PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEBAGAI SEBUAH SPIRITUALITAS DAN SUMBANGANNYA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh : FELICIANUS DARI NIM : 111414002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iv4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
v5
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEBAGAI SEBUAH SPIRITUALITAS DAN SUMBANGANNYA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER Felicianus Dari
ABSTRAK Upaya membentuk karakter melalui pendidikan adalah hal yang kini mendapat perhatian serius dari semua pihak, terutama karena berbagai permasalahan yang kini dihadapi dalam kehidupan bersama, yang ditandai dengan dekadensi moral pada hampir seluruh segi kehidupan. Ada kesadaran baru bahwa upaya pembentukan karakter dapat diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran, termasuk mata pelajaran matematika, bahkan menilik keunggulan nilai-nilai yang dimiliki pembelajaran matematika, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika adalah tulang punggung upaya pembentukan karakter tersebut. Mata pelajaran matematika memiliki nilai-nilai yang sangat penting untuk penataan nalar dan pembentukan karakter peserta didik. Dengan mengenalkan dan kemudian menanamkan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik, maka dapat dikembangkan kemampuan, ketrampilan, sikap dan kepribadian yang positif dan bermanfaat bagi mereka. Tugas guru yang penting adalah mendidik, sehingga seyogyanya guru memiliki secara lengkap kompetensi-kompetensi yang disyaratkan baginya, karena dia harus sekaligus menjadi contoh dan teladan bagi peserta didiknya. Setiap pribadi berkarakter dibimbing oleh spiritualitas hidup tertentu. Spiritualitas dipahami sebagai pengalaman manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan dan moralitas, juga sebagai semangat dasar yang menjadi inspirasi dan motivasi utama dalam melakukan sesuatu, yang selalu mendorong, memberi inspirasi dan motivasi untuk membuat diri dan hidup manusia bermakna. Spiritualitas sebagai upaya manusia dengan bantuan Yang Kudus, untuk membuat hidupnya bernilai dan bermartabat dalam ziarahnya kembali menuju Sang Kudus, mempunyai banyak jalan. Matematika mengandung banyak nilai dari Yang Kudus, sekaligus merupakan jejak dari Yang Kudus, dan dalam batasan tertentu boleh menjadi spiritualitas bagi hidup dan perjuangan manusia. Dalam konteks itu, melaksanakan pembelajaran matematika adalah lalu menjadi sebuah karya pastoral. Guru matematika mengemban tugas sebagai gembala tradisi dan nabi masa depan. Kata Kunci : Pembelajaran matematika, pembentukan karakter, spiritualitas
vi6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEARNING MATH AS A SPIRITUALITY AND IT’S CONTRIBUTION TOWARD FORMATION OF CHARACTER
FelicianusDari ABSTRACT Efforts to form character through education is now serious attention from all sides, mainly because of the problems now facing in a common life, marked by moral decadence in almost all aspects of life. There is a new awareness that efforts to establish the characters can be integrated into every subject, including mathematics courses, and even view the primacy of values possessed mathematics, it can be said that learning mathematics is the main power of efforts to establish the character. Mathematics courses have values that are very important for the structuring of reason and character formation of students. By introducing and then embed those values to students, it can be developed abilities, skills, attitudes and personality are very useful for learners. Important task is to educate teachers, so the teachers should have a complete competencies required for him, because he must be an example and role model for learners. Each character personal life guided by certain spirituality. Spirituality understood as the common human experience of a sense of meaning, purpose and morality, as well as the basic spirit of the inspiration and the main motivation in doing something, which is always encouraging, inspiring and motivation to make themselves and the human life meaningful. Spirituality as an efforts of human being with the help of the Holy One, trying to make his life worth, dignity during his pilgrimage back towards the Holy One, has many paths. Mathematics containing many values of the Holy One, at once as stable of Holy One, within certain limits should be a spirituality for life and human struggle. In the context of developing and shaping the character through the study of mathematics, then carry out learning of mathematics is a pastoral work, there a math teacher serve as shepherd tradition and prophet of the future. Keywords: Mathematic education, character formation, spirituality
vii 7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur berlimpah penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembelajaran Matematika Sebagai Sebuah Spiritualitas dan Sumbangannya Terhadap Pembentukan Karakter” ini. Skripsi ini merupakan salah satu matakuliah yang wajib ditempuh di Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma, sekaligus sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan. Penulis sangat sadar bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengalami kesulitan dan hambatan. Namun penulis yakin sungguh bahwa berkat bimbingan dan rahmat dari Yang Kudus, dan bantuan semua pihak berupa peneguhan dan masukan-masukan yang berarti, akhirnya hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi. Untuk itu sudah sepatutnya penulis ucapkan banyak terima kasih kepada : 1.
Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2.
Bapak Dr. Hongki Julie, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika periode 2015-2019, yang telah membantu
penulis dalam memperlancar
penyelesaian tulisan ini. 3.
Bapak Dr. Yansen Marpaung, sebagai dosen pembimbing yang dengan tekun dan sabar
telah mendampingi, membimbing dan memberi masukan untuk
penyelesaian tulisan ini.
viii 8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
Segenap staf sekretariat dan semua dosen jurusan pendidikan matematika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, juga teman-teman seangkatan dan sekelas.
5.
Bapak Uskup dan Para Romo Keuskupan Maumere yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi lagi, membina dan membimbing perjalanan panggilan serta membiayai hidup penulis khususnya selama masa tugas belajar tersebut.
6.
Orang tua dan saudara-saudariku, keluarga besar dan umat yang sering dalam doa yang tak terkatakan menunjukkan dukungan dan cintanya pada panggilanku ini, terkhusus selama selang waktu tugas belajar di Yogyakarta ini.
Penulis berbesar harapan, kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya pembelajaran matematika, demi melaluinya tampil pribadipribadi yang unggul karakter dan bermilitansi iman.
Penulis
ix9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...……………………………………………………………….i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…..………….……………….......ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………..……………………………...iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …...…………………..………………....iv LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN …………………………………. v ABSTRAK ...…………..……………………………………………………………vi ABSTRACT..………………………………………………………………………..vii KATA PENGANTAR …………………….……...…...…………………………viii DAFTAR ISI …………….………………………………………………………...x DAFTAR LAMPIRAN ……………………...…………………..……………….xiii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2
Identifikasi Masalah ....................................................................................... 4
1.3
Batasan Masalah ............................................................................................. 4
1.4
Rumusan Masalah........................................................................................... 4
1.5
Tujuan Penulisan ............................................................................................ 4
1.6
Sistematika Penulisan…...……………………….…………………………5
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................... 6 2.1
Pendidikan ......................................................................................................6
2.1.1
Hakikat Pendidikan......................................................................................... 6
2.1.2
Pengertian Pendidikan .................................................................................... 7
2.1.3
Manfaat Pendidikan ........................................................................................ 8
2.1.4
Tujuan Pendidikan .......................................................................................... 9
2.2
Matematika ...................................................................................................11
x 10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.2.1
Hakikat Matematika ..................................................................................... 11
2.2.2
Hakikat Pembelajaran Matematika ............................................................... 14
2.2.3
Arti Matematika ............................................................................................ 15
2.2.4
Karakteristik Kultural Matematika ............................................................... 16
2.2.5
Deskripsi Matematika ................................................................................... 19
2.2.6
Karakteristik Umum Matematika .................................................................20
2.2.7
Karakteristik Matematika Sekolah ............................................................... 26
2.3
Karakter ........................................................................................................27
2.3.1
Arti Karakter .................................................................................................27
2.3.2
Perbedaan Karakter dan Kepribadian ........................................................... 29
2.3.3
Pribadi Berkarakter ....................................................................................... 29
2.3.4
Pendidikan Karakter ..................................................................................... 31
2.4
Spiritualitas ...................................................................................................33
2.4.1
PemahamanTentang Spiritualitas ................................................................ 34
2.4.2
Kecerdasan Spiritual ..................................................................................... 34
2.4.3
Kebutuhan Manusia Terhadap Spiritualitas ................................................. 40
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................41 3.1
Jenis Penelitian ............................................................................................. 41
3.2
Gambaran Umum Sekolah………………………………………................42
3.3
Fokus Penelitian .......................................................................................... 42
3.4
Analisis Atas Data Yang Dikumpulkan Melalui Pengamatan Dan Wawancara ...................................................................................................44
3.4.1
Analisis Data Hasil Wawancara Dengan Guru Matematika……...………..44
3.4.2
Analisis Data Hasil Pengamatan Terhadap Proses Pembelajaran.......…….44
3.5
Waktu Dan Tempat Pengamatan/observasi..................................................63
BAB IV SUMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER……………...……………….. 4.1
68
Karakteristik Pendidikan Matematika Dan Nilai – Nilai Yang Terkandung Di
Dalamnya
Dalam
Kaitannya
Dengan
Pembentukan
Karakter…………………………………………………………………....68 xi 11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.2
Pembentukan Karakter Peserta Didik Dengan Menggunakan Wahana Pendidikan Matematika ................................................................................ 77
4.3
Kemampuan – Kemampuan Yang Disumbangkan Matematika Bagi Pembentukan Karakter Peserta Didik ........................................................... 79
BAB V MUNGKINKAH MATEMATIKA MENJADI SEBUAH SPIRITUALITAS…………………...……………………………………82 5.1
Hidup Yang Bermakna Sebagai Ekspresi Kecerdasan Spiritual .................. 82
5.2
Sumbangan Matematika Bagi Peradaban ..................................................... 82
5.3
Mungkinkah Matematika Menjadi Sebuah Spiritualitas .............................. 89
5.3.1
Kaitan Antara Matematika Dengan Spiritualitas ..........................................90
5.3.2
Guru Matematika Sebagai Gembala Tradisi Dan Nabi Masa Depan .........100
BAB VI P E N U T U P ......................................................................................... 102 6.1
Kesimpulan .................................................................................................102
6.2
Saran ...........................................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….104 LAMPIRAN : 1. Pertanyaan Penuntun Wawancara 2. Transkrip Wawancara 01 dan 02 3. Data Hasil Wawancara dan Analisis Atasnya 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
12 xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Menjadi cita-cita bersama dan tujuan setiap upaya khususnya di bidang
pendidikan adalah tampilnya manusia-manusia yang berkarakter, karena hanya pribadi-pribadi yang demikianlah yang akan menjadikan bumi ini sebagai rumah besar bersama yang nyaman didiami oleh semua. Disadari bahwa pribadi-pribadi seperti itu tidak dilahirkan, mereka hanya dijadikan, dan itu hanya melalui pendidikan yang berkualitas. Pelaksanaan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan merupakan suatu keharusan dan mendesak karena bangsa Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada berbagai problem kebangsaan yang serius. Budaya hidup gampangan (instan), banyak peserta didik yang mencontek, tawuran, maraknya seks bebas, peredaran narkoba dan kekerasan bahkan atas nama agama, masih sering menghiasi halaman pemberitaan kita, sebagian dari potret kelam wajah bangsa ini. Dekadensi moral disinyalir sebagai penyebabnya; orang tenggelam dalam kedangkalan terhadap nilai-nilai hidup yang utama. Prinsip-prinsip hidup
yang
mengedepankan kerja keras dan perjuangan yang sungguh demi meraih hasil maksimal dan prestasi cemerlang telah diganti prinsip mumpung ada kesempatan yang ditafsir secara amat negatif dan destuktif. Jika keadaan di atas dibiarkan berlarut-larut dalam carut-marutnya, Indonesia akan semakin terpuruk dalam era persaingan global, dan sulit mengejar ketertinggalan dalam upaya mencapai
113
Millenium Developments Goals yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menekankan dan memperjuangkan beberapa hal, yaitu: (1) menghapus tingkat kemiskinan dan kelaparan yang kini masih masif dan menjadi momok dunia; (2) mencapai pendidikan dasar (dan lanjutan) secara universal, terutama di kawasan dunia sedang berkembang; (3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) mengurangi tingkat kematian anak dan kematian anak dan ibu saat melahirkan; (5) memerangi dan membatasi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit
endemik
pembangunan
lainnya
berkelanjutan
yang
berbasis
mematikan; pelestarian
(6)
lingkungan;
menjamin dan
(7)
mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Tujuan-tujuan luhur ini dapat
tercapai
hanya
jika
didukung
oleh
masyarakat
yang
berkualitas.
(Sumantri:2010). Sebuah pertanyaan besar muncul sehubungan dengan hal di atas, adakah yang salah dengan kehidupan berbangsa dan bernegara kita sehingga mimpi para pendiri bangsa yaitu terbentuknya Indonesia yang bermartabat dan berdaulat, yang berkeadilan dan berkemakmuran merata, masih sulit terwujud meskipun usia republik ini telah tidak lagi muda? Kalau pendidikan diyakini sebagai faktor unggulan untuk membentuk manusia yang berkarakter, adakah yang salah dengan pendidikan kita? Bagaimana meretas kembali jalan yang telah menyimpang ini menuju hakikat dan tujuan pendidikan yang sesungguhnya? Siapa yang bertanggung jawab atas semua upaya ini? Krisis moral multidimensi memicu keresahan bangsa ini sehingga muncul wacana mengatasi masalah tersebut melalui pendidikan. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yang
mengatakan
bahwa
pendidikan
14 2
nasional
berfungsi
mengembangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan kata lain, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi kecerdasan intelektual, spiritual, sosial, dan moral peserta didik sebagai generasi penerus dan tulang punggung bangsa. Misi memahat karakter adalah tanggung jawab semua pihak. Dalam konteks pembentukan karakter melalui pendidikan, misi tersebut diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran, termasuk matematika. Bahkan oleh banyak kalangan, pelajaran matematika diyakini memiliki nilai-nilai yang amat penting dalam membentuk dan mengembangkan karakter peserta didik. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dan dikaitkan dengan konteks kehidupan dan diharapkan menyumbang sesuatu terhadap pembentukan karakter. Maka pembentukan karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi juga menyentuh tataran internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari. Peran reflesi sangat diandaikan. Sebuah refleksi adalah hasil perpaduan dan pengolahan berbagai macam hal seperti olah rasa, olah batin, dan kemampuan intelektual. Sementara disadari saat ini bahwa proses pendidikan kita hanya merupakan proses pengolahan intelektual, yang akhirnya hanya menjadi proses pembelajaran saja dan tidak berkembang menjadi suatu proses hidup yang holistik,
15 3
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
padahal pembalajaran sebagai bagian dari seluruh proses pendidikan adalah upaya pemanusiaan manusia seutuhnya. Disadari bahwa pendidikan karakter menjadi salah satu kunci dari kemajuan pembangunan bangsa. Kekuatan karakter bersumber pada keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual dan transendental. Maka amat diyakini bahwa manusia yang berkarakter adalah manusia yang hidupnya senantiasa didorong, diinspirasi dan dikuatkan oleh spiritualitas tertentu, dikontrol serta mengarah pada sesuatu yang lebih tinggi dan bernilai bahkan sesuatu yang mulia. Menyadari bahwa pembelajaran matematika mempunyai nilai yang amat kaya bagi upaya pembentukan karakter, bagi peradaban dan kemanusiaan, maka jalan matematika adalah jalan menuju pemuliaan manusia, jalan menuju hidup yang bermakna, sebuah jalan kekudusan. Atas dasar itu, tidak berlebihan bila penulis berkesimpulan bahwa matematika juga adalah sebuah spiritualitas. 1.2
Identifikasi Masalah Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana pendidikan karakter seharusnya diimplementasikan di sekolah? 2. Apa karakteristik pendidikan matematika dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya? 3. Bagaimana strategi pembentukan karakter dengan menggunakan wahana pendidikan matematika? 4. Mungkinkan matematika menjadi sebuah spiritualitas? 1.3
Batasan Masalah
16 4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tulisan ini membahas pembelajaran matematika dan refleksi atasnya untuk menjadi sebuah spiritualitas dan bagaimana melihat sumbangannya terhadap pembetukan karakter. Dengan demikian tujuan pendidikan yaitu untuk membentuk pribadi-pribadi yang berkualitas dan menjadi manusia seutuhnya dapat terlaksana secara maksimal. 1.4
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis
merumuskan masalah yang menjadi kajian tulisan ini sebagai berikut: “Bagaimana merefleksikan
pembelajaran
matematika
sebagai
sebuah
spiritualitas
dan
sumbangannya terhadap pembentukan karakter peserta didik ?”.
1.5
Tujuan Penulisan Tujuan tulisan ini adalah untuk mengkaji dan memaparkan upaya
menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik melalui pembelajaran matematika, yaitu pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran matematika di SD Marsudirini. 1. Memaparkan karakteristik pembelajaran matematika dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang dapat disumbangkan bagi upaya pembentukan karakter pada diri peserta didik di SD Marsudirini. 2. Memaparkan penanaman dan pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter pada perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran matematika di SD Marsudirini.
5 17
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Menegaskan bahwa matematika dengan nilai-nilai yang dikandung di dalamnya dapat menjadi sebuah spiritualitas hidup bagi manusia.
1.6
Sistematika Penulisan Skripsi ini mempunyai sistematika sebagai berikut; Bab I Pendahuluan yang
meliputi: Latar Belakang, Rumusan dan Identifikasi Masalah, Tujuan Penulisan, Batasan Masalah, Sistematika Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data. Dalam Bab II ditampilkan landasan teoritik tentang pendidikan, matematika dan pembelajarannya, karakter dan spiritualitas, untuk memperoleh dasar yang kuat bagi keseluruhan kajian ini. Bab III berisi metode penelitian. Asumsi dasar tulisan ini didukung data yang diambil melalui penelitian dan dianalisis untuk menjadi pijakan bagi penulisan selanjutnya. Dalam Bab IV berbicara tentang karakteristik matematika, terutama nilainilai yang terkandung di dalamnya, dan bagaimana sumbangsihnya terhadap pembentukan karakter. Bab V berisi ulasan tentang kaitan antara matematika dengan spiritualitas untuk sampai pada kesimpulan bahwa matematika dapat menjadi sebuah spiritualitas. Bab VI adalah bab penutup, berisi kesimpulan dan saran.
18 6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
Berbicara tentang pembelajaran matematika sebagai sebuah spiritualitas dan kontribusinya terhadap pembentukan karakter adalah suatu uraian yang panjang, sebuah tema yang besar.
Pada bagian ini akan ditelaah landasan teoritis dari
beberapa hal yang merupakan sub-judul di atas yang akhirnya akan membentuk satukesatuan judul tersebut.
2.1
Pendidikan
2.1.1 Hakikat Pendidikan Pada umumnya, pendidikan merupakan upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dari sekelompok orang, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pembelajaran, pelatihan, atau penelitian. Maka setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau bertindak dapat dianggap sebagai upaya pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang amat diperhatikan oleh seluruh bangsa, karena kemajuan suatu bangsa amat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan hasil proses pendidikan yang berkualitas pula dan manusia yang berkualitas sajalah yang mampu membangun bangsanya ke arah yang dicita-citakan. Pendidikan merupakan proses yang dilakukan untuk mengembangkan nilainilai, pandangan hidup, visi, misi, kepercayaan, kebudayaan dan berbagai simbol yang digunakan dalam mengekspresikan pengetahuan dan teknologi kepada generasi
19 7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
muda sehingga komunikasi sosial antara generasi tua dan generasi muda dapat berjalan dengan lancar dan konstruktif. Dengan demikian, pendidikan adalah suatu proses yang manusiawi berupa tindakan komunikatif, dialogis, dan transformatif antara peserta didik dan pendidik yang bertujuan etis, yaitu membantu pengembangan kepribadian peserta didik seutuhnya dalam konteks lingkungan alamiah dan kebudayaan yang berkeadaban.
2.1.2 Pengertian Pendidikan Pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.
Secara
etimologis,
pendidikan
berasal
dari
Bahasa
Yunani,”paedagogie” yang akar katanya adalah ”pais” yang artinya anak, dan ”again” yang artinya membimbing, sehingga paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.
Pendidikan juga sering disamakan dengan edukasi,
kata yang berasal dari bahasa Latin, “educare” yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang. Kata educare bisa diartikan juga sebagai upaya menyuburkan, maka pendidikan dalam artian tersebut merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, menata, dan mengarahkan berbagai potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat berkembang dengan baik dan maksimal serta bermanfaat bagi dirinya. sesama dan lingkungannya. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 memberi batasan tentang pendidikan sebagai sebuah usaha yang sadar dan terrencana untuk
8 20
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya peserta didik dapat mengembangkan seluruh potensi dirinya secara aktif, supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, ketrampilan dalam masyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, serta akhlak mulia. Beberapa tokoh pendidikan juga telah berusaha memberi batasan tentang pendidikan, seperti Ki Hajar Dewantara -Bapa Pendidikan Nasional-, yang merumuskan pendidikan sebagai upaya menuntun segala kekuatan kodrati yang ada pada anak-anak yaitu: budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14) Tokoh pendidikan dunia juga telah memberi defenisi tentang pendidikan, misalnya John Dewey yang mengartikan pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. (John Dewey: 1944). Sementara itu, Paulo Freire melihat pendidikan sebagai jalan menuju pembebasan yang permanen bagi manusia melalui dua tahap. Tahap pertama adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan mutlak perlunya pembebasan mereka. Tahap kedua sebagai kelanjutan tahap pertama berupa tindakan kultural yang membebaskan. (Agung Prihantoro, 2007:83). 2.1.3 Manfaat Pendidikan Secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat dari pendidikan adalah untuk: 1. Membentuk kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
9
21
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Mendapatkan ilmu dan ketrampilan yang akan dibutuhkan untuk masa mendatang. 3. Dengan bekal ilmu dan wawasan yang luas, cita-cita yang diimpikan dapat diraih 4. Memperluas wawasan dan memperkaya pengetahuan. 5. Mengembangkan nilai-nilai baru sehingga dapat memperkaya dan melestarikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan Negara. Menurut Horton dan Hunt, (Ary H. Gunawan, 2010 : 84-86) lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata sebagai berikut: 1. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah dan memperluas wawasan. 2. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas. 3. Melestarikan dan memperkaya kebudayaan. 4. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi. 5. Mengurangi pengendalian orang tua, artinya melalui mekanisme pendidikan di sekolah, orang tua melimpahkan sebagian wewenang dan tugas dalam mendidik anak kepada pihak sekolah atau lembaga pendidikan tertentu. 6. Pendidikan sekolah juga dianggap memperpanjang masa remaja seseorang sebab peserta didik dianggap masih tergantung secara psikologis dan ekonomis pada orang tuanya. 2.1.4
Tujuan Pendidikan Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
10 22
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Penulis menambahkan juga tujuan pendidikan menurut UNESCO, karena dunia kini telah menjadi satu komunitas manusia yang besar, yang diharapkan akan bergerak maju dalam derap langkah dan semangat yang sama. Suatu kesadaran global yang sangat kuat bahwa untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa adalah melalui peningkatan kualitas pendidikannya. Berdasarkan pemikiran tersebut, UNESCO mencanangkan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Ke-empat hal tersebut sesungguhnya telah merangkum tujuan-tujuan dari kecerdasan intelektuak, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual, yang diharapkan dimiliki oleh semua warga dunia ini melalui pendidikan yang berkualitas. 1) Learning To Know (belajar untuk mengetahui/menguasai). Learning to know memungkinkan peserta didik untuk juga menguasai teknik memperoleh pengetahuan (learning to how), belajar sepanjang hayat (long life education) dan belajar bagaimana caranya belajar (learning how to learn). Asas belajar sepanjang hayat mengandaikan tanggung jawab subjek untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara terus-menerus yang disadari sebagai kewajiban kodratinya. 2) Learning To Do. Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam tim dan belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Prinsip aktivitas ini
11 23
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mencakup hard skills dan soft skills sehingga proses belajar diharapkan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, dan perasaan, serta kemauan yang kuat untuk berbuat atau merespon. Sekolah harus memfasilitasi peserta didiknya untuk mengaktualisasikan keterampilan, bakat dan minatnya, serta menyadarkan mereka bahwa berbuat sesuatu adalah hal yang penting. Dengannya peserta didik akan terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah, sehingga mereka terbiasa untuk bertanggung jawab. 3) Learning To Be. Belajar untuk dapat mandiri dan menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, juga merupakan proses untuk mencapai aktualisasi diri. Pendidikan harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan, menjadi manusia yang berkarakter. 4) Learning To Live Together. Berbagai konflik yang timbul dewasa ini, didasari oleh ketidakmampuan individu atau kelompok untuk menerima perbedaan. Learning to live together menjadi pilar belajar untuk menanamkan jiwa perdamaian, belajar memahami dan menghargai orang lain dengan berbagai latar belakang yang berbeda, mampu berperan secara maksimal dan menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi dalam masyarakat. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu dikembangkan di sekolah karena memungkinkan tumbuhnya
12 24
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sikap saling pengertian, saling menghargai dan membangun dialog yang menjembatani berbagai perbedaan. Menyikapi hal di atas, UNESCO, melalui badannya ICETw-fC (The International Commission on Education for the Twenty-first Century) memandang penting untuk merubah paradigma pendidikan yang dianutnya selama ini yang melihat pendidikan semata sebagai instrument, menjadi paradigma yang memandang pendidikan sebagai pengembangan manusia seutuhnya (all-rounded human beings).
