PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
VALIDASI PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON, DAN KAFEIN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Adrian Rendy Irmanto NIM : 058114010
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
VALIDASI PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON, DAN KAFEIN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Adrian Rendy Irmanto NIM : 058114010
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
ii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
iv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Halaman Persembahan You still are blind if you see a winding road Because there is always a straight way to the point you see Don’t try to looked so wise Don’t cry ‘cause you’re so right Don’t try with fakes or fears Because you will hate yourself in the end (Akeboshi)
Kupersembahkan karyaku ini untuk : Tuhan Yang Maha Kuasa Papa dan Mamaku tercinta Adik – adikku Sahabat – sahabatku Almamaterku Serta mereka yang mengasihiku
v
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan melimpahkan kasih karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul VALIDASI PENETAPAN KADAR CAMPURAN
PARASETAMOL,
PROPIFENAZON,
DAN
KAFEIN
DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak bisa lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak, baik berupa material, moral, maupun spiritual. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Rita Suhadi,M.Si.,Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing dan dosen penguji. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, waktu, kesabaran dan perhatiannya yang besar selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. dan Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Papa, Mama, Vania, Nana, dan Juan atas doa dan dukungannya. 5. Mas Thomas Arian Adrianto, S.Farm. atas bantuan, masukan, dan diskusinya yang sangat membantu.
vi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
6. Mas Bimo, Mas Kunto, Mas Parlan, Mas Wagiran, serta Mas Ottok atas bantuan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian ini 7. My best partner Happy yang sekuat tenaga membantu penelitian ini dari awal sampai selesai. 8. Sahabat – sahabatku yang terbaik, Dewi ”Sutok”, Mia, Aster, Tyas `Ndut, dan Widdy terima kasih atas doa dan dukungannya. 9. Rio atas pinjaman scannernya yang sangat membantu penyusunan skripsi ini. 10. Teman-teman angkatan 2005, terutama kelas FST; Yoyok, Fian, Feli, Lina Chang, Ong, Totok, Made, Berto, dan Reni, terima kasih atas kebersamaan selama ini serta doa dan dukungannya. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu. Semoga Tuhan melimpahkan berkat dan rahmatNya atas segala kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi orang banyak.
Yogyakarta, Desember 2008 Penulis
vii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, Desember 2008
Adrian Rendy Irmanto
viii
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Adrian Rendy Irmanto
Nomor Mahasiswa : 058114010 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : VALIDASI PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON, DAN KAFEIN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 16 Februari 2009 Yang menyatakan
(Adrian Rendy Irmanto)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
INTISARI Salah satu kombinasi zat aktif yang umum digunakan dalam obat analgesik – antipiretik adalah parasetamol, propifenazon, dan kafein yang memiliki kelarutan dalam etanol yang hampir sama dan serapan maksimum pada daerah UV yang berdekatan. Metode yang dapat digunakan untuk memisahkan sekaligus menetapkan kadar ketiga komponen tersebut yaitu metode KCKT fase terbalik dengan detektor UV. Kondisi KCKT fase terbalik yang optimal untuk menetapkan kadar ketiga komponen tersebut yaitu kolom DuPont Instruments Zorbax ODS 4,6mm x 25cm; fase gerak metanol : aquabidest (40 : 60) pada flow rate 2 ml/menit serta detektor UV pada panjang gelombang 272 nm. Parameter validitas yang diuji meliputi akurasi, presisi, spesifisitas, linearitas, dan range. Akurasi ditunjukkan oleh nilai rentang recovery sebesar 95,741 – 98,759% untuk parasetamol; 97,760 – 101,220% untuk propifenazon; dan 105,556 – 109,397% untuk kafein. Presisi ditunjukkan oleh nilai CV sebesar 0,978% untuk parasetamol; 1,132% untuk propifenazon; dan 1,128% untuk kafein. Spesifisitas ditunjukkan oleh profil pemisahan ketiga analit dalam campuran. Linearitas ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9999 untuk parasetamol; 0,9991 untuk propifenazon; dan 0,9991 untuk kafein. Range untuk parasetamol antara 239,3998 – 246,6509 ppm; untuk propifenazon antara 148,3515 – 151,6788 ppm; dan untuk kafein antara 50,0863 – 83,9953 ppm. Kata kunci : parasetamol, propifenazon, kafein, KCKT, validitas
ix
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
ABSTRACT One of active ingredients combination commonly used in analgesic– antipiretic drug is paracetamol, propyphenazone, and caffeine which are have almost similar solubility in ethanol and maximum absorbance at nearly UV range. The method which can be used to separate and quantify those three active ingredients is Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography with UV detector. The optimum condition of RP-HPLC for quantifying those three active ingredients were DuPont Instruments Zorbax ODS 4,6mm x 25cm column; methanol : aquabidest (40 : 60) mobile phase at 2 ml/minute flow rate and UV detector at the wavelength of 272 nm. Validity parameters which were tested including accuracy, precision, specificity, linearity, and range. Accuracy was proved by recovery range of 95.741 – 98.759% for paracetamol, 97.760 – 101.220% for propyphenazone, and 105.556 – 109.397% for caffeine. Precision was proved by CV of 0.978% for paracetamol; 1.132% for propyphenazone; and 1.128% for caffeine. Specificity was showed by separation profile of those three analytes in mixture. Linearity was proved by correlation coefficient (r) of 0.9999 for paracetamol; 0.9991 for propyphenazone; and 0.9991 for caffeine. Range for paracetamol were between 239.3998 – 246.6509 ppm; for propyphenazone were between 148.3515 – 151.6788 ppm; and for caffeine were between 50.0863 – 83.9953 ppm. Keywords : paracetamol, propyphenazone, caffeine, HPLC, validity.
x
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL .............................................................................. . i HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v PRAKATA .................................................................................................. vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... viii INTISARI ................................................................................................... ix ABSTRACT ................................................................................................. x DAFTAR ISI ............................................................................................... xi DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xx BAB I. PENGANTAR ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ………………………………………………………... 1 1. Permasalahan....................................................................................
2
2. Keaslian penelitian ...........................................................................
3
3. Manfaat penelitian ............................................................................
4
B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................ 5 A. Parasetamol............................................................................................ 5 B. Propifenazon ........................................................................................... 5 xi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
C. Kafein ..................................................................................................... 6 D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.......................................................... 7 1. Peralatan KCKT...............................................................................
7
2. Pembagian Jenis Kromatografi........................................................
12
3. Kromatografi Partisi Fase Balik.......................................................
14
4. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif...................................................
16
E. Spektrofotemetri Ultraviolet................................................................... 24 F. Kesahihan Metode Analisis Instrumental................................................ 25 1. Akurasi.............................................................................................
26
2. Presisi...............................................................................................
26
3. Limit of Detection.............................................................................
27
4. Limit of Quantitation........................................................................
27
5. Linieritas...........................................................................................
28
6. Spesifisitas........................................................................................
28
7. Range………………………………………………………………………. 28 G. Kesalahan Metode Analisis Instrumental……………….…………...... 30 1. Kesalahan Sistematik........................................................................
30
2. Kesalahan Tidak Sistematik..............................................................
31
H. Keterangan Empiris …............................................................................. 31 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 33 A. Jenis Rancangan Penelitian .................................................................... 33 B. Variabel Penelitian ................................................................................. 33 1. Variabel Utama.................................................................................. xii
33
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2. Variabel Pengacau Terkendali............................................................ 34 C. Definisi Operasional................................................................................ 34 D. Bahan Penelitian..................................................................................... 34 E. Alat Penelitian ....................................................................................... 35 F. Tata Cara Penelitian ............................................................................... 36 1. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein... 36 2. Pembuatan Fase Gerak.....................................................................
37
3. Pengamatan Panjang Gelombang Pengamatan antara Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein dengan Spektrofotometer UV..................... 38 4. Pengamatan Waktu Retensi Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein... 38 5. Optimasi Pemisahan Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein dengan KCKT.................................................................................................... 39 6. Validasi Metode Analisis................................................................
39
F. Analisis Hasil........................................................................................ 40 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 42 A. Penyiapan Fase Gerak............................................................................ 42 B. Pembuatan Larutan Baku....................................................................... 43 C. Optimasi Metode KCKT......................................................................... 44 1. Penentuan
Panjang
Gelombang
Pengamatan
Dengan
Spektofotometri UV........................................................................
44
2. Pengamatan Waktu Retensi Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein dan
Optimasi
Pemisahan
Parasetamol,
Propifenazon,
Kafein.............................................................................................. xiii
dan 46
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
D. Penetapan Kadar Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein dalam Sampel Simulasi..................................................................................................... 60 1. Pembuatan Kurva Baku.................................................................. 60 2. Penetapan Kadar Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein dalam Campuran Sampel Simulasi dan Validasi Metode.......................... 63 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 71 A. Kesimpulan ............................................................................................ 71 B. Saran ....................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 73 LAMPIRAN ................................................................................................ 76 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................ 109
xiv
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Nilai indeks polaritas pelarut.................................................. 11
Tabel II.
Parameter analitik.......................…………………………… 29
Tabel III.
Pengamatan waktu retensi parasetamol, propifenazon, dan kafein pada berbagai perbandingan fase gerak dan flow rate tertentu............................................................................
47
Tabel IV.
Data kurva baku parasetamol………………......................... 60
Tabel V.
Data kurva baku propifenazon………………....................... 61
Tabel VI.
Data kurva baku kafein………….......................................... 62
Tabel VII.
Hasil penetapan kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar rendah………………................................................... 64
Tabel VIII. Hasil penetapan kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar rendah ……………….................................................. 64 Tabel IX.
Hasil penetapan kadar kafein dalam sampel simulasi kadar rendah........………………..................................................... 64
Tabel X.
Hasil penetapan kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar sedang........………………........................................... 66
Tabel XI.
Hasil penetapan kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar sedang........………………........................................... 66
Tabel XII.
Hasil penetapan kadar kafein dalam sampel simulasi kadar sedang........……………….................................................... 67
Tabel XIII. Hasil penetapan kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar tinggi........………………........................................... xv
68
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Tabel XIV. Hasil penetapan kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar tinggi........………………........................................... Tabel XV.
68
Hasil penetapan kadar kafein dalam sampel simulasi kadar tinggi........………………...................................................... 68
xvi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Rumus struktur parasetamol................................................... 5
Gambar 2.
Rumus struktur propifenazon................................................... 6
Gambar 3.
Rumus struktur kafein............................................................
6
Gambar 4.
Skema peralatan KCKT.........................................................
7
Gambar 5.
Skema pemilihan kolom......................................................... 10
Gambar 6.
Pemilihan jenis KCKT............................................................ 13
Gambar 7.
Reaksi antara gugus silanol dan gugus klorosilan.................. 15
Gambar 8.
Reaksi pembuatan kolom oktadesilsilan................................. 15
Gambar 9.
Resolusi antara dua peak yang berdekatan............................. 17
Gambar 10. Difusi Eddy............................................................................ 20 Gambar 11. Transfer massa fase diam dan fase gerak................................ 21 Gambar 12. Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam................... 22 Gambar 13. Pengukuran peak asymmetry factor dan peak tailing factor..... 23 Gambar14. Spektra
panjang
gelombang
maksimum
parasetamol,
propifenazon, dan kafein........................................................ 44 Gambar 15. Gugus non polar pada parasetamol, propifenazon, dan kafein 48 Gambar 16. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (70 : 30) flow rate 0,5 ml/menit............................................................
xvii
49
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Gambar 17. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (60 : 40) flow rate 0,5 ml/menit............................................................
50
Gambar 18. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (50 : 50) flow rate 0,5 ml/menit ……………………………………...
51
Gambar 19. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (50 : 50) flow rate 1,0 ml/menit............................................................
52
Gambar 20. Penggaraman kafein oleh asam asetat glasial ……………... 53 Gambar 21. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest : asam asetat glasial (70 : 28,5 : 1,5) flow rate 0,5 ml/menit ……………. 53 Gambar 22. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest : asam asetat glasial (60 : 37 : 3) flow rate 0,5 ml/menit ………………...
54
Gambar 23. Penggaraman propifenazon oleh asam asetat glasial ……… 55 Gambar 24. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest : asam asetat glasial (50 : 49 : 1) flow rate 0,5 ml/menit ………………...
56
Gambar 25. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (40 : 60) flow rate 1,0 ml/menit ........................................................... xviii
57
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Gambar 26. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (40 : 60) flow rate 1,5 ml/menit ……………………………………...
58
Gambar 27. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (40 : 60) flow rate 2,0 ml/menit ……………………………………...
59
Gambar 28. Kurva baku parasetamol……………………………...……… 61 Gambar 29. Kurva baku propifenazon…………………………...………... 61 Gambar 30. Kurva baku kafein……..……………………………...……… 62
xix
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Sertifikat analisis parasetamol............................................. 76
Lampiran 2.
Sertifikat analisis propifenazon............................................ 77
Lampiran 3.
Sertifikat analisis kafein....................................................... 79
Lampiran 4.
Skema pembuatan larutan baku parasetamol dan contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan ............... 80
Lampiran 5.
Skema pembuatan larutan baku propifenazon dan contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan ............... 81
Lampiran 6.
Skema pembuatan larutan baku kafein dan contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan ............... 82
Lampiran 7.
Kromatogram larutan kurva baku parasetamol…….......... 83
Lampiran 8.
Kromatogram larutan kurva baku propifenazon................... 87
Lampiran 9.
Kromatogram larutan kurva baku kafein............................ 91
lampiran 10. Skema pembuatan sampel simulasi dan contoh perhitungan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam sampel simulasi.................................................................................. 95 Lampiran 11. Kromatogram sampel...............................................…….. 103
xx
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Dewasa ini, obat seolah – olah sudah menjadi suatu kebutuhan penting dalam hidup sehari – hari. Hal ini didukung oleh kecenderungan masyarakat untuk melakukan self medication terutama untuk penyakit pada tingkat keparahan yang tidak serius (Azizahwati, 2000). Salah satu penyakit yang sering menjadi objek self medication oleh masyarakat adalah influenza, yang umumnya diobati dengan obat analgesik – antipiretik. Salah satu kombinasi zat aktif dalam obat analgesik – antipiretik yang umum digunakan adalah kombinasi parasetamol, propifenazon, dan kafein. Kombinasi ini berfungsi untuk mengoptimalkan efek terapi obat serta meminimalisasi efek merugikan (adverse effect) yang mungkin terjadi bila zat aktif tersebut dipejankan dalam bentuk tunggal dengan dosis besar untuk mencapai intensitas efek terapi yang diinginkan (Raffa, 2006). Kini, banyak obat analgesik – antipiretik yang berupa kombinasi parasetamol, propifenazon, dan kafein diproduksi dalam berbagai merek dagang, di antaranya Bodrex migra, Paramex, dan Saridon yang berbentuk tablet. Banyaknya produksi obat – obat ini perlu diimbangi dengan peningkatan pengawasan mutu, agar obat yang beredar tersebut dapat dijamin keamanan dan khasiatnya. Belum adanya suatu metode yang sederhana, cepat, dan tepat yang dapat dijadikan acuan untuk menetapkan kadar ketiga komponen tersebut secara 1
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
2
simultan, mendasari perlunya dilakukan suatu penelitian untuk mendapatkan kondisi yang optimal untuk menetapkan kadar ketiga komponen tersebut secara simultan. Metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dipilih karena dengan metode ini dapat dilakukan pemisahan zat aktif parasetamol, propifenazon, dan kafein sekaligus penetapan kadar tiap zat aktif tersebut dalam campuran. Ketiga komponen zat aktif tersebut memiliki sifat fisika – kimia yang mirip, antara lain kelarutan dalam etanol yang hampir sama dan serapan maksimum pada daerah UV yang berdekatan (Clarke, 1986). Hasil yang diperoleh dari optimasi yang dilakukan merupakan suatu metode analisa yang baru sehingga perlu dilakukan validasi agar metode ini memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam USP 28, parameter yang diuji pada validasi metode meliputi akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, dan range (Anonim, 2005). Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai metode analisis multikomponen dari campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein menggunakan kondisi KCKT yang teruji validitasnya.
