meningkatkan
rendah
membuatnya hati
bahwa
keluarga pasien akan merasa puas, pelayanan kerohanian
jumlah kunjungan pasien
kesembuhan
adalah
bisa dirasakan oleh pemeluk agama lain (H.Mf.P2)
/masyara-kat
misteri
Tuhan.
Hanya
Tuhan
yang
9. bagi pasien, yaitu pasien akan lebih tenang; bagi keluarga,
ke
RS
(Mf.D1)=D3//3
yaitu keluarga lebih tenang dan menerima keadaan pasien;
b. bagi rumah sakit yaitu
bagi RS,yaitu meningkatkan mutu pelayanan terutama di
meningkatkan mutu demi
kuasa,
memiliki
memunculkan
kesadaran bahwa dirinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bidang pelayanan RS
(H.Mf.P2.1).
kualitas
10. manfaat konseling bagi pasien: px menjadi lebih tenang
pelayanan
RS
(S)//11; P2.1//10
lebih
tenang
dan
senang
karena
merasa
diperhatikan ( H.Mf.IC).
a. saya
mendapat
energy
dari
mereka,
positip sehingga
11. bagi pasien lebih mampu menerima keadaan dan pasrah kepada Tuhan; bagi keluarga dapat memberi dukungan kepada pasien untuk tidak putus asa/berpengharapan tinggi; bagi rumah sakit yaitu meningkatkan mutu demi kualitas pelayanan RS(H.Mf.S) 12. manfaatnya bagi px: mereka merasakan ketenangan, dan harapan.( H.Mf.Pc.1)
saya
(Mf.IC). percayai
sebagai
karya Roh kudus; Secara pribadi
penghiburan,
juga
menjadi semangat suster
b. saya
sebenarnya
pengalaman iman juga
saya
dikembangkan,
selain mereka yang saya dampingi. Menumbuhkan iman pastoral,
bagi
ada
(Rm//, D1//1)
dan merasa diperhatikan; bagi keluarga pasien: keluarga px 5. bagi Konselor: menjadi
tidak
pelayan
pasien
dan
keluarganya. (Rm) c. saya sadar bahwa dokter itu ga ada apa-apanya
apa-apanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(D1)/1
Usulan
& 1. Maka suster saya berharap ada pendampingan secara psikis 1. ada
pendampingan
secara Jadi yang menjadi harapan
Harapan
diluar medis, Karena mereka meskipun 90% kita curigai
psikis diluar medis
/U&H
HIVpun tidak mau periksa darah, kita tidak bisa memaksa
2. Psikolog
harusnya
sudah terkait
karena ada peraturan pemerintah bahwa pemeriksaan darah
menjadi
kebutuhan
rumah pastoral
harus atas persetujuan pasien. Maka untuk mendorong agar
sakit, masa mendatang perlu Rahayu:
px mau, itu harusnya ada konseling, dokterpun ada
adanya
pelatihan untuk itu; Psikolog harusnya sudah menjadi
suster yang memiliki basic
pendampingan
kebutuhan rumah sakit, karena saya rasa pasien lebih puas
konseling
psikis di luar medis.
jika fisiknya sehat dan masalah lain juga bisa dibantu
bidang ini (H.Us.D1, P2)
tenaga
yang
oleh
beberapa
responden
layanan
konseling
di
RSK
psikolog/ 1. perlu
focus
di
Budi
adanya secara
2. perlu adanya psikolog/
untuk diselesaikan gitu. Pengobatan yang fisikpun butuh 3. pelayanan pastoral di rumah
konselor di RSK, yang
didampingi juga secara psikis juga (Hrp.D1); pada masa
sakit perlu ditingkatkan lagi,
focus di bidang ini.
mendatang perlu adanya tenaga psikolog, ataupun kalau
yang merupakan ciri khas RS 3. Pelayanannya
tidak ada paling nggak orang yang mendapat pelatihan
katolik dan mungkin bisa
konseling, syukur jika ada suster yang memiliki basic
menjadi pelayanan unggulan
ditingkatkan lagi.
