PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Syarat Kelulusan Pada Program Studi Sejarah Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Disusun oleh : Magdalena Dian Pratiwi NIM :104314009 PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta 9 Maret 2015 Penyusun
(Magdalena Dian Pratiwi)
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Magdalena Dian Pratiwi
Nomor Mahasiswa
: 104314009
Demi pengembangan ilmu pengetahuan memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia (19461949)”. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, dan mengalihkan dalam bentuk media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal, 9 Maret 2015 Yang menyatakan
Magdalena Dian Pratiwi
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTO “Orang yang dalam mewartakan Kitab Suci tidak tahu bagaimana secara bijak membahas masalah –masalah kemasyarakatan berarti tidak tahu bagaimana mewartakan Kitab Suci” (Henry Ward bacher)
“Apa artinya terlahir sebagai bangsa yang merdeka jika gagal untuk mendidik diri sendiri?" (Soegija)
“Learning without thinking is useless, but thinking without learning is very dangerous!” (Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi)
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Tuhan Yesus yang selalu memberikan kemampuan untuk saya terutama dalam menyelesaikan studi di bangku kuliah selama 5 tahun ini. Kedua orangtua saya, Soetjipta, BA dan Hanna Wasinah, yang selama ini telah berjuang dan memberikan semua yang terbaik untuk saya Kakak saya, Nusantara Nugraha Putra Adik-adik saya, Patristika Megatiara, Elisabeth Anggun Kurnia dan Ekin Njotoatmodjo yang selalu menemani saya dengan canda tawa mereka. Serta untuk sahabat-sahabat saya Lidwina Fitriana Setyaningsih, Epifani Wahyaning Pudyastuti dan Petrus Kingkin Prahara, yang selalu menjadi sahabat terbaik saya dalam suka dan duka.
Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang Tercinta
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Penulisan skrispi yang berjudul : “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949)”. Penulisan ini berusaha mengkaji dan menganalisis akan peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau lebih dikenal dengan nama Soegija, dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia antara tahun 1946-1949. Indonesia pasca memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, tidak langsung mendapatkan kemerdekaan yang utuh (de facto dan de jure). Hal tersebut dikarenakan pihak Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama berpuluh-puluh tahun, belum mau mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Selain itu Belanda juga ingin menguasai kembali Indonesia. Oleh karena itu para pemimpin bangsa berusaha dengan keras mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai cara. Para pemimpin Indonesia juga mengadakn perundingan-perundingan dengan Belanda, maupun negara-negara lain untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya delegasi pemerintah yang melakukan diplomasi. Ada beberapa tokoh agama yang juga ikut serta dalam melakukan perundingan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Soegija. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong Soegija melakukan diplomasi, usaha apa saja yang dilakukan Soegija dalam diplomasi, serta akibat apa saja yang didapat dari keterlibatan Soegija dalam diplomasi kemerdekaan. Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang menggunakan metode sejarah untuk menelaah kembali peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dengan menggunakan data yang berupa fakta historis. Dengan cara pengumpulan data, seleksi data, analisis data, dan penulisan data (historiografi). Hasil penelitian yang diperoleh adalah adanya faktor dalam dan faktor luar yang mendorong Soegija dalam melakukan usaha diplomasi untuk membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Soegija mencoba menyampaikan kepada masyarakat internasional akan penderitaan rakyat Indonesia akibat dari aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Belanda. Usaha Soegija dalam berdiplomasi berdampak terhadap gelombang dukungan dari masyarakat internasional akan kemerdekaan Indonesia semakin meningkat. Sehingga terlihat jelas peranan Soegija membantu pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi. Kata Kunci : Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, Diplomasi, Kemerdekaan
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Skripsi entitled: "The Role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ In Diplomacy Independence of Republic Indonesia (1946-1949) ". Writing is trying to assess and analyze the role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ or better known as Soegija, the diplomatic efforts of Indonesian independence between the years 1946-1949. Indonesian post-proclaimed its independence on August 17, 1945, Indonesia was not immediately get complete independence (de facto and de jure). That is because the Dutch were never colonized Indonesia for decades, have not been willing to recognize the sovereignty and independence of Indonesia. Besides the Netherlands also wanted to regain control of Indonesia. Therefore, the nation's leaders tried hard to maintain the independence of Indonesia in various ways. Indonesian leaders also try to have a negotiations with the Netherlands, and other countries to gain recognition and support for the independence of Indonesia. Not only the government delegation diplomacy. There are some religious leaders who also participated in the negotiations to gain recognition and support for the independence of Indonesia, one of them is Soegija. Soegija a Catholic leaders in Indonesia. This study aims to determine what factors are pushing Soegija diplomacy, whatever efforts are made Soegija in diplomacy, as well as any result obtained from Soegija involvement in diplomacy independence. This study is a historical research, which uses historical method to review the events that happened in the past, using the data in the form of historical facts. By way of data collection, data selection, data analysis, and writing of data (historiography). The results obtained are the factors and external factors that encourage Soegija in conducting diplomatic efforts to help the Indonesian government to maintain the independence of Indonesia. Soegija tried to convey to the international community of the plight of the people of Indonesia as a result of military actions undertaken by the Dutch. Soegija in diplomacy efforts have an impact on the wave of support from the international community will further increase the independence of Indonesia. So obvious role Soegija assist the Indonesian government in diplomacy.
Keywords: Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, Diplomacy, Independence.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia Nya yang telah diberikan kepada saya, sepanjang hidup saya.Berkat kasihnya pula maka saya dapat menyelesaikan skripsi ini.Tidak ada sebuah karya yang lahir dengan sendirinya, tentu ada orang-orang yang berjasa dibalik setiap karya, demikian dalam penulisan skripsi ini yang lahir karena dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan saya ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : •
Bapak Dr. F. X. Siswadi, M. A. selaku Dekan Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, beserta para staf yang telah memberikan kesempatan serta ijin untuk menyelesaikan skripsi ini.
•
Dosen pembimbing saya, Rm. Gregorius, Budi Subanar, SJ., yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan sarannya guna kelancaran penulisan skripsi ini. Serta memberikan saya data-data primer yang sangat berguna untuk penelitian ini.
•
Dosen-dosen di jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma : Bapak Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum. selaku dosen pendamping akademik, Bapak Hb. Hery Santosa, M. Hum selaku Wakil Kepala Prodi Ilmu Sejarah, Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso., Bapak Dr. H. Purwanta, M. A., Bapak Dr. Anton Haryono, M. Hum., Rm. F. X. Baskara T. Wardaya, SJ., Rm. Budi
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Susanto, SJ., serta Ibu Dr. Lucia Juningsih selaku Ketua Program Studi Sejarah.. •
Pak F. Tri Haryadi yang selalu membantu dalam mengurus masalah administrasi para mahasiswa Ilmu Sejarah.
•
Seluruh staf Wakil Rektor 3, Rm. Kuntoro Adi, SJ., Rm. Mutiara Andalas, SJ., Pak Tri dan Ibu Nova, terimakasih telah memberikan kepercayaan kepada saya sebagai penerima beasiswa penuh 4 tahun.
•
Seluruh guru di SMA DOMINIKUS, Wonosari beserta staff administrasi
•
Teman-teman Prodi
Sejarah angkatan 2010, Yohanes Rangga Ferry
Setiawan, Hernowo Adi Saputra,
Gerfasius Tasen, Dyah Indrawati, V.
Stephanie Woro Nariswari, Adelfina Mariana Lotu dan Daniela Hyasinta Rika, terimakasih telah menjadi sahabat, saudara dan motivator untuk saya selama 4 tahun ini, dan semoga persahabatan serta persaudaraan kita tidak berakhir setelah 4 tahun ini. •
Seluruh kakak tingkat / alumnus Ilmu Sejarah, Mas Kresna Duta, Mas Agus Budi Purwanta, Mas Bondan Pamungkas, Mbak Ismiati, Mbak Silvia Ajeng Dewanti, Mbak Ifa, Mbak Tatik, Mbak Dyah Palupi, Mas Deaz, Mas Aryo, Mas Audy, Mbak Wahyu, Mbak Krisna, Kak Gia, Kak Tian, Bene, Mas Irawan, Didin, Belo, Adul, Mbak Ayunda, Mbak Silvi, Mbak Yuli serta Sr. Mena Ximenes xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
•
Teman-teman angkatan 2011 hingga 2013 Ilmu Sejarah, Bitto, Yasmine, Fauzan, Rico, Desline, Juan, Mas Adit, Garit, Ndoi, Ryan, Pilus, Novi, Elsa, Lisa, Ayu, Didi, Kevin, Tony, Luis dan teman-teman yang belum saya sebutkan.
•
Teman-teman KKN REGULER XLVI, Samuel, Vira, Disti, Bono, Inggrid, Jeje, Reza dan Reri
•
Ibu Tari dan Mas Eren yang telah menjadi bagian dari keluarga saya
•
Teman-teman kerja di Sekretariat PKKN : Vivien, Mas Wahyu, Mbak Anggi, Anes, Bogi, Kak Five, Anna, Steve, Asti, Tyas, Andre, Hani, Wulan, Nia, Widia, Andrew, Dimas, Antok, Mayang, Milia, Qori dan Rocky, terimakasih sudah menjadi bagian dalam hidup saya.
•
Rekan-rekan kerja saya di SMP GLORIA 2, Surabaya. Terimakasih atas segala doa, dukungan dan pengertiannya dalam proses pengerjaan skripsi ini. Sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan baik.
•
Murid-murid saya di SMP GLORIA 2, Surabaya. Terimakasih untuk doa dan dukungannya selama ini.
•
Para pengurus KKN di PKKN USD Bapak Punto, Bapak Chosa, Bapak Stevan, Ibu Santi dan Ibu Wiwid.
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
•
Teman-teman penerima Beasiswa Penuh Dirjen Dikti angkatan 2010 dan 2011, Meika, Joko, Dovi, Rakeh, Astri, Evi, Ratri, Sri, Miko, Tutik dan lainnya.
•
Kepada seluruh keluarga besar dari kedua orangtua saya, baik yang berada di Surabaya, Semarang, Solo, Wonosari dan Jakarta.
•
Teman-teman yang ada di Surabaya, Mila, Ika, Hastono, Tuwek, Aldo, Rangga, Anita, Rien, Mas Johan, Alvonsa Melisa, Sinta, Aurelia, Imanuel, Stevy Nanlohy, Nora Nababan, Stephanus, eric Carlos, Maya, Agnes dan Alm. Chepy, terimakasih tetap menajadi sahabat bagi saya.
•
Teman-teman alumnus SMA DOMINIKUS, Wonosari, Sita, Titis, VIka, Nining, Evi, April, Advend, Argo, Igna, Dwi, Anung, Dody (Ucok), Wahyu, Dezvi, Rima, Eka, Panji, Alm. Kodrat, Ndaru, Norma, Farida, Novi, Siwir, Pandu, Bayu, Timor, Anto, Koko serta teman-teman lainnya yang belum disebutkan
•
Keluarga besar REMASA GMS Surabaya, Melisa, Ce Ezra, Ko Jefry, Ko Luis, Ko Lukas, Pdm. Philip Mantofa, Bre., Ce Lydia, Ce Chrisrin, Ko Redo dan semua keluarga besar GMS Surabaya.
•
Keluarga Besar GBI Wonosari, Bapak Pdt. Suryadi beserta keluarga dan teman-teman YOUTH GBI Wonosari, terimakasih karena telah mendukung saya dan keluarga selama ini. xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
•
Segenap staff kerja Perpustakaaan Universitas Sanara Dharma, Yogyakarta.
•
Serta para pihak yang belum saya sebutkan satu persatu, yang telah berjasa dalam kehidupan saya selama ini.
Karya ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran agar membuat karya penulisan berikutnya menjadi jauh lebih baik.Akhir kata dengan segala kerendahan hati saya persembahkan skripsi ini.Semoga hasil penelitian ini berguna bagi para pembaca sekalian.
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................ iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI....................................................... v MOTO .............................................................................................................. vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ..................................................................................... xii DAFTAR ISI .................................................................................................... xv BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 8 C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 10 D. Rumusan Masalah ................................................................................ 10 E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 11 F. Manfaat Peneltian................................................................................. 12 G. Kerangka Teori..................................................................................... 12 H. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 15 I. Metode Penelitian................................................................................. 18 J. Sistematika Penulisan .......................................................................... 20 BAB II. ALASAN MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ MELAKUKAN USAHA DIPLOMASI PASCA KEMERDEKAAN RI A. B. C. D.
Sejarah Singkat Kehidupan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ ............ 24 Situasi Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang ................................. 33 Situasi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan .............................. 36 Orang-orang Yang Mempengaruhi Pemikiran Mgr. Albertus Soegijapranata ...................................................................................... 40 E. Pandangan Kebangsaan Mgr. Albertus Soegijapranata ....................... 43 BAB III. USAHA-USAHA MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ DALAM MELAKUKAN DIPLOMASI (1946=1949) A. Keterlibatan dan Usaha-usaha Diplomasi Soegija Dalam PeristiwaPeristiwa di Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan(1946-1947) .. .50 B. Keterlibatan dan Usaha-usaha Diplomasi Soegija Dalam PeristiwaPeristiwa di Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ..... 55
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV. DAMPAK-DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI KETERLIBATAN MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ DALAM USAHA DIPLOMASI A. Dampak Bagi Gereja dan Umat Katolik di Indonesia .......................... 64 B. Dampak Bagi Bangsa Indonesia .......................................................... 70 C. Tanggapan Berbagai Pihak Terhadap Keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata dalam Diplomasi Kemerdekaan Indonesia .................. 73 BAB V. KESIMPULAN .................................................................................. 77 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 87 LAMPIRAN ..................................................................................................... 90
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau lebih sering dipanggil Soegija 1, merupakan putera pribumi Indonesia pertama yang diangkat menjadi vikaris apostolik dengan gelar uskup danaba2, oleh pimpinan tertinggi umat katolik sedunia yaitu Paus Pius XI. Pengangkatan Soegija sebagai Vikaris apostolik terjadi pada tahun 1940. Soegija diangkat sebagai vikaris apostolik di Vikariat Apostolik Semarang. Vikariat Apostolik kemudian pada tahun 1960-1961 berubah menjadi Keuskupan Agung Semarang. Vikariat Apostolik Semarang merupakan pecahan dari Vikariat Apostolik Batavia3. Selain dikenal sebagai seorang pemuka agama Katolik, Soegija juga dikenal sebagai seseorang yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa dan
1
Pada penulisan selanjutnya akan menggunakan kata Soegija.
2
Uskup adalah pimpinan Gereja setempat yang bernama Keuskupan dan merupakan bagian dari hirerarki Gereja Katolik Roma setelah Sri Paus (Uskup AgungRoma) dan Kardinal. Dalam kedudukannya ini, Uskup sering disebut sebagai pengganti dari para rasul Kristus. Setiap Uskup, dengan sendirinya menjadi bagian dari jajaran para Uskup sedunia (Collegium Episcopale) di bawah pimpinan Sri Paus dan bertanggungjawab atas seluruh Gereja Katolik (Paroki-paroki) yang berada di dalam wilayah Keuskupannya. 3
Budi Subanar. SJ, Kilasan Kisah Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, (2012)
hlm iii 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
negaranya. Hal tersebut dapat dilihat dari semboyan Soegija yang berbunyi “100 % Katolik, 100 % Indonesia” yang sangat terkenal terutama di kalangan umat katolik di
2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Indonesia. Semboyan tersebut merupakan cerminan diri dari seorang Soegija. Saat menjadi uskup Soegija mengajak umat Katolik Indonesia untuk mengintegrasikan sekaligus antara kekatolikan dan nasionalisme1. Rasa nasionalisme yang dimiliki oleh Soegija tidak muncul begitu saja. Soegija merupakan salah satu lulusan dari Kolose Xaverius, yang didirikan oleh Franz van Lith, SJ di Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Soegija muda juga dididik secara langsung oleh Franz van Lith, SJ atau yang lebih akrab dipanggil sebagai Van Lith. Hal tersebut membuat pemikiran Soegija banyak diinspirasi oleh Van Lith. Salah satunya adalah rasa nasionalisme yang tinggi kepada bangsa dan negara. Walaupun bukan orang asli pribumi, namun Van Lith memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap nasib bangsa Indonesia. Rasa kepedulian itu tumbuh akibat dari reaksi atas perlakuan pemerintah kolonial Belanda yang menjadikan masyarakat pribumi sebagai kelas bawah. Dari sanalah muncul rasa pembelaan terhadap nasib masyarakat pribumi dalam diri Van Lith. Dalam pembelaan terhadap masyarakat pribumi yang tertindas Van Lith tidak hanya berteori belaka ataupun hanya sebatas omong kosong. Van Lith menunjukkan tindakan nyata dalam membela masyarakat pribumi yang tertindas, selain itu juga memberikan bantuan yang dapat meningkatkan derajad masyarakat pribumi sebagai seorang manusia.Misalnya, Van Lith mencarikan pekerjaan untuk murid-muridnya yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, Van Lith 1
hal 17
Budi Subanar. SJ, Kilasan Kisah Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, (2012),
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
juga membela secara langsung orang-orang pribumi yang sedang berperkara dengan pihak pemerintah, serta memberikan pengertian mengenai hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat pribumi2. Salah satu contoh pembelaan yang dilakukan oleh Van Lith adalah secara langsung menemui pegawai pemerintah yang berhubungan dengan orang yang dibelanya. Selain itu Van Lith juga memberikan pengertian mengenai hak-hak kaum pribumi ketika mengadakan kunjungan ke wilayah-wilayah pedesaan. Pembelaan yang dilakukan oleh Van Lith terhadap kaum pribumi yang lemah tidak hanya dilakukan dengan memberi nasehat dan pertimbangan, atau dengan bantuan karitatif saja, tetapi pembelaan yang ia lakukan adalah menyadarkan kaum pribumi akan hakhak mereka serta pembelaan nyata dengan berani berhadapan dengan Instansi yang berwenang.
