PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Maria Susana NIM: 091124019
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
¾ Kedua orangtuaku yaitu Bapak Makarius dan Ibu Fransiska Astina serta saudara-saudaraku Marselinus Ade, Triponius Anggel, dan Vebryanus Verry yang telah memberi motivasi, semangat, dan dukungan finansial kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. ¾ Para pembimbing dan dosen yang telah membimbing, memotivasi, dan selalu sabar selama mendampingi saya dalam belajar di Kampus IPPAK. ¾ Para guru dan siswa SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang telah membantu dan memberikan kesempatan untuk saya mengadakan penelitian dalam penulisan skripsi ini.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
“Berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah” (Amsal 9:9)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT. Judul ini dipilih berdasarkan kesan dari penulis melalui pengamatan sepintas terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang masih bersifat monoton. Hal ini mengakibatkan masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik pada saat di kelas. Persoalan pokok dari skripsi ini adalah menemukan jawaban sejauh mana peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam membantu perkembangan iman siswa. Masalah ini ditanggapi oleh penulis pertama-tama dengan menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang meliputi: hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku Pendidikan Agama Katolik. Selanjutnya supaya jawaban terhadap persoalan semakin jelas dan sungguh bertolak dari kenyataan, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif, penyebaran kuesioner, dan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Katolik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik sudah cukup berperan dalam membantu perkembangan iman siswa sehingga siswa aktif mengikuti kegiatan Gereja. Akan tetapi Pendidikan Agama Katolik di sekolah masih perlu ditingkatkan karena tujuan Pendidikan Agama Katolik belum tercapai sepenuhnya sehingga masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Oleh sebab itu, penulis mengusulkan program berupa matrik program yang bisa dipahami sebagai silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Melalui program ini diharapkan tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dapat tercapai dan proses pembelajaran di kelas terlaksana secara kreatif dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa semakin berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
This thesis was entitled THE ROLE OF RELIGIOUS EDUCATION IN CHATOLIC SHOOL ON THE DEVELOPMENT OF FAITN IN EIGHT GRADE OF SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, WEST KALIMANTAN. This title was chosen by the impression of the writer through casual observation of the situation of Chatolic religious education implementation at SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, West Borneo. Their learning processes are very bored. That process influence many student became lazy to study in the class. The main issue of this thesis is to find answer the important role of religious education in the school in helping their progress to develop the student faith. The problem addresses by the writer with used the basic method that includes: the nature, purpose, context, models, and the teacher of religious education school. Then to solve the problem and clear the answer, the writer conducted a studying using participant observation, distribute questionnaires, and interviews with Catholic religious education teacher. The results of this study showed that Chatolic religious education has been quite effective in the development of faith in students and students are more active to take part in church activities. But Chatolic religious education needs to be more improved because the purpose of Chatolic religious education has not been achieved so that there is some student still lazy to attend classes at time of Chatolic religious education class. Therefore, the writer proposes a matrix program that can be understood as the syllabus and lesson plans. This program is expected to achieve the goal of Catholic religious education in the school and the learning processes in the classroom are fun and creative as well in accordance with the needs of the student. So, the student can be more develop in their mind, act, and faith.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena berkat kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT. Penulis menyadari bahwa banyaknya dukungan dan dorongan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1.
Drs. FX. Heryatno W. W., S.J., M. Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma dan sekaligus sebagai dosen pembimbing utama yang selalu sabar mendampingi dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji kedua penulis yang telah membimbing serta memberi arahan untuk memeriksa dan menguji skripsi ini serta membimbing penulis selama kuliah di Kampus IPPAK.
3.
Drs. L. Bambang Hendarto., Y. M. Hum. selaku dosen penguji ketiga yang telah berkenan mendampingi dan menguji skripsi ini.
4.
Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung telah memberikan dorongan kepada penulis
5.
Keluarga tercinta: bapak, mama, adik, dan pacar yang selalu memberikan motivasi, semangat, arahan, serta mendokan penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................
iv
MOTTO .......................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................
vii
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
ABSTRACT ....................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .................................................................................
x
DAFTAR ISI .................................................................................................
xii
DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................
xviii
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang ..................................................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................................
9
C. Tujuan Penulisan ...............................................................................
9
D. Manfaat Penulisan .............................................................................
10
E. Metode Penulisan ..............................................................................
10
F. Sistematika Penulisan .......................................................................
11
BAB II. PENYELENGGARAAN POKOK-POKOK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI TERWUJUDNYA PERKEMBANGAN IMAN SISWA................................................................................
13
A. Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah .......................
14
1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik .......................................
14
2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik .............................................
19
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah: Inti Segala Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah .....................
20
b. Tujuan Formal Jangka Panjang: Kedewasaan Iman .............
21
c. Iman yang Dihayati Membebaskan Manusia ........................
21
3. Konteks Pendidikan Agama Katolik ...........................................
22
a. Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang....................
22
b. Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa ................
23
c. Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis.....................................................................................
24
4. Model-Model Pendidikan Agama Katolik ..................................
25
a. Tiga Unsur Pokok Pendidikan Agama Katolik .....................
25
1) Pengalaman Hidup Peserta Didik....................................
25
2) Visi dan Kisah Kristiani (Harta Kekayaan Iman Gereja)
26
3) Komunikasi Hidup Konkret Peserta dengan Visi dan Kisah/Tradisi Kristiani ....................................................
27
b. Beberapa Model Pendidikan Agama Katolik ........................
28
1) Model Transmisi/Transfer ..............................................
28
2) Model yang Berpusat Pada Hidup Peserta .....................
28
5. Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik Memandang Siswa Sungguh Baik, Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Tuhan ..
29
a. Antropologi Kristiani: Manusia Sungguh Baik .....................
29
b. Implikasi Antropologi Positif bagi Pengembangan Sikap Hidup Para Guru ....................................................................
30
1) Meneguhkan Pribadi dan Jati Diri Siswa ........................
30
2) Tetap Yakin dan Penuh Harapan pada Siswa ..................
30
3) Mengasihi Siswa..............................................................
31
4) Menghormati Siswa Sebagai Subjek ...............................
32
5) Menghormati Kebebasan, Hak dan Tanggungjawab Siswa................................................................................
32
B. Perkembagan Iman ............................................................................
33
1. Pengertian Perkembangan ...........................................................
33
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Iman ............................................................................................
36
a. Pengertian Iman .....................................................................
36
b. Iman Kristen dalam Tiga Dimensi ........................................
38
1) Iman Sebagai Kegiatan Meyakini ..................................
38
2) Iman Sebagai Kegiatan Mempercayakan .......................
39
3) Iman Sebagai Kegiatan Melakukan ................................
40
c. Iman: “Kepercayaan-tanpa-jaminan” ...................................
40
1) Allah Serentak Sebagai Tujuan Sasaran Iman dan Dasar/Alasan Iman ........................................................
40
2) Mencapai Kepastian dengan, dalam dan karena Peng-amin-an..................................................................
41
3) Iman Kepercayaan yang Bertanya-tanya ........................
41
3. Perkembangan Remaja ................................................................
42
a. Masa Remaja .........................................................................
42
b. Perkembangan Sosial Remaja ...............................................
43
c. Perkembangan Moral Remaja ...............................................
43
d. Perkembangan Iman Remaja .................................................
44
C. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah yang Mendukung Terwujudnya Perkembangan Iman Siswa ....................
45
BAB III. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT DAN PERANANNYA TERHADAPPERKEMBANGAN IMAN SISWA ...................
49
A. Gambaran Umum Keadaan SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ..............................................
50
1. Sejarah, Visi, dan Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ........................................
50
a. Sejarah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten sintang, Kalimantan Barat dan Perkembangannya ............................. b. Visi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang,
xiv
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kalimantan Barat ...................................................................
52
c. Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ...................................................................
52
B. Gambaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ........
54
1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, kalimantan Barat ...
54
2. Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ........................................
56
C. Penelitian Tentang Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Iman Siswa..................
57
1. Desain Penelitian .........................................................................
57
a. Latar Belakang Penelitian .....................................................
57
b. Tujuan Penelitian...................................................................
59
c. Jenis Penelitian ......................................................................
59
d. Instrumen Pengumpulan Data ...............................................
61
e. Responden .............................................................................
62
f. Waktu Pelaksanaan dan Cara Pengumpulan Data.................
62
g. Variabel Penelitian ................................................................
63
h. Kisi-kisi Instrumen ................................................................
63
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian .................................
64
a. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Kuesioner ...............................................................................
64
1) Laporan Penelitian Melalui Kuesioner .............................
64
2) Pembahasan Hasil Penelitian Melaui Kuesioner ..............
74
b. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Wawancara ............................................................................
88
3. Kesimpulan Penelitian.................................................................
93
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT ...........................................................
96
A. Spiritualitas Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ..............................................
97
B. Upaya Meningkatkan Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ..............................................................................
100
1. Model yang Berpusat Pada Hidup Peserta .................................
100
2. Model Praksis .............................................................................
100
3. Model Naratif Eksperiensial ......................................................
101
C. Usulan Program Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah .........................................................................................
102
1. Latar Belakang ............................................................................
102
2. Tujuan Program...........................................................................
103
3. Materi Program ...........................................................................
103
4. Matrik Usulan Program ...............................................................
105
5. Pengembangan Program .............................................................
110
BAB V. PENUTUP ......................................................................................
116
A. Kesimpulan .......................................................................................
116
B. Saran..................................................................................................
117
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
119
LAMPIRAN .................................................................................................
121
Lampiran 1 : Surat Permohonan Penelitian .................................................
(1)
Lampiran 2 : Surat Untuk Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk ..............
(2)
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3 : Surat Sudah Melaksanakan Penelitian ....................................
(3)
Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian ...............................................................
(4)
Lampiran 5 : Pertanyaan wawancara Guru Pendidikan Agama Katolik ......
(7)
Lampiran 6 : Hasil Wawancara Guru Pendidikan Agama Katolik ..............
(12)
Lampiran 7 : Nama-nama Siswa-Siswi SMP Negeri 1 Sepauk ....................
(13)
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja LG
: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964
GE
: Gravissimum Educationis, Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen yang dikeluarkan pada tanggal 7 Desember 1965
B. Singkatan Lain Hal.
: Halaman
PAK
: Pendidikan Agama Katolik
RPP
: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
Kis
: Kisah Para Rasul
OMK
: Orang Muda Katolik
PIR
: Pembinaan Iman Remaja
PIA
: Pembinaan Iman Anak
C. Istilah Hakikat
: Hal yang mendasar
Konteks
: Ruang lingkup
Model
: Pendekatan atau Pola xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Liturgia
: Peribadatan
Diakonia
: Pelayanan Kemasyarakatan
Koinonia
: Persekutuan
Kerygma
: Pewartaan
Paguyuban
: Komunitas
Apostolik
: Bersifat Rasuli
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Heryatno (2008: 14) berpendapat Pendidikan Agama Katolik harus bervisi spiritual. Yang dimaksud spiritual disini adalah hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Maka bervisi spiritual berarti Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalam hidup peserta didik, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka. Pendidikan Agama Katolik juga berusaha membantu peserta didik memperkembangkan jiwa dan interioritas hidup mereka. Jiwa merupakan tempat dimana Allah bersemayam dan karena itu membuat manusia merasa rindu kepada-Nya dan peduli kepada hidup sesamanya. Sedang interioritas berhubungan dengan kesadaran, kedalaman dan nilai hidup yang dipegang dan diwujudkan. Karena itu, Pendidikan Agama Katolik di Sekolah tidak hanya mengejar prestasi akademis, tetapi juga memperkembangkan kejujuran, kepekaan, kebijaksanaan, dan hati nurani peserta didik. Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik (1991) sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta mengemukakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksanaan pewartaan Kristus demi perubahan batin dan pembaharuan hidup secara langsung bagi kaum muda, baik di sekolah negeri maupun swasta Katolik. Secara langsung maksudnya di dalam Pendidikan Agama Katolik iman kepada Kristus dibicarakan dan diolah bersama. Di sekolah negeri Pendidikan Agama Katolik merupakan satu-satunya sarana perwartaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
secara langsung bagi perserta didik yang percaya kepada Kristus. Adapun di sekolah swasta Katolik Pendidikan Agama Katolik merupakan satu kemungkinan pewartaan secara langsung, di samping pewartaan tidak langsung kepada seluruh peserta didik di sekolah itu. Pewartaan tidak langsung itu ialah pengajaran agama yang dipadukan ke dalam seluruh pelajaran dan kehidupan komunitas sekolah Katolik. Di Indonesia, agama dalam kehidupan masyarakat sangat berperan penting. Agama diyakini dapat membantu manusia mempunyai tujuan hidup yang jelas, oleh sebab itu setiap orang beriman bebas menentukan pilihan dalam memeluk agamanya. Manusia secara umum memang tidak bisa tanpa menganut agama, karena agama dipercaya agar orang bisa berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam agama Katolik, ada banyak hal yang perlu dilakukan agar iman umat berkembang, misalnya mengikuti doa bersama pada bulan Rosario dan bulan Maria, mengunjungi tempat ziarah seperti Gua Maria, mengikuti Misa di Gereja, serta memberi kesaksian. Manusia hidup berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, oleh sebab itu agama akan mengantar manusia agar sampai kepada Tuhan. Tuhan memang tidak kelihatan, tetapi melalui kepercayaannya manusia merasakan kehadiran Tuhan melalui cinta kasih terhadap sesama. Cinta kasih terhadap sesama seringkali dirasakan manusia melalui kebersamaan dalam hidup sehari-hari antar umat beragama serta mendorong umat manusia agar saling menghargai antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut juga dirasakan oleh masyarakat di Kalimantan Barat khususnya kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang di mana masyarakat aslinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
adalah suku Dayak. Pada awalnya masyarakat disana belum mengenal agama dan sangat kental dengan hal-hal mistis. Oleh sebab itu, banyak para misionaris terutama misionaris yang datang dari luar negeri tertarik untuk menyebarkan agama Katolik disana sehingga pada akhirnya masyarakat Dayak mempunyai kesadaran dalam dirinya dan menganut agama Katolik. Agama Katolik menjadi agama mayoritas. Setelah masyarakat mempunyai kepercayaan dalam hidupnya, banyak perubahan positif yang terjadi pada masyarakat Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat terutama dalam kehidupan menggereja. Masyarakat bergotong-royong membangun Gereja dan mengadakan banyak kegiatan pada hari-hari tertentu khususnya Natal dan Paska sehingga rasa persaudaraan semakin terjalin di antara masyarakat Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Selain itu, para misionaris juga membangun biara, paroki, dan gedung untuk pertemuan Orang Muda Katolik (OMK), Pembinaan Iman Anak (PIA), dan Pembinaan Iman Remaja (PIR) agar membantu perkembangan iman anak sejak dini dan sebagai generasi penerus Gereja di masa mendatang. Perkembangan iman anak sejak dini berawal dari agama yang berkembang di dalam keluarga. Seorang anak akan mengenal agama yang menjadi kepercayaannya dari orangtua. Orangtua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang agama sejak dini agar anak dapat tumbuh dan berkembang serta mempunyai kepercayaan yang dapat membantu anak tersebut untuk terus beriman kepada Tuhan. Perkembangan iman seorang anak akan semakin berkembang ketika anak tersebut semakin percaya kepada Tuhan dan mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saling mengasihi, bekerjasama, serta saling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
meghargai antar pemeluk agama. Pendidikan Agama Katolik di dalam keluarga yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya merupakan kewajiban orangtua dan hak bagi anaknya. Kewajiban orangtua selain memberi nafkah juga mendidik anaknya agar semakin berkembang baik dalam berperilaku juga dalam iman. Seorang anak dapat berkembang baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat karena anak tersebut juga merasakan kasih di dalam keluarga. Orangtua sangat berperan penting dalam perkembangan iman anak karena orangtua merupakan pendidik utama dalam keluarga sehingga apa yang sudah diajarkan oleh orangtua kepada anaknya akan terus melekat dalam diri anak tersebut dimanapun ia berada. Supriyati (2013: 10-16) berpendapat bahwa masa remaja adalah transisi ke taraf kedewasaan. Masa remaja adalah suatu periode transisi sebagai perluasan dari masa individu menjadi matang secara seksual sampai mencapai kematangan secara legal. Masa ini berawal dari masa pra remaja pada usia antara 10-11 tahun untuk putri dan 11-12 tahun untuk putra. Masa remaja berlangsung antara usia 1112 tahun sampai dengan 18-19 tahun. Masa pubertas lebih menunjuk pada masa kematangan seksual, sedangkan masa remaja menunjuk pada seluruh fase kematangan. Remaja sering dicap irreligious atau kurang beriman. Secara umum beriman dapat dilihat dari kesetiaan atau keyakinan yang didasari kepercayaan. Kesadaran beragama remaja lebih berkaitan dengan pertambahan minat beragama yang dapat membimbing seseorang pada suatu kesadaran merekonstruksi kembali tingkah laku dan keyakinan beragamanya. Dalam hal kesadaran beragama bagi remaja, ada dua macam, ialah kesadaran secara bertahap dan kesadaran secara mengejutkan. Kesadaran pertama biasanya dialami oleh kelompok masyarakat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
dengan keadaan sosial ekonomi tinggi, sedangkan kesadaran ke dua dialami golongan sosial ekonomi rendah. Pada kesadaran yang mengejutkan, remaja mengalami badai atau goncangan atau pengalaman tidak sehat. Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 156) mengungkapkan bahwa munculnya pubertas membawa serta suatu revolusi dalam kehidupan fisik dan emosional. Remaja membutuhkan suatu cermin untuk mengawasi pertumbuhan dalam minggu-minggu ini, cermin untuk menjadikan terbiasa dengan perubahan baru pada tubuh. Perubahan yang terjadi pada laki-laki adalah raut muka menjadi agak persegi, tidak montok lagi, kasar tidak mulus; dan pada perempuan rupa tubuhnya semakin elok dan bagian-bagian tertentu menonjol. Tetapi dengan satu cara baru (secara kualitatif), orang muda juga mencari cermincermin jenis yang lain. Remaja, laki-laki atau perempuan, membutuhkan mata dan telinga orang lain yang dapat dipercayai. Mata untuk melihat gambaran kepribadian yang sedang muncul dan telinga untuk mendengarkan perasaan, pengertian, kecemasan dan komitmen baru yang sedang terbentuk dan yang sedang mencari pengungkapannya. Siswa kelas VIII dapat dikelompokkan sebagai usia tahap remaja, dimana tahap remaja sangat rentan dipengaruhi oleh teman sebayanya. Pada masa remaja ini siswa akan bertumbuh baik fisik maupun mental. Melalui teman sebayanya, siswa akan mendapat banyak tantangan baik tantangan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, misalnya siswa tersebut melakukan hal-hal atau perbuatan di luar kehendak dirinya agar dapat diakui oleh teman-teman dalam kelompoknya. Tantangan yang dilalui inilah merupakan proses perjalanan hidup serta akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
mempengaruhi perkembangan iman. Jika seorang siswa mempunyai kepercayaan yang kuat maka tidak akan mudah goyah dan akan terus dipupuk dalam pertumbuhan imannya. Tahap remaja juga berkaitan erat dengan kenakalan remaja karena pada masa remaja inilah seorang siswa ingin dirinya mempunyai pengaruh bagi orang lain. Oleh sebab itu, guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat secara rutin melibatkan siswa dalam kegiatan Gereja misalnya tugas koor, lektor, dan mazmur pada hari minggu. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu siswa semakin aktif dalam kegiatan menggereja serta menambah pengalaman siswa sehingga siswa dapat berinteraksi secara positif dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Pengalaman yang telah dilalui membantu iman siswa akan terus berkembang. Iman yang berkembang tidak akan terbentuk tanpa adanya bimbingan dari orangtua dan sekolah serta masyarakat luas. Siswa belajar dari pengalamannya dan akan terus dikembangkan baik fisik maupun mentalnya. Dalam kehidupan menggereja, iman yang berkembang sangat berguna bagi pertumbuhan Gereja, karena di dalam kehidupan menggereja, umatlah yang menjadi pusat utama Gereja. Tanpa umat, Gereja tidak akan berkembang. Supaya siswa dapat menjadi generasi penerus Gereja, maka sangat pentinglah perkembangan iman setiap siswa agar Gereja terus berkembang. Iman siswa dapat dilihat dari perbuatannya. Perbuatan tersebut akan terus dilakukan selagi mengandung hal yang positif dan tidak merugikan orang yang berada di sekitarnya. Oleh sebab itu, manusia merupakan mahkluk yang saling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Melalui perbuatan yang dilakukan oleh siswa baik di tengah keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat, maka iman yang ada dalam diri siswa akan menjadi penopang hidupnya. Agama yang dianut dan dipercayai oleh siswa akan terus digunakan selama hidupnya mengarah kepada Tuhan. Siswa juga merasa terbantu dengan Pendidikan Agama Katolik yang telah diberikan orangtua di rumah dan guru di sekolah serta pengetahuan lain di Gereja. Setiap siswa mempunyai peranannya masing-masing, sehingga perkembangan iman siswa juga berdasarkan pemahaman dari pribadi siswa, bukan pengendalian dari orang lain di sekitarnya. Buku Iman Katolik (1996: 129) mengungkapkan bahwa dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Pengalaman religius memang merupakan pengalaman dasar, kendati belum berarti pertemuan dengan Allah dalam arti penuh. Di atas pengalaman dasar itulah dibangun iman, penyerahan kepada Allah, pertemuan dengan Allah. Manusia dari dirinya sendiri tak mungkin mengenal Allah. Umat Kristen mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus. “Tidak seorang pun mengenal Bapa, selain Anak dan orang yang kepadanya Anak berkenan menyatakan-Nya” (Mat 11:27). Selain keluarga dan sekolah serta masyarakat di sekitar, Gereja juga berperan penting dalam perkembangan iman remaja. Gereja mengembangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
iman remaja melalui Pembinaan Iman Remaja (PIR), dengan adanya Pembinaan Iman Remaja (PIR) ini para remaja Katolik akan terlibat aktif di dalam kegiatan Gereja, misalnya koor, lektor, menjadi pembina Pembinaan Iman Anak (PIA), serta menjadi panitia Natal dan Paska. Kegiatan tersebut secara langsung akan membentuk iman para remaja menjadi berkembang karena para remaja mempunyai kepercayaan yang ada di dalam dirinya melalui pengaruh yang positif dari Gereja. Remaja yang bergabung dalam Pembinaan Iman Remaja (PIR) merupakan generasi penerus Gereja di masa yang akan datang. Generasi ini berawal dari bayi yang baru dibaptis. Melalui baptisan tersebut anak menjadi Katolik. Ketika anak tersebut sudah memasuki usia anak-anak, maka Gereja membina anak-anak dengan Pembinaan Iman Anak (PIA), sampailah pada masa remajanya, anak dibina dan diteguhkan imannya dengan komuni pertama. Komuni pertama akan mengantar para remaja sampai pada pemahaman Katolik yang sesungguhnya, sehingga para remaja semakin percaya kepada Tuhan dan dikuatkan dalam iman. Berdasarkan uraian di atas, Pendidikan Agama Katolik yang diberikan kepada siswa di tengah keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat luas dalam meningkatkan perkembangan imannya dapat membantu mereka mencapai kepercayaan sejati di dalam dirinya. Selain itu Pendidikan Agama Katolik juga mempengaruhi tingkah laku siswa. Iman yang ada pada diri siswa membuat siswa bertindak secara terarah kepada suatu tujuan yang terpilih dan telah diniatkan. Oleh karena itu, skripsi ini dibatasi pada “Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Terhadap Perkembangan Iman Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat”. Dengan demikian, skripsi ini akan lebih melihat pengaruh yang ditimbulkan dari peranan Pendidikan Agama Katolik terhadap perkembangan iman siswa khususnya siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah ditulis dalam uraian di atas, penulis merumuskan 3 masalah skripsi sebagai berikut: 1. Apa hubungan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah dengan perkembangan iman? 2. Sejauh mana Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah sungguh membantu perkembangan iman siswa dan apa yang menjadi faktor pendukung serta penghambatnya? 3. Apa yang perlu diusahakan agar Pendidikan Agama Katolik sungguh membantu perkembangan iman siswa?
