PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Ignatius Galang Ananta NIM: 101124038
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Ignatius Galang Ananta NIM: 101124038
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada Y.B. Kukuh Iriyanto dan Maria Yosephine Suliyem selaku orangtua saya, Yohanes Genta Oktariyanto, Laurensia Nata Dewi, dan Yusuf Guruh Andita selaku saudara dan saudari saya, serta kepada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik yang turut serta dalam proses mendampingi perkembangan saya baik secara akademis maupun non-akademis.
.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak sorai sambil membawa berkas-berkasnya.”
(Mzm 126:5-6)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI dipilih karena dewasa ini semakin sedikit orang yang mau terjun di dalam pelayanan pendampingan pastoral terlebih kepada orang sakit. Pengalaman sakit bukanlah pengalaman yang membahagiakan. Orang cenderung merasa kesepian, merasa tidak berdaya dan tidak berguna karena segala keperluan untuk hidup dilayani oleh orang lain. Bahkan ada juga yang merasa bahwa pengalaman ini merupakan hukuman atas apa yang sudah dia lakukan selama ini di dunia, sehingga orang yang bersangkutan merasa dunia mengucilkannya. Penyakit yang cukup ditakuti oleh sejumlah orang di dunia adalah kanker. Kanker merupakan masalah kesehatan dari banyak negara di dunia yang menjadi perhatian serius di bidang kedokteran. Hal ini disebabkan oleh jumlah korban yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang efektif untuk pengobatannya. Terdapat sejumlah ragam pengobatan kanker yang selama ini sudah dicoba dilakukan untuk mengatasi penyakit kanker ini di antaranya adalah melalui pembedahan (operasi), penyinaran (radiasi), dan terapi kimia (kemoterapi). Salah satu yang menjadi perhatian dalam pembahasan ini adalah pengobatan dengan menggunakan metode kemoterapi. Dari sejumlah data-data hasil penelitian, diungkapkan bahwa pada penderita kanker yang menjalani pengobatan dengan radioterapi/terapi kimia (kemoterapi) akan menunjukkan efek samping yang cukup besar, seperti semakin memburuknya kemampuan fungsi seksual, lebih mudah mengalami gangguan somatisasi, dan timbulnya gangguan psikososial. Bertitik tolak pada permasalahan ini, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu memberikan pendampingan secara spiritual kepada pasien kanker pasca kemoterapi. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah perlunya kerjasama yang baik antara dokter, perawat, dan petugas rohani dalam melayani pasien kanker pasca kemoterapi. Namun kenyataannya adalah kompetensi yang dimiliki oleh pendamping rohani dirasa masih kurang memadai. Dari pelbagai sumber yang sudah ditemukan oleh penulis, kebanyakan pendamping rohani atau petugas pastoral lebih-lebih mendampingi hanya sebatas hal-hal yang sifatnya ritus semata, seperti doa, pelayanan sakramen orang sakit, dan lain sebagainya. Sedangkan yang menjadi ujung tombak dari pendampingan ini, yakni pendampingan yang mengena ke hati belum tersentuh. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu, terlibat langsung dalam menemani pasien telah dilaksanakan oleh penulis. Di samping itu, studi pustaka juga diperlukan untuk menunjang gagasan yang dapat digunakan untuk mengkaji persoalan ini. Hasil akhir dari tulisan ini menunjukkan bahwa Shared Christian Praxis dan Sunday School merupakan suatu model pendampingan pastoral yang relevan bagi pasien kanker pasca kemoterapi. Untuk keperluan itu, penulis mengusulkan suatu program pastoral orang sakit dengan model Shared Christian Praxis dan Sunday School bagi pasien kanker pasca kemoterapi.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
Thesis entitled PASTORAL CARE FOR THE POSTCHEMOTHERAPY CANCER PATIENTS is chosen because are getting fewer people who are willing to plunge in the first pastoral care ministry to the sick. Experience of sickness is not a happy experience. People tend to feel lonely, helpless and useless for their daily life have to be served by someone else. Even some feel that this experience is a punishment for what he has done in his life which eventually make him feel that the world isolate them. A disease that is feared by a number of people in the world is cancer. Cancer is a health problem of many countries in the world which has been a serious concern in the field of medicine. This is caused by the number of cancer patient continues to increase from year to year and there is no effective way of treatment. There are a wide number of cancer treatments that have been developed to overcome this cancer some of them are surgery (surgery), radiation (radiation), and chemical treatment (chemotherapy). The focus in this discussion is the treatment using chemotherapy. Based on the amount of research data, patients who undergoing cancer treatment with radiotherapy/chemical treatment (chemotherapy) will show considerable side effects, such as worsening of sexual function capability, more prone to somatization disorder, and impaired psychosocial. Based on this issue, then this paper is intended to help in providing spiritual assistance to cancer patients after chemotherapy. The main issue in this paper is the need for good cooperation between doctors, nurses, and spiritual workers in accompanying cancer patients after chemotherapy. However the reality has shown that the competency of the spiritual companion is still not adequate. From various sources that have been found by the author, most spiritual companion or pastoral workers merely accompany those things that are rites, such as prayer, sacramental ministry to the sick, and so forth. While the spearhead of this assistance, the assistance that hit to the heart untouched. To examine this issue adequatelly we need accurate data. Therefore, the direct remains involvement in the accompanying patients has been implemented by the author. In addition, literature studies are also needed to support ideas that can be used to access this issue. The result of this paper shows that the Shared Christian Praxis and Sunday School is a relevant model of pastoral care for cancer patients after chemotherapy. For this purpose, the author propose a model of pastoral care program Shared Christian Praxis and Sunday School for cancer patients after chemotherapy.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah, berkat, kasih dan karunia-Nya, sehingga skripsi mengenai PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI ini akhirnya dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Hal itu disebabkan karena keterbatasan waktu, sarana, maupun ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa nasehat, petunjuk maupun dorongan kepada penulis. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan kekuatan, penghiburan, dan pengajaran untuk semakin teguh dalam iman kepada-Nya. Segala kemuliaan, hormat dan puji hanya kepada Tuhan.
2.
Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Ketua Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik yang telah mengijinkan penulis untuk menganalisa, merumuskan, dan menyususun pembahasan mengenai pastoral orang sakit bagi pasien kanker pasca kemoterapi ini.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu, dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
4.
Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji II yang terus menerus mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini.
5.
Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum. selaku dosen penguji III yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
6.
Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
7.
Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
8.
Segenap Pengurus Yayasan Kanker Indonesia Cabang Yogyakarta yang pendampingan pastoral orang sakit bagi pasien kanker di Yogyakarta.
9.
Y.B. Kukuh Iriyanto dan Maria Yosephine Suliyem selaku orang tua yang senantiasa menemani, memberi dukungan moral dan materi, membimbing, dan menyemangati penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
10. Yohanes Genta Oktariyanto, Laurensia Nata Dewi, dan Yusuf Guruh Andita yang selalu mendukung dan menguatkan penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................
vii
ABSTRAK ..................................................................................................
viii
ABSTRACT ...............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ................................................................................
x
DAFTAR ISI .............................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................
xvii
BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang ...........................................................................
1
B. Rumusan Masalahan ...................................................................
6
C. Tujuan Penulisan ........................................................................
7
D. Manfaat Penulisan ......................................................................
7
E. Metode Penulisan .......................................................................
8
F. Sistematika Penulisan .................................................................
9
BAB II. SITUASI DAN KONDISI ORANG SAKIT KANKER PASCA KEMOTERAPI .............................................................................
11
A. Situasi dan Kondisi Orang Sakit .................................................
11
1. Definisi Sakit .........................................................................
11
2. Sakit Menurut Iman Kristiani ................................................
14
a. Sakit dalam Gambaran Penderitaan Manusia di dalam Kitab Suci........................................................... ...............
14
b. Sakit dalam Pandangan Ajaran Gereja...............................
23
c. Sikap terhadap Sakit menurut Iman Kristiani.....................
27
3. Situasi dan Kondisi Fisik Orang Sakit.................................... xiii
30
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. Situasi dan Kondisi Batin Orang Sakit ..................................
32
5. Situasi dan Kondisi Spiritual Orang Sakit............................ ..
37
B. Situasi dan Kondisi Pasien Kanker Pasca Kemoterapi...............
48
1. Definisi Kanker .......................................................................
48
2. Dari Sel Transformatif sampai pada Kanker .........................
50
3. Stressor Psikososial menjadi Pemicu Munculnya Kanker dalam Tubuh Manusia ............................................................
52
4. Dampak Psikologis Kanker bagi Pasien................................ .
58
C. Kemoterapi menjadi Salah Satu Pengobatan Kanker...................
61
1. Dampak Psikologis Kanker Pasca Kemoterapi sebagai Tindakan Medis (Medical Treatment) ...................................
63
2. Dampak Spiritual Kanker pada Pasien Kanker Pasca Kemoterapi ............................................................................
66
BAB III. PASTORAL ORANG SAKIT .....................................................
70
A. Hakikat Pastoral ..........................................................................
70
1. Definisi Pastoral.......................................................................
70
2. Ruang Lingkup Pastoral...........................................................
72
3. Jenis-jenis Pelayanan Pastoral..................................................
75
a. Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Pemberitaan Firman ..
77
b. Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Konseling ..................
80
c. Pelayanan Pastoral sebagai Perwujudan dari Persekutuan (Kerygma) .........................................................................
82
d. Pelayanan Pastoral sebagai Perwujudan dari Diakonia .....
83
4 Pastoral untuk Orang Sakit................................................. ...
84
a. Hakikat Pastoral Orang Sakit...............................................
84
b. Alasan Perlu Dilaksanakan Pastoral Orang Sakit................
87
c. Fungsi Pastoral Orang Sakit.................................................
89
d. Pendekatan Pastoral untuk Orang Sakit...............................
91
1) Merawat yang Sakit sebagai Wujud Menolong Sesama ..........................................................................
91
2) Mengikuti Cara Pelayanan Yesus dan Menggunakan Metode Pendekatan Holistik ........................................
92
e. Dinamika Pendampingan Pastoral untuk Orang Sakit .......
94
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
f. Ragam Pendekatan Pastoral Orang Sakit ...........................
95
1) Pendampingan Pastoral Klinis (Clinical Pastoral Education) ....................................................................
97
2) Meditasi ........................................................................
100
g. Kriteria Pendamping Pastoral ............................................
102
1) Memahami Pengalaman Menderita .............................
103
2) Memahami Psikologi Perkembangan Manusia ...........
105
3) Memahami Sikap Gereja .............................................
108
4) Memahami Peranan Pendampingan. ...........................
110
BAB IV. USULAN PROGRAM PASTORAL ORANG SAKIT YANG RELEVAN BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI .........................................................................
112
A. Latar Belakang Program Pendampingan Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi ........................................................
112
B. Konteks Program Pendampingan Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi .....................................................................
113
C. Tujuan Program Pendampingan Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi .....................................................................
116
D. Strategi Pendampingan Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi ...............................................................................
117
E. Bahan Pendampingan Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi ...............................................................................
120
1. Menerima Penderitaan sebagai Suatu Berkat .......................
120
2. Konsepsi yang Positif Mengenai Proses Hidup dan Tuhan ...................................................................................
123
F. Usulan Program Pendampingan Pasien Kanker Pasca Kemoterapi ...............................................................................
126
G. Petunjuk Pelaksanaan Program ................................................
128
1. Sunday School....... ..............................................................
129
2. Shared Christian Praxis (SCP) ................................................
130
H. Pemilihan Tema dan Tujuan ................................................ ....
133
I. Contoh Program Pastoral Orang Sakit Kanker Pasca Kemoterapi ...............................................................................
135
J. Contoh Satuan Persiapan 1 Pastoral Orang Sakit Kanker Pasca Kemoterapi ...............................................................................
138
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V. PENUTUP .....................................................................................
153
A. Kesimpulan ..............................................................................
153
B. Saran ........................................................................................
154
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
156
LAMPIRAN .............................................................................................
159
Lampiran 1: Dokumen Video Materi Program .............................
(1)
Lampiran 2: Teks Lagu Hatiku Gembira ......................................
(2)
Lampiran 3: Teks Lagu Pelangi Kasih-Nya..................................
(3)
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Satatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal 8. B. Singkatan Dokumen Gereja AA
: Apostolocam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965.
EV
: Evangelium Vitae, Ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II tentang sikap Gereja Katolik terhadap nilai-nilai kehidupan manusia, 25 Maret 1995.
RH
: Redemptor Hominis, Ensiklik pertama yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II tentang penebusan umat manusia, 4 Maret 1979.
SD
: Salvifici Doloris, Surat Apostolik dari Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, para Imam, keluarga-keluarga beriman, dan kepada jemaat Gereja tentang makna penderitaan manusia, 11 Februari 1984.
C. Singkatan Lain Art
: Artikel
Bdk
: Berdasarkan xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dkk
: Dan kawan-kawan
Ed
: Editor
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
MAWI
: Majelis Waligereja Indonesia
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Di dalam sebuah buku berjudul Dasar-dasar Pendampingan Pastoral (Tu’u, 2007: 20) dirumuskan pemahaman pastoral sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari dan mengunjungi anggota jemaat satu per satu, terutama yang sedang bergumul dengan persoalan-persoalan yang menghimpitnya. Pemahaman ini membawa kepada sebuah konsep yang menunjuk kepada suatu istilah pendampingan pastoral untuk orang sakit atau acap kali disebut sebagai pastoral care. Menurut G. Heitink (Hommes & Singgih, 1992: 405) sebagaimana dikutib oleh Tjaard G. Hommes dan Gerrit Singgih dalam Teologi dan Praksis Pastoral: Antologi Teologi Pastoral, pendampingan pastoral atau pastoral care merupakan suatu profesi pertolongan; seorang pendeta atau pastor mengikatkan diri dalam hubungan pertolongan dengan orang lain, agar dengan terang Injil dan persekutuan dengan Gereja Kristus dapat bersama-sama menemukan jalan keluar bagi pergumulan dan persoalan kehidupan iman. Praktik pastoral orang sakit atau pastoral care ini sering kali dirasakan di dalam sebuah pelayanan di rumah sakit, meski sebenarnya praktik pastoral orang sakit atau pastoral care ini sebenarnya tidak terbatas dilakukan di rumah sakit dan diperuntukkan bagi pendampingan kepada orang sakit. Sebagai sebuah kegiatan pelayanan atau diakonia, praktik pendampingan pastoral atau pastoral care yang diperuntukkan bagi orang sakit dapat benar-benar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
dirasakan ketika salah satu anggota keluarga atau kerabat sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit. Tidak sedikit perhatian dari sejumlah anggota Gereja, petugas pastoral di rumah sakit, bahkan pastor turut hadir dan memberikan pendampingan kepada anggota keluarga atau kerabat yang sedang sakit tersebut. Pendampingan pastoral atau pastoral care yang diberikan pun begitu banyak ragamnya, mulai dari doa bersama, sharing pengalaman sampai pada memberikan motivasi kepada keluarga atau kerabat yang sakit. Pastoral orang sakit atau pastoral care ini tidak terbatas pada pasien yang menderita sakit ringan. Pastoral orang sakit atau pastoral care ini juga diberlakukan kepada pasien yang menderita sakit parah atau termasuk dalam golongan penderita terminal illness. Secara konseptual, dengan didasarkan pada gagasan yang diutarakan oleh G. Heitink, segala kegiatan yang berhubungan dengan pastoral ini dilaksanakan oleh pastor. Akan tetapi mengingat sejumlah tugas dan tanggung jawab yang diemban, pastor mengajak kaum awam untuk turut terlibat dalam pendampingan pastoral ini. Hal ini selaras dengan yang termuat di dalam dekrit Konsili Vatikan II tentang kerasulan awam yang menyatakan bahwa Gereja diciptakan untuk menyebarluaskan Kerajaan Kristus di mana-mana demi kemuliaan Allah Bapa, dan dengan demikian mengikutsertakan semua orang dalam penebusan yang membawa keselamatan (AA, art. 4). Namun, pada kenyataan yang terjadi tidaklah berbanding lurus dengan konsep mengenai pendampingan pastoral. Dewasa ini semakin sedikit orang yang mau terjun di dalam pelayanan pendampingan pastoral terlebih kepada orang sakit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
Cukup banyak alasan yang ditemukan dari permasalahan semakin sedikitnya orang yang mau terlibat di dalam pendampingan pastoral atau pastoral care kepada orang sakit. Dalam pengantar bukunya, Tulus Tu’u (2007: vii) menuliskan bahwa seiring perkembangan zaman, hidup manusia semakin kompleks dan tantangan semakin beragam. Di tengah banyaknya orang sibuk dengan perjuangan dan pencapaian kariernya, ada sejumlah golongan yang merasa sunyi dan kesepian. Golongan yang dimaksud di sini merupakan golongan yang senantiasa bergumul dengan pelbagai permasalahan yang menyelimuti dirinya atau keluarganya, tekanan dari lapangan pekerjaan, bahkan sampai pada tersisihnya di dalam hidup bermasyarakat. Kondisi yang dialami oleh golongan ini acap kali hanya bisa terbaring lemah di atas ranjang dengan sejumlah obat yang mampu untuk membuatnya bertahan hidup dan setidaknya mampu memulihkan kondisi agar permasalahan dapat teratasi. Jenis golongan ini sering kali luput dari perhatian banyak orang, karena yang dapat merasakan persoalan ini hanyalah yang bersangkutan atau keluarga yang bersangkutan. Pengalaman sakit bukanlah pengalaman yang membahagiakan atau membuat diri seseorang merasa nyaman. Orang cenderung merasa kesepian, merasa tidak berdaya dan tidak berguna karena segala keperluan untuk hidup dilayani oleh orang lain. Bahkan ada juga yang merasa bahwa pengalaman ini merupakan hukuman atas apa yang sudah dia lakukan selama ini di dunia, sehingga orang yang bersangkutan merasa dunia mengucilkannya. Dari sejumlah kondisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa keadaan orang sakit yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
demikian itu dapat mempengaruhi keseimbangan jiwanya (Sri Suparmi, 1988: 17). Ia mengalami ketegangan jiwa yang tampak di dalam sejumlah gejala emosi, seperti ketakutan, kecemasan yang berlebihan, marah, kesepian, ketidakpastian, dan keputusasaan (Sri Suparmi, 1988: 18). Dewasa ini, penyakit yang cukup ditakuti oleh sejumlah orang di dunia adalah kanker. Lucia Kusbawanti sebagaimana dikutib oleh Yuswanto dan Sinaradi (2000: 1) mengatakan “Kanker merupakan sebuah nama umum dari sekumpulan penyakit yang perjalanannya bervariasi, dengan ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, terus menerus, tidak terbatas, merusak jaringan setempat dan sekitarnya, serta dapat menyebar luas (distant metastases)”. Kanker merupakan masalah kesehatan dari banyak negara di dunia yang menjadi perhatian serius di bidang kedokteran. Hal ini disebabkan oleh jumlah korban yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang efektif untuk pengobatannya (Yuswanto & Sinaradi, 2000: 2). Terdapat ragam pengobatan kanker yang selama ini sudah dicoba dilakukan untuk mengatasi penyakit kanker ini di antaranya adalah melalui pembedahan (operasi), penyinaran (radiasi), dan terapi kimia (kemoterapi). Salah satu yang menjadi perhatian dalam pembahasan ini adalah pengobatan dengan menggunakan metode kemoterapi, yaitu penggunaan bahan-bahan bioaktif dari hasil sintesis atau isolasi bahan alam. Dari sejumlah data-data hasil penelitian, diungkapkan bahwa pada penderita kanker yang menjalani pengobatan dengan radioterapi/terapi kimia (kemoterapi) akan menunjukkan efek samping yang cukup besar, seperti semakin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
memburuknya kemampuan fungsi seksual, lebih mudah mengalami gangguan somatisasi, dan timbulnya gangguan psikososial. Di dalam sebuah artikel yang dimuat dalam jurnal Psikologi Kesehatan, Nimas Ayu Fitriana dan Tri Kurniati Ambarini (2012: 2) mengungkapkan bahwa kondisi psikologi pada penderita kanker yang menjalani pengobatan radioterapi/terapi kimia (kemoterapi), yakni munculnya perasaan takut, tidak berdaya, rendah diri, sedih, dan lebih mudah mengalami kecemasan ataupun depresi. Perubahan-perubahan sistem dan fungsi tubuh yang terjadi pada penderita kanker pasca menjalani pengobatan radioterapi/terapi kimia (kemoterapi) dapat menimbulkan gangguan konsep diri penderita. Dalam gangguan ini, penderita mengalami ketergantungan pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar dan penurunan fungsi anggota tubuh. Keadaan ini selanjutnya akan menyebabkan penurunan gambaran diri yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan harga diri pasien (Ayu Fitriana & Tri Kurniati Ambarini, 2012: 2). Bagi seseorang yang mengetahui bahwa penyakit yang sedang dideritanya tidak dapat disembuhkan secara medis, atau belum diketemukannya obat yang dapat menyembuhkannya, pasien tersebut dapat dipastikan akan mengalami depresi. Proses penyembuhan tidak dapat dilakukan oleh dokter dan suster, tetapi baik juga jika diadakan kolaborasi dan kerjasama dengan pelayan rohani atau sering disebut dengan petugas pastoral care. Dalam hal inilah pastoral orang sakit atau pastoral care dirasa berkontribusi dalam proses penyembuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
Berpijak dari pemikiran inilah, ditemukan gagasan dalam menangani pasien penderita kanker pasca kemoterapi yang kemungkinan untuk sembuh sangat kecil, dokter dan perawat perlu bekerja sama dengan petugas rohani untuk menolong agar pasien dapat menerima kondisi yang dialami saat ini sebagai berkat dari Tuhan dan dapat membangun konsepsi yang positif mengenai hidup dan Tuhan. Jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memulihkan pikiran, perasaan, emosi, dan hubungannya dengan orang lain. Melalui pastoral orang sakit yang akan diterapkan bagi pribadi pasien, maka harapan yang hendak dihadirkan adalah penyakit yang tak tersembuhkan itu dapat berkurang bahkan dan timbul motivasi kesembuhan yang membuat pasien lebih optimis dalam menghadapi penyakitnya. Perhatian khusus bagi pasien, secara khusus dalam usaha pastoral orang sakit nampaknya harus segera diwujudkan secara nyata. Untuk mewujudkan perhatian ini tidaklah mudah, terlebih untuk menentukan perhatian apa yang paling tepat bagi mereka, karena kondisi pasien penderita kanker pasca kemoterapi ini cukup dinamis. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul skripsi PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam hal ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
2. Bagaimana konsep pastoral bagi orang sakit, secara khusus bagi pasien kanker pasca kemoterapi? 3. Model pastoral orang sakit manakah yang relevan bagi pasien kanker pasca kemoterapi?
C. Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini berdasarkan judulnya PASTORAL
ORANG
SAKIT
BAGI
PASIEN
KANKER
PASCA
KEMOTERAPI yaitu: 1. Mendeskripsikan dan menggambarkan situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi dari sejumlah kepustakaan yang ada. 2. Mendeskripsikan gagasan pastoral bagi orang sakit, secara khusus bagi pasien kanker pasca kemoterapi. 3. Merumuskan model pastoral orang sakit yang relevan bagi pasien kanker pasca kemoterapi.
D. Manfaat Penulisan Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam: 1. Manfaat Teoristis Hasil dari analisa deskriptif mengenai PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI diharapkan bisa menambah juga memperkaya kajian mengenai model pastoral orang sakit yang dapat diterapkan bagi pasien kanker pasca kemoterapi dalam ranah kerohanian yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
disesuaikan dengan tingkatan usia pasien, serta bisa menjadi referensi untuk kajian teoritis selanjutnya dalam kajian bidang kerohanan dan pengembangan karya katekese dalam bidang kesehatan.
2.
Manfaat Praktis
a.
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang model pelayanan rohani, secara khusus model pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi.
b.
Memberikan sumbangan pada institusi Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik tekait tentang pengembangan karya katekese di bidang pastoral orang sakit dan kerasulan kaum awam terlebih pendampingan bagi pasien secara integral melalui bentuk pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi.
E. Metode Penulisan Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alami dengan cara mendeskripsikan dan menganalisa
berdasarkan
teori-teori
dan
kepustakaan
yang
menunjang
(Suprihatin, 1999: 7). Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi atau gabungan. Data yang dihasilkan bersifat deskriptif dan analisis data dilakukan secara indukatif. Dalam metodologi ini, pertama-tama penulis hendak mendeskripsikan tentang situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
Kemudian, penulis ingin mengetahui secara teoritis konsep pastoral orang sakit. Setelah itu penulis hendak merumuskan pemikiran tentang usulan program pastoral orang sakit bagi pasien penderita kanker pasca kemoterapi.
F. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai skripsi yang hendak ditulis, maka penulis membagi pokok-pokok tulisan sebagai berikut: Bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan, dan keaslian penulisan. Bab II berisi tentang situasi dan kondisi orang sakit kanker pasca kemoterapi, diuraikan tentang definisi sakit, sakit menurut Kitab Suci berdasarkan gambaran penderitaan manusia di dalam kisah Ayub, sakit dalam pandangan dokumen Salvifici Doloris, situasi dan kondisi orang sakit, baik secara batin maupun spiritual, serta sikap terhadap sakit dalam iman Kristiani. Kemudian dilanjutkan dengan situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi yang mencakup definisi kanker, konsep terbentuknya kanker dari sel transformatif, stressor psikososial yang menjadi pemicu munculnya kanker di dalam tubuh manusia, dampak psikologis kanker bagi pasien, kemoterapi sebagai salah satu pengobatan kanker, dampak psikologis pasien kanker pasca kemoterapi sebagai tindakan medis (medical treatment), dan dampak spiritual kanker pada pasien kanker pasca kemoterapi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
Bab III membahas mengenai pastoral orang sakit. Pada bab ini diuraikan hakikat dari pastoral, yang mencakup definisi pastoral, ruang lingkup pastoral, jenis-jenis pelayanan pastoral yang mencakup pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman, pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling, pelayanan pastoral sebagai perwujudan dari persekutuan, dan pelayanan pastoral sebagai bentuk perwujudan dari diakonia. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan konsep mengenai pastoral orang sakit yang di dalamnya termuat hakikat pastoral orang sakit, alasan perlu dilaksanakan pastoral orang sakit, pendekatan yang digunakan dalam pastoral orang sakit, fungsi pendampingan pastoral untuk orang sakit, dinamika pastoral orang sakit, ragam pendekatan pastoral orang sakit, dan kriteria pendamping pastoral orang sakit. Bab IV berisi tentang sintesa antara paparan deskriptif teoritis terkait dengan pastoral orang sakit bagi pasien kanker pasca kemoterapi sampai pada penyusunan usulan program pastoral orang sakit yang dapat diterapkan bagi pasien kanker pasca kemoterapi. Bab ini berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II SITUASI DAN KONDISI ORANG SAKIT KANKER PASCA KEMOTERAPI
Sakit merupakan bagian dari eksistensi manusia (Kieser, 1987: 139-140). Dewasa ini, penyakit yang cukup ditakuti oleh sejumlah orang di dunia adalah kanker. Berdasarkan karangan dr. Med Juliar Sihlman (1980: 15) yang dimuat dalam majalah Mawas Diri edisi Januari 1980, diungkapkan bahwa kanker termasuk dalam salah satu dari empat besar golongan penyakit utama yang diderita oleh manusia, yakni jantung koroner, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Di banyak negara di belahan dunia, kanker masih menjadi perhatian serius di bidang kedokteran. Hal ini disebabkan oleh jumlah korban yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang efektif untuk pengobatannya. Pengobatan kanker secara medis yang selama ini dilakukan adalah melalui pembedahan (operasi), penyinaran (radiasi), dan terapi kimia (kemoterapi). Salah satu yang menjadi perhatian di dalam pembahasan ini adalah kemoterapi, yaitu penggunaan bahan-bahan bioaktif dari hasil sintesis atau isolasi bahan alam.
A. Situasi dan Kondisi Orang Sakit 1.
Definisi Sakit Secara umum, dapat dipastikan setiap makhluk hidup dan manusia
khususnya pernah mengalami apa yang dinamakan dengan rasa sakit. Sakit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
layaknya hidup dan mati manusia, dengan demikian sakit menjadi bagian dari dinamika hidup manusia. Di dalam salah satu pembahasannya, dr. L. Laksmiasanti dalam Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit sebagaimana dikutib oleh Kieser (Kieser, 1984:31), merumuskan sebagai suatu situasi atau keadaan, di mana terjadi gangguan keseimbangan yang dinamis antara suatu organisme dengan lingkungannya untuk memelihara struktur maupun fungsinya di dalam keadaan yang tidak normal dalam kehidupannya dan di dalam fase–fase tertentu dalam siklus hidupnya. Situasi yang demikian ini sedikit banyak akan membawa dampak bagi orang yang menderita sakit maupun orang–orang di sekitarnya. Situasi sakit juga membuat pasien mengalami ketergantungan terhadap orang lain, mengakibatkan kehidupan rutin pasien menjadi terganggu, akan memunculkan adanya beban secara finansial, fokus perhatian menjadi tertuju pada penderita, dan lain sebagainya. Ivan Illich sebagaimana dikutib oleh Kieser (1984: 32) turut mendefinisikan sakit sebagai suatu keadaan di mana terjadi gangguan adaptasi organisme terhadap lingkungannya, sehingga putuslah hubungan dengan lingkungannya, yaitu lingkungan pekerjaan, lingkungan keluarga ataupun teman sebaya. Menurut penelitian yang sudah dilakukan oleh Ivan Illich sebagaimana dikutib oleh Kieser (1984: 32) dalam Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit menyatakan bahwa kesehatan bukanlah akibat dari naluri manusia, melainkan akibat adanya reaksi otonom, di mana reaksi tersebut terbentuk dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
pola hidup dan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang tidak tentu maupun tingkat pertumbuhan usia pasien. Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, beberapa contoh perikop berusaha menggambarkan kaitan antara sakit dengan dosa yang telah diperbuat oleh manusia. Sakit diyakini sebagai hukuman dari Allah atas dosa manusia (Mzm 107:17, Yoh 9:1-2, Yoh 5:14). Di dalam perikop yang lain, sakit juga dihubungkan dengan adanya pengaruh roh jahat yang mencoba masuk dalam tubuh manusia. Berdasarkan kaitan sakit dengan dosa dan pengaruh roh jahat yang dituliskan di dalam perikop-perikop Kitab Suci, terdapat kesadaran intuitif yang menyatakan bahwa di mana manusia meninggalkan Tuhan, di sana hidup manusia berada di dalam keadaan yang tidak sehat (Abineno, 1972: 10). Kondisi ini bukan hanya dilihat dari hal rohaniah semata, melainkan juga jasmaniah. Terdapat hubungan yang erat di antara kondisi rohani dengan jasmani. Dengan tubuh dan jiwanya, manusia memuji dan membesarkan nama Tuhan, dengan tubuh dan jiwanya pula, manusia dapat menderita karena hukuman yang diterima dari Allah. Yang menarik di dalam pembahasan tentang kaitan sakit dengan dosa dan pengaruh roh jahat yang ditulis oleh Dr. J.L. Ch. Abineno dalam Pelajanan Pastoral (1967: 45) adalah di samping adanya kuasa–kuasa destruktif, terdapat pula kuasa lain yakni anugerah dari Allah sekalipun tersembunyi kuasa tersebut menjaga dan memelihara orang–orang percaya yang menderita hingga mereka dapat bertahan dan berpegang pada Tuhan dalam penderitaan mereka. Sebagai sebuah situasi atau keadaan, sakit kerap kali disangkutpautkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
dengan nasib, yakni suatu situasi yang dengan sendirinya datang ke dalam hidup pasien; hal ini tidak dapat dihindari melainkan harus dihadapi. Sebagai mahkluk yang memiliki akal budi, manusia sering tidak mengindahkan upaya-upaya pencegahan ketika organ tubuh sudah memunculkan tanda-tanda yang akan menunjuk pada sakit. Manusia cenderung mengabaikan, menganggap remeh, bahkan berharap dapat menikmati rasa sakit itu dengan dalih dapat sejenak beristirahat dari hal-hal yang menyibukkan.
