PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
NARASI TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965 PADA MASA ORDE BARU DAN PASCA ORDE BARU
MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh : Dian Beni Yuda NIM: 061314023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, dan malaikat pembimbingku, atas penyertaan Roh Kudus yang selalu membimbing dan menyertai langkah hidupku, Orang tuaku, Bapak Petrus Mida dan Ibu Radiyati yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh cinta dan kasih sayang, Adikku Novita Dewi Yuda dan sepupuku Alexander Andi Kurnianto yang telah membantu, memberikan doa, semangat dan dukungan, Seluruh keluarga besarku yang mengharapkan kelulusanku, Para Pendidik dan sahabat-sahabat ku di Pendidikan Sejarah, Almamaterku Universitas Sanata Dharma.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO Kesuksesan jangan diukur dengan uang dan kekuasaan. Senyata-nyatanya sukses adalah ketika kamu bahagia dan bisa tertawa lepas tanpa beban. Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang kupasang itu enak dan bebanKu pun ringan. (Mat 11:28-30). Kebaikan yang kau lakukan hari ini, mungkin besok akan dilupakan orang. Tetapi, teruslah berbuat baik. (Mother Theresa) Berikan yang terbaik dari apa yang kau miliki, dan itu mungkin tidak akan pernah cukup. Tetapi, tetap berikanlah yang terbaik. (Mother Theresa) Sadarilah bahwa semuanya itu ada diantara engkau dan Tuhan. Tidak akan pernah ada antara engkau dan orang lain. Jangan pedulikan apa yang orang lain pikirkan atas perbuatan baik yang kaulakukan. Tetapi, percayalah bahwa mata Tuhan tertuju pada orang-orang yang jujur, dan Dia dapat melihat ketulusan hatimu. (Mother Theresa)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK NARASI TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965 PADA MASA ORDE BARU DAN PASCA ORDE BARU Dian Beni Yuda Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2013
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis : (1) Tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pada masa Orde Baru. (2) Tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pasca Orde Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan historis, sosiologis, dan politik, sehingga model penulisannya bersifat deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) Tragedi Kemanusian tahun 1965 pada masa Orde Baru dinarasikan lewat beberapa cara diantaranya lewat film, buku pelajaran dan program P4, inti dari narasi yang disampaikan adalah menyatakan bahwa tragedi 1965 adalah kesalahan tunggal yang dilakukan oleh PKI dan PKI lah yang harus bertanggung jawab atas tragedi tersebut. (2) Pasca Orde Baru runtuh, narasi tragedi 1965 disampaikan lewat buku-buku, film, dan forum-forum publik yang membahas mengenai tragedi 1965 dengan sudut pandang yang lain, meskipun versi Orde Baru masih dijadikan versi resmi pemerintah namun versi lain mengenai tragedi 1965 ini sudah dapat diakses oleh masyarakat.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT NARRATION OF HUMAN TRAGEDY OF 1965 IN ORDE BARU AND AFTER ORDE BARU Dian Beni Yuda Sanata Dharma University Yogyakarta 2013
The purposes of this thesis are to describe and to analyze: (1) The human tragedy in 1965 narrated by the Orde Baru. (2) The tragedy of humanity in 1965 narrated after the Orde Baru. This thesis uses the historical research method that consist of historical, sociological, and political approach, so that the written type is analyzing description writing. These research results indicate that, (1) The narratives about the human tragedy of 1965 during the Orde Baru was dominated by only one version, the goverment’s official version said that the PKI was the mastermind and the only party that should responsible for the tragedy of 1965. (2) After the Orde Baru collapsed, the narratives of the 1965 tragedy got more diverse, more books about the 1965 tragedy was emerged, but the spirit of using the "official" version of the 1965 tragedy remained.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Narasi Tragedi Kemanusiaan 1965 Pada Masa Orde Baru Dan Pasca Orde Baru”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari batuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 4. Dr. Anton Haryono, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta masukan selama penyusunan makalah ini. 5. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Romo Bakara T. Wardaya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini baik dari sisi spiritual, dorongan semangat serta dukungan materi. Terima kasih Romo. 7. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dan perpustakaan pribadi Romo Baskara yang telah menjadi tempat penulis memperoleh sumber makalah ini. 8. Kedua orangtua penulis yang telah memberikan dorongan spiritual dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. 9. Sepupu saya Alexander Andi Kurnianto dan adik saya Novita Dewi Yuda yang membantu saya begadang hingga pagi demi menyelesaikan makalah ini. 10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Yogyakarta, 8 Juli 2013 Penulis,
Dian Beni Yuda
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................. iv HALAMAN MOTTO ............................................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.................................................................................................. vii ABSTRAK ............................................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................................ ix KATA PENGANTAR ............................................................................................ x DAFTAR ISI .......................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv BAB I: PENDAHULUAN...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Permasalahan................................................................................................ 8 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ..................................................................... 9 BAB II: NARASI TRAGEDI 1965 PADA MASA ORDE BARU .................... 11 A. Narasi Umum Di Masyarakat ..................................................................... 12 B. Narasi Melalui Buku-buku Pelajaran .......................................................... 14 C. Narasi Melalui Film .................................................................................... 16 D. Indoktrinasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) .............................................................................................. 17 BAB III: NARASI TRAGEDI 1965 PASCA ORDE BARU ............................. 21 A. Munculnya Semangat Keterbukaan Di Masyarakat .................................... 22
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Munculnya Kembali Semangat Orde Baru ................................................ 35 BAB IV: KESIMPULAN ...................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 43 LAMPIRAN ........................................................................................................... 46
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apa yang terjadi antara bulan-bulan terakhir tahun 1965 dan bulan-bulan pertama tahun 1966 merupakan peristiwa besar bagi kemanusiaan. Tidak hanya bagi Indonesia, melainkan juga bagi dunia pada umumnya. Diperkirakan 500 ribu sampai 1 juta jiwa menjadi korban pembantaian dalam masa itu.1 Peristiwa yang lebih tepat disebut tragedi kemanusiaan ini tidak terjadi pada masa perang ataupun konfrontasi, melainkan pada masa damai, di mana Indonesia yang baru dua puluh tahun merdeka kini sedang mulai menata kehidupan sebagai bangsa yang bebas dari penjajahan asing. Pada waktu itu sesama anak-anak bangsa saling bunuh hanya karena perbedaan ideologi dan karena saling men-cap pihak lain sebagai pesaing dan sebagai “musuh politik”. Peristiwa besar ini berawal dari terbunuhnya 7 perwira tinggi militer pada dini hari 1 Oktober 1965. Dari tujuh korban yang jatuh, enam di antaranya adalah jendral angkatan darat dan seorang Perwira tinggi. Peristiwa 1 Oktober itu kemudian disusul dengan beredarnya kabar bahwa sebelum dibunuh, para jendral ini disiksa dengan keji. James Luhulima dalam bukunya “Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965” menyebutnya sebagai “brutalisasi”.2 Sejak itu semua mata tertuju ke PKI (Partai Komunis Indonesia), karena PKI-lah yang dituduh
1
Diambil dari Film 40 years of silence adalah sebuah film dokumenter tentang peristiwa ’65 di mana ditampilkan peristiwa ’65 dalam perspektif yang berbeda, bagaimana dampaknya hingga sekarang masih terasa, dan bagaimana peristiwa tersebut masih berada dalam lubang hitam yang penuh dengan kebisuan. 2 Luhulima, James, Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965, Jakarta, PT. Kompas Media Nusantara, 2007, hal. 14
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas pembunuhan para jendral itu. Saat itu antara PKI dan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan saat ini disebut TNI / Tentara Nasional Indonesia) sedang terjadi persaingan untuk merebut kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno. Kecurigaan ini terjadi karena sejak beberapa bulan terakhir sebelum terjadinya peristiwa tersebut telah terjadi gesekan kepentingan antara PKI dengan ABRI yang sama-sama ingin merebut kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno yang saat itu mulai sering sakit. Desas-desus yang dihembuskan dan terlanjur beredar di masyarakat bahwa PKI adalah pelaku pembantaian dan penyiksaan terhadap para jendral mendorong kemarahan masyarakat terhadap PKI dan organisasi-organisasi yang berafiliasi kepadanya. PKI dan simpatisannya mulai diburu.3 Terjadilah pembantaian terhadap anggota PKI di mana-mana, di Jawa dan di Bali serta pulau-pulau lain.4 Ratusan ribu orang ditahan dan dipisahkan dari keluarga mereka. Banyak dari mereka yang juga dibuang hingga ke pulau Buru (di Maluku) sebagai tahanan politik. Hampir semuanya dihukum tanpa melalui proses peradilan sebagaimana yang berlaku di sebuah negara hukum. Sejak saat itu situasi politik Indonesia pun masuk ke dalam masa gelap. Di tengah gelapnya periode sejarah itu muncullah narasi5 resmi yang dibuat oleh Orde Baru, yang intinya menuduh PKI sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas terbunuhnya para jendral angkatan darat pada tanggal 1 Oktober 1965 tersebut. Selain itu narasi tersebut juga membenarkan pembantaian 3
Ibid, hal. 11 Baca Liputan Khusus Majalah TEMPO Edisi 1-7 Oktober 2012 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisan narasi sebagai pengisahan suatu cerita atau kejadian; 2 Sas cerita atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa; kisahan; 3 tema suatu karya seni: -- menyajikan sebuah kejadian yg disusun berdasarkan urutan waktu 4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
terhadap ratusan ribu nyawa dari orang-orang yang dibunuh pada tahun 19651966 itu dengan memandangnya sebagai sebuah tindakan balas dendam yang “wajar” dari masyarakat. Selama pemerintahan Orde Baru berkuasa, narasi itu terus diulang dan dijadikan sebagai salah satu alat pembenaran bagi kekuasaan rejim tersebut. Namun demikian, ketika pada tahun 1998 Orde Baru tumbang, mulai muncul narasi-narasi lain sebagai tandingannya. Narasi-narasi lain itu berupaya memberikan pandangan yang lebih luas dan lebih bisa diterima akal dari pada narasi ciptaan Orde Baru. Untuk beberapa saat setelah tumbangnya Orde Baru narasi-narasi itu diterima. Namun demikian, tak lama kemudian mulai muncul reaksi-reaksi balik yang intinya mendukung kembali narasi Orde Baru tersebut. Studi mengenai narasi-narasi yang beredar itu penting, karena tragedi6 atau peristiwa yang menjadi dasar bagi narasi-narasi tersebut merupakan peristiwa yang penting, namun yang sekaligus masih “gelap” dalam sejarah bangsa Indonesia. Tujuannya bukan untuk “mengungkit-ungkit luka lama” melainkan untuk mempelajarinya guna memperoleh pelajaran dan pembelajaran yang berharga bagi bangsa Indonesia, khususnya berkaitan dengan masalah kejujuran, keterbukaan dan kedewasaan sebagai bangsa. Tragedi 1965 begitu besar pengaruhnya bagi perjalanan bangsa Indonesia. Tragedi itu tidak hanya mengakibatkan kehidupan jutaan anak bangsa hilang dan berubah melainkan juga telah mendorong terjadinya transisi kekuasaan pemerintahan secara berdarah, di
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan tragedi sebagai sandiwara sedih (pelaku utamanya menderita kesengsaraan lahir dan batin yg luar biasa atau sampai meninggal); 2 ki peristiwa yg menyedihkan: kematian sang istri merupakan -- baginya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
mana ribuan bahkan mungkin jutaan nyawa anak bangsa melayang. Diharapkan bahwa dengan mempelajari tragedi tersebut berikut narasi atasnya kita bisa menghindarkan diri dari kemungkinan terjadinya hal serupa. Permasalahan yang sesungguhnya adalah bahwa pada masa Orde Baru narasi-narasi yang beredar luas di masyarakat adalah narasi sepihak, yakni narasi dari pemerintah Orde Baru tanpa adanya penyeimbang informasi. Jikapun ada sifatnya underground atau sembunyi-sembunyi, dan tentu saja ilegal dan tidak diakui kebenarannya oleh para penguasa. Setiap media masa seperti koran-koran dan majalah-majalah bahkan dibreidel atau dilarang terbit jika memberikan versi lain mengenai peristiwa 1965. Begitu pula yang terjadi pada masa pasca Orde Baru. Ada lebih banyak informasi mengenai tragedi 1965 , tetapi tetap saja versi pemerintah Orde Baru yang secara resmi diakui. Melihat sebuah peristiwa tidak cukup hanya dari satu sisi, tetapi perlu melihatnya dari berbagai sisi. Dalam melihat sebuah objek seperti sebuah rumah, misalnya, setiap orang pasti memiliki pandangan yang berbeda tentang rumah tersebut, tergantung dari mana seseorang memandangnya, entah itu dari depan, dari samping atau dari belakang. Begitu pula dengan tragedi 1965. Ada banyak perspektif yang bisa (dan sudah) digunakan orang dalam melihat dan menarasikan tragedi kemanusiaan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan studi terus-menerus tidak hanya tentang peristiwanya, melainkan juga tentang bagaimana peristiwa itu dinarasikan oleh berbagai kelompok dalam berbagai periode dalam masyarakat Indonesia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Selain penting, studi mengenai tragedi kemanusiaan di tahun 1965 ini juga menarik, karena terdapat perbedaan-perbedaan narasi mengenai beberapa peristiwa yang terjadi di dalamnya. Ambillah contoh narasi tentang penyiksaan para jendral yang dilakukan oleh PKI. Menurut versi resmi, namun juga menurut banyak buku yang terbit pasca Orde Baru, terjadi penyiksan atas para jendral sebelum dibunuh, dan hal itu dilakukan oleh para anggota PKI, termasuk kelompok organisasi perempuannya. Berkat narasi-narasi seperti itu PKI tampak begitu keji, sehingga “layak” dibalas secara keji pula. Akumulasi dari narasinarasi yang diterima masyarakat selanjutnya membentuk opini publik tentang siapa yang salah siapa yang benar, narasi-narasi yang beredar pula lah yang memberi “pembenaran” atas pembantaian yang dilakukan. Narasi seputar tragedi kemanusiaan di tahun 1965 tidak hanya disampaikan melalui cerita dari mulut kemulut, melainkan juga melalui koran, majalah serta film. Sangat menarik apabila kita melihat peran koran dalam menggiring opini publik pasca peristiwa penjemputan paksa para jendral ini. Fungsinya sebagai sumber informasi menjadi krusial karena pada saat itu masyarakat kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi pada dini hari 1 Oktober 1965 itu dan sumber yang paling cepat dan mudah untuk mendapatkan informasi tentang peristiwa tersebut adalah koran. Pada tanggal 2 Oktober 1965 koran-koran nasional dilarang terbit kecuali koran milik angkatan darat yaitu “Berita Yudha” dan “ Harian Angkatan Bersenjata” dan hanya ada 1 koran di luar koran angkatan darat yang boleh terbit yaitu koran “Harian Rakyat” yang notabene berafiliasi dengan PKI yang menarik adalah kenapa hanya tiga koran ini yang boleh terbit? Sama halnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
