PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
OPTIMASI ISOLASI ALOPURINOL DALAM SEDIAAN TABLET DAN JAMU
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi
Oleh: Sugiarto Adji Soenarso NIM: 108114020
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
OPTIMASI ISOLASI ALOPURINOL DALAM SEDIAAN TABLET DAN JAMU
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi
Oleh: Sugiarto Adji Soenarso NIM: 108114020
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Persetujuan Pembimbing OPTIMASI ISOLASI ALOPURINOL DALAM SEDIAAN TABLET DAN JAMU
Skripsi yang diajukan oleh: Sugiarto Adji Soenarso NIM: 108114020
Telah disetujui oleh:
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt.
Tanggal…………………………..
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pengesahan Skripsi Berjudul OPTIMASI ISOLASI ALOPURINOL DALAM SEDIAAN TABLET DAN JAMU
Oleh: Sugiarto Adji Soenarso NIM: 108114020
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Pada tanggal…………………………….
Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan
Aris Widayati, M.Si., Apt. PhD.
Panitia Penguji
Tanda tangan:
1. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt.
……………………
2. Jeffry Julianus, M.Si.
……………………
3. F. Dika Octa Riswanto, M.Sc.
……………………
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Jangan pernah menganggap belajar sebagai suatu kewajiban, tetapi anggaplah ia sebagai suatu kesempatan menyenangkan untuk membebaskan diri dalam mempelajari alam dan kehidupan. Belajar adalah untuk kebahagiaanmu sendiri dan akan memberikan keuntungan bagi masyarakat tempatmu bekerja nanti – Albert Einstein Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan keindahan dan petualangan. Tidak ada akhir dari petualanganpetualangan yang dapat kita jalani hanya jika kita mencari petualangan-petualangan baru dengan mata yang terbuka – Jawaharlal Nehru Orang-orang serius hanya punya ide-ide terbatas. Orang-orang yang punya banyak ide tidak pernah serius – Paul Vallery Iman akan Allah tidak memberikan solusi instan atas semua persoalan dan ketidakpastian hidup, tetapi melengkapi kita untuk mengatasinya – Daniel Louw
Karya ini kudedikasikan untuk orang tuaku, adikku, kekasihku, teman-temanku, dan almamaterku.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang ditulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka penulis bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Yogyakarta, 7 Januari 2015 Penulis
Sugiarto Adji Soenarso
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Sugiarto Adji Soenarso
NIM
:108114020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: OPTIMASI ISOLASI ALOPURINOL DALAM SEDIAAN TABLET DAN JAMU Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang mana saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: Yang menyatakan
(Sugiarto Adji Soenarso)
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA Segala pujian dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan karena hanya dengan anugerah, berkat, cinta, kasih, dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Optimasi Isolasi Alopurinol Dalam Sediaan Tablet dan Jamu”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm). Terselesaikannya penulisan laporan akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Aris Widayati, M.Si., Apt. PhD. selaku Dekan dan segenap staf serta karyawan Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2.
Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan petunjuk, saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
3.
Jeffry Julianus, M.Si. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
4.
Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
5.
Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.Si., Apt. atas bantuannya untuk membantu penulis mendapatkan senyawa baku dan waktu yang diluangkan untuk memberikan masukan.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6.
PT IFARS Solo yang telah memberikan baku kepada penulis untuk penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7.
Phebe Hendra, M.Si., Apt., Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik atas pendampingan dan perhatiannya terhadap perkembangan saya selama perkuliahan ini.
8.
Dewi Setyaningsih dan Sanjaya, M.Si. atas bantuan selama menghadapi masalah dalam penelitian dan mau membagi ilmu yang tidak didapatkan selama kuliah.
9.
Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas ilmu, pengalaman, semangat, dan persahabatan yang telah dibagikan.
10. Mas Bimo, Mas Kunto, dan Pak Parlan yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium. 11. Keluarga tercinta Papa, Mama, dan Sugeng terima kasih atas dukungan doa yang selalu tulus untukku yang membuatku berani bangkit lagi di kala terpuruk. 12. Keluarga Papa dan Mama yang selalu mendoakan segala perjuanganku. 13. Ria Kusuma Dewi dan Meta Kartika Sari teman seperjuangkanku yang telah dengan
sabar
menghadapi
semua
kemalasanku,
mendukung
dan
menyemangati aku selama masa-masa terpuruk di lab. 14. Kawan-kawan seperjuangan di lab: Bakti, Naomi, Kezia, Ita atas kerja sama dan kebersamaan, dukungan dan keceriaan di lab selama penelitian ini. 15. Fr. B. Aris Ferdinan, SCJ yang selalu menyemangati penulis saat penulis merasa terpuruk dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16. Jo dan Nety atas bantuannya yang mau membantu aku saat aku bertanya tentang skripsiku ini. 17. Agatha Herny Sekar Natalia untuk momen-momen kebersamaan kita dan terima kasih buat dukungan dan doa serta semangat yang diberikan. 18. Teman-teman FST dan FKK 2010 yang selalu memberi bantuan, dukungan, dan berbagi keceriaan untuk selesainya skripsi ini. 19. Teman-teman KKN terima kasih atas keluangan waktu untuk bersama pergi sejenak dari penatnya skripsi. 20. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini baik dalam bentuk doa, semangat yang menyertai penulis dari awal penelitian sampai penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pikiran, tenaga, dan waktu penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca semua. Penulis
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................
v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................
vi
PRAKATA ..............................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
x
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xvii
INTISARI ................................................................................................
xix
ABSTRACT ..............................................................................................
xx
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang ....................................................................................
1
1. Permasalahan ..................................................................................
4
2. Keaslian penelitian..........................................................................
5
3. Manfaat penelitian ..........................................................................
5
B. Tujuan .................................................................................................
6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................
7
A. Obat Tradisional ..................................................................................
7
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Jamu....................................................................................................
8
C. Asam Urat ...........................................................................................
9
D. Alopurinol ...........................................................................................
10
1. Sifat fisika kimia .............................................................................
10
2. Dosis ..............................................................................................
10
3. Peringatan dan pencegahan .............................................................
11
4. Efek samping ..................................................................................
11
5. Penetapan kadar .............................................................................
11
E. Ekstraksi .............................................................................................
12
F. Solid Phase Extraction (SPE) ..............................................................
12
1. Prosedur SPE ..................................................................................
12
2. Pengembangan metode ...................................................................
14
G. Spektrofotometri UV ...........................................................................
15
1. Transisi sigma–sigma star (σ → σ*)................................................
16
2. Transisi non bonding elektron–sigma star (n → σ*) ........................
16
3. Transisi n → π* dan transisi π → π* ...............................................
17
H. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ...........................
19
I. Landasan Teori....................................................................................
26
J. Hipotesis .............................................................................................
28
BAB III METODE PENELITIAN ...........................................................
29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...........................................................
29
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................................
29
1. Variabel ..........................................................................................
29
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Definisi operasional ........................................................................
29
C. Bahan Penelitian..................................................................................
30
D. Alat Penelitian .....................................................................................
30
E. Tata Cara Penelitian ............................................................................
31
1. Optimasi isolasi alopurinol dalam tablet dengan menggunakan spektrofotometri UV .......................................................................
31
2. Optimasi ekstraksi cair-cair tanpa SPE ............................................
33
3. Optimasi isolasi alopurinol dalam jamu asam urat merek X ............
34
4. Identifikasi alopurinol dalam sampel jamu dengan menggunakan HPLC .............................................................................................
37
5. Validasi metode clean up SPE MCX...............................................
40
6. Penggunaan kembali SPE MCX ......................................................
42
F. Analisis Hasil ......................................................................................
43
1. Analisis hasil optimasi penyaringan dengan spektrofotometri UV ...
43
2. Analisis hasil optimasi clean up yang dilanjutkan dengan HPLC ....
43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................
44
1. Optimasi isolasi alopurinol dalam tablet dengan menggunakan spektrofotometri UV .......................................................................
44
2. Optimasi ekstraksi cair-cair tanpa SPE ............................................
50
3. Optimasi isolasi alopurinol dalam jamu asam urat merek X ............
52
4. Identifikasi alopurinol dalam sampel jamu dengan menggunakan HPLC .............................................................................................
66
5. Validasi metode clean up SPE MCX...............................................
69
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Penggunaan kembali SPE MCX ......................................................
73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................
77
A. Kesimpulan .........................................................................................
77
B. Saran ...................................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
78
LAMPIRAN ............................................................................................
82
BIOGRAFI PENULIS .............................................................................
124
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.
Indeks polaritas dan karakteristik solvent selectivity beberapa pelarut HPLC ..........................................................
22
Optimasi loading sampel dan volume eluen SPE MCX ..........
35
Tabel III. Pengulangan pencucian SPE ..................................................
42
Tabel IV. Penyimpangan bobot rata-rata pada tablet ..............................
45
Tabel V.
Hasil bobot alopurinol, SD, dan % CV...................................
49
Tabel VI. Optimasi kapasitas kolom ......................................................
56
Tabel VII. Optimasi volume eluen ..........................................................
60
Tabel VIII. Tabel tR dan AUC hasil ekstraksi cair-cair ............................
65
Tabel IX. Perbandingan tR dan AUC blanko dan sampel adisi ...............
68
Tabel X.
71
Tabel II.
Hasil perolehan kembali dan CV ............................................
Tabel XI. Perolehan kembali yang dapat diterima pada beberapa tingkat konsentrasi analit ...................................................................
72
Tabel XII. CV yang dapat diterima pada beberapa tingkat konsentrasi analit berdasarkan AOAC PVM ......................................................
xiv
72
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Struktur alopurinol ..............................................................
10
Gambar 2.
Proses skematik prosedur SPE .............................................
13
Gambar 3.
Diagram tingkat energi elektronik........................................
16
Gambar 4.
(A) Pengaruh pelarut polar terhadap transisi π → π* (B) Transisi n → π* .............................................................
18
Gambar 5.
Dasar pemisahan kromatografi partisi ..................................
20
Gambar 6.
Diagram sistem HPLC secara umum ...................................
20
Gambar 7.
Skema sampler KCKT. (A) – posisi load, sampel diinjeksikan dan terisolasi dari fase gerak. (B) – posisi inject, sampel terbawa fase gerak dan memasuki kolom ............................
24
Gambar 8.
Reaksi antara kalium biftalat dengan NaOH ........................
46
Gambar 9.
Perubahan warna indicator fenolftalein dari bening menjadi pink .....................................................................................
46
Gambar 10. Hasil standarisasi NaOH dengan menggunakan kalium biftalat .................................................................................
47
Gambar 11. Kromatogram hasil ekstraksi cair-cair sampel blanko (A) replikasi 1 (B) replikasi 2 ..............................................
51
Gambar 12. Interaksi antara alopurinol dengan fase diam SPE ................
54
Gambar 13. Kromatogram alopurinol dalam fraksi asam asetat setelah proses pencucian SPE ..........................................................
56
Gambar 14. Kurva hubungan volume loading ekstrak VS AUC ..............
57
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 15. Kromatogram alopurinol pada optimasi kapasitas kolom SPE MCX (A) 500 μL (B) 750 μL (C) 1000 μL (D) baku alopurinol dengan fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90) ......................................................
57
Gambar 16. Kurva hubungan volume eluen VS AUC .............................
60
Gambar 17. Kromatogram alopurinol pada optimasi volume eluen (A) 5 mL (B) 7.5 mL (C) 12.5 mL yang dilakukan dengan mengelusi 10 mL (C1) dan dilanjutkan dengan elusi 2.5 mL (C2) (D) baku alopurinol dengan fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90) .....................
61
Gambar 18. Reaksi pembentukkan garam alopurinol ..............................
63
Gambar 19. Reaksi pembentukkan ion alopurinol ...................................
64
Gambar 20. Kromatogram alopurinol hasil ekstraksi cair-cair dengan variasi pengulangan penambahan kloroform (A) 2x3 mL (B) 3x3 mL (C) 4x3 mL dengan fase gerak HPLC metanol : aquabidest/ amonium hidroksida 0,1% (10:90) .......................................
64
Gambar 21. Perbandingan puncak (A) puncak baku alopurinol (B1 dan B2) puncak blanko dan sampel alopurinol yang sudah ditambahkan dengan baku alopurinol dalam 3 level konsentrasi ...............
67
Gambar 22. Kromatogram alopurinol hasil clean up dengan menggunakan SPE bekas yang sudah diuji (A) 1x (B) 2x (C) 3x dengan fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90) 74
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Sertifikat analisis baku alopurinol ...................................
83
Lampiran 2.
Sertifikat analisis SPE MCX ...........................................
84
Lampiran 3.
Penimbangan keseragaman bobot tablet alopurinol .........
85
Lampiran 4.
Penimbangan sampel A tiap kemasan untuk perhitungan keseragaman bobot .........................................................
Lampiran 5.
Penimbangan sampel B tiap kemasan untuk perhitungan keseragaman bobot .........................................................
Lampiran 6.
86
87
Penimbangan sampel C tiap kemasan untuk perhitungan keseragaman bobot .........................................................
88
Lampiran 7.
Penimbangan kalium biftalat ...........................................
89
Lampiran 8.
Standarisasi NaOH 0.1 N ................................................
89
Lampiran 9.
Gambar hasil pembakuan NaOH 0.1 N ...........................
89
Lampiran 10.
Perhitungan penimbangan sampel tablet alopurinol .........
90
Lampiran 11.
Penimbangan optimasi penyaringan ................................
90
Lampiran 12.
Bobot alopurinol, SD dan %CV hasil ..............................
91
Lampiran 13.
Penimbangan sampel tanpa SPE......................................
91
Lampiran 14.
Kromatogram sampel tanpa SPE .....................................
92
Lampiran 15.
Penimbangan optimasi kapasitas kolom SPE ...................
93
Lampiran 16.
Kromatogram optimasi kapasitas kolom SPE ..................
94
Lampiran 17.
Tabel optimasi kapasitas kolom SPE ...............................
100
Lampiran 18.
Penimbangan optimasi volume eluen SPE .......................
100
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 19.
Kromatogram optimasi volume eluen SPE ......................
101
Lampiran 20.
Tabel optimasi volume eluen SPE ...................................
105
Lampiran 21.
Penimbangan optimasi volume kloroform .......................
106
Lampiran 22.
Kromatogram optimasi volume kloroform ......................
107
Lampiran 23.
Penimbangan baku untuk validasi SPE ............................
110
Lampiran 24.
Penimbangan sampel untuk validasi SPE ........................
110
Lampiran 25.
Kromatogram validasi SPE .............................................
111
Lampiran 26.
Hasil recovery dan % CV validasi SPE ...........................
119
Lampiran 27.
Penimbangan baku untuk pencucian SPE ........................
120
Lampiran 28.
Kromatogram hasil pencucian SPE .................................
120
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI Telah dilakukan penelitian tentang alopurinol dalam sampel obat, matriks biologis dan penelitian BKO dalam sediaan jamu sebelumnya pernah dilakukan dengan menggunakan sampel metampiron. Penelitian ini ingin mengetahui optimasi isolasi alopurinol dalam sampel tablet dan jamu untuk mengurangi berbagai matriks yang terdapat dalam sampel tablet dan jamu sehingga dapat digunakan untuk determinasi alopurinol. Optimasi isolasi dilakukan dengan optimasi penyaringan, ektraksi cair-cair dan Solid Phase Extraction (SPE). Pada sampel tablet isolasi alopurinol dilakukan dengan penyaringan dan dideterminasi dengan metode Spektrofotometri UV karena alopurinol memiliki gugus kromofor dan auksokrom, sedangkan pada sampel jamu isolasi alopurinol dilakukan dengan clean up yang meliputi ekstraksi cair-cair dan Solid Phase Extraction (SPE) dan dideterminasi dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Pada sampel tablet, volume penyaringan yang digunakan 10 mL x 2. Pada sampel jamu, volume kloroform yang digunakan pada ekstraksi cair-cair adalah 3x3 mL, pada SPE volume loading sampel yang digunakan adalah 1000 µL, volume eluen yang digunakan adalah 10 mL amonium hidroksida 5% dalam metanol. Kondisi tersebut merupakan kondisi optimal dalam isolasi alopurinol dari sampel tablet dan jamu. Kata kunci : alopurinol, jamu, tablet, BKO, ekstraksi, clean up, SPE, HPLC, Spektrofotometri UV.
