PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SPIRITUALITAS KARMEL DAN SPIRITUALITAS KARISMATIK SEBAGAI SUMBER UNTUK MENGEMBANGKAN VISI DAN MISI BAGI ANGGOTA KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS DISTRIK YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: NOVINTA C. PRAHESTI NIM: 111124024
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN Secara istimewa skripsi ini saya persembahkan kepada: Allah Tritunggal Mahakudus Keluarga tercinta Teman-teman Prodi IPPAK
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
“VIVIT DOMINUS IN CUIUS CONSPECTU STO” TUHAN HIDUP DAN AKU BERDIRI DI HADIRATNYA (Nabi Elia)
“HARAM MANYARAH, WAJA SAMPAI KA PUTING” JANGAN MENYERAH, TERUS BERJUANG SAMPAI AKHIR (Pangeran Antasari)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Judul skripsi adalah SPIRITUALITAS KARMEL DAN SPIRITUALITAS KARISMATIK SEBAGAI SUMBER UNTUK MENGEMBANGKAN VISI DAN MISI BAGI ANGGOTA KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS DISTRIK YOGYAKARTA dipilih berdasarkan pada fakta bahwa adanya anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) yang kurang memahami arti, makna dan jiwa dari Karmel dan Karismatik, sehingga berimbas pada kurangnya penghayatan hidup rohani dan pelayanan yang menjadikan visi dan misi Komunitas Tritunggal Mahakudus menjadi pudar, sehingga banyak anggota yang suam-suam kuku dalam menghayati hidup berkomunitas. Skripsi ini dimaksudkan untuk membantu anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus mengetahui arti dan peranan Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik dalam mengembangkan visi dan misi Komunitas Tritunggal Mahakudus. Persoalan pokok skripsi ini adalah bagaimana membantu anggota Komunitas Tritungal Mahakudus Distrik Yogyakarta untuk lebih memahami dan menghayati spiritualitas yang menjiwai Komunitas Tritunggal Mahakudus dalam mengembangkan visi dan misinya. Penulis menggunakan studi pustaka untuk menggali informasi mengenai sumber-sumber yang mendasari Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik yang diikuti refleksi kritis penulis atas kehadiran KTM di Yogyakarta berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa anggota KTM dan refleksi kritis dari spiritualitas KTM di hadapan Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik serta tujuan kehadiran KTM. Penulis melihat dan merasakan bahwa proses pendalaman iman yang selama ini terjadi setiap pertemuan sel kurang bervariasi, bahkan terkesan monoton, maka dari hasil refleksi tersebut, penulis mengusulkan pendalaman Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP) . Penulis mengusulkan katekese model Shared Christian Praxis (SCP) karena model ini sungguh melibatkan peserta, bersifat dialogis partisiptif. Model Shared Christian Praxis (SCP) juga memiliki lima langkah yang dapat membantu peserta berdialog dengan pengalaman hidup dan mengkonfrontasikannya dengan visi dan Tradisi Kristiani untuk semakin merasakan kasih Allah yang sempurna dan menyelamatkan. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat menjadi pertimbangan lebih lanjut dalam usaha mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik sebagai sumber untuk mengembangkan visi dan misi KTM, khususnya melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT This title of my thesis is THE SPIRITUALITY OF CARMEL AND THE SPIRITUALITY OF CHARISMATIC AS A SOURCE FOR DEVELOPING A VISION AND MISION FOR HOLY TRINITY COMMUNITY MEMBERS OF YOGYAKARTA DISTRICT was chosen based on fact of Holy Trinity Community members (KTM) less understand the mening, the meaning and spirit of Carmel and Charismatic, so imposes a lack of spiritual life and ministry full comprehension less making the vision and mission of KTM in to a faded, so the lots of members who are lukewarm in living up to the community life. This thesis is intended to help members of KTM understand the meaning and role the Spirituality of carmel and the Spirituality of Charismatic in developing the vision and mission of KTM. The main question of this thesis is how helpful the members of KTM Yogyakarta District to better understand and appreciate the spirituality that animates the KTM in developing its vision and misson. The writer uses literature to collect information on the sources of the underlying spirituality of Carmel and Spirituality Charismatic followed by critical reflection by the author under the presence of KTM in Yogyakarta based on interviews with some members of the KTM and critical reflection of spirituality KTM before Spirituality Carmel and Spirituality Charismatic and objectives KTM's presence. The authors noticed and feel that the process of deepening the faith that has been happening every cell meeting less variable, even monotonous, then from the results of these reflections, the author propose a deepening of the Spirituality of Carmel and the Spirituality of Charismatic through Shared Christian Praxis (SCP) catechesis model. The authors propose a Shared Christian Praxis (SCP) catehesis model because this model really involve the participants with partisipative dialogue. Shared Christian Praxis (SCP) model also has five steps that are increasingly bringing participants to create dialogue with life experience and confrort it with the vision of Christian Tradition and for to increasingly feel the love of God is perfect and save. The author hope that this paper can be further consideration in an attempt to explore the Spirituality of Carmel and the Spirituality of Charismatic as a source for developing the vision and mission of KTM, especially through Shared Christian Praxis (SCP) catechesis model.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Tritunggal Mahakudus atas kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
SPIRITUALITAS
KARMEL
DAN
SPIRITUALITAS
KARISMATIK SEBAGAI SUMBER UNTUK MENGEMBANGKAN VISI DAN
MISI
BAGI
ANGGOTA
KOMUNITAS
TRITUNGGAL
MAHAKUDUS DISTRIK YOGYAKARTA. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini dengan tulus hati penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1.
Dr. J. Darminta, S.J selaku dosen pembimbing utama yang bersedia meluangkan waktu serta penuh perhatian dan kesabaran membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bpk. F. X. Dapiyanta, SFK., M. Pd selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji
II yamg memberi dukungan dan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini. 3.
Dr. C. Putranto, SJ selaku dosen penguji III yang telah menyediakan waktu dan perhatiannya kepada penulis.
4.
Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
5.
Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan serta seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6.
Kedua orang tua: Bpk. Supriadi & Ibu Mantim yang telah membesarkan dan mendokan penulis.
7.
Adik-adik: Ignasius Suhendra & Hendriko Fernandes yang menghadirkan warna-warni dalam hidup penulis.
8.
Teman dekat Dosansianus Tasman Lewagan yang selalu memotivasi penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................
vii
ABSTRAK .......................................................................................................
viii
ABSTRACT .......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................
xvi
BAB I: PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
3
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................
4
D. Manfaat Penulisan ................................................................................
4
E. Metode Penulisan .................................................................................
4
F. Sistematika Penulisan ..........................................................................
5
BAB II: PENGALAMAN KARMEL AWALI DAN PENGALAMAN PENTAKOSTA SEBAGAI ISPIRASI DASAR KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS ....................................................
6
A. KARMEL AWALI ...............................................................................
6
1. Lokasi Gunung Karmel ...................................................................
6
2. Gunung Karmel dan Nabi Elia ........................................................
6
3. Karmelit Awali ................................................................................
8
4. Semangat Hidup ..............................................................................
10
a. Ketaatan Kepada Pemimpin........................................................
10
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Persaudaraan ............................................................................
11
c. Keheningan ..............................................................................
11
d. Kitab Suci dan Ekaristi.............................................................
13
B. PENTAKOSTA ...................................................................................
14
1. Roh Kudus Dalam Pentakosta........................................................
14
2. Roh Kudus dan Jemaat Pertama .....................................................
15
a. Ketekunan Dalam Pengajaran Para Rasul ................................
17
b. Taat Pada Pemimpin ................................................................
17
c. Berbagi Dalam Segala Sesuatu dan Hidup Sederhana .............
18
d. Berdoa dan Makan Bersama Dalam Perjamuan.......................
18
C. KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS ................................
19
1. Awal Berdiri ...................................................................................
19
2. Visi dan Misi Komunitas Tritunggal Mahakudus ..........................
21
a. Penjelasan .................................................................................
21
b. Pergulatan Visi Komunitas Tritunggal Mahakudus .................
25
c. Pilihan Fokus Misi Komunitas Tritunggal Mahakudus ...........
26
3. Komunitas Tritunggal Mahakudus Berispirasi Pada Karmel dan Peristiwa Pentakosta ................................................................
27
a. Kasih Persaudaraan ..................................................................
27
b. Cinta Keheningan .....................................................................
28
c. Cinta Kitab Suci .......................................................................
29
d. Cinta Ekaristi dan Sakramen ....................................................
29
e. Terbuka Akan Roh Kudus dan Karunia-karunia-Nya ..............
30
BAB III: KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS DISTRIK YOGYAKARTA .............................................................................
32
A. Komunitas Tritunggal Mahakudus Hadir di Yogyakarta .....................
32
B. Spiritualitas Komunitas Tritunggal Mahakudus ..................................
34
1. Pengertian Spiritualitas ..................................................................
34
2. Spiritualitas Karmel .......................................................................
36
3. Spiritualitas Karismatik..................................................................
38
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C. Semangat Profetik Komunitas Tritunggal Mahakudus ........................
42
1. Pengertian Profetik .........................................................................
42
2. Profetik Karmel Dalam Teladan Nabi Elia ....................................
43
3. Profetik Karismatik dalam Peristiwa Pentakosta ...........................
44
4. Profetik Komunitas Tritunggal Mahakudus: Berjuang Membawa Orang Lain Pada Cinta Ilahi .........................................
45
a. Cara Karmel .............................................................................
46
b. Cara Karismatik .......................................................................
47
D. Refleksi Kritis Atas Kehadiran Komunitas Tritunggal Mahakudus di Yogyakarta ......................................................................................
47
E. Refleksi Kritis dari Spiritualitas Komunitas Tritunggal Mahakudus di Hadapan Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik Serta Tujuan Kehadiran Komunitas Tritunggal Mahakudus.........................
50
BAB IV: KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP) SEBAGAI UPAYA PENDALAMAN SPIRITUALITAS KARMEL DAN SPIRITUALITAS KARISMATIK SEBAGAI SUMBER PENGEMBANGAN VISI DAN MISI BAGI ANGGOTA KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS DISTRIK YOGYAKARTA ............................................................
52
A. Pengertian Katekese .............................................................................
52
B. Tujuan Katekese ...................................................................................
53
C. Isi Katekese ..........................................................................................
55
D. Ciri-ciri katekese ..................................................................................
56
1. Bebas ..............................................................................................
56
2. Komunikasi Iman ...........................................................................
57
3. Situasional ......................................................................................
57
4. Proses .............................................................................................
58
E. Model-model Katekese ........................................................................
58
1. Model Pengalaman Hidup ..............................................................
58
2. Model Biblis ...................................................................................
59
3. Model Campuran: Biblis dan Pengalaman Hidup ..........................
59
4. Model Shared Christian Praxis (SCP)...........................................
60
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
F. Alasan Menggunakan Katekese Model SCP........................................
61
G. Mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik Sebagai Sumber Untuk Mengembangkan Visi dan Misi Bagi Anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus Distrik Yogyakarta Melalui Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP)....................
62
1. Praxis .............................................................................................
63
a. Aktivitas ...................................................................................
63
b. Refleksi ....................................................................................
64
c. Kreativitas ................................................................................
64
2. Kristiani ..........................................................................................
64
3. Sharing ...........................................................................................
65
H. Langkah-langkah Katekese SCP ..........................................................
66
1. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual .................
66
2. Langkah II: Refleksi Kritis Atas Pengalaman Hidup Faktual ........
67
3. Langkah III: Mengusahakan Supaya Visi dan Tradisi Kristiani Lebih Terjangkau ...........................................................................
68
4. Langkah IV: Interpretasi/ Tafsir Diakletis Antara Tradisi dan Visi Kristiani Dengan Tradisi dan Visi Peserta .............................
68
5. Langkah V: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia.................................................................
69
I. Usulan Program dan Contoh Persiapan Katekese Model SCP ............
70
BAB V: PENUTUP .........................................................................................
93
A. Kesimpulan ..........................................................................................
93
B. Saran .....................................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
97
LAMPIRAN Hasil Wawancara ......................................................................................
xv
(1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dalam terjemahan terbaru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta. 2007.
B. Singkatan Dokumen Gereja CT
:
Catechesi Tradendae (Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II Tentang Katekese Masa Kini).
DV
:
Dei Verbum (Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II Tentang Wahyu Ilahi)
EG
:
Evangelii Gaudium (Seruan Apostolik Paus Fransiskus tentang Sukacita Injil).
LF
:
NMI :
Lumen Fidei (Ensiklik Paus Fransiskus Tentang Terang Iman) Novo Millennio Ineunte: Pada Awal Milenium Baru (Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang seruan dan ajakan untuk mengenang masa lampau dengan penuh syukur, menghayati masa sekarang dengan penuh entusiasme dan menatap masa depan penuh kepercayaan).
RC
:
Redemptionis Sacramentum (Sakramen Penebusan)
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C. Singkatan Lain Alm
:
Almarhum
Art
:
Artikel
Ay
:
Ayat
BINUS
:
Pembinaan Khusus
CSE
:
Carmelitae Sancti Eliae
Dll
:
Dan lain-lain
DPP
:
Dewan Pelayan Pusat
DPU
:
Dewan Pelayan Umum
KGK
:
Katekismus Gereja Katolik
KTM
:
Komunitas Tritunggal Mahakudus
KWI
:
Konferensi Waligereja Indonesia
Lapas
:
Lembaga Pemasyarakatan
No.
:
Nomor
O. Carm
:
Ordo Karmel
P. Karm
:
Putri Karmel
PKKI
:
Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se Indonesia
PPAT
:
Program Pembinaan Anggota Tahap
Psl
:
Pasal
SCP
:
Shared Christian Praxis
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam ziarah dan perkembangan hidup rohani seseorang tidak dapat dilepaskan dari yang namanya spiritualitas. Spiritualitas seseorang kapan pun dan di mana pun dapat menjadi ciri khas penghayatan hidup rohani dan pelayanannya. Spiritualitas dapat disebut cara mengamalkan seluruh kehidupan sebagai seorang beriman yang berusaha merancang dan menjalankan hidup ini semata-mata seperti Tuhan menghendakinya (Heuken, 2002: 12). Oleh karenanya, pola hidup, cara berdoa maupun pelayanannya dapat menjadi terang bagi kita dalam mengetahui spiritualitas apa yang menjiwainya. Seseorang yang selalu bergelut dalam doa, keheningan dan meditasi dapat dengan mudah kita ketahui bahwa orang tersebut adalah seorang karmelit. Mereka yang berkobar-kobar dalam kuasa Roh Kudus mewartakan kabar gembira dan kharisma-kharismaNya sepintas kita mengenalnya sebagai orang yang ikut dalam pembaharuan karismatik. Demikian juga dengan mereka yang pagi, siang, malam berkecimpung dalam pelayanan karitatif terhadap sesama yang menderita sakit baik mental maupun fisik,
lalu kita akan
mengatakan bahwa semangat St. Vincentius a Paulo atau Muder Teresa dari Kalkuta mengalir dalam nadinya. Meskipun apa yang dilihat mata tersebut bukanlah mutlak dan menjadi patokan bagi kita dalam mengenali spiritualitas yang dihayati seseorang, namun hal itu dapat menjadi indikator bagi kita dalam memahaminya. Hidup dan ajaran mereka sebaiknya kita gunakan sebagai inspirasi dan teladan bagi hidup rohani kita (Heuken, 2002: 9).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2
Berbagai macam spiritualitas hidup rohani telah muncul dan bertumbuh subur dalam sejarah perkembangan Gereja dari awal hingga dewasa ini. Spiritualitas tersebut tidaklah berseberangan satu dengan yang lainnya, tetapi saling berkaitan dan berkesinambungan, karena semuanya bersumber dari Allah yang satu dan sama yang memberi inspirasi. Biasanya berkenalan dengan berbagai peraturan hidup rohani membuat jiwa menemukan jalannya. Jalan ini sesekali dijumpai, akan ada kebutuhan yang lebih lanjut untuk mengadakan studi yang lebih menyeluruh tentang spiritualitas yang mewakilinya dan untuk mengetahui para kudus yang menjadi gurunya (Eugene, 2011: 106). Dalam tulisan ini penulis hanya memfokuskan diri membahas Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik yang menjadi jiwa dari hidup dan pelayanan Komunitas Tritunggal Mahakudus. Dalam hidup dan pelayanan anggota KTM, semangat Karmel dan Karismatik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pada dasarnya, semangat Karmel dan Spiritulitas Karismatik merupakan suatu kesatuan yang selama ini telah memperkaya kehidupan KTM (Indrakusuma, 2010: 101). Jadi tidak dapat dikatakan bahwa KTM hanya doa, meditasi dan kontemplasi tanpa adanya keterbukaan akan kuasa Roh Kudus dengan segala karunia dan karismanya. Dalam perkembangannya, KTM sebagai sebuah komunitas dengan banyak anggota, pemahaman akan arti, makna dan jiwa dari semangat Karmel dan Karismatik menjadi kurang dimengerti dengan baik oleh anggota, sehingga berimbas pada kurangnya penghayatan hidup rohani dan pelayanannya. Penghayatan hidup rohani dan pelayanan yang kurang menjadikan visi dan misi KTM menjadi pudar, sehingga banyak anggota yang suam-suam kuku dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
menghayati hidup berkomunitas dan melayani sesama. Tidak dapat dipungkiri bahwa memang fenomena ini muncul sebagian karena kurangnya pengetahuan anggota tentang spiritualitas yang menjiwai dan visi misi yang dihayatinya. Oleh karena itu, segenap anggota komunitas diharapkan untuk belajar bersama menggali kekayaan, mendalami dan menghayati kedua spiritualitas yang dimaksud secara teratur dan konsekuen. Dengan demikian maka visi dan misi komunitas dapat terwujud dalam hidup dan pelayanan setiap anggota baik secara komunitas maupun perorangan. Dari apa yang diuraikan di atas, maka tulisan ini dimaksudkan untuk memaparkan Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik agar segenap anggota komunitas dapat mengerti dengan baik dan benar serta dapat menghayati, mengembangkan visi dan misi sebagaimana dimaksud oleh pendirinya. Untuk itu, penulis memberi judul skripsi ini: SPIRITUALITAS KARMEL DAN SPIRITUALITAS
KARISMATIK
SEBAGAI
SUMBER
UNTUK
MENGEMBANGKAN VISI DAN MISI BAGI ANGGOTA KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS DI DISTRIK YOGYAKARTA.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah pokok dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apa isi visi dan misi KTM?
2.
Apa arti dan peranan spiritualitas Karmel dan spiritualitas Karismatik dalam mengembangkan visi dan misi KTM?
3.
Bagaimana program katekese untuk pendalaman Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik di Distrik Yogyakarta?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4
C. Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah: 1.
Mengetahui visi dan misi KTM.
2.
Mengetahui arti dan peranan Spiritualitas karmel dan Spiritualitas Karismatik dalam mengembangkan visi dan misi KTM.
3.
Membuat program katekese untuk pendalaman Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik.
4.
Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana.
D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang diharapkan penulis dengan adanya skripsi ini nantinya adalah : 1.
Membantu anggota KTM semakin mengetahui visi dan misi KTM
2.
Membantu anggota KTM semakin mengerti arti dan peranan Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik.
3.
Untuk membantu anggota KTM menemukan program katekese untuk pendalaman Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik.
E. Metode Penulisan Metode penulisan yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analisis yakni berusaha memaparkan makna, arti Spiritualitas Karmel, Spiritualitas Karismatik dan bagaimana kedua spiritualitas besar itu berperan dalam penghayatan serta pengembangan visi dan misi KTM sesuai dengan maksud dan tujuan KTM didirikan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5
F. Sistematika Penulisan Pada bab I, penulis akan menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II membahas tentang inspirasi dasar KTM yang berawal dari pengalaman Karmel Awali dan peristiwa Pentakosta, sejarah awal berdirinya KTM serta visi dan misi KTM. Hal ini bertujuan supaya pembaca dapat benarbenar mengetahui
dan memahami
bagaimana
sumber ispirasi
tersebut
memberikan berbagai teladan bagi KTM. Bab III memberikan gambaran tentang awal mula kehadiran KTM di Yogyakarta, spiritualitas yang menjiwai KTM, pada bagian ini mula-mula penulis memaparkan arti spiritualitas secara umum, lalu di ikuti dengan memaparkan Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik yang merupakan spiritualitas yang dihayati oleh KTM. Pada bagian akhir dalam bab ini, penulis juga memaparkan semangat profetik yang berkobar dalam tubuh KTM. Pada bab IV penulis mengupayakan pendalaman Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik sebagai sumber pengembangan visi dan misi bagi anggota KTM Ditrik Yogyakarta melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP). Pertama-tama penulis memaparkan bebagai hal mengenai katekese, kemudian dilanjutkan dengan beberapa usulan program katekese sebagai sarana pendalaman Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik. Bab V merupakan rangkaian penutup dari rangkaian penulisan skripsi ini, penulis akan mengungkapkan lagi isi pokok dari seluruh pembahasan dalam skripsi ini, yang berisi kesimpulan dan saran yang semakin meneguhkan pembaca.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENGALAMAN KARMEL AWALI DAN PENGALAMAN PENTAKOSTA SEBAGAI INSPIRASI DASAR KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS
A. Karmel Awali 1. Lokasi Gunung Karmel Karmel adalah sebuah gunung kecil, menjulang tinggi sekitar 550 meter dan dari sisi lain menghadap ke Laut Tengah dengan pemandangan yang indah, gabungan antara ketinggian gunung dan keluasan laut (Phang, 2012: 30). Selain itu kata “Karmel” juga menunjukkan kepada sekelompok orang yang menghanyutkan dirinya dalam doa dan keserhanaan. Karmel, singkatan dari Karem El, yang artinya Kebun Anggur Allah, merupakan lambang kesuburan; dan rupanya dahulu memang tempat yang amat subur dan indah, yang mengingatkan kita akan keindahan ilahi yang dirindukan oleh setiap orang yang mencari dan merindukan Allah (Team P. Karm dan CSE, 2000:1). Sejak dahulu hingga kini, Gunung Karmel telah menjadi tempat suci, tidak saja bagi para Karmelit, tetapi juga bagi semua orang Kristen, Yahudi dan Islam (Slattery, 1993: 1).
