PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ANALISIS FEMINIS TENTANG GAMBARAN PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM DAN SUMBANGANNYA UNTUK KATEKESE PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Tri Agnes NIM: 101124004
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria Sang Ibu Sejati, orang tua, kakak, keponakan yang sangat penulis cintai, para Dosen yang telah mendampingi dan membimbing penulis, teman-teman SMP dan SMA yang menginspirasi penulis, dan kepada siapa saja yang telah membantu penulis dengan doa dan dukungan yang begitu tulus dalam penyusunan skripsi ini.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO “Life is like a ten-speed bike. Most of us have gears we never use.” (Charles Schultz)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 17 Desember 2014 Penulis,
Tri Agnes
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Tri Agnes NIM
: 101124004
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul ANALISIS FEMINIS TENTANG GAMBARAN PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM DAN SUMBANGANNYA UNTUK KATEKESE PEMBERDAYAAN PEREMPUAN. Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 17 Desember 2014 Yang menyatakan,
Tri Agnes
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah ANALISIS FEMINIS TENTANG GAMBARAN PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM DAN SUMBANGANNYA UNTUK KATEKESE PEMBERDAYAAN PEREMPUAN dipilih berdasarkan keinginan untuk mengetahui metode penafsiran feminis seperti pendekatan feminis terhadap teks-teks Alkitab. Penulis ingin mengetahui peran yang dimainkan perempuan dalam Kitab Hakim-hakim serta ingin mengetahui metode penafsiran hermeneutika kecurigaan yang berpihak pada perempuan. Melalui skripsi ini penulis juga ingin memberikan sumbangan katekese untuk pemberdayaan perempuan melalui katekese analisis sosial bagi siswi lulusan SMA. Skripsi ini dimaksudkan untuk memperkenalkan metode penafsiran yang berpihak pada perempuan terutama dalam Kitab Hakim-hakim dan membantu para siswi lulusan SMA menganalisis pengalaman hidupnya melalui terang Kitab Suci. Tema pokok dalam skripsi ini adalah teologi feminis sebagai gerakan perempuan yang menolak dominasi laki-laki dan menuntut adanya keadilan dan kesetaraan martabat sebagai ciptaan Allah. Teologi feminis berusaha untuk menafsirkan teks-teks Alkitab yang membebaskan perempuan melalui penafsiran feminis. Salah satu metode penafsiran yang dipakai adalah hermeneutika kecurigaan yang menguraikan bagaimana dan mengapa cerita itu ditulis dengan melibatkan tokoh perempuan tersebut. Analisis penggambaran tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan belum mendapatkan martabat yang sama dengan laki-laki. Kitab Hakim-hakim menampilkan perempuan dengan karakter yang buruk dan tidak mempunyai kemerdekaan. Melalui hermeneutika kecurigaan, perempuan dalam Kitab Hakim-hakim lebih dimaknai sebagai pahlawan dalam hidup sang hakim. Berdasarkan hasil studi pustaka ini, penulis memberikan usulan katekese analisis sosial bagi siswi lulusan SMA demi pemberdayaan perempuan. Siswi lulusan SMA sebagai generasi muda diharapkan mampu mengembangkan imannya dan menemukan panggilan serta perutusan mereka dalam Gereja dan masyarakat. Melalui katekese Analisis Sosial siswi lulusan SMA dapat menganalisis secara kritis pengalaman hidup mereka sehari-hari sehingga mampu menjadi saksi-saksi kebangkitan dan mewartakan pembebasan.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
The title of this thesis is FEMINIST ANALYSIS ABOUT WOMEN IN THE BOOK OF JUDGES AND THE CONTRIBUTION FOR WOMEN EMPOWERMENT CATECHESIS. The choice of this title is based upon a curiosity to know the feminist interpretation methods such as feminist approach to the biblical texts. The author would like to find out the women’s role in the book of Judges, and want to know the methods of interpretation hermeneutics of suspicion in favor of women. Through this thesis the author would give contribution to the empowerment of women through catechesis. It is a social analysis catechesis for the female high school graduates. This thesis intended to introduce the method of interpretation in favor of women, especially in the book of Judges and help the female high school graduates to analyze the experience of his life through the message of Scripture. The main theme of this thesis is a feminist theology as a women's movement that rejected the male dominance and demands for justice and equality of dignity as God's creation. Feminist theology seeks to interpret biblical texts that liberate women through feminist interpretation. One of the interpretation method used is hermeneutics of suspicion that explains how and why the story was written with the involvement of the female characters. Analysis depiction of female characters in the book of Judges shows that the majority of women do not the same dignity as men. The book of Judges presenting women with bad character and do not have independence. Through the hermeneutics of suspicion, women in the book of Judges are interpreted as hero in the judge's life. Based on the results of this literature study, the author propose an analysis social catechesis for female high school graduates for the empowerment of women. The female high school graduates as young people are expected to develope their faith and discover their calling in the Church’s mission and society. Through Social Analysis catechesis, female high school graduates can critically analyze their daily experiences so that they can be witnesses of resurrection and to proclaim the liberation.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang Maha Baik, karena telah membimbing dan menuntun penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS FEMINIS TENTANG GAMBARAN PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM DAN SUMBANGANNYA UNTUK KATEKESE PEMBERDAYAAN PEREMPUAN. Skripsi ini diilhami dari peran perempuan yang ada dalam Alkitab. Kebanyakan dari mereka diceritakan sebagai perempuan tidak baik. Melalui skripsi ini penulis berharap pembaca Alkitab tidak hanya membaca saja tapi juga memaknai peran perempuan melalui tafsiran feminis. Penulis juga tertarik bagaimana kaum feminis memaknai peran perempuan dalam Alkitab sehingga mereka mendapatkan karakter sebagai perempuan yang baik. Penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1.
Romo Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ., M.Ed, selaku Kaprodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma, dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
dukungan,
perhatian
dan
sapaan
selama
proses
menyelesaikan skripsi ini. 2.
Romo Dr. V. Indra Sanjaya, Pr, selaku dosen pembimbing utama yang selalu mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3.
Bapak P. Banyu Dewa HS. S. Ag, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap staf dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
membimbing penulis selama proses belajar mengajar hingga penulis dapat menyelesaikan studi di kampus IPPAK. 5. Segenap staf sekretariat dan perpustakaan Prodi IPPAK, dan karyawan bagian lain yang telah memberikan dukungan dan sapaan kepada penulis selama kuliah. 6. Kedua orang tua penulis yang sangat mendukung, memperhatian, membimbing, dan banyak memberikan doa. 7. Kakak penulis dan kedua keponakan penulis yang memberi penghiburan dan harapan. 8. Teman-teman SMP dan SMA penulis yang menyapa dan memberi semangat kepada penulis. 9.
Teman-teman asrama Putri Seraphine yang telah mendukung, memotivasi penulis selama proses sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
10. Teman-teman mahasiswa IPPAK angkatan 2010 yang selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan tulus memberikan bantuan, dukungan hingga skripsi ini selesai.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, maka penulis terbuka akan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 17 Desember 2014 Penulis,
Tri Agnes
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv HALAMAN MOTTO .................................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................... vii ABSTRAK ................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................ xii DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. LATAR BELAKANG.............................................................................. 1 B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 5 C. TUJUAN PENULISAN ........................................................................... 6 D. MANFAAT PENULISAN ....................................................................... 6 E. METODE PENULISAN .......................................................................... 7 F. SISTEMATIKA PENULISAN ................................................................. 7
BAB II TEOLOGI FEMINIS DAN PENAFSIRAN FEMINIS ................... 9 A. Munculnya Gerakan Feminisme .............................................................. 9 B. Pengaruh Gerakan Feminisme Terhadap Teologi Feminis ...................... 17 C. Teologi Feminis Dalam Gereja ................................................................ 21 D. Penafsiran Alkitab Menurut Teologi Feminis .......................................... 27 E. Hermeneutika Kecurigaan Sebagai Metode Kritis Yang xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berorientasi Feminis ................................................................................. 36 RANGKUMAN ............................................................................................ 38
BAB III ANALISIS PENGGAMBARAN TOKOH PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM .............................................. 39 A. Kitab Hakim-Hakim Sebagai Kitab Iman ................................................ 39 B. Tokoh Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim ....................................... 42 C. Penerapan Metode Hermeneutika Kecurigaan Dalam Menggali Karakter Dan Peran Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim .................. 45 1. Akhsa, seorang istri yang cerdas .......................................................... 45 2. Debora:karisma perempuan yang meruntuhkan patriarki .................... 51 3. Teman perjuangan yang sangat heroik: Yael ....................................... 53 4. Delila, perempuan mandiri yang berinisiatif ........................................ 54 5. Perempuan yang disebutkan tanpa nama secara individu .................... 59 a. Putri Yefta, gadis yang dikurbankan ayahnya demi nazar ............ 59 b. Ibu Simson, Ibu teladan merawat anak ......................................... 65 c. Perempuan sebagai pelaksana kutuk ............................................. 68 d. Ibu Yefta, perempuan yang ditemui Simson sebagai perempuan sundal dan Ibu Abimelekh sebagai gundik Gideon ... 69 e. Istri pertama Simson...................................................................... 71 f. Adik ipar Simson ........................................................................... 73 g. Ibu Mikha ...................................................................................... 73 h. Gundik orang Lewi ....................................................................... 75 i. Anak perempuan yang akan dikorbankan ayahnya demi keselamatan ayahnya dan orang Lewi............................................ 80 6. Perempuan yang disebutkan tanpa nama secara berkelompok ............. 80 a. Kelompok perempuan yang memegang peran tak berarti ............. 81 b. Perempuan-perempuan yang berkemah dengan Yael ................... 83 c. Gadis Yabesh-Gilead dan gadis Silo; perempuan yang tertindas . 83 xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
RANGKUMAN ............................................................................................ 86 BAB IV USULAN KATEKESE ANALISIS SOSIAL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN ............................................. 88 A. Refleksi Atas Pemahaman Teologi Feminis dan Ulasan Tentang Tokoh Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim ......................... 89 B. Program Katekese Analisis Sosial ............................................................ 92 1. Katekese Analisis Sosial ....................................................................... 92 2. Latar belakang program katekese ......................................................... 95 3. Alasan pemilihan tema katekese........................................................... 100 4. Rumusan dan tema tujuan..................................................................... 101 5. Petunjuk pelaksanaan program ............................................................. 102 6. Matriks program katekese bagi perempuan lulusan SMA.................... 103 7. Contoh persiapan katekese analisis sosial ........................................... 106
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 112 A. Kesimpulan .............................................................................................. 112 B. Saran ......................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 115 LAMPIRAN .................................................................................................. 117 Lampiran 1 :Bacaan Kitab Suci Hak 4:17-24 ............................................... (1) Lampiran 2:Teks cerita “Marsinah, Tragedi Seorang Buruh” ...................... (2)
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A.
Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan-
singkatan dalam Lembaga Alkitab Indonesia. (2010). Alkitab. LAI: Jakarta.
B.
SINGKATAN DOKUMEN GEREJA
GS
:Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965
CT
: Catechesi Tradendae(Penyelenggaraan Katekese): AnjuranApostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, disampaikan pada tanggal 16 Oktober 1979 di Roma.
C.
SINGKATAN LAINNYA
R.A
: Raden Ajeng
dll
:dan lain-lain
art
:artikel
HAM
:Hak Asasi Manusia
terj
:terjemahan
UMR
:Upah Minimum Regional
SMK
:Sekolah Menengah Kejuruan
SMA
:Sekolah Menengah Atas
Ansos
:Analisis Sosial
OMK
:Orang Muda Katolik
St.
:Santo xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SISKA
: Siswa-Siswi Katolik Ambarawa
TKW
:Tenaga Kerja Wanita
MB
:Madah Bakti
no.
:nomor
UU
:Undang-Undang
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di abad ke-21 ini kita hidup di zaman globalisasi di mana perempuan bukanlah orang yang hanya berada di dapur dengan pendidikan rendah dengan status ibu rumah tangga. Jauh sebelum zaman globalisasi ini, dominasi kaum pria yang telah berlangsung secara mengglobal melukai sangat dalam hati para perempuan. Fenomena ini tercermin di dalam segala bentuk penghinaan, eksploitasi, penindasan, dan kekerasan terhadap perempuan (Lecrerc, 2000:v). Kondisi perempuan yang tersubordinasi, tereksploitasi, diperbudak, dibungkam tidak hanya merupakan kezaliman yang bukan alang kepalang, tetapi juga suatu kebodohan (Lecrerc, 2000:ix). Penderitaan ataupun kegagalan yang dialami perempuan yang sifatnya massal semacam itu, akhirnya jelas berasal dari suatu sistem yang „gagal‟ untuk memperhitungkan kepentingan semua anggota-anggotanya, karena
hanya
kepentingan laki-laki (Iswanti, 2006:9). Permasalahan yang dialami perempuan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan nasihat-nasihat psikologis dan moralis semata, tetapi dibutuhkan transformasi terhadap sistem realitas sosial politis yang adil terhadap perempuan. Pendapat konvensional yang hidup dalam benak para perencana pembangunan di negara berkembang adalah bahwa pendidikan merupakan terapi paling tepat untuk memajukan negara berkembang yang hidup serba terbelakang (Lukman, 1997:25). Secara teoritis, pendidikan memang merupakan tempat yang ampuh untuk mengangkat manusia dari berbagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ketertinggalan
termasuk
dari
ketidakadilan.
Melalui
pendidikan,
2
selain
memperoleh kepandaian berupa keterampilan berolah pikir, manusia juga memperoleh wawasan baru yang akan membantu upaya mengangkat martabat hidup mereka (Lukman, 1997:25). Menurut kaum feminis, ketidakadilan gender bersumber pada budaya patriarkal. Selama berabad-abad budaya tersebut telah menempatkan laki-laki sebagai pusat sejarah kehidupan. Budaya patriarkal secara riil diperkuat oleh sistem politik dan ekonomi kapitalis yang berkembang sekitar abad ke-18. Dalam budaya patriarkal tersebut perempuan dinomorduakan, dianggap tidak setara dengan
laki-laki.
Maka
sebenarnya
gerakan
kaum
feminis
berupaya
membangkitkan kesadaran kaum perempuan atas situasi yang tidak adil. Di Indonesia, R.A. Kartini dicatat sebagai salah satu tokoh emansipasi perempuan (Naning, 2010:46). Kartini adalah perempuan yang mengalami ketidakadilan namun ia berani menyuarakan pendapatnya demi banyak orang. Berbagai perjuangan Kartini mengacu pada pembentukan perempuan mandiri. Perempuan adalah suatu “tujuan”, suatu agen bernalar yang harga dirinya ada dalam kemampuannya untuk menentukan nasibnya sendiri (Naning, 2010:49). Seperti Kartini, ia adalah perempuan mandiri yang berani membela kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Tidak semua perempuan berani dan mandiri melihat ketidakadilan yang dialaminya. Adalah fakta di sekitar kita bahwa masih banyak kaum perempuan yang enggan atau mungkin tidak berani mengambil keputusan untuk membebaskan jiwanya dari belenggu apapun bentuknya. Atau, kalau mereka menginginkannya, mereka tidak mau secara terang-terangan. Sikap ini menunjukkan bahwa mereka beranggapan bahwa jiwanya bukan sebagai miliknya sendiri, tetapi milik kaum lelaki atau milik masyarakat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
sekitarnya, sehingga sebenarnya mereka berada di garis layang (Naning, 2010:108). Seharusnya, semua perempuan berani membawa jiwanya ke dalam pencerahan dengan melakukan apapun yang sesuai dengan yang diinginkannya tanpa meninggalkan norma-norma dan ajaran agama. Pelucutan citra sejati perempuan terjadi baik dalam sejarah maupun dalam cerita mitos. Mitos yang menghidup-hidupkan bahwa perempuan adalah makhluk lemah adalah prinsip mendasar yang ditentang oleh para tokoh dari berbagai aliran feminisme yang ada. Aliran-aliran tersebut adalah : feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis dan sosialis, feminisme eksistensialis, dan feminisme multikultural dan feminisme global (Naning, 2010:84). Untuk sebagian kalangan feminis, tidak heran jika timbul berbagai reaksi mulai dari yang sekedar memendam rasa tidak puas hingga yang berani bersuara bahkan yang lebih ekstrem, memberontak terhadap tatanan yang telah berakar di masyarakat. Tidak heran pula jika di berbagai penjuru dunia kita akan menemukan gerakan kaum perempuan yang dikenal dengan istilah “feminisme.” Feminisme adalah suatu gerakan yang dilandasi oleh kesadaran kaum perempuan bahwa mereka adalah makhluk yang Tuhan ciptakan sederajat dengan pria (Johnson, 2003:94). Kekristenan tidak luput dari konteks budaya patriarkal. Hal ini tampak dalam tulisan-tulisan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang sangat dipengaruhi oleh budaya patriarkal. Misalnya dalam Mat 14:21 tertulis,” yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak”. Gambaran perempuan yang memprihatinkan tersebut, ternyata juga dapat ditemukan di zaman Perjanjian Lama. Peranan perempuan dibatasi, namun bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
mereka yang diutus Allah mempunyai karakter sendiri, percaya diri, penuh akal, berani, dan bisa menjadi sangat militan. Sayangnya, banyak ditemukan dalam Perjanjian Lama yang mengisahkan peran perempuan sebagai budak, selir, bahkan perempuan
sundal.
Bagimana
dengan
sikap
Yesus,
apakah
masih
mendiskriminasikan perempuan? Dalam masyarakat Yahudi, pemisahan laki-laki dan perempuan sangat ditekankan. Kehadiran Yesus mendobrak tradisi ini, Yesus mengangkat martabat perempuan dengan banyak melibatkan perempuan dalam karya-Nya. Tugas Gereja dalam perutusannya adalah mewartakan “Kabar Gembira”, yakni warta keselamatan dan pembebasan yang datang dari Allah melalui PutraNya yang tunggal, Yesus Kristus yang dikandung oleh Roh Kudus dilahirkan oleh Perawan Maria. Maka pewartaan Gereja harus menjadi sebuah cerita tentang Allah yang hadir menyertai manusia dan membebaskannya dari berbagai situasi yang membelenggu. Wahyu Allah harus disesuaikan dengan situasi dan masyarakat tertentu karena wahyu Allah dinamis untuk segala situasi dan zaman. Gereja zaman sekarang telah mengangkat masalah perempuan melalui dokumen-dokumen
Gereja.
Dalam
GS
art.9,
manusia
diajak
untuk
mengembangkan martabatnya sendiri sehingga kesamaan hak diberikan kepada perempuan. Ditegaskan kembali dalam art.29 bahwa hak-hak asasi pribadi itu belum dimana-mana dipertahankan secara utuh dan aman. Maka lembagalembaga manusiawi, baik swasta maupun umum, hendaknya berusaha melayani martabat serta tujuan manusia, seraya sekaligus berjuang dengan gigih melawan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
setiap perbudakan sosial maupun politik, serta mengabdi kepada hak-hak asasi manusia di bawah setiap pemerintahan. Untuk mampu berperan dan menggunakan seoptimal mungkin kesempatan yang tersedia di abad ke-21 ini perempuan dituntut untuk memiliki suatu sikap mandiri, di samping suatu kebebasan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Profil perempuan saat ini digambarkan sebagai manusia yang hidup dalam situasi dilematis. Contoh situasi dilematis yang dihadapi oleh perempuan Indonesia adalah berkarier namun mereka juga terpanggil untuk tidak melupakan kodrat mereka sebagai perempuan yang mendidik anaknya. Bertolak dari kenyataan ini, penulis ingin membahas gambaran perempuan menurut teologi feminis di zaman Perjanjian Lama dengan mengambil salah satu kitab dalam Perjanjian Lama yaitu Kitab Hakim-hakim. Penulis memilih Kitab Hakim-hakim karena di dalamnya banyak dikisahkan tentang berbagai karakter perempuan. Dikisahkan juga perempuan sebagai hakim Israel. Selain itu ada banyak dikisahkan perjuangan perempuan yang menginspirasi penulis.
B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka dirumuskan beberapa permasalahan antara lain : 1. Apa itu teologi feminis dan bagaimana metode penafsiran feminis? 2. Bagaimana
metode
penafsiran
feminis
diterapkan
penggambaran perempuan dalam Kitab Hakim-hakim?
dalam
analisis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
3. Bagaimana gambaran perempuan dari hasil penafsiran feminis dalam Kitab Hakim-hakim dapat dipakai untuk pemberdayaan perempuan?
C. TUJUAN PENULISAN Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, penulisan ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui pokok-pokok tentang teologi feminis dan metode yang berorientasi feminis.
2.
Melalui metode penafsiran feminis, mengenal karakter perempuanperempuan yang ada di zaman para hakim Israel.
3.
Membantu umat untuk merefleksikan pengalaman hidupnya dan lebih memberdayakan diri sebagai perempuan dengan adanya katekese berdasarkan analisis feminis dalam Kitab Hakim-hakim.
D. MANFAAT PENULISAN Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini, antara lain: 1.
Akademis Menambah wawasan tentang teologi feminis dan gambaran perempuan dalam Kitab Hakim-hakim.
2.
Praktis Sebagai inspirasi dan refleksi bagi pihak lain dalam penyajian informasi, juga dapat menjadi bahan kajian studi untuk mengetahui perempuan pada zaman Hakim-hakim. Dan menjadi bahan materi untuk katekese dengan tujuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memberdayakan perempuan menjadi perempuan
7
yang mandiri dan
bertanggung jawab. 3.
Penulis Semakin membantu penulis untuk mengembangkan spiritualitas pelayanan, dan menambah pengetahuan tentang teologi feminis sehingga dapat menyumbangkannya dalam katekese untuk membantu memberdayakan perempuan.
E. METODE PENULISAN Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis yaitu metode yang menggambarkan pandangan para ahli, kemudian memaknai, memahami, dan menganalisis data-data yang diperoleh melalui studi pustaka, sehingga dapat menjelaskan dan akhirnya dapat menarik kesimpulan.
F.
SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok -
pokok sebagai berikut; Pada bab I, penulis mengawali pendahuluan dengan membicarakan latar belakang penulisan dan rumusan masalah yang penulis gunakan, sehingga menemukan tujuan dan manfaat serta metode yang akan dipakai dalam penulisan skripsi ini. Sebagai akhir dari bagian ini, penulis menguraikan secara singkat tentang isi dari keseluruhan skripsi dalam sistematika penulisan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
Pada bab II, penulis akan memaparkan secara jelas tentang munculnya gerakan feminisme, pengaruh gerakan feminisme terhadap teologi feminis, teologi feminis dalam Gereja dan penafsiran Alkitab menurut teologi feminis. Pada bab III, penulis akan menguraikan tentang gambaran umum Kitab Hakim-hakim, tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim dan penerapan metode hermeneutika kecurigaan dalam menggali karakter dan peran perempuan dalam Kitab Hakim-hakim. Pada bab IV, penulis akan merefleksikan hasil studi dan analisis serta memberikan sumbangan pemikiran yang dapat bermanfaat. Salah satu bentuk sumbangan pemikiran yang dapat penulis berikan adalah katekese dengan model analisis sosial. Dan sebagai penutup dari skripsi ini, pada bab V, penulis akan menarik kesimpulan berdasarkan pemikiran yang telah tertuang dalam beberapa bab sebelumnya serta saran yang dapat penulis berikan untuk pembaca dan umat agar dapat memperkembangkan diri sebagai perempuan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
BAB II TEOLOGI FEMINIS DAN METODE PENAFSIRAN FEMINIS
Dalam bab ini, penulis akan menguraikan tentang sejarah feminisme. Awalnya, feminisme muncul akibat penindasan perempuan dalam berbagai segi kehidupan
di
Amerika
Latin.
Kemudian,
beberapa
perempuan
berani
menyuarakan bahwa perempuan mempunyai kebebasan dan martabat yang utuh layaknya laki-laki. Gerakan tersebut muncul di berbagai tempat hingga berlangsung sekitar dua dekade. Gerakan tersebut juga menyentuh ranah Gereja. Menurut mereka, teologi pembebasan dalam Gereja belum dirasakan oleh perempuan karena masih adanya perbudakan dan androsentrisme yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Akhirnya gerakan ini melahirkan teologi feminis. Dalam penerapannya dalam Gereja, para teolog feminis berjuang demi martabat perempuan yang tertulis dalam Kitab Suci dan tradisi Gereja. Kemudian Gereja membuka diri pada teolog feminis dengan ambil bagian dalam penafsiran Alkitab. Artinya, tidak mengubah tulisan Alkitab namun memaknai bersama demi tujuan pemberitaan Kabar Gembira bagi kaum tertindas. Hal ini ditanggapi oleh teolog feminis dengan menyusun model dan metode penafsiran Alkitab yang berpihak pada perempuan.
A. MUNCULNYA GERAKAN FEMINISME Diskriminasi gender tersingkap tidak saja dalam pola-pola dominasi patriarkal kaum laki-laki, tetapi juga dalam perilaku yang menjadikan pengalaman kaum laki-laki sebagai pusat di dalam semua bidang kehidupan (Clifford,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
2002:34). Tak heran jika di seluruh penjuru dunia muncul gerakan perempuan untuk bersuara dan menemukan martabat mereka. Era 1960 an dan 1980 an merupakan masa mobilisasi besar-besaran bagi perempuan Amerika Latin (Zakiyuddin,1996:59). Para perempuan di Amerika Latin berjuang demi hak kewarganegaraan, menghadapi situasi kemiskinan yang makin meningkat di bawah rezim-rezim diktator militer, dalam gerakan-gerakan sosial kerakyatan di wilayah perkotaan maupun pedesaan, mereka maju untuk berpartisipasi secara mendalam di bidang politik (Fiorenza ed, 1996:4-5). Dalam keagamaan di Amerika Latin, di berbagai gereja, Katolik maupun Kristen Protestan, masa itu ditandai dengan adanya komunitas basis gerejawi beserta wacana yang membenarkan keberadaan mereka, yakni teologi pembebasan. Sejumlah perempuan Katolik terlibat dalam proyek pembentukan sebuah „gereja untuk kaum miskin‟. Di sinilah perempuan Amerika Latin mulai menghasilkan teologi. Karya-karya para teolog perempuan pertama yang diterbitkan muncul di berbagai ulasan pastoral dalam karya-karya teologi pembebasan (Zakiyuddin,1997:59). Namun, teologi itu sering ditolak karena dianggap jauh atau tidak relevan dengan perhatian perempuan Amerika Latin (Zakiyuddin,1997:77). Teolog perempuan peka terhadap bentuk kekuasaan yang merancang simbol-simbol sosial, budaya dan teologi (Andalas,2009:62). Dalam karyanya, mereka menggaungkan teologi pembebasan dan mencatat ketiadaan sumbangan spesifik dari sudut pandang perempuan serta menggugah peran serta aktif perempuan-perempuan Amerika Latin, sebagai agen-agen intelektual di dalam proses kerakyatan (Fiorenza ed, 1996:5-6). Tujuan mereka sama yaitu ingin menunjukkan bahwa kodrat sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
perempuan tidak lebih rendah daripada laki-laki. Feminisme sering dituduh menyatakan perang gender, seolah-olah pada masa sebelumnya hubungan antara laki-laki dan perempuan berjalan dengan baik. Seolah-olah sikap memusuhi perempuan yang berakar kuat pada diri laki-laki, yang terjadi di segala penjuru dunia dan di dalam seluruh sejarah peradaban manusia, yang tercermin di dalam segala bentuk penghinaan, eksploitasi, penindasan, dan kekerasan terhadap perempuan tidak merupakan keadaan perang dingin tetapi nyata dilestarikan (Leclerc, 2000:v-vi). Feminisme tidak menginginkan dominasi perempuan terhadap laki-laki maupun masyarakat luas. Feminisme sebagai gerakan untuk mengakhiri seksisme, eksploitasi seksis, dan penindasan (Andalas, 2009:60). Feminisme adalah sebuah wawasan sosial, yang berakar dalam pengalaman kaum perempuan menyangkut diskriminasi dan penindasan oleh karena jenis kelamin, suatu gerakan yang memperjuangkan pembebasan kaum perempuan dari semua bentuk seksisme dan sebuah metode analisis ilmiah yang digunakan pada hampir semua cabang ilmu (Clifford, 2002:29). Christine de Pizan, seorang penyair dan pengarang menceburkan dirinya dalam perdebatan yang sangat penting bagi kaum perempuan. Menurutnya ada beberapa makna dari perjuangan kaum feminis yang dapat disimpulkan bahwa feminisme
adalah
gerakan/perubahan/kebangkitan/perjuangan
dari
kaum
perempuan yang mendengar dan mengalami ketidakadilan untuk mendapatkan hak-hak kaum perempuan di tengah masyarakat serta untuk menyuarakan pendapat mereka demi martabat mereka dan eksistensi mereka bahwa mereka juga bisa berpikir dan melakukan profesi serupa kaum laki-laki. Sehingga musuh kaum perempuan bukanlah laki-laki, namun sebuah sistem yang tidak mengenal jenis kelamin. Christine de Pizan juga memperjuangkan dua segi kesempatan yang juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
harus dimiliki bagi kaum perempuan yaitu pendidikan dan peluang profesi. Hal ini dapat berarti bahwa di dua segi ini terdapat banyak diskriminasi terhadap kaum perempuan. Untuk mencapai semua hal yang diharapkan oleh kaum perempuan, Pizan menegaskan juga bahwa selain merombak sistem dan paradigma juga harus ada motivasi dari perempuan itu sendiri tentang tujuan dan arti menjadi seorang perempuan. Feminisme berupaya melahirkan wawasannya tentang kaum perempuan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai stereotip gender, entah yang terlihat atau terselubung, yang merintangi penentuan diri yang sehat dari kaum perempuan (Clifford, 2002:30). Dalam bukunya, Clifford membedakan gerakan feminisme menjadi tiga gelombang. Gelombang pertama feminisme bertalian dengan akses perempuan untuk memperoleh hak suara. Setelah mereka memperoleh hak tersebut, maka gerakan feminisme berakhir di Amerika Serikat. Gerakan feminisme kedua terjadi setelah Perang Dunia II di tahun 1960 diperjuangkan oleh kaum perempuan di Amerika Serikat dan Eropa Barat yang memiliki kulit hitam. Mereka tidak mempunyai hak yang sama layaknya kaum perempuan berkulit putih di sana. Mereka juga ingin menampilkan kajian-kajian kaum feminis sebagai suatu disiplin ilmu yang baru. Gelombang ketiga feminisme terjadi pada penghujung tahun 1970-an yang diselenggarakan di New York dalam konferensi kaum feminis internasional (Clifford, 2002:21). Mereka memperjuangkan hak-hak mereka dan penghapusan dikriminasi terhadap perempuan atas dasar apapun (etnis, warna kulit, kelas sosial, dll) serta menentang Perang Vietnam.