perlu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
konseling. Saat ini untung terbantu adanya suster …, tapi
di RS katolik (Usl.D2)
harapannya bahwa ada satu yang focus dibidang ini. Karena px lebih memilih suster daripada awam. Aura suster beda dengan awam (Usl.D1) 2. perlu lebih ditingkatkan pelayanan pastoral di rumah sakit, yang merupakan ciri khas RS katolik dan mungkin bisa menjadi pelayanan unggulan di RS katolik (Usl.D2) 3. Masukannnya ada tenaga konseling ter, memang saat ini ada Sr…yang terlibat, namun bila belliau pergi. Tidak ada pendelegasian, maka KR yang bertanggungjawab atas px diruangan itu. Kalau KR sibuk, siapa? Hal
yang 1. Bagi saya suster pasien adalah keluarga saya, bagaimana
mendukung
saya memanusiakan mereka yang merupakan keluarga kita.
1. pasien adalah keluarga saya, 1. Adanya kerjasama dan memanusiakan mereka,
Kita sebagai perawat suster sebenarnya diajarkan untuk 2. Secara
keilmuan sudah
rasa memiliki para tim kita
dapat memberi perawatan secara menyeluruh. Secara
sebenarnya
keilmuan kita sebenarnya sudah dibekali, namun untuk
untuk
memberi
kesembuhan menyeluruh
bisa memberikan secara mendalam waktu kita tidak cukup.
perawatan secara menyeluruh
para px, sehingga ada
Selain merawat, sekarang tuntutan administrasi juga
(IC)
usaha untuk melakukan
dapat
dibekali
medis (dokter, perawat, suster),
terhadap
banyak yaitu pencatatan-pencatatan apalagi sekarang ini 3. mencari tahu dan banyak
konseling
mendekati akreditasi (Dk.IC)
tidak secara mendalam.
membaca.
meskipun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Usaha-usaha untuk mengatasinya: untuk mengatasi saya 4. Tersedianya sarana telephon tidak putus asa, berusaha, saya harus tahu kenapa menolak. Mungkin karrna malam tidak bisa istirahat, maka ia butuh untuk tidur, walau ada tantangan penolakan saya tidak nglokro, saya mencari tahu kenapa, dan tetap semangat sus.... Dari semangat itu membuat kita mencari tahu, mencari solusi ”mungkin waktunya yang tidak pas”. Lebih banyak membaca, ada tentang novel guru dengan murid, saya
mengibaratkan
saya
dengan
pasien,
saya
menyerasikan dan mempraktikkan apa yang saya baca dari lapangan. (HDk.Pc) 3. Tersedianya
sarana
telephon
untuk
mempermudah
menghubungi antara unit PC dan unit-unit yang lainnya; Jaraknya dekat dan mudah dijangkau; Ada keterbukaan komunikasi yang baik dengan petugas PC dan perawat di ruangan (PC) seandainya bila tidak bisa biasanya saya 4. Tanya yang lebih menguasai teori “suster S…”. hal itu sangat membantu karena beliau mempunyai teori dan biasanya kita bisa lihat panduannya via online. Bila tidak bisa saya minta bantu beliau, karena ada trik-triknya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(HDk.P2) Hambatan
1. Hambatannya ter? Yaitu pertama tidak adanya tenaga 1. tidak adanya tenaga konseling
Hambatan
yang
dialami
konseling ditempat ini suster, sebenarnya saya tergerak dan 2. terbatasnya tenaga (Hbt.D1, terkait pelayanan konseling bisa sedikit-sedikit memberikan tetapi karena keterbatasan
Hbt.IC, PC)
pastoral dirumah sakit ini
waktu dan tenaga sehingga tidak bisa mendalam; karena 3. pemahaman px dan keluarga adalah
terbatasnya
tenaga
tenaga dokter umum terbatas sehingga harus dobel-dobel
yang kurang, serta pendidikan konseling, selain itu yang
pekerjaan. Sepertinya bisa berjalan baik, tapi beberapa hal
yang rendah (SS)
bertugas
