PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : Aries Mulyawan NIM: 108114037
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : Aries Mulyawan NIM: 108114037
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Persetujuan Pembimbing
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”
Skripsi yang diajukan oleh: Aries Mulyawan NIM : 108114037
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
Tanggal ………………………
Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt.
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pengesahan Skripsi Berjudul
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X” Oleh : Aries Mulyawan NIM : 108114037
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 01 April 2014 Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan
Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.
Panitia Penguji :
Tanda Tangan
1. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt.
…………..
2. Jeffry Julianus, M.Si.
…………..
3. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc.
…………..
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Halaman Persembahan
“For God so loved the world that he gave his only son. So that everyone who believes in him may not perish but may have eternal life” John 3:16
“Ask, and it will be given to you; seek, and you will find; knock, and it will be opened to you.” – Matthew 7:7 Aku tak akan pernah menyerah untuk terus memikul salib-Mu Tuhan, dan aku tak akan pernah berhenti untuk percaya bahwa Engkau selalu ada untukku. Aku tahu ini semua tidak akan ada artinya tanpa ada campur tangan-Mu, Terima Kasih Tuhan Yesus Kristus “Impian itu ada untuk dicapai bukan tuk diimpikan terus-
menerus tanpa tahu cara mencapainya” - Aries mulyawan
Karya ini saya persembahkan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus, Roh kudus pelindung-ku, Papa, Mama, Saudara-ku, Almamater ku, seluruh dosen dan teman-teman yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
~KEEP MOVING FORWARD~
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari diberlakukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sangsi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Yogyakarta, Febuari 2014 Penulis
(Aries Mulyawan)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Aries Mulyawan
Nomor Mahasiswa
: 108114037
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam
bentuk
media
lain,
mengelolanya
dalam
bentuk
pangkalan
data,
mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat sebenarnya Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: Febuari 2014 Yang menyatakan
(Aries Mulyawan)
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah yang telah diberikan sehingga penelitian dan penyusunan skrupsi yang berjudul “Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik pada Pemisahan Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin dalam Sediaan Obat Sirup “Merek X”” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberi masukan dan jalan keluar serta saran yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan penelitian ini hingga penyusunan naskah skripsi. 3. Jeffry Julianus, M.Si. dan Florentinus Dika Octa Riswanto, M. Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mendampingi, membagi ilmu dan pengalamannya yang sangat bermanfaat dalam bidang farmasi. 5. Seluruh Staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma terutama Mas Agung, Mas Bimo, Mas Kayat, Pak Parlan, Mas Ottok, Pak Mus, dan Pak Iswanto yang telah banyak membantu dan bersedia untuk direpotkan selama penulis menyelesaikan penelitian skripsi ini. 6. PT. Ifars Pharmaceutical Laboratories yang telah bersedia memberikan senyawa standar salbutamol sulfat yang berguna bagi penelitian. 7. Yani Ardiyanti, SF., Apt. selaku mahasiswa Strata-2 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang telah bersedia memberikan senyawa standar guaifenesin yang berguna bagi penelitian. 8. Orang Tua, Hendra wijaya, Dicky Chandra keluargaku tercinta yang telah memberikan semangat, doa dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Agustinus Hendy L., Priscilla Novelia S. sebagai teman seperjuangan skripsi satu tema yang telah membantu dan memberi semangat dalam penelitian ini. 10. Teman-teman
“three
musketeers”,
terima
kasih
atas
persahabatan,
kegembiraan, dan semangat yang diberikan sejak SMA sampai sekarang. 11. Lelo, Stevan, Christian, Didit, Daniel, dan semua teman-teman FST A 2010 yang bersama-sama berjuang dalam skripsinya masing-masing, terima kasih atas dukungan, doa, dan bantuan selama perkuliahan.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12. Teman-Teman angkatan 2010 Fakultas Farmasi Sanata Dharma, terima kasih atas pengalaman dan kebersamaan selama ini. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas dukungannya. Penulis menyadari bahwa masih di dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca dan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ....................................................... vi PRAKATA ..................................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii INTISARI....................................................................................................... xix ABSTRACT ..................................................................................................... xx BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................... 1 1. Rumusan masalah................................................................... 4 2. Keaslian penelitian ................................................................ 5 3. Manfaat penelitian ................................................................. 6 B. Tujuan................................................................................................. 7
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Tujuan umum ......................................................................... 7 2. Tujuan khusus ........................................................................ 7 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Salbutamol sulfat ................................................................................ 8 B. Guaifenesin ......................................................................................... 9 C. Metode analisis salbutamol sulfat dan guaifenesin ............................ 10 D. Spektrofotometer UV ........................................................................ 11 1. Radiasi Elektromagnetik ....................................................... 11 2. Serapan Senyawa ................................................................... 13 3. Gugus-Gugus Yang Berperan Dalam Penyerapan Radiasi Elektromagnetik ..................................................................... 15 E. Larutan bufer ...................................................................................... 15 F. Kromatografi cair kinerja tinggi ......................................................... 17 1. Pengenalan dan instrumentasi KCKT .................................. 17 a. Kolom .................................................................. 19 b. Fase Gerak .......................................................... 20 c. Detektor .............................................................. 22 2. Mekanisme Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik ............................................................ 22 3. Parameter-Parameter Penting Dalam Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ...................................................................... 23 a. Parameter Waktu Retensi .................................... 23 b. Faktor Kapasitas .................................................. 24 c. Efisiensi Kolom ................................................... 24 d. Asymmetry factor dan Tailing Factor ................. 26 G. Landasan teori .................................................................................... 28 H. Hipotesis............................................................................................. 29
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................................... 30 B. Variabel Penelitian ............................................................................. 30 1. Variabel bebas .................................................................. 30 2. Variabel tergantung .......................................................... 30 3. Variabel pengacau terkendali ........................................... 31 C. Definisi Operasional ........................................................................... 31 D. Bahan Penelitian ................................................................................. 31 E. Alat penelitian .................................................................................... 32 F. Tatacara Penelitian ............................................................................. 33 1. Pembuatan asam fosfat 0,1M .......................................... 33 2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01M .......... 33 3. Pembuatan fase gerak ...................................................... 33 4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang.......................................................... 33 5. Pembuatan Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk optimasi dengan metode KCKT ...................................... 34 6. Pembuatan larutan baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin ................................................................ 35 7. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan spektrofotometer UV-Vis ................................................ 35 8. Preparasi sampel .............................................................. 36 9. Optimasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik ..................... 36 G. Analisis Hasil ............................................................................... 38 1. Bentuk peak pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin ....................................................................... 39
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Waktu retensi.................................................................... 40 3. Nilai resolusi .................................................................... 40 4. Nilai HETP ....................................................................... 40 5. Nilai koefisien variansi ..................................................... 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemilihan pelarut .................................................................................... 42 B. Penentuan fase gerak ............................................................................... 43 C. Pembuatan larutan baku .......................................................................... 47 D. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan guaifenesin menggunakan spektrofotometer UV-Vis ............................. 49 E. Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak ................................. 53 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................. 81 B. Saran ....................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 82 LAMPIRAN ................................................................................................... 84 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................... 97
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.
Jenis bufer yang sering digunakan pada sistem KCKT fase terbalik ...................................................................................... 17
Tabel II.
Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam sistem KCKT ........................................................................... 21
Tabel III.
Indeks polaritas campuran fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH3 ...................................................................... 46
Tabel IV.
Waktu retensi baku salbutamol sulfat dan guaifenesin ............. 54
Tabel V.
Nilai tailing factor salbutamol sulfat dan guaifenesin ............. 58
Tabel VI.
Hasil optimasi salbutamol sulfat dan guaifenesin berdasarkan bentuk puncak ....................................................... 59
Tabel VII.
Nilai resolusi pada sampel yang mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin pada fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1 mL/menit ............................................ 60
Tabel VIII. Uji kesesuaian sistem salbutamol sulfat pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit ............. 78 Tabel IX.
Uji kesesuaian sistem guaifenesin pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit ............. 78
Tabel X.
Uji kesesuaian sistem resolusi dan faktor kapasitas pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit ................................................................................... 79
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Struktur salbutamol sulfat....................................................... 8
Gambar 2.
Struktur guaifenesin................................................................ 9
Gambar 3.
Skema panjang gelombang ..................................................... 12
Gambar 4.
Skema eksitasi elektron .......................................................... 13
Gambar 5.
Skema sistem KCKT .............................................................. 19
Gambar 6.
Struktur oktadesilsilan (C18) ................................................... 19
Gambar 7.
Penentuan waktu retensi (tR) dan waktu mati (t0)................... 24
Gambar 8.
Penentuan parameter efisiensi kolom ..................................... 25
Gambar 9.
Penentuan parameter asymmetry factor.................................. 26
Gambar 10.
Perbedaan bentuk peak tailing dan fronting ........................... 27
Gambar 11.
Penentuan asymmetry factor dan tailing factor ...................... 27
Gambar 12.
Gugus kromofor dan auksokrom dari salbutamol sulfat ........ 50
Gambar 13.
Gugus kromofor dan auksokrom dari guaifenesin ................. 50
Gambar 14.
Spektra salbutamol sulfat pada 3 seri konsentrasi .................. 51
Gambar 15.
Spektra guaifenesin pada 3 seri konsentrasi ........................... 51
Gambar 16.
Spektra gabungan salbutamol sulfat dan guaifenesin ............. 52
Gambar 17.
Interaksi zat analit dengan fase diam (oktadesilsilan) ............ 55
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 18.
Interaksi zat analit dengan fase gerak ..................................... 56
Gambar 19.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (40:60) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 62
Gambar 20.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (40:60) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 63
Gambar 21.
Gugus residu silanol bebas ..................................................... 64
Gambar 22.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (45:55) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 66
Gambar 23.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (45:55) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 67
Gambar 24.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (50:50) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 69
Gambar 25.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (50:50) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 70 Gambar 26.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (55:45) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 72
Gambar 27.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (55:45) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 73
Gambar 28.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (60:40) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 75
Gambar 29.
Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL, guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M (60:40) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 76
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Certificate of Analysis (CoA) baku salbutamol sulfat ............ 85
Lampiran 2.
Certificate of Analysis (CoA) baku guaifenesin ..................... 87
Lampiran 3.
Perhitungan polaritas fase gerak yang dioptimasi .................. 90
Lampiran 4.