1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat disusun permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimanakah kondisi yang optimal untuk memisahkan dan menetapkan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein secara simultan dengan metode KCKT fase terbalik menggunakan kolom C18?
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
3
b. Apakah metode KCKT fase terbalik yang digunakan untuk penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein secara simultan memiliki akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, dan range yang baik?
2. Keaslian Penelitian Analisis multikomponen dari campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam tablet sediaan obat pernah dilakukan oleh Dimitrovska, TrajkovicJolevska, Nancovska, dan Ilievska (1995) dengan metode KLT dan spektrofometri UV. Penelitian lain yang pernah dilakukan adalah Program Komputer Analisis Multikomponen Untuk Obat Flu dan Analgesik – Antiinflamasi (Yanuar, Hayun, Suryadi,
Henry,
dan
Wulandari,
2003)
yang
menggabungkan
teknik
spektrofotometri UV dan matriks matematika, serta Optimasi Penetapan Kadar Obat Analgesik Multikomponen dengan Metode KCKT Fase Balik (Ivanovic, Medenica, Malenovic, Jancic, dan Misljenovic, 2003) yang menggunakan fase gerak metanol : aquabidest pada berbagai rasio berkisar dari (30 : 70 v/v) hingga (65 : 35 v/v) pada detektor UV 265 nm dan kolom Beckman Ultrasphere ODS 4,6 mm x 150 mm dengan ukuran partikel 5 µm. Namun tidak diketahui kondisi yang optimal untuk penelitian tersebut karena tidak dipublikasikan secara bebas. Metode
KCKT
banyak
digunakan
untuk
menganalisis
sediaan
obat
multikomponen. Namun validasi penetapan kadar campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan metode KCKT dengan fase gerak, flow rate, dan kolom DuPont Instruments Zorbax ODS 4,6 mm x 25 cm P.N 880952-702 yang digunakan pada penelitian ini belum pernah dilakukan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
4
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat metodologis Manfaat metodologis dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan ilmiah mengenai metode penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein secara simultan yang teruji validitasnya. b. Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai metode untuk analisis multikomponen dari campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein.
B. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka dapat disusun tujuan penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui kondisi yang optimal untuk memisahkan dan menetapkan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein secara simultan dengan metode KCKT fase terbalik menggunakan kolom C18. 2. Mengetahui akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, dan range metode KCKT fase
terbalik
yang
digunakan
untuk
propifenazon, dan kafein secara simultan.
penetapan
kadar
parasetamol,
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Parasetamol Parasetamol mempunyai sinonim asetaminofen dan p-asetamidifenol, dengan rumus molekul C8H9NO2 dan berat molekul 151,6 (Anonim,1995). OH O
N H
Gambar 1. Rumus struktur parasetamol (Anonim,1995)
Menurut Clarke (1986) 1 gram parasetamol larut dalam 70 ml air, 20 ml air mendidih, 7 ml etanol, dan 50 ml kloroform. Parasetamol larut dalam dimetilforfamid, metanol, etilendiklorida, aseton, etil asetat, dan natrium hidroksida 1 N. Parasetamol tidak larut dalam eter, petroleum eter, pentana, dan benzen (Anonim, 1995). Parasetamol memberikan serapan maksimum dalam 1%
etanol pada panjang gelombang 250 nm dengan nilai A 1cm sebesar 913. Parasetamol memberikan serapan maksimum dalam metanol pada panjang 1%
gelombang 250 nm dengan nilai A 1cm sebesar 900 (Autherhoff,1987).
B. Propifenazon Propifenazon mempunyai sinonim 4-isopropilantipirin, isopropilfenazon, Baukal, dan Causyth, dengan rumus molekul C14H18N2O dan berat molekul 230,30 (Anonim,1989).
5
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
6
O
N N
Gambar 2. Rumus struktur propifenazon (Anonim,1989)
Propifenazon berbentuk kristal dengan rasa agak pahit. Titik didih propifenazon pada 1030C. Propifenazon mudah larut dalam alkohol dan eter. Kelarutan propifenazon dalam air sebesar 0,24 g / 100 ml pada 16,50C (Anonim, 1989). Propifenazon memberikan serapan maksimum dalam etanol pada panjang 1%
gelombang 248 nm dengan nilai A 1cm sebesar 483; dan pada panjang gelombang 1%
277 nm dengan nilai A 1cm sebesar 493 (Clarke, 1986).
C. Kafein Kafein mempunyai sinonim 1,3,7-trimetilxantin atau 1,3,7-trimetil-2,6dioksopurin, dengan rumus molekul C8H10N4O2. Pemeriannya berupa serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat, biasanya menggumpal, tidak berbau, dan berasa pahit (Anonim,1995). O
N N
O
N
N
Gambar 3. Rumus struktur kafein (Anonim,1995)
Menurut Clarke (1986) 1 gram kafein larut dalam 60 ml air, 75 ml etanol, 50 ml aseton, 900 ml eter, dan 8 ml kloroform. Kafein agak sukar larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform dan sukar larut dalam eter
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
7
(Anonim, 1995). Kafein memberikan serapan maksimum dalam HCl 0,1 N pada 1%
panjang gelombang 272 nm dengan nilai A 1cm sebesar 470. Kafein memberikan serapan maksimum dalam etanol pada panjang gelombang 273 nm dengan nilai 1%
A 1cm sebesar 519 (Clarke, 1986).
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 1. Peralatan KCKT KCKT merupakan kondisi kromatografi yang fase geraknya dialirkan menuju kolom secara cepat dengan bantuan tekanan dari pompa dan hasilnya dapat dideteksi dengan detektor (Hendayana, 2006). Tujuan dari KCKT adalah memperoleh hasil pemisahan yang baik dalam waktu relatif singkat (Mulja dan Suharman, 1995). Peralatan KCKT biasanya terdiri dari beberapa komponen seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4. Skema Peralatan KCKT (Kazakevich dan Nair, 1996)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
8
Menurut Gritter, Bobbit, dan Schwarting (1991), ada tiga variabel utama pada kondisi KCKT yang harus diperhatikan, yaitu : a. Detektor Detektor diperlukan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan yang terdapat dalam kolom dan untuk mengukur jumlah komponen yang ada dalam cuplikan (Johnson dan Stevenson, 1978). Beberapa persyaratan detektor menurut Mulja dan Suharman ialah sensitivitas yang sangat tinggi dengan rentang sensitivitas 10-8 hingga 10-15 gram solut per detik, kestabilan dan reprodusibilitas yang sangat baik, memberikan respon yang linier terhadap konsentrasi solut, dapat bekerja dari temperatur kamar hingga 400 0C, tidak dipengaruhi perubahan temperatur dan kecepatan pelarut pengembang, mudah didapat dan mudah dipakai oleh operator, selektif terhadap macam – macam linarut dalam pelarut pengembang dan tidak merusak sampel. Detektor untuk KCKT dibagi dalam dua kategori, yaitu : 1) Bulk Property Detector Detektor ini merupakan jenis detektor yang mengukur sifat solut dan fase gerak. Contohnya adalah detektor indeks bias. Detektor indeks bias adalah suatu jenis detektor universal yang menangkap sinyal pada setiap solut yang memiliki indeks bias berbeda dengan indeks bias fase gerak. Kelemahannya adalah indeks bias sangat dipengaruhi oleh suhu. Selain itu, detektor indeks bias juga kurang sensitif dan tidak cocok untuk kondisi elusi landaian (Munson, 1991).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
9
2) Solute Property Detector Detektor ini merupakan detektor yang selektif mengukur sifat solut. Detektor ini lebih sensitif dibanding bulk property detector. Contohnya : detektor UV-Vis dan detektor fluoresensi. Detektor pada KCKT yang sering digunakan dalam analisis farmasi ialah detektor UV-Vis. Hal ini disebabkan kebanyakan senyawa obat memiliki struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor UV digunakan untuk mendeteksi senyawa – senyawa yang memiliki gugus kromofor dengan atau tanpa adanya gugus auksokrom, sedangkan detektor visibel digunakan untul mendeteksi senyawa berwarna yaitu senyawa yang memiliki gugus kromofor yang sangat panjang maupun merupakan senyawa kompleks (Settle, 1997). b. Kolom Kolom pada kondisi KCKT merupakan bagian yang sangat penting karena pemisahan komponen – komponen sampel akan terjadi di dalam kolom. Keberhasilan pemisahan komponen – komponen sampel akan sangat bergantung pada keadaan kolom (Mulja dan Suharman, 1995). Pemilihan kolom yang tepat sangat menentukan keberhasilan pemisahan. Berikut ini merupakan ikhtisar dalam pemilihan kolom untuk kondisi KCKT :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
10
Gambar 5. Skema Pemilihan Kolom (Johnson dan Stevenson, 1978)
c. Fase gerak KCKT dapat dikembangkan dengan pelarut tunggal, campuran pelarut atau lebih sering dengan campuran pelarut yang terus – menerus berubah susunannya, biasanya terdiri dari dua atau tiga pelarut dan disebut elusi gradien (Gritter dkk, 1991). Pada KCKT, fase gerak harus mempunyai sifat : murni dan tanpa cemaran, tidak bereaksi dengan kemasan, sesuai dengan detektor, dapat melarutkan sampel, viskositas rendah, memungkinkan memperoleh kembali sampel dengan mudah (jika diperlukan), dan harganya wajar (Johnson dan Stevenson, 1978). Pada pemilihan fase gerak yang terpenting adalah kepolaran
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
11
campuran pelarut yang digunakan yang bersifat linier dengan kepolaran pelarut murninya. Nilai kepolaran antara dua campuran sembarang pelarut dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini : P’ = Φa P’a + Φb P’b dengan Φa dan Φb adalah fraksi volume pelarut a dan b dalam campuran, sedangkan P’a dan P’b adalah angka P’ pelarut murni (Gritter dkk, 1991). Berikut adalah beberapa nilai indeks polaritas dari beberapa pelarut yang sering digunakan : Tabel 1. Nilai indeks polaritas pelarut
Pelarut Heksana Sikloheksana Toluena Tetrahidrofuran Etil asetat Aseton Metanol Asetonitril Dimetilformamid Dimetilsulfoksida Air
Indeks polaritas 0,1 0,2 2,4 4,0 4,4 5,1 5,1 5,8 6,4 7,2 10,2
Nilai Eluotropik UV Cut-off (nm) Alumina C18 Silika 0,01 0,00 195 0,04 200 0,29 0,22 284 0,45 3,7 0,53 212 0,58 0,48 256 0,56 8,8 0,53 330 0,95 1,0 0,7 205 0,65 3,1 0,52 190 7,6 268 0,62 268 190 (Snyder, Kirkland, dan Glajch,1997)
Tabel di atas menunjukkan bahwa semakin besar eluotropic values dari pelarut menunjukkan semakin mudah untuk mengelusi sampel. Semakin besar indeks polaritas yang dimiliki oleh pelarut maka semakin bersifat polar pelarut yang digunakan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
12
2. Pembagian jenis kromatografi Menurut Harris (1999), KCKT dibagi menjadi 5 jenis, yaitu : a. Kromatografi partisi Pada kromatografi partisi, fase diam dapat polar atau non polar. Bila fase diam polar dan fase gerak non polar disebut kromatografi partisi fase normal, sedangkan bila fase diam non polar dan fase gerak polar dinamakan kromatografi partisi fase terbalik. Solut berkeseimbangan di antara fase diam dan fase gerak. b. Kromatografi adsorpsi Kromatografi ini menggunakan fase diam padat dan fase gerak cair atau gas. Solut dapat diadsorpsi pada permukaan partikel padat. c. Kromatografi pertukaran ion Anion atau kation diikatkan secara kovalen pada fase diam padat, biasanya disebut resin. Ion – ion solut muatan berlawanan menyerang fase diam dengan kekuatan elektrostatik dan fase geraknya berupa zat cair. d. Kromatografi eksklusi Pada kromatografi ini tidak ada interaksi tarik – menarik antara fase diam dan solut. Fase gerak cair atau gas melalui gel berpori. Ukuran pori cukup kecil untuk mengeluarkan solut yang besar. Molekul solut yang kecil akan masuk ke dalam pori gel, sedangkan molekul yang besar akan mengalir tanpa memasuki pori gel.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
13
e. Kromatografi afinitas Digunakan untuk interaksi yang spesifik antara suatu jenis molekul solut dan sebuah molekul yang lain yang secara kovalen terikat pada fase diam. Misalnya untuk pemisahan komponen protein. Pemilihan jenis KCKT yang tepat dan sesuai dengan sampel yang dipisahkan akan menghasilkan pemisahan yang baik. Gambar berikut merupakan bagan pendekatan umum dalam memilih jenis KCKT :
Gambar 6. Pemilihan jenis KCKT (Johnson dan Stevenson, 1978)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
14
3. Kromatografi partisi fase balik Istilah fase normal dan fase terbalik digunakan dalam kromatografi partisi untuk menggambarkan polaritas efektif antara fase diam dan fase gerak (Settle, 1997). Kromatografi dengan fase diam polar dan fase gerak kurang polar atau non polar disebut kromatografi fase normal. Sebaliknya, kromatografi yang menggunakan fase diam relatif non polar seperti hidrokarbon dan fase gerak polar seperti air atau metanol disebut kromatografi fase terbalik (Gritter dkk, 1991). Menurut Gritter dkk. (1991), konsep pada pengembangan kromatografi cair partisi yaitu perlakuan sampel dalam kondisi cair – cair tergantung pada kelarutannya di dalam kedua cairan yang terlibat. Jika solut ditambahkan ke dalam kondisi yang terdiri atas dua pelarut yang tidak bercampur dan keseluruhan kondisi dibiarkan seimbang, solut akan tersebar antara kedua fase itu menurut persamaan :
K
Cs Cm
K adalah koefisien distribusi, Cs adalah konsentrasi solut dalam fase diam dan Cm adalah konsentrasi solut dalam fase gerak (Skoog, West, dan Holler,1994). Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode kromatografi partisi fase balik adalah : a. Kolom Kolom yang digunakan pada jenis kromatografi ini ialah kemasan fase terikat. Penyanga pada kemasan fase terikat terbuat dari silika (Gritter dkk, 1991). Kemasan fase terikat bersifat stabil karena fase diamnya terikat secara kimia pada penyangga, sehingga tidak mudah terbawa oleh fase gerak. Kemasan fase
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
15
terikat mempunyai tipe ikatan siloksan (Si-O-Si-C), dibuat dari reaksi antara gugus klorosilan dengan gugus silanol yang terdapat pada permukaan silika gel, seperti pada gambar berikut :
Si
OH
+
ClSi(CH3)2R
Si
O
Si(CH3)2R
+ HCl
Gambar 7. Reaksi antara gugus silanol dan gugus klorosilan
Tertambatnya sampel pada fase diam dipengaruhi oleh panjang pendeknya rantai karbon. Kelebihan kolom dengan rantai karbon yang lebih panjang adalah sifatnya yang lebih retensif, sehingga sampel yang mempunyai sifat mirip dengan kolom akan tertambat lebih lama (Skoog dkk, 1994). Menurut Willard, Merritt, Dean, dan Settle (1988), kolom oktadesilsilan digunakan pada aplikasi yang membutuhkan retensi yang maksimal, sehingga pemisahan komponen sampel dapat lebih optimal. Oktadesilsilan dapat dibuat dari reaksi berikut :
Si
OH
+ Cl
Si
(CH2)17CH3
Si
O
Si
(CH2)17CH3 + HCl
Gambar 8. Reaksi pembuatan kolom oktadesilsilan (Gritter dkk, 1991)
Fase diam yang biasa digunakan pada kromatografi partisi fase balik adalah oktadesilsilan (ODS). Selain ODS, dikenal pula silika dengan substitusi oktil (C8) (Munson, 1991). Interaksi antara senyawa dengan sisa silanol dapat mengganggu penggunaan kolom fase terbalik. Akibatnya waktu retensi dari senyawa standar menjadi lebih sulit untuk ditafsirkan. Dalam beberapa kasus, interaksi menyebabkan tailing terutama pada pertukaran ion. Lamanya suatu
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
16
senyawa ditahan akan tergantung pada lipofilisitas dalam kasus kolom fase terbalik seperti ODS silika gel. Fase gerak yang lebih hidrofil akan lebih cepat mengelusi suatu senyawa dari kolom fase terbalik (Watson, 1999). Ukuran kinerja kolom dilihat dari kemampuan kolom untuk memisahkan komponen senyawa yang akan dianalisis. Batasan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut yaitu jumlah lempeng teoritik (N), dan nilai H atau HETP (Height Equivalent to a Theoritical Plate) yang merupakan penentu ukuran efisiensi kolom, faktor resolusi, serta bentuk peak. Kolom yang efisien dapat mencegah pelebaran peak yang sempit. b. Fase gerak Kemampuan KCKT dalam memisahkan banyak senyawa terutama bergantung pada tambatan sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Pada fase balik, kandungan utama fase geraknya adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Menurut Munson (1991), pemodifikasi fase gerak yang paling banyak digunakan ialah metanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran. Metanol sering digunakan karena merupakan pelarut yang sangat murni, mudah didapat, dan berhasil baik pada banyak pemisahan (Johnson dan Stevenson, 1978).