Gelombang ketiga
feminisme ini menjangkau seluruh dunia yang memperhatikan perbedaan yang ditimbulkan oleh lokasi di dalam kehidupan masing-masing perempuan. Alasan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
utama setiap gerakan feminisme ialah guna mengakhiri penindasan, diskriminasi dan tindak kekerasan yang ditimpakan kepada kaum perempuan, serta memperoleh kesederajatan dan martabat manusia yang sepenuhnya bagi setiap perempuan (Clifford, 2002:22). Dalam gelombang kedua feminisme, kaum perempuan memiliki beragam pengalaman tentang patriarkal dan androsentrisme, maka mereka mempunyai berbagai cara guna menganalisis sebab dan mencari penawarnya. Analisis atas berbagai sisi tilik menyangkut beragam bentuk ungkapan gerakan feminisme bermuara pada rupa-rupa pengelompokan atas feminisme oleh para cendekia (Clifford, 2002:38).
Model-model utama feminisme dari gelombang kedua
adalah: feminisme liberal, feminisme kultural, feminisme radikal. (Clifford, 2002:41). Feminisme liberal; gerakan feminisme yang umum dan logis. Ciri dari gerakan ini adalah penekanan dan motivasi utamanya adalah untuk menggapai kesederajatan yang penuh antara kaum perempuan dan kaum laki-laki dalam setiap ranah kehidupan bermasyarakat di bidang hukum, politik, ekonomi dan sipil sebagai seorang pribadi dewasa yang otonom. Perwujudan gerakan dengan menuntut agar setiap perempuan memiliki hak privasi yang menjamin keputusan atas tubuhnya sendiri, khususnya menyangkut
hal
melahirkan
keturunan,
kesehatan
seksual
dan
reproduksinya. Feminisme kultural, disebut juga feminisme romantis atau feminisme reformasi;
memusatkan
perhatian
pada
peran
perempuan
secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
tradisional. Misalnya peran sebagai ibu. Feminisme kultural merupakan reaksi dari revolusi industri. Feminisme kultural melihat perempuan sebagai makhluk yang kurang ambisius dan bernafsu dibandingkan dengan laki-laki dan lebih cenderung bersikap egaliter, mengasuh
dan
menciptakan kedamaian daripada laki-laki. Feminisme radikal; gerakan yang lebih banyak memperhatikan kesetaraan sosial kaum perempuan. Gerakan ini berupaya membasmi setiap bentuk dominasi kaum laki-laki. Untuk seorang feminis radikal, unsur terpenting dari analisis sosial ialah kesadaran tentang bagaimana patriarkal telah menata masyarakat. Yang membuat feminisme menjadi radikal adalah keyakinan bahwa dominasi kaum laki-laki merupakan akar dari semua masalah kemasyarakatan. Feminisme sosialis dipengaruhi oleh prinsip-prinsip marxis, yakni perjuangan kelas ekonomi. Kapitalisme patriarkal tampak nyata dalam perendahan nilai kerja kaum perempuan dalam melahirkan dan membesarkan anak karena hal itu tidak dianggap sebagai hal yang produktif secara ekonomi. Sosialisme tidak secara otomatis membebaskan kaum perempuan. Walaupun dalam masyarakat sosial kaum perempuan bebas bekerja di luar rumah sama seperti kaum laki-laki, namun sebagian besar dari kaum pekerja perempuan tetap saja melakukan hampir semua pekerjaan rumah tangga di rumahnya. Sasaran dari feminisme sosialis adalah perubahan, sembari mensosialisasikan kaum perempuan dan lakilaki pada peran-peran tertentu yang memiliki sangkut paut yang kuat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
dengan bidang ekonomi. Kaum perempuan dan laki-laki dari semua kelas harus memiliki peluang yang sama untuk mencari nafkah dengan bekerja dan terlibat secara aktif dalam peran sebagai orangtua. Gelombang kedua feminisme ini diteruskan dalam gelombang ketiga feminisme. Mereka memiliki beragam pengalaman serta keprihatinan yang unik yang bertalian dengan lokasi sosial mereka yang khas. Setiap kelompok berupaya mengembangkan
agenda-agenda
pembebasannya
masing-masing
yang
menanggapi berbagai pengalaman serta hasratnya yang unik akan pembaruan yang positif. Guna menarik perhatian kepada pertalian antara perjuangan kaum perempuan di dalam sistem-sistem patriarkal dan krisis ekologis, muncullah istilah “ekofeminisme”. Merangkum kemajemukan suara yang memautkan dominasi atas diri kaum perempuan (dan kelompok orang tertindas lainnya) dengan eksploitasi atas alam non insani, seraya menandaskan bahwa kedua bentuk dominasi tersebut bertalian secara erat dan memperkokoh satu sama lain. Diarahkan oleh wawasan tentang keadilan ekologis yang merangkul semua ranah kehidupan, kaum ekofeminis berupaya mengakhiri segala bentuk diskriminasi dan eksploitasi, karena tidak ada upaya untuk membebaskan kaum perempuan, atau kelompok tertindas yang mana pun, yang akan berhasil kecuali ia dikaitkan dengan pembebasan alam non insani. Dewasa
ini,
feminisme
menjadi
benar-benar
gamblang
kalau
mempertimbangkan permasalahan global yang ada menyangkut kriminalitas dan kekerasan yang ditujukan kepada kaum perempuan dan anak-anak perempuan. Penganiayaan oleh suami, pemerkosaan, pembunuhan, mutilasi, pengguguran bayi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
perempuan, pengucilan serta perdagangan internasional kaum perempuan dan anak-anak perempuan, bersama dengan pelecehan di tempat kerja, menjadikan tindak kekerasan terhadap kaum perempuan sebagai persoalan hak asasi manusia yang paling meraja lela di dunia ini. Seringkali hak asasi yang selayaknya dilindungi oleh negara dan hukum belum layak dirasakan oleh masyarakat pada umumnya. Bahkan ajaran moral dari agama-agama bukanlah lagi hal yang memberikan pencerahan bagi penganutnya. Sikap yang berprasangka itu berasal dari ketidakmampuan orang untuk berhadapan dengan orang-orang lain yang berbeda dengan dirinya atau untuk menerima mereka sebagai orang yang sepenuhnya manusia seperti dirinya sendiri. Seksisme menampilkan diri dengan dua cara. Cara pertama, seksisme menampilkan diri dalam struktur-struktur yang dibentuk sedemikian rupa sehingga kekuasaan selalu ada dalam tangan kaum laki-laki yang mendominasi, orang laki-laki yang lain berada dalam kedudukan di bawah yang bertingkat – tingkat, dengan tingkat paling bawah ditempati orang-orang yang paling kecil kekuasaannya. Struktur ini disebut patriarki. Cara kedua, seksisme menampilkan diri dalam pola-pola berpikir yang mengangkat kemanusiaan laki-laki dan menjadikannya sebagai norma untuk semua orang. Cara berpikir seperti ini disebut androsentrisme, visinya tentang kemanusiaan berpusat pada laki-laki dewasa. Perempuan dipandang sebagai manusia bukan menurut haknya sendiri, melainkan menurut kedudukannya sebagai manusia kelas dua, kedudukan yang berasal dari dan bergantung pada laki-laki. Citra diri perempuan mengalami hantaman-hantaman. Kurangnya penghargaan diri dan kepercayaan diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
perempuan terdapat dimana-mana, bahkan di kalangan perempuan yang memiliki kemampuan lebih. Apa yang diserukan adalah transformasi diri dan sistem-sistem sosial yang mendukung hubungan-hubungan yang bersifat eksploitasi, terutama hubungan antara laki-laki dan perempuan.
B. PENGARUH FEMINIS
GERAKAN
FEMINISME
TERHADAP
TEOLOGI
Pada awal 1960-an beberapa teolog wanita dan mahasiswi seminari mengembangkan satu jurusan teologi baru yang mereka sebut dengan Teologi feminis. Sebelum abad ke 19, kaum perempuan dipandang sebagai yang kedua sesudah kaum laki-laki. Kitab Suci dalam masyarakat Barat disalahfungsikan sebagai sumber utama dan pembenar terhadap penindasan perempuan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun Gereja (Andalas, 2009:147). Teologi lahir dari keinginan jemaat beriman untuk memahami secara lebih penuh relasi keimanannya dengan Allah, dengan menafsir keyakinannya itu atas cara-cara yang dapat dipahami oleh zaman dan tempatnya (Clifford, 2002:50). Teologi feminis muncul dari pengakuan akan penderitaan kaum perempuan yang tertindas yang dinilai bertentangan dengan martabat mereka sebagai manusia dan kehendak Allah. Teologi feminis sebagai suatu teologi kritis pembebasan, berkembang dalam tantangan terhadap androsentrisme simbolik dan dominasi patriarki dalam agama, berusaha menemukan kembali warisan biblis untuk memperkuat perjuangan kaum perempuan demi pembebasan (Fiorenza, 1995: 14).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
Aruna Granadason memilah kekerasan terhadap perempuan menjadi kekerasan terbuka dan terselubung. Kekerasan terhadap perempuan disebut terbuka karena indra statistik dapat menangkapnya meskipun seringkali terbatas rengkuhannya. Sedangkan kekerasan pada perempuan seringkali terselubung karena ukuran statistik seringkali sulit menangkapnya. Kekerasan terselubung, baik verbal, mental, maupun fisik menimpa jutaan perempuan (Andalas, 2009:129-130). Teologi feminis mengandung renungan-renungan yang penting untuk
dipahami
(Zakiyuddin,
1997:47).
Bahasa
dalam
upacara-upacara
keagamaan serta bahasa dalam menamai Tuhan telah serius dibatasi tanpa mengikutsertakan pengalaman-pengalaman perempuan. Tujuan bentuk teologi feminis tidak hanya memahami makna tradisi iman, tetapi juga mengubah tradisi itu sejauh membawa harapan dan kabar baik kepada kaum perempuan (Fiorenza ed, 1996:6-9). Teologi feminis juga bisa didefinisikan sebagai sebuah cara tertentu untuk mengajar dan menyusun teologi yang dengan permenungannya yang konkret, menentang pengajaran teologis lain yang berpangkal pada ortodoksi dan bukanlah berlandaskan praksis (Zakiyuddin,1997:162). Semua teologi feminis Kristen menganut prinsip bahwa patriarkal dan androsentrisme dalam berbagai bentuknya bertentangan dengan iman akan Allah yang oleh pewahyuan Kristen dimaklumkan sebagai kasih itu sendiri (Clifford, 2002:52). Tujuan bentuk berteologi ini tidak hanya memahami makna tradisi iman, tetapi juga mengubah tradisi itu sejauh tidak memberi arti kabar baik bagi orang-orang yang adalah kaum perempuan (Johnson, 2003:122). Visi yang membimbing teologi feminis adalah visi suatu masyarakat manusia baru yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
berdasarkan pada nilai-nilai saling dan timbal balik. Visi itu muncul dari analisis yang dilakukan oleh teolog feminis. Analisis yang dilakukan oleh para teolog feminis yaitu seksisme sudah merasuk ke dalam kehidupan bermasyarakat. Seksisme memandang kaum perempuan pada hakikatnya lebih rendah harga dirinya sebagai manusia daripada kaum laki-laki dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk membatasi kaum perempuan dalam “tempat” mereka sendiri (Johnson, 2003:123). Maka beberapa ahli mengelompokkan model-model teologi feminis menjadi tiga bentuk, yaitu : Teologi feminis revolusioner; teologi ini dipengaruhi oleh kaum feminis radikal yang pada mulanya ambil bagian dalam Gereja-Gereja Kristen dan menyimpulkan bahwa agama Kristen itu adalah patriarkal yang tidak dapat disembuhkan
lagi,
dan
bahkan
anti
perempuan.
Maka
mereka
meninggalkan agama Kristen serta hukum patriarkal yang dipengaruhi oleh Kitab Suci Kristen karena tidak akan memberikan harapan perbaikan. Masalah utama mereka ialah peran utama yang diberikan kepada pewahyuan tentang seorang Allah “laki-laki”, yang mereka yakini digunakan untuk mengabsahkan penindasan patriarkal atas kaum perempuan oleh Gereja-Gereja Kristen. Di samping itu, mereka menunjukkan bahwa orang-orang Kristen tetap saja merendahkan kaum perempuan di dalam Gereja-Gereja mereka dan di dalam relasi perkawinan mereka. Teologi
feminis
reformis;
teologi
yang
tidak
berupaya
untuk
merekonstruksi total agama Kristen. Para teolog reformis tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
berkehendak menggantikan Allah yang telah diwahyukan oleh Yesus Kristus. Pendukung model teologi feminis ini percaya bahwa mereka dapat memecahkan masalah menyangkut status kelas dua kaum perempuan melalui cara seperti terjemahan Kitab Suci yang lebih baik dan penekanan lebih banyak pada perikop-perikop yang berbicara tentang kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki di dalam Kitab Suci. Teologi feminis rekonstruksionis; model ini memiliki titik temu dengan feminis reformis dalam komitmen kepada agama Kristen. Para teolog feminis rekonstruksionis mencari pokok teologis yang membebaskan kaum perempuan di dalam bingkai tradisi Kristen itu sendiri, namun juga mencita-citakan suatu pembaruan yang lebih dalam, suatu konstruksi yang sejati, bukan saja menyangkut struktur-struktur gerejani melainkan juga struktur-struktur masyarakat madani. Kaum feminis rekonstruksionis membuat penilaian kritis terhadap patriarkal, namun mereka percaya bahwa dengan menafsir ulang simbol-simbol dan gagasan-gagasan tradisional agama Kristen tanpa melepaskan Allah yang diwahyukan dalam Yesus Kristus merupakan hal yang dicita-citakan. Feminisme rekonstruksionis sangat menekankan pentingnya tindakan konkret yang secara efektif mewujudnyatakan bahasa religius yang menyuarakan kebenaran dan kebijaksanaan. Oleh sebab itu, mereka tidak tertarik pada ihwal membangkitkan kesadaran akan berbagai bentuk ungkapan patriarkal serta merancang tafsir yang berciri pembebasan, tapi berusaha merombak persekutuan Kristen dan masyarakat madani.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Wawasan-wawasan teologis yang dirumuskan mengalir dari dan bermuara ke dalam aksi yang berupaya mengakhiri seksisme, penindasan atas orangorang tertekan dalam setiap bentuk dan kerusakan yang dilakukan manusia pada bumi ini (Clifford, 2002:66). Dari ketiga model tersebut, dapat disimpulkan bahwa kaum perempuan terutama mereka yang aktif dalam kegiatan gerejani, atau yang menjadi umat gerejani memberikan
aspirasi-aspirasi
mereka dalam pemikiran melalui
pendekatan yang khas agar impian-impian mereka demi memastikan adanya tindakan Gereja yang tanggap terhadap permasalahan kaum perempuan. Teologi feminis mengandung renungan-renungan yang penting untuk dipahami karena mengungkapkan pandangan-pandangan serta harapan-harapan akan dunia yang lebih baik. Sialnya hal ini kerap disepelekan, dengan begitu malah memblokir jalan bagi Gereja untuk memperoleh sumbangan yang akan membuatnya semakin kaya (Zakiyuddin, 1997:47). Kaum feminis mengupayakan adanya kemitraan sejati antara laki-laki dan perempuan di dalam Gereja, adanya keimanan terhadap masyarakat baru yang dijanjikan dalam Kristus.
C.
TEOLOGI FEMINIS DALAM GEREJA Kata “Gereja” berasal dari kata Yunani kyriakos, yang berarti “milik”
kepunyaan Tuhan. (Clifford, 2002:219). Proses penerjemahan yang mengubah ekklesia/perhimpunan menjadi kyriake/ gereja menunjukkan suatu perkembangan historis yang telah menguntungkan bentuk gereja yang kyriarkhal/patriarkhal (Fiorenza, 1995: xlvii).
Istilah patriarki secara harafiah berarti kekuasaan
bapak/patriark (Asnath, 2012:25). Tradisi Kristen pada awalnya terjadi pro dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
kontra terhadap kepemimpinan perempuan. Pergumulan ini ditimbulkan oleh proses patriarkal bertahap dari gereja-gereja purba ( Fiorenza, 1995:82). Satu dari sekian kritik yang dilancarkan oleh para ilmuwati sosial mengenai teologi pembebasan ditujukan kepada pemiskinan kategorikategori seksual yang sebenarnya merupakan produk sosial yaitu gender yang menjadi sekedar hasil pencirian biologis (Zakiyuddin, 1997:70). Tidak hanya sampai di situ, melalui teologi feminis diharapkan tidak ada lagi kaum perempuan yang tertindas. Para teolog feminis menyangkal klaim teologi yang ada sekarang, yang menyatakan diri sebagai teologi “universal.” Mereka menunjuk pada karakter tertentu misalnya kenyataan bahwa teologi itu dihasilkan lewat cara pandang lelaki dan karenanya bersifat eksklusif. Mereka mengajukan rancangan pengkajian ulang, yang akan memungkinkan masuk dan diakuinya bukan saja perempuan, melainkan juga orang-orang yang bukan kulit putih, bukan berasal dari Barat. Menurut mereka, mendobrak struktur-struktur patriarkal harus disertai sebuah perubahan pola-pola pemikiran secara radikal (Fiorenza ed, 1996:10). Namun ditemukan bahwa telaah atas sejarah Gereja-Gereja Kristen di Eropa Barat dan Amerika menyingkapkan adanya bentuk-bentuk ungkapan yang terang dan jelas mengenai patriarkal. Seperti terungkap dalam cara para teolog dan pejabat gerejani gagal membawa Injil agar bersinggungan dengan penaklukan atas diri kaum perempuan, perbudakan orang berwarna serta kezaliman kolonialisme. Agama Kristen kadang kala menggunakan Kitab Suci untuk mendukung kejahatan-kejahatan yang ada di tengah masyarakat,
dengan
menafsirkan teks-teks relevan sebagai “bukti” bahwa praktik-praktik bersangkutan disetujui dan didukung oleh Allah. Tertulianus (±160-225) menyebut perempuan sebagai “gerbang iblis”, Agustinus (354-430) berpendapat bahwa hanya lelaki sendirilah yang merupakan citra Allah; seorang perempuan adalah citra Allah hanya bersama dengan suaminya, Thomas Aquinas (1225-1274) dipengaruhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
oleh Aristoteles menyebut perempuan sebagai makhluk “cacat” dan “terkutuk”( Clifford, 2002:52-53). Akibatnya, kaum perempuan dikucilkan dari peran kepemimpinan gerejani. Para teolog perempuan tidak hanya menyusun metodologi mereka sendiri, mereka mengikuti alur teologi pembebasan, mulai dari pilihan kaum miskin dan keikutsertaan dalam praksis pembebasan. Beberapa di antara naskah-naskah mereka menyiratkan kemiskinan perempuan sebagai materi teologi mereka. Kajian-kajian Kitab Suci teolog feminis tidak terbatas pada penemuan kembali berbagai pribadi perempuan yang dikisahkan, namun memusat pada penafsiran kembali seluruh Kitab Suci dengan memihak perempuan, menyingkap keberadaan mereka sebagai tokoh-tokoh protagonis, dalam makna yang sepenuhnya dalam tindakan penyelamatan. Para perempuan tersebut dalam dokumennya menekankan sumbangansumbangan positif yang diberikan oleh gereja-gereja di Amerika Latin dalam bidang Hak Asasi Manusia (HAM) serta dalam perjuangan demi keadilan sosial, juga pentingnya teologi pembebasan dalam mengatasi situasi-situasi ketidakadilan yang menurut mereka teologi pembebasan tidak menyentuh penindasan terhadap perempuan atau mengangkatnya menjadi isu penting (Zakiyuddin, 1997:64). Masalah dalam mengaitkan teologi feminis dengan teologi pembebasan terus muncul dalam kritik terhadap struktur-struktur Gereja. Tujuannya adalah mendorong semua bentuk kepeduliaan yang sedang dirasakan dan diwujudkan dalam tindakan oleh perempuan di tingkat lokal, nasional, regional serta global (Zakiyuddin, 1997:45). Selama dua dekade terakhir, perhatian Gereja lokal terhadap masalah seputar tema perempuan telah menunjukkan perkembangan. Peranan Gereja lokal semakin besar mewujudkan Gereja sebagai kumpulan Umat Allah. Perkembangan yang ditunjukkan Gereja lokal dalam menanggapi masalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
perempuan, memperlihatkan fakta bahwa pelayanan Gereja lokal sebagai Gereja yang hidup di tengah umat mampu menyentuh langsung serta memahami permasalahan kehidupan jemaat. Gereja Katolik pada tingkat lokal, lebih menyadari arti pentingnya kehadiran dan peran perempuan di dalam Gereja, terlebih lagi menyadari bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama sebagai anggota dan bagian Gereja, bahkan Gereja itu sendiri (Iswanti, 2006:30-33). Dekade itu memusatkan perhatian pada pemberdayaan perempuan, hingga perempuan dapat menjadi penentu agenda kepedulian yang akan dilaksanakan oleh Gereja (Zakiyuddin, 1997:46). Perempuan-perempuan tersebut mempunyai kesadaran feminis. Kesadaran feminis adalah kesadaran yang berasal dari pengalaman bahwa penyebab mereka menjadi korban adalah karena mereka perempuan, kesadaran bahwa menjadi laki-laki lebih menguntungkan (Iswanti, 2006:6). Menurut Iswanti, teori feminis muncul akibat : Pengalaman pribadi perempuan. Sumber dari pengetahuan-pengetahuan yang baru, misalnya pemerkosaan atau aborsi. Sektor publik dan privat yang berhubungan dengan penindasan individual. Konsep tentang perempuan sebagai suatu kelas berdasar jenis kelamin. Kelompok-kelompok yang memiliki kesadaran feminis. Selain membicarakan tentang Gereja, kaum feminis juga merasa tidak adil ketika berbicara tentang Allah. Selama berabad-abad Allah dialami dan dipahami dengan cara-cara yang berbeda oleh orang-orang yang berbeda dalam waktu dan tempat yang berbeda pula. Meskipun Gereja mengakui bahwa Allah itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
“melampaui” gender, namun bahasa yang digunakan sebagai acuan tentang Allah sangat dominan berciri maskulin. Emosi ini memiliki akar yang kuat dalam pola pengunaan nama “Bapa” secara harafiah dan eksklusif ketika berbicara tentang Allah (Clifford, 2002:157). Diantara kaum feminis yang paling kuat menentang gagasan Allah sebagai “Bapa” adalah mereka yang berpikir bahwa simbol Allah Bapa sebagai penguasa dunia yang transenden dan memutuskan untuk tidak memeluk dan menerima agama Kristen. Kaum feminis ini bersama dengan kaum feminis Yahudi yang juga menolak seorang Allah laki-laki terus memberikan kritik terhadap simbol Allah yang maskulin yang akhirnya membuat mereka keluar dari Yudaisme dan kekristenan. Mereka percaya bahwa kaum perempuan dan masyarakat pada umumnya membutuhkan seorang Allah perempuan, atau seorang Dewi. Maka mereka kembali lagi pada tradisi pra-Yahudi dan praKristen, yaitu agama-agama Para Dewi. Disana mereka menyembah sosok dewi tertentu dengan karakter yang mereka kagumi, misalnya Ibu Pertiwi yang melahirkan bumi dan menjaga bumi ini. Agama ini meluhurkan berbagai kenangan masyarakat yang berciri matrilineal (warisan diturunkan melalui garis perempuan) dan matriarkat (kaum perempuan menduduki tempat berkuasa di dalam keluarga dan masyarakat) (Clifford, 2002:159). Keyakinan bahwa agama-agama kuno yang didominasi oleh para dewi benar-benar memberi pengasuhan, kelembutan dan kedamaian tentu saja hal yang menarik bagi banyak perempuan, namun menimbulkan banyak pertanyaan. Romantisme agama Para Dewi ini bersifat problematis. Oleh karena itu, para perempuan penganut agama Para Dewi ini membutuhkan lebih banyak proyeksi idealis atas dunia kesetaraan yang dipimpin oleh seorang perempuan. Ketika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
kaum perempuan membayangkan Allah sebagai suatu realitas keilahian yang berjenis kelamin laki-laki, maka mereka cenderung berelasi dengan Allah sebagai “yang lain” dan bukan sebagai “yang sama dengan aku”. Gambaran-gambaran yang ditarik dari pengalaman kaum perempuan dapat memperkuat ikatan kemesraan yang dipunyai kaum ini dengan Allah. Bagaimanapun, nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi gender perempuan tidak dicakup dalam Allah tadi, maka perempuan menjadi tidak mempunyai kemungkinan untuk menyadari keberadaan diri mereka sendiri yang “tidak menjadi lelaki”. Supaya mampu meneguhkan dan menyadari keberadaan diri perempuan, maka para perempuan tersebut mau tidak mau menamai sosok Allah secara feminin. Menurut Ruether, seorang teolog Katolik Roma keyakinan agama Para Dewi “tidak tepat secara historis dan rancu secara ideologis.” Ajaran itu menolak kemungkinan adanya sumber daya positif di dalam tradisi alkitabiah menyangkut simbol-simbol tentang Allah yang sepadan dengan pengalaman kaum perempuan. Kritikan ini layak ditujukan kepada Agama Para Dewi sebagai berhala. Bahasa tentang Allah secara intrinsik bertalian dengan dunia dan pengalaman “keduniawian” manusia yang secara sangat mendasar dipengaruhi oleh konteks historis dan sosial kita (Clifford, 2002:160). Di dalam tradisi Kristen, Allah sebagai Bapa memainkan suatu peran yang penting. Penggunaan analogi ini tidak lepas dari pengalaman manusia tentang relasi dengan seorang ayah. Pendekatan relasional antara laki-laki dan perempuan dapat dijelaskan berdasarkan kisah penciptaan manusia (Kej 2:4-25). Allah menciptakan manusia pertama, Adam dan kemudian Allah menjadikan “penolong” baginya yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
“sepadan” dengan dia dan menamai dia perempuan. Kerukunan hidup antara lakilaki dan perempuan sejak awal merupakan bentuk pertama persekutuan antar pribadi. Sebab dari kodratnya yang terdalam manusia bersifat sosial, dan tanpa berhubungan dengan sesama, ia tidak dapat hidup atau mengembangkan potensinya (GS art 12).