Uji Kesesuaian Sistem KCKT. Kromatogram Salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan Guaifenesin 80 µg/mL ......................... 91
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI Salbutamol sulfat dan guaifenesin merupakan zat aktif yang terdapat dalam sediaan obat sirup yang ditujukan pada pasien yang mengalami batuk yang disertai dengan sesak nafas (asma). Kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat harus dapat menghasilkan efek farmakologis yang diinginkan sehingga perlu adanya penjaminan mutu terkait kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal dari metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik sebagai metode yang digunakan dalam penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup “merek X”. Dilakukan optimasi untuk menentukan sistem KCKT fase terbalik menggunakan kolom C18 dengan fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60), (45:55), (50:50), (55:45) dan (60:40) serta kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit dengan parameter uji berupa: bentuk peak, retention time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi dari resolusi, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin. Kondisi optimum sistem KCKT fase terbalik yang diperoleh adalah fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60) pada kecepatan alir 1,0 mL/menit. Kondisi ini memenuhi parameter pemisahan yang baik yaitu tailing factor salbutamol sulfat 1,439 dan guaifenesin 0,767, waktu retensi salbutamol sulfat 2,905 dan guaifenesin 8,750 menit, dan nilai resolusi yaitu 10,462, nilai HETP paling kecil yaitu 48,440 dan nilai %RSD < 2%. Kata kunci: Salbutamol sulfat, guaifenesin, optimasi metode KCKT fase terbalik
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Salbutamol sulphate and guaifenesin are active substances contained in syrup dosage form for cough disease accompanied by dyspnoea (asthma). Combination of salbutamol sulphate and guaifenesin in drug preparation have to produce pharmacological effect, so the drug preparation needs the quality assurance of product related to levels of salbutamol sulphate and guaifenesin. This study aims to determine the optimum conditions for Reverse Phase High Performance Liquid Chromatography (RP-HPLC) to analysis of salbutamol sulphate and guaifenesin in syrup dosage form brand “X”. RP-HPLC system using C18 column with methanol : potassium dihydrogen phosphate 0.01M pH 3.0 (40:60), (45:55), (50:50), (55:45) and (60:40) as mobile phase with varying flow rate 0,5 and 1,0 mL/min to determine peak shape, retention time (tR), resolution, coefficient of variation value of resolution, tailing factor, HETP, area under curve (AUC), and retention time of salbutamol sulphate and guaifenesin. The optimum condition of RP-HPLC that could be achieved is methanol : potassium dihydrogen phosphate 0.01M pH 3.0 (40:60) in the flow rate 1.0 mL/min. this optimum condition has fulfill the good separation parameters which are tailing factor value for salbutamol sulphate 1.439 and guaifenesin 0.767, retention time of salbutamol sulphate 2.905 and guaifenesin 8.750 min, with resolution value is 10.462, and coefficient of variation (%CV) value is more than 2%. Keywords: Salbutamol sulphate, guaifenesin, optimization method of RP-HPLC
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk merupakan aksi untuk perlindungan dan pertahanan tubuh dengan cara mengeluarkan mucus, zat asing, dan infeksi oleh mikroorganisme dari laring, trakea atau bronkus menuju keluar tubuh (Asdie, 1995). Salah satu obat yang digunakan dalam pengobatan batuk berdahak adalah guaifenesin. Asma merupakan penyakit kronik pada saluran pernapasan yang ditandai dengan adanya hiperaktivitas bronkus yaitu kepekaan saluran napas terhadap berbagai ransangan. Penyakit asma termasuk dalam lima besar penyakit yang dapat menyebabkan kematian, di dunia ada sekitar 5-30% manusia yang menderita akibat penyakit asma. Prevalensi penyakit asma di Indonesia diperkirakan 3,32% dari jumlah penduduk (Oemiati dkk., 2010). Salah satu obat yang digunakan dalam pengobatan asma adalah salbutamol sulfat. Pada penggunaannya, kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup ditujukan pada pasien yang mengalami batuk yang disertai oleh sesak nafas (asma). Seperti obat-obat pada umumnya, kombinasi salbutamol sulfat dan
guaifenesin
dalam
sediaan
obat
1
harus
dapat
menghasilkan
efek
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
farmakologis yang diinginkan. Oleh karena itu, perlu penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaannya untuk menjamin ketepatan dosis tiap sediaan sehingga dapat menjamin dihasilkannya efek farmakologis dan keamanan obat dalam pemakaiannya. Guaifenesin (3-(2-metoksifenoksi)-1,2-propanadiol) merupakan obat batuk yang memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan mengurangi kekentalan sputum dengan cara merangsang selaput lendir lambung, sehingga sekresi bronkial naik melalui reflex parasimpatik untuk membuang sputum (Walode dkk., 2013). Guaifenesin berbentuk serbuk hablur, putih sampai agak kelabu. Guaifenesin larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak sukar larut dalam gliserin (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Guaifenesin memiliki bobot molekul 198,2 g/mol; titik lebur 78-82oC; nilai log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana asam memiliki panjang gelombang maksimum (λmax) 273 nm dengan nilai 𝐴1% 1𝑐𝑚 =125a (Moffat dkk., 2011). Salbutamol sulfat merupakan salah satu obat yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit asma. Salbutamol sulfat biasanya diberikan melalui rute inhalasi untuk efek langsung pada otot polos bronkus. Salbutamol bekerja pada reseptor β2adrenergik agonis dengan menghasilkan efek bronkodilatasi. Dosis salbutamol sulfat dalam sediaan inhalasi adalah 2,5-5 mg (Anonim1, 2013).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Salbutamol sulfat mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung terhadap zat anhidrat. Salbutamol sulfat berbentuk serbuk putih atau hampir putih, mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, kloroform, dan dalam eter (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki λmax 276nm, 1% 𝐴1% 1𝑐𝑚 = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm dan 𝐴1𝑐𝑚 = 510a; serta
λmax 295nm dan 𝐴1% 1𝑐𝑚 = 133a. Sifat kimia salbutamol sulfat antara lain nilai log P (oktanol/air) = 0,6 serta nilai pKa 9,3 dan 10,3 (Moffat dkk., 2011). Penelitian mengenai salbutamol dan guaifenesin dilakukan oleh Walode, S.G., Deshpande, S.D., dan Deshpande, A.V. (2013) dalam indikasi stabilitas metode metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik untuk estimasi simultan salbutamol sulfat dan guaifenesin menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6 mm), fase gerak campuran asetonotril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1% trietilamin (36:64 v/v pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit memberikan hasil % recovery antara 99,82-101,07%, % RSD < 1,81 dan koefisien korelasi 0,998 untuk salbutamol sulfat dan 0,999 untuk guaifenesin. Penelitian yang akan dilakukan adalah optimasi pemisahan campuran salbutamol dan guaifenesin sebagai zat aktif dalam sediaan obat sirup “merek X” mengunakan jenis kolom C18 fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat dan pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam fosfat 0,1M hingga mencapai pH 3,0 dengan perbandingan dan kecepatan alir hasil optimasi. Dalam sediaan obat sirup “merek X” terkandung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
dua zat aktif sehingga diperlukan metode yang dapat memisahkan dan menetapkan kedua jenis zat aktif tersebut. Metode KCKT merupakan metode yang tepat untuk melakukan pemisahan dan menetapkan kadar sejumlah senyawa organik dan senyawa anorganik. Metode KCKT merupakan metode yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dalam waktu bersamaan (Rohman dan Gandjar, 2007). Hal ini yang menjadi alasan penulis untuk menentukan metode yang optimal dalam pemisahan dan penetapan kadar kedua zat aktif tersebut agar dapat digunakan secara luas dalam uji kontrol kualitas sediaan obat sirup yang mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin. Terdapat beberapa perbedaan analisis yang dilakukan oleh penulis dibandingkan dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan
tersebut terdapat pada beberapa sistem dalam instrumen KCKT yang digunakan seperti jenis dan komposisi fase gerak, serta kecepatan alir fase gerak. Dengan adanya perbedaan tersebut maka perlu dilakukan optimasi kondisi atau sistem analisis agar tercapai pemisahan optimal dari campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin agar dapat dilakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitaif. 1. Rumusan masalah: Bagaimanakah komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat memberikan pemisahan dengan bentuk puncak, waktu retensi (tR), nilai resolusi, dan nilai koefisien variansi yang optimum pada hasil pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
2. Keaslian penelitian Pengembangan dan validasi metode kuantifikasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT pernah dilakukan oleh Walode dkk. (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Stability Indicating RP-HPLC Method for the Silmultaneous Estimation of Salbutamol Sulfate and Guaifenesin”. Pada penelitian tersebut menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6 mm), fase gerak campuran asetontril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1% trietilamin (36:64 v/v pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 225 nm. Penelitian lain mengenai salbutamol sulfat dan guaifenesin dilakukan oleh Korany, A.M., Fahmy, O.T., Mahgoub, H., and Maher, H.M. (2010) dalam penelitiannya
yang
berjudul
“High
Performance
Liquid
Chromatographic
Determination of Some Guaifenesin-containing cough-cold preparation”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis kolom ThermoHypersil C18 analytical column (250 x 4,6 mm), fase gerak yang digunakan adalah campuran metanol : bufer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan 40:60 pada kecepatan alir fase gerak 1,5 mL/menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 275 nm. Penelitian yang dilakukan oleh Dubey, N., Sahu, S., and Singh, G.N. (2012) dengan judul “Development of HPLC Method for Simultaneous Estimation of Ambroxol, Guaifenesin and Salbutamol in Single Dose Form” menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan jenis kolom C8 (250 x 4,6 mm), fase gerak campuran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
metanol : bufer dinatrium hydrogen fosfat (pH 4,5) 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan 220 nm. Penelitian yang penulis lakukan adalah optimasi pemisahan campuran baku salbutamol sulfat dan guaifenesin sebagai zat aktif dalam sediaan obat sirup “merek X” dengan metode KCKT dengan menggunakan jenis kolom C18, fase gerak yang merupakan campuran fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat dan pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam fosfat 0,1M hingga mencapai pH 3,0 dengan perbandingan dan kecepatan alir dari hasil optimasi. Dalam Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 juga belum tercantum sistem KCKT untuk pemisahan dan kuantifikasi salbutamol sulfat dan guaifenesin. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan tentang pegembangan metode yang optimal dalam memisahkan dan menentukan kadar salbutamol dan guaifenesin. b. Manfaat metodologis. Memberikan contoh aplikasi teknologi KCKT yang optimal mengenai jenis, komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang optimum sebagai metode pemisahan dan penentuan kadar salbutamol dan guaifenesin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
B. Tujuan A. Tujuan umum Mengetahui metode yang optimum dalam memisahkan dan menetapkan kadar salbutamol dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup merek “X” dengan metode KCKT fase terbalik.
B. Tujuan Khusus Mengetahui komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat memberikan pemisahan dengan bentuk puncak yang simetris, waktu retensi (tR) < 10 menit, nilai resolusi ≥ 1,5 terhadap puncak terdekat, dan nilai koefisien variansi ≤ 2% pada hasil pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Salbutamol Sulfat Salbutamol sulfat (gambar 1) adalah salah satu obat yang sering digunakan dalam pengobatan penyakit asma. Salbutamol atau yang dikenal sebagai α'-[[1,1dimetiletil)amino]metil]-4-hidroksi-1,3-benzendimetanol merupakan golongan agonis reseptor
β2-adrenergik
(Moffat
dkk.,
2011).
Salbutamol
berefek
sebagai
bronkodilatasi yaitu meringankan kejang otot bronkus dalam kondisi penyakit seperti asma dan obstruktif paru kronis (Priyanka dkk., 2011).
Gambar 1. Struktur salbutamol sulfat (Moffat dkk., 2011)
Salbutamol sulfat memiliki bobot molekul (BM) 576,70 g/mol, mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung terhadap zat anhidrat. Berbentuk serbuk putih atau hampir putih. Salbutamol sulfat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, kloroform dan dalam eter.
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
Salbutamol sulfat disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki λmax 276nm dengan nilai 1% 𝐴1% 1𝑐𝑚 = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm dengan nilai 𝐴1𝑐𝑚 = 510a;
serta λmax 295nm dan 𝐴1% 1𝑐𝑚 = 133a. Salbutamol sulfat memiliki nilai log P (oktanol/air) = 0,6 serta nilai pKa 9,3 dan 10,3 (Moffat dkk., 2011). B. Guaifenesin Guaifenesin (3-(2-metoksifenoksi)-1,2-propanadiol) merupakan obat batuk yang memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan mengurangi kekentalan sputum dengan cara merangsang selaput lendir lambung, sehingga sekresi bronkial naik melalui reflex parasimpatik untuk membuang sputum (Walode dkk., 2013). Mekanisme kerja dari ekspektoran adalah membantu melembabkan sekresi dan mempermudah pasien untuk mengeluarkan semua sputum yang diproduksinya (Schwartz, 1995).
Gambar 2. Struktur Guaifenesin (Moffat dkk., 2011)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Guaifenesin (gambar 2) mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C10H14O4 dihitung terhadap zat yang teah dikeringkan. Guaifenesin berbentuk serbuk hablur, putih sampai agak kelabu. Guaifenesin larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak sukar larut dalam gliserin (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Guaifenesin memiliki bobot molekul 198,2 g/mol; titik lebur 78oC-82oC; nilai log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana asam memiliki panjang gelombang maksimum (λmax) 273 nm dengan nilai 𝐴1% 1𝑐𝑚 =125a (Moffat dkk., 2011). C. Metode Analisis Salbutamol sulfat dan Guaifenesin Pada penelitian yang dilakukan oleh Walode dkk. (2013), dilakukan penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin berserta hasil degradasi kedua senyawa tersebut dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6 mm), fase gerak campuran asetontril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1% trietilamin (36:64 v/v pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang 225 nm. Pada penelitian ini, didapatkan hasil waktu retensi salbutamol sulfat 2,9 menit dan guaifenesin 6,5 menit, nilai %recovery antara 99,82101,07%, %RSD < 1,81 dan koefisien korelasi 0,998 untuk salbutamol sulfat dan 0,999 untuk guaifenesin. Penelitian lain mengenai salbutamol sulfat dan guaifenesin dilakukan oleh Korany dkk. (2010) dengan judul “High Performance Liquid Chromatographic
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Determination of Some Guaifenesin-containing cough-cold preparation”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis kolom ThermoHypersil C18 analytical column (250 x 4,6 mm), fase gerak untuk campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin adalah metanol : bufer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan 40:60 pada kecepatan alir fase gerak 1,5 mL/menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 275 nm dengan menghasilkan waktu retensi untuk salbutamol dan guaifenesin masing-masing 2,86 dan 4,90 menit. Tailing factor yang dihasilkan untuk salbutamol 1,01 dan guaifenesin 1,07 dengan nilai resolusi 7,33. Penelitian yang dilakukan oleh Dubey dkk. (2012) dengan judul “Development of HPLC Method for Simultaneous Estimation of Ambroxol, Guaifenesin and Salbutamol in Single Dose Form”. Metode KCKT yang digunakan merupakan kromatografi fase terbalik dengan jenis kolom C8 (250 x 4,6 mm), fase gerak metanol : bufer dinatrium hydrogen fosfat (pH 4,5) 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan 220 nm. Penelitian yang dilakukan menghasilkan nilai %RSD <2% dan nilai tailing factor salbutamol 1,59; guaifenesin 1,44 dan ambroksol 1,49. D. Spektrofotometer UV 1. Radiasi elektromagnetik Gelombang radiasi elektromagnetik terdiri atas dua komponen yaitu komponen listrik dan magnetik. Dua komponen bergetar dalam bidang-bidang yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
tegak lurus satu sama lain dan tegak lurus pada arah penjalaran radiasi seperti pada gambar 3 di bawah ini (Sastrohamidjojo, 2007). Radiasi elektromagnetik terutama untuk sinar ultraviolet dan sinar tampak dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Suatu gelombang memiliki panjang gelombang yang merupakan jarak linier dari suatu titik pada suatu gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang berdekatan (Rohman dan Gandjar, 2007). Panjang gelombang (gambar 3) merupakan jarak linier dari suatu titik pada satu gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang berdekatan. Panjang gelombang serapan sinar ultraviolet terletak antara 200 nm sampai 400 nm, sedangkan untuk daerah serapan sinar tampak terletak antara panjang gelombang 400 nm sampai 750 nm (Fessenden and Fessenden, 1997).