dengan koran, majalah ataupun film yang muncul dimasa Orde Baru memiliki peran sangat krusial dalam membentuk opini di masyarakat. Bagaimana dilustrasikan di dalam film mengenai peran masing-masing pihak yang terkait dengan peristiwa tersebut. Lebih menarik lagi adalah jika kita sedikit membandingkan dengan narasi-narasi yang ada pada saat ini, pasca rezim Orde Baru runtuh, saat di mana arus informasi relatif lebih beragam dan informasi mengenai peristiwa jauh lebih terbuka. Jika kita telaah informasi dari kedua era tersebut (Orde Baru dan masa setelah Orde Baru runtuh) terdapat perbedaan narasi di dalamnya, inilah kenapa penulis memandang bahwa studi ini menarik dan penting untuk dikaji, dengan harapan memberi sedikit “terang” di “gelap” nya peristiwa 1 Oktober 1965 dan tragedi kemanusian yang mengikutinya. Membahas dan membandingkan narasi-narasi yang ada tentang tragedi 1965 baik itu yang berasal dari masa Orde Baru maupun yang berasal dari masa pasca Orde Baru akan memberikan sebuah perspektif baru yang diharapkan akan bisa membantu menjadikan bangsa ini lebih bijak dan terbuka serta berani dan jujur dalam mempelajari sejarah bangsanya. sebagaimana disinggung di atas, narasinarasi atas apa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 telah menjadi trigger atau pemicu bagi terjadinya peristiwa berdarah dalam bentuk pembantaian ratusan ribu manusia Indonesia oleh orang Indonesia sendiri. Inilah salah satu alasan mengapa penulis merasa bahwa narasi-narasi tentang tragedi kemanusiaan 1965 sangat perlu dibahas. Di dalam setiap narasi biasanya terdapat unsur “pembenaran” atau “kebenaran” tertentu yang perlu diurai dan dibahas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
Indonesia adalah bangsa yang besar, baik dari segi luas wilayah, dari segi jumlah penduduk, maupun dari segi budayanya. oleh karena itu sudah selayaknya bangsa Indonesia menghargai sejarahnya sendiri. Tahun 1965 adalah tahun di mana Indonesia mengalami tragedi kemanusian dengan segala dampaknya. Sayangnya tragedi kemanusiaan ini masih “gelap”, belum secara jelas dinarasikan apa sebenarnya yang terjadi, yang kita tahu hanyalah bahwa waktu itu ada banyak orang yang menjadi korban, baik itu kehilangan nyawa, dipenjara maupun mendapatkan cap bersalah. Lewat tulisan ini penulis berharap bahwa pembaca akan dapat melihat bagaimana narasi-narasi seputar peristiwa pembunuhan ditanggal 1 Oktober 1965 dan pembunuhan massal yang mengikutinya disampaikan secara berbeda pada masa pemerintahan Orde Baru dan setelahnya. Narasi-narasi yang berkembang di masyarakat kemudian akan menjadi wacana publik yang berlanjut menjadi opini publik dan kemudian menjurus kepada “penghakiman” publik terhadap sebuah peristiwa dan mereka yang terlibat di dalamnya. Dalam konteks narasi Orde Baru tentang tragedi kemanusiaan tahun 1965 opini publik yang dilahirkan telah menyebabkan dipersalahkannya PKI dan dianggap layaknya tindakan untuk ”membasmi”-nya. Sementara itu para pelaku dibenarkan sepenuhnya, dan atas dasar pembenaran itu mereka lantas menguasai Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Kalau kita tidak hati-hati, hal seperti itu bisa terjadi lagi di Indonesia ini. Oleh karena itu kita perlu belajar dari masa lalu kita, agar hal seperti itu tidak terulang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
B. Permasalahan Latar belakang masalah di atas menunjukkan adanya perbedaan narasi yang beredar di masyarakat seputar peristiwa 1 Oktober 1965 dan tragedi kemanusiaan yang mengikutinya pada tahun 1965 sampai Rezim Orde Baru runtuh dengan narasi-narasi yang ada pasca Orde Baru tidak lagi berkuasa. Perbedaan-perbedaan narasi yang ada di masa Orde Baru dengan di masa setelahnya, setelah rezim itu runtuh mendorong penelitian perlu untuk dilaksanakan. Permasalaan pertama yang akan dibahas adalah narasi-narasi tentang Tragedi 1965 yang ada pada masa Orde Baru yang nanti di dalamnya akan dibahas narasi-narasi umum di masyarakat, narasi-narasi yang “ditawarkan” lewat buku-buku ajar, narasi lewat film dan diimplementasikan lewat indoktrinasi melalui program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Permasalahan kedua yang ingin diteliti adalah narasi Tragedi 1965 pada masa pasca Orde Baru runtuh. Narasi-narasi tersebut dapat dilihat dari diterbitkannya buku-buku yang bersifat kritis akademik, diselenggarakannya forum-forum publik tentang Tragedi 1965, diterbitkannya memoar para survivor, diproduksinya film-film di sekitar topik Tragedi 1965 tentu saja dengan sudut pandang berbeda dengan sudut pandang yang ditawarkan di masa Orde Baru, permintaan maaf Gus Dur kepada korban Tragedi kemanusiaan 1965, dan lewat laporan dan rekomendasi Komnas HAM tahun 2012 soal Tragedi 1965, di bagian ini pula akan dibahas bagaimana semangat Orde Baru yang semula “meredup” sedikit demi sedikit muncul lagi lewat buku-buku ajar dan juga pelarangan-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
pelarangan diputarnya film-film tentang Tragedi 1965 yang tidak sesuai dengan versi resmi pemerintah. Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan masalah dalam penulisan ini, adalah: 1. Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pada masa Orde Baru? 2. Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pasca Orde Baru? C. Tujuan Penulisan Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah : a. Mendeskripsikan narasi-narasi tentang Tragedi 1965 pada masa Orde Baru. b. Mendeskripsikan narasi-narasi tentang Tragedi 1965 pada masa pasca Orde Baru. D. Manfaat Penulisan Manfaat Penulisan ini adalah : a. Bagi Universitas Sanata Dharma Selain untuk melaksanakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi khususnya bidang penelitian yaitu ilmu pengetahuan sosial, makalah ini diharapkan dapat memberikan kekayaan khasanah yang berguna bagi pembaca dan pemerhati sejarah di lingkungan Universitas Sanata Dharma. b. Bagi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sejarah para tokoh bangsa dan peranannya, lebih khususnya tentang narasi-narasi yang ada tentang tragedi kemanusiaan tahun 1965 dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pelengkap dalam pembelajaran sejarah. c. Bagi Pembaca Makalah ini diharapkan mampu menarik minat pembaca untuk mempelajari tentang sejarah Indonesia kontemporer, khususnya mengenai Tragedi Kemanusiaan di tahun 1965.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II NARASI TRAGEDI 1965 PADA MASA ORDE BARU Alur narasi tentang tragedi 1965 pada masa Orde Baru dimonopoli oleh pemerintah pada saat itu. Segala informasi tentang tragedi tersebut dikontrol oleh pemerintah. Mulai dari kronologi peristiwa penjemputan paksa para jendral sampai siapa yang kemudian dianggap bertanggung jawab, dalam hal ini adalah PKI. Dalam otobiografinya, ketika melihat Danyon 454 dan 530 tidak berada di tempat karena alasan ingin mengamankan presiden yang dikatakan akan dikudeta oleh Dewan Jendral Soeharto mengatakan: “Itu semua tidak betul, “sambut saya sambil menatap kedua kapten itu. “kamu tahu, Presiden Sukarno saat ini tidak ada di Istana. Coba kamu cek sendiri ke Istana kalau tidak percaya. Lagi pula Dewan Jendral itu tidak ada, yang ada adalah Wanjakti, dan tidak mungkin ada rencana kup. Saya sendiri menjadi anggota Wanjakti itu. Saya mengetahui betul, gerakan Untung ini pasti didalangi oleh PKI.7 Dari petikan ucapan Soeharto di atas telah men-judge PKI sebagai penanggung jawab peristiwa penjemputan dan pembunuhan 7 jendral pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Narasi tentang tragedi 1965 ini ada yang bersifat umum dan berkembang di masyarakat, yang penyebarannya dari mulut ke mulut, ada juga yang dinarasikan melalui buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah. Selain kedua cara tersebut, narasi lain tentang tragedi 1965 disampaikan melalui film “Pengkhianatan G30S/PKI” yang isinya menunjukkan betapa mengerikannya peristiwa penjemputan paksa para jendral sampai penyiksaan yang dilakukan oleh PKI. Hal lain yang dilakukan pemerintah dalam penyampaian narasi tentang 7
Otobiografi Soeharto, Soeharto : Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, hal. 120
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
tragedi 1965 adalah lewat indoktrinasi penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
A. Narasi Umum Di Masyarakat Narasi yang beredar umum di masyarakat tidak dapat kita pisahkan dengan informasi yang beredar lewat surat kabar (koran) dan radio pada saat itu. Mayjen Soeharto, dalam kedudukannya sebagai Panglima Kostrad, secara sepihak mengumumkan keadaan darurat. Ia menelepon Men/Pangal Laksdya Laut RE Martadinata, Men/Pangak Inspektur Jendral Polisi Sutjipto Judodihardjo, dan Men/Pangau Laksdya Udara Omar Dani, yang diterima oleh Panglima Koops AU Komodor Udara Leo Wattimena, untuk memberi tahu bahwa ia untuk sementara mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat8. Setelah merebut kembali RRI pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 18.00, Mayjen Soeharto membuat ketentuan bahwa setiap berita atau pengumuman apa pun yang akan disiarkan RRI harus melalui dan seizin dirinya9. Pada tanggal 4 Oktober 1965, pagi hari, dengan bantuan pasukan Pengintai Amfibi (Taifib) KKO, penggalian sumur untuk mengeluarkan jenazah enam jendral dan seorang perwira Angkatan Darat itu dilanjutkan, setelah sempat digali saat malamnya. Penggalian itu berlangsung di bawah pengawasan Panglima Kostrad Mayjen Seoharto, dan diliput secara luas oleh media massa.
8 9
Luhulima, James , hal. 107 Ibid. hal. 106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
Selesai penggalian jenazah para jendral dan perwira pertama Angkatan Darat di Lubang Buaya, Pondok Gede, Panglima Kostrad Mayjen Seoharto mengatakan : “Bahwa dengan penggalian djenazah-djenazah ini, djelaslah bagi kita jang menjaksikan dengan mata kepala sendiri betapa kedjamnja aniaja jang telah dilakukan oleh petualang-petualang biadab dari apa jang dinamakan “Gerakan 30 September”. Ketudjuh djenazah para Pahlawan TNI/AD itu, 6 orang Djendral dan seorang Perwira Pertama, diketemukan dalam keadaan tubuh jang djelas penuh siksaan. Bekas-bekas luka di sekudjur tubuh akibat siksaan sebelum ditembak masih membalur tubuh-tubuh Pahlawan-Pahlawan kita. Melihat tempat di mana djenazah-djenazah itu diketemukan, jakni Lubang Buaya, daerah ini djelas merupakan bagian dari daerah Pangkalan Udara Halim. Satu fakta lagi, melihat sumur jang dipergunakan tempat menanam majat ini telah pula mendjadi pusat daerah latihan Sukarelawan/Sukarelawatijang dilaksanakan AURI. Mereka terdiri dari Pemuda Rakjat dan Gerwani. Mungkin mereka itu dalam rangka latihan pertahanan pangkalan, tetapi dengan tertangkapnja seorang anggota Gerwani di Tjirebon jang berasal dari Djawa Tengah, teranglah mereka berasal jauh dari sini (Djakarta-Pen). Dengan fakta-fakta, mungkin jang diamanatkan oleh Presiden jang tertjinta Bung Karno bahwa AURI tidak terlibat, mungkin ada benarnja, tapi tidaklah mungkin kalau tidak ada hubungan antara oknumoknum anggota AURI dengan peristiwa pembunuhan jang kedjam ini. Sebagai warga anggauta Angkatan Darat, saja mengetuk djiwa dan peresaan daripada patriot-patriot anggauta AURI bila ada oknum-oknum jang terlibat dalam pembunuhan Djendral-djendral jang tidak berdosa ini mudah-mudahan patriot-patriot AURI akan dibersihkan djuga anggautaanggauta AURI dari petualang-petualang jang terlibat. Saja mengutjapkan terima kasih dan rasa sjukur saja kepada Tuhan Jang Maha Esa jang pada achirnja menundjukkan kita bahwa semua tundakan jang tidak djudjur dan tidak baik akan tertindas. Penghargaan tinggi diberikan kepada Resimen RPKAD, KKO, Satuan-satuan lain dan Rakjat jang telah membantu usaha penggalian djenazah para djendral.”10 Narasi lain yang mendukung pernyataan Soeharto adalah Harian Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha edisi 5 Oktober. Harian Angkatan Bersendjata menampilkan beberapa foto kabur dari mayat-mayat yang mulai membusuk lalu
10
Ibid. Hal. 161
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
menggambarkan kematian mereka sebagai perbuatan barbar dalam bentuk penyiksaan yang dilakukan di luar batas-batas kemanusiaan. Sementara itu, Berita Yudha menyebutkan mayat-mayat itu tertutup dengan tanda-tanda yang mengindikasikan adanya penyiksaan.11 Pada edisi 9 Oktober 1965, Berita Yudha bahkan melaporkan bahwa jasad Lettu Tendean mengalami luka sayatan pisau di dada sebelah kiri dan perutnya, lehernya telah di penggal, dan kedua matanya dicungkil keluar. Pada edisi 11 Oktober, Harian Angkatan Bersendjata menulis Pierre Tendean sebelumnya diperlakukan sebagai “barang mainan” Gerwani. 12 Berdasarkan informasi yang diterima lewat media massa tersebut, maka pada umumnya masyarakat memandang bahwa peristiwa 1 Oktober tersebut adalah peristiwa di mana orang-orang PKI menculik dan membunuh 7 Jendral Angkatan Darat dengan kejam dengan menyiksa terlebih dahulu para Jendral tersebut sebelum mereka dibunuh. Tentu saja isu ini menyulut kemarahan masyarakat terhadap PKI dan simpatisannya.