4. Analisis kualitatif dan analisis kuantitatif Waktu retensi adalah selang waktu yang diperlukan oleh linarut (solut) mulai saat injeksi hingga keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
17
dan dinyatakan sebagai tr ( Mulja dan Suharman, 1995). Waktu retensi ini bersifat sangat khas untuk senyawa tertentu pada kondisi tertentu (kolom, suhu, laju aliran, dan sebagainya). Beberapa senyawa mungkin mempunyai waktu retensi berdekatan tetapi tiap senyawa hanya mempunyai satu waktu retensi saja. Waktu retensi tidak terpengaruh oleh adanya komponen lain (Nair dan Bonelli, 1988). Di dalam setiap pemisahan yang dipentingkan adalah kemampuan suatu kondisi untuk memisahkan dua komponen dalam campuran. Kemampuan tersebut dinamakan resolusi (Rs) yang didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak dibagi dengan rata – rata lebar dasar puncak, seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 9. Resolusi antara dua peak yang berdekatan (Johnson dan Stevenson, 1991)
Berdasarkan definisi di atas, maka persamaan resolusi adalah sebagai berikut : Rs
(t r2) - (t r1) ……………………………(1) (1/2) (W1 W2)
Resolusi dikatakan baik apabila nilai Rs ≥ 1,5 yang berarti pemisahan telah mencapai 99,7% (Sastrohamidjojo, 2002). Resolusi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat terlihat pada persamaan berikut :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Rs =
1 4
N
1
18
k' ………………………….(2) k' 1
a b c Untuk memperbaiki daya pisah maka faktor – faktor tersebut perlu dioptimasi. Optimasi efisiensi kolom (a) dilakukan dengan menambah jumlah lempeng teoritis (N), yaitu dengan memperpanjang kolom (N=L/H) dengan L adalah panjang kolom yang digunakan, dan N adalah jumlah pelat teoritis dari suatu kolom sehingga diperoleh puncak yang kecil dan resolusi yang baik. Optimasi faktor selektivitas (b) dilakukan dengan mengganti pelarut atau mengubah komposisi pelarut sehingga efisiensi pelarut bertambah dan resolusi juga meningkat. Optimasi faktor kapasitas (c) dilakukan dengan memvariasi kekuatan pelarut sehingga fase gerak dapat memberikan harga k’ suatu komponen sampel menjadi lebih besar atau lebih kecil. Dengan meningkatkan harga k’ maka akan memperbaiki resolusi (Noegrohati, 1994). Ada dua teori yang dapat menerangkan tentang efisiensi kolom yaitu : a. Teori pelat Teori ini menyatakan bahwa pelat (atau lebih baik disebut HETP) merupakan tinggi atau panjang dari kolom yang cukup dapat mencapai kesetimbangan antara solut dalam fase gerak dan fase diam. Semakin banyak pelat yang dimiliki kolom maka akan memberikan puncak yang lebih sempit atau dapat dikatakan efisiensi kolom menjadi lebih baik. HETP =
L …………………………………(3) N
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
19
HETP adalah ketinggian ekivalen terhadap jumlah pelat teoritis, L adalah panjang kolom yang digunakan, dan N adalah jumlah pelat teoritis dari suatu kolom (Sastrohamidjojo, 2002). Menurut Mulja dan Suharman (1995), dapat dikatakan bahwa makin kecil harga L/N atau makin kecil harga HETP maka makin baik efisiensi kolom yang digunakan. Konsekuensi dari penambahan lempeng teoritis yaitu semakin lama sampel untuk terelusi yang berakibat waktu retensi semakin lama (Skoog dkk, 1994). Daya pisah dapat diperbaiki apabila efisiensi kolom rendah yang dapat diukur secara kuantitatif seperti pada persamaan berikut : N=
tR
2
tR = 16 W
2
tR = 5,54 W 1/2
2
………………….. (4)
tr adalah waktu retensi zat analit dan W adalah lebar alas peak kromatogram, sedangkan W1/2 adalah lebar peak pada setengah tinggi peak (Anonim, 1995). b. Teori laju Teori ini didasarkan pada parameter – parameter transfer massa antara fase diam dan fase gerak, laju difusi solut di sepanjang kolom, laju alir fase gerak, dan dinamika fase gerak. Ada 3 faktor yang sangat menentukan berdasarkan teori laju ini yaitu : 1) Difusi Eddy Difusi ini disebabkan karena banyaknya kemungkinan celah dalam partikel terpacking yang dapat dilewati oleh molekul solut. Dengan demikian molekul solut ada yang melewati bagian kolom yang dekat dengan dinding yang merupakan daerah dengan kerapatan packing rendah sehingga molekul
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
20
tersebut dapat lebih cepat keluar dari kolom. Sedangkan untuk molekul yang melalui bagian tengah kolom yang merupakan suatu daerah packing lebih tinggi akan keluar kolom dengan kecepatan yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan elusi untuk tiap solut menjadi kurang efisien (Hendayana, 2006).
Gambar 10. Difusi Eddy
2) Difusi longitudinal Difusi ini merupakan gerakan molekul solut yang cenderung untuk berdifusi ke segala arah secara acak karena adanya perbedaan konsentrasi (Noegrohati, 1994). Semakin lama solut berada dalam kolom maka semakin besar pula kecenderungan untuk berdifusi yang dapat mengakibatkan melebarnya peak kromatogram. 3) Transfer massa non ekuilibrium Terjadi karena aliran fase gerak yang terlalu cepat sementara sebagian molekul solut tidak dapat keluar dari fase diam secara cepat sehingga sebagian solut akan terlambat meninggalkan kolom sehingga dapat terjadi pelebaran peak sekaligus membuat pemisahan tidak efisien (Hendayana, 2006).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
A
21
B
Gambar 11. Transfer massa fase diam (A) dan fase gerak (B)
Demikian pula yang terjadi pada cekungan kolom, solut dalam fase diam bertemu dengan fase gerak yang masih baru, karena laju transfer solut tidak terjadi dengan segera, masih ada solut yang tertinggal dalam fase diam. Efek netto yang terjadi dari kedua keadaan ini adalah pelebaran peak solut pada kedua ujungnya. Hubungan antara difusi, kesetimbangan dan kecepatan dinyatakan dalam persamaan Van Deemter yaitu : HETP = A +
B
+ C ...………………………. (5)
HETP adalah tinggi lempeng teoritis. Suku A adalah difusi Eddy. Untuk mendapatkan harga A yang kecil maka diameter dalam packing kolom harus dibuat kecil dan kerapatannya seragam. Suku B adalah difusi longitudinal. Peran difusi ini tidak terlalu penting dalam kromatografi cair tetapi sangat berperan terutama dalam kromatografi gas. Pelebaran peak dapat dikurangi dengan meningkatkan flow rate fase gerak dan menjadi penting bila flow rate fase gerak sangat lambat (Watson, 1999). Tanda
berarti kecepatan rata-rata
dari fase gerak. Suku C adalah transfer massa yang merupakan hasil penjumlahan dari nilai transfer massa fase gerak dan fase diam (Noegrohati, 1994). Laju migrasi solut tergantung pada keadaan ekuilibrium dan kecepatan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
22
fase gerak, di samping pelebaran peak yang tergantung pada keadaan aliran dalam kolom, difusi longitudinal dan laju transfer massa. Bentuk peak yang dihasilkan dari hasil pemisahan merupakan ukuran efisiensi kolom. Kolom yang menghasilkan pemisahan dengan peak yang simetris selalu lebih disukai. Peak yang kurang simetris dapat mengakibatkan ketidakakuratan pengukuran resolusi, ketidaktelitian hasil pengukuran kuantitatif, memperkecil resolusi, dan tidak dapat mendeteksi sinyal yang kecil, dan waktu retensi tidak reprodusibel (Noegrohati, 1994). Bentuk peak yang tidak simetris dengan front di belakang turun dengan landai disebut tailing. Sedangkan pada keadaan sebaliknya di mana pada bagian depan naik dengan landai disebut fronting atau leading (Kuwana, 1980). Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam pada saat terjadi tailing dan leading dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 12. Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam
Terjadinya peak yang asimetri dapat disebabkan oleh jumlah solut yang terlalu besar dalam kolom, dekomposisi solut, analit teradsorpsi kuat dalam sisi aktif fase diam (Watson, 1999).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
23
Salah satu cara untuk menilai bentuk peak adalah dengan peak asymmetry factor (As). Nilai As diukur pada 10% dari tinggi peak. Kolom yang baik akan menghasilkan nilai As sebesar 0,9 – 1,1 (Snyder dkk, 1997). Harga As > 1 berarti kromatogram tersebut mengekor. Semakin besar harga As maka makin tidak efisien kolom yang dipakai (Mulja dan Suharman, 1995). Cara lain untuk menilai bentuk peak adalah dengan peak tailing factor (PTF). Pengukuran dengan menggunakan peak tailing factor lebih disukai. Pengukuran dengan PTF diukur pada 5% dari tinggi peak. Peak asymmetry factor dan peak tailing factor dapat dihitung seperti disajikan pada gambar di bawah ini. Kedua hal tersebut dapat disebabkan karena kolom yang buruk, sampel overload, pemilihan pelarut yang tidak tepat, efek kimia, dan efek tambatan sekunder dari silanol (Snyder dkk, 1997).
Gambar 13. Pengukuran peak asymmetry factor dan peak tailing factor
Analisis kualitatif bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa tertentu dalam sampel dengan cara membandingkan waktu retensi senyawa murni dan waktu retensi senyawa yang dimaksud dalam sampel.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
24
Respon yang berupa tinggi peak maupun luas area peak dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Analisis berdasarkan tinggi peak dapat memberikan ketelitian yang tinggi jika keadaan kolom tidak menyebabkan pelebaran peak. Pada kromatogram yang memiliki bentuk peak relatif lebar, analisis berdasarkan luas area peak lebih disukai dibanding analisis berdasarkan tinggi peak (Noegrohati,1994).
E. Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometri UV-Vis merupakan bagian dari teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190 – 380 nm) dan sinar tampak (380 – 780 nm) dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Spektrum UV-Vis merupakan korelasi serapan (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) berupa pita spektrum. Terbentuknya pita tersebut disebabkan transisi energi yang tidak sejenis dan terjadi eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang kompleks. Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan serapan radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai serapan (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen (%T). Bouguer Lambert dan Beer membuat rumus hubungan antara transmitan atau serapan terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan yang mengabsorbsi sebagai :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
I I
T=
t
25
= 10 –ε.b.c
o
A = log
1 = ε.b.c T
A = a.b.c Dengan T adalah persen transmitan, I0 dan It adalah intensitas radiasi yang datang dan yang diteruskan. A adalah serapan, ε adalah koefisien ekstingsi molar atau daya serap molar (L mol-1cm-1), yaitu serapan suatu larutan dibagi dengan tebal larutan b dalam cm dan konsentrasi molar c dalam mol. L-1. a adalah daya serap dengan satuan L g-1cm-1, yang merupakan hasil bagi serapan (A) dibagi dengan hasil perkalian kadar c yang dinyatakan dalam gram per liter zat dan panjang sel dalam cm (b). Nilai daya serap molar dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : ε= 1%
A
1cm
1%
A
1cm
.BM. 10-1
adalah serapan jenis yaitu serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel
dengan ketebalan 1 cm. BM adalah massa molekul relatif zat (Mulja dan Suharman, 1995).
F. Kesahihan Metode Analisis Instrumental Persoalan analisis terkait dengan kecilnya kadar senyawa yang dianalisis dan kompleksnya kandungan sampel yang dianalisis. Untuk mengatasi hal tersebut, metode analisis instrumental yang dipilih harus dapat menyelesaikan masalah yang ada. Analisis dengan menggunakan instrumen perlu memperhatikan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
26
kecermatan dan ketelitian alat. Untuk itu, diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode analisis. Parameter – parameter yang digunakan sebagai pedoman kesahihan metode analisis antara lain :
1. Akurasi Akurasi adalah ukuran kedekatan nilai hasil percobaan dengan nilai yang sesungguhnya, dinyatakan dengan persen recovery (Anonim, 2005). Akurasi untuk bahan obat dengan kadar kecil disepakati 90 – 110%, akurasi untuk kadar obat yang lebih besar disepakati 95 – 105%, sedangkan akurasi untuk bahan baku disepakati 98 – 102%. Sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80 – 120% masih bisa diterima (Mulja dan Hanwar, 2003).