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT There had been research on allopurinol in drug samples, biological matrix and BKO research in herbal preparations using sample methampyrone. This research investigates the optimal isolation of allopurinol in tablet and herbal samples to reduce the matrix contained in tablet and herbal samples, so later they can be used for the determination of allopurinol. Isolation optimization is done with filtration optimization, liquid-liquid extraction and Solid Phase Extraction (SPE). In tablet samples, allopurinol isolation was performed by filtration and determined by UV spectrophotometry method because allopurinol has a chromophore and auxochrome group, whereas the allopurinol isolation of herbal samples performed with clean up that includes liquid-liquid extraction and Solid Phase Extraction (SPE) and determined by the High Performance Liquid Chromatography (HPLC). In tablet samples, the filtration volume used was 10 mL x 2. In herbal samples, the volume of chloroform used in liquid-liquid extraction is 3x3 mL, at SPE sample loading volume used was 1000 mL, while the volume of eluent used was 10 mL ammonium hydroxide 5% in methanol. This condition is the optimal condition in allopurinol isolation from tablet and herbal samples.
Keywords: allopurinol, herbal samples, tablets, BKO, extraction, clean-up, SPE, HPLC, Spectrophotometry UV.
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir
ini kesadaran
masyarakat
akan
kesehatan semakin
meningkat, itu terlihat dari usaha masyarakat untuk mencegah penyakit baik secara modern maupun tradisional. Pada sebagian masyarakat, usaha untuk mencegah
penyakit
masih
menggunakan
cara
tradisional.
Selain
itu
kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature) yang dalam beberapa hal lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan pengobatan dengan obat sintetik atau obat modern, membuat penggunaan obat tradisional semakin meningkat. Selain itu, harga obat tradisional juga lebih terjangkau dibandingkan dengan obat sintetik. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (PerMenKes, 2012). Obat tradisional telah digunakan selama ribuan tahun dengan kontribusi besar yang dibuat oleh praktisi kesehatan manusia, khususnya sebagai penyedia perawatan kesehatan primer di tingkat masyarakat. TM (Traditional Medicine) telah mempertahankan popularitasnya di seluruh dunia. Sejak tahun 1990-an penggunaannya telah meningkat di banyak negara maju dan berkembang (Anonimb, 2014).
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Produk obat tradisional yang telah banyak digunakan oleh masyarakat adalah jamu. Banyak masyarakat minum jamu untuk mencegah penyakit tertentu karena mudah penggunaannya dan harganyapun juga terjangkau oleh masyarakat. Selama beberapa tahun terakhir, penggunaan obat tradisional di dunia semakin meningkat. Menurut WHO, 65-80% populasi dunia menggunakan obat tradisional sebagai perlindungan untuk kesehatan (Yee, 2003). Namun banyak kendala yang terjadi pada produk sediaan jamu seperti, pengolahan bahan baku yang belum terstandar terutama mutu dan kualitasnya, serta industri jamu yang tidak jujur sering kali menambahkan bahan kimia obat (BKO) ke dalam jamu sehingga menimbukan efek yang merugikan. Karena tidak semua bahan baku untuk jamu dibudidayakan dengan baik dan benar sehingga seringkali tanaman obat tertentu hilang di pasaran karena ketidaktersediaan bahan baku yang dibutuhkan. Kurangnya penelitian ilmiah mengenai keefektifan dari jamu dan juga efek samping yang ditimbulkan melalui uji praklinis dan uji klinis oleh pihak terkait. Dampak lain yang menyebabkan efek samping yang merugikan dari penggunaan obat tradisional adalah penambahan bahan kimia obat (BKO) tanpa takaran yang jelas sehingga dapat membahayakan bagi kesehatan konsumen terlebih lagi apabila obat yang ditambahkan tergolong dalam obat keras yang penggunaanya harus dengan resep dokter. Penggunaan BKO pada sediaan obat tradisional sangat dilarang sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Menurut PerMenKes RI no. 007 tahun 2012 obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat atau hasil sintesis yang berkhasiat sebagai obat. BKO yang biasanya ditambahkan dalam sediaan obat tradisional antara lain parasetamol (menghilangkan rasa sakit), fenilbutazon (mengatasi rematik dan menyegarkan tubuh), natrium diklofenak (mengatasi rematik), sildenafil sitrat (mengatasi disfungsi ereksi dan meningkatkan libido), sibutramin HCl (melangsingkan tubuh), dan alopurinol (menghilangkan asam urat). Banyak masyarakat menggunakan obat modern untuk menyembuhkan penyakit yang mana pada obat modern dosis obatnya sudah diketahui secara pasti karena melihat bahaya jamu yang ditambahkan BKO. Salah satu penyakit yang biasa dialami oleh sebagian masyarakat adalah asam urat, sehingga banyak masyarakat menggunakan obat asam urat yaitu alopurinol untuk menyembuhkan asam urat. Menurut Depkes RI (1974), metode baku analisis alopurinol dilakukan dalam sampel tablet dan diukur secara spektrofotometri UV. Pada sampel tablet memiliki matriks yang lebih sederhana, oleh karena itu untuk dapat mengisolasi alopurinol dari matriks dapat dilakukan dengan menggunakan penyaringan. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan metode analisis alopurinol dalam sampel jamu. Pada sampel jamu memiliki matriks yang lebih kompleks daripada dalam sampel tablet, maka untuk mengisolasi alopurinol dari matriks jamu diperlukan metode clean up yaitu dengan menggunakan ekstraksi cair-cair dan Solid Phase
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Extraction
(SPE)
serta
dilanjutkan
dengan
High
Performance
4
Liquid
Chromatography (HPLC). Metode clean up alopurinol dalam jamu dengan ekstraksi cair-cair dan Solid Phase Extraction (SPE) diperlukan optimasi. Pada optimasi ekstraksi caircair dilakukan dengan mengubah komposisi volume kloroform, sedangkan pada optimasi SPE dilakukan dengan mengubah komposisi volume loading ekstrak dan volume eluen. Penelitian ini merupakan bagian dari serangkaian penelitian yang meliputi “Optimasi dan Validasi Penetapan Kadar Alopurinol Dalam Matriks Tablet Obat Secara Spektrofotometri UV dan Matriks Sampel Jamu Asam Urat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” dan “Validasi Metode Analisis Alopurinol Dalam Matriks Tablet Secara Spektrofotometri dan Matriks Jamu Asam Urat Secara KCKT Fase Terbalik serta Aplikasinya.” Sejauh penelusuran literatur oleh penulis penelitian tentang penetapan kadar alopurinol dalam jamu belum pernah dilakukan, sedangkan untuk penelitian bahan BKO lain seperti parasetamol dan fenilbutason sudah banyak dilakukan dan penelitian alopurinol dalam matriks biologis menggunakan metode cation exchange chromatography sudah pernah dilakukan. Untuk penelitian alopurinol di dalam tablet sudah pernah dilakukan. 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang maka timbul permasalahan yaitu bagaimana optimasi proses isolasi alopurinol dalam sediaan tablet secara spektrofotometri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
UV dan isolasi alopurinol dalam sediaan jamu asam urat dengan menggunakan SPE MCX yang dilanjutkan dengan HPLC fase terbalik? 2. Keaslian penelitian Sejauh penelusuran literatur, penelitian terhadap alopurinol telah dilakukan dalam suatu obat. Namun penelitian sejenis yaitu penetapan kadar bahan kimia obat metampiron dalam jamu yang pernah dilakukan oleh Mayasari (2009), penelitian tentang alopurinol dalam metabolit biologis dengan cation exchange chromatography pernah dilakukan oleh Sweetman dan Nyhan (1969), dan penelitian tentang alopurinol dalam tablet secara spektrofotometer menggunakan CT Complex pernah dilakukan oleh Refat, dkk (2010). Demikian, maka dapat dipastikan bahwa perbandingan optimasi metode analisis secara HPLC dan Spektrofotometri UV alopurinol dalam jamu asam urat dan dalam sediaan tablet belum pernah dilakukan sebelumnya. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai optimasi isolasi alopurinol dalam sediaan tablet secara spektrofotometer UV dan isolasi alopurinol dalam jamu asam urat dengan menggunakan SPE MCX yang dilanjutkan dengan HPLC. b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait komposisi volume penyaringan, komposisi volume ekstraksi, komposisi loading sampel, komposisi eluen SPE yang terbaik untuk proses isolasi alopurinol dalam sediaan tablet dan dalam jamu asam urat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses optimasi isolasi alopurinol dalam sediaan tablet dan dalam jamu asam urat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (PerMenKes RI No. 007 Tahun 2012). Sediaan obat tradisional ini perlu dilakukan berbagai jenis pengujian untuk mengetahui mutu dari sediaan obat tradisional yang akan diproduksi. Jenis pengujian ini meliputi pengujian mutu dan pengujian keamanan. Pengujian mutu meliputi organoleptik, kemasan, makroskopis, kebenaran simplisia, kadar air dan keseragaman bobot. Pengujian keamanan meliputi uji cemaran logam berat, cemaran pestisida, cemaran mikroba, zat tambahan yang diizinkan seperti bahan pengawet, cemaran aflatoksin dan penetapan ada tidaknya bahan kima obat yang ditambahkan
dalam
sediaan
obat
tradisional
(KepMenKes
RI
no
661/MENKES/SK/VII/1994). Menurut Keputusan Badan POM RI No. 00.05.4.2411 tahun 2004, berdasarkan cara pembuatan serta klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu:
7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
1. Jamu (obat tradisional warisan nenek moyang). 2. Obat Herbal Terstandar (telah dikembangkan berdasarkan bukti-bukti ilmiah, uji praklinis dan standarisasi bahan baku). 3. Fitofarmaka (telah melewati uji klinis dan standariasasi bahan baku). B. Jamu Jamu merupakan obat tradisional warisan nenek moyang yang dapat dibedakan menjadi 2 yaitu obat dalam dan obat luar. Obat dalam biasa dijumpai dalam bentuk herbal kering siap rebus, dalam bentuk segar rebusan dalam bentuk jamu gendong, dalam bentuk serbuk kering siap seduh. Obat luar bisa dimanfaatkan dengan cara dioles, digosok, direndam atau ditempel (Harmita, 2006). Menurut PerMenKes No. 003 Tahun 2010, jamu harus memenuhi kriteria: 1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 2. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris. 3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Menurut Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 di dalam jamu dilarang digunakan: 1. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat. 2. Narkotika atau psikotropika. 3. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
Persyaratan mengenai jamu belum begitu mantap dan tegas, namun pemerintah telah mengeluarkan beberapa petunjuk yaitu: 1. Kadar air tidak lebih dari 10%. Ini untuk mencegah berkembangnya bakteri, kapang, dan khamir. 2. Jumlah kapang dan khamir tidak lebih dari 10000 3. Jumlah bakteri non patogen tidak lebih dari 1 juta 4. Bebas dari bakteri patogen 5. Tidak boleh tercemar atau diselundupi bahan kimia berkhasiat (Harmita, 2006). C. Asam Urat Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolism nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penyelidikan bahwa 90% dari asam urat merupakan hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan xanthine oksidase (Suhendi, Nurcahyanti, Muhtadi, Sutrisna, 2011). Asam urat akan dibawa ke ginjal melalui aliran darah untuk dikeluarkan bersama air seni. Ginjal akan mengatur kadar asam urat dalam darah agar selalu dalam keadaan normal. Namun, asam urat yang berlebihan tidak akan tertampung dan termetabolisme seluruhnya oleh tubuh, maka akan terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah (Suhendi, Nurcahyanti, Muhtadi, Sutrisna, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
D. Alopurinol
Gambar 1. Struktur alopurinol (1H-Pirazolo[3,4-d]pirimidin-4-ol) (DepKesehatan RI, 1995)
1. Sifat fisika kimia Alopurinol mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0% C5H4N4O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian berupa serbuk halus putih hingga hampir putih dan berbau lemah. Alopurinol sangat sukar larut dalam air dan etanol, larut dalam larutan kalium dan natrium hidroksida, praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (DepKes RI, 1995). 2. Dosis Pada dewasa, dosis harian rata-rata adalah 2-10 mg/kgBB, 100-200 mg untuk kondisi ringan, 300-600 mg untuk kondisi cukup parah dan 700-900 mg untuk kondisi parah (Apotex NZ Ltd, 2011). Pada anak-anak, dosis harian rata-rata adalah 10-20 mg/kgBB sampai maksimal 400 mg per hari. Penggunaan pada anak-anak jarang diindikasikan kecuali dalam kondisi tertentu dan gangguan enzim tertentu (Apotex NZ Ltd, 2011).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
3. Peringatan dan pencegahan Hati-hati pemberian pada penderita yang hipersensitif dan wanita hamil. Hindari penggunaan pada penderita dengan gagal ginjal atau penderita hiperurisemia asimptometik. Hentikan pengobatan dengan alopurinol bila timbul kulit kemerahan atau demam. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan katarak. Selama pengobatan dianjurkan melakukan pemeriksaan mata secara berkala, hentikan pengobatan jika terjadi kerusakan lensa mata. Penggunaan pada wanita hamil, hanya bila ada pertimbangan manfaat dibandingkan resikonya. Alopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan artritis gout akut sehingga sebaiknya obat antiinflamasi atau kolkisin diberikan bersama pada awal terapi. Hati-hati bila diberikan bersama dengan vidarabin (DechaCare, 2014). 4. Efek samping Reaksi
hipersensitifitas:
ruam mokulopapular
didahului pruritus,
urtikaria, eksofoliatif dan lesi pupura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan syndrome poliartrtis. Demam, eosinophilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah, diare, rasa mengantuk, sakit kepala dan rasa logam (DechaCare, 2014). 5. Penetapan kadar Alopurinol
dapat
ditetapkan
kadarnya
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV dengan panjang gelombang kurang lebih 250 nm. Alopuriol dilarutkan dalam NaOH 0,4% b/v dan HCl 1% v/v (DepKes RI 1974).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
E. Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating agent (Harborne, 1987). Pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat dapat dipermudah dengan mengetahui terlebih dahulu zat aktif yang dikandung simplisia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). F. Solid Phase Extraction (SPE) 1. Prosedur SPE Ada dua strategi untuk melakukan penyiapan sampel menggunakan SPE ini. Strategi pertama adalah dengan melakukan pemilihan pelarut yang mampu menahan semua analit yang dituju pada penjerap yang digunakan, sementara untuk senyawa - senyawa penganggu akan terelusi. Analit yang dituju (yang tertahan pada penjerap ini) selanjutnya dielusi dengan sejumlah kecil pelarut organik yang akan mengambil analit yang tertahan ini. Strategi ini beramanfaat jika analit yang dituju berkadar rendah. Strategi lain adalah dengan mengusahakan supaya analit yang tertuju keluar (terelusi), sementara untuk senyawa penganggu tertahan pada penjerap (Gandjar dan Rohman, 2010).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
Tahap pertama menggunakan SPE adalah dengan mengkondisikan penjerap dengan pelarut yang sesuai. Penjerap nonpolar seperti C18 dan penjerap penukar ion dikondisikan dengan mengalirinya menggunakan metanol lalu dengan akuades. Pencucian yang berlebihan dengan air akan mengurangi recovery analit. Penjerap - penjerap polar seperti diol, siano, amino, dan silika harus dibilas dengan pelarut nonpolar seperti metilen klorida (Gandjar dan Rohman, 2010). Conditioning
Loading
Washing
Elution
Gambar 2. Proses skematik prosedur SPE (Wells, M.J.M., 2000)
Ada empat tahap dalam prosedur SPE, yaitu: a. Pengkondisian Kolom (cartridge) dialiri dengan pelarut sampel untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan nilai pH yang sama, sehingga perubahan-perubahan kimia dimasukkan dapat dihindari.
