PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI Persea americana Mill. TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS ORGAN TESTIS DAN UTERUS TIKUS GALUR SPRAGUE DALWEY
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Rosita Olimpia Bagiastrasari NIM : 118114129
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Bersukacitalah dalam Pengharapan, Sabarlah dalam Kesesakan dan Bertekunlah dalam Doa! (Roma 12:12)
Dengan penuh rasa syukur dan sukacita, Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus, pribadi yang tidak pernah meninggalkanku dan selalu membuat segala sesuatu dalam hidupku indah pada akhirnya, Bapak, Ibu dan Adikku yang selalu mendoakanku dan menjadi motivasiku, Keluarga besar Sukarman Hadi Suprapto dan Daniel Sahid Wiyoto yang selalu mendukungku, Sahabat-sahabatku yang selalu setia menguatkan dan selalu memberi warna dihidupku, Seluruh teman-teman yang selalu menemani dan membantu selama perkuliahan, Serta almamaterku....
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas berkat, kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Uji Toksisitas Subakut Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Gambaran Histopatologis Organ Testis dan Uterus Tikus Galur Sprague Dawley”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penelitian hingga selesainya peyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.
2.
Ibu drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing I Skripsi atas segala bimbingan, arahan, kesabaran, saran dan motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3.
Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing II Skripsi atas segala bimbingan, arahan, kesabaran, saran dan motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4.
Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi atas segala bantuan dan saran demi kemajuan skripsi ini.
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi atas segala bantuan dan saran demi kemajuan skripsi ini.
6.
Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
7.
Bapak Heru dan Bapak Supardjiman selaku Laboran Farmakologi dan Toksikologi, Bapak Wagiran selaku Laboran Farmakognosi-Fitokimia, Bapak Kayatno selaku Laboran Biokimia, Bapak Kunto selaku Laboran Kimia Analisis, Bapak Ottok selaku pengelola gudang kefarmasian atas segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.
8.
Bapak Sugiyono yang telah banyak membantu dalam pemeriksaan dan menentukan diagnosis histopatologis organ, serta Bapak Lilik selaku laboran Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM yang telah banyak membantu dalam pembuatan preparat histopatologis.
9.
Bapak Abas Sumarno, Ibu Endang Mulatsih dan Adik Reza Fonda Pradesta yang senantiasa mendukung, mendoakan, memberi semangat, kasih sayang dan motivasi bagi penulis.
10. Partner dan sahabat skripsi “Tim Biji Alpukat”, Betzylia Wahyuningsih, Levina Apriyani, Agustina Iswara, Christina Desi, Trifonia Ingrid dan Marselina Cresentia atas kerjasama, bantuan, dukungan, dan kebersamaan selama penelitian dan pengerjaan skripsi. 11. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12. Sahabat-sahabatku yang paling setia Betzylia Wahyuningsih, Primalova Septiavy Estiadewi dan Titis Indrawati Suryaningtyas atas dukungan, doa, semangat, hiburan, kebersamaan dan bantuan selama ini. 13. Teman-teman Farmasi angkatan 2011, khususnya FSM C dan FKK B 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, kebersamaan dan bantuan kepada penulis. 14. Teman-teman Kost Caritas yaitu Lucia Ari, Rini Indriyanti, Yoanna Kristia, Carolina Dea, Veronica Ines, Verlita Anna dan Titik Purwaningsih yang selalu membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak berperan selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun khususnya dalam penelitian ini demi kemajuan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di Bidang Farmasi, serta semua pihak baik mahasiswa, lingkungan akademis maupun masyarakat.
Yogyakarta, 20 Februari 2015
Penulis
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................
iv
PRAKATA................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..................................................
viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..................
ix
DAFTAR ISI.............................................................................................
x
DAFTAR TABEL.....................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xx
INTISARI..................................................................................................
xxi
ABSTRACT................................................................................................
xxii
BAB I. PENGANTAR..............................................................................
1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Rumusan masalah................................................................................ 5 2. Keaslian penelitian.............................................................................. 5 3. Manfaat penelitian.............................................................................. 6 B. Tujuan Penelitian..................................................................................... 6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA.......................................................
8
A. Tanaman Alpukat (Persea americana Mill.).......................................... 8 1. Sinonim............................................................................................... 8 2. Klasifikasi........................................................................................... 8 3. Nama umum........................................................................................ 8 4. Morfologi............................................................................................ 9 5. Kandungan......................................................................................... 10 6. Khasiat dan kegunaan......................................................................... 10 B. Infusa...................................................................................................... 11 C. Toksikologi............................................................................................. 11 1. Definisi toksikologi............................................................................ 11 2. Asas toksikologi................................................................................. 12 3. Jenis uji toksikologi...........................................................................
xi
14
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
D. Uji toksikologi subakut.........................................................................
15
E. Testis....................................................................................................... 17 1. Anatomi dan fisiologi testis..............................................................
17
2. Histologi testis...................................................................................
18
3. Efek toksik senyawa pada testis.......................................................
21
F. Uterus.....................................................................................................
23
1. Anatomi dan fisiologi uterus.............................................................
23
2. Histopatologi uterus........................................................................... 26 3. Efek toksik senyawa pada uterus....................................................... 28 G. Keterangan Empiris................................................................................ 31 BAB III. METODE PENELITIAN...........................................................
32
A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................................. 32 B. Variabel dan Definisi Operasional......................................................... 32 1. Variabel utama................................................................................... 32 2. Variabel pengacau.............................................................................. 32 3. Definisi operasional........................................................................... 33 C. Bahan Penelitian....................................................................................
xii
34
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
D. Alat atau Instrumen Penelitian............................................................... 35 1. Alat pembuatan simplisia................................................................... 35 2. Alat penetapan kadar air....................................................................
35
3. Alat pembuatan infusa biji alpukat.................................................... 35 4. Alat perlakuan dan pemeriksaan histopatologi.................................. 35 E. Tata Cara Penelitian................................................................................ 36 1. Determinasi tanaman Persea americana Mill.................................... 36 2. Pengumpulan bahan........................................................................... 36 3. Pembuatan serbuk.............................................................................. 36 4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill.................... 36 5. Pembuatan infusa biji Persea americana Mill................................... 37 6. Penetapan dosis infusa Biji Persea americana Mill.......................... 37 7. Penetapan dosis aquadest sebagai Kontrol Negatif...........................
38
8. Penyiapan hewan uji........................................................................... 39 9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji.......................................... 39 10. Prosedur pemusnahan hewan uji...................................................... 40 11. Prosedur pembedahan hewan uji...................................................... 40
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12. Uji reversibilitas.............................................................................
41
13. Pembuatan preparat dan pemeriksaan histopatologi......................
41
14. Pengamatan data pendukung..........................................................
42
F. Tata Cara Analisis Hasil........................................................................
43
1. Pemeriksaan histopatologi organ......................................................
43
2. Uji reversibilitas................................................................................
43
3. Pengamatan berat badan hewan uji...................................................
43
4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji.............................
44
G. Skema Alur Penelitian........................................................................... 44 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................
45
A. Hasil Determinasi Biji Persea americana Mill.....................................
46
B. Pembuatan Serbuk dan Penetapan Kadar Air........................................ 46 C. Gambaran Histopatologis Testis Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat dan Uji Reversibilitas.......................................................
47
D. Gambaran Histopatologis Uterus Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat dan Uji Reversibilitas........................................................ 53 E. Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat terhadap Perubahan
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berat Badan Tikus Jantan dan Betina...................................................
57
F. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat................................................................................
62
G. Asupan Minum Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat..................................................................................................
65
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................
68
A. Kesimpulan...........................................................................................
68
B. Saran......................................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
69
LAMPIRAN...............................................................................................
73
BIOGRAFI PENULIS...............................................................................
86
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Testis Tikus Kelompok Kontrol dan Pelakuan Infusa Biji Alpukat selama 28 hari........... 48 Tabel II. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Testis Kelompok Kontrol dan Pelakuan Infusa Biji Alpukat pada uji reversibel................... 50 Tabel III. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Uterus Tikus Kelompok Kontrol dan Pelakuan Infusa Biji Alpukat selama 28 hari......... 53 Tabel IV. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Uterus Kelompok Kontrol dan Pelakuan Infusa Biji Alpukat pada uji reversibel................ 56 Tabel V. Purata Berat Badan + SE Tikus Jantan Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat...................................................................... 59 Tabel VI. Purata Berat Badan + SE Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat..................................................................... 61
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Buah dan Biji Alpukat.............................................................. 10 Gambar 2. Anatomi Organ Reproduksi Tikus Jantan................................
18
Gambar 3. Makroskopis Organ Testis Tikus.............................................
18
Gambar 4. Mikroskopis Organ Testis Tikus..............................................
21
Gambar 5. Macam-macam Kerusakan pada Organ Testis........................
23
Gambar 6. Anatomi Organ Reproduksi Tikus Betina................................
24
Gambar 7. Makroskopis Organ Uterus Tikus............................................
26
Gambar 8. Mikroskopis Organ Uterus Tikus.............................................
27
Gambar 9. Mikroskopis Endometrium Tikus............................................
29
Gambar 10. Macam-macam Kerusakan pada Organ Uterus.....................
31
Gambar 11. Gambaran Histopatologis Organ Testis Tikus Setelah Pemberian Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari Kelompok Kontrol Aquadest................................................................... Gambar 12. Gambaran Histopatologis Organ Uterus Tikus Setelah Pemberian Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari Kelompok
xvii
49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Perlakuan Dosis 1140,6 g/kgBB.............................................
49
Gambar 13. Gambaran Histopatologis Organ Testis Uji Reversibel pada Kelompok Kontrol Aquadest .................................................. 52 Gambar 14. Gambaran Histopatologis Organ Testis Uji Reversibel pada Kelompok Dosis 1140,6 mg/kgBB.......................................... 52 Gambar 15. Gambaran Histopatologis Organ Uterus Tikus Setelah Pemberian Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari Kelompok Kontrol Aquadest....................................................................
55
Gambar 16. Gambaran Histopatologis Organ Uterus Tikus Setelah Pemberian Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari Kelompok Perlakuan Dosis 1140,6 mg/kgBB...........................................................
55
Gambar 17. Gambaran Histopatologis Organ Uterus Uji Reversibel pada Kelompok Kontrol Aquadest..................................................
57
Gambar 18. Gambaran Histopatologis Organ Uterus Uji Reversibel pada Kelompok Dosis 1140,6 mg/kgBB.......................................... 57 Gambar 19. Berat Badan Tikus Jantan Selama Pemberian Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari........................................................... 60
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 20. Berat Badan Tikus Betina Selama Pemberian Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari........................................................... 61 Gambar 21. Asupan Pakan Tikus Jantan.................................................... 63 Gambar 22. Asupan Pakan Tikus Betina...................................................
64
Gambar 23. Asupan Minum Tikus Jantan.................................................. 65 Gambar 24. Asupan Minum Tikus Betina.................................................. 66
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Foto Biji Alpukat...................................................................
74
Lampiran 2. Foto Serbuk Biji Alpukat....................................................... 74 Lampiran 3. Foto Infusa Biji Alpukat........................................................
74
Lampiran 4. Foto Pembuatan Infusa Biji Alpukat.....................................
75
Lampiran 5. Foto Pembedahan Hewan Uji................................................
75
Lampiran 6. Surat Pengesahan Determinasi Biji Alpukat (Persea americana Mill.)...................................................... 76 Lampiran 7. Surat Ethics Committee Approval.........................................
77
Lampiran 8. Hasil Diagnosis Histopatologis.............................................. 78 Lampiran 9. Analisis Statistika Perubahan Berat Badan Tikus Jantan.....
80
Lampiran 10. Analisis Statistika Perubahan Berat Badan Tikus Betina....
83
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan efek toksik pada pemberian subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap organ testis dan uterus tikus galur Sprague Dawley melalui gambaran histopatologisnya. Selain itu juga untuk mengetahui sifat efek toksik yang ditimbulkan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan sederhana acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 50 ekor tikus: 25 jantan dan 25 betina, galur Sprague Dawley, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g. Kemudian dibagi secara acak menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol yang diberi aquadest 14,2857 g/kgBB, dan 4 kelompok perlakuan yang diberi infusa biji Persea americana Mill. dengan dosis berturutturut 202,24 mg/kgBB (dosis I); 360 mg/kgBB (dosis II); 640,8 mg/kgBB (dosis III) dan 1140,6 mg/kgBB (dosis IV) selama 28 hari. Pada hari ke-29, sebanyak tiga tikus dari tiap dosis dikorbankan, diambil organ testis dan uterus kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologis. Selanjutnya dilakukan uji reversibilitas selama 14 hari tanpa diberikan perlakuan pada dua tikus yang tersisa pada setiap dosis. Pada hari ke-15 setelah uji reversibilitas, hewan uji yang tersisa dikorbankan, diambil organ testis dan uterus kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologis. Hasil pemeriksaan histopatologis menunjukkan bahwa organ testis dan uterus dalam keadaan normal. Hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan infusa biji alpukat selama 28 hari tidak menimbulkan efek toksik terhadap organ testis dan uterus. Sifat efek toksik dari penelitian ini tidak dapat ditentukan karena gambaran histopatologis pada perlakuan maupun uji reversibilitas menunjukkan testis dan uterus dalam keadaan normal. Kata kunci: Persea americana Mill., infusa, toksisitas, subakut, testis, uterus
xxi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT This study aims to examine the toxic effects on the provision of Persea americana Mill. seeds infuse subacute against testicular and uterine organs Sprague Dawley strain rats through its histopathologic. In addition, its objective is also to determine the characteristic of the toxic effects. This study is purely experimental research with simple designs completely randomized direction. This study used 50 rats : 25 male and 25 female Sprague Dawley strain, age 2-3 months, body weight 150-250 g. Then they were divided randomly into 5 groups: control group were given distilled water 14285,7mg / kg, and 4 treatment groups were given Persea americana Mill. seed infuse with successive doses of 202.24 mg / kg (first dose); 360 mg / kg (second dose); 640,8mg / kg (third dose) and 1140.6 mg / kg (fourth dose) for 28 days. On day 29, three mice from each dose were sacrificed and examinated histopathologically. Furthermore reversibility test for 14 days without treatment given to the two remaining mice at each dose. On the 15th day after the reversibility test, the remaining test animals were sacrificed and examinated histopathologically. Histopathologic examination showed that testicular and uterine organs in normal state. From the results of the investigation can be concluded that the examination of the avocado seed infuse for 28 days did not cause toxic effects on the testes and uterus organs. The characteristic of the toxic effects of this study can not be determined because the treatment and reversibility test showed testes and uterus in normal state. Keywords : Persea americana Mill., Infusion, toxicity, subacute, testis, uterus
xxii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR A.