tidak bisa terselesaikan terutama yang terkait dengan 4. jadwal jam kunjung tidak dibidang pendokumentasian/administrasi (Hbt.D1) 2. Gimana ya ter,disini itu kendalanya karena terbatasnya
ada/24jam (SS) 5. pengetahuan
tenaga, sehingga pelayanan konselingnya kurang optimal
konseling
(Hbt.D2)
kurang percaya diri (PC)
itu
kurang
belakang
pendidikan
kurang, yang tidak sesuai. Sedangkan ada dokter ataupun suster,
3. emm….apa ya ter? Ini biasanya KP sudah berjalan, tetapi 6. cuek dan hanya berfokus pada perawat ternyata ada yang kritis sehingga proses tersebut terhenti
khusus
memahami perannya. Terkait tentang latar
yang
secara
perawatan medis saja (P2)
yang
dapat
melakukan konseling, namun
karena kita lebih mengutamakan yang kritis. Kita memang
kurang
optimal
memberi tahu, bisa dilanjutkan sesudah menangani pasien
menyeluruh
tersebut . “apakah karena keterbatasan tenaga?” iya suster,
pekerjaan pokok yang harus
bisa dikatakan demikian (Hbt.IC); Secara keilmuan kita
menjadi utama. Mereka tidak
sebenarnya sudah dibekali, namun untuk bisa memberikan
memiliki waktu yang cukup
secara mendalam waktu kita tidak cukup. Selain merawat,
(Hbt.IC).Tidak
karena
dan ada
semua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sekarang
tuntutan
administrasi
juga
banyak
yaitu
perawat
memiliki
passion
pencatatan-pencatatan apalagi sekarang ini mendekati
dalam bidang itu, walaupun
akreditasi (Dk.IC)
mereka sebenarnya dibekali
4. hambatannya ya itu…pemahaman px dan keluarga, memang disini mayoritas kel menengah kebawah jadi tingkat pemahaman mereka rendah, bila mereka tidak paham maka saya mngunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh mereka (Hbt.SS) 5. Pendidikan juga, kadang mereka sulit memahami, alur berpikirnya dan wawasannya sedikit, sehingga saya harus mengulang-ulang. 6. iya, pernah ketika konseling baru dimulai dan pasien sudah mulai terbuka, konseling terhenti karena banyak tamu yang kunjung, maka saya hentikan dan saya mempersilakan mereka untuk menemui tamunya dan membuat janji lagi “mbak, pak, karena banyak tamu, temui mereka dulu nanti kita janjian lagi untuk bertemu” (Hbt.SS). 7. saya menyadari saya kurang pandai sus, ha..ha...ya ini CPUnya, keterbatasan pengetahuan, ada rasa kurang
dan
dipanggil
untuk
(merawat secara holistik).
itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
percaya diri latar belakang pendidikan, pengalaman kurang. Karena ada pengalaman disisi lain ada yang memberi support. Bapaknya menerima; Masuk ke pasien ada rasa canggung, kadang ada pasien yang menolak, Keterbatasan tenaga (Hbt.PC). 8. waktu ke px banyak sebetulnya bisa, tapi ada beberapa tipe dari kami yang cuek dan hanya berfokus pada perawatan medis saja.untuk saya banyak waktu (Hbt.P2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Hasil Wawancara Terhadap Pasien Nama/Usia
: Tn. L/44 tahun
Agama
: katolik
1. Bagaimana perasaan anda ketika mendapat kunjungan dari petugas pastoral? “ pertama saya merasa terkejut, saya binggung “ada apa?” (S3.1). “ Iya, saya kaget dan binggung, kok tiba-tiba ada orang asing “kok boleh masuk ICU”. Padahal keluarga sendiri dibatasi, saya pikir saudara istri saya yang tidak saya kenal. Saya tidak tahu kalau ada layanan doa dari rumah sakit” (S3.1). 2.
Apakah saat awal mengunjungi tidak langsung menjelaskan, sehingga membuat anda kaget? “iya, kemudian beberapa saat baru memperkenalkan? setelah bapak … menjelaskan kedatangannya untuk memberikan dorongan, motivasi dan mengajak berdoa, saya sungguh berterimakasih” (S3.2).
