PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PENGARUH PRAPERLAKUAN INFUSA KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP EFEK ANALGESIK IBUPROFEN PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Pascalis Nika Putri Winahyu NIM : 118114153
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Be not afraid, I’ll go before you always.. Come, follow Me. and I will give you rest” (Scott Weiland in his song, “Be Not Afraid”) “There’s nothing ordinary in the living of each day, there’s a special part and everyone of us will play” (Celine Dion in her song “The Power of The Dream”) “Ia memberikan segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka” (Pengkhotbah 3:11)
Skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus yang setia menyertai dalam perjalanan hidup dan pencapaian ini Untuk Bapak, Ibu, Adik-adik, dan Mbah Putri di rumah Untuk Bude Suster, Mbah Kakung, dan Bude Win di surga Untuk teman-teman super, kekasih, dan tentunya, Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat, kasih, dan penyertaan-Nya hingga penilitian dan penyusunan skripsi berjudul “Pengaruh Praperlakuan Infusa Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Efek Analgesik Ibuprofen pada Mencit Betina Galur Swiss” dapat penulis selesaikan. Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2.
Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan, semangat, pengarahan, dan support selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
3.
Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik hingga skripsi ini tersusun.
4.
Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik hingga skripsi ini tersusun, juga selaku Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan dan support
selama menjalani
perkuliahan di Fakultas Farmasi hingga sekarang. 5.
Bapak, Ibu, Mbah Putri, adik-adikku Tika dan Nanda yang selalu memberi dukungan, semangat, dan suasana yang hangat di rumah.
6.
Pak Heru, Pak Suparjiman, Pak Kayatno, Pak Kunto, Pak Wagiran yang telah membantu proses penelitian di laboratorium.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7.
Rekan seperjuangan penelitian ini, Yosefina Noviana Seran. Luar biasa proses yang kita lalui bersama. Terima kasih atas kesempatan hingga bisa menyelesaikan penelitian ini pada akhirnya.
8.
Perguruan Teratai Merah Padmanaba- SMAN 3 Yogyakarta, yang pernah menjadi tempat menuntut ilmu penulis sebelumnya, atas pengalaman berharga dan men-transform penulis hingga menjadi pribadi seperti sekarang ini, juga sahabat-sahabat super di dalamnya: Thea, Anin, Stefi, Cindy, Restu, Astung, Mbak Shinta, Mbak Uli, Mbak Ratih, Mas Andre.
9.
Ista, Jeje, Anes, Regi, Adit, Fera, Gia, Vania, Ana, Anton, Rei, sahabatsahabat penulis selama kuliah dan berdinamika di UKM PSM Cantus Firmus.
10. Para pemusik PSM Cantus Firmus : Abed, David, Stania, Mario, Dani, Ayu, Bangkit, Mas Luis, Mas Anjar, Mas Arnold, Mas Bleki, Mas Deni, Mbak Avi. Terimakasih atas kesempatan berkarya bersama kalian melalui musik. 11. Teman-teman sekelas di FSM D dan FKK B 2011. 12. Seseorang yang selalu menjadi inspirasi, penyemangat, reminder, sabar dan penuh sayang, sahabat dan kekasih yang istimewa hingga saat ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentunya masih jauh dari sempurna. Penulis sangat terbuka pada masukan dan kritik dari pembaca. Akhir kata, semoga karya ini dapat berguna bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta Juni 2015 Penulis
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………..
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………….
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………….
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……………………...
vi
PRAKATA……………………………………………………………….
vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..
ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………..
xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….
xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..
xv
INTISARI………………………………………………………………...
xvi
ABSTRACT……………………………………………………………….
xvii
BAB I. PENGANTAR.………………………………………………….
1
A. Latar Belakang……………………………………………………….. 1 1. Perumusan masalah………………………………………………
4
2. Keaslian penelitian……………………………………………….
4
3. Manfaat penelitian………………………………………………..
5
B. Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………
ix
7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A. Hibiscus sabdariffa L........………………………………………........
7
B. Interaksi Obat…......…………………………………………............... 12 C. Interaksi Obat dengan Herbal..……………………………………….
19
D. Infusa.....................................................................................................
21
E. Nyeri...........………………………………………………………….... 22 F. Analgetika........………………………………………………………..
25
G. Ibuprofen..............…………………………………………………...... 28 H. Metode Uji Analgesik……………………………………………….... 32 I. Asam Asetat.....................………………………………………….......
35
J. Landasan Teori……………………………………………………….... 36 K. Hipotesis……………………………………………………………....
38
BAB III. METODE PENELITIAN……………………..………………..
39
A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………… 39 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………………………..
39
C. Subjek dan Bahan Penelitian………………………………………...
41
D. Alat Penelitian………………………………………………………..
41
E. Tata Cara Penelitian………………………………………………….
42
F. Tata Cara Analisis Hasil……………………………………………...
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………….………... 49 A.Penetapan
Kadar
Air
Simplisia
Serbuk
Kelopak
Bunga 49
Rosela....................................................………………………............. B. Hasil Pembuatan Infusa Kelopak Bunga Rosela..................................
49
C. Penentuan Selang Waktu Pemberian Asam Asetat...............................
50
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
D. Pengaruh Praperlakuan Infusa Kelopak Bunga Rosela Terhadap Efek Analgesik Ibuprofen..............................................................................
52
1. Tujuan penggolongan kelompok....................................................... 53 2. Hasil uji aktivitas analgesik seluruh kelompok uji...........................
53
3. Pembahasan hasil kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan kontrol rosela..................................................................................... 56 4. Pembahasan hasil kelompok praperlakuan rosela............................. 58 E.Rangkuman Pembahasan……………………........................................
63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………….………………...
66
A. Kesimpulan…………………………………………………………... 66 B. Saran………………………………………………………………….
66
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 67 LAMPIRAN……………………………………………………………...
72
BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………
93
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Rata-rata kumulatif geliat pada
penentuan selang waktu
pemberian asam asetat 50 mg/kg BB……………………...….. Tabel II.
Hasil uji Scheffe data geliat mencit untuk penetapan selang waktu pemberian asam asetat............................................…….
Tabel III.
50
51
Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit pada semua kelompok, % proteksi dan perubahan % proteksi terhadap mencit betina............................................................................... 54
Tabel IV.
Hasil uji Scheffe % proteksi pada semua kelompok...................
xii
55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)………..…………………...
7
Gambar 2
Kandungan aktif kelopak bunga rosela ……………………..
9
Gambar 3
Rangkuman penggolongan interaksi obat berdasarkan perubahan efek...................................................................
14
Gambar 4
Biosintesis prostalglandin............ …………………………..
25
Gambar 5
Penghambatan COX – ½ oleh analgesik nonopioid………...
27
Gambar 6
Struktur kimia ibuprofen..…………………………………...
28
Gambar 7
Jalur metabolisme ibuprofen…...……………………………
32
Gambar 8
Struktur asam asetat........................................……………....
35
Gambar 9
Skema
pengujian
analgesik
untuk
semua
kelompok
perlakuan................................................................................. Gambar 10
47
Grafik menit untuk pemberian asam asetat vs rata-rata kumulatif geliat.......…………………………………………
51
Gambar 11
Histogram persen proteksi seluruh kelompok uji………...…
54
Gambar 12
Kelopak bunga rosela kering……...………………………… 75
Gambar 13
Serbuk kelopak bunga rosela ……………………………….
75
Gambar 14
Pembuatan infusa …………………………………………...
75
Gambar 15
Hasil infusa kelopak bunga rosela 20 % ……...………….....
75
Gambar 16
Ayakan no 20, 30, 40 ……………………………………….
76
Gambar 17
Timbangan digital…........………………….………………..
76
Gambar 18
Kotak kaca pengamatan …….………………………………… 76
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 19
Timbangan analitik ………………………………………….
76
Gambar 20
Mencit uji................................................................................
77
Gambar 21
Mencit yang dipuasakan..........……………………………...
77
Gambar 22
Geliat yang memenuhi kriteria…...................….………….... 77
Gambar 23
Geliat yang belum memenuhi kriteria …………………….... 77
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat keterangan simplisia kelopak bunga rosela kering dari CV. “Merapi Farma Herbal”………..………………………....
73
Lampiran 2 Surat Ethical Clearance dari Fakultas Kedokteran UGM…...... 74 Lampiran 3 Kelopak bunga rosela kering, serbuk kelopak bunga rosela, pembuatan infusa, dan hasil infusa kelopak bunga rosela 20 %
75
Lampiran 4 Ayakan no. 20, 30, 40, timbangan digital, kotak kaca pengamatan, timbangan analitik.................................................
76
Lampiran 5 Mencit uji, mencit yang dipuasakan, geliat yang memenuhi kriteria dan geliat yang belum memenuhi kriteria …………..... 77 Lampiran 6 Perhitungan dosis CMC Na 1 %, ibuprofen, asam asetat, dan infusa kelopak bunga rosela ..……………………....................
78
Lampiran 7 Hasil analisis statistik jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat 50 mg/kg BB............................... 79 Lampiran 8 Hasil analisis statistik jumlah geliat pada uji praperlakuan infusa kelopak bunga rosela terhadap efek analgesik ibuprofen..………………....................………………………... 80 Lampiran 9 Analisis % proteksi pada uji praperlakuan infusa kelopak bunga rosela terhadap efek analgesik ibuprofen........................ Lampiran 10
85
Data perubahan % proteksi terhadap ibuprofen dosis 26 mg/kg BB ……………………………………………….............……. 89
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) termasuk tanaman obat yang cukup populer karena memiliki manfaat kesehatan, salah satunya sebagai analgesik. Kelopak bunganya diolah menjadi minuman herbal. Interaksi obat dengan minuman herbal tak dapat dihindari. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian infusa rosela berupa peningkatan efek analgesik ibuprofen beserta dosis yang dapat meningkatkan, luaran dan jenis interaksi yang terjadi. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Mencit betina galur Swiss sejumlah 40 ekor dikelompokkan secara acak dalam delapan kelompok. Kelompok I kontrol negatif CMC Na, kelompok II kontrol positif (ibuprofen 26 mg/kg BB), kelompok III, IV, dan V kontrol infusa rosela dengan dosis berturut-turut 1,25 ; 2,5 ; dan 5 g/kg BBsetelah selang satu jam diberikan CMC Na, dan kelompok VI, VII, VIII kelompok praperlakuan infusa rosela dengan dosis berturut-turut 1,25 ; 2,5; dan 5 g/kg BBsetelah selang satu jam diberikan ibuprofen 26 mg/kg BB. Data berupa kumulatif geliat mencit terinduksi asam asetat selama 1 jam dan persen proteksi. Hasil menunjukkan adanya peningkatan efek analgesik ibuprofen akibat praperlakuan infusa rosela pada dosis 5 g/kg BB sebesar 33,34 %. Interaksi ini merupakan interaksi homoergi heterodinami dengan luaran efek penghambatan. Kata kunci : analgesik, interaksi, ibuprofen, rosela, Hibiscus sabdariffa L.
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) is one of popular herbal plant because of it‟s health beneficial, such as analgesic. The calyx is commonly made into herbal drink. Interaction between drug and herbal drink cannot be avoided. This experiment is aimed to know the effect of roselle infusion in increasing analgesic effect of ibuprofen, the dose where roselle infusion could increase it, also what kind of effect and interaction it would be. This experiment was a pure experiment with randomized controlled trials and one direction pattern design. Animal subjects were 40 female Swiss mice divided into 8 groups : (I) Negative control (CMC Na), (II) Positive control (Ibuprofen 26 mg/kg), (III), (IV), (V) were roselle at dose of 1.25 ; 2.5 ; 5 g/kgafter 1 hour CMC Na was given, and (VI), (VII), (VIII) were roselle at dose of 1.25 ; 2.5 ; 5 g/kg- after 1 hour ibuprofen 26 mg/kg was given. Data was writhing cumulation caused by pain-induced acetic acid for 1 hour and protection percentage. There was increase of analgesic effect of ibuprofen caused by roselle infusion co-administration at dose of 5 g/kg as high as 33.34 %. It was a homoergi-heterodynamic interaction with inhibition result. Keywords : analgesic, interaction, ibuprofen, roselle, Hibiscus sabdariffa L.
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di dunia. Menurut WHO, negaranegara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Di Indonesia sendiri, telah lama digunakan tanaman berkhasiat obat dalam menanggulangi masalah kesehatan. Selain karena tanaman obat lebih mudah dijangkau oleh masyarakat, tanaman obat dinilai lebih aman karena memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dibanding obat modern (Sari, 2006). Nyeri merupakan sensori tidak menyenangkan dan emosional yang berkaitan dengan adanya kerusakan jaringan (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2008). Nyeri menjadi gejala yang umum terjadi pada banyak penyakit. Ketidaknyamanan gejala nyeri dapat diatasi dengan menggunakan obat yang disebut analgesik. Sampai saat ini tersedia berbagai obat analgesik yang mampu menangani nyeri dari intensitas ringan sampai berat. Sumber obat analgesik dapat berasal dari obat konvensional (modern) atau obat herbal dari tanaman. Ibuprofen adalah obat konvensional yang telah digunakan secara luas sebagai analgesik. Ibuprofen bekerja dengan secara nonselektif menghambat enzim siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2) sehingga menurunkan pembentukan perkusor prostalglandin, salah satu senyawa pemicu nyeri (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008).
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Salah satu tanaman obat yang cukup populer di kalangan masyarakat adalah rosela atau Hibiscus sabdariffa L. Bagian kelopak bunga rosela banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional maupun minuman dan makanan (Mahavedan, Shivali, and Kamboj, 2009). Kelopak bunga rosela juga ditemukan memiliki aktivitas analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Kandungan antosianin pada kelopak bunga rosela diketahui juga memiliki mekanisme penghambatan pada enzim pemicu mediator inflamasi yaitu NO synthase dan siklooksigenase (Jeong, Lee, Shin, Kim, Choi, and Choi, 2013). Banyak praktik umum yang menggunakan jus, soda, atau minuman herbal seperti seduhan air rosela untuk meminum obat (Kolawole and Maduenyi, 2004). Padahal, penggunaan herbal bersamaan atau berdekatan dengan waktu minum obat berisiko menimbulkan berbagai interaksi yang merugikan. Interaksi obat sendiri merupakan perubahan efek suatu obat akibat pemberian obatc, obat herbal, makanan, minuman, atau agen kimia lingkungan lainnya (Stockley, 2010). Interaksi obat kebanyakan terjadi selama metabolisme fase I yang diperantarai enzim sitokrom P450 (Showande, Fakeye, Tolonen, and Hokkane, 2013). Sitokrom P450 (CYP450) bertanggung jawab pada metabolisme hampir 70% obat. Inhibisi enzim CYP menyebabkan peningkatan kadar obat dalam plasma melalui penurunan metabolisme, yang dapat menimbulkan efek samping atau toksisitas signifikan. Induksi enzim CYP menyebabkan penurunan kadar obat dalam plasma serta efikasi obat (Ramasamy, Kiew, and Chung, 2014). Donatus (1995) menyebut interaksi obat dengan istilah antaraksi obat yang dapat digolongkan berdasarkan efek yang ditimbulkan dan mekanisme
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
kerjanya. Interaksi dapat bersifat homoergi-homodinami (efek dan mekanisme kerja dalam tubuh sama), dengan luaran atau akibat efek penambahan (infra, sederhana, atau supra), homoergi-heterodinami (salah satu menimbulkan efek tertentu, namun keduanya memiliki mekanisme kerja berbeda) dan heteroergi (efek yang dihasilkan berbeda satu sama lain) dengan luaran efek penghambatan (inhibisi) atau penguatan (potensiasi). Ibuprofen dimetabolisme sebagian besar melalui hati dengan reaksi oksidasi
yang
melibatkan
enzim
CYP450,
terutama
enzim
CYP2C9
(Mazaleuskaya, Theken, Li, Thorn, Fitzgerald, et al., 2014). Interaksi ibuprofen dengan obat di antaranya dengan warfarin, yang meningkatkan efek antikoagulan warfarin. Interaksi ibuprofen dengan herbal teh hijau menimbulkan peningkatan efek antiplatelet (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008). Telah diketahui pula bahwa ekstrak etanol rosela memiliki potensi efek inhibisi secara in vitro pada sejumlah isoform CYP. Salah satunya yaitu pengambatan reaksi hidroksilasi tolbutamide yang dikatalis oleh CYP2C9 (Showande, Fakeye, Tolonen, and Hokkane, 2013). Dari sini terdapat kemungkinan kandungan kelopak bunga rosela berpotensi sebagai inhibitor enzim CYP2C9. Sebagai inhibitor, rosela dapat menurunkan metabolisme ibuprofen, yang berakibat pada peningkatan efek analgesik ibuprofen. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah terdapat interaksi antara infusa rosela dengan ibuprofen yang mempengaruhi efek analgesik ibuprofen, serta seperti apa luaran dan jenis interaksi yang terjadi. Sediaan infusa dipilih karena sediaan ini mendekati sediaan yang umumnya dibuat masyarakat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
1. Permasalahan Dari latar belakang di atas, timbul permasalahan sebagai berikut: a. Apakah infusa rosela dapat meningkatkan efek analgesik ibuprofen? b. Berapa dosis infusa rosela yang mampu meningkatkan efek analegesik ibuprofen? c. Apa jenis dan luaran dari interaksi yang terjadi antara infusa rosela dengan ibuprofen? 2. Keaslian penelitian Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya: a. Penelitian Fakeye, Adegoke, Omoyeni and Famakinde (2007) - Efek Ekstrak Air Hibiscus sabdariffa Linn. (Malvaceae) „Roselle‟ Terhadap Ekskresi Formulasi Diklofenak. Analisis urin subjek uji manusia yang meminum 300 ml ekstrak air rosela selama 2 hari kemudian diberi 25 mg natrium diklofenak menunjukkan terjadinya penurunan jumlah natrium diklofenak dosis 25 mg yang diekskresikan sebesar 1,56-3,92%, yang signifikan secara statistik. b. Penelitian Ali, Ashraf, Biswas, Karmakar, and Afroz (2011) - Aktivitas Antidiare, Analgesik, dan Antimikroba Tanaman Lalmesta (Hibiscus sabdariffa). Dengan metode rangsang kimia, ditemukan adanya persen proteksi sebesar 66,85% pada dosis 500 mg/kg BB yang setara dengan natrium diklofenak (78,45 %) dosis 25 mg/kg BB. c. Penelitian Ali, Mohamed, and Mohammed (2014) - Komposisi Asam Lemak, Aktivitas Antiinflamasi dan Analgesik pada Biji Hibiscus sabdariffa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Linn. Metode rangsang kimia menunjukkan adanya persen proteksi signifikan pada dosis ekstrak petroleum eter biji rosela sebesar 45 % pada dosis 8 ml/kg BB, yang sebanding dengan natrium diklofenak 10 mg (persen proteksi 52,6 %). d. Penelitian Showande, Fakeye, Tolonen, and Hokkane (2013) - Aktivitas Inhibisi In Vitro Ekstrak Hibiscus sabdariffa L. (Famili Malvaceae) pada Isoform Sitokrom P450 Terseleksi. Hasil penelitian ini yaitu ekstrak etanol rosela termasuk golongan weak inhibitor yang menghambat sejumlah reaksi metabolisme obat-obat yang diuji, di mana reaksi tersebut dikatalis oleh enzim CYP1A2, CYP1A2, CYP2C8, CYP2D6, CYP2B6, CYP2E1, CYP2C19, CYP3A4, CYP2C9, CYP2A6 dan CYP2C9. Berdasarkan penelitian yang disebutkan di atas, belum pernah ada yang meneliti tentang pengaruh infusa rosela terhadap efek analgesik dari ibuprofen secara in vivo dengan metode rangsang kimia. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoretis. Manfaat teoretis yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kefarmasian mengenai pengaruh pemberian infusa rosela terhadap efek analgesik ibuprofen serta jenis dan luaran interaksi yang terjadi. b. Manfaat praktis. Manfaat praktis yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah memberi informasi baru dalam pelayanan kefarmasian pada masyarakat umum tentang dosis infusa rosela yang dapat meningkatkan efek analgesik dari ibuprofen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi mengenai pengaruh pemberian infusa rosela terhadap efek analgesik suatu obat. 2. Tujuan khusus a. Membuktikan bahwa pemberian infusa rosela dapat meningkatkan efek analgesik dari ibuprofen. b. Mengetahui pada dosis berapa infusa rosela dapat meningkatkan efek analgesik ibuprofen. c. Mengetahui jenis dan luaran dari interaksi yang terjadi antara infusa rosela dengan ibuprofen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hibiscus sabdariffa L.