B. Narasi Melalui Buku-buku Pelajaran Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu cara pemerintah Orde Baru menyampaikan narasi tentang tragedi 1965 adalah melalui buku-buku pelajaran di sekolah. Narasi yang ditawarkan oleh pemerintah Orde Baru, yakni menyebutkan Gerakan September 30 (G30S) adalah gerakan pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI untuk merebut kekuasaan dan mengganti dasar negara 11 12
Eros Djarot, dkk, Siapa Sebenarnya Soeharto, Jakarta, Mediakita, 2006, hal. 17 Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
Pancasila dengan ideologi Komunis.13 Dalam otobiografi Soeharto yang menjadi acuan dalam penulisan sejarah tentang peristiwa dan tragedi 1965 ia mengatakan “... Saya tegaskan, menurut saya, ini bukan sekedar gerakan untuk menghadapi apa yang dikatakan Dewan Jenderal saja, melainkan lebih jauh dari itu. Mereka mengadakan gerakan kup untuk merebut kekuasaan negara secara paksa. Dan pasti didalangi oleh PKI.”14 Disebutkan pula, untuk memenuhi ambisinya tersebut, PKI tidak segansegan menghalalkan segala cara seperti menculik dan membunuh para perwira tinggi Angkatan Darat (AD). Untuk melaksanakan tujuannya, PKI melakukan beberapa langkah antara lain dengan melakukan propaganda untuk memprovokasi emosi massa lewat media massa yang dimiliki oleh PKI, selain itu adalah dengan menyebarkan isu Dewan Jendral untuk menciptakan image buruk terhadap pimpinan TNI AD. Karena alasan-alasan itulah kemudian seperti ada “pembenaran” dalam penumpasan PKI. Buku-buku pelajaran yang membahas mengenai peristiwa G30S
ini
umumnya
menarasikan,
peran
PKI
dalam
G30S,
hingga
penumpasannya. Di sana penggambaran bahwa ABRI dan peran Soeharto sebagai “penyelamat” sangat ditonjolkan seperti yang terdapat pada bagian pembahasan Penumpasan Gerakan G30 S/PKI15, disebutkan bahwa Mayor Jendral Soeharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) mengambil
13 Herimanto, Sejarah : Pembelajaran Sejarah Interaktif, Jakarta, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012, hal. 209 14 Otobiobrafi Soeharto, Op.Cit. hal. 121 15 Eros Djarot, dkk, Op.Cit hal. 212
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
alih komando Angkatan Darat dan mulai memimpin operasi penumpasan terhadap gerakan 30 September.
C. Narasi Melalui Film Film adalah sebuah media audio visual yang dapat menampilkan dengan jelas suatu peristiwa atau kejadian, mungkin karena hal tersebut maka pemerintah Orde Baru memilih media ini untuk menyampaikan narasi tentang tragedi 1965. Film tentang tragedi 1965 yang sangat dikenal di masyarakat adalah film “Pengkhianatan
G30S/PKI”.
Film
yang
dibuat
pada
tahun
1984
ini,
menggambarkan secara gamblang adegan penyiksaan yang dilakukan Gerwani dan Pemuda Rakyat terhadap para jendral di Lubang Buaya. Dalam film ini digambarkan Gerwani dan Pemuda Rakyat menyilet, menyundut, dan mencungkil mata para jendral.16 Film Pengkhianatan G30S/PKI yang berdurasi sekitar 220 menit ini diperoduksi pada 1984 dan almarhum Arifin C. Noer didapuk menjadi sutradara film itu. Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto memerintahkan TVRI untuk menayangkan film itu setiap tanggal 30 September. Murid-murid sekolah juga diwajibkan menonton film tersebut.17 Film Pengkhianatan G30S/PKI mulai ditayangkan pada 1984 hingga 1997 di TVRI.18 Selama 13 tahun ditayangkan di televisi nasional dan ditonton oleh hampir seluruh rakyat Indonesia bahkan
16
Luhulima, James , hal. 12 http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432667/Film-Pengkhianatan-G30SPKIPropaganda-Berhasilkah. Diakses tanggal 31 Mei 2013 18 http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432682/Film-Pengkhianatan-G-30-SPKI-diMata-Para-Pemeran. Diakses tanggal 30 Mei 2013 17
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
sampai ke pedalaman-pedalaman. Dengan demikian maka timbullah kebencian masyarakat terhadap PKI, lewat film tersebut. Pada 2000, Tempo mengadakan survei lagi terhadap lebih dari 1.000 responden dari tiga kota terbesar di Indonesia. Ditanya dari mana mereka belajar tentang sejarah 1965. Hasilnya, 90 persen responden menjawab dari film. Ketika ditanya berapa kali mereka menonton Pengkhianatan G30S/PKI, sebagian besar menonton dengan jumlah paling sering. Hanya 13 persen yang menonton sekali; 29 persen dua kali; 20 persen tiga kali, dan persentase terbesar (38 persen) sudah menonton film itu lebih dari tiga kali. Kerangka berpikir Pengkhianatan G30S/PKI masuk ke sumsum tulang sebagian besar masyarakat. Orang swasta yang tertular kemudian ikut menebar kuman bertutur seperti film propaganda itu.19
D. Indokrinasi Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan
Pancasila
(P4).
pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang
Untuk Dasar
1945 secara
mendukung murni
dan
konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga
19
Baca Majalah Tempo Edisi 1-7 Oktober 2012, hal. 120
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan
yang
kuat
terhadap
pemerintah
Orde
Baru.
Sejak
tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dan kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.20 Kelahiran dan tumbuh kembang P4 didorong oleh situasi kehidupan negara yang terjadi pada pertengahan tahun 1965. Orde Baru menilai bahwa terjadinya tragedi nasional, G-30-S/PKI pada tahun 1965, adalah karena bangsa Indonesia tidak melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Setelah bangsa Indonesia mampu mengatasi akibat dari gejolak yang ditimbulkan oleh gerakan G-30-S/PKI, serta telah mampu untuk menetapkan program pembangunnya, dirasa perlu untuk membenahi karakter 20
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1966-1998). Diakses tanggal 1 Juni 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
bangsa dengan mengembangkan sikap dan perilaku warganegara sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Dasarnya. Maka Majelis Permusyawaratan Rakyat, dalam Sidang Umumnya, pada tanggal 22 Maret 1978 menetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dengan demikian pelaksanaan P4 merupakan kehendak rakyat yang ditetapkan oleh MPR RI sebagai penjelmaan rakyat, yang wajib dipatuhi.21 Untuk menindak lanjuti TAP MPR tersebut Presiden menerbitkan Instruksi Presiden No. 10 tahun 1978, untuk menyelenggarakan penataran P4, dan sebagai langkah pertama diselenggarakan penataran bagi calon Penatar Tingkat Nasional, yang biasa disebut Manggala. Penataran Manggala pertama berlangsung dari tanggal 1 Oktober sampai dengan 15 Oktober 1978, berlangsung di Istana Bogor dan diselenggarakan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara. Manggala angkatan pertama berjumlah sekitar 100 orang terdiri dari para pejabat eselon dua dan satu dari berbagai departemen dan lembaga negara. Kemudian para manggala angkatan pertama ini bersama dengan para pembina penatar nasional ditugasi untuk menyusun bahan penataran yang terdiri atas tiga bahan yakni Pancasila, UUD 1945, dan GBHN dengan merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR yang terkait. Pemerintah pada masa Orde Baru memberikan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai cara untuk menunjukkan bahwa Pancasila adalah satu-satunya ideologi yang diakui dan boleh berkembang 21
http://lppkb.wordpress.com/p4-vis-a-vis-pedoman-umum-ps/. Diakses pada 30 Mei 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
di Indonesia. Narasi mengenai Tragedi 1965, secara massal dinarasikan lewat Indoktrinasi (P4) dan dilakukan terhadap seluruh lapisan masyarakat. Lewat program P4 tersebut, masyarakat hanya diberi satu tafsir tunggal terhadap pancasila, tafsir lain harus disensor dan dijauhkan ada dalam benak setiap manusia indonesia.22 Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dilengkapi dengan propaganda tentang musuh utama ideologi Pancasila, yang diperkuat dengan pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI, sehingga ancaman paling nyata terhadap ideologi Pancasila adalah seperti yang tervisualisaikan lewat film tersebut.
22
Pidato Fadjroel Rachman di Mahkamah Konstitusi: Membela Kebebasan dan Demokrasi Melawan Sensor dan Indoktrinasi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III NARASI TRAGEDI 1965 PASCA ORDE BARU Perubahan cara pandang tentang Tragedi kemanusiaan 1965 terjadi setelah munculnya tulisan-tulisan mengenai peristiwa tersebut terutama pasca runtuhnya pemerintahan Orde Baru di tahun 1998. Buku-buku yang bersifat kritis akademis banyak diterbitkan, forum-forum publik tentang Tragedi 1965 pun banyak diselenggarakan. Angin reformasi juga membuat para survivor bisa memberikan narasi Tragedi 1965 menurut versinya, apa yang mereka lihat dan apa yang mereka ketahui tentang Tragedi tersebut, yang kebanyakan berbeda dengan narasi yang disampaikan pemerintah Orde Baru. Pasca Orde Baru runtuh, penarasian Tragedi 1965 ataupun penggalanpenggalan peristiwa seputar Tragedi 1965 banyak divisualisasikan pula lewat film. Beberapa film yang cukup dikenal antara lain: film Shadow Play, film 40 Years of Silence dan film The Act of Killing (Jagal). Meski bangsa Indonesia masih terpecah dalam dua pendapat antara percaya atau tidak kepada anggapan bahwa PKI lah yang paling bertanggung jawab atas Tragedi kemanusiaan tersebut namun munculnya film-film diatas (dan beberapa film lain) berjasa memberikan narasi-narasi lain dengan sudut pandang lain mengenai tragedi kemanusiaan yang selama masa Orde Baru ditabukan oleh negara. Meskipun pasca runtuhnya Orde Baru, masyarakat Indonesia relatif lebih terbuka terhadap narasi lain mengenai Tragedi 1965, namun penolakan terhadap narasi-narasi baru mengenai tragedi tersebut banyak mengalami kendala dan tantangan, semangat Orde Baru yang semula mulai ditinggalkan pasca runtuh
21
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
perlahan mulai muncul lagi, buku-buku pelajaran sejarah untuk anak sekolah yang memberikan pemahaman lain tentang Tragedi 1965 ditarik dari peredaran untuk kemudian “diperbaiki” sesuai dengan narasi pada masa Orde Baru. A. Munculnya Semangat Keterbukaan di Masyarakat Pasca Orde Baru, banyak buku-buku yang membahas tentang Tragedi 1965 yang diterbitkan. Sejarawan dan akademisi banyak menulis buku tentang tragedi tersebut. Romo Baskara T Wardaya, Eros Djarot, Asvi Warman, dan Hersri Setiawan adalah beberapa akademisi yang banyak menulis tentang topik tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Romo Baskara T. Wardaya dalam bukunya Suara di Balik Prahara, beliau mengatakan “diharapkan kita bisa melihat secara lebih utuh sejarah seputar Tragedi Kemanusiaan 1965, serta bagaimana selama ini sejarah tentang tragedi itu dinarasikan dan dipahami oleh masyarakat pada umumnya”.23 Masih menurut Romo Baskara T. Wardaya narasi yang selama 32 tahun ini beredar di masyarakat adalah narasi yang diproduksi oleh pemerintah guna menunjang kepentingan-kepentingan sendiri.24 Pasca Orde Baru runtuh, sejarawan terutama ingin mengajak melihat tragedi kemanusiaan 1965 dari berbagai sudut, seperti disebutkan diatas, sejarah ditulis guna menunjang kepentingan-kepentingan tertentu, jika kita tarik ke tragedi 1965 maka sejarah dibuat demi “pembenaran” atas pembantaian yang terjadi pada masa-masa tersebut. Sejarawan mengajak masyarakat Indonesia melihat hal-hal kecil maupun peristiwa-peristiwa kecil yang terkadang luput dari
23
Baskara T. Wardaya, Suara di Balik Prahara :Berbagi Narasi Tentang Tragedi 1965, Yogyakarta, Galangpress, 2011, hal. 29 24 idem
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
perhatian namun memberi dampak besar bagi perjalanan sebuah bangsa, seperti penyebutan “lubang buaya” pada kalimat “PKI memasukkan jenazah para jendral ke sumur lubang buaya” adalah kalimat yang jika tidak paham dengan konteksnya maka yang ditangkap oleh masyarakat awam, terutama di luar jakarta secara harafiah akan menangkap kebengisan PKI dengan memasukkan mayat para jendral ke lubang buaya, padahal Lubang Buaya itu sendiri adalah nama tempat/daerah/kampung di Jakarta yang kebetulan bernama Desa Lubang Buaya. Hal lain yang dapat kita lihat dan perlu dikritisi dan jarang diperhatikan menurut Romo Baskara T. Wardaya adalah sebenarnya tragedi 1965 terdiri dari dua peristiwa yang tak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan. Peristiwa pertama adalah peristiwa penculikan dan pembunuhan yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari di Jakarta. Peristiwa kedua adalah peristiwa pembantaian massal yang dimulai dari Jawa Tengah pada pekan ketiga bulan Oktober 1965, yang berlanjut pada bulan November 1965 di Jawa Timur dan pada bulan Desember 1965 di Bali.25 Kedua peristiwa diatas jarang ditampilkan dalam satu frame agar kita lebih jujur melihat perjalanan bangsa kita. Narasi-narasi yang ditawarkan oleh rezim Orde Baru berhenti pada PKI dalang peristiwa penjemputan paksa para jendral dan membunuhnya dengan kejam, maka layak ditumpas, tidak pernah menyinggung bagaimana penumpasan PKI juga merupakan tindakan yang lebih