2. Presisi Presisi adalah suatu ukuran kedekatan nilai data satu dengan data lainnya dalam suatu pengukuran pada kondisi analisis yang sama. Menurut United State Pharmacopeia (USP) 28, presisi didefinisikan sebagai tingkat kesesuaian di antara masing – masing hasil analisis yang dihasilkan dengan menggunakan metode analitik secara berulang – ulang untuk pengambilan sampel homogen yang berulang kali. Presisi seringkali diukur sebagai persen Relative Standard Deviation (RSD) atau Coefficient of Variation (CV) untuk sejumlah sampel yang berbeda bermakna secara statistik. Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan nilai CV 2% atau kurang. Akan tetapi nilai ini fleksibel tergantung pada kadar analit dalam sampel yang dianalisis. Pada kadar 1% atau lebih, standar
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
27
deviasi relatif antara laboratorium ialah sekitar 2,5%. Pada kadar satu per sejuta, RSD-nya adalah 16% (Harmita ,2004)
3. Limit of Detection (LOD) LOD adalah konsentrasi terrendah dari analit yang dapat diukur pada kondisi percobaan tertentu tetapi tidak perlu secara kuantitatif. LOD merupakan parameter uji batas pengukuran dan menentukan apakah analit berada di atas atau di bawah suatu nilai tertentu. Menurut USP 28, untuk metode instrumental, signal to noise ratio ditentukan dengan membandingkan hasil uji dari sampel yang telah diketahui konsentrasinya dengan hasil uji blanko dan menetapkan konsentrasi analit terrendah yang dapat dideteksi. Konsentrasi analit yang mampu memberikan respon 2-3 kali respon blanko inilah yang kemudian ditetapkan sebagai LOD.
4. Limit of Quantification (LOQ) LOQ adalah konsentrasi terrendah dari analit dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang baik pada kondisi percobaan tertentu dari suatu metode. LOQ ditentukan dengan membandingkan sinyal terukur dari sampel dengan konsentrasi analit yang rendah dengan sinyal dari blankonya. Perbandingan signal to noise yang dapat diterima adalah 10 : 1 (Anonim, 2005).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
28
5. Linieritas Linieritas suatu metode analitik adalah kemampuannya untuk memperoleh hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi analit pada sampel yang dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Linieritas yang baik ialah nilai r yang lebih besar dari nilai r tabel (Snyder dkk,1997). Persyaratan data linieritas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0.999 (Harmita, 2004).
6. Spesifitas Spesifitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan akurat respon analit di antara seluruh komponen sampel yang mungkin ada dalam matriks sampel (Mulja dan Hanwar,2003).
7. Range Range adalah interval antara kadar terrendah sampai kadar tertinggi dari suatu analit yang masih dapat diukur secara kuantitatif menggunakan metode tertentu yang masih dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang mencukupi. Biasanya range memiliki satuan yang sama dengan satuan yang digunakan pada metode analisis, misalnya persen atau ppm (Anonim, 2005).
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
29
USP 28 mencantumkan beberapa kategori uji umum yang harus memenuhi validitas data, yaitu : a. Kategori I Meliputi metode analitik yang digunakan untuk mengukur secara kuantitatif sejumlah besar komponen dari serbuk obat atau senyawa aktif (termasuk preservatif) dalam sediaan obat jadi. b. Kategori II Meliputi metode analitik yang digunakan untuk penentuan kemurnian dalam serbuk obat atau penentuan senyawa degradasi dalam sediaan obat jadi. c. Kategori III Meliputi metode analitik yang digunakan untuk penentuan sifat – sifat khusus seperti kecepatan disolusi dan pelepasan obat. d. Kategori IV Meliputi metode analitik yang digunakan untuk mengidentifikasi sediaan farmasi. Tabel II.Parameter Analitik
Karakteristik Kategori II Kategori Kategori Kategori Kinerja Kualitatif Kuantitatif 1 III IV Analitik Akurasi Ya * Ya * Tidak Presisi Ya Tidak Ya Ya Tidak Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya LOD Tidak Ya Tidak * Tidak LOQ Tidak Tidak Ya * Tidak Linieritas Ya Tidak Ya * Tidak Range Ya * Ya * Tidak *Mungkin diperlukan, tergantung sifat uji spesifik yang dilakukan (Anonim, 2005)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
30
G. Kesalahan Metode Analisis Instrumental Kesalahan atau galat pada metode pada umumnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu metode dan prosedur analisis zat yang ditentukan, instrumen yang dipakai, dan faktor individu yang mengerjakan. Kesalahan pada analisis kimia dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Kesalahan sistematik Kesalahan ini disebut juga kesalahan prosedur yakni kesalahan yang menyimpang secara tetap dari harga kadar yang sebenarnya karena proses pelaksanaan prosedur analisis. Kesalahan sistematik ini dibagi lagi menjadi dua macam berdasarkan sumber kesalahan, yaitu : a. Kesalahan pada metode analisis Kesalahan ini agak sulit dideteksi karena kesalahan pada metode analisis ini antara lain disebabkan sifat fisika dan kimia dari reagen yang dipakai tidak memadai secara ideal. Demikian juga dapat disebabkan oleh reaksi yang tidak sempurna. b. Kesalahan individual Kesalahan ini timbul karena kesalahan individu dalam mengamati dan membaca instrumen yang sedang dikerjakan.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
31
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan sistematik ini ada beberapa hal yang harus diperhatkan, yaitu : 1) Kalibrasi instrumen secara berkala 2) Pemilihan metode dan prosedur standar dari badan resmi 3) Pemakaian bahan kimia yang memiliki derajat pro analysis 4) Peningkatan pengetahuan dan kemampuan dari individu yang bekerja di laboratorium analisis.
2. Kesalahan tidak sistematik Kesalahan ini disebut juga kesalahan acak yaitu penyimpangan yang tidak tetap dari hasil penentuan kadar dengan instrumen yang disebabkan oleh fluktuasi dari instrumen yang digunakan. Kesalahan acak yang disebabkan oleh derau instrumen tidak dapat diketahui penyebabnya dan juga tidak dikontrol. Pemakaian instrumen dengan kualitas baik akan dapat menekan harga galat tidak sistematik ini. Demikian juga pemakaian ilmu statistik untuk perhitungan hasil analisis diharapkan dapat memperkecil perbedaan dalam menentukan kadar dengan harga yang sebenarnya (Mulja dan Suharman, 1995).
H. Keterangan Empiris Salah satu kombinasi obat yang banyak beredar adalah campuran dari parasetamol, propifenazon, dan kafein yang memiliki kelarutan dalam etanol yang mirip dan serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan sehingga sulit dipisahkan dengan alat sederhana. KCKT dapat digunakan untuk
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
32
memisahkan sekaligus menetapkan kadar dari tiap komponen yang sudah dipisahkan. Campuran ketiganya tersebut akan ditetapkan dengan menggunakan kondisi KCKT yang optimal. Parameter validitas metode yang diuji meliputi akurasi (ditinjau dari nilai recovery), presisi (ditinjau dari nilai CV), spesifisitas (ditinjau dari profil pemisahan pada kromatogram yang menunjukkan pemisahan hingga baseline untuk ketiga analit), linieritas (ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari penentuan persamaan kurva baku dengan analisis regresi linear), dan range (ditunjukkan dari rentang kadar analit terukur yang memenuhi parameter akurasi dan presisi)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis rancangan penelitian eksperimental deskriptif dengan dua variabel bebas dalam perlakuan pada subyek uji.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama a. Variabel bebas 1) Jenis dan perbandingan fase gerak yaitu metanol : aquabidest dan metanol : aquabidest : asam asetat glasial. 2) Flow rate fase gerak yang digunakan. b. Variabel tergantung 1) Pemisahan peak dari parasetamol, propifenazon, dan kafein yang dapat dilihat dari waktu retensi masing – masing. 2) Validitas metode yang ditinjau dari akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, dan range penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam sampel simulasi.
33
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
34
2. Variabel pengacau terkendali Variabel pengacau terkendali pada percobaan ialah kemurnian pelarut dan kemurnian senyawa baku yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan pelarut pro analysi dan bahan kualitas working standard.
C. Definisi Operasional 1. Larutan induk sampel simulasi adalah campuran 50 mg parasetamol, 30 mg propifenazon, dan 10 mg kafein yang dilarutkan dalam metanol hingga 10 ml. 2. Sampel simulasi kadar rendah adalah campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein yang dibuat dari larutan induk sampel simulasi yang dipipet sebanyak 125 µl dan diencerkan dengan metanol hingga 10 ml. 3. Sampel simulasi kadar sedang adalah campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein yang dibuat dari larutan induk sampel simulasi yang dipipet sebanyak 500 µl dan diencerkan dengan metanol hingga 10 ml. 4. Sampel simulasi kadar tinggi adalah campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein yang dibuat dari larutan induk sampel simulasi yang dipipet sebanyak 750 µl dan diencerkan dengan metanol hingga 10 ml. 5. Parameter validitas metode analisis yang digunakan yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, dan range.
D. Bahan – bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah parasetamol kualitas working standard (Wenzhou Pharmaceutical Factory), propifenazon kualitas
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
35
working standard (Vani Chemicals & Intermediates Limited), kafein kualitas working standard (Brataco Chemika), metanol p.a. (E. Merck), asam asetat glasial p.a (E.Merck), dan aquabidest (Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma).
E. Alat – Alat Penelitian Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Spektrofotometer UV/Vis merek Perkin Elmer Lambda 20 2. Kuvet. 3. Seperangkat sistem KCKT yang terdiri dari : a. Pompa merek Shimadzu LC-10 AD No. C20293309457 J2. b. Detektor UV/Vis merek Shimadzu SPD-10 AV No. C20343503697 KG. c. CBM 101 merek Shimadzu No. C50363502311. d. Seperangkat komputer merek ACER. e. Printer merek Hewlett Packard Deskjet 670 C. f. Injektor jenis katup suntik model 77251. g. Kolom ODS merek DuPont Instruments Zorbax berdimensi 4,6 mm x 25 cm P.N 880952-702. 4. Syringe merek Hamilton Part. No. 2933087. 5. Alat degasing ultrasonik merek Retsch T640 No. 935922012 EY. 6. Penyaring Whatmann anorganik dan organik. 7. Membrane filter holder merek Whatmann kapasitas 300 ml. 8. Neraca analitik merek Scaltec SBC 22.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
36
9. Vakum merek Gast DOA-P104-BN. 10. Penyaring Milipore. 11. Mikropipet 100 – 1000 µl merek Biohit. 12. Seperangkat alat gelas.
F. Tatacara Penelitian 1. Pembuatan larutan baku parasetamol, propifenazon, dan kafein a. Larutan baku parasetamol 1) Pembuatan larutan baku induk parasetamol Lebih kurang 50 mg baku parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol hingga 10 ml. 2) Pembuatan seri larutan baku parasetamol Larutan baku induk parasetamol dari langkah di atas dipipet 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl; dan 750 µl lalu dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan metanol hingga tanda sehingga didapatkan kadar 62,5 ppm; 125,0 ppm; 187,5 ppm; 250,0 ppm; 312,5 ppm; dan 375,0 ppm. b. Larutan baku propifenazon 1) Pembuatan larutan baku induk propifenazon Lebih kurang 30 mg baku propifenazon yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol hingga 10 ml.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
37
2) Pembuatan seri larutan baku propifenazon Larutan baku induk propifenazon dari langkah di atas dipipet 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl; dan 750 µl lalu dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan metanol hingga tanda sehingga didapatkan kadar 37,5 ppm; 75,0 ppm; 112,5 ppm; 150,0 ppm; 187,5 ppm; dan 225,0 ppm. c. Larutan baku kafein 1) Pembuatan larutan baku induk kafein Lebih kurang 10 mg baku kafein yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol hingga 10 ml. 2) Pembuatan seri larutan baku kafein Larutan baku induk kafein dari langkah di atas dipipet 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl; dan 750 µl lalu dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan metanol hingga tanda sehingga didapatkan kadar 12,5 ppm; 25,0 ppm; 37,5 ppm; 50,0 ppm; 62,5 ppm; dan 75,0 ppm.
2. Pembuatan fase gerak Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ialah campuran : a. Metanol : aquabidest dengan perbandingan 40 : 60; 50 : 50; 60 : 40; dan 70 : 30. b. Metanol : aquabidest : asam asetat glasial dengan perbandingan 50 : 49 : 1; 60 : 37 : 3; dan 70 : 28,5 : 1,5.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
38
Masing – masing perbandingan fase gerak dibuat sesuai dengan volume yang dibutuhkan kemudian digojog dan disaring dengan penyaring Whatman anorganik dengan bantuan pompa vakum. Fase gerak kemudian dihilangkan gelembungnya dengan degassing selama 15 menit.
3. Penentuan
panjang
gelombang
pengamatan
antara
parasetamol,
propifenazon, dan kafein dengan spektrofotometer UV Lebih kurang 10 mg baku parasetamol, propifenazon, dan kafein yang ditimbang seksama dilarutkan dalam metanol hingga 10 ml. Larutan tersebut diencerkan hingga kadar 10 ppm untuk tiap zat dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 200 – 300 nm dengan spektrofotometer UV. Berdasarkan kurva panjang gelombang vs absorbansi parasetamol, propifenazon, dan kafein yang diperoleh, diamati dan ditentukan panjang gelombang overlapping.
4. Pengamatan waktu retensi parasetamol. propifenazon, dan kafein Larutan baku induk parasetamol, propifenazon, dan kafein masing – masing dipipet 500 µl lalu diencerkan dengan metanol hingga 10 ml. Larutan hasil pengenceran tiap zat tersebut disaring dengan millipore dan dihilangkan gelembungnya dengan degassing selama 15 menit. Kemudian sebanyak 40 μl larutan
tersebut
disuntikkan
ke
dalam
KCKT
dengan
kolom
ODS
(4,6 mm x 25 cm); fase gerak yang telah dibuat pada langkah no.2 dan flow rate tertentu pada panjang gelombang pengamatan yaitu 272 nm. Waktu retensi tiap analit diamati dari kromatogram yang didapat.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
39
5. Optimasi pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein Lebih kurang 50 mg parasetamol, 30 mg propifenazon, dan 10 mg kafein ditimbang seksama, lalu dicampur dan dilarutkan dalam metanol hingga 10 ml. Larutan tersebut dipipet 500 μl dan diencerkan dengan metanol hingga 10 ml, sehingga didapatkan larutan campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan perbandingan kadar masing – masing ialah 250 ppm : 150 ppm : 50 ppm. Kemudian
larutan tersebut
disaring dengan
millipore
dan
dihilangkan
gelembungnya dengan degassing selama 15 menit. Sebanyak 40 μl larutan campuran disuntikkan ke dalam KCKT dengan kolom ODS (4,6 mm x 25 cm); fase gerak yang telah dibuat pada langkah no.2 dan flow rate tertentu pada panjang gelombang pengamatan yaitu 272 nm. Dari hasil kromatogram diamati waktu retensi masing – masing senyawa pada berbagai perbandingan fase gerak serta flow rate yang digunakan.
6. Validasi metode analisis a. Pembuatan kurva baku Seri kadar larutan baku parasetamol, propifenazon, dan kafein dari langkah no. 1 yang telah disaring dengan penyaring milipore dan dihilangkan gelembungnya dengan degassing selama 15 menit diinjeksikan pada sistem KCKT dengan fase gerak metanol : aquabidest dengan rasio 40 : 60 dan flow rate 2 ml/menit. AUC (Area Under Curve) untuk tiap peak yang muncul diamati dari kromatogram yang didapat. Lalu, ditentukan persamaan regresi linear antara kadar tiap analit terhadap AUC.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
40
b. Pembuatan larutan induk campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein Lebih kurang 50 mg parasetamol, 30 mg propifenazon, dan 10 mg kafein ditimbang seksama, dicampur, dan dilarutkan dalam metanol hingga 10 ml. c. Penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam campuran Larutan campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein dari langkah no.6b. dipipet 125 μl; 500 μl; dan 750 μl dan diencerkan dengan metanol hingga 10 ml. Larutan tersebut disaring dengan milipore dan dihilangkan gelembungnya dengan degassing selama 15 menit, lalu diinjeksikan pada sistem KCKT dengan fase gerak metanol : aquabidest dengan rasio 40 : 60 dan flow rate 2 ml/menit. AUC (Area Under Curve) tiap peak yang muncul diamati dari kromatogram yang didapat. Kemudian kadar analit dihitung dengan memasukkan nilai AUC yang diperoleh dari tiap analit ke dalam persamaan kurva baku yang telah diperoleh dari analisis regresi linear.