2. Sakit Menurut Iman Kristiani a. Sakit dalam Gambaran Penderitaan Manusia di dalam Kitab Suci Secara umum, setiap makhluk hidup dan manusia khususnya tentunya pernah mengalami apa yang dinamakan dengan rasa sakit. Di dalam paragraf sebelumnya disampaikan oleh dr. L. Laksmiasanti sebagaimana dikutib oleh Kieser (1984: 31), menyatakan bahwa sakit menjadi suatu situasi di mana terjadi gangguan keseimbangan yang dinamis antara suatu organisme dengan lingkungannya untuk memelihara struktur maupun fungsinya di dalam keadaan yang tidak normal dalam kehidupannya dan di dalam fase–fase tertentu dalam siklus hidup. Dalam pembahasan awal bab ini digagas bahwa Kitab Suci turut berusaha menunjukkan hubungan antara sakit dengan dosa dan pengaruh roh jahat. Gagasan ini diungkapkan oleh Dr. J.L. Ch. Abineno dalam Penjakit dan Penjembuhan (1972: 10-11) sebagai sebuah kesadaran intuitif yang menyatakan bahwa di mana manusia meninggalkan Tuhan, di sana hidup manusia berada di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
dalam keadaan yang tidak sehat. Gagasan ini diperkuat dengan konsep yang sebelumnya dituangkan dalam Pelajanan Pastoral oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (1967: 43) yang menyatakan bahwa penyakit yang diderita oleh seseorang dianggap sebagai akibat dari dosa-pelanggaran hukum Allah-yang secara sadar atau tidak telah ia perbuat. Gagasan yang dirumuskan oleh Dr. J.L. Ch. Abineno dalam karyanya, melihat adanya sejumlah perikop Kitab Suci dan menjadikannya acuan untuk menemukan konsep penderitaan yang dialami oleh manusia. Gagasan dari Dr. J.L. Ch. Abineno dipertegas oleh P. Go. dalam Hidup dan Kesehatan (1984: 51) bahwa di dalam Kitab Suci, sakit dan penderitaan bukan melulu soal hal-hal duniawi belaka, melainkan menjadi perkara keagamaan dan bergerak di bidang interpretasi religius. Di dalam Kitab Ayub pasal 1 misalnya, menjadi gambaran perjuangan seseorang yang berusaha menemukan jawaban dari sebuah pertanyaan besar yang sering menjadi pergulatan hidup manusia, yakni mengapa orang saleh menderita. Dari Kitab Ayub pasal 1, diceritakan bahwa Ayub merupakan sosok orang saleh yang kaya raya. Pada jaman itu, Ayub memiliki hewan ternak dan pekerja dengan jumlah yang tidak sedikit. Ia merupakan orang paling kaya di kawasan negeri sebelah timur dengan memiliki 7.000 ekor domba, 3.000 ekor unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina, dan pekerja dengan jumlah besar (Ayb 1:3). Selain kekayaan yang dimiliki oleh Ayub sehingga ia dikatakan sebagai orang paling kaya, Ayub juga merupakan sosok orang yang saleh dan jujur. Ayub senantiasa berusaha untuk takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
Ia juga sosok yang dermawan, berbudi luhur, dan begitu dihormati oleh pekerjapekerja. Sebagai seorang yang bijak, saleh, kaya, dermawan, berbudi luhur, dan begitu dihormati oleh pekerja-pekerja, Ayub mengalami dinamika hidup yang tidak lurus dan mulus-mulus saja. Ia yang memiliki keyakinan dan iman yang kuat senantiasa mendapatkan persoalan-persoalan yang dapat menggoncangkan imannya. Drama pahit kehidupan Ayub dimulai ketika ia mendapatkan musibah dalam kurun waktu satu hari. Musibah datang bertubi-tubi, dimulai dari lembu sapi yang sedang membajak dan keledai betina yang sedang makan rumput tibatiba diserang oleh segerombolan orang-orang Syeba dan merampas seluruh lembu sapi dan keledai betina dan membunuh pekerjanya. Kemudian disambut peristiwa memilukan berikutnya yakni kambing domba yang lenyap beserta dengan pekerja karena tersambar oleh api yang turun dari langit. Lalu unta yang dijarah oleh pasukan dari Kasdim dan membunuh serta pekerjanya. Peristiwa ini membuat harta kekayaan Ayub lenyap seketika itu juga (Ayb 1:15-17). Situasi yang tidak mengenakkan tidak hanya berhenti pada kekayaan Ayub yang habis dalam waktu satu hari, melainkan kini mulai mengena juga pada harta yang teramat penting yang dimiliki Ayub, yakni anak-anaknya. Ayub memiliki 7 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan buah dari perkawinannya dengan istrinya. Akan tetapi tidak semua pola ayub tertuang pada diri puteranya. Anak laki-laki Ayub sering mengadakan pesta di rumah dan mengundang saudarinya (Ayb 1:4-5). Suatu hari ketika anak-anak Ayub sedang makan dan minum anggur di rumah saudara mereka, tiba-tiba angin ribut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
berhembus dari seberang padang dan mengguncang rumah yang sedang digunakan anak-anak Ayub dari pelbagai penjuru, sehingga rumah itu roboh dan menimpa anak-anak Ayub hingga mati (Ayb 1:18-19). Pergulatan yang dialami oleh Ayub merupakan sebuah gambaran pergulatan seorang saleh yang ditimpa penderitaan yang bertubi-tubi. Layaknya manusia normal pada umumnya, jika mendapatkan situasi dan kondisi yang demikian ini tentu pemberontakan merupakan respon pertama yang akan muncul. Demikian juga Ayub, reaksi Ayub mula-mula adalah berontak dan menuduh Tuhan Allah sebagai sosok yang tidak adil (Gannet, 1987: 38). Banyak orang di sekitar Ayub termasuk istri dan tiga orang teman Ayub meyakinkan Ayub bahwa apa yang dialami saat ini merupakan hukuman yang diberikan oleh Tuhan Allah kepada Ayub karena ketidaktaatan Ayub dan sejumlah dosa-dosa yang dibuat Ayub semasa hidupnya. Peristiwa semacam ini juga dialami oleh kebanyakan orang yang berada dalam kondisi dan situasi yang terhimpit. Banyak orang datang entah itu saudara, kerabat, atau teman-teman datang dengan tujuan untuk menghibur dan meyakinkan, namun acap kali penghiburan yang diberikan adalah ungkapan yang menyatakan bahwa apa yang dialami adalah akibat dari apa yang selama ini dilakukan. Di dalam Tuhan di Balik Air Mata, Dr. Alden A. Gannet (1987: 29) mengungkapkan bahwa tatkala Ayub bergulat dengan peristiwa pahit dan penderitaan yang dialami, Tuhan Allah sebenarnya sudah memberikan jawaban dari setiap persoalan yang dialami oleh Ayub. Jawaban yang disediakan oleh Tuhan begitu sederhana dan sering tidak tampak oleh manusia, karena pandangan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
manusia masih tertuju pada hal-hal duniawi. Dengan menggunakan perumpamaan jika air mata deras membanjir, bagaimana kita bisa terus memandang Tuhan di baliknya, Dr. Alden A. Gannett berusaha menjawab persoalan penderitaan manusia berdasarkan kisah Ayub ini. Kisah yang dialami oleh Ayub menegaskan bahwa berdasarkan Kitab Suci, sakit lebih-lebih dikaitkan dengan hubungan antara dosa dan kesalahan seseorang sehingga sakit diyakini sebagai hukuman yang diberikan oleh Tuhan atas kesalahan yang telah dilakukan manusia tersebut. Tetapi ada juga pandangan lain namun masih lekat kaitannya dengan dosa dan sakit. Dalam pandangan lain, ada orang yang berpandangan bahwa sakit merupakan ujian yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya dan manusia sebagai umat-Nya pun memiliki keyakinan bahwa Tuhan tidak akan memberikan tingkat ujian yang berat dibandingkan dengan kemampuan manusia tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dalam kisah Ayub tatkala iman Ayub diuji oleh Iblis yang telah mengadakan negosiasi dengan Tuhan. Dengan demikian berdasarkan Kitab Ayub ini, sakit fasih dengan pemahaman konsep antara sakit yang merupakan akibat yang ditimbulkan karena dosa terutama ketidaksetiaan manusia terhadap perjanjian yang telah dibuat antara Allah dengan Bangsa Israel. Mengingat perjanjian ini merupakan suatu ikatan personal antara Allah degan Bangsa Pilihan-Nya (Buku, 2010: 5). Rumusan Kitab Suci, secara khusus Kitab Ayub sebagaimana dibahas dalam paragraf di atas, bahwa arah dari Kitab Ayub ini hendak mengingatkan segenap umat Kristiani bahwa penderitaan atau pengalaman sakit yang sedang dialami tidak dapat diejawantahkan dan dikupas secara rasional dengan bekal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
teori-teori yang ada ataupun pemahaman manusia. Pengalaman menderita ataupun sakit bukan sebuah soal matematika yang dapat dijawab dengan menggunakan rumus yang sudah ada, karena Tuhan Allah mengatasi segala bentuk dinamika manusia secara absolut dan tidak akan pernah dapat dikupas oleh manusia (Buku, 2010: 6). Kondisi seseorang yang menderita dan memiliki harapan untuk terlepas dari penderitaan yang dialami secara langsung akan membuat gejolak iman yang besar. Gambaran berikutnya yang dapat menunjukkan apa yang dialami oleh seseorang yang menderita adalah Mazmur 13. Kitab Mazmur 13 ini dikenal sebagai mazmur ratapan dan keluhan manusia terhadap Sang Pencipta. Mazmur 13 masuk dalam golongan mazmur disorientasi karena dilihat dari segi bentuknya, mazmur ini berisi permohonan perseorangan. Mazmur ini mengungkapkan perasaan kekuatiran pemazmur akan kekuasaan Tuhan. Pemazmur berprasangka bahwa harapan yang dinyatakannya pada Tuhan berujung kesia-siaan belaka dan iman yang dimiliki selama ini tidak ditanggapi oleh Tuhan (Barth & Pareira, 1999: 202). Perasaan yang sama juga acap kali ditemukan di sejumlah kisah yang dialami oleh sejumlah orang yang sedang sakit. Di beberapa peristiwa, sering ditemukan orang yang sedang menderita suatu penyakit dengan jenis penyakit yang tergolong sering merasa hopeless atau harapannya mulai padam. Dalam keadaan seperti ini, pasien berteriak minta tolong bahkan mengajukan protes kepada Tuhan karena beratnya penderitaan yang dialami. Acap kali pasien merasa bahwa dirinya sepenuhnya benar tetapi diberi cobaan yang bahkan menurut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
dirinya seharusnya ini tidak ditimpakan kepadanya, karena pasien merasa sudah melakukan segala hal sesuai dengan apa yang diajarkan dan diperintahkan kepadanya oleh Tuhan. Hal ini terjadi seperti yang dialami oleh Mickey Fellows salah satu tokoh dalam novel berjudul Mengapa Tuhan Tertawa karangan Depak Chopra (2009: 18). Kala itu Mickey tengah berada di dalam situasi dan kondisi yang sangat sulit, di mana ayahnya terkena infeksi miokardia akut, yakni serangan jantung yang cukup serius dan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup singkat. Mickey Fellows yang adalah penganut agama Kristiani merasa sudah melakukan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang Kristiani. Namun, ketika ia sedang berjuang hidup melawan sel-sel kanker yang mulai menggerogoti tubuhnya, ia mendapatkan peristiwa yang membuat seolah seluruh hidupnya tidak berdaya lagi. Ia mulai mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Tuhan. Dan Mickey yang disapa demikian merasa bahwa apa yang selama ini Ia laukan dan doakan seolah sia-sia belaka. Penderitaan yang dialami oleh setiap manusia dipandang sebagai sebuah persoalan yang menggelisahkan sepanjang hidup. Penderitaan, kemalangan, kesengsaraan ataupun rasa sakit sudah menjadi dinamika paten dalam kehidupan manusia dan tidak akan pernah absen dari hidup manusia tersebut. Dihadapkan pada dinamika yang demikian ini, manusia senantiasa berusaha membebaskan diri dari penderitaan yang dialami. Semakin manusia berusaha, kenyataan yang sering terjadi semakin manusia menderita, tetapi saat disadari penderitaan yang dialami membawa manusia tersebut menjadi semakin dekat hubungannya dengan Tuhan, semakin percaya, dan pasrah kepada Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
Dalam Kitab Mazmur 13 ini, pemazmur mengungkapkan dinamika yang dialami kala itu. Dalam Mazmur 13 diungkapkan: Berapa lama lagi, Tuhan, Kau lupakan aku terus menerus? Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku dan bersedih hati sepanjang hari? Pandanglah kiranya, jawablah aku ya Tuhan, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati. Supaya musuhku jangan berkata, “Aku telah mengalahkan dia” dan lawan-lawanku bersorak-sorak apabila aku goyah. Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau bernyanyi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku. Mazmur 13 ini merupakan jenis mazmur disorientasi personal di mana pemazmur mengambarkan dengan begitu jelas kondisi menderita yang dialami kala itu. Digambarkan bahwa pemazmur sedang mengalami penderitaan yang begitu hebat yang datang dari musuh-musuhnya. Lantas pemazmur berseru kepada Tuhan memohon pertolongan, tetapi belum memperoleh respon dari Tuhan akan doa dan harapan yang ditujukan kepada Tuhan. Situasi dan suasana khawatir juga menyelimuti kondisi pemazmur kala itu, pergumulan pemazmur menghadapi setiap persoalan dan kesesakan dihadapinya seorang diri (Barth & Pareira, 1999: 201). Kondisi seperti ini juga dapat ditemui dalam pergumulan iman orang yang sedang menderita entah itu penderitaan yang ditimbulkan dari penyakit atau persoalan hidup. Persoalan lain mengenai penderitaan manusia tidak hanya dari Kitab Ayub dan Mazmur. Penderitaan mendapatkan pemaknaan yang sedemikian dalam untuk dinamika hidup manusia dalam sejumlah kitab, seperti Kitab Yesaya. Salah satu perikop, Yesaya 53 menggambarkan tentang seorang hamba Allah yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
sedang menderita. Penderitaan yang dialami bukan berasal dari kesalahan atau dosa personal yang dilakukan oleh diri sendiri, melainkan penderitaan yang dialami oleh hamba Allah ini merupakan penderitaan yang dialami sebagai akibat dari dosa atau kesalahan orang lain. Penderitaan yang dialami oleh hamba Allah tersebut menjadi anugerah bagi orang lain, karena dosa yang ditanggungkan kepada hamba Allah tersebut menggantikan dosa orang lain. Peristiwa dalam Kitab Yesaya ini selaras dengan kisah Yesus dalam Perjanjian Baru, lebih-lebih kisah hidup Tuhan Yesus. Di dalam Kitab Perjanjian Baru, sering dituliskan bahwa sabda dan karya yang dilakukan oleh Yesus sering igerakkan dan diresapi oleh cinta kasih-Nya kepada manusia, terutama manusia yang lemah dan tidak berdaya (Go., 1984: 52). Pewartaan yang dilakukan oleh Yesus di setiap penjuru kota memancarkan sikap optimisme yang timbul dari adanya kepastian tetang hadirnya Kerajaan Allah. Di setiap perbuatan yang Ia lakukan, Yesus mengajak semua orang untuk meminta adanya pembebasan dari segala hal yang buruk dalam arti yang sangat luas (bdk. Mat 6:13; Luk 11:4). Dalam pelbagai peristiwa penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus, peristiwa ini hendak mengungkapkan bahwa Yesus menolak dengan tegas penafsiran penderitaan sebagai akibat dari dosa (Yoh 9:3). Namun, kondisi seseorang yang sedang dilanda sakit atau penderitaan ini menjadi siatuasi seseorang yang memerlukan penebusan (Go., 1984: 52). Kisah hidup Yesus menjadi dasar pemaknaan tentang penderitaan hidup manusia dan bagaimana menanggapi penderitaan itu. Penderitaan yang dialami Tuhan Yesus yang ditulis di dalam Injil juga pada akhirnya harus dimaknai sebagai permohonan ampun atas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
dosa-dosa yang telah diperbuat oleh manusia dan pernyataan tentang keselamatan abadi. Dengan demikian, hendak diungkapkan bahwa dalam Perjanjian Lama, penyakit dan penderitaan dilihat dalam konteks religius yang dihubungkan dengan kelemahan dan kesalaham manusia itu sendiri. Hal ini dilihat dari dasar Tuhan sebagai Pencipta alam semesta dan Tuhan sebagai Yahwe yang senantiasa menyertai bangsa Israel. Sedangkan di dalam Perjanjian Baru, kehadiran Yesus dengan segala mukjizat penyembuhan yang sudah dilakukan merupakan sebuah bentuk penolakan terhadap konteks hubungan kausal antara penyakit dan dosa. Kehadiran Yesus dan mukjizat penyembuhan yang dilakukan merupakan tanda hadirnya Kerajaan Allah sebagai bentuk pemenuhan akan kerinduan umat Perjanjian Lama (Go., 1984: 53). Dalam hal ini, Yesus hendak menegaskan bahwa mukjizat penyembuhan yang telah Ia lakukan merupakan tanda hadirnya Kerajaan Allah di dunia, dan tanda kasih sayang, serta perhatian khusus dari Allah kepada mereka yang menderita.
b. Sakit dalam Pandangan Ajaran Gereja Dalam sebuah pengantar yang dimuat dalam Yohanes Paulus II tentang Sakit dan Derita (Buku, 2010: 5) P. Josef Pieniazek, SVD mengungkapkan bahwa penderitaan dalam arti luas merupakan suatu kenyataan dan pengalaman universal yang dialami oleh setiap orang yang hidup di dunia. Berdasarkan terang Kitab Suci, sakit atau penderitaan dipandang sebagai sebuah siksaan dari Tuhan sebagai akibat dari pelanggaran moral yang telah dilakukan yang disebabkan oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
kelalaian manusia dalam menjalankan kewajiban yang sudah disahkan oleh tradisi bangsa itu. Sedangkan nilai penderitaan yang dialami oleh Yesus, oleh P. Josef Pieniazek, SVD dinilai tidak terbatas karena Yesus sebagai Allah, melainkan penderitaan yang dialami begitu nyata karena posisi Yesus adalah seorang manusia yang benar, yang berusaha membela nilai-nilai kemanusiaan yang pada saat itu bertolak belakang dengan hukum yang mereka hayati dan imani (Buku, 2010: 7). Penderitaan tidak hanya dapat diartikan berdasar pada sudut pandang Kitab Suci belaka, melainkan terdapat sejumlah gagasan yang dikeluarkan oleh para Paus, salah satunya adalah Paus Yohanes Paulus II sosok yang senantiasa dekat dengan orang yang menderita. Salah satu dokumen yang membahas mengenai hal ini adalah Salfivici Doloris. Dokumen ini merupakan salah satu dokumen yang dibuat oleh Paus Yohanes Paulus II dan dibahas dengan begitu dalam mengenai arti dari penderitaan. Dalam salah satu paragrafnya diungkapkan bahwa penderitaan mengandung suatu panggilan khusus kepada keutamaan yang harus dilaksanakan sendiri oleh manusia sesuai dengan kewajibannya (SD, art. 23). Ini merupakan sebuah keutamaan ketekunan dalam melaksanakan apa saja yang secara personal membuatnya bingung dan merasa rugi. Penderitaan yang dialami bukanlah sebuah hukuman yang datang akibat dari dosa manusia atau ujian yang diberikan oleh Tuhan kepada umat-Nya, melainkan suatu kesempatan untuk membersihkan segala dosa-dosa ataupun kesalahan yang sudah secara sadar ataupun tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
dilakukan. Melalui penderitaan ini, secara khusus setiap manusia diarahkan kepada kebaikan-kebaikan yang harus dan diberikan oleh saudara-saudara di sekitarnya, seperti Kristus yang menyerahkan diri-Nya sebagai bentuk penebusan bagi semua orang. Melalui dokumen Salfivici Doloris, Paus Yohanes Paulus II yang diungkapkan pada saat Audiensi Umum tanggal 15 November 1978 sebagaimana dikutib oleh Richardus M. Buku (2010: 13), mengajak segenap orang yang sedang mengalami penderitaan entah fisik berupa sakit ataupun psikis untuk tidak menjadikan peristiwa dan pengalaman ini menjadi beban, melainkan disadarkan bahwa mereka mempunyai posisi dan tempat yang penting di dalam Gereja. Penderitaan merupakan hal yang adikodrati dan manusiawi. Dikatakan adikodrati karena berakar dalam misteri Ilahi dari sebuah karya penebusan. Sedangkan dikatakan manusiawi, karena di dalamnya manusia dapat menemukan dirinya sendiri, kemanusiaannya sendiri, martabat, dan perutusannya. Seperti dalam peristiwa pada umumnya, manusia yang memiliki akal budi dan kemampuan berpikir senantiasa mempertanyakan segala hal termasuk di dalamnya mengapa terdapat penderitaan dalam hidup manusia jika Tuhan menghendaki kehidupan di dunia ini harmonis. Pertanyaan ini dijawab oleh Paus Yohanes Paulus II melalui dokumen Salfivici Doloris yang menyatakan bahwa jika hendak menjawab pertanyaan tersebut di atas perlu juga melihat pada perwahyuan mengenai kasih Ilahi, yang merupakan sumber terdalam dari makna setiap hal yang ada. Kasih juga merupakan sumber yang terkaya dari arti penderitaan, yang selalu tetap merupakan suatu misteri: kita sadar akan tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
cukupnya dan tidak memadainya penjelasan-penjelasan kita (SD, art. 26). Kristus menyebabkan kita masuk dalam misteri ini dan untuk menemukan “mengapa ada penderitaan” sejauh kita dapat menangkap keluhuran kasih Ilahi. Untuk menemukan arti terdalam dari penderitaan, sesuai dengan sabda Tuhan yang diwahyukan, diperlukan keterbukaan diri yang lebar terhadap subyek manusia dalam kemampuannya yang beraneka macam. Lebih-lebih sebagai manusia harus menerima cahaya perwahyuan tidak hanya sejauh hal itu mengungkapkan tatanan keadilan yang transenden tapi juga sejauh perwahyuan itu menyinari tatanan tadi dengan kasih, sebagai sumber definitif dari tiap hal yang ada. Kasih juga merupakan sumber yang paling penuh dari jawaban terhadap pertanyaan mengenai arti penderitaan. Jawaban ini telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia dalam Salib Yesus Kristus. Berbicara mengenai penderitaan yang dialami oleh manusia, nampaknya oleh Paus Yohanes Paulus II tidak hanya disinggung di dalam dokumen Salvifici Doloris saja. Konsep mengenai hidup dan penderitaan yang dialami oleh manusia juga disinggung bahkan dibahas oleh sejumlah dokumen gereja yang dirumuskan oleh Paus Yohanes Paulus II melalui ensiklik Evangeli Vitae. Dikatakan di sana bahwa hidup di dalam Tuhan berarti mengakui bahwa penderitaan kendati itu buruk dan merupakan sebuah pencobaan, tetapi senantiasa menjadi sumber kebaikan (EV, art. 67). Demikianlah artikel yang ada di dalam dokumen ini menghayati penderitaan dalam Tuhan semakin penuh menyerupai Dia serta bergabung lebih erat dengan karya penebusan-Nya dengan Gereja dan umat manusia. Harapannya adalah tercapai dan terwujudnya ungkapan dari Rasul
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27 Paulus yang menyatakan, “Aku bergembira akan penderitaanku demi kamu, dan dalam dagingku kulengkapi apa yang masih kurang dalam sengsara Kristus demi tubuh-Nya, yakni Gereja” (Buku, 2010: 19).
c. Sikap Terhadap Sakit Menurut Iman Kristiani Konsep sakit dan penderitaan yang dialami oleh manusia sudah dengan jelas digagas dalam pembahasan sebelumnya dari pelbagai sumber. Dari sudut pandang bidang medis, sakit memperoleh ruang yang besar untuk sebuah konsep mengenai gangguan terhadap kondisi fisik yang disebabkan oleh sejumlah faktor. Sedangkan dari sudut pandang agama atau spiritual, konsep sakit memperoleh pemaknaan yang cukup dalam dari sekedar sebuah konsep yang menyatakan bahwa sakit merupakan terjadinya perubahan kondisi fisik pada manusia yang disebabkan karena makhluk mikrobiologis atau virus. Sakit mendapatkan arti dan atau pemaknaan yang lebih dalam, karena sakit dapat membuat seseorang merenungkan arti hidup bagi diri pribadinya dan mendesak seseorang yang sedang sakit untuk berpikir lebih lanjut mengenai permasalahan atau konflik pribadinya yang selama ini membelenggu hidupnya (Go., 1984: 56). Pengalaman sakit sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm. (1984: 56) dalam Hidup dan Kesehatan disebutkan demikian: Pengalaman sebagai orang sakit merupakan pengalaman pahit yang dapat sangat mengguncangkan manusia. Orang beriman pun tidak luput dari pengalaman tersebut. Namun, berkat iman, orang sakit dapat lebih memahami makna penderitaan serta dapat menghadapinya dengan tabah dan lapang dada. Orang beriman tahu dari ajaranYesus Kristus bahwa penderitaan mempunyai arti “demi keselamatannya sendiri dan demi keselamatan dunia”; dan orang beriman yakin bahwa Yesus Kristus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
mencintai orang-orang sakit, sebab seringkali Ia mengunjungi dan menyembuhkan mereka. Penderitaan sebagaimana dibahas pada bagian sebelumnya, memang memiliki kaitan dengan dosa yang telah dilakukan oleh manusia. Tetapi, tampaknya tidak dapat dikatakan bahwa setiap orang yang mederita sakit merupakan akibat dari dosa yang ditanggungnya atau bahkan kondisi sakit yang sedang dialaminya sesuai dengan berat ringannya ganjaran dosa yang diterimanya. Hal ini dikarenakan, Yesus yang tidak berdosa, mengalami penderitaan yang amat berat di dalam perjalanan hidup-Nya. Bahkan Ia menanggung setiap dosa dan luka sebagai akibat dari kesalahan umat manusia, serta mengambil bagian di dalam penderitaan manusia (Yes 53:4-5). Di dalam kisah hidupnya, Yesus bahkan masih mengalami penderitaan berupa siksaan dan hukuman mati di kayu salib sebagai bentuk konsekuensi yang dipilih oleh Yesus untuk menanggung luka yang timbul dari kesalahan umat-Nya. Tetapi sekali lagi, Yesus memandang bahwa segala penderitaan yang dialami itu ringan rasanya dan sifatnya hanya sementara, karena jika dibandingkan dengan kemuliaan kekal sebagaimana dijanjikan oleh BapaNya, penderitaan yang dialami oleh Yesus ibarat sebutir debu di tengah lautan pasir (bdk. 2 Kor 4:17). Melalui hal ini, sebagaimana ditulis oleh Dr. P. Go., O. Carm. (1984: 57) dalam Hidup dan Kesehatan, Allah menghendaki agar manusia berjuang dengan gigih melawan setiap penyakit dan memelihara kesehatan jiwa dan raganya dengan sebaik-baiknya, agar ia dapat menjalankan tugas perutusannya di dalam hidup bermasyarakat dan hidup menggereja. Tetapi, ketika manusia dihadapkan pada kondisi sakit dan menderita, manusia tersebut harus siap menghadapinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
Hal ini dikarenakan, ketika manusia siap menghadapi situasi dan kondisi sakit atau menderita, secara langsung manusia tersebut menggenapi apa yang masih kurang dalam penderitaan yang dialami oleh Yesus Kristus sebagai pilihan penebusan dosa umat manusia, sambil menantikan hadirnya pembebasan seluruh ciptaan ke dalam kemerdekaan dan kemuliaan anak-anak Allah (bdk. Kol 1:24; Rom 8:19-21). Dari sejumlah gagasan mengenai konsep sakit, ditemukan bahwa kesehatan merupakan nilai dasar dan nilai yang sangat tinggi dalam hidup manusia (Go., 1984: 55). Dari sudut pandang teoritis, ketika manusia kehilangan kesehatannya hal ini menjadi pukulan berat baginya, hal ini menggambarkan bahwa manusia itu kehilangan nilai dasar dan nilai yang memiliki kedudukan tinggi di dalam hidupnya. Akan tetapi, hal ini tidak serta merta harus ditekankan ke dalam pola berpikir manusia, karena kesehatan juga memiliki nilai relatif, di mana kehilangan kesehatan bukan menjadi sebuah bencana terbesar dalam hidup manusia. Sehingga, manusia tidak dapat berbuat seolah-olah ia kehilangan segalagalanya, karena kesehatan memang bukanlah segala-galanya (Go., 1984: 55). Sebagai sebuah gagasan teori hal ini menjadi tampak begitu ideal, namun pada kenyataannya, ketika seseorang diadapkan pada kondisi sakit, yang terjadi adalah seseorang akan menimbulkan rasa putus asa dan penderitaan yang hebat di dalam hidupnya. Akan tetapi, hal ini akan berbeda jika pemahaman mengenainilai dasar dan nilai tertinggi itu disejajarkan posisinya dengan konsep dan gagasan hidup Yesus Kristus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
Kesaksian orang beriman akan situasi dan kondisi sakit atau menderita yang sedang dialami dapat menjadi peringatan bagi orang lain yang mengalami hal yang sama, bahwa hidup abadi lebih luhur nilainya jika dibandingkan dengan kehidupan yang sifatnya fana belaka, bahkan hidup yang abadi ini perlu ditebus dengan misteri wafat dan kebangkitan Kristus (Go., 1984: 57).
3. Situasi dan Kondisi Fisik Orang Sakit Sakit sejatinya merupakan sebuah pengalaman subyektif pasien. Sebagai sebuah pengalaman subyektif tentunya pengalaman sakit ini akan berbeda satu dengan yang lainnya tergantung pemaknaan dan pemahaman tentang pengalaman sakit yang dialami. Sakit itu sendiri akan mempengaruhi sejumlah aspek di dalam diri manusia, salah satunya adalah adanya perubahan irama hidup. Dalam situasi normal, manusia memerlukan suasana at home, yang membuat dirinya merasa nyaman dan bebas. Situasi yang demikian ini membuat manusia dapat melakukan apa saja dengan bebas dan tanpa ada batasan kecuali norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam situasi seperti ini, manusia dengan leluasa menikmati hidup yang terkadang memberikan kemudahan dan kenikmatan dalam sagala bidang. Namun, kenyataan yang demikian ini akan tampak berbeda ketika manusia dinyatakan mengalami sakit atau divonis oleh pihak Rumah Sakit untuk beristirahat baik di rumah ataupun di bangsal Rumah Sakit. Kenyataan ini akan mendatangkan perubahan besar pada kebebasan yang selama ini dinikmati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
P. Go dalam Hidup dan Kesehatan (1983: 54) mengungkapkan situasi dan kondisi orang yang tengah sakit sebagai berikut: Orang sakit tiba-tiba dicabut dari lingkungan akrabnya, dari karyanya yang memberinya kedudukan dan peranan serta identitas dirinya, dan ia dengan terpaksa memutuskan hubungannya dengan hidup normal. Ia hidup dalam lingkungan baru yang tidak akrab dan merasakan dirinya asing di lingkungan baru itu. Ia kehilangan kebebasan, kehilangan peranan sosialnya atau merasa takut kehilangan kedudukannya yang mungkin diintai oleh orang-orang yang lebih muda dan dinamis yang ingin merebut kedudukannya. P. Go hendak menggambarkan kondisi orang sakit yang tidak berdaya dan tidak berguna, yang terbaring lemah dan mengalami ketergantungan dengan orang lain, dengan obat, dan peralatan medis. Kondisi yang demikian ini secara tidak langsung membuat orang menjadi minder, merasa diri kosong, hanya bisa merepotkan orang lain, bahkan menjadi beban bagi orang lain. Hal ini berbeda dengan sikap dari lingkungan sekitarnya. Dengan keadaan yang demikian, keluarga acap kali memberikan perhatian yang penuh kepada orang yang sedang sakit, memberikan waktu yang cukup untuk menemani ataupun mendengarkan cerita dari orang yang sedang sakit. Tetapi ada juga perlakuan yang berbeda dari lingkungan seandainya orang yang menderita sakit tersebut kurang dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, lingkungan cenderung membiarkan, tidak ada satupun orang yang membesuk, bahkan mendoakan. Secara tidak langsung hubungan antara individu dengan ligkungan juga memiliki pengaruh terhadap aksi dan reaksi yang akan ditimbulkan. Berbeda dengan pandangan P. Go, T. Jacob sebagaimana dikutib oleh Kieser dalam Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit melihat dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
sudut pandang yang lain terkait dengan situasi dan kondisi dari orang yang sedang menderita sakit. T. Jacob sebagaimana dikutib oleh Kieser (Kieser, 1984:124) berpendapat bahwa: Ada kemungkinan orang yang sedang menderita sakit tidak benar-benar menderita seperti apa yang sedang dialami, ada kemungkinan orang tersebut merasa senang dapat dibesuk oleh banyak orang, dilayani bak seorang raja, bahkan ada kemungkinan juga ia merasa diri bebas dari kewajiban atau tugas rutinnya selama ini. Kondisi sakit ini membuat orang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, di mana orang tersebut harus taat, menerima pola hidup yang seluruhnya ditentukan oleh perhatian untuk kesehatan yang mungkin tidak biasa ia dapatkan, pola makan dan asupan gizi pun diatur, dan hampir seluruh aspek hidupnya diatur dengan pusat perhatian adalah penyakit yang sedang dialami atau dikeluhkan. Dengan demikian, mau tidak mau orang benar-benar ditarik keluar dari kebiasaan dan kenyamanannya selama ini dan dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda.