25
Ibid hal.33
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
brutal dari kekejaman PKI yang digambarkan lewat film penghianatan G30S/PKI (yang kebenarannya pun masih diragukan).26 Majalah Tempo edisi 1-7 Oktober 2012 dengan berani memberikan laporan tentang “sesuatu” yang jarang diketahui tentang tragedi 1965, yakni pengakuan para algojo yang membunuh simpatisan PKI diseputaran tahun 1965 hingga 1966. Banyak yang memprotes isi majalah ini, karena dianggap mendeskreditkan kiaikiai dan santri yang ikut serta membantai anggota PKI.27 Majalah Tempo ini juga memperlihatkan peran ABRI dalam mengorganisir massa guna membasmi PKI.28 Laporan khusus Tempo ini juga memberikan narasi lain mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di seputaran tragedi kemanusiaan di tahun 1965 tersebut. Selain buku-buku yang terbit, beberapa hal yang lebih leluasa dilakukan pasca Orde Baru runtuh yang dinilai sebagai kemajuan dalam memandang tragedi 1965 antara lain : (a) Diselenggarakannya forum-forum publik tentang Tragedi 1965 Selain buku-buku tentang Tragedi kemanusiaan 1965 relatif lebih mudah terbit jika dibanding dengan dikala Orde Baru sedang berkuasa, forum-forum publik yang membahas tentang Tragedi kemanusiaan tersebut juga relatif lebih mudah dilaksanakan. Beberapa forum tempat survivor Tragedi 1965 dibentuk, ada yang menamakan dirinya YPKP (Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan
26
Simak pernyataan pemain film Jagal yang menyatakan bahwa sesungguhnya kita (pembasmi PKI) lebih kejam dari mereka (PKI). 27 Baca Tempo edisi 1-7 Oktober 2012 halaman 74 salah satu pelaku pembantaian terhadap anggota PKI 28 Hampir disemua judul laporan khusus Tempo peran ABRI begitu terlihat dalam memobilisasi massa, dari menyediakan truk untuk mengangkut massa yang akan membasmi PKI, memberikan daftar nama yang harus dibunuh, menyiapkan senjata untuk membunuh, hingga memberikan pelatihan membunuh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
1965/1966), LPKP (Lembaga Penelitian Korban Peristiwa 1965), LPRKROB (Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rejim Orde Baru), PAKORBA ( Paguyuban Korban Orde Baru), Sekber ’65 (SEKRETARIAT BERSAMA KORBAN 1965) dan sebagainya. Forum-forum tersebut mewadahi para survivor dan sering melakukan diskusi-diskusi publik membicarakan tentang Tragedi 1965. Salah satu forum, yakni sekber ’65 pernah beberapa kali melakukan kegiatan diskusi tentang Tragedi 1965 ini, diantaranya pada tanggal 2 Juli 2012, dari
pukul
09.00-13.00
WIB SekBer’ 65 mengadakan Diskusidengan
dua
peneliti sejarah dari School of Historical Studies, The University of Melbourne Australia yaitu Kathrin Mc Gregor dan Vanessa Hearman, membahas mengenai perkembangan RUU KKR (Rancangan Undang Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) dan pernyataan tentang wacana permohonan maaf presiden terhadap para korban HAM berat.29Tanggal 19 Juli 2012 jam 09.00-11.30 Sekertariat Bersama ’65 ( Sekber’65 ) melakukan audiensi dengan DPRD Solo, membahas tentang penyelesaian dan penuntasan tragedi 1965/1966 yang diamanatkan dalam TAP MPR NO. V Tahun 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Pada 15 September 2010 penulis, Romo Bakskara T Wardaya dan beberapa teman mahasiswa dari Yogyakarta ikut serta dalam diskusi para survivor untuk melihat langsung dinamika para mereka dalam memperjuangkan hak haknya yang sudah puluhan tahun hilang. Diskusi ini juga dimuat oleh Solo Pos : Puluhan korban Tragedi 1965 yang tergabung dalam Sekber ’65 menemui jajaran DPRD Kota Solo di Gedung DPRD Solo, Kamis
29
Dimuat disitus sekber ’65http://sekber65.blogspot.com/
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
(19/7/2012). Mereka mendesak agar DPRD Solo menyampaikan aspirasi kepada DPR RI tentang penetapan RUU KKR.30 Pada tanggal 20 Nopember 2012, bertempat di aula Monumens Pers Surakarta Sekretariat Bersama ’65 ( SekBer’65 ) bekerjasama dengan Pemkot Suarakarta dan Kemenkominfo menggelar acara diskusi bersama dengan tema “Menyimak Suara di Balik Prahara” Diskusi Bersama demi Masa Depan Bangsa yang Lebih Baik. Diskusi ini bertolak dari buku yang disusun oleh Romo Baskara T. Wardaya SJ dkk yang berjudul “Suara di Balik Prahara: Berbagai Narasi tentang Tragedi ’65. Acara diskusi dihadiri sekitar 220 orang dari berbagai kota di Jawa Tengah terdiri dari korban’65, tokoh masyarakat dan tokoh agama di Surakarta, budayawan, kaum muda, ormas kepemudaan dan civitas akademis, tenaga pendidik, PKL, kelompok lintas agama serta praktisi hukum. Sedangkan narasumber yang hadir adalah Dr. Yosef Djakababa (CSEASI/Center for Southeast Asian Studies-Indonesia, Jakarta), Dr. Baskara T. Wardaya SJ (Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ) dan Ashoka Siahaan (Budayawan). Diskusi yang cukup dinamis ini dipandu oleh Jlitheng Suparman (Seniman Suarakarta) yang juga seorang dalang wayang kampung sebelah. Pada tanggal 13 Desember 2012 pukul 09.00-14.00 wib, bertempat di Pendopo Rumah Dinas Wakil Walikota Surakarta, acara ini dipandu oleh Majelis Warga (MW) yang berjumlah 5 orang terdiri dari : M.Z. Tammaka (direktur Pondok Pesantren Baitul Musthofa Mojosongo), Imam Aziz (wakil PB NU), Abdullah Faishol ( Dosen IAIN Surakarta, tokoh lintas agama), Vera Kartika Giantari ( Pengacara dan Freelancer Gender dan HAM) dan Nani Nurrachman ( Staf Pengajar /Kepala Bagian Psikologi Sosial Fakultas Psikologi UNIKA Atmajaya Jakarta). Pada kesempatan tersebut Majelis Warga memberi waktu 30 menit untuk setiap testifier dalam memberi kesaksiannya. Kesaksian pertama diawali oleh kesaksian Ibu Budiarti (ibu Fatah) dari kasus’98 yang menyampaikan tentang penculikan dan pembunuhan Gilang, anaknya. Kesaksian kedua oleh Ibu Kastinah korban’65 yang pernah dipenjara di beberapa tahanan di Purwokerto, Semarang, Bukit Duri dan Plantungan, total lamanya penahanan ada 14 tahun. Kesaksian ketiga adalah Bapak Sugeng Yulianto atau pak Yuli korban Talangsari yang mendapat vonis seumur hidup, namun setelah Reformasi dibebaskan dan telah menjalani hukuman selama 10 tahun. Kesaksian keempat Bapak Djasmono korban’65 ditahan di Gresik, Surabaya dan Pulau Buru selama 13 tahun. Kesaksian kelima adalah bapak Sanusi korban’65 ditahan di kamp. Kota dan Pulau Nusakambangan selama 8 tahun. Dan kesaksian keenam atau terakhir yaitu Bapak Sudiharjo, ditahan di kamp. Kota Solo selama 7 tahun.31 Diskusi-diskusi yang dilakukan oleh para survivor dengan orangorang yang peduli kepada mereka dan kemanusiaan (sejarawan, akademisi, 30
http://www.solopos.com/2012/07/19/korban-tragedi-1965-temui-dprd-203041 diakses tanggal 2 Juni 20123 31 idem
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
politisi dan lain-lain) menunjukkan bahwa masyarakat semakin terbuka menyikapi peristiwa Tragedi kemanusian yang terjadi di sepanjang tahun 1965 sampai 1966 tersebut. Meskipun tidak jarang mendapat penolakan dari kelompok-kelompok tertentu yang menentang forum-forum dan diskusi semacam ini, namun pada kenyataannya duskusi-diskusi tersebut berhasil digelar dan peserta diskusi mendapat persfektif lain tentang Taragedi 1965 adalah satu hal yang baik untuk pencerahan sejarah bangsa Indonesia.
(b) Diterbitkannya memoir para survivor Angin reformasi memberikan kesempatan kepada para survivor untuk memberikan narasi lain mengenai Tragedi 1965. Mereka yang disalahkan, mereka yang selama ini dibungkam kemudian mendapatkan kesempatan untuk memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi diseputar tragedi tersebut. Bukubuku dari para survivor yang selama ini dilarang terbit, kemudian dapat kita baca sebagai pembanding narasi yang disuguhkan secara “resmi” oleh pemerintah Orde Baru. Memoir para survivor yang dapat kita baca antara lain yang ditulis oleh Perhimpunan Purnawirawan AURI32 yang berjudul “Menyingkap Kabut Halim 1965”, buku tulisan Kolonel Abadul Latief yang diambil dari pledoi sidangnya yang berjudul “Pledoi Kol. A. Latief : Soeharto Terlibat G30S, serta artikel Prof Dr Arief Budianto yang berjudul “Meluruskan Sejarah Penyiksaan Pahlawan Revolusi”,33 kesemuanya membalikkan narasi tentang peristiwa tanggal 1 Oktober dan tragedi kemanusiaan yang mengikutinya yang dinarasikan di masa Orde Baru. Dikutip oleh James Luhulima, dalam bukunya, para purnawirawan AURI menulis :
32
Markas AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) dituduh sebagai markas G30S lihat Luhulima James Op. Cit, hal. 33 33 Dimuat di majalah D&R Nomor 07/XXX/3 Oktober 1998
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Selama 33 tahun sejak peristiwa G30S/PKI, opini publik yang terbentuk oleh pernyataan elit pimpinan militer dan pemerintahan Orde Baru, telah menyudutkan AURI. Pernyataan mereka bagaikan memvonis, seakan-akan Pangkalan Angkatan Udara (PAU) Halim Perdanakusuma menjadi markas pusat G30S/PKI dan seolah-olah AURI terlibat. Juga diuraikan Berdiam diri pada posisi tersudut, tanpa keberanian, itulah kondisi AURI selama ini, seakan-akan menghadapi kabut tebal yang menutup angkasa.34 Dalam bukunya ini, para purnawirawan AURI tidak menyangkal adanya anggota mereka yang terlibat dalam peristiwa penjemputan paksa para Jendral, namun mereka ingin menggarisbawahi bahwa AURI secara institusi tidak terlibat. Dalam buku ini, para purnawirawan menjelaskan alasan-alasan mengapa ketua PKI DN Aidit bisa berada di lingkungan PAU Halim Perdana Kusuma, serta indikasi-indikasi bahwa AURI secara institusi tidak terlibat. Sebab, karena keberadaan DN Aidit di PAU Halimperdanakusuma lah AURI secara institusi di persalahkan dan PAU Halimperdanakusuma dianggap sebagai markas pusat G30S. Menurut Pledoi Kolonel Abdul Latief, dalam bukunya mengungkapkan kepada masyarakat luas bahwa Panglima Kostrad Mayjen Soeharto telah diberi tahu bahwa para Jendral akan dijemput paksa, beberapa jam sebelum aksi penjemputan itu dilaksanakan.35 Diungkapkan pula bahwa ia dua kali bertemu dengan Soeharto sebelum pelaksanaan penjemputan paksa, yang pertama terjadi pada tanggal 28 September 1965 dirumah Mayjen Soeharto, membicarakan tentang informasi adanya Dewan Jendral yang akan mengkudeta presiden Sukarno
34
James Luhulima menulis narasi dari para purnawirawan AURI yang menolak pernyataan bahwa Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma sebagai markas PKI 35 Luhulima James, Op.cit, hal. 44
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
dan Soeharto menurut Latief sudah mendengar informasi tersebut dari anak buahnya. Pertemuan kedua di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat), jam 22.00 WIB tanggal 30 September 1965, beberapa jam sebelum penjemputan paksa itu dilakukan. Kolonel Abdul Latief menuturkan bahwa ia memberi tahu Soeharto yang sedang menunggu anaknya yang sedang di rumah sakit karena tersiram sop panas itu bahwa ia dan teman-temannya akan menjemput paksa para Jendral beberapa jam lagi. Soeharto, kata Latief, tidak memberikan komentar apa-apa, ia hanya mengagangguk-angguk. Oleh Latief, hal itu diartikan sebagai sebuah dukungan.36 Pernyataan kolonel Abdul Latief ini memberi narasi baru terhadap peran Soeharto dalam peristiwa dinihari 1 Oktober 1965 yang menyebabkan 7 Jendral meregang nyawa tersebut, kenyataan bahwa Soeharto tidak melakukan apa-apa padahal dia tahu bahwa akan terjadi penjemputan paksa memberikan persfektif lain dalam melihat peristiwa dini hari tersebut. Apalagi melihat Soeharto yang tidak melaporkan kepada atasannya Men/Pangad Letjen Ahmad Yani yang namanya termasuk dalam daftar jendral yang akan dijemput.37 Tidak lama setelah Orde Baru runtuh mei 1998, di bulan Oktober 1998 Prof Dr. Arief Budianto menulis sebuah artikel yang berjudul Meluruskan Sejarah Penyiksaan Pahlawan Revolusi. Atikel ini juga memberi persfektif lain dalam melihat narasi Tragedi kemanusiaan tahun 1965 tersebut dimasa Orde Baru tidak lagi berkuasa. Dalam Artikelnya ini, Prof Dr Arief Budianto mengungkapkan, sempat ada kekhawatiran di antara tim dokter yang mengotopsi 7 Pahlawan 36 37
Ibid, hal. 48 Idem
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
Revolusi sewaktu akan menyelesaikan laporan visum et repertum sesuai dengan kenyataan yang ditemui, sebab diluar santer diberitakan bahwa para jendral mengalami penyiksaan biadab. “Kami sampai waswas karena setelah selesai memeriksa, kami tidak menemukan penis yang dipotong,” selanjutnya ia menyatakan “kami memeriksa penis-penis korban dengan teliti. Jangankan terpotong, bahkan luka iris saja tidak ada”.38 Narasi ini penting karena kemarahan masyarakat kepada PKI dan simpatisannya tersulut karena adanya desas desus yang menyatakan adanya penyiksaan yang luar bisa terhadap para jendral sebelum mereka dibunuh. Dalam buku “Aku Eks Tapol” Hersri Setiawan, muncul ula narasi lain mengenai tragedi 1965, ia menceritakan kisah perjalanan hidupnya yang juga menjadi mantan tahan politik yang mencoba hidup kembali di masyarakat yang memberinya cap “bengis” karena ke-PKI-an nya.39 Narasi lain yang ia sampaikan adalah bagaimana seorang mantan napi politik begitu sulit diterima di masyarakat karena sistem yang dibuat memang memangkas hak para eks tapol untuk berkarya dan bekerja. Eks tapol tidak boleh menjadi PNS (hingga dicabut oleh Gus Dur), di KTP nya diberi tanda e-t yang berarti eks tapol dan berarti “sampah masyarakat” yang harus dijauhi. Pada pasca Orde Baru inilah dimensi-dimensi yang tidak akan terlihat pada narasi-narasi yang disampaikan oleh rezim Orde Baru. (c) Diproduksinya film-film di sekitar topik Tragedi 1965 Pasca Orde baru runtuh, film-film seputaran Tragedi 1965 banyak bermunculan. Dengan semangat menggebu, modal pas-pasan, dan bantuan minim 38 39