G. Analisis Hasil Kondisi KCKT yang optimal untuk mendapatkan pemisahan yang baik dari parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam campuran dapat dilihat dari profil pemisahan dari kromatogram yang diperoleh dan perhitungan resolusi (jarak antara dua puncak dibagi dengan rata – rata lebar dasar puncak) dengan rumus sebagai berikut : Rs
(t r2) - (t r1) (1/2) (W1 W2)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
41
Hasil optimasi ini lalu digunakan untuk menentukan kesahihan metode, yang dinyatakan dengan parameter berikut : 1. Akurasi ditentukan dengan nilai recovery Recovery =
kadar terukur x 100% kadar diketahui
2. Presisi diukur dengan Coefficient of variance (CV) CV =
simpangan baku x 100% recovery rata - rata
3. Spesifisitas ditentukan dari profil pemisahan pada kromatogram yang menunjukkan pemisahan hingga baseline untuk ketiga analit. 4. Linieritas ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari penentuan persamaan kurva baku dengan analisis regresi linear. 5. Range ditunjukkan oleh rentang kadar analit terukur yang memenuhi kriteria akurasi dan presisi.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyiapan Fase Gerak Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ialah campuran dari metanol : aquabidest dan metanol : aquabidest : asam asetat glasial yang bersifat polar. Pemilihan fase gerak tersebut didasarkan pada kondisi kromatografi yang dipilih yaitu kromatografi partisi fase terbalik, karena ketiga senyawa analit bersifat polar sehingga untuk mengelusinya dengan cepat digunakan fase gerak yang polar sesuai dengan kepolaran ketiga senyawa analit, serta menggunakan kolom C-18 yang bersifat non polar agar ketiga analit dapat terpisah akibat perbedaaan interaksi tiap analit dengan fase diam. Pemilihan fase gerak ini sangat penting karena dapat mempengaruhi waktu retensi dan pemisahan dari komponen – komponen yang akan dianalisis. Kedua jenis fase gerak yang digunakan pada penelitian ini mengandung metanol yang termasuk golongan alkohol karena ketiga analit mudah larut dalam etanol yang juga termasuk golongan alkohol. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring untuk menghilangkan partikel yang dapat menyebabkan kerusakan pada pompa serta menyumbat kolom. Selanjutnya, fase gerak didegas untuk menghilangkan gelembung – gelembung gas yang terlarut dalam fase gerak, agar tidak terjadi sinyal palsu pada detektor. Fase gerak yang digunakan ini mengacu pada studi pustaka terhadap jurnal penelitian Optimization of the RP-HPLC Method for Multicomponent Analgetic Drug Determination yang ditulis oleh Ivanovic, dkk pada 2003 tentang pemisahan
42
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
43
parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan menggunakan fase gerak metanol : aquabidest pada berbagai rasio berkisar dari (30 : 70 v/v) hingga (65 : 35 v/v). pada detektor UV 265 nm dan kolom Beckman Ultrasphere ODS 4,6 x 150 mm, ukuran partikel 5 µm. Fase gerak tersebut juga dimodifikasi dengan asam asetat glasial untuk menggaramkan kafein sehingga diharapkan dapat terjadi pemisahan ketiga analit yang lebih optimal.
B. Pembuatan Larutan Baku Larutan baku induk dari masing – masing komponen uji dibuat dengan kadar tertentu, yaitu 5000 ppm untuk parasetamol, 3000 ppm untuk propifenazon, dan 1000 ppm untuk kafein. Pelarut yang digunakan ialah metanol p.a karena senyawa memiliki kelarutan yang baik dalam metanol. Selain itu syarat pelarut yang dapat digunakan dalam KCKT ialah kemurniannya tinggi dan dapat mudah campur dengan fase gerak dan mudah terelusi. Larutan untuk seri kurva baku dari masing – masing senyawa dibuat dalam 6 seri kadar yaitu untuk baku parasetamol dibuat dengan kadar
62,5 ppm;
125,0 ppm; 187,5 ppm; 250,0 ppm; 312,5 ppm; dan 375,0 ppm. Untuk baku propifenazon dibuat dengan kadar 37,5 ppm; 75,0 ppm; 112,5 ppm; 150,0 ppm; 187,5 ppm; dan 225,0 ppm. Sedangkan untuk kafein digunakan kadar 12,5 ppm; 25,0 ppm; 37,5 ppm; 50,0 ppm; 62,5 ppm; dan 75,0 ppm. Masing – masing kadar tersebut dibuat dari pengenceran larutan baku induk tiap senyawa. Pemilihan seri kadar kurva baku tersebut dimaksudkan agar kadar masing – masing senyawa yang terdapat pada sampel simulasi dengan perbandingan 5 : 3 : 1 antara
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
44
parasetamol, propifenazon, dan kafein dapat tercakup dalam rentang kurva baku yang digunakan sehingga dapat ditetapkan kadarnya dengan persamaan kurva baku yang didapatkan.
C. Optimasi Metode KCKT 1. Penentuan panjang gelombang pengamatan dengan spektrofotometri ultraviolet Penentuan panjang gelombang pengamatan ini dimaksudkan untuk menentukan pada panjang gelombang berapa ketiga senyawa yaitu parasetamol, propifenazon, dan kafein memberikan absorbansi yang cukup besar. Penentuan panjang gelombang pengamatan ini dilakukan dengan mengukur absorbansi dari ketiga senyawa masing – masing pada panjang gelombang 200 – 300 nm yang termasuk dalam panjang gelombang ultraviolet. Kurva serapan dari parasetamol, propifenazon dan kafein dapat terlihat seperti pada gambar di bawah ini :
Gambar 14. Spektra panjang gelombang maksimum parasetamol (a), propifenazon (b), dan kafein (c)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
45
Kurva serapan di atas menunjukkan panjang gelombang pada saat serapan dari parasetamol maksimal adalah pada 248 nm sedangkan menurut Autherhoff (1987) serapan maksimal dari parasetamol dalam metanol adalah pada 250 nm. Untuk propifenazon berdasarkan pengamatan panjang gelombang saat serapannya maksimal adalah pada 247 nm dan 274 nm, sedangkan menurut Clarke (1986) serapan maksimal dari propifenazon dalam etanol ialah pada 248 nm dan 277 nm. Untuk kafein berdasarkan pengamatan panjang gelombang saat serapannya maksimal adalah pada 272 nm dan menurut Clarke (1986) serapan maksimal dari kafein dalam etanol adalah pada 273 nm. Hasil pengukuran ini menunjukkan pergeseran panjang gelombang sebesar 1 hingga 3 nm yang mungkin disebabkan kondisi pengujian pada saat penelitian berbeda dengan kondisi pengujian pada literatur yang dapat mempengaruhi absorbansi dari senyawa. Selain itu pelarut yang digunakan pada penelitian adalah metanol, padahal yang digunakan secara teoritis untuk propifenazon dan kafein adalah etanol. Menurut Rohman (2007), penggunaan pelarut yang lebih polar akan menggeser panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa ke panjang gelombang yang lebih pendek (pergeseran hipsokromik). Dari beberapa panjang gelombang pengamatan yang ada, dipilih panjang gelombang 272 nm dengan alasan pada panjang gelombang tersebut, kafein yang kadarnya paling kecil dalam campuran dapat terdeteksi dengan baik. Pada panjang gelombang tersebut nilai serapan dari kafein optimal, sedangkan serapan dari kedua senyawa yang lain yaitu parasetamol dan propifenazon kurang optimal
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
46
tetapi tetap dapat terdeteksi dengan baik karena kadarnya dalam campuran yang cukup tinggi.
2. Pengamatan waktu retensi parasetamol, propifenazon, dan kafein dan optimasi pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein Pengamatan waktu retensi (tr) dari parasetamol, propifenazon dan kafein dilakukan pada tiap perbandingan fase gerak metanol : aquabidest yaitu (70 : 30), (60 : 40), (50 : 50), dan (40 : 60) serta metanol : aquabidest : asam asetat glasial (70 : 28,5 : 1,5), (60 : 37 : 3), dan (50 : 49 : 1) dengan flow rate 0,5 ml/menit; 1 ml/menit; 1,5 ml/menit; dan 2 ml/menit. Pola pemisahan dari tiap perbandingan fase gerak yang digunakan berbeda – beda. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan waktu retensi
dari parasetamol, kafein, dan propifenazon yang
ditampilkan dalam tabel berikut :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
47
Tabel III. Pengamatan waktu retensi parasetamol, propifenazon, dan kafein pada berbagai perbandingan fase gerak dan flow rate tertentu Komposisi Fase Gerak Metanol : aquabidest
70 : 30
0,5
tR parasetamol (menit) 6,341
60 : 40
0,5
6,376
8,229
9,675
50 : 50
0,5
6,420 & 6,729
8,783
13,583
1,0
3,352 & 3,457
4,511
6,870
1,0
3,637
5,245
12,933
1,5
2,469
3,540
8,409
2,0
1,816
2,534
5,850
0,5
6,067 & 6,343
7,938
7,962
0,5
6,360
8,078
8,989
0,5
6,487 & 6,752
8,709
13,108
40 : 60
Metanol : aquabidest : asam asetat glasial
70 : 28,5 : 1,5 60 : 37 : 3 50 : 49 : 1
Flow rate (ml/menit)
tR kafein (menit) 7,972
tR propifenazon (menit) 7,995
Keterangan
tidak terpisah sempurna tidak terpisah sempurna peak ganda parasetamol peak ganda parasetamol Rs parasetamol – kafein = 2,477 Rs parasetamol – kafein = 1,617 Rs parasetamol – kafein = 1,306 tidak terpisah sempurna tidak terpisah sempurna peak ganda parasetamol
Pemisahan yang terjadi pada kolom KCKT dipengaruhi oleh koefisien partisi dari senyawa yang dianalisis terhadap fase gerak dan fase diam. Hal tersebut secara langsung dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi antara senyawa analit dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan. Interaksi antara parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam campuran dengan fase diam merupakan ikatan van der Waals antara gugus non polar yang ada pada ketiga senyawa tersebut dengan fase diamnya yaitu C-18. Namun, interaksi yang terjadi
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
48
sangat rumit dan susah digambarkan sehingga hanya dapat ditunjukkan gugus non polar yang ada pada ketiga senyawa tersebut ialah sebagai berikut : O O
H N
N
N
N
N O
N
N
O OH
a
b
c
Gambar 15. Gugus non polar pada parasetamol (a); kafein (b); dan propifenazon (c) yang berinteraksi dengan kolom ODS
Semakin banyak gugus non polar yang ada dalam suatu senyawa maka dapat diperkirakan bahwa senyawa tersebut terikat lebih kuat dengan fase diamnya yang bersifat non polar sehingga waktu retensinya lebih panjang. Dalam penelitian ini, propifenazon memiliki gugus non polar paling banyak sehingga interaksi dengan fase diamnya paling kuat dan akan terelusi paling lama. Parasetamol memiliki gugus non polar yang paling sedikit sehingga waktu elusinya paling cepat di antara ketiga senyawa analit. Hal tersebut sesuai dengan teori tentang koefisien partisi (Skoog dkk., 1994) di mana senyawa dengan koefisien partisi kecil akan lebih cepat keluar dari kolom karena kadar linarut dalam fase geraknya lebih banyak sehingga dapat lebih cepat terelusi. Untuk memisahkan ketiganya dapat dilakukan dengan mengganti jenis kolom maupun fase gerak yang digunakan. Namun, pada penelitian hanya dilakukan perubahan
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
49
komposisi fase gerak yang digunakan karena keterbatasan jenis kolom yang ada di laboratorium. Hasil pengamatan waktu retensi parasetamol, propifenazon, dan kafein pada fase gerak metanol : aquabidest (70 : 30) pada flow rate 0,5 ml/menit menunjukkan bahwa parasetamol terelusi lebih dulu, setelah itu kafein dan propifenazon. Kafein dan propifenazon belum dapat memisah. Hal ini dapat dilihat dari kromatogram di bawah ini :
Gambar 16. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (70 : 30) flow rate 0,5 ml/menit
Kromatogram tersebut hanya dapat menggambarkan dua puncak dari tiga senyawa yang ada. Pada tr = 6,337 merupakan peak parasetamol dan pada tr = 7,991 merupakan peak gabungan dari propifenazon dan kafein. Peningkatan laju alir tidak dilakukan karena hanya akan memperpendek waktu retensi yang diperoleh akan tetapi tidak akan memberikan perbedaan yang lebih besar sehingga pemisahan yang diperoleh masih kurang baik.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
50
Kemudian, dilakukan running dengan fase gerak metanol : aquabidest (60 : 40) pada flow rate 0,5 ml/menit. Penggunaan fase gerak metanol : aquabidest dengan rasio 60 : 40 dimaksudkan untuk mengurangi komposisi metanol dalam fase gerak sehingga dapat mengurangi afinitas propifenazon terhadap fase gerak. Propifenazon mudah larut dalam metanol tapi sukar larut dalam air, sedangkan kafein memiliki kelarutan dalam air yang lebih baik daripada propifenazon. Sehingga diharapkan dengan menurunkan komposisi metanol dalam fase gerak dapat terjadi pemisahan peak kafein dari peak propifenazon. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut :
Gambar 17. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (60 : 40) flow rate 0,5 ml/menit
Pada tr = 6,376 merupakan peak parasetamol; pada tr = 8,229 merupakan peak kafein; dan pada tr = 9,675 merupakan peak propifenazon. Dari hasil kromatogram yang didapat terlihat masih terjadi sedikit tumpang tindih antara
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
51
peak kafein dan propifenazon yang.disebabkan masih terlalu tingginya komposisi metanol dalam fase gerak ini. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan pengamatan pemisahan ketiga analit pada fase gerak metanol : aquabidest dengan rasio 50 : 50 pada flow rate 0,5 ml/menit dengan harapan peak kafein dan propifenazon dapat terpisah karena perbedaan afinitas kedua zat tersebut terhadap fase gerak yang digunakan. Berikut ini adalah kromatogram yang diperoleh :
