PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAYA BAHASA DALAM GAYA BAHASA PADA NOVEL AROK DEDES KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh: Angelina Mellissa Yuliyanto 091224014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PENGESAHAN
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Persembahan Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan
Yesus
Kristus
yang
selalu
setia
menjadi
sahabat
setiaku. Kedua orangtuaku:
Yuliana Haryati dan Paulus Soejanto atas
segala doa, semangat, dan kasih sayang yang tiada hentihentinya. Kedua adikku:
Kevin dan Metta yang selalu memberi semangat
dan keceriaan. Fajar Nugroho yang setia menemani dan memberiku motivasi. Seluruh keluarga besar dan teman-teman yang turut serta memberikan doa dan semangatdalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.(Matius 6:
34)
Hidupku adalah perjuanganku Hidupku untuk hidup yang lebih baik Dan hidup yang menghidupkan (Penulis)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
"
vi
_
.>.ll .1,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI
.
.
,
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat kehidupan, penyertaan serta cinta kasihNya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Daya Bahasa dalam Gaya Bahasa pada Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer” yang telah selesai disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan, nasihat, bimbingan, dan bantuan baik secara moril dan materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Bapak Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang sangat sabar membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun skripsi ini hingga selesai. 4. Tim penguji yang telah memberi kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. 5. Seluruh dosen program studi PBSID yang telah mendidik dan mendampingi penulis selama belajar di program studi PBSID. 6. Bapak Robertus Marsidiq, karyawan sekretariat program studi PBSID yang memberikan pelayanan selama penulis berproses belajar di program studi PBSID. 7. Karyawan perpustakaan USD yang telah banyak membantu dalam memberikan pinjaman buku bagi penulis.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Yuliyanto, Angelina Mellissa. 2013. Daya Bahasa dalam Gaya Bahasa pada Novel Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan daya bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan yang berusaha mendeskripsikan data yang berupa kata-kata dalam suatu dokumen. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Sumber data penelitian adalah novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Sedangkan data penelitian ini adalah kalimat dan tuturan yang terdapat dalam novel yang menggunakan gaya bahasa yang diduga mengandung daya bahasa. Penelitian ini menggunakan dasar teori Pragmatik yang menekankan pada fungsi komunikatif bahasa, terutama daya bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa. Hasil penelitian ini adalah (1) daya bahasa yang terdapat dalam novel Arok Dedes yaitu daya bahasa yang terungkap dari data berupa kalimat meliputi daya jelas, daya rangsang, daya simbol, daya seremoni. Sedangkan, daya bahasa yang terungkap dari data yang berupa tuturan meliputi daya puji, daya optimis, daya ancam, daya protes, daya cemooh, daya nasihat, daya saran, daya klaim, daya deklarasi, daya sesal, daya keluh, daya pinta, daya harap, daya perintah, daya dogma, daya magi, daya provokasi, daya persuasi,daya sumpah, daya janji; (2) majas yang terdapat dalam novel kebanyakan adalah majas pertentangan yang terungkap melalui berbagai bentuk gaya bahasa, seperti gaya bahasa hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, zeugma, silepsis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, apofasis, sarkasme, dan sinisme; majas perbandingan meliputi gaya bahasa simile, metafora, personifikasi, alegori, antitesis, dan perifrasis; majas pertautan meliputi gaya bahasa metonimia, sinekdok, alusi, eufemisme, eponim, epitet, erotesis, asidenton, dan polisidenton; majas perulangan meliputi gaya bahasa asonansi, kiasmus, epizeukis, anafora, epistofora, epanalepsis, dan anadiplosis. Berdasarkan temuan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa daya bahasa dapat muncul dalam berbagai jenis gaya bahasa. Hal ini karena pengarang ingin mengungkapkan imajinasi agar seakan-akan dunia fiksi itu benar-benar nyata.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Yuliyanto, Angelina Mellissa. 2013. The Power of Languages Seen from Figurative Languages in Pramoedya Ananta Toer’s Arok Dedes. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Education of Indonesian Language and Literature Study Programme, Faculty of Education, Sanata Dharma University. The purpose of this study is to describe the power of language that is revealed through the figurative languages in Pramoedya Ananta Toer’s Arok Dedes. This study is a library research that describes the data in the form of words in one document. The collection of the data is done by read and write technique. The source of the data is the novel of Arok Dedes written by Pramoedya Ananta Toer. While the data itself consists of the sentences and utterances containing the power of language found in the novel. This study applies the basic theory of Pragmatics that is stressed on the communicative function of language, especially the power of language that is revealed through figurative language. The result of the study are (1) the power of languages that can be found in Arok Dedes are the power of language that are conveyed through the data in the form of setences consist of the power of explanation, the power of stimulation, the power of symbol, the power of ceremony. Meanwhile, the power of language that are conveyed through the data in the form of speech consist of the power of complimentary, the power of optimism, the power of threat, the power of protest, the power of mockery, the power of advice, the power of suggestion, the power of claiming, the power of declaration, the power of regret, the power of complain, the power of vowing, the power of request, the power of hope, the power of command, the power of dogma, the power of magi, the power of provocative, the power of persuasion, and the power of promis; (2) the figurative languages that are contained in the novel are contradictory figurative language that is represented by various kind of figurative languages such as hyperbole, litotes, irony, oxymoron, zeugma, syllepsis, paradox, climax, anticlimax, apostrophe, apophasis, sarcasm, and cynicism; comparing figurative languages such as simile, metaphor, personification, allegory, antithesis, pleonasm, and periphrasis; attaching figurative language covers metonymy, synecdoche, allusion, euphemism, eponymy, antonymy, eroticism, asyndeton, and polysyndeton; reiterative figurative languages such as assonance, chiasmus, epizeuxis, anaphora, episthopora, epanalepsis, and anadiplosis. Based on the findings of the research above, it can be concluded that the power of language can be found in various figurative languages. This happens because the author wants to deliver the imaginations so that the world of fiction will be seems like a real world.
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv MOTTO ................................................................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii ABSTRAK ............................................................................................................. x ABSTRACT .......................................................................................................... xi DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Penelitian .................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6 C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 7 D. Manfaat Penelitian................................................................................ 7 E. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 7 F. Sistematika Penyajian .......................................................................... 7 BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ....................................................................... 9 A. Kajian Teori.......................................................................................... 9 1.
Fungsi Komunikatif Bahasa .......................................................... 9
2.
Konteks Tuturan .......................................................................... 12
3.
Teori Tindak Tutur ...................................................................... 20
4.
Daya Bahasa ................................................................................ 25
5.
Gaya Bahasa ................................................................................ 36
6.
Novel ........................................................................................... 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 57 A. Jenis Penelitian ................................................................................... 57 B. Sumber Data dan Data Penelitian....................................................... 57 xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
xiii
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 58 D. Instrumen Penelitian ........................................................................... 58 E. Teknik Analisis Data .......................................................................... 58 F. Trianggulasi Hasil Analisis Data........................................................ 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 61 A. Deskripsi Data Penelitian ................................................................... 61 B. Analisis Data ...................................................................................... 62 1.
Deskripsi Gaya Bahasa yang Berdaya Bahasa ............................ 62 a.
Daya ‘Jelas’ Informasi, Daya Rangsang, Daya Simbol, Daya Seremoni .............................................................................. 62
b.
Daya Puji .............................................................................. 73
c.
Daya Optimis ....................................................................... 78
d.
Daya Ancam ......................................................................... 80
e.
Daya Protes .......................................................................... 84
f.
Daya Cemooh ....................................................................... 86
g.
Daya Nasihat ........................................................................ 90
h.
Daya Saran ........................................................................... 94
i.
Daya Klaim .......................................................................... 95
j.
Daya Deklarasi ..................................................................... 97
k.
Daya Sesal ............................................................................ 99
l.
Daya Keluh ........................................................................ 102
m. Daya Pinta .......................................................................... 105 n.
Daya Harap ........................................................................ 108
o.
Daya Perintah ..................................................................... 111
p.
Daya Dogma ...................................................................... 114
q.
Daya Magi .......................................................................... 115
r.
Daya Provokasi .................................................................. 117
s.
Daya Persuasi ..................................................................... 119
t.
Daya Sumpah ..................................................................... 121
u.
Daya Janji ........................................................................... 123
C. Pembahasan ...................................................................................... 125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
xiv
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 139 A. Kesimpulan....................................................................................... 139 B. Saran ................................................................................................. 140 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 142 LAMPIRAN ....................................................................................................... 145 BIODATA PENULIS ........................................................................................ 248
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Sastra merupakan wadah komunikasi kreatif dan imajinatif. Sastra bukan hanya cerita khayal semata tetapi salah satu media menjembatani hubungan realita dan fiksi, hal ini mendukung kecenderungan manusia yang menyukai realita dan fiksi. Dalam kenyataannya, karya sastra bukan hanya berdasarkan imajinasi saja. Karya sastra terinspirasi dari kenyataan dan imajinasi. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi menurut pandangannya. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri dan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Selain itu, fiksi juga merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni (Nurgiyantoro, 2007: 2-3). Novel sebagai salah satu bentuk karya fiksi yang memegang peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik dan imajinatif. Persoalan yang dibicarakan dalam novel ialah persoalan tentang manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Sayuti (2000: 6) jika novel biasanya
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
memungkinkan adanya penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama. Bukti dari pendapat di atas ada dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ini, ia buat selama di penjara di Pulau Buru dan selesai pada tanggal 24 Desember 1976. Novel ini menceritakan kisah kudeta pertama ala Jawa dalam sejarah Indonesia. Dalam novel ini, ia tidak memotret fakta sejarah melainkan berkeinginan menghidupkan sejarah dengan pendapat dan pengalaman pribadi yang ia alami. Selain itu, Pram hendak mempersoalkan keabsahan perpindahan kekuasaan pemerintahan dari Orde Soekarno ke Orde Soeharto selepas peristiwa yang terjadi tahun 1965. Ia menceritakan kudeta Arok yang berbelitbelit terhadap Akuwu Tumapel (Hun, 2011: 304). Selain itu, Kisah Arok Dedes yang merupakan sejarah abad 13 ini yang diceritakan Pramoedya jauh dari versi asli yang diceritakan dalam Kitab Pararaton ataupun Nagarakertagama karena menolak seluruh dongeng, aroma mistik, dan hal yang irasional. Joesoef Ishak melalui Hun (2011: 304) mengatakan bahwa “tidak mengherankan bila pembaca setelah mengikuti kisah Arok Dedes walau tidak disuruh asosiasi mereka dengan sendirinya pindah dari abad 13 langsung ke abad 20 di tahun 1965-an. Untuk menyampaikan seluruh ide dalam novel, pengarang juga tidak bisa lepas dari penggunaan dan pengolahan bahasa untuk menghasilkan novel yang bagus. Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
sastra. Bahasa dalam karya mengandung unsur keindahan. Keindahan dalam novel dibangun oleh pengarang melalui seni kata. Seni bahasa berupa kata-kata yang indah terwujud dalam ekspresi jiwa. Hal tersebut senada dengan pendapat Nurgiyantoro (2005: 272), yaitu bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat warna. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan sarana yang mengandung nilai lebih baik untuk dijadikan sebuah karya. Sebagai salah satu unsur terpenting, maka bahasa berperan sebagai sarana pengungkapan dan penyampaian pesan dalam sastra. Dengan demikian, sebuah novel dikatakan menarik apabila informasi yang diungkapkan, disajikan, dengan bahasa yang menarik dan mengandung nilai estetik. Begitu pula dengan gaya bahasa yang merupakan salah satu unsur menarik dalam sebuah bacaan. Pengarang memiliki gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya mempunyai gaya yang dipengaruhi oleh penulisnya, sehingga dapat dikatakan, watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang dihasilkan. Bahasa sastra memiliki pesan keindahan dan sekaligus pembawa makna. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra menjadi hambar. Keindahan karya sastra, hampir sebagian besar dipengaruhi oleh pengarang dalam memainkan bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang pengarang satu dengan pengarang lainnya berbeda. Sebab gaya bahasa merupakan bagian dari ciri khas seorang pengarang. Sesuai dengan pendapat Keraf (2010: 113) yang menyatakan gaya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Begitu pula dengan Pramoedya Toer salah satu sastrawan terbaik Indonesia yang berhasil mengisahkan keadaan Indonesia yang berlatar belakang sejarah dalam bentuk fiksi. Pram termasuk sastrawan yang menganut paham realisme sosialis di mana pada setiap kreativitas karya berdasar kenyataan (Riffai, 2010). Ia tetap menggunakan media bahasa sebagai kekuatan dengan tetap berada di wilayah sastra, meski kisah yang dibawakannya sarat muatan politik. Dari cara pandang dan paham yang ia anut, pastinya setiap karya yang ia hasilkan menunjukkan jiwa dan kepribadiannya. Tentu saja hal tersebut berpengaruh terhadap pemilihan kata dan penggunaan gaya bahasa dalam setiap karyanya. Setiap penggunaan gaya bahasa tak bisa lepas dari makna apa yang terkandung di dalamnya karena makna yang terkandung di dalam gaya bahasa memiliki kekuatan atau daya tersendiri
yang mampu menghipnotis
pembacanya. Ciri khas yang dimiliki Pramodya Ananta Toer dalam setiap karyanya melalui untaian kata yang ia rangkai memiliki daya pikat tersendiri bagi penikmat karyanya sehingga dapat mempengaruhi dan menginspirasi bagi pembacanya. Kekuatan seorang pengarang ada di dalam bahasa yang digunakan. Setiap bahasa yang digunakan pengarang memiliki daya tersendiri. Daya yang dimiliki oleh bahasa atau yang biasa disebut dengan daya bahasa merupakan bagian dari ilmu pragmatik. Pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
pendengar (atau pembaca) (Yule, 2006: 3). Dalam hal ini pragmatik mengkaji mengenai bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi, terutama hubungan antara kalimat dengan konteks dan situasi pemakaiannya. Menurut Rahardi (2006: 20) konteks tuturan dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Konteks memiliki fungsi yang penting dan memang harus ada untuk membuat sebuah tuturan benar-benar bermakna. Lebih dari itu, salah satu kajian pragmatik adalah mengupas mengenai daya bahasa. Oleh karena itu, daya bahasa itu sendiri merupakan kekuatan bagi sastrawan untuk menyampaikan makna, informasi, maksud melalui fungsi komunikatif bahasa sehingga pendengar atau pembaca mampu menangkap segala informasi yang ingin disampaikan (Yuni, 2009). Dengan memanfaatkan segala daya atau kekuatan yang dimiliki oleh bahasa serta mengambil sesuatu atau nilai yang dapat dipetik dari kekuatan yang terdapat di dalam bahasa yang digunakan oleh para pengarang maupun sastrawan khususnya novel pasti terkandung kekuatan di dalamnya di mana kekuatan daya bahasa itu bisa mempengaruhi pembacanya. Dengan adanya penggunaan gaya bahasa, diharapkan dapat memperkuat daya bahasa dalam sastra, serta memperindah sastra itu sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
Penelitian mengenai daya bahasa ini tergolong jenis penelitian baru di bidang pragmatik. Peneliti memilih jenis penelitian tentang daya bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa pada novel karena penelitian mengenai daya bahasa yang sudah ada sampai sejauh ini baru meneliti tentang daya bahasa yang terungkap pada seni retorika di panggung politik. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Anderson (1990), Quanita (2009), Baryadi (2012) tentang Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan, serta Ari Subagyo (2012) tentang Bahasa dan Kepempimpinan Soegija Pranata dan Abdulrahman Wahid. Di dalam penelitian ini, peneliti ingin mendeskripsikan daya bahasa apa saja yang terungkap melalui gaya bahasa dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Peneliti memilih novel ini karena novel ini sangat menarik dan gaya bahasa yang dituliskan Pram lebih kurang sesuai dengan keadaan masyarakat zaman tersebut dan novel ini sangat kental dengan budaya Hindu. Dengan demikian, dengan adanya penelitian ini akan dapat diketahui daya bahasa apa saja yang terdapat dalam novel tersebut melalui gaya bahasa.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah “Daya bahasa apa sajakah yang terungkap melalui gaya bahasa dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan daya bahasa apa saja yang terungkap melalui gaya bahasa dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.
D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk memberi masukan pada kajian pragmatik terutama mengenai pengaruh daya bahasa dalam gaya bahasa khususnya pada bidang kesastraan (novel). 2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk memberi pengetahuan kepada pembaca karya sastra khususnya tentang pengaruh kekuatan daya bahasa sebuah novel untuk mempengaruhi pembacanya.
E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penggunaan daya bahasa dalam gaya bahasa pada novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.
F. Sistematika Penyajian Sistematika penyajian penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan pendahuluan. Dalam bab ini dipaparkan enam hal , yaitu: (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) ruang lingkup penelitian, (6) sistematika penyajian. Bab II studi kepustakaan berisi:
(1) tinjauan pustaka dan kajian teori. Bab III adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
metodologi penelitian berisi (1) jenis penelitian, (2) sumber data, (3) teknik pengumpulan data, (4) instrumen penelitian, (5) teknik analisis data, (6) Trianggulasi hasil analisis data. Pada bab IV berisi (1) hasil analisis data, (2) pembahasan. Bab V berisi (1) kesimpulan, (2) implikasi, dan (3) saran untuk peneliti selanjutnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN
A. Kajian Teori 1. Fungsi Komunikatif Bahasa Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan kehadiran orang lain. Dengan adanya kehadiran orang lain timbullah sebuah komunikasi. Di mana komunikasi adalah wujud dari penggunaan bahasa. Dari interaksi inilah, muncul berbagai fungsi komunikatif bahasa. Menurut Austin dan Searle (Pranowo, 1996: 92) mengklasifikasikan fungsi bahasa menjadi lima, yaitu (1) fungsi direktif (bahasa digunakan untuk memerintah secara halus, misalnya menggunakan kata tolong ketika memerintah seseorang “Tolong buatkan kopi untuk saya!”), (2) fungsi komisif (bahasa digunakan untuk membuat janji atau penolakan untuk berbuat sesuatu, misalnya “Saya berjanji setia padamu sampai akhir hidupku”, “Maaf, saya tidak membantumu kali ini”), (3) fungsi representasional (bahasa digunakan untuk menyatakan kebenaran, misalnya “Menunjuk dia sebagai ketua panitia ada benarnya juga”), (4) fungsi deklaratif atau performatif (bahasa digunakan untuk mendeklarasikan atau menyatakan sesuatu, misalnya “Dengan ini saya nyatakan Raffi Ahmad tidak bersalah dan bebas dari penyalahgunaan narkoba”), (5) fungsi ekspresif (bahasa digunakan untuk mengungkapkan perasaan kecewa, senang, sedih, puas, dan lain-lain secara spontan, misalnya “Saya kecewa dengan hasil kerjamu”).
9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Klasifikasi fungsi bahasa menurut Leech (Pranowo, 2012: 8) ada lima,
yaitu
(1)
fungsi
informasional
(bahasa
digunakan
untuk
mengungkapkan informasi berupa makna konseptual), (2) fungsi ekspresif (bahasa digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan sikap penutur terhadap suatu objek), (3) fungsi direktif (bahasa dipergunakan untuk mempengaruhi perilaku penutur), (4) fungsi estetik (bahasa digunakan untuk mengungkapkan rasa keindahan seperti dalam karya sastra), (5) fungsi fatis (bahasa digunakan untuk menjaga komunikasi tetap terbuka dan menjalin relasi sosial secara baik). Menurut Halliday (dalam Pranowo, 1996: 93), membagi fungsi komunikatif bahasa menjadi tujuh, yaitu (1) fungsi instrumental (bahasa digunakan untuk memanipulasi lingkungan sehingga menimbulkan keadaan tertentu, misalnya seorang bayi menangis meminta makan, susu, atau mainan kesukaannya), (2) fungsi regulatori (bahasa digunakan untuk mengontrol
sebuah
peristiwa,
memberikan
persetujuan,
penolakan,
menyuruh, dan sebagainya, contohnya “Keluar dari kelas sekarang!”), (3) fungsi representasional (bahasa digunakan untuk membuat pernyataan, menyajikan fakta, misalnya “Bumi itu bulat, itulah faktanya”), (4) fungsi interaksional (bahasa digunakan untuk menjaga hubungan agar komunikasi tetap berjalan lancar, seperti menggunakan lelucon, idiom khusus, jargon), (5) fungsi heuristik (bahasa digunakan untuk memperoleh pengetahuan agar dapat mengenal lingkungan, seperti bertanya tentang sesuatu), (6) fungsi personal
(bahasa
digunakan
untuk
menyatakan
perasaan,
emosi,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
kepribadian, dll.), (7) fungsi imajinatif (bahasa digunakan untuk menciptakan sistem atau ide yang bersifat imajinatif, menulis puisi, atau karya sastra yang lain). Guy Cook (Pranowo, 2012: 7) mengklasifikasikan fungsi bahasa menjadi 2, yaitu fungsi mikro dan fungsi makro. Fungsi makro dibagi menjadi tujuh, yaitu (1) fungsi emotif (bahasa digunakan untuk menyatakan perasaan secara spontan, misalnya “Asem ik!”), (2) fungsi direktif (untuk memerintah, seperti “Maju jalan!”), (3) fungsi phatic (bahasa digunakan untuk memulai pembicaraan, misalnya “Selamat pagi!”), (4) fungsi referensial (bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi, misalnya “Warung ayam gepuk Bu Made enak lho.”), (5) fungsi metalinguitik (bahasa digunakan untuk memfokuskan diri pada kode itu sendiri. Sayangnya fungsi ini tidak memiliki penjelasan beserta contohnya), (6) fungsi poetik (bahasa digunakan untuk mengungkapkan esensi pesan, misalnya: Tino Ibu
: “Bu, kenapa rokok tidak baik untuk kesehatan?” : “Karena rokok bisa menyebabkan banyak penyakit. Misalnya kanker paru-paru.”
(7) fungsi kontekstual (bahasa digunakan untuk menciptakan konteks pembicaraan, misalnya “Sepertinya hujan akan turun, mari kita bergegas pulang). Sedangkan fungsi mikro sendiri merupakan rincian dari kategori fungsi makro, seperti fungsi direktif
memiliki subfungsi (a) untuk
mengajukan pertanyaan, (b) untuk menanyakan urutan, (c) untuk berdoa, (d) untuk mempersilakan, (e) untuk mengajukan permintaan, dan sebagainya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
Dari berbagai pendapat beberapa ahli yang telah dipaparkan di atas tentang klasifikasi fungsi-fungsi komunikatif bahasa dapat disimpulkan ada persamaan fungsi komunikatif, yaitu sama-sama untuk mengungkapkan perasaan dan memberi perintah. Fungsi-fungsi yang lain , yaitu untuk mengagumi pembicaraan,
keindahan,
menyatakan
menciptakan
konteks
kebenaran,
memulai
pembicaraan,
sebuah
mengusahakan
komunikasi tetap terbuka, menolak, menyampaikan informasi, dan memperoleh pengetahuan.
2. Konteks Tuturan Pada dasarnya di dalam penggunaan bahasa sehari-hari terdapat unsur penting yang memengaruhi pemakaian bahasa itu. Unsur penting yang dimaksud adalah konteks. Konteks sangat memengaruhi bentuk bahasa yang digunakan oleh seorang penutur. Adanya teori mengenai konteks merupakan angin segar bagi para peneliti bahasa karena konteks dapat menjawab sebuah fenomena yang berhubungan dengan mengapa dan bagaimana sebuah tuturan atau kalimat itu muncul. Seperti yang diketahui, dahulu konteks belum terlalu diperhatikan oleh ahli bahasa sehingga penelitian mereka hanya mengkaji bahasa dari segi fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Hasil penelitian tersebut lazimnya berupa sistem bahasa yang bentuknya gramatikal saja. Oleh karena itu, sejak permulaan tahun 1970-an para ahli linguistik menyadari pentingnya konteks dalam penafsirkan kalimat atau tuturan itu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
Konteks situasi tuturan menunjuk pada aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh si penutur maupun mitra tutur, serta aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah tuturan. Maka dengan mendasarkan pada gagasan Leech tersebut, Wijana (1996) dengan tegas menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat disebut juga konteks situasi pertuturan (speech situasional context) (Rahardi, 2003: 18). Pemaparan berikutnya terkait konteks, dipaparkan secara lebih mendalam oleh Leech (1983). Leech menyebut konteks tuturan dengan sebutan aspek-aspek situasi ujar. Berikut pemaparan Leech (1993:19) mengenai aspek-aspek situasi ujar yang meliputi lima hal. 2.1
Penutur dan Lawan Tutur Leech memberikan simbol bahwa orang yang menyapa atau ‘penutur’ dengan n dan orang yang disapa atau ‘petutur’ dengan t. Simbol-simbol ini merupakan singkatan untuk ‘penutur/penulis’ dan ‘petutur/pembaca’. Jadi, penggunaan n dan t tidak membatasi pragmatik pada bahasa lisan saja, melainkan juga dapat mencakup ragam bahasa tulis. Wijana (melalui Rahardi, 2007: 19) menekankan bahwa aspek-aspek yang mesti dicermati pada diri penutur maupun mitra tutur di antaranya ialah jenis kelamin, umur, daerah asal, dan latar belakang keluarga serta latar belakang sosial-budaya lainnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
yang dimungkinkan akan menjadi penentu hadirnya makna sebuah pertuturan. Aspek situasi ujar yang dipaparkan Leech (1983) mengenai penutur dan lawan tutur sejalan dengan pendapat Verschueren yang disebut dengan ‘speaker’ and hearer’ atau ada yang menyebutnya ‘speaker and interlocutor’, atau dalam istilah Verschueren (dalam Kunjana 1998) disebutkan ‘utterer and interpreter’, akan sangat berdekatan pula dengan dimensi usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, latar belakang kultur, latar belakang sosial, latar belakang ekonomi, dan juga latar belakang fisik, psikis atau mentalnya, atau yang juga diistilahkan dalam Verschueren (1998) sebagai ‘physical world’, ‘social world’, dan ‘mental world’. Selain hadirnya ‘penutur’ dan ‘mitra tutur’ atau ‘lawan tutur’ dalam aspek konteks, sesungguhnya masih dimungkinkan hadirnya sebuah pertuturan itu bisa lebih dari semuanya itu. Selanjutnya Verschueren (1998: 85) menggambarkan secara skematik sebagai ‘interpreter’, atau yang banyak dipahami sebagai ‘hearer’ atau ‘interlocutor’ atau ‘mitra tutur’ atau ‘lawan tutur’. Dalam pandangannya, ‘hearer’ atau ‘interlocutor’ masih dapat dibedakan menjadi ‘interpreter’ yang berperan sebagai ‘participant’ dan ‘nonparticipant’. Selanjutnya ‘participant’ dalam pandangan Verschueren dibedakan menjadi ‘adressee’ dan ‘side-participant’, sedangkan untuk ‘non-participant’ masih dapat dibedakan menjadi ‘bystander’, yakni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
orang yang semata-mata hadir, dan tidak mengambil peran apapun, dan yang terakhir sebagai ‘overhearer’. Peran ‘overhearer’ masih dapat dibedakan lagi menjadi ‘listener-in’ dan‘eavesdropper’. Dengan demikian, apabila semuanya itu diperhitungkan sebagai salah satu dimensi dalam konteks situasi, tentu saja dimensi ‘hearer’ itu akan menjadi kompleks karena jatidiri ‘hearer’ sesungguhnya tidaklah sesederhana yang selama ini banyak dipahami oleh sejumlah kalangan. Lebih lanjut dijelaskan di dalam Verschueren (1998: 76) bahwa bagi sebuah pesan (message), untuk dapat sampai kepada ‘interpreter’ (I) dari seorang ‘utterer’ (U), selain akan ditentukan oleh keberadaan konteks linguistiknya (linguistic context), juga oleh konteks dalam pengertian yang sangat luas, yang mencakup latar belakang fisik tuturan (physical world of the utterance), latar belakang sosial dari tuturan (social world of the utterance), dan latar belakang mental penuturnya (mental world of the utterance). Jadi setidaknya, Verschueren menyebut empat dimensi konteks yang sangat mendasar dalam memahami makna sebuah tuturan. Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci. 2.2
Konteks Sebuah Tuturan Sejauh ini, setidaknya telah terdapat tiga macam konteks yang telah dibahas yaitu mencakup dimensi-dimensi linguistik atau yang sifatnya tekstual, atau yang sering pula disebut sebagai co-text,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
konteks yang sifatnya sosial-kultural, dan konteks pragmatik. Konteks linguistik
lazimnya
berdimensi
fisik,
sedangkan
konteks
sosiolinguistik lazimnya berupa seting sebuah sosio-kultural yang mewadahi kehadiran sebuah tuturan. Adapun konteks dalam pragmatic dijelaskan oleh Leech. Leech (1993: 20) mengatakan bahwa konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh n (penutur) dan t (mitra tutur) yang membantu t menafsirkan makna tuturan. Penjelasan yang agak panjang terkait dengan konteks dikemukakan Leech adalah mengenai‘setting’, yang dapat mencakup setting waktu dan setting tempat (spatio-temporal settings) bagi terjadinya sebuah pertuturan. Aspek waktu dan tempat di dalam setting itu tentu saja tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek fisik dan aspek sosial-kultural lainnya, yang menjadi penentu makna bagi sebuah tuturan. Pada prinsipnya, di dalam pragmatik sesungguhnya titik berat dari konteks itu lebih mengarah pada fakta adanya kesamaan latar belakang pengetahuan (the same background knowledge) yang dipahami bersama penutur dan lawan tutur. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena sebuah proses komunikasi akan berhasil apabila hal-hal yang dibicarakan sama-sama dipahami oleh penutur dan mitra tutur, begitu pula sebaliknya. Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Pranowo (2009: 12) bahwa komunikasi akan berhasil apabila
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
didukung oleh beberapa faktor seperti ada kesepahaman topik yang dibicarakan antara penutur dengan mitra tutur. 2.3
Tujuan Sebuah Tuturan Leech memiliki preferensi untuk menggunakan istilah tujuan tutur, bukan istilah maksud tutur. Tujuan tutur lebih netral dan lebih umum sifatnya, tidak berkait dengan kemauan atau motivasi tertentu yang sering kali dicuatkan secara sadar oleh penuturnya. Tujuan itu memang lebih konkret, lebih nyata, karena memang keluar berbarengan dengan tuturan yang dilafalkan atau diungkapkannya itu. Akan tetapi, maksud, tidak serta merta sama dengan tujuan karena cenderung hadir sebelum tujuan itu dinyatakan. Artinya maksud itu belum berupa tindakan, masih berada dalam pikiran dan angan-angan, sedangkan tujuan itu sudah berupa tindakan, karena memang tujuan hadir bersama-sama dengan keluarnya sebuah tuturan dari mulut seseorang. Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk-bentuk tuturan yang digunakan seseorang. Pada dasarnya, tuturan dari seseorang akan dapat muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang sudah jelas dan amat tertentu sifatnya. Oleh karena itu, harus ditegaskan bahwa dalam pragmatik, bertutur itu selalu berorientasi pada tujuan, pada maksud, maka dikatakan sebagai ‘goal-oriented activity’. Bentuk kebahasaan itu, secara pragmatik selalu didasarkan pada fungsi (function), bukan semata-mata bentuk (forms), karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
setiap bentuk kebahasaan sesungguhnya sekaligus merupakan bentuk tindak verbal, yang secara fungsional selalu memiliki maksud dan tujuan. Jadi, dalam pragmatik pandangan yang dijadikan dasar selalu berfokus pada ‘fungsi’ pada ‘kegunaan’ atau ‘use’, dan semuanya selalu harus didasarkan pada maksud atau tujuan. Contohnya, ketika kita masuk gang-gang tertentu di Yogyakarta atau mungkin daerah lainnya di Jawa, Anda akan mendapati peringatan seperti, ‘NGEBUT, BENJUT. Secara fungsional pula, bentuk
kebahasaan
‘NGEBUT,
BENJUT’
digunakan
untuk
memberikan peringatan pada semua saja, khususnya para pengendara motor yang melewati gang atau lorong tertentu tersebut untuk ‘ekstrahati-hati’, kalau misalnya saja sampai terjadi kecelakaan dan semacamnya di tempat itu. Dengan demikian, jelas bahwa setiap tuturan—bukan kalimat karena kalau sebutannya kalimat pasti berdimensi nonpragmatik—pasti berorientasi pada fungsi, bukan pada bentuk. Oleh karena itu, terlihat sekali pragmatik itu menggunakan paradigma fungsionalisme yang menitikberatkan pada fungsi, bukan paradigma formalisme seperti yang lazimnya dianut dalam gramatika. Hal tersebut sejalan dengan pendapat beberapa ahli seperti Mathesius (1975), Danes (1974), Halliday (1994), dan Givon (1995) yang mengemukakan bahwa pragmatik berorientasi pada teori linguistik fungsional (Baryadi, 2007:61).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.4
19
Tuturan Sebagai Bentuk Tindakan atau Kegiatan: Tindak Ujar Tuturan sebagai bentuk tindakan atau wujud dari sebuah aktivitas linguistik, merupakan bidang pokok yang dikaji di dalam pragmatik karena pragmatik mempelajari tindak verbal yang sungguhsungguh terdapat dalam situasi dan suasana pertuturan tertentu. Lebih lanjut, tuturan sebagai bentuk tindakan ialah maujud-maujud atau entitas-entitas kebahasaan yang sifatnya tidak dinamis dan selalu tetap saja keberadaannya. Leech (1983) menegaskan bahwa tuturan itu harus selalu dianggap sebagai tindak verbal. Tindak-tindak verbal (verbal acts) inilah yang menjadi titik fokus kajian pragmatik. Hal ini juga yang membedakan antara pragmatik yang memfokuskan kajiannya pada tindak-tindak verbal (verbal acts) dengan semantik yang
berorientasi pokok pada proposisi atau ‘proposisition’, dan
entitas-entitas kebahasaan, khususnya frasa dan kalimat dalam sintaksis. 2.5
Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal Tuturan dapat dikatakan sebagai produk dari tindak verbal di dalam aktivitas bertutur sapa karena pada dasarnya tuturan yang muncul di dalam sebuah proses pertuturan itu adalah hasil atau produk dari tindakan verbal dari para pelibat tuturnya, dengan segala macam pertimbangan konteks situasi sosio-kultural dan aneka macam kendala konteks yang melingkupi dan mewadahinya. Jadi jelas, bahwa sebenarnya tuturan atau ujaran itu tidak dapat disamakan dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
kalimat. Kalimat pada hakikatnya adalah entitas produk struktural atau produk gramatikal, sedangkan tuturan atau ujaran itu merupakan hasil atau produk dari tindakan verbal yang hadir dalam proses pertuturan. Berkaitan dengan kenyataan ini maka sesungguhnya sebuah tuturan dapat dianggap sebagai maujud tindak tutur, atau sebagai manifestasi dari tindak ujar, tetapi pada sisi lain dapat juga dianggap sebagai produk dari tindak ujar itu sendiri (Rahardi, 2007: 22). Sebagai contoh saja sebagai seorang dosen di dalam kelas Anda mengatakan, ‘Papan tulisnya kotor!’ kepada para mahasiswa, maka sesungguhnya produk tindak verbal yang diharapkan dari tuturan itu adalah supaya ada tindakan membersihkan papan tulis itu oleh salah seorang mahasiswa. Sebenarnya itulah sesungguhnya tuturan yang berdimensi produk tindak verbal.
3. Teori Tindak Tutur Dari sudut pandang pragmatik, bahasa merupakan tindakan, yang disebut tindakan verbal (Wijana 1996: 12). Tindakan verbal adalah tindakan yang khas menggunakan bahasa. Searle (1969) menyebut tindakan verbal dengan istilah tindak tutur atau tindak ujar (speech act). Tuturan dapat berupa tuturan lisan dan tuturan tulis. Dalam tuturan lisan, kita dapat menemukannya dalam kehidupan sehari-hari saat kita berkomunikasi dengan orang lain. Sedangkan tuturan tulis adalah tuturan yang berupa tulisan. Khusus dalam penelitian ini, tuturan yang akan dianalisis adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
tuturan tulisan. Teori ini berfungsi untuk menunjukkan apakah tuturan tulisan yang berupa dialog antar tokoh yang terdapat dalam novel Arok Dedes mengandung unsur tindakan bahasa atau tidak. Tindak tutur menurut Yule (2006: 82) adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Istilah deskriptif untuk tindak tutur yang berlainan
digunakan
untuk
maksud
komunikatif
penutur
dalam
menghasilkan tuturan. Penutur berharap maksud komunikatifnya dimengerti oleh pendengarnya. Keadaan semacam ini disebut dengan peristiwa tutur. Teori tindak tutur atau speech act yang dikemukakan oleh Austin (1978 dalam Pranowo, 2009: 34) dalam bukunya yang berjudul “How to do things with words” melihat setiap ujaran dalam tindak komunikasi selalu mengandung tiga unsur, yaitu (1) tindak lokusi (berupa ujaran yang dihasilkan oleh seorang penutur, (2) tindak ilokusi (berupa maksud yang terkandung dalam ujaran, (3) tindak perlokusi (efek yang ditimbulkan oleh ujaran). Tindak tutur ilokusi sering menjadi kajian utama dalam bidang pragmatik (Rahardi, 2009: 17). Searle (1983, dalam Rahardi: Ibid. dan Rahardi: 2005: 36-37) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam lima macam bentuk tuturan, yakni (1) Asertif (assertives) atau representatif, yaitu bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (stating), menyarankan (suggeting), membual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
(2) Direktif (direcitives) yakni bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan
tindakan,
misalnya
memesan
(ordering),
memerintah (commanding), memohon (requesting), menasihati (advising), dan merokomendasi (recommeding). (3) Ekspresif (expressives) yakni bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya berterima kasih (thinking), memberi
selamat
(congrangtulating),
meminta
maaf
(pardoning), menyalahkan (blaming), memuji (praising), dan berbelasungkawa (condoling). (4) Komisif (cummissives) yaitu bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan
janji
atau
penawaran,
misalnya
berjanji
(promosing), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering). (5) Deklarasi
(declarations)
yaitu
bentuk
tutur
yang
menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), membaptis (christening),
memberi
nama
(appointing),
mengucilkan
(naming),
mengangkat
(excommuningcating),
dan
menghukum (sentencing). Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya ini terangkum dalam tabel berikut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Tabel : Lima Fungsi umum tindak tutur (menurut Searle, dalam Yule, 2006: 95) Tipe tindak tutur
Arah penyesuaian
P = penutur; X = situasi
Deklarasi
Kata mengubah dunia
P menyebabkan X
Representatif
Kata disesuaikan dengan dunia
P meyakini X
Ekspresif
Kata disesuaikan dengan dunia
P merasakan X
Direktif
Dunia disesuaikan dengan kata
P menginginkan X
Komisif
Dunia disesuaikan dengan kata
P memaksudkan X
Contoh:
“Bu, uang saya sudah menipis, kemarin uangnya saya
pakai untuk membeli buku” merupakan tuturan lokusi. Tujuan dari kalimat tersebut adalah si penutur ingin menyampaikan kepada ibunya kalau uangnya menipis dan meminta kiriman uang. Pengaruh dari kalimat tersebut adalah si Ibu penutur akan mengirimkan uang untuk anaknya. Sejalan dengan pendapat Austin, Searle (1979 dalam Pranowo, 2009: 35) menyatakan dalam satu tindak tutur terkandung tiga macam tindakan, yaitu (1) pengujaran yang berupa kata atau kalimat, (2) tindak proposisional yang berupa acuan dan prediksi, (3) tindak ilokusi dapat berupa pernyataan, janji, dan sebagainya. Efek komunikatif (perlokusi atau tindak proposisional) yang terkadang memiliki dampak terhadap perilaku masyarakat. Hal-hal yang bersifat perlokutif inilah biasanya muncul dari maksud yang berada di balik tuturan atau implikatur. Implikatur bisa dikatakan makna tersirat yang berada di dalam tuturan. Misalnya, “Dek,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
minum secangkir cokelat lebih enak ya” maksud dari tuturan tersebut adalah si pacar minta dibuatkan secangkir cokelat. Dalam berkomunikasi juga diperlukan sebuah kesantunan dalam berbahasa. Bahasa yang santun adalah bahasa yang diterima mitra tutur dengan baik. Ada tujuh prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh Leech (1983 dalam Pranowo, 2009: 35) yang dikenal dengan istilah maksim, yaitu (1) maksim kebijaksanaan (memberi keuntungan bagi mitra tutur), (2) maksim kedermawanan (memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri), (3) maksim pujian (memaksimalkan pujian kepada mitra tutur), (4) maksim kerendahan hati (meminimalkan pujian terhadap diri sendiri), (5) maksim kesetujuan (memaksimalkan kesetujuan terhadap mitra tutur), (6) maksim simpati (memaksimalkan ungkapan simpati kepada mitra tutur) , (7) maksim pertimbangan (meminimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur dan memaksimalkan rasa senang pada mitra tutur). Dari uraian di atas menunjukkan bahwa suatu tindak tutur memiliki makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Berdasarkan substansi linguistik, tindak tutur memiliki komponen dasar, yaitu a. tindak bertutur:
penutur mengutarakan tuturan dari bahasa
kepada mitra tutur di dalam konteks, b. tindak lokusi: penutur mengatakan kepada mitra tutur adanya informasi, c. tindak ilokusi: penutur berbuat fungsi tertentu dalam konteks,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d. tindak perlokusi:
25
penutur mempengaruhi mitra tutur dalam
cara tertentu sesuai konteks.
4. Daya Bahasa Meminjam istilah Van Peursen (1998, melalui Baryadi 2012: 17), dapat dikatakan bahwa tuturan itu seperti manusia, yaitu memiliki tubuh, jiwa, dan roh. Tubuh tuturan adalah bentuk, jiwa tuturan adalah makna dan informasi, sedangkan roh tuturan adalah maksud. Di samping itu, tuturan juga memiliki roh. Roh yang dimaksud adalah roh budaya, roh budaya, roh politik, roh jahat, roh halus, roh kebenaran, dan sebagainya. Karena mengandung roh, tuturan memiliki daya sehingga mampu berperan dalam berbagai bidang dan berbagai konteks. Dengan demikian, tuturan adalah bahasa yang tidak hanya hidup karena memiliki tubuh dan jiwa, tetapi juga berkarya karena memiliki roh atau daya. Perjumpaan antara manusia dalam komunikasi dapat menimbulkan efek positif seperti kerja sama, suasana penuh cinta kasih, kerja sama, saling tenggang rasa dan dapat mengakibatkan efek negatif, seperti konflik psikologis maupun fisik seperti salah paham, bertengkar, mengumpat, dll. Jika perjumpaan melalui bahasa dapat tersampaikan secara santun, maka dapat meminimalisir dampak negatif dan apabila terjadi gesekan psikologis masing-masing penutur akan mengendalikan diri dan tidak emosional sehingga suasana tetap kondusif. Munculnya berbagai efek komunikatif yang bersifat positif ataupun negatif bukan sekedar karena pemakaian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
bahasa biasa melainkan disebabkan oleh kekuatan yang terkandung di dalam bahasa. Inilah yang disebut daya bahasa (Pranowo, 2009: 128). Daya bahasa dalam Pranowo (2009: 128) adalah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk mengefektifkan pesan yang disampaikan kepada mitra tutur. Penyampaian pesan dengan menggunakan daya bahasa dapat meningkatkan efektivitas komunikasi. Efektivitas komunikasi dapat bersifat positif maupun negatif. Jika daya bahasa dimanfaatkan secara positif komunikasi dapat berjalan secara santun. Sebaliknya, jika daya bahasa dimanfaatkan
secara
negatif,
komunikasi
dapat
menimbulkan
ketidaksantunan. Adapun penelitian yang berhubungan dengan daya bahasa yang dilakukan oleh Quanita Fitri Yuni (2009) yang berjudul Pemanfaatan Daya Bahasa pada Diksi Pidato Politik. Tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan jenis-jenis, manfaat, dan ciri-ciri jenis daya bahasa dari segi diksi sebagai alat untuk menyampaikan ide atau gagasan dalam berpidato politik, memaparkan jenis daya bahasa yang ditemukan pada pidato politik ketiga politisi, dan mendeskripsikan ciri-ciri diksi yang berdaya bahasa. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan secara sistematis fakta-fakta berupa daya bahasa dalam pidato para tokoh politik Megawati S.P., Amien Rais, dan Abdurrahman Wahid. Hasil penelitian ini adalah ditemukannya daya bahasa dalam pidato politik ketiga politisi, jenis daya bahasa yang ditemukan, yaitu daya bujuk, daya kritik meliputi daya kritik destruktif, daya kritik konstruktif, dan kritik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
gempur, daya egosentrisme meliputi egosentrisme membela diri dan menonjolkan diri, daya ‘jelas’ informatif, daya bangkit bagi diri sendiri maupun orang lain, daya perintah meliputi perintah larangan, bersyarat, permintaan, dan ajakan, dan daya provokasi secara eksplisit maupun implisit. Selain itu, memanfaatkan daya bahasa dapat membantu mengungkapkan maksud yang terkadang tak dapat dikatakan. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Baryadi (2012: 28) dalam bukunya yang berjudul Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan. Dalam penelitian tersebut meneliti tentang aspek-aspek bahasa yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mewujudkan kekuasaan antara lain adalah unsur bahasa, ragam bahasa, tindak tutur, dan gaya bahasa. Dalam pembahasan ini hanya akan dipaparkan mengenai representasi kekuasaan dalam gaya bahasa. Gaya bahasa yang dimanfaatkan untuk mewujudkan salah satu aspek kekuasaan, yaitu membangun kekuasaan. Empat gaya bahasa yang pernah dibahas oleh Baryadi (2005: 21-22), yaitu gaya bahasa orientasi dua nilai, gaya bahasa eufemisme, gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa represif. Misalnya, pada penggunaan gaya bahasa eufemisme adalah gaya bahasa penghalusan atau gaya yang melembutkan sesuatu yang kasar atau jelek. Dalam hal ini ungkapan yang halus atau lembut digunakan untuk menutupi hal yang sebenarnya kasar. Sebagai contoh kenyataan yang sebenarnya adalah “ditangkap” atau “dipenjarakan”, tetapi diungkapkan dengan kata “diamankan”. Contoh lainnya adalah penduduk suatu daerah kelaparan tetapi hanya dikatakan “kekurangan gizi”. Gaya eufemisme ini,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
terutama,
untuk
menyembunyikan
kesalahan
atau
28
ketidakmampuan
penguasa atau menyembunyikan keadaan jelek yang tidak terjangkau atau tidak mampu ditangani oleh penguasa. Daya bahasa adalah kadar kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk menyampaikan makna, informasi, atau maksud melalui fungsi komunikatif sehingga pendengar atau pembaca mampu memahami dan menangkap segala makna, informasi, atau maksud yang disampaikan penutur atau penulis
(Quanita
Fitri
Yuni,
2009).