Gambar 3. Skema panjang gelombang (Rohman dan Gandjar, 2007)
Hubungan kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa dengan panjang gelombang terlihat pada persamaan di bawah ini:
∆E ≡
hc λ
(1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Keterangan: ∆E = jumlah energi yang diserap h = tetapan Planck (6,6× 10-27 erg-det.) c = kecepatan cahaya (3×1010 cm/det.) λ = panjang gelombang (sentimeter)
13
(Fessenden and Fessenden, 1997).
2. Serapan senyawa Bila cahaya (radiasi elektromagnetik) mengenai suatu senyawa, maka sebagian cahaya akan diserap oleh molekul-molekul senyawa tersebut. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spectrum ultraviolet tergantung pada struktur elektronik molekul hal ini erat kaitannya dengan transisi-transisi diantara tingkat energi elektronik tiap senyawa (Sastrohamidjojo, 2007). Senyawa yang menjerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang UV-Vis akan mengakibatkan tereksitasinya elektron ketingkat energi yang lebih tinggi. Elektron akan tereksitasi dari ground state menuju excited state (gambar 4).
Gambar 4. Skema eksitasi elektron (Rohman dan Gandjar, 2007)
Molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih banyak untuk mengeksitasikan elektron maka akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
pendek, sedangkan untuk molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit untuk mengeksitasikan elektron maka akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden and Fessenden, 1997). Jumlah energi yang diserap oleh molekul-molekul disebut absorban. Hukum Lambert-Beer menunjukkan bahwa serapan suatu senyawa dipengaruhi oleh absorptivitas molar, tebal kuvet dan konsentrasi molekul dalam zat analit (Rohman dan Gandjar, 2007). Hukum LambertBeer dapat dilihat melalui persamaan di bawah ini: A=εbc
(2)
Keterangan: A = absorban ε = absorptivitas molar (M-1cm-1) b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi molekul dalam zat analit
(Rohman dan Gandjar, 2007).
Absorptivitas molar merupakan suatu konstante yang tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Disebut absorptivitas molar jika konsentrasi molekul zat analit dalam satuan Molar. Jika konsentrasi molekul zat analit dalam satuan persen berat/volume (g/100 mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan
1% 𝐴1% 1𝑐𝑚 (Rohman dan Gandjar, 2007). Hubungan antara 𝐴1𝑐𝑚 dengan
absorptivitas molar (ε) dapat dilihat pada persamaan di bawah ini: ε ≡ A1% 1cm ×
BM 10
M-1cm-1
Keterangan: ε = absorptivitas molar (M-1cm-1) 𝐴1% 1𝑐𝑚 = absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100 mL) BM = bobot molekul (g/mol)
(3)
(Rohman dan Gandjar, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
3. Gugus-gugus yang berperan dalam penyerapan radiasi elektromagnetik Gugus kromofor adalah gugus pada senyawa organik yang merupakan ikatan kovalen tak jenuh. Gugus inilah yang bertanggung jawab terhadap penyerapan radiasi elektromagnetik. Gugus fungsional yang memiliki pasangan elektron bebas dan berikatan langsung dengan gugus kromofor disebut gugus auksokrom. Peranan gugus auksokrom adalah meningkatkan intensitas serapan yang dihasilkan oleh suatu senyawa serta memperpanjang gugus kromofor sehingga menaikkan intensitas serapan pada senyawa tersebut (Sharma, 2007).
E.
Larutan Penyangga
Larutan bufer sering digunakan dalam bidang kimia analisis seperti pada pembuatan fase gerak dalam sistem KCKT. Jenis bufer paling sederhana tersususn atas asam atau basa lemah dengan basa atau asam konjugatnya (Rohman dan Gandjar, 2007). Larutan penyangga (bufer) memiliki peranan penting dalam pemisahan senyawa yang bersifat asam dan basa. Bufer dalam fase gerak akan memberikan pH yang relatif konstan dan mengakibatkan waktu retensi senyawa selama pemisahan menjadi lebih reprodusibel. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan bufer pada sistem KCKT fase terbalik, yaitu: 1. Nilai pKa asam lemah atau basa lemah dan kapasitas bufer. 2. Kelarutan komponen bufer.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
3. Serapan pada daerah UV (berkaitan dengan pengguaan detektor UV pada sistem KCKT). 4. Stabilitas bufer (Snyder dkk., 2010). Kapasitas bufer merupakan kemampuan suatu bufer untuk mempertahankan pH, tergantung pada nilai pKa asam lemah atau basa lemah, konsentrasi bufer, dan pH dari fase gerak. Kapasitas bufer akan menurun ketika ada perbedaan nilai pKa dari bufer dengan pH fase gerak yang diinginkan. Asam lemah atau basa lemah sebagai komponen penyusun bufer yang digunakan hendaknya memiliki nilai pKa dalam rentang ±1,0 unit dari pH fase gerak yang diinginkan (Snyder dkk., 2010). Dalam sistem KCKT dengan detektor UV, penggunaan bufer yang dikatakan ideal jika memiliki serapan pada panjang gelombang di bawah 220 nm. Tabel I di bawah ini menunjukkan beberapa jenis bufer yang sering digunakan dalam KCKT fase terbalik (Kazakevich and Lobrutto, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
Tabel I. Jenis Bufer yang sering digunakan pada sistem KCKT fase terbalik (Kazakevich and Lobrutto, 2007)
F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 1. Pengenalan dan instrumentasi KCKT Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pemisahan dan analisis campuran senyawa kimia. KCKT dikarakteristikkan pada penggunaan pompa bertekanan tinggi untuk mengalirkan fase gerak dengan tujuan agar pemisahan lebih cepat, terkontrol dan lebih efektif. Pemisahan yang baik dipengaruhi oleh kondisi eksperimental seperti kondisi kolom, pelarut, temperatur, kecepatan alir dan lain-lain (Snyder dkk., 2010).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
Kromatografi cair kinerja tinggi mulai dikembangkan pada akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970 (Rohman dan Gandjar, 2007). Pemisahan pada kromatografi didasarkan pada fase gerak yang dapat berinteraksi dengan senyawa analit dan membawanya melewati fase diam, perbedaan interaksi zat analit dengan permukaan fase diam dan fase geraklah yang menghasilkan perbedaan waktu migrasi zat-zat analit tersebut (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Pemisahan KCKT dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik. KCKT fase normal merupakan sistem KCKT yang menggunakan fase diamnya lebih polar dibandingkan dengan fase geraknya, sedangkan KCKT fase terbalik merupakan sistem KCKT yang menggunakan fase diamnya lebih non polar dibandingkan dengan fase geraknya (Gritter dkk., 1991). Sistem KCKT digambarkan secara sistematik pada gambar 5, garis panah utuh menunjukkan jalur alir fase gerak, sedangkan garis panah putus menunjukkan masuknya zat analit. Sampel yang diinjeksikan melalui katub injeksi akan mengalami pemisahan yang terjadi di dalam kolom (fase diam), sehingga komponen di dalam sampel akan terpisah dan meninggalkan kolom menuju detektor. Jenis detektor yang biasa digunakan dalam sistem KCKT adalah spektrofotometri ultraviolet (UV) atau spektrometri massa (MS) (Snyder dkk., 2010).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
Gambar 5. Skema sistem KCKT (Snyder dkk., 2010)
Bagian-bagian dalam sistem KCKT fase terbalik, terdiri atas: a. Kolom. Oktadesilsilan (ODS atau C18) termasuk dalam tipe kolom yang dapat berinteraksi pada fase alkil (alkyl-type phases). Oktadesilsilan merupakan fase diam yang dapat digunakan dalam KCKT fase terbalik. C18 (gambar 6) memiliki ukuran partikel sebesar 630 Å/mol dan panjang rantai molekul 24Å (Kazakevich and Lobrutto, 2007).
Gambar 6. Struktur oktadesilsilan (C18) (Kazakevich and Lobrutto, 2007)
Panjang kolom pada sistem KCKT berkisar antara 5-25 cm, dengan tekanan tinggi sampai 6000 psi (Gritter dkk., 1991). Diameter kolom KCKT sekitar 4-5 mm dan diameter partikel berada pada kisaran 4-7 µm untuk kolom pada umumnya (Dean, 1995).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
b. Fase gerak. Eluen atau fase gerak terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam elusi (pemisahan) dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat sampel. Untuk fase terbalik kemampuan elusi akan menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Rohman dan Gandjar, 2007). Komposisi fase gerak yang dipilih akan mempengaruhi waktu retensi zat analit (Willard dkk., 1998). Pemilihan fase gerak perlu mempertimbangkan beberapa hal seperti kompatibilitas terhadap pelarut yang digunakan, kelarutan zat analit dalam fase gerak, polaritas, transmisi cahaya, viskositas, stabilitas dan pH (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Kompatibilitas antar komponen fase gerak sangat penting untuk memastikan bahwa komponen penyusun fase gerak dapat bercampur dengan baik. Fase gerak yang digunakan harus dapat melarutkan zat analit dengan baik sehingga tidak menimbulkan mengendapnya zat analit ketika penginjekan. Transmisi cahaya dari suatu fase gerak sangat penting dalam pengaruhnya terhadap detektor ultraviolet yang digunakan. Setiap eluen memiliki nilai UV-cutoff yang berbeda sehingga perlu diiperhatikan pemilihan komponen fase gerak yang tidak mengganggu pembacaan pada detektor uv. Viskositas fase gerak yang digunakan perlu diperhatikan karena semakin besar viskositas fase gerak yang digunakan akan menaikkan tekanan dalam kolom. Tabel II di bawah ini menunjukkan beberapa karakteristik pelarut yang sering digunakan dalam sistem KCKT (Kazakevich and Lobrutto, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Tabel II. Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam sistem KCKT (Kazakevich and Lobrutto, 2007)
Nama pelarut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Asetonitril Isopropyl alcohol Metanol Etanol THF Etil asetat DMSO
UV-cutoff (nm) 190 205 205 205 215 256 268
Parameter selanjutnya yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan fase gerak adalah kepolaran campuran komponen fase gerak. Tingkat kepolaran fase gerak akan mempengaruhi kemampuan fase gerak dalam mengelusi zat analit. Nilai polaritas fase gerak yang digunakan dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini: P ′ camp = ϕ1 P ′ 1 + ϕ2 P ′ 2 + ⋯ + ϕn P′n Keterangan : P ′ camp = indeks polaritas campuran P ′ n = indeks polaritas pelarut ke-n Φ = fraksi volume pelarut
(4)
(Gritter dkk., 1991).
Indeks polaritas menunjukkan sifat kepolaran suatu pelarut, semakin besar nilai indeks polaritas maka semakin polar pelarut tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai indeks polaritas maka semakin non-polar pelarut tersebut (Synder dkk., 2010). Pada dasarnya, hampir seluruh obat-obatan yang berada dipasaran dapat terionisasi. Oleh karena itu, pengaturan pH pada fase gerak menjadi sangat penting karena dapat mempengaruhi waktu retensi suatu senyawa obat. Penggunaan bufer
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
dalam pengaturan pH suatu fase gerak sangat direkomendasi karena pH yang diperoleh menjadi lebih stabil tidak berubah-ubah. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bufer adalah tingkat kelarutan bufer dalam pelarut yang digunakan karena pemilihan bufer yang salah akan mengakibatkan mengendap atau terpisahnya komponen bufer dalam fase gerak (Kazakevich and Lobrutto, 2007). c. Detektor. Pada umumnya detektor harus memiliki karakteristik tertentu yaitu memiliki respon cepat terhadap solut, reprodusibel, memiliki sensitivitas tinggi, stabil dalam pengoperasian, signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi zat analit, tidak dipengaruhi temperatur dan kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2009). Detektor spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh zat analit yang mempunyai struktur atau gugus kromoforik (Rohman dan Gandjar, 2007).