Gambar 18. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (50 : 50) flow rate 0,5 ml/menit
Pada tr = 6,400 dan 6,722 merupakan peak parasetamol; pada tr = 8,776 merupakan peak kafein; dan pada tr = 13,323 merupakan peak propifenazon Berdasarkan kromatogram yang didapat, diketahui peak kafein dan propifenazon telah terpisah sempurna, namun terjadi peak ganda pada peak parasetamol. Terjadinya peak ganda pada peak parasetamol mungkin disebabkan kurang sesuainya fase gerak yang digunakan atau kurang tingginya flow rate. Sehingga
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
52
berdasarkan dugaan tersebut, dilakukan peningkatan flow rate menjadi 1 ml/menit. Diharapkan dengan adanya peningkatan flow rate dapat mempercepat tercapainya keseimbangan interaksi antara fase gerak, fase diam, dan analit yang terjadi dalam kolom, sehingga dapat mencegah terbentuknya peak ganda pada peak parasetamol. Berikut ini adalah kromatogram yang diperoleh :
Gambar 19. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (50 : 50) flow rate 1,0 ml/menit
Pada tr = 3,352 dan 3,471 merupakan peak parasetamol; pada tr = 4,532 merupakan peak kafein; dan pada tr = 6,957 merupakan peak propifenazon Dari kromatogram yang didapat, diketahui peak parasetamol tetap menunjukkan peak ganda. Sehingga disimpulkan rasio fase gerak yang digunakan memang masih belum sesuai. Berdasarkan hasil running yang sudah dilakukan menggunakan fase gerak metanol : aquabidest yang belum dapat menghasilkan pemisahan yang baik, maka dilakukan modifikasi fase gerak dengan menggunakan asam asetat glasial hingga
53
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
pH fase gerak berkisar antara 3 hingga 4 untuk menggaramkan kafein yang bersifat basa dengan reaksi sebagai berikut : O-
O H
O
C O
H3C
O
CH3
H3C
N
+ O
N
N CH3
+
CH3
O
CH3
N
C
H+
CH3 N
N
H+ O
N H O
N CH3
O
C
CH3
Gambar 20. Penggaraman kafein oleh asam asetat glasial
Hasil penggaraman kafein tersebut diperkirakan dapat meningkatkan kelarutan kafein dalam fase gerak yang mengandung aquabidest sehingga dapat lebih cepat terelusi dan terpisah dari propifenazon. Berikut adalah hasil running dengan fase gerak metanol : aquabidest : asam asetat glasial (70 : 28,5 : 1,5) pada flow rate 0,5 ml/menit :
Gambar 21. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest : asam asetat glasial (70 : 28,5 : 1,5) flow rate 0,5 ml/menit
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
54
Kromatogram tersebut hanya dapat menggambarkan dua puncak dari tiga senyawa yang ada. Pada tr = 6,067 dan 6,343 merupakan peak parasetamol dan pada tr = 7,962 merupakan peak gabungan dari propifenazon dan kafein. Peak ganda pada peak parasetamol dapat disebabkan oleh fase gerak yang tidak sesuai. Sedangkan tumpang tindih yang terjadi pada peak propifenazon dan kafein dikarenakan komposisi metanol dalam fase gerak masih terlalu tinggi sehingga kafein masih belum dapat terpisah dari propifenazon yang mudah larut dalam metanol. Maka, dilakukan running menggunakan fase gerak dengan komposisi metanol yang lebih rendah yaitu metanol : aquabidest : asam asetat glasial dengan rasio 60 : 37 : 3 pada flow rate 0,5 ml/menit dengan harapan adanya kenaikan jumlah air akan memudahkan larutnya garam kafein yang terbentuk dari reaksi basa kafein dengan asam asetat glasial sehingga kafein lebih cepat terelusi dan dapat terpisah sempurna dari propifenazon. Namun, didapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 22. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest : asam asetat glasial (60 : 37 : 3) flow rate 0,5 ml/menit
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
55
Pada tr = 6,360 merupakan peak parasetamol; pada tr = 8,078 merupakan peak kafein; dan pada tr = 8,989 merupakan peak propifenazon. Peak kafein mengalami pengurangan waktu retensi dibandingkan waktu retensinya pada saat running dengan fase gerak metanol : aquabidest (60 : 40) namun propifenazon juga mengalami hal yang sama, bahkan pengurangan waktu retensinya lebih signifikan. Hal ini mungkin disebabkan terjadinya penggaraman propifenazon oleh asam asetat glasial dengan reaksi sebagai berikut :
Gambar 23. Penggaraman propifenazon oleh asam asetat glasial
Propifenazon
yang
telah
tergaramkan
tersebut
akan
meningkat
polaritasnya dan jadi lebih mudah larut dalam air yang ada dalam fase gerak sehingga dapat keluar dari kolom ODS dengan lebih cepat. Kemudian dilakukan running dengan fase gerak metanol : aquabidest : asam asetat glasial (50 : 49 : 1) dan dialirkan pada flow rate 0,5 ml/menit untuk melihat apakah penambahan asam asetat glasial dapat menghilangkan peak ganda parasetamol yang terjadi pada saat running dengan fase gerak metanol : aquabidest (50 : 50). Hasilnya adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
56
Gambar 24. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest : asam asetat glasial (50 : 49 : 1) flow rate 0,5 ml/menit
Pada tr = 6,407 dan 6,752 merupakan peak parasetamol; pada tr = 8,709 merupakan peak kafein; dan pada tr = 13,108 merupakan peak propifenazon. Peak parasetamol masih menunjukkan peak ganda yang mungkin disebabkan rasio fase gerak yang belum sesuai atau kondisi kolom yang diduga mengalami penurunan kinerja. Pengggunaan asam asetat glasial untuk modifikasi fase gerak ternyata tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka kembali dilakukan pengamatan pemisahan pada fase gerak metanol : aquabidest dengan rasio 40 : 60 dan flow rate 1,0 ml/menit. Flow rate yang digunakan tidak lagi dimulai dari 0,5 ml/menit melainkan 1,0 ml/menit dengan tujuan mempercepat keluarnya analit dari kolom demi meningkatkan efisiensi waktu, serta memperuncing bentuk peak dari ketiga analit. Berikut ini adalah kromatogram yang diperoleh :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
57
Gambar 25. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (40 : 60) flow rate 1,0 ml/menit
Pada tr = 3,664 merupakan peak parasetamol; pada tr = 5,274 merupakan peak kafein; dan pada tr = 13,162 merupakan peak propifenazon. Dari kromatogram di atas, dapat terlihat peak parasetamol, kafein, dan propifenazon telah terpisah sempurna dengan resolusi peak parasetamol – kafein (yang merupakan peak yang paling dekat jaraknya dibanding peak kafein – propifenazon) sebesar 2,477; namun waktu yang dibutuhkan oleh sampel untuk sepenuhnya keluar dari kolom mencapai lebih dari 15 menit. Pemisahan dengan menggunakan KCKT dapat dikatakan efisien apabila terjadi dalam waktu kurang dari 15 menit, sehingga pemisahan yang tergambar pada kromatogram di atas dapat disimpulkan sebagai pemisahan yang kurang efisien. Selain itu, bentuk peak propifenazon yang tidak runcing pada kromatogram di atas dapat disebabkan oleh kurang cepatnya keseimbangan interaksi yang tercapai antara fase gerak, fase diam, dan analit yang terjadi dalam kolom akibat kurang tingginya flow rate yang
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
58
digunakan. Maka, berdasarkan pertimbangan di atas, dilakukan peningkatan flow rate menjadi 1,5 ml/menit yang diperkirakan dapat memperbaiki bentuk peak propifenazon yang tidak runcing serta mempercepat keluarnya seluruh sampel dari kolom untuk meningkatkan efisiensi waktu pemisahan. Hasilnya dapat dilihat pada kromatogram berikut :
Gambar 26. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (40 : 60) flow rate 1,5 ml/menit
Pada tr = 2,481 merupakan peak parasetamol; pada tr = 3,574 merupakan peak kafein; dan pada tr = 8,590 merupakan peak propifenazon. Pada kromatogram di atas, terlihat bentuk peak parasetemol dan kafein sudah cukup runcing, sedangkan peak propifenazon masih kurang runcing meskipun waktu yang dibutuhkan oleh sampel untuk sepenuhnya keluar dari kolom sudah kurang dari 15 menit, serta resolusi peak parasetamol – kafein sebesar 1,617. Sehingga dilakukan running pada flow rate yang lebih tinggi lagi, yaitu pada 2,0 ml/menit untuk memperuncing bentuk peak propifenazon. Hasilnya dapat dilihat pada kromatogram berikut :
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
59
Gambar 27. Kromatogram pemisahan parasetamol, propifenazon, dan kafein dengan fase gerak metanol : aquabidest (40 : 60) flow rate 2,0 ml/menit
Pada tr = 1,816 merupakan peak parasetamol; pada tr = 2,534 merupakan peak kafein; dan pada tr = 5,850 merupakan peak propifenazon. Dari kromatogram tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu retensi yang diperoleh lebih singkat, pemisahannya cukup baik dengan nilai resolusi peak parasetamol – kafein sebesar 1,306 serta bentuk ketiga peak yang cukup runcing. Berdasarkan hasil optimasi yang dilakukan, diperoleh kondisi yang optimal ialah sebagai berikut : Instrumen
: Shimadzu LC-10 AD
Kolom
: ODS merek DuPont Instruments Zorbax berdimensi 4,6 mm x 25 cm P.N 880952-702
Fase gerak
: metanol : aquabidest (40 : 60)
Flow rate
: 2,0 ml/menit
AUFs/Attenuation
: 0,01/8
Detektor
: UV pada 272 nm
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
60
D. Penetapan Kadar Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein dalam Sampel Simulasi 1. Pembuatan Kurva Baku Kurva baku parasetamol dibuat dengan kadar 62,5 ppm; 125,0 ppm; 187,5 ppm; 250,0 ppm; 312,5 ppm; dan 375,0 ppm, untuk propifenazon dibuat dengan kadar 37,5 ppm; 75,0 ppm; 112,5 ppm; 150,0 ppm; 187,5 ppm; dan 225,0 ppm. Sedangkan untuk kafein dibuat dengan kadar 12,5 ppm; 25,0 ppm; 37,5 ppm; 50,0 ppm; 62,5 ppm; dan 75,0 ppm. Tiap seri kadar baku tersebut kemudian diinjeksikan pada KCKT dengan sistem seperti di atas. Untuk menentukan kurva baku yang akan digunakan dari masing – masing senyawa, maka dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Adapun persamaan untuk masing – masing kurva baku dari parasetamol, propifenazon dan kafein dapat dilihat pada tabel IV, V dan VI berikut ini : Tabel IV. Data Kurva Baku Parasetamol Baku parasetamol Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 C (ppm) AUC C (ppm) AUC C (ppm) AUC 63,0500 433277 62,2375 375404 62,7375 363578 126,1000 782447 124,4750 736919 125,4750 744345 189,1500 1158864 186,7125 1148448 188,2125 1138321 252,2000 1645115 248,9500 1555291 250,9500 1521173 315,2500 2030640 311,1875 1979372 313,6875 1905797 378,3000 2514297 373,4250 2323369 376,4250 2260491 B = 6632,3462 B = 6369,1628 B = 6080,5615 A = -36153,0000 A = -34268,8667 A = -12893,1333 r = 0,9986 r= 0,9996 r = 0,9999 SE = 47038,9469 SE = 23093,1561 SE = 11593,8110
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
61
Gambar 28. Kurva baku parasetamol (replikasi 3)
Tabel V. Data Kurva Baku Propifenazon Baku propifenazon Replikasi 2 Replikasi 3 Replikasi 1 C (ppm) AUC C (ppm) AUC C (ppm) AUC 37,1625 584806 36,9500 426220 37,5500 534864 74,3250 880325 73,9000 815260 75,1000 908171 111,4875 1349126 110,8500 1250126 112,6500 1297158 148,6500 1852736 147,8000 1710807 150,2000 1760441 185,8125 2159391 184,7500 2264568 187,7500 2230475 222,9750 2706848 221,7000 2829904 225,3000 2653911 B = 11494,7041 B = 13011,4247 B = 11432,7031 A = 93770,2000 A = -133221,6667 A = 61627,0000 r = 0,9969 r = 0,9973 r = 0,9991 SE = 69505,9370 SE = 74641,2891 SE = 38495,1921
Gambar 29. Kurva baku propifenazon (replikasi 1)
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
62
Tabel VI. Data Kurva Baku Kafein Baku kafein Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 C (ppm) AUC C (ppm) AUC C (ppm) AUC 12,1250 197727 12,5375 162383 11,2000 181499 24,2500 347263 25,0750 340703 22,4000 308807 36,3750 545312 37,6125 512751 33,6000 465661 48,5000 731223 50,1500 802826 44,8000 647505 60,6250 1001288 62,6875 950287 56,0000 803060 72,7500 1105900 75,2250 1120367 67,2000 961379 B = 15761,6518 B = 15744,1891 B = 14193,8852 A = -14099,6000 A = -42655,2000 A = 4918,2000 r = 0,9956 r = 0,9962 r = 0,9991 SE = 37797,8862 SE = 35909,8330 SE = 14419,9999
Gambar 30. Kurva baku kafein (replikasi 3)
Persamaan kurva baku dari parasetamol, propifenazon, dan kafein yang diperoleh dari hasil 3 kali replikasi semuanya memiliki koefisien korelasi (r) yang lebih besar dari nilai r tabel dengan derajat bebas (df) 4 dan taraf kepercayaan 99% yaitu 0,917 sehingga dapat dikatakan semua persamaan kurva baku yang diperoleh tersebut dapat digunakan untuk menetapkan kadar sampel. Koefisien korelasi (r) merupakan parameter linieritas dari suatu persamaan regresi linier di mana nilainya semakin mendekati satu menunjukkan semakin baik linieritas
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
63
persamaan yang diperoleh sehingga semakin baik hubungan antara peningkatan kadar dan peningkatan respon yang didapat. Respon yang dimaksudkan di sini ialah nilai AUC (Area Under Curve). Namun hanya persamaan kurva baku yang memiliki nilai r yang paling mendekati satu dan memiliki nilai SE yang paling kecil yang digunakan untuk menetapkan kadar tiap komponen dalam simulasi sampel. Nilai SE yang kecil dipilih karena menunjukkan penyimpangan yang kecil pula. Persamaan kurva baku yang dipilih untuk menetapkan kadar campuran parasetamol, propifenazon, dan kafein adalah y = 6080,5615 x – 12893,1333 untuk parasetamol; y = 11432,7031 x + 61627,0000 untuk propifenazon; dan y = 14193,8852 x + 4918,2000 untuk kafein.