2.2
Matematika
2.2.1 Hakikat Matematika Menurut Hudoyo (1979:96), hakekat matematika berkenaan dengan ide-ide struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Jika matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan yang logis maka simbol-simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur tersebut. a.
Matematika, Ilmu atau Bukan Juhaya S. Praja (2005) mengatakan bahwa ilmu/pengetahuan pada dasarnya
mempunyai tiga kriteria, yaitu: adanya gagasan atau konsep dalam pikiran, adanya kesesuaian antara konsep itu dengan benda-benda sebenarnya; dan adanya keyakinan tentang persesuaian itu. Konsep dalam matematika sangat abstrak. Sebagai contoh: konsep lingkaran, yang didefinisikan sebagai himpunan semua titik yang berjarak sama terhadap titik tertentu. Ketika kita berbicara tentang lingkaran maka gagasan yang terbayang dalam pikiran kita persis sama dengan definisi lingkaran tersebut, namun faktanya tidak ada 13
25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
satu benda pun yang persis memenuhi definisi lingkaran tersebut. Kita memperagakan lingkaran dengan uang logam atau tutup kaleng sebenarnya itu bukan lingkaran tetapi hanya menyerupai lingkaran. Jadi konsep lingkaran dengan benda sebenarnya tidak ada kesesuaian. Maka berpedoman pada pendapat Juhaya atas, dapat disimpulkan bahwa matematika bukan ilmu. Banyak ahli sepakat bahwa suatu pengetahuan disebut ilmu apabila lahir dari suatu kajian ilmiah yang bertumpu pada metode ilmiah, yang langkah-langkah utamanya yaitu membuat hipotesis, mengumpulkan data, melakukan percobaan, dan membuat kesimpulan. Apabila kita berketetapan bahwa suatu ilmu harus lahir dari metode ilmiah, maka matematika bukanlah ilmu. Matematika merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum (deduktif), artinya tidak bergantung pada metode ilmiah yang mengandung proses induktif. Kebenaran matematika pada dasarnya bersifat koheren yaitu kebenaran yang didasarkan pada kebenarankebenaran yang telah diterima sebelumnya. Kebenaran
matematika
bersifat
universal.
Keuniversalan
kebenaran
matematika menjadikannya “lebih tinggi” dari produk ilmiah mana pun juga; dan karenanya matematika menjadi ratunya ilmu (Bell:1987). Matematika juga menjadi pelayan ilmu sebab dengan matematika maka ilmu yang lain dapat berkembang lebih maju. b.
Matematika, Sebuah Produk atau Suatu Proses Matematika itu adalah produk dari pemikiran intelektual manusia, yang bisa
timbul dari persoalan yang menyangkut kehidupan nyata sehari-hari atau dari persoalan pemikiran belaka. Contoh bahwa bahwa matematika itu produk pemikiran manusia adalah bilangan. Bilangan asli muncul karena kebutuhan manusia untuk 14 26
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengetahui jumlah hewan yang dimiliki manusia pada zaman purba.
Bilangan
imajiner muncul karena kebutuhan manusia untuk memberi arti pada penyelesaian suatu masalah yang murni bersifat pemikiran belaka (matematis). Contoh: mencari penyelesaian dari i2 + 1 = 0, maka didapat/dikenal i2 = -1. Di samping sebagai produk pemikiran, matematika dapat pula dipandang sebagai proses berpikir itu sendiri, dengan logika matematika memegang peranan amat penting di dalamnya. Sebagai produk pemikiran, matematika dipandang sebagai alat yang ampuh dalam menyelesaikan persoalan manusia. Penggunaan simbolsimbol matematika menjadikan proses berpikir menjadi lebih efisien dan akurat. Contoh tentang matematika itu suatu proses: A dan B membeli jenis pensil dan pulpen yang sama. A membeli 2 pensil dan 1 pulpen dan ia membayar Rp 1.400, sedangkan B membayar Rp 2.575 untuk membeli 3 pensil dan 2 pulpen. Bagaimana dapat mengetahui berapa harga masing-masing pensil dan pulpen, tanpa harus bertanya ke A dan B, atau toko yang menjual barang-barang tersebut? Di sini matematika akan membantu. Andaikan pensil dan pulpen yang dibeli A menjadi dua kali, yaitu 4 pensil dan 2 pulpen, maka ia harus membayar juga dua kali lipat, yaitu Rp 2.800. Andaikan pula dari 4 pensil dan 2 pulpen A tersebut dikembalikan 3 pensil dan 2 pulpen, maka yang tersisa adalah sebuah pensil. Karena harga 3 pensil dan 2 pulpen adalah Rp 2.575, maka harga sebuah pensil tersebut adalah Rp 2.800 − Rp 2.575 = Rp 225. Selanjutnya, harga 2 pensil menjadi Rp 450, dan harga sebuah pulpen adalah Rp 1.400 − Rp 450 = Rp 950. Walaupun proses penyelesaian tersebut merupakan kegiatan matematis, tetapi kita dapat pula menggunakan simbol matematika agar penyelesaiannya lebih efisien dan efektif. Andaikan harga sebuah pensil = a, dan harga sebuah pulpen = b, maka proses di atas dinyatakan sebagai 15 27
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
berikut: 2a + b = 1.400, dan 3a + 2b = 2.575. Ada dua persamaan linear dengan dua variabel. Maka salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan di atas adalah dengan menggunakan metode substitusi dan eliminasi serta campuran keduanya, sebagai berikut:
2a + b = 1.400 …. x2 →.4a + 2b = 2.800
3a + 2b = 2.575 ….|x1| → 3a + 2b = 2.575 a = 225 Nilai a ini bila disubstitusikan ke persamaan
pertama,
maka akan didapat nilai b, yaitu b = 950. Demikianlah, matematika dapat dipandang sebagai produk maupun sebagai proses berpikir, tergantung segi mana yang kita tekankan.
2.2.2 Hakikat Pembelajaran Matematika Dalam proses pembelajaran matematika perlu diciptakan situasi di mana peserta didik dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada dunia sekitarnya, karena peserta didik harus membangun pemahaman untuk diri mereka sendiri yang hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasinya dan menerapkan pembelajaran bermakna. Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi peserta didik sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal peserta didik. Menurut Freudenthal (Gravemeijer, 1994:20) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali. 16 28
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Ditambahkan oleh de Lange (dalam Sutarto Hadi, 2005:19) bahwa proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Konstruksi pengetahuan matematika oleh peserta didik dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention) (Gravemeijer,1994:123). Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (Van den Heuvel, 1996:11) menyebutkan dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal; meliputi proses transformasi masalah nyata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol, dan matematisasi vertikal; merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri. Gravemeijer (1994:93) mengemukakan bahwa dalam proses matematisasi horizontal, peserta didik belajar mematematisasi masalahmasalah kontekstual, yang diawali dengan pemecahan masalah secara informal (menggunakan bahasa dan simbol-simbol mereka sendiri). Kemudian setelah beberapa waktu dengan proses pemecahan masalah yang serupa, melalui simplifikasi dan formalisasi peserta didik akan menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhiri dengan proses dimana peserta didik akan menemukan suatu algoritma tertentu yang berhubungan dengan pembahasan atau materi tertentu, itulah matematisasi vertikal. 2.2.3 Arti Matematika Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pengertian matematika, karena pandangan dan penekanan yang berbeda-beda dari para ahlinya. Kata matematika berasal dari bahasa Yunani, “μαθηματικά” yang berarti mempelajari. Asal katanya adalah mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Jadi, berdasarkan asal
17 29
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
katanya, matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika memang lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan pada eksperimen. Matematika terbentuk karena pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980 :148). Beberapa definisi matematika dari para ahli mengenai matematika, diantaranya
Russefendi
(1988:23)
yang
mengatakan
bahwa
matematika
terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya lalu berlaku untuk umum. Karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif dan hirarkis. Pendapat dari Johnson dan Rising (1972, dalam Rusefendi, 1988:2) yang menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, dan pembuktian yang logis. Reys - dkk (1984, dalam Rusefendi, 1988:2), mengatakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu pola berpikir, suatu seni yang keindahannya terletak pada keterurutan, keteraturan dan keharmonisannya, matematika itu suatu bahasa dan suatu alat. Kline (1973, dalam Rusefendi, 1988:2) memberi batasan bahwa matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Soedjadi (2000:1) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu: a) Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara sistematik. b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c) Matematika adalah pengetahuan 18
30
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan. d) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. e) Matematika itu pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis dan tentang aturanaturan yang ketat.
2.2.4 Karakteristik Kultural Matematika Matematika bersifat sosial-kultural-historis, karena itu matematika bersifat universal. Matematika itu sendiri lahir dari perjalanan panjang yang menyejarah dalam kehidupan manusia. Pembicaraan tentang aspek kultural matematika pada umumnya mencakup tiga tema besar, yaitu sejarah matematika, evolusi matematika, dan etnomatematika. Masing-masing tema itu berhubungan mempunyai pengaruh terhadap pembelajaran matematika. a
Sejarah Matematika Matematika memiliki sisi yang tidak terpisahkan yaitu sejarah matematika,
yang terbentang dari sekitar 4000 SM hingga kini serta memuat sumbangan dari ribuan tokoh matematika. Sejarah matematika menampilkan bagian matematika yang berkaitan dengan perkembangan matematika hingga menemukan bentuknya dewasa ini, yang terrekam dalam kebudayaan-kebudayaan besar yaitu: Mesopotamia, Mesir Kuno, Yunani Kuno, India Kuno, China Kuno, Arab Kuno, Persia, dan Eropa Kuno, serta zaman modern yang sebagian besar terpusat di Eropa. Sejarah matematika tidak saja ada karena keberadaanya merupakan suatu keniscayaan, tetapi ia juga penting karena dapat memberi pengaruh kepada perkembangan matematika dan pembelajarannya. Melihat bahwa matematika itu
19 31
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“diciptakan” oleh manusia terdahulu, maka hal tersebut memberi ilham bagi paradigma pembelajaran yang bersifat konstruktivisme. Peserta didik diperbolehkan menggunakan usahanya sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah matematika bahkan dengan menggunakan bahasa dan lambangnya sendiri. Paradigma semacam ini kini menjadi trend dalam pembelajaran matematika realistik atau konstruktivis. b.
Evolusi Matematika Matematika yang dikenal dewasa ini telah melewati sejarah yang panjang.
Matematika itu produk yang biasa saja, ia lahir karena ada sebab-sebab yang melahirkannya seperti halnya produk manusia lainnya. “Mathematics has not grown in a vacuum” (Wilder, 1981: 161). Perbedaan antara sejarah matematika dengan evolusi matematika: sejarah matematika umumnya berkenaan dengan record (catatan) perkembangan matematika secara kronologis, sedangkan evolusi matematika lebih menekankan pada proses perkembangan matematika itu atau secara lebih khusus membicarakan sebab-sebab perkembangan konsep yang satu (biasanya konsep yang sederhana/primitif) menuju ke konsep yang lain (yang lebih kompleks dan modern). Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan matematika antara lain: hereditary stress (faktor dari “dalam” diri/turunan matematika), environment stress (faktor lingkungan), diffusion (faktor bergabungnya beberapa ide matematika), consolidation (faktor meleburnya beberapa ide/konsep matematika menjadi ide/konsep baru), selection (faktor seleksi ide matematika yang tepat/penting), simbolic achievement (faktor perkembangan simbolisasi), exceptional individual (faktor manusia yang secara luar biasa dapat melihat beberapa hal jauh ke depan
20 32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
melebihi pemikiran yang umum/biasa pada zamannya), leaps in abstraction (faktor lompatan tingkat abstraksi suatu ide/konsep matematika), dan lain-lain (Wilder, 1981:164). Contoh: Mengapa di dalam matematika kita menggunakan 3600 untuk satu putaran penuh? Jawabannya, kebutuhan manusia menghendaki penggunaan bilangan 3600, yaitu ketika manusia dahulu memanfaatkan perputaran bumi selama lebih kurang 360 hari (tepatnya 365 hari). Dalam perkembangan selanjutnya, para ahli memandang tidak penting mengubah bilangan 3600 tersebut. Ini contoh dari faktor environment stress. c.
Ethnomatematika Implikasi karakteristik kultural dalam pembelajaran matematika juga dapat
dilihat pada topik yang disebut ethnomatematika (ethnomathematics), yaitu cara khusus yang dipakai oleh suatu kelompok budaya tertentu dalam aktivitas mengelompokkan, mengurutkan, berhitung dan mengukur (aktivitas-aktivitas matematis) (Anonim:1985). Bagaimana ethnomatematika mempengaruhi pembelajaran matematika? Seperti yang kita ketahui bahwa, “isi” dan “semangat” matematika ada di manamana termasuk dalam suatu komunitas budaya tertentu seperti arsitektur, pertanian, permainan
masyarakat,
tatabahasa,
olahraga,
bahkan
peribadatan
agama
(D’Ambrosio:2002). Tentu saja yang dipelajari adalah sifat-sifat atau bentuk-bentuk matematika di dalamnya. Pembelajaran matematika dapat mengambil manfaat dari budaya setempat, terutama sebagai khazanah yang memperkaya sumber belajar matematika, selain untuk meningkatkan motivasi, minat dan kepercayaan diri peserta didik dalam belajar matematika karena mereka merasa bahwa belajar matematika 21 33
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
adalah juga bagian dari upaya untuk semakin mengenal dan mencintai budaya mereka sendiri. Mereka berpikir bahwa matematika bukanlah ilmu yang asing bagi mereka. 2.2.5 Deskripsi Matematika Sebagaimana telah digambarkan di atas, matematika sering dideskripsikan dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana yang dipakai. Menurut Sumardyono (2004:28) secara umum
matematika dapat dideskripsikan
sebagai berikut: 1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir. Ini yang membedakan matematika dengan ilmu yang lain. Sebagai sebuah struktur ia terdiri atas beberapa komponen, yaitu: aksioma/postulat, pengertian pangkal, dalil/teorema (termasuk lemma dan sifat). 2. Matematika sebagai alat (tool), dalam mencari solusi atas pelbagai masalah. 3. Matematika sebagai pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif. 4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking), paling tidak karena beberapa hal seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih, rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis. 5. Matematika sebagai bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks tertentu.
22 34
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Matematika sebagai seni berpikir yang kreatif. Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, menjadikan matematika sebagai sebuah seni, khususnya seni berpikir yang kreatif. Dalam pembelajaran matematika, semua pandangan tersebut di atas harus dipergunakan secara proposional. Penekanan pada keberadaan simbol sambil tetap memperhatikan struktur yang terkait, mementingkan penalaran disertai penguasaan rumus atau aturan/prosedur matematika yang memadai, mementingkan sifat deduktif dengan tidak mengabaikan contoh atau pendekatan induktif dalam pembelajarannya. Deskripsi matematika dalam Buku panduan Lawrence University seperti dikutip oleh Frans Susilo, (dalam Sumaji, dkk., 1998:228) menyuguhkan harmoni yang sungguh indah dan menurut penulis telah meliputi seluruh karakteristik matematika. Redaksi pernyataan tersebut sebagai berikut, “Lahir dari dorongan primitif manusia untuk menyelidiki keteraturan dalam alam semesta, matematika merupakan suatu bahasa yang terus-menerus berkembang untuk mempelajari struktur dan pola. Berakar dalam dan diperbaharui oleh realitas dunia, serta didorong oleh keingintahuan intelektual manusiawi, matematika menjulang tinggi menggapai alam abstraksi dan generalitas, tempat terungkapnya hubungan-hubungan dan pola-pola yang tak terduga, menakjubkan, sekaligus amat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Matematika adalah rumah alami baik bagi pemikiranpemikiran yang abstrak maupun bagi hukum-hukum alam semesta yang konkret. Matematika sekaligus merupakan logika yang murni dan seni yang kreatif”.
23
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.2.6 Karakteristik Umum Matematika a.
Memiliki Objek Kajian Yang Abstrak Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat abstrak, walaupun tidak
setiap objek abstrak adalah matematika. Beberapa matematikawan menganggap objek matematika itu “konkret” dalam pikiran mereka, maka objek matematika lebih tepat disebut sebagai objek mental atau pikiran. Ada beberapa objek kajian matematika, yaitu: 1) Fakta. Fakta adalah kesekapakatan dalam matematika yang biasanya diungkapkan lewat simbol tertentu. Contoh tentang fakta adalah : Simbol “2” secara umum telah dipahami sebagai simbol untuk bilangan dua. Sebaliknya, bila kita menghendaki bilangan dua, cukup dengan menggunakan simbol “2”. Fakta yang lain dapat berupa gabungan dari beberapa simbol, seperti “3 + 2” yang dipahami sebagai “tiga ditambah dua”, “3 × 4 = 12” yang dipahami sebagai “tiga kali empat sama dengan dua belas”. Contoh yang lebih kompleks : “π ≈ 3,14” yang dipahami sebagai “bilangan pi mendekati tiga koma satu empat”, “23 =2 ×2 ×2” yang dipahami sebagai “dua pangkat tiga sama dengan dua kali dua kali dua”. Dalam geometri juga terdapat simbol-simbol tertentu, seperti “⊥” yang berarti “tegak lurus”, simbol “//” yang berarti “sejajar”. Dalam trigonometri kita kenal simbol “∠” yang berarti “sudut”, simbol “∆” berarti “segitiga”. Dalam aljabar, simbol “(a, b)” berarti “pasangan terurut”, dll. Cara mempelajari fakta bisa dengan cara hafalan, dan latihan terus-menerus, demontrasi tertulis, dan lain-lain. Namun perlu dicamkan bahwa mengingat fakta adalah penting tetapi
jauh lebih penting memahami konsep yang
diwakilinya.
36 24
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2) Konsep. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek. Contoh: “segitiga” adalah nama suatu konsep. Dengan konsep itu kita dapat membedakan mana yang merupakan contoh segitiga dan mana yang bukan contoh segitiga. “Bilangan prima” juga suatu konsep, yang dengan konsep itu kita dapat membedakan mana yang merupakan bilangan prima dan mana yang bukan.
Di samping itu, dalam
matematika terdapat konsep-konsep yang penting, seperti “fungsi” dan “variabel”. Selain itu terdapat pula konsep-konsep yang lebih komplek, seperti “matriks”, “determinan”, “gradien”, “vektor”, “group”, dll. Konsep dapat dipelajari lewat definisi atau observasi langsung. Peserta didik telah dianggap memahami konsep bila ia dapat memisahkan contoh konsep dari yang bukan. 3) Definisi. Konsep berhubungan dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi simbol dari konsep yang didefinisikan. Contoh tentang definisi: Konsep “lingkaran” dapat didefinisikan sebagai “kumpulan titik-titik pada bidang datar yang memiliki jarak yang sama terhadap titik tertentu”. Dengan definisi tersebut, menjadi jelas apa yang disebut lingkaran. Dengan definisi tersebut pula orang dapat membuat sketsa dari lingkaran, dan pada kasus ini orang sepakat memilih simbol “ ☼ ” untuk menunjukkan lingkaran. Apakah definisi di atas merupakan satu-satunya definisi untuk lingkaran? Tentu tidak. Di SMU, telah dikenal pendefinisian lingkaran dengan cara analitik, yaitu menggunakan koordinat titik (x, y) dalam bidang datar. 4) Prinsip. Secara sederhana dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema” atau “dalil”, “corollary” atau “sifat”, dan sebagainya. Contoh: sifat komutatif
25 37
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dan sifat asosiatif dalam aritmetika merupakan suatu prinsip. Contoh sebuah aksioma: “melalui satu titik A di luar sebuah garis g dapat dibuat tepat sebuah garis yang sejajar garis g”. Peserta didik dianggap telah memahami suatu prinsip bila ia tahu bagaimana prinsip tersebut dibentuk dan dapat menggunakannya dalam situasi yang cocok. Bila demikian berarti ia telah memahami fakta, konsep atau definisi, serta operasi atau relasi yang termuat dalam prinsip tersebut. 5) Operasi. Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang lain. Contoh operasi: penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Elemen yang dihasilkan dari suatu operasi disebut hasil operasi. Skill adalah keterampilan dalam matematika berupa kemampuan pengerjaan operasi dan melakukan prosedur yang harus dikuasai oleh peserta didik dengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi. Beberapa keterampilan ditentukan oleh seperangkat aturan atau prosedur yang berurutan yang disebut algoritma. b.
Bertumpu Pada Kesepakatan Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan
yang memudahkan komunikasi dan pembahasan selanjutnya. Lambang bilangan yang digunakan sekarang: 1, 2, 3,… merupakan contoh sederhana sebuah kesepakatan dalam matematika. Peserta didik secara tidak sadar menerima kesepakatan itu ketika mulai belajar tentang angka atau bilangan. c.
Berpola Pikir Deduktif
26 38
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dalam matematika hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif, yang secara sederhana dapat dikatakan sebagai pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan pada hal yang bersifat khusus. Contoh: seorang peserta didik telah memahami konsep “lingkaran”, ketika berada di dapur ia dapat menggolongkan mana peralatan dapur yang berbentuk menyerupai lingkaran dan mana yang bukan. Dalam hal ini peserta didik tersebut telah menggunakan pola pikir deduktif secara sederhana ketika dia sudah mampu menunjukkan suatu peralatan yang berbentuk menyerupai lingkaran. Contoh lainnya adalah untuk membuktikan bahwa jumlah besar sudut dalam sebuah segitiga adalah 1800: Secara induktif, melalui semua percobaan pengukuran terhadap semua jenis segitiga didapat bahwa benar jumlah besar sudut dalam sebuah segitiga adalah 1800. Tetapi secara matematis kebenaran tersebut tidak dapat diterima, maka harus dibuktikan secara deduktif, sebagai berikut : a. buat sebuah segitiga, misalnya
ABC
b. perpanjangkan salah satu sisi segitiga tersebut, misalnya sisi BC, disebut garis g c. buat garis melalui titik A yang // g, disebut garis k d. beri nama sudut-sudut yang dibentuk oleh garis k dengan perpotongan sisi BA dan BC, misalnya ∠
∠ 2
∠ A k
3
1 2
g B
C
27 39
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Karena garis k // g, maka akan terlihat beberapa hubungan sebagai berikut: ∠ ABC = ∠ A1 (sudut berseberangan) ∠ BCA = ∠ A3 (sudut berseberangan) ∠ CAB = ∠ A2 ∠ABC + ∠BCA + ∠CAB = ∠A1 + ∠A3 ∠A2 Karena ∠A1 + ∠A3
∠A2 adalah sudut berpelurus yang besarnya = 1800 maka
jumlah besar ketiga sudut
ABC di atas adalah 1800. Pembuktian selesai.
d. Konsisten Dalam Sistemnya Dalam matematika terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem-sistem yang berkaitan, ada pula sistem-sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan lainnya. Di dalam masing-masing sistem berlaku ketaatazasan atau konsistensi, artinya bahwa dalam setiap sistem tidak boleh terdapat kontradiksi. Konsistensi itu harus tetap dijaga, baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Antara sistem atau struktur yang satu dengan sistem atau struktur yang lain tidak mustahil terdapat pernyataan yang saling kontradiksi. Contoh yang menunjukkan dua sistem yang memiliki pernyataan yang berbeda: Di dalam sistem geometri Euclid dikenal teorema berikut ini. “Jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga adalah seratus delapan puluh derajat”. Sementara di dalam sistem geometri Riemann (geometri “lengkung bola”, salah satu sistem geometri non-euclides), salah
28 40
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
satu teorema berbunyi. “Jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga lebih (besar) dari seratus delapan puluh derajad”. e.
Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti Di dalam matematika terdapat banyak simbol. Simbol-simbol tersebut
membentuk kalimat matematika yang biasanya disebut model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, maupun fungsi. Selain itu ada pula model matematika yang berupa gambar seperti bangun-bangun geometrik, grafik, maupun diagram. Contoh: model matematika, seperti x + y = z tidak selalu berarti bahwa x, y, dan z itu bilangan. Secara sederhana, bilangan-bilangan yang biasa digunakan dalam pembelajaran pun bebas dari arti atau makna real. Bilangan tersebut dapat berarti panjang, jumlah barang, volume, nilai uang, dan lain-lain tergantung pada konteksnya Simbol matematika yang kosong dari arti itu akan bermakna sesuatu bila dikaitkan dengan konteks tertentu. Hal ini pulalah yang membedakannya dengan simbol bukan matematika. Kosongnya arti dari simbol matematika itu merupakan “kekuatan” matematika, yang dengan sifat tersebut ia bisa masuk pada berbagai bidang kehidupan. f.