D. PENAFSIRAN ALKITAB MENURUT TEOLOGI FEMINIS Meski teologi pembebasan membuka bagi „pengalaman perempuan‟, namun belum menyerap kritik yang diajukan kaum feminis. Akibatnya adanya kelas prioritas yang diperjuangkan kaum feminis. Padahal, Kitab Suci memuat teks-teks yang digunakan sebagai pembenaran untuk melawan perubahan demi perbaikan kondisi kaum perempuan. Permasalahan dalam tafsir Kitab Suci lebih dalam daripada sekedar menerjemahkan kata-kata kuno dalam bahasa yang mudah dipahami. Upaya ini juga banyak menuai kontroversi. Karena, untuk merevisinya perlu dikaji dari berbagai pandangan (The Pontifical Biblical Commision, 1993:69). Bagi mereka yang mendukung, kegiatan ini sebagai wadah emansipasi. Namun, mereka mengalami hambatan karena kurangnya pengetahuan tentang bahasa Kitab Suci. Meski demikian, tetap saja pembicaraan mengenai Kitab Suci menurut kaum feminis tidak sirna. Baru pada tahun 1943, tahun yang sama dimana Paus Pius XII meminta agar para cendekia Katolik mendayagunakan berbagai metode kritik Kitab Suci modern dalam telaah mereka atas Kitab Suci (“Divino Afflante Spiritu”), program teologi Katolik Roma ini untuk pertama kalinya terbuka bagi perempuan (Clifford, 2002:86). “Bible” atau Kitab Suci adalah sebuah kata yang berasal usul dari bahasa Yunani, yaitu biblia, yang berarti “buku-buku”. Jadi “bible” tidak berarti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
satu buku saja, melainkan kumpulan buku. Ketika kata biblia diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, ia berubah menjadi bentuk tunggal dan tetap tinggal sebagai kata benda tunggal dalam padanan bahasa Inggrisnya. Dalam dunia kuno pada masa Kitab Suci disusun, buku-buku itu berbentuk gulungan. Karena dikumpulkan dalam rentang waktu berabad-abad, maka Kitab Suci itu merupakan sebuah perpustakaan yang terus bertambah koleksinya berupa gulungan-gulungan kitab yang ditulis dalam banyak bahasa berbeda dan dalam rupa-rupa ragam literer, yang kesemuanya mewakili dan menyajikan beragam kebudayaan serta sisi tilik teologis (Clifford, 2002:85-87). Kitab-kitab yang kemudian tercakup dalam Kitab Suci sudah mulai diterjemahkan dan disunting bahkan sebelum keputusan akhir mengenai komposisinya diambil (Clifford, 2002:87). Karena tidak ada satupun kitab atau gulungan yang asli yang masih tersisa, maka terjemahan dibuat berdasarkan salinannya. Akibatnya, salinan teks-teks menghasilkan beberapa variasi yang menyelinap ke dalam manuskrip-manuskrip awal. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan dalam berbagai terjemahan. Setiap ihwal penerjemahan menyiratkan upaya menciptakan istilah, karena tidak ada satu bahasapun yang dapat diterjemahkan sepenuhnya ke dalam bahasa yang lain. Persoalan terjemahan ini semakin pelik karena Kitab Suci adalah teks kuno yang ditulis selama beberapa abad yang berbeda, di tempat yang berbeda dan oleh pengarang yang berbeda pula. Oleh karena itu, para cendekia yang melakukan terjemahan atas teks Kitab Suci harus berhati-hati memeriksa pemakaian istilah untuk memberikan makna dalam perikop tertentu dan diselaraskan dengan zaman penulisan Kitab Suci dan zamannya. Kitab Suci sebagai sebuah cerita tentang relasi Allah dengan manusia terbuka kepada lebih dari satu penjelasan. Setiap rekonstruksi penjelasan menuntut penelitian historis secara saksama tentang kronologi peristiwa-peristiwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
alkitabiah yang muncul di dalam cerita-cerita Kitab Suci dan kurun waktu penyuntingan kisah-kisah itu beserta penulisan akhirnya. Sebuah rekonstruksi penafsiran imajinatif sangat diperlukan karena jemaat-jemaat alkitabiah itu tidak menyimpan sebuah rekaman tentang proses yang menghasilkan kitab-kitab yang terdapat dalam Kitab Suci. Dalam Perjanjian Lama, kisah-kisah tentang berbagai momen pewahyuan sangat sering dihubungkan dengan sosok-sosok pemimpin, seperti Abraham, Musa, Daud dan Salomo, serta para nabi seperti Amos, Hosea dan Yeremia yang semuanya adalah laki-laki. Dalam Perjanjian Baru, cerita-cerita Injil terpusat pada Yesus yang walaupun dimaklumkan oleh orang-orang Kristen sebagai Yang Ilahi dan karenanya bebas dari keterbatasan-keterbatasan insani, namun meraga sebagai seorang laki-laki Nazaret dari abad pertama. Cerita-cerita Injil juga menampilkan lebih banyak kaum laki-laki khususnya para murid laki-laki Yesus, daripada kaum perempuan. Sejarah tentang pembentukan kanon Kitab Suci memperlihatkan bahwa tidak semua teks awal yang ada dalam komunitas-komunitas Yahudi dan Kristen diterima sebagai otoritatif. Kadangkala tidak mudah menentukan mengapa kitab-kitab tertentu dinilai sebagai kanonik dan yang lain tidak. Kriteria yang digunakan pun tidak jelas sehingga menimbulkan kontroversi berkaitan dengan kanon Kitab Suci. Ada beberapa model penafsiran alkitab menurut Elizabeth Fiorenza dalam bukunya “In Memory of Her”, yaitu:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
a. Model pendekatan doktriner Model ini memahami Kitab Suci sebagai pernyataan ilahi dan kewibawaan kanonik dalam pengertian dogmatis yang ahistoris. Dalam bentuk-bentuknya yang konsisten, pendekatan ini menekankan pengalaman verbal dan ineransi (tidak mungkin salah) historis-hurufiah Kitab Suci. Teks Kitab Suci bukan hanya sebuah ungkapan pernyataan yang historis melainkan pernyataan itu sendiri. Artinya adalah tidak hanya mengkomunikasikan firman Allah, tetapi Kitab Suci adalah Firman Allah itu sendiri. b. Model eksegesis historis positif. Model ini dikembangkan untuk mengkonfrontasikan klaim-klaim dogmatis Kitab Suci dan kewibawaan doktriner Gereja. Serangannya terhadap kewibawaan pernyataan Kitab Suci dikaitkan dengan sebuah pemahaman mengenai eksegesis dan historiografi yang positif, faktual, objektif dan bebas nilai. Penafsiran ini berusaha untuk dapat membaca teks-teks dan suatu penyajian “fakta-fakta” historis secara ilmiah. Pendekatan ini masih menganut dogma tentang penafsiran yang tidak memihak. Pendekatan ini sering kali menghindarkan diri dari menyebutkan akibat-akibat dan signifikansi penelitiannya karena tidak mau dituduh memaksakan teks-teks dan “data” Alkitab ke dalam cetakan ideologis yang telah ditetapkan sebelumnya. c. Penafsiran hermeneutik-dialogis Model ini dengan sungguh-sungguh memanfaatkan metode-metode historis yang dikembangkan oleh model kedua, sementara pada saat yang sama merefleksikan interaksi antara teks dan komunitas atau teks dan penafsirnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Telaah-telaah
metodologis
tentang kritik
bentuk
dan
redaksi
31
telah
membuktikan bahwa tulisan-tulisan Kitab Suci merupakan tanggapantanggapan teologis atas situasi-situasi praktis-pastoral sementara diskusidiskusi hermeneutik telah menguraikan keterlibatan sang ahli dalam penafsiran teks-teksnya. Namun, studi kritik bentuk dan kritik redaksi telah dikritik karena mengkonseptualisasikan situasi komunitas-komunitas Kristen perdana terlalu banyak dalam bentuk pengertian perjuangan keyakinan tradisional. Maka, studi-studi tentang dunia sosial Kitab Suci menekankan bahwa tidak cukup merekonstruksi ruang lingkup gerejawi. Komunitas dan kehidupan Kristen selalu saling terjalin dengan konteks-konteks budaya, politik dan masyarakat. Model ini sangat menekankan penafsiran dialogis, karenanya model hermeneutik ini dapat digabungkan dengan usaha teologis neoortodoks. d. Model teologi pembebasan Berbagai bentuk teologi pembebasan telah menantang apa yang disebut teologi akademik yang objektif. Pemahaman dasar dari semua teologi pembebasan, termasuk teologi feminis adalah pengakuan bahwa semua teologi dari definisinya selalu terlibat demi atau menentang kaum tertindas. Objektivitas intelektual tidak mungkin terjadi dalam sebuah dunia yang penuh dengan pemerasan dan penindasan. Oleh karena itu, teologi tidak dapat berbicara tentang keberadaan manusia secara umum atau tentang teologi biblika secara khusus tanpa secara kritis mengidentifikasi mereka yang kemanusiaannya dibicarakan oleh simbol-simbol dan teks-teks Kitab Suci.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Telaah komitmen keilmuan teologis yang historis akademik diperlukan karena keilmuan teologis biblika seringkali tanpa sadar melayani kepentingankepentingan politik akademi yang tidak hanya membuat ukuran-ukuran kaum lelaki pokok dari keilmuan tetapi juga secara teoritis ikut melegitimasikan struktur-struktur penindasan dalam masyarakat. Teks Kitab Suci memang androsentrik dan bahwa kaum lelaki telah meninggalkan cap mereka dalam pernyataan biblika (Suleeman terj, 1995:33). Kitab Suci tidak hanya ditafsirkan dari perspektif laki-laki seperti yang diperdebatkan oleh sebagian feminis. Tetapi juga buatan manusia karena ia dibuat oleh lelaki dan merupakan ungkapan dari sebuah kebudayan patriarkal. Pernyataan ilahi diungkapkan dalam bahasa manusia yang secara historis terbatas dan terkondisikan secara budaya (Suleeman terj, 1995:34). Ada beberapa metode hermeneutik yang ditawarkan Elisabeth S. Fiorenza untuk menafsirkan Kitab Suci yaitu hermeneutik kecurigaan, hermeneutik ingatan, hermeneutik evaluasi dan proklamasi, dan hermeneutik imajinasi (Fiorenza, 1992:57-76). 1. Hermeneutik kecurigaan Metode ini menumbuhkan sikap kecurigaan dan tidak secara mutlak menerima otoritas Kitab Suci, dengan kata lain kaum perempuan diharapkan dapat membaca Kitab Suci secara kritis. Karena penulisan Kitab Suci ditulis oleh kaum laki-laki dan diwarnai oleh budaya laki-laki yang sangat mendominasi. Dalam metode penafsiran ini ia tidak memakai otoritas Alkitab sebagai otoritas tertinggi, ia menerima asumsi dasar gerakan feminisme bahwa teks Alkitab dan interpretasinya bercorak androsentris.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
2. Hermeneutik Ingatan Metode kedua ini mendorong dan memberi semangat kepada kaum feminis dengan mengingat kembali penderitaan perempuan dalam Alkitab dan mencari artinya untuk kepentingan kaum perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh kenyataan bahwa bahasa yang digunakan dalam Kitab Suci adalah bahasa androsentris sebagai bahasa umum, sehingga perempuan tidak masuk di dalamnya. Untuk menyadari bahwa perempuan juga berada dalam perikop Kitab Suci maka perlu dibaca perikop perempuan sebagai indikator dan petunjuk bahwa perempuan ada di pusat kehidupan Kitab Suci. 3. Hermeneutik Evaluasi dan Proklamasi Metode ini ingin memberikan evaluasi kritis terhadap otoritas Kitab Suci. Kaum perempuan memiliki otoritas untuk memilih dan menolak suatu teks atau perikop Kitab Suci tertentu yang dirasa tidak sesuai dengan jiwa feminis. Teks atau perikop Kitab Suci dievaluasi terlebih dulu dan diuji menurut isi pembebasan dalam konteks feminis dan fungsinya dalam konteks historis masa kini. Penafsiran suatu perikop Kitab Suci harus lahir dari suatu penelitian yang sistematis akan pengalaman penindasan dan pembebasan perempuan. Maka, teks harus dibebaskan dari kurungan tradisi atau budaya tertentu terlebih budaya patriarki. Hermeneutik proklamasi bermaksud untuk memproklamasikan teks Alkitab yang membebaskan kaum perempuan dan menyuarakan kebebasan kaum perempuan. Dalam tafsir feminis dikembangkan pemberitaan bahwa teks dalam Kitab Suci yang menunjukkan penindasan dan diskriminasi manusia bukanlah Sabda Allah. Maka kaum perempuan harus senantiasa menyadari bahwa dirinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
memiliki otoritas memilih perikop Kitab Suci yang tidak menggambarkan penindasan. Kaum perempuan perlu bersikap kritis dalam membaca Kitab Suci sehingga dapat membedakan mana yang menjadi kabar baik dan mana kabar buruk bagi manusia tertindas. 4. Hermeneutik Imajinasi Akhirnya, hermeneutik pengaktualisasian yang kreatif merupakan metode proses di mana teolog Feminis membaca teks, membubuhi, mengurangi, menyesuaikan teks Alkitab dengan visi kebebasan kaum wanita dalam melaksanakan tata cara penyelenggaraan ibadah. Dengan adanya sumbangan dari teolog feminis, akan memberi pengaruh yang luas dari patriarkal dalam Kitab Suci. Pengaruh ini dapat menentukan dan membatasi keyakinan dan pola sikap masyarakat yang bersangkutan. Maka akan terbentuk rupa-rupa sekat di dalam masyarakat yang mengepadankan bidangbidang penting dari kehidupan bersama, termasuk berbagai peran dan ekspektasi gender (Clifford, 2002:120). Dalam daftar silsilah yang dituliskan dalam Kitab Kejadian, pola androsentrisme terus berlanjut. Berkat Allah yang istimewa dipusatkan pada para leluhur laki-laki yang dimulai untuk Abraham dan difokuskan untuk kelahiran anak-anaknya yang laki-laki. Sara sebagai istri Abraham diceritakan sudah tua dan mandul. Sara meminta Hagar untuk menjadi istri kedua bagi Abraham. Sara tetap mempertahankan statusnya sebagai istri Abraham di dalam masyarakat karena mandul dan anak laki-laki mentukan kedudukan dan martabat seorang perempuan. Di dalam Kitab Suci masih ditemukan cerita seperti Sara lainnya. Seperti cerita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
Rahel dalam Kejadian 30. Rahel diceritakan sebagai istri Yakub yang mandul, tak ubahnya dengan cerita Sara. Setelah Rahel memperoleh anak laki-laki, ia berkata “Allah telah menghapuskan aibku” (Kej 30:23). Seorang ibu yang tidak memiliki anak laki-laki dinilai di dalam masyarakat mempunyai kelemahan moral. Tanpa anak laki-laki, seorang perempuan kehilangan martabatnya dan dengan mudah diabaikan oleh suaminya. Status kelas dua kaum perempuan tampil sangat mencolok dalam kesepuluh perintah Allah yang melarang seorang laki-laki Israel mengingini harta milik sesamanya: istri, budak, ternak atau barang milik lainnya (Kel 20:17). Wawasan tentang penolong yang sepadan telah sirna di tengah sebuah masyarakat dimana seorang perempuan terdaftar dalam kepunyaan suaminya. Dalam Kitab Ulangan 24:1, yang mempunyai dasar pertimbangan dalam perceraian adalah seorang suami sedangkan seorang istri tidak bisa menceraikan suaminya. Sang suami sebagai pemilik atas istrinya, bisa membuang barang kepunyaannya, sedangkan seorang istri sebagai barang kepunyaan tidak bisa membuang pemiliknya. Tidak
semua
dalam
Kitab
Suci
terutama
Perjanjian
Lama
menggambarkan perempuan yang tertindas oleh budaya patriarkal. Ada juga tokoh perempuan yang berperan dalam kerjasama yang direncanakan Allah seperti Rut seorang janda tanpa anak yang selalu setia pada mertuanya di tengah masyarakat yang patriarkal. Diceritakan bahwa ada relasi yang baik antara seorang ibu mertua Yahudi dengan menantu perempuan dari bangsa Moab dan bukan menjadi masalah jika Rut tidak mempunyai anak laki-laki. Kitab Rut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
memperlihatkan bahwa ada modifikasi dalam tradisi alkitabiah yang dicirikan oleh patriarkal dan androsentrisme. Selain Rut, masih ada Debora, seorang hakim dan nabiah yang menjamin kelangsungan hidup bangsa Israel (Hak 4-5).
E. HERMENEUTIKA KECURIGAAN SEBAGAI METODE KRITIS YANG BERORIENTASI FEMINIS Semua interpretasi mencakup pemahaman. Namun pemahaman itu sangat kompleks di dalam diri manusia sehingga para pemikir ulung maupun psikolog tidak pernah mampu untuk menetapkan kapan sebenarnya seseorang mulai mengerti. Untuk membuat interpretasi, orang lebih dahulu harus mengerti atau memahami (Sumaryono, 1993 :30-31). Setiap interpretasi adalah usaha untuk “membongkar” makna-makna yang masih terselubung (Sumaryono, 1993 : 97). Hermeneutika kecurigaan berusaha untuk menyelidiki kebebasan atau penghargaan dan melihatnya dalam teks dengan mengidentifikasi peran andosentrisme-patriarkal dari penafsirannya (Fiorenza, 1992:57). Hermeneutika berhubungan dengan kata-kata yang tertulis sebagai ganti kata-kata yang diucapkan. Sebuah kata adalah simbol, sebab keduanya sama-sama menghadirkan sesuatu yang lain. Tugas hermeneutik adalah mencari dinamika internal yang mengatur struktur kerja di dalam sebuah teks dan mencari daya yang yang dimiliki teks itu untuk memproyeksikan diri dan memungkinkan teks itu muncul ke permukaan (Sumaryono, 1993:100).
Hermeneutik bukanlah
merupakan hal baru. Para hermeneut mengundang pembaca untuk melihat secara lebih dekat bahasa yang digunakan, sebagai alat untuk mengerti ataupun salah paham. Bahasa akan menjadi pusat bahasan hermeneutik sejauh hal itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
menyatakan keseluruhan jaringan sejarah, kebudayaan, kehidupan dan nilai-nilai yang merupakan petunjuk ke arah interpretasi. Hermeneutik sebagai metode pembahasan filsafat akan selalu relevan, sebab kebenaran yang diperoleh tergantung pada orang yang melakukan interpretasi. Hermeneutik bersifat luwes sesuai dengan perkembangan zaman dan sifat open-mindedness-nya (Sumaryono, 1993:136). Hermeneutika kecurigaan memaknai teks-teks androsentris sebagai ideologi kaum laki-laki yang mengungkapkan serta mempertahankan kondisikondisi historis patriarkal. Teks-teks dan dokumen-dokumen androsentris tidak mencerminkan realitas historis, laporan kenyataan-kenyataan historis atau menceritakan kepada pembaca bagaimana keadaan yang sesungguhnya (Suleeman terj, 1995:93). Teks-teks androsentris seperti tafsiran, argumentasi, proyeksi dan seleksi teologis yang berakar dalam sebuah kebudayaan patriarkal harus dievaluasi secara historis dalam pengertian waktu dan kebudayaan mereka sendiri dan dipertimbangkan secara teologis dalam pengertian skala nilai feminis. Petunjuk-petunjuk ini dapat menolong teolog feminis untuk membangun sebuah model penafsiran yang historis dan berlaku adil terhadap kecenderungankecenderungan yang egaliter atau yang mempatrialisasikan perkembanganperkembangan dalam Gereja mula-mula. Dari uraian diatas, penafsiran Alkitab harus melibatkan hermeneutika kecurigaan. Dengan memperhatikan tiga pertimbangan yaitu bahwa teks-teks androsentris tidak boleh dilihat secara terpisah melainkan selalu dalam kontekskonteks tekstualnya langsung. Kedua, teks-teks androsentris juga harus selalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
dianalisis dalam konteks sosial – politiknya yang spesifik guna menetapkan pesan dari teks-teks tersebut. Ketiga, teks-teks normatif kadangkala menegaskan bahwa sesuatu adalah suatu kenyataan historis dan realitas yang ada meskipun yang sesungguhnya adalah justru kebalikannya. Perintah-perintah androsentris menjadi semakin terinci dan banyak dengan bertumbuhnya gerakan perempuan di dalam masyarakat. Adalah suatu kekeliruan metodologis apabila sebagai pembaca menerima begitu saja teks-teks patriarkal androsentris.
RANGKUMAN Begitu besarnya perjuangan kaum feminis untuk memperjuangkan martabat perempuan di dunia ini telah mencapai puncaknya dalam Gereja. Dengan menerima teologi feminis sebagai bagian dalam Gereja, maka pembaca lebih memiliki wawasan terhadap tokoh perempuan yang ada dalam Kitab Suci dengan membaca penafsiran feminis. Hermeneutika kecurigaan yang dibawa oleh teolog feminis memberikan kehidupan baru bagi Gereja yang berorientasi pada persekutuan kaum beriman, sakramen, kenabian, lembaga dan kehadiran Allah. Sehingga dengan adanya teologi feminis, Gereja dibantu mewujudkan rupa-rupa Gereja tersebut di tengah dunia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
BAB III ANALISIS PENGGAMBARAN TOKOH PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM
Pada bab II telah diuraikan tentang teologi feminis, maka dalam bab III ini penulis akan menguraikan sumbangan teolog feminis dalam memaknai teks Kitab Suci terutama Kitab Hakim-hakim yang menguraikan peran tokoh perempuan yang diceritakan. Uraian dari bab ini adalah sekilas tentang Kitab Hakim-Hakim mengenai sejarah, penulis, serta tujuan penulisan Kitab Hakim-hakim. Kemudian penulis mencoba menyebutkan semua tokoh yang disebutkan dalam Kitab Hakimhakim sesuai kepentingannya atas dasar penyebutan tanpa nama atau dengan nama. Akhirnya penulis akan menguraikan tokoh-tokoh tersebut dengan bantuan beberapa sumber buku yang penulis gunakan.
A. KITAB HAKIM-HAKIM SEBAGAI KITAB IMAN Kitab Hakim-hakim adalah kitab yang menyusul kitab Yosua dan menjadi bagian dalam kumpulan kitab nabi-nabi awal. Judul kitab ini dalam Alkitab hanya merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani šopetîm, yang berarti Hakim-hakim (plural). Istilah ini diberikan kepada dua belas pemimpin Israel selama periode antara Yosua dan Samuel. Alkitab terjemahan Yunani (LXX) memberi judul Kritai, sementara terjemahan Latin memberi judul Judicum, keduanya mempunyai acuan yang sama yaitu, Hakim-hakim (Indra Sanjaya, 2011:10). Kitab Hakim-hakim dimaksudkan untuk melanjutkan cerita dari Kitab Yosua dan memberikan gambaran kehidupan suku-suku Israel dalam periode yang paling gelap dalam sejarah Israel antara kematian Yosua dan munculnya Samuel (Darmawijaya, 2009:134). Isi kitab Hakim-hakim berbeda dengan Yosua.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
Kalau periode Yosua boleh disebut sebagai periode kesetiaan, maka periode Hakim-hakim adalah periode ketidaksetiaan (Darmawijaya, 2009:134). Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam Kitab ini disebut hakim. Gelar ini menunjuk pada tokoh atau orang yang dikatakan terpilih oleh Allah untuk menyelamatkan umat-Nya yang disayangi. Hakim dalam kitab ini bukanlah orang yang melakukan kegiatan menghakimi dalam pengadilan melainkan mereka yang melaksanakan kegiatan kepemimpinan, pemerintahan. Melalui pekerjaan para hakim dapat menunjukkan kewibawaan dan kekuasaan tokoh yang memang bisa dipercaya oleh masyarakat. Hakim mau menampilkan pesan iman lewat peristiwaperistiwa yang dikisahkan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh tersebut (Darmawijaya, 2009:137). Ditemukan kisah para hakim yang berjumlah dua belas. Hakim-hakim tersebut dikelompokkan menjadi dua menurut kisahnya yaitu hakim besar bila memiliki cerita yang panjang dengan tokoh pemimpin militer yang karismatis dan hakim kecil bila memiliki cerita yang singkat dengan tokoh pemimpin yang tugasnya hanya sebentar. Dengan kitab Ulangan 5-28 –yang menurut 2Raj 22 ditemukan pada tahun 622 di Bait Allah Yerusalem – sebagai sumber semangat dan sekaligus sebagai tolok ukur untuk menilai peristiwa-peristiwa sepanjang sejarah Israel mulailah terbentuk suatu karya raksasa yang dalam Kitab Suci sekarang ini meliputi seluruh kitab Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, 1&2Samuel, 1&2Raja-raja. Maka seluruh kisah itu disebut dalam kalangan para ahli Kisah Sejarah Deuteronomistis (KSDtr) (Indra Sanjaya, 2011:34). Cerita dalam Kitab Hakim-hakim memiliki pola yang unik yang bertujuan sebagai penghiburan dan pendidikan. Kemungkinan penulis D-lah yang memberikan orientasi seluruh Israel kepada para pahlawan ini. penulis D juga memberikan bingkai-bingkai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
teologis pada cerita-cerita mengenai Hakim-hakim besar (Bergant, 2002:251). Bingkai teologis tersebut dapat dilihat dalam setiap cerita para hakim yang dibuka dengan orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan (Hak 2:11, 3:7, 3:12a, 4:1, 6:1a, 10:6, 13:1a). Lalu Tuhan membiarkan mereka jatuh ke tangan musuh-musuh mereka (Hak 2:14, 3:8, 3:12b, 4:2, 6:1b, 10:7, 13:1b). Kemudian
Israel berseru kepada Tuhan (Hak 3:9a, 3:15, 4:3, 6:7, 10:10).