Contoh
lainnya
adalah
saat
Van
Lith
menjadi
anggota
Heerzeningcommitte3. Van Lith pernah menuliskan peringatan kepada golongan Kristen Belanda dengan mengungkapkan kekecewaannya terhadap perilaku orang Belada yang sering mengintimidasi orang-orang pribumi. Van Lith menyerukan agar orang-orang golongan Kristen Belanda menghargai hak-hak orang Pribumi seperti mereka menghargai hak-hak orang Belanda dan Indo Eropa. Van Lith juga meminta,
2 3
Ibid., hal.13
Komite yang dibentuk untuk memberikan bahan-bahan konsultasi dalam rangka persiapan pembentukan sistem pemerintahan baru di wilayah koloni dalam menghadapi kecenderungan dari pihak-pihak wakil orang-orang Belanda yang tidak menguntungkan kepada kaum pribumi, Van Lith secara keras menentang sistem perwakilan yang tidak menguntungkan kaum pribumi tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
agar orang Belanda, orang-orang Indo Eropa, dan orang-orang Jawa hidup sebagai saudara. Rasa nasionalisme dan contoh-contoh konkrit dalam membela masyarakat yang tertindas itulah yang diharapkan oleh Van Lith dapat ditularkan kepada muridmuridnya. Rasa nasionalisme dan rasa solidaritas terhadap kaum tertindas yang dimiliki oleh Van Lith, yang dikemudian hari menjadi inspirasi bagi Soegija untuk melanjutkan semangat nasionalisme sang guru, yaitu dengan memilih jalan hidupnya sebagai seorang imam. Dengan menjadi seorang imam Soegija berharap bisa mengabdi sepenuhnya bagi bangsa dan negara. Soegija mengatakan pilihan untuk menjadi imam bukan hanya dilatarbelakangi oleh faktor relijius semata, namun karena adanya dorongan dari rasa nasionalisme. Oleh karena itu Soegija pun ingin mengabdikan hidupnya bukan hanya kepada Gereja namun juga kepada bangsa dan negaranya. Rasa nasionalisme inilah yang pada akhirnya membuat Soegija ikut terjun dalam memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada masa pergerakan nasional. Bahkan hingga pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia Soegija berperan dalam menggalang dukungan dan pengakuan dunia internasional atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Dengan cara diplomasi serta kedudukannya sebagai seorang uskup, Soegija berusaha mendapatkan dukungan dan pengakuan kemerdekaan Indonesia dari negara-negara lain. Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata.SJ Dalam Usaha Diplomasi Indonesia pada masa Kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949) inilah yang menjadi topik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
dari penelitian ini. Fokus penelitian ini adalah mengenai perjuangan Soegija yang notabene merupakan seorang pemimpin agama Katolik yang terjun dalam kancah diplomasi yang dilakukan pemerintah RI masa itu untuk mendapatkan dukungan dan pengakuan dari bangsa–bangsa lain terhadap kemerdekaan Indonesia. Alasan terjunnya Soegija dalam perjuangan diplomasi Indonesia, karena pasca Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda masih belum merelakan negara jajahannya yang memiliki kekayaan alam yang melimpah tersebut untuk merdeka. Hal itulah yang pada akhirnya membuat Belanda melakukan penyerangan terhadap Indonesia khususnya di daerah Jawa dan Sumatera (Agresi Militer Belanda I, 15 Juli 1947), dan dilanjutkan kembali dengan menyerang Yogyakarta, pada Juli 1947 dan Desember 1949 merupakan ibu kota Indonesia (Agresi Belanda II, 19 Desember 1948)4. Salah satu bentuk konkrit semangat pengabdian kepada bangsa dan negara yang dimiliki oleh Soegija, terlihat ketika Soegija memindahkan pusat pemerintahan keuskupannya dari Semarang ke Bintaran, Yogyakarta. Karena pada saat itu ibu kota RI berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta, yang disebabkan oleh serangan pasukan Belanda ke Indonesia khususnya Jakarta yang merupakan ibukota dan pusat pemerintahan RI. Situasi Jakarta yang tidak aman tersebut yang kemudian membuat
4
Departemen Pendidikan dan kebudayaan Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka, hlm 144, 191
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
pemerintah Indonesia memutuskan untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke Yogyakarta pada tanggal 6 Januari 1946. Dalam menghadapi serangan Belanda ke Indonesia, pemerintah RI melakukan usaha diplomasi untuk mengusir kekuatan pasukan Belanda dari Indonesia. Baik dengan cara perang seperti yang dilakukan Jenderal Soedirman, maupun dengan cara berdiplomasi dengan negara-negara internasional seperti yang dilakukan oleh pemerintah. Usaha diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tersebut bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara lain untuk mengusir kekuatan tentara Belanda dari Indonesia, serta agar Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan sebagai bangsa dan negara yang merdeka. Peranan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia juga mendapatkan pengakuan dari pemerintah Indonesia saat itu. Soegija memiliki hubungan yang baik dengan para pemimpin bangsa ini, misalkan saja dengan Presiden pertama RI, Ir. Soekarno atau juga dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Salah satu contoh kedekatan Soegija dengan pemerintah Indonesia adalah saat menemani Presiden Soekarno untuk bertemu dengan Nuntius5 Vatikan untuk Indonesia yang bernama de Jounge d’ardoya, yang pada saat itu melakukan tugas untuk mengakui kemerdekaan RI. Adapun yang melatarbelakangi penelitian mengenai Perananan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ
Dalam Diplomasi Kemerdekaan RI
(1946-1949) ialah
dimaksudkan untuk mengungkapkan sisi lain dari Soegija, yang tidak hanya berperan
5
Sebutan untuk Duta Besar Vatikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
sebagai seorang pemuka agama Katolik, tetapi juga berperan penting terhadap diplomasi kemerdekaan Indonesia. Selain itu penelitian ini juga bermaksud menunjukkan kekhususan Soegija dalam berdiplomasi, dengan melihat usaha diplomasi yang dilakukan oleh Soegija dalam membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sehingga pada nantinya penelitian ini diharapkan dapat menambah penulisan mengenai sejarah nasional Indonesia, terutama sejarah kemerdekaan Indonesia. Penulisan ini juga ingin meninjau lebih dalam peranan dari Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama peranan Soegija dalam berdiplomasi dengan berbagai pihak guna menggalang dukungan bagi kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini bukan hanya sekedar menarasikan ataupun memaparkan data-data yang ada mengenai ketelibatan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia khususnya dalam bidang diplomasi. Penelitian ini juga ingin memberikan pandangan lain mengenai sosok dari Soegija dan bagaimana usaha Soegija dalam melakukan diplomasi.
A. Identifikasi Masalah Dalam konteks permasalahan sebuah penelitian, terlebih dahulu yang harus dilakukan sebelum memulai penelitian adalah menentukan tema besar yang akan difokuskan dalam penelitian. Baru setelah menentukan tema besar dari penelitian langkah yang harus dilakukan berikutnya adalah mengkerucutkan tema atau memilih tema kecil. Hal tersebut bertujuan untuk
mempermudah mengidentifikasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, sehingga mempermudah untuk mencari sumber atau data yang sesuai dengan tema penelitian. Semuanya itu bertujuan untuk memfokuskan penelitian tersebut, agar pembahasan dalam sebuah penelitian tidak melenceng dari permasalahan-permasalahan yang telah ditentukan di awal. Berpegang dari paparan di atas, penelitian kali ini mengangkat mengenai Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ (Soegija) sebagai subjek penelitian. Dengan spesifikasi topik mengenai “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan RI (1946-1949)”. Sebagai seorang uskup, Soegija tidak hanya berperan dalam memimpin umatnya untuk menjadi seorang Katolik sejati, namun Soegija juga merupakan sosok agamawan sekaligus negarawan. Karena sebagai seorang tokoh agama, Soegija juga berperan dalam proses kemerdekaan Indonesia, terutama seusai Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Dari paparan di atas, permasalahan yang akan difokuskan dalam penelitian ini adalah 1. Mengenai latar belakang Mgr. Albertus Soegijapranata. SJ dalam melakukan diplomasi dengan dunia Internasional. Bagian ini akan Menjelaskan mengenai situasi Indonesia setelah memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Kemudian akan diperkuat dengan pandangan kebangsaan menurut Soegija. Serta pemikiran-pemikiran dari beberapa tokoh yang mempengaruhi pemikiran Soegija. Ini merupakan konteks khusus: bersifat personal dan nasional.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
2. Usaha-usaha, serta proses yang dilakukan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam melakukan diplomasi dengan dunia Internasional, guna meminta dukungan dari negara-negara internasional, seperti Vatikan dan pihak-pihak lainnya. Bukan hanya melalui diplomasi secara resmi, seperti melalui surat-surat kepada para pemimpin negara seperti yang dilakukan kepada Paus di Vatikan, namun juga melalui tulisan-tulisan dari Soegija yang dimuat di beberapa koran maupun majalah nasional dan internasional. Serta ditambahkan beberapa tokoh yang ikut berperan dalam diplomasi kemerdekaan Indonesia sebagai bahan pembanding dengan usaha diplomasi yang dilakukan oleh Soegija. Ini merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan Soegija dalam melakukan diplomasi kemerdekaan RI. 3. Dampak-dampak dari keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam diplomasinya dengan dunia internasional, baik dampak bagi bangsa Indonesia, dampak bagi umat Katolik Indonesia. Ditambahkan juga bagaimanakah tanggapan pihak-pihak yang terkait dengan keikutsertaan Soegija dalam usaha perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ini untuk melihat tanggapan pihak lain atas usaha diplomasi yang dilakukan Soegija.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
B. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini periodisasi yang akan dipilih adalah dari tahun 19461949. Periodisasi tersebut ditujukan agar pembahasan mengenai peristiwa yang berhubungan dengan Soegija sebelum dan sesudah periode tersebut tidak masuk kedalam fokus dari penelitian ini. Tahun 1946 dipilih sebagai saat di mana Ibukota RI berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta, tepatnya sejak 4 Januari 1946. Tahun 1949 dipilih sebagai masa setelah ditanda tanganinya Perjanjian dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Jakarta dan di Den Haag, 27 Desember 1949. Sedangkan topik yang dipilih adalah peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI bertujuan untuk memfokuskan penelitian ini hanya kepada peranan Soegija dalam bidang diplomasi saja.
C. Rumusan Masalah Bedasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang penelitian ini, serta pembatasan permasalahan dalam penelitian kali ini, maka memunculkan tiga pertanyaan dalam permasalahan yang berkaitan dengan topik penelitian yang mengangkat mengenai “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata Dalam Usaha Diplomasi Kemerdekaan RI (1946-1949)”, Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mengapa Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ melakukan diplomasi dengan dunia internasional pasca kemerdekaan RI ?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
2. Bagaimana usaha yang dilakukan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi dengan dunia internasional pasca kemerdekaan RI ? 3. Dampak-dampak apa sajakah yang ditimbulkan dari keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi dengan dunia internasional pasca kemerdekaan RI ?
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949) adalah pertama, bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi Soegija dalam melakukan usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakamtindakan atau usaha Soegija dalam berdiplomasi, serta kekhasan Soegija dalam berdiplomasi. Ketiga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak-dampak apa sajakah yang ditimbulkan atas keterlibatan Soegija dalam diplomasi kemerdekaan Indonesia. Baik dampak bagi umat Katolik di Indonesia maupun bagi bangsa Indonesia secara umum.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian mengenai Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949) ialah : Dapat memberikan wacana baru terhadap peranan Soegija di dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia terutama dalam hal diplomasi pada periode tersebut. Pertama, memahami latar belakang Soegija dalam melakukan usaha diplomasi, kedua mengetahui bahwa tindakan diplomasi tidak hanya dapat dilakukan dengan jalur resmi (melalui pemerintah), tetapi juga dapat dilakukan dengan cara lain seperti yang dilakukan oleh Soegija, dan yang ketiga adalah mengetahui dampak apakah yang dihasilkan dari usaha diplomasi yang dilakukan oleh Soegija.
F. Kerangka Teori Sebuah penulisan sejarah bukan hanya menarasikan sebuah peristiwa yang telah terjadi pada masa lalu tetapi penulisan sejarah juga wajib menerangkan peristiwa sejarah tersebut secara lebih mendalam dan terperinci. Hal ini dapat dilakukan setelah menganalisis peristiwa tersebut. Sebelum melanjutkan penulisan ini, \perlu diketahui apakah yang dimaksud dengan “Diplomasi”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa kata diplomasi memiliki tiga makna. Pertama diplomasi dapat diartikan sebagai “urusan atau penyelenggaraan perhubungan resmi antara negara dengan negara”. Kedua diplomasi juga bisa berarti “pengetahuan dan kecakapan menggunakan perkataan-perkataan antara negara dengan negara”. Yang ketiga adalah “kecakapan menggunakan perkataan-perkataan yang samar-samar atau sangat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
berhati-hati dalam berunding, menghadapi orang lain dsb6”. Dari makna kata diplomasi tersebut, dalam penelitian ini maka makna yang sesuai untuk “diplomasi” dalam permasalahan dari penulisan ini adalah makna yang ketiga yaitu “kecakapan menggunakan perkataan-perkataan yang samar-samar atau sangat berhati-hati dalam berunding, menghadapi orang lain dsb”. Jadi, pengertian yang terkait pada pokok yang ketiga. Langkah yang sangat penting dalam menganalisis sebuah peristiwa sejarah ialah dengan menyediakan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup pelbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis tersebut7. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk memperjelas arah dan batasan pembahasan mengenai peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI, diperlukan sebuah teori yang cocok untuk menganalisi topik dari penelitian ini. Adapun teori yang dianggap cocok dengan topik penelitian ini ialah teori peran. Alasan mengapa teori tersebut yang dianggap cocok untuk topik penelitian ini, karena penelitian ini memfokuskan kepada peran dari Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi pasca kemerdekaan RI. Kata peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama. Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekanto, sebagai berikut: peranan adalah sesuatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan 6
. Ibid., hal 253
7
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (1992). Hlm 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Ttitik Peranan meliputi normanorma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat., Ttitik Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan8. Peran dalam konotasi ilmu sosial berarti menunjuk suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial9 Dalam melaksanakan peranannya dalam masyarakat seseorang yang berada dalam kelas tertentu akan menunjukkan perilaku yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya dan memiliki dampak besar bagi kehidupan masyarakat umum, terutama dalam tahap aksi. Aksi merupakan suatu perilaku yang dibedakan atas sesuatu hal yang berkaitan apakah hal tersebut pernah dipelajari atau belum, keterarahan pada tujuan dan juga penampakan dari suatu hal yang dikehendaki. Seseorang yang memiliki peran dalam masyarakat memiliki kewajiban untuk menjadi contoh (patokan) bagi masyarakat dalam menjalankan norma-nomrma yang hidup dalam masyarakat. Menurut Biddle dan Thomas peran adalah rangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam
sebuah
8 9
3
negara,
seorang
pemimipin
diharapkan
dapat
memberikan
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (1982), Hlm. 238 Edy Suhardono, Teori Peran, Konsep, Derivasi dan Implikasinya (1994), Hlm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
kesejahteraan bagi rakyatnya, dapat menjadi panutan rakyatnya serta menjadi pelindung untuk rakyatnya10. Setelah memaparkan apakah itu peran dan bagaimana teori peran bekerja dalam membantu memahami bagaimana seorang individu dapat memberikan dampak bagi orang lain. Diharapkan teori tersebut juga dapat membantu penulisan ini untuk menelisik lebih dalam bagaimana sosok Soegija menjalankan peranannya sebagi seorang tokoh agama yang ikut terjun dalam kancah diplomasi kemerdekaan RI.
G. Tinjauan Pustaka Dalam melakukan penelitian yang mengangkat topik mengenai Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949) dilakukan terlebih dahulu sebuah riset kepustakaan yang berkaitan dengan Mgr. Albertus Soegijapranata.Hasil dari riset tersebut didapatkan bahwa cukup banyak penulisan-penulisan yang mengangkat kisah dari Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ sebagai objek penelitian. Adapun penulisan-penulisan mengenai Soegija yang telah ada adalah “Mgr. Albertus Soegijapranata, S. J Antara Gereja dan Negara” karya Anhar Gongong. Secara keseluruhan buku ini menuliskan bahwa Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ bukan hanya merupakan seorang pemimpin agama, namun Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ juga merupakan seorang nasionalis sejati.
10
Soegija mengabdi
. W. J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1985), Hal. 735
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
kepada bangsa dan negaranya tanpa memandang status sosial, budaya maupun agama.Dalam buku ini juga dibahas mengenai peranan Soegija pada masa penjajahan Belanda, Jepang hingga pada masa kemerdekaan RI. Buku karya Ayu Utami yang menjadikan Soegija sebagai objek penulisannya. Buku karya Ayu Utami ini berjudul “Soegija 100 % Indonesia”.Dalam buku Soegija 100 % Indonesia, Ayu Utami menuliskan mengenai perjalanan hidup dari Soegija dari masa remaja hingga akhir hayat Soegija. Dalam buku ini juga dituliskan mengenai peranan-peranan Soegija dalam Gereja Katolik di Indonesia, serta peranan dalam kemerdekaan Indonesia.Buku ini sedikit membahas mengenai peranan Soegija dalam bidang diplomasi nasional maupun internasional, tetapi pembahasan tersebut tidaklah mendalam. Ada juga beberapa penulisan karya Rm. Budi Subanar, S.J yang merupakan salah satu pengajar di Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, seperti Biografi Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ yang berjudul Soegija si Anak Bethlehem van Java, yang diterbitkan pada tahun 2003. Buku Soegija si Anak Bethlehem van Java lebih kepada biografi dari Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, namun periode yang dibahas hanya dari masa penjajahan Belanda hingga masa penjajahan Jepang. Periode pada masa pasca kemerdekaan tidak dibahas dalam buku ini. Ada juga buku yang berjudul “Kilasan Kisah Soegijapranta”, buku buah karya dari Budi Subanar ini terdiri dari banyak topik yang membahas mengenai kehidupan, peranan dan pemikiran dari Soegija. Buku tersebut terdiri dari beberapa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
sub bab yang membahas kehidupan Soegija dan pemikiran kebangsaan Soegija. Salah satu topik yang ada dalam buku tersebut ialah mengenai peran Soegija dalam menyuarakan keperihatian Indonesia di Dunia Internasional.Namun, porsi dari pembahasan topik tersebut hanya terdiri dari 15 halaman. Di dalam buku ini penulis menuliskan beberapa usaha diplomasi yang dilakukan Soegija dengan dunia Internasional, namun penulis tidak menambahkan dampak konkrit dari keikutsertaan Soegija dalam usahanya berdiplomasi. Oleh karena itu penelitian ini selain menuliskan mengenai usaha-usaha diplomasi dari Soegija, juga akan mencantumkan dampak-dampak yang dihasilkan oleh usaha diplomasi Soegija bagi kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia, serta bagi kehidupan umat Katolik di Indonesia. Buku lain yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah buku dari Budi Subanar, berjudul “Kesaksian Revolusioner Seorang Uskup di Masa Perang, Catatan Harian Mgr A. Soegijapranata, SJ (13 Februari 1947 - 17 Agustus 1949)”. Buku ini berisikan terjemahan catatan-catatan harian dari Soegija yang aslinya menggunakan Bahasa Jawa dengan sedikit campuran Bahasa Belanda dan istilah bahasa Latin, ke Bahasa Indonesia. Selain karya penulisan, terdapat pula film yang mengangkat kisah kehidupan Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Film tersebut diadopsi dari buku karya Budi Subanar yang berjudul, “Kesaksian Revolusioner Seorang Uskup Di Masa Perang, Catatan Harian Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ”. Dalam film itu diceritakan berbagai kejadian yang dialami langsung oleh Soegija dari masa penjajahan Belanda.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
Walau banyak karya penulisan yang membahas mengenai sosok Soegija yang merupakan uskup pribumi pertama, serta perjalanan hidup Soegija tetapi belum ada karya penulisan yang secara khusus dan spesifik membahas mengenai peranan Soegija dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia.