Latar Belakang
Indonesia sangat kaya akan tumbuhan obat alam yang telah digunakan oleh masyarakat sejak zaman dahulu berdasar pengalaman secara turun-temurun. Budaya kembali ke alam (back to nature) yang marak saat ini sangat mendorong gencarnya penelitian mengenai manfaat tanaman obat, sehingga dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal (Monica, 2006), salah satunya adalah penelitian mengenai biji alpukat. Alpukat (P.americana Mill.) merupakan buah yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia karena rasanya serta manfaatnya bagi kesehatan. Hariana (2004) menyatakan bahwa alpukat banyak digunakan masyarakat untuk pengobatan tradisional antara lain bagian daging buah yang berkhasiat sebagai obat sariawan, bagian daun berkhasiat sebagai penurun darah tinggi dan sakit kepala, peluruh batu kencing, pereda nyeri saraf dan nyeri lambung, serta bagian biji yang berkhasiat untuk mengobati kencing manis (Diabetes Mellitus). Namun, umumnya biji alpukat bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai limbah sehingga hanya akan dibuang, sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo, Adindu, Odika, et al. (2012), biji alpukat memiliki berbagai kandungan metabolit sekunder antara lain saponin, tanin, flavonoid dan alkaloid yang memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan yakni sebagai antiinflamasi, antioksidan hingga peningkat sistem imun. Penelitian berkaitan biji alpukat telah banyak dilakukan dan menyatakan bahwa 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
biji alpukat memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai nefroprotektor, seperti penelitian yang dilakukan oleh Quraisyin (2013) yang menyatakan pemberian dekoksi biji alpukat dapat memberikan efek nefroprotektif pada ginjal yang terinduksi tetraklorida pada dosis 360,71 mg/kg BB. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Setiawan (2013) yang diberikan dalam bentuk infusa secara akut dan Gunawan (2013) yang diberikan dalam bentuk ekstrak etanol jangka pendek dengan dosis 350 mg/kg BB. Selain itu, melalui penelitian Putri (2013) biji alpukat memiliki efek hepatoprotektor dengan bentuk sediaan infusa pada dosis 360,71 mg/kg BB. Penelitian Anggraeni (2006) mengungkapkan bahwa pemberian infusa biji alpukat dapat menurunkan kadar glukosa pada dosis 315 mg/kg BB, sama halnya penelitian Zuhrotun (2007) yang diberikan dalam bentuk ekstrok etanol dengan dosis 980 mg/kg BB. Seiring penggunaan biji alpukat untuk pengobatan tersebut, hingga kini belum diketahui apakah konsumsi jangka panjang infusa biji alpukat untuk pengobatan bersifat toksik secara struktural bagi organ tubuh khususnya pada organ reproduksi yaitu testis dan uterus. Organ testis dan uterus termasuk organ penting yaitu sebagai organ reproduksi yang berfungsi menghasilkan individu baru dan menghasilkan hormon-hormon tertentu. Testis berfungsi sebagai tempat spermatogenesis dan produksi hormon androgen, sedangkan uterus merupakan tempat implantasi zigot yang dibuahi dan kemudian akan menjadi tempat berkembangnya janin selama proses kehamilan. Fungsi organ-organ reproduksi ini sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
spesies, sehingga muncul gagasan untuk mengetahui ketoksikan dan sifat efek toksik yang mungkin muncul bila mengkonsumsi infusa biji alpukat secara subakut. Penelitian mengenai toksisitas akut dan subakut biji alpukat pernah dilakukan sebelumnya oleh Ozolua, Anaka, Okpo dan Idogun (2009) dengan melakukan pemeriksaan secara biokimia, yaitu pemeriksaan kadar ALT, AST, albumin dan kreatinin. Pada penelitian tersebut tidak dilakukan pemeriksaan struktural (histopatologis) sehingga dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan histopatologis untuk mengetahui kerusakan struktural khususnya pada organ testis dan uterus. Penelitian ini merupakan penelitian uji toksisitas tak khas dengan tujuan untuk melihat spektrum efek toksik yang ditimbulkan dari infusa biji alpukat terhadap organ-organ tubuh hewan uji, sehingga penelitian ini juga dilakukan secara paralel dengan uji toksisitas subakut organ penting lainnya seperti organ hati, ginjal dan pankreas, namum pada penelitian ini berfokus pada organ reproduksi testis dan uterus. Terdapat berbagai macam kerusakan organ reproduksi yang disebabkan oleh suatu senyawa. Kerusakan pada organ testis yang sering terjadi akibat pemberian suatu senyawa toksik adalah degenerasi tubular, atropi testis, nekrosis, vakuolasi, dilatasi rete testis (Creazy, Bube, Rijk, Kandori, Kuwahara, Masson et al. 2012), sedangkan pada uterus kerusakan yang mungkin terjadi adalah perubahan miometrium, metaplasia skuamosa, hiperplasia endometrium dan endometrial polyps (Aughey and Frye, 2001). Apabila uji toksisitas ini membuktikan adanya kerusakan tersebut dilihat secara struktural maka kemungkinan senyawa yang diberikan dapat bersifat toksik. Adanya ketoksikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
tersebut akan merusakan organ yang berdampak pada fungsi normal organ tersebut. Pada penelitian ini, biji alpukat yang digunakan didapatkan dari Depot Es Teller 77 Galeria Mall yang berasal dari perkebunan alpukat di Klaten. Biji alpukat yang diberikan dalam perlakuan dibuat dalam bentuk sediaan infusa. Menurut Direktorat Obat Asli Indonesia (2010) infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Konsumsi biji alpukat untuk pengobatan yang ada di masyarakat adalah dengan cara merebus (Hariana, 2004) dan diminum dengan frekuensi lebih dari satu kali (subakut), sehingga dalam penelitian ini sediaan yang dipilih adalah infusa dan dilakukan selama 28 hari. Dipilih sediaan infusa karena infusa merupakan sediaan yang pembuatannya paling mendekati rebusan yang dibuat oleh masyarakat. Selain itu, bentuk sediaan infusa sudah termasuk dalam kategori bentuk sediaan herbal Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Dalam penentuan dosis yang digunakan, didasarkan pada dosis penggunaan di masyarakat menurut hasil orientasi penelitian Yoseph (2013). Pada penelitian ini dilakukan selama 28 hari karena didasarkan pada penggunaan di masyarakat yang digunakan secara berturut-turut atau jangka panjang. Menurut Badan Pengawan Obat dan Makanan (2014) uji toksisitas subakut selama 28 hari digunakan untuk melihat penggunaan di masyarakat sekali pakai atau lebih dari satu kali secara berturut-turut namun kurang dari satu minggu. Penelitian toksisitas subakut infusa biji alpukat ini dilakukan bersamaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
dengan penelitian toksisitas akut infusa biji alpukat yang dilakukan oleh Wahyuningsih (2015). Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai ketoksikan dan sifat efek toksik biji P. americana Mill. terhadap organ testis dan uterus dengan jangka waktu dua puluh delapan hari. 1. Rumusan masalah a. Apakah pemberian infusa biji alpukat subakut memiliki efek toksik struktural pada organ testis dan uterus tikus? b. Bagaimana sifat efek toksik yang ditimbulkan infusa biji alpukat pada organ testis dan uterus tikus?
2. Keaslian penelitian a. Penelitian yang pernah dilakukan, yaitu “Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.)”. Hasil penelitian ekstrak Etanol biji alpukat A (varietas hijau panjang) segar dan kering serta alpukat B (varietas merah bundar) segar dan kering menunjukkan bahwa biji buah alpukat bersifat toksik (Marlinda, Sangi dan Wuntu, 2012). b. Penelitian yang pernah dilakukan, yaitu mengenai uji toksisitas akut dan subakut dari ekstrak air biji Persea americana Mill. pada tikus. Dosis yang digunakan pada uji toksisitas akut adalah 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/kgBB, sedangkan dosis pada uji toksisitas subakut sebesar 10 g/kgBB. Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak air biji Persea americana Mill. tidak menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
adanya toksisitas baik saat pemberian secara akut maupun subakut (Ozolua et al, 2009) . c. Penelitian yang pernah dilakukan, yaitu “ Effects of Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Avocado) on Blood Pressure and Lipid Profile in Hypertensive Rats” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji alpukat dapat menurunkan tekanan darah pada tikus (Imafidon and Amaechina, 2010) Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian terkait dengan efek toksisitas infusa biji Persea americana Mill. terhadap organ testis dan uterus tikus jantan galur Sprague Dawley belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian dan pengobatan tradisional khususnya mengenai toksisitas subakut biji alpukat (Persea americana Mill.)
b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi mengenai toksisitas infusa biji alpukat terhadap organ testis dan uterus dalam pemakaian berturut-turut kurang dari tujuh hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
B. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya efek toksik dari
infusa biji alpukat terhadap organ testis dan uterus tikus galur Sprague Dawley.
2.
Tujuan khusus a. Dari penelitian ini dapat diketahui apakah infusa biji alpukat memiliki efek toksik struktural pada organ testis dan uterus tikus b. Mengetahui sifat efek toksik yang ditimbulkan infusa biji alpukat pada organ testis dan uterus tikus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. 1.
Tanaman Biji Alpukat
Sinonim Persea gratissima Gaertn. f. (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan , 1978), Laurus persea L, Persea drymifolia Schlecht. and cham, Persea edulis Raf., Persea nubigena, Persea steyermarkii C.K. Allen (Lim, 2012).
2.
Klasifikasi Berikut adalah taksonomi tanaman Persea americana Mill. : Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Viridiplantae
Infrakingdom
: Streptophyta
Superdivision
: Embryophyta
Division
: Tracheophyta
Subdivision
: Spermatophytina
Class
: Magnoliopsida
Superorder
: Magnolianae
Order
: Laurales
Family
: Lauraceae
Genus
: Persea Mill.
Species
: Persea americana Mill. (ITIS, 2015)
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
9
Nama Umum Nama alpukat beragam di berbagai negara atau daerah, antara lain
avocado, alligator pear, avocado-pear, butter-fruit (English); alligatorbirne, avocadobirne (German); avocat, avocatier, zabelbok, zeboka (French); apukado, avokado (Malay); aguacate, pagua (Spanish); awokado (Thai); alpukat, avokad (Indonesia); bo, le dau (Vietnam) (Yasir, Das and Kharya, 2010).
4.
Morfologi Tanaman alpukat berbentuk pohon berkayu yang tumbuh menahun
(perennial). Ketinggian tanaman antara 3m-10m, batang berlekuk-lekuk dan bercabang banyak, serta berdaun rimbun. Daunnya tumbuh tunggal dan berbentuk bulat dengan tepi rata atau berombak, letak daun agak tegak, dan permukaannya licin sampai agak kasar. Bunga tersusun tandan dari ujung-ujung ranting. Struktur bunga berkelamin dua (hermaprodit) dan pesariannya dibantu oleh lebah madu karena bunganya mempunyai nektar dan staminod yang berfungsi sebagai alat pemikat serangga. Buah alpukat berbentuk bulat (pir) sampai lonjong (oblong), kulitnya licin berbintik kuning dengan ketebalan 1 mm - 1,5 mm, dan pangkal buah tumpul atau meruncing. Buah muda berwarna hijau muda dan setelah tua berubah menjadi hijau tua atau hijau kemerahan. Setiap buah alpukat mengandung satu biji yang berbentuk jorong dengan ukuran kecil sampai besar dengan warna kecoklatan seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 1.) (Rukmana, 2005).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Gambar 1. Buah dan Biji Alpukat ( Rukmana, 2005)
5.
Kandungan Berdasarkan skrining fitokimia, biji buah alpukat diketahui mengandung
beberapa senyawa metabolit sekunder, yaitu alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid dan saponin (Marlinda et al., 2012). Dari kandungan senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut, kandungan yang paling banyak terdapat dalam biji alpukat adalah saponin, yakni 19,21 mg/100g (Arukwe et al., 2012).
6.
Khasiat dan kegunaan Biji alpukat dengan kandungan tanninnya yang berfungsi sebagai
astringen dapat menghambat absorbsi glukosa pada usus (Anggraeni, 2006). Penelitian yang dilakukan Anggraeni (2006) dan Zohrotun (2007) juga mengatakan bahwa biji alpukat memiliki khasiat sebagai antidiabetes. Menurut Hariana (2004) biji alpukat bekhasiat untuk mengobati gigi berlubang dan kencing manis. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan Imafidon dan Amaechina (2010) ekstrak air dari biji Persea americana Mill. (alpukat) dapat menurunkan tekanan darah dan profil lipid pada tikus hipertensi. Biji alpukat juga memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
efek nefroprotektif pada organ ginjal (Quraisyin, 2013) serta efek hepatoprotektif pada organ hati (Putri, 2013). B. Infusa Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infusa (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Cara pembuatan sediaan infusa adalah dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki. Infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10% simplisia (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010).
C. Toksikologi 1.
Definisi toksikologi Toksikologi didefinisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari
tentang racun. Racun sendiri didefinisikan sebagai substansi yang menimbulkan efek berbahaya terhadap kehidupan organisme (Hodgson, 2004). Donatus (2001)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
mendefinisikan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas sistem biologi. Definisi ini menunjukkan bahwa yang dipelajari dalam toksikologi adalah antaraksi zat kimia atau senyawa dengan sistem biologi atau makhluk hidup, yang pusat perhatiannya terletak pada aksi berbahaya zat kimia tersebut.