4. Situasi dan Kondisi Batin Orang Sakit Dewasa ini orang sering kali membicarakan sifat simbolis dari penyakit, terutama kalangan medis. Terdapat pandangan lama terkait dengan manusia. Pandangan itu melihat manusia sebagai makhluk dikotomi yang terdiri dari tubuh dan jiwa saja, sedangkan penyakit dilihat sebagai sesuatu yang hanya mengenai dan menyerang tubuh saja (Abineno, 1972: 38). Namun, seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan penelitian pun turut berkembang, pandangan tersebut diuji keabsahannya dan mulai dirumuskan kembali dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
lebih akurat. Kini kalangan medis meihat manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh dan penyakit sebagai sesuatu yang mengenai keseluruhan manusia dan mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia (Abineno, 1972: 38). Dari gagasan tersebut, kalangan medis berpikir bahwa penyakit dapat menjadi tanda dari kekacauan batin manusia. Kekacauan batin manusia itu bisa dipicu oleh penyakit atau disebabkan oleh penyakit. Kekacauan itu dapat dipicu juga oleh adanya gangguan-gangguan psikis dari dalam diri manusia itu ataupun dari pengaruh-pengaruh negatif lain di luar diri manusia tersebut. Membahas mengenai gangguan batin dan psikis manusia tentunya tidak dapat terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan emosi manusia. Setiap manusia tentunya memiliki perasaan dan dinamika emosi yang akhirnya membentuk suatu sikap tertentu dalam menghadapi kenyataan yang sedang dialaminya (Go., 1984: 72-75). Sebuah penelitian dilakukan oleh Dr. Elisabeth Kubler yang bekerjasama dengan sejumlah mahasiswa dari Universitas di Chicago tentang reaksi dan pengalaman pasien di kala sakit dan saat menghadapi atau mempersiapkan diri menghadapi kematian sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm. Dari hasil penelitian yang diakukan Dr. Elisabeth Kulber Ross bersama dengan mahasiswa, Dr. Elisabeth Kulber Ross menemukan tahapan-tahapan emosi yang muncul dari dalam diri pasien ketika sakit dan saat menghadapi atau mempersiapkan diri menghadapi kematian (Go., 1984: 72). Ada 5 tahapan atau fase yang dialami oleh pasien di kala sakit dan saat menghadapi atau mempersiapkan diri menghadapi kematian sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm. (1984: 72-75). Tahap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
atau fase tersebut adalah fase penolakan, fase marah-marah sampai mengamuk, fase tawar-menawar, fase depresi, dan fase penerimaan. Tahapan pertama ketika pasien mendapatkan diagnosa dari pihak dokter, yang terjadi adalah penolakan atau penyangkalan. Tidak ada satupun manusia di dunia ini ketika dinyatakan sedang mengidap penyakit dengan gembira dan senang hati. Sering kali hal pertama yang terjadi adalah penolakan, ketidakpercayaan bahwa sedang mengidap penyakit apalagi penyakit tersebut bersifat kronis. Hal ini dirasa begitu manusiawi, mengingat karena pasien ketika mendapatkan berita mengejutkan tentunya respon yang demikian inilah yang terjadi (Go., 1984: 72). Pasien tersebut akan merasa sedih, marah, gugup, dan terguncang hatinya, seolah-olah sudah membayangkan akan hilangnya masa depan yang sudah dibangun sejak usia anak-anak. Fase ini biasanya berlangsung pada diagnosa awal sampai pada akhir hidupnya. Namun, seiring berjalannya waktu dan melalui sejumlah pendampingan dan usaha pendekatan yang dilakukan, pasien tersebut akan melewati fase ini dan mulai menuju kepada fase berikutnya. Fase berikutnya adalah fase marah sampai-sampai mengamuk. Pada fase ini, pasien sudah tidak lagi menyangkal kenyataan yang sedang dialami. Pada fase ini, pasien cenderung merasakan ketidakadilan terjadi di dalam hidupnya dan pasien berusaha mencari-cari sasaran guna melampiaskan emosi tersebut. Yang sering kali terjadi adalah Tuhan, dokter, petugas pendampingan pastoral, bahkan keluarga yang mendampingi yang menjadi sasaran kemarahannya (Go., 1984: 73). Suasana yang muncul tatkala pasien sedang berada di dalam kondisi seperti ini adalah suasana yang tidak mengenakkan bagi pasien ataupun keluarga. Suasana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
yang
seolah-olah
pasien
membuka
kembali
tabir
kenangan-kenangan
permasalahan yang kiranya belum terselesaikan dengan baik, pengalaman tidaak menyenangkan, serba salah, sedih atau bahkan malu. Berbeda dengan dua fase sebelumnya, pasien yang pada mulanya tidak dapat menghadapi kenyataan yang menyedihkan sampai-sampai marah kepada Tuhan dan orang-orang yang berada di sekitarnya, pada fase ini pasien sudah mulai lunak secara emosional. Tahap ini berjalan cukup singkat, pasien sudah memahami dan menyadari bahwa sakit yang sedang dialami tidak dapat dihindari, mau atau tidak, pasien harus menjalani proses penyembuhannya. Pada fase ini, pasien cenderung bersikap baik, menjadi lebih penurut, dan mau bekerjasama dengan dokter dan petugas pendampingan pastoral. Namun, di dalam upaya yang dilakukan pasien, nampaknya terdapat modus di dalamnya, pasien berharap untuk dapat membujuk Tuhan agar Tuhan turut campur tangan dalam proses penyembuhannya (Go., 1984: 73). Pasien mulai mengumbar sejumlah janji-janji kepada Tuhan, ketika pasien sudah sembuh, pasien menjanjikan untuk mengabdikan dirinya kepada Tuhan, rajin beribadah, memberikan hidupnya untuk pelayanan Gereja, dan lain-lain. Hal ini sama dengan yang dialami oleh Hizkia di dalam Kitab Suci. Pada waktu itu, adalah saat bagi Hizkia mendekati ajalnya dikarenakan suatu penyakit yang menyerang tubuhnya. Nabi Yesaya mengunjungi Hizkia dan berkata, “Sampaikanlah pesan terakhirmu kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi” (2 Raj 20:1). Karena tidak ingin mati, Hizkia berdoa sambil menangis di hadapan Tuhan Allah. Hizkia menyebutkan segala perbuatan baik yang sudah dia lakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
semasa hidupnya dan mengingatkan Tuhan bahwa selama ini Hizkia sudah berusaha mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan kepada Hizkia (Yes 38:3). Usai mendengarkan doa-doa yang dipanjatkan oleh Hizkia, Tuhan Allah memberikan kesempatan hidup lebih panjang kepada Hizkia. Sebagai tanda persetujuan ini, Tuhan Allah menggeser bayangan matahari ke arah belakang sepuluh tangga Ahaz, kemudian Tuhan Allah memberikan ramuan penyembuh kepada Nabi Yesaya, yakni sepotong kue ara untuk diletakkan di atas luka yang sedang diderita Hezkia, maka sembuhlah Hezkia seketika itu jua (2 Raj 20:7). Fase berikutnya adalah fase depresi. Pada fase ini, pasien memiliki kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri dan marah dengan dirinya. Pasien mulai mengalami penurunan kondisi fisik dan mental. Pada fase ini, pasien berusaha untuk menarik diri dari orang lain, mulai merasakan kehilangan minat pada dunia di luar dirinya, merasakan kehilangan aktivitas yang selama ini membuatnya merasa nyaman dan mencapai popularitas (Go., 1984: 73). Fase terakhir adalah fase penerimaan. Pada fase ini akhirnya pasien mampu untuk menerima keadaan yang dialaminya. Hal ini nampak dari perubahan raut muka pasien yang menunjukkan kedamaian di dalam dirinya ataupun orang lain (Go., 1984: 74). Fase ini membuat pasien kehilangan minat akan dunia di sekitarnya, melulu ingin sendiri, dan tidak ingin banyak berbicara. Kehadiran orang-orang di sekitarnya pun hanya dianggap sebagai pendamping yang membantu memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendirian di dalam menghadapi kenyataan saat ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
Itulah tahapan-tahapan atau fase yang dialami pasien secara mental. Di dalam penelitiannya Dr. Elisabeth Kulber Ross turut menjelaskan bahwa tahapantahapan ini tidak bersifat mutlak dan kaku. Tidak setiap pasien mengalami tahapan dengan pola klasik ini. Di beberapa fenomena ada yang menunjukkan pasien mengalami dua fase dalam waktu yang bersamaan, ada juga yang menunjukkan perjalanan fase ini maju mundur atau bahkan melompat-lompat. Secara tidak langsung penelitian Dr. Elisabeth Kulber Ross menunjukkan bahwa fase ini berurutan tetapi tidak semuanya bersifat mutlak dan sistematis, karena berhubungan dengan manusia, dan setiap orang memiliki dinamika yang berbeda satu dengan yang lain.
5. Situasi dan Kondisi Spiritual Orang Sakit Membicarakan situasi dan kondisi spiritual orang sakit tentunya tidak dapat dilepaskan dari apa yang disebut dengan refleksi teologis yang berpangkal dari kedalaman iman dari masing-masing orang, selain itu juga mengindahkan perihal spiritualitas seseorang. Kedalaman iman yang dimaksudkan bukan sekadar pandangan ataupun pengetahuan seseorang tentang imannya, melainkan lebih kepada kemampuan seseorang di dalam menghayati imannya secara khusus ketika berada di dalam kondisi batas daya kemampuan seseorang. Spiritualitas yang hendak dibicarakan di sini lebih pada spiritualitas seseorang tatkala sedang dalam kondisi sakit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
Spiritualitas dipandang sebagai suatu cara di mana pengalaman manusia akan Allah membentuk cara menusia tersebut dalam memandang dunia, juga cara manusia tersebut berinteraksi dengan dunia. Batas daya kemampuan seseorang dengan jelas digambarkan oleh seorang filsuf aliran eksistensial dengan istilah granz-situation atau the ultimate situation. Granz-situation atau the ultimate situation merupakan situasi di mana terjadi suatu peristiwa yang tidak dapat dielakkan dan tidak dapat dipahami oleh manusia (Sri Suparmi, 1988: 54). Karl Jasper sebagaimana dikutib oleh Sri Suparmi (1988: 55) yang menggagas konsep ini menggambarkan keadaan seseorang tatkala berada dalam situasi ini demikian: Disebut granz-situation bahwa seseorang selalu hidup dalam situasi, bahwa selalu harus berjuang, bahwa harus selalu menderita bahwa harus selalu – mau tidak mau – membuat salah, bahwa harus mati. Melalui penggambarannya ini, Karl Jasper sebagaimana dikutib oleh Sri Suparmi (1988: 55) ingin mengatakan bahwa hidup di dalam kondisi batas daya berarti kehidupan di mana manusia tidak memilih untuk masuk ke dalam situasi tersebut dan situasi itu sangat menentukan hidupnya. Situasi tidak dapat diubah oleh manusia. Bahkan hidup dan kegiatan senantiasa berpangkal dari situasi tertentu yang tidak dapat dipilih sendiri oleh manusia. Terdapat begitu banyak kemungkinan di dalam hidup manusia, tetapi tidak semua kemungkinan dapat dijangkau oleh manusia. Karl Jaspers sebagaimana dikutib oleh Sri Suparmi (1988: 56) mengungkapkan pula bahwa kemungkinan konkrit yang dimiliki oleh manusia begitu terbatas, manusia tidak dapat menyangkal asal usul dirinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
Dengan demikian, situasi yang semacam ini membatasi ruang gerak manusia. Situasi yang menentukan dan memungkinkan hidup manusia. Hal senada diungkapkan pula oleh Paus Yohanes Paulus II yang dituangkan di dalam ensiklik Salfivici Doloris. Melalui ensiklik ini Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa penderitaan lebih luas cakupannya dari pada sakit. Penderitaan juga tidak dapat dilihat hanya sebatas penderitaan fisik atau materiil semata (SD, art. 5). Secara mendalam ensiklik ini berbicara tentang penderitaan moral, yakni penderitaan dalam hati. Penderitaan tersebut merupakan sebuah kemalangan yang dimiliki manusia. Tidak ada satupun manusia yang memiliki kesejahteraan yang dengan sewajarnya diharapkan oleh manusia tersebut. Tentunya terdapat hambatan yang menjadi penghalang untuk memperoleh kesejahteraan tersebut. Manusia merasa bahwa kemalangan ini seharusnya tidak ada, akan tetapi pada kenyataannya kemalangan ini tidak dapat dihidarkan dari hidup manusia. Dengan demikian manusia benar-benar berada pada batas daya kemampuannya. Kondisi sakit sama halnya dengan situasi dan kondisi manusia ketika berada pada batas daya kemampuan manusia. Kondisi sakit merupakan suatu kondisi yang tidak dapat dielakkan dari dinamika hidup seseorang. Memang benar adanya bahwa terdapat suatu tindak preventif atau pencegahan supaya tidak terjangkit penyakit. Namun, manusia hidup tidak hanya sendiri, manusia hidup dengan lingkungan, dengan situasi sekitar yang ada, dan dengan kemungkinan apapun yang dapat terjadi. Situasi batas daya ini menggambarkan kemampuan manusia yang ada batasnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
Ditarik dalam sebuah refleksi teologis, Rasul Paulus menuangkan tulisannya di dalam sebuah surat yang ditujukan kepada jemaat di Efesus bahwa Rahmat Allah sudah selalu mendahului, sebab manusia selamat bukan karena usaha manusia, melainkan karena Allah yang menghendaki keselamatan dan iman bukan hasil dari usaha manusia, melainkan pemberian dari Allah (Ef 2:8). Kondisi seseorang tatkala berada pada batas daya kemampuan acapkali merasa hidup menjadi gelap, merasa segala hal yang sudah dicoba untuk diupayakan gagal, hidup menjadi hampa, merasa terancam, dan terbatas dalam apapun. Dalam sebuah cerita tentang pergulatan hidup yang ditulis oleh Jammy Farish, seorang jurnalis Pacific Northwest (Jack Canfield, dkk. 2012: 7) mengungkapkan pergulatan batin yang dialaminya tatkala mendengarkan diagnosa dari dokter bahwa ia divonis mengidap penyakit kanker payudara. Fasefase batin yang dialami selaras dengan rumusan fase-fase batin orang sakit yang dirumuskan oleh Dr. Elisabeth Kulber Ross sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm. Sedangkan secara spiritual atau keimanan, Jammy Faris mengalami apa yang dinamakan iman di dalam batas daya kemampuan manusia. Berdasakan apa yang dituturkan oleh Jammy Farish dalam Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker (Ang Peng Tiam, 2006: 49-54) terbilang masih muda tatkala memperoleh diagnosa itu, ia yang masih berusia dua puluh lima tahun dengan status sudah menikah dan dikaruniai dua orang anak. Ketika mendengarkan diagnosa ini, sontak Jammy Farish bersungut-sungut, menangis, menjerit-jerit, hingga kelelahan dan menjatuhkan dirinya ke sebuah sofa yang berada di sebelahnya. Secara naluriah hal ini tampak wajar, karena diagnosa ini seolah-olah akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
merubah pola hidup Jammy Farish seperti yang tertulis dalam pembahasan sebelumnya. Akan tetapi di tengah ketidakberdayaannya, Jammy Fanish tetap menjalankan kegiatan sehari-harinya meski dengan batasan-batasan yang ada. Di dalam situasi yang demikian ini pula, Jammy Fanish tidak pernah berhenti untuk membiarkan Tuhan juga turut berkerja dalam proses yang sedang dilalui oleh Jammy Fanish. Sampai suatu saat, kepercayaan akan imannya dan kepercayaan akan dirinya untuk sembuh pun terjadi. Jammy Fanish dapat dikatakan pulih dari sakitnya tetapi tidak secara total, Jammy Fanish masih perlu menjalani sejumlah terapi, mengurangi kegiatan dengan porsi yang berat, dan menjaga kondisi tubuh serta emosinya, agar sel kanker yang ada di dalam tubuhnya tidak menjadi ganas kembali. Lain lagi dengan kisah yang dituturkan oleh Weni Kartika Sari dalam Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker (Ang Peng Tiam, 2006: 81-87) yang menderita sakit lupus. Weni demikian akrab dikenal oleh keluarga maupun kerabatnya mulai mendapati bahwa dirinya terjangkit penyakit lupus tatkala dalam usia remaja, Weni mulai merasakan adanya kejanggalan di dalam tubuhnya. Terdapat ruam yang berbentuk seperti kupu-kupu di bagian wajahnya, peradangan pada mulut, hingga rontoknya rambut kepala Weni. Awalnya Weni menyangka dirinya terjangkit kanker, kemudian Weni memberanikan diri untuk berobat dan memeriksakan dirinya. Alhasil, Weni didiagnosa menderita lupus, sebuah peradangan kronis yang terjadi ketika sistem imun tubuh menyerang organ dan jaringan tubuh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
Kala itu, Weni benar-benar tidak mempercayai hasil diagnosa dokter. Ia merasa masih baik dan ingin meraih impiannya, namun hal itu berbalik ketika Weni harus mengidap penyakit ini. Tubuh Weni mulai melemah dari hari ke hari. Di balik penderitaan yang sedang ia jalani, Weni juga tak kunjung henti untuk berdoa. Tiada waktu baginya untuk tidak berdoa kepada Tuhan. Namun lama kelamaan Weni mulai berpikir bahwa Tuhan tidak mengabulkan doanya. Lambat laun Weni mulai menyeimbangkan pola hidupnya dengan mulai mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian. Melalui kegiatan kerohanian inilah Weni mulai menyadari bahwa terdapat sejumlah perkara yang menghambat kuasa Allah bekerja di dalam proses yang Weni alami. Weni masih menyimpan sejumlah luka batin yang belum terselesaikan dengan baik dan belum berdamai dengannya. Tanpa tergesa-gesa Weni mulai menyelesaikan satu demi satu luka batin yang masih hinggap di dalam dirinya, Weni berusaha berdamai dan legowo dengan peristiwa buruk yang pernah menimpanya. Bersamaan dengan hal tersebut, Weni pun benar-benar meletakkan proses penyembuhan di dalam kuasa Tuhan, karena ia menyadari sebagai manusia hal ini tidak mungkin terjadi. Weni tidak pasrah bongkokan. Di dalam sikap penyerahannya, Weni tetap berusaha dengan rutin melakukan terapi, melakukan kegiatan harian, dan tetap mengikuti kegiatan kerohanian. Alhasil, apa yang dilakukannya selama ini menuai hasil. Weni dinyatakan oleh dokter bahwa ia normal kembali dengan memperhatikan sejumlah pantangan yang harus disadari dan dilakukan. Berbeda pula dengan kisah yang dituturkan oleh Tuan Jo Seah yang dimuat dalam Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker (Ang Peng Tiam, 2006: 1-8)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
yang menderita penyakit kanker eksofagus stadium tiga. Tuan Jo Seah dirawat di Mount Elisabeth Hospital. Kanker eksofagus yang menimpa Jo Seah menyebabkan ia kesulitan bernafas, karena kanker yang tumbuh di bagian kerongkongannya sudah hampir memenuhi rongga pernafasan tuan Jo Seah. Penderitaan yang dialami Jo Seah tidaklah ringan, hal itu begitu berat, di mana seseorang kesulitan bernafas, tergantung pada alat dan tabung oksigen, dan hanya terbaring lemah di ranjang tidurnya. Tubuh kekar dengan balutan tatto garang membuatnya tidak berarti, karena kini ia tidak lebih dari seorang pasien yang memerlukan bantuan orang lain. Jo Seah benar-benar tidak berdaya, ia hanya berharap adanya mukjizat yang mampu merubah hidupnya kembali normal. Tiada henti-hentinya Jo Seah memanjatkan doa pada Tuhan untuk proses penyembuhan yang sedang dialami dan dengan penuh harap Jo Seah berdoa supaya kanker yang ada di dalam kerongkongannya segera dapat diangkat. Di dalam ketidakberdayaannya Jo Seah hanya bisa memercayakan pada usaha yang dilakukan oleh tim medis dan obat-obatan yang ia konsumsi. Ia juga senantiasa berdoa kapada Tuhan agar Tuhan memberikannya kesempatan kedua untuk membenahi perbuatan yang sudah dilakukan di masa lalu. Dua kali siklus kemoterapi yang ia jalani membuat Jo Seah dapat bernafas lega. Kanker yang selama ini menyumbat kerongkongannya dapat diangkat dan Jo Seah dinyatakan sembuh. Jo Seah menyadari bahwa kesembuhannya tidak hanya berasal dari kemampuan tim medis dan obat-obatan yang dikonsumsinya, melainkan Tuhan juga turut bekerja di dalamnya. Jo Seah tersenyum bangga tatkala dinyatakan sembuh, karena ia berpikir bahwa Tuhan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
masih memberikannya kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya yang gelap. Dari sejumah kisah tentang pengalaman sakit tersebut di atas, Jammy Farish, Weni Kartika Sari, dan Tuan Jo Seah mengalami pergulatan yang tidak mudah. Dalam upaya menjalani kehidupan yang mulai berubah karena kondisi fisik dan psikis, Jammy Farish, Weni Kartika Sari, dan Tuan Jo Seah mengalami juga apa yang dinamakan sebagai kondisi granz-situation atau the ultimate situation. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abernethy dengan judul Psychoneuroimmunology, Spirituality, and Medicine sebagaimana dikutib oleh Dadang Hawari (Dadang Hawari, 2009: 129) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kekebalan tubuh dengan spiritualitas. Penelitian yang dilakukan oleh Abernethy ini memberikan paham bahwa tingkat spiritualitas seseorang dapat meningkatkan kekebalan tubuh seseorang yang sedang mengidap penyakit dan mempercepat proses penyembuhan yang dilakukan secara bersama dengan terapis medis. Membicarakan kondisi spiritual seseorang terlebih ketika sakit memang cukup kompleks. Banyak hal-hal yang sifatnya spiritual tidak dapat dipahami oleh nalar manusia tetapi terjadi. Sebuah penelitian dilakukan oleh Abrrnethy kepada orang tua yang rajin menjalankan ibadah dibandingkan dengan yang jarang bahkan tidak pernah menjalankan ibadah, kadar interleukin 6 (suatu jenis protein sistem kekebalan tubuh) dalam darah meningkat (Dadang Hawari, 2009: 130). Hal ini menyatakan bahwa seseorang yang rutin mengikuti kegiatan peribadatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
ataupun kegiatan rohani mempengaruhi mekanisme fisiologi dan biologi tubuh yang berdampak pada kekebalan tubuh seseorang (Dadang Hawari, 2009: 131). Melalui penelitian yang telah dilakukan Abernethy ini memberikan gambaran bahwa kondisi spiritual seseorang ketika sakit dapat mempengaruhi kinerja organ tubuh. Kondisi spiritual yang lain yang dialami oleh orang sakit adalah berpengharapan. Situasi dan kondisi yang demikian sering ditemui dalam situasi iman orang sakit terlebih yang menderita penyakit yang tergolong dalam terminal illness. Pengharapan dipahami sebagai suatu unsur dinamika dari iman dan kasih. Situasi yang demikian ini merupakan sikap seorang Kristen tatkala dihadapkan pada keselamatan yang statusnya “sudah” dan “belum” (Jacob, 1984: 115). Dikutib dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma dan Galatia, Rasul Pauus menuliskan bahwa jika kita telah mati bersama Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga dengan Dia (Rm 6:8) dan orang yang benar karena iman akan hidup (Gal 3:11). Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma dan Galatia ini hendak mengungkapkan bahwa situasi manusia yang berpengharapan merupakan situasi manusia yang karena kesatuannya dengan Kristus sudah diselamatkan, tetapi belum dalam dirinya sendiri. Maka demi memperoleh kesatuan dirinya dengan Kristus itulah pengharapan orang beriman disebut hal yang khas Kristiani (Jacob, 1984: 115). Rasul Paulus beranggapan bahwa pengharapan yang ada di dalam diri setiap manusia tidak hanya terarah ke masa depan, di dalamnya juga sekaligus diakui dan dialami realita keselamatan yang datang saat ini, seperti ada tertulis di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46 dalam suratnya yang ditujukan kepada jemaat di Filipi (Jacob, 1984: 116). “Aku mengejarnya, kalau-kalau aku juga dapat menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus” (Fil 3:12). Yang menjadi dasar dari pengharapan itu adalah kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Hal ini diungkapkan juga oleh dokumen Konsili Vatikan Gaudium et Spes bahwa dengan kematian-Nya Kristus membebaskan manusia dari kematian. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan wafat Kristus merupakan bentuk solidaritas Allah dengan manusia sampai kedalam kematian-Nya. Tetapi dengan kebangkitan Kristus, kesatuan Allah dengan manusia dibawa sampai kepada kepenuhannya (Jacob, 1984: 96). Dasar berikutnya adalah beriman berarti percaya, pasrah, dan menyerahkan hidup seluruhnya kepada Allah. Orang beriman mendasarkan pengharapan pada segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh Allah bagi seluruh umat manusia dalam Yesus Kristus (Sri Suparmi, 1988: 85). Kecenderungan orang yang sedang berada di dalam situasi dan kondisi sakit adalah berharap dan benar-benar menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Banyak hal yang tidak dapat dipahami oleh nalar manusia terlebih tatkala berada pada kondisi yang demikian ini. Fase-fase yang dialami oleh pasien secara spiritual juga memiliki kesamaan dengan dinamika mental atau psikis yang dialami. Yang membedakan apakah ini fase-fase mental seseorang ataupun fase iman adalah siapa yang menjadi sasaran protes seseorang atas kondisi yang dialami saat itu. Fase yang pertama adalah fase menolak. Pada fase ini pasien cenderung akan menolak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
kondisi yang dialami. Ia mempertanyakan kepada Tuhan mengapa harus mengalami situasi demikian? Pasien merasa belum siap menghadap kemungkinan terburuk, yakni kematian. Fase berikutnya adalah marah. Fase ini lebih ekstrim dari fase sebelumnya. Pasien mulai benar-benar marah kepada Tuhan atas kondisi yang disematkan oleh Tuhan. Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa ini terjadi pada saya? Mengapa yang tua dan kepribadiannya tidak begitu baik malah diberi waktu hidup yang lama, sedangkan saya, saya sudah berusaha menaati segala hal, rajin pergi ke gereja, ikut kegiatan gereja dan lain sebagainya malah diberi keadaan seperti ini? Apa yang kurang dari diri saya? Apa salah saya? Fase berikutnya adalah fase tawar menawar. Dalam fase ini layaknya dengan fase mental orang sakit, di mana pasien mulai tawar menawar dengan Tuhan dan mengajukan sejumlah janji kepada Tuhan, seperti jika dihindarkan dari kematian, saya akan berbuat baik ini dan itu. Atau pasien mulai lebih rajin dalam berdoa, setiap saat mendaraskan doa rosario dengan ujub ini dan itu. Fase berikutnya adalah fase berkabung atau mohon diri. Dalam fase berkabung ini, pasien muai banyak diam dan acap kali menangis. Pasien mulai menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak layak di hadapan Tuhan. Pasien merasa begitu banyak dosa menyelimuti masa lalunya dan belum mengikuti ajaran dengan baik. Dalam fase ini pada umumnya pasien memerlukan pendampingan dalam ketenangan. Dan fase terakhir adalah fase menerima. Dalam fase ini pasien mulai dapat menerima semua situasi dengan lapang dada. Pasien menyadari bahwa hidup dan mati merupakan rencana Tuhan, manusia hanya menjalani saja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
Pasien mulai menyerahkan sepenuhnya dan dengan rela memberikan hidupnya bagi Tuhan. Melalui fase-fase ini dapat dilihat dinamika spiritual orang sakit. Dan di dalam dua situasi spiritual yang dialami orang yang sedang sakit, manusia dapat menjadi pasif dan aktif. Manusia dikatakan menjadi pasif karena manusia tidak dapat menentukan nasibnya sendiri, sedangkan dikatakan aktif karena manusia senantiasa mengharapkan adanya tindakan dari Tuhan Allah sebagai sumber kehidupan. Melalui situasi yang semacam ini, manusia menyadari bahwa dirinya lemah dan tidak berdaya. Namun, di lain pihak, manusia juga menyadari bahwa di dalam kelemahannya, manusia tetap diterima oleh Tuhan Allah. Dengan demikian, timbul daya juang untuk tetap hidup di tengah keterbatasan dan pada batas daya kemampuannya sebagai manusia.
B. Situasi dan Kondisi Pasien Kanker Pasca Kemoterapi 1. Definisi Kanker Secara epidemologis kanker termasuk dalam jenis tumor ganas. Tumor dibedakan menjadi dua jenis, yakni tumor jinak dan tumor ganas. Setiap tumor belum tentu kanker akan tetapi setiap kanker itu dapat dipastikan adalah tumor. Kanker disinyalir merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskuler (Yuswanto & Sinaradi, 2000: 15). Di dalam salah satu pembahasan yang ditulis oleh Luciana Kusbawati yang dikutib oleh Yuswanto dan Sinaradi di dalam sebuah buku berjudul Kanker (2000: 1), kanker didefinisikan sebagai sebuah nama umum dari sekumpulan penyakit yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
perjalanannya bervariasi, dengan ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, terus menerus, tidak terbatas, merusak jaringan setempat dan sekitarnya, serta dapat menyebar luas (distant metastases). Dr. Iskandar Junaedi (2007: 1) mendefinisikan kanker sebagai suatu pertumbuhan abnormal sel-sel yang cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan atau menyebar ke tempattempat jauh. Istilah kanker ini semakin depertegas oleh dr. Iskandar Junaidi dengan pernyataan bahwa keadaan kanker dapat terjadi apabila sel-sel normal berubah dengan pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh tubuh dan tidak berbentuk (Junaedi, 2007: 1). Dalam pandangan yang lain tentang kanker, Totok S. Wiryasaputra (2007: 12) menjabarkan bahwa kanker tidak hanya terdiri dari satu penyakit yang berkaitan dengan sel tubuh manusia. Sel sendiri dengan begitu jelas dijelaskan oleh Totok dengan unit yang sangat kecil dan saling berhubungan secara sistemik dan membuat sebuah kehidupan di dalam tubuh manusia. Kanker akan muncul apabila sel-sel yang ada di dalam tubuh manusia ini tumbuh secara tidak normal dan menyebar dengan cepat tanpa dapat dikendalikan. Kanker itu sendiri dapat terjadi di setiap bagian tubuh manusia. Kanker akan mudah untuk dilihat jika tedapat pada permukaan atau bagian luar pada tubuh manusia. Akan tetapi, jika kanker ini terjadi di bagian dalam tubuh, hal ini akan sulit diketahui dan acap kali tidak memiliki gejala apapun. Adapun gejala akan timbul, itu terjadi ketika sudah pada tingkat stadium lanjut sehingga sulit untuk diobati dan bahkan acap kali berujung pada kematian (Panitia Kanker RSUP DR. Sarjito, 1999: 37).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
2. Dari Sel Transformatif sampai pada Kanker Seperti dalam paragraf awal terkait dengan kanker, dituliskan bahwa tumor jinak belum tentu kanker akan tetapi setiap kanker itu dapat dipastikan adalah tumor. Kanker memiliki ciri-ciri yang dapat diketahui dari gerak dan karakternya dalam menyerang organ atau jaringan dalam tubuh. Ciri-ciri kanker berbeda dengan tumor jinak. Berdasarkan penjelasan yang ada pada buku Onkologi yang disusun oleh Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito (1999: 4-16) diungkapkan bahwa sel kanker tidak sensitif terhadap sinyal anti pertumbuhan. Secara normal, dalam tubuh manusia terdapat sebuah sinyal anti pertumbuhan. Sinyal tersebut memberikan tanda pada sel yang sudah waktunya berhenti untuk tumbuh, akan tetapi sinyal tersebut tidak dipedulikan oleh sel kanker. Dengan demikian, sel kanker terus tumbuh tidak terkendali yang membuat kesehatan dan keseimbangan organ menjadi terancam. Inilah ciri-ciri kanker yang pertama. Ketidakpedulian sel kanker terhadap sinyal anti-pertumbuhan telah membuat sel kanker ini begitu berbahaya dan mengancam stabilitas tubuh. Dalam buku yang sama F.T. Bosman (Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 5) juga mengungkapkan bahwa sel kanker juga mampu membuat hormon pertumbuhan sendiri. Ini yang membuat sel kanker begitu sulit dikendalikan dan tidak mempedulikan aturan dalam tubuh. Kemampuan sel kanker untuk membuat sinyal pertumbuhan sendiri merupakan ciri-ciri kanker yang kedua. Ciri kanker ini menunjukkan bagaimana otonomi sebuah sel dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
berbuat seenaknya sendiri, tanpa mengindahkan sistem dan mekanisme dalam tubuh manusia. Ciri-ciri berikutnya adalah sel kanker tidak peduli pada apoptosis. Berdasarkan dalam istilah kedokteran, apoptosis merupakan mekanisme alami yang terjadi di dalam tubuh manusia agar sel mati pada waktunya. Tapi hal itu tidak dipatuhi oleh sel kanker. Sel kanker membangkang dan tidak mematuhi mekanisme apoptosis. Sel kanker terus membelah dan tetap tumbuh. Agar tetap tumbuh, sebuah sel membutuhkan asupan nutrisi. Pada sel normal, mekanisme itu berlangsung secara wajar melalui saluran yang ada. Tetapi tidak demikian halnya dengan sel kanker yang mampu mendapatkan nutrisi sendiri demi menjamin pertumbuhannya. Cara menyimpang yang dilakukan sel kanker ini telah merusak sistem dalam tubuh. Ketidakwajaran yang dilakukan sel kanker telah membuat tubuh dalam kondisi yang berbahaya karena banyak asupan nutrisi yang diambil alih oleh sel kanker secara brutal. Inilah ciri-ciri kanker yang keempat. Ciri-ciri kanker kelima adalah kemampuannya untuk terus tumbuh tanpa batas. Ini merupakan bentuk keganasan yang dimiliki sel kanker. Jika pada sel normal terdapat masa waktu tertentu sampai akhirnya sel kanker berhenti membelah, hal ini tidak berlaku bagi sel kanker. Sel kanker terus bernafsu untuk menyebar dan berkembang tanpa batasan. Karakter pemberontak yang dimiliki sel kanker karena terus menyebar tanpa mengikuti mekanisme tubuh inilah yang membuatnya sangat berbahaya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
Sel kanker memiliki daya tahan yang sangat tinggi. Sel normal sangat bergantung pada mekanisme dan sistem dalam tubuh, lain halnya dengan sel kanker. Mereka punya mekanisme sendiri dan tidak peduli dengan mekanisme tubuh yang ada. Daya tahan yang tinggi pada sel kanker merupakan ciri-ciri kanker yang keenam. Apabila dalam sel normal, pertumbuhan suatu sel mampu dikendalikan, pada sel kanker, pertumbuhannya menyebar tanpa kendali. Sel kanker terus menyerang dan tumbuh di organ atau jaringan sekitarnya. Ciri-ciri kanker yang ketujuh ini yang membuat kanker menyebar dengan sangat dahsyat. Ini merupakan ciri-ciri dari kanker itu sendiri. Jika di dalam sel yang telah keluar dari jalur dan terdapat sejumlah perubahan dalam gen-gen yang mengatur pertumbuhan, sehingga pertumbuhan ini sudah tidak tunduk lagi pada regulasi pertumbuhan fisiologik, dengan demikian secara prinsip sudah dihadapkan dengan satu sel kanker (Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 31).
3.
Stresor Psikososial menjadi Pemicu Munculnya Kanker dalam Tubuh Manusia Modernisasi yang terjadi di dunia saat ini, berkembangnya ilmu
pengetahuan, dan kemajuan teknologi secara langsung dan tidak langsung telah mempengaruhi gaya hidup (life style) manusia (Dadang Hawari, 2009: 11). Dikatakan secara langsung karena manusia mulai mengindahkan budaya instan karena segala sesuatunya sudah terkomputerisasi dan dapat dipermudah dengan adanya bantuan dari teknologi dan mesin, sehingga manusia mulai meninggalkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
usaha sendiri (Barker, 1999: 55). Sedangkan dikatakan tidak langsung karena proses perubahan tidak sertamerta diterima begitu saja oleh manusia, beberapa ada yang belum memanfaatkan bahkan belum memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai kemudahan-kemudahan yang bisa diperoleh. Proses yang cukup lambat ini mempengaruhi penyerapan informasi oleh manusia (Barker, 1999: 55). Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan dan diberikan membuat manusia perlahan mulai merubah gaya hidup lama (Dadang Hawari, 2009: 12), seperti pola hidup sederhana dan produktif mulai berubah ke arah pola hidup mewah dan konsumtif, pola hidup masyarakat dari yang semula sosial-religius sekarang berubah menjadi pola hidup individual, materialistik, dan sekuler, struktur keluarga yang semula keluarga besar (extended family) sekarang berubah menjadi keluarga inti (nuclear family) bahkan sampai pada keluarga tunggal (single parent), nilai-nilai religius dan tradisional masyarakat cenderung berubah menjadi masyarakat modern dengan corak sekuler, serba boleh, dan toleransi yang berlebihan (permissive society) (Dadang Hawari, 2009: 13). Perubahan yang demikian ini akan mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk juga dengan kesehatan manusia. Perubahan tersebut di atas dapat menjadi beban atau tekanan mental yang disebut sebagai stressor psikososial (Dadang Hawari, 2009: 13). Stressor psikososial juga mempengaruhi aspek kesehatan seseorang, apabila seseorang tidak mampu mengatasi stressor psikososial tersebut yang bersangkutan akan mengalami penurunan kekebalan sehingga tingkat kesehatan fisik maupun mental dapat terganggu (Dadang Hawari, 2009: 13).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
Stressor psikososial didefinisikan oleh Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari (2009: 14) dengan suatu keadaan atau peristiwa yang dapat menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut terpaksa beradaptasi untuk menanggulanginya. Permasalahannya adalah tidak semua orang memiliki kemampuan beradaptasi yang cepat dan mengatasi permasalahan tekanan tersebut, sehingga muncul keluhan-keluhan yang tidak lain berupa stress, kecemasan, bahkan sampai pada depresi. Dijelaskan pula dengan begitu detail oleh Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari (2009: 15) yang merupakan seorang psikeatri bahwa baik stress, kecemasan ataupun depresi dapat mengakibatkan menurunnya kekebalan tubuh seseorang yang mulanya berakibat pada gangguan biokimiawi, namun dapat berlanjut menjadi kelainan sel organ jika tidak segera ditangani. Kelainan organ tersebut akan semakin menjadi dengan perkembangan sel-sel radikal atau acap dikenal dengan istilah tumor ganas atau kanker. Hal ini diungkapkan pula oleh Ria Irawan, aktris yang terkenal dengan film Red Cobek, Arisan 2 yang diperankannya. Dalam sebuah percakapan yang dirilis oleh salah satu stasiun televisi dan disiarkan pada tanggal 15 Mei 2015, Ria Irawan mengungkapkan bahwa pada awalnya ia cuek dengan menstruasi pertama tatkala ia berusia remaja yang kemudian berakibat pada penebalan dinding rahim yang kemudian berubah menjadi miyomb lalu kemudian menjadi semakin parah dengan semakin bertumbuh kembang menjadi tumor dan akhirnya kanker rahim. Kisah lain diungkapkan oleh Joe Schneider (Jack Canfield, dkk., 2012: 420), seorang atlet dan ayah yang sudah 14 tahun berjuang melawan kanker.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
Pandangan hidupnya sangat positif dan ia tidak pernah menyepelekan apapun dan begitu menikmati kehidupannya bersama keluarga kecilnya. Awal mula Joe Schneider didiagnosa menderita kanker ketika ia berusia 18 tahun dan sedang duduk
di
bangku
pertama
di
Universitas
Richmod,
Virginia.