H. Metode Penelitian Metode penelitian sejarah lazim juga disebut sebagai metode sejarah. Metode berarti cara, jalan atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Metode di sini dapat dibedakan dari metodologi, sebab metodologi adalah “science of methods”, yakni ilmu yang membicarakan jalan. Sementara yang dimaksud dengan penelitian, menurut Soerjono Soekanto adalah kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Banyak definisi tentang penelitian tergantung dari mana sudut pandang yang dipilih oleh setiap masing-masing orang. Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta empirik. Dapat pula dikatakan bahwa penelitian adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, serta menarik kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu11.
Dari penjelasan diatas maka penelitian ini menggunakan sebuah metode penelitian 11
untuk
menjawab
permasalahan-permasalahan
dalam
topik
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (2007), Hal. 53.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
penelitian.Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dan termasuk kategori studi kepustakaan. Dalam pelaksanaan penelitian sumber-sumber yang digunakan adalah sumber literature, baik berupa buku-buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian yang sudah ada lebih dahulu. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Pengumpulan Data dan Seleksi Data Ada macam-macam cara yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data, tetapi penulis hanya menggunakan satu teknik saja dalam pengumpulan data dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data merupakan langkah awal dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam menjawab berbagai masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini, metode pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data (sumber).
Sumber yang
dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari dua bagian yakni sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer yang berupa tulisan hasil karya Soegijo atau pun naskah sejaman dengan soegija, naskah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah Surat-surat Gembala yang ditulis oleh Soegija yang juga dapat digunakan sebagai sumber teks, serta catatan-catatan harian dari Soegija yang telah diterjemahkan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dengan ejaan yang disemprnakan . Sumber sekunder yang dipergunakan pada penelitian ini adalah buku-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
buku yang membahas mengenai kehidupan Soegija, buku-buku yang membahas peristiwa ataupun situasi Indonesia, khususnya Yogyakarta pada periode 1946-1949 dan buku-buku lain yang dapat membantu dalam penelitian ini. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi teks yang juga didukung dengan studi pustaka. Sehingga data-data yang dipergunakan untuk penelitian mengenai Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia dalam periode 1946-1949 adalah berupa sumber tertulis. Sumber-sumber tertulis yang dipergunakan ialah tulisan-tulisan dari para peneliti lain yang juga pernah meneliti mengenai kehidupan Soegija. Selain untuk sebagai sumber penulisan, teks-teks tersebut juga digunakan untuk membandingkan penelitian-penelitian mengenai Soegija yang telah ada sebelumnya, dengan penelitian yang akan dilakukan ini. Selain menggunakan sumber-sumber penulisan dari para peneliti lain, penelitian ini juga menggunakan koran-koran dan majalah-majalah yang pernah memuat tulisan mengenai Soegija, maupun koran-koran ataupun majalah-majalah lama yang pernah memuat tulisan buah karya Soegija sendiri. Dalam melakukan proses pengumpulan data tersebut, diperlukan pencarian sumber-sumber tertulis yang sesuai dengan topik penelitian ini. Pencarian sumber tersebut dalam penelitian ini akan dilakukan di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, dan dari pihak terkait yang memiliki sumber arsip dari Soegija dalam hal ini adalah dari Romo Budi Subanar, SJ selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang juga merupakan salah satu dosen di Pasca Sarjana Ilmu Religi dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Budaya, Universitas Sanata Dharma. Sumber-sumber yang dipakai dalam penelitian ini hanyalah sumber-sumber tertulis yang memuat kehidupan mengenai Soegija, terutama yang berhubungan mengenai peranan Soegija pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah melakukan proses pengumpulan data, dilanjutkan dengan seleksi data. Seleksi data dilakukan untuk mempermudah penelitian dalam mencari data-data yang sesuai dengan topik penelitian, agar data-data yang tidak sesuai dengan topik penelitian dapat dikesampingkan.
Analisis Data Data-data yang telah berhasil diperoleh kemudian akan dibandingkan sesuai dengan konteks zaman di masa itu. Data-data tersebut akan ditelaah dan bandingkan dengan data-data lainnya yang berkaitan dengan topik dan tema dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan agar menemukan gambaran yang sesuai dalam melihat peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI, khususnya dalam periode tahun 1946 hingga 1949. Periode tersebut dipilih karena pada tahun 1946 merupakan awal bagi Soegija ikut dalam melakukan usaha diplomasi kemerdekaan. Karena pada tahun tersebut pusat Keuskupan Semarang dipindahkan dari Semarang ke Yogyakarta, dengan tujuan agar Soegija dapat lebih dekat dan bisa secara langsung berkomunikasi dengan para pemimpin negara. Karena pada tahun 1946 tersebut, pusat pemerintahan Indonesia juga dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta akibat dari kedatangan Belanda yang membonceng tentara NICA. Sedangkan tahun 1949 dipilih, karena pada tahun tersebut tepatnya pada 19
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
Desember 1949, Belanda resmi mengakui kedaulatan Indonesia dalam perjanjian KMB. Yang berarti mengakhiri segala upaya dari seluruh pihak yang berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, baik perjuangan fisik maupun perjuangan diplomasi. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini didasari oleh teori-teori yang dipinjam dari ilmu-ilmu bantu dalam penyusunan karya sejarah ini. Adapun seperti yang disebutkan dalam kerangka teori, teori yang dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari salah satu teori dalam ilmu sosiologi, yaitu teori peran.
I. Sistematika Penulisan Guna mempermudah pemahaman mengenai hasil dari penelitian ini, dalam menjelaskan permasalahan-permasalahan yang telah dibuat akan dipaparkan dalam beberapa bagian (bab) yang pembagian isinya : Bab I berisikan penjelasan tentang latar belakang dari penelitian ini, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian dan terakhir adalah sistematika penulisan. Bab II berisi latar belakang mengapa Soegija melakukan diplomasi dengan dunia internasional. Dengan membahas pandangan kebangsaan Soegija, siapa sajakah tokoh yang memiliki pengaruh terhadap pemikiran dari Soegija. Serta situasi Indonesia pada tahun 1946 hingga 1949. Bab III, merupakan bagian penjelasan mengenai keterlibatan dan usaha Soegija dalam berdiplomasi dengan pihak-pihak terkait guna mendapatkan dukungan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
pengakuan atas kemerdekaan Indonesia, sehingga Indonesia dapat mempertahankan kemerdekaan. Artinya menempatkan usaha
Soegija di dalam konteks diplomasi
Indonesia. Bab IV menjelaskan dampak-dampak yang muncul dari keterlibatan Soegija atas usahanya
berdiplomasi
dengan
pihak-pihak
terkait
guna
mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Baik dampak bagi bangsa Indonesia saat itu secara umum dan umat Katolik Indonesia, beserta tanggapan dari pihak-pihak yang terkait atas keikutsertaan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bab V merupakan bagian penutup, berisi kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari paparan penjelasan atas permasalahan-permasalahan yang ada dalam penelitian ini dengan menggunakan teori yang telah dipilih.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II Alasan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Melakukan Usaha Diplomasi Pasca Kemerdekaan RI
A.
Sejarah Singkat Kehidupan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ terlahir dengan nama Soegija. Soegija.lahir
di Surakarta, 25 November 1986. Soegija merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara dari keluarga Karijosoedarmo yang merupakan salah satu abdi dalem Kraton Surakarta.Ayah Soegija merupakan orang Yogyakarta, sedangkan ibunya asli dari Surakarta. Soegija terlahir dalam keluarga muslim, kakeknya merupakan seorang kyai yang cukup terkenal di Yogyakarta, yang bernama Kyai Soepo. Soegija kemudian pindah dari Surakarta ke Yogyakarta, di Yogyakarta Soegija dan keluarganya tinggal di Kampung Ngabean. Kampung Ngabean merupakan sebuah kampung yang letaknya berada di sebelah barat Kraton Yogyakarta.Soegija kecil menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR)1. Awalnya Soegija bersekolah di Sekolah Rakyat Ngabean yang terletak tidak jauh dari
1
Sekolah Rakyat merupakan Sekolah Pendidikan Dasar pada masa HindiaBelanda. Saat inidisebut sebagai Sekolah Dasar (SD) 24
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kediaman orangtuanya, namun sekolah tersebut baru dimulai pada siang hari. Saat dibuka SR baru di daerah Wirogunan yang jam belajarnya dimulai pada pagi hari,
25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Soegija pun pindah ke sekolah tersebut. Pendidikan di SR diselesaikan Soegija hanya sampai kelas tiga saja. Soegija kembali melanjutkan pendidikannya di Hollandsch Indlandsche School (HIS) di daerah Lempuyangan yang terletak di sebelah utara daerah Wirogunan. Hollandsch Indlandsche School merupakan sekolah tingkat pendidikan dasar yang memperkenalkan bahasa Belanda. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di HIS, Soegija melanjutkan pendidikannya di Kolose Xaverius, Muntilan. Masuknya Soegija kecil di sekolah yang dipimpin langsung oleh Van Lith, tidak lain dan tidak bukan merupakan jasa dari Van Lith sendiri. Van Lith sering melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah rakyat di daerah Yogyakarta. Van Lith juga sering melakukan kunjungan ke rumah-rumah keluarga petani di sekitar Muntilan, hal tersebut dilakukan Van Lith untuk berbincang kepada para petaniakan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Van Lith bertemu dengan Soegija kecil saat melakukan kunjungan di SR Wirogunan. Pada tahun 1910, Soegija mulai mengenyam pendidikan di Kolose Xaverius. Muntilan di bawah pengajaran Van Lith sendiri. Saat masuk ke Kolose Xaverius, Muntilan, Soegija mengatakan bahwa dirinya tidak tertarik untuk menjadi seorang Katolik.Hal tersebut dikatakannya langsung kepada ayahnya dan Martens, yang merupakan seorang imam yang menjadi salah satu pamongnya di Muntilan. Bahkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Soegija mengejek para imam Belanda datang ke Jawa hanya untuk mengeruk kekayaan, setelah itu akan pulang ke negeri Belanda1. Namun rupanya Soegija tidak dapat memegang perkataannya untuk tidak menjadi seorang Katolik. Di asrama Soegija sering berdiskusi dengan beberapa imam yang juga merupakan guru di Kolose Xaverius, Muntilan. Hasil diskusi tersebu yang membuat Soegija merenung saat mengetahui para imam tersebut cukup senang mendapat kesempatan mengabdikan diri bagi sesama dengan mengajar dan mempersiapkan tunas-tunas masa depan walaupun tidak digaji. Hal tersebut merupakan tugas mulia sekaligus cerminan pengabdian kepada Tuhan. Mengetahui kenyataan tersebutSoegija menjadi berpikir bahwa sangatlah mulia tujuan dari para imam tersebut. Dari situ sempat terbersit di benak Soegija untuk menjadi seorang imam. Menurut Soegija bila menjadi seorang imam, Soegija dapat mengabi kepada bangsanya, membantu bangsanya yang selama ini jiwanya terluka akibat penjajahan dan bagi Soegija menjadi iman dapat mencurahkan seluruh perhatiannya kepada permasalahan kemanusiaan sekaligus mengabdi kepada Tuhan. Kekeluargaan dan keakraban yang terjalin antara guru dan murid serta pelatihan siswa menjadi manusia yang bertanggung jawab dalam kehidupan di asrama pun ikut mempengaruhi dalam pembentukan karakter dan cara pandang Soegija. Lambat laun Soegija mulai merasakan adanya perubahan dalam dirinya terutama cara hidup dan doanya. Perubahan yang semakin membuat Soegija merasa 1
G. Budi Subanar, SJ, Soegija, Catatan Harian Seorang Pejuang Kemanusiaan, Yogyakarta : Galang Press, 2012
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
menjadi manusia yang lebih baik itu membuat Soegija pada akhirnya memberanikan diri untuk meminta ijin kepada pengajarnya yang merupakan seorang imam untuk mengikuti pelajaran Katolik di sekolah.Pada awalnya permintaan Soegija tidak diijinkan oleh romo.Setelah setahun tinggal di Muntilan, Soegija kemudian mengikuti pelajaran magang agama Katolik, mulanya lebih didorong oleh keingintahuannya. Namun kemudian ia minta untuk dibaptis2. Tepatnya Pada 24 Desember 1910, Soegija memantapkan hati mendapat sakramen baptisan dengan memilih nama baptis Albertus. Soegija sangat bersyukur karena kedua orangtuanya bisa menerima pilihannya untuk berpindah keyakinan, asalkan dia bisa hidup selaras dengan keyakinan baru yang dipilihnya walaupun hal tersebut bertentangan dengan keinginan kedua orangtuanya. Soegija berhasil menyelesaikan studinya di Kolose Xaverius, Muntilan pada tahun 1915. Setelah lulus Soegija menjalani praktik selama satu tahun sebagai guru di almamaternya. Seusai menjalani praktik sebagai guru, Soegija menyatakan niatnya untuk menjadi seorang imam. Setelah menyatakan ingin menjadi seorang imam, pada tahun 1916 Soegija memulai pendidikannya di Seminari Menengah di Kolose Xaverius Muntilan.Oleh sebab itu selama tiga tahun lamanya Soegija mendalami pelajaran bahasa Yunani, Latin, dan Perancis. Selain itu Soegija juga harus mendalami hal-hal yang berhubungan dengan kesusastraan dan filsafat untuk mempersiapkan diri memasuki jenjang pendidikan selanjutnya untuk menjadi seorang
2
G. Budi Subanar, SJ, Kilasan Kisah Soegijapranata,2012. Hlm
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
imam. Hasil belajar Soegija tersebut pada nantinya membuat Soegija memiliki keahlian dalam bidang menulis, salah satunya adalah ketika Soegija menjadi redaktur di Majalah Swaratama. Setelah menempuh pendidikan di Seminari Menengah Kolose Xaverius, Muntilan selama tiga tahun, pada tahun 1919 bertepatan dengan berakhirnya Perang Dunia I, Soegija berangkat ke Negeri Belanda untuk mempersiapkan dirinya sebagai imam. Untuk persiapan ke arah itu Soegija harus menjalani sejumlah tahapan pembinaan rohani dan pendidikan formal3. Adapun hal-hal yang harus dijalani oleh Soegija sesaat setiba di Belanda adalah menambah pengetahuan dan penguasaan terhadap bahasa-bahasa asing, terutama bahasa Yunani dan bahasa Latin. Di Belanda Soegija belajar di sebuah asrama milik Ordo Salib Suci di Kota Uden, yang terletak di Belanda bagian Utara. Setelah satu tahun menjalani persiapan di Belanda untuk menjadi seorang imam maka pada tanggal 27 September 1920, Soegija menjalani masa novisiat selama dua tahun di Novisiat Serikat Yesus, Mariendaal, Grave, yang letaknya tidak jauh dari Kota Uden.Pada masa novisiat selama dua tahun Soegija dibekali dengan pengenalan terhadap semangat-semangat (visi-misi) dari Serikat Yesus. Selain itu selama masa novisiat, Soegija juga digembleng kerohaniannya dengan mengolah pengalaman untuk merasakan bagaimana mengandalkan kasih Tuhan dan merespon kasih tersebut dengan penuh kesungguhan, penyerahan diri dan kerendahan hati.
3
G. Budi Subanar, op. cit.,Hlm. 12.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
Seusai menjalani masa novisiat selama dua tahun, Soegija mengucapkan kaul prasetyanya di dalam Serikat Yesus untuk hidup miskin murni dan taat sesuai dengan nasihat injil. Sesudah itu Soegija menjalani masa yang disebut masa yuniorat untuk kembali menekuni dan mengembangkan wawasan humaniora sebelum kemudian memasuki jenjang studi formal di bidang filsafat4. Soegija belajar dan mendalami filsafat terlebih dahulu di Mariendaal, Belanda. Tahun 1923-1926 Soegija melanjutkan studi filsafatnya di Kolose Berchman, di Kota Oudenbosch, Belanda.Kolose Berchman merupakan salah satu kolose milik Serikat Yesus. Di sana Soegija belajar filsafat dengan mendalami kerangkan pemikiran dari St. Thomas Aquinas, sesuai dengan titah dari Paus Leo IXII. Dalam suratnya Aeterni Patris ditulis pada bulan Agustus 1879, Paus Leo IXII menganjurkan pengajaran filsafat di Seminari perlu kembali mempelajari filsafat thomistik5. Setelah selesai menjalani masa pendidikannya di Negeri Belanda, maka pada bulan September 1926 Soegija kembali ke Yogyakarta dan menjadi guru di tempat dirinya dulu menimba ilmu yaitu di Kolose Xaverius, Muntilan, selama dua tahun. Sayangnya, beberapa bulan sebelum kepulangan Soegija ke Yogyakarta, sang guru yaitu Frans Van Lith, SJ meninggal dunia. Oleh karena itu Soegija beserta beberapa
4 5
Ibid., hlm,.13.