Penggunaan
bahasa
dalam
berkomunikasi adalah menyampaikan pesan berupa menyampaikan informasi,
menolak,
membujuk,
mengkritik,
memberi
tanggapan,
menyindir, negosiasi, membantah, dll. Oleh karena itu, agar pesan dapat disampaikan secara efektif, penulis dapat memanfaatkan daya bahasa seefektif mungkin. Namun, penggunaan daya bahasa tidaklah mudah, daya bahasa hanya dapat muncul jika pemakainya dapat menggali dan memanfaatkan dalam konteks pemakaian secara tepat. Sudaryanto (1989, dalam Pranowo, 2009: 132) telah menggali daya bahasa dari aspek linguistik. Hasilnya, hampir seluruh tataran bahasa mampu memunculkan daya bahasa. Daya bahasa secara linguistik, dapat diidentifikasi melalui berbagai aspek kebahasaan, , yaitu (1) tataran bunyi (pada tataran bunyi, bunyi bahasa dapat menunjukkan daya bahasa yang berbeda-beda. Kata yang mengandung bunyi /o/ mengandung daya bahasa yang berkadar makna kata relatif besar, seperti kata dalam bahasa Jawa pothol, ambrol, mbrojol,dsb.), (2) bentuk kata (meliputi kata berafiks, kata
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
majemuk, dan sinonim kata. Kata yang tidak berafiks kadang memiliki daya bahasa yang kuat, contohnya kata “babat” lebih kuat daya bahasanya dibandingkan kata “membabat” dalam konteks kalimat “Perambah hutan itu babat habis semua pohon yang berdiameter 10 cm ke atas”. Daya bahasa yang digali melalui sinonim kata juga memiliki daya yang berbeda, seperti kata ‘mantan’ dan ‘bekas’. Kata mantan memiliki daya bahasa yang bersifat netral, sedangkan kata bekas memiliki daya bahasa yang negatif karena cenderung merendahkan seseorang. Misalnya, seorang dosen sudah berhenti dari mengajar, orang akan menyebutnya mantan dosen karena status sosialnya lebih tinggi, sedangkan tanpa dosa dan tanpa beban kita dapat dengan mudah menyebut bekas tukang sampah, bekas becak, bekas maling karena status sosialnya rendah, (3) struktur kalimat atau tuturan (daya bahasa memiliki kadar pesan yang berbeda antara struktur kalimat satu dengan struktur kalimat yang lain. Perhatikan contoh berikut ini. a. Aku memberi sepotong kue untuk pengemis yang kelaparan. b. Sepotong kue aku berikan untuk pengemis yang kelaparan. Daya bahasa pada kalimat di atas terletak pada penempatan klausa pada awal kalimat. Kalimat (a) dengan menempatkan klausa “aku memberi” memiliki daya bahasa yang berbeda dengan struktur kalimat (b) yang menempatkan frasa “sepotong kue” pada awal kalimat. Kalimat (a) daya bahasa muncul pada kata “pemberian”, kalimat (b) muncul pada frasa “sepotong kue”), (4) leksikon, (5) pemakaian majas (daya bahasa juga dapat diungkapkan melalui penggunaan majas, contohnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
c. Tunggul Ametung bermandi keringat, meringis dan merongos, mengerutkan gigi dan kening, dan kemudian jatuh pingsan. (Arok Dedes, 2006: 156) d. Angin meniup dan kainnya tersingkap memperlihatkan pahanya yang seperti pualam. (Arok Dedes, 2006: 330) Contoh (a) daya jelas yang muncul karena pemakaian gaya bahasa klimaks
pada
kata
“bermandi
keringat,
meringis
dan
merongos,
mengerutkan gigi dan kening, dan kemudian jatuh pingsan.” yang menggambarkan runtutan kronologis yang ekspresi yang dirasakan Tunggul Ametung ketika Dalung mengobati Akuwu karena kakinya patah. Contoh (b) daya jelas muncul karena gaya bahasa simile dengan menggunakan kata “seperti” yang menggambarkan pengarang mencoba menggambarkan paha Ken Dedes seperti batu pualam putih, bersih, dan halus.), (6) wacana (daya bahasa pada wacana muncul ketika kesatuan makna mengungkapkan kesatuan pesan. Pesan yang terungkap dari kesatuan makna tersebut muncul dalam bentuk wacana. Perhatikan kutipan di bawah ini. e.
Wacana
Yen isih gelem apik karo aku, mbok coba kowe amengameng nyang ngomahe diajak omong-omong kanthi alus. Nek pancen isih angel coba amang-amangen ben duwe rasa wedi. Dene nek wis disabarke nganggo cara ngono isih tetep mbeguguk, kondhoa nek aku (ng)amuk bisa tak tumpes kelor. (Pranowo, 2009: 137) di
atas
memiliki
daya
yang
sangat
kuat
untuk
menyampaikan pesan. Wacana di atas dengan pilihan kata yang tepat di setiap kalimatnya, seperti “ameng-ameng”, disusul “omong-omong”, “amang-amang ”, dan “(ng)amuk ” memiliki daya bahasa yang sangat kuat bagi pendengarnya. Daya bahasa muncul karena perbedaan vokal dalam setiap kata. Lebih terasa kuat lagi ketika masing-masing kata memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
makna yang berbeda dan memperlihatkan gradasi dari kata yang sangat biasa ke kata yang memiliki afeksi yang sangat kuat, yaitu (ng)amuk). Secara pragmatik, daya bahasa dapat diidentifikasi melalui pemakaian bahasa yang sengaja dikonstruk oleh penutur atau penulis untuk tujuan tertentu seperti praanggapan, tindak tutur, dieksis, dan implikatur (Pranowo, 2008 dalam Quanita Fitri Yuni, 2009) selain itu juga bisa digali melalui maksim-maksim kesantunan berbahasa Leech (1983 dalam Pranowo, 2009: 141). Dari aspek nonlinguistik, daya bahasa dapat digali berupa nilai-nilai budaya suatu bangsa yang diyakini sebagai nilai luhur, seperti nilai rendah hati, mampu menjaga perasaan mitra tutur, hormat kepada orang lain, dsb. Dalam praktiknya, kekuasaan lewat bahasa tidak hanya terjadi dalam ruang publik saja, tetapi dalam lingkup keluarga, misalnya cara orang tua berbicara kepada anak menunjukkan secara jelas hubungan kekuasaan antara orang tua dengan anak. Cara orang tua berbicara kepada anak menciptakan dinamika kekuasaan di antara mereka sehingga menguatkan perbedaan kekuasaan lain dan anak akan patuh dan nurut melaksanakan semua perintah orang tua. Kekuatan atau daya yang dibuat oleh bahasa juga dimanfaatkan oleh kelompok sosial yang dominan, hal ini terjadi karena orang dalam kelompok sosial itu memegang kendali terhadap dunia politik dan hukum serta memiliki perusahaan media berskala internasional atau yang memiliki pengaruh besar lainnya. Sering kita melihat iklan yang mengasumsikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
sejumlah nilai tertentu yang menurut kita adalah mengandung nilai negatif, misalnya seperti iklan kondom, tetapi produk yang diiklankan sukses terjual di seluruh dunia (Wearing, 2007). Dalam buku Kuasa Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia (Language and Power) pada salah satu artikel hasil penelitian Anderson (1990: 298), dikatakan fungsi publik utama bahasa Indonesia terletak pada dalam perannya sebagai bahasa pemersatu. Pada masa pendudukan Jepang, bahasa Indonesia secara formal menjadi bahasa negara untuk diajarkan di sekolah-sekolah dan di kantor digunakan sebagai bahasa resmi. Selama revolusi 1945-1949 bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa perlawanan untuk menolak kehadiran Belanda dan juga bahasa pengharapan akan masa depan. Revolusi juga mempercepat pengisian bahasa Indonesia dengan kata-kata yang menggetarkan secara emosional yang memberikan identitas kultural dan aura pada suatu bangsa, dan mengekspresikan pengalaman paling penting. Kata-kata seperti rakyat, merdeka, perjuangan, pergerakan, semangat, merdeka, dan revolusi semuanya tumbuh pada saat kesadaran terdalam sebagai ungkapan solidaritas dan enterprise baru yang penuh harapan. Hampir semua kata-kata yang mengandung makna perjuangan, kekerasan fisik revolusi, yang memiliki makna heroik politis, hidup dan dan bergetar karena bagian dari kenangan historis generasi yang masih hidup yang terbentuk dalam pengalaman terpenting kehidupan Indonesia modern.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
Bahasa Indonesia tidak melulu mendapat kosakata baru sehingga kata-kata tua yang mendapat makna “jahat” menjadi kebalikannya yang mencerminkan transisi dari tahun revolusi penuh harapan ke tahun-tahun keras yang mengikutinya. Contoh yang paling terkenal dari pembalikan tersebut adalah penggunaan kata “bung” (saudara). Selama revolusi, kata tersebut mengekspresikan rasa persaudaraan sejati perjuangan nasional dan bebas dipakai oleh semua aktivis perjuangan. Kini, dengan pengecualian segelintir tokoh nasional seperti Sukarno, Hatta, dan Sutomo (dalam kasus mereka bung ditulis Bung) bisa dikatakan tak satu orang pentingpun yang disebut dengan cara itu. Sementara Bung ditempatkan di atas dan sebagai sebutan kehormatan, bung didudukkan semakin rendah dan umumnya sudah pasti diterapkan sebagai sebutan rendahan untuk memanggil tukang becak, pelayan, pedagang rokok asongan pinggir jalan. Dalam wadah panik peleburan metropolitan Jakarta, bahasa Indonesia berkembang dan menunjukkan kreativitasnya selama bertahuntahun pasca revolusi. Tenaga perkembangan ini berasal dari kelimpahan orang mencari peruntungan di Jawa tetapi juga membanjiri ibukota tempat yang begitu banyak kekuasaan dan kekayaan terhimpun. Bahasa Indonesia kontemporer juga mencerminkan keunikan kepribadian Jakarta, rasa solidaritasnya dalam berhadapan dengan daerah, karakter kehidupan sehariharinya yang brutal, komersial, berorientasi pada kekuasaan dan sinis. Aspek yang paling menonjol dari pengaruh Jakarta terhadap Indonesia adalah pinjaman-pinjaman dari bahasa Jakarta. Bahasa Jakarta atau Betawi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
dianggap bahasa kasar, bahasa urban kelas rendah. Namun, dalam perjalanan sejarahnya, bahasa yang terbelakang ini menjadi bahasa yang “in” dan populer di kalangan elite muda Jakarta, politisi, wartawan, pelajar. Kepopulerannya berasal dari karakternya yang intim, hidup dan bebas, sinis, yang menjadi tandingan memuaskan berhadapan dengan bahasa Indonesia formal
dan
resmi
dalam
komunikasi
publik.
Bahasa
Jakarta
mengekspresikan kegentingan, kegairahan, humor, dan kekasaran Jakarta pasca revolusi yang tidak dapat dilakukan bahasa lain. Misalnya, pada Koran metropolitan pada kolom pojok. Pojok adalah tulisan yang menggigit, komentar anonim atau menggambarkan situasi politik ekonomi secara umum yang mengacu kepada peristiwa yang menjadi rahasia umum, contohnya Hasilnye ade juga. Ikan gede ketangkap. Alhamdullilah! Dari ungkapan di atas pembaca akan tanggap bahwa seorang tokoh politik penting telah ditangkap karena korupsi meskipun kasusnya tidak pernah dipublikasikan. Dengan begitu dapat disimpulkan, daya bahasa yang ditampilkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jakarta memiliki kekuatan yang kontras. Di mana bagian ketika menggunakan bahasa Indonesia tampil sok tinggi, serius, dan mengkotbahi, berisi wejangan presiden, menteri, jenderal, atau editornya. Semua diarahkan pada hierarki sosial-politik dari yang besar kepada yang kecil, dari pemimpin atau tokoh kepada rakyat, wong cilik, atau massa. Berbeda dengan bahasa Jakarta atau Betawi, memiliki daya bahasa yang terkesan jahil, demokratis, jenaka, akrab.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berkaitan
dengan
daya
bahasa,
sebenarnya
setiap
35
orang
berkomunikasi dapat menggali dan memanfaatkan daya bahasa. Daya bahasa dapat berguna untuk (a) meningkatkan efek komunikasi, (b) mengurangi kesenjangan antara apa yang dipikirkan dengan apa yang diungkapkan, (c) memperindah pemakaian bahasa, dsb. Dalam konteks kesantunan berbahasa, daya bahasa yang bernada negatif hendaknya hendaknya tidak digali semaksimal mungkin agar tidak melukai hati mitra tutur. Sebaliknya, daya bahasa bahasa yang bernada positif hendaknya digali semaksimal mungkin agar menjadikan tuturan semakin santun. Dengan demikian, daya bahasa hanya akan muncul jika pemakainya dapat menggali dan memanfaatkan dalam konteks pemakaian secara tepat. Banyak
orang mampu
berbahasa
Indonesia,
namun
ketika
berkomunikasi kadang-kadang “apa yang dikatakan atau dituliskan” jauh lebih sedikit daripada ”apa yang dipikirkan”. Kadang-kadang apa yang akan dikatakan berbeda dengan “apa yang ingin dikomunikasikan” (Levison, 1985 dalam Pranowo, 2009: 131). Daya bahasa merupakan salah satu cara untuk memperkecil kesenjangan antara “apa yang dipikirkan” dengan “apa yang diungkapkan” dalam berkomunikasi. Namun, kadang-kadang ketika seseorang telah mahir menggunakan daya bahasa, ketika berkomunikasi apa yang dikatakan belum tentu sama dengan apa yang dikomunikasikan karena apa yang dikomunikasikan sering “disembunyikan” di balik apa yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
dikatakan untuk menjaga kesopanan (Grice, 1987 dalam Pranowo, 2009: 131).
5. Gaya Bahasa Dalam membuat sebuah karya, seorang pengarang pasti memiliki gaya bahasa sendiri-sendiri. Gaya bahasa yang dikenal dalam retorika dengan istilah style. Style berasal dari bahasa latin , yaitu stillus yang berarti semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Seiring berjalannya waktu, style yang dimaksudkan di atas berubah pengertian menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis. Dengan perubahan pengertian, istilah style atau gaya bahasa menjadi bagian dari diksi yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Oleh karena itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hierarki kebahasaan, yaitu pilihan kata, frasa, klausa, kalimat, wacana, nada yang tersirat di balik wacana. Jadi, jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya mencakup unsur-unsur kalimat yang mengandung corak tertentu (Keraf, 2010: 112). Menurut
Keraf
(2012:
113),
gaya
bahasa
adalah
cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Dengan penggunaan gaya bahasa yang baik dan tepat memungkinkan kita sebagai pembaca untuk menilai pribadi, watak, dan kemampuan pribadi penulis yang menggunakan bahasa tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Semakin baik gaya bahasa yang digunakan penulis, semakin baik pula penilaian dari pembaca. Anton M. Moeliono dalam siaran Pembinaan Bahasa Indonesia melalui TVRI mengatakan bahwa istilah gaya bahasa yang secara salah kaprah itu berasal dari kata dalam bahasa Belanda stylfiguur. Di dalam kata stylfiguur terdapat kata styl yang berarti gaya bahasa, tetapi kata figuur terlupakan. Oleh karena itu, stylfiguur atau figure of speech ini dinamakan majas dan figurative language disebut bahasa yang bermajas. Di sisi lain, masih banyak orang mengidentikkan gaya bahasa dan majas sama saja. Tentu saja hal itu salah kaprah. Majas bukanlah gaya bahasa, melainkan bagian dari gaya bahasa. Dalam buku praktis bahasa Indonesia menjelaskan majas adalah bahasa yang maknanya melampaui batas yang lazim. Hal itu karena penggunaan bahasa yang menyimpang dari rumusannya yang jelas. Pemilihan dan penggunaan diksi yang tepat akan memperkuat gaya bahasa. Jadi, majas juga merupakan alat untuk menunjang gaya. Semakin jelas bahwa majas seperti simile, personifikasi, litotes, dll bukan gaya bahasa melainkan unsur gaya bahasa (Sugono, 2011: 174). Sedangkan gaya bahasa hanya ada empat, , yaitu gaya bahasa pertentangan, perbandingan, pertautan, dan perulangan. Untuk memperkuat teori mengenai gaya bahasa, ada penelitian yang dilakukan oleh Mukhamat Khusnin dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang berjudul Gaya Bahasa Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy dan Implementasinya terhadap Pengajaran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Sastra di SMA. Penelitian tersebut mengkaji gaya bahasa yang terdapat dalam novel AAC karya Habiburrahman El shirazy dan gaya bahasa yang mendominasi serta implementasinya dalam pengajaran sastra di SMA. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan stilistika yang menganalisis penggunaan sistem tanda yang mengandung ide, gagasan, dan nilai estetis tertentu sekaligus untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya. Data penelitian berupa penggalan teks dalam novel AAC yang diduga berisi kalimat-kalimat bergaya bahasa tertentu. Hasil dari penelitian ini ialah ditemukan jenis-jenis gaya bahasa dalam novel AAC meliputi gaya bahasa klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, repetisi, hiperbola, silepsis, aliterasi, litotes, asonansi, eufemisme, pleonasme, paradoks, retoris, personifikasi, ironi, sarkasme, metafora, simile, dan metonimia. Gaya bahasa yang dominan dalam novel AAC , yaitu gaya bahasa hiperbola. Implikasi gaya bahasa dalam novel AAC terhadap pengajaran sastra di SMA menitikberatkan pada sumber bahan ajar. 5.1. Jenis-Jenis Gaya Bahasa Menurut Tarigan (1985: 6) gaya bahasa dibagi menjadi empat, yaitu (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa perulangan, (3) gaya bahasa pertautan, (4) gaya bahasa pertentangan. Berikut akan dipaparkan jenis-jenis majas yang terdapat dalam gaya bahasa. 1. Gaya bahasa perbandingan Gaya bahasa perbandingan membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain dan mencoba menemukan ciri-ciri yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. Beberapa contoh gaya bahasa yang termasuk majas perbandingan adalah sebagai berikut. a. Perumpamaan atau simile Perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan sengaja dianggap sama. Contoh: Pasukan Tumapel itu berbaris laju ke selatan seakan hendak menggempur Kediri (Arok Dedes, 2006: 391). b. Metafora Metafora semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa, buaya darat, dll. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak menggunakan kata seperti, bak, bagai, dan sebagainya sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Misalnya: Ia menjadi kecil hati tanpa Belakangka, apalagi catak dan saga sudah mendekati habisnya (Arok Dedes, 2006: 504). c. Alegori Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang. Biasanya mengandung sifat moral atau spiritual manusia. Contoh: kisah Hyang Pancagina (Arok Dedes, 2006: 384).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
d. Personifikasi Gaya bahasa yang melekatkan sifat manusia kepada barang atau benda yang tidak bernyawa. Contoh: Mereka maju lagi dan matari pun hilang ditelan oleh pegunungan dan puncak rimba (Arok Dedes, 2006: 517). e. Pleonasme dan tautologi Pleonasme adalah gaya bahasa yang pemakaian katanya berlebihan. Tautologi adalah gaya bahasa yang mengandung kata yang berlebihan yang pada dasarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Misalnya: “Husy. Tak aku benarkan kau ulangi pendapat busuk seperti itu. Salah. Keliru. Tidak benar. Menyesatkan (Arok Dedes, 2006: 175). f. Depersonifikasi Gaya
bahasa
depersonifikasi
atau
pembendaan,
adalah
kebalikan dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan. Misalnya: Kalau dikau menjadi samodra, maka daku menjadi bahtera (Tarigan, 1985: 22). g. Antitesis Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim. Misalnya: Kemudian datanglah bencana itu-bencana yang berisi karunia para dewa (Arok Dedes, 2006:94).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
h. Perifrasis Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Misalnya: Ia sendiri meningkat ke atas melalui cara yang demikian juga. (Arok Dedes, 2006: 41). 2. Gaya bahasa perulangan Gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan bunyi, suku kata, kata, frase, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan sebuah tekanan dalam sebuah konteks. Berikut beberapa contoh majas yang termasuk dalam gaya bahasa perulangan. a. Asonansi Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud pengulangan vokal yang sama. Contoh: Dua orang pengawal, mendengar gerincing giringgiring, ...( Arok Dedes, 2006:4). b. Antanaklasis Antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama tetapi berbeda makna. Contoh: Buah bajunya terlepas membuat buah dadanya hampir kelihatan (Tarigan, 1985: 185). c. Tautotes Tautotes adalah gaya bahasa yang berupa perulangan atas sebuah kata berulang-ulang. Misalnya:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
Kakanda mencintai adinda, adinda mencintai kakanda, kakanda dan adinda saling mencintai (Tarigan, 1985: 190). d. Kiasmus Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan. Misalnya: Yang kaya merasa dirinya miskin, yang miskin merasa dirinya kaya (Tarigan, 1985: 187). e. Aliterasi Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya. Misalnya: Dara damba daku, datang dari danau. Duga dua duka, diam di diriku (Tarigan, 1985: 181). f. Epizeukis Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, , yaitu kata yang ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Misalnya: “Seluas pandang ditebarkan, hanya sawah, sawah, dan sawah-sawah hanya untuk musim kering seperti sekarang ini.”( Arok Dedes, 2006: 61). g. Anafora Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat. Misalnya: Ia mengherani adanya raksasa dan ia tak dapat membayangkannya. Ia mengherani adanya satria yang mendapatkan kelebihan-kelebihan dan para dewa (Arok Dedes, 2006: 31).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
h. Epistrofa Epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan. Misalnya: Dedes tak tahu harus berbuat apa. Melawan ia tak mampu. Lari ia pun tak mampu. (Arok Dedes, 2006:13) i. Simploke Simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Misalnya: Ibu bilang saya pemalas. Saya bilang biar saja. Ibu bilang saya lamban. Saya bilang biar saja. Ibu bilang saya lengah. Saya bilang biar saja. Ibu bilang saya manja. Saya bilang biar saja. (Tarigan, 1985: 196). j. Mesodiplopsis Mesodiplopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Misalnya: Para pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa. Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat. Para petani harus meningkatkan hasil sawah-ladang. (Tarigan, 1985: 198) k. Epanalepsis Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari baris, klausa atau kali menjadi kata yang terakhir. Misalnya:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
“Mati, Arok, Sang Akuwu mati,”. (Arok Dedes, 2006: 525) l. Anadilopsis Anadilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi di mana kata atau frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Misalnya: “Tanpa keberanian hidup adalah tanpa irama. Hidup tanpa irama adalah samadhi tanpa pusat.” (Arok Dedes, 2006: 63) 3. Gaya bahasa pertautan Beberapa contoh macam-macam majas yang terdapat dalam gaya bahasa pertautan adalah. a. Metonimia Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri yang ditautkan dengan nama orang, barang, benda. Misalnya: Orang itu datang dari Tuban, pergi ke Gresik, memudiki Brantas melalui porong Erlangga. (Arok Dedes, 2006: 84) b. Alusi Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan peranggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca. Misalnya: Saya ngeri membayangkan peristiwa meletusnya Merapi dua tahun lalu. (Tarigan, 1985: 126)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
c. Gradasi Gradasi adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian kata. Misalnya: Aku persembahkan cintaku padamu, cinta yang tulus, cinta yang berasal dari lubuk hatiku yang paling dalam. (Tarigan, 1985: 140) d. Sinekdoke Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama sebagian sebagai pengganti keseluruhan atau sebaliknya. Misalnya: “Tolonglah leher sahaya ini, Yang Mulia Ratu.” (Arok Dedes, 2006: 230) e. Ellipsis Ellipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penghilangan kata. Misalnya: Mereka ke Jakarta minggu lalu (menghilangkan predikat pergi). (Tarigan, 1985: 138) f. Metonimia Metonimia adalah sejenis gaya bahasa yang mempergunakan nama suatu barang bagi sesuatu yang lain berkaitan erat dengannya. Misalnya: Kelud meletus. (Arok Dedes, 2006: 216)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
g. Eufemisme Eufemisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan atau yang tidak menyenangkan. Misalnya: “Kepalamu akan jatuh karena peristiwa ini.” (Arok Dedes, 2006: 133) h. Eponim Eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: Waktu Hyang Surya terbit, Yang Suci Belakangka di pendopo mengumumkan pada sekalian pembesar pekuwuan, bahwa Ken Dedes adalah seorang perawan suci yang mematuhi ajaran nenek moyang, para dewa, dan para guru. Pengumuman itu merembesi seluruh pekuwuan dan ibukota Tumapel. (Arok Dedes, 2006: 25) i. Epitet Epitet adalah semacam gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khas dari seseorang atau sesuatu hal. Misalnya: “Bicara, kau, garuda kaum brahmana, dengan berat dan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan ketajaman kilat Sang Muncukunda ....“ (Arok Dedes, 2006: 210) (garuda kaum brahmana: Arok).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
j. Antonomasia Antonomasia adalah semacam gaya bahasa yang merupakan bentuk khusus dari sinekdoke yang berupa pemakaian sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya: Pangeran menandatangani surat penghargaan tersebut. (Tarigan, 1985: 132). k. Erotesis Erotesis adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut jawaban. Misalnya: Jadi apakah aku ini, yang bernafsu untuk jadi pandita negeri, seorang brahmana pemuja Sang Hyang Mahadewa Syiwa, yang gagal melaksanakan keinginan untuk jadi pandita akuwu Wisynu? Sudah sedemikan hinakah arya Hindu di bawah Wisynu Jawa ini? (Arok Dedes, 2006: 39) l. Paralelisme Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasefrase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Misalnya: Bukan saja korupsi itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas di Negara Pancasila ini. (Tarigan, 1985: 136)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
m. Asidenton Asidenton adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mampat di mana beberapa kata, frase atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Misalnya: Dan Tunggul Ametung hanya seorang jantan yang tahu memaksa, merusak, memerintah, membinasakan, merampas. (Arok Dedes, 2006: 13) n. Polisindenton Polisindenton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindenton. Misalnya: Hanya babi dan anjing dan kucing berkeliaran di jalan-jalan. (Arok Dedes, 2006: 469) 4. Gaya bahasa pertentangan Contoh macam-macam majas yang terdapat dalam gaya bahasa pertentangan adalah. a. Hiperbola Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan. Misalnya: Dengan otot semacam ini duniapun dapat dipanggulnya untuk hidupnya. (Arok Dedes, 2006: 53) b. Litotes Litotes adalah gaya bahasa yang pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif. Misalnya:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
“Ampun, Yang Mulia, sahaya hanyalah sudra hina.” (Arok Dedes, 2006: 385) c. Ironi Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud mengolok-olok. Misalnya: “Hanya Tunggul Ametung yang berani lakukan itu. Berani karena bodohnya.” (Arok Dedes, 2006: 450)
d. Paradoks Paradoks adalah suatu pernyataan yang diartikan selalu berakhir dengan pertentangan. Misalnya: Ia merasa sebatang kara di tengah keriuhan ini, seorang yatim piatu di tengah-tengah padang batu. (Arok Dedes, 2006: 546) e. Sinisme Sinisme adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Contohnya: “Masih bocah tahu apa kau tentang urusan dewa?” (Arok Dedes, 2006: 21) f. Oksimoron Oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung penegakan atau pendirian suatu hubungan sintaksis antara dua antonim. Misalnya: Para perusuh itu takut atau sebaliknya patuh padanya. (Arok Dedes, 2006: 389)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
g. Paronomasia Paronomasia adalah sejenis gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain. Misalnya: Oh adinda sayang, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu. (Tarigan, 1985: 64) h. Paralipsis Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri. Misalnya: Semoga Tuhan Yang Mahakuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan, maksud saya mengabulkannya. (Tarigan, 1985: 66)
i. Zeugma dan Silepsis Zeugma dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja yang mempunyai hubungan dengan kata pertama. Misalnya: Ia tahu: hari ini adalah awal kemenangannya dan awal keruntuhan Tunggul Ametung. (Arok Dedes, 2006: 339) j. Satire Satire merupakan sejenis bentuk argumen yang beraksi secara tidak langsung, terkadang secara aneh bahkan ada kalanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
dengan cara yang cukup lucu yang menimbulkan tertawaan. Misalnya: kadang-kadang bernada ramah-tamah, kadangkadang bernada pahit dan kuat, kadang-kadang bernada menusuk dan memilukan. (Tarigan, 1985: 69) k. Inuendo Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Misalnya: Abangku sedikit gemuk karena terlalu kebanyakan makan daging berlemak. (Tarigan, 1985: 73) l. Antifrasis Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Misalnya: Memang engkau orang pintar! (Tarigan, 1985: 75) m. Klimaks Klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan. Misalnya: Ia turunkan lengannya, memalingkan muka, menarik kendali kuda dan berjalan lambat-lambat meninggalkan tempat itu. (Arok Dedes, 2006: 46) n. Antiklimaks Antiklimaks adalah kebalikan gaya bahasa klimaks. Misalnya: “Ketiga, engkau mencoba mengadu domba antara Sang Akuwu, Sang Paramesywari dan aku melalui pesuruhmu yang menamakan dirinya Kebo Ijo, …” (Arok Dedes, 2006: 466)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
o. Apostrof Apostrof adalah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir. Misalnya: “Betul, ya, bapa, tidak percuma Hyang Ganesya menghias tangan yang satu dengan parasyu dan tangan lain dengan aksamala ketajaman dan irama hidup...”. (Arok Dedes, 2006: 63) p. Anastrof Anastrof adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya: Diceraikannya istrinya tanpa saudaranya. (Tarigan, 1985: 84)
setahu
sanak-
q. Apofasis Apofasis merupakan gaya bahasa yang dipergunakan oleh penulis, pengarang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya menyangkalnya. Misalnya: Destarnya tak terawat dan matanya kuyu memandang jauh tanpa melihat. (Arok Dedes, 2006: 497)
r. Histeron Proteron Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis. Misalnya: Pidato yang berapi-api pun keluarlah dari mulut orang yang berbicara terbata-bata itu. (Tarigan, 1985: 87)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
s. Hipalase Hipalase adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antar dua komponen gagasan. Misalnya: Aku menaiki sebuah kendaraan yang resah (yang resah adalah aku, bukan kendaraan). (Tarigan, 1985: 89) t. Sarkasme Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati. Misalnya: “Kerbau betina pun takkan berbahagia dengan orang dungu seperti itu, Tanca.” (Arok Dedes, 2006: 282)
u. Anafrasis Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim. Misalnya: Gadis yang secantik si Ida diperistri oleh si Dedi yang jelek itu. (Tarigan, 1985: 75) v. Perifrasis Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Misalnya: Arya Artya duduk pada sebongkah batu besar, kehilangan lidahnya. (Arok Dedes, 2006: 399)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
6. Novel Sebuah karya sastra merupakan suatu karya yang dihasilkan melalui proses kreatif oleh pengarang. Kreativitas bersumber dari hasil imajinasi pengarang atau hasil observasi pengarang terhadap realitas yang dihadapinya. Hal ini dijelaskan oleh Sumardjo (1975:65) yang mengatakan bahwa karya sastra merupakan hasil pengamatan sastrawan terhadap kehidupan sekitarnya. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra prosa. Novel merupakan salah satu cerita rekaan. Dalam arti yang luas, novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Menurut Kamus Istilah Sastra, novel berarti prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokohtokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Novel yang dalam bahasa Inggris disebut novel merupakan bentuk karya sastra yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan karya sastra lain. Novel dapat diartikan juga sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan antara manusia (Altenbern dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2007: 2-3). Novel merupakan karya sastra yang menceritakan tentang kehidupan seseorang. Novel bukan sekedar bacaan, melainkan mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat bawah atau menengah. Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsurunsur sosial (Ratna, 2006:335) Menurut Nurgiyantoro (2007: 18-19) dalam dunia kesusastraan novel dibedakan menjadi dua novel populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intern, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Novel serius merupakan novel yang mengambil pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguhsungguh tentang permasalahan yang dikemukakan. Novel sebagaimana bentuk karya sastra lainnya terdiri atas unsurunsur pembentuk yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Yaitu unsur yang secara faktual akan dijumpai jika seseorang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Pemahaman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
unsur suatu karya akan membangun dalam pemahaman makna karya sastra tidak muncul dari situasi kekosongan budaya (Nurgiyantoro, 2007: 23-34) Struktur suatu karya sastra khususnya novel terdiri dari atas yaitu tema, fakta, cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita meliputi unsur penokohan, alur, dan latar. Sarana cerita mencakup sarana yang dimanfaatkan pengarang dan menentukan detail-detail cerita sehingga tercipta pola yang bermakna. Unsur-unsur tersebut antara lain sudut pandang, gaya dan suasana, judul, simbolisme, dan ironi (Nurgiyantoro, 2007:25).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti memaparkan mengenai: (1) jenis penelitian, (2) sumber data, (3) teknik pengumpulan data, (4) instrumen penelitian, (5) teknik analisis data, (6) trianggulasi hasil analisis data. Kelima hal tersebut diuraikan berikut ini. A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan. Menurut M. Nazir (1988: 111) dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Penelitian dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis fakta-fakta berupa daya bahasa yang terungkap melalui pemakaian gaya bahasa yang terdapat dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.
B. Sumber Data dan Data Penelitian Sumber data penelitian adalah novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Data penelitian ini adalah kalimat atau tuturan para tokoh yang terdapat dalam novel yang menggunakan gaya bahasa yang diduga mengandung daya bahasa.
57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik merupakan penjabaran dari metode dalam sebuah penelitian, yang disesuaikan dengan alat dan sifat (Sudaryanto, 1993: 9). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca dan teknik catat. Teknik baca digunakan untuk memperoleh data-data yang terdapat dalam novel. Teknik catat digunakan untuk mencatat kalimat atau dialog yang diduga mengandung daya bahasa dalam gaya bahasa pada novel. Data yang diperoleh dari teknik baca selanjutnya dicatat dan diklasifikasikan dengan format sebagai berikut. No.
Data
Konteks
Gaya Bahasa
Daya Bahasa
D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang berbekal pengetahuan pragmatik dan semantik. Penelitian ini menggunakan dasar teori Pragmatik yang menekankan pada fungsi komunikatif bahasa, terutama daya bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa.
E. Teknik Analisis Data Menurut Bogdan dan Biklen, teknik analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen 1982, melalui Moleong, 2006: 248). Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yakni menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan (Azwar, 2009: 6). Teknik analisis data dalam penelitian ini bertolak dari teknis analisis bahasa yang ditemukan Sudaryanto (1993:55). Teknik ini kemudian dikembangkan sesuai dengan objek penelitian. Pengembangan dan penyesuaian dilakukan karena objek penelitian terdapat dalam data penelitian yang berupa teks. Setelah data diinventarisasi, kemudian dianalisis dengan langkahlangkah berikut, (1) mengidentifikasi kalimat atau dialog yang dinilai memanfaatkan daya bahasa dalam gaya bahasa, (2) mengidentifikasi ciri-ciri kalimat yang berdaya bahasa, (3) mengklasifikasikan data yang berdaya bahasa, (4) memberikan interpretasi pada data.
F. Trianggulasi Hasil Analisis Data Trianggulasi teori adalah keterpercayaan terhadap teori yang digunakan dalam penelitian (PBSID, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti memeriksa keabsahan atau keterpercayaan temuan dengan trianggulasi terori. Trianggulasi teori dilakukan dengan mengonfirmasi hasil analisis data dengan beberapa teori yang terkait dalam kajian teori. Hal ini dimaksudkan supaya mendapatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
pengukuhan akan kredibilitas temuan penelitian. Selain itu, peneliti kemudian mengonsultasikan dan mendiskusikan hasil temuan dengan Prof. Dr. Pranowo, M. Pd. selaku dosen pembimbing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dipaparkan mengenai: (1) deskripsi data penelitian, (2) analisis daya bahasa dalam gaya bahasa pada novel Arok Dedes karya Pramoedya, dan (3) pembahasan. Kedua hal tersebut diuraikan seperti pada subbab berikut ini. A. Deskripsi Data Penelitian Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa kalimat langsung dan tidak langsung yang terdapat dalam novel Arok Dedes yang mengandung gaya bahasa dan memiliki daya bahasa bagi pembacanya. Salah satu contohnya, “Tunggul Ametung memperhatikan tubuh istrinya yang indah telentang seperti kala dilahirkan.” (I.40) Contoh data seperti di atas yang akan dianalisis dan dideskripsikan dalam penelitian ini untuk mengetahui gaya bahasa apa yang terkandung di dalamnya dan daya bahasa apa saja yang terkandung dalam gaya bahasa tersebut. Jenis daya yang ditemukan dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu daya bahasa yang terdapat dalam novel Arok Dedes, yaitu daya terungkap dari data berupa kalimat meliputi daya jelas, daya rangsang, daya simbol, daya seremoni. Sedangkan, daya bahasa yang terungkap dari data yang berupa tuturan meliputi daya puji, daya optimis, daya ancam, daya protes, daya cemooh, daya nasihat, daya saran, daya klaim, daya deklarasi, daya sesal, daya keluh, daya pinta, daya harap, daya perintah, daya dogma, daya magi, daya provokasi, daya persuasi, daya sumpah, daya janji.
61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
Berikut akan dipaparkan masing-masing daya yang terungkap melalui gaya bahasa.
B. Analisis Data Berikut peneliti sajikan analisis data bagaimana penggunaan daya bahasa dalam gaya bahasa pada novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. 1. Deskripsi Gaya Bahasa yang Berdaya Bahasa a.
Daya ‘Jelas’ Informasi, Daya Rangsang, Daya Simbol, Daya Seremoni Daya yang terdapat dalam narasi non tutur lebih bersifat prememori yang berfungsi mengantar dan meletakkan khayal pembaca di tempat yang diinginkan penulis, sehingga pembaca ikut terbawa dalam alur dan intrik di dalam novel. Daya jelas berfungsi salah satunya untuk mendeskripsikan orang, mendeskripsikan apa yang dilakukan oleh tokoh, mendeskripsikan sebuah tempat. Berikut akan dipaparkan gaya bahasa yang mengandung daya ‘jelas’ informasi, seremoni, simbol dan rahasia. (I.8)
Dada telanjangnya mulai ditutup dengan sutera terawang tenunan Mesir tipis laksana selaput kabut menyapu gunung kembar. (3) Konteks: Ken Dedes sedang dirias oleh Gede Mirah
(I.17)
Janur kuning dan daun beringin menyambut kedatangan mereka. (6) Konteks: Rombongan pengantin baru menuju ke alun-alun.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
(I.13)
Semua pekerja dapur keluar, bermandi sinar matari pagi yang sedang mengusir kabut. Puncak pegunungan di kejauhan pun mulai berjengukan berebut dulu untuk melihat pengantin yang baru keluar dari pura. (29) Konteks: Semua pekerja dapur keluar untuk menyaksikan pengantin baru penguasa Tumapel.
(VIII.13)
Waktu pasukan Kidang Telarung membelok ke kanan mengikuti tikungan sungai, dari kantongnya ia keluarkan sumpitan kecil dan melepaskan anak sumpit beracun pada pemimpinnya. Telarung memekik kemudian roboh tanpa bersuara lagi. (391) Konteks: Kebo Ijo tidak mendapat tempat di belakang barisan dan ia berada di bawah pimpinan Kidang Telarung.
(I.18)
Berpuluh pandita dan seluruh negeri Tumapel, yang didatangkan dari kota dan desa dan diturunkan dari gununggunung Arjuna, Welirang, Kawi dan Hanung, berbaris seorang-seorang dengan jubah aneka warnadan destar sesuai dengan warna jubahnya. (6) Konteks: Seluruh pandita dari Tumapel datang dari berbagai penjuru Tumapel sambil membawa umbul-umbul, semuanya berjumlah empat puluh.
(I.2)
Gede Mirah menyediakan untuknya air, tempat membuang kotoran dan makanan. (1) Konteks: Dedes berada di dalam bilik besar.
(I.6)
Dan sebagai gadis yang terdidik untuk menjadi brahmani, ia tahu Tunggul Ametung hanya seorang penjahat dan pendekar yang diangkat untuk jabatan itu oleh Sri Kretajaya untuk menjamin arus upeti ke Kediri. (3) Konteks: Dedes terkenang pada ayahnya.
(VII.1)
Kadang ia merasa takut, kadang kuatir, kadang mengalami kegembiraan batin, kadang sendu. (323) Konteks: Suasana hati Ken Dedes yang tidak menentu terhadap suaminya Tunggul Ametung.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
(IX.27)
Hanya babi dan anjing dan kucing berkeliaran di jalanjalan. (469) Konteks: Keadaan Tumapel yang sepi.
(X.48) Hanya ia sendiri kehilangan tempat di samping suami yang dicintainya, kehilangan balatentara yang dapat diperintahnya, kehilangan kepercayaan dari orangtua yang dicintai dan dipujanya setulus hati. (553) Konteks: Ken Dedes kehilangan kedamaiannya saat menuju pura bersama ken Arok, Ken Umang, Bana, dan Ki Bango Samparan. “Pada suatu kali di tahun 1107 Saka Sri Ratu Srengga Jayabasa dari Kediri mangkat. Pertentangan dalam istana siapa yang harus dinobatkan. Raden Dandang Gendis melarikan diri dari istana ke Gunung Wilis. … Di istana Amisani, si anak desa, tidak disukai oleh para putri istana. Orang pun memasang racun untuk membunuhnya. Amisani akhirnya mati termakan racun itu. .... ” (12) Konteks: Dedes teringat. dulu ayahnya menceritakan kisah tentang Amisani dan ia baru mengerti arti cerita itu.
(I.27)
(IX.42)
Ia merindukan karang batu bata dan di pembelahan batu. Ia merindukan salah seorang di antara mereka bakal melamarnya. Ia merindukan seorang bayi yang dapat digendong dan ditimangnya. (32) Konteks: Setelah menyaksikan pernikahan Tunggul Ametung dan Ken Dedes, tiba-tiba Oti merindukan sesuatu.
(VIII.11)
Apakah itu cukup menjadi bukti, pertempuran tidak pernah ada? (391) Konteks: Belakangka mendapat laporan jika tidak ada mayat orang ditemukan di pendulangan dan padang batu.
(IX.20)
Ia menduga ahli senjata itu sudah banyak makan garam dan cukup rontal yang telah dipelajarinya. (461) Konteks: Arok mempelajari siasat dan pemikiran Empu Gandring untuk menguasai Tumapel.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
(VIII.19)
Arya Artya duduk pada sebongkah batu besar, kehilangan lidahnya. (399) Konteks: Arya Artya lemas mengetahui jumlah emas yang sebenarnya.
(III.46)
Menjelang terbit, Hyang Surya, kuda itu memasuki pekuwuan… (121) Konteks: Tunggul Ametung sampailah ia di pekuwuan.
(VIII.25)
Ia berhenti di hadapan Arok dengan dendam menyalanyala pada matanya. (401) Konteks: Hayam bebas dari kepungan anak buahnya.
(VII.13)
Dan ia merasa senang karena tidak termasuk sudra berdarah Hindu dan juga tidak senang karena akan melahirkan seorang bayi dengan semakin kurang darah mulia itu dalam tubuhnya. (327) Konteks: Ken Dedes berusaha menghibur dirinya sendiri.
(II.50)
Tempat penggembalaannya ialah medan ia bermain dengan teman-temannya. Kegesitan, kekuatan, kecerdasan, dan kekukuhan menyebabkan ia hampir selalu keluar sebagai pemenang dalam permainan dan perkelahian. (93) Kontek: Arok mengingat kembali masa lalunya.
(I.26)
Airmatanya telah kering. Tapi dalam hatinya masih juga mengucur tiada henti. (10) Konteks: Dedes berlutut menghadapi peraduan dan masih menyesali pernikahannya dengan Ametung.
(IX.21)
Maka persekutuan dua orang itu ia anggap sebagai permainan dua ekor cangcorang yang berkasih-kasihan untuk saling memangsa. (461) Konteks: Arok mempelajari siasat dan pemikiran Empu Gandring untuk menguasai Tumapel.
(IV.68)
Kelud meletus. (216) Konteks: Gunung Kelud meletus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
Pada data (I.8) menggunakan gaya bahasa simile, dapat dilihat dari kata “.. laksana selaput kabut” , tetapi secara keseluruhan daya yang diserap dari kalimat utuh adalah daya bahasa rangsang, yang mempengaruhi indera di dalam kenyataannya Pada data (I.17) menggunakan gaya bahasa personifikasi, dimana simbol adat melakukan kegiatan manusia, sedangkan daya yang terambil dari data (I.17) adalah daya simbol, dimana itu lebih dari sekedar informasi karena membawa pembaca mengerti dan menghormati adat, budaya dan kepercayaan yang tersirat di novel tersebut. Pada data (I.13) menggunakan gaya bahasa personifikasi karena ditemukan kata yang acuannya bukan manusia yang diberi ciri insani. Ditunjukkan dengan kata “sinar matari pagi yang sedang mengusir kabut.” Mengusir merupakan perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Makna dari kalimat di atas ialah sinar matari pagi yang mulai bersinar berusaha mengusir kabut yang menghalanginya untuk menampakkan sinarnya. Gaya bahasa klimaks pada data (VIII.13) merupakan gaya bahasa yang menunjukkan urut-urutan pemikiran yang semakin meningkat kepentingannya dari gagasan sebelumnya. Ditunjukkan dengan kata “…membelok ke kanan …dari kantongnya ia keluarkan sumpitan kecil dan melepaskan anak sumpit beracun pada pemimpinnya. Telarung memekik kemudian roboh tanpa bersuara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
lagi.” Makna yang terkandung dari data (VIII.13) ialah menunjukkan proses kejadian yang dilakukan Kebo Ijo saat berada di belakang Kidang Telarung sampai Kidang Telarung tewas. Pada data (I.18) penggunaan gaya bahasa antiklimaks, lawan dari gaya bahasa klimaks. Kelompok kata yang menunjukkan gaya bahasa antiklimaks yaitu kota dan desa dan diturunkan dari gununggunung. Makna yang terkandung dari data (I.18) ialah hadirnya para pandita pada pesta pernikahan Tunggul Ametung dari kota yang merupakan pandita yang diakui oleh Kediri dan ditempatkan di kota, pandita dari desa, dan pandita dari gunung yang keberadaannya tidak diakui oleh Kediri. Daya bahasa yang terkandung adalah seremoni, sama seperti simbol, hanya saja data lebih menunjukan prosesi atau upacara adat, untuk membedakan dengan upcara – upacara yang lain. Gaya bahasa eufemisme hadir pada data (I.2). Kata yang mengandung gaya bahasa eufemisme ialah tempat untuk membuang kotoran. Kotoran yang dimaksudkan pada data di atas adalah tempat untuk buang air kecil dan buang air besar. Data (I.6) menggunakan gaya bahasa zeugma karena mempertentangkan dua hal yang berbeda yaitu pendekar dan penjahat yang mengandung ciri semantik yang bertentangan. Makna yang terkandung pada data (I.6) ialah Tunggul Ametung sebenarnya hanyalah seorang penjahat kelas kakap yang kemudian oleh Kediri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
menjadi pendekar (penyelamat) untuk menjamin arus upeti dari Tumapel menuju Kediri. Data (VII.1) menggunakan gaya bahasa asidenton sebab kata takut, kuatir, kegembiraan batin, sendu merupakan kata-kata yang memiliki posisi sederajat tentang macam-macam perasaan yang seharusnya dihubungkan dengan kata sambung atau konjungsi. Namun, pada kalimat di atas tidak dihubungkan dengan kata sambung. Kata-kata tersebut hanya dipisahkan dengan tanda koma. Makna dari kalimat tersebut adalah menggambarkan suasana hati Ken Dedes yang tidak menentu yang terkadang merasa takut, kuatir, sendu, gembira. Data (IX.27) menggunakan gaya bahasa polisidenton yang merupakan lawan dari gaya bahasa asidenton yakni beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambung. Kelompok kata babi, anjing, kucing disambung dengan konjungsi dan. Seharusnya tidak perlu digunakan konjungsi dan karena merupakan kelompok kata yang posisi setara yaitu binatang. Gaya bahasa epizeukis muncul pada data (X.48) yaitu berupa pengulangan pada kata kehilangan sekaligus memberi penegasan pada kata tersebut. Makna yang terkandung dari data (X.48) ialah menunjukkan jika Ken Dedes kehilangan banyak hal yang penting dalam hidupnya yaitu kehilangan tempat di samping suami yang dicintainya, balatentara yang dapat diperintahnya, dan kepercayaan dari orangtua yang dicintai dan dipujanya setulus hati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Pada data (I.27) menggunakan gaya bahasa alegori karena menceritakan sebuah kisah yang berisi pesan, amanat. Amanat yang disampaikan pada data (I.27) Ken Dedes lebih berhati-hati dan tidak mengulangi peristiwa seperti Dewi Amisani yang tewas karena diracun. Data (IX.42) menggunakan gaya bahasa anofora yaitu berupa pengulangan kata di awal kalimat dengan pengulangan kata ia merindukan. Maknanya ialah Oti merindukan karang batu, seseorang yang akan melamarnya, merindukan seorang bayi. Daya dari data di atas adalah daya emosi rindu karena menunjukkan kerinduan yang amat terdalam bagi Oti. Dan pengulangan kata rindu sebanyak tiga kali cukup meyakinkan perasaan apa yang membuncah di dalam dirinya. Ia merindukan tempat yang berkarang batu, merindukan seorang lelaki yang akan melamarnya, dan merindukan seorang bayi yang akan digendongnya kelak. Data (VIII.11) menggunakan gaya bahasa erotesis yang artinya sama saja dengan pertanyaan retoris. Pada data (VIII.11) menanyakan apakah ada bukti jika pertempuran di tempat pendulangan emas tidak pernah ada. Karena tidak ditemukan bekas perkelahian maupun bangkai mayat dan keadaan di pendulangan sepi, tanpa ada manusia. Gaya bahasa
metafora digunakan
pada data (IX.20).