2.
Asas toksikologi Peristiwa timbulnya efek toksis racun atas makhluk hidup terjadi dalam
beberapa proses, diawali dengan terjadinya pemejanan racun atas makhluk hidup. Setelah mengalami absorpsi dari tempat pemejanannya, racun atau metabolit didistribusikan ketempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada didalam makhluk hidup. Ditempat aksinya ini terjadi antaraksi antara racun dan metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor, yang menyebabkan terjadinya serangkaian peristiwa biokimia dan biofisika yang menimbulkan efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu (Donatus, 2001). Berdasarkan atas alur peristiwa timbulnya efek toksik, maka ada empat asas utama yang perlu dipahami dalam mempelajari toksikologi. Empat asas tersebut meliputi kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik. Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut: a. Kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup Suatu racun dapat menimbulkan keracunan karena peristiwa pemejanan tunggal atau berulang racun itu atas makhluk hidup, melalui jalur pemejanan tertentu. Selain itu, kekerapan dan lama pemejanan, saat pemejanan, serta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
besarnya takaran racun, juga merupakan faktor penentu keracunan. Semua faktor tersebut akan mempengaruhi racun ditempat aksinya, sehingga yang dimaksud dengan kondisi pemejanan ialah semua faktor yang menentukan keberadaan racun ditempat aksi tertentu didalam tubuh, yang berkaitan dengan pemejanannya pada makhluk hidup. Kondisi makhluk hidup meliputi keadaan fisiologi (berat badan, umur, jenis kelamin dan kehamilan, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, genetika dan irama sirkadian serta diural) dan keadaan patologis (penyakit saluran cerna, kardiovaskular, liver dan ginjal) (Donatus, 2001). b. Mekanisme aksi Mekanisme aksi toksik racun dapat digolongkan menjadi tiga, yakni mekanisme berdasarkan sifat dan tempat kejadian, berdasarkan sifat antaraksi antara racun dan tempat aksinya, dan berdasarkan resiko penumpukan racun dalam gudang penyimpanan tubuh.
Berdasarkan sifat dan tempat kejadian
mekanisme aksi toksik digolongkan menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka ekstrasel. Mekanisme luka intrasel diawali oleh racun pada tempat aksinya di dalam sel sasaran. Racun akan berinteraksi dengan sasaran molekuler yang khas atau tak khas, melalui mekanisme reaksi kimia. Tubuh akan memberi respon berupa perbaikan atau adaptasi sebelum terjadi efek yang tidak diinginkan, tetapi apabila mekanisme pertahanan tubuh tidak lagi mampu memperbaiki akan timbul respon toksik berupa perubahan biokimia, fungsional atau struktural (Donatus, 2001).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
c. Wujud efek toksik Wujud efek toksik adalah hasil akhir dari aksi dan respon toksik. Wujud efek toksik suatu racun dapat berupa perubahan biokimia, fungsional dan struktural. Berbagai perubahan ini memiliki ciri yang khas, yakni terbalikkan atau tak terbalikkan. Jenis wujud perubahan biokimia tidak menunjukkan bukti secara langsung terhadap patologi organ, apabila mekanisme homeostasis normal makhluk hidup masih dapat bekerja maka perubahan biokimia bersifat timbal balik (Donatus, 2001). d. Sifat efek toksik Sifat efek toksik meliputi reversibilitas (terbalikkan) dan irreversibilitas (tak terbalikkan). Terbalikkan jika efek toksik yang terjadi dapat kembali seperti keadaan normal atau seperti sebelum terjadi efek toksik. Keterbalikan ini tergantung dari sejumlah faktor, termasuk tingkat paparan (waktu dan jumlah racun) dan kemampuan jaringan yang terkena untuk memperbaiki diri atau beregenerasi. Sifat tak terbalikkan adalah jika efek toksik yang terjadi menetap atau tidak dapat kembali seperti keaadaan normal (Williams, James and Roberts, 2000).
3. Jenis uji toksikologi Pada dasarnya uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni : a. Uji ketoksikan tak khas Uji ketoksikan tak khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
jenis hewan uji. Pada uji ketoksikan tak khas ini dikenal uji ketoksikan akut, subkronis atau subakut dan kronis. b. Uji ketoksikan khas Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas suatu senyawa pada berbagai jenis hewan uji. Pada uji ketoksikan khas ini dikenal berbagai uji yakni uji potensiasi, kekarsinogenikan, kemutagenikan, keteratogenikan, reproduksi, kulit dan mata serta perilaku (Donatus, 2001).
D. Uji Toksisitas Subakut Uji ketoksikan subakut atau sering disebut dengan subkronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji, serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis (Donatus, 2001). Selain itu, uji toksisitas subakut juga berfungsi untuk memperoleh informasi mengenai efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu, dosis yang tidak menimbulkan efek toksik dan mempelajari adanya efek kumulatif serta efek reversibelitas setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014). Prinsip dari uji toksisitas subakut, yakni sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji. Selama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
waktu pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas. Hewan yang mati selama periode pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis (kaku) segera diotopsi, organ dan jaringan diamati secara makropatologi dan histopatologi. Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewan yang masih hidup diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ maupun jaringan, serta dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan histopatologi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014). Terdapat dua macam uji toksisitas subakut, yang pertama adalah uji toksisitas subakut singkat oral 28 hari yang digunakan untuk menguji sediaan yang penggunaannya secara klinis dalam bentuk sekali pakai dan berulang dalam waktu kurang dari satu minggu. Jenis kedua adalah uji toksisitas subakut oral 90 hari yang digunakan untuk menguji sediaan yang penggunaannya secara klinis berulang dalam waktu satu sampai empat minggu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014). Uji toksisitas subakut untuk mengekplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subakut dapat menentukan toksisitas secara kualitatif (organ target dan efek yang ditimbulkan) dan kuantitatif (pengaruh atau efek yang ditimbulkan terhadap jaringan dan plasma darah) dari pemberian dosis berulang pada hewan uji (Gad, 2002).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E. 1.
17
Testis
Anatomi dan fisiologi testis Sistem reproduksi pada tikus jantan terdiri atas sepasang testis yang
terdapat dalam skrotum, sepasangan kelenjar asesori dan organ kopulasi (Akbar, 2010) seperti yang terihat pada Gambar 2. Testis adalah dua kelenjar seks primer yang dimiliki laki-laki. Menurut Heffner and Schust (2006) testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksi androgen. Testis normalnya terdapat dalam skrotum, yang berfungsi membungkus dan melindungi testis serta mempertahankan suhu testis sekitar 1,5-2°C di bawah suhu abdomen (McPhee and Ganong, 2002). Pada setiap hewan jantan memiliki sepasang testis yang berbentuk seperti telur atau peluru seperti yang terlihat pada Gambar 3. Testis berada dalam skrotum yang terdiri atas kulit dan tunica dartos dan sebagian funiculus spermaticus. Skrotum bereaksi terhadap rangsangan seksual secara vasokonstriksi dan kontraksi serabut otot-otot polos dari tunica dartos, sehingga struktur dari skrotum mengencang dan menebal. Testis berada menggantung di daerah prepubis dan digantung oleh funiculus spermaticus (Junqueira, Cameiro and Kelley, 2007). Testis terbungkus oleh tunica vaginalis propria yang akan membungkus ductus epididymis dan ductus deferens. Di bagian profundal tunica ini terdapat tunica albuginea yaitu suatu jaringan ikat padat berwarna putih yang terdiri atas serabut fibreus dan serabut-serabut otot (Junqueira et al. , 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
Gambar 2. Anatomi Organ Reproduksi Tikus Jantan (Suckow, Weisbroth and Franklin, 2006)
Gambar 3. Makroskopis Organ Testis Tikus (Suckow et al., 2006)
2. Histologis testis a. Tubulus seminiferus Tubulus seminiferus merupakan saluran yang berliku-liku yang terdapat pada lobus testis (Akbar, 2010). Setiap tubulus seminiferus dilengkapi oleh epitel berlapis majemuk. Tubulus ini membentuk jalinan, tempat masing-masing tubulus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
berakhir buntu atau bercabang. Pada ujung setiap lobulus, lumennya menyempit dan berlanjut ke ruas yang pendek yang dikenal dengan tubulus rektus (lurus) yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan labirin saluran-saluran berlapis epitel yang berkesinambungan, yaitu rete testis (Junqueira et al., 2007). Epitel tubulus terdiri atas dua jenis sel, yaitu sel Sertoli atau sel penyokong dan sel-sel yang merupakan garis turunan spermatogenik. Sel-sel ini membelah beberapa kali dan akhirnya berdeferensiasi menghasilkan spermatozoa. Fenomena dari awal sampai akhir disebut spermatogenesis yang dapat dibagi menjadi tiga fase, fase yang pertama adalah fase spermatositogenesis. Pada fase ini spermatogonium membelah, menghasilkan generasi sel baru yang nantinya akan menghasilkan spermatosit. Fase selanjutnya adalah meiosis, selama fase ini spermatosit mengalami dua kali pembelahan secara berurutan, dengan mereduksi sampai setengah jumlah kromosom dan jumlah DNA per sel menghasilkan spermatid. Fase akhir adalah spermiogenesis, pada fase ini spermatid mengalami proses sitodiferensiasi rumit menghasilkan spermatozoa (Junqueira et al., 2007). Tubulus seminiferus ditunjukkan pada Gambar 4. b. Sel Sertoli Sel Sertoli adalah sel piramid memanjang yang sebagian memeluk selsel dan garis keturunan spermatogenik. Dasar sel Sertoli melekat pada lamina basalis sedangkan ujung meluas ke dalam lumen tubulus seminiferus. Kajian dengan mikroskop elektron mengungkapkan bahwa sel-sel ini mengandung banyak retikulum endoplasma halus, sedikit retikulum endoplasma kasar, sebuah kompleks golgi dan banyak mitokondria serta lisosom. Inti yang menunjang yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
berbentuk segitiga, memiliki banyak lipatan dan sebuah anak inti yang mencolok dan memiliki sedikit heterokromatin (Junqueira et al., 2007). Menurut Akbar (2010), sel Sertoli akan menghasilkan Androgen Binding Protein (ABP) atas stimulus hormon FSH. ABP yang dihasilkan sel Sertoli berfungsi untuk membawa testosteron menuju lumen untuk membantu proses spermiogenesis yaitu proses transformasi dari spermatid menjadi spermatozoa. Menurut (Junqueira et al., 2007), sel Sertoli sekurang-kurangnya memiliki tiga fungsi utama, yaitu: 1.) Menunjang, melindungi dan mengatur nutrisi spermatozoa yang berkembang 2.) Fagositosis kelebihan sitoplasma 3.) Mensekresikan ke dalam tubulus seminiferus suatu cairan yang mengalir kesaluran kelamin dan dipakai untuk transport sperma. c. Jaringan interstisial Celah antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe. Jaringan ikat terdiri dari berbagai jenis sel, termasuk fibroblas, sel jaringan ikat prakembang, sel mast dan makrofag (Junqueira et al., 2007). Kelompok sel interstisial endokrin (sel Leydig) yang terletak diantara tubulus seminiferus yang berbelit-belit, memproduksi testosteron (Eurell, 2004). Pada Gambar 4 ditunjukkan jaringan interstisial.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
S IT
Gambar 4. Mikroskopis Organ Testis Tikus S= Tubulus Seminiferus; IT= Jaringan Interstisial ( Tuncer, Sunar, Toy, Baltaci and Mogulkoc, 2011)
3. Efek toksik senyawa pada testis Testis merupakan bagian penting dalam sistem reproduksi makhluk hidup, apabila testis mengalami kerusakan akibat suatu senyawa atau zat toksik maka akan mempengaruhi fertilitas sistem reproduksi tersebut. Beberapa agen dapat menginduksi toksisitas pada organ testis dengan menghambat sintesis protein yang merusak pembelahan sel secara cepat dan pergantian proses spermatogenesis dapat terjadi. Menurut Creazy et al. (2012) terdapat berbagai gangguan spermatogenik pada testis (Gambar 5) setelah dipaparkan suatu senyawa dalam jangka waktu tertentu, yakni: a. Degenerasi tubular Degenerasi merupakan perubahan regresif seperti pengecilan atau pengurangan jumlah sel. Akibat dari degenerasi dan penipisan sel germinal yang mungkin dimediasi oleh kerusakan sel sertoli, hipoksia atau peradangan. Diagnosis dapat dilihat dari terjadinya penipisan seluruh sel germinal dan hanya dilapisi oleh sel sertoli.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
b. Atropi Atropi merupakan gangguan hormonal testis yang disebabkan toksikan masuk melalui kelenjar endokrin testis sehingga mengakibatkan berkurangnya ukuran sel penyusun yang berdampak pada pengecilan ukuran organ. Atropi juga dapat terjadi akibat iskemia intermiten atau hipoksia (misalnya disebabkan karena gangguan aliran darah) yang berdampak pada sel germinal dan sel sertoli. c. Nekrosis Nekrosis merupakan kematian jaringan atau sel yang ditemukan pada individu yang masih hidup. Nekrosis dapat disebabkan karena iskemia berkepanjangan (misal disebabkan oleh torsi, trombus atau vasokonstriksi yang berkepanjangan) yang mempengaruhi semua elemen testis. Diagnosis dapat dilihat dari adanya nekrosis koagulatif dari semua struktur testis dan kemungkinan adanya peradangan akut hingga kronik. d. Vakuolasi Adanya vakuolasi epitel seminiferus yang diakibatkan karena adanya sejumlah perubahan degeneratif termasuk akumulasi cairan, lipid atau fosfolipid. Diagnosis dapat dilihat dari adanya makrovakuolasi atau mikrovakuolasi. Makrovakuolasi: tunggal, vakuola besar didalam epitel tubular pada setiap epitel seminiferus. Mikrovakuolasi: banyak, kecil, vakuola didalam sitoplasma sel sertoli basal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A
23
B
C
Gambar 5. Macam-macam kerusakan testis: A. Degenerasi atau atropi tubulus seminiferus dan UterusB. Degenerasi disertai hilangnya proses jaringan interstisial edema atauF.vakuolasi, spermatogenesis, C. Nekrosis sel germinal. St: tubulus seminiferus, Sd: Spermatid, Sp: spermatozoa, V: vakuola 1. Anatomi dan fisiologi (Mohamed and Gerbed,uterus 2013)
F. Uterus 1. Anatomi dan fisiologi uterus Menurut Akbar (2010) organ reproduksi tikus betina terdiri dari ovarium, oviduk, uterus dan vagina (Gambar 6). Uterus adalah tempat implantasi untuk zigot yang dibuahi. Uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan endometrium, miometrium dan perimetrium (Eurell, 2004). Menurut Akbar (2010) uterus adalah struktur saluran muskuler yang diperlukan untuk penerimaan ovum yang dibuahi, penyedia nutrisi dan pelindung fetus, serta stadium permulaan ekspulsi fetus pada waktu kelahiran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Tipe uterus tikus, kelinci, marmot dan mamalia kecil lainnya adalah dupleks, dimana uterusnya terdiri dari 2 kornua dan saluran serviks terpisah dengan ujung membuka ke arah vagina (OECD, 2015) seperti ditunjukkan dalam (Gambar 7). Pada manusia dan primata, tipe uterus simpleks di mana uterusnya terdiri dari korpus uteri besar berbentuk buah pear dan tidak memiliki cornua (Rastogi, 2001).