Gambar 1.Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Rosela (Gambar 1) merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah Asia dan Afrika Tropis. Rosela memiliki nama daerah seperti gamet walanda (Sunda) atau kasturi roriha (Ternate) (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010 ). 1.
Klasifikasi Klasifikasi rosela menurut Direktorat Obat Asli Indonesia (2010) adalah
sebagai berikut: Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Dilleniidae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Malvaceae
Marga
: Hibiscus
Jenis
: Hibiscus sabdariffa Linn.
7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
8
Morfologi Rosela merupakan tumbuhan semak umur satu tahun dengan tinggi
tumbuhan mencapai 2,4 m. Batang berwarna merah, berbentuk bulat dan berbulu; daun berseling 3-5 helai dengan panjang 7,5-12,5 cm berwarna hijau, ibu tulang daun kemerahan. Bunga tunggal, kuncup bunga tumbuh dari bagian ketiak daun, kelopak bunga berlekatan, mahkota bunga berlepasan berjumlah 5 petal mahkota bunga berbentuk bulat telur terbalik (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010 ). 3.
Kandungan kimiawi Antosianin yang menyebabkan warna merah pada tanaman ini adalah
delfinidin-3-siloglukosida, delfinidin-3-glukosida, sianidin-3-siloglukosida. Selain itu terdapat flavonoid lain yaitu gosipetin dan mucilago rhamnogalakturonan, arabinogalaktan, dan arabinan (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010 ). Efek biologis kelopak bunga rosela terdapat kebanyakan pada ekstrak dengan pelarut polar. Senyawa kimia yang utama dalam aktivitas fisiologis kelopak bunga rosela adalah antosianin dan polifenol (Zarrabal, Dermitz, Flores, Jones, Hipolito, Uscanga, et al., 2012). Flavonoid golongan antosianin merupakan kandungan kimia rosela terbesar pada bunga rosela (Obouayeba, Djyh, Diabate, Djaman, N‟guessan, Kone, et al., 2014). Antosianin diketahui memiliki aktivitas menghambat enzim-enzim pemicu mediator inflamasi seperti NO synthase dan COX-2. Penemuan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jeong, Lee, Shin, Kim, Choi, and Choi (2013) tentang respon antiinflamasi in vitro antosianin pada sel mikrogial BV2 terinduksi lipopolisakarida.
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berikut adalah gambar kandungan aktif kelopak bunga rosela :
Gambar 2. Kandungan aktif kelopak bunga rosela (Zarrabal, Dermitz, Flores, Jones, Hipolito, Uscanga, et al. 2012)
9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
10
Khasiat dan manfaat Dekok biji rosela diketahui mampu mengobati disuria dan kasus-kasus
ringan dispepsia (Sarkar, Hossen, Howlader, Rahman, and Dey, 2012). Di Indonesia sendiri, umumnya rosela digunakan dengan menyeduh kelopak bunga rosela yang telah dikeringkan (Hutahean, 2010). Kandungan antosianin, flavonoid, dan asam fenolik bunga rosela memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Uji antioksidan metode DPPH, menunjukkan bahwa IC50 ekstrak bunga rosela adalah 0,24 mg/ml dibandingkan dengan vitamin C yang memiliki IC50 0,35 mg/ml (Obouayeba, Djyh, Diabate, Djaman, N‟guessan, Kone, et al., 2014). Rosela juga ditemukan memiliki aktivitas analgesik, antipretik, dan antiinflamasi. Pada uji analgesik metode rangsang kimia, dihasilkan persen proteksi sebesar 66,85% pada dosis 500 mg/kg BB yang setara dengan natrium diklofenak (78,45 %) dosis 25 mg/kg BB (Ali, Ashraf, Biswas, Karmakar, and Afroz 2011). Penelitian Ali, Mohamed, and Mohammed (2014) juga membuktikan pada ekstrak petroleum eter biji rosela terdapat aktivitas analgesik. Metode rangsang kimia menunjukkan adanya persen proteksi signifikan dari ekstrak petroleum eter biji rosela sebesar 45 % pada dosis 8 ml/kg BB , yang sebanding dengan natrium diklofenak 10 mg (persen proteksi 52,6 %) (Ali, Mohamed, and Mohammed 2014). Aktivitas antipiretik, antiinflamasi, dan analgesik tersebut diduga karena kandungan flavonoid, polisakarida, dan asam organik dari kelopak bunga rosela.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Namun, data mengenai senyawa spesifik dan mekanisme yang mungkin terjadi masih terbatas dan perlu ditelusuri lebih lanjut (Ali, Wabel, and Blunden, 2005). 5.
Toksikologi Ekstrak rosela memiliki derajat toksisitas yang rendah. LD50 ekstrak
kelopak bunga rosela pada tikus ditemukan di atas 5000 mg/kg (Ali, Wabel, and Blunden, 2005). Studi menunjukkan bahwa pada dosis yang sangat tinggi dari ekstrak rosela dapat menimbulkan efek toksik pada sistem hepatik, dan menyebabkan distrofi otot (Fakeye, Pal, Bawankule, Yadav, and Khanuja, 2008). 6.
Interaksi Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa rosela berinteraksi dengan
antihipertensi yaitu diuretik hidroklorotiazid. Efek yang dihasilkan yaitu penurunan klirens plasma dan kecepatan eliminasi hidroklorotiazid. Hal ini juga disebabkan oleh adanya
aktivitas
(Ndu, Nworu, Ehiemere, Ndukwe,
diuretik
and Ochiogu,
dari kelopak bunga 2011).
Fakeye,
rosela
Adegoke,
Omoyeni and Famakinde (2007) menganalisis urin subjek uji manusia yang meminum 300 ml ekstrak air (selama 2 hari kemudian diberi 25 mg natrium diklofenak). Hasil menunjukkan terjadinya penurunan jumlah natrium diklofenak dosis 25 mg yang diekskresikan sebesar 1,56-3,92%, yang signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara rosela dengan natrium diklofenak. Selain itu, Showande, Fakeye, Tolonen, and Hokkane (2013) juga membuktikan adanya potensi kelopak bunga rosela sebagai inhibitor sejumlah isoform CYP. Hasil penelitian in vitro ini menyatakan bahwa sifat inhibitor rosela
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
masih termasuk lemah (weak inhibitor), namun, perlu adanya perhatian khusus dan studi in vivo lebih lanjut mengenai penggunaan minuman herbal rosela bersamaan dengan obat-obatan yang dimetabolisme oleh CYP450 (Showande, Fakeye, Tolonen, and Hokkane, 2013).
B. Interaksi Obat 1. Pengertian umum Interaksi terjadi ketika efek dari satu obat diubah oleh adanya obat, obat herbal, makanan, minuman, atau agen kimia lingkungan lainnya. Pengaruh interaksi obat dapat berbahaya bila menyebabkan peningkatan toksisitas dari obat. Contohnya, pasien yang menggunakan obat golongan MAOI (monoamine oxidase inhibitor) dapat mengalami krisis hipertensi akut dan mengancam jiwa jika memakan makanan kaya tyramine seperti keju (Stockley, 2010). Pengurangan efikasi obat karena interaksi dapat berbahaya pula. Misalnya, pasien yang menggunakan warfarin dan rifampisin, akan membutuhkan dosis warfain lebih, untuk menjaga efek antikoagulasi yang mencukupi. Pasien yang menggunakan tetrasiklin atau kuinolon perlu menghindari antasida dan makanan mengandung susu karena efek antibiotiknya dapat berkurang atau bahkan tidak terjadi (Stockley, 2010). Donatus (1994) pada disertasinya menyebut interaksi obat dengan istilah antaraksi obat, yang pada dasarnya memiliki makna yang sama. Definisi antaraksi obat ini dapat ditelaah maknanya melalui dua faktor. Pertama berdasarkan akibat (luaran), antaraksi obat didefinisikan sebagai peristiwa manakala efek obat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
tertentu (obat obyek) diubah oleh obat lain (antaraktan) yang diberikan sebelum atau bersama-sama dengannya. Yang kedua berdasarkan perantara (mekanisme kerja), antaraksi obat didefinisikan sebagai peristiwa yang terjadi manakala obat diberikan bersama, saling mempengaruhi proses farmakokinetika dan atau farmakodinamika masing-masing obat. Kedua definisi ini bermakna bahwa akibat antaraksi dapat berupa pergeseran kinerja farmakologi dan atau toksikologi obatobyek, perantara antaraksi mungkin pergeseran kinerja farmakokinetika dan atau farmakodinamika obat-obyek, dan penyebab antaraksi mungkin faktor peringkat dosis dan atau lama masa perlakuan interaktan (Donatus, 1994). 2. Penggolongan Interaksi Terdapat beberapa istilah yang dapat dipakai untuk menjelaskan efek obat, yaitu homoergi (sepasang obat menimbulkan efek yang benar-benar sama), heteroergi (sepasang obat hanya salah satu yang menimbulkan efek tertentu), homodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang sama), dan heterodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja berbeda). Berdasarkan sifat efek pasangan obat tersebut, antaraksi obat dapat digolongkan menjadi antaraksi homoergi-homodinami dengan luaran penambahan (infra, sederhana, atau supra), serta homoergi-heterodinami dan heteroergi dengan luaran efek penghambatan (inhibisi) atau penguatan (potensiasi) (Donatus, 1995). Penggolongan antaraksi, yang selanjutnya disebut sebagai interaksi dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Gambar 3. Rangkuman penggolongan interaksi obat berdasarkan perubahan efek (Donatus, 1995) Interaksi obat juga digolongkan berdasarkan mekanisme kerja yang meliputi
interaksi
farmakokinetika
dan
farmakodinamika.
Interaksi
farmakokinetika berkenaan dengan perubahan keberadaan obat obyek di tempat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
kerja, sedangkan interaksi farmakodinamika berkenaan dengan perubahan keefektifan reaksi obat obyek dengan tempat kerjanya (Donatus, 1995). 3. Interaksi Farmakokinetika Pada interaksi farmakokinetika, terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat. Interaksi obat dengan obat terjadi selama metabolisme obat. Enzim sitokrom P450 (CYP450) pada hati dan usus berperan penting dalam metabolisme obatobatan dan senyawa asing lainnya.Konsentrasi obat bentuk awal (parent drug) dan metabolitnya berdinamika dan dipengaruhi oleh agen pengatur CYP yang spesifik (Peltoniemi, 2013). a. Metabolisme obat Metabolisme atau biotransformasi merupakan rangkaian reaksi kimia yang mengubah dan mengkonversi obat menjadi senyawa yang larut air agar dapat diekskresikan. Tanpa ada metabolisme, obat akan terus memiliki efek pada tubuh dan bahkan dapat membahayakan jika terakumulasi hingga mencapai kadar toksik. Hati merupakan organ primer dalam metabolisme obat (Fulcher, Fulcher, and Soto, 2012). Hasil metabolisme obat umumnya menjadi bentuk yang kurang atau tidak aktif secara farmakologis dibanding obat bentuk awal, kecuali obat yang bersifat prodrug seperti kodein (Peltoniemi, 2013). Metabolisme obat di hati dapat terbagi menjadi metabolisme fase I dan fase II. Metabolisme fase I bertujuan untuk mengubah obat yang bersifat lipofil menjadi lebih larut air, yang meliputi fase oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Reaksi-reaksi ini umumnya menghasilkan metabolit dengan gugus fungsional yang lebih polar seperti –OH, NH2, -SH, atau –COOH. Famili enzim CYP450 memiliki kontribusi terbesar dalam metabolisme fase I (Hu and Li, 2011). Jika sudah cukup polar, metabolit fase I dapat segera diekskresikan. Namun, ada pula produk fase I yang tidak dieliminasi secara cepat dan mengalami reaksi berikutnya (fase II), yaitu reaksi konjugasi (Katzung, 2012). Reaksi-reaksi ini mengkombinasikan asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino dengan molekul obat sehingga obat menjadi lebih polar (Stringer, 2006). b. Famili enzim CYP450 Enzim CYP450 merupakan haemoprotein yang dikode oleh 57 gen berbeda, dan memiliki kromofor yang muncul pada gelombang 450 nm (Peltoniemi, 2013). Telah teridentifikasi berbagai isoform CYP450 di hati manusia. Dari berbagai isoform ini, CYP1A2, CYP2A6, CYP2B6, CYP2C9, CYP2D6, CYP2E1, dan CYP3A4 merupakan bentuk terpenting dan terbanyak pada kandungan
CYP450
di
hati
manusia.
Bersama-sama
mereka
bertanggungjawab mengkatalis sebagian besar obat. Keterlibatan masingmasing CYP450 dalam metabolisme dapat diperiksa secara in vitro dengan penanda fungsional selektif, inhibitor kimia selektif, dan antibodi CYP450. Secara in vivo, pemeriksaan dapat dilakukan dengan penanda-penanda noninvasif yang relatif selektif, misalnya tes napas atau analisis urin metabolit tertentu setelah pemberian pelacak substrat selektif CYP450 (Fulcher, Fulcher, and Soto, 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
c. Inhibisi dan induksi enzim Induksi merupakan peningkatan ekspresi CYP450 dengan meningkatkan laju sintesis CYP atau mengurangi kecepatan penguraiannya. Induksi menyebabkan akselerasi metabolisme obat (substrat) dan biasanya penurunan efek farmakologis penginduksi serta juga obat lain yang diberikan bersama-sama (Katzung, 2012). Contoh induksi enzim yaitu rifampisin meningkatkan metabolisme siklosporin, sehingga menurunkan efek farmakologis dari siklosporin (Stockley, 2010). Inhibisi enzim merupakan penurunan metabolisme obat oleh obat atau senyawa lain, sehingga menyebabkan akumulasi obat tersebut dalam bentuk aktif di dalam tubuh. Efek obat menjadi setara dengan jika dosis obat tersebut dinaikkan. Contohnya yaitu peningkatan kadar plasma sildenafil setelah diberikan ritonavir, karena ritonavir menghambat enzim CYP3A4 yang memetabolisme sildenafil (Stockley, 2010). Baik inhibisi maupun induksi memiliki pengaruh terhadap terapi. Contohnya
yaitu
alopurinol
yang
dapat
memperpanjang
efek
kemoterapeutik dan toksik merkaptopurin melalui inhibisi kompetitif xantin oksidase. Karenanya untuk menghindari toksisitas sumsum tulang, dosis merkaptopurin harus dikurangi pada pasien yang mendapat alopurinol. Barbiturat (induktor enzim) jika digunakan bersama warfarin akan diperlukan peningkatan dosis warfarin. Namun, jika penggunaan barbiturat dihentikan, metabolisme warfarin akan berkurang atau kembali normal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
sehingga berisiko terjadinya pendarahan, suatu efek toksik akibat peningkatan kadar plasma dari antikoagulan tersebut (Katzung, 2012). 4. Interaksi farmakodinamika Interaksi farmakodinamik merupakan perubahan efek obat akibat adanya obat
lain
pada
tempat
aksinya
(Stockley,
2010).
Potensi
interaksi
farmakodinamika perlu dipertimbangkan pada obat-obat yang dapat berkompetisi satu sama lain pada tingkat reseptor atau memiliki kesamaan/kebalikan efek farmakodinamik (Commitee for Human Medicinal Products, 2010). Reaksi yang terjadi pada reseptor tertentu kebanyakan secara tidak langsung dan melibatkan interferensi dengan mekanisme fisiologis. Karena itu, interaksi ini lebih sulit diklasifikasikan dibanding interaksi farmakokinetik (Stockley, 2010). Pada interaksi farmakodinamika, tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah (Syamsudin, 2011). a. Interaksi aditif atau sinergistik Jika dua obat yang memiliki kesamaan efek farmakologis diberikan bersamaan, efek yang timbul bisa bersifat aditif. Contohnya, alkohol menimbulkan depresi sistem syaraf pusat, jika diberikan bersamaan dengan obat sistem syaraf pusat (antiansiolitik/antihipnotik) dapat menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan (Stockley, 2010). b. Interaksi antagonis Pada interaksi ini, dua atau lebih obat memiliki kerja yang berlawanan. Contohnya, kumarin akan memperlambat waktu pembekuan darah dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
menghambat efek dari vitamin K. Namun, jika dosis vitamin K dinaikkan, efek antikoagulan dari kumarin akan menurun (Stockley, 2010).