3. Saat didoakan saya melihat bapak sungguh-sungguh menghayatinya, benarkah demikian? “ memang benar, dalam suasana panik dan khawatir saya berdoa sendiri, saya terus berdoa Bapa Kami dan Salam Maria, tapi saya merasa sendiri karena tidak ada interaksi, interaksinya terbatas. Kemudian ada pak I… dan tim datang berdoa, sehingga apa yang menjadi doa dan harapan saya tersalurkan (disatukan). Karena di ICU tidak ada interaksi, terpisah dengan keluarga, sehingga doa sendiri merasa tidak terhubung” (S3.3). 4. Setelah didoakan, saya melihat bapak sangat semangat dan antusias untuk bercerita “respirator anda lepas dan anda mensharingkan pengalaman anda sebelum sakit”, nampak ada sukacita, benarkah demikian? “iya sus, gimana ya ada kehadiran yang empati, komunikasi dua arah sehingga membuat saya terbuka untuk cerita. Ada ungkapan kemudian ada respon, juga ada kerinduan untuk menyampaikan apa yang saya alami (cerita kembali tentang peristiwa yang dialaminya)” (S3.4).
185
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Pak awalnya anda tidak terlalu antusias untuk berbicara, tetapi kemudian semangat untuk bercerita. Faktor apakah yang mendorong anda untuk terbuka? “ ya..itu suster karena ada empati, maka menumbuhkan pada seseorang untuk percaya dan terbuka” (S3.5). 6. Anda tadi sudah mengungkapkan kehadiran yang empati, menurut anda apakah mereka (pak I…, mbak A…) sudah menunjukkan keramahan, empati, mampu mendengarkan dalam berkomunikasi dengan anda? “ iya, tapi supaya tidak terlalu kaku. Karena kemarin itu suasananya kaku” (S3.6). 7. Apakah yang anda maksudkan komunikasi yang lebih hidup? “ iya..karena awalnya saya memang merasa binggung, dan suasananya kaku” (S3.7). 8. Pak, apakah kunjungan dari PC membuat suasana batin anda berubah? Mungkin yang awalnya panic menjadi tenang, atau pengalaman lainnya? “ iya saya sungguh berterima kasih untuk layanan ini, saya juga menjadi lega. Gimana ya orang sakit itu butuh untuk didengarkan, ingin menyampaikan harapannya untuk sembuh. Kalau dokter…”paling ya tunggu…”. Tidak mungkin bisa mendengarkan keluhan kita” (S3.8). 9. Menurut anda apakah layanan semacam ini penting diadakan bagi pasien? “ sangat penting, karena pada posisi sulit “saat orang mengalami sakit”, ia butuh teman, empati, dan dorongan. Terlebih dirumah sakit katolik Budi Rahayu ini suster, karena RS ini menjadi pusat pilihan rakyat Blitar. Dengan layanan ini orang sakit bisa menyampaikan harapannya (rindu untuk sembuh), mendapat motivasi, dan dukungan. Lebih baik lagi jika ada Romo, suster biarawati, karena berbeda sus. Ada sugesti yang berbeda” (S3.9). 10. Menurut anda, apakah layanan konseling pastoral sangat penting bagi pasien? “ iya sangat penting, dengan persaudaraan dan keakraban. Hal itu sangat penting suster, karena pasien dapat menyampaikan harapannya (minta doa,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