Gambar 6. Anatomi Organ Reproduksi Tikus Betina (Sirois, 2013)
Pada tikus betina terjadi siklus reproduksi yang biasa disebut siklus estrus. Siklus estrus adalah siklus seksual pada mamalia bukan primata yang tidak menstruasi. Tikus termasuk ke dalam hewan poliestrus, artinya dalam periode satu tahun terjadi siklus reproduksi yang berulang-ulang. Satu kali siklus estrus pada tikus tejadi selama enam hari. Siklus estrus merupakan cerminan dari berbagai aktivitas yang saling berkaitan antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Selama siklus estrus terjadi berbagai perubahan baik pada organ reproduksi maupun pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
perubahan tingkah laku seksual (Akbar, 2010). Menurut Akbar (2010) siklus estrus terdiri dari beberapa fase, yakni: a. Fase proestrus Proestrus adalah fase sebelum fase estrus yaitu dimana folikel ovarium tumbuh menjadi folikel de graaf dibawah pengaruh FSH. Fase ini terjadi selama 12 jam. Pada fase ini hormon estrogen akan mengalami peningkatan sehingga menimbulkan perubahan fisiologis dan saraf, disertai kelakuan birahi. b. Fase estrus Estrus adalah fase yang ditandai oleh penerimaan pejantan oleh betina untuk berkopulasi, fase ini terjadi selama 12 jam. Hormon estrogen akan merangsang pematangan folikel de graaf dan ovum sehingga siap untuk ovulasi. Folikel yang matang semakin merangsang produksi estrogen. Estrogen merangsang GnRH untuk memproduksi LH yang akan berperan penting dalam proses ovulasi. c. Fase metestrus Metestrus adalah periode segera sesudah estrus dimana korpus luteum bertumbuh dengan cepat dan akan merangsang produksi progesteron. Adanya progesteron akan menghambat sekresi FSH untuk menghambat pematangan folikel de graaf sehinga fase estrus benar-benar terhenti. Selama fase ini progesteron akan memicu penebalan endometrium, uterus melakukan persiapanpesiapan seperlunya untuk menerima dan memberi makan embrio. Fase ini berlangsung selama 21 jam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
d. Fase diestrus Diestrus adalah periode terakhir dan terlama sebab berlangsung selama 48 jam. Pada fase ini endometrium akan lebih menebal dan kelenjar endometrim akan beratropi. Apabila terjadi implantasi progesteron akan merangsang pertumbuhan plasenta. Plasenta kemudian akan membentuk gonadotropin untuk mempertahankan korpus luteum sehingga mampu memproduksi progesteron dan estrogen. Apabila tidak terjadi implantasi maka tidak akan terbentuk plasenta dan terjadi penurunan progesteron dan estrogen yang akan menyebabkan peluruhan atau pengelupasan endometrium.
2. Histologis uterus Uterus yang bikornuata, terdiri dari tanduk kanan dan kiri (kornu), batang (corpus) dan leher (serviks). Dinding uterus pada kornu dan corpus memiliki tiga lapisan, yaitu: endometrium dalam (mukosa), miometrium tengah (muskularis) dan perimetrium luar (serosa) (Aughey and Frye, 2001) seperti yang terlihat pada Gambar 8.
Gambar 7. Makroskopis Organ Uterus Tikus A= Ovarium kanan; B= Ginjal kiri; C= Uterus kanan (Suckow et al., 2006)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Gambar 8. Mikroskopis Organ Uterus Tikus (OECD, 2015)
a. Endometrium Mukosa dalam atau endometrium, terdiri dari permukaan epitel kolumnar suatu lamina propria tebal yang mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar endometrium (OECD, 2015). Endometrium beserta cairannya mempunyai peranan utama dalam proses reproduksi yakni untuk transport sperma dan tempat deposisi semen ke tempat fetilisasi di oviduk dengan bantuan kontraksi miometrium dan berperan pula dalam proses kapasitasi spermatozoa, selain itu juga sebagai inisiasi implantasi dengan menyediakan nutrisi bagi embrio serta merupakan tempat terjadinya kebuntingan (Rastogi, 2001). ditunjukkan dalam Gambar 9.
Endometrium
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Gambar 9. Mikroskopis Endometrium Tikus (Sumber: OECD, 2015)
b. Miometrium Miometrium merupakan lapisan kedua pada uterus. Miometrium (muskularis) terdiri dari lapisan otot polos yang mengandung pembuluh darah dan limpa (Akbar, 2010). Vasculare stratum adalah lapisan jaringan ikat yang membawa pembuluh darah besar pada uterus yang membagi otot melingkar menjadi dua lapisan. (Aughey and Frye, 2001). c. Perimetrium Perimetrium adalah lapisan terluar yang dilapisi jaringan ikat atau jaringan serosa yang membungkus uterus (Aughey and Frye, 2001).
3. Efek toksik senyawa pada uterus Menurut Greaves (2012) efek toksik yang dapat muncul pada uterus adalah sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
a. Perubahan miometrium dan berat uterus Pada dasarnya berat dan ukuran endometrium akan meningkat selama terjadinya siklus estrus. Pada hewan pengerat, beberapa perubahan siklus dapat disebabkan karena pelebaran uterus dan akumulasi cairan uterus yang menyebabkan miometrium juga menebal. Perubahan yang signifikan terjadi pada kehamilan yang ditandai dengan hipertrofi otot polos. Pada pemberian xenobiotika juga dapat menyebabkan peningkatan ketebalan miometrium dan pelebaran uterus. Sebagai contoh pelebaran uterus terjadi pada tikus setelah pengobatan dengan progestin dan esterogen. Selain itu, pemberian tamoxifen sebagai modulator reseptor esterogen selektif pada tikus dengan dosis tinggi dilaporkan dapat menyebabkan peningkatan berat uterus. b. Metaplasia skuamosa Metaplasia adalah sel yang sedang mengalami diferensiasi digantikan dengan jenis sel yang lain yang juga mengalami diferensiasi dengan kata lain perubahan bentuk sel dewasa satu menjadi bentuk sel dewasa lain. Metaplasia skuamosa epitel kolumnar endometrium adalah perubahan dari sel epitel kolumnar menjadi skuamosa. Metaplasia skuamosa merupakan salah satu dari banyak perubahan pada hewan pengerat yang disebabkan karena pemberian senyawa esterogenik. Hal ini terjadi pada tikus yang diobati dengan esterogen selama kehamilan, periode neonatal atau postnatal atau setelah pengobatan esterogen berkepanjangan pada hewan dewasa. Dosis tinggi estrogen reseptor selektif modulator tamoxifen dilaporkan dapat menyebabkan metaplasia skuamosa pada uterus tikus dan anjing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Secara
histopatologis,
penampakannya
bervariasi
namun
30
kedua
permukaan epithelium dan kelenjar mungkin akan terpengaruh. Keratinisasi dapat berkembang dengan perpanjangan pada mukosa skuamosa dari serviks ke dalam oviduk. Perkembangannya dapat melalui metaplasia langsung dan juga pyometria dari endometrium pada tikus betina. c. Hiperplasia endometrium Hiperplasia endometrium adalah gangguan endometrium dimana terjadi penambahan jumlah sel penyusun sehingga organ menjadi lebih besar. Hiperplasia dikaitkan dengan yang berhubungan dengan kadar hormon seks yang sering ada kelebihan estrogen relatif. Pemberian estrogen eksogen atau xenobiotik lainnya dengan efek estrogenik juga menginduksi hiperplasia endometrium di hewan laboratorium dan pada wanita. Namun, ada cukup banyak variasi dalam penampilan histologiss yang dilaporkan, perubahan disebabkan karena induksi estrogen pada hewan laboratorium. d. Endometrial polyps Polip endometrium adalah proyeksi sesil atau bertangkai yang memiliki ukuran hipertrofi, hiperplastik atau neoplastik kelenjar endometrium dan stroma yang berbeda-beda. Hal ini cukup sering ditemukan dalam rongga uterus tikus laboratorium dan dapat mewakili daerah hiperplasia lokal karena tidak semua bagian dari endometrium sama-sama responsif terhadap rangsangan hormonal. Prevalensinya sangat tinggi pada tikus wistar yang diturunkan saat mereka bertambah usia di atas dua tahun. Polip adenomatosa dilaporkan terdapat pada tikus Sprague Dawley yang diobati dengan agen progestogenik norethindrone
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
asetat selama dua tahun. Polip terdiri dari proyeksi epitel yang sangat proliferatif (polups adenomatosa) yang dianggap sebagai pertumbuhan neoplastik, penting untuk berhati-hati terhadap derajat hiperplasia, atypia seluler dan aktivitas miotic mengingat
kesulitan
dalam
memisahkan
tajam
berbagai
bentuk
polip
endometrium seiring terjadinya penuaan pada tikus.
A
B
Gambar 10. Macam-macam kerusakan uterus: A. Metaplasia skuamosa dan hiperplasia/hipertropi endometrium, B. Endometrial polyp. SM: Squamosa Metaplasia, HE: Hiperplasia/hipertropi (OECD, 2015; Gopinath and Mowat, 2014)
G. Keterangan Empiris Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi untuk mengetahui apakah pemberian infusa biji alpukat memberikan pengaruh terhadap gambaran histopatologi organ testis dan uterus pada tikus galur Sparague Dawley.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan sederhana acak lengkap pola searah.
B. 1.
Variabel Dan Definisi Operasional
Variabel utama a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis pemberian infusa biji Persea americana Mill. b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah perubahan histopatologi organ testis dan uterus tikus galur Sprague Dawley setelah pemberian subakut infusa biji Persea americana Mill.
2.
Variabel pengacau a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini antara lain, kondisi hewan uji, yaitu tikus jantan galur Sprague Dawley berjenis kelamin jantan dan betina dengan berat badan 150-250 g dan umur 2-3 bulan diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Variabel pengacau lainnya, yaitu bahan uji yang digunakan berupa biji alpukat yang mempunyai waktu panen, waktu tumbuh dan panen yang sama. Frekuensi pemberian infusa Persea americana satu kali sehari dua puluh delapan hari
32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama secara per oral bahan uji yang digunakan berupa biji Persea americana yang diperoleh dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta yang diambil pada bulan Juni 2014. b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley, spermatogenesis tikus jantan dan siklus estrus tikus betina.
2. Definisi operasional a. Infusa Persea americana Mill. Infusa P. americana diperoleh dengan menimbang 8 g serbuk kering biji P. americana dibasahi dalam 16 ml aquadest kemudian ditambahkan aquadest sampai volume 100 ml dan dipanaskan pada suhu 900C selama 15 menit sehingga diperoleh infusa biji Persea americana Mill. dengan konsentrasi 8% b/v . b. Biji Persea americana Mill. Biji Persea americana Mill. yang digunakan adalah biji alpukat segar yang tidak busuk. c. Variasi dosis infusa biji P. americana Mill. Dosis yang diberikan kepada tikus yaitu: dosis I= 202,24 mg/kgBB, dosis II= 360 mg/kgBB, dosis III= 640,8 mg/kgBB dan dosis IV= 1140,6 mg/kgBB. d. Perubahan histopatologis. Perubahan morfologi organ testis dan uterus ditunjukkan dengan adanya perbedaan pada organ tersebut antara perlakuan dan kontrol berdasarkan gambaran histopatologis organ setelah pemberian infusa biji alpukat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
e. Sifat efek toksik. Sifat efek toksik yang mungkin muncul adalah terbalikkan atau tak terbalikkan. f. Pemberian subakut. Pemberian infusa biji Persea americana Mill. satu kali sehari selama 28 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara per oral.
C. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus jantan galur Sprague Dawley dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. b. Biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta yang diambil dari perkebunan alpukat di Klaten pada bulan Juni 2014. c. Pelarut untuk infusa yang digunakan adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. d. Bahan kontrol negatif adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. e. Bahan untuk makanan hewan uji yaitu pellet AD2 dan bahan minuman untuk hewan uji yaitu air reverse osmose (RO) yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
f. Bahan untuk pemeriksaan histologis adalah formalin 10% yang dibuat dengan mengencerkan formalin 30% dengan aquadest sesuai volume yang dikehendaki. Formalin 30% diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis, Fakultas Farmasi, Sanata Dharma, Yogyakarta.
D. Alat Atau Instrumen Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk Timbangan digital, oven, blender, ayakan no.40, wadah untuk menyimpan serbuk biji alpukat.
2. Alat penetapan kadar air Alat moisture balanced dan sendok.
3. Alat pembuatan infusa biji Persea americana Mill. Panci enamel, termometer, stopwatch, bekker glass, gelas ukur, cawan porselen, batang pengaduk, corong, labu alas bulat, penangas air, timbangan analitik, kain flanel.