C. Interaksi Obat dengan Herbal Herbal merupakan produk yang mengandung senyawa fitokimia aktif secara biologis yang berasal dari tanaman. Herbal digunakan manusia untuk menangani penyakit. Herbal dapat diperoleh dalam berbagai bentuk, seperti suplemen, ekstrak dalam kapsul, sirup atau minuman (Wanwimolruk and Prachayasittikul, 2014). Minuman herbal merupakan bentuk produk herbal paling populer digunakan karena efeknya yang menguntungkan dan penyiapannya yang cukup mudah (Showande, Fakeye, Tolonen, and Hokkane, 2013). Herbal kebanyakan mengandung lebih dari satu senyawa fitokimia aktif. Maka dari itu, kemungkinan terjadinya interaksi akan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan interaksi antara dua obat konvensional. Pandangan yang salah secara umum adalah bahwa obat herbal atau suplemen berasal dari tanaman sehingga aman untuk digunakan bersamaan dengan obat resep. Padahal, hal tersebut tidak menjamin keamanan dari obat herbal, tidak menjamin obat herbal bebas dari efek samping maupun toksisitas dan potensi interaksi obat (Wanwimolruk and Prachayasittikul, 2014). Banyak praktik umum menggunakan jus, soda, atau minuman herbal seperti seduhan air rosela (Zobo drink) untuk meminum obat (Kolawole and Maduenyi, 2004). Penggunaan herbal bersamaan dengan obat menimbulkan berbagai interaksi yang dapat merugikan. Misalnya, efek samping obat yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
serius terjadi karena interaksi antara terfenadine (antihistamin) dengan buah anggur, yang menyebabkan obat terfenadine ditarik dari peredaran. Studi menunjukkan bahwa kandungan furanokumarin pada buah anggur menyebabkan inhibisi enzim CYP3A4 dan transporter obat (P-glikoprotein/P-gp), yang mengakibatkan peningkatan kadar terfenadin dalam plasma. Peningkatan kadar terfenadine menyebabkan perpanjangan interval QT diikuti aritmia jantung (Wanwimolruk and Prachayasittikul, 2014). Seperti pada interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan herbal memiliki prinsip yang sama, yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Interaksi farmakodinamik obat dengan herbal tidak banyak disorot, namun, pengaruh dari interaksi farmakodinamik dapat bersifat adisi atau sinergistik (memperkuat efek farmakologi atau toksikologi dari obat), atau beraksi antagonis (obat herbal menurunkan efikasi dari obat konvensional). Interaksi herbal dengan warfarin merupakan contoh interaksi farmakodinamik yang seringkali terjadi. Warfarin akan mengalami peningkatan efek antikoagulasi ketika diadministrasikan bersama herbal yang mengandung kumarin (Wanwimolruk and Prachayasittikul, 2014). Interaksi farmakokinetik obat dengan sejumlah herbal dapat mengubah konsentrasi plasma dari obat konvensional (Wanwimolruk and Prachayasittikul, 2014). Studi in vitro dan in vivo mengindikasikan bahwa perubahan konsentrasi akibat pemberian bersamaan dengan herbal kemungkinan disebabkan oleh induksi atau inhibisi dari sejumlah enzim hepatik dan intestinal yang memetabolisme obat,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
khususnya CYP450, dan atau transporter obat P-gp. Seperti diketahui, CYP450 merupakan enzim penting dalam metabolisme obat fase I (Hussain, 2011).
D. Infusa Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Simplisia nabati sendiri merupakan bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman yang digunakan untuk obat dan belum diolah serta belum merupakan zat murni. Kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010 ). Metode infundasi yang digunakan dalam pembuatan infusa bertujuan untuk menyari kandungan aktif simplisia yang larut dalam air panas. Penyarian ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar bakteri dan jamur, sehingga sari yang diperoleh harus segera diproses sebelum 24 jam. Metode ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2013). Cara pembuatan infusa yaitu bahan baku ditambah dengan air, pada umumnya jika tidak dinyatakan lain diperlukan 100 bagian air untuk 10 bagian bahan, kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90 oC. Penyarian dilakukan menggunakan pemanasan tidak langsung, di mana campuran diletakkan tepat di atas panci berisi air yang dipanaskan. Penyaringan dilakukan saat cairan masih panas, kecuali bahan yang mengandung minyak atsiri (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2013).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
E. Nyeri Nyeri adalah sensori tidak menyenangkan dan emosional yang berkaitan dengan adanya kerusakan jaringan. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, kimia, termal, atau listrik melampau nilai ambang nyeri dan menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan senyawa nyeri (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2008). Ambang nyeri adalah tingkat pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya, atau intensitas rangsangan terendah pada saat seseorang merasakan nyeri. Setiap orang memiliki ambang nyeri yang konstan (Tjay dan Rahardja, 2008). Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and Posey (2008) membagi klasifikasi nyeri menjadi dua berdasarkan patologi yang memicu,yaitu jalur nosiseptif dan neuropatik. Nyeri nosiseptif berifat akut, sedangkan neuropatik bersifat kronis. 1. Nyeri nosiseptif Nyeri nosiseptif diklasifikasikan menjadi nyeri somatik/perifer (jaringan kulit, tulang, otot, sendi atau jaringan konektif) dan viseral (organ internal seperti usus besar atau pankreas). Patofisiologi nyeri menurut Nugroho (2011) dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu stimulasi, transmisi, persepsi, dan modulasi. a. Stimulasi Rangsangan nyeri (kimiawi, mekanik, panas) akan merangsang pelepasan mediator nyeri meliputi bradikinin, ion kalium, histamin, serotonin, substansi P, dan prostalglandin dan leukotrien. Mediator tersebut mengaktivasi reseptor nyeri (nosiseptor) pada ujung syaraf, menimbulkan potensial aksi yang lalu diteruskan melalui serabut syaraf aferen menuju
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
sumsum tulang belakang. b. Transmisi Penghantaran nosiseptif melibatkan serabut syaraf aferen C dan Aδ. Serabut Aδ bermyelin sehingga menghantarkan respon cepat, menghasilkan sensasi nyeri tajam dan terlokalisasi. Serabut C tidak bermyelin sehingga penghantarannya lambat, menghasilkan sensasi nyeri tumpul, nyeri panas. Setelah penghantaran impuls, ujung serabut syaraf aferen yang membentuk sinaps dengan bagian tanduk dorsal sumsum tulang belakang melepaskan mediator glutamat, substansi P dan calcitonin gene-related peptide (CGRP). Penghantaran impuls diteruskan menuju talamus otak. c. Persepsi Dari talamus otak impuls diteruskan ke bagian otak lain, misalnya korteks (terjadi lokalisasi nyeri, reaksi pertahanan koordinasi pada lokasi kerusakan sel), sistem limbik (penilaian sensasi nyeri), otak kecil (reaksi pertahanan terkoordinasi). d. Modulasi Tubuh lalu memodulasi sensasi nyeri melalui beberapa proses. Satu sistem yang dominan terlibat dalam proses nyeri adalah sistem opioid endogen, yang terdiri dari neurotransmitter (enkefalin, dinorfin, β-endorfin) dan reseptor opioid (mu, delta, kappa) yang terdapat menyeluruh di sistem syaraf pusat. Opioid endogen ini berinteraksi dengan reseptor opioid dan menghambat transmisi nyeri. Selain itu, sistem syaraf pusat memiliki sistem pengatur transmisi nyeri yaitu descending control system yang dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
menghambat transmisi nyeri pada sinaptik tanduk dorsal sumsum tulang belakang. 2. Nyeri neuropatik Nyeri neuropatik (kronis) terjadi akibat proses input sensorik yang abnormal oleh SSP atau perifer. Kerusakan saraf atau rangsangan terus menerus dapat menyebabkan sirkuit/lintasan nyeri yang menimbulkan rangsangan saraf secara spontan, rangsangan nyeri saraf autonom dan meningkatkan pelepasan bahan dari syaraf tanduk dorsal yang progresif. Sindrom nyeri neuropatik yang sulit diatasi seperti nyeri punggung bawah, neuropati diabetik, nyeri akibat kanker, luka pada sumsum tulang belakang (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2008). Eikosanoid merupakan senyawa-senyawa yang terlibat dalam kontrol berbagai proses fisiologis, dan merupakan mediator-mediator penting serta modulator dalam nyeri dan reaksi inflamasi. Eikosanoid yang utama yaitu prostalglandin, tromboksan, dan leukotrien (Rang, Dale, Ritter, and Fowler, 2008). Prostalglandin berperan penting sebagai aktivator primer pada nosiseptor perifer, serta mengawali respon inflamasi dan sensitisasi perifer, yang meningkatkan pembengkakan jaringan dan nyeri pada sisi cedera (Sinatra, de Leon-Casasola, Ginsberg, Viscusi, 2009). Prostalglandin disintesis oleh asam arakidonat. Biosintesis prostalglandin dapat dilihat pada gambar 4.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Gambar 4. Biosintesis prostalglandin (Parente and Perreti, 2001) Pembentukan prostalglandin dikatalis oleh enzim prostalglandin sintase. Prostalglandin sintase lebih sering disebut siklooksigenase (COX). Terdapat 2 gen siklooksigenase, yaitu COX-1 dan COX-2. Keduanya mengkatalis reaksi yang sama, meskipun COX-2 bekerja pada substrat yang lebih luas. COX-1 secara konstitutif diekspresikan pada jaringan, sedangkan COX-2 hanya teraktivasi pada saat terjadi stimuli inflamasi (Brandt, 2004).
F. Analgetika Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum. Berdasarkan potensi kerja, analgetika dibedakan menjadi analgetika opioid dan analgetika nonopioid (Fulcher, Fulcher, and Soto, 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
1. Analgesik opioid dan opiat (analgesik narkotik) Analgesik ini merupakan analgesik kuat yang berasal dari derivat opium atau senyawa sintetik yang memproduksi efek farmasetis sama dengan opium. Jika berasal dari opium murni, misalnya kodein dan morfin, maka disebut opiat. Opioid merupakan senyawa sintetik seperti meperidine dan fentanil. Analgesik narkotik digunakan untuk menangani nyeri akut sedang hingga berat. Mekanisme kerja analgesik narkotik adalah mengubah persepsi nyeri dengan kerja yang menyerupai endorfin, memblokir transmisi impuls nyeri dan meningkatkan ambang nyeri. Selain analgesik, obat golongan ini memiliki efek antitusif dan sedatif. Ketergantungan (adiksi) dapat terjadi ketika dilakukan penggunaan jangka panjang (Fulcher, Fulcher, and Soto, 2012). 2. Analgesik nonopioid Analgesik nonopioid disebut juga analgetik perifer, yang bekerja merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer (Tjay dan Rahardja, 2008). Kebanyakan analgesik nonopioid seperti aspirin, ibuprofen, dan parasetamol tersedia dalam bentuk obat bebas. Ada berbagai macam penggolongan
analgesik
nonopioid,
seperti
analgesik
salisilat
(aspirin),
nonsalisilat (parasetamol), dan non steroidal anti inflammatory drugs (NSAID) atau obat antiinflamasi nonsteroid (ibuprofen, asam mefenamat, indometasin, celecoxib, dan sebagainya). Analgesik nonopioid umum digunakan sebagai kontrol nyeri ringan hingga sedang dan sebagian besar memiliki tiga karakteristik meliputi antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik (Fulcher, Fulcher, and Soto, 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Mekanisme kerja dari analgesik nonopioid sebagian besar berdasarkan pada penghambatan sintesis prostalglandin, di mana enzim siklooksigenase diblokir (Tjay dan Rahardja, 2008). Mekanisme pemblokiran siklooksigenase (COX) oleh analgesik nonopioid dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Penghambatan COX -1 /2 oleh analgesik nonopioid Aspirin
memiliki
keunikan
mekanisme
kerja
di
mana
aspirin
menghambat COX secara ireversibel. Golongan NSAID lainnya menghambat COX secara reversibel. Ditemukannya dua macam COX menyebabkan pengembangan lebih lanjut mengenai selektifitas dari aksi analgesik (Rang, Dale, Ritter, and Fowler, 2008). NSAID yang ideal hendaknya hanya menghambat COX-2 (COX-2 terbentuk jika terjadi inflamasi) dan tidak menghambat COX-1 (COX-1 memiliki fungsi melindungi mukosa lambung). Sampai saat ini, hanya tersedia beberapa obat yang bekerja selektif COX-2 yaitu nabumeton, meloxicam, dan celecoxib (Tjay dan Rahardja, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
G. Ibuprofen
Gambar 6. Struktur kimia ibuprofen (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014) Ibuprofen (Gambar 6) adalah derivat asam propionat yang merupakan golongan Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Ibuprofen diindikasikan untuk terapi penyakit inflamasi dan gangguan rematoid seperti juvenile rheumatod arthritis, mengobati nyeri ringan hingga sedang, demam, dan dismenorrhea (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008). 1. Sifat fisikokimia Ibuprofen memiliki wujud berupa serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah. Ibuprofen sangat mudah larut dalam etanol, methanol, aseton dan kloroform, sukar larut dalam etil asetat dan praktis tidak larut dalam air (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Dalam bentuk suspensi, ibuprofen stabil dalam agen pesuspensi yaitu karboksimetilselulosa natrium (CMC Na) dengan konsentrasi 1 % (Wulansari, 2012). 2. Bentuk sediaan Ibuprofen tersedia dalam bentuk tablet 200, 400, 600, dan 800 mg dan suspensi 100 mg/5 ml (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008). 3. Mekanisme kerja Mekanisme kerja ibuprofen adalah menghambat enzim siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2) sehingga menurunkan pembentukan perkusor
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
prostalglandin. Ibuprofen memiliki sifat analgesik, antipiretik dan antiinflamasi (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008). 4. Farmakokinetika a. Onset aktif
: analgesik : 30-60 menit
b. Durasi
: 4-6 jam
c. Absorpsi
: secara oral obat diabsorpsi cepat mencapai 85 %
d. Ikatan protein
: 90% sampai 99%
e. Metabolisme
: hepatik melalui reaksi oksidasi
f. Waktu paruh
: dewasa 2-4 jam
g. Ekskresi
: urin (80% berupa metabolit, 1% berupa obat); beberapa
melalui feses (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008) 5. Dosis terapi (untuk dewasa) a. Untuk nyeri inflamasi, tablet oral 400-800 mg 3-4 kali sehari (maksimum 3,2 gram / hari) b. Untuk analgesik/nyeri/demam/dismenorrhea, tablet oral 200 mg setiap 4-6 jam jika perlu (maksimm 1200 mg/24 jam) (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008) 6. Efek samping Efek samping dengan persentase kejadian 1-10% yaitu meliputi edema, pusing, sakit kepala, nervous, ruam dan gatal pada kulit, retensi cairan, tinnitus, dan sejumlah gangguan gastrointestinal (nyeri epigastric, mual, nyeri abdominal,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
turunnya nafsu makan, konstipasi, diare, dispepsia, flatulensi, dan muntah) (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008). 7. Kontraindikasi Ibuprofen dikontraindikasikan dengan pasien yang hipersensitivitas terhadap ibuprofen, aspirin, NSAID lainnya atau komponen apapun pada formulasi; nyeri perioperatif pada pembedahan CABG (coronary artery bypass graft) (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008). 8. Interaksi obat Interaksi ibuprofen dengan obat lain hampir mirip dengan interaksi golongan obat NSAID lainnya, yaitu interaksi dengan antihipertensi ACEI dan ARB, beta blocker, diuretik loop, diuretik tiazid (penurunan efek antihipertensi), antibiotik aminoglikosida, vankomisisn dan kuinolon, antikoagulan dan antiplatelet, desmporessin,
antidepresan, ketorolac,
turunan
bifosfonat,
lithium,
methotrexate,
kortikosteroid, probenesid,
siklosporin, SSRI,
dan
treprostinil. Interaksi dengan golongan NSAID lain dapat menimbulkan peningkatan efek samping/toksik NSAID. Interaksi yang berisiko tinggi terjadi adalah dengan substrat enzim CYP2C9 lainnya, dengan efek penurunan metabolisme dari ibuprofen (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008). Efek interaksi ibuprofen dengan makanan yaitu penurunan kadar serum puncak ibuprofen. Ibuprofen sebisa mungkin tidak diminum bersama dengan alkohol karena dapat meningkatkan iritasi mukosal lambung. Interaksi ibuprofen dengan herbal kebanyakan terjadi pada herbal yang mengandung kumarin dan memiliki aktivitas antikoagulan seperti alfaalfa, anise, bilberry. Interaksi ini dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
meningkatkan efek samping/toksik dari NSAID, di mana pendarahan dapat terjadi (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2008). 9. Jalur metabolisme ibuprofen Jalur metabolisme ibuprofen dapat dilihat pada gambar 7. Metabolisme primer ibuprofen adalah reaksi oksidasi yang melibatkan enzim-enzim CYP450. Metabolit primer yang ditemukan di dalam urin kebanyakan adalah karboksiibuprofen dan 2-hidroksi ibuprofen, 3-hidroksi ibuprofen, dan sedikit 1-hidroksi ibuprofen. Metabolit hidroksi dan karboksi tersebut tidak aktif secara farmakologis. Ibuprofen dimetabolisme sempurna namun terdapat sedikit obat yang tidak diubah (obat utuh) ditemukan di dalam urin. Terdapat perbedaan rute metabolisme pada enansiomer yang berbeda. S-ibuprofen secara dominan dimetabolisme oleh CYPC29 sedangkan R-ibuprofen dengan CYP2C8. Kira-kira 50-65 % R-ibuprofen diinversikan menjadi S-ibuprofen melalui asil-coA thioester oleh enzim alfa-metilasil-koenzim rasemase (AMACR) (Mazaleuskaya, Theken, Li, Thorn, Fitzgerald, et al., 2014). Metabolisme sekunder ibuprofen melalui glukuronidasi terjadi melalui enzim-enzim UDP-glucuronosiltransferase (UGT). Ikatan kovalen ibuprofenglukuronida dengan protein plasma dapat meningkatkan risiko toksisitas. Konjugasi thiol juga terjadi meski dalam jumlah sangat kecil yaitu kurang dari 1% (Mazaleuskaya, Theken, Li, Thorn, Fitzgerald, et al., 2014).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Gambar 7. Jalur metabolisme ibuprofen (Mazaleuskaya, Theken, Li, Thorn, Fitzgerald, et al., 2014)
H. Metode Uji Analgesik Nyeri merupakan gejala dari berbagai penyakit yang memerlukan penanganan atau pengobatan dengan analgesik. Metode uji in vivo penting untuk mengetahui aktivitas analgesik pada subjek hewan uji sebelum senyawa dapat diberikan pada manusia (Vogel, 2002).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
Berikut uji aktivitas analgesik untuk golongan opioid dan nonopioid : 1. Uji aktivitas analgesik opioid Uji yang umum digunakan untuk aktivitas analgesik dari obat-obat analgesik sentral menurut Vogel (2002) adalah: a. Haffner’s tail clip method Pada metode ini, arteri pada pangkal ekor mencit dijepit untuk menginduksi nyeri. Mencit akan merespon cepat dengan menggigit jepitan atau ekor. Senyawa analgesik diinjeksikan secara subkutan atau diberikan secara oral pada mencit yang dipuasakan 15, 30 atau 60 menit sebelumnya. Metode ini cukup sensitif untuk morfin. b. Radiant heat method Mencit diletakkan pada kandang dengan ekor diletakkan di luar kandang. Cahaya yang memiliki panas radian ditembakkan langsung pada sepertiga ekor mencit. Mencit akan mencoba menarik ekornya menjauh dan menggoyangkan
kepala.