C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah dan perkembangan iman siswa 2. Menggambarkan sejauh mana Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah sungguh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
membantu perkembangan iman siswa dan seberapa besar faktor yang menjadi pendukung dan penghambat 3. Menemukan usaha agar Pendidikan Agama Katolik sungguh membantu perkembangan iman siswa
D. Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan ini antara lain: 1.
Bagi Guru Pendidikan Agama Katolik Skripsi ini diharapkan membantu guru Pendidikan Agama Katolik dalam
proses belajar mengajar di kelas serta bisa meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. 2.
Bagi Siswa Skripsi ini diharapkan membantu siswa dalam mengembangkan imannya agar
lebih percaya kepada Tuhan, mandiri, dan berahlak mulia. 3.
Bagi Penulis Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan penulis bisa lebih
berkembang dalam pemahaman dan pengetahuan serta bisa menjadi bekal ketika sudah menjadi guru Agama Katolik.
E. Metode Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Melalui metode ini, penulis menggambarkan sejauh mana peranan tujuan Pendidikan Agama Katolik, keadaan Pendidikan Agama Katolik, pokok-pokok
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Pendidikan Agama Katolik terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Dari metode yang digunakan, penulis juga mencoba untuk memahami peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa. Untuk mengetahui peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa, penulis menyebarkan kuesioner kepada siswa kelas VIII, melakukan wawancara dengan 1 orang guru Pendidikan Agama Katolik, pengamatan, penelitian kualitatif, dan studi pustaka. Data-data yang dihasilkan akan dianalisis guna mengetahui peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
F. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai skripsi ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok uraian sebagai berikut: Bab I memaparkan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan tentang pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yaitu hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku Pendidikan Agama Katolik untuk membantu perkembangan iman siswa. Bab III membahas tentang gambaran sejauh mana Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah sungguh membantu perkembangan iman siswa. Dalam bab ini terdapat dua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
bagian yaitu pertama, gambaran umum keadaan SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang meliputi sejarah singkat, visi-misi, pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik dan sosok guru Pendidikan Agama Katolik. Kedua, mencakup penelitian yaitu latar belakang penelitian, tujuan penelitian, jenis penelitian, instrumen pengumpulan data, responden penelitian, waktu pelaksanaan dan cara pengumpulan data, variabel penelitian, kisi-kisi instrumen, dan pembahasan serta kesimpulan hasil penelitian. Bab IV menguraikan spiritualitas guru Pendidikan Agama Katolik dan upaya meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh pembahasan mengenai peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang meliputi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
BAB II PENYELENGGARAAN POKOK-POKOK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI TERWUJUDNYA PERKEMBANGAN IMAN SISWA
Pada bab II ini penulis menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang memiliki kesinambungan dengan pembahasan pada bab sebelumnya. Penulis melihat bahwa Pendidikan Agama Katolik di Sekolah belum terlaksana secara maksimal, karena guru lebih mengutamakan perkembangan kognitif (pikiran) daripada perkembangan iman siswa, sehingga siswa yang kurang mendapat pendampingan dari orangtua di rumah, imannya tidak berkembang secara maksimal sehingga mudah dipengaruhi secara negatif oleh teman sebayanya di sekolah. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah haruslah mengutamakan perkembangan iman siswa karena remaja akan banyak menghadapi persoalan untuk mencapai proses pendewasaan diri. Jika dibekali iman yang tangguh maka siswa dapat menghadapi berbagai persoalan dengan baik. Tetapi Pendidikan Agama Katolik di Sekolah tidak begitu saja melupakan segi kognitif (pikiran) karena hal ini bisa membantu pengetahuan siswa dengan wawasan yang luas. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik di sekolah diharapkan mampu memberikan secara seimbang segi koginitif, afeksi, dan praksis sehingga mampu membantu perkembangan iman siswa. Bab II merupakan kajian pustaka. Pada bab ini penulis membagi uraian menjadi tiga bagian, yaitu pada bagian pertama penulis menjelaskan pengertian pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Pada bagian kedua penulis menjelaskan perkembangan iman siswa di sekolah sebagai salah satu tujuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Pendidikan Agama Katolik. Pada bagian ketiga penulis menjelaskan pokok-pokok Pendidikan
Agama
Katolik
di
sekolah
yang
mendukung
terwujudnya
perkembangan iman siswa.
A. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah 1.
Pengertian Pendidikan Agama Katolik Penulis menyampaikan pengertian Pendidikan Agama Katolik dari para
ahli yakni Mangunwijaya sebagaimana dikutip Heryatno (2008: 15) yang menyatakan bahwa “hakikat dasar Pendidikan Agama Katolik sebagai komunikasi iman, bukan pengajaran agama”. Komunikasi iman dapat menumbuhkembangkan kepercayaan dalam diri manusia sedangkan pengajaran agama hanya sebagai pengetahuan manusia serta membantu manusia untuk menerapkannya. Sangat perlulah komunikasi iman antar sesama melalui sharing pengalaman. Sharing pengalaman
dapat
membantu
seseorang
agar
imannya
berkembang.
Mangunwijaya sebagaimana dikutip Heryatno (2008: 16) mengungkapkan bahwa: Sebagai komunikasi iman Pendidikan Agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang praktis, artinya bermula dari pengalaman penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan iman baru yang lebih baik. Bersifat praktis juga berarti Pendidikan Agama Katolik lebih menekankan tindakan (kehidupan) daripada konsep atau teori. Dengan sifatnya yang praktis, Pendidikan Agama Katolik menjadi mediasi transformasi iman yang berlangsung secara terus-menerus. Refleksi tidak dapat dipisahkan dari komunikasi iman karena dengan adanya refleksi yang dilakukan oleh siswa di sekolah, maka siswa dapat melakukan komunikasi iman dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Refleksi juga membantu siswa dalam menghayati pengalaman imannya sehingga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
siswa semakin percaya kepada Tuhan. Perkembangan iman siswa dibantu melalui pengalaman iman yang direfleksikan karena dengan refleksi siswa mampu menemukan pengalaman imannya sehingga siswa bisa melakukan komunikasi iman terhadap sesama serta semakin mengimani Kristus sebagai Anak Allah. Siswa yang percaya kepada Tuhan selalu mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih menekankan tindakan nyata daripada teori karena Pendidikan Agama Katolik bertujuan untuk mengembangkan iman siswa secara konkrit dalam hidup siswa, hal ini dimaksudkan agar perkembangan iman siswa bukan hanya berguna bagi dirinya sendiri tetapi juga berguna bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Senada dengan pemikiran Mangunwijaya, Jacobs sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2011: 4) mengungkapkan bahwa “Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi iman yang meliputi unsur pengetahuan, pergumulan, dan penghayatan dalam pelbagai bentuk”. Komunikasi iman yang meliputi unsur pengetahuan dimaksudkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak begitu saja melupakan pengetahuan karena dengan pengetahuan yang dimiliki, siswa mampu melakukan tindakan nyata. Pengetahuan juga membantu siswa memahami apa yang harus mereka lakukan dan tidak merugikan diri sendiri serta orang lain. Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga merupakan bentuk komunikasi berupa pergumulan dan penghayatan berbagai bentuk. Hal ini diartikan bahwa siswa tidak hanya mengetahui atau memahami saja tetapi siswa diharapkan mampu menghayati serta merangkul sesama dalam iman dan perbuatan, sehingga siswa semakin terbantu dalam mengembangkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
imannya dan mengimani Kristus sebagai sumber kehidupan. Heryatno (2008: 1415) berpendapat bahwa: Pendidikan Agama Katolik harus bervisi spiritual. Yang dimaksud spiritual disini adalah hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Maka bervisi spiritual berarti Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalaman hidup peserta didik, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka. Dengan bervisi spiritual, Pendidikan Agama Katolik diharapkan dapat membantu perkembangan iman siswa melalui kepercayaan yang ada dalam diri siswa. Hal ini sangat penting untuk ditanamkan kepada siswa di sekolah agar siswa mendapatkan nilai-nilai yang bisa menopang kepercayaan yang terkandung di dalam Pendidikan Agama Katolik. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam menghadapi berbagai masalah pada masa remajanya. Pendidikan Agama Katolik mengajarkan kepada siswa agar pengetahuan dapat diterapkan dalam perbuatan nyata dan keduanya haruslah seimbang. Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2011: 4) mengemukakan bahwa “Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksanaan pewartaan Kristus”. Sarana merupakan alat agar manusia menjadi pewarta Kristus di dunia. Setiap orang mempunyai cara yang berbeda sebagai pewarta misalnya berbuat baik dan saling mengasihi sesama. Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana agar siswa dapat mengenal Kristus sebagai pewarta iman yang sejati. Sarana yang diberikan guru terhadap siswa berupa pengetahuan dari materi yang disampaikan serta pekerjaan rumah (PR) agar siswa dapat menerapkannya di tengah keluarga, Gereja, dan masyarakat luas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
Lokakarya mengenai tempat dan peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang diadakan oleh Komkat KWI di Malino sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2011: 4) mengemukakan bahwa “Pendidikan Agama Katolik merupakan bagian dari katekese yang berusaha membantu siswa agar dapat menggumuli hidupnya dari segi pandangan Kristiani”. Katekese merupakan pelayanan sabda dengan fungsi khas pendidikan iman. Pelayanan sabda yang dilakukan melalui pengajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah diupayakan dapat membantu siswa menemukan jati dirinya serta beriman kepada Kristus. Siswa yang beriman kepada Kristus akan senantiasa melayani sesama dengan sepenuh hati. Berdasarkan pengertian di atas, penulis lebih tertarik dengan pernyataan Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta yakni Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksanaan pewartaan Kristus. Sarana merupakan alat, dimana alat tersebut dapat digunakan guru di sekolah untuk mendidik siswanya menjadi berkembang, baik berkembang dalam rohani maupun jasmani. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah membantu siswa agar mampu mengenal dan mencintai Kristus. Sarana juga membantu siswa agar mewartakan kasih Allah. Selain itu, Pendidikan Agama Katolik menjadi tolak ukur siswa dalam perkembangan imannya. Berbagai cara dapat dilakukan dalam melaksanakan pewartaan Kristus, misalnya berdoa. Berdoa merupakan sarana agar manusia dapat berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah, berdoa juga diajarkan guru kepada para muridnya, bahkan sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan selalu diawali
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
dengan berdoa. Semuanya merupakan sarana agar manusia dekat dengan Tuhan serta mewartakan kasih Kristus. Suradibrata (1984: 2) mengungkapkan bahwa “mendidik adalah kegiatan untuk membantu sesama agar “jadi orang”, dengan segala keterbatasannya, secara berangsur-angsur, dalam kebersamaan dengan orang lain”. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah menempatkan diri sebagai guru yang mempunyai jiwa pendidik yang sepenuh hati mendidik siswanya agar siswa tersebut mendapat pengetahuan dan perkembangan iman yang utuh dan penuh sehingga dapat berguna bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah mempunyai keunikan masing-masing dalam mendidik siswanya agar dapat berkembang. Berbagai macam cara dilakukan agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan dan dapat mewujudnyatakan dalam kehidupannya di tengah masyarakat luas. Groome (2010: 37) mengungkapkan bahwa: Pendidikan Agama Kristen adalah kegiatan politis bersama para peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah di masa kini kita, pada cerita komunitas iman Kristen, dan Visi Kerajaan Allah, benih-benih yang telah hadir diantara kita. Pada jaman dahulu Yesus menjadi guru bagi para murid-Nya dan mengajarkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Tentu saja Yesus tidak hanya memberikan pengetahuan kepada para murid-Nya tetapi memberikan harapan agar para murid-Nya dapat menerapkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia. Begitu pula Pendidikan Agama Katolik di sekolah, guru memberikan pengetahuan kepada siswa dengan harapan siswa mampu melaksanakan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Silabus (2010: 1) menyatakan bahwa:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan agar siswa mampu memahami dan melakukan kegiatan sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, kegiatan yang dilakukan dapat membantu mengembangkan iman dan kepercayaan siswa. Siswa juga diajarkan untuk menghargai dan menghormati agama lain sejak dini baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah agar siswa dapat menjalin komunikasi yang baik antar sesama. Guru terlibat aktif dalam proses perkembangan siswa di sekolah agar siswa melakukan kegiatan secara terarah dan mempunyai dorongan yang kuat dari guru tersebut.
2.
Tujuan Pendidikan Agama Katolik Heryatno (2008: 23) mengungkapkan bahwa “tujuan Pendidikan Agama
Katolik bersifat holistik artinya, sesuai dengan kepentingan hidup peserta didik, tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah harus mencakup segi kognitif, afeksi dan praksis”. Segi kognitif (pikiran), afeksi (perasaan), dan praksis (tindakan) tidak dapat dipisahkan karena saling mendukung dalam perkembangan siswa, sehingga ketiganya diberikan secara seimbang oleh guru Pendidikan Agama Katolik kepada masing-masing siswa. Kemampuan siswa di kelas sangatlah beragam, oleh sebab itu guru Pendidikan Agama Katolik haruslah mempunyai kemampuan dalam mendidik siswanya, misalnya memberikan materi Pendidikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
Agama Katolik dengan cara yang mudah ditangkap dan menyenangkan oleh semua siswa, sehingga kreativitas guru sangat penting dalam mendidik. Berikut ini disampaikan 3 tujuan Pendidikan Agama Katolik yaitu 1) demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah: inti segala tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah, 2) tujuan formal jangka panjang: kedewasaan iman, 3) iman yang dihayati membebaskan manusia.
a.
Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah: Inti Segala Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Heryatno (2008: 25) mengungkapkan bahwa: Sifat holistik tujuan Pendidikan Agama Katolik dapat lebih konkret kalau diletakkan pada inti dari segala tujuan proses penyelenggaraannya, yang sering disebut metapurpose yaitu untuk memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus di dalam sabda, karya dan seluruh hidup-Nya mempunyai keprihatinan pokok mewartakan serta mewujudkan kerajaan Allah. Dapat juga dikatakan bahwa Yesus adalah kerajaan Allah. Yesus telah bersabda dalam hidup manusia. Yesus diutus Allah ke dunia dengan sabda, karya, serta menyerahkan seluruh hidup-Nya untuk manusia. Nilainilai Kerajaan Allah yang ditanamkan Yesus kepada manusia adalah nilai-nilai kebaikan, cinta kasih, saling menghargai, serta melayani sesama. Selama hidup di tengah dunia, Yesus berusaha mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah, melalui sabda dan karya-Nya. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah mengajarkan tentang karya Yesus di dunia agar siswa semakin mengenal dan mencintai Yesus. Tujuan
Pendidikan
Agama
Katolik
dalam
proses
penyelenggaraannya
dimaksudkan tidak hanya untuk mengetahui dan memahami saja tetapi tindakan nyata merupakan salah satu cara untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
b. Tujuan Formal Jangka Panjang: Kedewasaan Iman Heryatno (2008: 29) mengungkapkan bahwa “iman yang dewasa juga diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh dan bersifat holistik karena mencakup segi pemikiran, hati, dan praksis.” Siswa yang memasuki masa remajanya membutuhkan proses untuk mencapai iman yang dewasa. Iman yang dewasa diartikan sebagai iman yang berkembang karena mencakup segi pemikiran, hati, dan praksis, artinya setiap siswa yang mempunyai keinginan untuk berkembang dalam iman akan mengandalkan pemikiran, hati, dan perasaan karena ketiganya merupakan penunjang agar siswa mampu melaksanakan sesuatu didasari oleh dorongan dalam diri mereka. Jika segi pemikiran, hati, dan perasaan berjalan secara seimbang, maka siswa akan lebih terbantu dalam proses pendewasaan iman serta mampu mengendalikan dirinya. Seseorang yang dianggap dewasa dalam iman adalah seseorang yang mampu mengendalikan dirinya sendiri dari hal-hal negatif atau yang merugikan dirinya sendiri serta orang di sekitarnya.
c.
Iman yang Dihayati Membebaskan manusia Heryatno (2008: 33) mengungkapkan bahwa “kebebasan merupakan
kondisi utama bagi manusia untuk menghayati dan memperkembangkan imannya. Hanya di dalam suasana hati yang bebas manusia dapat sungguh menghayati dan mewujudkan imannya”. Melakukan pekerjaan tanpa adanya paksaan dari orang lain sangat menyenangkan bagi manusia, hal inilah yang dimaksud dengan kebebasan. Kebebasan merupakan kondisi utama bagi manusia untuk menghayati
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
dan memperkembangkan imannya. Hal ini dimaksudkan bahwa suasana hati yang bebas sangat dibutuhkan oleh semua orang karena manusia melakukan sesuatu berdasarkan kehendak dari diri sendiri bukan karena adanya paksaan dari orang lain. Tentu saja bebas tidak diartikan secara individualitas karena bebas disini adalah bebas untuk mengasihi sesama, bebas untuk melaksanakan nilai-nilai Kerajaan Allah, bebas menanggapi cinta kasih Allah. Iman manusia akan berkembang menjadi lebih baik dengan adanya kebebasan.
3.
Konteks Pendidikan Agama Katolik Heryatno (2008: 40) mengungkapkan bahwa “para guru Pendidikan
Agama Katolik diharapkan mengenal dengan baik keadaan hidup peserta didiknya dan memiliki perhatian personal kepada mereka.” Guru di sekolah diharapkan mampu untuk mengenal siswa secara personal agar dapat membantu proses perkembangan siswa baik rohani maupun jasmani. Guru tidak hanya memberikan materi di kelas, tetapi guru juga memberikan dorongan atau motivasi sehingga siswa dapat berkembang di masa remajanya. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah memiliki perhatian personal bagi para siswa, artinya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang siswa miliki, guru senantiasa membantu siswa untuk berkembang.
a.
Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang
Heryatno (2008: 41) mengungkapkan bahwa: Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung seumur hidup di mana seseorang memasukkan diri atau dimasukkan ke dalam etos hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
bersama. Di dalam proses tersebut sebagai manusia kita menghadapi dan menanggapi pengaruh konteks sosial yang berupa tatanan hidup, nilai yang dianut, corak tingkah laku yang diharapkan, dll. Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, artinya sepanjang hidupnya manusia akan terus melakukan sosialisasi karena manusia selalu berinteraksi dengan sesama. Dalam lingkungan keluarga anak mulai belajar bersosialisasi dengan orangtua dan saudaranya, jika anak tersebut mampu melakukan sosialisasi dengan keluarganya maka kebiasaan tersebut akan membawa dampak yang baik ketika sudah berada atau berinteraksi di lingkungan sekolah serta masyarakat luas. Anak menjadi pribadi yang lebih matang ketika anak mampu menyesuaikan diri di tengah masyarakat luas maka nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh orangtuanya di rumah terus melekat dalam dirinya. Sosialisasi menjadi suatu kebutuhan bagi hidup manusia karena dengan adanya sosialisasi setiap manusia menjumpai banyak orang yang dapat mengubah dirinya menjadi lebih dewasa dalam bersikap.
b. Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa Heryatno (2008: 43) mengungkapkan bahwa: Untuk menjadi lebih Kristiani kita membutuhkan komunikasi dengan sesama umat Kristiani. Di dalam komunikasi dengan sesama umat Kristiani tersebut kita menjumpai cara hidup umat, harta kekayaan dan pengakuan iman mereka. Di dalam proses yang sama itu, kita mempelajari harta kekayaan iman Gereja, kita berkenalan dan mengambil bagian di dalam cara hidup umat sehingga kita makin mencintai, meyakini dan menghayati iman umat. Sosialisasi terhadap sesama umat Kristiani dengan cara menjalin relasi yang baik dengan sesama, secara tidak langsung membantu proses pendewasaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
iman seseorang. Hal ini dapat dilakukan melalui keterlibatan atau partisipasi umat dalam kehidupan menggereja, misalnya mengikuti pendalaman iman di lingkungan. Setiap mengikuti pendalaman iman di lingkungan, umat bisa saling bertukar pengalaman iman mereka dengan cara mensharingkannya, dari sharing tersebut umat saling memperkaya dan meneguhkan satu sama lain, pada akhirnya iman umat semakin diperkuat dan dipersatukan dalam nama Yesus. Untuk menjadi lebih Kristiani kita membutuhkan komunikasi dengan sesama umat Kristiani, artinya menjalin komunikasi antar umat Kristiani akan membantu setiap umat untuk berkembang.
c.
Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis
Heryatno (2008: 47) mengungkapkan bahwa: Dalam membantu memperkembangkan iman siswa Pendidikan Agama Katolik secara serentak memerlukan baik proses sosialisasi maupun edukasi yang bersifat kritis. Pendidikan Agama Katolik di sekolah memang harus bersifat kontekstual dan secara serius bertolak dari kenyataan hidup beriman siswa dan menanggapi kebutuhan mereka baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Dalam membantu memperkembangkan iman siswa Pendidikan Agama Katolik secara serentak memerlukan baik proses sosialisasi maupun edukasi yang bersifat kritis, hal ini dimaksudkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah membantu siswa dengan cara memberikan pendidikan kepada siswa, dimana pendidikan tersebut mampu membantu siswa untuk menemukan sendiri apa yang menjadi kebutuhan mereka berdasarkan hati nurani siswa. Edukasi yang bersifat kritis sangat diperlukan dalam bersosialisasi, artinya Pendidikan Agama katolik di sekolah membantu siswa untuk berkembang dalam iman dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
dibekali pendidikan agar siswa mampu menjadi dirinya sendiri sehingga tidak terjadi keseragaman antar siswa. Siswa dapat saling melengkapi dengan segala perbedaan yang ada dalam diri mereka.
