PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA DAN REMAJA PADA REMAJA YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO DALAM MASA BERPACARAN
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Anna Sukma Dewi Widowati 109114098
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
,.i
5 y\i }\ J
: rl+r i':+u1-'uri:.,Bul
_+ffi I 7
.lll
6ulqiii
OrAoi boi,l't r(}t, I y\.1i\ .14 {^r3fi uurxnq euu}"
I}?,tropl
:q3io
NY}{Y}YdXES YSY[,{ I4iYTH{I $XISII{3g 'iY ii SH ES 11 XY'Titi 3d NY,}{ilXl-T3Hi I)NYA YrYfi[sH Ydlk'd Y{'Yl^[fU N'V-€ Y1l J. 3 lrrYUO -{UXAd tr ISYXT},i itrI,{iO>I fItaraTrl rtdl(l-4!
iiii{l
nir{i
iff
Jd
uzn [m;as:;16
rr fi
{teir:Ftr
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9l0Z
Ul i lUiLruA A0r',r
eroifruy
Pl]lA\J _'+_ - I
'CJI 'rr'
i,.rB]3Jtt.:s
'ls
il4€.raf rlhfrua4 et]1riu,i r"rilUngIl\
'ls-hr,r i llit!-"ri.'1 1'r:iil ;E}|Er,, .Ulp irurr 1g; ;:quqde5 97 leE8uvt tp,:r g
ttt:fiue6 Billur'(!
r"dlp
S6{i?i
Ils^lapliu
rp
ueli*srlrij::;ip ,n,ra
i60r : }liiN
L11eS
elx}!1s ?&uY
J, .. rldlL, silitltp ,,*^,.'..-.I--,^.,uufr uL;_tl\rLrlJ+Ltiti
idv?ft'3v{iuEg ys}Tt I,ri}-TrG oxlsrt{afl llViiSi{ 3S i }-YY ltt{'dd NY}L{t}tY ? 3W Yi'YI4iAii niYfi
Yrli
'JhiYt{O
3i\r
V
.{ Yf YITAX
Y
QYd
.{Il,Hitl3 IS}'}{I}.i|11{$X
TSdI €I.'TS
...,,.-,.*q..-, trr, t{ rirdrruu(l
.,-,..,.,-". utuGlbll
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
I am love. I am generation of love. I don’t hate. I don’t gloat over my brother in the day of his misfortune. I don’t take pleasure in seeing people’s trouble. I am generation of love. I love. I forgive. Hatred is my enemy. Love is my bullet.
I will change the world and the change starts within me. ..Agnez Mo..
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dengan penuh syukur, skripsi ini ku persembahkan untuk : Tuhan Yesus yang tidak pernah meninggalkanku sendiri, Bapak Ibuku – Petrus Gunawan Sudarsono dan Maria Kunarti Widowati – yang begitu menyayangiku, kedua saudaraku – Mas Agni dan Yanny – yang berisik, “honey” dan thumb-thumbers yang selalu memberikan sejuta warna di hidupku, Polong – guguk nakalku yang setia menemani begadangku.
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA DAN REMAJA PADA REMAJA YANG MELAKUKAN SEKSUAL BERISIKO DALAM MASA PACARAN
Anna Sukma Dewi Widowati
ABSTRAK
Komunikasi yang efektif dalam keluarga merupakan hal yang penting. Melalui komunikasi yang efektif, orang tua dapat memperkenalkan nilai dan norma yang ada di masyarakat, serta memantau keseharian remaja. Dengan remaja mengenal nilai dan norma yang berlaku di masyarakat sebelum remaja masuk ke lingkup sosial yang luas, sehingga perilaku remaja dalam bersosial sejalan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja menuntut orang tua dan remaja untuk menciptakan relasi yang hangat dan terbuka. Hal ini meminimalisir kecenderungan remaja untuk melakukan hubungan seksual dengan pacarnya dengan alasan takut kehilangan sosok pemberi perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja, pada remaja yang melakukan seksual berisiko dalam masa berpacaran. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Tiga remaja perempuan menjadi informan dalam penelitian tentang efektivitas komunikasi ini. Gambaran komunikasi yang kurang efektif muncul dalam penelitian ini dan menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi remaja melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Kendati demikian, tidak terciptanya komunikasi yang efektif dengan orang tua, yang kemudian dikaitkan dengan rasa tidak diperhatikan orang tua, bukanlah satu-satunya alasan remaja mau melakukan hubungan seksual dengan pacar. Kata Kunci : komunikasi efektif orang tua dan remaja, remaja, perilaku seksual berisiko.
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
EFFECTIVE COMMUNICATION BETWEEN PARENTS AND TEENS ON ADOLESCENT RISK TAKING SEXUAL IN COURTSHIP
Anna Sukma Dewi Widowati
ABSTRACT
Effective communication within the family is important. Through effective communication, parents can introduce the values and norms that exist in society, as well as the daily monitoring of teenagers. With teenagers recognize the value and norms in society before teens go into extensive social sphere, so that the behavior of adolescents in sociality in line with the values and norms prevailing in society. Effective communication between parents and adolescents demand parents and teens to create a warm and open relationship. This minimizes the tendency of teenagers to have sexual intercourse with his girlfriend by reason of fear of losing the figure of caregivers. This study aims to describe the effective communication between parents and teenagers, the teenagers who perform risky sexual in courtship. This research is a descriptive study Qualitative approach. Data collection methods used in this study was interviews. Three teenage girls become informants in research on the effectiveness of this communication. Picture appears less effective communication in this study and become one of the underlying things teenagers have sexual intercourse with her boyfriend. Nevertheless, not the creation of effective communication with parents, who then associated with a sense of not considered a parent, is not the only reason teens want to have sex with a boyfriend.
Keywords: effective communication between parents and teens, teens, risky sexual behavior.
vii
III^
( pe.uop116 r,rag eu{ns euu11 )
ualepfueru Suea Sl0Z roquo^o5i g : 1e33ue1epe6 use1e,{Bon Ip 1enql6l 'e,(ureueqes ue?uep lung e.{es SueX rur ueep,(ured uerlrtueq
'srlnusd re8eqss e,(es erueu uelurnlr.moueru delol €tuelos
e(es epedeq 4p,io.r ue{ueqtueu undneur e,{es uep wft elutraern nyed edrnl uu8urluadal
Inlun ulel €rpeu nsl€ lo{uelul rp
slruope>fe
e,,(uuelrse4lqndueru uep 'seleqJol
I"q
lu€lsp ue>lrlryeSueu 'uedul(ueru {nlun
{nlueq ruulep e,{uelole8usru
€"mces uu{rsnqrJ$rpusur oulep uulu>18ued
ourel
erpau Inlueq
utuJur{C E1eues su}rsJelrun uee1e1snfue6
epedel uelrraquou e,(es uerlrurap ue8ueg '(epu elrq) uelnlradrp Suef plSuu;od egasaq
uereced;ag
BSEtrN
tuelep
olrsrrog IensIeS nl€lrJed ue{n>plol 8ue,( eleureg eped uleureS uep €nJ Suerg;41e39 rst>lrunruo)
; Jnpnlreq 8ue,{ e,(es qsFilll etrc4ewrcq(l elBuBS selrsrelrufl uee>1e1sndre6
upedel ueltJeqr.uetu e.(es 'uenqela8ued nru[! ue8uequre8ued lueq 860f tt60
l,:
Ile^\opl1y\ I.&eC BUI{nS BuuY :
euufl{c e}euBs selsrsArun
efirsrsuqerrr Bfes
e,rY\srs€qelNrotuoN
:
!4
rle1t{eq ry uu8uel
epwuoq Euea
SIIAIf,(rY)IY NYCNIJNtrdtr)I XOJ,NN HYIIAIAI YTUYX ISYXIaANd NI gSUtrd NVYIYANUf,d UYg'{f'I NYO f
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus atas berkat penyertaan yang tidak pernah berhenti mengalir, sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi ini. Proses penulisan skripsi ini memberikan banyak pembelajaran bagi penulis dan akan menjadi awal kehidupan penulis yang sesungguhnya. Tidak lupa penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga, teristimewa untuk : 1. Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M. Si. atas kalimat “Jangan menyerah, ya. Tetep semangat.” yang disampaikan pada awal proses penulisan skripsi, sehingga membuat penulis kembali setia pada proses penulisan skripsi ini. Terima kasih juga untuk kesabaran dan banyak ilmu yang diberikan untuk penulis. 2. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M., M. Si. atas kesediaan meluangkan waktu dan memberikan berbagai masukan bagi penulis. 3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si. yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu penulis menyempurnakan hasil penulisan skripsi penulis. 4. Bapak dan Ibuku – Petrus Gunawan Sudarsana dan Maria Kunarti Widowati – yang tidak pernah lelah mengiringi penulis dengan doa dan memberikan dukungan baik moril, maupun materiil. Terima kasih untuk kesempatan mengenyam pendidikan hingga setinggi ini. 5. Kedua saudaraku – Mas Agni dan Yanny – yang turut serta menghebohkan kehidupan penulis. 6. Seseorang yang kusebut “honey” yang dengan penuh cinta selalu menyemangati dan mendukung penulis untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik. Terima kasih karena selalu ada untuk penulis dan terus mendorong penulis untuk tidak pernah berhenti belajar. Je t’aime pokoknya. 7. Polong – guguk semata wayang yang nakal – yang selalu setia menemani penulis di setiap begadang.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8. Para Thumb–Thumbers kesayangan – Lena, Mymy, Tyas, dan Yohana – yang memperkenalkan penulis pada persahabatan yang sesungguhnya. “Kalian, kesayanganku banget.” 9. Teman-teman yang memberikan warna cantik di hidup penulis. 10. Pak Andrea dan Bu Andrea yang selalu mendorong penulis untuk terus mengembangkan diri dan menjadi pribadi yang tangguh. Teman-teman penulis di Gereja St. FX Kidul Loji Yogyakarta yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. 11. Orang-orang yang sangat perhatian pada penulis, yang dengan pertanyaan andalan
“Skripsi sudah selesai? Kapan wisuda?”
yang sukses membuat penulis bosan ditanya dan segera menyelesaikan penulisan skripsi. 12. Semua pihak yang telah meramaikan kehidupan penulis dan membuat penulis terus belajar menjadi pribadi yang lebih dewasa. Sungguh kehadiran Anda sekalian membuat hidup penulis menjadi semakin lengkap, menakjubkan, dan berarti.
x
Iluil\opl/[
I1v\oC
IX
etu{ns suuv
lr t' osrlnuo4 gl0Z raquo^oN e 'uue1e,{3o1 'elepnd rugep uep uedrpl tuul"p ualinqesp qulal srlnlol eruces Eue,{ rlencel 'ure1 Suuro efrel uur8eq n€t€ e,fte1 tenuroru {?pl} uep r33ur1 uerunEta6 nluns rp ueeftesel .re1e8 qeloredursru Iniun urel Suero qelo uelnlerp quu.red
unleq rur srlnl e,(es Suef rsduls
e,^ r.{Bq e,(uqnSSunses uu8uap ue1u1e,(ueu u,(ug
VAUYX NYIISYI)T NYYIYANUSd
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
PERNYATAAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
viii
KATA PENGANTAR
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
xi
DAFTAR ISI
xii
DAFTAR SKEMA
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB I : PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
5
C. Tujuan Penelitian
5
D. Manfaat Penelitian
6
BAB II : LANDASAN TEORI
7
A. Remaja
7
B. Perilaku Seksual Berisiko dalam Masa Berpacaran
13
1. Definisi Perilaku Seksual Berisiko dalam Masa Berpacaran 2. Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Perilaku Seksual
13 14
Berisiko 3. Akibat Perilaku Seksual Berisiko C. Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua dan Remaja
18 19
1. Definisi Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua dan Remaja
19
2. Jenis Komunikasi antara Orang Tua dan Remaja
22
3. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi
23
Orang Tua dan Remaja
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. Akibat Adanya Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua
26
dan Remaja D. Efektivitas Komunikasi antara Orang Tua dan Remaja
28
pada Remaja yang Melakukan Perilaku Seksual Berisiko dalam Masa Berpacaran BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
34
A. Jenis Penelitian
34
B. Batasan Istilah
34
C. Informan
35
D. Metode Pengumpulan Data
36
E. Analisis Data
37
F. Keabsahan Data Penelitian
39
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
42
A. Pelaksanaan Penelitian
37
B. Profil Informan
37
1. Deskripsi Informan 1
43
2. Deskripsi Informan 2
44
3. Deskripsi Informan 3
45
C. Hasil Penelitian
47
1. Informan 1
47
a. Relasi Berpacaran yang Dijalin
47
b. Efektivitas Komunikasi yang Dijaln dengan Orang Tua
51
2. Informan 2
56
a. Relasi Berpacaran yang Dijalin
56
b. Efektivitas Komunikasi yang Dijaln dengan Orang Tua
58
3. Informan 3
64
a. Relasi Berpacaran yang Dijalin
64
b. Efektivitas Komunikasi yang Dijaln dengan Orang Tua
68
4. Tema Utama Tiga Informan D. Pembahasan
74 76
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
81
A. Kesimpulan
81
B. Saran
81
DAFTAR PUSTAKA
83
LAMPIRAN
87
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SKEMA
Skema 1 : Kerangka Berpikir
33
Skema 2 : Skema Utama Informan 1
55
Skema 3 : Skema Utama Informan 2
63
Skema 4 : Skema Utama Informan 3
73
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Panduan Pertanyaan Wawancara
36
Tabel 2 : Koding Transkrip Verbatim Wawancara
39
Tabel 3 : Pelaksanaan Penelitian
42
Tabel 4 : Profil Informan
42
Tabel 5 : Tema Utama : Relasi Berpacaran yang Dijlain
74
Tabel 6 : Tema Utama : Efektivitas Komunikasi Remaja dengan Orang Tua 74
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Verbatim Informan 1
88
Lampiran 2 : Verbatim Informan 2
99
Lampiran 3 : Verbatim Informan 3
105
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki arti khusus dalam perkembangan kepribadian seseorang. Bukan hanya karena masa remaja memiliki tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan, akan tetapi juga karena remaja belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dan Haditono, 2001). Masa remaja ini merupakan masa transisi atau peralihan. Hal ini dikarenakan pada masa remaja ini belum diperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak. Masa peralihan ini diperlukan untuk mempelajari remaja agar mampu memikul tanggung jawabnya nanti dalam masa dewasa. Semakin maju masyarakat yang ada, maka semakin sukar tugas remaja dalam mempelajari tanggung jawabnya tersebut (Monks dan Haditono, 2001). Pada masa remaja ini terjadi perubahan besar secara fisik, emosional, intelektual, akademik, sosial, dan spiritual. Dalam masa ini mulai muncul juga ketertarikan pada lawan jenis sebagai ciri khas kematangan psikologis yang terjadi pada masa remaja. Ciri khas ini biasanya muncul dalam bentuk ketertarikan untuk bergaul dengan lawan jenis hingga menjalin relasi lebih intim berupa berpacaran dengan lawan jenis (Sofia, 2011). Masa berpacaran menjadi proses positif untuk lebih mengenal pasangan dan mempersiapkan untuk menuju jenjang pernikahan. Melalui 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
masa berpacaran, remaja dapat belajar untuk melakukan peran sesuai dengan jenis kelaminnya, serta mengolah keterampilan-keterampilan sosial untuk penyesuaian diri pada fase perkembangan berikutnya (Nurhidayah, 2008; Wiendijarti, 2011). Akan tetapi, masa pacaran mulai mengalami pergeseran makna. Masa berpacaran yang disertai perilaku seksual berisiko menjadi semakin akrab di kalangan remaja (Wiendijarti, 2011; Sarwono, 2007). Perilaku seksual berisiko pada masa berpacaran merupakan aktivitas seksual (intercourse) pranikah yang berisiko menimbulkan kehamilan di usia remaja, serta kemungkinan terjangkitnya penyakit menular seksual (Santrock, 2002). Perilaku seksual berisiko ini juga berdampak pada meningkatnya kecenderungan pengguguran kandungan (aborsi), pernikahan di usia sangat muda, hingga terhentinya proses pendidikan (Elliana, 2012). Hal ini diperkuat Rose (1987) yang menyatakan bahwa tidak sedikit remaja, khususnya remaja putri, mengalami pertentangan batin setelah melakukan perilaku seksual berisiko. Banyak remaja putri yang kemudian mengalami kebingungan karena sudah tidak perawan lagi. Kebingungan ini dipicu oleh kecenderungan masyarakat yang menjadikan keperawanan menjadi dasar dalam hubungan cinta. Kebingungan yang dialami remaja, khususnya remaja perempuan ini, bahkan seringkali disertai adanya rasa bersalah yang mendalam dan membenci diri sendiri, sehingga banyak remaja perempuan
tidak
lagi
menghargai
dirinya
serta
cenderung
tidak
mempedulikan dirinya lagi (Rose, 1987; Wiendijarti, 2011; Sarwono, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
Dalam penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa UNNES (2009), 31 responden remaja dari 100 orang pernah melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Keluarga Berencana Nasional (BKKN) pada tahun 2011 menyebutkan bahwa dari 663 responden laki-laki dan perempuan usia 15-25 tahun di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali, sebanyak 69,6% atau 462 orang mengaku pernah melakukan hubungan seksual dan 6% di antaranya adalah pelajar SMP dan SMA. Semakin maraknya perilaku seksual berisiko yang dilakukan oleh remaja pada masa berpacaran merupakan dampak dari tidak tercapainya komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja (Prager, 1995). Keluarga sebagai lingkungan primer menjadi tempat paling intensif dan awal bagi individu untuk mengenal norma-norma dan nilai. Ini merupakan tahapan awal sebelum individu mengenal nilai dan norma dari masyarakat umum (Deddy Mulyana, 2001; Sarwono, 2007). Nilai-nilai yang dianut orang tua akhirnya akan dianut pula oleh remaja. Bahkan sifat negatif yang ada pada remaja tidak dapat dipungkiri sebenarnya ada pula pada orang tuanya (Sarwono, 2007). Deddy Mulyana (2001) dan Sarwono (2007) menambahkan bahwa norma dan nilai dalam keluarga ini diturunkan melalui pendidikan dan pengasuhan orang tua terhadap anak, salah satunya dalam proses komunikasi. Komunikasi yang efektif dalam keluarga ini akan menjadikan seseorang tahu siapa dirinya dan membentuk kepribadian seseorang. Oleh karenanya, komunikasi yang efektif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
antara orang tua dan remaja menjadi hal yang perlu diperhatikan (Mulyana, 2001). Tidak terciptanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja akan tampak dari tidak adanya komunikasi yang aktif, yang di dalamnya terdapat kejujuran, keterbukaan, pengertian, dan saling percaya, sehingga hubungan menjadi dingin, kurang akrab, dan kurang menyenangkan (Wahlroos, 1988; Gunarsa, 2002). Hal-hal yang dibicarakan cenderung tidak jelas dan kurang spesifik, terutama dalam usaha untuk memecahkan masalah (Olson, 1992). Bahkan isi dari pesan tidak mampu ditangkap dan diterima secara cermat oleh orang tua dan remaja, sehingga isi dari komunikasi ini tidak akan memberikan pengaruh terhadap pendapat, sikap, dan tindakan (Gunarsa, 2002; Rakhmat, 2008). Komunikasi yang tidak efektif ini juga tidak akan mampu menjembatani kesenjangan antargenerasi (Setiono, 2011). Dengan adanya komunikasi yang efektif, manusia terbantu dalam perkembangan intelektual dan sosialnya. Identitas atau jati diri juga terbentuk karena adanya komunikasi dengan orang lain. Manusia dapat menguji kebenaran kesan-kesan dan pemahaman yang dimiliki tentang dunia sekitar melalui komunikasi (Johnson dalam Supratiknya, 1995). Bahkan kualitas komunikasi yang dijalin akan berpengaruh pada kesehatan mental serta kualitas hidup manusia (Johnson dalam Supratiknya, 1995; Rakhmat, 2008). Efektivitas komunikasi ini tergantung pada pertumbuhan individu ke arah kedewasaan emosional karena bergantung pada kemauan dan kemampuan untuk berubah ke arah perbaikan (Lunandi, 1987).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
Adanya keterkaitan antara komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja dengan perilaku seksual berisiko yang dilakukan remaja tersebut, mendorong peneliti untuk meneliti lebih dalam terkait komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja pada remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko dengan subjek remaja perempuan. Peneliti menilai bahwa penelitian ini penting untuk dilakukan karena perlu adanya upaya untuk mencegah semakin meningkatnya kecenderungan remaja, khususnya remaja perempuan, melakukan perilaku seksual berisiko pada masa berpacaran, yang tentu akan berdampak pada kehidupan masyarakat dan remaja itu sendiri.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, ditemukan permasalahan sebagai berikut. Apakah terdapat komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja, pada remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko dalam masa berpacaran?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja pada remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko dalam masa berpacaran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
D. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat bagi : a. para remaja perempuan yang sedang berada dalam masa peralihan agar mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang tuanya, b. para orang tua agar semakin menyadari pentingnya menciptakan komunikasi yang efektif dengan remaja, sehingga dapat semakin mengoptimalkan proses perkembangan anak, khususnya remaja, ke arah yang positif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. Remaja Remaja atau adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Kematangan ini tidak hanya merujuk pada kematangan fisik saja, namun juga kematangan sosial-psikologis (Ali dan Asrori, 2005; Desmita, 2006; Sarwono, 2007). Masa remaja menjadi masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa yang di dalamnya terjadi perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Santrock, 2003; Calon dalam Monks, 2001). Hal ini ditambah dengan terjadinya perubahan besar pada fisik, emosi, intelektual, akademik, sosial, serta spiritual yang dimilikinya (Nurhidayah, 2008). Remaja sudah tidak termasuk kategori anak-anak, namun juga belum dapat secara penuh dikategorikan dewasa (Ali dan Asrori, 2005). Masa ini merupakan masa penyempurnaan perkembangan pada tahap sebelumnya dan seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” (Ali dan Asrori, 2005; Passer dan Smith, 2007). Santrock (2003) mengelompokkan masa remaja menjadi dua tahapan, yaitu tahapan remaja awal (early adolescence) dan remaja akhir (late adolescence). Remaja-remaja yang berada dalam masa sekolah menengah pertama (SMP) memasuki tahapan remaja awal di mana dalam tahapan ini remaja mengalami perubahan pubertas. Ketika remaja melewati usia 15 7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
tahun, remaja masuk pada tahapan remaja akhir di mana minat pada karir, pacaran, serta eksplorasi identitas semakin nyata. Sedangkan Sullivan (dalam Steinberg, 2002) mengelompokkan masa remaja menjadi tiga tahapan, yaitu masa pra-remaja, remaja awal, dan remaja akhir. Masa pra-remaja berlangsung antara usia 8-10 tahun hingga 12-14 tahun, remaja awal antara usia 12-14 tahun hingga 17-18 tahun, dan masa remaja akhir dalam rentang usia di atas 18 tahun hingga memasuki masa dewasa awal. Batasan usia untuk menentukan individu sudah memasuki masa remaja berbeda-beda. Hal ini bergantung pada keadaan sosial budaya setempat (Depkes RI, 2001). Menurut World Health Organization (WHO) dalam badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), batasan usia remaja untuk kesehatan dunia adalah 12-24 tahun. Dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah individu-individu yang berusia 10-15 tahun dan belum menikah (Depkes RI, 2001). Dalam masa remaja ini, remaja mengalami perkembangan yang pesat di berbagai aspek, yaitu : a. Perkembangan Fisik Masa remaja tidak hanya berkaitan dengan usia, namun di dalam masa remaja ini terdapat proses perkembangan berbagai dimensi. Hal ini mengacu pada perkembangan fisik yang begitu pesat, serta perkembangan kompetensi kognitif dan emosional, otonomi, harga diri, serta intimasi (Youngblade, L. M. dalam Papalia, D. E. dan Feldman, R. D., 2014). Perkembangan fisik yang dramatis (growth
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
spurt) merupakan salah satu bagian dari masa yang remaja. Dimulai dengan spermarche (ejakulasi pertama) yang dialami remaja laki – laki dan menarche (menstruasi pertama) pada remaja perempuan, kemudian diikuti dimulainya produksi berbagai macam hormon yang merangsang terjadinya pertambahan yang dramatis pada tinggi, berat, serta pertumbuhan otot – otot tubuh yang pesat (Diamond dan Diamond dalam Desmita, 2006; Berk, 2007; Passer dan Smith, 2007; Papalia, D. E., dan Feldman, R. D., 2014). Perkembangan fisik yang dialami kurang lebih dua tahun lebih awal oleh remaja perempuan dibandingkan remaja laki-laki (Diamond dan Diamond dalam Desmita, 2006). Perkembangan pada remaja perempuan ini ditandai dengan menstruasi pertama yang diikuti oleh terbentuknya payudara, membesarnya pinggul, dan tumbuhnya rambut pubis serta ketiak. Pada remaja laki-laki, perkembangan fisik diawali dengan mimpi basah dan kemudian mulai tumbuhnya rambut-rambut halus di ketiak, wajah, dan badan (Davis dan Palladino, 1997; Baron, 1998; Papalia, D. E., dan Feldman, R. D., 2014).
b. Perkembangan Kognitif Menurut teori yang dikemukakan Piaget, perkembangan kognitif tertinggi (operasional formal) dialami pada masa remaja di mana remaja mulai mengembangkan kapasitas pemikiran abstrak. Pemahaman yang dimiliki tidak lagi terbatas pada pengalaman aktual
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
atau konkret, namun remaja mulai mampu merekayasa kemungkinan hipotesis atau proposisi abstrak menjadi seakan-akan benar-benar terjadi dan berusaha melakukan penalaran secara logis terhadapnya (Papalia, D. E., dan Feldman, R. D., 2014; Santrock, 2011). Pada masa ini, individu mengalami peningkatan kecepatan dalam mengolah informasi dan mulai mampu membuat penalaran abstrak, penilaian moral yang memuaskan, serta mampu menjelaskan masa depan secara realistis (Papalia, D. E., dan Feldman, R. D., 2014). Pemikiran abstrak dari tahapan operasional formal ini disertai pemikiran yang banyak mengandung idealisme dan kemungkinan. Remaja menjadi sering terlibat dalam berbagai spekulasi terkait karakteristik-karakteristik ideal yang dimiliki dirinya maupun orang lain.
