PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PENGASUHAN IBU YANG MENGALAMI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh: Martha Veronica NIM: 119114089
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Apa yang kita tahu hanyalah setetes air… Yang kita tidak tahu adalah lautan~ (Isaac Newton)
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kupersembahkan untuk “Dia yang mengajarkanku kasih” Dan “Mereka yang aku kasihi”
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PENGASUHAN IBU YANG MENGALAMI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Martha Veronica
ABSTRAK
Kasus kekerasan terus-menerus mengalami peningkatan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa istri dan suami sebagai pelakunya. Tampak masih sedikit yang menyadari bahaya akan dampak yang ditimbulkan dari KDRT. Istri yang menjadi korban KDRT memiliki tugas yang lebih yaitu memberikan pengasuhan kepada anak-anak ditengah keadaan yang dihadapi dan beratnya dampak kekerasan yang dirasakan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengasuhan yang diberikan oleh ibu yang mengalami KDRT, faktor yang memengaruhi pengasuhan, dan dampak yang ditimbulkan kepada anak.Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan metode penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan rekam kasus atau dokumen. Wawancara dilakukan pada satu orang informan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa KDRT yang dialami memengaruhi pengasuhan yang diberikan kepada anak melalui dampak yang dirasakan informan. Pengasuhan yang dimunculkan ialah pengasuhan negatif yang merujuk pada ketidakefektifan informan dalam memberikan pengasuhan. Hal tersebut juga didukung oleh tanggungjawab pengasuhan yang hanya dipegang oleh informan, pengaruh buruk suami terhadap anak, dan faktor ekonomi. Disisi lain, informan masih mampu berfungsi dengan baik sebagai ibu yang memberikan pengasuhan positif. Hal ini didukung oleh naluri keibuan yang informan miliki, intensitas informan terhadap anak, dan adanya harapan terhadap anak dan keluarga.Dampak kekerasan dan ketidakefektifan dalam pengasuhan terhadap anak-anak berupa perilaku agresi, kemampuan untuk mengontrol diri yang kurang, sulit mengendalikan perilaku, tidak mau patuh, suka melawan, tidak bertanggungjawab, dan berharap mendapatkan apa yang diinginkan.
Kata kunci: Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Pengasuhan.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTHER’S PARENTING IN THE CASE OF DOMESTIC VIOLENCE
Martha Veronica
ABSTRACT
The case of violence has been increased continuously including the case of domestic violence happened to the wife and put the husband as the doer. Apparently, there is still slightly people who are aware of the impact of domestic violence. A wife who experienced the domestic violence has an extra role to give the parenting to her children in the middle of the violence circumstances and the impact she got. This research aims to see how the parenting given by a mother who experienced domestic violence is, the factors influence the parenting, and the impact that the children got. This research is a case-study using the qualitative method. The data-collecting method is using interview, observation, and recorder data or document. The interview has been done towards an informant who was 38 years old and experiencing domestic violence since the beginning of married life. The result of this research shows that the domestic violence experienced by a person influenced the parenting given to the children towards the impact that she (the informant) has. The parenting appeared is the negative one which refers to the ineffective ways. It has also been influenced by the responsibility of parenting which only comes to the informant, the negative influence from the husband towards the children, and economic factor. However, the informant is still be able to have her role as a mother goes well and gives the positive parenting. This is also supported by her motherhood instinct, the intensity towards her children, and the existence of hope towards her children and family. The impact of violence and ineffective in parenting the children are the aggression behavior, the low selfcontrol and behavior-control, lack of obedience, irresponsibility, and expectation of getting what he wants.
Keywords: domestic violence, parenting.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Penulis merasa terpanggil untuk berkecimpung dalam tugas kemanusiaan, terkhusus bagi perempuan dan anak. Berawal dari keprihatinan penulis terhadap keadaan perempuan dan anak yang kerap kali menjadi korban kekerasan terutama dalam keluarga. Ketika belum mampu memberikan yang nyata dan lebih, maka penulis memberikan kepeduliannya lewat karya ilmiah ini dan menjadi bahan pembelajaran dan bekal bagi penulis untuk langkah selanjutnya. Dengan segala lika-liku yang penulis alami selama menyelesaikan penelitian ini, penulis ingin memanjatkan syukur dan mengucapkan terimakasih kepada: 1. DIA yang memberikan napas kehidupan dan hidup yang layak penuh berkat dan kasih, Tuhan Yesus Kristus. 2. Mama dan Bapak yang selalu berjuang untuk anak-anaknya. Sumber dana dan semangat. Terimakasih banyak, juga teruntuk Rano, Robert, Thalia, Tuhan sertai selalu.You’re my everything, my strength. 3. Informan yang baik hati, memberikan kepercayaannya kepada penulis untuk berbagi cerita dan pengalamannya. 4. Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang menyambut dengan hangat dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data klien dan membantu sepanjang penelitian. 5. Ibu Sylvia Carolina yang sudah bersedia membimbing penulis dan membantu penulis untuk menyelesaikan akhir yang menjadi awalan ini.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Ibunda Debri Pristinella, selaku Dosen Pembimbing Akademik, Ibu Bos semasa menjabat Asisten Lab, dan Nyonya di standar 6 borang akreditasi, setiap ketemu selalu nanya “gimana skripsinya, nduk? Udah sampai mana?” 7. Yoannes Chrysostomus Awang Adhy Wibowo, I don’t know what I want to say. Cause’ so many service that you give to me. I’m blessed to have you, hon ... Kamu semangat ya, segera menyusul. 8. Ciwik-ciwik gengges! Agnes Wijaya, Albertin Melati Widyaninta, Benedikta Elsa Yuninda Pasaribu, Ketut Yunita Primaturini, Margareta Theresia Ghea Kuncahyani, Marius Angga Kurnianto, Nidia Gabriella, dan Raysa Bestari Siniwi, bersama kalian mengajarkan banyak hal. LOVE 9. BBG, geng terhits dari SMP, SMA, dan sampai sekarang jauh dimata dekat disosmed hahaha dekat dihati dong. Dari delapan orang dan sekarang tinggal dua yang belum bergelar, salah satunya aku. Finally, aku nyusul. Yeay, I’m waiting for our reunion. See you on top, guys. 10. Mas Muji, Mas Doni yang sudah memberikan kesempatan dan banyak sekali pengalaman dan teman-teman sepekerjaan yang jadi kuli di Lab. Psikologi. 11. Heyho pejuang akreditasi. We’re rock!!! Pembicaraan tentang skripsweet disela-sela tugas kenegaraan yang selalu menggelintik terkadang menusuk kalbu, tapi memotivasi aku buat segera LULUS. 12. Semua yang sudah selalu ada, mendukung, mendoakan, dan membantu penulis untuk menyelesaikan tanggungjawab ini. Tidak dapat penulis
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sebutkan satu per satu, biarlah Tuhan yang membalas dengan kasih dan rahmatNya. God Bless US Penulis sadar tulisan ini perlu mendapatkan saran dan masukan agar menjadi lebih baik dan berguna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dan menerima dengan senang hati setiap saran dan kritik yang membangun penelitian ini.
Yogyakarta, Martha Veronica
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…………………………ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii HALAMAN MOTTO………………………………………………………….....iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………...v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………....vi ABSTRAK……………………………………………………………………….vii ABSTRACT……………………………………………………………………..viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………ix KATA PENGANTAR…………………………………………………………….x DAFTAR ISI…………………………………………………………………….xiii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xvi DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………xvii BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah………………………………………………………. 11 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 11 D. Manfaat Penelitian……………………………………………………….11 1. Manfaat Teoritis…………………………………………………….. 11 2. Manfaat Praktis………………………………………………………12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………....12
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A. Pengasuhan……………………………………………………………….12 1. Pengertian Pengasuhan……………………………………………….12 2. Gaya Pengasuhan…………………………………………………….16 3. Peran Keluarga, Orangtua, dan Ibu…………………………………..24 4. Faktor yang Memengaruhi Pengasuhan……………………………...28 B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga………………………………………..31 1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga………………………..31 2. Jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga……………………………...32 3. Karakteristik Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga……………..34 4. Karakteristik Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga…………….35 5. Faktor yang Mendorong Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga……………………………………………………….36 6. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga………………………….39 a. Dampak Kekerasan Terhadap Istri Sebagai Korban Secara Langsung…………………………………………………………39 b. Dampak Kekerasan Terhadap Anak Sebagai Korban Secara Tidak Langsung…………………………………………………………41 C. Pengasuhan Ibu yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga…...44 BAB III METODE PENELITIAN………………………………………...........48 A. Jenis Penelitian…………………………………………………………...48 B. Informan Penelitian………………………………………………………49 C. Prosedur Pengumpulan Data……………………………………………..50 D. Metode Pengumpulan Data………………………………………………51
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Wawancara…………………………………………………………...51 2. Observasi……………………………………………………………..53 3. Dokumen……………………………………………………………..55 E. Instrumen Penelitian……………………………………………………...55 F. Metode Analisis Data ……………………………………………………56 G. Kredibilitas Data………………………………………………………....58 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….61 A. Persiapan Penelitian……………………………………………………...61 B. Pelaksanaan Penelitian…………………………………………………...62 C. Hasil Penelitian…...……………………………………………………...67 1. Deskripsi Informan dan Suami...………………………………….....68 2. Pengasuhan Informan ………………...……………………………..75 3. Gambaran Anak……………………………………………………...81 4. Faktor Yang Mempengaruhi pengasuhan……………………………84 D. Pembahasan…………………………………………..………………….87 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..98 A. Kesimpulan ……………………………………………………………...98 B. Kelemahan Penelitian……………………………………………………99 C. Saran……………………………………………………………………..99 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..101 LAMPIRAN……………………………………………………………………105
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema Tinjauan Pustaka…………………………………………… 47 Gambar 2. Bagan Pengasuhan…………………………………………………. 97
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Inform Consent……………………………………………………105 Lampiran 2. Member Checking…………………………………………………109 Lampiran 3. Tabel Kategori Tema dan Sub-Kategori Tema……………………111 Lampiran 4. Tabel Kategorisasi………………………………………………...116 Lampiran 5. Tabel Hasil Penelitian…………………………………………......142
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (UU No. 23/ 2004, pasal 1). Catatan tahunan Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2014 sebesar 293.220 kasus yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama yang tersebar di 30 propinsi di Indonesia. Kekerasan yang terjadi di ranah personal mencatat kasus paling tinggi, yaitu sejumlah 280.710 kasus yang terjadi terhadap istri. Berdasarkan data statistik jumlah kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa KDRT menjadi masalah yang sangat serius untuk ditangani secara hukum oleh negara karena berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) terutama bagi kaum perempuan. Selain itu yang tidak kalah penting adalah keadaan psikologis yang dialami oleh korban kekerasan yaitu kaum perempuan yang akan berakibat pada banyak hal dalam aspek kehidupan mereka. Hal tersebut diperparah dengan sebagian besar perempuan yang menjadi korban bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan yang dialami yang memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
pada istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini yang menyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap tindak kekerasan dalam ikatan pernikahan atau rumah tangga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Bhayangkara Tk. IV Pekanbaru, jenis kelamin yang menjadi korban kekerasan adalah perempuan (231 orang, 97,5 %) dengan rentang usia 19-30 tahun (38%) dan 31-40 tahun (39,2%). Ibu rumah tangga merupakan pekerjaan terbanyak yang menjadi korban KDRT (83,5%). Komnas Perempuan juga mencatat bahwa mayoritas rentang usia perempuan yang menjadi korban kekerasan di ranah personal pada usia 25-40 tahun atau pada usia menikah. Dari penelitian Buzawa & Buzawa (1996), menunjukkan bahwa pasangan suami-istri yang mengalami kekerasan, 78% penelitian menemukan bahwa mereka berpenghasilan rendah dan mempunyai status sosial ekonomi yang rendah. Krauss (dalam Krahe, 2005) mengatakan bahwa fitur yang khas dari KDRT adalah tindakan tersebut jarang merupakan kejadian tunggal, tetapi cenderung berlangsung berulang-ulang, terus-menerus, dan dalam jangka waktu yang lama. Berbagai bentuk KDRT yang dilakukan oleh suami memberikan dampak pada fisik dan psikologis istri. Terlebih kekerasan yang kerap kali dilakukan secara berulang-ulang akan memperparah dampak yang akan dialami oleh istri. Dampak bagi kesehatan fisik yang dikemukakan oleh Komnas Perempuan (2002) antara lain: luka-luka atau cedera ringan maupun berat, cacat tubuh permanen, penyakit seksual, gangguan siklus haid, gangguan nafsu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
makan atau bahkan meninggal dunia. Sedangkan dampak psikologis yang dikemukakan oleh UNICEF (2000) antara lain: depresi, menghindar atau withdrawal, harga diri yang rendah, kecemasan yang berat, ketakutan yang berlebihan, perasaan bersalah dan malu, menyalahkan diri sendiri, isolasi sosial, penggunaan obat-obatan terlarang, menghindar dari kontak mata, penolakan terhadap pengobatan, merasa tidak nyaman dekat dengan penolong (caregiver), dan bunuh diri. Menurut Suryakusuma (1995) efek psikologis dari kekerasan bagi banyak perempuan lebih parah dibanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, gangguan seperti Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), gangguan makan dan tidur yang merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan. Adanya
tindak
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga
(KDRT)
mengindikasikan bahwa terdapat relasi perkawinan yang tidak harmonis. Adanya hubungan di dalam keluarga yang tidak baik atau disorganisasi di dalam keluarga. Relasi pasangan dalam pernikahan sedang mengalami masalah. Permasalahan yang sedang dialami tidak dapat dibicarakan atau dikomunikasikan dengan baik, tetapi berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Akibat yang ditimbulkan dari KDRT tidak hanya dialami oleh perempuan atau istri sebagai korban tetapi juga dialami oleh anak-anak yang ada dalam rumah tangga tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung (Hartman, 1997; United Nations, 1989). Akibat secara langsung seperti mendapatkan tindak kekerasan secara nyata dan akibat secara tidak langsung yaitu berpengaruh terhadap pengasuhan dari orangtua.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Pengasuhan adalah proses orangtua mendampingi dan memberikan pendidikan atau pembelajaran kepada anak sejak kelahirannya hingga mencapai
kedewasaan
personal.
Pengasuhan
anak
bertujuan
untuk
meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang (Sri Lestari, 2012). Pengasuhan merupakan bagian penting dalam sosialisasi, proses untuk anak dapat belajar dalam bertingkah laku sesuai harapan dan standar sosial. Menurut Darling (dalam Prasetyawati, 2000), pengasuhan merupakan aktivitas kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individual dan serentak dalam memengaruhi tingkah laku anak. Pengasuhan mencakup beragam aktivitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik melalui pengasuhan fisik, pengasuhan emosi, dan pengasuhan sosial (Hoghughi, 2004). Orangtua menghadapi berbagai pilihan tentang seberapa besar mereka harus merespon kebutuhan anak, seberapa besar kendali yang harus diterapkan, dan bagaimana menerapkannya. Dalam hal ini orangtua diharapkan dapat memberikan pengasuhan yang efektif untuk membekali anak dengan karakter yang baik yang terbangun dari cara mengasuh yang diberikan oleh orangtua. Oleh karena itu, anak akan terbentuk sesuai dengan pengasuhan yang diberikan oleh pengasuh. Perilaku pengasuh dalam memberikan pengasuhan akan memengaruhi anak dalam masa tumbuh kembangnya. Diana Baumrind (1991, 1993) meyakini bahwa orangtua berinteraksi dengan anak melalui empat cara atau empat jenis gaya pengasuhan, yaitu:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
authoritarian, authoritative, neglectful, dan indulgent. Masing-masing gaya pengasuhan akan menghasilkan atau memberikan pengaruh terhadap anak. Pada gaya pengasuhan authoritarian hasil yang biasanya muncul pada anak adalah cemas terhadap perbandingan sosial, kurang inisiatif, dan kemampuan komunikasi yang buruk.
Pada gaya pengasuhan authoritative hasil yang
biasanya muncul ialah kompeten secara sosial, mampu bergantung pada diri sendiri, dan bertanggung jawab secara sosial. Pada gaya pengasuhan neglectful dan indulgent hasil yang biasanya muncul adalah cemas terhadap perbandingan sosial, kurang inisiatif, dan kemampuan komunikasi yang buruk. Hubungan di dalam keluarga menjadi tempat untuk anak mendapatkan kehangatan dan kenyamanan dalam pengasuhannya.Relasi diantara pasangan dapat memengaruhi cara orangtua bertindak terhadap anak (Schact, Cummings, & Davies, 2009). Situasi yang menunjukkan tidak adanya kerjasama antara ayah dan ibu sebagai figur penting yang bersifat dwitunggal dalam pemberian pengasuhan membuat anak-anak akhirnya akan mengembangkan keterampilan melakukan manipulasi. Istri sebagai seorang ibu memiliki peran yang lebih banyak dalam pengasuhan anak. Figur ibu biasanya merupakan objek pertama dan utama dari kelekatan bayi, namun pada berbagai budaya, bayi juga dekat dengan ayah, saudara kandung, dan kakek-nenek (Hrdy, 1999). Di Indonesia, tampaknya ibu masih menjadi figur utama dalam kelekatan bayi. Adakala bayi atau anak dekat dengan ayah, saudara kandung, ataupun kakek-nenek, hal tersebut bersifat kontekstual. Misal, seorang anak lebih banyak ditinggal oleh ibunya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
dikarenakan ibu yang bekerja, sehingga anak dititipkan pada nenek, tidak menutup kemungkinan anak akan lebih lekat kepada nenek dibandingkan dengan ibu. Hal ini dikarenakan anak lebih banyak waktu bersama nenek dalam proses tumbuh kembangnya dibandingkan dengan ibu yang sibuk bekerja. Peran utama istri sebagai seorang ibu ialah memberikan pengasuhan sejak bayi kepada anak-anak (Santrock, 2012). Ibu ialah figur yang mampu memberikan kasih sayang dan perhatian untuk anak-anak. Segala perilaku dan kepribadian ibu akan menjadi dasar yang penting bagi anak untuk memulai hidupnya dengan optimis, pesimis, gembira, bergairah, murung, percaya pada diri sendiri, atau sebaliknya. Seorang anak yang terpenuhi kebutuhannya akan makan, tidur, kebersihan, kehangatan, dan perhatian dari lingkungan seperti kontak, belaian, perbincangan, lambat laun akan mampu mengatasi apa saja yang dihadapinya dengan penuh rasa percaya diri. Oleh karena itu, pengasuhan dari ibu dari segi fisik dan psikologis sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu menjadi kunci utama. Suami tidak berpikir panjang terhadap dampak yang akan terjadi ketika melakukan tindakan kekerasan kepada istri. Istri sebagai seorang ibu sangat berpengaruh dan berperan penting untuk mengasuh dan mendidik serta mendampingi anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan ketika suami sibuk dengan pekerjaan dalam mencari nafkah dan kurang memiliki waktu untuk mengikuti setiap proses yang dijalani oleh anak. Dalam teori psikososial Erik Erikson, tahap awal perkembangan anak adalah tahap awal anak untuk membangun kepercayaan dengan dunia luar. Pada tahap ini, sosok ibu paling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
signifikan untuk membentuk kepribadian anak. Oleh karena itu, jika ibu mendapat tekanan melalui tindak kekerasan maka ibu cenderung tidak dapat berfungsi dengan baik untuk memberikan pengasuhan yang efektif kepada anak. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Indu, Manju Mahananda, dan Anshu (University Shiats Allahabad, 2015) menggunakan adaptasi skala pengasuhan dari Dr. Rajeev Lochan Bhardwaj (1995) dan adaptasi skala kematangan emosi dari Dr. Yashvir Singh dengan subjek penelitian 120 orang ibu (60 orang ibu normal dan 60 orang ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga) dan 120 orang anak (60 anak dari orangtua normal dan 60 anak orangtua yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara gaya pengasuhan orangtua normal dengan orangtua korban kekerasan dalam rumah tangga. Orangtua yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga memiliki derajat yang tinggi pada pengasuhan negatif dibandingkan dengan orangtua normal. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kematangan emosional pada anak dengan orangtua normal dan anak dengan orangtua sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga. Anak dengan orangtua sebagai korban kekerasan menunjukkan derajat yang lebih rendah pada kematangan emosional dibandingkan pada anak dengan orangtua normal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ibu memiliki peran penting dalam proses pengasuhan. Ibu yang menjadi korban KDRT mengalami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
keadaan emosional yang mendalam dari dampak-dampak psikologis yang dialaminya. Pengalaman adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dialami ibu juga memupuk emosi negatif dalam dirinya seperti depresi, cemas, takut, sedih, dan marah. Hal tersebut membuat ibu kesulitan untuk menyediakan kebutuhan emosi akan keamanan dan kenyamanan yang konsisten bagi anak. Mereka cenderung sibuk mengelola emosi negatif seperti marah dan takut serta perasaan sedih dan kecewa bahkan depresi atas apa yang mereka alami sebagai korban KDRT. Emosi-emosi negatif seperti kecemasan dan depresi sering kali membatasi perhatian (Basso, et al, 1996). Emosi negatif dianggap memiliki potensi untuk proses perhatian yang tidak teratur, sehingga sulit untuk mempertahankan fokus perhatian (Rothbart & Bates, 1998; Ruff & Rothbart, 1996). Tak jarang mereka juga kesulitan untuk mengelola emosi mereka sebagai korban kekerasan secara internal atau pribadi. Terbagi diantara rasa sedih, marah, kecewa dan takut dengan tuntutan memberikan rasa nyaman dan aman bagi anak (Margaretha, 2012). Jika orangtua, khususnya ibu gagal memberikan dukungan emosional bagi anaknya, maka mengakibatkan kelekatan antara keduanya menjadi lemah (Levendosky, Huth- Bocks, & Semel, 2002). Selain itu, ibu juga dapat mengalami stres pengasuhan. Akibat yang ditimbulkan saat ibu mengalami stres pengasuhan adalah menurunnya kualitas dan efektivitas pengasuhan yang diberikan oleh ibu (Sri Lestari, 2012). Tekanan dan keadaan emosional yang mendalam yang dialami oleh ibu sebagai korban kekerasan mengakibatkan pengasuhan yang tidak efektif dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
memungkinkan adanya pengasuhan yang salah terhadap anak. Dengan kata lain, anak dapat dikatakan tidak terawat atau cenderung terlantar karena keadaan ibu sebagai pengasuh yang menjadi korban kekerasan. Anak yang tidak terawat dengan benar seringkali menunjukkan keterlambatan bahasa (Coster, Gersten, Beeghly, & Cicchetti, 1989). Mereka seringkali terpuruk dalam tes kognitif, di sekolah, dan menunjukkan masalah perilaku (Dubowitz, 1999; Eckenrode, Laird, & Doris, 1993; Shonk & Cicchetti, 2001). Anak yang tidak terawat memiliki keterikatan yang tidak tertata dan tidak terorientasi serta memiliki konsep diri yang negatif dan terdistorsi (Papalia, 2008). Mereka tidak mengembangkan keterampilan sosial, karena bertindak secara agresif, mereka cenderung ditolak oleh teman sebaya (Bolger & Patterson, 2001; Price, 1996). Perilaku agresif cenderung tumbuh dari masa kanak-kanak awal. Beberapa penyebab yang menimbulkan perilaku agresif ialah kombinasi atmosfer rumah yang membuat stres dan tidak menstimulasi, disiplin yang keras, serta kurangnya kehangatan dari ibu dan dukungan sosial. Dalam sebuah penelitian longitudinal, kelekatan yang tidak aman serta kurangnya kehangatan dan afeksi ibu dalam masa bayi memprediksi keagresifan pada masa kanak-kanak awal (Coie & Dodge, 1998; MacKinnon-Lewis, Starnes, Volling, dan Johnson, 1997). Martin (2002) menjelaskan bahwa anak yang dibesarkan oleh ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami kesulitan dalam menentukan pendekatan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan afeksi anak yaitu rasa aman dan nyaman. Hal ini membuat anak kesulitan dalam belajar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengidentifikasi,
memahami, dan memilih emosi
yang tepat
10
untuk
diungkapkan dalam suatu relasi yang dekat. Ibu kurang dapat berperan menjadi panduan dalam memahami dan mengungkapkan emosi yang tepat sesuai dengan konteks. Misalnya, kemarahan ibu sebagai korban KDRT yang tidak tersalurkan dapat disalurkan pada perilaku kekerasan dalam pengasuhan anak. Selain itu, dalam situasi sebagai korban KDRT dan mengalami keadaan emosional yang mendalam dan dikuasai oleh emosi negatif, ibu kewalahan mengelola perasaannya sendiri sehingga mengalami kesulitan melakukan pengasuhan dan pengawasan terhadap anak (Edleson, 1999). Selain KDRT yang memengaruhi pengasuhan yang diberikan kepada anak, terdapat faktor lain seperti karakter anak, karakteristik keluarga, dan karakteristik orangtua. Gaya pengasuhan memengaruhi anak dan anak turut memengaruhi gaya pengasuhan yang diberikan. Ketiga karakteristik tersebut memiliki andil dalam memengaruhi proses pengasuhan. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengasuhan ibu yang mengalami dan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Peneliti ingin mengetahui lebih dalam terkait bagaimana ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) memberikan pengasuhan kepada anaknya, faktor yang turut serta memengaruhi pengasuhan yang diberikan, dan dampak yang didapatkan anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengasuhan yang diberikan oleh ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, faktor yang berperan dalam pengasuhan, dan dampaknya terhadap anak?