4.
Alat perlakuan dan pemeriksaan histopatologis Kandang metabolik tikus (metabolic cage), jarum suntik per oral, spuit
injeksi, timbangan, seperangkat alat bedah, alat-alat gelas dan pot-pot untuk menyimpan organ.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E.
36
Tata Cara Penelitian
1. Determinasi biji Persea americana Mill. Determinasi tanaman Persea americana Mill. dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Penjual dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta yang diambil dari perkebunan alpukat di Klaten pada bulan Juni 2014.
3. Pembuatan serbuk Biji Persea americana Mill. dibersihkan dari kulit luarnya, dicuci dengan air mengalir kemudian dipotong tipis, lalu dikeringanginkan kedalam oven yang sudah diatur suhunya, 50°C selam 72 jam. Potongan biji yang sudah kering kemudian diserbuk dan diayak dengan ayakan no. 40.
4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. Sampel serbuk biji Persea americana Mill sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam alat moisture balanced pada suhu 1050C selama 15 menit, kemudian secara otomatis persen kadar air akan muncul pada alat moisture balanced.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
5. Pembuatan infusa biji Persea americana Mill. Serbuk kering biji Persea americana Mill. ditimbang 8,0 g dan dimasukkan dalam panci enamel lalu dibasahi dengan aquadest sebanyak dua kali bobot bahan yang ditimbang, yaitu 16 ml aquadest. Sebanyak 100 ml pelarut aquadest dimasukkan kedalam panci enamel kemudian dipanaskan pada suhu 90°C selama 15 menit. Campuran kemudian diambil dan ditambah aquadest panas sehingga didapatkan volume perasan 100 ml.
6. Penetapan dosis infusa biji Persea americana Mill. Peringkat dosis infusa biji alpukat didasarkan pada pengobatan yang biasa digunakan oleh masyarakat yaitu ± 2 sendok makan (4 g) serbuk yang direbus dengan 250 ml air. Maka dosis perlakuan yang digunakan adalah 4 g/70kgBB manusia. Berdasarkan data diatas maka konversi dosis manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018 Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 4 g = 72 mg/0,2 kgBB = 360 mg/kgBB Berdasarkan hasil orientasi infusa penelitian yang dilakukan oleh Yoseph (2013), konsentrasi maksimal infusa biji alpukat yang dapat dibuat adalah 8g/100ml dengan asumsi berat badan hewan uji maksimal adalah 350 g dan volume maksimal pemberian infusa secara p.o = 5 ml. Maka dilakukan perhitungan untuk menetukan dosis tinggi perlakuan dengan rumus : D x BB = C X V D x 350 g = 8 g/ 100ml x 5 ml D = 1142,8 mg/kgBB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Kemudian dihitung faktor kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi. Untuk menentukan peringkat dosis infusa biji Persea americana Mill. dilakukan perhitungan sebagai berikut: =
(Faktor Kelipatan)
Berdasarkan faktor kelipatan yang maka diperoleh 4 peringkat dosis, yaitu: Dosis I
: 360 mg/kgBB : 1,78 = 202,24 mg/kgBB
Dosis II
: 360 mg/kgBB
Dosis III
: 360 mg/kgBB x 1,78 = 640,8mg/kgBB
Dosis IV
: 640,8 mg/kgBB x 1,78 = 1140,6 mg/kgBB
7. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif Untuk menetukan dosis aquadest digunakan berat badan tertinggi untuk mengetahui jumlah dosis maksimum yang dapat diberikan kepada hewan uji. Berdasarkan rumus didapatkan dosis maksimum yaitu: D x BB = C x V D x 350 g = 1 g/100 ml x 5 ml D= D= D = 14285 mg/kgBB Maka dosis aquadest adalah 14285 mg/kgBB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
8. Penyiapan hewan uji Hewan uji yang digunakan terdiri dari tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g, berjumlah 50 ekor (25 jantan dan 25 betina) disiapkan dan ditempatkan dalam metabolic cage di mana dalam satu kandang untuk satu tikus. Tiga hari sebelum perlakuan diadaptasikan terlebih dahulu di metabolic cage. Penelitian dengan hewan coba telah mendapat etical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (Lampiran 6).
9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji Penelitian ini membutuhkan 50 ekor tikus, yakni 25 ekor tikus jantan dan 25 ekor tikus betina yang masing-masing dibagi secara acak ke dalam lima kelompok dimana setiap kelompok akan berisi 5 tikus. Kelompok I adalah tikus yang diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 202,24 mg/kgBB, kelompok II diberikan dosis 360 mg/kgBB, kelompok III diberikan 640,8 mg/kgBB, kelompok IV diberikan dosis 1140,6 mg/kgBB dan kelompok V adalah tikus yang diberikan aquades sebagai kontrol dengan dosis 14285 mg/kgBB. Pemberian infusa biji Persea americana Mill. dilakukan satu kali sehari selama dua puluh delapan hari berturut-turut secara peroral. Pada hari ke-29, sebanyak tiga tikus dari tiap dosis dikorbankan, diambil organ testis dan uterus kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologis, selanjutnya dilakukan uji reversibilitas selama 14 hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
10. Prosedur pemusnahan hewan uji Sebelum pembedahan, hewan uji dikorbankan dengan cara anastetika overdosis, yakni memasukkan tikus kedalam wadah tertutup berisi eter yang akan diinhalasi oleh tikus.
11. Prosedur pembedahan hewan uji Pembedahan hewan uji atau yang di sebut juga proses nekropsi diawali dengan meletakkan hewan yang telah dieutanasi pada papan nekropsi dengan posisi rebah dorsal (perut menghadap keatas) dan posisi kepala menjauhi operator. Kemudian membasahi permukaan tubuh tikus dengan air, lalu dengan menggunakan foceps kulit abdomen diangkat dan dibuat irisan (digunting) sepanjang ventral midline (dagu bawah atau irisan sub kutan) dan diambil organ testis pada tikus jantan dan uterus pada tikus betina dengan menggunakan pinset. Setelah organ diambil kemudian organ dicuci dengan NaCl 0,9% dan dimasukkan kedalam pot formalin 10% untuk diawetkan. Hewan uji yang sudah diambil organnya, lalu dikubur di halaman laboratorium. Proses pembedahan ini dilakukan pada hari ke-29 terhadap tiga tikus dari setiap kelompok baik kelompok perlakuan dengan empat peringkat dosis maupun pada kelompok kontrol. Selain itu, juga dilakukan pada hari ke-15 terhadap dua tikus yang tersisa untuk uji reversibilitas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
12. Uji reversibilitas Uji reversibilitas dilakukan selama 14 hari dimulai setelah perlakuan 28 hari yang dilakukan pada dua hewan uji yang tersisa baik pada kelompok perlakuan empat peringkat dosis maupun pada kelompok kontrol. Pada uji reversibilitas, pemberian infusa biji alpukat pada kelompok perlakuan serta aquadest pada kelompok kontrol pada hewan uji dihentikan, namun tetap diberikan asupan makan maupun minum. Setelah hari ke-15 maka dilakukan pembedahan pada seluruh tikus pada uji reversibilitas dan dilakukan pengamatan histopatologis.
13. Pembuatan preparat dan pemeriksaan histopatologis Testis dan uterus yang telah disimpan dalam larutan formalin 10% dicelupkan ke dalam aquadest. Kemudian dibuat preparat dengan cara melakukan prosedur: trimming, dehidrasi, embedding, cutting, staining/pewarnaan (teknik HE) dan mounting (Carsun, 1990). Setelah menjadi preparat dilakukan pembacaan dan pengamtan slide dengan mikroskop untuk mendiagnosis gambaran histopatologis organ testis dan uterus. Prosedur ini dilakukan oleh pihak Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
14. Pengamatan data pendukung a. Penimbangan berat badan hewan uji Dilakukan penimbangan berat badan hewan uji setiap hari untuk menentukan volume infusa biji alpukat yang diberikan setiap harinya namun data yang digunakan sebagai data pendukung adalah data penimbangan hewan uji tiap minggunya. Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Data perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan analisis General Linear Model (metode Multivariate). b. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji Hewan uji diberikan asupan pakan 30 g setiap harinya dan asupan minum 100 ml setiap harinya. Untuk mengetahui sebarapa besar asupan pakan yang dikonsumsi oleh tikus maka dilakukan pengukuran setiap harinya. Cara mengukur besarnya asupan pakan yang diterima oleh tikus dengan menimbang pakan yang diberikan pada hari pertama, kemudian pada hari kedua dilakukan penimbangan kembali pakan yang masih tertinggal pada wadah. Selisih penimbangan berat pakan pada hari pertama dan kedua dihitung sebagai asupan pakan yang dikonsumsi pada hari pertama, begitu seterusnya untuk hari selanjutnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
F. Tata Cara Analisis Hasil
1. Pemeriksaan histopatologis organ Data pemeriksaan histopatologis organ dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus dp 10) berdasarkan perubahan morfologi yang terjadi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.
2. Uji reversibilitas Data uji reversibilitas dianalisis secara kualitatif berdasarkan perubahan morfologi yang terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa biji alpukat dibandingkan dengan kelompok tanpa perlakuan.
3. Pengamatan berat badan hewan uji Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Data perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan dianalisis secara statistika dengan analisis General Linear Model (metode Multivariate) hingga diperoleh nilai signifikansi (sig.) berat badan.
4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji Data asupan pakan dan minum dianalisis dengan cara menghitung purata makanan dan minuman yang dihabiskan tiap kelompok hewan uji setiap harinya, kemudian dibuat grafik perubahan pola makan dan minum hewan uji.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
G. Skema Alur Penelitian 50 ekor tikus (25 jantan dan 25 betina) masing-masing dibagi dalam 5 kelompok
Hewan uji ditempatkan dalam metabolic cage secara acak dan diadaptasikan selama 7 hari sebelum perlakuan
Hewan uji ditimbang selama 28 hari dan diberi asupan makan & minuim setiap hari
Hewan uji diberi infusa biji alpukat hari 1-28 dengan waktu pemberian yang sama, pada kelompok:
Kel. I
Kel. II
Kel. III
Kel. IV
Kel.Kontrol
Infusa biji alpukat 202,4 mg/kgBB
Infusa biji alpukat 360 mg/kgBB
Infusa biji alpukat 640,8 mg/kgBB
Infusa biji alpukat 1140,6 mg/kgBB
Aquadest 14285 mg/kgBB
Dilakukan pengukuran asupan pakan, minum dan berat badan selama 28 hari setiap pagi
Pada hari ke-29, 3 hewan uji tiap kelompok dibedah dan diamati histopatologis testis & uterus
Dua hewan uji sisanya dibiarkan hidup tanpa diberi perlakuan selama 14 hari (uji reversibilitas)
Pada hari ke-15 hewan uji yang tersisa pada saat uji reversibilitas dikorbankan dan dilakukan pembedahan serta pengamatan histopatologi organ testis dan uterus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya efek toksik dan sifat efek toksik infusa biji alpukat terhadap organ testis dan uterus tikus dilihat dari
gambaran histopatologisnya.
Selain itu, juga untuk
mengevaluasi
reversibilitas (keterbalikan) efek toksik yang terjadi. Tolok ukur yang digunakan adalah tolok ukur kualitatif berdasarkan analisis perubahan histopatologis yang dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif terhadap organ testis dan uterus tikus. Data pendukung penelitian ini adalah data berat badan, data asupan pakan dan data asupan minum. Data berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan dianalisa secara statistika dengan analisis General Linier Model (dengan metode Multivariate). Data asupan pakan dan minum dianalisis dengan cara dibuat grafik untuk melihat apakah pemberian infusa biji alpukat dapat mempengaruhi pola makan dan minum hewan uji. Gambaran histopatologis organ diperoleh berdasarkan derajat kerusakan sel testis dan uterus pada masing-masing kelompok. Data uji reversibilitas dianalisis secara kualitatif berdasarkan perubahan struktural jaringan yang terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa biji alpukat dibandingkan dengan kelompok tanpa perlakuan.
45
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
A. Hasil Determinasi Biji Persea americana Mill. Determinasi tanaman yang akan digunakan dalam penelitian memegang peranan penting untuk identifikasi tanaman. Tujuan dari determinasi adalah untuk membuktikan bahwa biji yang digunakan benar berasal dari biji buah alpukat (Persea americana Mill.) sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan yang digunakan karena tumbuhan mempunyai berbagai jenis varietas. Determinasi dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Hasil determinasi menunjukkan bahwa biji alpukat yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar biji alpukat yang berasal dari tanaman alpukat dengan nama ilmiah Persea americana Mill. (Lampiran 6).
B. Pembuatan Serbuk dan Penetapan Kadar Air Pembuatan serbuk dilakukan dengan mengolah biji alpukat segar yang kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C selama 72 jam. Biji alpukat yang telah kering diserbukkan dan diayak dengan ayakan dengan no mesh 40. Pengayaan dilakukan dengan tujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk. Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui banyaknya air yang terkandung dalam serbuk yang digunakan dalam pembuatan infusa. Menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI (1995), kadar air yang diperbolehkan dalam suatu serbuk adalah tidak lebih dari 10%. Penetapan kadar air ini penting dilakukan karena berpotensi munculnya mikroorganisme jika kadar air terlalu banyak atau lebih dari 10%. Jika dalam serbuk terdapat mikroorganisme maka dapat mencemari serbuk sehingga menjadi tidak layak digunakan sebagai bahan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
uji toksisitas. Dari penetapan kadar air, diperoleh kadar air biji alpukat yang akan digunakan sebesar 5,63 %, artinya kadar air sebuk biji alpukat layak digunakan sebagai bahan uji toksisitas.