Ditunjukkan dengan kata banyak makan garam yang berarti memiliki pengalaman yang sudah cukup banyak. Makna yang terkandung yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
dugaan Arok kepada Empu Gandring yang sudah memiliki banyak pengalaman dan membaca banyak rontal untuk menyiapkan taktik menguasai Tumapel. Data (VIII.19) menggunakan gaya bahasa perifrasis yang terungkap dari penggalan kalimat kehilangan lidahnya. Seharusnya penggalan kalimat kehilangan lidahnya bisa diganti dengan kata membisu. Makna yang terkandung pada data (VIII.19) yaitu Arya Artya membisu setelah mengetahui jumlah emas yang sebenarnya. Pada data (III.46) menggunakan gaya bahasa eponim yang nampak pada kalimat “…Hyang Surya Terbit…” Hyang Surya yang dimaksudkan adalah matahari. Makna yang terkandung pada data (III.46) ialah kuda yang ditumpangi oleh Tunggul Ametung dan Ken Dedes memasuki pekuwuan ketika matahari terbit. Gaya bahasa hiperbola pada data (VIII.25) ditunjukkan pada kata dendam menyala-nyala. Maksud dari kata di atas ialah Hayam sangat dendam yang sangat mendalam kepada Arok. Daya yang muncul yaitu daya emosi dendam karena menunjukkan betapa dendamnya Hayam kepada Arok yang terpancar dari tatapan matanya. Gaya bahasa oksimoron digunakan pada data (VII.13) yang nampak pada penggunaan kata senang dan tidak senang yang berada pada satu kalimat. Makna yang terkandung pada data (VII.13) ialah Dedes merasa senang karena keturunan brahmani dan ia merasa tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
senang karena anak yang akan ia lahirkan kelas tidak murni keturunan brahmana. Data (II.50) menggunakan gaya bahasa silepsis yang secara gramatikal benar namun secara semantik salah. Gaya bahasa silepsis berusaha untuk mempertentangkan dua hal yang berbeda. Tercermin pada kata permainan dan perkelahian. Makna yang terkandung pada data (II.50) ialah penulis menggambarkan Arok sebagai tokoh yang selalu menang ketika bermain dan menang ketika berkelahi. Pada data (I.26) menggunakan gaya bahasa paradoks sebab mempertentangkan airmata yang telah kering dengan dalam hatinya masih juga mengucur tiada henti. Makna yang terkandung dalam konteks ini yaitu Dedes berhenti menangis karena airmatanya telah kering mungkin terlalu lama menangis dalam jangka waktu yang panjang. Meskipun airmatanya telah kering, Dedes masih merasa sangat sedih dan untuk mengungkapkannya Dedes hanya bisa menangis dalam hati. Data (IX.21) menggunakan gaya bahasa sarkasme karena berisi hinaan. Terungkap pada penggalan kalimat “…permainan dua ekor cangcorang...” Data (IX.21) ditunjukkan kepada Empu Gandring dan Kebo Ijo yang sedang berusaha untuk menguasai Tumapel. Makna yang terkandung pada data (IX.21) ialah persekutuan antara Empu Gandring dan Kebo Ijo seperti cangcorang yang saling berkasih-kasihan untuk mencapai keinginan masing-masing.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Pada data (IV.68) menggunakan gaya bahasa metonimia yang tampak pada kata Kelud. Yang dimaksudkan pada kata Kelud ialah Gunung Kelud. Makna yang terkandung dari data (IX.68) ialah gunung Kelud meletus. Dari keseluruhan data diatas menunjukkan daya informasi, seremoni, simbol dan rangsang karena hanya menjelaskan situasi, deskripsi tokoh, tempat, suasana yang ada di dalam novel Arok Dedes. Daya jelas seperti yang telah diuraikan di atas mengandung kekuatan bahasa yang terungkap dari gaya bahasa metonimia. Pada data (104) Kelud meletus secara langsung menggambarkan keadaan saat itu kepada pembaca. Pada data (I.18) Berpuluh pandita dan seluruh negeri Tumapel, yang didatangkan dari kota dan desa dan diturunkan dari gunung-gunung Arjuna, Welirang, Kawi dan Hanung, berbaris seorang-seorang dengan jubah aneka warnadan destar sesuai dengan warna jubahnya. mengandung daya seremoni karena menunjukkan prosesi upacara pernikahan adat Hindu. Sedangkan pada daya rangsang nampak pada data (I.8) Dada telanjangnya mulai ditutup dengan sutera terawang tenunan Mesir tipis laksana selaput kabut menyapu gunung kembar. Mengandung daya rangsang karena ada rangsang yang membuat pembaca merasakan suatu rangsangan sendiri atau bisa dikatakan sex feel. Daya simbol muncul pada data (I.17) Janur kuning dan daun beringin menyambut kedatangan mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Mengandung daya simbol karena menunjukkan lambang-lambang yang digunakan dalam upacara pernikahan adat Jawa.
b. Daya Puji Puji adalah pernyataan rasa pengakuan dan penghargaan yang tulus akan kebaikan, keindahan (KBBIoffline). Bentuk ungkapan pujian bisa ditunjukkan kepada sesama, alam, dan Tuhan. Berikut daya puji yang terungkap melalui pemakaian gaya bahasa. (I.3) “Perawan terayu di seluruh negeri,” bisik Gede Mirah. (2) Konteks: Dituturkan oleh Gede Mirah ketika ia sedang merias Dedes. “Sudah lama aku timbang-timbang. Kau seorang muda yang cerdas, giat, gesit, ingatanmu sangat baik, berani, tabah menghadapi segalanya. (60) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe kepada Temu ketika semua murid sedang berkumpul.
(II.3)
(II.41)
“… Dan kau, Temu, kau bisa jadi satria karena kemampuanmu. Tingkah lakumu bukan lazim pada seorang sudra, tetapi satria. Matamu bukan mata satria, tetapi brahmana…” (85)
Konteks: Tantripala memuji kecerdasan Temu. “Mulialah Sri Erlangga Bathara Wisynu, dengan titahnya semua orang bisa jadi satria atau brahmana demi dharmanya.” (112) Konteks: Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia berhasil membawa Dedes, tetapi ia meronta terus.
(III.19)
(III.45) “Bahkan rambutmu kurasai seperti belaian sorga.” (121) Konteks: Dituturkan oleh Tunggul Ametung kepada Dedes ketika dalam perjalanan menuju ke pekuwuan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
“… Garuda! Untuk kau hanya korban terbaik, hidup terbaik, dan kalaupun punah, punah yang terbaik pula.” (176) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh Arok untuk tidak berpendapat mengenai Maithuna (upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan).
(IV.17)
“Bicara, kau, garuda kaum brahmana, dengan berat dan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan ketajaman kilat Sang Muncukunda ....“ (210) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe untuk menyuruh Arok melanjutkan kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta.
(IV.57)
“Kau seorang anak pandai emas yang tajam hidung. Tahu saja kau di mana tempatnya.” (269) Konteks: Dituturkan oleh Arok kepada Hayam ketika ia sedang tertidur.
(VI.5)
Gaya bahasa hiperbola nampak pada tuturan (I.3) karena mengandung suatu pernyataan yang melebih-lebihkan keadaan sebenarnya. Kata terayu memberi efek melebih-lebihkan kecantikan Dedes sehingga terkesan hanya Ken Dedeslah wanita yang paling cantik di seluruh Tumapel. Daya puji nampak pada kalimat “Perawan terayu…” Pujian yang diungkapkan Gede Mirah karena ia mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Dedes. Pada data (II.3) menggunakan gaya bahasa asidenton yang ditunjukkan dengan kelompok kata cerdas, giat, gesit, ingatanmu sangat baik, berani, tabah menghadapi segalanya yang memiliki posisi sederajat yaitu menyatakan sifat baik yang dimiliki Arok. Makna yang terkandung dari data (II.3) ialah Lohgawe memaparkan kebaikan yang dimiliki oleh Arok yang ia kenal selama ini. Model
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
gaya bahasa ini dipilih penulis untuk mengatakan sesuatu maksud secara jelas, singkat, dan padat. Meskipun tidak dihubungkan dengan kata sambung, makna kalimat tersebut dapat diterima. Pada data (II.3) mengandung daya puji dari kumpulan kata cerdas, giat, gesit, ingatanmu sangat baik, berani, tabah menghadapi segalanya sangat jelas mengandung pujian karena tidak mengandung celaan. Tuturan (II.41) mengandung gaya bahasa klimaks karena uruturutan pikiran yang semakin meningkat kepentingannya. Nampak pada kelompok kata “Kau bisa jadi satria karena kemampuanmu. Tingkah lakumu bukan lazim pada seorang sudra, tetapi satria. Matamu bukan mata satria, tetapi brahmana.” Makna yang terkandung dari tuturan (II.41) ialah Arok bisa naik kasta menjadi brahmana karena dharmanya. Daya puji nampak pada penggalan kalimat di atas. Pujian yang disampaikan kepada Arok sangatlah istimewa karena tidak semua orang memiliki kemampuan seperti Arok yaitu memiliki tingkah seorang satria, mata brahmana meskipun pada kenyataannya Arok hanyalah keturunan sudra. Data (III.19) menggunakan gaya bahasa apostrof karena menghadirkan Sri Erlangga Bathara Wisynu dalam percakapan antara Tunggul Ametung dengan Dedes. Makna yang terkandung dalam tuturan (III.19) yaitu Tunggul Ametung mengungkapkan rasa terima kasih kepada Sri Erlangga Bathara Wisynu karena titah yang diberikan olehnya bisa membuat orang naik kasta karena dharma yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
diberikan. Daya yang dihasilkan pada tuturan (III.19) ialah daya puji karena mengandung pujian kepada Sri Erlangga Bathara Wisynu yang terungkap dari kata “Mulialah Sri Erlangga Bathara Wisynu,…” Kata mulia merupakan salah satu bentuk ungkapan pujian. Pada data (III.45) gaya bahasa simile digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda. Yang dibandingkan pada tuturan (III.45) ialah rambut Dedes dan belaian surga. Makna yang terkandung pada tuturan (III.45) ialah rambut Dedes benar-benar halus sehingga jika ada orang yang menyentuhnya seperti merasakan belaian surga. Daya yang muncul yaitu daya puji. Pujian dituturkan oleh Tunggul Ametung saat membelai rambut Ken Dedes dan yang dirasakan Tunggul Ametung ialah rambut Dedes sangat halus dan wangi. Pada tuturan (IV.17) menggunakan gaya bahasa epizeukis yaitu pengulangan pada kata terbaik. Maksud pada tuturan (IV.17) semua yang terbaik selama hidup dan sampai punah pun yang terbaik diberikan kepada Arok. Data (IV.17) Mengandung daya puji yang dituturkan oleh Lohgawe kepada Arok karena bagi Lohgawe, Arok adalah sosok yang sangat istimewa. Pada tuturan (IV.57) menggunakan gaya bahasa epitet yang ditunjukkan dengan kalimat garuda kaum brahmana yang sudah jelas julukan itu diberikan kepada Arok. Maksud yang terkandung pada data (IV.57) Arok sebagai wakil kaum brahmana mendapat berkat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
berlimpah dari Hyang Ganesha dengan kilat Muncukundra. Daya (IV.57) mengandung daya puji karena Arok mendapat koehormatan menjadi bagian dari kaum brahmana meskipun ia sendiri berkasata sudra. Pada tuturan (VI.5) menggunakan gaya bahasa metafora yang ditunjukkan kepada Hayam. Kalimat yang menunjukkan pemakaian gaya bahasa metafora ialah tajam hidung yang berarti memiliki penciuman yang kuat. Maksud yang terkandung pada tuturan (VI.5) ialah Hayam memiliki indera penciuman yang kuat untuk mencari sumber emas karena jarang sekali orang yang memiliki kemampuan seperti Hayam. Tuturan (VI.50 mengandung daya puji karena dalam pembicaraan, Arok memuji Hayam yang memiliki indera penciuman yang tajam. Daya puji seperti yang telah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa metafora yang mengandung pesan menunjukkan kesungguhan hati penutur untuk memuji mitra tutur. Perhatikan contoh tuturan“Kau seorang anak pandai emas yang tajam hidung. Tahu saja kau di mana tempatnya.” Tuturan tersebut secara langsung menunjukkan pujian Arok kepada Hayam atas kemampuan penciuman tajam yang dimiliki oleh Hayam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c.
78
Daya Optimis Optimis adalah paham atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan, sikap yang selalu memiliki harapan baik dalam segala hal (KBBIoffline). Penggunaan gaya bahasa pada novel yang berhasil ditemukan untuk mengungkap daya optimisme ialah sebagai berikut. … Tumpahkan airmatamu, Permata, karena setelah ini takkan dia titik lagi, seluruh kebahagiaan makhluk di atas bumi hanya milikmu.” (119) Konteks: Dituturkan oleh Akuwu ketika ia merasa air mata Ken Dedes jatuh menetesi lengannya.
(III.39)
“Kau akan kembalikan cakrawati Bathara Guru Sang Mahadewa Syiwa.” (165) Konteks: Dituturkan Dang Hyang Lohgawe Lohgawe saat upacara pemberian nama.
(IV.3)
“… Semua brahmana di Tumapel, Kediri, di seluruh pulau Jawa, akan menyokongmu. Dengan Tumapel di tanganmu kau akan bisa hadapi Kediri. (317) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia mengajak Arok untuk menemui Tunggul Ametung.
(VI.54)
“Dengan Tumapel di tanganmu kau akan bisa hadapi Kediri. … “ (317) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia mengajak Arok untuk menemui Tunggul Ametung.
(VI.55)
Gaya bahasa hiperbola ada pada data (III.39) yang nampak pada penggalan kalimat “…seluruh kebahagiaan makhluk di atas bumi hanya milikmu…” maksud dari kalimat (III.39) ialah Dedes akan menjadi seorang paramesywari tentu saja setelah ini ia akan memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
kekuasan mutlak untuk memiliki apapun yang ia inginkan. Daya optimis muncul karena apa yang dikatakan Tunggul Ametung akan memberi pengetian tersendiri bagi Ken Dedes dan apa yang dikatakannya ialah berdasarkan keyakinannya. Gaya bahasa apostrof ada pada data (IV.3) muncul pada kalimat “..cakrawati Bathara Guru Sang Mahadewa Syiwa.” maksud yang terkandung dari tuturan (IV.3) ialah keyakinan akan kembalinya lagi cakrawati Hyang Mahadewa Syiwa. Daya optimis muncul karena memiliki keyakinan yang tinggi akan kembalinya cakra Hyang Syiwa dengan hadirnya Arok di tengah-tengah mereka kerena kelebihan yang dimilikinya. Gaya bahasa Klimaks ada pada data (VI.54) yang nampak pada kelompok kata di Tumapel, Kediri, di seluruh pulau Jawa. Awalnya yang mendukung hanya dari wilayah Tumapel, lama-lama seluruh brahmana Kediri dan akhirnya brahaman seluruh pulau Jawa akan berkumpul jadi satu untuk mendukung Arok. Daya optimis muncul karena dengan munculnya bantuan dari seluruh pulau Jawa, keinginan yang akan dicapai akan terwujud. Gaya bahasa sinekdoke ada pada data (VI.55) nampak pada kalimat “Dengan Tumapel di tanganmu kau akan bisa hadapi Kediri” maksud dari tuturan (VI.55) ialah dengan menguasai Tumapel, maka Arok akan bisa hadapi dan menahklukkan Kediri. Daya yang terungkap yaitu daya optimis karena memiliki padangan baik akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
masa depan. Tumapel hanya bagian dari wilayah kekuasaan Kediri yang bisa dikatakan sumber emas bagi Kediri. Daya optimis seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa apostrof mengandung pesan yang menunjukkan jika penutur memiliki daya optimis kepada mitra tutur terhadap penyelesaian suatu masalah. Seperti pada contoh “Kau akan kembalikan cakrawati Bathara Guru Sang Mahadewa Syiwa.” (165) Maksud dari tuturan tersebut ialah berisi sebuah keyakinan akan pengharapan yang lebih baik karena hadirnya Arok akan membatu kaum brahmana mengembalikan cakrawati Hyang Syiwa. tuturan tersebut secara langsung menyatakan rasa optimis penutur kepada mitra tutur akan suatu hal.
d. Daya Ancam Ancaman
adalah
salah
satu
usaha
seseorang
untuk
menyelamatkan diri dari sebuah masalah. Ancaman sendiri memiliki arti sesuatu yang diancam, perbuatan yang mengancam (KBBI offline). Jika seorang mengeluarkan kalimat yang bernada mengancam tentu saja dapat membuat takut lawan bicaranya. Ungkapan yang digunakan seseorang dalam mengeluarkan ancaman juga beragam. Ada yang mengungkapkan secara halus, tersirat, blak-blakan, kasar, to the point, dan sebagainya. Dari ungkapan-ungkapan itu, terbentuklah sebuah daya bahasa yang mengandung ancaman.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
“Kalau aku tak berhasil menundukkan cakrawati Hyang Syiwa di Tumapel, terkutuklah kalian Wangsa Erlangga! Terkutuk! Juga seluruh adipati, bupati, dan akuwunya! Terkutuk!” (39) Konteks: Dituturkan oleh Arya Arta karena tidak dapat menanggung cemburunya kepada Wangsa Erlangga yang tidak mengindahkan Syiwa.
(I.83)
(III.50) “Kepalamu akan jatuh karena peristiwa ini.” (133) Konteks: Dituturkan oleh Belakangka kepada Rimang yang menyalahkan Rimang karena kepergian Ken Dedes saat Gunung Kelud meletus. “Kalau yang sepuluhribu itu tidak ada kepalamu tergantung-gantung di ujung pedang,”... (306) Konteks: Dituturkan oleh Hayam saat menanyakan Rimang tentang emas yang ia sembunyikan bersama Gusti Putra.
(VI.47)
“Dengan satu gelombang serangan kalian akan hancurbinasa. …!” (394) Konteks: Dituturkan oleh Arok saat mengepung perkubuan Hayam.
(VIII.16)
“Baik. Kalau kau bohong, tubuhmu tidak akan dibakar, akan kami serahkan pada anjing-anjing pekuwuan. Dan Tim anjingmu yang telah mati itu, akan datang ikut menyantap tubuhmu.” (469) Konteks: Dituturkan oleh Arok ketika menyidang Empu Gandring dan meminta keterangannya tentang penyerbuan ke pekuwuan.
(IX.21)
Pada tuturan (I.83) menggunakan gaya bahasa apostrof yaitu gaya bahasa berupa pengalihan amanat dari yang hadir menjadi tidak hadir. Kalimat “…cakrawati Hyang Syiwa… “ menunjukkan adanya daya apoostrof. Maksud yang terkandung pada data (I.83) ialah kutukan yang diberikan oleh Arya Artya jika ia tidak bisa kembalikan cakrawati Hyang Syiwa ke Tumapel. Daya ancam masuk pada tuturan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
(I.83) terdapat pada kata kutuk. Kata kutuk yang dituturkan Arya Artya berupa ancaman karena belum terjadi kejadian yang tidak diharapkan. Pada tuturan (III.50) menggunakan gaya bahasa eufemisme. “Kepalamu akan jatuh…” merupakan penghalusan dari arti mati. Dalam konteks ini, makna yang terkandung ialah Belakangka menyalahkan Rimang dengan perginya Ken Dedes yang keluar dari pekuwuan saat Kelud meletus untuk melihat keadaan rakyatnya tanpa seizinnya dan akan memberikan hukuman mati kepada Rimang dengan adanya peristiwa tersebut. Pada tuturan (VI.47) menggunakan gaya bahasa perifrasis yang ditunjukkan dengan kalimat “…kepalamu tergantung-gantung di ujung pedang,…” yang seharusnya bisa diganti dengan mati. maksud yang terkandung pada data (VI.47) ialah Rimang akan mati jika emas yang jumlah sepuluh ribu saga tidak ada. Data (VI.47) mengandung daya ancam karena secara terang-terangan mengancam Rimang jika ia tidak beritahukan di mana letak emas itu. Pada tuturan (VIII.16) menggunakan gaya bahasa hiperbola yang melebih-lebihkan ditunjukkan pada kalimat “…hancur-binasa. ..” makna yang terkandung pada (VIII.16) ialah serangan satu gelombang pasukan Arok bisa menghancurkan tempat persembunyian Hayam. Termasuk daya ancam karena serangan itu belum terjadi dan dipertegas lagi dengan kata akan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
Pada tuturan (IX.21) gaya bahasa yang terkandung adalah gaya bahasa sarkasme yang ditunjukkan dengan kalimat “...tubuhmu tidak akan dibakar, akan kami serahkan pada anjing-anjing pekuwuan…” Maksud dari data tuturan (IX.21) ialah Arok tidak menganggap Empu Gandring sebagai seorang yang tidak terhormat jika ia meninggal karena tidak mau mengakui semua kesalahan yang telah ia perbuat karena melakukan perlawanan terhadap Tunggul Ametung. Di masanya, Empu Gandring adalah orang yang terpandang, ia ahli membuat senjata yang sakti dan mendapat gelar Empu atas kemampuannya. Di sini, Arok menganggap Empu Gandring sangat hina. Jika ada orang yang meninggal, mayatnya harus dibakar untuk mencapai nirwana. Bisa disimpulkan jika Arok sangat memandang rendah Empu Gandring dan menganggapnya tidak berharga karena ia menyetarakan Empu Gandring dengan makanan anjing dan Tim anjing kesayangan Empu Gandring yang ia pelihara sejak kecil juga turut serta memakan daging tuannya. Efek perlokusinya ialah Empu Gandring mengakui kesalahannya dengan bukti-bukti yang ada. Daya ancam seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang muncul melalui gaya bahasa sarkasme yang mengandung pesan memberi ancaman kepada lawan tutur. Perhatikan data (IX.21) “Baik. Kalau kau bohong, tubuhmu tidak akan dibakar, akan kami serahkan pada anjing-anjing pekuwuan. Dan Tim anjingmu yang telah mati itu, akan datang ikut menyantap tubuhmu”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
Tuturan tersebut secara langsung mengancam mitra tutur agar mengakui kesalahannya dan berkata jujur.
e.
Daya Protes Protes,
menurut
KBBIoffline
adalah
pernyataan
tidak
menyetujui, menentang. Untuk mengungkapkan rasa protes banyak cara yang bisa dilakukan baik secara individual maupun kelompok, misalnya mogok makan, demo, membakar ban, dll. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa protes yang dilakukan oleh individual maupun kelompok. “… Juga sahaya tidak patut membisukan suatu hal: para brahmana siapa saja yang pernah saya temui, hanya mengecam-ngecam, menyumpahi, dan mengutuk. Tak seorangpun berniat menghadap Sri Baginda Kretajaya untuk mempersembahkan pendapatnya...” (66) Konteks: Dituturkan oleh Temu ketika membahas Sri Baginda Erlangga.
(II.16)
“Husy. Tak aku benarkan kau ulangi pendapat busuk seperti itu. Salah. Keliru. Tidak benar. Menyesatkan.” (175) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe yang melarang Arok untuk tidak berpendapat mengenai Maithuna (upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan). (IV.38) “Makin lama makin banyak rontal menyesap ajaran lain dan mendirikan dewa-dewa baru dari kaum Buddha, seakan titiah ini sengaja hendak dicairkan jadi bubur, campur aduk tidak menentu.” (186) Konteks: Dituturkan seorang brahmana dari mataram, Resi Andaru, menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang Mahadewa. (IV.13)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
Gaya bahasa klimaks ada pada data (II.17) ditunjukkan dengan kelompok kalimat mengecam-ngecam, menyumpahi, dan mengutuk karena kepentingannya makin meningkat. Maksud dari data (II.17) ialah sikap kaum brahmana yang hanya berani mengecam, menyumpahi, mengutuk selama pemerintahan Sri Erlangga. Daya protes muncul dari Arok karena sikap kaum brahmana yang seperti katak dalam tempurung, tak berani menunjukkan pendapatnya. Gaya bahasa tautologi berupa pengulangan kata yang sama secara berturut-turut ada pada data (IV.13) nampak pada kalimat Tak aku benarkan kau ulangi pendapat busuk seperti itu. Salah. Keliru. Tidak benar. Maksud dari tuturan (IV.13)
ialah pendapat yang
dikemukakan Arok pada intinya adalah salah. Daya protes muncul karena Lohgawe tidak suka terhadap pendapat Arok mengenai maithuna. Gaya bahasa simile ada pada data (IV.38) nampak pada kalimat kaum Buddha, seakan titiah ini sengaja yang dihubungkan dengan konjungsi seperti. Maksud dari tuturan (IV.38) ialah kaum Budha yang mendirikan dewa baru dari ajaran lain seolah seolah ajaran tersebut campur aduk. Daya protes muncul karena Resi Andaru menunjukkan rasa tidak suka banyak rontal yang salah ajarannya. Daya protes seperti yang telah dipaparkan di atas adalah kekuaatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa klimaks yang mengandung pesan rasa protes penutur kepada mitra tutur atas suatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
hal yang kurang mengenakkan. Nampak pada kalimat “… Juga sahaya tidak patut membisukan suatu hal: para brahmana siapa saja yang pernah saya temui, hanya mengecam-ngecam, menyumpahi, dan mengutuk. Tak seorangpun berniat menghadap Sri Baginda Kretajaya untuk mempersembahkan pendapatnya...” maksud dari tuturan tersebut ialah secara langsung penutur menyampaikan pendapatnya kepada mitra tutur tentang hal yang tidak ia sukai. Tuturan tersebut secara langsung memprotes mitra tutur oleh penutur karena suatu hal yang kurang berkenan.
f.
Daya Cemooh Cemooh juga salah satu bentuk ejekan tetapi lebih kasar dari pada sindiran. KBBIoffline mengatakan jika cemooh sebuah ejekan, hinaan. Cemooh untuk menghina orang yang kedudukannya lebih rendah. Di bawah ini contoh daya perintah yang terungkap. “Kalian kaum brahmana lebih pongah dalam pikiran, tapi menunduk-nuduk merangkak-rangkak di hadapanku. …” (114) Konteks: Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia berhasil membawa Dedes, tetapi ia meronta, mengumpat terus.
(III.29)
“Penangis di depanmu itu, Arok, adalah gadis terganas dari seluruh rombongannya. Tak ada di antara mereka yang dikasihnya ampun. Haus darah dia Arok. Hampir-hampir tak pernah bicara. Lebih sering melamun.” (275) Konteks: Dituturkan Tanca kepada Arok ketika Arok bertemu kembali dengan Umang setelah sekian lama tak berjumpa.
(VI.8)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
“… Tidak pernah bisa menghormati orang. Juga tidak bisa menghormati dirinya sendiri. Tak ada sesuatu pun yang perlu dihormatinya.” (319) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia dan Arok sampai ke pekuwuan dan menghadap Tunggul Ametung.
(VI.58)
“Sama dengan semua anak buahnya: gesit, kurus, dengan mata menyala-nyala seperti si kelaparan melihat makanan.” Konteks: Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ken Dedes meminta izin untuk bertemu dengan jago Lohgawe.
(VII.15)
“Ada diajarkan oleh kaum Brahmana: orang kaya terkesan pongah di mata si miskin, orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu, orang gagah berani terkesan dewa di mata si pengecut, juga sebaliknya, Kakanda: orang miskin tak berkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu terkesan mengibakan pada si bijaksana, orang pengecut terkesan hina pada si gagah berani. …” (328) Konteks: Dituturkan oleh Ken Dedes ketika suaminya bertanya apa itu kesan.
(VII.16)
“Kebo Ijo memang terlalu dungu, dan nama sahaya sudah terlanjur terbawa-bawa oleh si goblok itu.” (445) Konteks: Dituturkan oleh Empu Gandring saat tengah malam ada seorang tamtama yang datang mengunjunginya.
(IX.7)
“Hanya Tunggul Ametung yang berani lakukan itu. Berani karena bodohnya.” (450) Konteks: Dituturkan oleh Belakangka saat mengunjungi Kebo Ijo dan mengajaknya naik ke kereta.
(IX.13)
Data (III.29) menggunakan gaya bahasa antiklimaks yang ditunjukkan dengan kata merunduk-runduk, merangkak-rangkak. Gaya bahasa antiklimasks merupakan lawan dari gaya bahas klimaks di mana urut-urutan pemikirannya semakin menurun dari gagasan sebelumnya. Makna yang terkandung dari tuturan (III.29) ialah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
menunjukkan sikap kaum brahmana jika bertemu Tunggul Ametung awalnya merunduk-runduk yang lama-lama menjadi merangkakrangkak sebagai tanda hormat terpaksa karena takut dibunuh. Daya cemooh hadir pada tuturan (III.29) yang ditunjukkan pada penggalan kalimat tapi menunduk-nuduk merangkak-rangkak di hadapanku. Efek dari tuturan (III.29) iyalah Dedes merasa tersinggung dengan ucapan Tunggul Ametung dan semakin membencinya. Dalam tuturan (III.29) daya cemooh yang dituturkan oleh Tunggul Ametung ditunjukkan kepada Dedes yang merupakan keturunan brahmani atas sikap kaum brahmana sombong di belakang Tunggul Ametung, tetapi di depannya tidak berani berbuat apa-apa. Tunggul Ametung menghina kaum brahmana karena mereka takut kepada Tunggul Ametung yang terkenal kejam dan tidak bisa berkutik di hadapannya. Gaya bahasa simile muncul pada tuturan (VII.15) karena membandingkan dua hal sekaligus dan dihubungkan dengan kata seperti. Yang dibandingkan dalam tuturan ini ialah anak buah Arok yang gesit, kurus dengan mata menyala-nyala dengan orang yang kelaparan ketika melihat makanan. Dalam konteks ini Tunggul Ametung sebenarnya ingin mengatakan bahwa sikap anak buah Arok sama saja dengan pengemis. Makna dari tuturan (VII.15) ialah Tunggul Ametung menghina pasukan Arok yang secara fisik dilihat seperti pengemis. Efek dari tuturan (VII.15) ialah Ken Dedes semakin semakin membenci Tunggul Ametung karena sifatnya yang tidak bisa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
menghormati orang lain. Daya yang muncul yaitu daya cemooh karena tujuan Tunggul Ametung memang menghina pasukan Arok yang terlihat seperti pengemis. Pada tuturan (IX.7) menggunakan gaya bahasa sarkasme karena mengandung celaan atau hinaan kepada mitra tuturnya. Pada data (IX.7) penggunaan gaya bahasa sarkasme ditunjukkan dengan penggunaan kalimat “…terlalu dungu, terbawa-bawa oleh si goblok itu.” Makna kalimat tersebut menyatakan hinaan kepada Kebo Ijo karena kebodohannya yang sudah membawa nama Empu Gandring dalam perkara pembunuhan Kidang Telarung ketika menghadap Ken Dedes. Daya cemooh muncul pada data (IX.7) karena menunjukkan hinaan, celaan kepada orang lain. Pada tuturan (IX.7) daya hina muncul dengan penggunaan kata dungu dan bodoh. Tergolong daya hina karena menghina seseorang dan langsung memberi cap bahwa Kebo Ijo sangat bodoh. Dengan adanya daya hina tersebut yang dituturkan
Empu
Gandring
kepada
orang
lain
maka
akan
mempengaruhi pemikiran orang tersebut mengenai Kebo Ijo. Daya cemooh seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa sarkasme yang mengandung pesan hinaan kepada mitra tutur. Seperti pada tuturan “Kebo Ijo memang terlalu dungu, dan nama sahaya sudah terlanjur terbawa-bawa oleh si goblok itu.” (445). Maksud dari tuturan tersebut ialah Empu Gandring marah kepada Kebo Ijo karena telah membawa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
namanya di hadapan Ken Dedes selaku paramesywari. Secara langsung tuturan tersebut menunjukkan celaan penutur kepada mitra tutur karena rasa tidak suka.
g.
Daya Nasihat Setiap orang pasti melakukan kesalahan. Ketika seseorang melakukan kesalahan, tentunya akan mendapat nasihat. Dengan diberi nasihat, diharapkan orang tersebut menyadari kesalahannya dan berusaha tidak mengulanginya lagi karena nasihat itu sendiri berisi anjuran, ajaran yang baik. Di bawah ini dipaparkan contoh gaya bahasa yang di dalamnya mengandung daya nasihat. (I.4)
“Jangan menangis. Berterima kasihlah kepada para dewa. Tak ada seorang wanita yang ditempatkan pada satu kedudukan oleh Yang Mulia Tunggul Ametung. …” (2)
Konteks: Dituturkan oleh Gede Mirah ketika itu ia sedang merias, mengagumi kecantikan Dedes, dan memberinya nasihat. Saat itu Dedes tertekan dengan pernikahannya dan tidak menyetujui pernikahannya dengan Tunggul Ametung. “Tak ada seorang pun di pekuwuan ini dapat dipercaya, Yang Mulia. Hati-hati, waspadalah.” (102) Konteks: Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes untuk menghiburnya.
(III.8)
“Barangsiapa tidak terlalu muda untuk jadi Paramesywari, diapun cukup tua untuk mengetahui urusan negeri.” (158) Konteks: Dituturkan oleh oleh Ken Dedes ketika ia meminta kepada Tunggul Ametung untuk mengetahui urusan negeri.
(III.82)
(VII.40)
“Dia memerlukan keadilan, dia harus belajar mengenalnya dengan seluruh tubuh dan jiwanya, bukan hanya suara hampa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
untuk bunga bibir dan bunga hati juga untukmu sendiri. …” (352) Konteks: Dituturkan oleh Arok kepada pengawalnya yang bertanya tentang keputusan Arok kepada Bana. (X.15) “Belajar percaya, Kakanda, belajar mempercayai.” (502) Konteks: Dituturkan oleh Ken Dedes yang berusaha membujuk suaminya untuk percaya kepada Arok. Sedangkan pada data (I.4) mengandung gaya bahasa apostrof karena menghadirkan dewa pada dialog tersebut. Ditunjukkan dengan kalimat …berterima kasihlah kepada para dewa... Maksud dari tuturan (I.4) ialah supaya Ken Dedes bisa menerima pernikahannya dengan Tunggul Ametung karena hanya ia satu-satunya wanita yang bisa menempati singgasana paramesywari Tumapel dan itu semua terjadi karena kehendak para dewa. Daya nasihat juga muncul pada tuturan (I.4) tercermin dari kalimat …jangan menangis. Berterima kasihlah kepada para dewa… Di sini, Gede Mirah menasihat Dedes supaya jangan menangis dan bersyukur pada dewa atas karunia pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Gaya bahasa tautologi nampak pada tuturan (III.8) pada kata hati-hati, waspadalah. Penggunaan kata hati-hati, waspadalah bisa dikatakan berlebihan karena mengandung pengulangan dari kata yang memiliki arti yang sama. Makna yang terkandung dari tuturan (III.8) mengandung penekanan agar Ken Dedes hati-hati terhadap orang di pekuwuan.
Tuturan
(III.8)
mengandung
daya
nasihat
isinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
memberikan nasihat kepada mitra tutur. Pada data (III.8) kata hatihati, waspadalah mengandung daya nasihat dengan harapan Ken Dedes dapat lebih berhati-hati dan waspada kepada orang-orang di dalam pekuwuan karena semuanya tidak dapat dipercaya. Gaya bahasa oksimoron ada pada data (III.82) tampak pada kalimat “…tidak terlalu muda … cukup tua” yang mempertentangkan usia yang masih muda untuk menjadi paramesywari tetapi tidak terlalu tua untuk mengetahui urusan negeri. Data (III.82) mengandung daya nasihat karena Ken Dedes berusaha menasihati Tunggul Ametung saat ia mulai belajar mengetahui urusan negeri. Gaya bahasa metafora ada pada data (VII.40) pada frasa bunga bibir dan bunga hati. Bunga bibir ialah bahan pembicaraan, sedangkan bunga hati ialah kekasih. Maksud yang terkadung dari tuturan (VII.40) ialah pengawal Arok harus belajar untuk mengenal seluruh tubuh dan jiwanya sendiri sehingga tubuh dan jiwa tidak hanya menjadi pembicaraan dan pujaan hati. Data (VIII.40) mengandung daya nasihat karena berisi nasihat supaya lebih belajar mengenal diri sendiri sampai sekecil-kecilnya. Gaya bahasa epizeukis juga muncul pada data (X.15) ditunjukkan dengan pengulangan kata belajar percaya untuk mempertegas apa yang dimaksudkan. Maksud dari tuturan (X.15) ialah Ken Dedes menasihati Tunggul Ametung agar belajar percaya kepada orang lain. Data (X.15) mengandung daya nasihat tercermin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
melalui kalimat belajar percaya, Kakanda, belajar mempercayai. Dalam konteks ini, Ken Dedes menasihati suaminya agar percaya kepada orang lain dalam situasi yang sedang sulit. Dan gaya bahasa oksimoron juga nampak pada data (III.82). Yang menunjukkan gaya bahasa oksimoron ialah kata tua dan muda pada satu kalimat yang sama. Makna yang terkandung dari tuturan (III.82) ialah meskipun Ken Dedes tidak terlalu muda untuk menjadi seorang paramesywari tetapi kemampuan yang ia punya cukup banyak untuk mengetahui urusan negeri. Daya nasihat pada tuturan (III.82) yakni Ken Dedes diberi kesempatan untuk turut serta mengurus Tumapel bersama Tunggul Ametung. Daya nasihat seperti yang terlah diungkapkan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa tautologi yang mengandung pesan memberi nasihat kepada mitra tutur. Nampak pada data (III.8) “Tak ada seorang pun di pekuwuan ini dapat dipercaya, Yang Mulia. Hati-hati, waspadalah.” Maksud dari tuturan tersebut ialah memberi nasihat kepada Ken Dedes selaku Paramesywari supaya berhati-hati karena di seluruh Tumapel tidak ada seorang yang bisa dipercaya. Tuturan tersebut secara langsung menasihati mitra tutur supaya mitra tutur menjadi lebih tenang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
h. Daya Saran Saran, menurut KBBIoffline adalah pendapat (usul, anjuran, cita-cita) yg dikemukakan untuk dipertimbangkan. Di dalam saran walaupun dikatakan secara langsung untuk mempengaruhi mitra tutur, tetapi tidak ada paksaan di dalamnya. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa saran yang dilakukan dalam satu gaya bahasa. (V.31) “… Dia harus didekati, dibaiki, diambil hatinya.” (240) Konteks: Dituturkan oleh Belakangka ketika mencoba menasihati Tunggul Ametung yang murka mendengar Lohgawe menolak datang ke pekuwuan. Dalam kalimat “… Dia harus didekati, dibaiki, diambil hatinya.” (V.31) sangat jelas langkah gaya bahasa klimaks yang dipakai yang ditunjukkan dengan kelompok kata didekati, dibaiki, diambil hatinya di mana kepentingannya makin lama makin meningkat. Data tersebut mengandung daya saran karena Ametung tidak menerima kata perintah apapun, hanya langkah klimaks untuk mencapai tujuan. Dan boleh dipilih oleh Ametung akan dipakai apa tidak cara tersebut. Daya saran seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang muncul melalui gaya bahasa klimaks yang mengandung pesan memberi saran kepada mitra tutur. Perhatikan data “… Dia harus didekati, dibaiki, diambil hatinya.” Tuturan tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
secara langsung menyarankan mitra tutur untuk melakukan sesuatu yang disarankan oleh penutur.
i.
Daya Klaim Klaim, menurut KBBIoffline adalah tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu dan pengertian yang lain adalah pernyataan tentang suatu fakta atau kebenaran sesuatu. Untuk mengungkapkan klaim banyak teknik yang bisa dipakai, dengan cara kasar, maupun halus. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa klaim yang dilakukan dalam berbagai macam gaya bahasa. “Kekuasaan Akuwu Tumapel yang diberkahi oleh Hyang Wisynu telah membikin kalian mengidap kemiskinan tidak terkira.” (19) Konteks: Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
(I.48)
“Dengan segala yang diambil dari kalian Akuwu Tumapel mendapat biaya untuk bercumbu dengan perawan-perawan kalian sampai lupa pada Hyang Wisynu.” (19) Konteks: Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
(I.49)
“... Tanpa keberanian hidup adalah tanpa irama. Hidup tanpa irama adalah samadhi tanpa pusat…” (63) Konteks: Dituturkan oleh Temu kepada Lohgawe. Temu mengagumi Hyang Ganesha.
(II.11)
“Ayolah, kutuk aku, seperti semua brahmana mengutuk semua orang di luar kastanya. …” (113) Konteks:
(III.20)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia berhasil membawa Dedes, tetapi ia meronta, mengumpat terus. Gaya bahasa antitesis ada pada data (I.48) ditunjukkan dengan kalimat “Kekuasaan Akuwu Tumapel yang diberkahi oleh Hyang Wisynu … mengidap kemiskinan…” maksud yang terkandung pada tuturan (I.48) ialah kekuasaan Tunggul Ametung yang medapat berkat dari Hyang Wisynu tetapi rakyat yang dipimpinnya mengalami kemiskinan. Daya klaim muncul karena yang dituturkan oleh Borang adalah pernyataan dari sebuah kenyataan. Gaya bahasa apostrof ada pada data (I.49) nampak pada kata Hyang Wisynu. Maksud dari tuturan (I.49) ialah Hyang Wisynu dilupakan oleh Tunggul Ametung karena keegoisannya yang menikmati nikmat duniawi saja. Daya klaim muncul karena yang dikatakan Borang adalah sebuah pernyataan dari kenyataan yaitu Tunggul Ametung mengambil semua milii rakyat hanya untuk bercumbu dengan para perawan dan lupa pada Hyang Wisynu. Gaya bahasa anadiplosis ada pada data (II.11) adalah gaya bahasa perulangan kalimat pada akhir baris digunakan lagi pada awal baris. Muncul pada kalimat hidup adalah tanpa irama. Hidup tanpa irama. Maksud dari tuturan (II.11) ialah hidup tanpa irama seperti samadhi tanpa pusat. Daya klaim muncul dari data (II.11) karena merupakan suatu pernyataan kebenaran. Gaya bahasa simile ada pada data (III.20) yang muncul pada kalimat kutuk aku, seperti semua brahmana mengutuk. Maksud dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
tuturan tersebut ialah kutukan yang dilontarkan Dedes semuanya sama seperti para brahmana yang mengutuk Tunggul Ametung. Daya klaim muncul karena apa yang dituturkan Tunggul Ametung adalah sebuah kebenaran yaitu para brahmana sering mengutukinya. Daya klaim seperti yang telah diuraikan di atas kekuatan bahasa yang muncul dari penggunaan gaya bahasa simile yang mengandung pesan jika penutur berhak untuk menyatakan dirinya diklaim karena apa yang dikatakan penutur kepada mitra tutur berdasarkan fakta yang ada. Tampak seperti pada tuturan “Ayolah, kutuk aku, seperti semua brahmana mengutuk semua orang di luar kastanya. …” Tuturan tersebut secara langsung menyatakan kepada mitra tutur jika penutur sudah sering dikutuk oleh banyak orang termasuk kaum brahmana.
j.
Daya Deklarasi Deklarasi, menurut KBBIoffline adalah pernyataan ringkas dan jelas. Di dalam deklarasi terdapat pernyataan tentang fakta yang mengubah suata keadaan atau fakta lain dan diakui di khalayak ramai. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa deklarasi yang dilakukan dalam berbagai macam gaya bahasa. “Dewa Sang Akuwu sekarang juga dewamu.” (8) Konteks: Dituturkan oleh Yang Suci Belakangka ketika memimpin upacara pernikahan.
(I.21)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
“Dengan namamu yang baru, Arok, Sang Pembangun, kau adalah garuda harapan kaum brahmana.” (165) Konteks: Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat upacara pemberian nama.
(IV.1)
Pada tuturan (I.21) menggunakan gaya bahasa epanalepsis yaitu pengulangan kata yang sama pada awal dan akhir baris yang ditunjukkan pada kata dewa. Maksud yang terkandung dari ujaran tersebut ialah Belakangka menegaskan jika dewa yang dianut oleh Tunggul Ametung juga dewanya. Termasuk daya dekalarasi karena memberikan pernyataan ringan bahwa dewa akuwu juga menjadi dewa Ken Dedes juga. Pada tuturan (IV.1) menggunakan gaya bahasa epitet ditunjukkan dengan kata Sang Pembangun. Sang Pembangun ialah Arok sendiri. Maksud yang terkandung pada tuturan (IV.1) ialah Arok dinobatkan oleh Lohgawe dengan simbol Sang Pembangun yang artinya pembangun kembali Hyang Mahadewa Syiwa bagi kaum brahmana. Daya deklarasi seperti yang sudah diungkapkan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa epanalepsis yang mengandung pesan menyatakan sesuatu secara jelas dan singkat, yang nampak pada tuturan “Dewa Sang Akuwu sekarang juga dewamu.” Tuturan tersebut secara langsung memberikan pernyataan kecil kepada mitra tutur tentang sebuah penegasan terhadap suatu hal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
k. Daya Sesal Sesal menurut KBBIoffline adalah perasaan tidak senang (susah, kecewa, dsb) karena telah berbuat kurang baik (dosa, kesalahan, dsb). Kurang baik yang dimaksudkan di sini relatif terhadap obyek mitra tutur. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa sesal yang ditunjukan dalam berbagai gaya bahasa. “Ya, Bapa Mahaguru, sahaya telah menimbulkan prihatin Bapa mahaguru Lohgawe sesuatu yang semestinya tidak terjadi, dan tidak perlu terjadi.” (61) Konteks: Dituturkan Temu kepada Lohgawe ketika menjawab pertanyaan dari gurunya.
(II.6)
“… Ampuni kami, ya, Mahadewa, keagungan Prambanan tidak mampu menolak pengaruh sesat itu. …” (176) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe ketika mengetahui di depan ada upacara Maithuna.
(IV.14)
(V.37) “Betapa dungu aku telah kawini perempuan sial ini.” (248) Konteks: Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika ia berbincang dengan suaminya di kebun buah. “Ampun, Yang Mulia Ayahanda, sejengkalpun dari Tumapel tidak seyogianya gumpil.” (365) Konteks: Dituturkan oleh Putra termuda Tunggul Ametung ketika dipanggil menghadap dan membahas tentang wilayah kekuasaan Tumapel.
(VII.46)
“Sekiranya rencana pribadi terkutuk itu sudah saya ketahui sebelumnya. … Semua rencana kita gagal dalam tangan tuan. Tuan terusir dari pekuwuan seperti bukan keturunan satria. …” (441) Konteks: Dituturkan oleh Kebo Ijo saat mengunjungi kediaman Empu Gandring membahas pasukan Kebo Ijo yang ditahan Arok.
(IX.3)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
(X.34) “Mati, Arok, Sang Akuwu mati,” tangis Dedes. (525) Konteks: Dituturkan oleh Ken Dedes yang menyadari jika suaminya telah mati. Gaya bahasa yang terdapat pada (II.6) adalah epizeukis. Epizeukis adalah gaya bahasa berupa pengulangan pada kata-kata yang dianggap penting. Pada data (II.16) pengulangan terjadi pada kata tidak terjadi. Maksud dari tuturan tersebut ialah sikap yang telah dilakukan Arok membuat gurunya, Lohgawe menjadi sedih hati. Daya sesal muncul karena Arok telah membuat gurunya bersedih hati. Pada data (IV14) menggunakan gaya bahasa apostrof yang ditunjukkan pada kata Mahadewa. Maksud dari dari data (IV.14) ialah ungkapan permohonan ampun Lohgawe kepada Mahadewa karena keagungan Prambanan tidak mampu menolak pengaruh sesat. Daya sesal muncul karena Lohgawe dan seluruh kaum brahmana tidak mampu berkutik saat keagungan Prambanan tidak mampu menolak pengaruh sesat dari aliran Budha. Pada data (V.37) menggunakan gaya bahasa sarkasme mucul yang ditunjukkan dengan kalimat “…perempuan sial ini.” Maksud dari tuturan (V.37) ialah setelah menjadi istri Tunggul Ametung, Ken Dedes menjadi perempuan pembawa petaka, bukan keberuntungan. Daya sesal muncul karena Tunggul Ametung telah menikahi Ken Dedes.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
Pada data (VII.46) menggunakan gaya bahasa hiperbola yang nampak pada sejengkalpun. Maksud dari tuturan (VII.46) wilayah Tumapel sudah berkurang. Daya sesal muncul karena menurut Putra termuda Tunggul Ametung pecahnya Tumapel tidak perlu terjadi dan seharusnya ia mampu mempertahankan wilayah tersebut. Pada data (IX.3) menggunakan gaya bahasa simile yang karena ada kata pembanding seperti. Maksud dari tuturan (IX.3) ialah Kebo Ijo terusir dari pekuwuan dengan tidak hormat seperti layaknya keturunan satria. Daya sesal muncul karena Kebo Ijo melakukan kesalahan dan membuat Empu Gandring kecewa sehingga rencana yang sudah mereka susun gagal total. Pada data (X.34) menggunakan gaya bahasa epanalepsis yaitu pengulangan kata mati pada awal dan akhir kalimat. Maksud dari tuturan (X.34) ialah memberi penegasan jika Tunggul Ametung sudah mati. Daya sesal muncul karena Tunggul Ametung mati karena dibunuh oleh Kebo Ijo. Daya sesal seperti yang sudah diuraikan di atas ialah kekuatan bahasa yang mengandung pesan pengungkapan hati penutur kepada mitra tutur atas kejadian yang telah terjadi dan terungkap melalui gaya bahasa epizeukis yang nampak pada tuturan “Mati, Arok, Sang Akuwu mati,”Tuturan tersebut secara langsung menunjukkan rasa sesal penutur kepada mitra tutur atas peristiwa yang telah terjadi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
l.