Thomistik meliputi teologi (bukti keberadaan Tuhan dan Sifat-Nya), metafisika, teori kejahatan, hukum (keabadian, akhirat, alam, dan manusia), teori pengetahuan, etika, psikologi dan politik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
murid yang dahulu berada di bawah pengajaran Van Lith menulis sebuah obitari guna mengenang jasa-jasa Van Lith. Hal tersebut dilakukan Soegija beserta kawankawannya untuk tetap bisa meneruskan kembali semangar dari ajaran Van Lith. Pelajaran dan praktik hidup dari Van Lith yang berusaha diteruskan oleh Soegija adalah menanamkan kekristenan, patriotisme dan nasionalisme dalam diri orangorang muda Jawa yang dilayaninya. Selain menjadi guru di alamamaternya, Soegija juga menjadi editor di majalah Swaratama, yang merupakan majalah menggunakan bahasa Jawa.Majalah ini merupakan majalah yang dikelola oleh para alumni Kolose Xaverius, yang di dalamnya tertulis berbagai macam artikel dengan berbagai tema seperti permasalahan sosial, budaya dan agama.Soegija pernah menulis kursus singkat marxisme dalam bahasa Jawa6. Baru dua tahun kembali ke almamaternya, pada tahun 1928 Soegija harus kembali ke Negeri Belanda untuk menjalani tugas studi teologi. Soegija harus menjalani studi teologi selama empat tahun lamanya. Satu tahun sebelum studi teologinya selesai, tepatnya pada 15 Agustus 1931 Soegija ditahbiskan sebagai imam. Semenjak menerima tahbisan, Soegija menambahkan sebuah kata yang lain sehingga namanya menjadi Albertus. Soegijapranata atau biasa disebut A, Soegijapranata. Hal tersebut dapat dilacak melalui tulisan-tulisannya di majalah St. Claverbond, Berichten uit Java. Sebelum ditahbiskan imam, karangan-karangan Rm. Soegija ditandai dengan nama A. Soegija, SJ, atau dengan inisial AS, setelah menjadi imam,
6
Ibid., hlm14.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
karangan-karangannya di majalah St. Claverbond ditandai dengan nama A. Soegijapranata, SJ7. Perubahan nama dari Soegija menjadi Albertus. Soegijapranata, tidak dilakukan Soegija tanpa alasan. Nama Pranata ditambahkan Soegija di belakang namanya memiliki makna yang dipercayai oleh Soegija sendiri. Pranata dalam bahasa Jawa sendiri mengandung arti menyembah, mengabdi, tatanan atau aturan. Sedangkan nama Soegija yang diberikan oleh orangtuanya bermakna orang yang kaya, dengan pendidikan bahasa, sopan santun dan budi pekerti. Sementara inisial A, yang ditambahkan di depan namanya merupakan inisial nama yang diambil dari Santo Albertus Magnus yang dipilih Soegija sebagai Santo pelindungnya. Santo Albertus Magnus merupakan tokoh pemikir abad IXI. Selain dipilih sebagai pelindungnya, Soegija memilih Santo Albertus karena Soegija ingin menjadikan teladan hidup Santo Albertus sebagai teladan hidupnya. Yang mana Santo Albertus merupakan sosok yang gemar menimba ilmu. Seperti kebanyakan orang Jawa pada umumnya yang percaya akan doa di balik setiap nama yang disandang seseorang, demikian pula Soegija. Perubahan namanya dijadikan acuan bagi dirinya untuk membantu mengarahkan hidupnya di masa-masa yang akan datang. Setelah ditahbiskan sebagai seorang imam, baru pada akhir tahun 1933 Soegija kembali ke Indonesia. Sekembalinya di Indonesia, Soegija ditugaskan untuk menjadi imam di Gereja Katolik Kidul Loji, Yogyakarta bersama Van Driesche.
7
Ibid., hlm 15
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Setahun melayani di Gereja Kidul Loji, Soegija dipindahtugaskan ke Gereja Bintaran, Yogyakarta yang merupakan Gereja khusus bagi kaum pribumi. Baru pada tahun 1940 Soegija diangkat menjadi Vikaris Apostolik Semarang atau setara kedudukannya dengan uskup. Penunjukkan Soegija sebagai seorang uskup tak pelak atas permintaan dari Williens yang merupakan Vikaris Apostolik Batavia yang mengirimkan sebuah telegram kepada Paus Pius IXII yang meminta agar dibentuk sebuah Vikaris Apostolik Semarang dengan pemimpin yang terpisah dengan Vikaris Apostolik di Batavia karena melihat kondisi dunia yang tengah menghadapi Perang Dunia II (PD II). Pertimbangannya adalah bahwa perlu adanya seorang uskup pribumi untuk memimpin para umat. Selain itu Williens juga meminta agar Vikaris Apostolik Semarang dipilih dari Serikat Yesus karena wilayah tersebut adalah wilayah karya misi dari Serikat Yesus. Telegram dari Williens disambut positif oleh pihak Vatikan dengan dikirimkannya telegram balasan yang mempersilahkan Williens untuk mengangkat Vikaris Apostolik yang baru tanpa menunggu surat perintah dari Vatikan. Tepatnya pada 1 Agustus 1940, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ diangkat untuk menjadi Vikaris Apostolik Semarang. Yang secara resmi menjadi pemimpin Gereja Katolik yang meliputi Karesidenan di Jawa Tengah, seperti Semarang, Jepara dan Rembang, serta Karesidenan Kedu (Magelang dan Temanggung), dan juga seluruh wilayah Surakarta dan Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
A. Situasi Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang Baru satu tahun Soegija menjabat uskup, angkatan udara Jepang menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai, 8 Desember 1941. Akibatnya, berkobar Perang Pasifik yang meluas hingga ke wilayah Hindia Belanda. Jepang berhasil masuk ke Indonesia pada 1942 dan menyudahi penjajahan Belanda yang kurang lebih berlangsung tiga abad lamanya. Saat Jepang mulai masuk ke Indonesia, mereka menyita semua hal yang berbau Belanda. Para imam, suster dan pekerja di kalangan gereja pun tak luput ditangkap, dijadikan sandera bahkan dibunuh. Apapun yang mereka lakukan dianggap bentuk tindakan mendukung Belanda. Sekolah yang dikelola para imam dan suster pun dirampas, tak terkecuali seminari menengah. Untuk mengelabui pasukan Jepang, Soegija meminta orangorang mengisi ruangan-ruangan kosong agar terkesan ada penghuninya. Dengan cara itu, Soegija berhasil menyelamatkan bangunan gereja dari rampasan pasukan Jepang. Dalam ketenangannya, Soegija mencoba memahami perasaan rakyat pada masa itu. Dalam hatinya, Soegija paham bahwa rakyat pasti mengalami ketakutan setelah diserbu oleh pasukan Jepang. Situasi Indoneisa pada saat itu semakin rumit, hal tersebut disebabkan saat itu para gerilyawan Indonesia tidak lagi hanya melawan Belanda, tapi juga Jepang. Sementara Jepang mulai melakukan perampasan terhadap semua hal yang berbau Belanda, ternyata Belanda melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan Jepang. Rakyat Indonesiapun menjadi tumbal dari serdadu Belanda dan Jepang sekaligus. Banyak toko dijarah, kaum buruh harus bekerja ekstra keras dan banyak orang akhirnya memilih mengungsi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
Melihat kondisi tersebut, Soegija berpikir bahwa kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan terus menerus berlangsung. Saat memimpin sebuah misa Soegija berkata kepasa umatnya, “Secepatnya.Ini saatnya kita terpanggil mempertahankan hak agama dan hak bangsa kita”. Salah satu tindakan nyata Soegija untuk mempertahankan hak agama dan bangsanya terlihat saat Gereja Randusari hendak disita oleh Jepang untuk dijadikan markas, Soegija dengan tegas menolak, kepada tentara Jepang, Soegija mengatakan ”ini adalah tempat yang suci. Saya tidak akan memberi ijin. Penggal dulu kepala saya maka tuan baru boleh memakainya” kepada tentara Jepang. Saat meletus Perang Lima Hari melawan Jepang untuk mempertahankan kemerdekaan di Semarang pada 15-20 Oktober 1945, Soegija bertahan untuk tidak meninggalkan kota. Orang-orang yang saat itu tidak mau mengungsi, termasuk Soegija, dianggap sebagai penghianat. Selain menunjukkan pengabdiannya kepada agama dan bangsanya dengan menolak tegas kemauan para tentara Jepang yang ingin mengambil alih bangunan Gereja, pada masa penjajahan Jepang Soegija juga pernah menjadi salah satu mediator pada pertemuan antara pemuda pejuang Indonesia dengan tentara Sekutu dan Jepang di serambi pastoran Gedangan. Soegija mendesak dilakukannya
gencatan
senjata
antara
pihak-pihak
yang
saat
itu
sedang
berperang.Seraya menengahi konflik segitiga antara pasukan gerilyawan IndonesiaJepang dan sekutu, Soegija ikut menata pemerintahan dan memperbaiki kondisi masyarakat Semarang. Proses keterlibatan Soegija menjadi mediator berawal saat pertempuran lima hari pecah di Semarang, yang menandai kedatangan tentara sekutu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
Saat itu, Semarang diblokade Jepang menyusul serangan yang dilancarkan para pemuda Indonesia. Dengan mendesak pihak sekutu untuk berunding dengan pihak Jepang, Soegija memanfaatkan tentara sekutu untuk meredam kekuatan pasukan Jepang. Akhirnya kedua pihak bertemu di Pastoran Gedangan. Peristiwa ini sekaligus menunjukkan keberhasilan dan keunggulan Soegija dalam berdiplomasi. Setelah melakukan perundingan dengan pihak Sekutu.T idak lama setelah dilakukannya perundingan tersebut, Jepang mengakhiri blokadenya di Semarang. Perang Lima Hari yang berlangsung di Semarang membuat rakyat Indonesia semakin menderita. Kelaparan terjadi di mana-mana, saluran air dan listrik macet. Harga beras dan bahan makanan melambung jauh dari jangkauan rakyat kecil. Kondisi itu menyulut kerusuhan besar di Semarang. Perampokan dan penjarahan terjadi di berbagai daerah di Semarang, yang mengakibatkan diberlakukannya jam malam. Didorong keprihatinan akan penderitaan para rakyat, para tokoh agama di Semarang pada 20 November 1945, termasuk Soegija, membentuk sebuah komite yang ditujukan untuk meringankan penderitaan masyarakat kecil. Komite tersebut diberi nama Komite Penolong Rakyat (KPR), yang diketuai oleh Dwijosewoyo yang merupakan wakil dari golongan Katolik, dan Sadat Kadarisman perwakilan dari golongan Islam. Atas nama KPR, Soegija mengirim utusan ke Jakarta untuk bertemu Perdana Menteri Sjahrir. Pemerintah pusat meresponnya dengan mengutus Mr. Wongsonegoro ke Semarang selain itu Pemerintah Pusat juga mengirimkan bantuan berupa beras dan bahan makanan untuk rakyat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
B. Situasi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada tahun 1945, Bangsa Indonesia tidak
maumenyianyiakan
kesempatan
tersebut
untuk
memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Dengan desakan para pemuda Indonesia, akhirnya Ir. Seokarno beserta kawan-kawan segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Desakan para pemuda kepada Ir. Soekarno dan Moh.Hatta bukannya tanpa alasan. Para pemuda ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia bukanlah pemberian dari negara lain, melainkan buah dari perjuangan rakyat Indonesia dalam melepaskan diri dari penjajahan asing. Kemerdekaan Indonesia disambut dengan suka cita oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk oleh Belanda. Namun berbeda dengan rakyat Indonesia, bila rakyat Indonesia bahagia menyambut kemerdekaan tersebut yang menandai lepasnya mereka dari segala bentuk penjajahan negara asing, maka Belanda merasa bahagia karena Belanda memiliki keinginan untuk kembali menguasai Indonesia dengan seluruh kekayaan alam Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pasukan Belanda dengan “membonceng” NICA8 berhasil kembali masuk ke Indonesia.
8
Netherlands-Indies Civil Administration (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) adalah tentara sekutu yang bertugas mengontrol daerah Hindia Belanda setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada Perang Dunia II pada pertengahan 14 Agustus1945. NICA menumpang sekutu sewaktu datang ke Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Sebenarnya NICA bukan merupakan organisasi bentukan pemerintah Belanda melainkan bentukan sekutu Amerika, namun banyak orang-orang Belanda yang direkrut untuk menjadi anggota NICA.Situasi tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk menguasai Indonesia, sehingga terjadi kembali pertempuran antara pasukan Belanda dengan rakyat Indonesia di beberapa daerah di Indonesia.Karena kalah dalam hal persenjataan dan pasukan militer, maka beberapa daerah seperti Sulawesi dan Kalimantan berhasil direbut oleh Belanda. Jakarta sebagai ibukota Indonesia juga tidak luput dari serangan pasukan Belanda. Oleh karena itu para pemimpin negara memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke daerah lain yang jauh lebih aman. Hingga pada akhirnya pemerintah Indonesia memutuskan untuk memindahkan ibukota ke Yogyakarta.Maka pada tanggal 4 Januari1946, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus untuk memindahkan pusat pemerintahan. Walau meninggalkan Jakarta, Presiden Soekarno mengutus Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda untuk tetap di Jakarta agar dapat melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Hasil dari negoisasi antara Belanda dan Indonesia adalah ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati pada 15 November 1946. Isi dari perjanjian tersebut antara lain:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari1949. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya9. Namun rupanya Belanda berusaha mengingkari perjanjian tersebut.Terbukti pihak Belanda berusaha mendirikan Negara Indonesia Timur pada tahun 1946 dan Negara Pasundan pada 4 Mei 1947.Selain itu Belanda juga melakukan aksi polisionilnya yang pertama atau biasa dikenal dengan sebutan Agresi Militer Belanda I. Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, Agresi Militer Belanda tersebut telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 20 Juli 1947.Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur.Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, sedangkan di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh Pantai Utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah – wilayah yang terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Aksi militer Belanda tersebut berhasil merebut daerah-daerah
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1940
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya akan pelabuhan, perkebunan dan pertambangan. Selain itu pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura dan sumbangan dari Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda yang mengakibatkan tewasnya Abdulrahman Saleh dan Adi Soetjipto Serangan militer Belanda tidak berhenti sampai di Agresi Militer Belanda I saja, pada tahun 1948 pasukan Belanda kembali melakukan penyerangan terhadap pemerintah RI. Kali ini sasarannya adalah Yogyakarta yang merupakan pusat pemerintahan Indonesia masa itu. Agresi Militer Belanda II atau biasa juga disebut dengan Operasi Gagak, terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, serta penangkapan Presiden Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibukota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, pasukan udara Belanda melakukan pengeboman terhadap Pangkalan Udara Indonesia yang terletak di Maguwo, Yogyakarta. Menghadapi serangan Belanda yang kedua tersebut para pemimpin militer Indonesia tidak tinggal diam. Jenderal Soedirman selaku pimpinan militer Indonesia saat itu segera mengumumkan pertempuran terhadap pasukan Belanda. Dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, para pemimpin republik ini banyak melakukan perundingan-perundingan (diplomasi) baik dengan pihak Belanda maupun dengan negara-negara lain seperti Amerika, Inggris bahkan dengan PBB. Adapun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
beberapa perundingan yang pernah dilakukan oleh Indonesia pada masa Perang Revolusi antara lain adalah Perjanjian Linggarjati yang disepakati antara Belanda dan Indonesia, namun pada akhirnya dicurangi oleh pihak Belanda, Perundingan Renville, Perundingan Kaliurang, Perundingan Roem-Royen dan yang terakhir adalah Konferensi Meja Bundar yang diadakan di Belanda. Dalam Konferensi Meja Bundar yang diadakan pada 23 Agustus 1949 yang inti dari hasil konfrensi tersebut adalah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
C. Orang-orang
yang
Mempengaruhi
Pemikiran
Mgr.
Albertus
Soegijapranata,SJ. Soegija pernah mengenyam pendidikan di sekolah yang didirikan oleh Franz Van Lith, SJ atau yang lebih akrab dipanggil Van Lith di Muntilan, Magelang. Dalam menjalani pendidikannya di sekolah tersebut Soegija didampingi oleh guru pendamping yaitu Van Drieesche. Kedua tokoh tersebut sangat mempengaruhi pemikiran Soegija muda di masa yang akan datang, saat Soegija menjadi seorang uskup dan negarawan. Van Lith, merupakan salah satu pastor dari Sarikat Yesuit yang berasal dari Belanda, oleh Sarikat Yesuit Belanda Van Lith ditunjuk sebagai misionaris di Indonesia. Setelah berada di Indonesia, Van Lith mulai belajar dan menyelam dalam kehidupan rakyat pribumi sehingga tidak ada benteng pemisah antara Van Lith, dengan masyarakat pribumi.Dalam misinya Van Lith, mendirikan sekolah sederhana bagi anak-anak, sekolah tersebut semakin hari kian berkembang. Dalam mendidik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
anak-anak didiknya, termasuk Soegija muda, Van Lith, menciptakan keakraban yang sehat diantara murid-muridnya. Van Lith, tidak hanya mengajarkan kepada anak-anak didiknya mengenai hal-hal yang berbau liturgi atau teologis saja, namun juga menanamkkan rasa nasionalisme sebagai sebuah bangsa. Van Lith, sering memancing murid-muridnya dengan cerita-cerita lucu yang mengundang tawa. Atau melontarkan ejekan yang mengundang protes dan pertentangan. Anak-anak pun akan membalasnya. Van Lith, menciptakan suasana agar anak berusaha untuk saling membela diri. Dengan demikian sekaligus juga untuk membangun kesadaran sebagai suatu bangsayang mempunyai harga diri10. Walaupun seorang Belanda, namun Van Lith, memiliki rasa empati terhadap penindasan yang dialami oleh masyarakat pribumi akibat dari penjajahan orang-orang sebangsanya. Dalam sebuah tulisannya, Van Lith, menuliskan “Keinginan untuk mendominasi setiap orang Jawa, hanya karena dia seorang Jawa, sama halnya dengan bermain api. Hargailah hak-hak pribumi, kalau kamu juga menginginkan hak-hakmu diakui.Lepaskanlah dengan sukarela hak-hakmu yang semu, dan tanggalkanlah juga privilegi-privelegi yang kalin peroleh.Ingatlah bahwa di dalam Gereja Kristus tidak ada lagi pembedaan apakah dia orang Jahudi, orang Romawi atau orang Yunani, juga tidak ada pembedaan apakah dia orang Belanda atau orang Jawa. Dan kiranya apa yang sejak awal telah menjadi norma di dalam gereja sekarang hendaknya menjadi norma juga di luar gereja. Orang Belanda, orang-orang Indo-Eropa dan orang-orang Jawa mulai sekarang dan seterusnya akan hidup sebagai saudara. Jika tidak maka dalam waktu dekat pasti akan terjadi perpecahan11”
10 11
op cit., Hlm 11 Ibid., hlm12
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
Sedangkan Van Drieensche mengajarkan kepada murid-muridnya termasuk Soegija mengenai Sepuluh Perintah Allah, yang mana Van Drieensche menekankan perintah keempat dari Sepuluh Perintah Allah yang berbunyi “Hormatilah Ayah dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu”. Dalam pengajaran kepada murid-muridnya Van Drieensche mengartikan kata “ayah-ibu” tidak hanya dalam makna sempit yang memiliki makna sebagai orangtua yang melahirkan, menghidupi dan memberikan pendidikan, serta memenuhi segala kebutuhan hidup anak-anaknya. Oleh Van Drieesche makna kata “ayah-ibu” juga diartikan sebagai tanah air yang memberi kehidupan. Dengan interpretasi tersebut sekaligus menanamkan cinta tanah air12. Ajaran-ajaran dari kedua tokoh tersebut yang pada perjalanan hidup Soegija dijadikan sebagai pedoman dalam penggembalaannya sebagai imam dalam Gereja Katolik maupun sebagai seorang negarawan. Selain belajar banyak hal mengenai cinta kasih dan pengabdian kepada sesama terutama rakyat kecil yang tertindas, Soegija juga belajar mengenai rasa toleransi, yang mau menerima perbedaan pendapat, perbedaan pola pikir dan perbedaan keyakinan dari kedua orangtuanya. Di saat Soegija memutuskan untuk dibaptis kedua orangtua Soegija beserta kakak dan adik Soegija menerima perpindahan iman Soegija. Pada saat Soegija memberitau kedua orangtuanya bahwa dirinya telah dibaptis, ayah dan ibu Soegika mengatakan bahwa bagi orang jawa semua agama itu baik apabila dijalankan dengan benar dan membuat manusia
12
Ibid., hlm. 11.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
berubah menjadi lebih baik. Selain itu pada saat Soegija mengambil keputusan untuk menjadi seorang imam, ibu Soegija menerimanya dengan ikhlas dan memberikan restunya kepada Soegija. Sikap keluarga tersebut yang membuat Soegija pada nantinya menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama dan mau menerima perbedaan di dalam lingkungannya. Oleh sebab itu Soegija bisa diterima oleh hampir seluruh rakyat Indonesia, bahkan Soegija juga menjalin hubungan yang akrab dengan para petinggi Negara Indonesia saat itu, misalkan seperti dengan Presiden Soekarno, Sri Sultan Hamengkubowono IX dan I.J Kasimo
D. Pandangan Kebangsaan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Soegija bukan hanya seorang tokoh agama, namun juga dikenal sebagai seorang yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya. Soegija terkenal dengan semboyan 100 % Katolik, 100% Indonesia. Semboyan Soegija tersebut merupakan ungkapan yang menunjukkaan bahwa Soegija tidak hanya ingin menjadi seorang Katolik sejati yang taat dalam melakukan ritual dan ajaran agamanya saja. Namun juga ingin menunjukkan bahwa dirinya ingin menjadi seorang Indonesia sejati. Semboyan tersebut bukan hanya ditujukan kepada dirinya saja, namun Soegija juga menyerukan semboyan 100% Katolik, 100% Indonesia, kepada seluruh umat Katolik Indonesia. Soegija ingin mengajak umat Katolik Indonesia untuk mengintegrasikan sekaligus antara kekatolikan dan nasionalisme. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengajarkan tentang pengertian Gereja dan peran negara dalam hubungan timbal balik. Soegija menegaskan :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
“Negara tugasnya memelihara, menyatukan, mengatur serta mengurus kehidupan rakyat dengan bertindak yang terarah pada kesejahteraan, ketentraman, kepentingan umum yang bersifat sementara, bersifat lahiriah dan duniawi.Sedang Gereja Katolik bertugas memelihara, membimbing dan mengembangkan kehidupan rohani manusia dengan mengurus segala hal yang ada hubungannya dengan agama, peribadatan, kesusilaan, kerohanian yang sifatnya tetap, kekal, surgawi dan mengatasi kodrat. …Dengan menjamin ketentraman, norma-norma, kesejahteraan, budaya, dan hak-hak asasi, negara mempersiapkan suatu iklim yang perlu bagi perkembangan keagamaan dan moralitas, Gereja Katolik dengan menjaga hidup keagamaan, moralitas, kejujuran, kesetiaan terhadap janji, keadilan, cinta kepada sesama, dedikasi terhadap pekerjaan dan lembaga; dengan cara mendidik untuk menaruh hormat kepada pemimpin, dan mengarahkan untuk bertindak seturut hukum, berarti Gereja membangun suatu dasar yang kokoh bagi masyarakat dan pemerintah”13.