Reaksi
dihitung
6
detik
sejak
cahaya
ditembakkan. c. Hot plate method Mencit diletakkan pada papan metal dengan permukaan yang panas (suhu 55o-56o C) dan waktu mencit mulai meloncat karena panas dicatat oleh stopwatch. Respon tersebut dicatat sebelum dan sesudah 20, 60, 90 menit dari pemberian senyawa analgesik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
2. Metode uji analgesik nonopioid Metode pengujian aktivitas analgesik untuk analgesik perifer menurut Turner (1965) adalah sebagai berikut: a. Metode rangsang kimia Nyeri diinduksi oleh injeksi suatu iritan melalui rongga perut atau peritoneal mencit. Mencit akan bereaksi dengan karakteristik berupa peregangan yang disebut geliat. Uji ini sesuai untuk mendeteksi aktivitas analgesik, meskipun beberapa agen psikoaktif juga menunjukkan aktivitas tersebut. Zat kimia atau iritan yang biasa digunakan yaitu asam asetat dan fenil kuinon. Pemberian analgesik akan mengurangi jumlah geliat dalam jangka waktu tertentu. Penghambatan geliat yang merupakan persen proteksi senyawa analgesik diukur dengan persamaan menurut HandersonForsaith yaitu: 𝑂 % 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 = 100% − ( × 100%) 𝐾 Keterangan : O = Jumlah kumulatif geliat hewan uji kelompok perlakuan. K = jumlah kumulatif geliat hewan uji kelompok kontrol. b. Metode pedodolorimeter Metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur aktivitas analgesik. Alas kandang tikus yang terbuat dari kepingan metal dapat menghantarkan listrik. Tikus diletakkan pada kandang tersebut dan dialiri oleh listrik. Respon berupa teriakan tikus dan pengukuran dilakukan setiap 10 menit selama satu jam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
c. Metode rektodolorimeter Metode ini menggunakan tegangan listrik yang dihubungkan dari voltmeter ke kandang tikus dengan alas tembaga. Tembaga dihubungkan dengan penginduksi berupa gulungan, dan ujung gulungan dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Voltmeter terhubung oleh konduktor dan dilakukan pemberian tegangan sebesar 1-2 volt. Respon juga berupa teriakan dari hewan uji yang dihitung setiap 10 menit selama 1 jam.
I. Asam Asetat
Gambar 8. Struktur asam asetat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014) Asam asetat (Gambar 8) memiliki rumus kimia C2H4O2 dan wujud berupa cairan, jernih tidak berwarna, bau khas menusuk dan rasa asam yang tajam. Asam asetat dapat bercampur dengan air, dengan etanol, dan dengan gliserol (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Asam asetat digunakan dalam uji aktivitas analgesik metode rangsang kimia sebagai senyawa penginduksi nyeri. Nyeri berasal dari reaksi inflamasi akut lokal yaitu pelepasan asam arakidonat dari jaringan fosfolipid melalui jalur siklooksigenase dan menghasilkan prostalglandin, terutama prostalglandin E2 dan prostalglandin F2α di dalam cairan peritoneal. Prostalglandin menyebabkan rasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
nyeri dan meningkatkan permeabilitas kapiler (Mohan, Gulecha, Aurangabadkar, Balaraman, Austin and Thirugnanasampathan, 2009).
J. Landasan Teori Interaksi obat merupakan perubahan efek dari suatu obat akibat adanya obat atau minuman atau herbal atau makanan atau agen kimia lainnya. Interaksi obat dapat mengakibatkan penurunan maupun peningkatan efikasi obat, namun juga berisiko peningkatan efek samping dan toksisitas obat. Maka dari itu, penggunaan obat bersamaan dengan obat atau senyawa lainnya perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah adanya interaksi obat yang tidak diinginkan. Interaksi obat dengan obat herbal perlu mendapat perhatian khusus, karena obat herbal mengandung lebih dari satu bahkan banyak senyawa yang aktif secara farmakologis. Pada umumnya, masyarakat menggunakan obat herbal dalam bentuk yang praktis seperti minuman. Pemahaman bahwa obat herbal masuk ke dalam obat bebas menyebabkan masyarakat cenderung tetap menggunakan obat konvensional bersamaan dengan meminum obat herbal tanpa memperhatikan risiko adanya interaksi obat. Nyeri merupakan salah satu gejala penyakit berupa sensasi tidak menyenangkan dan emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan. Pada umumnya nyeri ringan hingga sedang ditangani secara swamedikasi dengan analgesik. Senyawa analgesik merupakan senyawa yang mampu menekan rasa nyeri. Senyawa ini dapat berasal dari obat konvensional namun juga terdapat pada kandungan aktif tanaman yang diisolasi dalam bentuk obat atau minuman herbal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Ibuprofen merupakan obat konvensional yang memiliki efek analgesik. Obat ini termasuk dalam golongan NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) yang bekerja menghambat biosintesis prostalglandin. Ibuprofen memiliki kekurangan yaitu efek samping pada gastrointestinal. Karena itu banyak masyarakat yang berpindah pada obat herbal yang memiliki risiko efek samping rendah. Ekstrak kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) diketahui juga memiliki aktivitas analgesik (Ali, Ashraf, Biswas, Karmakar, and Afroz, 2011). Kemungkinan mekanisme analgesik yang dimiliki berasal dari kandungan flavonoid, antosianin, dan polifenol yang ada dalam kelopak bunga rosela. Antosianin diduga memiliki aktivitas menghambat enzim siklooksigenase pembentuk prostalglandin. Banyak masyarakat juga menggunakan obat herbal seperti seduhan rosela untuk meminum obat. Maka dari itu terdapat kemungkinan interaksi jika rosela digunakan bersamaan dengan ibuprofen. Interaksi obat dan obat herbal banyak terjadi pada saat proses metabolisme obat fase I, yang diperantarai oleh enzim sitokrom P450 (CYP450). Inhibisi enzim dapat memperlambat metabolisme obat dan akumulasi obat aktif dalam tubuh, yang berakibat pada toksisitas obat. Induksi enzim dapat mempercepat metabolisme obat yang berakibat pada penurunan efikasi obat. Berdasarkan sifat efek pasangan obat yaitu homoergi (sepasang obat menimbulkan efek sama), heteroergi (sepasang obat salah satu saja menimbulkan efek tertentu), homodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja sama), dan heterodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
berbeda), interaksi obat dapat digolongkan menjadi interaksi homoergihomodinami serta homoergi-heterodinami dan heteroergi. Interaksi homoergihomodinami menimbulkan luaran efek penambahan (infra, sederhana, atau supra) sedangkan homoergi-heterodinami dan heteroergi menimbulkan luaran berupa efek penghambatan atau penguatan (Donatus, 1995). Showande, Fakeye, Tolonen, and Hokkane (2013) mengungkapkan bahwa ekstrak kelopak bunga rosela memiliki aktivitas inhibisi sejumlah isoform enzim CYP450. Jika benar ekstrak kelopak bunga rosela memiliki potensi sebagai inhibitor enzim, maka terdapat kemungkinan besar ekstrak kelopak bunga rosela juga memperlambat metabolisme ibuprofen. Maka dari itu, terdapat dua kemungkinan penyebab interaksi ibuprofen dengan kandungan aktif kelopak bunga rosela. Pertama adalah adanya aktivitas analgesik pada kandungan aktif kelopak bunga rosela dan yang kedua adalah potensi rosela sebagai inhibitor enzim CYP yang memetabolisme ibuprofen. Berdasarkan kedua hal tersebut, pemberian infusa kelopak bunga rosela terlebih dahulu diikuti dengan pemberian ibuprofen diduga dapat meningkatkan efek analgesik dari ibuprofen.
K. Hipotesis Infusa rosela dapat meningkatkan efek analgesik ibuprofen pada mencit putih betina galur Swiss.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan penelitian acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian a. Variabel bebas : dosis infusa rosela yang berinteraksi dengan ibuprofen b. Variabel tergantung : jumlah geliat dari mencit setiap lima menit selama satu jam, yang nantinya diolah menjadi persen proteksi. c. Variabel pengacau : meliputi variabel pengacau terkendali dan tak terkendali. 1.) Variabel pengacau terkendali yaitu berat badan mencit (20-30 gram), umur mencit (2-3 bulan), jenis kelamin mencit (betina), galur mencit (galur Swiss), dan sumber kelopak rosela yang digunakan berasal dari CV. Merapi Farma Herbal. 2.) Variabel pengacau tak terkendali yaitu kondisi patologis mencit.
39
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
2. Definisi operasional a. Nyeri adalah sensori tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan. b. Metode rangsang kimia adalah metode uji efek analgesik yang dilakukan dengan mengukur jumlah geliat subjek uji setiap lima menit selama 60 menit, setelah subjek uji diinjeksi dengan senyawa kimia penginduksi nyeri yaitu asam asetat 1 % secara intraperitoneal. c. Geliat adalah ketika mencit meregangkan kaki belakangnya hingga batas maksimal atau hingga lurus dan perut hewan uji bagian bawah menyentuh alas tempat perlakuan. d. Analgetika adalah senyawa yang mampu menekan nyeri, yang dalam penelitian ini berarti memiliki efek mengurangi geliat akibat rangsang nyeri. e. Infusa kelopak bunga rosela adalah sediaan infusa konsentrasi 20 % yang dibuat dengan cara melarutkan 5 gram serbuk kelopak rosela kering dalam 25 ml aquadest, kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit pada suhu 90o C. f. Efek analgesik adalah persen proteksi/ penghambatan geliat oleh senyawa uji setelah adanya rangsang nyeri dari asam asetat yang memenuhi kriteria menurut Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica, (1991) yaitu ≥ 50 %. g. Interaksi obat adalah peristiwa obat manakala efek obat tertentu diubah oleh obat atau senyawa lain yang diberikan sebelum atau bersama-sama dengannya dan saling mempengaruhi proses farmakokinetika dan atau farmakodinamika masing-masing. Interaksi obat memiliki makna yang sama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
dengan istilah antaraksi obat yang disebutkan Donatus (1995) tentang pengertian dan penggolongan antaraksi obat. h. Luaran interaksi obat adalah efek akibat interaksi obat yang dapat meliputi penambahan (infra, sederhana, atau supra), penghambatan maupun penguatan. i. Jenis interaksi obat adalah penggolongan interaksi obat yang didasarkan pada sifat efek pasangan tersebut, meliputi interaksi homoergi homodinami, homoergi heterodinami, dan heteroergi.
C. Subjek dan Bahan Penelitian Bahan-bahan dalam penelitian ini meliputi: 1. Hewan uji yaitu mencit putih betina galur Swiss umur 2-3 bulan, dengan berat badan 20-30 gram; diperoleh dari Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu Unit IV dan Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Kelopak bunga rosela yang sudah dikeringkan; diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal, Desa Hargobinangun, Pakem, Yogyakarta. 3. Aquades; CMC Na; asam asetat; seluruhnya diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 4. Ibuprofen tablet generik 400 mg yang dikeluarkan oleh Novapharin Pharmaceutical Industries.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
D. Alat Penelitian Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1. Timbangan analitik merk Mettler Toledo 2. Alat suntik oral dan parenteral 3. Alat-alat gelas (gelas beker, kaca pengaduk, labu takar, corong) 4. Mortir dan stamper 5. Hot plate merk Thermolyne 6. Panci infusa 7. Termometer 8. Stopwatch analog 9. Ayakan no. Mesh 20, 30, dan 40 10. Instrumen moisture balance merk Mettler Toledo 11. Statif Alat dan instrumen yang digunakan berasal dari Laboratorium Farmakologi Toksikologi, Kimia Fisika, Farmakognosi Fitokimia, dan Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
E. Tata Cara Penelitian 1. Penyerbukan simplisia kelopak bunga rosela dan pengukuran kadar air Serbuk dibuat dengan cara memblender kelopak bunga rosela kering hingga diperoleh serbuk halus, kemudian diayak secara bertingkat dengan ayakan no. Mesh 20, 30 dan 40. Setelah diperoleh serbuk kelopak bunga rosela, dilakukan pengukuran kadar air menggunakan instrumen moisture balance. Pengukuran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
dilakukan dengan tiga kali replikasi. Prasyarat kadar air serbuk simplisia yang baik menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1994) nomor 661 tentang Persyaratan Obat Tradisional adalah kurang dari 10 %. 2. Pembuatan larutan uji a. Larutan asam asetat 1%. Larutan asam asetat 1% dibuat dengan melarutkan 0,01 ml asam asetat 100% dengan aquadest secukupnya, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga diperoleh volume 10 ml. b. Larutan CMC Na 1 %. Serbuk CMC Na ditimbang sebanyak 500,0 mg. Serbuk tersebut dibasahi dengan sejumlah aquadest pada wadah yang sesuai. Setelah dikembangkan selama kurang lebih 24 jam, larutan dituang ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan dengan aquadest hingga diperoleh volume 50 ml. c. Suspensi
ibuprofen
1%.