Hal
ini
membawa
remaja
pada
kecenderungan
untuk
membandingkan dirinya dengan orang lain berdasarkan standar ideal tersebut (Santrock, 2011). Santrock (2011) menambahkan bahwa pemikiran yang abstrak dan idealistik ini juga disertai kecenderungan untuk berpikir logis, sehingga remaja lebih terdorong untuk menyelesaikan permasalahan melalui trial-error. Perkembangan kognitif yang dialami remaja ini memiliki implikasi emosi. Jaringan sosial emosional menjadi lebih aktif dan jaringan kontrol kognitif matang secara bertahap, sehingga ledakan emosi remaja dan perilaku beresiko terjadi dalam kelompok remaja (Steinberg, 2007; H. Ginsburg dan Opper dalam Papalia, D. E., dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
Feldman, R. D., 2014). Remaja cenderung menghasilkan pendapat yang berbeda, menelaah situasi menggunakan berbagai perspektif, mengantisipasi konsekuensi dari keputusan, serta mempertimbangkan kredibilitas sumber (Santrock, 2011). Namun kecenderungan emosi yang kuat menyebabkan remaja kurang mampu mengambul keputusan yang bijaksana (Paus dan Steinberg dalam Santrock, 2011).
c. Perkembangan Sosial – Emosi Masa pencarian identitas menjadi latar belakang perubahan dan perkembangan sosial dan emosi remaja. Remaja mencari identitasnya dengan cara menjalin relasi dengan teman sebaya dan kehadiran teman sebaya ini berpengaruh besar terhadap nilai, sikap, dan perilaku remaja (Steinberg, 2002; Grevig dan Zimbardo, 2002). Secara emosi, interaksi yang dijalin remaja tergolong lebih intim, terutama dengan lawan jenisnya. Hal ini tampak dari munculnya dorongan untuk mendekati lawan jenis (Grevig dan Zumbardo, 2002).
Pada masa remaja, remaja juga dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang difokuskan pada upaya pengalihan dari sikap dan perilaku kekanak-kanakan pada kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa (Ali dan Asrori, 2005). Tugas-tugas perkembangan tersebut meliputi : 1. usaha untuk menerima keadaan fisiknya, 2. usaha untuk menerima dan memahami peran seks usia dewasa,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
3. usaha untuk membina hubungan yang baik dengan anggota kelompok yang berlainan, 4. usaha untuk mencapai kemandirian emosional, 5. usaha untuk mencapai kemandirian ekonomi, 6. usaha untuk mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat, 7. usaha untuk memahami dan menginternalisasikan nilai – nilai orang dewasa dan orang tua, 8. usaha untuk mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, 9. usaha untuk mempersiapkan diri memasuki perkawinan, dan 10. usaha untuk memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga (Hurlock, 1991). Berdasarkan pemaparan di atas, disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Masa remaja ini berada dalam rentang usia 15 tahun sampai 20 tahun, serta individu tersebut belum berada dalam ikatan pernikahan. Pada masa remaja ini terjadi perkembangan-perkembangan yang pesat pada individu pada aspek fisik, kognitif, serta sosial-emosi. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa remaja, individu tidak hanya mengalami perubahan-perubahan pada bentuk dan ukuran tubuhnya, namun juga perubahan pada proses berpikir dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
meningkatnya ketertarikan dalam menjalin relasi dengan teman sebaya serta lawan jenis.
B. Perilaku Seksual Berisiko 1. Definisi Perilaku Seksual Berisiko dalam Masa Pacaran Ciri khas kematangan pada remaja ditandai dengan mulai munculnya ketertarikan dengan lawan jenis. Hal ini biasanya muncul dalam bentuk lebih ketertarikan untuk bergaul dengan lawan jenis, hingga menjalin relasi lebih intim berupa berpacaran dengan lawan jenis (Sofia, 2011). Berpacaran merupakan proses alami yang dilalui remaja untuk mencari seorang teman akrab dengan menjalin hubungan dekat dalam proses komunikasi, membangun kedekatan secara emosi, dan proses pendewasaan kepribadian (Nurhidayah, 2008). Pacaran merupakan bagian dari masa penjajagan menuju jenjang pernikahan (Nurhidayah, 2008). Akan tetapi, dewasa ini remaja beranggapan bahwa masa remaja merupakan masa berpacaran, sehingga remaja yang tidak menjalin relasi berpacaran akan dianggap kuno, kolot, tidak mengikuti perkembangan zaman, dan dianggap kuper atau kurang pergaulan (Novita, 2008). Proses pacaran ini juga cenderung diwarnai konflik
yang
kurang
tertangani
dengan
baik,
sehingga
justru
menimbulkan ketidaknyamanan bagi remaja itu sendiri (Nurhidayah, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
Dien dalam Evi (2007) dan Santrock (2007) memaparkan bahwa dalam relasi pacaran yang sehat tidak terdapat perilaku seksual berisiko yang
mengarah
pada
melakukan
hubungan
seksual
sehingga
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan di usia muda dan terkena infeksi yang ditularkan secara seksual. Hal ini diperkuat Elliana (2012) yang menyatakan bahwa perilaku seksual berisiko merupakan aktivitas berhubungan seksual (intercourse) yang dilakukan pada masa berpacaran atau di luar ikatan pernikahan yang berakibat pada semakin meningkatnya angka kehamilan di usia sangat muda, pernikahan di usia muda, terhentinya proses pendidikan, pengguguran kandungan (aborsi), penularan penyakit kelamin, hingga perceraian. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual berisiko dalam masa pacaran merupakan hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan remaja yang berada dalam masa pacaran dan belum diikat oleh ikatan pernikahan.
2. Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Perilaku Seksual Berisiko Buhrmester (dalam Santrock, 2007) mengemukakan bahwa keterlibatan remaja perempuan dalam aktivitas seksual berkaitan dengan harga diri yang rendah, tingginya tingkat depresi, dan rendahnya nilai akademik. Sedangkan keterlibatan remaja laki-laki berkaitan dengan penyalahgunaan obat–obatan terlarang dan aktivitas seksual. Hal ini diperkuat
sebuah
studi
yang
dilakukan
Santelli
(2004)
yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
mengutarakan bahwa hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja erat kaitannya dengan konsumsi alkohol dan obat–obatan, serta prestasi akademik yang rendah. Faktor kontekstual seperti status sosio-ekonomi (SES) dan lingkungan keluarga atau pengasuhan juga merupakan faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku seksual berisiko dalam pergaulan remaja (Huebner dan Howell dalam Santrock, 2007; Swenson dan Prelow dalam Santrock, 2007). Lingkungan dengan status sosio-ekonomi rendah memiliki keakraban lebih tinggi dengan perilaku seksual berisiko pada masa remaja (Miller, Benson, dan Galbraith dalam Santrock, 2007). Relasi yang dekat dan terbuka antara orang tua dan remaja, pengawasan atau pengaturan orang tua terhadap aktivitas remaja, dan nilai-nilai orang tua untuk menentang hubungan seksual di masa remaja menjadi aspekaspek dalam pengasuhan keluarga yang mempengaruhi munculnya perilaku seksual berisiko (Miller, Benson, dan Galbraith dalam Santrock, 2007). Lombardo (dalam Santrock, 2007) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi munculnya perilaku seksual berisiko pada remaja adalah kemampuan remaja dalam melakukan regulasi diri (self-regulation). Regulasi diri yang rendah mendorong semakin tingginya risiko seksual yang dilakukan remaja (Raffaelli dan Crockett dalam Santrock, 2007). Kemampuan dalam meregulasi diri ini berkaitan dengan tekanan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
dihadapi remaja, dari teman-teman sebayanya untuk melakukan hubungan seksual (Santrock, 2007). Masland dan Estridge (2004) mengemukakan faktor yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja adalah sebagai berikut. a. Informasi terkait seksualitas yang dapat diakses melalui teknologi yang canggih. b. Kurangnya informasi mengenai seksualitas dari orang tua c. Kaburnya nilai moral d. Adanya pengaruh hormonal sebagai akibat dari berkembangnya fungsi organ seksual yang berpengaruh pada kematangan homon seks, sehingga mempengaruhi perilaku seksual pada remaja. Sarwono (2007) memaparkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja meliputi : a. meningkatnya libido seksualitas yang disebabkan oleh perubahan hormonal pada remaja, b. penundaan usia perkawinan, sehingga remaja yang berusia kurang dari 16 tahun (untuk perempuan) dan kurang dari 19 tahun (untuk laki-laki) tidak dapat melakukan penyaluran hasrat seksual, c. adanya larangan untuk melakukan hubungan seksual pranikah, bahkan larangan untuk berciuman dan masturbasi, yang mendorong remaja yang kurang mampu menahan diri cenderung melanggar larangan tersebut,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
d. informasi tentang seks yang kurang, e. komunikasi orang tua dan anak yang cenderung menabukan pembicaraan terkait seksualitas, f. pergaulan yang semakin bebas karena berkembangnya peran dan pendidikan wanita, g. wilayah tempat tinggal yang semakin terbuka pada akses informasi, h. jenis kelamin yang cenderung mengarahkan remaja laki-laki untuk lebih terbuka dan bebas, sedangkan remaja perempuan yang diarahkan untuk lebih malu-malu dan tidak tahu-menahu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
3. Akibat Perilaku Seksual Berisiko Perilaku seksual berisiko menjadi permasalahan dikarenakan aktivitas seksual ini dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan, pernikahan di usia muda, terhentinya proses pendidikan, pengguguran kandungan (aborsi), penularan penyakit kelamin, hingga perceraian (Rahardjo; Elliana, 2012). Infeksi menular seksual atau sexually transmitted infection (STI) ini meliputi acquired immune deficiency syndrome (AIDS), genital herpes, genital wart (kutil genital), gonorrhea, syphilis, dan chlamydia (Santrock, 2007). Secara psikologis, remaja akan mengalami pertentangan batin setelah melakkukan perilaku seksual berisiko. Hal ini terutama dialami oleh remaja perempuan. Banyak remaja perempuan yang kemudian mengalami kebingungan karena sudah tidak perawan lagi. Kebingungan yang dialami remaja ini, bahkan seringkali disertai adanya rasa bersalah yang mendalam dan membenci diri sendiri, sehingga banyak remaja perempuan tidak lagi menghargai dirinya serta cenderung tidak mempedulikan dirinya lagi (Rose, 1987; Wiendijarti, 2011; Sarwono, 2007). Perilaku seksual berisiko dapat disimpulkan sebagai hubungan seksual yang dilakukan remaja di luar ikatan pernikahan. Perilaku ini dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, pernikahan di usia
sangat
muda,
terhentinya
proses
pendidikan,
meningkatnya
kecenderungan aborsi, penularan penyakit kelamin, serta meningkatnya angka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
perceraian. Secara psikologis, perilaku seksual berisiko ini juga akan menyebabkan remaja, khususnya remaja perempuan, kemudian mengalami kebingungan yang seringkali disertai adanya rasa bersalah yang mendalam dan membenci diri sendiri, sehingga banyak remaja perempuan tidak lagi menghargai dirinya serta cenderung tidak mempedulikan dirinya lagi.
C. Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua dan Remaja 1. Definisi Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua dan Remaja Komunikasi
bukan
semata-mata
sebagai
sebuah
ilmu
pengetahuan, namun juga merupakan sebuah seni dalam bergaul. Manusia tidak saja dituntut untuk memahami proses komunikasi, akan tetapi manusia juga harus mampu menerapkannya secara kreatif dalam pergaulan sehari-hari (Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012). Komunikasi atau communication berasal dari kata Latin communicatio merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh komunikator kepada komunikan yang akan terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai apa yang dibicarakan (Effendy, 2007). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dipaparkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Tim Penyusun, 1997). Menurut Supratiknya (1995), komunikasi merupakan pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain untuk mempengaruhi tingkah laku penerimanya. Hal ini sejalan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
dengan Hovland (dalam Effendy, 2007) yang menyatakan bahwa komunikasi
merupakan
proses
mengubah
perilaku
orang
lain
(communication is the process to modify the behavior of other individuals). Supratiknya (1995) menambahkan dalam setiap bentuk komunikasi, terdapat setidaknya dua orang yang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna. Dari sudut pandang ilmu psikologi, komunikasi merupakan proses penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme dengan tujuan memberikan informasi, menghibur, atau mempengaruhi (Rakhmat, 2008). Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan pertukaran pesan atau informasi dari satu orang ke orang yang lain. Pertukaran pesan atau informasi ini kemudian dilanjutkan dengan pemahaman isi pesan, sehingga memberikan pengaruh pada perilaku manusia. Komunikasi akan dinilai efektif apabila orang lain memahami ide dan gagasan yang dimaksudkan pengirim pesan (Gunarsa, 2002). Komunikasi yang efektif akan tercipta apabila kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai, serta ada kesediaan untuk terbuka, sehingga komunikasi antara orang tua dan remaja menjadi hal yang menyenangkan (Ariesandi, 2011). Intensitas komunikasi yang dangkal dalam keluarga tidak disertai kejujuran, keterbukaan, percaya, tidak memberikan dukungan dan hanya sekedar saling bertukar informasi, tidak saling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
membuka diri antara orang tua dan remaja. Hal ini menyebabkan remaja kurang dapat bertanggungjawab terhadap dirinya (Olson, 1992). Gunadi (2010) memaparkan pula bahwa komunikasi orang tua dengan remaja juga merupakan pengisi kebutuhan remaja yang hakiki akan interaksi. Tanpa komunikasi yang efektif ini, remaja akan tumbuh dalam kehampaan dan mudah mengalami stress. Kebanyakan fungsi mengenai sistem dalam keluarga merupakan hasil dari komunikasi (Budyatna dan Ganiem, 2011). Verderber, Verderber,
dan
Berryman-Fink
(2007)
mengemukakan
bahwa
komunikasi antara orang tua dan anak berkontribusi dalam pembentukan konsep diri anak. Demo (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011) serta Ruben dan Stewart (2013) menambahkan bahwa identitas diri (yang terdiri atas diri dan konsep diri) dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan atau diubah oleh komunikasi dari para anggota keluarga, khususnya orang tua dan anak. Melalui komunikasi yang efektif, orang tua maupun anak dapat saling memberikan pengakuan dan dukungan yang akan menumbuhkan rasa diri berarti dan membantu dalam mengatasi masa-masa sulit yang dihadapi (Verderber, Verderber, dan Berryman-Fink (2007). Komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak juga menyebabkan individu di dalamnya menganut nilai, pendapat, pilihan, serta harapan yang sama. Bahkan komunikasi yang efektif ini memberikan pengaruh terhadap pendapat, sikap, dan tindakan (Gunarsa, 2002; Rakhmat, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja merupakan proses pertukaran pesan atau informasi dari orang tua ke remaja, dan sebaliknya, di mana kedua belah pihak memahami ide dan gagasan yang dimaksudkan, sehingga mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan.
2. Jenis Komunikasi antara Orang Tua dan Remaja Menurut Maccoby dan Martin (dalam Berk, 2000), komunikasi antara orang tua dan anak terkandung pula dalam pola asuh anak. Komunikasi ini dikelompokkan menjadi 3 bentuk sebagai berikut. a.
Komunikasi terbuka Dalam komunikasi terbuka antara orang tua dan anak, orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berdiskusi dengan orang tua, sehingga orang tua tidak hanya memberikan tuntutan pada anak.
b.
Komunikasi oleh satu pihak Orang tua tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat yang dimilikinya, sehingga dalam bentuk komunikasi ini orang tua hanya memberikan tuntutan kepada anak.
c.
Tidak ada komunikasi Tidak ada komunikasi hampir serupa dengan bentuk komunikasi oleh satu pihak. Akan tetapi dalam kategori ini, orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
tua sama sekali tidak memberikan tuntutan ataupun kontrol dan orang tua juga tidak memberi kesempatan pada anak untuk berdiskusi dengan mereka. Koerner dan Fitzpatrick (dalam Ruben dan Stewart, 2013) menguraikan bahwa beberapa keluarga memperlihatkan orientasi percakapan dengan menciptakan suasana yang di dalamnya semua anggota keluarga ini didorong untuk menyuarakan pendapat tentang berbagai topik. Beberapa keluarga yang lain menunjukkan orientasi konformitas dengan menciptakan iklim komunikasi dengan nilai, sikap, dan keyakinan yang seragam.
3. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua dan Remaja a. Kepercayaan antara kedua belah pihak Kepercayaan akan muncul apabila orang tua dan remaja menyadari bahwa kedua belah pihak tidak akan dirugikan dan dikhianati, sehingga hal ini mendorong keduanya untuk saling membuka diri (Gunarsa, 2002). Kepercayaan ini juga dapat meningkatkan daya perubahan sikap. Kepercayaan mencerminkan bahwa pesan yang diterima dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris (Effendy, 1981).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
b. Adanya daya tarik Daya tarik yang dimiliki orang tua dan remaja untuk terlibat dalam
proses
komunikasi
akan
mempengaruhi
efektivitas
komunikasi. Daya tarik ini akan tercipta apabila kedua belah pihak merasakan adanya kesamaan, khususnya kesamaan ideologi, antara kedua pihak (Effendy, 1981). c. Pengalaman orang tua ketika menjadi anak Pengalaman
orang
tua
ketika
menjadi
anak,
akan
mempengaruhi cara orang tua pula dalam memperlakukan anaknya. Pada saat orang tua menjadi anak, tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, maka ketika orang tua ini memiliki anak, ia akan cenderung melakukan hal yang sama (Djamarah, 2004; Ruben dan Stewart, 2013). d. Citra diri Manusia menciptakan citra diri yang dimilikinya melalui proses interaksi dengan orang lain, khususnya orang yang dinilai penting bagi dirinya. Keberhasilan dalam menjalin komunikasi yang efektif tergantung pada kualitas citra diri yang dimiliki. Apabila citra diri yang dimiliki positif, maka kedua belah pihak akan lebih terbuka dan menghargai adanya perbedaan (Lunandi, 1987; Rakhmat, 2008). e. Citra pihak lain Citra pihak lain merupakan gambaran yang dimiliki orang tua tentang remaja, atau pun sebaliknya, yang terlibat dalam komunikasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
Citra pihak lain ini juga akan menentukan cara dan kemampuan dalam berkomunikasi. Sebagai contoh, orang tua yang mempunyai citra bahwa anaknya adalah anak tidak memiliki pengetahuan yang cukup, harus diatur dan diawasi, akan cenderung berbicara dengan anaknya secara otoriter (mengatur, melarang, dan mengharuskan). Demikian pula sebaliknya, apabila orang tua memiliki gambaran bahwa anaknya merupakan pribadi yang cerdas, kreatif, dan berpikiran
sehat,
maka
orang
tua
akan
cenderung
mengkomunikasikan anjuran dan pertimbangan (Lunandi, 1987). f. Kondisi Kondisi fisik, mental, psikologis, serta kecerdasan akan mempengaruhi efektivitas komunikasi antara orang tua dan remaja pula. Sebagai contoh, apabila salah satu pihak sedang dalam keadaan sakit, maka komunikasi yang dijalin antara keduanya tidak akan sepenuhnya efektif (Lunandi, 1987). g. Lingkungan fisik Lingkungan fisik yang tidak kondusif akan memberikan pengaruh pula pada efektivitas komunikasi antara orang tua dan remaja. Misalnya, lingkungan fisik yang bising akan menyulitkan orang tua dan remaja dalam proses pertukaran informasi. Hal ini juga akan meletihkan keduanya, baik dalam mendengarkan maupun berbicara (Lunandi, 1987).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
h. Lingkungan sosial Kehadiran orang lain akan mempengaruhi efektivitas komunikasi orang tua dan remaja. Komunikasi antara orang tua dan remaja akan menjadi cenderung tidak efektif apabila terdapat orang lain dalam lingkungan tersebut, walaupun orang lain tersebut tidak terlibat di dalamnya (Maccoby dan Martin dalam Berk, 2000). i. Harga diri Individu dengan harga diri yang tinggi akan lebih fleksibel dalam menanggapi situasi (Ruben dan Stewart, 2013). Kesamaan dalam harga diri menjadi faktor dalam memilih seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang lain (Pearson dalam Ruben dan Stewart, 2013)
4. Akibat Adanya Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua dan Remaja Olson (1992) menyebutkan bahwa dengan adanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak usia remaja, dapat meningkatkan tanggung jawab remaja terhadap hidupnya. Olson (1992) dan Ariesandi (2011) juga menambahkan bahwa dengan adanya komunikasi ini, remaja menjadi merasakan bahwa diri mereka berguna, serta membantu remaja dalam menghadapi stress yang diakibatkan ketidakmampuan anak dalam mencari jalan keluar atas permasalahan yang dihadapinya. Komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja akan menjembatani kesenjangan antargenerasi, sehingga relasi antaranggota
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
keluarga tetap terjaga. Hal ini akan mempermudah dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi, memfasilitasi pemenuhan berbagai macam kebutuhan, semakin memperluas wawasan orang tua dan remaja, serta memelihara aturan etnis dan moral (Setiono, 2011). Desmita (2007) memaparkan pula bahwa dengan adanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak yang menginjak usia remaja, akan menciptakan keterikatan yang dapat berfungsi adaptif. Ikatan ini akan menjadi landasan yang kokoh untuk remaja dalam menjelajahi dan menguasai lingkungan baru dengan cara yang sehat secara psikologis. Keterikatan yang dapat berfungsi adaptif ini juga akan meningkatkan relasi yang lebih kompeten dan positif dengan teman sebaya, serta meminimalkan kecenderungan untuk melakukan perilaku seksual berisiko yang tidak sesuai dengan norma dalam masyarakat. Selain itu, dengan adanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja, menimbulkan keterikatan yang dapat menyangga remaja dari kecemasan dan perasaan depresi yang merupakan akibat dari masa transisi. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja dapat meningkatkan tanggung jawab remaja akan hidupnya, meningkatkan rasa diri berguna, serta membantu remaja dalam menghadapi kecemasan, stress, dan perasaan depresi yang timbul akibat masa transisi yang dialaminya. Komunikasi yang efektif ini juga mendorong remaja untuk menjalin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
relasi yang kompeten dan positif dengan teman sebaya dan menurunkan kecenderungan remaja melakukan perilaku seksual berisiko. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja merupakan proses pertukaran informasi antara orang tua dan anak usia remaja di mana kedua belah pihak memahami ide dan gagasan yang dimaksudkan. Komunikasi antara orang tua dan remaja dapat dikatakan efektif apabila tercipta komunikasi yang aktif, rrang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berdiskusi dengan orang tua, hal yang dibicarakan jelas dan spesifik, orang tua dan remaja mampu menerima secara cermat isi dari pesan yang dimaksudkan, dan komunikasi yang tercipta mampu menjembatani kesenjangan antargenerasi.
D. Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua dan Anak dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja dalam Masa Berpacaran Dalam masa remaja, terjadi perubahan sosio-emosi yang meliputi tuntutan akan kemandirian, konflik dengan orang tua, dan keinginan untuk lebih banyak meluangkan waktu dengan teman-teman sebaya (Santrock, 2007). Dalam tahapan ini, komunikasi antarremaja menjadi lebih dekat dan terbuka, sehingga prestasi menjadi hal yang penting di kalangan remaja. Meningkatnya kematangan pada masa remaja ini juga menimbulkan munculnya ketertarikan remaja pada relasi romantis dengan lawan jenis (Santrock, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
Ketertarikan pada lawan jenis yang mulai muncul pada masa remaja merupakan hal yang wajar terjadi pada masa remaja (Ali dan Asrori, 2005). Hal ini biasanya muncul dalam bentuk lebih ketertarikan untuk bergaul dengan lawan jenis, hingga menjalin relasi lebih intim berupa berpacaran dengan lawan jenis (Sofia, 2011). Ketertarikan untuk menjalin relasi yang intim dengan lawan jenis ini memperbesar kecenderunga remaja melakukan perilaku seksual berisiko. Perilaku seksual berisiko merupakan aktivitas berhubungan seksual (intercourse) yang dilakukan pada masa berpacaran atau di luar ikatan pernikahan (Elliana, 2012). Hal ini seringkali menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja karena orang tua kurang mampu membimbingnya (Santrock, 2007). Kompleksnya masa transisi yang dialami remaja ini perlu mendapat dukungan dari orang tua. Dukungan dari orang tua akan membantu remaja untuk mampu bernegosiasi terhadap masa transisi ini dengan baik. Dukungan dari orang tua ini berupa kemampuan adaptasi, kemampuan untuk bersikap secara bijaksana, serta memberi dukungan untuk remaja (Santrock, 2007). Kendati demikian perlu disadari pula bahwa remaja memiliki kecenderungan untuk merasa bahwa dirinya sudah memiliki cukup banyak pengetahuan dan tidak lagi mendengarkan perkataan orang tuanya (Djiwandono, 2008). Hal ini tentu semakin memperkuat alasan perlunya orang tua menjalin komunikasi yang efektif dengan remaja. Komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja merupakan hal yang penting, terutama pada masa pencarian jati diri yang tengah dihadapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
remaja. Tidak cukup hanya dengan adanya perjumpaan antara orang tua dan remaja yang intensif, namun diperlukan pula adanya komunikasi yang efektif di dalamnya. Komunikasi yang efektif ini merupakan pertukaran informasi antara orang tua dan remaja yang keduanya memahami dengan baik ide dan gagasan yang dimaksudkan, sehingga mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan (Gunarsa, 2002; Rakhmat, 2008). Komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja ini ditandai dengan adanya komunikasi yang aktif yang tentu di dalamnya terdapat kejujuran, keterbukaan, pengertian, dan rasa saling percaya (Wahlroos, 1988; Gunarsa, 2002). Dalam komunikasi yang efektif ini, hal yang dibicarakan jelas dan spesifik (Gunarsa, 2002; Rakhmat, 2008) dan kedua belah pihak mampu menerima secara cermat isi dari pesan yang dimaksudkan (Gunarsa, 2002; Rakhmat, 2008), sehingga mampu menjembatani kesenjangan antargenerasi (Setiono, 2011). Komunikasi yang efektif ini tentu diperlukan kesediaan, baik orang tua maupun remaja, untuk membuka diri, jujur, saling percaya, serta saling memberikan dukungan. Dengan adanya kesediaan tersebut, komunikasi yang efektif relasi yang menyenangkan tercipta antara orang tua dan anak. Adanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja secara umum akan membuat aturan etnis dan moral tetap terpelihara (Setiono, 2011). Hal ini berkaitan dengan keluarga sebagai lingkungan pendidikan primer yang menjadi tempat paling awal dan intensif dalam pengenalan norma dan nilai yang ada (Deddy Mulyana, 2001; Sarwono, 2007). Dengan adanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
komunikasi yang efektif, orang tua akan dapat memperkenalkan norma dan nilai yang ada, baik nilai dan norma dalam lingkup keluarga maupun masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian aturan dan moral tetap terpelihara. Selain itu, komunikasi yang efektif juga akan memberikan pengaruh pada relasi antara orang tua dan remaja itu sendiri. Kesenjangan antargenerasi yang diakibatkan oleh selisih usia antara orang tua dan remaja yang terlampau jauh, pendidikan yang berbeda, serta perubahan jaman yang kian pesat, menjadi terjembatani. Wawasan orang tua dan remaja juga akan menjadi semakin luas dengan adanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja (Setiono, 2011). Hal ini akan mempermudah orang tua dan remaja dalam mengatasi permasalahan yang ada. Seperti yang diutarakan Wiendijarti (2011) bahwa komunikasi yang terjalin dengan baik antara orang tua dan anak yang berada dalam masa remaja mampu mentransformasikan wawasan, khususnya seksual. Kebutuhan yang ada pada remaja dan orang tua juga dapat terfasilitasi pemenuhannya dengan adanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja. Keterikatan yang berfungsi adaptif akan tercipta pula, sehingga dapat menjadi landasan kokoh bagi remaja dalam berhadapan dengan lingkungan baru (Desmita, 2007; Setiono, 2011). Bagi remaja itu sendiri, komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja ini juga akan memberikan dampak positif. Remaja menjadi merasa bahwa dirinya berguna, sehingga remaja menjadi terdorong untuk lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
bertanggungjawab terhadap hidupnya. Hal ini juga membantu remaja dalam menghadapi stress yang muncul, sebagai akibat dari masa transisi yang dihadapinya (Olson, 1992; Desmita, 2007; Ariesandi, 2011). Dengan adanya dampak tersebut pada diri remaja, remaja akan termotivasi untuk menjalin relasi secara lebih kompeten dan positif dengan teman sebaya. Hal ini akan meminimalisir pula kecenderungan remaja untuk melakukan perilaku seksual berisiko (Desmita, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
Takut ditinggalkan pacar
Orang Tua
Gengsi pada teman sebaya
Komunikasi tidak Efektif
Remaja
Nilai dan norma tidak tertanam dengan baik
Remaja melakukan Perilaku Seksual Berisiko
Merasakan kenikmatan berhubungan seksual
Tidak diperhatikan orang tua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterpretasikan suatu situasi, kejadian, maupun kondisi tertentu secara factual dan akurat (Suryabrata, 1990). Penelitian ini tidak menguji hipotesis karena penelitian ini tidak bertujuan untuk menemukan hukum atau membuat generalisasi (Kontour, 2003; Brannen, Suryabrata, Mulyana dalam Alsa, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk memahami dan menjelaskan makna sebuah situasi menurut sudut pandang informan yang mengalami dan menghayati kejadian, secara khusus terkait komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja pada remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko pada masa berpacaran.
B. Batasan Istilah 1. Remaja. Remaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah perempuan yang berada dalam rentang usia 14 sampai 19 tahun, belum menikah, sedang atau telah menyelesaikan pendidikan menengah pertama (SMP), atau sedang atau telah menyelesaikan pendidikan menengah atas (SMA).
34
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
2. Perilaku seksual berisiko. Istilah perilaku seksual berisiko dalam penelitian ini merupakan hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja di dalam masa berpacaran (atau di luar ikatan pernikahan). 3. Komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja.
Dalam
penelitian ini, komunikasi orang tua dan remaja yang dimaksudkan adalah proses pertukaran pesan atau informasi dari orang tua ke anak usia remaja, dan sebaliknya, di mana kedua belah pihak memahami ide dan gagasan yang dimaksudkan, sehingga mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan.
C. Informan Penelitian ini memerlukan informan remaja perempuan berusia 14-19 tahun, belum menikah, dan aktif melakukan hubungan seksual dengan pacar. Untuk mendapatkan informan dengan kriteria yang sesuai dengan penelitian ini, peneliti menghubungi beberapa orang kenalan yang memenuhi kriteria untuk menjadi informan. Pada awal penelitian, peneliti berhasil mendapatkan 6 orang calon informan yang memenuhi kriteria. Namun, 2 calon informan pergi dari rumah dan dapat dihubungi, sedangkan 1 calon informan yang lain dipindahkan ke luar kota oleh orang tuanya untuk belajar di pondok pesantren, sehingga tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Akhirnya penelitian ini dilanjutkan dengan menggunakan 3 orang informan. Ketiga informan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan, satu informan berusia 14 tahun dan dua informan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
berusia 18 tahun. Ketiga informan masih bersekolah di tingkat SMP dan SMK, serta belum menikah. Ketiganya juga saat ini memiliki pacar dan aktif melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.
D. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode wawancara untuk mengumpulkan data. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan wawancara yang menggunakan jenis pertanyaan terbuka. Penggunaan pertanyaan terbuka dalam wawancara ini bertujuan agar dapat memberikan kerangka acuan bagi jawaban informan, namun sedikit mungkin membatasi jawaban informan. Pertanyaan terbuka ini juga memungkinkan peneliti untuk meminimalisir terjadinya salah paham, ambiguitas memastikan ketidaktahuan informan terkait permasalahan yang ditanyakan, mendorong kerja sama dan keakraban dengan informan, serta membuat menilaian yang lebih seksama mengenai itikad, keyakinan, dan sikap informan yang sebenarnya (Kerlinger, 2003). Tabel 1 Panduan Pertanyaan Wawancara Panduan Pertanyaan 1. Apakah Anda sudah pernah melakukan hubungan seksual? 2. Mengapa Anda mau melakukan hubungan seksual sebelum menikah dengan pasangan Anda? 3. Apakah Anda mengetahui akibat melakukan hubungan seksual sebelum menikah? 4. Apakah kedua orang tua Anda tahu bahwa Anda sering melakukan hubungan seksual dengan pacar Anda? 5. Apakah orang tua Anda menyediakan waktu bagi Anda untuk berkomunikasi secara mendalam? Berapa lama?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
6. Apakah Anda menyediakan waktu untuk berkomunikasi secara mendalam dengan orang tua Anda? Berapa lama? 7. Apakah Anda pernah memulai terlebih dahulu untuk berkomunikasi dengan orang tua Anda? 8. Apa sajakah yang Anda komunikasikan dengan orang tua Anda? 9. Bagaimana cara Anda dan orang tua Anda mengambil keputusan untuk keluarga? 10. Bagaimana respon orang tua Anda ketika Anda mengajak kedua orang tua Anda berkomunikasi? 11. Bagaimana respon berkomunikasi?
Anda
ketika
orang
tua
Anda
mengajak
12. Menurut Anda, apakah berkomunikasi dengan orang tua secara mendalam dengan orang tua merupakan hal yang penting? 13. Apakah berkomunikasi dengan orang tua secara mendalam memberikan
pengaruh pada hidup Anda?
E. Analisis Data Data hasil wawancara dalam bentuk narasi dalam penelitian ini dianalisi dengan metode analisis isi (content analysis). Metode ini dinilai tepat karena dengan metode ini dapat dihasilkan deskripsi yang objektif dan sistematik mengenai isi yang terungkap. Data hasil wawancara tersebut akan dianalisis dengan langkah sebagai berikut. 1.
Organisasi data Langkah ini akan mengorganisasikan data yang sudah diperoleh secara rapih dan sistematis, sehingga memungkinkan penelliti
untuk
memperoleh
kualitas
data
yang
baik,
mendokumentasikan analisa yang dilakukan, serta menyimpan data
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
dan analisa yang berkaitan dengan tujuan penelitian (Highlen dan Finley dalam Poerwandari, 2001). Data yang diorganisasikan adalah data mentah berupa rekaman hasil wawancara dan verbatim hasil wawancara. Data tersebut kemudian ditandai, dikelompokkan, dan diinterpretasi.
2.
Koding atau Pengkodean Dilakukan untuk mengorganisasikan dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail, sehingga dapat memunculkan gambaran tentang topic yang dipelajari. Koding dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi efektivitas komunikasi antara orang tua dan remaja. Langkah-langkah
koding
atau
pengkodean
yang
akan
dilakukan adalah sebagai berikut. a. Menyusun verbatim hasil wawancara dalam tabel yang terdiri dari 6 kolom. Kolom pertama digunakan untuk penomoran, kolom kedua untuk transkrip verbatim wawancara, kolom ketiga
untuk
memparafrasekan
pernyataan-pernyataan
informan, kolom keempat untuk sub tema pernyataan informan, kolom kelima untuk tema pokok pernyataan informan, dan kolom keenam untuk penjelasan berupa nomornomor jawaban informan yang memiliki tema pokok sama. Pertanyaan yang diajukan peneliti ditulis dengan huruf yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
dicetak tebal, sedangkan jawaban yang diberikan oleh informan ditulis dengan huruf yang dicetak miring. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam
membedakan
pertanyaan yang diajukan peneliti dengan jawaban yang diberikan oleh informan. Tabel 2 Koding Transkrip Verbatim Wawancara No.
Verbatim
Parafrase
Sub Tema
Tema Pokok
Penjelasan
b. Melakukan penomoran untuk setiap baris dalam transkrip verbatim wawancara. c. Mengelompokkan jawaban informan ke dalam sub tema dan tema pokok.
3.
Interpretasi Transkrip wawancara yang telah dikelompokkan kemudian digunakan untuk menggambarkan efektivitas komunikasi antara orang tua dan remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko pada masa berpacaran.
F. Keabsahan Data Penelitian Untuk menjaga keabsahan data penelitian, peneliti berusaha mempertahankan kredibilitas, dependability, dan confirmability selama proses penelitian ini, walaupun itdak sempurna. Menurut Poerwandari (2001),
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
kredibilitas menggantikan istilah validitas dalam penelitian kualitatif. Kredibilitas ini bertujuan untuk merangkum bahasan mengenai kualitas penelitian kualitatif. Keberhasilan kredibilitas study kualitatif terletak pada tercapainya tujuan dari pengeksplorasian masalah atau
pendeskripsian
setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks, sehingga peneliti
kemudian
mampu
memberikan
deskripsi
mendalam
yang
menjelaskan kemajemukan atau kompleksitas aspek yang terkait interaksi dari berbagai aspek. Peneliti
mencoba
mempertahankan
kredibilitas
atau
validitas
penelitian dengan : 1. Validitas komunikatif dengan mengkonfirmasikan kembali data dan hasil analisis kepada informan. 2. Validitas argumentative dengan mempresentasikan alur temuan dan kesimpulan yang dapat diikuti dengan baik serta dibuktikan dengan melihat kembali data mentah. 3. Validitas ekologis dengan melakukan pendekatan personal kepada informan untuk membangun perasaan nyaman dan percaya kepada peneliti, sehingga informan memberikan respon yang alami dan apa adanya. Dependability menggantikan istilah reliabilitas dalam penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2001), ada 3 hal yang dianggap pentingn untuk meningkatkan dependability ini. 1. Koherensi dengan memfokuskan wawancara pada topic penelitian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
2. Keterbukaan, bahwa peneliti membuka diri dengan memanfaatkan metode yang berbeda untuk mencapai tujuan. 3. Diskursus dengan mendiskusikan temuan dan analisisnya bersama orang lain. Confirmability menggantikan istilah objektivitas dalam penelitian kualitatif. Confirmability menekankan pada temuan penelitian dapat dikonfirmasikan, yaitu diperolehnya kesetujuan di antara peneliti-penelitian mengenai aspek yang dibahas (Poerwandari, 2001). Usaha peneliti dalam mempertahankan confirmability atau objektivitas penelitian ini dengan mendiskusikan hasil analisis wawancara dengan tenaga ahli. Tenaga ahli merupakan orang yang memiliki kompetensi atau pengalaman dalam menganalisis hal-hal yang memungkinkan munculnya informantivitas. Dalam penelitian ini, tenaga ahli yang dimaksudkan adalah seorang psikolog yang merupakan dosen aktif Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian Waktu dan Tempat Pengumpulan Data Tabel 3 Pelaksanaan Penelitian Hari / Tanggal
Informan FN
IF
PT
Waktu
Durasi
Selasa, 29 Juli 2014
18.27 – 20.49 WIB
2 jam 22 menit
Selasa, 2 September 2014 Sabtu, 2 Agustus 2014
19.12 – 20.35 WIB
1 jam 23 menit
15.15 – 17.08 WIB
1 jam 53 menit
Sabtu, 6 September 2014
10.57 – 13.33 WIB
2 jam 36 menit
Minggu, 17 Agustus 2014
12.55 – 14.02 WIB
1 jam 7 menit
Sabtu, 13 Desember 2014
19.00 – 20.43 WIB
1 jam 43 menit
Kamis, 14 Mei 2015
10.49 – 12.08 WIB
1 jam 19 menit
Tempat Cinema Café (Jl. Urip Sumoharjo) Mary Anne (Jl. Mrican Baru No.18) Mary Anne (Jl. Mrican Baru No.18) Dixie Easy Dining (Jl. Affandi No. 40B, Gejayan) Cinema Café (Jl. Urip Sumoharjo) Tamansari Food Court Ambarukmo Plaza KFC Sudirman
B. Profil Informan Tabel 4. Profil Informan Inisial
FN
IF
PT
Usia
18 tahun
14 tahun
18 tahun
Status
Pelajar SMK
Pelajar SMP
Pelajar SMK
42
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
Anak ke-
2 dari 2 bersaudara
2 dari 2 bersaudara
1 dari 2 bersaudara
Lama Berpacaran
1 tahun
2 tahun
3 bulan
Usia Pacar
19 tahun
16 tahun
18 tahun
Pekerjaan Pacar
-
Pelajar SMK
Pelajar SMK
Pekerjaan Ayah
Wiraswasta
Karyawan dealer motor
Karyawan perusahaan swasta
Pekerjaan Ibu
Wiraswasta
Agen asuransi
PNS
1. Deskripsi Informan 1 FN merupakan informan pertama dalam penelitian ini. FN adalh seorang remaja perempuan berusia 18 tahun dan masih berstatus pelajar aktif di sebuah SMK swasta di Kota Yogyakarta. dalam keseharian, FN menyibukkan diri dengan aktivitas sekolah dan bermain dengan pacarnya. Pada hari Senin hingga Sabtu, FN berangkat dan pulang sekolah diantarjemput oleh pacarnya. Setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah, FN kemudian pergi bermain dengan pacarnya hingga sore hari. Pada akhir pekan, FN menghabiskan lebih banyak waktu untuk bersama pacarnya. FN sudah menjalin relasi berpacaran selama kurang lebih satu tahun. Pacar FN berusia satu tahun lebih tua dari FN. Pacar FN sudah menyelesaikan pendidikan tingkat SMA dan tidak melanjutkan belajar di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
bangku perkuliahan karena ingin langsung bekerja. Akan tetapi, hingga saat ini pacar FN masih belum memperoleh pekerjaan. Sehari-hari, pacar FN banyak menghabiskan waktu untuk bersama teman-temannya dan bersama FN. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, pacar FN setiap hari mengantar dan menjemput FN ke sekolah. Pada saat FN belajar di sekolah, pacarnya kembali ke kostnya dan kembali tidur atau pergi ke burjonan dan berkumpul bersama temantemannya. Setelah mengantar FN pulang ke rumahnya pada sore hari, pacar FN kembali menghabiskan waktu untuk berkumpul bersama temantemannya hingga tengah malam. FN merupakan anak kedua dari dua bersaudara. fN memiliki seorang kakak laki-laki yang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Saat ini FN tinggal bersama ayah dan ibunya, sedangkan kakak laki-laki FN tinggal di Semarang bersama istri dan anaknya. Ayah dan ibu FN membuka sebuah toko yang letaknya cukup jauh dari rumah. Kedua orang tua FN berada di toko dari pukul 08.30 hingga pukul 17.00. Setelah sepanjang hari menjaga toko, ibu FN biasanya pergi tidur atau menonton televise di kamar, sedangkan ayah FN pergi bersama teman-temannya.
2. Deskripsi Informan 2 IF adalah seorang siswi kelas VIII SMP swasta di Kota Yogyakarta yang berusia 14 tahun. Sehari-hari IF banyak menghabiskan waktu bersama pacarnya, setelah pulang sekolah. Pada hari Senin hingga Sabtu,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
IF berangkat dan pulang sekolah diantar-jemput oleh pacarnya. Setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah, IF kemudian pergi bermain bersama pacarnya hingga sore hari. Pada akhir pekan, IF menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bersama pacarnya. IF sudah menjalin relasi berpacaran selama kurang lebih dua tahun. Pacar IF, GL, berusia 2 tahun lebih tua dari IF dan saat ini bersekolah di sebuah SMK di Kota Yogyakarta. Setiap hari GL berangkat dan pulang bersama dengan IF.
Hal ini dikarenakan letak sekolah GL dan IF
berdekatan. Setelah kegiatan belajar mengajar selesai, GL menghabiskan waktu bersama dengan IF hingga sore hari di kost GL atau di rumah IF. GL kemudian bermain bersama teman-temannya hingga malam hari. IF merupakan anak kedua dari dua bersaudara. IF tinggal bersama ayah, ibu, dan Mbak Sri, asisten rumah tangganya. Kakak perempuan IF tidak tinggal serumah dengan IF karena berkuliah di Surabaya. Ayah IF adalah seorang karyawan sebuah dealer motor dan ibu IF seorang agen asuransi swasta. Kedua orang tua IF bekerja mulai pukul 08.00 hingga 17.00 dan setelah pulang dari bekerja, kedua orang tua IF menghabiskan waktu dengan menonton televise di ruang keluarga.