Dalam
pengakuannya, Joe mengisahkan bahwa ia benar-benar tidak begitu berlebihan dan serius dalam memelihara gaya hidupnya dan apa yang ia konsumsi. Di kalangan mahasiswa mengkonsumsi makanan cepat saji merupakan hal yang biasa dilakukan oleh teman-teman sebayanya, mengingat waktu yang berputar begitu cepat dan waktu senggang hanya dapat dinikmati ketika week end. Pola hidup konsumtif dan mewah begitu menyelimuti dinamika hidupnya. Sampai pada akhirnya Joe mengidap penyakit usus buntu. Ia lantas memutuskan menjalani operasi usus buntu di salah satu Rumah Sakit di daerah Virginia. Namun sesuatu yang lain ditemukan oleh dokter yang kala itu sedang menjalankan proses operasi usus buntu. Joe mengungkapkan bahwa tatkala mengoperasi dirinya, dokter dan perawat menemukan tumor seukuran bola golf menempel di salah satu bagian ususnya (Jack Canfield, dkk., 2012: 420). Joe mengakui bahwa sakit yang dideritanya merupakan dampak dari gaya hidupnya yang terlalu konsumtif, mewah, dan tidak memperhatikan kesehatannya (Jack Canfield, dkk., 2012: 422). Dua kisah dan pengakuan tersebut di atas, baik oleh Ria Irawan maupun Joe Schneider menunjukkan perubahan gaya hidup konsumtif dan hidup mewah membuat mereka merasa memiliki kuasa untuk melakukan apa saja seturut apa yang dikehendaki, konsumsi makanan yang terlalu berlebihan bahkan tidak melihat dampak bagi kesehatan mereka usai mengkonsumsi makanan tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
Gaya hidup yang demikian ini dikritisi oleh Donny Gahral Adian dalam artikelnya yang dimuat dalam Resistensi Gaya Hidup : Teori dan Realitas (Alfathri Adlin, 2006: 26). Donny Gahral Adian sebagaimana dikutib oleh Alfathri Adlin (2006: 27) mengungkapkan bahwa kebutuhan saat ini telah menjelma menjadi keinginan. Gaya hidup konsumtif melebur di antara kebutuhan (need) dan keinginan (want). Adagium yang berlaku saat ini adalah apa saja boleh, dengan melihat syarat satusatunya adalah konsumeritis. Dengan demikian secara perlahan namun pasti piramida kebutuhan menurut teori Abraham Maslow pun jungkir balik, di mana aktualisasi diri menjadi kebutuhan yang utama saat ini (Alfathri Adlin, 2006: 27). Kondisi yang demikian ini membuat seseorang jatuh dalam keadaan stress, cemas, atau merasa tertekan tatkala kebutuhan yang diinginkan tidak terpenuhi yang akan berujung pada menurunnya kekebalan tubuh seseorang tanpa disadari (Dadang Hawari, 2009: 23). Dalam Mental Hygent (Kesehatan Mental), Dra. Kartini Kartono (1983: 29-30) juga mengungkapkan bahwa kepribadian manusia itu merupakan suatu bentuk totalitas dari disposisi fisik dan psikis yang teorganisasi dengan rapi dan bersifat dinamis. Kenyataan yang terjadi adalah manusia acapkali jatuh sakit fisik. Ini disebabkan karena adanya kesatuan psikofisik yang senantiasa menimbulkan dimensi ketegangan yang dipicu oleh usaha pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikis yang sering kali tidak seimbang bahkan bertentangan (Kartini Kartono, 1983: 30). Konflik-konflik yang terjadi ini menyebabkan sistem jaringan tubuh pada manusia pun juga bergulat termasuk sel-sel yang hidup dalam tubuh manusia. Salah satu gambaran yang terjadi ketika psikofisik manusia sedang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
berada dalam kondisi tegang adalah jantung berdegup dengan kencang dan memicu adrenalin menjadi naik karena darah menjadi cepat peredarannya, kesulitan bernafas, tubuh gemetar, lemas, dan muncul keringat dingin, bahkan yang paling parah adalah seseorang dapat pingsan atau collapse (Dadang Hawari, 2009: 24). Selain dari aspek-aspek personal, di luar diri seseorang juga terdapat sejumlah hal yang mempengaruhi timbulnya penyakit, secara khusus kanker bagi seseorang, antara lain adalah tekanan dalam dunia pekerjaan, strata sosial, dan hukum dalam masyarakat (Dadang Hawari, 2009: 17). Dalam dunia pekerjaan tentunya memiliki tekanan yang berbeda-beda satu devisi dengan devisi yang lain, ketidaksepahaman ide dengan atasan bahkan rekan sejawat dapat menimbulkan terjadinya stressor dalam hidup seseorang. Belum lagi peristiwa kehilangan pekerjaan yang berdampak pada pengangguran akan mempengaruhi juga gangguan kesehatan pun juga gangguan pikiran berkepanjangan (Dadang Hawari, 2009: 17). Salah satu fenomena dibuktikan oleh Prof. M. Harvey Brenner dari Universitas John Hopkins (Siegel, 1999: 103). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. M. Harvey Brenner ditemukan bahwa setiap 1% kenaikan pengangguran di daerah Amerika Serikat mengakibatkan kematian akibat penyakit jantung 1,9%, bertambahnya angka kematian akibat bunuh diri sekitar 4,1%, bertambahnya 4,3% dari jumlah pasien laki-laki dan 2,3% dari jumlah pasien perempuan di Rumah Sakit Jiwa (Dadang Hawari, 2009: 18).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
4. Dampak Psikologis Kanker bagi Pasien Berbicara mengenai dampak psikologis tidak terlepas dari tahapantahapan dari tindakan medis yang diberikan oleh pihak medis. Ada tiga tindakan medis yang diberlakukan untuk pasien, yakni pra-tindakan medis (pre-medical treatment), tindakan medis (medical treatment), dan pasca tindakan medis (postmedical treatment) (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 21). Bagian ini merupakan kondisi pasien pada tahap pra-tindakan medis (pre-medical treatment). Tahap ini dimulai ketika dokter memberitahukan diagnosa dan rencana tindakan yang akan diberlakukan kepada pasien. Dirumuskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1987: 249), diagnosa dipahami sebagai suatu usaha menentukan suatu penyakit dengan menilik atau memeriksa gejala-gejalanya. Penilaian ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau sejenisnya, dan dapat dibantu oleh program komputer yang dirancang untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan penerapan rencana tindak pengobatan. Diagnosa dan tindakan medis yang akan diterapkan kepada pasien menimbulkan adanya dampak psikologis bagi pasien dan relasi sosial pasien. Dampak psikologis ini juga dipengaruhi sejumlah aspek, di antaranya adalah cara penyampaian oleh dokter kepada pasien, waktu, kondisi psikologi pasien saat itu, dan suasana yang dipilih oleh dokter dalam menjelaskan diagnosa tersebut kepada pasien (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 23). Dalam menghadapi diagnosa yang diberikan oleh dokter disertai dengan rencana tindak pengobatan, acap kali pasien menganggap penyakit kanker yang sedang diderita tersebut sebagai penyakit mengerikan, tidak tersembuhkan, mematikan, bahkan adapula yang menganggap sebagai bayang-bayang kematian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
(Totok S. Wiryasaputra, 2007: 24). Anggapan-anggapan yang timbul ini dapat menjadi beban pikiran bagi pasien belum lagi ditambah dengan situasi yang acapkali belum siap untuk mendukung proses pengobatan, seperti belum siapnya dukungan dana dari keluarga, kondisi sosial atau spiritual keluarga dan masyarakat, pandangan umum lingkungan tempat tinggal pasien mengenai penyakit kanker itu sendiri sampai pada lembaga agama yang membantu atau dari pihak lain. Dari penyampaian diagnosa oleh dokter dan rencana tindakan yang akan diterapkan kepada pasien, hal ini memunculkan semjumlah dampak psikologi utama. Dampak psikologis ini bersifat sistemik dan tidak memiliki batas waktu. Menurut Totok S. Wiryasaputra (2007: 24) terdapat lima dampak psikologi utama yang dialami oleh pasien dalam tahap pra-tindakan medis (pre-medical treatment), yakni terkejut, tawar-menawar, marah, depresi, sampai pada menerima dengan pasrah. Terkejut merupakan tanggapan atau respon pertama tatkala seseorang memperoleh suatu informasi di luar dugaannya. Pada umumnya, terkejut disertai dengan rasa tidak percaya, menolak, mempertanyakan informasi yang diterima kepada orang lain untuk lebih membuat dirinya yakin akan informasi yang diterimanya, atau mengulang-ulang informasi yang diterima sampai seseorang tersebut benar-benar yakin akan kebenaran informasi tersebut (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 27). Acap kali terkejut juga disertai dengan gejala somatisasi yakni sebuah gejala, seperti wajah berubah menjadi tegang, tiba-tiba terdiam, tubuh bergetar, keluar keringat dingin, jantung berdegub kencang, sesak nafas,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
tiba-tiba pusing, tiba-tiba menjadi gagap, cegukan, atau bahkan sampai pingsan (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 24). Gejala semacam ini biasanya berlangsung dalam waktu yang terbilang pendek, kecuali pasien memiliki penyakit lain yang terkadang gejala ini cenderung memperparah penyakit yang sudah dimiliki. Namun, di balik tipe orang yang dapat mengekspresikan perasaan secara verbal dan langsung, ada juga tipe orang yang bila dihadapkan dengan informasi baru yang mungkin akan merubah dinamika hidupnya dengan memilih bergumul dengan diri dan hatinya. Orang tersebut tidak mengekspresikan apa yang dirasakan dan yang dialami saat itu secara verbal (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 25). Orang tersebut cenderung memilih diam, pasif, dan tidak banyak membalas respon percakapan yang dilontarkan oleh dokter. Sikap yang demikian ini oleh Totok S. Wiryasaputra ditegaskan dalam bukunya (2007: 29) bahwa diam bukan berarti menerima apa yang disampaikan oleh dokter, diam juga bukan berarti secara otomatis orang tersebut setuju terhadap semua rencana tindak pengobatan yang akan dilakukan. Selain dua tipe tersebut di atas ada juga orang yang bersikap menutupi supaya orang lain tidak mengetahui apa yang sebenarnya dialami. Orang tersebut berpura-pura menampakkan bahwa dirinya sehat dan seolah-olah tidak terjadi permasalahan apapun di dalam hidupnya (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 30). Usai mendengarkan diagnosa yang diperoleh dari dokter, orang tersebut berusaha untuk bekerja lebih keras hingga memilih bekerja sampai larut malam. Orang semacam ini hendak memunculkan kesan bahwa tidak ada masalah dalam dirinya. Hal ini akan memberi dampak pada keluarga dan relasi sosial di sekitarnya seandainya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
terpancing dengan keadaan demikian. Dari luar orang tampak tegar, namun sebenarnya sangat rapuh. Menurut Sigmund Freud sebagaimana dikutib oleh Calvin S. Hall & Garner Lindzey (1993: 86) dalam teori psikoanalisis klasiknya, ada sejumlah mekanisme-mekanisme pertahanan diri seseorang. Ketika seseorang berada di bawah tekanan yang berlebihan, acap kali ego menempuh cara-cara yang cukup ektrem untuk menghilangkan tekanan tersebut. Cara-cara inilah yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan diri (defense mechanism). Ciri umum dari mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) adalah seringkali seseorang menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan dan seringkali mereka bekerja secara tidak sadar sehingga orang tersebut tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mekanisme pertahanan diri pun dibedakan oleh Sigmund Freud ke dalam sejumlah bentuk, di antaranya represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi (Hall & Lindzey, 1993: 87). Bentuk-bentuk pertahanan diri yang dibagi oleh Sigmund Freud ini juga dapat ditemui di dalam diri pasien kanker tatkala mereka memperoleh diagnosa dari dokter. Mekanisme pertahanan diri ini juga turut menyesuaikan dengan personality dari masing-masing pasien.
C. Kemoterapi menjadi Salah Satu Pengobatan Kanker Dewasa ini, pengobatan yang dilakukan oleh pihak dokter dan perawat kepada pasien penyakit kanker acap kali melibatkan proses penyinaran, operasi, dan kemoterapi. Dirilis oleh bagian informasi Rumah Sakit Dharmais Jakarta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
sebagaimana dikutib oleh Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito (1999: 217), kemoterapi berasal dari bahasa Inggris “chemotherapy” merupakan proses penggobatan dengan menggunakan bahan berupa zat kimia untuk perawatan penyakit. Istilah kemoterapi ini menunjukan pada penggunakan jenis obat sitostatik untuk melawan sel kanker yang tumbuh secara tidak normal dalam tubuh manusia. Pengobatan dengan metode kemoterapi ini bertujuan untuk menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Prinsip kerjanya, yakni menyerang fase tertentu atau seluruh fase pada pembelahan mitosis pada sel-sel yang berkembang secara cepat. Dalam Onkologi, Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito (1999: 229) menjelaskan bahwa kemoterapi dipahami sebagai sebuah proses penggunaan obat pembunuh kanker. Obat ini bisa dimasukkan melalui infuse vena, suntikan, dalam bentuk pil atau cairan. Obat ini dimasukkan ke dalam aliran darah yang nantinya akan mengalir ke seluruh tubuh, membuat perawatan ini berguna untuk kanker yang sudah menyebar ke organ yang jauh lebih luas. Meskipun obat ini membunuh sel-sel kanker, obat ini juga merusak beberapa sel normal, yang dapat menyebabkan efek samping. Adapun cara kemoterapi yang biasa digunakan pada pasien kanker di antaranya adalah penggunaan kemoterapi Ajuvant, Neo-ajuvant, dan Paliatif. Kemoterapi Ajuvant merupakan pengobatan yang diberikan kepada pasien pasca operasi yang tampaknya tidak memiliki penyebaran kanker disebut terapi ajuvant. Kemoterapi jenis ini ditujukan untuk mengurangi risiko timbulnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
kembali kanker. Bahkan pada tahap awal penyakit ini, sel-sel kanker dapat melepaskan diri dari tumor payudara asal dan menyebar melalui aliran darah (Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 229). Kemoterapi Neo-ajuvant merupakan kemoterapi yang diberikan sebelum operasi disebut terapi neo-ajuvant. Manfaat utama dari pendekatan ini adalah bahwa hal itu dapat mengecilkan kanker yang berukuran besar sehingga mereka cukup kecil untuk diangkat oleh lumpektomi, bukan mastektomi. Sejauh ini, tidak jelas bahwa kemoterapi neo-ajuvant meningkatkan kelangsungan hidup, tetapi setidaknya bekerja juga sebagai terapi ajuvant pasca operasi (Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 229). Kemoterapi Paliatif biasanya diutamakan diberikan pada penderita kanker stadium lanjut yang tujuannya bukan penyembuhan melainkan untuk peningkatan kualitas hidup. Oleh karenanya dalam memberikan kemoterapi paliatif harus dipikirkan benar-benar dengan mempertimbangkan Respect for outonomy (segala keputusan terletak pada penderita), Beneficial (yang kita berikan
yakin
bermanfaat),
Non
malificent
(yang
kita
berikan
tidak
membahayakan) dan Wise (bijaksana) (Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 229).
1. Dampak Psikologis Pasien Kanker Pasca Kemoterapi sebagai Tindakan Medis (Medical Treatment) Dampak dari pengobatan kanker (kemoterapi) dapat menyebabkan ketidakmampuan berjalan atau menggerakkan tangan sehingga tidak mampu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
melakukan pekerjaan apapun dan beraktivitas sebagaimana ketika dalam kondisi dan situasi sehat. Keadaan ini dapat menyebabkan timbulnya gambaran negatif terhadap diri sendiri (negative self esteem) dan akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri seseorang (Yunita Purba, dkk., 2012: 1). Menurut Keliat yang dikutip oleh Yunita Purba dan kawan-kawan dalam jurnal ilmiahnya (2012: 3) menyatakan bahwa hilangnya sebagian badan sebagai akibat dari tindakan operasi, dapat mempengaruhi konsep diri (self esteem) dan komponennya di antaranya citra tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, dan identitas personal. Pengobatan kanker memberi dampak negatif pada fisik maupun mental dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap konsep diri. Seperti dikutip dalam jurnal ilmiah yang ditulis oleh Yunita Purba dan kawan-kawan (2012: 4) apabila konsep diri seseorang menderita, maka pikiran dan tingkah laku seseorang akan menjadi terganggu, begitu seterusnya, seperti mengalami kebotakan dan merasa tubuhnya tidak menarik lagi serta merasa bahwa orang lain di luar dirinya tidak tertarik lagi pada dirinya, ini merupakan bentuk konsep diri yang negatif sebagai akibat dari pengaruh pengobatan kanker dengan kemoterapi. Akan tetapi, gangguan harga diri pada penderita penyakit kanker, juga dapat dipengaruhi oleh hubungan interpersonal yang tidak harmonis. Misalnya, kondisi penderita kanker stadium lanjut tidak dapat kembali ke keadaan semula, dikarenakan gangguan konsep diri yang terjadi dalam dirinya yakni kecacatan tubuh dan penurunan fungsi organ tubuh (Yunita Purba, dkk., 2012: 3).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Saraswati di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan menggunakan 30 orang pasien kanker yang telah mendapat kemoterapi sebagai responden, Yunita Purba (2012: 4) menunjukkan bahwa sebagian besar konsep diri responden yang menghadapi kemoterapi tergolong sedang yaitu sebesar (87%), konsep diri responden tergolong tinggi (13%) sedangkan proporsi terkecil yang mendapat kemoterapi adalah konsep diri yang tergolong rendah yaitu (0%). Dapat disimpulkan bahwa konsep diri penderita kanker yang mendapat kemoterapi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Kariadi Semarang tergolong sedang. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Lutfa pada awal bulan Oktober 2007 (Yunita Purba, dkk. 2012: 4) dengan melakukan wawancara terhadap pasien kanker yang menjalani kemoterapi di ruang Cendana 1 RSUD Dr. Moewardi sebanyak 34 responden, yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar pasien rambutnya menjadi rontok, merasa mual dan muntah, 25% pasien merasakan perannya sangat berkurang. Pasien laki-laki merasa tidak mampu lagi menghidupi keluarga, tidak mampu berdekatan dengan anak dan mengurusnya. Tidak hanya itu saja, Yunita Purba (2012: 4) juga merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh salah seorng peneliti di ruang Rindu A Lantai III kamar 47 RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 2 Februari 2012, berdasarkan medical record tahun 2012, jumlah pasien kanker yang telah menjalani kemoterapi sebanyak 600 orang dalam setahun. Dari hasil wawancara kepada 4 orang pasien kanker yang telah menjalani kemoterapi, 3 orang di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
antaranya menyatakan sangat terganggu dengan keadaan rambut yang mengalami kerontokkan bahkan menjadi botak, merasa malu terhadap lingkungan sekitarnya sehingga selalu mengenakan kerudung, merasakan perannya dalam keluarga sangat berkurang. Mereka menyatakan kurang memahami setiap efek samping dari kemoterapi tersebut karena sebelum pengobatan kemoterapi tidak ada penjelasan dari perawat tentang tujuan pengobatan dan efek samping yang akan terjadi. Sedangkan 1 orang menyatakan mulai mampu menerima kondisi yang dialami saat ini serta mampu memahami efek samping dari pengobatan kemoterapi tersebut.
2. Dampak Spiritual Kanker pada Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Diketahui bersama dengan berbekal dari kepustakaan yang ada bahwa kemoterapi merupakan salah satu dari tiga tahapan pengobatan kanker. Dampak dari kemoterapi ini
baik secara fisik, psikis, ataupun spiritual juga sudah
dijelaskan pada bagian sebelumnya. Situasi dan kondisi iman pasien yang tengah menderita penyakit kanker pasca kemoterapi ini cukup rentan dengan apa yang disebut hidup dalam pengharapan. Kanker termasuk dalam salah satu jenis penyakit dengan tipe terminal illness. Kualifikasi penyakit ini dipandang sebagai suatu keadaan atau situasi seseorang yang menderita penyakit yang memiliki daya kematian diperkirakan akan datang dalam jangka waktu satu tahun bahkan kurang dan tidak diketahui lagi obat yang dapat membawa kesembuhan (Kieser, 1984: 53). Kondisi yang demikian ini secara langsung akan mempengaruhi aspek hidup orang yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
menderita kanker tersebut, termasuk salah satu aspek di dalamnya adalah iman atau daya spiritualitasnya. Iman atau daya spiritualitas seseorang ditentukan dari banyak faktor, salah satunya adalah penghayatan seseorang terhadap imannya. Kondisi seseorang tatkala menderita penyakit dengan kemungkinan sembuh kecil dan harapan untuk hidup pun juga kecil akan membuat gejolak iman yang besar. Fase-fase yang dialami oleh pasien juga memiliki kesamaan dengan dinamika mental atau psikis yang dialami. Yang membedakan apakah ini fasefase mental seseorang ataupun fase iman adalah siapa yang menjadi sasaran protes seseorang atas kondisi yang dialami saat itu. Bagi pasien kanker yang sudah menjalani masa pengobatan kemoterapi tentunya juga memiliki keinginan untuk sembuh dari penyakit dan penderitaannya kali ini. Inilah yang disebut sebagai situasi berpengharapan. Kondisi inilah yang menjadi kekhasan dari pasien kanker yang sudah menjalani pengobatan melalui kemoterapi. Pengharapan yang dibicarakan di sini merupakan unsur dinamik dari iman dan kasih. Demikianlah sikap seorang Kristiani yang khas apabila dihadapkan pada keselamatan, antara “sudah” dan “belum”. Pengharapan yang dapat memberi arti kepada perjuangan untuk mengatasi situasi krisis hidup adalah iman kepada Allah Bapa yang telah membangkitkan Yesus Kristus dari bahaya maut. Kondisi pasien kanker usai menjalani kemoterapi pada dasarnya seperti manusia pada umumnya, hanya yang membedakan hanyalah kondisi fisik yang semakin menurun dengan ditandai dengan terjadinya kerontokan pada rambut sebagai dampak yang paling dapat diihat oleh indera penglihatan. Dampak ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
akan menimbulkan pengaruh juga bagi pasien secara psikis maupun spiritual. Secara psikis, pasien akan merasa minder untuk bertemu dengan orang lain, sedangkan secara spiritual pasien akan semakin giat untuk menjalankan doa-doa harian, pergi ke gereja, dan lain sebagainya. Situasi seperti inilah pada bagian sebelumnya disebut sebagai situasi batas daya. Situasi batas daya kemampuan dimengerti sebagai bagian dari dinamika hidup pasien ketika menjalani masa pengobatan Terkadang pasien dapat dikatakan sebagai makhluk yang pasif, karena pasien tidak dapat menentukan nasibnya sendiri. Tetapi, pasien juga merupakan makhluk yang aktif di mana pasien senantiasa mengharapkan tindakan Allah sebagai Sang Sumber Keselamatan (bdk. Rom 15:13). Melalui pengharapan inilah di satu pihak pasien menyadari bahwa dirinya tidak berdaya, tetapi di lain pihak pasien menyadari bahwa dirinya diterima oleh Allah. Dengan demikian timbul rasa optimisme untuk hidup dalam keterbatasanya atau pada batas daya kemampuannya. Apabila situasi yang dialami oleh pasien saat ini dikaitkan dengan penderitaan yang dialami oleh Yesus yang begitu solider dengan orang berdosa, maka penerimaan terhadap situasi dan kondisi yang dialami oleh pasien saat ini dapat mewujudkan dan memperkokoh kesetiaan dan kepercayaan yang penuh kepada Allah. Situasi dan kondisi pasien saat ini merupakan salah satu peristiwa hidup yang seluruhnya terarah pada keselamatan yang datang dari Allah. Sembuh dari penyakit kanker ini diterima sebagai tanda keselamatan yang datang dari Allah secara aktual. Sedangkan jika yang terjadi adalah sebaliknya, yakni kematian, hal ini merupakan pemenuhan pengharapan hidup manusia, yakni hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69 bersatu dengan Allah. Seperti pesan Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, “jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan. Dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi, baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (bdk. Rom 14: 8).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III PASTORAL ORANG SAKIT
Di dalam bukunya, F.X. Adisusanto, SJ (2000: 13) mengungkapkan bahwa karya pastoral di dalam Gereja dipahami sebagai sebuah bentuk tindakan Gereja sebagai keseluruhan Umat Allah dalam rangka melaksanakan tugas perutusan serta panggilan yang bukan hanya sebatas karya seorang pastor atau hierarki semata. Pengertian ini melandasi paham tentang pastoral sebagai suatu bentuk tindak penggembalaan. Tindak penggembalaan tidak hanya menjadi tugas seorang pastor atau golongan hierarkis semata, melainkan juga tugas dan tanggungjawab
setiap
umat
Allah.
Secara
luas,
hakikat
pastoral
dan
pendampingan pastoral untuk orang sakit akan dibahas di dalam bab ini.
A. Hakikat Pastoral 1.
Definisi Pastoral Secara etimologis, istilah partoral berasal dari bahasa Latin “Pastor” yang
berarti gembala. Di dalam diktat yang berjudul Pastoral Paroki, Sumarno Ds. (2003: 1), menjelaskan bahwa pastoral memiliki arti cukup esensial di dalam kehidupan Gereja. Pastoral begitu lekat dengan seluruh karya yang dilakukan oleh seorang pastor sebagai pelayan imamat Gereja. Kelekatan itu layaknya perumpamaan gembala yang baik di dalam perikop Injil Yohanes. Di dalam perikop Injil Yohanes, Yesus mengungkapkan diri-Nya sebagai Gembala yang baik (Yoh 10:11). Perikop ini memberikan gambaran jelas mengenai tugas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
seorang gembala, yang mengenal domba-domba satu demi satu (Yoh 10:-14), mengumpulkan domba–domba Israel yang hilang (Mat 10:6), menyerahkan nyawa bagi domba-Nya (Yoh 10:15), dan menuntun kawanan domba serta membuat kawanan domba mendengarkan suara-Nya sehingga menjadi satu kawanan domba bersama gembalanya (Yoh 10:16). Praktik pendampingan pastoral tidak dibakukan hanya bagi pastor ataupun kaum hierarkis semata, melainkan segenap elemen Gereja pun diharapkan turut terlibat aktif di dalam praktik pendampingan pastoral ini.
Harapan ini
membuat Gereja memberi mandat kepada kaum awam untuk membantu pelayanan pastoral di setiap aspek hidup menggereja. Di dalam Pastoral Paroki, Sumarno Ds. (2003: 1) turut mempertegas hal ini, dengan mengatakan semua orang beriman mengambil bagian dalam tugas Kristus, maka pelayanan pastoral juga menjadi tugas seluruh umat. Hal ini dijelaskan pula di dalam dekrit Konsili Vatikan II tentang kerasulan kaum awam yang mengungkapkan upaya-upaya pelayanan tersebut hendaknya digunakan sedemikian rupa oleh kaum awam, sehingga mereka sementara melaksanakan tugas–tugas duniawi dalam keadaan hidup yang serba biasa, tetapi juga tidak menceraikan persatuan dengan Kristus dari hidup mereka, melainkan sambil melaksanakan tugas mereka menurut kehendak Allah (AA, art.4). Sebagai sebuah pelayanan Gereja, pastoral mencakup sejumlah bidang, di antaranya meliputi pastoral keluarga, pastoral paroki, pastoral dalam bidang kemasyarakatan, pastoral kelompok basis, pastoral orang sakit, dan lain-lain. Namun, karena di dalam pembahasan skripsi ini adalah pastoral untuk orang sakit,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
maka ranah yang dipakai adalah ruang lingkup pastoral orang sakit, jenis-jenis pastoral orang sakit, bentuk-bentuk pastoral orang sakit, definisi sakit, pendekatan yang digunakan dalam pastoral untuk orang sakit, metode pastoral untuk orang sakit, dan model pendampingan pastoral untuk orang sakit. Selain itu dijelaskan pula konsep dari subyek yang hendak digunakan sebagai fokus penerapan pastoral orang sakit ini, yakni pasien kanker pasca kemoterapi. Maka, di dalamnya termasuk juga konsep kanker, proses timbulnya penyakit kanker, dampak kanker bagi pasien secara psikologis dan spiritual, metode-metode pengobatan kanker, dampak penerapan kemoterapi bagi pasien secara psikis dan spiritual
2.
Ruang Lingkup Pastoral Pastoral didefinisikan sebagai seluruh karya yang dilakukan oleh seorang
pastor atau imam sebagai bentuk penggembalaan di dalam pelayanan Gereja (Sumarno, 2003: 1). Ruang lingkup pelayanan yang dilakukan oleh pastor atau imam juga merupakan ruang lingkup tugas Gereja yakni, panca tugas Gereja. Dengan demikian, di dalam tugas penggembalaan yang dilakukan oleh pastor, dalam pelayanannya terhadap Gereja mencakup sejumlah bidang, di antaranya adalah bidang pewartaan (kerugma), bidang peribadatan (liturgia), bidang pembangunan komunitas (koinonia), bidang pelayanan luar dan administrasi (diakonia), dan bidang kerasulan (martiria). Dalam tugas pelayanan bidang pewartaan (kerugma), Gereja berusaha untuk menginvestasikan misinya ke dunia, yakni Gereja menjadi tanda dan buah dari rencana Allah. Dalam tugas bidang pewartaan, Gereja merumuskan sejumlah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
bentuk-bentuk baru yang lebih relevan dalam hal menyampaikan kesaksian, seperti rumusan bentuk persekutuan, pesan, dan saksi lebih-lebih dikaitkan dengan harapan dan kehidupan, koleksi sejumlah ritus-ritus yang ada, dan ekspresi hidup manusia diarahkan menuju kepenuhan (Alberich & Vallabaraj, 2009: 41). Dalam tugas pelayanan bidang peribadatan (liturgia), terdapat sejumlah tanda-tanda seperti perayaan ekaristi, sakramen-sakramen, pelbagai macam bentuk atau ritus peribadatan, devisi, dan doa menjadi suatu ensembel ritus, simbol, dan pengalaman Kristen sebagai karunia keselamatan (Alberich & Vallabaraj, 2009: 41). Semuanya ini merupakan tanggapan dari kebutuhan manusia
yang
begitu
mendalam
untuk
merayakan,
menerima,
dan
mengungkapkan pengalaman hidupnya melalui ritus dan sebagai buah dari karunia keselamatan. Tugas berikutnya adalah persekutuan (koinonia). Tugas ini sarat akan adanya respon terhadap kerinduan umat untuk bersekutu bersama. Persekutuan ini memanifestasikangaua hidup baru, yakni gaya hidup bersama yang memiliki tujuan kolektif dengan tidak adanya diskriminasi, pembedaan, dan egoisme (Alberich & Vallabaraj, 2009: 40). Tidak hanya berhenti pada tiga tugas tersebut di atas, Gereja juga memiliki tugas pelayanan (diakonia), yakni menjadi Gereja yang melayani. Dasar pelayanan ini bertolak dari semangat pelayanan Yesus Kristus, "Anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani" (Mrk 10:45). Perhatian utama dari tugas ini adalah orang-orang miskin dengan tetap menjunjung mereka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
sebagai subyek bulan lebih pada obyek bahkan korban semata. Perlu digarisbawahi bahwa hal ini bukan semata-mata untuk kepentingan Gereja belaka, melainkan lebih kepada pelayanan dan perwujudan Kerajaan Allah di dunia (1 Yoh 2:6). Tugas ini merupakan tugas segenap umat beriman juga. Umat beriman diundang untuk menjadi saksi dengan cara baru, dengan dedikasi, dan komitmen untuk memberikan pelayanan yang memiliki kredibilitas Injili (Alberich & Vallabaraj, 2009: 40). Melalui sebuah diagram An Articulated Picture of the Evangelizing Action of the Church as Universal Sign of Salvation yang dirumuskan oleh Emilio Alberich dan Jerome Vallabaraj dalam buku yang ditulis (2009: 35) digambarkan bahwa dimensi dialogis atau tugas pelayanan ini mencakup sejumlah hal yang perlu diperhatikan, di antaranya adalah pelayanan yang didasari oleh kasih, pengetahuan atau pendidikan, kebebasan individu dalam berekspresi, dan solidaritas. Tugas berikutnya adalah Gereja yang menjadi saksi Kristus (martyria). Seringkali kata saksi diidentifikasikan kepada orang yang melihat atau mengetahui secara personal sebuah peristiwa atau seseorang yang diminta hadir pada suatu acara untuk mengetahuinya, sehingga jika nanti ada yang bertanya terkait dengan acara tersebut diharapkan orang yang diundang dapat memberikan keterangan tentang acara tersebut. Dari dual hal tersebut di atas, rasanya Gereja yang menjadi saksi Kristus juga memiliki tugas yang sama, yakni menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain, tidak terkecuali jemaat. Dalam realita yang ada, menjadi saksi Kristus bukanlah hal yang mudah. Begitu banyak peristiwa yang diberitakan melalui
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
media masa tentang sulitnya membangun sebuah gereja di suatu kota, kisah tentang uskup Romero yang tewas ditembak karena membela orang miskin di kota San Salvator. Selain itu, juga kisah tentang Pater Maximilianus dari Kolbe yang rela mati di bunuh di kamp konsentrasi Nazi demi menggantikan posisi seorang tua yang hendak dieksekusi. Tidak hanya itu saja, ada juga kisah tentang bunda Theresa yang selama hidupnya melayani orang-orang miskin di Calcuta, India. Kisah seorang Pater Damian yang selama hidupnya melayani orang-orang kusta yang diasingkan di pulau Molokai, dan masih banyak lagi contoh kisah hidup yang mrnggambarkan sikap pengikut Kristus yang setia. Menjadi pengikut Kristus begitu mengandung risiko belum lagi menjadi saksi akan apa yang diajarkan-Nya. Injil Yohanes menjelaskan bahwa menjadi pengikut-Nya dan memberitakan ajaran-Nya serta bersaksi tentang Dia akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka dan berpikir bahwa apa yang diperbuatnya merupakan tanda bakti bagi Allah (Yoh 16:2).