Suspensi
ibuprofen
1%
dibuat
dengan
mensuspensikan satu tablet 400 mg ibuprofen ke dalam CMC Na 1% hingga diperoleh volume 25 ml pada labu takar (konsentrasi 1=1,6%). Kemudian dari suspensi tersebut dilakukan pengenceran ke dalam labu takar 10 ml dengan rumus:
C1 xV1 = 1,6% x V1 = V1
=
C2 x V2 1% x 10 ml 6,25 ml
Maka, dari suspensi ibuprofen 1,6 %, diambil sebanyak 6,25 ml suspensi dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, kemudian ditambahkan dengan CMC Na 1 % hingga mencapai volume 10 ml.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
d. Sediaan infusa kelopak bunga rosela 20%. Serbuk kelopak rosela sebanyak 5 gram dilarutkan dengan 25 ml aquadest di dalam panci infusa. Panci ditutup, diletakkan di atas panci berisi air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90o C sambil sekali-sekali diaduk. Campuran diambil dan diperas dengan kain flannel hingga diperoleh 25 ml infusa. Jika volume perasan pertama masih kurang dari 25 ml, dapat ditambahkan aquadest panas pada ampas kemudian diperas kembali, hingga diperoleh 25 ml infusa. 3. Penentuan dosis a. Dosis asam asetat. Dosis asam asetat yang digunakan untuk mampu menginduksi nyeri yaitu 50 mg/kg BB. b. Dosis ibuprofen. Dosis terapi analgesik yang lazim untuk ibuprofen pada manusia adalah sebesar 200 mg/ 70 kg BB manusia setiap pemberian. Dosis ini dikonversikan untuk hewan uji mencit : 0,0026 x 200 mg = 0,52 mg/ 20 gram BB mencit = 26 mg/kg BB mencit c. Dosis infusa kelopak bunga rosela. Dosis infusa kelopak bunga rosela ditentukan dengan menentukan terlebih dahulu dosis maksimal yang dapat diberikan pada hewan uji mencit. Infusa dibuat dengan konsentrasi 20% (200 mg/ml) dan volum pemberian maksimal yang ditentukan adalah 250 mg/kg (0,5 ml/20 gram) bobot mencit. Maka dosis maksimalnya adalah : D x BB
=CxV
D x 20 gram = 200 mg/ml x 0,5 ml D
= 5 mg/g
= 5 g/kg BB mencit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Maka diperoleh dosis maksimal sebesar 5 mg/kg BB mencit, dan variasi dosis yang digunakan adalah tiga peringkat dosis meliputi: Dosis terendah (I)
= 0,25 x 5 g/kg BB
= 1,25 g/kg BB
Dosis tengah (II)
= 0,5 x 5g/kg BB
= 2,5 g/kg BB
Dosis tertinggi (III)
= 5 g/kg BB
4. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat Selang waktu yang ditentukan merupakan selang waktu antara pemberian ibuprofen sebagai senyawa analgesik secara oral dilanjutkan pemberian asam asetat secara intraperitoneal. Waktu yang dipilih merupakan waktu yang memberikan jumlah geliat yang optimal (tidak terlalu banyak maupun terlalu sedikit), karena pada saat itulah diperkirakan menandakan adanya aktivitas penghambatan geliat yang mulai bekerja pada senyawa analgesik. Dalam hal ini dilakukan orientasi pada hewan uji mencit dengan kelompok terdiri atas selang waktu 10, 15, dan 20 menit. 5. Pemberian perlakuan Mencit dikelompokan secara acak dalam delapan kelompok perlakuan dengan setiap kelompok berjumlah lima mencit: a. Kelompok kontrol negatif CMC Na 1 % dengan asam asetat 1% b. Kelompok kontrol positif ibuprofen dengan pemberian asam asetat 1% c. Kelompok kontrol perlakuan infusa rosela dosis 1,25 g/kg BB, setelah 1 jam lalu diberikan CMC Na 1 %, dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat 1%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
d. Kelompok kontrol perlakuan infusa rosela dosis 2,5 g/kg BB, setelah 1 jam lalu diberikan CMC Na 1 %, dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat 1% e. Kelompok kontrol perlakuan infusa rosela dosis 5g/kg BB, setelah 1 jam lalu diberikan CMC Na 1 %, dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat 1% f. Kelompok infusa rosela dosis 1,25 g/kg BB, setelah 1 jam lalu diberikan ibuprofen dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat 1% g. Kelompok infusa rosela dosis 2,5 g/kg BB, setelah 1 jam lalu diberikan ibuprofen dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat 1% h. Kelompok infusa rosela dosis 5 g/kg BB, setelah 1 jam lalu diberikan ibuprofen dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat 1% Skema dari perlakuan tersebut dapat dilihat secara detail pada gambar 9.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Empat puluh ekor mencit dikelompokkan secara acak dalam delapan kelompok:
kel. I
kel.II
CMC
ibup
kel.III
kel. IV
kel.V
kel.VI
kel. VII kel VIII
ros DI ros DII ros DIII ros DI ros DII ros DIII ----------------------setelah selang satu jam-------------------+CMC +CMC +CMC +ibup +ibup +ibup
setelah selang 20 menit diberikan asam asetat 1% secara i.p. dosis 50 mg/kg BB dihitung jumlah geliat setiap 5 menit selama 1 jam dihitung % proteksinya Keterangan: CMC ibup rosDI ros DII rosDIII
= CMC Na 1%, 250 mg/kg BB mencit = ibuprofen 1%, dosis 26 mg/kg BB mencit = infusa rosela dosis 1,25 g/kg BB mencit = infusa rosela dosis 2,5g/kg BB mencit = infusa rosela dosis 5g/kg BB mencit
Gambar 9. Skema pengujian analgesik untuk semua kelompok perlakuan 6. Pendataan jumlah geliat dan penghitungan persen proteksi ibuprofen Persen proteksi dihitung dengan rumus: 𝑂 % 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 = 100% − ( × 100%) 𝐾 Keterangan: O= jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi analgesik K = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi pelarut analgesik (kontrol)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
F. Tata Cara Analisis Hasil Data yang diperoleh berupa jumlah geliat mencit pada kelompok kontrol CMC Na 250 mg/kg BB, kontrol ibuprofen 26 mg/kg BB, kontrol infusa rosela peringkat dosis 1,25 g/kg BB, 2,5 g/kg BB, dan 5 g/kg BB, serta perlakuan infusa rosela peringkat 1,25 g/kg BB, 2,5 g/kg BB, dan 5 g/kg BB,dan ibuprofen 26 mg/kg BB. Masing-masing kelompok terdapat lima replikasi. Dari data tersebut dihitung kumulatif geliat dan % proteksi pada masing-masing mencit dengan persamaan Handerson-Forsaith. Data dianalisis secara statistik dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui distribusi datanya. Untuk melihat perbedaan antarkelompok perlakuan dilakukan uji ANOVA satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan persen proteksi di antara tiap-tiap kelompok.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Penetapan Kadar Air Simplisia Serbuk Kelopak Bunga Rosela Kelopak bunga rosela diperoleh dalam bentuk kelopak kering, dengan
determinasi yang telah dilakukan oleh CV Merapi Farma Herbal Yogyakarta (Lampiran 1). Serbuk halus yang diperoleh dari hasil pengayakan serbuk kelopak bunga rosela total adalah sebesar 482,8 gram. Penetapan kadar air dilakukan untuk mengontrol kualitas dari simplisia serbuk kelopak rosela. Menurut Kepmenkes Tahun 1994 Nomor 661 tentang Persyaratan Obat Tradisional, kadar air dalam sediaan serbuk tidak boleh melebihi 10 %. Hal ini perlu dijaga karena ketika kadar air > 10%, reaksi enzimatik pada serbuk masih dapat terjadi sehingga terdapat kemungkinan berubahnya kandungan metabolit aktif dalam rosela (Katno, Kusumadewi, dan Sutjipto, 2008). Kadar air diukur menggunakan instrumen moisture balance sebanyak tiga kali replikasi. Hasil yang diperoleh yaitu kadar air dalam serbuk < 10%, dengan rata-rata sebesar 6,975 %. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk kelopak rosela yang dibuat telah memenuhi standar kadar air serbuk yang baik.
B.
Hasil Pembuatan Infusa Kelopak Bunga Rosela
Infusa kelopak bunga rosela 20 % diperoleh dari melarutkan 5 gram serbuk kelopak bunga rosela dengan 25 ml aquadest dan dipanaskan selama 15 menit pada saat suhu mencapai 90o C dengan kondisi panci tertutup agar suhu
49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
tidak terpengaruh suhu lingkungan. Hasil pembuatan infusa berwarna merah keunguan gelap karena kandungan aktifnya, salah satunya antosianin, yang memberi warna pada kelopak bunga rosela. Bentuknya berupa cairan agak kental yang menunjukkan konsistensi infusa kelopak bunga rosela konsentrasi 20 %, dengan bau harum khas rosela dengan rasa asam. Hasil tersebut telah sesuai dengan sifat umum minuman herbal rosela.
C.
Penentuan Selang Waktu Pemberian Asam Asetat
Uji penentuan selang waktu dilakukan untuk memperkirakan waktu yang tepat menginjeksikan asam asetat penginduksi nyeri, sehingga bertepatan dengan saat senyawa analgesik (ibuprofen) yang diberikan secara oral terabsorpsi. Waktu yang dipilih merupakan waktu yang memberikan jumlah geliat yang optimal (tidak terlalu banyak maupun terlalu sedikit), karena pada saat itulah diperkirakan senyawa uji mulai bekerja. Selang waktu yang diujikan adalah 10, 15, dan 20 menit. Dari hasil uji, diperoleh rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit pada masing-masing selang waktu, yang ditunjukkan pada tabel I. Tabel I. Rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penentuan selang waktu pemberian asam asetat 50 mg/kg BB No Selang waktu Kumulatif Geliat (Mean ± SE) 1 10 25,33 ± 3,18 2 15 28,00 ± 1,00 3 20 11,00 ± 1,53 Keterangan: Mean SE
= rata-rata kumulatif geliat = standard error
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
Melalui tabel I, dapat dilihat bahwa selang waktu 10 menit memberikan jumlah geliat cukup banyak, begitu juga pada selang waktu 15 menit, dan 20 menit menunjukkan geliat paling sedikit. Pada grafik (Gambar 9) dapat dilihat perkembangan rata-rata kumulatif geliat yang terjadi pada kelompok selang waktu 10, 15, dan 20 menit. Uji ANOVA dan uji Scheffe dilakukan untuk melihat perbedaan antarkelompok. Hasil analisis ANOVA (Lampiran 7) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antarkelompok (p≤0,05). Tabel II. Hasil uji Scheffe data geliat mencit untuk penetapan selang waktu pemberian asam asetat Kelompok selang waktu 10 15 20 10 TB B 15 TB B 20 B B Keterangan : B = berbeda bermakna TB = berbeda tidak bermakna
Orientasi Selang Waktu Pemberian Asam Asetat rata-rata kumulatif geliat
30,00 25,00
28,00 25,33
20,00 15,00 11,00
10,00 5,00 0,00 10 menit
15 menit
20 menit
waktu pemberian asam asetat rata-rata kumulatif geliat
Gambar 10. Grafik menit untuk pemberian asam asetat vs rata-rata kumulatif geliat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Dari hasil uji Scheffe (Tabel II), dapat dilihat bahwa kelompok selang waktu 10 dengan 15 menit tidak memiliki perbedaan bermakna secara statistik, yang menunjukkan bahwa pada kedua selang waktu tersebut aktivitas analgesik dari ibuprofen belum nampak optimal bekerja untuk menghambat geliat yang timbul akibat asam asetat. Sementara itu pada kelompok selang waku 20 menit, terdapat jumlah geliat yang berbeda bermakna terhadap kedua kelompok selang waktu lainnya. Kelompok selang waktu 20 menit memiliki jumlah geliat lebih sedikit dibanding selang waktu 10 dan 15 menit, yang menandakan adanya aktivitas penghambatan geliat pada ibuprofen yang mulai bekerja. Oleh sebab itu, waktu 20 menit dipilih pada penelitian ini sebagai selang waktu pemberian asam asetat setelah pemberian ibuprofen secara oral.
D. Pengaruh Praperlakuan Infusa Kelopak Bunga Rosela terhadap Efek Analgesik Ibuprofen Setelah dilakukan uji penentuan selang waktu, dilakukan uji aktivitas analgesik metode rangang kimia pada masing-masing kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh praperlakuan infusa kelopak bunga rosela terhadap efek analgesik dari ibuprofen. Efek analgesik diamati berdasarkan persen proteksi atau persen penghambatan geliat dari kelompok perlakuan, yang dihitung dengan persamaan Handerson-Forsaith.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
1. Tujuan penggolongan kelompok Kelompok kontrol negatif digunakan untuk mengontrol pelarut senyawa uji sehingga pelarut tidak memiliki aktivitas analgesik. Kontrol negatif yang digunakan adalah CMC Na 1 %. CMC Na 1% merupakan agen pesuspensi dari senyawa uji ibuprofen. Kontrol negatif ini pula yang menjadi acuan ketika akan menghitung persen proteksi. Kelompok kontrol positif, yaitu ibuprofen, digunakan untuk mengontrol metode yang digunakan dalam uji aktivitas analgesik. Selain itu kontrol positif digunakan untuk mengamati efek analgesik dari ibuprofen sendiri tanpa praperlakuan infusa kelopak bunga rosela. Kelompok kontrol rosela digunakan untuk mengetahui seberapa besar efek analgesik rosela sendiri tanpa penggunaan ibuprofen. Di sini dapat pula diketahui dosis efektif dari rosela untuk menimbulkan efek analgesik. Menurut Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica (1991), aktivitas analgesik dikatakan ada apabila pada metode rangsang kimia terdapat proteksi sebesar ≥ 50 % atau kemampuan menghambat geliat ≥ 50 % dibandingkan kelompok kontrol negatif. 2. Hasil uji aktivitas analgesik seluruh kelompok uji Berikut disajikan tabel hasil uji aktivitas analgesik pada setiap kelompok perlakuan (Tabel III), meliputi rata-rata kumulatif geliat dan persen proteksi, serta perubahan persen proteksi terhadap kontrol positif (ibuprofen). Perubahan persen proteksi diperoleh dengan mengurangkan persen proteksi kelompok dengan persen proteksi ibuprofen kemudian dibagi dengan persen proteksi ibuprofen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Tabel III. Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit pada semua kelompok, % persen proteksi, dan perubahan % persen proteksi terhadap mencit betina No Kelompok Kumulatif Geliat % persen proteksi Perubahan % (Mean ± SE) (Mean ± SE) persen proteksi 1 I 42,60 ± 0,68 0,00 ± 1,51 -100 2 II 12,00 ± 1,05 71,83 ± 2,46 3 III 33,60 ± 1,63 21,13 ± 3,83 -70,59 4 IV 20,20 ± 1,02 52,58 ± 2,39 -26,8 5 V 13,80 ± 1,28 67,61 ± 3,00 -5,88 6 VI 14,60 ± 1,29 65,73 ± 3,02 -8,50 7 VII 12,40 ± 0,87 70,89 ± 2,05 -1,31 8 VIII 1,80 ± 0,37 95,77 ± 0,88 33,34 Keterangan: Mean = rata-rata kumulatif geliat SE = standard error I = Kontrol negatif (CMC Na 1% 250 mg/kg BB) II = Kontrol positif (Ibuprofen 26 mg/kg BB) III = Kontrol rosela 1,25 g/kg BB + CMC Na 1 % 250 mg/kg BB IV = Kontrol rosela 2,5 g/kg BB + CMC Na 1 % 250 mg/kg BB V = Kontrol rosela 5 g/kg BB + CMC Na 1 % 250 mg/kg BB VI = Praperlakuan rosela 1,25 g/kg BB + ibuprofen 26 mg/kg BB VII = Praperlakuan rosela 2,5 g/kg BB + ibuprofen 26 mg/kg BB VIII = Praperlakuan rosela 5 g/kg BB + ibuprofen 26 mg/kg BB
Gambar 11. Histogram persen proteksi seluruh kelompok uji
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Gambar 11 menunjukkan histogram persen proteksi seluruh kelompok uji, yang memperlihatkan persen proteksi disertai standar deviasinya. Data persen proteksi dari masing-masing kelompok diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika distribusi data hasil penelitian normal, dapat dilanjutkan dengan analisis one way ANOVA. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data terdistribusi normal (Lampiran 9). Hasil uji ANOVA (Lampiran 9) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan di antara kelompok uji (p ≤ 0,05). Maka dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan persen persen proteksi antar tiap-tiap kelompok dengan taraf kepercayaan 95 %. Hasil disajikan pada tabel IV. Tabel IV.Hasil uji Scheffe % persen proteksi pada semua kelompok Kelompok I II III IV V VI VII VIII I B B B B B B B II B B B TB TB TB B III B B B B B B B IV B B B B TB B B V B TB B B TB TB B VI B TB B TB TB TB B VII B TB B B TB TB B VIII B B B B B B B Keterangan: B = berbeda bermakna (p ≤ 0,05) TB = berbeda tidak bermakna (p ≥ 0,05) I = Kontrol negatif (CMC Na 1% 250 mg/kg BB) II = Kontrol positif (Ibuprofen 26 mg/kg BB) III = Kontrol rosela 1,25 g/kg BB + CMC Na 1 % 250 mg/kg BB IV = Kontrol rosela 2,5 g/kg BB + CMC Na 1 % 250 mg/kg BB V = Kontrol rosela 5 g/kg BB + CMC Na 1 % 250 mg/kg BB VI = Praperlakuan rosela 1,25 g/kg BB + ibuprofen 26 mg/kg BB VII = Praperlakuan rosela 2,5 g/kg BB + ibuprofen 26 mg/kg BB VIII = Praperlakuan rosela 5 g/kg BB + ibuprofen 26 mg/kg BB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
3. Pembahasan hasil kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan kontrol rosela Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif memiliki persen proteksi sebesar 71,83 ± 2,46 %. Hasil ini memiliki perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif. Kontrol negatif yaitu CMC Na 1% memiliki persen proteksi sebesar 0,00 ± 1,51%. Hasil tersebut jauh lebih rendah dari kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa CMC Na 1 % sebagai agen pesuspensi ibuprofen tidak memberikan efek analgesik sama sekali. Kontrol positif memiliki persen proteksi ≥ 50 %, yang menunjukkan bahwa ibuprofen telah memiliki efek analgesik. Maka dari itu ibuprofen 1 % dengan dosis 26 mg/kg BB mencit dapat digunakan sebagai kontrol metode dan pembanding terhadap senyawa uji dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis terhadap kontrol negatif (CMC 1 % 250 mg/kg BB), ketiga kontrol rosela (dosis I, II, dan III) memiliki perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kontrol rosela memiliki persen proteksi, meski pada dosis I masih belum mencapai 50 % persen proteksi. Dapat disimpulkan pula bahwa kandungan aktif dari infusa kelopak bunga rosela memiliki aktivitas analgesik. Kandungan aktif tersebut diduga adalah antosianin, yang merupakan kandungan terbesar yang memberi warna pada kelopak bunga rosela. Hasil analisis terhadap kontrol positif (ibuprofen 26 mg/kg BB) menunjukkan bahwa kontrol rosela dosis I memiliki persen proteksi sebesar 21,13 ± 3,83%, yang berbeda bermakna dengan kontrol positif (71,83 ± 2,46 %). Hal ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
menunjukkan bahwa infusa kelopak bunga rosela pada dosis I belum memiliki efek analgesik (persen proteksi < 50 %). Sementara itu dosis II memiliki persen proteksi sebesar 52,58 ± 2 %, sehingga dapat dikatakan bahwa infusa kelopak bunga rosela dosis II telah mulai memberi efek analgesik (persen proteksi ≥ 50 %). Persen proteksi yang dihasilkan memiliki perbedaan bermakna terhadap kontrol positif (71,83 ± 2,46 %), sehingga dapat disimpulkan pada dosis II efek analgesik yang dihasilkan infusa kelopak bunga rosela belum mampu mengimbangi efek analgesik dari ibuprofen. Kelompok infusa kelopak bunga rosela dosis III memiliki persen proteksi 67,61 ± 3,00 % yang telah memiliki efek analgesik (persen proteksi ≥ 50 %). Persen proteksi yang dihasilkan memiliki perbedaan tidak bermakna terhadap kontrol positif (71,83 ± 2,46 %). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa infusa kelopak bunga rosela dosis III telah memiliki efek analgesik yang setara dengan efek analgesik ibuprofen. Jika dilihat di antara kelompok kontrol infusa kelopak bunga rosela dosis I, II, dan III, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan persen proteksi seiring dengan peningkatan dosis. Selain itu, hasil uji Scheffe menunjukkan adanya perbedaan bermakna secara statistik di antara ketiga kelompok ini, yaitu antara kelompok dosis I dengan II, dosis II dengan III, dan dosis I dengan III. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis, semakin besar pula kandungan aktif di dalamnya, sehingga efek analgesik infusa kelopak bunga rosela semakin besar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