3. Deskripsi Informan 3 Informan ketiga dalam penelitian ini berinisial PT. PT adalah remaja permpuan berusia 18 tahun. Saat ini PT duduk di bangku kelas XI SMK swasta di Yogyakarta. Setiap hari, PT berangkat sekolah diantar oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
orang tuanya. Ketika kegiatan belajar di sekolah selesai, PT pulang bersama dengan pacarnya dan kemudian bermain di rumah pacarnya hingga pukul 16.00. PT kemudian diantar pulang oleh pacarnya. PT selalu pulang sebelum orang tuanya tiba di rumah karena keluarga PT memiliki tradisi minum teh bersama pada sore hari. PT adalah anak pertama dari dua bersaudara. PT tinggal bersama dengan ayah, ibu, dan seorang adik laki-laki yang berusia 12 tahun. Ayah PT adalah karyawan sebuah perusahaan swasta dan ibu PT adalah seornga pegawai negri sipil. Ayah dan ibu PT bekerja mulai pukul 08.00 dan tiba di rumah pukul 16.30. Sepulang bekerja, kedua orang tua PT selalu meluangkan waktu untuk berbincang dengan PT dan adiknya hingga pukul 18.00. Setelah itu, ayah dan ibu PT tidur. Subjek memiliki seorang pacar berinisial MR. Relasi berpacaran yang dijalin PT dan MR baru selama lebih kurang 6 bulan. MR berusia 18 tahun dan masih bersekolah di sebuah SMK negeri di Kota Yogyakarta. Setiap siang, MR menjemput PT dan bermain bersama PT hingga pukul 16.00 di rumah MR. Setelah mengantar PT pulang ke rumahnya, MR kemudian kembali ke rumah dan bermain game hingga malam hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
C. Hasil Penelitian 1. Informan 1 a. Relasi Berpacaran yang Dijalin FN menjalin relasi berpacaran dengan seorang laki-laki yang berusia satu tahun lebih tua darinya. Pacar FN sudah menyelesaikan pendidikan tingkat SMA dan tidak melanjutkan belajar di tingkat kuliah. Hal ini dikarenakan pacar FN ingin langsung bekerja. Akan tetapi, sampai saat ini pacar FN masih belum bekerja, sehingga pacar FN lebih banyak menghabiskan waktu untuk bersama teman-temannya dan bersama FN. “Dia setahun lebih tua dari aku, Mbak. Udah lulus SMA.” (6-7) “Dia sekarang masih nganggur. Katanya sih nggak mau kuliah, mau langsung kerja. Males katanya kalau kuliah. Nggak ada gunanya.” (10-13) “Dia sih kalau pagi anterin aku ke sekolah. Terus biasanya dia bilang kalau nongkrong sama temen-temennya di burjonan. Kalau enggak kadang dia pulang ke kost-an, terus tidur lagi. Nanti siangnya dia jemput aku, terus nanti dia sama aku sampai sore. Nganterin aku pulang, terus dia kumpul sama temen-temen dia sampai jam 12an.” (15-22) FN sudah menjalin relasi berpacaran dengan pacarnya selama kurang lebih satu tahun. FN merasa bahwa pacarnya ini adalah pasangan yang paling memahami dirinya. Hal ini dilatarbelakangi penilaian bahwa pacar FN adalah orang yang selalu ada untuk FN dan memiliki cara pandang yang sama dalam menilai segala sesuatu. FN juga menilai pacarnya mampu memberikan masukan yang tepat ketika FN menghadapi permasalahan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
“Setahun, Mbak. Udah lumayan lama kan, Mbak?” (4) “Lagipula pacarku selalu ada buat aku. Dari semua lelaki yang aku kenal, aku merasa dia yang paling ngerti aku, Mbak. Dia yang bisa ngerti’in aku.” (133-136) “Aku lebih deket sama pacarku. Hehe. Iya. Dia lebih ngerti aku daripada orang lain. Dia itu bisa melihat dari sudut pandangku. Kalo kerennya itu tu melihat dengan kacamataku gitu.” (324; 326-328)
Hingga saat ini, FN dan pacarnya masih aktif melakukan hubungan seksual. FN pertama kali melakukan hubungan seksual pada bulan ketiga hubungan mereka. Mereka melakukan hubungan seksual di kost pacar FN setiap hari, kecuali pada saat FN menstruasi. FN mengutarakan bahwa dirinya baru mulai aktif melakukan hubungan seksual ketika berpacaran dengan pacarnya saat ini. “Pas aku tiga bulanan kayaknya.” (77) “Aku sama dia kalau udah sampai grepe-grepe (petting) gitu ya dilanjut Mbak. Kan udah setiap hari juga aku sama dia ‘gituan’ di kost-an dia Mbak. ML maksudku Mbak.” (47-52) “Iya, tiap hari Mbak. Eeeeh ya enggak tiap hari ding Mbak. Nek aku lagi mens itu ya enggak. Paling cuma pegang-pegang susuku aja.” (54-56) “Ya baru sama yang ini. Dulu aku pacaran ya cuma ngobrolngobrol aja. Maksimal ki pegangan tangan. Ciuman aja nggak pernah.” (59-64)
FN pada awalnya mengalami pertentangan batin ketika hendak melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. FN menyadari bahwa dirinya dapat mengalami kehamilan jika melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. FN juga menyadari bahwa dengan melakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
hubungan seksual di luar ikatan pernikahan merupakan sesuatu yang dapat menambah dosa. Akan tetapi desakan dari teman-teman dekat dan rasa ingin tahu FN membuat FN akhirnya memutuskan untuk berani berhubungan seksual dengan pacarnya. FN merasa gengsi karena di antara kelompoknya, hanya dirinya yang belum pernah berhubungan seksual
dengan
pacarnya.
FN
juga
takut
pacarnya
akan
meninggalkannya jika dirinya tidak mau berhubungan seksual dengannya. “Aku waktu pertama kali diajak gituan sama pacarku itu aku ya galau. Aku ya takut hamil, takut dosa. Tapi aku ya sayang sama pacarku. Aku nggak mau ngecewain dia. Aku juga pengen tau rasanya gimana. Katanya enak. Lama banget aku galaunya. Wong sampai beberapa kali dia ngajak, aku nggak jawab apaapa.” (105-111) “Ya awalnya tuh gara-gara aku sering denger temen-temen pada cerita tentang ML sama pacarnya. Kan aku ya lama-lama pengen tau, Mbak. Kata temen-temen, ML itu enak Mbak. Gek aku pernah liat kakakku sama pacarnya ML di kamar kakakku. Aku jadi gimana gitu, Mbak. Jadi makin pengen tau rasanya.” (66-72) “Aku cerita ke P, A, sama V tentang itu. Terus mereka ngejekin aku. Katanya aku payah, nolak sesuatu yang nikmat. Gitu kan. Lama-lama aku gengsi juga Mbak. Apalagi di antara berempat tuh aku doang yang belum pernah gituan. Akhirnya aku milih buat ngelakuin itu.” (114-119) “Aku nggak mau dong Mbak dianggep culun, nggak gaul. Aku dari dulu paling benci dibilang gitu Mbak. Kayak nggak berharga gitu.” (126-128) “Nanti kalau aku sama pacarku nggak gituan lagi, aku juga takut aku sama dia jadi jauh, terus putus. Aku nggak mau putus sama dia.” (193-195)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
“Ya aku sayang sama dia. Aku udah nyaman sama dia. Aku nggak mau kehilangan dia. Aku kan udah kasih semuanya buat dia, jadi dia nggak boleh ninggalin aku.” (197-200) FN pernah merasa bersalah karena melakukan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan. Namun di sisi lain FN merasakan bahwa melakukan hubungan seksual tidak membawa masalah baginya. FN justru merasakan kenikmatan ketika melakukannya, sehingga FN mulai kecanduan melakukan hubungan seksual. FN meyakini bahwa dengan sering melakukan hubungan seksual dengan pacarnya, relasi berpacaran yang dijalin akan menjadi semakin erat. Keyakinan FN ini kian diperkuat oleh pernyataan teman-temannya. “Pernah sih merasa bersalah. Karna kan aku belum nikah sama pacarku itu. Tapi di sisi lain aku ya menikmati. Itu tu enak Mbak. Tenan.” (190-192) “Wong nyatanya sampai sekarang aku nggak kenapa-napa, Mbak. Lagipula ML itu enak, Mbak. Aku sama pacarku jadi lebih gimana gitu. Jadi lebih gini (mengaitkan kedua jari telunjuk). Jadi lebih mesra.” (86-92) “Lagipula aku udah terlajur kecanduan ML sama pacarku. Mbak.” (82) “Terus temen-temenku juga bilang kalau aku mau ngelakuin itu sama pacarku, pacarku akan semakin sayang sama aku. Pacarku akan semakin lengket sama aku.” (135-138) FN pernah memperkenalkan pacarnya kepada kedua orang tuanya, sehingga orang tua FN mengetahui bahwa FN memiliki seorang pacar. Namun orang tua FN tidak pernah bertanya kepada FN terkait pacar FN. Selama ini orang tua FN juga tidak mengetahui bahwa FN aktif melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. FN juga tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
merasakan takut jika suatu saat kedua orang tuanya ataupun orang lain mengetahui bahwa dirinya dan pacarnya sering melakukan hubungan seksual karena FN melakukannya di kost pacarnya dan hal tersebut sudah menjadi hal biasa di lingkungan kamar kost pacar FN. Hal ini semakin didukung lingkungan sekitar rumah kost pacar FN yang dikelilingi oleh warga yang tergolong tidak peduli. FN menyatakan pula bahwa dirinya akan tetap berhubungan seksual dengan pacarnya kendati kedua orang tuanya tidak lagi terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka. “Mereka sih tau aku punya pacar. Tau juga pacarku yang mana bentuknya. Cuma enggak pernah nanya-nanya. Dulu aku pernah kenalin pacarku ke mereka, terus mereka ya nggak nanya-nanya apa gitu.” (207-211) “Ya enggaklah, Mbak. Aku kalo gituan di kost pacarku. Lagipula kalau siang, mama sama papa kerja, pulang kalo udah maghrib.” (166-168) “(tertawa) jelas nggak takut. Wong mereka nggak pernah ada di rumah. Mereka nggak akan tau tentang gituan. Karna aku nggak pernah bilang, mereka juga sibuk, nggak ada waktu untuk ngurusi hal-hal di kayak gini. Mereka itu sibuk, Mbak. Aku sama pacarku ML kalau pas di kost aja. Nggak di sembarang tempat.” (170-178) “Karna yang lain juga gitu. (tertawa) Kamar sebelahnya kamar pacarku itu juga selalu gitu. Pacarku ya cerita kalau tetanggatetangga itu cuek. Jadi ya nggak perlu khawatir (tertawa).” (184187)
b. Komunikasi yang Dijalin dengan Orang Tua FN dan orang tuanya sibuk dengan aktivitasnya, sehingga kedua belah pihak tidak meluangkan waktu untuk menjalin komunikasi secara lebih efektif. Ayah dan ibu FN bekerja hingga sore setiap harinya. Setelah pulang dari bekerja, ibu FN biasanya kemudian tidur atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
menonton televisi di kamar, sedangkan ayah FN pergi bersama temantemannya. Aktivitas orang tua FN sehari-hari membuat kedua orang tua FN jarang meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan FN. FN juga lebih sibuk dengan aktivitasnya. “Dari jaman aku masih kecil, mama sama papa nggak pernah di rumah, santai gitu nggak pernah. Ketemu sama mereka juga jarang kalo hari kerja. Habis kerja, mama juga terus tidur. Papa pergi lagi sama temenne. Jadi ya nggak pernah ngobrol-ngobrol apa curhat gitu. Aneh malahan Mbak kalo aku tiba-tiba ngajakin ngobrol apa curhat gitu. Wong ngomongin sekolah aja hampir nggak pernah.” (216-224) “Kalau hari libur nggak pernah ngobrol bareng juga? Enggak Mbak. Kalau libur aku di kamar, mama nonton TV di kamarnya, papa pergi sama temen-temenne. Kalau nggak, kadang aku pergi sama pacarku, mama juga pergi, terus papa juga pergi. Semua sibuk sendiri.” (226-232)
FN terkadang memiliki keinginan untuk menjalin komunikasi secara lebih efektif dengan kedua orang tuanya, namun FN lebih memilih untuk tidak memulai berkomunikasi dengan orang tuanya. FN beralasan bahwa dirinya dan orang tuanya terlalu sibuk dengan aktivitas masing-masing, sehingga komunikasi yang efektif sulit untuk dijalin. FN juga takut kedua orang tuanya akan mengabaikannya. “Kamu pernah nggak punya keinginan untuk ngajakin ngobrol orang tuamu? Kadang ya pengen Mbak. Apalagi kalo pas aku sama pacarku berantem gitu, kadang aku pengen ngadu sama mama. Tapi masalahnya aku males. Kan tau sendiri orang tuaku kayak gitu sih. Ntar juga tiwas aku udah nerocos cerita, mama malah nyuekin aku kan makan ati bener kan.” (351-358) “Aku nggak suka ngrobrol sama mama sama papa. Mereka terlalu tua buat diajak ngobrol. Sibuk kerja, capek, nek diajak ngobrol dicuekin atau malah ceramah.” (341-345)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
“Kami itu keluarga pendiam dan sibuk, jadi ya nggak ada waktu buat ngobrol-ngobrol gitu.” (335-337)
Ketika ada kesempatan untuk berkomunikasi, FN dan orang tuanya lebih banyak membicarakan permasalahan keuangan. FN tidak pernah menceritakan aktivitasnya sehari-hari secara mendetail kepada orang tuanya. FN juga enggan berbagi cerita tentang relasinya dengan pacar
dan
persoalan-persoalan
yang
dihadapinya.
Hal
ini
dilatarbelakangi anggapan FN bahwa berkomunikasi secara lebih efektif dengan kedua orang tuanya merupakan sesuatu yang tidak penting. “Ada sih sekali-kali ngomong. Cuma nggak lama juga. Paling nanyain tagihan-tagihan bayaran sekolah, listrik, pajak motor. Ntar juga aku ngomong duluan. Biasanya juga nggak ditanya banyak. Paling ditanya : ‘Berapa? Buat bayar apa?’ Udah. Terus dikasih.” (235-240) “Menurutmu, sebenernya komunikasi sama orang tua, ngobrol-ngobrol gitu, penting nggak? Mmmm. Nek kata orang-orang sih penting Mbak. Ning nek menurutku kok enggak penting ya. Mungkin ngobrol seperlunya itu lebih baik daripada ngobrol panjang lebar. Bikin repot hidup, nggak nyambung soalnya.” (370-377)
Orang tua FN cenderung seperlunya dalam berkomunikasi dengan FN. Orang tua FN juga dinilai tidak pernah memulai untuk berkomunikasi secara lebih efektif, baik secara langsung maupun dengan perantaraan alat komunikasi. FN merasa keluarga FN tidak pernah menghadapi permasalahan karena mereka tidak pernah bertemu dan tidak pernah berkomunikasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
“Dari jaman aku masih kecil, mama sama papa nggak pernah di rumah, santai gitu nggak pernah. Ketemu sama mereka juga jarang kalo hari kerja. Habis kerja, mama juga terus tidur. Papa pergi lagi sama temenne. Jadi ya nggak pernah ngobrol-ngobrol apa curhat gitu. Wong ngomongin sekolahan aja hampir nggak pernah. Mama sama papa taunya beres aja. Soalnya udah kasih uang terus sama aku.” (216-225) “Aku nggak pernah ada masalah Mbak sama keluargaku. Ketemu aja jarang, ngomong juga nggak pernah, jadi ya nggak pernah ada masalah. Rumah tuh sepi mbak. Misal pada di rumah ya pada sibuk sendiri-sendiri. Jadi ya sama aja kan Mbak.” (295300)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
Skema Utama Informan 1
Orang tua sibuk dengan aktivitasnya
Remaja ingin berkomunikasi dengan orang tua
Jarang berkomunikasi
Remaja enggan memulai berkomunikasi
Komunikasi tidak efektif
Orang tua tidak tahu
Gengsi pada teman
Takut ditinggalkan pacar
Merasa nikmat
Remaja melakukan hubungan seksual
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
2. Informan 2 a. Relasi Berpacaran yang Dijalin IF sudah menjalin relasi berpacaran dengan pacarnya selama kurang lebih dua tahun. Pacar IF, GL, berusia 2 tahun lebih tua dari IF dan saat ini bersekolah di sebuah SMK di Kota Yogyakarta. Setiap hari GL berangkat dan pulang sekolah bersama dengan IF. Hal ini didukung letak sekolah GL dan IF yang berdekatan. “Masih pacaran sama GL? Iya, masih Mbak. Udah 2 tahun lho. Awet kan?” (9-10) “Pagi itu kan jemput aku terus sekolah sampe siang.siang jemput aku.” (20-21)
Setelah kegiatan belajar mengajar selesai, GL menghabiskan waktu bersama dengan IF hingga sore hari di kost GL atau di rumah IF. IF dan GL lebih sering menghabiskan waktu untuk berduaan di kost GL daripada di rumah IF. IF merasa lebih bebas berduaan dengan GL, meskipun lebih nyaman berpacaran di rumah IF. Pada saat GL melaksanakan PKL, GL juga tetap menemui IF pada sore hari. “Pagi itu kan jemput aku terus sekolah sampe siang.siang jemput aku, terus main sama aku sampai agak sore. Terus nanti agak malem dia main sama temen-temen dia.” (20-23) “Kemaren kapan itu sempet sibuk PKL tapi Cuma pagi sampe sore aja. Habis itu sibuk ngapeli aku. Terus main sama tementemennya.” (12-15) “Kadang kalian pacaran di kost pacarmu, kadang di rumahmu, gitu? Iya Mbak. Kalau bosen di kost ya gentian di rumah.” (47-49)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
“di rumahku lebih nyaman aja tempatnya. Kalau di kost kan kasurnya nggak nyaman. (tertawa) Lebih sering pacaran di kost apa di rumahmu? Di kost lah Mbak. Di kost nggak perlu khawatir ada Mbak Sri (tertawa).” (55-56)
IF melakukan hubungan seksual dengan pacarnya pertama kali ketika hubungan berpacaran mereka menginjak usia 2 bulan. Sebelumnya IF belum pernah melakukan hubungan seksual dan mulai aktif melakukan hubungan seksual ketika berpacaran dengan GL. Pada awalnya IF sempat menolak untuk berhubungan seksual dengan pacarnya. IF takut dirinya hamil jika melakukan hubungan seksual. “Sejak kapan kamu berhubungan seksual sama pacarmu? Pas udah 2 bulanan pacaran.” (140-142) “Kamu tau nggak akibatnya kalau kamu melakukan hubungan seksual sebelum nikah, pas masih pacaran? Taulah. Aku kan pintar. Apa? Ya bikin nggak perawan (tertawa). Bisa hamil juga. Bisa bikin enak (tertawa).” (63-69) Selain takut hamil, IF juga takut akan merasakan sakit ketika berhubungan seksual. Akan tetapi pacarnya berhasil meyakinkan IF bahwa melakukan hubungan seksual tidak akan menimbulkan rasa sakit dan mereka dapat mencegah kehamilan dengan menggunakan kondom. Akhirnya, IF mau berhubungan seksual dengan pacarnya karena IF tidak ingin pacarnya berpaling pada perempuan lain. Setelah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya, IF mengakui bahwa dirinya tidak pernah merasa bersalah karena hal ini IF lakukan atas kemauannya sendiri. “Pas awal dia ngajakin kayak gituan, aku nggak mau. Aku takut, tapi terus dia bilang kalau ini nggak papa. Nggak sakit,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
nggak bakal hamil juga. Bikin enak.Karna dia bilang gitu Mbak makanya aku mau. Terus setelah beberapa kali, kan aku ya merasa agak nggak enang. Jadi aku nggak mau diajakin kayak gituan. Dia terus bilang kalau aku nggak mau, dia bakal cari cewek lain. Ya aku nggak mau Mbak dia sama cewek lain.” (115-124) “Kadang aku tu mikir kalau ini tu nggak baik. Kadang aku ya takut kalau nanti suatu ketika hamil pas aku masih sekolah. Taaappppiii…. Aku ya nggak mau kehilangan pacarku Mbak. Dulu aku pernah kan bilang nggak mau pas diajakin kayak gituan, terus dia bilang aku nggak mau ya nggak papa, tapi jangan salahin abang kalau abang gituan sama cewek lain. dia tu pernah bilang gitu Mbak. Aku nggak mau dia sama cewek lain, Mbak.” (87-96) “Jadi kamu sering melakukan itu tu jadi ada unsur terpaksa? Enggak terpaksa kok Mbak. Soalnya aku kan juga seneng ngelakuin kayak gitu.” (102-105)
IF tidak pernah menceritakan tentang GL kepada kedua orang tuanya, tetapi IF meyakini bahwa biasanya kedua orangnya sudah tahu tentang hubungannya dengan GL. Keyakinan IF ini didasari oleh cerita pembantu rumah tangga IF yang mengakui pada IF bahwa kedua orang tuanya sering menanyakan tentang IF. “Orang tuamu tau nggak sih kamu pacaran sama GL? Aku nggak pernah cerita-cerita sih. Tapi biasanya sih tau sendiri. Tapi aku juga nggak tau mereka tau nggak aku punya pacar. Kok gitu? Orang tuaku kan suka keppo, nggak usah diceritain ntar juga nyari tau sendiri. Emang biasanya nyari taunya gimana? Biasanya ibu suka nanya-nanya ke Mbak Sri (asisten rumah tangga IF).” (143-153)
b. Komunikasi yang Dijalin dengan Orang Tua Komunikasi antara IF dan orang tuanya jarang dijalin. Biasanya IF dan kedua orang tuanya berbincang ketika kebetulan bersama di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
ruang makan. Ketika komunikasi terjalin, orang tua IF menanyakan tentang sekolah IF dan masalah keuangan. IF sendiri memilih menanggapinya
seperlunya.
IF
cenderung
menghindari
banyak
berbicara dengan kedua orang tuanya. IF juga memilih untuk menghindari mendiskusikan tentang relasinya dengan pacarnya. IF beranggapan bahwa kedua orang tuanya hanya akan terlalu banyak menasehati jika mereka mengetahui kehidupan IF lebih mendalam. “Emangnya kamu sama orang tuamu nggak pernah ngobrol-ngobrol? Ya pernahlah Mbak. Sering? Enggak. Paling kalo pas liburan itu. Kan Mbak Nn (kakak IF) pulang, jadi kadang terus ngobrol bareng. Kalau pas nggak ada Mbak Nn ya paling pas makan malem. Kalau kebetulan lapernya bareng, ketemu di ruang makan. Nah itu biasanya terus ngomongngomong. Jadi biasanya ketemu dan ngobrol itu kalau pas makan malam? Seringnya gitu Mbak.” (221-233) “Paling ditanya tentang sekolah. Ditanya bayaran sekolah, kapan ujiannya, terima raportnya kapan. Standartlah Mbak. Kalau udah biasanya bapak sama ibu cerita tentang kerjaan. Nggak banyak yang diomongin. Kalau ngomongin kerjaan biasanya ibuku bilang mau pergi pelatihan apa gitu di luar kota. Biasanya terus bahas agenda kantor.” (240-246) “Terus yang kamu lakukan kalau mereka bahas tentang pekerjaan itu apa? Ya diem aja, dengerin sambil makan. Nanti kalau udah selesai makan, terus aku pamit ke kamar. Kamu nggak ikut nimbrung ngobrol gitu sama orang tuamu? Enggak. Aku nggak suka ngobrol sama mereka. Mereka kalau ngomong ki panjang banget. Nggak bisa dipotong. Gek nanti adanya nasehatin terus. Aku kan sebel dengernya Mbak. Rasanya kayak nggak pernah bener aja aku ini.” (247-257) “Orang tuamu tau nggak sih kamu pacaran sama GL? Aku nggak pernah cerita-cerita sih. Tapi biasanya sih tau sendiri. Tapi aku juga nggak tau mereka tau nggak aku punya pacar. Kok gitu? Orang tuaku kan suka kepo, nggak usah diceritain ntar juga nyari tau sendiri. Emang biasanya nyari taunya gimana? Biasanya ibu suka nanya-nanya ke Mbak Sri (asisten rumah tangga IF).” (143-153)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Tidak hanya berkomunikasi seperlunya, IF juga tidak pernah memulai untuk berbagi tentang dirinya. IF meyakini bahwa tanpa dirinya mengutarakan banyak hal, orang tuanya akan
sudah
mengetahuinya dari pembantu IF. Hal ini dilatarbelakangi oleh pengakuan pembantu IF bahwa dirinya sering ditanya oleh orang tua IF terkait aktivitas IF. Sayangnya setelah menanyakan kepada pembantu IF, kedua orang tua IF tidak mengecek kembali informasi yang diterima kepada IF. IF pernah mengancam pembantunya tersebut dan memberinya uang agar pembantunya tersebut selalu melaporkan kepada IF apa saja yang ditanyakan kedua orang tuanya. “Aku nggak suka ngobrol sama mereka. Mereka kalau ngomong ki panjang banget. Nggak bisa dipotong. Gek nanti adanya nasehatin terus. Aku kan sebel dengernya Mbak. Rasanya kayak nggak pernah bener aja aku ini.” (253-257) “Orang tuaku kan suka kepo, nggak usah diceritain ntar juga nyari tau sendiri. Emang biasanya nyari taunya gimana? Biasanya ibu suka nanya-nanya ke Mbak Sri (asisten rumah tangga IF).” (149-153) “Kok kamu tau kalau ibumu sering nanya ke Mbak Sri? Taulah Mbak. Mbak Sri pernah bilang kalau ibu tanya ke Mbak Sri aku pulang jam berapa, sama siapa gitu.” (157-161) “Habis nanya ke Mbak Sri, ibumu terus gimana? Ngecek ke kamu atau ke siapa? Enggak Mbak. Biasanya udah puas kepo ya udah diem aja. Terus yang dilakukan ibumu setelah tanyatanya ke Mbak Sri apa? Paling bilang sama bapak. Kalau malem itu kan bapak sama ibu berduaan di ruang TV. Biasanya terus ibu ngomong apa yang dia denger dari MBak Sri. Reaksi bapakmu? Ya udah biasa aja.” (194-205)
IF menilai bahwa berkomunikasi secara efektif dengan kedua orang tuanya tidaklah penting, walaupun orang tua IF terkadang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
memulai untuk berkomunikasi. IF merasa orang tuanya cukup mengetahui saja bahwa dirinya adalah dapat menjadi seperti kakak perempuan IF dan selalu mengikuti kemauan kedua orang tuanya. IF melakukan hal ini karena IF tidak ingin sakit hati oleh perkataan kedua orang tuanya. “Jadi sebenernya orang tuamu kadang ngajakin kamu ngobrol? Iya, tapi aku males. Jadi tiap kali mereka nanya, aku jawab seperlunya terus masuk kamar. Aku males nanti yang dibahas kan buntutnya Mbak Nn. Ceramahnya gitu terus. Aku salah terus kok.” (320-325) “Menurutmu, penting nggak sih berkomunikasi sama orang tuamu? Gimana ya? Kalau menurutku nggak penting. Orang tuaku kan taunya aku tu ngikut aja mau mereka. Jadi anak pinter di sekolah. Nggak pernah bolos, jadi anak baik, anak alim kayak MBak Nn. Kalau ngobrol sama mereka itu buang waktu, buang tenaga, bonusnya makan ati (tertawa). Jadi mendingan nggak usah aja. Iya kan Mbak?” (465-473)
Dengan kakak perempuannya, IF juga memilih untuk tidak banyak bicara. IF tidak ingin kakaknya mengetahui terlalu banyak tentang IF dan kemudian menceritakannya kepada kedua orang tua IF. IF merasa bahwa dirinya lebih nyaman berbagi cerita dengan pacarnya atau temannya, M, karena pacar dan teman IF tidak pernah membanding-bandingkan IF dengan kakak perempuannya, Nn. IF merasa bahwa dirinya dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga tidak perlu bagi IF meminta saran kepada orang tuanya. “Kalau sama Mbak Nn kamu juga nggak pernah ceritacerita? Enggak. Kurang kerjaan. Aku lebih suka cerita ke pacarku atau ke temen-temenku daripada ke orang rumah. Dibilang ceramah panjang kalau cerita sama orang rumah. Plus dibanding-bandingin.” (482-489)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
“Emang kamu yakin kalau temenmu sama pacarmu itu lebih tepat untuk tempat cerita gitu daripada orang tuamu? Yakin Mbak. Nyatanya sampai sekarang aku curhat sama mereka ya aku baik-baik aja. Aku bisa menyelesaikan masalahku tanpa aku minta saran dasri orang tuaku.” (500-506)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
Skema Utama Informan 2
Selalu mengajak berkomunikasi
Remaja enggan memulai berkomunikasi
Orang tua sering membandingkan dengan kakak
Remaja enggan berkomunikasi dengan orang tua
Komunikasi tidak efektif
Orang tua tidak tahu
Takut ditinggalkan pacar
Remaja melakukan hubungan seksual
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
3. Informan 3 a. Relasi Berpacaran yang Dijalin Informan memiliki seorang pacar berinisial MR. Relasi berpacarannya baru dijalin selama lebih kurang 6 bulan. MR juga berusia 18 tahun dan masih bersekolah di sebuah SMK negri di Kota Yogyakarta. Setiap siang, MR menjemput PT dan bermain bersama PT hingga pukul 16.00 di rumah MR. Setelah mengantar PT pulang ke rumahnya, MR kemudian kembali ke rumah dan bermain game hingga malam. “Nih namanya MR (menunjukkan foto PT dan pacarnya). Walah walah. Sejak kapan? Sekitar 6 bulan yang lalu.” (5-8) “MR itu masih sekolah apa kuliah atau udah kerja? Masih sekolah Mbak. Dia sekolah di SMK *. Dia seangkatan sama aku, tapi sekolahnya nggak sama sama aku.” (182-186) “Dia sibuk sekolah. Biasanya habis pulang sekolah dia jemput aku, terus ke rumah dia. Nanti jam 4an (16.00) dia nganterin aku pulang, terus dia pulang ke rumah dia njuk dia main game.” (189-192)
PT
menyukai
lawan
jenis
yang
setia
dan
selalu
memperhatikannya. PT bahkan bersedia memberikan apa pun untuk pacarnya jika pacarnya setia dan selalu memperhatikannya. Hal ini juga yang melatarbelakangi PT berpacaran dengan MR di saat PT masih berpacaran dengan AN. Hubungan berpacaran PT dan AN berakhir karena AN mengetahui PT berpacaran dengan MR. PT melakukan hal tersebut karena AN terlalu asyik dengan aktivitasnya dan mengabaikan PT. PT merasa AN memberikan perhatian padanya hanya saat awal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
hubungan saja dan ketika AN ingin berhubungan seksual dengan PT, sedangkan MR lebih memperhatikan dan selalu ada untuk PT. “Jadi, kamu milih pacar yang menurutmu selalu perhatian sama kamu gitu ya? Iya. Aku suka cowok-cowok yang kayak gitu.” (40-42) “Karna MR selalu ada buat aku. Dia perhatian banget sama aku. Dia selalu kasih apa yang aku mau. Kalau AN beda banget. Dia egois. Dia selalu mentingin touring, selalu berantem kalau aku ngajakin dia jalan. Aku capek Mbak jalan sama orang kayak gitu. Nyebelin kan. Waktu awal-awal aja dia perhatian, habis itu dia cuek. Baiknya kalau pengen gituan. Kalau MR tu enggak Mbak. Dia ya perhatian terus. Jadi aku ya milih MR.” (31-39) PT dan AN mulai aktif berhubungan seksual sejak relasi berpacaran mereka menginjak usia 2 minggu. Mereka melakukannya di rumah MR yang selalu kosong di siang hingga sore hari. PT mau melakukan hubungan seksual dengan pacarnya karena PT tidak ingin kehilangan sosok yang selalu memberikan perhatian padanya. “Sejak kapan kamu berhubungan seksual sama pacarmu? Kayaknya sekitar 2 mingguan Mbak.” (137-139) “Di rumah pacarku. Pacarku anak tunggal, orang tuanya duaduanya kerja sampai sore. Jadi aku sering gituan di rumahnya kalau pas pulang sekolah.” (104-107) “Kamu mau melakukan hubungan seksual sama pacarmu itu karna kamu nggak mau dia ninggalin kamu? Ho’oh Mbak. Sama MR juga? (mengangguk) Iyap. Aku nggak mau dia ninggalin aku. Nggak mau aku jomblo, nggak ada yang perhatiin.” (59-66) “Jadi kamu melakukan hubungan seksual sama pacarmu itu karna kamu nggak mau dia ninggalin kamu? Kamu takut nggak ada yang perhatiin kamu lagi? Iya. Mbak pinter deh.” (84-88)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
PT menyadari bahwa PT berisiko mengalami kehamilan karena dirinya aktif melakukan hubungan seksual. Namun PT tidak merasa takut akan mengalami kehamilan karena PT selalu menggunakan kondom ketika berhubungan seksual. Selain itu, pacar PT selalu mengeluarkan spermanya di luar, sehingga PT semakin yakin bahwa dirinya tidak akan hamil. “Kamu tau nggak melakukan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan itu ada akibatnya? Taulah, Mbak. Semua orang tau kalo gituan itu bisa hamil.” (89-96) “Nggak takut? Enggak tuh. Aku kalau gituan pakai kondom Mbak. Pacarku juga kalau ngeluarin itunya (sperma) nggak di dalem, jadi ya nggak bakal hamil.” (93-96)
Sering berhubungan seksual di rumah MR tidak membuat PT dan MR takut ada orang lain yang mengetahui aktivitas mereka. Hal ini dikarenakan rumah MR selalu kosong pada siang hari dan kompleks yang selalu sepi. PT tidak pernah memikirkan apabila suatu saat tibatiba orang tua MR pulang saat PT dan MR sedang berhubungan seksual. Namun PT juga tidak khawatir jika suatu saat hal itu terjadi karena PT dapat dengan mudah menyelinap pergi. “Pacarku anak tunggal, orang tuanya dua-duanya kerja sampai sore. Jadi aku sering gituan di rumahnya kalau pas pulang sekolah. Kamu nggak takut ketahuan tetangga atau siapa gitu? Kenapa mesti takut? Wong rumahnya kosong kok. Nggak ada orang. Kompleks rumahnya juga sepi. Jadi ya nggak mungkin ada yang tau.” (104-112) “Kalau tiba-tiba mama atau papanya pacarmu pulang? Mmmmm.. Kalau itu aku belum pernah mikir sampe situ Mbak. Kamu nggak takut gitu pas kamu lagi berhubungan seksual sama pacarmu, terus orang tuanya pacarmu tiba-tiba
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
pulang? Aku nggak pernah mikir sampe situ Mbak. Jadi ya selama ini aku nggak takut. Aku mah santai orangnya. (tertawa) tapi karna Mbak bilang gitu, aku jadi mikir deh sekarang. Kalau tiba-tiba orang tua pacarku pulang ya udah aku tinggal diem aja di kamar pacarku. Sampai nanti ada kesempatan buat pergi dari situ. Gitu kali ya Mbak. Lhoh lhoh. Kamar pacarku di depan, Mbak. Jadi kalau mau nyelonong ke luar gitu gampang. Tapi ya itu bayanganku lho Mbak. Wong aku belum pernah ngalami. (tertawa).” (113-131)
PT mengakui bahwa dirinya tidak pernah merasa bersalah karena sudah melakukan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan. Baginya tidak ada alasan untuk merasa bersalah karena PT dan MR tidak berbohong dan juga tidak merugikan kedua orang tua mereka. PT juga tidak merasa bersalah pada dirinya sendiri karena PT melakukannya dengan senang dan bahkan membuat PT diperhatikan oleh pacarnya. “Aku kok kayaknya nggak pernah merasa bersalah ya Mbak. Apa yang harus bikin aku merasa bersalah? Kan aku nggak merugikan siapa-siapa. Orang tuaku juga nggak aku rugikan. Kenapa aku mesti merasa bersalah? Aku kan juga nggak bohong sama orang tuaku. Aku kan Cuma nggak mau cerita sama orang tuaku aja kalau aku sering melakukan hubungan seksual sama pacarku. Pacarku juga nggak bohong sama orang tuanya. Jadi, aku harus merasa bersalah sama siapa?” (142-152) “Sama diri kamu sendiri? Kan kamu belum nikah? (tertawa) enggak. Aku baik-baik aja. Aku seneng ngelakuin itu. Nggak Cuma seneng ngelakuin itu, tapi aku kan juga seneng diperhati’in sama pacarku.” (153-157)
PT meyakini bahwa pacarnya tidak akan meninggalkannya karena MR sangat menyayangi PT. MR juga berjanji kepada PT untuk tidak akan meninggalkan PT. PT tidak merasa khawatir apabila suatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
saat MR meninggalkan dirinya karena jika hal itu terjadi, PT tinggal mencari laki-laki lain yang lebih baik. “Kamu kan udah melakukan hubungan seksual sama pacarmu. Nah, kalau suatu saat pacarmu ninggalin kamu gimana? Nggak mungkin Mbak. MR itu sayang banget sama aku. Dia juga janji nggak akan ninggalin aku.” (158-162) “Kalau suatu saat cowokmu suka sama orang lain gimana? Ah, nggak mungkin Mbak. Dia itu cinta mati sama aku. Lagipula kalau dia mau ninggalin aku, ya aku cari yang lain yang jauh lebih baik dari dia. Gitu aja sih.” (163-168)
b. Komunikasi yang Dijalin dengan Orang Tua Ayah dan ibu PT bekerja mulai pukul 08.00 dan tiba di rumah pukul 16.30. Sepulang bekerja, kedua orang tua PT selalu meluangkan waktu untuk berbincang dengan keluarga hingga pukul 18.00. Kedua orang tua PT menyebutnya sebagai tradisi minum teh bersama. Setiap sore PT dan keluarganya (orang tua dan adiknya) berkumpul untuk minum teh bersama dan berbagi cerita. Orang tua PT biasanya memulai menanyakan tentang aktivitas sehari-hari yang dilakukan PT dan adik laki-lakinya. “Kamu sering ngobrol-ngobrol sama orang tuamu? Ya seringlah Mbak. Setiap sore ada ‘tradisi ngeteh’ Mbak. Itu hukumnya wajib diikuti semuanya. Jadi, ya dari jam setengah 5an sampe jam 6an itu semua harus ada di rumah. Tradisi ngeteh itu ngapain? Tradisi ngeteh itu tu ngobrol bareng di teras belakang. Koyo sharing-sharing gitu sambil ngeteh sama nyamil-nyamil.” (214-223) “Ya tentang seharian ngapain aja, tetang sekolah. Tentang bayar-bayar, tentang kejadian-kejadian apa gitu.” (226-228)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
PT menanggapi tradisi ini secara positif dan mau berbagi terkait aktivitas keseharian PT. Akan tetapi PT ingin dan tidak mau memulai berkomunikasi. PT tidak ingin orang tuanya terlalu banyak menasehati PT. PT memilih untuk menjawab hal-hal yang ditanyakan orang tuanya dan menghindari membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan relasi berpacarannya. PT tidak ingin kedua orang tuanya menasehatinya terlalu banyak. PT juga takut orang tuanya meminta PT berpisah dengan pacarnya apabila kedua orang tuanya tidak menyukai pacarnya. PT biasanya hanya membicarakan tentang kegiatan sepanjang hari, sekolah, dan keuangan. “Pernah nggak sih kamu merasa pengen ngobrol lebih dalam sama orang tuamu? Enggak pernah Mbak. Aku nggak pengen mereka tau tentang aku terlalu dalam. Pertama, karena tanggapan mereka itu unpredictable. Kedua, karena aku nggak mau diceramahi. Karna menurutku, kadang mereka nggak ngerti apa yang aku hadapi, apa yang aku takuti.” (319-324) “…. Lagipula bapak sama ibu itu selalu aja beda sama aku, nggak pernah sependapat. Jadi ya daripada diceramahin panjang lebar, mending nggak aja.” (247-250) “Ya tentang seharian ngapain aja, tetang sekolah. Tentang bayar-bayar, tentang kejadian-kejadian apa gitu.” (226-228) “Tentang pacar? Enggak Mbak. Nek tentang pacar itu rahasia. Aku nggak pernah nyinggung tentang pacar sedikit pun. Kalau adekku dia cerita semuanya, termasuk tentang temen-temen perempuannya. Aku emoh. Ndak dinasehati panjang lebar. Nanti aku malah disuruh putus sama pacarku kalau mereka nggak suka sama pacarku ya mati aku. Patah hati tit i ti. Nggak pernah nyinggung tentang pacar? Enggak. Aku nggak pernah cerita dan nggak pernah ditanya juga. Lagipula itu kan masalah pribadi. Aku lebih suka ngomongin tentang pacarannya sama pacarku aja.” (229-240)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
PT menilai bahwa berkomunikasi secara efektif dengan kedua orang tuanya merupakan hal yang tidak berguna. Baginya, menjalin komunikasi secara efektif hanya membuang waktu dan tenaga. PT juga merasa bahwa kedua orang tuanya tidak pernah sependapat, sehingga sering kali justru menyebabkan PT mengalami kebingungan. Ketika PT mengikuti pendapat ayah PT, ibu PT seolah-olah menyalahkan PT. Sedangkan apabila mengikuti pendapat ibunya, PT merasa bahwa pendapat ibunya tidak sesuai dengan PT. “Aduh. Aku kok nggak pernah merhatiin ya ada gunanya apa nggak. Sik coba tak pikir sik. (memegang kepala, diam) Enggak ada gunanya kayaknya. Selama ini aku cerita sama mereka, tapi ya Cuma cerita aja. Aku nggak pengen mereka terlalu banyak tau tentang hidupku. Buang waktu, buang tenaga percuma.” (331-337) “… , kadang mereka nggak ngerti apa yang aku hadapi, apa yang aku takuti. Apalagi ibuku. Dia selalu nanggepinya terlalu santai, bikin aku merasa percuma.” (325-328) PT merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan kedua orang tuanya karena ayah PT cenderung berbicara secara implisit, sehingga PT sulit memperkirakan arah pembicaraan ayahnya. Ibu PT cenderung menanggapi
cerita-cerita
PT
dengan
kurang
serius.
Hal
ini
menyebabkan PT merasa tidak nyaman dan lebih memilih untuk bercerita pada pacarnya. PT juga merasa bahwa perkataan kedua orang tuanya tidak berpengaruh terhadap hidupnya karena PT sengaja tidak bercerita secara detail tentang dirinya, sehingga kedua orang tuanya tidak memiliki alasan untuk memberikan nasehat pada PT.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
“Apalagi ibuku. Dia selalu nanggepinya terlalu santai, bikin aku merasa percuma.” (326-328) “Apalagi kadang ibuku suka ngrespon ceritaku nggak serius. Akukan jadi merasa buang-buang waktu cerita sama dia. Mending cerita sama pacarku gitu. Lebih menyenangkan ada respon yang oke gitu. Aku sama pacarku kan juga sepemikiran gitu mbak. Jadi nggak usah jelasin maksudku ke dia. Nek sama bapak ibu kan susah, ruwet. Ibumu suka ngrespon nggak serius gimana? Sukanya tu ngresponnya tu bercanda gitu lho. Sebel to kita udah cerita beneran, terus diresponne nyelelek gitu. Nanti terus ngatain aku nggak dewasa, njuk nglarang-nglarang. Aku sebel Mbak digituin.” (254-266) “Bapak ki kadang sepemikiran sama aku. Cuma dia itu kadang nggak sama sama ibu pendapatnya, jadi misalnya bapak bilang A, ibu bilang B. Kalau aku ikut bapak, ibu nyalahin. Kalau ikut ibu, kok nggak pas sama aku. Makanya aku kan juga males cerita sama bapakku. Tentang pacaran juga? Iya. Bapak itu kalau tentang pacaran lebih kusut lagi daripada ibu. Soalnya dia jarang mau ngomongin secara gambling. Kalau ibuku kan plas plos, jadi lebih gampang memperkirakan arah pembicaraannya.” (276-288) “Terus, berpengaruh nggak omongan orang tuamu terhadap hidupmu? Tidak juga. Mereka nggak pernah nasehatin aku, soalnya aku kan sengaja nggak cerita detail. Jadi mau nasehatin apa coba? (tertawa) Orang tuaku nggak paham sama aku, jadi ya mau komentar apa pun nggak ada pengaruhnya buat aku.” (338344) Ketika keluarga PT menghadapi permasalahan keluarga yang sifatnya sepele, seperti konflik antara PT dan adiknya, permasalahan tersebut akan diselesaikan bersama pada waktu minum teh bersama. Kedua orang tua PT bisanya menjadi penengah yang kemudian memediasi PT dan adiknya. Orang tua PT juga biasanya meminta PT untuk meminta maaf terlebih dahulu kepada adiknya. Hal ini seringkali menyebabkan PT merasa selalu disalahkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
“Kalau ada masalah di keluargamu, biasanya menyelesaikannya gimana? Tergantung masalahnya apa Mbak. Kalau masalah keluarga ya dibahas pas ngeteh bareng. Biasanya kalau aku berantem sama adekku gitu ya diomongin waktu ngeteh bareng itu. Tapi kalau masalah itu penting banget gitu ya dibahas di waktu tertentu.” (350-357)
Pada saat keluarga PT menghadapi permasalahan yang lebih besar, hanya kedua orang tua PT yang mendiskusikan solusinya. PT memperkirakan hal ini dikarenakan kedua orang tuanya menganggap PT masih belum cukup dewasa untuk ikut menyelesaikan permasalahan di keluarganya. PT juga merasa kedua orang tuanya menilai dirinya masih kurang cukup pintar untuk terlibat dalam pembicaraan tersebut. “Ibuku suka bilang kalau aku tu suka sembarangan kalau memutuskan, nggak dewasa.” (252-253) “Kalau ada masalah yang lebih besar, kamu dilibatkan nggak untuk menyelesaikan masalah itu? Kok kayaknya enggak ya. Kalau ada masalah penting, biasanya orang tuaku tok yang bahas. Mungkin karna menurut mereka aku tu nggak dewasa. Meskipun aku selalu rangking 10 besar, tapi aku dianggep kurang pinter buat ikut rembug kayak gituan.” (369377)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
Skema Utama Informan 3
Setiap sore ada waktu untuk berkomunikasi
Remaja enggan memulai berkomunikasi
Orang tua sibuk dengan memperhatikan adik
Remaja enggan berkomunikasi dengan orang tua
Komunikasi tidak efektif
Orang tua tidak tahu
Orang tua tidak perhatian
Takut sosok pemberi perhatian
Remaja melakukan hubungan seksual
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
4. Tema Utama Tiga Informan Tabel 5. Tema Utama : Relasi Berpacaran yang Dijalin Tema FN IF
PT
Relasi Berpacaran yang Dijalin Melakukan hubungan seksual
Sudah pernah
Alasan melakukan hubungan seksual
Gengsi pada Takut pacar teman dekat, takut berpaling ke ditinggalkan perempuan lain. pacar.
Orang tua tidak perhatian, lebih perhatian pada adik.
Akibat melakukan hubungan seksual sebelum menikah
Hamil, tambah dosa
Hamil
Sudah pernah
Tidak perawan, hamil.
Sudah pernah
Tabel 6. Tema Utama : Efektivitas Komunikasi Remaja dengan Orang Tua Tema
FN
IF
PT
Efektivitas Komunikasi Kesediaan orang tua informan menyediakan waktu untuk berkomunikasi secara efektif
Tidak ada. Orang tua sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Ada. Orang tua sering menanyakan tentang informan.
Kesediaan informan menyediakan waktu untuk berkomunikasi secara efektif
Tidak ada. Informan sibuk dengan aktivitasnya.
Tidak ada. Informan tidak ingin orang tua tahu lebih dalam tentang informan.
Ada, namun enggan dilakukan karena takut diabaikan.
Tidak. Orang tua dinilai terlalu cerewet, senang menasehati, menuntut agar informan seperti kakaknya.
Keinginan informan untuk memulai berkomunikasi dengan orang tua secara efektif
Ada. Tersedia waktu khusus untuk berkomunikasi setiap sore. Ada, tetapi informan tidak mau mengkomunikas ikan tentang relasinya dengan pacarnya. Tidak. Informan tidak ingin orang tua tahu tentang informan terlalu dalam karena tanggapan orang tua sulit diprediksi dan tidak mau diceramahi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
Tidak ada, menunggu ditanya terlebih dulu baru mau berkomunikasi. Malas, enggan diceramahi. Tentang kegiatan sepanjang hari, sekolah, permasalahan keuangan.
Usaha informan untuk memulai berkomunikasi dengan orang tua secara efektif
Tidak ada. Takut diabaikan.
Tidak ada. Malas.
Yang dikomunikasikan informan dengan orang tuanya
Permasalahan keuangan.
Kegiatan sekolah, permasalahan keuangan.
Cara informan dan orang tuanya mengambil keputusan untuk keluarga
Tidak melalui proses komunikasi mendalam antaranggota keluarga.
Informan mengikuti keputusan orang tuanya (manut).
Orang tua berdiskusi berdua untuk menyelesaikan masalah.
Respon orang tua ketika informan mengajak berkomunikasi secara lebih efektif
Menanggapi seperlunya.
Menasehati informan.
Menanggapi dengan kurang serius dan menasehati informan.
Respon informan ketika orang tua mengajak berkomunikasi secara lebih efektif
Informan merasa orang tua belum pernah mencoba mengajak berkomunikasi.
Diam, manut. Informan tidak ingin orang tuanya tahu lebih dalam tentang informan.
Membatasi topic pembicaraan, menghindari membahas tentang pacar.
Tidak penting.
Tidak penting. Tidak penting. Hanya Hanya membuang membuang waktu saja. waktu dan tenaga.
Tidak ada pengaruhnya.
Tidak ada pengaruhnya. Informan merasa orang tua ingin informan menjadi seperti kakaknya, informan tidak peduli dengan nasehat orang tuanya.
Penilaian informan terkait seberapa penting berkomunikasi dengan orang tua secara efektif Penilaian informan terkait ada tidaknya pengaruh komunikasi dengan orang tua secara mendalam terhadap hidup
Tidak ada pengaruhnya. Orang tua tidak pernah menasehati, tidak paham dengan informan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
D. Pembahasan Dalam penelitian ini ditemukan bahwa FN, IF, dan PT memiliki ketertarikan untuk menjalin relasi berpacaran dengan lawan jenis. Hal ini sejalan dengan pemaparan Sofia (2011) terkait ciri khas kematangan pada masa remaja, yaitu munculnya ketertarikan untuk menjalin relasi yang lebih intim dengan lawan jenis. Ketiga informan juga tertarik untuk melakukan hubungan seksual dengan pacar. Relasi berpacaran yang dijalin ketiga informan ini tentu menjadi tidak sehat. Hal ini dikarenakan di dalam relasi berpacaran yang sehat tidak terdapat perilaku berisiko yang mengarah pada hubungan seksual (Santrock, 2007; Dien dalam Evi, 2007). FN mengutarakan bahwa dirinya mau melakukan hubungan seksual dengan pacarnya karena FN merasa gengsi pada teman-teman dekatnya bila belum pernah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Alasan yang diutarakan FN ini erat kaitannya dengan kemampuan dalam meregulasi diri (self-regulation) yang dipaparkan oleh Santrock (2007). Kemampuan regulasi diri ini terutama berkaitan dengan tekanan dari teman-teman sebaya untuk melakukan hubungan seksual. Selain itu, alasan lain yang melatarbelakangi FN mau melakukan hubungan seksual dengan pacarnya adalah adanya rasa takut akan ditinggalkan pacarnya. Alasan yang diutarakan FN ini sama dengan alasan yang diutarakan IF. Berbeda dengan FN dan IF, PT mengutarakan alasannya melakukan hubungan seksual dengan pacarnya adalah karena orang tua PT tidak memperhatikan PT. Hal ini sejalan dengan faktor kontekstual yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
mempengaruhi munculnya perilaku seksual berisiko dalam pergaulan remaja, sepserti status sosial dan ekonomi dan lingkungan keluarga atau pengasuhan (Huebner dan Howell dalam Santrock, 2007); Swenson dan Prelow dalam Santrock, 2007). Meskipun FN, IF, dan PT memiliki alasan yang berbeda, namun ketiganya memiliki kesadaran yang sama akan akibat dari melakukan hubungan seksual dengan pacar. Ketiganya menyadari bahwa melakukan hubungan seksual dapat menyebabkan kehamilan. Bahkan FN mernyadari pula bahwa berhubungan seksual di luar ikatan pernikahan dapat menyebabkan dirinya berdosa. Akan tetapi kesadaran ini tidak diikuti keputusan untuk tidak melakukan hubungan seksual lagi karena ketiganya merasakan adanya kenikmatan ketika melakukan hubungan seksual. Pada penelitian ini, ketiga informan menjalin relasi berpacaran dengan lawan jenis dan masih sering melakukan hubungan seksual dengan pasangan. Hal ini ditanyakan oleh peneliti pada awal proses pengumpulan data untuk memastikan bahwa infoman memenuhi kriteria sebagai sumber informasi dalam penelitian ini. Terkait komunikasi antara orang tua dengan informan, dalam penelitian ini ditemukan bahwa kedua orang tua PT meluangkan waktu setiap sore khusus untuk berkomunikasi, saling bertukar pengalaman. PT juga ikut terlibat dalam aktivitas komunikasi tersebut. Namun PT menolak untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan relasi yang dijalin dengan pacarnya. PT juga memilih menunggu ditanya daripada memulai komunikasi terlebih dahulu. PT
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
tidak ingin orang tuanya terlalu dalam mengetahui tentang dirinya dan banyak memberikan nasehat padanya. Selain itu, PT takut akan tanggapan orang tuanya yang sulit diprediksi. Seperti halnya kedua orang tua PT, orang tua IF juga meluangkan waktu untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan IF. Namun IF tidak banyak menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan orang tuanya. IF menilai orang tuanya terlalu banyak menasehati dan menuntut IF agar menjadi seperti kakaknya. Hal ini membuat IF merasa malas untuk menjalin komunikasi yang efektif dengan orang tuanya. Berbeda dengan orang tua IF dan PT, orang tua FN tidak menyediakan waktu untuk berkomunikasi secara efektif dengan FN. Kedua orang tua FN lebih sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Tidak hanya kedua orang tua FN, FN sendiri juga tidak menyediakan waktu untuk menjalin komunikasi secara lebih efektif karena sibuk dengan aktivitasnya. FN menyadari adanya keinginan dalam diri informan untuk memulai berkomunikasi secara lebih efektif dengan orang tuanya. Namun dirinya tidak berusaha untuk mewujudkan keinginannya karena FN takut diabaikan orang tuanya. Komunikasi yang dijalin antara ketiga informan dengan orang tua masing-masing ini tidak sejalan dengan pemaparan Wahlroos (1988), Gunarsa (2002), dan Ariesandi (2011) yang menyatakan bahwa dalam komunikasi yang efektif terdapat kejujuran, kesediaan untuk saling terbuka, pengertian, dan saling percaya, sehingga hubungan menjadi hangat, akrab, dan menyenangkan. Bahkan pada komunikasi yang dijalin oleh FN dengan kedua orang tuanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
tidak sejalan dengan pernyataan Maccoby dan Martin (dalam Berk, 2000) serta Ariesandi (2011) yang menyatakan bahwa dalam komunikasi yang efektif, orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berdiskusi dengan orang tua, baik saling memberikan dukungan, saling bertukar informasi, maupun saling membuka diri. FN, IF, dan PT sama-sama memilih untuk membicarakan tentang permasalahan keuangan ketika bersama dengan kedua orang tua mereka. IF dan PT juga membicarakan tentang kegiatan sekolah dengan orang tuanya. Selain hal-hal tersebut, ketiganya memilih untuk tidak bercerita pada orang tuanya, sehingga komunikasi yang dijalin ketiga informan dengan orang tuanya tidak sejalan dengan pemaparan Olson (1992) yang menjelaskan bahwa dalam komunikasi yang efektif, hal yang dibicarakan jelas, spesifik, dan mendalam, terutama dalam usaha memecahkan masalah. Komunikasi yang tercipta antara FN dan orang tuanya cenderung seperlunya. Ketika FN berkomunikasi dengan orang tuanya, mereka menanggapi seperlunya saja. FN juga menilai bahwa kedua orang tuanya belum pernah mengajak berkomunikasi secara lebih efektif. Bahkan untuk mengambil keputusan dalam keluarga, tidak melalui proses komunikasi antaranggota keluarga yang mendalam. Berbeda dengan orang FN, orang tua PT cenderung menanggapi cerita-cerita PT dengan kurang serius dan memberikan banyak nasehat, sehingga PT memilih untuk membatasi topic pembicaraan dengan orang tuanya. Ketika mengambil keputusan dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
keluarga, kedua orang tua PT memilih untuk berdiskusi berdua, tanpa melibatkan PT dan adiknya. Tidak hanya orang tua PT, orang tua IF juga cenderung banyak menasehati IF. IF sendiri lebih memilih untuk diam dan mengikuti orang tuanya, terutama dalam hal pengambilan keputusan di keluarga. Baik FN, IF, maupun PT, ketiganya merasa bahwa komunikasi yang efektif tidaklah penting dan tidak mempengaruhi hidup mereka. Hal ini mengindikasikan komunikasi yang tercipta antara ketiga informan dengan orang tua masing-masing tidak sejalan dengan pemaparan Gunarsa (2002), Rakhmat (2008), dan Setiono (2011) terkait komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja. Komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja mampu menjembatani kesenjangan antargenerasi (Setiono, 2011). Orang tua dan remaja juga mampu menerima secara cermat isi dari pesan yang dimaksudkan, sehingga mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan (Gunarsa, 2002; Rakhmat, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Komunikasi yang efektif tidak tercipta antara ketiga informan dan orang tuanya masing-masing. 2. Ketiga informan juga tidak berusaha untuk menjalin komunikasi yang efektif. 3. Adanya anggapan bahwa komunikasi yang efektif tidak perlu dijalin antara ketiga informan dengan orang tua masing-masing juga menyebabkan komunikasi yang dijalin tidak efektif.
B. Saran 1.
Saran bagi para orang tua Disarankan agar para orang tua meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara lebih efektif dan tidak terburu-buru memberikan nasehat kepada para remaja, sehingga para remaja memiliki tempat untuk bertukar pikiran dan berbagi permasalahan sehari-hari.
2.
Saran bagi peneliti selanjutnya Dalam penelitian ini belum dibahas mengenai pengaruh kehadiran
teman-teman
sebaya
terhadap
terhadap
efektivitas
komunikasi yang dijalin remaja dengan orang tua, sehingga para 81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini sehingga semakin memperkaya hasil yang telah diperoleh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
DAFTAR PUSTAKA http://kebijakankesehatanindonesia.net/home/1233-bkkbn-seks-bebas-kinimasalah-utama-remaja-indonesia.html diunduh pada Rabu, 16 Oktober 2013 pukul 21.30. Ali, M. dan Asrori, M. 2005. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT Bumi Aksara. Alsa, A. 2004. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ariesandi. 2011. Peran Orang Tua Mengatasi Masalah Remaja Broken Home. http://pikrtulipmayang.blogspot.com/2011/04/html diunduh pada Senin, 16 Desember 2013 pukul 21.16. Berk, L. E. 2000. Child Development 5th Edition. USA : A Pearson Education Comp. BKKBN.2010.Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Tentang Persen Perilaku Remaja Berpacaran Dengan Gaya Berpacaran http://www.bkkbn.go.id/Lists/Berita/DispForm.aspx?ID=366 diunduh pada Senin, 16 Desember 2013 pukul 20.07. Budyatna, Prof. Dr. M. dan Ganiem, L. M. 2011. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Davis, S. F. dan Palladino, J. J. 1997. Psychology 2nd Edition. New Jersey : Prentice Hall. Depkes RI.2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta : Salemba Medika. Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Djamarah, S. B. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga : Sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Cetakan 1. Jakarta : Rineka Cipta. Effendy, Prof. Drs. O. U. 1981. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung : Penerbit Alumni. Effendy, Prof. Drs. O. U.2007. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Elliana, D. 2012. Studi Deskriptif tentang Gaya Berpacaran Siswa SMA Kota Semarang, Vol. 2 No. 1.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
Evi, Natsir, S., dan Suriah. Perilaku Seksual pada Remaja yang Berpacaran di SMA Negeri 2 Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat. Gevrig, R. J. dan Zumbardo, P. G. 2002. Psychology and Life. Boston : Allyn and Bacon. Gunadi, P. 2010. Putusnya Komunikasi dan Pemberontakan Anak. www.tegala.org [on line] diunduh pada Senin, 16 Desember 2013 pukul 21.29. Gunarsa, Y. S. D. 2002. Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia. Kerlinger, Fred N. 2003. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Lunandi, A. G. 1987. Komunikasi Mengena ; Meningkatkan Efektivitas Komunikasi antar Pribadi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Masland, R. P., dan Estridge, D. 2004. Apa yang Ingin Diketahui Remaja tentang Seks. Jakarta : Bumi Aksara. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R., 2001. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mulyana, D. 2001. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Novita.2008.Hubungan Lingkungan Sosial Dengan Perilaku Seksual Pada Mahasiswa Keperawatan Politeknik Kesehatan Masyarakat Makassar Tahun 2208. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar. Olson, D. H. 1992. Family Inventories : Family Social Science. USA : University of Minnessota. Papalia, D. E., dan Feldman, R. D. 2014. Experience Human Development 12th ed Menyelami Perkembangan Manusia Edisi 12 Buku 2. 2014. Jakarta Selatan : Mc Graw Hill Education dan Salemba Empat. Passer, M. W., dan Smith, R. E. 2007. The Science of Mind and Behavior 3rd Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
Poerwandari, E.K. 2001. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia. Prager, K. 1995. The Psychology of Intimacy. New York : Guilford Press. Rahardjo, W. Konsumsi Alkohol, Obat-obatan Terlarang, dan Perilaku Seks Beresiko : Suatu Studi Meta-Analisis. Jurnal Psikologi Volume 35, No. 1. Rakhmat, Drs. J. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Rose, L. 1987. Pendidikan Seks dan Cinta Remaja. Jakarta : PT. Midas Suryo Grafindo. Ruben, B. D. dan Stewart, L. P. 2013. Komunikasi dan Perilaku Manusia Edisi Kelima. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Santelli, J., Carter, M., Orr, M., dan Dittus, P. 2007. Trends in Sexual Risk Behaviors by Nonsexual Risk BehaviorInvolvement; Journal of Adolescent Health. Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Santrock, J. W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. Santrock, J. W. 2007. Remaja Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Santrock, J. W. 2011. Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Sarwono, Prof. Dr. S.W. S. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. Setiono, Prof. Em. Dr. K, Psi. 2011. Psikologi Keluarga. Bandung : PT Alumni. Sofia.2011. Kesehatan Reproduksi Remaja. Yogyakarta : Lab Ilmu Kedokteran Jiwa Fk Ugm. Steinberg, L. 2002. Adolescence 6th Edition. New York : The McGraw-Hill Companies. Supratiknya. 1995. Komunikasi Antarpribadi : Tinjauan Psikologis. Yogyakarta : Kanisius. Suryabrata, Sumadi. 1990. Metodologi Penelitian. Jakarta : CV. Rajawali.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Verderber, K. S., Verderber, R. F., dan Berryman-Fink, C. 2007. Inter-Act : Interpersonal Communication Concepts, Skills, and Contexts 11th Edition. Oxford : Oxford University Press. Wahlroos, S. 1988. Komunikasi Keluarga : Panduan menuju Kesehatan Emosional dan Hubungan Antar Pribadi yang Lebih Harmonis. Jakarta ; PT. BPK Gunung Mulia. Wiendijarti, Ida. Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak dalam Pendidikan Seksual; Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 9, Nomor 3, September – Desember 2011, halaman 274 – 292.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
FN (Perempuan, 18 tahun) No.
Verbatim
1
Kamu masih pacaran sama pacarmu itu?
2
Iya, masih.
3
Udah berapa lama pacarannya?
4
Setahun, Mbak. Udah lumayan lama kan, Mbak?
5
Pacarmu itu seumuran sama kamu ya?
6
Dia setahun lebih tua dari aku, Mbak.
7
Udah lulus SMA.
8
Terus sekarang pacarmu itu kuliah atau bekerja?
9
Belum Mbak. Dia sekarang masih nganggur.
10
Katanya sih nggak mau kuliah, mau langsung kerja.
11
Males katanya kalau kuliah. Nggak ada gunanya.
12
Terus kesibukan dia sehari-hari apa?
13
Dia sih kalau pagi anterin aku ke sekolah.
14
Terus biasanya dia bilang kalau nongkrong sama
15
temen-temennya di burjonan. Kalau enggak
16
kadang dia pulang ke kost-an, terus tidur lagi.
17
Nanti siangnya dia jemput aku, terus nanti
18
dia sama aku sampai sore. Nganterin aku pulang,
19
terus dia kumpul sama temen-temen dia
20
sampai jam 12an.
21
Ow, kalau siang sama kamu gitu? Ngapain aja?
22
Mmm. Ya kayak yang pernah aku bilang ke Mbak.
Parafrase
Sub Tema
Informan masih berpacaran dengan pacarnya dan sudah dijalani selama satu tahun.
Informan berpacaran dengan pacarnya selama satu tahun.
Pacar informan berusia satu tahun lebih tua dari informan dan telah lulus SMA.
Pacar informan satu tahun lebih tua dari informan.
Pacar informan saat ini tidak kuliah dan belum bekerja. Setiap pagi pacar informan menjemput dan mengantar informan ke sekolah, kemudian pacar informan berkumpul dengan teman-temannya atau kembali ke kost dan tidur. Pada siang hari, pacar informan menjemput informan di sekolah dan bersama dengan informan hingga sore hari dan mengantarkan informan pulang. Pacar informan kemudian berkumpul dengan temantemannya lagi hingga pukul 12 malam.
Pacar informan belum bekerja. Sehari-hari banyak menghabiskan waktu untuk bersama dengan informan dan teman-teman pacar informan.
Informan banyak menghabiskan waktu bersama pacarnya setelah
Setelah pulang sekolah, informan
Tema Pokok
Sudah berpacaran selama 1 tahun.
Penjelasan
Verbatim no. 14
Verbatim no. 57
Berpacaran dengan laki-laki yang berusia satu tahun lebih tua, sudah lulus SMA, tidak kuliah, dan belum bekerja.
Verbatim no. 820
Informan bermain dengan pacarnya
Verbatim no. 21-59
88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Jemput sekolah, terus mampir main dulu.
24
Sampai jam 5an biasanya. Ntar malemnya sih di
25
rumah. Cuma kalau malem minggu, main sama
26
pacarkunya sampai malem jam 10-11an gitu.
27
Terus, kamu kalau pas pacaran ngapain aja sama
28
pacarmu?
29
Ya biasalah Mbak. Kalau mainnya rame-rame ya
30
paling nongkrong-nongkrong, ngobrol, nek nggak
31
Nek berdua ya biasanya main ke kost an dia
32
sesiangan, Mbak. Hehehe.
33
Di kost-an ngapain dek?
34
Yaa kan aku pernah cerita sama Mbak.
35
Biasanya sih ngobrol-ngobrol, terus ya gitu.
36
Gitu gimana?
37
Yo umume cah enom lah Mbak. Hahahahaha.
38
Nonton berdua di kost-an dia (pacar FN).
39
Pegang-pegangan tangan, cium-cium dikit.
40
Terus?
41
Biasa Mbak. Njuk keterusan.
42
Nek udah cium-cium gitu, biasanya njuk keterusan.
43
Pegang-pegang yang lain. Lama-lama kalo dirasain
44
tuh ciuman tanpa pegang-pegang ki nggak hot Mbak.
45
Ada yang kurang gitu. Jadi ya udah. Aku sama dia
46
kalau udah sampai grepe-grepe gitu ya dilanjut Mbak.
47
Kan udah setiap harinya juga aku sama dia 'gituan'
48
di kost-an dia Mbak.
pulang sekolah hingga pukul 5 sore. Saat akhir pekan (hari Sabtu), informan melakukan aktivitas bersama dengan pacarnya hingga pukul 10 – 11 malam.
Informan dan pacarnya biasanya berada di kost pacar informan sepanjang siang. Mereka mengobrol, menonton film, melakukan petting, dan kemudian melakukan hubungan seksual.
menghabiskan waktu dengan pacarnya hingga sore hari dan pada akhir pekan hingga malam hari.
sepulang sekolah.
Informan melakukan hubungan seksual dengan laki–laki yang saat ini dipacarinya dan belum pernah melakukukan hubungan seksual dengan pacar sebelumnya.
Informan sudah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.
Verbatim no. 47, 49-50, 5561.
89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
‘Gituan'?
50
ML maksudku Mbak.
51
Jadi, kamu ML sama pacarmu setiap hari, gitu?
52
Iya, tiap hari Mbak. Eeeeh ya enggak tiap hari
53
ding Mbak. Nek aku lagi mens itu ya enggak.
54
Paling Cuma pegang-pegang susuku aja.
55
Sama pacarmu yang sebelumnya kamu pernah ML
56
juga?
57
Enggak Mbak. Ya baru sama yang ini. Dulu aku
58
pacaran ya Cuma ngobrol-ngobrol aja. Maksimal
59
ki pegangan tangan. Ciuman aja nggak pernah.
60
Jadi kamu pertama kali ML sama pacarmu yang ini?
61
Iyes.
62
Kok sama yang ini sampai ML?
63
Ya awalnya tuh gara-gara aku sering denger temen-
64
temen pada cerita tentang ML sama pacarnya. Kan
65
aku ya lama-lama pengen tau Mbak. Kata temen-
66
temen, ML itu enak Mbak. Gek aku pernah liat
67
kakakku sama pacarnya ML di kamar kakakku.
68
Aku jadi gimana gitu Mbak. Jadi makin pengen tau
69
rasanya. Nah pas aku pacaran sama pacarku yang
70
ini, pacarku ini ya suka ndhepel-ndhepel aku.
71
Lama-lama keterusan.
72
Kamu tau nggak kalo yang kamu lakuin sama
73
pacarmu itu ada akibatnya?
74
Taulah, Mbak. Makanya aku sama pacarku kalo
Informan belum pernah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya yang sebelumnya.
Pembicaraan dengan teman tentang aktivitas seksual, aktivitas seksual yang pernah dilihat informan di lingkungannya, pacar informan yang sering kali “ndhepel-ndhepel”, dan keinginan informan untuk merasakan melakukan hubungan seksual mendorong informan untuk melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.
Pembicaraan dengan teman, pernah melihat kakak informan melakukan hubungan seksual, serta perilaku pacar ketika bersama informan menjadi alasan informan melakukan hubungan seksual.
Ingin melakukan hubungan seksual karena terpengaruh cerita teman, melihat kakak melakukan hubungan seksual, dan perilaku pacar yang memancing.
Verbatim no. 62-71, 76-77, 82-86.
Informan menyadari bahwa melakukan hubungan seksual dapat menyebabkan kehamilan dan menambah dosa, akan tetapi
Informan menyadari bahwa melakukan hubungan seksual dapat menyebabkan
Memiiliki kesadaran bahwa melakukan hubungan seksual dapat menyebabkan
Verbatim no. 72-75.
90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
ML pake kondom, biar nggak hamil. Lagipula
76
aku udah terlanjur kecanduan ML sama pacarku,
77
Mbak.
78
Selain berisiko hamil, kamu tau nggak akibat yang
79
lain apa?
80
Opo yo? Paling ya tambah dosa. Wong nyatanya
81
sampai sekarang aku nggak kenapa-napa Mbak.
82
Lagipula ML itu enak, Mbak. Aku sama pacarku
83
jadi lebih gimana gitu.
84
Lha jadi gimana?