2. Gunung Karmel dan Nabi Elia Bagi para Karmelit nama Gunung Karmel khususnya dikaitkan dengan tokoh besar Perjanjian Lama, yaitu Nabi Elia yang dalam kuasa Allah seorang diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
menghadapi para nabi palsu yang menyesatkan umat Allah (Team P. Karm dan CSE, 2000: 2). Di gunung ini pulalah Elia merasakan kehadiran Allah dalam keheningan dan kesunyian Gunung Karmel. Gunung Karmel menjadi tempat suci, karena Nabi Elia, orang Tisbe, telah melakukan pekerjaan-pekerjaan besar bagi Allah di sana. Maka tidak mengherankan kalau pertapa-pertapa Latin yang tinggal di Gunung Karmel, menetapkan Nabi Elia sebagai teladan untuk diikuti (Slattery, 1993: 27). Kisah kenabian Elia dapat kita jumpai dalam Kitab Suci, mulai dari 1 Raja-raja 17 dimana Elia muncul secara tiba-tiba dan berakhir dalam 2 Raja-raja 2:13 Elia diangkat ke surga dengan kereta berapi. Elia hidup dan bergelut dengan dalam jaman di mana ada pertentangan antara agama tentang Allah yang benar dan pengaruh penyembahan berhala. Kebiasaan penyembahan berhala dari orangorang Kanaan telah begitu kuat merasuk diantara orang-orang Israel, sehingga ada kemungkinan ketaatan kepada Allah yang membebaskan mereka dari Mesir tergerus. Elia muncul ditengah krisis kepercayaan dan pertentangan ini (Slattery 1993: 29). Dalam kitab 1 Raja-raja 18:19-40 dikisahkan tentang Elia yang menantang 450 nabi Baal untuk bertanding di sebuah mezbah pada Gunung Karmel untuk menentukan sembahan siapa yang pantas untuk disembah oleh Bangsa Israel. Cerita Kitab Suci tentang Nabi Elia menampilkan seorang Nabi sebagai juru bicara Yahweh yang secara aktif terlibat dalam masalah-masalah jamannya (Slattery, 1993: 30). Nabi-nabi Baal gagal melakukannya. Elia menyuruh menyirami kurbannya dengan air untuk membasahi seluruh mezbah dan kemudian ia berdoa. Datanglah api dari langit dan membakar habis kurban, mezbah, kayu,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8
batu, tanah dan air yang ada di sana. Segera umat Israel yang melihatnya menyerukan "TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!" (1 Raj. 18:39). Pada akhirnya, Elia mengumumkan berakhirnya masa kekeringan air; awan-awan berkumpul, langit menjadi gelap dan hujan turun dengan lebat (1 Raj. 18:45). Elia tidak hanya kontemplatif tetapi juga aktif menjawab panggilan Allah. Ia adalah nabi yang sepenuhnya siap sedia melayani Allah, yang berdiri dihadapan Allah laksana pelayan yang menanti perintah tuannya. Keterbukaan dan kesiapan total menerima sabda Allah mendorong Elia hidup dengan cara khusus dalam keheningan dan kesunyian (Slattery 1993: 31). Yang menonjol dari Elia adalah imannya yang kokoh dan kreativitasnya yang original. Tidak ada nabi yang berani mempertaruhkan nyawanya sedemikian rupa seperti Elia. Hal ini terjadi karena Elia begitu yakin bahwa Allah adalah Dia yang tidak mempermalukan setiap orang yang percaya dan berharap pada-Nya. Elia sangat memegang teguh tradisi religius bangsa Israel dan menjadi tokoh kesetiaan akan perjanjian di kala perjanjian itu hampir sirna. Baginya Allah sendiri adalah Tuhan bangsa Israel dan dia tidak mau kalau lingkungan Allah dicampuri oleh Baal.
3. Karmelit Awali Lahirnya para Kermelit tidak dapat dilepaskan dari situasi pergerakan besar yang terjadi dalam Gereja pada abad pertengahan. Waktu itu semangat religius dalam biara-biara banyak yang merosot. Maka dari kalangan awam timbullah suatu reaksi melawan gejala-gejala tersebut dan mereka ingin kembali kepada kesederhanaan hidup dan kemiskinan Kristus sendiri, kepada pantang dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
puasa, kepada doa dan kontemplasi dan kehidupan yang sungguh-sungguh sederhana (Team P.Karm dan CSE, 2000: 4-5). Oleh karenanya mereka ingin menjalani hidup yang miskin dan sederhana dengan cara berpuasa dan berdoa, hidup di tempat-tempat yang sederhana, berpindah-pindah. Mereka memaknai hidup sebagai peziarahan yang terus menerus (Slattery, 1993: 3). Mereka meninggalkan rumah mereka dan tinggal di suatu daerah yang sunyi dan terasing. Ada pula yang pergi ke suatu tempat suci untuk berdoa. Tempat suci utama yang menjadi tujuan peziarahan mereka adalah tanah suci yng dipandang sebagai tanah warisan Kristus. Ada juga peziarah yang pergi ke tanah suci dan berkaul untuk tinggal di sana selamanya. Intensi mereka ke tanah suci juga cukup beragam, ada yang melaksanakan penitensi yang dibebankan kepadanya sebagai silih atas dosa, ada yang karena pilihannya sendiri. Ikut dalam perang salib termasuk dalam bentuk lain dari peziarahan ini, mereka mempertaruhkan hidup demi kasih kepada Kristus dan pengampunan dosa. Selepas perang salib banyak diantara mereka yang menetap di tanah suci, dan salah satu tempat yang dipilih adalah gunung Karmel di dekat wadi yang disebut Wadi’aijn-es-Siah (Slattery 1993:4-6). Dalam perkembangannya para pertapa sering dicurigai dalam kebenaran imannya dan dianggap paling bawah dalam tingkat kebiaraan. Kelompok pertapa lain beranggapan bahwa hidup mereka akan menjadi aneh bila tidak mempunyai regula. Karenanya banyak kelompok pertapa yang menerima Regula St. Agustinus dan yang lain menerima Regula St. Benedictus. Kekawatiran inilah yang nampaknya mendorong pertapa-pertapa di gunung Karmel pergi ke Albertus, Patriak Yerusalem untuk meminta regula (Slattery, 1993: 3-4). Albertus tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
memberi mereka Regula yang telah ada (Regula St. Agustinus dan regula St. Benediktus), tetapi memberikan mereka pedoman hidup berupa aturan dasar disebut "Surat Kehidupan" (Letter of Life) yang sesuai dengan semangat dan situasi mereka (Slattery, 2993: 6). Regula Albertus inilah yang menjadi sumber identitas bagi sekelompok pertapa di Gunung Karmel.
4. Semangat Hidup Dengan berpegang teguh pada tradisi dan semangat kenabian Elia, para karmelit awali memaknai hidup mereka sebagai panggilan untuk persatuan dengan Allah dan pelayanan bagi sesama baik secara individu maupun komunitas. Maka dari itu ada beberapa pokok yang perlu mendapat sorotan khusus dari para karmelit ini.
a. Ketaatan Kepada Pemimpin Regula menekankan akan pentingnya ketaatan terhadap pemimpin, dan memandang pemimpin sebagai perwakilan Kristus di dunia “dan kamu saudarasaudara yang lainya, hormatilah Priormu dengan rendah hati dan lebih memikirkan Kristus yang mengangkat dia menjadi atasanmu daripada orang itu sendiri”. Pedoman mereka dalam hal ini adalah sabda Kristus sendiri “barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku” (Regula psl. 18). Ketaatan ini membantu mereka melepaskan diri dari kecendrungan manusiawi akan kehendak pribadi mereka yang cendrung egois. Dengan taat kepada pemimpin mereka terbebaskan dari kesombongan dan dosa-dosa yang lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
b. Persaudaraan Sebagai suatu persekutuan hidup para kamelit menjalani hidup mereka dalam suasana persaudaraan. Rasa persaudaraan mereka tunjukan dalam pola hidup bersama dengan seorang pemimpin yang mereka harus hormati dan taati sebagaimana mereka taat kepada Kristus yang memanggil mereka. Penghormatan dan ketaatan terhadap pemimpin ini menjadi kewajiban bagi semua anggota (Regula psl. 18). Selain itu dalam relasi kepada sesama mereka sungguh-sungguh berpedoman pada kehendak Kristus yaitu hidup dalam kasih persaudaraan yang tulus dan saling membangun sebagaimana tertuang dalam Regula yang mengatakan “...hendaknya diperbaiki dengan penuh kasih sayang pelanggaran dan kesalahan para saudara...” (psl 11). Lebih dari itu mereka juga memandang bahwa segala sesuatu yang dipunyainya adalah milik bersama (Regula psl 1, 9). Dengan adanya kesadaran bahwa tidak ada hak milik pribadi, mereka dihindarkan dari kebanggaan jasmaniah berkaitan dengan barang-barang dan iri hati yang merusak
hidup
komunitas
mereka.
Selain
itu
mereka
juga
senasib
sepenanggungan dalam kekurangan dan kelebihan. Mereka meneladani hidup Kristus yang sederhana dan miskin, Kristus yang tidak mempunyai tempat untuk meletakan kepalaNya, Kristus yang solider dengan orang-orang miskin dan sederhana. Inilah persaudaraan yang ditunjukkan oleh komunitas pertapa di Gunung Karmel.
c. Keheningan Keheningan menjadi keharusan yang mutlak bagi para pertapa di gunung karmel. Baik keheningan fisik dengan mengurangi kecenderungan bicara, maupun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
keheningan batin dengan melepaskan diri dari segala macam kekuatiran akan perkara duniawi. Keheningan bagi mereka merupakan jalan menuju persatuan dengan Allah. Dalam keheningan mereka dapat merasakan kehadiran Allah, mendengarkan bisikan-Nya yang halus dan lembut sebagaimana yang dialami oleh sang Nabi yang menjadi panutan mereka. Allah hadir dalam kelembutan dan keheningan bukan dalam pengalaman yang menggetarkan, yang dasyat. Nabi Elia mengalami kehadiran Allah dalam angin sepoi-sepoi basah, bukan dalam pengalaman yang spektakuler seperti gempa bumi yang dasyat, guntur dan kilat yang menyambar-nyambar, bukan pula dalam api yang menyalah-nyala ( 1 Raj 19:11-13). Untuk sampai pada pengalaman akan Allah yang hidup yang dialami dalam keheningan maka aturan hidup sangat penting untuk dihayati. Dari selesai ibadat sore sampai sesudah ibadat pagi keesokan harinya, mereka harus tinggal dalam keheningan. Bukan hanya itu, pada waktu lain juga dianjurkan untuk tidak banyak bicara (Regula psl. 16). Para pertapa ini hidup “mengikuti teladan Elia”, sebagimana dikatakan dalam aturan hidup mereka “hendaknya ia menjaga baik-baik jalannya kebersamaan dengan sang nabi” (Regula psl. 16). Elia merupakan sosok orang suci dan pencinta kesunyian (Phang, 2012: 31) yang harus mereka teladani. Dalam suasana keheningan tersebut mereka berjuang dengan sekuat tenaga untuk menaklukkan diri mereka sendiri dari berbagai keinginan hawa nafsu duniawi yang dapat mengacaukan cita-cita luhur mereka yaitu persatuan dengan Allah. Oleh karenanya mereka melewati keheningan tersebut dalam situasi batin yang tetap terjaga dalam doa. Siang dan malam mereka tengelam dalam doa dan kontemplasi serta merenungkan setiap firman Tuhan. Dalam hening tersebutlah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
mereka dapat merasakan kehadiran Allah yang sungguh indah. Dalam keheningan, para karmel awali terbebas dari segala gangguan yang dapat mengganggu doa dan kontemplasi mereka. Dalam keheningan dan kesunyian itulah mereka boleh mengalami kehadiran yang mengatasi segala pengertian, yang memenuhi hati mereka dengan damai dan sukacita serta kebahagiaan yang mendalam. Dalam kehenigan itu pulalah mereka boleh mendengarkan bisikanbisikan Roh yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa manusia” (Team P.Karm dan CSE, 2000: 7). Keheningan adalah guru yang mengajar untuk mendengarkan Firman Allah karena dalam keheningan suara-suara yang bukan dari Allah terhalau (Phang, 2012: 45). Keheningan menjadi kunci orang dapat mengalami pengalaman akan Allah. Dalam keheningan Allah mengajarkan kepada orangorang yang dikasihi-Nya segala kebijaksanaan yang belum pernah terpikirkan oleh manusia, membimbing umat-Nya mendalami misteri cinta-Nya yang melampaui segala pengetahuan.
d. Kitab Suci dan Ekaristi Kitab suci mejadi pedoman utama mereka. Setiap hari mereka lewati dengan bertekun merenungkan firman Tuhan. Dalam kitab suci mereka menemukan apa yang dikehendaki Allah bagi mereka, mengerti rencana-rencana Allah bagi hidup manusia, dan menyelami misteri cinta Allah yang tidak terhingga. Kita suci menjadi santapan rohani mereka setiap hari. Begitu pentingnya Kitab Suci, sehingga pada saat makan pun sambil mendengarkan bacaan Kitab suci (Regula psl. 4). Mereka melewati hari hari dengan tekun mengusahakan persatuan dengan Allah sumber dan keselamatan mereka dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
cara merenungkan hukum-Nya dan berkanjang dalam doa siang dan malam. Sebagaimana ditegaskan dalam pedoman hidup mereka “...hendaknya masingmasing anggota tinggal di biliknya atau di dekatnya sambil merenungkan hukum tuhan siang dan malam serta berjaga-jaga dalam doa...” (Regula psl. 7). Firman Allah bagi mereka bukan hanya pedoman hidup yang utama, melainkan juga merupakan senjata yang ampuh untuk melawan serangan dan godaan setan. Penghayatan hidup yang berlandaskan sepenuhnya pada sabda Tuhan menjadi tuntunan sekaligus tuntutan bagi mereka “hendaknya pedang Roh yaitu firman Allah tinggal secara berlimpah dalam mulut dan hatimu serta segala sesuatu yang harus dilakukan, lakukanlah itu dalam sabda Tuhan” (Regula psl. 14).
B. Pentakosta 1. Roh Kudus dalam Pentakosta Peristiwa Pentakosta atau turunnya Roh Kudus atas para Rasul adalah sebuah peristiwa yang sangat penting bagi kehidupan umat kristiani, karena melalui peristiwa itu dan daya yang menjiwainya Gereja terbentuk. Pentakosta menjadi momen penting bagi lahirnya saksi-saksi hidup Yesus yang tidak gentar terhadap ancaman dan berbagai pencobaan yang mengganggu iman dan kecintaanya kepada Kristus yang hidup. Lidah-lidah api yang dapat kita saksikan pada hampir semua lukisan peristiwa Pentakosta, seakan-akan merupakan jari-jari tangan yang menyuruh Gereja supaya masuk ke dunia (Helwig, 1974: 7). Karena daya pentakosta inilah mereka berani mempertaruhkan nyawa dan mengorbankan segalanya demi Dia yang mereka cintai. Dari orang-orang penakut mereka diubah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
menjadi pewarta-pewarta Injil dan saksi-saksi Kristus yang tidak gentar (Indrakusuma, 2012; 26). Hal ini dapat kita jumpai dalam diri para murid dan mereka semua yang percaya kepada pemberitaan para rasul itu. Kiranya peristiwa Pentakosta tidak lain daripada pengalaman pertama akan karya Roh Kudus dalam jemaat (Konferensi Waligereja Indonesia, 2000: 300-301). Para murid yang adalah rasul dan saksi dari kehidupan Yesus berkobarkobar mewartakan tentang apa mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka alami tentang Yesus kepada siapa saja yang mereka jumpai. Dan bahkan mereka berani mengarungi lautan dan masuk dalam situasi yang asing bagi mereka untuk menyebarkan kabar sukacita injil, dengan harapan supaya orang lain menjadi selamat dan juga mengalami apa yang mereka alami. Keberanian itu tidaklah berasal dari mereka sendiri, melainkan dari Allah yang mereka cintai di atas segalanya. Allah yang mereka cintai memberi mereka kekuatan untuk memberikan kesaksian tentang Yesus, melengkapi mereka dengan daya surgawi yang memampukan mereka mewartakan dengan penuh kuasa baik dalam perkataan maupun perbuatan. Itulah karya Roh Kudus yang mereka terima dalam peristiwa pentakosta (Kis 2:1-13). Roh inilah yang akan membangkitkan tulang-tulang kering serta menjadikannya
manusia-manusia
yang hidup
(Indrakusuma, 2012: 17). Turunnya Roh Kudus ini merupakan pemenuhan janji Yesus atas para murid-Nya (Mrk 1:8, Yoh 14:16-17; 16:12-13, Kis 1:4-5).
2. Roh Kudus dan Jemaat Perdana Seluruh kehidupan jemaat perdana, sebagaimana dilukiskan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul, ditandai oleh Karya Roh, bukan hanya pada awal atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
kesempatan istimewa, tetapi selalu dan di mana-mana (Konferensi Waligereja Indonesia, 2000: 301). Rm. Yohanes Indrakusuma (2012: 26) mengatakan bahwa Roh Kudus adalah cinta sempurna, kebijaksanaan tertinggi, pengertian terdalam, kuasa yang paling hebat kekuatan ilahi yang membeda-bedakan, menyelidiki, mengubah serta memperbarui segalanya. Kehidupan jemaat perdana adalah kehidupan yang sepenuhnya dibimbing, dijiwai dan digerakkan oleh Roh Kudus. Keterbukaan hati mereka memungkinkan Roh Kudus dapat berkarya dengan bebas dan membentuknya menjadi insan-insan Allah yang hidup. Tanpa adanya sikap iman yang terbuka sepenuhnya, Roh Kudus tidak akan berkarya dengan perantaraan
mereka.
Kehadiran
Roh
Kudus
dengan
segala
kuasa-Nya
membangkitkan kembali harapan yang sudah mati karena keterbatasan manusiawi. Roh Kudus menggairahkan kembali semangat iman para murid Yesus. Menilik fenomena turunnya Roh kudus atas para Rasul, menarik sekali apa yang dikatakan oleh Desi Ramadhani (2008: 148-149), bahwa tanda pertama akan hadirnya Roh Kudus adalah pujian untuk memuliakan kebesaran Allah dan yang kedua adalah terciptanya sebuah komunitas. Sebagaimana juga dikatakan oleh Guido Tisera (2002: 41) bahwa Roh Kudus dalam peristiwa pentakosta membuat mujizat besar yaitu mujizat persatuan Roh Kudus mempersatukan orang-orang yang percaya dan meraka yang terbuka akan karyaNya menjadi satu umat. Keterbukaan akan bimbingan dan kuasa Roh Kudus menjadikan orang-orang yang percaya kepada pemberitaan para rasul hidup dalam persatuan sebagai satu komunitas orang beriman. Sebagai komunitas yang dibimbing dan lahir karena karya Roh Kudus, mereka hidup dalam:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
a. Ketekunan dalam Pengajaran Para Rasul Yang dimaksud adalah pelayanan sabda yang mencakup pemakluman pertama, pendalaman iman, dan kesaksian hidup. Jemaat bertumbuh dan menjadi matang serta mempertahankan hidup dalam kesatuan antara mereka berkat sabda yang dibacakan dan didengar di tengah mereka. Para Rasul adalah saksi yang hidup dari setiap peristiwa hidup Yesus dan pewartaan-Nya. Para Rasul menerangkan perjanjian Lama dalam terang perjanjian Baru yang terpenuh secara sempura dalam diri Yesus (Tisera 2002: 43-44). Para rasul juga mengingat dan menghidupkan kembali kata-kata Yesus yang mereka dengar di tengah pertemuan jemaat dan mencari solusi dari persoalan jemaat dalam terang kata-kata, ajaran, dan contoh hidup Yesus (Tisera 2002: 63-64). Pemahaman akan sabda ini terjadi berkat bimbingan Roh Kudus yang hidup dan berkarya di tengah-tengah mereka.
b. Taat Kepada Pemimpin Pemimpin dipandang sebagai perpanjangan tangan Kristus di dunia. Oleh karenanya, setiap anggota menghormati pemimpin mereka sebagaimana mereka menghormati dan taat kepada Kristus. Kristus telah mengangkat para Rasul menjadi pemimpin Gereja yang harus didengarkan, ditaati dan dihormati “barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku” (Luk 10:16). Artinya adalah, apabila mendengarkan dan mentaati perintah dari para Rasul, sama dengan mentaati Kristus sendiri. Dalam ketaatan kepada pemimpin, mereka merealisir ketaatan kepada Kristus seperti yang telah di teladankan oleh ketujuh orang murid yang dipilih oleh para rasul untuk diutus melayani orang miskin serta menyebarkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
firman Allah (Kis. 6: 1-6). Mereka taat kepada rasul yang menjadi pemimpin mereka, mereka menerima dan menjalan tugas tersebut dengan senang hati sehingga firman Allah semakin tersebar dan jumlah orang yang percaya bahwa Yesus adaah Tuhan semakin bertambah.
c. Berbagi dalam Segala Sesuatu dan Hidup Sederhana Kis 2:44-45, segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Beberapa dari mereka menjual harta miliknya untuk kebutuhan sesamanya (Kis 4:32.35-37), memberi sumbangan kepada mereka yang membutuhkan (Kis 11: 29), pelayanan kepada janda-janda (kis 6:1-7). Dalam perjalanan pewartaan Paulus, perhatian terhadap mereka yang miskin juga menjadi prioritasnya. Paulus gencar meminta kepada jemaat yang didirikannya untuk memberikan sumbangan demi membantu mereka yang berkekurangan. Cita-cita mereka bukanlah kemiskinan, mainkan berbagi, solidaritas, kepekaan terhadap sesama khususnya terhadap anggota yang berkekurangan (Tisera 2002: 44). Hal ini mereka lakukan bukan karena keterpaksaan, melainkan dengan sukarela dan digerakkan oleh Roh Kudus. Dasarnya adalah kesatuan iman akan Kristus. Iman menghasilkan kasih yang nyata dalam kerelaan untuk saling membantu dalam kesusahan sehingga tidak seorang pun yang berkekurangan di antara mereka.
d. Berdoa dan Makan Bersama dalam Perjamuan Jemaat perdana adalah jemaat yang berdoa. Doa menjadi bagain dari kehidupan mereka alam segala situasi dan dilakukan secara terus menerus. Bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
mereka doa bagaikan nafas yang menghidupi seluruh jemaaat. Selain secara pribadi, mereka juga berkumpul bersama untuk berdoa sebelum mengambil keputusan penting atau peristiwa besar dalam jemaat (Tisera 2002: 57-59). Sebagai sebuah komunitas umat beriman selain tekun dalam doa, mereka juga berkumpul memecahkan roti secara bersama-sama sambil mengenangkan kembali karya penyelamatan Kristus (Kis 2:46; 4: 45-46; 20:6.7, 1Kor 10:16). Komunitas ini adalah komunitas doa dan komunitas Ekaristi. Secara berkala mereka berdoa di bait Allah dan di rumah-rumah secara bergilir. Suasana kekeluargaan, persaudaraan, dan spontanitas mewarnai peritiwa itu Hidup dalam kesederhanaan ( Tisera 2002: 45). Dalam perkembangannya Roh kudus hidup dalam Gereja dan menolongnya menemukan harta rohani dari kabar gembira Injil kristus. Roh Kudus menemani Gereja sepanjang peziarahannya di dunia, menyatukan dan menguduskannya dengan memberi Gereja semua anugerah yang diperlukan untuk memenuhi semua tugasnya. Roh Kudus melimpahkan karisma dan karunia kepada setiap orang, menciptakan persatuan di tengah perbedaan yang besar demi pembangunan seluruh tubuh Kristus (Kiswara, 1988:19). Kehadiran Roh mengubah kita menjadi anak Allah, maka Roh itu menjadi sumber rahmat dan pantas disebut “rahmat dasar”. Allah serta Roh-Nya tetap merupakan misteri, yang tidak mungkin dijangkau oleh manusia (Konferensi Waligereja Indonesia, 2000: 304-308).