4. Pembahasan hasil kelompok praperlakuan rosela a.
Praperlakuan dosis I Kelompok praperlakuan infusa kelopak bunga rosela dosis I (1,25 g/kg
BB) dengan ibuprofen memiliki perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif. Perbedaan ini menunjukkan adanya persen proteksi pada kelompok ini. Persen proteksi berasal dari pemberian infusa rosela 1,25 g/kg BB diikuti dengan pemberian ibuprofen 26 mg/kg BB. Hal ini semakin menguatkan bahwa kombinasi infusa kelopak bunga rosela dan ibuprofen memiliki efek analgesik. Berdasarkan analisis terhadap kontrol positif, kelompok praperlakuan infusa kelopak bunga rosela dosis I memiliki perbedaan yang tidak bermakna terhadap kontrol positif. Praperlakuan infusa dosis I memberikan persen proteksi sebesar 65,73 ± 3,02%, sedangkan persen proteksi ibuprofen sendiri adalah 71,83 ± 2,46%. Dari sini dapat dilihat bahwa ternyata pemberian infusa kelopak bunga rosela dosis I dengan ibuprofen menghasilkan persen proteksi yang lebih kecil dari persen proteksi ibuprofen sendiri, meskipun perbedaan persen proteksinya tidak signifikan secara statistik. Melalui hasil ini timbul dugaan adanya interaksi yang menghasilkan efek inhibisi atau penghambatan berupa penambahan infra, yaitu hasil penambahan kurang dari penjumlahan sederhana antara persen proteksi ibuprofen dengan persen proteksi infusa kelopak bunga rosela dosis I. Jika dibandingkan dengan kontrol rosela dosis I, terdapat perbedaan bermakna dari praperlakuan infusa rosela dosis I dan ibuprofen dengan kontrol rosela dosis I. Kelompok kontrol rosela dosis I memiliki persen proteksi sebesar 21,13 ± 3,83%. Praperlakuan infusa rosela dosis I diikuti pemberian ibuprofen
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
memberi peningkatan persen proteksi rosela menjadi sebesar 65,73 ± 3,02%. Melalui hal ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas analgesik pada kelompok praperlakuan infusa rosela dosis I dan ibuprofen diduga cenderung lebih banyak berasal dari senyawa aktif ibuprofen dibanding pada kandungan aktif infusa kelopak bunga rosela. Ibuprofen pada dosis terapi (pada mencit = 26 mg/kg BB) dapat bekerja menghambat nyeri. Namun, pada infusa kelopak bunga rosela 1,25 g/kg BB belum cukup untuk menimbulkan penghambatan geliat hingga ≥ 50 %. Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan aktif di dalam infusa kelopak bunga rosela pada dosis 1,25 g/kg BB masih sedikit dan belum cukup untuk memberikan efek analgesik. Ibuprofen menghambat nyeri melalui penghambatan enzim COX-1 dan COX-2 secara nonselektif (Lacy et al, 2008). Ibuprofen menghambat lewat berkompetisi dengan substrat siklooksigenase (asam arakidonat) pada sisi aktifnya (Botting, 2006). Kelopak bunga rosela menghambat nyeri dengan mekanisme kerja yang diduga berasal dari kandungan terbanyak kelopak bunga rosela, yaitu antosianin. Antosianin khususnya delfinidin dan sianidin memiliki aktivitas menghambat enzim COX-2 melalui transkripsi gen pengaktivasi COX-2 pada tingkat protein dan mRNAnya (Miguel, 2011). Maka dapat dikatakan bahwa infusa kelopak bunga rosela dan ibuprofen menghasilkan efek yang serupa (homoergi), namun dengan mekanisme kerja yang berbeda (heterodinami). Hasil interaksi berupa penambahan infra menunjukkan luaran berupa inhibisi atau penghambatan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b.
60
Praperlakuan rosela dosis II Pemberian praperlakuan rosela dosis II (2,5 g/kg BB) dan ibuprofen 26
mg/kg BB memiliki perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif. Perbedaan ini menunjukkan adanya persen proteksi pada kelompok ini. Persen proteksi berasal dari pemberian infusa rosela 2,5 g/kg BB diikuti dengan pemberian ibuprofen 26 mg/kg BB. Hal ini semakin menguatkan bahwa kombinasi infusa kelopak bunga rosela dan ibuprofen memiliki efek analgesik. Berdasarkan analisis terhadap kontrol positif, praperlakuan rosela dosis II diikuti pemberian ibuprofen memiliki perbedaan persen proteksi yang tidak bermakna terhadap kontrol positif. Kelompok praperlakuan rosela dosis II dan ibuprofen memiliki persen proteksi sebesar 70,89 ± 2,05%, sedangkan persen proteksi ibuprofen sendiri adalah 71,83 ± 2,46%. Di sini persen proteksi kelompok praperlakuan infusa kelopak bunga rosela dosis II dan ibuprofen juga lebih kecil dibanding persen proteksi ibuprofen sendiri, meskipun tidak berbeda bermakna secara statistik. Hal ini menguatkan dugaan adanya aktivitas interaksi dengan efek inhibisi di antara kedua komponen (infusa kelopak bunga rosela dan ibuprofen), di mana kedua komponen ini dapat saling meniadakan. Jika dibandingkan dengan kontrol rosela dosis II, terdapat pebedaan bermakna dari praperlakuan infusa rosela dosis II dan ibuprofen dengan kontrol rosela dosis II. Kelompok kontrol rosela dosis II memiliki persen proteksi sebesar 52,58 ± 2,39 %. Praperlakuan infusa rosela dosis II diikuti pemberian ibuprofen memberi peningkatan persen proteksi rosela menjadi sebesar 70,89 ± 2,05 %. Ibuprofen pada dosis terapi (pada mencit = 26 mg/kg BB) dapat bekerja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
menghambat nyeri. Kelompok kontrol infusa kelopak bunga rosela pada dosis 2,5 g/kg BB sendiri telah cukup untuk menimbulkan penghambatan geliat hingga mencapai persen proteksi ≥ 50 %. Hasil kombinasi infusa dosis II dengan ibuprofen menimbulkan efek analgesik yang meningkat. Namun, hasil penambahan persen proteksinya masih kurang dari penambahan sederhana antara persen proteksi ibuprofen (71,83 ± 2,46%) dengan persen proteksi rosela dosis II (52,58 ± 2,39), yang disebut dengan penambahan infra. c.
Praperlakuan rosela dosis III Kelompok praperlakuan infusa kelopak bunga rosela dosis III (5 g/kg
BB) dan ibuprofen memiliki perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif. Perbedaan ini menunjukkan adanya persen proteksi pada kelompok ini. Persen proteksi berasal dari pemberian infusa rosela 5 mg/g diikuti dengan pemberian ibuprofen 26 mg/kg BB. Hal ini semakin menguatkan bahwa kombinasi infusa kelopak bunga rosela dan ibuprofen memiliki efek analgesik. Hasil analisis terhadap kontrol positif menunjukkan bahwa kelompok praperlakuan infusa kelopak bunga rosela dosis III memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kontrol positif. Kelompok praperlakuan rosela dosis III memiliki persen proteksi sebesar 95,77 ± 0,88, sedangkan kelompok kontrol positif ibuprofen memiliki persen proteksi sebesar 71,83 ± 2,46. Terjadi peningkatan persen proteksi dari ibuprofen ketika diberi praperlakuan infusa rosela dengan dosis 5 g/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian infusa kelopak bunga rosela pada dosis infusa kelopak bunga rosela 5 g/kg BB bersama dengan ibuprofen mampu meningkatkan efek analgesik ibuprofen. Pada dosis 5
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
g/kg BB diduga kandungan aktif yang dimiliki infusa kelopak bunga rosela lebih banyak dibanding kelompok dosis sebelumnya sehingga dapat memberikan efek analgesik yang lebih besar. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol rosela 5 g/kg BB, kelompok praperlakuan rosela 5 g/kg BB dan ibuprofen memiliki perbedaan bermakna. Terjadi peningkatan persen proteksi rosela dari 67,61 ± 3,00 % menjadi 95,77 ± 0,88 %. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa praperlakuan infusa rosela 5 g/kg BB dapat meningkatkan efek analgesik ibuprofen. Namun sekali lagi dapat dilihat bahwa hasil penambahan persen proteksinya masih kurang dari penambahan sederhana antara persen proteksi ibuprofen (71,83 ± 2,46%) dengan persen proteksi rosela dosis III (67,61 ± 3,00 %), yang disebut dengan penambahan infra. Jika didasarkan pada gambar 3 mengenai prinsip interaksi menurut Donatus (1995), dapat diduga bahwa ibuprofen dan kelopak bunga rosela memiliki mekanisme kerja yang berbeda dalam efek penghambatan nyeri. Dengan begitu interaksi yang terjadi dapat digolongkan menjadi interaksi homoergi heterodinami, dengan luaran (akibat) berupa efek inhibisi (penghambatan), karena peningkatan efek yang terjadi merupakan penambahan infra.
E. Rangkuman Pembahasan Praperlakuan infusa kelopak rosela dapat meningkatkan persen proteksi ibuprofen pada dosis 5 /kg BB mencit sebesar 33,34 %. Interaksi yang terjadi diduga menimbulkan efek yang seragam berupa efek analgesik (homoergi) namun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
dengan mekanisme kerja yang berbeda (heterodinami), dengan luaran berupa efek inhibisi atau penghambatan (antagonisme). Asam asetat yang menjadi penginduksi nyeri pada penelitian ini diketahui bekerja secara tidak langsung dalam induksi pelepasan prostalglandin ke peritonium sehingga menstimulasi syaraf nyeri. Kandungan aktif dari kelopak bunga rosela sangat beragam, dan pada hasil penelitian ini ternyata terdapat aktivitas penghambatan nyeri pada dosis 2,5 g/kg BB infusa. Maka dari itu peneliti menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut mengenai senyawa spesifik yang bertanggung jawab terhadap efek analgesik dari kelopak bunga rosela, serta mekanisme kerjanya. Berdasarkan pustaka sebelumnya, diketahui bahwa kandungan terbanyak kelopak bunga rosela adalah antosianin. Maka dapat diduga bahwa antosianin berperan dalam aktivitas analgesik yang dimiliki infusa kelopak bunga rosela. Antosianin golongan delfinidin dan sianidin diketahui memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim siklooksigenase 2 (COX-2). Mekanisme ini terjadi pada level protein dan mRNA (Miguel, 2011). Berdasarkan penelitian Showande, Fakeye, Tolonen, and Hokkanen (2013), ekstrak kelopak rosela memiliki potensi sebagai weak inhibitor. Ekstrak etanol rosela menunjukkan aktivitas inhibisi pada CYP1A2 > CYP2C8> CYP2D6> CYP2B6 > CYP2E1 > CYP2C19 > CYP3A4 >> CYP2C9 >> CYP2A6 secara in vitro. Penghambatan ekstrak etanol kelopak bunga rosela terhadap isoform CYP450 ini terjadi pada konsentrasi yang tinggi. Dari penemuan ini, belum bisa disimpulkan secara pasti apakah aktivitas inhibisi dari kelopak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
rosela ini mampu terjadi secara signifikan pada proses metabolisme ibuprofen. Ditambah bahwa enzim CYP2C9 yang paling banyak memetabolisme ibuprofen pada hasil penelitian tersebut merupakan enzim kedua terkecil yang dihambat oleh ekstrak etanol kelopak bunga rosela. Selain itu, perlu diperhatikan pula bahwa pada penelitian tersebut sediaannya merupakan ekstrak etanol, sedangkan penelitian ini menggunakan infusa. Mungkin saja pada bentuk sediaan ekstrak etanol, senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam inhibisi CYP dapat tersari namun tidak tersari dalam bentuk sediaan infusa, sehingga pada hasil penelitian ini ditemuka bahwa pada dosis terendah infusa belum terjadi peningkatan persen proteksi yang signifikan. Masih terdapat berbagai kemungkinan mengenai mengapa inhibisi enzim ini terjadi pada ekstrak etanol secara in vitro namun tidak terlihat pada uji analgesik menggunakan infusa. Dari penelitian ini, mekanisme peningkatan efek analgesik ibuprofen cenderung diyakini terjadi akibat adanya aktivitas analgesik dari kandungan aktif infusa kelopak bunga rosela. Maka dari itu peneliti menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut terkait mekanisme interaksi yang terjadi antara infusa kelopak bunga rosela dengan ibuprofen dengan metode lain yang mendukung, misalnya uji secara in vitro, sehingga dapat diketahui reaksi inhibisi enzim yang terjadi secara spesifik, atau uji yang mengkaji pengaruh interaksi terhadap parameter farmakokinetika ibuprofen, sehingga dapat dilihat apakah benar terjadi peningkatan kadar obat ibuprofen akibat infusa kelopak bunga rosela. Pada hasil penelitian ini, pengaruh interaksi yang terjadi akibat pemberian infusa kelopak bunga rosela merupakan meningkatnya efek analgesik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
dari obat (ibuprofen). Efek yang terjadi ini dapat dibilang menguntungkan secara terapi, namun belum diketahui apakah peningkatan yang terjadi dapat pula meningkatkan risiko efek samping dari ibuprofen atau tidak. Selain itu, pada dosis 2,5 g/kg BB, penggunaan infusa rosela sendiri sudah memiliki efek analgesik yang hampir setara dengan ibuprofen. Melihat hasil penelitian ini, untuk pengobatan analgesik di masyarakat peneliti dapat menyarankan tiga hal. Masyarakat hanya perlu memilih hendak menggunakan obat herbal atau obat konvensional. Yang pertama, jika menghendaki menggunakan obat herbal, dapat digunakan infusa kelopak bunga rosela saja konsentrasi 20 % dengan dosis 2,5 g/kg BB mencit (dikonversi ke manusia menjadi 277,07 mg/kg BB manusia). Jika menghendaki menggunakan obat konvensional, ibuprofen saja dosis 200 mg cukup untuk memberi efek analgesik, tanpa harus disertai meminum infusa rosela. Yang kedua, menggunakan infusa rosela saja konsentrasi 20 % dengan dosis 5 g/kg BB mencit (554,14 mg/kg BB manusia) untuk menghasilkan efek analgesik setara ibuprofen. Yang ketiga, jika menghendaki tetap menggunakan minuman rosela bersama ibuprofen, cukup menggunakan rosela dosis 1,25 g/kg BB mencit (138,53 mg/kg BB manusia) konsentrasi 20 % untuk memberi efek analgesik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Praperlakuan infusa kelopak bunga rosela dapat meningkatkan efek analgesik ibuprofen pada mencit betina galur Swiss.
2.
Infusa kelopak bunga rosela dapat meningkatkan efek analgesik ibuprofen secara signifikan sebesar 33,34 % pada dosis 5 g/kg BB.
3.
Interaksi yang terjadi antara infusa kelopak bunga rosela dengan ibuprofen merupakan interaksi homoergi heterodinami dengan luaran berupa efek inhibisi (penghambatan).
B. Saran 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait senyawa spesifik yang bertanggung jawab dalam efek analgesik infusa kelopak bunga rosela dan mekanisme kerjanya dalam menurunkan jumlah kumulatif mencit betina galur Swiss.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme interaksi yang terjadi antara infusa kelopak bunga rosela dengan obat analgesik ibuprofen, misalnya secara in vitro , atau analisis terhadap parameter farmakokinetika ibuprofen.
66
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
DAFTAR PUSTAKA Ali, K., Ashraf, A., Biswas, N.N., Karmakar, U.K., and Afroz, S., 2011, Antinociceptive, Anti Inflammatory and Antidiarrheal Activities of Ethanolic Calyx Extract of Hibiscus sabdariffa Linn. (Malvaceae) in Mice, Journal of Chinese Integrative Medicine, 9(6): 626-630. Ali, S. A. E., Mohamed, A. H., and Mohammed, G.E.E., 2014, Fatty Acid Composition, Anti Inflammatory, and Analgesic Activities of Hibiscus sabdariffa Linn. Seeds, J Adv Vet Anim Res, 1(2):50-57. Ali, B.H., Wabel, N.A., and Blunden, G., 2005, Phytochemical, Pharmacological and Toxicological Aspects of Hibiscus sabdariffa L. : A Review, Phytotherapy Research, 19: 369-375. Botting, R.M., 2006, Inhibitors of Cyclooxigenases : Mechanisms, Selectivity and Uses, Journal of Physiology and Pharmacology, 57(5): 113-124. Brandt M., 2004, Prostalglandins, Rose-Hulman Edu, USA, pp.1-6. Commitee for Human Medicinal Products, 2010, Guideline in the Investigation of Drug Interactions, European Medicines Agency, United Kingdom, pp.5. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke. G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy - A Pathophysiologic Approach, 7th Edition, McGraw-Hill Companies, USA, pp.989-990. Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Volume V, Edisi I, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010, Serial Data Ilmiah Terkini Tumbuhan Obat ; Rosela Hibiscus sabdariffa L., Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Direktorat Obat Asli Indonesia, 2013, Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesi, Jakarta, pp.9-10. Donatus, I.A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol: Kajian Terhadap Aspek Farmakologi dan Toksikologi Perubahan Hayati Parasetamol, Disertasi, 1-408, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Donatus, I.A., 1995, Antaraksi Farmakokinetik, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi Fakultas UGM, Yogyakarta, pp.911.