Memperhatikan Semesta Pembicaraan Karena simbol-simbol matematika itu kosong dari arti maka bila kita
menggunakannya kita harus memperhatikan lingkup pembicaraannya yang disebut semesta pembicaraan (universum). Benar-salahnya atau ada-tidaknya penyelesaian suatu soal juga ditentukan oleh semesta pembicaraan yang digunakan. Sebuah contoh: Dalam semesta himpunan bilangan bulat terdapat model 2x = 3. Bila 29 41
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semesta pembicaraanya, maka diperoleh x = 1,5. Tetapi 1,5 bukan bilangan bulat. Maka dikatakan bahwa model tersebut tidak memiliki penyelesaian dalam semesta pembicaraan bilangan bulat, atau penyelesaiannya adalah “himpunan kosong”. 2.2.7 Karakteristik Matematika Sekolah Sehubungan dengan karakteristik umum matematika di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah harus memperhatikan ruang lingkup matematika sekolah. Ada sedikit perbedaan antara matematika sebagai “ilmu” dengan matematika yang dibelajarkan di sekolah, dalam beberapa hal, yaitu: 1) Penyajian. Penyajian matematika harus disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik. Contoh penyajian topik tentang perkalian di SD; pengertian perkalian seharusnya tidak langsung disajikan dalam bentuk matematika, misalnya 3 × 4 = 12, tetapi hendaknya didahului dengan melakukan penjumlahan berulang menggunakan peraga, misalnya kelereng. Dengan peragaan itu, peserta didik mendapatkan pemahaman bahwa walaupun 3 × 4 dan 4 × 3 bernilai sama, yaitu 12, tetapi makna perkaliannya berbeda. Dengan demikian, sudah sejak dari awal pembelajaran, peserta didik diperkenalkan dengan konsep tentang perkalian secara tepat. 2) Pola pikir. Pembelajaran matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun pola pikir induktif, disesuaikan dengan topik bahasan dan tingkat intelektual peserta didik. Biasanya di SD menggunakan pendekatan induktif lebih dahulu karena hal ini lebih memungkinkan peserta didik menangkap
30 42
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pengertian yang dimaksud. Sementara untuk SMP dan SMA, pola pikir deduktif sudah semakin ditekankan. 3) Semesta Pembicaraan. Semakin meningkat tahap perkembangan intelektual peserta didik, maka semesta pembicaraannya semakin diperluas. Contoh: operasi bilangan bulat pada Kurikulum 2004 di SD dibatasi pada operasi penjumlahan dan pengurangan, di SMP belum diperkenalkan tentang bilangan imajiner atau kompleks. 4) Tingkat keabstrakan. Tingkat keabstrakan matematika juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual peserta didik. Contoh: di SD dimungkinkan untuk mengkonkretkan objek-objek matematika agar peserta didik lebih memahami pelajaran. Namun, semakin tinggi jenjang sekolah, tingkat keabstrakan objek semakin diperjelas. Contoh: Dalam pembelajaran fakta mengenai bilangan di SD, peserta didik tidak langsung diperkenalkan simbol “2”, “3”, beserta sifat urutannya, tetapi dimulai dengan menggunakan benda-benda konkret dan menyuguhkan sifat urutan/relasi sebagai sifat “lebih dari” atau “kurang dari”.
2.3
Karakter
2.3.1 Arti Karakter Secara etimologis kata karakter berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti mengukir, melukis, memahat atau menggoreskan. Pendapat lain mengatakan bahwa istilah karakter berasal dari bahasa Yunani karasso yang berarti cetak biru, format dasar, sidik jari (Doni, 2007:90). Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi
31 43
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pengertian karakter sebagai sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Thomas Lickona (1991) menjelaskan bahwa karakter mulia (good character) meliputi hal-hal dasar seperti pengetahuan
tentang kebaikan, lalu menimbulkan
komitmen terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Menurutnya, kualitas moral, ciri karakter yang membentuk pengetahuan moral, perasaan moral dan perbuatan moral, mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations),serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills). Doni Koesoema melihat karakter sebagai kondisi dinamis struktur antropologis individu yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratnya, tetapi juga usaha untuk mengatasinya demi hidup yang makin integral dalam proses penyempurnaan diri terus menerus. Berdasarkan hal ini, karakter bukan sekedar hasil tindakan, melainkan secara simultan sekaligus merupakan hasil dan proses. Dinamika ini menjadi dialektika terus menerus dalam diri manusia untuk menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasannya. (Doni, Majalah Basis, 2007). Dengan demikian karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal, dalam rangka dengan dirinya, sesamanya, lingkungan dan bahkan dengan Tuhan-nya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perilaku berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya/tradisi, dan adat-istiadatnya. Pengertian demikian ini jelas memungkinkan terbentuknya formulasi pendidikan karakter dalam lingkup sekolah, sehingga muncul gagasan tentang pendidikan
32 44
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
karakter (character education) dan konsep tentang
pembentukan/pengembangan
karakter (character building). Memahami karakter sebagai suatu kondisi yang diterima tanpa kebebasan dan karakter yang diterima sebagai kemampuan seseorang untuk secara bebas mengatasi keterbatasan kondisinya, akan membuat kita tidak jatuh dalam fatalisme akibat determinasi alam ataupun terlalu tinggi optimisme seolah kodrat alamiah kita tidak menentukan pelaksanaan kebebasan yang kita miliki. Tetapi melalui dua hal itu kita diajak untuk sungguh mengenali diri sendiri: keterbatasan-keterbatasan, potensipotensi, dan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangannya. Karena itu, tentang karakter seseorang, kita hanya bisa menilai apakah seorang itu memiliki karakter kuat atau lemah, apakah ia lebih terdominasi pada kondisi-kondisi yang telah ada dari bawaannya atau ia menjadi tuan atas kondisi natural yang telah ia terima. Orang yang memiliki karakter kuat adalah mereka yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada dari bawaannya yang menghambat pertumbuhannya, tetapi berjuang membangun dan merancang masa depannya sendiri demi kesempurnaan kemanusiaannya. Mereka yang berkarakter lemah ibarat wayang di tangan sang dalang. Orang seperti ini, dalam tingkatan yang paling ekstrem bisa jatuh dalam fatalisme; hal yang tentu sangat kontraproduktif dengan cita-cita pendidikan yang merupakan sebuah intervensi sadar dan terstruktur agar manusia semakin dapat memiliki kebebasan sehingga mampu lebih bijak dalam menempa dan membentuk dirinya berhadapan dengan determinasi alam dalam dirinya, menuju sebuah cita-cita yang lebih mulia, menuju pribadi yang lebih manusiawi dan bermartabat.
33 45
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.3.2 Perbedaan Karakter dan Kepribadian Orang sering mencampur-adukkan penggunaan kata karakter dan kepribadian secara tidak tepat, padahal keduanya berbeda. Sumadi Suryabrata (2000) dalam bukunya berjudul Psikologi Kepribadian mengutip Allport yang berkata,“Character is personality evaluated, and personality is character devaluated”. Ketika kepribadian seseorang diletakkan pada norma moral, maka kita sedang membahas tentang karakter. Sedangkan kepribadian adalah sejumlah karakteristik sifat yang muncul dalam perilaku tanpa adanya penilaian moral. Jadi sekedar deskripsi saja tentang seseorang, misalnya pemarah, penyabar, tahan uji, mudah iba, mudah tersinggung, dan sebagainya. Kepribadian dan karakter seseorang adalah hasil interaksi antara diri orang itu, pengalaman hidup dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang bisa berubah, sedangkan karakter individu bisa dibentuk.
2.3.3 Pribadi Berkarakter Berbicara tentang karakter tidak bisa terlepas dari masalah kepribadian seseorang, meskipun keduanya tidak sama. Karakter tidak dapat diwariskan, karena itu harus dibangun dan dikembangkan setiap insan secara terus menerus melalui proses pendidikan yang berkualitas. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, adab, atau ciri kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai nilai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan berpikir, bersikap, dan bertindak. Oleh karena itu, pendidikan karakter memiliki peran penting dalam membangun dan mengembangkan kepribadian peserta didik untuk menjadi lebih baik, dewasa dan bermartabat.
34 46
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Allport (1937:48) mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri individu yang menentukan adaptasi dirinya yang unik terhadap lingkungannya. Kepribadian manusia tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek psikis dan aspek fisik. Maka untuk memahami kepribadian seseorang perlu diketahui sejarah hidupnya, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter, motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu
yang
akhirnya membentuk kepribadiannya. Untuk membentuk karakter yang kuat, orang perlu menjalani serangkaian proses pembelajaran, pelatihan dan peneladanan. Adapun kriteria karakter yang kuat adalah: a. Memberikan sumbangan terhadap pembentukan kehidupan yang baik untuk diri sendiri sekaligus untuk orang lain dan lingkungannya, b. Kekuatan dari ciri-ciri yang dikandungnya secara moral bernilai sebagai sesuatu yang baik bagi diri sendiri dan orang lain, c. Penampilan ciri-ciri itu tidak mengganggu, tidak membatasi atau menghambat orang-orang di sekitarnya, d. Kekuatan karakter tampil dalam tingkah laku individu yang mencakup pikiran, perasaan, dan tindakan, serta dapat dikenali, dievaluasi dan diperbandingkan derajat kuat-lemahnya, e. Karakter yang kuat dapat dibedakan dari ciri-ciri yang berlawanan dengannya, f. Kekuatan karakter diwadahi oleh model atau kerangka pikir ideal, g. Boleh jadi tidak semua ciri karakter yang kuat muncul pada seseorang, tetapi kebanyakan dari ciri-ciri karakter yang kuat tampil pada orang itu, dan h. Kekuatan karakter memiliki akar psikososial; potensinya ada dalam diri sendiri, aktualitanya dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Para ahli umumnya mengatakan bahwa keutamaan karakter bersumber dari dua kekuatan, yaitu: kekuatan kognitif; keutamaan karakter yang diharapkan muncul
35 47
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
adalah kebijaksanaan dan pengetahuan, kreativitas, rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, mencintai kegiatan belajar, perspektif yang utuh mengenai kehidupan, dan kekuatan interpersonal; dari kekuatan ini diharapkan tampil keutamaan-keutamaan karakter yaitu kemanusiaan, cinta kasih, kebaikan hati (murah hati, dermawan, peduli, sabar, penyayang, menyenangkan dan cinta altruistik). Karakter selalu didasari oleh spirtualitas. Daya-daya spiritual menjadi kekuatan bagi manusia untuk bertahan dan setia menuju tujuan serta menghindarkan manusia dari godaan dan menguatkannya saat berada dalam situasi yang sulit. Dengan daya-daya spiritual, manusia dapat mengatasi keadaan dirinya, berkembang terus sebagai makhluk yang self-trancendence (selalu mampu berkembang melampaui dirinya). Pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian kebahagiaan. Pada akhirnya, orang dengan karakter yang kuat adalah orang yang berbahagia, mandiri, dan memberi sumbangan positif
kepada masyarakatnya.
Seligman (2004) menyebutkan tiga kebahagiaan, yaitu memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan tertinggi, dan
menggunakan
kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai sebagai hal yang lebih besar dari diri sendiri. Perpaduan dari tiga kebahagiaan dan keutamaan-keutamaan karakter, merupakan bahan dari pendidikan karakter. Materi-materi itu yang diajarkan kepada peserta didik dengan berbagai cara yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan dan keterampilan, bahkan, lebih jauh lagi, sampai terbentuknya sifat-sifat yang merupakan keutamaan.
36 48
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.3.4
Pendidikan Karakter Kemerosotan moral pada hampir seluruh dimensi kehidupan dewasa ini,
terutama yang menimpa generasi muda kita, telah menjadi keprihatinan mendalam dari semua kalangan. Kondisi ini membawa kesepakatan bahwa sudah saatnya pendidikan karakter dilaksanakan secara sistematis, strategis dan menyeluruh di sekolah sehingga menjadi efektif dalam pembentukan pribadi para peserta didik. Dasar antropologis pemikiran tentang pendidikan karakter ialah keberadaan manusia sebagai penghayat nilai yang memiliki kebebasan, namun sekaligus sadar akan keterbatasannya. Dinamika struktur manusia yang seperti inilah yang memungkinkan pendidikan karakter menjadi sebuah pedagogi. Sebagai penghayat nilai, manusia juga menghayati transendensi dirinya dengan cara membaktikan diri pada nilai-nilai yang diyakininya sebagai berharga bagi dirinya serta komunitasnya. Maka berbicara tentang pendidikan karakter, berarti berbicara tentang usaha-usaha manusiawi dalam mengatasi keterbatasan dirinya, yang dilakukan melalui praksis nilai yang dihayatinya, yang pada gilirannya semakin mengukuhkan identitas dirinya sebagai manusia. Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an dan Thomas Lickona dianggap sebagai tokoh pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku The Return of Character Education dan Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Melalui tulisannya tersebut Lickona ingin menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter, yang menurutnya mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good),dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona:1992) .
37 49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada peserta didik, tetapi juga menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik itu. Pendidikan karakter merupakan pemberian pandangan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan nilai-nilai hidup. Hal ini sesuai dengan wacana kurikulum 2013 yang berupaya mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada semua mata pelajaran di sekolah. Setiap guru harus mampu memberikan pesan moral dari masing-masing materi yang disampaikan kepada peserta didiknya. Hal yang penting dalam rangka pendidikan sebagai upaya memahat karakter pada diri peserta didik adalah kesadaran bahwa pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu dari pendidik kepada peserta didik, tetapi utamanya adalah agar dapat membentuk karakter dan watak positif pada peserta didik. Pendidikan merupakan proses membantu generasi muda untuk menjadi manusia yang utuh dan penuh pada semua aspek kehidupannya yaitu: aspek kognitif, afektif, social, moral, emosi, estetika, agama, kepribadian dan fisik. Namun, akhirakhir ini sekolah formal agaknya terlalu menekankan segi kognitif saja sehingga mengesampingkan pendidikan nilai. Salah satu buktinya adalah dengan adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti peserta didik. Dalam banyak pengalaman, peserta didik dibimbing untuk terampil menyelesaikan soal-soal yang diberikan terutama saat ujian akhir agar mendapat nilai yang setinggi-tingginya dan boleh masuk dalam perguruan tinggi negeri atau swasta yang ternama. Sepintas, nampaknya pendidikan kita lebih menekankan hasil yang akan dicapai dan bukan pada proses mencapai hasil tersebut
38 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dimana penalaran sangat diandaikan, yang secara tidak langsung, karakter anak turut dibentuk.
2.4
Spiritualitas Kemajuan peradaban kini patut disyukuri dan mestinya sebading dengan
semakin meningkatnya harkat dan martabat manusia. Kenyataannya, jiwa dan pikiran manusia justru semakin menderita. Orang hidup dalam kelimpahan harta namun hatinya sepi, penuh penderitaan, rasa takut dan benci. Tidak mengherankan bila tingkat bunuh diri, stress, dan berragam penderitaan batin lainnya terus bertambah. Pengguna narkoba terus meningkat dan usianya pun semakin muda, persis untuk mengalihkan manusia dari penderitaan batin yang dirasakannya. Agama yang dilihat sebagai dasar dari spiritualitas menuju hidup yang bermakna, pun kini tidak sedikit yang terjebak pada fundamentalisme dan radikalisme, yang berujung pada fanatisme sempit. Mereka mendewakan tradisi, ritual dan aturan, dan yang lebih memalukan adalah bahwa atas nama agama, kemanusiaan sering dikorbankan. Dunia butuh suatu “spiritualitas” baru, spiritualitas yang membantu upaya pemaknaan hidup manusia secara lebih jernih dan mendalam, spiritualitas yang dapat mengurangi dan mengobati penderitaan batin manusia, spiritualitas yang memberi peneguhan kepada manusia menghadapi berbagai tantangan kehidupan yang semakin berat dan kompleks ini. Kekeringan spiritualitas sekarang ini, hanya bisa dilampaui jika orang menafsirkan dan memahami ulang arti yang sejati dari spiritualitas itu, membuka dan memperkaya diri dengan tawaran spiritualitas baru.
2.4.1
Pemahaman Tentang Spiritualitas
39 51
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Spiritualitas berasal dari kata dasar spirit, dari bahasa Latin "spiritus", yang berarti roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup
(Poerwadarminta:1986:963).
Istilah
“sipiritual”
didefinisikan
sebagai
pengalaman manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan dan moralitas (Zastrow 1999:317).
Pada umumnya spiritualitas dikaitkan dengan
ketuhanan dan keberagamaan maka yang paling sering dikenal adalah spiritualitas religius, yang dimaknai sebagai cara bagaimana pengalaman manusia akan Allah membentuk cara mereka memandang dan berinteraksi dengan sesama dan dunia.
2.4.2
Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual telah memberikan kesegaran baru di tengah-tengah
pendekatan sains yang selama ini cenderung memisahkan diri dari perspektif iman dan agama. Bukti saintifik dan kajian-kajian kemanusian versi agama-agama timur menjadikan konsep kecerdasan spiritual ini dapat mengharmoniskan perseteruan agama versus sains, yang hingga saat ini masih berlangsung di dunia barat. Kecerdasan spiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup serta yang memungkinkan manusia secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupannya. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggung jawab dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan diciptakannya secara kreatif karya-karya baru.
40 52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dalam keceredasan spiritual, makna
(meaning) adalah unsur terpenting,
karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan makna dan nilai, kecerdasan yang akan membantu manusia meraih makna hidup dan menjadikan hidupnya lebih bermakna (Zohar dan Marshall, 2000:4). Kebutuhan manusia terhadap makna hidup adalah kebutuhan yang sangat mendasar dan penting. Manusia merasa dirinya bermakna ketika dia memiliki kejujuran, merasa hidupnya dibutuhkan, bermanfaat dan mampu melakukan sesuatu yang bermakna bagi dirinya dan sesama. Pencarian akan makna adalah sumber motivasi. Memberi makna hidup merupakan proses pembentukan kualitas hidup. Keinginan untuk menjadikan hidup lebih bermakna adalah hal yang mengarahkan dan mewarnai sikap dan tindakan manusia. Zohar dan Marshall melihat spiritualitas sebagai sesuatu yang menghidupkan organisme yang tidak harus selalu dikaitkan dengan dimensi ketuhanan dan keagamaan. Pemikiran kecerdasan spiritual mereka lebih menekankan pada wilayah proses pemaknaan hidup. Karena itu, konsep kecerdasan spiritual mereka dapat dipandang sebatas upaya terapis terhadap kompleksitas permasalahan eksistensial manusia. Mereka tidak menafikkan bahwa kecerdasan spiritual dapat digunakan untuk meningkatkan religiositas seseorang dan bahwa kecerdasan spiritual dapat diperoleh dengan dan melalui keberagamaan. Mereka juga mengakui adannya “Titik Tuhan” (God Spot) dalam diri manusia, bahkan mereka menganggap Titik Tuhan tersebut sebagai unsur terpenting dan landasan keberadaan kecerdasan spiritual. God Spot sebagai bagian dari lobus temporal berkaitan erat dengan pengalaman religius
41 53
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
atau pengalaman spiritual seseorang, sehingga tidak dapat dipisahkan dari dimensi keagamaan (Pasiak, 2003:127). Otak spiritual menempati bagian yang sentral dalam diri manusia. Ada beberapa bukti yang memperkuat pendirian ini: 1. Isolasi 40 Hz yang ditemukan oleh Denis Pare dan Rudholpo Llinas yang kemudian dikembangkan menjadi Spiritual Intelligence oleh Danah Zohar dan Ian Marshall; 2. Alam bawah sadar kognitif yang ditemukan oleh Joseph de Laux yang dikembangkan menjadi Emotional Intelligence oleh Daniel Golemen dan Robert Cooper dengan suara hati; 3. God Spot pada daerah temporal yang ditemukan oleh Micheal Pasinger dan V.S Ramanchandran (Pasiak, 2003:27). Bukti-bukti itu memberikan informasi tentang adanya hati nurani atau intuisi dalam otak manusia yang memperkuat dugaan bahwa dalam diri manusia tersimpan otak spiritual atau kecerdasan spiritual. Stephen R. Covey (2005:79) mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual adalah pusat paling mendasar dan menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna terdalam dan hubungan dengan yang tak terbatas. Kecerdasan spiritual adalah fasilitas yang berkembang sedemikian sehingga memungkinkan otak untuk menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan persoalan, terutama yang menyangkut masalah eksistensial. Dengan dimilikinya SQ, seseorang mampu mengatasi masalah hidupnya dan berdamai dengan masalah tersebut. SQ memberi sesuatu “rasa yang dalam" pada diri seseorang menyangkut keberadaannya. Ciri –Ciri Orang Yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi Ari Ginanjar Agustian (2010) menyebut beberapa ciri orang yang memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi, antara lain : 42
54
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1) Memiliki prinsip hidup dan visi yang kuat. Semakin banyak pengetahuan mengenai prinsip yang benar semakin besar kebebasan pribadi untuk bertindak dengan bijaksana. 2) Kesatuan dalam keragaman. Kita berbeda karena memang kita diciptakan demikian, namun sebagai manusia kita sama dan bersaudara, saling mengisi dan memperkaya, bukan untuk membedakan dan saling menghancurkan. 3) Mampu
menemukan
makna
terdalam
dari
setiap
sisi
kehidupan
dan
pengalamannya, dengan selalu bertanya kepada diri sendiri: apa yang dituntut situasi hidup saya saat ini dan langkah bijaksana apa yang harus saya lakukan dalam tanggung jawab saya saat ini? Pribadi yang memiliki SQ tinggi akan mendengarkan dan mentaati hati nuraninya yang berbisik mengenai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. 4) Memiliki kekuatan untuk bertahan dalam kesulitan dan penderitaan bahkan mampu menjadikan kesulitan dan tantangan tersebut menjadi peluang untuk semakin maju. Faktor – Faktor Yang Menpengaruhi Kecerdasan Spiritual Zohar dan Marshall (2000:41-50)
mengungkapkan beberapa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan spiritual, yaitu : =Faktor Internal : a) Pembawaan. Setiap manusia yang lahir dari latar belakang apa saja, mempunyai potensi untuk percaya akan adanya kekuatan di luar dirinya yang mengontrol hidupnya dan alam semesta.
43 55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b) Sel saraf otak. Otak menjadi jembatan antara kehidupan batin dan lahiriah kita. Penelitian yang dlakukan pada era 1990-an membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual. c) Titik Tuhan. Penelitian Rama Chandran menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal, yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung.
=Faktor Eksternal : a) Lingkungan keluarga. Keluarga adalah sekolah kehidupan dan dapur suara hati pertama dan utama bagi anak. Segala kecerdasan bermula dan kuat dipengaruhi oleh keluarga. b) Lingkungan sekolah. Di sekolah anak banyak memperoleh pengetahuan dan nilai. Jika guru memberi nilai kehiduan yang baik, akan membuat kecerdasan spiritual anak akan baik, yang pada gilirannya anak mampu memaknai hidupnya dengan baik pula. c) Lingkungan masyarakat. Lingkungan masayarakat yang mempunyai budaya atau kebiasaan yang baik maka anak akan terbiasa juga melakukan hal-hal yang baik, sehingga secara tak langsung kecerdasan spiritual anak juga tumbuh dan berkembang. Cara Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual bukan sesuatu yang diberi begitu saja tetapi yang harus selalu disadari
dan
dikembangkan.