2. Penetapan
kadar
parasetamol,
propifenazon,
dan
kafein
dalam
campuran sampel simulasi dan validasi metode Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam campuran yang sesuai dengan perbandingan dalam komposisi dalam tablet yang beredar di pasaran yaitu dengan perbandingan 5 : 3 : 1. Larutan induk sampel simulasi yang digunakan pada penelitian ini dibuat dari baku parasetamol sebanyak 50 mg, baku propifenazon 30 mg, dan baku kafein 10 mg yang dicampur dan dilarutkan dalam metanol hingga 10 ml. Dengan demikian, diharapkan hasil yang diperoleh dapat menggambarkan hal yang sama dengan hasil yang diperoleh dari penetapan kadar ketiga komponen tersebut dalam sampel yang sesungguhnya dan data yang diperoleh dapat menggambarkan validitas dari metode yang diperoleh. Penetapan kadar dilakukan pada tingkat kadar rendah,
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
64
sedang, dan tinggi; masing – masing sebanyak 3 kali replikasi untuk menentukan akurasi dan presisi dari tiap hasil yang diperoleh. Nilai kadar dari tiap komponen pada masing – masing sampel simulasi diperoleh dengan cara memasukkan nilai AUC dari masing – masing senyawa pada tiap replikasi ke dalam persamaan kurva baku masing – masing senyawa sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel VII. Hasil penetapan kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar rendah Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
347666 361834 413976
59,2970 61,6271 70,2023
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 4743,761 4930,165 5616,18
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
5001 4982 5024
94,856 98,960 111,787
Rentang recovery = 94,856 – 111,787% SE = 5,099 = 101,868% CV = 5,006%
Tabel VIII. Hasil penetapan kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar rendah Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
441931 436798 485223
33,2646 32,8156 37,0513
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 2661,166 2625,248 2964,100
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
3031 3060 3022
87,798 85,792 98,084
Rentang recovery = 85,792 – 98,084% SE= 3,807 = 90,558% CV = 4,204%
Tabel IX. Hasil penetapan kadar kafein dalam sampel simulasi kadar rendah Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
173958 175876 216961
12,2470 12,3821 15,2766
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 979,7571 990,5674 1222,1320
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
974 983 1030
100,591 100,770 118,654
Rentang recovery = 100,591 – 118,654% SE = 5,991 = 106,671% CV = 5,616%
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
65
Validasi yang dilakukan pada penelitian ini termasuk dalam kategori I menurut USP 28 karena penelitian yang dilakukan merupakan metode analisis kuantitatif untuk menetapkan kadar zat aktif dalam sediaan farmasi. Validitas metode yang digunakan pada penelitian ini ditentukan berdasarkan parameter akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, dan range. Namun, parameter yang difokuskan pada validasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah akurasi dan presisi yang diperoleh, karena parameter spesifisitas dapat dilihat langsung dari hasil pemisahan yang terjadi, linieritas dapat dilihat dari nilai r (koefisien korelasi) kurva baku, dan untuk parameter range ditentukan dari rentang kadar analit terukur yang telah memenuhi kriteria parameter akurasi dan presisi. Parameter akurasi dinyatakan dengan nilai recovery atau perolehan kembali, sedangkan parameter untuk presisi dinyatakan dengan nilai CV (coefficient of variation). Pada penetapan kadar yang telah dilakukan, rentang recovery yang diperoleh adalah 94,856 – 111,787% untuk parasetamol dan 85,792 – 98,084% untuk propifenazon. Nilai rentang recovery ini tidak memenuhi kesepakatan untuk sampel dengan rasio besar yaitu 95 – 105% (Mulja dan Hanwar, 2003). Untuk kafein memiliki rentang recovery yaitu 100,591 – 118,654% dan menurut Mulja dan Hanwar (2003) untuk senyawa dengan rasio kecil rentang recovery yang dianjurkan adalah 90 – 110% sehingga rentang dari hasil penelitian untuk kafein juga dapat dikatakan tidak memenuhi persyaratan. Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki akurasi yang kurang baik pada penetapan kadar ketiga analit dalam sampel simulasi kadar rendah.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
66
Pada penetapan kadar ini, diperoleh nilai CV sebesar 5,006% untuk parasetamol; 4,204% untuk propifenazon; dan 5,616% untuk kafein. Nilai ini tidak memenuhi syarat presisi yang baik yaitu harga CV < 2% untuk zat aktif yang merupakan kadar analit yang besar dalam campuran (Harmita, 2004), sehingga metode ini juga memiliki presisi yang kurang baik pada penetapan kadar ketiga analit dalam sampel simulasi kadar rendah. Selanjutnya, dilakukan penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein pada sampel simulasi kadar sedang dengan hasil seperti pada tabel berikut : Tabel X. Hasil penetapan kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar sedang Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
1442792 1486883 1448156
239,3998 246,6509 240,2819
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 4787,996 4933,019 4805,639
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
5001 4995 4999
95,741 98,759 96,132
Rentang recovery = 95,741 – 98,759% SE= 0,947 = 96,877% CV = 0,978%
Tabel XI. Hasil penetapan kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar sedang Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
1759032 1795726 1757686
148,4693 151,6788 148,3515
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 2969,385 3033,577 2967,031
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
3031 2997 3035
97,967 101,220 97,760
Rentang recovery = 97,760 – 101,220% SE= 1,121 = 98,983% CV = 1,132%
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
67
Tabel XII. Hasil penetapan kadar kafein dalam sampel simulasi kadar sedang Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
715838 788289 779949
50,0863 55,1907 54,6031
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 1001,727 1103,814 1092,063
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
949 1009 1002
105,556 109,397 108,988
Rentang recovery = 105,556 – 109,397% SE= 1,218 = 107,980% CV = 1,128%
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa rentang recovery yang diperoleh adalah 95,741 – 98,759% untuk parasetamol dan 97,760 – 101,220% untuk propifenazon. Nilai rentang recovery ini memenuhi kesepakatan untuk sampel dengan rasio besar yaitu 95 – 105% (Mulja dan Hanwar, 2003). Untuk kafein memiliki rentang recovery yaitu 105,556 – 109,397 % dan menurut Mulja dan Hanwar (2003) untuk senyawa dengan rasio kecil rentang recovery yang dianjurkan adalah 90 – 110% sehingga rentang dari hasil penelitian untuk kafein dapat dikatakan memenuhi persyaratan. Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki akurasi yang baik untuk pengukuran kadar ketiga analit dalam sampel simulasi kadar sedang. Sedangkan, nilai CV yang diperoleh adalah 0,978% untuk parasetamol; 1,132% untuk propifenazon; dan 1,128% untuk kafein. Nilai CV ketiga analit tersebut memenuhi syarat presisi yang baik yaitu harga CV < 2% untuk zat aktif yang merupakan kadar analit yang besar dalam campuran (Harmita, 2004). Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki presisi yang baik untuk pengukuran kadar ketiga analit dalam sampel simulasi pada kadar sedang.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
68
Kemudian, dilakukan penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein pada sampel simulasi kadar tinggi untuk menentukan akurasi dan presisinya dengan hasil seperti pada tabel berikut : Tabel XIII. Hasil penetapan kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar tinggi Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
2213225 2134216 2097955
366,1040 353,1103 347,1469
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 4881,387 4708,138 4628,625
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
5001 4998 5003
97,608 94,200 92,517
Rentang recovery = 92,517 – 97,608% SE= 1,498 = 94,775% CV = 1,580%
Tabel XIV. Hasil penetapan kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar tinggi Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
2723590 2588580 2531417
232,8376 221,0285 216,0285
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 3104,501 2947,046 2880,380
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
3031 3050 2997
102,425 96,624 96,109
Rentang recovery = 96,109 – 102,425% SE= 2,025 = 98,386% CV = 2,058%
Tabel XV. Hasil penetapan kadar kafein dalam sampel simulasi kadar tinggi Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
1113029 1197138 1108044
78,0696 83,9953 77,7184
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 1040,928 1119,937 1036,245
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
974 1043 994
106,871 107,377 104,250
Rentang recovery = 104,250 – 107,377% SE= 0,969 = 106,166% CV = 0,913%
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat rentang recovery yang diperoleh adalah 92,517 – 97,608% untuk parasetamol dan 96,109 – 102,425 % untuk
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
69
propifenazon. Nilai rentang recovery parasetamol tidak memenuhi kesepakatan untuk sampel dengan rasio besar yaitu 95–105% (Mulja dan Hanwar, 2003). Sedangkan, nilai rentang recovery propifenazon memenuhi kesepakatan untuk sampel dengan rasio besar yaitu 95–105% (Mulja dan Hanwar, 2003). Untuk kafein memiliki rentang recovery yaitu 104,250 – 107,377% dan menurut Mulja dan Hanwar (2003) untuk senyawa dengan rasio kecil rentang recovery yang dianjurkan adalah 90–110% sehingga rentang dari hasil penelitian untuk kafein dapat dikatakan memenuhi persyaratan. Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki akurasi yang kurang baik pada penetapan kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar tinggi, namun memiliki akurasi yang cukup baik pada penetapan kadar propifenazon dan kafein dalam sampel simulasi kadar tinggi. Sedangkan, nilai CV yang diperoleh adalah 1,580% untuk parasetamol; 2,058% untuk propifenazon; dan 0,913% untuk kafein. Nilai CV propifenazon tidak memenuhi syarat presisi yang baik yaitu harga CV < 2% untuk zat aktif yang merupakan kadar analit yang besar dalam campuran (Harmita, 2004), sedangkan nilai CV parasetamol dan kafein memenuhi syarat CV < 2%. Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki presisi yang kurang baik pada penetapan kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar tinggi, namun memiliki presisi yang cukup baik pada penetapan kadar parasetamol dan kafein dalam sampel simulasi kadar tinggi. Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan kondisi seperti yang
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
70
digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam sampel simulasi pada kadar tinggi memiliki akurasi dan presisi yang kurang baik. Parameter linieritas metode ini telah dipenuhi berdasarkan nilai koefisien korelasi kurva baku ketiga analit yang didapat yaitu lebih besar dari 0,999 (Harmita, 2004). Nilai koefisien korelasi baku parasetamol sebesar 0,9999; nilai koefisien korelasi baku propifenazon sebesar 0,9991; dan nilai koefisien korelasi baku kafein sebesar 0,9991. Sedangkan parameter range merupakan rentang kadar analit terukur yang telah memenuhi kriteria parameter akurasi dan presisi. Range untuk parasetamol berkisar antara 239,3998 – 246,6509 ppm; range untuk propifenazon berkisar antara 148,3515 – 151,6788 ppm; dan range untuk kafein berkisar antara 50,0863 – 83,9953 ppm .
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Kondisi
yang
optimal
untuk
memisahkan
komponen
parasetamol,
propifenazon, dan kafein dalam campuran ialah sebagai berikut : Instrumen
: Shimadzu LC-10 AD
Kolom
: ODS merek DuPont Instruments Zorbax berdimensi 4,6 mm x 25 cm P.N 880952-702
Fase gerak
: metanol : aquabidest (40 : 60)
Flow rate
: 2,0 ml/menit
AUFs/Attenuation : 0,01/8 Detektor
: UV pada 272 nm
2. Metode penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein pada sampel simulasi kadar sedang dengan KCKT dengan kondisi di atas memiliki akurasi yang baik dilihat dari nilai recovery untuk parasetamol dan propifenazon 95–105% dan untuk kafein 90–110%; presisi yang baik untuk penetapan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein dilihat dari nilai CV < 2%; spesifisitas yang baik ditunjukkan oleh profil pemisahan ketiga analit; linieritas yang baik ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) kurva baku ketiga analit yang bernilai
>
0,999;
dan
range
untuk
parasetamol
berkisar
antara
239,3998 – 246,6509 ppm; range untuk propifenazon berkisar antara
71
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
72
148,3515 – 151,6788 ppm; dan range untuk kafein berkisar antara 50,0863 – 83,9953 ppm
B. Saran Perlu dilakukan analisis multikomponen terhadap sampel yang beredar di pasaran yang mengandung tiga komponen di atas dengan menggunakan metode pada penelitian ini.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
73
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1989, The Merck Index an Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals, 11th ed., 7784, Merck & Co. Inc., Rahway N. J., USA. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 254, 649, 753, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2005, The United States Pharmacopeia 28th edition, 2748-2751, United States Pharmacopeial Convention,Inc., Rockville. Auterhoff, K., 1987, Identifikasi Obat, 165, 176, ITB Press, Bandung. Azizahwati, 2000, Swamedikasi secara Aman dan Bijaksana, terutama dalam Penanganan Batuk dan Pilek., Seminar Swamedikasi Khusus Dalam Penanganan Batuk dan Pilek, Depok 23 September 2000, Universitas Indonesia, Depok. Clarke, E.G.C., 1986, Isolation and Identification of Drugs, 2nd edition, 234, 465, 538, The Pharmaceutical Press, London. Dimitrovska, A., Trajkovic-Jolevska, S., Nancovska, A., dan Ilievska, M., 1995, Determination of Propyphenazone, Paracetamol, Caffeine and Codeine Phosphate with Thin Layer Chromatography, Bulletin of the Chemists and Technologists of Macedonia, 14, 1, 39-41. Gritter, R.J, Bobbit, J.M., Schwarting, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, edisi II, 186, 199, 200, 206, ITB, Bandung. Harmita,
2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, 5-25, Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok.