67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
Fakeye, T.O., Pal, A., Bawankule, D.U., Yadaf, N.P., and Khanuja, S.P.S., 2008, Toxic Effects of Oral Administration of Extract of Dried Calyx Hibiscus sabdariffa Linn. (Malvaceae), Phytotherapy Research, 2008:1-5. Fakeye, T.O., Adegoke, A.O., Omoyeni, O.C., and Famakinde, A.A., 2007, Effects of Water Extract of Hibiscus Sabdariffa Linn (Malvaceae) 'Roselle' on Excretion of a Diclofenac Formulation, Phytotherapy Research, 21, 96-98. Fulcher, E.M., Fulcher, R.M., Soto, C.D., 2012, Pharmacology: Principles and Applications, Saunders, USA, pp. 32-36, 240-254. Hardman, J.G., Limbird, L.E., and Gilman, A.G., 2001, Goodman & Gilman's the Pharmacological Basis of Therapeutics, diterjemahkan oleh Hanif, A., hal. 689-691, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hu, M., and Li, X., 2011, Oral Bioavailability, Wiley, USA, pp. 129-130. Hussain, 2011, Patient Counseling About Herbal-Drug Interactions, Afr J Tradit Complement Altern Med., 8(S):152-163. Hutahean, A.J.N., 2010, Studi Perbandingan Efektivitas Infus Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) yang Segar dan Kering Terhadap Kdar Kolesterol Serum Darah Marmut, Skripsi, iii, Universitas Sumatera Utara, Medan. Jeong, J.W., Lee, W.S., Shin, S.C., Kim, G.Y., Choi, B.T., and Choi, Y.H., 2013 Anthocyanins Downregulate Lipopolysaccharide-Induced Inflammatory Response in BV2 Microglial Cells by Supressing the NF-kB and Akt/MAPKs Signaling Pathway, Int J Mol Sci, 14(2013):1502-1515. Katno, Kusumadewi, Sutjipto, 2008, Pengaruh Waktu Pengeringan Terhadap Kadar Tanin Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.), Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia, 1(1):38-45. Katzung, B., Masters, S., and Trevor, A., 2012, Basic and Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh Pendit, B.U., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 60-74. Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica, 1991, Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medika, Jakarta, pp. 3, 41, 259.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia, Edisi V, Direktorat Jendera Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, pp.136,137, 541, 542. Kolawole, J.A., and Maduenyi, A., 2004, Effect of Zobo Dronk (Hibiscus sabdariffa Water Extract) on the Pharmacoinetics of Acetaminophen in Human Volunteers, European Journal of Drug Metabolism and Pharmacokinetics, 29(1), 25-29. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2008, Drug Information Handbook, 17th Edition, Lexi-Comp, USA, pp.804-806. Mahavedan, N., Shivali, and Kamboj, P., 2009, Hibiscus sabdariffa Linn., An Overview, Natural Product Radiance, 8(1), 77-83. Mazaleuskaya, Theken, Li, Thorn, Fitzgerald, et al., 2014, PharmGKB Summary : Ibuprofen Pathways, Pharmacogenetics and Genomics, 2014. Miguel, 2011, Anthocyanins: Antioxidant and/or Anti-inflammatory Activities, Journal of Applied Pharmaceutical Science, 01(06); 2011: 7-15. Mohan, Gulecha, Aurangabadkar, Balaraman, Austin and Thirugnanasampathan, 2009, Analgesic and Anti Inflammatory Activity of a Polyherbal Formulation (PHFAROGH), Oriental Pharmacy and Experimental Medicine, 9(3):232-237. Mungole and Chaturvedi, 2011, Hibiscus sabdariffa L. ; A Rich Source of Secondary Metabolites, International Journal of Pharmaceutical Sciences Reviews and Research , 6 : 83-87. Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat: Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Penerbit ITB, Bandung, 29-30, 88-91, 177-180. Ndu, Nworu, Ehiemere, Ndukwe, and Ochiogu, 2011, Herb–Drug Interaction Between the Extract of Hibiscus sabdariffa L. and Hydrochlorothiazide in Experimental Animals, Journal of Medicinal Foos, 14(6): 640-644. Nugroho, A.E., 2011, Farmakologi:Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp.80-81. Obouayeba, Djyh, Diabate, Djaman, N‟guessan, Kone, et al., 2014, Phytochemical and Antioxidant Activity of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) Petal Extracts, Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 5(2): 1453-1463.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
Parente, L., and Perreti, M., 2003, Advances in the Pathophysiology of Constitutive and Inducible Cyclooxigenase: Two Enzymes in the Spotlight, Biochemical Pharmacology, 65(2003):153-159. Peltoniemi, M., 2013, Effect of Cytochrome P450 Enzyme Inhibitors and Inducers on the Metabolism of S-Ketamine, Department of Anesthesiology, Intensive Care, Emergency Care and Pain Medicine, University of Turku, Finland, pp. 11-19. Phrabu, Nalini, Chidambaranathan, Kisan, 2011, Evaluation of Anti-inflammatoru and Analgesic Activity of Tridax procumbens Linn. Against Formalin, Acetic Acid, and CFA Induced Pain Models, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3:126-130. Ramasamy, S., Kiew, L. V., and Chung, L. Y., 2014, Inhibition of Human Cytochrome P450 Enzymes by Bacopa monnieri Standardized Extract and Constituents, Molecules, 19:2589. Rang, Dale, Ritter, Fowler, andr, 2008, Rang and Dale’s Pharmacology, Sixth Edition, Churchill Livingstone, USA, pp.213-223, 588-607. Sari, L.O.R.K., 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, 3(1), 1-7. Sarkar, M.R., Hossen S.M.M., Howlader, M.S.I., Rahman, M.A., and Dey, A., 2012, Anti-diarrheal, Analgesik, and Anti-microbial Activities of the Plant Lamiesta (Hibiscus sabdariffa) ; A Review, International Journal of Pharmaceutical and Life Sciences, 1, 1-11. Schmitz, G., Lepper, H., and Heidrich, M., 2001, Pharmacards: Lernkartensystem Pharmakologie Und Toxikologie, diterjemahkan oleh Setiadi, L., hal. 246, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Setiawan, R., 2010, Pengaruh Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan, Skripsi, 59-60, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Showande S.J., Fakeye, T.O., Tolonen, A., and Hokkane, J., 2013, In Vitro Inhibitory Activities of the Extract of Hibiscus sabdariffa L. (Familia Malvaceae) on Selected Cytochrome P450 Isoforms, Afr. J. Tradit. Complement. Altern. Med., 10(3), 533-540. Stockley, I. H., 2010, Stockley’s Drug Interactions, Ninth Edition, Pharmaceutical Press, United Kingdom, pp. 1-11.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Stringer, J.L., 2006, Basic Concepts in Pharmacology: A Student’s Survival Guide, diterjemahkan oleh Hartanto H., Konsep Dasar Farmakologi: Panduan untuk Mahasiswa, EGC, Jakarta, pp.160-165, 288-290. Syamsudin, 2011, Interaksi Obat ; Konsep Dasar dan Klinis, UI Press, Jakarta, pp.1-5. Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2008, Obat-Obat Penting, Elex Media Komputindo, Jakarta, pp. 312-319, 327-334. Turner, R.A., 1965, Screening Method in Pharmacology, Academic Press, New York, pp. 100-117. Sinatra, R.S., de Leon-Casasola, O.A., Ginsberg, B., and Viscusi, E.R., 2009, Pain Pathways and Acute Pain Processing, Acute Pain Management, 2009: 320. Vogel, G.H., 2002, Drug Discovery and Evaluation : Pharmacological Assays, Springer-Verlag Berlin, New York, pp.716-717, 692-697. Wanwimolruk, S., and Prachayasittikul, V., 2014, Cytochrome P450 Enzime Mediated Herbal Drug Interactions (Part 1), EXCLI Journal, 13:347-491. Wulansari, R.N., 2012, Pengaruh Penambahan Zat Pensuspensi Karboksilmetilselulosa Natrium (CMC Na), Natrium Alginat, dan Aluminium Magnesium Silikat (Veegum) Terhadap Stabilitas Kandungan Ibuprofen dalam Sediaan Suspensi, Skripsi, i, Universitas Islam Bandung, Bandung. Zarrabal, Dermitz, Flores, Jones, Hipolito, Uscanga, et al. 2012, Hibiscus sabdariffa L., Roselle Calyx, from Ethnobotany to Pharmacology, Journal of Experimental Pharmacology,4:25-37.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
72
72
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Lampiran 1. Surat keterangan simplisia kelopak bunga rosela kering dari CV. “Merapi Farma Herbal”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2.
Surat Ethical Clearance dari Fakultas Kedokteran UGM
74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3.
75
Kelopak bunga rosela kering, serbuk kelopak bunga rosela, pembuatan infusa, dan hasil infusa kelopak bunga rosela
Gambar 12. Kelopak bunga rosela kering
Gambar 14. Pembuatan infusa
Gambar 13. Serbuk kelopak bunga rosela
Gambar 15. Hasil infusa kelopak bunga rosela 20%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4.
Pengayak, timbangan digital, kotak kaca pengamatan, timbangan analitik
76
dan
Gambar 17. Timbangan digital Gambar 16. Ayakan no. 20,30, 40
Gambar 18. Kotak kaca pengamatan
Gambar 19. Timbangan analitik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5.
77
Mencit uji, mencit yang dipuasakan dan kriteria geliat mencit
Gambar 20. Mencit uji
Gambar 21. dipuasakan
Mencit
yang
Gambar 22. Geliat yang memenuhi kriteria
Gambar 23. Geliat yang belum memenuhi kriteria
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
Lampiran 6. Perhitungan dosis CMC Na 1 %, ibuprofen, asam asetat, dan infusa kelopak bunga rosela 1. Dosis CMC Na 1% Dosis CMC Na yang diberikan adalah 0,5 ml tiap 20 gram mencit. D x BB
=CxV
D x 20 gram
= 10 mg/ml x 0,5 ml
D
= 0,25 mg/gram BB mencit = 250 mg/kg BB mencit
2. Dosis ibuprofen 1% Dosis terapi analgesik yang lazim untuk ibuprofen =200 mg/ 70 kg BB manusia. Dosis ini dikonversikan untuk hewan uji mencit : 0,0026 x 200 mg
= 0,52 mg/ 20 gram BB mencit = 26 mg/kg BB mencit
3. Dosis asam asetat Dosis asam asetat yang mampu menginduksi nyeri yaitu 50 mg/kg BB mencit. 4. Dosis infusa kelopak bunga rosela Konsentrasi infusa yang dibuat adalah 20 % (200 mg/ml) Jika volume pemberian maksimal yang ditentukan adalah 0,5 ml, dan berat badan mencit adalah 20 gram, maka dosis maksimal: D x 20 gram
= 200 mg/mk x 0,5 ml
D
= 5 mg/gram BB mencit = 5 g/kg BB mencit
Maka, 5 mg/gram BB mencit ditetapkan sebagai dosis tertinggi, sehingga peringkat dosisnya adalah sebagai berikut: Dosis I (terendah)
= 0,5 x 2,5 g/kg BB
= 1,25 g/kg BB
Dosis II (tengah)
= 0,5 x 5 g/kg BB
= 2,5 g/kg BB
Dosis III (tertinggi)
= 5 g/kg BB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Lampiran 7. Hasil analisis statistik jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat 50 mg/kg BB NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kumulatif geliat N a Normal Parameters Most Extreme Differences
9 21.4444 8.53099 .217 .172 -.217 .651 .790
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Oneway Descriptives Kumulatif geliat
95% Confidence Interval for Mean
10 menit 15 menit 20 menit Total
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
3 3 3 9
25.3333 28.0000 11.0000 21.4444
5.50757 1.73205 2.64575 8.53099
3.17980 1.00000 1.52753 2.84366
11.6518 23.6973 4.4276 14.8869
39.0149 32.3027 17.5724 28.0019
Minimum Maximum 20.00 26.00 8.00 8.00
31.00 29.00 13.00 31.00
ANOVA Kumulatif geliat Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
501.556 80.667 582.222
df
Mean Square 2 6 8
250.778 13.444
F 18.653
Sig. .003
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Kumulatif geliat Scheffe (J) Selang waktu
10 menit
15 menit
-2.66667
2.99382
.689
-12.2686
6.9353
20 menit
*
2.99382
.009
4.7314
23.9353
10 menit
2.66667
2.99382
.689
-6.9353
12.2686
20 menit
17.00000
*
2.99382
.004
7.3980
26.6020
15 menit
Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval
(I) Selang waktu
14.33333
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20 menit
10 menit
*
2.99382
.009
-23.9353
-4.7314
*
2.99382
.004
-26.6020
-7.3980
-14.33333
15 menit
80
-17.00000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Homogeneous Subsets Kumulatif geliat Scheffe Subset for alpha = 0.05
Selang waktu
N
1
20 menit 10 menit 15 menit Sig.
3 3 3
2
11.0000
1.000
25.3333 28.0000 .689
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 8. Hasil analisis statistik jumlah geliat pada uji praperlakuan infusa kelopak bunga rosela terhadap efek analgesik ibuprofen NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test kumulatif_geliat N Normal Parameters
40 a
Most Extreme Differences
Mean
18.8750
Std. Deviation Absolute
12.62920 .196
Positive Negative
.196 -.091
Kolmogorov-Smirnov Z
1.237
Asymp. Sig. (2-tailed)
.094
a. Test distribution is Normal. Oneway Descriptives kumulatif_geliat
N
kontrol_negatif_cmc kontrol_positif_ibu kontrol_ros1,25mg/g+cmc
Mean
Std. Deviatio n
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
Upper Bound
5 42.6000 1.51658 .67823 40.7169 44.4831 5 12.0000 2.34521 1.04881 9.0880 14.9120 5 33.6000 3.64692 1.63095 29.0718 38.1282
Minimum Maximum
41.00 8.00 29.00
44.00 14.00 38.00
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kontrol_ros2,5mg/g+cmc kontrol_ros5mg/g+cmc perlakuan_ros1,25mg/g+ibu perlakuan_ros2,5mg/g+ibu perlakuan_ros5mg/g+ibu Total
5 5 5 5 5
20.2000 13.8000 14.6000 12.4000 1.8000
2.28035 2.86356 2.88097 1.94936 .83666 12.6292 40 18.8750 0
81
1.01980 17.3686 23.0314 1.28062 10.2444 17.3556 1.28841 11.0228 18.1772 .87178 9.9796 14.8204 .37417 .7611 2.8389
18.00 10.00 12.00 11.00 1.00
24.00 18.00 19.00 15.00 3.00
1.99685 14.8360 22.9140
1.00
44.00
ANOVA kumulatif_geliat Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
6031.175 189.200 6220.375
df
Mean Square 7 32 39
861.596 5.912
F 145.725
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons kumulatif_geliat Scheffe Mean Differenc e (I-J)
95% Confidence Interval Std. Error
Upper Bound
(J) kelompok
kontrol_negatif_cmc
kontrol_positif_ib 30.60000 * 1.53786 .000 24.4123 u
36.7877
kontrol_ros1,25 mg/g+cmc
2.8123
15.1877
kontrol_ros2,5m 22.40000 * 1.53786 .000 16.2123 g/g+cmc
28.5877
kontrol_ros5mg/ 28.80000 * 1.53786 .000 22.6123 g+cmc
34.9877
perlakuan_ros1, 28.00000 * 1.53786 .000 21.8123 25mg/g+ibu
34.1877
perlakuan_ros2, 30.20000 * 1.53786 .000 24.0123 5mg/g+ibu
36.3877
perlakuan_ros5 40.80000 * 1.53786 .000 34.6123 mg/g+ibu
46.9877
kontrol_positif_ibu
*
Sig.
Lower Bound
(I) kelompok
9.00000 1.53786 .001
kontrol_negatif_ cmc 30.60000 1.53786 .000 -36.7877 -24.4123 *
kontrol_ros1,25 mg/g+cmc 21.60000 1.53786 .000 -27.7877 -15.4123 *
kontrol_ros2,5m g/g+cmc
* 1.53786 .003 -14.3877 8.20000
-2.0123
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kontrol_ros1,25mg/g+c mc
82
kontrol_ros5mg/ -1.80000 1.53786 .984 g+cmc
-7.9877
4.3877
perlakuan_ros1, -2.60000 1.53786 .890 25mg/g+ibu
-8.7877
3.5877
perlakuan_ros2, 5mg/g+ibu
1.00 0
-6.5877
5.7877
perlakuan_ros5 10.20000 * 1.53786 .000 mg/g+ibu
4.0123
16.3877
* 1.53786 .001 -15.1877 9.00000
-2.8123
kontrol_positif_ib 21.60000 * 1.53786 .000 15.4123 u
27.7877
kontrol_ros2,5m 13.40000 * 1.53786 .000 g/g+cmc
7.2123
19.5877
kontrol_ros5mg/ 19.80000 * 1.53786 .000 13.6123 g+cmc
25.9877
perlakuan_ros1, 19.00000 * 1.53786 .000 12.8123 25mg/g+ibu
25.1877
perlakuan_ros2, 21.20000 * 1.53786 .000 15.0123 5mg/g+ibu
27.3877
perlakuan_ros5 31.80000 * 1.53786 .000 25.6123 mg/g+ibu
37.9877
kontrol_negatif_ cmc
-.40000 1.53786
kontrol_ros2,5mg/g+cm kontrol_negatif_ c cmc 22.40000 1.53786 .000 -28.5877 -16.2123 *
kontrol_positif_ib * 8.20000 1.53786 .003 u
2.0123
14.3877
kontrol_ros1,25 mg/g+cmc 13.40000 1.53786 .000 -19.5877
-7.2123
*
kontrol_ros5mg/ * 6.40000 1.53786 .038 g+cmc
kontrol_ros5mg/g+cmc
.2123
12.5877
-.5877
11.7877
1.6123
13.9877
perlakuan_ros5 18.40000 * 1.53786 .000 12.2123 mg/g+ibu
24.5877
perlakuan_ros1, 25mg/g+ibu
5.60000 1.53786 .103
perlakuan_ros2, 5mg/g+ibu
7.80000 1.53786 .005
*
kontrol_negatif_ cmc 28.80000 1.53786 .000 -34.9877 -22.6123 *
kontrol_positif_ib 1.80000 1.53786 .984 u
-4.3877
7.9877
kontrol_ros1,25 mg/g+cmc 19.80000 1.53786 .000 -25.9877 -13.6123 *
kontrol_ros2,5m g/g+cmc
* 1.53786 .038 -12.5877 6.40000
-.2123
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
perlakuan_ros1, 25mg/g+ibu
-.80000 1.53786
1.00 0
-6.9877
5.3877
perlakuan_ros2, 5mg/g+ibu
1.40000 1.53786 .997
-4.7877
7.5877
perlakuan_ros5 12.00000 * 1.53786 .000 mg/g+ibu
5.8123
18.1877
perlakuan_ros1,25mg/g kontrol_negatif_ +ibu cmc 28.00000 1.53786 .000 -34.1877 -21.8123 *
kontrol_positif_ib 2.60000 1.53786 .890 u
-3.5877
8.7877
kontrol_ros1,25 mg/g+cmc 19.00000 1.53786 .000 -25.1877 -12.8123 *
kontrol_ros2,5m -5.60000 1.53786 .103 -11.7877 g/g+cmc kontrol_ros5mg/ g+cmc
.5877
1.00 0
-5.3877
6.9877
2.20000 1.53786 .952
-3.9877
8.3877
perlakuan_ros5 12.80000 * 1.53786 .000 mg/g+ibu
6.6123
18.9877
perlakuan_ros2, 5mg/g+ibu
.80000 1.53786
perlakuan_ros2,5mg/g+i kontrol_negatif_ bu cmc 30.20000 1.53786 .000 -36.3877 -24.0123 *
kontrol_positif_ib u
.40000 1.53786
1.00 0
-5.7877
6.5877
kontrol_ros1,25 mg/g+cmc 21.20000 1.53786 .000 -27.3877 -15.0123 *
kontrol_ros2,5m g/g+cmc
* 1.53786 .005 -13.9877 7.80000
-1.6123
kontrol_ros5mg/ -1.40000 1.53786 .997 g+cmc
-7.5877
4.7877
perlakuan_ros1, -2.20000 1.53786 .952 25mg/g+ibu
-8.3877
3.9877
perlakuan_ros5 10.60000 * 1.53786 .000 mg/g+ibu
4.4123
16.7877
perlakuan_ros5mg/g+ib kontrol_negatif_ u cmc 40.80000 1.53786 .000 -46.9877 -34.6123 *
kontrol_positif_ib u 10.20000 1.53786 .000 -16.3877 *
-4.0123
kontrol_ros1,25 mg/g+cmc 31.80000 1.53786 .000 -37.9877 -25.6123 *
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
kontrol_ros2,5m g/g+cmc 18.40000 1.53786 .000 -24.5877 -12.2123 *
kontrol_ros5mg/ g+cmc 12.00000 1.53786 .000 -18.1877
-5.8123
perlakuan_ros1, 25mg/g+ibu 12.80000 1.53786 .000 -18.9877
-6.6123
perlakuan_ros2, 5mg/g+ibu 10.60000 1.53786 .000 -16.7877
-4.4123
*
*
*
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Homogeneous Subsets kumulatif_geliat Scheffe Subset for alpha = 0.05 Kelompok
N
1
2
3
perlakuan_ros5mg/g+ibu kontrol_positif_ibu perlakuan_ros2,5mg/g+ibu kontrol_ros5mg/g+cmc perlakuan_ros1,25mg/g+ibu kontrol_ros2,5mg/g+cmc kontrol_ros1,25mg/g+cmc kontrol_negatif_cmc Sig.