C. Gambaran Histopatologis Testis Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat dan Uji Reversibilitas Pemeriksaan histopatologis
berguna untuk mengevaluasi
adanya
perubahan struktural dari testis sebagai wujud efek toksik bahan uji. Seluruh data histopatologis organ testis kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol untuk mengetahui apakah terdapat efek toksik setelah pemberian infusa biji alpukat. Apabila terdapat perbedaan gambaran histopatologis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dapat diduga testis mengalami kerusakan. Hasil pemeriksaan histopatologis (Tabel I), memperlihatkan semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan menunjukkan perubahan struktural sebesar 0%, artinya tidak ada perubahan pada struktur sel dan jaringan penyusun organ yaitu tubulus seminferus atau dengan kata lain testis dalam keadaan normal. Tubulus seminiferus yang terlihat tersusun atas spermatid yang berkembang menjadi spermatozoa melalui proses spermatogenesis (Junqueira et al., 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Tabel I. Hasil pemeriksaan histopatologis testis tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari
Dosis
Presentase Perubahan Struktural (n=3)
Infusa biji alpukat 202,24 mg/kgBB Infusa biji alpukat 360 mg/kgBB Infusa biji alpukat 640,8 mg/kgBB Infusa biji alpukat 1140,6 mg/kgBB Kontrol aquadest 14285,7 mg/kgBB
0% 0% 0% 0% 0%
Testis secara normal terdiri dari tubulus-tubulus seminiferus dan jaringan interstisial (Eurell and Frappier, 2006). Tubulus seminiferus masing-masing berisi sel sperma dalam berbagai tahap perkembangan spermatogenesis (Junqueira et al., 2007). Setiap tubulus seminiferus dipisahkan oleh jaringan interstisial yang mengandung sel Lydig (Eurell, 2004). Hasil pemeriksaan histopatologis testis dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol untuk melihat perubahan yang terjadi. Pada Gambar 11, dapat dilihat tubulus seminiferus dari kelompok kontrol dan pada kelompok perlakuan seperti pada Gambar 12. Tahaptahap perkembangan spermatogenesis dapat terlihat, semakin ke tengah lumen tubulus seminiferus maka perkembangan sel sperma semakin matang dan siap dibawa ke epididimis untuk disimpan sebelum kemudian dilepaskan untuk membuahi sel telur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
B D C A
Gambar 11. Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari pada kelompok kontrol aquadest. A. Tubulus Seminiferus, B. Jaringan Interstisial, C. Spermatozoa matur, D. Spermatozoa belum matur (Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E)
D A
C B
Gambar 12. Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari pada kelompok dosis 1140,6 mg/kgBB. A. Tubulus Seminiferus, B. Jaringan Interstisial, C. Spermatozoa matur, D. Spermatozoa belum matur (Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E)
Gambaran histopatologis testis dari kelompok perlakuan menunjukkan tidak ada perubahan. Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis yang dilakukan, tidak terjadi perubahan struktural jaringan testis akibat pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Namun demikian tubulus seminiferus dalam keadaan normal tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menjamin bahwa proses spermatogenesis
50
berjalan dengan normal dan
menghasilkan kualitas sperma yang normal. Biji alpukat memiliki kandungan metabolit sekunder antara lain alkaloid, tanin, triterpenoid, flavonoid dan saponin (Marlinda et al., 2012). Senyawa alkaloid dapat menekan sekresi hormon reproduksi yaitu testosteron sehingga proses spermatogenesis terganggu (Susetyarini, 2009). Kandungan tanin dapat menyebabkan penggumpalan sperma, flavonoid dapat menghambat aromatase yaitu enzim yang mengkatalis konversi androgen menjadi esterogen yang akan meningkatkan testosteron yang berakibat terhambatnya proses spermatogenesis (Susetyarini, 2009). Oleh sebab itu untuk mengetahui normal atau abnormal proses spermatogenesis akibat pemberian infusa biji alpukat perlu dilakukan uji lebih lanjut yakni uji aktivitas sperma yang meliputi, uji jumlah sperma dan motilitas sperma (Suripto, Sutasurya, Hasanuddin dan Adi, 2000). Tabel II. Hasil pemeriksaan histopatologis testis tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa biji alpukat pada uji reversibilitas
Dosis
Presentase Perubahan Struktural (n=2)
Infusa biji alpukat 202,24 mg/kgBB Infusa biji alpukat 360 mg/kgBB Infusa biji alpukat 640,8 mg/kgBB Infusa biji alpukat 1140,6 mg/kgBB Kontrol aquadest 14285,7 mg/kgBB
0% 0% 0% 0% 0%
Pada pemeriksaan uji reversibel pada tikus jantan dengan tujuan untuk melihat sifat efek toksik, apakah pengaruh pemberian infusa biji alpukat terhadap organ testis tikus bersifat terbalikkan atau tak terbalikkan setelah dilakukan penghentian pemberian infusa biji alpukat. Merupakan sifat terbalikkan jika efek
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
toksik yang terjadi dapat kembali kekeadaan normal seperti saat sebelum dilakukan pemberian infusa biji alpukat. Merupakan sifat tak terbalikkan jika efek toksik yang terjadi merupakan kerusakan struktural, walaupun pemberian infusa biji alpukat telah dihentikan namun struktur dan fungsi organ testis tidak dapat kembali kekeadaan normal seperti sebelum pemberian infusa biji alpukat (Williams et al., 2000). Hasil pemeriksaan histopatologis organ testis selama 14 hari yang telah dilakukan penghentian pemberian infusa biji alpukat, menunjukkan perubahan morfologi sebesar 0%, artinya tidak ada perubahan struktural jaringan penyusun organ atau dengan kata lain testis dalam keadaan normal, seperti ditunjukkan pada Tabel II. Gambaran histopatologis testis yang diberhentikan dari pemberian infusa biji alpukat ditunjukkan pada Gambar 13 dan Gambar 14. Seluruh kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dalam keadaan normal dalam arti tidak ada perubahan morfologi jaringan organ testis. Hasil pemeriksaan histopatologi perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari dan uji reversibilitas menunjukkan organ testis dalam kondisi normal sehingga tidak dapat ditentukan sifat efek toksik dari senyawa-senyawa yang terdapat pada infusa biji alpukat terhadap testis. Pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari dan uji reversibilitas menunjukkan adanya perbedaan jumlah sperma matur pada lumen, hal ini disebabkan karena perbedaan perkembangan spermatogenesis normal dan juga karena sperma telah dikeluarkan sebelum pengambilan gambar testis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C D
52
B
A
Gambar 13. Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah uji reversibilitas pada kelompok kontrol aquadest. A. Tubulus Seminiferus, B. Jaringan Interstisial, C. Spermatozoa matur, D. Spermatozoa belum matur (Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E)
A
C
B D
Gambar 14. Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah uji reversibilitas pada kelompok dosis 1140,6 mg/kgBB. A. Tubulus Seminiferus, B. Jaringan Interstisial, C. Spermatozoa matur, D. Spermatozoa belum matur (Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
D. Gambaran Histopatologis Uterus Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat dan Uji Reversibilitas Uterus adalah salah satu organ reproduksi pada wanita yang merupakan tempat implantasi zigot yang telah dibuahi. Uterus memiliki lapisan dalam endometrium, kemudian diikuti dengan lapisan miometrium dan lapisan luar perimetrium (Eurell, 2004). Pemeriksaan histopatologis digunakan untuk mengevaluasi perubahan struktural dari uterus sebagai wujud efek toksik dari pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari. Hasil pemeriksaan histopatologis uterus dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol untuk melihat perubahan yang terjadi. Gambaran histopatologis uterus pada pemberian infusa biji alpukat dapat dilihat Tabel III, semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan menunjukkan perubahan morfologi sebesar 0%, artinya tidak ada perubahan morfologi jaringan penyusun organ atau dengan kata lain uterus dalam keadaan normal, baik pada lapisan mukosa (endometrium), miometrium maupun perimetrium (OECD, 2015). Tabel III. Hasil pemeriksaan histologis uterus tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari
Dosis
Presentase Perubahan Struktural (n=3)
Infusa biji alpukat 202,24 mg/kgBB Infusa biji alpukat 360 mg/kgBB Infusa biji alpukat 640,8 mg/kgBB Infusa biji alpukat 1140,6 mg/kgBB Kontrol aquadest 14285,7 mg/kgBB
0% 0% 0% 0% 0%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Uterus merupakan tempat melekatnya zigot yang telah dibuahi yang nantinya akan berkembang menjadi janin dalam masa kehamilan. Uterus normal terdiri dari lapisan mukosa (endometrium) yang paling tebal, miometrium dan perimetrium yang terletak paling luar dan paling tipis (OECD, 2015). Pada Gambar 15, dapat dilihat lapisan mukosa (endometrium), miometrium dan perimetrium dari kelompok kontrol dalam keadaan normal, begitu pula pada kelompok perlakuan (Gambar 16). Pada Gambar 16 terdapat bercak bulat berwarna putih, bercak bulat tersebut merupakan perkembangan normal sel-sel granulose pada saat tikus mengalami siklus estrus. Oleh karena itu dapat dkatakan bahwa kandungan zat aktif dari infusa biji alpukat tidak menyebabkan perubahan struktural jaringan uterus. Namun demikian infusa biji alpukat apabila diberikan pada masa kehamilan dapat berpengaruh pada masa kehamilan. Akbar (2010) melaporkan bahwa alkaloid menghambat proses terjadinya ovulasi dan meresorpsi fetus tikus. Alkaloid menurut Marlinda et al. (2012) merupakan salah satu senyawa yang terdapat pada biji alpukat. Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis uterus yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa struktur dan jaringan penyusun uterus yang diamati dalam keadaan normal baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari tidak memberikan efek toksik terhadap organ uterus tikus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
C B
A
Gambar 15. Gambaran histopatologis organ uterus tikus setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari pada kelompok kontrol aquadest. A. Endometrium, B. Miometrium, C. Perimetrium (Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E)
C B A
Gambar 16. Gambaran histopatologis organ uterus tikus setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari pada kelompok dosis 1140,6 mg/kgBB. A. Endometrium, B. Miometrium, C. Perimetrium (Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E)
Pada uji reversibilitas yang dilakukan pada organ uterus menunjukkan hasil pemeriksaan histopatologis organ uterus selama 14 hari yang telah dilakukan penghentian pemberian infusa biji alpukat, menunjukkan perubahan struktural sebesar 0%, artinya tidak ada perubahan struktural jaringan penyusun organ atau dengan kata lain uterus dalam keadaan normal, seperti ditunjukkan pada Tabel IV.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Tabel IV. Hasil pemeriksaan histopatologis uterus tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa biji alpukat pada uji reversibilitas
Dosis
Presentase Perubahan Struktural (n=2)
Infusa biji alpukat 202,24 mg/kgBB Infusa biji alpukat 360 mg/kgBB Infusa biji alpukat 640,8 mg/kgBB Infusa biji alpukat 1140,6 mg/kgBB Kontrol aquadest 14285,7 mg/kgBB
0% 0% 0% 0% 0%
Gambaran histopatologis uterus pada uji reversibilitas ditunjukkan pada Gambar 17 dan 18. Seluruh kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dalam keadaan normal dimana tidak ada perubahan morfologi jaringan penyusun organ seperti yang telah dikemukakan oleh OECD (2015). Pada Gambar 18 terdapat bercak bulat berwarna putih, bulatan tersebut merupakan perkembangan normal sel-sel granulose pada saat tikus mengalami siklus estrus. Pada Gambar 17 dan 18 ukuran uterus nampak lebih tebal bila dibandingkan dengan uterus pada Gambar 15 dan 16, hal ini disebabkan karena adanya siklus estrus yang dipengaruh oleh hormon-hormon reproduksi sehingga endometrium mengalami penebalan dan penebalan endometrium pada saat mengalami siklus estrus ini merupakan perubahan yang normal. Hasil pemeriksaan histopatologis perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari dan uji reversibilitas menunjukkan organ uterus dalam kondisi normal sehingga tidak dapat ditentukan sifat efek toksik dari senyawa-senyawa yang terdapat pada infusa biji alpukat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
A B
C Gambar 17. Gambaran histopatologis organ uterus tikus setelah uji reversibilitas pada kelompok kontrol aquadest. A. Endometrium, B. Miometrium, C. Perimetrium (Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E)
B
C
A
Gambar 18. Gambaran histopatologis organ uterus tikus setelah uji reversibilitas pada kelompok dosis 1140,6 mg/kgBB. A. Endometrium, B. Miometrium, C. Perimetrium (Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E)
E. Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat Terhadap Perubahan Berat Badan Tikus Jantan dan Betina Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran berat badan tikus. Berat badan tikus berperan penting sebab perubahan berat badan hewan uji merupakan salah satu data pendukung dalam uji toksisitas. Penimbangan berat badan hewan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
uji bertujuan untuk mengetahui kesehatan hewan uji, menyesuaikan volume pemberian infusa biji alpukat dan mengetahui kemungkinan perubahan berat badan selama perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol pada tiap minggunya. Seiring bertambahnya umur tikus, maka berat badan tikus akan semakin bertambah, selain itu perubahan berat badan juga dipengaruhi oleh jumlah asupan pakan tikus, dimana semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka berat badan akan meningkat. Seperti dikemukakan oleh Abidah, Dewanti, Nugraheni, Wijayanti dan Maligan (2014), bahwa perubahan berat badan hewan uji dapat dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan, diet pakan dan keturunan, sedangkan kecepatan pertumbuhan hewan uji dipengaruhi oleh spesies, jenis kelamin, umur dan zat nutrisi dalam pakan. Data berat badan dianalisis dengan General Linier Model (dengan metode Multivariate) dan diperoleh hasil yang signifikan baik pada tikus jantan maupun pada tikus betina dengan dengan harga P<0,05. Hasil analisis dengan menggunakan uji General Linier Model (dengan metode Multivariate) terhadap perubahan berat badan tikus jantan (Lampiran 9) yang dibandingkan mulai hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28 menunjukkan hasil yang berbeda bermakna antara kelompok perlakuan pemberian infusa biji alpukat dengan kelompok kontrol aquadest (P<0,05). Pada tikus betina (Lampiran 10), hasil analisis terhadap perubahan berat badan juga menunjukkan hasil berbeda bermakna antara kelompok perlakuan pemberian infusa biji alpukat dan kelompok kontrol aquadest (P<0,05) .