Akhirnya Tuhan mengirimkan hakim untuk menyelamatkan bangsa Israel (Hak 2:16, 3:9b, 3:15b, 4:4, 6:8, 10:16b, 13:3). Setiap kisah berakhir dengan sebuah catatan mengenai berapa lama tanah itu merasakan kedamaian sebagai akibat dari pembebasan yang diberikan oleh setiap hakim-pembebas (Bergant, 2002:251). Pembaca mungkin akan kaget ketika menemukan cerita penghianatan yang licik, asusila dan kejam (King, 1960:15). Kisah-kisah itu menceritakan secara detail tentang pembunuhan massa (Hak 20), pemusnahan manusia secara total (Hak 21:10), kurban manusia (Hak 11:34-39), penyembahan berhala (Hak 17) dan kriminalitas lainnya (Hak 19, 21:19-21). Tak bisa dipungkiri kitab Hakim-hakim mempunyai gambaran moralitas yang patut dicela (King, 1960:15). Kitab Hakimhakim ditulis untuk menyajikan teologi sejarah bagaimana dosa mengantar pada hukuman dan pertobatan memberi pengampunan dan pembebasan (Bergant, 2002:251-252). Kepentingan utama penulisan kitab Hakim-hakim adalah memberikan pesan iman yang di dalamnya diyakinkan bahwa Allah selalu hadir dan membela umat-Nya (Darmawijaya, 2009:139).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
B. TOKOH PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM Dalam bab III ini, penulis akan membahas semua perempuan yang disebutkan dalam Kitab Hakim-hakim entah diceritakan dengan nama atau tanpa nama. Empat diantaranya adalah perempuan yang diceritakan dengan nama. Sisanya disebutkan sebagai perempuan saja. Tanpa nama tersebut dapat ditafsirkan dengan berbagai penafsiran tetapi akhirnya sulit untuk menunjukkan kepentingan yang saling melengkapi (Brenner, 1999:13). Cendekia feminis kemudian berdiskusi
agar penafsiran Kitab Hakim-
hakim berpihak pada kaum perempuan sehingga perempuan tidak hanya sebagai pelengkap dalam cerita setidaknya dalam beberapa cerita seperti dalam bab 4 dan 5, namun hal ini tidaklah mudah bagi mereka. Tafsiran feminis hanyalah salah satu tafsiran diantara banyak tafsiran yang ada. Teolog feminis juga berusaha menyingkirkan sikap patriarkal dan androsentris, eksklusif dan individualis. Hal ini mengokohkan penindasan kaum perempuan yang berlanjut dengan penindasan kelas, ras, negara atau agama dimana kaum perempuan juga menjadi bagian dari penindasan ini. Perempuan yang disebutkan dalam kitab Hakim-hakim akan penulis kelompokkan menurut kepentingannya dengan menyebutkan nama hingga tanpa nama secara individu atau secara berkelompok. a. Perempuan yang disebutkan dengan nama jelas secara individu: Akhsa (Hak 1:12) Yael (Hak 4:17) Debora (Hak 4&5)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
Delila (Hak 16:4) b. Perempuan yang disebutkan tanpa nama secara individu Putri Yefta (Hak 11:34) Ibu Simson (Hak 13:3) Gundik Gideon (Hak 8:31) / Ibu Abimelekh (Hak 9:18) Perempuan yang membunuh Abimelekh (Hak 9:53) Perempuan sundal / Ibu Yefta (Hak 11:12) Istri pertama Simson (Hak 14:7) Adik ipar Simson (Hak 15:2) Perempuan sundal yang ditemui Simson (Hak 16:1) Ibu Mikha (Hak 17:2) Gundik orang Lewi (Hak 19:1-2) Anak perempuan orang tua yang menolong orang Lewi dan gundiknya (Hak 19:24) c. Perempuan disebutkan tanpa nama secara kelompok : Anak-anak perempuan Kanaan yang dibiarkan hidup untuk menikah dengan bangsa Israel (Hak 3:6) Perempuan-perempuan yang berkemah bersama Yael (Hak 5:24) Perempuan penduduk kota Menara-Sikhem yang mati (Hak 9:49) Perempuan penduduk kota Menara-Sikhem yang melarikan diri (Hak 9:51) Anak-anak perempuan Israel yang meratapi putri Yefta (Hak 11:40)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
Tiga puluh anak perempuan Ebzan yang dikawinkan ke luar kaumnya (Hak 12:9) Saudara perempuan Simson yang ditawarkan ibunya untuk menjadi istri Simson (Hak 14:3) Perempuan yang menonton Simson saat tak berdaya (Hak 16:27) Anak-anak perempuan Israel yang tidak diizinkan menjadi istri suku Benyamin (Hak 21:1) Perempuan Yabesh-Gilead yang dibunuh karena sudah tidak perawan (Hak 21:11) Perempuan Yabesh-Gilead yang masih perawan (Hak 21:14) Perempuan suku Benyamin yang punah (Hak 21:16) Gadis-gadis Silo yang menari-nari (Hak 21:21). Istri-istri Gideon (Hak 8:30) Dari pengelompokan tersebut, tampak bahwa penulis Kitab Hakim-hakim hanya menyebutkan empat nama perempuan dengan peranan yang berbeda. Salah satunya adalah hakim perempuan satu-satunya, dan lainnya sebagai pemeran tambahan
untuk
menonjolkan
pahlawan
utama.
Sedangkan
penyebutan
perempuan tanpa nama secara individu ada sebelas tokoh. Kesebelas tokoh tersebut merupakan perempuan yang hidup di sekitar hakim dan penting peranannya entah sebagai keluarga atau korban dari sang hakim. Empat belas kelompok perempuan yang disebutkan tanpa nama sebagai pelengkap agar kisah sang hakim terlihat heroik dan dramatis. Secara keseluruhan, Kitab Hakim-hakim belum berpihak pada perempuan karena belum menonjolkan martabat dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
kemerdekaan perempuan. Justru lebih banyak menampilkan perempuan sebagai tokoh yang mempunyai seksualitas dan harus tunduk pada patriarki. Sebagai kitab iman, bagaimanapun Kitab Hakim-hakim memiliki pesan yang disampaikan kepada pembaca. Pesan yang sering muncul adalah pertobatan, dengan adanya tokoh-tokoh perempuan yang banyak direndahkan pembaca akan dibawa pada pertobatan untuk lebih menghargai perempuan sebagai insan yang memiliki martabat, kemampuan, dan mitra kerja sesama.
C. PENERAPAN METODE HERMENEUTIKA KECURIGAAN DALAM MENGGALI KARAKTER DAN PERAN PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM Selama teks Alkitab ditulis dengan bahasa androsentris dalam budaya patriarkal, hermeneutik kecurigaan tidak memulai dengan beranggapan bahwa tokoh perempuan merupakan tokoh utama seperti dalam cerita Martha dan Maria dalam Luk 10:38-42 (Fiorenza, 1992:57). Karena hermeneutika kecurigaan lebih melihat untuk mengusut bagaimana dan mengapa cerita itu ditulis dengan melibatkan kedua tokoh tersebut. Maka alasan dengan memilih menggunakan metode hermeneutika kecurigaan daripada metode yang lainnya karena metode ini lebih relevan untuk mengulas tokoh-tokoh perempuan yang disebutkan dalam kitab Hakim-hakim. Dan siapa yang akan diuntungkan dengan menyebutkan tokoh-tokoh tersebut dalam setiap kisahnya. 1. Akhsa, Seorang Istri yang Cerdas. Tokoh perempuan pertama yang disebutkan dengan nama dalam Kitab Hakim-hakim adalah Akhsa (Hak 1:12). Kisah Akhsa juga diceritakan dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
kitab Yosua 15:15-19. Keduanya mengisahkan cerita yang sama tentang Akhsa bahwa Akhsa adalah sosok perempuan yang berbakti. Ia patuh pada perkataan ayahnya dan menghormati suaminya. Di dalam Kitab Yosua, Akhsa adalah salah satu dari dua perempuan yang disebutkan namanya. Selain Akhsa ada Rahab seorang perempuan sundal (Yos 2:1-21). Sedangkan Akhsa dalam Hakim-hakim adalah putri dari Kaleb, orang Keni yang diberikan oleh ayahnya sebagai hadiah untuk seorang pahlawan pemberani. Rahab dan Akhsa bukanlah orang Israel. Rahab adalah orang Yerikho (Yos 2:1) dan Akhsa adalah keturunan Yitro (mertua Musa seorang imam di Midian) (Kel 3:1). Meskipun keduanya sebagai orang asing karena keturunannya di antara bangsa Israel, mereka mengakui bahwa Yahwe adalah Allah yang Maha Kuasa. Sebelas ayat pertama
menceritakan
bahwa Yehuda dan Simeon berperang melawan penduduk asli Kanaan. Mereka menyerang orang-orang yang tinggal di Yerusalem, di pegunungan dan kaki bukit. Dalam cerita ini, pelaku yang ditonjolkan hanyalah Yehuda dan Simeon sebagai laki-laki yang berani memimpin bangsa Israel berperang melawan penduduk Debir yang dulunya bernama Kiryat-Sefer. Sedangkan prajurit-prajurit serta lawan-lawan bangsa Israel tidak diceritakan dengan nama jelas. Tiba-tiba karakter baru muncul yang bukan keturunan bangsa Israel tetapi adalah orang Keni keturunan Yitro (Hak 1:16). Orang Keni setia pada Israel sepanjang perjalanan Israel. Namun orang Keni berpergian secara terpisah dengan bangsa Israel sebagai bangsa yang besar. Dalam Hakim-hakim diceritakan bahwa orang Keni merupakan sosok yang berpengaruh dan diceritakan secara hormat terbukti dengan tindakan memberikan putrinya sebagai hadiah kepada siapa yang bisa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
merebut kota Kiryat-Sefer. Sementara di zaman itu, perempuan Israel lebih dihargai daripada perempuan asing menjadi pertimbangan bagi kaum feminis untuk menafsirkan tujuan Kitab Hakim-hakim dengan menyebut dengan jelas nama perempuan sebagai hadiah : Akhsa. Di satu sisi, perempuan Israel juga telah mendapatkan tugas atau kewajiban sebagai hadiah laki-laki atas prestasinya. Di zaman itu perempuan Israel dianggap lebih berharga dari perempuan asing (Brenner, 1999:21). Di sisi lain, perempuan asing yang disebutkan jelas namanya tidak luput mendapatkan perlakuan seperti itu. Hadiah dari Kaleb diberikan kepada keponakannya, Otniel yang berhasil merebut kota Kiryat- Sefer (Hak 1:13). Orang Keni bukanlah kelompok Israel yang melakukan perjalanan bersama. Dua kenyataan ini menimbulkan penafsiran bagi cendekia feminis bahwa sayembara yang dilakukan Kaleb adalah sayembara lokal diantara orang Keni dan tidak melibatkan bangsa Israel. Sehingga penghargaan kepada wanita Israel tidak dikalahkan oleh kehadiran Akhsa. Kemudian Hakim-hakim melanjutkan kisah pernikahan Akhsa dan Otniel. Dalam kisah inilah digambarkan Akhsa sebagai tiga tokoh yaitu sebagai hadiah, sebagai pengantin dan sebagai anak. Ketika penggambaran yang berbeda ini tetap saja berkaitan dengan jenis kelamin. Cerita yang berawal dari peperangan dan kematian beralih pada tanah, air dan keturunan kemudian kembali lagi pada perang, kematian dan kekuasaan. Peran perempuan dalam perikop ini sangat sedikit namun penuh penafsiran. Akhsa sebagai hadiah justru menjadi jackpot bagi Otniel. Aksha sebagai pengantin dengan statusnya sebagai istri, ia membujuk suaminya. Para penafsir laki-laki memberikan penjelasan bahwa Akhsa dan Otniel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
melakukan hubungan suami istri dalam masa ini. Oleh para feminis diberikan penafsiran yang memberikan kekuatan pada keberadaan perempuan yang cerdas dalam situasi apapun. Akhsa membujuk Otniel saat mereka sedang berhubungan ketika naluri laki-laki tunduk pada perempuan sehingga Otniel setuju dengan saran Akhsa untuk menemui ayahnya dan meminta tanah dari ayahnya (Brenner, 1999:24).
Akhsa
dengan
cerdasnya
memanfaatkan
kesempatan,
meski
pernikahannya bukan keinginannya tapi ia melakukan kewajibannya sebagai seorang istri dan tetap memikirkan masa depannya. Dikisahkan bahwa mereka sudah mendapatkan tanah pertanian yang sangat kering dan Akhsa meminta kepada Kaleb untuk mendapatkan tanah yang lebih subur melalui suaminya (Hak 1:15). Namun Aksha sudah mempunyai scenario sendiri ketika bertemu ayahnya nantinya. Bagaimanapun juga tindakan Akhsa kepada suaminya menunjukkan karakter feminin yaitu malu dan menahan diri. Di sisi lain, Akhsa menunjukkan sifat pintar dari seorang perempuan. Dengan membujuk suaminya untuk mendapatkan tanah, ia telah bertindak aktif demi masa depan mereka, inisiatif muncul dari perempuan. Tanggapan Otniel sebagai suaminya adalah bertindak sesuai bujukan istrinya. Sama seperti kisah Adam, Hawa juga membujuk Adam agar memakan buah terlarang dan mereka jatuh dalam dosa. Namun akibat yang diterima Akhsa dan Otniel berbeda dengan Adam dan Hawa, mereka mendapatkan tanah sebagai tempat tinggal yang nyaman dengan mata air yang melimpah. Gambaran Akhsa sebagai anak nampak dalam pertemuan mereka dengan ayahnya. Dikisahkan bahwa mereka naik keledai dan Akhsa turun dari keledai.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
Tindakan ini ditafsirkan oleh cendekia feminis bahwa Akhsa tidak sekedar turun dari keledainya namun menghampiri ayahnya dengan bersujud, maka reaksi dari ayahnya cukup singkat namun menunjukkan emosi terkejut,”Ada apa?”(Hak 1:14). Tindakan Akhsa ini mencerminkan rasa hormat seorang anak yang tulus pada ayahnya meski ia adalah seorang istri yang harus lebih menghormati suaminya (Brenner, 1999:25). Lalu ia mulai mengutarakan maksudnya bahwa ia menginginkan hadiah karena hadiah tanah yang diberikan ayahnya adalah tanah gersang (Hak 1:15). Hadiah yang dimaksud Akhsa adalah mata air. Dari kata-kata Akhsa ini, ia ingin mengingatkan ayahnya tentang berkat Allah kepada Israel dalam Kitab Kejadian 22:15-18 (Brenner, 1999:25). Karena orang Keni setia pada YHWH maka penulis Kitab Hakim-hakim menyamakan status orang Keni yang juga mendapatkan berkat layaknya orang Israel. Yang menjadi lebih istimewa adalah berkat ini tidak diberikan kepada anak laki-laki namun anak perempuan. Jadi, di zaman itu anak perempuan juga diakui sebagai pewaris berkat atau tradisi dari keluarga. Permintaan Akhsa tentang tanah yang subur, dalam Yos 15:16-19 diceritakan bahwa Kaleb hanya memberikan air saja agar tanahnya tidak tandus (Frolov, 2013:50). Dalam Yos 15:13-19 disebutkan tempat-tempat pertama dari Yehuda kemudian berakhir pada Yos 15:6. Cerita tentang Kaleb, Akhsa dan Otniel dalam Hakim-hakim, seolah-olah permintaan Akhsa dikabulkan oleh Kaleb dengan memindahkan dua desa atau kota menjadi milik Akhsa. Pertemuan dengan ayahnya memperlihatkan budaya patriarkal karena Akhsa harus membujuk suaminya dan pergi bersama. Kalau suaminya tidak menyetujui saran Akhsa maka sia-sia saja rencana Akhsa untuk mendapatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
tanah yang subur. Untuk berkunjung pada ayahnya sendiri Akhsa dan suaminya harus pergi bersama dalam satu tujuan yang sama. Di zaman ini pastilah seorang anak kandung lebih dihargai kedudukannya daripada orang lain. Apapun yang mereka minta pada ayahnya akan diperjuangkan sendiri meski tidak disetujui oleh suaminya. Namun berbeda pada zaman Hakim-hakim yang menghidupi budaya patriarkal bahkan keberadaan anak kandung tidak berarti untuk menentukan masa depannya dengan suaminya. Artinya kekuasaan tetap ada pada laki-laki tanpa memandang hubungan darah. Bagaimanapun juga, tindakan Akhsa adalah angin segar bagi cendekia feminis yang merindukan keberadaannya. Tindakan awal Akhsa ini memberi nuansa baru bahkan mengalahkan pencitraan yang ada terhadap perempuan Israel. Perempuan Israel dipandang lebih berharga daripada perempuan asing, namun Akhsa sebagai orang Keni adalah perempuan cerdas, istri yang bijak dan memperhatikan masa depan keluarga dengan baik. Meski awalnya ia adalah “perempuan hadiah”, kenyataannya ia lebih dari sekedar hadiah bagi Otniel karena mendapatkan harta sekaligus. Di tempat lain, teks Kitab Suci menampilkan perempuan bijaksana dan memberi suaminya keuntungan melalui kecerdasan perempuan (Brenner, 1999:24). Akhirnya, tiga tokoh tersendiri yang diceritakan dalam satu kesatuan yaitu Kaleb, Akhsa, dan Otniel merupakan keluarga dasar leluhur Yehuda yang terkenal (Frolov, 2013:42).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
2. Debora : Karisma Perempuan yang Meruntuhkan Patriarki Lagi-lagi orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan (Hak 4:1). Tuhan menyerahkan mereka ke tangan Yabin yang mempunyai tentara bernama Sisera dengan 900 kereta besinya (Hak 4:3). Kemudian Tuhan mengutus Debora, seorang nabiah yang juga merupakan istri dari Lapidot dan banyak umat mendatanginya untuk meminta keadilan (Hak 4:4). Debora adalah satu-satunya perempuan yang menjadi hakim atas Israel. Ia adalah seorang hakim dalam arti pengadilan (Bergant, 2002:256). Debora menyebut dirinya sebagai ibu Israel di Israel (Hak 5:7). Pembaca akan tertarik dengan peran gender dan karakter Debora sebagai pemimpin Israel. Perempuan hebat ini mumpuni dalam berbagai bidang misalnya pemerintahan, rumah tangga dan kesenian. Ia menjadi pemimpin bagi bangsa yang besar, seorang istri yang juga bekerja sebagai hakim dan menggunakan nyanyian sebagai sarana memuji Allah. Dalam karyanya sebagai hakim, Debora memanggil Barak untuk menjadi teman perang dengan 10.000 prajurit bani Naftali melawan Sisera (Hak 4:6). Ahli tafsir mengungkapkan bahwa Debora mempunyai kewenangan lebih luas daripada Barak. Hal ini dikarenakan bahwa Barak tidak mau menjadi posisi pertama dalam peperangan karena ia membuat syarat dengan Debora jika Debora ikut berperang maka ia juga akan maju berperang (Hak 4:8). Artinya, Debora mempunyai berkat sendiri untuk menemani Barak berperang. Teladan lain dari cuplikan kisah ini adalah kerendahan hati Debora. Debora tidak menganggap diri lebih tinggi daripada Barak, meskipun Debora adalah pemimpin. Debora menempatkan diri dibawah pimpinan Barak dan bersama-sama dengan Barak menempatkan diri mereka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
dibawah pimpinan Allah. Debora, Yael, Yudith dan Ester merupakan barisan wanita kuat yang diambil dalam Aliktab untuk menunjukkan kemampuan perempuan dan sebagai model pengajaran moral bagi perempuan. Musuh yang harus dihadapi Debora adalah Sisera. Sisera diceritakan bak Goliat. Sisera sebagai panglima tentara pastilah kuat dan tak terkalahkan dengan 900 kereta besinya. Karena keangkuhannya ini, ia dibenci bangsa Israel yang telah menindas mereka selama 20 tahun (Hak 4:3). Sehingga layak mendapatkan kematian yang memalukan di tangan seorang wanita. Pada zaman itu bagi seorang pahlawan gagah perkasa menjadi hal yang memalukan jika dikalahkan oleh seorang perempuan yang tidak terdidik di bidang militer. Cerita berakhir bahagia dengan kemenangan yang dibawa oleh Debora. Debora merayakannya dengan nyanyian. Bait-bait puisi tersebut merupakan kidung kemenangan Allah. Munculnya masalah sejarah tentang nyanyian Debora dalam bab 5 yang dianggap lebih dulu dibuat daripada cerita Debora di bab 4. Kidung Debora dianggap salah satu teks tertua Alkitab, maka teks ini sukar dipahami (Bergant, 2002:256). Lebih-lebih hubungannya dengan bab 4 tidak selalu jelas. Ada perbedaan cerita kematian Sisera antara bab 4 dan bab 5. Di dalam kidung Debora, diceritakan bahwa Sisera mati karena dipukul oleh Yael (Hak 5:26) sedangkan dalam kisah Debora dan Barak diceritakan bahwa Sisera mati karena ditanamnya patok pada pelipis Sisera (Hak 4:21). Kisah Debora dan Barak merupakan motivasi kuat untuk berharap dan percaya kepada Tuhan, yang dapat menghancurkan musuh-musuh Israel dan memberi kebebasan dari penindasan asalkan Israel berseru kepada Tuhan (Bergant, 2002:257).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Kesimpulannya, Sisera dikalahkan oleh Debora, Barak dan Yael. Debora dengan kecerdasannya merencanakan strategi untuk berperang dengan Sisera serta melakukan koalisi dengan Barak. Barak dengan kekuataanya menghimpun prajurit dari suku Naftali dan Zebulon serta dengan pedangnya membunuh prajurit Sisera. Sedangkan Yael dengan keluguannya dan metode uniknya mengakhiri hidup Yael dengan palu dan patok. Debora dan Yael adalah perempuan berani yang mau merelakan dirinya terlibat dalam peperangan. Namun mereka tidak memanfaatkan keistimewaannya sebagai perempuan untuk melancarkan aksinya. Adegan-adegan yang mereka lakukan menginspirasi perempuan lainnya bahwa perempuan sangat kuat dan bisa melakukan segala hal.
3. Teman Perjuangan yang Sangat Heroik : Yael Karakter wanita utama berikutnya adalah Yael, perempuan yang disebutkan dalam nyanyian Debora (Hak 5:1-31). Yael diceritakan sebagai istri Heber, orang Keni (Hak 5:24). Peran Yael dalam cerita Debora sangatlah penting. Ialah orang yang membunuh Sisera dengan caranya sendiri (Hak 5:26). Yael adalah pahlawan sejati dari cerita Hakim Debora (Webb, 2012:182). Demi membantu Debora, ia mengabaikan sopan santun menerima tamu yang pada saat itu dihidupi oleh masyarakat. Sisera sebagai tamu tidak menyimpan curiga pada Yael dan ia melakukan perannya sebagai tamu dengan meminta layanan dari Yael (Hak 4:17-20). Di saat Sisera lengah, Yael memanfaatkan kesempatan untuk membunuh Sisera. Metode yang digunakan Yael sangatlah cerdik namun tidak mengabaikan kualitasnya sebagai perempuan. Pada awalnya ia tetap melayani
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Sisera dengan baik. Adegan kekerasannya dengan Sisera menampilkan sosok perempuan yang berani sekaligus kejam. Dalam kisah Debora, pembaca seakan-akan diperkenalkan pahlawan perempuan pilihan Allah yaitu Debora. Namun pada akhirnya pahlawan sejati adalah Yael, istri orang Keni. Allah telah menyerahkan Sisera pada tangan wanita (Webb, 2012:183). Yael sangat diperhatikan oleh Debora, hingga ia menyinggung namanya dalam Kidung Debora. Debora sangat berterima kasih atas kepahlawanan Yael. Debora memuji Yael sebagai perempuan yang diberkati melebihi perempuanperempuan lain di dalam kemah (Hak 5:24). Artinya dalam perkemahan tersebut, tidak hanya Yael yang pada saat itu tinggal di kemah. Ada beberapa perempuan yang juga di sana. Perempuan-perempuan tersebut, sebagai pembanding Yael karena Sisera memutuskan untuk datang ke kemah Yael. Hal ini menunjukkan bahwa Yael memiliki keistimewaan tersendiri. Secara tidak langsung, Debora memperkenalkan pahlawan perempuan yang menemaninya. Dalam kisah tersebut, tidak diceritakan bagaimana Debora, Barak, dan Yael meninggal sehingga sulit untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab dalam perdamaian di Israel seperti dalam Hak 2:18 (Frolov, 2013:131).