5 1.8000 5 12.0000 5 12.4000 5 13.8000 5 14.6000 14.6000 5 20.2000 5 33.6000 5 42.6000 1.000 .890 .103 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
4
5
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
Lampiran 9. Analisis % proteksi pada uji praperlakuan infusa kelopak bunga rosela terhadap efek analgesik ibuprofen NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Persen proteksi N a Normal Parameters Most Extreme Differences
40 55.6740 29.68090 .196 .091 -.196 1.237 .094
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Oneway
Descriptives Daya analgesic
Kontrol negatif-CMC Na Kontrol positif-ibuprofen Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen Perlakuan rosela 5 mg/g+ibuprofen Total
N
Mean
Std. Deviatio n
5 5 5 5 5
-.1520 71.8300 21.1260 52.5820 67.6080
3.37468 5.50484 8.55915 5.35466 6.72169
Std. Error 1.50920 2.46184 3.82777 2.39468 3.00603
95% Confidence Interval for Mean Minim Maxi um mum Lower Upper Bound Bound -4.3422 64.9948 10.4984 45.9333 59.2619
4.0382 78.6652 31.7536 59.2307 75.9541
-3.29 67.14 10.80 43.66 57.75
5 65.7280 6.76195 3.02404 57.3319 74.1241 55.40 71.83 5 70.8940 4.57561 2.04627 65.2126 76.5754 64.79 74.18 5 95.7760 1.96137 .87715 93.3406 98.2114 92.96 97.65 4 29.6809 55.6740 4.69296 46.1816 65.1664 -3.29 97.65 0 0 ANOVA
Persen proteksi Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
33320.027 1037.246 34357.273
3.76 81.22 31.92 57.75 76.53
df
Mean Square 7 32 39
4760.004 32.414
F 146.851
Sig. .000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Persen proteksi Scheffe 95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Kontrol negatifCMC Na
Kontrol positifibuprofen
-71.98200 3.60077 .000
Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na
-21.27800 3.60077 .001
Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
-52.73400 3.60077 .000
Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
-67.76000 3.60077 .000
Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen
-65.88000 3.60077 .000
Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen
Kontrol positifibuprofen
Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*
-86.4700 -57.4940
*
-35.7660
*
-67.2220 -38.2460
*
-82.2480 -53.2720
*
-80.3680 -51.3920
-71.04600 3.60077 .000
*
-85.5340 -56.5580
Perlakuan rosela * -95.92800 3.60077 .000 5 mg/g+ibuprofen
-110.4160 -81.4400
Kontrol negatifCMC Na
71.98200 3.60077 .000
Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na
50.70400 3.60077 .000
Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
-6.7900
*
57.4940
86.4700
*
36.2160
65.1920
19.24800 3.60077 .003
*
4.7600
33.7360
Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
4.22200 3.60077 .984
-10.2660
18.7100
Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen
6.10200 3.60077 .889
-8.3860
20.5900
Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen
.93600 3.60077 1.000
-13.5520
15.4240
Perlakuan rosela * -23.94600 3.60077 .000 5 mg/g+ibuprofen
-38.4340
-9.4580
6.7900
35.7660
Kontrol negatifCMC Na
21.27800 3.60077 .001
Kontrol positifibuprofen
-50.70400 3.60077 .000
*
*
-65.1920 -36.2160
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
-31.45600 3.60077 .000
Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
-46.48200 3.60077 .000
Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen
-44.60200 3.60077 .000
Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen
*
-45.9440 -16.9680
*
-60.9700 -31.9940
*
-59.0900 -30.1140
-49.76800 3.60077 .000
*
-64.2560 -35.2800
Perlakuan rosela * -74.65000 3.60077 .000 5 mg/g+ibuprofen
-89.1380 -60.1620
Kontol rosela 2,5 Kontrol negatifmg/g+CMC Na CMC Na Kontrol positifibuprofen
*
38.2460
67.2220
*
-33.7360
-4.7600
*
16.9680
45.9440
*
52.73400 3.60077 .000 -19.24800 3.60077 .003
Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na
31.45600 3.60077 .000
Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
-15.02600 3.60077 .037
-29.5140
-.5380
Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen
-13.14600 3.60077 .102
-27.6340
1.3420
Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen
-18.31200 3.60077 .005
-32.8000
-3.8240
*
Perlakuan rosela * -43.19400 3.60077 .000 5 mg/g+ibuprofen Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
87
-57.6820 -28.7060
Kontrol negatifCMC Na
67.76000 3.60077 .000
53.2720
82.2480
Kontrol positifibuprofen
-4.22200 3.60077 .984
-18.7100
10.2660
*
31.9940
60.9700
*
*
Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na
46.48200 3.60077 .000
Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
15.02600 3.60077 .037
.5380
29.5140
Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen
1.88000 3.60077 1.000
-12.6080
16.3680
Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen
-3.28600 3.60077 .996
-17.7740
11.2020
Perlakuan rosela * -28.16800 3.60077 .000 5 mg/g+ibuprofen Perlakuan rosela Kontrol negatif1,25 CMC Na
*
65.88000 3.60077 .000
-42.6560 -13.6800 51.3920
80.3680
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mg/g+ibuprofen
Kontrol positifibuprofen
-6.10200 3.60077 .889
88
-20.5900
8.3860
Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na
44.60200 3.60077 .000
30.1140
59.0900
Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
13.14600 3.60077 .102
-1.3420
27.6340
Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
-1.88000 3.60077 1.000
-16.3680
12.6080
Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen
-5.16600 3.60077 .951
-19.6540
9.3220
*
Perlakuan rosela * -30.04800 3.60077 .000 5 mg/g+ibuprofen Perlakuan rosela Kontrol negatif2,5 CMC Na mg/g+ibuprofen Kontrol positifibuprofen
*
-44.5360 -15.5600
71.04600 3.60077 .000
56.5580
85.5340
-.93600 3.60077 1.000
-15.4240
13.5520
*
35.2800
64.2560
*
Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na
49.76800 3.60077 .000
Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
18.31200 3.60077 .005
3.8240
32.8000
Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
3.28600 3.60077 .996
-11.2020
17.7740
Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen
5.16600 3.60077 .951
-9.3220
19.6540
Perlakuan rosela * -24.88200 3.60077 .000 5 mg/g+ibuprofen Perlakuan rosela Kontrol negatif5 mg/g+ibuprofen CMC Na
*
95.92800 3.60077 .000
Kontrol positifibuprofen
23.94600 3.60077 .000
Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na
74.65000 3.60077 .000
Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
43.19400 3.60077 .000
Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
28.16800 3.60077 .000
Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen
30.04800 3.60077 .000
Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen
24.88200 3.60077 .000
-39.3700 -10.3940 81.4400 110.4160
*
9.4580
38.4340
*
60.1620
89.1380
*
28.7060
57.6820
*
13.6800
42.6560
*
15.5600
44.5360
*
10.3940
39.3700
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Homogeneous Subsets Persen Proteksi Scheffe Subset for alpha = 0.05 Kelompok
N
Kontrol negatif-CMC Na Kontrol rosela 1,25 mg/g+CMC Na Kontol rosela 2,5 mg/g+CMC Na Perlakuan rosela 1,25 mg/g+ibuprofen Kontrol rosela 5mg/g+CMC Na Perlakuan rosela 2,5 mg/g+ibuprofen Kontrol positif-ibuprofen Perlakuan rosela 5 mg/g+ibuprofen Sig.
1 5
2
3
4
5
-.1520
5
21.1260
5
52.5820
5
65.7280
65.7280
5
67.6080
5
70.8940
5
71.8300
5
95.7760 1.000
1.000
.102
.889
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 10. Data perubahan % persen proteksi terhadap ibuprofen dosis 26 mg/kg BB NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Perubahan % proteksi N a Normal Parameters Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
35 -25.5726 43.02818 .180 .089 -.180 1.068 .204
1.000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
Oneway Descriptives Perubahan % proteksi 95% Confidence Interval for Mean N kontrol negatif CMC Na kontrol rosela 1,25mg/g+CMC Na kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na kontrol rosela 5mg/g+CMC Na rosela 1,25mg/g+ibuprofen rosela 2,5mg/g+ibuprofen rosela 5mg/g+ibuprofen Total
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimu Maxi m mum
5 -1.0000E2 4.95920 2.21782 -106.1597 -93.8443 -104.58 -94.77 5 -69.8680 11.42720 5.11040
-84.0567 -55.6793
-84.97 -55.55
5 -26.7940 7.45017 3.33182
-36.0446 -17.5434
-39.21 -19.61
5 -5.8800 5 -8.4940 5 -1.3040 5 33.3340 3 -25.5726 5
-17.5018 5.7418 -20.1811 3.1931 -9.2122 6.6042 29.9370 36.7310
-19.61 6.54 -22.87 .00 -9.80 3.27 29.41 35.95
9.35984 9.41245 6.36902 2.73588
4.18585 4.20937 2.84831 1.22352
43.02818 7.27309
-40.3533 -10.7919 -104.58 35.95
ANOVA Perubahan % proteksi Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
61208.697 1739.719 62948.416
df
Mean Square 6 28 34
10201.450 62.133
F 164.188
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Perubahan % proteksi Scheffe Mean Difference (I-J)
95% Confidence Interval
(I) Kelompok perlakuan
(J) Kelompok perlakuan
Std. Error
kontrol negatif CMC Na
kontrol rosela * -30.13400 4.98529 .000 -49.2294 -11.0386 1,25mg/g+CMC Na
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
-73.20800 4.98529 .000 -92.3034 -54.1126
kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
-94.12200 4.98529 .000
*
*
-75.0266 113.2174
rosela * -91.50800 4.98529 .000 -72.4126 1,25mg/g+ibuprofen 110.6034 rosela 2,5mg/g+ibuprofen
*
-98.69800 4.98529 .000
-79.6026 117.7934
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
rosela 5mg/g+ibuprofen kontrol rosela kontrol negatif CMC 1,25mg/g+CMC Na Na
91
* 4.98529 .000 133.33600 152.4314 114.2406 *
30.13400 4.98529 .000 11.0386 49.2294
kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
-43.07400 4.98529 .000 -62.1694 -23.9786
kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
-63.98800 4.98529 .000 -83.0834 -44.8926
*
*
rosela * -61.37400 4.98529 .000 -80.4694 -42.2786 1,25mg/g+ibuprofen
kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
rosela 2,5mg/g+ibuprofen
-68.56400 4.98529 .000 -87.6594 -49.4686
rosela 5mg/g+ibuprofen
-84.1066 * 4.98529 .000 103.20200 122.2974
kontrol negatif CMC Na
73.20800 4.98529 .000 54.1126 92.3034
kontrol rosela 1,25mg/g+CMC Na
43.07400 4.98529 .000 23.9786 62.1694
kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
*
*
*
*
-20.91400 4.98529 .024 -40.0094
-1.8186
rosela -18.30000 4.98529 .068 -37.3954 1,25mg/g+ibuprofen
.7954
rosela 2,5mg/g+ibuprofen
-25.49000 4.98529 .003 -44.5854
rosela 5mg/g+ibuprofen
-60.12800 4.98529 .000 -79.2234 -41.0326
*
-6.3946
*
kontrol negatif CMC Na
94.12200 4.98529 .000 75.0266 113.2174
kontrol rosela 1,25mg/g+CMC Na
63.98800 4.98529 .000 44.8926 83.0834
kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
20.91400 4.98529 .024
*
*
*
1.8186 40.0094
rosela 1,25mg/g+ibuprofen
2.61400 4.98529 1.000 -16.4814 21.7094
rosela 2,5mg/g+ibuprofen
-4.57600 4.98529 .990 -23.6714 14.5194
rosela 5mg/g+ibuprofen
*
-39.21400 4.98529 .000 -58.3094 -20.1186
rosela kontrol negatif CMC 1,25mg/g+ibuprofen Na
91.50800 4.98529 .000 72.4126 110.6034
kontrol rosela 1,25mg/g+CMC Na
61.37400 4.98529 .000 42.2786 80.4694
kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
18.30000 4.98529 .068
kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
-2.61400 4.98529 1.000 -21.7094 16.4814
*
*
-.7954 37.3954
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
rosela 2,5mg/g+ibuprofen rosela 5mg/g+ibuprofen
92
-7.19000 4.98529 .906 -26.2854 11.9054 *
-41.82800 4.98529 .000 -60.9234 -22.7326
rosela kontrol negatif CMC 2,5mg/g+ibuprofen Na
98.69800 4.98529 .000 79.6026 117.7934
kontrol rosela 1,25mg/g+CMC Na
68.56400 4.98529 .000 49.4686 87.6594
kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
25.49000 4.98529 .003
*
*
6.3946 44.5854
kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
4.57600 4.98529 .990 -14.5194 23.6714
rosela 1,25mg/g+ibuprofen
7.19000 4.98529 .906 -11.9054 26.2854
rosela 5mg/g+ibuprofen rosela 5mg/g+ibuprofen
*
*
-34.63800 4.98529 .000 -53.7334 -15.5426
kontrol negatif CMC * 133.33600 4.98529 .000 114.2406 152.4314 Na kontrol rosela * 103.20200 4.98529 .000 84.1066 122.2974 1,25mg/g+CMC Na kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na
60.12800 4.98529 .000 41.0326 79.2234
kontrol rosela 5mg/g+CMC Na
39.21400 4.98529 .000 20.1186 58.3094
*
*
rosela * 41.82800 4.98529 .000 22.7326 60.9234 1,25mg/g+ibuprofen rosela 2,5mg/g+ibuprofen
*
34.63800 4.98529 .000 15.5426 53.7334
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Homogeneous Subsets Perubahan % proteksi Scheffe Subset for alpha = 0.05 Kelompok perlakuan kontrol negatif CMC Na kontrol rosela 1,25mg/g+CMC Na kontrol rosela 2,5 mg/g+CMC Na rosela 1,25mg/g+ibuprofen kontrol rosela 5mg/g+CMC Na rosela 2,5mg/g+ibuprofen rosela 5mg/g+ibuprofen Sig.
N
1
5 -1.0000E2 5 5 5 5 5 5 1.000
2
3
4
5
-69.8680
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
-26.7940 -8.4940
1.000
.068
-8.4940 -5.8800 -1.3040 .906
33.3340 1.000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Skripsi dengan judul “Pengaruh Praperlakuan Infusa Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Efek Analgesik Ibuprofen Pada Mencit Betina Galur Swiss” bernama lengkap Pascalis Nika Putri Winahyu, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Hieronimus Emilianus Priyo Dwi Marjoko dan Cicilia Peniyati. Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 28 Maret 1993. Penulis menempuh pendidikan formal di TK Pangudi Luhur Yogyakarta (1997-1999), SD Pangudi Luhur Yogyakarta (19992005), SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta (2005-2008), dan SMA Negeri 3 Yogyakarta (2008-2011). Pada tahun 2011, penulis melanjutkan Pendidikan Sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa menempuh Pendidikan Sarjana, penulis aktif sebagai panitia dalam acara Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (Titrasi) 2013 sebagai keyboardist Bandzen dan Penyuluhan Menjaga Kebersihan dan Kesehatan untuk anak SD dari Komunitas Sadar Sehat JMKI 2013 sebagai sie humas. Penulis juga aktif dalam kegiatan keorganisasian kemahasiswaan sebagai redaktur majalah Pharmaholic periode 2013/2014 dan anggota aktif Paduan Suara Mahasiswa Cantus Firmus (2011-sekarang). Penulis berkesempatan ikut dalam misi budaya mewakili Universitas Sanata Dharma pada acara Indonesian Day di Budapest, Hungaria, bulan Mei 2014 sebagai pemusik. Di luar kegiatan kampus penulis menjalani kehidupan musikalnya sebagai organis, pianis, dan mengaransemen musik. Penulis meraih medali emas dalam Bali International Choir Festival 2012 untuk kategori Pop Jazz dan Folklore, juara II dalam Lomba Paduan Suara bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta Se-Kopertis wilayah V Yogyakarta 20-21 November 2013, dan memperoleh 2 medali emas dan 1 medali perak dalam Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Mahasiswa Tingkat Nasional XIII di Jakarta, 29 September-4 Oktober 2014.