2. Mekanisme pemisahan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik Pemisahan pada kromatografi cair kinerja tinggi berdasarkan pada perbedaan afinitas atau interaksi antar zat analit dengan fase diam dan fase gerak (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Kromatografi cair merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada hukum termodinamika. Pada kromatografi cair setiap komponen dalam sampel akan mengalami kesetimbangan dalam fase diam dan fase gerak. Sampel akan terdistribusi pada fase diam dan fase gerak berdasarkan koefisien partisinya sesuai dengan persamaan di bawah ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
[X ]
K = [X s ]
(5)
m
Keterangan: K = koefisien partisi [Xs] = konsentrasi zat analit dalam fase diam [Xm] = konsentrasi zat analit dalam fase gerak
23
(Ahuja and Dong, 2005).
3. Parameter-parameter penting dalam kromatografi cair kinerja tinggi Tujuan utama penggunaan metode kromatografi cair kinerja tinggi adalah untuk mendapatkan pemisahan zat analit dari komponen lain dalam sampel dan akhirnya dapat dikuantifikasi kadar tiap-tiap zat analit secara akurat. Parameter penting dalam mengontrol resolusi pemisahan zat-zat analit antara lain parameter waktu retensi, selektivitas dan efisiensi (Ahuja and Dong, 2005). a. Parameter waktu retensi. Waktu retensi (tR) merupakan waktu yang terhitung antara penginjekan sampel hingga zat analit mencapai detektor sedangkan waktu mati (t0) merupakan waktu suatu komponen yang tidak tertahan dalam suatu kolom (ditandai oleh adanya gangguan baseline oleh terelusinya pelarut sampel). Penentuan waktu retensi dan waktu mati dapat dilihat pada gambar 7 (Ahuja and Dong, 2005).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Gambar 7. Penentuan waktu retensi (tR) dan waktu mati (t0) (Ahuja and Dong, 2005)
b. Faktor kapasitas (k'). Parameter yang mengukur tingkat retensi zat analit adalah faktor kapasitas atau faktor retensi (k'). Faktor kapasitas menunjukkan berapa kali zat analit terelusi secara relatif terhadap puncak fase geraknya. Faktor kapasitas dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini: k′ = Keterangan: k'= faktor kapasitas tR= waktu retensi t0= waktu mati
t R −t 0 t0
(6)
(Ahuja and Dong, 2005).
Sebuah nilai k' sama dengan nol maka menunjukkan bahwa zat analit tidak tertahan dalam kolom sehingga terelusi terlebih dahulu di depan pelarut yang digunakan. Jika nilai k' sama dengan 20 maka zat analit sangat tertahan dalam kolom sehingga memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat terelusi (Ahuja and Dong, 2005). c. Efisiensi Kolom. jumlah lempeng teoritis (N) merupakan parameter penting untuk menentukan secara kuantitatif dari efisiensi kolom. Jumlah lempeng teoritis merupakan ratio antara waktu retensi dan standar deviasi dari lebar peak (σ)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
(Ahuja and Dong, 2005). Penentuan nilai N dapat dilihat melalui persamaan di bawah ini: N=
tR 2
(7)
σ
Nilai Wb setara dengan 4σ sehingga persamaan menjadi : N = 16
tR Wb
2
= 5,54
tR
2
W 1 2h
(8)
Penentuan parameter efisiensi kolom dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini:
Gambar 8. Penentuan parameter efisiensi kolom (Ahuja and Dong, 2005)
Jumlah lempeng teoritis (N) berbanding lurus terhadap panjang kolom (L) dan berdanding terbalik terhadap HETP (Height Equivalent Theoretical Plate). Tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu lempeng teoritis (Rohman, 2009). Persamaan yang menunjukkan korelasi antara jumlah lempeng teoritis (N), panjang kolom (L) dan HETP adalah sebagai berikut:
N=
L HETP
(9)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d.
26
Asymmetry factor and tailing factor. Bentuk puncak yang tidak simetri
akan mengakibatkan tidak akuratnya penentuan resolusi, kuantitatif kadar suatu zat analit tidak menunjukkan presisi yang baik dan reprodusibilitas retensi zat analit yang jelek. Salah satu parameter penting untuk menilai bentuk puncak adalah asymmetry factor (As) yang dapat ditentukan pada 10% tinggi puncak. Nilai As yang baik adalah 0,95-1,1. Gambar 9 di bawah ini menunjukkan bentuk puncak yang berbeda-beda akan mempengaruhi nilai As. Excellent
Acceptable
As = 1.0-1.05
As = 1.2
Unacceptable As = 2
Awful As = 4
Gambar 9. Parameter asymmetry factor (Ahuja and Dong, 2005)
Penentuan nilai As dapat dilihat pada persamaan di bawah ini: B
AS (𝑎𝑠𝑦𝑚𝑚𝑒𝑡𝑟𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟) = A
(10)
Penentuan nilai A dan B pada persamaan diatas dapat dilihat pada gambar 11. Parameter lain yang menunjukkan bentuk puncak yang ideal adalah tailing factor (Tf) yang ditentukan pada 5% dari tinggi puncak (Snyder dkk., 2010). Gambar 10 menunjukkan gambaran bentuk puncak tailing dan fronting. Tailing merupakan keadaan yang ditunjukkan oleh bentuk puncak yang bagian depan naik dengan tajam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
sedangkan bagian belakang turun dengan landai, sedangkan bentuk puncak yang bagian depan naik landai dan bagian belakang turun tajam disebut fronting (Noegrohati, 1994). FRONTING
TAILING
Gambar 10. Perbedaan bentuk peak tailing dan fronting (Snyder dkk., 2010)
Nilai Tf yang masih dapat diterima adalah 0,9-1,4 (Ahuja and Dong, 2005). Besarnya nilai Tf dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini: 𝑇𝑓 𝑡𝑎𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 =
𝐴+𝐵 2𝐴
Gambar 11. Penentuan nilai asymmetry factor dan tailing factor (Snyder dkk., 2010)
(11)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Bentuk puncak yang tidak simetris dapat dipengaruhi oleh konsentrasi sampel dalam fase gerak terlalu besar, ketidaksesuaian zat analit dengan kolom, pengemasan kolom yang tidak seragam, dan faktor yang terjadi di luar kolom seperti pada injektor (Noegrohati, 1994). G. Landasan teori Salbutamol sulfat merupakan senyawa obat untuk bronkodilatasi yang memiliki sifat basa (pKa 9,3 dan 10,3) serta mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, kloroform dan dalam eter. Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki λmax 276nm dengan nilai 𝐴1% 1𝑐𝑚 = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm 1% dengan nilai 𝐴1% 1𝑐𝑚 = 510a; serta λmax 295nm dengan nilai 𝐴1𝑐𝑚 = 133a.
Guaifenesin merupakan senyawa obat batuk yang bekerja sebagai ekspektoran yang memiliki bentuk serbuk hablur, putih sampai agak kelabu, larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak sukar larut dalam gliserin. Guaifenesin memiliki bobot nilai log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana asam memiliki panjang gelombang maksimum (λmax) 273 nm dengan nilai 𝐴1% 1𝑐𝑚 =125a. Sediaan sirup untuk pengobatan batuk yang disertai sesak nafas pada umumnya mengandung kombinasi antara salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan konsentrasi 0,24 mg/mL salbutamol sulfat dan 10 mg/mL guaifenesin. Untuk menjamin kandungan mutu dari sediaan obat sirup dengan kandungan zat aktif pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
kadar kecil dengan komponen matriks sirup yang cukup rumit maka dibutuhkan metode yang sensitif dan selektif. Optimasi dengan KCKT fase terbalik dilakukan untuk memperoleh keadaan optimum pada pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin. Parameter pemisahan dengan metode KCKT yang menunjukkan diperolehnya kondisi optimum yaitu: bentuk peak simetri, tR kurang dari 10 menit, nilai resolusi ≥ 2 dan nilai HETP yang semakin kecil. H. Hipotesis Metode KCKT fase terbalik dengan komposisi fase gerak dan kecepatan alir fase gerak yang optimum dapat menghasilkan pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin yang memenuhi persyaratan bentuk puncak dengan nilai tailing factor < 2, waktu retensi (tR) kurang dari 10 menit, nilai resolusi > 1,5, dan nilai koefisien variansi ≤ 2% sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis rancangan penelitian eksperimental analitik karena pada subjek uji diberikan perlakuan yaitu komposisi dan kecepatan alir fase gerak.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi fase gerak yaitu metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 dan kecepatan alir fase gerak yang digunakan. 2. Variabel tergantung Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pemisahan peak dari tiap komponen yaitu salbutamol sulfat dan guaifenesin yang terlihat dari bentuk peak, retention time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi dari resolusi, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil pemisahan.
30
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
3. Variabel pengacau terkendali a. Kemurnian pelarut yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan pelarut yang memiliki kemurnian tinggi yaitu pelarut pro analysis. b. Kemurnian bahan baku yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan bahan baku yang telah terjamin kualitasnya dengan adanya Certificate of Analysis (CoA).
C. Definisi Operasional 1. Salbutamol sulfat dan guaifenesin merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam sediaan obat sirup “merek X”. 2. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT menggunakan kolom C18 dengan fase gerak metanol p.a: 0,01M kalium dihidrogen fosfat dan pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam fosfat hingga mencapai pH 3. 3. Optimasi dilakukan dengan mengubah komposisi fase gerak dan kecepatan alir fase gerak. 4. Parameter optimasi dengan menggunakan metode KCKT adalah bentuk peak, retention time (tR), nilai resolusi, dan reprodusibilitas resolusi dan waktu retensi. D. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku pembanding
Salbutamol
Sulfat
(Supriya
Lifescience,
No.
batch
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SSL/SS/0312030,
kemurnian
98,83%)
Laboratories), baku pembanding
(PT.