Ibid, hal. 13 Hersri Setiawan, Aku Eks Tapol, Yogyakarta, Galangpress, 2003, hal. ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
dari penderma, para sineas film indie mendirikan jaringan. Lembaga Kreatifitas Kemanusiaan pimpinan Putu Oka Sukanta, penyair, mantan pegiat Lekra, dan korban politik 1965, menjadi salah satu produser paling rajin. Film mereka antara lain berjudul Menyemai Terang dalam Kelam (2006), Perempuan yang Tertuduh (2007), Tumbuh dalam Badai (2007), Seni Ditating Jaman (2008), Tjidurian 19 (2009), dan Plantungan: Potret Derita dan Kekuatan Perempuan (2011).40 Film bertema 1965 juga diproduksi organisasi non-pemerintah dalam bidang hak asasi manusia: Bunga-tembok (2003), Kawan Tiba Senja: Bali seputar 1965 (2004), Kado untuk Ibu (2004), Putih Abu-abu: Masa lalu Perempuan (2006), dan Sinengker: Sesuatu yang Dirahasiakan (2007). Karya-karya di atas menekankan advokasi gugatan keadilan.41 Semua karya itu menarasikan Tragedi 1965 dan memberikan suara serta simpati bagi para korban yang selama ini dibungkam. Film dokumenter karya sineas asing dengan tema serupa: The Shadow Play (2001), Terlena: Breaking of a Nation (2004), 40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy (2009), dan The Act of Killing (Jagal) (2012).42 Kesemua film ini pun menarasikan Tragedi 1965 dengan sudut pandang yang berbeda dengan yang disuguhkan pada saat Orde Baru sedang berkuasa. Sebagai contoh, jika kita metonton film 40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy43 kita akan diperlihatkan pola pembantaian massal yang bermula dari ujung barat pulau jawa semakin ke timur sampai akhirnya di Bali yang kesemuanya memiliki pola yang 40
Baca Majalah Tempo Edisi 1-7 Oktober 2012, hal. 121 Idem 42 Idem 43 Sebuah film dokumenter bertema Tragedi 1965 yang diproduseri oleh Robert Lemelson, baca wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/40_Years_of_Silence:_An_Indonesian_Tragedy 41
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
sama, yakni didahului oleh kedatangan pasukan angkatan darat. Hal-hal semacam inilah yang tidak diperlihatkan kepada kita pada narasi yang disampaikan oleh penguasa Orde Baru dimasa lalu. (d) Permintaan maaf Gus Dur Sewaktu menjabat sebagai presiden RI, Ketua Umum PBNU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), dalam sebuah dialog interaktif Secangkir kopi yang disiarkan TVRI tanggal 14 Maret (2000), menyatakan permintaan maafnya kepada mereka yang menjadi korban mengingat banyak di antaranya yang tidak bersalah dalam Tragedi 1965. Gus Dur mengakui, banyak warga NU terlibat dalam pembantaian terhadap mereka yang dituduh terlibat PKI itu.44 Dalam
pernyataan
Gus
Dur
itu
(menurut
Kompas
15/3-2000)
disebutkannya bahwa sejak dulu, ketika masih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU), dirinya sudah meminta maaf terhadap para korban G30S. Pemerintah menyambut baik jika masyarakat ingin membuka kembali kasus G30S dan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) lainnya. Dari dulu pun, saya sudah minta maaf. Bukan sekarang saja, tanyakan pada teman-teman di lembaga swadaya masyarakat (LSM). Saya sudah meminta maaf atas segala pembunuhan yang terjadi terhadap orang-orang yang dikatakan sebagai komunis. Menurut Gus Dur, belum tentu orang-orang yang dituduh komunis semuanya bersalah sehingga akhirnya dihukum mati. "Buktikan dong secara pengadilan, nggak begitu saja terjadi. Dan, maaf ya, hal semacam itu terjadi, 44
http://www.republika.co.id/berita/event/jalan-bareng-abah-alwi/12/10/01/mb7j2z-kenanganperistiwa-g30s-di-mata-abah-alwidiakses tanggal 31 Mei 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
justru banyak pembunuhan dilakukan oleh anggota NU.” Gus Dur mengatakan, kalau masalah G30S/PKI dibuka kembali, akan baik sekali bagi perdebatan bangsa Indonesia. “Karena banyak orang menganggap orang PKI bersalah. Ada juga yang menganggap tidak bersalah. Nah, karena itu kita tentukan saja nanti melalui pengadilan yang mana yang benar”, paparnya.45 Pernyataan Gus Dur ini memberikan pemahaman lain mengenai Tragedi 1965, bahwa peristiwa tersebut tidak hanya tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, namun lebih luas lagi melihat sisi di mana ada kelompok yang dipersalahkan, dalam hal ini PKI, di lain pihak, ada juga kelompok yang merasa benar dan melakukan “pembasmian” terhadap anggota PKI dan simpatisannya, meskipun banyak di antara mereka yang tidak bersalah, bahkan tidak tahumenahu tentang Gerakan September 30. Saat menjabat Presiden, Gus Dur melontarkan gagasan pencabutan Ketetapan MPRS No XXV/1966. Pencabutan Ketetapan MPRS No XXV/1966 menyangkut tiga hal, yaitu (1) mengakhiri diskriminasi terhadap keluarga korban yang diduga sebagai anggota atau terkait PKI dan organisasi onderbouw, (2) pelarangan ajaran komunis, dan (3) pelarangan terhadap PKI.46 (e) Laporan dan Rekomendasi Komnas HAM tahun 2012 Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) pada tahun 2012 mengeluarkan
rekomendasi
menyangkut
Tragedi
1965.
Laporan
hasil
Penyelidikan pro justisia oleh Komnas HAM atas rangkaian massal kekerasan 45
http://sastra-pembebasan.10929.n7.nabble.com/sastra-pembebasan-Fw-GELORA45-ISNUSejarah-G30S-PKI-Dijungkirbalikkan-td55666.htmldiakses tanggal 31 Mei 2013 46 http://regional.kompas.com/read/2012/09/25/03504362/Seribu.Hari.Gus.Durdiakses tanggal 31 Mei 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
pada masa awal berkuasanya pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto, 19651967 hingga tahun 1970an. Dalam laporannya, Komnas HAM menyatakan telah ditemukan adanya indikasi atas dugaan pelanggaran HAM yang berat, berupa pembunuhan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, kerja paksa, pemerkosaan, pemenjaraan tanpa proses hukum dan berbagai tindakan lainnya.47 Laporan penyelidikan KOMNAS HAM ini telah membukakan pintu bagi berbagai
tindakan
Negara
untuk
melakukan
pengungkapan
kebenaran,
memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi korban serta membawa perubahan dalam pelurusan sejarah melalui pengakuan atas berbagai praktek kekerasan dimasa lalu, terutama dimasa rezim politik Orde Baru.Sampai saat ini, korban dari berbagai peristiwa yang berbeda secara umum masih terus mengalami diskriminasi hukum maupun stigma sosial. Hal ini menunjukan bahwa sampai detik-detik akhir dikeluarkannya laporan ini, para korban masih terus mengalami dampak yang berlanjut akibat peristiwa yang terjadi di masa lalu tersebut. Adapun isi dari rekomendasi komnas HAM antara lain: 1. Presiden bersama DPR segera mengeluarkan Keppres pembentukan Pengadilan Adhoc sehingga Kejaksaan Agung tanpa penundaan dapat melakukan penyidikan atas laporan penyelidikan awal KOMNAS HAM 2. Jaksa Agung harus segera menindaklanjuti hasil penyelidikan dengan langkah-langkah penyidikan yang patut, baik memanggil para saksi, maupun tersangka yang masih hidup 3. DPR melakukan pengawasan yang efektif kepada Jaksa Agung dan Pemerintah untuk memastikan dijalankannya rekomendasi dari laporan Komnas HAM 4. Presiden, berdasarkan temuan dalam laporan ini, segera mengambil langkah-langkah yang perlu untuk menyusun kebijakan pemulihan bagi korban yang bersifat segera, baik terkait dengan reparasi, rehabilitasi dan penghentian diskriminasi terhadap korban 47
http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1556 diakses tanggal 31 Mei 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
5. Komnas HAM untuk menyerahkan juga laporan tersebut secara langsung kepada Presiden dan DPR, mengingat sifat dan karakter khusus dari perisitiwa yang dicakup dalam penyelidikan 1965-1967. 6. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memaksimalkan dukungan pemulihan korban dengan mengacu pada Laporan hasil penyelidikan Komnas HAM.48 Dengan kata lain, Komnas HAM dan juga yang lainya (penulis, sejarawan, dan juga saksi “pelaku”) melihat adanyapembohongan publik yang luar biasa tentang tragedi 1965 oleh rezim Orde Baru.Pembohongan dilakukan diantaranya melalui ruang pendidikan untuk anak-anak, dan kepada masyarakat Indonesia secara umum Tragedi 1965 “karangan” Orde Baru disampaikan lewat P4, film dan lain-lain.sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, harus ditindak lanjuti oleh Kejaksaan Agung ke tingkat Penyidikan. Rekomendasi lainnya yang dibuat oleh Komnas HAM adalah mekanisme non yudisial seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Hal ini selaras dengan putusan MK atas pengujian UU KKR, di mana MK memandatkan pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu.
B. Munculnya Kembali Semangat Orde Baru Orde Baru sudah runtuh di Mei 1998, namun sisa-sisa semangatnya seolah masih tetap ada hingga sekarang. Dimasa reformasi seperti ini seharusnya arus informasi dibuka selebar-lebarnya, dalam konteks ini adalah informasi tentang Tragedi 1965.
Reformasi belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh dunia
“sejarah”, masih banyak pihak-pihak tertentu yang berusaha menutup-nutupi apa 48
Idem
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
yang sesungguhnya terjadi diseputaran Tragedi 1965, mulai dari apa yang terjadi pra-penjemputan paksa para jendral, hingga pembantaian massal anggota dan simpatisan PKI. Sesungguhnya, para survivor tidak menuntut banyak kepada negara atas apa yang terjadi kepada mereka, seperti yang dikatakan oleh beberapa survivor ketika penulis berbincang dengan para survivor dikala mereka melakukan pertemuan dan sharing pengalaman. Permintaan mereka hanya untuk membersihkan nama baik mereka dan negara diminta untuk meminta maaf atas kesalahan yang negara lakukan di masa lalu. Sekaligus menulis ulang sejarah bangsa yang menurut mereka banyak dibelokkan. Penulisan tentang narasi-narasi seputar tragedi 1965 masih harus terus kita dorong untuk memperkaya wawasan kita dan memperkaya perspektif kita. “...Sebagai sebuah peristiwa masa lalu, Tragedi 1965 boleh saja sudah selesai, tetapi dampak dan pola-polanya tetap berpengaruh pada kita hingga hari ini, baik pada tataran sosial maupun pada tataran individual...”49 Narasi tentang Tragedi 1965 yang disuguhkan Orde Baru yang semula “meredup” perlahan muncul kembali. Kurikulum 2004 yang semula dipakai untuk mengganti kurikulum 1994 dibatalkan. Peredaran buku sejarah yang tidak lagi mencantumkan PKI pada G30S dinilai tidak jujur pada pengungkapan sejarah. Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang penghentian ujicoba ”kurikulum 2004” untuk mata pelajaran sejarah dan larangan penggunaan buku teks mata pelajaran sejarah yang disusun
49
Baskara T. Wardaya, Op.Cit. hal. 370-371
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
berdasarkan standar kompetensi ”kurikulum 2004”. Peraturan pemerintah itu berbunyi : a. bahwa dalam rangka kejujuran pengungkapan fakta sejarah, kurikulum dan penulisan buku teks pelajaran sejarah perlu diselaraskan sesuai dengan fakta sejarah; b. bahwa forum rapat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat tanggal 23 Juni 2005 telah memutuskan agar Pemerintah melarang penggunaan standar kompetensi dan buku teks mata pelajaran sejarah yang mengacu pada ”Kurikulum 2004” yang kurang selaras dengan fakta sejarah; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Penghentian Ujicoba ”Kurikulum 2004” untuk Mata Pelajaran Sejarah dan Larangan Penggunaan Buku Teks Mata Pelajaran Sejarah yang Disusun Berdasarkan Standar Kompetensi ”Kurikulum 2004”.50 Berdasarkan peraturan menteri ini maka, penarikan buku-buku sejarah yang mengikuti kurikulum 2004 ditarik dari peredaran. Tanggal 21 Mei 2007 Tempo menulis: Kejaksaan Agung menyatakan, penarikan buku sejarah kurikulum 2004 yang tidak mencantumkan kata PKI akan selesai tahun ini51, antara news.com menulis : Pihak Kejaksaan Negeri Banda Aceh terus melakukan operasi ke sejumlah toko dan sekolah untuk menarik kembali sejumlah judul buku tekspelajaran sejarah yang dinilai menyimpang dari kebenaran peristiwa sejarah di Indonesia. Setiap rezim otoriter/totaliter senantiasa memandang memori sebagai ancaman serius. Sebab, memori yang diartikulasikan secara publik bisa embuat segala bentuk mkekerasan politik yang dilakukan rezim itu menjadi tampak telanjang.