didengarkan) untuk sembuh. Itu bisa mengobati pasien, tidak hanya medis. Tetapi batin pasien juga lega” (S3.10). 11. Pak, setelah anda mengalami secara langsung layanan PC, dapatkah anda mensharingkan manfaat apa yang anda dapatkan dari layanan ini? “ ya itu tadi, pasien dapat menyampaikan harapannya, termotivasi, dan juga memperoleh dorongan atau semangat. Selain itu pasien dapat menceritakan apa yang dialaminya, karena kalau mengeluh pada dokter paling ya di jawab “tunggu ya lihat dulu” (S3.11). 12. Pak Paul tadi sudah bercerita banyak bahwa selama ini tidak pernah sakit sekalipun, meskipun pekerjaan dan aktifitas padat. Nah dari pengalaman sakit dan harus istirahat total makna apa yang anda dapatkan dari pengalaman ini? “ ya suster…, saya menyadari bahwa manusia ada batasnya. Sekuatkuatnya manusia, ada yang lebih kuat yaitu DIA, Tuhan. (Kemudian bercerita tentang aktivitasnya). Saya sudah merasa sakit, tapi saya mengatakan pada diri saya bahwa saya masih sanggup untuk melanjutkan perjalanan, justru saat “saya merasa kuat” ternyata ya itulah titik puncak bahwa ternyata saya jatuh. Tuhan menyadarkan saya “bahwa saya tetap manusia terbatas”. Sekarang saya harus berhati-hati” (S3.12). 13. Adakah masukan untuk layanan di sini terkait pelayanan konseling pastoral? “ supaya layanan konseling ditetapkan suster, ada tenaga khusus sehingga secara periodik bisa mendampingi pasien yang membutuhkan. Selain itu juga penting bagi konselor yang ramah, bisa mencairkan suasana, sehingga kedatangannya tidak terlalu kaku. Sesungguhnya saat sakit, pasien butuh seseorang yang bisa mendengarkan untuk menyampaikan ungkapan hatinya” (S3.13). “Terima kasih banyak. Saya masih mohon doanya untuk kesembuhan saya” (S3.14). Hasil Wawancara Terhadap Keluarga Pasien Nama
: Tn. A//suami pasien
Usia
: 55 th
Agama
: katolik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.
Terkait pelayanan di rumah sakit ini, setelah bapak mengalami secara langsung dalam mendampingi ibu yang sedang sakit. Bagaimana kesan bapak terhadap rumah sakit ini? “ pelayanannya sangat memuaskan, suster perawat selalu memberi jawab bila pasien ataupun keluarga butuh informasi. Istri saya juga merasa lebih baik karena mendapat perhatian dari perawat, suster dan juga paroki serta perhatian dari lainya, sehingga istri saya merasa senang dan badanya lebih enak” (KP1.1).
2. Bagaimana pak perasaan bapak setelah mengalami kunjungan(PC) dan juga terima komuni dari RS? “ Perasaan saya menjadi senang sus atas kunjungan, bila dibandingkan dengan di RS Negeri. Perawatnya bersahabat ada nilai(+)nya dalam pelayanan rohani bangga dengan pelayanan rumah sakit ini. Istri saya sering cerita, kalau ada yang kunjung dari petugas Rumah sakit.ia merasa senang, karena diperhatikan dan didoakan” (KP1.2). 3. Apakah yang dimaksudkan bapak adalah mbak A.. dan pak I..? “ mungkin itu suster, saya lupa” (KP1.3). 4. Bapak setelah mengalami langsung kunjungan apakah anda merasakan bahwa ini bermanfaat bagi pasien? Jika bermanfaat dapatkah anda menceritakannya terutama bagi ibu? “wahh…sangat bermanfaat? Manfaat yang saya alami saat menjaga istri saya adalah: a.