yang
tidak
diharapkan ketika
sampel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
b. Retensi (tertahannya) sampel Larutan sampel dilewatkan ke cartridge baik untuk menahan analit yang diharapakan, sementara komponen lain terelusi atau untuk menahan komponen yang tidak diharapkan sementara analit yang diharapkan terelusi. c. Pembilasan Tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak tertahan oleh penjerap selama tahap retensi. d. Elusi Tahap ini merupakan tahap terakhir untuk mengambil analit yang dikehendaki jika analit tersebut tertahan pada penjerap (Gandjar dan Rohman, 2010). 2. Pengembangan metode Pendekatan empirik untuk melakukan pengembangan metode SPE melibatkan screening penjerap yang tersedia. Langkah pertama adalah menetukan penjerap mana yang paling baik dalam hal menahan analit yang dituju. Pertimbangan kedua adalah pelarut apa yang dibutuhkan untuk mengelusi analit yang dituju. Langkah ketiga adalah menguji matriks sampel blanko untuk mengevaluasi adanya pengganggu yang mungkin ada, dan akhirnya (langkah keempat) adalah menentukan recovery dengan menambah analit dalam jumlah tertentu harus dilakukan (Gandjar dan Rohman, 2010). Polaritas pelarut yang meningkat dibutuhkan untuk mengelusi senyawa yang tertahan dalam penjerap silika, sementara unutk senyawa yang tertahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
dalam penjerap nonpolar (seperti C18) digunakan pelarut nonpolar (Gandjar dan Rohman, 2010). G. Spektrofotometri UV Spektrofotometeri UV merupakan salah satu teknik analisis spektroskopik yang menggunakan radiasi elektromagnetik UV dekat dengan menggunakan alat spektrofotometer (Skogg, West dan Holler, 1994). Radiasi elektromagnetik pada daerah UV dan visibel biasanya ditulis dalam satuan nanometer. Ketika sampel mengabsorbsi radiasi elektromagnetik (foton), terjadi perubahan energi pada sampel tersebut. Energi yang diserap mempunyai hubungan terhadap Persamaan Planck (Harvey, 2000). Molekul yang dikenakan gelombang radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai dapat terjadi penyerapan/absorpsi, adanya serapan tersebut menghasilkan perbedaan energi serapan. Selisih energi tersebut setara dengan energi foton yang diserap. Energi yang melompat dari keadaan dasar (ground state) ke keadaan tereksitasi (excited state) disebut dengan transisi. (1) Dimana, E1= energi pada keadaan dasar/lebih rendah E2= energi pada keadaan tereksitasi/lebih tinggi h = konstanta Planck υ = frekuensi foton yang diabsorpsi/diserap λ = panjang gelombang c = kecepatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Transisi yang terjadi antar molekul tidaklah sama, hal ini menyebabkan perbedaan spektra absorpsinya. Dengan demikian, spektra dapat digunakan sebagai bahan analisis kualitatif dan banyaknya molekul yang menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu setara dengan sinar yang diabsorpsi sehingga spektra juga dapat digunakan sebagai bahan analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2010). Pada analisis dengan spektrofometer, dilakukan pembacaan absorbansi yang disebut sebagai absorban (A) yang tidak memiliki satuan (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrum absorpsi merupakan plot absorbansi analit yang merupakan fungsi dari panjang gelombang (Skogg, West dan Holler, 1994).
Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik (Gandjar dan Rohman, 2010)
Penyerapan foton yang dialami molekul mengakibatkan terjadinya eksitasi elektron-elektron ikatan. Transisi elektronik yang terjadi antara tingkat energi suatu molekul ada empat, yakni: 1. Transisi sigma–sigma star (σ → σ*) Energi pada transisi ini terletak pada daerah < 180nm atau terjadi pada daerah
UV
vakum
dan
kurang
begitu
bermanfaat
untuk
analisis
spektrofotometri UV-VIS (Gandjar dan Rohman, 2010). 2. Transisi non bonding elektron–sigma star (n → σ*) Energi yang diperlukan untuk jenis transisi ini lebih kecil dibandingkan transisi σ → σ*, sehingga sinar yang diserap memiliki panjang gelombang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
yang lebih panjang (150–250nm). Kebanyakan transisi ini terjadi pada panjang gelombang < 200nm (Gandjar dan Rohman, 2010). 3. Transisi n → π* dan transisi π → π* Transisi ini terjadi pada molekul organik yang memiliki gugus fungsional tidak jenuh, ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan. Transisi jenis ini paling cocok digunakan dalam analisis menggunakan spektrofotometri UV–visibel karena berada diantara panjang gelombang 200–700 nm (Gandjar dan Rohman, 2010). Pelarut dapat memberikan pengaruh transisi n → π* dan π → π*, hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan kemampuan dari pelarut untuk mensolvasi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi. Pada transisi π → π*, molekul yang berada dalam keadaan dasar akan relatif non polar dan keadaan tereksitasinya lebih polar dibandingkan dari keadaan dasar. Penggunaan pelarut polar akan menyebabkan interaksi lebih kuat saat keadaan tereksitasi dibandingkan keadaan dasar sehingga perbedaan energi transisi π → π* lebih kecil. Akibat yang ditimbulkan atas peristiwa ini ialah pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar dari semula. Berbeda dengan transisi n → π*, pada keadaan dasar molekul relatif lebih polar dibandingkan keadaan tereksitasi. Pelarut yang berinteraksi hidrogen akan berinteraksi secara lebih kuat dengan pasangan elektron yang tak berpasangan pada keadaan dasar dibandingkan molekul pada keadaan tereksitasi. Hal ini mengakibatkan transisi n → π* akan mempunyai energi yang lebih besar sehingga panjang gelombang akan bergeser
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
lebih pendek dibandingkan semula akibat kemampuan membentuk interaksi hidrogen (polaritas) pelarut meningkat (Gandjar dan Rohman, 2010).
(A)
(B) Gambar 4. (A) Pengaruh pelarut polar terhadap transisi π → π* dan (B) Transisi n → π* (Gandjar dan Rohman, 2010)
Dalam memilih panjang gelombang terkait hubungan sifat optik cuplikan dan pelarut. Penyerapan radiasi UV atau visibel terkait dari elektron terluar atau elektron valensi dari molekul dan tergantung pula pada jenis ikatan kimia dalam molekul, adanya ikatan kimia penyebab terjadinya serapan sinar UV-Vis disebut kromofor (Johnson dan Stevenson, 1978). Sinar UV mempunyai panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar visibel mempunyai panjang gelombang 400-750 nm (Gandjar dan Rohman, 2010).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
Kromofor merupakan ikatan rangkap tak jenuh selang-seling yang menyerap radiasi pada daerah UV dan visibel, sedangkan aukosokrom merupakan gugus jenuh yang terikat pada kromofor dapat menyebabkan adanya perubahan panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum. Ciri auksokrom adalah gugusan heteroatom seperti –OCH3, -Cl, OH, dan NH2. Penambahan auksokrom menyebabkan pergeseren batokromik. Pergeseran
batokromik merupakan
pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih panjang akibat adanya subsitusi gugus atau atom atau adanya pengaruh pelarut (Sastrohamidjojo, 2001). H. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, karena solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam (Gandjar dan Rohman, 2010). HPLC dapat menghasilkan pemisahan yang cepat, dengan keunggulan zat yang tidak menguap atau zat yang tidak tahan panas dapat dipisahkan tanpa terurai atau tanpa perlu diderivatisasi. Pada kromatografi partisi digunakan fase gerak dan fase diam dengan polaritas yang berbeda. Jika fase gerak bersifat polar dan fase diam bersifat nonpolar maka disebut sebagai kromatografi fase terbalik, senyawa nonpolar yang larut dalam hidrokarbon dengan BM < 1000 dapat dipisahkan berdasarkan atas afinitasnya terhadap fase diam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
Gambar 5. Dasar pemisahan kromatografi partisi (Lennan, 2010)
Kromatografi partisi merupakan metode pemisahan analit berdasarkan kemampuan partisinya diantara fase diam dan fase gerak yang melewati fase diam. Analit yang mempunyai afinitas lebih besar pada fase diam (gambar 3 bulatan merah) relatif lebih tertahan di fase diam daripada analit yang kurang tertahan pada fase diam (gambar 3 - bulatan hijau) (Lennan, 2010).
Gambar 6. Diagram sistem HPLC secara umum (Harvey, 2000)
Secara umum instrument HPLC terdiri atas beberapa komponen, yaitu wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukan sampel,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar dan Rohman, 2010). Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah ini biasanya mampu menampung fase gerak antara 1-2 liter pelarut. Fase gerak harus di degasing (penghilangan gas) dulu sebelum digunakan karena adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk memilih fase gerak dengan kemurnian yang tinggi agar tingkat pengotor rendah dan tidak merusak sistem HPLC (Gandjar dan Rohman, 2010). Fase gerak pada HPLC biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur dan secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan berdasarkan polaritas pelarut, polaritas fase diam dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sedangkan untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi akan menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Gandjar dan Rohman, 2010). Dasar pemilihan fase gerak dalam suatu metode pemisahan yaitu berdasarkan pada indeks polaritas (P’) campuran fase gerak tersebut. Semakin besar nilai indeks polaritas pelarut menyatakan semakin polar fase gerak yang digunakan. Fase gerak yang sering digunakan merupakan kombinasi dari dua atau lebih campuran pelarut yang saling bercampur secara keseluruhan. Campuran fase
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
gerak tersebut akan menghasilkan nilai polaritas tersendiri yang disebut indeks polaritas fase gerak (Harvey, 2000). 𝑃′𝐴𝐵
Φ𝐴. 𝑃′𝐴 + Φ𝐵. 𝑃′𝐵
(2)
Dengan Φ A dan ΦB merupakan fraksi volume pelarut yang digunakan pada pelarut A dan B, sedangkan P’A dan P’B merupakan indeks polaritas pelarut yang digunakan pada pelarut A dan B (Harvey, 2000). Tabel 1. Indeks polaritas dan karakteristik solvent selectivity beberapa pelarut HPLC (Snyder, Kirkland dan Dolan, 2010)
Pompa yang digunakan untuk memompa fase gerak pada sistem HPLC memiliki syarat seperti wadah pelarut yakni inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan sebaiknya memiliki kemampuan memberikan tekanan hingga 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak hingga 3 mL/min. Penggunaan pompa ialah untuk dapat menjamin proses penghantaran fase gerak yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
berlangsung dengan tepat, reprodusibel, konstan dan bebas gangguan (Gandjar dan Rohman, 2010). Metode pencampuran fase gerak dibedakan menjadi dua, yakni metode isokratik dan metode gradien. Metode isokratik merupakan metode pencampuran fase gerak secara manual dengan tangan dan saat memasuki sistem HPLC tidak dibutuhkan adanya pencampuran fase gerak kembali dan dilakukan dengan satu pompa. Metode gradien merupakan metode pencampuran fase gerak yang dilakukan di dalam sistem HPLC, dimana beberapa pompa digunakan untuk memompa pelarut ke dalam wadah pencampuran fase gerak dan hasil pencampuran fase gerak tersebut yang dialirkan ke dalam kolom (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010). Penyuntikan sampel pada HPLC dilakukan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir menuju kolom (Gandjar dan Rohman, 2010). Pada sistem HPLC, penyuntikan sampel melalui loop injector yang dapat menyimpan volume dari 0,5 μL - 2 mL. Pada posisi load, loop sampler terisolasi dari fase gerak. Ketika katup dipindahkan ke posisi loading, injektor berpindah ke posisi inject dan saat itu pula fase gerak mengaliri sampel dan terbawa memasuki kolom (Harvey, 2000).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Gambar 7. Skema sampler KCKT. (A) – posisi load, sampel diinjeksikan dan terisolasi dari fase gerak. (B) – posisi inject, sampel terbawa fase gerak dan memasuki kolom (Harvey, 2000)
Kolom pada HPLC memuat fase diam, kebanyakan merupakan silika yang dimodifikasi secara kimiawi. Permukaan silika merupakan permukaan yang polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Modifikasi secara kimia akan menutupi gugus silanol dan menggantinya dengan gugus fungsional lain. Hasil reaksi kimiawi tersebut akan menghasilkan silika yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan siloksan (Si-O-Si) (Gandjar dan Rohman, 2010). Oktadesil silika (C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan dalam memisahkan senyawa dengan tingkat kepolaran rendah hingga tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk analit yang polar. Analit polar terutama yang bersifat basa akan memberikan puncak yang mengekor (tailing peak), hal ini terjadi karena adanya interaksi dengan residu silanol ataupun pengotor logam yang terdapat pada silika (Gandjar dan Rohman, 2010).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Deteksi pada KCKT dibagi menjadi empat secara umum, yakni bulk property,
sample
specific,
mobile-phase
modification,
dan
hyphenated
techiniques. a. Bulk property detector. Detektor ini dianggap sebagai detektor universal yang dapat mengukur banyak komponen. Detektor ini memiliki keuntungan karena dapat mendeteksi semua senyawa, sekaligus memiliki kelemahan karena semua senyawa dari sampel yang terelusi akan terbaca sebagai sinyal. Secara umum, detektor universal memiliki sensitivitas yang rendah (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010). b. Sample specific detectors. Detektor ini merespon terhadap keunikan karakteristik yang dimiliki suatu analit karena beberapa karakteristik sampel mempunyai sifat unik yang mana tidak secara umum dimiliki oleh semua analit. Detektor UV merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan merespon analit yang mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang tertentu. Selain detektor UV, terdapat detektor lain seperti fluoresen dan detektor conduct electricity (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010). Detektor UV-VIS dapat mengukur analit yang memiliki struktur kromoforik pada daerah panjang gelombang 190 – 800 nm. Detektor UV-VIS ini dapat berupa detektor dengan panjang gelombang tetap ataupun bervariasi (Gandjar dan Rohman, 2010). c. Mobile–phase modification detectors. Detektor ini mengubah fase gerak setelah kolom HPLC menghasilkan pengubahan karakteristik analit, seperti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
perubahan reaksi analit dan detektor spektrometrik masa (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010). d. Hyphenated techniques. Teknik ini mengacu pada kopling dari analisis HPLC yang dipadukan dengan teknik lain, seperti LC-MS dan LC-IR (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010). Detektor pada HPLC idealnya memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: Respon terhadap analit cepat dan reprodusibel Mampu mendeteksi analit hingga kadar yang sangat kecil Stabil saat dioperasikan/digunakan Memiliki sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Sinyal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi analit pada kisaran luas/AUC Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak. Komputer atau integrator merupakan alat yang dihubungkan dengan detektor unuk mengukur sinyal yang dihasilkan dan diplotkan sebagai suatu kromatogram sehingga dapat dievaluasi oleh peneliti (Gandjar dan Rohman, 2010). I. Landasan Teori Jamu merupakan sediaan obat tradisional yang digunakan secara turun temurun oleh masyarakat untuk mengobati suatu penyakit tertentu. Salah satu jenis jamu yang sering digunakan adalah jamu asam urat. Regulasi mengenai jamu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
belum diterapkan secara semestinya sehingga mendorong beberapa pihak yang kurang bertanggung jawab untuk meningkatkan omsetnya dengan menambahkan bahan-bahan kimia obat untuk dapat memperoleh efek terapi yang cepat. Penyakit asam urat banyak dialami oleh banyak masyarakat, oleh karena itu agar penyembuhannya cepat banyak masyarakat menggunakan obat. Obat untuk menyembuhkan asam urat adalah alopurinol. Pada sampel tablet, digunakan pengukuran secara spektrofotometri UV untuk mengukur kadar alopurinol dalam matriks tablet. Sampel tablet disaring lalu diencerkan dan diukur dengan spektrofotometer UV. Parameter pengukuran dengan spektrofotometer UV, yaitu nilai presisi yang baik. Sampel dipisahkan dengan cara ekstraksi cair-cair, dimana sampel jamu dilarutkan dalam NaOH karena kelarutan alopurinol terbesar terdapat dalam NaOH, kemudian diekstraksi dengan kloroform agar senyawa-senyawa organik larut dalam klorofom tetapi tidak melarutkan analit karena perbedaan polaritas, lalu dibuang fase organiknya kemudian dipisahkan lagi dengan Solid Phase Extraction MCX (Mixed Cation Exchanger) karena analit akan berikatan dengan SO3- dari fase diam SPE. Setelah analit berikatan dengan fase diam MCX, matriks sampel dikeluarkan dengan mengaliri asam asetat dan metanol kemudian dilakukan elusi dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol. Optimasi clean up partisi dan SPE dilakukan untuk memperoleh analit yang bersih dari senyawa lainnya (selain alopurinol) dan didapatkan kandungan alopurinol terbanyak. Hasil ekstraksi diinjeksikan pada sistem HPLC fase terbalik yang sudah teroptimasi dan dilihat kromatogramnya. Parameter pemisahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