Itulah
membungkam 50
sebabnya
atau
memutar
rezim
yang
balikkan
demikian memori
senantiasa
tentang
berusaha
kejahatan
atas
Peraturan Menteri Pendidikan ditetapkan tanggal 1 Juli 2005 http://www.tempo.co/read/news/2007/05/21/055100323/Penarikan-Buku-Sejarah-Kurikulum2004-Selesai-Tahun-Ini. diakses tanggal 2 Juni 2013 51
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
kemanusiaan. Dengan teknik pengendalian ingatan semacam ini, penguasa melakukan normalisasi kebohongan, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga kebohongan itu diterima sebagai “kebenaran”.52
52
Budiawan, Sejarah dan Emansipasi Politik, Jakarta, Kompas, 2004 via I Ngurah Suryawan, Jiwa Yang Patah, Manokwari, Pusbadaya Universitas Negeri Papua, 2012, hal. 52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN Dalam penelitian mengenai “Narasi Tragedi Kemanusiaan 1965 Pada Masa Orde Baru dan Pasca Orde Baru” dibahas dua permasalahan, yaitu; (1) Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pada masa Orde Baru, dan (2) Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pasca Orde Baru. Dari uraian BAB II dan BAB III, maka dibuat kesimpulan sebagai berikut. Narasi-narasi tentang tragedi 1965 yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah, PKI dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya tragedy kemanusiaan di tahun 1965 hingga 1966. Narasi tentang tragedi tersebut ada yang bersifat umum dan berkembang di masyarakat, yang penyebarannya dari mulut ke mulut, ada juga yang dinarasikan melalui buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah. Selain kedua cara tersebut, narasi lain tentang tragedi 1965 disampaikan melalui film “Pengkhianatan G30S/PKI”
yang
isinya
menunjukkan
betapa
mengerikannya
peristiwa
penjemputan paksa para jendral sampai penyiksaan yang dilakukan oleh PKI. Hal lain yang dilakukan pemerintah dalam penyampaian narasi tentang tragedi 1965 adalah lewat indoktrinasi penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Narasi yang beredar umum di masyarakat tidak dapat kita pisahkan dengan informasi yang beredar lewat surat kabar (koran) dan radio pada saat itu. Berdasarkan informasi yang diterima lewat media massa tersebut, maka
39
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
pada umumnya masyarakat memandang bahwa peristiwa 1 Oktober tersebut adalah peristiwa di mana orang-orang PKI menculik dan membunuh 7 Jendral Angkatan Darat dengan kejam dengan menyiksa terlebih dahulu para Jendral tersebut sebelum mereka dibunuh. Tentu saja isu ini menyulut kemarahan masyarakat terhadap PKI dan simpatisannya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu cara pemerintah Orde Baru menyampaikan narasi tentang tragedi 1965 adalah melalui buku-buku pelajaran di sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa pemikiran tentang PKI adalah musuh negara telah ditanamkan pada generasi muda sejak dini. Film tentang tragedi 1965 yang sangat dikenal di masyarakat adalah film “Pengkhianatan G30S/PKI”. Film yang dibuat pada tahun 1984 ini, menggambarkan secara gamblang adegan penyiksaan yang dilakukan Gerwani dan Pemuda Rakyat terhadap para jendral di Lubang Buaya. Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto memerintahkan TVRI untuk menayangkan film itu setiap tanggal 30 September. Murid-murid sekolah juga diwajibkan
menonton
film
tersebut.
Pada
tanggal 12
April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dilengkapi dengan propaganda tentang musuh utama ideologi Pancasila, yang diperkuat dengan pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI, sehingga ancaman paling nyata terhadap ideologi Pancasila adalah seperti yang tervisualisaikan lewat film tersebut. Narasi-narasi tentang tragedi 1965 pada masa pasca Orde Baru lebih beragam, narasi tentang tragedi tersebut tidak hanya berdasarkan pada narasi yang ditawarkan dan berkembang pada masa Orde Baru yang menempatkan PKI sebagai penyebab tunggal pertistiwa G30S, tetapi juga melihat sisi lain dari peristiwa tersebut, yakni begitu banyak korban masyarakat Indonesia yang di-cap PKI. Buku-buku yang bersifat kritis akademis banyak diterbitkan, forum-forum publik tentang Tragedi 1965 pun banyak diselenggarakan. Angin reformasi juga membuat para survivor bisa memberikan narasi Tragedi 1965 menurut versinya, apa yang mereka lihat dan apa yang mereka ketahui tentang Tragedi tersebut, yang kebanyakan berbeda dengan narasi yang disampaikan pemerintah Orde Baru. Pasca Orde Baru runtuh, penarasian Tragedi 1965 ataupun penggalanpenggalan peristiwa seputar Tragedi 1965 banyak divisualisasikan pula lewatfilm. Beberapa film yang cukup dikenal antara lain: film Shadow Play, film40 Years of Silence dan film The Act of Killing (Jagal). Meski bangsa Indonesia masih terpecah dalam dua pendapat antara percaya atau tidak kepada anggapan bahwa PKI lah yang paling bertanggung jawab atas Tragedi kemanusiaan tersebut namun munculnya film-film diatas (dan beberapa film lain) berjasa memberikan narasi-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
narasi lain dengan sudut pandang lain mengenai tragedi kemanusiaan yang selama masa Orde Baru ditabukan oleh negara. Harus diakui bahwa belum semua warga masyarakat Indonesia bisa terbuka terhadap narasi-narasi non-pemerintah mengenai tragedi 1965, padahal narasi-narasi itu penting untuk (1) bisa memahami sejarah Indonesia secara lebih terbuka dan obyektif; (2) mendorong para siswa dan mahasiswa mampu berpikir secara kritis dalam melihat sebuah peristiwa dalam sejarah bangsanya terutama tragedi 1965. Oleh karena itu, setiap upaya untuk menulis dan mengajarkan sejarah Indonesia secara kritis dan terbuka, khususnya berkaitan dengan tragedi 1965, perlu terus didorong dan diusahakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Asvi Warman Adam. 2009. 1965 ; Orang-orang di Balik Tragedi, Yogyakarta : Galangpress. Baskara T. Wardaya, et. al, Suara di Balik Prahara : Berbagi Narasi tentang Tragedi ’65, Yogyakarta : Galangpress, 2011. Budiawan. 2004. Sejarah dan Emansipasi Politik. Jakarta : Kompas. Buku Pedoman Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya – Jakarta Eros Djarot, dkk. 2006. Siapa Sebenarnya Soeharto, Jakarta : Mediakita. Fadjroel Rachman. 2008. Membela Kebebasan dan Demokrasi Melawan Sensor dan Indoktrinasi, Jakarta. Herimanto. 2012. Sejarah :Pembeajaran Sejarah Interaktif, Jakarta : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Hersri Setiawan. 2003. Kamus Gestok, Yogyakarta : Galangpress Offset. _____________ 2003. Aku Eks Tapol, Yogyakara : Galangpress. I Ngurah Suryawan. 2012. Jiwa Yang Patah. Manokwari : Pusbadaya Universitas Negeri Papua Luhulima, James. 2007. Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965, Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. Dwipayana. 1989. Otobiografi Soeharto : Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan ditetapkan tanggal 1 Juli 2005. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Triyana, Peristiwa Purwodadi : Kasus Pembunuhan Massal Anggota dan Simpatisan Partai Komunis Indonesia di Kabupaten Grobogan Tahun 1965- 1965, Semarang : Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, 2003.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
B. Majalah Majalah TEMPO Edisi 1-7 Oktober 2012 Majalah D&R Nomor 07/XXX/3 Oktober 1998 C. Internet http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432667/FilmPengkhianatan-G30SPKI-Propaganda-Berhasilkah. Diakses tanggal 31 Mei 2013 http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432682/FilmPengkhianatan-G-30-SPKI-di-Mata-Para-Pemeran. Diaksestanggal 30 Mei 2013 http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1966-1998). Diakses tanggal 1 Juni 2013 http://lppkb.wordpress.com/p4-vis-a-vis-pedoman-umum-ps/. Diakses pada 30 Mei 2013 http://sekber65.blogspot.com/ http://www.solopos.com/2012/07/19/korban-tragedi-1965-temui-dprd203041 diakses tanggal 2 Juni 20123 http://en.wikipedia.org/wiki/40_Years_of_Silence:_An_Indonesian_Traged y http://www.republika.co.id/berita/event/jalan-bareng-abahalwi/12/10/01/mb7j2z-kenangan-peristiwa-g30s-di-mata-abah-alwidiakses tanggal 31 Mei 2013 http://sastra-pembebasan.10929.n7.nabble.com/sastra-pembebasan-FwGELORA45-ISNU-Sejarah-G30S-PKI-Dijungkirbalikkantd55666.htmldiakses tanggal 31 Mei 2013 http://regional.kompas.com/read/2012/09/25/03504362/Seribu.Hari.Gus. Durdiakses tanggal 31 Mei 2013 http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1556 diakses tanggal 31 Mei 2013 http://www.tempo.co/read/news/2007/05/21/055100323/Penarikan-BukuSejarah-Kurikulum-2004-Selesai-Tahun-Ini. diakses tanggal 2 Juni 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
http://www.antaranews.com/view/?i=1182835732&c=NAS&s= diakses tanggal 2 Juni 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SILABUS Nama Sekolah
: SMA
Program
: Ilmu Pengetahuan Sosial
Mata Pelajaran
: Sejarah
Kelas / Semester
: XII / 1 ( Satu )
Tahun Pelajaran
: 2013 / 2014
Standar Kompetensi
: Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru.
Penilaian Kompetensi
Materi
Pengalaman
Dasar
Pembelajaran
Belajar
1.3 Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan
Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan
Dengan mengkaji buku, melakukan diskusi, presentasi, dan tanya jawab diharapkan siswa dapat : Mendeskripsikan Pergolakan sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan Menganalisis Pergolakan sosial
Indikator
Teknik
Bentuk Instrumen
1. Kognitif : a. Produk Mendeskripsikan
Test Uraian
Contoh Instrumen
Mengapa di masa awal kemerdekaan
gejolak sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan.
b. Proses Mengidentifikasi hubungan disintegrasi
Alokasi waktu
Sumber / Alat / Bahan Belajar
2 x 45
Sumber :
Menit
Herimanto. 2012.
Indonesia banyak
SEJARAH : Pembelajaran
ancaman terhadap
Sejarah Interaktif. Jakarta:
disinetegrasi
PT Tiga Serangkai Pustaka
bangsa? Berikan
Mandiri.
alasannya!
Luhulima, James. 2007 Menyingkap Dua Hari
46
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30S/PKI 1965)
di berbagai dan daerah pada awal pemberontaka kemerdekaan n (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Mendeskripsikan Andi Aziz, Peristiwa G-30RMS, PRRI, S/PKI 1965 Permesta, G30-S/PKI Menganalisis 1965. Pendapat para Uraian materi: ahli tentang Pergolakan peristiwa G-30-Ssosial di 1965/ PKI. berbagai Menganalisis daerah pada Dampak sosialawal politik dari kemerdekaan peristiwa G-30-S Ancaman 1965/ PKI di disintegrasi dalam bangsa masyarakat. terutama Mengidentifikasi dalam Proses peralihan bentuk kekuasaan politik pergolakan setelah peristiwa dan G-30-S-1965/ pemberontak PKI. an (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS,
bangsa dengan Non Portofolio Buatlah terjadinya test perbandingan antara pergolakan dan tantangan-tantangan pemberontakan (antara lain: PKI yang dihadapi Madiun 1948, bangsa Indonesia DI/TII, Andi dalam Aziz, RMS, PRRI, Permesta, mempertahankan G-30-S-1965/ integrasi bangsa PKI) Mengpdentifikasi pada awal-awal satu hipotesis kemerdekaan terjadinya dengan saat ini! peristiwa G-30-S1965/ PKI Membandingkan dua pendapat tentang terjadinya peristiwa G-30-S1965/ PKI Penugasan Jelaskan nilai-nilai Mengidentifikasi dampak sosialpenting yang dapat politik dari kita peroleh dari peristiwa G-30-S1965/ PKI di usaha bangsa dalam Indonesia dalam masyarakat. mempertahankan Mengidentifikasi 47
Tergelap di Tahun 1965. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.
Majalah TEMPO Edisi 1-7 Oktober 2012.
Baskara T. Wardaya, et. all. 2011. Suara Di Balik Prahara : Berbag Narasi Tentang Tragedi ’65. Yogyakarta : Penerbit Galangpress.
Mustopo, Habib, dkk, 2006, Sejarah, SMA Kelas XI IPS, Jilid 2, Yudhistira : Bogor
Abdullah, Taufik, 2001, Nasionalisme dan Sejarah, Bandung : Satya Historika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRRI, Permesta, G30-S-1965/ PKI) Peristiwa G30-S/PKI 1965. Pendapat para ahli tentang peristiwa G30-S-1965/ PKI. Dampak sosial-politik dari peristiwa G30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat.
proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI. 2. Afektif : a. Karakter Berani mengungkapkan pendapat dalam melihat peristiwa G30S. Bersikap kritis terhadap sejarah bangsanya terutama mengenai peristiwa G30S Memberikan alasan yang logis atas pendapat peserta didik dalam melihat peristiwa G30S. Berani bertanggung jawab atas pendapat yang diungkapkan dalam melihat peristiwa G30S
kemerdekaan dari
Alat :
ancaman
LCD,OHP, Kartu Soal,
disintegrasi
Gambar, dan Papan tulis.
bangsa?
Bahan : Power point, Kertas transparansi, Kertas, Gunting, Spidol, dan Kapur tulis.
48
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G30-S-1965/ PKI.
b. Keterampilan Sosial Menghargai perbedaan pendapat dalam melihat peristiwa G30S. Berbicara santun ketika menyampaikan pendapatnya mengenai peristiwa G30S. Yogyakarta, 29 Juni 2013 Guru Mata Pelajaran
Dian Beni Yuda
49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah
: SMA
Mata Pelajaran
: Sejarah
Kelas / Semester
: XI / I
Program
: Ilmu Pengetahuan Sosial
Materi Pokok
: Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan
dari
ancaman
disintegrasi
bangsa
terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965) Pertemuan Ke
:1
Waktu
: 2 x 45 Menit
I.
Standar Kompetensi Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru.
II.
Kompetensi Dasar Menganalisis
perjuangan
bangsa
Indonesia
dalam
memperta-hankan
kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965). III.
Indikator 1. Kognitif : a. Produk Mendeskripsikan gejolak sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan. b. Proses Mengidentifikasi hubungan disintegrasi bangsa dengan terjadinya pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S-1965/ PKI) 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Mengidentifikasi satu hipotesis terjadinya peristiwa G-30-S-1965/ PKI Membandingkan dua pendapat tentang terjadinya peristiwa G-30-S1965/ PKI Mengidentifikasi dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat. Mengidentifikasi proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI. 2. Afektif : a. Karakter Berani mengungkapkan pendapat dalam melihat peristiwa G30S. Bersikap kritis terhadap sejarah bangsanya terutama mengenai peristiwa G30S Memberikan alasan yang logis atas pendapat peserta didik dalam melihat peristiwa G30S. Berani bertanggung jawab atas pendapat yang diungkapkan dalam melihat peristiwa G30S b. Keterampilan Sosial Menghargai perbedaan pendapat dalam melihat peristiwa G30S. Berbicara santun ketika menyampaikan pendapatnya mengenai peristiwa G30S. IV.