4.
Model-Model Pendidikan Agama Katolik Heryatno (2008: 49) mengungkapkan bahwa “istilah model perlu
dimengerti sebagai suatu pendekatan tertentu yang memiliki suatu kerangka yang tertentu pula untuk suatu proses kegiatan penyelenggaraan pendidikan dalam iman dengan langkah-langkah yang kurang lebih tetap.” Pendidikan Agama Katolik di sekolah menempatkan siswa sebagai subjek dan guru sebagai fasilitator. Model perlu dimengerti sebagai suatu pendekatan hal ini dimaksudkan bahwa ada banyak cara atau pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru agar siswanya dapat memahami apa yang disampaikan guru di kelas sehingga membantu siswa untuk berkembang, perkembangan tersebut tentu saja berasal dari dorongan yang ada dalam diri siswa sehingga guru dengan berbagai cara pula membantu dan mengarahkan siswanya dalam bertindak.
a.
Tiga Unsur Pokok Pendidikan Agama Katolik
1) Pengalaman Hidup Peserta Didik Heryatno (2008: 50) mengungkapkan bahwa “pengalaman hidup mencakup seluruh kenyataan hidup peserta. Melalui refleksi terhadap pengalaman hidupnya peserta didik mengenali kehadiran Allah yang melimpahkan rahmatNya dan mengundang mereka untuk menanggapinya.” Pengalaman hidup dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
refleksi memang tidak dapat dipisahkan karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan mengalami banyak hal yang membuat manusia merefleksikannya baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan. Hal ini merupakan suatu proses pembelajaran hidup menuju suatu perkembangan iman manusia. Dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah, guru selalu membiasakan siswanya agar merefleksikan semua pengalaman yang sudah siswa dapatkan baik dalam pelajaran maupun dalam kegiatan siswa sehari-hari. Refleksi melatih siswa agar mampu memperbaiki yang menjadi kekurangannya dan mempertahankan apa yang menjadi kelebihan atau bakatnya serta menanggapi kehadiran Allah dalam hidupnya. Pengalaman hidup membawa setiap orang untuk berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman sehingga seseorang semakin percaya dan mengimani Kristus di tengah dunia.
2) Visi dan Kisah Kristiani (Harta Kekayaan Iman Gereja) Heryatno (2008: 51) mengungkapkan bahwa “visi dan kisah hidup Kristiani menjadi kerangka untuk menafsirkan pengalaman hidup konkret peserta, agar peserta menyadari makna pengalamannya dan dihantar untuk sampai pada pengakuan iman Katolik yang lebih personal dan otentik.” Visi dan kisah hidup Kristiani menjadi kerangka untuk menafsirkan pengalaman hidup konkret peserta, artinya setiap orang pasti mengalami pengalaman iman dalam hidupnya. Dari pengalaman iman tersebut seseorang menyadari makna pengalaman imannya bahwa pengalaman iman mampu mengubah hidup manusia menjadi lebih baik. Dalam kehidupan menggereja setiap umat yang sudah dibaptis percaya bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Tuhan selalu hadir di tengah hidup manusia. Pengalaman dibaptis merupakan pengalaman iman karena manusia menyadari akan kehadiran Tuhan melalui baptisan tersebut. Setelah dibaptis setiap orang akan semakin diperteguh imannya dan hidup dalam nama Yesus sebagai Anak Allah. Hal inilah yang dimaksud dengan pengakuan Katolik yang lebih personal dan otentik karena setiap orang yang memutuskan dirinya untuk dibaptis maka orang tersebut siap dengan segala konsekuensinya mengikuti Kristus.
3) Komunikasi Hidup Konkret Peserta dengan Visi dan Kisah/Tradisi Kristiani Heryatno (2008: 51) mengungkapkan bahwa “salah satu tugas utama Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah mendialogkan atau mempertemukan pengalaman hidup dengan harta kekayaan iman Katolik.” Dialog membantu siswa semakin menghayati imannya sebagai pribadi yang mengimani Krsitus. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah mendialogkan pengalaman hidup dengan harta kekayaan iman Katolik. Hal ini dimaksudkan agar Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh membantu siswa agar mampu memaknai pengalaman hidupnya sehingga mampu menghayati dirinya sebagai anggota Gereja Katolik. Pengakuan dirinya sebagai anggota Gereja Katolik diwujudkan dalam kehidupannya sehari-hari yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah hidup manusia dan menghayati semangat injili dalam dirinya. Dialog diharapkan dapat memperkembangkan hidup siswa artinya siswa menyadari dan memaknai pengalaman hidupnya sehingga mampu membantu dirinya untuk mewujudnyatakan pengalaman hidup secara kontekstual
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
b. Beberapa Model Pendidikan Agama Katolik 1) Model Transmisi/Transfer Heryatno (2008: 55) mengungkapkan bahwa “model ini berpusat pada guru yang mentransfer (mengoper) seluruh pengetahuannya pada siswa dengan menerapkan relasi guru dengan siswa.” Model transmisi/transfer merupakan cara lama yang digunakan para guru dalam mengajar. Model ini kurang efektif karena tidak melibatkan siswa dalam kegiatan mengajar/memberikan materi. Dalam mengikuti pelajaran di kelas ada jarak antara guru dan siswa sehingga guru tidak kreatif dalam menyampaikan materi dan siswa kurang aktif mengikuti pelajaran di kelas. Hal ini tidak membantu perkembangan siswa baik secara kognitif maupun dalam iman karena guru tidak memberikan apa yang menjadi kebutuhan siswa.
2) Model yang Berpusat pada Hidup Peserta Heryatno (2008: 57) mengungkapkan bahwa “model pendidikan yang berpusat pada hidup peserta ini merupakan reaksi yang ekstrem terhadap model pendidikan yang bersifat dogmatis.” Pada jaman era globalisasi seperti saat ini, para guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah hanya sebagai fasilitator dengan berpusat pada hidup peserta/peserta didik. Model ini diyakini mampu memperkembangkan pengetahuan dan iman siswa secara utuh. Siswa terlibat aktif dalam kegiatan pengajaran di kelas dengan cara tanya jawab dan kerja kelompok/sharing pengalaman, pada akhir pelajaran siswa diajak untuk merefleksikan pengalaman mereka selama mengikuti pelajaran di kelas berkaitan dengan pengalaman hidup mereka secara konkrit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
Kedua model di atas masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan, oleh sebab itu kedua model di atas saling melengkapi. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah bukan hanya sebagai fasilitator tetapi guru juga memberikan pengetahuan/informasi sehingga membantu perkembangan kognitif siswa dan memfasilitasi siswa agar siswa aktif di kelas serta membantu perkembangan iman mereka.
5.
Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik Memandang Siswa Sungguh Baik, Diciptakan Menurut Gambar Dan Rupa Tuhan
a.
Antropologi Kristiani: Manusia Sungguh Baik Heryatno (2008: 101) mengungkapkan bahwa “manusia diciptakan supaya
dapat mengasihi Allah dan sesamanya. Manusia selalu berada di dalam relasinya dengan Tuhannya, sesamanya dan seluruh alam semesta lingkungannya.” Manusia diciptakan agar saling mengasihi Allah, sesamanya dan alam semesta, artinya setiap umat manusia harus saling mengasihi sebagaimana Allah mengasihi manusia serta menjaga alam semesta yang diciptakan Allah untuk manusia agar manusia hidup berkecukupan di dunia ini. Manusia diciptakan Allah dengan segala keunikannya, artinya manusia diciptakan Allah dengan segala perbedaan agar manusia saling melengkapi dan bekerjasama dengan sesama serta menjalin hubungan yang baik dengan sesama, karena Allah menciptakan manusia menurut citra-Nya maka Allah memandang manusia sungguh baik. Walaupun manusia dapat berdosa dan berbuat jahat akan tetapi Allah selalu mengampuni manusia. Hal inilah bukti bahwa Allah sungguh mengasihi manusia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
b. Implikasi Antropologi Positif bagi Pengembangan Sikap Hidup para Guru 1) Meneguhkan Pribadi dan Jati Diri Siswa Heryatno (2008: 104) menyatakan bahwa “sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik, yang meneguhkan dan menghormati lebih-lebih siswanya yang bermasalah, lemah dan nakal, diharapkan dapat mendorong dan memberdayakan siswa agar mereka (sendiri) dapat memperkembangkan hidupnya.” Manusia diciptakan Tuhan dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki setiap orang. Sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik, yang meneguhkan dan menghormati siswanya yang bermasalah, lemah, dan nakal dimaksudkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mampu mengenal siswa secara personal, sehingga guru dapat mendorong dan memberdayakan siswanya dengan cara memahami kebutuhan siswa tanpa memandang latar belakang mereka. Guru Pendidikan Agama Katolik membantu siswa berkembang dengan melihat bakat-bakat yang mereka miliki. Melalui bakat-bakat yang ada dalam diri siswa tersebut maka guru dengan kerendahan hatinya mendampingi siswa, menaruh harapan dan kepercayaan agar siswa berkembang menjadi lebih baik serta bersikap lembut dan murah hati apabila menghadapi siswa yang bermasalah, lemah, dan nakal serta berusaha mendampingi para siswa untuk berkembang.
2) Tetap Yakin dan Penuh Harap pada Siswa Heryatno (2008: 104) menyatakan bahwa: Sebagai guru kita tidak pernah kehilangan pengharapan dan keyakinan bahwa semua siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat-bakat yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
mereka terima dari Allah mereka; karena kebaikan dan kemurahan hatiNya semua siswa dapat sampai pada kelimpahan dan kepenuhan hidup. Sebagai pendidik guru tidak pernah kehilangan pengharapan dan keyakinan terhadap siswanya, artinya guru tidak hanya melihat kekurangan yang siswa miliki tetapi guru percaya bahwa di balik kekurangan ada kelebihan dalam diri siswa. Melalui kepercayaan tersebut guru sungguh-sungguh mempunyai keinginan yang tulus untuk membantu siswa dalam berkembang. Guru membantu siswa untuk menemukan bakat-bakat yang ada dalam diri siswa serta membantu siswa untuk mengembangkan bakat tersebut. Guru meyakini bahwa setiap anak bisa berkembang menjadi lebih baik ketika ia tersebut mempunyai keyakinan yang kuat bahwa dirinya mampu dan bisa melakukan apa yang menjadi citacitanya.
3) Mengasihi Siswa Heryatno (2008: 105) menyatakan bahwa “beriman, berharap dan mengasihi hidup siswa itulah yang menjadi sikap, tekad dan kesadaran yang wajib mereka wujudkan di dalam menunaikan tugas panggilan mereka sebagai guru Pendidikan Agama Katolik.” Guru mengasihi siswanya seperti Yesus mengasihi para murid-Nya. Guru mengasihi siswa dengan tulus hati mendampingi siswa dan rela berkorban demi terwujudnya perkembangan iman siswa. Beriman, berharap dan mengasihi hidup siswa menjadi sikap dasar sebagai guru Pendidikan Agama Katolik. Hal ini dimaksudkan bahwa iman dilandasi dengan pengharapan dan diwujudnyatakan melalui kasih seorang guru kepada siswa. Guru memadukan keutamaan sifat-sifat ayah dan ibu, sifat ayah yang selalu tegar, kuat, serta rela
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
berkoban dan sifat ibu yang lemah lembut, sabar, serta rendah hati. Sifat-sifat inilah yang membantu seorang guru dalam meperkembangkan hidup siswa.
4) Menghormati Siswa Sebagai Subjek Heryatno (2008: 106) menyatakan bahwa “dengan memperlakukan mereka sebagai subjek, para guru Pendidikan Agama Katolik juga akan memberdayakan mereka sebagai pelaku pendidikan yang aktif, kreatif serta realistis.”
Guru
Pendidikan Agama Katolik memberdayakan siswa sebagai pelaku pendidikan yang aktif, kreatif, serta realistis artinya guru memfasilitasi siswa di kelas dengan penuh kepercayaan memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif menemukan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Guru juga memotivasi serta mempermudah
siswa
sehingga
siswa
mempunyai
kreativitas
dalam
mengembangkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki. Hal ini secara realistis membantu perkembangan iman siswa secara utuh.
5) Menghormati Kebebasan, Hak dan Tanggungjawab Siswa Heryatno (2008: 107) menyatakan bahwa “kebebasan terwujud kalau para guru Pendidikan Agama Katolik menghormati hidup siswa sebagai pribadi di dalam totalitasnya dan mendorong mereka untuk bersikap serta bertindak berdasar hati nuraninya.” Setiap orang perlu menentukan pilihan dalam hidupnya berdasarkan hati nurani. Kebebasan terwujud apabila guru Pendidikan Agama Katolik menghormati hidup siswa sebagai pribadi serta bertindak berdasarkan hati nurani, artinya bahwa guru berkewajiban mendidik siswa tetapi guru tidak berhak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
menentukan pilihan dalam hidup siswa. Siswa hanya dimotivasi dan difasilitasi agar siswa mampu menetukan pilihannya sendiri secara kontekstual, dengan penuh kesadaran bahwa apa yang menjadi pilihannya adalah yang terbaik dalam hidupnya. Kebebasan yang dimiliki oleh siswa berdasarkan kesadaran dan hati nurani tanpa adanya paksaan dari guru atau orang lain.
B. Perkembangan Iman 1.
Pengertian Perkembangan Nagel sebagaimana dikutip Singgih (1981: 29) mengemukakan bahwa
“perkembangan merupakan struktur yang teroganisasikan dan mempunyai fungsifungsi tertentu, dan karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi”. Perkembangan yang dimaksud di atas diibaratkan dengan anggota tubuh manusia yang mempunyai satu kesatuan. Jika anggota tubuh yang satu sakit atau tidak berfungsi lagi maka akan berakibat pada anggota tubuh yang lain. Suatu perkembangan dalam hidup manusia dimulai dari sebuah kemauan atau tekat yang besar dari diri sendiri. Dalam berkembang, manusia mempunyai banyak faktor dari dalam dan luar dirinya, baik faktor yang mendukung maupun faktor yang kurang mendukung. Oleh sebab itu setiap orang harus mampu mengendalikan diri sehingga dapat mencapai sesuatu yang diinginkan dalam hidupnya. Scbneirla sebagaimana dikutip Singgih (1981: 29) mengungkapkan bahwa “perkembangan adalah perubahan-perubahan progresif dalam organisasi pada organisme, dan organisme ini dilihat sebagai sistem fungsional dan adaptif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor, yakni kematangan dan pengalaman”. Kematangan dan pengalaman menjadi faktor dalam perkembangan karena setiap orang yang tumbuh baik jasmani dan rohani akan mengalami perubahan yang sangat signifikan. Berkembang melalui berbagai proses sehingga seseorang akan banyak mengalami pengalaman dan membantu proses kematangan dalam dirinya. Senada dengan Scbneirla sebagaimana dikutip oleh Singgih, Hurlock, (1989: 2) mengungkapkan bahwa “perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.” Semakin banyak pengalaman yang dilalui oleh setiap orang maka semakin matang dan berkembang orang tersebut, karena setiap pengalaman mempunyai nilai atau kesan tersendiri bagi setiap orang sehingga mengajak orang tersebut untuk merefleksikannya sebagai proses pendewasaan diri serta secara perlahan mengajak seseorang tersebut untuk berubah. Siti Rahayu (1989: 2) mengungkapkan bahwa “perkembangan juga berhubungan dengan proses belajar. Terutama isinya, yaitu mengenal apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar.” Perkembangan berhubungan dengan proses belajar artinya dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan mengalami berbagai pengalaman sehingga pengalaman tersebut dapat membantu menuju pada perkembangan dalam diri seseorang. Hal inilah yang disebut dengan proses belajar karena dalam berproses setiap orang mengalami pengalaman yang berbeda sehingga ada yang cepat mengalami perkembangan dan ada yang lama mengalami perkembangan. Tentu semua itu tergantung dari setiap individu serta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
orang-orang yang berada disekitarnya. Setiap orang yang sedang berproses akan cepat mengalami perkembangan apabila mendapat dukungan dari orang sekitar. Oleh sebab itu, setiap orang yang berkembang mengenal isinya, yaitu mengenal apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa setiap orang yang mempunyai keinginan untuk berkembang mempunyai tujuan agar hidupnya menjadi lebih baik. Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 24)
mengungkapkan
bahwa “kepercayaan eksistensial bukanlah sekedar kegiatan pemberian arti, tetapi juga proses dinamis pemberian arti itu sendiri. Proses tersebut terwujud dalam urutan sejumlah tahap perkembangan kepercayaan.” Setiap orang yang mempunyai kemauan untuk berkembang pasti ada kepercayaan yang kuat dalam dirinya. Kepercayaan inilah yang mendorong orang tersebut untuk terus maju. Manusia merupakan mahkluk yang dinamis atau berubah-ubah sehingga akan dimudahkan dalam berkembang jika dimotivasi untuk berubah menjadi lebih baik. Berdasarkan ungkapan para ahli di atas tentang pengertian perkembangan, penulis lebih tertarik pada pendapat Siti Rahayu yang mengungkapkan bahwa perkembangan berhubungan dengan proses belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa jika seseorang mengalami perkembangan dalam hidupnya berarti seseorang tersebut sudah melalui berbagai macam pembelajaran. Masing-masing individu mempunyai tingkatan kesulitan yang berbeda dalam perkembangan karena berkembang berdasarkan kebutuhan dari individu tersebut. Pengalaman seseorang mampu
mengubah
orang
tersebut
untuk
berkembang
karena
melalui
pengalamanlah manusia bisa merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
Selain itu kepercayaan yang ada dalam diri kita juga membawa perubahan yang baik bagi kita karena percaya diri sangat membantu setiap orang untuk berkembang.
2.
Iman
a.
Pengertian Iman
Buku Iman Katolik (1996: 127) mengungkapkan bahwa: Dilihat dari pihak manusia yang menanggapi wahyu dan menyerahkan diri kepada Allah, iman adalah pertemuan yang sama. Dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak-terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Pengalaman religius memang merupakan pengalaman dasar, kendati belum berarti pertemuan dengan Allah dalam arti penuh. Di atas pengalaman dasar itulah dibangun iman, penyerahan kepada Allah, pertemuan dengan Allah. Umat Kristen mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus. Dalam kegiatan menggereja setiap umat yang beriman kepada Tuhan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan karena manusia mempunyai kepercayaan dalam dirinya bahwa hanya Tuhanlah jalan keselamatan bagi manusia. Setiap orang beriman pasti mempunyai pengalaman iman yang berbeda-beda sehingga mereka sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan selalu hadir dalam hidup manusia. Melalui Yesus Kristus umat Kristen mengenal Allah sebagai Bapa. Yesus yang kita sambut melalui Ekaristi merupakan bukti nyata bahwa Allah bersemayam di dalam hati semua umat manusia yang percaya kepada-Nya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 8) mengungkapkan bahwa “iman adalah suatu cara manusia bersandar atau berserah diri serta menemukan atau memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya.” Ketika manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan hidup, manusia yang beriman hanya bersandar kepada Tuhan sehingga dapat menyelesaikan atau melalui masalah dengan baik dan mendapat pengalaman yang berharga dari persoalan tersebut. Banyak pengalaman yang membuat manusia lebih dewasa dalam iman dan semakin percaya kepada Tuhan. Banawiratma (1991: 49) mengungkapkan bahwa “beriman Kristiani berarti memilih makna kehidupan yang ditentukan oleh Yesus Kristus dengan keprihatinan tunggal Kerajaan Allah. Penghayatan iman Kristiani terjadi dalam paguyuban atau persekutuan iman dengan ajaran maupun ibadahnya.” Banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperkuat iman manusia misalnya dengan mengikuti pendalaman iman di lingkungan. Dalam pendalaman iman, ada sharing pengalaman iman dan refleksi, keduanya mampu membantu manusia untuk berkembang dalam imannya. Begitu pula pada saat mengikuti kegiatan Gereja misalnya koor, umat dapat ambil bagian dalam kemajuan Gereja. Semuanya dilakukan karena umat percaya kepada Tuhan sang pemberi hidup. Suradibrata (1984: 2) mengungkapkan bahwa “iman sebagai kegiatan manusiawi menyangkut potensi manusia untuk mengerti, maka iman mengarah pada kegiatan pemahaman. Intellectualitas merupakan kebutuhan penyempurnaan dan aktualisasi tindak beriman.” Iman tidak hanya semata-mata mengandalkan perasaan manusia saja tetapi juga menyangkut pengetahuan manusia. Setiap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
manusia yang beriman mengetahui kepada siapa ia percaya dan mampu menjalin relasi yang baik dengan sesama. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa iman merupakan penyerahan diri manusia secara utuh dan penuh kepada Allah. Dengan iman dan kepercayaan itulah manusia dapat mencintai Allah melalui sesama. Pendidikan Agama Katolik di sekolah mengajarkan kepada siswa agar mempunyai iman yang tangguh sehingga tidak mudah terpengaruh oleh masalah apapun yang ada di dalam maupun di luar diri kita. Setiap orang beriman percaya bahwa hanya kepada Tuhanlah segala masalah dapat terselesaikan dengan baik, sehingga manusia hanya bisa berpasrah diri dan berusaha. Iman seseorang memang tidak dapat diukur tetapi iman dapat diamati dari kepercayaan yang ada dalam diri seseorang. Orang yang beriman tidak akan mudah putus asa jika dihadapkan dengan situasi yang sulit. Seseorang termotivasi oleh orang lain agar menjadi lebih baik merupakan suatu perkembangan iman.
b. Iman Kristen Dalam Tiga Dimensi Groome (2010: 81) mengungkapkan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang hidup memiliki tiga dimensi yang esensial: 1) keyakinan, 2) hubungan yang penuh kepercayaan, dan 3) kehidupan agape yang hidup. 1) Iman sebagai Kegiatan Meyakini Groome (2010: 82) berkeyakinan bahwa: Dalam mentalitas Barat, iman (faith) dan keyakinan (belief) sering dianggap sama. akan tetapi, meskipun iman Kristen lebih luas daripada kepercayaan, tentu saja ada dimensi kepercayaan dalam iman Kristen ketika iman Kristen diwujudkan dalam kehidupan manusia. David Tracy
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
menyatakan “keyakinan” (belief) adalah simbol yang menjelaskan “pernyataan kognitif, moral, atau historis tertentu yang terkandung dalam sikap ‘iman’ tertentu”. Keyakinan menjadi tolak ukur dari iman itu sendiri, dengan beriman berarti manusia yakin akan keberadaan Tuhan di dunia ini. Manusia yang mempunyai keyakinan memaknai keberadaan Tuhan melalui sesama, misalnya saling mengasihi dan meneguhkan. Setiap manusia mempunyai batasan-batasan kemampuan dalam menjalani hidupnya, ketika mendapat suatu cobaan, orang yang mempunyai keyakinan kepada Tuhan akan berdoa kepada Tuhan memohon berkat-Nya agar masalah yang menimpanya dapat diselesaikan.