dengan SPE yang menunjukkan hasil optimum yaitu berkurangnya puncakpuncak senyawa selain alopurinol, Area Under Curve (AUC) alopurinol yang terbesar, resolusi tercapai ≥ 1,5 pada kromatogram J. Hipotesis 1. Isolasi alopurinol dalam sampel tablet dilakukan dengan ekstraksi berulang dapat menghasilkan presisi yang baik. 2. Isolasi alopurinol dalam sampel jamu dilakukan dengan ekstraksi cair-cair dan dilanjutkan dengan SPE MCX dapat memberikan efisiensi clean up yang baik dengan berkurangnya puncak-puncak selain alopurinol, AUC terbesar, dan nilai resolusi ≥ 1,5.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis dan rancangan penelitian ini adalah eksperimental karena terdapat perlakuan terhadap subjek uji. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel a. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi volume kloroform, loading sampel, fase gerak (eluen), dan volume penyaringan. b. Variabel tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah absorbansi alopurinol, efisiensi clean up, nilai resolusi, dan AUC alopurinol. c. Variabel pengacau terkendali Kemurnian pelarut yang digunakan, dapat diatasi dengan mengunakan pelarut pro analysis yang memiliki kemurnian tinggi, sediaan tablet alopurinol, dan sampel jamu asam urat. 2. Definisi operasional a. Alopurinol yang dianalisis merupakan senyawa aktif yang berada dalam sediaan tablet dan sampel jamu asam urat. b. Optimasi penyaringan dilakukan secara kuantitatif dan tidak kuantitatif kemudian diukur secara Spektrofotometri UV. 29
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
c. Sistem SPE yang digunakan adalah seperangkat alat Solid Phase Extraction (SPE) dengan fase diam Mixed Cation Exchanger (MCX). d. Optimasi volume ekstraksi kloroform dilakukan dengan memvariasikan volume kloroform, optimasi volume fase gerak dilakukan dengan mengubah volume fase gerak (eluen) dan optimasi kapasitas kolom dilakukan dengan mengubah volume (loading) sampel yang masuk ke dalam kolom SPE. e. Parameter pemisahan komponen dengan metode SPE dilanjutkan dengan HPLC fase terbalik adalah dengan jumlah impurities yang sedikit, bentuk peak, retention time, nilai resolusi, nilai tailing factor, dan nilai AUC alopurinol. C. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku alopurinol yang diperoleh dari PT IFARS Solo, metanol p.a (E, Merck), ammonium hidroksida p.a (E, Merck), aquabides, aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmasi USD, tablet alopurinol dan sampel jamu asam urat. D. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (OHAUS Carat Series PAJ 1003, max 60/120g, min 0,1 mg, d=0,01/0,1 mg, e = 1 mg), seperangkat alat KCKT fase terbalik dengan sistem isokratik dengan detektor ultraviolet, Shimadzu LC-2010C, kolom C-18 merek KNAUER C-18 (No. 25EE181KS (B115Y620), Dimensi 250 x 4,6 mm), seperangkat komputer (merk Dell B6RDZIS Connexant System RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S, printer HP Deskjet D2566-000 625730), alat ultrasonifikasi (Retsch tipe T640 No.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
935922013), Spektrofotometer UV-Vis Mini Shimadzu, seperangkat catridge Solid Phase Extraction (SPE) dengan fase diam Mixed Cation Exchanger (MCX) merek Waters (60 mg, 3 cc, ukuran partikel 30 μm), desilator aquabidest merek Thermo Scientific, organic and anorganic solvent membrane filter (Whatman) dengan ukuran pori 0,45 μm, syringe, mikropipet Socorex, milipore filter, rotary evaporator dan seperangkat alat-alat gelas (Pyrex). E. Tata Cara Penelitian 1. Optimasi isolasi alopurinol spektrofotometri UV
dalam
tablet
dengan
menggunakan
a. Penyiapan sampel tablet alopurinol Menyiapkan 20 tablet alopurinol. Tablet kemudian ditimbang satu per satu untuk menguji keseragaman bobot. Setelah dilakukan uji keseragaman bobot, tablet alopurinol dihomogenkan dengan menggunakan mortir dan stamper. Serbuk kemudian disimpan dalam wadah yang kering. b. Pembuatan dan pembakuan larutan NaOH 0,1 N Sejumlah 1 gram pelet NaOH dilarutkan dengan aquadest hingga semua larut sempurna dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL lalu diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas. Ditimbang lebih kurang 400 mg kalium biftalat secara seksama yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120oC selama 2 jam dan larutkan dalam 75 mL air bebas CO2 lalu tambahkan 2 tetes indikator fenolftalein dan titrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi warna merah muda mantap.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
N NaOH =
32
(DepKes RI, 1995)
c. Optimasi penyaringan alopurinol 1) Optimasi penyaringan dengan menggunakan baku alopurinol Penyaringan tanpa pembilasan. Baku sejumlah 50,0 mg ditimbang, dilarutkan dengan 20 mL NaOH lalu disaring dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu 50 mL diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Larutan hasil penyaringan diambil 1,0 mL lalu diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas. Kemudian larutan ini disebut dengan larutan A. Penyaringan diikuti dengan pembilasan. Baku sejumlah 50,0 mg ditimbang, dilarutkan dengan 10 mL NaOH lalu disaring dengan kertas saring, di dalam beaker glass dibilas lagi dengan 10 mL NaOH lalu disaring lagi dan dimasukkan ke dalam labu 50 mL dan diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Larutan hasil penyaringan diambil 1,0 mL lalu diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas. Kemudian larutan ini disebut dengan larutan B. Absorbansi larutan A dan B dibandingkan untuk mengetahui pengaruh perbedaan cara penyaringan larutan baku alopurinol. 2) Optimasi penyaringan dengan menggunakan tablet alopurinol Penyaringan tanpa pembilasan. Sampel tablet sejumlah 77 mg ditimbang, dilarutkan dengan 20 mL NaOH disaring dengan kertas saring dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
dimasukkan ke dalam labu 25 mL diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Larutan hasil penyaringan diambil 1,0 mL lalu diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas. Kemudian larutan ini disebut dengan larutan C. Penyaringan diikuti dengan pembilasan. Sampel tablet sejumlah 77 mg ditimbang, dilarutkan dengan 10 mL NaOH lalu disaring dengan kertas saring, di dalam beaker glass dibilas lagi dengan 10 mL NaOH, disaring lagi dan dimasukkan ke dalam labu 25 mL dan diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Larutan hasil penyaringan diambil 1,0 mL lalu diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas. Kemudian larutan ini disebut dengan larutan D. Absorbansi larutan C dan D dibandingkan untuk mengetahui pengaruh perbedaan cara penyaringan tablet alopurinol. 2. Optimasi ekstraksi cair-cair tanpa SPE Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah senyawa pengotor yang terdapat dalam ekstrak cair-cair. Langkah kerja yang dilakukan adalah menimbang sebanyak 0,5 g sampel jamu asam urat merek X kemudian dilarutkan ke dalam 10 mL NaOH 0,1 N. Sampel diekstraksi dengan menggunakan pengulangan volume kloroform 3 x 3 mL, fase NaOH diambil dan ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH menjadi 2.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sampel
disaring
dengan
menggunakan
kertas
saring
34
untuk
menghilangkan pengotor yang masih ada. Volume sampel setelah disaring adalah 4 mL. Setelah disaring, sampel tidak dilewatkan pada SPE MCX. Sampel dipekatkan seluruhnya lalu dilarutkan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak 10 mL, disaring dengan milipore dan diultrasonifikasi 15 menit. Sampel diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Hasil kromatogram yang didapat dibandingkan dengan kromatogram yang diperoleh pada langkah 3c. 3. Optimasi isolasi alopurinol dalam jamu asam urat merek X a. Penyiapan sampel jamu asam urat merek X Menyiapkan 20 bungkus jamu asam urat merek X. Serbuk jamu kemudian ditimbang satu per satu untuk menguji keseragaman bobot. Setelah dilakukan uji keseragaman bobot, serbuk jamu dihomogenkan dengan menggunakan mortir dan stamper. Serbuk kemudian disimpan dalam wadah yang kering. b. Optimasi clean up SPE MCX Pada penelitian ini dilakukan optimasi kapasitas kolom dan volume eluen dengan menggunakan metode SPE penukar kation dengan fase diam MCX (Mixed Cation Exchanger) (Waters). Optimasi kapasitas kolom dilakukan dengan melakukan variasi volume pengisian (loading) ekstrak sampel. Optimasi volume eluen dilakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
dengan memvariasi volume eluen yang digunakan untuk mengelusi SPE MCX. Kedua variasi tersebut dilakukan sesuai dengan Tabel II. Langkah kerja yang dilakukan adalah menimbang sebanyak 0,5 g sampel jamu asam urat merek X kemudian dilarutkan ke dalam 10 mL NaOH 0,1 N. Sampel diekstraksi dengan menggunakan volume kloroform 3x3 mL, fase NaOH diambil dan ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH menjadi 2. Sampel
disaring
dengan
menggunakan
kertas
saring
untuk
menghilangkan pengotor yang masih ada. Volume sampel setelah disaring adalah 4 mL. SPE MCX disiapkan, dikondisikan (conditioning) dengan berturut-turut mengaliri 1 mL metanol p.a. dan 1 mL aquabidest ke dalam kolom SPE MCX kemudian tetesan ditampung pada flakon. Tabel II. Optimasi loading sampel dan volume eluen SPE MCX
Loading ekstrak sampel (μL) Volume eluen (mL) 5 7.5 500 10 + 2.5 5 750 7.5 10 + 2.5 5 1000 7.5 10 + 2.5 Diantara tahapan loading sampel dan elusi dilakukan pencucian SPE dengan cara mengaliri berturut-turut dengan 2 mL asam asetat 2% dan 2 mL metanol p.a. melalui kolom SPE MCX, tetesan eluen ditampung pada flakon. Lalu dilakukan pengelusian sesuai tabel II. Fraksi hasil elusi dipekatkan seluruhnya lalu dilarutkan kembali dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak 10 mL, disaring dengan milipore dan diultrasonifikasi 15 menit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
Sampel hasil pengelusian diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Hasil kromatogram yang didapat, diamati bentuk peak dan nilai AUC untuk mengetahui hasil yang optimal dari proses optimasi clean up SPE MCX. c. Optimasi ekstraksi cair-cair Pada penelitian ini dilakukan optimasi clean up cair-cair dengan memvariasi pengulangan ekstraksi cair-cair dengan pelarut organik, yaitu 2x3 mL, 3x3 mL, dan 4x3 mL. Langkah kerja yang dilakukan adalah menimbang sebanyak 0,5 g sampel jamu asam urat merek X kemudian dilarutkan ke dalam 10 mL NaOH 0,1 N. Sampel diekstraksi dengan menggunakan jumlah pengulangan ekstraksi dengan pelarut organik yang berbeda-beda, yaitu 2x3 mL, 3x3 mL, dan 4x3 mL, fase NaOH diambil dan ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH menjadi 2. Sampel
disaring
dengan
menggunakan
kertas
saring
untuk
menghilangkan pengotor yang masih ada. Volume sampel setelah disaring adalah 4 mL. Setelah disaring, sampel diloading ke dalam SPE dan dielusi sesuai dengan hasil optimasi pada langkah 3b. Sampel dipekatkan seluruhnya lalu dilarutkan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak 10 mL, disaring dengan milipore dan diultrasonifikasi 15 menit. Sampel diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90),
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Hasil kromatogram yang didapat, diamati bentuk peak dan nilai AUC untuk mengetahui hasil yang optimal dari proses optimasi ekstraksi cair-cair. 4. Identifikasi alopurinol dalam sampel jamu dengan menggunakan HPLC Pada penelitian ini dilakukan identifikasi alopurinol dalam sampel jamu dengan menggunakan HPLC. Cara yang dilakukan adalah dengan cara membandingan waktu retensi, bentuk puncak, dan nilai AUC antara baku alopurinol, blanko sampel jamu, dan sampel jamu yang ditambah baku alopurinol yang bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sampel jamu terdapat alopurinol. Langkah kerja yang dilakukan adalah a. Pembuatan larutan stok baku alopurinol. Ditimbang secara seksama lebih kurang 25 mg baku alopurinol, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan dilarutkan dengan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda. b. Pembuatan larutan intermediet alopurinol. Larutan intermediet dibuat dengan konsentrasi 500 g/mL dengan cara mengambil sebanyak 5 mL dari larutan stok baku alopurinol, dimasukkan labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda. c. Pembuatan larutan baku alopurinol dengan konsentrasi 30 μg/mL. Diambil sejumlah 600 μL larutan intermediet alopurinol kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Labu ukur diencerkan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 30 μg/mL.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Larutan baku alopurinol diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm (Sari, 2014). d. Penyiapan blanko sampel jamu Sebanyak 0,5 g sampel jamu asam urat merek X ditimbang dilarutkan dengan 10 mL NaOH 0,1 N. Sampel diekstraksi dengan kloroform 3 mL sebanyak 3x. Didapatkan 2 fase pemisahan, diambil fase air (bagian atas), tampung dalam beaker glass. Fase air ditambah HCl 0,1 N hingga pH 2. Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menghilangkan endapan yang timbul saat penambahan HCl sedemikian rupa sehingga hasil penyaringan adalah 4 mL. SPE dikondisikan dengan mengaliri 1 mL metanol p.a. dan 1 mL aquabidest, lalu dilakukan loading ekstrak sampel sebanyak 1000 μL ke dalam kolom SPE. Kolom SPE MCX dicuci dengan mengaliri 2 mL asam asetat 2% dan 2 mL metanol. Selanjutnya dielusi dengan 10 mL amonium hidroksida 5% dalam metanol. Fraksi hasil elusi diuapkan seluruhnya lalu dilarutkan kembali dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak 10 mL lalu disaring dengan menggunakan milipore kemudian diultrasonifikasi selama 15 menit. Diinjeksikan sebanyak 20 µl ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm (Sari, 2014).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
e. Penyiapan sampel dalam matriks jamu Sebanyak 0,5 g sampel jamu asam urat merek X ditimbang dilarutkan dengan 10 mL NaOH 0,1 N. Sampel diekstraksi dengan kloroform 3 mL sebanyak 3x. Didapatkan 2 fase pemisahan, diambil fase air (bagian atas), tampung dalam beaker glass. Fase air ditambah HCl 0,1 N hingga pH 2. Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menghilangkan endapan yang timbul saat penambahan HCl sedemikian rupa sehingga hasil penyaringan adalah 4 mL. Sampel ditambah dengan seri larutan baku alopurinol sebanyak 200 μL pada konsentrasi 5 μg/mL, 15 μg/mL, 30 μg/mL dan 100 μL, 200 μL, dan 300 μL dari larutan intermediet sehingga diperoleh massa alopurinol yang ditambahkan sebanyak 51 ng, 103 ng, dan 156 ng. SPE dikondisikan dengan mengaliri 1 mL metanol p.a. dan 1 mL aquabidest, lalu dilakukan loading ekstrak sampel sebanyak 1000 μL ke dalam kolom SPE. Kolom SPE MCX dicuci dengan mengaliri 2 mL asam asetat 2% dan 2 mL metanol. Selanjutnya dielusi dengan 10 mL amonium hidroksida 5% dalam metanol. Fraksi hasil elusi diuapkan seluruhnya lalu dilarutkan kembali dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak 10 mL lalu disaring dengan menggunakan milipore kemudian diultrasonifikasi selama 15 menit. Sampel diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm (Sari, 2014).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
Hasil kromatogram yang didapat dari langkah 4c, 4d, dan 4e, diamati waktu retensi, bentuk peak, dan nilai AUC alopurinol lalu dibandingkan antara baku alopurinol, blanko sampel jamu, dan sampel yang ditambah baku alopurinol. 5. Validasi metode clean up SPE MCX Validasi dilakukan pada hasil optimasi kapasitas kolom dan volume eluen. Proses validasi dilakukan dengan menghitung akurasi dan presisi. Akurasi dinyatakan dengan % perolehan kembali. Sampel ditambah dengan baku sebanyak 200 µl pada 3 level konsentrasi yaitu 5 µg/mL, 15 µg/mL, 30 µg/mL, dan 100 μL, 200 μL, dan 300 μL dari larutan intermediet sehingga diperoleh massa alopurinol yang ditambahkan sebanyak 51 ng, 103 ng, dan 156 ng (dilakukan 5 kali replikasi). % perolehan kembali dihitung dengan menggunakan rumus:
% perolehan kembali =
(
) (
)
x 100%
Presisi dinyatakan dengan % CV yang menunjukkan persentase penyimpangan data yang terjadi. Koefisien variasi (CV) dihitung pada setiap replikasi dengan rumus:
% CV =
x 100%
Langkah kerja yang dilakukan adalah a. Pembuatan larutan stok baku alopurinol. Ditimbang secara seksama lebih kurang 25 mg baku alopurinol, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan dilarutkan dengan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
b. Pembuatan larutan intermediet alopurinol. Larutan intermediet dibuat dengan konsentrasi 500 g/mL dengan cara mengambil sebanyak 5 mL dari larutan stok baku alopurinol, dimasukkan labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda. c. Pembuatan seri larutan baku alopurinol. Diambil sejumlah 100 μL, 300 μL, dan 600 μL larutan intermediet alopurinol kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Masing-masing labu ukur diencerkan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 5 μg/mL, 15 μg/mL, dan 30 μg/mL. d. Penyiapan sampel dalam matriks jamu Sebanyak 0,5 g sampel jamu asam urat merek X ditimbang dilarutkan dengan 10 mL NaOH 0,1 N. Sampel diekstraksi dengan kloroform hasil optimasi ekstraksi cair-cair. Didapatkan 2 fase pemisahan, diambil fase air (bagian atas), tampung dalam beaker glass. Fase air ditambah HCl 0,1 N hingga pH 2. Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menghilangkan endapan yang timbul saat penambahan HCl sedemikian rupa sehingga hasil penyaringan adalah 4 mL. Sampel ditambah dengan seri larutan baku alopurinol sebanyak 200 μL pada konsentrasi 5 μg/mL, 15 μg/mL, 30 μg/mL dan 100 μL, 200 μL, dan 300 μL dari larutan intermediet sehingga diperoleh massa alopurinol yang ditambahkan sebanyak 51 ng, 103 ng, dan 156 ng. SPE dikondisikan dengan mengaliri 1 mL metanol p.a. dan 1 mL aquabidest, lalu dilakukan loading ekstrak sampel sesuai dengan hasil optimasi langkah 3b ke dalam kolom SPE.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
Kolom SPE MCX dicuci dengan mengaliri 2 mL asam asetat 2% dan 2 mL metanol. Selanjutnya dielusi dengan 10 mL amonium hidroksida 5% dalam metanol. Fraksi hasil elusi diuapkan seluruhnya lalu dilarutkan kembali dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak 10 mL lalu disaring dengan menggunakan
milipore
kemudian
diultrasonifikasi
selama
15
menit.