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengasuhan yang diberikan ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, baik itu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga atau terkait ekonomi keluarga. Selain itu juga, untuk melihat faktor yang turut memengaruhi pengasuhan yang diberikan oleh ibu kepada anaknya dan bagaimana dampak pengasuhan terhadap anak serta kekerasan di dalam keluarga.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini memberikan kontribusi kepada ilmu psikologi dengan memberi gambaran pengasuhan ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi. Penelitian ini juga memberikan gambaran aspek lain atau faktor yang berkontribusi serta memengaruhi pengasuhan yang diberikan oleh ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Hasil penelitian ini juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
memberikan gambaran dampak bagi anak yang memiliki ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau hidup dalam keluarga yang memiliki riwayat kekerasan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kekerasan dalam rumah tangga dan dampaknya bagi istri sebagai ibu dalam memberikan pengasuhan kepada anak. Penelitian ini juga dapat membantu pemerintah untuk mencanangkan strategi penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa istri yang memiliki tugas dalam pengasuhan anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGASUHAN 1. Pengertian Pengasuhan Pengasuhan merupakan tugas dan tanggungjawab kedua orangtua untuk anak. Orangtua bersifat dwitunggal dan menjadi satu kesatuan dalam memberikan pengasuhan. Pengasuhan adalah proses orangtua mendampingi dan memberikan pendidikan atau pembelajaran kepada anak sejak kelahirannya hingga mencapai kedewasaan personal. Pengasuhan merupakan sebuah proses yang menunjukkan terjadinya suatu interaksi antara orangtua-anak yang berkelanjutan dan proses tersebut memberikan suatu perubahan pada kedua belah pihak (Brooks, 1991). Pengasuhan anak bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang (Sri Lestari, 2012). Pengasuhan mengacu pada semua aspek perkembangan anak itu sendiri. Memberikan pengasuhan pada anak dikenal sebagai hal penting yang memengaruhi pengalaman, dan mengubah secara emosional, sosial, dan intelektual. Pengasuhan merupakan bagian yang penting dalam sosialisasi, menjadi proses dimana anak belajar untuk bertingkah laku sesuai harapan dan standar sosial. Pengasuhan mencakup beragam aktivitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik (Hoghughi, 2004). Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi (2004) lebih
13
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
menekankan pada aktivitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Jerome Kagan mendefinisikan pengasuhan sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, mencakup apa yang harus dilakukan oleh orangtua atau pengasuh agar anak mampu bertanggungjawab dan memberikan
kontribusi
sebagai
anggota
masyarakat.
Selain
itu,
pengasuhan juga terkait dengan apa yang harus dilakukan oleh orangtua atau pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik (Berns, 1997). Pada dasarnya, ada tiga tujuan orangtua dalam memberikan pengasuhan pada anak. Pertama, orangtua ingin anaknya mampu bertahan dan sehat secara jasmani. Kedua, orangtua berharap anak-anaknya dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar dapat mandiri secara finansial. Ketiga, berkaitan dengan cita-cita, kepercayaan regilius, dan kepuasan pribadi (Levine dalam Martin & Colbert, 1997). Pengasuhan merupakan proses yang panjang, maka proses pengasuhan mencakup (1) interaksi antara anak, orangtua, dan masyarakat lingkungannya, (2) penyesuaian kebutuhan hidup dan temperamen anak dengan orangtuanya, (3) pemenuhan tanggungjawab untuk membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak dan orangtua, dan (4) proses mengurangi resiko dan perlindungan terhadap individu dan lingkungan sosialnya (Berns, 1997). Pada tahun-tahun pertama proses kehidupan anak adalah kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
mental, dan psikososial yang berjalan sedemikian cepat sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama sebagian besar menentukan hari depan anak. Masa kanak-kanak menengah merupakan masa penting dalam pengasuhan orangtua, terutama dalam segi kedisiplinan dan tingkah laku anak berhubungan dengan sekolah (Brooks, 1991). Pada masa ini, orangtua biasanya melakukan hal-hal seperti memeriksa tugas sekolah, menentukan target belajar yang harus dicapai anak, dan membantu anak menyesuaikan diri dengan guru dan teman baru. Biasanya peran ayah dan ibu berbeda. Ibu mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan rumah tangga dan lebih berinteraksi dengan anak, sedangkan ayah lebih melakukan hal-hal yang bersifat permainan fisik dan memberi perhatian yang sama baik pada anak laki-laki maupun perempuan (Brooks, 1991). Pada masa ini, anak mulai membuat keputusan sendiri dan orangtua menjadi pengawasnya serta membuat keputusan terakhir. Pembagian kontrol ini menjadi jembatan pada masa pra-remaja ke masa remaja, sehingga anak dapat terbiasa dengan kontrol yang lebih besar. (Brooks, 1991). Bila anak mendapatkan stimulasi, diterima, dan memperoleh kehangatan, maka akan berpengaruh sangat positif bagi perkembangan yang sehat (Rutter, 1972) Berdasarkan uraian diatas, pengasuhan ialah sebuah proses yang berupa sikap dan tindakan dari orangtua terhadap anak yang dilandasi rasa kasih sayang untuk mendukung masa tumbuh-kembang anak sehingga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
anak dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki, mandiri, dan bertingkah laku sesuai dengan standar dan harapan sosial. 2. Gaya Pengasuhan Praktik pengasuhan orangtua-anak penting dalam membentuk kemampuan sosial anak. Menurut penelitian klasik oleh psikolog perkembangan, Diana Baumrind, terdapat empat kategori utama yang menggambarkan gaya pengasuhan yang berbeda. a. Gaya pengasuhan authoritarian atau otoriter Merupakan gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum. Orangtua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghargai kerja keras serta usaha. Orangtua yang kaku dan penghukum serta menghargai kepatuhan tanpa adanya pertanyaan dari anak-anak.
Orangtua
authoritarian
menentang
ekspresi
ketidaksetujuan. Orangtua authoritarian secara jelas membatasi dan mengendalikan anak dengan sedikit pertukaran verbal. Orangtua authoritarian mendesak anak agar mengikuti pengarahan mereka serta menghormati
pekerjaan
dan
jerih
payah
mereka.
Orangtua
authoritarian menempatkan batasan-batasan yang tegas pada anak serta tidak banyak memberi peluang kepada anak untuk bermusyawarah. Orangtua sedikit menunjukkan kehangatan dan dukungan. Gaya pengasuhan authoritarian diasosiasikan dengan ketidakmampuan anak secara sosial. Anak dari orangtua yang authoritarian sering kali gagal untuk memulai aktivitas, memiliki kemampuan komunikasi yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
buruk dan membandingkan dirinya dengan orang lain, cenderung lebih kaku dalam lingkungan sosial, tidak ramah, dan relatif menarik diri. Selain itu, anak dengan pola pengasuhan seperti ini biasanya memiliki kecenderungan moody, murung, ketakutan, sedih, dan tidak spontan (Martin & Colbert, 1997). Anak juga menggambarkan kecemasan dan rasa tidak aman dalam berhubungan dengan teman sebaya dan menunjukkan kecenderungan bertindak keras saat tertekan, serta memiliki harga diri yang rendah (Berk, 2012). b. Gaya pengasuhan authoritative Mendorong anak untuk mandiri namun tetap meletakkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Orangtua yang ketat, menentukan batasan yang jelas, serta memberikan alasan dan penjelasan kepada anak. Pertukaran verbal masih diizinkan dan orangtua menunjukkan kehangatan serta mengasuh anak mereka. Orangtua memberikan kesempatan kepada anak untuk berkembang ke arah yang positif (Berk, 2012). Gaya pengasuhanauthoritative ditandai dengan tiga perilaku pengasuhan, yaitu: kehangatan, keseimbangan kekuasaan, dan adanya tuntutan (Baumrind, dkk dalam Martin & Colbert, 1997). Kehangatan terdiri atas kedekatan emosional dan hubungan anak dengan orangtua. Keseimbangan kekuasaan mengkhususkan pada bagaimana orangtua menerapkan gaya pengasuhan yang demokratis dengan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan memberikan kesempatan mengemukakan pendapat. Orangtua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
memberikan penguatan yang positif daripada memberikan hukuman yang keras. Anak-anak dengan orangtua authoritative cenderung lebih kompeten bersosialisasi, memiliki kecakapan sosial yang tinggi, kooperatif, ceria, enerjik, percaya diri, memiliki keingintahuan yang besar, berorientasi pada prestasi, menyenangkan, dapat diandalkan, mandiri, dapat mengontrol diri, memiliki harga diri yang tinggi, dan bertanggungjawab secara sosial. c. Gaya pengasuhan neglectful Merupakan gaya gaya pengasuhan dimana orangtua tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak dengan orangtua neglectful memiliki kebutuhan yang kuat atas perhatian orangtua mereka. Mereka mungkin merasa bahwa ada hal lain dalam kehidupan orangtua dibandingkan dengan diri mereka. Anak-anak dengan orangtua neglectful merasa tidak disayang dan secara emosional terlepas dari orangtuanya, cenderung kurang mampu bersosialisasi, buruk dalam hal kemandirian atau ketergantungan, memperlihatkan ketidakmatangan, mood yang cepat berubah, dan terutama menunjukkan kendali diri yang buruk atau kontrol diri yang rendah. Penelitian mengungkapkan bahwa ibu dengan pola pengasuhan seperti ini akan memiliki anak yang deficit dalam fungsi fisiologisnya, penurunan kemampuan intelektual, kesulitan dalam attachment, serta pemarah (Egeland & Sroufe dalam Prasetyawati, 2000).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
d. Gaya pengasuhanindulgent atau permisif Merupakan gaya pengasuhan dimana orangtua terlibat dengan anak namun memberikan hanya sedikit batasan atau kendali pada anak. Orangtua yang demikian memberikan anak-anak melakukan apa yang diinginkan. Orangtua yang memberikan anak perasaan santai dan arahan yang tidak konsisten. Adanya kebebasan yang berlebihan tidak sesuai untuk perkembangan anak, yang dapat mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang lebih agresif dan impulsif (Martin & Colbert, 1997). Orangtua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara demikian, karena mereka percaya bahwa kombinasi keterlibatan yang hangat serta sedikit batasan akan menciptakan anak yang kreatif dan percaya diri. Namun, anak-anak dengan orangtua indulgent seringkali memiliki kompetensi sosial yang buruk. Mereka sering gagal untuk belajar menghargai orang lain, tidak dapat mengontrol diri, selalu berharap mendapatkan apa yang mereka inginkan, tidak mau patuh, sulit mengendalikan perilaku, tidak bertanggungjawab, suka melawan, impulsif, dan sedikit memiliki jiwa kepemimpinan. Pengasuhan yang diberikan kepada anak, juga dapat dikategorikan pada pengasuhan yang positif dan pengasuhan yang negatif. Beberapa tipe atau gaya pengasuhan negatif pada anak (Inayati, 2011), yaitu:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
a. Memerintah Orangtua mengendalikan situasi dan menyelesaikan masalah dengan cepat, sehingga banyak memerintah dan anak harus patuh pada orangua dan anak tidak memiliki pilihan. b. Menyalahkan Orangtua ingin memberitahu kepada anak tentang kesalahan mereka. Anak merasa tidak pernah benar dan dianggap tidak baik oleh orangtua. Contohnya, anak memiliki masalah dengan salah seorang temannya sehingga membuat temannya tersebut celaka, orangtua langsung menyalahkan anak dan memberikan judge pada anak. Ketika ada sesuatu hal buruk terjadi, orangtua menyalahkan anak dan mencap bahwa anak turut terlibat. c. Meremehkan Orangtua ingin menunjukkan ketidakmampuan anak, menunjukkan orangtua lebih tahu atau lebih benar. Anak merasa tidak berharga dan tidak mampu melakukan apapun. Sebagai contohnya, ketika anak tidak dapat melakukan sesuatu, orangtua sering berkata “begitu saja tidak bisa”. d. Mencap atau melabel Orangtua ingin memberitahu kepada anak tentang kekurangan anak supaya anak berubah. Akan tetapi, dengan sikap orangtua yang demikian anak merasa begitulah dirinya seperti yang dilabelkan padanya. Seperti, kamu bodoh, kamu nakal, dan lain-lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
e. Membandingkan Orangtua ingin memotivasi anak dengan memberi contoh orang lain. Anak merasa orangtua pilih kasih dan dirinya lebih jelek atau lebih buruk dibandingkan dengan orang lain. f. Mengancam Orangtua ingin anaknya menjadi anak yang patuh dan penurut dengan cepat. Akan tetapi, dengan sikap yang demikian anak sering merasa cemas atau takut dengan alasan yang tidak jelas. g. Menasehati atau ceramah Orangtua ingin anak mengetahui mana yang baik dan buruk. Akan tetapi, anak menilai orangtua, terlalu sok tahu dan cerewet, sehingga anak merasa bosan. Terkadang orangtua, selalu merasa dengan menceramahi, anak akan langsung berubah seperti apa yang mereka inginkan. Namun pada dasarnya, semakin banyak orangtua berceramah anak akan mengalami “kelebihan muatan” pada otaknya dan membuat anak tidak suka terhadap orangtuanya sendiri. h. Membohongi Orangtua ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang mudah dan praktis. Akan tetapi, anak merasa orangtua tidak dapat dipercaya karena selalu dibohongi oleh orangtua. i. Menghibur Orangtua ingin anak tidak merasa sedih dan kecewa, supaya anak selalu senang. Anak terbiasa lari dari masalah, sulit menerima
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
kenyataan yang ada karena orangtua yang selalu menyembunyikan kenyataan. j. Mengkritik Orangtua ingin anak untuk memperbaiki kesalahan dan meningkatkan kemampuan dirinya. Akibatnya anak merasa terlalu serba kurang atau selalu salah dimata orangtua. k. Menyindir Orangtua ingin memotivasi dan mengingatkan supaya tidak mengulang kesalahan yang sama, dengan membalik pertanyaan anak menjadi sakit hati kepada orangtua karena sindiran yang diberikan. l. Menganalisa Orangtua menduga penyebab positif atau negatif anak ketika anak terlibat suatu masalah supaya bisa mencegah agar masalah tidak terulang kembali. Akan tetapi, anak menganggap orangtua sok pintar. m. Mengabaikan Sikap orangtua kepada anak seperti tidak mau mendengar apapun yang diungkapkan oleh anak atau dengan mengisolasi anak dalam ruangan tertutup sebagai hukuman. n. Menyakiti Fisik Perlakuan orangtua kepada anak dapat berupa pukulan atau cubitan atau apapun. Meskipun tidak meninggalkan bekas ditempat yang disakiti, tindakan orangtua yang demikian akan menimbulkan bekas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
dihati dan ingatan anak. Bahkan tidak akan hilang seumur hidup tanpa maaf dan keinginan darinya untuk berdamai dengan luka tersebut. Menurut Hughoghi (2004), prinsip pengasuhan lebih menekankan pada pengasuhan fisik, emosi, dan sosial. Pengasuhan fisik mencakup semua aktivitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan baik yaitu dengan menyediakan kebutuhan dasarnya seperti makan, kehangatan, kebersihan, ketenangan waktu tidur, dan kepuasan ketika membuang sisa metabolisme dalam tubuhnya. Pengasuhan
emosi
mencakup
pendampingan
ketika
anak
mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasingkan dari teman-temannya, takut, atau mengalami trauma. Pengasuhan emosi merupakan pengasuhan yang membuat anak untuk merasa dihargai sebagai seorang individu, membantu anak untuk mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan mengetahui resiko. Pengasuhan emosi bertujuan agar anak mempunyai kemampuan yang stabil dan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungan, menciptakan rasa aman, serta menciptakan rasa optimistik pada hal-hal baru yang akan ditemui oleh anak. Pengasuhan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Pengasuhan sosial menjadi sangat penting karena hubungan sosial yang dibangun dalam pengasuhan akan membentuk sudut pandang terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Pengasuhan sosial yang baik berfokus pada memberikan bantuan kepada anak untuk dapat terintegrasi dengan baik di lingkungan rumah maupun sekolah dan membantu anak belajar bertanggungjawab secara sosial (Hughoghi, 2004). Secara keseluruhan pengasuhan ialah cara orangtua mendidik anak, mengajarkan anak ke arah yang baik atau lebih baik, seperti cara bersikap, terkait pendidikan, religiusitas, dan lain-lain. Pengasuhan juga ditunjukkan dari adanya interaksi yang terjalin serta adanya komunikasi antara orangtua dan anak. Respon orangtua kepada anak juga menjadi bagian dalam pengasuhan, seperti kepekaan orangtua terhadap keadaan anak, cara orangtua menyikapi kebutuhan anak, kemampuan anak, permasalahan anak, dan lain-lain. Selain itu, adanya tujuan orangtua terhadap anak menjadi bagian yang menggambarkan pengasuhan yang diberikan oleh orangtua. Tujuan yang orangtua miliki sebagai pengasuh menunjukkan bahwa adanya impian agar anak memiliki kehidupan yang lebih baik ke depannya.
3. Peran Keluarga, Orangtua, dan Ibu Keluarga merupakan lingkungan sosial utama anak dalam tumbuhkembangnya. Keluarga memberikan dukungan sosial dan lingkungan yang penting pada proses pembelajaran mengenai manusia, situasi, dan keterampilan. Pengaruh paling penting dari lingkungan keluarga pada perkembangan anak berasal dari suasana dalam rumah, apakah atmosfer di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
dalam keluarga mendukung dan mencintai atau penuh dengan konflik. Apabila keluarga mengalami stres, terutama orangtua, maka lingkungan hidup anak memperoleh tekanan dan tekanan tersebut juga dirasakan oleh anak selaku anggota keluarga. Stres yang dirasakan orangtua akan menambah beban stres dalam memberikan pengasuhan kepada anak. Hal penting dalam perkembangan anak bukanlah kuantitas yang diluangkan orangtua untuk anaknya tetapi kualitas pengasuhan yang lebih penting (Benzies, Keown, & Magill-Evans, 2009; Chen, 2009a, b; Gross dkk, 2009). Perilaku orangtua dapat memengaruhi kepribadian anak, bahkan pada awal-awal kehidupan. Adanya kedekatan fisik dan gaya pengasuhan orangtua dapat membantu anak untuk berkembang. Pengasuhan yang penuh dukungan dan kasih sayang, memberikan aspirasi pendidikan yang sesuai dengan kemampuan anak, penekanan pada peraturan yang konsisten, komunikasi yang terbuka, serta menghormati keberadaan anak, dapat membantu anak menjadi anak yang ceria, percaya diri, mandiri, dapat menghargai orang lain, dan berhasil di sekolah. Pengasuhan yang diberikan orangtua akan memengaruhi motivasi dan keberhasilan anak dalam sekolah. Pengasuhan efektif mengandalkan kondisi hidup, mental baik orangtua, pernikahan bahagia, dan kondisi ekonomi yang baik (Schoppe-Sullivan dkk. 2007). Relasi diantara pasangan dalam keluarga dapat memengaruhi cara bertindak mereka sebagai orangtua terhadap anak (Schact, Cummings, & Davies, 2009).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Locke dan Newcombe (2003) menjelaskan bahwa ketidaklayakan perlakuan pada anak dalam pengasuhan terkait dengan disfungsi keluarga. Berdasarkan sebuah studi pada 226 keluarga dari etnis berbeda yang memiliki anak-anak usia sekolah (Kaczynsky, Lindahl, Malik, &Laurenceau, 2006), konflik pernikahan secara konsisten berhubungan dengan pengasuhan yang tidak efektif. Anak dapat terekspos perselisihan orangtua serta pengasuhan yang buruk cenderung menunjukkan tingginya tingkat perilaku internalisasi seperti kecemasan, ketakutan, dan depresi, serta perilaku eksternalisasi seperti agresif, perkelahian, ketidakpatuhan, dan permusuhan. Peran utama istri sebagai seorang ibu ialah memberikan pengasuhan sejak bayi kepada anak-anak (Santrock, 2012). Dalam teori psikososial Erik Erikson, tahap awal perkembangan anak adalah tahap awal anak untuk membangun kepercayaan dengan dunia luar. Pada tahap ini, sosok ibu paling signifikan untuk membentuk kepribadian anak. Dorongan keibuan yang mengikat ibu dengan anaknya sejak awal merupakan dorongan instinktif yang berhubungan erat dengan sejumlah kebutuhan organik dan fisiologis. Ibu selalu mengalami kontak batin dengan
anak-anaknya
yang
masih
kecil
dan
membutuhkan
perlindungannya. Seringkali faktor yang mengikat cinta ibu terhadap anaknya dengan suatu realitas yang penting adalah karena ibu menyiapkan dirinya secara mutlak untuk kehidupan anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Istri sebagai ibu rumah tangga juga memiliki tugas sebagai pendidik bagi anak-anaknya; mampu menciptakan iklim psikis yang gembira, bahagia, dan bebas; menciptakan suasana rumah tangga yang semarak; memberikan rasa aman, nyaman, hangat, menyenangkan, serta penuh kasih sayang. Iklim psikologis yang penuh kasih sayang, kesabaran, ketenangan, dan kehangatan dapat memberikan vitamin psikologis yang merangsang pertumbuhan anak menuju pada kedewasaan. Selain itu, ibu juga menjadi model tingkah laku untuk anak dan mudah diamati serta ditiru; menjadi pendidik yang memberikan arahan, dorongan, dan pertimbangan bagi perbuatan anak-anak untuk membentuk perilaku; menjadi konsultan yang memberikan nasihat; dan menjadi sumber informasi yang memberikan pengetahuan, pengertian, dan penerangan (Papalia Olds Feldman, 2008). Masa depan anak, baik dan buruknya kepribadian anak, akan sangat beruntung dari seberapa peran ibu dalam proses pendidikan anak. Pengasuhan dari ibu dari segi fisik dan psikologis sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Segala perilaku dan kepribadian ibu akan menjadi dasar yang penting bagi anak untuk memulai hidupnya dengan optimis, pesimis, gembira, bergairah, murung, percaya pada diri sendiri, atau sebaliknya. Seorang anak yang terpenuhi kebutuhannya akan makan, tidur, kebersihan, kehangatan, dan perhatian dari lingkungan seperti kontak, belaian, perbincangan, lambat laun akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
mampu mengatasi apa saja yang dihadapinya dengan penuh rasa percaya diri. Berdasarkan uraian di atas, keluarga adalah lingkungan sosial yang utama untuk proses tumbuh-kembang anak. Apabila iklim di dalam keluarga tidak baik, akan mendukung suasana stres yang menyebabkan orangtua mengalami tekanan dan tekanan tersebut juga akan dirasakan oleh anggota keluarga yang lain, yaitu anak. Selain itu, ibu memiliki tugas dan tanggungjawab untuk memberikan pengasuhan kepada anak sejak bayi. Iklim psikologis yang ada pada ibu dan diberikan dari ibu sebagai figur pengasuh akan memberikan dampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
4. Faktor yang Memengaruhi Pengasuhan Terdapat tiga karakteristik faktor yang memengaruhi gaya pengasuhan, yaitu: a. Karakteristik anak i. Usia Semakin bertambah usia anak, interaksi antara orangtua dan anak akan berubah. ii. Temperamen Walaupun temperamen individual ditentukan saat lahir, faktor lingkungan memiliki peran penting untuk menentukan tingkah laku dapat dimodifikasi. Temperamen orangtua juga berpengaruh dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memengaruhi
gaya
pengasuhan
serta
bagaimana
29
orangtua
merespon tingkah laku anak. iii. Gender Orangtua menyediakan lingkungan sosialisasi yang berbeda pada anak laki-laki dan perempuan. Orangtua mendorong anak perempuan agar lebih bergantung, penuh kasih sayang, dan emosional. Semakin anak laki-laki bertambah usia, semakin mendapatkan kebebasan yang lebih dibandingkan yang didapatkan anak perempuan. b. Karakteristik keluarga i. Jumlah saudara Antara orangtua dan anak dipengaruhi jumlah anak dalam keluarga. Orangtua dari keluarga yang besar, terutama dengan lingkungan rumah yang sempit dan ekonomi yang terbatas, cenderung lebih otoriter dan lebih sering menggunakan hukuman fisik dan kurang menjelaskan peraturan mereka dibandingkan keluarga kecil. ii. Konfigurasi Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terhadap anak pertama dan anak bungsu berbeda, meski dalam usia yang sama. iii. Kemampuan coping dan stres Orangtua yang merasa lelah, khawatir, atau sakit dan yang merasa kehilangan kontrol dari kehidupannya sering merasa tidak sabar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
Tipe stressor, kepribadian, dan hubungan dalam keluarga serta dukungan sosial memengaruhi kemampuan orangtua mengatasi tekanan tersebut. iv. Lingkungan sosial Hal ini mencakup hubungan orangua, anak, dan orang lain secara satu sama lain, seperti yang dikatakan oleh Brofenbrenner dalam Teori Ekologi. Lingkungan sosial mencakup mikrosistem, yaitu anak dengan ibu, tetangga, dan teman sekolah yang berhubungan secara langsung. v. Status ekonomi dan sosial Hal ini mencakup pendidikan orangtua, pendapatan, dan pekerjaan orangtua. Hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan memiliki hubungan
dengan
pengasuhan
seperti
bagaimana
orangtua
membagi konsentrasi dan mengatasi stres. vi. Dukungan sosial Hal ini mencakup masyarakat mengenai tindakan orangtua terhadap anak. Dukungan sosial yang diberikan termasuk dukungan emosional, dukungan instrumental, seperti bantuan dan saran, serta model pengasuhan. c. Karakteristik orangtua i.