102
Daya Keluh Keluh, meunurut KBBIoffline adalah ungkapan yang keluar karena perasaan susah (karena menderita sesuatu yang berat, kesakitan, dsb). Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa keluh yang ditunjukan dalam berbagai gaya bahasa. “Apakah kalian kurang menyembah dan berkorban pada Hyang Wisynu, maka kurang keberanian dalam hati kalian?” (18) Konteks: Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
(I.44)
” Tumapel terus-menerus menyalahkan kami.” (19) Konteks: Dituturkan oleh penduduk Bantar kepada Borang ketika mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
(I.47)
“… Kau pandangi kakimu seperti kakimu berubah menjadi biji mata untukku?”(53) Konteks: Dituturkan oleh Mundra saat Oti menemuinya dan kaget setelah mengetahui lelaki muda itu bermata satu. Dan lelaki itu mengetahui sikap Oti yang terkejut.
(I.106)
“…, pada waktu kaum brahmana dalam duaratus tahun hanya bersilat lidah?” (213) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe yang kaget melihat dharma yang dilakukan lalu membandingkan dengan kaum brahmana.
(IV.61)
(V.33) “… Yang Mulia, dalam sepuluh tahun lagi tak ada anak muda bisa baca tulis, tak ada lagi yang mengerti bagaimana memuliakan para dewa, manusia kembali menjadi hewan rimba belantara. (241) Konteks: Dituturkan oleh Belakangka ketika mencoba menasihati Tunggul Ametung yang murka mendengar Lohgawe menolak datang ke pekuwuan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
(V.40) “Ketidakmampuan itu berasal dari diri semua yang memerintah, Dedes, ketidakmampuan mengerti kawulanya sendiri, kebutuhannya, dan kepentingannya.” (254) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe kepada Ken Dedes ketika rombongan mereka tiba di padepokan Lohgawe. “Anak buah saya yang delapan? Mereka bisa berkicau di bawah lecutan cambuknya.” (444) Konteks: Dituturkan oleh Kebo Ijo saat mengunjungi kediaman Empu Gandring membahas pasukan Kebo Ijo yang ditahan Arok.
(IX.5)
Pada data (I.44) menggunakan gaya bahasa apostrof
yang
ditunjukkan dengan Hyang Wisynu. Maksud dari tuturan (I.44) Borang menanyakan pada penduduk Bantar tentang sesambahan dan pengorbanan penduduk pada Hyang Wisynu. Mengandung daya keluh karena penduduk Bantar tidak berani Pada data (I.47) menggunakan gaya bahasa sinekdok. Ditunjukkan dari kalimat ”Tumapel terus-menerus menyalahkan kami.” Maksud dari tuturan (I.47) penduduk Bantar terus menerus disalahkan oleh Tumapel karena telat membayarkan upeti atau jumlah upeti yang kurang. Daya keluh muncul karena penduduk Bantar merasa tersiksa dengan kewajiban yang harus diserahkan ke Tumapel berupa upeti dan jika terlambat akan disiksa oleh para prajurit dan disalahkan oleh pemerintah Tumapel. Pada data (I.106) menggunakan gaya bahasa simile yang muncul dari kalimat “…pandangi kakimu seperti kakimu berubah menjadi biji mata…” maksud dari tuturan (I.106) ialah kaki Oti bisa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
menggantikan bola mata untuk Mundra yang akan menemani setiap saat. Mengandung daya keluh karena Mundra hanya memiliki satu buah bola mata dan cara Oti memandang Mundra membuat Mundra merasa agak tidak enak hati. Pada data (IV.61) menggunakan gaya bahasa metafora yang ditunjukkan dengan frasa bersilat lidah. Bersilat lidah memiliki arti pintar bermain kata. Maksud yang terkandung pada data (IV. 61) ialah kaum brahmana hanya berani bermain kata tanpa melakukan tindakan selama dua ratus tahun. Daya keluh mucul karena selama dua ratus hanya bisa bersilat lidah dan kaget melakukan hal yang dilakukan oleh Arok dan kawan-kawannya. Pada data (V.33) menggunakan gaya bahasa antiklimaks yang ditunjukkan dengan kelompok kata tidak bisa baca tulis, tidak tahu bagaimana cara memuliakan dewa, dan menjadi hewan rimba belantara. Maksud dari tuturan (V.33) jika tidak ada anak muda yang tidak bisa baca dan tulis, tidak tahu bagaimana cara memuliakan para dewa dan manusia menjadi seperti binatang lagi. Daya keluh muncul karena menunjukkan kekhawatiran Belakangka jika Tunggul Ametung membunuh semua brahmana sehingga pada akhirnya manusia menjadi seperti hewan lagi. Pada data (V.40) menggunakan gaya bahasa epizeukis berupa pengulangan kata ketidakmampuan. Maksud dari tuturan (V.40) ialah ketidakmampuan
memerintah
Tunggul
Ametung
berasal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
ketidakmampuan mengerti rakyatnya, mengerti kepentingannya, mengerti apa yang dibutuhkan. Daya keluh muncul pada tuturan (V.40) karena Lohgawe merasa menderita dengan kepempimpinan sejak Sri Erlangga sampai Tunggul Ametung karena tidak mampu dalam banyak hal seperti tidak mampu mengerti kawulanya, tidak mengerti apa yang dibutuhkan, tidak mengerti akan kepentingannya. Pada data (IX.5) menggunakan gaya bahasa ironi. Maksud dari tuturan (IX.5) ialah anak buah Kebo Ijo yang ditahan oleh Arok bisa membuka rahasia Kebo Ijo. Daya keluh muncul karena Kebo Ijo merasa khawatir jika rahasia terbongkar oleh anak buahnya yang ditahan oleh Arok. Daya keluh seperti yang telah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa sinekdok seperti pada tuturan ”Tumapel terus-menerus menyalahkan kami.” Tuturan tersebut secara langsung menunjukkan ungkapan rasa yang keluar dari penduduk desa Bantar karena perasaan menderita selama duapuluh tahun.
m. Daya Pinta Pinta, menurut KBBIoffline ialah permintaan. Biasanya mitra tutur meminta sesuatu kepada lawan tutur untuk melakukan atau memberikan apa yang mitra tutur butuhkan atau inginkan. (V.19) “Tolonglah leher sahaya ini, Yang Mulia Ratu.” (230) Konteks:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ratu Angabaya menahannya karena memiliki persoalan dan harus diselesaikan mengenai pembunuhan yang ia lakukan kepada kawula Tumapel di wilayah Kediri. (VI.23) “Ya Mahadewa, beri aku kekuatan.” (294) Konteks: Dituturkan oleh Rimang ketika ia dan Gusti Putra melawan para jajaro yang sedang memperkosa seorang wanita. (VII.23) “Coba katakan padaku yang masih bodoh ini” (334) Konteks: Dituturkan oleh Ken Dedes ketika diberi kesempatan dari Tunggul Ametung untuk berbincang dengan Arok. (VII.35) “Duh, anakku, jangan kaget telah aku serahkan hidup dan mati ayahmu pada musuh-musuhnya.” (345) Konteks: Dituturkan kepada Ken Dedes kepada anak di dalam rahimnya sesampainya tiba di Bilik Agung. (X.35) “Nyatakan sesuatu pada kami, Arok! “Nyatakan!Nyatakan!” (543) Konteks: Dituturkan oleh pasukan dari luar kota kepada Arok memintanya menyatakan sesuatu. Gaya bahasa sinekdok ada pada data (V.19) muncul pada kalimat “Tolonglah leher sahaya…” maksud dari data (V.19) ialah Tunggul Ametung meminta kepada Sri Ratu Angabaya untuk tidak menghukumnya dengan hukuman pancung atas kesalahan yang telah ia lakukan. Daya pinta muncul karena Tunggul Ametung meminta kepada ratu Angabaya untuk menyelematkan nyawanya. Gaya bahasa apostrof nampak pada tuturan (VI.33) yang ditunjukkan dengan kata Mahadewa. Makna yang terkandung dari tuturan (VI.33) ialah Rimang memohon kepada Hyang Mahadewa supaya memberinya kekuatan untuk melawan jajaro. Daya yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
muncul dari data (VI.33) ialah daya pinta ditunjukkan dengan kata beri. Dalam konteks ini, Rimang meminta kekuatan kepada Hyang Mahadewa supaya memberikannya kekuatan. Kekuatan di sini muncul dari keyakinannya kepada Hyang Mahadewa selaku dewa sesembahan yang kedudukannya paling tinggi. Efek dari tuturan (VI.33) ialah penutur merasa mendapat kekuatan baru karena kepercayaannya pada Tuhan yang disembah. Data (VII.23) menggunakan gaya bahasa litotes. Gaya bahasa litotes digunakan untuk merendahkan diri sendiri. Kata yang menunjukkan adanya penggunaan gaya bahasa litotes ialah pada penggalan kalimat “…yang masih bodoh ini...” Maksud dari tuturan ini ialah Ken Dedes meminta Arok menjelaskan padanya mengenai wanita. Pada zamannya, Ken Dedes kategori sebagai wanita yang pandai, cerdas, dan terpelajar. Di sini Ken Dedes merendahkan diri di hadapan Arok yang dianggapnya pandai walaupun baru pertama kali bertemu. Data (VII.23) mengandung daya pinta karena meminta lawan tutur melakukan sesuatu yang diminta oleh mitra tutur. Ditunjukkan dengan kalimat “coba katakan padaku..” Di sini Ken Dedes meminta Arok untuk menjelaskan pengertian tentang wanita. Gaya bahasa epizeukis ada pada data (X.41) ditunjukkan dengan mengulang kata nyatakan. Maksud dari tuturan tersebut ialah pasukan Arok dari luar kota meminta Arok untuk menyatakan seuatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
kepada mereka entah apapun itu. Daya pinta muncul karena pasukan Arok memintanya untuk berbicara. Daya pinta seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui penggunaan gaya bahasa litotes, yang mengandung pesan supaya lawan tutur melakukan sesuatu yang dikehendaki mitra tutur. Perhatikan contoh (VII.23) “Coba katakan padaku yang masih bodoh ini”. Tuturan tersebut secara langsung meminta mitra tutur agar menjelaskan padanya mengenai hal yang belum diketahui oleh penutur.
n. Daya Harap Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer, peneliti menemukan beberapa tuturan baik lisan maupun tulis yang mengandung daya bahasa harapan. Menurut KBBIoffline, harap adalah sesuatu yang yang diharapkan, suatu keinginan supaya menjadi kenyataan. “Anak desa yang nakal itu, sebentar lagi akan lenyap bersama dengan debu Kelud. ..”(159) Konteks: Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika istrinya menanyakan soal perusuh.
(III.83)
“Dengan namamu yang baru, Arok, Sang Pembangun, kau adalah garuda harapan kaum brahmana.” (165) Konteks: Dituturkan oleh Lohgawe saat upacara pemberian nama.
(IV.1)
(IV.33) “Dirgahayu, dirgahayu, dirgahayu, ya Mahaguru.” (182) Konteks:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
Dituturkan oleh berpuluh-puluh orang para brahmana yang menyambut kedatangan Lohgawe. “Kau tidak akan sedungu ayahmu. Kau takkan bikin malu ibumu. Kalau kau wanita, kau adalah dewi, kalau kau pria kau adalah dewa. Dengar, kau jabang bayi? Kau berdarah Hindu, ayahmu sudra hina.” (329)/19 Konteks: Dituturkan oleh Ken Dedes kepada anak dalam kandungannya.
(VII.17)
“Semoga para dewa melimpahkan kemurahan tiada terhingga pada Yang Mulia Paramesywari.” (382)/18 Konteks: Dituturkan oleh Empu Gandring ketika dipanggil oleh Ken Dedes untuk ke pendopo.
(VIII.3)
Gaya bahasa sinisme ada pada data (III.83) yang ditunjukkan dengan kalimat anak desa yang nakal. Maksud yang terkadung meremehkan seorang anak desa yang identik dengan anak desa nakal. Daya harap muncul pada data (VIII.3) karena Tunggul Ametung mengharapkan si anak desa itu lenyap bersama debu Kelud. Gaya bahasa epitet ada pada data (IV.1) yang ditunjukkan dengan kalimat “…Arok, Sang Pembangun…” Maksud dari data (IV.1) ialah Arok menjadi mendapat kepercayaan dari kaum brahmana untuk menjadi pelengkap pembangun kaum brahmana yang telah lama terpuruk. Data (IV.1) mengandung daya harap karena kaum brahmana menaruh harapan besar kepada Arok yang akan memperbaiki nasib seluruh kaum brahmana yang terpuruk salama duaratus tahun ini. Pada tuturan (IV.33) menggunakan gaya bahasa epizeukis yang ditunjukkan dengan pengulangan kata dirgahayu. Dirgahayu sendiri memiliki arti semoga panjang umur. Maksud yang tekandung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
pada tuturan (IV.33) ialah semoga Lohgawe selalu panjang umur. Mengandung daya harap karena berisi harapan kepada Lohgawe supaya panjang umur, sehat selalu seperti saat orang merayakan ulang tahun. Pada tuturan (VII.17) memiliki gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebih suatu objek yang ditunjukkan dengan kalimat “…kau wanita, kau adalah dewi, kalau kau pria kau adalah dewa…” maksud yang terkandung dari data (VII.17) yakni ketika anak Dedes lahir, ia seperti seorang dewi, jika laki-laki ia seperti seorang dewa. Daya harap muncul pada data (VIII.17) karena mengandung harapan supaya anak yang dilahirkannya kelak memiliki sifat seperti dewa atau dewi. Kutipan tuturan (VIII.3) memiliki gaya bahasa apostrof karena menghadirkan sesuatu yang tidak ada menjadi ada terwakilkan dalam kata dewa. Dewa adalah roh yang diangan-angankan sebagai manusia halus yang berkuasa atas alam dan manusia (KBBIoffline). Dewa sosok yang kasat mata tapi bisa dirasakan kehadirannya. Pada tuturan di atas, Empu Grandring berharap supaya Ken Dedes selalu mendapat kemurahan yang tak terhingga dari para dewa. Pramoedya menggunakan istilah dewa karena pada saat itu (masa kerajaan Kediri) agama Hindu yang menjadi kepercayaan penduduk Tumapel. Daya ilokusi yang terkandung yaitu supaya Ken Dedes mendapat banyak berkat dari para dewa. Efek yang dihasilkan dari ujaran di atas adalah ucapan terimakasih yang dituturkan oleh Ken Dedes.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
Daya harap seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa epizeukis seperti pada data “Dirgahayu, dirgahayu, dirgahayu, ya Mahaguru.” (182) yang mengandung pesan menunjukkan sebuah harapan kepada seluruh kaum brahamana kepada Lohgawe saat menyambutnya datang yang sudah lama ditunggu kehadirannya. Tuturan tersebut secara langsung menyampaikan harapan penutur kepada mitra tutur.
o.
Daya Perintah Perintah merupakan salah satu perkataan yang mempunyai tujuan supaya seseorang yang diperintah melakukan sesuatu. Kalimat perintah adalah kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan suatu hal yang diinginkan oleh orang yang memerintah. Oleh karena itu, perintah meliputi suruhan yang keras hingga ke permintaan yang sangat halus. Di bawah ini, contoh cuplikan data dalam novel Arok Dedes yang menggunakan gaya bahasa yang berdaya perintah. ”… Demi Hyang Wisynu, angkut semua upeti ke Kediri. ...” (22) Konteks: Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
(I.57)
“… Kumpulkan semua brahmana di atas bumi ini. …” (113) Konteks: Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia berhasil membawa Dedes, tetapi ia meronta, mengumpat terus.
(II.23)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
“Inilah Ki Bango Samparan, bapakku. Hormati dia seperti kalian menghormati aku,…” (302) Konteks: Dituturkan oleh Arok ketika ia mengumpulkan seluruh budak di ladang batu.
(VI.43)
“Kalau berhasil, kau akan lanjutkan pekerjaan ke barat daya, Kawi dan Kelud.” (333) Konteks: Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Arok menghadapnya.
(VII.22)
(VII.27)
Binasakan semua prajurit Tumapel yang tidak takluk padamu. (338) Konteks: Dituturkan oleh Arok kepada pasukannya
(X.16) “Yang keras! Keras! Lebih keras!” pekiknya. (502) Konteks: Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketpada Ken Dedes yang meminta dipijit kepalanya.
Gaya
bahasa
apostrof
ada
pada
data
(I.57)
karena
menghadirkan Hyang Wisynu. Maksud yang terkandung pada data (I.57) ialah perintah yang diperintahkan Borang kepada penduduk Bantar seolah-olah perintah dari Hyang Wisynu sendiri. Mengadung daya perintah karena meminta penduduk Bantar mengakut upeti ke Kediri. Gaya bahasa hiperbola ada pada data (II.23) yang ditunjukkan pada cuplikan kalimat “…di atas bumi ini…” seolah-olah bumi itu sempit dan bisa mengumpulkan semua brahamana. Mengandung daya perintah
karena
Tunggul
Ametung
memberi
perintah
mengumpulkan semua brahmana yang ada di bumi ini.
untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
Pada data (VI.43) menggunakan gaya bahasa simile yang ditunjukkan dengan cuplikan kalimat “…hormati dia seperti kalian menghormati aku…” Makna yang terkandung di dalam tuturan (VI.43) ialah Arok meminta seluruh budak untuk menghormati ayahnya sama seperti mereka menghormati Arok sebagai pemimpin mereka. Daya perintah yang muncul dituturkan oleh Arok kepada seluruh budak
yang berada di
daerah
pendulangan supaya
menghormati bapaknya Arok sama seperti mereka menghormati Arok. Gaya bahasa metonimia ada pada data (VII.22) yaitu dengan penggunaan kata Kawi dan Kelud. Yang dimaksudkan yaitu melanjutkan perjalanan menuju ke Gunung Kawi dan Gunung Kelud. Mengandung daya perintah karena memerintahkan Arok jika ia telah selesai menyelesaikan pekerjaannya, ia akan menuju ke arah Gunung Kawi dan Gunung Kelud untuk melaksanakan hal yang sama. Gaya bahasa sarkasme ada pada data (VII.27) tampak pada kata binasakan. Maksud yang tekandung pada tuturan (VII.27) ialah perintah Arok kepada seluruh anak buahnya untuk membunuh tanpa ampun semua prajurit Tumapel. Daya yang muncul yaitu daya perintah karena mengandung perintah untuk melakukan sesuatu yaitu menumpas seluruh prajurit Tumapel. Gaya bahasa epizeupkis terungkap melalui data (X.16) dengan pengulangan kata keras yang memberi penegasan. Maksud yang dikandung dari tuturan (X.16) ialah supaya Ken Dedes lebih keras lagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
untuk memijit kepada Tunggul Ametung. Efek dari tuturan (X.16) ialah Ken Dedes memijat kepala Tunggul Ametung lebih keras daripada sebelumnya. Pada tuturan (X.16) daya perintah muncul dengan penggunaan kalimat Yang keras! Keras! Lebih keras! dengan harapan Ken Dedes memijati kepala Tunggul Ametung lebih keras lagi. Daya perintah seperti yang telah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa epizeukis yang nampak pada data (X. 16) “Yang keras! Keras! Lebih keras!” Dalam tuturan tersebut mengandung daya perintah karena penutur meminta mitra tutur untuk melakukan apa yang dikendakinya. Tuturan tersebut secara langsung memberi perintah kepada mitra tutur.
p. Daya Dogma Dogma menurut KBBIoffline pokok ajaran (tt kepercayaan dsb) yg harus diterima segagai hal yg benar dan baik, tidak boleh dibantah dan diragukan. Berbeda dengan deklarasi, dogma lebih hanya bersifat ajaran, sedangkan deklarasi menitik beratkan pada pengakuan, walaupun pengakuan tersebut berasal dari ajaran. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa dogma yang dilakukan dalam berbagai gaya bahasa. (I.34)
“Yang Mulia, bawalah perempuan ini naik ke peraduan. Para dewa membenarkan. ...” (14) Konteks:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
115
Dituturkan oleh Belakangka kepada Ametung ketika itu memasuki upacara menaiki peraduan pengantin yang dipimpin oleh Yang Suci Belakangka.
Gaya bahasa yang terdapat pada (I.34) adalah apostrof diawali dengan kata “… Para dewa…” dan diakhiri dengan kata membenarkan. ...” (14), menjelaskan bahwa ‘Para dewa’ mempunyai standar khusus untuk ‘membenarkan’, maka jelas bahwa ada sifat ajaran yang disampaikan, tidak dapat disangkal, dibantah maupun diragukan. Daya dogma muncul pada data (I.34) upacara pernikahan Ken Dedes dan Tunggul Ametung sudah menjadi kehendak para dewa. Daya dogma seperti yang telah diuraikan di atas ialah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa apostrof yang ditunjukkan dengan tuturan “Yang Mulia, bawalah perempuan ini naik ke peraduan. Para dewa membenarkan. ...” Tuturan tersebut secara langsung menunjukkan pokok ajaran tentang kepercayaan yang harus diterima sebagai hal baik dan benar.
q. Daya Magi Magi menurut KBBIoffline adalah sesuatu atau cara tertentu yg diyakini dapat menimbulkan kekuatan gaib dan dapat menguasai alam sekitar, termasuk alam pikiran dan tingkah laku manusia. Dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya, juga ditemukan daya bahasa magi yang ditunjukan dalam berbagai gaya bahasa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116
”Setidak-tidaknya dari Hyang Bathara Guru aku tahu, dua hari lagi kalian akan mendapat perintah untuk mengangkut upeti ke Kediri. Dari Hyang Wisynu aku tahu, kalian akan lakukan itu dengan patuh.” (21) Konteks: Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
(II.23)
“… Biarpun ingatanmu mendapatkan pancaran dari Hyang Ganesya.”(60) Konteks: Dituturkan oleh salah seorang teman Temu yang memperingatkannya karena sudah lama tidak belajar. (II.43) “Temu”, serunya, “dengan kemampuan seperti ini, pandangmu akan menguasai manusia dan benda.” (85) Konteks: Dituturkan oleh Tantripala yang kagum akan kecerdasan Temu saat belajar ilmu ekagrata. (II.2)
Pada data (I.55) menggunakan gaya bahasa apostrof karena menghadirkan Hyang Wisynu dan Hyang Batara Guru. Maksud dari kalimat (I.55) ialah Borang mendapat infomasi dari para dewa tentang penyerahan upeti yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Daya magi muncul karena Borang mendapat kekuatan dari Hyang Wisynu dan Hyang Batara Guru mengenai penyerahan upeti ke Kediri. Pada data (II.2) menggunakan gaya bahasa eponim yang ditunjukkan dengan Hyang Ganesha yang artinya dewa ilmu pengetahuan. Maksud dari data (II.2) ialah Arok memiliki daya ingat yang sangat baik. Daya magi muncul karena kemampuan mengingat Arok yang sangat luar biasa, ia dapat mengingat semua mata pelajaran yang diberikan oleh Lohgawe dengan cepat karena ia mendapat berkat dari Hyang Ganesha.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
Pada data (II.43) menggunakan gaya bahasa hiperbola yang nampak pada kalimat “…pandangmu akan menguasai manusia dan benda.” Maksud dari data (II.43) ialah kemampuan melihat yang dimiliki Arok sangat hebat. Termasuk daya magi karena penglihatan mata Arok bisa menguasai alam sekitar karena ia memiliki kekuatan ekagrata. Daya magi seperti yang telah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa epitet yang seperti pada tuturan “… Biarpun ingatanmu mendapatkan pancaran dari Hyang Ganesya.” Tuturan tersebut secara langsung menunjukkan kepada mitra tutur bahwa ada sesuatu yang diyakini penutur sehingga dapat menimbulkan hal gaib.
r.
Daya Provokasi Provokasi adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; pancingan. Sedangkan provokatif adalah bersifat provokasi,
merangsang
untuk
bertindak;
bersifat
menghasut
(KBBIoffline). Perbedaan antara perintah dan provokasi terletak pada sifat yang dilakukan. Jika provokasi menimbulkan seseorang melakukan perbuatan yang berdampak negatif, sedangkan perintah bisanya bersifat positif. Peneliti menemukan daya provokasi pada dialog antar tokoh dalam novel Arok Dedes.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
“Tak ada brahmana seperti itu. Dia hanya penipu, Yang Mulia, sepatutnya dihancurkan badannya dengan garukan kerang.” (47) Konteks: Dituturkan oleh Arya Artya ketika Tunggul Ametung meminta keterangan tentang Brahmana dari utara dan dalam rontal tidak ada data mengenai brahmana dari utara itu.
(I.92)
(X.38) “Itulah Yang Suci Belakangka, mengaku wakil dari Kediri. Sebelum kedatangannya, Tunggul Ametung hanya penjahat biasa, perampok, perampas, penculik dan pembunuh. Setelah kedatangannya orang Syiwa mulai dianiaya. ...” (537) Kontaks: Dituturkan oleh Belakangka kepada Lohgawe saat ia bertanya apakah pantas menuduh wakil Kediri seperti itu.
Pada tuturan (I.92) menggunakan gaya bahasa sarkasme. Ditunjukkan dengan penggalan kalimat “…sepatutnya dihancurkan badannya dengan garukan kerang.” Hinaan tersebut ditujukan kepada seseorang yang mengaku sebagai brahmana muda dari utara. Makna kalimat tersebut ialah tidak ada orang seperti yang diceritakan oleh Tunggul Ametung yaitu brahmana muda dari utara dan ia hanya seorang penipu yang patut dihancurkan badannya dengan garukan kerang. Daya bahasa yang terkandung dari tuturan (I.92) ialah provokatif. Di sini Arya Artya mengompori Tunggul Ametung jika menemukan brahmana itu langsung dibunuh secara kejam. Efek dari tuturan Arya Artya ialah Tunggul Ametung mencari pemuda yang mengaku Brahmana dari utara itu dan menumpasnya. Daya provokasi seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap dari penggunaan gaya bahasa sarkasme dan mengandung pesan provokasi kepada mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
Perhatikan tuturan (I.92) “Tak ada brahmana seperti itu. Dia hanya penipu, Yang Mulia, sepatutnya dihancurkan badannya dengan garukan kerang”. Tuturan tersebut secara langsung memprovokasi mitra tutur agar melakukan yang diminta penutur dan itu perbuatan buruk.
s.
Daya Persuasi Menurut KBBIoffline, persuasi ialah ajakan dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkan. Daya persuasi muncul dari novel Arok Dedes ialah sebagai berikut ini. “... Nanti sebentar lagi kalau Hyang Surya telah terbenam, sahaya akan iringkan Yang Mulia ke pura.” (103) Konteks: Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes untuk menghiburnya.
(III.12)
(X.45) “Bahwa kemenangan bukan satu-satunya buah usaha. Maka jangan ulangi kejahatan Tunggul Ametung dan balatentaranya. Jangan ada seorangpun yang merampok, mencuri, merampas, menganiaya, memperkosa seperti mereka. Dalam hal ini aturan dari Sri Baginda Erlangga masih tetap berlaku: hukuman mati terhadap mereka itu. …” (546) Konteks: Dituturkan Arok setelah diangkat menjadi orang pertama di Tumapel di hadapan seluruh rakyatnya. Gaya bahasa eponim ada pada data (III.12) ditunjukkan dengan kata Hyang Surya. Hyang Surya memiliki arti dewa matahari. Maksud dari tuturan tersebut ialah setelah senja atau setelah matahari tenggelam, Rimang akan mengajak Ken Dedes menuju ke pura. Daya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
persuasi muncul pada tuturan (III.12) dengan kata iringkan yang berarti Rimang mengajak Ken Dedes menuju ke pura. Gaya bahasa klimaks ada pada data (X.45) ditunjukkan dengan kelompok kalimat merampok, mencuri, merampas, menganiaya, memperkosa. Daya klimaks muncul karena kepentingannya makin meningkat. Maksud yang terkandung pada tuturan (X.45) yaitu menjelaskan tingkat kejahatan yang makin lama makin meningkat. Daya persuasi muncul karena Arok mengajak seluruh rakyat Tumapel untuk tidak melakukan hal buruk yang dilakukan oleh Tunggul Ametung. Daya persuasi seperti yang sudah diuaraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa klimaks seperti pada data “Bahwa kemenangan bukan satu-satunya buah usaha. Maka jangan ulangi kejahatan Tunggul Ametung dan balatentaranya. Jangan ada seorangpun yang merampok, mencuri, merampas, menganiaya, memperkosa seperti mereka. Dalam hal ini aturan dari Sri Baginda Erlangga masih tetap berlaku: hukuman mati terhadap mereka itu. …”. Tuturan tersebut secara langsung penutur mengajak mitra tutur untuk merubah kebiasaan lama yang buruk.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
t.
121
Daya Sumpah Sumpah adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (KBBIoffline). (I.57)
“Demi Hyang Wisynu, sahaya akan kembalikan lima kali lipat setelah berhasil.” (456) Konteks: Dituturkan oleh Kebo Ijo saat mengunjungi Belakangka di kediamannya. Kebo ijo menerima kantong berisi limapuluh ribu catak dan duaribu saga emas dari Belakangka.
(I.58)
“Demi kau, Hyang Agni, inilah Lingsang yang akan merawat, melebur, dan menyimpan emas, perak, dan suasa ini…” (266) Konteks: Dituturkan oleh Lingsang saat Arok memintanya bersumpah kepada Hyang Agni untuk menjaga emas hasil rampasan karena Lingsang memiliki keahlian menghitung emas. Pada tuturan (I.57) menggunakan gaya bahasa apostrof dan
dibuktikan dengan penggalan kalimat “…demi Hyang Wisynu...” Maksud yang terkandung dari tuturan ini ialah Kebo Ijo menunjukkan janjinya dengan menyebut Hyang Wisynu, yang merupakan dewa sesembahan Kebo Ijo kepada Yang Suci Belakangka jika ia berhasil melaksanakan tugasnya akan mengembalikan uang Yang Suci Belakangka sebanyak lima kali lipat. Pada data (I.57) daya sumpah ditunjukkan dengan menggunakan nama Hyang Wisynu dan ditunjukkan dengan cuplikan kalimat “demi Hyang Wisynu, sahaya akan kembalikan…” Daya sumpah muncul karena Kebo Ijo menggunakan nama dewa sesembahannya yang menunjukkan kesungguhan hatinya untuk mengganti uang Belakangka jika ia sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
berhasil. Efek dari tuturan (I.57) ialah Belakangka percaya jika Kebo Ijo tidak akan ingkar terhadap janjinya dan akan memenuhi janjinya jika berhasil. Pada tuturan (I.58) juga menggunakan gaya bahasa apostrof ditunjukkan dengan cuplikan kalimat “demi kau, Hyang Agni…” karena menghadirkan sesuatu yang tidak hadir menjadi hadir. Makna dari tuturan (I.58) ialah Lingsang bersumpah atas nama dewa sesembahannya Hyang Agni untuk melaksanakan tugas yang sudah dipercayakan kepadanya untuk merawat, melebur, dan menyimpan emas, perak, dan suasa. Daya sumpah muncul dengan dituturkannya kata Hyang Agni yang merupakan dewa sesembahan dari Lingsang. Efek dari tuturan (I.58) ialah mitra tutur percaya akan kesungguhan hati penutur jika ia akan melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya. Daya sumpah seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa apostrof yang mengandung pesan menunjukkan kesungguhan hati seseorang untuk bersungguh-sungguh melaksanakan sumpah yang ia ucapkan kepada mitra tutur. Perhatikan contoh dialog (I.57) “Demi Hyang Wisynu, sahaya akan kembalikan lima kali lipat setelah berhasil”. Tuturan tersebut secara langsung menunjukkan kesanggupan penutur kepada lawan bicaranya untuk menunjukkan kesanggupannya memenuhi janjinya dengan menyebut nama dewa sesembahan agar mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
percaya kepada penutur jika ia bersungguh-sungguh akan menepati janjinya.
u. Daya Janji Janji menunjukkan kesanggupan seseorang untuk melakukan sesuatu
yang
berupa
amanat
untuk
dilaksanakan.
Menurut
KBBIoffline, janji adalah sebuah tuturan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu seperti memberi, menolong, bertemu, dan lain sebagainya. “…Akan aku perlihatkan pada dunia: kaum brahmana takkan bisa bikin apa-apa pada waktu seorang brahmani bernama Dedes aku dudukkan di atas singgasana Tumapel. ...” (113) Konteks: Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia berhasil membawa Dedes, tetapi ia meronta, mengumpat terus.
(III.21)
(V.9) “Hidup dan mati sahaya adalah milik Sri Baginda.” (225) Konteks: Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika menghadap Sri Baginda Kretajaya melaporkan keadaan Tumapel. (V.59) “Sahaya berjanji akan bersetia dan menjaga keselamatan sang Akuwu dan Paramesywari dan Tumapel.” (321) Konteks: Dituturkan oleh Arok ketika ia dihadapkan kepada Akuwu oleh Lohgawe untuk membantu menumpas pemberontakan di Tumapel. (X.20) “...Dengan cakra Hyang Wisynu, dengarkan Kebo Ijo bicara, akan kupelihara Gerakan Empu Gandring ini tanpa Empu Gandring.” (508) Konteks: Dituturkan oleh Kebo Ijo di hadapan para tamtama yang menanyakan keberadaan Empu Gandring dan Yang Suci Belakangka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
Gaya bahasa zeugma ada pada data (V.9) muncul pada kata hidup dan mati. Maksud yang terkandung pada tuturan (V.9) ialah menunjukkan kepasrahan seorang bawahan kepada rajanya jika hidup dan matinya adalah miliki baginda. Daya muncul adalah janji karena Tunggul Ametung menyerahkan nyawanya sendiri pada Sri Kretajaya di mana Sri Kretajaya adalah seorang raja. Pada tuturan (V.59) menggunakan gaya bahasa polisidenton yang dihubungkan dengan konjungsi. Kata Akuwu, Paramesywari, Tumapel dihubungkan dengan menggunakan kata dan. Akuwu, Paramesywari, Tumapel memiliki kata yang berurutan yang menunjukkan unsur-unsur dalam pemerintahan. Maksud yang terkandung dari tuturan tersebut ialah Arok berjanji akan menjaga keselamatan akuwu, Paramesywari, dan Tumapel. Efek dari tuturan tersebut ialah lawan tutur mempercayai janji yang diucapkan oleh mitra tutur. Daya janji seperti yang sudah diuraikan di atas adalah kekuatan bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa polisidenton yang mengandung pesan menyatakan janji. Seperti pada tuturan “Sahaya berjanji akan bersetia dan menjaga keselamatan sang Akuwu dan Paramesywari dan Tumapel.”maksud dari tuturan tersebut ialah Arok berjanji akan menjada keselamatan Tunggul Ametung, Ken Dedes, dan Tumapel. Secara langsung tuturan tersebut menyatakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
janji penutur kepada mitra tutur akan suatu hal yang harus dilaksanakan di lain waktu.
C. Pembahasan Dari hasil analisis di atas, gaya bahasa yang ditemukan dari masingmasing majas, yaitu pada majas pertentangan meliputi gaya bahasa hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, zeugma, silepsis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, apofasis, sarkasme, dan sinisme; majas perbandingan meliputi gaya bahasa simile, metafora, personifikasi, alegori, antitesis, dan perifrasis; majas pertautan meliputi gaya bahasa metonimia, sinekdok, alusi, eufemisme, eponim, epitet, erotesis, asidenton, dan polisidenton; majas perulangan meliputi gaya bahasa asonansi, kiasmus, epizeukis, anafora, epistofora, epanalepsis, dan anadiplosis. Dari penggunaan gaya bahasa bahasa yang telah dipaparkan di atas berhasil mengungkap bermacam-macam daya bahasa. Daya bahasa yang berhasil terungkap dalam novel Arok Dedes yaitu daya jelas, daya rangsang, daya simbol, daya seremoni, daya puji, daya nasihat, daya klaim, daya sesal, daya keluh, daya pinta, daya ancam, daya perintah, daya dogma, daya cemooh, daya harap, daya protes, daya magi, daya deklarasi, daya optimis, daya provokasi, daya sumpah, daya janji, dan daya saran. Daya bahasa yang terungkap melalui penggunaan gaya bahasa seperti yang sudah dipaparkan di atas sejalan dengan pendapat Sudaryanto (1989, dalam Pranowo, 2009:132) telah menggali daya bahasa dari aspek linguistik, yaitu penggunaan gaya bahasa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
Dari semua data tuturan dialog antar tokoh dalam novel, masing-masing ucapan mengandung tindak ilokusi, yaitu berupa maksud yang ada di dalam ujaran. Dalam kajian pragmatik, tindak tutur ilokusi sering menjadi kajian utama (Rahardi, 2009:17). Searle (1983 Rahardi: 2005:36-37) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam lima macam bentuk, teori tersebut menjadi pijakan bagi peneliti untuk menentukan daya apa saja yang terungkap. Pada (1) fungsi asertif, daya bahasa yang berhasil ditemukan yakni daya saran, daya klaim, daya dogma, dan daya magi. Daya saran, daya klaim, daya dogma, dan daya magi tergolong ke dalam fungsi asertif karena tuturan yang diucapkan oleh penutur mengikat mitra tutur untuk percaya pada sebuah pernyataan atau fakta (kebenaran) yang telah diungkapkan. Pada daya saran terungkap dari penggunaan gaya bahasa klimaks. Daya saran ialah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk menyampaikan pendapat yang diungkapkan untuk dipertimbangkan. Daya saran biasanya meminta mitra tutur untuk segera melakukan tindakan yang disarankan oleh penutur. Saran dengan nasihat memiliki perbedaan yaitu di mana nasihat biasanya berisi tentang anjuran dan berhubungan dengan nilai moral. Saran biasanya berisi anjuran untuk dilaksanakan pada saat itu juga dan saran cenderung harus dilaksanakan dalam waktu yang cepat karena waktu yang dibutuhkan sangat mendesak. Daya klaim terungkap dari penggunaan gaya bahasa antitesis, apostrof, anadiplosis, epizeukis, klimaks, zeugma, hiperbola, simile, antiklimaks, metonimia, tautology, alusi, oksimoron, sinisme, sinekdoke, metafora, anafora, dan litotes. Klaim sendiri memiliki arti tuntutan pengakuan atas fakta bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
127
seseorang berhak memiliki sesuatu, pernyataan suatu fakta. Daya klaim cukup banyak ditemukan karena menunjukkan pengakuan bahwa seseorang mempunyai keyakinan bahwa ia memiliki sebuah kebenaran atas dirinya yang diyakininya benar. Pada novel Arok Dedes daya klaim muncul untuk menujukkan eksistensi diri terutama dari para tokoh petinggi agama Hindu seperti Lohgawe, Belakangka jika apa yang dikatakannya adalah sebuah kebenaran. Jadi, daya klaim adalah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk menujukkan pengakuan, hak yang diyakini seseorang atas dirinya adalah sebuah kebenaran. Daya magi adalah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk menunjukkan bahwa sebuah tuturan bisa menunjukkan adanya kekuatan gaib. Gaib yaitu sesuatu yang tidak kelihatan. Keajaiban yang terjadi pada tokoh dan yang diutarakan kepada lawan tuturnya merupakan keyakinan dari masingmasing tokoh berdasarkan kekuatan dari yang Mahakuasa. Daya magi muncul di dalam novel ini untuk menunjukkan jika ada kekuatan lain yang hadir di luar kemampuan dan akal manusia. Kekuatan yang berasal dari Sang Ilahi. Daya magi muncul dari penggunaan gaya bahasa apostrof, eponim, hiperbola, dan simile. Daya dogma terungkap melalui gaya bahas apostrof dan epanalepsis. Dogma adalah sebuah ajaran agama atau kepercayaan tertentu yang harus diterima sebagai hal yang baik dan benar. Daya dogma yang muncul pada novel Arok Dedes menunjukkan keyakinan ajaran agama Hindu di mana semua peristiwa kehidupan yang terjadi menurut aturan para dewa yang disembah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
128
Kekuatan yang dimiliki bahasa untuk menyatakan pokok suatu ajaran atau agam tertentu ialah daya dogma. Fungsi tindak tutur yang ke (2) ialah direktif. Direktif ialah tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Daya bahasa yang tergolong pada fungsi direktif yakni daya perintah, daya pinta, daya nasihat, dan daya provokasi. Tergolong dalam fungsi direktif karena tuturan yang dikatakan oleh penutur meminta mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan. Daya persuasi terungkap dari gaya bahasa eponim dan klimaks. Daya persuasi di sini mengandung ajakan untuk melakukan sesuatu. Ajakan yang dilakukan cenderung untuk berbuat baik. Daya persuasi ialah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk mengajak seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek yang meyakinkan. Pada daya perintah, terungkap melalui penggunaan gaya bahasa apostrof, hiperbola, anafora, simile, metonimia, sarkasme, dan epizeukis. Daya perintah adalah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk memerintah lawan tutur supaya melakukan apa yang dikehendaki oleh penutur. Daya perintah bisa efektif berfungsi jika yang menututurkan ialah orang yang memiliki kuasa atau memiliki status lebih tinggi. Daya perintah yang muncul dari hasil analisis di atas bisa dibagi menjadi dua, daya perintah secara halus dan daya perintah secara kasar. Daya perintah secara kasar terungkap melalui penggunaan gaya bahasa sakasme dan epizeukis. Tuturan yang muncul dalam daya perintah,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129
melanggar maksim kedermawanan karena tidak memaksimalkan kerugian pada diri sendiri. Sedangkan pada daya pinta terkuak dari penggunaan gaya bahasa apostrof, litotes, sinekdok, zeugma, dan epizeukis. Daya pinta ialah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk meminta lawan tutur melalukan sesuatu yang diminta oleh penutur. Daya pinta menjadi dua, yaitu pinta kepada manusia dan kepada gaib. Daya pinta memiliki maksud secara langsung kepada mitra tutur (termasuk gaib) supaya tujuannya terlaksana. Efek dari daya pinta ialah mitra tutur yang diminta oleh penutur akan melakukan sesuatu yang dikendaki oleh penutur. Perbedaan pinta dan perintah ialah perintah harus segera dilaksanakan dan tidak boleh ditolak oleh mitra tutur apa yang dikehendaki oleh penutur. Perintah cenderung lebih kasar daripada pinta. Sedangkan pinta juga harus dilaksanakan jika mitra tutur mengiyakan apa yang diminta penutur dan mitra tutur bisa saja menolak untuk melakukan apa yang diminta penutur. Gaya bahasa apostrof, tautologi, antitesis, metafora, epizeukis mengungkap penggunaan daya bahasa nasihat. Daya nasihat ialah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk memberikan masukan, saran, nasihat yang bersifat positif kepada mitra tutur. Daya nasihat muncul jika seseorang sedang berada dalam masalah dan membutuhkan masukan dari orang terdekatnya. Daya provokasi terungkap dari penggunaan gaya bahasa sarkasme dan klimaks. Daya provokasi ialah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk mempengaruhi mitra tutur berbuat sesuatu yang kurang baik. Kekuatan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
130
dimiliki oleh daya provokasi sangatlah besar jika si mitra tutur dalam keadaan yang kurang baik. Provokasi biasanya berisi ajakan untuk berbuat tidak baik. Daya provokasi dan daya persuasi bisa dikatakan sama-sama memiliki persamaan yaitu sama-sama berupa ajakan. Tetapi yang membedakan antara dua daya tersebut ialah kalau persusasi berupa ajakan untuk berbuat sesuatu yang baik, provokasi berupa ajakan untuk berbuat sesuatu yang kurang baik. Fungsi yang (3) ialah fungsi ekspresif. Ekspresif ialah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Daya puji, daya cemooh, daya optimis, daya keluh, daya harap, daya sesal, daya protes tergolong pada fungsi ekspresif karena untuk mengungkapkan perasaan yang yang dialami penutur kepada mitra tutur. Daya puji hadir dari penggunaan gaya bahasa hiperbola, apostrof, asidenton, klimaks, simile, epizeukis, epitet, dan metafora. Daya puji adalah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengungkapkan perasaaan senang, gembira, bahagia. Selain sebagai ungkapan gembira, daya puji juga bisa meungkapkan rasa syukur kepada Tuhan. Daya puji yang ditemukan pada hasil analisis di atas berupa bentuk pujian kepada Tuhan dan kepada sesama manusia. Penggunaan gaya bahasa apostrof sudah sangat jelas menunjukkan bentuk pujian kepada Tuhan sebagai ucapan syukur. Daya puji jika bisa digunakan secara maksimal dapat menimbulkan efek komunikasi positif. Sejalan dengan teori kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech (1983 dalam Pranowo, 2009: 35), penggunaan kata pujian memenuhi salah satu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
131
prinsip kesantunan berbahasa ialah maksim pujian yang memaksimalkan pujian kepada mitra tutur. Daya sesal muncul dari penggunaan gaya bahasa epizeukis, apostrof, sarkasme, apostrof, hiperbola, sinisme, simile, dan epanalepsis. Sesal ialah perasaan tidak senang karena telah berbuat tidak baik. Daya sesal ialah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk menungkapkan perasaan tidak senang, kecewa, karena melakukan yang tidak baik. Daya sesal muncul karena sebuah penyesalan pada diri penutur yang disampaikan kepada mitra tutur karena ia telah melakukan perbuatan yang tidak baik. Bisa dikatakan perasaan menyesal atau kecewa. Daya keluh muncul dari penggunaan gaya bahasa apostrof, sinekdok, simile, zeugma, epizeukis, metafora, dan antiklimaks. Daya keluh muncul untuk mengungkapkan perasaan susah karena menderita sesuatu yang berat. Kekuatan yang dimiliki bahasa untuk mengungkapkan perasaan susah karena sakit, sedang menderita. Daya keluh muncul karena penutur mengalami sebuah penderitaan yang disampaikan kepada mitra tutur. Penutur mengungkapkan keluhannya karena ia tidak tahan terhadap suatu masalah atau kondisi tidak menyenangkan yang sedang dihadapi. Gaya bahasa sarkasme, sinisme, ironi, simile, antiklimaks, hiperbola, epizeukis, kiasmus mengungkap penggunaan daya bahasa cemooh. Daya cemooh memiliki kekuatan bahasa untuk merendahkan pribadi seseorang. Cemooh muncul karena rasa tidak suka tau rasa tidak puas terhadap sesuatu. Jadi, daya cemooh adalah kekuatan yang ada di dalam bahasa untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132
mengungkapkan ejekan atau hinaan kepada seseorang. Sejalan dengan teori kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech (1983 dalam Pranowo, 2009: 35), penggunaan kata sindir melanggar salah satu prinsip kesantunan berbahasa ialah maksim pujian karena tidak memaksimalkan pujian kepada mitra tutur. Daya harap muncul dari penggunaan gaya bahasa apostrof, sinisme, epizeukis, dan hiperbola. Daya harap ialah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengungkapkan keinginan pribadi supaya sesuatu terjadi. Daya harap dalam novel Arok Dedes yang dituturkan oleh para tokoh untuk mengharapkan karunia dari para dewa. Daya protes ialah kekuatan bahasa yang dimiliki bahasa yang muncul untuk menujukkan ungkapan perasaan tidak menyetujui, menentang perihal yang tidak disukai. Daya protes pada novel Arok Dedes terungkap pada penggunaan gaya bahasa apostrof, epizeukis, silepsis, oksimoron, klimaks, sinisme, tautologi, simile erotesis, zeugma, metafora, dan hiperbola. Daya optimisme terungkap melalui gaya bahasa apostrof, hiperbola, polisidenton, klimak, dan sinekdok. Daya optimisme adalah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk untuk selalu memiliki harapan yang baik dalam segala hal. Daya optimisme ini membuat seseorang akan selalu berusaha memberikan yang terbaik. Fungsi yang ke (4), yaitu komisif. Komisif ialah bentuk tutur yang berfungsi untuk mengikatkan diri penutur kepada mitra tutur terhadap tindakan di masa yang akan datang, misalnya berjanji. Daya janji, daya sumpah, daya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
133
ancam tergolong pada fungsi komisif karena tuturan yang dikatakan oleh penutur kepada mitra tutur secara langsung maupun tidak langsung mengikat untuk waktu yang akan datang. Daya janji ialah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk menyatakan kesanggupan penutur kepada mitra tutur untuk melakukan sesuatu di waktu yang akan datang. Daya janji muncul karena penggunaan gaya bahasa hiperbola, zeugma, dan polisidenton. Daya janji diucapkan penutur kepada mitra tutur untuk berjanji akan suatu hal yang harus dilaksanakan pada waktu yang mendatang. Janji merupakan sebuah pernyataan yang mengikat tetapi terhadap sesama. Daya sumpah terungkap melalui gaya bahasa apostrof, zeugma, dan silepsis. Daya sumpah ialah kekuatan yang dimiliki bahasa untuk menunjukkan kesediaan dan kesanggupan untuk melakukan sesuatu tetapi di hadapan Tuhan. Daya sumpah memiliki kekuatan magi karena langsung berhubungan dengan Sang Maha Pencipta dan menunjukkan kesungguhan hati untuk secara tulus ikhlas melaksanakannya. Daya sumpah diucapkan dihadapan mitra tutur oelh penutur dengan menyebut nama Tuhan. Daya ancam juga terungkap melalui gaya bahasa sarkasme, apostrof, eufemisme, metonimia, dan perifrasis. Daya ancam ialah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk memberikan ancaman kepada seseorang. Bentuk ancaman yang terungkap dari penggunaan gaya bahasa ialah ancaman secara terang-terang dan ancaman secara halus. Bentuk ancaman secara halus atau tersirat nampak pada penggunaan gaya bahasa eufemisme, metonimia, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134
perifrasis. Bentuk ancaman secara halus, si penutur tidak secara langsung mengancam dengan
kata-kata yang jelas dan tegas. Sedangkan bentuk
ancaman secara terang-terangan muncul pada gaya bahasa apostrof dan sarkasme.