Kecerdasan
spiritual
berlandaskan
kesadaran
transenden, bukan hanya pada tataran biologis-psikologis. Dalam rangka
44 56
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengembangkan kecerdasan spiritual, Ary Ginanjar Agustian (2010) menganjurkan perlunya diupayakan empat langkah pokok yaitu : 1) Penjernihan emosi; merupakan titik tolak dari kecerdasan emosi, yaitu kembali pada hati dan pikiran yang bersifat merdeka serta bebas dari segala tekanan. 2) Pembangunan mental; yaitu pembentukan alam berpikir dan emosi secara sistematis berdasarkan norma moral dan ajaran iman yang dianut, sehingga diharapkan akan tercipta format berpikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri serta sesuai dengan hati nurani. Maka akan terbentuk karakter manusia yang memiliki tingkat kecerdasan emosi-spiritual sesuai dengan citra manusia, yang mencakup enam prinsip: a) Star Principle (prinsip bintang); terkait dengan rasa aman, kepercayaan diri, intuisi, integritas, kebijaksanaan dan motivasi yang tinggi, yang berlandaskan nilai iman. b) Angel Principle (prinsip malaikat); yang mencakup loyalitas, integritas, komitmen, kebiasaan memberi dan mengawali, suka menolong dan saling percaya. c) Leadership Principle (prinsip kepemimpinan); pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, memiliki integritas yang kuat sehingga dapat dipercaya, selalu membimbing dan mengajarkan pengikutnya, dan yang terpenting adalah memimpin berlandaskan suara hati yang benar. d) Learning Principle (prinsip pembelajaran); mencakup kebiasaan untuk terus belajar dan menggali informasi yang penting untuk kehidupan, kejernihan
45 57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
membaca situasi, kebiasaan berpikir kritis dan mengevaluasi diri dan semua yang dilakukannya. e) Vision Principle (prinsip masa depan); selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang ditempuh, memiliki pengendalian diri dan sosial, memiliki kepastian akan masa depan dan punya ketenangan batin yang tinggi. f) Well Organized Principle (prinsip keteraturan); selalu berorientasi pada manajemen yang teratur, disiplin, sistematis, dan integratif. 3) Ketangguhan pribadi (Personal Strength); merupakan langkah pengasahan hati yang telah terbentuk, yang dilakukan secara berurutan dan sistematis berdasarkan nilai-nilai hidup yang dianutnya (umumnya sumbangan dari nilai-nilai iman), yang terdiri atas: a) Mission
Statement;
penetapan
misi
kehidupan,
membulatkan
tekad,
membangun visi, menciptakan wawasan, transformasi visi, dan komitmen total. b) Character Building; pembangunan karakter melalui ketaatan menjalankan panggilan imannya dan nilai-nilai kemanusiaan universal. c) Self
Controlling;
pengendalian
diri,
melalui
ketaatan
terhadap
keyakinan/imannya, guna meraih kemerdekaan sejati, memelihara martabat kemanusiaan. d) Social Strength; ketangguhan sosial, merupakan pembentukan dan pelatihan untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan orang lain serta lingkungan sosialnya.
2.4.3
Kebutuhan Manusia Terhadap Spiritualitas
46 58
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Menurut Zohar dan Marshall (2000:95), God Spot memainkan peranan penting terhadap pengalaman mistis dan religius seseorang, bahwa “mungkin” ada mesin saraf di dalam lobus temporal yang memang dirancang untuk berhubungan dengan agama. Jadi keyakinan agama sudah “terpatri” di dalam otak manusia. Kecenderungan manusia untuk bertuhan inilah yang menjadikan manusia mahluk spiritual yang tidak bisa terlepas dari kebutuhan bertuhan. Ini sejalan dengan pandangan para mistikus kuno yang menyatakan bahwa manusia dan kemanusian yang paling primordial adalah manusia sebagai mahluk spiritual-puncak dari ciptaan Tuhan. Maka, pada dasarnya sifat manusia adalah baik, selalu merindukan kebahagian, kedamian, cinta kasih dan senantiasa ingin merasa dekat dengan sesama, lingkungannya, dan dengan Tuhannya (Rahmat 1997:43). God Spot adalah kejernihan hati dan pikiran serta sumber suara hati, yang selalu memberikan bimbingan dan informasi yang penting untuk keberhasilan dan kemajuan manusia. God Spot yang tertutup oleh nafsu fisik dan batin akan mengakibatkan manusia menjadi “buta emosi”. Inilah kebodohan spiritual yang dapat memadamkan citra kemanusian manusia sebagai pendengar, penutur dan pelaku kebenaran (Pasiak, 2003:46). Otak adalah sumber kecerdasan yang mempunyai peran sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal ini didukung oleh penemuan dari neurosains yang mengatakan bahwa proses yang berlangsung pada otaklah yang membentuk kesadaran sejati manusia. Jadi otak spiritual juga mempunyai fungsi sebagai alat rohani untuk menuju Tuhan. Keterberian manusia adalah mempunyai kecenderungan kepada kebaikan dan kebenaran. Keterberian ini menujukan adanya kehadiran atau jejak Tuhan dalam diri manusia. Dryarkara kemudian mengatakan hal ini sebagai
59 47
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
suara hati, yaitu suara Tuhan yang terrekam dalam jiwa manusia. Suara hati inilah yang dalam konsep kecerdasan spiritual Zohar dan Marshall disebut sebagai God Spot (Pasiak, 2003:250).
48 60
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Karena
merupakan penelitian kualitatif, maka peneliti/penulis berusaha mengumpulkan data melalui dua pendekatan, sebagai berikut : 1. Pendekatan kepustakaan (library research) dalam rangka memperoleh deskripsi teoritis mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tulisan ini. 2. Pendekatan lapangan (field research) dalam rangka memperoleh data dan informasi mengenai obyek yang diteliti, melalui observasi dan wawancara: a. Observasi. Peneliti mengadakan pengamatan pada kegiatan pembelajaran di kelas, tujuannya adalah untuk mengetahui dan memastikan bahwa apa yang telah dirancang oleh guru dalam RPP terlaksana dalam kegiatan pembelajaran, terutama untuk melihat bagaimana guru secara sadar dan sistematis melalui pembelajaran yang ditampilkan itu, menanamkan nilai-nilai karkater pada diri peserta didik. b. Wawancara terhadap guru matematika yang kelasnya diamati, karena menurut penulis, dalam rangka membentuk karakter pada peserta didik melalui pembelajaran matematika, peran guru sangat strategis dan menentukan. Seorang guru diharapkan mempunyai gambaran yang utuh tentang merancang, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran yang berhubungan dengan pembentukan karakter, agar tujuan tersebut dapat tercapai secara efektif dan
49 61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
optimal. Guru juga berperan lebih dari sekedar sebagai seorang pengajar, tetapi tampil sebagai seorang pendidik, yang dalam fungsi mendidik tersebut, dia serentak bertindak sebagai sosok yang pantas untuk diteladani
3.2
Gambaran Umum Sekolah SD Marsudirini Yogyakarta yang dikelola oleh tarekat Para Suster Fransiskan
(OSF) adalah sebuah satuan pendidikan yang memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan standar pendidikan yang dapat membentuk manusia cerdas dan berkarakter. Hal tersebut telah dirumuskan dalam visi lembaga pendidikan tersebut yaitu cerdas dalam prestasi, bersaudara, dan cinta akan lingkungan. Untuk mengoperasionalkan visi di atas, beberapa langkah strategis sebagai misinya adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan pendidikan religiositas dan menanamkan nilainilai Kristiani, 2) Mengembangkan nilai-nilai Kemarsudirinian, 3) Mengembangkan intelektual, bakat. hobi dan ketrampilan, 4) Menanamkan kepekaan sosial, semangat persaudaraan, kejujuran, keadilan, dan kesederhanaan, 5) Menanamkan rasa cinta terhadap lingkungan. Berdasarkan gambaran di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang penanaman nilai-nilai karakter melalui pembelajaran matematika di SD Marsudirini Yogyakarta. Penulis memilih penelitian di sekolah dasar karena pertimbangan fisik-psikologis peserta didik, bahwa usia awal seorang manusia adalah usia yang sangat baik untuk peletakan dasar bagi pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai yang penting bagi kehidupannya di masa depan. Sedangkan pendidikan di tingkat-tingkat yang lebih tinggi lebih sebagai masa pematangan dan
62 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pendewasaan akan nilai-nilai yang sudah ada. (bdk. PP. No. 19 tahun 2005 tentang standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah).
3.3
Fokus Penelitian Sesuai latar belakang di atas, maka fokus permasalahan dalam penelitian
yang dilakukan penulis adalah untuk melihat “Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dikembangkan dalam diri peserta didik melalui pembelajaran matematika di SD Marsudirini Yogyakarta”. Fokus permasalahan ini kemudian dirinci menjadi tiga subfokus penelitian, yaitu: 1. Bagaimana penanaman dan pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter pada perencanaan pembelajaran matematika? 2. Bagaimana penanaman dan pengembangan nilai-nilai pendidikan katakter pada / selama pelaksanaan pembelajaran matematika? 3. Bagaimana penanaman dan pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter pada evaluasi pembelajaran matematika?
3.4
Analisis Data Yang Dikumpulkan Melalui Pengamatan dan Wawancara
3.4.1 Analisis Data Hasil Wawancara Dengan Guru Matematika Penulis mengumpulkan data dengan melakukan wawancara terhadap guru matematika yang proses pembelajaran matematikanya di kelas telah diamati. Dalam rangka itu, penulis memandu wawancara dengan beberapa pertanyaan penuntun yang telah disiapkan, (terlampir). Untuk semua data yang terkumpul melalui wawancara tersebut,
transkrip wawancara dan analisis atasnya secara lengkap ada dalam
lampiran 51 63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.4.2 Analisis Data Hasil Pengamatan Terhadap Proses Pembelajaran Matematika Di Kelas a.
Penanaman dan Pengembangan Nilai – Nilai Pendidikan Karakter Pada Perencanaan Pembelajaran Matematika Perlu diingat bahwa perencanaan pembelajaran adalah langkah-langkah yang
ditempuh untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (dalam visi dan misi sekolah), dan berdasarkan kebutuhan, yang meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam proses penyusunan perencanaan pembelajaran itu, apakah disampaikan secara eksplisit tentang muatan pembentukan karakter melalui pembelajaran matematika dengan pokok bahasan tertentu? Bagaimana guru (penyusun RPP) mengemas muatan pembentukan karakter melalui pembelajaran matematika yang disajikan dengan jelas dalam tahapan-tahapan selama suatu proses pembelajaran berlangsung? Dari RPP yang dipersiapkan dan dibawakan dalam proses pembelajaran, dan pengamatan langsung atas proses pembelajaran serta wawancara dengan guru yang bersangkutan, diketahui bahwa memang dari awal, terutama dengan berhembusnya wacana tentang pentingnya pembentukan karakter melalaui pendidikan sebagaimana termaktub dalam Kurikulum 2013, dan bahwa semua mata pelajaran mesti memberi kontribusi pada upaya membentuk dan mengembangkan karakter pada diri peserta didik, penulis melihat bahwa memang ada kesadaran yang kuat akan hal itu. Kesadaran itu kemudian dituangkan secara sistematis dalam RPP. (RPP terlampir).
52 64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b.
Penanaman Dan Pengembangan Nilai – Nilai Pendidikan Karakter
Selama Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Disadari bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Berpedoman pada RPP dan hasil pengamatan yang dilakukan penulis selama proses pembelajaran, dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut: 1) Kegiatan pendahuluan. Saat guru memasuki ruang kelas dan memberi salam, semua peserta didik berdiri teratur menyambut guru dan mengucapkan salam balik kepada guru. Itu sesuatu yang membanggakan bahwa anak-anak sudah dibiasakan untuk menyambut tamu yang datang ke rumah/ruang kelas mereka dengan sikap santun dan ucapan penerimaan. Sudah menjadi kebiasaan di sekolah tersebut bahwa setiap memulai suatu pembelajaran selalu diawali dengan doa yang dilakukan dengan tata cara Kristiani. Penulis amat berkesan sebab saat doa pembuka kegiatan pembelajaran, ternyata yang memimpin bukan guru, tetapi seorang peserta didik yang sebelumnya telah secara spontan mengunjukkan tangan sebagai tanda meminta untuk diberi kesempatan memimpin doa pembuka tersebut. Pendoa tidak mengucapkan doa yang telah disiapkan, tetapi menyampaikannya secara spontan. Tentu, itu sebuah karakter yang baik; bersedia berbagi imannya kepada sesamanya melalui doa. Nilai karakter positif lainnya adalah adanya kesadaran bahwa Tuhan yang diyakini sebagai sumber kekuatan, berkat dan rahmat, selalu dimintai penerangan, pencerahan dan berkatNya agar kegiatan pembelajaran dapat terselenggara dengan sukses dan optimal. 53 65
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Guru melakukan apersepsi dengan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang terakhir atau materi sebelumnya yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan saat itu. Hal itu dimaksud untuk menyadarkan peserta didik tentang sifat hirarkis pembelajaran matematika, artinya penguasaan yang baik akan materi prasyarat itu amat penting untuk mempelajari materi selanjutnya. Dengan sendirinya, peserta didik dilatih untuk belajar berpikir holistik. Guru membangkitkan motivasi peserta didik untuk aktif, fokus dan penuh semangat dalam mengikuti pembelajaran. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran untuk menunjukkan kepada peserta didik apa yang akan dipelajari pada hari itu dan apa yang diharapkan dari peserta
didik
melalui
pembelajaran
tersebut.
Juga
dimaksud
untuk
mengarahkan peserta didik agar mereka memberi perhatian dan dengan sendirinya terajak untuk mengingat materi-materi yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan tersebut. 2) Kegiatan inti Saat guru memberi penjelasan dan eksplorasi, para peserta didik tampak antusias dan penuh perhatian. Dengan bantuan teknologi komputer dan pembelajaran berbasis internet, memang penyajian bahan ajar menjadi lebih menarik dan hidup. Bila ada peserta didik yang kurang memberi perhatian, guru dengan cara yang santun penuh keibuan/kebapakan selalu mengingatkan mereka untuk tetap memberi perhatian pada penjelasan guru. Dengan cara ini, peserta didik dilatih untuk menjadi pendengar yang baik, menghormati orang
66 54
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
lain dan bertanggung jawab, itu nilai karakter yang dengan sengaja dikembangkan pada diri peserta didik. Saat ada tugas yang dikerjakan bersama, misalnya dengan teman sebangku, peserta didik menunjukkan semangat dan daya juang yang tinggi untuk memberi kontribusi maksimal pada penyelesaian tugas kelompok tersebut. Peserta didik dilatih untuk berpikir dan bekerja keras, bertanggung jawab dan bersedia berbagi dengan temannya serta saling menghargai keberbedaan. Atas nama dan demi kepentingan kelompok serta menjunjung tinggi kebenaran, maka ada yang mesti mengalah. Di sini, karakter jiwa besar untuk mengakui kekurangan dan kelemahan serta keunggulan diri sendiri maupun teman ditanamkan, maka egoisme dengan sendirinya disingkirkan. Kemampuan untuk berpikir kritis juga dikembangkan.. Saat ada presentasi tugas, guru memberi pujian yang tulus untuk semakin memacu semangat dan daya juang serta demi memancing persaingan yang sehat di antara para peserta didik. Guru juga langsung memberi perbaikan bila ada jawaban yang kurang tepat dan menambahkan bila belum maksimal. Inilah upaya menanamkan nilai penghargaan dan pujian terhadap hal yang baik dan perbaikan untuk yang salah; sebuah kejujuran untuk mengapresiasi. 3) Kegiatan penutup Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan memberi penguatan sebagai pegangan bagi para peserta didik serta memberikan pekerjaan rumah berupa soal-soal latihan untuk semakin mendalami materi tersebut. Dengan strategi ini, guru berkeinginan agar peserta
67 55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
didik dilatih untuk tetap fokus pada pembelajaran meskipun menjelang akhir, berani berpendapat, menghormati orang lain serta bertanggung jawab. Guru mengajak peserta didik agar mempersiapkan diri untuk pembelajaran selanjutnya, dengan demikian peserta didik diajak untuk mempunyai kedisiplinan diri dalam mengatur waktu. Dari hasil pengamatan dan wawancara, penulis berkesimpulan bahwa melalui proses pembelajaran tersebut, profesionalitas dan kompetensi guru sungguh ditampilkan (bdk. Permendiknas No. 16 Tahun 2007 -tentang kompetensi guru), yang meliputi: 1.
Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik merupakan salah satu
kompetensi yang mutlak perlu
dikuasai guru, sekaligus yang membedakan guru dengan profesi lainnya. Kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Seorang guru menyadari bahwa kompetensi ini tidak diperoleh secara tiba-tiba tetapi melalui upaya belajar secara terus-menerus dan sistematis, yang didukung oleh bakat, minat dan potensi keguruan lainnya dari masing-masing individu yang bersangkutan. Berkaitan dengan kegiatan Penilaian Kinerja Guru terdapat tujuh aspek dan empat puluh lima indikator yang berkenaan dengan penguasaan kompetensi pedagogik, yaitu: a) Menguasai karakteristik peserta didik. Guru harus mengetahui dan menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik untuk membantu proses pembelajarannya.
Maka upaya membangun
komunikasi yang intens dengan orang tua/wali serta para pihak yang mengetahui
68 56
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
keadaan peserta didik adalah hal yang sungguh dianjurkan. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya: Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik di kelasnya, Maka jumlah peserta didik yang terlalu banyak tidak akan membuat pembelajaran menjadi efektif dan optimal. Guru memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda, Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan perilaku peserta didik untuk menolongnya sejauh dapat dan mencegah agar perilaku tersebut tidak merugikan dirinya sendiri serta peserta didik lainnya, Guru membantu secara maksimal pengembangan potensi setiap peserta didik dan bila menemukan kekurangan, berusaha memfasilitasi agar kekurangan tersebut teratasi dengan baik dan segera, Guru memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu agar dapat mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik tersebut tidak termarjinalkan (tersisihkan, diolok‐olok, minder, dsb.). Dari pengamatan di kelas, jumlah peserta didik berkisar antara 30 – 32 orang, suatu jumlah yang masih ideal. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa guru memang menguasai karakteristik peserta didik dengan baik, baik dari aspek fisik,
69 57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual. Hal itu tercermin selama proses pembelajaran, dimana tampak guru mengenal para peserta didik dengan sangat baik. Kesan ini diperkuat saat wawancara dengan guru yang bersangkutan, dimana dikatakan bahwa para murid sangat dekat dengan guru. Juga para orang tua selalu berkomunikasi dengan guru tentang anak mereka (kekhususannya, bakat-bakat, kelemahannya, dll.), dengan harapan dapat diperhatikan secara maksimal selama proses pembelajaran di sekolah. Guru menyadari sungguh bahwa peran dan tanggung jawab mereka amat besar, bahkan melihat tugas keguruan sebagai sebuah “panggilan” untuk mengabdi dan menjadi “orang tua kedua” bagi peserta didik; anak-anak mereka. b) Menguasasi teori belajar dan prinsip‐prinsip pembelajaran yang mendidik. Guru mampu menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan standar kompetensi guru. Guru mampu menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan memotivasi mereka untuk belajar: Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai materi pembelajaran sesuai kemampuan belajarnya melalui pengaturan proses pembelajaran yang bervariasi. Guru selalu memastikan tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran tertentu dan menyesuaikan aktivitas pembelajaran berikutnya berdasarkan tingkat pemahaman tersebut,
70 58
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Guru dapat menjelaskan alasan pelaksanaan kegiatan yang dilakukannya, baik yang sesuai maupun yang berbeda dengan rencana, terkait keberhasilan pembelajaran, Guru memakai berbagai teknik untuk memotiviasi kemauan belajar peserta didik, Guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang saling terkait satu sama lain, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran maupun proses belajar peserta didik, Guru memperhatikan respon peserta didik yang belum/kurang memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan menggunakannya untuk memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan hasil pengamatan, tampak bahwa selama proses pembelajaran, suasana yang diciptakan sungguh menyenangkan dan kondusif. Partisipasi aktif dari
peserta
didik
sangat
maksimal.
Menurut
penulis,
hal
tersebut
mengindikasikan penguasaan teori belajar dan prinsip pembelajaran yang baik oleh guru tersebut. Bahkan dalam kelas yang diteliti, ada seperangkat alat band yang tertata rapi di bagian belakang tempat duduk peserta didik. Menurut guru yang mengampu kelas tersebut, alat band itu dimainkan sesekali untuk memberi variasi dan kegembiraan bagi peserta didik, terutama ketika pembelajaran tampak mulai membosankan dan kurang optimal lagi. Yang memainkan alat-alat musik (band) itu adalah warga kelas tersebut. c) Pengembangan kurikulum.
71 59
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Guru mampu
menyusun silabus sesuai dengan tujuan kurikulum dan
menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkupan pembelajaran. Guru memilih, menyusun, dan menata materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik: Guru dapat menyusun silabus yang sesuai dengan kurikulum, Guru merancang RPP yang sesuai dengan silabus untuk membahas materi ajar tertentu agar peserta didik dapat mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan, Guru mengikuti urutan materi pembelajaran dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, Guru memilih materi pembelajaran yang: sesuai dengan tujuan pembelajaran, tepat dan mutakhir, sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik, dapat dilaksanakan di kelas dan sesuai dengan konteks kehidupan sehari‐ hari peserta didik. RPP sebagai panduan kegiatan pembelajaran telah dibuat dengan berpedomankan silabus serta kompetensi yang hendak dicapai. Guru juga mengembangkannya dengan sangat kreatif terutama menyangkut model dan strategi pembelajaran yang efektif, demi mencapai tingkat keberhasilan/ketuntasan yang maksimal dari peserta didik. d) Kegiatan pembelajaran yang mendidik. Guru mampu menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran yang mendidik secara lengkap. Guru mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Guru mampu menyusun dan menggunakan berbagai materi pembelajaran dan sumber belajar sesuai
72 60
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dengan karakteristik peserta didik. Jika relevan, guru memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran: Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah disusun secara lengkap. Guru melaksanakan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, bukan untuk menguji sehingga membuat peserta didik merasa tertekan, Guru mengkomunikasikan informasi baru (misalnya materi tambahan) sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik, Guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik dengan bijak, Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan sehari‐hari peserta didik, Guru melakukan aktivitas pembelajaran secara bervariasi untuk kegiatan pembelajaran yang sesuai demi mempertahankan perhatian peserta didik, Guru mengelola kelas dengan efektif tanpa mendominasi sehingga semua waktu peserta dapat termanfaatkan secara produktif dan optimal, Guru mampu menggunakan ternologi audio‐visual untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, mempraktekkan dan berinteraksi dengan peserta didik lain, Guru mengatur pelaksanaan aktivitas pembelajaran secara sistematis untuk membantu proses belajar peserta didik.
73 61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik adalah perhatian utama seorang guru. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya pembelajaran yang membuat peserta didik menikmati proses pembelajaran, aktif mencari, memecahkan masalah dan mampu merumuskan sesuatu. Guru bertindak sebagai fasilitator, pendamping yang meluruskan jalan dan membantu mencerahkan permasalahan. Peserta didik tidak dididik untuk bergantung sepenuhnya pada guru tetapi mereka dilatih dan dibimbing untuk mandiri. Selama proses pembelajaran yang diamati dan wawancara dengan guru yang bersangkutan, kesan tentang hal di atas sangat kuat. Peserta didik diberi ruang seluas-luasnya untuk mengeksplorasi diri dan kemampuan mereka. Guru mencerahkan dan mengarahkan serta meluruskan. Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran juga menjadi hal yang menonjol dalam proses pembelajaran di SD Marsudirini. Komputer/internt diharapkan mampu memberikan dukungan bagi terselenggaranya proses komunikasi interaktif-konstruktif antara guru, peserta didik, dan bahan belajar sebagaimana yang dipersyaratkan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Hasil pengamatan atas proses pembelajaran di dua kelas itu menunjukkan bahwa bila pembelajaran dilakukan dengan dukungan media komputer dan internet yang dikemas dengan baik dan bijak, akan membuat pembelajaran menjadi sangat menyenangkan dan optimal. Di sini memang dituntut kemampuan guru untuk menggunakan media tersebut dengan bijak, agar tujuan pembelajaran dapat berhasil dengan maksimal dan hal-hal negatf yang sering tersertakan dalam media tersebut dapat disaring dan disingkirkan. e) Pengembangan potensi peserta didik.
74 62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Guru mampu menganalisis potensi pembelajaran setiap peserta didik dan mengidentifikasi
pengembangannya
melalui
program
pembelajaran
yang
mendukung mereka mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, dan kreativitasnya sampai ada bukti jelas bahwa peserta didik mengaktualisasikan potensi mereka: Guru menganalisis hasil belajar berdasarkan segala bentuk penilaian terhadap setiap peserta didik untuk mengetahui tingkat kemajuan masing‐masing. Guru merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecakapan dan pola serta cara belajarnya masing‐masing, dan mengidentifikasi dengan benar tentang bakat, minat, potensi, dan kesulitan belajar masing-masing peserta didik. Guru
merancang
dan
melaksanakan
aktivitas
pembelajaran
untuk
memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berfikir kritis peserta didik. Guru secara aktif membantu peserta didik dalam proses pembelajaran dengan memberikan perhatian kepada setiap individu. Guru memusatkan perhatian pada interaksi dengan peserta didik dan mendorongnya
untuk
memahami
dan
menggunakan
informasi
yang
disampaikan.