Dari kata-kata tersebut, Soegija ingin menunjukkan bahwa sejatinya, Gereja Katolik dan Negara memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia guna mencapai kepada kehidupan yang diimpikan setiap orang. Oleh karena itu haruslah umat Katolik memiliki kesadaran untuk mengabdi tidak hanya kepada Gereja Katolik saja atau Negara saja, namun mengabdi kepada Gereja Katolik dan Negara secara seimbang. Soegija memberikan landasan moral sosial dan landasan teologis bagi pengintegrasian kekatolikan dan nasionalisme. Soegija memberikan contoh dari perintah ke empat dari sepuluh Perintah Allah. Soegija pernah mengatakan, “Sebagaimana dalam Katekismus-kita wajib mencintai Gereja Kudus, dan kita juga wajib mencintai negara, dengan seluruh hati kita. Selain itu beliau juga mengingatkan
13
Anhar Gonggong. Mgr. Albertus Soegijapranata SJ: Antara Gereja dan Negara, 2011. Hlm 45
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
akan ajaran Yesus, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang menajadi hak kaisar, dan berikanlah kepada Allah apa yang menjadi hak Allah”14. Semangat nasionalisme yang dimiliki Soegija dapat diketahui dari motivasi ketika Soegija memutuskan untuk menjadi seorang imam. Sebelum kepindahannya ke Semarang tahun 1947 sebagai uskup, Soegija menungkapkan motivasinya untuk menjadi imam. “Keputusanku untuk menjadi imam itu karena didorong untuk mengabdi bangsa.Saya telah mencari beberapa kemungkinan profesi, tetapi tidak ada yang lebih memungkinkan untuk memuliakan Tuhan dan sekaligus mengabdi bangsa selain menjadi imam”15. Sikap patriotisme dalam membela bangsa dan negara, rasa kemanusiaan yang besar dan berani membela kaum yang tertindas, yang ada dalam diri Soegija tidak muncul begitu saja. Semua itu tumbuh akibat dari perjalanan hidup yang dialami Soegija sewaktu masih kanak-kanak hingga ketika Soegija menjadi seorang calon imam. Dalam kehidupannya Soegija menyaksikan langsung bagaimana bangsanya berada di bawah kekuasaan asing yang merendahkan harkat dan martabat bangsanya, Soegija juga melihat langsung bagaimana peperangan menghancurkan masa depan orang banyak dan menimbulkan kerugian yang besar. Pengalaman tersebut yang
14
Budi Subanar, G, Kilasan Kisah Soegijapranata, Yogyakarta : Sanata Dharma, 2012. Hlm 21 15
Ibid, Hlm 15
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
kemudian membangun karakter Soegija sebagai pembela kemanusiaan dan ikut berjuang demi mewujudkan kemerdekaan bangsanya. Pada saat masih duduk di HIS Soegija dan kawan-kawannya yang merupakan kaum pribumi pernah berkelahi dengan anak-anak Belanda atau anak-anak Indo yang sering mengejek dan menganggap remeh anal-anak pribumi. Bukan hanya berkelahi secara fisik ataupun berdebat, tak jarang Soegija dan kawan-kawannya menantang anak-anak Belanda dan anak-anak Indo untuk bertanding sepak bola, guna menunjukkan siapa yang lebih hebat diantara mereka. Hal-hal tersebut merupakan cara Soegija dan anak-anak pribumi pada umumnya untuk membela diri mereka. Karena pada masa itu bila terjadi perkelahian antara anak-anak pribumi dengan anakanak Belanda ataupun Indo, pihak anak-anak pribumilah yang akan dipersalahkan. Tidak ada yang memihak anak-anak pribumi walaupun mereka benar sekalipun. Dari pengalaman itulah Soegija belajar untuk terus membela harkat dan martabat kaum pribumi hingga dirinya menjadi seorang imam. Seperti yang dikemukakan di atas bahwa sejak kecil Soegija sudah melihat penderitaan bangsanya yang dijajah dan menerima perlakuan diskriminatif dari kalangan orang-orang non pribumi. Dalam hidupnya Soegija tidak hanya melihat langsung penderitaan yang dialami bangsanya, namun Soegija juga melihat langsung penderitaan masyarakat dunia terutama Eropa yang diakibatkan oleh Perang Dunia I yang berakhir pada tahun 1919. Bertepatan saat Soegija harus pergi ke Belanda untuk menyelesaikan studi filsafatnya. Di sepanjang perjalanan hingga sampai ke negeri Belanda, Soegija melihat dampak buruk yang ditimbulkan karena adanya peperangan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
di Eropa. Di mana banyak bangunan-bangunan yang hancur, perekonomian yang hancur dan bagaimana susahnya masyarakat Eropa berusaha bangkit dari keterpurukannya pasca Perang Dunia I. Tak hanya itu Soegija juga melihat orangorang yang harus menderita secara fisik maupun mental, setelah mengalami langsung peperangan yang telah menelan banyak korban jiwa. Dari pengalaman tersebut pula batin Soegija semakin terusik, Soegija kembali memikirkan nasib bangsanya yang sudah dijajah terlalu lama. Dari sana Soegija mula berfikir mengenai kemerdekaan, bagaiman harusnya sebuah bangsa dan negara itu harus merdeka agar hidup dengan tenang dan sejahtera. Setelah menyelesaikan studi filsafatnya, Soegija semakin giat menyuarakan impiannya akan sebuah negara yang merdeka, yang diperintah sendiri oleh kaum pribumi. Secara khusus Soegija menginginkan kemerdekaan untuk bangsanya, yang merupakan negeri yang terdiri dari beragam suku. Soegija menginginkan orang dari bangsanya sendirilah yang akan memimpin Indonesia demi terwujudnya kesejahteraan yang merata. Semangat mengabdi untuk Gereja, negara dan bangsa ditunjukkan sepanjang hidup Soegija. Salah satu contohnya adalah saat Pemerintah Republik Indonesia mendapatkan ancaman dari Belanda yang kembali dengan mengatasnamakan NICA, yang kemudian membuat para pemimpin negeri ini memutuskan untuk memindah pusat pemerintahan ke Yogyakarta. Mengetahui hal tersebut Soegija berniat memindahkan pusat pemerintahan keuskupannya dari Semarang ke Daerah Bintaran, Yogyakarta. Selain itu dalam kesehariannya, Soegija tidak hanya bergaul dengan orang-orang Katolik. Perhatian dan aktivitasnya tidak hanya bersinggungan dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
hal-hal liturgi dan rohani saja. Berbagai aktivitas sosial juga dilakukan oleh Seogija, misalkan seperti memberi perhatian dalam bidang pendidikan, perhatian pada mereka yang memikul tanggung jawab, atau mereka yang bermasalah, dan juga perhatian pada mereka yang menjadi pengungsi pada masa pemerintahan Jepang ataupun juga pada masa perang kemerdekaan. Di samping itu, Soegija juga sering mengadakan pertemuan dan pembicaraan (berdiskusi) dengan pihak-pihak non-Katolik. Bagi Soegija, Indonesia bukan hanya terdiri dari orang Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimanatan atau yang lainnya. Indonesia merupakan satu kesatuan ras, etnis, budaya dan bahasa, sehingga dalam kehidupannya Soegija juga menyetarakan kedudukan semua orang yang ia jumpai. Seperti gurunya Van Lith, Soegija juga memfokuskan dirinya untuk membela kaum tertindas, membela hak manusia yang dilanggar. Misalkan seperti yang dilakukan oleh Soegija saat membela Indonesia ketika menghadapi serangan militer Belanda I dan II pada tahun 1947 dan 1948. Pada masa perang pasca kemerdekaan RI Soegija tidak menggunakan senjata dalam menghadapi Belanda, namun menggunakan kuasanya sebagai seorang uskup dengan cara berdiplomasi untuk meminta militer Belanda menghentikan penyerangan terhadap Indonesia. Mgr. Albertus Soegijapranata merupakan pahlawan tanpa senjata. Karena bagaimanapun juga Soegija memiliki peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama pada masa perang revolusi (pasca proklamasi kemerdekaan). Namun bedanya perjuangan Soegija dengan tentara Indonesia masa itu adalah cara untuk berjuang. Perjuangan Soegija dilakukan dengan cara diplomasi non resmi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
Dengan kekuatan pena dan tulisan-tulisan Soegija, serta kemampuan Soegija dalam menjalin relasi dengan banyak pihak. Tak heran oleh Presiden Soekarno, Soegija diangkat menjadi salah satu penasehat Presiden pada tahun 1949. Bahkan peranan Soegija cukup kuat ketika mempengaruhi dunia internasional, ketika Soegija mengatakan bahwa Indonesia sudah siap merdeka dan penjajahan itu tidak bisa diterima16. Dari paparan panjang di atas dapat diketahui bahwa alasan Soegija melakukan usaha diplomasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dikarenakan bela rasa yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya, serta pengabdiannya sebagai imam kepada Tuhan karena salah satu tugas dari gereja adalah membela kaum yang tertindas. Tumbuhnya bela rasa dalam diri Soegija tidak luput dari pengaruh para pengajar Soegija di Kolose Xaverius, Muntilan dan kedua orangtuanya, serta pengalaman Soegija yang melihat langsung bagaimana kehancuran akibat dari sebuah penjajahandan peperangan pada saat dirinya remaja, bahkan ketika Soegija telah menjadi seorang imam.
16
http://www.dnaberita.com/berita-68582-relevansi-visi-soegijapranatadalam-pluralisme.html
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III Usaha-usaha Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Melakukan Diplomasi (1946 -1949) A. Keterlibatan dan Usaha-usaha Diplomasi Soegija Dalam PeristiwaPeristiwa di Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan Tahun 1946-1947
Belanda kembali ke Indonesia bersama dengan NICA pada 16 September 1945, kurang dari satu bulan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. NICA yang diketuai oleh Jenderal van Mook, pada awalnya bertugas untuk menjaga kestabilitasan di Indonesia dan memastikan pemerintah dan pasukan Jepang benar-benar pergi dari Indonesia. Namun, rupanya van Mook memiliki niat lain yaitu ingin merebut Indonesia kembali untuk dijadikan salah satu wilayah pemerintah Belanda. Secara tegas van Mook menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia tidak pernah ada. Van Mook menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara boneka bentukan Jepang. Demikian pula dengan pemimpin-pemimpin Negara Indonesia.
Tak perlu waktu lama bagi Belanda dan NICA untuk kembali menyerang Indonesia. Dibantu oleh bekas pasukan KNIL yang pernah ditawan pada masa
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
pemerintahan Jepang, Belanda melakukan aksi terornya diberbagai wilayah Indonesia seperti di Surabaya, Bandung, Ambarawa, Semarang dan Medan. Bahkan Jakarta yang merupakan ibukota Negara Indonesia tak luput dari aksi teror pasukan Belanda (KNIL dan NICA). Karena situasi ibukota negara yang semakin tidak kondusif, serta mengancam keselamatan para pemimpin negara, maka diputuskan pada 4 Januari 1946 ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta secara diam-diam. Kepindahan tersebut juga ditujukan sebagai strategi untuk mempertahankan kemerdekaan dan melindungi pemerintahan Indonesia.
Berkaitan dengan pemindahan pusat pemerintahan ke Yogyakarta, maka Soegija yang pada saat itu telah menjadi seorang uskup memiliki niatan untuk ikut memindahkan Kantor Pusat Vikariat Apostolik Semarang ke Yogyakarta. Pemindahan tersebut bukan tanpa alasan dilakukan oleh Soegija. Keputusan Soegija untuk pindah didasari agar Soegija bisa memantau secara langsung situasi dan kondisi pemerintah Indonesia, serta dapat secara langsung berkomunikasi dengan para pemimpin negara. Namun keinginan Soegija tersebut baru dapat direalisasikan pada 13 Februari 1947. Pemilihan tanggal tersebut bukan tanpa alasan, sehari sebelumnya atau 12 Februari 1947, Presiden Soekarno menyerukan gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda. Sehingga ketika situasi aman tersebut, Soegija segera bergegas untuk berangkat ke Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Namun sebulan sebelum pindah ke Yogyakarta, atau tepatnya pada 18 Januari 1947 Soegija melakukan usaha diplomasinya dengan mengirimkan surat kepada Ketua Kongregasi Propaganda Fide yang berada di Vatikan. Dalam surat tersebut ada tiga pokok masalah yang dituliskan oleh Soegija, pertama adalah pengalaman sikap militer Jepang terhadap karya misi di Indonesia. Kedua, situasi aktual yang berkaitan dengan usaha diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menghadapi pemerintah Belanda. Dan yang ketiga berkaitan dengan rencana penunjukkan nuntius untuk Indonesia1. Berkaitan dengan poin yang ketiga, Soegija memberikan masukan kepada pihak Vatikan agar nuntius yang akan ditunjuk bukan merupakan kebangsaan Amerika atau Belanda. Mengingat nuntius adalah wakil Paus, sehingga diharapkan nuntius yang ditunjuk tidak terlibat dalam kancah politik. Seperti mempertimbangkan masukan dari Soegija, maka pada akhirnya pihak Vatikan menunjuk Mgr. George de Jonge d’ Ardoya asal Finlandia menjadi nuntius untuk Indonesia.
Dari hal tersebut dapat terlihat bagaimana usaha Soegija meyakinkan pihak Vatikan atas penunjukkan nuntius untuk Indonesia. Usul Soegija agar Vatikan tidak memilih duta yang berkebangsaan Amerika dan Belanda, dimaksudkan Soegija agar kehadiran nuntius tersebut tidak menciptakan polemik baru dalam diri rakyat Indonesia, yang ditakutkan akan berujung pada penolakan dari rakyat apabila nuntius
1
G. Budi Subanar, SJ, Kilasan Kisah Soegijapranata, Yogyakarta : Penerbit USD, 2012, Hlm 42-43
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
yang ditunjuk adalah orang Belanda atau Amerika. Karena bagaimanapun juga pada saat itu masyarakat Indonesia sangat antipati terhadap orang Katolik terutama yang berkebangsaan Belanda.
Ditahun yang sama, tepatnya pada bulan Juli 1947, Belanda melakukan serangan ke Yogyakarta atau lebih sering dikenal dengan istilah Agresi Militer Belanda I. Serangan Belanda tersebut membuat situasi Yogyakarta yang semula kondusif menjadi mencekam, jam malampun diberlakukan. Tak hanya itu banyak orang yang pergi meinggalkan kota untuk mengungsi. Baku tembak antara pasukan Belanda yang berusaha menduduki kota, dengan pasukan Indonesia yang terus berusaha mempertahankan ibukota terus terjadi. Bahkan pada 30 Juli 1947 pasukan Belanda tidak segan-segan menembak jatuh Pesawat Dakota yang berisikan bantuan obat-obatan dari India. Akibat penembakan tersebut pilot Pesawat Dakota yaitu Adi Soetjipto pun tewas.
Saat menerima kabar tewasnya Adi Soetjipto, Soegija sedang berada di Solo untuk menghadiri Misa peringatan hari Santo Ignatius. Dua hari setelah peristiwa tertembaknya Pesawat Dakota tersebut Soegija pada pukul 20.00 WIB berpidato di Studio Poerwosari2 (RRI Solo). Dalam pidato tersebut Soegija menghimbau agar baik pihak Belanda dan Indonesia mengupayakan adanya sebuah perundingan gencatan
2
G. Budi Subanar, SJ., Kesaksian Revolusioner Seorang Uskup Di Masa Perang, Catatan Harian Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, 13 Februari 1947-17 Agustus 1949, Yogyakarta : Galang Press, 2003, Hlm 48
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
senjata. Menurut Soegija, gencatan senjata amatlah penting untuk menjaga kehormatan kedua negara tersebut di mata dunia.