Tujuan Pembelajaran 1. Kognitif : a. Produk Siswa dapat mendeskripsikan gejolak sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan. b. Proses Siswa dapat mengidentifikasi hubungan disintegrasi bangsa dengan terjadinya pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S-1965/ PKI)
51
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Siswa dapat mengidentifikasi satu hipotesis terjadinya peristiwa G-30S-1965/ PKI Siswa dapat membandingkan dua pendapat tentang terjadinya peristiwa G-30-S-1965/ PKI Siswa dapat mengidentifikasi dampak sosial-politik dari peristiwa G30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat Siswa dapat mengidentifikasi proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI. 2. Afektif : a. Karakter Berani mengungkapkan pendapat dalam melihat peristiwa G30S. Bersikap kritis terhadap sejarah bangsanya terutama mengenai peristiwa G30S Memberikan alasan yang logis atas pendapat peserta didik dalam melihat peristiwa G30S. Berani bertanggung jawab atas pendapat yang diungkapkan dalam melihat peristiwa G30S b. Keterampilan Sosial Menghargai perbedaan pendapat dalam melihat peristiwa G30S. Berbicara santun ketika menyampaikan pendapatnya mengenai peristiwa G30S. V.
Materi Pembelajaran 1. Peristiwa G-30-S/PKI 1965. 2. Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI. 3. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat. 4. Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
VI.
Model dan Metode Pembelajaran Model : Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dengan tipe jigsaw. Metode : Diskusi, Presentasi, dan Tanya jawab.
VII.
Kegiatan Pembelajaran A. Kegiatan tatap muka No 1.
Waktu (Menit)
Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan Apersepsi : Guru mengucapkan salam pembuka, dilanjutkan dengan pengkondisian kelas, berdoa, dan presensi. Guru mengajak siswa untuk mengingat kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, melalui tanya jawab dengan cara memberikan beberapa pertanyaaan, seperti: Di
manakah
Konferensi
Meja
Bundar
(KMB)
dilaksanakan? Diketuai oleh siapakah wakil Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar? Motivasi : Guru memberikan pre test kepada siswa sebagai pembuka sebelum masuk pada materi inti. Pre test ini bertujuan untuk mengaitkan pengetahuan siswa sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari serta untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan di bahas. Contoh soal pre test : Di manakah letak Monumen Kesaktian Pancasial ? Sebutkan salah satu pahlawan revolusi ? Orientasi : Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.
53
15’
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
Kegiatan Inti Eksplorasi Guru menjelaskan gambaran secara umum kepada siswa mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965.
60’
Guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok (masing-masing terdiri dari 5-6 orang) dan setiap kelompok mendapatkan materi yang berbeda, yaitu: 1. Pergolakan sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan 2. Ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S1965/ PKI) 3. Peristiwa G-30-S/PKI 1965. 4. Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI. 5. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat. 6. Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S1965/ PKI. Elaborasi Setiap anak yang mendapat nomor sama membentuk kelompok dan berdiskusi. Melalui kooperatif tipe Jigsaw, siswa melakukan analisis dan kemudian mendeskripsikan Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari
ancaman disintegrasi
bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965, di bawah bimbingan guru. Melalui
diskusi
kelompok,
siswa
diminta
untuk
mengindentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi
54
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Perjuangan
bangsa
Indonesia
dalam
mempertahankan
kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa yang berguna bagi kehidupan masa sekarang. Setiap perwakilan kelompok diminta mempresentasikan hasil investigasi dan diskusinya di depan kelas. Masing-masing siswa diminta memberikan pendapatnya tentang Tragedi 1965, versi mana yang lebih ia percaya dan logis menurut siswa tersebut. Konfirmasi Siswa
melakukan
tanya
jawab
tentang
materi
yang
dipresentasikan dengan bantuan guru. Siswa diberi kesempatan untuk menanggapi dan mencatat halhal yang penting dari materi yang telah dipresentasikan. Guru memberi klarifikasi pada jawaban yang kurang tepat dan memberi penguatan pada jawaban yang benar. 3.
Penutup Guru dan siswa menyimpulkan bersama materi yang telah dibahas yaitu tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam 15’ bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965). Siswa diberi kesempatan untuk mencatat kesimpulan dari diskusi. Guru dan siswa melakukan refleksi dan menyimpulkan manfaat serta nilai-nilai yang diperoleh setelah mempelajari materi yang telah didiskusikan. Guru memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran kepada siswa (tugas terstruktur dan tugas mandiri) dan rencana pembelajaran berikutnya.
55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
VIII.
Sumber / Alat / Bahan Belajar Sumber : Herimanto. 2012. SEJARAH : Pembelajaran Sejarah Interaktif. Jakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Luhulima, James. 2007 Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. Majalah TEMPO Edisi 1-7 Oktober 2012. Baskara T. Wardaya, et. all. 2011. Suara Di Balik Prahara : Berbag Narasi Tentang Tragedi ’65. Yogyakarta : Penerbit Galangpress. Alat : LCD,OHP, Kartu Soal, dan Gambar. Bahan : Power point, Kertas transparansi, Kertas, Gunting, Spidol, dan Kapur tulis.
IX.
Penilaian 1. Aspek Kognitif (Terlampir) 2. Aspek Afektif (Terlampir) 3. Aspek Psikomotorik (Terlampir) 4. Tindak lanjut Siswa dinyatakan berhasil apabila tingkat pencapaiannya lebih dari 75%. Memberikan program remidi untuk siswa yang tingkat pencapaiannya kurang dari 75%. Memberikan program pengayaan untuk siswa yang tingkat pencapaiannya lebih dari 75%.
Yogyakarta, 29 Juni 2013 Guru Mata Pelajaran
Dian Beni Yuda 56
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran Materi Pembelajaran
1. Pergolakan sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan. Munculnya
gejolak
sosial
dan pergolakan sosial akibat
dari
ketidakpuasan terhadap pemerintah yang lamban dalam mengadakan perbaikan-perbaikan Ekonomi, Sosial, maupun Politik. Usaha untuk mencari identitas-identitas baru untuk menghadapi kekusaan asing dan persiapan penataan negara baru menjadi skala prioritas di awal kemerdekaan. Munculnya berbagai peristiwa dan gangguan keamanan pada masa itu, semua sangat menggangu stabilitas nasional sehingga program-program pembangunan tidak bisa berjalan dengan lancar. a. Kondisi Sosial Pada jaman kolonial terjadi diskrimanasi bagi bangsa Indonesia, begitu juga pada jaman Jepang. Pada jaman kolonial bangsa Indonesia ditempatkan pada golongan ke 3 sedangkan pada jaman Jepang ditempatkan pada golongan ke 2, tetapi setelah kemerdekaan bangsa Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama di segala bidang. Pendidikan, bahasa Indonesia serta seni sebagai alat untuk memajukan bangsa Indonesia, mulai dikembangkan dan mendapat perhatian penuh dari pemerintah. b. Kondisi Budaya Setelah proklamasi kondisi budaya masyarakat Indonesia mengalami perubahan walaupun masih ada pengaruh kolonial namun budaya Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat misalnya sifat kedaerahan harus segera diubah untuk mencapai bangsa Indonesia yang berkepribadian Pancasila. Bidang seni juga mengalami perkembangan yang pesat, misalnya: Seni lukis, seni sastra, seni suara dengan diciptakannya lagu-lagu nasional dan lagu -lagu perjuangan, seni film, media massa yang sangat berperan dalam bidang informasi dan komunikasi bagi kemajuan bangsa Indonesia.
57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c. Perkembangan Pers dan Radio Pada awal kemerdekaan perkembangan komunikasi sangat berperan sebagai alat untuk menyebarkan berita Proklamasi ke Pelosok tanah air serta sebagai
alat
untuk
mengobarkan
semangat
perjuangan
untuk
mempertahankan kemerdekaan, seperti suara Asia, Medan Priyayi maupun RRI.
2. Ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S-1965/ PKI). a. Pemberontakan PKI Madiun 1948 Jatuhnya Kabinet Amir Syaripudin bukan berarti tamat riwatnya dalam politik. Ia bersama FDR menjadi oposisi pada pemerinttah. Pada nulan agustus 1948 Muso sebagai tokoh PKI pada tahun 1920han tiba kembali ke Yogyakarta dari uni soviet , kedatangannya di sambut gembira oleh tokoh- tokoh FDR di jawa tengah dan jawa timur. Pada tanggal 1 september 1948 partai- partai sayap kiri FDR bergabung dengan PKI. pada pertengahan bulan September 1948 terjadi perempyran terbuka antara kekuatan-kekuatan bersenjata yangt pro PKI dengan pro pemerintah di Surakarta. Pada tanggal 18 September 1948 para pendukung PKI menguasai tempat- tempat setrategis di Madiun, membunuh tokoh-tokoh yang pro pemerintah, dan memproklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesi. Muso
tewas
dalam sebuah
pertempuran kecil
tanggal
31
oktober1948, sementara Amir Syaripudin dan kelompoknya berhasil ditangakap oleh pasukan Siliwangi pada akhir November 1948.
58
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) 1. Di Jawa Barat: Pemberontakan DI/TII muncul pertama di Jawa di bawah pimpinan Skarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pada tanggal 7 Agustus 1949, di Tasik Malaya , karena kecewa terhadap kebijakan pemerintah dimana akibat perjanjian Renville mereka harus mengosongkan daerah-daerah gerilya di Jawa Barat ia memprokla masikan berdirinya “Negara Islam Indonesia”. Untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilancarkan oprasi Bartayudha dengan taktik Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditangkat di gunung Geber di daerah Majalaya, Jawa Barat oleh pasukan Siliwangi. Kartosuwiryo akhirnya di ukum mati pada tanggal 16 Agustus 1962 2. Di jawa Tengah: Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di pelopori oleh Amir fatah bergerak di daerah Berebes, Tegal dan Pekalongan . setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah di amgkat sebagai “Komandan Pertempuran Jwa Tengah” . dengan pangkat “Mayor Jendral Islam Indonesia”. Untuk menghancurkan gerombolat DI/TII ini pada bulan januari 1950 selaku dibentuk Komando Oprasi yang dinamakan Gerakan Banteng Negara(GBN). ]erbuatan DI/TII di daerah GBN semula sudah hampir di patahkan, namun menjadin kuat lagi setelah bergabungnya sisa-sisa AUI, battlyon 426, dan MMC .Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah GBN dilancarkan oprasi yang dilakukan oleh pasukan khusus dengan nama Banteng Raider. 3. Di Kalimantan Selatan Yang dipimpin oleh Ibnu Hajar alias Hadiri bin Umar alias Angli pasukannya adalah Kesatuan rakyat yang tertindas (KRYT) . Kejadian ini bermula dengan danya tindakan pengacauan dengan menyerang pos-pos keamanan tentara. Pemerintah memberi kesempatan kepada Ibnu Hajar secara baik-baik, namun ia tetap melanjutkan pemberontakannya.
59
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Akhirnya pemerintah mengambil tindakan tegas menggempur gerakan Ibnu Hajar. Pada tahun 1959 pasukannya hancur dan Ibnu Hajar tersebut di tangkap. 4. Di Sulawesi Selatan Yang dipimpin oleh Kahar Muzakar, yang selama kemerdekaan berjuang di pulau Jawa sekembalinya di pulau Sulawesi Selatan dia menghimpun dan memimpin lascar- lascar geriliya yang kemudian berkabung dalam komando Griluia Sulawesi Selatan(KGSS). Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepad apemerintah dan pimpinan APRIS ia menuntut agar semua KGSS dimasukan kedalam APRIS dengan nama Brigade Hasanudin, tetapi pengajuan ini ditolak karena banyak persyaratan yang perlidipenuhi, pemerintah mengambil kebijak sanaan untuk menyalurkan bekas Geriliyawa ke dalam KORPS cadangan nasional. Pemerintah melakukan oprasi militer untuk memberantas pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan. Yang dilakukan pada tanggal 3 februari 1965 oleh PNI hingga akhirnya Kahar Muzakar berhasil di tembak mati. 5. Di Aceh Yang di pimpin oleh Daud Beureueh, latar belakangnya adalah rasa kekhawatirannya terhadap akan hilangnya kedudukan dan perasaan kecewa karena turunnya daerah istimewa menjadi kerisedenan dibawah Propinsi Sumatra Utara yang di tetapkan pemerintah taun 1950. c. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Gerakan APRA pertama kali meletus di Bandung, tuntutan mereka adalah adar APRA diakui sebagai tentara pasundan dan menolak dibubarkannya negara pasundan. Karena permintaan mereka tidak ditanggapi oleh pemerintah, pada tanggal 23 Januari 1950 mereka malakukan penyerangan di kota Bandung secara mendadak dan menembaki setiap anggota TNI yang dijumpainya. Untuk perundingan
menumpas dengan
gerakan
komisaris
APRA
tinggi
PM
Belanda
Hatta di
mengadakan
Indonesia
dan
memerintahkan kepada komandan tentara Belanda di bandung, Mayor 60
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Jendral Engels untuk mendesak Westerling mundur dari kota bandung. Berdasarkan perundingan tersebut aka gerombolan APRA berhasil dipaksa mundur dari kota Bandung, namun TNI tetap mengejar sisa-sisa kekuatan APRA untuk dilumpuhkan. Pada tanggal 22 Februari 1950 Westerling meloloskan diri ke Singapura dengan memakai pesawat Catalina milik Belanda. d. Pemberontakan Andi Azis Andi Aziz merupakan seorang kapten dan bekas anggota KNIL yang sudah di terima menjadi anggota APRIS. Dua tuntutan yang di ajukan oleh Andi Aziz kepada pemerintah Indonesia, yakni: 1. Seluruh pasukan APRIS bekas KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur (NIT) 2. Negara Indonesia Timur (NIT) tetap berdiri dan bukan bagian dari Indonesia e. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) Yang di dirikan oleh Mr. Dr.Ch.R.S Soumokil yang pada tanggal 25 april 1950 memproklamasikan berdirinya RMS yang Ibu Kota Ambon. Langkah - langkah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah di Ambon:
Membentuk misi Leimena yang di pimpin oleh Dr. J. Leimena untuk menyelesaikan masalah RMS secara damai, namun misi ini di tolak oleh Mr. Dr. Ch. R.S. Soumokil.
Mengirim pasukan APRIS di bawah pimpinan A.E Kawilarang dan berhasil menguasai Pulau Seram dan akhirnya menguasai Ambon. Pada tanggal 28 September 1950. Ambon jatuh ke tangan APRIS
f. Pemberontakan PRRI/PERMESTA Di Sumatra pada tgl 15
februari
1958,
Akhmad
Husein
memproklamirkan berdirinya PRRI, di Padang dengan PM nya Safrudin Prawiranegara. Di Sultra dan Sulteng pada tgl 17 Februari 1958 mendukung PRRI dan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dipimpin oleh DJ Somba dengan pernyataan Piagam Perjuangan rakyat Semesta. 61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Peristiwa G-30-S/PKI 1965. Langkah awal yang dilakukan PKI adalah ke desa-desa dan tanah untuk kaum petani yang berhasil dibujuknya dan dalam waktu singkat muncullah organisasi-organisasi underbow PKI seperti Pemuda Rakyat ,Gerwani dan Lekra. Langkah kedua mendekati kaum buruh dan menguasai Organisasi Barisan Tani Indonesia ( BTI ) yang ada di bawah naungan PNI serta adanya infiltrasi (penyusupan) ke beberapa partai politik dan organisasi guru (PGRI) yang hasilnya pada pemilihan umum I tanggal29 September 1955 PKI masuk 4 besar bersama PNI,Masyumi,dan NU. Langkah ketiga mendekati Presiden Soekarno dengan menampilkan diri sebagai partai yang Revolusioner. Langkah keempatmenyusup ke dalam tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Dengan cara : - Mendekati dan membujuk anggota ABRI yang menunjukan simpati pada pemberontakan PKI Madiun, perwira-perwira yang sakit hati, dan anggota muda ABRI yang masuk ABRI setelah tahun 1950. -Melalui Presiden Soekarno supaya membentuk angkatan V yang pada intinya agar sukarelawan binaan PKI seperti buruh, Pemuda Rakyat, Gerwani dan petani bisa dipersenjatai. Akhir Agustus 1965 pimpinan biro khusus PKI yakni Syam Kamaruzzaman, Supomo dan Waluyomengadakan pertemuan yang hasilnya selalu dilaporkan kepada ketua CC.PKI, D.N. Aidit. Sehingga pada tanggal 6 September 1965 menjadi rapat rahasia yang kaitannya terhadap Syam Kamaruzzaman melontarkan isu adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan perebutan kekuasaan terhadap pemerintahan Soekarno. Dalam rapat tanggal 22 September 1965 PKI membagi tiga pasukan yang harus melakukan tugas-tugas berbeda, yaitu: 1. PASOPATI untuk menculik dan membunuh Jenderal Angkatan Darat 2. BIMASAKTI untuk menguasai RRI dan Telekomunikasi 3. GATOTKACA untuk mengkoordinasikan kegiatan di Lubng Buaya 62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Secara fisik militer gerakan dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion I Resimen Cakrabirawa, selaku pimpinan formal seluruh gerakan.Pada 1 Oktober 1965 dimulai pada dini hari penculikan dan pembunuhan trhadap 6 perwira tinggi dan seorang perwira pertama AD,semuanya dibawa ke desa Lubang Buaya di sebelah selatan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Jenazah para jendral dimasukan ke dalam sumur tua lalu ditimbun dengan sampah dan tanah. Mereka juga menguasai dua buah sarana komunikasi yang vital yaitu Studio Radio Republik Indonesia Pusat di JL. Medan Merdeka Barat dan gedung P.N. Telekomunikasi di JL. Medan Merdeka Selatan. Melalui RRI itu Untung menyiarkan pengumuman bahwa Gerakan 30 September ditujukan kepada Jenderal-jenderal, Anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan kudeta yang dilancarkan oleh perwira-perwira yang berfikir maju, pembentukan Dewan Revolusi serta pembubaran Kabinet Dwikora. Hari itu juga Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) Mayor Jenderal Soeharto segera bertindak sambil menunggu aturan lebih lanjut dari presiden/Panglima Tertinggi ABRI, Soekarno yang saat itu berada di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma yang dikuasai PKI, maka Soeharto mengambil langkah-langkah mengadakan koordinasi di antara kesatuankesatuan ABRI, khususnya yang ada di Jakarta dengan menggunakan unsurunsur Kostrad yang ada di Jakarta dan RPKAD,maka gerakan penumpasan dimulai. Hasil-hasilnya sebagai berikut:
2 Oktober Lapangan udara utama (LANUMA) Halim Perdanakusuma dapat direbut kembali yang bertempat di Jakarta Timur
3 Oktober seluruh korban penculikan diketemukan yang bertempat di Lubang Buaya
4 Oktober Pengangkatan jenazah-jenazah untuk dikirim ke rumah sakit Gatot Subroto, Jakarta.
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5 Oktober Pemakaman para korban G-30-S/PKI DI Taman Makam Pahlawan
Kalibata,
menaikkan
pangkat
secara
anumerta
dan
menetapkkannya sebagai pahlawan revolusi yang bertempat di Jakarta.
5 Oktober Penumpasan G-30-S/PKI dan pemulihan keamanan di Jawa Tengah meliputi : Semarang, Solo, dan Yogyakarta yang bertempat di Jateng DIY.
22 November Ketua C.C. PKI D.N. Aidit ditangkap yang bertempat di Jakarta .
1 Desember Membentuk Komando Operasi Merapi yang dipimpin oleh Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dan berhasil menembak mati gembong-gembong PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang bertempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur .
30 Desember Menumpas pemberontakan di Surakarta, Klaten, dan Boyolali yang bertempat di Surakarta.
4. Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI. Ada beberapa pendapat tentang peristiwa G 30 S/PKI antara lain :
Brigjen (purn) Herman Sarens Sudiro ( Pembantu Utama Letjen Ahmad Yani). Menurutnya pelaku utama G 30 S / PKI adalah PKI Alasan : target awal PKI adalah membunh Presiden Soekarno yang hendak dilakukan saat peringatan Hari ABRI 5 Oktober 1965. PKI berkeinginan agar pembunuhan itu seperti saat Presiden Mesir Anwar Sadat dibunuh saat berada di panggung kehomatan saat parade.
Dr. Harold Crouch (Pengamat Militer dari Universitas Australia). Menurutnya bahwa peristiwa G 30 September dilatarbelakangi oleh adanya persaingan di antara para jenderal di tubuh AD, terutama antara jenderl yang mendapat kedudukan dan yang tidak mendapat kedudukan. Sehingga kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh G 30 S PKI untuk mewujudkan cita-citanya
Brigadir Jenderal Suharyo Kecik. Menurutnya Suharto termasuk jenderal yang paling senior namun pendidikannya terbatas ( tidak pernah sekolah keluar seperti jenderal-jenderal yang lain) sehingga kariernya 64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mentok. Hal ini akan dimanfaatkan oleh Biro Khusus PKI untuyk mendekati dan mempengaruhinya. Namun pendapat ini masih harus dibuktikan lebih lanjut .
Gabriel Kolko ( Sejarawan Amerika Serikat). Menurutnya pendapatnya berdasarkan dokumen rahasia Amerika Serikat menyebutkan bahwa pada awal bulan Nopember 1965, para jenderal TNI AD di Indonesia meminta bantuan senjata kepada Amerika Serikat untuk mempersenjatai kaum antikomunis dari kalangan keagamaan dn pemuda nasionalis
Kolonel Sukendro (Perwira Intel AD). Menurutnya dalang peristiwa G 30 S PKI adalah Cina. Alasan : Sebelum munculnya peristiwa G 30 S PKI ia pernah menerima daftar nama para jenderal yang terbunuh dalam peristiwa itu, padahal Kostrad sendiri belum mengetahui secara pasti nasib para jenderal itu.
5. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat. Keadaan ekonomi Indonesia sedang kacau karena politik mercusuar dan konfrontasi mengganyang Malaysia, inflasi keuangan sangat tinggi mencpai 600% tiap tahun. Upaya menaikkan daya beli masyarakat atas rupiah dengan mengadakan kurs baru (devaluasi) atas rupiah dengan perbandingan 1 : 1000 tidak dapat menyelesaikan masalah. Situasi makin bertambah buruk, kesejahteraan rakyat jauh semakin merosot karena laju inflasi sampai mencapai 65%. Devaluasi nilai mata uang rupiah dan kenaikkan harga telah mendorong para pemuda yaitu KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) anti komunis untauk mendatangi gedung DPRGR pada tanggal 12 Januari 1966 dan menyampaikan Tri Tuntutan Hati Nurani Rakyat (Tritura) yakni : 1. Bubarkan PKI 2. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI 3. Turunkan harga/perbaiki ekonomi
65
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Aksi KAMI ini membuat presiden Soekarno semakin kehilangan arah kebijakan kepemimpinannya. Kemudian diambilnya langkah kebijakan untuk membuat perbaikan yakni : 1. Membentuk panitia Ad.Hoc. dan Fact Finding Comission Coti 2. Melakukan reshuffle Kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora yang disempurnakan 3. Menyeru rakyat untuk mewaspadai neokolonialisme Pada tanggal 24 Februari 1966 adalah hari pelantikan kabinet hasil reshuffle yang justru memperbesar kekecewaan terhadap presiden Soekarno karena 1. Jenderal A.H. Nasution yang anti komunis ,dihormati di kalangan militer dan ta kehilangan anaknya akkibat G-30-S/PKI,diberhentikan dari kabinet Dwikora 2. Masuknya beberapa menteri yang terindikasi terlibat G-30-S/PKI justru diangkat sebagai menteri yakni Sumarjo sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan serta Letnan Kolonel Syafei sebagai menteri Negara. Saat pelantikan menteri hasil reshuffle seluruh pemuda,mahasiswa dan pelajar melukan
demonstrasi
besar-besaran
dengan
mengempeskan
ban
mobil,memblokir jalan dan diangkutnya sejumlah menteri dengan helikopter.Arif Rahman Hakim mahasiswa Universitas Indonesia gugur tertembak Resimen Cakrabirawa. Tindakan KAMI membuat marah besar Presiden Soekarno hingga 2 hari kemudian Soekarno bukan membubarkan PKI melainkan membubarkan KAMi,bubarnya KAMI digantikan dengan munculnya KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) yang mendapat dukungan dari Pangdam Jaya Brigjen Amir Mahmud. Mahasiswa-mahasiswa membentuk laskar Arif Rahman Hakim dengan 7 batalyon yang diberi nama Irma Suryani Nasution yang kemudian dikenal dengan Angkatan 66. 6. Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI. Setelah SUPERSEMAR diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehilangan supremasinya. MPRS
kemudian
meminta 66
Presiden
Soekarno
untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI. Sidang Istimewa MPRS dilakukan pada tanggal 7 sampai 12 Maret 1967. Dengan keluarnya SUPERSEMAR maka rezim Soeharto pun dimulai secara perlahan hingga berkuasa sampai 32 tahun menjadi presiden republik Indonesia. Rezim Soeharto ini sering disebut dengan nama Orde Baru.
67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran Penilaian
1. Aspek Kognitif a. Produk Teknik : Tes tertulis Bentuk : Uraian Soal : 1. Jelaskan sikap pemerintah Indonesia terhadap ancaman disintegrasi bangsa ? ( Skor 20 ) 2. Jelaskan dengan gambar, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi diawal kemerdekaan hingga lahirnya Orde Baru ? ( Skor 20 ) 3. Jelaskan versi resmi pemerintah tentang G30S ? (Skor 20) 4. Jelaskan versi lain tentang G30S yang berkembang sejak reformasi ? ( Skor 20 ) 5. Identifikasikan nilai-nilai penting yang di peroleh dari usaha perjuangan bangsa Indonesia dalam memperta-hankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa sehingga dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari? ( Skor 20 ) Ket : Pedoman penilaian produk: No
Skor
Nilai
1
86 – 100
Baik Sekali
2
71 – 85
Baik
3
56 – 70
Cukup
4
< 55
Kurang
68
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Proses Soal Diskusi : 1. Bagaimana sikap pemerintah Indonesia dalam mempertahankan kesatuan Indonesia di tengah-tengah ancaman disintegrasi bangsa ? 2. Bagaimanakah tanggapan siswa-siswi sekalian mengenai perbedaanperbedaan versi mengenai tragedi kemanusiaan di tahun 1965? Kriteria penilaian proses: No .
Menghargai
Memberikan
Mengajukan
Mempresent
Menjawab
teman
pendapat
pertanyaan
asikan hasil
pertanyaan
Nama
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kriteria penilaian menggunakan skala sikap 1-5, dengan kriteria : Skor 1 : Pasif, tidak kooperatif, dan tidak menghargai teman. Skor 2 : Pasif, tidak kooperatif, tetapi dapat menghargai teman. Skor 3 : Pasif, kooperatif, dan dapat menghargai teman. Skor 4 : Aktif, kooperatif, dan dapat menghargai teman. Skor 5 : Aktif, sangat kooperatif, dan dapat menghargai teman.
N
Jumlah Skor x 100 % 15
NA
Nilai proses Nilai produk 2
2. Aspek Afektif Teknik : Non tes Bentuk : Instrumen Observasi Kinerja Instrumen Observasi Kinerja untuk Penilaian Sikap
69
Jumlah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kelompok : ............................ No Nama Siswa Semangat Keberanian Bekerjasama mengungkapkan pendapat
Aspek Jmlh Ratayang Nilai rata dinilai Tanggung Menghargai Jawab perbedaan pendapat
1 2 3
Keterangan : Kriteria Penilaian : Aspek Semangat Kerja Nilai 3 : Baik Mau bekerjasama dengan semua teman Nilai 2 : Sedang Dalam bekerjasama kurang begitu baik Nilai 1 : Kurang Tidak mau bekerjasama dengan teman Aspek Keberanian mengungkapkan pendapat Nilai 3 : Baik Berani mengungkapkan pendapat Nilai 2 : Sedang Dalam mengungkapkan pendapat kurang begitu berani Nilai 1 : Kurang Tidak mau memberikan pendapat Aspek Menghargai Perbedaan Pendapat Nilai 3 : Baik Menghargai pendapat temannya Nilai 2 : Sedang Kurang menghargai pendapat temannya Nilai 1 : Kurang Tidak mau menerima perbedaan pendapat
70