Bahwa kami mengalami pertumbuhan iman, merasa terhubung kembali dengan Tuhan saat bertemu dengan utusan Tuhan : Suster, Romo dan ASIM karena memang sudah lama kami tidak ke Gereja, istri saya sakit, membuat keluarga merasa jauh dari Tuhan(istri dan anak),
b. Menguatkan iman lebih dari itu membuat kami dekat dengan Tuhan bisa menjalin relasi semakin mendalam kemudian layanan ini membuat keluarga menjadi dekat karena mengalami pelayanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pastoral yang sifatnya cinta kasih kepada sesama yang sifatnya begitu besar. c. Mendukung penyembuhan sepenuhnya bagi pasien” (KP1.4). 5. Menurut bapak apakah layanan pastoral ini bermanfaat bagi pasien? “sangat bermanfaat” (KP1.5). 6. Bisakah bapak menyebutkan, apa saja manfaatnya? Tolong sebutkan! “berdasarkan pengalaman lansung selama menjaga istri saya, saya dapat menarik kesimpulan bahwa layanan rohani memiliki manfaat sebagai berikut: a. Pasien merasa lebih bahagia setelah mendapat kunjungan dan doa, pasien menceritakan kepada keluarga setelah mendapat kunjungan itu. b. Pasien dan keluarga percaya bahwa kesembuhan diperoleh melalui obat juga melalui pelayanan rohani yang diberikan di Rumah Sakit ini” (KP1.6). 7. Dari kesadaran yang anda temukan, rencana apakah yang selanjutnya akan anda lakukan? “Rencana jangka pendek: akan pergi kegereja lagi” (KP1.7). 8. Menurut anda apakah layanan konseling pastoral penting? “Sangat penting pelayanan konseling bagi umat Katolik/Kristen demi kesembuhan sepenuhnya (secara menyeluruh)” (KP1.8).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Hasil wawancara dengan pasien (S1). Nama
: Ny. Tk // pasien
Usia
: 47 th
Agama
: katolik
1. Ibu bagaimana perasaannya setelah mendapat kunjungan dari PC? “Sangat senang ketika dikunjungi dan terhibur” (S1.1). 2. Bisakah ibu menceritakan manfaat yang diperoleh dari kunjungan PC:
Kehadiran Suster dan tim yang menghibur, menyembuhkan, mendapat berkat dari Tuhan atas doa-doa Tim layanan rohani semakin membuat saya mengalami kesembuhan.
Ada harapan untuk bisa sembuh, terdukung.
Rasa damai, kehadiran yang mendukung merasa didekatkan kepada Tuhan,
Akan selalu ke gereja bersama keluarga bila sudah sembuh (S1.2).
3. Masukan :
Penting adanya suster (S1.3).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HASIL OBSERVASI Hari/Tgl Senin-Sabtu. 03-23 Juni, 28 Juli- 04 Agustus 2015.
Pukul Aspek 07.15- 1. Perencanaan 14.30 a. Sasaran b. Petugas c. Ruangan d. Saranaprasarana e. Media f. Metode program KP
a.
b.
c. d.
e.
f.
03-23 Juni, 28 Juli- 04 Agustus 2015
Hasil pengamatan Dari awal penelitian hingga akhir, peneliti terlibat setiap hari. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa setiap hari yang mendapat layanan konseling pastoral adalah semua pasien rawat inap. Ada Suster SSpS dan petugas pastoral care (PC) yang setiap hari mengadakan kunjungan ke ruang-ruang paviliun. Terdapat satu ruang PC. Di ruang PC terdapat satu unit (komputer, tape, microfon, lemari buku, telephon penghubung antar unit RSK Budi Rahayu), dua pasang meja dan arsip-arsip PC. Media yang ada Salib, Rosario, kitab suci, buku lagu baik puji syukur maupun madah bakti, CD/DVD lagu rohani atau profan. Metode pelayanan konseling pastoral, kunjungan setiap hari untuk semua pasien.
08.3010.00 WIB, 10.3012.30 WIB.
2. Pelaksanaan a. Konseling pastoral dilaksanakan setiap KP hari, mulai pukul 08.30-10.00, 10.30a. Jadwal 12.15. Bila pasien masih membutuhkan pelaksana dilanjutkan setelah makan siang pada an KP pukul 13.30-14.30. Bagi umat katolik b. Pengguna yang sudah di Baptis setiap hari Senin, an metode 13.30 Rabu, Jumat, dapat mengikuti misa KP 14.30 melalui siaran radio RSK Budi Rahayu WIB mulai pukul 05.30-06.10 WIB dan menerima komuni dari Romo yang mempersembahkan misa pada hari itu. Pada hari Minggu pasien menerima komuni dari asisten imam atau suster SSpS pada pukul 08.45WIB. b. Pelayan pastoral melakukan kunjungan setiap hari, dengan menyapa, tersenyum,