Kepribadian Orang dewasa berbeda dalam tingkat kedewasaan, tenaga, kesabaran, inteligensi, dan sikap. Hal ini memengaruhi sensitivitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
terhadap
kebutuhan
anak,
harapan
terhadap
anak,
31
serta
kemampuan mengatasi tuntutan sebagai orangtua. ii.
Sejarah perkembangan orangtua Hal ini termasuk masa kanak-kanak orangtua yang memengaruhi gaya pengasuhan yang mereka terapkan. Saat menjadi orangtua, mereka
cenderung
menerapkan
pengasuhan
yang
mereka
dapatkan kepada anak. Dari uraian diatas, terdapat tiga karakteristik yang memengaruhi pengasuhan atau gaya pengasuhan yang diberikan orangtua, yaitu karakteristik anak, keluarga, dan orangtua.
B. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu pola pemaksaan kehendak atas seseorang terhadap pasangannya dengan menggunakan serangan dan ancaman termasuk penyiksaan secara fisik, mental atau emosional dan juga penguasaan secara ekonomis. Kekerasan terjadi karena ketidakseimbangan antara suami dan istri baik secara fisik, dan ekonomi kepada yang lemah, antara yang dominan kepada yang kurang dominan dan antara yang berkuasa dan yang tidak berdaya (LPKP2, 2003). Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2004 pasal 1, kekerasan dalam rumah
tangga
merupakan
perbuatan
terhadap
seseorang
terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut Laporan Bank Dunia (1994), bentuk kekerasan terhadap perempuan yang terbanyak adalah penyiksaan terhadap istri atau tepatnya penyiksaan terhadap perempuan dalam relasi hubungan intim (Intimate Partner Violence)yang mengarah pada sistematika kekuasaan dan kontrol, yaitu penyiksa berupaya untuk menerapkannya terhadap istri melalui penyiksaan secara fisik, emosi, sosial, seksual, dan ekonomi. Berdasarkan uraian diatas, kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan yang dilakukan terhadap perempuan melalui penyiksaan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi yang memberikan dampak terhadap perempuan sebagai korban.
2. Jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Komnas Perempuan (2002) dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat berupa: a. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Perilaku kekerasan seperti memukul, menampar, menjambak, menginjak, mendorong, melempar barang, sampai dengan melakukan pembunuhan seperti menusuk dan membakar. Perlakuan ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah, atau bekas luka lainnya. b. Kekerasan psikologis atau emosional Kekerasan psikologis atau emosional merupakan kekerasan emosional berupa ucapan-ucapan yang menyakitkan, kotor, membentak, menghina, menyudutkan ataupun mengancam. Kekerasan psikologis atau emosional ialah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Pelaku sering memutarbalikkan fakta, istri selalu dilihat sebagai pihak yang bersalah, sementara suami selalu berada dipihak yang benar. c. Kekerasan seksual Kekerasan seksual ialah perbuatan pengisolasian atau menjauhkan istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, dan tidak memerhatikan kepuasan pihak istri. Tindak kekerasan yang dilakukan, seperti pemerkosaan atau pemaksaan hubungan seks, pemukulan dan kekerasan yang dilakukan sebelum melakukan hubungan seks, pornografi, penghinaan seksualitas melalui bahasa verbal, dan lain-lain. d. Kekerasan ekonomi Kekerasan yang dilakukan, seperti tidak memberikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sementara melarang istri untuk bekerja, menghambur-hamburkan uang sementara istri dan anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
kekurangan, memperkerjakan istri atau menguasai uang atau barang milik istri dan sebagainya. Berdasarkan uraian diatas, jenis kekerasan dalam rumah tangga ialah kekerasan secara fisik, psikologis atau emosional, seksual, dan ekonomi atau penelantaran rumah tangga.
3. Karakteristik Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Dewi (2007), menyebutkan beberapa karakteristik pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga (Marwick, 1998; Old Sally, 2004, Strack, 1996)yaitu, laki-laki atau suami sebagai pelaku berdampak dari adanya pengaruh dalam keluarga, seperti perilaku kasar dalam keluarga, kurangnya pengajaran agama, kemungkinan dengan status ekonomi yang rendah, peran-peran jenis kelamin yang bersifat tradisional dan agresif untuk laki-laki, dan terjadi disfungsi dalam sistem keluarga. Pembawaan personal juga mendorong pelaku untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga, seperti perasaan tidak adekuat, inferior, sering menyalahkan orang lain karena tindakannya sendiri, memiliki kecemburuan yang berlebihan, ingin memiliki, cepat marah, tidak menerima diri, agresif, memiliki emosi yang belum matang, tidak dapat mengontrol diri sendiri, dan tidak menaruh hormat pada perempuan. Pengaruh gaya hidup juga menjadi pendukung laki-laki menjadi pelaku kekerasan, seperti penyalahgunaan konsumsi alkohol, perselisihan verbal, sulit mendapatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
pekerjaan, membatasi kebebasan perempuan, kurang aktif bergerak, dan membatasi diri untuk berhubungan dengan orang lain. Berdasarkan uraian diatas, karakteristik pelaku kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat dari faktor pengaruh keluarga, pembawaan personal, dan pengaruh gaya hidup.
4. Karakteristik Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Dewi (2007) menyebutkan bahwa perempuan atau istri sebagai korban berdampak dari pengaruh dalam keluarga seperti mendapatkan perilaku kasar dalam keluarga, kurangnya pengajaran agama, kemungkinan dengan status sosial ekonomi yang rendah, peran jenis kelamin yang masih bersifat tradisional seperti menerima dan pasif, dan terjadi disfungsi dalam sistem keluarga. Pembawaan personal seperti self esteem yang rendah, pernah mengalami kekecewaan, merasa bertanggungjawab untuk disakiti, mudah merasa frustasi, merasa bersalah dan tidak berguna, senang menyendiri dan mengisolasi diri, sering merasa tidak percaya dengan orang lain, penakut, menolak perilaku kasar, marah dan takut menjadi penguat untuk perempuan atau istri menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Pengaruh gaya hidup juga menjadi salah satu pendukung yang menjadikan perempuan sebagai korban dari kekerasan, seperti penyalahgunaan konsumsi alkohol, perselisihan verbal, ketergantungan kebutuhan dan keuangan pada suami,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
dan terisolasi sumber-sumber pendukung seperti keluarga, teman, dan kelompok. Berdasarkan uraian diatas, karakteristik korban kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat dari faktor pengaruh keluarga, pembawaan personal, dan pengaruh gaya hidup.
5. Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Keumalahayati (2007), Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, yaitu: a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai sumber daya yang superior dibandingkan dengan perempuan, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan perempuan. Menguasai atau memukul istri merupakan manifestasi dari sifat superior laki-laki terhadap perempuan (Sciortino & Smyth, 1997; Suara APIK, 1997). Peran gender maskulin yang dimiliki laki-laki menuntut dirinya memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan kekuatan dan status sebagai laki-laki. b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja, sehingga mengakibatkan perempuan atau sebagai istri ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
cenderung mengalami tindak kekerasan. Ketergantungan secara ekonomi istri terhadap suami berkaitan erat dengan kekerasan suami yang berat (Berkowitz, 1994). Selain itu, terkait ketergantungan istri terhadap suami, hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa semakin besar ketergantungan psikologis istri terhadap suami maka semakin besar kecenderungan istri diperlakukan kasar oleh suami (ditampar, didorong dengan kasar, dan lain-lain). c. Beban pengasuhan anak Ketika istri tidak memiliki pekerjaan, maka tugas pengasuhan ditanggung oleh istri. Oleh karena itu, ketika terjadi sesuatu hal terhadap anak, maka suami akan cenderung menyalahkan istri. d. Perempuan sebagai anak-anak Konsep perempuan sebagai hak milik laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban perempuan. Laki-laki merasa memiliki hak untuk melakukan kekerasan layaknya sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib. e. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki Posisi perempuan sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda dan ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga. Faktor lain yang mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah stres lingkungan, seperti kemiskinan dan pengangguran. Situasi yang stres seperti adanya konflik dalam pernikahan juga berkontribusi sebagai faktor pendorong. Selain itu, isolasi sosial dan adanya pengalaman menggunakan hukuman fisik yang diberikan oleh orangtua. Kontrol impuls yang buruk yang dimiliki suami dan harga diri yang rendah juga menjadi bagian dalam faktor yang mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Menurut Zastrow & Browker (dalam Wahab, 2006), terdapat tiga teori yang dapat menjelaskan terjadinya kekerasan yaitu teori biologis, teori frustasi-agresi, dan teori kontrol. Pertama, teori biologis menunjukkan bahwa manusia mempunyai insting agresif yang dibawa sejak lahir. Selain itu, perlakuan kasar merujuk pada perilaku agresi yang menjadi bagian perilaku yang dipelajari dan dipelajari di rumah. Kedua, teori frustasi-agresi menunjukkan bahwa kekerasan sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Orang frustasi cenderung terlibat dalam tindakan agresif. Biasanya orang frustasi juga cenderung menyerang sumber frustasi atau memindahkan frustasinya kepada orang lain. Ketiga, teori kontrol menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti cenderung lebih mampu mengontrol dan mengendalikan perilaku yang impulsif dengan baik. Jadi kekerasan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
cenderung dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki hubungan dekat yang berarti dengan orang lain. Berdasarkan uraian diatas, faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah pembelaan atas kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi, beban pengasuhan, anggapan perempuan seperti anak-anak, orientasi peradilan pidana pada laki-laki, kemiskinan dan pengangguran.
6. Dampak Kekekerasan Dalam Rumah Tangga a. Dampak Kekerasan Terhadap Istri Sebagai Korban Secara Langsung Kekerasan yang didapatkan istri menimbulkan dampak secara fisik dan psikologis. Dampak fisik yang dirasakan, seperti luka-luka atau cedera ringan maupun berat, lebam, cacat tubuh permanen, penyakit seksual, gangguan siklus haid, gangguan nafsu makan atau bahkan meninggal dunia (Komnas Perempuan, 2002). Selain itu, patah tulang, luka bakar, dan kerusakan otak sebagai akibat langsung dari kekerasan yang diterima (Chrisler & Ferguson, 2006; Stark, 2009). Beberapa bulan setelahnya, dampak yang dialami seperti sakit kepala, nyeri perut, nyeri panggul, dan gangguan kronis lainnya (O, Barnett et al., 2005; Logan et al., 2006). Dampak yang dirasakan secara psikologis seperti depresi, menghindar atau withdrawal, harga diri yang rendah, kecemasan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
berat, ketakutan yang berlebihan, perasaan bersalah dan malu, menyalahkan diri sendiri, isolasi sosial, penggunaan obat-obatan terlarang, menghindari kontak mata, penolakan terhadap pengobatan, merasa tidak nyaman dekat dengan penolong atau caregiver, dan bunuh diri (UNICEF, 2000). Rasa takut, cemas, letih, gangguan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan (Suryakusuma, 1995). Dampak psikologis yang dirasakan oleh istri sebagai korban kekerasan juga memengaruhi perilaku dan motivasi, seperti pasif, menyerah, dan menunda hal yang akan dilakukan. Dampak psikologis yang dirasakan juga mengakibatkan kemampuan kognitif, seperti penurunan kemampuan dalam menyelesaikan masalah, frustasi, dan harga diri yang rendah. Sedangkan efek lain yang dirasakan yaitu adanya penurunan emosional termasuk depressed mood yang diikuti hasil akhir yang negatif (Cemalcilar, Canbeyli, dan Sunar, 2003). Berdasarkan uraian diatas, dampak yang dirasakan oleh istri sebagai korban kekerasan secara langsung ialah dampak secara fisik dan psikologis. Dampak fisik yang dirasakan berupa rasa sakit pada fisik. Sedangkan dampak psikologis yang dirasakan memberikan pengaruh terhadap keadaan psikis korban dan memengaruhi aspek-aspek dalam kehidupannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
b. Dampak Kekerasan Terhadap Anak Sebagai Korban Secara Tidak Langsung Marianne James pada tahun 1994 (dalam Wahab, 2006), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga memiliki dampak yang sangat berarti terhadap perilaku anak, kemampuan kognitif anak, kemampuan pemecahan masalah, dan fungsi untuk mengatasi masalah emosi. Dampak dari kekerasan dalam rumah tangga terjadi sejak anak usia bayi hingga anak usia sekolah. Jaffe dkk, 1990 (dalam Wahab, 2006) mengungkapkan bahwa anak bayi yang menyaksikan kekerasan yang terjadi pada kedua orangtuanya sering dicirikan dengan anak yang memiliki kesehatan yang buruk, kebiasaan tidur yang buruk, dan teriakan yang berlebihan. Kondisi tersebut berlanjut pada ketidaknormalan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang sering kali tampak dalam permasalahan emosi anak, bahkan sangat berkaitan dengan persoalan kelancaran komunikasi anak. Dalam Wahab (2006), dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak balita digambarkan dengan masalah perilaku, seringnya sakit, memiliki rasa malu yang serius, memiliki harga diri yang rendah, dan memiliki masalah selama pengasuhan terutama permasalahan sosial, seperti memukul, menggigit, dan suka mendebat. Selain itu, stres yang dirasakan anak balita sebagai dampak dari menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi juga ditandai dengan mudah menangis,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
kurang atau mundurnya kemampuan berbahasa, toilet training, gangguan tidur, dan persoalan kelekatan ketika anak mudah takut dan stres ditinggal pengasuhnya (dalam Margaretha, 2007; 2010). Dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak usia prasekolah ditunjukkan dengan emosi negatif anak yang diwujudkan dengan perilaku marah yang diikuti dengan rasa sedih dan adanya keinginan anak untuk menghalangi dan ikut campur. Sebagian anak tidak menunjukkan emosinya akan tetapi setelahnya menjadi marah. Selain itu, juga terdapat anak yang terlihat biasa saja bahkan terlihat bahagia, namun sebagian besar dari mereka menunjukkan sikap agresif secara fisik dan verbal terhadap teman sebaya. Dalam Margaretha (2007; 2010) mengungkapkan bahwa anak yang berada di masa kanak-kanak awal (sejak lahir hingga usia 6-7 tahun) yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dapat memunculkan lebih banyak permasalahan perilaku, permasalahan relasi sosial, gejala post-traumatic stress disorder (PTSD), dan kesulitan mengembangkan empati jika dibandingkan dengan anak seusianya yang tidak menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga (Huth-Bocks, Levendosky, & Semel, 2001). Anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga menunjukkan tingkat distress yang lebih tinggi. Delange (1986) melalui pengamatannya melihat bahwa kekerasan dalam rumah tangga berdampak terhadap kompetensi perkembangan sosial-kognitif anak usia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
pra-sekolah. Jaffe dkk (1990) mengungkapkan bahwa pada usia sekolah dasar, orangtua menjadi role model yang sangat berarti. Anak cenderung belajar bahwa kekerasan adalah suatu cara yang paling tepat untuk menyelesaikan konflik dalam hubungan antar sesama manusia. Hughes, 1986 (dalam Wahab, 2006) melihat bahwa anak-anak usia sekolah dasar sering kali memiliki kesulitan terhadap pekerjaan sekolah, memiliki prestasi akademik yang buruk, tidak ingin pergi ke sekolah, dan kesulitan dalam konsentrasi. Wolfe et.al, 1986; Jaffe et.al, 1986; Christopoulus et.al, 1987 (dalam Wahab, 2006) melalui studinya menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga cenderung memiliki permasalahan perilaku lebih banyak dan memiliki kompetensi sosial yang rendah. Dalam Margaretha (2007; 2010), pada usia sekolah, dampak kekerasan dalam rumah tangga yang paling sering terlihat adalah kurang berkembangnya kemampuan sosial dan agresif, memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah, munculnya perasaan sedih dan depresi (Grossman, 2005 dalam Vernon, 2009). Anak dengan keterbatasan kemampuan sosial dapat menjadi lebih reaktif dan agresif atau menarik diri secara sosial, akibatnya anak-anak tersebut sering dilaporkan menjadi pelaku ataupun korban bullying (Bauer dkk, 2006 dalam Margaretha 2007; 2010). Selain itu, dampak lain yang juga ditimbulkan kepada anak usia sekolah yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga mengalami kesulitan untuk mengikuti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
atau menaati peraturan di sekolah, dan mereka kurang mampu untuk menjalin relasi dengan teman sebaya serta sulit mempercayai guru. Berdasarkan uraian diatas, dampak kekerasan terhadap anak sebagai korban secara tidak langsung memengaruhi perilaku anak, memengaruhi kemampuan anak mengontrol emosi dan mengatasi masalah emosi, memengaruhi kemampuan kognitif, memengaruhi kompetensi
perkembangan
sosial-kognitif
dan
menunjukkan
permasalahan relasi sosial.
C. PENGASUHAN IBU YANG MENGALAMI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami keadaan emosional yang mendalam dari dampak-dampak psikologis yang dialaminya. Pengalaman adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dialami istri juga memupuk emosi negatif dalam dirinya seperti depresi, cemas, takut, sedih, dan marah. Hal tersebut membuat istri sebagai seorang ibu kesulitan untuk menyediakan kebutuhan emosi akan keamanan dan kenyamanan yang konsisten bagi anak. Mereka cenderung sibuk mengelola emosi negatif seperti marah dan takut serta perasaan sedih dan kecewa bahkan depresi atas apa yang mereka alami sebagai korban kekerasan. Emosi-emosi negatif seperti kecemasan dan depresi sering kali membatasi perhatian (Basso, et al, 1996). Emosi negatif dianggap memiliki potensi untuk proses perhatian yang tidak teratur, sehingga sulit untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
mempertahankan fokus perhatian (Rothbart & Bates, 1998; Ruff & Rothbart, 1996). Tak jarang ibu juga kesulitan untuk mengelola emosi mereka sebagai korban kekerasan secara internal atau pribadi. Terbagi diantara rasa sedih, marah, kecewa dan takut dengan tuntutan memberikan rasa nyaman dan aman bagi anak (Margaretha, 2012). Jika ibu gagal memberikan dukungan emosional bagi anaknya, maka mengakibatkan kelekatan antara keduanya menjadi lemah (Levendosky, HuthBocks, & Semel, 2002). Selain itu, ibu juga dapat mengalami stres pengasuhan. Akibat yang ditimbulkan saat ibu mengalami stres pengasuhan adalah menurunnya kualitas dan efektivitas pengasuhan yang diberikan oleh ibu (Sri Lestari, 2012). Stres yang dialami ibu memengaruhi perilaku dan perhatian ibu terhadap anak. Tekanan dan keadaan emosional yang mendalam yang dialami oleh ibu sebagai korban kekerasan mengakibatkan pengasuhan yang tidak efektif dan memungkinkan adanya pengasuhan yang salah terhadap anak. Dengan kata lain, anak dapat dikatakan tidak terawat atau cenderung terlantar karena keadaan ibu sebagai pengasuh yang menjadi korban kekerasan. Anak yang tidak terawat dengan benar seringkali menunjukkan keterlambatan bahasa (Coster, Gersten, Beeghly, & Cicchetti, 1989). Mereka seringkali terpuruk dalam tes kognitif, di sekolah, dan menunjukkan masalah perilaku (Dubowitz, 1999; Eckenrode, Laird, & Doris, 1993; Shonk & Cicchetti, 2001). Anak yang tidak terawat memiliki keterikatan yang tidak tertata dan tidak terorientasi serta memiliki konsep diri yang negatif dan terdistorsi (Papalia, 2008). Mereka tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
mengembangkan keterampilan sosial, karena bertindak secara agresif, dan mereka cenderung ditolak oleh teman sebaya (Bolger & Patterson, 2001; Price, 1996). Perilaku agresif cenderung tumbuh dari masa kanak-kanak awal. Beberapa penyebab yang menimbulkan perilaku agresif ialah kombinasi atmosfer rumah yang membuat stres dan tidak menstimulasi, disiplin yang keras, serta kurangnya kehangatan dari ibu dan dukungan sosial. Dalam sebuah penelitian longitudinal, kelekatan yang tidak aman serta kurangnya kehangatan dan afeksi ibu dalam masa bayi memprediksi keagresifan pada masa kanakkanak awal (Coie & Dodge, 1998; MacKinnon-Lewis, Starnes, Volling, dan Johnson, 1997). Martin (2002) menjelaskan bahwa anak yang dibesarkan oleh ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami kesulitan dalam menentukan pendekatan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan afeksi anak yaitu rasa aman dan nyaman. Hal ini membuat anak kesulitan dalam belajar mengidentifikasi,
memahami, dan memilih emosi
yang tepat
untuk
diungkapkan dalam suatu relasi yang dekat. Ibu kurang dapat berperan menjadi panduan dalam memahami dan mengungkapkan emosi yang tepat sesuai dengan konteks.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Gambar 1. Skema Tinjauan Pustaka
KDRT
Suami (Pelaku Kekerasan)
Istri (Korban Kekerasan) mendapatkan
Pengasuhan yang tidak efektif
berdampak pada
Anak
Fisik
berkontribusi pada Dampak Kekerasan
Psikologis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan penelitian studi kasus. Penelitian kualitatif ialah mengamati individu dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, dan berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution, dalam Sugiono). Penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan konteks alamiah yang berfokus pada variasi pengalaman informan penelitian (Danim dalam Fransisca, 2006). Menurut Flick (2002), penelitian kualitatif adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Studi kasus bermanfaat ketika peneliti merasa perlu memahami suatu kasus spesifik, orang-orang tertentu, kelompok dengan karakteristik tertentu, ataupun situasi unik secara mendalam. Penelitian studi kasus merupakan model penelitian yang terperinci terkait individu atau suatu unit sosial tertentu dalam kurun waktu tertentu. Studi kasus bersifat komprehensif, intens, memerinci, dan mendalam, serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah atau fenomena yang bersifat berbatas waktu. Sesuatu yang penting untuk dijelaskan dalam studi kasus adalah keterkaitan atau hubungan kasual antara aspek atau faktor yang membentuk sebuah fenomena. Dalam
48
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
studi kasus, batasan antara fenomena dan konteks tidak terlalu jelas. Penelitian kualitatif dengan studi kasus dilakukan dengan mengidentifikasi topik dengan batasan yang jelas dengan cara melakukan analisis yang mendalam dalam konteks yang natural dengan menggunakan beragam sumber informasi. Penggunaan teori pada studi kasus tidak hanya menjadi sebuah bantuan yang besar untuk mendefinisikan desain penelitian yang tepat dan proses pengumpulan data, tetapi
juga
menjadi
motor untuk
mentranferabilisasikan hasil dari studi kasus. Desain studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kasus deskriptif.