4. Delila, Perempuan Mandiri yang Berinisiatif. Tokoh Delila dalam Kitab Hakim-hakim sangatlah akrab didengar. Mendengar nama Delila pasti merujuk pada Simson, jagoan Israel yang sangat kuat (Hak 16:4). Bahkan banyak pembaca lebih mengenal sosok Delila daripada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Debora. Dalam Kitab Hakim-hakim, Simson muncul karena kekuatannya dan Delila muncul karena hubungannya dengan Simson. Nama Delila diberikan sebagai kata lain untuk seorang wanita yang menggoda dan memikat secara seksual (Brenner, 1999:93). Karakter Delila yang diceritakan menimbulkan banyak spekulasi. Ada yang berpendapat bahwa Delila adalah perempuan yang liar, penggoda yang bermuara pada perempuan nakal dan buruk dengan daya seksualnya. Maka banyak kaum feminis menganalis dan membahas sebagai penafsiran yang ideal bagi perempuan. Diceritakan bahwa Delila adalah sosok perempuan yang mempesona. Kualitas yang paling penting dari perempuan adalah keindahan, sensualitas, kecerdasan, kepercayaan diri, keterampilan, dan ketekunan. Semua kualitas ini dimiliki oleh Delila untuk menjatuhkan seorang laki-laki yang dianggap sempurna dan tak terkalahkan. Delila merupakan perempuan yang membawa tipu muslihat feminin melawan kekuatan maskulin, kecerdasannya melawan kekuatan fisik. Akibat kualitasnya ini, seringkali Delila diasumsikan sebagai pelacur meski tidak ada teks yang menyatakan seperti itu. Nama Delila diartikan “malam” dalam kata Ibrani, maka diyakini sebagai orang Israel (Webb, 2012:393). Tetapi di mana ia tinggal dan melihat perilakunya membuatnya jauh lebih mungkin sebagai orang Filistin (Webb, 2012:394). Sebagai orang Filistin, Delila adalah pahlawan bagi bangsanya. Salah satu buktinya adalah Delila menuruti permintaan raja-raja kota yang merupakan orang Filistin yang saat itu menjadi musuh bangsa Israel (Hak 16:5). Delila menyetujui untuk menjadi mata-mata suaminya sendiri. Delila adalah orang Filistin, maka ia layak mendapatkan gelar pahlawan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
menggunakan inisiatifnya tanpa kekerasan fisik untuk mengalahkan orang terkuat yang tak terkalahkan. Kisah Simson dan Delila dapat dikatakan sebagai salah satu kisah cinta lintas budaya layaknya Romeo dan Juliet. Dalam kasus ini, kaum feminis lebih senang merujuk pada teks daripada seni. Delila merupakan gambaran perempuan yang diceritakan sebagai antagonis (Hak 16:19). Lebih-lebih karena disebutkan namanya sehingga penting untuk menafsirkan karakter Delila secara lebih mendalam. Dalam kisahnya, Delila tidak memiliki kemerdekaan karena ia menuruti setiap perkataan tokoh-tokoh lainnya yaitu Simson dan raja-raja kota. Ia diceritakan sebatang kara tanpa orang tua dan sanak saudara. Semua yang ia lakukan demi mempertahankan keadaan ekonominya. Sebagai perempuan yang tinggal di perbatasaan atau bahkan sebagai orang Filistin, maka ia akan mengenal dekat orang Filistin. Sehingga ia juga akan merasa berkhianat jika mengabaikan permintaan raja-raja kota. Jika ia diposisikan sebagai orang Israel, tawaran rajaraja kota sangat menggiurkan dengan imbalan yang begitu besar. Tidak ada ruginya ia melepaskan suaminya demi stabilitas finansialnya. Kemungkinan juga raja-raja kota memintanya dengan ancaman sehingga Delila merasa tertekan dan terpaksa menyetujui tawaran mereka. Alkitab tidak menceritakan banyak tentang hal semacam ini. Mengenai daya tarik yang dimiliki Delila sehingga Simson jatuh cinta padanya, menurut teolog feminis cerita ini telah merendahkan Delila bahkan lebih buruk daripada seorang pelacur. Para penafsir berpendapat bahwa Delila menggunakan seksualitasnya demi keuntungannya sendiri. Ia nekat mengkhianati suaminya bahkan memberikan suaminya pada musuh demi uang. Meskipun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
demikian, pernikahan Simson dan Delila dilakukan tanpa adanya dukungan dari orang tua keduanya seperti pernikahan Simson dengan orang Filistin yang terdahulu. Maka pernikahan seperti ini nampaknya hanyalah sebuah peristiwa belas kasihan bukanlah sebuah suka cita. Diceritakan pula bahwa yang jatuh cinta adalah Simson bukan dari keduanya (Hak 16:4). Sebagai istri, Delila sudah melaksanakan tugasnya untuk kepentingan suami dan kehidupan ekonomi mereka berdua. Jika pokok permasalahannya ada pada imbalan yang akan diterima Delila dari tawaran rajaraja kota, bisa jadi Simson belum melaksanakan tugasnya sebagai seorang suami yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Di dalam teks Alkitab juga tidak diceritakan bahwa Delila mengambil imbalan yang ditawarkan raja-raja kota tersebut untuk digunakan bersenang-senang (Hak 16:18). Di pihak lain, akibat cintanya pada Delila, Simson kehilangan akal sehatnya. Kejadian Delila mempertanyakan kelemahan Simson yang terjadi sebanyak tiga kali dan setiap jawaban Simson langsung ia buktikan (Hak 16:719). Dari ketiga kejadian tersebut, Simson sama sekali tidak menyimpan rasa curiga kepada Delila mengapa ia terus mempertanyakan kelemahannya. Dari kejadian tersebut, terlihat kelemahan terbesar dari Simson yang sangat kuat adalah tidak berakal (Frolov, 2013:269). Cerita terus berlanjut dengan rengekan Delila yang membuat Simson tidak dapat mengabaikannya karena rasa cintanya kepada Delila dan berujung pada kejujuran Simson atas kelemahannya (Hak 16:16-17). Waktunya Delila unjuk gigi atas kualitas feminin yang ia miliki. Delila merayu Simson dengan daya tarik seksualnya sehingga ia dapat melancarkan aksinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
sehingga Simson ditundukkan oleh perempuan itu, sebab kekuatannya telah lenyap dari padanya (Hak 16:19). Tafsiran lain yang dikemukakan teolog feminis adalah mengenai gaya cerita kisah Simson dan Delila. Cerita sebelumnya selalu menceritakan kepahlawanan Simson yang happy ending seolah-olah Simson tidak mempunyai kelemahan bahkan setelah ia mengingkari jalan Allah kepadanya (Hak 14:8). Pada cerita sesudahnya juga masih diceritakan kepahlawanan dan kekuatan Simson menaklukkan musuhnya meski Simson juga akhirnya mati (Hak 16:30). Maka, tidak salah jika Delila ditempatkan dalam cerita Simson yang diposisikan sebagai tokoh antagonis. Delila tetap bukan pelaku utamanya ia hanya sebagai pemeran pembantu untuk memberikan cerita jatuhnya orang pilihan Allah seperti cerita Hakim-hakim lainnya. Delila merupakan wanita mandiri yang tidak terikat pada siapapun entah pada petinggi Filistin maupun kerabatnya. Oleh karena itu ia tidak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan mediator sebagai pertimbangan atas tawaran raja-raja kota. Ia perempuan mandiri yang mengambil inisiatif dari dirinya sendiri semata-mata demi kondisi ekonominya. Usaha keras teolog feminis untuk memperbaiki citra Delila tidaklah mudah dan sepenuhnya berhasil. Bagaimanapun juga tafsiran telah melekatkan citra perempuan jahat dan tidak bermoral bagi Delila yang hanya menggunakan daya tarik seksualnya tanpa hati nurani yang mengakibatkan mutilasi bagi Simson, suami sekaligus pahlawan bangsa Israel. Delila menjadi gambaran perempuan yang berbahaya bagi maskulinitas dan misi laki-laki. Ambiguitas dari sosok Delila sering ditemui dalam kisah-kisah dalam Alkitab lainnya. Alkitab
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
selalu meninggalkan pertanyaan terbuka, apalagi narasi berkaitan dengan nilainilai masyarakat yang dihidupi. Alkitab dibuat dengan latar belakang yang kental akan budaya patriarkal sehingga penindasan terhadap perempuan layak untuk diberikan dalam narasi. Bagaimanapun juga teolog feminis kecewa dengan metode Delila dalam menjatuhkan pahlawan Israel yang besar (Brenner, 1999:115).
5. Perempuan yang Disebutkan Tanpa Nama Secara Individu a) Putri Yefta, Gadis Yang Dikurbankan Ayahnya Demi Nazar. Kisah Putri Yefta merupakan tragedi Yunani yang pernah juga dialami oleh Iphigenia, yaitu seorang putri yang dikorbankan oleh ayahnya demi memuaskan dewa (Frolov, 2013:208). Konsep cerita ini menyerupai konsep cerita tragedi Yunani kuno yaitu pahlawan yang terjebak dalam kesulitan atau bencana bukan karena mereka telah melakukan kesalahan namun karena telah ditetapkan oleh kekuatan yang lebih tinggi yang tidak bisa dikendalikan dan dipahami. Dalam kisah Alkitab baik Yefta maupun putrinya adalah korban dari iman mereka
(Brenner, 1999:48). Yefta bernazar bahwa akan mempersembahkan
kurban bakaran apapun yang datang untuk menyambut dia sewaktu kembali dengan selamat dari perang melawan bani Amon (Hak 11:31). Mungkin ketika bernazar Yefta sedang kehilangan akal sehatnya dan dipenuhi oleh semangat dan emosi untuk mengalahkan bani Amon. Nazar adalah suatu usaha manusia untuk menguatkan permintaan atau membujuk Tuhan untuk memberikan apa yang diminta. Yefta seolah terhanyut dalam kemabukan kekuasaan dan kehormatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
yang mungkin ada dalam pemikirannya hanyalah menundukkan bani Amon. Yefta sudah lama hidup dengan bangsa Aram, sehingga nazar yang menjadikan manusia sebagai kurban bakaran adalah hal yang biasa. Karena orang-orang Aram mempunyai unsur agama padang gurun dimana manusia harus membujuk Tuhan agar permintaannya terkabulkan. Di dalam Im 18:21, 20:2-5 melakukan nazar seperti ini dikutuk. Pada akhirnya Yefta menang telak atas bani Amon dan ia pulang ke Mizpa dan disambut oleh putri semata wayangnya dengan tari-tarian sambil memukul rebana (Hak 11:34). Dalam keadaan seperti ini, sosok kepemimpinan Yefta sedang diuji untuk menimbang dan memutuskan konflik batin yang ada pada dirinya. Yefta menang perang namun juga sedang mempersiapkan kematian anak perempuannya. Namun tentu saja tidak ada ayah sekejam apapun yang merencanakan dengan sengaja kematian putrinya. Menurut Merie Claire Barth Frommel kisah ini merupakan “cerita celaka” karena cerita ini tidak ada keadilan dan pembebasan diantara kedua pihak, dan cenderung menindas perempuan secara fisik. Mungkin sumpahnya terjebak seperti itu karena ia tahu bahwa merupakan kebiasaan gadis-gadis untuk keluar menyambut pemenang (Brenner, 1999:48). Namun, ayah dan anak tidak boleh melanggar nazarnya. Putri Yefta menerima nazar ayahnya dan mempersilakan ayahnya untuk menaati nazarnya dengan syarat memberinya waktu selama dua bulan untuk mengembara ke pegunungan (Hak 11:36-37). Pergi ke pegunungan ditafsirkan oleh para ahli dengan pergi ke Mahkamah Agama. Putri Yefta pergi ke Mahkamah Agama untuk mencari tahu jalan keluar agar terlepas dari sumpah ayahnya. Putri Yefta seolah tidak mempunyai daya dan kuasa untuk menentang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
hal ini. Setiap orang tidak ingin dijadikan kurban bakaran layaknya Putri Yefta. Putri Yefta terasa dibelenggu oleh sistem patriarki sehingga ia harus tunduk pada apa yang ayahnya inginkan. Sistem patriarki itu menuntut perempuan yang belum menikah untuk tunduk pada ayahnya dan kalau ayahnya sudah tidak ada maka perempuan harus tunduk pada saudara laki-lakinya kalau sudah menikah maka perempuan harus tunduk pada suaminya. Penekanan penulis pada sosok putri Yefta bahwa ia adalah anak tunggal dan tidak mempunyai saudara laki-laki maupun perempuan lagi (Hak 11:34). Disini ingin menyatakan bahwa putri Yefta adalah individu yang malang dan jatuh dalam perangkap ayahnya sendiri bukan karena ayahnya kejam atau tidak berperasaan. Salah satu jawaban filsafat adalah keadilan keilahian Yunani di luar pemahaman manusia dan tidak bisa memuaskan orang Bijak (Brenner, 1999:49). Kisah Yefta memposisikan Yefta dalam beberapa karakter. Awalnya Yefta adalah anak dari perempuan sundal sehingga dia harus dibuang dalam kehidupan yang tersingkir dan berteman dengan para perampok hingga akhirnya ia menjadi pemimpin dari perkumpulan perampok tersebut (Hak 11:2-3). Kemudian pria gagah ini menjadi panglima yang cerdas dan tenang dalam menentukan strategi perang. Yefta cepat akrab dengan orang-orang yang dulu pernah membuangnya tak kalah pentingnya, ia juga percaya pada Allah Israel yang terlihat dalam perundingannya dengan raja Amon. Pencitraannya turun saat pertemuannya dengan putrinya sepulang perang dengan membawa kemenangan. Ia lebih memilih menepati nazarnya daripada mempertahankan nyawa putri tunggalnya. Peristiwa lainnya adalah ketika ia bertemu dengan suku Efraim yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
mengancamnya. Reaksinya sangat emosional dan segera ingin melakukan perang dengan suku Efraim (Hak 12:4). Ia berperang dengan suku Efraim dengan bengis dan kembali pada pencitraan awal mula yaitu laki-laki yang telah dibuang dan berteman dengan para perampok. Dalam kasus putri Yefta, para ekseget telah membuat penafsiran dan perbandingan bahwa menempatkan putri Yefta sebagai tumbal atau kurban bakaran adalah sebuah tindakan yang tidak menghormati prinsip-prinsip dasar Allah Israel. Yefta tidak mengandalkan Allah seperti apa yang dilakukan Abraham saat mengurbankan anaknya (Kej 22:8). Tindakan seperti ini merupakan tragedi mengerikan dan memberi pemikiran bahwa Allah butuh tumbal. Hasilnya, Yefta mendapatkan pencitraan yang sangat bodoh dan tidak menghormati Allah. Di sisi lain, beberapa ekseget memberi penafsiran bahwa dosa yang dilakukan Yefta adalah ketidaktahuan. Yefta bukanlah seorang yang ahli dalam hukum Taurat yang bisa merumuskan nazar dengan tepat yang melibatkan kematian dan kehidupan. Putri Yefta merupakan salah satu perempuan muda
yang diceritakan
dalam Kitab Hakim–Hakim tanpa nama. Hanya diketahui ayahnya yang bernama Yefta sehingga ia akrab disebut putri Yefta. Sebagai seorang anak, ia menyambut kedatangan dan kemenangan ayahnya dengan rebana dan tarian. Antusiasme membawanya untuk segera menemui ayahnya sehingga ia keluar terdahulu daripada perempuan-perempuan lainnya yang ada di rumahnya dengan bahagia. Ayahnya sangat kaget juga sedih hingga tidak bisa menahan emosinya untuk segera menemui putrinya. Ayahnya mungkin juga marah pada kondisi seperti itu dan tidak tahu harus bagaimana memperlakukan anaknya, ingin memeluk tapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sadar akan nazarnya. Kemudian
63
ayahnya mengoyakkan bajunya dan berkata
bahwa hatinya hancur (Hak 11:35). Dalam kebahagiaannya, ia mungkin bingung mengapa
sambutannya
malah
membuat
hati
ayahnya
hancur.
Dalam
kebahagiaannya itu juga, ternyata ada ancaman kematian baginya. Ia harus mematuhi sumpah ayahnya dan mengurbankan dirinya tanpa ada penyelamat bagi hidupnya. Dalam kesedihannya, ia meminta kepada ayahnya untuk memberikan waktu selama dua bulan untuk menangisi kegadisannya. Bisa dikatakan putri Yefta adalah sosok anak yang sangat patuh, ia tidak membiarkan ayahnya melanggar nazarnya sendiri. Putri Yefta tidak meminta ayahnya untuk mengganti kurban bakaran pada obyek lainnya atau menawarkan rencana alternatif bagi ayahnya agar nyawanya selamat. Dalam kasus ini, putri Yefta adalah sosok anak idaman bagi orang tua. Ia tidak mempermalukan ayahnya yang saat itu sebagai pemimpin yang sangat terkenal dan kuat. Bahkan syarat yang ia minta menambahkan nilai positif pada dirinya karena ia ingin menghabiskan waktunya dengan bersosialisasi dengan teman-temannya. Ia ingin membagikan perasaannya, kekuatan doa serta pengalaman iman pada teman-temannya serta mempersiapkan diri untuk menyerahkan hidupnya sebagai seorang gadis. Dan ratapan anak-anak perempuan Israel selama empat hari dalam setahun untuk
mengenang
pengorbanan putri Yefta (Hak 11:40) bukanlah suatu adat kesukuan (Frolov, 2013:215). Tafsiran mengenai putri Yefta pergi ke tempat penatua-penatua berkumpul bertujuan untuk mencari solusi atas nazar ayahnya dan membuktikan bahwa dirinya adalah seorang gadis (Frolov, 2013:216). Kemungkinan yang dilakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
putri Yefta di tempat tersebut adalah mencurahkan kesedihan dan air matanya untuk masa mudanya. Ia juga sempat berbicara dengan Allah dan ibunya. Dalam pembicaraannya dengan Allah, ia merasa mendapat kekuatan dan dorongan untuk menepati nazar ayahnya karena kematiannya akan menjadi berharga di hadapan Allah. Perasaaan emosionalnya membuatnya menangis dalam kasih sayang teman-temannya. Anak perempuan akan menangisi kegadisannya karena dia tidak akan bisa menikah dengan siapa pun. Menangis dapat membantu mengurangi dan meringankan rasa sakit. Setelah waktu yang diberikan habis, ia kembali pada ayahnya. Cerita dalam Alkitab tidak pernah melukiskan bahwa Allah tidak menuntut tumbal manusia. Misalnya kutipan tentang persembahan Ishak oleh Abraham, dan puncaknya dalam Yer 19:5 “Mereka telah mendirikan bukit-bukit pengorbanan bagi Baal untuk membakar anak-anak mereka sebagai kurban bakaran kepada Baal, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan atau Kukatakan dan yang tidak pernah timbul dalam hati-Ku.” Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa kurban bakaran menggunakan manusia adalah tindakan terkutuk bagi Allah. Merujuk dari kutipan-kutipan tersebut, maka muncullah beberapa tafsiran yang berbeda bahwa pada akhirnya putri Yefta memang menjadi kurban bakaran bagi Baal. Di lain pihak, putri Yefta tidak kembali pada ayahnya setelah diizinkan pergi dua bulan menggembara ke pegunungan karena ia menghabiskan waktunya untuk melayani Allah dalam pengasingan secara total dan tidak menemui seorang laki-laki pun (Frolov, 2013:218).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
b) Ibu Simson, Ibu Teladan Merawat Anak. Cerita Simson dalam bab 13 menyebutkan peran ibunya namun tidak disebutkan namanya dengan jelas. Ibu Simson adalah perempuan pertama yang dikenalkan dalam kisah tersebut (Hak 13:3). Kemudian disusul beberapa sosok perempuan lainnya misalnya gadis Filistin yang dicintai Simson (Hak 14:1) dan Delila (Hak 16:4). Ibu Simson dikenalkan sebagai seorang istri dari Manoah yang mandul (Hak 13:2). Akan tetapi, Ibu Simson yang menerima kabar pertama kali dari malaikat tanpa suaminya (Hak 13:3). Dan untuk kali keduanya Ibu Simson meminta malaikat untuk memberikan kabar itu di depan suaminya juga (Hak 13:10). Kitab Hakim-hakim menyatakan bahwa Manoah berasal dari Zora, keturunan suku Dan (Hak 13:2). Zora disebutkan bagian kota dari suku Yehuda dan Dan (Yos 15:33. 19:41) (Bergant, 2002:263).
Hidup perkawinan antara
Manoah dan istrinya tidak diceritakan dalam Kitab Hakim-hakim, namun dalam penafsirannya
diyakini
ada
pertengkaran
diantara
mereka
yang
saling
menyalahkan atas belum adanya keturunan (Murphy, 2002:2). Istri Manoah layak melihat malaikat untuk pertama kalinya karena ia dituduh mandul padahal yang sebenarnya mandul adalah Manoah (Murphy, 2002:3). Peran malaikat dalam hal ini adalah sebagai pendamai bahwa istrinya yang dikenal mandul layak untuk ditemui malaikat bukan Manoah yang dinyatakan benar dan tidak bersalah atas ketiadaan keturunan (Murphy, 2002:2). Peristiwa ini membawa angin segar bagi kaum feminis karena perempuan tidak selalu salah apabila mandul atau tidak mempunyai keturunan. Di pihak lain, ketiadaan keturunan dalam perkawinan Manoah merupakan rasa malu yang besar (Gunn, 2005:190). Hakim Ebzan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
memiliki 60 anak dan mengadakan 120 pesta pernikahan untuk anak-anaknya (Hak 12:9) sama sekali tidak mengundang Manoah dengan alasan Manoah tidak akan kembali mengundang Hakim Ebzan karena mereka tidak akan memiliki anak (Gunn, 2005:190-192). Ebzan beralasan bahwa bagaimana keledai tandus ini akan membayar saya? Pasangan ini tidak memiliki anak, dan mereka tidak akan pernah mampu untuk mengundang saya dalam perjamuan mereka (Gunn, 2005:192). Namun pada akhirnya istri Manoah melahirkan satu anak dan menjadi hakim besar bagi Israel sedangkan semua anak-anak hakim Ebzan meninggal (Gunn, 2005:193). Kemandulan istri Manoah membuatnya menjadi deretan perempuan mandul terkenal dalam Perjanjian Lama yaitu Sara, Ribka, Lea, Rahel, Istri Manoah dan Hana. Penampakan malaikat terhadap ibu Simson mendapatkan banyak penafsiran. Sesudah penampakan yang pertama, ia menceritakannya kepada Manoah bahwa ia melihat abdi Allah yang rupanya sebagai rupa malaikat Allah yang amat menakutkan (Hak 13:6). Dalam adegan ini, ibu Simson awalnya takut karena malaikat tersebut menakutkan. Menurut tafsir, reaksi ibu Simson ini merupakan suatu krisis iman karena dibandingkan dengan Abraham yang juga didatangi malaikat ia mengenali sosok tersebut sebagai malaikat dan tidak terlalu takut seperti ibu Simson (Murphy, 2002:4). Malaikat lebih memilih datang kepada istri Manoah daripada kepada Manoah karena menurut para rabi saat itu hal ini berkaitan dengan karakter Manoah yang bebal dan tidak tahu Kitab Suci sedangkan istrinya adalah orang benar (Murphy, 2002:5). Hal ini juga nampak dalam reaksi keduanya saat melihat malaikat bersama. Manoah berkata bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
mereka akan mati karena telah melihat Allah (Hak 13:22) namun jawaban dari istrinya mencerminkan jawaban yang cerdas dan mampu membuat tenang suaminya (Hak 13:23). Pertemuan mereka dengan malaikat membawa kehidupan baru, istri Manoah yang dinyatakan mandul ternyata hamil dan harus menjalani syarat yang telah diberikan malaikat. Tak hanya sampai disitu, setelah ia melahirkan ia harus merawat Simson dengan baik karena merupakan pilihan Allah dan tidak sekalipun mencukur rambut Simson (Hak 13:5). Dalam kehidupannya merawat Simson, ia taat menjaga janji malaikat. Ketika Simson menjadi dewasa, ia meminta orangtuanya untuk melamar perempuan Filistin yang ia cintai (Hak 14:5-7). Kedua orangtua Simson berupaya untuk mencegah Simson menikahi orang Filistin. Alasan keduanya karena Simson adalah pilihan Allah dan ketika ibunya hamil dilarang untuk minum anggur. Sedangkan Simson bertemu dengan wanita Filistin di Timna, tempat kebun anggur berada, sehingga mereka berpikir bahwa mungkin ada hubungannya dengan anggur maka akan dilarang juga oleh Allah (Gunn, 2005:195). Meski pada akhirnya Simson mengabaikan saran orangtuanya. Peran Ibu Simson sangatlah memberi teladan bagi pembaca. Sebagai seorang perempuan yang dinyatakan mandul dan membawa rasa malu yang besar, ia tetap dipercaya Allah untuk melahirkan pemimpin Israel dengan syarat yang akan ia jalani selama hidupnya merawat anaknya sejak dari rahim hingga ia meninggal. Selama ia hidup sebagai ibu Simson ia selalu taat dan menjaga janji dari Allah itu untuk menjadikan anaknya pilihan Allah. Sebagai Ibu, ia juga tidak luput dari kebandelan anaknya. Ketika seorang anak memilih seorang perempuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
untuk menjadikannya sebagai istri, meski ibu dan ayahnya melarang, ia mengabaikannya. Setelah Simson menikah, maka berakhir juga cerita tentang ibunya dalam Kitab Hakim-hakim. Simson telah mendapatkan perempuan lain untuk kehidupannya yang akan datang.
c) Perempuan Sebagai Pelaksana Kutuk Abimelekh yang mempunyai ambisi untuk menjadi pemimpin bangsa Israel melakukan kejahatan agar ambisinya terwujud dengan membunuh tujuh puluh saudaranya (Hak 9:5). Ia memerintah selama tiga tahun setelah Allah membangkitkan semangat jahat pada orang Sikhem sehingga terjadilah perang untuk merebut kota-kota (Hak 9:22). Pada saat tiba di Tebes, tempat penduduk Sikhem melarikan diri, Abimelekh mengepung Tebes (Hak 9:50). Namun naas baginya, ia tertimpa sebuah batu kilangan oleh seorang perempuan (Hak 9:53). Kemudian Abimelekh meminta bujangnya untuk membunuh Abimelekh dengan pedangnya karena dia sekarat dan tidak mau diketahui bahwa yang telah membunuhnya adalah seorang perempuan (Hak 9:54). Karena pada saat itu dikalahkan oleh seorang perempuan adalah sebuah aib (Brenner, 1999:263). Dalam penutup kisah Abimelekh dikatakan bahwa “Demikianlah kutuk Yotam bin Yerubaal mengenai mereka” (Hak 9:57b). Tokoh perempuan dalam cerita Abimelekh sangat penting perannya karena ia berhasil membunuh Abimelekh. Sayangnya, tidak disertai dengan nama yang jelas. Hal ini membuktikan bahwa penulis Hakim-hakim juga sepakat dengan keyakinan Abimelekh bahwa dikalahkan seorang perempuan merupakan aib maka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
tidak diberi nama jelas pada perempuan tersebut. Kitab Hakim-hakim dalam cerita ini belum membela pahlawan perempuan yang berhasil membunuh pemimpin jahat bagi mereka.
d) Ibu Yefta, Perempuan Yang Ditemui Simson Sebagai Perempuan Sundal dan Ibu Abimelekh sebagai Gundik Gideon Perempuan sundal yang disebutkan pertama kali adalah ibu Yefta (Hak 11:1), disusul oleh perempuan sundal yang dihampiri oleh Simson setelah ia menyandang status duda (Hak 16:1). Perempuan sundal sudah terdapat dalam sejarah mula-mula. Dalam beberapa kitab, perempuan sundal dideskripsikan sebagai perempuan yang menggunakan pakaian yang sangat berbeda dan mencolok (Yeh 16:16). Disebut juga sebagai perempuan yang melepaskan hawa nafsunya dengan setiap orang (Yeh 16:25). Kadang juga disebut sebagai orang asing dan mendapat gelar sebagai penyembahan berhala (Yes 1:21). Perempuan sundal yang pertama adalah ibu Yefta. Ayah Yefta adalah Gilead yang mempunyai istri sangat banyak, salah satunya adalah ibu Yefta yang tidak disebutkan namanya sebagai perempuan sundal (Hak 11:1). Gilead memiliki hubungan yang singkat dengannya. Ketika Gilead meninggal, anak dari Gilead yang sah mengusir Yefta dari rumah (Hak 11:2). Dalam peristiwa tersebut memungkinkan bahwa ibu Yefta sudah dahulu diusir atau tidak dibawa ke rumah karena Alkitab tidak menceritakannya. Dari kisah ini, dapat disimpulkan bahwa sosok perempuan sundal sangat dibenci oleh seluruh anggota keluarga. Bahkan anak yang dilahirkannya meski memiliki hubungan darah dengan ayah, namun tidak berhak untuk memiliki warisan dari ayahnya. Ibu Yefta telah memberikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
kehidupan yang keras bagi anaknya untuk hidup berdampingan dengan saudaranya yang memiliki status sah dalam keluarga. Perempuan sundal yang kedua disebutkan adalah saat peristiwa Simson bertemu dengan perempuan sundal berlokasi di Gaza (Hak 16:1), salah satu kota orang Filistin di pantai selatan Palestina (Brenner, 1999:265). Pertemuannya hanya dikisahkan begitu saja dan dilanjutkan dengan kisah heroik Simson yang mencabut pintu gerbang kota yang amat kuat. Citra Simson yang amat kuat tidak terkalahkan oleh hati yang luka karena perempuan. Setelah ia menyandang status duda dan bertemu dengan perempuan sundal, memungkinkan keyakinan Simson untuk menumbuhkan kembali rasa cinta pada perempuan. Bisa jadi pertemuannya dengan perempuan sundal menambahkan kekuatan Simson untuk merobohkan pintu gerbang kota. Perempuan ketiga bukan sebagai perempuan sundal namun sebagai gundik yang melahirkan Abimelekh (Hak 8:31). Ia adalah ibu Abimelekh, gundik Gideon. Abimelekh bukanlah seorang hakim, ia merebut kekuasaan raja menurut keinginannya sendiri (Indra Sanjaya, 2011:12). Seorang gundik adalah istri yang sah, tetapi kelas dua (Bergant, 2002:260). Meskipun demikian, diceritakan bahwa Gideonlah yang memberikan nama pada anak gundiknya itu. Hal ini berarti diantara Gideon, Abimelekh, dan gundiknya memiliki hubungan yang lebih baik daripada gundik lainnya (Frolov, 2013:169). Dalam Hak 9:18, ibu Abimelekh disebutkan sebagai budak perempuan yang memberikan kesan rendahnya peran ibu Abimelekh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
e) Istri Pertama Simson Perempuan selanjutnya yang diceritakan secara individu tanpa nama adalah istri pertama Simson yang akhirnya menjadi mantan istrinya. Dia adalah perempuan Filistin yang sangat Simson cintai (Hak 14:7) bahkan Simson banyak melakukan tindakan yang membahayakan bagi diri Simson (Hak 14:8). Orang tua Simson tidak suka karena ia bukan perempuan Israel, seorang istri asing dipandang berbahaya untuk keamanan (Bergant, 2002:263). Bagaimanapun, di mata Simson perempuan Filistin merupakan perempuan yang menarik (Frolov, 2013:255). Kisah perkawinan Simson tidak diceritakan dengan jelas, hanya tekateki yang lebih menonjolkan perjuangan istrinya untuk menaati perintah orangorang sebangsanya yang mengakibatkan kerugian di pihak Simson (Hak 14:1518).