Baru pada tanggal 4 Agustus 1947, Belanda dan Indonesia mengadakan gencatan senjata. Walau demikian pihak Belanda tetap terus melakukan penyerangan dan berusaha memperluas wilayah kekuasaannya di Indonesia. Menanggapi hal tersebut maka PBB segera bertindak dengan membentuk sebuah komisi jasa baik yang disebut dengan KTN (Komisi Tiga Negara). KTN bertugas untuk mempertemukan kedua belah pihak yang bertikai dalam sebuah perundingan. Baru pada 8 Desember 1947, kedua belah pihak menyetujui adanya penghentian tembak menembak. Di mana persetujuan tersebut merupakan salah satu hasil dari perundingan Renville. Hasil dari perundingan tersebut baru resmi ditandatangani pada 17 Januari 1948.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
A. Keterlibatan dan Usaha-usaha Diplomasi Soegija Dalam PeristiwaPeristiwa di Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan Tahun 1948-1949
Perundingan Renville yang digagas oleh KTN bentukan PBB, ternyata tidak memiliki kekuatan besar untuk mengurungkan niat Belanda untuk tidak kembali menyerang Indonesia. Terbukti pada Desember 1948, pihak Belanda secara sepihak mengingkari isi Perundingan Renville. Belanda kembali berusaha menyerang dan menduduki Yogyakarta yang merupakan ibukota dan pusat pemerintahan Indonesia.
Pada 19 Desember 1948, sebelum pasukan Belanda kembali menyerang, para pasukan Indonesia dan laskar-laskar yang terdiri dari rakyat Indonesia mengadakan latihan rutin. Latihan tersebut diadakan dengan tujuan mengasah kemampuan bertempur para pasukan tersebut. Bahkan orang-orang yang merupakan bagian dapur umum dan PMI (Palang Merah Indonesia) ikut berpartisipasi dalam laitihan tersebut. Sejak pagi hari semua orang yang terlibat dalam latihan tersebut berkumpul di Lapangan Maguwo (Sekarang Bandara Adi Soetjipto). Lapangan Udara Maguwo, pada saat itu merupakan pusat militer Indonesia.
Namun diluar dugaan banyak pihak, pada hari itu pula Pasukan Belanda kembali melakukan serangan di Lapangan Udara Maguwo. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Serangan tersebut dipimpin oleh Jenderal Spoor. Lapangan Udara Maguwo dipilih menjadi sasaran utama penyerangan Belanda, selain karena merupakan pusat militer Indonesia, Lapangan Udara Maguwo juga sering
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk menembus blokade Belanda dan juga mendatangkan bantuan obat-obatan dari luar negeri bagi pasukan dan rakyat Indonesia. Tak hanya itu, Lapangan Udara Maguwo juga digunakan sebagai lalu lintas masuknya para diplomat asing untuk bertemu dengan para pemimpin negara 3. Sehingga tak heran Jenderal Spoor menjadikan Lapangan Udara Maguwo sebagai pijakan bagi pasukan Belanda untuk mendobrak pertahanan Indonesia saat itu.
Tidak siap menghadapi serangan asli dari Belanda dan kekuatan persenjataan yang tidak seimbang, maka dengan mudah pasukan Belanda untuk menguasai Lapangan Udara Maguwo. Setelah berhasil menguasai Lapangan Udara Maguwo, pasukan Belanda merangsek masuk ke arah pusat kota dan mengepung hampir seluruh wilayah Yogyakarta. Tentara Indonesia yang kalah jumlah, tidak dapat berbuat banyak selain menghambat pasukan Belanda agar tidak sampai ke pusat pemerintahan4. Situasi Yogyakarta kembali mencekam, pemerintah langsung mengadakan rapat untuk membahas langkah apa yang akan diambil untuk mengatasi situasi tersebut di Istana Negara (Sekarang Gedung Agung) yang berhadapan dengan Benteng Vredesburg.
3
Julius Pour, Doorstoor Naar Djokdja, Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer, Jakarta : Kompas, 2009, Hlm. 1-2 4
Atmakusumah, Takhta Untuk Rakyat, Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengkubuwana IX, Jakarta : Gramedia, 1982, Hlm 69
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Pada saat rapat sedang berlangsung terdengar bunyi ledakan dari luar, ternyata pasukan Belanda menjatuhkan bom di sekitar tempar tersebut. Pada Agresi Militer Belanda II ini pula, pihak Belanda berhasil menangkap beberapa pemimpin negara diantaranya Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir dan Haji Agus Salim. Mereka bertiga ditangkap dan kemudian diasingkan ke Brastagi. Sementara Moh. Hatta, Moh. Roem dan Mr Ali Sastroamidjojo ditangkap dan diasingkan ke Bangka. Sementara para pemimpin negara yang tidak tertangkap melarikan diri ke luar kota, dan sebagian bersembunyi di kota dan menjadi “manusia siluman” yang aktif pada gerakan bawah tanah. Sedangkan beberapa ikut dalam serangan gerilya yang dipimpin oleh Jenderal Soedirman.
Dalam peristiwa sekitar Agresi Militer Belanda II, Soegija juga menuliskan peristiwa tersebut dalam catatah hariannya. Pada catatan Soegija yang bertanggal 19 Desember 1948 tertulis : “R.K menerimakan sakramen tobat, menerimakan komuni dan Misa biasa jam 8. Jam 6 mulai gemuruh suara kapal terbang. Koster menghadap R.K. di tempat menerimakan sakramaen tobat, bertanya Misa meriah atau Misa biasa. R. K. memerintahkan Misa meriah seperti biasa, karena hanya mengira latihan biasa. Sesudah jam 9 mendengar bahwa Belanda mulai mendatangkan : Pesawat pemburu, pesawat pembom. Jam 10 pesawat pergi, tapi tidak lama datang 3 pesawat pembom. Sesudah berputar-putar jam 11 mulai mengebom kota bagian tengah. Bom-boman terus tidak ada redanya. Di manamana sudah terdengar suara pesawat, senapan, senapan mesin dan meriam. Sejumlah pengungsi minta tempat di pasturan Bintaran. Upacara gereja dibatalkan. Pastor v. Thiel dan Kunkels pergi ke Bintaran karena terjadi bom-boman di Beteng. Sesudah makan R.P. v. Thiel disarankan untuk terus tinggal di Bintaran, R. D . Kunkels
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
pulang ke Setjadiningratan. Bom-boman berlangsung seharian suntuk, jam 12 mulai tembak-menembak, jam 2 ada berita Jogja dididuki tentara K.N.I.L. Sejumlah orang mengungsi di Pasturan Bintaran. Malam harinya bergiliran jaga. Sumitra datang minta instruksi5”
Tak hanya itu catatan harian Soegija setelah tanggal 19 Desemeber 1948 juga banyak menuliskan peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah Agresi Militer Belanda II hari pertama selesai. Bahkan pada catatan harian Soegija tertanggal 21 Desember 1948, Soegija menulis jika mendapatkan kabar bahwa beberapa pemimpin negara berhasil ditangkap dan diasingkan oleh Belanda. Secara khusus keterlibatan Soegija dalam diplomasi berkaitan dengan peristiwa Agresi Militer Belanda II tersebut adalah ketika tulisan Soegija dimuat pada surat kabar The Commonweal terbitan Amerika. Dalam tulisan tersebut Soegija menuliskan berbagai serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda dan dampak dari serangan tersebut bagi kehidupan rakyat Indonesia terutama bagi anak-anak, seperti kemiskinan dan pembodohan. Tulisan Soegija pada surat kabar tersebut mendapatkan reaksi positif dari masyarakat internasional. Terbukti Soegija mendapatkan kiriman bantuan berupa buku-buku dan majalah dari berbagai pihak yang ditujukan kepada anak-anak Indonesia6.
5 6
Op cit, Hlm 150-151
G. Budi Subanar, SJ, Kilasan Kisah Soegijapranata, Yogyakarta : Penerbit USD, 2012, Hlm 47
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Tulisan Soegija dalam harian The Commonweal, tidak luput dari peran seorang peneliti Amerika yang bernama G. Mc. T. Kahin yang pada saat itu sedang berada di Yogyakarta untuk melakukan penelitian tentang Indonesia. Dalam kunjungannya tersebut, G. Mc. T. Kahin menyempatkan diri untuk menemui Soegija dan berbincang langsung dengan Soegija mengenai situasi Indonesia saat itu. Pertemuan Soegija dengan G. Mc. T. Kahin dituliskan Soegija pada catatan harian yang bertanggal 19 November 1948.
Tak hanya menuliskan keperihatinan atas aksi militer Belanda di Indonesia dalam surat kabar, Soegija juga menuliskan keperihatinannya dalam surat gembala yang ditulisnya langsung, yang pada saat misa akan dibacakan. Pada Surat Gembala yang tertanggal 2 Februari 1949, Soegija menuliskan keperihatinannya atas penjajahan yang masih terjadi, baik di Indonesia maupun di negara lain. Seogija menyatakan bahwa penjajahan merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia untuk merdeka. Dalam surat gembala tersebut Soegija menuliskan demikian : “Sungguhlah barang siapa kasih akan sesama manusia, sekurangkurangnya haruslah mengakui dan menghormati hak-haknya.Adapun tujuh hukum yang terakhir dari hukum-hukum sepuluh perintah Tuhan, itulah bermaksud untuk memperlindungkan hak-hak manusia yang terpenting.Hukum yang kelima menghormati dasar hak-hak manusia, ialah hak atas hidup.Hukum yang keempat, keenam dan kesembilan untuk memeliharakan hidup rumah tangga dan keluarga, yang merupakan sumber hidup bangsa dan mewujudkan tempat latihan buat anak cucu dan orang tuanya sendiri.Hukum yang ketujuh itulah untuk mempertahankan hak-hak tiap manusia tentang miliknya dan tentang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
buah pekerjaannya.Hukum yang kedelapan membela hak tentang kebenaran dan tentang saling percaya, yang sangat dihajatkan buat pergaulan hidup manusia yang teratur. Hak-hak tersebut memang merupakan dasar-dasar hidup manusia dan masyarakat.Asalnya tiada dari Negara, tetapi dari Tuhan, chalak bangsa manusia, dari pada itu dipeliharakan dan diawasi oleh Tuhan sendiri.Tiada terdapatlah suatu Negara yang mengaruniakan itu”kepada manusia, atau yang dapat merampasnya.Tak adalah undang-undang manusia yang dapat membinasakannya.Hak-hak itu tidak tak boleh diasingkan.Hak-hak tersebut niscaya menuntut keselamatan manusia7.”
Selain itu kaitan Soegija dengan peristiwa sekitar Agresi Militer Belanda II adalah ketika Soegia mengirimkan surat kepada Sultan Hamengkubuwana IX yang menghimbau kepada Sultan Hamengkubuwana IX agar tidak meninggalkan istana. Hal tersebut dituliskan Soegija dalam catatan harian Soegija yang tertanggal 5 Januari 1949. Surat tersebut dikirimkan Soegija kepada Sultan Hamengkubawana IX karena Soegija mendapatkan kabar akan niat Sultan Hamengkubuwana IX yang ingin ikut dalam perang gerilya pimpinan Jenderal Soedirman. Dalam surat tersebut, dalam surat
tersebut
Soegija
menuliskan
pemikirannya,
jika
sampai
Sultan
Hamengkubuwana IX meninggalkan istana dan diketahui oleh pihak Belanda, maka kemungkinan besar pasukan Belanda akan melakukan tindakan keras terhadap rakyat,
7
Surat Gembala 2 Februari 1949, (Kutipan sudah disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
dan juga bisa menciptakan perpecah dalam tubuh Kraton Yogyakarta seperti yang sudah pernah Belanda lakukan di masa lalu8.
Mempertimbangkan saran dari Soegija, maka Sultan Hamengkubuwana IX mengurungkan niatnya untuk ikut dalam perang gerilya. Sultan Hamengkubuwana IX memilih untuk memantau situasi Yogyakarta dari dalam istana. Tak hanya berhenti di situ peranan Soegija dalam diplomasi juga dilakukan Soegija dengan tulisan dan hasil wawancara Soegija dengan berbagai wartawan dari dalam dan luar negeri. Hal tersebut dapat diketahui dari catatan harian Soegija yang tertanggal 14 Februari 1949. Dalam catatan harian Soegija menuliskan bahwa Soegija didatangi oleh wartwawan Seito Sapad Mazin, Koresponden Antara dan Sin Po9. Sedangkan untuk tulisan Soegija dimuat dalam Koran ANP terbitan Amsterdam yang tertanggal 16 Mei 1949, yang kemudian dikutip kembali oleh harian Merdeka pada terbitan 17 Mei 1949. Dalam tulisan tersebut, Soegija mengkritik keras terhadap aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Belanda. Adapun kutipan tulisan Soegija pada harian Merdeka berbunyi “…. menyatakan kesan-kesan saya sendiri tentang cara dilakukannya aksi militer itu. sebab disitu terlah terjadi perbuatan-perbuatan yang menurut pendapat
38.G. Budi Subanar, SJ, Kesaksian Revolusioner Seorang Uskup Di Masa Perang, Catatan Harian Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, 13 Februari 1947-17 Agustus 1949, Yogyakarta : Galang Press, 2003, Hlm 157 9
Ibid, Hlm 166
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
saya dapat disangsikan, apakah dibolehkan. Apabila saya merenungkan sekali lagi semua perslah dan palporan tentang kejadian-kejadian sebagai akibat atau berhubung dengan aksi militer itu yang saya terima baik dari orang-orang agama atau orangorang biasa ….”10.
Dari
tulisan
Soegija
tersebut
dapat
diketahui
bagaimana
Soegija
mempertanyakan bagaimana tanggungjawab pemerintah Belanda atas aksi-aski militer yang dilakukan di Indonesia, yang mengakibat penderitaan dan tewasnya rakyat Indonesia. Tulisan-tulisan Soegija maupun hasil wawancara Soegija yang dimuat dalam berbagai media masa baik luar maupun dalam negeri banyak dibaca oleh masyarakat dunia dan berhasil merebut empati dari masyarakat dunia. Salah satu buktinya adalah ketika Soegija mendapatkan surat dari seseorang yang menyatakan walaupun bukan seorang Kristen, pengirim surat tersebut mengatakan sangat menghargai usaha Soegija dalam perjuangan Indonesia dan mendukung Indonesia merdeka11.
Dari beberapa usaha yang dilakukan Soegija dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dapat disimpulkan bahwa walaupun Soegija tidak masuk dalam barisan pemerintahan seperti Mohammad Roem, Moh Hatta ataupun para
10
Merdeka, 17 Mei 1949 (Kutipan sudah disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan) 11
G. Budi Subanar, SJ. Kilasan Kisah Soegijapranata, Yogyakarta : Penerbit USD, 2012, Hlm 45
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
diplomat resmi lainnya, Soegija tidak memiliki batasan dalam berjuang. Soegija melakukan diplomasi dengan caranya sendiri yaitu melalui tulisan dan wawancara dengan berbagai media untuk menghimpun dukungan dunia demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang utuh. Dan walaupun Soegija bukanlah seorang wartawan ataupun seorang jurnalis, Soegija tetap mampu menyampaikan pemikiranpemikirannya mengenai penjajahan dan mimpi untuk merdeka, serta himbauan kepada umat Katolik untuk ikut andil dalam usaha kemerdekaan Indonesia melalui surat-surat Gembala yang ditulis oleh Soegija sendiri. Tulisan-tulisan Soegija banyak berisi mengenai keperihatinan Soegija akan kondisi rakyat Indonesia yang dirampas haknya sebagai manusia yang merdeka oleh Belanda. Yang kemudian tulisan tersebut mendapatkan respon positif dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
Selain itu dari paparan panjang di atas, dapat dilihat bagaimana Soegija dapat menjalin relasi yang baik dari berbagai pihak mulai dari Vatikan, pemerintah Indonesia, peneliti, hingga wartawan asing. Relasi Soegija dengan berbagai pihak tersebut tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu kekuatan Soegija dalam melakukan diplomasi untuk menggalang dukungan demi membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV Dampak-dampak yang Ditimbulkan Dari Keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Usaha Diplommasi
A. Dampak Bagi Gereja dan Umat Katolik di Indonesia Setelah melalui perjalanan panjang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, akhirnya pada 27 Desember 1949, Belanda mau mengakui kedaulatan Indonesia. Perjuangan fisik dan diplomasi yang dilakukan oleh berbagai pihak terbayar sudah dengan pengakuan Belanda tersebut. Baik kalangan dari pemerintah maupun warga sipil rela mengorbankan tenaga, pikiran bahkan nyawa mereka untuk mewujudkan mimpi rakyat Indonesia untuk merdeka. Salah satu orang yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah Mgr. Albertus Soegijapranta, SJ atau lebih akrab disapa Soegija. Walaupun bukan dari kalangan pemerintah namun Soegija memiliki inisiatif sendiri untuk ikut berjuang, dalam hal ini Soegija memilih jalur diplomasi. Tidak dapat dipungkiri keterlibatan Soegija dalam melakukan diplomasi guna memepertahankan kemerdekaan Indonesia juga memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah Indonesia.Walaupun bukan seorang diplomat resmi pemerintah, namun sosok Soegija memiliki jasa dalam menghimpun dukungan dari berbagai pihak yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Usaha – usaha Soegija dalam berdiplomasi terbukti berhasil. Peran Soegija yang berhasil melakukan diplomasi tersebut bukan hanya berdampak semakin banyaknya pihak yang
64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mendukung
kemerdekaan
Indonesia,
namun
keikutsertaan
Soegija
65
dalam
berdiplomasi juga berdampak bagi kehidupan Gereja dan umat Katolik di Tanah Air. Hal tersebut berkaitan erat dengan jabatan uskup yang diemban Soegija pada masa itu. Sebagai seorang pemimpin agama Katolik, Soegija sering menghimbau umatnya baik umat yang merupakan orang pribumi ataupun orang – orang non pribumi (Eropa termasuk orang Belanda dan juga Tionghoa) untuk bersama – sama ikut dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu contohnya adalah tulisan Soegija di Majalah Swaratama yang berbunyi : “Memang, tidak sedikit jumlahnya orang yang kemudian luntur, menjadi sama seperti kanan-kirinya, hilang kekhasannya sebagai Katolik. Sebagian malah menjadi enggan kalau ketahuan bahwa dirinya Katolik; bangga bahwa dapat menyatu dengan menyamar, berkulit bunglon.Betapa kasihan. … Swara-Tama tidak bermaksud membujuk orang berkalung Rosario,menjajar medali-medali, dan mendaras doa sepanjang jalan. Yang dituju (oleh Swara-Tama) adalah agar dapat member tuntunan dan melatih cara hidup Katolik lahir-batin, tidak memandang tempat, derajat kedudukan maupun asal-usul. Segala pengalaman hidup akan dibeber dan dibahas dalam kacamata Katolik, agar para pembaca senantiasa memegang tekad serta keyakinannya baik di gereja, di jalan, di tempat perjamuan, pekerjaan dan tempat hiburan, atau dimana pun tanpa peduli kanan-kirinya, agar jelas memperlihatkan bahwa kehidupannya telah dilandasi keyakinan akan kehidupan yang luhur”1 Dalam tuilisannya tersebut, Soegija meminta seluruh umat Katolik di Inonesia tidak memandang warna kulit maupun status sosial antara satu dengan yang lain.