Guaifenesin
Ifars
32
Pharmaceutical
(No. kontrol
205158,
kemurnian 99,88%) (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional), metanol, asam fosfat dan Kalium dihidrogen fosfat p.a (E.Merck), penyaring Whatman 0,45 µm, Akuabides hasil penyulingan di laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universtas Sanata Dharma, obat sirup “merek X”. E. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat KCKT dengan detektor ultraviolet, Shimadzu LC-2010C, kolom C-18 merek Shimadzu column Shim-pack (LC-C18 CM) (No. column 4252787 part. 22817874-92), seperangkat computer (merek Dell B6RDZ1S Connexant system RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S, printer HP Deskjet D2566 HP-024000 625730), UV/Vis Spectrophotometer SP-3000plus merek OPTIMA dengan deterktor silicon photo diode, millipore, ultrasonifikator Refsch., Tipe : T460 (Schwing.1 PXE, FTZ-Nr. C-066/83, HF-Frequ.:35 kHz), timbangan analitik Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max 60/120 g, min 0,001 g, d = 0,01/0,1 mg), alat vakum, dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
F. Tatacara Penelitian 1. Pembuatan asam fosfat 0,1M Larutan pekat H3PO4 dengan konsentrasi 85% diambil sebanyak 1,2 mL, kemudian diencerkan dalam akuabides 100,0 mL sehingga konsentrasi H3PO4 menjadi 0,1 M. 2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01M Sebanyak 0,68 g KH2SO4 ditimbang seksama dan dilarutkan dalam akuabides hingga 500,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 0,01 M, kemudian pH diatur dengan penambahan asam fosfat 0,1 M hingga mencapai pH 3,0. 3. Pembuatan fase gerak Fase gerak dibuat dengan perbandingan antara metanol : 0,01 M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 kemudian dicampurkan dalam labu takar 1000 mL. Campuran fase gerak tersebut disaring dengan penyaring Whatman 0,45 µm yang dibantu dengan pompa vakum kemudian didegassing selama 15 menit menggunakan ultrasonicator. 4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang pengamatan a. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat. Sebanyak lebih kurang 10,0 mg salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 1000 µg/mL,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
kemudian dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 100; 300; dan 600 µg/mL dengan mengencerkan 1,0; 3,0 ; dan 6,0 mL larutan stok tersebut dalam metanol hingga 10,0 mL. b. Pembuatan larutan baku guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 50,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL, kemudian dibuat larutan seri dengan konsentrasi berbeda yaitu 20; 60; dan 100 µg/mL dengan mengencerkan 0,5; 1,5; dan 2,5 mL larutan stok tersebut dengan metanol hingga 10,0 mL. 5. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk optimasi dengan metode KCKT a. Pembuatan larutan stok salbutamol sulfat. Sebanyak 20,0 mg salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 100,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 200 µg/mL. b. Pembuatan larutan baku intermediate salbutamol sulfat. Sebanyak 2,5 mL larutan stok diambil, diencerkan dalam metanol hingga 25,0 mL sehingga konsentrasi larutan intermediet menjadi 20 µg/mL. c. Pembuatan larutan kerja salbutamol sulfat. Larutan intermediate salbutamol sulfat dengan konsentrasi 20 µg/mL diambil 5,0 mL, kemudian diencerkan dalam metanol 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 10,0 µg/mL. Larutan disaring dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
d. Pembuatan larutan stok guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 50,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL. e. Pembuatan larutan kerja guaifenesin. Larutan stok guaifenesin dengan konsentrasi 400 µg/mL diambil 1,5 mL, kemudian diencerkan dalam metanol 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 60,0 µg/mL. Larutan disaring dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit. 6. Pembuatan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80,0 µg/mL Larutan baku intermediate salbutamol sulfat dengan konsentrasi sebesar 20,0 µg/mL diambil 0,6 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, kemudian dicampurkan dengan 2,0 mL larutan stok guaifenesin dengan konsentrasi 400,0 µg/mL, setelah itu diencerkan dengan metanol hingga batas tanda, maka didapatkan konsentrasi guaifenesin 80,0 µg/mL dan salbutamol sulfat 1,2 µg/mL. Larutan tersebut disaring dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit. 7. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan spektrofotometer UV-Vis Masing-masing konsentrasi larutan seri baku salbutamol sulfat 100,0; 300,0; dan 600,0 µg/mL dan guaifenesin 20,0; 60,0; dan 100,0 µg/mL dengan pelarut metanol, discan pada panjang gelombang 200-400 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Spektrum yang dihasilkan akan menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
panjang gelombang maksimum yang akan digunakan pada sistem KCKT yaitu panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum pada ketiga konsentrasi tersebut. 8. Preparasi sampel Sediaan obat sirup “merek X” mengandung 0,24 mg/mL salbutamol sulfat dan 10 mg/mL guaifenesin, diambil lebih kurang 0,50 mL dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan dengan metanol sampai 100 mL sehingga didapatkan konsentrasi salbutamol 1,2 µg/mL dan guaifenesin 50 µg/mL, kemudian larutan sampel tersebut disaring dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit. 9. Optimasi pemisahan salbutamol sulfat menggunakan metode KCKT fase terbalik
dan
guaifenesin
dengan
a. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi salbutamol sulfat. Larutan baku salbutamol sulfat dengan konsentrasi 10,0 µg/mL diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dengan menggunakan fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat
pH 3,0 40:60; 45:55;
50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan 1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak tersebut akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari 10 menit agar pemisahan yang dilakukan lebih efektif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
b. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi guaifenesin. Larutan baku guaifenesin dengan konsentrasi 60,0 µg/mL diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dengan menggunakan fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat
pH 3,0 40:60; 45:55;
50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan 1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak tersebut akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari 10 menit agar pemisahan yang dilakukan lebih efektif. c. Pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase gerak hasil optimasi. Baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan konsentrasi salbutamol 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80,0 µg/mL diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT menggunakan komposisi dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dan kemudian mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung parameter uji kesesuaian sistem yang meliputi nilai resolusi, luas area, N dan HETP dari pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin. Resolusi (Rs) yang baik jika nilainya ≥1,5 (Rohman, 2009). d. Uji kesesuaian sistem KCKT. Baku campuran salbutamol sulfat dengan konsentrasi 1,2 µg/mL dan guaifenesin dengan konsentrasi 80,0 µg/mL, kemudian diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
menggunakan fase gerak dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi. Penginjekan larutan ini dilakukan replikasi penginjekan sebanyak 6 kali. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dan kemudian mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil pemisahan campuran tersebut. Nilai koefisien variansi (CV) yang baik adalah kurang dari 2% (Rohman, 2009). G. Analisis Hasil Hasil optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir fase gerak tertentu menghasilkan data kromatogram. Data yang didapatkan yaitu kromatogram baku dan kromatogram sampel, sehingga dapat diketahui sistem KCKT fase terbalik yang memberikan pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin paling baik yaitu dengan mengamati bentuk puncak, retention time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil pemisahan. Pemisahan yang baik adalah pemisahan dengan bentuk puncak yang simetri, waktu retensi (tR) kurang dari 10 menit, memiliki nilai resolusi ≥1,5 terhadap peak terdekat, dan nilai koefisien variansi (%CV) ≤ 2%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
1. Bentuk peak pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin Bentuk
peak
yang
diharapkan
adalah
simetris.
Sebagai
parameternya adalah asymmetry factor (As) dan tailing factor (Tf). Nilai assimmetry factor (As) dihitung pada 10% tinggi puncak. Perhitungan As melalui persamaan berikut: AS (𝑎𝑠𝑦𝑚𝑚𝑒𝑡𝑟𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟) =
B A
Apabila AF=1 maka puncak dikatakan simetri dan pada nilai AF < 2, peak masih dikatakan baik (Snyder dkk., 2010). tailing factor (Tf) dihitung melalui persamaan dibawah ini: Tf 𝑡𝑎𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 =
A+B 2A
Nilai Tf yang masih dapat diterima adalah kurang dari 2 (Snyder dkk., 2010).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
2. Waktu retensi (tR) Pengamatan waktu dilakukan untuk melihat waktu yang dibutuhkan untuk pemisahan senyawa. Apabila waktu yang didapatkan kurang dari 10 menit maka dapat dikatakan efisien (Snyder dkk., 1997). 3. Nilai resolusi Nilai resolusi pemisahan peak dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝑅𝑠 =
𝑡𝑅2 − 𝑡𝑅1 0,5 (𝑊2 + 𝑊1)
Pemisahan yang baik menghasilkan nilai Rs ≥1,5.
(Willard dkk..,1988). 4. Nilai HETP Nilai HETP dapat dihitung melalui persamaan berikut: HETP =
L N
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
dimana nilai N merupakan bilangan lempeng teoritik dengan persamaan berikut: 2
N = 5,54 x
tR W1h 2
Apabila nilai HETP semakin kecil maka efisiensi kolom semakin baik dan pemisahan juga semakin baik (Mulja and Suharman, 1995).
5. Nilai koefisien variansi Nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil pemisahan baku campuran diketahui dengan menghitung nilai % CV dengan menggunakan persamaan di bawah ini: % CV =
SD x̄
x 100%
Reprodusibilitas yang baik apabila nilai % CV kurang dari 2% (Mulja dan Hanwar, 1995).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemilihan Pelarut Pemilihan pelarut yang tepat sangat penting dalam analisis senyawa dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), karena zat analit harus larut dengan baik terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam sistem KCKT. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan salbutamol sulfat dan guaifenesin adalah metanol, hal ini dikarenakan salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat larut dengan baik dalam metanol. Selain itu, juga karena metanol merupakan salah satu komponen fase gerak sehingga dapat mencegah terjadinya perbedaan kekuatan pelarut yang mungkin muncul ketika menggunakan pelarut selain fase gerak. Kelarutan salbutamol sulfat dalam etanol adalah 1:25 sedangkan kelarutan guaifenesin dalam etanol adalah 1:11 (Moffat dkk., 2011). Etanol tidak digunakan sebagai pelarut karena viskositas etanol lebih tinggi dibandingkan metanol yang memiliki viskositas yang cukup rendah yaitu 0,54 cP, sehingga dapat mengurangi tekanan pada kolom. Syarat pemilihan pelarut adalah murni dapat bercampur dengan fase gerak, tidak bereaksi dengan senyawa analit, tidak toksik dan dapat melarutkan senyawa analit dengan baik. Metanol yang digunakan merupakan metanol pro analysis sehingga memiliki kemurnian yang tinggi hal ini akan menghasilkan pengukuran lebih akurat.
42
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
B. Penentuan Fase Gerak Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi antara metanol dan bufer fosfat 0,01M pada pH 3. Berdasarkan polaritas fase diam dan fase gerak, metode KCKT yang digunakan merupakan metode KCKT fase terbalik karena fase diam yaitu oktadesilsilan (C18) yang bersifat non-polar sedangkan fase gerak bersifat lebih polar dari fase diam. Sistem elusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah isokratik karena menggunakan campuran lebih dari 1 komponen fase gerak dengan perbandingan tetap (polaritas fase gerak tetap) selama proses elusi berlangsung. Dengan kata lain, tidak ada perubahan komposisi atau polaritas fase gerak selama proses elusi. Metanol dipilih sebagai fase gerak dikarenakan memiliki kemampuan melarutkan senyawa berbentuk garam dengan baik, hal ini berkaitan dengan kelarutan salbutamol sulfat yang merupakan senyawa garam sebagai zat analit selain itu, metanol juga merupakan pelarut yang baik untuk guaifenesin. Metanol merupakan pelarut organik yang paling umum dan sering digunakan pada sistem KCKT fase terbalik. Kemampuan suatu pelarut organik mampu mengelusi senyawa disebut eluent strength (εo), semakin besar nilai eluent strength-nya maka semakin besar pula kemampuan elusi suatu pelarut organik. Untuk mendapatkan pemisahan yang baik maka perlunya memperhatikan eluent strength, hal ini dikarenakan jika semakin besar nilai εo maka dapat mengakibatkan tumpang tindih antara 2 senyawa yang memiliki waktu retensi yang berdekatan sedangkan jika semakin kecil nilai εo maka semakin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
sulit fase gerak untuk mengelusi senyawa. Metanol memiliki nilai εo 1,0 sedangkan asetonitril memiliki nilai εo 3,1. Asetonitril tidak digunakan dalam komposisi fase gerak dikarenakan nilai εo yang besar sehingga dapat mengakibatkan guaifenesin dan salbutamol sulfat tidak memisah atau memiliki waktu retensi yang sama. Bufer fosfat merupakan salah satu komponen dalam fase gerak yang digunakan oleh peneliti. Pertimbangan penggunaan bufer dikarenakan salbutamol sulfat sangat mudah terion sehingga, jika tanpa pengunaan bufer untuk pengaturan pH, dapat mengakibatkan bentuk puncak yang tailing dan waktu retensi yang tidak tetap. Bufer pada umumnya digunakan dalam sistem KCKT pada analisis senyawa yang mudah terion. Menurut Kazakevich dan Lobrutto (2007), bufer fosfat memiliki nilai pKa 2,1 dan rentang pH 1,1-3,1. Pada rentang pH tersebut bufer memiliki efektivitas dalam mempertahankan pH, kemampuan ini disebut dengan kapasitas bufer. Pada penelitian ini penggunaan pH 3 mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Walode dkk. (2013). Tujuan fase gerak dikondisikan pada pH 3 adalah untuk mengubah seluruh salbutamol dalam bentuk ion sehingga bufer fosfat merupakan bufer yang cocok karena pH fase gerak yang diinginkan masuk dalam rentang kapasitas pH bufer fosfat. Tujuan diubahnya salbutamol sulfat dalam bentuk ion diharapkan akan memperbaiki tailing factor hal ini dikarenakan interaksi zat analit baik dengan fase diam maupun fase gerak menjadi seragam. Jika tidak seluruh salbutamol sulfat berada dalam bentuk ion atau molekul maka interaksi salbutamol baik dengan fase diam maupun fase gerak berbeda-beda hal ini akan mengakibatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
bentuk puncak yang tailing. Guaifenesin merupakan senyawa yang bersifat asam lemah dan pada pH 3 seluruh guaifenesin berbentuk molekul sehingga interaksi guaifenesin baik dengan fase diam maupun fase gerak menjadi seragam. Bufer merupakan campuran antara asam lemah dan basa konjugatnya atau basa lemah dengan asam konjugatnya. Bufer fosfat dibuat dengan mencampurkan asam lemah (asam fosfat) dengan basa konjugat dari garamnya (kalium dihidrogen fosfat). Penggunaan bufer diharapkan dapat mempertahankan pH selama berada dalam sistem KCKT sehingga menghasilkan waktu retensi senyawa yang tetap tidak berubah-ubah. Selain kapasitas bufer, hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bufer adalah UV-cutoff yang dimiliki oleh bufer tersebut. Bufer fosfat memiliki nilai UVcutoff pada < 200nm sedangkan metanol memiliki nilai UV-cutoff pada 205nm. UVcutoff merupakan panjang gelombang yang dimiliki oleh pelarut yang akan memberikan serapan lebih dari 1,0 unit serapan pada tebal kuvet 1 cm (Rohman dan Gandjar, 2007). Pengukuran yang dilakukan pada panjang gelombang UV-cutoff akan mengacaukan hasil yang diperoleh sehingga hasil menjadi bias. Panjang gelombang pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 275 nm sehingga tidak terjadinya pembiasan oleh UV-cutoff. Komposisi fase gerak yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 dengan perbandingan 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40. Menurut Snyder dkk. (2010), meningkatnya jumlah metanol maka analit akan lebih mudah terelusi, hal ini yang menjadi dasar peningkatan jumlah metanol dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan. Fase gerak yang telah dipersiapkan, kemudian disaring dengan menggunakan penyaring Whatman 0,45µm dengan tujuan untuk menghilangkan partikel-partikel yang dapat menyumbat kolom dan mengkontaminasi fase diam. Setelah dilakukan penyaringan, larutan baku harus didegasing
sebelum
diinjeksikan ke sistem KCKT dengan tujuan untuk
menghilangkan gelembung gas yang dapat mengganggu respon terhadap detektor. Tabel III. Indeks polaritas campuran fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3
No.