Desain penelitian studi kasus yang digunakan dalam
penelitian ini memungkinkan peneliti untuk menggali lebih dalam bagaimana pengasuhan yang diberikan oleh ibu yang mengalami dan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, dampak terhadap anak, dan faktor yang turut memengaruhi pengasuhan yang diberikan oleh informan.
B. INFORMAN PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan non-probability sampling. Dalam penelitian kualitatif, salah satu teknik sampling yang umum digunakan
adalah
teknik
purposeful
sampling
atau
purposive
sampling.Purposive sampling merupakan teknik sampling berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki informan yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Informan yang digunakan dalam penelitian ini dengan kriteria:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
1. Seorang istri yang mengalami kekerasan dari suami atau seorang istri yang menjadi korban kekerasan dari suami. 2. Memiliki usia dewasa awal (21-40 tahun). 3. Seorang Ibu yang memiliki anak kandung usia kanak-kanak.
C. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA Dalam penelitian ini, proses pengumpulan data melalui beberapa tahapan, yaitu: 1. Peneliti mencari dan memilih informan sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya dalam penelitian. 2. Peneliti meminta bantuan dengan menghubungi instansi pemerintahan ataupun lembaga masyarakat untuk mendapatkan akses menuju informan. Peneliti juga membuat proposal dan surat izin kepada instansi tujuan yang dirasa dapat membantu peneliti masuk ke lokasi dan melakukan penelitian. 3. Peneliti membuat inform consent yang berisi deskripsi dan prosedur penelitian yang akan dilakukan, kerahasiaan data, tanggungjawab peneliti, serta penanggungjawab penelitian. Informan yang telah setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian memiliki tanggungjawab etis untuk memberikan
informasi
sejelas-jelasnya
sepanjang
informasi
yang
diberikan kepada peneliti tidak mengganggu privasi informan dan membuat informantidak nyaman. Informan berhak menghentikan proses wawancara atau partisipasinya dalam penelitian jika informan merasa tidak nyaman.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
4. Peneliti melakukan proses pengumpulan data dengan wawancara dan observasi terhadap informan. Lokasi penelitian atau tempat penelitian berlangsung mengikuti aktivitas sehari-hari dari informan dan berdasarkan kesepakatan. Proses pengambilan data diambil dengan setting natural, dalam artian mengikuti aktivitas dari informan, seperti di rumah. Selain itu, peneliti juga menggunakan dokumen berupa rekam kasus yang dimiliki informan dari instansi yang menangani kasus kekerasan yang informan alami. 5. Peneliti membuat panduan wawancara dan observasi sebagai panduan dalam pengumpulan data.
D. METODE PENGUMPULAN DATA Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua metode yang memungkinkan peneliti untuk menggali secara lebih mendalam pengasuhan ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. 1. Wawancara Wawancara merupakan sebuah percakapan atau tanya jawab yang diarahkan
untuk
mencapai
tujuan
tertentu
(Poerwandari,
1998).
Wawancara diartikan sebagai sebuah interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggungjawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi (Stewart & Cash dalam Herdiansyah, 2014).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Wawancara kualitatif dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkaitan dengan topik yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif, wawancara menjadi metode pengumpulan data yang utama dan fokus dalam proses pengumpulan data (Yin, 1989). Begitu halnya dengan penelitian, wawancara menjadi metode pengumpulan data yang utama. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam semi terstruktur. Wawancara mendalam digunakan agar didapatkan data yang bersifat luas dan lengkap sehingga pertanyaan bahkan hal lain yang tidak menjadi fokus akan tetapi menonjol dan berpengaruh terhadap penelitian dapat diketahui. Hal tersebut semakin memperkaya data atau hasil penelitian. Wawancara semi terstruktur digunakan dalam penelitian kualitatif yang bersifat fleksibel, dalam setting natural, dan menekankan pada kedalaman bahasan. Wawancara semi terstruktur dilakukan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan mendapatkan pemahaman dari suatu fenomena. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara semi terstruktur adalah pertanyaan terbuka yang memberikan kebebasan kepada informan untuk mengemukakan jawaban sesuai dengan konteks pembicaraan. Pedoman wawancara diperlukan dalam wawancara semi terstruktur untuk dijadikan patokan atau kontrol terhadap alur pembicaraan dan prediksi waktu wawancara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Wawancara juga diberikan kepada pihak yang masih memiliki kaitan dengan topik penelitian, yaitu anak informan. Akan tetapi, hal ini bersifat kondisional, artinya jika anak tersebut memungkinkan untuk diwawancarai. Selain itu, peneliti juga mewawancarai staf instansi yang menangani kasus kekerasan yang informan alami. Informasi yang didapat dari informan kedua dapat dijadikan sebagai data cross check untuk informasi yang diberikan oleh informan. 2. Observasi Menurut Creswell observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan langsung oleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan terhadap individu sebagai objek observasi dan lingkungannya sebagai aspek lain yang penting untuk diamati. Dalam pengamatan, individu tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya karena individu dan lingkungan menjadi satu kesatuan. Manusia adalah produk dari lingkungannya di mana terjadi proses saling memengaruhi antara satu sama lain (Herdiansyah, 2013). Hasil dari observasi dapat diandalkan untuk kepentingan penelitian ketika peneliti melakukan kontrol atau identifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi munculnya sebuah perilaku dan peneliti mampu menjelaskan hubungan kausal atau sebab akibat mengapa perilaku tersebut muncul. Observasi yang luas ialah proses mengamati dari awal penelitian dimulai, di tengah penelitian, hingga akhir penelitian. Di awal penelitian, peneliti sudah melakukan observasi ketika melakukan pendekatan terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
informan dan membangun rapport. Di tengah penelitian misalnya ketika menggali informasi kepada informan saat wawancara, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap reaksi nonverbal informan, gesture, intonasi suara, mimik muka, dan lain sebagainya. Di akhir penelitian, peneliti juga melakukan observasi terhadap informan dan mengamati apakah semua data sudah tergali dan semua hal yang terkait dengan penelitian telah selesai dilaksanakan. Menurut Patton (dalam Sugiyono, 2014), observasi di lapangan membantu peneliti untuk mampu memahami konteks data dalam keseluruhan
situasi
sosial.
Metode
pengumpulan
data
dengan
menggunakan observasi atau pengamatan juga membantu peneliti untuk menggali dan mendapatkan informasi tambahan terkait penelitian. Observasi memungkinkan peneliti untuk mengetahui informasi yang tidak diberikan oleh informan melalui wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi semi partisipan. Dalam observasi
semi
partisipan, peneliti
melakukan
pengamatan dari dua sisi yang berbeda, yaitu satu waktu peneliti ikut larut dalam aktivitas bersama informan dan satu waktu peneliti tidak ikut terlibat aktif bersama informan (Haris, 2015). Hal-hal yang menjadi fokus dalam observasi adalah sikap dan perilaku atau tindakan yang diberikan informan terhadap anak dan perilaku anak di dalam rumah maupun di lingkungan bermain. Selain itu, sikap dan perilaku suami juga menjadi hal yang turut diamati oleh peneliti.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Hasil dari observasi selain untuk membantu peneliti menggali dan mendapatkan informasi dari informan juga digunakan untuk cross checkinformasi yang diberikan oleh informan. 3. Dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi dalam penelitian kualitatif. Melalui studi dokumen, hasil penelitian dari wawancara dan observasi akan lebih kredibel atau dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, studi dokumen yang digunakan ialah meminta rekam kasus informan dari lembaga pemerintah yang menangani. Karena bersifat rahasia, peneliti akan menyalin kembali dan menampilkan dokumen dengan cara peneliti sendiri.
E. INSTRUMEN PENELITIAN Untuk dapat menggali dan mendapatkan informasi, peneliti memiliki instrument utama yaitu informan itu sendiri. Peneliti juga memerlukan instrumen bantuan. Dalam penelitian ini, peneliti membuat pedoman atau panduan wawancara sebagai alat pengumpulan data untuk menggali dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari informan. Adapun pedoman wawancara, sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
1. Latar belakang informan dan kehidupannya. 2. Latar belakang suami dan kehidupannya. 3. Latar belakang kekerasan yang dialami informan. 4. Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami informan (kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi). 5. Dampak kekerasan yang dialami oleh informan (dampak fisik maupun psikologis). 6. Pengasuhan yang diberikan informan kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari (sikap, perilaku, respon, dan hal lain yang terkait dengan pengasuhan). 7. Faktor yang memengaruhi pengasuhan yang diberikan informan. 8. Dampak pengasuhan terhadap anak. Selain menggunakan pedoman atau panduan wawancara, peneliti juga menggunakan alat perekam untuk merekam hasil wawancara sebagai metode pengumpulan data.
F. METODE ANALISIS DATA Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, membaginya ke dalam kategori-kategori dengan tema-tema yang spesifik, memformat data menjadi suatu gambaran yang umum, dan gambaran tersebut menjadi teks kualitatif. Analisis data kualitatif dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data, interpretasi data, dan penulisan naratif lainnya. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis data menurut Miles & Huberman. Menurut Miles & Huberman (dalam Haris, 2015), terdapat empat tahapan dalam analisis data kualitatif, yaitu: 1. Pengumpulan data. Proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif tidak memiliki waktu khusus atau waktu tersendiri. Akan tetapi, sepanjang penelitian dilakukan maka sepanjang itu pula masih terdapat proses pengumpulan data. 2. Reduksi data. Reduksi data adalah proses penggabungan atau pengumpulan dan penyeragaman segala bentuk data yang didapat menjadi bentuk narasi atau tulisan yang akan dianalisis. Data yang diperoleh dari instrumen pengumpul data yang digunakan diubah menjadi narasi atau tulisan sesuai dengan formatnya masing-masing. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya atau mencari kembali data yang diperlukan. 3. Display data. Terdapat tiga tahapan dalam tahap ini, yaitu: kategori tema, sub-kategori tema, dan pengodean (coding). Kategori tema merupakan proses pengelompokkan tema-tema yang telah disusun ke dalam tabel akumulasi tema ke dalam suatu matriks kategorisasi. Setelah proses pada tahap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
kategori tema selesai, hal selanjutnya yang dilakukan adalah membuat sub-kategori tema. Sub-kategori tema adalah bagian yang lebih kecil, lebih sederhana, lebih muda dimengerti atau dipahami, lebih mudah dicerna, dan lebih praktis dari tema. Tahapan terakhir ialah pemberian kode atau pengodean. Pengodean (coding) adalah memasukkan atau mencantumkan pernyataan-pernyataan informan sesuai dengan kategori tema dan subkategori tema ke dalam matriks kategorisasi, serta memberikan kode tertentu pada setiap pernyataan informan. Display data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan membantu untuk merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami dari data yang sudah diolah. 4. Kesimpulan atau verifikasi. Dalam kesimpulan ini, terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan, antara lain: pertama, menguraikan sub-kategori tema dalam tabel kategorisasi dan coding, disertai dengan quote verbatim wawancara. Kedua, menjelaskan hasil temuan penelitian dengan menjawab pertanyaan penelitian. ketiga, membuat penjelasan dari jawaban pertanyan penelitian yang diajukan.
G. KREDIBILITAS DATA Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 1998).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Kredibilitas dalam penelitian ini digunakan untuk memeriksa keakuratan tem4uan-temuan atau hasil penelitian dari sudut pandang peneliti, informan, dan pembaca. Untuk menguji taraf keterpercayaan dalam penelitian ini, dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Triangulasi Triangulasi adalah penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu fenomena yang sedang diteliti. Patton (dalam Poerwandari, 1998) berpendapat bahwaterdapat empat jenis triangulasi yang dapat digunakan yaitu triangulasi teori, sumber, metodologi, dan peneliti. Dalam penelitian ini menggunakan jenis triangulasi sumber dan triangulasi metodologi. Triangulasi sumber ialah metode pemeriksaan data dengan cara membandingkan data berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Triangulasi metodologi adalah metode pemeriksaan data dengan cara membandingkan data berdasarkan instrumen pengumpulan data. Dalam penelitian ini, membandingkan hasil wawancara, hasil observasi, dan dokumen. 2. Member checking Member checking adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
diberikan oleh informan. Jadi hasil penelitian sesuai dengan sumber data. 3. Menggunakan bahan referensi Bahan referensi membantu peneliti untuk mendefinisikan desain penelitian yang tepat dan metode dalam pengumpulan data. Selain itu, referensi dapat menjadi penggerak atau acuan terhadap proses transferabilitas hasil penelitian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN PENELITIAN Sebelum penelitian dilakukan, peneliti meminta bantuan kepada badan pemerintahan untuk mendapatkan informan sebagai sumber data. Peneliti menemui dua lembaga terpadu yang memang menangani kasus terkait perempuan dan anak, yaitu Rekso Dyah Utami (RDU) Yogyakarta dan Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sleman. Peneliti terlebih dahulu harus melengkapi persyaratan administrasi dan izin peneltian kepada badan-badan pemerintahan Kota Yogyakarta dan badan-badan pemerintahan Sleman. Setelah mendapatkan izin resmi dari Pemerintahan, peneliti dapat langsung menemui staf atau pihak yang berwenang di lembaga RDU Yogyakarta dan P2TP2A Sleman. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta gambaran penelitian yang akan peneliti lakukan. Dengan proses yang panjang, kedua lembaga tersebut memproses dan memberikan data beberapa orang calon informan. Dari pihak RDU, peneliti mendapatkan dua orang calon informan. Akan tetapi, kedua calon informan tersebut tidak bersedia terlibat dalam penelitian ini dengan alasan tidak memiliki waktu. Dari pihak P2TP2A Sleman memberikan dua orang calon informan. Satu per satu peneliti datangi dan hanya satu yang bersedia untuk terlibat dalam penelitian.
61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
Peneliti mendapatkan rekomendasi dari salah satu staf kantor P2TP2A Sleman yang membantu peneliti. Beliau menyarankan untuk bertemu dengan pengelola kost tempat beliau tinggal. Menurut beliau, pengelola kostnya juga merupakan korban kekerasan. Setelah bertemu, peneliti mendapatkan izin untuk melakukan penelitian pada informan.
B. PELAKSANAAN PENELITIAN Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan dokumen. Sebelum wawancara pertama dilakukan, peneliti terlebih dahulu bertemu dengan informan dan dipertemukan oleh psikolog dari lembaga pemerintah yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sleman. Dalam pertemuan pertama dengan informan, psikolog tersebut menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami ke kediaman informan. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan kami, informan setuju dan mau membantu peneliti untuk memberikan informasi seputar kehidupannya. Awalnya peneliti memiliki dua orang informan. Akan tetapi, di tengah penelitian berlangsung, informan tersebut menghentikan proses penelitian dengan alasan beliau tidak memiliki waktu. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian kepada satu orang informan. Selain mewawancarai informan, peneliti juga mewawancarai anak dan pihak P2TP2A, yaitu staf dan pengasuh di shelter. Data yang didapatkan akan digunakan sebagai cross checkdari pernyataan-pernyataan informan. Selain itu, peneliti juga menggunakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
rekam kasus atau dokumen catatan kasus informan yang berupa laporan dari P2TP2A Sleman. Observasi yang dilakukan juga tidak hanya mengamati informan, tetapi juga mengamati suami, anak-anak, dan lingkungan sekitar. Berikut adalah urutan pelaksanaan wawancara dan observasi yang dilakukan: Tabel 1 Pelaksanaan Wawancara dan Observasi Waktu
Kegiatan
Tempat*)
Catatan
17 Oktober
Wawancara
Kediaman
Suami berada
2015
informan dan
Informan
di rumah
Observasi
24 Oktober
Wawancara
Kediaman
Suami berada
2015
Informan dan
Informan
di rumah
Restoran Fast
Suami tidak
Food
ikut
Observasi
31 Oktober
Wawancara
Kediaman
Suami berada
2015
Informan dan
Informan
di rumah
Observasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Waktu
Kegiatan
Tempat*)
Catatan
Wawancara
Restoran Fast
Anak pertama
Anak dan
Food
dan anak
observasi
64
kedua
7 November
Wawancara
Kediaman
Suami tidak
2015
Informan dan
Informan
berada di
Observasi
rumah
14 November
Wawancara
Kediaman
Suami tidak
2015
Informan dan
Informan
berada di
Observasi
16 November
Wawancara Staf Kantor P2TP2A
2015
P2TP2A dan
rumah
Pengasuh Shelter *) Nama tempat tidak disertakan secara rinci untuk menjaga kerahasiaan identitas informan Sebelum wawancara pertama dilaksanakan, peneliti memberikan inform consent yang didalamnya menjelaskan tujuan penelitian, prosedur penelitian, tugas peneliti, dan hak informan. Setelah membaca dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
memahami inform consent, informan menandatangani lembar persetujuan untuk terlibat dalam penelitian. Dikarenakan informan tidak memiliki alat komunikasi, peneliti kesulitan untuk membuat janji untuk bertemu. Oleh karena itu, peneliti mendatangi kediaman informan setiap akhir pekan. Pada wawancara pertama, suami informan sedang berada di rumah. Dengan keberadaan suami informan, peneliti terkesan mengobrol dan hanya menanyakan beberapa hal yang masih bersifat biasa. Hal ini dikarenakan peneliti menghindari adanya kesan negatif yang diberikan oleh suami terkait dirinya sebagai pelaku kekerasan. Suami informan juga ikut berbincang dan menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan untuk informan serta beberapa kali ikut menceritakan pengalamannya. Pada wawancara kedua, wawancara juga dilakukan dikediaman informan. Suami informan juga berada di rumah sehingga peneliti merasa kesulitan untuk menggali informasi lebih dalam terkait kekerasan yang diterima. Oleh karena itu, peneliti mengajak informan dan anak-anaknya ke salah satu restoran cepat saji. Disana informan lebih lelausa menceritakan
pengalamannya.
Bahkan
saat
menceritakan
tentang
suaminya dan anak-anak, mata informan tampak berkaca-kaca. Informan mengatakan jika di rumah dengan keberadaan suami, informan tidak dapat bercerita banyak dan terbuka. Wawancara ketiga dilakukan di kediaman informan. Pada saat itu suami berada di rumah, tetapi sudah tidak terlibat dalam wawancara antara peneliti dan informan. Saat peneliti mewawancarai informan, suami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
sedang tidur sehingga peneliti sedikit memiliki kesempatan untuk mewawancarai
informan.
Pada
hari
yang
sama,
peneliti
juga
mewawancarai anak pertama dan anak kedua informan dengan cara membawa mereka ke salah satu restoran cepat saji. Pada wawancara keempat dan kelima, suami informan sedang tidak berada di rumah sehingga peneliti dapat leluasa mewawancarai informan dan informan juga bercerita banyak terkait kehidupan dan pengalamannya. Informan meluapkan perasaannya dan merasa lega dapat menceritakan keluh kesahnya. Informan mengaku bahwa dirinya tidak pernah menceritakan masalah rumah tangganya kepada siapapun kecuali pihak P2TP2A. Saat wawancara keempat, informan menangis sebanyak dua kali. Pertama saat menceritakan tentang suaminya dan yang kedua saat menceritakan dan membahas anak-anak. Observasi dilakukan diwaktu yang sama saat wawancara. Observasi dilakukan di rumah dan di luar rumah saat peneliti mengajak informan dan anak-anak. Peneliti melakukan pengamatan secara umum. Peneliti tidak hanya mengamati informan, tetapi juga mengamati suami, anak-anak, dan lingkungan rumah. Peneliti mencatat hasil pengamatan setelah melakukan proses wawancara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
C. HASIL PENELITIAN Tabel 2 Data demografis Informan Keterangan Nama
Informan I
Usia saat ini
38 tahun
Suku (asal)
Jawa (Jawa Timur)
Tempat tinggal Pekerjaan
Sleman Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir
SMK
Jumlah anak (usia)
4 orang (7 tahun, 5 tahun, 3,5 tahun, dan 3 bulan dalam kandungan)
Usia suami saat ini Suku (asal) Pekerjaan suami Pendidikan terakhir suami
49 tahun Jawa (Bantul) Pengangguran/ bekerja serabutan SD (kelas 4)
Bentuk kekerasan yang dialami Kekerasan fisik, psikologis, ekonomi Mengalami kekerasan sejak
Dari kelahiran anak pertama hingga sekarang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
1. Deskripsi Informan dan suami Dalam paragraf ini akan dijabarkan berupa gambaran keadaan rumah tangga informan, uraian kekerasan yang dialami informan, sikap dan keadaan suami, keadaan informan saat ini, latar belakang informan dan keluarga, dan latar belakang suami dan keluarga. a. Gambaran rumah tangga informan Sejak menikah hingga saat ini informan tidak pernah bekerja. Informan mendapatkan larangan dari suami untuk bekerja. Oleh karena itu, kehidupan keluarga bergantung pada penghasilan suami. Awal pernikahan, suami masih memiliki pekerjaan yang cukup untuk menghidupi keluarga. Akan tetapi, kebiasaan suami dan kegemaran suami dalam berjudi membuat perekonomian keluarga perlahanlahan menurun dan tidak terkendali hingga suami tidak memiliki pekerjaan. Selama kurang lebih tiga tahun terakhir hidup seadanya, berpindah-pindah rumah kontrakan, kost, dan saat ini tinggal di sebuah rumah yang tidak layak untuk dihuni. b. Kekerasan yang dialami informan Kekerasan yang didapatkan informan berupa kekerasan fisik, psikologis, dan ekonomi. Kekerasan pertama yang terjadi ialah kekerasan psikologis. Saat infoman memiliki anak pertama, keributan sudah sering terjadi antara informan dan suami. Hal itu membuat informan pulang ke rumah orangtuanya. Pemicu keributan yang terjadi ialah suami yang menjalin hubungan dengan perempuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
lain (selingkuh).