2) Iman sebagai Kegiatan Mempercayakan Groome (2010: 87) menyatakan bahwa: Beriman mengandung arti kegiatan mempercayakan. Jika kegiatan iman Kristen “percaya” (believing) terutama menunjuk pada tindakan kognitif, maka kegiatan iman Kristen mempercayakan (trusting) terutama bersifat afektif. Kegiatan iman Kristen mempercayakan adalah dimensi iman yang berdasarkan kepercayaan. Dimensi iman Kristen yang bersifat afektif/kepercayaan ini mengambil bentuk hubungan pribadi yang penuh kepercayaan dengan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus; dan mempercayakan (trust) diekspresikan dalam kesetiaan, kasih, dan kelekatan. Karena Allah adalah setia, kita dapat menyerahkan diri kita dengan penuh kepercayaan. Iman sebagai kegiatan mempercayakan artinya manusia mempercayakan seluruh hidupnya ke dalam tangan-Nya. Pada perjamuan Ekaristi, manusia menerima tubuh dan darah Kristus. Tubuh dan darah Kristus merupakan tanda bahwa Allah selalu hadir dalam hidup manusia melalui perantaraan Yesus Kristus Putra-Nya. Ketika manusia menerima tubuh dan darah Kristus, manusia mempercayakan seluruh hidupnya kepada Allah. Bukti kesetiaan Allah kepada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
manusia adalah Allah tidak meninggalkan manusia pada saat manusia jatuh ke dalam dosa bahkan Allah datang untuk menyelematkan manusia dari dosa.
3) Iman sebagai Kegiatan Melakukan Groome (2010: 90) mengungkapkan bahwa: Iman Kristen sebagai respons terhadap Kerajaan Allah dalam Kristus harus mencakup melakukan kehendak Allah. Secara lebih khusus, melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Panggilan hidup mengasihi di dalam dunia begitu penting dalam tradisi Kristen sehingga kita dapat dengan mudah menganggap sudah secara otomatis demikian atau berhenti memperhatikan sentralitasnya. Melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa manusia yang beriman kepada Tuhan mewujudnyatakan kasih mereka melalui perbuatan nyata misalnya peduli terhadap sesama yang membutuhkan serta mencintai sesama dengan segala kerendahan hatinya. Melakukan kehendak Allah merupakan salah satu cara manusia mencintai Allah bahwa manusia mempercayakan seluruh hidupnya kepada Allah.
c.
Iman: “kepercayaan-tanpa-jaminan”
1) Allah serentak sebagai tujuan sasaran iman dan dasar/alasan iman Syukur Dister (1989: 126-131) mengungkapkan bahwa: Dalam iman, seorang manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan dengan Allah sendiri. Tuhan sendiri tujuan dan isi iman kepercayaan. Maka dari itu “objek” iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasangagasan atau ide-ide mengenai Allah melainkan Tuhan Allah sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan dalam manifestasi pribadi: bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan hasrat-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
hasratnya yang intim, tetapi sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya” merupakan kenyataan yang kompleks. Di dalamnya termasuk keyakinan intelektual, ketaatan yang takwa dan hubungan cinta kasih. Jika manusia mencintai Tuhan berarti manusia tersebut percaya akan adanya Tuhan dalam hidupnya. Ia akan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan dalam semua karyanya di dunia. Seringkali manusia berdoa untuk berkomunikasi kepada Tuhan agar mendapat rahmat dari-Nya. Rahmat yang dilimpahkan kepada manusia melalui perantara cinta kasih dari sesama.
2) Mencapai kepastian dengan, dalam dan karena peng-amin-an Syukur Dister (1989: 126-131) mengungkapkan bahwa: Kepercayaan beragama (yang ditunjukkan dengan istilah “iman”) termasuk lapangan hubungan antar pribadi. Oleh karena itu iman tidak memiliki jaminan-jaminan yang dimiliki oleh akal yang menganalisis, yaitu jaminan-deduksi dan jaminan-induksi. Namun demikian orang beriman mempunyai kepastian juga: “Aku tahu kepada siapa aku percaya”. Tetapi kepastian iman ini baru diperoleh di dalam tindakan percaya itu sendiri. Walaupun manusia mengarahkan diri kepada Tuhan, seringkali manusia ingin mengetahui lebih dahulu kepada siapa ia percaya, namun hal itu baru diketahuinya dengan dan karena percaya. Manusia tidak mengetahui akan adanya Tuhan yang tinggal di dalam hati setiap orang jika manusia tidak percaya. Manusia diberikan godaan atau masalah dalam hidupnya agar manusia semakin dekat dan percaya kepada Tuhan.
3) Iman kepercayaan yang bertanya-tanya Syukur Dister (1989: 126-131) mengungkapkan bahwa:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
Selain kepastian terdapat juga ketidakpastian dalam iman. Iman juga selalu bertanya-tanya. Adapun sebabnya kiranya jelas. Objek iman memang sungguh-sungguh nyata bagi orang beriman, tetapi tidak pernah seluruhnya nyata. Kenyataan-kenyataan iman tidak memaksakan diri kepada akal budi, seperti misalnya kenyataan-kenyataan ilmu eksakta. Dalam kehidupan manusia, seringkali manusia bertanya-tanya apakah Tuhan itu nyata. Bagi orang yang tidak mempunyai kepercayaan hal ini sangat tidak mungkin karena Tuhan tidak kelihatan hanya dapat dirasakan dalam hati dan perantara manusia saja, tetapi sebaliknya bagi orang yang percaya Tuhan itu ada dan selalu tinggal di hati manusia dalam iman dan perbuatan.
3.
Perkembangan Remaja
a.
Masa Remaja
Supriyati (2013: 10) berpendapat bahwa: Masa remaja adalah masa transisi ke taraf kedewasaan. Lamanya masa transisi dipengaruhi oleh derajat ketergantungan, konflik dengan tuntunan orang tua, guru dan teman sebaya, status ambigue dalam kelompok, aspirasi yang tidak realistik dan motivasinya untuk membuat masa transisi. Adapun kesulitan yang dialami pada masa transisi ini dapat disebabkan karena kesulitan remaja dalam menduga peran barunya, ketergantungan secara ekonomi, status orang tua dan ada tidaknya kesempatan untuk menguasai tugas-tugas perkembangan. Setiap orang pasti merasakan atau melalui masa remajanya. Dalam masa remaja, banyak siswa yang perlu mendapat pendampingan dari orangtua dan guru secara khusus agar tidak salah langkah. Masa remaja sangatlah menyenangkan bagi siswa yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena banyak mendapat pengalaman dan suasana yang baru. Hal ini tentu saja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
mendukung perkembangan masa remajanya agar semakin didewasakan dalam perkataan dan perbuatan.
b. Perkembangan Sosial Remaja Supriyati (2013: 12) berpendapat bahwa: Sosialisasi berarti belajar tingkah laku sesuai dengan harapan kelompok. Sosialisasi dapat dipandang secara subjektif dan objektif. Sosialisasi secara subjektif berkaitan dengan perasaan-perasaan dan sikap-sikap individu, sedangkan sosialisasi secara objektif lebih berkaitan dengan tingkah laku nampak dari diri seseorang. Tanda-tanda sosialisasi dapat dilihat dari keinginan remaja untuk memilih kawan-kawannya sendiri, memilih jumlah kawan yang dikehendaki, kualitas kawan dan keinginan untuk mempunyai kawan dari jenis kelamin yang berbeda. Di lingkungan sekolah setiap siswa pasti berkeinginan mempunyai teman yang banyak agar tidak merasa kesepian, akan tetapi tidak semua siswa mampu bersosialisasi dengan teman sebayanya di sekolah karena setiap siswa mempunyai perilaku yang berbeda. Pada masa remaja, siswa cenderung membentuk kelompok agar dianggap paling kuat dari siswa yang lain dan lebih menonjol, sehingga ada kepuasan yang dirasakan oleh siswa tersebut. Siswa memilih teman bermain sesuai dengan kesamaan yang dimilikinya, misalnya kesamaan hobby atau kegemaran.
c.
Perkembangan Moral Remaja
Supriyati (2013: 14) berpendapat bahwa: Bermoral artinya dapat menyesuaikan diri dengan aturan atau hukum di masyarakat. Meskipun tidak setuju, remaja sering dihadapkan pada kenyataan bahwa ini satu-satunya cara yang tepat untuk bertingkahlaku. Remaja yang gagal menyelaraskan diri dengan norma kelompok disebut tidak bermoral (immoral). Remaja ini sebenarnya mampu tetapi tidak mau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
menyelaraskan diri dengan standar kelompok. Ada juga remaja yang mau tetapi tidak mampu menyelaraskan diri dengan kelompok (unmoral). Kesulitan dalam penyesuaian dengan moral orang dewasa biasanya berkaitan dengan nilai-nilai moral yang dianut sejak kanak-kanak tidak sesuai dengan kebutuhan remaja, untuk itu dibutuhkan nilai moral baru. Masa remaja merupakan masa yang banyak dihadapkan dengan peraturan baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda dalam melalui peraturan tersebut, ada siswa yang taat dengan peraturan dan ada siswa yang tidak mentaati peraturan, semuanya tergantung pada kepribadian masing-masing siswa. Peraturan yang ada membantu siswa agar siswa terbiasa dengan kedisiplinan dan bertanggungjawab dalam segala hal. Jika siswa mampu beradaptasi dengan peraturan yang ada maka siswa tersebut berkembang dalam kepribadiannya. Semuanya memerlukan proses yang lama dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, orangtua dan guru saling bekerjasama dalam perkembangan siswa secara kognitif, afeksi dan praksis agar siswa mempunyai moral yang baik.
d. Perkembangan Iman Remaja Fowler (1995: 31) dalam tahap ketiga sebagaimana dikutip oleh Supratiknya mengungkapkan bahwa: Agamalah yang menciptakan kerangka makna eksistensial yang terdalam dan terakhir, dengan menempatkan orang dalam relasinya dengan lingkungan akhir. Sang remaja berjuang menciptakan suatu sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai religius yang dapat mendukung proses pembentukan identitas diri dan memungkinkan munculnya rasa bersatu dengan orang-orang lain dalam suasana kesetiakawanan afektif. Agamalah yang menciptakan kerangka makna eksistensial yang terdalam dan terakhir, dengan menempatkan orang dalam relasinya dengan lingkungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
akhir artinya setiap manusia yang meyakini suatu agama maka manusia tersebut akan terus berusaha menjalin relasi yang baik dengan sesama dan Tuhan karena agama mampu membawa manusia kepada kehidupan yang kekal. Begitu pula para remaja, sang remaja menciptakan suatu sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai religius yang dapat mendukung proses pembentukan identitas diri. Hal ini dimaksudkan bahwa agama yang diyakini siswa membuat siswa berproses dalam hidupnya sehari-hari. Siswa belajar dari nilai-nilai religius melalui pengalaman iman mereka sehingga siswa mampu membentuk identitas diri dan bersatu dengan sesama.
C. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah yang Mendukung Terwujudnya Perkembangan Iman Siswa Pendidikan Agama Katolik di sekolah berperan penting membantu perkembangan iman siswa. Oleh sebab itu, para guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah memandang siswa sungguh baik. Hal ini diwujudnyatakan guru dengan cara mendidik siswanya agar menjadi lebih baik. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak hanya memberikan materi pelajaran saja tetapi guru Pendidikan Agama Katolik membantu siswa untuk berkembang dalam iman. Guru membantu iman siswa berkembang dengan cara meneguhkan pribadi dan jati diri siswa. Sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik, yang meneguhkan dan menghormati siswanya yang bermasalah, lemah dan nakal merupakan dasar seorang guru agar lebih mengenal siswa secara personal. Pada saat guru Pendidikan Agama Katolik sudah mengenal siswa secara personal maka guru tersebut yakin dan menaruh harapan kepada siswa bahwa siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
mereka miliki. Guru memotivasi dan mengasihi siswa dengan penuh kerendahan hati agar siswa mampu mengembangkan bakat-bakat mereka. Mengasihi siswa merupakan sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik. Hal ini dimaksudkan bahwa iman dilandasi dengan pengharapan dan diwujudnyatakan melalui kasih seorang guru kepada siswa. Guru yang mengasihi siswa mampu menghormati siswa sebagai subjek dan memberi kebebasan, hak serta tanggungjawab kepada siswa, sehingga siswa sungguh-sungguh berkembang dalam imannya melalui tindakan nyata seorang guru di sekolah (Heryatno, 2008: 104-107) Dalam perkembangan iman siswa, sosok guru yang memperhatikan siswa secara personal dengan kekurangan dan kelebihan yang siswa miliki tentu saja guru mempunyai cara atau model agar siswa sungguh-sungguh merasa diperhatikan dan dibantu oleh guru tersebut untuk berkembang. Guru sebagai fasilitator siswa berusaha dengan penuh kerendahan hati agar siswa mampu berkembang secara kognitif, afeksi, dan praksis. Guru memberikan kesempatan agar siswa aktif dan kreatif dalam mencari serta menemukan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga memberikan berbagai pengetahuan agar siswa juga memahami materi yang disampaikan oleh guru di kelas sehingga tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dapat terlaksana dengan baik (Heryatno, 2008: 57). Tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dapat terlaksana dengan baik apabila didukung oleh suasana yang dijiwai oleh Roh cinta kasih dan kebebasan Injili. Heryatno (2008: 17) mengungkapkan bahwa: Pendidikan yang bervisi spiritual dapat sungguh terwujud kalau suasana sekolah-sekolah Katolik dijiwai oleh cinta kasih dan kebebasan Injili (bdk.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Dimensi Religius Sekolah-sekolah Katolik, a.25). Cinta kasih yang dimaksud di sini adalah cinta kasih yang dihayati oleh Yesus sendiri: yang mencintai semua murid-Nya dengan cara yang sehabis-habisnya sampai memberikan nyawa-Nya sendiri demi keselamatan mereka (bdk. Yohanes 15:13) Seorang guru sangat berperan penting dalam perkembangan siswa di sekolah. Semangat Injili yang dimiliki oleh seorang guru menghasilkan benihbenih yang baik di dalam diri siswa. Guru yang mempunyai semangat cinta kasih dalam mengajar dengan tulus membantu siswanya untuk berkembang, sehingga sangat senang melihat anak didiknya berhasil dengan baik. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik sangat mengutamakan perkembangan siswa dalam iman dan kepercayaannya melalui tindakan nyata. Vugts (1968: 16) menyatakan bahwa: Ajaran Yesus disebut Injil. Injil yang dimaksud berisi kabar gembira. Isi kabar gembira itu ialah berita bahwa Yesus datang untuk mendirikan Kerajaan Allah. Maka waktu Yesus mengajar, Ia selalu bercerita tentang Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu berarti bahwa Allah sendiri akan turun tangan dalam sejarah manusia dan membimbing kita kepada keselamatan. Kabar gembira yang diterima oleh manusia adalah kabar bahwa Allah senantiasa akan terus menyertai manusia di setiap langkah hidupnya. Misalnya saja ketika kita merasa sendirian, Allah hadir untuk menghibur melalui orangorang yang ada di sekitar kita. Allah mencintai umat-Nya tanpa memandang apapun sehingga semua manusia dapat merasakan kasih Allah. Semua manusia diselamatkan dari dosa karena kasih Allah yang tak berkesudahan, sehingga Allah mengirim putra-Nya Yesus Kristus datang ke dunia dan menyerahkan seluruh hidup-Nya untuk manusia. KWI (1990: 11) menyatakan bahwa: Misi Gereja adalah mewartakan kabar gembira, demi perubahan batin dan pembaruan manusia. Bagi kaum muda, sekolah merupakan salah satu jalan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
terlaksananya pewartaan kabar gembira tersebut. Cinta Kristiani bukan dorongan perasaan dan juga bukan dorongan rasa perikemanusiaan: cinta Kristiani adalah kenyataan baru, yang lahir dari iman. Kaum muda sebagai generasi penerus Gereja diharapkan mampu mewartakan kabar gembira di mana pun mereka berada. Mewartakan kabar gembira haruslah dibekali iman yang kuat dalam hidup kaum muda, mengingat kaum muda masih banyak mengalami perubahan dalam dirinya. Sekolah merupakan tempat para kaum muda untuk mewartakan kabar gembira karena mereka mendapat dukungan dari para guru, fasilitas yang memadai, serta keinginan yang kuat dalam diri kaum muda untuk berkembang. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan iman siswa didasari oleh ketulusan hati guru dalam mendampingi siswa di sekolah. Seorang guru Pendidikan Agama Katolik haruslah mempunyai iman yang kuat serta wawasan yang luas agar mampu memperkembangkan iman siswa. Guru yang mengutamakan perkembangan iman siswa tentu saja lebih kreatif pada saat mengajar karena kreativitas guru membawa suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi siswa sehingga siswa mampu terlibat aktif di kelas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
BAB III PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT DAN PERANANNYA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA
Bab II telah menguraikan Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah demi terwujudnya perkembangan iman siswa. Secara teori pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dipahami dan dijelaskan melalui dokumen-dokumen Gereja serta pendapat para ahli. Hal ini diharapkan dapat membantu guru dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sehingga mampu mewujudkan perkembangan iman siswa. Dalam bab III penulis membahas tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan peranannya terhadap perkembangan iman siswa. Pada bab III ini penulis memberikan gambaran tentang sejarah, Visi, dan Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Bagian selanjutnya menyampaikan gambaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Hal ini meliputi pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik dan sosok guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Kemudian penulis menjelaskan metodologi penelitian yang nantinya akan dilaksanakan. Setelah melaksanakan penelitian di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat penulis membahas hasil penelitian yang sudah diperoleh dalam laporan penelitian. Penulis berharap hasil penelitian yang telah penulis laksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat khususnya kelas VIII dapat membantu penulis untuk mengetahui peranan Pendidikan Agama Katolik SMP Negeri 1 Sepauk,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan pengaruhnya terhadap perkembangan iman siswa.
A. Gambaran Umum Keadaan SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat 1.
Sejarah, Visi, dan Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat
a.
Sejarah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan perkembangannya SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat didirikan
pada tahun 1983. SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat didirikan oleh pemerintah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pemerintah terutama dinas pendidikan sangat prihatin dengan keadaan masyarakat sekitar terutama masyarakat di daerah Sepauk, kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Hal ini disebabkan karena masyarakat Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat belum menyadari pentingnya pendidikan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, biaya sekolah dan jarak antara rumah ke sekolah yang berada di Kabupaten Sintang juga menjadi salah satu faktor penghambat perkembangan pendidikan di Sepauk. Oleh sebab itu, pemerintah daerah bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk membangun SMP Negeri 1 Sepauk yang letaknya di Jl. Tanjung Ria kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Tentu saja dari tahun ke tahun SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat mengalami peningkatan terutama siswa/siswi yang terus bertambah jumlahnya. Sampai saat ini, siswa SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat berjumlah 455 orang. Melihat minat siswa yang terus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
bertambah untuk mencari ilmu di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat serta mendapat dukungan dari para orangtua siswa, pemerintah memenuhi berbagai sarana untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas misalnya komputer, lapangan olahraga, ruang IPA, perpustakaan dan ruang kesenian. SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat memiliki 13 ruang kelas. Kelas VII memiliki 5 ruang kelas dengan jumlah siswa laki-laki 71 orang dan jumlah siswa perempuan 100 orang. Pada kelas VIII terdapat 4 ruang kelas dengan jumlah siswa laki-laki 68 orang dan jumlah siswa perempuan 83 orang. Sedang pada kelas IX terdapat 4 ruang kelas dengan jumlah siswa lakilaki 50 orang dan jumlah siswa perempuan 83 orang. Sekarang usia SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat sudah 30 tahun. Selama 30 tahun SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat sudah 6 kali mengalami pergantian kepala sekolah. Pada tahun 1983-1989 kepala sekolahnya adalah bapak Chapis Rusdi BA. Selanjutnya pada tahun 1989-1993 kepala sekolahnya adalah bapak Bakrie Nurddin. Pada tahun 1993-2000 kepala sekolahnya adalah ibu Lussia. Pada tahun 2000-2009 kepala sekolahnya adalah bapak Constan Tinus dan pada tahun 20092010 ibu Lussia menjadi kepala sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat untuk menunggu pergantian kepala sekolah yang baru. Pada tahun 2010 SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dipimpin oleh bapak Sargio Kocanius. Dari tahun ke tahun SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat semakin berkembang, tentu saja perkembangan tersebut karena kepemimpinan kepala sekolah yang terus berusaha
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
semaksimal mungkin dalam meningkatkan perkembangan sekolah. Hal inilah yang membuat pemerintah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat terus membangun sekolah-sekolah di daerah-daerah agar orangtua dan siswa semakin menyadari bahwa pendidikan sangat penting bagi perkembangan hidup manusia.
b. Visi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Membentuk siswa berprestasi, disiplin, berbudaya, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta ramah lingkungan. Siswa yang berprestasi berawal dari kedisiplinan dalam mengatur waktu untuk belajar. Disiplin menjadi suatu budaya yang terus dilestarikan dalam kehidupan siswa sehingga siswa terus berusaha dalam meningkatkan prestasi di sekolah. Tentu saja semua ini didasari oleh iman yang kuat kepada Tuhan. Siswa yang beriman mampu menghadapi semua rintangan yang ada di hadapannya karena iman berasal dari kepercayaan yang ada dalam diri siswa. Pada akhirnya siswa mampu mewujudnyatakan imannya dengan cara mencintai dan memelihara lingkungan sekitar. Sejak awal berdirinya SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat pada tahun 1983 hingga saat ini, Visi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat tidak mengalami perubahan karena masih relevan dengan keadaan siswa pada saat ini. Tentu saja agar sekolah dan siswa saling berkerjasama dalam mengharumkan nama sekolah serta mengembangkan prestasi sekolah menjadi lebih baik.
c.
Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat
1) Melaksanakan pembelajaran efektif dan tepat waktu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Guru memanfaatkan waktu mengajar dengan sebaik-baiknya sehingga siswa tidak dirugikan dan guru sungguh-sungguh mengemban tugasnya dalam mengajar secara profesional. 2) Melaksanakan remedial, pengayaan atau pembelajaran tambahan Guru membantu siswa agar mampu mendapatkan nilai sesuai dengan tingkat kelulusan yang telah ditentukan setiap mata pelajaran dengan mengadakan remidial bagi siswa yang tidak lulus dalam ujian semester serta memberikan jam tambahan agar siswa mampu memperbaiki nilainya dengan menambah pengetahuan siswa serta mengulangi kembali mata pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya. 3) Meningkatkan minat baca siswa dengan program wajib kunjung perpustakaan Guru mewajibkan siswa untuk membaca buku di perpustakaan, hal ini dimaksudkan agar siswa mempunyai banyak pengetahuan di luar pelajaran yang diberikan oleh guru. 4) Melaksanakan tertib kehidupan sekolah Sekolah memberikan tata tertib kepada siswa agar siswa belajar mematuhinya sehingga siswa terbiasa dengan semua tata tertib yang ada baik di keluarga, sekolah dan masyarakat luas. 5) Melaksanakan bimbingan olahraga prestasi dan pembangunan karakter bangsa Guru membimbing siswa bukan hanya berprestasi di dalam kelas khususnya di bidang akademik, akan tetapi guru juga membantu siswa dalam membangun karakter siswa melalui prestasi olahraga.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
6) Melaksanakan peningkatan penghayalan kehidupan keagamaan Guru mendidik siswa supaya mempunyai iman yang kuat terhadap agamanya karena agama diyakini seseorang sebagai sarana pengarahan diri kepada Tuhan. Hal ini diharapkan mampu membantu siswa agar terus memegang teguh keyakinannya dimanapun mereka berada. 7) Melaksanakan kebersihan dan penataan lingkungan Guru dan semua warga sekolah saling bekerja sama dalam menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih sehingga semua anggota sekolah merasa nyaman jika berada di sekolah. 8) Meningkatkan persaudaraan dan kebersamaan warga sekolah Seluruh warga sekolah menjalin persaudaraan dan kebersamaan yang erat agar mampu menciptakan kerukunan dan kerjasama dalam lingkungan sekolah. Hal ini sangat berperan penting dalam membantu kemajuan sekolah karena semua warga sekolah mempunyai perannya masing-masing dalam mengharumkan serta menjaga nama baik sekolah.
B. Gambaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat 1.
Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Pendidikan Agama Katolik di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang,
Kalimantan Barat menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah mengajar siswa kelas VIII pada hari Selasa. Kelas VIII terdiri dari 4 ruang kelas. Pada saat pelajaran Pendidikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Agama Katolik, kelas VIII A dan B disatukan dalam satu ruang kelas, begitu juga dengan kelas VIII C dan D. Guru Pendidikan Agama Katolik mengajar di kelas selama 2 jam pelajaran dalam 1 kali pertemuan. Berikut ini tabel jumlah siswa kelas VIII secara keseluruhan: No Kelas
Jumlah
Agama
Agama
Agama
Siswa
Katolik
Islam
Protestan
1
VIII A
38 Siswa
16 Siswa
12 Siswa
10 Siswa
2
VIII B
38 Siswa
20 Siswa
8 Siswa
10 Siswa
3
VIII C
36 Siswa
16 Siswa
9 Siswa
11 Siswa
4
VIII D
38 Siswa
17 Siswa
11 Siswa
10 Siswa
Jumlah Total
150 Siswa
69 Siswa
40 Siswa
41 Siswa
Dari tabel di atas, siswa kelas VIII yang beragama Katolik lebih banyak dari pada siswa yang beragama lain. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru Pendidikan Agama Katolik dalam mendidik siswa di kelas serta membantu perkembangan iman mereka. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah khususnya kelas VIII menggunakan buku ajar yang berjudul “Membangun Komunitas Murid Yesus”. Pelajaran Pendidikan Agama Katolik secara konkrit mengajarkan kepada siswa tentang perjalanan hidup Yesus dan mengenalkan karya-karya Yesus di tengah dunia dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Karya-karya Yesus di dunia diwujudnyatakan siswa dalam mengikuti kegiatan Gereja misalnya mengikuti kegiatan Orang Muda Katolik (OMK), mendampingi anak-anak sekolah minggu, mengikuti koor dan menjadi lektor pada hari minggu,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
serta mengadakan kemping rohani. Tentu saja kegiatan tersebut mendapat bimbingan, arahan serta motivasi dari guru Pendidikan Agama Katolik. Guru Pendidikan Agama Katolik tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa pada saat di kelas, tetapi juga membantu siswa untuk melakukan aksi konkrit yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan Gereja.
2.
Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Guru Pendidikan Agama Katolik SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten
Sintang, Kalimantan Barat terdiri dari 2 orang, yaitu ibu Seravina dan ibu Yuli Kristi. Ibu Seravina mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk kelas VIII. Pada saat proses belajar mengajar di kelas, guru Pendidikan Agama Katolik memfasilitasi siswa dengan berbagai pengetahuan agar siswa mampu menemukan sendiri apa yang menjadi kebutuhan mereka. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga mendekati siswa pada saat jam istirahat sehingga guru dapat mengenal siswa secara personal. Guru Pendidikan Agama Katolik dengan rendah hati menerima siswa yang ingin berkunjung di luar jam sekolah tanpa memandang latar belakang siswa sehingga tidak ada jarak antara guru dan siswa. Guru Pendidikan Agama Katolik bertujuan memperkembangkan iman siswa dengan berbagai kegiatan di sekolah dan di Gereja. Oleh sebab itu, menjadi guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sebuah panggilan. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah mendidik siswa dengan penuh kerendahan hati dan mempunyai semangat sebagai seorang pendidik yang mampu memotivasi siswa agar siswa sungguh-sungguh berkembang dalam imannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
C. Penelitian Tentang Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Iman Siswa 1.
Desain Penelitian
a.
Latar Belakang Penelitian Penulis memilih SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan
Barat sebagai tempat penelitian karena SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat terletak di daerah tempat tinggal penulis. Selain itu penulis ingin mengenal SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat secara keseluruhan, mengingat dari tahun ke tahun sudah banyak mengalami perubahan. Tentu saja perubahan menjadi lebih baik dan semakin berkembang dalam bidang akademik, mempunyai fasilitas yang memadai, serta sistem pengajaran yang lebih menyenangkan. Penelitian ini dikhususkan untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Penulis memilih SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat sebagai subjek penelitian karena siswa kelas VIII merupakan siswa yang sedang memasuki masa remaja. Masa remaja sangat rentan dengan berbagai persoalan, misalnya pergaulan bebas, kenakalan remaja, pengaruh dari teman sebaya dan kurangnya percaya diri untuk berubah menjadi lebih baik. Dalam hal inilah, keluarga terutama orangtua menjadi pendidik utama bagi para siswa khususnya kelas VIII. Melalui pendekatan dari orangtua di rumah, para siswa akan lebih terbantu dalam perkembangan iman mereka sehingga berbagai persoalan tersebut dapat teratasi dengan baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah berfungsi untuk meneruskan apa yang sudah orangtua berikan kepada anaknya di rumah. Seperti yang sudah diuraikan secara singkat di atas bahwa pendidik utama siswa adalah orangtua. Apabila orangtua mempunyai waktu yang cukup untuk anaknya di rumah dan memberikan arahan kepada anaknya maka anak tersebut akan berkembang menjadi lebih baik. Sekolah membantu orangtua agar siswa mendapat pengetahuan baru dan tetap belajar dari pengalaman yang sudah dialami siswa baik di rumah maupun di sekolah. Guru Pendidikan Agama Katolik membantu siswa untuk semakin mengembangkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Mangunwijaya sebagaimana dikutip Heryatno (2008: 15) menyatakan bahwa “hakikat dasar Pendidikan Agama Katolik sebagai komunikasi iman, bukan pengajaran agama”. Komunikasi iman dapat menumbuhkembangkan kepercayaan dalam diri manusia sedangkan pengajaran agama hanya sebagai pengetahuan manusia serta membantu manusia untuk menerapkannya. Sangat perlulah komunikasi iman antar sesama melalui sharing pengalaman. Sharing pengalaman dapat membantu seseorang agar imannya berkembang. Oleh sebab itu, guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah memfasilitasi siswa agar siswa mampu
mengkomunikasikan
iman
mereka
dengan
cara
mensharingkan
pengalaman siswa sehari-hari. Melalui penelitian ini penulis berharap dapat mengetahui sejauh mana Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat membantu perkembangan iman siswa dan apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambatnya. Tentu saja melalui penelitian ini penulis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
berharap memberikan sumbangan pemikiran untuk SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat khususnya Pendidikan Agama Katolik di sekolah.
b. Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaaan proses belajar mengajar Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah berperan membantu perkembangan iman siswa 2) Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambatnya
c.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif.
Alasan penulis memilih penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik sehingga penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut juga sebagai metode etnographi (memfokuskan diri pada budaya dari sekelompok orang) serta meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang subjek penelitian. Latar belakang subjek sangat bermanfaat dalam penelitian karena membantu peneliti dalam menemukan fakta untuk mendukung teori yang ada. Peneliti juga ikut serta dalam penelitian sehingga penulis bisa berproses bersama responden. Selain itu, penulis mendapat banyak pengalaman dalam melaksanakan penelitian sehingga membantu penulis untuk berkembang menjadi lebih baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Oleh sebab itu, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan observasi partisipatif melalui wawancara guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah serta kuesioner tertutup untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Melalui penelitian ini, penulis mengajak guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah agar lebih mengutamakan perkembangan iman siswa di sekolah. Moelong (2012: 6) mengungkapkan bahwa: Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti mengamati responden secara langsung dengan cara melihat perilaku, persepsi, dan motivasi. Melalui perilaku, persepsi, dan motivasi peneliti mendapat jawaban yang
sesuai
dengan
keadaan
yang
sebenarnya.
Sugiyono
(2013:
1)
mengungkapkan bahwa: Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen). Peneliti adalah sebagai instrumen kunci dimana teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan). Analisis data bersifat induktif sehingga hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Menurut pendapat para ahli di atas, penelitian kulitatif merupakan penelitian yang berdasarkan keadaan nyata. Semua data diperoleh dari kondisi objek yang alamiah. Artinya objek yang diteliti menjadi jawaban atas pelaksanaan dalam penelitian. Pada akhirnya data yang diperoleh merupakan data yang sungguh-sungguh terjadi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
d. Instrumen Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan instrumen observasi partisipatif, kuesioner dan wawancara. Instrumen observasi partisipasif ini melibatkan peneliti secara langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono, 2013: 64). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009: 199). Penulis menggunakan kuesioner tertutup untuk siswa SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Keusioner tertutup adalah kuesioner yang jawabannya sudah disediakan. Responden tinggal memilih di antara alternatif yang tersedia (Dapiyanta, 2011: 23). Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden lebih mendalam (Sugiyono, 2013: 72). Penulis menggunakan wawancara terpimpin untuk guru Pendidikan Agama Katolik SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Wawancara terpimpin adalah pertanyaan yang diajukan dalam wawancara sudah disiapkan lebih dahulu oleh peneliti sehingga terarah (Dapiyanta, 2011: 25). Sugiyono (2013: 2) mengungkapkan bahwa “kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna di balik yang terlihat dan terucap tersebut”. Terdapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data.
e. Responden Penelitian ini mengambil populasi siswa kelas VIII SMP negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Jumlah siswa kelas VIII secara keseluruhan adalah 150 siswa. Siswa kelas VIII yang beragama Katolik berjumlah 69 siswa. Dari 69 siswa tersebut, penulis melaksanakan penelitian untuk 2 kelas, yaitu kelas VIII A dan VIII B berjumlah 30 siswa. Alasan penulis tidak menjadikan 69 siswa sebagai responden penelitian karena penulis memandang 30 siswa sudah mewakili suara yang lain dan pada saat pembahasan hasil penelitian lebih praktis. Penulis juga mewawancarai 1 orang guru Pendidikan Agama Katolik yang mengampu kelas VIII yaitu ibu Seravina. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sample. Purposive sample merupakan sampel bertujuan karena dalam penelitian kualitatif tidak ada sampel acak (Moleong, 2012: 224). Dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004: 91).
f.
Waktu Pelaksanaan dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, kabupaten
Sintang, Kalimantan Barat pada bulan Januari 2014. Dengan proses pelaksanaan sebagai berikut: pertama, penulis menentukan kelas yang akan dijadikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
responden penelitian. Kedua, penulis membagikan angket untuk 30 siswa kepada kelas yang sudah ditentukan dan menunggu di kelas pada saat pengisian angket berlangsung sampai selesai. Ketiga, penulis mewawancari 1 orang guru Pendidikan Agama Katolik yang mengampu kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
g.
Variabel Penelitian
1) Pelaksanaan proses belajar mengajar Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat 2) Faktor-faktor pendukung dan penghambatnya
h. Kisi-Kisi Instrumen No
Variabel
Indikator
Jumlah Item
(1) 1.
(2)
(3)
Pelaksanaan proses belajar Tersedianya
gambaran 14
Pendidikan pelaksanaan data Pendidikan
mengajar
Agama Katolik di sekolah Agama Katolik di sekolah SMP
Negeri
1
Kabupaten
Sepauk, Sintang,
Kalimantan Barat 2.
Faktor
pendukung
penghambatnya
dan Tersedianya pendukung penghambatnya
data
faktor 6 dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
2.
Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Laporan dan pembahasan hasil penelitian akan dipersempit oleh penulis
dengan membagi dua opsi pilihan yaitu positif dan negatif. Opsi pilihan bagian positif adalah sangat setuju dan setuju. Opsi pilihan bagian negatif adalah tidak setuju dan sangat tidak setuju, sedangkan siswa yang menjawab netral pada beberapa item tidak dihitung karena dianggap tidak mempunyai jawaban yang pasti. Dalam beberapa pernyataan ada beberapa item yang merupakan pernyataan negatif yaitu no. 4, 5, 13, 14, 18, 19, 20 sehingga jawaban siswa lebih dominan pada opsi pilihan bagian negatif. Dalam pernyataan negatif tersebut, penulis mengganti opsi pilihan bagian positif dengan jawaban negatif sedangkan opsi pilihan negatif dengan jawaban positif. Cara ini dimaksudkan agar mempermudah penulis dalam pengolahan dan pembahasan data hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Laporan dan pembahasan hasil penelitian ini diawali penulis dengan menjelaskan identitas responden, dilanjutkan dengan uraian pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat serta diakhiri dengan faktor pendukung dan penghambatnya.
a.
Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Kuesioner
1) Laporan Penelitian Melalui Kuesioner Hasil penilaian dari 30 siswa yang terdiri dari 15 siswa kelas VIII A dan 15 siswa kelas VIII B untuk dijadikan responden penelitian yang tertera pada tabel berikut ini:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
Tabel 1: Identitas Responden (N= 30) No
Kelas
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
%
1
VIII A
5 Siswa
10 Siswa
15 Siswa
50
2
VIII B
4 Siswa
11 Siswa
15 Siswa
50
Tabel 2: Hasil Penelitian Melalui Kuesioner (N= 30) No
Pernyataan
Jumlah Siswa
Positif A. Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah sungguh membantu perkembangan iman siswa 1. Materi Pendidikan Agama Katolik disampaikan oleh guru dengan penuh kreativitas 2. Guru Pendidikan Agama Katolik Mengajarkan tentang karya Yesus di dunia agar siswa semakin
SS
%
19
63,3
S
7
%
28
93,3 %
Netral %
N
%
23,3
3
10%
%
2
6,6%
Negatif TS
1
%
3,3%
STS
%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
mengenal dan mencintai Yesus Guru Pendidikan Agama Katolik Mendampingi siswa dengan senang hati Guru Pendidikan Agama Katolik tidak memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka Guru Pendidikan Agama Katolik tidak memperlakukan siswa sebagai subjek pada saat mengajar di kelas Pendidikan Agama Katolik merupakan komunikasi iman Pendidikan Agama Katolik membantu Perkembangan iman siswa menjadi lebih matang Pendidikan Agama Katolik membantu siswa semakin mengimani Yesus sebagai anak Allah Siswa mengenali kehadiran Allah melalui refleksi pengalaman hidupnya
18
60%
12
40%
1
3,3%
5
16,6
3
10%
18
60%
3
10%
5
16,6
11
36,6
1
3,3%
1
3,3%
%
2
6,6%
11
36,6 %
21
70%
9
30%
20
66,6
6
20%
2
6,6%
20
66,6
%
3
10%
2
6,6%
%
1
3,3%
%
28
93,3 %
7
23,3 %
%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
10. Pengalaman hidup membawa siswa untuk berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman 11. Siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja sehingga mampu membantu perkembangan iman menjadi lebih matang 12. Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan siswa melalui interaksi dengan lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari 13. Pada saat proses belajar mengajar di kelas ada jarak antara guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa 14. Guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal siswa secara personal
B. Faktor Pendukung dan penghambat nya 15. Guru Pendidikan Agama Katolik menyampaikan materi pelajaran dengan jelas pada saat
20
66,6
10
%
19
63,3
%
7
%
9
30%
33,3
23,3
2
6,6%
1
3,3%
4
13,3
1
3,3%
10%
16
53,3
%
9
30%
3
10%
12
40%
3
10%
13
43,3
2
6,6%
8
26,6
7
23,3
%
SS
%
S
%
26
86,6
4
13,3
%
3,3%
%
%
3
1
%
%
N
%
TS
%
%
STS
%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
mengajar 16. Tersedia fasilitas yang memadai pada saat proses belajar mengajar berlangsung 17. Guru Pendidikan Agama Katolik memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif pada saat belajar di kelas 18. Proses penyampaian materi Pendidikan Agama Katolik di kelas kurang menyenangkan 19. Suasana kelas waktu pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kurang mendukung pada saat proses pembelajaran 20. Siswa malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
11
36,6
12
40%
6
20%
3
10%
3
10%
3
10%
1
3,3%
1
3,3%
10
33,3
%
23
76,6 %
2
6,6%
4
13,3
11
%
1
3,3%
36,6 %
%
3
10%
6
20%
15
50%
6
20%
1
3,3%
2
6,6%
9
30%
17
56,6
(a) Identitas Responden Jumlah rata-rata responden kelas VIII A yang terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan adalah 15 orang dengan jumlah prosentase 50%. Jumlah rata-rata responden kelas VIII B yang terdiri dari 4 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan adalah 15 orang dengan jumlah prosentase 50%.
%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
(b) Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Pada variabel pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dari tabel no 2 di atas, pada item no. 1 diketahui sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6% menyatakan pilihan positif bahwa materi Pendidikan Agama Katolik disampaikan oleh guru dengan penuh kreativitas. Ada juga siswa yang menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3%. Responden sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10% menyatakan netral dalam pernyataan tersebut. Pada item no. 2, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mengajarkan tentang karya Yesus di dunia agar siswa semakin mengenal dan mencintai Yesus. Pada item no. 3, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mendampingi siswa dengan senang hati. Pada item no. 4, responden sebanyak 6 orang dengan jumlah prosentase 20% menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik belum memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka. Ada 21 orang yang menyatakan tidak setuju dengan jumlah prosentase 70% dalam pernyataan tersebut karena guru Pendidikan Agama Katolik sudah memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10%.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
Pada item no. 5, responden sebanyak 13 orang dengan jumlah prosentase 43,3% menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik masih memperlakukan siswa sebagai objek pada saat mengajar di kelas. Responden sebanyak 12 orang dengan jumlah prosentase 40% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan
tersebut
karena
guru
Pendidikan
Agama
Katolik
sudah
memperlakukan siswa sebagai subjek pada saat mengajar di kelas. Ada 5 orang dengan jumlah prosentase 16,6% menyatakan netral dalam pernyataan tersebut. Pada item no. 6, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik merupakan komunikasi iman. Pada item no. 7, responden sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6% menyatakan pilihan positif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan iman siswa menjadi lebih matang. Responden sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3% menyatakan pilihan negatif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan iman siswa menjadi lebih matang. Ada juga yang menyatakan netral dalam pernyataan tersebut sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10%. Pada item no. 8, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu siswa semakin mengimani Yesus sebagai anak Allah. Pada item no. 9, responden sebanyak 27 orang dengan jumlah prosentase 90% menyatakan pilihan positif bahwa siswa mengenali kehadiran Allah melalui refleksi pengalaman hidupnya. Siswa sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
3,3% menyatakan pilihan negatif terhadap pernyataan ini. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan netral. Pada item no. 10, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa pengalaman hidup membawa siswa untuk berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Pada item no. 11, responden sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6% menyatakan pilihan positif bahwa siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja sehingga mampu membantu perkembangan iman menjadi lebih matang. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan pilihan negatif
bahwa
siswa
terlibat
aktif
dalam
kegiatan
Gereja
membantu
perkembangan iman menjadi lebih matang. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6%. Pada item no. 12, responden sebanyak 25 orang dengan jumlah prosentase 83,3% menyatakan pilihan positif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan siswa melalui interaksi dengan lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari. Ada siswa menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3%. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3% menyatakan netral dalam pernyataan ini. Pada item no. 13, responden sebanyak 12 orang dengan jumlah prosentase 40% menyatakan setuju bahwa pada saat proses belajar mengajar di kelas ada jarak antara guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa. Responden sebanyak 15 orang dengan jumlah prosentase 50% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena pada saat proses belajar mengajar di kelas tidak ada jarak antara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa. Ada juga siswa menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10% dalam pernyataan tersebut. Pada item no. 14, responden sebanyak 13 orang dengan jumlah prosentase 43,3% menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal siswa secara personal. Ada 15 orang dengan jumlah prosentase 50% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan netral bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal siswa secara personal.
(c) Faktor pendukung dan penghambatnya Pada item no. 15, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik menyampaikan materi pelajaran dengan jelas pada saat mengajar. Pada item no. 16, responden sebanyak 23 orang dengan jumlah prosentase 76,6% menyatakan pilihan positif bahwa tersedianya fasilitas yang memadai pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3% menyakan pilihan negatif dalam pernyataan ini. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10%. Pada item no. 17, responden sebanyak 29 orang dengan jumlah prosentase 96,6% menyatakan pilihan positif bahwa guru Pendidikan Agama Katolik memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif pada saat belajar di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
kelas. Ada siswa yang menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3%. Pada item no. 18, responden sebanyak 5 orang dengan jumlah prosentase 16,6% menyatakan setuju bahwa proses penyampaian materi Pendidikan Agama Katolik di kelas kurang menyenangkan. Responden sebanyak 21 orang dengan jumlah prosentase 70% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena proses penyampaian materi Pendidikan Agama Katolik di kelas menyenangkan. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3% menyatakan netral dalam pernyataan ini. Pada item no. 19, responden sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10% menyatakan setuju bahwa suasana kelas waktu pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kurang mendukung pada saat proses pembelajaran. Responden sebanyak 21 orang dengan jumlah prosentase 70% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 6 orang dengan jumlah prosentase sebanyak 20%. Pada item no. 20, responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan setuju bahwa siswa malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena siswa rajin mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan netral dalam pernyataan tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
2) Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Kuesioner Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dengan menyebarkan kuesioner berupa angket kepada 30 responden, penulis akan membahas hasil penelitian dengan menguraikan masing-masing variabel dari data yang sudah diperoleh. Dalam pembahasan ini penulis mengelompokkan ke dalam 3 bagian yaitu: identitas responden, pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat serta faktor pendukung dan penghambatnya.