Bentuk
daya
ancam
bisa
dikatakan
melanggar
maksim
kebijaksanaan karena tidak memberikan keuntungan kepada mitra tutur (Leech, 1983 dalam Pranowo, 2009: 35). Fungsi yang ke (5) , yaitu fungsi deklaratif. Dekalratif ialah bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan. Daya deklarasi termasuk pada fungsi deklaratif karena tuturan yang diucapakan oleh penutur kepada mitra tutur menyatakan sebuah kebenaran. Daya deklarasi muncul dari penggunaan gaya bahasa epanalepsis, apostrof, epizeupkis, sinekdok, anafora, dan epitet. Daya deklarasi ialah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk memberi sebuah pernyataan ringkas. Selain halnya data tuturan dialog antar tokoh, data narasipun juga memiliki sebuah daya. Daya yang dihasilkan ada empat, yaitu (1) daya ‘jelas’ informatif, (2) daya rangsang, (3) daya simbol, (4) daya seremoni. Untuk menemukan daya yang muncul pada data narasi, peneliti menggunakan cara dengan melihat penekanan yang ada pada tiap kalimat. Pada daya ‘jelas’ informatif terungkap melalui penggunaan gaya bahasa klimaks, eufemisme, perifrasis, zeugma, asidenton, simile, personifikasi, hiperbola, asidenton, epistofora, erotesis, klimaks, eponim, antitesis, anafora, metafora, paradoks, epizeukis, silepsis, apofasis, antiklimaks, alegori, antitesis, oksimoron, metonimia, sinekdok, dan polisidenton. Penggunaan gaya bahasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
135
yang digunakan untuk mengungkap daya jelas ditemukan dalam novel Arok Dedes lebih beragam dan lebih banyak karena menggambarkan situasi dan kondisi dalam cerita tersebut, serta untuk mendeskripsikan bentuk benda dan ciri orang sehingga memudahkan pembaca mengimajinasikan bagaimana situasi dan kondisi yang sedang terjadi dan bagimana bentuk benda, orang yang dikisahkan dalam novel Arok Dedes. Daya rangsang muncul pada penggunaan gaya bahasa simile, personifikasi, metafora, asonansi, hiperbola, dan klimaks. Daya rangsang yang dimaksudkan di sini ialah daya yang mempengaruhi panca indera pembaca dan membangkitkan perasaan ketika membaca. Indera yang bekerja meliputi indera penciuman, pendengaran, penglihatan, perabaan, dan penciuman. Daya simbol terungkap dari penggunaan gaya bahasa asidenton, personifikasi, simile, dan apofasis. Penggunaan daya simbol pada analisis novel Arok Dedes menunjukkan pralambang adat. Sedangkan pada daya seremoni atau upacara hadir dengan penggunaan gaya bahasa simile, klimaks, antiklimaks, epizeukis, dan apostrof. Daya seremoni di sini melambangkan prosesi upacara keagamaan atau adat. Dari keseluruhan daya bahasa yang berhasil terungkap melalui gaya bahasa, gaya bahasa apostrof paling bang nyak ditemukan pada setiap daya, yaitu pada daya kritik, daya ancam, daya puji, daya harap, daya nasihat, daya perintah, daya optimisme, daya pinta, daya sumpah, daya emosi, daya kutuk, dan daya syukur. Gaya bahasa apostrof menurut Tarigan (1985:83) ialah gaya bahasa yang isinya pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
136
muncul dalam berbagai situasi. Hal ini dikarenakan latar belakang novel ini sarat dengan ajaran agama Hindu. Kepercayaan yang sangat kuat kepada dewadewi yang mereka sembah seperti Hyang Wisynu, Hyang Mahadewa Syiwa, membuat para tokoh yang ada di dalam novel merasa jika dewa-dewi yang mereka sembah selalu berada di dekat mereka. Setiap tuturan yang dituturkan oleh penutur dengan menyebut nama dewa mempunyai kekuatan tersendiri bagi lawan tutur. Dari hasil pembahasan di atas, daya-daya yang ditemukan memiliki efek positf dan negatif jika dipraktikkan dalam sebuah komunikasi. Daya yang mengandung efek positif dalam komunikasi ialah daya puji, daya harap, daya nasihat, daya optimis, daya janji, daya sumpah, daya persuasi, daya deklarasi dan daya syukur. Sedangkan daya yang mengandung efek negatif jika dipraktikan dalam sebuah komunikasi, yaitu daya kritik, daya sindir, daya cemooh, daya kutuk, daya ancam, daya provokasi, dan daya protes. Ada pula daya yang muncul bisa menimbulkan efek positif atau negatif tergantung dari konteks yang dibicarakan antara penutur dan mitar tutur ialah daya emosi dan daya pinta. Sesuai dengan pendapat van Peursen (1998, melalui Baryadi 2012: 17), dapat dikatakan bahwa tuturan itu seperti manusia, yaitu memiliki tubuh, jiwa, dan roh. Tubuh tuturan adalah bentuk, jiwa tuturan adalah makna dan informasi, sedangkan roh tuturan adalah maksud. Di samping itu, tuturan juga memiliki roh. Roh yang dimaksud adalah roh budaya, roh budaya, roh politik, roh jahat, roh halus, roh kebenaran, dan sebagainya. Karena mengandung roh, tuturan memiliki daya sehingga mampu berperan dalam berbagai bidang dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
137
berbagai konteks. Dengan demikian, tuturan adalah bahasa yang tidak hanya hidup karena memiliki tubuh dan jiwa, tetapi juga berkarya karena memiliki roh atau daya. Sesuai dengan teori fungsi komunikasi bahasa menurut Austin dan Searle (dalam Pranowo, 1996: 92), tuturan yang diucapkan para tokoh dalam novel Arok Dedes juga tidak bisa lepas dari fungsi-fungsi komunikatif bahasa yang dibagi menjadi lima, yakni (1) fungsi direktif, yaitu bahasa digunakan untuk memerintah secara halus, nampak dari tuturan “Coba katakan padaku yang masih bodoh ini” yang dituturkan oleh Ken Dedes kepada Arok memintanya untuk menjelaskan arti wanita, (2) fungsi komisif, yaitu bahasa digunakan untuk membuat janji atau penolakan untuk berbuat sesuatu, nampak pada tuturan “Sahaya berjanji akan bersetia dan menjaga keselamatan sang Akuwu dan Paramesywari dan Tumapel.” yang diucapkan oleh Arok yang berjanji menjada keselamatan Tunggul Ametung, Ken Dedes, dan Tumapel, (3) fungsi representasional yaitu bahasa digunakan untuk menyatakan kebenaran, yang nampak pada tuturan “Mati, Arok, Sang Akuwu mati.” yang diucapkan oleh Ken Dedes dan memberi tahu jika Tunggul Ametung sudah mati, (4) fungsi
deklaratif
atau
performatif,
yaitu
bahasa
digunakan
untuk
mendeklarasikan atau menyatakan sesuatu, misalnya “… Dia mendapat pancaran sepenuhnya dari Hyang Bathara Guru. Dia adalah orang terbaik di antara kalian. Dia adalah titisan Hyang Wisynu, karena dialah yang memelihara kalian dari bencana Tunggul Ametung dan bala tentaranya. Dia adalah Akuwu-mu, Akuwu Tumapel!” diucapkan oleh Dang Hyang Lohgawe
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
138
di hadapan seluruh rakyat Tumapel dan menyatakan jika Arok adalah pemimpin mereka yang baru, (5) fungsi ekspresif, yaitu bahasa digunakan untuk mengungkapkan perasaan kecewa, senang, sedih, puas, dan lain-lain secara spontan, misalnya pada tuturan “Terkutuk dia oleh semua dewa!” yang dituturkan oleh Ken Dedes yang merupakan ungkapan perasaan sangat marah. Penggunaan gaya bahasa yang digoreskan Pramoedya dalam setiap karyanya termasuk novel Arok Dedes memiliki ciri khas tersendiri dan berbeda dengan pengarang yang lain serta memberi efek estetis pada setiap karyanya. Hal itu sejalan dengan pendapat Keraf (2010: 113) yang menyatakan gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Penggunaan gaya bahasa juga tidak dapat lepas dari makna yang terkandung di dalamnya karena makna yang terkadung di dalam gaya bahasa memiliki kekuatan atau daya tersendiri yang mampu menghipnotis pembacanya. Oleh karena itu, daya yang terkandung di dalam gaya bahasa merupakan kekuatan bagi sastrawan untuk menyampaikan makna, informasi, maksud melalui fungsi komunikatif bahasa sehingga pembaca mampu menangkap segala informasi yang ingin disampaikan (Yuni, 2009).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pemanfaatan gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam berkarya pada masing-masing gaya bahasa memiliki makna dan fungsi berbeda dalam mendukung keberhasilan suatu karya. Manfaat gaya bahasa tersebut beragam antara lain mampu menciptakan efek estetis dalam sebuah kalimat, memberikan efek penegasan, memberikan kekhasan atau mengikuti trend tertentu pada sebuah tulisan, memberikan penguatan pada isi cerita, mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak, memperjelas maksud, menciptakan citraan yang nyata dalam jalinan cerita, serta membantu daya imajinasi pembaca. Hadirnya gaya bahasa dalam sebuah novel bisa menimbulkan daya bahasa. Daya bahasa yang muncul dari penggunaan gaya bahasa yang ada dalam novel Arok Dedes yaitu daya bahasa yang terdapat dalam novel Arok Dedes yaitu daya bahasa yang terungkap dari data berupa kalimat meliputi daya jelas, daya rangsang, daya simbol, daya seremoni. Sedangkan, daya bahasa yang terungkap dari data yang berupa tuturan meliputi daya puji, daya optimis, daya ancam, daya protes, daya cemooh, daya nasihat, daya saran, daya klaim, daya deklarasi, daya sesal, daya keluh, daya pinta, daya harap, daya perintah, daya dogma, daya magi, daya provokasi, daya persuasi,daya sumpah, daya janji. Pada dasarnya semua gaya bahasa menghasilkan daya bahasa tetapi
139
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
140
tidak semua gaya bahasa menghasilkan daya bahasa yang sama. Munculnya daya bahasa yang terungkap melalui gaya bahasa tergantung dari tuturan antara penutur dan mitra tutur, serta konteks situasi. Pada gaya bahasa sarkasme secara konsisten menghasilkan daya cemooh dan daya sumpah secara konsisten menggunakan gaya bahasa apostrof. Selain itu, daya bahasa yang muncul dari penggunaan gaya bahasa bahasa karena pengarang ingin mengungkapkan imajinasi agar seakan-akan dunia fiksi itu benar-benar menjadi nyata.
B. Saran Novel Arok Dedes yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sebuah novel sejarah, karena itu peneliti memberikan saran kepada pihak-pihak yang akan melakukan penelitian sejenis untuk mencoba menggunakan novel remaja, novel dewasa, cerita anak, atau bentuk karya sastra lain seperti drama, puisi, dan lain-lain. Selain itu, karena dalam penelitian ini yang dikaji dan dianalisis adalah daya bahasa yang terkandung dalam gaya bahasa yang terkandung dalam novel, untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan kepada pihakpihak lain untuk mengkaji dan meneliti daya bahasa apa saja yang bisa terungkap dengan penggunaan diksi, tuturan para tokoh, unsur intrinsik dan ekstrinsik novel, aspek nonlinguistik, seperti nilai sosial dan budaya yang terkandung dalam sebuah novel. Peneliti menyarankan pula kepada pihak yang melakukan penelitian sejenis untuk meneliti bidang pragmatik lainnya yang terdapat dalam sebuah novel, seperti nilai rasa, jenis-jenis tindak tutur,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
141
praanggapan, tingkat kesantunan kesantunan dan ketidaksantunan dalam tuturan antar tokoh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Anderson, Benedict. 1990. “Bahasa-Bahasa Politik Indonesia”. Kuasa-Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia. Diterjemahkan oleh Revianto Budi Santosa dari Language and Power. Yogyakarta: Mata Bangsa. Azwar, Saifuddin. 2009. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baryadi, I. Praptomo. 2012. Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. Damono, Sapardi Djoko. 2010. Artikel Kita dan Sastra Dunia. Diakses pada laman bahasa www.mizan.com pada tanggal 9 Maret 2013 pukul 22.30 WIB. Hun, Koh Young. 2011. Pramoedya Menggugat Melacak Jejak Indonesia. Jakarta: Kompas Gramedia. Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ______________.1991. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ______________.1982. Eksposisi dan Deskripsi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Khusnin, Mukhamad. 2012. Artikel Gaya Bahasa Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habibirrahman El Shirazy dan Implementasinya Terhadap Pengajaran Sastra di SMA. Diakses pada laman bahasa http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka pada tanggal 5 Maret 2013 pukul 11.00 WIB. KBBI offline versi 1.5.1. Latif, Yudi dan Idi Subandy Ibrahim. 1966. Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru. Bandung: Mizan. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. _____________. 1983. Principles of Pragmatics. London and New York: Longman. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nandar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
142
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
143
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Press. PBSID. 2004. Pedoman Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra, Indonesia, dan Daerah. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa. Gadjah Mada University Press ______________. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ______________. 2012. Proposal Penelitian: Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa dalam Iklan. Universitas Sanata Dharma. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. ______________. 2007. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma. ______________. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga. Rifai, Muhammad. 2010. Biografi Singkat 1925-2006 Pramoedya Ananta Toer. Yogyakarta: Garasi House Of Books. Subagyo, Ari P. 2012. Bahasa dan Kepempimpinan: Menggali Inspirasi Discursive Leadership Soegijapranata dan Abdurrahman Wahid. Yogyakarya: Penerbit Universitas Sanata Dharma. Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa : Pengajaran Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana Universitas Press. Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia Sugono, Dendy. 2011. Buku Praktis Bahasa Indonesia I. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa. Toer, Pramoedya Ananta. 2006. Arok Dedes. Jakarta: Lentera Dipantara. Wareing, Shan. 2007. “Apa Bahasa Itu dan Apa Perannya?” Dalam Linda Thomas dan Shan Wareing. Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan. Diterjemahkan oleh Sunoto dkk. dari Language, Society and Power. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
144
Yuni, Qonita Fitra. 2009. Pemanfaatan Daya Bahasa pada Diksi Pidato Politik. . Skripsi S1. PBSID. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
145
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Biografi Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta Toer lahir pada 6 Februari 1925 di Kampung Jetis, Blora, Jawa Tengah sebagai anak pertama dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama Mastoer. Ia seorang guru, pernah menjadi kepala sekolah Institut Boedi Utama dan aktivis PNI cabang Blora, serta seorang penulis. Barangkali dari sinilah Pram memiliki bakat menulis. Sedangkan ibunya bernama Oemi Saidah yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan penjual nasi. Salah satu pesan dari sang Ibu kepada Pram adalah mendorongnya agar menjadi orang yang mandiri dan kuat. “Ingat-ingat selalu kataku: jadi orang bebas, Muk, jadi tuan atas diri sendiri, allround, bisa segala, tidak jadi budak orang lain, juga tidak memperbudak…. Jangan sampai jadi beban orang lain. Juga jangan menerima beban tanpa guna.” Ki Panji Konang, teman Pram sewaktu kecil di sekolah tiga bertutur bahwa Pram sewaktu selesai pelajaran sekolah sering mengajak teman-temannya bermain di halte pasar Blora. Di sana, mereka diajak Pram untuk mencari bungkus rokok. Bungkus-bungkus rokok itu kemudian dibuat mainan, mulai dari rokok buatan Nitisemita yang bermerek ball tiga, cap anggur, cap jambu, cap jeruk, cap mlinjo, dan lain sebagainya. Bekas bungkus rokok itu ditata rapi dan dibuat mainan, tetapi kebanyakan oleh Pram dibuat alas untuk menulis. Jika sore hari, Pram mengajak temannya untuk bermain di sungai, bermain ketapel untuk berburu burung di sawah. Sewaktu kecil Pram sudah menunjukkan kepintarannya mengumpulkan teman-temannya, banyak akal dan berani mencoba apapun dalam segala hal. Pram
146
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
147
punya semboyan, “Jika kamu tidak obah polah tidak akan bisa makan.” Masa kecil Pram juga sangat tertindas, terutama oleh perlakuan ayahnya yang terlalu keras dan berdisiplin tinggi. Pram pernah dikatakan sebagai anak goblok karena pernah tidak naik kelas tiga kali sewaktu masih di sekolah dasar. Bahkan ketika lulus dari sekolah dasar dan ingin melanjutkan ke MULO, ia ditentang oleh ayahnya dan mengatakan dirinya anak bodoh, tidak pantas melanjutkan sekolah, dan lebih baik mengulang di sekolah dasar. Kondisi
tertekan
yang
terus-menerus
karena
perlakuan
ayahnya
mengakibatkan psikologis Pram labil di masa kecil. Hal ini menjadi persoalan rasa minder akut, merasa terkucilkan, tertindas, tertekan, dan merasa tidak diperlukan hidupnya di dunia semenjak kecil. Tentu saja hal ini menyebabkan pergaulan Pram semasa kecil bukan dari kalangan menengah ke atas, melainkan kelangan masyarakat ke bawah, seperti anak petani dan anak buruh di desanya. Karena perasaan minder yang begitu besar dan tertekan menyebabkan dirinya susah berkomunikasi dengan orang lain secara baik dan benar. Keadaan demikian mendorongnya untuk menulis. Pram menjadikan tulisan sebagai media untuk menumpahkan segala rasa, keprihatinan, ketertekanan, dan segala yang ada di pikirannya. Pram juga mengenyam pendidikan formalnya di SD Blora, berlanjut ke Radio Volkschool Surabaya tahun 1940-1941 tetapi tidak mendapat ijazah karena Jepang keburu datang ke Indonesia. Lalu melanjutkan ke Taman Dewasa, ke Kelas dan Seminar Perekonomian dan Sosiologi oleh Drs. Moh. Hatta, Maruto Nitimihardjo, dan terakhir sekolah Stenografi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
148
Di masa muda Pram juga berjuang demi negara dan keluarganya. Ketika kondisi negara sedang dijajah, Pram mengikuti kelompok militer di Jawa dan di tempatkan di Jakarta pada akhir perang kemerdekaan. Hasil perjuangannya tersebut, ia ditahan oleh penjajah selama dua tahun. Perjuangan Pram di keluarga juga sangat berat. Ayahnya yang kecewa dengan gerakan nasionalis jatuh ke dalam dunia judi, sementara ibunya jatuh sakit. Keadaan ini memaksa Pram mencari nafkah untuk menghidupi keluarga dan kedelapan adiknya. Dia terpaksa naik sepeda ke Cepu untuk mencari dagangan rokok dan tembakau, berjualan benang tenun. Sesudah pulang, ia merawat ibunya yang sedang sakit. Pada akhirnya, nyawa ibunya tidak dapat ditolong. Ibunya meninggal dunia pada usia muda, yaitu sekitar 34 tahun, sementara dirinya saat itu masih berusia 17 tahun. Ujian hidupnya bertambah ketika adiknya Soesanti yang berumur 7 tujuh bulan tidak selang lama meninggal dunia. Pada saat usia itu, ia harus menanggung beban menghidupi adik-adiknya yang berjumlah tujuh orang. Akhirnya Pram dan keluarganya hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, Pram sambil berusaha meneruskan sekolah, ia juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan adik-adiknya. Awalnya ia bekerja sebagai wartawan di kantor berita Jepang. Kemudian ia belajar mengetik cepat untuk menjadi stenograf, lantas menjadi jurnalis yang andal. Pram juga pernah bekerja di sebuah radio dan menerbitkan majalah berbahasa Indonesia sebelum ditahan oleh Belanda selama 2 sampai 3 tahun. Selain itu, Pram juga pernah bekerja pada The Voice of Free Indonesia, di mana roman Di Tepi Kali Bekasi mulai disusun dan diterbitkan. Ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
149
juga mendapat order dari atasan untuk mencetak serta menyebarkan pamflet dan majalah perlawanan. Semua terjadi ketika Belanda melakukan Agresi Militer I, 21 Juli 1947. Dua hari kemudian ia tertangkap marinir Belanda dan dimasukkan ke dalam tahanan tangsi di Gunung Sahari dan tangsi polisi di Jagomonyet. Akhirnya dipenjara di Bukit Duri tanpa proses wajar dan selanjutnya di Pulau Edam. Untuk pertama kalinya, Pramoedya berkenalan dengan sisi gelap kekuasaan: penjara. Di sini ia mendapat banyak pengalaman hidup dari sesama kawan di penajra. Selama dalam penjara, ia melakukan refleksi, membuat karyakarya sastra, belajar bahasa asing Inggris, Belanda, Jerman, dan ia belajar filsafat, ekomomi, dan sosiologi. Tanggal 3 Desember 1949, Pram dibebaskan dari penjara. Pindah ke kisah asmara Pram. Pram menikah sebanyak dua kali. Pernikahan pertama Pram gagal karena pekerjaan untuk menghidupi sebuah keluarga dari menulis tidak dapat diandalkan dan ia diusir dari rumah mertuanya. Selain itu, Pram juga masih membiayai adik-adiknya. Istri keduanya bernama Maemunah. Konon ceritanya, Pram pernah bersaing dengan Soekarno untuk memperebutkan hati Maemunah. Dan akhirnya, Maemunah memilih Pram yang menjadi istrinya sampai akhir hayat. Karier dan karya Pram terus meningkat. Dibuktikan pada awal tahun 1950an, Pram melawat ke Belanda dan tinggal di sana selama beberapa tahun sebagai bagain dari program pertukaran budaya. Setelah pulang dari Belanda, Pram masuk ke dalam organisasi sastra sayap kiri LEKRA (Lembaga Kesenian Rakyat). Selain itu banyak karya sastra yang ia hasilkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
150
Sejak kepergiannya ke Uni Soviet dan ia menjadi anggota pimpinan pleno LEKRA
tulisan-tulisan
Pram,
terutama
nonfiksi,
makin
menyiratkan
pemikirannya yang sehaluan dengan ideologi politik Lekra yaitu realisme sosialis yang mengakarkan kreativitas pada kenyataan. Pram mendasarkan kenyataan pada sejarah yang berpihak pada rakyat kecil. Perjuangan Pramoedya Ananta Toer terhadap orang-orang tertindas kembali dibuktikan melalui karyanya yang Hoakiau Indonesia. Ini adalah sebuah karya sebagai bentuk simpati Pram terhadap etnis minoritas Cina yang tertindas oleh bangsa Indonesia. Tahun 1960, karena terbitnya buku Hoakiau di Indonesia, Pram kembali berteman dengan penjara. Tahun 1962-1965, Pram menjadi pengajar Fakultas Sastra Indonesia Res Publica atas permintaan Profesor Tjan Tjun Sin. Pram kembali mendapat kehormatan menjadi pengajar di Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai tahun 19641965. Untuk kesekian kalinya Pramoedya merasakan tidur di dalam penjara. Pada masa orde baru, Pram dipenjara selama 14-15 tahun. Selama di penjara Pram menghasilkan banyak karya. Tidak sedikit karyanya yang disita, dirampas, dan dilarang. Di sinilah karya Pram sebagai karya sastra progesif, membela kepentingan rakyat, dan melawan penguasa zalim. Di dalam penjara Pram kembali menunjukkan jika ia tidak dapat ditekan. Justru di dalam penjara, Pram semakin produktif berkarya dan menghasilkan karya yang masterpiece. Ia menghasilkan bukan saja tritalogi melainkan tetralogi empat karya yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Kemudian Arus Balik, Arok Dedes, dan Sang Pemula. Menariknya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151
semua karya tersebut tidak terbit dan dilarang oleh pihak penguasa dengan alasan dikaitkan dengan peristiwa G 30 S 1965. Pada masa pemerintahan orde baru inilah perhatian dunia internasional menguat. Tahun 1979, Pram resmi dibebaskan dari penjara tetapi ia masih kena tahanan rumah sampai tahun 1992. Setelah dibebaskan dari tahahan rumah, ia masih menjadi tahanan kota dan tahanan negara sampai tahun 1999. Selain itu ia masih dikenakan wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama 2 tahun. Selama orde baru, semua buku dan karyanya diluncurkan, dilarang beredar, dan menjadi barang haram. Tidak heran jika kemudian Pram semasa hidupnya merasa paling kesepian dan dikelilingi musuh bukan saja dari kalangan pemerintah, militer, tetapi juga dari sastrawan dan masyarakat. Selama masa orde baru pula inilah nama Pram di luar negeri begitu harum, namun di dalam negerinya dikucilkan. Nama Pram juga sering dicalonkan menjadi kandidit terkuat mendapat hadiah nobel sastra. Walaupun pada akhirnya ia tidak pernah menadapat nobel sastra hingga akhir hayatnya. Pram sendiri mengatakan bahwa ia berkarya bukan untuk mendapatkan penghargaan nobel, melainkan untuk kemanusiaan. Pada era Soekarno, Pram mendapat tiga kali penghargaan dari negaranya dan pada era Soeharto, Pram mendapat 11 penghargaan dan semuanya dari luar negeri. Pada tahun 2000-an buku-buku Pram mulai banyak beredar di pasaran. Pada masa akhirnya, Pram memang tidak produktif lagi menulis seperti pada masa mudanya. Selain karena secara fisik mulai menurun, pendengarannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
152
kurang akibat kekerasan militer, Pram lebih banyak menjadi pembicara di kampus dan seminar baik di tingkat nasional dan internasional. Pada akhirnya, setelah sekian lama hidup dan berjuang, Pram menghembuskan nafas terakhirnya pada 30 April 2006 pukul 08.55 WIB karena sakit. Pramoedya Ananta Toer wafat dalam usia 81 tahun dan meningalkan seorang istri, delapan anak, dan lima belas cucu. Meskipun raganya telah tiada, Pram meninggalkan warisan kepada seluruh umat manusia. Warisan itu adalah perjuangan akan nilai-nilai kemanusian tanpa pernah lelah dan terus bergerak. (Riffai, 2010: 34-79).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I TUMAPEL No. Data 1 Tubuhnya dibopong diturunkan dari kuda, dibawa masuk ke ruangan besar ini juga. (1) 2 Gede Mirah menyediakan untuknya air, tempat membuang kotoran dan makanan. (1) 3 “Perawan terayu di seluruh negeri,” bisik Gede Mirah. (2) 4 “Jangan menangis. Berterima kasihlah kepada para dewa. …” (2)
5
6
Konteks Ken Dedes sadar dari pingsan. Ken Dedes berada di dalam bilik besar.
Dituturkan oleh Gede Mirah ketika ia sedang merias Ken Dedes. Dituturkan oleh Gede Mirah ketika itu ia sedang merias, mengagumi kecantikan Ken Dedes, dan memberinya nasihat. Saat itu Ken Dedes tertekan dengan pernikahannya dan tidak menyetujui pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Dedes masih juga belum membuka mulut Ken Dedes tidak berbicara selama empat dalam empatpuluh hari ini. (3) puluh hari setelah ia diculik dan dibawa ke pekuwuan. Dan sebagai gadis yang terdidik untuk Ken Dedes terkenang pada ayahnya. menjadi brahmani, ia tahu Tunggul Ametung hanya seorang penjahat dan pendekar yang diangkat untuk jabatan itu oleh Sri Kretajaya untuk menjamin arus upeti ke Kediri. (3)
153
Gaya Bahasa Klimaks
Hiperbola
Daya Bahasa ‘Jelas’ Informasi ‘Jelas’ informasi Puji
Apostrof
Nasihat
Perifrasis
‘Jelas’ informasi
Zeugma
‘Jelas’ informasi
Eufemisme
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
8
9
10
11 12
13
Dua puluh tahun sebagai Tunggul Ametung pekerjaan pokoknya adalah melakukan perampasan terhadap semua yang terbaik milik rakyat Tumapel: kuda terbaik, burung terbaik, perawan tercantik. (3) Dada telanjangnya mulai ditutup dengan sutera terawang tenunan Mesir tipis laksana selaput kabut menyapu gunung kembar. (3) “Mari, Dara,” katanya lagi dan dipimpinnya Dedes sang cantik, sang ayu, sang segala pujian itu hendak meninggalkan bilik. (4) Kini gedung-gedung bermunculan seperti dari perut bumi. (4)
Ken Dedes terkenang pada ayahnya.
Ken Dedes sedang dirias oleh Gede Mirah.
Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika akan meninggalkan bilik bersama Ken Dedes. Keadaan Tumapel yang dipimpin oleh Tunggul Ametung selama dua puluh tahun. Dua orang pengawal, mendengar gerincing Prosesi perarakan iringan pengantin. giring-giring, ...(4) Dua orang pengawal, mendengar gerincing Prosesi perarakan iringan pengantin. giring-giring, membuka tabir berat dan potongan ranting bambu petung, menghentakkan pangkal tangkai tombak sebagai penghormatan, membungkuk tanpa memandang pada Dedes. (4) Kulit tubuhnya yang dimangir kuning muncul Menceritakan kecantikan Ken Dedes dari balik terawang sutera Mesir dengan ketika diarak dalam iringan pengantin.
154
Asidenton
‘Jelas’ informasi
Simile
Rangsang
Asidenton
Simbol
Simile
‘Jelas’ informasi
Asonansi
Rangsang
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Simile
Rangsang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
15 16
17 18
19
sepasang buah dada seperti hendak bertanding dengan matari. (5) Semua berkilat-kilat memuntahkan pantulan Mendeskripsikan pakaian Belakangka api dari dalamnya. (5) yang mengenakan jubah hitam, berkalung lempengan emas dengan lambang Hyang Wisynu, dan diberati patung garuda dari emas. Iringan itu berjalan selangkah dan selangkah Rombongan pengantin wanita keluar dari seperti takut bumi jadi rengkah terinjak. (5) keputrian menuju ke pendopo istana. Sangkakala berhenti berseru-seru. Akuwu Pengantin wanita tiba di pendopo. Tumapel turun dan pendopo menyambut pengantinnya, menggandengnya. (5) Janur kuning dan daun beringin menyambut kedatangan mereka. (6) Berpuluh pandita dan seluruh negeri Tumapel, yang didatangkan dari kota dan desa dan diturunkan dari gunung-gunung Arjuna, Welirang, Kawi dan Hanung, berbaris seorang-seorang dengan jubah aneka warna dan destar sesuai dengan warna jubahnya. (6)
Rombongan pengantin baru menuju ke alun-alun. Seluruh pandita dari Tumapel datang dari berbagai penjuru Tumapel sambil membawa umbul-umbul, semuanya berjumlah empat puluh.
Semua berjumlah empatpuluh, empatpuluh Seluruh pandita dari Tumapel datang dari pandita, empatpuluh hari pengantin telah berbagai penjuru Tumapel sambil
155
Personifikasi
Simbol
Simile
Seremoni
Klimaks
Seremoni
Personifikasi
Simbol
Antiklimaks
Seremoni
Epizeukis
Seremoni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
21 22
23
24
25
mematuhi wadad perkawinan agung tatacara para raja dari jauh di masa silam yang sudah tak dapat diingat lagi kapan. (7) Tunggul Ametung berdiri, menggandeng pengantinnya, dan memimpinnya berlutut, kemudian mengangkat sembah. (7) “Dewa Sang Akuwu sekarang juga dewamu.” (8) Angin pancaroba meniup keras, berpusing di tengah lapangan, membawa debu, membumbung tinggi, kemudian membuyar, melarut, dalam udara sore. (8) Angin pancaroba meniup keras, berpusing di tengah lapangan, membawa debu, membumbung tinggi, kemudian membuyar, melarut, dalam udara sore. (8) “Demi Hyang Wisynu, pada hari penutupan brahmacarya ini, kami umumkan pada semua yang mendengar, pengantin kami ini, Dedes, kami angkat jadi Paramesywari, untuk menurunkan anak yang kelak menggantikan kami.” (9) Dedes tak juga bangkit dan berlutut. Kembali Yang Suci juga yang memimpinnya berdiri,
membawa umbul-umbul, berjumlah empat puluh.
156
semuanya
Rombongan pengantin tiba di depan panggung.
Klimaks
Seremoni
Dituturkan oleh Yang Suci Belakangka ketika memimpin upacara pernikahan. Suasana di alun-alun ketika Yang Suci Belakangka memimpin upacara.
Epanalepsis
Deklarasi
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Suasana di alun-alun ketika Yang Suci Belakangka memimpin upacara
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Tunggul Ametung di hadapan seluruh rakyatnya.
Apostrof
Dogma
Setelah Ken Dedes mencuci kaki Tunggul Ametung.
Klimaks
Seremoni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26 27
29
30 31
membisikkan pada ubun-ubunnya, memberkahinya dengan restu kebahagiaan serta seorang putra calon pemangku Tumapel hendaknya segera dilahirkannya. (10) Tapi dalam hatinya masih juga mengucur tiada henti. (10) (1) “Pada suatu kali di tahun 1107 Saka Sri Ratu Srengga Jayabasa dari Kediri mangkat. Pertentangan dalam istana siapa yang harus dinobatkan. Raden Dandang Gendis melarikan diri dari istana ke Gunung Wilis. … Di istana Amisani, si anak desa, tidak disukai oleh para putri istana. Orang pun memasang racun untuk membunuhnya. Amisani akhirnya mati termakan racun itu. .... ” (12) Ia mengerti di Tumapel tersedia banyak racun untuk melenyapkannya dari muka bumi. (13) Hatinya sendiri semakin sempit terhimpit. (13) “... Agunglah kau, puncak Triwangsa, kaum brahmana. Agunglah Hyang Mahadewa
157
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Ken Dedes berlutut di dalam Bilik Agung menghadapi peraduan. Ken Dedes teringat dulu ayahnya menceritakan suatu cerita pokok tentang perkawinan antara wanita kasta brahmana dengan seorang pria kasta satria dalam suatu pelajaran tentang tata tertib triwangsa.
Hiperbola
Ken Dedes terbangun dari renungannya dan menyadari sedang mengulangi kisah hidup Dewi Amisani. Suasana hati Ken Dedes semakin tak menentu. Dituturkan oleh Ken Dedes kepada dirinya sendiri. Ia berjanji dalam hati
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi Puji
Alegori
Apostrof
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
158
Syiwa!”(13) 32
33 34
35
36
37
untuk menebus kesalahannya pada ayahnya. Dan Tunggul Ametung hanya seorang jantan Pemaparan sifat Tunggul Ametung. yang tahu memaksa, merusak, memerintah, membinasakan, merampas. (13) Melawan ia tak mampu. Lari ia pun tak Ketidakberdayaan Ken Dedes. mampu. (13) “… Para dewa membenarkan. ...” (14) Dituturkan oleh Belakangka kepada Ametung ketika itu memasuki upacara menaiki peraduan pengantin yang dipimpin oleh Yang Suci Belakangka. ”Keayuan yang keramat ini para dewa Pujian yang dituturkan oleh Tunggul semoga takkan merusaknya. Jangan jadi Ametung Ken Dedes kepada yang memuji susut keayuan ini.” (16) kecantikan Ken Dedes saat di dalam peraduan, meluluhkan hati Ken Dedes, serta pemberian gelar Ken. “Dengar, Dedes, aku panggilkan keabadian Pujian yang dituturkan oleh Tunggul untuk kecantikanmu demi Wisynu Sang Ametung Ken Dedes kepada yang memuji Pemelihara aku patriakan keayuanmu dalam kecantikan Ken Dedes saat di dalam keabadian dalam sebutan Ken.” (16) peraduan, meluluhkan hati Ken Dedes, serta pemberian gelar Ken. Tanpa menunggu perintah Gede Mirah Ketika mendengar denting binggal membuka ikat pinggang emas Ken Dedes, bersentuhan tak wajar, Gede Mirah masuk meletakkan dengan rapi pada bagian kaki ke peraduan dan membantu melepas
Asidenton
‘Jelas’ informasi
Epistofora Apostrof
‘Jelas’ informasi Dogma
Apostrof
Harap
Apostrof
Deklarasi
Simile
Rangsang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
39
40
41
42
43
peraduan, kemudian menarik tali pinggang, lolos semua pakaian pengantin itu, telanjang bulat seperti boneka. (16) Ken Dedes menutup matanya dengan tangan dan menangis tersenggal-senggal, laksana boneka emas di atas lembaran perak. (16) “Bila Hyang Surya besok mengirimkan restunya, tubuh dan jiwa pengantin ini sudah jadi sepenuh wanita.”(16)
159
pakaian Ken Dedes.
Ken Dedes berada di peraduan dengan keadaan telanjang.
Dituturkan Gede Mirah dengan berbisik ketika memindahkan tangan penutup mata itu ke samping dan memperbaiki rias, mengeringkan air mata Ken Dedes. Tunggul Ametung memperhatikan tubuh Tunggul Ametung memperhatikan tubuh istrinya yang indah telentang seperti kala indah Ken Dedes. dilahirkan. (17) Kutaraja, ibukota Tumapel, tenggelam dalam Menggambarkan suasana ibukota dingin pancaroba. (17) Tumapel saat musim pancaroba. Bukankah di Kutaraja sendiri banyak gadis Barang siapa pada malam itu belum tidur, cantik yang patut diparamesywarikan? (17) dia bertanya-tanya, apa sebabnya perkawinan itu dirahasiakan dan mengapa Tunggul Ametung justru hanya mengambil gadis desa. Berita itu adalah tentang Borang, seorang Tersebarnya berita hebat di seluruh pemuda berperawakan kukuh, berani atau Kutaraja tentang Borang. nekad, tanpa kegentaran. (17)
Simile
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Harap
Simile
Rangsang
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Erotesis
‘Jelas’ informasi
Asidenton
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
45
46
“Apakah kalian kurang menyembah dan berkorban pada Hyang Wisynu, maka kurang keberanian dalam hati kalian?” (18) “Pemujaan dan korban kalian tiada arti bila kalian tak dapatkan keberanian itu dari Hyang Wisynu.” (19) ”Barangkali kau hanya seorang pemuja Hyang Syiwa, Borang.” (19)
47
” Tumapel kami.” (19)
48
“Kekuasaan Akuwu Tumapel yang diberkahi oleh Hyang Wisynu telah membikin kalian mengidap kemiskinan tidak terkira.” (19) “Dengan segala yang diambil dari kalian Akuwu Tumapel mendapat biaya untuk bercumbu dengan perawan-perawan kalian sampai lupa pada Hyang Wisynu.” (19) Angin pancaroba yang dingin itu meniup Suasana di tengah tanah lapang Bantar tanpa mengindahkan puncak pepohonan saat Borang dan penduduk berkumpul. yang membangkang. (19)
49
50
terus-menerus
Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. Dituturkan oleh salah satu penduduk Bantar kepada Borang ketika mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. Dituturkan oleh salah satu penduduk Bantar kepada Borang ketika mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
menyalahkan
160
Apostrof
Keluh
Apostrof
Dogma
Apostrof
Protes
Sinekdok
Keluh
Antitesis
Klaim
Apostrof
Klaim
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
52
53
54
55
56
57
“… Maka itu, dengar, hanya mereka yang tidak mengenal Hyang Mahadewa Syiwa selalu dalam cengkeraman kebodohan dan ketidaktahuan. …” (20) “… Hyang Bathara Guru tahu segalanya. Hyang Mahadewa, juga Hyang Bathara Guru, Maha Pencipta. …”(20) ”Tidak. Kalian membutuhkan pancaran Hyang Mahadewa untuk dapat mengerti…” (21) “Masih bocah tahu apa kau tentang urusan dewa?” (21)
161
Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
Apostrof
Dogma
Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. Dituturkan oleh salah satu penduduk Bantar kepada Borang ketika mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. Dituturkan oleh Borang kepada seluruh penduduk desa Bantar ketika mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar.
Apostrof
Puji
Apostrof
Dogma
Sinisme
Cemooh
Apostrof
Magi
Apostrof
Nasihat
Apostrof
Perintah
”Setidak-tidaknya dari Hyang Bathara Guru aku tahu, dua hari lagi kalian akan mendapat perintah untuk mengangkut upeti ke Kediri. Dari Hyang Wisynu aku tahu, kalian akan lakukan itu dengan patuh.” (21) “ Dengarkan bisikan Hyang Syiwa.” (22) Adu mulut antara Borang dan Si tinggibesar semakin memanas. Borang menyuruh penduduk desa untuk mengangkut semua upeti ke Kediri. ”… Demi Hyang Wisynu, angkut semua upeti Dituturkan oleh Borang kepada seluruh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
162
ke Kediri. ...” (22) 58
59
60
61
62
penduduk desa Bantar dan mengumpulkan mereka ke tengah lapangan Bantar. “…Demi Hyang Durga, hancur kau bila tak Dituturkan oleh Borang kepada seluruh mundur lima langkah …. Hancur kalian, penduduk desa Bantar dan mengumpulkan bukan karena narapraja Tumapel, tapi demi mereka ke tengah lapangan Bantar. Hyang Durga sendiri ” (22) “Kalian penyembah Hyang Wisynu yang Dituturkan oleh Borang kepada seluruh kurang baik. Kesetiaan telah kalian penduduk desa Bantar dan mengumpulkan persembahkan pada Tunggul Ametung, mereka ke tengah lapangan Bantar. bukan pada Hyang Wisynu. Yang kalian sembah bukan dewa cinta-kasih, bukan Sri Dewi, bukan Hyang Wisynu, tapi gandarwa ketakutan…” (23) Matanya menyala seperti menyemburkan api Seorang kakek yang telah bongkok dan menandingi unggun. (24) bertongkat meminta Borang untuk menunjukkan dirinya. Waktu Gede Mirah memasuki Bilik Agung, Setelah darah perawan Ken Dedes Akuwu dan Ken Dedes sudah tiada. Kapas menetes pada lembaran kapas. itu digulungnya setelah ditaburinya dengan daun bunga, diletakkan di atas talam, dan dengan iringan Rimang dibawa pergi ke Bilik Larangan untuk disimpan. (25) Waktu Hyang Surya terbit, Yang Suci Yang Suci mengumumkan jika Ken Dedes Belakangka di pendopo mengumumkan pada adalah seorang perawan suci dan
Apostrof
Ancam
Apostrof
Klaim
Simile
‘Jelas’ informasi
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Eponim
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
64
65
66
67
sekalian pembesar pekuwuan, bahwa Ken Dedes adalah seorang perawan suci yang mematuhi ajaran nenek moyang, para dewa, dan para guru. (25) “Tentu, karena kau sendiri tak pernah suci sejak bayi.” (26)
163
mengirimkan berita ke seluruh Kutaraja agar bersama memanjatkan terima kasih dan puja.
Dituturkan oleh teman Oti ketika berbincang tentang darah perawan Ken Dedes. Para dewa tak membenarkan lahirnya bocah Menceritakan kisah hidup Oti sebelum dengan terlalu banyak bapak, pernah sampai di pekuwuan. Dahulu Oti seorang seorang wanita senasib sependeritaan budak yang diperjual-belikan. mengatakan kepadanya, juga para leluhur tidak; kalau tidak, anak dengan terlalu banyak bapak akan lahir seperti lipan, dengan kaki seratus. (27) “Kau perlu pengampunan, Oti, demi Hyang Dituturkan oleh teman Oti ketika Wisynu,” bisik temannya. (27) berbincang tentang darah perawan Ken Dedes. “Tak ada yang lebih ayu daripada Ken Pujian yang diberikan kepada Lurah Dedes. …” (28) dapur, Sina ketika Oti dan temannya meninta izin untuk melihat Ken Dedes. Semua pekerja dapur keluar, bermandi sinar Semua pekerja dapur keluar untuk matari pagi yang sedang mengusir kabut. menyaksikan pengantin baru penguasa Puncak pegunungan di kejauhan pun mulai Tumapel. berjengukan berebut dulu untuk melihat
Sinisme
Cemooh
Simile
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Nasihat
Hiperbola
Puji
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
69
70
71
72
73
pengantin yang baru keluar dari pura. (29) Mereka berjalan lambat seakan takut Menceritakan Tunggul Ametung dan Ken membangunkan cengkerik tidur. (29) Dedes sebagai pengantin baru keluar dari pura. Dari bawah keningnya Oti dapat melihat Ketika Oti menyaksikan pengantin baru kesuraman yang meliputi wajah Ken Dedes itu keluar dari pura, ia memiliki pendapat dan kebahagiaan yang terpancar pada mata sendiri mengenai Tunggul Ametung dan Sang Akuwu. (29) Ken Dedes. Dedes menunduk sedang Tunggul Ametung Ketika Oti menyaksikan pengantin baru mengangkat dagu seperti sedang memimpin itu keluar dari pura, ia memiliki pendapat perang. (30) sendiri mengenai Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Ia mengherani adanya raksasa dan ia tak Oti teringat beberapa tahun yang lalu ia dapat membayangkannya. Ia mengherani belajar membaca rontal Arjuna Wiwaha adanya satria yang mendapatkan kelebihan- karya Mpu Parwa dari temannya si kelebihan dan para dewa. (31) Polang. Ia merindukan karang batu bata dan di Setelah menyaksikan Tunggul Ametung pembelahan batu. Ia merindukan salah dan Ken Dedes, tiba-tiba Oti merindukan seorang di antara mereka bakal melamarnya. sesuatu. Ia merindukan seorang bayi yang dapat digendong dan ditimangnya. (32) Ia akan nyanyikan untuknya lagu-lagu dan Setelah menyaksikan Tunggul Ametung kampungnya dulu di muara sungai. dan Ken Dedes, tiba-tiba Oti merindukan Mungkinkah itu? Maukah dan mampukah sesuatu.
164
Simile
Seremoni
Antitesis
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Anafora
‘Jelas’ informasi
Anafora
‘Jelas’ informasi
Erotesis
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74 75
76
77
78
79
orang itu menebusnya dan pekuwuan ini sedang mereka tak mampu menebus dirinya sendiri? (32) Badan mereka kukuh seperti lelaki, mengkilat karena panas dan keringat. (32) Jalur merah segera melintang pada mukanya. (33)
Menggambarkan para budak wanita yang memikul belanga berisi air panas. Tapas di kepala Oti jatuh tepat di bawah kaki Lurah Sina dan pukulan rotan menghantam pipinya. Lurah Sina duduk lagi di ambin, membantu Setelah memukul Oti, Lurah Sina merajang bawang merah, seakan tiada melanjutkan pekerjaannya. terjadi suatu atas diri siapa pun. (33) Seperti kaum brahmana lain selama duaratus Arya Artya sedang duduk merenung di tahun belakangan ini ia pun menyesali tepian kolam pemandian. Erlangga, orang yang serba bisa itu juga bisa membikin terdesaknya kaum brahmana. (34) Untuk mengambil hati kaum brahmana Sri Ketika sedang duduk di pinggir kolam Baginda Kretajaya menghidupkan kembali pemandian, Arya Artya ingat zaman perbudakan untuk merawat bangunan- pemerintahan Erlangga. bangunan suci. (34) “Sekumpulan orang bermuka dua,” sebut Dituturkan oleh Arya Artya yang Arya Artya. (35) mengumpat karena tidak suka kepada pemerintahan Sri Baginda Kretajaya dan wakil Tumapel Yang Suci Belakangka.