Kisah perceraian Simson dengan orang Filistin dimulai ketika Simson
membuat teka-teki kepada ketiga puluh temannya. Hadiah bagi yang menang adalah pakaian kebesaran. Diperkirakan pada saat itu Simson tidak memiliki pakaian pesta untuk pesta pernikahannya sendiri. Teka-teki Simson tidak mungkin diterka jika orang tidak tahu hidup pribadi sang pahlawan (Bergant, 2002:264). Kemudian teman-temannya membujuk istri Simson untuk merayu Simson agar memberitahukan jawaban kepadanya dan meneruskan kepada mereka. Aksi rayuan sang istripun berhasil, dan sang istri pun memberitahukan kepada temanteman Simson. Saat tiba hari memberikan jawaban, teka-teki Simson berhasil ditebak oleh teman-temannya. Akibatnya, Simson harus membunuh tiga puluh orang untuk mendapatkan pakaian kebesaran yang telah dijanjikannya (Hak 14:19). Saat pulang, amarahnya begitu besar hingga Simson memutuskan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
memberikan istrinya kepada pengiringnya yang juga temannya (Hak 14:20). Dan mereka pun bercerai. Meskipun Simson marah, ia tetap kembali ke rumah ayahnya dan tidur dengan istrinya (Hak 14:19b-15:1) (Frolov, 2013:267). Keluarga istrinya tidak mempunyai rasa kecewa sekalipun, setelah Simson melampiaskan kekecewaannya, mungkin karena mereka tidak terikat perkawinan yang sah (Frolov, 2013:257). Saat amarahnya mereda, ia berkunjung ke rumah mertuanya untuk menemui mantan istrinya dengan membawa hadiah (Hak 15:1). Ternyata kedatangannya ditolak oleh ayah mertuanya dan mantan istrinya telah diberikan kepada pembantu Simson yang terbaik (Hak 15:1b-2a). Karena besar sakit hatinya, Simson melampiaskan secara berlebihan bahkan perkelahiannya dengan ratusan anjing hutan sukar dibayangkan (Bergant, 2002:265). Aksinya berlanjut hingga membakar ladang gandum orang lain (hak 15:5). Akibatnya, mantan istri Simson dan ayahnya dibakar massa (Hak 15:6). Mantan istri yang jelas diceritakan dalam Kitab Hakim-hakim adalah mantan istri Simson. Dari cerita Simson dengan mantan istrinya yang berakhir dengan kematian mantan istrinya beserta ayahnya secara tragis. Posisi perempuan sangat berbahaya bagi seorang pahlawan, seperti penilaian awal orangtua Simson. Awalnya perempuan itu sangat menarik bagi sang pahlawan, hingga sang pahlawan tahu bahwa ia telah ditipu oleh kecantikan sang perempuan namun sang pahlawan tetap mempertahankan perempuan tersebut meski sudah memberikan sang perempuan kepada orang lain hingga sang perempuan mati di tangan orang banyak. Perempuan kembali ditempatkan dalam posisi yang selalu mengagungkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
kecantikan untuk menjatuhkan sang pahlawan. Sangat disayangkan, tindakan sang pahlawan yang berlebihan dan berakhir dengan pembunuhan yang tragis hanya karena dihina oleh sebuah keluarga.
f) Adik Ipar Simson Perempuan yang dimaksud adalah perempuan yang ditawarkan kepada Simson untuk dinikahi sebagai pengganti mantan istrinya (Hak 15:2). Sebagai mertua yang mengetahui bahwa Simson adalah pahlawan dan telah dikenal banyak orang sebagai sosok yang kuat, ia tidak merelakan mengakhiri hubungan baiknya. Maka ia menawarkan anak perempuan lainnya untuk dinikahi Simson sebagai pengganti istrinya agar keluarganya tetap selamat lepas dari pembalasan orang Filistin yang telah dikalahkan oleh Simson.
g) Ibu Mikha Kisah Mikha (Hak 17-18) merupakan tambahan pada kitab Hakim-hakim yang menceritakan tentang zaman sebelum kerajaan: perpindahan suku Dan ke Utara (Bergant, 2002:266).
Bab 17 merupakan latar belakang dari peristiwa
dalam bab 18. Ibu Mikha membuatkan patung pahatan yang ditaruh di rumah Mikha (Hak 17:4), sesuatu yang dilarang keras oleh hukum Musa (Kel 20:4-5). Pada awalnya Mikha mengangkat salah seorang anaknya menjadi imam di kuilnya (Hak 17:5b). Kemudian Mikha mengangkat seorang imam Lewi (Hak 17:10) yang mengisyaratkan bahwa orang-orang Lewi sudah dikenal sebagai ahli dalam bidang ibadat (Bergant, 2002:266). Peran Ibu Mikha dalam kisah ini cukup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
singkat namun memiliki dampak yang cukup besar bagi iman Mikha. Ibu Mikha menyarankan agar menyucikan timbunan perak curian Mikha (Hak 17:3). Dan Mikha menyetujuinya (Hak 17:5). Mikha dan ibunya tidak hanya melanggar perintah Musa tetapi juga menyembah dewa Israel yang berhubungan dengan praktek orang Kanaan (Bil 33:52, Im 7:5) (Frolov, 2013:282). Hal ini berarti mereka yang menyembah YHWH berpindah pada tuhan Kanaan. Ibu Mikha yang diceritakan mempunyai banyak harta, membuat kecurigaan pada teolog feminis. Bagaimana bisa ia mempunyai banyak harta di tengah kehidupan patriarkal di Israel (Frolov, 2013:282). Jika itu semua adalah harta milik suaminya yang sudah meninggal, mengapa Mikha harus mencurinya karena ia juga berhak untuk mewarisinya (Frolov, 2013:283). Ibu Mikha yang mempunyai uang perak seribu seratus itu (Hak 17:2) jumlahnya sama dengan uang yang ditawarkan kepada Delila (Hak 16:5) (Linden, 2009:74). Dengan menyebutkan jumlah yang sama bukanlah suatu kebetulan (Frolov, 2013:282). Jika memang ibu Mikha adalah Delila, tidak ada teks yang mendukungnya sehingga sulit untuk menentukan apakah tafsiran tersebut benar. Ada bukti yang menentang bahwa ibu Mikha adalah Delila (Frolov, 2013:283). Mikha adalah orang dari pegunungan Efraim (Hak 17:1). Sedangkan Delila adalah perempuan dari Lembah Sorek (Hak 16:4). Simson adalah keturunan bangsa Dan (Hak 13:2), tinggal di Mahane-Dan yang terletak di antara Zora dan Esytaol (Hak 13:25) dan dikubur di antara Zora dan Esytaol (Hak 16:31). Tidak ada teks yang menceritakan apakah Delila pindah, atau Ibu Mikha tinggal dalam satu rumah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
dengan Mikha atau berdekatan. Secara geografis, Delila dan Ibu Mikha tidak berada dalam satu tempat yang sama (Frolov, 2013:283). Mikha telah mencuri uang perak milik ibunya dan dia mengakui setelah mendengar kutukan dari ibunya (Hak 17:2). Ibu Mikha memaafkan dan memohon rahmat Tuhan agar kutukannya berubah menjadi berkat. Dalam adegan ini, Ibu Mikha berperan sebagai ibu yang pemaaf dan mengasihi anaknya. Ibu mana yang tidak marah jika hartanya dicuri oleh anaknya tanpa ada alasan yang jelas? Ibu Mikha juga menyesal telah memberikan kutuk pada anaknya dan berusaha mengubah kutuk menjadi berkat meski dengan cara yang salah. Usaha Ibu Mikha menyenangkan hati Mikha juga dengan turut membangun kuil. Bagaimanapun juga, Ibu Mikha merupakan sosok seorang ibu yang lebih mengutamakan keselamatan anaknya.
h) Gundik Orang Lewi Perempuan yang akan dibahas berikutnya adalah perempuan tanpa nama yang disebutkan sebagai gundik dari Betlehem-Yehuda yang ada dalam Kitab Hakim-hakim bab 19. Cerita ini merupakan gambaran perempuan yang menjadi korban terutama atas kekerasan seksual. Kisah ini terjadi pada zaman tidak ada raja di Israel. Cerita ini tentang orang Lewi pergi ke Betlehem dan mendapatkan gundik disana. Kisah ini penuh dengan ironi yang dramatis (Bergant, 2002:267). Di dalamnya terdapat beberapa tempat yang disebutkan. Ayat 3-10 terjadi di Betlehem, tempat tinggal keluarga perempuan. Ayat 11-15 terjadi di Yebus sebagai Yerusalem. Nyatanya Yerusalem tidak pernah memiliki nama itu,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
mungkin Yebus adalah pinggiran kota Yerusalem (Bergant, 2002:267). Ayat 1629 peristiwa terjadi di Gibea, salah satu kota milik suku Benyamin. Cerita ini mengisahkan alasan pecahnya perang antara Benyamin dengan suku-suku Israel lainnya (Bergant, 2002:267). Ayat 29-30 adegan terjadi di tempat tinggal orang Lewi yang menjadi suami gundik itu. Cerita ini diawali dengan tindakan serong yang dilakukan oleh gundiknya kepada suaminya (Hak 19:2). Meski dalam cerita perempuan selalu disebut sebagai gundik, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah istri tidak resmi atau selir. Akan tetapi, dalam seluruh kisahnya tidak diceritakan istri resmi dari orang Lewi itu. Tiba-tiba saja perempuan dari Betlehem ini disebut sebagai gundik. Kemungkinan adanya gelar ini adalah karena tindakan serong perempuan ini maka ia disebut gundik. Ditambah lagi, orang Lewi merupakan pelayan Tuhan (Ul 10:8). Di dalam masyarakat yang patriarki, hal ini mengakibatkan pembunuhan karakter pada orang Lewi. Citra orang Lewi sebagai orang baik bisa dipertahankan di ayat-ayat pertama karena ia setia pada gundiknya dan menjemputnya untuk pulang dari rumah orang tuanya (Hak 19:3). Tindakan serong yang dilakukan oleh perempuan ini tidak disebutkan secara jelas. Menurut hukum saat itu, apabila kedapatan berzinah maka akan dihukum mati (Im 20:20). Oleh karena itu, tindakan serong perempuan ini bukanlah berzinah sehingga ia hanya mendapatkan hukuman pisah ranjang dan dikembalikan kepada orang tuanya (Frolov, 2013:310) Saat menjemput gundiknya di rumah mertuanya di Betlehem, mertuanya terus berusaha untuk menunda kepulangan keduanya (Hak 19:4-9). Sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
pembaca, tindakan ini penuh dengan makna mendalam sebagai ayah dari seorang putri mungkin ia enggan melepas anaknya kembali pada suaminya atau ia menginginkan mediasi antara menantunya dengan keluarga pihak perempuan dengan damai. Adegan ini menimbulkan kesan bahwa seorang ayah sangat perhatian
terhadap
kehidupan
rumah
tangga
anaknya,
lebih-lebih
saat
mendapatkan permasalahan. Cerita dilanjutkan di daerah Yebus yang disebut Yerusalem. Pada saat itu Yerusalem masih kota orang Kanaan dan Gibea terletak 3 mil sebelah utara Yerusalem (Bergant, 2002:267). Di tempat ini mereka berdiskusi tentang tempat mereka akan menginap karena hari sudah malam (Hak 19:10-11). Keputusan yang mereka ambil adalah melanjutkan perjalan sampai ke Gibea dan menginap disana karena Gibea kepunyaan suku Benyamin yang dirasa cukup aman bagi mereka sebagai rombongan pejalan kaki (Hak 19:12-14). Setelah sampai di Gibea, mereka sebagai orang asing tidak tahu harus menginap dimana karena tidak mempunyai teman atau saudara (Hak 19:15). Sebagai orang asing, ditawari rumah untuk menginap oleh orang tua dengan keramahannya merupakan suatu kebahagiaan yang sangat besar bagi mereka yang memang membutuhkan tempat (Hak 19:16-21). Dalam suasana yang akrab dan penuh keramaian di rumah orang tua penolong, tiba-tiba datanglah berandalan yang mengepung rumah itu (Hak 19:22). Tujuan berandalan itu tidak jelas, entah ingin merampok memeras orang asing yang datang atau memang sengaja membuat onar. Kemudian terjadilah perubahan karakter dari orang tua yang baik menjadi tokoh antagonis yang kejam dan tidak bermoral. Ia sengaja memberikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
tamu perempuannya dan anaknya sendiri untuk diperkosa oleh berandalan dan melindungi orang Lewi (Hak 19:24). Dikisahkan bahwa yang diambil kelompok berandalan tersebut adalah gundiknya orang Lewi saja (Hak 19:25). Bagi perempuan yang disebut gundik, malam itu adalah malam yang sangat mengerikan. Ia diperkosa oleh kelompok berandalan yang tidak tahu berapa jumlahnya hingga fajar menyingsing. Perjuangannya untuk tetap hidup terus ia jalani agar sampai di rumah dimana suaminya tinggal. Namun, tak sampai ia bertemu dengan suaminya ia sudah mati di depan pintu rumah itu. Kisah ini membangkitkan emosi pembaca apalagi perempuan, mengapa ada malam naas seperti itu yang harus dijalani oleh seorang perempuan dan mengapa tidak ada perlawanan sedikitpun dari laki-laki yang telah menolongnya atau dari suaminya. Tragedi
mengerikan
ini
dilanjutkan
dengan
adegan
dramatis
yang
menggambarkan besarnya cinta suami kepada gundiknya. Ia berusaha membangunkan gundiknya yang saat itu sudah mati dan membawa pulang mayatnya ke rumah (Hak 19:28). Karena sakit hati dan ingin membalas dendam namun tidak tersalurkan, ia melakukan mutilasi atas mayat gundiknya itu dan mengirimkannya pada 12 suku Israel (Hak 19:29). Kisah ini menimbulkan banyak kesan di masa kini, antara lain: Cerita ini menggambarkan betapa kuatnya patriarki sehingga perempuan tidak mempunyai kesempatan untuk berbicara bahkan ia tidak
mempunyai
kesempatan
untuk
membela
diri
dan
mempertahankan kehidupannya. Bahkan sebagai korban, ia tidak bisa mengungkapkan kepedihan hatinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Sistem patriarki dalam cerita ini mengorbankan perempuan. Untuk menjaga nyawanya, laki-laki tua penolong dan suaminya menyerahkan perempuan untuk menjadi tumbal agar nyawa mereka selamat. Mereka sebagai laki-laki yang lebih kuat secara fisik daripada perempuan tidak melakukan perlawanan sekecilpun pada kelompok berandal. Gaya pencitraan dalam kisah ini yang terlalu berpusat pada kesalahan perempuan yang tidak jelas. Di awal cerita dikisahkan bahwa perempuan mempunyai kesalahan kepada suaminya yang baik sebagai orang Lewi dan pada akhirnya perempuan mati karena diperkosa. Jika ingin memberikan pesan kepada perempuan agar setia pada pasangannya, eksploitasi atas nasib malang sebagai hukuman perempuan justru membuat kesan kematian bagi perempuan yang mengerikan dan kejam jika dilakukan sebagai hukuman. Penyebutan tokoh perempuan sebagai gundik dan mendapatkan kekerasan seksual yang mengerikan memberi kesan bahwa gundik sebagai istri yang tidak sah tidak layak mendapatkan cinta yang tulus dan perlakuan yang baik. Sisi positifnya adalah kesetiaan dari orang Lewi yang membawa jenasah perempuan itu ke rumah dan melakukan mutilasi atas dasar rasa dendam dan kecewa pada orang-orang yang telah memperkosa gundiknya hingga mati. Artinya, meski status perempuan itu sebagai gundik ia layak mendapatkan perhatian dan kesetiaan dari suaminya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
i) Anak perempuan yang akan Dikorbankan Ayahnya Demi Keselamatan Ayahnya dan Orang Lewi Perempuan yang dimaksud adalah anak perempuan dalam Hak 19:24 dia adalah anak dari orang asing yang menyambut orang Lewi dan gundiknya di Gibea. Pada saat genting, dengan adanya gerombolan perampok yang mendatangi rumah orang asing itu. Ia menawarkan anak perempuannya kepada perampok untuk diperkosa untuk mempertahankan keselamatan tamunya dan dirinya sendiri. Karena orang Lewi merupakan pelayan Allah. Dari kisah ini, diketahui bahwa martabat perempuan tidak layak untuk dipertahankan dalam masyarakat. Perempuan adalah seonggok daging serba guna bagi pemiliknya. Anak perempuan yang belum menikah adalah kepunyaan ayahnya. Hubungan darah serta kasih dalam keluarga tidaklah penting diberikan bagi perempuan.
6. Perempuan yang Disebutkan Tanpa Nama Secara Berkelompok Dalam pengelompokkan kali ini, penulis akan merumuskan dalam tiga kategori menurut perannya dalam Kitab Hakim-hakim mulai dari yang tidak berarti hingga cukup penting peranannya. Kelompok yang pertama adalah kelompok dengan peran yang sangat sedikit hanya sebagai saksi atau bahkan disebutkan karena kodrat seksualnya sebagai perempuan yang berhubungan dengan pernikahan bagi tokoh utamanya. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang berperan sebagai pembanding sang pahlawan agar terlihat lebih berani. Sedangkan kelompok terakhir merupakan kelompok tertindas yang cukup berperan untuk melestarikan suku Benyamin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
a. Kelompok Perempuan yang Memegang Peran Tak Berarti Dalam Kitab Hakim-hakim disebutkan sebanyak sebelas kelompok perempuan berbeda yang disebutkan tanpa peran yang berarti. Dalam Mat 14:21 “Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan
anak-anak” tidak disebutkan berapa jumlah perempuan yang ada. Bertolak dari ayat tersebut, meski perempuan tidak memegang peran berarti dalam suatu kisah, bagi penulis pentinglah mencatat kelompok perempuan yang dihitung sebagai saksi dalam peristiwa tertentu. Sebagai kelompok, perempuan juga mempunyai keterlibatan tertentu dalam suatu peristiwa. Kesebelas kelompok perempuan tersebut adalah : Kelompok perempuan Kanaan yang dibiarkan hidup untuk menikah dengan bangsa Israel (Hak 3:6) Istri-istri Gideon (Hak 8:30) Kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang mati (Hak 9:49) Kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang melarikan diri (Hak 9:51) Anak-anak perempuan yang meratapi putri Yefta (Hak 11:40)
Tiga puluh anak perempuan Ebzan yang dikawinkan ke luar kaumnya (Hak 12:9) Saudara perempuan Simson yang ditawarkan ibunya untuk menjadi istri Simson (Hak 14:3) Kelompok perempuan yang menonton Simson saat tak berdaya (Hak 16:27)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
Anak-anak perempuan Israel yang tidak diizinkan menjadi istri suku Benyamin (Hak 21:1) Perempuan Yabesh-Gilead yang dibunuh karena sudah tidak perawan (Hak 21:11) Perempuan suku Benyamin yang punah (Hak 21:16) Dari sebelas kelompok perempuan yang diceritakan, ada lima kelompok perempuan yang diceritakan sebagai saksi yang tidak mempunyai peran berarti yaitu kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang mati, kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang melarikan diri, anak-anak perempuan Israel yang meratapi putri Yefta, perempuan yang menonton Simson saat tak berdaya, dan perempuan suku Benyamin yang punah. Sedangkan sisanya diceritakan sebagai kelompok perempuan yang memiliki kodrat seksual sebagai perempuan dan lebih menunjukkan kepahlawanan dan peran tokoh utama yang berhubungan dengan pernikahan. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Kitab Hakim-hakim menuliskan perempuan sebagai pelengkap kisah kepahlawanan sang hakim karena diceritakan dalam kelompok, maka dapat mewakili bagaimana pada zaman Hakim-hakim posisi perempuan dimata laki-laki pada umumnya. Penyebutan secara berkelompok tersebut dengan tujuan menonjolkan aksi kepahlawanan sang hakim Israel.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
b. Perempuan-Perempuan yang Berkemah dengan Yael Dalam cerita Debora, tidak disebutkan tetangga perempuan Yael yang ada di tempat kejadian saat Sisera mendatangi kemah Yael. Namun dalam kidung Debora, Debora memuji Yael karena dia adalah perempuan yang diberkati melebihi perempuan-perempuan yang ada di dalam kemah (Hak 5:24). Dalam pernyataan ini, perempuan-perempuan yang disebutkan hanyalah sebagai pembanding Yael. Debora menggunakan perempuan-perempuan lain bukan dirinya sendiri karena Debora juga diberkati oleh Allah. Namun, peran perempuan yang diberikan oleh Debora adalah sebagai kelompok pembanding dengan Yael. Mungkin Debora tidak ingin kalah berjasa karena yang membunuh Sisera adalah Yael sehingga ia menciptakan kidung dengan menyebutkan nama Yael di dalamnya dengan membandingkan perempuan-perempuan yang ada dalam perkemahan yang tidak berbuat apapun.
c. Gadis Yabesh-Gilead dan Gadis Silo; Kelompok Perempuan yang Tertindas Akibat dari balas dendam orang Lewi, yang membagi-bagikan potongan tubuh gundiknya pada suku Israel, suku Benyamin menjadi musuh semua suku Israel yang diceritakan dalam bab 20. Menurut kaum feminis, pemerkosaan bukan hanya kejahatan seksual namun juga sebagai sarana dominasi fisik, mental, dan spiritual (Brenner, 1999:143). Dalam Kitab Hakim-hakim bab 21 banyak melibatkan perempuan sebagai kelompok yang tertindas. Dalam Kitab Hakim-hakim bab 21, diceritakan tentang usaha bangsa Israel untuk tetap melestarikan suku Benyamin yang berjumlah enam ratus laki – laki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
yang masih hidup. Namun, bangsa Israel telah bersumpah tidak akan memberikan anak perempuannya kepada suku Benyamin (Hak 21:1). Usaha pertama yang dilakukan bangsa Israel adalah mengorbankan suku lainnya yang tidak menghadiri sumpah tersebut yaitu suku Yabesh-Gilead (Hak 21:9). Kemudian oleh mereka dimusnahkanlah orang-orang dari suku Yabesh-Gilead kecuali anak gadis yang perawan berjumlah empat ratus orang (Hak 21:10-12). Oleh mereka perempuan-perempuan itu dibawa ke perkemahan di Silo kemudian diserahkan kepada suku Benyamin untuk dijadikan istri mereka (Hak 21:12b). Akan tetapi, cara ini belum memecahkan masalah karena suku Benyamin ada enam ratus sedangkan perempuan yang diberikan hanya empat ratus. Usaha kedua yang diceritakan adalah orang-orang tua yang ingat akan pesta tahunan di Silo dimana anak-anak gadis Silo keluar untuk menari-nari (Bergant, 2002:268). Maka mereka menyuruh laki-laki Benyamin untuk menculik perempuan-perempuan tersebut untuk dijadikannya istri hingga genap jumlah perempuan dengan mereka (Hak 21:21). Usaha ini memberikan resiko dengan adanya campur tangan dari orangtua gadis-gadis Silo yang keberatan atas penculikan anak-anaknya
(Hak 21:22). Suku Israel memberikan pernyataan
bahwa mereka tidak diculik oleh suku Benyamin, jadi orangtua Silo tidak melanggar sumpah (Hak 21:22b). Pulanglah suku Benyamin untuk membangun kota-kotanya kembali (Hak 21:23b). Kaum feminis, melihat cerita ini sebagai penutup kitab Hakim-hakim yang kejam terhadap perempuan melalui cerita pemerkosaan kolektif yang berangkat dari pemerkosaan gundik Lewi (Brenner, 1999:146). Mereka menilai bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
bangsa Israel saat itu benar-benar biadab dan tidak mau belajar dari pengalaman. Bahkan mereka mengorbankan suku lainnya demi suku Benyamin yang awalnya dinilai bersalah oleh mereka. Tak tanggung-tanggung suku yang mereka korbankan tidak hanya satu melainkan dua. Demi kelestarian suku Benyamin, dengan ringannya mereka memusnahkan Yabesh-Gilead. Menurut kaum feminis, pemerkosaan individual pada gundik orang Lewi memberikan kekalahan pada suku Benyamin, namun pemerkosaan kolektif pada gadis-gadis Yabesh-Gilead dan gadis-gadis Silo membawa kelestarian pada suku Benyamin dan kemenangan pada suku Israel (Brenner, 1999:146-147). Posisi kaum perempuan diceritakan sangat lemah dan tidak memiliki kesempatan untuk mempertahankan diri bahkan untuk bernegosiasi. Perjuangan kaum perempuan untuk melarikan diri, kesakitan atau merasakan nyeri memang tidak diriwayatkan. Kaum perempuan Yabesh-Gilead menyerah begitu saja kepada bangsa Israel yang kemudian berpindah tangan pada suku Benyamin. Awalnya, bangsa Israel mengalahkan Yabesh-Gilead dalam pertempuran sehingga membawa anak gadis Yabesh-Gilead tidak memerlukan negosiasi (Brenner, 1999:151). Dalam dunia perang, entah itu perang suci atau perang saudara memberikan laki-laki dengan latar belakang psikologis yang sempurna untuk melampiaskan kebenciannya pada perempuan. Dalam perang, selalu ditemukan tindakan pemerkosaan. Gadis-gadis Silo juga tak kalah memprihatinkan, saat mereka menari-nari merayakan pesta tahunan di kebun anggur, mereka telah diamati sebagai target suku Benyamin. Suku Benyamin disuruh penatua-penatua Israel untuk melarikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
seorang gadis Silo untuk menjadi istrinya. Suku Benyamin yang belum mendapatkan istri Yabesh-Gilead mengincar gadis Silo untuk diculik dan dipaksa menjadi istrinya. Sistem penculikan ini memberi kesan pemerkosaan heroik, dimana keinginan untuk mendapatkan perempuan dan pemerkosaan saling mendominasi. Pemerkosaan selektif tersebut dilakukan karena pemahaman tradisional bahwa bangsa Israel harus bersatu dalam dua belas suku untuk menjaga perjanjian mereka dengan Allah. Ritual menari-nari yang dilakukan gadis Silo dan Putri Yefta telah mengantarkan mereka pada penderitaan dan pengorbanan bodoh. Hingga cerita yang terakhir dalam Kitab Hakim-hakim, perempuan tetap menjadi permainan laki-laki dalam kekerasan seksual. Namun, sebagai penutup dalam Kitab Hakim-hakim 21:25 ditulis bahwa saat itu tidak ada raja, sehingga orang berbuat apa yang menurutnya benar.
RANGKUMAN Perempuan-perempuan yang disebutkan dalam Kitab Hakim-hakim merupakan perempuan yang mewakili banyak karakter dan citra perempuan pada umumnya. Kitab Hakim-hakim lebih banyak menampilkan perempuan dalam keadaan yang buruk dan tidak memiliki kemerdekaan. Melalui uraian tokoh-tokoh perempuan dalam kitab Hakim-hakim dengan metode hermeneutika kecurigaan, telah ditampilkan karakter yang tidak ditemukan hanya dengan membaca saja. Melalui pemaknaan dari teolog feminis, pembaca lebih mengetahui peran dan karakter tokoh perempuan. Dengan hanya membaca, bisa mengelompokkan tokoh perempuan mana yang baik atau buruk, pasif atau aktif, bijaksana, cerdas, atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
bodoh. Namun melalui hermeneutika kecurigaan tokoh yang dikategorikan jahat menjadi seorang pahlawan. Misalnya tokoh yang digambarkan secara antagonis karena telah membuat perangkap bagi
pahlawan utama yaitu Delila, dapat
ditafsirkan oleh feminis sebagai pahlawan bagi negerinya, Filistin. Ditambah lagi peran ibu Simson yang sangat patuh pada Allah untuk merawat anaknya sangat inspiratif bagi perempuan di zaman ini yang harus mendidik anaknya di tengah globalisasi. Kitab Hakim-hakim sebagai kitab iman masih mempunyai pesan yang relevan di zaman ini. Bagaimana situasi dalam kisah tertentu masih terjadi di zaman sekarang meski tidak disadari. Misalnya situasi patriarkal dan peperangan. Dewasa ini, sistem patriarkal memang sudah lenyap, namun tanpa disadari masih dihidupi dalam masyarakat. Perang senjata menjadi hal yang harus dihindari namun perang ideologi dan perang dingin merupakan alternatif lain untuk mempertahankan keberadaan diri. Dari situasi semacam ini, perlu adanya analisis sosial tentang bagaimana seseorang berada dalam situasi masyarakat tertentu. Belajar dari peran tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim cara apa yang akan diambil agar perempuan di zaman ini mendapatkan martabat sesuai dengan kemampuannya tanpa mengurangi penghargaan terhadap perempuan. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan katekese yang memperkembangkan dan memberdayakan kemampuan perempuan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
BAB IV USULAN KATEKESE ANALISIS SOSIAL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Pada Bab sebelumnya, penulis memaparkan bagaimana munculnya feminisme hingga lahirnya teologi feminis dan pengaruhnya dalam Gereja. Berdasarkan uraian tentang tokoh-tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim menurut metode hermeneutika kecurigaan, penulis mendapatkan pelajaran baru tentang penokohan yang ditulis dengan penafsiran kaum feminis. Dalam bab III, penulis
mendapatkan
banyak
pengetahuan
baru.