(a) Identitas Responden Tabel 1 menyampaikan identitas responden yaitu 30 orang. Dimana 30 orang tersebut diambil dari masing-masing kelas VIII A terdiri dari 5 siswa lakilaki dan 10 siswa perempuan sehingga jumlah keseluruhannya adalah 15 orang dengan prosentase 50%. Kelas VIII B terdiri dari 4 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan, jumlah keseluruhannya adalah 15 orang dengan prosentase 50%. 30 siswa tersebut dipilih langsung oleh guru Pendidikan Agama Katolik berdasarkan kemampuan pengetahuan dan keaktifan mereka di sekolah serta di Gereja. Hal ini dimaksudkan agar 30 siswa tersebut dapat mewakili jumlah keseluruhan siswa kelas VIII yaitu 69 orang siswa SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
(b) Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Berdasarkan tabel 2 di atas diperoleh gambaran tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pada variabel pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dari tabel no 2 di atas, pada item no. 1 diketahui sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6% menyatakan pilihan positif bahwa materi Pendidikan Agama Katolik disampaikan oleh guru dengan penuh kreativitas. Kreativitas guru dalam menyampaikan materi sangat dibutuhkan, misalnya guru Pendidikan Agama Katolik menggunakan media cerita atau gambar dalam menyampaikan materi Pendidikan Agama Katolik. Tentu saja hal ini sangat membantu guru dalam menyampaikan materi. Selain itu, siswa akan merasa senang dan lebih mudah memahami materi yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Katolik di kelas. Ada juga siswa yang menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak tertarik dengan cara guru menyampaikan materi Pendidikan Agama Katolik di kelas sehingga siswa tersebut tidak mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan baik. Responden sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10% menyatakan netral dalam pernyataan tersebut. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak memahami apa yang guru Pendidikan Agama Katolik sampaikan di kelas. Pada item no. 2, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mengajarkan tentang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
karya Yesus di dunia agar siswa semakin mengenal dan mencintai Yesus. Data ini dapat disimpulkan bahwa materi Pendidikan Agama Katolik yang disampaikan oleh guru mampu dipahami oleh siswa di kelas. Pusat dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik adalah Yesus sendiri, oleh sebab itu sangat pentinglah guru memberikan materi dan mengajak siswa untuk mengenal serta mencintai Yesus. Karya-karya Yesus di dunia diharapkan mampu memotivasi siswa agar mereka mempunyai kesadaran dalam melaksanakan kewajiban mereka sebagai generasi penerus Gereja. Pada item no. 3, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mendampingi siswa dengan senang hati. Menjadi guru Pendidikan Agama Katolik merupakan sebuah panggilan, oleh sebab itu guru Pendidikan Agama Katolik harus mempunyai spiritualitas yang teguh agar mampu mendampingi serta mencintai siswa dengan sepenuh hati. Sebagai orang yang berspiritualitas dengan murah hati guru Pendidikan Agama Katolik mendengarkan, menghormati, mengasihi, dan mempercayai mereka (Heryatno, 91). Guru Pendidikan Agama Katolik berusaha secara sungguh-sungguh membantu memperkembangkan iman siswa sehingga mampu bertindak menjadi lebih baik. Pada item no. 4, sebanyak 6 orang responden dengan jumlah prosentase 20% menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik belum memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum terbiasa berbicara di depan guru dan teman di kelas sehingga mereka masih malu pada saat diberikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
kesempatan untuk mensharingkan pengalaman mereka. Kepada siswa yang belum terlibat aktif mensharingkan pengalaman mereka harus dilakukan pendekatan oleh guru Pendidikan Agama Katolik agar mereka mendapat motivasi. Ada 21 orang yang menyatakan tidak setuju dengan jumlah prosentase 70% dalam pernyataan tersebut karena guru Pendidikan Agama Katolik sudah memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut terlibat aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik dengan rendah hati mendengarkan sharing pengalaman siswa sehingga siswa merasa nyaman dalam mensharingkan pengalaman mereka. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak mempunyai jawaban yang pasti dan masih ragu-ragu dalam menjawab pertanyaan yang tersedia. Pada item no. 5, sebanyak 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3% menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik masih memperlakukan siswa sebagai objek pada saat mengajar di kelas. Data ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak sepenuhnya melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa tidak aktif pada saat di kelas. Hal ini perlu diperhatikan karena guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa sama-sama mempunyai peranan yang penting dalam proses pembelajaran sehingga saling bertukar pengetahuan dan pengalaman. Responden sebanyak 12 orang dengan jumlah prosentase 40% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena guru Pendidikan Agama Katolik sudah memperlakukan siswa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
sebagai subjek pada saat mengajar di kelas. Berdasarkan data yang sudah diperoleh lebih banyak siswa yang menjawab setuju daripada siswa menjawab tidak setuju dalam pernyataan ini. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya menempatkan siswa sebagai subjek pada saat di kelas dengan cara menghormati dan memberi kepercayaan terhadap siswa untuk mengembangkan bakat-bakat mereka. Ada 5 orang dengan jumlah prosentase 16,6% menyatakan netral dalam pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak memahami apa yang disampaikan oleh guru di kelas sehingga mareka tidak mempunyai jawaban. Pada item no. 6, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik merupakan komunikasi iman. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami inti Pendidikan Agama Katolik bagi kehidupan mereka sehari-hari. Sebagai komunikasi iman guru Pendidikan Agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang praktis, artinya bermula dari pengalaman penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan iman baru yang lebih baik (Heryatno, 16). Melalui Pendidikan
Agama
Katolik
di
sekolah
siswa
merasa
terbantu
dalam
perkembangan iman mereka. Iman siswa berkembang apabila tindakan nyata dapat siswa refleksikan menjadi pengalaman iman sehingga iman mereka diteguhkan. Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan untuk membantu iman siswa berkembang. Oleh sebab itu, setiap materi pelajaran Pendidikan Agama Katolik diakhiri dengan refleksi. Hal ini dimaksudkan agar siswa belajar merefleksikan apa yang sudah mereka dapatkan dan alami.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Pada item no. 7, sebanyak 26 orang responden dengan jumlah prosentase 86,6% menyatakan pilihan positif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan iman siswa menjadi lebih matang. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut terbantu dengan adanya pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah untuk mengembangkan iman mereka menjadi lebih matang. Tentu saja perkembangan tersebut berasal dari dalam diri siswa sehingga mereka dengan mudah diarahkan guru Pendidikan Agama Katolik kepada hal-hal yang positif agar membantu perkembangan iman menjadi lebih baik. Selain itu, siswa diajak untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja, aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas, dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Kegiatan tersebut dengan sendirinya membantu siswa mempunyai arahan yang baik dalam hidup mereka. Responden sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3% menyatakan pilihan negatif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan iman siswa menjadi lebih matang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum merasa terbantu dengan adanya pengajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Tentu saja ini menjadi kewajiban guru Pendidikan Agama Katolik agar membantu siswa menjadi lebih baik serta mampu mengembangkan iman mereka secara pribadi. Ada juga yang menyatakan netral dalam pernyataan tersebut sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10%. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut perlu pendekatan secara personal dari guru Pendidikan Agama Katolik agar mereka memahami pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan membantu iman mereka berkembang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Pada item no. 8, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu siswa semakin mengimani Yesus sebagai Anak Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik sangat dibutuhkan masing-masing siswa karena materi Pendidikan Agama Katolik banyak menceritakan tentang Yesus sehingga siswa mengenal Yesus sebagai Anak Allah. Guru Pendidikan Agama Katolik memberikan pengetahuan kepada siswa bukan hanya untuk mengenal Yesus saja, akan tetapi siswa diajak untuk mencintai Yesus dan percaya kepada-Nya. Pada item no. 9, sebanyak 27 orang responden dengan jumlah prosentase 90% menyatakan pilihan positif bahwa siswa mengenali kehadiran Allah melalui refleksi pengalaman hidupnya. Data ini menunjukkan bahwa siswa telah melakukan refleksi dalam kehidupan sehari-hari. Setiap hari siswa dihadapkan dengan berbagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan menjadi bermakna apabila siswa mampu merefleksikan pengalaman mereka. Melalui refleksi siswa merasakan kehadiran Allah dalam hidup mereka sehingga refleksi mampu membantu siswa mempunyai pondasi yang kuat jika mengalami masalah dalam hidupnya. 1 orang siswa dengan jumlah prosentase 3,3% menyatakan pilihan negatif terhadap pernyataan ini. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum secara mendalam melakukan refleksi sehingga masih sulit mengenali kehadiran Allah dalam hidupnya. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan netral. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum memahami arti refleksi bagi hidup mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
Pada item no. 10, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa pengalaman hidup membawa siswa untuk berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Data ini menunjukkan bahwa setiap siswa mempunyai pengalaman hidup yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, semua tergantung bagaimana cara siswa tersebut menyikapinya. Apabila semua pengalaman suka maupun duka dapat disikapi dengan baik, maka akan membantu perkembangan pikiran, perbuatan, dan iman siswa. Begitu juga sebaliknya, apabila pengalaman tersebut tidak disikapi dengan baik maka pikiran, perbuatan, dan iman tidak akan berkembang. Perkembangan siswa dalam pikiran, perbuatan, dan iman dapat terjadi karena mereka dapat menyikapi dengan baik. Pada item no. 11, sebanyak 26 orang responden dengan jumlah prosentase 86,6% menyatakan pilihan positif bahwa siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja sehingga mampu membantu perkembangan iman menjadi lebih matang. Data ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak hanya memberikan materi saja, akan tetapi mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Kegiatan Gereja membantu siswa agar mampu bersosialisasi dengan sesama umat dan teman sebaya baik di sekolah maupun di rumah sehingga mereka bisa belajar dari pengalaman. Dari kegiatan Gereja inilah siswa belajar untuk bertanggungjawab dengan tugasnya serta mampu mengendalikan diri dalam sikap. Tentu saja pengendalian diri tersebut membantu perkembangan iman menjadi lebih matang. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan pilihan negatif bahwa siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja membantu perkembangan iman menjadi lebih matang. Hal ini menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
bahwa siswa tersebut tidak tertarik dengan kegiatan yang diadakan oleh Gereja sehingga mereka belum secara mendalam untuk terlibat aktif di Gereja. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6%. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Pada item no. 12, sebanyak 25 orang responden dengan jumlah prosentase 83,3% menyatakan pilihan positif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan siswa melalui interaksi dengan lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari. Data ini menyimpulkan bahwa siswa tersebut mampu berbaur dengan lingkungan sekitar. Selain itu, siswa juga bisa membawa diri dalam berbicara sopan dan menjaga sikap dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tentu saja siswa semakin berkembang menjadi lebih baik karena lingkungan mampu mengubah orang menjadi lebih baik apabila disikapi dengan baik. Ada siswa menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut masih menutup diri dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3% menyatakan netral dalam pernyataan ini. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum memahami materi Pendidikan Agama Katolik sehingga tidak mempunyai jawaban yang pasti dalam pernyataan yang tersedia. Pada item no. 13, sebanyak 12 orang responden dengan jumlah prosentase 40% menyatakan setuju bahwa pada saat proses belajar mengajar di kelas ada jarak antara guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa. Data ini menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
bahwa siswa tersebut belum merasa nyaman dan akrab dengan guru Pendidikan Agama Katolik sehingga mereka merasa ada jarak dengan guru pada saat di kelas. Responden sebanyak 15 orang dengan jumlah prosentase 50% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena pada saat proses belajar mengajar di kelas tidak ada jarak antara guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut sudah merasa nyaman dengan cara guru Pendidikan Agama Katolik mengajar di kelas sehingga mereka merasa tidak ada jarak antara guru dan siswa. Sebagai pendidik guru Pendidikan Agama Katolik tidak pernah kehilangan pengharapan dan keyakinan bahwa semua anak didik dapat berkembang sesuai dengan bakat-bakat yang mereka terima dari Allah (Heryatno, 104). Oleh sebab itu, sangatlah penting kepercayaan guru terhadap siswa agar siswa mampu menemukan apa yang menjadi kebutuhan mereka dan mengembangkan bakat yang mereka miliki. Ada juga siswa menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10% dalam pernyataan tersebut. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut merasa biasa-biasa saja dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas. Pada item no. 14, sebanyak 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3% menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal siswa secara personal. Data ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik belum secara merata melakukan pendekatan terhadap siswa sehingga ada siswa yang merasa tidak diperhatikan. Ada 15 orang dengan jumlah prosentase 50% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut sudah merasa diperhatikan oleh guru Pendidikan Agama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
Katolik sehingga mereka dengan senang hati mensharingkan pengalaman mereka pada saat di sekolah. Melakukan pendekatan secara personal sangat perlu dilakukan oleh guru agar guru mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa pada saat di kelas. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan netral bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal siswa secara personal. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik perlu melakukan pendekatan terhadap siswa tersebut.
(c) Faktor Pendukung dan Penghambatnya Pada item no. 15, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100% menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik menyampaikan materi pelajaran dengan jelas pada saat mengajar. Data ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sudah mempunyai kesiapan yang matang sebelum mengajar sehingga pada saat mengajar dapat menyampaikan materi pelajaran dengan jelas. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga menggunakan berbagai macam media misalnya LCD, gambar, dan cerita untuk menunjang kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini merupakan salah satu faktor pendukung agar siswa dengan mudah memahami materi Pendidikan Agama Katolik. Pada item no. 16, sebanyak 23 orang responden dengan jumlah prosentase 76,6% menyatakan pilihan positif tersedia fasilitas yang memadai pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Data ini menunjukkan bahwa sekolah sudah menyediakan fasilitas yang memadai agar menunjang kegiatan pembelajaran di kelas sehingga guru Pendidikan Agama Katolik memanfaatkan fasilitas yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
tersedia di sekolah dengan baik untuk mengajar di kelas. Melalui fasilitas yang ada siswa merasa terbantu dalam proses pembelajaran. Tentu saja fasilitas tersebut membuat sistem pembelajaran sangat menyenangkan sehingga siswa dengan senang hati dan tertarik untuk mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3% menyatakan pilihan negatif dalam pernyataan ini. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak menyukai fasilitas yang digunakan oleh guru pada saat menyampaikan materi sehingga mereka tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10%. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak mempunyai jawaban yang pasti dalam pernyataan ini. Pada item no. 17, sebanyak 29 orang responden dengan jumlah prosentase 96,6% menyatakan pilihan positif bahwa guru Pendidikan Agama Katolik memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif pada saat belajar di kelas. Data ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak menempatkan siswa sebagai objek pada saat proses pembelajaran. Siswa diajak untuk berani berbicara di depan kelas agar mereka terbiasa tampil di kelas. Guru Pendidikan Agama Katolik dengan senang hati mendengarkan sharing dari siswa dan memberi peneguhan agar siswa semakin berkembang. Ada siswa yang menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3%. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum mempunyai keberanian untuk sharing dan terlibat aktif pada saat di kelas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Pada item no. 18, sebanyak 5 orang responden dengan jumlah prosentase 16,6% menyatakan setuju bahwa proses penyampaian materi Pendidikan Agama Katolik di kelas kurang menyenangkan. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak tertarik dengan cara penyampaian guru dalam memberikan materi. Hal ini dikarenakan berbagai faktor misalnya kurangnya media yang digunakan oleh guru dan suasana kelas yang kurang mendukung. Responden sebanyak 21 orang dengan jumlah prosentase 70% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena proses penyampaian materi Pendidikan Agama Katolik di kelas menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut dengan senang hati mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga suasana kelas sangat mendukung pada saat proses pembelajaran berlangsung. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3% menyatakan netral dalam pernyataan ini. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak tertarik mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas. Pada item no. 19, sebanyak 3 orang responden dengan jumlah prosentase 10% menyatakan setuju bahwa suasana kelas waktu pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kurang mendukung pada saat proses pembelajaran. Data ini menunjukkan bahwa pada saat proses pembelajaran berlangsung ada siswa yang tidak memperhatikan guru di kelas sehingga suasana kelas menjadi tidak kondusif. Tentu saja hal tersebut membuat guru kesulitan mengendalikan situasi kelas menjadi nyaman untuk belajar. Responden sebanyak 21 orang dengan jumlah prosentase 70% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut merasa nyaman dengan suasana di kelas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
sehingga mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 6 orang dengan jumlah prosentase sebanyak 20%. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak mempunyai jawaban dalam pernyataan yang tersedia. Pada item no. 20, sebanyak 2 orang responden dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan setuju bahwa siswa malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik harus melakukan pendekatan secara personal agar mengetahui kesulitan-kesulitan pada siswa tersebut. Selain itu, guru juga memberi motivasi kepada siswa agar mereka mempunyai gambaran dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik sehingga tidak malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6% menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena siswa rajin mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut menyadari bahwa Pendidikan Agama Katolik sangat penting bagi perkembangan iman mereka sehingga mereka dengan senang hati mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Tentu saja siswa yang rajin mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik lebih banyak daripada siswa yang malas. Hal ini membuktikan bahwa siswa antusias dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6% menyatakan netral dalam pernyataan tersebut. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut perlu dorongan yang kuat dari guru agar mereka tidak malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
b. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Wawancara Dalam penelitian ini, penulis juga mewawancarai 1 orang guru yang mengampu pelajaran Pendidikan Agama Katolik khususnya kelas VIII yaitu ibu Seravina. Penulis memberikan 8 pertanyaan kepada guru Pendidikan Agama Katolik. Berikut ini akan dipaparkan laporan dan pembahasan hasil wawancara penulis dengan responden: 1) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 1 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dilaksanakan guru secara maksimal sesuai dengan kebutuhan siswa pada saat di kelas. Hal ini terbukti pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah dilaksanakan rutin setiap minggunya selama 2 jam pelajaran yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Guru Pendidikan Agama Katolik juga memberi tugas berupa pekerjaan rumah (PR) agar siswa semakin memahami materi Pendidikan Agama Katolik yang telah disampaikan oleh guru sehingga siswa semakin terbantu dalam perkembangan iman mereka. Data ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dilaksanakan oleh guru Pendidikan Agama Katolik sesuai dengan kebutuhan siswa di kelas. Guru Pendidikan Agama Katolik secara rutin memberikan pelajaran Pendidikan Agama Katolik setiap minggunya dan memfasilitasi siswa agar mereka semakin berkembang menjadi lebih baik sehingga Pendidikan Agama Katolik di sekolah terlaksana secara maksimal. Tentu saja agar siswa semakin terbantu dan memahami pentingnya Pendidikan Agama Katolik dalam kehidupan mereka. Selain itu, guru
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Pendidikan Agama Katolik dengan sepenuh hati membantu siswa untuk berkembang menjadi lebih baik melalui materi yang diberikan. 2) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 2 menyimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah tercapai yaitu membantu memperkembangkan iman siswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, pada saat memberikan materi Pendidikan Agama Katolik guru menggunakan media gambar, cerita, dam film sehingga siswa memahami materi yang diberikan. Kedua, sekolah bekerjasama dengan Gereja untuk melibatkan siswa dalam kegiatan Gereja misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar. Kedua faktor tersebut mampu membantu iman siswa berkembang sehingga tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terlaksana dengan baik. Wawancara menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan untuk membantu perkembangan iman siswa. Terlihat jelas bahwa tidak hanya materi saja yang disajikan secara menarik akan tetapi sekolah juga melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan Gereja. Tentu saja pemahaman siswa tentang Pendidikan Agama Katolik diterapkan melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah. Keduanya saling mendukung dalam perkembangan iman siswa. 3) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 3 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih mengutamakan perkembangan iman siswa daripada penguasaan materi karena perkembangan iman siswa tidak hanya dilihat dari perkembangan akademik saja tetapi juga dilihat dari sikap dan perbuatannya sehari-hari. Pendidikan Agama Katolik diharapkan membantu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
siswa untuk berkembang menjadi lebih baik terutama dalam sikap dan perbuatan terhadap teman di sekolah dan orangtua di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa iman siswa berkembang tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Pada saat di rumah perkembangan iman siswa terlihat dari cara siswa tersebut berperilaku kepada orangtua. Siswa bersikap hormat dan berbicara sopan kepada orangtua serta taat terhadap peraturan yang ada di rumah. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih mengutamakan perkembangan iman daripada penguasaan materi. Akan tetapi bukan berarti materi Pendidikan Agama Katolik diabaikan karena materi Pendidikan Agama Katolik dapat mendukung proses perkembangan iman siswa. 4) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 4 menyatakan bahwa ada perbedaan antara siswa yang beragama Katolik dengan siswa yang beragama lain. Hal ini terlihat jelas pada saat mereka berada di lingkungan sekolah. Siswa yang beragama Katolik mempunyai kepekaan yang kuat apabila melihat guru yang membutuhkan bantuan mereka. Selain itu, siswa yang beragama Katolik sudah mempunyai kesadaran dari dalam dirinya untuk menghormati orang yang lebih tua dan bersikap sopan apabila berbicara dengan orang lain. Tentu saja ini dilatarbelakangi oleh keluarga di rumah terutama orangtua. Orangtua memberi nasehat dan membantu siswa agar mampu berperilaku baik. Wawancara menunjukkan bahwa siswa yang beragama Katolik sudah mempunyai pondasi yang kuat dari dalam dirinya. Ketika mereka berada di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
lingkungan sekolah, siswa tersebut bisa mengendalikan diri dalam bersikap terutama dengan teman dan guru. 5) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 5 menunjukkan bahwa siswa sudah terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, kegiatan yang diselenggarakan oleh Gereja menarik bagi siswa sehingga mereka sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut. Kedua, dalam setiap kegiatan Gereja siswa dilibatkan langsung misalnya pada saat dekorasi sehingga mereka mempunyai pengalaman yang mengesankan. Siswa sangat perlu untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja karena siswa akan menjadi tulang punggung Gereja sehingga mereka diajarkan bagaimana bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan. Data ini menunjukkan bahwa sekolah dan Gereja saling berkerjasama dalam membantu siswa untuk berkembang baik dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Kegiatan tersebut melatih siswa agar mempunyai pengalaman bagi masa depan mereka sebagai generasi penerus Gereja. 6) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 6 menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik memotivasi siswa dengan berbagai cara agar siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Pertama, siswa diberikan gambaran tentang karya-karya Yesus di dunia agar siswa termotivasi untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Kedua, guru Pendidikan Agama Katolik memberikan penghargaan berupa rosario kepada siswa yang mempunyai prestasi misalnya juara lomba koor dan lomba Kitab Suci. Ketiga, guru mendekati siswa secara personal apabila ada siswa yang belum terlibat aktif dalam kegiatan Gereja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
serta memberikan arahan. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh berusaha untuk membantu siswa agar mereka mempunyai kesadaran dari dalam dirinya bahwa sangat penting melibatkan diri dalam kegiatan Gereja. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga memberikan kesempatan untuk siswa mengembangkan bakatbakat mereka. Bakat yang siswa miliki sangat bermanfaat bagi kemajuan Gereja misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar. 7) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 7 menunjukkan bahwa ada 4 faktor pendukung dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah yaitu pertama, 70% siswa di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat beragama Katolik sehingga sangat mendukung untuk pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Kedua, 50% guru-guru SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat beragama Katolik jadi tidak mengalami kesulitan apabila melakukan kegiatan. Ketiga, sekolah melaksanakan Iman dan Taqwa (IMTAQ) yang rutin dilaksanakan setiap hari jumat sebelum masuk kelas jam 06.30. Keempat, tugas-tugas siswa tidak hanya tugas sebagai murid di sekolah tetapi mereka juga mendapat tugas untuk koor di Gereja, membaca Kitab Suci, dan misdinar di Gereja. Data ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang mendukung dalam pembelajaran Pendidikan
Agama
Katolik
sehingga
siswa
sangat
terbantu
untuk
berkembang. Sekolah tidak hanya memberikan materi Pendidikan Agama Katolik tetapi juga mengadakan kegiatan agar siswa terlibat langsung dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
kegiatan tersebut. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga mendapat dukungan dari guru-guru yang lain dalam melaksanakan kegiatan di sekolah. 8) Hasil wawancara dari pertanyaan no.8 menyatakan bahwa ada 2 faktor penghambat dalam proses pembelajaran yaitu pertama, kurangnya minat siswa dalam proses pembelajaran artinya ada sebagian siswa menganggap bahwa pelajaran Pendidikan Agama Katolik hanya sebatas belajar di sekolah. Kedua, siswa kurang terlibat aktif sehingga hanya beberapa orang saja tetapi siswa yang kurang terlibat aktif bukan berasal dari daerah Sepauk sehingga merekapun dalam menjalankan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah hanya sebatas belajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik perlu melakukan pendekatan secara personal terhadap masing-masing siswa. Hal ini diharapkan dapat membantu berbagai kesulitan baik dari dalam diri maupun dari luar diri siswa. Mengingat tidak semua siswa berasal dari daerah Sepauk sehingga mereka perlu dilakukan pendekatan.