C. Komunitas Tritunggal Mahakudus 1. Awal Berdiri KTM merupakan sebuah komunitas awam, namun sekarang juga ada para imam ataupun para biarawan-biarawati yang bergabung menjadi anggota luar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
biasa. Komunitas ini didirikan oleh Rm. Yohanes Indrakususma O.Carm (sekarang CSE) di Pertapaan Karmel Ngadireso, Malang, Jawa Timur dalam sebuah retret bersama umat pada 11-13 Januari 1987 (Indrakusuma, 2010: 95). KTM sudah diterima sebagai salah satu anggota keluarga besar Ordo Karmel bersama Putri Karmel dan Caemelitae Sancti Eliae (CSE), karena Pimpinan Pusat Karmel melihat, bahwa semangat KTM juga sesuai dengan semangat dasar Karmel (Indrakusuma, 2010: 101). Komunitas ini adalah suatu Persekutuan hidup, sebuah Perserikatan Publik Kaum Beriman kristiani yang diatur menurut ketentuan kan. 298-329 sebagai norma umum dan kan. 321-326 sebagai norma khusus (Statuta KTM, 2014: 3). Rm. Yohanes Indrakususma O.Carm mendirikan KTM dengan berinspirasi pada komunitas jemaat awali (Kis. 2:41-47), yaitu suatu komunitas yang berusaha menghayati hidup Kristen yang sejati, berdasarkan pada misteri agung cinta Bapa, Putera dan Roh Kudus (PPAT: 12). Beliau mencoba menerapkan semangat komunitas awali ini di tengah-tengah situasi zaman modern yang penuh tantangan. KTM didirikan juga atas keprihatinan Rm. Yohanes terhadap semangat Pembaharuan Karismatik, yang di satu pihak berpontensi cukup besar dalam membangun hidup rohani Gereja Katolik, tetapi di lain pihak sangat berbahaya sebab adanya kesombongan rohani, bahkan bisa tersesat kalau tidak dibimbing. Oleh karena itu, dengan berdirinya KTM ini, anggota-anggota KTM diharapkan menjadi kader-kader awam yang handal, yang sungguh-sungguh setia kepada Gereja Katolik dan dapat menjadi garam dan terang dunia di tempat hidup mereka masing-masing (Indrakusuma, 2010: 96). Anggota KTM harus sungguh menyadari akan pentingnya memasuki hubungan Cinta Kasih Ilahi ini sebagai yang pertama dan hakiki. Oleh karena itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
mereka harus dengan sadar menyerahkan dirinya untuk dibimbing oleh Roh Kudus serta menjadikan Yesus sebagai pusat hidup mereka. Karena itu penghayatan Sakramen terutama Ekaristi dan Tobat, doa dan kontemplasi, peresapan sabda Allah dan keterbukaan pada Roh kudus dengan segala karunianya menduduki tempat yang sentral dalam hidup mereka. Mereka menjadikan Ekaristi sebagai Pusat dalam kehidupan Kristianinya (statuta, 2014: 3). Saat ini anggota KTM sudah tersebar hampir di seluruh keuskupan di Indonesia, selain itu KTM juga hadir di luar negeri yaitu Malaysia, Cina, Amerika Serikat, Australia dan Kanada. Anggota KTM mendapatkan berbagai pembinaan baik dari para suster P. Karm maupun dari frater CSE. Untuk saat ini jumlah seluruh anggota KTM diperkirakan mencapai kurang lebih 25.000 orang.
2. Visi dan Misi Komunitas Tritunggal Mahakudus Sebagaimana tertuang dalam statuta Komunitas Tritunggal Mahakudus pasal 7, visi dan misi KTM secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut: “Dalam kuasa Roh kudus mengalami dan menghayati sendiri kehadiran Allah yang penuh kasih dan menyelamatkan, sampai pada persatuan cinta kasih, serta membawa orang lain kepada pengalaman yang sama”
a. Penjelasan Rm. Yohanes (2010: 89-90) menerangkan rumusan tersebut secara lebih lanjut sebagai berikut: 1). Dalam kuasa Roh Kudus Roh Kudus hadir dalam diri setiap manusia sehingga perjalanan hidup dan pelayanannya pun berdasarkan bimbingan Roh Kudus. Roh Kudus adalah cinta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
yang sempurna, kebijaksanaan tertinggi, pengertian yang terdalam, kemahakuasan Allah, kekuatan ilahi yang mengenal, yang mengubah dan memperbaharui segalagalanya, kuasa yang membebaskan, yang menyembuhkan serta mengadakan berbagai macam mujizat (Indrakusuma, 2011: 13). Roh Kudus merupakan dasar dan sumber segala sesuatu, baik untuk mengalami dan menghayati kehadiran dan cinta kasih Allah, maupun untuk membawa orang lain pada pengalaman yang sama. Hal itu dilaksanakan lewat kuasa Roh Kudus yang disalurkan dan dinyatakan lewat pelbagai macam kasih karunia, sakramen-sakramen dan karismata. Oleh Roh yang menjiwainya mereka menjadi saksi-saksi Kristus yang tiada gentar dan meyakinkan dan mulut mereka pun mewartakan sabda yang penuh kuasa (Indrakusuma, 2011: 9-10). Tanpa adanya Roh Kudus dalam diri setiap anggota KTM, tidak mungkin kehidupan dan pelayanan mereka dapat berjalan dengan baik. Karena adanya kuasa Roh Kudus inilah setiap anggota komunitas, mengalami berbagai perubahan dalam kehidupan rohaninya. Hidup mereka bejalan sesuai dengan bimbingan Roh sebagaimana yang telah diteladankan oleh jemaat Kristen perdana.
2). Mengalami dan menghayati sendiri Sebelum kita membagikan sebuah pengalaman kepada orang, tentu saja terlebih dahulu kita harus mengalami sebuah pengalaman yang sangat berarti dan menyentuh bagi diri kita sendiri. Setelah itu barulah membagikannya kepada orang lain. Demikian juga dalam hal kehidupan rohani. Dalam hal ini bukan hanya untuk mengetahui saja, melainkan harus sampai pada pengalaman. Di situ
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
orang di bawa kesuatu kesadaran baru, bahwa Allah itu sungguh hidup, mengasihi kita dan dapat kita alami kasih-Nya, walau pun tetap dalam iman, namun suatu pengalaman yang nyata dan transformatif yang mengubah hidup seseorang secara mendalam (Indrakusuma, 2010: 29). Meskipun hal itu tetap terjadi dalam iman, namun harus sungguh-sungguh merupakan suatu pengalaman yang nyata, yang menjadi sumber penghayatan. Kita harus lebih dahulu mengalami sendiri, sebelum kita dapat memberi kesaksian tentang hal itu kepada orang lain. Setiap anggota KTM, dalam hidup rohani dan pelayanannya selalu diajak untuk mengalami kasih Allah dan menghayatinya secara mendalam agar menemukan sebuah makna indah, sehingga pada akhirnya dapat membagikan kepada sesama.
3). Kehadiran Allah Dapat merasakan kehadiran Allah dalam hidup adalah dambaan setiap pribadi manusia. Kehadiran Allah yang menyelamatkan itu perlahan-lahan tapi pasti, asal tidak ada hambatan, akan mengubah dan memperbaharui kita, mulai dari lubuk terdalam kita, sampai pada seluruh lapisan pada kita. kehadiran Allah di dalam jiwa adalah realitas (Eugene, 2008: 17-26). Kehadiran ini dialami sebagai suatu kehadiran yang penuh kasih, yang menolong, melindungi, memelihara, yang menyembuhkan dan menyelamatkan. Karena itu kita dapat selalu mengharapkan dan mengandalkan pertolongan-Nya. Tetapi Allah dapat juga hadir berkat Rahmat-Nya. Karena rahmatNya itu Allah bersemayam di dalam jiwa yang berkenan kepadaNya dan yang menyenangkan hati-Nya ( Verbeek, 1973: 16).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
Demikian pula dengan para anggota KTM, mereka sangat mendambakan kehadiran Allah dalam perjalanan hidupnya, terutama dalam pelayanan. Mereka sadar bahwa tanpa adanya kehadiran Allah, pelayanan yang dilakukan adalah siasia belaka. Oleh karena itu, anggota KTM selalu memohon rahmat-Nya agar Dia berkenan hadir dalam kehiduan rohani dan pelayanan anggota komunitas.
4). Persatuan cinta kasih St. Yohanes Salib dengan jelas memberikan gambaran tentang tujuan hidup kita, yaitu persatuan dengan Allah. Oleh sentuhan-sentuhan rahmatNya kita diubah, diilahikan sedemikian rupa, sehingga benar-benar menyerupai Allah, seperti kayu yang dimasukkan ke dalam api akhirnya menjadi api itu sendiri. Dalam transformasi itu seluruh ada dan kegiatan kita diilahikan, sehingga akhirnya segala faal iman dan perbuatan kita memperoleh nilai ilahi. Dalam persatuan yang demikian, jiwa diangkat kepada suatu pengertian yang mengatasi segala pengertian (Indrakususma, 2008: 34-35). Satu orang yang sampai pada persatuan cinta kasih yang mengubah (transforman) itu lebih berharga dan lebih berguna bagi dunia dan Gereja dari pada ribuan, bahkan jutaan lainnya yang tidak sampai pada tahap tersebut. inilah yang menjadi cita-cita Karmel sejak semula juga menjadi cita-cita KTM.
5). Membawa orang lain pada pengalaman yang sama Setelah anggota KTM mengalami kehadiran Allah yang menyelamatkan tersebut, walaupun belum sampai pada puncaknya, kita juga mau membewa orang lain kepada pengalaman yang sama, supaya mereka boleh mengalami keselamatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
yang melimpah yang datang dari Allah. Artinya, para Anggota KTM dalam kuasa Roh Kudus Allah, mereka pertama-tama harus mengalami dan menghayati sendiri rahmat kasih Allah, dan kemudian membawa orang lain kepada pengalaman yang sama (Statuta KTM, 2014: 7-8). Pengalaman seperti itu sungguh melampaui segala pengertian dan mereka yang mengalaminya tidak akan mampu mengungkapkan dengan kata-kata. St. Theresia dari Avila melukiskan pengalaman seperti itu dengan sebuah perbandingan, seperti seseorang yang memasuki ruangan istana yang penuh dengan permata yang luar biasa banyak dan indahnya, sampai dia tidak bisa mengingat satu persatu, demikian juga di dalam Allah, orang tidak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata, hanya dengan kekaguman saja (Eugene, 2008: 37-38). Pengalaman pribadi akan kasih Allah dan kehadiran Allah akan menjadi sorotan utama dalam KTM. Tanpa pengalaman itu, kehidupan rohani akan menjadi hambar dan tidak bersemangat. Pengalaman itu begitu penting dan mendasar, khususnya pada awal orang mulai melangkah dalam perjalanan hidup rohani. Pengalaman akan Allah inilah merupakan daya tarik dan pengikat dalam KTM.
b. Pergulatan Visi Komunitas Tritunggal Mahakudus Visi merupakan penglihatan ke depan yang memberi arah pada sikap dan tindakan. Visi sering kali merupakan suatu keadaan yang belum tercapai dan sedang dituju dengan segala perjuangan dan pengorbanan (Banawiratma, 1990: 58). Rm. Yohanes Indrakusuma CSE sebagai bapak pendiri Putri Karmel dan Carmelitae Sancti Eliae (CSE) berpendapat bahwa dalam persekutuan doa yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
berkembang di Indonesia mulai terkontaminasi dengan berbagai unsur dari kelompok-kelompok non-Katolik, sehingga tanpa disadari mereka bukan lagi orang Katolik murni. Bahkan diantara mereka sudah mulai ada yang meremehkan Maria dan Sakramen Tobat, bahkan Sakramen Ekaristi (Indrakusuma, 2010: 96). Berangkat dari keprihatinan inilah, maka Rm. Yohanes berinisiatif untuk membentuk sebuah komunitas awam yang benar-benar sepenuhnya karismatik, namun tidak sedikit pun kehilangan identitas kekatolikannya. Setiap anggota yang ada dalam komunitas tersebut diharapkan menjadi kader awam yang handal, yang walau memiliki semangat karismatik namun tetap setia kepada kemurnian iman katolik. Mereka juga diharapkan mampu menjadi garam dan terang bagi sesama di tengan arus zaman yang semakin kacau.
c. Pilihan Fokus Misi Komunitas Tritunggal Mahakudus Tugas mewujudkan Kerajaan Allah di dunia merupakan misi Yesus Kristus (Banawiratma, 1990: 59). Oleh karena, Yesus mengutus para murid untuk pergi keseluruh penjuru dunia untuk mewartakan warta keselamatan Kerajaan Allah. Tugas perutusan Yesus kepada para murid ini diungkapkan dalam Injil Matius sebagai berikut: Pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku dan babtislah dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman (Mat. 28:19-20). Berdasarkan kutipan tersebut dapat dilihat bahwa Yesus menunjukkan suatu tugas yang sangat mulia dan ingin agar semua bangsa mengenal dan hidup dalam Dia. KTM diharapkan mampu memberi kesaksian dalam hidup bahwa pengalaman cinta ilahi dapat dirasakan melalui pelayanan kepada sesama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
Dengan
berlandaskan
ayat
di
atas,
KTM
melaksanakan
tugas
perutusannya. Pelayanan kepada sesama yang ingin merasakan indahnya pengalaman Cinta Ilahi memerlukan penghayatan hidup sebagai seorang yang tekun dalam hidup doa dan terbuka pada karya-karya Roh Kudus. Oleh karena itu, KTM memilih cara Karmel dan Karismatik sebagai pedoman hidup dan pelayanan.
3. Komunitas Tritunggal Mahakudus Berinspirasi pada Karmel Awali dan Peristiwa Pentakosta a. Kasih Persaudaraan Sebagaimana dalam semangat karmel sejak awal yang menekankan persaudaraan dan juga dalam jemaat perdana yang sehati sejiwa membangun hidup bersama dalam iman, demikian juga segenap anggota KTM diharapkan untuk hidup dengan cara demikian, “setelah diperbaharui dan dikuatkan oleh pengalaman kasih Allah, mereka dipanggil untuk membentuk suatu persaudaraan yang sehati sejiwa. Kasih persaudaraan haruslah mewarnai kehidupan komunitas, sehingga mereka menjadi sehati sejiwa dan dengan demikian orang tahu bahwa mereka itu benar-benar murid Kristus” (statuta no. 02). Persaudaraan ini menjadi satu kekuatan yang ampuh untuk menghayati panggilan kristiani menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat dan panggilan menjadi kudus bagi setiap anggota. Dalam persaudaraan orang akan saling membangun dalam kasih dan saling melengkapi dalam kekuarangan dan kelebihan. Hidup dengan cara demikian menjadikannya mudah dikenal sebagai murid Kristus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
b. Cinta Keheningan Keheningan menjadi salah satu syarat seseorang dapat berjumpa dengan Allah dan mendengarkan bisikan halus kehendak Allah bagi manusia. dengan keheningan kita dibebaskan dari segala yang mengacaukan pikiran kita. dalam keheningan dan ketelanjangan itulah manusia berhadapan dengan Allah, karena dalam keheningan suara-suara lain yang bukan dari Allah terhalau (Phang, 2012: 39-45). Keheningan baik keheningan lahiriah seperti bebas dari gangguan suarasuara dan juga keheningan batin, namun yang lebih ditekankan adalah keheningan batin. Keheningan batin membuat orang lepas dari segala kekuatiran, kecemasan, kegelisaahan yang menjadikan orang kurang percaya akan kebaikan dan penyelenggaraan Allah dalam hidupnya. Dalam keheningan batin anggota KTM diharapkan untuk mempercayakan segala persoalannya pada Allah yang dicintainya, percaya akan penyelenggaraan Allah yang melampaui akal dan rancangan manusia. Selain itu penghayatan keheningan ini juga dihayati dalam doa-doa KTM. Unsur keheningan harus mendapat tempat dalam doa-doanya, baik doa bersama seperti dalam pertemuan sel, adorasi, maupun doa-doa pribadi. Keheningan menjadi sarana yang baik bagi setiap anggota untuk lebih peka terhadap suara Allah, mendengarkan kehendak Allah bagi dirinya, bagi perkembangan komunitas dan juga perkembangan Gereja pada umumnya. Demikianlah keheningan mengajarkan vacare Deo, yakni mengosongkan diri bagi Allah (Phang, 2012: 41).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
c. Cinta Kitab Suci Kitab Suci sebagai sabda Allah menjadi santapan rohani yang menyegarkan jiwa. Jemaat awali bertekun dalam pengajaran para rasul, mendengarkan sabda Allah yang dibacakan dan direnungkan dalam kehidupan sehari-hari umat beriman. Karmel awali bergelut dengan firman Tuhan dalam seluruh hidupnya, siang dan malam merenungkan firman Tuhan dan berusaha mengamalkannya dalam hidup sehari-hari. Dengan berpedoman pada semangat karmel dan jemaat perdana ini, kehidupan anggota KTM haruslah dijiwai dan perpegang teguh pada firman Tuhan. Sabda Allah merupakan sumber dan kekuatan bagi iman, pedang Roh yang mampu melawan kuasa iblis. Oleh karenanya, setiap hari harus meluangkan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan (statuta no. 34) sebagaimana yang diteladankan oleh para karmelit awali.
d. Cinta Ekaristi dan Sakramen Sebagai anggota Gereja Katolik yang taat anggota KTM dalam hidupnya menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidupnya. Itulah kewajiban mendasar, yang harus dijalankan justru tidak sekedar untuk menunaikan perintah tetapi sebagai sesuatu yang dirasakan sebagai hakiki bagi hidup Kristiani (NMI, art. 36). Perjumpaan dengan Tuhan dalam Ekaristi menjadi kerinduan hati setiap anggota. “...para anggota hendaknya rajin ikut ambil bagian dalam perayaan Ekaristi harian, bila hal itu memungkinkan. Namun hendaknya diusahakan, agar sekurangkurangngnya satu kali dalam seminggu mengikuti perayaan Ekaristi harian...” (Statuta no. 10) selain hari minggu (statuta no. 34) .
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
Selain Ekaristi, penghayatan akan sakramen-sakramen lain juga perlu mendapat perhatian khusus, seperti sakramen tobat. Bila memungkinkan mereka harus menerima sakramen tobat secara rutin dan teratur agar hubungannya dengan Tuhan semakin mendalam (statuta no.11). Pertobatan harus dilakukan terusmenerus.
e. Terbuka Akan Roh Kudus dan Karunia-karuniaNya Keterbuakaan akan karya dan bimbingan Roh Kudus menjadi mutlak dalam hidup anggota KTM. Selain itu seorang anggota KTM juga harus terbuka terhadap karunia-karunia dan karisma-karima Roh Kudus dalam hidup dan pelayanannya. Roh Kudus membagi-bagikan karunia-karunia-Nya kepada masing-masing menurut kehendak-Nya dan kepada semua kalangan umat Ia membagi-bagikan rahmat istimewa, yang menjadikan mereka cakap dan bersedia meneriman berbagai karya atau tugas yang berguna untuk membaharui Gereja (LG 12). Oleh karena itu, menjadi anggota KTM harus siap sedia dipakai Tuhan menjadi saluran berkat dan rahmat-Nya, ”khusunya dalam pelayanannya, KTM mempergunakan karunia-karunia Roh Kudus yang dianugerahkan Allah kepadanya. Tanpa karunia-karunia ini KTM tidak akan mampu menjalankan pelayanannya” (statuta KTM no. 05). Betapa pentingnya karunia-karunia Roh Kudus ini dalam pelayanan mereka. Karunia-karunia tersebut bukanlah ganjaran untuk kesucian seseorang, melainkan pemberian yang cuma-Cuma. Karuniakaruna ini bukan lain daripada pernyataan kuasa Allah serta kehadiran-Nya yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
diberikan oleh Roh Kudus secara bebas untuk kemuliaan Allah serta keselamatan orang lain (Indrakusuma, 1979: 20-21). Maka, karunia-karunia ini penting untuk perkembangan dan pertumbuhan komunitas membuat, hidup komunitas menjadi lebih hidup dan bersemangat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS DISTRIK YOGYAKARTA
A. KTM Hadir di Yogyakarta Menurut catatan tangan ibu Heri Ngadiono yang ditulis kembali oleh Ibu Katrin dalam buku kenangan 25 tahun KTM (2012: 60-61), perjalanan KTM Yogyakarta diawali pada tahun 2003. Ibu Heri Ngadiono yang sudah menjadi anggota KTM Sel Hati Kudus Yesus di Semarang, bersama teman-teman di Yogyakarta mengadakan pertemuan sel sepulang dari kursus Kitab Suci di Gereja Kumetiran. Pada waktu itu anggota sel ini adalah: ibu Heri Ngadiono, ibu Threes Hendrati, ibu Kris Darmono, Bapak Sutikno dan Ibu Sutikno (alm). Kemudian sel tersebut di beri nama sel Theresia Lisieux, dan pertemuan sel diadakan dirumah ibu Threes, Jl. Wates, Gamping. Waktu itu sel didampingi juga oleh ibu Inge dari wilayah Semarang, sehingga untuk pengajaran-pengajaran (PPAT I) ikut di Semarang dan dibina oleh tim dari KTM Distrik Malang dengan pelayanpelayannyaseperti ibu Sisyanti, ibu Swandono dan Rm. Ari Parwanto O. Carm. Di awal tahun pertama anggota bertambah dan sel Theresia Lisieux membelah. Terbentuk sel Yohanes Salib, anggota sel pun mulai aktif mengikuti retret yang diselenggarakan di Ngadireso, Tumpang Malang. Sel ini juga membina sel anak muda yang basecampnya di AT Yolan, seiring berjalannya waktu dan anggota pun mulai bertambah. Tahun berikutnya sel Theresia Lisieux membelah lagi dan hadirlah sel Theresia Lisieux II. Demikian juga sel Yohanes Salib membelah dan terbentuklah sel Teresa Avila. Sehingga jumlah sel yang ada waktu adalah 4 sel, maka disarankan untuk membentuk satu wilayah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
Pada 2006 di Yogyakarta diadakan kegiatan retret awal, juga retret penyembuhan luka batin bersama suster Putri Karmel dan frater CSE dari Ngadireso, Tumpang Malang. Tuhan menambah jumlah orang yang tergerak untuk melayani dan bergabung sehingga sel-sel baru tumbuh, terutama setelah diadakan
Kebangunan
Rohani
Katolik
(KRK)
bersama
Rm.