1
. Swaratama XXI, 7 Mei 1941 (Tulisan sudah disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
Soegija menghimbau agar seluruh umat Katolik di Indonesia untuk memberikan yang terbaik yang mereka miliki untuk bangsa dan negara. Dengan cara itulah maka mereka bisa menjadi seorang Katolik yang sesungguhnya. Selain itu di masa penjajahan Belanda hingga masa revolusi kemerdekaan, banyak masyarakat pribumi non Katolik yang menganggap orang – orang Katolik merupakan kaki tangan pemerintah Belanda. Hal tersebut dapat diketahui dari pidato Soegija yang tertulis demikian : “Bergabung dalam pergerakan nasional dengan menggunakan suatu asas Katolik akan menarik simpati orang lain pada iman kita… Terlebih usaha tersebut merupakan jawaban yan paling baik untuk menangkal tuduhan para musuh yang setiap kali mengatakan bahwa orang Katolik pribumi adalah kaki tangan dari penguasa colonial, dan murid-murid dari kaum imprealis dan kolonialis”2. Oleh sebab itu Soegija berusaha untuk merubah pandangan masyarakat non Katolik tersebut dan ingin menyatukan umat Katolik dengan masyarakat non Katolik. Pada masa revolusi kemerdekaan banyak pula umat katolik yang ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia terutama para pemuda Katolik.Secara khusus Soegija mengatakan bahwa para pemuda Katolik merupakan kusuma bangsa dan harapan Gereja.Keikutsertaan umat katolik dan Soegija dalam berjuang mempertahankan
kemerdekaan
Indonesia
itu
membuat
Presiden
Soekarno
mengapresiasi dan mengakui eksistensi para umat Katolik dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 2
G. Budi Subanar, SJ, Kilasan Kisah Mgr.A. Soegijapranata, SJ (2012), Hlm 76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
Salah satu bentuk apresiasi Presiden Soekarno terhadap umat Katolik di Indonesia adalah dengan menghadiahkan sebuah lukisan Bunda Maria yang dibelinya dari seorang pelukis berkebangsaan Italia yang diserahkan oleh kurir kepada Soegija pada 10 Agustus 1948. Selain itu, bersamaan dengan lukisan Bunda Maria tersebut, Presiden Soekarno juga menuliskan sepucuk surat yang ditujukan kepada Soegija. Dalam penutup surat tersebut Presiden menyampaikan harapannya kepada umat Katolik di Indonesia tetap sejahtera dalam Republik. Tak hanya mendapatkan pengakuan dari pemerintanh Indonesia, Soegija juga mampu mengubah pandangan umat pribumi non Katolik yang pada awalnya menganggap umat Katolik sebagai kaki tangan pemerintah Belanda. Dari usaha Soegija dan umat Katolik Indonesia, Soegija pernah mendapatkan surat yang berisi penghormatan kepada Soegija atas usahanya dalam ikut mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Surat tersebut berasal dari seseorang yang beragama lain. Bahkan setelah masa revolusi kemerdekaan, Soegija masih gencar mengajak umat Katolik Indonesia untuk bersama mengisi kemerdekaan dengan hal – hal yang berguna, serta menjaga hubungan baik dengan umat beragama lain. Seperti yang dikemukakan Soegija dalam Surat Gembala yang bertanggal 12 Februari 1952, yang berisi : “Sebagai golongan yang kecil kita hidup di antara berjuta – juta penduduk yang berbedaan perkara agama dan keyakinan.Kesejahteraan tanah dan keselamatan umum, pun pula kepentingan kita sendiri, meminta supaya kita hidup bersatu dan berdamai, tambahan pula kerja bersama – sama dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
segala warga negara dan golongan, yang sungguh memperhatikan kepentingan nusa dan bangsa”3.
Soegija pun tanpa lelah mengingatkan kepada umat Katolik di Indonesia akan tanggungjawab mereka sebagai bangsa Indonesia. Mereka memiliki kewajiban untuk mencurahkan tenaga dan pikirannya demi bangsa dan negara. Salah satu surat yang disampaikannya untuk umat Katolik di seluruh Indonesia pada tahun 1957. “Berkenaan dengan seribu satu kesulitan dan kesukaran, yang dihadapi oleh Negara kita yang masih muda, dengan rendah dan gerak hati kami memperingatakan kepada segenap umat Katolik di Seluruh Indonesia akan kewajibannya kepada Nusa dan Bangsa, justru pada dewasa ini, seperti apa yang tercantum dalam hokum perintah Tuhan yang keempat. Dalam segala ihwal dan untung malang hendaknya umat Katolik selalu hormat lahir batin kepada Pemerintah yang sah dan taat kepada undang – undang peraturannya, yang berdasarkan hukum alam. Sebagai keturunan bangsa Indonesia dan warga negara Republik Indonesia kita diwajibkan menaruh cinta kasih yang sejati terhadap tanah air dan bangsa kita dan patuh kepada pemerintah kita”4.
Selain itu pada saat menjadi anggota konsili Vatikan pada tahun 1962, Soegija mengutarakan tentang situasi Gereja di Indonesia dan menjelaskan bahwa Pancasila menjadi dasar negara Republik Indonesia dan ideologi bangsa Indonesia kepada seluruh uskup dari berbagai negara yang datang pada pertemuan tersebut. Soegija menjelaskan bahwa Pancasila merupakan cerminan atas keinginan bangsa Indonesia untuk menjalankan agama dan keyakinannya dengan penuh kedamaian dan hidup
3
Anhar Gonggon, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Antara Gereja dan Negara, Hal 25 4
Ibid., Hal 36
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
dalam toleransi antar umat beragama.Serta saling menghormat, menghargai dan saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat.Soegija yakin bahwa dengan menerapkan
Pancasila
sebagai
dasar
negara,
bangsa
Indonesia
mampu
menanggulangi gejala desintegrasi bangsa.Oleh karena itu peran Soegija dalam diplomasi kemerdekaan Indonesia memiliki dampak postif bagi perkembangan dan eksistensi Gereja dan umat Katolik di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain hal itu pasca Indonesia berhasil membuat Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, peran Soegija dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak berhenti begitu saja. Usai masa-masa sulit tersebut Soegija kembali ke Semarang, walau demikian
Soegija
tetap
mencurahkan
perhatiannya
kepada
permasalahan-
permasalahan baru Indonesia pada masa kemerdekaan.Salah satu yang menjadi fokus Soegija adalah dalam hal ekonomi dan pendidikan.Salah satu contohnya adalah Soegija sering memberikan pedoman-pedoman kehidupan dan memperhatikan pendidikan anak-anak Katholik, serta sosial ekonomi mereka. Dalam bidang ekonomi, pada tahun 19 Juni 1954 Soegija membentuk sebuah organisasi buruh yang bernama Organisasi Buruh Pancasila. Sejak saat itu mulai berkembanglah organisasiorganisasi sosial yang di bentuk oleh warga Katholik di seluruh Vikariat Semarang. Dalam pembentukan organisasi tersebut Soegija ingin umat Katolik di Indonesia ikut membantu dan mengisi kemerdekaan dengan peduli terhadap permasalahanpermasalahan sosial di sekitar mereka dengan tidak membawa nama agama,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
melainkan karena umat Katolik Indonesia merupakan bagian dalam diri Bangsa Indonesia. Kehadiran Soegija dalam dunia politik di Indonesia juga memberikan dampak positif bagi umat Katolik Indonesia, hal tersebut dikarenakan Soegija juga berjuang demi umat Katolik Indonesia, agar umat Katolik Indonesia dapat ikut serta membangun bangsa dan negara Indonesia yang baru saja merdeka.
A. Dampak Bagi Bangsa Indonesia Dalam melakukan usaha diplomasi untuk menggalang dukungan demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Soegija berhasil meyakinkan berbagai pihak untuk mendukung kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara.Salah satunya adalah usaha yang dilakukan Soegija dalam meyakinkan pihak Vatikan untuk mengakui kemerdekaan RI. Seperti yang disinggung dalam bab sebelumnya, Soegija mengirimkan surat kepada Vatikan pada 18 Januari 1947, Soegija menceritakan mengenai situasi dan kondisi Indonesia serta masyarakat Indonesia pada masa penjajahan Jepang dan pada saat Belanda masuk kembali ke Indonesia di bawah bendera NICA. Dengan tutur kata yang penuh kewibawaan Soegija meminta agar Vatikan mau mendukung Indonesia. Surat tersebut merupakan surat balasan dari Soegija terhadap surat yang dikirimkan oleh Kardinal Fumasoni Biondi yang dikirim pada 20 Desember 1946. Dalam balasan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
surat tersebut Soegija juga memberikan beberapa masukan kepada Vatikan guna penunjukkan nuntius Vatikan di Indonesia. Soegija menyampaikan agar nuntius yang ditunjuk merupakan sosok yang dapat diterima oleh semua pihak, baik pihak penguasa sipil maupun pemerintah Indonesia, dam karena nuntius merupakan wakil dari Paus, hendaknya nuntius tersebut nerupakan sosok yang dapat bekerjasama dengan para uskup dan tidak terlibat dalam politik. Hal tersebut disampaikan Soegija agar pada nantinya kehadiran nuntius tersebut tidak menimbulkan perdebatan, sehingga perlu dipertimbangkan pula kewarganegaraan dari nuntius tersebut. Soegija menyampaikan pula ada baiknya jika nuntius berasal dari Italia atau Finlandia, bukan orang Amerika ataupun Belanda. Masukkan tersebut bertujuan agar asal-usul kebaangsaan nuntius tidak dipermasalahkan dikemudian hari. Berselang dua bulan setelah dikirimnya surat balasan dari Soegija kepada pihak Vatikan, maka pada 16 Maret 1947 Vatikan menjadi mengakui kemerdekaan dan kedaulatan baik secara de facto maupun de jure Indonesia sebagai bangsa dan negara. Selain itu Vatikan juga ikut menghimbau kepada pemerintah Belanda untuk menghentikan aksi polisinilnya di Indonesia. Vatikan merupakan negara yang cukup berpengaruh terhadap politik dunia, terutana Amerika dan Inggris. Hal itu dikarenakan dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) nuntius Vatikan merupakan ketua yang membawahi seluruh duta besar negara-negara Barat. Oleh karena itu dengan Vatikan mendukung kemerdekaan Indonesia, dianggap dapat mempengaruhi suara dari negara-negara Eropa lainnya agar kemudian ikut mendukung kemerdekaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Indonesia. Tentunya hal tersebut menjadi penyemangat bagi pemerintah maupun rakyat Indonesia untuk terus berjuang demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, karena semakin banyak pihak di luar sana yang memberikan dukungannya bagi terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang utuh. Tak berhenti dengan melakukan diplomasi dengan Vatikan, keahlian Soegija dalam bertutur kata baik lisan maupun tertulis digunakan Soegija sebagai alat untuk menyerukan keperihatinannya terhadap pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang dilakukan oleh pasukan Belanda terhadap masyarakat Indonesia. Pergaulan Soegija yang luas dengan berbagai pihak memudahkannya untuk mencari jalan guna mendapatkan dukungan bagi kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu dengan Vatikan mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat merupakan suatu hal yang berarti bagi pemerintah Indonesia dan rakyat Indonesia sendiri. Maka tak heran bila Presiden Soekarno sangat berterimaksih kepada Soegija dan memberikan apresiasi atas usaha Soegija tersebut. Terbukti pada tahun 1957, Presiden Soekarno pernah menawari Soegija untuk ikut menjadi bagian dalam Dewan Nasional untuk menjadi wakil dari suara Partai Katolik Indonesia (Dewan Nasional merupakan sebuah lembaga yang didirikan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno di tahun 1957. Dewan Nasional dibentuk dari adanya hasil Konsepsi Presiden yang diserukan oleh Presiden Soekarno pada 21 Februari 1957. Konsepsi tersebut diputuskan oleh Presiden Soekarno sebagai langkah atas timbulnya konflik internal dalam badan pemerintahan dan partai-partai politik di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Indonesia yang mempertanyakan apakah Pancasila akan tetap dipertahankan atau diganti dengan ajaran agama Islam sebagai dasar negara. Konsepsi tersebut memutuskan untuk menghapus sistem parlementer yang dianggap oleh Presiden Soekarno tidak mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi pemerintah dan bangsa Indonesia masa itu), namun tawaran untuk duduk dalam Dewan Nasional ditolak Soegija. Soegija justru memberikan kesempatan orang kepercayaannya untuk mewakili suara Parta Katolik Indonesia dalam Dewan Nasional. B. Tanggapan Berbagai Pihak Terhadap Keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata dalam Diplomasi Kemerdekaan Indonesia. Kedudukan Soegija sebagai seorang pemimpin agama Katolik tidak menghalangi Soegija untuk ikut terjun dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.Keterlibatan Soegija dalam ikut berjuang pada masa perjungan kemerdekaan Indonesia hingga pasca kemerdekaan Indonesia mendapatkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak, baik dari kalangan dalam Gereja Katolik dan para pemimpin bangsa pada masa itu. Dari kalangan Gereja Katolik Indonesia sendiri mendukung dan memberikan apresiasi kepada Soegija atas usahanya dalam ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan ikut serta dalam memikirkan permasalahan bangsa pasca merdeka. Bahkan rekan sekolah Soegija pada saat di Muntilan, I.J Kasimo mendukung keterlibatan Soegija dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Walaupun saat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
Presiden Soekarno memutuskan untuk memasukan PKI (Partai Komunis Indonesia) sebagai salah satu bagian dalam Republik Indonesia, Soegija dan I. J Kasimo memiliki pandangan lain. Soegija mendukung keputusan Presiden Soekarno yang memasukan PKI dalam bagian RI, sedangkan I. J Kasimo beserta beberapa anggota Partai Katolik menentang keputusan Presiden itu5. Selain disambut baik oleh kalangan Katolik Indonesia, eksistensi Soegija tersebut juga mendapatkan respon positif dari nuntius Vatikan untuk Indonesia, Mgr. George de Jonge d’ Ardoya dan pihak Vatikan, hingga pihak Vatikan mengangkat Soegija sebagai anggota Konsili Vatikan. Pengangkatan Soegija sebagai anggota Konsili Vatikan bukan diputuskan berdasarkan karena Soegija adalah uskup, namun juga berdasarkan atas tindakantindakan berani Soegija dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang dinilai sebagai tindakan yang mencerminkan seorang Katolik sejati. Bagai dua sisi mata uang keterlibatan Soegija dalam perjuangan sebelum maupun sesudah kemerdekaan Indonesia, juga tidak luput dari kritikan dari kalangan Gereja Katolik, terutama dari Kalangan Gereja Katolik Belanda. Terutama ketika hubungan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda kembali memanas ketika memeperebutkan Irian barat (sekarang Irian Jaya), Baik dari pihak Belanda maupun Indonesia bersikeras untuk memasukan Irian Barat sebagai daerah teoterial masing-masing. Kaitan permasalahan tersebut dengan posisi Soegija adalah karena sebagai seorang uskup dalam Vikariat Semarang, Soegija memiliki hubungan 5
Anhar Gonggon, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Antara Gereja dan Negara, Jakarta : Grasindo, 1993, Hlm.91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
yang luas dengan orang-orang berbangsa Belanda terutama kaum Katolik Belanda baik yang berada di Indonesia maupun di Belanda sendiri. Di sisi lain Soegija merupakan warga negara Indonesia yang memiliki kewajiban untuk terus membela tanah airnya. Posisi Soegija makin sulit terutama ketika Partai Katolik Belanda menjadi salah satu partai yang mendukung Politik Kolonialisme di Hindia-Belanda6. Akhirnya karena rasa cinta terhadap bangsa dan negaranya, Soegija lebih memilih untuk membela Indonesia.Sikap Soegija tersebut mendapatkan kritikan dari Prof. Romme yang merupakan seorang tokoh Partai Katolik Belanda dan beberapa anggota Partai Katolik Belanda yang mengatakan tidak seharusnya Soegija terlalu ikut campur dalam masalah politik praktis. Sedangkan dari pihak pemerintah Indonesia sendiri, keikutsertaan Soegija dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia disambut hangat oleh beberapa pemimpin negara saat itu seperti Presiden Soekarno, Sri Sultan Hamengkubowono IX dan beberapa petinggi militer Indonesia. Tak jarang para pemimpin negara meminta masukan-masukan dari Soegija terhadap situasi negara pada saat itu. Tak jarang para pemimpin negara tersebut berkirim surat dengan Soegija untuk membahas situasi negara. Bahkan Soegija juga sering diundang dalam acara yang diadakan oleh pemerintah Indonesia yang pada saat itu masih terpusat di Yogyakarta. Seperti yang dikemukakan sebelumya. Soegija juga pernah mendapatkan tawaran dari Presiden Soekarno untuk mewakili golongan Katolik Indonesia dalam 6
Ibid, Hlm. 89-90.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Dewan Nasional, akan tetapi Soegija menolak tawaran Presiden Soekarno tersebut7. Walau demikian Soegija tetap menjadi penasehat diluar pemerintahan dan masih suka membahas permasalahan negara dengan para pemimpin negeri. Kemampuan Soegija dalam berdiplomasi tidak diragukan lagi oleh para pemimpin negara, bahkan para pemimpin negara bukan hanya menghormati Soegija sebagai pemuka agama namun juga dihormati sebagai seorang negarawan. Rasa hormat kepada Soegija ditunjukkan oleh Presiden Soekarno ketika mendengar kabar meninggalnya Soegija di neegri Belanda pada 22 Juli 1963.Saat itu ada wacana untuk menyemayamkan jasad Soegija di Belanda, namun Presiden Soekarno tidak menghendaki hal tersebut. Presiden Soekarno segera memerintahkan anak buahnya untuk membawa pulang jenasah Soegija ke tanah air untuk dimakamkan di Taman Pahlawan Semarang. Layaknya pemakaman seorang anggota militer atau seorang negarawan, pemakaman Soegija diiringi pula dengan upacara kebesaran militer. Hal tersebut dilakukan pemerintah Indonesia untuk menghargai dan menghormati seluruh tindakan Soegija demi membela tanah air. Untuk menghormati jasa dari Soegija dalam proses perjuangan Indonesia demi mengukuhkan kemerdekaanya maka Presiden Soekarno menyematkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soegija pada 26 Juli 1963, tepat empat hari setelah Soegija wafat.