3.
Kesimpulan Penelitian Dari hasil penelitian melalui kuesioner untuk siswa kelas VIII A dan VIII
B, peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat sudah membantu perkembangan iman siswa. Hal ini terlihat dari pilihan jawaban pada tiap item pernyataan yang terdapat dalam variabel peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat kebanyakan siswa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
memilih jawaban positif. Siswa terbantu dengan adanya peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Pendidikan Agama Katolik di sekolah membantu siswa untuk memperkembangkan imannya. Perkembangan iman siswa dapat terlihat dari perilaku mereka sehari-hari. Siswa mampu berperilaku sopan, hormat, dan bersikap jujur terhadap teman sebaya, guru-guru, orangtua, serta masyarakat sekitar. Hal ini juga didasari oleh keinginan dari dalam diri siswa untuk berkembang menjadi lebih baik sehingga mereka terlibat aktif di kelas dan di Gereja serta mendapat dukungan dari orangtua di rumah dan guru di sekolah. Melihat data yang diperoleh ada faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Faktor pendukungnya adalah pertama, fasilitas yang diberikan oleh sekolah dimanfaatkan guru Pendidikan Agama Katolik dalam menyampaikan materi Pendidikan Agama Katolik di kelas sehingga siswa dengan senang hati mengikutinya. Kedua, sekolah mengadakan banyak kegiatan yang berkerjasama dengan Gereja untuk melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan tersebut. Sedangkan faktor penghambatnya adalah ada beberapa siswa yang malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik sehingga mereka tidak mengikuti pelajaran dengan baik dan membuat situasi kelas menjadi tidak kondusif. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah berusaha membantu siswa untuk berkembang akan tetapi ada beberapa siswa yang malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas sehingga guru perlu melakukan pendekatan agar mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Dari hasil penelitian melalui wawancara penulis dengan guru Pendidikan Agama Katolik yang mengampu kelas VIII penulis menyimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sudah membantu siswa untuk berkembang baik dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Hal ini terlihat bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sudah memfasilitasi siswa pada saat di kelas. Selain itu, sekolah juga mengadakan kegiatan rutin Iman dan Taqwa (IMTAQ) serta melibatkan siswa dalam kegiatan Gereja pada hari minggu misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar. Tentu saja penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah perlu ditingkatkan lagi karena masih ada beberapa siswa yang malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas. Penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah akan berjalan dengan baik apabila guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa saling mendukung agar tujuan Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh terwujud karena tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah memperkembangkan iman siswa bukan mengutamakan materi pelajaran. Kesimpulan dari penelitian ini akan menjadi titik tolak dalam penyusunan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan disumbangkan untuk SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dalam rangka membantu perkembangan iman siswa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
BAB IV UPAYA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT
Pada bab III penulis telah menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten
Sintang,
Kalimantan
Barat
serta
faktor
pendukung
dan
penghambatnya. Hasil penelitian dan pembahasan tersebut menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik sudah dilaksanakan guru dengan cara memberikan materi menggunakan media serta melibatkan siswa dalam kegiatan di sekolah dan Gereja. Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik sudah dilaksanakan dengan baik oleh guru, akan tetapi kegiatan tersebut perlu ditingkatkan lagi agar pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sungguh-sungguh terwujud dalam membantu perkembangan iman siswa. Dalam bab IV ini, penulis memaparkan upaya meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Tentu saja peningkatan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah ditujukan kepada guru Pendidikan Agama Katolik agar semakin membantu siswa berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Sebagai tindak lanjut terhadap hasil penelitian yang sudah penulis laksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat penulis memberikan sumbangan pemikiran berbentuk silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pemilihan silabus dan Rencana Pelaksanaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
Pembelajaran (RPP) tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam membantu perkembangan iman siswa. Penulis akan menjelaskan dalam 3 bagian yaitu pertama, spiritualitas guru Pendidikan Agama Katolik dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Kedua, upaya meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pada bagian ini, penulis menjelaskan usaha dalam meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dengan menggunakan model yang berpusat pada hidup peserta, model praksis dan model naratif eksperiensial. Ketiga, penulis akan menyampaikan usulan program dalam bentuk matrik program yang bisa dipahami sebagai silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
A. Spiritualitas Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Spiritualitas guru Pendidikan Agama Katolik sangat penting dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah karena dengan adanya spiritualitas tersebut guru Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh membantu siswa dalam mewujudkan perkembangan iman mereka. Heryatno (2008: 91) mengungkapkan bahwa:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
Berkat sakramen baptis, guru Pendidikan Agama Katolik diangkat menjadi anak-anak Allah yang dirahmati sekaligus dipanggil untuk mengambil bagian di dalam tugas pengutusan Yesus Kristus membangun kerajaan kasih Allah. Panggilan-Nya dapat ditanggapi dengan berbagai macam bentuk pelayanan kemuridan. Panggilan-Nya itu ditanggapi oleh guru Pendidikan Agama Katolik dengan meneguhkan, mengasihi, menyemangati, memperhatikan, mendampingi, dan membantu hidup para siswa yang dipercayakan kepada pengabdian guru. Hal ini dimaksudkan bahwa pada saat di kelas guru Pendidikan Agama Katolik tidak hanya mengajar, melainkan guru Pendidikan Agama Katolik tersebut mempunyai kesadaran dalam tugas pelayanannya di sekolah yaitu membantu perkembangan iman siswa. Oleh sebab itu, guru Pendidikan Agama Katolik
dengan
sepenuh
hati
meneguhkan,
mengasihi,
menyemangati,
memperhatikan, mendampingi, dan membantu hidup para siswa. Tentu saja hal itu bisa dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik melalui berbagai macam cara pada saat mengajar di kelas misalnya guru dengan sabar mendampingi siswa yang mengalami kesulitan pada saat belajar di kelas. Guru Pendidikan Agama Katolik menyadari bahwa tugas pelayanannya menjadi guru Pendidikan Agama Katolik merupakan pengabdiannya sebagai murid Yesus. Mintara Sufiyanta (2011: 344) menyatakan bahwa: Menjadi guru bukan sekedar profesi. Menjadi guru sudah mendarahdaging dan menjadi panggilan hidup. Tidak ada persembahan hidup yang lebih mulia dan harum mewangi kepada Tuhan selain tetap setia menemani orang-orang muda menapaki jalan hidup mereka. Tanda jasa lahiriah yang paling sejati sebagai bukti kesetiaan dan perjuangan guru tiada lain adalah pribadi para murid sendiri. Jumlah dan kualitas para murid yang pernah ditemani perjalanannya itulah jumlah dan kualitas tanda jasa sejati seorang guru. Guru Pendidikan Agama Katolik menyadari bahwa menjadi seorang guru bukan sekedar profesi tetapi merupakan panggilan hidup. Panggilan hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
tersebut dimaknai dengan pengabdian diri seorang guru dengan sungguh-sungguh untuk mendampingi, membimbing, dan memotivasi siswa agar mereka mempunyai masa depan yang baik. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik tidak pernah mengenal rasa lelah dalam mendampingi dan membimbing siswa karena bagi guru yang terpenting adalah siswa mampu berkembang menjadi lebih baik dalam hidup mereka. Keberhasilan seorang siswa merupakan kebanggaan bagi guru karena guru menyerahkan sebagian hidupnya untuk mendampingi siswa di sekolah. Guru yang berkualitas dan efektif memperhatikan pribadi siswa dengan cara mendengarkan, memahami, dan mengenal siswa. Guru yang efektif mampu mendengarkan penuh empatik, tidak hanya mendengarkan apa yang terjadi di dalam kelas, tetapi terlebih tentang kehidupan siswanya secara umum. Oleh sebab itu, siswa sangat menghormati guru yang memahami apa yang menjadi masalah dan pertanyaan mereka. Guru yang efektif dan peduli mengenal sungguh siswanya secara formal maupun informal (Mintara Sufiyanta, 2010: 218). Guru Pendidikan Agama Katolik tidak hanya mempunyai kemampuan dalam mengajar, tetapi guru Pendidikan Agama Katolik juga harus mempunyai kualitas dalam dirinya agar sungguh-sungguh mampu mendengarkan, memahami, serta mengenal siswa. Dengan mendengarkan, guru mengetahui apa yang menjadi kebutuhan siswa sehingga dapat memberikan solusi yang baik bagi siswa. Selain itu, guru juga memahami keterbatasan yang siswa miliki dan menjadikan keterbatasan tersebut sebagai kelebihan sehingga siswa mempunyai kepercayaan dalam dirinya. Apabila guru sungguh-sungguh mendengarkan dan memahami siswa, maka guru tersebut mengenal siswa baik secara formal maupun informal. Tentu saja hal tersebut sangat membantu guru untuk meningkatkan perkembangan iman siswa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
B. Upaya Meningkatkan Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Dalam kegiatan pembelajaran di kelas guru menggunakan berbagai cara atau motode agar siswa memahami materi yang telah disampaikan. Ada tiga model yang membantu guru dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah yaitu sebagai berikut: 1.
Model yang Berpusat pada Hidup Peserta Model pendidikan yang berpusat pada hidup peserta ini merupakan reaksi yang ekstrem terhadap model pendidikan yang bersifat dogmatis. Sifat yang ditekankan bukan kognitif melainkan kualitatif dan subjektif. Dalam proses pendidikan yang ditekankan bukan menambah informasi, juga bukan menyampaikan materi sebanyak-banyaknya tetapi secara kualitatif berusaha memanusiakan manusia dan memperkembangkan kepribadiannya (Heryatno, 2008: 57). Dalam kegiatan pembelajaran di kelas guru menyampaikan informasi agar
siswa mendapat arahan yang baik serta mempunyai tujuan yang jelas dalam belajar. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka dengan cara memfasilitasi siswa agar terlibat aktif di kelas dan mampu menemukan sendiri apa yang menjadi kebutuhan mereka. Hal ini bertujuan agar siswa semakin berkembang baik dalam pikiran, perbuatan, dan iman.
2.
Model Praksis
Heryatno (2008: 60) mengungkapkan bahwa: Model praksis merupakan penggabungan dari model yang hanya memberikan siswa informasi pada saat di kelas dan model yang berpusat pada hidup peserta. Pendidikan tidak akan bernilai kalau hanya menjejali peserta dengan sebongkah infornasi atau memenuhi pikiran mereka dengan sikap-sikap kedewasaan iman. Pendidikan harus memperluas wawasan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
konseptual mereka, meningkatkan kesadaran diri mereka dan sekaligus memberdayakan mereka untuk ikut memperjuangkan terwujudnya kehidupan bersama yang sejahtera, adil dan manusiawi. Hal ini menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik membantu siswa dengan memberikan berbagai informasi yang mereka butuhkan serta memberi kesempatan agar siswa mempunyai kesadaran dari dalam diri mereka untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat luas. Tentu saja model ini lebih menekankan pada tindakan nyata dari siswa agar mampu melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Model Naratif Eksperiensial
Hofmann (1994: 1) menyatakan bahwa: Dalam kurikulum 1994 untuk Pendidikan Agama Katolik di indonesia digunakan pola kegiatan komunikasi iman yang bersifat naratif eksperiensial. Naratif berarti bahwa pola tersebut berdasarkan ceritera, sedangkan kata eksperiensial menunjukkan pada hubungannya dengan pengalaman. Dengan pola naratif eksperiensial guru Pendidikan Agama Katolik mengharapkan siswa akan memperoleh ceritera yang berhubungan dengan pengalamannya sendiri. Guru Pendidikan Agama Katolik mengajak siswa untuk menggali pengalaman mereka melalui media ceritera. Siswa akan terbawa suasana yang nyaman dan santai pada saat guru berceritera di depan kelas sehingga siswa dengan sendirinya mengungkapkan pengalaman mereka secara pribadi. Pola naratif eksperiensial ini dapat membantu perkembangan iman siswa karena pola tersebut mengkomunikasikan iman siswa melalui pengalaman mereka sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
C. Usulan Program Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dalam usulan program ini, penulis membuat silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian yang telah penulis laksanakan di SMP negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sehingga iman siswa semakin berkembang. Mengkomunikasikan iman tidak terutama berarti menyampaikan rumusan-rumusan indah, melainkan ikut ambil bagian dalam keprihatinan dan gerakan Yesus sendiri, yakni gerakan Kerajaan Allah (Banawiratma, 1991: 22). Hal ini dimaksudkan bahwa Yesus telah bersabda dalm hidup manusia. Yesus diutus Allah ke dunia dengan sabda, karya, serta menyerahkan seluruh hidup-Nya untuk manusia. Nilai-nilai Kerajaan Allah yang ditanamkan Yesus kepada manusia adalah nilai-nilai kebaikan, cinta kasih, saling menghargai, serta melayani sesama. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih menekankan tindakan nyata siswa dalam kehidupan sehari-hari agar apa yang sudah diberikan oleh guru berguna bagi perkembangan siswa demi kehidupan masyarakat luas.
1.
Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia mempunyai kepercayaan
sebagai sandaran bagi manusia dalam melakukan tindakan. Melihat kenyataan inilah, orangtua mulai mendidik dan mengarahkan anaknya agar mempunyai kepercayaan dalam dirinya kepada Tuhan. Hal ini dimaksudkan agar anak tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
mendapat arahan yang baik sehingga mereka mampu melakukan tindakan yang baik pula. Selain itu, sekolah sebagai lembaga yang formal membantu para orangtua dalam perkembangan iman siswa yang sudah siswa dapatkan dari orangtua di rumah. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat diketahui bahwa Pendidikan Agama Katolik sudah dilaksanakan guru sesuai dengan kebutuhan siswa. Akan tetapi, masih ada siswa yang malas mengikuti Pendidikan Agama Katolik di kelas sehingga pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah perlu ditingkatkan.
2.
Tujuan Program Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas para guru haruslah
mempunyai kesiapan terlebih dahulu agar semua yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa. Tujuan program ini yakni agar guru Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh membantu perkembangan iman siswa dengan cara atau metode yang kreatif di kelas. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik mempunyai kesiapan yang baik sehingga pada saat mengajar tujuan Pendidikan Agama Katolik dapat tercapai untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
3.
Materi Program Materi pokok dalam usulan program ini yaitu Gereja. Penulis membagi
materi pokok menjadi tiga sub materi yakni 1) Gereja sebagai komunio, 2) Gereja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
sebagai sakramen keselamatan, 3) Gereja dan kegiatan pelayanannya. Materi tersebut akan dibagi menjadi dua bagian yaitu silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini ditujukan untuk guru Pendidikan Agama Katolik kelas VIII SMP semester II. Penulis memilih tema tersebut agar dapat membantu guru dalam meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah bagi perkembangan iman siswa. Materi program ini hanya sebagai usulan dari penulis, akan tetapi guru Pendidikan Agama Katolik dapat mengembangkan sendiri sesuai dengan situasi kelas serta kreativitas dari guru Pendidikan Agama Katolik tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
105
4. Matrik Usulan Program Nama Sekolah
: SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Katolik
Kelas/Semester
: VIII/II
Tema Umum
: Gereja
Tujuan Umum
: Memahami Gereja sebagai komunio serta kegiatan pelayanannya demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah sehingga dapat membantu perkembangan iman siswa dalam kehidupan sehari-hari
No
Judul Pertemuan 1. Gereja Sebagai Komunio
Tujuan Pertemuan - Siswa dapat menceritakan pengalaman keterlibatan mereka sebagai anggota suatu persekutuan - Menyebutkan kegiatan umat Gereja
Uraian Materi
Metode
Sarana
- Pembukaan Doa pembukaan Pengantar memasuki pelajaran - Langkah I: Guru mengajak siswa untuk melakukan dinamika kelompok melalui permainan “Merangkai Gambar Kegiatan Gereja”
- Dinamika Kelompok - Diskusi - Pembahasan bersama - Tanya jawab - Refleksi - Informasi
- Gambar Kegiatan Gereja - Kertas HVS - Amplop - Lem - Teks Kitab Suci - LCD
Sumber Bahan - Kitab Suci Kis 2: 41-47 - Komisi Kateketik (KWI). (2010). Membangun Komunitas Murid Yesus: Pendidikan Agama
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
106
No
Judul Pertemuan
perdana seperti dikisahkan dalam Kitab Suci (Kis 2: 41-47) - Menjelaskan ciri-ciri Gereja sebagai persekutuan berdasarkan interpretasi terhadap Kis 2: 41-47 - Siswa menyebutkan contoh pembaharuan sikap yang mau diwujudkan sebagai persekutuan Gereja di masa sekarang Tujuan Pertemuan
- Laptop
- Langkah II: Siswa diajak untuk berdiskusi bersama teman sebangkunya untuk mendalami makna permainan “Merangkai Gambar Kegiatan Gereja” - Mengungkapkan hasil diskusi yang sudah didiskusikan dengan teman sebangkunya - Langkah III: Mendialogkan buahbuah refleksi pengalaman siswa dengan teks Kitab Suci - Langkah IV dan V: Menerapkan iman Kristiani dalam situasi konkrit siswa - Penutup: Doa penutup
Uraian Materi
Metode
Sarana
Katolik untuk SMP, Buku teks kelas VIII. Yogyakarta: Kanisius - Komisi Kateketik (KWI). (2007). Persekutuan Murid-Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk SMP, Buku Guru 2
Sumber Bahan
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
107
2. Gereja Sebagai Sakramen Keselamatan
- Dapat menyebutkan berbagai macam simbol dalam hubungan antar-manusia dan hubungan antara manusia dan Allah - Dapat menjelaskan makna sakramen - Dapat menguraikan pengertian Gereja sebagai tanda dan sarana keselamatan berdasarkan L. G. 1 dan 8 - Dapat menjelaskan aspek-aspek simbolis
- Pembukaan: Doa pembukaan Pengantar memasuki pelajaran - Langkah I: Guru memberikan informasi tentang macam-macam sakramen serta maknanya bagi hidup manusia - Langkah II: Mengungkapkan pengalaman hidup siswa melalui teks cerita “Warga Baru” - Mendalami pengalaman hidup siswa - Langkah III: Siswa diminta untuk mendialogkan buahbuah refleksi pengalaman siswa pada saat pertama kali menerima sakramen ekaristi - Langkah IV dan V: Menerapkan iman
- Informasi - Sharing Pengalaman - Refleksi - Tanya Jawab - Penugasan
- Power Point - Teks Cerita “Warga Baru” - LCD - Laptop
- Komisi Kateketik (KWI). (2010). Membangun Komunitas Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk SMP, Buku teks kelas VIII. Yogyakarta: Kanisius - Komisi Kateketik (KWI). (2007). Persekutuan Murid-Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk SMP, Buku Guru 2
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
108
dalam sakramen: antropologis dan kristologis - Dapat menyebutkan tujuh sakramen dalam Gereja Katolik No Judul Tujuan Pertemuan Pertemuan 3. Gereja dan - Dapat Kegiatan menyusun Pelayanannya laporan hasil pengamatan tentang kehidupan umat di lingkungannya - Dapat mengelompok kan kegiatan pelayanan yang dilakukan umat ke dalam empat fungsi
Kristiani dalam situasi konkrit siswa Siswa diberi PR membuat cerita pengalaman yang paling mengesankan pada saat menerima sakramen ekaristi - Penutup: Doa penutup Uraian Materi - Pembukaan: Doa pembukaan Pengantar memasuki pelajaran - Langkah I: Guru memberikan informasi tentang Gereja dan kegiatan pelayanannya - Langkah II: Siswa diminta berdiskusi dalam kelompok: Mengelompokkan macam-macam kegiatan pelayanan
Metode - Informasi - Diskusi - Sharing Pengalaman - Penugasan
Sarana - Power Point - LCD - Laptop
Sumber Bahan - Komisi Kateketik (KWI). (2010). Membangun Komunitas Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk SMP, Buku teks kelas VIII. Yogyakarta: Kanisius - Komisi
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
109
pelayanan Gereja - Dapat menjelaskan empat fungsi pelayanan Gereja: liturgia, diakonia, koinonia, dan kerygma, serta hubungan satu sama lain - Dapat menjelaskan kaitan antara karya Gereja dan tugas perutusan Yesus
-
-
-
Gereja Apa saja bentuk keterlibatan siswa dalam karya pelayanan Gereja Langkah III: Mensharingkan hasil diskusi kelompok Mendalami pengalaman hidup siswa Langkah IV dan V: Menerapkan iman Kristiani dalam situasi konkrit siswa Siswa diberi PR untuk mengadakan wawancara dengan umat tentang kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di lingkungan atau paroki Penutup Doa penutup
Kateketik (KWI). (2007). Persekutuan Murid-Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk SMP, Buku Guru 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
5. Pengembangan Program
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I I.