Yohanes
Indrakusuma O. Carm pada tahun 2007. Ada sel Benedictus, sel Yohanes Rasul, sel Vincens de Paul, sel Maria Sedayu, sel Christoporus dan Elia. Kemudian dari sel-sel tersebut dibentuk menjadi wilayah-wilayah, yaitu Yogya I, Yogya II dan Yogya III. Saat ini sel semakin berkembang dengan adanya sel bagi kaum muda, yaitu sel Antonius Padua Kotabaru, sel Bonaventua Atma Jaya, sel Avila dan sel Ignasius Sanata Dharma Paingan, anggota sel muda-mudi ini kebanyakan merupakan para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta, mereka berasal dari beberapa daerah dan tidak sedikit dari mereka yang sudah menjadi anggota KTM sejak dari daerah asalnya, selain itupertambahan anggota juga berasal dari peserta Camping Rohani yang diadakan setiap tahun di Pertapaan Karmel Ngadireso, Malang. Karena jumlah sel dan anggotanya sudah mencukupi, maka DPP memutuskan untuk menjadikan muda-mudi sebagai wilayah sendiri, sehingga dipilihlah Dewi sebagai pelayan wilayah muda-mudi dan Cindy sebagai wakilnya. Selain itu, di paroki Mlati pun sudah terbentuk satu sel untuk dewasa, yakni sel Aloysius Gonzaga, sesuai nama paroki Mlati. Awal tahun 2009, bertambah sel St. Yosef Klaten, masuk dalam wilayah Yogya II. Dan pada tahun yang sama pula Distrik Yogyakarta terbentuk, dihadiri oleh bapak Giovany Karamoy dan bapak Budi Santoso dari tim Dewan Pelayan Umum (DPU), terpilihlah pelayan distrik yaitu bapak Wijaya Susanto dan ibu Heri Ngadiono sebagai wakilnya. Masa pelayanan Dewan Pelayanan Distrik I berakhir sampai tahun 2011.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
Pelayanan DPP dilanjutkan setelah pemilihan kembali DPP yang baru periode 2011-2013, yang terpilih sebagai pelayan distrik adalah bapak Stefanus Sugianto dan ibu Katrin sebagai wakilnya. Pada tahun 2013 diadakan lagi pemilihan DPP yang baru, bapak Stefanus Sugianto kembali terpilih sebagai pelayan distrik dan Edwin sebagai wakilnya. Sepanjang perjalanan KTM di Yogyakarta, baik ketika masih satu sel dan bertumbuh menjadi wilayah kemudian distrik, banyak hal yang telah dialami oleh semua anggota KTM, ketika bersama-sama mengadakan Retret Dasar Hidup Kristiani (retret awal) di Pakem, melayani tugas koor, berziarah bersama ke Gua Maria, pelayanan di Lapas, bahkan ketika beberapa anggota sedah mengikuti BINUS, semakin membawa komunitas ini untuk merasakan kehadiran Allah ditengah kehidupan sehari-hari.
B. Spiritualitas Komunitas Tritunggal Mahakudus Spiritualitas KTM bersumber pada spiritualitas Karismatik Katolik dari satu pihak dan dari pihak lain dari Spiritualitas Karmel. Keduanya telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam hidup dan pelayanan KTM. Karena itu KTM merupakan persekutuan hidup, dengan suatu komitmen, bukan hanya sekedar persekutuan doa.
1. Pengertian Spiritualitas Spiritualitas adalah istilah agak baru yang menandakan „kerohanian‟ atau hidup rohani (Heuken, 2002: 7). Jacobs (1989:1-2) menjelaskan bahwa kata spiritualitas dari kata Perancis spirituale yang berarti cara atau gaya hidup. Jadi,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
kata spiritualis berarti orang yang digerakkan oleh Roh kudus. Kata spiritualitas merupakan suatu kata yang bersifat universal karena bisa digunakan oleh semua agama karena spiritualitas itu sendiri merupakan saripati religius yang ada dibalik ajaran atau aturan-aturan formal agama. Sebaliknya, dalam penghayatan spiritualitas, ajaran atau dogma atau doktrin suatu agama hanyalah menjadi pijakan semata sehingga dogma bukanlah merupakan hal terakhir, melainkan selanjutnya bagaimana seseorang dapat mengalami perjumpaan dengan Yang Ilahi. Kata spiritualitas ada hubungannya dengan kata spirit atau Roh, yaitu daya kekuatan yang menghidupkan atau menggerakkan. Spirituaitas dapat diartikan sebagai kekuatan Roh yang memberi daya tahan kepada seseorang atau kelompok untuk
mempertahankan,
memperkembangkan,
mewujudkan
kehidupan
(Banawiratma, 1990: 57). Dari definisi tersebut, kita dapat melihat bahwa spiritualitas memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dengan setiap langkahlaku setiap pribadi dalam kehipan sehari-hari. Spiritualitas berkaitan erat dengan segi interioritas seseorang, kedalam hidup atau inti hidup yang membentuk sikap, menentukan cara seseorang mempertimbangkan dan mengambil keputusan serta bertindak dan menentukan pilihan
seseorang
pada
nilai-nilai
yang
dipegang,
diwujudkan
serta
diperkembangkan (Heryatno, 2008: 89). Spiritualitas merupakan segi hidup kita yang sangat pribadi, yakni mengamalkan iman akan Yesus Kristus pada masa ini, di tempat ini bersama dengan orang ini dan masyarakat ini sebagai mana adanya (Heuken, 2002: 205).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
spiritualitas
merupakan
daya
untuk
mendorong,
memotivasi,
menghidupkan dan menumbuhkan nilai-nilai rohani seseorang dalam relasinya yang mesra dengan Allah.
2. Spiritualitas Karmel Mendengar frase Spiritualitas Karmel, tentu kita tergiring pada seorang tokoh Perjanjian Lama dalam Tradisi Kitab Suci yang terkenal akan kedekatannya dengan Allah dalam kesunyian Gunung Karmel dan sungai kerit yaitu Nabi Elia. Ia memakai peristiwa perjumpaan dengan Allah dalam kesunyian dan keheningan untuk membawa Firman Allah dalam bentuk yang sesuai bagi zamannya (Slattery, 1993: 32-33). Demikian juga halnya yang diharapkan dari segenap anggota KTM. Sebagaimana yang tertuang dalam Statuta KTM pasal 6 Spiritualitas Karmel menjiwai hidup dan karya komunitas, khususnya membantu melihat dengan jelas tujuan yang harus dicapai, serta membatu dalam perjalanan menuju kepada Allah. Lewat bimbingan para tokohnya yang besar, seperti Santo Yohanes Salib, Santa Teresa Avila, Santa Theresia Lisieux, dan sebagainya, KTM dibawa kepada penghayatan lebih mendalam akan hidup kristiani dan rohaninya. Mereka mengajarkan kepada kita lorong-lorong yang harus kita jalani dan bahaya-bahaya yang harus dihindari dalam perjalanan menuju kepada Allah seperti para karmel awali yang berjuang di padang gurun melawan kehendak pribadi agar pada akhirnya dapat berjumpa dan bersatu dengan Allah. Pengalaman padang gurun ini menyingkirkan segala rintangan yang menghalangi mereka untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah. Pengalaman ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
mengenyahkan segala yang merintangi kasih setia mereka kepada Allah dan juga kepada sesama (Phang, 2012: 37). Semangat Karmel mengundang Gereja dan masyarakat untuk tak henti-hentinya mencari Kristus. Semangat itu juga menantang kita untuk mendampingi yang tertindas dan lemah. Semangat ini memanggil kita untuk melakukannya dalam keheningan doa seperti peziarah dalam mendaki kegunung suci, yaitu Kristus sendiri (Slattery, 1993: 18). KTM bernaung di bawah perlindungan Bunda Maria, Bunda Allah, serta menyerahkan diri kepada kasih keibuannya. Dibentuk oleh Roh Kudus sendiri, Maria merupakan teladan iman yang besar dan kerendahan hati yang mendalam. Dalam roh dan jiwanya ia terarah seluruhnya kepada kehendak Allah : “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu.” (Luk 1:38). Dengan segenap hatinya ia mengamini kehendak Allah, yang menjadi pedoman hidupnya. Di atas salib, Yesus telah menyerahkan Maria untuk menjadi ibu kita. Maria menjadi teladan dan cita-cita semua orang yang mencari Allah terus menerus. Maria mampu melihat segala sesuatu dengan pandangan Allah sendiri, seolah-olah melihat apa yang tidak kelihatan (Ibr 11:1), serta mengetahui apa yang ada di balik semua peristiwa yang dialaminya. Mottonya yang senantiasa menggema dalam hati setiap orang
yang
terpesona oleh semangat nabi Elia adalah : “VIVIT DOMINUS IN CUIUS CONSPECTU
STO:
ALLAH
HIDUP
DAN
AKU
BERDIRI
DI
HADIRATNYA. ”Dari persatuannya yang mendalam dengan Allah mengalirlah semangat yang besar untuk kemuliaan Allah, yaitu “ZELO ZELATUS SUM PRO DOMINO DEO EXERCITUUM: AKU BEKERJA SEGIAT-GIATNYA BAGI ALLAH SEMESTA ALAM.” Karena pergaulannya yang mesra dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
Allah,
tiada
henti-hentinya
mengagumkan. doanya
Karena
ia
persatuannya
dikabulkan Tuhan, sehingga
memberikan
mengalami penyelenggaraanNya
tumpangan kepadanya
yang mesra
dengan
ia membangkitkan anak
Allah, janda
(1 Raj 17:22). Demikianlah
ia
yang segala yang telah
mendatangkan api dan menurunkan hujan (1 Raj 18:36-38, 41-45).
3. Spiritualitas Karismatik Kata Karismatik sudah umum didengar oleh setiap orang dewasa ini. Istilah ini dipakai untuk menunjukkan sebuah gerakan yang sangat populer terjadi zaman ini. Uskup O‟Rourke (1984: 40-41) berpendapat bahwa kata karismatik dalam Gereja biasanya digunakan untuk menyebut para anggota Gereja baik Katolik maupun Protestan yang menerima dan mengalami karunia-karunia khusus. Selain itu karismatik juga biasa dipakai untuk membedakan orang-orang katolik yang menerima karunia khusus dari para fundamentalis protestan yang disebut pentekosta. Sengaja dibedakan karena memang terdapat perbedaan yang sangat nyata dimana sebagian besar orang katolik karismatik sangat terikat erat dan setia pada magisterium gereja. Selain itu emosionalitas yang khas pada orang-orang pentekosta jarang ditemukan di antara orang-orang Katolik karismatik. Masih mneyangkut polemik nama dari gerakan ini, beberapa ahli teologi mengusulkan untuk menggunakan istilah “baptis dalam Roh” atau “baptis dengan Roh” dengan alasan baptis secara harafiah berarti dibanjiri, dicurahi, dipenuhi. Namun menurut O‟Rourke (1983: 41-42), pemakaian istilah “baptis dalam Roh” ini kurang menguntungkan, karena dalam Gereja kata baptis ini merujuk pertama-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
tama pada sakramen yang diadakan oleh Kristus, sehingga berpotensi menjadi polemik dengan sakramen inisiasi yang penting itu, meskipun kedua pengalaman itu saling berhubungan. Nama lain untuk gerakan ini yaitu “Pembaharuan Karismatik”. Dengan nama ini seringkali dipahami bahwa unsur “karismatik” itulah yang panting dan harus diperbaharui. Artinya nama itu membawa orang pada sebuah pemahaman yang tidak tepat untuk memusatkan diri pada pengalaman-pengalaman akan manifestasi-manifestasi luar biasa karunia-karunia Roh Kudus (Ramadhani, 2008: 35). Di Indonesia, istilah “Karismatik” kerapkali diganti dengan istilah “Pembaharuan Hidup dalam Roh”. Istilah “Pembaharuan Hidup dalam Roh” memiliki arti yang lebih mendalam dan sesuai dengan tujuan dan semangat dari pembaharuan. Karena pada dasarnya pembaharuan ini merupakan suatu pembaharuan hidup Kristiani dalam kuasa Roh Kudus, yaitu suau kehadiran baru Roh Kudus disertai kuasa-Nya dalam kehidupan Gereja dewasa ini (Indrakusuma, 2010: 15-16). Menurut Rm. Yohanes Indrakusuma (2010: 42), pembaharuan ini pada hakekatnya adalah pembaharuan cara berpikir, cara kerja dan cara hidup orangorang Kristen. Pembaharuan ini membawa kita kepada kesadaran akan ketergantungan manusia akan Roh Kudus, baik untuk menghayati Injil maupun untuk mewartakannya. Terlepas dari persoalan istilah, kehadiran orang-orang karismatik di antara anggota Gereja dapat menguntungkan bagi semua anggota Gereja. Mereka mengingatkan kita bahwa doa haruslah dilakukan setiap saat dan dipenuhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
kegembiraan. Mereka sangat bergairah dalam doa, sehingga menolong setiap anggota Gereja memecah kebekuan penghayatan hidup keagamaan, mengurangi sikap dingin yang menghinggapi orang Katolik. Mereka juga menyadarkan banyak orang Katolik yang tidak menyadari betapa penting peranan Roh Kudus dalam hidup dan karya pengudusan hidup setiap orang beriman (O‟Rourke, 1983: 43). KTM dalam hidup dan karyanya berinspirasi, bahkan dijiwai oleh Pembaharuan Hidup dalam Roh. KTM pun mengintegrasikan pembaharuan karismatik kedalam hidup dan karyanya. Melalui pembaharuan ini, Tuhan kembali menyadarkan Gereja-Nya, bahwa karya Gereja sesungguhnya adalah karya Tuhan sendiri, bukan karya manusia dan kita ini hanyalah alat-alat di dalam tangan-Nya
untuk
melaksanakan
karya
itu
(Indrakusuma, 2010:
105).
Pembaharuan karismatik memiliki dua aspek pokok yang sangat berpengaruh dalam memahami pembahruan ini, yaitu aspek teologis dan aspek sosiologis. Dilihat dari segi teologisnya, Pembaharuan Hidup dalam Roh merupakan suatu pembaharuan yang menjadikan Yesus Kristus Tuhan dan pusat hidup kita dalam suatu keterbukaan terhadap karya Roh Kudus dalam segala kepenuhannya. Melaui pencurahan Roh Kudus yang konkret, manusia diperbaharui dan boleh mengalami bahwa Allah itu hidup dan sungguh mengasihi dia (Indrakusuma, 2010: 107). Aspek sosiologis pembaharuan adalah ungkapan atau ekspresi dari orangorang yang merasakan luapan kuasa Roh Kudus yang tercurah dalam hidupnya. Dapat dikatakan, bahwa aspek ini hanya merupakan bungkus luar dari pembaharuan karismatik. Setiap pribadi memiliki cara ataupun gaya masing-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
masing untuk mengungkapkan kebahagiaan karena telah dipenuhi oleh Roh Kudus. KTM bersandar pada Pembaharuan Hidup dalam Roh pertama-tama dalam arti teologisnya, bukan dalam arti sosiologisnya, (Statuta Psl. 5): 1. Dalam keyakinan dan hidupnya, KTM bergantung seluruhnya dari Roh Kudus dan kuasa-Nya. 2. Kesadaran akan ketergantungannya pada Roh Kudus diperolehnya lewat suatu pengalaman Roh Kudus yang dialaminya lewat Pencurahan Roh Kudus. 3. Dalam hidup dan karyanya secara nyata KTM mengandalkan kuasa dan bimbingan Roh Kudus. 4. Khususnya di dalam pelayanannya KTM mempergunakan karunia-karunia Roh Kudus yang dianugerahkan Allah kepadanya. Ia sadar, bahwa tanpa karuniakarunia Roh Kudus KTM tidak akan dapat memberikan pelayanan yang diharapkan daripadanya. 5. Dalam penghayatan hidup dan karyanya KTM ingin tetap menjadi orang Katolik yang sejati, Katolik murni dalam persekutuan dengan seluruh Gereja di bawah pimpinan Uskup. Secara sosiologis KTM tidak identik dengan kelompok lainnya, tidak identik dengan manifestasi-manifestasi kelompok lain yang memang dapat berbeda-beda. Suatu persekutuan hidup mengandaikan adanya komitmenkomitmen tertentu, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu, suatu ikatan persaudaraan tertentu, sedangkan kelompok lain yang bukan merupakan persekutuan hidup umumnya tidak memiliki semuanya itu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
Dengan melihat aspek-aspek di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan akhir Spiritualitas Karismatik adalah keterbukaan kepada Roh Kudus, yang diwujudkan oleh kasih kepada Tuhan dan sesama. Untuk mencapai hal ini, bukan kesuksesan yang menjadi tolok ukurnya melainkan kesetiaan untuk bergantung pada Kristus, sebab tanpa Dia kita tidak bisa berbuah (Yoh 15:15). Bentuk wujud keterbukaan kepada Roh Kudus yang paling nyata adalah mau memakai karuniakarunia Roh untuk membantu sesama mengalami kasih Ilahi. Oleh karena itu, Spiritulitas Karismatik berpusat dan be rsumber pada Roh Kudus, yang adalah Roh Allah sendiri. Seseorang yang hidup dalam Roh akan tahu dan mengalami bahwa Roh Kudus ada dalam dirinya (Indrakusuma, 2011: 26). Melalui Roh Kudus, orang akan mampu mencapai tujuan hidup kristiani yakni memasuki suatu hubungan yang sungguh mesra dengan Yesus serta pengalaman akan cinta Allah merupakan suatu kekuatan dari dalam diri seorang Kristiani yang dapat menimbulkan berbagai perubahan mendalam di dalam hidupnya (Verbeek, 1973: 39).
C. Semangat profetik Komunitas Tritunggal Mahakudus 1. Pengertian Profetik Kata profetik berasal dari istilah Yunani prophetes, menunjuk pada orang yang dipanggil oleh Allah atas nama-Nya. Profetik dapat diartikan sebagai tindakan seseorang biasanya disebut nabi, yang berpihak pada Allah dan orangorang lemah dengan resiko dibenci para penguasa (Darminta, 1994: 59). Nabi adalah orang yang secara khusus untuk menyampaikan pesan-pesan Allah melalui
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
mimpi atau ramalan mengenai apa yang harus dilaksanakan oleh umatNya. Nabi juga biasa berperan dalam kehidupan beragama dan kemasyarakatan, oleh karena itulah setiap kata-kata dan tindakan nabi diikuti oleh masyarakat. Dalam sejarah keselamatan Bangsa Israel, banyak muncul nabi-nabi yang oleh Allah dipilih dan diutus untuk mengatur kehidupan bangsa tertentu. Setiap orang yang dipilih menjadi nabi Allah tidak memiliki kuasa untuk menolak pilihan tersebut (Yer. 1:2-19). Dalam hal ini, terlihat seperti ada unsur pemaksaan yang dilakukan oleh Allah terhadap oerang yang dipilihNya. Namun tugas bebagai nabi bukan lah tugas yang sembarangan, tugas ini sangat berat karena seorang nabi harus mampu mengayomi bangsa yang dipercayakan kepadanya. Tidak jarang para nabi mendapat ancaman dari para penguasa bangsa (Ams. 7:1013; Yer. 26:8). Seorang nabi akan muncul ditengah kehidupan suatu bangsa disaat bangsa tersebut mengalami masa-masa suram dalam tatanan masyarakatnya dan dimana perintah Allah tidak dipatuhi. Nabi sering mempunyai sikap kritis terhadap lembaga-lembaga kekuasaan. nabi mengajak setiap orang untuk kembali kepada kebenaran Allah dan meninggalkan segala tindakan-tindakan yang tidak berkenan bagi Allah.
2. Profetik Karmel dalam Teladan Nabi Elia Sosok Elia sebagai nabi Allah menampilkan dimensi kenabian yang sangat nyata. Ia adalah seorang yang sepenuhnya siap sedia melayani Allah (Slaterry, 1993: 31). Kesiapan Elia terhadap pelayanan kepada Allah menunjukkan betapa Elia benar-benar mempersembahkan seluruh hidupnya bagi Allah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
Pernyataan diri Elia sebagai nabi Allah mau memperlihatkan betapa Elia sepenuhnya sebagai pelayan Allah yang berpihak pada bangsa yang dipercayakan kepadanya. Elia juga merupakan tokoh yang melindungi orang miskin dan tersingkir (Slaterry: 1993: 28). Pelayanan Elia bukan untuk mendapat penghargaan dan dipandang terhormat karena status kenabiannya, namun lebih pada sikap Elia yang sepenuhnya dikuasai oleh sabda Allah. Elia menyadari bahwa dalam setiap pelayanannya, ia memiliki berbagai keterbatasan. Elia memerlukan Allah, oleh karena itu Elia senantiasa dalam keadaan berdoa untuk mencari Allah. Elia menampakkan diri sebagai sosok yang penuh doa dan karya kenabian. Oleh karena itu, Elia mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang ada. Elia menjadi teladan bagi para pertapa yang ingin mengalami pengalaman bersemuka dengan Allah. Tradisi Elia memanggil para Karmelit untuk menjadi nabi pada nubuat. Dimensi kenabian dari spiritualitas Karmel menantang pria dan wanita Karmel untuk terjun ke dunia zaman mereka. Mereka mempunyai siakp terbuka akan Sabda Allah, penuh perhatian akan tanda-tanda jaman, dan perlu menyuarakan ketidakadilan yang mereka lihat. Mereka perlu mencari wajah Allah dalam keheningan dan dalam mereka yang tersingkirkan. Mereka menjadi jantung dan suara hati bagi bangsa, negara dan gereja (Slattery 1993: 38).