7
Ibid, Hlm 91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau yang lebih akrab dengan sapaan Soegija merupakan seorang pemuka agama yang sangat peduli terhadap nasib bangsa dan negaranya. Oleh karena itu walaupun Soegija adalah seorang imam, tidak ada batasan bagi Soegija untuk ikut membantu langsung dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kebanyakan rakyat Indonesia memilih untuk ikut ambil bagian dalam perang militer maupun perang grilya melawan penjajah, Soegija memilih jalan diplomasi untuk memperjuangkan nasib kemerdekaan Indonesia yang diusik oleh Belanda. Dari hasil penelitian mengenai Soegija dalam perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia 1946-1950, dapat diketahui faktor-faktor yang mendorong Soegija dalam melakukan diplomasi. Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi Soegija dalam melakukan diplomasi demi membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu fakor dalam dan faktor luar. Faktor dari dalam yang mendukung atau mendorong Soegija dalam melakukan diplomasi kemerdekaan adalah orang-orang terdekat Soegija yaitu keluarga dan para pendidiknya di Kolose Xaverius, Muntilan seperti Van Lith. Keluarga Soegija memberikan pelajaran kepada Soegija untuk 77
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
selalu berbuat baik, menjadi orang yang peduli terhadap sesama, dan mengajarkan Soegija bagaimana menghargai dan menerima perbedaan. Ajaran dari keluarga tersebut membuat Soegija pada akhirnya memiliki bela rasa yang tinggi terhadap orang lain, dan menghargai perbedaan. Hal tersebut pula yang kemudian diajarkan oleh Soegija sebagai seorang imam kepada umat Katolik di Indonesia. Di mana Soegija selalu mengajak para umat Katolik di Indonesia dari berbagai golongan untuk ikut membantu dan mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia, bergabung dengan rakyat untuk berjuang. Sedangkan para pendidik Soegija seperti Van Lith dengan ajaran-ajaran yang diberikan semasa Soegija bersekolah di Kolose Xaverius, Muntilan, selalu mengajari para murid untuk membela diri dari segala bentuk ketidakadilan. Van Lith juga berjasa untuk menumbuhkan bela rasa terhadap kaum tertindas dalam diri para murid di Kolose Xaverius termasuk dalam diri Soegija. Oleh karena itu saat menjadi seorang imam hal tersebut tetap dipegang teguh oleh Soegija, sehingga Soegija tak enggan untuk ikut terjun langsung dalam membela bangsa dan rakyat Indonesia. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi atau mendorong Soegija dalam melakukan diplomasi kemerdekaan ialah pengalaman hidup Soegija semasa kecil hingga Soegija menjadi seorang imam, dan juga pendidikan Soegija semasa menjalani masa studi untuk menjadi seorang imam. Dari sejak Soegija kecil hingga menjadi seorang imam, Soegija selalu melihat dan mengalami secara langsung bagaimana penderitaan rakyat Indonesia yang selalu dijajah oleh bangsa asing, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
mengalami banyak ketidakadilan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Bahkan Soegija juga pernah mengalami sendiri semasa Soegija masih kanak-kanak. Soegija dan kawan-kawan yang merupakan orang pribumi selalu diolok oleh anak-anak orang Eropa. Bahkan ketika terjadi pertengkaran antara anak-anak golongan pribumi dengan anak-anak golongan Eropa baik guru maupun pihak berwajib akan lebih membela anak-anak golongan Eropa. Selain itu semasa Soegija menempuh pendidikan sebagai seorang imam di Belanda pada tahun 1919, Soegija melihat langsung bagaimana Eropa hancur akibat dari Perang Dunia I. Soegija melihat banyak orang yang menderita baik fisik maupun psikis akibat perang tersebut. Pengalaman-pengalaman tersebutlah yang membuat Soegija akhirnya memikirkan mengenai nasib bangsa Indonesia yang telah lama dijajah. Soegija mulai memikirkan makna merdeka dan pentingnya kemerdekaan bagi sebuah bangsa maupun individu. Ditambah lagi pada saat perang kemerdekaan banyak rakyat Indonesia yang menganggap bahwa orang-orang Katolik dan para imam adalah kaki tangan Belanda, Soegija juga berusaha untuk merubah pandangan rakyat Indonesia terhadap orangorang Katolik di Indonesia. Maka dari sanalah muncul dorongan dalam diri Soegija untuk ikut berjuang membela bangsa dan negara. Selain itu pendidikan yang ditempuh Soegija saat akan menjadi imam, juga banyak mempengaruhi pola pikir dan sikap Soegija, serta mengembangkan kemampuan Soegija dalam menulis. Karena untuk menjadi seorang imam, Soegija diharuskan untuk belajar filsafat dan berbagai bahasa asing seperti Yunani, Latin dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Belanda. Selain itu untuk menjadi seorang imam, Soegija juga perlu mendalami Kitab Suci dan ajaran Kristus yang selalu didasari akan kasih. Maka dari itu sebagai seorang individu, Soegija selalu berusaha mewujudkan cinta kasih terhadap sesama terutama kaum tertindas. Dan pendidikan tersebut yang membuat Soegija memiliki keahlian dalam menulis, yang mana kemampuan menulis tersebut menjadi salah satu cara bagi Soegija dalam melakukan diplomasi. Dalam melakukan usaha-usaha diplomasi, Soegija melakukan berbagai cara guna mendapat dukungan dunia internasional untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Salah satunya adalah melakukan diplomasi dengan pemerintah (negara), Soegija mencoba melakukan diplomasi secara tidak langsung dengan Vatikan. Cara yang dilakukan Soegija adalah mengirimkan sebuah surat pada 18 Januari 1947, dalam surat tersebut Soegija menuliskan aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Belanda. Selain itu Soegija juga memberikan masukan untuk penunjukkan nuntius yang akan mewakili Paus di Vatikan. Dalam kaitan dengan penunjukkan nuntius, Soegija memberi saran agar nuntius yang ditunjuk berasal dari negara yang tidak akan menimbulkan pertentangan pada diri rakyat Indonesia. Dari hal tersebut dapat dilihat, bagaimana Soegija berusaha mengambil simpati dari Vatikan untuk mau membela dan mendukung Indonesia, dengan menceritakan berbagai aksi militer Belanda yang membuat penderitaan bagi rakyat Indonesia. Serta usul atas penunjukkan nuntius juga dilakukan Soegija agar tidak terjadi permasalahan di Indonesia yang dapat mengakibatkan bertambahnya penderitaan rakyat. Sedangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
dengan pihak-pihak lain Soegija melakukan usaha diplomasi melalui wawancara dengan berbagai media, dalam setiap wawancara Soegija tidak lupa untuk selalu mempertanyakan tanggungjawab Belanda terhadap penderitaan rakyat Indonesia akibat aksi militer Belanda. Selain itu Soegija juga banyak menuliskan mengenai kekejaman pasukan Belanda dan penderitaan rakyat Indonesia. Yang mana banyak tulisan-tulisan Soegija mendapat dukungan dari banyak pihak. Dalam kaitannya dengan status Soegija sebagai seorang imam, Soegija juga sering melakukan diplomasi secara tidak langsung dengan para umat Katolik di Indonesia dengan cara mengajak umat Katolik di Indonesia untuk berjuang bersama mempertahankan kemerdekaan, seperti yang dilakukan Soegija dalam surat-surat gembala yang ditulisnya sendiri. Soegija juga pernah berusaha untuk menyerukan agar Belanda dan Indonesia untuk melakukan gencatan senjata dan mengadakan perundingan, saat Belanda melakukan Agresi Militer I pada Juli 1947. Dari hal-hal tersebut dapat dilihat kekhasan Soegija dalam melakukan diplomasi. 1.
Kekhasan sebagai pemimpin agama yang terlibat dalam diplomasi :
Sebagai seorang uskup (imam) tentunya pergaulan Soegija sangatlah luas tidak hanya bergaul dengan kalangan pribumi, pergaulan Soegija juga mencakup umat Katolik non pribumi termasuk orang-orang Belanda. Pada saat pengangkatan Soegija sebagai uskup, selain beberapa pemimpin Indonesia yang hadir ada beberapa perwakilan dari pemerintah Hindia-Belanda yang
juga menghadiri upacara
pengangkatan Soegija tersebut. Sebagai ucapan terimakasih Soegija atas dukungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
pihak-pihak tersebut, Soegija pun berusaha menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan pihak-pihak tersebut termasuk dengan para pemimpin Hindia-Belanda. Sehingga tidak heran apabila banyak kalangan termasuk para pemimpin HindiaBelanda yang segan dengan Soegija. Inilah kekhasan bidang pergaulan, atau relasi berdasar kedudukannya sebagai pemimpin agama. Keuntungan yang dimiliki oleh Soegija sebagai seorang imam adalah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi umat Katolik Indonesia, baik dari kaum pribumi maupun umat Katolik non-Pribumi. Hal tersebut disadari betul oleh Soegija sehingga pengaruh dan kedudukannya sebagi seorang uskup dimanfaatkan untuk mengajak umat Katolik di Indonesia ikut berjuang dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Soegija tidak ingin umat Katolik Indonesia hanya berdiam diri melihat kemerdekaan bangsanya dipermainkan dan direbut oleh bangsa lain. Soegija mengingatkan bahwa umat Katolik yang berada di Indonesia merupakan bagian dari bangsa dan negara Indonesia, oleh karena itu umat Katolik di Indonesia memiliki kewajiban untuk memperjuangkan nasib bangsa dan Indonesia untuk menjadi jauh lebih baik. Di samping itu setiap Soegija memimpin misa, Soegija selalu menekankan akan pentingnya menjunjung tinggi kesatuan sebagai umat manusia, tanpa memandang agama, ras dan etnis. Terlihat jelas bahwa Soegija merupakan sosok yang menghargai perbedaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
2. Sebagai imam dan uskup mendapat pendidikan khusus: bidang iman dan moral Sebagai seorang imam, Soegija mendapatkan berbagai macam pengetahuan pada masa studinya.Untuk menjadi seorang imam pada masa itu, Soegija harus menempuh pendidikan teologi terlebih dahulu di Negeri Belanda. Selama masa studi tersebut Soegija banyak belajar mengenai filsafat, bahasa latin dan tentu bahasa Belanda. Sebelum ditahbiskan sebagai imam, Soegija juga pernah mengajar sebagai guru aljabar, agama dan bahasa jawa di almamaternya yaitu di Kolose Xaverius, Muntilan. Pengalaman mengajar dan ilmu yang didapatkan Soegija saat belajar di negeri Belanda membuat Soegija memiliki kemampuan lebih dalam bidang menulis, selain itu jabatannya sebagai seorang imam membuat Soegija fasih dalam berbicara di depan khalayak ramai. Ini kekhasan Soegija dalam bidang pengetahuan. Sebagai seorang imam dan uskup yang mendalami teologi pastinya Soegija belajar banyak mengenai ajaran cinta kasih yang diajarkan oleh Kristus. Hal tersebut pulalah yang berusaha diwujudkan Soegija dalam karya misinya. Bahkan rasa cinta kasih Soegija ditunjukkan ketika Soegija menyerukan keperihatinannya terhadap nasib rakyat Indonesia pada masa penjajahan maupun pasca kemerdekaan Indonesia. 3. Berdiplomasi Melalui Tulisan Tidak hanya melakukan komunikasi dengan pihak Belanda seperti yang dilakukan Soegija pada saat meminta pihak Belanda untuk menghentikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
serangannya pada Agresi Militer Belanda I, namun Soegija juga melakukakan diplomasi lewat tulisan-tulisan yang sering dimuat dalam media cetak baik media cetak dalam negeri dan luar negeri. Tulisan-tulisan Soegija pada masa itu didominasi mengenai keperhatinan Soegija terhadap situasi bangsa Indonesia masa itu , yang mana haknya sebagai bangsa dan manusia yang merdeka direbut karena penjajahan Belanda. Dengan menuliskan hal tersebut Soegija berharap bahwa masyarakat dunia terutama umat Katolik di seluruh dunia membaca tulisan tersebut dan bersimpati terhadap nasib rakyat Indonesia, serta berharap bahwa masyarakat dunia akan mendukung kemerdekaan Indonesia. Kemampuan Soegija dalam menulis itulah yang menjadikan nilai lebih dari perjuangan Soegija dalam berdiplomasi demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan tulisan yang ditulis Soegija masyarakat dunia yang semula tidak tahu akan situasi sebenarnya Indonesia pada saat itu menjadi terbuka matanya. Selain itu tulisan Soegija juga mengugah banyak pihak untuk mendukung kemerdekaan Indonesia, seperti yang telah dituliskan sebelumnya. Kekhasan tulisan dari Soegija adalah dalam hal isi. Tulisan yang dihasilkan Soegija berfokus dalam bidang kemanusiaan. Dalam tulisannya Soegija selalu menyatakan keperihatinannya akan nasib rakyat Indonesia, atau manusia di belahan bumi apapun yang sedang mengalami penjajahan. Karena bagi Soegija penjajahan merupakan hal yang merenggut kebebasan hak asasi seseorang atau sebuah negara untuk merdeka. Hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
tersebut dapat terlihat dari kutipan Surat Gembala yang ditulis Soegija pada tahun 1949. Pemikiran-pemikiran kritis Soegija dalam melihat situasi bangsa Indonesia saat itu dan usaha-usaha Soegija dalam berdiplomasi mendapatkan tanggapan postif oleh para pemimpin negara. Karena mudah bergaul maka Soegija memiliki hubungan yang dekat dengan Presiden Soekarno, Sri Sultan Hamenkubowono IX dan beberapa pemimpin negara lainnya. Bahkan Soegija sering membahasi mengenai persoalan negeri bersama para pemimpin negara, selain itu para pemimpin negara juga tak jarang meminta masukan-masukan dari Soegija. Namun tanggapan negatif pun juga diterima Soegija dari Partai Katolik Belanda. Tetapi bagaimanapun juga usaha Soegija dalam berdiplomasi memberikan akibat positif bagi bangsa Indonesia dan umat Katolik di Indonesia. Untuk bangsa Indonesia, usaha Soegija tersebut membuat masyarakat dunia mengetahui situasi di Indonesia dan banyak dukungan yang didapat untuk Indonesia. Salah satunya adalah Vatikan ikut membantu Indonesia untuk menyerukan penghentian aksi militer Belanda di Indonesia. Sedangkan untuk umat Katolik di Indonesia, usaha Soegija tersebut mengakibatkan eksistensi umat Katolik di Indonesia diakui oleh Presiden Soekarno, dan perlahan golongan non Katolik merubah pandangannya terhadap umat Katolik Indonesia..
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Dari semua paparan yang telah dijelaskan mengenai sosok Soegija dan usahanya dalam berdiplomasi, dapat diketahui nilai lebih apa sajakah yang dimiliki oleh Soegija dalam melakukan usaha diplomasinya, baik dilihat dari dalam pribadi Soegija maupun langkah-langkah yang dilakukan Soegija dalam melakukan diplomasinya hingga mencapai keberhasilan dalam menggalang dukungan dari berbagai pihak demi kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu maka peranan Soegija dalam kemerdekaan Indonesia tidak dapat begitu saja dilupakan. Sama dengan para pejuang kemerdekaan yang menggunakan jalan berperang maupun para diplomat resmi pemerintahan, Soegija pun memiliki peranan besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Soegija bukan hanya merupakan seorang uskup pribumi pertama, namun Soegija juga pantas disebut sebagai negarawan. Untuk menghargai jasa-jasa Soegija, maka Presiden Soekarno menobatkan Soegija sebagai Pahlawan Nasional pada 26 Juli atau 4 hari setelah Soegija wafat. Jika pemerintah ataupun bangsa Indonesia tidak mengakui peranan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan, tentu Presiden Soekarno tidak akan memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soegija. Sehingga dari gelar yang diberikan oleh pemerintah tersebut dapat dibuktikan bahwa Soegija memiliki peranan penting dalam proses panjang kemerdekaan Indonesia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
DAFTAR PUSTAKA SUMBER PRIMER : Surat Gembala, tertanggal 11 Februari 1941 Swaratama XXI, 7 Mei 1941 Surat Gembala, tertanggal 1 Februari 1942 Surat Gembala, dalam rangka hari peringatan Santa Maria kelihatan di Lourdes. Tertanggal 11 Februari 1943 Surat Gembala, dalam rangka hari peringatan Santa Maria kelihatan di Lourdes, tertanggal 11 Februari 1944 Surat Gembala, tertanggal 22 Januari 1948 Swaratama XXI, 7 Mei 1941 The Commonweal, 31 Desember 1948 Surat Gembala, tertanggal 2 Februari 1949 Merdeka, KL & KNIL berlainan dasar tudjuan dengan TNI, Pendapat Mgr. Sugiopranoto tentang aksi militer II, 17 Mei 1949 Surat Gembala, tertanggal 3 Februari 1950 Teks Kata Sambutan dalam rangka peringatan kemerdekaan Indonesia, tertanggal 17 Agustus 1952 Budi
Subanar. G, Kesaksian Revolusioner Perang,Yogyakarta : Galang Press, 2003
Seorang
Uskup
Di
Masa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
SUMBER SEKUNDER : Anhar Gonggong. Mgr. Albertus Soegijapranata SJ: Antara Gereja dan Negara, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 2012. Atmakusumah, Takhta Untuk Rakyat, Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX, Jakarta : Kompas Gramedia, 2011. Ayu Utami, Soegija 100 % Indonesia, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 2012. Budi Subanar, G,Si Anak Betlehem Van Java, Biografi Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, Yogyakarta :Kanisius, 2003. _________________,Kilasan Kisah Soegijapranata, Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2012. _________________,Kesaksian Revolusioner Perang,Yogyakarta : Galang Press, 2003.
Seorang
_________________,Soegija, Catatan Harian Kemanusiaan,Yogyakarta :Galang Press, 2012.
Uskup Seorang
Di
Masa Pejuang
_________________, Menuju Gereja Mandiri: Sejarah Keuskupan Agung Semarang di Bawah Dua Uskup (1940–1981), Yogyakarta: Sanata Dharma, 2005. Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2007. Edy Suhardono, Teori Peran, Konsep, Derivasi dan Implikasinya, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1994. Iin Nur Insaniwati, Moh. Roem, Karier Politik dan Perjuangannya (1924-1968), Magelang : Yayasan IndonesiaTera, 2002 Julius Pour, Doorstoot Naar Djokja, Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer,Jakarta : Kompas, 2009. Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 1995 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press, 1982. Theo Sudimin, MS, dkk, Semangat dan Perjuangan Mgr. Albertus Soegijapranata, Semarang : Universitas Katholik Indonesia, 2002
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Tim Wartawan Kompas dan Redaksi Penerbit Gramedia, I. J Kasimo, Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980. Tribuana Said, H. Rosihan Anwar, Wartawan Dengan Aneka Citra, Jakarta : KOMPAS, 1992 W. J. Poerwadinata ,Kamus Basar Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai Pustaka. 1985 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949
Sumber Internet http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/pengumpulan-data-dan-instrumenpenelitian/ (Diunduh pada Selasa, 11 Februari 2014).