Harris, D.C., 1999, Quantitative Chemical Analysis, 2nd ed., 648, W.H.Freeman and Company, New York. Hendayana, S., 2006, Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern, 21-25, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Ivanovic, D., Medenica, M., Malenovic, A., Jancic, B., Misljenovic, Dj., 2003, Optimization of the RP-HPLC Method for Multicomponent Analgetic Drug Determination., Boll Chim Farm., 142(9), 386-9. Johnson, E.L., dan Stevenson, R., 1978, Basic Liquid Chromatography, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 6, 9, 22, ITB, Bandung.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
74
Kuwana, 1980, Physical Methods in Modern Chemical Analysis, 13, Academic Press, New York. Mulja, M. dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Indonesia Airlangga, Vol.III,No.2,71-76, Universitas Airlangga Press, Surabaya. Mulja, M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-11, 26, 31, 34 Universitas Airlangga, Surabaya. Munson, J.W., 1991, Pharmaceutical Analysis Modern Methods, diterjemahkan oleh Harjana, Parwa.B,15, 33-34, Universitas Airlangga Press, Surabaya. Nair, H.M. and Bonelli, E.J., 1988, Basic Gas Chromatography,diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata,4,19, ITB,Bandung. Noegrohati, S., 1994, Pengantar Kromatografi, 6, 18-21, 28, 31-32, UGM, Yogyakarta. Raffa, R.B., 2006, Remington :The Science and Practice of Pharmacy, 21st edition, 1542, Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia. Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 229 – 250, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Sastrohamidjojo, 2002, Kromatografi, edisi kedua, 71, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta. Settle, F.A., 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry, 150-151, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, New Jersey. Skoog, D.A., West, D.M, Holler, F.J., 1994, Analytical Chemistry : An Introduction, 6th edition, 490, Harcourt Brace College Publishers , Orlando, Florida. Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, J.L, 1997, Practical HPLC Method Development, 2nd ed., 208-209, 252, 695-697, John Willey & Sons Inc., New York. Watson, 1999, Pharmaceutical Analysis, 98, 238, Churchill Livingstone, London. Willard, H.H., Merritt, Jr., Dean, J.A, and Settle Jr, F.A, 1988, Instrumental Methods of Analysis, 7th edition, 614-615, Wadsworth Publishing Company, California.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
75
Yanuar, A., Hayun, Suryadi, M.T., Henry, A., dan Wulandari, R., 2003, Program Komputer Analisis Multikomponen untuk Obat Flu dan AnalgesikAntiinflamasi, Laporan Penelitian, FMIPA Universitas Indonesia, Depok.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 1 Sertifikat Analisis Parasetamol
76
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 2 Sertifikat Analisis Propifenazon
77
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
78
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 3. Sertifikat Analisis Kafein
79
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
80
Lampiran 4. Skema pembuatan larutan baku parasetamol dan contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan a. Skema pembuatan Timbang seksama ± 50 mg parasetamol ↓ Larutkan dalam metanol ad 10 ml (Larutan induk PCT) ↓ Pipet larutan induk PCT sebanyak 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl; dan 750 µl ↓ Encerkan dengan metanol ad 10,0 ml b. Perhitungan seri baku parasetamol (replikasi 3) • Bobot parasetamol hasil penimbangan = 0,05019 g = 50,19 mg • Kadar parasetamol dalam larutan induk PCT = 50,19 mg/10ml = 5019 ppm • Seri larutan baku parasetamol : Volume pemipetan 125 µl 250 µl 375 µl 500 µl 625 µl 750 µl
Perhitungan (Kadar dalam larutan induk PCT x pengenceran ) 5019 ppm x
0,125 = 62,7375 ppm 10
5019 ppm x
0,250 = 125,4750 ppm 10
5019 ppm x
0,375 = 188,2125 ppm 10
5019 ppm x
0,500 = 250,9500 ppm 10
5019 ppm x
0,625 = 313,6875 ppm 10
5019 ppm x
0,750 = 376,4250 ppm 10
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
81
Lampiran 5. Skema pembuatan larutan baku propifenazon dan contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan a. Skema pembuatan Timbang seksama ± 30 mg propifenazon ↓ Larutkan dalam metanol ad 10 ml (Larutan induk PPZ) ↓ Pipet larutan induk PPZ sebanyak 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl; dan 750 µl ↓ Encerkan dengan metanol ad 10,0 ml b. Perhitungan seri baku propifenazon (replikasi 1) • Bobot propifenazon hasil penimbangan = 0,03004 g = 30,04 mg • Kadar propifenazon dalam larutan induk PPZ = 30,04 mg/10ml = 3004 ppm • Seri larutan baku propifenazon : Volume pemipetan 125 µl 250 µl 375 µl 500 µl 625 µl 750 µl
Perhitungan (Kadar dalam larutan induk PPZ x pengenceran ) 3004 ppm x
0,125 = 37,5500 ppm 10
3004 ppm x
0,250 = 75,1000 ppm 10
3004 ppm x
0,375 = 112,6500 ppm 10
3004 ppm x
0,500 = 150,2000 ppm 10
3004 ppm x
0,625 = 187,7500 ppm 10
3004 ppm x
0,750 = 225,3000 ppm 10
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
82
Lampiran 6. Skema pembuatan larutan baku kafein dan contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan a. Skema pembuatan Timbang seksama ± 10 mg kafein ↓ Larutkan dalam metanol ad 10 ml (Larutan induk KFN) ↓ Pipet larutan induk KFN sebanyak 125 µl; 250 µl; 375 µl; 500 µl; 625 µl; dan 750 µl ↓ Encerkan dengan metanol ad 10,0 ml b. Perhitungan seri baku kafein (replikasi 3) • Bobot kafein hasil penimbangan = 0,00896 g = 8,96 mg • Kadar kafein dalam larutan induk KFN = 8,96 mg/10ml = 896 ppm • Seri larutan baku kafein : Volume pemipetan 125 µl 250 µl 375 µl 500 µl 625 µl 750 µl
Perhitungan (Kadar dalam larutan induk KFN x pengenceran ) 896 ppm x
0,125 = 11,2000 ppm 10
896 ppm x
0,250 = 22,4000 ppm 10
896 ppm x
0,375 = 33,6000 ppm 10
896 ppm x
0,500 = 44,8000 ppm 10
896 ppm x
0,625 = 56,0000 ppm 10
896 ppm x
0,750 = 67,2000 ppm 10
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
83
Lampiran 7. Kromatogram Larutan Kurva Baku Parasetamol Instrumen Kolom Fase gerak Flow rate AUFs/Attenuation Detektor
: Shimadzu LC-10 AD : DuPont Instruments Zorbax ODS 4,6 mm x 25 cm P.N. 880952-752. : metanol : aquabidest (40 : 60) : 2,0 ml/menit : 0,01/8 : UV pada 272 nm
Larutan Baku Parasetamol 62,7375 ppm
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Parasetamol 125,4750 ppm
Larutan Baku Parasetamol 188,2125 ppm
84
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Parasetamol 250,9500 ppm
Larutan Baku Parasetamol 313,6875 ppm
85
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Parasetamol 376,4250 ppm
86
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
87
Lampiran 8. Kromatogram Larutan Kurva Baku Propifenazon Instrumen Kolom Fase gerak Flow rate AUFs/Attenuation Detektor
: Shimadzu LC-10 AD : DuPont Instruments Zorbax ODS 4,6 mm x 25 cm P.N. 880952-752. : metanol : aquabidest (40 : 60) : 2,0 ml/menit : 0,01/8 : UV pada 272 nm
Larutan Baku Propifenazon 37,5500 ppm
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Propifenazon 75,1000 ppm
Larutan Baku Propifenazon 112,6500 ppm
88
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Propifenazon 150,2000 ppm
Larutan Baku Propifenazon 187,7500 ppm
89
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Propifenazon 225,3000 ppm
90
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
91
Lampiran 9. Kromatogram Larutan Kurva Baku Kafein Instrumen Kolom Fase gerak Flow rate AUFs/Attenuation Detektor
: Shimadzu LC-10 AD : DuPont Instruments Zorbax ODS 4,6 mm x 25 cm P.N. 880952-752. : metanol : aquabidest (40 : 60) : 2,0 ml/menit : 0,01/8 : UV pada 272 nm
Larutan Baku Kafein 11,2000 ppm
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Kafein 22,4000 ppm
Larutan Baku Kafein 33,6000 ppm
92
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Kafein 44,8000 ppm
Larutan Baku Kafein 56,0000 ppm
93
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Larutan Baku Kafein 67,2000 ppm
94
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
95
Lampiran 10. Skema pembuatan sampel simulasi dan contoh perhitungan kadar parasetamol, propifenazon, dan kafein dalam sampel simulasi a. Skema pembuatan Timbang seksama ± 50 mg baku parasetamol; 30 mg baku propifenazon dan 10 mg baku kafein ↓ Campur dan larutkan dalam metanol ad 10 ml (larutan induk sampel simulasi) ↓ Pipet larutan induk sampel simulasi sebanyak : 125 µl (sampel simulasi kadar rendah); 500 µl (sampel simulasi kadar sedang); 750 µl (sampel simulasi kadar tinggi) ↓ Encerkan dengan metanol ad 10 ml ↓ Saring dengan Millipore dan degassing selama 15 menit ↓ Injeksikan pada KCKT b. Contoh perhitungan kadar parasetamol dalam sampel simulasi 1) Kadar teoritis parasetamol dalam sampel simulasi (contoh sampel simulasi kadar rendah 1) Berat penimbangan = 50,01 mg dilarutkan dalam 10 ml metanol (yang di dalam larutan induk sampel simulasi terlarut propifenazon dan kafein juga dengan perbandingan parasetamol : propifenazon : kafein = 5 : 3 : 1) dan diencerkan dengan cara mengambil 125 µl larutan tersebut dan dilarutkan dalam metanol ad 10 ml.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
96
Kadar parasetamol dalam larutan induk sampel simulasi =
50,01mg 10ml
5001ppm
Kadar terhitung parasetamol dalam larutan sampel simulasi kadar rendah =
50,01mg 125 l x 10ml 10ml
62,5125 ppm
2) Kadar terukur parasetamol hasil penelitian pada sampel simulasi (contoh sampel simulasi kadar rendah 1) Nilai AUC dari peak parasetamol dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu untuk parasetamol y = 6080,5615x – 12893,1333 untuk mendapatkan kadar terukur parasetamol dalam larutan uji kemudian dikalikan faktor pengenceran 10000/125 (sampel simulasi kadar rendah) untuk mendapatkan kadar terukur parasetamol dalam larutan induk sampel simulasi. Contoh : Nilai AUC pada sampel simulasi kadar rendah no.1 = 347666 Persamaan kurva baku parasetamol (AUC vs konsentrasi (ppm)) : y = 6080,5615x – 12893,1333 Perhitungan : Kadar parasetamol dalam larutan uji : 347666 = 6080,5615x – 12893,1333 x = 59,2970 ppm kadar parasetamol dalam larutan induk sampel simulasi = 59,2970 ppm x
10000 l = 4743,7610 ppm 125 l
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
97
Recovery sampel =
kadar terukur parasetamol dalam larutan induk sampelsimulasi kadar teoritis parasetamol pada larutan sampelsimulasi 4743 ,7610 ppm x100 % 5001 ppm
X100%
94 ,8560 %
Kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar rendah Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
347666 361834 413976
59,2970 61,6271 70,2023
Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
1442792 1486883 1448156
239,3998 246,6509 240,2819
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 4743,761 4930,165 5616,18
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
5001 4982 5024
94,856 98,960 111,787
Rentang recovery = 94,856 – 111,787% SE = 5,099 = 101,868% CV = 5,006%
Kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar sedang Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 4787,996 4933,019 4805,639
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
5001 4995 4999
95,741 98,759 96,132
Rentang recovery = 95,741 – 98,759% SE= 0,947 = 96,877% CV = 0,978%
Kadar parasetamol dalam sampel simulasi kadar tinggi Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
2213225 2134216 2097955
366,1040 353,1103 347,1469
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 4881,387 4708,138 4628,625
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
5001 4998 5003
97,608 94,200 92,517
Rentang recovery = 92,517 – 97,608% SE= 1,498 = 94,775% CV = 1,580%
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
98
c. Contoh perhitungan kadar propifenazon dalam sampel simulasi 1) Kadar teoritis propifenazon dalam sampel simulasi (contoh sampel simulasi kadar rendah 1) Berat penimbangan = 30,31 mg dilarutkan dalam 10 ml metanol (yang di dalam larutan induk sampel simulasi terlarut parasetamol dan kafein juga dengan perbandingan parasetamol : propifenazon : kafein = 5 : 3 : 1) dan diencerkan dengan cara mengambil 125 µl larutan tersebut dan dilarutkan dalam metanol ad 10 ml. Kadar propifenazon dalam larutan induk sampel simulasi =
30,31mg 10ml
3031ppm
Kadar terhitung propifenazon dalam larutan sampel simulasi kadar rendah =
30,31mg 125 l x 10ml 10ml
37,8875 ppm
2) Kadar terukur propifenazon hasil penelitian pada sampel simulasi (contoh sampel simulasi kadar rendah 1) Nilai AUC dari peak propifenazon dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu untuk propifenazon y = 11432,7031x + 61627,0000 untuk mendapatkan kadar terukur propifenazon dalam larutan uji kemudian dikalikan faktor pengenceran 10000/125 (sampel simulasi kadar rendah) untuk mendapatkan kadar terukur propifenazon dalam larutan induk sampel simulasi.
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
99
Contoh : Nilai AUC pada sampel simulasi kadar rendah no.1 = 441931 Persamaan kurva baku propifenazon (AUC vs konsentrasi (ppm)) : y = 11432,7031x + 61627,0000 Perhitungan : Kadar propifenazon dalam larutan uji : 441931 = 11432,7031x + 61627,0000 x = 33,2646 ppm kadar propifenazon dalam larutan induk sampel simulasi = 36,2646 ppm x
10000 l = 2661,1660 ppm 125 l
Recovery sampel =
kadar terukur propifenazon dalam larutan induk sampelsimulasi kadar teoritis propifenazon pada larutan sampelsimulasi
X100%
2661 ,1660 ppm x100 % 87 ,7980 % 3031 ppm
Kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar rendah Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
441931 436798 485223
33,2646 32,8156 37,0513
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 2661,166 2625,248 2964,100
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
3031 3060 3022
87,798 85,792 98,084
Rentang recovery = 85,792 – 98,084% SE= 3,807 = 90,558% CV = 4,204%
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
100
Kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar sedang Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
1759032 1795726 1757686
148,4693 151,6788 148,3515
Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
2723590 2588580 2531417
232,8376 221,0285 216,0285
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 2969,385 3033,577 2967,031
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
3031 2997 3035
97,967 101,220 97,760
Rentang recovery = 97,760 – 101,220% SE= 1,121 = 98,983% CV = 1,132%
Kadar propifenazon dalam sampel simulasi kadar tinggi Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 3104,501 2947,046 2880,380
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
3031 3050 2997
102,425 96,624 96,109
Rentang recovery = 96,109 – 102,425% SE= 2,025 = 98,386% CV = 2,058%
d. Contoh perhitungan kadar kafein dalam sampel simulasi 1) Kadar teoritis kafein dalam sampel simulasi (contoh sampel simulasi kadar rendah 1) Berat penimbangan = 9,74 mg dilarutkan dalam 10 ml metanol (yang di dalam larutan induk sampel simulasi terlarut parasetamol dan kafein juga dengan perbandingan parasetamol : propifenazon : kafein = 5 : 3 : 1) dan diencerkan dengan cara mengambil 125 µl larutan tersebut dan dilarutkan dalam metanol ad 10 ml. Kadar kafein dalam larutan induk sampel simulasi =
9,74mg 10ml
974 ppm
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
101
Kadar terhitung kafein dalam larutan sampel simulasi kadar rendah =
9,74mg 125 l x 10ml 10ml
12,1750 ppm
2) Kadar terukur kafein hasil penelitian pada sampel simulasi (contoh sampel simulasi kadar rendah 1) Nilai AUC dari peak kafein dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu untuk kafein y = 14193,8852x + 4918,2000 untuk mendapatkan kadar terukur kafein dalam larutan uji kemudian dikalikan faktor pengenceran 10000/125 (sampel simulasi kadar rendah) untuk mendapatkan kadar terukur kafein dalam larutan induk sampel simulasi. Contoh : Nilai AUC pada sampel simulasi kadar rendah no.1 = 173958 Persamaan kurva baku kafein (AUC vs konsentrasi (ppm)) : y = 14193,8852x + 4918,2000 Perhitungan : Kadar kafein dalam larutan uji : 173958 = 14193,8852x + 4918,2000 x = 12,2470 ppm kadar kafein dalam larutan induk sampel simulasi = 12,2470 ppm x
10000 l = 979,7571 ppm 125 l
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
102
Recovery sampel =
=
kadar terukur propifenazon dalam larutan induk sampelsimulasi kadar teoritis propifenazon pada larutan sampelsimulasi
X100%
979 ,7571 ppm x100 % 100 ,5910 % 974 ppm
Kadar kafein dalam sampel simulasi kadar rendah Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
173958 175876 216961
12,2470 12,3821 15,2766
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 979,7571 990,5674 1222,1320
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
974 983 1030
100,591 100,770 118,654
Rentang recovery = 100,591 – 118,654% SE = 5,991 = 106,671% CV = 5,616%
Kadar kafein dalam sampel simulasi kadar sedang Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
715838 788289 779949
50,0863 55,1907 54,6031
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 1001,727 1103,814 1092,063
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
949 1009 1002
105,556 109,397 108,988
Rentang recovery = 105,556 – 109,397% SE= 1,218 = 107,980% CV = 1,128%
Kadar kafein dalam sampel simulasi kadar tinggi Sampel
AUC
Kadar terukur (ppm)
1 2 3
1113029 1197138 1108044
78,0696 83,9953 77,7184
Kadar terukur dalam larutan induk (ppm) 1040,928 1119,937 1036,245
Kadar teoritis larutan induk (ppm)
Recovery (%)
974 1043 994
106,871 107,377 104,250
Rentang recovery = 104,250 – 107,377% SE= 0,969 = 106,166% CV = 0,913%
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Lampiran 11. Kromatogram Sampel Sampel simulasi kadar rendah Sampel 1
103
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Sampel 2
Sampel 3
104
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Sampel simulasi kadar sedang Sampel 1
105
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Sampel 2
Sampel 3
106
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Sampel simulasi kadar tinggi Sampel 1
107
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
Sampel 2
Sampel 3
108
PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI
109
BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi berjudul “Validasi Penetapan Kadar Campuran Parasetamol, Propifenazon, dan Kafein dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik” ini memiliki nama lengkap Adrian Rendy Irmanto. Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 8 Juni 1987 sebagai anak sulung dari empat bersaudara dari pasangan Sugeng Irmanto dan Yenny. Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu TK Pangudi Luhur Yogyakarta
(1991-1993),
SD
Pangudi
Luhur
Yogyakarta (1993-1999), SLTP Stella Duce 1 Yogyakarta (1999-2002), SMUN 3 Yogyakarta (2002-2005), dan pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama masa kuliah, penulis pernah menjadi asisten dosen pada Praktikum Analisis Makanan dan Praktikum Kromatografi. Selain kegiatan akademik, penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan non – akademik, antara lain ikut dalam kepanitiaan Insadha 2006 dan sumpahan apoteker angkatan XIII.