3. Profetik Karismatik dalam Peristiwa Pentakosta Peristiwa Pentakosta menjadi awal pembaharuan dimensi kenabian. Pada saat Pentakosta, Roh Kudus hadir dan memenuhi setiap orang dengan karuniakarunia baru (Kis. 2: 1-13). Kehadiran Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
menjadi kekuatan baru bagi para rasul untuk melayani Allah melalui karya kerasulan kepada bangsa-bangsa. Pada saat itu pula, Roh Kudus memulai sebuah Gereja yang baru bagi zaman yang baru pula. Melalui kehadiran Roh Kudus, para rasul mengalami cinta Allah yang besar dalam hidupnya, sehingga mereka menjadi saksi yang meyakinkan dengan diperlengkapi dengan segala karunia yang mereka butuhkan untuk karya pewartaan kepada seluruh bangsa (Indrakusuma, 2011: 5). Kehadiran Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta menggambarkan bahwa Allah begitu mencintai umatNya. Cinta Allah yang hadir dalam diri setiap orang memiliki tujuan agar orang tersebut semakin mesra dengan Allah, semakin begairah terhadap injil dan semakin bergairah pula mewartakan Kerajaan Allah kepada orang lain. Cinta kasih Allah bagi manusia adalah sumber segala macam karunia rohani dan jasmani (Indrakusuma, 2012: 16). Setiap orang yang telah menerima Roh Kudus mengerti bahwa ia dapat melaksanakan tugas pewartaan semata-mata karena karunia Allah melalui Roh Kudus. Oleh karena itu, setiap orang yang telah mengalami peristiwa pentakosta mampu mengalami kehadiran Allah dan membagikan pengalamannya pada sesama.
4. Profetik Komunitas Tritunggal Mahakudus: Berjuang Membawa Orang Lain Pada Pengalaman Cinta Ilahi Hidup sebagai nabi berarti siap menjalankan kehendak Allah (Darminta, 1994: 22-23). Resiko manjadi nabi sangat besar, bahkan dalam sejarah bangsa Israel tidak sedikit nabi yang ditolak (Yer. 11:19). Elia dalam perjalanan hidupnya senantiasa berjuang mewujudkan peran kenabiannya. Walaupun sering kali harus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
berhadapan dengan berbagai permasalahan politik kerajaan, namun Elia tetap setia aktif menjawab panggilan sebagai nabi Allah (Slattery, 1993: 31). Elia sebagai orang yang sepenuhnya siap sedia melayani Allah ditampakkan dalam setiap perkataan dan tindakannya. Lewat teladan hidupnya, Elia telah menunjukkan bahwa setiap tantangan tidak bisa membuat ia menjauh dari Allah, namun sebaliknya Elia semakin masuk ke dalam kehidupan doa yang mendalam dan semakin mengalami kemesraan Cinta Ilahi. Dalam kehidupan yang penuh doa dan kontemplasi, Elia memberi teladan bagaimana mewujudkan peran kenabian sebagai nabi Allah. Sikap seperti Elia dan para rasul inilah yang diharapkan menjiwai KTM dalam usaha mengembangkan visi dan misi KTM. Keterlibatan anggota KTM dalam hidup menggereja dapat menjadi tolak ukur pelaksanaan kenabian KTM.
a. Cara Karmel Semangat persaudaraan, cinta akan keheningan, doa dan kitab Suci yang melekat dalam jiwa Karmel menjadikan mereka insan-insan Allah yang hidup. KTM sebagai komunitas yang mengambil inspirasi dari semangat Karmel ini diharapkan untuk mengembangkannya dalam kehidupan pribadi dan komunitas mereka, serta menularkan semangat karmel itu kepada sesama melalui kesaksian hidup mereka. Di tengah-tengah segala aktifitas dan kesibukan sehari-hari, maka seorang anggota KTM juga dipanggil untuk selalu hidup dalam hadirat Allah (Maria, 2004: 26). Selain itu juga mereka terlibat aktif dalam pelayanan dan mengajarkan kepada orang lain bagaimana mencintai Allah dalam keheningan, bertekun dalam doa dan peresapan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
Tujuan yang hendak dicapai bukan lain dari pada persatuan cinta kasih dengan Allah yang mengubah segalanya. St. Teresa dari Avila melukiskan pengalaman seperti itu dengan sebuah perbandingan, seperti seseorang yang memasuki suatu ruangan istana yang penuh dengan permata yang luar biasa banyak dan indahnya, sampai tidak bisa mengingat lagi satu persatu (Indrakusuma, 2008: 33, 37-38). Keterlibatan aktif anggota KTM dalam mengembangkan semangat Karmel menjadikan mereka nabi-nabi Allah pada jamannya.
b. Cara Karismatik Pencurahan Roh Kudus yang dibawakan oleh pembaharuan karismatik, merupakan suatu anugerah besar Allah kepada Gereja-Nya dewasa ini (Indrakusuma, 2004: 27). Pengalaman tersebut menjadikan mereka insan-insan Allah yang bersemangat dalam hidup kerohanian. Pengalaman itu memunculkan dalam diri mereka kerinduan akan pengalaman yang sama dirasakan juga oleh orang lain sehingga mengajak orang untuk membuka diri bagi karya Roh Kudus, supaya Roh Kudus berkarya lebih bebas lagi dalam diri mereka serta mejadikan mereka orang-orang kristiani yang bersemangat, penuh kharisma dan karunia. Dengan demikian kehidupan Gereja menjadi lebih hidup kerena dihidupi oleh orang-orang yang penuh dengan Roh Kudus dan juga wajah Gereja yang pasif menjadi lebih aktif berkat Roh Kudus yang menggerakkannya.
D. Refleksi Kritis atas Kehadiran Komunitas Tritunggal Mahakudus di Yogyakarta Perkembangan jaman yang kian pesat menuntut orang untuk semakin cerdas menata kehidupannya, sehingga ia tidak larut dan tergerus oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
perkembangan itu. Kecerdasan menata hidup tidak hanya dalam perkara jasmani, melainkan juga dalam perkara rohani. Antara yang jasmani dan rohani haruslah seimbang, sebab kalau tidak orang akan timpang dalam hidupnya. Fokus pada perkara jasmani membuat orang akan muda jatuh dalam dosa, karena yang dilihatnya hanyalah hal-hal duniawi yang menjadikannya lupa akan perkara surgawi yang berkaitan dengan keselamatan jiwanya. Fokus pada perkara rohani menjadikan orang lupa akan dunia tempat ia berpijak, sehingga mengabaikan tanggungjawabnya sebagai orang beriman yang dipanggil untuk menguduskan dunia. KTM sebagai sebuah persekutuan hidup yang dipanggil untuk terlibat aktif hadir di tengah masyarakat mengemban misi gereja mendekatkan jiwa-jiwa dengan
Tuhan,
menguduskan
dunia
dan
dengan
caranya
sendiri
mengaktualisasikannya, namun tetap dalam kesatuannya dengan gereja. Sepanjang kehadirannya di Yogyakarta KTM cukup terlibat aktif dalam pelayanan gereja dan kegiatan-kegiatan gerejawi lainya seperti pelayanan kepada orang sakit, pelayanan ke penjara, pelayanan koor di Gereja, dan tugas-tugas lainnya di Gereja. Selain itu KTM juga mengadakan beberapa retret untuk umum sebagai upaya membawa orang lain kepada pengalaman kasih Allah. Sejauh ini kehadiran KTM di Yogyakarta boleh dikata cukup positif dan mampu mengakomodasi kebutuhan dan kehausan rohani mereka yang merindukan kedekatan khusus dengan Tuhan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa kegiatan rutin yang mereka lakukan seperti pertemuan sel, penyembahan terhadap Sakramen Mahakudus, yang dilakukan rutin tiap minggu. Terlepas dari adanya sumbangan positif di atas, penulis melihat ada beberapa hal yang perlu diperbaiki yang dirasa menjadi penghalang bagi pertumbuhan dan perkembangan KTM baik secara kuantitas maupun kualitas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
a. Kesatuan Hati Sebagai Komunitas Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang anggota KTM (lihat lampiran 1 & 2), penulis melihat dalam tubuh KTM Yogyakarta aspek kesatuan belum mendapat tempat dalam kesadaran para anggota. Hal ini terasa sekali dalam kegiatan bersama, koordinasi dan komunikasi kurang berjalan dengan baik. Dominasi beberapa orang masih terasa, baik dalam tahap perencanaan maupun dalam pelaksanaan. Hal ini menjadikan anggota lain bergantung kepada beberapa orang yang mendominasi, dan membuat yang lain lamban berkembang. Secara organisasi, gejala seperti ini sangatlah tidak sehat dan mengarahkan komunitas pada kemandekan, karena bila orang-orang yang berpengaruh tersebut tidak dapat menjalankan perannya dengan baik, maka seluruh kegiatan komunitas akan macet. Selain itu, kurangnya kesatuan dalam komunitas menjadi contoh yang kurang baik bagi mereka yang di luar komunitas dan membuat komunitas menjadi kurang menarik untuk diteladani.
b. Pengetahuan Kurangnya kesatuan hati sebagaimana dikatakan di atas dapat kita pahami, karena minimnya pengetahuan dan pengalaman dalam berkomunitas para anggota KTM. Secara pengetahuan memang harus diakui bahwa KTM Yogyakarta kurang mendapat perhatian dari pusat. Pembinaan, pelatihan, pengkaderan masih kurang dan boleh dikata sangat jarang. Sehingga roda kehidupan komunitas berjalan apa adanya. Pengetahuan mereka andalkan dari buku pedoman, Kitab Suci dan itupun masih banyak anggota yang tidak paham dan tidak memiliki buku pedoman. Selain itu peran serta mereka yang telah mengikuti pembinaan, pelatihan khusus (binus, volunteer) dan yang cukup dalam pengetahuan kurang dimaksimalkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
Oleh karenanya sangatlah perlu untuk memperdalam pengetahuan mereka dengan cara memperbanyak program
pengajaran
dan secara pribadi menimba
pengetahuan dari sumber-sumber yang ada, sehingga mereka tidak bingung ketika mengahadapi pergumulan berkaitan dengan iman dan pelayanan mereka ataupun dengan komunitas.
c. Eksplorasi Kegiatan yang monoton dan kurang kreatif menjadikan orang jenuh, bosan, malas dan memandang kegitan itu kurang menarik untuk diikuti. Apalagi kalau dalam kegiatan itu orang tidak menemukan atau merasakan sebuah pengalaman. Penulis melihat beberapa dari kegiatan KTM Yogyakarta berjalan mekanis. Seperti halnya pertemuan sel dan adorasi yang rutin tiap minggu. Untuk meningkatkan kualitas hidup kerohanian baik secara komunitas maupun secara pribadi, maka sangatlah perlu kegiatan rutin tersebut besifat dinamis. Pendalaman pengetahuan dan pengalaman menjadi mutlak perlu agar anggota mengakar secara kuat dalam iman dan semangat untuk melayani orang lain. Semangat yang kendor dapat dikobarkan lagi dengan kegiatan-kegiatan baik yang bersifat rohani maupun jasmani, seperti retret yang sesuai dengan kebutuhan komunitas atau kegiatan out bond untuk memperkuat rasa kesatuan dan kekeluargaan antarpribadi dan dalam komunitas.
E. Refleksi Kritis dari Spiritualitas Komunitas Tritunggal Mahakudus di Hadapan Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik Serta Tujuan Kehadiran Komunitas Tritunggal Mahakudus Sebagaimana telah dikatakan di atas spiritualitas KTM bersumber dari spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik. Dua poin penting yang menjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
intisari dari dua spiritualitas besar ini adalah keheningan dan keterbukaan akan karunia-karunia Roh Kudus. Dalam keheningan orang akan dibawa pada pengalaman yang mendalam akan Allah, pegalaman yang melampaui segala pengertian manusia. Oleh karenanya dalam doa-doa KTM penekanan akan unsur keheningan
harus
diprioritaskan.
Tanpa
keheningan
orang
akan
sulit
mendengarkan Allah, orang akan kurang pekah terhadap bisikan dan kehendak Allah. Selain keheningan spiritualitas KTM juga memberi tempat yang seluasluasnya bagi Roh Kudus untuk berkarya secara bebas dalam diri setiap anggota. Itulah unsur karismatik dalam tubuh KTM. Setiap anggota haruslah membuka diri untuk dipakai Roh Kudus, sehingga karya Roh Kudus dapat dirasakan dan dialami oleh mereka yang dilayani. Pada prinsipnya yang menjadi pelaku utama dalam setiap pelayanan KTM adalah Roh Kudus sendiri. Manusia hanyalah perpanjangan tangan dari Roh Kudus, oleh karenanya ketergantungan sepenuhnya akan Roh Kudus menjadi hal yang mutlak perlu. Tanpa Roh Kudus pelayanan yang dilakukan akan menjadi hambar dan kehilangan daya. Roh Kudus merupakan jiwa dari kehidupan dan pelayanan KTM. Sesuai dengan visi dan misinya, KTM hadir di tengah dunia untuk mengobarkan api doa, menularkan semangat cinta akan keheningan dan keterbukaan sepenuhnya akan karya Roh Kudus dalam diri umat beriman dan menjadikan Allah sebagai pusat hidupnya. Itulah cita-cita luhur yang menjadi cikal bakal terbentuknya komunitas ini. Tentu saja sebelum mereka sampai pada tahap ini, terlebih dahulu mereka sendiri harus mengalami sendiri kasih Allah dan daya kuasa Roh KudusNya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP) SEBAGAI UPAYA PENDALAMAN SPIRITUALITAS KARMEL DAN SPIRITUALITAS KARISMATIK SEBAGAI SUMBER PENGEMBANGAN VISI DAN MISI KOMUNITAS TRITUNGGAL MAHAKUDUS
A. Pengertian Katekese Kata “katekese” berasal dari kata kerja Yunani katechein, yang berarti “menyuarakan dengan keras”, “menggemakan” atau “mengumumkan”. Dengan demikian, etimologi kata ini mengandung arti pengajaran lisan (Groome, 2010: 39). Dalam konteks ini katekese dapat dipahami sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar seorang Kristen semakin dewasa dalam iman (Telaumbanua, 1999: 4). Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Catechesi Trandendae mengartikan katekese sebagai: Pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian iman Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18). Berdasarkan pengertian diatas, tujuan paling utama dari katekese adalah pembinaan iman seluruh umat, yaitu mulai dari anak-anak, kaum muda hingga orang dewasa, dimana Gereja berperan sebagai pemelihara iman umat agar semakin matang dan dewasa. Di dalamnya terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan,
pendalaman,
(Telaumbanua, 1999: 5).
pembinaan,
pengukuhan
serta
pendewasaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
Pada tanggal 29 Juni hingga 5 Juli 1980 diadakan PKKI II yang merumuskan arah katekese di Indonesia yaitu katekese umat yang berarti: Komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan dan mengandaikan perencanaan (Huber, 1980: 2). Katekese kapan dan di mana pun juga merupakan komunikasi iman. Arah Katekese sekarang menuntut agar para sementara peserta semakin mampu mengungkapkan diri demi pembangunan jemaat (Huber, 1980: 7). Ini berarti katekese dari umat dan untuk umat, katekese yang menjemaat, yang berdasarkan situasi konkret setempat menurut pola Yesus Kristus (Telaumbanua, 1999: 11).
B. Tujuan Katekese Tujuan katekese dapat dirumuskan berdasarkan cara pandang setiap orang. Secara kasar dan hanya berdasarkan peristilahan, apabila dipahami dalam rangka suatu pengajaran iman, maka katekese bertujuan agar isi iman dapat dimengerti oleh peserta. Apabila dipahami dalam rangka komunikasi iman, maka katekese bertujuan agar pengalaman iman dapat diungkapkan dengan baik. sedangkan apabila dimengerti dalam rangka pendidikan iman, maka katekese bertujuan agar manusia mencapai kedewasaan iman (Sumarno, 2014: 1). Dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa tujuan katekese: ....berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta semakin memantapkan perihidup Kristen umat beriman,muda maupun tua. Kenyataan itu berarti: merangsang pada taraf pengetahuanmaupun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
penghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang dikaruniakan secara efektif melalui babtis (CT, art. 20). CT art. 1 menguraikan bahwa penyelenggaraan katekese oleh Gereja selalu dipandang sebagai salah satu tugasnya yang amat penting. Hal ini sangat sesuai dengan perintah terakhir yang diberikan oleh Kristus sebelum Ia terangkat naik ke surga, yaitu agar supaya para Rasul mewartakan Injil keseluruh dunia dan menjadikan semua bangsa murid-Nya (Mat. 28:19-20). Melalui katekese setiap orang kristiani dibawa kepada pertobatan dan pengalaman akan hadirnya Roh Kudus dalam setiap perjalanan hidup sehari-hari seningga pada akhirnya dapat mencapai kematangan iman. Dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes Paulus II mengemukakan bahwa: Hanya Rohlah, yang menjadikan kita mampu berseru kepada Allah: “Abba, ya Bapa” (Rm. 8:15). Tanpa Roh Kudus kita tidak dapat mengatakan: “Yesus itu Tuhan” (1 Kor. 12:3). Oleh karena itu katekese, yang berarti perkembangan dalam iman dan pendewasaan hidup Kristen menuju kepenuhannya, merupakan karya Roh Kudus, karya yang hanya Rohlah yang dapat mengawali dan melestarikan dalam Gereja (CT, art. 72). Katekese bukan saja menghubungkan umat dengan Yesus Kristus, melainkan mengundangnya untuk memasuki persekutuan hidup yang mesra dengan-Nya (CT, art. 5). Huber (1980: 17) merumuskan lima poin yang menjadi tujuan dari komunikasi iman yaitu: a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari; b. Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiranNya dalam kenyataan hidup sehari-hari;
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
c. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin di kukuhkan hidup Kristiani kita; d. Pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta. Kelima rumusan diatas menyorot katekese dari berbagai sudut yang berbeda, ketiga sorotan pertama lebih-lebih memperhatikan peserta, kedua lainnya menegaskan tugas Gereja dan semuanya berpuncak pada kehidupan masyarakat (Huber, 1980: 17). Dalam bidang pelayanan pastoral, katekese memiliki peranan yang penting karena melalui katekeselah sabda Tuhan diwartakan melalui pengalaman hidup umat sehari-hari. Melalui pewartaan sabda Tuhan pula kehidupan umat dapat diteguhkan sehingga iman mereka semakin matang dan dewasa. Begitulah melalui katekese kerygma Injil lambat laun diperdalam, dikembangkan konsekuensikonsekuensi implisitnya, dijelaskan melalui bahasa, yang mencakup sapaan terhadap akalbudi, dan disalurkan kearah praktek hidup Kristen dalam Gereja dan masyarakat (CT, art. 25). Pada intinya katekese sungguh perlu baik bagi pendewasaan iman maupun bagi kesaksian umat Kristen di tengan masyarakat: tujuannya ialah mendampingi umat Kristen, untuk meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putera Allah, kedewasaan pribadi manusia, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (CT, art 25).
C. Isi Katekese Dalam Katekese Umat kita bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus (Sumarno, 2014: 9). Menurut Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae, Paus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
Yohanes Paulus II menegaskan isi pokok dari katekese adalah pewartaan seluruh peritiwa Kristus, dimana ketekese merupakan suatu momen atau aspek dalam pewartaan Injil secara menyeluruh, dimana katekese selalu akan menggali isi dari sumber hidup, yakni sabda Allah, yang disalurkan dalam Tradisi dan Kitab Suci (CT, art. 26-27). Oleh karena itulah seluruh proses katekese bersifat Kristosentris atau berpusat pada Kristus, namun selain itu proses katekese juga berpusat pada kehidupan konkret umat. Maka harus dikatakan, bahwa dalam katekese Kristus sendirilah, Sabda yang menjelma dan Putera Allah, yang diajarkan; segala sesuatu lainnya diajarkan dengan mengacu kepada-Nya (CT, art 6). Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja di sepanjang Tradisinya (Telaumbanua, 1999: 87), iman tersebut adalah pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan, dan bahwa Allah membangkitkan Dia dari kematian (LF, art. 15). Itulah sebabnya, mengapa bila orang pertama-tama menyadari nilai mengenal Kristus Yesus yang melampaui segalanya, yang telah dijumpai dalam iman dan ia terdorong oleh keinginan untuk secara lebih luas dan mendalam mengenal-Ny, mendengar tentang dia dan menerima pengajaran dalam dia, karena kebenaran ada dalam Yesus (CT, art 30).
D. Ciri-ciri Katekese 1. Bebas Dalam proses katekese tidak ada unsur pemaksaan terhadap siapa pun, sebagaimana telah dirumuskan dalam PKKI II (Telaumbanua, 1999: 87): yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, pun pula pola hidup kelompok. Dalam rumus ini terpantul pengalaman para penggerak katekese, bahwa tukar penghayatan iman mengandaikan suasana bebas (Huber, 1980: 12). Artinya, dalam proses atau langkah dalam katekese peserta tidak dapat dipaksa untuk mensharingkan pengalaman imannya atau memberikan tanggapan terhadap pengalaman orang lain atau pun pewartaan yang diberikan oleh pendamping katekese. Setiap peserta katekese dapat dengan bebas berpartisipasi dalam proses katekese, baik itu dalah hal bersharing maupun menyampaikan tanggapan atas isi pewartaan yang sesuai dengan pengalaman iman pribadinya.
2. Komunikasi Iman Para peserta katekese diharapkan mengkomunikasikan pengalaman iman dan bukan semata-mata pengetahuan iman (Huber, 1980: 7). Ini berarti katekese dari umat dan untuk umat, yang berdasarkan situasi konkret setempat menurut pola Yesus Kristus (Telaumbanua, 1999: 11). Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga masing-masing diteguhkan dan dihayati secara makin sempurna (Sumarno, 2014: 9).
3. Situasional Situasi sebuah proses katekese harus berasal dari peserta dan untuk peserta. Melalui katekese, umat Kristiani dapat terbantu untuk memasuki persekutuan hidup yang mesra dengan Kristus. Oleh karena itu, katekese harus sesuai dengan situasi peserta baik di lihat dari usia, tingkat pendidikan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
lingkungan sosial dan lain-lain (PKKI III, 1984: 74). Apabila situasi yang tercipta selama proses katekese tidak sesuai dengan keadaan peserta, maka sangat sulit bagi peserta untuk mencapai kedewasaan imannya.
4. Proses Melalui katekese, peserta terbantu untuk semakin mengenal, mengalami dan menghayati kasih Allah yang menyelamatkan. Pengenalan akan Allah dalam arti pengetahuan belum memberikan jaminan seseorang sungguh mengenal Allah. pengenalan akan Allah secara pribadi yang ilahi berlangsung secara berkelanjutan dan berhubungan juga dengan pengalaman setiap pribadi melalui peristiwa yang dialami. Oleh karena itu, katekese menjadi suatu proses yang berkesinambungan, dinamik untuk mengatur peserta pada pengalaman secara pribadi dengan Allah (Amalorpavadass, 1982: 24).