Identitas Sekolah
: SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Katolik
Kelas/Semester
: VIII/II
Materi Pokok
: Gereja sebagai Komunio
Alokasi Waktu
: 2x45 Menit
II. Standar Kompetensi Memahami Gereja sebagai komunio serta kegiatan pelayanannya demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah sehingga dapat membantu perkembangan iman siswa dalam kehidupan sehari-hari
III. Kompetensi Dasar Memahami Gereja sebagai persekutuan murid-murid Yesus yang terdiri atas rupa-rupa anggota, dan kita sendiri mulai menghayati Gereja sebagai persekutuan
IV. Indikator 1. Siswa dapat menceritakan pengalaman keterlibatan mereka sebagai anggota suatu persekutuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
2. Dapat menyebutkan kegiatan umat Gereja Perdana seperti dikisahkan dalam Kitab Suci (Kis 2:41-47) 3. Menjelaskan ciri-ciri Gereja sebagai persekutuan berdasarkan interpretasi terhadap Kis 2: 41-47 4. Siswa menyebutkan contoh pembaharuan sikap yang mau diwujudkan sebagai persekutuan Gereja di masa sekarang
V. Metode Pembelajaran Dinamika Kelompok, Diskusi, Pembahasan Bersama, Tanya Jawab, Refleksi, Informasi
VI. Sarana Lima gambar kegiatan Gereja, Kertas HVS, Amplop, Lem, Teks Kitab Suci, Laptop, dan LCD
VII. Sumber Bahan 1. Kitab Suci Kis 2: 41-47 2. Komisi Kateketik (KWI). (2010). Membangun Komunitas Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk SMP, Buku teks kelas VIII. Yogyakarta: Kanisius 3. Komisi Kateketik (KWI). (2007). Persekutuan Murid-Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk SMP, Buku Guru 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
4.
Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Waktu
Pembukaan: Sebelum memulai pelajaran di kelas guru meminta
5 menit
salah satu siswa untuk memimpin doa Guru memberi pengantar tentang pelajaran hari ini yaitu tentang “Gereja sebagi komunio”
Kegiatan Inti: Langkah I Guru mengajak siswa untuk melakukan dinamika 25 menit kelompok melalui permainan “Merangkai Gambar Kegiatan Gereja” Siswa dibagi menjadi 5 kelompok Setiap kelompok diberi satu amplop yang berisi potongan-potongan gambar kegiatan Gereja, lem, dan kertas HVS Begitu aba-aba dimulai, setiap kelompok boleh merangkai gambar, bila ditemui potongan gambar yang lain, kelompok boleh memberikan kepada kelompok lain Kelompok yang sudah selesai boleh memberi tanda, misalnya dengan mengucapkan “Yes” bersama-sama atau bertepuk tangan tiga kali sesuai dengan kesepakatan kelompok Hanya ada dua larangan, yaitu kelompok tidak boleh meminta potongan gambar kepada kelompok lain dan tidak boleh berbicara
Indikator
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
Langkah II Setelah permainan selesai, guru meminta siswa untuk berdiskusi
dengan
teman
sebangkunya
dengan
pertanyaan sebagai berikut: 1. Pengalaman apa yang paling menarik dalam permainan
“Merangkai
Gambar
Kegiatan
Gereja”? 2. Bagaimana
keterlibatan
teman-teman
dalam
anggota kelompok? 3. Perasaan apa saja yang muncul dalam dirimu selama mengerjakan tugas kelompok tersebut? 4. Apakah ada hubungan permainan “Merangkai Gambar Kegiatan Gereja” denga materi pelajaran yaitu gereja sebagai komunio? Mengapa? Guru meminta perwakilan dari beberapa siswa untuk mengungkapkan hasil diskusinya Inti pokok dari permainan “Merangkai Gambar Kegiatan Gereja” adalah: melalui permainan tersebut setiap kelompok diajak untuk bersatu dengan cara bekerjasama, menjalin komunikasi yang baik dengan teman-teman didalam kelompok serta terbuka untuk kelompok yang lain. Hal inilah yang dimaksud dengan Gereja sebagai komunio, dimana umat dipanggil untuk mengembangkan persekutuan, yang bersifat terbuka. Oleh karena itu Gereja mengembangkan persatuan dengan saudara-saudara yang ada dalam Gereja itu sendiri, serta terbuka terhadap semua orang dengan beragam latarbelakang sosial budayanya.
20 menit
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
Langkah III Guru membagikan teks Kitab Suci Kis 2: 41-47
20 menit
2
Guru memberi kesempatan untuk siswa membaca dan merenungkan isi Kitab Suci secara pribadi 1. Apa unsur-unsur yang siswa temukan dari cara hidup Jemaat Perdana? 2. Sikap-sikap apa saja yang ingin ditanamkan Yesus kepada Jemaat Perdana? Guru memberikan rangkuman singkat: Jemaat perdana sering juga disebut Gereja Perdana menampakkan cara hidup yang khas. Oleh sebab itu sikap-sikap yang ingin ditanamkan Yesus kepada Jemaat perdana yaitu bertekun dalam berdoa dan beribadat bersama karena melalui
doa
dan
ibadat,
mereka
merayakan
penyelamatan umat manusia yang dilakukan oleh Yesus Kristus (pemecahan roti). Di dalam doa dan ibadat
pula,
mereka
bersyukur,
memuji,
dan
memanjatkan permohonan kepada Tuhan. Bertolak dari itu semua, kesadaran bahwa segala kepunyaan pribadi adalah kepunyaan bersama maka mereka saling memperhatikan kebutuhan atau kesulitan anggota keluarga lain.
Langkah IV dan V Guru meminta siswa untuk merefleksikan kehidupan 15 menit persekutuan
dalam
mengungkapkannya
Gereja secara
sekarang tertulis
dan dengan
merenungkan pertanyaan berikut ini: 1. Sikap
apa
yang
kamu
lakukan
untuk
memperkembangkan hidup dalam persekutuan Gereja?
3 dan 4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
115
2. Apa kegiatan yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan
partisipasimu
sebagai
anggota
Gereja? 3. Bagaimanakah kamu dapat mewujudkan ciri-ciri Gereja dalam hidupmu sehari-hari?
Penutup Guru mengakhiri pelajaran hari ini dengan memimpin doa penutup
5 menit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116
BAB V PENUTUP
Bab V merupakan bab terakhir dalam skripsi ini. Penulis menyampaikan dua pokok uraian yaitu kesimpulan dan saran. Pada bagian kesimpulan, penulis menguraikan tentang gagasan-gagasan pokok dari keseluruhan penulisan skripsi ini. Bagian saran, penulis menyampaikan usaha yang diharapkan untuk meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah khususnya kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
A. Kesimpulan Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah tentu saja pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik menjadi pedoman bagi guru untuk membantu siswa dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Ada lima pokokpokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yaitu hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku dalam Pendidikan Agama Katolik. Hakikat Pendidikan Agama Katolik adalah sarana dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik dengan mengkomunikasikan iman melalui refleksi pengalaman iman siswa dan bervisi spiritual. Tujuan Pendidikan Agama Katolik untuk membantu siswa mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah melalui kedewasaan iman siswa dan kebebasan manusia. Konteks Pendidikan Agama Katolik adalah situasi sosial dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat luas dalam komunitas sesama umat Kristiani. Model Pendidikan Agama Katolik ada tiga yaitu model yang berpusat pada hidup peserta, model praksis, dan model naratif eksperiensial. Pelaku dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
Pendidikan Agama Katolik adalah orangtua, guru, siswa, Gereja, serta lingkungan sosial. Bertolak dari pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah tersebut dan hasil penelitian yang sudah penulis laksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat menunjukkan bahwa sebagian dari pokokpokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dipahami dan dilaksanakan guru Pendidikan Agama Katolik pada saat proses belajar mengajar di kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah membantu perkembangan iman siswa. Melalui peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah guru membantu siswa dengan memfasilitasi siswa pada saat menyampaikan materi di kelas dan mengadakan banyak kegiatan di sekolah serta berkerjasama dengan Gereja sehingga dapat membantu memperkembangkan iman siswa. Akan tetapi peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah perlu ditingkatkan mengingat masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik pada saat di kelas. Untuk menanggapi hal ini penulis mengusulkan matrik usulan program yang bisa dipahami sebagai silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hal ini bertujuan agar pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah semakin kreatif serta tidak ada lagi siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik pada saat di kelas. Melalui silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ini diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sehingga Pendidikan Agama Katolik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
sungguh-sungguh membantu perkembangan iman siswa dan siswa mampu mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam upaya meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak hanya dipandang sebagai teori saja tetapi diharapkan sungguh-sungguh dipahami dan terlaksana oleh guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik mengadakan kemping rohani yang dilaksanakan setiap akhir semester agar siswa mensharingkan pengalaman mereka selama mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas dengan suasana nyaman dan santai. Guru Pendidikan Agama Katolik juga membentuk suatu paguyuban untuk siswa kelas VIII agar mereka semakin aktif dalam kegiatan Gereja misalnya kelompok koor, mazmur, Pembinaan Iman Anak (PIA). Oleh sebab itu, penulis mengusulkan agar silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bisa menjadi salah satu contoh pembelajaran yang bisa diterapkan di kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Dariyono. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Grasindo Anggota Ikapi Banawiratma, J. B. (1991). Iman, Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Kanisius Dapiyanta, FX. (2011). Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah.Yogyakarta: USD Groome, Thomas H. (2010). Christian Religious Education. Jakarta: Gunung Mulia Heryatno Wono Wulung, FX. (2008). Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Yogyakarta: USD Hofmann, Ruedi. (1994). Naratif Eksperiensial. Yogyakarta: Komisi Kateketik KWI Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga KWI. (1990). Berita Komisi Kateketik KWI. Yogyakarta: Ekawarta ____ (1996). Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius ____ (2007). Persekutuan Murid-Murid Yesus Pendidikan Agama Katolik untuk SMP Buku Guru 2. Yogyakarta: Kanisius ____ (2010). Pendidikan Agama Katolik Membangun Komunitas Murid Yesus untuk SMP Kelas VIII. Yogyakarta: Kanisius Mintara Sufiyanta, A. (2010). Sang Guru Sang Penziarah, Spiritualitas Guru Kristiani.Jakarta: Obor ____ (2012). Jalan Sang Guru, Spiritualitas Guru Kristiani. Jakarta: Obor Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Posdakarya Singgih Gunarsa, D (1981). Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung Mulia Siti Rahayu Haditono. (1989). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Syukur Dister, Nico. (1989). Psikologi Agama. Jakarta: B. P. K. Gunung Mulia Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Supratiknya, A. (1995). Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-Karya Penting James W. Fowler. Yogyakarta: Kanisius Suradibrata. P. (1984). Pelayanan Iman Melalui Pendidikan. Yogyakarta: Kolese St. Ignasius Sumarno DS, M. (2008). Teori Pendidikan Agama Katolik Paroki. Yogyakarta: USD Supriyati, Yulia. (2013). Psikologi Umum. Yogyakarta: USD
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
Vugts. J. C. (1968). Pokok-Pokok Pengajaran Agama Katolik. Bogor: Sekolah Grafika Jatna Juana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
121
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian
(1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2 : Surat Untuk Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk
(2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3 : Surat Sudah Melaksanakan Penelitian
(3)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian
1.
2.
Identitas Responden : Nama
:
Kelas
:
Hari/Tanggal
:
Petunjuk Pengisian Angket a) Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan siswa/i untuk menjawab seluruh pertanyaan yang tersedia. b) Bacalah dengan seksama pertanyaan-pertanyaan yang tersedia sebelum anda menjawab c) Berilah tanda lingkar (O) pada kolom yang siswa/i pilih sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Misalnya : NO
PERTANYAAN
SS
S
TS
N
STS
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
5
4
3
2
1
1
Mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah sangat menyenangkan
3.
Ada lima (5) alternatif jawaban yang tersedia untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam tabel, yaitu : SS
: Sangat Setuju
N
: Netral
S
: Setuju
STS
: Sangat Tidak Setuju
TS
: Tidak Setuju
(4)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
NO (1) 1
2
3
4
5
6 7
8
9
10
11
12
13
14
PERTANYAAN (2) Materi Pendidikan Agama Katoli disampaikan oleh guru dengan penuh kreativitas Guru Pendidikan Agama Katolik mengajarkan tentang karya Yesus di dunia agar siswa semakin mengenal dan mencintai Yesus Guru Pendidikan Agama Katolik mendampingi siswa dengan senang hati Guru Pendidikan Agama Katolik tidak memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka Guru Pendidikan Agama Katolik tidak menempatkan siswa sebagai subjek pada saat mengajar di kelas Pendidikan Agama Katolik merupakan komunikasi iman Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan iman siswa menjadi lebih matang Pendidikan Agama Katolik membantu siswa semakin mengimani Yesus sebagai anak Allah Siswa mengenali kehadiran Allah melalui refleksi pengalaman hidupnya Pengalaman hidup membawa siswa untuk berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman Siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja sehingga mampu membantu perkembangan iman menjadi lebih matang Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan siswa melalui interaksi dengan lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari Pada saat proses belajar mengajar di kelas ada jarak antara guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa Guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal siswa secara personal (5)
SS (3) 5
S (4) 4
TS (5) 3
N (6) 2
STS (7) 1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
16
17
18
19
20
Guru Pendidikan Agama Katolik menyampaikan materi pelajaran dengan jelas pada saat mengajar Tersedianya fasilitas yang memadai pada saat proses belajar mengajar berlangsung Guru Pendidikan Agama Katolik memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif pada saat belajar di kelas Proses penyampaian materi Pendidikan Agama Katolik di kelas kurang menyenangkan Suasana kelas waktu pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kurang mendukung pada saat proses pembelajaran Siswa malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
(6)
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5 : Pertanyaan Wawancara Guru PAK
Soal Wawancara Untuk Guru PAK
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Apakah menurut anda PAK di sekolah sudah terlaksana dengan baik? Jelaskan jawaban anda! Apakah menurut anda tujuan PAK di sekolah sudah tercapai atau belum? Apa sebab-sebabnya? Mengapa PAK di sekolah perlu lebih mengutamakan perkembangan iman siswa daripada penguasaan materi PAK? Menurut pengamatan anda adakah perbedaan sikap antara siswa yang beragama Katolik dengan siswa yang beragama lain? Mengapa demikian? Apakah anda melihat bahwa siswa sudah aktif dalam kegiatan menggereja? Apakah penyebabnya? Apa perlunya anak-anak aktif? Bagaimana cara guru PAK memotivasi siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan Gereja? Apa saja faktor-faktor pendukung dalam proses pembelajaran PAK di sekolah? Apa yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam proses pembelajaran PAK di sekolah?
(7)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6: Hasil wawancara Guru Pendidikan Agama Katolik
HASIL WAWANCARA GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK 1) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 1 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dilaksanakan guru secara maksimal sesuai dengan kebutuhan siswa pada saat di kelas. Hal ini terbukti pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah dilaksanakan rutin setiap minggunya selama 2 jam pelajaran yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Guru Pendidikan Agama Katolik juga memberi tugas berupa pekerjaan rumah (PR) agar siswa semakin memahami materi Pendidikan Agama Katolik yang telah disampaikan oleh guru sehingga siswa semakin terbantu dalam perkembangan iman mereka. Data ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dilaksanakan oleh guru Pendidikan Agama Katolik sesuai dengan kebutuhan siswa di kelas. Guru Pendidikan Agama Katolik secara rutin memberikan pelajaran Pendidikan Agama Katolik setiap minggunya dan memfasilitasi siswa agar mereka semakin berkembang menjadi lebih baik sehingga Pendidikan Agama Katolik di sekolah terlaksana secara maksimal. Tentu saja agar siswa semakin terbantu dan memahami pentingnya Pendidikan Agama Katolik dalam kehidupan mereka. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik dengan sepenuh hati membantu siswa untuk berkembang menjadi lebih baik melalui materi yang diberikan.
2) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 2 menyimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah tercapai yaitu membantu memperkembangkan iman siswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, pada saat memberikan materi Pendidikan Agama Katolik guru menggunakan media gambar, cerita, dam film sehingga siswa memahami materi yang diberikan. Kedua, sekolah bekerjasama dengan Gereja untuk
(8)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
melibatkan siswa dalam kegiatan Gereja misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar. Kedua faktor tersebut mampu membantu iman siswa berkembang sehingga tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terlaksana dengan baik. Wawancara menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan untuk membantu perkembangan iman siswa. Terlihat jelas bahwa tidak hanya materi saja yang disajikan secara menarik akan tetapi sekolah juga melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan Gereja. Tentu saja pemahaman siswa tentang Pendidikan Agama Katolik diterapkan melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah. Keduanya saling mendukung dalam perkembangan iman siswa.
3) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 3 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih mengutamakan perkembangan iman siswa daripada penguasaan materi karena perkembangan iman siswa tidak hanya dilihat dari perkembangan akademik saja tetapi juga dilihat dari sikap dan perbuatannya sehari-hari. Pendidikan Agama Katolik diharapkan membantu siswa untuk berkembang menjadi lebih baik terutama dalam sikap dan perbuatan terhadap teman di sekolah dan orangtua di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa iman siswa berkembang tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Pada saat di rumah perkembangan iman siswa terlihat dari cara siswa tersebut berperilaku kepada orangtua. Siswa bersikap hormat dan berbicara sopan kepada orangtua serta taat terhadap peraturan yang ada di rumah. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih mengutamakan perkembangan iman daripada penguasaan materi. Akan tetapi bukan berarti materi Pendidikan Agama Katolik diabaikan karena materi Pendidikan Agama Katolik dapat mendukung proses perkembangan iman siswa.
4) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 4 menyatakan bahwa ada perbedaan antara siswa yang beragama Katolik dengan siswa yang beragama lain. Hal ini terlihat jelas pada saat mereka berada di lingkungan sekolah. Siswa yang
(9)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
beragama Katolik mempunyai kepekaan yang kuat apabila melihat guru yang membutuhkan bantuan mereka. Selain itu, siswa yang beragama Katolik sudah mempunyai kesadaran dari dalam dirinya untuk menghormati orang yang lebih tua dan bersikap sopan apabila berbicara dengan orang lain. Tentu saja ini dilatarbelakangi oleh keluarga di rumah terutama orangtua. Orangtua memberi nasehat dan membantu siswa agar mampu berperilaku baik. Wawancara menunjukkan bahwa siswa yang beragama Katolik sudah mempunyai pondasi yang kuat dari dalam dirinya. Ketika mereka berada di lingkungan sekolah, siswa tersebut bisa mengendalikan diri dalam bersikap terutama dengan teman dan guru.
5) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 5 menunjukkan bahwa siswa sudah terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, kegiatan yang diselenggarakan oleh Gereja menarik bagi siswa sehingga mereka sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut. Kedua, dalam setiap kegiatan Gereja siswa dilibatkan langsung misalnya pada saat dekorasi sehingga mereka mempunyai pengalaman yang mengesankan. Siswa sangat perlu untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja karena siswa akan menjadi tulang punggung Gereja sehingga mereka diajarkan bagaimana bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan. Data ini menunjukkan bahwa sekolah dan Gereja saling berkerjasama dalam membantu siswa untuk berkembang baik dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Kegiatan tersebut melatih siswa agar mempunyai pengalaman bagi masa depan mereka sebagai generasi penerus Gereja.
6) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 6 menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik memotivasi siswa dengan berbagai cara agar siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Pertama, siswa diberikan gambaran tentang karya-karya Yesus di dunia agar siswa termotivasi untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Kedua, guru Pendidikan Agama Katolik memberikan penghargaan berupa rosario kepada siswa yang mempunyai prestasi misalnya
(10)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
juara lomba koor dan lomba Kitab Suci. Ketiga, guru mendekati siswa secara personal apabila ada siswa yang belum terlibat aktif dalam kegiatan Gereja serta memberikan arahan. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh berusaha untuk membantu siswa agar mereka mempunyai kesadaran dari dalam dirinya bahwa sangat penting melibatkan diri dalam kegiatan Gereja. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga memberikan kesempatan untuk siswa mengembangkan bakatbakat mereka. Bakat yang siswa miliki sangat bermanfaat bagi kemajuan Gereja misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar.
7) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 7 menunjukkan bahwa ada 4 faktor pendukung dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah yaitu pertama, 70% siswa di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat beragama Katolik sehingga sangat mendukung untuk pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Kedua, 50% guru-guru SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat beragama Katolik jadi tidak mengalami kesulitan apabila melakukan kegiatan. Ketiga, sekolah melaksanakan Iman dan Taqwa (IMTAQ) yang rutin dilaksanakan setiap hari jumat sebelum masuk kelas jam 06.30. Keempat, tugas-tugas siswa tidak hanya tugas sebagai murid di sekolah tetapi mereka juga mendapat tugas untuk koor di Gereja, membaca Kitab Suci, dan misdinar di Gereja. Data ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang mendukung dalam pembelajaran Pendidikan
Agama
Katolik
sehingga
siswa
sangat
terbantu
untuk
berkembang. Sekolah tidak hanya memberikan materi Pendidikan Agama Katolik tetapi juga mengadakan kegiatan agar siswa terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga mendapat dukungan dari guru-guru yang lain dalam melaksanakan kegiatan di sekolah.
8) Hasil wawancara dari pertanyaan no.8 menyatakan bahwa ada 2 faktor penghambat dalam proses pembelajaran yaitu pertama, kurangnya minat siswa dalam proses pembelajaran artinya ada sebagian siswa menganggap
(11)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bahwa pelajaran Pendidikan Agama Katolik hanya sebatas belajar di sekolah. Kedua, siswa kurang terlibat aktif sehingga hanya beberapa orang saja tetapi siswa yang kurang terlibat aktif bukan berasal dari daerah Sepauk sehingga merekapun dalam menjalankan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah hanya sebatas belajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik perlu melakukan pendekatan secara personal terhadap masing-masing siswa. Hal ini diharapkan dapat membantu berbagai kesulitan baik dari dalam diri maupun dari luar diri siswa. Mengingat tidak semua siswa berasal dari daerah Sepauk sehingga mereka perlu dilakukan pendekatan.
(12)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7 : Nama-nama siswa-siswi Kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat
1.
Leni Marlina
2.
Margareta Ita
3.
Fransiska Nika
4.
Priska Leberta Idot
5.
Gabrilia Domita Sari
6.
Veronika Alda
7.
Ayek Sina
8.
Natalia Nita Sasmita
9.
Veronika Lena Melinda
10. Sumi Yati 11. Hendro 12. Crishtopy Dugarry 13. Indi Hermanto 14. Alexsander Candrawati 15. Blasius Yodi Diatamas 16. Sabina Balon 17. Elma Tiana 18. Yosepha Rani 19. Mida 20. Yuliana 21. Mega 22. Devensius Hengky 23. Meriyani 24. Martina Sugiarti 25. Supardi
(13)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26. Donius Niko 27. Yanki 28. Sudirman 29. Silvanus Anes Andry 30. Petrus Cuuk
(14)