Ternyata
tokoh
yang
digambarkan secara antagonis misalnya Delila dapat ditafsirkan oleh kaum feminis sebagai pahlawan bagi negerinya, Filistin. Sebagai pembaca, kesan pertama yang timbul sangat dipengaruhi dari peran tokoh utama yang diceritakan. Oleh tokoh feminis, diuraikan juga peran tokoh pembantu yang juga tak kalah semangat kepahlawanannya. Ditambah lagi peran ibu Simson yang sangat patuh pada Allah untuk merawat anaknya sangat inspiratif bagi perempuan di zaman ini yang harus mendidik anaknya di tengah globalisasi. Meski perempuan yang ditulis dalam Kitab Hakim-hakim tidak berpengaruh banyak dalam setiap kisahnya, namun berdasarkan telaah kaum feminis menjadi sangat berpengaruh di tengah kepahlawanan sang tokoh utama. Berdasarkan hal tersebut, dalam bab ini penulis mencoba merefleksikan hasil studi pustaka dalam menggali peran tokoh perempuan dalam Kitab Hakimhakim serta memberikan sumbangan pemikiran berupa katekese analisis sosial yang bermanfaat bagi perempuan terutama perempuan muda lulusan SMA yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
memiliki banyak pilihan untuk masa depannya di tengah zaman globalisasi ini. Misalnya pilihan untuk masuk di perguruan tinggi, untuk berkarir atau untuk berwira usaha. Katekese analisis sosial ini penulis berikan agar dapat membantu perempuan lulusan SMA untuk semakin menghayati perannya sebagai putri Allah dan
merenungkan
misteri-misteri
Kristus
serta
menanggapinya
melalui
pengalaman hidup mereka sehari-hari. Akhirnya mereka mampu memilih masa depannya sesuai dengan rancangan Allah dan minat serta bakat mereka. Sebagai perempuan SMA, banyak kalangan yang menganggap bahwa mereka belum sepenuhnya mandiri dan berperan dalam masyarakat atau belum dewasa. Banyak tawaran yang diberikan pada mereka, namun mereka harus kritis dan bijaksana dalam memilih untuk menanggapi tantangan di zaman ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka bab ini dibagi menjadi dua bagian yaitu refleksi atas pemahaman teologi feminis, ulasan tentang tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim dan usulan program katekese bagi perempuan lulusan SMA demi pemberdayaan perempuan.
A. Refleksi Atas Pemahaman Teologi Feminis dan Ulasan tentang Tokoh Perempuan dalam Kitab Hakim-Hakim Gerakan feminisme yang melahirkan teologi feminis telah ambil bagian dalam penafsiran teks Kitab Suci dengan model dan metode yang berpihak pada perempuan. Upaya-upaya yang telah dilakukan kaum feminis mempunyai satu tujuan demi membebaskan perempuan dari androsentrisme dan patriarkal. Kitab Suci menurut kaum feminis belum membebaskan perempuan sebagai individu yang bermartabat. Tak ubahnya dengan laki-laki, perempuan juga mempunyai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
kemampuan dan martabat yang sama sesuai dengan kehendak Allah dalam penciptaannya (Kej 2:18). Melalui metode hermeneutika kecurigaan, kaum feminis mengulas tokohtokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim dan menggali nilai positif dari karakter perempuan-perempuan tersebut. Ternyata apa yang telah tertulis dalam Kitab Hakim-hakim yang telah menyudutkan tokoh perempuan dapat menjadikan inspirasi bagi pembaca bagaimana tokoh perempuan tersebut memerankan perannya untuk menonjolkan sang pahlawan. Perempuan di zaman Hakim-hakim tertindas oleh kerasnya budaya patriarkal dan ketidakadilan sosial. Mereka seenaknya dibawa pergi untuk dikawinkan oleh laki-laki (Hak 21:21). Kaum perempuan diperlakukan tidak adil dan tertindas hanya untuk menonjolkan aksi heroik sang pahlawan (Hak 9:49). Dari hasil studi analisis feminis tentang gambaran perempuan dalam Kitab Hakim-hakim, penulis terkesan dengan empat tokoh perempuan yaitu Yael, Debora, Akhsa dan Ibu Simson. Yael adalah perempuan sederhana yang mempunyai suami orang Keni (Hak 4:24). Orang Keni bukanlah bangsa Israel, namun mereka setia dengan bangsa Israel dan mengikuti perjalanannya. Yael tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan yang dapat ia banggakan. Ia hidup di zaman Debora, saat itu Israel mengalami penindasan dari tentara Kanaan yaitu Sisera yang mempunyai banyak kereta besi dan pasukan (Hak 4:3). Ketika Sisera lelah berperang, ia memutuskan untuk bertamu di kemah Yael untuk sejenak beristirahat (Hak 4:18). Yael sebagai perempuan biasa berani mengabaikan sopan santun menerima tamu dan membunuh Sisera yang telah menindas Israel (Hak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
4:21).
Karakter Yael dalam cerita sangat menginspirasi karena meski Yael
memiliki hubungan baik dengan raja Kanaan (Hak 4:17) tapi ia berpihak pada yang lemah yaitu bangsa Israel walaupun bukan bangsanya sendiri. Hidup di zaman patriarkal seperti Akhsa memang tidak mudah, sebagai perempuan ia harus taat pada ayah dan suaminya. Ketaatan bukanlah menjadi beban bagi dirinya justru menjadi peluang bagi dirinya untuk mendapatkan keuntungan sebagai seorang istri dalam keluarga. Sebagai seorang perempuan yang dihadiahkan kepada pahlawan untuk dijadikan istri, ia tidak melakukan tugasnya sebagai seorang istri dengan tidak tanggung jawab. Akhsa bertanggung jawab penuh atas keluarganya dan mengusahakan kesejahteraan bagi keluarganya. Seperti karakter Yael, sebagai perempuan yang harus bertanggung jawab atas peran yang tidak ia inginkan tetapi ia tetap taat melaksanakan tugasnya dengan penuh kerendahan hati dan tanggung jawab. Debora adalah satu-satunya pahlawan perempuan yang diceritakan dalam Kitab Hakim-hakim sebagai tokoh utamanya. Dalam kehidupannya ia adalah seorang hakim dalam pengadilan dan banyak mendengarkan keluhan atau masalah yang dihadapi bangsanya (Hak 4:5). Sebagai seorang hakim, Debora pasti mempunyai pengetahuan dan wawasan yang ia dapatkan dari beberapa ilmu sehingga ia berpengalaman memecahkan kasus banyak orang Israel. Debora dipilih Allah untuk menjadi hakim bagi bangsa Israel agar membebaskan penindasan dari raja Kanaan. Melalui kisah Debora, pembaca dapat meneladani bahwa profesi yang cemerlang didapatkan dari pengalaman dan usaha untuk terus belajar. Perempuan sebagai sarana Allah untuk menjadikan dunia damai seperti Ibu Simson yang dipilih Allah untuk melahirkan Simson yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
menjadi hakim atas Israel (Hak 13:3). Sebagai seorang perempuan yang dianggap mandul ia tetap setia pada Allah maka Allah memberikan mukjizat bahwa ia akan mengandung anak laki-laki yang akan menyelamatkan bangsa Israel (Hak 13:5) namun ia harus menaati peraturan yang diberikan Allah selama merawat kandungan dan anaknya. Ibu Simson taat pada perintah Allah dalam merawat Simson, ia tidak melakukan kesalahan pada Simson hingga menjadi pahlawan yang kuat. Melalui Ibu Simson, Simson menjadi penyelamat bagi bangsa Israel. Dari uraian keempat tokoh tersebut, penulis akan menggunakannya sebagai tokoh teladan dalam katekese yang akan dilaksanakan. Tujuannya adalah agar perempuan lebih menghayati iman dan perannya dalam masyarakat serta semakin menguatkan panggilan perempuan sebagai anak-anak Allah.
B. Program Katekese Analisis Sosial 1. Katekese Analisis Sosial Salah satu upaya konkret yang dapat dilakukan dalam usaha meningkatkan peran dan kedudukan perempuan dalam Gereja jaman sekarang adalah melalui Katekese Analisis Sosial. Usaha ini, pertama-tama sebagai bentuk penyadaran bagi perempuan untuk menghayati panggilannya dalam Gereja dan masyarakat di tengah situasi hidupnya. Melalui katekese Analisis Sosial, pengalaman perempuan diungkapkan dan direfleksikan dalam terang iman kristiani, sehingga semakin disadari peran dan kehadiran Allah yang nyata dalam situasi hidup dan sosial mereka. Analisa Sosial (ANSOS) adalah “suatu usaha untuk mempelajari struktur sosial yang ada, mendalami institusi ekonomi, politik, agama, budaya, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
keluarga, sehingga kita tahu sejauh mana dan bagaimana institusi-institusi itu menyebabkan ketidakadilan sosial. Dengan mempelajari institusiinstitusi itu, kita akan mampu melihat masalah sosial yang ada dalam konteksnya yang lebih luas. Dan kalau kita berhasil melihat suatu masalah sosial yang hendak kita pecahkan dalam konteksnya lebih luas, maka kita pun dapat menentukan aksi yang lebih tepat yang diharapkan dapat menyembuhkan sebab terdalam dari masalah tersebut. Jadi, analisis sosial adalah suatu usaha nyata yang merupakan bagian penting menegakkan keadilan sosial” (Lalu, 2005:81). Lewat katekese Analisis Sosial kaum perempuan diharapkan mampu mewujudkan imannya dalam masyarakat, serta memberikan sumbangan yang khas demi perwujudan cinta kasih, keadilan, kedamaian, kebenaran dan kesetaraan. Analisis sosial memungkinkan peserta untuk menangkap dan memahami realitas yang sedang peserta hadapi karena analisis sosial menggali realitas dari berbagai segi. Misalnya pada masalah khusus yaitu pengangguran, kelaparan atau masalah lain yaitu kebijakan pemerintah, program-program bantuan pemerintah. Dalam analisis sosial peserta dapat membedakan dimensi objektif dan subjektif dari realitas sosial yang dihadapinya. Sedangkan Katekese Umat menurut PKKI II diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat / kelompok (Lalu, 2005:5). Melalui katekese umat, peserta dikenalkan dengan berbagai pengalaman iman orang lain yang relevan dengan tema sehingga peserta mempunyai gambaran masa depan terhadap pilihannya dan konsekuensinya di masa depan. Tujuan katekese adalah berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh dan semakin mantap dalam kehidupan Kristiani (CT art. 20). Melalui katekese analisis sosial ini, peserta mampu bergulat dengan kehidupannya dan menentukan pilihan yang tepat tanpa melupakan iman Kristiani.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
Tujuan dari komunikasi iman adalah supaya dalam terang Injil semakin meresapi arti pengalaman sehari-hari, bertobat kepada Allah dan semakin menyadari kehadiranNya dalam kenyataan hidup sehari-hari dengan demikian semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristianinya. Dengan demikian semakin bersatu dalam Kristis, menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta sehingga sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup di tengah masyarakat (Lalu, 2005:5). Dalam rangka membina iman yang sungguh terlibat dan bertanggung jawab dalam kenyataan sosial, analisis sosial penting untuk diusahakan sebagai titik tolak dan mewarnai katekese umat. Tujuan analisis sosial adalah usaha mendalami hubungan institusi-institusi sosial dan melihat ketidakadilan yang disebabkan oleh institusi-institusi tersebut. Setelah ditemukan masalah ketidakadilan maka dicari solusinya untuk menentukan aksi nyata untuk melakukan tranformasi sosial. Masalah-masalah sosial adalah konteks actual yang mengundang umat untuk membaca tanda-tanda jaman dalam terang Injil. Proses katekese analisis sosial menurut Suryo Warsito adalah obsevasi keadaan, yakni melihat gejala atau fenomena ketidakadilan sosial yang ada. Dalam observasi gejala aka nada perbedaan masalah. Perbedaan tergantung pada visi seseorang. Bisa terjadi apa yang masih berupa gejala bagi seseorang, merupakan masalah bagi yang lainnya. Setelah ditemukan gejala-gejala, kemudian dicari masalah di balik gejala tersebut atau mencari akar dari ketidakadilan dan akibat-akibatnya. Langkah selanjutnya adalah mengadakan refleksi teologis dengan visi kristiani. Melalui tahap ini peserta diajak untuk merefleksikan pengalaman hidup itu dalam terang iman kristiani, yakni konfrontasi dengan ajaran Gereja dan Tradisi Kitab Suci. Selanjutnya, peserta diajak untuk mencari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
dan menemukan jalan keluar atau merencanakan aksi dan kemudian diwujudnyatakan dalam sikap, tindakan dan perbuatan nyata sehari-hari.
2. Latar Belakang Program Katekese Di zaman yang sudah sedemikian tinggi peradabannya dan sudah menguasai alam dengan berbagai teknologi, masih terjadi kesulitan dalam perhitungan, pemikiran dan penemuan hal-hal baru. Dalam kesulitan tersebut, tak sedikit perempuan memilih untuk menyerah dan menjadi putus asa. Ada ahli-ahli yang berpendapat bahwa hidup seseorang sudah tersurat. Setiap peristiwa dan kejadian akan mengambil tempatnya sendiri dalam mata rantai hidup seseorang. Apa yang dialami, seolah-olah sudah ditakdirkan sebagai mata rantai arus hidup ini. Akibatnya, mereka akan tunduk pada alam sekitarnya. Padahal manusia bukan benda yang hanya tergantung pada pembentukan dari luar (Emanuel, 1978:23). Manusia mempunyai daya juang untuk membentuk masa depannya sendiri. Para ahli berpendapat bahwa perkembangan individu melalui tahap-tahap tertentu yang mempunyai keunikan masing-masing. Masa remaja merupakan masa perkembangan kematangan fisik kemudian diikuti masa kematangan emosi dan diakhiri oleh perkembangan intelek (Sri Sulastri 1984:17). Masa remaja lebih banyak berhubungan dengan belajar di sekolah. Sekolah menjadi tempat belajar bagi remaja untuk mengembangkan wawasannya dan berlangsungnya proses pendewasaan sosial. Setelah tamat sekolah, pilihan selanjutnya banyak ditentukan dari pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sekolah (Sri Sulastri 1984:79). Bagi mereka yang baru dinyatakan lulus SMA merasa beban belajar sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
berkurang, menjadi lebih dewasa karena tidak lagi memakai seragam. Dunia kerja, berwira usaha atau pendidikan tinggi terbentang di depan mata mereka. Bagi mereka yang sukses selama menempuh pendidikan, akan lebih memilih melanjutkan ke perguruan tinggi. Tetapi tidak semua pelajar lancar selama menempuh pendidikan, status ekonomi keluarga dan tawaran gaji turut ambil bagian dalam penentuan masa depan remaja. Secara psikis, perempuan dan lakilaki berbeda sehingga untuk menentukan pilihan juga berbeda. Kepribadian seorang perempuan merupakan suatu kesatuan antara emosi, rasio dan suasana hati (Emanuel, 1978:32). Perempuan lebih goyah dalam menentukan suatu hal tergantung pada suasana hati mereka. Di masa ini, bagi perempuan merupakan masa yang sangat menentukan masa depannya karena jika salah memilih penyesalanlah yang akan mereka terima. Untuk itu butuh bimbingan dan pendekatan yang berlanjut agar mereka dapat menentukan pilihan yang tepat. Mendaftarkan diri di perguruan tinggi adalah salah satu pilihan yang dialami siswi lulusan SMA. Melalui perguruan tinggi, perempuan kembali mengalami masa belajar namun di sini tidak hanya belajar juga lebih mengembangkan hubungan relasi dengan pendewasaan sosial. Kemampuan perempuan akan lebih terasah dan menjadi lulusan yang siap kerja secara professional. Berwira usaha atau bekerja menjadi pilihan yang menarik apabila gaji yang ditawarkan cukup banyak, terlebih mereka terbiasa meminta uang jajan dari orang tua. UMR menjadi tawaran bagi mereka yang mau melamar kerja di pabrik atau perusahaan lain. Bagi perempuan, hal ini mudah saja karena kebanyakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
lulusan SMA yang terserap di lapangan pekerjaan adalah perempuan. Menjadi wira usaha bagi perempuan lulusan SMA tidak semudah mendaftar diri di perguruan tinggi atau di pabrik. Lulusan SMA tidak memiliki kecakapan khusus yang diajarkan di sekolah seperti di SMK. Mereka hanya mengandalkan bakatnya dan belajar secara mandiri. Ambarawa adalah kota kecil di kabupaten Semarang. Kota-kota besar di sekitarnya adalah Salatiga, Semarang, Magelang. Di Ambarawa ada beberapa SMA dan SMK yang cukup banyak dipilih oleh orang tua untuk sekolah anaknya. Sayangnya, tidak ada universitas di sana sehingga keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tidak banyak karena mereka tidak mendapatkan gambaran tentang kehidupan di kampus. Untuk melanjutkan ke perguruan tinggi mereka harus menjadi perantau yang terdekat di Salatiga. Di sisi lain, Ungaran sebagai ibu kota Kabupaten Semarang juga menjadi pusat industri. Banyak pabrik berdiri di sana terutama garment. Berbekal kursus menjahit, lulusan SMA banyak terserap di pabrik-pabrik tersebut. Ditambah lagi, menjahit adalah pekerjaan khas perempuan sehingga bagi sisiwi lulusan SMA tidak sulit untuk segera mendapatkan sertifikat menjahit di lembaga pelatihan. Bagi lulusan SMA, gaji yang ditawarkan di semua pabrik yang ada mulai dari UMR sekitar 1,2 juta. Cukup menggiurkan karena selama mereka bersekolah masih mengandalkan orang tua sebagai pemasok keuangan mereka dan pabrik-pabrik tersebut lebih mengutamakan pelamar yang berada di sekitarnya termasuk Ambarawa. Padahal menjadi buruh pabrik di zaman sekarang terikat dengan kontrak, artinya mereka harus selalu memperbarui kontrak mereka setiap tahun sehingga cukup sulit untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
menjadi karyawan tetap. Ditambah lagi, apabila pabrik tersebut mendapatkan kerugian banyak maka buruh pabrik kontraklah yang pertama akan di PHK. Ketika usia mereka sudah tidak produktif, maka kontrak akan dicabut dan mereka akan menjadi pengangguran. Pertimbangan untuk menjadi mahasiswi juga cukup banyak selain harus menjadi perantau. Mereka juga harus beradaptasi dengan lingkungan baru di kota, dan masih mengandalkan orang tua untuk biaya hidup dan biaya kuliah. Ada juga orang tua perempuan-perempuan yang telah merencanakan masa depan anaknya. Akibatnya mereka tidak memiliki pilihan dan wajib menuruti perintah orang tua mereka meski mereka tidak mempunyai bakat atau minat di bidang yang telah ditentukan oleh orang tua mereka. Mereka terpaksa memendam bakat dan minat mereka dan belajar hal-hal yang disenangi orang tua mereka. Pemberdayaan perempuan, adalah salah satu cara mencapai pembangunan bangsa. Perempuan harus mandiri dan mampu menopang kehidupannya sendiri. Melalui bekerja secara professional, perempuan dapat menafkahi diri sendiri dan keluarganya namun perempuan juga harus berani menolak ketidakadilan apabila hak-hak mereka sebagai pekerja atau buruh tidak dilindungi. Bakat dan minat perempuan harus tersalurkan melalui karya-karya yang bermanfaat bagi banyak orang. Melalui perguruan tinggi, perempuan mendapatkan wawasan dan pengetahuan untuk bekal berkarir sehingga tidak mudah dibodohi dengan sistem kerja kontrak. Bekerja tidak melulu di pabrik, menjadi wira usaha kecil adalah salah satu langkah yang bisa ditempuh. Dengan mengoptimalkan bakat dan kemampuan
pasti
usaha
akan
berkembang.
Kebutuhan
utama
dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
pemberdayaan adalah inisiatif untuk memulai demi perbaikan diri sendiri. Inisiatif tidak melulu dengan hal yang besar. Suburnya tanah Ambarawa dapat digunakan sebagai pertanian, peternakan. Dari latar belakang tersebut, maka penulis lebih memilih katekese dengan metode analisis sosial. Melalui katekese analisis sosial ini, peserta akan diajak untuk menganilisis realitas sosial di sekitar mereka dan menemukan penyebab suatu masalah serta akibat yang ditimbulkan kemudian melalui aksi mereka menentukan pilihan untuk masa depan mereka agar iman mereka tetap tumbuh dan sungguh terlibat serta bertanggung jawab dalam kenyataan sosial. Salah satu SMA yang ada di Ambarawa adalah SMA Kanisius Ambarawa. Sekolah ini terletak di tengah kota Ambarawa, yaitu di depan Gereja St. Yusup Ambarawa. Penulis memilih sekolah ini karena sekolah ini adalah satu-satunya SMA Katolik yang ada di Ambarawa. Sebagai SMA, sekolah ini tidak mendalami salah satu keterampilan untuk siswa-siswinya sehingga mereka mempunyai wawasan yang umum. Ada berbagai macam sumbangan pemikiran yang dapat penulis berikan bagi siswi SMA Kanisius Ambarawa, antara lain retret, rekoleksi, pendidikan kader, camping rohani, out bound, seminar dan sebagainya. Untuk karya ilmiah ini, penulis mengusulkan dalam bentuk pendalaman iman dengan metode analisis sosial. Alasannya, pertama, katekese ini merupakan program yang telah direncanakan oleh penulis. Kedua, penulis ingin memperkenalkan katekekese analisis sosial kepada siswi SMA Kanisius Ambarawa karena melalui katekese analisis sosial, peserta nantinya mampu menganalisis dengan kritis masalah lainnya yang dihadapinya di masa yang akan datang dengan bantuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
terang Injil dan ajaran Gereja. Ketiga, pendalaman iman yang akan dilaksanakan penulis berlangsung secara bertahap dalam kurun waktu tertentu sehingga memungkinkan adanya pergulatan dan perubahan sikap peserta untuk memilih masa depan sesuai dengan bakat dan minat peserta serta kebutuhan di masa ini.
3. Alasan Pemilihan Tema Katekese Sesuai dengan judul “Analisis Feminis Tentang Gambaran Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim Dan Sumbangannya Untuk Katekese Pemberdayaan Perempuan”, tema program katekese kepada perempuan-perempuan lulusan SMA adalah “Meneladani Perempuan-Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim untuk Melaksanakan Perutusan Gereja sebagai Pewarta Keselamatan dan Pembebasan dari Allah di Zaman Sekarang”. Sumbangan pemikiran ini dalam bentuk katekese yang dibagi dalam empat subtema, yaitu: “Menjadi Perempuan Taat, Rendah Hati dan Cerdas seperti Akhsa”, “Allah Memilih Ibu Simson sebagai Sarana Allah untuk Menciptakan Dunia yang Damai”, “Meneladani Yael: Perempuan Sederhana, Setia dan Cerdik Menghentikan Penindasan yang Dialami Bangsa Israel”
dan “Meneladani
Debora: Hakim Perempuan Pilihan Allah karena Memiliki Wawasan dan Pengalaman yang Cemerlang”. Melalui subtema ini, perempuan lulusan SMA diharapkan mampu menggali tugas perutusannya dalam Gereja sebagai perempuan yang memiliki kehendak bebas dan memiliki kecerdasan untuk berperan dalam kehidupan sosial di zaman sekarang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
4. Rumusan dan Tema Tujuan Tema umum dan tujuan umum akan dijabarkan dalam dua subtema dengan rumusan sebagai berikut: Tema
:“Meneladani Perempuan-Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim untuk Melaksanakan Perutusan Gereja sebagai Pewarta Keselamatan dan Pembebasan dari Allah di Zaman Sekarang”.
Tujuan : Peserta mampu menggali tugas perutusannya dalam Gereja sebagai perempuan yang memiliki kehendak bebas dan memiliki kecerdasan untuk berperan dalam kehidupan sosial di zaman sekarang. Subtema 1: “Menjadi Perempuan Taat, Rendah Hati dan Cerdas seperti Akhsa” Tujuan
: Peserta dapat menggali tugas perutusannya dalam Gereja dan mampu menemukan perannya di zaman sekarang.
Subtema 2 :“ Allah Memilih Ibu Simson sebagai Sarana Allah untuk Menciptakan Dunia yang Damai” Tujuan
: Peserta dapat menemukan kekuatan-kekuatan yang ada dalam perempuan dan menanggapinya sebagai sarana perutusan Gereja di zaman sekarang.
Subtema 3:“Meneladani Yael: Perempuan Sederhana, Setia dan Cerdik Menghentikan Penindasan yang Dialami Bangsa Israel” Tujuan
: Peserta dapat menggali permasalahan ketidakadilan atau penindasan di sekitarnya dan menanggapinya dengan menemukan kekuatan yang ada untuk mengatasi masalah tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
Subtema 4 : “Meneladani Debora: Hakim Perempuan Pilihan Allah karena Memiliki Wawasan dan Pengalaman yang Cemerlang” Tujuan
: Peserta dapat menentukan pilihan masa depannya sesuai dengan bakat dan keinginannya dengan langkah yang tepat serta setia dalam panggilannya melalui karyanya.
5. Petunjuk Pelaksanaan Program Program katekese ini akan berlangsung selama satu bulan. Dilaksanakan sekali dalam seminggu di gereja St. Yusup Ambarawa. Kegiatan ini juga turut melibatkan seksi pewartaan dan OMK sehingga dapat menjadi sumbangan katekese bagi SISKA (Siswa-Siswi Katolik Ambarawa). Katekese dilaksanakan di jam sekolah karena letak sekolah dan gereja sangat berdekatan. Satu sub tema akan dilaksanakan satu hari dalam seminggu. Keempat subtema tersebut merupakan satu rangkaian materi yang saling melengkapi untuk memahami tema “Meneladani
Perempuan-Perempuan
Dalam
Kitab
Hakim-Hakim
untuk
Melaksanakan Perutusan Gereja sebagai Pewarta Keselamatan dan Pembebasan dari Allah di Zaman Sekarang”. Penulis akan melaksanakan program ini ketika peserta dinyatakan lulus dan menanti penerimaan ijasah karena dalam waktu ini peserta memiliki banyak waktu libur sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam matriks dibawah ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
6. Matriks Program Katekese Bagi Perempuan Lulusan SMA Tema Umum
: Meneladani Perempuan-Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim untuk Melaksanakan Perutusan Gereja sebagai Pewarta Keselamatan dan Pembebasan dari Allah di Zaman Sekarang.
Tujuan Umum : Peserta mampu menggali tugas perutusannya dalam Gereja sebagai perempuan yang memiliki kehendak bebas dan memiliki kecerdasan untuk berperan dalam kehidupan sosial di zaman sekarang. N o 1 1
2
Sub Tema
Judul Pertemuan 2 3 4 Menjadi Aspek kateketis: Tugas Perempuan peserta dapat Perempuan Taat, Rendah menggali tugas Dalam Hati dan perutusannya Gereja dan Cerdas dalam Gereja. Dunia seperti Akhsa Aspek sosiologis: Peserta dapat menemukannya perannya dalam masyarakat.