E. Model-model Katekese 1. Model pengalaman Hidup Model katekese ini memberi penekanan pada pengalaman hidup dari suatu peristiwa konkret yang sesuai dengan tema dan situasi peserta katekese. Pengalaman hidup tersebut didalami supaya dapat diaktualisasikan dalam situasi hidup nyata peserta. Setelah itu di sesuaikan dengan teks Kitab Suci ataupun Tradisi Gereja sehingga peserta merasa sunggu-sungguh tersentuh dan diteguhkan oleh firman Tuhan dan pada akhirnya peserta dapat menemukan kesimpulan praktis yang sesuai dengan kehidupan nyata mereka dalam masyarakat, Gereja, keluarga, dll (Sumarno, 2014: 11-12).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
2. Model Biblis Penekanan yang paling utama dalam model katekese ini adalah unsur Kitab Suci atau Tradisi Gereja disamping unsur pengalaman hidup konkrit peserta. Pada model ini, pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja menjadi awal proses katekese, barulah setelah itu ada pendalaman pengalaman hidup peserta dimana pengalaman hidup tersebut dihubungkan dengan inti dari teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja. Barulah setelah itu peserta diajak untuk merefleksikan serta memikirkan apa yang sebaiknya bisa dilaksanakan dalam kehidupan konkrit sehari-hari dalam situasi dan kondisi setempat. Semangat, jiwa serta kekuatan mana yang bisa dimbil dari pesan inti teks tersebut untuk dapat diwujudkan dalam praktek hidup sehari-hari secara pribadi maupun dalam berkeluarga, bermasyarakat dan menggereja (Sumarno, 2014: 12-13).
3. Model Campuran: Biblis dan Pengalaman Hidup Model ini merupakan gabungan dari model pengalaman hidup dan model biblis. Langkah katekese model campuran ini diawali dengan pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja baru setelah itu disajikan pengalaman hidup yang disampaikan melalui sarana audio-visual maupun sarana-sarana lain yang dapat mendukung langkah ini, lalu pengalaman hidup tersebut didalami dan disesuaikan dengan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja yang sesuai. Peserta diajak untuk mengungkapkan kesan pribadi serta hal-hal yang mengesan dalam penyajian pengalaman hidup dan secara objektif mencari apa yang sebetulnya terjadi dalam penyajian pengalaman hidup tersebut. Setelah itu peserta diajak untuk menemukan tema dan pesan pokok dari penyajian pengalaman hidup tadi serta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
merefleksikan dan menganalisa pesan tersebut untuk hidup sehari-hari dan mengkonfrontasikannya dalam hubungannya dengan teks Kitab Suci atau Tradisi yang dibacakan. Langkah terakhir dari model ini adalah peneratapan meditatif yang diprakarsai oleh katekis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan reflektif yang menghubungkan pengalaman hidup konkrit dan situasi peserta, refleksi, pemikiran yang muncul selama pendalaman pengalaman hidup atau Tradisi (Sumarno, 2014: 13-14).
4. Model Shared Christian Praxis (SCP) Model SCP agak lain dari ketiga model katekese diatas. Yang membedakannya adalah pada langkah 0 (nol) yaitu adanya pemusatan aktivitas. Langkah nol ini bertujuan mendorong peserta katekese menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan (Sumarno, 2014: 18). Pada langkah selanjutnya peserta mengungkapkan pengalaman hidup faktual, lalu dilanjutkan dengan refleksi kritis atas sharing pengalaman hidup faktual. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah mengusahakan supaya tradisi dan visi Kristiani terjangkau. Pada langkah ini pendamping dapat menggunakan salah satu
bentuk
interpretasi
entah
yang
bersifat
menggarisbawahi,
yang
mempertanyakan atau yang mengundang keterlibatan kreatif (Heryatno, 1997: 6). Selanjutnya adalah interpretasi diakletis antara tradisi dan visi Kristiani dengan tradisi dan visi peserta. Secara diakletis, peserta siap untuk menilai dan dinilai, supaya sampai kepada kesadaran iman yang baru, lebih aktif, dewasa dan misioner. Langkah terakhir dari ketekese model SCP adalah keputusan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
keterlibatan peserta dalam mewujudkan kerajaan Allah di dunia. Yang terpenting dari langkah ini adalah membuat niat atau keputusan yang mampu dilaksanakan serta mengajak peserta kepada kesadaran pengalaman dan praksis baru (Sumarno, 2014: 21-22). Meskipun keempat model katekese di atas memiliki kekhasan masingmasing, namun tetap memiliki unsur pokok yang sama, yaitu pengalaman konkrit hidup peserta, Kitab Suci atau Tradisi serta penerapannya dalam hidup peserta. Keempat model katekese diatas dapat dipergunakan sesuai dengan situasi dan kondisi peserta.
F. Alasan Menggunakan Katekese Model SCP Seperti yang telah dijelaskan diatas, ada 4 (empat) model katekese yang dapat digunakan, namun dalam skripsi ini penulis memilih untuk menggunakan katekese model SCP dalam pendalaman Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik sebagai sumber untuk mengembangkan visi dan misi bagi anggota KTM Distrik Yogyakarta. Katekese model SCP dipilih karena penulis sendiri melihat dan merasakan bahwa banyak diantara anggota komunitas yang belum memahami bahkan belum mengetahui apa yang menjadi visi dan misi komunitas dan dari manakah visi dan misi tersebut berasal. Selain itu, penulis juga melihat dan mengalami pula bahwa proses pendalaman iman yang terjadi setiap pertemuan sel kurang bervariasi, bahkan terkesan monoton. Anggota komunitas yang mendapat tugas sebagai pemandu pun terlihat kurang persiapan, sehingga bahan yang diberikan tidak diolah dengan baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
Katekese model SCP ini sangat cocok untuk diterapkan pada setiap pertemuan sel karena dapat membantu setiap anggota komunitas untuk lebih memahami dan mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik yang menjadi sumber untuk mengembangkan visi dan misi KTM. Selain alasan yang dikemukakan diatas, pemilihan katekese model SCP dipilih karena penulis sudah pernah melaksanakan katekese model SCP di KTM pada saat penulis melaksanakan PPL PAK Paroki semester VI, sehingga model katekese ini tidak begitu asing bagi anggota KTM.
G. Mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik Sebagai Sumber Untuk Mengembangkan Visi dan Misi Bagi Anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus Distrik Yogyakarta melalui Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) Shared Christian Praxis (SCP) merupakan salah satu model katekese yang bermula dari pengalaman hidup umat. Model katekese ini menekankan proses berkatekese yang bersifat diagonal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta, berdasarkan konfrontasi antara “tradisi” dan “visi” hidup mereka dengan “tradisi” dan “visi” kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia (Sumarno, 2014:14). Heryatno (1997: 1) menegaskan bahwa katekese model SCP bersifat dialogal yang partisipatif untuk mendorong peserta untuk mengkomunikasikan tradisi dan visi mereka dengan Tradisi dan Visi Kristiani sehingga baik secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
pribadi maupun secara bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin tewujudnya nilai-nilai kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Katekese model ini memiliki tiga hal pokok yang sangat penting dan saling berkaitan, tanpa ketiga hal tersebut maka seluruh proses katekese model SCP tidak dapat terlaksana. Ketiga hal pokok tersebut ialah:
1. Praxis Praxis dalam pengertian model katekese ini bukanlah hanya suatu “praktek” saja, tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup yang meliputi kesatuan antara praktek dan teori, antara refleksi kritis dan kesadaran historis (Sumarno, 2014: 15). Heryatno (1997: 2) menjelaskan tiga komponen praxis yang saling berkaitan dan berfungsi untuk membangkitkan perkembangan imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru yang secara etis dan moral dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga komponen tersebut ialah:
a. Aktivitas Komponen ini meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang semuanya merupakan medan untuk perwujudan diri manusia. karena bersifat historis, aktivitas hidup manusia perlu ditempatkan di dalam konteks tempat dan waktu (Heryatno, 1997: 2).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
b. Refleksi Komponen ini menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis personal dan sosial, terhadap praxis pribadi dan kehidupan masyarakat, serta terhadap tradisi dan visi iman Kristiani sepanjang sejarah. Refleksi kritis memungkinkan peserta untuk menganalisa dan memahami tempat dan peran mereka, memahami keadaan masyarakat dan permasalahaannya, serta membuka peluang selebar-lebarnya bagi mereka untuk berjumpa dengan kekayaan refleksi iman Kristiani sepanjang sejarah bukan sebagai rumusan kaku dan beku tetapi sebagai sabda yang hidup dan pantas dihidupi (Heryatno, 199: 2).
c. Kreativitas Komponen ini merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan praksis baru (Heryatno, 1997: 2).
2. Kristiani Katekese model Shared Christian Praxis mencoba mengusahakan supaya kekayaan iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau, dekat dan relevan untuk kehidupan peserta pada zaman sekarang. Kekayaan iman yang ditekankan dalam model ini meliputi dua unsur pokok yaitu pengalaman hidup iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat Kistiani yang hidup. Inilah tanggapan manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang terlaksana di tengah kehidupan manusia. Dalam konteks ini tradisi perlu dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
Kristus dan tanggapan manusia. Maka dari itu tradisi tidak hanya berupa tradisi pengajaran Gereja tetapi juga meliputi Kitab Suci, spiritualitas, refleksi teologis, sakramen, liturgi, seni dan nyanyian rohani, kepemimpinan, kehidupan jemaat, dll. Sebagai realitas iman yang dihidupi dalam konteks historisnya, tradisi Kristiani senantiasa mengundang keerlibatan praktis dan proses pendewasaan iman. Disamping itu, tradisi sebagai sabda yang dihidupi menyediakan perangkat nilai untuk pemupukan identitas Kristiani dan memberi inspirasi serta menyediakan makna bagaimana hidup menurut nilai-nilai tersebut (Heryatno, 1997: 2-3). Visi Kristiani menekankan tuntutan dan janji yang terkandung dalam tradisi, tanggungjawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan mereka. Visi Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Tradisi maupun visi Kristiani bagaikan dua sisi mata uang yang menyingkapkan nilai-nilai kerajaan Allah yang benar-benar dihidupi dan terus diusahakan. Tradisi dan visi Kristiani menumbuhkan rasa memiliki dan kesatuan sebagai jemaat beriman sekaligus meneguhkan identitas sebagai orang Kristiani. Maka demikianlah nilai dari tradisi dan visi Kristiani sepanjang sejarah menjadi milik jemaat sekarang baik secara pribadi maupun secara komuniter (Heryatno, 1997: 3).
3. Sharing Sharing bukanlah berarti bahwa peserta katekese harus berbicara terus menerus dan bergantian dalam suatu pertemuan. Sharing berarti berbagi rasa, pengalaman, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
(Sumarno, 2014: 16). Dalam sharing semua peserta diharapkan secara terbuka siap mendengarkan dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati. Dalam kata “sharing” juga terkandung hubungan diakletis antara pengalaman hidup faktual
peserta
dngan
tradisi
dan
visi
Kristiani.
Unsur
kebersamaan
menggarisbawahi hubungan antar subyek yaitu antara pendamping dengan peserta dan antar peserta sendiri. Pada model ini baik peserta maupun pendamping dapat menjadi nara sumber. Hubungan antara pendamping dengan peserta dan antar sesama peserta akan mendatangkan perjumpaan antar pribadi sehingga terciptalah rasa solidaritas karena memiliki perjuangan dan visi yang sama. Oleh karena itu, semua peserta menjadi partner yang aktif terlibat dan secara kritis mengolah pengalaman mereka serta keadaan faktual masyarakat (Heryatno, 1997: 4). Dalam proses ini, diandaikan ada kejujuran, keterbukaan, kepekaan dan penghormatan, sehingga peserta katekese dituntut untuk mendengarkan sharing dengan hati yang penuh rasa simpati. Hal tersebut dilakukan agar peserta dapat melakukan interpretasi kritis terhadap pengalaman pribadi dan masyarakatnya, berdasarkan hasil refleksinya peserta mengkonfrontasikannya dengan tradisi dan visi hidup Kristiani menggunakanpemahaman kritis, pengenangan yang analitis dan imajinasi yang kreatif sehingga peserta menemukan pokok-pokok nilai dasar iman Kristiani dan pada akhirnya dapat menemukan nilai-nilai baru yang sesuai dengan realita hidupnya sehari-hari (Heryatno, 1997: 3-4)
H. Langkah-langkah Katekese Model SCP 1. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual Pada langkah ini peserta diajak untuk mengungkapkan pengalamannya. Pengalaman tersebut dapat diungkapkan dalam bentuk gambar, video singkat, dll
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
serta dapat menggunakan perasaan, menjelaskan nilai, sikap kepercayaan, dan keyakinan yang melatarbelakanginya. Dengan cara itu, diharapkan peserta menjadi sadar dan bersikap kritis ada pengalaman hidupnya sendiri. Komunikasi pengalaman konkret para peserta diharapkan dapat melahirkan tema-tema dasar yang akan direfleksikan secara kritis pada langkah berikutnya (Heryatno, 1997: 5). Pada langkah pertama ini merupakan kesempatan yang sangat bagus bagi anggota KTM untuk secara bebas mengungkapkan pengalaman atau sharing mereka tentang visi dan misi komunitas yang bersumber dari Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik.
2. Langkah II: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual Pada langkah kedua ini, peserta diharapkan untuk aktif, kritis dan kreatif dalam memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka maupun masyarakat. Tujuan langkah ini adalah memperdalam refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan keterlibatan yang meliputi asumsi dan alasan, motivasi, sumber historis, kepentingan dan konsekuensi yang disadari dan hendak diwujudkan (Heryatno, 1997: 5-6). Pada langkah ini pembimbing memiliki tanggungjawab untuk menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap gagasan saran peserta sehingga dapat berefleksi secara kritis, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama agar peserta dapat memperdalam pemahaman dan imajinasi serta mengajak peserta untuk menyadari kondisi peserta lainnya yang tidak bisa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya (Sumarno, 2014: 20).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
3. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau Tujuan
yang
paling
utama
dari
langhak
ketiga
ini
adalah
mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaan berlainan (Sumarno, 2014; 20). Maka tradisi Gereja tidak terbatas pada pengajaran Gereja (dogma) tetapi juga merankum Kitab Suci, spiritualitas, devosi, kebiasaan hidup beriman, aneka kesenian Gereja, liturgi dan kepemimpinan. Visi merefleksikan harapan dan janji, mandat dan tanggungjawab yang muncul dari tradisi suci yang bertujuan untuk mendorong dan meneguhkan iman jemaat dalam keterlibatannya untuk mewujudkan kehadiran nilai-nilai kerajaan Allah (Heryatno, 2997: 6). Pada langkah ketiga ini, pendamping berperan untuk memberikan tafsir ideal yang bersumber dari Kitab Suci atau ajaran Gereja sehingga dapat membantu peserta agar nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani menjadi miliknya (Sumarno, 2014: 21). Langkah ini sangat penting bagi pendamping iman anggota KTM, karena seluruh anggota komunitas diajak untuk lebih mendalami iman Kristiani mereka sehingga mereka medapatkan tafsir yang benar dan memahami ajaran pokok dari Kitab Suci, ajaran Gereja ataupun konstitusi komunitas.
4. Langkah IV: Interpretasi/ Tafsir Diakletis Antara Tradisi dan Visi Kristiani Dengan Tradisi dan Visi Peserta Langkah
ini
mengajak
peserta
supaya
dapat
meneguhkan,
mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok-pokok penting yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Untuk selanjutnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
pokok-pokok penting itu dikonftontasikan dengan hasil interpretasi tradisi dan visi Kristiani dari langkah ketiga. Dari proses konfrontasi itu diharapkan peserta dapat secar aktif menemukan kesadaran atau sikap-sikap baru yang hendak diwujudkan. Dengan kesadaran baru itu peserta akan lebih bersemangat dalam mewujudkan imannya dan dengan itu diharapkan supaya nilai-nilai kerajaan Allah makin dapat dirasakan di tengah-tengah kehidupan bersama (Heryatno, 1997: 7). Pada langkah ini, pendamping harus menghormati kebebasan dan hasil penegasan
peserta
serta
meyakinkan
peserta
bahwa
mereka
mampu
mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi meteka dengan niai Tradisi dan visi Kristiani. Disamping itu, pendamping juga mendorong peserta untuk merubah sikap dari pasif menjadi atif serta mengajak peserta untuk menyadari bahwa tafsiran pembimbing bukan kata mati. Dalam hal ini pendamping perlu mendengarkan dengan hati seluruh tanggapan, pendapat dan pemikiran peserta (Sumarno, 2014: 21-22). Pendamping perlu menerapkan semacam pengosongan diri dan membiarkan peserta untuk berkembang menurut keyakinan yang mereka temukan dan sadari (Heryatno, 1997: 33).
5. Langkah V: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia Langkah ini bertujuan mendorong peserta supaya sampai pada keputusan konkret bagaimana menghidupi iman Kristiani pada konteks hidup yang telah dianalisa dan dipahami, direfleksi secara kritis, dinilai secara kreatif dan bertanggungjawab. Keputusan konkret dari langkah ini dipahami sebagai puncak dan buah dari metode SCP. Tanggapan peserta dipengaruhi oleh tema dasar yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
direfleksikan,
nilai-nilai
Kristiani
yang
diinternalisasikan,
dan
konteks
kepentingan religius, politik dan ekonomis peserta (Heryatno, 1997: 7). Dalam langkah ini, hakikat praktis, inovatif dan kreatif harus benar-benar disadari oleh pendamping melalui pertanyaan-pertanyaan operasional yang dapat membantu peserta untuk dapat sampai pada keputusan konkret bagi hidup rohaninya sehingga peserta memiliki sikap optimis untuk mencapainya. Selain itu, pendamping juga harus dapat merangkum keseluruhan langkah SCP sehingga peserta menjadi terbantu dalam mengusahakan keputusan pribadi dan bersama serta pada akhirnya mengajak peserta untuk merayakan liturgi sederhana untuk mendoakan keputusan tersebut (Sumarno, 2014: 22).
I. Usulan Program dan Contoh Persiapan Katekese Model SCP Berdasarkan latar belakang yang terdapat dalam bab I serta pemaparan teori dalam II dan III, maka penulis mengusulkan sebuah program katekese beserta contoh persiapannya. Usulan program dan contoh katekese ini diharapkan dapat membantu anggota KTM untuk memahami spiritualitas yang menjadi sumber untuk mengembangkan visi dan misi komunitas. Program dan contoh katekese ini tidak bersifat baku, artinya dapat menggunakan tema ataupun model lain yang dapat membawa anggota KTM untuk lebih memahami spiritualitas yang menjadi sumber untuk mengembangkan visi dan misi komunitas. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengusulkan 12 program katekese. Dari kelima program tersebut, penulis hanya akan menjabarkan salah satu contoh katekese dengan model SCP yaitu: Ekaristi Pusat Hidupku. Adapun program dan contoh katekese model SCP tersebut adalah sbb:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
Tema Umum
Mengembangkan Visi dan Misi Bagi Anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus Distrik Yogyakarta
Tujuan Umum
Hidup sebagai anggota KTM dengan menggali dasar-dasar Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik untuk dihayati dan dikembangkan dalam mencapai visi dan misi KTM
Tema I
Setia Dalam Hidup Berkomunitas
Sumber Bahan
Statuta No. 14 & 34 Tisera, Guido, SVD. 2002. Bercermin Pada Jemaat Perdana: Membaca dan Merenungkan Kisah Para Rasul. Maumere: Penerbit Ledalero. Hal. 42-45. Kis. 2: 41-47
Tujuan
Bersama
pendamping,
pentingnya
untuk
setia
peserta dalam
semakin hidup
menyadari
berkomunitas,
khususnya anggota KTM yang kurang setia menghadiri pertemuan sel, sehingga semakin mampu mengembangkan visi dan misi komunitas serta memenuhi komitmen no. 1-2
Tema II
Ikut Melayani Bersama Komunitas (Kis. 6:1-7)
Sumber Bahan
Statuta No. 34 Kis. 6:1-7
Tujuan
Bersama
pendamping,
peserta
semakin
menyadari
pentingnya melayani bersama dengan anggota komunitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
lainnya, sehingga dapat bertumbuh dalam iman dan membawa orang lain pada pengalaman iman yang sama.
Tema III
Menjadikan doa dan Kitab Suci sebagai perlengkapan rohani (Ef. 6: 10-20).
Sumber Bahan
Statuta No. 34 DV 25 Indrakusuma, Yohanes, O. Carm. (2007). Dalam Keheningan Dasar Samudera Ilahi: Menjelajah Puri Batin Teresia Avila. Cipanas: Pertapaan Shanti Buana. Hal. 5-8. Ef. 6: 10-20
Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayati pentingnya menjadikan doa dan Kitab Suci sebagai perlengkapan rohani yang sangat penting bagi imannya, sehingga dapat merasakan kasih Allah yang menyelamatkan dan membawa orang lain pada pengalaman yang sama.
Tema IV
Ekaristi Pusat Hidupku
Sumber Bahan
Statuta No. 9 & 34 LG 11 Martasudjita, E, Pr. (2003). Sakramen-sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
Kanisius. Hal. 266-297. Kustono, A. Hari, Pr. (2008). Ekaristi dan Tradisi Paskah Yahudi (dalam buku “Ekaristi Dalam Hidup Kita”, Y. B. Prasetyantha, MSF, Editor). Yogyakarta: Kanisius. Hal. 34-35 Kis. 2: 42. 44-47 Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayati pentingnya menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup, sehingga dapat sungguh-sungguh mengalami kasih Kristus yang sangat indah bagi manusia dan membagikan pengalaman tersebut pada sesama.
Tema V
Ampunilah Aku Ya Tuhan
Sumber Bahan
Statuta No. 10 & 34 KGK 1422, 1440-1446 LG 11 Jacobs, Tom, SJ, Dr. (1987). Rahmat Bagi Manusia Lemah: Sakramen Tobat, Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 13-38. Luk. 15:11-32
Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayatai pentingnya menerima sakramen Tobat secara teratur, sehingga lebih layak dan pantas untuk hidup di hadirat Allah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
Tema VI
Memberikan persembahan kasih secara ikhlas untuk komunitas
Sumber Bahan
Statuta No. 34 Tisera, Guido, SVD. (2002). Bercermin Pada Jemaat Perdana: Membaca dan Merenungkan Kisah Para Rasul. Maumere: Penerbit Ledalero. Hal. 47-51. Kis. 4: 32-37
Tujuan
Bersama pentingnya
pendamping,
peserta
memberikan
semakin
persembahan
menyadari
kasih
menurut
kemampuan dan kerelaan sebagai tanda komitmen kepada komunitas, sehingga dapat membantu berfungsinya seluruh Roda KTM
Tema VII
Roh Kudus, Roh Pembaharu
Sumber Bahan
Indrakusuma, Yohanes, O. Carm. (2012). Hidup Dalam Roh. Malang: Karmelindo. Hal. 16 - 19.
Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayati kehadiran Roh Kudus sebagai Roh Pembaharu yang sangat luar biasa, sehingga dapat merasakan kehadiran Roh Kudus dalam hidupnya dan pada akhirnya dapat membagikan pengalaman tersebut pada orang lain.
Tema VIII
Karunia-karunia Roh Kudus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
Sumber Bahan
LG 12 Indrakusuma, Yohanes, O. Carm. (2011). Karunia Roh Kudus Dalam Hidup Kristiani (Majalah Vacare Deo edisi IV/ XIII/ 2011). Cipanas: Pertapaan Shanti Bhuana. Hal. 2-5 1 Kor 12: 1-11
Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayati karunia-karunia Roh Kudus yang dianugerahkan kepadanya, sehingga dapat membantu mengembangkan kehidupan rohaninya dan menggunakan karunia tersebut demi kemuliaan Allah.
Tema IX
Karunia Berdoa Dalam Bahasa Roh (1 Kor. 14: 1-19)
Sumber Bahan
Indrakusuma,Yohanes, O. Carm. (2014). Bahasa Roh. Yogyakarta: Kanisius. 1 Kor: 14-1-19
Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayati karunia berdoa dalam bahasa Roh yang dikaruniakan kepadanya, sehingga karunia tersebut menjadi sarana untuk semakin dekat dengan Allah dan merasakan pengalaman kasih yang sungguh bersamaNya indah serta membagikan pengalaman tersebut pada sesama.
Tema X
Menjadi Pewarta Kerajaan Allah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
Sumber Bahan
EG 113 Maria, Valentinus, CSE. (2009). Dipanggil dan Diutus (Majalah Vacare Deo edisi III/ XI/ 2009). Cipanas: Pertapaan Shanti Bhuana. Hal. 32-39. Mat. 28: 16-20
Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin mampu menyadari panggilannya sebagai pewarta kerajaan Allah, sehingga mampu membawa orang lain untuk mengenal Tuhan dan merasakan kasihnya yang sempurna dan menyelamatkan sampai pada persatuan cinta kasih denganNya.
Tema XI
Kontemplasi
Sumber Bahan
Indrakusuma, Yohanes, O. Carm. (2007). Dalam Keheningan Samudera Ilahi: Menjelajah Puri Batin Teresa Avila. Cipanas: Pertapaan Shanti Buana, hal: 5-8. Indrakusuma, Yohanes, O. Carm. (2010). Pengalaman Kontemplasi Dalam Karmel (Beata Elisabeth dari Trinitas), (Majalah Vacare Deo Edisi II/ XII/ 2010). Cipanas: Pertapaan Shanti Buana, hal: 5-10.
Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayati pentingnya menciptakan suasana kontemplasi di tengah segala aktivitas hidup sehari-hari, sehingga dapat merasakan kehadiran Allah dimana pun dan kapan pun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
Tema XII
Elia, Abdi Allah Yang Setia
Sumber Bahan
Eugene, Marie. P, OCD. (2008). Aku Ingin Melihat Allah: Sebuah Sintese Praktis Spiritualitas Karmel ( seri 1: Perspektif), (Sr. Angelica Maria, P. Karm, Alih Bahasa). Cipanas: Pertapaan Shanti Buana. Hal. 147-149.
Tujuan
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayati sosok Elia sebagai inspirasi untuk selalu setia pada kehendak Allah, sehingga mampu merasakan kehadiran Allah dan membawa orang lain pada pengalaman yang sama.
a. Contoh persiapan katekese model Shared Christian Praxis (SCP ). Berikut adalah contoh katekese yang menggunakan model Shared Christian Praxis (SCP). KATEKESE Model Shared Christian Praxis Tema
:
Ekaristi Pusat Hidupku
Tujuan
:
Bersama pendamping, peserta semakin menyadari dan menghayati pentingnya menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup, sehingga dapat sungguh-sungguh mengalami kasih Kristus yang sangat indah bagi manusia dan membagikan pengalaman tersebut pada sesama.
Peserta
:
Anggota KTM
Waktu
:
120 Menit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
Model
:
Shared Christian Praxis
Metode
:
tanya jawab, sharing, informasi, refleksi pribadi.
Sarana
:
LCD, laptop, gambar “The Last Supper” dan gambar “Perayaan Ekaristi”, Kitab Suci
Sumber Bahan :
LG 11 & Kis. 2: 42. 44-47.
PEMIKIRAN DASAR Dalam kenyataan banyak orang Katolik yang kurang memahami dan menghayati Sakramen Ekaristi sebagai pusat hidup bagi setiap anggota Gereja sehingga apabila ada pengaruh dari pihak non-katolik masuk, mereka mudah terkontaminasi dan tanpa disadari mereka bukan lagi orang katolik murni. Bahkan diantara mereka sudah ada yang meremehkan ajaran-ajaran Gereja, terutama meremehkan ajaran tentang Maria, sakramen-sakramen, terutama Ekaristi. Seringkali mereka melalaikan kehidupan katoliknya, hanya menjadi “Katolik KTP”, yang penting punya agama dan datang ke gereja tanpa adanya penghayatan dengan sungguh-sungguh misteri penyelamatan Kristus yang terjadi dalam perayaan Ekaristi. Sakramen Ekaristi adalah pusat hidup seorang Katolik dan tanda cinta Kristus yang sungguh indah bagi manusia. Sakramen Ekaristi yang kita terima bisa memberikan tenaga bagi kita untuk merasakan kehadiran Allah secara nyata dan untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan dengan kekuatan sendiri. Demikian juga, cinta Kristus bisa membakar semangat untuk selalu menjadikan Sakramen Ekaristi sebagai pusat hidup rohani sehingga Allah mengalir dalam diri kita. dalam kenyataan, seringkali orang katolik tidak mampu dan tidak berani mengungkapkan bahwa Sakramen Ekaristi adalah pusat hidupnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79 karena takut dipandang sebagai “orang sok suci” atau “sok rajin misa”. Kunci dari keterpusatan pada Sakremen Ekaristi tergantung pada diri sendiri. Melupakan diri sendiri atau lepas bebas dari kelekatan dalam diri turut membantu pemusatan pada Sakramen Ekaristi sebagai pusat hidup. Dalam KGK LG 11 dan Kis. 2: 42. 44-47 menunjukkan hal yang mendasar tentang Sakramen Ekaristi. Dalam Ekaristi, umat Kristiani meleburkan diri bersama dengan korban Kristus kehadirat Allah. Semakin kita menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa kita tergantung seluruhnya pada Kristus, semakin kita akan menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup dan semakin daya hidup Kristus akan mengalir memberi semangat dan kekuatan dalam dirinya. Melalui kita, daya hidup Kristus akan mengalir juga pada orang lain. Pada pertemuan ini, kita berharap akan semakin mampu menyadari dan menghayati pentingnya menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup, sehingga dapat sungguh-sungguh mengalami kasih Kristus yang sangat indah bagi manusia dan membagikan pengalaman tersebut pada sesama. Dengan kesadaran dan penghayatan tersebut, kita akan semakin mampu dan mantap menjadikan Sakramen Ekaristi sebagai pusat hidup. Oleh karena itu, penghayatan akan Sakramen Ekaristi tidak hanya berhenti pada kata-kata dan doa saja, namun terwujud dalam tindakan nyata pada sesama, misalnya mengajak sesama anggota KTM yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi untuk kembali rajin dan setia mengikuti dan sungguh menghayati perayaan Ekaristi supaya kecintaan dan keterpusatan hidup pada Sakramen Ekaristi kembali berkobar atau mengajak saudara sekomunitas untuk kembali setia hidup seturut semangat dan komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH 1. Pembukaan a. Pengantar Bapak/ ibu, saudara/ saudari yang terkasih dalam Kristus, pada hari ini kita berkumpul di tempat ini karena kasih Allah melalui puteraNya Yesus Kristus, Juru Selamat kita. Kita berkumpul sebagai satu komunitas untuk bersama-sama saling berbagi pengalaman dan saling menguatkan satu sama lain. Dalam pertemuan malam ini kita akan bersama-sama membicarakan tentang “Ekaristi Pusat Hidupku”. Hal ini menjadi penting bagi kita, karena sebagai anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus, kita harus berani mengungkapkan bahwa kita adalah pribadi yang selalu menjadikan Sakramen Ekaristi sebagai pusat hidup dan juga rindu membawa orang lain pada pengalaman yang sama, khususnya saudara sekomunitas yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi dan tidak setia hidup seturut semangat dan komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM. Dengan demikian, perjamuan yang diadakan oleh Yesus dan para muridNya menjadi dasar teladan kita untuk semakin memusatkan hidup pada Ekaristi. Melalui pertemuan malam ini, penginjil Lukas mengajak kita untuk belajar dan meneladan Yesus Sang Juru Selamat. Ia menginginkan kita untuk selalu merayakan dan menghayati Ekaristi sebgai kenangan akan sengsaraNya di salib demi cintaNya yang begitu besar bagi manusia.
b. Lagu pembukaan: Engkaulah Segalanya Engkaulah kekuatanku Engkaulah kemuliaanku Engkaulah s’galanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
Engkau permata yang indah Takkan pernah kulepaskan Engkaulah s’galanya Reff: Yesus Domba Allah mulia namaMu (2x) Kau hapus s’gala dosaku s’gala cela dan maluku Engkaulah s’galanya Saat jatuh Kau angkatku, saat haus Kau p’nuhiku Engkaulah s’galanya Reff.
c. Doa pembukaan Bapa yang maha baik, kami bersyukur dan berterimakasih atas rahmat yang Engkau berikan kepada kami sampai saat ini. Secara khusus, kami juga mengucapkan banyak terimakasih karena pada kesempatan ini kami Kau kumpulkan dalam satu ikatan persaudaraan dalam Kristus Sang Juru Selamat. Saat ini kami akan bersama-sama menggali, merefleksikan sejauh mana kami sungguh menyadari dan menghayati pentingnya Sakramen Ekaristi bagi hidup kami. Bantulah kami agar perjamuan Yesus bersama para murid sungguh menjadi teladan kami dalam mencintai Sakramen Ekaristi. Demi Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.
2. Langkah I : Mengungkapkan pengalaman peserta Pendamping menayangkan gambar “The Last Supper” dan “Perayaan Ekaristi” dan memberi kesempatan pada peserta untuk mendapatkan dan mengembangkan ide dari gambar tersebut dengan tuntunan pertanyaan-pertanyaan berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82 a. Gambar The Last Supper” dan “Perayaan Ekaristi” ini mengungkapkan apa? b. Ceritakan pengalaman anda mengikuti perayaan Ekaristi dan menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup! c. Peserta
diberikan
kesempatan
untuk
mensharingkan
tanggapan
dan
pengalaman mereka sehubungan dengan pertanyaan di atas, bisa dalam kelompok kecil (3-4 orang) atau dalam pleno bersama. d. Rangkuman dari pendamping: Perayaan Ekaristi dipakai untuk menyimbolkan bahwa Yesus adalah Juru Selamat yang rela mati di kayu salib demu keselamatan manusia dari dosa. Simbol itu dapat membahasakan bahwa ada kesatuan yang tidak dapat terpisahkan antara Yesus dan kita. Yesus menjadi pokok kehidupan dan pusat dan segala karya kita. Seperti yang telah diungkapkan dalam sharing tadi, kita merasa bahagia bila kita dapat merayaan dan menyambut Sakramen Ekaristi, namun sering kali pula kita merasa bahwa sangat sulit untuk merasakan memusatkan diri pada peristiwa ilahi tersebut. Untuk dapat menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup membutuhkan pengorbanan dan kesabaran, dan kita mampu menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup apabila kita pernah mengalami kesulitan untuk memusatkan hidup. Banyak pengalaman yang menunjukkan betapa indahnya dapat memusatkan hidup pada Ekaristi. Namun tidak sedikit dari kita yang merasa putus asa bila merasa gagal, bahkan mulai menjauh dari Tuhan sehingga akhirnya menjadi “Katolik KTP” atau “NAPAS”.
3. Langkah II : Mendalami pengalaman hidup peserta a. Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman di atas dengan dibantu pertanyaan berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83 Mengapa bapak/ ibu, sadara/saudari menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup? b. Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta bersangkutan dengan pertanyaan diatas, pendamping memberikan arahan rangkuman singkat: Bapak/ ibu, saudara/ saudari yang terkasih, setelah kita bersama-sama berefleksi atas pengalaman hidup kita masing-masing, tampaknya begitu banyak kesulitan yang kita alami dalam usaha menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup. Ada yang mudah putus asa dikala merasa gagal, sehingga kita menjadi kecewa, karena Ekaristi adalah sumber hidup dan keselamatan bagi manusia. Manusia tidak dapat hidup jauh dari Kristus. Kalau kita tidak dapat memusatkan hidup pada Ekaristi, maka sudah selayaknya kita merasa putus asa bahkan mulai menjauhi Tuhan dan menganggap Dia tidak penting. Namun kita bisa memasrahkan seluruh hidup kita pada kehendak Tuhan karena kita yakin banwa Dia pasti memiliki rencana yang sungguh indah bagi masa depan kita. kendati kita merasa kecewa kepada Tuhan, namun Ia tetap selalu ada dalam hati kita dan menghendaki kita untuk selalu hidup seturut kehendakNya, sehingga segala beban kita menjadi lebih ringan.
4. Langkah III : menggali pengalaman iman Kristiani a. Pendamping meminta salah seorang peserta untuk membacakan sebuah teks ajaran Gereja yang di kutip dari LG 11 & Kis. 2: 42. 44-47. b. Pendamping memberikan waktu sebentar kepada peserta untuk hening sejenak sambil secara pribadi merenungkan dan menanggapi pembacaan teks ajaran Gereja dengan dibantu beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Kalimat dan ayat mana saja yang berkesan bagi bapak/ ibu, saudara/ i yang berkaitan dengan Ekaristi?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
2. Manakah pesan inti yang diajarkan dalam kedua LG 11 & Kis. 2: 42. 44-47 sehubungan dengan Ekaristi? c. Pendamping memberikan kesempatan kepada peserta untuk mencari dan menemukan secara pribadi pesan inti perikop sehubungan dengan pertanyaan diatas. d. Pendamping memberikan tafsir dari kutipan teks ajaran Gereja LG 11 & Kis. 2: 42. 44-47 dan menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan: Hidup bersama dengan Allah dan sesama merupakan kerinduan seluruh umat manusia. Di dalam perayaan Ekaristi, seluruh misteri kehidupan bersama dengan Allah dan manusia yang mengalami kepenuhan dalam Kristus dirayakan dan dihadirkan bagi umat beriman. Tidak ada acara dalam kegiatan Gereja lainnya yang mampu melebihi perayaan Ekaristi, saat mana Gereja secara resmi dan meriah
mengungkapkan
dan
melaksanakan
dirinya
sebagai
sakramen
kebersamaan dengan Kristus. Itulah sebabnya perayaan Ekaristi dipandang sebagai sumber dan puncak seluruh hidup umat kristiani (LG 11). Sebutan Konsili Vatikan II mengenai “Ekaristi sebagai sumber dan puncak seluruh hidup kristiani” menunjuk pemahaman Konsili Vatikan II yang tidak mau memisahkan Ekaristi dengan kehidupan sehari-hari. Dari Ekaristilah mengalir kekuatan yang menjiwai dan menggerakkan seluruh hidup orang kristiani dalam mengarungi suka dan duka kehidupannya. Ekaristi juga menjadi puncak dari keseluruhan kegiatan umat kristiani. Artinya, semua bidang kehidupan yang dijalani umat kristiani tertuju dan mengarah kepada Ekaristi sebagai puncaknya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
Dalam hidup Gereja perdana, perayaan Ekaristi sudah menjadi pusat dan puncak kehidupan umat beriman. Meskipun dalam teks cara hidup jemaat di Yerusalem lebih merupakan cita-cita kehidupan kristiani, tetapi teks dari kis. 2: 42. 44-47 menunjuk suatu praktek kehidupan jemaat yang historis, yakni mengadakan perayaan Ekaristi. Pada ay. 42 dikatakan: “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa”. Berkat pengajaran para rasul, umat semakin mengenal Kristus. Selain itu, mereka mengambil ritus pemecahan roti dari perjamuan Paskah Yahudi sebagai ritus tiap kali mereka merayakan bersama. Dengan kurban Kristus yang sekali dan satu-satunya itu, perjamuan Ekaristi tidak lagi disertai dengan kurban anak domba yang disantap bersama. Yang menjadi santapan adalah roti tak beragi dan anggur, untuk mengenang Kristus yang menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya bagi keselamatan umat manusia. Kutipan teks ajaran Gereja KGK LG 11 dan Kis. 2: 42. 44-47 mengemukakan pesan inti tentang Ekaristi. Kutipan teks ini juga merupakan dasar bagi orang Katolik untuk menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidupnya. Hal ini menunjukkan bagaimana pentingnya gagasan ini menyatakan kepada kita bahwa keselamatan berasal dari Allah dan bukan dari manusia itu sendiri. Menurut keyakinan iman Katolik, persatuan mesra antara Allah dan manusia dapat terwujud apabila manusia tersebut memiliki kesatuan bersama Kristus dalam Ekaristi yang sudah menjadi pusat hidupnya. Hanya melalui Ekaristilah orang beriman dapat merasakan keindahan korban ilahi. Ekaristi sebagai pusat hidup kristiani memiliki makna yang begitu besar bagi seluruh orang Katolik agar teladan perjamuan para rasul menjadi dasar dan teladan dalam mewujudkan keterpusatan hidup pada peristiwa Ekaristi dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
membagikan pengalaman pada sesama, khususnya anggota KTM yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi serta tidak setia hidup seturut semangat dan komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM.
5. Langkah IV : menerapkan iman Kristiani dalam situasi peserta konkrit a. Pengantar Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menyadari pentingnya menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup. Dengan kesadaran yang mendalam, kita harus membuka diri terhadap kehadiran Allah. Pengalaman itu harus terus diperdalam sampai pada persatuan dengan Allah dalam Kristus PuteraNya. Sementara itu, sambil berjalan menuju persatuan dengan Allah, kita sebagai orang Kristiani pun dipanggil untuk membawa orang lain kepada pengalaman yang sama. Kita juga dipanggil untuk menjadi murud-murid Yesus yang sejati, yang selalu meneladan sikap Yesus meski pun pada kenyataannya sangat sulit untuk kita jalani. Marilah dalam pertemuan ini kita bersama-sama semakin menyadari bahwa dengan menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup akan membuat kita sungguh-sungguh mengalami kasih Kristus yang sangat indah dan melalui pengalaman tersebut Allah memakai kita untuk membawa banyak orang kepadaNya, secara khusus saudara sekomunitas yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi dan tidak setia hidup seturut semangat dan komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM. Ekaristi harus menjadi pokok dan pusat kehidupan kita dalam berkomunitas. Sebab dalam Kristus kita telah memiliki segalanya dan telah mengalami prarasa surgawi di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
dunia. Bila kita sungguh memusatkan hidup pada Ekaristi, maka akan menghasilkan buah iman yang sejati. b. Sebagai bahan refleksi kita agar dapat semakin mengalami dan menyadarkan diri pada Allah satu-satunya pedoman bagi langkah hidup kita. Marilah kita melihat situasi konkrit sekarang ini dan mencoba merenungkan pertanyaanpertanyaan berikut: Apakah arti Ekaristi sebagai pusat hidup bagi komitmen kita sebagai anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus Distrik Yogyakarta? c. Pendamping memberikan waktu kepada peserta untuk hening sejenak, lalu peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan renungan secara pribadi akan pesan ajaran Gereja dan kitab suci dengan situasi konkrit peserta sebagai orang kristiani. d. Arah rangkuman penerapan pada situasi peserta: Bapak/ ibu, saudara/saudari terkasih,. Marilah kita kembali menyadari tugas dan peranan kita sebagai orang Katolik, khususnya sebagai anggota KTM. Hendaknya kita menjadi saksi Kristus ditengah-tengah saudara sekomunitas yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi dan tidak setia hidup seturut semangat dan komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM. Kita harus berani menanggalkan segala kelekatan-kelekatan dalam diri kita supaya Kristus yang diam dalam diri kita sungguh-sungguh hidup dan berkarya. Memang tidaklah mudah untuk menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup, yang selalu mampu memberikan yang terbaik untuk kehidupan kita. Namun, dengan kekuatan sendiri pasti kita tidak akan mampu memusatkan hidup pada Ekaristi, tetapi hanya dengan rahmatNya kita mampu meneladan Yesus. Maka hanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
Dialah yang membuat kita mampu untuk memusatkan hidup pada Ekaristi dan hanya dialah yang mampu memberikan kita kekuatan dan keberanian untuk mengajak saudara sekomunitas yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi dan tidak setia hidup seturut semangat dan komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM.