165
Simile Metafora
‘Jelas’ informasi Rangsang
Simile
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Metafora
‘Jelas’ informasi
Sarkasme
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
81
82
83
84
85
Orang sebodoh itu, tapi gesit, tangkas, dan Arya Artya sudah tak punya jalan lagi cerdik seperti tikus pada umumnya. (36) untuk bercengkerama dengan penguasa Tumapel. Sebentar ia berhenti mengawasi bambu Arya Artya berusaha memusatkan pikiran pancuran yang tak henti-hentinya dan berjalan mengelilingi kolam memuntahkan air segar, tepat seperti pemandian. pancuran candi Belahan. (36) Dan patung potret itu tidak berhidung bangir Arya Artya teringat saat ikut rombongan seperti dirinya, bukan hidung warisan Hindu, pengiring Tunggul Ametung ke candi hanya warisan sudra terkutuk. (38) Belahan. Ia tidak dapat menghapus gambar Erlangga sebagai dewa Wisynu dan ia membandingkan dengan dirinya. “Kalau aku tak berhasil menundukkan Dituturkan oleh Arya Arta karena tidak cakrawati Hyang Syiwa di Tumapel, dapat menanggung cemburunya kepada terkutuklah kalian Wangsa Erlangga! Wangsa Erlangga yang tidak Terkutuk! Juga seluruh adipati, bupati, dan mengindahkan Syiwa. akuwunya! Terkutuk!” (39) Ia turun ke pemandian dan mulai berenang- Setelah Arya Artya selesai merenung. renang dalam air hangat itu, mondar-mandir beberapa kali, kembali duduk di atas batu di pinggir kolam dan menggosok badan. Turun lagi ke air kemudian ia berendam. (39) Jadi apakah aku ini, yang bernafsu untuk Ketika Arya Artya sampai di rumah, ia jadi pandita negeri, seorang brahmana bertanya pada dirinya sendiri untuk
166
Simile
‘Jelas’ informasi
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Simile
Simbol
Apostrof
Ancam
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Erotesis
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
87
88
89
90
pemuja Sang Hyang Mahadewa Syiwa, yang kesekian kalinya. gagal melaksanakan keinginan untuk jadi pandita akuwu Wisynu? Sudah sedemikian hinakah arya Hindu di bawah Wisynu Jawa ini? (39) “Siapkan pasukan kuda, aku sendiri yang Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika akan tangkap bajingan muda itu.” (41) memerintahkan kepada pasukannya untuk menangkap perusuh setelah mendapat laporan dari salah seorang kepala desa. Ia sendiri meningkat ke atas melalui cara Cara yang digunakan oleh Tunggul yang demikian juga. (41) Ametung untuk mendapatkan kedudukan di Tumapel. Cara yang digunakan oleh Tunggul Soalnya bagaimana cara ia mempertahankan Ametung untuk mendapatkan kedudukan kedudukannya dan bagaimana ia mengadu- di Tumapel. domba antara gerombolan pemuda yang satu dengan yang lain. (41) “... Sekali aku angkat kilat Sang Mahakala Dituturkan oleh sosok berkumis sekepal, akan sambar kalian dengan seratus berdesar dan berpenutup dada hitam yang limapuluh mata tombak.” (45) mengaku sebagai brahmana dari utara yang memberi peringatan kepada rombongan prajurit Tunggul Ametung. “... Dengarkan nasehatku sebelum murka Dituturkan oleh brahmana dari utara yang Hyang Mahadewa jatuh di atas kepalamu.” memberi peringatan kepada rombongan (45) prajurit Tunggul Ametung.
167
Sarkasme
Cemooh
Perifrasis
‘Jelas’ informasi
Metafora
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Ancam
Apostrof
Ancam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
92
93
94 95
96
97
Ia turunkan lengannya, memalingkan muka, menarik kendali kuda dan berjalan lambatlambat meninggalkan tempat itu. (46) “Tak ada brahmana seperti itu. Dia hanya penipu, Yang Mulia, sepatutnya dihancurkan badannya dengan garukan kerang.” (47) “Patut disobek-sobek kulitnya diumpankan pada anjing hutan, penipu itu,” Arya Artya membenarkan. (48) Ia berjalan dan berjalan memunggungi Gunung Arjuna, Welirang dan Hanung. (49) Pada apa pun pendengaran dipusatkan, yang terdengar hanya desing margasatwa dan dengung bersahut-sahutan mengagungkan kebesaran hidup. (49) Jalan negeri telah ditinggalkan, membelok ke kanan, memasuki jalanan hutan lebar sedepa hampir seluruhnya telah tertutup oleh rumput aneka jenis, berebut hijau. Hanya bagian yang sering terinjak kaki nampak merana. (49) Di tepian sungai, di antara batu-batu gunung, hitam kelabu dalam segala bentuk dan besar, seperti cendawan, tersebar
168
Rombongan pasukan Tunggul Ametung meninggalkan lereng terjal.
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Arya Artya ketika Tunggul Ametung meminta keterangan tentang Brahmana dari utara itu. Dituturkan oleh Arya Artya ketika Tunggul Ametung meminta keterangan tentang Brahmana dari utara itu. Perjalanan Oti menuju ke tempat perbudakan pendulangan emas kali Kanta. Perjalanan Oti menuju ke tempat perbudakan pendulangan emas kali Kanta.
Sarkasme
Provokasi
Sarkasme
Provokasi
Epizeukis
‘Jelas’ informasi Rangsang
Personifikasi
Perjalanan Oti menuju ke tempat perbudakan pendulangan emas kali Kanta.
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Perjalanan Oti menuju ke tempat perbudakan pendulangan emas kali Kanta.
Simile
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
gubuk-gubuk dedaunan. (49) 98 Gercik dan desir air yang menerjangi batu terdengar menyanyi memanggil-manggil. (50) 99 Matanya tidak melihat pada emas itu, tapi pada gemerlap air yang bermain-main dengan matari. (50) 100 Pengawal itu menyerahkannya pada lurah pendulangan, seorang perempuan tua yang telah kisut, dengan buah dada seperti kantong kempes tergeong-geong hampir pada pusar. (50) 101 Seorang budak dengan bayi dalam selendang sambil meneteki naik ke darat dengan dulangnya, kemudian duduk di tanah, menyanyi sebentar, mengumpulkan dedaunan dan menidurkan anaknya di atasnya, di bawah sebatang pokok kayu. Ia turun lagi dan meneruskan pekerjaannya. 102 Orang itu meletakkan baji baja dan penohok, memandanginya dengan mata berapi-api seperti hendak menelan seluruh kehadirannya. (51)
169
Perjalanan Oti menuju ke tempat perbudakan pendulangan emas kali Kanta.
Personifikasi
Rangsang
Perjalanan Oti menuju ke tempat perbudakan pendulangan emas kali Kanta.
Personifikasi
Rangsang
Setibanya di kampung budak, pengawal langsung menyerahkan kepada lurah pendulangan.
Simile
Rangsang
Setibanya Oti di tempat perbudakan pendulangan emas.
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Oti bertemu dengan seorang lelaki di pendulangan emas.
Simile
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103 Dan rambut itu sendiri jatuh terurai pada punggungnya yang lebar. Sekaligus ia tertarik pada bahunya yang bidang dan tubuhnya yang tinggi besar seperti raksasa. (53) 104 Dengan otot semacam ini duniapun dapat dipanggulnya untuk hidupnya. (53) 105 “Para dewa pun tak mampu beri aku pengganti mata. …”(53)
106
107
108 109
Oti bertemu dengan seorang lelaki di pendulangan emas.
Oti bertemu dengan seorang lelaki di pendulangan emas. Dituturkan oleh Mundra saat Oti menemuinya dan kaget setelah mengetahui lelaki muda itu bermata satu. Dan lelaki itu mengetahui sikap Oti yang terkejut. “… Kau pandangi kakimu seperti kakimu Dituturkan oleh Mundra saat Oti berubah menjadi biji mata untukku?”(53) menemuinya dan kaget setelah mengetahui lelaki muda itu bermata satu. Dan lelaki itu mengetahui sikap Oti yang terkejut. Dan tubuh Oti gemetar mendengar suaranya, Tubuh Oti gemetar ketika berbincang dan nandanya, dan keteguhannya, dan dengan Mundra. kekerasan hatinya. (54) Kekasaran suaminya dirasainya seperti Oti dan Mundra sah menjadi suami istri. belaian kasih sayang. (57) Berbaris sekian banyak pria yang selama ini Oti masih heran karena mendapatkan pernah memperlakukannya seperti sebatang seorang suami.
170
Simile
‘Jelas’ informasi
Hiperbola Apostrof
‘Jelas’ informasi Keluh
Simile
Keluh
Polisidenton
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Simile
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pisang, tanpa perlu mengajak bicara. (57) 110 Suatu anggapan bahwa pria adalah makhluk paling menjijikkan di dunia ini, sekaligus juga menakutkan, untuk waktu lama pernah membunuh impiannya tentang indahnya hubungan laki-laki dan perempuan. (57) 111 Giginya kuning gading berkilat-kilat seperti terbuat dari suasa. (58)
171
Oti masih heran karena mendapatkan seorang suami.
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Ketika oti bersama Mundra, ia melihat laki-laki itu tersenyum.
Simile
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II AROK No. Data Konteks 1 “… Mukamu sudah hitam biru begitu. Sudah Dituturkan oleh salah seorang teman lama kau tak belajar.(59) Temu yang memperingatkannya karena sudah lama tidak belajar. 2 “… Biarpun ingatanmu mendapatkan Dituturkan oleh salah seorang teman pancaran dari Hyang Ganesya.”(60) Temu yang memperingatkannya karena sudah lama tidak belajar. 3 “Sudah lama aku timbang-timbang. Kau Dituturkan oleh Lohgawe kepada Temu seorang muda yang cerdas, giat, gesit, ketika semua murid sedang berkumpul. ingatanmu sangat baik, berani, tabah menghadapi segalanya.” (60) 4 “… Apa yang kau perbuat di luar Dituturkan oleh Lohgawe kepada Temu. pengetahuanku selama ini keluar dari hati Saat itu juga Lohgawe hendak yang sakit ataukah hati yang dapat menyelesaikan semua perkaranya dengan menampung karunia para dewa, ...”(61) Temu. 5 “… Setelah ini aku tidak lagi mengharapkan Dituturkan oleh Lohgawe kepada Temu. kedatanganmu, sekalipun kau bebas datang Saat itu juga Lohgawe hendak dan pergi. ...” (61) menyelesaikan semua perkaranya dengan Temu. 6 “Ya, Bapa Mahaguru, sahaya telah Dituturkan Temu kepada Lohgawe ketika menimbulkan prihatin Bapa mahaguru menjawab pertanyaan dari gurunya. Lohgawe sesuatu yang semestinya tidak
172
Gaya Bahasa Sinisme
Daya Bahasa Cemooh
Eponim
Magi
Asidenton
Puji
Apostrof
Keluh
Zeugma
Keluh
Epizeukis
Sesal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
8 9
10
11
12
13
terjadi, dan tidak perlu terjadi.” (61) “Ada sebuah daerah luas di selatan Gresik. Seluas pandang ditebarkan, hanya sawah, sawah, dan sawah-sawah hanya untuk musim kering seperti sekarang ini…”(61) Ia terdiam, menutup matanya seperti hendak memulai samadhi. (63) “Di dekat Tunggul Ametung anjingpun takut menggonggong. …”(63)
Dituturkan oleh Lohgawe kepada semua muridnya dan menceritakan tentang daerah di Gresik. Arok
Dituturkan oleh Temu kepada gurunya karena ada larangan untuk membahas Sri Baginda Kretajaya. “Betul, ya, bapa, tidak percuma Hyang Dituturkan oleh Temu kepada Lohgawe. Ganesya menghias tangan yang satu dengan Temu mengagumi Hyang Ganesha. parasyu dan tangan lain dengan aksamala ketajaman dan irama hidup. ...” (63) “... Tanpa keberanian hidup adalah tanpa Dituturkan oleh Temu kepada Lohgawe. irama. Hidup tanpa irama adalah samadhi Temu mengagumi Hyang Ganesha. tanpa pusat. …” (63) “… Bapa Mahaguru Dang Hyang Lohgawe Dituturkan oleh Temu kepada gurunya. menimbang kami semua telah dewasa untuk Temu menyatakan dengan tegas bergabung dalam persekutuan para pendapatnya jika Lohgawe tidak suka brahmana, mendudukkan kembali Hyang kepada Sri Baginda Kretajaya apalagi Mahadewa Syiwa pada cakrawatinya. …” kepada Tunggul Ametung yang menindas (64) kaum brahmana. “…Sri Baginda Erlangga melecehkan Dikatakan oleh Temu kepada guru dan
173
Epizeukis
Protes
Simile Sarkasme
‘Jelas’ informasi Cemooh
Apostrof
Dogma
Anadiplosis
Klaim
Apostrof
Optimis
Silepsis
Protes
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
15
16
17
ajaran, menjungkir-balikkan para dewa Hindu yang kita semua puja, hormati, dan takuti, kita semua harapkan karunianya dan takuti murkanya. …” (65) ”… Diagungkannya Hyang Wisynu sebagai dewa tertinggi dewa kaum petani itu, Dewa Pemelihara itu dan karena Hyang Wisynu saja menitis pada manusia terbaik di seluruh negeri, manusia terbijaksana di jagad pramudita dan dengan demikian ia sendiri dapat menyatakan diri titisan Hyang Wisynu. “… Ya, Bapa Mahaguru, dengan demikian dia sendiri telah dapat mengangkat diri sebagai seorang dewa dengan segala kebesarannya, dan mengangkat nenek moyangnya yang disukainya, raja-raja terdahulu, juga sebagai dewa dengan namanama Hindu.” (65) “Bapa Mahaguru menghormati Sri Erlangga sebagai pembangun agung bagi kemakmuran dan kesejahteraan negeri dan kawula, tetapi dirugikannya kaum brahmana…” (66) “… Juga sahaya tidak patut membisukan suatu hal: para brahmana siapa saja yang
teman-temannya. Ia melengkapi apa yang belum dikatakan Lohgawe tentang Sri Baginda Erlangga yaitu Sri Baginda melecehkan ajaran dan para dewa. Dikatakan oleh Temu kepada guru dan teman-temannya. Ia melengkapi apa yang belum dikatakan Lohgawe tentang Sri Baginda Erlangga yaitu Sri Baginda melecehkan ajaran dan para dewa.
174
Apostrof
Magi
Dikatakan oleh Temu kepada guru dan teman-temannya. Ia melengkapi apa yang belum dikatakan Lohgawe tentang Sri Baginda Erlangga yaitu Sri Baginda melecehkan ajaran dan para dewa.
Apostrof
Deklarasi
Dituturkan oleh Temu ketika membahas Sri Baginda Erlangga.
Oksimoron
Protes
Dituturkan oleh Temu ketika membahas Sri Baginda Erlangga.
Klimaks
Protes
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
19
20
21
pernah saya temui, hanya mengecamngecam, menyumpahi, dan mengutuk. Tak seorangpun berniat menghadap Sri Baginda Kretajaya untuk mempersembahkan pendapatnya. ...” (66) “... Kaum brahmana itu sendiri sebenarnya tak punya keberanian, mereka ketakutan, dan justru ketakutan sebelum berbuat, ketakutan untuk berbuat itu menyebabkan para brahmana kehilangan kedudukannya selama duaratus tahun ini. …” (66) “Dia terlalu tinggi di atas singgasana tidak pernah melihat telapak kakinya. Dia tidak pernah ingat, pada tubuhnya ada bagian yang bernama telapak kaki. Pendengarannya tidak untuk menangkap suara dewa, juga tidak suara segala yang di bawah telapak kaki…Untuknya yang paling tepat hanya dijolok.” (67) “… Itu lebih patut diucapkan oleh seorang calon raja, di medan perang, di medan tikai, kemudian di atas singgasana.” (68) Semua diam seakan takut bergerak. Damar itu menyala dengan api tak henti menari-nari
175
Dituturkan oleh Temu ketika membahas Sri Baginda Erlangga.
Epizeukis
Klaim
Dituturkan oleh Temu ketika ia dan gurunya dan teman-temannya membahas Sri Baginda Erlangga.
Sinisme
Protes
Dituturkan muridnya Erlangga. Dituturkan muridnya
oleh Lohgawe ketika ia dan membahas Sri Baginda
Klimaks
Klaim
oleh Lohgawe ketika ia dan membahas Sri Baginda
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
23
24 25
terkena puputan angin menerobosi dinding bambu. (68) ”… Dengan api Hyang Bathara Guru dalam dadamu, dengan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan keperkasaan Hyang Durga Mahisasuramardini, kaulah Arok, kaulah pembangun ajaran, pembangun negeri sekaligus. …” (69) “Dengarkan kalian semua, sejak detik ini, dalam kesaksian Hyang Batara Guru, yang berpadu dalam Brahma, Syiwa, dan Wisynu dengan semua syaktinya, aku turunkan pada anak ini nama yang akan membawanya pada kenyataan sebagai bagian dari cakrawati. Kenyataan itu kini masih membara dalam dirimu. Arok namamu.” Saat lulus yang tak diduga-duga itu seakan membikinnya kehilangan mata arah. (70) Pada suatu sore yang suram dengan gerimis tipis datang ke perguruan Tantripala dua orang bocah temu dan Tanca. (70)
176
Erlangga. Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia dan muridnya membahas Sri Baginda Erlangga.
Apostrof
Magi
Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia dan muridnya membahas Sri Baginda Erlangga.
Apostrof
Sumpah
Arok lulus dari perguruan Lohgawe dengan cepat. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango
Simile
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Personifikasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Siapa tak kenal Bango Samparan? Seorang penjudi yang lebih sering ditemukan di tempat perjudian daripada rumah? Seorang penjudi yang mengirimkan bocah-bocah untuk belajar! (70)
27
Ia seorang yang lincah, cerdas, matanya jernih, memancar, hanya tak bisa tenang. Temannya, Tanca, sebaliknya, seorang yang tenang, juga cerdas, hanya tidak lincah, lebih tepat dikatakan lamban. (71)
28
Ia seorang yang lincah, cerdas, matanya jernih, memancar, hanya tak bisa tenang. Temannya, Tanca, sebaliknya, seorang yang tenang, juga cerdas, hanya tidak lincah, lebih tepat dikatakan lamban. (71)
29
Napasnya sudah hampir putus waktu ia tiba di sebuah ladang (72)
Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada
177
Erotesis
‘Jelas’ informasi
Asidenton
‘Jelas’ informasi
Apofasis
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
“Jagad Pramudita! Anak secakap dengan mata bersinar seperti ini.
ini,
31
“… Jagad Pramudita! Para dewa telah mengirimkan anak ini kepada kita, Nyi,” katanya pada istrinya. (75)
32
“Siapa tahu dia putra tunggal Hyang Brahma sendiri?” (75)
Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa
178
Hiperbola
Puji
Apostrof
Klaim
Apostrof
Harap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
“Semoga kau memang putra tunggal Hyang Brahma.” (76)
34
Bertahun-tahun? Berapa tahun? Tidak lebih dari tiga. Dan cemburu saudara-saudara meningkat tiga kali. (77)
35
“Barangkali para dewa telah menentukan kau harus pergi dari sini.” (79)
36
“… Kau seorang anak yang cerdas, lincah,
kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang
179
Apostrof
Harap
Epizeukis
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Harap
Klimaks
Puji
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pandai, dan ingatanmu sempurna.” (79)
37
Temu menggandeng membawanya pulang, menyerahkan pada orangtuanya, kemudian ia pergi, diiringkan oleh tangis pilu gadis Umang. (80)
38
“… Kita sering kalahkan mereka. Hanya mereka terlalu banyak dan kita terlalu sedikit. Kekuatan mereka tak habis-habisnya, dan kita terbatas. …” (83). Orang itu datang dari Tuban, pergi ke Gresik, memudiki Brantas melalui porong Erlangga. (84) “Erlangga pernah menjatuhkan titah: triwangsa bukan hanya ditentukan oleh para dewa, juga manusia bisa melakukan perpindahan kasta karena dharmanya, sudra
39
40
dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Arok membaca rontal isi catatan yang dituliskan oleh Tantripala kepada Lohgawe yang isinya menceritakan tentang kisah hidup Arok sewaktu kecil. Tantripala mendapatkan informasi masa kecil Arok dari ayah angkatnya, Ki Bango Samparan. Percakapan antara Tanca dan Temu sebelum mereka belajar kepada Tantripala. Temu mendapatkan cermin perak yang didapatnya dari penyerbuan seorang saudagar kaya. Tantripala memuji kecerdasan Temu.
180
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Zeugma
Klaim
Metonimia
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Deklarasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
42
43
44 45
bisa jadi satria, sudra bisa jadi brahmana. …” (85) “… Dan kau, Temu, kau bisa jadi satria karena kemampuanmu. Tingkah lakumu bukan lazim pada seorang sudra, tetapi satria. Matamu bukan mata satria, tetapi brahmana…” (85) Hari pertama itu ia diajari melakukan darana dengan pandang matanya, sampai pada pratyahara berlatih sekaligus pranayama untuk mencapai ekagrata pandang, seperti dalam cerita sewaktu Arjuna membidik dengan anak panahnya. (85) “Temu”, serunya, “dengan kemampuan seperti ini, pandangmu akan menguasai manusia dan benda.” (85) “Jagad dewa!... dia akan jadi penjahat yang memunahkan kemanusiaan.” (86) “Dahulu kala sebelum ada Erlangga, sebelum ada Sri Dharmawangsa…pada awal abad ke tujuh Saka, karena tak kuat menahan serangan Sriwijaya, Sailendra melarikan diri ke Jawa dan melindungkan diri pada Sri
Tantripala memuji kecerdasan Temu.
181
Klimaks
Puji
Selesai selesai belajar, Tantripala mengejarkan beberapa ilmunya secara pribadi kepada Temu.
Simile
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Tantripala yang kagum akan kecerdasan Temu.
Hiperbola
Magi
Dituturkan oleh Tantripala kepada Arok.
Hiperbola
Klaim
Alegori
‘Jelas’ informasi
Tantripala menceritakan kepada Arok tentang Dewi Tara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46 47
48 49
Baginda Sunnaha dari Mataram. Sunnaha digantikan oleh Sanjaya, dan Sanjaya oleh Pancapana Rakai Penangkaran. Pada waktu itu Mataram telah dikuasai Sailendra. Pancapana Rakai Panangkaran sekarang menjadi taklukan, dan oleh Sri Baginda Indra dari wangsa Sailendra, yang beragama Budha itu, diperintahkan membangun candicandi Buddha. Di antaranya adalah candi Kalasan untuk memuliakan Hyang Dewi Tara. …” (87) Di antaranya adalah candi Kalasan untuk memuliakan Hyang Dewi Tara. (87) Sudah lama ia menyangsikan, kini kata-kata penutup itu meyakinkannya: Tantripala adalah seorang Buddha yang tak memperlihatkan kebudhaannya. (88) “Para dewa telah mengirimkan pada kita bayi lelaki seorang ini.” (92) Merekalah yang membesarkannya tanpa pamrih. Menginjak umur enam tahun ia sudah terbiasa bergaul dengan kerbau, memandikan, dan menggembalakan, menggiringnya ke sawah dengan Ki lembung
Tantripala menceritakan kepada Arok tentang Dewi Tara. Tantripala menceritakan kepada Temu tentang Dewi Tara.
Dituturkan oleh Ki Lembung. Saat itu Arok mengingat kembali masa lalunya. Arok mengingat kembali masa lalunya.
182
Apofasis
‘Jelas’ informasi Simbol
Apostrof
Magi
provokasi
‘Jelas’ informasi
apostrof
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
51 52
53
54
memikul garu atau luku di belakangnya. (92) Tempat penggembalaannya ialah medan ia bermain dengan teman-temannya. Kegesitan, kekuatan, kecerdasan, dan kekukuhan menyebabkan ia hampir selalu keluar sebagai pemenang dalam permainan dan perkelahian. (93) Kemudian datanglah bencana itu-bencana yang berisi karunia para dewa. (94) “Kurang satu,” katanya. Ki Lembung masuk ke dalam kandang dan menghitungnya sekali lagi. “Kurang satu,” katanya lebih keras. Ia menghitung lagi. “Kurang satu!” pekiknya. (95) Sekejap ia dapat melihat wajah Ki Lembung yang marah membara. Ia tak dengar lagi apa yang disemburkan padanya” (95) Dan bermulalah kehidupan yang membusabusa: perkelahian, penyerbuan, pencurian, perampokan, pencegatan sendiri atau dengan teman-teman yang mengikutinya. Melukai dan dilukai, kalah dan menang. Ia keluar-masuk desa-desa baru, bergabung dengan penjahat besar dan tanggung untuk
183
Arok mengingat kembali masa lalunya.
Silepsis
‘Jelas’ informasi
Arok mengingat kembali masa lalunya.
Antitesis
Arok mengingat kembali masa lalunya.
Epizeukis
‘Jelas’ informasi Deklarasi
Arok mengingat kembali masa lalunya.
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Arok mengingat kembali masa lalunya.
Asidenton
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55 56
kemudian ditaklukkan dan menaklukkan, dan meninggalkannya. (96) Catak yang kau berikan pada Umang telah Arok mengingat kembali masa lalunya. habis di medan judi. (97) “Aku impikan dia kurus kering…” Dituturkan Tanca ketika ia bermimpi Arok menyuruhnya ke Kutaraja.
184
Metafora Hiperbola
‘Jelas’ informasi Klaim
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III DEDES No. Data 1 “Betapa bahagia Yang Mulia, cantik rupawan, berilmu, wanita pertama dan utama di seluruh Tumapel. …” (100) 2 “… Kasih para dewa nampaknya hanya untuk Yang Mulia seorang. …” (100) 3 “… Sangat, sangat banyak yang bahkan mendapat satu macam pun tidak pernah untuk sepanjang hidupnya.” (100) 4 la berdiri dan berjalan lambat-lambat meninggalkan tempat duduk. 5 Ia telah berikan dirinya kepada pada Tunggul Ametung. Bukankah Akuwu Tumapel tidak lebih baik daripada raksasa Rahwana? Seorang yang tak jauh dari ajaran, hidup dalam ketidaktahuan dan penghinaan terhadap Sang Yama? 6 “Ah, Yang Mulia, Yang Mulia, betapa Yang Mulia menganiaya diri seperti ini,” (101) 7 “… Demi Hyang Parwati, katakanlah apa yang sahaya bisa lakukan untuk meringankan dukacita Yang Mulia?” (102) 8 “Tak ada seorang pun di pekuwuan ini dapat dipercaya, Yang Mulia. Hati-hati, waspadalah.” (102)
Konteks Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes yang mencoba memancing percakapan dengan Ken Dedes. Dituturkan oleh Rimang.
Gaya Bahasa Klimaks
Daya Bahasa Puji
Apostrof
Optimis
Dituturkan oleh Rimang.
Epizeukis
Klaim
Dituturkan oleh Rimang.
Klimaks
Dedes berada di taman larangan bersama Rimang. Ia merasa malu dan tersindir.
Erotesis
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes untuk menghiburnya. Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes untuk menghiburnya.
Epizeukis
Keluh
Apostrof
Optimis
Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes saat berada di taman larangan.
Tautologi
Nasihat
185
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9 10 11 12
13 14
15
16 17 18
19
“Demi Hyang Dewi Parwati. Tidakkah cukup sumpah sahaya?” (102) “Jangan cemarkan Hyang Parwati di hadapanku.” (103) “Berapa kali dalam hidupmu kau pernah bersumpah demi Hyang Parwati?” (103) “... Nanti sebentar lagi kalau Hyang Surya telah terbenam, sahaya akan iringkan Yang Mulia ke pura.” (103) “… Sebaliknya mereka akan berjingkrak gila karena sukacita. ...” (105) “Betapa pengasih Dewi Parwati. Apa yang sahaya pohon selama ini menjadi kenyataan: Yang Mulia sudi bicara dengan sahaya ini. ….” (105) Orang –orang seperti dia tidak ada harganya untuk dikenal, sekalipun kekayaannya menyentuh langit dan kekuasaannya disokong dan dibenarkan semua dubriksa sepenuh Jagad Pramudita. (106) Ia gigit dada itu, dan ia rasai keras seperti batu. (110) Ia meronta dan meronta. (110)
186
Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes untuk menghiburnya. Dituturkan oleh Ken Dedes kepada Rimang yang mencoba menghiburnya. Dituturkan oleh Ken Dedes kepada Rimang yang mencoba menghiburnya. Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes untuk menghiburnya.
Apostrof
Keluh
Apostrof
Protes
Apostrof
Pinta
Eponim
Persuasi
Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes untuk menghiburnya. Dituturkan oleh Rimang kepada Ken Dedes untuk menghiburnya.
Hiperbola
Optimis
Apostrof
Klaim
Dedes teringat akan ajaran ayahnya sejak kecil.
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Simile
Sarkasme
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi Cemooh
Apostrof
Puji
Dedes ditangkap oleh Tunggul Ametung untuk dijadikan Ken Dedes. Dedes ditangkap oleh Tunggul Ametung untuk dijadikan Ken Dedes. “Anak macam juga anak macan.” (111) Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia berhasil membawa Dedes, tetapi ia meronta terus. “Mulialah Sri Erlangga Bathara Wisynu, Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia
Epizeukis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
21
22
23
24
25 26
27
dengan titahnya semua orang bisa jadi satria atau brahmana demi dharmanya.” (112) “Ayolah, kutuk aku, seperti semua brahmana mengutuk semua orang di luar kastanya. …” (113) “…Akan aku perlihatkan pada dunia: kaum brahmana takkan bisa bikin apa-apa pada waktu seorang brahmani bernama Dedes aku dudukkan di atas singgasana Tumapel. ...” (113) “… Dengar, Dedes, Permataku tidak percuma Sri Erlangga mengutuk triwangsa bikinan kaum brahmana. …” (113) “… Kumpulkan semua brahmana di atas bumi ini. …” (113)
berhasil membawa Dedes, meronta terus. Dituturkan Tunggul Ametung berhasil membawa Dedes, meronta, mengumpat terus. Dituturkan Tunggul Ametung berhasil membawa Dedes, meronta, mengumpat terus.
Dituturkan Tunggul Ametung berhasil membawa Dedes, meronta, mengumpat terus. Dituturkan Tunggul Ametung berhasil membawa Dedes, meronta, mengumpat terus. “Barangkali kau tak mengerti ucapanku. Dituturkan Tunggul Ametung Barangkali kau lebih tahu Sansekerta bahasa berhasil membawa Dedes, khayangan itu daripada bahasa orang meronta, mengumpat terus. Tumapel.” (114) “Betapa pongahnya kau seakan pemenang di Dituturkan oleh Dedes ketika atas jagad para dewa ini.” (114) oleh Tunggul Ametung. “... Mereka menyembah Hyang Wisynu yang Dituturkan Tunggul Ametung pengasih dan pemurah. … berhasil membawa Dedes, meronta, mengumpat terus. Dengarkan, Dedes, hanya kaum brahmana Dituturkan Tunggul Ametung hidup dalam mimpi, hidup mereka pun dari berhasil membawa Dedes, kemurahanku. meronta, mengumpat terus.
tetapi
187
ia
ketika ia tetapi ia
Simile
Klaim
ketika ia tetapi ia
Hiperbola
Janji
ketika ia tetapi ia
Apostrof
Klaim
ketika ia tetapi ia
Hiperbola
Perintah
ketika ia tetapi ia
Sinisme
Cemooh
ia diculik
Simile
Cemooh
ketika ia tetapi ia
Apostrof
Dogma
ketika ia tetapi ia
Hiperbola
Klaim
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
29
30 31 32
33 34
35 36
37
38
Mereka hanya dongengan untuk bocah- Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia bocah yang tak pernah dewasa.” (114) berhasil membawa Dedes, tetapi ia meronta, mengumpat terus. “Kalian kaum brahmana lebih pongah dalam Dituturkan Tunggul Ametung ketika ia pikiran, tapi menunduk-nuduk merangkak- berhasil membawa Dedes, tetapi ia rangkak di hadapanku. …” (114) meronta, mengumpat terus. Ia lepaskan Dedes dan seperti ditiupkan Dedes berhasil kabur dari cengkraman kekuatan pada dirinya ia lari. (115) Tunggul Ametung. “Lepas, demi Hyang Mahadewa, terkutuklah Dituturkan Dedes ketika ia tertangkap lagi kau.” (115) oleh Tunggul Ametung. “… Hyang Wisynu telah menentukan aku Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika jadi suamimu. …” (116) mendapatkan Ken Dedes kembali di pelukannya setelah sempat kabur. Hari itu memang gelap pekat. (117) Menggambarkan suasana saat Ken Dedes sadar dari pingsannya. Waktu bulan tua itu muncul, kuda itu mulai Ken Dedes sadar dari pingsannya dan lari lagi, langkahnya menderap berirama. berusaha mengingat. Kemudian kuda itu Hutan di kiri kanan jalan berlarian melanjutkan perjalanannya menuju ke menghilang seperti malu menjadi saksi. (117) Kutaraja. Angin malam itu tak lagi menggigit kulit dan Untuk kesekian kalinya Dedes pingsan membekukan darahnya. (118) lagi karena kekacauannya. “ Para dewa telah berikan dirimu padaku.” Dituturkan oleh Akuwu ketika ia merasa air mata Ken Dedes jatuh menetesi lengannya. “…Tak pernah ada wanita menantang, Dituturkan oleh Akuwu ketika ia merasa melawan, dan menolak Tunggul Ametung… “ air mata Ken Dedes jatuh menetesi lengannya. “... Karena itu kau dipilih lebih daripada Dituturkan oleh Akuwu ketika ia merasa
188
Sinisme
Cemooh
Antiklimaks
Cemooh
Simile Apostrof
‘Jelas’ informasi Ancam
Apostrof
Magi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Simile
Personifikasi
Rangsang
Apostrof
Nasihat
Antiklimaks
Klaim
Hiperbola
Puji
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
40 41
42
putri-putri Tumapel, Kediri, dan seluruh buana, satu-satunya perawan yang berani menggigit dan mencakar Tunggul Ametung sungguh-sungguh perawan pilihan. …” “… Tumpahkan airmatamu, Permata, karena setelah ini takkan dia titik lagi, seluruh kebahagiaan makhluk di atas bumi hanya milikmu.” (119) “Di luar kau semua hanya sampah di hadapan matamu. …” (119) Ia bukan seorang yang dungu, tahu berlemah lembut. Ataukah memang demikian semua penjahat dalam usahanya? Dan mengapa para brahmana, yang menganggap dirinya benar karena sejalan dengan ajaran tunduk takhluk pada Hyang Yama, tidak mampu berbuat sesuatu terhadapnya? Adakah Akuwu Tumapel yang memeluknya benarbenar lebih kuat dari semua dewa sekaligus? Dia telah bicara tentang Muncukunda, cerita dan tafsiran yang diberikan hanya kepada siswa-siswi tingkat cikil dan wasi. Benarkah ia buta huruf dan mengetahui segala hanya dari tangan kedua? (119) “… Segalanya akan dipersembahkan pada Dedes dan kesuciannya dan kemuliaannya. …” (120)
189
air mata Ken Dedes jatuh menetesi lengannya.
Dituturkan oleh Akuwu ketika ia merasa air mata Ken Dedes jatuh menetesi lengannya.
Hiperbola
Optimis
Dituturkan oleh Akuwu ketika ia merasa air mata Dedes jatuh menetesi lengannya. Dalam hatinya Dedes berpikir tentang Tunggul Ametung, tidak sesuai dengan apa yang dikatakan ayahnya selama ini.
Sarkasme
Cemooh
Erotesis
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Tunggul Ametung kepada Dedes ketika perjalanan menuju pekuwuan. Saat itu Dedes diculik Tunggul Ametung dari desanya di Panawijil.
Polisidenton
Optimis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
44
45
46 47 48
49
50
51
“… Kau perawan dengan hati memeram Dituturkan oleh Tunggul Ametung kepada Muncukunda!” (120) Dedes ketika perjalanan menuju pekuwuan. Saat itu Dedes diculik Tunggul Ametung dari desanya di Panawijil. “… Tidak percuma para dewa bisikkan Dituturkan oleh Tunggul Ametung kepada padaku setiap kali bersamadhi.” (121) Dedes ketika perjalanan menuju pekuwuan. Saat itu Dedes diculik Tunggul Ametung dari desanya di Panawijil. “Bahkan rambutmu kurasai seperti belaian Dituturkan oleh Tunggul Ametung kepada sorga.” (121) Dedes ketika dalam perjalanan menuju ke pekuwuan. Menjelang terbit, Hyang Surya, kuda itu Tunggul Ametung sampailah ia di memasuki pekuwuan… (121) pekuwuan. Antara dirinya dengan masa lalunya seakan Sejak penculikan itu, ia tidak pernah telah tergunting putus. mendengar kabar dari desanya. Ia diserahkan pada segala yang asing, dan Sejak penculikan itu, ia tidak pernah pedandi itu memata-matainya tanpa jera, mendengar kabar dari desanya. membanjirinya dengan nasehat tetekbengek. (122) “Di sinilah, Yang Mulia, demi Dewi Parwati, Dituturkan oleh Rimang yang demi Hyang Candra, sahaya bersumpah menunjukkan letak Hyang Parwati kepada untuk membantu dan bersetia kepada Yang Ken Dedes. Mulia, hidup sampaipun mati,” (125) “Kepalamu akan jatuh karena peristiwa ini.” Dituturkan oleh Belakangka kepada (133) Rimang yang menyalahkan Rimang karena Ken Dedes pergi. “Hyang Parwati telah lindungi Yang Mulia,” Dituturkan oleh Rimang kepada Ken bisik Rimang, Dedes, yang berhasil membuka mata Ken
190
Apostrof
Klaim
Apostrof
Magi
Simile
Puji
Eponim
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Simile Personifikasi
Apostrof
Sumpah
Eufemisme
Ancam
Apostrof
Klaim
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
53
54
55
56
57
58
Dedes bahwa ia penguasa Tumapel. “Hyang Mahadewa telah anugerahkan Dituturkan oleh Rimang kepada Ken kekuasaan tertinggi di tangan Yang Mulia. Dedes, yang berhasil membuka mata Ken Dedes bahwa ia penguasa Tumapel. “Pandanglah Rimang yang hina ini. …” Dituturkan oleh Rimang kepada Ken (134) Dedes, yang berhasil membuka mata Ken Dedes bahwa ia penguasa Tumapel. Kekuasaan tanpa batas itu terbayang Ken Dedes dan Rimang bersama-sama olehnya seperti cakra Hyang Wisynu yang menyembah Hyang Parwati. mampu menembus segala. (134) Ia tak menyadari buah dadanya sendiri Ken Dedes sedang menyembah Hyang mengerjap seperti buah dada Sang Durga. Durga. (135) Dalam kepalanya muncul Banowati, istri Ken Dedes sedang menyembah Hyang Suyudhana, raja Kaurawa. Bekas pacar Durga. Dalam sembahnya ia teringat akan Arjuna itu pada suatu kali didatangi oleh tafsiran yang diberikan kepadanya tentang kekasihnya yang menyuruhnya menerima Banowati. pinangan Suyudhana. Dia harus jadi Paramesywari raja Kaurawa, untuk kelak dapat membantunya mengalahkan Kaurawa sendiri di medan perang Bhatarayuddha. (136) “Inilah sahaya, ya, Durga, inilah Dituturkan Ken Dedes ketika ia sedang Banowatimu, datang menyerahkan hidup dan sembahyang di dalam pura. mati suamiku padamu.” (136) “Itulah satria suamiku, ya, Bathari, yang Dituturkan Ken Dedes ketika ia sedang tidak jera-jera memburu wanita, melepas sembahyang di dalam pura. segala kama yang ada dalam dadanya,
191
Apostrof
Klaim
Litotes
Pinta
Simile
‘Jelas’ informasi
Simile
Rangsang
Alegori
‘Jelas’ informasi
Zeugma
Sumpah
Simile
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
60 61 62
63
64
65
seperti anjing yang tak kenal bapa lagi.” (138) Ia rasai tangan Akuwu pindah memeluk pinggangnya yang ramping seperti pinggang lebah. (140) Ia lihat gelegak darah panas memerahi wajah suaminya. (142) Pada wajahnya tersunting senyum-senyum abadi, senyum Ken Dedes. (143) Tubuh seindah ini, dengan senyum yang sesuci itu, harus diabadikan. Seakan wanita ini bukan seorang Paramesywari tetapi Hyang Laksmi sendiri. (143) Bumi terasa kehilangan kekokohannya, mengombak dalam cahaya bulan tua. Sebuah tiang api melesit dari perut bumi, mengalahkan bulan dan bintang-mintang, sekejap, jauh di barat sana, di balik lereng utara Gunung Kawi. Perut bumi terdengar menggeletar. (144) Seakan telah menjadi seorang brahmani penuh ia mengangkat tangan ke arah mulud Kelud yang menyemburkan kepundan. Ia tahu bumi goncang begini hanya karena marah Bathari Durga yang dipindahkan dari pura. (145) “Hilangkan leluhur itu dari pikiran, dari hati, dari pura, dan dari candi. …” (146)
192
Suaminya datang untuk menjemput Ken Dedes dari pura.
Simile
Rangsang
Ken Dedes menagih janji Ametung untuk menemukan ayahnya, Mpu Parwa. Rimang melihat Ken Dedes tidur lelap bahagia. Rimang memperhatikan kecantikan Ken Dedes ketika ia tidur.
Metafora Hiperbola
‘Jelas’ informasi Rangsang
Simile
Rangsang
Gunung Kelud meletus.
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Gunung Kelud meletus.
Simile
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Perintah
Dituturkan oleh Ken Dedes di hadapan seluruh penduduk setelah selesai berdoa,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
67
68
69
70
71
72
memohon ampun pada dewata. “… Para dewalah yang sesungguhnya Dituturkan oleh Ken Dedes di hadapan berkuasa, bukan leluhur siapapun.”(146) seluruh penduduk setelah selesai berdoa, memohon ampun pada dewata. “… Celakalah yang mendewakan leluhur. Dituturkan oleh Ken Dedes di hadapan …” (146) seluruh penduduk setelah selesai berdoa, memohon ampun pada dewata. Tiang-tiang itu kemudian semakin rendah, Gunung Kelud meletus. kemudian menetap tingginya seperti api yang keluar dari tanur pandai besi. Bumi semakin kurnag meronta. (146) Dalam iringan Rimang dan Dadung Setelah meletusnya gunung Kelud, Ken Sungging berkerudung kain penutup dingin Dedes beserta Rimang dan Dadung ia berjalan seperti perawan anak Mpu Parwa Sungging berkeliling ke desa-desa untuk dulu di desa sendiri, memeriksa semua melihat keadaannya. bagian pekuwuan. “ (148) Ia melangkah cepat seperti wanita petani, tak Setelah meletusnya gunung Kelud, Ken mengindahkan rambutnya yang buyar Dedes beserta Rimang dan Dadung berantakan. (148) Sungging berkeliling ke desa-desa untuk melihat keadaannya. “Diam kau perempuan celaka.” (148) Dituturkan oleh Dalung ketika Ken Dedes sedang berkeliling desa untuk melihat keadaan desa. Saat itu Dalung sedang mengobati seorang anak yang luka tanpa dibius. Segala benda angkasa hilang ditelannya. Menggambarkan situasi Tumapel Matari pun tak mampu memunculkan murka. keesokan harinya setelah meletusnya Bahkan nyala damardan kebakaran yang gunung Kelud.
193
Apostrof
Deklarasi
Apostrof
Ancam
Simile
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Sarkasme
Cemooh
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73 74
75
76
77
78 79
80
belum redup, seakan Hyang Agni sudah jadi rabun tua, dan itu pun kemudian hilang dalam kekelabuan. (150) Dan jalan pulang itu terasa sangat, sangat jauh. (150) Selama tiga hari kabut debu merajalela. Semua yang tergelar di atas bumi terselaputi olehnya. Waktu matari mulai kelihatan lagi, hanya pasir lembut itu juga yang nampak kelabu. Murak sang Kelud telah reda. Angin silir meniup ke dalam hati semua kawula Tumapel. (151) “Ampun, brahmana terkutuk itu tidak ada di tempat.” (153)
194
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Ken Dedes kembali pulang ke pekuwuan.
Epizeukis
Situasi di Tumapel pasca Kelud meletus 3 hari yang lalu.
Personifikasi
Dituturkan oleh Belakangka saat melaporkan keberadaan Lohgawe kepada Ametung. Tunggul Ametung sedang dalam perawatan Dalung akibat cedera yang dialami. Tunggul Ametung kesakitan ketika diobati oleh Dalung. Kakinya patah.
Sarkasme
Cemooh
Polisidenton
‘Jelas’ informasi
Klimaks
Rangsang
Sarkasme
Cemooh
Apostrof
Harap
Metonimia
Klaim
Tungggul Ametung melambaikan tangan menyuruh semua pergi kecuali dokter dan pembantunya dan Paramesywari. (155) Tunggul Ametung bermandi keringat, meringis dan merongos, mengerutkan gigi dan kening, dan kemudian jatuh pingsan. (156) “Pergilah kau, anjing pembikin sakit!” (156) Dituturkan Ametung kepada Dalung ketika sadar dari pingsannya. “Terimakasih banyak, ya, Dalung, semoga Dituturkan oleh Ken Dedes kepada dikaruniai kau kesejahteraan oleh Hyang Dalung seusai mengobati Akuwu. Kuwera.” (156) “Kelud menghalangi, Permataku.” (157) Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Ken Dedes menanyakan soal keberadaan ayahnya, Empu Parwa. Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ken Dedes menanyakan soal keberadaan ayahnya, Empu Parwa. Dituturkan oleh oleh Ken Dedes ketika ia meminta kepada Tunggul Ametung untuk mengetahui urusan negeri. Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika istrinya menanyakan soal perusuh.
81
“Para dewa belum membenarkan.” (157)
82
“Barangsiapa tidak terlalu muda untuk jadi Paramesywari, diapun cukup tua untuk mengetahui urusan negeri.” (158) “Anak desa yang nakal itu. Sebentar lagi akan lenyap bersama dengan debu Kelud. ..”(159) Pandita negeri itu tak boleh lebih lama Ken Dedes bersumpah demi Trisula berusaha menindas, memaksa, seakan ia Bathara Guru dan cakrawatinya, hanya hambanya belaka. (162) Belakangka harus takhluk kepadanya.
83
84
195
Apostrof
Klaim
Antitesis
Nasihat
Sinisme
Harap
Simile
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV TEKAD KAUM BRAHMANA No. Data 1 “Dengan namamu yang baru, Arok, Sang Pembangun, kau adalah garuda harapan kaum brahmana.” (165) 2 “Para dewa tidak tunjukkan padamu untuk jadi talapuan.” (165) 3 “Kau akan kembalikan cakrawati Bathara Guru Sang Mahadewa Syiwa.” (165) 4 Perhatiannya lebih tertarik pada kelilingnyagunung-gemunung yang serasa tiada kan habis-habisnya, berlapis-lapis menyentuh langit. (166) 5 “... Mungkinkah ke Kawi?” (168) 6
“… Dibandingkan dengan karunia yang pernah diberikan Sri Erlangga, uh, itu bukan karunia, sama dengan tulang dilemparkan pada anjing kelaparan. …” (168)
7
Jalan itu turun-naik, gelap oleh payungan pepohonan. (170)
8
Naskah itu meriwayatkan kebesaran Buddha Mahayana, seluruhnya dalam Sansakerta
Konteks Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat upacara pemberian nama.
Gaya Bahasa Epitet
Daya Bahasa Deklarasi
Dituturkan Dang Hyang Lohgawe saat upacara pemberian nama. Dituturkan Dang Hyang Lohgawe Lohgawe saat upacara pemberian nama. Arok dan Dang Hyang Lohgawe melakukan perjalanan jauh.