Komposisi Fase gerak
Indeks Polaritas
Metanol
Bufer fosfat 0,01M pH 3
1
40
60
8,16
2
45
55
7,91
3
50
50
7,65
4
55
45
7,40
5
60
40
7,14
Pada tabel III, dapat diketahui urutan kepolaran dari polar ke non-polar adalah 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40. Menurut Mulja dan Suharman (1995), dalam sistem KCKT fase terbalik, kemampuan elusi akan semakin meningkat dengan menurunkan indeks polaritas fase gerak. Semakin kecil nilai indeks polaritas fase gerak, maka semakin non-polar fase gerak tersebut. Untuk mendapatkan parameter yang diinginkan dari pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin, dilakukan dengan mengubah-ubah komposisi fase gerak tersebut sampai didapatkan bentuk puncak yang runcing, memenuhi persyaratan tailing factor, resolusi dan waktu retensi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
C. Pembuatan Larutan Baku Baku salbutamol sulfat yang digunakan merupakan working standard dengan kemurnian 98,83% yang didapatkan dari PT. Ifars Pharmaceutical Laboratories dan memiliki Certificate of Analysis (CoA) sehingga terjamin kemurniannya. Baku
Guaifenesin yang digunakan merupakan working standard
dengan kemurniam 99,88% terhadap zat yang telah dikeringkan yang didapatkan dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional serta memiliki Certificate of Analysis (CoA) sehingga terjamin kemurniannya. Tujuan pembuatan larutan baku tunggal adalah untuk memastikan di dalam sampel terdapat zat analit yang ingin dianalisis. Tujuan tersebut akan tercapai dengan menilai kesamaan waktu retensi dari larutan baku dengan senyawa analit di dalam sampel. Tujuan pembuatan larutan baku campuran adalah untuk mensimulasi keadaan sampel sediaan obat batuk sirup yang terdiri atas salbutamol sulfat dan guaifenesin. Dengan kata lain, apabila keadaan sistem KCKT telah optimal pada analisis larutan baku campuran maka diharapkan ketika diterapkan pada sampel maka akan memperoleh hasil yang optimal pula. Pada penentuan panjang gelombang, masing-masing senyawa dibuat larutan baku dengan tiga konsentrasi yang berbeda. Pembuatan baku salbutamol sulfat dengan 3 seri konsentrasi yaitu 100, 300, dan 600 µg/mL, sedangkan pada larutan baku gauifenesin dibuat dengan 3 seri konsentrasi yaitu 20, 60, dan 100 µg/mL. Larutan baku tersebut diukur serapan pada panjang gelombang UV yaitu antara 200400nm dengan spektrofotometer UV-vis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Dalam optimasi sistem KCKT dibuat 2 larutan baku tunggal yaitu salbutamol sulfat 10 µg/mL dan guaifenesin 60 µg/mL. Tujuan dibuatnya larutan baku tunggal adalah untuk mengetahui waktu retensi masing-masing zat analit. Selain itu, dibuat pula baku campuran dengan konsentrasi salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL, hal ini ditujukan untuk melihat pemisahan antara kedua senyawa analit. Pada larutan baku campuran digunakan konsentrasi yang mendekati konsentrasi sampel sehingga dapat mengambarkan keadaan senyawa analit dalam sampel. Seluruh larutan baku tersebut digunakan dalam mengoptimasi komposisi fase gerak dengan perbandingan metanol : bufer fosfat 0,01M pada pH 3 (40:60; 45:55; 50:50; 55:45; dan 60:40) serta kecepatan alir fase gerak 0,5 dan 1 mL/menit dengan volume penginjekan 20 µL. Untuk uji kesesuaian sistem, digunakan satu konsentrasi larutan baku campuran dengan konsentrasi salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL. Uji kesesuaian sistem dilakukan pada kondisi sistem KCKT dengan komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang telah optimal. Larutan baku yang telah dipersiapkan, disaring dengan menggunakan milipore dengan tujuan untuk menghilangkan partikel-partikel yang dapat menyumbat kolom dan mengkontaminasi fase diam. Setelah dilakukan penyaringan, larutan baku harus didegasing sebelum diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan tujuan untuk menghilangkan gelembung gas yang dapat mengganggu respon terhadap detektor.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Panjang gelombang pengamatan ditentukan dengan mengukur panjang gelombang masing-masing senyawa terlebih dahulu. Pengukuran panjang gelombang dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis, hal ini dikarenakan secara teoritis salbutamol sulfat dan guaifenesin memiliki rentang panjang gelombang di daerah UV yaitu antara 200-400 nm. Pengukuran panjang gelombang masing-masing senyawa dilakukan dengan mengukur daerah serapan senyawa pada rentang 200-400 nm. Salbutamol sulfat diukur serapannya pada 3 seri konsentrasi yaitu 100, 300, dan 600 µg/mL, sedangkan guaifenesin diukur serapannya pada 3 konsentrasi yaitu 20, 60, dan 100 µg/mL. Pembuatan 3 seri konsentrasi tersebut bertujuan untuk melihat kenaikan respon serapan terhadap kenaikan konsentrasi sehingga dapat memastikan bentuk pola spektra serta panjang gelombang pengamatan yang diperoleh benar-benar milik salbutamol sulfat dan guaifenesin. Syarat suatu senyawa dapat diukur dengan spektrofotometer UV adalah mempunyai gugus kromofor dan auksokrom serta mempunyai serapan pada daerah ultraviolet. Gugus kromofor merupakan gugus yang berperan dalam penyerapan radiasi elektromagnetik sedangkan gugus auksokrom merupakan gugus yang memiliki pasangan elektron bebas dan berikatan langsung dengan gugus kromofor. Gugus auksokrom bertanggung jawab dalam perpanjangan gugus kromofor sehingga terjadi pergeseran panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
Salbutamol sulfat memiliki gugus kromofor dan auksokrom seperti pada gambar 12 di bawah ini:
Gambar 12. Gugus kromofor dan auksokrom salbutamol sulfat
Guaifenesin memiliki gugus kromofor dan auksokrom seperti pada gambar 13 di bawah ini:
Gambar 13. Gugus kromofor dan auksokrom guaifenesin
Kurva serapan salbutamol sulfat dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
278 nm
51
600 µg/mL
300 µg/mL
100 µg/mL
Panjang gelombang(
)
Gambar 14. Spektra salbutamol sulfat pada 3 seri konsentrasi pada pelarut metanol
Kurva serapan guaifenesin dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
274 nm
100 µg/mL 60 µg/mL 20 µg/mL
Panjang gelombang (nm)
Gambar 15. Spektra guaifenesin pada 3 seri konsentrasi pada pelarut metanol
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Kurva serapan overlapping dari salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
275 nm
Panjang gelombang (
)
Gambar 16. Spektra gabungan salbutamol sulfat dan guaifenesin
Pada data hasil scanning profil serapan menunjukan bahwa pada tiga seri konsentrasi didapatkan panjang gelombang maksimum salbutamol sulfat adalah 278 nm dan guaifenesin adalah 274 nm. Menurut Moffat dkk. (2011) panjang gelombang salbutamol sulfat adalah 276 nm sedangkan untuk guaifenesin adalah 273 nm. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995) pergeseran panjang gelombang yang diijinkan sebesar 2 nm, oleh karena itu, panjang gelombang kedua senyawa dapat diterima karena bergeser 1-2 nm dari panjang gelombang teoritis. Panjang gelombang yang diperoleh dapat dipastikan kebenarannya karena pada data didapatkan kenaikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
respon serapan sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa yang diukur. Berdasarkan pengamatan profil panjang gelombang salbutamol sulfat dan guaifenesin yang diperoleh dapat diketahui panjang gelombang overlapping kedua senyawa yang merupakan titik potong dari panjang gelombang kedua senyawa. Panjang gelombang overlapping yang diperoleh adalah 275 nm sehingga panjang gelombang tersebut digunakan sebagai panjang gelombang pada sistem KCKT. Tujuan pemilihan panjang gelombang overlapping sebagai panjang gelombang pada sistem KCKT adalah agar kedua senyawa dapat memberikan serapan yang optimum dan dapat dideteksi oleh detektor pada sistem KCKT. Salbutamol sulfat memiliki nilai 𝐴1% 1𝑐𝑚 yaitu 71a sedangkan guaifenesin memiliki nilai 𝐴1% 1𝑐𝑚 yaitu 125a (Moffat et al., 2011). Kedua senyawa memiliki nilai 𝐴1% 1𝑐𝑚 yang cukup tinggi sehingga pada panjang gelombang 275 nm masih dapat terdeteksi oleh detektor. Pada panjang gelombang 220 nm kedua senyawa memiliki serapan yang cukup tinggi akan tetapi panjang gelombang tersebut tidak digunakan sebagai panjang gelombang pengamatan pada sistem KCKT dikarenakan kenaikan respon serapan (gambar 15) tidak menunjukkan proporsional yang baik dengan kenaikan konsentrasi zat analit. E. Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak Pada sistem KCKT fase terbalik, senyawa yang bersifat lebih polar akan terelusi terlebih dahulu daripada senyawa yang bersifat non-polar. Hal ini dikarenakan senyawa yang bersifat non-polar akan lebih tertahan dalam fase diam sehingga waktu retensinya lebih lama. Salbutamol sulfat merupakan garam yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
mudah terion sehingga lebih polar dibandingkan guaifenesin yang berbentuk molekul utuh, hal ini mengakibatkan waktu retensi salbutamol sulfat lebih pendek dibandingkan dengan waktu retensi guaifenesin. Tabel IV menunjukkan waktu retensi yang diperoleh dari pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 dengan perbandingan 40:60; 45:55; 50:50; 55:45dan 60:40 pada kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit. Tabel IV. Waktu retensi baku salbutamol sulfat dan guaifenesin
No.
Komposisi fase gerak
1
Metanol 40
Bufer fosfat 60
2
45
55
3
50
50
4
55
45
5
60
40
Zat analit
Salbutamol sulfat Guaifenesin Salbutamol sulfat Guaifenesin Salbutamol sulfat Guaifenesin Salbutamol sulfat Guaifenesin Salbutamol sulfat Guaifenesin
Waktu retensi pada kecepatan alir (menit) 0,5 mL/menit 1,0 mL/menit 5,84 2,91 17,45 8,75 5,63 2,83 13,59 6,85 5,48 2,76 11,10 5,61 5,37 2,69 9,45 4,76 5,31 2,67 8,45 4,26
Pada tabel IV diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan alir maka semakin pendek waktu retensi zat analit dan juga semakin meningkat jumlah metanol dalam fase gerak maka semakin pendek waktu retensi zat analit. Salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak. Interaksi senyawa dengan fase diam (oktadesilsilan) merupakan interaksi Van Der Waals. Menurut Levita dan Mustarichie (2012), interaksi Van Der Waals
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
merupakan interaksi tarik-menarik intermolekul non-polar yang mungkin mengalami tidak meratanya distribusi kerapatan elektron sehingga dapat menimbulkan dipol sementara yang dapat menginduksi dipol berlawanan dari molekul yang mendekatinya. Gambar 17 di bawah ini menunjukkan interaksi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase diam:
a)
b) Gambar 17. Interaksi zat analit dengan fase diam (oktadesilsilan) (a) Guaifenesin; (b) Salbutamol sulfat
Interaksi yang terjadi pada salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase gerak merupakan interaksi hidrogen. Menurut Levita dan Mustarichie (2012), interaksi hidrogen merupakan jenis interaksi dipol-dipol yang terbentuk antara proton
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
yang terikat pada gugus yang memiliki atom elektronegatif dengan atom elektronegatif lain yang memiliki sepasang elektron bebas. Gambar 18 menunjukkan interaksi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase diam (oktadesilsilan):
a)
Gambar 18. Interaksi zat analit dengan fase gerak (a)Salbutamol sulfat; (b) Guaifenesin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Pada interaksi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase diam dan fase gerak dapat disimpulkan bahwa guaifenesin lebih banyak berinteraksi dengan fase diam dibandingkan dengan salbutamol sulfat. Hal ini yang mengakibatkan waktu retensi guaifenesin lebih lama dari pada salbutamol sulfat. Pada data waktu retensi (tabel IV) menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah metanol dalam komposisi fase gerak akan menghasilkan waktu retensi yang semakin cepat pula, hal ini dikarenakan kemampuan untuk membawa zat analit untuk keluar dari kolom semakin baik dengan meningkatnya jumlah metanol. Optimasi yang dilakukan meliputi variasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir. Pada optimasi kecepatan alir (tabel IV) didapatkan bahwa semakin besar kecepatan alir yang digunakan maka semakin cepat pula fase gerak mengelusi zat analit. Pada pengamatan waktu retensi, didapatkan seluruh komposisi fase gerak dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit menghasilkan waktu retensi yang kurang dari 10 menit. Pada analisis dengan KCKT secara umum, waktu retensi yang diharapkan adalah kurang dari 10 menit (Snyder dkk., 1997). Parameter optimasi lain adalah tailing factor, parameter ini menunjukkan bentuk puncak yang dihasilkan kromatogram, dimana puncak dapat berbentuk simetris atau mengalami pengekoran. Untuk bentuk puncak yang simetris akan memiliki nilai tailing factor yang mendekati 1, sedangkan jika nilai tailing factor lebih dari 1, menunjukkan bahwa bentuk puncak mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar nilai tailing factor maka semakin kurang efisien kolom yang digunakan. Besarnya nilai tailing factor menunjukan efisiensi kolom kromatografi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
yang digunakan (Rohman dan Gandjar, 2007). Menurut Snyder dkk. (2010), nilai tailing factor yang masih dapat diterima adalah kurang dari 2. Jika nilai tailing factor yang dihasilkan lebih dari 2 maka dapat mengakibatkan bentuk puncak mengalami pengekoran, penurunan resolusi, batas deteksi dan presisi (Rohman dan Gandjar, 2007). Penyebab nilai tailing factor yang besar adalah jumlah sampel yang masuk dalam kolom terlalu besar, fase gerak yang digunakan tidak sesuai, dan sampel yang dapat berinteraksi dengan residu silanol pada fase diam. Hasil pengamatan tailing factor dan bentuk puncak pada baku salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat dilihat pada tabel IV dan V di bawah ini: Tabel V. Nilai tailing factor salbutamol sulfat dan guaifenesin
No.