6. Langkah V : mengusahakan suatu aksi konkret a. Pengantar Bapak/ ibu, saudara/ saudari yang terkasih, dalam pertemuan ini kita telah bersama-sama menyadari dan mendalami pengalaman tentang “Ekaristi Pusat Hidupku”. Lewat gambar “the last supper” dan “perayaan Ekaristi” kita bisa menemukan pengalaman dan arti hidup berpusat pada Ekaristi. Dan dari sharing pengalaman kesulitan, kita pernah mengalami kesulitan dan keberhasilan dalam memusatkan hidup pada Ekaristi. Kesulitan memusatkan hidup pada Ekaristi membuat terjatuh dalam kesedihan dan kekecewaan, sedangkan keberhasillan memusatkan hidup pada Ekaristi membuat kita menjadi senang dan bahagia. Kemudian kita mendapatkan pengalaman Ekaristi dalam kutipan teks ajaran Gereja LG 11 dan Kis. 2: 42. 44-47. Kutipan teks ini mengungkapkan bahwa Yesus menginginkan kita untuk memusatkan hidup pada Ekaristi sebagai kenangan akan misteri penyelamatanNya. Perjamuan yang selalu dilakukan para murid menjadi teladan nyata agar kita pun merayakan Ekaristi serta menjadi dasar dan pola orang Kristiani untuk mengajak sesama untuk mengikuti dan menghayati perayaan Ekaristi, khususnya saudara sekomunitas yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi dan tidak setia hidup seturut semangat dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM. Dengan demikian, orang Katolik telah menemukan semangat baru dalam Ekaristi dengan meneladan perjamuan Yesus dan para murid. Sekarang marilah kita merenungkan sejenak usaha menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup macam apakah yang dapat kita wujudkan pada sesama, khususnya bagi saudara sekomunitas yang khususnya saudara sekomunitas yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi dan tidak setia hidup seturut semangat dan komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM? b. Pendamping memberikan waktu hening sejenak pada peserta untuk memikirkan niat-niat dan tindakan konkrit mana yang bisa di usahakan untuk menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup dan membawa sesama pada pengalaman yang sama, bisa berupa keinginan, niat atau keputusan pribadi/bersama, dengan panduan beberapa pertanyaan berikut: 1. Niat-niat dan tindakan konkrit mana yang hendak kita lakukan untuk bisa semakin menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup, khususnya saudara sekomunitas yang jarang mengikuti dan kurang menghayati perayaan Ekaristi dan tidak setia hidup seturut semangat dan komitmen komunitas yang telah ditetapkan dalam statuta KTM? 2. Hal-hal apa yang perlu kita perhatikan untuk mewujudkan niat-niat dan tindakan konkrit tersebut? c. Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening memikirkan sendiri-sendiri tentang niat-niat pribadi/bersama yang akan dilakukan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
d. Niat-niat dapat diungapkan (entah berdua/bertiga dalam kelompok kecil entah dalam pleno). e. Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan dan mendiskusikan bersama guna menentukan niat konkrit bersama yang dapat segera diwujudkan, agar mereka semakin memperbaharui sikap/kelompok orang beriman Kristiani.
7. Penutup a. Setelah merumuskan niat pribadi dan bersama, b. Kesempatan hening sejenak. Sementara itu lilin dan salib dapat diletakkan di hadapan peserta. c. Kesempatan doa umat spontan yang diawali oleh pendampingdengan menghubungkan kebutuhan dan situasi. Setelah itu doa umat disusul secara spontan oleh peserta lain. Akhir doa umat dapat di tutup dengan doa penutup dari pendamping yang merangkum keseluruhan lngkah SCP ini dalam lima langkah, Doa Penyerahan KTM, Doa Bapa Kami dan salam Maria. d. Doa penutup Tuhan Yesus Kristus, Sang Juru Selamat, kami menghaturkan syukur kepadaMu karena telah menyertai kami dalam proses pendalaman iman hari ini. Kami semua telah belajar bersama bagaimana kami menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup kami. Kami mohon kepadaMu berkatilah niat-niat kami agar dapat kami jalankan dengan baik. Semoga persatuan denganMu menjadi sumber kekuatan dan pengharapan kami untuk melaksanakan semua niat yang telah kami buat secara pribadi maupun bersama. Demi Kristus, Tuhan dan Juru Selamat Kami. Amin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
e. Doa Penyerahan KTM Allah Tritunggal yang Mahakudus, Bapa, Putera, dan Roh Kudus, kami bersyukur dan berterimakasih atas segala kasih dan rahmat yang telah kami peroleh hingga saat ini. Pada permulaan hari ini kami menyerahkan bapak Pendiri dan seluruh anggota komunitas, para suster Putri Karmel, para Frater CSE dan saudara-saudari dari Komunitas Tritunggal Mahakudus beserta segala rencana kerja kami ke dalam penyelenggaraan-Mu. Kami serahkan diri kami seutuhnya kepadaMu. Bentuklah,
ubahlah,
pakailah
kami
sesuai
dengan
kehendakMu.
Bimbinglah kami agar kami senantiasa sadar untuk hidup dihadiratMu, siang malam berjaga-jaga dalam doa dan merenungkan hukumMu. Berkatilah agar kami dapat menghayati semangat dan cara hidup yang telah kau nyatakan melalui Bapak Pendiri kami, serta melaksanakan cinta persaudaraan yang tulus ikhlas dalam kehidupan sehari-hari. Pakailah kami sebagai saluran cinta kasihMu kepada sesama, serta alatMu yang peka dan rela guna terlaksananya kehendak dan rencana keselamatanMu di dunia ini. Penuhilah hati kami dengan cinta dan kuasaMu agar kami terbuka terhadap karya dan bimbingan Roh Kudus. Mohonkanlah bagi kami ya santa Maria Bunda Allah kesucian, kemurnian dan karunia-karunia Roh kudus dalam hidup dan pelayanan kami. Lindungilah kami dalam naungan skapulir suci dan mantol keibuan serta hatimu yang tersuci agar saat godaan dunia datang dan begitu memikat, kami tetap teguh dan setia dalam jalan PuteraMu. Lindungilah dan tolonglah kami ya Malaikat Agung st. Mikhael dalam pertempuran melawan kekejian dan tipu daya iblis. Usirlah kembali ke dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
neraka, iblis beserta dengan seluruh bala tentara roh jahatnya yang berkeliaran di dunia untuk membinasakan jiwa-jiwa. Biarlah Tuhan mengambil semua kekuasaanya yang merugikan kami sehingga hidup kami menjadi pujian bagi kemuliaan Allah kini dan selama-lamanya. Amin. (Dilanjutkan dengan Bapa Kami 1x dan Salam Maria 3x). f. Lagu penutup Syukur bagiMu Yesus Syukur bagiMu Yesus Puji namaMu yang kudus Kami ini anakMu, kamilah umatMu Reff: s’bab Yesus itu baik Dan kasihNya kekal tuk selamanya kemuliaanNya kekal dan abadi puji Dia Halleluya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab kelima ini, penulis menyimpulkan keseluruhan skripsi ini. Disamping itu penulis juga memberikan satan yang sekiranya berguna serta bermanfaat bagi pengembangan visi dan misi bagi anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus Distrik Yogyakarta.
A. Kesimpulan Berangkat dari situasi anggota KTM Distrik Yogyakarta yang kurang mengerti dan kurang memahami arti, makna dan jiwa dari Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik, maka anggota KTM perlu memahami dan menghayati kedua spiritualitas tersebut. Kedalaman hidup rohani sangat penting, maka pendalaman terus-menerus pada Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu anggota KTM mengembangkan visi dan misi komunitas sehingga diharapkan anggota KTM dapat mengalami dan menghayati kehadiran Allah yang penuh kasih dan menyelamatkan sampai pada persatuan cinta kasih serta membawa orang lain pada pengalaman yang sama. KTM terbentuk berdasarkan inspirasi yang diperoleh dari teladan Karmel Awali dan peristiwa Pentakosta. Dari para Karmel Awali, KTM mengambil inspirasi kehidupan doa mereka yang penuh keheningan dan kontemplasi sehingga dapat merasakan kehadiran Allah dalam setiap pelayanan dan hidup sehari-hari. Sedangkan dari peristiwa Pentakosta, KTM mengambil inspirasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
keterbukaan jemaat perdana terhadap karunia-karunia Roh Kudus serta cara hidup jemaat perdana yang penuh dengan kasih persaudaraan. Berdasarkan hal tersebut, KTM hadir sebagai wujud dari keprihatianan Rm. Yohanes Indrakusuma, CSE terhadap banyaknya umat Katolik yang mulai meragukan bahkan meninggalkan iman Katoliknya, sehingga anggota KTM diharapkan menjadi rasul-rasul awam yang 100% Karismatik namun tetap 100% Katolik. Oleh karena itulah, anggota KTM menjadi orang-orang yang sungguh mencintai segala kekayaan yang dimiliki oleh Gereja katolik Anggota KTM juga diharapkan untuk peka terhadap kehidupan masyarakat yang ada disekitarnya sebagaimana yang telah diteladankan oleh Nabi Elia. Hidupnya tidak hanya berkutat dalam doa dan kontemplasi saja, namun ia juga sepenuhnya hamba Allah yang berpihak pada bangsa yang dipercayakan kepadanya, yang melindungi orang miskin dan tersingkir. Oleh karena itulah, anggota KTM menaruh perhatian terhadap kehidupan masyarakat yang ada disekitar mereka, terutama mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Berangkat dari situasi anggota KTM Distrik Yogyakarta yang masih berupaya mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik sebagai sumber untuk mengembangkan visi dan misi komunitas, maka anggota KTM Distrik Yogyakarta perlu mendapatkan pendalaman spiritualitas yang menjiwai KTM. Pendalaman ini merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu anggota KTM lebih mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik sebagai sumber untuk mengembangkan visi dan misi KTM. Namun pendalaman yang dilakukan selama ini pada setiap pertemuan sel kurang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
maksimal dan kurang kreatif dalam mengolah bahan pendalaman sehingga anggota komunitas kurang paham dan kurang mendalami bahan yang diberikan serta pengintegrasian anggota akan visi dan misi komunitas dalam kehidupan sehari-hari pun menjadi kurang pula. Bertolak dari kenyataan di atas, penulis mengusulkan beberapa tema katekese dengan menggunakan model Shared Christian Praxis. Penulis yakin bahwa katekese model SCP merupakan salah satu model katekese yang dapat digunakan sebagai sarana pendalaman Spiritualitas karmel dan Spiritualitas Karismatik. Katekese model SCP memiliki sifat dialogis partisipatif yang membantu anggota KTM memahami dan menghayati kedua spiritualitas tersebut sehingga akhirnya mampu mengembangkan visi dan misi komunitas.
B. Saran Berdasarkan pembahasan pada tiap bab dan kesimpulan diatas, penulis menyampaikan beberapa saran demi terwujudnya pengembangan visi dan misi bagi anggota KTM Distrik Yogyakarta yang sesuai dengan situasi konkrit anggota. Beberapa saran yang diusulkan oleh penulis antara lain: 1. Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik merupakan spiritualitas yang menjiwai kehidupan KTM. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat apabila anggota KTM memperdalam pemahaman dan penghayatan mengenai kedua spiritualitas tersebut dengan membaca dan merenungkan buku-buku bacaan yang mengarah atau bersangkutan mengenai Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik serta dapat pula mengikuti berbagai retret-retret yang dapat membantu memahami kedua spiritualitas tersebut. Dengan bertambahnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
pemahaman dan penghayatan tentang spiritualitas yang menjiwai KTM akan terbantulah anggota KTM dalam mengembangkan visi dan misi, khususnya anggota KTM Distrik Yogyakarta. 2. Nabi Elia merupakan hamba Allah yang sangat peka terhadap situasi masyarakat sekitaranya, terutama mereka yang sangat menderita. Oleh karena itu sudah sepantasnya anggota KTM Distrik Yogyakarta juga memperhatikan masyarakatnya yang sangat membutuhkan pertolongan, khususnya mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Melalui sikap peka terhadap sesama yang membutuhkan tersebut, anggota KTM secara tidak langsung sudah melaksanakan tugas kenabiannya yaitu membawa sukacita kepada sesama, khususnya mereka yang menderita. 3. Katekese model SCP merupakan salah satu model katekese yang dapat digunakan dalam setiap pertemuan sel dengan tujuan untuk lebih mendalami dan menghayati ajaran-ajaran dan tradisi Gereja yang menjadi dasar bagi Spirtualitas karmel dan Spiritualitas Karismatik. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat apabila anggota KTM juga memperdalam katekese model SCP melalui buku-buku yang membahas mengenai SCP dan mempraktekan katekese model SCP dengan cara dan media yang kreatif, sehingga pertemuan sel menjadi lebih berwarna dan menarik. 4. Komunitas telah mengusahakan pembinaan bagi para anggota KTM dengan berbagai cara, misalnya PPAT, BINUS, retret KTM, retret pelayan, dll. Maka seluruh anggota KTM, khususnya yang ada di Distrik Yogyakarta mempergunakan dengan sungguh berbagai pembinaan yang telah dan akan dilaksanakan agar apa yang telah di cita-citakan dapat tercapai.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
DAFTAR PUSTAKA
Amalorpavadass, D. S. (1982). Ketekese Sebagai Tugas Pastoral Gereja (Seri Puskat No. 77). Yogyakarta: Puskat. Banawiratma, J. B, SJ. (1990). Spiritualitas Transformatif: Suatu Pergumulan Ekumenis. Yogyakarta: Kanisius. Buku Pegangan Program Pembinaan Anggota Tahap I. Darminta, J, SJ. (1994). Nabi dan Martir Bersama Yesus. Yogyakarta: Kanisius. .(1983). Hidup Bersama Allah (Seri Ikhrar 13). Yogyakarta: Kanisius. Etty, maria, dkk. 2008. Yohanes Indrakusuma, O. Carm: Sang Pertapa Sejati. Jakarta: Fidei Press. Eugene, P. Marie, OCD. (2008). Aku Ingin Melihat Allah: Sebuah Sintese Praktis Spiritualitas Karmel (Seri I: Perspektif), (Sr. Angelica Maria, P. Karm, Alih Bahasa). Cipanas: Pertapaan Shanti Buana. . (2012). Aku Ingin Melihat Allah: Sintesa Praktis Spiritualitas Karmel Bagian – III (Sr. Angelica Maria, P. Karm, Alih Bahasa). Cipanas: Pertapaan Shanti Bhuana. Fransiskus, Paus. (2013). Lumen Fidei (Terang Iman). Seri Dokumen Gereja No. 93 (T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Penerjemah). Jakarta: DOKPEN KWI. . (2013). Evangelii Gaudium (Sukacita Injil). Seri Dokumen Gereja No. 94 (F. X. Adisusanto, SJ & Bernadeta Harini Triprasasti, Penterjemah). Jakarta: KWI. Fransiskus Maria, CSE. (2004). Hidup di Hadirat Allah dan Semangat KTM (Majalah Hidup Dalam Roh, hal. 15-26). Cipanas: Pertapaan Shanti Bhuana. Groome, Thomas. H. (2010). Christian Religious Education, Pendidikan Agama Kristen ( Daniel Stefanus, Penerjemah). Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia . (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese, Seri Puskat no. 356, Drs. FX. Heryatno W. W. SJ, M. Ed., Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. Helwig, Drs. W. L. (1974). Sejarah Gereja Kristus. Yogyakarta: Kanisius. Heuken, A. S.J. (2002). Spiritualitas Kristiani, Pemekaran Hidup Rohani selama Dua puluh Abad. Jakarta: Cipta Loka Caraka. Huber, TH, SJ. (1980). Beberapa Catatan Pada Rumusan Katekese Umat PKKI II(Dalam buku”Katekese Umat: Hasil pertemuan Antar Keuskupan se Indonesia di Klender 29 Juni-5 Juli 1980). Jakarta: Panitia Wali Gereja Indonesia Bagian Kateketik. Indrakusuma, Yohanes, O. Carm. (1979). Pengantar Pembaharuan Karismatik. Malang: Ngroto. . (2002). Kasih, Kepercayaan dan Pasrah: Jalan Kecil Kanak-kanal Rohani Theresia Lisieux. Cipanas: Pertapaan Shanti Bhuana.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
. (2007). Dalam Keheningan Dasar Samudera Ilahi: Menjelajah Puri Batin Teresa Avila). Cipanas: Pertapaan Shanti Bhuana. . (2008). Menuju Persatuan Cinta Kasih Dengan Allah. Cipanas: Pertapaan Shanti Bhuana. . (2011). Dibabtis Dalam Roh. Yogyakarta: Kanisius. . (2012). Hidup Dalam Roh. Malang: Karmelindo. .(2010). Pembaharuan Karismatik Katolik: Rahmat dan Tantangan. Yogyakarta: Kanisius. . (2014). Bahasa Roh. Yogyakarta: Kanisius. Jacobs, Tom, SJ. Dr. (1987). Rahmat Bagi Manusia Lemah: Sakramen Tobat, Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Yogyakarta: Kanisius. . (1988). Karya Roh Dalam Gereja. Yogyakarta: Kanisius. Jungmann, J. A, SJ. (1980). Sejarah Katekese Sampai Konsili Trente. Yogyakarta: Pusat Pastoral. Katrin. (2012). Distrik Yogyakarta (Buku Kenangan 25 Tahun Komunitas Tritunggal Mahakudus). Lembah Karmel: Sekretariat KTM. Kiswara, C, SJ. (1988). Gereja Memasyarakat, Belajar dari Kisah Para Rasul. Yogyakarta: Kanisius. Komisi Kateketik KWI. (1995). Katekese Umat Dan Evangelisasi Baru. Yogyakarta: Kanisius Konferensi Wali Gereja Indonesia. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor. . (1995). Katekismus Gereja Katolik. Ende: Percetakan Arnoldus. . (2000). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi). Yogyakarta: Kanisius. Kongregasi Ibadat dan Tata-tertib Sakramen. (2004). Redemtionis Sacramentum (di terjemahkan oleh R. P. Cornelis Bӧhm, MSC dari naskah bahasa Inggris dalam L’ Osservatore Romano, weekly Edition No. 17, 28 April 2004). Jakarta: KWI. Lembaga Alkitab Indonesia. (2007). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. Martasudjita, E, Pr. (1999). Komunitas Peziarah. Sebuah Spiritualitas Hidup Bersama. Yogyakarta: Kanisius. . (2003). Sakramen-sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius. O’rourke, MGR. (1983). Karya dan Karunia Roh Kudus (Terj. Soepomo S. Wardoyo). Yogyakarta: Kanisius. Phang, Benny, O. Carm. (2012). Berkobar-kobar Bagi Allah, Percikan Permenungan Spiritualitas karmel. Malang: Karmelindo. PKKI III. (1984). Usaha Pembinaan Pembina Katekese Umat (Dalam buku “Arah Katekese di Indonesia”, dikumpulkan oleh J. S. Setyakarjana, SJ). Yogyakarta: Pusat Kateketik Yogyakarta. Prasetyantha, Y. B, MSF. (2008). Ekaristi Dalam Hidup Kita. Yogyakarta: Kanisius Ramadhani, Deshi, SJ. (2008). Mungkinkah Karismatik Sungguh Katolik?. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
Shibley, David. (1993). Pembaharuan Karismatik dan Pekabaran Injil Sedunia. Yogyakarta: Andi. Slattery, Peter. (1993). Sumber-sumber Karmel, Pengantar Pada Spiritualitas Karmel. Malang: Dioma. Soenarja, A, SJ. (1971). Arti Hidup Komunitet Dalam Djaman Pembaharuan. Yogyakarta: Kanisius. Statuta Komunitas Tritunggal Mahakudus Sugiono, P, SCJ. (1982). Penilaian Terhadap Pembaharuan Karismatik Katolik. Yogyakarta: Kanisius. Sumarno Ds. M, SJ. (2014). Praktek Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki (PPL PAK PAROKI). Diktat Mata Kuliah Mahasiswa Semester VI IPPAK USD. Team P. Karm & CSE. (1993). Pesona Karmel. Cikanyere: Pertapaan Shanti Bhuana. Telaumbanua, Dr. Martinus, OFMCap. (1999). Ilmu Kateketik: Hakikat, Metode, dan Peserta Katekese Gerejawi. Jakarta: Obor. Tisera, Guido, SVD. (2002). Bercermin Pada Jemaat Perdana: Membaca dan Merenungkan Kisah Para Rasul. Maumere: Penerbit Ledalero. Verbeek, P. Cyprianus, O. Carm. (1973). Dalam Kuasa Cinta. Ende: Nusa Indah. Yohanes Paulus II, Paus. (1979). Catechesi Trandendae (Penyelenggaraan Katekese). Seri Dokumen Gerejawi No. 28 (terj. R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: DOKPEN KWI (dokumen asli diterbitkan tahun 1979). . (2008). Novo Millennio Ineunte: Pada Awal Milenium Baru (Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang seruan dan ajakan untuk mengenang masa lampau dengan penuh syukur, menghayati masa sekarang dengan penuh entusiasme dan menatap masa depan penuh kepercayaan). Seri Dokumen Gerejawi No. 28 (Terj. R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Dokpen KWI.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HASIL WAWANCARA
PERTANYAAN I Bagaimana menurut mu tentang kesatuan hati anggota komunitas dalam kegiatan bersama, koordinasi dan komunikasi di KTM Distrik Yogyakarta?
JAWABAN DARI BEBERAPA ANGGOTA KTM 1. Lana Yulianti Menurut saya masih kurang, karena kalau dilihat keseluruhnya, komunikasi yang kurang itu menjadikan koordinasi yang kacau. Komunikasi sekarang terlalu fokus dengan peralatan elektronik (BBM/WA & facebook), jadi kurang fokus sosialisasi dengan anggota yang lain. Jika koordinasi, seharusnya seluruh anggota komunitas dikumpulkan supaya informasi kegiatan atau rencana kerja bisa disosialisasikan dengan baik. Hal itulah yang saya rasa masih kurang dalam komunitas kita.
2. Manasye Cahya Nugroho Dalam beberapa waktu terakhir ini, masih kurang adanya koordinasi dan komunikasi yang cukup baik mengenai berbagai kegiatan bersama, sehingga ada anggota komunitas yang tidak tahu menahu tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga persiapan pun tidak seluruhnya matang.
3. Lestari Dewi Kesatuan hati disini masih harus dipupuk lebih lagi. Kurangnya rasa memiliki komunitas dan adanya kelekatan (sikap yang "menjagakan" teman lainnya) juga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Dan diatas semuanya itu, kurangnya pembinaan di dalam intern komunitas juga menjadi faktor utamanya.
(1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERTANYAAN II Bagaimana dengan adanya orang-orang yang terlihat mendominasi dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan di setiap kegiatan komunitas?
JAWABAN ANGGOTA KTM 1.
Lana Yulianti Biasanya yang mendominasi itu orang yang terlalu tidak percaya pada
orang lain, dan biasanya orang seperti itu tidak banyak memberi masukkan kepada orang lain, tetapi yang mau belajar itu yang membantu orang lain.
2.
Manasye Cahya Nugroho Adanya orang-orang yang terlihat mendominasi membuat anggota
komunitas lain menjadi kurang berkembang, sehingga perlu adanya pembinaan supaya setiap anggota bisa berkembang dan tidak menggantungkan diri pada orang-orang yang dianggap lebih berpengalaman.
3.
Lestari Dewi Karena tidak adanya keterlibatan seluruh anggota menyebabkan adanya
satu atau dua orang yang terlihat mendominasi. Bahkan bisa terjadi, pihak yang mendominasi merasa seakan bekerja sendiri tanpa ada teman lainnya yang membantu. Sedangkan pihak lainnya merasa tidak dilibatkan dan melihat adanya sikap keegoisan dari si pendominasi tersebut. Dan akhirnya terjadilah lingkaran setan yang tidak ada titik temunya.
(2)