Diinjeksikan sebanyak 9 µl untuk adisi 5 µg/mL, 20 µl untuk adisi 15 µg/mL dan 21 µl untuk adisi 30 µg/mL ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Hasil kromatogram yang didapat, diamati nilai AUC lalu dihitung nilai akurasi dan presisi. 6. Penggunaan kembali SPE MCX Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah SPE yang telah dipakai dapat digunakan kembali dengan cara melakukan pencucian SPE bekas/yang sudah pernah dipakai kembali setelah dicuci menurut suatu siklus pencucian. Pada penelitian ini digunakan variasi pengulangan pencucian SPE seperti yang tertera pada tabel III. Tabel III. Pengulangan pencucian SPE
Variasi Urutan siklus pencucian pengulangan 1x
Dalam 1x siklus pencucian SPE dilakukan dengan cara
2x
berturut-turut mengaliri SPE dengan metanol p.a.; aquabidest;
3x
NaOH 0,1N; HCl 0,1N; aquabidest; dan metanol p.a.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
Setelah pencucian SPE, SPE digunakan sesuai dengan tata cara penelitian langkah 3b. Tahap loading ekstrak sampel dimasukkan 1000 μL larutan baku alopurinol dengan konsentrasi 30 μg/mL yang akan dijelaskan berikutnya pada langkah 4. Fraksi hasil elusi diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Hasil kromatogram yang didapat pada pencucian SPE 1x, 2x, dan 3x dibandingkan untuk mengetahui sampai berapa kali pencucian SPE dilakukan agar SPE dapat dipakai kembali. F. Analisis Hasil 1. Analisis hasil optimasi penyaringan dengan spektrofotometri UV Data absorbansi yang diperoleh dari hasil optimasi penyaringan ditetapkan nilai presisi dari penyaringan alopurinol dalam matriks tablet. 2. Analisis hasil optimasi clean up yang dilanjutkan dengan HPLC Data kromatogram yang diperoleh dari hasil optimasi clean up ditentukan untuk menetapkan pemisahan alopurinol dalam matriks jamu asam urat yang dapat dilihat dari banyaknya puncak, waktu retensi baku alopurinol dengan fraksi hasil elusi SPE, dan nilai resolusi yang dihasilkan. Dari hasil optimasi SPE ditetapkan nilai akurasi dan presisi dari metode SPE untuk memisahkan alopurinol dalam matriks jamu asam urat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Optimasi isolasi alopurinol spektrofotometri UV
dalam
tablet
dengan
menggunakan
Penetapan kadar alopurinol dalam tablet (DepKes RI 1974) dilakukan pengembangan metode dengan melarutkan alopurinol dalam NaOH 0,1 N dan dilakukan pengenceran 2500 kali. Larutan intermediet disaring dan diukur pada panjang gelombang maksimum secara spektrofotometri UV. a. Penyiapan sampel tablet alopurinol Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan tablet alopurinol yang banyak beredar di pasaran. Analit yang ingin dianalisis adalah alopurinol yang terdapat dalam tablet. Pertama-tama menyiapkan 20 tablet alopurinol, lalu kemudian sampel ditimbang satu per satu untuk uji keseragaman bobot dimana fungsi dari uji keseragaman bobot adalah untuk memastikan bobot tablet yang seragam karena dengan seragamnya bobot tablet maka dosis yang terkandung juga seragam. Menurut FI IV, penyimpangan bobot rata-rata yang harus dipenuhi adalah tidak lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang sebesar 5% bobot rata-rata dan tidak boleh 1 bobot tablet pun yang bobotnya menyimpang sebesar 10% dari bobot rata-rata. Penyimpangan bobot rata-rata pada tablet dapat dilihat pada tabel IV.
44
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Tabel IV. Penyimpangan bobot rata-rata pada tablet (DepKes RI, 1995)
Bobot rata-rata (mg) 25 atau kurang 26 sampai dengan 150 151 sampai dengan 300 Lebih dari 300
Penyimpangan bobot rata-rata A B 15% 30% 10% 20% 7,5% 15% 5% 10%
Hasil bobot rata-rata tablet alopurinol yang diperoleh adalah 306 mg dengan nilai CV sebesar 0.9% (lampiran 3). Dari hasil yang diperoleh telah memenuhi persyaratan karena tidak ada bobot tablet yang menyimpang sebesar 5% dan 10% dari bobot rata-rata. Setelah diuji keseragaman bobot, tablet digerus. Tujuan dari digerus ini adalah untuk menghomogenkan dan memperkecil ukuran partikel tablet sehingga dengan homogennya sampel tablet dan kecilnya ukuran partikel akan memperluas area kontak antara pelarut dengan sampel sehingga sampel dapat larut pada pelarut yang digunakan. b. Pembuatan dan pembakuan NaOH 0,1 N Pembakuan NaOH bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan NaOH secara teliti karena NaOH merupakan baku sekunder yang perlu dibakukan menjadi baku primer. NaOH bersifat higroskopis yang dapat menyerap air dari lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan pengenceran sehingga mengalami perubahan konsentrasi, oleh karena itu maka NaOH perlu dibakukan. Selain itu juga NaOH dapat bereaksi dengan gas CO2 dari udara dengan reaksi sebagai berikut (Mursyidi dan Rohman, 2008): NaOH + CO2
Na2CO3 + H2O
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
Pembakuan NaOH dilakukan dengan menggunakan kalium biftalat sebagai baku primer. Reaksi antara kalium biftalat dengan NaOH adalah sebagai berikut (Mursyidi dan Rohman, 2008):
Gambar 8. Reaksi antara kalium biftalat dengan NaOH (Mursyidi dan Rohman, 2008)
Indikator yang digunakan pada proses pembakuan NaOH adalah fenolftalein yang memiliki trayek pH 8,2-10 (Jenkins, 1967) untuk mengetahui terjadinya TAT (Titik Akhir Titrasi). Pada saat tercapai TAT telah terjadi perubahan warna dari bening menjadi pink. Digunakan indikator fenolftalein karena indikator fenolftalein memiliki trayek perubahan warna disekitar titik akhir teoritis. Fenolftalein pada suasana basa akan memberikan warna merah muda.
Gambar 9. Perubahan warna indikator fenolftalein dari bening menjadi pink (Gandjar dan Rohman 2010)
Pada penelitian ini, terjadi perubahan warna dari bening menjadi pink mantap. Warna pink tersebut terjadi karena telah melewati TAT (Titik Akhir
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Titrasi). Volume titran yang diperoleh adalah 21.35 mL dan normalitas yang diperoleh adalah 0.0917 N (lampiran 8).
Gambar 10. Hasil standarisasi NaOH dengan menggunakan kalium biftalat
c. Optimasi penyaringan alopurinol Tujuan penelitian ini adalah untuk memisahkan alopurinol dari matriks tablet. Langkah awal dilakukan penyaringan tanpa pembilasan. Baku alopurinol ditimbang sebanyak 50,0 mg, dilarutkan dengan NaOH sebanyak 20 mL karena alopurinol mudah larut dalam NaOH dan disaring dengan kertas saring. Larutan hasil penyaringan dimasukkan ke dalam labu 50 mL dan diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Dari labu 50 mL tersebut diambil 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu 10 mL, diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu 10 mL, diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Kemudian larutan ini disebut dengan larutan A. Langkah berikutnya dilakukan penyaringan yang diikuti dengan pembilasan. Baku alopurinol ditimbang sebanyak 50,0 mg, dilarutkan dengan 10 mL NaOH terlebih dahulu kemudian disaring dengan kertras saring. Sisa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
alopurinol yang masih tertinggal di beaker glass dibilas lagi dengan NaOH 10 mL dan disaring dengan kertas saring agar tidak ada sisa alopurinol dalam beaker glass. Larutan hasil penyaringan dimasukkan ke dalam labu 50 mL dan diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Dari labu 50 mL tersebut diambil 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu 10 mL, diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu 10 mL, diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Kemudian larutan ini disebut dengan larutan B. Sampel tablet alopurinol ditimbang 77 mg. Langkah pertama dilakukan penyaringan tanpa pembilasan. Sampel tablet alopurinol dilarutkan dalam NaOH karena alopurinol mudah larut dalam NaOH sebanyak 20 mL, disaring dengan kertas saring. Larutan hasil penyaringan dimasukkan ke dalam labu 25 mL dan diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Dari labu 25 mL tersebut diambil 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu 10 mL, diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu 10 mL, diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Kemudian larutan ini disebut dengan larutan C. Sampel tablet alopurinol ditimbang lagi sebanyak 77 mg, dilarutkan dengan 10 mL NaOH terlebih dahulu kemudian disaring dengan kertras saring. Sisa alopurinol yang masih tertinggal di beaker glass dibilas lagi dengan NaOH 10 mL dan disaring dengan kertas saring agar tidak ada sisa alopurinol dalam beaker glass. Larutan hasil penyaringan dimasukkan ke dalam labu 25 mL dan diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Dari labu 25 mL tersebut diambil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu 10 mL, diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu 10 mL, diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Kemudian larutan ini disebut dengan larutan D. Dari larutan A, B, C, D diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 257 nm. Hasil absorbansi yang didapatkan kemudian dihitung dengan persamaan regresi linier kurva baku y = 0,05246x + 0,04479 (Dewi, 2014). Hasil yang didapatkan dapat dilihat pada tabel V. Tabel V. Hasil bobot alopurinol, SD, dan % CV Cara Replikasi Penyaringan
10 mL x 2
Bobot
Rata-
Alopurinol (mg)
rata
Absorbansi
1
0.545
23.8
2
0.555
24.3
3
0.569
25.0
1
0.540
23.6
2
0.529
23.1
3
0.526
23.0
1
0.502
21.8
2
0.499
21.6
3
0.505
22.0
1
0.491
21.3
2
0.490
21.2
3
0.490
21.2
SD
% CV
24.4
0.60
2.4
23.2
0.32
1.4
21.8
0.20
0.9
21.2
0.06
0.3
Baku
20 mL x 1
10 mL x 2
Sampel
20 mL x 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
Dari tabel V diketahui nilai %CV dari ekstraksi berulang (2x) lebih besar dari ekstraksi 1x, yang mana seharusnya presisi dari ekstraksi berulang lebih baik daripada ekstraksi 1x. Penyebab terjadinya hasil tersebut belum diketahui oleh peneliti. Menurut Sari (2014), metode spektrofotometri UV kurang tepat digunakan untuk determinasi alopurinol dalam jamu sehingga digunakan metode HPLC untuk determinasi alopurinol dalam jamu karena pada metode spektrofotometri UV kurang sensitif dibandingkan dengan metode HPLC dan dalam sampel jamu juga terdapat matriks yang kompleks. 2. Optimasi ekstraksi cair-cair tanpa SPE Untuk mengetahui bagaimana pengaruh proses clean up menggunakan SPE MCX, maka dilakukan perbandingan kromatogram hasil ekstraksi cair-cair dengan ekstraksi cair-cair yang dilanjutkan dengan ekstraksi cair padat. Tujuan dilakukan cara ini adalah untuk mengetahui apakah SPE MCX mampu mengurangi jumlah senyawa selain analit yang ikut terekstraksi (koekstraktan). Koekstraktan bisa mengganggu proses determinasi suatu analit, oleh karena itu sebisa mungkin jumlah koekstraktan dikurangi. Pada penelitian, sampel diekstraksi cair-cair menggunakan volume kloroform 3x3 mL, lalu dilakukan penambahan HCl sampai pH menjadi 2. Sampel disaring menggunakan kertas saring untuk menahan pengotor yang timbul saat dilakukan penambahan HCl, kemudian sampel disaring dengan milipore dan diultrasonifikasi 15 menit. Sampel diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Hasil kromatogram yang didapatkan ditunjukkan oleh gambar 11.