Guru berperan memfasilitasi pengembangan seluruh potensi peserta didik melalui proses pembelajaran yang terjadi. Menurut penulis, suatu konsep pendidikan yang keliru adalah ketika guru melihat peserta didik sebagai kertas putih bersih tak bertulis, dan melalui pendidikan/pembelajaran, guru menulis pada kertas itu. Maka yang terjadi adalah guru aktif dan menjadi satu-satunya sumber
75 63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pengetahuan, sedangkan para peserta didik
pasif, hanya sebagai penerima
pengetahuan. Kesadaran baru telah muncul, terutama dengan begitu kuatnya pengaruh filsafat konstruktivisme dalam dunia pendidikan, yaitu bahwa dalam proses pembelajaran guru sebagai pendamping dan fasilitator pengembangan seluruh potensi peserta didik. Hasil pengamatan dan wawancara, tampak bahwa hal di atas telah diperhatikan dengan baik. Anak-anak diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki, guru mengarahkan, mencerahkan, meneguhkan dan meluruskan.
f) Komunikasi dengan peserta didik. Guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif. Guru mampu memberikan respon yang lengkap dan relevan ketika berhadapan dengan komentar atau pertanyaan peserta didik: Guru menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, benar, dan mutakhir, sesuai tujuan pembelajaran dan isi kurikulum, tanpa mempermalukannya. Guru menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi peserta didik, termasuk memberikan pertanyaan terbuka yang menuntut peserta didik untuk menjawab dengan ide dan pengetahuan mereka sendiri. Guru memberikan perhatian dan mendengarkan semua pertanyaan dan tanggapan peserta didik, tanpa menginterupsi, kecuali jika diperlukan untuk membantu atau mengklarifikasi pertanyaan/tanggapan tersebut.
64
76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Guru menyajikan kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kerja sama yang baik antarpeserta didik. Guru memberikan perhatian terhadap pertanyaan peserta didik dan meresponnya secara lengkap dan relevan untuk menghilangkan kebingungan pada peserta didik Guru mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap semua jawaban peserta didik baik yang benar maupun yang dianggap salah untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik, lalu meluruskan dan melengkapi bila perlu.
Dari pengamatan dan wawancara, semua berkesadaran bahwa berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun kepada peserta didik sangat dituntut dari seorang guru. Kesadaran bahwa guru sebagai figur yang diteladani dan mengemban tanggung jawab
sebagai “orangtua kedua” bagi peserta didik, dengan sendirinya telah
mendorong guru untuk dapat berkomunikasi dengan baik, selalu dapat mengontrol diri terutama bila sedang dirundung masalah agar tidak berdampak buruk bagi proses pembelajaran.
g) Penilaian dan Evaluasi. Guru mampu menyelenggarakan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi atas efektivitas proses dan hasil belajar dan menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan. Beberapa hal penting yang menunjukkan bahwa guru mampu menggunakan hasil analisis penilaian dalam proses pembelajarannya, yaitu:
77 65
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Guru menyusun alat penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang tertulis dalam RPP. Guru melaksanakan penilaian dengan berbagai teknik dan jenis penilaian, dan mengumumkan hasil serta implikasinya kepada peserta didik, tentang tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran yang telah dan akan dipelajari. Guru menganalisis hasil penilaian untuk mengidentifikasi topik/kompetensi dasar yang sulit sehingga diketahui kekuatan dan kelemahan masing‐masing peserta didik untuk keperluan remedial dan pengayaan. Guru menggunakan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya. Guru memanfatkan masukan dari peserta didik dan merefleksikannya untuk meningkatkan pembelajaran selanjutnya, dan dapat membuktikannya melalui catatan, jurnal pembelajaran, rancangan pembelajaran, dan materi tambahan.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan, tampak bahwa guru selalu memantau perkembangan dan tingkat ketuntasan pembelajaran para peserta didik. Untuk maksud itu, guru secara teratur melakukan evaluasi. 2.
Kompetensi Kepribadian Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa kompetensi kepribadian guru yaitu kemampuan kepribadian guru yang mantap, stabil, dewasa, bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, mampu mengevaluasi kinerja sendiri, dan selalu mengembangkan diri secara berkelanjutan.
78 66
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Hal ini dipertegas ladi dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru, sebagai berikut: a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional, dan menghargai peserta didik tanpa membedakan latar belakangnya. b. Menampilkan diri dan berperi laku sebagai pribadi yang jujur, tegas, manusiawi, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. d. Menunjukkan etos kerja, bertanggung jawab, bangga menjadi guru, percaya diri, dapat bekerja secara mandiri dan profesional serta menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kompetensi kepribadian guru adalah hal yang mesti diperhatikan, meskipun kenyataanya, upaya pengembangan profesi guru yang berkaitan dengan penguatan kompetensi kepribadian masih terbatas, dan cenderung lebih mengutamakan pengembangan kompetensi pedagogik dan akademik. Mengenai kompetensi kepribadian ini, pihak manajemen SD Marsudirini, sudah dari tapap perekrutan tenaga pendidik, mempunyai kebijakan yang berpedomankan pada regulasi kompetensi kepribadian dan juga nilai-nilai kemarsudirinian sebagai kekhasan lembaga pendidikan tersebut. Selanjutnya para pendidik dan semua yang terlibat dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan tersebut selalu ada kegiatan rutin, yang melaluinya diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kepribadian mereka, misalnya kegiatan rekoleksi, ret-ret, ziarah dan camping rohani.
79 67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
Kompetensi Sosial. Kompetensi sosial guru berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam
berkomunikasi dengan masyarakat di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal guru. Dalam bermasyarakat, peran dan cara berkomunikasi seorang guru tentulah memiliki perbedaan dengan orang lain yang bukan guru. Seorang guru adalah tokoh yang mengemban tugas untuk membina dan membimbing masyarakat agar memiliki norma yang baik. Itulah sebabnya misi yang diemban guru sebenarnya adalah misi kemanusiaan. Satori (2009:215) mengemukakan bahwa kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Seorang guru selalu terkait dengan situasi sosial di masyarakat yang bersifat kompleks. Peran dan fungsi guru di masyarakat, sbb.: 1. Sebagai motivator dan inovator. Dalam pembangunan pendidikan untuk mencerdaskan masyarakat, guru senantiasa memberi motivasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan ikut serta menyukseskan program wajib belajar. 2. Pionir pendidikan. Guru merupakan perintis dan pelopor pendidikan dan yang senantiasa aktif dalam memajukan pendidikan. 3. Penelitian dan pengkaji ilmu pengetahuan. Guru dituntut untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan pendidikan dan berusaha mencari solusinya.
80 68
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. Pengabdian sosial. Guru perlu melibatkan diri dalam kegiatan di masyarakat yang sesuai dengan dunia pendidikan terutama dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara serta informasi dari kepala sekolah bahwa guru-guru yang mengabdi di SD Marsudirini Yogyakarta adalah guru-guru yang memiliki kompetensi sosial yang baik, bahkan di atas rata-rata. Sebagian besar dari mereka adalah pengurus gereja yang aktif, dan dalam masyarakat mereka juga memegang tanggung jawab tertentu. 4.
Kompetensi Profesional Kompetensi Profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran dengan baik, selalu meng-up date, dan menguasai materi pelajaran. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek Kompetensi Professional adalah sebagai berikut : a. dalam menyampaikan pembelajaran guru menjadi salah satu sumber materi yang tidak pernah kering. Kegiatan mengajarnya harus disambut oleh peserta didik sebagai suatu seni pengelolaan proses pembelajaran. Hal tersebut diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tinggi, b. keaktifan peserta didik harus selalu diciptakan dan berkelanjutan dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong peserta didik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar, c. guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sesuai ilmu 69
81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
keguruan, misalnya bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi dan prinsip-prinsip lainnya. Dalam
hal
evaluasi,
secara
teori
dan
praktik,
guru
harus
dapat
melaksanakannya sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir soal secara benar, agar tes yang digunakan dapat memotivasi peserta didik untuk terus belajar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, dapat dikatakan bahwa guru telah menampilkan kompetensi professional selama pembelajaran dengan baik dan maksimal. c.
Penanaman Dan Pengembangan Nilai – Nilai Pendidikan Karakter Pada
Evaluasi Pembelajaran Matematika Evaluasi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas pembelajaran dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Salah satu bentuk evaluasi adalah latihan, yaitu kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik setelah membaca uraian sebelumnya. Latihan dibuat agar peserta didik benar-benar belajar secara aktif dan akhirnya menguasai materi yang sedang dibahas saat itu. Latihan disajikan secara kreatif sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran, dan dapat ditempatkan di sela-sela uraian atau pada akhirnya. Latihan bersifat menyimpulkan materi, agar materi dapat dipahami dengan mudah dan mantap. Perlu diingat bahwa sesudah kegiatan latihan, dapat dibuat rangkuman yang diletakkan sebelum tes formatif pada setiap kegiatan belajar.
70 82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan pengamatan dan wawancara, latihan memang dibuat dengan tujuan : a) Dilihat dari segi peserta didik secara individual: mengetahui tingkat pencapaian peserta didik dalam suatu proses belajar mengajar, menetapkan keefektifan pengajaran dan rencana kegiatan, memberi basis laporan kemajuan peserta didik, menghilangkan halangan – halangan atau memperbaiki kekeliruan yang terdapat sewaktu proses pembelajaran berlangsung. b) Dilihat dari segi program pengajaran: memberi dasar pertimbangan kenaikan dan promosi peserta didik, memberi dasar penyusunan dan penempatan kelompok peserta didik yang homogen, diagnosis dan remedial pekerjaan peserta didik, memberi dasar pembimbingan dan penyuluhan, dasar pemberian angka rapor bagi kemajuan peserta didik, memotivasi belajar peserta didik, mengidentifikasi dan mengkaji kelainan peserta didik, menafsirkan kegiatan sekolah ke dalam masyarakat,
mengadministrasi
sekolah,
mengembangkan
kurikulum,
dan
mempersiapkan penelitian pendidikan di sekolah. Selain latihan harian atau setiap akhir suatu pokok bahasan, evaluasi resmi lainnya berupa: a) Tes Formatif. Pada setiap modul selalu disertai lembar evaluasi (evaluasi formatif) yang biasanya berupa tes. Tes formatif merupakan tes untuk mengukur penguasaan peserta didik setelah suatu pokok bahasan selesai dipaparkan dalam satu kegiatan belajar berakhir. Tes formatif secara prinsip harus memenuhi syaratsyarat: 1) Mengukur kompetensi dan indikator yang sudah dirumuskan
71 83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2) Materi tes benar dan logis, baik dari segi pokok masalah yang dikemukakan maupun dari pilihan jawaban yang ditawarkan 3) Pokok masalah yang ditanyakan cukup penting 4) Butir tes harus memenuhi syarat-syarat penulisan butir soal Kunci jawaban tes formatif diletakkan di bagian paling akhir suatu modul. Tujuannya agar peserta didik benar-benar berusaha mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban. Dalam kunci jawaban tersebut terdapat bagian tindak lanjut yang berisi cukup banyak kegiatan yang harus dilakukan peserta didik atas dasar tes formatifnya. Peserta didik diberi petunjuk untuk melakukan kegiatan lanjutan, seperti: Terus mempelajari kegiatan belajar berikutnya bila ia berhasil dengan baik yaitu mencapai tingkat penguasaan 75% dalam tes formatif yang lalu, atau pelajari kembali materi tertentu bila hasilnya masih di bawah 75% dari skor maksimum. b) Evaluasi, sebagai suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu. Menurut Sudirman N., dkk., (1991:242) tujuan evaluasi adalah untuk
mengambil
keputusan tentang hasil belajar, untuk memahami peserta didik, dan untuk memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran. Jenis-jenis evaluasi: 1.
Evaluasi Formatif ; evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai
mempelajari suatu unit pelajaran tertentu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi formatif : Dilakukan pada akhir setiap satuan pelajaran dan bertujuan mengetahui sejauh mana tujuan instruksional khusus pada setiap satuan pelajaran yang telah tercapai.
72 84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner, atau cara lainnya yang sesuai. Peserta didik dinilai berhasil apabila mencapai taraf penguasaan sekurangkurangnya 75%.. 2.
Evaluasi Subsumatif/sumatif ; penilaian yang dilalsanakan setelah beberapa
satuan pelajaran diselesaikan, dilakukan pada perempat atau tengah semester. Evaluasi sumatif bermanfaat untuk menilai hasil pencapaian peserta didik terhadap tujuan suatu program pelajaran dalam suatu periode tertentu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian evaluasi sumatif : Peserta didik dinilai berhasil apabila nilai rapor mata pelajaran tersebut minimal 6. Penilaian sumatif mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner ataupun cara lainnya yang sesuai dengan menilai ketiga ranah yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. 3.
Evaluasi Kokurikuler Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran
yang telah dijatahkan dalam struktur program, berupa penugasan-penugasan atau pekerjaan rumah yang menjadi pasangan kegiatan intrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di sekolah dengan penjatahan waktu sesuai dengan struktur program. Evaluasi kokurikuler adalah kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal berikut: Penilaian kokurikuler terhadap hasil kegiatan kokurikuler berupa: kliping, lembar jawaban soal, laporan praktikum, karangan, kesimpulan atau ringkasan dari buku. Dilakukan setelah peserta didik selesai mengerjakan setiap tugas yang diberikan. Nilai kokurikuler diperhitungkan untuk nilai rapor. 73 85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
Evaluasi Ekstrakurikuler Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran yang
dilakukan di sekolah atau pun di luar sekolah, yang bertujuan untuk memperluas pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran atau bidang pengembangan, dan untuk menyalurkan bakat dan minat yang menunjang pencapaian tujuan instruksional. Berdasarkan informasi dan wawancara dengan guru, disadari bahwa evaluasi terhadap seluruh proses pembelajaran adalah hal yang amat penting, terutama untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh semua. Dari hasil evaluasi yang telah dibuat serta analisis atasnya, pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil evaluasi tersebut akan membuat langkah bersama untuk pemantapan atau perbaikan dan peningkatannya. Evaluasi juga penting sebagai pengingat akan misi pembelajaran yang tidak hanya bertujuan mencerdaskan peserta didik secara kognitif, tetapi yang mencakup aspek hidup mereka secara keseluruhan, yaitu aspek afektif dan psikomotornya.
3.5 a)
Waktu Dan Tempat Pengamatan/observasi Persiapan Tanggal 10 Oktober 2015 telah ada pertemuan awal dengan pihak sekolah
yang dihadiri Kepada Sekolah dan dua guru yang akan diamati proses pembelajarannya di kelas yaitu guru matematika kelas VI dan V. Dalam pertemuan itu dibicarakan maksud peneliti mengadakan pengamatan di sekolah tersebut yaitu dalam rangka mengumpulkan data guna melengkapi tulisan untuk tugas akhir penulis yaitu skripsi. Penulis juga mengutarakan maksud wawancara kepada kedua guru
86 74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tersebut demi tujuan yang sama, sehingga penulis diharapkan memiliki data yang lebih
komprehensif.
Dalam
pertemuan
itu
telah
disepakati
waktu
akan
dilaksanakannya kegiatan pengamatan tersebut. Pihak sekolah entusias menyambut kegiatan yang akan dilakukan oleh penulis ini dan berharap kegiatan tersebut boleh menjadi masukan sekaligus sebagai bahan evaluasi dan refleksi bagi lembaga pendidikan tersebut. Pihak sekolah juga memberi masukan kepada penulis berupa informasi tentang lembaga pendidikan tersebut (sejarah, tantangan-tantangan, dan terutama mengenai kekhasannya sehingga SD Marsudirini mempunyai tempat dan nilai jual tersendiri dalam peta pendidikan dasar di wilayah Yogyakarta ini). b)
Pelaksanaan
I.
Pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran:
Pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran matematika Kelas V SD Marsudirini Hari / tgl
: Kamis, 22 Oktober 2015
Jam
: 10.10 – 11.20 (WIT) – 2 x 35’
Guru Kelas : C. Tri Pudyastuti, SPd.SD Materi
: Lingkaran
- Hal-hal yang diamati : 1. Materi (RPP terlampir)
75
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lingkaran – mengenal lingkaran dan unsur-unsurnya yaitu: jari-jari, diameter,
keliling lingkaran dan
bagaimana menghitung luas daerah
lingkaran. Mengaitkan materi dengan kehidupan nyata para peserta didik. Meminta peserta didik untuk menyebut benda-benda di sekitar mereka yang menyerupai lingkaran. Penyampaian materi dilakukan secara bertahap dan sistematis. Penyampaian materi dengan bantuan teknologi komputer sehingga menjadi lebih menarik dan amat membantu daya bayang peserta didik terhadap bangun datar dan bangun ruang, khususnya yang berhubungan dengan lingkaran. 2. Guru Penampilan guru amat anggun dan penuh keibuan. Tutur kata/cara berbahasa guru sangat baik dan membesarkan hati peserta didik. Sangat menghargai peserta didik dan jawaban yang mereka berikan Mengajak dan mengingatkan peserta didik untuk selalu saling menghargai Memberi motivasi yang membangkitkan semangat dan daya juang peserta didik Setia mendampingi peserta didik selama berproses Mengajak peserta didik untuk terbiasa saling membantu dan berbagi dengan teman terutama yang mengalami kesulitan selama proses pembelajaran.
76 88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Mengingatkan peserta didik untuk selalu cermat/teliti dalam mengerjakan soal-soal matematika, “…matematika itu membutuhkan ketelitian…”. Menghargai hasil kerja peserta didik dengan memberi apresiasi positif berupa pujian atau tindakan tertentu
yang
menumbuhkan semangat,
meningkatkan daya juang dan menguatkan rasa percaya diri peserta didik. Selalu bertanya balik kepada peserta didik mengenai hal-hal yang belum/kurang dipahami, agar semuanya menjadi jelas sebelum maju ke materi selanjutnya. “… matematika itu proses, maka proses anda mesti diyakini benar.” 3. Peserta Didik Aktif, penuh semangat, berusaha untuk unjuk kemampuan mereka yang terbaik Berupaya untuk selalu memperhatikan penjelasan guru atau pekerjaan teman yang diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas (pada papan tulis-whiteboard) Tertib menyampaikan pendapat yaitu dengan mengajukan tangan secara jelas dan santun, dan tidak rebutan dalam menjawab atau memberi komentar. Selalu mengucapkan terima kasih, baik kepada guru atau teman atas sesuatu yang diberikan kepada mereka, misalnya saat diedarkan LKS. - Pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran matematika Marsudirini Hari / tgl
: Sabtu, 24 Oktober 2015 77 89
Kelas VI SD
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Jam
: 09.15 – 10.25 (WIT) – 2 x 35’
Guru Kelas : Basilius Agung Wikaryanato, SPd. Materi
: Pengukuran – Mengenal Satuan Debit.
- Hal – hal yang diamati : 1. Materi (RPP terlampir) Pengukuran – mengenal satuan-satuan dalam pengukuran, khususnya untuk santuan panjang: km – hm – dam – m – dm – cm – mm. Mengaitkan materi dengan kehidupan nyata para peserta didik. Penyampaian materi dilakukan secara bertahap dan sistematis. Penyajian materi dengan bantuan teknologi komputer sehingga menjadi lebih variatif, menarik dan amat membantu peserta didik. 2. Guru (mengolah tahap-tahap pembelajaran sesuai RPP terlampir) Berpenampilan anggun, menarik, penuh nuansa keakraban dan sedikit humoris. Tutur kata/cara berbahasa Guru cukup baik dan membesarkan hati peserta didik. Cermat menyiapkan dan menyampaikan materi pembelajaran agar terhindar dari miskonsepsi. Misalnya: cara membaca angka di belakang koma yang mesti dibaca per angka (3,14 dibaca: tiga koma satu empat, bukan tidak koma empat belas) Kreatif menyajikan materi dan variatif, terutama dengan bantuan media komputer.
78 90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Mengajak dan mengingatkan para peserta didik untuk selalu saling menghargai jawaban dan pekerjaan teman, meskipun berbeda atau bahkan salah. Selalu
menyisipkan
nilai
pembentukan
karakter
selama
proses
pembelajaran, misalnya dengan ungkapan, “…berani berbuat, berani bertanggung jawab, itu salah satu konsekuensi pembelajaran matematika yang terkenal prinsipiil dan tertib itu.” ”…belajar matematika itu melatih dan membiasakan anda untuk bekerja keras, sering membuat latihan, karena hanya dengan cara itu, anda dapat menguasai matematika dengan baik, menghafal saja tidak cukup…” Membiasakan peserta didik untuk saling membantu dan berbagi dengan teman, terutama yang mengalami kesulitan dalam belajar Mengingatkan peserta didik untuk selalu cermat/teliti dalam mengerjakan “…mengerjakan soal matematika, atau apa saja, harus soal-soal matematika, dengan cermat, dan hati-hati, agar hasilnya tepat”. Selalu bertanya balik kepada peserta didik mengenai hal-hal yang belum/kurang dipahami, biar semuanya menjadi jelas sebelum maju ke materi selanjutnya. “… matematika itu butuh banyak latihan, itulah yang membuat matematika itu berbeda dengan ilmu yang lain.” 3. Peserta Didik Aktif, sportif, penuh semangat dan berusaha untuk unjuk kemampuan terbaik Berani menyampaikan pendapat (komunikatif) 79 91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berupaya untuk selalu memperhatikan penjelasan guru atau pekerjaan teman yang diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas (pada papan tulis-whiteboard). Tertib menyampaikan pendapat yaitu dengan mengajukan tangan secara jelas dan santun, dan tidak rebutan dalam menjawab atau memberi komentar. Selalu mengucapkan terima kasih, baik kepada guru atau teman atas sesuatu yang diberikan kepada mereka, misalnya saat diedarkan LKS.
II.
Wawancara: (pertanyaan penuntun dan transkrip wawancara terlampir) Wawancara terhadap guru matematika yang sekaligus wali kelas V: Ibu C. Tri Pudyastuti, SPd.SD, terjadi pada : Hari/tanggal
: Senin, 26 Oktober 2015
Tempat
: SD Marsudirini – Ruang Laboratorium
Waktu
: 10.15 – 11.00
Wawancara terhadap guru matematika kelas VI: Bp. Basilius Agung Wikaryanato, SPd., terjadi pada :
Hari/tanggal
: Rabu, 28 Oktober 2017
Tempat
: SD Marsudirini – R. Laboratorium
Waktu
: 10.15 – 10.50
80 92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV SUMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER
Karakteristik Pendidikan Matematika Dan Nilai – Nilai Yang
4.1
Terkandung Di Dalam Kaitannya Dengan Pembentukan Karakter Berbicara tentang pendidikan matematika tidak dapat dipisahkan dari matematika. Demikian pun saat membicarakan karakteristik pendidikan matematika, juga tidak dapat dilepaskan dari karakteristik matematika. Para pemerhati pendidikan matematika, telah berupaya melihat bagaimana karakteristik matematika dan pendidikannya, serta sumbangannya terhadap pembentukan karakter. Salah satunya adalah Seodjadi (Soedjadi: 2007) yang berusaha menguraikan perbedaan karakteristik matematika dan pendidikan matematika tersebut, sebagaimana yang dapat diringkas dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Perbedaan Karakteristik Matematika dan Pendidikan Matematika Karakteristik Matematika
Karakteristik Pendidikan Matematika
Memiliki objek kajian yang abstrak Memiliki objek kajian yang konkrit (hanya ada di dalam pikiran)
Bertumpu
Bertumpu pada kesepakatan (lebih formal)
bertumpu
pada
dan juga abstrak
aksioma
pada
kesepakatan
(termasuk
penekanan pada aksioma self evident truth), dan dalam pembelajarannya berangkat dari dunia nyata menuju ke konsep-konsep yang 81 93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
abstrak Berpola pikir deduktif
Berpola pikir deduktif dan juga induktif
Konsisten dalam sistemnya
Konsisten dalam sistemnya (termasuk sistem yang dipilih untuk pendidikan)
Memiliki/menggunakan yang
simbol Memiliki/menggunakan simbol yang kosong dari arti dan juga yang telah
kosong dari arti Memperhatikan pembicaraan
mempunyai arti tertentu semesta Memperhatikan semesta pembicaraan (bahkan juga digunakan untuk pembatasan bahan ajar matematika, sesuai kelas tertentu)
Berdasarkan hal di atas, diketahui bahwa matematika dan pendidikan matematika mempunyai potensi yang amat besar untuk menumbuhkembangkan berbagai macam kemampuan dan karakter yang sangat berguna bagi peserta didik. Dalam pengamatan yang dilakukan terhadap proses pembelajaran matematika di kelas dan wawancara dengan guru, memang kelihatan potensi matematika tersebut, antara lain : Kemampuan berhitung. Kemampuan ini amat penting karena selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari Dengan memiliki kemampuan menghitung yang baik, seseorang akan sangat terbantu dalam pekerjaan yang berhubungan dengan pengukuran, perhitungan, perbandingan, dll. 82 94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kemampuan mengamati dan membayangkan bangun-bangun geometri dan sifatsifat kebidangan dan keruangannya.