Allah Memilih Ibu Simson
Tujuan
Aspek kateketis: Saatnya peserta dapat Perempuan menemukan Bangkit dan
Uraian Materi 5 1. Studi kasus tentang TKW yang disiksa di Malaysia 2. Mendalami Hak 1:12-15
Metode
Sarana
6 Tanya jawab Sharing antar peserta Informasi Diskusi Ansos Refleksi Pemeriksaan batin
7 Teks kisah TKW yang disiksa di Malaysia Daftar pertanyaan untuk mendalami cerita FC teks Hak 1:12-15
1. Studi kasus tentang kisah cerita sukacita di
Tanya jawab Sharing antar peserta
Teks cerita sukacita di tengah badai
Sumber Bahan
8 Naning, Pranoto. 2010. Her Story. Yogyakarta:Ka nisius. hal 91 Hak 1:12-15
Hak 13:1-24 Xavier, Quentin.2006.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
sebagai Sarana Allah untuk Menciptakan Dunia yang Damai
3
4
kekuatanBergerak kekuatan yang ada dalam perempuan ciptaan Allah. Aspek sosiologis: peserta dapat menanggapinya sebagai sarana perutusan Gereja di zaman sekarang.
tengah badai Katarina dan Rita. 2. Mendalami Hak 13:1-24
Meneladani Yael: Perempuan Sederhana, Setia dan Cerdik Menghentika n Penindasan yang Dialami Bangsa Israel
Aspek kateketis: From Zero peserta dapat to Hero menemukan sifatsifat Yael dan meneladani Yael. Aspek sosiologis: peserta dapat menggali permasalahan ketidakadilan/pen indasan di sekitarnya.
1. Studi kasus tentang kisah Marsinah 2. Mendalami Hak 4:17-24
Meneladani Debora:
Aspek kateketis: Bekerja peserta dapat Demi
1. Studi kasus dari petikan surat RA
Informasi Diskusi Ansos Refleksi Pemeriksaan batin
Tanya jawab Sharing antar peserta Informasi Diskusi Ansos Refleksi Pemeriksaan batin
Tanya jawab Sharing antar
Katarina dan Rita daftar pertanyaan bantuan untuk pendalaman cerita FC teks kutipan Hak 13:1-24
The Power of Motivation.Yog yakarta: Andi Offset.
Teks cerita Marsinah, tragedi seorang buruh Madah Bakti FC teks Hak 4:17-24 Daftar pertanyaan pendalaman KS
Teks petikan surat RA
http://fprsatum ei.wordpress.co m/2008/04/27 Hak 4:17-24
Naning, Pranoto. 2010.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
Hakim Perempuan Pilihan Allah karena Memiliki Wawasan dan Pengalaman yang Cemerlang
meneladani Kemuliaan semangat Debora. Allah Aspek sosiologis: setelah menemukan permasalahan sosial disekitarnya, peserta dapat menentukan aksi nyata untuk menanggapinya.
Kartini 2. Mendalami Hak 4:1-10
peserta Informasi Diskusi Ansos Refleksi Pemeriksaan batin
Kartini FC teks kutipan Hak 4:1-10
Her Story. Yogyakarta:Ka nisius. Hak 4:1-10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7.
Contoh Persiapan Katekese Analisis Sosial
a.
Tema
106
:Meneladani Yael: Perempuan Sederhana, Setia dan Cerdik menghentikan Penindasan yang Dialami Bangsa Israel.
b.
Tujuan
: Agar peserta dapat menggali permasalahan ketidakadilan atau penindasan di sekitarnya dan menanggapinya dengan menemukan kekuatan yang ada untuk mengatasi masalah tersebut.
c. Model
: Katekese Umat dengan Analisis Sosial
d. Metode
: Tanya jawab, sharing antar peserta, informasi, diskusi, ansos, refleksi, pemeriksaan batin.
e.
Sarana
: Madah bakti, teks cerita perjuangan Marsinah, teks pertanyaan bantuan untuk pendalaman cerita, teks kutipan Hak 4:17-24
f.
Peserta
: Siswi SMA Kanisius Ambarawa kelas IX
g.
Waktu
: 90 menit
h.
Sumber bahan
:
1) Hak 4:17-24 2) http://fprsatumei.wordpress.com/2008/04/27 3) Brenner, Athalya, ed. 1999. A Feminist Companion to The Bible. England: Sheffield Academic Pres. Ltd. i.
Pemikiran Dasar Sebagai lulusan SMA, lapangan kerja terbuka bagi mereka yang ingin melamar kerja. Tak jarang perusahaan atau pabrik mempekerjakan mereka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
sebagai karwayan rendah karena tingkat pendidikan yang rendah. Kadang dengan sistem kerja kontrak mereka telah dimanfaatkan tenaganya saja tanpa ada jaminan atau santunan kesehatan. Suara mereka untuk mendapatkan hakhak dasar sebagai buruh tidak dihiraukan oleh pengusaha. Undang-Undang pun seakan pro dengan pengusaha. Para buruh ini pun pasrah dengan keadaannya dan menghabiskan masa produktifnya sebagai buruh ketika mereka sudah tua maka PHK pun menanti. Buruh seakan terbelenggu dengan sistem yang mengharuskan mereka terus bekerja tanpa mendapatkan hak-hak dasar sebagai buruh. Dalam Hak 4:17-24 diceritakan bahwa Yael adalah istri orang Keni dan bukan bangsa Israel namun ia setia pada bangsa Israel. Yael berpihak pada Israel dan menolak penindasan yang telah dilakukan raja Kanaan dan Sisera. Pada saat berperang dengan Debora dan Barak, Sisera lelah dan sejenak singgah di rumah Yael karena Sisera tahu bahwa Yael memiliki hubungan baik dengan raja Kanaan. Yael tidak mempedulikan hubungannya dengan raja Kanaan dan sopan santun menerima tamu, di saat ada kesempatan yang tepat ia mencoba membunuh Sisera yang telah menindas bangsa Israel. Dari pertemuan ini kita akan meneladani tokoh Yael, seorang perempuan sederhana yang berani menolong bangsa Israel. Sebagai perempuan kita harus mampu melihat ketidakadilan di sekitar kita dan melihat kesempatan yang ada untuk mengatasi masalah tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
j.
108
Proses Katekese 1) Pengantar Pendamping memberikan ucapan selamat datang dan menguraikan tujuan dari pertemuan kali ini. 2) Lagu Pembukaan MB.no 66 “Madah Kasih” 3) Doa Pembukaan 4) Menggali Pengalaman Peserta Melalui Teks “Marsinah, Tragedi Seorang Buruh” Pendamping mengajak peserta untuk bersama-sama membaca artikel “Marsinah, Tragedi Seorang Buruh” (terlampir). 5) Sharing antar Peserta Peserta diajak untuk mendalami artikel tersebut dengan tuntunan beberapa pertanyaan berikut: a) Bagaimana kesan atau perasaaan adik-adik setelah membaca artikel tersebut? b) Bagaimana pengalaman adik-adik dalam keluarga? Pernahkan adik-adik mengalami ketidakadilan dalam keluarga? c) Apa saja bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan di bidang pekerjaan, hukum, dan HAM? d) Bagaimana tanggapan adik-adik tentang eksploitasi perempuan dalam bentuk iklan, perdagangan wanita, dan pelacuran?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
6) Rangkuman dari Pendamping Marsinah
merupakan
salah
satu
contoh
orang
yang
giat
mengembangkan potensi yang ia miliki. Tantangan ekonomi dan kondisi keluarganya tidak menghalangi dia untuk berkembang. Perjuangannya membuahkan banyak hasil bagi orang lain walaupun dia harus mengorbankan jiwanya. Ia berani menyuarakan hal yang benar, yaitu perbaikan nasib para buruh pabrik. Analisis sosial dengan “tiga poros” dari kisah Marsinah Poros Negara - Kebijakan negara kurang memperhatikan kebutuhan perempuan sebagai warga negara. Seperti sistem kerja kontrak, yang lebih memberikan untung pada pemilik usaha. - Negara demokrasi belum menjamin suara rakyat - Hukum dan peraturan yang kurang berpihak bagi kepentingan perempuan.
Misalnya
UU
tentang
ketenakerjaan
yang
menyudutkan perempuan sebagai buruh. Poros Pasar - Pasar kerja yang tersedia sangat terbatas bagi perempuan. Persaingan pasar kerja lebih mengutamakan profesionalitas yang umumnya dimiliki laki-laki. - Eksploitasi tenaga buruh sesuai dengan keingan pengusaha tanpa memikirkan psikologi buruh. Poros Mayarakat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
- Perilaku patriarki - Masalah yang dihadapi perempuan akibat ketidakadilan sosial; kemiskinan, putus sekolah. 7) Menyadari Peranan Perempuan dari Kitab Hakim-Hakim 4:17-24 Peserta diajak membaca perikop Kitab Hak 4:17-24 (terlampir). Peserta diberi waktu untuk hening merenungkan dan menanggapi secara pribadi perikop Kitap Suci. 8) Sharing antar peserta Peserta diajak untuk mendalami perikop Kitab Suci dengan tuntunan beberapa pertanyaan berikut: a) Bagaimana kesan atau perasaan adik-adik setelah membaca perikop Kitab Suci tersebut? b) Bagaimana karakter Yael dalam perikop Kitab Suci tersebut? c) Pesan apa yang disampaikan Kitab Suci untuk kita sebagai seorang perempuan? 9) Rangkuman dari pendamping Ketidakadilan terhadap perempuan juga dialami dalam Kitab Suci, terutama Perjanjian Lama. Dalam budaya masyarakat zaman itu perempuan kurang dihargai dan mendapat status kelas dua. Setelah menikah ia akan dikenal sebagai isti dari suaminya sehingga ia akan kehilangan bangsanya seperti Yael tidak diketahui dari bangsa mana hanya diketahui bahwa ia istri orang Keni.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
Dalam kisah Yael, kita akan melihat bagaimana perjuangan Yael untuk menyelamatkan bangsa Israel. Yael berkemah dengan perempuanperempuan lainnya namun hanya Yael yang mempunyai inisiatif yang berani untuk membunuh Sisera. Peran Yael sangat penting karena dengan terbunuhnya Sisera, panglima tentara yang memiliki banyak kereta besi maka berakhirlah penindasan yang dialami bangsa Israel. 10) Pemeriksaan Batin Peserta diberi waktu untuk hening merenungkan kisah Marsinah dan menggali pesan dalam perikop Kitab Suci. 11) Merencanakan Aksi Peserta diajak berdiskusi memikirkan niat yang akan dilakukan sebagai perempuan muda yang mempunyai masa depan yang panjang untuk menentukan pilihan keterlibatan dalam masyarakat dan memperjuangkan martabat keberadaan perempuan yang adil. 12) Penutup Peserta diberi kesempatan untuk sharing tentang niat mereka dan diajak berdoa spontan kemudian ditutup dengan doa Bapa Kami bersama-sama. 13) Doa Penutup 14) Lagu Penutup MB no 69 “Pada Awal Mula Dunia”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
BAB V PENUTUP
Pada bab ini, penulis akan menyampaikan kesimpulan sesuai dengan rumusan pemasalahan dalam skripsi ini dan saran sebagai tindak lanjutnya. Kesimpulan dan saran yang penulis berikan bertolak dari beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran seperti yang telah tertuang dalam beberapa bagian terdahulu dari skripsi ini.
A. Kesimpulan Pada bagian ini, penulis akan memaparkan beberapa kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dalam skripsi ini, dengan rincian sebagai berikut : 1. Teologi feminis adalah teologi yang ada karena adanya perjuangan dari kaum tertindas yaitu perempuan di mana budaya patriarkal telah membelenggu kaum perempuan. Teologi feminis menjadi tujuan kaum perempuan untuk mencapai keutuhan martabatnya terutama di dalam Gereja. Gereja juga ikut ambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat sehingga melalui teologi feminis, kaum perempuan juga mendapatkan keutuhan martabatnya di dalam kehidupan bermasyarakat. Teologi feminis tampak nyata dalam penafsiran Alkitab yang berdasarkan feminisme. Metode penafsiran feminis adalah penafsiran Alkitab yang berpihak pada perempuan di mana sebagian besar cerita dalam Alkitab menampilkan perempuan sebagai kaum lemah dan tertindas. Melalui metode
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
penafsiran feminis, tokoh perempuan yang lemah dimaknai mempunyai peran yang lebih baik. 2. Metode penafsiran feminis diterapkan dalam analisis penggambaran perempuan dalam Kitab Hakim-hakim secara lebih khusus menggunakan metode hermeneutika kecurigaan yaitu memaknai cerita secara keseluruhan dan mencari tahu pihak mana yang diuntungkan dengan menampilkan tokoh perempuan tersebut. Metode hermeneutika ini mengusut mengapa tokoh perempuan ditampilkan dalam cerita dan bagaimana perannya. 3. Dari hasil studi pustaka tentang penafsiran feminis dalam Kitab Hakimhakim, umat diajak untuk merefleksikan pengalaman hidupnya dan lebih memberdayakan diri sebagai perempuan dengan adanya katekese analisis sosial. Melalui katekese analisis sosial, umat diajak melihat keadaan dalam hidup mereka dan menganalisisnya kemudian menemukan ketidakadilan atau masalah yang ada dan diharapkan peserta mampu menentukan aksi atau pilihan masa depannya agar terhindar dari ketidakadilan dan terdorong untuk mengembangkan dirinya sebagai perempuan dalam perutusan Gereja di masyarakat.
B. Saran Sebagai tindak lanjut berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, penulis menyampaikan beberapa saran sebagai buah refleksi penulis, antara lain: 1. Menghilangkan anggapan bahwa perempuan tidak lebih baik dari laki-laki dalam segala bidang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
2. Tidak hanya membaca Alkitab saja, tetapi juga membaca penafsirannya. 3. Memberi kesempatan kepada perempuan untuk terlibat secara penuh dalam berbagai bidang kehidupan. 4. Mengakui potensi dan kemampuan yang sama antara laki-laki dan perempuan. 5. Menyadari bahwa perempuan adalah mitra sejati laki-laki dalam tugas mengembangkan Kerajaan Allah di dunia. Maka relasi yang perlu dibangun adalah kerjasama dan kesetaraan. 6. Menjadi perempuan yang selektif dalam memilih masa depan agar dapat menjadi perempuan yang mandiri dan bermartabat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115
DAFTAR PUSTAKA
Alberto,Soggin. 1975. Di Zaman Pemerintahan Para Hakim. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Andalas, Mutiara. 2009. Lahir Dari Rahim. Yogyakarta: Kanisius. Asnat, Niwa Natar, ed. 2012. Ketika Perempuan Berteologi. Yogyakarta:Taman Pustaka Kristen. Bergant, Dianne CSA, dkk, ed. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius. Brenner, Athalya, ed. 1999. A Feminist Companion to The Bible. England: Sheffield Academic Pres. Ltd Clifford, Anne M. 2002. Memperkenalkan Teologi Feminis. Maumere: Ledalero. Dapiyanta.2010. Menjadi Sahabat Yesus Untuk SD Kelas V. Yogyakarta:Kanisius Darmawijaya.2009. Seluk Beluk Kitab Suci. Yogyakarta: Kanisius. Emanuel, Singgih Gerit. 2000. Berteologi Dalam Konteks.Yogyakarta : Kanisius. Fiorenza, Elizabeth.1992. But She Said. Boston: Beacon Press. __________1993.The Non – Ordination Of Women And The Politics Of Power. London: SCM Press. _________. Feminist Theology in Different Contexts. London: SCM Press. Frolov, Serge. 2013. Judges:The Forms of The Old Testament Literature. USA:Wm.Eerdmans Publising Co. Gunn, David M. 2005. Judges:Through The Centuries. USA:Blackwell Publishing Ltd. Indra Sanjaya. 2011. Diktat Kursus Kitab-Kitab Sejarah IPPAK Semester III. Iswanti. 2006. Kesadaran Diri Yang Perempuan. Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. King, Rev. Philip. 1960. The Book Of Judges With A Commentary. New York: Paulist Press. Johnson, Elizabeth A. 2003. Kristologi Di Mata Kaum Feminis.Yogyakarta: Kanisius. Lalu, Yosef. 2005. Katekese Umat. Jakarta:Komisi Kateketik KWI Leclerc, Annie. 2000. Kalau Perempuan Angkat Bicara. Yogyakarta:Kanisius Linden, Nico Ter. 2009. Cerita Itu Berlanjut…3. Jakarta : Gunung Mulia. Lukman, Soetrisno. 1997. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan. Yogyakarta:Kanisius Miller, Randolph Crump, ed. 1995. Theologies of Religious Education.Birmingham: Religious Education Press. Murphy, Kelly J. 2002. Syllabus Women in Judges. USA: Emory University. Naning, Pranoto.2010.Her Story. Yogyakarta : Kanisius Singgih, Gunarsa. 1978. Psikologi Untuk Muda-Mudi. Jakarta:BPK Gunung Mulia. Siswa St Ursula. 2008. Perempuan Dalam Gender.Yogyakarta:Pusat Pastoral Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
Sri Sulastri. 1984. Psikologi Perkembangan Remaja Dari Segi Kehidupan Sosial. Bandung:Bina Aksara. Suleeman, Stephen, terj. 1995. Untuk Mengenang Perempuan Itu. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Sumaryono, E. 1993. Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. The Pontifical Biblical Commision. 1993. The Interpretation of The Bible in the Church. Roma: Liberia Editrice Vaticana Webb, Barry G. 2012. The Book of Judges. Cambridge, UK: William B. Eerdmans Publishing Company. Wieringa, Saskia. 2010. Penghancuran Gerakan Perempuan, Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI. Jakarta:PT. Buku Kita. Xavier,Quentin. 2006. The Power Of Motivation. Yogyakarta:Andi Offset. Zakiyuddin, Baidhawy, ed. 1997. Wacana Teologi Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 1: Bacaan Kitab Suci Hak 9:41-54 Adapun Abimelekh tinggal di Aruma, tetapi Zebul mengusir Gaal dan saudarasaudaranya, sehingga mereka ini tidak dapat tinggal di Sikhem. Keesokan harinya orang-orang kota itu pergi ke ladang. Setelah hal ini dikabarkan kepada Abimelekh, dibawanyalah rakyatnya, dibaginya dalam tiga pasukan, lalu mereka mengadakan penghadangan di padang. Ketika dilihatnya, bahwa orang-orang kota itu keluar dari dalam kota, bangunlah ia menyerang mereka serta menewaskan mereka. Abimelekh dan pasukan yang bersama-sama dengan dia menyerbu dan menduduki pintu gerbang kota, sedang kedua pasukan lain itu menyerbu dan menewaskan semua orang yang ada di padang. Sehari-harian itu Abimelekh berperang melawan kota itu; ia merebut kota itu dan membunuh orang-orang yang di dalamnya; kemudian dirobohkannya kota itu dan ditaburinya dengan garam. Mendengar itu masuklah seluruh warga kota Menara-Sikhem ke dalam liang di bawah kuil El-Berit. Dikabarkanlah kepada Abimelekh, bahwa seluruh warga kota Menara-Sikhem telah berhimpun di sana. Lalu Abimelekh dan seluruh rakyat yang bersama-sama dengan dia naik ke gunung Zalmon. Abimelekh mengambil kapak, lalu memotong dahan-dahan kayu, mengangkatnya dan meletakkannya ke atas bahunya sambil berkata kepada rakyatnya yang bersama-sama dengan dia: "Turutilah dengan segera perbuatanku yang kamu lihat ini." Kemudian rakyat itu juga masing-masing memotong dahan-dahan, lalu mengikuti Abimelekh, meletakkan dahan-dahan itu di atas liang dan membakar liang itu di atas kepala orang-orang itu. Demikianlah semua penduduk kota Menara-Sikhem juga mati, kira-kira seribu orang laki-laki dan perempuan. Selanjutnya Abimelekh pergi ke Tebes; ia mengepung Tebes, lalu merebutnya. Tetapi ada sebuah menara yang kuat di tengah-tengah kota, dan semua laki-laki dan perempuan, seluruh warga kota itu, melarikan diri ke situ; mereka menutup pintu di belakangnya dan naik ke atas sotoh menara itu. Lalu sampailah Abimelekh ke menara itu, menyerangnya, dan dapat menerobos sampai ke pintu menara itu untuk membakarnya. Tetapi seorang perempuan menimpakan sebuah batu kilangan kepada kepala Abimelekh dan memecahkan batu kepalanya. Dengan segera dipanggilnya bujang pembawa senjatanya dan berkata kepadanya: "Hunuslah pedangmu dan bunuhlah aku, supaya jangan orang berkata tentang aku: Seorang perempuan membunuh dia." Lalu bujangnya itu menikam dia, sehingga mati. (1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 2: Teks cerita Marsinah, Tragedi Seorang Buruh Hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Awalnya adalah anak-anak yang bermain menemukan mayat perempuan pada sebuah gubuk kelompok tani. Mayat tersebut tergeletak dalam posisi telentang. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka memar bekas pukulan benda keras. Kedua pergelangan tangannya lecet-lecet, diduga akibat diseret dalam tangan terikat. Tulang panggulnya hancur karena pukulan benda keras berkali-kali. Dari sela-sela pahanya ada bercakbercak darah, diduga akibat penganiayaan dengan benda tumpul. Pada bagian yang sama menempel kain putih berlumuran darah. Mayatnya ditemukan dalam keadaan lemas. Ia adalah Marsinah, seorang buruh pabrik yang pada beberapa waktu lalu terlibat aksi mogok. Marsinah lahir tanggal 10 April 1969. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah kasih antara Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsinah telah ditinggal mati oleh ibunya. Bayi Marsinah kemudian diasuh oleh neneknya –Pu’irah - yang tinggal bersama bibinya – Sini – di desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Karangasem, Kecamatan Gondang. Sedangkan pendidikan menengahnya di SMPN 5 Nganjuk. Sedari kecil, gadis berkulit sawo matang itu berusaha mandiri. Menyadari nenek dan bibinya kesulitan mencari kebutuhan sehari-hari, ia berusaha memanfaatkan waktu luang untuk mencari penghasilan dengan berjualan makanan kecil. Di lingkungan keluarganya, ia dikenal sebagai anak rajin. Jika tidak ada kegiatan sekolah, ia biasa membantu bibinya memasak di dapur. Sepulang dari sekolah, ia biasa mengantar makanan untuk pamannya di sawah. Berbeda dengan teman sebayanya yang lebih suka bermainmain, ia mengisi waktu dengan kegiatan belajar dan membaca. Kalaupun keluar, paling-paling dia hanya pergi untuk menyaksikan siaran berita televisi. Ketika menjalani masa sekolah menengah atas, Marsinah mulai mandiri dengan mondok di kota Nganjuk. Selama menjadi murid SMA Muhammadiyah, ia dikenal sebagai siswi yang cerdas. Semangat belajarnya tinggi dan ia selalu mengukir prestasi dengan peringkat juara kelas. Jalan hidupnya menjadi lain, ketika ia terpaksa harus menerima kenyataan bahwa ia tidak mempunyai cukup biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. “Dia ingin (2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI sekolah di IKIP. Tapi, uang siapa untuk membiayai di perguruan tinggi itu?” ujar kakek Marsinah. Pergi meninggalkan desa adalah sebuah langkah hidup yang sulit terelakkan. Kesempatan kerja di pedesaan semakin sempit. Kerja sebagai buruh tani semakin kecil peluangnya. Ujungnya adalah tidak ada pilihan lagi selain pergi ke kota. Maka ia berusaha mengirimkan sejumlah lamaran ke berbagai perusahaan di Surabaya, Mojokerto, dan Gresik. Akhirnya ia diterima di pabrik sepatu BATA di Surabaya tahun 1989. Setahun kemudian, ia pindah ke pabrik arloji Empat Putra Surya di Rungkut Industri, sebelum akhirnya ia pindah mengikuti perusahaan tersebut yang membuka cabang di Siring, Porong, Sidoarjo. Marsinah adalah generasi pertama dari keluarganya yang menjadi buruh pabrik. Kegagalan meneruskan ke perguruan tinggi bukannya membuat semangat belajarnya padam. “Mbak Marsinah berkeyakinan bahwa pengetahuan itu mampu mengubah nasib seseorang,” ujar salah seorang temannya. Karena itu, untuk menambah pengetahuan dan keterampilan, Marsinah mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris di Dian Institut, Sidoarjo. Kursus komputer dengan paket Lotus dan Word Processor sempat dirampungkan beberapa waktu sebelum ia meninggal. Semangat belajar yang tinggi juga tampak dari kebiasaannya menghimpun rupa-rupa informasi. Ia suka mendengarkan warta berita, baik lewat radio maupun televisi. Minat bacanya juga tinggi. Saking senangnya membaca, ia terpaksa memakai kacamata. Pada waktu-waktu luang, ia sering kali membuat kliping Koran. Malahan untuk kegiatan yang satu ini ia bersedia menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli Koran dan majalah bekas, meskipun sebenarnya penghasilannya pas-pasan untuk menutup biaya hidup. Ia dikenal sebagai seorang pendiam, lugu, ramah, supel, ringan tangan dan setia kawan. Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Selain itu ia sering kali membantu kawan-kawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani. Paling tidak dua sifat yang terakhir disebut – pemberani dan setia kawan – inilah yang membekalinya menjadi pelopor perjuangan. Pada pertengahan April 1993, para buruh CPS (Catur Putra Surya) – pabrik tempat Marsinah bekerja – resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Surat Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat imbauan kepada para (3)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut, Pengurus PUK-SPSI PT.CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk membicarakan kenaikan upah sesuai dengan imbauan Surat Edaran Gubernur. Keresahan tersebut akhirnya berbuah perjuangan. Pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali staf dan para kepala bagian. Sebagian buruh bergerombol dan mengajak teman-teman mereka untuk tidak masuk kerja. Hari itu juga, Marsinah pergi ke kantor Depnaker Surabaya untuk mencari data tentang daftar upah pokok minimum regional. Data inilah yang ingin Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan pekerja yang hendak mogok. Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh PT.CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Tidak ketinggalan, para satpam juga mengibas-ngibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakkan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa. “Ya sudah, kalau teman-teman tidak diperbolehkan masuk, keamanan saya serahkan kepada Bapak, kami sekarang hendak berunding dengan pengusaha!” ucapnya pada salah seorang aparat keamanan. Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam perundingan tersebut, sebagaimana dituturkan kawan-kawannya, Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan. Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan. Setelah perundingan yang melelahkan tercapailah kesepakatan bersama. Berakhirkah pertentangan antara buruh dengan pengusaha? Ternyata tidak! Tanggal 5 Mei 1993, ada 13 buruh dipaksa menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa menerima PHK karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8 buruh di-PHK di tempat yang sama. Marsinah sadar betul bahwa peristiwa yang menimpa kawan-kawannya adalah suatu keniscayaan di negeri milik pengusaha ini. Dari kliping-kliping surat kabar yang diguntingnya, dari keluhan-keluhan kawan-kawannya sepabrik, dari kemarahan-kamarahan yang diteriakkan, dan dari apa yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, semuanya memberinya pengetahuan tentang ketidakberesan yang melanda segala lapisan dalam masyarakat kita. (4)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kemarahannya meledak saat mengetahui perlakuan terhadap kawan-kawannya. “Saya tidak terima! Saya mau (melapor) ke paklik saya yang jadi jaksa di Surabaya!” teriak Marsinah gusar. Dengan gundah ia raih surat panggilan Kodim milik salah seorang kawannya, lantas pergi. Ke mana perginya Marsinah? Tidak ada yang tahu. Yang pasti, Marsinah tidak lagi terlihat di pabrik tempat ia bekerja. Marsinah telah mati. Mayatnya ditemukan di gubuk petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. (Sumber:http://fprsatumei.wordpress.com/2008/04/27)
(5)