Kejadian tersebut
berulang saat
69
informan
mengandung anak kedua. Suami berselingkuh dengan seseorang yang diakui suami sebagai pembantu. Saat membesarkan anak keduapun, suami kembali berhubungan dengan perempuan lain yang berstatus janda. Saat mengandung anak ketiga, suami juga memiliki hubungan dengan seorang mahasiswa. Menurut pengakuan informan, suaminya dapat dengan mudah memikat perempuan karena memiliki “ilmu”. Kekerasan psikologis lain yang diterima oleh informan ialah kebiasaan dan kegemaran suami dalam berjudi yang membuat informan selalu disalahkan terkait ekonomi rumah tangga. Suami sangat perhitungan dan detail terhadap pengeluaran hingga informan diminta untuk membuat daftar pengeluaran. Tak jarang informan disalahkan jika ada uang yang terselip atau kurang. Infoman tidak terima jika disalahkan. Oleh karena itu, informan melawan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kekerasan fisik yang didapatkan informan. “Kalau sekarang nyalah-nyalahin saya. Padahal yang habisin rumahnya dia, buat aneh-aneh. Disalahin dikiranya saya ngabisin duit, sering diungkit-ungkit gitu. Ya marah mbak, orang saya gak boros, kadang masalah uang belanja mbak. Sama saya itung-itungan banget. Saya dituduh boros, padahal sini udah nerapkannya hatihati udah biar ndak ramai…” (WI.2, L301-302, L304-307; L312-313)
Selain itu, suami memaki-maki informan dengan kata-kata yang tidak sopan atau kata-kata kotor. Hampir setiap hari informan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
mendapatkan makian tersebut. Bahkan anak-anak ikut mencontoh perkataan kotor yang diucapkan. “Iya mbak. Kalau sekarang yang itu mbak diomong kotor gitu.Kan gak ada orang yang mau dikata-katain kotor toh mbak. Malu sama orang kalau kedengaran orang. Malu sama tetangga. Dulu ini ikut ngomongin itu sama saya (menunjuk X)…” (WI.2, L531-534) Suami juga kerap mengancam informan disaat sedang marah. Selain itu, sejak informan mengandung anak keempat, suami sering kali menyuruh informan untuk pergi meninggalkan rumah. “Tapi sekarang ya ada perubahan mbak. Cuma saya disuruh pergi. Orang hamil disuruh pergi, ikut siapa gitu… Dikit-dikit disuruh pergi, kalau dia marah…” (WI.2, L381-382; L385) Kekerasan fisik yang didapatkan informan berupa kepala yang dibenturkan ke tembok, dilempar menggunakan handphone, dipukul pada bagian hidung, dan dilempar menggunakan gelas kaca. Sejak mendapatkan kekerasan dilempar menggunakan gelas kaca, informan mengadukan kekerasan yang ia dapatkan pada lembaga PSBK Yogyakarta yang kemudian dirujuk dan ditangani oleh P2TP2A Sleman (mengadukan pada bulan Maret 2015). Beberapa pekan yang lalu, informan hampir mendapatkan kekerasan fisik dari suami, berupa kayu yang dilempar mengarah pada informan. Akan tetapi, kayu tersebut mengenai jemuran dan tidak mengenai informan. Kekerasan ekonomi yang didapatkan informan berupa larangan dari suami untuk bekerja. Sementara suami tidak selalu mendapatkan penghasilan
dan
penghasilan
yang
didapatkan
tidak
selalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
mencukupi kebutuhan keluarga. Selain itu, kebiasaan suami menghambur-hamburkan uang lewat kegemarannya dalam berjudi membuat informan dan anak-anak kekurangan dalam konteks ekonomi. “Kan kalau dulu main kartu itu lho mbak, sampai habisin rumah. Sekarang kadang-kadang catur itu lho. Udah hidup kayak gini, megang duit sedikit aja udah, masih maju. Kadang apa, sampai jengkel saya, saudaranya…” (WI.2, L237-239 & L241-242) c. Sikap suami dan keadaan suami Sikap suami terhadap informan sangatlah buruk. Suami tidak merasa telah melukai fisik dan hati informan. Setelah informan melaporkan kekerasan yang didapatkan, suaminya masih saja mencoba melakukan kekerasan fisik dan hampir setiap hari memakimaki informan dengan kata-kata kotor. Suami sama sekali tidak memiliki ketakutan atas konsekuensi tindak kekerasan yang ia lakukan pada informan. Padahal suami dan informan telah menandatangani surat kesepakatan bersama bermaterai yang berisi pasal-pasal untuk dipatuhi bersama. Jika salah satu melanggar, maka akan diproses secara hukum. Saat ini suami memiliki sedikit perubahan yang baik, salah satunya ialah adanya niat suami untuk bekerja mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jika dulu, suami memilih-milih untuk melakukan suatu pekerjaan. Ketika informan mengingatkan dan memberitahu adanya lowongan pekerjaan, suami informan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
marah dan mengatakan dirinya tidak mau diatur. Saat ini suami informan juga sudah tidak lagi perhitungan dan detail terhadap pengeluaran untuk keperluan rumah tangga. Akan tetapi, masih banyak keraguan informan terhadap perubahan yang ditunjukkan oleh suami. d. Keadaan informan saat ini Informan masih menyimpan luka atas sikap dan perlakuan suami. Informan merasa terbebani dengan keadaan yang menyudutkan dirinya. Hal ini tampak saat informan diwawancarai, informan menyatakan perasaannya dengan menangis. Meskipun informan memiliki keinginan untuk berpisah dengan suami, informan tetap memikirkan nasib anak-anak dan mengurungkan niatnya demi kepentingan anak-anak. Informan merasa bertanggung jawab atas anak-anak. Informan takut jika dirinya berpisah dengan suami maka anak-anak dibesarkan oleh suaminya yang pemarah. “Kalau mau pisah udah dari dulu. Cuma mau pertahankan karna anak-anak. Adakan mbak, orangtua pisah, ikut ibu baru atau gimana, saya takut…” (WI.2, L283-285) Informan juga khawatir jika orang lain tidak dapat merawat, menjaga, dan menyikapi anak-anaknya dengan baik. Informan yakin bahwa yang mampu memberikan pengasuhan yang terbaik adalah ibu kandung. Kondisi kehamilan saat ini juga menjadi bahan pertimbangan informan untuk berpisah dengan suami. Informan merasa malu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
dengan lingkungan sekitar atas kehamilannya dikarenakan keadaan ekonomi keluarga yang tidak berkecukupan, mengundang warga sekitar membicarakan dirinya. Selain itu, informan juga meyakini dirinya tidak dapat berpisah karena “ilmu” yang dimiliki oleh suaminya. “Bapaknya kan punya daya tarik itu lho mbak, cari orang pinter… Misalkan saya ingin berubah sikap, waktu belum ada X itu, waktu pacaran, itu gak bisa pisah sama bapaknya. Sampai sekarang juga gitu, misalnya gimana gitu saya pulang ke Jawa Timur tetep gak bisa mbak. Dia ke orang tua terus, maksudnya kayak dukun gitu lho” (WI2, L265-270) Informan hanya bisa mengalah terhadap suaminya. Sesekali informan membantah tuduhan dan kesalahan yang dilemparkan pada dirinya. Informan merasa masih memiliki harga diri. Akan tetapi, jika informan membantah, suaminya akan lebih tega untuk memperlakukan dirinya dengan kasar. Informan merasa dirinya serba salah. Informan juga pasrah kepada Tuhan karena dirinya yakin Tuhan memberikan jalan yang baik. Informan berusaha untuk sabar, dan menerima kenyataan serta keadaan dengan berdoa. e. Latar belakang informan dan keluarga informan Informan dilahirkan dari sebuah keluarga kecil sederhana dari sebuah pedesaan di daerah Pacitan. Sejak berusia lima tahun, informan hanya dibesarkan dan dididik oleh ibu karena ayahnya meninggal dunia. Sejak saat itu ibu informan menjadi orangtua tunggal untuk kedua anaknya. Infoman memiliki satu orang adik laki-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
laki. Mata pencaharian ibu informan sehari-hari ialah berkebun dengan memanfaatkan kebun yang dimiliki oleh neneknya. Ibu informan cukup keras dalam mendidik anak-anaknya. Ibu informan sering menggunakan fisik bahkan benda untuk menertibkan informan dan adiknya. “Diasuh sama ibuk, ya sama ibuk saya itu kalau saya ngeyel saya dicubit. Kalau itu juga diguyur pake air cucian piring yang basi itu lho mbak. Mamak saya dulu juga gitu. Sampai daun itu yang lidi itu, batang itu mbak yang segitu ada daunnya, daunnya habis. Sampai lupa itu mamak saya, buat jemuran yang gede itu mbak, pringkak gitu, sampai nancep disini…” (WI.3, L586-589; WI.5, L918-921) Hingga saat ini, pada bagian punggung informan terdapat bekas benda yang menancap saat ibu informan memukulkan benda pada bagian tersebut. Informan menyelesaikan pendidikannya pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Solo sedangkan adiknya hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Sejak memutuskan untuk meneruskan sekolah di bangku SMK, informan tinggal bersama saudaranya di Solo. Setelah lulus, informan memutuskan untuk mencari pekerjaan ke Yogyakarta. Akhirnya informan mendapatkan pekerjaan di salah satu tempat perbelanjaan di Malioboro. Dari sanalah informan bertemu dengan suaminya dan hubungan informan dengan kekasih yang sebelumnya berakhir.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
f. Latar belakang suami dan keluarga suami Suami informan adalah satu-satunya anak laki-laki, sehingga suami informan sangat dimanjakan di dalam keluarga. Apapun yang diinginkan dan diminta selalu terpenuhi. “Bapaknya apa-apa minta diturutin. Dari dulu apa-apa maunya dia diturutin…” (WI.2, L556 & L558) Semenjak ayah dan ibu mertua informan meninggal, suami informan tinggal bersama saudaranya. Suami informan tidak menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Suaminya berhenti atau putus sekolah saat duduk di kelas empat Sekolah Dasar (SD). Suami informan memiliki pergaulan yang tidak baik sejak memutuskan untuk berhenti bersekolah. Sejak duduk di bangku SD, suami informan meminta untuk dibelikan sepeda motor dan berulang kali berganti-ganti sepeda motor. Selain itu, beranjak remaja suami informan mengenal minuman beralkohol dan bergaul dengan banyak perempuan. “Ya sekitar umur 10tahunanlah… Ya sekitar 11, 12 itulah mbak udah minta motor. Kakaknya sayang banget, cowok satu-satunya. Aneh orangnya. Udah brutal gitu lho. Minta motor, gonta ganti, dirusakin, kenal minuman. Sampai dijualin apa-apa. Udah kenal cewek, ya mungkin usia SMA gitu…” (WI.5, L935-937 & L942-944)
2. Dampak kekerasan yang dialami terhadap pengasuhan Informan memiliki tugas untuk memberikan pengasuhan kepada anak. Terlebih lagi, keadaan informan yang tidak memiliki pekerjaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
dan hanya beraktivitas di dalam rumah, menjadikan informan sebagai tokoh utama dalam tugas pengasuhan. Keterlibatan suami dalam pengasuhan kepada anak sangatlah sedikit sehingga sepenuhnya dipegang oleh informan. Kekerasan fisik dan psikologis yang dialami informan membuat dirinya tidak dapat berfungsi efektif untuk anak-anak. Dampak dari kekerasan yang dialami membuat informan terluka dan merasakan sakit secara fisik dan sakit secara psikis. Secara fisik informan mendapatkan memar dan luka pada bagian yang mendapatkan kekerasan. Secara psikologis, informan merasa sakit hati dan stres. Keadaan tersebut membuat informan merasa dibawah tekanan karena harus memikirkan banyak hal sekaligus. Memikirkan tingkah laku suami yang keras dan kasar, kekhawatiran informan jika kembali mendapatkan perlakuan kasar, kebiasaan suami berjudi melalui permainan catur yang masih belum sepenuhnya berubah, memikirkan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan memikirkan anak-anak yang sangat aktif sehingga sulit diatur. “Harusnya gini, tapi bapaknya malah kayak gitu. Kan nambahnambahin beban. Harusnya kan didik anak, malah mikirin bapaknya. Dulu pernah nyusul dia, anak-anak tak ajak kok. Itu lho mbak daerah Prawirotaman. Itu main catur bapaknya disana…” (WI.2, L251-254) Selain itu, dengan keadaan informan saat ini yang sedang mengandung anak keempat, seringkali informan merasakan nyeri pada perut bagian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
bawah dan nyeri pada saluran kencing disaat sedang memiliki banyak pikiran. Beban pikiran yang informan rasakan membuat dirinya menjadi membuang banyak waktu dengan termenung. “Bengong karna mikir. Mikir khawatir kalau dipukul lagi” (WI.2, L480) Hal ini berdampak pada tugas pengasuhannya terhadap anak, seperti: a. Informan menjadi tidak fokus dalam merawat dan mendidik anak. Informan terkesan membiarkan anak-anak dengan memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk melakukan apa saja. Informan tidak banyak bertindak untuk anak-anak. “Kalau ke anak, ya mungkin cara mendidik berkurang mbak. harusnya disiplin, jadi terlenalah. Jadi keteteran. Mungkin anakanak pada ngeyel mungkin karena itu juga mbak… Ngasuh anak itu jadi gimana gitu. Kebagi fokusnya. Harusnya bisa fokus ke anakanak…” (WI.2, L546-548; WI.3, L625-626) Informan hanya sekedar menggunakan kata-kata yang halus untuk menertibkan anak-anak. Pada kenyataannya anak-anak tidak dapat dikendalikan atau ditertibkan dengan kata-kata. Informan kurang tanggap terhadap perilaku yang anak-anak munculkan. b. Menggunakan fisik untuk menertibkan anak Ketidakfokusan informan dalam memberikan pengasuhan membuat anak-anak bertingkah semaunya. Anak-anak menjadi sulit diatur dan tidak mendengarkan perkataan dan arahan dari informan. Dengan keadaan anak yang demikian, membuat informan memberikan pengasuhan dengan cara menyubit atau menggunakan lidi serta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
mengikat untuk menertibkan anak-anak. Meskipun demikian, anakanak masih saja sulit untuk diberitahu. “Dulu itu ngasuh anak itu ya saya gak keras. Cuma saya stres sendiri. Kadang kalau saya banyak pikiran saya diam tapi kadang saya juga keras mbak. Nyubit sampai kenceng banget sampai hitam… Oh, anak-anak ngeyel mbak. Waktu banyak pikiran, mungkin saya keras toh. Jadi anak-anak nyontoh… Biasanya saya nyubit mbak, pake lidi kecil itu lho. Kadang kalau lupa pake yang gede” (WI.2, L540-542; WI.3, L639-640; WI.4, L782-783) c. Membohongi dan mengancam anak Keadaan anak-anak yang sulit untuk diberitahu dan diatur terkadang membuat informan menangis karena bingung harus bertindak seperti apa ditengah keadaannya yang demikian. Oleh karena itu, informan juga
kerap
membohongi
dan
mengancam
anak-anak
agar
mendengarkan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh informan. “Kesulitannya itu ya itu kalau anak-anak nakal itu mbak. Susah banget, sampai nangis. Ya gimana ya kok anak nakal-nakal…” (WI.2, L161-162) Disamping keadaan yang informan alami, informan berupaya menjalankan
perannya
sebagai
ibu
dan
menunjukkan
tanggungjawabnya, dengan cara: a. Memberikan perhatian kepada anak-anak Informan memberikan perhatian kepada anak-anak dengan cara memperingatkan anak-anak untuk berhati-hati saat bermain di luar rumah. Informan tidak terlalu banyak melarang anak-anak untuk beraktivitas atau bermain di luar rumah, tetapi informan melarang anak-anak jika mereka bermain dan membuat orang lain terganggu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Selain itu, informan juga merawat anak-anak disaat sakit dengan memberikan obat-obatan ataupun menggunakan cara tradisional. Informan
juga
berupaya
untuk
memberikan
hiburan
untuk
menyenangkan hati anak-anak. b. Memberikan ajaran-ajaran yang baik Informan mengajarkan anak-anak untuk berlaku sopan pada orang lain, seperti mengatakan permisi saat melewati orang yang lebih tua. Informan juga menegur anak-anak saat berbicara kotor atau tidak sopan.
Selain
itu,
informan
mengajarkan
anak-anak
untuk
mengucapkan terima kasih dan salim pada orang yang lebih tua. c. Melindungi dan menjaga anak-anak dari hal yang tidak baik Informan memiliki kepekaan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh anak, seperti permasalahan yang dihadapi oleh anak pertama yang mendapatkan perlakuan kasar dari teman sebayanya. Informan memberikan pandangan dan nasehat kepada anak pertama. “Temennya mbak, temen-temennya yak eras. Kadang ngelemparin batu. Tapi kalau X tak bilangin jangan, gak boleh. Saya bilang, kan mamak gak punya. Nanti kalau orang itu marah, mamak gak bisa ganti, gak punya duit…” (WI.2, L192-195) Selain itu, informan menjaga anak-anak agar tidak terpengaruh atau mendapatkan pengaruh buruk dari lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah. “Kemarin itu ada liat porno tetangga deket sini. Nonton pake laptop gitu. Anak gede, usia SD gitu. Yang ikutan lihat X. udah tak ancam mbak, kalau lihat, nonton dari TV, dari laptop gitu nanti di sel sama polisi, dimasukkan ke penjara…”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
(WI.3, L668-672) d. Mementingkan kebutuhan dan keperluan anak-anak Di tengah keadaan ekonomi yang memprihatinkan, informan tetap mementingkan kebutuhan anak-anak terutama kebutuhan pangan. Informan juga berusaha untuk melengkapi keperluan anaknya yang sudah sekolah. e. Mencoba memahami karakter anak Informan mencoba untuk memahami karakter anak-anak agar informan mengetahui bagaimana menyikapi anak-anak sesuai dengan karakter mereka. “Ngeyelnya itu mbak. Kalau misalkan jajan gak terlalu harus. Kalau maem juga gampang. Paling berantem, kadang ngeyel. Harus sabar mbak. Misalkan kita keras dianya nambah nakal… Kalau dikerasin tambah ngeyel. Kalau Y ngeyelnya sama saya mbak. Kayak sejenis manja itu lho mbak kalau ada saya…” (WI.3, L610-612; WI.5, L1119 & 1123 ) f. Memiliki aktivitas bersama dengan anak Adanya aktivitas yang dilakukan informan bersama dengan anakanak. Informan menemani dan membantu anak pertama yang duduk di bangku kelas satu mengerjakan pekerjaan rumah. Informan juga menemani anak-anak menggambar, mewarnai, melihat-lihat buku yang bergambar, dan membacakan buku. g. Memiliki harapan untuk anak Informan berharap agar anak-anaknya menjadi orang yang sukses, sholeh, tidak terpengaruh dengan keadaan saat ini, dan dapat membahagiakan dirinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
“InsyaAllah kalau saya bekerja bisa sekolahin anak-anak, agar anak-anak berguna, jadi anak yang sholeh, gak terpengaruh. Mudah-mudahan gak kena yang negatif… Mudah-mudahan anakanak besok bisa membahagiakan, jadi anak soleh…” (WI.4, L806-808; WI.5, L1050-1051)
3. Gambaran Anak Dalam paragraf ini akan dijabarkan beberapa gambaran anak yang didapatkan, yaitu: a. Keaktifan anak-anak Anak-anak tampak sangat aktif, selalu bermain dan bergerak kesana kemari, terutama anak kedua. Hal ini membuat anak-anak sangat sulit untuk mendengarkan bahkan melakukan apa yang diarahkan oleh informan. Anak-anak terkesan mengabaikan dan tidak mendengarkan apa yang diucapkan dan diperintah oleh informan. Informan pun tampak kesulitan untuk membuat anak tertib dan mudah untuk diatur. Tidak jarang karena keaktifan anak-anak, antar saudara saling ribut atau berkelahi. Banyak hal yang menjadi penyebab, seperti rebutan benda atau makanan, tidak mau diajak bermain, saling ejek-ejekan, tidak diajak untuk pergi bermain, merusak barang saudaranya, dan sebagainya. b. Aktivitas anak-anak Selain beraktivitas dengan saudara kandung, anak-anak juga sudah mampu bersosialisasi dan beraktivitas dengan lingkungan sekitar, seperti lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar rumah. Aktivitas yang dilakukan anak-anak di dalam rumah seperti bermain bersama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
saudara dan informan, makan, tidur, dan belajar bersama. Aktivitas diluar rumah yang dilakukan seperti bermain sepeda, bermain layang-layang, memancing, bermain di selokan, bermain pasir, dan menonton TV di rumah saudara. c. Perilaku yang menonjol pada anak-anak Hal yang paling menonjol pada anak-anak ialah perilaku agresif. Agresi yang mereka tunjukkan dalam bentuk agresi verbal dan non verbal. Agresi verbal yang tampak seperti berbicara kotor atau tidak sopan, berteriak, dan menangis dengan kencang. Sedangkan agresi non verbal atau fisik ditunjukkan dengan memukul, menampar, mendorong, menendang, melempar benda-benda, dan merebut barang milik orang lain atau yang sedang dipegang oleh orang lain. Perilaku agresi ditujukan tidak hanya kepada sesama saudara, tetapi juga kepada teman sebaya, dan juga kepada informan. “Kapan itu saya nangis. X pulang sekolah itu lempar batu itu lho mbak sama saya… Rebutan apa gitu. X gak mau ngalah. Sekarang sudah mau mengalah sedikit. Tapi masih suka rebutan juga. Kadang Y punya makanan, direbut sama X. X tuh belum bisa ngalah mbak. Itu bikin ramai. Kalau gak berantem-berantem itu lho mbak, gelut… Kadang kalau gak boleh ikut itu dipukulin adeknya, sampai mau diinjek-injek itu lho… Kalau dulu juga ngelawan mbak. Temennya mukul, dia pukul hidung temennya… ” (WI.2, L135-136; L173-174; L175-177; L186-187 & L202-203) d. Kebersihan anak-anak yang kurang Kebanyakan pakaian yang dikenakan oleh anak-anak terdapat sobekan dan tidak bersih. Anak-anak juga terbiasa hidup tidak bersih, seperti tidak menggunakan alas kaki saat bermain, pakaian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
yang kotor, muka yang kotor, dan tangan serta kaki yang kotor. Informan kurang memperhatikan kebersihan anak-anak, sehingga anak-anak sudah terbiasa dengan keadaan yang kumuh dan kotor. Begitu pula dengan keadaan rumah yang kotor dan berantakan. e. Anak-anak menyaksikan kekerasan yang terjadi Anak-anak menjadi saksi atas kekerasan yang dilakukan suami terhadap informan. Anak-anak melihat secara langsung bagaimana suami memperlakukan informan dan melukai fisik informan. Anakanak peduli dan kasihan melihat informan yang diperlakukan kasar oleh suami. X mencoba melerai kedua orangtuanya, Y hanya diam saja, dan Z menangis. Anak-anak juga peka jika melihat informan menangis. Saat informan menangis anak-anak mencoba mendekati informan. f. Lingkungan bermain anak Lingkungan bermain yang terkadang kurang bersahabat membuat mereka memiliki masalah dengan teman sebaya. Anak-anak mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari lingkungan bermain, seperti dimusuhi, diganggu, dan mendapatkan perlakuan kasar. “Kadang sandal diumpetin sama anak-anak gede. Ya X sandalnya diumpetin. Diumpetin sama anak-anak sini, ada aja mbak. Kadang Dimusuhi, dikeroyok gitu sama anak-anak gede… Orang kadang gak ngapa-ngapain, ditendang kadang itu…” (WI.1, L74-77 & L86-87) Selain itu, lingkungan bermain anak juga mulai dicemari oleh tontonan yang tidak baik, yaitu film atau video porno.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
g. Pengasuhan suami terhadap anak-anak Karakter yang dimiliki suami informan membuat dirinya juga bersikap keras pada anak-anak, termasuk dalam pengasuhan. “Kalau dulu plak-plek. Ini sampai guling-guling. Saya bilang jangan mas. Kalau dulu dikejar sampai anaknya… Kalau mukul itu lho, gak mikir anaknya jadi cacat atau gimana. Saya bilangin jangan ngikutin emosi…” (WI.2, L564-567) Suami informan kerap menggunakan fisik untuk menertibkan anakanak, seperti memukul menggunakan sapu, memlintir tangan, dan menyubit dengan keras. Selain itu, suami informan juga memaki anak-anak dengan kata-kata kotor disaat dirinya kesal dan marah. Hal tersebut membuat anak-anak tidak menyukai ayahnya sendiri, seperti ungkapan X yang mengatakan bahwa dirinya tidak sayang pada ayahnya. “X sayang gak sama mamak? Sayang. Sama bapak? Enggak. Kenapa? Bapak sukanya nakal. Kok nakal? Bapak sukanya mukul…” (WA, L130-137) 4. Faktor yang Memengaruhi Pengasuhan Berikut faktor-faktor yang memengaruhi pengasuhan yang informan berikan terhadap anak-anak: a. Riwayat pengasuhan atau pengalaman pengasuhan Pengasuhan yang informan berikan kepada anak-anak saat ini mendapatkan peran dari riwayat pengasuhan atau pengalaman pengasuhan yang diberikan oleh ibu informan. Salah satunya ialah cara mendidik dengan menggunakan fisik. Di masa kecil informan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
dirinya kerap kali mendapatkan pengasuhan menggunakan fisik seperti dicubit. Selain itu, ibu informan juga menggunakan benda untuk memukul informan. Hal ini dilakukan ibu informan untuk menertibkan dirinya yang pada waktu itu sulit untuk diatur (ngeyel). Hal ini jugalah yang ditiru oleh informan untuk menertibkan anakanak yang sangat aktif dan sulit untuk diatur (ngeyel). b. Faktor ekonomi Faktor ekonomi juga berkontribusi dalam pengasuhan yang diberikan oleh informan kepada anak. Informan kesulitan untuk memberikan kehidupan yang layak kepada anak-anak dan mencukupi kebutuhan anak secara utuh. Terutama untuk hal kebersihan dan kenyamanan tempat tinggal yang layak huni. Keadaan saat ini jauh dari kata layak untuk menghidupi anak-anak di tengah tumbuh kembang anak. Selain itu, makanan yang bergizi juga tidak anak-anak dapatkan sebagai asupan untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dengan demikian, informan memiliki kendala untuk memberikan pengasuhan yang efektif dan baik untuk anak-anak. c. Pandangan dan karakter informan Pandangan informan juga turut memengaruhi pengasuhan yang informan berikan untuk anak. Informan meyakini bahwa dengan berlaku keras atau mendidik dengan keras, maka anak akan takut. Dengan adanya sesuatu yang ditakuti oleh anak, anak akan tertib dan mudah untuk diatur. Karakter informan yang sabar membuat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