85
Jadi lebih gini ini (mengaitkan kedua jari telunjuk).
86
Jadi lebih mesra.
87
Mama papamu tau nggak kamu sering ML sama
88
pacarmu?
89
Ya enggaklah, Mbak. Aku kalo gituan di kost
90
pacarku. Lagipula kalau siang, mama sama papa
91
kerja, pulang kalo udah maghrib.
92
Kamu cerita-cerita gitu nggak sama orang tuamu?
93
Enggak. Dari jaman aku masih kecil, mama sama
94
papa nggak pernah di rumah, santai gitu nggak
95
pernah. Ketemu sama mereka juga jarang kalo
96
hari kerja. Habis kerja, mama juga terus tidur.
97
Papa pergi lagi sama temenne. Jadi ya nggak
98
pernah ngobrol-ngobrol. Aneh malahan Mbak kalo
99
aku tiba-tiba ngajakin ngobrol apa curhat gitu.
100
Wong ngomongin sekolahan aja hampir nggak
informan tidak mengetahui lebih jauh dampak negatif lainnya. Informan menilai melakukan hubungan seksual justru berdampak baik pada hubungan yang dijalinnya dengan pacarnya (relasi dengan pacarnya menjadi lebih mesra).
Orang tua informan tidak mengetahui bahwa informan sering berhubungan seksual dengan pacar informan karena informan melakukannya di kost pacarnya dan orang tua informan bekerja sepanjang siang.
kehamilan, namun juga menyebabkan relasi dengan pacar semakin erat.
kehamilan.
Orang tua informan tidak mengetahui lebih dalam tentang pacar informan dan aktivitas yang dilakukan informan bersama pacarnya.
Orang tua tidak tahu tentang relasi berpacaran informan secara lebih detail.
Verbatim no. 87-90, 103-107.
Orang tua informan sibuk dengan aktivitasnya, sehingga komunikasi informan dengan orang tua tidak terjalin lebih mendalam.
Komunikasi dengan orang tua tidak terjalin mendalam karena kesibukan orang tua.
Verbatim no. 90-103, 105114, 133-135, 171-173, 187188, 205208214-215.
Informan canggung untuk berkomunikasi
Komunikasi dengan orang tua tidak
Verbatim no. 97-101.
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
pernah. Mama sama papa taunya beres aja.
102
Soalnya udah kasih uang terus sama aku.
103
Mereka kenal pacarmu enggak?
104
Mereka sih tau aku punya pacar. Tau juga pacarku
105
yang mana bentuknya. Cuma enggak pernah nanya-
106
nanya. Dulu aku pernah kenalin pacarku ke mereka,
107
terus mereka ya nggak nanya-nanya apa gitu.
108
Kenapa gitu?
109
Kami kan sibuk sendiri-sendiri Mbak.
110
Kalau hari libur nggak pernah ngobrol bareng juga?
111
Enggak Mbak. Kalau libur aku di kamar, mama nonton
112
TV di kamarnya, papa pergi sama temen-temenne.
113
Kalau nggak, kadang aku pergi sama pacarku, mama
114
juga pergi, terus papa juga pergi. Semua sibuk sendiri.
115
Terus kamu nggak pernah ngobrol sama sekali
116
sama orang tuamu?
117
Ada sih sekali-sekali ngomong. Cuma nggak lama
118
juga. Paling nanyain tagihan-tagihan bayaran sekolah,
119
listrik, pajak motor. Ntar juga aku ngomong duluan.
120
Biasanya juga nggak ditanya banyak. Paling ditanya:
121
Berapa? Buat bayar apa?' Udah. Terus dikasih.
122
Kakakmu?
123
Kakakku setelah menikah terus tinggal sama mertuanya
124
di Semarang. Jadi nggak pernah ketemu dan ngobrol
secara lebih mendalam dengan orang tua.
terjalin mendalam karena informan merasa canggung.
Komunikasi antara informan dan orang tuanya biasanya sebatas tentang permasalahan keuangan dan tidak tentang hal-hal lain secara lebih mendalam.
Komunikasi antara informan dan orang tuanya tidak terjalin lebih mendalam karena kesibukan masing-masing.
Tidak terjalin komunikasi antara informan dengan kakaknya karena
Tidak terjalin komunikasi antara informan dengan kakaknya karena
Orang tua informan mengetahui bahwa informan memiliki pacar dan mengetahui pacar informan karena informan pernah memperkenalkan pacar informan kepada orang tuanya, namun orang tua informan tidak pernah menanyakan tentang pacar informan kepada informan.
Informan dan orang tuanya biasanya mendiskusikan tentang permasalahan keuangan dan tidak mendiskusikan hal-hal lain secara lebih mendalam karena anggota keluarga informan cenderung sibuk sendiri. Di hari libur pun demikian, sehingga komunikasi hampir tidak pernah terjalin. Komunikasi tidak dijalin lebih mendalam karena orang tua dan informan sibuk dengan kegiatannya sendiri.
Kakak informan sudah menikah dan saat ini tinggal di rumah mertuanya di luar kota, sehingga informan tidak pernah berbincang
Verbatim no. 90-103, 105114, 133-135, 171-173, 187188, 205-208, 214-215.
Verbatim no. 122-135.
92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
juga. Kakakku kan nggak pernah pulang ke rumah sini.
126
Paling kalo libur panjang atau pas istrinya cuti baru dia
127
ke sini.
128
Kalau ada kakakmu pulang, ada acara kumpul-
129
kumpul gitu nggak?
130
Kakakku kalau pulang sama anak-istrinya. Anaknya
131
masih kecil, jadi kalau pas di rumah sini ya istrinya sibuk
132
ngurusi anaknya. Kakakku nanti nonton TV atau di
133
kamar sama anak-istrinya. Nanti kalau mama sama
134
papa pulang dari kantor, ya paling ya Cuma nyapa
135
cucu bentaran terus sibuk sendiri-sendiri.
136
Kalau misalnya mau memutuskan sesuatu di
137
keluargamu gimana?
138
Halah kuwi perkara gampang Mbak. Nek misale ki
139
ya Mbak, tentang milih sekolah, ya tinggal siapa yang
140
mau sekolah. Tinggal milih mau sekolah di mana, ntar
141
si mama yang ngurus macem-macemnya di sekolah.
142
Habis itu bayar, terus mama pasrahin ke sekolah deh.
143
Ntar pokoknya tau beres aja. Terima raport, kalau
144
misalnya nilainya jelek ya terus dimarahi, tapi terus
145
habis marah-marah ya udah biasa lagi. Dulu waktu
146
kejadian Mas KL (kakak FN) hamilin pacarnya itu
147
juga mama sama papa nggak marah lama. Cuma pas
148
malem Mas KL bilang ke mama papa terus mereka
149
marah-marah. Mereka bilang Mas KL goblok, nggak
150
mikir masa depan. Tapi setelah itu Mas KL minta
dengan kakaknya.
kakak informan tinggal di luar kota.
Ketika kakak informan pulang bersama anak dan istrinya, mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing. Orang tua informan juga hanya sejenak menyapa cucunya dan kemudian kembali dengan kesibukan masing-masing.
Komunikasi antara orang tua dan keluarga kakak informan tidak terjalin karena masing-masing sibuk dengan aktivitasnya.
Pengambilan keputusan tidak melalui proses pembahasan mendalam antara orang tua dan informan.
Pengambilan keputusan diambil tanpa melalui proses pembahasan mendalam antara orang tua dan informan.
kesibukannya.
Pengambilan keputusan tidak melalui proses pembahasan mendalam.
Verbatim no. 136-152, 168174
93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151
dinikahin sama pacvarnya itu. Ya udah, mama papa
152
terus nggak marah, terus ngurus nikahan gitu Mbak.
153
Marahnya gimana?
154
Ya marah mbak. Ngomel-ngomel. Ntar dimaki-maki.
155
Kalau mama yang marah-marah, papa diem aja. Dia
156
nonton mama ngomel-ngomel dan ribut sama yang
157
diomeli. Kalo papa yang marah-marah, biasanya semua
158
diem, nggak ada yang bantah. Papa kalau udah marah
159
serem. Kalo kita jawab, bisa dipukul. Cuma biasanya
160
nggak lama. Habis ngomel-ngomel, terus udah. Bubar.
161
Mama sama papa terus masuk, suruh kami masuk kamar
162
masing-masing. Udah. Besoknya ketemu udah biasa lagi.
163
Kalau udah biasa lagi, nggak bahas masalah itu lagi?
164
Enggak mbak. Kalau udah disuruh masuk kamar tu
165
kayak mereka udah puas marah-marah, jadi masalahnya
166
udah selesai. Setelah itu udah nggak ada bahas-bahas
167
lagi. Udah selesai.
168
Kalau kamu ada masalah sama keluargamu, gimana
169
nyelesai'innya?
170
Aku nggak pernah ada masalah Mbak sama keluargaku.
171
Ketemu aja jarang, ngomong juga nggak pernah, jadi ya
172
nggak pernah ada masalah. Rumah tuh sepi mbak. Misal
173
pada di rumah ya pada sibuk sendiri-sendiri. Jadi ya
174
sama aja kan mbak.
175
Kalau kamu pergi-pergi, ditanyain nggak sama mama
Ketika orang tua informan marah, salah satu akan memaki dan yang lain memilih untuk diam. Kemudian kemarahan ini diakhiri dengan orang tua informan meminta informan dan kakaknya untuk masuk ke kamar. Permasalahan kemudian dianggap sudah selesai.
Dalam menghadapi permasalahan, salah satu akan memaki dan yang lain akan cenderung diam. Kemarahan ini akan diakhiri dengan meminta informan dan kakaknya masuk ke kamarnya. Permasalahan kemudian dianggap sudah selesai.
Permasalahan yang dihadapi tidak lagi dibahas dalam keluarga dan dianggap sudah selesai setelah orang tua selesai meluapkan kemarahan serta meminta mereka masuk ke kamar.
Permasalahan yang dihadapi tidak lagi dibahas dalam keluarga dan dianggap sudah selesai setelah orang tua selesai meluapkan kemarahan.
Informan menilai bahwa keluarganya tidak pernah mengalami permasalahan karena intensitas pertemuan yang rendah dan komunikasi yang tidak pernah dijalin.
Orang tua menanyakan yang
Permasalahan yang dihadapi tidak lagi dibahas dalam keluarga dan dianggap sudah selesai setelah orang tua selesai meluapkan kemarahan.
Verbatim no. 145-167.
Informan menilai bahwa tidak pernah terjadi permasalahan dalam keluarganya karena tidak ada komunikasi antaranggota keluarga.
Adanya penilaian bahwa permasalahan dalam keluarga tidak pernah ada karena komunikasi yang tidak terjalin.
Verbatim no. 168-174.
Jika informan
Tidak adanya
Verbatim no.
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
176
papa?
177
Kalau pulangnya nggak kesorean ya nggak ditanyain,
178
tapi kalu pulangnya malem ya ditanya'in.
179
Ditanya gimana?
180
Ya pas di rumah terus ditanya : dari mana kok baru
181
pulang? Ntar kalau aku jawab, ya udah. Mereka diem.
182
Tanyanya langsung gitu apa lewat SMS, telpon, atau
183
gimana?
184
Langsung mbak. Aku tu nggak pernah SMS apa telpon
185
mama papaku. Kecuali ada yang penting banget gitu.
186
Kenapa?
187
Soalnya mama sama papa itu kalo di SMS apa telpon
188
suka sibuk, jadi nggak jawab. Nek nggak ya malah
189
marah-marah. Kan males banget mbak kayak gitu.
190
Daripada kena damprat, mending nggak usah SMS apa
191
telpon mereka.
192
Mama papamu nggak pernah SMS atau telpon kamu
193
duluan gitu?
194
Nggak pernah tuh mbak. Soale kan nggak ada perlu
195
apa-apa. Malah serem nek tiba-tiba mama sama
196
papa telpon.
197
Lhoh kok serem?
198
Seremlah mbak. Coba deh mbak bayangin. Sepanjang
199
hidup, mbak ni nggak pernah ditelpon atau diSMS sama
200
mama papa mbak. Terus tiba-tiba mereka telpon atau
201
SMS, pasti pikirannya enggak-enggak kan mbak? Ntar
dilakukan informan ketika informan terlambat pulang. Akan tetapi orang tua tidak melanjutkannya dengan komunikasi yang lebih mendalam.
terlambat pulang, orang tua menanyakan alasan keterlambatan
kesediaan orang tua untuk berkomunikasi secara lebih mendalam.
92-97, 105-107, 110-121, 134152, 163-167, 171-173, 181, 187-196, 214, 232-233,.
Komunikasi tidak langsung (menggunakan alat komunikasi) tidak pernah dijalin, kecuali apabila ada kepentingan yang mendesak.
Komunikasi tidak langsung dengan orang tua dilakukan jika ada kepentingan mendesak.
Tidak dijalinnya komunikasi tidak langsung dengan orang tua, kecuali bila ada kepentingan.
Verbatim no. 182-185
Informan menilai kesibukan orang tuanya membuat komunikasi tidak langsung tidak perlu dilakukan. Hal ini juga meminimalisir kemungkinan informan dimarahi orang tuanya.
Komunikasi tidak langsung dinilai tidak perlu dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan informan dimarahi orang tuanya.
Adanya penilaian bahwa komunikasi tidak langsung dinilai tidak perlu dilakukan agar terbebas dari kemarahan orang tua.
Verbatim no. 186-191
Informan menilai bahwa jika orang tuanya menjalin komunikasi tidak langsung dengannya, maka artinya telah terjadi hal buruk.
Komunikasi tidak langsung dengan orang tuanya dijalin ketika terjadi hal yang buruk.
Adanya penilaian bahwa komunikasi tidak langsung dijalin hanya ketika terjadi hal yang buruk.
Verbatim no.192-204
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
202
kalo telpon atau SMS bilang kalo mereka ditangkap
203
polisi gitu gimana? Atau mereka kecelakaan gitu. Serem
204
kan?
205
Weit. Njuk yang intens komunikasi sama kamu siapa
206
di keluargamu?
207
Nggak ada mbak. Kami itu keluarga pendiam dan sibuk,
208
jadi ya nggak ada waktu buat ngobrol-ngobrol gitu.
209
Lha dalam keluargamu, kamu merasa lebih dekat
210
sama mama apa papa apa siapa?
211
Mmm siapa ya? Ini pertanyaan sulit mbak. Aku merasa
212
nggak deket sama semuanya. Aku nggak suka ngobrol
213
sama mama sama papa. Mereka terlalu tua buat diajak
214
ngobrol. Sibuk kerja, capek, nek diajak ngobrol dicuekin
215
atau malah ceramah. Jadi aku nggak deket sama mereka.
216
Aku lebih deket sama pacarku. Hehe.
217
Kamu pernah nggak punya keinginan untuk ngajakin
218
ngobrol orang tuamu?
219
Kadang ya pengen mbak. Apalagi kalo pas aku sama
220
pacarku berantem gitu, kadang aku pengen ngadu sama
221
mama. Tapi masalahnya aku males. Kan tau sendiri
222
orang tuaku kayak gitu siih. Ntar juga tiwas aku udah
223
nerocos cerita, mama malah nyuekin aku kan makan ati
224
bener kan.
225
Jadi, menurutmu kalau kamu ngajakin orang tuamu
226
ngobrol itu nggak akan ditanggapi gitu?
227
Iya.
Informan tidak menjalin komunikasi yang intensif dengan anggota keluarganya, baik orang tua maupun saudaranya karena kesibukan masing-masing.
Informan tidak menjalin komunikasi yang intensif dengan anggota keluarganya.
Tidak terjalin komunikasi yang intensif dengan anggota keluarga.
Verbatim no. 205-208
Informan merasa dirinya tidak dekat dengan kedua orang tua dan lebih dekat dengan pacar.
Tidak ada rasa kedekatan yang antara informan dan orang tua
Tidak ada rasa kedekatan antara informan dan orang tua
Verbatim no. 209-216.
Adanya keinginan dalam diri informan untuk lebih dahulu memulai berkomunikasi dengan orang tuanya. Akan tetapi, terhalang oleh penilaian bahwa kedua orang tuanya sibuk dan kekhawatiran akan diabaikan.
Ada keinginan dalam diri informan untuk lebih dahulu memulai berkomunikasi dengan orang tuanya. Akan tetapi, terhalang oleh penilaian bahwa kedua orang tuanya sibuk dan kekhawatiran akan diabaikan.
Ada keinginan dalam diri informan untuk lebih dahulu memulai berkomunikasi dengan orang tuanya.
Verbatim no. 217-221
Ada kekhawatiran akan diabaikan orang tuanya karena orang tuanya sibuk
Verbatim no. 217-224
Orang tua dinilai
Verbatim no.
Informan meyakini ketika informan memulai untuk mengajak orang tuanya berkomunikasi, orang tuanya
Orang tua dinilai
96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
228
Memangnya kamu pernah nyoba?
229
Belum sih mbak. Aku udah males duluan. Beneran deh.
230
Kalau orang tuaku itu emang niatan mau ngajakin
231
ngobrol, kan mereka pasti mulai duluan ngajakin.
232
Lha wong mereka aja nggak pernah ngajakin ngobrol
233
duluan, kecuali nek ada yang penting banget, jadi ya aku
234
ya males mbak.
235
Menurutmu, sebenernya komunikasi sama orang tua,
236
ngobrol-ngobrol gitu, penting nggak?
237
Mmmm. Nek kata orang-orang sih penting mbak. Ning
238
nek menurutku kok enggak penting ya. Mungkin ngobrol
239
seperlunya itu lebih baik daripada ngobrol panjang lebar.
240
Bikin repot hidup, nggak nyambung soalnya. Lagipula
241
orang tuaku nggak peduli sama aku. Selama uang masih
242
tetep ngalir, aku nggak urusan sama mereka.
243
Tur ya mbak. Tak kandhani. Orang tua ki susah mbak.
244
Ruwet, ribet, bawel sisan. Nanti nek ada apa-apa ki
245
kadang nggak nanya-nanya dulu ben mudheng masalahe,
246
tapi langsung nyalah-nyalahke.
tidak akan menanggapinya karena orang tua informan tidak pernah memulai untuk mengajak informan berkomunikasi terlebih dahulu.
Informan menilai bahwa komunikasi yang mendalam dengan orang tuanya bukanlah hal yang penting karena informan merasa berbeda pemikiran. Informan juga beranggapan bahwa orang tua tidak peduli pada kehidupan informan dan hanya selalu berusaha memenuhi kebutuhan material. Informan menilai bahwa orang tua merupakan pribadi yang sulit dimengerti dan cenderung mempersulit informan dengan menyalahkan tanpa benar-benar paham permasalahan yang terjadi.
tidak pernah memulai untuk mengajak informan berkomunikasi terlebih dahulu.
tidak pernah memulai berkomunikasi.
Komunikasi yang mendalam dengan orang tua dinilai tidak penting dan tidak akan berdampak pada kehidupan informan karena adanya perbedaan pemikiran.
Adanya anggapan bahwa tidak penting menjalin komunikasi yang mendalam dengan orang tua karena tidak akan berdampak pada kehidupan informan. Adanya penilaian bahwa orang tua tidak peduli dan hanya berusaha memenuhi kebutuhan material.
Informan menilai orang tua informan tidak peduli pada informan dan hanya berusaha memenuhi kebutuhan material. Informan juga mengalami kesulitan memahami orang tua dan menilai bahwa orang tua cenderung menyalahkan dirinya.
230-234
Verbatim no. 238-241
Verbatim no.241
Adanya kesulitan memahami orang tua.
Verbatim no. 238-246
Merasa bahwa orang tua cenderung menyalahkan.
Verbatim no. 244-246
97
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
247
Hmm. Kalau seandainya kamu sering berkomunikasi
248
sama orang tuamu, kira-kira hasil obrolanmu sama
249
mereka akan ada dampaknya nggak buat hidupmu?
250
Nggak tau mbak. Nek berdasarkan pengalamanku
251
jadi anaknya mama papaku, nek mereka kasih nasehat
252
itu, aku ya gaya-gayane wae dengerin. Tapi ya aku
253
nggak tau mereka bilang apa.
254
Jadi, menurutmu ada dampaknya nggak, hasil
255
obrolanmu sama orang tuamu, terhadap hidupmu?
256
Kayaknya enggak mbak. Malah marakke emosi. Haha.
Informan tidak benar-benar memperhatikan nasehat orang tuanya. Informan beranggapan bahwa komunikasi yang efektif tidak akan berdampak pada hidup informan dan justru akan menimbulkan perdebatan yang tidak memicu kemarahan salah satu pihak.
Informan tidak memperhatikan nasehat orang tua.
Cenderung mengabaikan nasehat orang tua.
Verbatim no. 247-253
Komunikasi yang efektif tidak berdampak pada informan dan justru memicu kemarahan salah satu pihak.
Ada anggapan bahwa komunikasi tidak berdampak pada informan. Komunikasi dinilai akan memicu kemarahan salah satu pihak.
Verbatim no. 254-256
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
IF (perempuan, 14 tahun) No.
Verbatim
1
Apa kabar kamu sama GL?
2
Baik mbak. Masih seperti dahulu kala. Masih
3
saling mencintai. Masih hot. (tertawa)
4
Hot? Maksudnya?
5
Ya masih mesra, seperti yang dulu-dulu aku
6
bilang ke mbak itu.
7
Kadang masih ML?
8
Iya dong.
9
Kamu tau nggak akibatnya kalau kamu
10
melakukan hubungan seksual sebelum nikah,
11
pas masih pacaran?
12
Taulah. Aku kan pintar.
13
Apa?
14
Ya bikin nggak perawan. (tertawa) Bisa hamil
15
juga. Bisa bikin enak. (tertawa)
16
Kamu tau kalau bisa bikin nggak perawan,
17
bisa bikin hamil, kenapa kok kamu tetep
18
melakukan hubungan seksual sebelum nikah?
19
Kenapa ya? Mungkin karna enak mbak. Iya,
20
enak ML itu.
21
Eh, orang tuamu tau nggak sih kamu pacaran
22
sama GL?
23
Enggak kayaknya. Aku nggak pernah cerita-
Parafrase
Sub Tema
Tema Pokok
Penjelasan
Informan masih sering melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.
Informan sering melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.
Informan sudah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.
Verbatim no. 7-8.
Informan mengetahui bahwa melakukan hubungan seksual menyebabkan hilangnya keperawanan dan dapat menyebabkan kehamilan.
Informan menyadari bahwa melakukan hubungan seksual dapat menyebabkan hilangnya keperawanan dan kehamilan.
Ada kesadaran bahwa melakukan hubungan seksual dapat menyebabkan kehamilan.
Verbatim no. 9-15.
Informan tetap melakukan hubungan karena informan merasa “nikmat” saat melakukan hubungan seksual.
Alasan informan melakukan hubungan seksual dengan pacarnya karena merasa ‘nikmat’.
Rasa ‘nikmat’ menjadi alasan melakukan hubungan seksual.
Verbatim no. 16-20.
Informan enggan bercerita pada orang tua terkait relasinya dengan pacar karena adanya anggapan bahwa
Informan enggan bercerita karena adanya anggapan bahwa orang tua akan mengetahui
Adanya anggapan bahwa orang tua akan tahu tentang pacar informan tanpa diberi
Verbatim no. 21-34.
99
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
cerita sih. Tapi biasanya sih tau sendiri. Tapi
25
aku juga nggak tau mereka tau nggak aku
26
punya pacar.
27
Kok gitu?
28
Orang tua kan suka kepo, nggak usah dicerita
29
ntar juga nyari tau sendiri.
30
Emang biasanya nyari taunya gimana?
31
Biasanya ibu suka nanya-nanya ke Mbak
32
Sri (asisten rumah tangga infirman). Mbak kan
33
tiap waktu di rumah, jadi ya ibuku sering
34
nanya sama Mbak Sri.