3.
Jenis-jenis Pelayanan Pastoral Dari sejumlah tugas-tugas Gereja yang merupakan ruang lingkup dari
pelayanan pastoral tersebut di atas, merupakan dasar bagi pelaksanaan pelayanan pastoral dalam hidup menggereja dan menjemaat. Layaknya orang tua yang baru saja memiliki seorang anak, tentunya akan berusaha merawat, menjaga, dan memelihara anak tersebut dengan sebaik mungkin dan dengan pelayanan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
terbaik, demikian juga Gereja yang tentunya juga melayani jemaatnya dengan amat baik. Konsep pelayanan pastoral ini awalnya ditangkap dan diartikan secara mentah oleh banyak orang tanpa diolah terlebih dahulu. Konsep yang salah kaprah membuat pemahaman banyak orang fokus pada pelayanan pastoral merupakan tugas atau bentuk pelayanan yang dilakukan oleh pastor (Abineno, 1993: 9). Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan dengan pertumbuhan jumlah jemaat, gagasan ini dirasa tidak lagi relevan. Secara kuantitas gagasan ini dikritisi dengan begitu jelas, jumlah jemaat berkembang dengan begitu pesat namun tidak diiringi dengan pertambahan jumlah pastor yang signifikan. Dampak dari kenyataan ini adalah munculnya konsep baru yang dirasa lebih relevan mengenai pelayanan pastoral. Dalam Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral, Dr. J. L. Ch. Abineno (1993: 2) mengungkapkan istilah pelayanan pastoral sebenarnya sudah muncul sejak masa Gregorius Agung sekitar abad ke-6. Pada masa ini, istilah pelayanan pastoral yang menjadi tugas Gereja dikenal dengan sebutan pemeliharaan jiwa atau dalam bahasa Latin disebut dengan istilah cura animarum. Istilah ini memuat penjelasan mengenai gagasan manusia yang diartikan secara utuh dan menyeluruh dan mencakup pelbagai aspek dan dimensi. Tujuan dari itu semua sebenarnya terletak pada tercapainya suatu bentuk dan kondisi untuk kegiatan Gereja di dalam situasi yang sangat konkrit (Ambrosia, 1994: 10). Hal ini senada dengan apa yang dituangkan oleh Paus Yohanes Paulus II di dalam ensiklik Redemptor Hominis bahwa, tujuan dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
pelayanan pastoral yakni semakin memanusiakan manusia melalui Kabar Gembira yang menyatakan bahwa di dalam pribadi Yesus Kristus, Allah telah menjadi Bapa kita (RH, art. 8-14). Pelaksanaan pelayanan pastoral yang merupakan perwujudan dari cura animarum dan merupakan sebuah tugas yang diemban oleh Gereja, pelayanan pastoral ini dibedakan menjadi empat jenis, yang pertama adalah pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman, pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling, pelayanan pastoral sebagai bentuk perwujudan dari persekutuan, dan jenis terakhir adalah pelayanan pastoral sebagai perwujudan dari diakonia.
a.
Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Pemberitaan Firman Tokoh yang dikenal dalam jenis ini adalah teolog terkemuka yang
merupakan sahabat dari Karl Barth yakni Eduard Thurneysen. Eduard Thurneysen sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (1993: 20) menggagas bahwa konsepsi pelayanan pastoral pada intinya merupakan bentuk pemberitaan Firman yang berisi tentang hal pengampunan dosa yang disampaikan dalam bentuk percakapan antarindividu. Pelaksana pelayanan pastoral ini bukan hanya dari kaum hierarkis semata, melainkan lebih kepada keterlibatan kaum awam. Hal ini mengingat bahwa jumlah pastor yang tidak berimbang dengan jumlah jemaat dan kegiatan yang sudah tersusun. Gagasan yang diusung oleh Edward Thurneysen lebih bersifat anti-klarikal karena selaras dengan pandangan kaum reformator mengenai gagasan pemeliharaan jiwa (Abineno, 1993: 21).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
Konsepsi pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan firman ini menjadikan pandangan dari Christopher Blumhardt sebagai tolok ukur, di mana dikatakan bahwa pelayanan pastoral merupakan suatu bentuk perjuangan, eksorsisme, pembebasan dan harapan (Abineno, 1993: 21). Dikatakan sebagai sebuah perjuangan, ini didasarkan pada kisah manusia jatuh di dalam dosa yang termuat di dalam Kitab Kejadian 3: 1-24. Gagasan ini mengatakan bahwa pelayanan pastoral merupakan suatu usaha untuk memusnahkan segala bentuk kuasa keterikatan manusia terhadap dosa. Di tempat yang lain dikatakan bahwa pelayanan pastoral sebagai eksorsisme. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Purwodarminto, 2005: 289), eksorsisme merupakan suatu paham mengenai pengusiran setan melalui suatu upacara. Christoph Blumhardt sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (1993: 21), beranggapan bahwa persoalan yang dihadapi manusia pada dasarnya merupakan keterikatan dan perhambaan manusia pada hal-hal sekuler dan kuasa-kuasa Roh yang lain, seperti pemujaan pada dewa-dewa dan benda berhala. Maka dari itu, pelayanan pastoral ditujukan untuk mengembalikan manusia pada hakikat Ilahi yang berpegang pada Kuasa Ilahi semata. Dan tujuan akhir dari pelayanan pastoral adalah pelayanan pastoral diharapkan membawa manusia kepada pembebasan dan harapan. Konsep yang ditawarkan oleh Edward Thurneysen dan Christoph Blumhardt dirasa tidak cukup oleh tokoh bernama Asmussen. Menurut Asmussen, sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (1993: 23) pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman bukanlah pemberitaan firman layaknya yang berlangsung pada saat ibadat atau Perayaan Ekaristi, melainkan percakapan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
terjadi antara dua orang; antara pastor dengan jemaatnya. Konsep ini diibaratkan dengan sebuah jala yang ditebar ke lautan oleh nelayan untuk menjaring ikan. Banyak atau sedikitnya ikan yang terjaring dipengaruhi oleh besarnya mata-mata jaring tersebut. Semakin besar mata jaring, maka semakin besar mata jaring, semakin besar juga peluang ikan untuk meloloskan diri dari jaring tersebut. Demikian halnya pelayanan pastoral, di samping pemberitaan firman, kiranya perlu juga memikirkan bagaimana firman yang sudah diberitakan tadi dapat diterima dan dapat menjaring semakin banyak orang untuk terlibat dalam pelayanan memelihara jemaat. Konsep pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman juga dirasa kurang jika hanya mengandaikan pemberitaan firman dan percakapan antara pastor dengan jemaatnya. Sebuah konsep pelayanan pastoral dikemukakan oleh Muller. Menurut Muller sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (Abineno, 1993: 25), pelayanan pastoral merupakan suatu bentuk bantuan hidup dan bantuan percaya yang berdasarkan atas keikutsertaan seseorang untuk menjadi murid Yesus. Bantuan yang diberikan ini lebih diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi, untuk melayani jemaat sebagai perwujudan anggota Tubuh Kristus, dan untuk tugas serta tanggungjawab di tengah masyarakat. Hal ini merupakan bentuk konkritisasi apa yang sudah ditulis di dalam Kitab Suci yang kemudian diwartakan. Dari semuanya itu, oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (Abineno, 1993: 26) dirumuskan ke dalam rumusan yang lebih konkrit, bahwa pelayanan pastoral yang merupakan bentuk dari pemeliharaan jiwa melalui pemberitaan firman merupakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
suatu bentu apostolate atau bentuk perutusan dari kemurahan hati Allah yang tidak terbatas yang diberikan kepada manusia yang hilang dan tersesat. Pelayanan pastoral ini diberikan kepada orang-orang yang sedang mengalami penderitaan, yang sedang dirundung kebimbangan, yang bersalah, dan yang sedang menghadapi kuasa maut dalam ketakutan dan pergumulan hidup mereka oleh anggota Tubuh Kristus.
b. Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Konseling Bentuk kedua dari jenis pelayanan pastoral ini diawali di Amerika Serikat oleh tokoh bernama Boisen (Abineno, 1993: 29). Gagasan yang diusulkan dan dirumuskannya banyak dipengaruhi oleh pergumulan hidupnya melawan penyakit yang sedang dideritanya. Pikiran-pikirannya mengenai pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling ini didasarkan pada konsep bahwa bentukbentuk tertentu dari permasalahan mental erat kaitannya dengan pengalaman religius seseorang (Abineno, 1993: 29). Gagasan ini menyatakan bahwa kebanyakan gangguan psikis ataupun fisik seseorang acapkali diakibatkan oleh permasalahan
seseorang
dengan
lingkungan
sosial
dan
permasalahan
personalyang belum terselesaikan (unfinish bussiness). Gangguan dalam diri seseorang ini erat kaitannya dengan tidak terpenuhinya piramida kebutuhan manusia yang digagas oleh Abraham Maslow. Kebutuhan-kebutuhan tersebut mencakup, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan adanya penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri (Hall & Lindzey, 1993: 71). Tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
hanya itu saja, kelemahan manusia akan sifat tidak puas juga dapat menjadi faktor penghambat terpenuhinya kebutuhan yang dimiliki manusia. Hal ini kiranya dapat mengganggu kesehatan mental seseorang, mengingat bahwa ketegangan dalam diri secara khusus psikis akan semakin meningkat jika kebutuhan terpenuhi, sebeliknya akan mengalami frustasi apabila kebetuhan tersebut belum terpenuhi (Kartini Kartono, 1983: 20). Terdapat sejumlah alasan yang dapat menyebabkan terjadinya mental disorder (kekalutan mental) pada diri seseorang, yakni terbenturnya diri seseorang pada standart dan norma sosial yang berlaku; adanya konflik kebudayaan entah itu konflik antara individu dengan masyarakat, antara individu dengan nilai dan tingkah laku di antara dua kelompok sosial atau lebih, dan konflik batin; perubahan transisi kepemimpinan; meningkatnya tingkat aspirasi terhadap kemewahan materiil (Kartini Kartono, 1983: 21-24). Alasan-alasan tersebut di atas begitu mempengaruhi seseorang secara khusus atas pemenuhan kebutuhan pribadinya yang lekat dengan priamida kebutuhan yang dirumuskan oleh Abraham Maslow. Hal ini juga turut digagas oleh Boisen yang merupakan bapak dari jenis pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling. Boisen menyatakan bahwa gangguan psikis dapat disebabkan oleh kontak social yang tidak lancer dan konflik hidup pribadi yang belum terselesaikan (Abineno, 1993: 29). Jenis pelayanan pastoral yang digagas oleh Boisen ini lebih-lebih dilakukan di dalam institusi rumah sakit. Oleh sebab itu, gagasan Boisen mengenai pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling memiliki kemiripan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
dengan psikoterapi. Gagasan-gagasan Boisen mengenai pelayanan pastoral ini juga
sebagian
besar
didasarkan
pengalaman
personalnya
menghadapi
penyakitnya. Oleh sebab itu, ia berpandangan bahwa cukup penting bagi seorang pastor untuk belajar membaca kondisi orang yang sedang bergumul dengan kesusahan dan penderitaan sebagai suatu “dokumen manusiawi yang hidup” (Abineno, 1993: 29). Dan dewasa ini gagasan yang dirumuskan oleh Boisen disebut dengan istilah konseling pastoral. Konseling pastoral dipahami sebagai sebuah usaha pendampingan yang dilakukan oleh pastor untuk membantu orang dengan tujuan orang yang dibantu dapat menolong dirinya sendiri melalui proses perolehan pengertian tentang konflik batinnya (Abineno, 1993: 31). Konseling pastoral berada dalam posisi yang cukup penting di dalam program pendampingan jemaat. Konseling pastoral bukanlah sebuah usaha pewartaan Injil belaka, bukan pula soal pekerjaan sosial, tetapi lebih dari itu, konseling pastoral menunjang usaha pewartaan Injil, yakni hidup jemaat yang didampingi berada di dalam kelimpahan (Melani Wikanta & Subroto Widjojo, 2004: 4) seperti dikatakan di dalam Injil (Yoh 10:10).
c.
Pelayanan Pastoral sebagai Perwujudan dari Persekutuan (Kerygma) Jenis berikutnya adalah pelayanan pastoral sebagai wujud dari
persekutuan (kerygma). Jenis ini meletakkan konsep manusia sebagai makhluk sosial sebagai dasar pelayanan pastoral. Seorang tokoh bernama Brillenburg Wurth mengungkapkan bahwa manusia yang sesungguhnya adalah manusia yang hidup dalam pelbagai relasi dengan sesama manusia (Abineno, 1993: 43).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
Dalam situasi saat ini, yang mengharuskan orang bekerja secara individual, menyebabkan adalah perubahan dinamika hidup sosial. Banyak orang lebih memilih menjadi sinlge fighter dibandingkan bekerja di dalam sebuah tim. Begitu pula dengan kenyataan hidup rohani manusia. Banyak orang lebih memilih cara individual untuk mengungkapkan imannya, seperti doa pribadi. Asumsi yang muncul adalah dengan pribadi ini seseornag merasa lebih intim berdialog dengan Tuhan. Namun, hal ini secara tidak langsung membuat hidup bersekutu menjadi semakin lemah, karena tingkat perjumpaan yang semakin jarang. Pelayanan pastoral ini dimaksudkan untuk menghidupkan kembali hidup persekutuan yang menjadi perwujudan dari hidup sosial bermasyarakat. Di dalam konsep ini, seseorang akan berkumpul satu dengan yang lain untuk saling mengungkapkan pergulatan imannya atau bahkan saling mengunjungi satu dengan yang lain.
d. Pelayanan Pastoral sebagai Perwujudan dari Diakonia Selain jenis pelayanan pastoral sebagai perwujudan dari kerygma, kali ini akan diulas jenis pelayanan pastoral berikutnya yakni pelayanan pastoral sebagai perwujudan dari diakonia. Jenis ini erat berhubungan kondisi riil jemaat. Oleh sebab itu, jenis ini sarat akan ilmu antropologi dan juga teologi. Melalui jenis ini, Gereja hendak mewujudkan iman jemaatnya dengan berfokus pada situasi jemaat (Ambrosia, 1994: 2). Diakonia menjadi salah satu dari lima tugas Gereja, dengan demikian Gereja hendak melayani jemaatnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
melalui profesi-profesi yang ada sebagai sosok seorang sahabat yang ramah dan cinta damai.
4.
Pastoral untuk Orang Sakit Dari pelbagai macam bentuk pelayanan yang diberikan oleh gereja,
secara khusus pada bagian ini akan disoroti pelayanan pastoral gereja khusus bagi orang sakit. Kekhususan ini tidak berarti akan mengurangi arti penting dari sejumlah jenis dan atau kategori pelayanan gereja yang lain. Kekhususan ini dilandaskan pada situasional orang sakit yang dapat menjadi medan pastoral. Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa pastoral dimengerti sebagai kegiatan orang beriman untuk saling membantu dalam mewujudkan dan mengungkapkan imannya (Suprihatin, 1999: 51). Dengan demikian, pastoral orang sakit ini berperan untuk memperlancar proses pemecahan masalah, dilihat dari kata pastoral yang memiliki bobot spiritual dan keimanan kepada proses pendampingan, secara khusus berusaha melihat dan peduli akan aspek iman dan kehidupan spiritual dan pasien tersebut.
a. Hakikat Pastoral Orang Sakit Pengalaman
sakit
tidak
dapat
dihindarkan
dalam
kehidupan
manusia.Ketika sakit, pasien tidak hanya memerlukan pelayanan medis semata, melainkan juga kebutuhan spiritualitas. Seperti ditegaskan oleh Totok S. Wiryasaputra dan Aart Martin van Beek (1984: 13) bahwa keadaan fisik dapat mempengaruhi keadaan mental, begitu pula sebaliknya keadaan mental dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
mempengaruhi keadaan fisik seseorang. Keadaan fisik juga mempengaruhi keadaan spiritual seseorang, pun juga sebaliknya keadaan spiritual seseorang juga dapat
mempengaruhi
keadaan
fisiknya.
Dari
ketiganya
dapat
saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Dengan demikian, selama proses pemulihan pasien dirasa tidak cukup jika pelayanan hanya secara fisik semata, tetapi juga perlu mengindahkan pelayanan psikis dan spiritual. Konsep pelayanan spiritual ini akrab dikenal dengan istilah pastoral care atau pendampingan pastoral yang diperuntukkan bagi orang sakit. Pendampingan pastoral dipahami sebagai suatu profesi pertolongan dari seorang pendeta atau pastor yang mengikatkan dirinya dalam hubungan pertolongan dengan orang lain, agar melalui terang Injil dan persekutuan dengan Gereja Kristus dapat bersama-sama menemukan jalan keluar bagi pergumulan dan persoalan kehidupan dan iman (Heitink, 1992: 404). Maksud dari pendampingan pastoral ini lebih-lebih diperuntukkan membantu meringankan beban dan mengarahkan pasien secara aktif agar dapat mengembangkan sikap yang tepat terhadap dirinya dan keadaan yang sedang dialami. Konsep pendampingan pastoral bagi orang sakit ini merupakan bentuk perhatian Gereja kepada jemaatnya yang sedang dilanda pengalaman sakit. Layaknya di dalam Kitab Suci yang menggambarkan Yesus yang memberikan penyembuhan bukan hanya pada fisik saja melainkan psikologispun dibantu-Nya karena iman dan keyakinan yang dimiliki. Melalui kisah yang tertulis di dalam Kitab Suci ini digunakan oleh Gereja sebagai dasar di dalam perwujudan atau pengejawantahan pelayanan untuk orang-orang sakit dengan tujuan tidak hanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
sembuh secara fisik melainkan juga sembuh secara rohani sehingga manusia kembali sebagai manusia yang utuh secara fisik, psikis, ataupun spiritual (Adolfo, 1990: 20). Pendampingan pastoral untuk orang sakit sebagai salah satu usaha untuk merawat, memperhatikan, mendampingi, menyembuhkan, dan mendengarkan keluhan atau cerita dari pasien dari segala segi untuk mewujudkan serta mengungkapkan imannya. Pendampingan pastoral untuk orang sakit ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam suatu proses penggembalaan bagi umatnya dalam proses memelihara atau merawat kehidupan manusia secara utuh. Di dalam proses pendampingan pastoral yang diperuntukkan orang sakit ini tidak hanya melihat dari usaha pasien dan usaha petugas pastoral secara terpisah, melainkan keduanya perlu bekerjasama dengan baik, sehingga terjadi hubungan timbal balik yang baik di antara keduanya. Petugas pastoral di sini berperan sebagai orang yang membantu memperlancar terjadinya proses perjumpaan iman, sedangkan pasien yang didampingi akan berusaha secara personal mewujudkan imannya sebagai bentuk pertanggungjawaban dengan Tuhan. Dengan kata lain, pendampingan pastoral untuk orang sakit ini perlu melibatkan individu secara utuh dalam bentuk sharing dengan tujuan adanya kemajuan dan kembalinya harapan dari orang yang didampingi (Kieser, 1984: 41). Peranan pastoral untuk orang sakit sebagai salah satu bentuk pelayanan dari Gereja dilakukan bukan melulu dengan metode khotbah atau peribadatan saja, melainkan melalui usaha yang nyata dan sederhana, seperti kunjungan, mendoakan orang sakit, duduk di samping pasien sembari mendengarkan cerita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
atau keluhan yang dialami, dan masih banyak lagi bentuknya. Melalui pendampingan pastoral untuk orang sakit ini, Gereja ingin bersaksi bahwa Yesus Kritstu hadir di dunia untuk menyemuhkan manusia yang terluka dan senantiasa mendampingi di setiap proses yang dilalui melalui pelbagai macam bentuk dan rupa-Nya.
b. Alasan Perlu Dilaksanakan Pastoral Orang Sakit Reksa pastoral orang sakit merupakan hak dasar orang sakit dan kewajiban Gereja. Gereja yang menyadari bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang secitra dengan-Nya, oleh karena itu perlu untuk menjaga martabat manusia. Berdasarkan gagasan yang diungkapkan oleh Totok S. Wiryasaputra sebagaimana dikutib oleh Ana Suprihatin (1999: 54-57), terdapat sejumlah alasan mengapa pastoral orang sakit ini perlu untuk dilaksanakan, di antaranya sebagai perwujudan diri anggota tubuh secara utuh, bentuk peneladanan sikap Yesus, usaha untuk meneruskan karya pengutuhan Tuhan, usaha untuk menerobos tembok keterasingan, kekuatan keinginan untuk hidup, dan pelayanan yang bersifat pribadi. Dari sejumlah alasan tersebut di atas, tujuan dari pastoral orang sakit sebagaimana dikutib oleh Ana Suprihatin (1999: 57) adalah: Untuk membantu orang sakit agar tidak berada pada keterasingan dan tanpa harapan, dengan pendampingan secara pribadi membantu orang sakit agar mampu secara terbuka mengungkapkan perasaan atau ganjalan-ganjalan agar masalah yang dihadapi mampu dipecahkan untuk mewujudkan iman melalui peristiwa sakit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
Meskipun tidak dengan sendirinya pastoral orang sakit ini membawa pasien pada kesembuhan, tetapi ada kemungkinan sentuhan manusiawi dapat membuka jalan bagi hidup yang lebih berarti dengan memberikan perhatian kepada pribadi orang sakit secara utuh. Hal ini juga ditekankan oleh Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit Katolik yang diterbitkan oleh KWI sebagaimana dikutib oleh Ana Suprihatin (1999: 56) sebagai berikut: Melalui pendampingan yang profesional dan manusiawi, penderita dapat menggali dan menemukan kembali makna hidup yang mendalam. Ia dapat makin terbuka dan mampu memberikan tanggapan yang tepat dalam relasinya dengan Pencipta. Juga pada saat penderitaan harapan dan makna hidup tak menjadi padam. Sedang dalam rawatan terminal, penderita didampingi untuk menempuh jalan kembali kepada Pencipta dan Bapa dengan penuh kepercayaan. Sebagai dampak dari perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, Gereja kini mendapatkan tantangan untuk semakin memperhatikan jemaatnya yang sedang dilanda keterbatasan secara khusus jemaatnya yang sedang sakit. Tantangan ini merupakan pengejawantahan sikap Yesus yang memberikan penyembuhan kepada siapapun yang sakit atau menderita tidak hanya dari segi fisik, melainkan dari segi psikis dan iman. Dengan demikian, pelaksanaan pastoral orang sakit yang merupakan bentuk pelayanan Gereja kepada jemaatnya, diharapkan dapat membantu jemaatnya untuk mendengarkan sapaan Allah, mengarahkan hati kepada Allah untuk mencapai tujuan hidup, membantu jemaatnya untuk mewujudkan imannya sebagai bentuk perjumpaan dengan Allah yang semakin besar yang kemudian jemaat tersebut dapat mengungkapkan imannya (Kieser, 1990: 8).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
c.
Fungsi Pastoral Orang Sakit Di dalam pembahasan sebelumnya, dituliskan bahwa pendampingan
pastoral dipahami sebagai suatu profesi pertolongan dari seorang pendeta atau pastor yang mengikatkan dirinya dalam hubungan pertolongan dengan orang lain, agar melalui terang Injil dan persekutuan dengan Gereja Kristus dapat bersamasama menemukan jalan keluar bagi pergumulan dan persoalan kehidupan dan iman (Heitink, 1992: 404). Di dalam usha untuk membantu menemukan jalan keluar bagi pergumulan pasien, pendampingan pastoral memiliki sejumlah fungsi, yakni fungsi penyembuhan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh atau memelihara (Clinebell, 2002: 53-55). Ketika sakit, orang acap kali tidak mengungkapkan pengalaman pahit atau perasaan-perasaan yang kurang menyenangkan kepada keluarga atau tim medis secara lengkap dan tanpa disadari pengalaman atau perasaan tersebut menjadi akar permasalahan sehingga orang tersebut sakit. Peristiwa demikian ini seringkali disebut sebagai psikosomatis. Berdasarkan Faber (2003: 15) psikosomatis dipahami sebagai kondisi di mana sejumlah konflik psikis dan kecemasan menjadi sebab timbulnya macam-macam penyakit jasmaniah atau justru menjadi semakin parahnya suatu penyakit jasmaniah yang sudah ada. Berdasarkan kondisi ini, fungsi penyembuhan menjadi salah satu upaya menolong orang sakit untuk mengbati pertama-tama adalah hatinya atau berdamai dengan masa lalunya. Tidak semua pasien dapat terbuka dengan orang-orang di sekitarnya, hal ini tergantung dari tipe individu tersebut dan kepribadiannya. Pada fungsi ini,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
seringkali dihadapkan pada pasien yang mengalami kesusahan untuk diajak berbicara dalam percakapan yang mendalam. Fungsi menopang ini manjadi salah satu cara untuk membangkitkan kembali gairah hidup dan berpengharapan yang sudah tertimbun oleh penerimaan diri yang negatif dan semangat hidup yang turun. Fungsi ini berbeda dengan memberikan motivasi belaka. Dalam fungsi ini menempatkan pasien sebagai subyek benar-benar menjadi yang utama, bukan sebatas mendengarkan keluhan lalu memberikan respon berupa motivasi semata, tetapi lebih dari itu, sifat empati benar-benar perlu dilibatkan di sini, sehingga fungsi menopang ini lebih tepat guna bagi pasien ataupun petugas yang mendampingi. Fungsi membimbing ini menjadi suatu cara dalam melakukan penelaahan bersama dengan pasien dan keluarga, dengan tujuan untuk memahami permasalahan-permasalahan
yang
dialami
pasien,
biasanya
tidak
ada
hubungannya dengan penyakit yang sedang dialami sekalipun, tetapi tetap perlu dibantu untuk ditangani. Fungsi ini lebih bersifat memberikan jalan keluar atas permasalahan yang sedang terjadi (Clinebell, dkk., 2002: 54). Sakit merupakan hal yang saling berkaitan satu dengan yang lain, baik dari segi individu itu ataupun dengan orang lain. Sakit itu sendiri acapkali berhubungan dengan permasalahan pribadi yang belum terselesaikan dengan baik. Dalam fungsi ini membangun kepercayaan benar-benar menjadi salah satu cara, mengingat tidak semua orang dapat percaya untuk mencurahkan cerita yang sifatnya pribadi dan rahasia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
Fungsi kelima ini lebih pada penjaga proses yang sudah dapat dilalui oleh pasien. Berusaha supaya pasien tidak lagi jatuh terpuruk seperti sedia kala, melainkan sudah dapat membangun semangat hidup dan memiliki daya dalam menghadapi kehidupan dengan keadaan fisik yang mulai terbatas. Melalui fungsi ini, diharapkan pasien dapat menjadi lebih dewasa dalam menyikapi permasalahan masa lalu ataupun saat ini yang dapat menimbulkan efek kurang baik bagi kondisi fisiknya.
d. Pendekatan Pastoral untuk Orang Sakit Banyak orang, secara khusus tim medis menyadari bahwa pasien bukan hanya memerlukan petugas pendampingan pastoralan medis berupa obat semata, melainkan juga pemenuhan akan kebutuhan rohani pasien. Tugas ini acap kali diserahkan kepada pastor atau petugas gereja lainnya, karena seringkali yang terjadi pasien tatkala dihadapkan pada peristiwa sakit pertanyaan yang muncul dan ditujukan terkait hal-hal eksistensial, seperti arti dan tujuan hidup manusia. Dalam proses pendampingan pastoral orang sakit ini terdapat dua pendekatan yang berbeda, yakni merawat yang sakit sebagai wujud menolong sesama dan mengikuti cara pelayanan Yesus dan menggunakan pendekatan holistik.
1) Merawat yang Sakit sebagai Wujud Menolong Sesama Model yang pertama ini diilhami oleh kisah orang samaria yang baik hati di dalam Injil Lukas 10:25-37. Model ini selaras dengan tugas pemeliharaan kesehatan fisik manusia yang sudah menjadi tugas dan tanggungjawab bidang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
ilmu kedokteran dan pemeliharaan hidup rohani yang dijalankan oleh para teolog. Model ini sudah dipraktikkan di gereja-gereja Eropa, seperti di Jerman. Melalui perikop Lukas 10:25-37 ini dengan jelas hendak mengajarkan kepada setiap manusia yang membaca dan menglhaminya bahwa sesama bagi setiap manusia adalah siapapun, tidak terbatas oleh ras ataupun golongan yang membutuhkan pertolongan. Maka belas kasihan tidak hanya berarti merasa kasihan, tetapi kasih itu harus diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Perikop ini hendak mengajarkan kepada setiap insan, sebagai murid- murid Kristus diajak untuk membagikan belas kasih kita kepada sesama. Sesama di sini bukan hanya teman, tetapi juga mereka yang bukan teman, bahkan musuh ataupun orang yang membenci kita. Perumpamaan ini menjelaskan perintah Kristus, “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu… “(Luk 6:27; lih. Mat 5:43). Sebab kasih yang tulus sifatnya memberi, tanpa mengharapkan balasan; menolong karena mengetahui bahwa orang tersebut membutuhkan pertolongan.
2) Mengikuti Cara Pelayanan Yesus dan Menggunakan Pendekatan Holistik Manusia tidak hanya terbatas sebagai makhluk sosial, melainkan juga merupakan suatu kesatuan yang utuh antara tubuh dan jiwa, yang membuat cara penyembuhan haruslah bersifat multidimensi (Jacob, 2003: 20). Model ini memungkinkan bagi siapapun yang memiliki kualifikasi dalam bidang medis ataupun bidang teologi mempraktikkan pelayanan pendampingan pastoral.Yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
menjadi dasar dari model ini adalah sosok Yesus sebagai pribadi yang menyembuhkkan. Pendekatan ini mendasarkan pada perbuatan-perbuatan Yesus ketika melakukan mukjizat penyembuhan. Mukjizat-mukjizat penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus merupakan sesuatu yang nyata. Namun demikian, peristiwa ini perlu untuk dilihat hubungannya dengan Injil secara utuh. Penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus menunjukkan hubungan yang terjadi di antara proses penyelamatan dan proses penyembuhan (Jacob, 2003: 49). Proses penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus secara umum, tidaklah berhubungan dengan kesehatan manusia secara fisik dan mental belaka, namun lebih kepada peran Yesus yang mengajak setiap manusia yang disembuhkan datang ke hadapan Tuhan. Sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh Yesus, Yesus menarik diri apabila orang-orang hendak menyalahartikan dan mengalahgunakan pribadiNya sebagai seorang tabib dan pekerja mukjizat (Mrk 1:38). Yesus tidak mengehendaki penyembuhan yang dilakukan oleh-Nya disalahartikan dan dipisahkan dari kerangka Injil (Jacob, 2003: 50). Selain mendasarkan pada cara pelayanan Yesus, model ini juga mengedepankan pendekatan holistik. Pendekatan holistik pada pasien ini memiliki sejumlah dimensi, di antaranya adalah dimensi psikologis (strategi kooping). Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Mekanisme koping dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor dan orang menyadari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
dampak dari stressor tersebut. Kemampuan koping dari individu tergantung dari temperamen, persepsi, dan kognisi serta latar belakang budaya/norma di mana dia dibesarkan. Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat. Belajar di sini adalah kemampuan adaptasi seseorang pada pengaruh faktor internal dan eksternal
e. Dinamika Pendampingan Pastoral untuk Orang Sakit Di dalam proses pendampingan pastoral untuk orang sakit, setiap orang dapat dan memiliki hak untuk turut serta dan terlibat secara aktif di dalam perjuangan pasien untuk mendapatkan kesembuhan. Tetapi kenyataan yang seringkali dijumpai, masih sedikit orang yang sadar dan mau melakukan kegiatan pendampingan pastoral untuk orang sakit ini. Yang menjadi fenomena umum dan terjadi di mana-mana adalah orang-orang cenderung suka mengunjungi orang yang sakit entah itu kerabat, saudara, teman, rekan kerja bahkan tetangga dengan berpakaian bagus dan membawa hantaran berupa bunga, makanan, dan barangbarang yang digemari pasien yang sekiranya dapat membantu memberikan kegiatan bagi pasien. Akan tetapi, begitu sedikit orang yang mau hadir dan ikut mendampingi atau terlibat di dalam proses situasi hidup yang sedang dialami pasien tatkala terbaring lemah (Kieser, 1984: 40). Di dalam proses pendampingan pastoral untuk orang sakit, orang diminta untuk benar-benar merelakan dirinya untuk orang yang sedang sakit. Dengan demikian yang mendampingi memberikan peluang kepada si sakit atau pasien untuk membicarakan keadaan yang tengah dialami, pergulatan yang selama ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
membelenggu, perjuangan yang harus dilalui, dan segala hal yang berhubungan dengan dirinya serta proses penyembuhan. Berdasarkan teori penyembuhan menurut konsep antropologi Viktor Frankl dan Paul Tillich, proses penyembuhan menolak adanya pengkotak-kotakan manusia. Proses penyembuhan perlu memperhatikan adanya pluralitas dan spesialisasi masing-masing bidang keilmuan (Kieser, 1984: 55). Viktor Frankl dan Paul Tillich menggambarkan tubuh, jiwa, dan roh manusia sebagai dimensi sebagaimana memahami kesatuan tiga dimensi dalam konsep bangun ruang. Dimensi kehidupan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain, karena setiap unsur bukan merupakan unsur yang terpisah dan terpecah-pecah.
f.