informan sangat memaklumi setiap perilaku anak-anak sehingga terkesan membiarkan anak-anak atau memberikan kebebasan yang berlebihan (sedikit kontrol). d. Peran dan keterlibatan suami dalam pengasuhan Keterlibatan suami dalam pengasuhan sangat sedikit. Adapun peran suami dalam pengasuhan terkadang mengarah pada pengasuhan yang lebih keras dari informan. Jika informan masih dalam tahap mengancam (seperti memegang lidi tetapi tidak mengarahkan pada anak), maka suami sudah pada tahap eksekusi, seperti memukul menggunakan sapu, menyubit dengan keras, memlintir tangan, dan sebagainya. Hal ini yang terkadang membuat informan bingung untuk menyikapi sikap suami tersebut. Informan semakin tertekan dengan tuduhan suami yang mengatakan dirinya kurang tegas dan salah dalam mendidik anak. “Disalah-salahin. Itu rawat anak berdua, yang disalahin saya. Katanya didik salah, ngomong salah… ngurusinnya ya gak sepenuhnya mbak. Nyalah-nyalahin saya. Sepenuhnya saya…” (WI.2, L317-318; WI.4, L682-683) Hal itu pula yang membuat informan terkesan memberikan pengasuhan yang keras agar anak-anak tertib. Pada kenyataannya, anak-anak tidak segera mendengarkan arahan walaupun sudah ditertibkan menggunakan fisik, seperti dicubit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
A. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami. Kekerasan yang informan dapatkan yaitu kekerasan fisik berupa pukulan fisik dan menggunakan benda, kekerasan psikologis berupa perilaku suami yang berselingkuh dan makian dengan kata-kata kotor, serta kekerasan ekonomi berupa larangan informan untuk bekerja dan suami yang menghamburhamburkan uang dengan berjudi. Seperti yang telah dilaporkan dalam laporan Bank Dunia (1994), bentuk kekerasan yang banyak terjadi ialah penyiksaan terhadap istri atau penyiksaan terhadap perempuan dalam relasi hubungan intim (Intimate Partner Violence)yang mengarah pada sistematika kekuasaan dan kontrol, yaitu pasangan berupaya untuk menerapkan terhadap istri melalui penyiksaan fisik, emosi, sosial, seksual, dan ekonomi. Karakter dan sifat suami berkontribusi mendorong dirinya menjadi pelaku kekerasan, seperti tempramen, pemarah, tidak mampu mengontrol emosi, menyalahkan orang lain dan tidak mau disalahkan, impulsif, egois, agresif, cemburuan, tidak suka diatur, dan tidak memiliki ketakutan atas apa yang telah dilakukan. Pembawaan personal dalam diri suami informan sangat berpengaruh terhadap tindak kekerasan yang dilakukan kepada informan. Peran dan pandangan suami bahwa istri harus tunduk dan menurut pada suami juga menunjukkan adanya peran-peran jenis kelamin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
yang masih bersifat tradisional di dalam rumah tangga. Dalam posisi salah, suami tetap merasa yang benar dan informan tidak boleh membantah. Penyebab lain terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ialah perselisihan verbal yang terjadi antara informan dan suami. Adanya larangan informan untuk bekerja membuat kebebasan yang dimiliki informan dibatasi dan informan menjadi ketergantungan terhadap kebutuhan dan keuangan pada suami. Hal ini memungkinkan informan menerima tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami. Ketergantungan secara ekonomi istri terhadap suami berkaitan erat dengan kekerasan yang berat (Berkowitz, 1994), seperti yang dialami oleh informan. Keadaan ekonomi rumah tangga informan dalam status ekonomi yang rendah turut menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Kemiskinan, pengangguran, pekerjaan serabutan, dan sulitnya mencari pekerjaan memunculkan stres dalam situasi rumah tangga. Hal tersebut mendukung suami untuk menyalurkan stres atau ketegangan yang suami rasakan dengan melakukan tindak kekerasan. Zastrow & Browker (dalam Wahab, 2006) menyatakan bahwa kekerasan sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan oleh situasi frustasi. Selain itu, suami kerap kali menyalahkan informan atas kondisi ekonomi yang terjadi di dalam rumah tangga. Kekerasan yang terjadi tidak hanya menjadi satu kejadian tunggal tetapi kekerasan yang didapatkan terus berulang. Oleh karena itu, dampak dari kekerasan yang didapatkan semakin bertambah dan sangat berdampak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
bagi informan. Dampak yang dirasakan informan yaitu dampak secara fisik dan psikologis. Dampak kekerasan yang dirasakan informan membuat dirinya menjadi
pasif
dan
mengalami
penurunan
kemampuan
dalam
menyelesaikan masalah. Informan banyak termenung, memikirkan kondisi dan keadaan dirinya, keadaan suami dan kekerasan yang suami lakukan, memikirkan perekonomian keluarga, serta memikirkan anak-anak. Emosiemosi negatif yang dirasakan informan membatasi perhatiannya (Basso, et al., 1996). Emosi negatif yang dirasakan dianggap memiliki potensi untuk proses perhatian yang tidak teratur, sehingga informan sulit untuk mempertahankan fokus perhatian (Rothbart & Bates, 1998; Ruff & Rothbart, 1996). Keadaan tersebut membuat informan kesulitan untuk menyediakan kebutuhan emosi akan keamanan dan kenyamanan yang konsisten bagi anak. Terlihat dari pengasuhan yang informan berikan kepada anak-anak. Terbagi diantara rasa sedih, marah, kecewa dan takut dengan tuntutan memberikan rasa nyaman dan aman bagi anak, termasuk dalam pengasuhannya (Margaretha, 2012). Ketidakkonsistenan informan terlihat dari pengasuhan yang diberikan untuk anak-anak, yaitu adanya pengasuhan yang bersifat positif dan negatif. Pengasuhan yang positif mampu menunjukkan informan mampu berfungsi dengan baik sebagai seorang ibu (well function)yang menjadi figur utama dalam pengasuhan. Adanya naluri keibuan yang masih melekat dalam diri informan. Hal ini tampak dari cara informan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
memberikan perhatian kepada anak dan mementingkan kebutuhan serta kepentingan anak. Hal ini menunjukkan adanya kepekaan informan terhadap kebutuhan anak-anak. Selain itu, sebagai salah satu cara penyesuaian kebutuhan hidup dan pemenuhan tanggung jawab informan untuk membesarkan serta memenuhi kebutuhan anak (Berns, 1997). Menjaga anak-anak dari hal-hal yang tidak baik menunjukkan bahwa informan berusaha melindungi anak-anak dari pengaruh yang buruk untuk tumbuh-kembang mereka. Informan peka terhadap apa yang sedang dihadapi oleh anak-anak. Selain itu, informan mendidik dan mengajarkan hal-hal baik kepada anak-anak. Hal ini dilakukan agar anak-anak mampu bersikap sesuai dengan tuntutan sosial, yaitu dengan sopan santun. Keseharian informan sebagai ibu rumah tangga membuat informan memiliki waktu yang utuh untuk bersama dengan anak-anak. Adanya aktivitas yang dilakukan bersama mengarah pada terjalinnya komunikasi dan hubungan yang baik antara anak-anak dan informan. Dengan demikian, informan dapat semakin membentuk kelekatan dengan anakanak. Informan juga berusaha untuk memahami karakter anak-anak sehingga informan semakin mengerti dan tahu cara menyikapi anak-anak. Cita-cita dan harapan informan untuk anak-anak di masa depan menunjukkan adanya tujuan yang baik dari pengasuhan yang informan berikan (Levine dalam Martin & Colbert, 1997). Hubungan yang tidak harmonis dengan suami memicu informan mengalami stres pengasuhan. Stres pengasuhan menandakan adanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
gangguan dalam pengasuhan. Hal ini ditunjukkan dari kebingungan dan ketidaktahuan informan dalam menghadapi anak-anak yang sangat aktif ditengah keadaannya yang demikian. Akibat yang ditimbulkan ketika informan mengalami stres pengasuhan adalah menurunnya kualitas dan efektivitas pengasuhan yang diberikan untuk anak-anak (Lestari, 2012). Pengasuhan negatif yang informan berikan kepada anak-anak sebagai salah satu konsekuensi stres pengasuhan yang dialami oleh informan. Stres pengasuhan disebabkan oleh kondisi anak-anak yang sangat sulit diatur, kondisi kehidupan dengan riwayat kekerasan yang dialami oleh informan yang menimbulkan stres, tidak adanya dukungan sosial terutama dukungan yang diberikan oleh suami, dan perekonomian keluarga yang kurang mendukung (Satiadarma, dalam Supatri, 2014). Pengasuhan negatif yang informan berikan dalam bentuk pengasuhan menggunakan fisik atau menyakiti fisik, membohongi anak, dan mengancam anak. Pengasuhan yang informan berikan juga terkesan membiarkan anak-anak bebas melakukan apa saja. Batasan dan kendali yang diberikan kepada anak-anak hanya sedikit. Adanya kebebasan yang cukup berlebihan dan arahan yang tidak konsisten membuat anak-anak menjadi terbiasa untuk bebas dan menjadi sulit untuk diatur serta mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang lebih agresif dan impulsif (Martin & Colbert, 1997). Dampak yang terlihat pada anak dari pengasuhan yang informan, seperti kurang dapat mengontrol diri, berharap mendapatkan apa yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
diinginkan, tidak mau patuh, sulit mengendalikan perilaku, suka melawan, dan tidak bertanggungjawab. Pengasuhan fisik ialah aktivitas yang dilakukan bersama anak agar anak dapat bertahan hidup dengan baik, yaitu dengan menyediakan kebutuhan dasar, seperti makan, kehangatan, dan ketenangan waktu tidur (Hughoghi, 2004). Kebutuhan dasar seperti kebersihan dan kenyamanan yang diberikan oleh informan masih sangat kurang. Keadaan rumah yang berantakan dan kotor sangat tidak mendukung pemberian pengasuhan fisik dalam aspek tersebut. Anak-anak menjadi terbiasa dengan kehidupan yang tidak teratur. Selain itu, keadaan ekonomi yang kurang mendukung membuat informan tidak mampu memberikan pengasuhan yang efektif kepada anak-anak, seperti memberikan makanan yang bergizi dan menyediakan kenyamanan dengan rumah yang layak huni untuk mendukung tumbuh-kembang anak. Pengasuhan yang efektif mengandalkan kondisi hidup, mental baik orangtua, pernikahan yang bahagia, dan kondisi ekonomi yang baik (Schoppe-Sullivan dkk, 2007). Kenyataannya pada kehidupan informan, kekerasan yang didapatkan, mental yang tergoncang sebagai dampak dari kekerasan yang diterima, dan kondisi perekonomian keluarga yang buruk semakin mengarahkan informan pada pengasuhan yang tidak efektif. Relasi antara informan dan suami memengaruhi cara mereka bertindak sebagai orangtua terhadap anak (Schact, Cummings, & Davies, 2009). Konflik pernikahan yang terjadi dan atmosfer keluarga yang tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
baik juga turut memberikan dampak bagi perkembangan anak-anak. Seperti yang dijelaskan dalam teori ekologi Brofenbrenner, mikrosistem menyebutkan bahwa keluarga merupakan organisasi yang dekat dan memiliki interaksi langsung oleh anak. Oleh karena itu, keadaan keluarga dan keadaan orangtua berperan dan berpengaruh dalam tumbuh kembang anak-anak. Perilaku agresif yang anak-anak tunjukkan sangat menonjol dalam kehidupan sehari-hari, yaitu agresi verbal dan non verbal atau fisik. Anak yang terekspos perselisihan orangtua menunjukkan tingginya perilaku eksternalisasi,
seperti
agresif,
perkelahian,
ketidakpatuhan,
dan
permusuhan (Kaczynsky, Lindahl, Malik, & Laurenceau, 2006). Anak-anak yang menyaksikan kekerasan yang terjadi di dalam keluarga atau yang terjadi pada orangtuanya sering dicirikan dengan teriakan yang berlebihan dan berlanjut pada ketidaknormalan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang tampak dalam permasalahan emosi (Jaffe, dalam Wahab, 2006). Seperti halnya pada anak informan, yang kerap kali menunjukkan agresi verbal dengan teriakan yang kencang dan ketidakmatangan emosional, seperti sikap agresif yang ditunjukkan anakanak saat marah yang kemudian berlanjut dengan menangis. Kondisi lingkungan
yang
menimbulkan
ketegangan
memicu
tingginya
emosionalitas anak-anak (Hurlock, dalam Anggadewi, 2007). Anak-anak belum mampu belajar mengidentifikasi, memahami, dan memilih emosi yang tepat. Anak-anak di masa kanak-kanak awal rentan dengan ledakan-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
ledakan amarah yang muncul karena ketidakseimbangan, sehingga anak menjadi sulit untuk diatur atau dikendalikan (Hurlock, dalam Anggadewi, 2007). Perlakuan buruk yang kerap didapatkan anak-anak dari teman sebaya menunjukkan kurangnya penerimaan dari lingkungan bermain terhadap anak. Hal ini berkaitan dengan teori Ekologi Brofenbrenner dalam mikrosistem yang menyebutkan bahwa bagaimana anak bereaksi atau bertindak terhadap orang lain dalam mikrosistem akan memengaruhi bagaimana mereka diperlakukan sebaliknya. Selain itu, dalam berelasi dengan teman bermain, kerap kali anak-anak mudah terpancing keributan. Hal tersebut membuat anak memiliki relasi yang sedikit dengan teman sebaya atau teman bermain. Delange (1986) mengungkapkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga berdampak terhadap kompetensi dan perkembangan sosial-kognitif anak usia pra-sekolah. Kekerasan dalam rumah tangga yang disaksikan oleh anak-anak dapat memberikan dampak dalam jangka panjang kepada mereka. Anakanak berpotensi menjadi pelaku kekerasan atas riwayat kekerasan yang pernah disaksikan bahkan pengalaman mendapatkan perilaku kasar dari keluarga (Dewi, 2007). Anak-anak berpotensi dan memiliki kemungkinan belajar bahwa kekerasan adalah salah satu cara untuk menyelesaikan konflik.
Dalam
teori
Bandura,
pembelajaran
dilakukan
dengan
menggunakan observasi terhadap hal-hal yang dilakukan oleh orang lain. Anak-anak belajar dari apa yang mereka dengar dan lihat di dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
keluarga. Seperti yang tampak pada anak-anak informan yang belajar bahwa melontarkan kata-kata yang tidak sopan merupakan salah satu cara untuk menyalurkan kemarahan dan menunjukkan penolakan atau bantahan. Pengasuhan yang informan berikan kepada anak-anak tidak hanya dipengaruhi dari dampak kekerasan yang didapatkan informan. Riwayat pengasuhan atau pengalaman pengasuhan yang informan miliki turut memberikan pengaruh kepada pengasuhan yang saat ini informan berikan kepada anak-anak. Dari pengasuhan yang ibu informan berikan kepadanya dahulu dapat menertibkan dirinya yang sulit diatur. Dalam keadaan yang sama seperti saat ini, anak-anak informan sangat sulit diatur dan sulit untuk diberitahu. Informan turut mengikuti pengasuhan yang dahulu diberikan oleh ibunya untuk menertibkan informan yaitu menggunakan fisik, seperti menyubit, memukul menggunakan benda. Hal ini sesuai dengan teori kognitif sosial Bandura yang menjelaskan bahwa prosesproses kognitif memiliki kaitan penting dengan lingkungan dan perilaku. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan observasi terhadap hal-hal yang dilakukan orang lain dan selanjutkan meniru apa yang dilakukan tersebut. Adanya pengalaman pengasuhan yang informan miliki membuat informan memiliki pandangan bahwa dengan pengasuhan yang keras seperti menggunakan fisik, maka anak-anak akan menjadi takut. Hal tersebut akan membuat anak-anak mudah untuk diatur atau dikendalikan di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
tengah keadaan anak-anak yang sangat sulit untuk diberitahu secara verbal. Selain itu, karakter informan yang cukup sabar dan kurang tegas membuat dirinya kurang mampu menyikapi keadaan anak-anak yang sangat sulit untuk diatur. Keterlibatan suami dalam pengasuhan terkadang sedikit membantu informan dan terkadang menjadi kendala bagi informan untuk memberikan pengasuhan yang baik dan efektif untuk anak-anak. Suami membantu informan dalam pengasuhan seperti menemani anak bermain di rumah di saat suami berada di rumah. Akan tetapi, tugas pengasuhan tetap diberatkan pada informan. Peran suami sangat sedikit. Keterlibatan suami yang menjadi kendala bagi pengasuhan ialah suami yang kerap kali memberikan pelajaran kepada anak-anak melalui fisik, seperti untuk menertibkan anak-anak yang berkelahi atau tidak bisa diatur. Sementara dalam pengasuhan sangat dibutuhkan adanya kerja sama orangtua agar tercipta pengasuhan yang efektif untuk anak-anak. Pengasuhan merupakan tugas dan tanggungjawab kedua orangtua untuk anak. Orangtua bersifat dwitunggal dan menjadi satu kesatuan dalam memberikan pengasuhan. Jika salah satu pihak saja yang diberatkan dalam pengasuhan, maka pengasuhan
yang diberikan tidaklah efektif. Selain itu, adanya
kecenderungan untuk menyalahkan pihak yang mendapatkan tugas pengasuhan yang lebih. Seperti halnya yang terjadi pada informan yang disalahkan atas pengasuhan yang dirinya berikan kepada anak-anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
Gambar 2. Bagan Pengasuhan
-Beraktivitas dengan anak -Kekerasan yang dialami
INFORMAN
-Sikap dan sifat suami
Pengasuhan tidak efektif
Membiarkan/ kebebasan yang berlebihan
PENGASUHAN
-Peran dan keterlibatan suami dalam pengasuhan -faktor ekonomi
Anak-anak sulit diatur
Membohongi Mengancam
-karakter dan pandangan informan -riwayat pengasuhan
Menggunakan fisik/ menyakiti fisik
-Mementingkan kebutuhan anak
Well function as mother
-Menjaga anak-anak dari hal yang tidak baik -Memiliki harapan untuk anak -Memahami karakter anak -Mengajarkan hal-hal yang baik -Memberikan perhatian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan masih mampu memberikan pengasuhan meskipun tidak optimal. Informan dapat menunjukkan keefektifan dalam memberikan pengasuhan melalui pengasuhan positif. Pengasuhan positif yang bertujuan untuk mendidik dan mendukung tumbuh- kembang anak. Hal ini didukung oleh intensitas yang informan miliki terhadap anakanak, adanya sifat dasar ibu atau naluri keibuan dalam diri informan, dan masih adanya harapan informan untuk anak-anak dan keluarga. Akan tetapi, sebagian besar pengasuhan yang diberikan informan tidak efektif dan ditunjukkan melalui pengasuhan negatif. Hal ini disebabkan oleh perlakukan suami yang memberikan kekerasan dalam rumah tangga dan berdampak bagi informan, tanggungjawab pengasuhan yang hanya dipegang oleh informan atau sedikit sekali peran suami dalam pengasuhan, pengaruh buruk yang diberikan suami kepada anak-anak, dan keadaan ekonomi keluarga. Kekerasan
yang
terjadi
dan
ketidakefektifan
dalam
pengasuhan
memberikan dampak pada anak-anak, yaitu tingkat keagresifan yang tinggi yang ditunjukkan dalam perilaku agresi secara verbal dan non-verbal, anakanak kurang mampu mengontrol diri, sulit mengendalikan perilaku, tidak mau patuh, suka melawan, tidak bertanggungjawab, dan berharap mendapatkan apa yang diinginkan.
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
B. Kelemahan Penelitian Beberapa kelemahan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara kepada significant other kurang mendalam sehingga tidak semua hasil wawancara kepada informan dapat di cross check. 2. Peneliti kurang dapat mengontrol arah pembicaraan disaat informan memberikan informasi sehingga ada beberapa bagian dalam sesi wawancara dimana informan memberikan informasi diluar bagian pedoman wawancara.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu: 1. Bagi istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga a. Hendaknya korban kekerasan mengikuti pendampingan psikologis atau konseling agar mampu mengambil sikap terhadap kekerasan yang diterima dari suami, mampu memutus fase kekerasan yang dialami, dan menata kembali kehidupan yang baik b. Bagi korban kekerasan dalam rumah tangga yang menjadi seorang ibu, hendaknya mampu mencari penyelesaian yang baik atas kondisi psikologis yang berdampak bagi pengasuhan yang diberikan untuk anakanak. Sehingga dengan begitu, anak-anak tetap mendapatkan haknya yaitu menerima kehangatan dan keefektifan seorang ibu dalam memberikan pengasuhan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
2. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga Pemerintahan yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak a. Diharapkan memberikan penanganan yang tepat dan pendampingan psikologis secara berkala mengingat korban kekerasan memiliki tanggungjawab dalam pengasuhan dan menjadi figur utama dalam pengasuhan. 3. Bagi peneliti selanjutnya a. Ada baiknya mempertimbangkan penentuan informan penelitian mengingat kesulitan dalam menemukan dan mempertahankan informan. b. Ada baiknya menggunakan informan dengan karakteristik yang lain atau berbeda supaya semakin bervariasi dan luas hasil penelitian yang didapatkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Affandi, Dedi. Rosa, Wendy Y. Suyanto. Khodijah. Widyaningsih, Chunin. (2012). Karakteristik Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. J Indon Med Assoc. 62(11). Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Ahmadi, Abu. (1992). Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Ahmadi, Rulam. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta; ArRuzz Media. Aprilianto, Toge. (2013). Saatnya Melatih Anakku Berpikir. Bandung: Nuansa Cendekia. Berk, Laura E. (2012). Development Through the Lifespan. Vol. 1. Edisi Kelima. Jakarta: PustakaPelajar. Bee, Helen & Boyd, Denise. (2004). The Developing Child. 10 th ed. USA: Pearson Education, Inc. “Betapa Pentingnya Pengasuhan Anak”. Diunduh dari http://tfmpacitan.blogspot.com/2011/12/betapa-pentingnyapengasuhan-anak.html, pada 7 Agustus 2015, pukul 15.30 WIB.
Dewi, Nia Risa. (2007). Kekerasan dalam rumah tangga. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Universitas Sriwijaya Palembang. ISSN 0-8531773. English, J. Diana. Marshall, B. David. Stewart, J. Angela. (2003). Effects of family violence on child behavior and health during early childhood. Journal of Family Violence. Vol 18(1). Feldman, Robert S. (2012). Pengantar Psikologi. Buku 2. Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika. “Gaya Pengasuhan Negatif pada Anak”. Diunduh dari http://fyamadea.blogspot.com/2012/01/gaya-pengasuhan-negatifpada-anak.html, pada 9 Agustus 2015, pukul 11.35 WIB.
Ghony, M. Djunaidi & Almansyur, Fauzan. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Gordon, Thomas. (1984). Menjadi Orangtua yang Efektif. Jakarta: Gramedia. Gunawan, Imam. (2013). Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
Halket, M. Megan. Gormley, Katelyn. Mello, Nicole. Rosenthal, Lori. Mirkin, Marsha P. (2014). Stay with or leave the abuser? The effects of domestic violence victims decision on attributions made by youngadults. J Fam Viol. 29. 35-49. DOI 10.1007/s/10896-0139555-4. Hans, D. Jason. Haselschwerdt, L. Megan. Hardesty, L. Jennifer. Frey, M. Frey. (2014). The effect of domestic violence allegations on custody evaluators’ recommendations. Journal of Family Psychology. 0893-3200/14. Hardy, Malcolm & Heyes, Steve. (1988). Pengantar Psikologi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Herdiansyah, Haris. (2013). Wawancara, Observasi, dan Focus Groups Sebagai Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Herdiansyah, Haris. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmuilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Herdiansyah, Haris. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika. Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Ibrahim, Zakaria. (2002). Psikologi Wanita. Bandung: Pustaka Hidayah. Indu. Mahananda, Manju. Anshu. (2015). Parenting patterns of domestic violence victims and its impact on emotional maturity of their children. Golden Research Thought. 4(9). ISSN 2231-5063. Itzin, Catherine. Taket, Ann. Godfrey, Sarah Barter. (2010). Domestic and Sexual Violence and Abuse. London and New York: Routledge. Kartono, Kartini. (1992). Psikologi Wanita. Jilid kedua. Bandung: Mandar Maju. Keumalahayati. (2007).Kekerasan pada istri dalam rumah tangga berdampak terhadap kesehatan reproduksi. Jakarta: Info Media. Kertamuda, Fatchiah E. (2009). Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika. “Konsep Pengasuhan Parenting”. Diunduh dari https://okvina.wordpress.com/2009/02/18/konsep-pengasuhanparenting/ pada 9 Agustus 2015, pukul 11.30 WIB.