Memiliki kemampuan ini juga sangat
berguna dalam merancang dan mengerjakan suatu bangunan atau ruangan tertentu yang sesuai kebutuhan, dan bila disertai kemampuan menghitung dan mengukur yang memadai, maka akan sangat membantu dalam pekerjaan yang berhubungan dengan hal tersebut, sehingga dapat dilaksanakan dengan efektif, maksimal dan memuaskan. Kemampuan melakukan berbagai macam pengukuran (panjang, luas, volume, berat dan waktu). Ketika keteraturan menjadi hal yang amat mendukung dan dibutuhkan dalam kehidupan manusia, kemampuan melakukan berbagai pengukuran ini sangat diperlukan. Kemampuan mengamati, mengorganisasi, mendeskripsikan, menyajikan dan menganalisis data serta menarik kesimpulan atasnya. Memiliki kemampuan di atas akan sangat membantu dalam perancangan dan pengerjaan serta evaluasi atas hasil kerja tertentu, sehingga keberhasilan dapat diraih secara maksimal dan kegagalan dapat diminimalisir sedemikian. Kemampuan mengamati pola atau struktur dari suatu situasi atau keadaan tertentu. Dengan kemampuan ini, orang akan lebih mudah membuat pemetaan antara halhal yang saling berkaitan dengan yang bukan. Kemampuan untuk membedakan hal-hal yang relevan dengan yang bukan. Ketika berhadapan dengan suatu permasalahan, orang yang memiliki kemampuan di atas, akan memilih dengan tepat dan cepat hal-hal yang dibutuhkan sebagai solusi dan mengesampingkan hal-hal yang lain.
83 95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kemampuan untuk membuat prediski tentang sesuatu hal berdasarkan hasil analisis atas data yang ada. Dengan kemampuan ini, orang lalu dapat membuat langkah-langkah antisipatif, mengukur kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi
suatu
masalah,
juga
dampak-dampak
sebagai
akibat
dari
permasalahan tersebut. Kemampuan menalar secara logis, termasuk kemampuan mendeteksi adanya kontradiksi pada suatu penalaran. Inilah kemampuan yang sangat menonjol disumbangkan oleh pembelajaran matematika. Dalam kaitannya dengan pembentukan karakter, melanar secara logis adalah karakter yang sangat dibutuhkan untuk membantu memilih dan memutuskan secara tepat dan bijak. Kemampuan berpikir dan bertindak secara konsisten. Konsistensi adalah salah satu sumbangan terhadap pembentukan karakter yang khas matematika. Satunya pikiran, kata dan tindakan adalah karakter hidup yang sekarang ini sangat mahal ditemukan. Kemampuan berpikir dan bertindak secara mandiri (independen) berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Matematika tidak mengenal
kebenaran sosiologis; sesuatu diyakini benar karena hampir semua orang menerimanya sebagai yang benar, tetapi kebenaran yang diterima karena memenuhi alasan-alasan logis dan epistemologis. Kemampuan berpikir kreatif. Matematika pada tingkat yang lebih tinggi pada umumnya merupakan perpaduan antara berbagai konsep pada tingkat sebelumnya. Dengan penguasaan yang baik akan berbagai konsep dan teori tersebut, seseorang akan dibantu untuk menyelesaikan soal-soal matematika secara kreatif dan efektif.
84 96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pendidikan matematika juga memiliki nilai-nilai luhur yang dapat digunakan untuk membentuk karakter peserta didik. Menurut Sheah dan Bhishop (dalam Dede, 2006) nilai-nilai tersebut adalah: accuracy, clarity, conjecturing, consistency, creativity, effective organization, efficient working, enjoyment, flexibility, open mindedness, persistence, dan sistematic working,
systematicity, rationality, co-
operastion, justice and appreciation of the beauty of the mathematics, patience, confidence, dan creativity. Supaya nilai-nilai luhur pendidikan matematika tersebut dapat ditanamkan pada diri peserta didik melalui pembelajaran matematika, maka pembelajaran matematika, baik materi maupun strategi pembelajaran matematika serta tenaga pembelajaran yaitu guru matematika diharapkan memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: 1)
Tentang Materi Pembelajaran Matematika
a. Materi pembelajaran matematika harus mencakup dan mendukung kemampuankemampuan atau sikap-sikap yang akan ditumbuhkembangkan. Dengan rujukan dari kompetensi yang akan dicapai sebagaimana yang telah digariskan dalam silabus, materi pembelajaran matematika harus menampilkan dengan jelas aspekaspek yang mendukung pembentukan karakter. Contoh : materi tentang bilangan berpangkat khususnya bilangan berpangkat nol, sebagai berikut; banyak orang mengetahui bahwa berapa pun bilangan berpangkat nol, misalnya 10, 20, 30, … , 10000, dan a0, hasilnya adalah 1. Apakah semua orang tahu dari mana asalnya dan mengapa demikian? Terkadang dalam pembelajaran di kelas terkait materi tersebut, guru hanya mengatakan bahwa “pokoknya, bilangan berapa saja, bila berpangkat nol hasilnya sama dengan satu”, dan biasanya tanpa pembuktian. 85 97
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Peserta didik bahkan dipaksa untuk menerima begitu saja pernyataan gurunya tersebut. Padahal, jalan terbaik untuk meyakinkan peserta didik adalah melalui pembuktian, misalnya sebagai berikut; bukti bahwa a0 =1; kita tahu bahwa Dengan menggunakan aturan perpangkatan, yaitu = 1. Disimpulkan bahwa a0 = 1, a
=
= 1.
maka = 1 menjadi
R; pembuktian selesai! Lalu bagaimana
mengaitkan materi pembelajaran di atas dengan upaya pembentukan karakter siswa? Salah satu jawabannya akan dibuat dalam sebuah refleksi dan nilai hidup yang bisa digali dari pembelajaran tersebut, misalnya sebagai berikut; dalam kehidupan kita sehari-hari kita sering mendengar kata “pokoknya”, yang terlontar dari pihak-pihak tertentu. Sepintas, kata atau ungkapan tersebut tampak mujarab untuk membuat orang lain mengikuti keinginan dari mereka yang menyampaikan ungkapan tersebut. Bagi yang kritis berpikir, kata atau ungkapan di atas tidak membuka ruang bagi dialog dan komunikasi yang sehat, wajar, rasional, dan konstruktif. Malahan perlu diingat bahwa segala sesuatu yang bersifat “pokoknya” akan menumpulkan daya kreasi seseorang dalam melakukan sesuatu. Dalam kaitan dengan upaya membangun karakter, seorang guru yang baik mestinya tidak begitu saja memakai kata atau ungkapan tertentu tanpa pendasaran, apalagi dalam bermatematika. Maka dibutuhkan pembuktian, karena dengan membuktikan, biasanya ada kepuasan bathin dan adanya kepastian dalam melakukan sesuatu karena memang telah terbukti. Nilai hidup yang dapat dipetik dan karakter yang dapat dibentuk melalui pembelajaran di atas adalah terciptanya pribadi-pribadi yang tidak gampang mempercayai sesuatu begitu saja, tetapi berdasarkan suatu
86 98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
penalaran yang dapat dipertanggungjawabkan dan pembuktian yang sahih/valid. (bdk. Paul Suparno 2015:16). b. Materi pembelajaran matematika harus mencakup berbagai contoh dari situasi nyata atau kasus dari kehidupan sehari-hari yang relevan sehingga menjadi lebih kontenkstual dan menarik. Dalam pengamatan yang penulis lakukan di SD Marsudirini, guru telah berusaha untuk selalu mengaitkan materi yang sedang dibelajarkan dengan situasi konkrit keseharian peserta didik. Contoh yang lain, untuk menjelaskan sub-materi tentang jarak antara titik, garis dan bidang dalam materi tentang jarak antara titik, garis dan bidang serta sudut antara garis dengan garis, garis dengan bidang dan antara bidang dengan bidang, dapat memakai ilustrasi tendangan pinalti dalam permainan sepak bola, sebagai berikut: Kegiatan Siswa – 1 : Mengukur jarak sebuah titik dengan garis
Gambar 4.1 Hubungan antara titik dengan garis Dalam pertandingan sepak bola, terkadang ada kejadian tendangan pinalti. Penendang pinalti akan menendang bola dengan tujuan utama adalah harus terjadi gol, sementara penjaga gawang berjuang agar gawangnya tidak kebobolan. Jika bola adalah sebuah titik dan garis gawang adalah garis, eksekutor pada umumnya menendang bola ke arah yang sulit dijangkau oleh penjaga gawang dan penjaga gawang pada umumnya berdiri di tengah-tengah gawang, mengapa? Pahami
87 99
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
persoalah tersebut dan jelaskan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam konteks hubungan titik dengan garis dan jarak sebuah titik dengan garis, bagaimana anda menjelaskannya melalui drama tendangan pinalti tersebut ? Alternatif jawaban adalah sebagai berikut: Kalau kita menarik garis dan menghubungkan bola dengan kedua kaki tiang gawang maka akan terbentuk gambar sebuah daerah segitiga samakaki sbb :
A
B
D
C
Puncak segitiga samakaki itu adalah titik A tempat bola diletakkan, kedua kaki tiang gawang itu adalah titik B dan titik C. AC = BC, BD = CD. Titik D adalah tempat berdirinya penjaga gawang saat tendangan pinalti. Penjaga gawang memang harus berdiri di titik D karena itulah jarak terpendek antara bola dengan penjaga gawang. Alasannya, karena AD ⊥ BC, dan AD adalah garis tinggi ABC, maka AD adalah jarak terpendek antara titik A dengan garis BC. Kesimpulannya dan penguatan: jarak antara sebuah titik dan garis adalah sebuah garis tegak lurus yang ditarik dari titik itu ke garis tersebut. Kegiatan Siswa – 2 : Mengukur jarak sebuah titik dengan sebuah bidang. Berdasarkan penjelasan pada kegiatan pertama di atas, kalau bidang yang dibatasi oleh tiang gawang, mistar gawang dan garis gawang adalah sebuah bidang datar,
88 100
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dalam kaitannya dengan hubungan titik dengan sebuah bidang, bagaimana anda memahani dan kemudian menjelaskan hubungan itu? Bagaimana anda menjelaskan jarak antara titik tersebut dengan bidang tersebut? Perhatikanlah gambar di bawah ini:
Bidang Datar
Gambar 4.2 Hubungan antara titik dengan bidang datar Alternatif jawaban atas pertanyaan di atas, mengikuti penjelasan pada kegiatan-1 dengan penyesuaian-penyesuaian yang perlu sesuai pertanyaan / yang diminta. c. Materi pembelajaran matematika untuk tidak boleh terlalu padat, sehingga dapat memberi kesempatan yang
cukup bagi peserta didik untuk sendiri
mengkonstruksi pengetahuannya dan mengaitkannya dengan materi-materi prasyarat atau yang setema. Konsekuensinya, guru harus jeli membantu mengaitkan materi-materi yang bersesuaian secara tematik dan hirarkis, sehingga peserta didik dibantu untuk keluar dari pemahaman yang terpisah-pisah dan sempit sehinggai mereka dapat melihat hubungan antara materi yang satu dengan yang lain, dan itu akan membantu dalam membangun ingatan yang baik dan bertahan lama. Memang untuk hal ini, hampir selalu ditemukan kesulitan karena di satu sisi guru berkewajiban untuk menyelesaikan materi yang disiapkan untuk
101 89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
suatu kurun waktu tertentu, sementara di sisi yang lain, guru harus berhadapan dengan kenyataan bahwa daya serap dan kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan dari setiap peserta didik amat berbeda. Butuh kebijakan untuk dapat menyeimbangkan ketegangan antara dua tuntutan tersebut sehingga tidak ada yang dikorbankan. 2)
Strategi Pembelajaran Matematika Strategi pembelajaran matematika harus memberi kesempatan yang cukup dan membangkitkan motivasi bagi peserta didik untuk aktif mengkonstruksi makna dari materi yang dipelajari, sehingga pengetahuan, kemampuan, sikap/karakter yang dipelajari dapat terinternalisasi dengan baik. Penting diperhatikan di sini adalah kesadaran bahwa proses pembelajaran matematika sesungguhnya adalah proses pemaknaan, karena pembelajaran tanpa makna akan sangat membosankan bagi peserta didik dan pengetahuan tersebut tidak akan direkam dengan baik dalam ingatan mereka. Strategi pembelajaran matematika untuk membentuk karakter peserta didik dapat menggunakan pola pembiasaan dan pola modeling. Pola pembiasaan dilakukan dengan mengulang-ulang nilai yang akan diinternalisasikan ke dalam diri peserta didik, sehingga nilai tersebut lambat laun akan tertanam dalam dan kuat berakar dalam diri peserta didik. Pola modeling dilakukan dengan cara memberikan contoh orang atau barang sebagai model. Guru harus mampu memotivasi peserta didik untuk mencontoh model yang telah disajikan, sehingga lambat laun terbentuk karakter yang baik dalam diri peserta didik. Pola modeling menuntut guru untuk bersikap dan bertutur kata secara baik karena guru sekaligus menjadi
102 90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
model untuk ditiru. Guru harus menjadi teladan dalam menerapkan nilai yang akan diinternalisasikan kepada peserta didik. Strategi pembelajaran matematika harus banyak menggunakan contoh-contoh kontekstual dari dunia nyata untuk dikupas atau dianalisis. Penulis melihat hal tersebut sangat berkaitan atau sejalan dengan landasan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang merupakan sebuah model pembelajaran khusus untuk matematika (bdk. Sembiring:2008.). Agung Prabowo dan Pramono Said (2010) mencoba menjabarkan dukungan pendekatan PMRI pada pengembangan karakter sebagaimana tercantum dalam tabel berikut ini : Tabel 4.2 : Dukungan Pendekatan PMRI pada Pengembangan Karakter Landasan (L), Prinsip (P), Karakter Karakteristik (K), PMRI/PMR Interes (minat yang kuat), apreasiasi dan L1: Mathematics must be connected
penghargaan terhadap matematika, terutama karena kesadaran bahwa matematika telah
to reality
menyumbang amat banyak terhadap
perkem-
bangan peradaban manusia Humanis. Tanpa mengaitkannya dengan sisi L2: Mathematics should be seen as kemanusiaan,
maka
matematika
kehilangan
human Activity artinya bagi kemanusiaan. P1: Guided reinvention through
Motivasi yang kuat untuk terus berusaha dan
91 103
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
progressive mathematization P2: Didactical phenomenology
semangat pantang menyerah. Keyakinan, percaya diri, berani memperta-
P3: Self-developed or emergent
hankan pendapat, bertanggung jawab, bersepakat dan menerima pendapat orang lain
models
(teman), menghargai keberragaman. K1: Phenomenological exploration or the use
of contexts
K2: The use of models or bridging by
Kejujuran, kemandirian, kegigihan & kerja keras
vertical instruments
K3: The use of students own productions andconstructions or
Kerja keras, keberanian dan keikhlasan berbagi hasil pemikirannya kepada yang lain.
students contributions Interaksi, negosiasi, kerjasama, demokratis, K4: The interactive character of the teaching process or interactivity
toleransi, antusiasme, berbagi dan berdiskusi dengan sesame peserta didik dan guru, guru menjadi teladan (panutan dan idola)
K5: The intertwining of various
-
learning Strands
104 92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dari pemaparan di atas tampak bahwa karakteristik pembelajaran matematika mengandung banyak nilai yang akan sangat mendukung upaya memahat karakter pada diri peserta didik, bahkan untuk semua yang berkecimpung dalam dunia matematika. 4.2.
Pembentukan Karakter Siswa Dengan Menggunakan Wahana
Pendidikan Matekamatika Telah menjadi kesadaran bersama bahwa pembelajaran matematika tidak sekedar mengajarkan materi matematika saja, tetapi juga mendidik untuk membangun dan membentuk karakter peserta didik. Pembelajaran matematika harus mendukung pengembangan ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotor. Itulah citacita pendidikan yaitu membentuk manusia seutuhnya. Membangun dan membentuk karakter peserta didik melalui pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan beberapa cara, sebagai berikut: a. Faktor Matematika Dan Pembelajaran Matematika. Membangun karakter peserta didik dapat dilakukan dengan mengenalkan dan kemudian menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran matematika kepada peserta didik, sehingga mempunyai dampak pada kehidupan sehari-hari yang baik. Ini berarti, dalam pembelajaran matematika sehari-hari guru harus dapat mengambil dan menunjukkan nilai-nilai dari mata pelajaran matematika yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik.
105 93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Faktor Guru Matematika. Karena karakter juga dapat terbentuk dari proses meniru dan mengikuti sesuatu atau seseorang yang menjadi model/panutan, maka karakter sebenarnya dapat diajarkan secara sengaja. Agar peserta didik memiliki karakter yang baik, maka gurunya juga harus memiliki karakter yang baik dan sebagai teladan bagi mereka. Tugas guru tidak cukup membuat peserta didik pandai, melainkan membekali mereka dengan nilai-nilai kehidupan melalui kesaksian hidup guru itu sendiri. Sederet keutamaan seperti: tanggung jawab, mampu bekerja sama, jujur, teliti, tangguh, ulet, tidak mudah putus asa, dll., diperkenalkan secara bertahap dan telah dipraktekkan dalam kehidupan guru, bahkan telah menjadi kebiasaannya. c.
Faktor Kegiatan Pembelajaran Matematika. Guru dapat membangun karakter peserta didik melalui kegiatan pembelajaran
di kelas. Untuk itu, beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain: 1) Diskusi: Melalui kegiatan diskusi dalam kelompok, peserta didik terlatih untuk bekerjasama dalam tim, berani mengungkapkan pendapat, saling menghargai pendapat yang berbeda dan berusaha membangun sinergitas dan soliditas dalam kelompok sambil tetap terbuka dan bekerja sama dengan kelompok yang lain. 2) Presentasi: Melalui presentasi peserta didik dapat dilatih untuk mengemukakan pendapat di muka umum. Dengan itu, kepercayaan diri mereka dapat terbangun dan ketrampilan berkomunikasi mereka semakin terasah. 3) Tugas: Tugas yang dirancang dengan baik akan membuat mental peserta didik dalam hal kemandirian semakin kuat. Dengan tugas yang harus dikumpulkan tepat waktu, dan menuntut usaha maksimal, mereka akan terbiasa bekerja keras,
94 106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sekaligus melatih mereka untuk dapat bekerja dalam tekanan, sehingga mereka mempunyai sikap tangguh dan mental yang kuat dalam menghadapi berbagai tekanan dan tantangan hidup. 4.3
Kemampuan – Kemampuan Yang Disumbangkan Matematika Bagi
Pembentukan Karakter Peserta Didik Disadari bahwa pembelajaran matematika amat berperan dalam upaya pembentukan katakter karena sudah terintegrasi nilai-nilai seperti: kejujuran, tanggung jawab, ketelitian, bekerjasama, mandiri, dan lain-lain. Tentang sumbangan pendidikan matematika terhadap upaya pembentukan karakter ini, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mengatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan: 1) Memahami
konsep
matematika,
menjelaskan
kaitan
antarkonsep
dan
mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, dan menjelaskan pernyataan matematika 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah serta solusi.
107
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5) Menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan; memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta ulet, tekun dan percaya diri. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut, terdapat beberapa nilai karakter yang dapat dikembangkan melaluinya, antara lain: a. Disiplin. Disiplin adalah sebuah nilai/keutamaan hidup. Kesuskesan dalam hidup amat mengandaikan disiplin diri yang tinggi. Karakter disiplin dapat terbentuk melalui pembelajaran
matematika, karena dalam matematika peserta didik
mengenali suatu keteraturan/pola tertentu, memahami aturan-aturan dan konsepkonsep yang telah disepakati. Sisi yang berhubungan dengan disiplin diri adalah konsekuen dan konsisten. b. Jujur. Pembelajaran matematika menuntut peserta didik untuk bersikap jujur terutama karena dalam matematika ada keterkaitan hirarkis antarmateri. Nilai kejujuran yang dijunjung tinggi justru akan membuka peluang bagi peserta didik untuk semakin berkembang dan matang. Kejujuran menantang orang untuk masuk ke kedalaman dan mengenal dirinya dengan baik serta penuh rasa hormat dan cinta. c. Kerja keras. Karakter yang ingin dibentuk dalam matematika selanjutnya adalah tidak mudah putus asa, tekun dan ulet. Dalam belajar matematika, seseorang harus teliti, tekun dan telaten, dalam memahami yang tersirat dan tersurat. (bdk. hasil wawancara). d. Kreatif. Seseorang yang belajar matematika akan terbiasa untuk kreatif menyelesaikan persoalan. Kreativitas ialah kemampuan untuk melihat dan
96 108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengerjakan sesuatu dengan cerdas menawarkan solusi yang istimewa. Dunia membutuhkan orang-orang dengan kreativitas tinggi untuk disumbangkan bagi kemanusiaan yang lebih manusiawi. e. Rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu mendorong orang untuk terus belajar. Kedisiplinan yang terlatih akan selalu menumbuhkan rasa ingin tahu, karena sebagaimana asal katanya, discipulus (bahasa Latin: murid), seseorang akan selalu menyadari bahwa yang dia miliki sekarang masih kurang dan untuk itu dia mesti belajar dan terus belajar. f. Tanggung jawab. Pembelajaran matematika mengajarkan peserta didik tentang sikap tanggung jawab. Hal ini terlihat dalam melakukan pembuktian matematik yang tahap-tahapnya harus berdasarkan pada definisi atau sifat yang sudah diakui kebenarannya,
memiliki
alasan
kuat
dan
benar
serta
dapat
dipertanggungjawabkan. g. Komunikatif. Matematika mempunyai bahasanya yang khas yang disebut bahasa simbol. Sebagai sesuatu yang telah menyumbang begitu banyak bagi peradaban dan menjadi ratu serta pelayan bagi ilmu lain, matematika mesti dikomunikasikan. Pebelajar terajak untuk menggunakan simbol-simbol dengan tepat untuk menghindari miskonsepsi. Kecermatan dalam berkomunikasi, tepat dan bijak memilih media komunikasi adalah buah dari pembelajaran matematika. h. Mandiri. Pembelajaran matematika membuat peserta didik senantiasa menghadapi tantangan yang menuntut untuk menemukan solusi dengan kemampuannya sendiri. Meniru saja jawaban dari yang lain akan menjerumuskannya ke jurang kegagalan yang konyol dan memalukan. Peserta didik ditantang untuk tidak
97 109
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mudah bergantung pada orang lain, tetapi berupaya secara mandiri untuk mencapai hasil yang maksimal. Penjelasan di atas membuktikan bahwa matematika berperan penting dalam upaya pembentukan karakter peserta didik. Sebuah harapan besar adalah kiranya guru matematika menghayati nilai-nilai dari apa yang diajarkannya, sehingga hidupnya memcerminkan kematangan seorang pribadi berkarakter dan layak untuk diteladani.