Ragam Pendekatan Pastoral Seperti sudah diketahui di dalam pembahasan awal mengenai kanker,
kanker merupakan sebuah penyakit yang dapat mempengaruhi aspek hidup seseorang yang menderitanya. Usai menjalani terapi dengan menggunakan, secara fisik seseorang yang menderita penyakit ini dapat saja kehilangan sebagian dari organ tubuh usai, misalnya mengalami kerontokan rambut, bau mulut, kuku jemari lepas, dan lain sebagainya. Secara psikis seseorang yang menderita kanker pun mengalami perubahan konsep diri, seperti mulai merasa malu atau merasa tidak enak berada di tengah keramaian dan di tempat umum, mulai merasa rendah diri, dan gambaran tentang diri sendiri pun berubah. Tidak hanya itu saja, kanker juga dapat mempengaruhi hidup sosial yang sedang menderitanya, seperti perubahan relasi dengan keluarga, pasangan, teman kerja, ataupun masyarakat di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
sekitar tempat tinggal (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 60). Dampak dari perubahan yang dialami mulai dari perubahan fisik, psikis, dan sosial ini akan mempengaruhi dinamika hidup seseorang yang menderita kanker tersebut. Pada peringatan Hari Orang Sakit Sedunia yang diperingati pada tanggal 11 Februari 2015 yang lalu, Paus Fransiskus yang dikutib oleh tim Liturgi Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran pada buku teks misa (2015: 15), mengajak seluruh umat Kristiani untuk memiliki kebijaksanaan hati dalam melayani saudara-saudara dan saudari-saudari yang sedang sakit atau menderita. Mengutib perkataan Ayub: “Saya adalah mata dari orang buta, dan kaki dari orang lumpuh”, Paus Fransiskus ingin menunjukkan kepada segenap umat Kristiani bahwa pelayanan yang dibaktikan orang benar ini, sambil menyandang suatu wewenang dan kedudukan penting di antara para tetua kota, kepada mereka yang berkekurangan. Keluhuran moral ini terungkapkan dalam bantuan yang dia berikan kepada kaum miskin yang mencari bantuan dan dalam pedulinya akan para yatim dan janda (Ayb 29:12-13). Dalam kaitannya dengan pendampingan pastoral bagi penderita kanker, Paus Fransiskus mengharapkan kepada segenap umat Kristiani untuk dekat dengan orang sakit yang membutuhkan perhatian berkelanjutan dan membantu dalam hal mencuci, mengenakan pakaian, dan memberi makan. Pelayanan ini, jika dilakukan tanpa lapang dada, dapat melelahkan dan menbosankan karena prses tidak hanya berhenti pada satu atau dua hari atau pada fase-fase tertentu melainkan lebih dari itu, yakni ketika sudah siap mendampingi pun juga siap menuntaskan pendampingan dalam artian mendampingi hingga akhir.Dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
demikian kiranya hati juga dilibatkan sehingga sukacita memenuhi setiap usaha pelayanan yang dilakukan. Secara relatif dapat dikatakan mudah untuk membantu seseorang selama beberapa hati, tetapi kiranya sulit untuk memperhatikan seseorang pribadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, khususnya dalam beberapa kasus ketika dia tidak lagi mampu mengungkapkan rasa terima kasih. Akan tetapi, Paus Fransiskus menggunakan perikop Injil Matius dan Lukas sebagai peneguhannya, “datang tidak untuk dilayani tetapi untuk melayani, dan menyerahkan hidup-Nya demi kebaikan banyak orang” (Mat 20:28), karena Yesus sendiri berkata: “Aku ada di antara kamu sebagai seorang yang melayani” (Luk 22:27). Sebagai perwujudan dari ungkapan “menjadi mata bagi yang buta dan kaki bagi yang lumpuh” untuk diterapkan dalam pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi, ada sejumlah metode pendampingan yang dapat diterapkan bagi pasien kanker pasca kemoterapi, di antaranya adalah pendampingan pastoral klinis dan meditasi.
1) Pendampingan Pastoral Klinis (Clinical Pastoral Education) Sepanjang sejarah, orang jaman sekarang telah berpaling ke agama untuk memahami kelahiran, kematian, dan pelbagai pengalaman manusia yang mencakup kondisi sakit. Para pemuka agama dan dokumen-dokumen yang ada berusaha untuk memberikan makna dan rasa untuk hal tersebut menjadi perhatian penting, dan sering memberikan kontribusi dengan cara di luar batas ilmu pengetahuan dan obat-obatan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Berdasarkan argumen pada paragraf tersebut di atas, muncullah sebuah pendekatan berbasis pastoral klinis. Berdasarkan definisi menurut Association for Supervised Pastoral Education in Australia sebagaimana dikutib oleh Ana Suprihatin (1999: 47), pendampingan pastoral klinis (Clinical Pastoral Education) merupakan sebuah program pendidikan dan formasi untuk pelayanan pastoral. Metodologi yang digunakan dalam program adalah penggunaan model refleksi tindakan pembelajaran. Komponennya berupa aksi yang memerlukan penyediaan sebenarnya pelayanan pastoral dalam pengaturan pelayanan. Perawatan ini mengakui dan hadir untuk kondisi manusia, khususnya dimensi religius dan spiritual kehidupan. Komponen refleksi memerlukan eksplorasi pengalaman pelayanan, dinamika saat ini, dan dimensi teologis dan spiritual. Proses refleksi tindakan ini merupakan bagian integral dari peserta, pemahaman dan pembentukan identitas pastoral dan kompetensi. Pendampingan ini bersifat klinis, artinya pendampingan ini langsung melibatkan diri dalam kehidupan orang-orang yang dilayani. Dengan demikian di dalam pendekatan ini, seseorang dapat belajar mengenai pastoral pertama-tama dari living human documents dan bukan dari buku-buku ataupun dari teori-teori yang sudah ada. Beberapa tokoh yang merupakan perintis model ini adalah William S. Keller, Anton Boisen, dan Richard C. Cabot (Suprihatin, 1999: 47). Dalam dinamika pendampingan orang sakit dengan menggunakan pendekatan berbasis pastoral klinis, terdapat dua situasi nyata yang dialami oleh pasien, di antaranya adalah situasi lahiriah dan situasi batiniah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
Mengunjungi dan melayani orang sakit yang dirawat di rumah biasanya akan lebih banyak keuntungannya daripada mengunjungi dan melayani orang sakit di rumah sakit, karena pelayan pastoral bertemu dan dapat mengadakan kontak dengan anggota-anggota lain dari keluarga orang yang sakit itu (Abineno.2003: 1). Akan tetapi, mengunjungi dan melayani orang sakit yang dirawat di rumah juga memiliki kesulitan tersendiri, karena kehadiran seorang pelayan pastoral bisa disalahtafsirkan dan disalahgunakan oleh keluarga (Abineno, 2003: 2). Kunjungan dan pelayanan yang dilakukan di rumah sakit juga memiliki kesulitannya tersendiri, bukan karena adanya peraturan dari rumah sakit, tetapi karena situasi di rumah sakit itu sendiri yang memiliki temponya tersendiri, sehingga pelayan pastoral tidak boleh mengganggu ritme tersebut. Sedang yang dimaksud dengan situasi batiniah adalah situasi orang yang sedang sakit. Orang yang sedang sakit adalah orang yang merasa dirinya dibuat menjadi pasif, sehingga memiliki harapan untuk sembuh, dan orang sakit ini memiliki kelemahan fisik yang menyebabkan orang ini senantiasa memerlukan pertolongan dari orang lain dan juga memiliki ketidakstabilan psikis (Abineno, 1999: 4). Orang yang sedang sakit ini bisa saja diibaratkan bahwa orang tersebut sedang mengalami kedukaan, meskipun kedukaan yang dirasakan tidak seperti orang yang mengalami kedukaan saat ditinggal oleh orang yang dikasihinya, karena kedukaan itu seringkali diartikan sebagai penderitaan, dan kata kedukaan ini dapat dikaitkan deengan sesuatu yang kita atau seseorang alami sebagai suatu kerugian (Abineno, 1999: 1).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
Dengan demikian, fungsi dari pendampingan pastoral dengan pendekatan pastoral klinis berfungsi sebagai proses menyembuhkan (healing), menopang (sustaining),
membimbing
(guiding),
mendamaikan
(reconciling),
dan
memelihara (nurturing) (Hall & Lindzey, 1993: 5).
2) Meditasi Semadi atau meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Makna harafiah meditasi adalah kegiatan membolak-balik dalam pikiran, memikirkan, merenungkan (Hardjana, 1998: 5). Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan mental terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkahlangkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku. Dengan kata lain, meditasi melepaskan seseorang dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu. Seseorang dapat memahami bahwa hidup merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secara intuitif mulai dilepaskan. Dalam keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga pingsan, dan tetap sadar (Krishna, 2001: 15).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
Guru terbaik untuk meditasi adalah pengalaman. Tidak ada guru, seminar, atau buku-buku meditasi yang dapat mengajarkan secara pasti bagaimana seharusnya kita melakukan hidup bermeditasi. Semadi atau meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama dengan melamun sehingga meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya. Meditasi justru merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang melakukan meditasi tahu dan paham akan apa yang sedang dia lakukan. Manfaat meditasi yang dapat dirasakan secara langsung oleh tubuh. Salah satu manfaat tersebut adalah kesembuhan ketika tubuh sedang sakit. Dari sudut pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Ketika seseorang mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah akan meningkat, pernapasan menjadi cepat dan pendek, dan kelenjar adrenalin memompa hormon-hormon stres. Akan tetapi, ketika meditasi sedang berlangsung, detak jantung melambat, tekanan darah menjadi normal, pernapasan menjadi tenang, dan tingkat hormon stres
menurun.
Selama
meditasi,
lama-kelamaan
orang
tersebut
dapat
mendengarkan denyutan jantung, bahkan lebih lanjut lagi orang tersebut dapat mengkoordinasikan irama denyut jantung dengan irama keluar masuknya napas. Secara ilmiah, manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan orang selama ini adalah organ-organ tubuh dan sel tubuh akan mengalami keadaan baik dan bekerja lebih teratur, mampu mengatur dan mengendalikan orang lain serta memaafkannya, mampu mengerti orang lain dan memaafkannya, selalu bertekun dalam hidup yang baik, sebagai pembawa berkat bagi sesama, dan mampu menerima suka dan duka, kesulitan, dan kebaikan hidup dengan baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
g. Kriteria Pendamping Pastoral Dewasa ini semakin marak orang merasa terpanggil untuk terlibat di dalam sejumlah aksi sosial baik yang dilaksanakan oleh gereja ataupun kelompokkelompok kategorial. Salah satu contohnya secara khusus dalam bidang kesehatan adalah adanya kunjungan kepada salah satu anggota wilayah, lingkungan, kring atau anggota komunitas yang sedang sakit, baik itu yang dirawat di rumah ataupun dirawat di Rumah Sakit. Kunjungan ini diharapkan mampu memberikan dukungan kepada pasien untuk memiliki daya juang untuk pulih dari sakit yang sedang dialami. Bentuk pelayanan ini didukung oleh pihak Gereja melalui dekrit Konsili Vatikan yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI mengenai kerasulan kaum awam, yakni Apostolicam Actuositatem. Melalui dokumen ini, Paus menghimbau kepada segenap kaum awam untuk turut terlibat juga dalam irama pewartaan Kerajaan Allah secara nyata di dalam pelbagai pelayanan yang sudah dilakukan oleh Gereja. Hal ini mengingat terbatasnya jumlah pelayan pastoral tertahbis, yakni imam dan semakin bertambahnya jumlah umat. Di dalam salah satu artikelnya diungkapkan bahwa Gereja diciptakan untuk menyebarluaskan Kabar Sukacita, Kerajaan Allah di segala penjuru dunia demi kemuliaan Allah, dan dalam perwujudannya Gereja mengikutsertakan semua orang untuk terlibat di dalam upaya penebusan yang membawa kepada keselamatan. Dengan demikian, melalui kaum awam yang ikut serta ini seluruh dunia dapat diarahkan menuju kepada Allah. Segala kegiatan yang mengarah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
kepada tujuan ini disebut sebagai karya kerasulan, dan karya ini dilaksanakan oleh Gereja melalui semua anggotanya dengan pelbagai cara. Dalam dinamika pendampingan yang seringkali dijumpai masih terbatas pada bentuk ritus semata, seperti doa, pemberian sakramen pengurapan orang sakit, atau yang lainnya, sedangkan bentuk pendampingan yang mengena di hati, terlibat secara pribadi, adanya partisipasi berupa sharing dirasa masih jauh dari kenyataan yang demikian. Proses pendampingan ini sebenarnya mangajak orang untuk masuk ke dalam lingkungan yang tidak dikuasai, sehingga timbulah perasaan canggung bahkan sering kali kehabisan topik pembicaraan yang menghibur, sehingga yang dapat dilakukan hanyalah memberi bantuan seperti menyuapi makanan, membereskan tempat tidur, mendoakan, dan lain sebagainya. Dengan demikian dirasa perlu untuk memiliki kemampuan mengolah penderitaan dalam terang iman secara mendalam, membangun relasi dengan Tuhan meski kerap ditimpa musibah. Hal ini perlu dimiliki oleh pendamping atau petugas pastoral sebelum memberikan pendampingan kepada pasien.
1) Memahami Pengalaman Menderita Dalam aneka ragam pengalaman yang dialami oleh manusia, muncul juga aneka macam konsep penderitaan yang didasarkan pada pengalaman personal. Konsep penderitaan itu sendiri cukup lengkap dibahas di dalam bab II mulai dari penderitaan dalam kacamata Kitab Suci ataupun Ajaran Gereja. Namun, pada kesempatan ini akan diulang kembali secara ringkas gambaran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
penderitaan yang nantinya perlu juga dipahami oleh petugas pastoral yang akan mendampingi. Di dalam proses pendampingan, seorang petugas dikatakan omong kosong apabila selama berjalannya proses pendampingan, pendamping belum memahami secara personal pengalaman penderitaan yang ada di dalam dinamika hidup pribadinya dan dipahami berdasar iman Kristiani. Hal ini dirasa perlu mengingat subyek yang didampingi juga mengalami hal pengalaman yang sama, yakni pengalaman menderita meski dengan bentuk yang berbeda. Dengan demikian, pengalaman pendamping dalam mengolah penderitaan yang dialami dalam terang iman dapat didialogkan kepada orang lain yang menderita sebagai bahan pembicaraan dengan yang didampingi. Pengalaman menderita ini menjadi pengantar atau pintu gerbang sebelum pendamping membantu memberikan pendampingan kepada pasien kanker atau seseorang yang sedang menderita. Hal ini akan menjadi poin penting antara pendamping dengan yang didampingi, karena pendamping memiliki pengalaman yang sama meki berbeda kualitas dengan yang didampingi. Namun setidaknya pengalaman ini membuka jalan untuk masuk ke kedalaman proses yang didampingi. Menyadari bahwa tidak semua orang dapat terbuka pada orang baru, belum lagi pengaruh gender yang kuat. Seperti, tidak semua orang laki-laki dapat terbuka pada orang baru, apalagi keterbukaan ini sifatnya personal dan sensitif. Kaum laki-laki cenderung menutup rapat-rapat pengalaman yang dimiliki. Hal ini akan menjadi semakin sulit, jika pasien dalam hal ini yang didampingi tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
terbiasa terbuka dengan orang lain, pendamping yang bertugas juga memiliki jenis kelamin yang sama dengan yang didampingi yakni laki-laki. Ini merupakan kepribadian yang dimiliki oleh kaum laki-laki, di mana kaum laki-laki lebih memberikan porsi yang besar kepada kemampuan nalar dari pada hati. Hal yang serupa juga akan dialami oleh kaum perempuan seandainya yang bertugas mendampingi memiliki jenis kelamin yang sama juga. Akan tetapi, segala penghalang seperti tersebut di atas akan berkurang dengan adanya pengalaman yang sama. Sehingga penghalang yang dapat menghambat terjadinya keterbukaan dapat di atas dengan pengalaman yang sama ini, meski berbeda secara kualitas.
2) Memahami Psikologi Perkembangan Manusia Mempelajari dinamika hidup manusia tidak pernah lepas dari segala bidang kajian psikologi, pun itu termasuk mempelajari spiritualitas atau kondisi iman seseorang. Ilmu psikologi menjadi pijakan pertama dalam mengkaji manusia. Lantas muncullah sejumlah ilmu yang memiliki relasi dengan bidang ilmu psikologi ini, seperti antropologi, religi, dan lain-lain. Di dalam pembahasan beberapa kali disinggung hubungan antara iman dengan kondisi psikologi seseorang, secara khusus pasien penderita kanker pasca kemoterapi. Di dalam pembahasan kali ini, akan disertakan pula alasan memahami psikologi perkembangan manusia diperlukan dalam merumuskan gagasan dan sikap yang diperlukan sebagai pendamping atau petugas pastoral. Berbicara mengenai alasan pemahaman psikologi perkembangan manusia ini diperlukan, baik jika sedikit menyinggung pembahasan mengenai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling. Sebuah gagasan yang dirumuskan oleh Boisen ini membawa warna pada hubungan antara iman dengan psikis manusia. Gagasan Boisen mengenai pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling ini didasarkan pada konsep bahwa bentuk-bentuk tertentu dari permasalahan mental erat kaitannya dengan pengalaman religious seseorang (Abineno, 1993: 29). Gagasan ini menyatakan bahwa kebanyakan gangguan psikis ataupun fisik seseorang acapkali diakibatkan oleh permasalahan seseorang dengan lingkungan sosial dan permasalahan personal yang belum terselesaikan (unfinish bussiness). Gangguan dalam diri seseorang ini erat kaitannya dengan tidak terpenuhinya piramida kebutuhan manusia yang digagas oleh Abraham Maslow. Kebutuhan-kebutuhan tersebut mencakup, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan adanya penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri (Hall & Lindzey, 1987: 71). Terdapat sejumlah alasan lain yang dapat menyebabkan terjadinya mental disorder (kekalutan mental) pada diri seseorang selain pemenuhan piramida kebutuhan tersebut di atas, yakni terbenturnya diri seseorang pada standar dan norma sosial yang berlaku; adanya konflik kebudayaan entah itu konflik antara individu dengan masyarakat, antara individu dengan nilai dan tingkah laku di antara dua kelompok sosial atau lebih, dan konflik batin; perubahan transisi kepemimpinan; meningkatnya tingkat aspirasi terhadap kemewahan materiil (Kartini Kartono, 1983: 21-24). Alasan-alasan tersebut di atas begitu mempengaruhi seseorang secara khusus atas pemenuhan kebutuhan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
pribadinya yang lekat dengan priamida kebutuhan yang dirumuskan oleh Abraham Maslow. Kondisi penyebaran kanker ini terbuka pada segala usia, seperti sudah dijabarkan dengan begitu jelas di dalam pembahasan mengenai konsep kanker itu sendiri. Kanker atau puru ayal dipahami sebagai jenis penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh secara tidak terkendali (pembelahan sel yang melebihi batas normal), menyerang jaringan biologis di dekatnya, dan bermigrasi ke jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi darah atau sistem limfatik yang disebut metastasis. Munculnya penyakit kanker ini dapat disebabkan oleh pelbagai faktor, seperti genitas, faktor stresor psikososial, dan lain sebagainya. Sel kanker ini akan menjadi buas dan dapat mematikan, jika pertumbuhannya tidak normal. Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa sel kanker dapat ditemukan di dalam tubuh setiap manusia di manapun jenjangnya, termasuk usia. Kepentingan dari memahami psikologi perkembangan manusia dalam hal ini untuk pendampingan yang akan dilakukan oleh petugas pastoral adalah dasar atau landasan sebelum pendamping atau petugas pastoral memberikan pendampingan atau treatment kepada pasien. Pendampingan atau treatment ini juga diselaraskan dengan kondisi dan klasivikasi jenjang usia pasien, karena kondisi psikologi dalam diri manusia ini memiliki ciri yang berbeda di setiap jenjang usia. Ini merupakan kepentingan utama yang harus dimiliki oleh pendamping sebelum mendampingi pasien kanker pasca kemoterapi. Hal ini menjadi utama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
karena, tidak mungkin perlakuan yang diberikan oleh pendamping kepada pasien dengan jenjang usia remaja diterapkan juga sebagai bentuk pendampingan pada pasien usia anak-anak. Ciri-ciri psikologi setiap jenjang usia inilah yang menjadi acuan dalam memberikan pendampingan. Yang menjadikan pasien kanker pasca kemoterapi ini sama di setiap jenjang usia adalah keterbatasan yang dimiliki. Akan tetapi ciri-ciri kondisi psikis tetap sama dengan ciri kondisi psikis yang diterapkan oleh Elizabet B. Hurlock dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
3) Memahami Sikap Gereja Hidup manusia adalah dasar dari segala nilai yang dimiliki oleh manusia. Hidup sekaligus juga sebagai prasyarat bagi segala macam kegiatan manusia dan prasyarat hidup sosial bermasyarakat. Dengan demikian, setiap orang wajib menjalankan hidupnya seturut dengan Kehendak Allah (Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2010: 7). Kaitannya dengan konsep hidup, Gereja pada dasarnya menghendaki supaya hidup yang sudah dipercayakan sebagai nilai oleh Allah kepada manusia hendaknya dapat berbuah dan diharapkan pula pada adanya ketercapaian hidup abadi (Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2010: 7). Akan tetapi, di sisi lain dalam hidup manusia terdapat adanya suatu misteri tentang kematian. Namun, misteri ini seakan tertutupi oleh adanya kemajuan dalam bidang medis dan dalam budaya modern masyarakat (EV, art. 64). Kematian seolah-olah tampak layaknya sesuatu yang tidak masuk akal karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
secara tiba-tiba memutus kehidupan manusia yang tentunya masih kaya akan masa depan dan pengalaman menarik. Kaitannya dengan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi ini adalah ketika kondisi pasien dikatakan sebagai kondisi terminal illness dengan artian kemampuan bertahan hidup begitu kecil, Gereja tetap menghimbau untuk tetap menjunjung tinggi martabat manusia. Penyakit kanker ini dapat merenggut sejumlah aspek hidup dan eksistensi manusia, sehingga akan berdampak pada keterbatasan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi keterbatasan dan berada di batas daya manusia, kebanyakan orang sekitar baik itu keluarga ataupun kerabat yang belum siap menghadapi situasi ini merasa tidak mampu dan kasihan terhadap pasien serta keterbatasan ekonomi. Situasi yang demikian ini dapat memicu terjadinya pengambilan keputusan yang terlalu cepat, seperti pemilihan tindakan euthanasia atau dibiarkan begitu saja sampai ajal menjemput. Berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh kongergasi suci tentang eutanasia, eutanasia didefinisikan sebagai kematian tanpa penderitaan, tanpa rasa sakit yang berlebihan (Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2010: 8) dalam artian yang lain membunuh karena rasa kasihan. Hal inilah yang secara keras ditolak oleh Gereja. Hal ini semakin diperjelas dengan gagasan yang dirumuskan tatkala sidang biasa kongergasi pada 5 Mei 1980 yang disetujui oleh Paus Yohanes Paulus II (Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2010:8) yang menyatakan bahwa, Tak suatupun dan tak seorangpun dapat memberi hak mematikan manusia yang tak bersalah, entah menyangkut fetus atau embrio, anak atau orang dewasa, orang lanjut usia, orang sakit yang tak tersembuhkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
atau orang yang sedang akan meninggal. Tak seorang pun boleh minta tindakan mematikan ini bagi diri sendiri atau bagi orang lain, yang merupakan tanggungannya, bahkan orang tak boleh menyetujui tindakan itu, baik secara eksplisit atau pun implisit. Karena hal ini berarti melanggar hukum Ilahi, melecehkan martabat pibadi manusia, kejahatan melawan kehidupan, serangan terhadap umat manusia.” Inilah yang perlu diperhatikan dari sikap Gereja terhadap kondisional pasien kanker pasca kemoterapi yang masuk dalam kerangka penyakit terminal illness.
4) Memahami Peranan Pendampingan Dalam pelbagai pembahasan di dalam skripsi ini sering ditemukan ungkapan bahwa kanker merupakan salah satu dari sekian jenis penyakit yang termasuk dalam klasifikasi terminal illness. Konsep ini menyatakan bahwa dinamika hidup seseorang yang menderita penyakit ini mulai diliputi dengan alur keterbatasan. Kondisi yang demikian ini tentunya akan mempengaruhi segala aspek hidup manusia, di antaranya adalah eksistensi, aktivitas fisik, psikis, dan lain sebagainya. Keadaan atau siatuasi yang semacam inilah tidak mungkin hanya dipercayakan kepada tim medis semata baik itu dokter atau perawat, melainkan juga diperlukan terjalinnya kerjasama antara tim medis dengan petugas pastoral. Kerjasama yang baik ini merupakan perwujudan dari pendekatan pastoral orang sakit yang berfokus pada mengikuti cara pelayanan Yesus dan menggunakan pendekatan holistik. Pendekatan holistik pada pasien ini memiliki sejumlah dimensi, di antaranya adalah dimensi psikologis (strategi kooping). Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Mekanisme koping dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor dan orang menyadari dampak dari stressor tersebut. Lalu, peranan pendampingan yang hendak dibicarakan di sini adalah pendamping dapat menjadi pelancar terjadinya perjumpaan iman yang didampingi dengan Tuhan. Pendampingan dalam hal ini lebih mengarah kepada suatu bentuk usaha
merawat,
memperhatikan,
mendampingi,
menyembuhkan,
bahkan
mendengarkan orang sakit dari pelbagai segi guna terwujudnya iman pasien kepada Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV USULAN PROGRAM PASTORAL ORANG SAKIT YANG RELEVAN BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI
A. Latar Belakang Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Hidup manusia diwarnai dengan pelbagai dinamika yang dinamis. Salah satu dinamika yang tidak dapat dihindarkan dalam dinamika hidup manusia adalah situasi atau kondisi sakit. Situasi atau kondisi yang tentunya setiap orang pernah mengalaminya. Sakit merupakan satu dari sekian banyak dinamika hidup manusia yang dapat membuat ruang gerak seseorang menjadi terbatas dan mempengaruhi pelbagai aspek hidup seseorang. Pola pendampingan terhadap orang sakit ini begitu beragam, mulai dari pendampingan medis hingga pendampingan spiritual. Dinamika pendampingan orang sakit pun juga beragam, tetapi yang pasti adalah perlu adanya koordinasi yang baik antara pihak medis, keluarga, pasien, dan pendamping rohani. Hal ini mengingat bahwa sakit fisik erat kaitannya dengan kondisi psikis dan spiritual. Dewasa ini, koordinasi yang terjalin antara tim medis, pasien, keluarga dan pendamping rohani semakin terlaksana dengan baik. Akan tetapi, ada beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam proses pelaksanaan pendampingan orang sakit, yakni kompetensi yang dimiliki oleh sejumlah pihak secara khusus pendamping rohani dirasa masih kurang memadai. Dari pelbagai sumber yang sudah ditemukan oleh penulis dan diungkapkan pada pembahasan sebelumnya dalam tulisan ini bahwa kebanyakan pendamping rohani atau petugas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113
pastoral lebih-lebih mendampingi hanya sebatas hal-hal yang sifatnya ritus semata, seperti doa, pelayanan sakramen orang sakit, dan lain sebagainya. Sedangkan yang menjadi ujung tombak dari pendampingan ini, yakni pendampingan yang mengena ke hati belum tersentuh. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya sukarelawan yang tergerak hatinya untuk membantu, namun masih minim pengetahuan dan pengalaman. Sebagai akibat dari minimnya pengetahuan dan pengalaman, timbulah kendala yakni bentuk pendampingan, pola pendekatan pasien, dan materi pendampingan yang diberikan pun hanya berkutat pada hal-hal yang sifatnya lebih mengarah pada ritual belaka. Maka dari itu, dalam pembahasan kali ini akan diutarakan usulan program pendampingan pasien kanker pasca kemoterapi yang sudah disesuaikan dengan sejumlah aspek, salah satunya adalah kondisi psikis dan religius pasien.
B. Konteks Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Dalam beberapa pandangan yang sudah dipaparkan dalam bab sebelumnya, sakit kerap dihubungkan sebagai akibat dari dosa dan kesalahan yang diperbuat oleh manusia. Merujuk pada Kitab Ayub dalam susunan Perjanjian Lama, sakit digambarkan sebagai sebuah pergualatan hidup atas keteguhan iman yang dimiliki oleh seseorang. Ayub yang diketahui sebagai orang yang saleh mendapatkan penderitaan yang begitu hebat. Situasi penderitaan yang dialami oleh Ayub ini dirumuskan oleh Gereja dengan situasi menderita melalui dokumen Salfivici Doloris. Dengan demikian situasi yang demikian ini digambarkan oleh Gereja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114
dengan pegalaman menderita. Pengalaman menderita ini menurut dokumen Salfivici Doloris digambarkan dengan suatu panggilan khusus kepada keutamaan yang harus dilaksanakan sendiri oleh manusia sesuai dengan kewajibannya (SD, art. 23). Keutamaan ini lebih mengarah kepada hal-hal yang erat kaitannya dengan ketekunan dalam melaksanakan apa saja yang secara personal membuatnya bingung dan merasa rugi. Penderitaan yang dialami bukanlah sebuah hukuman yang datang sebagai akibat dari dosa manusia atau ujian yang diberikan oleh Tuhan kepada umat-Nya, melainkan suatu kesempatan untuk membersihkan segala dosa-dosa ataupun kesalahan yang sudah secara sadar ataupun tidak dilakukan. Dalam pembahasan ini, salah satu jenis penyakit fisik yang diolah adalah sakit kanker. Menurut ulasan yang diungkapkan romo Kieser, bahwa penyakit ini merupakan salah satu jenis penyakit terminal illness. Hal serupa juga digagas oleh Yuswanto, bahwa penyakit ini merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskuler. Kanker didefinisikan dengan begitu jelas oleh Dr. Iskandar Junaedi (2007: 1) sebagai suatu pertumbuhan abnormal sel-sel yang cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan atau menyebar ke tempat-tempat jauh. Kanker menjadi suatu momok atau penyakit yang paling ditakuti oleh banyak orang. Tetapi kenyataan yang sering terjadi adalah banyak orang yang pola hidupnya mengarah pada penyakit jenis ini. Kondisi yang demikian sering menyebabkan kebanyakan orang yang mendengarkan diagnosa yang diberikan dokter tidak terima dan mengatakan bahwa diagnosa yang disampaikan salah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115
Bentuk tidak terima ini oleh Elisabet Kulber digolongkan ke dalam fase tahap pertama orang yang sedang sakit. Fase ini dibenarkan oleh P. Go dalam pembahasan sebelumnya, bahwa ketika sakit kanker yang diderita oleh seseorang tentunya akan berdampak pada terjadinya perubahan irama hidup seseorang dan kondisi yang demikian inilah yang sering ditolak oleh kebanyakan orang. Apabila dibahasakan dalam istilah saat ini adalah, banyak orang tidak terima ketika berada pada area yang sudah membuat dirinya merasa nyaman (comfort zone). Fase emosional berikutnya adalah fase marah-marah bahkan sampai mengamuk. Pada fase ini, pasien sudah tidak lagi menyangkal kenyataan yang sedang dialami, namun cenderung merasakan ketidakadilan terjadi di dalam hidupnya dan berusaha mencari-cari sasaran guna melampiaskan emosi tersebut (katarsis). Fase berikutnya adalah fase tawar menawar, kemudian fase depresi, dan terakhir adalah fase penerimaan. Penggolongan ini tentunya tidak serta merta berjalan dengan sistematis, semua dapat berubah-ubah berdasarkan dengan kondisi psikis dan konsep mental seseorang. Ada orang yang pertama kali ia mendengar diagnosa dari pihak medis bahwa ia menderita kanker, orang tersebut dapat menerima dengan lapang dada, namun ada juga yang sebaliknya bahkan jumlahnya banyak. Melihat kondisi yang demikian ini, tidak mudah untuk merumuskan suatu model pendampingan yang hanya berlagsung dalam waktu yang singkat. Perlu diingat bahwa yang dilayani di sini adalah manusia yang memiliki dinamika hidup yang begitu dinamis dan tidak dapat diduga.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
C. Tujuan Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Tujuan dari pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi sudah sedikit disinggung pada bagian sebelumnya bahwa, yang menjadi sasaran dari pendampingan ini adalah manusia yang sedang mengalami sakit yang tergolong parah. Dengan demikian, pendampingan yang disusun tidak serta merta dapat berlangsung dalam waktu yang singkat. Hal ini disinambungkan dengan fase-fase emosional seperti yang dijelaskan oleh Elisabet Kulber pada bab sebelumnya. Tujuan pertama dari program ini adalah bagaimana pendampingan dapat mengena sampai pada bagian sense seseorang atau perasaan atau hati. Dalam bab III dituliskan bahwa pendampingan pastoral merupakan suatu usaha Gereja dalam upaya pemeliharaan jiwa atau dalam bahasa Latin disebut dengan istilah cura animarum. Penjelasan lebih lanjut mengenai pemeliharaan jiwa ini, oleh Dr. J. L. Ch. Abineno pada bahasan yang sama dikatakan bahwa tujuan dari pelayanan pastoral yakni semakin memanusiakan manusia melalui Kabar Gembira yang menyatakan bahwa di dalam pribadi Yesus Kristus, Allah telah menjadi Bapa kita. Tujuan berikutnya yang hendak dicapai dalam program ini adalah bagaimana petugas pastoral dapat membantu orang dengan tujuan orang yang dibantu dapat menolong dirinya sendiri melalui proses perolehan pengertian tentang konflik batinnya. Tujuan ini dilandasi konsep bahwa manusia merupakan makhluk dinamis dengan pelbagai dinamika hidup yang dilaluinya. Dalam proses menjalani dinamika hidup, setiap orang memiliki kemampuan untuk memilih akan merespon pengalaman tersebut seperti apa. Hal ini dilatarbelakangi juga dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
adanya pengaruh dari keluarga dan lingkungan sekitar. Melalui tujuan ini, pasien hendak diajak untuk dapat menolong dirinya keluar dari belenggu perasaan yang mengikat yang dapat mengakibatkan penyakit yang sedang dialaminya. Tujuan program pendampingan yang terakhir adalah terjadinya proses perjumpaan iman dan proses perwujudan iman sebagai bentuk pertanggung jawaban dengan Tuhan secara personal. Ini merupakan tujuan akhir dari program pendampingan pasien kanker pasca kemoterapi. Tujuannya lebih mengarah pada bagaimana pasien dapat secara personal mengalami perjumpaan iman dengan Tuhan dan dapat mewujudkan imannya di tengah kuantitas waktu yang sudah didiagnosa tim medis berdasarkan kondisi pasien. Tuhan merupakan puncak segala sesuatu, tujuan akhir hidup manusia, dan tempat di mana setiap manusia senantiasa mengarahkan hidupnya. Sehingga inilah alasan dari tujuan ini diadakan.