35
Habis nanya ke Mbak Sri, ibumu terus gimana?
36
Ngecek ke kamu atau ke siapa?
37
Enggak mbak. Biasanya udah puas kepo ya
38
udah diem aja.
39
Kamu sama keluargamu nggak pernah ngobrol
40
gitu po?
41
Ya pernahlah mbak.
42
Sering?
43
Enggak. Paling kalo pas liburan itu. Kan
44
Mbak Nn (kakak IF) pulang. Jadi njuk kadang
45
ngobrol bareng. Nek pas nggak ada Mbak Nn
46
ya paling pas makan malam, ndilalah ngelihe
47
bareng, terus ketemu di ruang makan. Nah
48
baiasanya terus ngomong-ngomong.
49
Biasanya kalo ketemu waktu makan, ngomong
50
in apa?
orang tua akan mengetahui tanpa perlu diberi tahu.
tentang pacar informan tanpa perlu diberi tahu.
tahu.
Orang tua menanyakan tentang informan kepada asisten rumah tangga karena selalu ada di rumah dan dirasa lebih tahu tentang aktivitas informan di rumah.
Orang tua lebih banyak bertanya tentang informan pada asisten rumah tangga.
Orang tua mencari informasi dari asisten rumah tangga.
Verbatim no. 30-34
Orang tua tidak melakukan pengecekan kembali informasi yang diperoleh kepada informan secara langsung.
Orang tua enggan mengecek kembali informasi yang diterimanya.
Orang tua tidak mengecek kembali informasi yang diterimanya.
Verbatim no. 35-38
Informan jarang berkomunikasi dengan orang tuanya. Komunikasi yang dijalin lebih ketika kakak informan datang.
Komunikasi yang dijalin lebih ketika kakak informan datang.
Komunikasi dijalin dengan orang tua tidak intensif.
Verbatim no.39-48
Orang tua menanyakan tentang sekolah dan kemudian
Orang tua hanya mendiskusikan tentang
Komunikasi yang dijalin informan
Verbatim no. 49-68
100
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
Ya paling ditanya tentang sekolah. Udah. Nek
52
ibuku mau ada acara yang pakai nginep atau
53
bapakku, baru ngomong agak lama. Soalnya
54
terus ngomongin perginya itu. Yang biasanya kamu ceritain ke orang
55 56 57
tuamu apa? Paling o yo tentang sekolah, nek nggak
58
yo acara-acara penting gitu.
59
Tentang sekolah?
60
Tentang bayaran sekolah sama uang sangu.
61
Kalo ada acara penting .
62
Kalau pas ada kakakmu, ngobrolin apa?
63
Kalau ada kakakku yang diobrolin banyak.
64
Kakakku cerewet, apa-apa dicerita'in. Nggak
65
ditanya juga bilang sendiri. Seringnya
66
ngomongin tentang kuliahnya, terus kegiatan
67
dia, tentang liburan-liburan dia yang isinya
68
main ke sana ke sini.
69
Terus orang tuamu?
70
Ya bapak ibuku kalau kakakku pulang ki seneng,
71
jadi ya mbakku ditungguin terus. Kalau aku
72
memang dasarnya nggak suka kebanyakan
73
ngomong mbak. Nek ada mbakku, aku ikutan
74
duduk di situ, tapi ya Cuma dengerin mereka
75
ngobrol. Paling sekali-kali ikutan nimpali,
76
tapi nggak banyak. Males. Ndhak malah
77
ditanya yang enggak-enggak.
orang tua mendiskusikan kegiatan orang tua di luar rumah.
sekolah dan kesibukan orang tua.
Informan cenderung membicarakan hal-hal terkait sekolah, kegiatan penting yang akan terjadi, dan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dengan orang tuanya.
Informan hanya membicarakan tentang sekolah dan keuangan dengan orang tuanya.
Kakak informan lebih banyak bercerita dalam diskusi keluarga, tentang kesehariannya, tanpa perlu ditanya.
Kakak informan lebih banyak berbicara dalam diskusi keluarga.
dengan orang tua hanya terkait aktivitas sekolah dan kesibukan orang tua.
Informan cenderung membicarakan tentang sekolah dan keuangan. Verbatim no. 55-61
Dalam diskusi keluarga, kakak informan mendominasi percakapan. Verbatim no. 62-68
Informan menilai bahwa kehadiran kakak yang tidak tinggal serumah membuat orang tua mengistimewakan kakaknya. Informan enggan terlibat terlalu dalam pada komunikasi tersebut karena tidak ingin banyak ditanya, sehingga informan lebih banyak diam.
Informan enggan terlibat terlalu dalam karena tidak ingin banyak ditanya, sehingga informan lebih banyak diam.
Informan lebih banyak diam karena enggan terlibat dalam komunikasi di keluarga.
Verbatim no. 23-24, 69-99, 103-106, 113-117, 131-133.
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
Ditanya yang enggak-enggak?
79
Ho'o. Mbakku itu kepo yo'an. Nek pas aku
80
sama mbakku berdua tok, dia suka nanya
81
tentang sekolah, temen, pacar. Males akunya.
82
Kenapa males?
83
Soalnya mbakku ki ntar ngadu ke ibu. Apalagi
84
nek tentang pacar. Tanyanya kayak detektif.
85
Aku males. Ntar dia terus bilang ibu.
86
Emang kalo ngadu ke ibu, kamu terus dimarahi?
87
Enggak. Aku males aja. Aku ggak pengen orang
88
lain, termasuk bapak ibuku, ngerti tentang
89
kehidupan pribadiku. Kuwi kan hakku mbak.
90
Apalagi kalau tentang pacar, ngapain aja sama
91
pacarku, itu kan terserah aku.
92
Yayaya. Terus kalau misalnya ada masalah,
93
keluargamu menyelesaikannya bagaimana?
94
Tergantung masalahnya. Kalau perkara sepele,
95
sejenis ribut-ribut sama tetangga atau sama
96
saudara, ya paling Cuma bapak ibuku aja yang
97
ngurusi. Kan nggak ada pengaruhnya sama aku.
98
Tapi kalau masalahnya tentang rumah, ya baru
99
aku terlibat.
100
Masalah rumah itu contohnya apa?
101
Yo misale orang tuaku pernah mau cerai, kata
102
ibu sih gara-gara bapak naksir temen sekantor,
103
terus ibuku tau njuk marah. Nah pas itu aku
104
juga dilibatkan waktu ngomong-ngomong.
Informan enggan berbagi dengan saudara kandung karena tidak ingin hal-hal yang diceritakannya diketahui orang tuanya. Informan merasa hal-hal yang berkaitan dengan relasi berpacaran merupakan hal pribadi yang tidak perlu diketahui orang tuanya.
Informan tidak ingin orang tua tahu lebih dalam tentang relasinya dengan pacarnya.
Orang tua lebih banyak berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan, terutama permasalahan di luar rumah. Sedangkan informan tidak ingin terlibat karena merasa tidak ada pengaruhnya bagi dirinya.
Informan enggan terlibat dalam usaha menyelesaikan permasalahan di luar rumah.
Informan dilibatkan dalam usaha penyelesaian masalah, namun informan tidak terlibat secara aktif karena khawatir akan disalahkan.
Informan enggan terlibat dalam usaha menyelesaikan permasalahan karena takut disalahkan.
Informan tidak ingin orang tua tahu lebih dalam tentang relasinya dengan pacarnya.
Informan enggan terlibat dalam usaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapi keluarga.
Verbatim no. 76-85, 87-91.
Verbatim no. 92-99, 103106.
102
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
Tapi aku ya diem aja. Ndhak malah salah
106
ngomong. Umume sih di rumah jarang ada
107
masalah, aman tentram dan damai. (tertawa)
108
Kamu pengen nggak sih berbagi cerita sama
109
orang tuamu?
110
Enggak mbak. Orang tuaku itu cerewet dan
111
sukanya nasehatin aku terus, kayak hidupnya
112
udah paling bener aja tuh lho.
113
Lhah kamu kan anak mereka?
114
Iya, tapi aku nggak suka banyak diceramahi.
115
Apalagi nanti dibandingin sama Mbak Nn.
116
Malesin banget kan. Mending aku diem aja,
117
nggak usah banyak omongan sama mereka.
118
Bapak ibumu pernah nggak ngajak ngobrol
119
kamu gitu? Ya, ngobrol santai, cerita-cerita.
120
Pernah, waktu bapak ibuku mau cerai itu.
121
Terus sama kalo ngomongin bayaran sekolah. Itu tok.
122
Selain itu??
123
Nggak ada. Soalnya kan aku manut aja, nggak
124
pernah protes ini itu.
125
Menurutmu, penting nggak sih berkomunikasi
126
sama orang tuamu?
127
Gimana ya mbak? Kalau menurutku nggak
128
penting. Orang tuaku kan taunya aku ngikut
129
aja mau mereka, jadi anak pinter di sekolah.
130
Nggak pernah bermasalah di sekolah, jadi anak
131
baik kayak Mbak Nn. Kalau ngobrol sama
Informan tidak ingin memulai menjalin komunikasi dengan kedua orang tuanya karena merasa bahwa orang tuanya terlalu banyak memberikan nasehat.
Penolakan informan untuk menjalin komunikasi dengan orang tua karena orang tua banyak memberi nasehat.
Orang tua dinilai terlalu banyak memberi nasehat.
Verbatim no. 110-112, 114.
Informan merasa tidak nyaman ketika orang tua banyak memberikan nasehat dan dibanding-bandingkan dengan saudara kandungnya, sehingga informan memilih diam.
Orang tua suka membandingkan informan dengan kakak.
Orang tua suka membandingkan informan dengan kakak.
Verbatim no. 115, 130, 138-140, 143-144.
Orang tua sering kali memulai menjalin komunikasi dengan informan ketika berkaitan dengan administrasi sekolah.
Orang tua tidak melakukan komunikasi lebih mendalam.
Orang tua tidak melakukan komunikasi lebih mendalam.
Verbatim no. 118-121
Informan menilai bahwa dirinya selalu mengikuti orang tuanya.
Informan merasa dirinya selalu mengikuti orang tuanya.
Informan merasa dirinya selalu mengikuti orang tuanya.
Verbatim no. 123-124, 128-129.
Adanya anggapan bahwa komunikasi yang mendalam tidak penting.
Adanya anggapan bahwa komunikasi yang mendalam tidak penting
Verbatim no. 116-117, 125-133
Informan merasa dirinya selalu mengikuti orang
Adanya anggapan bahwa informan
Verbatim no. 128-131
Informan beranggapan bahwa komunikasi yang mendalam bukanlah hal yang penting. Informan beranggapan bahwa orang tua hanya mengetahui bahwa informan selalu mengikuti keinginan orang tua.
103
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132
mereka itu malah buang waktu, buang tenaga,
133
makan ati pula. Jadi ya mending nggak usah.
134
Kalau orang tuamu kasih nasehat itu, kamu
135
lakuin nggak?
136
Tergantung. Kalo menurutku itu pas sama aku,
137
ya aku lakuin. Tapi kalo enggak ya nggak aku
138
lakuin. Seingetku sih aku nggak peduli sama
139
nasehat-nasehat mereka. Sooalnya nasehat
140
mereka itu Cuma satu, 'Jadi o kayak Mbak Nn.'
141
Kamu merasa lebih dekat sama ibu apa bapak,
142
di keluargamu?
143
Nggak sama semuanya. Mereka lebih sayang
144
sama Mbakku sih. (tertawa)
tuanya.
merasa dirinya selalu mengikuti orang tuanya.
Informan memilah nasehat yang diberikan orang tua, berdasarkan kesesuaian dengan dirinya. Informan tidak nyaman ketika diminta menjadi seperti saudara kandungnya.
Informan merasa orang tuanya ingin informan seperti kakaknya.
Ada anggapan bahwa orang tuanya ingin informan seperti kakaknya.
Verbatim no. 128-131, 140.
Informan merasa tidak dekat dengan ayah maupun ibu karena keduanya lebih sayang pada kakak informan.
Tidak ada rasa kedekatan yang antara informan dan orang tua
Tidak ada rasa kedekatan antara informan dan orang tua
Verbatim no. 141-144.
104
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PT (perempuan, 18 tahun)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Verbatim Kamu masih pacaran sama pacarmu yang dulu? Siapa mbak? AN? Iya. Udah lama enggak mbak. Sekarang udah pacaran sama lelaki lain. Nih namanya MR. Walah walah. Sejak kapan? Sekitar 6 bulan yang lalu. Hmm. Sudah sampai sejauh mana sama pacarmu yang baru? Nggak beda sih sama yang sebelumnya. Tapi aku malah lebih sering ML sama pacarku yang ini. Se..ti..ap..ha..ri.. Bapak ibu tahu kamu pacaran sama yang ini? Mereka tahu. Waktu itu MR jemput terus ada bapak sama ibu. Terus mereka tanya, 'Itu siapa?' Ya aku jawab, 'Itu pacarku.' Terus respon mereka? Ya Cuma bilang, 'Ow.' Terus tanya anak mana, bapak ibunya siapa, kerjanya apa. Ya pertanyaan klasik orang tua. Dikasih izin pacaran sama MR? Nggak tau sih mbak. Mereka nggak bilang apaapa soalnya. Lha kamu nggak tanya? Enggak. Lha wong mereka diem aja. Kamu sering cerita sama bapak ibu nggak? Aku sering ngobrol sama bapak ibu, tapi nggak pernah bahas tentang pacar. Males. Nanti
Parafrase
Informan melakukan hubungan seksual dengan pacar informan yang baru.
Sub Tema
Hubungan seksual dilakukan informan dengan pacarnya
Tema Pokok
Penjelasan
Informan sudah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.
Verbatim no. 812 Orang tua informan mengetahui bahwa informan mempunyai pacar.
Orang tua merespon dengan menanyakan asal-usul pasangan informan. Hal ini menyebabkan informan merasa tidak nyaman.
Informan enggan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan relasi berpacaran yang dijalinnya
Orang tua informan mengetahui informan mempunyai pacar.
Orang tua informan mengetahui informan mempunyai pacar.
Informan tidak ingin orang tua tahu lebih mendalam tentang pacar informan.
Informan tidak ingin orang tua tahu lebih mendalam tentang pacar informan.
Verbatim no. 13-16, 41-55
Verbatim no.17 - 35
105
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29 30
diceramahi. Belum lagi nanti kalo nggak setuju, aku mesti siap sakit hati, jadi ya mending
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
ngomongin yang lain aja to. Yang kamu omongin sama orang tuamu terus apa? Ya tentang sekolah, temen-temen, tetangga. Terus apa ya? Oh iya, ngomongin film paling ya. Setiap hari ada agenda untuk ngobrol sama orang tua? Iya, ada. Kadang sore-sore itu, atau sambil makan atau duduk-duduk aja. Biasanya ngobrol sama bapak ibu. Nggak pernah nyinggung tentang pacar? Enggak. Aku nggak pernah cerita dan nggak
43 44 45 46 47 48
pernah ditanya juga. Lagipula itu kan masalah pribadi. Aku lebih suka ngomongin tentang pacaran ya sama pacarku aja. Apalagi kalau udah bahas tentang dunia bercinta. Dunia bercinta? ML? Iya. Kalau udah ngomongin tentang hubungan
49 50 51 52 53
seks, ya itu jelas aku Cuma bahas sama pacarku aja. Bisa bahaya kalau ada yang tau. Apalagi bapak ibuku. Kalau sampai mereka tau, habislah aku. Bisa diusir dari rumah aku. Lagipula bapak sama ibu itu selalu aja beda sama aku, nggak
karena orang tua cenderung merespon dengan memberikan banyak nasehat. Informan juga mengalami ketakutan akan reaksi penolakan yang mungkin dilakukan orang tuanya. Informan cenderung membicarakan tentang sekolah dan relasi dengan orang di sekitarnya.
Orang tua dan informan menjalin komunikasi yang tergolong sering.
Ada kesediaan keduabelah pihak menyediakan waktu untuk berkomunikasi.
Informan tidak pernah mendiskusikan terkait relasinya dengan pacarnya karena menilai hal tersebut merupakan hal yang pribadi. Informan lebih memilih mendiskusikannya dengan pacarnya.
Informan tidak ingin orang tua tahu lebih mendalam tentang pacar informan.
Informan merasa lebih bebas berdiskusi terkait aktivitas seksual dengan pacarnya, daripada dengan orang tuanya. Hal ini dikarenakan informan merasa orang tuanya akan merespon secara negative. Informan merasa enggan berdiskusi dengan orang tuanya karena orang tuanya selalu
Informan lebih nyaman berdiskusi terkait altivitas seksual dengan pacarnya
Informan lebih nyaman menjalin komunikasi yang mendalam dengan pacarnya
Informan merasa orang tua informan cenderung berbeda pendapat dan terlalu
Ada kesediaan keduabelah pihak menyediakan waktu untuk berkomunikasi. Informan tidak ingin orang tua tahu lebih mendalam tentang pacar informan. Informan lebih nyaman menjalin komunikasi dengan pacarnya. Informan lebih nyaman berdiskusi terkait altivitas seksual dengan pacarnya
Verbatim no. 36-40
Verbatim no. 13-16, 41-55 Verbatim no. 44-50, 62-66, 80-87
Adanya penilaian bahwa orang tua tidak pernah sependapat dan
106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
pernah sependapat. Jadi ya daripada diceramahin
55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
panjang lebar, mending nggak aja. Nggak pernah sependapat sama kamu gimana? Ibuku suka bilang kalau aku tu suka sembarangan kalau memutuskan, nggak dewasa. Makanya aku kan jadi males kalau curhat sama dia. Apalagi kadang ibuku suka ngrespon ceritaku nggak serius. Aku kan jadi merasa buang-buang waktu cerita sama dia. Mending cerita sama pacarku gitu. Lebih menyenangkan ada respon yang oke gitu. Aku sama pacarku kan juga sepemikiran gitu mbak. Jadi nggak susah jelasin maksudku ke dia. Nek sama bapak ibu kan susah, ruwet. Kalau bapak? Bapak ki kadang sepemikiran sama aku. Cuma dia itu kadang nggak sama sama ibu pendapatnya. jadi misalnya bapak bilang A, ibu bilang B. kalau aku ikut bapak, ibu nyalahin. Kalau ikut ibu, kok nggak pas sama aku. Makanya aku kan juga males cerita sama bapakku. Tentang pacaran juga? Iya. Bapak itu kalau tentang pacaran lebih kusut lagi daripada ibu. Soalnya dia jarang mau ngomongin secara gamblang. Kalau ibuku kan plas plos, jadi lebih gampang memperkirakan arah pembicaraannya. Kalau sama pacarmu, kamu bahas apa aja? Semuanya aku bahas sama dia. Tentang keluarga, temen, sekolah, banyak mbak. Termasuk tentang fans-fansku yang buanyak.
memiliki pendapat yang berbeda dan cenderung akan memberikan terlalu banyak nasehat kepada informan. Informan menilai bahwa ibu kurang serius dalam menanggapi cerita yang diutarakan informan, sehingga informan beranggapan berdiskusi dengan ibu merupakan hal yang sia-sia. Informan menilai bahwa berdiskusi dengan pasangannya lebih menyenangkan karena pemikirannya sama.
Kedua orang tua selalu berbeda pendapat, sehingga menimbulkan kebingungan pada informan.
Reaksi kedua orang tua yang berbeda. Ayah merespon dengan lebih tersirat, sedangkan ibu merespon dengan lebih jelas.
Informan mendiskusikan segala hal dengan pasangannya.
banyak memberi nasehat.
terlalu banyak menasehati.
Informan menilai berdiskusi dengan ibu membuang waktu karena respon ibu kurang serius.
Adanya anggapan bahwa berdiskusi dengan ibu membuang waktu.
Informan lebih nyaman menjalin komunikasi yang mendalam dengan pacarnya
Informan lebih nyaman menjalin komunikasi dengan pacarnya.
Kebingungan yang dialami informan karena kedua orang tua selalu berbeda pendapat.
Kebingungan yang dialami informan karena kedua orang tua selalu berbeda pendapat.
Verbatim no. 44-50, 62-66, 80-87
Verbatim no.6779, 91-93 Informan mendiskusikan segala hal dengan pasangannya.
Informan lebih nyaman menjalin komunikasi yang mendalam dengan
Verbatim no. 44-50, 62-66, 80-87
107
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115
Welha. Beneran mbak. Aku lebih nyaman cerita sama pacarku. Lebih klop. Mungkin karna aku sama dia sejaman kali. Hah, sejaman? Iya, tumbuh dan berkembang di jaman yang sama. Kan yang dihadapi sama, yang dialami mirip-mirip. Kalau aku sama bapak ibu kan beda banget. Kayak mau ngomongin ciuman gitu kan malu. Kalo apes lagi ya bisa malah kena marah. Pernah nggak sih kamu merasa pengen ngobrol lebih dalam sama orang tuamu? Nggak pernah Mbak. Aku nggak pengen mereka tau tentang aku terlalu dalam. Pertama, karena tanggapan mereka itu unpredictable. Kedua, karena aku nggak mau diceramahi. Karna menurutku, kadang mereka nggak ngerti apa yang aku hadapi, apa yang aku takuti. Apalagi ibuku. Dia selalu nanggepinya terlalu santai, bikin aku merasa percuma. Hooo. Menurutmu, ngobrol serius sama orang tua mu itu ada gunanya nggak? Aduh. Aku kok nggak pernah merhatiin ya ada gunanya apa nggak. Sik coba tak pikir sik. (memegang kepala, diam) Enggak ada gunanya deh kayaknya. Selama ini aku cerita-cerita sama mereka, tapi ya Cuma cerita aja. Aku nggak pengen mereka terlalu banyak tau tentang hidupku. Buang waktu, buang tenaga. Percuma. Terus, berpengaruh nggak omongan orang tuamu terhadap hidupmu? Tidak juga. Mereka nggak pernah nasehatin aku,
pacarnya. Informan merasa lebih nyaman berdiskusi dengan pasangannya.
Adanya penilaian bahwa informan dan pasangannya memiliki banyak kesamaan.
Informan tidak ingin menjalin komunikasi lebih dalam dengan orang tuanya karena respon orang tua yang sulit diprediksikan dan adanya ketakutan akan reaksi penolakan yang mungkin muncul dari orang tua.
Informan menilai bahwa menjalin komunikasi yang mendalam dengan orang tua merupakan hal yang tidak berguna.
Informan cenderung tidak memperhatikan nasehat yang diberikan orang tua karena merasa
Informan tidak ingin menjalin komunikasi lebih dalam dengan orang tuanya
Adanya anggapan bahwa menjalin komunikasi mendalam dengan orang tua merukan hal yang tidak berguna.
Adanya anggapan bahwa orang tua tidak benar-benar memahami
Informan tidak ingin menjalin komunikasi lebih dalam dengan orang tuanya Adanya anggapan bahwa menjalin komunikasi mendalam dengan orang tua merukan hal yang tidak berguna. Adanya anggapan bahwa orang tua tidak benar-benar
Verbatim no.94103
Verbatim no. 104-112 Verbatim no. 113-119
108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116 117 118 119 120 121 122 123 124
soalnya aku nggak pernah cerita detail sama mereka. Mau nasehatin apa coba? (tertawa) Orang tuaku nggak paham sama aku, jadi ya mau komentar apa pun nggak ada pengaruhnya buat aku. Kamu merasa lebih deket sama ibu apa sama bapak? Mmmm, mungkin sedikit lebih deket sama bapak. Tapi sedikit banget lho. Soalnya aku juga nggak banyak bicara tentang diriku sama bapak.
bahwa orang tua tidak benar-benar memahami persoalan yang dihadapi informan.
persoalan yang dihadapi informan.
Informan merasa dirinya sedikit lebih dekat dengan ayah.
Adanya rasa kedekatan dengan ayah.
memahami persoalan yang dihadapi informan.
Adanya rasa kedekatan dengan ayah.
Verbatim no.120-124
109