Kristyanti, Johana R. (2004). Memahami dinamika kekerasan pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Jurnal psikologi. Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta. 13(1).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
Lemme, Barbara Hensen. (1995). Development In Adulthood. United States of America: A. Simon & Schuster Company. Lestari, Sri. (2012). Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Matlin, Margaret W. (2012). The Psychology of Women. 7 th ed. United States of America: Wadsworth, Cengage Learning. Moleong, Lexy J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Monks, F. J., Knoers, A. M. P., Dekker, & Vegt, Van De. (2006). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Old Sally, B, et all. (2004). Maternal- Newborn Nursing & Womens Health Care. 7 th ed. New Jersey:Prentice Hall. Papalia, Diane E., Olds, Sally Wendkos., & Feldman, Ruth Duskin. (2009). Human Development. Buku 1. Edisi Kesembilan. Jakarta: Salemba Humanika. Papalia, Diane E., Olds, Sally Wendkos., & Feldman, Ruth Duskin. (2009). Human Development. Buku 1&2. Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika. Papalia, Diane E & Feldman, Ruth Duskin. (2014). Menyelami Perkembangan Manusia. Buku 1. Edisi 12. Jakarta: Salemba Humanika. “Perkembangan Psikopatologi dalam Trauma KDRT: Manifestasi trauma KDRT pada masa perkembangan kanak hingga remaja”. Diunduh darihttp://margaretha-fpsi.web.unair.ac.id/pada 15 Oktober 2014, pukul 19.30 WIB. Poerwandari, K. (1998). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3. Prastowo, Andi. (2014). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Santrock, John W. (2012). Life-span Development. Edisi 13. Jakarta: Erlangga. Silalahi, Karlinawati & Meinarno, Eko A. (2010). Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman. Jakarta: Rajawali Pers. Spaccarelli, Steve. Sandler, Irwin N. Roosa, Mark. (1994). History of spouse violence against mother: correlated risks and unique effects in child mental health. Jurnal of Family Violence. 9(1). DOI 08857482/94/0079.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
Strack E, Flipteraf. (1996). Women at Risk: Domestic Violence and Womens Health. California,USA: Sage Publications. Supatri, Ayu. (2014). Pengasuhan orangtua yang memiliki anak retardasi mental. Diunduh dari http://digilib.uinsby.ac.id/11183/5/bab%202.pdf. Supratiknya, A. (2015). Metodologi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif dalam Psikologi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Upton, Penney. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Wade, Carole & Tavris, Carol. (2007). Psikologi. Jilid 2. Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga. Wahab, Rochmat. (2006). Kekerasan dalam rumah tangga: Perspektif Psikologis dan Edukatif. Yogyakarta: UII. [On-line]. Available FTP: www.staff.uny.ac.id. Wimbarti, Supra. (2006). Pengukuran kebutuhan untuk perancangan intervensi sosial & penurunan resiko tindak kekerasan dalam keluarga di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. 33(2), 1-12. ISSN: 0215-8884 Yin, Robert K. (1989). Case Study Research: Designs and Methods. 2 th ed. California, United States of America: Sage Publication, Inc.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 1 Inform Consent
105
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
INFORMED CONSENT
Saya, Martha Veronica adalah mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian terkait pengasuhan yang diberikan ibu kandung yang memiliki pengalaman sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengasuhan yang diberikan oleh ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak dan hal yang terkait didalamnya. Proses pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara yang akan dilakukan secara personal. Bila anda berkenan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, berarti anda memberikan informasi yang sejelas-jelasnya terkait kehidupan anda, proses yang anda jalani menjadi seorang ibu, dan pengasuhan yang anda berikan kepada anak anda. Saya meminta kesediaan anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Wawancara akan dilaksanakan beberapa kali, mengikuti dengan waktu yang kita sepakati bersama. Selama wawancara berlangsung anda bebas mengemukakan apapun yang anda mau dan anda juga berhak untuk memberhentikan proses wawancara jika mengganggu kenyamanan anda. Anda juga berhak untuk tidak mengemukakan yang tidak ingin anda ungkapkan. Wawancara akan dilaksanakan secara personal atau pribadi. Selama wawancara berlangsung, seluruh pembicaraan akan direkam. Bila memungkinkan, wawancara juga akan dilaksanakan pada anak anda. Hal ini dilihat terlebih dahulu, apakah anak tersebut sudah dapat diajak untuk proses wawancara. Selain itu, beberapa waktu saya juga akan ikut masuk ke dalam kehidupan sehari-hari anda dan beraktivitas bersama anda. Identitas anda dan keseluruhan data atau informasi yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
saya dapatkan dari penelitian ini, akan saya jamin kerahasiaannya, sehingga tidak ada yang mengetahuinya. Bila anda mempunyai pertanyaan terkait penelitian ini, anda dapat menghubungi saya Marta Veronica: 085729911258. Terima kasih.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
LEMBAR PERSETUJUAN Dengan ini saya menyatakan persetujuan saya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Saya menyatakan bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini saya lakukan dengan sukarela atau tanpa paksaan dari pihak manapun dan dengan kesadaran penuh. Saya memperkenankan peneliti untuk menggunakan informasi yang saya berikan untuk dipergunakan sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian. Dalam berpartisipasi dalam penelitian ini, saya menyetujui untuk bertemu dan melakukan wawancara pada waktu dan tempat yang akan kami sepakati bersama. Dalam melakukan wawancara, saya juga memperkenankan peneliti untuk menggunakan alat perekam untuk menghindari kesalahan dan adanya informasi yang kurang lengkap mengenai diri saya yang akan digunakan sebagai data penelitian. Yogyakarta,
Oktober 2015
Mengetahui Peneliti
Informan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 2 Member Checking
109
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
LEMBAR PERNYATAAN TELAH MELAKSANAKAN MEMBER CHECKING
Dengan ini saya, Martha Veronica selaku peneliti yang melakukan penelitian terkait pengasuhan dari ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan informasi seputar kehidupan, pengalaman dan pengasuhan dari informan yang bersangkutan. Saya telah mengkomunikasikan kembali hasil yang saya dapatkan dari penelitian yang saya lakukan kepada informan. Hal ini dilakukan agar saya selaku peneliti benar-benar memuat hasil penelitian yang sebenarnya tanpa adanya tambahan dan pengurangan atau manipulasi data. Dengan demikian, peneliti telah memuat hasil penelitian berdasarkan informasi yang diberikan oleh informan.
Mengetahui, Informan
Tanggal
:
Tempat
:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 3 Tabel Kategori Tema dan Sub-kategori Tema
111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
LAMPIRAN 3. TABEL KATEGORI TEMA DAN SUB-KATEGORI TEMA
No 1
Tema Keseharian informan
Sub-Kategori Tema -
Keseharian sebagai Ibu rumah tangga
2
Latar belakang/ masa lalu informan
-
Masa kecil informan
-
Keputusan untuk mandiri
-
Didikan yang keras dari ibu
-
Perekonomian keluarga (berkekurangan)
3
4
Latar belakang/ masa lalu suami
Karakter atau sifat informan
-
Masa kecil suami
-
Riwayat pendidikan
-
Pergaulan suami informan
-
Tahu diri
-
Menerima keadaan dengan bersyukur
5
6
Karakter atau sifat suami
Keadaan informan
-
Pasrah (nerimo)
-
Sabar
-
Mengalah
-
Menjunjung harga diri
-
Impulsif
-
Agresif
-
Pemarah
-
Egois
-
Tidak konsisten
-
Terbebani karena sifat suami, keadaan suami, dan anak-anak
-
Keraguan terhadap perubahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
suami -
Mempertahankan rumah tangga
-
Serba salah
-
Malu dengan kehamilan anak keempat
7
8
9
Keadaan suami
Sikap suami terhadap informan
Sikap informan terhadap suami
-
Memiliki kebiasaan buruk
-
Melakukan perbuatan amoral
-
Adanya sedikit perubahan
-
Tidak memiliki pekerjaan
-
Menyalahkan informan
-
Menuduh informan
-
Menyuruh informan untuk pergi
-
Melarang informan untuk bekerja
-
Membantah tuduhan suami
-
Mengingatkan dan mensehati suami
-
Membiarkan suami mengikuti keinginannya
10
11
12
Riwayat pernikahan/ rumah tangga
Permasalahan dalam rumah tangga
Kekerasan yang dialami
-
Mengalah dan memilih diam
-
Usia menikah
-
Perekonomian yang stabil
-
Permasalahan ekonomi
-
Pekerjaan suami yang serabutan
-
Informan tidak memiliki pekerjaan
-
Kekerasan psikologis
-
Kekerasan fisik
-
Kekerasan ekonomi
-
Mengancam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
14
15
114
Latar belakang kekerasan yang
-
Faktor ekonomi
terjadi (penyebab kekerasan)
-
Karakter atau sifat suami
Dampak kekerasan
-
Sakit fisik
-
Psikosomatis
-
Stres
-
Mengambil keputusan pulang ke
Sikap istri terhadap kekerasan
rumah orangtua -
Menyadari bahaya yang mengancam
-
Mengambil keputusan untuk berpisah
-
Mempertimbangkan keputusan berpisah
16
Pasca kekerasan
-
Masih memiliki ketakutan
-
Merasa sedikit aman atau dampak positif melapor.
17
Anak
-
Keaktifan anak-anak
-
Aktivitas anak-anak
-
Perilaku agresi nonverbal
-
Menyaksikan kekerasan yang terjadi
-
Ada perubahan yang positif
-
Berpenampilan kotor
-
Kegemaran anak-anak
-
Berani bertindak
-
Peduli terhadap informan
-
Meniru perilaku suami informan
-
Diperlakukan tidak baik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
115
-
Memiliki keingintahuan
-
Egois
-
Mandiri
Pengasuhan dari informan kepada
-
Menertibkan anak
anak-anak
-
Mengarahkan dan mengajarkan untuk berlaku sopan
19
-
Melindungi anak
-
Memahami karakter anak
-
Tegas terhadap anak
-
Memperingatkan anak
-
Menegur dan menasehati anak
-
Memberikan batasan
-
Mementingkan kebutuhan anak
-
Kepedulian terhadap anak
Permasalahan dan kesulitan dalam
-
Anak-anak yang sulit diatur
pengasuhan
-
Kekhawatiran informan terhadap lingkungan bermain anak
20
Lingkungan sekitar
-
Keterbatasan informan
-
Lingkungan yang keras dan tidak bersahabat
21
Harapan informan
-
Perubahan pada suami
-
Masa depan anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 4 Tabel Kategorisasi
116
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
LAMPIRAN 4. TABEL KATEGORISASI
No
Kategori tema
Sub kategori tema
Pernyataan Informan
1
Keseharian informan Keseharian sebagai ibu Informan sehari-hari beraktivitas di dalam rumah tangga
2
Latar
rumah dan merawat anak. (WI.1, L2&L14)
belakang/ Masa kecil informan
masa lalu informan
Ayah informan meninggal disaat informan masih berusia kanak-kanak. (WI.1, L6-9)
Keputusan mandiri
untuk Informan memutuskan untuk merantau, tinggal jauh dari orangtua, melanjutkan pendidikan dan mencari pekerjaan. (WI.1, L18-19; WI.3, L618-622; WI.5, L972-974)
Didikan yang keras dari Informan mendapatkan pengasuhan yang ibu
cukup keras dan menggunakan fisik karena sulit diatur. (WI.3, L586-589; WI.5, L918-921)
Anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118
Perekonomian keluarga Ibu informan menafkahi dengan berkebun (berkekurangan)
dan
sesekali
dibantu
oleh
anggota
keluarga yang lain. Disaat informan akan melanjutkan pendidikan, kebun milik nenek informan dijual. (WI.3, L597-603) 3
Latar
belakang/ Masa
masa lalu suami
kecil
suami Ditinggal orangtuanya sejak usia kanak-
informan
kanak sehingga dirawat oleh saudaranya. Suami informan sebagai anak laki-laki satu-satunya menjadikan dirinya dimanja dan segala permintaannya dipenuhi atau dituruti. (WI.2, L555-559; WI.4, L829-830; WI.5, L933-934)
Riwayat pendidikan
Suami
informan
pendidikan
di
tidak
bangku
menamatkan sekolah
dan
memutuskan sekolahnya saat duduk di bangku sekolah dasar kelas empat. (WI.4,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
L831-833)
Suami informan memiliki pengalaman Pergaulan
suami pergaulan yang tidak baik, seperti ugal-
informan
ugalan
dengan
motor,
berganti-ganti
motor, perjudian, dan perempuan. (WI.4, L831-832; WI.5, L935-937 & L942-944)
4
Karakter/
sifat Tahu diri
Informan memahami dirinya, keadaan
informan
dirinya,
keterbatasannya,
dan
situasi
kondisi yang terjadi. Oleh karena itu, informan tidak banyak menuntut. (WI.1, L42-47; WI.2, L302-303; L314416; WI.5, L1131-1134)
Menerima
keadaan informan mampu menerima keadaan dan
dengan bersyukur
kenyataan kehidupannya dengan masih adanya rasa syukur. (WI.1, L56-58)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
Pasrah (“nerimo”)
informan pasrah atas kehidupan yang sedang dijalani dan masalah yang sedang dihadapi. Informan percaya akan ada jalan,
berusaha
dengan
berdoa,
dan
berpikir positif. (WI.2, L451-452; WI.2, L476-478; WI.2, L502-503; WI.4, L710-711; WI.4, L865866)
Sabar
informan
menghadapi
masalah
dan
keadaannya dengan sabar dan lapang dada. (WI.2, L476; WI.5, L1094-1096) Mengalah Informan tidak mau mempersulit keadaan dan menambah masalah dengan cara mengalah terhadap lingkungan sekitar dan perilaku suami serta sikap suami terhadap dirinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
Menjunjung harga diri
(WI.1, L65-67; WI.2, L481-482) Di tengah keadaannya, informan berusaha menjunjung
harga
dirinya
yang
ditunjukkan dari ketidakinginannya untuk selalu dipersalahkan (melawan dengan marah). (WI.2, L305-306; WI.2, L512-513) 5
Karakter/ sifat suami Agresif
Suami informan kerap berlaku agresi, baik agresi verbal dan non-verbal kepada informan, anak, dan anggota keluarga lain. (WI.2, L294-295; WI.2, L399-400; WI.2, L483; WI.2, L499-500; WI.2, L567-568; WI.4, L845-846; WI.5, L891)
Impulsif Suami
informan
sulit
dorongan-dorongannya,
mengendalikan sehingga
dimunculkan dengan perilaku memaksa. Jika
tidak
terpenuhi
berujung
pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
amarah, salah satunya saat ingin bermain catur (judi). (WI.2, L241-242; WI.2, L332,337; WI.5, L1073; WI.5, L10841086) Pemarah Suami
informan
kurang
mampu
mengontrol emosi, terutama emosi marah sehingga
emosi
yang
dimunculkan
meledak-ledak. (WI.4, L693; WI.4, L848851; WI.5, L892-895) Egois Suami
informan
mementingkan
kepentingan diri dan mau menang sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan ia yang sulit diberitahu, tingginya keinginan untuk menyalahkan tetapi tidak mau disalahkan meskipun
bersalah.
353;WI.4, L702-703)
(WI.2,
L353-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
Suami informan mampu menunjukkan Tidak konsisten
sedikit
perubahan
yang
baik,
tetapi
perubahan tersebut bersifat sementara. (WI.2, L493; WI.4, L687-688)
Suami informan tidak menyukai aturanMenginginkan
aturan yang ada, seperti saat tinggal di
kebebasan
panti sosial, suami informan tidak betah karena ada peraturan yang harus diikuti (WI.2, L419-425)
6
Keadaan informan
Terbeban karena sifat Informan lelah menghadapi sifat suami suami, keadaan suami, yang pemarah, tidak mau mendengarkan, dan anak-anak
memilih-milih pekerjaan, dan anak-anak yang sangat sulit diatur. (WI.2, L249-253; O4, L11-12; O6, L82-83)
Malu kehamilan keempat
dengan Informan malu kehamilannya diketahui anak oleh warga sekitar. (WI.5, L1022-1025)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124
Informan mempertahankan rumah tangga Mempertahankan
demi
rumah tangga
L284)
Keraguan
kepentingan
terhadap Informan
perubahan suami
belum
anak-anak.
sepenuhnya
(WI.2,
percaya
terhadap perubahan yang ditunjukkan oleh suami. (WI.2, L289-291; WI.2, L404-405; WI.2, L514-515)
Serba salah
Informan bingung harus bertindak seperti apa untuk menghadapi suaminya. (WI.5, L1044-1046)
7
Keadaan suami
Memiliki buruk
kebiasaan Suami
informan
memiliki
kebiasaan
buruk yang sudah ada sejak dirinya muda yaitu kegemaran berjudi yang sangat merugikan kehidupan keluarga. (WI.2, L237-239; WI.5, L1080-1084)
Melakukan
perbuatan Suami informan pergi ke dukun atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125
menggunakan “ilmu”
amoral
untuk
memikat
perempuan, termasuk memikat informan. (WI.2, L265-270; WI.5, L949-950; WI.5, L991-997; WI.5, L1040-1044)
Adanya
sedikit Suami informan menunjukkan adanya
perubahan
sedikit perubahan yang baik, seperti mau mencari
pekerjaan.
(WI.2,
L345-346;
WI.2, L401-403; WI.5, L1097-1099)
Tidak
memiliki Suami informan memilih-milih pekerjaan
pekerjaan
dan tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Mendapatkan pekerjaan jika ditawarkan oleh orang lain. (WI.2, L341-343; WI.2, L393-394)
8
Sikap
suami Menyalahkan informan
terhadap informan
Suami
informan
mengungkit-ungkit
menyalahkan persoalan
dan terkait
keuangan kepada informan dan sangat perhitungan.
(WI.2,
L301-302;
WI.5,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126
L1100-1101; WI.5, L1103-1105) Menuduh informan
Suami informan mengatakan informan salah dalam mendidik anak dan boros terhadap pengeluaran. (WI.4, L682-683)
Menyuruh untuk pergi
informan Sejak informan hamil, suami informan ketika marah menyuruh informan untuk pergi dari rumah. (WI.2, L381-382; WI.2, L385-386; WI.2, L482-483; WI.4, L706708; WI.5, L1002-1003)
Melarang untuk bekerja
informan Sesuai pengakuan informan, suaminya melarang untuk bekerja karena cemburu. Oleh karena itu sejak menikah hingga saat ini informan tidak pernah bekerja. (WI.2, L457; WI.4, L697-698)
9
Sikap
informan Membantah
terhadap suami
suami
tuduhan Informan tidak terima dengan apa yang dituduhkan suaminya dan ditunjukkan dengan perlawanan membantah. (W2,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127
L305-307) Mengingatkan menasehati suami
dan Informan mengingatkan dan menasehati suami untuk tidak berjudi. Informan juga menyarankan
suami
untuk
berusaha
mencari pekerjaan dan bekerja. (WI.2, L339-340;
Membiarkan
suami Informan merasa lelah saat suaminya
mengikuti
tidak
mampu
menahan
keinginannya
keinginannya
sehingga informan membiarkan suami melakukan apa yang ia inginkan, seperti pergi bermain catur. (WI.2, L334-336)
Mengalah dan memilih Informan diam
tidak
mau
memunculkan
masalah baru, oleh karena itu informan mengalah dan diam menanggapi sifat dan sikap suami. (WI.4, L767-770)
10
Riwayat pernikahan/ Usia menikah
Informan dan suami informan menikah di
rumah tangga
usia yang sudah matang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128
(WI.1, L21-23) Perekonomian
yang Kehidupan rumah tangga informan pernah
stabil
hidup
berkecukupan
dengan
perekonomian yang cukup stabil, suami masih memiliki pekerjaan tetap. (WI.1, L56-57; WI.2, L157; WI.2, 232233; WI.5, L985-986) 11
Permasalahan dalam Permasalahan ekonomi
Keadaan
rumah tangga
mengalami
ekonomi masalah
informan
mulai
ketika
suami
informan terlilit hutang hingga rumah dan harta benda habis dijual karena ulah suami yang berjudi. Sejak saat itu perekonomian bermasalah. (WI.2, L237-238)
Pekerjaan suami yang Suami tidak memiliki pekerjaan yang serabutan
tetap
untuk
mencukupi
kebutuhan
keluarga. (WI.4, L823-824)
Informan tidak memiliki pekerjaan sejak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129
Informan
tidak awal menikah hingga saat ini, membuat
memiliki pekerjaan 12
Kekerasan
yang Kekerasan fisik
dialami
perekonomian bergantung pada suami. Informan mendapatkan kekerasan fisik Informan
mendapatkan
kekerasan
berupa dilempar menggunakan HP, kepala fisik dari bapak (suami informan). yang dibenturkan ke tembok, dilempar (WA, L119-120) menggunakan gelas kaca. (WI.2, L346349, WI.2, L370-372; WI.4, L750)
Kekerasan psikologis
Informan mendapatkan makian dengan Informan sering mendapatkan makian kata-kata beberapa
kotor, wanita,
diselingkuhi perlakuan
dengan dengan kata-kata kotor. (WA, L65) yang
menyudutkan informan, seperti menuduh dan menyalahkan. (WI.2, L276-279);WI.2, L381-382; WI.2, L399-401; WI.2, L437441; WI.2, L443-444; WI.2, L505-506; WI.5, L998-1000)
Suami melarang informan untuk bekerja Kekerasan ekonomi
dan tidak mampu mencukupi kebutuhan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130
dan menghambur-hamburkan uang untuk berjudi. (WI.2, L510-512; WI.4, L695697)
Mengancam
Suami
informan
mengancam
akan
merobek-robek muka informan. (WI.4, L753; WI.4, L755-756) 13
Penyebab kekerasan
Faktor ekonomi
Suami
menunjukkan
perilaku
yang
menyudutkan informan terkait keuangan (WI.3, L660-662)
Karakter suami
suami informan yang tempramen dan tidak mampu mengontrol emosi. (WI.4, L724-730)
14
Dampak kekerasan
Sakit fisik
Informan mendapatkan luka dan memar Informan mendapat luka pada bagian pada bagian yang mendapatkan kekerasan. hidung karena dilempar dengan gelas. Informan merasakan nyeri pada perut (WA, L67-68) bagian bawah dan saluran kencing saat
Psikosomatis
memiliki banyak pikiran. (WI.4, L717-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131
719)
Informan Stres
berada
dibawah
tekanan
membuat informan banyak termenung karna memikirkan banyak hal sekaligus, informan
membuang
banyak
waktu
dengan tidak banyak melakukan apa-apa, seperti mendidik anak yang kurang. (WI.2, L246-249; WI.3, 625-627; WI.3, L630632) 15
Sikap
informan Mengambil keputusan Informan memutuskan pulang ke rumah
terhadap kekerasan
pulang
ke
rumah orangtuanya saat mengetahui suaminya
orangtua
Menyadari
berselingkuh. (WI.2, L445-446)
bahaya Informan
yang mengancam
menyadari
bahaya
dari
kekerasan dengan melaporkan kekerasan yang dialami. (WI.2, L515-518)
Mengambil keputusan Informan
sempat
memutuskan
untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132
untuk berpisah
berpisah dengan suami saat tidak sanggup menghadapi suami lagi. (WI.2, L283; WI.5, L952-955)
Mempertimbangkan
Informan
mempertimbangkan
keputusan berpisah
keputusannya untuk berpisah demi anakanak. (WI.2, L284; WI.2, L410-411; WI.4, L706)
16
Paska kekerasan
Memiliki ketakutan
Informan masih memiliki ketakutan dan khawatir mendapatkan kekerasan lagi dari suami. (WI.2, L411; WI.3, L656-658)
Merasa sedikit aman Informan mendapatkan perlindungan dari atau
dampak
positif instansi
melapor
tempat
dirinya
melaporkan
kekerasan yang dialami, informan merasa dampak positif dari melapor. (WI.2, L405406)
17
Anak
Keaktifan anak-anak
Anak-anak sangat aktif dan sulit diatur. (WI.2, L113-114; WI.2, L610-611; O1,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133
L3-5, O3, L1-3; O5, L3-10)
Aktivitas anak-anak
Anak-anak beraktivitas di dalam rumah Anak-anak bermain layang-layang dan beraktivitas di luar rumah dengan dan berlari dengan teman-teman. saudara kandung dan teman sebaya.