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Pada tabel V dan VI dapat dilihat purata berat badan tikus jantan dan betina akibat pemberian infusa biji alpukat. Pada kedua tabel tersebut memperlihatkan purata berat badan tikus jantan dan betina tiap kelopok + SE, yaitu apabila purata berat badan dikurangi atau ditambah sengan SE maka nilai ini akan menggambarkan rentang nilai berat badan tikus teringan sampai tertinggi. Tabel V. Purata Berat Badan + SE Tikus Jantan Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat selama 28 hari
Kel.
Dosis
I
Infusa Biji Alpukat 202,24 mg/kgBB Infusa Biji Alpukat 360 mg/kgBB Infusa Biji Alpukat 640,8 mg/kgBB Infusa Biji Alpukat 1140,6 mg/kgBB
Purata Berat Badan hari ke(g+ SE) 7 14 21
0
II III IV V
28
178,8+7,6
185+12,0
193,4+16,9
220,2+11,1
239+9,3
199,8+9,6
202,8+12,1
210,8+14,6
238,4+12,1
262,2+12,1
154,8+1,8
195+7,1
228,8+5,1
255+11,6
271,4+9,0
198,6+12,2
214,2+8,8
220,6+10,5
242,4+9,0
259+10,3
192,8+13,8
192,2+8,2
193,2+6,6
216,6+6,1
221,6+20,2
Kontrol Aquadest
14285,7 mg/kgBB
Keterangan :
SE
= Standar Error
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Gambar 19. Berat badan tikus jantan selama pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari
Keterangan : Kontrol Aquadest Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV
= diberikan aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 202,24 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 360 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 640,8 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1140,6 mg/kgBB
Pada tabel VI dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan berat badan tikus baik pada kelompok kontrol aquadest maupun kelompok perlakuan. Hal ini berarti, seiring dengan bertambahnya waktu dan masa pertumbuhan hewan uji maka akan disertai penambahan berat badan dari hari ke hari. Pada Gambar 19 menunjukkan grafik perubahan berat badan tikus jantan, dapat dilihat bahwa semua kelompok perlakuan mempunyai profil yang mirip baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, yaitu adanya peningkatan berat badan dari hewan uji. Hal ini juga didukung oleh data asupan pakan dan minum yang mengalami peningkatan hari ke hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Tabel VI. Purata Berat Badan + SE Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat selama 28 hari
Kel.
Purata Berat Badan hari ke(g+ SE) 7 14 21
Dosis 0
I II III
IV
V
Infusa Biji Alpukat 202,24 mg/kgBB Infusa Biji Alpukat 360 mg/kgBB Infusa Biji Alpukat 640,8 mg/kgBB Infusa Biji Alpukat 1140,6 mg/kgBB Kontrol Aquadest
14285,7 mg/kgBB Keterangan : SE
28
173,2+6,8
186,4+15,6
173+7,7
184,4+8,1
199+7,5
153,4+11,1
141,4+5,0
148+6,3
159,4+5,5
173,6+5,9
171,2+8,8
157,4+11,4
161,2+12,2
174,8+11,0
188,4+11,3
157,20+5,99
158,8+3,2
169,8+6,3
162,6+3,1
167,8+5,0
150,80+4,3
151,8+7,5
144,4+11,3
157,8+9,8
170+7,5
= Standar Error
Gambar 20. Berat badan tikus betina selama pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari
Keterangan : Kontrol Aquadest = diberikan aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB Dosis I = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 202,24 mg/kgBB Dosis II = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 360 mg/kgBB Dosis III = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 640,8 mg/kgBB Dosis IV = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1140,6 mg/kgBB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
Pada tabel VI dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan berat badan tikus baik pada kelompok kontrol aquadest maupun kelompok perlakuan. Hal ini berarti, seiring dengan bertambahnya waktu dan masa pertumbuhan hewan uji maka akan disertai penambahan berat badan dari hari ke hari. Pada Gambar 20 menunjukkan grafik perubahan berat badan tikus betina, dapat dilihat bahwa semua kelompok perlakuan mempunyai profil yang mirip baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, yaitu adanya peningkatan berat badan dari hewan uji. Walaupun pada dosis I mengalami penurunan pada hari 14 namun pada hari selanjutnya terus meningkat, begitu juga pada dosis II dan III pada hari ke 7, hal ini disebabkan hanya karena pertumbuhan normal dari hewan uji. Hal ini juga didukung oleh data asupan pakan dan minum yang mengalami peningkatan hari ke hari. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa infusa biji alpukat tidak mempengaruhi berat badan tikus jantan maupun betina namun perubahan berat badan yang dialami oleh hewan uji lebih dipengaruhi oleh proses pertumbuhan tikus jantan dan tikus betina dikarenakan seiring bertambahnya waktu dari hari ke-0 sampai hari ke-28 dan meningkatnya usia terjadi peningkatan asupan pakan.
F. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa biji Alpukat Dalam penelitian ini, terdapat data pendukung, yaitu data asupan pakan tikus yang berguna untuk menegaskan apakah perubahan berat badan yang terjadi merupakan akibat dari pemberian infusa biji alpukat atau merupakan proses pertumbuhan alami hewan uji seiring bertambahnya usia dan meningkatnya pola
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
makan. Asupan pakan yang diberikan kepada hewan uji adalah pellet AD2 sejumlah 30 gram setiap hari. Jumlah pakan yang dimakan tikus pada hari pertama dihitung dengan mengurangkan jumlah pakan yang diberikan pada hari pertama dengan pakan yang tersisa dihari kedua begitu juga untuk hari selanjutnya. Data asupan pakan tikus jantan dan betina tidak dianalisis menggunakan uji statistika karena bertujuan untuk melihat profil pola makan tikus jantan dan betina. Hasil pengukuran asupan pakan tikus jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22.
Gambar 21. Asupan pakan tikus jantan
Keterangan : Kontrol Aquadest = diberikan aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB Dosis I = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 202,24 mg/kgBB Dosis II = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 360 mg/kgBB Dosis III = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 640,8 mg/kgBB Dosis IV = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1140,6 mg/kgBB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Gambar 22. Asupan pakan tikus betina
Keterangan : Kontrol Aquadest Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV
= diberikan aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 202,24 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 360 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 640,8 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1140,6 mg/kgBB
Pada gambar 21, dapat dilihat bahwa grafik pola makan tikus jantan pada berbagai peringkat dosis dengan pemberian infusa biji alpukat memiliki pola makan yang mirip dengan kelompok kontrol. Begitu pula dengan tikus betina, pada Gambar 22 menunjukkan grafik pola makan tikus betina pada kelompok perlakuan pada berbagai peringkat dosis dengan pemberian infusa biji alpukat memiliki pola makan yang mirip dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pola makan tikus jantan maupun tikus betina normal. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa biji alpukat tidak mempengaruhi pola makan hewan uji dan perubahan berat badan pada tikus jantan dan betina disebabkan oleh proses pertumbuhan dan asupan pakan tikus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
G. Asupan Minum Tikus Jantan dan Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa biji Alpukat Selain data perubahan berat badan dan data asupan pakan, digunakan juga data asupan minum sebagai data pendukung pada penelitian ini. Seluruh hewan uji diberikan asupan yang sama yaitu air reverse osmose (RO) sebanyak 100 ml setiap harinya. Pengukuran volume air yang diminum hari pertama dilakukan dengan cara mengurangkan volume air yang diberikan pada hari pertama (100 ml) dengan volume air yang tersisa pada hari kedua. Begitu juga untuk hari selanjutnya. Asupan minuman yang dikonsumsi oleh tikus jantan dan betina dihitung setiap hari dan dibuat grafik, sehingga dapat diketahui pola konsumsi minum hewan uji, seperti pada Gambar 23 dan 24.
Gambar 23. Asupan minum tikus jantan
Keterangan : Kontrol Aquadest Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV
= diberikan aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 202,24 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 360 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 640,8 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1140,6 mg/kgBB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
Gambar 24. Asupan minum tikus betina
Keterangan : Kontrol Aquadest Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV
= diberikan aquadest dengan dosis 14285,7 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 202,24 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 360 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 640,8 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1140,6 mg/kgBB
Gambar 23 dan 24 merupakan data asupan minum tikus jantan dan betina yang menunjukkan pola normal dari keduanya karena cenderung memiliki pola minum yang sama dengan kontrol aquadest. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pemberian infusa biji alpukat tidak mempengaruhi pola minum hewan uji.
Hasil penelitian ini penting untuk mengetahui pengaruh obat tradisional atau obat herbal khususnya biji alpukat apabila digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Pada pengunaannya di masyarakat, umumnya biji alpukat dikonsumsi dalam jangka panjang sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai uji toksisitas subakut yang lebih lama, yakni selama 90 hari tentang pengaruh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
infusa biji alpukat terhadap organ testis dan uterus. Hasil uji toksisitas subakut infusa biji alpukat yang diberikan selama 28 hari dengan dosis 202,24; 360; 640,8 dan 1140,6 mg/kgBB terhadap tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley (SD) menunjukkan tidak adanya efek toksik yang ditimbulkan terhadap organ testis dan uterus, serta tidak mempengaruhi pola makan dan minum serta berat badan tikus. Meskipun pada testis secara histopatologis dalam keadaan normal namun perlu dilakukan uji untuk mengetahui kualitas sperma yang dihasilkan pada tikus jantan, sebab proses spermatogenesis dan sperma yang dihasilkan belum tentu dalam keadaan dan jumlah yang normal sebab alkaloid, tanin dan flavanoid memiliki efek yang dapat mengganggu proses spermatogenesis (Susetyarini, 2009). Pada organ uterus infusa biji alpukat tidak menimbulkan efek toksik namun apabila diberikan pada masa kehamilan dapat berpengaruh terhadap kehamilan tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Infusa biji alpukat yang diberikan selama 28 hari dengan dosis 202,4 mg/kg BB; 360 mg/kg BB; 640 mg/kg BB; 1140,6 mg/kg BB tidak menyebabkan perubahan toksik struktural testis dan uterus tikus Sprague Dawley (SD). 2. Sifat efek toksik tidak dapat ditentukan apakah bersifat reversibel atau irreversibel karena gambaran histopatologis baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok uji reversibilitas menunjukkan testis dan uterus dalam keadaan normal. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian infusa biji alpukat terhadap proses spermatogenesis dan kualitas sperma yang dihasilkan. 2. Perlu dilakukan penelitian toksisitas subkronis infusa biji alpukat pada tikus dengan waktu penelitian yang lebih panjang, yaitu 90 hari.
68
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
DAFTAR PUSTAKA
Abidah, N., Dewanti, T.W., Nugraheni, N.I.P., Wijayanti, S.D., Maligan, J.M., 2014, Pengaruh Margarin Apel Manalagi Tersuplementasi Minyak Kacang Tanah Terhadap Kadar Kolesterol Tikus Sprague Dawley Jantan, Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2 (1), 18-27. Akbar, B., 2010, Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas, Adabia Press, Jakarta, pp.7-9, 25. Anggraeni, A.D., 2006, Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberikan Beban Glukosa, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang. Arukwe, U., Amadi, B.A, Duru, M.K.C., Agomuo, E.N, Adindu, E.A., Odika, P.C., et al., 2012, Chemical Composition of Persea americana Leaf, Fruit and Seed, IJRRAS, 11(2): 346-349. Aughey and Frye, 2001, Comparative Veterinary Histology with Clinical Correlates, Manson Publishing, London, p. 189. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014, Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 39-43. Carsun, F. L., 1990, Histotechnology: A Self-Instructional Text, Departement of Pathology Baylor University Medical Center Dallas, Texas. Creasy, D., Bube, A., Rijk, E.D., Kandori, H., Kuwahara, M., Masson, et al., 2012, Proliferative and Nonproliferative of the Rat and Mouse male Reproductive System, Toxicologic Pathology, 40 (40S-1218), 438-478. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan , 1978, Materia Medika Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal.70. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope Indonesia, jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 46. Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010, Acuan Sediaan Herbal, volume V, edisi Pertama, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, p.3.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp. 3, 7, 8, 106-122, 124-141. Eurell, J. A. C., 2004, Veterinary Histology, Teton NewMedia, America, pp 5457. Eurell, J. A., and Frappier, B. L., 2006, Dellmann’s: Textbook Veterinary Histology, Sixth Edition, Blackwell Publishing Asia, Australia, pp. 287. Gad, S.C., 2002, Drug Safety Evaluation, John Wiley and Sons Inc., New York, pp. 237, 238, 240. Greaves, P., 2012, Histopathology of Preclinical Toxicity Studies: Interpretation and Relevance in drug Safety Evaluation, 4th edition, Academic Press, Canada, pp. 676-689. Gunawan, L., R., 2013, Ekstrak Metanol-Air Biji Persea americana Mill. Terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologis Ginjal Tikus Jantan Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida, Skripsi, 36-63, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Gopinath, C., and Mowat, V., 2014, Atlas of Toxicological Pathology, Springer Dordrecht Heldenbergh, London, New York, pp. 155-159. Hariana, H.A., 2004, Tumbuhan Obat & Khasiatnya, Seri 1, Penebar Swadaya, Depok, pp.10-11. Heffner, L. J., and Schust, D. J., 2006, At a Glance Sistem Reproduksi, Erlangga, Jakarta, pp. 26,28,30, 38. Hodgson, E., 2009, A Textbook of Modern Toxicology, 4th edition, A John Willey & Sons, Canada, pp.364-369. Imafidon, K.E. and Amaechina, F.C., 2010, Effect of Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Avocado) on Blood Pressure and Lipid Profile in Hypertensive Rats, Advances in Biological Research, 4(2):116-121. ITIS, 2015, Persea americana Mill., http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&se arch_value=18154, diakses pada tanggal 7 Januari 2015. Junqueira, L. C., Carneiro, J., Kelley, R. O., 2007, Histologis Dasar, edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Lim, T.K., 2012, Edible Medical and Non-Medical Plants, Books 3, Spingers Dordrecht Heldenbergh, London, New York, pp.79-101. Marlinda, M., Sangi, M. S., dan Wuntu, A. D., 2012, Analisis Senyawa metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.), Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE, 1(1): 24-28. McPhee, S. J., and Ganong, W. F., 2002, Pathophysiology of Disease: an Introduction to Clinical Medicine, 5th ed., diterjemahkan oleh Brahm U.P., hal. 680, 686-688, 695, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Mohamed, S.A and Gerbed, E., 2013, Hisopathological and Ultrasructural Effect of Methyl Parathion on Rat Testis and Protection by Selenium, Journal of Applied Pharmaceutical Science, 3(8):S53-S63. Monica, F., 2006, Pengaruh Pemberian Air Seduhan Serbuk Biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Kadar Glukosa Darah tikus Wistar yang diberikan Beban Glukosa, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang. OECD,
OECD,
2015, Female Reproductive http://www.oecd.org/chemicalsafety/testing/43754782.pdf pada tanggal 9 Januari 2015. 2015, Normal Background Variation of http://www.oecd.org/chemicalsafety/testing/40581116.pdf, pada tanggal 24 Maret 2015.