Apostrof
Klaim
Apostrof
Optimis
Simile
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Arok setelah ditanya oleh gurunya hendak pergi kemana mereka. Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe ketika mereka melakukan perjalanan ke Kawi. Lohgawe menyampaikan untuk kesekian kalinya ketidaksukaannya pada Sri Erlangga. Keadaan dan suasana di dalam hutan selama perjalanan menuju ke gunung Kawi. Saat beristirahat di dalam gua, Arok menemukan naskah yang meriwayatkan
Metonimia
Tanya
Sarkasme
Cemooh
Zeugma
‘Jelas’ informasi
Alegori
‘Jelas’ informasi
196
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
10
11
12
13
tanpa ada sepatah kata Jawa pun. la terpesona oleh penggambaran tentang mahaguru Dharmakirti dan Suarnadwipa, yang menjadi jiwa kebesaran Sriwijaya, tentang Wajrabodhi yang menyebarkan Tantrayana di Sriwijaya dan Cina, tentang mahaguru Dharmapala dan Perguruan Tinggi Nalanda, murid dan mahaguru Dignaga dan Perguruan Tinggi Kansyi, tentang Nagarjuna, tentang Aryadewa, tentang Dipangkara, yang setelah belajar di Sriwijaya kembali ke Tibet dan melakukan pembaharuan kepercayaan Buddha di negerinya. (170-173) Langit dan bulan tidak nampak oleh mereka. Hanya pokok, cabang, ranting dan dedaunan seperti tembok memagari sinar obor damar itu. (173) Seperti monyet ia berpindah-pindah dari pokok ke pokok lain yang lebih besar dan lebih tinggi. Dilihatnya langit di atas dengan bulan penuh tersenyum pada dunia. (174)
197
kebesaran Buddha Mahayana.
Keadaan dan suasana di dalam hutan selama perjalanan menuju ke gunung Kawi.
Simile
‘Jelas’ informasi
Keadaan dan suasana di dalam hutan selama perjalanan menuju ke gunung Kawi. Saat Arok berada di atas pohon untuk mencari tahu apa yang terjadi di sekitar hutan. Kini ia mulai dapat menangkap, samar, Saat Arok berada di atas pohon untuk seperti desir angin lalu: mantra. (174) mencari tahu apa yang terjadi di sekitar hutan. “Husy. Tak aku benarkan kau ulangi Dituturkan oleh Lohgawe yang melarang
Simile
‘Jelas’ informasi
Simile
Rangsang
Simile
Rangsang
Tautologi
Protes
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
15
16
17
pendapat busuk seperti itu. Salah. Keliru. Arok untuk tidak berpendapat mengenai Tidak benar. Menyesatkan.” (175) Maithuna (upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan). “… Ampuni kami, ya, Mahadewa, keagungan Dituturkan oleh Lohgawe ketika Prambanan tidak mampu menolak pengaruh mengetahui di depan ada upacara sesat itu. …” (176) Maithuna. “… Kalasan telah memberikan pengayoman Dituturkan oleh Lohgawe ketika pada mereka. Mataram dipindahkan dan mengetahui di depan ada upacara pengaruh itu lebih ke timur oleh Sri Baginda Maithuna. Dyah Balitung, kemudian ke timur lagi oleh Mpu Sindok. Waktu itu di timur sini masih bersih, belum ada pengaruh seperti itu. Hyang Agastya tetap dimuliakan. Sri Teguh Dharmawangsa malah telah mengirimkan armada untuk menumpas induk gerakan itu Sriwijaya. Selanjutnya kau tahu sendiri: kalah. Mendang kalah, ganti kena serbu, Sri Dharmawangsa sendiri gugur. Nanti kau akan juga dengar dan banyak guru yang patut kau muliakan.” (176) “… Bahkan abu dari pemandangan tadi tak Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh patut kau singgung dengan jari kakimu. …” Arok untuk tidak berpendapat mengenai (176) Maithuna (upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan). “… Garuda! Untuk kau hanya korban Dituturkan oleh Lohgawe yang menyuruh terbaik, hidup terbaik, dan kalaupun punah, Arok untuk tidak berpendapat mengenai punah yang terbaik pula.” (176) Maithuna (upacara persetubuhan untuk memuja kesuburan).
198
Apostrof
Sesal
Alegori
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
Klaim
Epizeukis
puji
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
19
20
21
22
23
24
25 26
“Punah adalah tugas satria, dengan peninggalan terbaik adalah sebaik-baik punah.” (176) “Kesalahan tindakan tak pernah terampuni, kecuali hanya oleh Hyang Mahadewa. Untuk itu ada Hyang Mahadewa, karena manusia tidak bersifat pengampun.” (178) “Makin jauh dari Mahadewa dia semakin kejam. …” (179)
199
Dituturkan oleh Lohgawe ketika mereka membahas tentang Maithuna.
Epanalepsis
Deklarasi
Dituturkan oleh Lohgawe saat Arok menanyakan penyembah Budha dari Nikayo Mahayana.
Apostrof
Dogma
Dituturkan oleh Lohgawe kepada Arok ketika ia bertanya apakah manusia kejam sudah pada dasarnya. “Ya, Bapa, oleh Tunggul Ametung dan Sri Dituturkan oleh Arok saat Lohgawe Baginda, ditumpas segala yang cenderung memintanya mengatakan sesuatu tentang pada kemegahan Hyang Mahadewa Syiwa.” manusia. (179) Dalam rembang cahaya bulan menerobosi Lohgawe dan Arok meneruskan dedaunan mereka melihat sesosok tubuh perjalanan ke Gunung Kawi. sedang duduk seorang diri di bawah sebatang pohon raksasa. (180) Mereka berjalan berjingkat, cepat, seperti Dalam perjalanan mereka melihat sosok kucing, tanpa membangkitkan bunyi. (180) tubuh duduk seorang diri di bawah sebatang pohon raksasa. “Dua ratus tahun, mereka sudah meruyaki Dituturkan oleh Lohgawe. Ia mulai dunia seperti kudis. …” (180) melanjutkan ketidaksukaannya pada Sri Erlangga. Ia teliti daerah seluas mata memandang. Arok belum pernah melewati daerah yang (180) dilalui dengan mahagurunya. Mereka melangkah maju beriringan, hati- Setibanya perjalanan mereka berhenti di hati seperti takut menerbitkan bunyi. (181) sebuah candi.
Apostrof
Dogma
Apostrof
Keluh
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Simile
Cemooh
Hiperbola
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Simile
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
28
29
30 31
32 33
34
35
Mereka berjalan menuju torana, melewati patung-patung penjaga dengan wajah bergerak-gerak terkena goyangan api oborobor damar, seperti hidup dan memperhatikan kedatangan mereka. (181) Kalamakara di atasnya muncul dari batu, seperti hendak mengucapkan selamat datang dan menyelirkan lidah pengasihnya. (181) Di sebelah utara mereka berhenti dan mengangkat sembah kepada Hyang Durga yang bersemayam pada sebuah relung samar, hanya nampak jelas puncak hidungnya yang menari-nari dengan sinar api. (181) “… Berilah anak ini kecerdasan yang mencukupi, ya, Hyang Ganesya.” (182) Sinar obor bermain-main pada perutnya yang buncit dan jenggitnya yang terasa kurang panjang. (182) Pintu pun terbuka dan sinar damar membungah menyambut mereka. (182) “Dirgahayu, dirgahayu, dirgahayu, ya Mahaguru.” (182)
200
Setibanya perjalanan mereka berhenti di sebuah candi.
Simile
‘Jelas’ informasi
Setibanya perjalanan mereka berhenti di sebuah candi.
Simile
‘Jelas’ informasi
Lohgawe memberi sembah kepada patung Hyang Batari Durga.
Klimaks
Seremoni
Dituturkan Lohgawe setibanya di depan patung Hyang Ganesha. Lohgawe sedang memberi sembah kepada Hyang Bathara Guru.
Apostrof
Pinta
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Personifikasi
‘Jelas’ informasi Harap
Setibanya perjalanan mereka berhenti di sebuah candi. Dituturkan oleh berpuluh-puluh orang para brahmana yang menyambut kedatangan Lohgawe. Semua keluar untuk melakukan hajad Semua peserta pertemuan tinggi brahmana masing-masing, kemudian menyongsong telah selesai melakukan upacara Hyang Surya. (183) pembukaan sidang kaum brahmana. Di mana pun mereka bertemu selalu Arok membayangkan tingkah kaum
Epizeukis
Epitet
‘Jelas’ informasi
Asidenton
‘Jelas’
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
37
38
39
perasaan tak puas terhadap raja-raja keturunan Erlangga juga yang diperbincangkan: Jayantaka, Jayawarsa, Sekartaji, Kamesywara-I, Kamesywara-I I, Jayabaya, Jayasaba, Kretajaya. (184) “Kami di Bali semua mengerti, mengapa pada akhirnya Putri Dewi Mahendradatta berpaling pada Hyang Durga. Artinya setelah suaminya, Sri Udayana mangkat. Mahadewa Syiwa kehilangan cakrawatinya di Bali. Sampai sekarang pun pemelihara pura Kutri, selalu seorang brahmana Syiwa, tidak disukai oleh masyarakat Wisynu. Sejauh mengenai diri pribadi, itu tidak mengapa, karena semua itu berpangkal pada masa jauh silam ….” (185) Suaranya lambat tapi tinggi seperti bunyi genta kuningan. (185) “Makin lama makin banyak rontal menyesap ajaran lain dan mendirikan dewa-dewa baru dari kaum Buddha, seakan titiah ini sengaja hendak dicairkan jadi bubur, campur aduk tidak menentu.” (186) “… Mereka kehilangan makna dan tanggungjawab pada sesama manusia dan para dewa, memuja kebebasan mutlak dan pelepasan kama dengan rumus falsafi,
201
brahmana ketika bertemu.
informasi
Dituturkan oleh Kuntridenta yang mulai menyinggung Erlangga lagi dalam sidang tahunan kaum Brahmana.
Apostrof
Dogma
Kutridenta mulai menyinggung Erlangga lagi dengan menggunakan bahasa Sansekerta. Dituturkan seorang brahmana dari mataram, Resi Andaru, menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang Mahadewa.
Simile
Rangsang
Simile
Protes
Dituturkan seorang Brahmana dari mataram, Resi Andaru, menyoroti kemerosotan penyembahan kepada Hyang Mahadewa.
Apostrof
klaim
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
41
42
kemudian memadukan diri sendiri pada para dewa dan berseakan sang dewa itu sendiri.” (187) Penutup dan semua laporan adalah pembacaan tulisan Mpu Parwa terbaru, dalam Jawa, yang berkisah tentang para petani yang dalam rombongan besar bersenjata penggada kayu telah menyerang kahyangan untuk mengusir Hyang Mahadewa Syiwa. Mereka itu dipimpin oleh seorang pemuda yang tidak ketahuan asalnya, bersenjata cakra, tak henti-hentinya meniup sangkakala dan dapat berjalan tanpa menginjakkan kaki pada bumi. … (187-189) “Sepenuhnya tepat, benar, tiada cacat,” (188)
Acara sidang seluruh brahmana telah usai dan ditutup dengan tulisan Empu Parwa yang berkisah tentang para petani yang menyerang kahyangan.
Dituturkan oleh Lohgawe ketika acara terakhir pertemuan seluruh kaum brahmana ditutup oleh pembacaan tulisan Empu Parwa terbaru yang mengisahkan tentang para petani yang menyerang kahyangan. “Pada tahun Saka 909 itu,” ia meneruskan, Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe “sedang diadakan pesta perkawinan antara saat melengkapi bagian yang terlupa dari dua putri Sri Dharmawangsa dengan kisah yang dibuat Empu Parwa. Pangeran Erlangga, putra Udayana Dharmadayana. Pangeran Erlangga waktu itu masih seorang bocah berumur tujuhbelas, belum cukup ilmu, kurang pengetahuan, baik dan guru maupun ibunya, Putri
202
Alegori
‘Jelas’ informasi
Tautologi
Klaim
Alegori
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
Mahendradatta. Sri Dharmawangsa berusaha melaksanakan amanat ayahandanya, Sri Makutawangsa, untuk mendirikan Hyang Syiwa di Bali. Kenyataannya jadi berlainan. Erlangga bukan saja tidak menjadi penyembah Hyang Syiwa, dia malah menyebarkan kejahilan Bali, memberanikan petani-petani itu untuk memuliakan Hyang Wisynu saja, dewa mereka, dewa dan kaum tani yang takkan pernah mendatangkan kebesaran itu.” (189) “Raja-raja kita selanjutnya, Rakai Warak, Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe Rakai Garung, meneruskan pembangunan saat melengkapi bagian yang terlupa dari candi-candi Buddha untuk dengan demikian kisah yang dibuat Empu Parwa. mengarahkan seluruh rakyat Mataram, agar binasa di bawah kaki Sang Buddha, dan lebih menyedihkan: untuk dilupakan oleh Hyang Mahadewa. Patung dewa-dewa Buddha apa saja yang tidak dibikin oleh pemahat terbaik Mataram? Suatu jaman memalukan yang seakan tiada kan habishabisnya. Kita baru bisa bernafas lega setelah Rakai Pikatan mengakhiri semua hinaan ini. Raja besar dan bijaksana ini mengembalikan kepercayaan diri kita menutup jaman sengsara itu hampir-hampir tanpa meneteskan darah, mengawini anak raja Sailendra Samaratungga itu, bernama
203
Alegori
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
45
46
Pramudawardhani, dan menghalau pengganti mertuanya, Sri Balaputradewa, keluar Jawa.”(190) “Pengembalian cakrawati Hyang Syiwa dengan terbangunnya Prambanan nampaknya tidak cukup meyakinkan untuk menyuramkan kebesaran Sang Buddha.” (190) “Nah, Yang Terhormat Mpu Parwa, inilah titik kekurangan dalam Kundalaya: ancaman menetap dan Buddha dan kepemurahan Sang Hyang Mahadewa Syiwa. …” (191) “... Adalah sudah tepat bila berasal dan segenggam tanah ladang petani-petani itu sendiri dan ditiupkan hidup di dalamnya oleh Hyang Mahadewa. Humalang adalah Bathara Wisynu dalam tata cakrawarti Syiwa, bukan terpisah daripadanya seperti anggapan dan pandangan kaum Wisynu dan wangsa Isana ini.” “Ketahuilah, para Yang Terhormat, bahwa adalah jadi dharma kita untuk menemukan Bathara Wisynu yang ditiupkan oleh Mahadewa itu dalam hidup kita sekarang. Demi Hyang Mahadewa, Humalang itu akan muncul. Benarlah ramalan Yang Terhormat Mpu Parwa. Kita harus tutup jaman kehinaan ini dengan Kundalaya.” (191)
204
Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof
Keluh
Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof
Deklarasi
Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe saat melengkapi bagian yang terlupa dari kisah yang dibuat Empu Parwa.
Apostrof
Dogma
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
48
49
“Hariwangsa, karya Mpu Panuluh, karya raksasa dengan 16.ooo sanjak itu, seluruhnya mengagungkan Wisynu yang menitis dalam din Kresna. Dan bukankah Kresna dengan kebijaksanaannya itu tidak lin daripada Sri Baginda Jayabaya sendiri? Untuk memasyhurkan namanya sebagai Hyang Wisynu pada dunia, diperintahkannya melakonkan pada wayang permainan leluhur para petani yang menolak para dewa kita itu. Untuk mengagungkan kemenangannya atas Jambi dan Selat Semenanjung diperintahkannya Mpu Sedah menjawabkan bagian perang dan Mahabharata, dan Dutaparwa sampai Sauptikaparwa. Barangkali karena semangat perangnya juga kepala Mpu Sedah dijatuhkannya dan lehernya sebelum karyanya selesai ....“ (193) “Terkutuk dia oleh semua dewa!” (196)
205
Dituturkan oleh brahmani Taripada dari Kalingga dalam uraiannya selama sehari penuh menyoroti buku suci penganut Mahayana.
Apostrof
Dogma
Dituturkan oleh Empu Parwa karena tidak bisa mengendalikan amarahnya setelah mengetahui anaknya Dedes diculik oleh Tunggul Ametung. “Prabu Salya bersiap-siap akan berangkat Dituturkan oleh Arok saat diminta oleh ke medan-perang, menjadi senapati gurunya mengucapkan Salyaparwa Kaurawa. Ia temui Paramesywari Dewi dengan bahasa Sansekerta. Setyawati, yang masyhur akan kecantikannya .... seorang anak perempuan dan Resi Bagaspati, bernama Pujawati.” (197)
Apostrof
Harap
Alegori
Jelas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
51
52
53
54
55
“Siapakah yang tidak mengenal riwayat Dituturkan oleh Arok di hadapan seluruh Putri Mahkota Dewi Sanggramawijaya, putri kaum brahmana yang berbicara tentang Sri Erlangga? …” (199) Salyaparwa dan hubungannya dengan Mpu Sedah. “Kekasih Hyang Wisynu: seorang sudra, Arok berkisah tentang Kamesywara II di petani yang baik; kekasih Hyang Mahadewa: hadapan seluruh brahmana. ahli dalam persoalan para dewa; kekasih Hyang Kamajaya: seorang perjaka, muda, duapuluh tiga tahun, ganteng rupawan, berbudi bahasa, penakluk hati wanita. …”(202) “… Siapakah yang bisa salahkan apabila Arok berkisah tentang Kamesywara II di ada seorang gadis, anak seorang brahmana, hadapan seluruh brahmana. yang tinggal di desa tetangga jatuh cinta padanya? Siapakah yang bisa salahkan, .kalau sebaliknya pemuda kekasih para dewa itu jatuh cinta pada Prabarini? Siapakah yang dapat salahkan, bila Sedah dan Prabarini saling mengikat janji sehidupsemati, di alam kini maupun nanti?” (202) Bergumul dalam lumpur dan tanah tanpa Arok berkisah tentang Kamesywara II di pujaan hati seakan ia telah ditinggalkan oleh hadapan seluruh brahmana. para dewa. (203) Dengan bertompah tapas, bertongkat kayu Arok berkisah tentang Kamesywara II di penolak ular, berjubah pendek, dan hadapan seluruh brahmana. berdestar serba hitam, laksana Bathara Kamajaya, ia berangkat ke Kediri. (204) “Siapa gurumu, maka berani persembahkan Arok berkisah tentang Kamesywara II di
206
Alusi
Klaim
Alegori
Jelas
Erotesis
Jelas
Simile
Jelas
Simile
Jelas
Apostrof
Klaim
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
57
58
59 60
lehermu?” “Hyang Ganesha sendiri.” (204) “… Lihatlah, berapa banyak di antara kita sendiri yang sudah menyeberang pada kedudukan, wanita dan harta, seakan hendak mengikuti Yang Suci Belakangka? …” (209) “Bicara, kau, garuda kaum brahmana, dengan berat dan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan ketajaman kilat Sang Muncukunda ....“ (210) “Bicara, kau, garuda kaum brahmana, dengan berat dan ketajaman parasyu Hyang Ganesya, dengan ketajaman kilat Sang Muncukunda ....“ (210) “Suaramu lantang, Arok, seakan semua dewa Khayangan memimpinmu.” (211) “Barangsiapa tidak tahu kekuatan dirinya, dia tidak tahu kelemahan dirinya. …” (212)
hadapan seluruh brahmana. Dituturkan oleh Lohgawe karena sidang menjadi kacau.
Simile
Klaim
Dituturkan oleh Lohgawe untuk menyuruh Arok melanjutkan kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta.
Epitet
Puji
Dituturkan oleh Lohgawe untuk menyuruh Arok melanjutkan kisah Salyaparwa dalam bahasa Sansekerta.
Apostrof
Puji
Dituturkan oleh Kutridenta kepada Arok menanyakan siapa guru sansekertanya. Dituturkan oleh Arok setelah Lohgawe memberi perintah untuk meneruskan pendapatnya tentang kaum brahmana. Dituturkan oleh Lohgawe yang kaget melihat dharma yang dilakukan lalu membandingkan dengan kaum brahmana. Menjelang penutupan acara, terucapkan janji peristiwa Dedes tidak akan terulang lagi. Masuklah pada upacara penutupan.
Simile
Puji
Oksimoron
Klaim
Metafora
Keluh
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Harap
61
“…, pada waktu kaum brahmana dalam duaratus tahun hanya bersilat lidah?” (213)
62
Mereka kemudian berbaris di malam hari menuju ke candi Agastya yang bermandikan sinar obor damar, di bawah gema pujipujian yang dibubungkan ke kahyangan. (215) “Ya, Mahadewa Bathara Guru, kalau kami Dituturkan oleh Empu Parwa ketika
63
207
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
65
66 67
68
duaratus tahun yang lalu dapat meletakkan mahkota di atas kepala Erlangga, tentulah kami tidak lebih keliru bila memberikan kepercayaan pada brahmana muda ini sebagai penutup dari ketiadadayaan dan kelalaian dan pertikaian antara kami sendiri selama ini.” (215) Mereka kemudian berbaris berpradaksina mengelilingi candi, berhenti di depan Nandiswara dan Mahakala, seperti ular hendak memasuki liang. (215) “Penutup pertemuan kami, ya Mahadewa, artikanlah itu sebagai awal selesainya kezaliman Wangsa Isana.” (215) Nyanyi puji-pujian membumbung menghalau burung-burung malam. (215) Kemudian di sebelah barat tiang api melompat dari perut bumi, menusuk langit, kemudian pecah seperti payung dan turun lagi ke bumi. Mereka semua merasakan geletaran bumi, goncangan, perut bumi sendiri terasa mengelak. (216) Kelud meletus. (216)
208
memimpin upacara penutupan.
Salah satu prosesi penutupan acara temu brahmana.
Simile
Seremoni
Dituturkan oleh Empu Parwa ketika memimpin upacara penutupan.
Apostrof
Harap
Salah satu prosesi penutupan acara temu brahmana. Ketika prosesi penutupan itu berlangsung, gunung Kelud meletus.
Personifikasi
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Gunung Kelud meletus.
Simile
Metonima
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
209
BAB V TUNGGUL AMETUNG No. Data 1 Jiwanya tergoncang: orang seberani itu tidak bisa tidak pasti seorang mahasiddha, seorang setengah dewa, seorang bathara, bukan lawan baginya dan bagi pasukannya. (217) 2 Orang-orang terpelajar yang tahu segalagalanya, … (218) 3 Pasukan kuda itu berpacu tanpa mengindahkan aturan lagi, seakan tidak ada Tunggul Ametung di antara mereka. (218) 4 Hutan, jurang, selokan, dan anak-anak sungai dilalui tanpa perhatian. (219) 5
6
7
Konteks Ada seseorang yang mengaku brahmana menghadapi Tunggul Ametung dan pasukannya seorang diri.
Keterangan Arya Artya dan Belakangka tentang brahmana muda itu mencurigakan. Pasukan kuda Tunggul Ametung berangkat menyusul untuk melumpuhkan utusan Belakangka ke Kediri. Pasukan kuda Tunggul Ametung berangkat menyusul untuk melumpuhkan utusan Belakangka ke Kediri. Kuda-kuda telah kehabisan nafas dan Pasukan kuda Tunggul Ametung keringat. (219) berangkat menyusul untuk melumpuhkan utusan Belakangka ke Kediri. “Bangsat! (220) Di tepi sungai Brantas, Tunggul Ametung dan pasukannya mendapatkan kuda milik pekuwuan yang tercancang lalu memerintahkan untuk menyisiri hutan sekeliling. Kediri telah mengirimkan padanya untuk Alasan mengapa Kediri meminta memimpinnya di bidang keigamaan, karena Belakangka menemani Tunggul Ametung
Gaya Bahasa Klimaks
Daya Bahasa ‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Simile
Antiklimaks
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Sarkasme
Cemooh
Sarkasme
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
9
10
11
12
13 14
15
16
ia dianggap terlalu dungu-tidak berilmu. (223) “Kau, anak sudra tanpa harga, tak mengerti bagaimana berterima kasih pada Kediri yang mengangkatmu begitu tinggi, sejajar dengan para narapraja dan para pangeran …”(224) “Hidup dan mati sahaya adalah milik Sri Baginda.” (225) Kini bencana demi bencana bencana jadi hadiah kawinnya dan kebesarannya terangkat naik ke atas ujung duri. (266) Dedes adalah segala-galanya. (226)
Sekarang ia akan dapat mempersembahkan: Arya Artya patut disingkirkan dari muka bumi. (227) Selama itu pula hatinya gelap pekat digumul oleh kerinduannya pada Ken Dedes. (227) “Orang dungu seperti kau ini, lebih suka melihat semua orang sedungu kau, maka kau ingin binasakan mereka…” (228) Dan itu berarti ia bisa kehilangan segalagalanya: wilayah kekuasaan, singgasana, dan Dedes. (228) Dedes, ya Dedes. Mengapakah setelah mengawininya, melalui jalan yang
210
memimpin Tumapel. Dituturkan oleh Sri Baginda Kretajaya ketika Tunggul Ametung menghadap untuk melaporkan keadaan Tumapel.
Sarkasme
Cemooh
Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika menghadap Sri Baginda Kretajaya melaporkan keadaan Tumapel. Ketika disidang oleh Sri Baginda Kretajaya, Ametung terbayang ramalan penjaga candi Sri Erlangga. Ametung ditahan di istana Ratu Angabaya, mencoba mendapatkan gambaran tentang Arya Artya. Ametung ditahan di istana Ratu Angabaya, mencoba mendapatkan gambaran tentang Arya Artya. Ametung ditahan di istana Ratu Angabaya selama beberapa hari. Dituturkan oleh Sri Baginda ketika menginterogasi Tunggul Ametung.
Zeugma
Janji
Metafora
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi Cemooh
Selesai diinterogasi, Akuwu Tumapel kembali ke tempat penahanan dan menjadi ketakutan. Selesai diinterogasi, Akuwu Tumapel kembali ke tempat penahanan dan menjadi
Sarkasme
Antiklimaks
‘Jelas’ informasi
Erotesis
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
18
19
20
dibenarkan oleh para dewa, ia tertimpa begini banyak kesialan? Seorang akuwu, yang di negeri sendiri menggenggam jiwa semua orang, di Kediri tak ubahnya seperti anjing tanpa harga. Apakah Dedes yang memiliki kebesaran itu, dikasihi para dewa, dan Tunggul Ametung hanya menopang pada kebesarannya? (229) “Sri Baginda sendiri yang akan membuka pengadilan seperti setiap raja Kediri melakukannya dalam semua peristiwa pembunuhan atas diri kawula di atas wilayah kerajaan. …” (230)
211
ketakutan.
Dituturkan oleh Ratu Angabaya. Saat itu Ratu Angabaya masih memiliki persoalan dan harus menyelesaikan dengan Ametung mengenai pembunuhan yang ia lakukan kepada utusan Belakangka di wilayah Kediri. “…Lehermu akan putus.” (230) Dituturkan oleh Ratu Angabaya. Saat itu Ratu Angabaya masih memiliki persoalan dan harus menyelesaikan dengan Ametung mengenai pembunuhan yang ia lakukan kepada utusan Belakangka di wilayah Kediri. “Tolonglah leher sahaya ini, Yang Mulia Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ratu.” (230) Ratu Angabaya menahannya karena memiliki persoalan dan harus diselesaikan mengenai pembunuhan yang ia lakukan kepada kawula Tumapel di wilayah Kediri. “Aku? Menolong buaya seperti kau? Pantas Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Yang Tersuci pun tidak sudi melihat mukamu Ratu Angabaya menahannya karena
Simile
Klaim
Eufemisme
Ancam
Sinekdok
Pinta
Sarkasme
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
lagi.” (230)
memiliki persoalan dan harus diselesaikan mengenai pembunuhan yang ia lakukan kepada kawula Tumapel di wilayah Kediri. Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ratu Angabaya menahannya karena memiliki persoalan dan harus diselesaikan mengenai pembunuhan yang ia lakukan kepada kawula Tumapel di wilayah Kediri. Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ratu Angabaya menahannya karena memiliki persoalan dan harus diselesaikan mengenai pembunuhan yang ia lakukan kepada kawula Tumapel di wilayah Kediri. Tunggul Ametung meninggalkan Kediri.
21
“Seorang brahmani seperti itu tentu jauh lebih berharga daripada hanya seorang buaya. …” (231)
22
“Aku sendiri yang akan pimpin pasukan membikin Tumapel jadi bubur: pertama, kalau mulut buayamu hanya baik untuk dilempari jangkar, kedua kalau Yang Suci Belakangka sampai cedera, biarpun hanya lecet karena kau.” (231) Semua biara Syiwa dalam kekuasaan Kediri dalam perjalanannya ia serbu dan rampas semua logam mulia yang nampak dan tersembunyi. (232) Ketakutannya pada Hyang Durga berubah Tunggul Ametung meninggalkan Kediri. jadi dendam kesumat. (232) Dan pasukan kuda itu berjalan seirama Dalam perjalanan pulang menuju seperti sedang berparade. (235) Kutaraja, Tunggul Ametung mampir ke pendulangan emas. Yang lain hilang seperti meruap dalam Ketika melakukan perjalanan pulang ke udara. (236) Kutaraja, di tengah hutan pasukan Tunggul Ametung diserang dan dirampok
23
24 25
26
212
Sinisme
Cemooh
Sarkasme
Ancam
Metafora
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Simile
Simile
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
28 29
30
31
32 33
34
oleh para perusuh. Sejak muda ia hidup dalam alam Ketika melakukan perjalanan pulang ke perampasan, merampas, atau dirampas. Kutaraja, di tengah hutan pasukan (237) Tunggul Ametung diserang dan dirampok oleh para perusuh. Yang ditemukan hanya letusan Kelud. (238) Ken Dedes meminta suaminya untuk mencari ayahnya, Empu Parwa. “Semua harus datang karena panggilanku. Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Semua harus pergi karena usiranku.” mendapat kabar jika Lohgawe menolak Raungnya. (239) datang ke pekuwuan. “Dia bersenjatakan kata, setiap patah Dituturkan oleh Belakangka ketika diboboti sidhi dari para dewa.” (240) mencoba menasihati Tunggul Ametung yang murka mendengar Lohgawe menolak datang ke pekuwuan. “… Dia harus didekati, dibaiki, diambil Dituturkan oleh Belakangka ketika hatinya.” (240) mencoba menasihati Tunggul Ametung yang murka mendengar Lohgawe menolak datang ke pekuwuan. “Orang tua keparat!” (240) Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Belakangka mencoba menasihatinya. “… Yang Mulia, dalam sepuluh tahun lagi Dituturkan oleh Belakangka ketika tak ada anak muda bisa baca tulis, tak ada mencoba menasihati Tunggul Ametung lagi yang mengerti bagaimana memuliakan yang murka mendengar Lohgawe para dewa, manusia kembali menjadi hewan menolak datang ke pekuwuan. rimba belantara.” (241) “Demi bumi dan langit, aku tak sudi Dituturkan oleh Tunggul Ametung. Saat kehilangan kau.” (244) itu, ia sedang berbincang dengan istrinya di kebun buah.
213
Epizeukis
‘Jelas’ informasi
Metonimia Anafora
‘Jelas’ informasi Klaim
Apostrof
Magi
Klimaks
Saran
Sarkasme
Cemooh
Antiklimaks
Keluh
Silepsis
Sumpah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
36
37
38
39 40
41
“… Hanya yang bijaksana dengarkan petunjuk para dewa, mendengarkan Hyang Yama.” (245) “Mereka ditakuti karena semua satria adalah pembunuh, penganiaya, karena kerakusan pada kebesaran dunia.” (245) “Betapa dungu aku telah kawini perempuan sial ini.” (248)
Dituturkan oleh Ken Dedes ketika ia berbincang dengan suaminya di kebun buah. Dituturkan oleh Ken Dedes ketika ia berbincang dengan suaminya di kebun buah. Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika ia berbincang dengan suaminya di kebun buah. Ia tarik istrinya berdiri. Ken Dedes Tunggul Ametung merias istrinya lalu mengikuti tarikan itu seperti golek tanpa membopongnya ke atas tandu hendak jiwa. (249) menjumpai Lohgawe. Pangkur bermandikan damar. (251) Suasana di desa Pangkur. “Ketidakmampuan itu berasal dari diri semua yang memerintah, Dedes, ketidakmampuan mengerti kawulanya sendiri, kebutuhannya, dan kepentingannya.” (254) “Tua bangka yang banyak mulut!” (264)
214
Apostrof
Nasihat
Sinisme
Klaim
Sarkasme
Sesal
Simile
‘Jelas’ informasi
Personifikasi
Dituturkan oleh Lohgawe kepada Ken Dedes ketika rombongan mereka tiba di padepokan Lohgawe.
Epizeukis
‘Jelas’ informasi Keluh
Dituturkan oleh Tunggul Ametung kepada Belakangka ketika rombongan mereka meninggalkan pendopo.
Sarkasme
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
215
BAB VI PERLAWANAN TERHADAP TUNGGUL AMETUNG No. Data 1 Api itu gemeratak memakan tumpukan ranting dan dahan. Asap mengepul langsung ke udara kadang dibungai oleh percikan… Batang, dahan, ranting, dan dedaunan hutan di sekeliling mereka melongokkan diri ikut menemani. (265) 2 “Demi kau, Hyang Agni, inilah Lingsang yang akan merawat, melebur, dan menyimpan emas, perak, dan suasa ini…” (266) 3
“Kau dengar? Hyang Pancagina akan tinggalkan kau.” (268)
4
“Bodoh! Kalau angkutan besi ke pabrikmu aku hancurkan, tak bakal lagi kau mempersembahkan sesaji pada Hyang Pancagina.” (268) “Kau seorang anak pandai emas yang tajam hidung. Tahu saja kau di mana tempatnya.” (269) Ia lihat lubang penimbun kotoran ternak itu kering kerontang. (270)
5
6
Konteks Sekelompok pemuda yang sedang duduk melingkari api sambil bersenda gurau.
Gaya Bahasa Personifikasi
Daya Bahasa ‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Lingsang saat diminta Arok bersumpah kepada Hyang Agni untuk menjaga emas hasil rampasan. Lingsang memiliki keahlian menghitung emas, Dituturkan oleh kepada Empu Gandring untuk membuatkan senjata, tetapi pada saat itu Gandring menolak. Dituturkan oleh kepada Empu Gandring untuk membuatkan senjata, tetapi pada saat itu Gandring menolak.
Apostrof
Sumpah
Apostrof
Ancam
Sarkasme
Cemooh
Hayam
Metafora
Puji
Hayam dan Arok melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Ki Bango Samparan.
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Arok kepada ketika ia sedang tertidur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7 8
9 10
11
12
13
Sesampainya di sana, tak ditemukan apapun di dalam rumah itu. Dari kejauhan seperti sabit. (272) Arok menarik parang dan orang itu lari, tanpa berteriak. “Penangis di depanmu itu, Arok, adalah Dituturkan Tanca kepada Arok ketika gadis terganas dari seluruh rombongannya. Arok bertemu kembali dengan Umang Tak ada di antara mereka yang dikasihnya setelah sekian lama tak berjumpa. ampun. Haus darah dia Arok. Hampirhampir tak pernah bicara. Lebih sering melamun.” (275) Umang lari mendahului dan nangis Umang berlari menuju hutan dan meraung-raung. (276) menangis. “Dia bilang: ‘aduh, aduh Sri Ratu Dituturkan oleh Arok ketika menyusul Lengkungsari, betapa indah bongkokmu ini, Umang ke dalam hutan lalu menceritakan sampai semua babi hormat padamu, tak pada Umang kisah seekor babi bongkok. berani mendekat tak berani menegur. …” Untuk menghibur. (277) Mereka berdua telah bermandi keringat Arok dan Umang menyusul Tanca dan waktu mencapai rombongan. Tanpa ada pasukannya. yang bicara lagi rombongan itu berjalan terus semakin memasuki kandungan belantara. (279) Dan mereka berjalan terus seakan tiada Ketika berjalan di hutan, rombongan terjadi sesuatu. (279) pasukan Arok diikuti oleh seekor macan loreng kuning hitam dan menuju ke sebuah gubug. Sebuah gubuk panjang dari kulit kayu Ketika berjalan di hutan, rombongan beratapkan daun-daunan yang belum pasukan Arok diikuti oleh seekor macan
216
Simile Hiperbola
Hiperbola Alegori
‘Jelas’ informasi Cemooh
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
15
16
17
18
19
sepenuhnya kering menari-nari dalam sinar unggun yang tidak itu. (279) Perkara mereka macam-macam. Antarnya karena tak mampu membayar iuran negeri, pertengkaran dengan pejabat, tak mampu membayar hutang, pendatang baru yang menolak menyerahkan istrinya pada seorang prajurit, gagal menyerahkan hewan pada pembesar setempat, karena hewan itu ternyata terserang penyakit dan mati. (280) Mereka terdiri dari laki dan perempuan, dewasa dan kanak-kanak. (280)
loreng kuning hitam dan menuju ke sebuah gubug. Ketika berjalan di hutan, rombongan pasukan Arok diikuti oleh seekor macan loreng kuning hitam dan menuju ke sebuah gubug.
Ketika berjalan di hutan, rombongan pasukan Arok diikuti oleh seekor macan loreng kuning hitam dan menuju ke sebuah gubug. Ketika berjalan di hutan, rombongan pasukan Arok diikuti oleh seekor macan loreng kuning hitam dan menuju ke sebuah gubug. Ketika berjalan di hutan, rombongan pasukan Arok diikuti oleh seekor macan loreng kuning hitam dan menuju ke sebuah gubug.
Di bawah pimpinan Arok dan Tanca mereka melakukan penyergapan-penyergapan, penyerangan, dan perampasan barangbarang Akuwu Tumapel. (280) Dua kali mereka telah menyergap pengangkutan besi dari Hujung Galuh, menghancurkan lima koyang garam, limapuluh satu pikul beras, duaratus takar minyak-minyakan, beratus hasta kain tenun. (280) “Kerbau betina pun takkan berbahagia Dituturkan oleh Arok kepada Tanca ketika dengan orang dungu seperti itu, Tanca.” memperhatikan rombongan Akuwu lewat. (282) “Lantas kita mau apa kalau berhasil? Kau Dituturkan oleh Arok kepada Tanca ketika
217
Asidenton
‘Jelas’ informasi
Zeugma
‘Jelas’ informasi
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Asidenton
‘Jelas’ informasi
Sarkasme
Cemooh
Simile
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
21
22 23
24
25
26
27
pun tak tahu jalan lagi seperti orang buta bergerayangan mencari jalan, jadi tertawaan.” (283) “Barangkali benar pendapatmu: kita begini saja sampai para dewa berkenan memberi petunjuk jalan.” (283) Dari sinar damar ia lihat wanita itu bukan seorang ibu muda yang dulu, tetapi telah tua dengan muka telah dirusak oleh usia. (285)
218
memperhatikan rombongan Akuwu lewat.
Dituturkan oleh Arok kepada Tanca ketika memperhatikan rombongan Akuwu lewat.
Arok menuju rumah Ki Lembung, orangtua angkatnya dulu. Di rumah itu hanya ditemui seekor anak kerbau dan emaknya. “... Ya dewa, mengapa kau tak keluarkan air Dituturkan oleh Nyi Lembung kepada dari dadaku untuk anak ini? (285) Arok setelah lama tak bertemu. “… Biar pun begitu kaulah satu-satunya Dituturkan oleh Nyi Lembung kepada anakku, ah, Brahmaputra, Brahmaputra….” Arok setelah lama tak bertemu. (285) Ia letakkan Nyi Lembung di atas ambin dan Dituturkan oleh Nyi Lembung kepada wanita itu merangkulnya seakan takkan Arok setelah lama tak bertemu. dilepaskan untuk selama-lamanya. (285) Gerakan itu kemudian berpadu dengan Dituturkan oleh Nyi Lembung kepada gerakan Arok, kekuasaan setempat dan kaum Arok setelah lama tak bertemu. petani penganut Syiwa. (287) Kediri yang murka karena perbuatan Pemberontakan yang terjadi di Tumapel Tunggul Ametung, menjadi sibuk. (287) membuat Kediri campur tangan dan memutuskan supaya Tunggul Amateng menyelesaikan pemberontakan itu. Tanpa mengindahkan ... ia daki tangga, Pemberontakan yang terjadi di Tumapel mendobrak pintu loteng dan menjatuhkan membuat Kediri campur tangan dan diri di hadapan silpasastrawan yang sedang memutuskan supaya Tunggul Amateng
Apostrof
Nasihat
Oksimoron
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Keluh
Apostrof
Keluh
Simile
‘Jelas’ informasi
Metonimia
‘Jelas’ informasi
Sinekdok
‘Jelas’ informasi
Klimaks
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
29
30
31 32
33 34
35
membikin perhitungan di atas selembar menyelesaikan pemberontakan itu. rontal. (290) Mereka mematikan damar, menuruni tangga Pemberontakan yang terjadi di Tumapel dan lari melintasi padang batu. (290) membuat Kediri campur tangan dan memutuskan supaya Tunggul Amateng menyelesaikan pemberontakan itu. Pada malam itu juga pasukan Arok, Pemberontakan yang terjadi di Tumapel diperkuat oleh barisan biarawan dan membuat Kediri campur tangan dan biarawati dan para petani Syiwa, menyisiri memutuskan supaya Tunggul Amateng hutan selingkaran pendulangan. (290) menyelesaikan pemberontakan itu. Dan pasukan itu bergerak dalam kegelapan Arok dan pasukannya memasuki hutan seperti gelombang kucing malam. (291) untuk mencari daerah sumber emas Tunggul Ametung. Orang itu mencoba meraung. Mulutnya Umang dan Tanca menemukan seorang Nampak besar dan gelap seperti gua. (291) jajaro, lalu menikamnya. “Setiap malam sahaya bersembunyi di Dituturkan oleh Rimang ketika Gusti ladang batu, Gusti, ah, Gusti Putra, beribu Putra menemukannya sedang terimakasih Gusti sudi datang begini” (292) bersembunyi di ladang batu. “Ya Mahadewa, beri aku kekuatan.” (294) Dituturkan oleh Rimang saat ia membantu Gusti Putra melawan para jajaro. Bulan tua mulai muncul dari atas hutan, Arok dan pasukan biarawan-biarawati mendesak kemutlakan kegelapan. Mereka sudah sampai di ladang batu, tempat mulai dapat melihat bayang-bayang pendulangan emas. bergentayangan di padang batu, di depan gubug-gubug, juga suara-suara manusia. Bulan itu naik sejengkal lagi… (295) Panah cepat dari barisan biarawan- Rombongan jajaro itu menyerang pasukan biarawati mulai menghujani dengan jarum Arok dan meraung-raung untuk
219
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Polesidenton
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Simile Hiperbola
‘Jelas’ informasi Optimis
Apostrof
Pinta
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bambu mautnya. (296) 36
Sekarang pasukan jajaro meraung berbarengan. … Mereka masih tetap meraung-raung dengan suara bolong dan terdengar aneh, seperti keluar dari rongga mulut macan. … (296)
37
Empatratus orang jajaro buyar memecah diri seperti kelompok lebah dilempar batu.
38
Panah-panah berterbangan. (296)
39
“Binatang-binatang itu. Kau benar juga.” (297)
memanggil jajaro yang lain. Terjadilah pertempuran. Rombongan jajaro itu menyerang pasukan Arok dan meraung-raung untuk memanggil jajaro yang lain. Terjadilah pertempuran. Jajaro tidak mengetahui cara berperang, mereka tidak bisa menangkis panahpanah. Beberapa dari mereka membuang senjata dan lari memasuki hutan. Rombongan jajaro itu menyerang pasukan Arok dan meraung-raung untuk memanggil jajaro yang lain. Terjadilah pertempuran. Jajaro tidak mengetahui cara berperang, mereka tidak bisa menangkis panahpanah. Beberapa dari mereka membuang senjata dan lari memasuki hutan. Rombongan jajaro itu menyerang pasukan Arok dan meraung-raung untuk memanggil jajaro yang lain. Terjadilah pertempuran. Jajaro tidak mengetahui cara berperang, mereka tidak bisa menangkis panahpanah. Beberapa dari mereka membuang senjata dan lari memasuki hutan. Dituturkan oleh Gusti Putra ketika itu mereka sedang bersembunyi dari para
220
Simile
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Sarkasme
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40 41
42
43
44
45
46
47
48
49
Sinar matari pagi telah mulai menusuki mendung di sebelah timur. (300) Semua budak, laki-perempuan, tua-muda, dan kanak kanak bersorak-sorai menyambut kedatangan pasukan pembebas itu. (301) Arok naik ke atas sebongkah batu, berlutut dan mengucap syukur kepada Mahadewa. (301) “Inilah Ki Bango Samparan, bapakku. Hormati dia seperti kalian menghormati aku,…” (302) “… Untuk selanjutnya tak boleh lagi, baik karena judi, hutang, maupun tak kuat membayar upeti. …” (303) Tombak diacukan pada dadanya. Secepat kilat punggawa itu telah terpelintir tangannya ke belakang badan. (304) Sebelum Gusti Putra menyelesaikan katakatanya mulutnya telah kena hujan tinju, dan terbisukan. (305) “Kalau yang sepuluhribu itu tidak ada kepalamu tergantung-gantung di ujung pedang,”... (306) “Aku berasal dari sudra, berlaku satria, berhati brahmana. Panggil sesuka hatimu.” (308) Jadi satu-satunya yang terbuka baginya
jajaro. Menggambarkan cuaca di ladang batu saat itu. Semua budak yang bekerja di ladang batu dikumpulkan oleh pasukan Arok.
221
Personifikasi Antiklimaks
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Semua budak yang bekerja di ladang batu dikumpulkan oleh pasukan Arok.
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Arok ketika ia mengumpulkan seluruh budak di ladang batu. Dituturkan oleh Arok ketika ia mengumpulkan seluruh budak di ladang batu. Hayam melihat seorang punggawa keluar dari hutan di belakang rumah.
Simile
Perintah
Klimaks
Persuasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Gusti putra ketika punggawa keluar dari hutan dan datang regu Hayam. Dituturkan oleh Hayam kepada Rimang saat ditanyai sisa emas yang ada.
Hiperbola
Rangsang
Perifrasis
Ancam
Dituturkan oleh Arok ketika Hayam membawa Gusti Putra dan Rimang ke hadapannya. Kepercayaan Tunggul Ametung yang
Klimaks
Klaim
Klimaks
‘Jelas’
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
51
52
hanya berbaikan dengan kaum brahmana, meminta bantuan mereka, berdamai dengan seluruh umat Syiwa. (311) Jenggot hitamnya yang panjang melambailambai dan matanya yang sipit mengejek. (312) “Kau terlalu pongah, Empu Gandring. Apakah kau kira kami tak bisa beli kepalamu? …” (313) “Penipu!” (315)
53
“Kau belum lagi mengangkat janji pada Hyang Pancagina.” (315)
54
“… Semua brahmana di Tumapel, Kediri, di seluruh pulau Jawa, akan menyokongmu. (317) “Dengan Tumapel di tanganmu kau akan bisa hadapi Kediri. … “
55
56
“Demi Hyang Mahadewa, kau pasti bisa.” (317)
57
“Begitulah tingkah seorang sudra yang tak tahu diuntung,” kata Lohgawe. (319)
58
“… Tidak pernah bisa menghormati orang. Juga tidak bisa menghormati dirinya sendiri.
222
mulai goyah kepada para prajuritnya.
informasi
Tanca dan Arok mengunjungi pabrik senjata Empu Gandring.
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Tanca dan Arok mengunjungi pabrik senjata Empu Gandring.
Sarkasme
Ancam
Tanca dan Arok mengunjungi pabrik senjata Empu Gandring. Dituturkan olehArok saat mengunjungi kediaman Empu Gandring untuk dibuatkan senjata. Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia mengajak Arok untuk menemui Tunggul Ametung. Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia mengajak Arok untuk menemui Tunggul Ametung. Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia mengajak Arok untuk menemui Tunggul Ametung. Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia dan Arok sampai ke pekuwuan dan menghadap Tunggul Ametung. Dituturkan oleh Lohgawe ketika ia dan Arok sampai ke pekuwuan dan
Sarkasme
Cemooh
Apostrof
Sesal
Klimaks
Optimis
Sinekdok
Optimis
Apostrof
Klaim
Sarkasme
Cemooh
Epizeukis
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Tak ada sesuatu pun yang perlu dihormatinya.” (319) “Sahaya berjanji akan bersetia dan menjaga keselamatan sang Akuwu dan Paramesywari dan Tumapel.” (321)
223
menghadap Tunggul Ametung. Dituturkan oleh Arok ketika ia dihadapkan kepada Akuwu oleh Lohgawe untuk membantu menumpas pemberontakan di Tumapel.