98 110
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V MUNGKINKAH MATEMATIKA MENJADI SEBUAH SPIRITUALITAS
5.1
Hidup Yang Bermakna Sebagai Ekspresi Kecerdasan Spiritual Salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar adalah kebutuhan akan
makna hidup. Manusia merasa hidupnya bermakna ketika dia melakukan hal-hal yang baik, merasa hidupnya dibutuhkan dan bermanfaat bagi orang lain. Secara alamiah, seorang manusia menginginkan kebaikan dan membuat sesuatu menjadi lebih baik bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain dan demi kemanusiaan. Agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan besar pun meyakini bahwa memang secara dasariah manusia selalu cenderung kepada kebaikan dan terdorong untuk melakukan hal – hal yang baik. Itulah hidup yang didorong dan dibimbing oleh God Spot atau suara hati. Peziarahan mencari makna hidup adalah sumber motivasi dalam hidup manusia. Tanpa makna yang ingin digapai, hidup manusia tidak akan mempunyai arti apa-apa, karena memberi makna pada hidup merupakan proses pembentukan kualitas hidup yang sejati. Hal itulah yang mengarahkan dan mewarnai sikap dan tindakan manusia yang sungguh manusiawi. Itulah hidup yang bermakna atau cerdas secara spiritual. 5.2
Sumbangan Matematika Bagi Peradaban
99 111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Mengaitkan matematika dengan spiritualitas atau bahkan menjadikan matematika sebagai sebuah spiritialitas tidak lain adalah melihat sumbangan begitu besar yang telah diberikan matematika bagi peradaban dan kemanusiaan, antara lain: a) Peranan Matematika dalam Bidang Teknologi. Teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang begitu pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini dan menyebar begitu luas serta menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Itu semua tidak terlepas dari sumbangan perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Sebagai contoh: penggunaan logika matematika sebagai dasar bahasa pemrograman, struktur dan basis data, kecerdasan buatan, sistem digital, teori komputasi, rekayasa perangkat lunak, jaringan syaraf tiruan dan lainnya. Penggunaan lain dari matematika terhadap perkembangan teknologi informatika dan komputer adalah penggunaan algoritma untuk menghemat ukuran file dan penggunaan segitiga pascal dalam program turbo pascal pada pemrograman komputer, boolean aljabar untuk komputer berdigital modern, splines untuk merubah bentuk tiga dimensi, fuzzy untuk peralatan elektronik, metode numerik untuk bidang tehnik, dan rantai markov untuk bidang finansial dan ekonomi. Tidak dapat disangsikan bahwa begitu besar sumbangan matematika terhadap perkembangan ilmu dan teknologi dan berarti juga bagi peradaban dan kemanusiaan. b) Peranan Matematika dalam Masyarakat Mempelajari matematika dan membuat refleksi atasnya, menghantar kita pada beberapa kesimpulan bahwa matematika pada dasarnya bukanlah hanya sekedar angka dan rumus serta simbol, tetapi memilki aspek-aspek yang sering diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa contoh disebutkan di sini adalah : 100
112
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1) Kesepakatan. Matematika bertumpu pada kesepakatan-kesepakatan tertentu, berupa simbol atau lambang, istilah/konsep, definisi serta aksioma-aksioma. Kita ingat bahwa aturan yang dipakai di mana saja merupakan buah dari kesepakatan dari orang-orang yang merancang dan menggunakannya. Dalam kehidupan kita sehari-hari terdapat banyak kesepakatan. Apabila seseorang berperilaku tidak sesuai dengan kesepakatan, tentu ia dianggap sebagai seorang yang melanggar aturan. Seseorang yang telah belajar matematika akan mudah memahami perlunya kesepakatan dalam kehidupan masyarakat. Inilah salah satu aspek dalam matematika yang memiliki nilai didik (nilai pedagogik). 2) Konsistensi. Yang dimaksud dengan konsistensi adalah tidak dibenarkannya muncul kontradiksi dalam suatu pernyataan. Hal tersebut dalam matematika sangat penting dan harus dipertahankan. Contoh: Bila ada pernyataan "melalui titik P diluar garis a dapat dibuat tepat satu garis sejajar dengan garis a", diterima sebagai pernyataan yang benar, maka pernyataan “jika garis a sejajar garis b dan garis p memotong garis a, maka garis p tidak memotong garis b" harus dinyatakan salah. Dalam kehidupan bermasyarakat sikap konsisten amat diperIukan. Bukankah "Pancasila dan UUD-1945" dapat dipandang sebagai “aksioma” yang merupakan kesepakatan nasional? Perlukah warga bangsa ini, berperilaku konsisten dengan itu? Jelas bahwa sikap konsisten sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Seseorang yang telah terbiasa berpikir rnatematis, tidak
sulit memahami perlunya sikap konsisten dan
melihat inkonsistensi yang terjadi dalarn kehidupan. Terlihat bahwa matematika melalui aspek ketaatasasan/konsistensi secara implisit maupun
101 113
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
eksplisit dapat membantu membentuk tata nalar serta pribadi peserta didik untuk berjiwa setia dan konsisten. 3) Deduksi. Secara sederhana deduksi dimaknai sebagai proses menurunkan atau menerapkan pengertian atau sifat umum ke dalam keadaan khusus. Dalam matematika, pola pikir deduktif itulah yang diterima. Pola pikir itu dalam kehidupan bermasyarakat juga diperlukan. Kita kenal jenjang perundang-undangan dalam tata bernegara kita, sebagai berikut: Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Keputusan Dirjen, dsb. Bukankah dalam hal tertentu “yang satu merupakan penjabaran atau aturan pelaksanaan” dari yang lebih tinggi? Bukankah untuk menyatakan kebenarannya juga harus dirujukkan kepada aturan yang lebih tinggi?. Jadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara pun perlu pola pikir deduktif. 4) Semesta Pembicaraan. Dalam matematika terdapat simbol-simbol atau lambang yang kosong maknanya. Apakah makna x. y, z itu ?? Mungkin diberi makna bilangan, vektor, persamaan, dsb., sesuai dengan kebutuhan pemakai. Hal ini menunjukkan adanya lingkup/ konteks pembicaraan yang dalam matematika disebut semesta pembicaraan (universum). Adakah manfaat semesta pembicaraan dalam kehidupan? Seseorang yang akan melakukan tindakan atau melontarkan kata-kata tertentu perlu memperhatikan di mana dia berada, di lingkup mana dia berbicara. Secara umum dapat dikatakan perlu menyesuaikan diri. Kalau aspek-aspek yang telah dijelaskan di atas dapat kita eksplisitkan dalam pembelajaran matematika, maka akan terasa bahwa pembelajaran matematika mempunyai nilai didik yang sangat memberi sumbangan terhadap upaya 102
114
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pembentukan karakter peserta didik. Ada ungkapan “Matematika adalah cermin peradaban”. Potret sejarah matematika memang menunjukkan kebudayaan dan peradaban suatu masyarakat sipil. Dengan kata lain, sejarah matematika adalah juga sejarah peradaban, berarti sejarah kemanusiaan juga. Ketika matematika memberikan kontribusinya dalam kemajuan sains dan teknologi, masyarakat mengambil banyak manfaat. Sekali lagi, sejarah matematika menampilkan gambaran pembangunan keseluruhan peradaban manusia. Dan jika sejarah
kemajuan peradaban manusia itu adalah sejarah tentang semakin
meningkatnya kualitas kemanusiaan manusia, di dalamnya matematika memainkan peran yang amat penting, apakah tidak mungkin matematika sebagai sebuah spiritualitas bagi kehidupan?. Pembelajaran matematika juga menawarkan banyak nilai yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, antara lain: a) Nilai praktis dan nilai guna Peserta didik dengan mudah dapat diajak berpikir tentang nilai-nilai praktis dan nilai guna dari matematika. Orang yang tidak berpengetahuan matematika akan mudah
diperdaya.
Seseorang
dengan
perhitungan
yang
cermat
dapat
mengantisipasi seluruh penghalang yang mungkin ditemui dan mampu memilih langkah antisipatif dan bahkan sebuah upaya pencegahan. Matematika telah menjadi dasar seluruh sistem bisnis dan perdagangan dunia. Ketidakmampuan massal dalam menguasai matematika adalah penghalang kemajuan suatu negara yang tak dapat dihindari.
Orang terkadang disesatkan dengan nilai praktis
matematika lantaran suatu perasaan bahwa apapun yang diajarkan dalam matematika tingkat tinggi di kelas atas (SMA, Perguruan Tinggi) cuma sedikit yang dipakai dalam kehidupan nyata.
103 115
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b) Nilai kedisiplinan Kebiasaan peserta didik menganalisis dengan teliti suatu situasi sebelum pengambilan keputusan sangat membantu dalam situasi hidup yang kompleks di mana pengambilan keputusan menjadi makin sulit. Ketika matematika menangani fakta-fakta yang akurat dan presisi, maka tidak ada lingkup untuk ketidakpastian atau ketidakjelasan. Pengetahuan matematika membantu anggota masyarakat untuk mengorganisasi idenya lebih logis dan mengungkapkan pemikirannya secara lebih akurat dan eksplisit. Matematika melatih anggota masyarakat tidak langsung membenarkan suatu hal, atau bergantung dan tunduk pada tradisi atau otoritas tertentu, tetapi bersandar pada pemberian alasan dan bukti yang sahih, meyakinkan dan dapat dipertanggungjawabkan. c) Nilai Budaya Esensi dari budaya masyarakat sipil adalah dalam gaya hidup warganya. Budaya merefleksikan bagaimana mereka hidup, bertingkah laku, berpakaian, makan, minum, membesarkan anak, menjaga hubungan sosialnya dan pendidikan. Model hidup anggota masyarakat sangat ditentukan oleh kemajuan teknologi dan sains, yang pada gilirannya tergantung pada kemajuan dan perkembangan matematika. Oleh karena itu, perubahan gaya hidup dan begitu pula budaya secara kontinyu dipengaruhi oleh kemajuan matematika. Matematika juga membantu melestarikan tradisi budaya tertentu. d) Nilai Sosial Matematika berperan penting dalam menyusun institusi soaial seperti bank, koperasi, sarana transportasi, perusahaan asuransi, industri, pengangkutan, navigasi, bendungan dan sistem pengairan untuk pertanian dan industri,
104 116
dll.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Transaksi bisnis yang efektif, ekspor-impor dan perdagangan yang saling menguntungkan, serta semua sendi kehidupan bersama lainnya, kini tidak dapat berlangsung tanpa matematika. Kesuksesan seseorang dalam sebuah masyarakat tergantung dari sebaik apa dia dapat menjadi bagian masyarakat, kontribusi apa yang dapat dia berikan bagi kemajuan masyarakat, dan sebagus apa dia dapat diuntungkan oleh masyarakat. Saat ini, keberadaan sosial kita secara total diatur oleh pengetahuan sains dan teknologi yang dasarnya adalah matematika. Berbagai metode dan logika matematika digunakan untuk menyelidiki, menganalisis, dan menyimpulkan pembentukan berbagai aturan sosial dan pemenuhannya. Lebih dari itu, nilai-nilai yang diperoleh melalui pembelajaran matematika akan membatu seseorang untuk melakukan penyesuaian dirinya dan membimbingnya pada keselarasan hidup dalam masyarakat, sehingga menjadi sebuah komunitas yang sungguh manusiawi dan demi bonum comunae e) Nilai Moral Studi matematika menolong siswa dalam pembentukan karakternya lewat berbagai cara. Matematika membentu sikap hidup yang sesuai, seperti: tidak ada ruang untuk perasaan yang merugikan, pandangan yang menyimpang, diskriminasi, dan berpikir tak masuk akal. Matematika membantunya dalam analisis obyektif, memberikan alasan yang benar, kesimpulan yang valid dan pertimbangan yang tak berat sebelah. Nilai-nilai moral ini akan tertanam dalam pikiran karena perulangan dan pembiasaan, dan akan menjadi karakter positif yang akan membantunya menjadi anggota masyarakat yang baik, berhasil, dan produktif. f) Nilai Estetika. 105 117
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Matematika kaya dengan daya tarik keindahan dan pesonanya. Kerapian dan kecantikan hubungan matematis menyentuh emosi kita, seperti musik dan seni yang dapat mencapai kedalaman jiwa dan membuat kita merasa benar-benar hidup. Ketika kita menelusuri biografi matematikawan, kita melihat bahwa hampir seluruhnya tertarik pada “disiplin ilmu ketuhanan” ini dengan menyadari kecantikannya. Mereka seolah tidak sedang mempelajari matematika, tetapi “bersembahyang” dengannya. Kehalusannya, keharmonisannya, kesimetrian segala sesuatunya menambah kecantikannya. Bakhan dapat dikatakan bahwa musik atau seni adalah ekspresi dari kecantikan abadi ini. g) Nilai Rekreasi (hiburan) Matematika memberikan berragam peluang hiburan untuk mendewasakan orang sebagaimana hiburan untuk anak-anak. Matematika menghibur orang lewat aneka permainan, teka teki, dll. Permainan video komputer modern juga dibangun melalui penggunaan matematika yang semestinya. Arti penting dari jenis rekreasi matematis adalah ia memampukan seseorang membangun imajinasinya, menajamkan intelektualitasnya dan mengukir rasa puas pada pikirannya. Otak manusia adalah sebuah organ yang akan makin baik dengan berlatih dan terus berlatih. Studi matematika terutama dengan permainan, sangat berguna karena memberikan latihan yang cukup bagi otak manusia. Untuk beberapa praktisi matematik, kesenangan harian menguraikan hubungan matematis yang aneh selalu menjadi hal yang menghibur. Selama ini memang jarang terpublikasi penelitian tentang sejauh mana kepedulian masyarakat Indonesia terhadap matematika, tetapi bukan berarti relasi itu tidak tampak atau tidak ada artinya. Penulis menganggap masyarakat kita dan para 106 118
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
peserta didik masih cenderung melihat nilai UAN matematikanya. Padahal struktur dan fungsi-fungsi masyarakat di mana para peserta didik ini hidup sangat besar ketergantungannya pada matematika, termasuk isu-isu seperti kenaikan harga barang, dan isu-isu politis lainnya, semuanya sangat kental nuansa matematikanya. Namun mesti diakui satu hal ini, yaitu bahwa masyarakat Indonesia tanpa melihat tingkat pendidikan atau pekerjaannya tampaknya tinggi sekali ketidakpeduliannya pada hal ini. Dalam dunia yang sudah melek teknologi ini, kita tidak dapat berpikir atau membayangkan suatu masyarakat yang bebas matematika. Lalu apa yang harus kita lakukan? Masyarakat harus membuka mata dan mengakui kebaikan matematika karena nilai-nilai yang dikandungnya, yang dalam sejarah telah menunjukkan sumbangsih yang sangat besar bagi peradaban manusia. Tidak diragukan lagi, inilah yang akan membuat masyarakat kita maju dengan kekuatan yang dahsyat. Harus ada pergeseran dari matematika yang cuma digeluti guru dan akademisi, menuju ke matematika yang memasyarakat, khususnya dalam hal nilai sosial dan etikspiritualnya.
5.3
Mungkinkah Matematika Menjadi Sebuah Spiritualitas Ini sebuah pertanyaan yang telah mengganggu penulis sejak penulis mulai
bergumul dengan matematika saat belajar khusus tentang matematika di jurusan pendidikan matematika FKIP Universaitas Sanata Dharma, sebuah pertanyaan yang disadari tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menjawabnya. Penulis yakin, bila kecerdasan spiritual yang dikatakan sebagai sebuah temuan spektakuler
107 119
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dalam zaman modern ini, sebuah temuan yang telah memberikan kesegaran baru sekaligus yang menjembatani kembali pendekatan sains dan teknologi yang selama ini cenderung memisahkan diri dari perspektif iman dan agama, dipahami sebagai sumber dari kebijaksanaan serta kesadaran akan nilai dan makna hidup yang tertinggi, dan bahwa pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan memungkinkannya secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupannya, maka ada pintu masuk untuk menjawab pertanyaan tersebut. 5.3.1 Kaitan Antara Matematika Dengan Spiritualitas Sebelum menjawab pertanyaan di atas, penulis ingin melihat kaitan antara matematika dengan spiritualitas. Bila spiritualitas dipahami sebagai pengalaman manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan dan moralitas, atau yang secara sederhana dipahami sebagai cara hidup yang bermakna, atau yang menurut mereka percaya kepada Allah memaknainya sebagai cara bagaimana pengalaman manusia akan Allah membentuk cara mereka dalam memandang dan berinteraksi dengan dunia sehingga spiritualitas boleh disebut juga sebagai jalan kudusan, maka menurut penulis, penjelasan tentang matematika dan nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajarannya yang amat berguna bagi upaya pembentukan karakter peserta didik, dan berarti bahwa nilai-nilai itu juga amat penting bagi upaya manusia membuat dirinya bermakna, atau dari kaca mata iman boleh dikatakan sebagai jalan keselamatan sekaligus sebagai jejak-jejak dari Yang Mahakuasa, itulah kaitan antara matematika dan spiritualitas dan bahkan matematika sendiri boleh menjadi sebuah spiritualitas bagi kehidupan.
108
120
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Matematika itu produk manusia, “mungkin” cara Allah yang telah mematrikan itu dalam hati (otak spiritual) manusia, suatu “cita rasa” ber-Tuhan, agar manusia yang memakainya boleh sampai kembali kepada DIA yang memberinya, melalui matematika-jalanNya itu. Matematika menampilkan jejak-jejak Allah, manusia yang mengendusnya, membuatnya nyata dan melaluinya, akan membuat dirinya bermakna (diselamatkan). Mengapa matematika bukan menjadi sebuah spiritualitas?. Dalam kaitannya dengan menjadikan matematika sebagai sebuah spiritualitas, penulis ingin melatarbelakangi hal tersebut demikian; di tengah dekadensi moral, termasuk juga krisis spiritualitas, penulis ingin menawarkan sebuah spiritualitas baru, sebuah
spiritualitas
yang
keberadaannya
sesungguhnya
telah
membantu
perkembangan peradaban manusia selama berabad-abad, namun yang belum diberdayakan secara maksimal. Spiritualitas ini adalah spiritualitas dimana orang hidup dengan cara berpikir dan cara yang hidup yang baru, yang berpijak pada kedamaian hati dan kejernihan pikiran. Namun, spiritualitas semacam ini hanya dapat dicapai dengan pemahaman intuitif, yang bergerak melampaui ritual, tradisi dan bahkan akal budi. Intuisi inilah yang penulis sebut sebagai transrasionalitas, yakni bagian dari diri manusia yang berada ditingkat yang lebih tinggi dari akal budi. Ia lahir dari pemikiran dialektis, yakni pemikiran yang memecah belah dan bahkan melampaui logika lurus matematis. Di dalam pemikiran dialektis ini, orang lalu bisa sadar, betapa terbatasnya akal budi manusia. Ia pun tidak lagi menjadi hamba dari akal budi, melainkan berusaha mencari lebih dalam, yakni dirinya yang sejati. Pada titik ini akan muncul pemahaman baru yang tak dapat dirumuskan dengan konsep atau pun bahasa, yakni pengalaman pencerahan batin. Kedamaian 109 121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
yang sejati pun akan muncul dan menetap di hati. Penulis sungguh sadar bahwa jalan ke sana tentu masih sangat jauh dan mungkin tidak pernah sampai dalam arti yang sesungguhnya, tetapi bahwa api kesadaran telah dinyalakan, itu suatu yang positif dan sebuah langkah ke depan yang patut disyukuri. Dan haruslah diingat, bahwa tidak ada perdamaian dunia, ketika hati manusia masih terjebak di dalam penderitaan, rasa takut dan kebencian. Spiritualitas baru ini bisa menjadi dasar bagi terciptanya perdamaian dunia. Mungkinkah matematika menjadi sebuah spiritualitas hidup, atau paling kurang meretas jalan menuju ke sana? Melihat hubungan antara matematika dengan spiritualitas, dimana di sana sangat diandaikan refleksi yang tajam dan mendalam tentang keduanya, penulis ingin mengangkat beberapa contoh yang diambil dari beberapa simbol atau bahasa matematis yang sesungguhnya memuat nilai atau pesan dan bahkan makna spiritual yang sungguh kaya dan indah, yang tentu amat penting dan berguna bagi kehidupan. 1. Tanda “sama dengan” (=). Ini sebuah tanda atau simbol yang sangat sering dipakai dalam operasi matematika, untuk menunjukkan bahwa nilai di ruas yang satu mesti sama dengan nilai di ruas yang lainnya. Contoh: 10x = 40. Ini sebuah kalimat terbuka yang baru bernilai benar bila nilai x telah diganti dengan bilangan yang benar, yaitu 4. Nilai atau pesan yang terkandung dalam tanda “sama dengan (=)” tersebut salah satunya
adalah keseimbangan, keselarasan; sesuatu yang
sangat dibutuhkan dalam kehidupan ini. Setiap orang selalu teraspirasi pada kesempurnaan. Mereka menghargai karya yang sempurna dan tergerak hatinya oleh kesempurnaan yang tampak di dalam keindahan, di mana pun ia berada, mulai dari karya seni, atau sekedar tanaman yang berwarna-warni nan menggoda hati. Berbicara soal kehidupan, orang juga selalu mencari kesempurnaan. Dan
110 122
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
berbicara tentang kesempurnaan, ada satu ide terselip di dalamnya, yakni keseimbangan. Yang sempurna itu seimbang Ia seimbang dalam kesederhanaannya, sekaligus kerumitannya. Ia sempurna dalam kelembutan, sekaligus kekuatannya. Kesempurnaan hidup manusia pun identik dengan keseimbangannya untuk mengatur berbagai ekstrim, tanpa pernah jatuh ke dalam salah satunya. Kesempurnaan puas untuk ada dalam tegangan, dan justru merayakan tegangan ketidakpastian di antara berbagai pilihan hidup yang senantiasa
menuntut
kepastian.