A
B
Gambar 11. Kromatogram hasil ekstraksi cair-cair sampel blanko (A) replikasi 1 (B) replikasi 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Dari gambar 11 terlihat bahwa terdapat banyak peak. Alopurinol memiliki waktu retensi 4,9 menit, tetapi pada gambar tidak terlihat. Oleh karena itu diperlukan SPE untuk mengurangi jumlah peak matriks dalam sampel jamu agar peak alopurinol dapat terdeteksi dengan baik. 3. Optimasi isolasi alopurinol dalam jamu asam urat merek X a. Penyiapan sampel jamu asam urat merek X Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamu asam urat merek “X” yang banyak beredar di pasaran. Analit yang ingin dianalisis adalah alopurinol yang terdapat dalam jamu asam urat. Pertama-tama menyiapkan 20 bungkus sampel jamu dengan nomor batch yang sama untuk mendapatkan kriteria homogenitas karena sampel dengan nomor batch yang sama mengalami satu proses produksi yang sama. Sampel ditimbang satu per satu untuk uji keseragaman bobot dimana fungsi dari uji keseragaman bobot adalah untuk memastikan bobot serbuk yang seragam karena dengan seragamnya bobot serbuk maka dosis yang terkandung juga seragam. Serbuk jamu diambil kemudian diekstraksi. Sebelum dilakukan ekstraksi dengan metode ekstraksi cair-cair, serbuk jamu digerus dahulu. Tujuan dari digerus ini adalah untuk menghomogenkan serbuk jamu karena dalam serbuk jamu terlihat ada kristal. Setelah serbuk dihomogenkan, serbuk jamu disimpan dalam wadah yang kering. b. Optimasi clean up SPE MCX Pada penelitian ini alopurinol diekstraksi kemudian diasamkan sampai pH 2 sehingga membentuk ion yang bermuatan positif, karena itu digunakan clean
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
up dengan menggunakan Solid Phase Extraxtion (SPE) Mixed Cation Exchanger (MCX). Untuk mengetahui sistem yang optimal dari SPE MCX, maka perlu dilakukan optimasi. Optimasi dilakukan terhadap kapasitas loading ekstrak sampel pada SPE MCX dan volume eluen yang digunakan untuk mengelusi alopurinol dari fase diam SPE MCX. Digunakan SPE MCX karena alopurinol merupakan senyawa basa yang dapat membentuk ion positif saat ditambahkan senyawa asam berlebih sehingga alopurinol terprotonasi. Oleh karena itu digunakan SPE MCX karena spesifik untuk senyawa basa yang memiliki pKa antara 2-10 (nilai pKa alopurinol 9,4) dan kolom SPE MCX memiliki ion negatif (SO3-) sehingga spesifik untuk menjerap analit yang memiliki ion positif. Clean up dengan SPE MCX ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi senyawa-senyawa selain analit yang ikut terekstraksi (ko-ekstraktan) selama proses ekstraksi cair-cair. Pentingnya proses clean up dilakukan karena ko-ekstraktan dapat mengganggu proses determinasi analit, dalam hal ini alopurinol. Tahap-tahap yang dilakukan dalam SPE adalah pertama dilakukan pengkondisian. Pengkondisian kolom ion exchange dilakukan dengan mengaliri metanol lalu dengan aquabidest (Waters, 2008). Pada penelitian juga dilakukan pengkondisian dengan mengaliri 1 mL metanol p.a. lalu dengan 1 mL aquabidest. Tahapan selanjutnya adalah retensi sampel. Ekstrak air dalam HCl 0,1 N sampai pH 2 dilewatkan ke kolom SPE untuk dapat tertahan pada fase diam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
SPE, sementara komponen lain terelusi keluar. Interaksi antara analit dengan fase diam SPE adalah sebagai berikut:
Gambar 12. Interaksi antara alopurinol dengan fase diam SPE
Dari gambar 12 terlihat bahwa adanya interaksi ionik antara alopurinol dengan fase diam SPE yang mana nantinya saat dielusi dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol akan terjadi pertukaran ion dimana gugus +
NH3 akan berikatan dengan gugus SO3- dari fase diam SPE sehingga alopurinol
dapat terelusi keluar. Berikutnya pencucian kolom SPE, tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak tertahan oleh fase diam selama tahap retensi. Proses pencucian kolom
SPE ini digunakan asam asetat dan
metanol p.a. untuk menghilangkan pengotor yang tidak tertahan oleh fase diam. Tahap berikutnya adalah elusi dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol untuk mengambil analit yang tertahan pada fase diam karena alopurinol dapat larut dalam amonium hidroksida 5% dalam metanol. Amonium hidroksida
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
5% dalam metanol (NH4+) dapat mengelusi alopurinol dari fase diam SPE MCX karena dilihat dari nilai pKa antara alopurinol dengan ion NH4+, dimana alopurinol memiliki nilai pKa 9,4 dan ion NH4+ memiliki nilai pKa 8,86 sehingga ion NH4+ memiliki keasaman yang lebih kuat daripada alopurinol sehingga ion SO3- dari fase diam SPE MCX akan lebih terikat dengan ion NH4+ dan alopurinol terelusi keluar. Hasil dari elusi SPE kemudian dinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : akuabides/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Yang dioptimasi adalah kapasitas kolom dan volume eluen SPE MCX. 1) Optimasi kapasitas kolom SPE MCX Penentuan kapasitas kolom SPE bertujuan untuk mengetahui kemampuan kolom SPE dalam menahan sampel dalam jumlah tertentu. Dalam hal ini bertujuan untuk mencari batasan volume sampel yang boleh dimasukkan ke dalam kolom SPE agar mampu tertahan di kolom. Penentuan kapasitas kolom ini dilakukan dengan mengubah volume sampel yang dimasukkan ke dalam kolom SPE dari 500 μL, 750 μL, dan 1000 μL. Sampel dibilas dengan asam asetat 2%, dilanjutkan dengan metanol kemudian dielusi dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak 10 mL. Hasil dari elusi SPE kemudian dinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Jika muncul peak alopurinol (waktu retensi alopurinol sekitar menit 4,9) dalam fraksi asam asetat maka menunjukkan bahwa kolom SPE tidak bisa menahan sampel.
Gambar 13. Kromatogram alopurinol dalam fraksi asam asetat setelah proses pencucian SPE
Gambar 13 merupakan gambar kromatogram fraksi asam asetat hasil pencucian SPE yang menunjukkan bahwa fraksi asam asetat tersebut tidak dapat mengelusi analit. Hal ini ditunjukkan dengan tidak munculnya peak alopurinol pada sekitar menit 4,9 sedangkan peak yang muncul adalah peak pengotor yang terdeteksi pada menit 5,76. Asam asetat tidak mengelusi alopurinol dari kolom SPE karena alopurinol lebih terikat pada kolom SPE. Hasil optimasi kapasitas kolom dapat dilihat pada tabel VI dan gambar 14. Tabel VI. Optimasi kapasitas kolom Volume loading ekstrak + 156 µg alopurinol
Volume eluen
500 µl 750 µl 1000 µl
10 mL
Replikasi
AUC
1
2790210
2
2814822
1
2967215
2
2969097
1
3416997
2
3417498
AUC rata-rata 2802516 2968156 3417248
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
4000000 3500000 3000000
AUC
2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 0
200
400
600
800
1000
1200
Volume ekstrak HCl (µL) Gambar 14. Kurva hubungan volume loading ekstrak VS AUC
Dari tabel VI dan gambar 14 terlihat bahwa kolom SPE masih mampu menahan alopurinol dalam ekstrak sampel hingga volume loading 1000 μL bahkan diduga mampu menahan alopurinol lebih banyak. Hal ini ditunjukkan dengan masih terjadinya peningkatan AUC seiring dengan meningkatnya volume loading ekstrak. Perolehan kembali yang didapatkan sebesar 114.1%. Dalam penelitian ini hanya dilakukan loading ekstrak hingga volume 1000 μL. Adapun kromatogram hasil optimasi kapasitas kolom SPE adalah sebagai berikut: A
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
B
C
D
Gambar 15. Kromatogram alopurinol pada optimasi kapasitas kolom SPE MCX (A) 500 μl (B) 750 μl (C) 1000 μl (D) baku alopurinol dengan fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90)
Dari hasil kromatogram di atas menunjukkan bahwa puncak alopurinol sudah tampak dan tidak terganggu oleh matriks sampel. Resolusi antara puncak alopurinol dengan matriks sampel sudah baik karena nilai resolusinya lebih dari 1,5. Nilai resolusi dari gambar 15A, 15B, dan 15C berturut-turut adalah 3,2; 3,0; dan 3,1. Hasil resolusi menunjukkan bahwa alopurinol sudah terpisah dengan baik dari matriks sampel.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Dari kromatogram di atas juga menunjukkan bahwa eluen amonium hidroksida 5% dalam metanol dapat mengelusi analit. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya peak pada sekitar menit 4,9 dimana puncak tersebut adalah puncak alopurinol karena memiliki waktu retensi yang mirip dengan baku alopurinol (gambar 15D). Amonium hidroksida 5% dalam metanol mampu mengelusi alopurinol dari fase diam. 2) Optimasi volume eluen SPE MCX Tujuan dilakukan optimasi volume eluen adalah untuk mendapatkan berapa volume eluen (amonium hidroksida 5% dalam metanol) yang dibutuhkan agar semua analit terelusi dari kolom SPE. Dengan mengetahui seberapa jumlah volume amonium hidroksida 5% dalam metanol yang dibutuhkan maka diharapkan mampu mengefisienkan penggunaan sejumlah amonium hidroksida 5% dalam metanol sebagai eluen. Berdasarkan hasil optimasi kapasitas kolom, maka volume loading ekstrak yang dimasukkan ke dalam kolom SPE adalah sebanyak 1000 µL. Kolom kemudian dibilas dengan menggunakan asam asetat 2% lalu dilanjutkan dengan metanol dan dielusi dengan amonium hidrosida 5% dalam metanol sejumlah 5 mL; 7,5 mL; dan 12,5 mL yang dielusi 10 mL dahulu lalu dilanjutkan dengan elusi 2,5 mL untuk mengetahui apakah masih ada alopurinol yang tertahan di dalam kolom SPE. Hasil dari elusi SPE diuapkan seluruhnya lalu dilarutkan kembali dengan 10 mL amonium hidroksida 5% dalam metanol, disaring dengan milipore dan diultrasonifikasi 15 menit. Kemudian dinjeksikan ke dalam HPLC fase
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Hasil optimasi kapasitas kolom dapat dilihat pada tabel VII dan gambar 16. Tabel VII. Optimasi volume eluen Volume loading ekstrak + 156 µg alopurinol
Volume eluen (mL)
Replikasi
AUC
1
3020511
2
3025468
1
3392390
2
3391542
5 7.5 1000 µl 10 12.5 2.5
1
3557676
2
3554143
1
0
2
0
6
8
AUC rata-rata 3022990 3391966 3555910 0
4000000 3500000
AUC
3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
2
4
10
12
Volume eluen (mL)
Gambar 16. Kurva hubungan volume eluen VS AUC
Dari tabel VII dan gambar 16 terlihat bahwa dengan kenaikan volume eluen hingga 10 mL masih terjadi kenaikan AUC. Tabel VIII juga menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
bahwa pada penambahan volume 2,5 mL setelah elusi 10 mL tidak terdapat alopurinol. Perolehan kembali yang didapatkan sebesar 118.1%. Adapun kromatogram hasil optimasi volume eluen adalah sebagai berikut:
A
B
C1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
C2
D
Gambar 17. Kromatogram alopurinol pada optimasi volume eluen (A) 5 mL (B) 7.5 mL (C) 12.5 mL yang dilakukan dengan mengelusi 10 mL (C1) dan dilanjutkan dengan elusi 2.5 mL (C2) (D) baku alopurinol dengan fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90)
Dari hasil kromatogram di atas menunjukkan bahwa resolusi antara puncak alopurinol dengan matriks sampel sudah baik karena nilai resolusinya lebih dari 1,5. Nilai resolusi dari gambar 17A, 17B, dan 17C1 berturut-turut adalah 1,8; 3,2; dan 3,3. Hasil resolusi menunjukkan bahwa alopurinol sudah terpisah dengan baik dari matriks sampel. c. Optimasi ekstraksi cair-cair Metode cair-cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair adalah suatu metode untuk praperlakuan sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin mengganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Selain itu, ekstraksi pelarut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya. Sistem partisi yang digunakan untuk pemilihan pelarut adalah pelarut yang memiliki kelarutan rendah dalam air (<10%) dan dapat menguap sehingga memudahkan penguapan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi. Pada penelitian, pertama-tama sampel jamu dilarutkan dahulu dalam pelarut yang sesuai. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel serbuk adalah NaOH karena alopurinol mudah larut dalam NaOH. Reaksinya adalah:
Gambar 18. Reaksi pembentukkan garam alopurinol
Setelah terbentuk garam alopurinol, sampel diekstraksi dengan menggunakan pelarut organik yang tidak melarutkan alopurinol. Menurut Farmakope Indonesia IV, alopurinol praktis tidak larut dalam kloroform sehingga pelarut yang digunakan untuk melakukan proses ekstraksi adalah kloroform. Proses optimasi ekstraksi menggunakan kloroform untuk mengetahui efisiensi ekstraksi dengan variasi pengulangan ekstraksi 2x3 mL, 3x3 mL, dan 4x3 mL. Pada proses ekstraksi terbentuk 2 fase yaitu fase air yang bersifat alkalis dan fase organik dimana fase yang diambil adalah fase air yang bersifat alkalis yang berada di lapisan atas dan fase organiknya dibuang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Fase air hasil ekstraksi cair-cair yang didapat, ditambahkan HCl hingga pH menjadi 2 dengan tujuan untuk mengubah analit (alopurinol) menjadi bentuk ion positif yang dapat dijerap pada fase diam SPE MCX. Berikut reaksi pembentukkan ion alopurinol:
Gambar 19. Reaksi pembentukkan ion alopurinol
Setelah ditambahkan HCl, timbul endapan lalu disaring dengan kertas saring agar endapan yang tidak larut dapat tertahan dalam kertas saring. Hasil penyaringan dilanjutkan proses clean up dengan SPE MCX yang telah teroptimasi. Adapun hasil kromatogram yang didapat adalah sebagai berikut: A
B
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
C
Gambar 20. Kromatogram alopurinol hasil ekstraksi cair-cair dengan variasi pengulangan penambahan kloroform (A) 2x3 mL (B) 3x3 mL (C) 4x3 mL dengan fase gerak HPLC metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90)
Adapun data tR dan AUC dari masing-masing kromatogram ditunjukkan pada Tabel VIII. Tabel VIII. Tabel tR dan AUC hasil ekstraksi cair-cair
Volume Kloroform
2 x 3mL
3 x 3mL 4 x 3mL
tR (menit) 2.695 3.630 5.524 6.728 6.822 7.616 4.965 7.147 4.964 7.161
AUC 3808 2324611 2867009 28814 69803 8529 3567388 44048 3558201 37100
Tujuan ekstraksi cair-cair adalah untuk mengurangi jumlah matriks pada sampel atau jumlah matriks sesedikit mungkin. Pada hasil yang didapatkan terlihat bahwa pada volume kloroform yang 2x3 mL masih banyak terdapat peak, berbeda dengan ekstraksi yang menggunakan volume kloroform 3x3 mL dan 4x3 mL. Pada ekstraksi yang menggunakan volume kloroform 3x3 mL dan 4x3 mL jumlah peak berkurang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
Menurut Gandjar dan Rohman (2010), efisiensi proses ekstraksi tergantung pada nilai distribusinya dan juga tergantung pada volume relatif kedua fase. Pada analit dengan nilai distribusi yang kecil, adanya ekstraksi berulang akan meningkatkan efisiensi ekstraksi yang dapat dihitung dengan rumus: ]n
(Caq)n = Caq[ Keterangan:
(3)
(Caq)n = banyaknya analit dalam fase air mula-mula Caq
= banyaknya analit dalam fase air setelah n kali ekstraksi
Vaq
= banyaknya volume fase air (fase NaOH)
Vorg
= banyaknya volume fase organik (fase CHCl3)
n
= banyaknya (frekuensi) ekstraksi
Berdasarkan rumus diatas, semakin banyak dilakukan pengulangan ekstraksi maka konsentrasi matriks pada fase air akan semakin sedikit. Pada penelitian, sampel yang digunakan adalah ekstrak air yang mengandung analit dan matriks, matriks dalam ekstrak air tersebut ingin diambil dengan kloroform. Dengan semakin banyak pengulangan ekstraksi dengan kloroform, maka konsentrasi matriks dalam ekstrak air akan semakin sedikit sehingga aman digunakan untuk ekstraksi alopurinol, hasil ini sesuai dengan persamaan (3). 4. Identifikasi alopurinol dalam sampel jamu dengan menggunakan HPLC Penetapan kadar alopurinol dalam jamu tidak dapat diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri UV karena metode spektrofotometer UV kurang sensitif dibandingkan dengan metode HPLC dan dalam sampel jamu juga terdapat matriks yang kompleks (Sari, 2014). Pada pengukuran dengan menggunakan metode HPLC diperlukan ekstrak sampel yang bersih dari matriks
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
sampel agar tidak mengganggu pengukuran, oleh karena itu diperlukan clean up sampel dengan menggunakan Solid Phase Extraction (SPE). Pada penelitian ini dilakukan identifikasi alopurinol untuk mengetahui apakah dalam sampel jamu terdapat alopurinol atau tidak. Identifikasi alopurinol dalam sampel jamu pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan massa alopurinol sebanyak 51 ng, 103 ng, dan 156 ng yang bertujuan untuk menentukkan puncak blanko dan sampel yang telah ditambahkan dengan baku alopurinol yang dibandingkan dengan puncak baku alopurinol. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 21.