Polisidenton
Janji
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
224
BAB VII AROK DAN DEDES No. Data 1 Kadang ia merasa takut, kadang kuatir, kadang mengalami kegembiraan batin, kadang sendu. (323) 2 Suasana hati tidak tetap, naik-turun biarpun tanpa sebab yang nyata. (323) 3
4
5
6
7
Dengan diam-diam ia amati wajah suaminya yang jelas tak mengandung seujung jarumpun darah hindu, … (323) ...., dan beginilah daunnya; bunganya putih berkembang datar seperti payung,... (323) Yang Mulia cukup minum air seduhan bunganya, dan anak itu akan larut meninggalkan kandungan. (324) Haruskah anak ini anak yang makin sedikit darah Hindu dalam dirinya dibiarkan hidup dan dengan demikian memberikan pada Tunggul Ametung seorang pewaris Tumapel? (324) “Yang Suci Dang Hyang Lohgawe berlidah dan bermata dewa, ia tidak mungkin keliru.” (324)
Konteks Suasana hati Ken Dedes yang tidak menentu terhadap suaminya Tunggul Ametung. Suasana hati Ken Dedes yang tidak menentu terhadap suaminya Tunggul Ametung. Suasana hati Ken Dedes yang tidak menentu terhadap suaminya Tunggul Ametung. Suasana hati Ken Dedes yang tidak menentu terhadap suaminya Tunggul Ametung. Dedes menyadari dirinya mulai mengandung.
Gaya Bahasa Asidenton
Daya Bahasa ‘Jelas’ informasi
Zeugma
‘Jelas’ informasi
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Eufemisme
‘Jelas’ informasi
mulai
Erotesis
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Ken Dedes ketika Tunggul Ametung meminta nasihat tentang Arok utusan Lohgawe yang membantu meredakan pemberontakan di
Simile
Klaim
Dedes menyadari mengandung.
dirinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
9
10 11
12
13
14 15
16
Untuk pertama kali ia lihat suaminya memejamkan tapuk matanya yang mulai menggelambir karena usia, memejamkan keras-keras sehingga cakar ayam pada sudut luar matanya menjadi nyata, … (324) ... pada Dang Hyang Lohgawe dan menyapukan pandang pada Arok yang duduk di tanah. (325) Sekaligus ia melihat jago Lohgawe mentahmentah berdarah sudra. (325) “... Adakah seorang sudra tanpa sedikit pun darah Hindu bisa melakukan hal-hal besar?” (325) “.... Hanya matanya, matanya Dedes, entah mata hantu ataukah dubriksa, apakah gandarwa.” (326) Dan ia merasa senang karena tidak termasuk sudra berdarah Hindu dan juga tidak senang karena akan melahirkan seorang bayi dengan semakin kurang darah mulia itu dalam tubuhnya. (327) “Wanita itu Dewa, Wanita itu Kehidupan, Wanita itu Perhiasan ….” (327) “Sama dengan semua anak buahnya: gesit, kurus, dengan mata menyala-nyala seperti si kelaparan melihat makanan.” “Ada diajarkan oleh kaum Brahmana: orang
Tumapel. Ken Dedes sedang berbincang dengan Tunggul Ametung.
225
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Ken Dedes sedang berbincang dengan Tunggul Ametung.
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Ken Dedes sedang berbincang dengan Tunggul Ametung. Ken Dedes sedang berbincang dengan Tunggul Ametung.
Hiperbola Erotesis
‘Jelas’ informasi Protes
Dituturkan oleh Tunggul Ametung kepada Dedes ketika bertemu pertama kali dengan Arok. Ken Dedes berusaha menghibur dirinya sendiri.
Epizeukis
Protes
Oksimoron
‘Jelas’ informasi
Asidenton
Puji
Simile
Cemooh
Kiasmus
Cemooh
Dituturkan oleh Kramasara dalam rontalnya yang dibaca oleh Ken Dedes. Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika Ken Dedes meminta izin untuk bertemu dengan jago Dang Hyang Lohgawe. Dituturkan oleh Ken Dedes ketika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
18 19
20 21 22
23
24
kaya terkesan pongah di mata si miskin, orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu, orang gagah berani terkesan dewa di mata si pengecut, juga sebaliknya, Kakanda: orang miskin tak berkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu terkesan mengibakan pada si bijaksana, orang pengecut terkesan hina pada si gagah berani. …” (328) “Kau tidak akan sedungu ayahmu. Kau takkan bikin malu ibumu. Kalau kau wanita, kau adalah dewi, kalau kau pria kau adalah dewa. Dengar, kau jabang bayi?” (329) “… Kau berdarah Hindu, ayahmu sudra hina.” (329) Angin meniup dan kainnya tersingkap memperlihatkan pahanya yang seperti pualam. (330) “Makhluk kahyangan, Arok,” bisik prajuritnya. (331) “Beribu terimakasih, Yang Mulia.” (331)
226
suaminya bertanya apa itu kesan.
Dituturkan oleh Ken Dedes kepada anak dalam kandungannya.
Hiperbola
Harap
Dituturkan oleh Ken Dedes kepada anak dalam kandungannya. Ketika Ken Dedes turun dari tandu dan bertemu dengan Arok.
Sarkasme
Cemooh
Simile
Rangsang
Dituturkan oleh Prajurit Arok saat bertemu Paramesywari. Dituturkan oleh Arok kepada Ken Dedes setelah membantu membukakan pintu. “Kalau berhasil, kau akan lanjutkan Dituturkan oleh Tunggul Ametung ketika pekerjaan ke barat daya, Kawi dan Kelud.” Arok menghadapnya. (333) “Coba katakan padaku yang masih bodoh Dituturkan oleh Ken Dedes ketika diberi ini.” (334) kesempatan dari Tunggul Ametung untuk berbincang dengan Arok. Arok mengangkat muka dan pandang, Arok sedang menghadap Tunggul
Apostrof
Puji
Hiperbola
Hormat
Metonimia
Perintah
Litotes
Pinta
Simile
Rangsang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
26
27 28
29
30
31
memancarkan sinar ekagrata, berkilauan Ametung dan Ken Dedes. menelan semua yang dilihatnya. (334) Arok mengangkat sembah, berdiri, melalui Arok menghadap Paramesywari. pintu gerbang belakang pekuwuan, meninggalkan Taman Larangan. (335) Mayat bergelimpangan sepenuh jalan. (336) Ketika terjadi pertempuran semu antara pasukan perusuh (pasukan Arok) dan pasukan Tumapel. Binasakan semua prajurit Tumapel yang Dituturkan oleh Arok kepada pasukannya tidak takluk padamu. (338) Ia tahu: hari ini adalah awal Arok sedang menghadap Ken Dedes kemenangannya dan awal keruntuhan untuk memberi laporan pertempuran. Tunggul Ametung. (339) Dalam hati ia membenarkan Tunggul Ketika Ken Dedes memerintahkan Arok Ametung mendudukkannya pada tahta untuk menceritakan jalannya Tumapel. Ia adalah mahkota untuk kerajaan pertempuran. manapun karena kecantikannya, karena pengetahuannya, karena kebrahmanaannya, karena ketangkasannya, karena keinginannya untuk mengetahui urusan negeri. (340) Dengan jujur ia mengakui pada dirinya telah Ketika Ken Dedes memerintahkan Arok jatuh cinta pada pemuda sudra tanpa darah untuk menceritakan jalannya hindu setetespun itu, demikian fasih pertempuran. berbahasa ilmu para dewa dan mahir dalam yuddhagama. (340) Ia mengerti pramesywari sedang menantang Arok dan pasukannya mengambil alih maut dan menawar maut untuk dirinya tugas kemit. (kemit: tugas berjaga di
227
Klimaks
Jelas
Hiperbola
Jelas
Sarkasme
Perintah
Zeugma
Jelas
Asidenton
Jelas
Hiperbola
Jelas
Silepsis
Jelas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dengan undangan malam itu. (341)
32
“Kembali kau, Cucu, kembali, mahkota kerajaan mana pun yang kau inginkan sudah ada pada kepalamu.” (342)
33
“Sahaya serahkan suami sahaya, hidup dan matinya pada kakanda.” (344) “Sahaya serahkan diri dan hidup sahaya kepada kakanda, demi Hyang Mahadewa.” (344) “Duh, anakku, jangan kaget telah aku serahkan hidup dan mati ayahmu pada musuh-musuhnya.” (345) “Kalau kelak kau tinggalkan Rahim ibumu, kau akan tiba di dunia yang tidak seperti ini; dunia yang dikendaki para dewa.” (345) “Kau memang putra Hyang Brahma sendiri.” (348)
34
35
36
37
38
39
“Inilah jaminan kami. Terserah padamu hendak kau apakan binatang-binatang ini.” (350) “Apakah tamtama tadi bukan anak tani? Anak tani pun bisa jadi sampar untuk bekas tetangga dan teman sepermainan sendiri di
dalam pekuwuan). Pada saat itu juga, Ken Dedes menyuruhnya untuk menemuinya di Taman Larangan. Dituturkan oleh seorang tua buncit berjenggot putih panjang sampai ke pusar, telanjang dada, dan bertongkat kepada Ken Dedes ketika sedang sembayang di dalam pura. Dituturkan oleh Ken Dedes ketika Arok menemuinya di Taman Larangan. Dituturkan oleh Ken Dedes ketika Arok menemuinya di Taman Larangan. Dituturkan kepada Ken Dedes kepada anak di dalam rahimnya sesampainya tiba di Bilik Agung. Dituturkan kepada Ken Dedes kepada anak di dalam rahimnya sesampainya tiba di Bilik Agung. Dituturkan oleh Lohgawe ketika Arok menemuinya disela-sela pasukannya sedang beristirahat. Dituturkan oleh Bana ketika menghadap Arok meminta bergabung dengan pasukan Arok. Dituturkan oleh Arok ketika Bana menghadap meminta bergabung dengan pasukan Arok.
228
Sinekdok
Deklarasi
Zeugma
Emosi
Apostrof
Sumpah
Zeugma
Pinta
Apostrof
Harap
Apostrof
Klaim
Sarkasme
Cemooh
Sinisme
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
41
42 43 44
45 46
47 48
desanya yang dulu. Juga kau bisa jadi sampar.” (351) “Dia memerlukan keadilan, dia harus belajar mengenalnya dengan seluruh tubuh dan jiwanya, bukan hanya suara hampa untuk bunga bibir dan bunga hati juga untukmu sendiri. …” (352) Ia merasa menemukan diri sendiri, tidak dibiarkan tersasar seorang diri di tengah rimba belantara kedunguan. (353) Mereka adalah bunga kecantikan seluruh Tumapel. (357) Dan Arok mencegahnya, bahwa obor damar itu memanggil kebinasaan. (361) Kutaraja berkabung karena gugurnya Kidang Handayani. Seperti ikut berbelasungkawa seluruh Tumapel dalam keadaan damai. (362) Seperti ikut berbelasungkawa seluruh Tumapel dalam keadaan damai. (362) “Ampun, Yang Mulia Ayahanda, sejengkalpun dari Tumapel tidak seyogianya gumpil.” (365)
Dituturkan oleh Arok pengawalnya yang bertanya keputusan Arok kepada Bana.
229
kepada tentang
Metafora
Nasihat
Dedes merasa berbahagia terbebas dari tingkah laku pura-pura selama kepergian Ametung. Paramesywari sedang berjalan-jalan ke keputrian, tempat para selir tinggal. Ketika pasukan Arok dan Tunggul Ametung beristirahat di sebuah desa. Setelah meninggalnya Kidang Handayani dalam pertempuran.
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Metafora
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Setelah meninggalnya Kidang Handayani dalam pertempuran. Dituturkan oleh Putra termuda Tunggul Ametung ketika dipanggil menghadap dan membahas tentang wilayah kekuasaan Tumapel. Ia bercerita tentang peristiwa meletusnya Dadung Sungging bertemu Arok untuk Kelud. (369) menyampaikan pesan dari paramesywari. Suara sorak dan aba-aba bergema-gema Anak buah Arok sedang berlatih perang. seakan ada serbuan sesungguhnya sedang
Personifikasi Sinekdok
Simile Hiperbola
Metonimia Simile
‘Jelas’ informasi Sesal
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
50
51
52 53
54
55
terjadi. (371) “Mereka sepenuhnya belum tumpas dari Dituturkan oleh Arok saat menghadap muka bumi.” (373) Tunggul Ametung untuk menanyakan apakah kerusuhan telah berhasil dipadamkan atau belum. “Diam, kau sudra hina. Telah aku angkat Dituturkan oleh Tunggul Ametung saat kau dari orang gelandangan bercawat Arok menghadap untuk menanyakan menjadi prajurit Tumapel. …” (374) apakah kerusuhan telah berhasil dipadamkan atau belum. “Pembohong. Sudah sejak semula datang Dituturkan oleh Tunggul Ametung saat mukamu menunjukkan hati yang tidak bisa Arok menghadap untuk menanyakan dipercaya.” (374) apakah kerusuhan telah berhasil dipadamkan atau belum. Dengan muka merah terbakar ia masuk Bilik Tunggul Ametung marah dengan jawaban Agung. (375) yang diberikan Arok. “Kuda liar yang sulit ditertibkan.” Dituturkan oleh Akuwu ketika menemui Dengusnya. (375) istrinya yang sedang memainkan kalung di dalam Bilik Agung. “Aku telah keliru menempatkan durjana di Dituturkan oleh Akuwu ketika ia sedang bawah atapku, mungkin juga dalam bilikku bercerita kepada istrinya tentang Arok. sendiri. (375) “Orang yang mengajar mulutmu begini Dituturkan oleh Akuwu ketika ia sedang tajam, patut dibelah empat dengan kapak, bercerita kepada istrinya tentang Arok. tepat pada mulutnya.” (377)
230
Hiperbola
Klaim
Sarkasme
Cemooh
Sarkasme
Cemooh
Hiperbola Sarkasme
‘Jelas’ informasi Cemooh
Sinisme
Sesal
Sarkasme
Cemooh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB VIII PEMBERSIHAN DI SELATAN No. Data 1 Hujan yang jatuh tak henti-hentinya itu memudahkan Arok mengirimkan beberapa orang bergantian untuk berteduh di pabrik senjata Hyang Pancagina, juga di rumah pribadi Empu Gandring di pinggiran Kutaraja. (379) 2 Suara keruhnya berderai-derai berpantulan dari dinding ke dinding. (380) 3 “Semoga para dewa melimpahkan kemurahan tiada terhingga pada Yang Mulia Paramesywari.” (382) 4 “Ampun, yang Mulia, demikianlah sudah kehendak para dewa, hanya untuk membunuhlah gunanya senjata. Waktu Hyang pancagina turun dari Gunung Hyang berjalan ke barat selama sehari dan semalam, sampailah ia di kaki gunung Semeru. Di situlah ia melihat dua orang kakak-beradik sedang berkelahi. Si abang terbanting ke tanah, lehernya digigit sampai putus, dan matilah ia. Hyang Pancagina bertanya kepada pemenang itu: Telah aku ajarkan pada kalian berbagai kepandaian. Sekarang kau berkelahi dan membunuh
Konteks Menceritakan suasana di rumah Empu Gandring.
Gaya Bahasa Eponim
Daya Bahasa ‘Jelas’ informasi
Arok menyusup memasuki Bilik Agung.
Hiperbola
Dituturkan oleh Empu Gandring ketika dipanggil oleh Ken Dedes ke pendopo untuk menemuinya. Dituturkan oleh Empu Gandring saat dipanggil Ken Dedes untuk ke pendopo membahas keselamatan paramesywari.
Apostrof
‘Jelas’ informasi Harap
231
Alegori
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5 6
abangmu sendiri dengan gigi dan jarijarimu. Mari ikuti aku, akan kuajari kau membikin senjata. …” (384) “Biadab! Hanya sudra yang bisa punya cerita begitu hina..” (385) “Ampun, Yang Mulia, sahaya hanyalah sudra hina.” (385)
7
Bagi mereka hidup atau matinya para Kidang bukanlah urusan mereka. (389)
8
Para perusuh itu takut atau sebaliknya patuh padanya. (389) Seperti sewaktu masih jadi gerombolan liar yang menindas desa demi desa, ia menganggap semua anakbuahnya patuh pada dirinya, hanya karena pribadinya. (390) Kadang ia ragu pada pikirannya sendiri. Dan ke manakah para jajaro yang terkenal buas dan tak pernah gentar pada mati itu? Adakah mereka bisa menyerah dengan mudah untuk ditumpas begitu saja? (391) Apakah itu cukup menjadi bukti, pertempuran tidak pernah ada? (391)
9
10
11
12
Dituturkan oleh paramesywari ketika Empu Gandring dipanggil ke pendopo. Dituturkan oleh Empu Gandring saat dipanggil Ken Dedes untuk ke pendopo membahas keselamatan paramesywari. Sikap para prajurit yang tidak merespon terhadap desas-desus yang disebarkan oleh Belakangka Hadirnya Arok menjadi masalah bagi Belakangka untuk menguasai Tumapel. Hadirnya Arok menjadi masalah bagi Belakangka untuk menguasai Tumapel.
232
Sarkasme
Cemooh
Litotes
Klaim
Zeugma
‘Jelas’ informasi
Oksimoron
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Simile
Hadirnya Arok menjadi masalah bagi Belakangka untuk menguasai Tumapel.
Erotesis
‘Jelas’ informasi
Belakangka mendapat laporan jika tidak ada mayat orang ditemukan di pendulangan dan padang batu. Pasukan Tumapel itu berbaris laju ke selatan Seluruh pasukan Tumapel bersiap seakan hendak menggempur Kediri. (391) bertempur ke selatan.
Erotesis
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
14
15
16 17 18
19 20
Waktu pasukan Kidang Telarung membelok ke kanan mengikuti tikungan sungai, dan kantongnya ia keluarkan sumpitan kecil dan melepaskan anak sumpit beracun pada pemimpinnya. Telarung memekik kemudian roboh tanpa bersuara lagi. (391) Dalam sebentar waktu pedangnya telah bermandi darah para prajurit yang tersekat oleh ranjau dan tak dapat membela diri. (393) Melalui jalur-jalur bebas ranjau ia lari menikam dan menebang, memekikkan katakata yang tak ada seorang pun mengerti artinya. Melalui jalur bebas itu juga ia menembusi daerah ranjau, membelok ke kiri, menerobosi hutan belantara dan menggabungkan diri dengan buntut pasukan Umang. “Dengan satu gelombang serangan kalian akan hancur-binasa. …!” (394) “… Tangkap oleh kalian musang berbulu macan itu!” (395) “… setidak-tidaknya belum pernah Arya Artya membantu, biar pun hanya dengan sebutir beras. …” (397) Arya Artya duduk pada sebongkah batu besar, kehilangan lidahnya. (399) “Rampok-rampok yang rampok-merampok!”
233
Kebo Ijo tidak mendapat tempat di belakang barisan dan ia berada di bawah pimpinan Kidang Telarung.
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Oti memimpin regunya dan melanggar daerah ranjau untuk membunuh prajurit Tumapel yang didendaminya.
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Oti memimpin regunya dan melanggar daerah ranjau untuk membunuh prajurit Tumapel yang didendaminya.
Anafora
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Arok saat mengepung perkubuan Hayam. Dituturkan oleh Arya Artya kepada Arok waktu ia keluar untuk menghadapi Arok. Dituturkan oleh Arok saat mengepung perkubuan Hayam.
Hiperbola
Ancam
Sarkasme
Perintah
Hiperbola
Klaim
Arya Artya lemas mengetahui jumlah emas yang sebenarnya. Dituturkan oleh Arya Artya kepada Arok
Metafora
‘Jelas’ informasi Cemooh
Epizeukis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pekik Arya Artya. (399) 21
22 23 24 25 26 27 28 29 30
31
saat ia mengetahui jumlah emas yang sebenarnya. “Brahmana yang karena emas telah lupa Dituturkan oleh Arok untuk menyindir daratan lupa lautan, menyarangkan diri di Arya Artya. tengah-tengah anak-anak muda yang punya perkara sendiri. Cih!” (399) Arya Artya terjungkal di tanah bermandi Sepucuk tombak melayang ke Arya Artya. darah. (400) “Terkutuk, kau, Arok, sudra pembunuh Dituturkan oleh Arya Artya sebelum brahmana!” (400) tewas. Matanya menyala-nyala menyemburkan Hayam bebas dari kepungan anak dendam. (401) buahnya. Ia berhenti di hadapan Arok dengan dendam Hayam bebas dari kepungan anak menyala-nyala pada matanya. (401) buahnya. “Sambar Geledek!” maki Kebo Ijo. (403) Dituturkan oleh Kebo Ijo ketika mendapati rumah Gusti Putra kosong. Yang ditemukan hanya batu dan batu dan Kebo Ijo dan pasukannya serta jajaro batu. (403) memeriksa daerah pendulangan emas. “Terkutuk kau Empu Gandring.” (404) Dituturkan oleh Kebo Ijo ketika mendapati rumah Gusti Putra kosong. Dasar sudra berkepala anjing!” (404) Dituturkan oleh Kebo Ijo ketika mendapati rumah Gusti Putra kosong. Malah menyobeki pakaian mayat sehingga Mayat Kidang Telarung dibawa oleh Kidang itu telanjang bulat seperti bayi besar seekor orang utan betina. dalam gendongan induknya. (404) Dalam keadaan demikian para prajurit Prajurit Kebo Ijo berusaha mengambil seperti juga kanak-kanak sedang menumpas mayat Kidang Telarung yang dibawa oleh orangutan selama mi mereka melingkar ke orang utan betina.
234
Metafora
Cemooh
Hiperbola
‘Jelas’ informasi Ancam
Sarkasme Hiperbola Hiperbola Sarkasme
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi Cemooh
Sarkasme
‘Jelas’ informasi Ancam
Sarkasme
Cemooh
Simile
Rangsang
Simile
‘Jelas’ informasi
Epizeukis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
33
34 35
36
37
38
belakang hewan itu dan menghantami tubuh belakangnya dengan senjata. (404) Kebo Ijo gemetar. Ia merasa kepalanya seakan kini berisi angin dan hatinya penuh padat oleh maut yang mengancam-ngancam dengan seratus cara. (411) Kastanya akan membikin ia berapi-api menghadapi si sudra Langi Tunggul Ametung. (417) Hujan jatuh dengan derasnya, dan keadaan dalam hutan semakin muram. (423) Pasukan itu seakan bukan meninggalkan perkelahian yang habis dimenangkan, tapi dari asrama untuk berparade, dengan setiap prajurit berseri—seri penuh kepercayaan diri dan kepercayaan pada pimpinannya. (427) Arok memacu kudanya seakan hendak menyerbu memasuki medan pertempuran. (427) “… Bukan lagi persoalan sabar Yang Mulia, tetapi hidup dan mati. …” (429)
235
Kebo Ijo merasa sedang bersama Ken Dedes di dalam pura, menjaga mayat Kidang Telarung.
Simile
Rangsang
Belakangka sudah merencanakan untuk menguasai Tumapel dengan memanfaatkan Kebo Ijo. Menggambarkan keadaan hutan saat terjadi perang. Pasukan Arok menuju ke jalanan negeri setelah menangkap Kidang Gumelar.
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Personifikasi
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Ketika terjadi pertempuran di dalam hutan.
Dituturkan Arok di hadapan Tunggul Ametung yang menanyakan kewajiban Arok kepada Akuwu. Ia merasa sangat, sangat lemah, tanpa Tunggul Ametung merasa seorang diri penunjang begini. (436) setelah mengetahui keadaan yang terjadi di Tumapel.
Simile
Simile
‘Jelas’ informasi
Zeugma
Protes
Epizeukis
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
236
BAB IX RAHASIA EMPU GANDRING No. Data 1 Seperti anjing mendekati tuannya yang membawa tongkat pemukul Kebo Ijo datang pada Empu Gandring untuk mengadukan halnya. (441) 2 “…Mengapa hanya seorang kidang tanpa arti Tuan binasakan? …” (441) 3 “Sekiranya rencana pribadi terkutuk itu sudah saya ketahui sebelumnya. … Semua rencana kita gagal dalam tangan tuan. Tuan terusir dari pekuwuan seperti bukan keturunan satria. …” (441) 4 “Baiklah. Sekarang Tuan beri sahaya nasihat bagaimana harus menghadapi Arok keparat ini?” (444) 5
6
Konteks Kebo Ijo mengunjungi kediaman Empu Gandring.
Gaya Bahasa Simile
Daya Bahasa ‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Empu Gandring saat Kebo Ijo mengunjungi kediamannya. Dituturkan oleh Empu Gandring saat Kebo Ijo mengunjungi kediamannya.
Sinisme
Sesal
Simile
Sesal
Sarkasme
Cemooh
Ironi
Keluh
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Kebo Ijo saat mengunjungi kediaman Empu Gandring membahas pasukan Kebo Ijo yang ditahan Arok. “Anak buah saya yang delapan? Mereka bisa Dituturkan oleh Kebo Ijo saat berkicau di bawah lecutan cambuknya.” mengunjungi kediaman Empu Gandring (444) membahas pasukan Kebo Ijo yang ditahan Arok. Beberapa bentar kemudian mereka hilang Kebo Ijo dan beberapa pengawal pergi ditelan kegelapan malam. (444) meninggalkan kediaman Empu Gandring.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
8
9
10 11
12
13
14
15
16
“Kebo Ijo memang terlalu dungu, dan nama sahaya sudah terlanjur terbawa-bawa oleh si goblok itu.” (445) “Memang Kebo Ijo keparat. Pantas ditembak dari belakang, hina tanpa sedikitpun kehormatan.” (447) Belakangka kembali dari Sumberpetung dalam iringan pasukan kuda seperti seorang akuwu. (448) “Semoga para dewa tetap melindungimu, anakku.” (448) “Disimpulkan, bahwa perkembangan yang buruk ini bersumber pada satu sebab: Arok si Syiwa durhaka itu.” (449) “ … Maka jalan yang terbuka dan pertamatama hanya membinasakan brahmana terkutuk itu.” (449) “Hanya Tunggul Ametung yang berani lakukan itu. Berani karena bodohnya.” (450)
Dituturkan oleh Empu Gandring saat tengah malam ada seorang tamtama yang datang mengunjunginya. Dituturkan oleh Empu Gandring saat mendapati anjingnya mati terkena tikaman beracun di depan rumah. Kembalinya Yang Suci Belakangka dari desa Sumberpetung dengan pasukan berkuda. Dituturkan oleh Belakangka ketika mengunjungi asrama Kebo Ijo. Dituturkan oleh Belakangka saat mengunjungi Kebo Ijo dan mengajaknya naik ke kereta. Dituturkan oleh Belakangka saat mengunjungi Kebo Ijo dan mengajaknya naik ke kereta. Dituturkan oleh Belakangka saat mengunjungi Kebo Ijo dan mengajaknya naik ke kereta. “…Semua itu disebabkan Arok, si keparat Dituturkan oleh Belakangka saat itu. …” (451) mengunjungi Kebo Ijo dan mengajaknya naik ke kereta. “Demi Hyang Wisynu, tidak, Yang Suci.” Dituturkan oleh Kebo Ijo saat Belakangka (453) mengunjungi dan mengajaknya naik ke kereta. Kereta itu kembali memasuki kota. Dan Kebo Ketika kereta yang dinaiki Kebo Ijo dan Ijo telah bermandi keringatnya sendiri. (455) Belakangka memasuki kota.
237
Sarkasme
Cemooh
Sarkasme
Cemooh
Simile
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Harap
Sarkasme
Cemooh
Sarkasme
Provokasi
Ironi
Cemooh
Sarkasme
Cemooh
Apostrof
Sumpah
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
18
19
20
21
22
23
“Demi Hyang Wisynu, sahaya akan Dituturkan oleh Kebo Ijo saat kembalikan lima kali lipat setelah berhasil.” mengunjungi Belakangka di (456) kediamannya. Kebo ijo menerima kantong berisi lima puluh ribu catak dan dua ribu saga emas dari Belakangka. Ia menguasai persenjataan Tumapel. Dan ia Arok mempelajari siasat dan pemikiran mempersatukan para tamtama di bawah Empu Gandring untuk menguasai pengaruhnya dan perintahnya, namun Tumapel. mempertentangkan satu dengan yang lain. (460) Tanpa Gandring para tamtama itu Arok mempelajari siasat dan pemikiran sebaliknya akan bercerai-berai seperti Empu Gandring untuk menguasai serumpun anak ayam kehilangan induk. Tumapel. (460) Ia menduga ahli senjata itu sudah banyak Arok mempelajari siasat dan pemikiran makan garam dan cukup rontal yang telah Empu Gandring untuk menguasai dipelajarinya. (461) Tumapel. Maka persekutuan dua orang itu ia anggap Arok mempelajari siasat dan pemikiran sebagai permainan dua ekor cangcorang Empu Gandring untuk menguasai yang berkasih-kasihan untuk saling Tumapel. memangsa. (461) “Hati-hati, garudaku, jangan sampai Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe ketajaman parasyu Hyang Ganesha dan ketika Arok menceritakan keadaan irama aksimalanya terlepas dari tanganmu. Tumapel, adanya persekutuan antara Kebo …” (462) Ijo, Belakangka, tamtama, dan Empu Gandring. Menerima jawaban itu langsung ia Setelah mendapat jawaban dari Lohgawe, perintahkan anak buahnya menerobosi Arok segera memerintahkan anak
238
Apostrof
Sumpah
Oksimoron
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Metafora
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Nasihat
Klimaks
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
25
26
27 28
29
malam gelap berhujan menghubungi pasukan-pasukannya di utara, barat, dan selatan kota, memerintahkan mengepung Kutaraja dalam tiga hari mendatang. (462) “Ketiga, engkau mencoba mengadu domba antara Sang Akuwu, Sang Paramesywari dan aku melalui pesuruhmu yang menamakan dirinya Kebo Ijo, …” (466)
buahnya untuk dalam tiga hari.
mengepung
Kutaraja
Dituturkan Arok ketika mendatangi pabrik senjata Empu Gandring untuk mengecek senjata yang dipesannya dan menyampaikan pesan untuk segera menghadap Akuwu. Setelah itu, ia menyidang Empu Gandring atas semua kesalahannya. akan Dituturkan oleh Arok ketika menyidang darah Empu Gandring.
Dia dan pasukannya mempertahankannya sampai titik terakhir. (467) “Baik. Kalau kau bohong, tubuhmu tidak akan dibakar, akan kami serahkan pada anjing-anjing pekuwuan. Dam Tim anjingmu yang telah mati itu, akan datang 3ikut menyantap tubuhmu.” (469) Hanya babi dan anjing dan kucing berkeliaran di jalan-jalan. (469) “Bukankah demi Hyang Mahadewa telah kau serahkan hidup dan matinya padaku?”
239
Dituturkan oleh Arok ketika menyidang Empu Gandring dan meminta keterangannya tentang penyerbuan ke pekuwuan. Keadaan Tumapel yang sepi.
Dituturkan oleh Arok ketika mengunjungi paramesywari. Saat itu Ken Dedes menangis, timbul dalam hatinya keraguan tentang anak yang dikandungnya tidak akan mengenal bapanya. “Darah pencuci kaki Hyang Mahadewa Dituturkan oleh Arok ketika mengunjungi Syiwa diperlukan anak Mpu Parwa. paramesywari. Saat itu Ken Dedes
Metafora
Klaim
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Sarkasme
Ancam
Polisidenton Apostrof
‘Jelas’ informasi Keluh
Apostrof
Nasihat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
31
Begitulah sepanjang sejarah titah di atas bumi ini. Kuatkan hatimu, jangan jatuh ke bumi sebagai buah membusuk tak mampu matang. Kau brahmani, kuat hati, kuat ilmu. ...” (471) Puncak gunung-gemunung hilang tertutup mendung dan pepohonan nampak lesu-berat terbebani air hujan. Udara terasa tebal untuk paru-paru. (475) “Begitulah jadinya gerakan Empu Gandring, berkembang tidak menentu, seperti kuda liar tak tahu tujuan.” (479)
32
“Yang Suci belum juga mengakui hendak mengail di air keruh? Sahaya ingin dengarkan pengakuan itu.” (486)
33
Dalam pengawalan kuat ia sendiri pergi untuk menjemput Empu Gandring dan mendapatkan pabrik senjata itu dalam suasana murung. (488) Di hadapan mereka ia ternyata tidak berani menyatakan sesuatu, takut salah, takut ketahuan ketidaktahuannya, takut kehilangan wibawa. (489) “Yang berbelit-belit hanya cara mereka hendak menjangkaukan tangan pada singgasana.” (493)
34
35
240
menangis, timbul dalam hatinya keraguan tentang anak yang dikandungnya tidak akan mengenal bapanya.
Hujan turun dengan derasnya dan angin bertiup kencang di wilayah Tumapel.
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Arok kepada paramesywari setelah Kebo Ijo menghadap paramesywari dan seluruh pasukan Kebo Ijo keluar dari pekuwuan. Dituturkan oleh Belakangaka saat membela diri setelah ditangkap oleh anak buah Arok dan dihadapkan pada paramesywari. Prajurit Tumapel diberi libur oleh Kebo Ijo. Saat itu, ia pergi mengunjungi pabrik senjata Empu Gandring.
Simile
Klaim
Metafora
Protes
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Kebo Ijo pergi mengunjungi asramaasrama dan didapatinya telah kosong.
Asidenton
‘Jelas’ informasi
Dituturkan oleh Arok kepada Dedes setelah menyampaikan terimakasih kepada prajurit di tungguk kemit.
Perifrasis
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
241
BAB X JATUHNYA TUNGGUL AMETUNG No. Data 1 Di belakangnya akan menyusul pasukan Umang. Di belakangnya lagi pasukan Tanca. Dan di belakang ketiga-tiga pasukan mengikuti kanak-kanak dan orang-orang tua, juga ibu-ibu dengan anak dalam gendongan atau dalam tuntunan. (495) 2 Dan di belakang ketiga-tiga pasukan mengikuti kanak-kanak dan orang-orang tua, juga ibu-ibu dengan anak dalam gendongan atau dalam tuntunan. (495) 3 Dan air yang tergenang di jalanan tak sempat istirahat, memercik, dan berkecibak kena terjang ribuan pasang kaki seakan tiada kan akhirnya. (496) 4 Barisan petani yang mengikuti membawa senjata beraneka macam: kapak, canggah, trisula, pisau dapur, sabit, clurit, pelempar batu. (496) 5 Dalam dingin hujan itu sebentar-sebentar Umang menyisih dari barisannya, menekan perutnya, menahan muntah. Kemudian ia menyusul. (496) 6 Juga para petani mengikuti mereka, laki-
Konteks Pembagian undian yang dilakukan oleh pasukan Arok dengan sut untuk menentukan posisi pasukan ketika akan memasuki Kutaraja.
Gaya Bahasa Anafora
Daya Bahasa ‘Jelas’ informasi
Pembagian undian yang dilakukan oleh pasukan Arok dengan sut untuk menentukan posisi pasukan ketika akan memasuki Kutaraja. Suasana sekitar saat pasukan Arok dalam perjalanan menuju Kutaraja untuk menyaksikan jatuhnya Tunggul Ametung.
antiklimaks
‘Jelas’ informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Barisan petani yang turut serta menuju ke Kutaraja untuk menyaksikan jatuhnya Tunggul Ametung.
Asidenton
‘Jelas’ informasi
Keadaan Umang saat turut serta dengan pasukannya menuju ke Kutaraja untuk menyaksikan jatuhnya Tunggul Ametung.
Klimaks
Rangsang
Pasukan petani yang terdiri dari laki-laki,
Simile
‘Jelas’
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
8 9 10 11
12
13
14
15
perempuan dan kanak-kanak, seakan tidak perempuan, dan anak-anak turut serta berangkat perang. (496) menuju ke Kutaraja untuk menyaksikan jatuhnya Tunggul Ametung. Dan matari seakan tidak akan muncul lagi Suasana saat itu di Tumapel. untuk selamanya. Mendung tebal dan hujan terus-menerus seakan sengaja hendak merangsang tumbuhnya benih baru dalam kehidupan di Tumapel. (497) Destarnya tak terawat dan matanya kuyu Keadaan Tunggul Ametung yang semakin memandang jauh tanpa melihat. (497) memburuk. Suaranya rendah seperti keluar dari dasar Suara Tunggul Ametung. perut. (497) “Kepala berdenyut seperti pecah.” (498) Dituturkan Tunggul Ametung ketika ditanya Ken Dedes tentang keadaannya. Ia tarik suaminya ke peraduan, Ken Dedes saat membantu Tunggul mendudukkannya dan mengangkat kakinya Ametung naik ke peraduan. sebelah dan sebelah. (499) “Jagad Dewa! Balatentaraku sendiri hendak Dituturkan oleh Tunggul Ametung karena balik gagang terhadapku? Keparat!” (502) kaget mendengar berita yang disampaikan Ken Dedes tentang keadaan pasukannya. “… Balatentaraku sendiri hendak balik Dituturkan oleh Tunggul Ametung karena gagang terhadapku? Keparat!” (502) kaget mendengar berita yang disampaikan Ken Dedes tentang keadaan pasukannya. “… Sekuat itu dalam hanya dua bulan! Dituturkan oleh Tunggul Ametung karena Dalam dua tahunpun aku tak mampu!” (502) kaget mendengar berita yang disampaikan Ken Dedes tentang keadaan pasukannya. “Belajar percaya, Kakanda, belajar Dituturkan Ken Dedes yang mencoba mempercayai.” (502) menenagkan Tunggul Ametung setelah
242
informasi
Simile
‘Jelas’ informasi
Apofasis Simile
‘Jelas’ informasi Rangsang
Simile
Klaim
Klimaks
‘Jelas’ informasi
Metafora
Keluh
Sarkasme
Cemooh
Epizeukis
Klaim
Epizeukis
Nasihat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16 17
“Yang keras! Keras! Lebih keras!” pekiknya. (502) “Akan aku belah kepalamu dengan tanganku sendiri.” (503)
18
Ia menjadi canggung tanpa Empu Gandring. Namun ia lega juga dengan hilangnya orang yang pandai menguasai dirinya itu. (504)
19
Ia menjadi kecil hati tanpa Belakangka, apalagi catak dan saga sudah mendekati habisnya. (504) “... Dengan cakra Hyang Wisynu, dengarkan Kebo Ijo bicara, akan kupelihara Gerakan Empu Gandring ini tanpa Empu Gandring.” (508) “Aku ikut bersama denganmu, Kebo, karena para dewa lebih dekat pada seorang satria daripada sudra. ...” (509)
20
21
22
mendapat berita tentang keadaan pasukannya. Dituturkan oleh Tunggul Ametung saat ia meminta dipijit oleh istrinya. Dituturkan oleh Tunggul Ametung dalam keadaan mata terkatup di atas peraduan kepada Ken Dedes. Empu Gandring tertangkap oleh pasukan Arok. Pada saat itu Kebo Ijo adalah alat dari Empu Gandring untuk menguasai Tumapel. Catak dan saga yang dimiliki Kebo Ijo mendekati habisnya.
Dituturkan oleh Kebo Ijo di hadapan para tamtama yang menanyakan keberadaan Empu Gandring dan Yang Suci Belakangka. Dituturkan oleh salah seorang pengiring yang telah dipilih Kebo Ijo kepada tamtama yang menanyakan keberadaan Empu Gandring dan Yang Suci Belakangka. “… Tindakan sepenting ini tidak patut tanpa Dituturkan oleh salah seorang pengiring diketahui oleh Hyang Wisynu. …” yang telah dipilih Kebo Ijo kepada tamtama yang menanyakan keberadaan Empu Gandring dan Yang Suci Belakangka.
243
Epizeukis
Perintah
Sarkasme
Ancam
Silepsis
‘Jelas’ informasi
Metafora
‘Jelas’ informasi
Apostrof
Janji
Apostrof
Klaim
Apostrof
Protes
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
24
25
26 27
28
29 30
31
“Dengan memohon pada Hyang Wisynu kita tidak akan bersalah pada para dewa dan juga tidak pada Kediri,” Kebo Ijo menambahi. (509) Dari sebelah barat pasukan si mata satu Mundrayana membawa serta dengannya semua penduduk desa kaki Gunung Arjuna, laki dan perempuan, tua dan muda. (514) Melihat itu pasukan Mundrayana memerintahkan penduduk yang serta minggir ke kiri dan kanan jalan. (515) Mereka menyibak diri seperti gelombang pecah dua. (515) Anak panah melesit ke udara seperti sekelompok awan, membikin terdepan pasukan kuda itu membanting arah ke kiri dan kanan. (516) Mereka maju lagi dan matari pun hilang ditelan oleh pegunungan dan puncak rimba.(517) Guruh terdengar terus-menerus menggerutu di kejauhan. (518) “Kuatkan, kuatkan. Katakan pada anak dalam kandunganmu itu: jangan ganggu ibu yang sedang maju ke medan-perang.” (518) Malam itu, seratus depa jalanan kiri dan seratus depa jalanan kanan depan pekuwuan bermandikan sinar damar besar, berjajar-
244
Dituturkan oleh Kebo Ijo di hadapan para tamtama untuk meyakinkan mereka.
Apostrof
Optimis
Formasi pasukan Arok ketika memasuki Kutaraja.
Zeugma
‘Jelas’ informasi
Pasukan kuda Kediri yang datang tiba-tiba menuju ke arah datangnya pasukan Arok.
Zeugma
‘Jelas’ informasi
Pasukan kuda Kediri yang datang tiba-tiba menuju ke arah datangnya pasukan Arok. Pasukan kuda Kediri yang datang tiba-tiba menuju ke arah datangnya pasukan Arok tiba-tiba mendapat serangan.
Simile
‘Jelas’ informasi ‘Jelas’ informasi
Pasukan Arok melanjutkan perjalanan setelah menyerang pasukan berkuda Kediri. Suasana malam pada saat itu yang menandakan akan turunnya hujan. Dituturkan oleh Oti untuk menyemangati Umang yang ikut berperang dalam keadaan hamil. Suasana di pendopo Tumapel saat itu.
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Personifikasi
Rangsang
Epizeukis
Perintah
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Simile
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
33
34 35
36
37 38
39
jajar sampai ke pelataran, pendopo pekuwuan. (520) Tetapi sorak perang dari sebelah utara dan barat mulai mendesak, menggelombang seperti laut pasang. (521) Tapi tak mungkin, juga di situ tombaktombak menyeringai dan luar. (523)
“Mati, Arok, Sang Akuwu mati,” tangis Dedes. (525) “Mengerti kalian semua? Kawula Tumapel tak pernah berhutang sebutir beras pun pada Kediri.” (535)
245
Prajurit Tumapel yang terdesak dari arah selatan berlarian menuju ke pusat ibukota.
Simile
‘Jelas’ informasi
Kebo Ijo tak bisa melarikan diri setelah membunuh Tunggul Ametung lalu melihat Arok datang dengan regu bersenjata, lari ke pintu Taman Larangan juga tidak mungkin. Dituturkan oleh Ken Dedes yang menyadari jika suaminya telah mati. Dituturkan oleh Lohgawe di hadapan seluruh kawula Tumapel jika runtuhnya Tumapel tidak ada sangkut pautnya dengan Kediri. Dituturkan oleh Belakangka yang menegaskan bahwa Tumapel bagian dari Kediri. Percakapan di dalam pendopo tidak terdengar sampai keluar. Dituturkan oleh Belakangka kepada Lohgawe saat ia bertanya apakah pantas menuduh wakil Kediri seperti itu.
Personifikasi
‘Jelas’ informasi
Epanalepsis
Sesal
Hiperbola
Protes
Sinekdok
Deklarasi
Personifikasi
Rangsang
Klimaks
Provokasi
Sarkasme
Perintah
“Tumapel adalah bagian dan Kediri, Tumapel harus menghormati wakil Kediri,” pekik Belakangka. (535) Suara percakapan di dalam pendopo tersapu oleh hujan, guruh, dan petir. (536) “Itulah Yang Suci Belakangka, mengaku wakil dari Kediri. Sebelum kedatangannya, Tunggul Ametung hanya penjahat biasa, perampok, perampas, penculik dan pembunuh. Setelah kedatangannya orang Syiwa mulai dianiaya. ...” (537) “Binasakan mereka semua!” orang mulai Dituturkan oleh Arok yang memberi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
41
42 43
44
45
bersorak gegap gempita menenggelamkan perintah kepada pasukannya untuk derai hujan. (540) membinasakan Belakangka, Kebo Ijo, tamtama, dan prajurit Tumapel. Pasukan Mundrayana bersorak-sorai Ketika hujan berhenti, pasukan mengarak Belakangka dan menghujaninya Mundrayana mengarak Belakangka. dengan maki dan kutukan. (540) “Nyatakan sesuatu pada kami, Arok! Dituturkan oleh pasukan dari luar kota “Nyatakan!Nyatakan!” (543) kepada Arok memintanya menyatakan sesuatu. Airmatanya mengalir menyeberangi pipinya. Dedes kawatir tempatnya sebagai (544) brahmani dan Paramesywari terdesak. “Dengarkan kalian semua yang telah Dituturkan oleh Dang Hyang Lohgawe di memenangkan perang. … Para dewa telah depan seluruh rakyat Tumapel yang mulai membenarkan kejahatan Tunggul Ametung berseru-seru kehilangan kesabaran. dan kemenangan kita. Akuwu itu mati di bawah pedang Kebo Ijo atau kita, sama saja, karena itulah kehendak para dewa.” (545) Ia merasa sebatang kara di tengah keriuhan Dedes menangis lagi di belakang ini, seorang yatim piatu di tengah-tengah Lohgawe mengetahui tak ada seorangpun padang batu. (546) yang memperhatikan dan menghormatinya. “bahwa kemenangan bukan satu-satunya Dituturkan Arok setelah diangkat menjadi buah usaha. Maka jangan ulangi kejahatan orang pertama di Tumapel di hadapan Tunggul Ametung dan balatentaranya. seluruh rakyatnya. Jangan ada seorangpun yang merampok, mencuri, merampas, menganiaya, memperkosa seperti mereka. Dalam hal ini aturan dari Sri Baginda Erlangga masih
246
Hiperbola
‘Jelas’ informasi
Epizeukis
Pinta
Personifikasi
Rangsang
Apostrof
Klaim
Paradoks
‘Jelas’ informasi
klimaks
Persuasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
47
48
tetap berlaku: hukuman mati terhadap mereka itu. …” (546) “… Dia mendapat pancaran sepenuhnya dari Hyang Bathara Guru. Dia adalah orang terbaik di antara kalian. Dia adalah titisan Hyang Wisynu, karena dialah yang memelihara kalian dari bencana Tunggul Ametung dan bala tentaranya. Dia adalah Akuwu-mu, Akuwu Tumapel!” (548) “… Dia mendapat pancaran sepenuhnya dari Hyang Bathara Guru. … Dia adalah titisan Hyang Wisynu, karena dialah yang memelihara kalian dari bencana Tunggul Ametung dan bala tentaranya. …” (548) Hanya ia sendiri kehilangan tempat di samping suami yang dicintainya, kehilangan balatentara yang dapat diperintahnya, kehilangan kepercayaan dari orangtua yang dicintai dan dipujanya setulus hati. (553)
247
Dituturkan oleh Lohgawe di hadapan seluruh kawula Tumapel yang menegaskan status Arok.
Anafora
Deklarasi
Dituturkan oleh Lohgawe di hadapan seluruh kawula Tumapel yang menegaskan status Arok.
Apostrof
Klaim
Ken Dedes kehilangan kedamaiannya saat menuju pura bersama Arok, Umang, Bana, dan Ki Bango Samparan.
Epizeukis
‘Jelas’ informasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BIODATA PENULIS Angelina Mellissa Yuliyanto lahir di Semarang pada tanggal 26 Juni 1991. Ia menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Sinar Matahari tahun 1997. Ia masuk jenjang pendidikan sekolah dasar didua tempat yaitu dari kelas I-III di SD Kebon Dalem Semarang dan kelas IV-VI di SD Cahaya Nur Kudus dan tamat jenjang sekolah dasar tahun 2003. Melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Kudus tahun 2003. Pendidikan SMA diselesaikan tahun 2009 di SMA Keluarga Kudus. Pada tahun 2009 ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Sanata Dharma dan tercatat sebagai mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma, di akhiri di bulan Juli 2013 dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Daya Bahasa dalam Gaya Bahasa pada Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.
248