Namun,
keseimbangan
hidup
bukanlah
keseimbangan matematis. Dia bahkan melampauinya. Ia bukanlah suatu titik yang diam, seperti angka yang tak bernyawa, melainkan suatu gerak yang terus berubah, menari di dalam berragam ekstrim pilihan kehidupan. Keseimbangan di dalam hidup adalah keseimbangan yang terus berubah, mengikuti alur kehidupan yang juga senantiasa berubah. Ia mengalir gemulai di antara kepastian dan ketidakpastian, tanpa kehilangan sumbunya yang membuat ia teguh, sekaligus lentur. Penulis menyebutnya sebagai keseimbangan yang hidup, yang jelas berbeda dengan keseimbangan tak bernyawa yang dengan mudah ditemukan di dalam rumus matematika dalam bentuk ekuilibrium, ataupun hitung-hitungan ekonomis belaka. Keseimbangan yang hidup ini perlu untuk menyerap ke dalam sendi-sendi kehidupan kita sebagai manusia. Ia perlu untuk menjadi prinsip yang mengikat, sekaligus penggerak yang mengubah. Keseimbangan dalam Sains Di dalam masyarakat manusia yang semakin kompleks dan rumit, pencarian kebenaran adalah sesuatu yang amat diperlukan. Kebenaran adalah dasar dan 111
123
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pijakan untuk pelbagai kebijakan publik, maupun untuk membuat keputusan pribadi. Dalam konteks ini, ilmu pengetahuan menempati peranan terhormat. Ia menjadi pegangan bagi banyak orang untuk membuat keputusan, karena sifatnya yang berusaha sedekat mungkin mendekati kebenaran yang ada di dalam kehidupan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan pun harus diresapi oleh keseimbangan yang hidup. Ia adalah bentuk nyata dari keseimbangan antara pencarian kebenaran yang tak berpihak di satu sisi, dan kelembutan hati yang berpijak pada nilai-nilai luhur kehidupan di sisi lain. Ia adalah perpaduan yang terus berubah antara ketidakberpihakan yang menghasilkan kebenaran “objektif” di satu sisi, dan kepekaan hidup atas nilai-nilai kebaikan disisi lain. Keseimbangan dalam Pendidikan dan Politik. Pendidikan adalah suatu ruang yang juga harus dipenuhi oleh keseimbangan yang hidup. Pendidikan harus menjadi proses yang sekaligus mencerahkan dan menyenangkan dalam waktu yang sama. Ia tidak boleh membunuh roh, apalagi menciptakan tekanan batin. Ia merupakan keseimbangan yang hidup antara aturan yang menekankan disiplin diri di satu sisi, sekaligus proses yang melegakan hati, mencerahkan jiwa, dan membahagiakan di sisi lain. Itulah proses pendidikan yang kita harapkan terjadi di ruang-ruang pembelajaran kita. Pada sisi yang lain, politik, sebagai tata kelola manusia-manusia, juga harus diresapi oleh keseimbangan yang hidup. Ia merupakan tegangan sekaligus kombinasi dari aturan yang menjamin stabilitas hidup bersama di satu sisi, dan kebebasan yang mendorong kreativitas serta kebahagiaan hati di sisi lain. Kegagalan meresapi keseimbangan yang hidup semacam ini akan membuat politik menjadi neraka
112
124
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kehidupan, yang diisi oleh para petarung kekuasaan yang rakus, serta penjilat yang tidak punya nurani. Keseimbangan dalam Ekonomi dan Bisnis Ekonomi sebagai transaksi antar manusia yang melibatkan jumlah besar pun harus bergerak dengan pola keseimbangan yang hidup. Bahkan, sejatinya, ekonomi adalah pola interaksi antarmanusia dalam jumlah besar yang selalu terarah untuk mencari keseimbangan. Beberapa orang berpendapat bahwa ekonomi haruslah dibiarkan bebas supaya bisa mencari keseimbangannya sendiri, dan dengan itu akan memberikan kemakmuran untuk semua. Namun, prinsip kebebasan mutlak di dalam ekonomi semacam ini tidak sesuai dengan prinsip keseimbangan yang hidup, karena pasti akan jatuh pada salah satu ekstrem di dalam perdebatan, yakni ekstrem pasar bebas. Maka dari itu, dalam terang pemikiran tentang keseimbangan yang hidup, negara juga harus ikut mengatur ekonomi, namun dengan kepekaan pada pentingnya ruang bagi ekonomi untuk menari dan berkembang dengan geraknya sendiri. Ekonomi adalah titik tengah yang dinamis antara tata kelola yang memelihara kestabilan dan keamanan di satu sisi, serta ruang kebebasan yang mendorong kreativitas yang mendobrak di sisi lain. Bisnis pun perlu untuk memeluk keseimbangan yang hidup. Setiap pebisnis besar akan sadar, bahwa bisnis adalah semacam kombinasi ganjil antara keberuntungan di satu sisi, dan usaha keras di sisi lain. Bisnis adalah keseimbangan yang hidup antara dorongan mengumpulkan keuntungan finansial di satu sisi, dan upaya untuk menghasilkan keindahan di sisi lain. Bisnis juga adalah keseimbangan antara niat mencari untung di satu sisi, dan upaya membantu orang lain di sisi
113 125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
lain. Bila demikian, maka hasil dari bisnis yang berimbang adalah kesejahteraan yang merata. Keseimbangan dalam Agama Tidak seperti yang diramalkan oleh Karl Marx lebih dari 200 tahun yang lalu, agama tetap hidup, dan bahkan berkembang di dalam peradaban manusia hingga sekarang. Di berbagai negara, agama kini memainkan peranan penting dalam menata hidup warganya, maupun mengarahkan keputusan-keputusan yang bersifat publik. Menimbang situasi semacam itu, maka agama pun perlu untuk menghayati keseimbangan yang hidup. Agama perlu untuk berada di antara kemampuan memberikan panduan hidup praktis sehari-hari di satu sisi, dan kemampuan untuk memberikan makna hidup yang mendalam dan transendental bagi para penganutnya di sisi yang lain. Agama perlu untuk terus menampung kekaguman manusia akan segala keindahan alam semesta yang membuatnya tertegun dan mengarahkan diri ke penciptanya di satu sisi, dan ritual religius yang menyejukan hati di sisi lain. Keseimbangan dalam Seni Hidup tanpa seni itu kering dan membosankan. Tidak hanya itu, hidup itu sendiri pun adalah seni. Namun, secara spesifik, seni adalah kemampuan manusia untuk mengekspresikan pikiran maupun perasaan di dalam dirinya melalui berbagai alat, seperti alat musik, lukisan, dan berbagai jenis media lainnya. Jadi, seni adalah ekspresi hidup dari diri terdalam manusia. Dalam konteks ini, seni pun perlu untuk menjalankan keseimbangan yang hidup, sama seperti bidang – bidang lainnya. Di satu sisi, seni perlu untuk sedetail mungkin menangkap dan menyampaikan pergulatan jiwa manusia. Di sisi lain, seni juga perlu menjadi alat
114 126
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
untuk membawa pesan-pesan pencerahan ke publik. Di satu sisi, seni bisa secara abstrak dan bebas mengungkapkan dirinya. Dan, di sisi lain, seni bisa secara konkret dan menyenangkan menyampaikan pesan kepada publik luas. Inilah keseimbangan hidup yang pada hemat penulis, perlu untuk dihayati oleh dunia seni pada umumnya, dan para seniman pada khususnya. Keseimbangan dalam Filsafat Sebagai displin pemikiran yang cukup tua, filsafat pun perlu untuk memeluk konsep keseimbangan yang hidup sebagai bagian dari dirinya. Ia perlu menari antara kekuatan abstraksi yang jernih di satu sisi, dan kemampuan untuk membaca realitas serta mendorong tindakan yang mengubah di sisi lain. Kegagalan menghayati tegangan antara dua kutub ini akan membuat filsafat ketinggalan jaman dan menjadi tidak relevan. Di dalam hidupnya, setiap orang mencari, atau setidaknya merindukan di dalam hatinya, kesempurnaan. Dalam arti ini, kesempurnaan adalah keseimbangan itu sendiri. Bukan keseimbangan yang statis, bagaikan titik matematis di dalam matematika, melainkan keseimbangan yang hidup, yang mengayun serta menari di antara berbagai ekstrim kehidupan yang menggoda untuk dipilih. Jika kesempurnaan adalah keseimbangan, dan orang bisa menari di dalam berbagai ekstrim pilihan hidup yang mengepungnya, mungkin inilah arti sesungguhnya dari kebijaksanaan, sebagaimana kata filsafat itu sendiri merujuk. 2. Lingkaran( ☼ ), adalah suatu bangun geometris yang merupakan sebuah kurva tertutup sederhana. Dia adalah kumpulan titik-titik dalam suatu bidang datar yang berjarak sama terhadap suatu titik tertentu. Titik tertentu itu disebut sebagai pusat lingkaran. Kalau pusat lingkaran itu di titik O (0,0), maka persamaan lingkaran itu 115
127
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
adalah: x2 + y2 = r2. Yang menarik adalah bahwa lingkaran itu tidak ada pangkal atau ujungnya. Apa nilai yang dapat ditimba dari pembelajaran matematika dengan materi tentang lingkaran? Dalam cukup banyak kebiasaan dan adatistiadat, simbol yang berbentuk lingkaran (misalnya cincin) sering digunakan untuk menyampaikan pesan atau nilai tertentu. Dalam tradisi perkawinan menurut tata cara Gereja Katolik misalnya, penggunaan cincin yang saling dipakaikan oleh kedua pengantin dalam upacara peneguhan pernikahan mereka, menjadi simbol cinta mereka; cinta yang tanpa batas dan tanpa akhir, cinta yang sebulat dan seutuh diri. Maka cincin melambangkan cinta Sang Mahacinta - Cinta Tuhan sendiri, dan bagaimana manusia yang mengenakan cincin itu berjuang menghayati pesan itu, meneladaninya sepanjang hidup demi kebahagiaan mereka. Maka bila seseorang mengenakan cincin, hal itu lebih dari sekedar sebuah ornamen diri tanpa pesan, tetapi suatu lonceng yang senantiasa berdentang mengumandangkan lagu cinta yang mengajak untuk ingat pada Sang Sumber Cinta yang selalu mencintai mereka tanpa batas dan seutuhnya, dan pada gilirannya mereka juga mesti mencintai sesama dan semuanya dengan cinta yang sama. 3. Fraktal. Alam juga menyajikan banyak hal yang berhubungan dengan matematika. Orang akhirnya menyimpulkan bahwa dalam alam ini, ternyata Sang Pencipta telah menunjukkan jejak-jejak DiriNya yang amat mengagumkan dan menggetarkan kalbu. Salah satunya adalah fraktal (bahasa Inggris: fractal, dari kata Latin fractus yang artinya patah,
rusak, atau tidak teratur). Fraktal adalah
benda geometris yang terlihat dapat dibagi-bagi dengan cara yang sampai sekecilkecilnya. Beberapa fraktal bisa dipecah menjadi beberapa bagian yang semuanya
116 128 7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mirip bahkan serupa dengan fraktal aslinya. Fraktal memiliki detail yang tak hingga dan dapat memiliki struktur serupa pada tingkat perbesaran yang berbeda. Pada banyak kasus, sebuah fraktal bisa dihasilkan dengan cara mengulang suatu pola, biasanya dalam proses rekursif atau iteratif (The Free On-line Dictionary of Computing, ©Denis Howe 2010 http://foldoc.orgCite This Source ). Beberapa contoh fraktal yang terkenal adalah sebagai berikut : a) Himpunan Mandelbrot, (dinamakan berdasarkan penemunya)
b) Himpunan Julia,(fraktal yang berhubungan dengan Himpunan Mandelbrot)
117 129
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c) Segitiga Sierpinski. Segitiga Sierpinski, adalah salah satu contoh fraktal yang dapat dipecah menjadi tiga segitiga Sierpinski
(masing-masing
diberi
warna
berbeda).
d) Pohon dan Pakis
Pohon dan pakis adalah contoh fraktal di alam dan dapat dimodel pada komputer menggunakan algoritma rekursif. Sifat rekursifnya bisa dilihat dengan mudah; ambil satu cabang dari suatu pohon dan akan terlihat bahwa cabang tersebut adalah
miniatur
dari
pohonnya
keseluruhan
Setelah visualisasi komputer diaplikasikan pada geometri fraktal, tersaji argumen-argumen yang ampuh untuk menunjukkan bahwa geometri fraktal 130 118
secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menghubungkan banyak bidang matematika dan sains, seperti dinamika nonlinier, teori chaos, dan kompleksitas, jauh lebih luas dari yang sebelumnya diperkirakan. Geometri fraktal juga telah digunakan untuk kompresi data dan memodel sistem geologis dan organis yang kompleks, seperti pertumbuhan pohon, perkembangan lembah sungai, garis pantai, dll. Tidak ada benda alami yang merupakan fraktal, tetapi pada skala yang terbatas benda-benda alam bisa menampakkan sifat-sifat fraktal, misalnya: awan, gunung, jaringan sungai, sistem pembuluh dara, dsb. Itulah beberapa hal yang penulis angkat untuk melihat betapa kayanya nilainilai matematika bagi kehidupan manusia, yang bila direfleksikan secara mendalam, maka orang akan terajak untuk memuji Penciptanya. Itulah jalan matematika sebagai sebuah spiritualitas. Maka, menurut penulis, membuat kaitan antara matematika dengan spiritualitas adalah melihat hal-hal yang sama pada keduanya, dan itu tidak lain adalah menyangkut nilai-nilai yang bila dihayati, akan membuat manusia bermakna atau melihatnya sebagai jalan kekudusan. Refleksi tentang matematika sebagai sebuah spiritualitas semoga menjadi ibarat api yang memicu pergumulan pemikiran selanjutnya. Kalau penulis mengatakan bahwa antara matematika dan spiritualitas punya kaitan yang erat bahkan berani menawarkan sebuah spiritualitas baru yaitu spiritualitas matematis; maka yang penulis maksudkan adalah cara bagaimana pengalaman kita akan matematika membentuk cara kita memandang dan berinteraksi dengan dunia. Penulis amat yakin bahwa dalam karakteristik matematika yang amat kaya dengan nilai-nilai tersebut, terselip pesan etik-spiritual yang sangat penting bagi kehidupan yang kini gersang spiritualitas. Tetap selalu disadari, bahwa hal terpenting dalam upaya menjadikan matematika sebagai sebuah spiritualitas adalah melakukan refleksi 119 131
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mendalam dan terus-menerus atas
matematika dan pembelajarannya lalu
mengaitkannya dengan hakikat dan tujuan hidup manusia. 5.3.2 Guru Matematika Dan Pengembangan Tugas Sebagai Gembala Tradisi Dan Nabi Masa Depan “Kita mesti lebih menghormati guru kita, sebab kalau orang tua membuat kita hidup, tetapi guru membuat hidup kita menjadi lebih baik.” demikian kata seorang seorang filsuf Yunani kuno (bdk. Leo Kleden, 1993:67). Menyimak katakata di atas, tersirat amat jelas peran penting dan menentukan dari seorang guru dalam kehidupan dan peradaban manusia. Namun menurut penulis, peran amat istimewa meski jauh lebih berat disandang oleh seorang guru matematika, karena dia tidak sekedar mengajar matematika yang identik dengan ketrampilan bermain angka dan rumus dalam kemasan logika yang rapi dan panduan aksioma dan teoremateorema yang hirarkis tertata, dan mengingat matematika memuat kekayaan nilai yang amat berguna bagi upaya pembentukan karakter dan bermanfaat untuk kehidupan yang bermakna. Ketika berbicara tentang matematika sebagai sebuah spiritualitas, penulis ingin menjadikan matematika sebagai jalan menuju ke Yang Kudus. Dan bila matematika itu adalah sebuah spiritualitas hidup maka guru matematika adalah seorang yang mengemban tugas sebagai gembala tradisi dan nabi masa depan. Penulis memilih ungkapan guru matematika sebagai “gembala tradisi” dan “nabi masa depan”, karena penulis sadar akan latar belakang dirinya sebagai seorang Imam, yang dalam arti tertentu adalah juga seorang gembala. Dalam teologi Kristiani, gambaran seorang Imam sebagai seorang gembala tidak dapat
120 132
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dilepaspisahkan dari gambaran tentang Tuhan Yesus sebagai Gembala yang Baik (bdk. Yoh.10:1-20). Alkitab menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan secara unik; manusia sebagai domba dan Tuhan sebagai gembala (bdk. Mzm. 79:13); “Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mzm. 23:1). Tuhan Yesus berkata, ”Akulah gembala yang baik, Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu” (Yoh. 10:11). Gambaran tentang Tuhan Yesus sebagai Gembala yang baik merupakan salah satu gambaran tentang Allah dalam Alkitab yang paling membesarkan hati dan sungguh meneguhkan. Kalau seorang guru matematika menyandang predikat sebagai gembala tradisi, maka yang penulis maksudkan dengan tradisi adalah tradisi matematika telah terbukti memberi sumbangan yang sangat berarti bagi peradaban dan kemanusiaan. Gembala dan nabi adalah sebuah panggilan dan serentak perutusan. Mengemban tugas sebagai gembala tradisi dan nabi masa depan adalah konsekuensi logis dari konsep manusia yang menyadari hidupnya sebagai suatu berkat sekaligus tugas (gabe und aufgabe). Maka ketika seseorang menyandang predikat sebagai guru matematika, secara implisit di sana dia menerima berkat yaitu warisan matematika, serta mengemban tugas dan tanggung jawab moral untuk menjaga dan memperkaya warisan itu untuk generasi mendatang, demi kemanusiaan yang semakin bermartabat dan bermakna serta demi kebaikan semua. Maka menjadi seorang guru matematika bukan suatu kebetulan. Tuhan punya maksud tertentu terhadapnya dan dengan semua yang dia kerjakan di tempat dimana dia dipanggil dan diutus.
121 133
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB VI PENUTUP
6.1
Kesimpulan Refleksi atas matematika dan pembelajarannya ternyata menghasilkan nilai-
nilai yang penting bagi kehidupan, bahkan merupakan pesan-pesan etik-spiritual, sehingga
dalam
konteks
pembentukan
karakter
melalui
pendidikan
yang
diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, matematika bahkan menjadi tulang punggung upaya tersebut dan lebih lagi dapat menjadi sebuah spiritualitas bagi kehidupan. 6.2
Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya Agar sumbangan pebelajaran matematika terhadap pembentukan karakter dapat diamati dan diukur, peneliti selanjutnya diharapkan lebih mempertajam upaya ini, misalnya dengan mengambil salah satu nilai saja (contoh: nilai kejujuran), dengan meneliti bagaimana nilai itu diimplementasikan dalam pembelajaran matematika di kelas, dan bagaimana tingkat keberhasilannya. 2. Bagi institusi terkait: a. Sekolah Sekolah harus menyadari bahwa proses pendidikan yang dilakukannya telah memahat sesuatu pada diri peserta didik dan hasil pahatan itu akan senantiasa mewarnai kehidupan alumnusnya itu seumur hidupnya. Kewajiban sekolah
122 134
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
adalah memberi perhatian terhadap setiap proses pendidikan di sekolah dan semua yang terlibat dalam proses itu. b. Guru matematika Guru matematika diharapkan terampil dan efektif mengupayakan pembentukan karakter peserta didik menggunakan wahana pendidikan
matematika.
Pembelajaran matematika yang selama ini hanya mengembangkan sisi kognitif saja, harus diubah sebagai upaya pemanusiaan manusia seutuhnya. Guru harus lebih mengeksplisitkan nilai-nilai positif dari pembelajaran matematika agar lebih mudah dipahami dan diinternalisasi oleh peserta didik sebagai prinsip dan pegangan hidup mereka. Guru matematika dituntut melakukan refleksi yang mendalam atas materi ajar dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan menjadikan hasil refleksi itu sebagai bagian dari pribadinya serta pesan etikspiritual bagi kehidupan peserta didiknya. Pesan-pesan etik-spiritual sering tidak tampak dengan jelas, tetapi harus direfleksikan bahkan dimeditasikan. Maka seorang guru sejati adalah dia yang mengajar sekaligus terus belajar, dia yang memberi tetapi yang selalu menimba untuk dirinya agar tidak kekurangan dalam berbagi. Dalam kaitan dengan menjadikan matematika sebagai sebuah spiritualitas, seorang guru matematika adalah dia yang selalu sujud di depan Sang Kebenaran Agung. Itulah ibadatnya yang sejati. Kesadaran ini amat penting dimiliki guru untuk menghindarkan mereka dari upaya melaksanakan tugas semata sebagai rutinitas dan untuk tidak jatuh dalam kedangkalan penghayatan terhadap panggilannya. c. Kampus
135 123
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sebagai “lembaga pencetak” tenaga kependidikan, kampus mesti menjadi rumah persemaian agar pada waktunya tampil pribadi-pribadi berkarkater unggul yang siap diterjunkan. Sisi pembinaan dan penguatan karakter mesti menjadi hal yang serius diperhatikan dalam seluruh seluruh proses perkuliahan dan dinamika berkampus.
136 124
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Agung Prabowo & Pramono Said, 2010. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan PMRI. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Agustian, Ary Ginanjar., 2002. Rahasia Sukses Membangun ESQ Power. Jakarta : Arga Wijaya Persada Agustian, Ary Ginanjar, 2010. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) Jakarta : PT Arga. Jakarta. Augsburger. David., 2006. Dissident discipleship: a Spirituality of Self-surrender, Love of God, and Love of Neighbor. USA : Brazor Press. Bell, Eric Temple. 1987. Mathematics, Queen & Servant of Science. Washington: Tempus Books of Microsoft Press D’Ambrosio, Ubiratan. 2002. Ethnomathematics: An Overview. Makalah disampaikan pada the II Congresso Internacional de Etnomatemática, 5 - 7 Agustus 2002 di Ouro. Dewey, John. 1944. Democracy and Education. The Free Press. Doni Koesoema, A. 2007. Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Ernest, Paul (1991): The Philosopy of Mathematics Education. London: The Palmer Press. Fauvel, John. 2000. The Role of History of Mahematics Within a University Mathematics Curriculum for the 21st century. Dalam http://www.bham.ac.uk/ctimath/talum/ newsletter/. London: The Mathematical Association. Fakhrudin. 2010. Kehadiran dan Peranan Seorang Guru. Bandung: Angkasa. Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht Belanda: CDβ Press. (devisi penerbitan Utrecht Institute, Utrecht University). Hasan Alwi, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Isjoni, 2007. Cooperative Learning Yogyakarta: Pustaka Pelajar
(Efektivitas
137 125
Pembelajaran
Kelompok).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kemendiknas. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2011. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru. Jakarta. bermutuprofesi.org. Ki Hadjar Dewantara. 1977. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Kleden. Leo, 1993. Filsafat Manusia. Maumere. Penerbit Ledalero. Lickona, Thomas, 1992. Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, New York : Bantam Books. Marpaung, Y. 2007. Penilaian dan Evaluasi dalam Pendidikan Matematika Realistik. Semarang: LPMP Jawa Tengah. Megawangi, Ratna. 2007. Semua Berakar pada Karakter. Jakarta:Lembaga Penerbit FEUI. Paterson, Christopher and Seligman, Martin E.P., 2004. Character Strengths and Virtues : A Handbook and Classification, Oxford University Press. Pedoman Sekolah, 2011. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Permendiknas No. 16 Tahun 2007, Kompetensi Guru. Poerwadarminta,W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P & K, Jakarta : Balai Pustaka Praja S. Juhana. 2005. Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Penerbit Prenada Media. Prihantoro, Agung (penterj.). 2007. Paulo Freire, Politik Pendidikan : Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Pusat Kurikulum Bidang Penelitian dan Pengembangan. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Pedoman Sekolah. Jakarta: Kemendiknas. Rachman, Arief. 2010. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Membangun Bangsa. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Nilai-Karakter, 28 Juli 2010, Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung. Raka, Joni. 1985. Pedoman Umum Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Rakhmat, Jalaludin. 1997. Psikologi komunikasi. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. R. Covey, Stephen., 2005 The8th Habit: Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
138 126
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Russeffendi. 1980. Pengajaran Matematika Modern. Bandung: Tarsito. Russeffendi. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, Bandung : Tarsito. Satori, 2009. Materi Pokok Profesi Kependidikan. Jakarta : Universitas Terbuka. Seligman, M.E.P. 2004. Character Strengths and Virtues. Newyork. Oxpord University Press. Soedjadi. 2007. Kiat Pendidikan Matematika, Konstatasi keadaan masa kini menuju harapan masa depan.Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Soedjadi, 2007. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan PMRI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Sumantri, Endang, 2010. Pendidikan Karakter sebagai Pendidikan Nilai: Tinjauan Filosofis, Agama dan Budaya. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Nilai-Karakter, 28 Juli 2010, Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung. Sumardyono. 2004. Sejarah Topik Matematika Sekolah. Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika. Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas.
Implikasinya
terhadap
Suparno, Paul, 2015. Mata Matika, Yogyakarta : PT Kanisius. Suparno, Paul., 2012. Sumbangan Pendidikan Fisika terhadap Pembangunan Karakter Bangsa. Yogyakarta: LPPM, USD. Suryabrata, Sumadi, 1987 Psikologi Pendidikan, Jakarta : Penerbit Rajawali. Suryabrata, Sumadi,. 2000. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Taufik Pasiak, 2003, Rahasia Kekuatan IQ, EQ dan SQ, Bandung: Mizan. The Liang Gie. 1985. Filsafat Matematika. Yogyakarta: Supersukses. Tonny D. Widiastono. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta : Kompas. UUD 1945 Amandemen. UU No 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional. Van den Heuvel-Panhuizen, Marja: (1996) Realistic Mathematics Education as Work in Progress. Proceedings of 2001 The Netherlands and Taiwan Conference on Mathematics Education, Taipei, Taiwan, 19–23 November 2001, pp. 1-43.
139 127
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Wilder, Raymond L. 1981. Mathematics as A Cultural System. New york: Pergamon Press. Yahya, Khan. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publishing. Zastrow, Charles H. 1999. The Practice Work, University of Wisconsin, An International Thompson Publishing Company, White Water. Zohar, Danah & Ian Marshall., 2000. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan Media Utama. Majalah dan internet : Anonim. 1985. Ethnomathematics :What Might It Be? International Studi Group on Ethnomathematics (ISGEm). Diakses tanggal 14 April 2015 dari Ethnomathematics Digital Library (oleh Pacific Resources for Education and Learning) yang dipublikasi kembali tahun 2003 dalam http://www.ethnomath.org/resources/ ISGEm/022.htm Doelja, Matematika dan Masyarakat. Diakses pada 23/10/2015. http://peperonity.com /go/sites/mview/doelja/25700681%28p3%29. Doni Koesoema, A. 2007. Tiga Matra Pendidikan Karakter. Dalam BASIS, Agustus – September 2007. Hudoyo, 1976. http://aanchoto.com/2010//hakikat-matematika/ Diakses pada 19 Juli 2015. Kompas, 14 Desember 2012., “ Merancang proses bernalar untuk membuat pembelajaran bermakna.” oleh Iwan Pranoto. Jakarta : Gramedia. Kompas, 27 Juni 2009. 10 Obyek Ilmiah Yang Mengubah Dunia. Jakarta : Kompas. Kompetensi Profesional Guru http://www.m-edukasi.web.id/2014/06/kompetensiprofesional-guru.html. Diakses pada 10 Oktober 2015. Preto, M.G., dalam http://www.geocities.com/plurivers/ethno.html (diakses 14 Mei 2014). Sembiring, Robert K., 2008. “Apa dan Mengapa PMRI?” Majalah PMRI, Vol. VI, No. 4, pp. 60-61. Suyanto, 2010. Urgensi Pendidikan Karakter,. www.mandikdasmen.depdiknas.go.id /we/ pages/urgensi.html
140 128
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129 141
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142 130
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
143 131
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132 144
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
145 133
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
146 134
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
147 135
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
148 136
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
149 137
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
150 138
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151 139
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
152 140
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
153 141
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
154 142
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
155 143
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
156 144
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
157 145
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
158 146
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
159 147
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
160 148
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
161 149
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
162 150
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
163 151
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
164 152
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
165 153
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
166 154
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
167 155
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
168 156
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
169 157
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
170 158
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
171 159
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
172 160
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
173 161
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
174 162
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
175 163
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
176 164
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
177 165
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
178 166
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
179 167
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
180 168
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
181 169
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
182 170
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
183 171
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
184 172
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
185 173
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
186 174