190
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mendengarkan, memberikan dukungan dengan sentuhan, dan memberikan alternatif-alternatif, serta saran-saran sesuai kebutuhan pasien ataupun keluarga pasien. 3/06/15 4/06/15 8/06/15 6/06/15 9/06/15 11/6/ 15 13/6/15 20/6/15
3. Hasil KP a. Seorang ibu pasien rawat inap pasca Dampak/ operasi/muslin merasa terharu dan senang perubahan yang karena dikunjungi. Pasien merasa dialami pasien terdukung karena memperoleh perhatian, dia awalnya merasa sendirian di ICU. b. Pasien/muslim merasa gembira setelah memperoleh inspirasi dari suster SSpS. Dia yang awalnya mengalami ketakutan akan sakitnya, menjadi siap dan mampu berpikir positip, serta ada harapan untuk kesembuhannya. c. Pasien menjadi lega dan terdukung, serta gembira. d. keluarga pasien gembira dan ulang-ulang minta doa untuk kesembuhan anaknya. Awalnya pasien (anak) tidak mau melihat, asik dengan tabletnya. Petugas PC menyapa, menggoda, diakhir mau sedikit melihat, dan hari-hari berikutnya menjadi lebih gembira dan mau merespon. e. Pasien dan Keluarga pasien merasakan menjadi lebih tenang. f. Pasien yang awalnya tidur terus, pada akhirnya mau terbuka, senang atas kehadiran petugas pastoral. Ia menjadi lebih semangat dan berani mengambil keputusan untuk proses pengobatan selanjutnya. g. Pasien dan suaminya terbuka bahwa selama ini tidak pernah ke gereja. Ada sebuah kerinduan dan harapan untuk kembali berdoa bersama. h. Pasien yang mengalami kegelisahan menjadi tenang saat di doakan petugas PC. Keluarga yang menjaga terlihat lebih tenang tenang, saat memperoleh dukungan dari petugas PC yaitu sentuhan dipundak.
191
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Jenis Pelayanan Pastoral Care RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur Karya pelayanan Pastoral Care bagi para pasien yang dirawat di Rumah Sakit Budi Rahayu ini dikemas dalam beberapa jenis yakni: a.
Pendampingan Pastoral antara lain: •
Pendampingan pasien
•
Pendampingan keluarga
b.
Pewartaan antara lain: •
Siaran Radio / Audio Pastoral
•
Siaran Misa Kudus dari kapel RSK
•
Poster dinding
c.
Perpustakaan antara lain: •
Adminstrasi perpustakaan
•
Penempatan buku pada rak sesuai dengan klasifikasinya.
•
Penambahan koleksi buku dan majalah
d.
Liturgi, doa dan sakramen antara lain: •
Misa Hari Orang Sakit Se- Dunia
•
Misa Pasien setiap hari kamis
•
Pelayanan Sakramen Perminyaan dan Babtis dan Tobat.
•
Pelayanan doa.
2. PENDAMPINGAN PASTORAL ( KONSELING PASTORAL ) RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur a. Pengertian Pendampingan/konseling Pastoral adalah Proses memberikan pertolongan Psikologis, spiritual yang terbatas kepada pasien yang sedang mengalami persoalan dan membutuhkan bantuan. b. Tujuan 1) Mendampingi pasien dalam menggumuli pengalaman hidupnya, sehingga pasien mampu menemukan makna hidupnya yang lebih dalam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2) Membangkitkan potensi yang ada pada diri pasien agar mampu mengambil keputusan untuk menghadapi persoalan hidupnya. c. Kebijakan 1) Pendampingan pasien terbuka untuk semua pasien yang dirawat di RSK. Budi Rahayu tanpa memandang suku, agama dan ras. 2) Pendampingan pasien dilakukan du ruang rawat inap pasien dan bila memungkinkan pasien dapat datang di Kantor Pastoral Care. 3) Pasien dapat memilih sendiri pendamping dari petugas Pastoral Care yang dipandang cocok untuk konsultasi. d. Prosedur 1) Pendampingan oleh petugas pastoral care dilakukan pada jam kerja pukul 07.00–14.30 WIB. Hari minggu dan hari libur nasional petugas pastoral care libur. 2) Pasien yang memerlukan pendampingan datang ke kantor pastoral care atau memanggil melalui keluarga atau perawat di masing-masing pavilion. 3) Petugas pastoral care mengadakan kunjungan ke ruang rawat inap pasien. 4) Bila satu sessi konsultasi belum tuntas dapat dilaksanakan berkelanjutan.