Komposisi fase gerak
1
Metanol 40
Bufer fosfat 60
2
45
55
3
50
50
4
55
45
5
60
40
Zat analit
Salbutamol Guaifenesin Salbutamol Guaifenesin Salbutamol Guaifenesin Salbutamol Guaifenesin Salbutamol Guaifenesin
Nilai tailing factor pada kecepatan alir 0,5 mL/menit 1,0 mL/menit 1,49 1,44 0,73 0,77 1,57 1,48 0,72 0,78 2,02 1,87 0,73 0,78 2,02 2,85 0,74 0,78 1,92 1,85 0,74 0,79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Tabel VI. Hasil optimasi salbutamol sulfat dan guaifenesin berdasarkan bentuk puncak
No.
1
Komposisi fase gerak Metanol Bufer fosfat 40 60
Zat analit
Salbutamol
Kecepatan alir (mL/menit) 0,5
Guaifenesin Salbutamol
45
55
Salbutamol
1,0
0,5
Puncak runcing, asimetris Puncak lebar, asimetris
1,0
Puncak runcing, simetris
Guaifenesin 3
4
5
50
55
60
50
45
40
Salbutamol
0,5
Guaifenesin Salbutamol
1,0
Guaifenesin Salbutamol
0,5
Guaifenesin Salbutamol
1,0
Guaifenesin Salbutamol
0,5
Guaifenesin Salbutamol
1,0
Guaifenesin
Puncak runcing, asimetris Puncak lebar, simetris
Guaifenesin Salbutamol
Puncak runcing, asimetris Puncak lebar, asimetris
Guaifenesin 2
Bentuk puncak
Puncak lebar, asimetris Puncak runcing, asimetris Puncak lebar, asimetris Puncak runcing, simetris Puncak lebar, simetris Puncak runcing, asimetris Puncak lebar, asimetris Puncak terbelah, asimetris Puncak lebar, asimetris Puncak runcing, asimetris Puncak lebar, asimetris Puncak runcing, asimetris Puncak lebar, simetris
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Optimasi komposisi dan kecepatan alir ini akan diaplikasikan pada penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sampel sediaan obat sirup untuk melihat pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin. Pengamatan pemisahan zat analit penting untuk menjamin puncak salbutamol sulfat dan guaifenesin tidak saling tumpang-tindih. Pemisahan yang baik antara kedua puncak ini dapat diamati dari nilai resolusi (Rs) yang harus lebih besar dari 1,5 (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada hasil pengamatan nilai resolusi dari kromatogram yang dihasilkan oleh sampel sediaan obat sirup yang mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat dilihat pada tabel VI. Tabel VII. Nilai resolusi pada sampel yang mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin pada fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1 mL/menit
Komposisi fase gerak Metanol Bufer fosfat 40 60 45
55
50
50
55
45
60
40
Kecepatan alir (mL/menit) 0,5 1,0 0,5 1,0 0,5 1,0 0,5 1,0 0,5 1,0
Resolusi 1,98 5,87 4,48 4,19 1,65 0,56 2,14 3,66 0,75 3,06
Tujuan pengamatan nilai resolusi pada optimasi ini adalah untuk mengetahui komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat menghasilkan pemisahan dengan nilai Rs lebih dari 1,5. Pada tabel VI, dapat disimpulkan bahwa semakin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
meningkatnya jumlah metanol dan kecepatan alir fase gerak maka akan mengakibatkan semakin kecilnya nilai resolusi. Pada data di atas, tidak seluruh nilai resolusi pada seluruh komposisi dan kecepatan alir fase gerak dapat memenuhi nilai resolusi yang baik yaitu lebih dari 1,5. 1. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit Pada komposisi fase gerak 40:60 (gambar 19 dan 20), didapatkan puncak baku salbutamol sulfat yang runcing dan puncak baku guaifenesin yang lebar dengan nilai tailing factor kurang dari 2 sehingga dari nilai tailing factor-nya kedua puncak yang dihasilkan dari kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit dapat diterima. Namun, pada penginjekan sampel dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit menghasilkan tailing factor = 2,62 sehingga tidak memenuhi kriteria tailing factor yang baik. Pada gambar 19 dan 20 disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan alir yang digunakan, maka bentuk puncak yang dihasilkan semakin runcing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
A
B
C
Gambar 19. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 40:60 Kecepatan alir : 0,5 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
A
B
C
Gambar 20. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 40:60 Kecepatan alir : 1,0 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Kromatogram yang dihasilkan pada komposisi 40:60 menghasilkan nilai resolusi 1,98 dan 5,87 untuk kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit. Pada kecepatan alir 0,5 mL/menit waktu yang dibutuhkan untuk satu proses analisis menjadi lebih panjang sehingga dianggap tidak efektif. Menurut Snyder dkk. (1997), waktu analisis dengan KCKT yang diharapkan adalah kurang dari 10 menit. Pada kecepatan alir 1,0 mL/menit memberikan nilai resolusi yang baik dengan nilai lebih dari 1,5. Tailing pada salbutamol sulfat dikarenakan sifat salbutamol sulfat yang merupakan garam basa sehingga sangat mudah terion membentuk ion positif pada pH asam yang dapat berinteraksi dengan residu silanol (ion negatif pada pH di atas 3,5) pada kolom. Oleh karena itu, penggunaan bufer fosfat pada pH 3 selain untuk mengubah seluruh molekul salbutamol dalam bentuk terion juga untuk mengurangi nilai tailing factor dengan mengubah residu silanol yang berbentuk ion menjadi bentuk molekul seperti pada gambar 21 di bawah ini:
Gambar 21. Gugus residu silanol bebas pada kolom C18(Snyder dkk., 2010)
Pada komposisi 40:60, kecepatan alir yang menghasilkan pemisahan yang paling baik adalah pada 1 mL/menit karena nilai tailing factor yang dihasilkan 1,44 dan 0,77 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin, resolusi yang dihasilkan lebih dari 1,5 sehingga puncak yang dihasilkan telah terpisah dengan baik (gambar 20).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
2. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 45:55 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit Pada komposisi fase gerak 45: 55 (gambar 22 dan 23), didapatkan puncak baku salbutamol sulfat yang lebih runcing dan puncak baku guaifenesin yang lebar dengan nilai tailing factor pada kecepatan alir 0,5 mL/menit sebesar 1,57 dan 0,72 sedangkan untuk kecepatan alir 1,0 mL/menit menghasilkan nilai tailing factor 1,48 dan 0,78 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin. Pada komposisi 45 : 55, didapatkan waktu retensi yang lebih pendek dibandingkan pada komposisi 40 : 60 untuk kecepatan alir yang sama sehingga dapat mempersingkat waktu analisis. Namun, pada penginjekan sampel dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit menghasilkan tailing factor 2,03 sehingga tidak memenuhi kriteria tailing factor yang baik. Pada komposisi 45:55, kecepatan alir yang menghasilkan bentuk puncak yang paling baik adalah pada 1,0 mL/menit karena nilai tailing factor yang dihasilkan 1,48 dan 0,78 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin, resolusi yang dihasilkan lebih dari 1,5 sehingga puncak yang dihasilkan telah terpisah dengan baik (gambar 20), namun komposisi ini tidak digunakan dalam tahap validasi dan penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dikarenakan pada penginjekan baku tunggal guaifenesin dengan kecepatan alir fase gerak 1,0 mL/menit memberikan bentuk puncak yang tidak memiliki pemisahan yang baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
A
B
C
Gambar 22. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 45:55 Kecepatan alir : 0,5 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
A S
B
C
Gambar 23. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 45:55 Kecepatan alir : 1,0 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
3. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 50:50 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit Pada komposisi fase gerak 50: 50 (gambar 24 dan 25), didapatkan puncak baku salbutamol sulfat yang lebih runcing serta bentuk puncak yang asimetris sedangkan puncak baku guaifenesin yang lebar dan simetris. Pada kecepatan alir 0,5 mL/menit nilai tailing factor salbutamol sulfat adalah 2,02 sedangkan untuk guaifenesin adalah 0,73. Hal ini dikarenakan komposisi fase gerak yang ada belum cukup untuk mengelusi senyawa dengan baik. Pada kecepatan alir 1,0 mL/menit menunjukan bentuk puncak yang lebih menyempit dan dengan meningkatnya kecepatan alir, maka nilai tailing factor yang dihasilkan akan semakin baik. Pada kecepatan alir 1,0 mL/menit menghasilkan waktu retensi, nilai tailing factor, dan nilai resolusi yang baik namun tidak memberikan presisi puncak yang baik, dimana pada penginjekan replikasi kedua tidak memberikan hasil yang serupa dengan replikasi pertama sehingga pada komposisi dan kecepatan alir ini tidak digunakan pada proses validasi dan penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
A
B
C
Gambar 24. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 50:50 Kecepatan alir : 0,5 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
A
B
C
Gambar 25. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 50:50 Kecepatan alir : 1,0 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
4. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 55:45 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit Pada komposisi fase gerak 55: 45 (gambar 26 dan 27), didapatkan pada kecepatan alir 0,5 mL/menit bentuk puncak baku salbutamol sulfat runcing serta asimetris sedangkan puncak baku guaifenesin yang lebar dan asimetris. Pada kecepatan alir 1,0 mL/menit menunjukan bentuk puncak salbutamol sulfat terbelah, hal ini dapat diakibatkan oleh fase gerak yang tidak mampu mengelusi zat analit dengan baik sehingga dimungkinkan masih adanya zat analit yang berinteraksi secara van der waals dengan fase diam yang terlambat untuk ke luar dari kolom. Nilai tailing factor salbutamol sulfat adalah 2,02 dan 2,85 sedangkan guaifenesin adalah 0,74 dan 0,78 untuk kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit. Pada komposisi 55 : 45 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit tidak menghasilkan bentuk puncak yang memenuhi persyaratan tailing factor. Salbutamol sulfat pada komposisi ini menghasilkan nilai tailing factor yang lebih dari 2 sehingga komposisi fase gerak ini tidak dilanjutkan untuk tahapan validasi dan penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
A
B
C
Gambar 26. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 55:45 Kecepatan alir : 0,5 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
A
B
C
Gambar 27. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 55:45 Kecepatan alir : 1,0 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
5. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 60:40 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit Pada komposisi fase gerak 60:40 (gambar 28) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit menghasilkan bentuk puncak salbutamol sulfat yang runcing dengan nilai tailing factor sebesar 1,92 sedangkan guaifenesin menunjukkan bentuk puncak yang lebar dan asimetris walaupun dengan nilai tailing factor 0,74. Pada kecepatan alir 1,0 mL/menit (gambar 29) menunjukan nilai tailing factor 1,85 dan 0,79 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin. Pada data nilai tailing factor dapat disimpulkan bahwa pada komposisi 60:40 memenuhi persyaratan nilai tailing factor yang baik. Pada komposisi 60:40, kecepatan alir yang menghasilkan bentuk puncak yang paling baik adalah pada 1,0 mL/menit karena nilai tailing factor yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan pada kecepatan alir 0,5 dengan komposisi fase gerak 60:40, dan nilai resolusi yang dihasilkan lebih dari 1,5 sehingga puncak yang dihasilkan telah terpisah dengan baik (gambar 29), namun komposisi ini tidak digunakan dalam tahap validasi dan penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dikarenakan pada penginjekan sampel menghasilkan bentuk puncak salbutamol sulfat yang terbelah, hal ini dikarenakan pada komposisi ini fase gerak tidak mampu mengelusi salbutamol sulfat dengan baik dalam sampel.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
A
B
C
Gambar 28. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 60:40 Kecepatan alir : 0,5 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
A
B
C
Gambar 29. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT sebagai berikut: Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 60:40 Kecepatan alir : 1,0 mL/menit Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