(WA, 118)
(WI.1, L60-61; WI.1, L104-105; WI.2, L166-168; WI.2, L179-183; WI.2, L211215; O3, L20-22; O5, L39-41; L52-53; L66-67; O6, L1; O7, L2-5)
Perilaku verbal
agresi
non Anak-anak
berkelahi
dengan
saudara Anak berkelahi dengan teman. (WA,
kandung, seperti melempar, mendorong, L1-2; menendang;
berkelahi
dengan
teman
sebaya dan membalas perilaku teman. (WI.2, L119; WI.2, L135-136; WI.2, L175177; WI.2, L187; WI.2, L203; WI.2, L208209; O1, L8-9; O2, L9-11; L19-21; O3, L4-5; L8; L23; L30-31; O4, L6-8; O5, L18-21; L53-54; O6, L25-28; L39; L42-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134
43; L46-49; L54-57; L71-72; O7, L42-46; L56-57; L60-61)
Perilaku agresi verbal
Anak-anak berbicara kotor, membantah, Anak berteriak, dan menangis. (O1, L17; L26- perlakuan
membantah/ suami
melawan
informan
dan
28; O2, L6-7; L11-12; L44-45; L47-49; membantah yang dikatakan orang O3, L23-24; O5, L12; L26-27; O6, L40; lain. (WA, L153; L) L43; L88-90; L97-98; O7, L47-48)
Menyaksikan
Anak-anak
melihat
suami
informan
kekerasan yang terjadi
berlaku kasar pada informan. (WI.2, L378) Anak-anak melihat kekerasan yang dilakukan bapak (suami informan).
Ada perubahan yang Anak informan yang sudah duduk di (WA, L36-42; WA, 70) positif
bangku sekolah dasar memiliki perubahan yang
positif,
seperti
mulai
mau
mendengarkan arahan informan. (WI.2, L101-102; WI.2, L569-537)
Berpenampilan kotor
Penampilan
anak-anak
terlihat
kotor,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 135
kumuh, dan berantakan, seperti ingus yang tidak dibersihkan dari hidung. (O1, L10-12; O2, L24-25; O3, L8-9; O5, L6970; O7, L66-70)
Kegemaran anak-anak
Anak-anak
gemar
menggambar,
mewarnai, berhitung, dan menulis hurufhuruf. (O3, L29; O5, L45-48; O6, L15-17)
Berani bertindak
Anak informan memiliki inisiatif untuk membantu (bertindak positif) dan melerai Anak pertama melerai informan dan orangtua yang bertengkar (informan dan suaminya yang bertengkar. (WA, L47) suaminya). (O5, L50; O6, L75-77)
Peduli informan
terhadap Anak-anak peka dan peduli terhadap informan di saat informan menangis dengan mendekati informan dan bertanya. (O6, L58-61; L83-85; O7, L13-14)
Meniru perilaku bapak Anak-anak
meniru
suami
nforman Anak-anak meniru berkata kotor dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 136
(suami informan)
berbicara kotor. (WI.2, L534-535; O5, suami informan (WA, L28-32) L72-73; O6, L45-46)
Diperlakukan baik
tidak Anak informan dimusuhi, diganggu, dan mendapat perlakuan kasar. (WI.1, L67-68; WI.1, L74-77; WI.2, L206; WI.2, L446-447)
Anak-anak memiliki keingintahuan yang Memiliki
besar terhadap sesuatu yang baru dilihat
keingintahuan
dan didengar. (O2, L13-15; L43; L55-56; O4, L1-6; L13-15;O5, L42-43; O5, L5557; L60-61; O6, L17-19)
Ketika anak-anak menginginkan sesuatu harus sesuai dengan apa yang diinginkan, Egois
seperti Y yang menginginkan layangan besar dan meminta pada informan hingga menangis. (O5, L28-32; O6, L69-70)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 137
Anak-anak mampu mengerjakan beberapa hal sendiri, seperti mencuci kaki (untuk anak ketiga), pergi membeli layangMandiri
layang sendiri (ditempat yang cukup jauh dari rumah), mengambil makan sendiri. (O5, L38-39)
18
Pengasuhan informan
dari Menertibkan anak untuk
Informan menertibkan anak dengan cara Informan menyubit,
anak-anak
mengikat,
memukul
anak
membohongi, menggunakan kayu kecil. (WA, L106-
mengancam, menakut-nakuti agar anak 107) mendengarkan arahan informan. (WI.1, L70; L124-125;L127-129;WI.2, L542; WI.2, L579-580; WI.3, L670-672; WI.4, L782-783; O2, L26-30; O3, L10; O5, L11-12; L58-59; L71-72; O6, L43-44; L49-51; L90-91)
Mengarahkan
dan Informan mengajarkan anak-anak untuk
mengajarkan
anak mengatakan permisi saat melewati orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 138
untuk berlaku sopan
yang lebih tua dan berkata sopan. (O1, L6; O1, L13; O3, L25-27)
Melindungi anak
Informan melindungi anak dari pukulan suami,
pengaruh
buruk
lingkungan
bermain agar terhindar dari keributan dan perkelahian
dengan
teman
sekolah
maupun teman rumah. (WI.1, L81-85; WI.1, L93-96; WI.2, L295297)
Memahami
karakter Informan
anak
memahami
bagaimana
menghadapi dan bersikap kepada anak. (WI.2, L138-140; WI.3, 611-612; WI.5, L1118-1120)
Informan tegas terhadap permintaan anakTegas terhadap anak
anak untuk jajan yang tidak perlu. (WI.2, L170-172)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 139
Informan Memperingatkan anak
memperingatkan
anak-anak
untuk berhati-hati saat bermain cukup jauh dari rumah dan bermain dengan teman-teman. (WI.2, L183-186; WI.2, L224-25; O6, L78-81; O7, L5-6)
Informan menegur dan menasehati anakMenegur
dan anak saat mereka berlaku dan berbicara Informan menasehati anak untuk
menasehati anak
tidak sopan. (WI.2, L193-195; O2, L17- tidak melawan perlakuan temannya. 18)
Memberikan batasan
Informan memberikan batasan pada anak perempuan yaitu tidak ikut bermain terlalu jauh. (WI.2, L216-217)
Mementingkan
Informan memikirkan kebutuhan anak dan
kebutuhan anak
mementingkan kebutuhan anak, seperti kebutuhan pangan. (WI.2, L365-266)
(WA, 86-88)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 140
Kepedulian
terhadap Informan memberikan perhatian saat anak
anak
sakit dan ingin memberikan hiburan untuk anak-anak dengan televisi. (WI.1, L99-100, O5, L50-51)
19
Hal
dan Anak-anak yang sulit Anak-anak sulit untuk mendengarkan
permasalahan
atau diatur (ngeyel)
kesulitan
arahan dari informan.
terkait
pengasuhan
Kekhawatiran informan Informan khawatir anak-anak terpengaruh terhadap
lingkungan hal buruk dari lingkungan bermain dan
bermain anak
mengalami sesuatu yang tidak diinginkan. (WI.1, L80-86; WI.2, L192-198)
Keterbatasan informan
Keterbatasan informan dalam menghadapi anak-anak yang sulit diatur. (WI.2, L135; WI.2, L161-162; WI.4, L761762; WI.5,L1138-1142)
20
Lingkungan sekitar
Lingkungan yang keras Anak-anak dan tidak bersahabat
perlakuan
seringkali kasar,
seperti
mendapatkan Anak mendapatkan perlakuan kasar dimusuhi, dari temannya (lingkungan bermain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 141
dipukuli oleh lingkungan sekitar dan hal- anak). (WA, L18-19) hal buruk dari lingkungan untuk anak. (WI.1, L 67-68; WI.1, L74-77; WI.2, L192; WI.3, L663-670) 21
Harapan informan
Perubahan pada suami
Informan berharap suaminya berubah dan memikirkan anak-anak. (WI.2, L243-244)
Masa depan anak
Informan berharap anak-anak menjadi anak
yang
terpengaruh
sholeh,
sukses,
tidak
keadaan,
dan
dapat
membahagiakan dirinya. (WI.4, L806808)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 5 Tabel Hasil Penelitian
142
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 143
LAMPIRAN 5. TABEL HASIL WAWANCARA, OBSERVASI, DAN REKAM KASUS
Pengasuhan A.
Wawancara
Observasi
Rekam Kasus
Pengasuhan Positif 1. Mengajarkan hal atau cara Anak-anak kerap kali berbicara Informan menegur anak-anak yang baik dan santun
kasar
dan
kotor.
Hal
ini saat berbicara kotor dan tidak
dikarenakan anak-anak mendengar sopan.
Informan
juga
ucapan kasar dan kotor dari suami. mengajarkan anak-anak untuk Bukan hanya informan, bahkan berlaku sopan. Misalnya, saat anak-anak
juga
mendapatkan ingin melewati orang dengan
makian berupa kata-kata kotor dari mengatakan bapak.
Informan
kerap
kali ingin
permisi,
mengambil
saat
sesuatu
menegur saat anak-anak berbicara didekat orang lain dengan kotor dan tidak sopan.
mengatakan mengucapkan
permisi, terima
dan kasih
saat diberikan sesuatu oleh orang lain.
2. Mementingkan kebutuhan Kesukaan suami dalam berjudi Saat anak-anak meminta uang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 144
anak
membuat
ekonomi
keluarga jajan untuk membeli makanan
semakin
memburuk.
Dengan yang dijadikan lauk, informan
keadaan
ekonomi
yang
terkadang
suami
masih
menuruti
keinginannya
berjudi.
Seringkali
disalahkan keuangan
Informan
informan
suami
mencoba
terkait Suami
informan
dengan
saja untuk
keluarga.
mengatakan
uang
oleh
sulit, memberikannya.
boros.
menyimpan baik
dan
mempergunakannya dengan baik pula sehemat mungkin. Akan tetapi informan
lebih
mementingkan
keperluan dan kebutuhan anak, terutama
kebutuhan
pangan
meskipun
seadanya.
Keperluan
anak-anak
seperti
kebutuhan
sekolah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 145
3. Memberikan
perhatian Saat anak-anak sakit, informan Informan
pada anak
memperingatkan
memberikan obat dan mengobati anak-anak untuk berhati-hati dengan cara tradisional. Informan saat ingin pergi memancing. juga berupaya memberikan hiburan Selain
itu,
untuk anak-anak, salah satunya meminta
informan suami
juga untuk
televisi. Akan tetapi, belum dapat menemani anak kedua saat diwujudkan
karna
keterbatasan ingin
ekonomi.
membeli
layangan.
Akan tetapi suami tidak mau mengantarkan.
4. Menjaga dan melindungi Informan
mendampingi
anak-anak dari hal yang memperingatkan tidak baik
anak
dan pertama
yang mendapatkan perlakuan tidak baik
dari
teman-temannya.
Informan juga menjaga anak agar tidak terpengaruh hal-hal
yang
tidak baik, seperti berkelahi. 5. Beraktivitas bersama anak
Keseharian beraktivitas
informan di
dalam
hanya Informan
menemani
anak-
rumah, anak bermain di dalam rumah,
membuat informan sepenuhnya bisa menemani anak mewarnai,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 146
mempergunakan
waktu
untuk dan menemani anak belajar.
bersama-sama dengan anak.
Informan
juga
menemani
anak pertama yang sudah bersekolah
untuk
mengerjakan PR. 6. Adanya harapan informan Informan berharap anak-anak dapat Informan untuk anak
berharap
dengan
menjadi anak yang sukses, sholeh, kedatangan
peneliti
dan dapat membahagiakan dirinya. membantu
dan
Dengan adanya harapan informan anak-anak
berubah,
dapat
membuat dari
untuk anak, menandakan informan perilaku yang sangat sulit memiliki niat yang baik dan tujuan diatur menjadi mudah untuk yang baik untuk anak-anak dimasa mendengarkan arahan. depan. 7. Mencoba karakter anak
memahami Informan karakter
berusaha anak
agar
memahami informan
mengetahui cara menghadapi anakanak,
seperti
anak
pertama.
Informan tahu bahwa anak pertama cukup keras, jika diberitahu dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 147
keras maka anak tersebut akan semakin keras. Oleh karena itu, informan sabar menghadapi. B.
Pengasuhan Negatif 1. Menggunakan fisik
Informan kerap kali menyubit anak- Informan menyubit anak-anak anak untuk menertibkan mereka. saat anak-anak berkata kotor. Dengan keadaan anak-anak yang Awalnya informan menegur sangat aktif, informan kesulitan menggunakan untuk
membuat
mendengarkan Menyubitlah
anak-anak karena
anak-anak
arahannya. mengulanginya salah
satu
kata-kata, masih maka
cara informan menyubit saat anak-
informan untuk menertibkan anak. anak berbicara kotor dan tidak Akan tetapi, anak masih saja sama. sopan. Selain menyubit, informan juga pernah mengikat anak-anak saat mereka tidak bisa diatur. Informan juga menggunakan lidi yang kecil agar anak-anak tenang dan mau mendengarkan apa yang dikatakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 148
informan. 2. Mengancam anak
Keadaan anak-anak yang sangat Informan mengancam anakaktif
dan
informan
harus anak untuk membuat anak-
mengendalikan tiga orang anak. anak mendengar arahannya, Dengan keadaan yang demikian seperti mengancam informan kerap kali informan kesulitan untuk akan pergi tanpa mengajak membuat anak-anak mudah untuk anak-anak ikut. mendengarkan
arahan
dan
perkataannya (anak-anak ngeyel). Anak pertama dan anak kedua sering kali ribut dan akhirnya berkelahi. Informan juga kesulitan untuk
mengendalikan.
Saat
informan sudah lelah dan tidak tahu harus
bersikap
Informan mengancam
seperti
apa.
menangis
dan
anak-anak
dengan
mengatakan bahwa dirinya akan pergi
meninggalkan
anak-anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 149
Dengan cara demikan, anak-anak terdiam dan mengikuti apa yang dikatakan oleh informan. 3. Membohongi anak
Anak-anak membuat
yang
sangat
mereka
sulit
aktif Informan menggunakan cara diatur dengan
membohongi
anak
bahkan mengabaikan apa yang agar anak mau mendengar dan dikatakan
informan
(ngeyel). mengikuti
apa
yang
Keadaan yang demikian membuat dikatakan. Dalam hal ini, infoman membohongi anak-anak informan membohongi anak dengan
mengemasi
barang, dengan
cara
membawa
mengambil tas, dan memasukkan sesuatu atau hal-hal yang pakaian. Hal ini dilakukan informan ditakuti oleh anak, seperti karena anak-anak akan diam dan suntikan, pak polisi. mengikuti
apa
yang
dikatakan
informan. Anak-anak diam karena takut ditinggalkan oleh informan. 4. Membiarkan
anak
atau Informan
terkesan
telena
dan Karena perilaku anak yang Saat
di
shelter,
informan
terkesan lambat merespon menjadi terbiasa menertibkan anak- sangat aktif dan sulit diatur, kurang tanggap dan cekatan anak (terlibat tapi sedikit anak dengan cara tersebut. Ketika tidak mendengar arahan yang terhadap anak, seperti saat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 150
kendali, kebebasan yang terbiasa berlebihan)
muncullah
“membiarkan”
dari
kesan informan katakan. Anak-anak anak menaiki meja, kursi, informan. semakin
terbiasa
hanya melompat-lompat,
Kemungkinan hal ini juga menjadi dengan kata-kata saja (hanya Informan bagian dari salah satu dampak sekedar kekerasan
yang
menegur,
dll.
hanya
sekedar
seperti menegur anak dengan cara
didapatkan memanggil nama saat anak- yang halus dan lembut. Hal
informan. Informan menjadi tidak anak sangat aktif dan sulit ini
membuat
anak-anak
fokus dan merasa lelah mengasuh untuk diatur).
merasa sikap dan perilakunya
anak-anak yang sangat aktif.
tidak menjadi masalah. Oleh karena
itu,
anak
tetap
melakukan apa yang mereka ingin lakukan tanpa mengerti dan paham atas apa yang mereka lakukan tersebut. Hal ini jugalah yang memperkuat anak-anak
bersikap
tidak
mendengar arahan informan, sangat
sulit
diatur
dan
dikendalikan. 5. Kurang
memperhatikan
Kebiasaan hidup berantakan Selama beberapa hari tinggal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 151
kebersihan anak
dan kotor membuat informan di shelter badan pemerintah kurang
memperhatikan yang menangani kasus yang
kebersihan anak-anak. Hal ini dialami informan, informan juga didukung dari keadaan kurang
memperhatikan
ekonomi yang sulit. Anak- kenyamanan anak-anak yang anak bebas melakukan apa terlihat saja bersih
tanpa atau
dari
diperingatkan berantakan, kotor
kamar
yang
pakaian
yang
(terkait berantakan, dan kebersihan
kesehatan). Gaya hidup yang anak-anak
yang
kurang.
tidak bersih sangat tampak Anak-anak
juga
tampak
dalam kehidupan sehari-hari berantakan saat makan. di rumah. C.
Faktor
yang
memengaruhi
pengasuhan 1. Pengalaman atau riwayat Beberapa dari pengasuhan yang pengasuhan
diberikan
ibu
informan
dulu
diterapkan oleh informan untuk memberikan pengasuhan kepada anak-anaknya. Salah satunya adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 152
pengasuhan menggunakan fisik dan cukup keras. Ibu informan dahulu menggunakan menyubit,
fisik
seperti
menyiram
informan
menggunakan air bekas cucian, dan melukai informan saat menertibkan informan
yang
sulit
untuk
diberitahu (ngeyel). 2. Karakter dan pandangan Dari pengalaman yang informan Informan merupakan pribadi informan
miliki membuat dirinya mempunyai yang sebuah
pandangan
pengasuhan,
yaitu
pengasuhan
yang
(menggunakan
fisik),
cukup
sabar
dan
terkait terkesan “nerimo”. Hal ini dengan yang
cenderung
keras informan
membuat
terkesan
cuek
anak-anak terhadap anak-anak. Informan
akan menjadi takut. Ketika anak- terlihat membiarkan perilakuanak takut maka akan dengan perilaku
anak
yang
mudah anak-anak mengikuti apa sebenarnya sebuah masalah, yang diarahkan. Anak akan mudah seperti agresi non verbal yang untuk
dikendalikan
ditengah dilakukan kepada informan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 153
keaktifan anak-anak. 3. Faktor ekonomi
sendiri dan antar saudara.
Informan merasa kesulitan dengan Keadaan keadaan ekonomi saat ini. Informan sangat
ekonomi minim
memiliki keinginan untuk bekerja, informan akan
tetapi
terkesan
tidak ekonominya
yang
dirinya
untuk secara utuh. Terutama untuk memperhatikan
bergantung menghidupi
pada
kebersihan
suami kenyamanan
dengan
membuat kehidupan sekarang, dengan
tidak memenuhi kebutuhan anak informan
bekerja. Oleh karena itu, informan hal
untuk
terbiasa
suami
memperbolehkan
sangat
yang Karena
kurang, kurang
kebersihan
dan dan cenderung berantakan.
lingkungan Hal
ini
tercermin
saat
keluarga, rumah. Rumah tampak kotor informan berada di shelter
terutama kebutuhan anak-anak.
dan berantakan. Anak-anak (tempat
tinggal
sementara
juga terlihat kumuh dengan paska
kekerasan
yang
pakaian yang sobek dan kotor. diterima). Informan lamban dalam merapikan kamar dan pakaian
berserakan
begitu
saja. Hal ini serupa dengan keadaan di rumah informan (melalui
pengamatan
peneliti). 4. Dampak kekerasan yang Karakter suami dan faktor ekonomi
Informan
cenderung
cuek
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 154
didapatkan informan
menjadi penyebab kekerasan yang
dengan anak-anak saat tinggal
didapatkan
Dari
di shelter kasus kekerasan.
didapatkan
Saat anak-anak sangat aktif,
kekerasan
informan. yang
informan, membuat dirinya tidak
informan
hanya
berkata
dapat fokus dan efektif memberikan
dengan
halus
seperti
pengasuhan pada anak. Dampak
memanggil nama anak-anak.
psikologis
sangat
Tidak tanggap dengan anak.
terhadap
pengasuhan
berpengaruh yang
diberikan informan untuk anak. Kekecewaan,
sakit
hati,
dan
kekhawatiran informan terhadap kekerasan yang kembali berulang membuat
dirinya
banyak
membuang
waktu
dengan
termenung.
Sehingga
tugas
pengasuhan yang dirinya emban tidak efektif dan anak terkesan dibiarkan. Hal ini jugalah yang membuat anak berkelakuan sangat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 155
bebas dan aktif sehingga sulit diatur. 5. Keterlibatan suami dalam Keterlibatan pengasuhan
suami
dalam Keterlibatan
suami
pengasuhan sangat sedikit. Tugas pengasuhan pengasuhan lebih diberatkan suami mengarah oleh
informan.
berkomentar
Suami
bahwa
dalam
cenderung kepada
cara
hanya mendidik dengan kasar dan informan menggunakan fisik. Selain itu,
kurang tegas terhadap anak-anak karena karakter atau sifat dan cenderung lamban. Oleh sebab suami yang tempramen dan itu
anak-anak
sekarang
menjadi
ini,
mendengarkan
sulit dan
seperti pemarah.
Anak-anak
juga
untuk kerap diperlakukan kasar oleh
diberitahu. suami
informan,
seperti
Suami mengatakan informan salah menyubit dengan keras dan mendidik
anak.
Suami
juga memlintir tangan anak.
mendidik anak menggunakan fisik, seperti
memukul
menggunakan
sapu, menggunakan tangan, dan berbicara kotor. Dari keterlibatan suami
dalam
pengasuhan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 156
memberikan pengaruh yang tidak baik kepada anak-anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 157
D.
Perilaku anak 1. Perilaku positif
Anak
pertama
sudah
mampu Anak-anak
sangat
aktif.
memahami keadaan dan sudah Bahkan keaktifan anak-anak memiliki perubahan semenjak ia membuat informan kesulitan duduk di bangku Sekolah Dasar mengatur dan mengendalikan (SD). Anak pertama sudah mulai anak, terlebih anak kedua. tanggap dengan situasi yang terjadi, Anak-anak seperti
melerai
berkelahi Anak-anak
orangtua
juga
saat keingintahuan
memiliki
yang
besar
dihadapan
anak-anak. terhadap sesuatu yang belum
sudah
mampu pernah dilihat dan berusaha
bersosialisasi dengan teman sebaya.
untuk melihat dari dekat, terutama anak ketiga. Adanya aktivitas seperti
bersama bermain
saudara, bersama.
Anak sudah mulai mandiri, seperti
mengambil
makan
sendiri dan makan sendiri, mencuci
kaki
sendiri,
membeli sesuatu sendiri, dsb.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 158
Akan tetapi, masih dalam beberapa hal saja. 2. Perilaku negatif
Anak-anak seringkali mengucapkan Agresi
sangat
terlihat Saat
tinggal
di
shelter
kata-kata kotor dan tidak sopan. menonjol dari perilaku anak- kekerasan, anak-anak tidak Hal ini diyakini mengikuti apa yang anak, sering
dilakukan
oleh
baik
suami maupun
agresi
verbal mau berbagi mainan dengan
nonverbal.
Agresi yang lain sehingga pengasuh
informan. Agresi nonverbal yang verbal yang muncul ialah di shelter mensiasati dengan ditunjukkan melalui perilaku seperti mengucapkan kata-kata kotor meberikan
permen
jika
berkelahi dengan teman sebaya, dan tidak sopan, berteriak, berbagi mainan dan bermain yaitu anak pertama. Selain itu, dan melempari
informan
menangis.
Agresi bersama dengan yang lain.
saat nonverbal yang ditunjukkan Anak juga merebut mainan
keinginannya tidak dituruti, seperti seperti memukul, menendang, yang ada disana. Anak kedua meminta uang jajan.
melempar
benda-benda, lebih banyak menunjukkan
merebut, mendorong, dll
agresi fisik. Sedangkan anak ketiga
lebih
banyak
menunjukkan agresi melalui verbal, seperti berteriak dan menangis. Anak
juga
sulit
diatur,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 159
sehingga
terkesan
mendengarkan mengabaikan
tidak dan
apa
dikatakan oleh informan.
yang