,
System, diakses
Structure, diakses
Ozolua, R.I., Anaka, O.N., Okpo, S.O., Idogun,S.E., 2009, Acute and Sub-Acute Toxicological Assessment of The Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Lauraceae) in Rats, Afr. J. Traditional, 6(4), 573-578. Putri, N. P. D. P., 2013, Efek Hepatoprotektif Infusa Biji Persea americana Mill. Terhadap Aktivitas ALT-AST Serum pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida, Skripsi, 30-53 ,Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Quraisyin, Y. A., 2013, Efek Nefroprotektif Dekoksi Biji Persea americana Mill. Jangka Panjang Terhadap Tikus yang Terinduksi Karbon Tetraklorida, Skripsi, 30-41, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Rastogi, S. C., 2001, Essentials of Animal Physiology, Third Edition, New Age International, New Delhi, pp. 440-458. Rukmana, R.H., 2005, Seri Budi Daya Alpukat, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, pp. 17-26.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Setiawan, L., 2013, Pengaruh Waktu Protektif Pemberian Infusa Biji Persea americana Mill. Secara Akut Terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologis Ginjal Tikus Terinduksi Karbon Tetraklodrida, Skripsi, 3656, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sirois, M., 2013, Veterinary Assisting Textbook, Elsevier Inc., China, pp.106-107. Suckow, M. A., Weisbroth, S. H. and Franklin, C. L., 2006, The Laboratory Rat, Second Edition, Elsevier Academic Press, USA, pp. 113-114. Suripto, Sutasurya, L.A., Hasanuddin dan Adi, D., A., 2000, Pengaruh Prostaglandin F2α Terhadap Fertilitas Tikus (Rattus norvegicus) Wistar Jantan, JMS, 5(2), 69-81. Susetyarini, E., 2009, Efek Senyawa Aktif Daun Beluntas Terhadap Kadar Testosteron Tikus Putih (Ratus norwegicus) Jantan, GAMMA, 5(1), 2127. Tuncer, I., Sunar, F., Toy, H., Baltaci, A.K., Mogulkoc, R., 2011, Histological Effect of Zinc and Melantonin on Rat Testes, Bratisl Lek Listy, 112(8):425-427. Wahyuningsih, B., 2015, Uji Toksisitas Akut Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.) pada Mencit Galur Swiss, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Williams, P. L., James, R. C., and Roberts, S. M., 2000, Principle of Toxicology: Environmental and Industrial Application, 2nd ed., John Willey & Sons, Inc., America, p. 4. Wulanda, A. F., 2011, Biologi Reproduksi, Penerbit Salemba Medika, pp.8-11. Yasir, M., Das, S., and Kharya, D., 2010, The Phytochemical and Pharmacological Profile of Persea americana Mill., http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3249906/, diakses 7 Januari 2015. Yoseph, G. K., 2013, Efek Nefroprotektif Pemberian Jangka Panjang Infusa Biji P. americana Mill. terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histopatologis Ginjal Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida, Skripsi, 2628, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Zuhrotun, A., 2007, Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Bentuk Bulat, Laporan Penelitian, Universitas Padjadjaran, Bandung.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Biji Alpukat
Lampiran 2. Foto Serbuk Biji Alpukat
Lampiran 3. Foto Infusa Biji Alpukat
74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4. Foto Pembuatan Infusa Biji Alpukat
Lampiran 5. Foto Pembedahan Hewan Uji
75
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Lampiran 6. Surat Pengesahan Determinasi Biji Alpukat (Persea americana Mill.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Surat Ethics Committee Approval
77
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8. Hasil Diagnosis Histopatologis
78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Lampiran 9. Analisis Statistika Perubahan Berat Badan Tikus Jantan Case Processing Summary Cases Included N berat_badan_hari_ke0 *
Excluded
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
kelompok_perlakuan berat_badan_hari_ke7 * kelompok_perlakuan berat_badan_hari_ke14 * kelompok_perlakuan berat_badan_hari_ke21 * kelompok_perlakuan berat_badan_hari_ke28 * kelompok_perlakuan
Report kelompok_perlakuan
berat_badan_ berat_badan_ berat_badan_ berat_badan_ berat_badan_ hari_ke0
Infusa biji
N
alpukat 202,24 mg/kgBB
hari_ke7
hari_ke14
hari_ke21
hari_ke28
5
5
5
5
5
Mean
178,8000
185,0000
193,4000
220,2000
239,0000
Std. Deviation
17,09386
27,00926
37,82592
24,95396
20,97618
7,64461
12,07891
16,91626
11,15975
9,38083
5
5
5
5
5
Std. Error of Mean
Infusa biji
N
alpukat 360
Mean
199,8000
202,8000
210,8000
238,4000
262,2000
mg/kgBB
Std. Deviation
21,52208
27,09613
32,69098
27,07951
27,27086
9,62497
12,11776
14,61985
12,11033
12,19590
5
5
5
5
5
154,8000
195,0000
228,8000
255,0000
271,4000
Std. Error of Mean Infusa biji
N
alpukat 640
Mean
mg/kgBB
Std. Deviation
4,14729
16,00000
11,47606
26,07681
20,28053
Std. Error of Mean
1,85472
7,15542
5,13225
11,66190
9,06973
5
5
5
5
5
Infusa biji
N
alpukat
Mean
198,6000
214,2000
220,6000
242,4000
259,0000
1140,6
Std. Deviation
27,29102
19,75348
23,61779
20,20643
23,24866
mg/kgBB
Std. Error of Mean
12,20492
8,83403
10,56220
9,03659
10,39711
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kontrol
N
Aquadest
81
5
5
5
5
5
Mean
192,8000
192,2000
193,2000
216,6000
221,6000
14285,7
Std. Deviation
31,05962
18,34939
14,78851
13,81304
45,21394
mg/kgBB
Std. Error of Mean
13,89028
8,20610
6,61362
6,17738
20,22029
Total
N
25
25
25
25
25
Mean
184,9600
197,8400
209,3600
234,5200
250,6400
Std. Deviation
26,61841
22,61209
27,94471
25,53938
32,13627
5,32368
4,52242
5,58894
5,10788
6,42725
Std. Error of Mean
Between-Subjects Factors Value Label kelompok_perlakuan
N
1
Infusa biji alpukat 202,24 mg/kgBB
5
2
Infusa biji alpukat 360 mg/kgBB
5
3
Infusa biji alpukat 640 mg/kgBB
5
4
Infusa biji alpukat 1140,6 mg/kgBB
5
5
Kontrol Aquadest 14285,7 mg/kgBB
5
c
Multivariate Tests Effect Intercept
Value Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root
kelompok
Pillai's Trace
_perlakua
Wilks' Lambda
n
Hotelling's Trace Roy's Largest Root
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
464,086
a
5,000
16,000
,000
464,086
a
5,000
16,000
,000
464,086
a
5,000
16,000
,000
464,086
a
5,000
16,000
,000
1,100
1,441
20,000
76,000
,130
,169
1,915
20,000
54,016
,030
3,461
2,509
20,000
58,000
,003
3,041
b
5,000
19,000
,000
,993 ,007 145,027 145,027
11,557
a. Exact statistic b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level. c. Design: Intercept + kelompok_perlakuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Levene's Test of Equality of Error Variances F
df1
a
df2
Sig.
berat_badan_hari_ke0
3,680
4
20
,021
berat_badan_hari_ke7
,168
4
20
,952
berat_badan_hari_ke14
,795
4
20
,542
berat_badan_hari_ke21
,768
4
20
,559
berat_badan_hari_ke28
1,474
4
20
,247
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + kelompok_perlakuan
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Betina Case Processing Summary Cases Included N berat_badan_hari_ke0 *
Excluded
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
25
100,0%
0
,0%
25
100,0%
kelompok_perlakuan berat_badan_hari_ke7 * kelompok_perlakuan berat_badan_hari_ke14 * kelompok_perlakuan berat_badan_hari_ke21 * kelompok_perlakuan berat_badan_hari_ke28 * kelompok_perlakuan
Report kelompok_perlakuan
berat_badan_ berat_badan_ berat_badan_ berat_badan_ berat_badan_ hari_ke0
Infusa biji alpukat N 202,24 mg/kgBB
hari_ke7
hari_ke14
hari_ke21
hari_ke28
5
5
5
5
5
Mean
173,2000
186,4000
173,0000
184,4000
199,0000
Std. Deviation
15,20526
34,99000
17,27715
18,14663
16,95582
6,80000
15,64800
7,72658
8,11542
7,58288
5
5
5
5
5
Mean
153,4000
141,4000
148,0000
159,4000
173,6000
Std. Deviation
25,03597
11,32696
14,15980
12,48199
13,31540
Std. Error of
11,19643
5,06557
6,33246
5,58211
5,95483
5
5
5
5
5
Mean
171,2000
157,4000
161,2000
174,8000
188,2000
Std. Deviation
19,79141
25,59883
27,28919
24,72246
25,38110
8,85099
11,44814
12,20410
11,05622
11,35077
5
5
5
5
5
Mean
147,2000
158,8000
169,8000
162,6000
167,8000
Std. Deviation
13,40522
7,19027
14,30734
6,94982
11,25611
Std. Error of Mean Infusa biji alpukat N 360 mg/kgBB
Mean Infusa biji alpukat N 640 mg/kgBB
Std. Error of Mean Infusa biji alpukat N 1140,6 mg/kgBB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Std. Error of
84
5,99500
3,21559
6,39844
3,10805
5,03389
5
5
5
5
5
139,8000
151,8000
144,4000
157,8000
170,0000
Mean Kontrol Aquadest N 14285,7
Mean
mg/kgBB
Std. Deviation
9,73139
16,79881
25,44209
21,91347
16,88194
Std. Error of
4,35201
7,51266
11,37805
9,80000
7,54983
25
25
25
25
25
Mean
156,9600
159,1600
159,2800
167,8000
179,7200
Std. Deviation
20,85761
24,95109
22,02181
19,48290
20,07386
4,17152
4,99022
4,40436
3,89658
4,01477
Mean Total
N
Std. Error of Mean
Between-Subjects Factors Value Label kelompok_perlakuan
N
1
Infusa biji alpukat 202,24 mg/kgBB
5
2
Infusa biji alpukat 360 mg/kgBB
5
3
Infusa biji alpukat 640 mg/kgBB
5
4
Infusa biji alpukat 1140,6 mg/kgBB
5
5
Kontrol Aquadest 14285,7 mg/kgBB
5
c
Multivariate Tests Effect Intercept
Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
5,000
16,000
,000
Pillai's Trace
,997
1108,333
a
Wilks' Lambda
,003
1108,333
a
5,000
16,000
,000
5,000
16,000
,000
5,000
16,000
,000
Hotelling's Trace
346,354
1108,333
a
Roy's Largest Root
346,354
1108,333
a
Pillai's Trace
1,133
1,502
20,000
76,000
,106
Wilks' Lambda
,206
1,649
20,000
54,016
,074
Hotelling's Trace
2,387
1,731
20,000
58,000
,054
1,676
b
5,000
19,000
,001
Kelompok
Roy's Largest Root
6,369
a. Exact statistic b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level. c. Design: Intercept + Kelompok
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Levene's Test of Equality of Error Variances F
df1
a
df2
Sig.
berat_badan_hari_ke0
10,282
4
20
,000
berat_badan_hari_ke7
2,865
4
20
,050
berat_badan_hari_ke14
1,478
4
20
,246
berat_badan_hari_ke21
1,490
4
20
,243
berat_badan_hari_ke28
1,607
4
20
,211
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + kelompok_perlakuan
85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Subakut Infusa Biji Persea Americana Mill. Terhadap Gambaran Histopatologis Organ Testis Dan Uterus Tikus Galur Sprague Dalwey” mempunyai nama lengkap Rosita Olimpia Bagiastrasari, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Abas Sumarno dan Endang Mulatsih. Penulis dilahirkan di Gunungkidul, Yogyakarta pada 26 Juli 1992. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu, pendidikan prasekolah dasar di TK Padamara Wonosari (19961999), Pendidikan dasar di SD BOPKRI Wonosari (1999-2005), Pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Wonosari (2005-2008), Pendidikan lanjutan di SMA Negeri 1 Wonosari (20082011). Penulis menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011. Selama menjalani masa perkuliahan penulis juga aktif dalam berbagai organisasi seperti menjadi anggota divisi organisasi dalam kepengurusan Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI) komisariat Farmasi Universitas Sanata Dharma periode 2013-2014 dan Sekretaris I Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi periode 2014-2015. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan diantaranya anggota divisi Publikasi, dekorasi dan dokumentasi acara TITRASI 2012, anggota divisi humas acara Pharmacy Days 2012, koordinator divisi Publikasi, dekorasi dan dokumentasi acara Makrab JMKI 2013, koordinator divisi humas acara Desa Mitra 1 & 2 2013, anggota divisi humas Seminar Nasional Hari Pendidikan 2013, anggota divisi konsumsi acara The Colaboration of Shadow Puppet and Dance 2013, koordinator divisi akomodasi acara Student Exchange Programme 2013, koordinator divisi acara Seminar Nasional 2013 “Menyongsong Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional 2014”. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Botani Farmasi (2013).