Pada data hasil optimasi di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi optimal didapatkan pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit yang menghasilkan waktu retensi 2,90 dan 8,75; nilai tailing factor 1,44 dan 0,77 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan nilai resolusi 5,87. Komposisi dan kecepatan alir yang telah optimal dilakukan pengujian kesesuaian sistem (UKS). Uji ini bertujuan untuk melihat bahwa sistem yang telah optimal dapat memberikan data yang memenuhi persyaratan dan dapat menjamin bahwa metode yang digunakan dapat menghasilkan presisi yang dapat diterima. Presisi dapat dilihat dari nilai % CV yang tidak lebih besar dari 2 %. Nilai % CV yang ≤ 2 menunjukkan bahwa sistem yang digunakan telah memberikan hasil yang konstan karena dengan berkali-kali penginjekan hasil yang diperoleh tetap baik. Parameter uji kesesuaian sistem antara lain adalah waktu retensi, tailing factor, HETP, nilai Area Under Curve (AUC), tinggi puncak, faktor kapasitas (K'), theoretical plate, dan nilai resolusi. Tabel VIII, IX, dan X di bawah ini menunjukkan data hasil uji kesesuaian sistem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
Tabel VIII. Uji kesesuaian sistem salbutamol sulfat pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit
Replikasi Penginjekan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata SD % CV
Waktu Retensi (menit) 2,897 2,897 2,895 2,895 2,895 2,895 2,896 0,001 0,036
Area Under Curve (AUC) 14361 14463 14272 14419 14586 14331 14405,333 110,834 0,769
Theoretical plate (N)
Tailing factor
3009,128 2985,169 2981,713 2927,805 2926,706 2952,394 2963,819 33,567 1,133
1,688 1,714 1,722 1,710 1,737 1,726 1,716 0,017 0,975
Tinggi puncak
HETP
1564 1568 1572 1577 1585 1580 1574,333 7,815 0,496
49,848 50,248 50,307 51,233 51,252 50,806 50,616 0,573 1,132
Tabel IX. Uji kesesuaian sistem guaifenesin pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit
Replikasi Penginjekan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata SD % CV
Waktu Retensi (menit) 8,749 8,746 8,744 8,741 8,740 8,740 8,743 0,004 0,042
Area Under Curve (AUC) 1264421 1264590 1264514 1265001 1264362 1264056 1264490,667 310,224 0,025
Theoretical plate (N) 1487,047 1479,015 1486,186 1488,368 1490,993 1491,213 1487,137 4,469 0,301
Tailing factor
Tinggi puncak
0,782 37362 0,783 37277 0,784 37294 0,784 37288 0,785 37287 0,785 37285 0,784 37298,833 0,001 31,429 0,149 0,084
HETP
100,871 101,419 100,930 100,782 100,604 100,589 100,866 0,304 0,301
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Tabel X. Uji kesesuaian sistem resolusi dan faktor kapasitas pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit
Resolusi (Rs)
Replikasi Penginjekan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata SD % CV
Faktor kapasitas (k') 10 10 10,45 10,437 10,442 10,451 10 0,012 0,112
2,020 2,019 2,020 2,020 2,019 2,019 2 0,0005 0,0271
Pada uji kesesuaian sistem, parameter waktu retensi, tailing factor, HETP, nilai Area Under Curve (AUC), tinggi puncak, faktor kapasitas (k'), theoretical plate, dan nilai resolusi menghasilkan nilai % CV kurang dari 2% sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem yang digunakan pada optimasi metode KCKT ini memiliki presisi yang baik. Berdasarkan hasil optimasi serta uji kesesuaian sistem yang dilakukan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit adalah yang paling baik dalam pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik yang menghasilkan nilai rata-rata dari waktu retensi 2,90 dan 8,74; nilai tailing factor 1,72 dan 0,78 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan rata-rata nilai resolusi 10. Pada komposisi fase gerak 40:60, menghasilkan nilai theoretical plate (N) yang lebih dari 1000, nilai N menunjukan efisiensi pemisahan senyawa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
analit dari metode kromatografi yang digunakan. Semakin besar nilai N maka semakin efisien metode yang digunakan untuk memisahkan 2 atau lebih senyawa analit. Parameter optimasi lainnya yaitu faktor kapasitas yang menunjukan tingkat retensi zat analit, apabila nilai k' semakin besar maka senyawa analit akan lebih tertahan dalam kolom sedangkan jika nilai k' sangat kecil maka senyawa analit sedikit atau tidak tertahan dalam kolom. Pada metode ini juga memiliki presisi yang baik dilihat dari nilai % CV yang kurang dari 2%, sehingga dapat digunakan dalam tahapan validasi metode analisis serta penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kondisi optimum yang didapatkan pada pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin untuk aplikasi dalam sediaan obat sirup “merek X” dengan metode KCKT fase terbalik adalah menggunakan komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3,0 (40:60) pada kecepatan alir 1,0 mL/menit, dengan spesifikasi sebagai berikut: Kolom: C18 merek Shim-Pack dimensi 250 mm x 4,6 mm, ukuran partikel 5µm Detektor: Ultraviolet pada 275 nm.
B. Saran 1. Perlu dilakukan validasi metode KCKT fase terbalik pada penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin. 2. Perlu dilakukan penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup “merek X”.
81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Ahuja, S. and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, Elsevier Academic press, London, pp. 111-120. Anonim1, 2013, Salbutamol Information From DrugsUpdate, http://drugsupdate.com/generic/view/105, diakses tanggal 24 febuari 2013. Asdie, A.H., 1995, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 43. Dean, J.A., 1995, Analytical Chemistry Handbook, Mc Graw Hill, USA, pp. 4, 65. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan RI, 1995, Farmakope Indonesia, jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indoesia, Jakarta, pp. 751-752. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan RI, 1979, Farmakope Indonesia, jilid III, Departemen Kesehatan Republik Indoesia, Jakarta, pp. 31. Dubey, N., Sahu, S., and Singh, G.N., 2012, Development of HPLC Method for Simultaneous Estimation of Ambroxol, Guaifenesin and Salbutamol in Single Dose Form, Ind. J. Chemistry (IJC), (51), 1633-1636. Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1997, Kimia organik, edisi III, jilid 1, diterjemahkan oleh Aloysius Handayana Pudjaatmaka, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp. 436. Gritter, R.J., Bobbit, J.M. and Schwarting, A.E., 1991, Introduction to Chromatography, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi III, ITB, Bandung, hal. 197. Kazakevich, Y. and Lobrutto, R., 2007, HPLC for Pharmaceutical Scientists, WileyInterscience A John Wiley & Sons, INC., Publication, United States of America, pp. 94-101. Korany, A.M., Fahmy, O.T., Mahgoub, H. and maher, H.M., 2010, High Performance Liquid Chromatographic Determination of Some Guaifenesincontaining cough-cold preparation, J. Adv. Research (JAR), (2), 121-130. Levita, J. dan Mustarichie, R., 2012, Pemodelan Molekul dalam Kimia Medisinal, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp. 22-25. Moffat, A.C., David, M.O. and Brian, W., (Ed.), 2011, Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons, Pharmaceutical press, London, pp. 1523-1524, 2038-2039.
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
Mulja, M. and suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga, Surabaya, pp. 6-11. Noegrohati, S., 1994, Pengantar Kromatografi, UGM, Yogyakarta, pp. 16-17. Oemiati, R., Marice, S. and Qomariah, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma Di Indonesia, Media Litbang Kesehatan, 10 (1), 41. Prinyanka A.P., Manjusha, N.D., Sanjay, D.S. and Priyanka, S.S., 2011, Simultaneous Determination of Salbutamol and Ambroxol in Fixed Dose Combination by Spectrophotometry, Int. J. Pharma. Scie. and Research (IJPSR), 2 (5), 1225-1230. Rohman, A. and Gandjar, I.G., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp.381, 388. Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp. 13, 111, 117. Sastrohamidjojo, H., 2007, Spektroskopi, Penerbit Liberty, Yogyakarta, pp. 40. Schwartz, M.W., 1995, Pedoman Klinis Pediatri, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 221. Sharma, B.K., 2007, Spectroscopy, Goel Publishing House, Delhi, pp.125. Snyder, L.R., Kirkland, and Glajh, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development, 2nd ed., A John Willey & Sons, Inc. Publication, New York, pp. 710-723. Snyder, L.R., Kirkland, J.J. and Dolan, J.W., 2010, Introduction to Modern Liquid Chromatography, A John Willey & Sons, Inc. Publication, New York, pp. 208-209. Walode, S.G., Despande, S.D. and Deshpande, A.V., 2013, Stability Indicating RPHPLC Method for Simultaneous Estimation of Salbutamol Sulphate and Guaifenesin”, Pelegia Research Library (PRL), 4(2), 61-67. Willard, H.H., Merrit, Jr., Dean, J.A. and Settle Jr.F.A., 1998, Instrumental Methods of Analysis, 7th ed., Wadsworth Publishing Company, California, pp. 519, 522-530.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 1. Certificate of Analysis (CoA) baku salbutamol sulfat
85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI LAMPIRAN 2. Certificate of Analysis (CoA) guaifenesin
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI LAMPIRAN 3. Perhitungan polaritas fase gerak yang dioptimasi Diketahui data indeks polaritas di bawah ini: Pelarut
Indeks polaritas
Metanol
5,1
Air
10,2
Perhitungan indeks polaritas campuran: 1. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) Indeks polaritas =
40 60 x 5,1 + x 10,2 = 2,04 + 6,12 = 8,16 100 100
2. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (45:55) Indeks polaritas =
45 55 x 5,1 + x 10,2 = 2,30 + 5,61 = 7,91 100 100
3. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (50:50) Indeks polaritas =
50 50 x 5,1 + x 10,2 = 2,55 + 5,10 = 7,65 100 100
4. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (55:45) Indeks polaritas =
55 45 x 5,1 + x 10,2 = 2,81 + 4,59 = 7,40 100 100
5. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (60:40) Indeks polaritas =
60 40 x 5,1 + x 10,2 = 3,06 + 4,08 = 7,14 100 100
90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
LAMPIRAN 4. Uji Kesesuaian Sistem KCKT. Kromatogram salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL
Nama sampel Fase diam Fase gerak Kecepatan alir Volume injeksi Detektor
: Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-1 : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) : 1,0 mL/menit : 20 µL : UV-275 nm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Nama sampel Fase diam Fase gerak Kecepatan alir Volume injeksi Detektor
: Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-2 : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) : 1,0 mL/menit : 20 µL : UV-275 nm
92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Nama sampel Fase diam Fase gerak Kecepatan alir Volume injeksi Detektor
: Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-3 : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) : 1,0 mL/menit : 20 µL : UV-275 nm
93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Nama sampel Fase diam Fase gerak Kecepatan alir Volume injeksi Detektor
: Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-4 : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) : 1,0 mL/menit : 20 µL : UV-275 nm
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Nama sampel Fase diam Fase gerak Kecepatan alir Volume injeksi Detektor
: Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-5 : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) : 1,0 mL/menit : 20 µL : UV-275 nm
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Nama sampel Fase diam Fase gerak Kecepatan alir Volume injeksi Detektor
: Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-6 : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) : 1,0 mL/menit : 20 µL : UV-275 nm
96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Optimasi Komposisi dan Kecepatan alir Fase Gerak Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik Pada Pemisahan Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin dalam Sediaan Obat Sirup “Merek X” ini memiliki nama lengkap Aries Mulyawan. Penulis lahir di Putussibau, pada 19 Maret 1993. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Aseng Dien Kristian dan tjong Alui. Penulis telah menyelesaikan pendidikannya di TK Pertiwi Putussibau pada 1997-1998, SD Negeri 1 Putussibau pada 1998-2004, SMP Negeri 1 Putussibau pada 2004-2007 dan SMA st. Petrus Pontianak pada 2007-2010. Kemudian penulis melanjutkan studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2010. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar, Kimia Organik, Kimia Analisis, Analisis Farmasi, Validasi Metode Analisis dan Biokimia. Penulis adalah peraih juara II untuk ajang Olimpiade Nasional MIPA tingkat KOPERTIS V yang diselengarakan oleh DIKTI tahun 2013. Selain kegiatan akademik, penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi yaitu sebagai anggota organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF) Farmasi (2011-2012), koordinator perlengkapan KPU Fakultas Farmasi (2012-2013), dan anggota tim kegiatan penyuluhan dengan tema “Waspadai Penyakit Leptospirosis” pada tahun 2011.
97