D. Strategi Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Sudah disampaikan sebelumnya tentang latar belakang penyusunan program, gagasan tentang apa itu sakit, pandangan sakit menurut Kitab Suci dan beberapa ensiklik Gereja, situasi dan kondisi pasien kanker, serta tujuan disusunnya program pastoral ini dirumuskan. Kini sampailah pada strategi yang digunakan dalam rumusan program pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi. Dalam merumuskan strategi, sangat perlu memperhatikan komponenkomponen yang sudah disampaikan sebelumnya pada bagian ini. Pengalaman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
sakit yang dialami oleh pasien penderita kanker ini bukan sekedar pengalaman sakit biasa. Kanker merupakan sebuah penyakit yang dapat mempengaruhi segala aspek hidup manusia yang menderitanya. Maka tidak salah jika, dampak yang ditimbulkan karena penyakit ini begitu beragam, mulai dari dampak psikologi, sosial, ekonomi, bahkan sampai pada iman. Pada bagian ini akan lebih menyoroti bagian gagasan dalam pendampingam kanker pasca kemoterapi secara khusus bagian iman pasien. Di dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Christina BT. Yubong, S.Pd. sebagai bentuk tugas akhir guna meraih gelar S1 yang berjudul Katekese Orang Dewasa dan Penderitaan (1995:62) dituliskan demikian: Untuk sampai pada iman yang dewasa perlu ada pendidikan iman yang terus menerus. Salah satu usaha pelayanan pendidikan iman adalah katekese. Dalam katekese, orang dewasa dibantu untuk menyadari Allah dalam segala peristiwa hidup sehari-hari. Kemudian mengkomunikasikan pengalaman di dalam penderitaan tersebut yang sudah diolah dalam terang iman. Melalui
gagasannya
ini,
Christina
hendak
mengatakan
bahwa
perkembangan iman seseorang entah itu dalam kondisi sehat ataupun sakit kiranya senantiasa berada di dalam proses pendampingan. Pendampingan yang lekat dengan kondisi yang demikian adalah katekese atau yang lebih dikenal dengan istilah sharing pengalaman iman. Menurut gagasan B. Kieser, S.J. pendampingan iman yang diharapkan terjadi di sini adalah segala macam bentuk pelayanan yang dapat membantu seseeorang, terutama yang sedang sakit untuk mewujudkan dan mengungkapkan imannya. Pendampingan iman di sini tidak harus dilaksanakan dengan bentuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
pemenuhan kebutuhan religius yang bersifat ritus semata, seperti pemberian sakramen orang sakit, dan upacara suci lainnya, melainkan lebih kepada bantuan iman yang terwujud dalam bantuan praktis bagi permasalahan yang nyata, yakni kolaborasi antara perawatan dalam segi medis dan juga pendampingan iman yang sifatnya berkelanjutan. Maksud dari pendampingan ini adalah mendampingi pasien untuk berjumpa dengan Allah dalam situasi yang terbatas dan membagikan pengalaman tersebut kepada teman sebaya yang mengalami kondisi yang sama. Pendampingan ini diartikan juga sebagai perwujudan dari sikap ikut percaya baik dari pasien, pendamping, ataupun keluarga karena ikut merasakan pengalaman yang dialami pasien meski dalam bentuk yang berbeda dan terlebih sama-sama mengalami batas daya kemampuan manusia. Dengan demikian, pendampingan ini akan diarahkan supaya pasien ataupun keluarga untuk saling mengkomunikasikan, tukar pengalaman, dan menghayati imannya di tengah keterbatasan yang dialami. Gagasan ini lebih bersifat pendampingan iman dalam betuk katekese yang disesuaikan dengan tingkat usia dan lebih difokuskan dalam kaca mata iman Kristiani. Proses ini sendiri dapat membantu pasien untuk berproses dengan pribadinya sendiri dan segala hal terkait dengan pangalaman iman individu yang akan dibantu dengan dialog personal dengan pendamping, baru kemudian akan dibagikan kepada sesama penderita yang tentunya memiliki kondisi dan persoalan yang sama sebagai wujud katekese itu sendiri. Pendampingan iman di sini mencakup pendampingan iman anak, pendampingan iman remaja, dan pendampingan iman orang dewasa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
E. Bahan Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Di dalam pembahasan sebelumnya, telah dipaparkan latar belakang penyusunan program, gagasan tentang apa itu sakit, pandangan sakit menurut Kitab Suci dan beberapa ensiklik Gereja, situasi dan kondisi pasien kanker, tujuan disusunnya program pendampingan pastoral ini dirumuskan, serta strategi yang dapat diterapkan dalam program pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi. Pada bagian ini, akan dibahas mengenai bahan yang disampaikan kepada pasien kanker pasca kemoterapi berupa konsep dan sikap yang perlu dibangun dan ditumbuhkan dalam diri pasien. Konsep dan sikap yang perlu dibangun serta ditumbuhkan ke dalam diri pasien, yakni pasien dapat menerima penderitaan atau kondisi yang dialami saat ini sebagai berkat, membangun konsep positif di dalam diri pasien tentang proses hidup dan Tuhan, dan nantinya sampai kepada ajakan untuk berjuang mempertahankan kehidupan yang selayaknya diperoleh pasien.
1. Menerima Penderitaan sebagai Suatu Berkat Dalam banyak perkara, manusia begitu sering mempertanyakan banyak hal, hal ini dipicu karena rasa ingin tahu yang besar yang dimiliki oleh manusia. Dalam hidup, manusia sering dipertemukan dengan kenyataan paradoks, yakni kesusahan dan kegagalan. Kedua hal paradoks ini silih berganti hadir dalam dinamika hidup manusia. Sehingga sering timbul pertanyaan yang demikian, apakah kiranya tidak lebih baik mempunyai dunia tanpa derita, tanpa kelumpuhan, tanpa air mata, tanpa kecacatan, tanpa penumpahan darah, tanpa penindasan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
tanpa ketidakadilan, tanpa kurasi roda, dan sebagainya (Yubong, 1995: 77). Pertanyaan ini tidak menyertakan alasan dan jawaban definitif kepada manusia. Namun, kenyataan yang sering terjadi adalah manusia dibawa semakin jauh dalam kesulitan dan kegagalan ini. Melihat kondisi yang semacam ini, secara tidak langsung manusia dibentuk untuk dapat menerima adanya penderitaan sebagai kenyataan yang inheren (Yubong, 1995: 77). Pada hakikatnya, penderitaan nampak begitu kejam, sehingga sulit untuk diterima oleh manusia, terlebih jika penderitaan yang menimpa terlihat kurang adil dan tidak dapat dipahami oleh kemampuan berkipir manusia. Dihadapkan dengan kenyataan yang seperti ini, kerap kali yang muncul sebagai bentuk reaksi atau respon dari manusia adalah menolaknya, bahkan sampai tercipta adanya pemberontakan jiwa. Pemberontakan dan atau penolakan ini akan dapat menyebabkan terjadinta frustasi dalam diri manusia karena pemberontakan yang dibentuk sebagai reaksi atas adanya penderitaan tersebut tidak berujung dan tidak terjawab, yang nantinya akan mengakibatkan kelelahan pada manusia itu sendiri. Dalam konteks orang beriman Kristiani, penderitaan kiranya ditanggapi dengan sikap menyadari dan menerima kenyataan yang tidak mengenakkan tersebut sebagai bagian dari kenyataan hidup manusia. Sebagai orang beriman Kristiani, sikap yang demikian ini merupakan buah dari sikap yang Yesus ajarkan tatkala Ia marus menerima kenyataan bahwa Ia akan diserahkan kepada pengadilan dan dihukum mati atas kesalahan manusia. Di dalam Injil Yohanes, Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa terdapat dukacita yang nantinya akan membuahkan sukacita. Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
bahwa, “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat pula dan kamu akan melihat Aku lagi” (Yoh 16:16). Menerima
ucapan
Yesus
yang
demikian,
para
murid
mulai
mempertanyakan maksud dari ungkapan Yesus ini. Lantas Yesus memberikan penjelasannya dengan perumpamaan, Aku berkata kepadamu; Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. (Yoh 16:20-21) Melalui Injil Yohanes, Yesus mengajarkan kepada segenap umat beriman untuk menemukan jawaban dari pergumulan hidup tentang penderitaan dalam terang iman. Yesus menghimbau untuk melihat penderitaan yang dialami sebagai jalan menuju kepada kemuliaan, kepada yang transenden, kepada Allah. Memahami penderitaan sebagai suatu berkat bukanlah hal yang mudah karena membutuhkan kemampuan berlapang dada yang besar dan menerima kenyataan yang pahit dengan penuh syukur. Tetapi sikap inilah yang Tuhan ajarkan kepada segenap umat beriman Kristiani. Manusia dalam hal ini umat beriman Kristiani harus berani melawan segala bentuk kegelisahan dan penderitaan, serta dapat menerimanya dengan sikap penuh percaya bahwa akhirnya akan ada kebahagiaan yang sudah disiapkan, berharap, juga pasrah kepada kehendak Allah, karena bukan kehendakku yang terjadi melainkan kehendak-Mu yang terjadi (Luk 22:42). Sikap yang demikian ini juga ditemukan dalam diri ibu Yesus, yakni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
Maria yang senantiasa menerima kehendak Tuhan dengan pernyataan Aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendak-Mu. Sikap yang menunjukkan penerimaan kehendak Allah dengan penuh percaya dan penuh harap seperti yang diajarkan melalui teladan Yesus dan Maria ini dapat memberikan ketentraman hidup pada manusia tatkala dihadapkan pada situasi penderitaan yang tak kunjung usai dan tidak dapat dijawab dengan penalaran manusia. Melalui teladan Yesus dan Maria dalam menanggapi kehendak Allah ini, pada akhirnya manusia dibawa kepada titik fokus utama yakni Tuhan sendiri sebagai pusat hidup manusia. Dengan demikian, manusia tidak lagi mempertanyakan banyak hal terkait yang dialami, karena di dalam Allah manusia telah menemukan sesuatu yang dapat menjawab pertanyaan dan gejolak hatinya, serta yang sulit untuk diterangkan dengan kata-kata.
2. Konsepsi yang Positif mengenai Proses Hidup dan Tuhan Dalam rangka mencoba memahami arti dari kehendak Allah, secara khusus kondisi di batas daya kemampuan manusia ini, manusia secara tidak langsung dituntut untuk memiliki pemahaman yang jernih mengenai hidup dan mengenai Allah sebagai Pencipta. Dalam menjalani dinamika hidup, tidak jarang manusia mempertanyakan segala sesuatu terlebih yang erat kaitannya dengan eksistensinya sebagai manusia. Pertanyaan-pertanyaan itu tentunya tidak lari dari arti hidup dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Pertanyaan mengenai eksistensi tersebut belum usai dijawab oleh manusia, namun manusia dihadapkan ke dalam dua kondisi paradoks. Di satu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
sisi manusia mendambakan hidup yang penuh dengan kesenangan, kebahagiaan, ketercukupan, dan lain sebagainya, namun di sisi lain manusia dihadapkan dengan kondisi yang serba terbatas. Di dalam gagasannya mengenai hidup dan penderitaan, Christina BT. Yubong (1995: 80) melihat hidup sebagai realitas yang harus dijalani dan bukan direnungi. Dinamika hidup manusia bukanlah dinamika yang sebagai suatu rentetan rutinitas melainkan lebih kepada dinamika yang dinamis. Manusia lahir dari ukurang kecil kemudian bertumbuh menjadi dewasa dan kemudian orang tua. Dari yang awalnya hanya bisa menangis saja hingga bisa mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata, perasaan, mimik muda, dan gerak tubuh. Dalam menjalani dinamika hidup, manusia juga belajar berpikir, memilah, menemukan, dan merumuskan konsep tentang seusatu. Sehingga hidup menjadi lahan bagi manusia untuk mengenal pribadinya, sesama dan Tuhan melalui dinamika hidup manusia itu sendiri. Seperti dijelaskan pada pembahasan sebelumnya kaitannya dengan kondisi batas daya kemampuan dan atau penderitaan, kerap kali yang muncul sebagai bentuk reaksi atau respon dari manusia adalah menolaknya, bahkan sampai tercipta suatu pemberontakan jiwa. Pemberontakan dan atau penolakan ini akan dapat menyebabkan terjadinya frustasi dalam diri manusia karena pemberontakan yang dibentuk sebagai reaksi atas adanya penderitaan tersebut tidak berujung dan tidak terjawab, yang nantinya cenderung mengakibatkan kelelahan pada manusia itu sendiri. Konsep penderitaan inilah yang kemudian diolah dalam terang iman Kristiani.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
Melalui teladan Yesus dan Maria yang juga dibahas dalam bagian sebelumnya dalam menanggapi situasi dan kondisi batas daya kemampuan, manusia dibawa kepada titik fokus utama yakni Tuhan sendiri sebagai pusat hidup manusia dan bukan lagi berfokus pada hal-hal duniawi yang terus-terusan dipertanyakan dengan kemampuan nalar. Dengan demikian, manusia tidak lagi mempertanyakan banyak hal terkait yang dialami, karena di dalam Allah manusia telah menemukan sesuatu yang dapat menjawab pertanyaan dan gejolak hatinya, serta yang sulit untuk diterangkan dengan kata-kata. Pemahaman akan konsep Allah pun juga akan berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lain. Adanya perbedaan ini dipengaruhi oleh pangalaman hidup masing-masing orang dan cara menanggapi pengalaman tersebut. Sebagai umat beriman Kristiani, untuk dapat mengenal Allah dan memahami-Nya secara lebih jernih, manusia harus masuk ke dalam pengalaman akan Allah. Hal ini disebabkan, Allah tidak dapat dilihat dan diterjemahkan secara hurufiah dan definitif melainkan dialami. Sehingga, manusia harus mengalami Allah dalam dinamika hidupnya dan merasakan bagaimana Allah turut bekerja dan campur tangan dalam hidup manusia itu sendiri. Apabila manusia sudah dapat mengenali Allah, pada akhirnya manusia tersebutdapat menangkap bahwa situasi dan kondisi yang sedang dialami, dalam hal ini situasi batas daya dan atau menderita bukanlah ukuran bahwa Allah tidak ada, Allah tidak mendengarkan rintihan umat-Nya, Allah itu jahat dan lain sebagainya, melainkan situasi ini merupakan bagian dari dnamika hidup manusia yang harus dilalui dan dijalani. Sikap yang demikian juga dapat ditemukan dalam diri Ayub yang sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126
dijelaskan pada bagian sebelumnya, teladan sikap Yesus yang rela wafat di kayu salib demi manusia, dan dapat ditemukan pula dalam diri Rasul Paulus. Rasul Paulus merupakan rasul Kristus yang sebelum mendapatkan penglihatan dari Allah, Ia berusaha untuk memusnahkan semua pengikut Yesus. Akan tetapi usai mendapatkan penglihatan hidup Paulus seolah berubah drastis, Ia mulai mengalami penderitaan yang tak kunjung henti, hidup susah, bahkan sampai dipenjara (2 Kor 11:24-28). Namun, usai Paulus mengalami Allah dalam hidupnya, Paulus melihat bahwa penderitaan yang dialaminya bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal, tetapi Ia telah turut serta dalam penderitaan yang Yesus alami (Kol 1:24).
F. Usulan Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Berdasarkan gagasan yang sudah diuliskan sebelumnya pada bab II dan III, serta latar belakang yang dirumuskan ke dalam bab I, maka penulis mengusulkan sebuah program dan contoh satuan persiapan sebagai sarana pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi. Program dan contoh satuan persiapan ini bukan merupakan sesuatu yang sifatnya baku, melainkan hanya rumusan usulan yang masih dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan keadaan riil pasien kanker pasca kemoterapi. Program ini pada dasarnya merupakan perwujudan dari pelayanan pastoral sebagai wujud dari persekutuan dan diakonia. Penulis melihat bahwa dewasa ini, yang dibutuhkan pasien dalam hal pendampingan bukan lagi melulu pada hal-hal yang sifatnya ritual belaka, melainkan bagaimana pasien dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
keluarga dapat diantar untuk mendengarkan sapaan Allah, mengarahkan hati pada Allah dalam mencapai tujuan hidup, membantu mewujudkan iman sebagai perjumpaan dengan Allah, serta dapat mengungkapkan imannya (Kieser, 1990: 8). Penekanan program ini lebih kepada pendampingan yang secara nyata “kena di hati”, terlibat secara pribadi, membagikan pengalaman iman demi kemajuan dan kembalinya harapan hidup pasien kanker pasca kemoterapi tersebut (Kieser, 1984: 41). Dengan demikian, penulis melihat bahwa katekese dapat menjadi sarana perwujudan hal ini. Menurut Amalorpavadas (1972: 5) katekese merupakan bentuk pelayanan sabda yang menjadi salah satu tugas kenabian Gereja dalam mewartakan misteri dan Karya Penyelamatan Allah kepada seluruh dunia dan mengajak setiap orang untuk menjawab panggilan Allah dan menyambut keselamatan yang ditawarkan itu. Sebagai suatu bentuk pelayanan sabda, katekese dapat
dimengerti
sebagai
suatu
usaha
saling
tolong
menolong
yang
berkesinambungan dari setiap orang untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi maupun hidup bersama menurut pola Kristus menuju kepada hidup Kristiani yang dewasa secara penuh (MAWI, 1977: 228). Sebagai suatu usulan program, katekese bagi pasien kanker pasca kemoterap ini juga disesuaikan berdasarkan golongan usia, sehingga munculla bentuk-bentuk di antaranya katekese dengan model Sunday school dan model Shared Christian Praxis (SCP). Pada intinya, melalui katekese dengan pelbagai model dan pendekatan ini, pasien dapat mengungkapkan pengalaman iman kepada sesama pasien dan pendamping, di mana pengalaman pasien yang menjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128
sumbernya, yang nantinya akan diolah bersama dengan Kitab Suci dan Ajaran Gereja. Melalui tukar pengalaman dan pengungkapan pengalaman inilah peserta dapat melibatkan segenap eksistensi pribadi dan bersama-sama menuju kematangan iman (Sumarno Ds., 2009: 5-6).
G. Petunjuk Pelaksanaan Program Dalam usulan program ini, ada 1 contoh konsep program pastoral orang sakit. Pada program ini, model yang digunakan yakni model katekese. Kegiatan yang ada di dalam model ini dapat disesuaikan ke dalam tingkat usia pasien yang akan di dampingi, misalnya model Sunday shool untuk usia anak-anak dan model Shared Christian Praxis (SCP) untuk usia remaja dan dewasa. Di dalam usulan program ini, akan dibuat dalam 4 kali pertemuan di dalam 1 bulan. Pertemuan akan dilaksanakan 2 minggu sekali dengan koordinasi dari Yayasan Kanker Indonesia cabang Yogyakarta. Pelaksanaan program ini disesuaikan dengan dinamika peserta. Program ini dibuat secara umum dan berisikan beberapakomponen di antaranya, tema dan tujuan umum, tema dan tujuan khusus, judul pertemuan dan tujuan peremuan, materi, sarana, dan suber bahan yang juga sudah terdapat di dalamnya. Pelaksanaan kegiatan ini berlangsung lebih kurang 90 menit dan tempat yang digunakan sebagai tempat pertemuan adalah rumah pasien yang tentu akan bergilir di setiap pertemuannya. Hal ini dipilih, karena selain program ini ditujukan untuk mewujudkan semangat saling mendorong satu dengan yang lain, juga diperhatikan dampak kunjungan pada pasien dan keluarga.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
Sebelum masuk pada program, baik jika melihat konsep Sunday School dan Shared Christian Praxis (SCP) yang nanti akan digunakan sebagai metode dalam program pastoral orang sakit bagi pasien kanker pasca kemoterapi ini.
1. Sunday School Melalui buku yang ditulis oleh E. Kubler-Ross yang berjudul On Death and Dying sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm (1984: 72-76) dapat membantu petugas pastoral atau pendamping untuk semakin mengenal dan menyadari bahwa pasien tidak hanya membutuhkan perawatan secara fisik belaka, melainkan kebutuhan sosial, emosional, intelektual, dan kebutuhan spiritual atau religius juga harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan ini juga harus disesuaikan berdasarkan kondisi di masing-masing usia. Pada bagian ini akan difokuskan kepada taraf usia anak-anak. Masa anak-anak meruapakan masa yang memiliki rentang kehidupan yang panjang. Pada masa ini, individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain (Hurlock, 2002: 108). Masa anak-anak lekat dengan amarah yang meledak-ledak, memiliki tingkat kecemburuan yang tinggi, daya ingin tahu yang besar, aktif, dan lain sebagainya. Inilah yang nantina mendasari usulan model pendampingan pasien kanker pasca kemoterapi untuk usia anak-anak. Bentuk
usulan
proram
pendampingan
pasien
kanker
pasca
kemoterapiuntuk usia anak-anak adalah Sunday school atau sekolah Minggu. Menurut Triono Budi Sutopo (1993: 58) istilah Sekolah Minggu atau Sunday school adalah suatu wadah kegiatan pewartaan Kabar Gembira bagi anak-anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
yang umumnya sudah dipermandikan atau dibaptis. Tujuan dari Sunday school atau sekolah minggu ini sebagaimana dikutib oleh Alfons Sene (Sene, 1976:32) adalah: Mempersiapkan situasi lingkungan hidup beriman yang baik bagi anakanak yang sedang berkembang; meningkatkan dan memperdalam pengetahuan agama yang diarahkan kepada penghayatan iman yang nyata sesuai dengan perkembanganya dalam usia tertentu; meningkatkan serta memperdalam penghayatan anak terhadap liturgi; meningkatkan semangat ksatria, menghargai pribadi dan orang lain; memupuk harga diri yang sehat dan wajar, kritis dalam menanggapi sesuatu serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk; mencari dan meningkatkan bakat atau keterampilan dari anak, sehingga membantu anak untuk semakin beriman dewasa. Tujuan yang dirumuskan oleh Alfons Sene mengenai Sunday School ini menjadi gambaran tujuan pendampingan pasien kanker untuk usia anak-anak. Tidak semua tujuan ini berhubungan dengan kebutuhan pasien. Namun yang ditekankan di sini adalah pasien dapat meningkatkan semangat ksatria, menghargai pribadi dan orang lain; memupuk harga diri yang sehat dan wajar, kritis dalam menanggapi sesuatu serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk; mencari dan meningkatkan bakat atau keterampilan dari anak, sehingga membantu anak untuk semakin beriman dewasa. Melihat bahwa kondisi pasien juga terbatas maka kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan juga tidak banyak menguras tenaga, karena yang menjadi pokok perhatian adalah pasien dapat melalui dan menerima situasi saat ini sebagai berkat melalui kebiatan Sunday school.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131
2. Shared Christian Praxis (SCP) Berdasarkan gagasan E. Kubler-Ross yang termuat dalam bukunya On Death and Dying sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm (1984: 72-76) dapat membantu petugas pastoral atau pendamping untuk semakin mengenal dan menyadari bahwa pasien tidak hanya membutuhkan perawatan secara fisik belaka, melainkan kebutuhan sosial, emosional, intelektual, dan kebutuhan spiritual atau religius juga harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan ini juga harus disesuaikan berdasarkan kondisi di masing-masing usia. Pada bagian ini akan difokuskan kepada taraf usia remaja dan dewasa. Seperti telah diketahui sebelumnya mengenai psikologi perkembangan secara khusus taraf usia remaja, usia remaja merupakan usia yang memiliki pola psikis menyerupai pola masa anak-anak, yang membedakan adalah rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajad, secara khusus pada pengendalian diri untuk mengungkapkan sesuatu (Hurlock, 2002: 213). Pada usia ini kaum remaja tidak mau lagi disebut anak-anak, cara mengungkapkan perasaan amarah pun juga berbeda, dan lain sebagainya seperti yang diungkapkan pada bab II. Menurut Elizabeth B. Hurlock (2002: 247) masa anak-anak dan remaja merupakan periode “pertumbuhan” dan masa dewasa merupakan masa “pengaturan atau sattle down”. Maksudnya adalah ketika anak-anak dan remaja, individu hanya sekadar bertumbuh mulai dari fisik, pola pikir, emosi, dan lain sebagainya. Namun mulai menginjak masa dewasa pertumbuhan itu sudah digantikan dengan pola pengaturan, mulai mengendalikan emosi, merencanakan masa depan yang riil dan pasti, dan lain sebagainya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
Pola pendampingan untuk usia remaja dan dewasa pun berbeda degan pola pendampingan usia anak-anak. Pada kesempatan ini, pola yang akan diterapkan sebagai bentuk usulan pendampingan pasien kanker pasca kemoterapi usia remaja dan dewasa adalah model Shared Christian Praxis yang disesuaikan dengan golongan usia. Menurut pencetus model katekese Shared Christian Praxis yakni Thomas Groome, katekese model ini disusun sebagai sarana umat beriman Kristiani mengadakan sharing-dialog yang berisi refleksi kritis tentang pengalaman iman mereka pada saat ini, dalam terang Tradisi dan Visi iman Kristiani, sehingga menimbulkan suatu aksi nyata dalam iman Kristiani (Groome, 1980: 191-193). Yang khas dari katekese model ini adalah pengalaman peserta menjadi sumber yang kemudian dibagikan kepada peserta yang lain dalam suatu pertemuan. Melalui hal ini, dapat membantu membangkitkan, memperluas, memperdalam, mengungkapkan, dan membagikannya kepada peserta lain, sehingga dapat melibatkan eksistensi pribadi dan bersama menuju suatu kematangan iman (Sumarno Ds., 2009: 5-6). Model ini mencakup lima langkah, yakni mengungkapkan pengalaman hidup peserta, mendalami pengalaman hidup peserta, menggali pengalaman iman Kristiani, menerapkan iman Kristiani dalam situasi hidup peserta secara konkrit, dan mengusahakan suatu aksi nyata sebagai bentuk tindak lanjut (Sumarno Ds., 2009: 29-30). Alasan penulis menggunakan model ini sebagai bentuk pendampingan pasien kanker pasca kemoterapi adalah pertama model ini bertitik tolak dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133
pengalaman hidup peserta, kedua langkah-langkah yang digunakan praktis untuk dilaksanakan oleh siapa saja, ketika peserta berasal dari kondisi yang sama sehingga dapat membantu melihat proses pengolahan pribadi dari pengalaman dan situasi yang sama, keempat peserta diajak untuk merumuskan niat yang akan dilaksanakan, hal ini menjadi ukuran kesuksesan pendampingan mengingat pendampingan yang digagas tidak melulu hal yang bersifat ritual.
H. Pemilihan Tema dan Tujuan Tema dan tujuan pendampingan dipilih berdasarkan sintesa antara situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi yang diolah dari kajian pelbagai sumber yang didapat oleh penulis dengan konsep pendampingan pastoral orang sakit yang dikaji juga dari pelbagai sumber kepustakaan, yaitu untuk usia remaja dan dewasa pertama menerima penderitaan sebagai suatu berkat dan kedua membangun konsepsi yang positif mengenai proses hidup dan Tuhan. Adapun tema dan tujuan pendampingan dengan model katekese ini dibedakan menjadi tema dan tujuan umum, tema dan tujuan khusus, tema dan tujuan 1 dan 2, serta judul pertemuan sebagai berikut: Tema umum
: Blessing Indisguise
Tujuan umum
: Menerima
penderitaan
sebagai
berkat
untuk
membangun konsep positif tentang hidup dan Tuhan Tema 1
: Perwujudan iman dalam kondisi yang terbatas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134
Tujuan 1
: Membantu peserta untuk dapat mensyukuri segala peristiwa yang dialami sebagai bentuk anugerah dari Tuhan.
Judul 1a
: Aku Kado dari Tuhan
Judul 1b
: Pengalaman yang Melahirkan Sikap Rendah Hati
Tema 2
: Membangun konsep positif tentang hidup dan Tuhan.
Tujuan 2
: Membantu peserta untuk dapat membangun konsep positif tentang hidup dan Tuhan.
Judul 2a
: Berpengharapan dalam Mencari Kehendak Tuhan.
Judul 2b
: Dalam
Iman
Penyembuhan
ada
Anugerah
Kekuatan
dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
I.
Contoh Program Pastoral Orang Sakit Kanker Pasca Kemoterapi
Tema umum
=
Blesing Indisguise
Tujuan umum
=
Mengajak peserta untuk dapat menyadari dan menerima penderitaan sebagai berkat dari Tuhan, untuk membangun konsep positif tentang hidup dan Tuhan.
Tema (1) 1. Perwuju dan iman dalam kondisi yang terbatas
Tujuan (2) 1. Membantu peserta untuk dapat mensyukuri segala peristiwa yang dialami sebagai bentuk anugerah dari Tuhan
Judul (3) a.Aku Kado dari Tuhan
Bersama pendamping, peserta dapat semakin menyadari kondisi yang
Metode (5) Menyanyi Sharing Informasi Membaca dan renungan pribadi Tanya Jawab Pemeriksaan batin Refleksi Pribadi dan bersama
Menyanyi Sharing Informasi Membaca dan
Sarana (6) Kitab Suci Duterokanonika Teks fotocopy Ayub 1 : 1-22 Video “Kick Andy : Hasna Survivor Tumor Otak” Lilin dan Salib Speaker active Viewer Notebook Teks lagu Tangan Tuhan Sedang Merenda Madah Bakti Perjanjian Baru Teks fotocopy Injil Matius 15 : 21-28 Teks cerita
Sumber Bahan (7) Video “Kick Andy : Hasna Survivor Tumor Otak” Ayub 1 : 1-22 Alden Gannett. 1978. (hal. 1-11) Bruce D. Rumbold. 1986. Helplessness & Hope : Pastoral Care in Terminal Illness. London : SCM Press Ltd
Video “Kick Andy : Hidup Sesudah Sakit” Teks Kitab Suci Matius 15 : 21-28
135
b. Pengalam an yang Melahirk an
Tujuan (4) Bersama pendamping, peserta dapat semakin menyadari bahwa dirinya dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisinya, sehingga peserta dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(1)
(2)
(3) Sikap Rendah Hati
(4) dialami, sehingga peserta dapat menentukan sikap apa yang dapat dilakukan dengan kondisinya saat ini dalam terang iman Kristiani.
(5) renungan pribadi Tanya Jawab Pemeriksaan batin Refleksi Pribadi dan bersama •
• • • •
2. Membantu peserta untuk dapat membangun konsep positif tentang hidup dan Tuhan
a. Berpengha rapan dalam Mencari Kehendak Tuhan
Bersama pendamping, peserta dapat menyadari pentingnya hidup dengan berpengharapan dan senantiasa mencari
Menyanyi Sharing Informasi Membaca dan renungan pribadi Tanya Jawab Pemeriksaan batin Refleksi Pribadi dan
Kitab Suci Perjanjian Baru Teks fotocopy Matius 9 : 1826 Video “Kick Andy : Hidup Sesudah Sakit”
(7) Eko Riyadi, St. 2011. MATIUS “Sungguh, Ia ini Adalah Anak Allah”. Yogyakarta: Kanisius. Jack Canfield, dkk. 2012. Chicken Soup for the Soul : Mengatasi Kanker. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hillman J., Robert dan Coral Chamberlain. 2011. Ada Pengharapan Bagi yang Sakit dan yang Merawat. Jakarta: Menemani. Video “Kick Andy : Hidup Sesudah Sakit” Teks Kitab Suci Matius 9 : 18-26 Eko Riyadi, St. 2011. MATIUS “Sungguh, Ia ini
136
2. Membangun konsep positif tentang hidup dan Tuhan
(6) pengalaman yang Melahirkan Rendah Hati (Jack Canfield, dkk. 2012. h. 440-443) MATIUS Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah (Eko Riyadi, St. 2011. h.143145) Lilin dan Salib Speaker active Notebook Madah Bakti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(1)
(2)
(3)
b. Dalam Iman ada Anugerah Kekuatan dan Penyembu han
(4) kehendak Tuhan di dalam segala situasi, sehingga peserta dapat membangun konsep diri yang positif.
Bersama pendamping, peserta dapat menyadari bahwa iman memberikan kekuatan dan penyembuhan, sehingga peserta nantinya dapat menjalani hidup dengan lebih bersemangat dan percaya pada Tuhan.
(5) Bersama
Menyanyi Sharing Informasi Membaca dan renungan pribadi Tanya Jawab Pemeriksaan batin Refleksi Pribadi dan bersama
(6) Lilin dan Salib Viewer Screan Speaker active Notebook Fotocopy teks lagu
(7) adalah Anak Allah”. Yogyakarta : Kanisius (h. 8792) Manuskrip, 1984. 20 Thema Katekese Umat. Jakarta : Obor (hal. 5-7)
Kitab Suci Perjanjian Baru Teks fotocopy Matius 9 : 1826 Video “Kick Andy : Maut di balik Payudara” Lilin dan Salib Viewer Screan Notebook Speaker active Madah Bakti Fotocopy teks lagu
Video “Kick Andy : Maut di balik Payudara” Teks Kitab Suci Matius 9 : 18-26 Eko Riyadi, St. 2011. MATIUS “Sungguh, Ia ini Adalah Anak Allah”. Yogyakarta : Kanisius (hal. 8792)
137
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 138
J. Contoh Satuan Persiapan Program 1 Pastoral Orang Sakit Bagi Pasien Kanker Pasca Kemoterapi 1. Identitas Pendampingan Pastoral Orang Sakit Bagi Pasien Kanker Pasca Kemoterapi a. Pelaksana
: Ignatius Galang Ananta
b. Tema
: Aku Kado dari Tuhan
c. Tujuan
: Bersama pendamping, peserta dapat semakin menyadari bahwa dirinya dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisinya, sehingga peserta dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan.
d. Peserta
: Pasien kanker pasca kemoterapi
e. Tempat
: Salah satu rumah pasien
f. Hari/Tanggal
: Selasa, 03 September 2015
g. Waktu
: 18.00 – 19.30
h. Metode
:
Menyanyi Sharing Informasi Membaca dan renungan pribadi Tanya Jawab Pemeriksaan batin Refleksi Pribadi dan bersama
i. Model
:
Shared Christian Praxsis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 139 : Kitab Suci Duterokanonika
j. Sarana
Teks fotocopy Ayub 1 : 1-22 Video “Kick Andy : Hasna Survivor Tumor Otak” Lilin dan Salib Speaker active,viewer, screan, dan notebook Teks lagu Tangan Tuhan Sedang Merenda
k. Sumber Bahan
Madah Bakti
: Video “Kick Andy : Hasna Survivor Tumor Otak” Ayub 1 : 1-22 Gannett, 1978: 1-11 Bruce D. Rumbold. (1986). Helplessness & Hope : Pastoral Care in Terminal Illness. London : SCM Press Ltd.