A
B1
Blanko
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
B2
Adisi 156 ng
Adisi 103 ng
Adisi 51 ng
Gambar 21. Perbandingan puncak (A) puncak baku alopurinol (B1 dan B2) puncak blanko dan sampel alopurinol yang sudah ditambahkan dengan baku alopurinol dalam 3 level konsentrasi
Dari gambar 21 terlihat bentuk puncak, waktu retensi, dan kenaikan AUC yang mirip pada puncak yang diduga alopurinol sehingga diketahui bahwa puncak tersebut adalah puncak alopurinol. Dari hasil penambahan baku alopurinol ke dalam sampel, dibandingkan juga nilai AUC antara blanko dengan sampel adisi. Pada tabel VI, blanko sampel terdapat alopurinol sehingga diketahui nilai AUC blanko dan pada sampel adisi terjadi peningkatan AUC dengan jumlah yang sesuai pada standar adisi alopurinol yang ditambahkan. Tabel perbandingan waktu retensi dan AUC, tertera pada tabel IX. Tabel IX. Perbandingan tR dan AUC blanko dan sampel adisi
Blanko Sampel adisi 5 µg/mL Sampel adisi 15 µg/mL Sampel adisi 30 µg/mL
tR (menit) 4,895 4,968 4,995 4,997
AUC 17983 272522 1595477 3564357
Dari waktu retensi yang dibandingkan antara blanko dan sampel dengan adisi (tabel IX) diketahui bahwa pada blanko ditemukan alopurinol karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
muncul puncak pada waktu retensi sekitar 4.8 menit, sedangkan pada sampel dengan adisi memiliki waktu retensi yang hampir sama dimana berkisar antara 4.968-4.997 menit. Pergeseran waktu retensi ini terjadi akibat dari pengaruh matriks yang terdapat pada sampel (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010). Seharusnya pada blanko sampel tidak terdapat alopurinol, tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada blanko sampel jamu asam urat merek X muncul puncak yang mirip dengan puncak baku alopurinol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada jamu asam urat merek X mengandung BKO yaitu alopurinol yang seharusnya tidak boleh ada BKO dalam jamu menurut Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005. 5. Validasi metode clean up SPE MCX Validasi metode analisis merupakan suatu prosedur penjaminan bahwa metode analisis yang digunakan dapat diterima dan terpercaya sehingga dapat digunakan untuk tujuan analisis tertentu. Pada penelitian ini, proses validasi yang dilakukan adalah dengan menambahkan baku alopurinol ke dalam sampel (standar adisi). Fungsi penambahan baku alopurinol di sini adalah untuk mengetahui jumlah analit dalam matriks sampel karena dalam matriks sampel terdapat berbagai macam senyawa yang tidak diketahui secara pasti sehingga tidak dapat ditetapkan secara langsung. Parameter validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah akurasi dan presisi. Akurasi merupakan suatu parameter validasi metode analisis yang menyatakan kaitan antara kedekatan suatu data yang diperoleh melalui penelitian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
yang dilakukan dengan data sebenarnya (data teoritis) (Ahuja and Rasmussen, 2007). Parameter akurasi pada penelitian ini dilihat dari nilai % perolehan kembali sampel yang ditambahkan dengan baku alopurinol lalu dibandingkan dengan kadar sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian. Presisi merupakan parameter validasi yang menerangkan kedekatan antara suatu hasil yang didapat dalam beberapa kali seri pengukuran dalam satu sampel homogen (Ahuja and Rasmussen, 2007). Validasi metode pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan massa alopurinol sebanyak 51 ng, 103 ng, dan 156 ng dengan masing-masing direplikasi 5 kali. Nilai AUC yang diperoleh kemudian dihitung dengan persamaan regresi linier kurva baku y = 43683,7x – 470009,5 (Dewi, 2014). Hasil perhitungan perolehan kembali dapat dilihat pada tabel X.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel X. Hasil perolehan kembali dan CV Jumlah loading alopurinol dalam ekstrak sampel (ng)
AUC
Bobot alopurinol (ng)
1
17983
11.17
2
18710
11.19
18677
11.19
4
-
10.76
5
-
10.76
Replikasi
3
-
Rata-rata
% Recovery
Rata-rata % Recovery
SD
% CV
-
-
-
-
51.93
0.57
1.09
70.31
0.19
0.28
99.36
0.07
0.07
11.01
1
274265
17.04
52.39
2
272643
17.00
52.07
272522
17.00
52.04
4
266917
16.87
50.93
5
272972
17.01
52.13
1
1585120
47.05
69.97
2
1594483
47.26
70.38
1595477
47.28
70.43
4
1595455
47.28
70.43
5
1593767
47.24
70.35
1
3566872
92.41
99.39
2
3562306
92.31
99.26
3564357
92.35
99.32
4
3567888
92.43
99.42
5
3568361
92.45
99.43
3
3
3
11.5
51.5
81.9
71
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Tabel XI. Perolehan kembali yang dapat diterima pada beberapa tingkat konsentrasi analit menurut Gonzales & Herrador (2007)
Tabel XII. CV yang dapat diterima pada beberapa tingkat konsentrasi analit berdasarkan AOAC PVM (cit., Gonzales & Herrador, 2007)
Menurut Gonzalez dan Herrador tahun 2007, % recovery untuk konsentrasi 100 ppb adalah 80% – 110%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada level konsentrasi tinggi memenuhi persyaratan dan pada level konsentrasi rendah dan sedang tidak memenuhi persyaratan karena pada konsentrasi yang kecil lebih sulit mendapatkan nilai perolehan kembali daripada konsentrasi analit yang lebih besar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Menurut AOAC PVM (Peer Verified Method) untuk konsentrasi 100 ppb adalah 15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai CV yang diperoleh memenuhi persyaratan pada semua level konsentrasi. Hasil perolehan kembali yang didapatkan dengan metode SPE MCX rendah kemungkinan disebabkan karena kemungkinan kekuatan interaksi antara alopurinol dengan fase diam SPE MCX yang terlalu kuat atau terlalu lemah. Jika interaksi alopurinol dengan fase diam SPE MCX kuat, menyebabkan tidak semua alopurinol dapat keluar atau terelusi dari fase diam SPE MCX, sedangkan jika interaksi antara alopurinol dengan fase diam SPE MCX lemah, dapat menyebabkan alopurinol keluar saat proses loading ekstrak yang tidak terdeteksi pada HPLC. Kemungkinan lain yang menyebabkan hasil perolehan kembali rendah adalah pengaruh matriks dari sampel jamu yang menutupi sisi aktif fase diam SPE MCX sehingga alopurinol tidak terikat dengan sisi aktif fase diam SPE MCX dan keluar dari kolom saat proses loading ekstrak. 6. Penggunaan kembali SPE MCX Tujuan dilakukan pencucian SPE MCX yang digunakan adalah untuk mengetahui apakah SPE MCX yang digunakan dapat dipakai berulang kali atau hanya satu kali pakai saja. Apabila SPE dapat digunakan berulang kali, maka diharapkan mampu mengefisienkan penggunaan jumlah SPE yang digunakan untuk clean up. SPE yang telah digunakan dikondisikan dengan dialiri metanol p.a. dan aquabidest. Ditambah NaOH 0,1 N untuk mengeluarkan pengotor-pengotor yang masih terikat pada fase diam, dilanjutkan dengan penambahan HCl 0,1 N
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
untuk mengikat NaOH yang masih ada pada fase diam dengan membentuk garam yang larut dalam air. Kolom SPE dibilas dengan aquabidest untuk menghilangkan garam yang terbentuk dan dialiri metanol p.a. agar mikroba tidak dapat tumbuh pada fase diam serta menjaga kondisi fase diam agar tetap baik. SPE bekas yang telah dicuci, diuji apakah masih dapat digunakan atau tidak. SPE dikondisikan dengan mengaliri metanol p.a. dan aquabidest. Loading sampel menggunakan baku alopurinol dengan konsentrasi 30 µg/mL sebanyak 1000 µL. Kolom SPE dicuci dengan mengaliri asam asetat 2% dan metanol lalu dielusi dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol. Hasil elusi SPE dinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20 μL (Sari, 2014). Kromatogram alopurinol hasil clean up ditunjukkan oleh gambar 22.
A
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
B
C
Gambar 22. Kromatogram alopurinol hasil clean up dengan menggunakan SPE bekas yang sudah diuji (A) 1x (B) 2x (C) 3x dengan fase gerak metanol : aquabidest/amonium hidroksida 0,1% (10:90)
Gambar 22 menunjukkan bahwa pada kromatogram eluat hasil clean up dengan menggunakan SPE bekas yang telah dicuci dengan 3x siklus pencucian terdapat peak alopurinol, sedangkan SPE bekas yang hanya dicuci 1x dan 2x siklus pencucian tidak terdapat peak alopurinol. Hal ini kemungkinan karena pada pencucian dengan 1x dan 2x siklus, fase diam masih kotor sehingga alopurinol tidak terikat pada fase diam dan langsung keluar dari SPE pada tahap loading dan pencucian dengan asam asetat serta metanol p.a, sehingga pada saat elusi dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sudah tidak ada lagi alopurinol dalam fraksi ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Pada SPE bekas yang sudah dicuci dengan 3x siklus pencucian muncul peak alopurinol, hal ini disebabkan karena pengotor yang terdapat pada fase diam telah hilang sehingga alopurinol dapat terikat pada fase diam dan saat elusi dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol alopurinol ikut terelusi keluar. Pada gambar 22 terlihat bahwa pada pencucian 1x, 2x, dan 3x selalu muncul peak pada sekitar waktu 6,7 menit. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pencucian hanya mampu mengelusi alopurinol dari fase diam SPE tapi tidak mampu mengelusi pengotor dari fase diam. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan
untuk
menggunakan
SPE
satu
kali
pakai
saja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Optimasi isolasi alopurinol dari tablet dan jamu asam urat adalah sebagai berikut: volume penyaringan dengan ekstraksi 1x (20 mL) dapat memberikan presisi yang baik. Volume kloroform pada ekstraksi cair-cair yang baik untuk memisahkan analit dari matriks adalah 3x3 mL, pada SPE MCX volume loading sampel 1000 µl dan volume eluen amonium hidroksida 5% dalam metanol 10 mL merupakan metode optimum untuk ekstraksi dan clean up sampel jamu B. Saran Perlu dilakukan otomatisasi untuk mengurangi human error (kesalahan peneliti) pada penelitian.
77
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
DAFTAR PUSTAKA Ahuja, S. dan Rasmussen, H., 2007, HPLC Method Developments for Pharmaceutical, Elsevier Academic Press, Italy, pp.14,15,472. Anonima, 2013, Allopurinol, http://www.chemicalize.org/structure/#!mol=allopuri nol&source=fp, diakses tanggal 25 November 2013. Anonimb, 2014, Traditional Medicine, http://www.who.int/topics/traditional_medi cine/en/, diakses tanggal 8 April 2014. Apotex NZ Ltd, 2011, APO-Allopurinol, Apotex NZ Ltd, New Zealand. DechaCare,
2014,
Allopurinol,
http://www.dechacare.com/Allopurinol-
P630.htmL, diakses tanggal 8 April 2014. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, jilid III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 73, 299, 1010. Dewi, R.K., 2014, Validasi Metode Analisis Alopurinol Dalam Tablet Secara Spektrofotometri Dan Jamu Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik Serta Aplikasinya, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 3-7, 26. Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2010, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 53-55, 137, 379-400. Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan¸ ITB, Bandung, hal. 7-8 Harmita, 2006, Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi, Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, Depok, pp. 157-165.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Harvey, D., 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw Hill Companies, USA, pp. 578-586. Jenkins, G.L., 1967, Quantitative Chemical Analysis 2nd, W.H. Freeman and Company, New York. Johnson, E.L., Stevenson,R., 1978, Basic Liquid Chromatography, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, pp. 22-24, 99. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 661/MENKES/SK/ VII/1994, Tentang Persyaratan Obat Tradisional, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Lennan, A.G.M., 2010, Practical Biochemistry for Medical Student, Rapid analytical techniques for diagnosing and managing diabetes: Theory, http://www.liv.ac.uk/~agmclen/Medpracs/practical_4/theory_4.htmL, diakses tanggal 25 November 2013. Martindale, 1999, The Complete Drug Reference, Pharmaceutical Press, USA, pp. 390-392. Mayasari, 2009, Analisis Kandungan Metampiron di Kota Medan Tahun 2009, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara. Mulja, M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 26. Mursyidi, A. dan Rohman, A., 2008, Pengantar Kimia Analisis Farmasi Volumetri dan Gravimetri, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hal 108-109. Pengawas Obat dan Makanan (POM), 2004, Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Pengawas Obat dan Makanan (POM), 2005, Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 003 Tahun 2010, Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 007 tahun 2012, Tentang Registrasi Obat Tradisional, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Refat, M.S., Mohamed, G.G., and Fathi, A., 2010, Spectrophotometric Determination
of
Allopurinol
Drug
in
Tablets:
Spectroscopic
Characterization of the Solid CT Complexes, Bull Korean Chem Soc, 31(6), 1535-1542. Rouessac F. dan Rouessac A., 2007, Chemical Analysis Modern Instrumentation Methods and Techniques, 2nd ed, John Wiley & Sons, Canada, pp. 18 Sari, M.K., 2014, Optimasi dan Validasi Penetapan Kadar Alopurinol Dalam Matriks Tablet Obat Secara Spektrofotometri UV dan Matriks Sampel Jamu Asam Urat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sastrohamidjojo, 2001, Dasar-Dasar Spektroskopi, Cetakan II, Penerbit Liberty, Yogyakarta, pp. 22-23. Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J., 1994, Analytical Chemistry, Sixth edition, Saunders College Publishing, USA, pp. 383. Snyder, L.R., Kirkland, J.J., Dolan, J.W., 2010, Introduction of Modern Liquid Chromatography, 3rd edition, John Wiley & Sons, Inc., New York, pp. Xl. 25, 28, 33, 40-42, 51-52, 71, 109, 151-152, 316, 327, 331.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Suhendi,
A.,
Nurcahyanti,
Muhtadi,
Sutrisna
EM.,
2011,
81
Aktivitas
Antihiperurisemia Ekstrak Air Jinten Hitam (Coleus ambonicus Lour) Pada Mencit Jantan Galur Balb-C dan Standarisasinya, Majalah Farmasi Indonesia 22(2), 78. Sweetman L. and Nyhan W.L., 1969, Quantitation Of Oxypurines & Alopurinol Metabolites In Biological Fluids By Cation Exchange Chromatography, University of Miami School of Medicine. Waters, 2008, OASIS SAMPLE PREPARATION, Waters Corporation, USA, pp. 7. Yee, S.K., 2003, Regulatory Control Of Chinese Propretary Medicines in Singapore, J.Healthy Policy, 15(2) pp. 71, 133-149.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1. Sertifikat analisis baku alopurinol
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2. Sertifikat analisis SPE MCX
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3. Penimbangan keseragaman bobot tablet alopurinol No.
Bobot tablet (mg)
No.
Bobot tablet (mg)
1.
307,9
11.
307,1
2.
310,1
12.
303,9
3.
311,4
13.
305,9
4.
306,4
14.
310,0
5.
307,5
15.
302,0
6.
305,6
16.
302,0
7.
306,0
17.
302,7
8.
309,2
18.
304,1
9.
305,6
19.
303.2
10.
304,4
20.
304,8
= 6119.8
SD = 2,74
̅ = 306
CV = 0,9
85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4. Penimbangan sampel A tiap kemasan untuk perhitungan keseragaman bobot Bobot Sampel
Bobot Sampel Pada
Selisih Bobot
Terukur (g)
Kemasan (g)
Sampel (g)
1.
7.1548
7
0.1548
2.
7.0398
7
0.0398
3.
7.1258
7
0.1258
4.
7.2351
7
0.2351
5.
7.1984
7
0.1984
6.
6.9781
7
0.0219
7.
7.0983
7
0.0983
8.
7.1763
7
0.1763
9.
7.2063
7
0.2063
10.
6.9857
7
0.0143
11.
7.1049
7
0.1049
12.
6.9143
7
0.0857
13.
7.0936
7
0.0936
14.
7.0143
7
0.0143
15.
7.1254
7
0.1254
16.
7.0989
7
0.0989
17.
7.1259
7
0.1259
18.
6.9897
7
0.0103
19.
7.1560
7
0.1560
20.
7.1589
7
0.1589
̅
7.0990
7
0.1122
No.
SD = 0.0865 CV = 1.2184%
86
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5. Penimbangan sampel B tiap kemasan untuk perhitungan keseragaman bobot Bobot Sampel
Bobot Sampel Pada
Selisih Bobot
Terukur (g)
Kemasan (g)
Sampel (g)
1.
7.1125
7
0.1125
2.
6.9402
7
0.0598
3.
7.1235
7
0.1235
4.
7.1987
7
0.1987
5.
6.9817
7
0.0183
6.
7.1994
7
0.1994
7.
7.0329
7
0.0329
8.
7.0104
7
0.0104
9.
6.9307
7
0.0693
10.
7.0129
7
0.0129
11.
7.0187
7
0.0187
12.
7.0998
7
0.0998
13.
7.0178
7
0.0178
14.
6.9109
7
0.0891
15.
7.1368
7
0.1368
16.
7.0954
7
0.0954
17.
7.1336
7
0.1336
18.
7.1824
7
0.1824
19.
6.9749
7
0.0251
20.
7.1992
7
0.1992
̅
7.0656
7
0.0917
No.
SD = 0.0942 CV = 1.3332%
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6. Penimbangan sampel C tiap kemasan untuk perhitungan keseragaman bobot Bobot Sampel
Bobot Sampel Pada
Selisih Bobot
Terukur (g)
Kemasan (g)
Sampel (g)
1.
7.1874
7
0.1874
2.
7.0298
7
0.0298
3.
7.1477
7
0.1477
4.
7.1939
7
0.1939
5.
6.9912
7
0.0088
6.
7.1478
7
0.1478
7.
6.9069
7
0.0931
8.
7.0495
7
0.0495
9.
7.1556
7
0.1556
10.
7.0474
7
0.0474
11.
7.1593
7
0.1593
12.
7.0814
7
0.0814
13.
6.9743
7
0.0257
14.
7.1141
7
0.1141
15.
7.1355
7
0.1355
16.
7.1302
7
0.1302
17.
7.1007
7
0.1007
18.
6.9148
7
0.0852
19.
7.0832
7
0.0832
20.
7.1959
7
0.1959
̅
7.0873
7
0.1086
No.
SD = 0.0876 CV = 1.2360%
88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Penimbangan kalium biftalat Penimbangan
Kalium biftalat (g)
Berat kertas
0.4374
Berat kertas + zat
0.8375
Berat kertas + sisa
0.4377
Berat zat
0.3998
Lampiran 8. Standarisasi NaOH 0.1 N Diketahui: bobot kalium biftalat
Rumus:
: 0.3998 g = 399.8 mg
BM kalium biftalat
: 204.2
Valensi kalium biftalat
:1
Volume NaOH
: 21.35 mL
N NaOH = =
= 0.0917 N
Lampiran 9. Gambar hasil pembakuan NaOH 0.1 N
89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 10. Perhitungan penimbangan sampel tablet alopurinol Diketahui
: Bobot rata-rata 20 tablet Dosis obat
= 306 mg = 100 mg
Penimbangan alopurinol setara 25 mg Cara perhitungan:
= 77 mg
Lampiran 11. Penimbangan optimasi penyaringan 1. Baku untuk volume 10 mL x 2 Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Replikasi 3 (g)
Berat kertas
0.3945
0.4011
0.3998
Berat kertas + zat
0.4451
0.4514
0.4502
Berat kertas + sisa
0.3949
0.4016
0.4003
Berat zat
0.0502
0.0498
0.0499
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Replikasi 3 (g)
Berat kertas
0.4128
0.4229
0.4173
Berat kertas + zat
0.4630
0.4733
0.4675
Berat kertas + sisa
0.4132
0.4232
0.4176
Berat zat
0.0498
0.0501
0.0499
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Replikasi 3 (g)
Berat kertas
0.4211
0.4321
0.4403
Berat kertas + zat
0.4978
0.5089
0.5169
Berat kertas + sisa
0.4215
0.4324
0.4405
Berat zat
0.0763
0.0765
0.0764
2. Baku untuk volume 20 mL x 1 Penimbangan
3. Sampel untuk volume 10 mL x 2 Penimbangan
90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. Sampel untuk volume 20 mL x 1 Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Replikasi 3 (g)
Berat kertas
0.4322
0.4215
0.4347
Berat kertas + zat
0.5091
0.4981
0.5114
Berat kertas + sisa
0.4326
0.4217
0.4349
Berat zat
0.0765
0.0764
0.0765
Lampiran 12. Bobot alopurinol, SD dan %CV
Cara Penyaringan
10 mL x 2 Baku 20 mL x 1
10 mL x 2 Sampel 20 mL x 1
Bobot
Rata-
Alopurinol (mg)
rata
Replikasi
Absorbansi
1
0.545
23.8
2
0.555
24.3
3
0.569
25.0
1
0.540
23.6
2
0.529
23.1
3
0.526
23.0
1
0.502
21.8
2
0.499
21.6
3
0.505
22.0
1
0.491
21.3
2
0.490
21.2
3
0.490
21.2
Lampiran 13. Penimbangan sampel tanpa SPE Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2891
0.2825
Berat kertas + zat
0.7896
0.7835
Berat kertas + sisa
0.2893
0.2831
Berat zat
0.5003
0.5004
SD
% CV
24.4
0.60
2.4
23.2
0.32
1.4
21.8
0.20
0.9
21.2
0.06
0.3
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 14. Kromatogram sampel tanpa SPE 1. Replikasi 1
2. Replikasi 2
92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 15. Penimbangan optimasi kapasitas kolom SPE 1. Kapasitas kolom 500 µl Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2713
0.2537
Berat kertas + zat
0.7725
0.7547
Berat kertas + sisa
0.2718
0.2543
Berat zat
0.5007
0.5004
2. Kapasitas kolom 750 µl Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2681
0.2782
Berat kertas + zat
0.7689
0.7791
Berat kertas + sisa
0.2684
0.2787
Berat zat
0.5005
0.5004
3. Kapasitas kolom 1000 µl Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2655
0.2893
Berat kertas + zat
0.7662
0.7899
Berat kertas + sisa
0.2658
0.2896
Berat zat
0.5004
0.5003
93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 16. Kromatogram optimasi kapasitas kolom SPE 1.
Fraksi asam asetat pada 500 μL sampel replikasi 1
2.
Fraksi amonia 5% dalam metanol pada 500 μL sampel replikasi 1
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
Fraksi asam asetat pada 500 μL sampel replikasi 2
4.
Fraksi amonia 5% dalam metanol pada 500 μL sampel replikasi 2
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
Fraksi asam asetat pada 750 μL sampel replikasi 1
6.
Fraksi amonia 5% dalam metanol pada 750 μL sampel replikasi 1
96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7.
Fraksi asam asetat pada 750 μL sampel replikasi 2
8.
Fraksi amonia 5% dalam metanol pada 750 μL sampel replikasi 2
97
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9.
Fraksi asam asetat pada 1000 μL sampel replikasi 1
10. Fraksi amonia 5% dalam metanol pada 1000 μL sampel replikasi 1
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11. Fraksi asam asetat pada 1000 μL sampel replikasi 2
12. Fraksi amonia 5% dalam metanol pada 1000 μL sampel replikasi 2
99
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 17. Tabel optimasi kapasitas kolom SPE Volume loading ekstrak + 156 µg alopurinol
Volume eluen
500 µl 750 µl
10 mL
1000 µl
Replikasi
AUC
1
2790210
2
2814822
1
2967215
2
2969097
1
3416997
2
3417498
Lampiran 18. Penimbangan optimasi volume eluen SPE 1. Volume eluen 5 mL Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2643
0.2752
Berat kertas + zat
0.7651
0.7759
Berat kertas + sisa
0.2646
0.2755
Berat zat
0.5005
0.5004
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2786
0.2714
Berat kertas + zat
0.7792
0.7719
Berat kertas + sisa
0.2788
0.2716
Berat zat
0.5004
0.5003
2. Volume eluen 7.5 mL Penimbangan
AUC rata-rata 2802516 2968156 3417248
100
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Volume eluen 12.5 mL Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2739
0.2817
Berat kertas + zat
0.7745
0.7826
Berat kertas + sisa
0.2741
0.2822
Berat zat
0.5004
0.5004
Lampiran 19. Kromatogram optimasi volume eluen SPE 1. Volume eluen 5 mL amonia 5% dalam metanol a. Replikasi 1
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Replikasi 2
2. Volume eluen 7,5 mL amonia 5% dalam metanol a. Replikasi 1
102
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Replikasi 2
3. Volume eluen 12.5 mL amonia 5% dalam metanol a. Replikasi 1 (10 mL)
103
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Replikasi 1 (2.5 mL)
c. Replikasi 2 (10 mL)
104
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d. Replikasi 2 (2.5 mL)
Lampiran 20. Tabel optimasi volume eluen SPE Volume loading ekstrak + 156 µg alopurinol
Volume eluen (mL)
Replikasi
AUC
1
3020511
2
3025468
1
3392390
2
3391542
5 7.5 1000 µl 10 12.5 2.5
1
3557676
2
3554143
1
0
2
0
AUC rata-rata 3022990 3391966 3555910 0
105
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 21. Penimbangan optimasi volume kloroform 1. Sampel 2 x 3 mL Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2874
0.2983
Berat kertas + zat
0.7886
0.7989
Berat kertas + sisa
0.2879
0.2985
Berat zat
0.5007
0.5004
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2637
0.2589
Berat kertas + zat
0.7654
0.7595
Berat kertas + sisa
0.2645
0.2593
Berat zat
0.5009
0.5002
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Berat kertas
0.2766
0.2541
Berat kertas + zat
0.7771
0.7548
Berat kertas + sisa
0.2769
0.2545
Berat zat
0.5002
0.5003
2. Sampel 3 x 3 mL Penimbangan
3. Sampel 4 x 3 mL Penimbangan
106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 22. Kromatogram optimasi volume kloroform 1. Kloroform 2 x 3 mL a. Replikasi 1
b. Replikasi 2
107
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Kloroform 3 x 3 mL a. Replikasi 1
b. Replikasi 2
108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Kloroform 4 x 3 mL a. Replikasi 1
b. Replikasi 2
109
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(g)
Replikasi 5
(g)
Replikasi 4
(g)
Replikasi 3
(g)
Replikasi 2
(g)
Penimbangan
Replikasi 1
Lampiran 23. Penimbangan baku untuk validasi SPE
Berat kertas
0.2874
0.2769
0.2813
0.2798
0.2886
Berat kertas + zat
0.3124
0.3019
0.3063
0.3048
0.3136
Berat kertas + sisa
0.2874
0.2769
0.2813
0.2798
0.2886
Berat zat
0.0250
0.0250
0.0250
0.0250
0.0250
(g)
Replikasi 5
(g)
Replikasi 4
(g)
Replikasi 3
(g)
Replikasi 2
(g)
Penimbangan
Replikasi 1
Lampiran 24. Penimbangan sampel untuk validasi SPE
Berat kertas
0.2938
0.2897
0.2911
0.2931
0.2908
Berat kertas + zat
0.7945
0.7904
0.7919
0.7939
0.7915
Berat kertas + sisa
0.2941
0.2899
0.2916
0.2934
0.2912
Berat zat
0.5004
0.5005
0.5003
0.5005
0.5003
110
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 25. Kromatogram validasi SPE 1.
Konsentrasi 5 ppm replikasi 1
2.
Konsentrasi 5 ppm replikasi 2
111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
Konsentrasi 5 ppm replikasi 3
4.
Konsentrasi 5 ppm replikasi 4
112
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
Konsentrasi 5 ppm replikasi 5
6.
Konsentrasi 15 ppm replikasi 1
113
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7.
Konsentrasi 15 ppm replikasi 2
8.
Konsentrasi 15 ppm replikasi 3
114
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9.
Konsentrasi 15 ppm replikasi 4
10. Konsentrasi 15 ppm replikasi 5
115
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11. Konsentrasi 30 ppm replikasi 1
12. Konsentrasi 30 ppm replikasi 2
116
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13. Konsentrasi 30 ppm replikasi 3
14. Konsentrasi 30 ppm replikasi 4
117
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15. Konsentrasi 30 ppm replikasi 5
118
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 26. Hasil recovery dan % CV validasi SPE Jumlah loading Replikasi
alopurinol dalam ekstrak
Bobot AUC
alopurinol (ng)
sampel (ng) 1
17983
11.17
2
18710
11.19
18677
11.19
4
-
10.76
5
-
10.76
3
-
Rata-rata
% Recovery
-
274265
17.04
52.39
2
272643
17.00
52.07
272522
17.00
52.04
4
266917
16.87
50.93
5
272972
17.01
52.13
1
1585120
47.05
69.97
2
1594483
47.26
70.38
1595477
47.28
70.43
4
1595455
47.28
70.43
5
1593767
47.24
70.35
1
3566872
92.41
99.39
2
3562306
92.31
99.26
3564357
92.35
99.32
4
3567888
92.43
99.42
5
3568361
92.45
99.43
3
3
11.5
51.5
81.9
%
SD
Recovery
% CV
-
-
-
51.91
0.57
1.09
70.31
0.19
0.28
99.36
0.07
0.07
11.01
1
3
Rata-rata
119
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 27. Penimbangan baku untuk pencucian SPE Penimbangan
Replikasi 1 (g)
Replikasi 2 (g)
Replikasi 3 (g)
Berat kertas
0.2741
0.2822
0.2796
Berat kertas + zat
0.2993
0.3075
0.3049
Berat kertas + sisa
0.2743
0.2825
0.2799
Berat zat
0.0250
0.0250
0.0250
Lampiran 28. Kromatogram hasil pencucian SPE 1. Fraksi amonia 5% dalam metanol pencucian 1 elusi 1
120
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Fraksi amonia 5% dalam metanol pencucian 1 elusi 2
3. Fraksi amonia 5% dalam metanol pencucian 2 elusi 1
121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. Fraksi amonia 5% dalam metanol pencucian 2 elusi 2
5. Fraksi amonia 5% dalam metanol pencucian 3 elusi 1
122
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Fraksi amonia 5% dalam metanol pencucian 3 elusi 2
123
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi berjudul Optimasi Isolasi Alopurinol Dalam Sediaan Tablet dan Jamu memiliki nama lengkap Sugiarto Adji Soenarso. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Februari 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Paulus Heru Adji Soenarso dan Lucia Leni. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah menyelesaikan pendidikannya di SDK Triana II Bekasi (1998-2004), SMP Marsudirini Marganingsih Muntilan (2004-2007), SMA Marsudirini Muntilan (2007-2010). Penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi, antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) Farmasi sebagai koordinator divisi Teknologi Informasi (TI) tahun 20112012, Ketua Expo Paingan Festival 2011, Pelepasan Wisuda sebagai seksi dokumentasi tahun 2011 dan ketua panitia tahun 2013, Panitia Seminar Nasional sebagai koordinator seksi perlengkapan tahun 2011, Panitia Photo Exhibition sebagai seksi perlengkapan tahun 2010. Di bidang non akademik, penulis pernah mengikuti perlombaan basket. Di bidang akademik, penulis pernah menjadi asisten dosen praktikum Kimia Analisis (2013 dan 2014), Analisis Farmasi (2014), Validasi Metode Analisis (2014), dan Pharmaceutical Analysis (2014).