2. Pemikiran Dasar Sakit merupakan bagian dari eksistensi manusia. Dewasa ini, penyakit yang cukup ditakuti oleh sejumlah orang di dunia adalah kanker. Kanker termasuk dalam salah satu dari empat besar golongan penyakit utama yang diderita oleh manusia, yakni jantung koroner, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Di banyak negara di belahan dunia, kanker masih menjadi perhatian serius di bidang kedokteran. Hal ini disebabkan oleh jumlah korban yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang efektif untuk pengobatannya. Melihat situasi dan kondisi yang demikian ini, seringkali orang ketika menerima diagnosa pertama dari dokter bahwa dinyatakan mengidap kanker,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 140
maka respon pertama adalah penolakan. Respon ini merupakan respon umum yang pasti akan dialami oleh setiap orang tatkala aspek utama di dalam hidup terancam untuk berhenti, atau lebih ekstrim diungkapkan dengan ketika manusia dihadapkan pada kematian. Hal serupa juga dialami oleh Nabi Ayub. Dalam Kitab Ayub 1 : 1-22 menguraikan kesalehan seorang Ayub yang sedang diuji. Dikisahkan bahwa Ayub merupakan sosok orang saleh yang kaya raya. Pada jaman itu, Ayub memiliki hewan ternak dan pekerja dengan jumlah yang tidak sedikit. Ia merupakan orang paling kaya di kawasan negeri sebelah timur dengan memiliki 7.000 ekor domba, 3.000 ekor unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina, dan pekerja dengan jumlah besar (Ayb 1:3). Selain kekayaan yang dimiliki oleh Ayub sehingga Ia dikatakan sebagai orang paling kaya, Ayub juga merupakan sosok orang yang saleh dan jujur. Ayub senantiasa berusaha untuk takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia juga sosok yang dermawan, berbudi luhur, dan begitu dihormati oleh pekerja-pekerja. Akan tetapi, pada suatu saat, kesalehan Ayub ini diuji dengan muncunya pelbagai peristiwa yang membuat segala kepunyaannya musna dalam waktu yang singkat. Ayub yang awalnya tersohor, kini mulai melarat bahkan kesehatannya pun semakin memburuk. Namun yang senantiasa dilakukannya adalah tetap berpegang pada Tuhannya dan menerima apapun peristiwa yang dialaminya dan kondisinya saat ini. Dalam pertemuan kali ini, kita diajak untuk semakin menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisinya, sehingga kita dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 141
bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan, melalui bacaan dan pengalaman pribadi masing-masing. 3. Pengembangan Langkah-Langkah a. Pembukaan a) Pengantar Bapak, ibu, dan saudara/-i yang terkasih dalam Yesus, pada malam hari ini, kita berkumpul di tempat ini karena rahmat dan kasih Yesus Yesus Kristus. Pada pertemuan malam hari ini kita diajak untuk bersama-sama menyadari betapa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita saat ini melalui kisah hidup Hasna penderita Tumor Otak. Pada kesempatan ini juga, melalui kisah dari Nabi Ayub yang diuji kesalehannya dan berbekal pengalaman masing-masing, kita akan bersama melihat bagaimana ajaran Iman Kristiani menanggapi peristiwa tersebut dan bagaimana seharusnya kita sebagai pengikut ajaran tersebut, sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. b) Lagu Pembukaan: Hatiku Gembira (lampiran 2) c) Doa Pembukaan: Allah Bapa kami yang bertahta di Kerajaan Surga. Kami ucapkan syukur kepada-Mu atas segala berkat yang Engkau berikan kepada kami, sehingga pada malam hari ini kami dapat berkumpul dalam satu ikatan Yesus Kristus. Yesus, saat ini masing-masing dari kami sedang berjuang melawan ketidakberdayaan kami akibat dari penyakit yang hinggap di dalam tubuh kami. Penyakit ini seolah membuat hidup kami menjadi lemah, tidak berdaya. Banyak ketakutan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 142
ketidaksiapan dari kami meninggalkan dunia ini, karena masih banyak tanggungan yang ada di dalam hidup kami. Pada malam hari ini Yesus, bersamasama kami berusaha untuk menyadari betapa kami masih Engkau seperti apapun rupa dan kondisi kami saat ini, sehingga kami dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup yang singkat ini sebagai anugerah dari-Mu. Kami serahkan seluruh rangkaian pertemuan pada malam hari ini kepada-Mu. Demi Yesus Kristus Tuhan Kami. Amin b. Langkah I : Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta 1) Pendamping menayangkan video talk show Kick Andy : Hasna, Survivor Tumor
Otak
dan
memberikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
mengungkapkan pendapat mereka tentang video tersebut [Lampiran 1: (1)]. a) Apa yang Anda rasakan ketika menyaksikan video Kick Andy : Hasna Survivor Tumor Otak? b) Ceritakan pengalaman Anda ketika mendapat diagnosa pertama dari dokter terkait kondisi anda? 2) Peserta diberi kesempatan untuk men-sharing-kan tanggapan dan pengalaman mereka sehubungan dengan pertanyaan tersebut di atas dalam kelompokkelompok kecil yang beranggotakan 3-4 orang. Pendamping diharapkan dapat menciptakan suasana terbuka dan nyaman, supaya peserta dapat dengan bebas mengungkapkan pendapat dan pengalaman mereka. Setelah itu, pendamping membuat rangkuman mengenai tanggapan dan pengalaman berdasarkan panduan pertanyaan tersebut di atas dan video Kick Andy tadi. 3) Arah rangkuman :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 143
Video ini menceritakan tentang perjuangan sepasang suami istri yang dianugerahi seorang anak bernama Hasna. Akan tetapi, ketika Hasna berusia 10 tahun, Hasna mengidap penyakit tumor otak. Peristiwa ini membuat pasangan dokter Elia dan dokter Sani ini merasa terpukul. Akan tetapi, karena cintanya pasangan suami istri ini kepada buah hatinya, dokter Elia dan dokter Sani ini berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan kehidupan dan kesehatan dari buah hatinya ini. Pelbagai upaya pengobatan sudah diperjuangkan oleh pasangan suami istri ini. Pelbagai kota dan negara pun juga disambangi demi kesembuhan buah hatinya ini. Dalam kondisi lemah, sebagai seorang anak Hasna hanya meminta supaya orangtuanya senantiasa menemani Hasna dan ada di sampingnya setiap hari. Hasna akhirnya menjalani 6 operasi, selain itu juga harus menjalani proses radiasi, kemoterapi, dan injeksi untuk membuat Hasna tetap sadar, karena penyakitnya dapat membuat Hasna mendadak berhenti bernafas. Segala bentuk perjuangan orang tua Hasna ini merupakan bentuk cinta dan kasih sayang mereka kepada buah hatinya. Pasangan ini yakin bahwa Tuhan memiliki rencana yang indah bagi hidup buah hatinya. c. Langkah II : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta 1) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman hidup yang telah dingkapkan pada langkah I, dengan beberapa panduan pertanyaan berikut ini : a) Mengapa Anda panik ketika mendengar hasil diagnosa dari tim medis? b) Bagaimana respon orang-orang di sekitar anda?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 144
2) Pendamping memberikan suatu arah rangkuman singkat atas jawaban-jawaban refleksi yang diungkapkan oleh peserta. Berikut adalah suatu contoh arah rangkuman pendamping : Bapak, ibu, saudara/-i terkasih dalam Kristus, dari aneka macam jawaban yang sudah terungkap dapat ditemukan bahwa mendengar diagnosa yang seolah membuat hidup kita berhenti bukan merupakan kabar bahagia. Banyak dari kita memberikan respon pertama dengan berontak, shock, dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarang jika kita sudah berkeluarga, bagaimana caranya supaya diagnosa ini menjadi rahasia pribadi semata dan benar-benar harus ditutupi. Orang-orang sekitar kita pun tatkala mendengarkan diagnosa ini juga akan panik. Namun, ditengah kepanikan mereka terselip komitmen untuk senantiasa menemani dan mendukung kita. Ini merupakan bukti cinta orang-orang sekitar kepada kita. d. Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani 1) Salah satu peserta diminta untuk membacakan perikop langsung dari Kitab Suci yang diambil dari Kitab Ayub 1 : 1-22. 2) Peserta diberi waktu hening untuk secara pribadi merenungkan dan menanggapi perikop Kitab Suci yang baru saja dibacakan oleh salah satu peserta dengan dibantu beberapa panduan pertanyaan berikut ini ; a) Coba temukan mana yang menjadi ayat kunci dalam perikop Ayub 1 : 1-22, terkait dengan tema yang kita dalami pada malam hari ini? b) Apa pesan inti yang saya tangkap dari perikop ini sehubungan dengan tema malam ini?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 145
3) Peserta diajak untuk terlebih dahulu mengungkapkan apa yang sudah diperoleh berdasarkan panduan pertanyaan tersebut di atas dalam forum besar. 4) Pendamping menyampaikan interpertasi atau tafsir dari perikop Kitab Ayub 1 : 1-22 dan menghubungkan pesan inti dengan tanggapan dan hasil renungan pribadi serta sesuai dengan tujuan dan tema pertemuan katekese ini. Misalnya ; Ayub merupakan sosok orang saleh yang kaya raya. Pada jaman itu, Ayub memiliki hewan ternak dan pekerja dengan jumlah yang tidak sedikit. Ia merupakan orang paling kaya di kawasan negeri sebelah timur dengan memiliki 7.000 ekor domba, 3.000 ekor unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina, dan pekerja dengan jumlah besar (Ayb 1:3). Selain kekayaan yang dimiliki oleh Ayub sehingga Ia dikatakan sebagai orang paling kaya, Ayub juga merupakan sosok orang yang saleh dan jujur. Ayub senantiasa berusaha untuk takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia juga sosok yang dermawan, berbudi luhur, dan begitu dihormati oleh pekerja-pekerja. Ayub sebagai seorang yang bijak, saleh, kaya, dermawan, berbudi luhur, dan begitu dihormati oleh pekerja-pekerja mengalami dinamika hidup yang tidak lurus dan mulus-mulus saja. Ia yang memiliki keyakinan dan iman yang kuat senantiasa mendapatkan persoalan-persoalan yang dapat menggoncangkan imannya. Drama pahit kehidupan Ayub dimulai ketika Ia mendapatkan musibah dalam kurun waktu satu hari. Musibah datang bertubi-tubi, dimulai dari lembu sapi yang sedang membajak dan keledai betina yang sedang makan rumput tibatiba diserang oleh segerombolan orang-orang Syeba dan merampas seluruh lembu sapi dan keledai betna dan membunuh pekerjanya. Kemudian disambut peristiwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 146
memilukan berikutnya yakni kambing domba yang lenyap beserta dengan pekerja karena tersambar oleh api yang turun dari langit. Lalu unta yang dijarah oleh pasukan dari Kasdim dan membunuh serta pekerjanya. Peristiwa ini membuat harta kekayaan Ayub lenyap seketika itu juga (Ayb 1:15-17). Situasi yang tidak mengenakkan tidak hanya berhenti pada kekayaan Ayub yang habis dalam waktu satu hari, melainkan kini mulai mengena juga pada harta yang teramat penting yang dimiliki Ayub, yakni anak-anaknya. Ayub memiliki 7 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan buah dari perkawinannya dengan istrinya. Akan tetapi tidak semua pola ayub tertuang pada diri puteranya. Anak laki-laki Ayub sering mengadakan pesta di rumah dan mengundang saudarinya (Ayb 1:4-5). Suatu hari ketika anak-anak Ayub sedang makan dan minum anggur di rumah saudara mereka, tiba-tiba angin ribut berhembus dari seberang padang dan mengguncang rumah yang sedang digunakan anak-anak Ayub dari pelbagai penjuru, sehingga rumah itu roboh dan menimpa anak-anak Ayub hingga mati (Ayb 1:18-19). Pergulatan yang dialami oleh Ayub merupakan sebuah gambaran pergulatan seorang saleh yang ditimpa penderitaan yang bertubi-tubi. Layaknya manusia normal pada umumnya, jika mendapatkan situasi dan kondisi yang demikian ini tentu pemberontakan merupakan respon pertama yang akan muncul. Demikian juga Ayub, reaksi Ayub mula-mula adalah berontak dan menuduh Tuhan Allah sebagai sosok yang tidak adil. Banyak orang di sekitar Ayub termasuk istri dan tiga orang teman Ayub meyakinkan Ayub bahwa apa yang dialami saat ini merupakan hukuman yang diberikan oleh Tuhan Allah kepada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 147
Ayub karena ketidaktaatan Ayub dan sejumlah dosa-dosa yang dibuat Ayub semasa hidupnya. Peristiwa semacam ini pun juga dialami oleh kebanyakan orang yang sedang berada dalam kondisi dan situasi yang terhimpit. Banyak orang datang entah itu saudara, kerabat, atau teman-teman datang untuk berusaha menghibur dan meyakinkan, namun acap kali penghiburan yang diberikan adalah ungkapan yang menyatakan bahwa apa yang dialami adalah akibat dari apa yang selama ini dilakukan. Di dalam sebuah buku yang berjudul Tuhan di Balik Air Mata, Dr. Alden Gannet (1987:29) mengungkapkan bahwa tatkala Ayub bergulat dengan peristiwa pahit dan penderitaan yang dialami, Tuhan Allah sebenarnya sudah memberikan jawaban dari setiap persoalan yang dialami oleh Ayub. Jawaban yang disediakan oleh Tuhan begitu sederhana dan sering tidak tampak oleh manusia, karena pandangan manusia masih tertuju pada hal-hal duniawi. Dengan menggunakan perumpamaan jika air mata deras membanjir, bagaimana kita bisa terus memandang Tuhan di baliknya? Dr. Alden Gannet menjelaskan bahwa persoalan yang sedang dialami. e. Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkrit 1) Pendamping mulai mengawali langkah ini dengan menempatkan peserta dalam konteks dan situasi pertemuan, serta menerapkan pesan inti Kitab Suci dalam pengalaman, dan situasi hidup konkrit peserta sesuai dengan tema dan tujuan katekese ini. Misalnya, Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi, kita sudah menemukan bersama betapa besar cinta dan kasih dari orang-orang di sekitar kita dengan kondisi kita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 148
saat ini. Betapa besar perhatian yang telah diberikan kepada kita. Namun, yang kita lakukan adalah menutup jalan cinta mereka kepada kita. Hal ini selaras dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayub. Sikap yang dilakukan oleh Ayub itu merupakan suatu bentuk ketaatan dan kesalehannya kepada Tuhan. Begitu banyak peristiwa pahit datang dalam kehidupan Ayub dalam waktu yang begitu singkat dan bertubi-tubi. Melihat kondisi Ayub yang demikian ini, tuhan senantiasa menemani dan melihat dari kejauhan tanpa menambah peroalan dalam hidup Ayub. Sebagai murid Yesus, tentunya baik jika kita melakukan apa yang sudah diajarkan oleh Yesus, yakni senantiasa memberikan kesaksian akan ajaran iman dan memberikan kesaksian melalui perbuatan. Entah itu perbuatan besar ataupun kecil, tentunya akan memberikan pengaruh bagi banyak orang. Tantangan yang akan dihadapi, ada kemungkinan tidak berbeda jauh dari apa yang dialami oleh Yesus di dalam kisah Ayub tadi. Akan tetapi yang menjadi pokok persoalan di sini adalah bagaimana kita dapat menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita. Dengan demikian, kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. 2) Sebagai bahan refleksi agar kita dapat menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita, sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan, terlebih dahulu kita akan secara pribadi merenungkan pertanyaan berikut ini: a) Sejauh mana Anda melihat bahwa kondisi yang sedang Anda alami saat ini merupakan berkat dari Tuhan?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 149
b) Dalam kondisi seperti apa, Anda merasa disadarkan, ditegur, dan diteguhkan oleh Tuhan bahwa kondisi yang sedang anda alami saat ini juga merupakan kado dari Tuhan? 4) Saat hening dapat diiringi dengan alunan lembut dari suara musik instrumental untuk membantu peserta dalam merenungkan dan menerapkan pesan pribadinya. 5) Peserta diberikan kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungan dan refleksi pribadi dalam pleno. 6) Pendamping memberikan sedikit rangkuman atas tahap ini. Yesus sebagai seorang Bapa yang baik, sudah menunjukkan panutan dan teladan hidup melalui pelbagai peristiwa serta perbuatan yang telah dilakukan. Dalam perikop Kitab Ayub 1 : 1-22, diungkapkan bagaimana Yesus senantiasa memberikan ujian kepada Ayub, namun Yesus tetap menemani Ayub dan melihat dari kejauhan. Persoalan yang dialami oleh Ayub bukan semata-mata persoalan yang datang dati Tuhan, melainkan usaha iblis untuk menguji kesalehan Ayub. Marilah kita menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui orang-orang di sekitar kita. Dari paparan pengalaman, refleksi, dan permenungan yang telah kita dalami pada pertemuan kali ini, hendaknya kita sebagai anak Allah semakin dapat menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui orang-orang di sekitar kita. Disadari bersama bahwa bukanlah hal yang mudah untuk menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 150
orang-orang di sekitar kita apalagi dalam kondisi kita saat ini. Sebagai manusia, acap kali muncul pelbagai godaan yang merupakan bentuk naluri kita sebagai manusia, misalnya protes kepada Tuhan, marah-marah, kecewa dengan hidup ini. Lain lagi, ketika kita tidak diberikan persoalan dalam hidup, yang akan terjadi adalah kita begitu senang menjalani hidup ini dan mungkin kita menjadi lupa bagaimana rasanya jatuh dan sakit. Dari pengalaman tersebut di atas, baik jika melalui permenungan ini, kita semakin menyadari betapa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui orang-orang di sekitar kita, sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. f. Langkah V : Mengusahakan suatu Aksi Konkrit 1) Pengantar : Bapa,
ibu,saudara/-i
yang
terkasih
dalam
Yesus,
setelah
kita
mengungkapkan dan menggali pengalaman kita lewat video talk show Kick Andy: Hasna survivor tumor otak. Kita juga sudah men-sharing-kan pengalaman hidup kita di saat-saat sulit, yakni ketika menerima penyakit kanker ini menajdi bagian dari tubuh dan hidup kita, lalu kemudian diteguhkan dengan bacaan yang kita dalami pada malam hari ini, di mana ketika Ayub mendapatkan persoalan yang begitu berat, ayub senantiasa berpegang pada Tuhan. Pada akhirnya, bapak, ibu, saudara/-i diajak untuk menanggapi panggilan Allah untuk dapat menyadari betapa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui orang-orang di sekitar kita, sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. Marilah Bapak, ibu,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 151
saudara/-i yang terkasih dalam Yesus, kita bangun niat dan tindakan konkrit apa yang sungguh dapat kita lakukan untuk meningkatkan semangat kita untuk kita bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. 2) Peserta memikirkan niat-niat dan tindakan nyata yang akan dilakukan (pribadi maupun kelompok) untuk menjadi manusia baru, khususnya terhadap sesamanya sebagai wujud pertobatan dan pembaruan hidup. a)
Niat atau tindakan konkrit apa yang hendak Bapak, ibu, saudara/-i lakukan untuk dapat menyadari betapa kita dicintai oleh Tuhan, sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan?
3) Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening memikirkan sendiri-sendiri tentang niat-niat pribadi atau bersama yang akan dilakukan. Kemudian, peserta mengungkapkan niat-niat pribadi yang akan dilakukan bertujuan untuk saling meneguhkan. 4) Pendamping mengajak peserta membicarakan dan mendiskusikan untuk menentukan niat konkrit mana yang akan diwujudkan bersama, agar semakin memperbarui sikap bersama sebagai saksi iman. 4.
Penutup
a.
Pendamping menempatkan salib dan dua lilin di tengah peserta, sehingga peserta dapat melihatnya. Kemudian dua lilin tersebut dinyalakan, dan pendamping mengajak peserta untuk doa umat spontan, yang diawali oleh pendamping dan diteruskan secara spontan oleh peserta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 152
b.
Doa Bapa Kami
c.
Doa penutup: Alah Bapa yang maha baik, terima kasih atas segala pengalaman indah
yang terjadi pada pertemuan malam hari ini. Terima kasih atas Roh Kudus yang telah bekerja selama proses pertemuan ini. Pada hari ini kami telah berdinamika bersama dengan bantuan video kisah seorang Hasnah pejuang tumor otak yang tidak jemu-jemunya berjuang demi bertahan hidup. Selain itu, kami juga dikuatkan dengan kisah Nabi Ayub yang diuji kesalehannya dengan berbagai persoalan yang diluar batas daya manusia. Pada akhirnya kami juga diajak untuk membangun niat yang akan kami lakukan demi tercapainya tujuan pertemuan pada malam hari ini. Pada akhirnya pula ya Tuhan berkatilah usaha dan niat yang kami unjukkan kepada-Mu, sehingga kami nantinya dapat saling meneguhkan satu dengan yang lain melalui sharing pengalaman tentang bagaimana menyadari betapa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui orang-orang di sekitar kita, sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. Dalam rasa syukur kami, kami tetap memohon penyertaanmu dalam mewujud nyatakan apa yang telah kami proses selama pertemuan kali ini, niat-niat yang akan kami bangun dan kami wujudkan dalam hidup sehari-hari. Doa ini, kami aturkan kepada-Mu demi pengantaraan Kristus Tuhan kami. Amin. d. Lagu Penutup: Pelangi Kasih-Nya (Lampiran 3)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan mengenai situasi dan kondisi orang sakit kanker pasca kemoterapi serta konsep pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi yang diperoleh dari pelbagai sumber kepustakaan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kemoterapi sebagai salah satu pengobatan kanker dapat mengakibatkan adanya perubahan fisik bagi yang menderita secara drastis, seperti mengalami kebotakan, kuku pada jari jemari lepas, kulit seolah-olah terbakar akibat dari cairan kemo yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi ini membuat menurunnya tingkat kepercayaan diri dan konsep diri, karena merasa tubuhnya sudah tidak enak dipandang. 2. Pendampingan pastoral sebagai jalan yang ditempuh oleh Gereja memberikan kontribusi yang cukup untuk mendampingi orang sakit, terutama pasien kanker pasca kemoterapi ini. 3. Konsep pendampingan pastoral yang dipilih berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi adalah model katekese. Model ini disesuaikan berdasarkan tingkatan usia. Bagi pasien kanker pasca kemoterapi usia anak-anak, model yang diusulkan adalah Sunday School. Sedangkan bagi usia remaja dan dewasa, model yang diusulkan adalah Shared Christian Praxis. 4. Model ini dirasa seuai karena yang diperlukan dalam pendampingan pasien
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 154 kanker pasca kemoterapi adalah pendampingan yang “kena di hati”. Konsep ini membawa gambaran peserta yang memiliki permasalahan yang sama, sehingga satu dengan yang lain dapat saling membantumemberikan pendampingan dan memberi kesaksian sebagai sarana pengobatan secara spiritual.
B. Saran Setelah dapat dibuktikan dalam pembahasan ini dengan dasar dari pelbagai kajian teori dan kepustakaan ini bahwa katekese dengan model Shared Christian Praxis dan Sunday School menjadi usulan program pendampingan pastoral yang relevan bagi pasien kanker pasca kemoterapi, adapun saran yang dapat diberikan peneliti sesuai dengan hasil pembahasan, antara lain: 1. Bagi pasien kanker pasca kemoterapi, kiranya usulan program ini menjadi acuan dalam program pendampingan iman di tengah kondisi saat ini. Kiranya program
pendampingan
ini
dapat
memberikan
kontribusi
terhadap
pembentukan konsep diri dan gambaran yang positif tentang hidup dan Tuhan. 2. Bagi praktisi pendampingan pastoral pasien kanker pasca kemoterapi. Kiranya, melalui tulisan ini, petugas pastoral dapat memiliki gambaran terkait program pendampingan yang diintegrasikan dengan tingkatan usia dan fase-fase yang dialami oleh pasien. Selain itu, melalui tulisan ini diharapkan kompetensi yang dimiliki petugas pastoral dalam mendampingi pasien kanker pasca kemoterapi semakin meningkat. 3. Bagi pengelola Rumah Sakit. Melalui tulisan ini, kiranya pihak pengelola rumah sakit, tim medis yang bertugas dapat bekerjasama dengan petugas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 155
pastoral dalam memberikan pelayanan kesehatan yang holistic, mengingat konsep manusia sebagai makhluk yang memiliki pelbagai aspek dan satu sama lain saling berkaitan. 4. Bagi implikasi penelitian lanjutan. Tulisan ini memaparkan konsepsi mengenai situasi dan kondisi pasien kanker yang telah menjalani pengobatan kemoterapi dan konsep pendampingan pastoral orang sakit, secara khusus pasien kanker pasca kemoterapi. Dari dua hal ini, kemudian diusulkan suatu gagasan program pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi yang sudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien dan juga analisa pendampingan pastoral yang kiranya relevan dengan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi. Dalam tulisan ini tentunya masih banyak hal dan aspek yang perlu untuk dikaji secara lebih mendalam sehingga pendampingan yang diharapkan semakin efektif dan evisien serta berdayaguna bagi proses penyembuhan pasien kanker pasca kemoterapi secara spiritual. Hal ini dikarenakan kelemahan kemampuan dalam mengkaji, yaitu kurang maksimalnya kepustakaan yang dijadikan sumber oleh peneliti, lemahnya penguasaan bahasa asing mengingat sebagian besar kepustakaan menggunakan bahasa asing, dan terlalu lama penulis berhenti dalam pengerjaan yang mempengaruhi kualitas penulisan. Kiranya hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya adanya penelitian yang komprehensif dalam pencarian data-data, sehingga program yang diusulkan kiranya lebih efektif, efisien, dan berdaya guna, serta dapat diukur tingkat keberhasilannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, F.X. (2000). Katekese dalam Konteks Pastoral Gereja (Seri Pastoral No. 370). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Adolfo, Nicolas. (1996). Tenaga Kesehatan Katolik Dituntut (Seri Pastoral No. 168). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Alberich, Emilio & Vallabaraj, Jerome. (2004). Communicating A Faith That Transforms. India: Kristu Jyoti Publications. Amalorpavadass, Ds. (1972). Katekese sebagai Tugas Pastoral Gereja (Seri Pastoral No. 370). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Ang Peng Tiam. (2006). Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ambrosia, M. (1994). Dimensi Pastoral Diakonia (Seri Pastoral No. 235). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Barker, Chris. (2005). Cultural Studies : Teori dan Praktik. Bandung: Mizan Media Utama. Beate, Jacob, dkk. (2003). Penyembuhan yang Mengutuhkan. Kanisius: Yogyakarta. Bernie S. Siegerl. (1999). Love, Medicine & Miracles : Memadukan Keyakinan Diri, Teknologi Kedokteran, dan Cinta untuk Mengalahkan Penyakit. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Blot, de Ch. (1990). Introduksi Analisis Transaksional (Seri Pastoral No. 172). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Buku, M. Richardus. (2010). Yohanes Paulus II tentang Sakit dan Derita. Maumere: Ledarelo. Dadang Hawari. (2009). Kanker Payudara: Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (2010). Eutanasia (Seri Dokumen Gerejawi No. 74). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan. Droege, A. Thomas (1991). Pelayanan Penyembuhan Yesus (Seri Pastoral No. 178). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. __________. (1991). Landasan Teologis Perawatan Kesehatan Holistik (Seri Pastoral No. 180). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Field, David. (1994). Pendampingan Orang Menjelang Ajal. (R. Haryono Imam, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1989). __________. (1997). Mendampingi Pasien Terminal (Seri Pastoral No. 282). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Fountain, Daniel. (2002). Allah, Kesembuhan Medis Dan Mukjizat. Bandung: Lembaga Literatur Baptis – Yayasan Baptis Indonesia. Faber, F. (2003). Pastorat Terhadap Pasien Psikosomatis : Faktor Psikis Penyebab Pelbagai Penyakit (Seri Pastoral No. 353). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 157
Heitink, G. (1992). Pendampingan Pastoral sebagai Profesi Pertolongan: Tinjauan Teologis. Dalam Tjaard G. Hommes & Gerrit Singgih (Ed.). Teologi dan Praksis Pastoral: Antologi Teologi Pastoral. (hal. 405-421). Yogyakarta: Kanisius. Gannett, A. Alden. (1978). Tuhan di balik Air Mata: Pengertian tentang Sakit dan Penderitaan dari Kitab Ayub. (Drg. Ny. Na Kiem Hwie penerjemah). Jepara: Silas Press. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1978). Go, P. (1984). Hidup dan Kesehatan (Seri Teologi Widya Sasana No. 1). Malang: STFT Widya Sasana. Groom, H. Thomas. (1980). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese. (F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed. Penyadur). Yogyakarta: Lermbaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan tahun 1980). Hall, Calvin S. & Lindzey, Garner (1993). Teori Psikoanalisis Klasik Freud. Dalam Dr. A. Supratiknya (Ed.). Teori-teori Psikodinamik (Klinis). (hal. 59-118). Yogyakarta: Kanisius. Hendarto, Bambang L. (Ed). (2006). Pedoman Penulisan Skripsi : Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik. Yogyakarta: PUSKAT. Jacobs, T. (1984). Perawatan Orang Sakit sebagai Karya Kerasulan. Dalam B. Kieser, SJ. (Ed.). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit. (hal. 117-131). Yogyakarta: Kanisius. __________. (1983). Teologi Pengharapan (Kumpulan karangan dalam rangka Proyek Harapan). Yogyakarta: ITF-Kentungan. J.L. Ch. Abineno. (1972). Penjakit dan Penjembuhan. Jakarta: BPK. Gunung Mulia. __________. (1967). Pelajanan Pastoral. Jakarta: Badan Penerbit Kristen. __________. (1993). Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. __________. (1994). Pelayanan Pastoral kepada Orang-orang Sakit. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Kartini Kartono. (1980). Mental Hygiene (Kesehatan Mental). Bandung: Penerbit Alumni. Kieser, B. (1984). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit. Yogyakarta: Kanisius. __________. (1990). Pastoral dalam Rumah Sakit (Seri Pastoral No. 171). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Konferensi Waligereja Indonesia. (Ed.). (1987). Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit Katolik. Jakarta: KWI. Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. Kuswibawati, Luciana. (2000). Apa itu Kanker?. Dalam Yuswanto & Sinaradi F. Kanker. (hal. 1-14). Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma. L. Laksmiasanti. (1984). Sakit Kita Maksudkan.... Pandangan Seorang Dokter. Dalam B. Kieser, SJ. (Ed.). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit. (hal. 31-35). Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 158
__________. (1984). Kematian: Suatu Pandangan Medis. Dalam B. Kieser, SJ. (Ed.). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit. (hal. 51-62). Yogyakarta: Kanisius. Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito. (1999). Onkologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Payne, Richard. (2009). Hope In The Face Of Terminal Illness. Dalam John Swinton & Richard Payne (Ed.). Living Well And Dying Faithfully: Christian Practices For End-Of-Life Care. (hal. 205-225). Cambridge: William B. Eerdmans Publishing Company. Purwodarminto, W.J.S. (1987). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Riyadi, Eko St. (2011). Matius: Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah. Yogyakarta: Kanisius. Sene, Alfons. (1976). Penuntun Sekolah Minggu. Umat Baru No. 49. Hal. 32. Sihlman, Med. Juliar. (1980). Kanker dan Hubungannya dengan Batin dan Sex. Dalam Buletin Mawas Diri Edisi Januari 1980. (hal. 15-19). Sri Suparmi. (1988). Pendampingan Iman Orang Sakit. Skripsi Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik/STFK. (hal. 14-64). Staf Dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik. (2006). Pedoman Umum Penulisan Skripsi. Dalam L. Bambang Hendarto Y. (Ed.). Pedoman Penulisan Skripsi Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik. (hal. 3-44). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Sumarno Ds., M. (2009). Pengantar Pendidikan Agama Katolik. Diktat Mata Kuliah Pengantar Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Mahasiswa Semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma. Suprihatin, Ana. (1999). Pelayanan Pendampingan Pastoral Orang Sakit di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta melalui Katekese. Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma (hal. 36-66). Swinton, John. (2009). Why Me Lord?: Practicing Lament At The Foot Of The Cross. Dalam John Swinton & Richard Payne (Ed.). Living Well And Dying Faithfully: Christian Practices For End-Of-Life Care. (hal. 107138). Cambridge: William B. Eerdmans Publishing Company. Totok S. Wiryasaputra. (2007). Pendampingan Pasien Kanker. Jakarta: Pelkesi. __________. (1997). Pendampingan Pastoral Orang Sakit: Sikap dan Keterampilan Dasar (Seri Pastoral No. 245). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Totok S. Wiryasaputra & Beek, Art M. (2000). Pendampingan Pastoral Orang Sakit. Yogyakarta: RS. Bethesda. Triono Budi Sutopo, Ign. (1993). Katekese Nyanyian sebagai Bentuk Kegiatan Sekolah Minggu dalam Rangka PIA. Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma (hal. 49-79).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 159
Yohanes Paulus II, Paus. (1993). Salfivici Doloris. (J. Hadiwikarta, Pr., Penerjemah). Jakarta: DEPDOKPEN KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1984). __________. (2004). Pesan Sri Paus Yohanes Paulus II pada Peringatan Hari Orang Sakit Sedunia (Lordes-Perancis, 11 Februari 2004). Brosur terjemahan dari Bahasa Italia yang disebarluaskan oleh BN Karya Kepausan Indonesia. Jakarta. Yubong, BT. Christina. (1995). Katekese Orang Dewasa dan Penderitaan. Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma (hal. 62-70). Yuswanto dan Sinaradi (Ed.). (2000). KANKER. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI