PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
FEMINISME TOKOH WANITA DALAM NOVEL SALI: KISAH SEORANG WANITA SUKU DANI KARYA DEWI LINGGASARI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh : Meilia Kristiana 061224077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
FEMINISME TOKOH WANITA DALAM NOVEL SALI: KISAH SEORANG WANITA SUKU DANI KARYA DEWI LINGGASARI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh : Meilia Kristiana 061224077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teriring syukur dan terimakasih penulis persembahkan skripsi ini kepada:
Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nyalah
Kedua orangtuaku Markus Murdiyono dan Natalia Sumiyati Yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah ada habisnya, serta kesabarannya dalam memdidik dan mengarahkan.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTO
Sebetulnya hidup ini sangat sederhana; tetapi kita merumitkannya dengan rencana yang tidak kita laksanakan, dengan janji yang tidak kita penuhi, dengan kewajiban yang kita lalaikan, dan dengan larangan yang kita langgar (Mario Teguh)
Tak ada rahasia untuk manggapai sukses, sukses itu dapat terjadi karena persiapan, kerja keras dan mau belajar dari kegagalan. (Mario Teguh)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Kristiana, Meilia. 2013. Feminisme Tokoh Wanita dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari. Skripsi. Yogyakarta. PBSID. FKIP. Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji feminisme tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar, dan tema dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari, dan (2) mendeskripsikan feminisme tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena wujud penelitian ini berupa kata-kata, bukan angka-angka. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif. Dalam penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan tiga teknik, yaitu teknik pustaka, teknik baca, dan teknik catat. Hasil analisis menunjukkan bahwa novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari merupakan novel feminis. Feminisme novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani merupakan feminisme vernacular, yaitu feminisme kedaerahan yang dipengaruhi oleh kondisi setempat pada masa itu. Feminisme yang muncul sebagai reaksi atas terjadinya ketidakadilan terhadap wanita oleh adat setempat. Tokoh utama dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari adalah Liwa. Tokoh protagonis adalah Liwa, tokoh antagonis adalah Ibarak dan tokoh Wirawati adalah Gayatri. Latar dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari terdiri dari latar tempat, waktu dan sosial. Tema yang terkadung dalam novel adalah adat yang telah meminggirkan hak wanita akan kenyamanan dan menjalani segala pilihan dengan bebas. Dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari penulis menemukan tiga sikap dan dua tindakan yang dilakukan oleh tokoh wanita sebagai bentuk feminisme, yaitu (1) sikap berani melawan, yang diikuti oleh dua tindakan, yaitu (a) tindakan pergi dari rumah, dan (b) tindakan membalas pukulan, (2) sikap berani bertanya, dan (3) sikap berani menolak.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
Kristiana, Meilia. 2013. Feminism of Women Characters in the Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari. Thesis. Yogyakarta. PBSID. FKIP. Sanata Dharma University.
The research analyzed the feminism in the women characters in novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari. The purposes are (1) to describe the characters, characterization, setting, and theme in the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari, (2) to describe the feminism in the women characters in the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari. It is descriptive research. The data collection included word and pictures except number. For finding the data is the technic literature, technic read, and technic record. The result of the analysis shows that the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari a feminist novel. Feminism novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani a vernacular feminism, namely that is influenced by feminism regionalism local conditions at that time. Feminism that emerged as a reaction to the injustice against women by local custom. The main character in the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari is Liwa. Liwa is the protagonist, the antagonist is Ibarak and Wirawati figure is Gayatri. The setting of the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani consist of the setting of place, time and social. The theme of the story is has marginalized the rights custom women will undergo all the comfort and choice freely. In the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani researcher found three the attitude and two the action by female character as a form of feminism namely, (1) dare to fight, which followed two the action, namely (a) the action go from home, (b) blows reply the action, (2) dare to ask, and (3) dare to resist.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Feminisme Tokoh Wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada: 1. Rohandi,
Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Ketua Program Studi PBSID yang selalu memberikan dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi. 3. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum, selaku dosen pembimbing pertama yang telah mengarahkan dan membimbing dengan telaten dalam penulisan skripsi. 4. Drs. G. Sukadi selaku dosen pembimbing yang kedua yang dengan sabar membimbing dan memberikan banyak masukan selam penulisan skripsi. 5. Seluruh dosen PBSID yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan imu yang dapat menjadi bekal masa depan bagi penulis. 6. Bapak Markus Murdiono dan Ibu Natalia Sumiati selaku orang tua yang telah memberikan kasih sayang serta doa yang tidak pernah putus untuk anak-anaknya. 7. Ambar Pambudi adikku yang selalu memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis mengerjakan skripsi.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
iv
MOTO .............................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................................................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
viii
ABSTRACT .....................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
6
C. Tujuan ....................................................................................
6
D. Manfaat ..................................................................................
7
E. Batasan Istilah ........................................................................
8
F. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................
9
G. Sistematika Penyajian ............................................................
9
LANDASAN TEORI ...................................................................
11
A. Penelitian Terdahulu ..............................................................
11
B. Kajian Teori ...........................................................................
13
1. Feminisme .........................................................................
13
2. Teori Struktur Novel .........................................................
19
a. Tokoh ............................................................................
21
b. Penokohan ....................................................................
22
c. Latar ..............................................................................
27
d. Tema .............................................................................
30
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN ................................................
32
A. Jenis Penelitian .......................................................................
32
B. Sumber Data ...........................................................................
33
C. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
34
D. Instrumen Penelitian ..............................................................
35
E. Teknik Analisis Data ..............................................................
35
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .........................
38
A. Deskripsi Data ........................................................................
38
B. Analisis Data ..........................................................................
41
1. Tokoh dan Penokohan .......................................................
41
2. Latar...................................................................................
83
3. Tema ..................................................................................
97
4. Hubungan Antarunsur .......................................................
99
a. Tema dengan Tokoh .....................................................
100
b. Tema dengan Latar .......................................................
100
c. Latar dengan Tokoh ......................................................
102
5. Feminisme dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani .....................................
103
a. Berani Melawan ............................................................
108
1) Tindakan Pergi dari Rumah ...................................
109
2) Tindakan Membalas Pukulan ................................
110
b. Berani Bertanya ............................................................
111
c. Berani Menolak ............................................................
114
C. Pembahasan ............................................................................
117
PENUTUP ....................................................................................
122
A. Kesimpulan ............................................................................
122
B. Implikasi.................................................................................
125
C. Saran ......................................................................................
125
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
126
LAMPIRAN ....................................................................................................
128
BIODATA .......................................................................................................
133
BAB V
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perempuan dan laki-laki secara kodrati oleh Tuhan diciptakan berbeda, perempuan dapat hamil dan melahirkan sementara laki-laki dapat menghamili. Dalam sejarah umat manusia lahir budaya patriarkat ketika perempuan (karena kodratnya melahirkan) dianggap hanya mampu berperan di sektor domestik (sekitar rumah), sementara laki-laki didorong untuk menguasai sektor publik (di luar rumah) yang kenyataannya menghasilkan uang, kekuasaan dan pengaruh. Akibat pandangan ini laki-laki yang bekerja mencari nafkah menguasai uang, kekuasaan dan pengaruh sedangkan perempuan tidak. Perempuan mengalami diskriminasi, subordinasi (dianggap sebagai warga kelas dua), marginalisasi (peminggiran), dan kekerasan (Gandhi dan Hetty, 2010 :130-131). Berbicara tentang wanita tak terlepas dari konsep emansipasi, karena justru hal inilah yang menjadi tema sentral perdebatan panjang selama
ini.
Penindasan kaum wanita dianggap mengingkari nilai-nilai hakiki pemberian Ilahi dan merupakan penyelewengan terhadap martabat wanita sendiri. Karena itulah muncul gerakan-gerakan emansipasi yang meratakan persamaan hak antara pria dan wanita (Manus dkk., 1993:1). Menjelang abab ke-21, gaung emansipasi wanita semakin menanjak pada posisi yang semakin diakui dalam masyarakat, karena gerak maju kaum wanita dewasa ini bukan hanya sekedar untuk mendapatkan persamaan hak-haknya saja
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
dengan kaum pria, tetapi dimaksudkan untuk meningkatkan perannya baik dalam kehidupan berkeluarga maupun di dalam masyarakat dan bangsanya (Manus dkk., 1993:1). Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah mewujudkan kesetaraan dalam sistem hubungan laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat.
Dalam
banyak
hal
perempuan
itu
tersubordinasi,
kedudukannya dalam masyarakat lebih rendah daripada laki-laki. Mereka dianggap sebagai the second sex, warga kelas dua (Sugihastuti, 2010:Vii). Gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki disebut feminisme (Moeliono, 1988:241). Feminisme lebih luas dari makna emansipasi. Emansipasi cenderung digunakan sebagai istilah yang berarti pembebasan dari perbudakan yang sesungguhnya dan persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian, emansipasi tidak mutlak sebagai persamaan hak perempuan. Jika kata emansipasi diletakkan pada kata perempuan, emansipasi cenderung lebih menekankan pada partisipasi perempuan tanpa mempersoalkan jender, sedangkan feminisme sudah mempersoalkan hak serta kepentingan perempuan yang selama ini dinilai tidak adil. Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai aktivitas dan inisiatif sendriri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam gerakan untuk menuntut haknya sebagai manusia secara penuh (Kridalaksana, 1999:275). Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki kaum perempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
dengan laki-laki dan otonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya (Sugihastuti, 2010:Vii). Feminisme muncul sebagai akibat dari adanya prasangka jender yang menomorduakan perempuan. Anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan mengakibatkan perempuan dinomorduakan, perbedaan itu tidak hanya pada kriteria biologis, melainkan juga pada sosial-budaya. Asumsi tersebut membuat kaum perempuan semakin terpojok, oleh karena itulah kaum feminis memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan, dengan tujuan agar kaum perempuan mendapat kedudukan yang sederajat dengan kaum laki-laki. Menurut Selden via Suguhastuti & Suharto (2010:32) selain di dalam dunia empiris, diskriminasi perempuan juga dapat terjadi di dalam dunia literer. Dalam hal ini, karya sastra sebagai dunia imajinatif merupakan media tumbuhnya subordinasi perempuan. Dunia sastra dikuasai oleh laki-laki. Artinya, karya sastra seolah-olah ditujukan untuk pembaca laki-laki. Kalaupun ada perempuan, ia dipaksa untuk membaca sebagai seorang laki-laki. Karya sastra merupakan tulisan yang mengekspresikan pikiran, perasaan, dan sikap pengarang terhadap kehidupan atau realitas sosial sebagai refleksi terhadap fenomena sosial yang terjadi disekelilingnya. Karya satra merupakan salah satu hasil seni, ada juga yang menyebutnya sebagai salah satu karya fiksi. Menurut Nurgiantoro (2007:3), fiksi sebagai karya imajiner, biasanya menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan,
hidup dan
kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan dengan penuh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi dengan pandangannya. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dan interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Novel merupakan salah satu karya sastra yang digunakan pengarang untuk menggambarkan, mengekspresikan, dan mengkritik kenyataan sosial yang terjadi disekitarnya. Hubungan antara satu orang dengan orang lain, antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat juga terdapat dalam novel terepresentasikan dalam tokoh-tokohnya. Pengarang menceritakan bagaimana relasi antara satu tokoh dengan tokoh lain, tokoh-tokoh dalam cerita dengan masyarakat. Dalam perkembangan novel di Indonesia dari zaman dahulu sampai sekarang, banyak bermunculan novel yang bertemakan masalah-masalah yang berhubungan dengan perempuan. Permasalahan itu terjadi karena perempuan cenderung dianggap lemah oleh lelaki. Salah satu fenomena menarik dalam khasanah sastra Indonesia akhir-akhir ini adalah munculnya sejumlah pengarang yang pada umumnya merupakan generasi muda. Salah satu novel yang mengangkat mengenai ketidakadilan jender dengan pembacaan sekilas terlihat dalam Novel Etnografi Karya Dewi Linggasari yang berjudul Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Novel ini bercerita tentang kepedihan hidup wanita suku Dani di Papua. Garis hidup yang bernama adat telah meminggirkan segala hak akan kenyamanan hidup dan menjalani segala pilihan dengan bebas. Keindahan lembah Baliem yang digambarkan dengan hijaunya hutan perawan yang selalu berselimut kabut putih tipis serta honai dan silimo
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
yang bergerumbul bak cendawan di musim hujan tak mampu menutup luka hati akibat penindasan hidup atas nama adat kepada kaum perempuannya. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menganalisa permasalahan yang terdapat dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari dalam persektif karya sastra feminisme. Dasar pemikiran dalam penelitian sastra berperspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra. Pertama, kedudukan dan peran tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia menunjukkan masih didominasi oleh laki-laki. Dengan demikian, upaya pemahaman merupakan keseharusan untuk mengetahui ketimpangan jender dalam karya sastra, seperti terlihat dalam realitas sehari-hari masyarakat. Kedua, dari resepsi pembaca karya sastra Indonesia, secara sepintas terlihat bahwa para tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia tertinggal dari laki-laki, misalnya dalam latar sosial pendidikannya, pekerjaannya, peranannya dalam masyarakat, dan pendeknya derajat mereka sebagai integral dan susunan masyarakat. Ketiga, masih adanya resepsi pembaca karya sastra Indonesia yang menunjukan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan hanyalah merupakan hubungan yang didasarkan pada pertimbngan biologis dan sosial-ekonomi semata-mata (Sugihastuti & Suharto, 2010:15). Hal yang mendorong peneliti melakukan penelitian ini dikarenakan, (1) Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani mempunyai banyak keistimewaan, salah satunya adalah menggambarkan kehidupan perempuan dan bagaimana peranannya dengan berbagai problematika yang dihadapinya. (2) Novel Sali:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
Kisah Seorang Wanita Suku Dani mengungkapkan feminisme yang menarik untuk dikaji. (3) penelitian sastra yang mengkaji dari sudat pandang feminisme jarang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (PBSID), Universitas Sanata Dharma. Sehingga, novel tersebut masih memungkinkan untuk diteliti dari aspek feminisme.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah tokoh, penokohan, latar dan tema dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari ? 2. Bagaimanakah feminisme tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari?
C. Tujuan Penelitian Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari pembahasan, maka ada dua tujuan penelitian yang perlu dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Menganalisis dan mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar dan tema dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari. 2. Menganalisis dan mendeskripsikan feminisme tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
D. Manfaat Penelitian Pada prinsipnya penelitian ini diharapkan akan dapat berhasil dengan baik, yaitu dapat mencapai tujuan penelitian secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Adapun manfaat yang diambil dari penelitian ini sebagai berikut. a) Manfaat Teoretis 1.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian novel Indonesia yang memanfaatkan teori sastra feminis.
2.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengaplikasikan teori sastra feminis dalam mengungkapkan masalah sosial yang tercermin dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
b) Manfaat Praktis 1.
Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia dan menambah wawasan kepada pembaca tentang feminisme dalam karya sastra.
2.
Melalui pemahaman mengenai kajian feminisme diharapkan dapat membantu pembaca dalam mengungkapkan makna dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
3.
Hasil analisis ini menjadi masukan bagi masyarakat dalam memandang perempuan secara proporsional pada kehidupan sosial masyarakat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
E. Batasan Istilah Beberapa istilah penting yang dipakai dalam penelitian ini perlu penegasan supaya tidak menimbulkan salah penafsiran. 1. Feminisme Suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya (Redyanto, 2005: 100). 2. Kritik Sastra Feminis kritik sastra feminis merupakan sebuah pendekatan akademik pada studi sastra yang mengaplikasikan pemikiran feminis untuk menganalisis teks sastra dan konteks produksi dan resepsi (Goodman via Sofia, 2009:10). 3. Novel sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2010:50). 4. Tokoh individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai perostiwa cerita (Sudjiman, 1991: 61). 5. Penokohan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:165). 6. Tema gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (Sudjiman, 1991:51).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
7. Latar segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra (Sudjiman, 1991:46).
F. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah feminisme dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari.
G. Sistematika Penyajian Skripsi
ini terdiri dari lima Bab yaitu bab I Pendahuluan, bab II
Landasan Teori, bab III Metodologi Penelitian, bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan dan bab V Kesimpilan dan Saran. Bab I Pendahaluan, pada bab ini membahas tentang latar belakang, masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, ruang lingkup penelitian dan sistematika penyajian. Bab II Landasan Teori, pada bab ini membahas tentang penelitian terdahulu yang relevan dan kerangka teori. Bab III Metodologi Penelitian, pada bab ini membahas tentang jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, instrument penelitian dan teknik analisis data.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini akan membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan yang terkandung dalam karya sastra yang diteliti. Bab V Kesimpulan dan Saran, pada bab ini akan membahas tentang kesimpulan dan saran-saran bagi peneliti lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian sebuah karya Ilmiah. Pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari awal, tetapi pada umumnya telah ada acuan yang mendasarinya. Hal ini bertujuan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian. Oleh karena itu, peneliti perlu meninjau penelitian yang telah ada. Untuk mengetahui keaslian penelitian ini akan dipaparkan beberapa tinjauan pustaka yang telah dimuat dalam skripsi yang menyinggung tentang feminisme, diantaranya adalah sebagai berikut. Siti Suryani (USD, 1999) dengan Judul Feminisme dalam Roman Saman Karya Ayu Utami Tinjauan Sosiologis. Menyimpulkan bahwa pada roman Saman karya Ayu Utami aspek feminisme secara beragam terpancar kuat pada karakter tokoh empat wanita dalam roman tersebut: Laila, Yasmin, Shakuntala, dan Cok, meskipun dengan tanggapan yang berbeda-beda atasa feminisme tersebut. Antara lain mereka menganut paham: feminisme liberal, feminisme sosialis, feminisme radikal. Oktavianus Rendi, (USD, 2011) dengan judul Feminisme Tokoh Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu. Menyimpulkan bahwa tokoh dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu terlibat dalam tema yang mengandung
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12
nilai feminisme. Diantaranya yaitu saya (monyet), Maha dan ibu, serta Marya. Saya (monyet), Maha dan Marya merupakan tokoh utama dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu. Tema besar dalam kumpulan cerpen ini adalah tentang feminisme yang mencakup kekerasan terhadap perempuan, anak yang kurang mendapat perhatian dari orangtuanya, tema seks, dan kemunafikan. Dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! karya Djenar Maesa Ayu, penulis menemukan lima karakter feminis tokoh perempuan yaitu (1) berani melawan, (2) berani mengutarakan pendapat, (3) berani bertanya, (4) berpendidikan, dan
(5) mandiri. Penelitian terhadap
kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! karya Djenar Maesa Ayu membuktikan bahwa dalam kumpulan cerpen ini terdapat nilai-nilai feminis tokoh perempuan. Bernadeta Diah Puspitasari, (USD, 2012) dengan Judul Feminisme Tokoh Srintil dalm Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari (Kajian Tindak Tutur Pragmatik). Menyimpulkan bahwa hasil klasifikasi tuturan-tuturan Srintil dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari, ditemukan ada tujuh karakter feminisme, yaitu (1) kekecewaan terhadap budaya ronggeng, (2) pemaksaan terhadap perempuan, (3) perasaan keibuan seorang perempuan, (4) peran perempuan dalam membela keadilan, (5) pesimistis terhadap kemampuan diri, (6) pemberontakan terhadap hak-hak perenpuan, dan (7) kegagalan dalam pemperjuangkan hak perempuan. Peneliti menganalisis tuturan-tuturan yang sudah diklasifikasikan menurut karakteristik feminisme dengan teori tindak tutur pragmatik dan dari analisis tindak tutur pragmatik, peneliti menemukan dua jenis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13
tindak tutur yang terdapat dalam tuturan feminism novel, yaitu tindak tutur langsung literal, dan tindak tutur langsung tidak literal. Sepengetahuan peneliti, penelitian dengan judul Feminisme Tokoh Wanita dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari belum pernah diteliti oleh peneliti terdahulu. Akan tetapi jenis penelitian yang meneliti mengenai feminisme banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Dengan demikian, penelitian tersebut relevan untuk diteliti.
B. Kajian Teori 1. Feminisme Kesadaran
akan
adanya
ketidakadilan
terhadap
perempuan,
sebenarnya sudah terjadi. Kaum perempuan sudah lama melakukan perjuangan untuk membebaskan diri dari ketidakadilan. Tetapi pada waktu itu, belum ada istilah feminism (Murniati, 2004:xxviii). Menurut Djajanegara, (2000: 1-3) terdapat tiga pendapat asal mula munculnya feminisme di Amerika Serikat, yakni pendapat pertama berkaitan dengan aspek politis, pendapat kedua berkaitan dengan aspek agama, dan pendapat ketiga berkaitan dengan konsep sosialisme dan konsep marxis. Awal 1960-an dan 1970-an merupakan tonggak berdirinya gerakan feminis. Gerakan feminis itu muncul di Amerika sebagai bagian dari kultur radikal termasuk hak-hak sipil (civil rights) dan kebebasan seksual (sexual liberation) (Fakih, 1996: 106). Pada awalnya gerakan feminisme berangkat dari kesadaran akan ketertindasan perempuan. Kesadaran ini membentuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14
kebutuhan untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan. Feminisme dianggap sebagai alat yang tepat untuk mendobrak penindasan dan eksploitasi perempuan. Meski terjadi perbedaan antar feminis mengenai apa, mengapa, dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu terjadi, namun mereka sepaham bahwa hakikat perempuan feminis adalah demi kesamaan, martabat, dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah. Feminisme berasal dari kata feminist (pejuang hak-hak kaum wanita) yang
kemudian
meluas
menjadi
feminism
(suatu
faham
yang
memperjuangkan hak-hak kaum wanita). Secara leksikal Moeliono, dkk. (1988: 241) menyatakan bahwa feminisme adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan kaum laki-laki. Persamaan hak itu meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya (Djajanegara, 1995: 16). Feminisme merupakan kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan (Geofe via Sugihastuti, 2010: 61). Jika perempuan sederajat dengan laki-laki, berarti mereka mempunyai hak untuk menentukan dirinya sendiri sebagaimana yang dimilki oleh kaum laki-laki selama ini. Ihromi via Sugihastuti (2010: 61) menyebutkan hal ini sebagai otonomi perempuan. Dengan kata lain, feminisme merupakan gerakan kaum perempuan untuk memperoleh otonomi atau kebebasan menentukan dirinya sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15
Kemunculan feminisme diawali dengan
gerakan emansipasi
perempuan, yaitu proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan sosial ekomoni yang rendah serta pengekangan hokum yang membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju (Moeliono, dkk., 1993: 225). Feminisme muncul sebagai akibat dari adanya prasangka jender yang menomorduakan perempuan. Anggapan bahwa secara universal laki-laki
berbeda
dengan
perempuan
mengakibatkan
perempuan
dinomorduakan. Perbedaan tersebut tidak hanya pada kriteria biologis, melainkan juga pada sosial-budaya. Asumsi tersebut membuat kaum perempuan
semakin
terpojok,
oleh
karena
itulah
kaum
feminis
memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan, dengan tujuan agar kaum perempuan mendapat kedudukan yang sederajat dengan kaum laki-laki. Nancy F.cott via Murniati (2004:xxvii), menulis dalam buku The Grounding of Modern Feminism bahwa pengertian feminisme mengandung tiga komponen penting. Pertama, suatu keyakinan bahwa tidak ada perbedaan hak berdasarkan seks (sex equality), yakni menentang adanya posisi hirerarkis diantara jenis kelamin. Kedua, suatu pengakuan bahwa dalam masyarakat telah terjadi konstruksi sosial yang merugikan perempuan. Ketiga, feminisme menggugat perbedaan yang mencampuradukan seks dan jender, sehingga perempuan dijadikan sebagai kelompok tersendiri dalam masyarakat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16
Jadi menurut Nancy, feminisme memperjuangkan persamaan hak tetapi dalam perbedaan seks. Sedangkan menurut Moeliono (1988: 41), dalam arti leksikal feminisme berarti gerakan kaum wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Menurut Redyanto (2005:100), feminisme adalah suatu gerakan perempuan dalam memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya. Feminisme sebagai suatu gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Mereka sepaham bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan, martabat, dan kebebesan mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah (Fakih, 1996:13). Wolf via Sofia (2009:13) mengartikan feminisme sebagai sebuah teori yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri semua perempuan. Sementara itu, Budianta via Sofia (2009:13), mengartikan feminisme sebagai suatu kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Menurut Geofe via Suguhastuti (2000:37) feminisme adalah teori persamaan hak antara laki-laki dan wanita di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau gerakan yang terorganisir yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan kaun wanita.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17
Teori feminisme memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam sebuah bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan terutama karena adanya konflik jender. Feminisme mencoba untuk mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni dimana kelompok subordinat terpaksa harus menerima niali-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna. 2004:186). Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan focus analisisnya pada perempuan (Sugihastuti, 2010: 18). Label perjuangan untuk mengidentifikasi telaah perempuan dalam sastra diperoleh melalui perpaduan tiga kata, yaitu ‘kritik’, ‘sastra’, ‘feminis’ (Ruthven via Sofia, 2009:20). Kritik sastra feminis merupakan
sebuah
pendekatan
akademik
pada
studi
sastra
yang
mengaplikasikan pemikiran feminis untuk menganalisis teks sastra dan konteks produksi dan resepsi (Goodman via Sofia, 2009:10). Kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, juga bukanlah kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana yang dikandungnya ialah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus; kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18
berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan (Sugihastuti, 2010: 19). Membaca
sebagai
perempuan
berarti
membaca
dengan
kesadaran
membongkar praduga dan ideology kekuasaan laki-laki yang androsentris atau patriarkhat.. Kritik sastra feminis mempermasalahkan asumsi tentang perempuan yang berdasarkan paham tertentu selalu dikaitkan dengan kodrat perempuan yang kemudian menimbulkan isu tertentu tentang perempuan. Selain itu, kritik ini berusaha mengidentifikasi suatu pengalaman dan perspektif pemikiran laki-laki dan cerita yang dikemas sebagai pengalaman dalam sastra. Kerja kritik ini ialah meneliti karya sastra dengan melacak ideologi yang membentuknya dan menunjukan perbedaan-perbedaan antara yang dikatakan oleh karya dengan yang tampak dari sebuah pembacaan yang teliti (Ruthven via Sofia, 2009:20). Sasaran kritik sastra feminis adalah memberikan respons kritik terhadap pandangan-pandangan yang mempertanyakan hubungan antara teks, kekuasaan, dan seksualitas yang terungkap dalam teks (Millett via Culler, 1983: 47). Dari pemikiran tersebut Culler (1983:43), menawarkan konsep reading as a women (membaca sebagai perempuan) sebagai bentuk kritik sastra feminis. Yang dimaksud “membaca sebagai perempuan” adalah kesadaran pembaca perempuan bahwa ada perbedaan penting dalam jenis kelamin pada makna dan perebutan makna karya sastra.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19
2. Teori Struktur Novel Menurut Abrams (1979: 3-29; 1981: 36-37) ada empat pendekatan terhadap karya sastra, yaitu pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan objektif. Teori strukturalisme merupakan pendekatan yang bersifat objektif, yaitu pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri. Karya sastra yang bersifat otonom, terlepas dari alam sekitasrnya, pembaca, dan bahkan pengarangnya sendiri. Oleh karena itu, untuk dapat memahami sebuah karya sastra (novel), karya sastra (novel) itulah yang harus dianalisis struktur instrinsiknya (Pradopo, 1995:141). Karya sastra (novel) merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekedar merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca, tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu. Untuk mengetahui makna-makna atau pikiran tersebut, karya sastra (novel) harus dianalisis. Kritik sastra, menurut Culler dalam Sugihastuti (2002:43), pada dasarnya merupakan upaya untuk menangkap atau memberi makna karya sastra, dan menurut Teeuw (1983:4) kritik sastra merupakan usaha untuk merebut makna karya sasta. Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20
1981:68). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan
antarunsur
(instrinsik)
yang
bersifat
timbal-balik,
saling
menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Analisis
struktural
merupakan
prioritas
pertama
sebelum
diterapkannya analisis yang lain. Tanpa analisis struktural, kebulatan makna instrinsiknya yang dapat digali dari karya sastra tersebut tidak dapat dipahami maknanya. Makna unsur-unsur karya sastra dapat dipahami sepenuhnya, dan dinilai atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur-unsur itu di dalam keseluruhan karya sastra (Teeuw, 1983:61). Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini adalah novel, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur instrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 1995:37). Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan (Nurgiyantoro, 1995:37). Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra merupakan bangunan yang berstruktur. Struktur di sini berarti bahwa novel merupakan susunan yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal-balik dan saling menentukan. Unsur-unsur itu meliputi tokoh dan penokohan, alur, latar, tema, sudut pandang, dan gaya bahasa. Dalam penelitian ini peneliti hanya berfokus pada analisis unsur instrinsik tokoh dan penokohan, tema dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21
latar dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggarsari. Dari analisis keempat unsur tersebut maka secara keseluruhan dapat diungkap dengan jelas. a. Tokoh Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekpresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams via Nurgiyantoro, 2007:20). Sedangkan menurut Sudjiman (1991:61) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita. Individu rekaan itu dapat berupa manusia atau binatang diinsankan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam cerita, ada tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama (sentral) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Biasanya tokoh utama (sentral) merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa cerita. Tokoh utama (sentral) dapat ditentukan paling tidak dengan tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat dengan makna dan tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Ketiga, tokoh itu paling banyak memerlukan waktu penceritaan (Sayuti, 2000:74). Tokoh tambahan adalah tokoh yang dalam keseluruhan cerita sedikit, tak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22
dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan kita, sebagai pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dibedakan ke dalam tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau bulat. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sedangkan tokoh kompleks atau bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya. Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang, sejak awal cerita sampai akhir cerita. Sedangkan untuk tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
b. Penokohan Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23
bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007:166). Menurut Sudjiman via Sugihastuti & Suharto (2010:50) penokohan adalah penyajian watak, penciptaan citra, atau pelukisan gambaran tentang seseorang yang ditampilkan sebagai tokoh cerita. Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya atau lengkapnya: pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh – dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik ekspositoris (langsung) dan teknik dramatik (tidak langsung). 1) Teknik Ekspositoris Teknik ekspositoris dapat juga disebut dengan teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita yang dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan digambarkan secara langsung dengan disertai deskripsi kedirinya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri fisiknya. Teknik pelukisan tokoh secara langsung bersifat sederhana dan ekonomis. Hal inilah yang merupakan kelebihan teknik analitis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24
Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskripsikan kedirian tokoh ceritanya. Deskripsi kedirian tokoh yang dilakukan secra langsung oleh pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif pula. Artinya, ia tak akan berwujud penuturan yang bersifat dialog, walau bukan merupakan suatu pantangan atau pelanggaran jika dalam dialog tercermin watak para tokoh yang terlibat. 2) Teknik Dramatik Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, mirip dengan yang ditampilkan para drama, yaitu dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita menunjukan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Kelebihan teknik dramtik adalah sifatnya yang lebih sesuai dengan situasi kehidupan nyata. Sedangkan kelemahan dari teknik dramatik ini adalah sifatnya yang tidak ekonomis. Pelukisan kedirian seorang tokoh memerlukan banyak kata, di berbagai kesempatan dan berbagai bentuk yang relatif cukup panjang. Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, seperti di bawah ini (Nurgiyantoro, 2007:201):
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25
a) Teknik Cakapan Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifatsifat tokoh yang bersangkautan. b) Teknik Tingkah Laku Teknik tingkah laku menunjukan tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dipandang sebagai menunjukan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kedirian. c) Teknik Pikiran dan Perasaan Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang (sering) dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya. Teknik pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalm teknik cakapan dan tingkah laku. Artinya, penuturan itu sekaligus untuk menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh. d) Teknik Arus Kesadaran Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Aliran kesadaran berusaha menangkap dan mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang hanya terjdai di batin, baik yang berada di ambang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26
kesadaran maupun ketidaksadaran, termasuk kehidupan bawah sadar. e) Teknik Reaksi Tokoh Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan. Bagaimana reaksi tokoh terhadap hal-hal tersebut dapat dipandang
sebagai
suatu
bentuk
penampilan
yang
mencerminkan sifat-sifat kediriannya. f) Teknik Reaksi Tokoh Lain Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain. g) Teknik Pelukisan Latar Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain. h) Teknik Pelukisan Fisik Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya,
atau
pengarang
sengaja
mencari
dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
memeperhubungkan adanya keterkaitan. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif.
c. Latar Dalam analisis novel, latar atau setting juga merupakan unsur yang sangat penting bagi penentuan nilai estetikanya. Latar sering disebut atmosfer (Nurgiyantoro, 2007:243) karya sastra, terutama novel, yang turut mendukung masalah, tema, alur, serta tokoh dan penokohan. Peristiwa-peristiwa pada umumnya terjadi pada lingkungan tertentu, baik lingkungan tempat fisik, lingkungan sosial, maupun waktu. Hal ini berarti bahwa keseluruhan lingkungan pergaulan tokoh, misalnya kebiasaankebiasaan, pandangan hidup, lingkungan geografis, alat-alat yang digunakan, dan latar belakang suatu lingkungan, dapat dimasukkan ke dalam latar. Latar mempunyai fungsi untuk membuat cerita rekaan terasa lebih hidup dan segar. Latar yang baik dapat mendeskripsikan secara lebih jelas peristiwa-peristiwa, perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi tokoh cerita tersebut terasa sungguh-sungguh terjadi seperti di dalam kehidupan nyata (Sugihastuti, 2010:168). Menurut Nurgiyantoro (2007:227) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28
dibicarakan secara sendiri. Pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainya. 1) Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakaan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu atau inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas (Nurgiyantoro, 2007:227). Menurut Sayuti (2000:127) latar tempat menyakut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal yang mungkin berpengaruh pada tokoh dan karakternya. 2) Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitanya dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2007:230). Menurut Sayuti (2000:127) latar waktu mengacu pada saat terjadinyan peristiwa dalam plot secara historis. Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dalam perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melarbelakangi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29
3) Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2007:233). Menurut Sayuti (2000:127) latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukan hakikat seorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan jadi ia berada dalam kepaduaanya dengan unsur latar yang lain, yaitu unsur tempat dan waktu. Ketiga unsur tersebut dalam satu kepaduan jelas akan menyaran pada makna yang lebih khas dan meyakinkan daripada secara sendiri-sendiri. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolaholah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan demikian dipermudah untuk mengoperasikan daya imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30
d. Tema Tema menjadi salah satu unsur cerita rekaan yang memberikan kekuatan dan sekaligus sebagai unsur pemersatu semua fakta dan sarana cerita yang mengungkapkan permasalahan kehidupan. Tema dapat dirasakan pada semua fakta dan sarana cerita pada sepanjang sebuah novel. Tema tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kehidupan yang di rekam oleh karya sastra. Akan tetapi, tema tidak sama dengan masalah (Sugihastuti, 2010:45-46). Masalah adalah persoalan kehidupan yang harus dipecahkan (Moeliono, dkk., 1993:562), sedangkan tema adalah sikap atau pandangan hidup orang terhadap masalah tersebut. Pembicaraan tema dan masalah tidak dapat dipisahkan karena masalah dalam karya sastra merupakan sarana untuk membangun tema. Menurut Staton via Sugihastuti (2010:45), tema adalah makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Menurutnya, tema bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose). Tema, dengan demikian, dapat dipandang sebagai dasar cerita atau gagasan dasar umum sebuah karya novel. Menurut Sudjiman (1991:50), tema merupakan gagasan, ide yang mendasari suatu karya sastra. Tema yang banyak dijumpai dalam karya sastra bersifat didaktis, yaitu pertentangan antara baik dan buruk. Tema biasanya didukung oleh pelukisan latar atau dalam penokohan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31
Menurut Hantoko & Rahmanto via Nurgiyantoro (2007:68), tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya satra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Menurut Nurgiyantoro (2007:71) tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna (pengalaman) kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna tertentu kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna (pengalaman) kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan sebagaimana ia memandang. Tema dalam banyak hal bersifat “mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsur instrinsik yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan
tema
yang
ingin
disampaikan.
Tema
menjadi
dasar
pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu (Nurgiyantoro,2007:68). Tema dapat ditemukan dengan cara menyimpulkan keseluruhan cerita (Sugihastuti, 2010:46).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian yang berjudul Feminisme Tokoh Wanita dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari termasuk penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:6). Metode yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Feminisme Tokoh Wanita dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari adalah metode deskriptif dokumentatif. Metode deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, baik itu menyangkut tata cara, situasi, hubungan, sikap, perilaku, cara pandang dan pengaruh-pengaruh dalam suatu kelompok masyarakat (Widi, 2010:84). Metode dokumentasi sendiri berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode domentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya (Arikunto, 2002:135). Ciri-ciri umum metode deskriptif adalah memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah yang ada pada saat paneelitian dilakukan (masa sekarang) atau
32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33
masalah-masalah yang bersifat aktual, serta menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya disertai interpretasi rasional (Widi, 2010:85). Menurut Koutour (2003:105-106) penelitian deskriptif mempunyai ciriciri sebagai berikut : (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2) menguraikan satu variable saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu persatu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (tretment)
B. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland via Moleong 92007:175) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam penelitian ini adalah kata, frasa, dan kalimat dalam novel yang berbentuk buku. Adapun identitas buku yakni: Judul
: Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani
Pengarang
: Dewi Linggasari
Penerbit
: Kunci Ilmu
Tahun Terbit
: 2007
Kota Terbit
: Yogyakarta
Jumlah Halaman : 252 halaman
Dewi Linggasari, lahir di Pekalongan Jawa Tengah, di bulan Mei 1967. Pendidikan dasar hingga menengah atas diselesaikan di Pekalongan. Pendidikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34
sarjana jurusan Antropologi UGM selesai pada tahun 1993. Pengalaman penelitian dimulai sejak kuliah dan pada tahun 1993-1994 Dewi Linggasri menjadi asisten peneliti di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM. Dewi Linggasari sudah berkeluarga. Bersama suaminya menetap di Agats dan sudah dikarunia dua purti yang sudah menginjak remaja. Tinggal dan bertugas hingga kini di bumi Papua, menjadikan Dewi semakin kaya batinnya sehingga dari tangan dan pikirannya telah muncul karya tulis yang berlatar suku bangsa Papua. Tahun 2002 buku Realitas di Balik Indanya Ukiran (Kunci Ilmu) telah terbit, buku ini berkisah tentang indanya ukiran Asmat yang telah dikenal seantero dunia, namun tidak seindah nasib yang dialami para perajinnya. Buku lain tentang potret hidup wanita Asmat yang semakin hari semakin tertindas, dilukiskannya lewat buku Yang Perkasa, Yang Tertindas (Bigraf, 2004). Sebuah novel berjudul Kapak (Kunci Ilmu, 2005) juga pernah Dewi tulis, bertutur tentang kerasnya hidup yang dilalui seorang anak Asmat dalam mempertahankan hidup dengan tidak diimbangi gizi yang mencukupi. Tahun 2007 (Kunci Ilmu) Dewi mengelurkan novel berjudul Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Lewat novel ini, Dewi ingin memperlihatkan bila masih terjadi ketidakadilan terhadap sesama kaumnya akibat masih kuatnya dominasi laki-laki dan masih rendanya arus keutamaan gender.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Kajian Feminisme dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35
Karya Dewi Linggasari adalah teknik pustaka, baca dan catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik baca, yakni peneliti sebagai instrumen melakukan pembacaan secara terarah, cermat, dan teliti terhadap sumber data tertulis yaitu karya sastra yang berupa teks novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari. Teknik catat, yaitu hasil dari keseluruhan membaca tersebut dicatat dan hasil pencatatan tersebut dijadikan sebagai sumber data yang sesuai dengan topik penelitian.
D. Instrumen Penelitian Instrumen dapat diartikan sebagai alat, yang akan digunakan untuk memahami feminisme wanita yang terdapat dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari. Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai dumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, manafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2012:222).
E. Teknik Analisis Data Menurut Sugiyono (2012:244), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 1989:112). Menurut Janice McDrury melalui Moleong (2007: 248), tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut. (1) Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data, (2) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data, (3) Menuliskan ‘model’ yang temukan, (4) Koding yang telah dilakukan. Secara ringkas langkah-langkah analisis adalah sebagai berikut: 1.
Menentukan teks yang dipakai sebagai objek, yaitu novel yang berjudul Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
2.
Mengarahkan fokus analisis, yang mencangkup struktur novel dan feminisme yang terdapat di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
3.
Mengumpulkan data-data dari sumber kepustakaan yang ada kaitannya dengan objek analisis. Data tersebut dapat berupa karya fiksi maupun nonfiksi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37
4.
Menganalisis novel yang menjadi objek dengan analisis struktural dan kritik sastra feminis. Caranya adalah sebagai berikut: a.
Mula-mula dianalisis struktur novel yang mengungkapkan tokoh, penokohan, tema, dan latar.
b.
Setelah itu, struktur novel dianalisis dengan kritik sastra feminis (membaca sebagai perempuan) untuk mengungkapkan feminisme yang terdapat di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
c.
Ditarik kesimpulan yang menunjukan feminisme dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
d.
Menyajikan dalam bentuk laporan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Secara keseluruhan hasil penelitian dalam bab IV ini dapat dikelompokan dalam dua bagian. Hasil penelitian tersebut meliputi (1) deskripsi dan analisis tokoh dan penokohan, tema dan latar karya sastra, yaitu novel yang berjudul Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari, (2) analisis feminisme tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari. Novel yang akan dianalisis dalam penelitian tersebut berjudul Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari. Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani terdiri dari 252 halaman. Sinopsis dari novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah sebagai berikut: Sinopsis Cerita Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Terlahir menjadi seorang wanita berarti penderitaan yang tidak kunjung henti sebab, dari kecil wanita suku Dani harus membantu ibunya di kebun, membantu mengasuh bayi, memberi makan babi-babi, membelah kayu bakar, dan menyiapkan makanan untuk seluruh keluarga. Sedangakan laki-laki tidak mempunyai tugas apapun selain berburu dan berperang.
38
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39
Bagi wanita suku Dani perkawinan adalah kematian. Mereka harus siap menjadi budak bagi suami mereka karena mereka telah dibeli oleh suami mereka dengan membayarkan dua puluh ekor babi. Bagi laki-laki suku Dani babi merupakan harta yang paling berharga yang mereka miliki. Keindahan lembah Baliem yang digambarkan dengan hijaunya hutan yang belum terjamah dan selalu berselimut kabut putih tipis serta honai dan silimo yang bergerumbul tidak mampu menutup luka hati akibat penindasan hidup atas nama adat kepada wanita suku Dani. Liwa adalah sosok wanita suku Dani yang menjalani segala bentuk penderitaan sedari kecil. Liwa merupakan wanita kesekian, sebelumnya ibu kandungnya Aburah dan ibu tirinya Lapina, bernasib sama. Penderitaan sebagai wanita awalnya Liwa terima ketika ditinggal mati oleh ibunya Aburah. Belum hilang rasa sakit karena kehilangan Aburah, ia harus mengalami penderitaan lain yang mengatasnamakan adat yaitu pemotongan ruas jarinya ketika ayahnya Kugara mati di medan peperangan. Puncak dari penderitaan itu adalah ketika perkawinan Liwa dengan Ibarak, yang membawa Liwa pada kejenuhan terhadap adat istiadat sukunya dan kehidupannya. Liwa sudah tidak tahan dengan segala macam bentuk adat sukunya yang selalu mengsubordinatkan wanita dibawah laki-laki dan ketidakadilan perlakuan laki-laki kepada wanita seperti yang Ibarak lakukan kepada Liwa dan seperti apa yang ayahnya Kugara lakukan kepada Aburah dan Lapina dulu. Liwa tidak seberuntung Lapina. Kematian Kugara akibat perang suku telah menghantarkan Lapina pada kebebsan. Sementara Liwa tidak mungkin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40
mengharapkan kematian suaminya Ibarak direnggut oleh perang suku, karena Liwa hidup di masa ketika peradaban sudah mulai memasuki Wamena, Papua. Negara, seperti juga gereja sudah mengharamkan perang suku. Diceritakan juga tentang awal-awal ketika peradaban modern mulai bersentuhan dengan peradaban tradisional suku-suku Papua dan sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Semua hal termasuk bidang ekonomi juga tidak lepas dari pengaruh modernitas, yang akhirnya membuat suku Dani terseret arus. Mereka diperkenalkan dengan yang namanya uang sebagai alat pembayaran dalam perdagangan. Barang-barang konsumsi baru pun akhirnya menjadi suatu kebutuhan mutlak bagi mereka. Semua pergesekan budaya diamati oleh Gayatri, seorang perempuan muda dari kota Yogyakarta yang memutuskan mengambil PTT di daerah Wamena, Papua. Keputusan itu dipilih setelah rencana pernikahannya dengan Ardana kandas oleh pengkhianatan sahabatnya yaitu Nilasari. Gayatri bertemu dengan Liwa ketika L:iwa dalam keadaan hamil tua yang sedang sakit dan berobat di rumah sakit tempat Gayatri berkerja. Dari situ, terjalinlah hubungan batin antara Liwa dan Gayatri. Terlebih ketika Gayatri mengadopsi salah satu anak kembar yang dilahirkan Liwa. Di akhir cerita, dimana Liwa tidak kuat lagi menanggung beban hidup yang sudah tidak bisa lagi ditanggungnya. Sebuah Sali, pakaian tradisional wanita suku Dani yang seperti rumbai-rumbai dengan cara pakai dililitkan di bagian pinggul, milik Liwa ditemukan oleh Gayatri tergeletak dibebatuan sungai Fugima. Artinya, Liwa memilih untuk menceburkan diri ke dalam sungai. Inilah suatu cara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41
bunuh diri wanita suku Dani yang sudah turun menurun yang diyakini sebagai jalan terakhir yang dipilih.
B. Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 1989:112). 1. Tokoh dan Penokohan Menurut Sudjiman (1991:61) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita. Individu rekaan itu dapat berupa manusia atau binatang diinsankan. Tokoh-tokoh cerita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah manusia. Mereka diberi nama untuk membedakan tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnya. Nama-nama tokoh itu anatara lain Liwa, Aburah, Lapina, Kugara, Ibarak, Gayatri, Ardana, Nilasari, Herlambang, Alya, Kadarisman, Hera, Trimas, Anton, Dr. Yohanis, dan Bupati. 1) Liwa Liwa adalah anak dari Aburah dan Kugara. Liwa merupakan wanita kesekian, sebelumnya ibu kandungnya Aburah dan ibu tirinya Lapina, bernasib sama. Penderitaan sebagai wanita awalnya Liwa terima ketika ditinggal mati oleh ibunya Aburah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42
a. Penokohan Penokohan pada Liwa dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung yaitu melalui tingkah laku, pikiran, dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian yang menjelaskan penokohan Liwa sebagai berikut: (1) Fisik Liwa Liwa digambarkan sebagai seorang gadis remaja yang mempunyai ciri fisik menarik dengan bentuk tubuh yang indah dan memakai Sali, sebuah pakaian tradisional suku Dani. Liwa terus tumbuh sebagai gadis remaja dengan pinggang yang kian ramping, dada membukit dan wajah yang lugu. (hlm. 57). Semakin hari, sepasang bukit kembar di dada Liwa tampak semakin ranum, pinggangnya semakin ramping dengan pinggul padat membayang di balik Sali yang cantik. (hlm. 63).
(2) Perhatian Liwa adalah sosok anak kecil yang mempunyai perhatian besar terhadap ibunya Aburah. Hal ini terbukti ketika ibunya Aburah sedang terbaring sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa. Hal ini terlihat pada paercakapan Liwa dengan Aburah. “Mama…” sebuah suara halus menyadarkan Aburah dari lamunannya. Ia menatap Liwa, anak perempuannya dengan sayu. Anak itu mengulurkan ubi manis yang telah dibakar dengan tangannya yang mungil. (hlm. 5). “Mama, makanlah”, Liwa menyuapkan ubi manis ke mulut ibunya, tapi Aburah tampak tak berselera. (hlm. 7).
Dalam
kutipan
tersebut
tampak
jelas
bahwa
Liwa
menyayangi ibunya, ia memberikan perhatian lebih kepada ibunya yang sedang sakit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43
(3) Pengertian Liwa yang telah ditinggal ibunya Aburah harus terus menjalani hidup. Ayahnya Kugara telah menikah lagi dengan Lapina. Lapina adalah adik dari Aburah ibunya Liwa. Kematian Aburah membuat Liwa tumbuh menjadi gadis yang pengertian, terlebih kepada Lapina. Liwa seolah mengerti kesulitan Lapina, ia diam mengikuti tak banyak menuntut ketika Lapina membawanya ke kebun dengan tubuh yang lemah. Liwa membantu Lapina bekerja, hanya sedikit hasil kebun yang di bawa pulang, Lapina memilih berbaring dengan Liwa di atas rumput, di bawah pohon yang rindang. (hlm. 32).
Seakan Liwa mengerti betapa sulitnya hidup yang dijalani oleh Lapina ibu tirinya. Ia tidak ingin kehilangan seorang ibu, setelah kepergian aburah ibu kandungnya. Liwa pun membantu Lapina dalam mengasuh bayinya yang masih kecil di kala Lapina sibuk bekerja di kebun. Pagi hari ketika Lapina pergi ke kebun dengan bayi terbaring di dalam noken di belakang punggungnya, Liwa terus mengekornya. Sementara Lapina bekerja di kebun, maka Liwa menjaga anaknya, sehingga bayi kecil dapat tinggal dengan tenang, terbebas dari gangguan serangga liar. (hlm. 39).
Rasa pengertian Liwa kepada Lapina didasari oleh rasa takut Liwa akan kehilangan Lapina seperti ia telah kehilangan Aburah ibunya karena tidak ada yang membantunya dalam menyelesaikan pekerjaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44
(4) Keras kepala Watak Liwa yang keras kepala ini terlihat pada percakapan Lapina dengan Liwa. Walaupun Liwa sudah mendapatkan teguran dari Lapina tetapi ia masih saja melakukannya. Teguran Lapina sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk bertemu dengan Ibarak kekasihnya. Akhirnya Liwa pun menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dengan Ibarak. Ketika Lapina sakit Liwapun mempergunakan kesempatan itu untuk bertemu dengan Ibarak dan memadu kasih di semak-semak. “Jadi, ini yang kau lakukan selama ini?” sejak kapan ada seorang pemuda dapat menyentuh gadis tanpa terlebih dahulu membayarnya dengan babi dan memintanya secara adat kepada orang tuannya?” Lapina menyampaikan teguran, matanya menatap tajam pada Liwa, “Kalau sekali lagi engkau berani melakukan hal seperti itu, maka akutak segan-segan akan memukulmu. Kau mengerti Liwa? “Kau masih juga keras kepala Liwa!” Lapina setengah berteriak. (hlm. 65-67).
Teguran Lapina sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk bertemu dengan Ibarak kekasihnya. Akhirnya Liwa pun menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dengan Ibarak. Ketika Lapina sakit Liwapun mempergunakan kesempatan itu untuk bertemu dengan Ibarak. Lapina jatuh sakit, ia terus berbaring di dalam honai dalam keadaan demam. Persediaan ubi manis dan hasil kebun yang lain telah habis. Apabila Liwa tidak pergi ke kebun, maka penghuni honai itu tak dapat memperoleh lagi makanan. Liwa tahu kesempatan itu, ia tak mengalami kesulitan untuk pergi ke luar, karena Lapina sibuk dengan penyakitnya. Seharian Liwa pergi ke kebun, pandangan matanya mencarimencari Ibarak, tetapi pemuda yang dicarinya tak kunjung datang. Liwa menjadi kesal, tapi ketika Liwa tengah mencuci
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45
ubi manis dan sayur mayor pada sebatang anak sungai, maka kekesalannya segera berubah menjadi kegembiraan. (hlm. 7172).
Watak Liwa yang keras kepala ini terus saja terjadi, ia menentang perintah Lapina yang tidak mengizinkannya untuk bertemu dengan Ibarak. Semenjak Lapina sakit, ia terus mempergunakan kesempatannya itu untuk bertemu dengan Ibarak, hingga suatu saat Liwa pun sadar dan ia takut ketahuan oleh Lapina. Akhirnya Liwa memberanikan diri untuk meminta Ibarak agar mau memintanya secara adat kepada Lapina. Hari berikutnya mereka mengulang pertemuan tanpa pernah merasa bosan. Dan akhirnya kesehatan Lapina mulai membaik, iapun siap pergi ke kebun untuk rutinitas sehari-hari. Kesembuhan itu membuat Liwa tersadar, ia harus berhati-hati supaya tamparan Lapina tidak terulang kembali. “Lapina telah sembuh ia akanbersamaku pergi ke kebun, dan kita tidak bisa bertemu lagi. Kumohon Ibarak, lakukanlah sesuatu”, Liwa membuka pembicaraan, keduanya telah berendam dalam air suangai yang dingin sementara matahari panas menyengat. “Apa yang harus aku lakukan?” Ibarak bertanya. “Benar kata Lapina, kau harus memintaku secara adat dengan babi-babi, sehingga kita bisa hidup sebagai suami isteri, tanpa bersembunyi seperti ini, suara Liwa tampak jelas penuh permohonana. (hlm. 73-74).
(5) Berani Keberanian yang Liwa tampakan itu terjadi akibat tindakan Ibarak suaminya yang terus menerus menyakitinya. Akhirnya Liwa memberanikan diri untuk melawan Ibarak dengan cara membalas pukulan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan cerita berikut ini. Tapi Ibarak tak terdiam lama, ia segera bangkit dan menatap Liwa dengan geram. Ibarak tak berpikir lebih lama lagi, ia menghajar Liwa dan Liwapun tak mau mengalah. Keduanya saling memukul hingga darah mengucur dan orang-orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46
datang melerai. Ibarak seakan tak percaya, bahwa Liwa berani menyerangnya, wanita itu kini telah dipenuhi memar dan cucuran darah. Dan sebaliknya, Ibarakpun mengalami hal yang sama. “Kalau masih berani melawanku, aku akan membunuhmu!” Ibarak mnegancam. “Aku tidak takut mati”, jawab Liwa, wanita itu melepaskan diri dari pegangan orang banyak dan pergi dengan langkah pasti meninggalkan silimo. (hlm. 85).
Keberanian yang diperlihatkan oleh Liwa adalah akibat dari perlakuan Ibarak suaminya yang tidak mau menghargai dan mengerti Liwa. Selama ini Liwa sudah cukup sabar untuk menghadapi perlakuan Ibarak, tetapi kejenuhannya membuat Liwa berani melawan suaminya sendiri yang seharusnya tidak mungkin bisa dilawan karena adat pasti akan membela suaminya laki-laki suku Dani (6) Tegas Ketegasan Liwa ini tampak pada percakapannya dengan Ibarak.
Ibarak
yang
menginginkan
babinya
bertambah,
memperdaya Liwa istrinya sendiri untuk merayu laki-laki lain agar Ibarak dapat menangkap basah Liwa dan dapat menuntut denda babi pada laki-laki itu, tetapi Liwa dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak mau melakukan hal tersebut. Walaupun secara adat ia tidak boleh menolak permintaan suaminya, tetapi Liwa sadar bahwa permintaan Ibarak itu sudah melampaui batas dan ia bersikap tegas untuk menolaknya. Hal ini dibuktikan melalui kutipan berikut ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47
Di ruangan yang sempit dan rendah itu kini hanya tinggal Ibarak dan Liwa. “Kau harus berani melakukannya”, Ibarak membuka pembicaraan. “Melakukan apa?” “Kau cukup berlemak, kau menarik bagi laki-laki lain”. “Kalau menarik kenapa?” “Aku sering melihat Lopes sedang mengamat-amatimu, agaknya ia tertarik”. “Apa sebenarnya maumu?” “Aku ingin babi. Babi-babi itu akan membuatku menjadi orang kaya di kampung ini”.k boleh berkata begitu. Aku “Kau sudah gila Ibarak”. “Kau tidak boleh berkata begitu. Aku telah membayarmu dnegan dua puluh ekor babi. Kau harus menuruti semua permintaanku. Bujuklah Lopes, supaya aku dapat menangkap basah kalian dan dapat kiranya menuntut denda babi”. “Ibarak, tidakkah kau sadari, bahwa perbuataan itu melampaui batas”. “Kau tidak bisa melawan perintahku”. “Aku tidak bisa dan tidak akan pernah melakukan, aku lebih senang kalau engkau membunuhku daripada melakukan perbuatan itu”. (hlm. 201).
(7) Perduli Sikap keperdulian Liwa ini tampak pada saat ia bertengkar dengan suaminya Ibarak karena Liwa lebih memilih membelikan anaknya pakaian daripada membelikan Ibarak tembakau. Liwa tidak ingin melihat anaknya sakit-sakitan terus dan iapun akhirnya berinisiatif untuk membelikan anaknya sebuah pakaian. Hal ini dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut. “Apakah engkau tidak melihat, bahwa anakmu sakit-sakitan? Ia memerlukan pakaian buat pelindung”, Liwa mulai tampak ketakutan, tapi benar, ia harus menganggap pakaian itu lebih penting daripada tembakau. (hlm. 83).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48
b. Jenis Tokoh (1) Tokoh utama Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam cerita, tokoh Liwa merupakan tokoh utama karena intensitas keterlibatannya dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita cukup tinggi. Tokoh utama adalah tokoh yang penting dan mendominasi sebagian besar cerita (Nurgiyantoro, 1995: 176). Ia adalah tokoh yang paling banyak diceritakan dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh Liwa juga menjadi pusat dalam cerita dalam novel. Bukti tokoh Liwa penting dan mendominasi cerita adalah penceritaan yang dimulai dari awal, tengah, sampai akhir mneceritakan tentang Liwa. Kutipan yang mendukung penyataan tersebut adalah. Liwa memeluk erat jenazah Aburah, ketika wanita yang dicintainya digotong beramai-ramai menuju tumpukan kayu yang siap menyala-nyala. Ia tak sanggup ditinggalkan, tangisannya meledak seakan bilah-bilah bambu yang terus digesek secara bersama-sama, memekakkan gendang telinga. (hlm. 12). Sementara Liwa jatuh terduduk, pandangan matanya menjadi kabur dan samar-samar, ia seakan sedang mengulang mimpi buruk. Mimpi yang memaksanya datang pada saat terjaga, mimpi yang sangat menakutkan. “Bapa….”, terbata-bata Liwa memanggil Kugara, ia masih berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi. Tapi rauangan Lapina membuat Liwa sadar, ia tidak sedang bermimpi, tetapi menghadapi kenyataan. (hlm. 47). Di dalam silimo Liwa masih bertahan pada kehidupan masa lampau. Arus perubahan tak seluruhnya menyentuh hidupnya, keculai suatu upaya untuk mendapatkan uang merah dengan menjual hasil kebun di pasar Nayak. (hlm. 63).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49
Di lain pihak Liwa merasa masgul, ia baru saja melewati saat-saat mendebarkan dalam hidup bersama seorang pemuda. Ia tak pernah merasa begitu gembira setelah ia mengenal ibarak. (hlm. 66). Hari itu, seorang bidan desa mengeluhkan kondisi ibu hamil yang melahirkan. Wanita itu tampak sedemikian lemah dengan perut terlalu besar. Wajahnya menguning, bibirnya pucat, badanya mneggigil dalam deman yang tinggi. (hlm. 138). “Anak”, Liwa memeluk Gayatri kemudian kembali menatap bayi sehat yang nyata-nyata amat terawat. “Apakah ia bayi yang telah…?” Liwa ragu-ragu, sejak hari kelahiran itu ia selalu di dera rindu kepada makhluk yang tak berdosa yang pernah bersemayam di dalam rahimnya. (hlm. 192). Pagi hari sebelum seluruh isi silimo terjaga Liwa telah terbangun, ia menatap anak perempuannya berlama-lama dengan rasa iba. Liwa teringat, bahwa iapun menjadi dewasa tanpa campur tangan seorang ibu, karena Aburah meninggal saai ia masih bocah. (hlm. 229).
Tokoh Liwa juga paling banyak dihubungkan dengan tokoh yang lain. Hal ini ditunjukan pada kutipan berikut. “Mama….” Sebuah suara halus menyadarkan Aburah dari lamunanya. Ia menatap Liwa, anak perempuannya dengan sayu. (hlm. 5) “Air Lapina, aku haus sekali”, Liwa merengek, Lapina segera menyerahkan kantung air, sehingga bocah kecil itupun terdiam sudah. (hlm. 18). Liwa tak berlama-lama dengan keadaan ini, ia pandai mengatur waktu untuk berdua saja bersama Ibarak, bersembunyi pada rimbunan semak-semak. (hlm. 66). Ketika menatap Gayatri, Liwa merasa dirinya seakan tengah tersedot ke dalam suatu masa yang belum pernah dikunjunginya, dalam mimpinya sekalipun. (hlm. 140). Tak lama kemudian Kelila telah berada dalam gendongan Liwa, wanita itu tampak demikian bahagia, karena telah mendekap kembali anak kesayangannya. (hlm. 193).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50
Tokoh Liwa juga berperan penting dalam klimaks cerita bersama Ibarak. Kutipan cerita yang mendukung pernyataan tersebut adalah. “Berani benar engkau Liwa!” tangan Ibarak terayun dengan amat kuat, mendrat di pipi Liwa. Perempuan itu merasa sakit, rasa sakit itu menyebar ke seluruh tubuh, mengobarkan kemarahan. Selama ini ia selalu mengalah dengan setiap perlakuan Ibarak, tapi hari ini kesabarannya telah musnah. Liwa harus melakukan sesuatu, iapun menerjang Ibarak dengan membabi buta dan mencakarcakar Ibarak dengan kukunya yang tajam. Ibarak terkejut dengan serangan Liwa, ia tidak menyangka bahwa perempuan itu akan dapat menyerangnya. (hlm. 84). Tapi Ibarak tak terdiam lama, ia segera bangkit dan menatap Liwa dengan geram. Ibarak tak berpikir lebih lama lagi, ia menghajar Liwa dan Liwapun tak mau mengalah. Keduanya saling memukul hingga darah mengucur dan orang-orang datang melerai. (hlm. 85).
(2) Tokoh protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, niai-nilai yang ideal bagi kita (Nurgiyantoro, 1995: 178). Tokoh protagonis dalam cerita tersebut adalah Liwa. Liwa dapat dikatakan sebagai hero karena teguh pendirian, penyayang, dan berani dalam cerita. Hal tersebut terlihat dalam kutipan cerita berikut ini “Tentu aku masih teringat, seorang laki-laki yang tertarik akan diriku. Aku tahu kemana arah pembicaraanmu Ibarak, tapi sebelum kau lanjutkan, harus kau ketahui. Bahwa akutak takut dengan ancamanmu, kalaulah aku mesti melawan kehendakmu. Aku menyesal telah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51
memohonmu untuk melamarku dengan babi-babi kala kita masih muda. Ternyata menjadi alasan bagimu untuk memperdayakanku. Kalau anak-anakku seluruhnya masih hidup, aku akan bertahan bagi penderitaan itu, karena mereka adalah kekuatan mutlak bagiku. Tapi mereka sudah menjadi abu, aku tak punya alasan untuk merasa takut dengan ancaman, bahwa kau akan membunuhku, sebab akusudah matiberulang kali sebelum jenazahku diperabukan. Lebih baik biarkan aku sendiri, sekali ini masa berkabung bagiku tak akan pernah berakhir. Tak akan, jadi jangan coba-coba memperdayakanku. Lebih bai kau membunuhku daripada tetap hidup, tapi kau teru menerus memperdayakanku”. (hlm. 225-22).
2) Ibarak Ibarak adalah suami dari Liwa. Awal pertemuannya dengan Liwa adalah pada saat peradaban modern mulai memasuki Wamena. Pada masamasa memadu kasih Ibarak adalah sosok pemuda yang baik, dan Liwapun menyukainya dan meminta Ibarak untuk menikahinya dengan cara memintanya secara adat kepada Lapina. Tapi setelah perkawinannya Ibarak mulai menunjukkan sifat aslinya yang kasar dan pemarah. a. Penokohan Penokohan pada Ibarak dapat diketahui secara langsung melalui tingkah laku, pikiranya, dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Ibarak adalah sebagai berikut. (1) Fisik Ibarak Ibarak adalah suami Liwa, ia merupakan sosok laki-laki yang ideal yang menggunakan koteka sebagai pelindung kejantanannya. Ciri fisik Ibarak digambarkan secara langsung oleh penulis. Terlihat pada kutipan berikut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52
Ia seorang laki-laki tinggi tegap dengan kulit legam, dan koteka mencuat ke angkasa sebagai satu-satunya pakaian yang dikenakan. (hlm. 231).
(2) Tidak perduli Sikap ketidakpedulian Ibarak ini ditunjukkan pada Liwa, ketika Ibarak mendapati persediaan ubi manisnya menipis dan Liwa
hanya
berbaring
seharian
di
dalam
honai
karena
kehamilannya. Tanpa perduli dengan keadaan Liwa, Ibarak tetap menyuruh Liwa untuk bekerja. Ini terlihat pada kutipan percakapan antara Ibarak dan Liwa. “Aku tahu, tapi inilah adat dalam keluarga. Bukankah aku telah membayarmu dengan harga yang mahal! Engkau tak bisa mengelak dari tanggung jawab. Dan aku tak mau terus menerus memarahimu”. Ibarak berkata seolah Liwa adalah seorang wanita sehat yang dapat melalakukan segalanya. (hlm. 78).
(3) Pemarah Ibarak tidak hanya tidak perduli dengan Liwa tetapi ia juga seseorang yang pemarah. Apa yang ia inginkan haruslah segera dituruti jika tidak ia akan marah, terkadang ia juga mengancam. Hal ini terlihat pada kutipan percakapan berikut. “Mana tembakau?” Ibarak menuntut ketika Liwa baru saja duduk melepas lelah di dekat honai. “Tak ada”Bukankah engkau baru saja menjual hasil kebun ke pasar?” Ibarak tampak tidak senang. “Betul” “Terus kemana hasilnya? Mana tembakau buatku? Ibarak menatap Liwa dengan tajam. Sudah berani bicara rupanya “He,perempuan! Kau sudah berani bicara rupanya. Tak sekali-sekali engkau dapat menentangku, karena memang benar aku telah membayarmu. Jadi, mana tembakau buatku? Ibarak menadahkan tangan. (hlm. 84).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
(4) Ringan tangan Selain sifatnya yang pemarah Ibarak juga rupanya ringan tangan. Jika keinginannya tidak terpenuhi atau Liwa mulai membangkang, Ibarak tak segan-segan untuk memukulnya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. “Berani benar kau Liwa!” tangan Ibarak terayun dengan amat kuat, mendarat di pipi Liwa. (hlm. 84).
Sikap Ibarak yang ringan tangan ini tidak hanya digambarkan secara langsung, tetapi sikap ini dapat terlihat pada percakapan Liwa dengan Lapina. “Betul, mamak telah memilih jalan hidup, tetapi aku tak punya pilihan. Aku harus mengandung, melahirkan, memberi makan, kerja kebun, menjual ke pasar, memberi makan babibabi, membelah kayu, dan membeli rokok buat Ibarak. Sedangkan laki-laki itu tak mengerjakan apa-apa, kecuali menghisap rokok dan mengunyah makanan. Aku lelah dengan semua ini. Seandainya ia tak pernah memukulku….” Liwa mennghela nafas berat, ia merasa begitu kalah. (hlm. 88).
(5) Licik Demi mendapatkan babi-babi Ibarak tega memperdaya Liwa istrinya, sifat liciknya ini membuat Liwa marah. Ibarak menyuruh Liwa untuk merayu Lopes tetangganya, agar ia dapat menangkap basahnya dan dapat meminta denda babi pada Lopes. “Kau tidak boleh berkata begitu. Aku telah membayarmu dengan dua puluh ekor babi. Kau harus menuruti semua permintaanku. Bujuklah Lopes, supaya aku dapat menangkap basah kalian dan dapat kiranya menuntut denda babi”. (hlm. 201).
Sebenarnya Ibarak cukup perhatian kepada Liwa, tapi sungguh disayangkan perhatiannya ini hanyalah kedok untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
menutupi sifatnya yang licik kepada Liwa. Ini terbukti ketika Ibarak menyuruh Liwa untuk makan yang banyak, hal ini dilakukan bukan semata-mata karena Ibarak sayang melainkan justru agar dapat menarik perhatian seorang laki-laki. Sifat ini terlihat pada kutipan percakapan Ibarak dengan Liwa berikut. “Liwa kau harus makan yang banyak, masa berkabung sudah lewat” suatu hari Ibarak mengunjungi Liwa di dalam honai dan mulai membuka pembicaraan. “Aku tak enak makan Ibarak”. “Kau tak boleh begitu, makanlah yang banyak supaya tubuhmu kembali berlemak”. “Liwa, kau tahu bukan? Babi-babiku banyak berkurang?” “Kalau kurang kenapa Ibarak”. “Aku ingin mendapatkannya kembali”. “Nanti juga babi itu akan beranak pinak”. “Aku tak sabar Liwa”. “Terus apa maumu?” “Kau pasti teringat akan Lopes?” (hlm. 224-225).
b. Jenis Tokoh (1) Tokoh Antagonis Tokoh antagonis dalam cerita tersebut adalah Ibarak. Ibarak diceritakn sebagai tokoh suami yang perangainya kasar, ia sering memperlakukan Liwa istrinya dengan kasar, tak jarang ia memukul jika Liwa menolak atau melakukan perlawanan. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang menjadi penentang utama dari protagonis (Sudjiman, 1988: 19) atau tokoh penyebab terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 1995: 178). Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah. “He perempuan! Kau sudah berani bicara rupanya. Tak sekali-sekali engkau dapat menentangku, karena memang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
benar aku telah membayarmu. Jadi, mana tembakau buatku? Ibarak menadahkan tangan. “Berani benar engkau Liwa!” tangan Ibarak terayun dengan amat kuat, mendarat di pipi Liwa. Dengan sekali tolak Liwa terjatuh ke tanah, Ibarak langsung menyepaknya. “Kalau kau masih berani melawanku, aku akan membunuhmu!” Ibarak mengancam. (hlm. 84-85).
3) Gayatri Gayatri adalah seorang dokter muda dari Yogya yang memutuskan untuk mengambil PTT di Wamena. Keputusan itu diambil setelah hubungannya dengan Ardana kandas karena pengkhianatan sahabatnya sendiri Nilasari. a. Penokohan Penokohan pada Gayatri dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung melalui tingkah laku, pikiran tokoh lain, pandangan tokoh lain dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Gayatri adalah sebagai berikut. (1) Fisik Gayatri Gayatri memiliki fisik yang digambarkan dengan begitu mempesona. Sebagai seorang dokter ia harus berpenampilan rapi dan bersih. Pada bayangan cermin, Gayatri mendapatkan seraut wajah dengan garis muka yang halus, sepasang mata berbinar memancarkan kecerdasan, bibir yang mungil bak buah delima. Selebihnya adalah citra diri yang mempesona. (hlm. 96).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
Gambaran fisik Gayatri dapat diketahui tidak hanya secara langsung tetapi melalui pandangan seorang pemuda yang ia temui di dalam pesawat saat menuju Wamena. Pada bayangan cermin, Gayatri mendapatkan seraut wajah dengan garis muka yang halus, sepasang mata berbinar memancarkan kecerdasan, bibir yang mungil bak buah delima. Selebihnya adalah citra diri yang mempesona. (hlm. 96). Seorang gadis dengan garis wajah tanpa cela, mengenakan stelan celana panjang dan blazer warna gelap serta rambut hitam melewati bahu. Aroma rambut yang merebak dari tubuhnya serta perhiasan berkilat yang melingkar pada jari, tangan, leher, telinga, dan kakinya, gadis itu akan menjadi setangkai mawar yang mekar ditengah-tengah kehidupan lembah. (hlm. 127).
Selain pemuda
tersebut, gambaran fisik Gayatri yang
mempesonan itu juga dapat dilihat malalui pandangan Hera, pada saat Gayatri tiba di Wamena dan disambut oleh Hera. Dokter wanita itu masih mengenakan jas kerja berwarna putih dengan sepatu kulit berhak setengah tinggi. Wajahnya manis dengan kulit kecoklatan, gigi seakan deretan mutiara, dan model rambut pendek, menampakkan lehernya yang jenjang. (hlm. 130).
Kekaguman fisik Gayatri tidak hanya digambarkan melalui pandangan pemuda dan hera saja, melainkan melalui Liwa juga. Liwa yang merupakan penduduk asli dari Wamena dibuat kagum dengan fisik Gayatri yang memang benar-benar mempesona. Hai ini terlihat pada waktu Liwa berobat ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari Gayatri. Wanita itu mengenakan pakaian rapi berwarna putih bersih, sepatu hitam mengkilat, rambutnya panjang dan lembut. Kemudian wajah itu adalah citra roman yang rupawan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
dengan sorot mata teduh dan senyum yang dapat mengurangi sakit. (hlm. 140-141).
(2) Sabar Kesabaran gayatri ini ditunjukan ketika ia sedang menunggu kekasinya Ardana yang sedang berada di kampung halaman. Hal ini terlihat melalui kutipan berikut. Setelah di sumpah sebagai dokter Gayatri selalu merindukan Ardana. Kekasihnya untuk sementara kembali ke desa untuk mempersiapkan perkawinan. Tak ada pesawat telepon di desa itu, Gayatri harus bersabar menunggu suara ardana bergema di telinga. Ia masih mampu bertahan beberapa hari bagi mimpinya itu. (hlm. 98).
(3) Semangat Rencananya menikah dengan kekasihnya Ardana telah kandas akibat pengkhiatan sahabatnya Nilasari. Hal itu membuat Gayatri terpukul dan berhari-hari mengurung diri di dalam kamar, tapi ia sadar bahwa hidupnya masih panjang maka dari itu ia pun bangkit dan bersemangat untuk melupakan masalah itu. Gayatri bukan pribadi yang hanyut dalam suatu persoalan yang menyedihkan, sungguhpun perkawinan itu telah mengubur seluruh harapan dan rencananya. Gadis itu mulai berbenah, merapikan seisi kamar, mencuci rambut, dan seluruh tubuhnya, mendirikan sembahyang, dan berdoa dengan satu kesadaran, bahwa hari depan masih panjang. (hlm. 111).
(4) Berpendirian tetap Gayatri bukan seorang yang mudah putus asa, biarpun rencana pernikahanya dengan Ardana telah kandas, itu tidak merubah keputusannya untuk tetap memilih PTT di Wamena. “Saya sudah memutuskan, surat-surat akan diproses, itu tidak susah, karena saya sudah membaca peluang yang ada. Untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
sementara saya tidak mungkin bertahan di tempat ini, PTT bukan untuk selamanya. Bapa dan ibu tahu keadaan saya. Saya ingin melihat dunia luar”.Gayatri member penjelasan dengan tenang. (hlm. 121).
(5) Perhatian Gayatri yang digambarkan sebagai sosok yang nyaris sempurna ternyata memiliki sifat perhatian, terlebih ia adalah seorang dokter yang harus selalu memperhatikan pasien-pasiennya. Perhatian Gayatri ini tampak jelas kepada Liwa dan dibuktikan melalui kutipan berikut. Keesokan harinya Gayatri mengunjungi Liwa di ruang rawat dengan membawa beberapa lembar pakaian ganti. “Ini pakaian untuk mama”, Gayatri mengulurkan tangan, dan iapun tertegun ketika Liwa menerima pakaian itu dengan berlinang air mata. (hlm141).
(6) Bertanggung jawab Sebagai seorang dokter Gayatri haruslah memilki sifat bertanggung jawab dan sifat ini ia tunjukan pada saat ia menangani Liwa yang ingin melahirkan. Gayatri merasa bertanggung jawab untuk membantunya karena ia merasa kasihan dan tidak ingin melihat Liwa mati karena gagal melahirkan, maka dari itu, Gayatri melakukan hal yang nekat dan terbilang berani hanya untuk menolong Liwa. Gayatri yakin, ia tak akan pernah merasa tenang sampai dapat menolong Liwa dengan selamat. Gayatri teringat pada kegagalan partus yang telah lalu, ia memang terbiasa menghadapi kematian dengan kepala dingin, karena hal itu adalah resiko tugas seorang dokter. Tapi ia masih bertanyatanya, apakah kepalanya akan tetap dingin, apabila kematian itu terjadi pada Liwa? Sosok yang baru dikenal dengan kemalangan hidup yang mengusik nuraninya. (hlm. 147).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
(7) Pekerja keras Gayatri merupakan sosok yang pekerja keras. Ini terbukti pada sikapnya dan rekan kerjanya yang begitu semangat untuk mengobati pasien yang membutuhkan pertolongannya tanpa mengenal lelah. Keempat orang itu tak punya pilihan lain, Trimas membuka meja pendaftaran di bagian teras, Gayatri dan Hera di ruang darurat pemeriksaan, dan Anton membagikan obat-obatan. Pelayanan terus berlanjut, waktupun berjalan, matahari condong di langit barat, dan keempat orang petugas itu merasa kelaparan.nasi putih, ubi manis, super mie, dan ikan kaleng telah dihidangkan. Gayatri mencuci tangan diikuti Hera, Anton dan Trimas kemudian menyusul mereka duduk menghadapi hidangan dengan piring masing-masing dan mulai menyuapkan makanan ke mulut. (hlm. 149).
(8) Berani Biarpun Gayatri adalah seorang wanita yang terbiasa dengan hidup yang nyaman tetapi ia tidak pantang menyerah dan usianya yang masih muda membuat Gayatri menjadi sosok yang mandiri dan berani. Keberaniannya ini terbukti ketika ia harus menumpuh perjalanan yang jauh dengan berjalan kaki dalam waktu berharihari. Walaupun ia tidak begitu mengenal tempat yang ia lalui, tetapi keberaniannya itu ia perlihatkan karena ia ingin menolong kelahiran Liwa. “Ada jalan darat sejauh enam puluh kilo meter dari Kobakma ke Pass Valley. Engkau berani berjalan kaki dengan beberapa orang penduduk”. (hlm. 157) Gayatri dan Hera tidur lebih cepat dari biasa, mereka memutuskan untuk melakukan suatu hal yang terlalu berani, mungkin juga konyol, untuk keputusan kembali ke Wamena dengan resiko yang tak diperhitungkan. (hlm. 158).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Keberanian yang lainnya ia tunjukkan ketika ia mengetahui bahwa anak yang terlahir kembar bagi suku Dani adik dari anak kembar itu adalah anak setan dan harus dibuang disungai. Ia tidak habis berpikir kenapa adat mereka mereka begitu kejam. Akhirnya ia pun mengambil keputusan yang berani untuk mengambil anak itu, karena ia sudah bersusah payah dan penuh perjuangaan untuk menyelamatkannya, tidak akan dibiarkan anak itu mati dengan siasia. Keesokan harinya Gayatri berjaga-jaga di tepi sungai dengan pakaian basah. Ia seakan tengah memainkan peran dalam sebuah film legenda dengan skenario yang telah direncanakannya. Tak lama kemudian, tampak mengapung sebuah keranjang berisi bayi perempuan. Gayatripun bersiap menyelamatkan “anak setan” itu. Setelah keranjang bayi itu terpegang, ia segera naik ke tepi sungai. Gayatri membawa bayi itu pulang ke rumah. (hlm. 176).
b. Jenis Tokoh (1) Tokoh Wirawati Tokoh wirawati dalam cerita tersebut adalah Gayatri. Gayatri diceritakan sebagai tokoh dokter yang baik dan mulia. Demi menolong Liwa ia bertaruh nyawa menempuh jarak yang jauh dengan cara berjalan kaki selama beberapa hari. Ia juga telah mengangkat anak yang terlahir kembar dari Liwa. Karena menurut kepercayaan suku Dani anak yang terlahir kembar salah satunya adalah anak setan dan harus di bunuh atau dihanyutkan ke sungai. Gayatri tidak ingin pengorbanannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
dalam menolong anak itu sia-sia jadi ia memutuskan untuk mengambilnya dan menjadikannya sebagai anak angkatnya. Tokoh wirawan penting dalam cerita, dan karena pentingnya cenderung menggeser kedudukan tokoh utama. Tokoh wirawati pada umumnya punya keagungan pikiran dan keluhuran budi yang tercermin di dalam maksud dan tindakan yang mulia (Sudjiman, 1988:19). Kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah “Ada yang kau pikirkan Gay” Hera bertanya, ia terbiasa sehari-hari dengan Gayatri, tak menyebutnya lagi dengan anda. “Aku meninggalkan ibu hamil dalam keadaan sangat buruk, aku yakin bayi itu hanya akan selamat lewat pembedahan. Aku telah berjanji untuk menolongnya. Seorang wanita yang malang”, Gayatri menatap keluar jendela dengan galau. “Seburuk apa keadaannya?” “Buruk sekali, ia mengalami depresi, karena tekanan hidup. Dalam beberapa kasus, ibu partus gagal diselamatkan, karena hambatan psikologis. Aku harus berada di Wamena saat ia partus. Aku ingin melihatnya dalam keadaan hidup”, Gayatri mengambil keputusan. “Bekerjalah semampumu, jangan memaksakan diri”, Hera menghibur. Sementara Gayatri mulai berpikir mencari jalan keluar. Seandainya, seminggu kemudian pesawat tak datang menjemput, ia terkurung untuk jangka waktu yang tak dapat dipastikan. Dan bagaimana nasib Liwa? Wajah perempuan itu selalu membayang di depan mata. Gayatri yakin, ia tak akan pernah tenang sampai dapat menolong Liwa dengan selamat. Gayatri teringat pada kegagalan partus yang telah lalu, ia memang terbiasa menghadapi kematian dengan kepala dingin, Karena hal itu adalah resiko tugas seorang dokter. Tapi ia masih bertanya-tanya, apakah kepalanya akan tetap dingin, apabila kematian itu terjadi pada Liwa? Sosok yang baru saja dikenal dengan kemalangan hidup yang mengusik nuraninya. Dokter itu memacu pikirannya. Di dalam peta tergambar sebuah jalan darat sejauh 60 kilometer dari Kobakma ke Pass Valley, satu lokasi yang terletak di km 60 dari Wamena. Kondisi jalan itu amatlah parah dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
menyeruak hutan belantara. Masyarakat setempat memerlukan waktu 12 jam untuk menempuh jarak itu dengan berjalan kaki. Sementara pejalan kaki yang lain memerlukan waktu dua kali lipat lebih panjang. Ada sebuah pondok di tengah perjalanan yang biasa digunakan para pejalan kaki untuk istirahat di malam hari. (hlm146-147).
4) Kugara Kugara adalah suami dari Aburah, ayah Liwa. Setelah kematian Aburah, Kugara menikah lagi dengan Lapina adik perempuan Aburah. Adat suku Dani membenarkan seorang duda yang kehilangan istri, karena kematian, untuk menikah dengan saudara perempuan almarhum istrinya, agar ikatan keluarga dengan pihak istri dapat tetap diteruskan. Dan Liwa menjadi anak tiri Lapina. a. Penokohan Penokohan pada Kugara dapat diketahui secara langsung dan tidak
langsung
yaitu
melalui
tingkah
laku,
pikiranya,
dan
percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Kugara adalah sebagai berikut: (1) Fisik Kugara Kugara adalah ayah Liwa dan ia merupakan suami dari Aburah dan Lapina. Ciri fisik Kugara digambarkan secara langsung
dengan
berpostur
tubuh
tinggi
dan
tegap,
ia
menggunakan koteka sebagai pakaian tradisional laki-laki suku dani. Ia adalah seorang laki-laki dengan postur tubuh tinggi dan tegap, kulit hitam legam, dan seluruh rambut dijalin menjadi kelabang-kelabang kecil. Tak ada pakaian yang dikenakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
sebagai penutup tubuh kecuali koteka yang mencuat melindungi kemaluan sekaligus melambangkan kejantanan. (hlm. 10).
Kugara merupakan tokoh antagonis yang digambarkan memiliki sifat yang tidak baik dan cenderung berbuat jahat. Kugara yang digambarkan dengan begitu tegap dan gagah ternyata memiliki hati yang lemah. Ini terbukti ketika Kugara menangisi Aburah yang telah meninggal dunia. Laki-laki kekar itu tak dapat melindungi hatinya yang lemah, ia telah kehilangan teman hidupnya. (hlm. 11).
(2) Semena-mena Kugara tidak pernah menyadari bahwa kematian Aburah secara tidak langsung itu akibat dari perbuataannya sendiri yang memperlakukan Aburah dengan semena-mena Ia telah membeli seorang wanita dengan harga yang sangat mahal. Seperti halnya setiap laki-laki di kampung ini, ia berhak memperbudak wanita yang dinikahi, sekalipun wanita itu tengah hamil atau baru saja melahirkan anak yang dikandungnya. Ia tak pernah menyadari, bahwa kematian itu secara tidak langsung merupakan hasil dari kesewenangannya. (hlm. 11).
(3) Licik Setelah kematian istrinya Aburah, Kugara yang merasa tidak dapat menjalani hidup sendiri berpikir untuk menikah lagi dan wanita pilihannya itu adalah Lapina adik dari almarhum istrinya Aburah. Dengan licik dan berlindung di atas nama adat Kugara merayu dan memojokan Lapina agar mau menerima lamarannya dan menjadi istrinya. Sifat liciknya ini terlihat pada percakapannya dengan Lapina pada waktu adat bakar batu telah selesai.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
“Kau pasti tahu, bahwa kini aku adalah seorang duda. Istriku telah tiada, anakku tak punya ibu, kau juga tahu, bahwa sebagai laki-laki aku tak bisa mengasuhnya. Masa berkabung telah selesai. Tak dapat selamanya aku hidup tanpa istri dan menderita begini”. Kugara mulai berbicara. “Adat kita membenarkan seorang laki-laki yang kehilangan istrinya, menikah dengan adik kandungnya. Hal itu berarti, dapatlah kiranya aku menikah denganmu dan Liwa dapat pula menjadi anak tirimu”, Kugara menatap Lapina dengan penuh permohonan. “Ingat, engkau tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, bapa ibumu sudah tiada. Saudarapun engkau tak punya. Kau hanya memiliki aku dan Liwa”,Kugara berbicara dengan hati-hati, ia berusaha sedapat mungkin untuk tidak menerjang Lapina dan memperlakukan sebagai istrinya. “Tidak usah kau bingung, kau harus tunduk kepada adat. Aku akan membayarmu dnegan babi-babi. Bila engkau menolak, maka masyarakat yang tunduk pada adat akan mengucilkanmu”, Kugara tampak girang, ia yakin telah memenangkan kehendaknya, karena adat pasti membelanya. (hlm. 11).
(4) Tidak perduli dan suka mengancam Ketidakperdulian Kugara ini terlihat pada percakapannya dengan Lapina, ia menegur Lapina karena sebagai seorang istri ia tidak bekerja di kebun dengan baik dan tidak membawa hasil panen yang banyak. “Aku tidak mau tahu, besok kau harus pulang dengan hasil kebun yang lebih banyak, bila tidak kau akan tahu akibatnya!” Kugara mengancam, ia berlalu sambil menyambar pisang masak dan mengunyahnya dengan lahap. (hlm. 34).
Kugara tidak hanya bersikap tidak perduli, tetapi Kugara juga sering sekali mengancam Lapina jika ia tidak menuruti apa yang diperintahkannya. “Bekerja di kebun dan mencari makan adalah urusanmu. Maaf sekali, aku tak dapat menggantikanmu. Kalau kautak segera pergi ke kebun untuk mencari makanan, kau akan tahu akibatnya”, Kugara menyatakan ancaman. (hlm. 38).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
Kugara merasa bahwa hanya dialah yang berhak atas hidup Lapina dan segala yang ia inginkan haruslah dipenuhi, jika tidak ia tidak segan-segan untuk memukul dan menyiksa Lapina karena adat akan selalu membela laki-laki suku Dani termasuk Kugara. b. Jenis Tokoh (1) Tokoh tambahan Tokoh
tambahan
adalah
tokoh
yang
hanya
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 1995: 176).
Tokoh tambahan dalam cerita
tersebut adalah Kugara. Tokoh Kugara hanya mendapat porsi penceritaan yang pendek.
Kutipan yang
mendukung
pernyataan berikut adalah Sementara Kugara segera menangis dengan lolongan yang sangat panjang. Laki-laki kekar itu tak dapat melindungi hatinya yang lemah, ia telah kehilangan teman hidupnya. Seorang wanita yang melahirkan anaknya, menyedikan makanannya, merawat kebun dan babi-babi serta membelah kayu bakar. Kugara tak yakin, bahwa ia akan dapat meneruskan hidup setelah kematian itu. Ia tak akan pernah dapat melakukan pekerjaan seperti yang biasa diselesaikan Aburah. (hlm. 11).
5) Aburah Aburah merupakan ibu kandung Liwa. Aburah tidak banyak diceritakan hanya sedikit disinggung pada awal cerita yang menceritakan tentang kepergian Aburah ke alam lain sebagai akibat dari penderitaan yang ditanggungnya sudah tidak dapat di tanggung lagi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
a. Penokohan Penokohan pada Aburah dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung, yaitu melalui tingkah laku, pandangan tokoh lain, dan percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Aburah adalah sebagai berikut. Aburah adalah ibu kandung Liwa. Ia tengah sakit, akibat terlalu keras dalam bekerja. Ia tak kenal lelah dan letih selama ia masih bisa berdiri ia harus tetap bekerja demi anak dan suaminya hingga akhirnya badan lemah Aburah tidak mampu lagi bertahan dan jatuh sakit tak berdaya. Keadaan Aburah digambarkan secara langsung melalui kutipan berikut. Wajahnya memucat bagai kertas, ia telah menangkap isyarat, bahwa hari-harinya tak akan lama lagi. (hlm. 4). Tiba-tiba Aburah mendapatkan kembali sebuah kekuatan, bibir yang pucat itupun tersenyum. (hlm. 5). Aburah hanya melilitkan Sali pada seputar pinggang tanpa penutup dada. Peluh terus mengucur membasahi dadanya yang gempal, sebagai pertanda, bahwa ia tengah berjuang melawan rasa sakit yang dalam. (hlm. 7).
(1) Penyayang Aburah juga merupakan sosok yang penyayang dan sangat peduli terhadap anak-anaknya, terlebih kepada Liwa, satu-satunya anak yang dapat ia besarkan karena saudara tua Liwa telah tiada akibat malaria. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut. Tak ada yang lebih berharga dari kehidupan seorang ibu, kecuali bayi yang telah dilahirkan kemudian dibesarkan. Demikian pula dengan Aburah. Ia masih memiliki sisa keinginan untuk membesarkan Liwa hingga dewasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
kemudian menikahkan dalam upacara adat yang ramai oleh pemberian babi dari pihak laki-laki. (hlm. 6).
Rasa kasih sayang Aburah juga terlukiskan dalam pikiran Liwa. Liwa yang merasa kehilangan Aburah berpikir bahwa tak akan ada lagi orang yang akan menyayanginya seperti yang dilakukan oleh Aburah ibunya. Aburahlah yang menjaga sejak kecil, membaringkannya di dalam noken dan memikulnya kemanapun pergi. Aburah selalu memberi makan, berjenis-jenis hasil kebun dan binatang hutan serta buah-buahan. Dan ia pun terus tumbuh dan berkembang. (hlm. 8-9).
(2) Perduli Dalam keadaan sakitpun Aburah masih memikirkan nasib anaknya Liwa. Bagaimana hidupnya nanti jika ia tinggalkan, kepeduliannya ini membuat Aburah berpikir bahwa secara adat membenarkan seorang duda, menikah dengan saudara perempuan almarhum istrinya sendiri. Aburah teringat pada adiknya Lapina, ia berharap Lapina mau menjaga dan merawat Liwa setelah kepergiannya. Mengingat hal ini Aburah merasa bongkahan batu yang menindih kepalanya menjadi lebih ringan selama menderita penyakit. Ia tak memikirkan apapun, kecuali nasib anaknya. (hlm. 8).
b. Jenis Tokoh Aburah adalah tokoh tambahan di dalam novel karena hanya diceritakan di awal cerita dan tidak secara langsung terlibat dalam cerita. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
Wajahnya memucat bagai kertas, ia telah menangkap isyarat, bahwa hari-harinya tak akan lama lagi. Demikian pula dengan janin yang belum genap tujuh bulan dalam kandungannya. Anak itu melambaikan tangan, mengulurkan selembar Sali kemudian membawanya pergi, melewati lorong waktu, menuju dunia yang lain sama sekali. Dalam dunia yang lain itu, segalanya berwarna putih. Wanita itu tak merasakn apa-apa lagi, juga rasa sakit yang mencambuknya bagai cemeti setiap hari. Dan iapun merasa tenang. “Mama….” Sebuah suara halus menyadarkan Aburah dari lamunanya. Ia menatap Liwa, anak perempuannya dengan sayu. (hlm. 5).
6) Lapina Lapina adalah istri dari Kugara dan merupakan ibu tiri dari Liwa. Ia menikah dengan Kugara setelah kepergian kakaknya Aburah karena kematian. Pernikahan itu bukanlah keinginan Lapina sendiri tetapi terjadi karena keinginan adatnya. a. Penokohan Penokohan pada Lapina dapat diketahui secara langsung dan tidak
langsung
yaitu
melalui
tingkah
laku,
pikiranya,
dan
percakapannya dengan tokoh lain. Uraian dari tokoh Lapina adalah sebagai berikut: (1) Fisik Lapina Lapina adalah adik Aburah ibunya Liwa, yang sekarang menjadi ibu tiri Liwa. Ciri fisik Lapina digambarkan sama pada umumnya wanita suku Dani lain dengan ciri khas pakaian sali. Lapina yang masih remaja cukup menarik perhatian para laki-laki, terutama Kugara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
wanita muda ini mengenakan Sali yang masih baru tanpa penutup dada, sehingga sepasang bukit kembar itu tampak telanjang, seakan sebuah tantangan ketika menjadi berkilatkilat oleh keringat. (hlm. 20). Wajahnya yang muda remaja, sungguh merupakan daya tarik tiada tara. Sepasang bukit kembar yang mencuat dengan sali melilit pada pinggangnya yang ramping dan pemandangan di balik sali itu, kugara menelan ludah. (hlm. 26).
(2) Bertanggung jawab Selain memiliki ciri fisik yang menarik, Lapina digambarkan sebagai sosok wanita yang bertanggung jawab. Hal ini terlihat dari percakapan Lapina dengan Liwa. Lapina merasa iba ketika melihat Liwa yang terus merintih menyebut nama Aburah ibunya. Lapina, adik perempuan Aburah segera merangkul tubuh mungil Liwa. Ia merasa iba kepada Liwa yang ditinggal mati ibunya. Dengan kematian itu, makaLapina memegang tanggung jawab mengasuh Liwa. “Mama aburah….” Suara Liwa merintih. “Mama aburah telah pergi, tak usah kau bersedih, ada saya, mama adik akan menjagamu,” Lapina mencoba menghibur Liwa, ia menatap mata gadis itu dekat-dekat. (hlm. 15).
(3) Perhatian Lapina selain bertanggung jawab ia juga sangat perhatian terhadap Liwa. Ia meras iba melihat Liwa telah ditinggal pergi ibunya Aburah yang juga merupakan kakaknya. “Makanlah, seharian ini kau belum makan apa-apa”. (hlm. 17). “Lapina, saya lapar!”, Liwa berteriak dari kejauhan. Terikan itu menyadarkan Lapina akan kelelahannya. Wanita muda itu mengusap peluh, meneruskan pekerjaan sejenak, kemudian segera menjelang Liwa dengan pisang, pepaya, dan ubi manis di tangan. (hlm. 21).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
(4) Penyayang Sifat Lapina yang penyayang ini ia buktikan pada Liwa anak tirinya. Biarpun ia anak tiri tapi Lapina sudah menganggap Liwa seperti anaknya sendiri. Lapina tidak ingin anaknya ini menderita, ia akan melakukan untuk menjaga Liwa termasuk besikap tegas padanya. Setelah kata-kata itu Lapina membalikan badan tanpa menoleh lagi, dadanya sesak, ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Liwa, yaitu mengawasinya. Lapina tak ingin Liwa mengandung kemudian laki-laki yang mesti bertanggung jawab meninggalkannya. (hlm. 69).
Sifat Lapina ini juga dirasakan oleh Liwa melalui pikirannya, ketika Liwa mendapat teguran dan peringatan dari Lapina karena kesalahannya. Bukankah pemuda pemudi di kampung ini melakukan hal yang sama? Tapi kenapa Lapina telah nyata-nyata menegurnya, Liwa menjadi kecut, Lapina tak pernah semarah ini. Wanita itu sungguh-sungguh menyayanginya. (hlm. 67).
(5) Tegas Sifat tegas Lapina ini terlihat malalui percakapan Lapina dan Liwa, ketika mereka pergi ke sungai untuk mencuci hasil panen. Karena terlalu senang mereka lupa bahwa hari sore dan Lapina pun mengajak Liwa untuk segera pulang. Menurut kepercayaan suku Dani roh jahat mengicar anak kecil yang masih berkeliaran di luar silimo. “Hari hampir gelap, cepat pulang, nanti roh jahat datang menggangu anak kecil dan kau dapat sakit”, Lapina bersiap pulang. (hlm. 23).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
“Tidakkah kau lihat, gelap akan segera datang. Mereka senang dengan anak-anak yang masih kecil, ayo cepat pulang’, Lapina mempercepat langkah. (Sali, hal. 24). “Jangan bermimipi, aku masih dapat bertahan hidup dengan hasil kebun. Aku tak menginginkan babi-babi itu”, suara Lapina terdengar tegas. “Kalau engkau berani menggangguku, aku akan mengadu pada tua-tua adat dan mereka akan menuntut denda babi kepadamu. Atau aku akan menangis berhari-hari, sehingga suara tangisanku dapat memancing seisi silimo ini untuk membunuhmu!” (hlm. 54-55).
b. Jenis Tokoh (1) Tokoh tambahan Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 1995: 176).
Tokoh tambahan dalam cerita tersebut adalah
Lapina. Tokoh Lapina hanya mendapat porsi penceritaan yang pendek. Kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah Lapina, adik perempuan Aburah segera merangkul tubuh mungil Liwa. Ia merasa iba kepada Liwa yang ditinggal mati ibunya. Dengan kematian itu, maka Lapina memegang tanggung jawab mengasuh Liwa. (hlm15).
7) Ardana Ardana adalah kekasih Gayatri semenjak duduk di bangku kuliah. Setelah mendapatkan gelar sebagai dokter mereka memutuskan untuk menikah, tetapi rencana itu kandas akibat pengkhianatan Nilasari yang juga sahabat Gayatri. Nilasari merebut Ardana, hingga akhirnya mereka menikah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
a. Penokohan Penokohan Ardana dilakukan melalui Pandangan Gayatri selaku kekasihnya Ardana dan melalui pandangan nilasari.
Karakter dari
tokoh Ardana adalah penyayang dan merupakan laki-laki idaman setiap wanita. Uraian dari tokoh Ardana adalah sebagai berikut. Ardana merupakan laki-laki yang mampu menarik perhatian Gayatri. Ardana adalah sosok yang telah melengkapi seluruh hidup. Ia anak seorang petani, tetapi selalu diliputi harga diri. Ardana tak mampu menandingi kecerdasan dan kreatifitasnya, tetapi ia memiliki ketekunan dan disiplin tinggi, dan lulus dari Fakultas Kedokteran dengan predikat terbaik. (hlm. 96). Ardana adalah karakter tulen seorang dokter. Ia jujur, teliti, sabar, dan tak kenal lelah dalam mendengar keluhan pasien di rumah sakit. Dengan perawakan tinggi tegap, kulit bersinar, dan wajah yang tampan, Ardana menjadi idola. Ia bukan sekedar bersabar dengan keluhan pasien, tapi juga dengan semua kesulitan teman-temannya, terlebih Gayatri. (hlm. 102).
Ardana merupakan sosok yang Penyayang, ini terbukti pada kutipan berikut. Kasih sayang terhadap saudaranya itulah yang memacu Ardana untuk menjadi seorang dokter, ia ingin menyembuhkan penderitaan adik yang dicintainya. (hlm. 105).
b. Jenis Tokoh Ardana
adalah tokoh tambahan di dalam novel karena
hanya sesekali disebut. Tokoh Ardana hanya sebagai penguat karakter
pada
tokoh
Gayatri.
Kutipan
yang
mendukung
pernyataan di atas adalah Ardana adalah sosok yang telah melengkapi seluruh hidup. Ia anak seorang petani, tetapi selalu diliputi harga diri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
Ardana tak mampu menandingi kecerdasan dan kreatifitasnya, tetapi ia memiliki ketekunan dan disiplin tinggi, dan lulus dari Fakultas Kedokteran dengan predikat terbaik. Dosen-dosen menyayanginya, rekan-rekan mahasiswa bersimpati kepadanya. Tahun-tahun yang dilalui bersama menyebabkan Gayatri semakin yakin terhadap Ardana, ia tak memilih orang yang salah. Mereka akan menikah dengan upacara adat yang harum oleh bunga kemudian mereka akan mengambil PTT di wilayah timur Indonesia dan mengawali kehidupan baru di sana. (hlm. 96).
8) Nilasari Nilasari adalah sahabat Gayatri yang tinggal di yogya. Gayatri tidak menyangka bahwa Nilasari sahabatnya sendiri mampu mengkhianatinya dengan merebut kekasih Gayatri. Nilasari yang berasal dari keluarga yang kaya raya dengan mudah mendapatkan Ardana dengan cara membeli cintanya. a. Penokohan Penokohan Nilasari dilakukan secara langsung dan melalui pandangan Ardana. Karakter dari tokoh Nilasari adalah sifatnya yang licik. Uraian dari tokoh Nilasari adalah sebagai berikut. Nilasari digambarkan sebagai sosok yang memiliki kekayaan yang berlimpah dan memilki orang tua yang cukup berpengaruh. Nilasari anak tunggal dari keluarga ternama. Ibunya pengusaha kosmetik. Ayahnya dokter senior, memiliki yayasan yang mengelola rumah sakit swasta dengan pelayanan nyaris sempurna bagi setiap pasien. (hlm. 102).
Kekayaan yang dimiliki Nilasari tidak membuatnya puas karena ia tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dan ia ingin dicintai. Tapi ternyata laki-laki yang ia cintai tidak mencintainya tetapi memilih sahabatnya yaitu Gayatri. Nilasari tidak kehabisan akal untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
mendapatkan Ardana laki-laki yang ia cintai. Dengan cara yang licik Nilasari berhasil mendapatkan Ardana. Ia telah mendekati Ardana denagn cara yang manis, karena alasan kemulian dan cinta. Ia menawarkan PTT di rumah sakit ayahnya dan tentu saja Nilasari mengetahui bahwa adik Ardana menderita tunadaksa. (hlm. 105).
Penggambaran fisik Nilasari tidak hanya digambarkan secara langsung tetapi dapat dilihat dari pandangan Ardana sebagai berikut. Ardana salah kalau ia menilai Nilasari tak memiliki daya pikat, ia tak cantik memang, tapi menggiurkan. (hlm. 107).
b. Jenis Tokoh Nilasari adalah tokoh tambahan di dalam novel karena hanya sesekali disebut. Tokoh Nilasari dimunculkan hanya sebagai penguat karakter pada tokoh Gayatri. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Ardana telah menikah dengan sahabat karibnya Nilasari, pada saat yang diyakini, bahwa perkawinan dengan Ardana adalah hak miliknya. Gayatri memandang undangan di tangannya seolah kertas itu adalah kain kafan bagi kematiannya. (hlm100). Nilasari mahasiswa di kelas yang sama, seorang gadis yang tak menarik seperti Gayatri, tapi ada satu hal yang tak dimiliki oleh siapapun diantara teman seangkatan itu. Nilasari anak tunggal dari keluarga ternama. Ibunya penguasaha kosmetik. Ayahnya dokter senior, memiliki yayasan yang mengelola rumah sakit swasta dengan pelayanan nyaris sempurna bagi setiap pasien. Nilasari bukan citra mempesona seperti halnya Gayatri, tetapi ia selalu dilumuri harta dan kemuliaan. Ia belajar dan menikmati hidup tanpa kesulitan kecil yang berarti. (hlm. 101).
9) Herlambang Herlambang adalah seorang anggota militer, ia bertemu dengan Gayatri pada saat di dalam pesawat dengan tujuan yang sama yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
Wamena. Setelah lama berkenalan akhirnya Herlambang dan Gayatripun menjalin hubungan. Tetapi Gayatri harus menelan kekecewa lagi, karena Herlambang gugur dalam perang di Aceh. a. Penokohan Penokohan pada tokoh herlambang dilakukan secara langsung dan melalui pandangan Gayatri. Karakter dari tokoh Herlambang adalah perhatian dan penyayang. Uraian tokoh Herlamabang adalah sebagi berikut. Pemuda ini digambarkan dengan fisik yang ideal sebagai seorang laki-laki, penggambaran ini dilakukan secara langsung oleh penulis. Ia seorang pemuda tinggi tegap dengan rambut di gunting rapi, mata yang dalam, hidung tinggi, dan rahang yang kuat. (hlm. 126).
Herlambang adalah seorang anggota militer yang ditugaskan di Wamena. Ini terlihat pada penggambaran fisiknya melalui pandangan Gayatri pada saat ia menemui Gayatri. Seorang pemuda berseragam militer berwarna daun dengan dua balok pada pundaknya. Pemuda itu tersenyum, menampakkan sepasang lesung pipi. Sejenak Gayatri tertegun, ia seakan telah mengenal sosok itu pada jarak yang dekat dan tak asing lagi. (hlm. 185-186).
Herlambang merupakan sosok yang perhatian terlebih kepada Gayatri. Ia sangat khawatir ketika ia mengetahui kalau Gayatri mengambil keputusan yang berani untuk menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki. Perhatian itu ia perlihatkan pada percakapannya dengan Gayatri berikut ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
“Nama yang manis, Okey Gay, kuharap engkau tidak berkeberatan dengan kedatanganku, untuk kali ini dan kali yang lain lagi. Aku harus informasikan, kau dan rombongan menginap di pondok antara Kobakma – PassValley pada malam jumat. Dua hari kemudian, tepatnya malam minggu, ada satu kelompok separatis bersenjata lengkap, menginap di pondok yang sama. Ini laporan intelijen, aku tak menakut-nakutimu. Untung kau selamat, terlalu bahaya. Engkau tak benar-benar mengenal tempat ini. Seluruh orang di Wamena ini mengakui kenekatan atau keberanianmu. Tapi ingat, nyawamu hanya satu. Kau ingat kasus-kasus penculikan yang pernah terjadi? Aku selalu berharap¸ hal semacam itu tak akan pernah menimpamu”, Herlambang menatap wajah di seberang meja, hatinya bergetar, ia seakan telah berjumpa pada sosok yang selalu hadir dalam mimpi. (hlm. 187-188).
Selain perhatian Herlambang juga merupakan sosok yang penyayang. Ini terbukti ketika Herlambang mengetahui bahwa Gayatri mengangkat anak dari wanita suku Dani yang ia beri nama Kelila. Ia sering berkunjung dan mengajak bermain Kelila tak jarang ia juga memberikan hadiah-hadiah sebagai wujud rasa sayangnya kepada anak itu. Herlambang seakan menjadi pengganti sosok seorang ayah. Pada waktu senggang Herlambang memang datang berkunjung dengan hadiah-hadiah kecil di tangan. Suasana di dalam rumah itu segera menjadi semarak. (hlm. 190-191).
b. Jenis tokoh Herlambang adalah tokoh tambahan di dalam novel karena hanya sesekali disebut. Tokoh Herlambang dimunculkan hanya sebagai penguat karakter pada tokoh Gayatri. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Tiba-tiba sesosok bayangan muncul dengan sebuah suara. “Selamat sore”. Suara itu mengejutkan Gayatri, ia segera mengalihkan perhatian pada sumber suara. Bias sinar matahari di belakang sosok itu memicingkan sepasang mata, perlahan-lahan ia mulai dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
mengenali si pemilik suara. Suara pemuda berseragam militer berwarna daun dengan dua balok pada pundaknya. Pemuda itu tersenyum, menampakkan sepasang lesung pipi. Sejenak Gayatri tertegun, ia seakan telah mengenal sosok itu pada jarak yang amat dekat dan taka sing lagi. “Apa kabar”, pemuda itu mengulurkan tangan. Herlambang, kita dulu bertemu di pesawat”. (hlm. 186).
“Saya
10) Alya dan Kadarisman (orang tua Gayatri) Alya adalah ibu dari Gayatri dan Kadarisman adalah ayah Gayatri. Mereka merupakan orang tua yang perhatian kepada anaknya dan selalu menghargai apa yang sudah menjadi keputusan dari anakanaknya. a. Penokohan Penokohan dari Alya dan Kadarisman dapat diketahui secara langsung. Karakter dari tokoh Alya dan Kadarisman adalah perhatian, pengertian dan penyayang. Kadarisman adalah suami Alya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah Alya yang digambarkan sebagai sosok yang sudah berusia tua merupakan ibu Gayatri. Dalam penggambarannya Alya diketahui bahwa ia adalah seorang dosen di salah satu universitas di Yogya. Alya, seorang wanita menjelang usia tua dengan pakaian rapi, make up bersahaja, rambut tersanggul ke belakang, dan tatapan mata penuh keyakinan. Ia wanita yang telah matang, karena asam garam kehidupan. Sehari-hari ia selalu berhadapan dengan mahasiswa di ruang kuliah. (hlm. 112).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
Alya merupakan ibu yang memilki sifat perhatian, pengertian, dan penyayang. Semua sifatnya ini terlihat pada percakapannya dengan Gayatri sebagai berikut. “Kau baik-baik saja?” teguran itu mengejutkan Gayatri, ketika membalikan muka, ia segera berhadapan dengan Alya, “Ibu tahu keadaanmu, ibu tahu pula perasaanmu. Semua bisa saja terjadi, tapi jangan pernah mneyesali. Kau sudah cukup mengurung diri di dalam kamar. Ibu tak rugi apa-apa, tapi ada begitu banyak hal yang bisa kau kerjakan di luar. Kau tahu kenapa kau harus di sumpah sebagai seorang dokter?” wanita itu berhenti sejenak kemudian meneruskan kata-katanya. “Karena kau harus menyembuhkan pasien. Dan kalau kau bisa mneyembuhkan pasienmu, maka kau harus bisa menyembuhkan dirimu sendiri. Dulu, ibu pernah memberimu pilihan pada seorang pria yang lebih segalanya dari Ardana, tapi kau menolaknya. Kau bertahan pada idealisme. Dia memburu harta duniawi, sesuatu yang kau justru pernah menolaknya. Syukur, bahwa semua ini terjadi sebelum perkawinanmu. Kau belum terlambat. Dia bukan apa-apa! Dia Cuma anak desa yang meletakan harta benda di atas martabatnya. Jadi, jangan berlarutlarut menyesali harapan dan rencana-rencana itu bukanlah takdirmu”. Kata-kata itu terlontar dengan lembut namun penuh kepastian. (hlm. 111-113). “Engkau masih muda, masa depanmu membentang, masih banyak orang yang menyayangi dan mampu bertanggung jawab atas dirimu. Ada saatnya orang boleh menangis, tapi ada saatnya tangis itu harus dihentikan. Ibu berjuang untuk membesarkanmu, dan ibu tak mau perjuangan itu gagal sampai di sini, karena perkawinana itu. Semua sudah berlalu, suatu saat engkau akan dapat mengingatnya, bahkan tanpa rasa sakit”, wanita itu memandang Gayatri dengan tatapan lembut, ia cukup mengerti bagaimana rasanya dikhianati. (hlm. 113).
Kadarisman
adalah
ayah
Gayatri,
tetapi
penulis
tidak
menggambarkan secara detail. Penulis hanya menggambarkannya sebagai sosok ayah yang sibuk dengan pekerjaannya. Hal ini terbukti pada kutipan berikut. “Itu bagus, engkau adalah seorang dokter berbakat”, Kadarisman, ayah Gayatri menanggapi. Laki-laki itu tahu persis suasana hati anaknya, meski mereka tak pernah berbicara secara langsung, ia terlalu sibuk dengan tugas rutin pada sebuah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
penerbitan, sehingga persoalan anak-anak cenderung ditangani Alya, istrinya. (hlm. 120).
b. Jenis Tokoh Alya dan Kadarisman merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan sekali secara langsung hanya dalam uraian cerita pada bagian yang menceritakan tentang kehidupan Gayatri di Yogya. Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Keesokan harinya ketika duduk di meja makan Gayatri telah sampai pada sebuah keputusan. “Saya harus mengambil PTT untuk memulai karir, tak bisa saya berdiam diri dalam situasi seperti ini”, Gayatri membuka pembicaraan. “Itu bagus, engkau adalah seorang dokter berbakat”, Kadarisman, ayah Gayatri menanggapi. Laki-laki itu tahu persis suasana hati anaknya, meski mereka tak pernah berbicara secara langsung, ia terlalu sibuk dengan tugas rutin pada sebuah penerbitan, sehingga persoalan anak-anak cenderung ditangani Alya, istrinya. “Saya pernah berencana untuk mengambil PTT di wilayah timur, saya kira rencana itu akan saya teruskan”. “Ke mana Gay?” Alya, ibunya tampak mengerutkan sepasang alisnya yang berbentuk bulan sabit, wanita itu tengah menerkanerka jalan pikiran anaknya. “Ke Wamena” (hlm. 120).
11) Anton, Hera, dan Trimas Anton, Hera, dan Trimas adalah rekan kerja Gayatri di Wamena. Penulis tidak menggambarkan mereka secara detail dalam cerita. a. Penokohan Penokohan dari Anton, Hera, dan Trimas dapat diketahui secara langsung melalui kutipan yang menggambarkan sikap mereka, yaitu pada saat mereka bertugas di Kobakma bersama Gayatri. Mereka digambarkan sebagai tokoh yang pekerja keras, terbukti melalui kutipan berikut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
Keempat orang itu tak punya pilihan lain, Trimas membuka meja pendaftaran di bagian teras, Gayatri dan Hera di ruang darurat pemeriksaan, dan Anton membagikan obat-obatan. Pelayanan terus berlanjut, waktupun berjalan, matahari condong di langit barat, dan keempat orang patugas itu merasa kelaparan.nasi putih, ubi manis, super mie, dan ikan kaleng telah dihidangkan. Gayatri mencuci tangan diikuti Hera, Anton dan Trimas kemudian menyusul mereka duduk menghadapi hidangan dengan piring masing-masing dan mulai menyuapkan makanan ke mulut. (hlm. 149).
b. Jenis Tokoh Mereka merupakan tokoh tambahan yang diceritakan sedikit untuk membantu memperkuat tokoh Gayatri. Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Keempat orang itu tak punya pilihan lain, Trimas membuka meja pendaftaran di bagian teras, Gayatri dan Hera di ruang darurat pemeriksaan, dan Anton membagikan obat-obatan. Pelayanan terus berlanjut, waktupun berjalan, matahari condong di langit barat, dan keempat orang petugas itu merasa kelaparan. Nasi putih, ubi manis, super mie dan ikan kaleng telah dihidangkan. Gayatri mencuci tangan diikuti Hera, Anton dan Trimas kemudian menyusul mereka duduk menghadapi hidangan dengan piring masiang-masing dan mulai menyuapkan makanan ke mulut. Belum selesai acara makan, seorang datang dengan tergesa-gesa menyampaikan informasi, tentang seorang pasien yang sangat kritis. Gayatri menyelesaikan makan dengan tergesa kemudian mengisyaratkan Trimas ikut serta dengan tas besar berisi obatobatan dan perlengkapan. Rombongan kecil itu berjalan beriringan melewati jalan setapak sejauh dua ratus meter menuju sebuah kampung dengan honai bertebaran di antara hijau pepohonan. Gayatri dipersilahkan masuk ke dalam honai, ia segera mendapati dirinya di dalam sebuah rumah jamur dengan langit-langit yang rendah, tungku api di tengah-tengah ruangan, dan seorang anak kecil tergolek dengan tubuh telanjang. (hlm. 149-150).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
12) Dr. Yohanis Dr. Yohanis adalah seorang kepala dinas di daerah Wamena. Ia bertanggung jawab atas dokter-dokter yang ada di Wamena, termasuk Gayatri. a. Penokohan Penokohan pada tokoh Dr. Yohanis dilakukan secara langsung dan tidak langsung, serta melalui pandangan Gayatri. Karakter dari tokoh Dr. Yohanis adalah rendah diri, penyayang dan perhatian. Uraian tokoh Dr. Yohanis adalah sebagi berikut. Penggambaran tokoh Dr. Yohanis ini melalui pandangan Gayatri yang bertemu denganya. Keesokan harinya setelah menghadap kepala dinas di ruang kerjanya, Gayatri tertegun, ia mengira akan berhadapan dengan seorang laki-laki berambut putih, menjelang usia senja. Kepala dinasnya adalah seorang yang masih berusia muda untuk jabatannya yang tinggi. Ia mnegenakan hem putih cemerlang, celana keki, sepatu kulit, rambutnya digunting rapi, wajahnya tenang membayangkan kecerdasan dan pengertian. (hlm. 136).
Dr. Yohanis juga digambarkan sebagai sosok yang memiliki sifat yang rendah hati dan perhatian. Ini terlihat pada saat Dr.Yohanis mengkhawatirkan Gayatri dan teman-teman lainnya yang sedang bertugas di Kobakma. Gayatri dan teman-teman lainnya mengambil keputusan yang cukup nekat untuk melakukan perjalanan jauh dengan jalan kaki tanpa menunggu pesawat datang untuk menjemput. Kekhawatiran itu terjadi karena sebagaian dari mereka adalah wanita dan mereka belum mengenal benar daerah tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
Di Wamena dr. Yohanis telah bersiap-siap menjemput, ia menukar Toyota Kijang warna putih dengan Traf GT milik LIPI untuk mendaki jarak 60 kilo meter dari Wamena ke Pass Valley. Dokter itu telah menyiapkan pula perbekalan, nasi kotak, air mineral, dan kue basah. Sementara seluruh SBB yang beropreasi di wilayah ini terus memantau perjalanan. Penampilan dr. Yohanis masih simpatik, ia seorang kepala dinas yang tak pernah menganggap dirinya sebagai seorang pejabat dan menjadi tinggi hati, karena jabatan itu. Orang-orang disekitarnya, termasuk bawahannya, cenderung menganggapnya sebagai seorang ayah, teman atau sahabat. (hlm. 166).
b. Jenis Tokoh Dr. Yohanis merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai kepala dinas di daerah Wamena. Ia hanya sedikit diceritakan di dalam cerita dan hanya sebagai penguat tokoh Gayatri. Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Di Wamena Dr. Yohanis telah bersiap-siap menjemput, ia menukar Toyota Kijang warna putih dengan Traff GT milik LIPI untuk mendaki jarak 60 kilo meter dari Wamena ke Pass Valley. Dokter itu telah menyiapkan pila perbekalan, nasi kotak, air mineral, dan kue basah. Sementara seluruh SSB yang beroperasi di wilayah ini terus memantau perjalanan. Penampilan Dr. Yohanis masih simpatik, ia seorang kepala dinas yang tak pernah menganggap dirinya sebagai seorang pejabat dan menjadi tinggi hati, karena jabatan itu. Orang-orang disekitarnya, termasuk bawahannya, cenderung menganggapnya sebagai ayah, teman atau sahabat. (hlm. 166).
13) Bupati Bupati tidak digambarkan tidak secara detail. Ia hanya digambarkan secara fisik dan memiliki sifat yang ramah. “Selamat malam mama-mama”, satu sosok tinggi tegap dengan wajah berwibawa, rambut di gunting pendek, dan kulit putih berseri muncul dari balik pintu. (hlm. 180).
Bupati merupakan tokoh tambahan dalam cerita dan ia sedikit diceritakan di dalam cerita. Kehadiran tokoh bupati ini hanya untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
memperkuat karakter tokoh Gayatri. Kutipan-kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah “Mari silahkan tehnya. O ya, saya dengar mama-mama berjalan kaki dari Kobakma ke Pass Valley dan menginap di tengah hutan. Tidak apa-apa, nanti perjalanan itu dapat menjadi cerita yang ditulis di majalah wanita. Dan saya dengar mama juga mengadopsi seorang bayi suku Dani?” “Saya megambilnya bapa. Bayi itu lahir kembar, yang lahir kedua dianggap sebagai anak setan dan harus dipisahkan. Kami kembali dari Kobakma dengan berjalan kaki adalah untuk membantu ibunya melahirkan bayi ini”, jawab Gayatri. “Betul anggapan demikian. Dulu pernah terlahir pula bayi kembar, bayi kedua memang harus dipisahkan dan ia dibesarkan oleh missionaries, setelah dewasa akhirnya bayi itu menjadi seorang dokter. Satu kali kedua anak kembar itu bertemu, bayi yang telah menjadi dokter tak dapat berbahasa Dani, sedangkan kakaknya tak dapat berbahasa Indonesia. Keduanya tak dapat bercakap-cakap dan hanya dapat merasa senang saja”, Bupati itupun tertawa, menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi, kemudian iapun bercerita. (hlm. 181-182).
2. Latar Dalam analisis novel, latar atau setting juga merupakan unsur yang sangat penting bagi penentuan nilai ekstetiknya. Latar sering disebut atmosfer (Nurgiyantoro, 2007:243) karya sastra, terutama novel, yang turut mendukung masalah, tema, alur, serta tokoh dan penokohan. Peristiwaperistiwa pada umumnya terjadi pada lingkungan tertentu, baik lingkungan tempat fisik, lingkungan sosial, maupun waktu. Hal ini berarti bahwa keseluruhan lingkungan pergaulan tokoh, misalnya kebiasaan-kebiasaan, pandangan hidup, lingkungan geografis, alat-alat yang digunakan, dan latar belakang suatu lingkungan, dapat dimasukan ke dalam latar. Latar mempunyai fungsi untuk membuat cerita rekaan terasa lebih hidup. Latar yang baik dapat mendeskripsikan secara lebih jelas peristiwa-peristiwa,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi tokoh cerita sehingga cerita tersebut terasa sungguh-sungguh terjadi seperti di dalam kehidupan nyata (Sugihastuti, 2010:168). Jenis latar yang terdapat di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani meliputi latar waktu, latar tempat, dan latar sosial. Latar waktu dapat memberikan penjelasan mengenai masa, jam, hari, bulan, tanggal, tahun, bahkan zaman terjadinya cerita. Latar tempat dapat menunjukan lokasi terjadinya cerita. Adapun latar sosial dapat mendeskripsikan kondisi masyarakat di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Setiap latar tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi saling mendukung satu sama lain. Perbedaan latar waktu, misalnya, dapat memberikan nuansa yang berbeda terhadap tempat yang sama. Latar tempat juga dapat menggambarkan kondisi sosial tokoh cerita dan masyarakatnya. a. Latar Waktu Cerita dalam novel Sali: kisah Seorang Wanita Suku Dani terjadi pada masa orde baru sampai dengan tumbangnya rezim. Batasan waktunya dapat dilacak pada kutipan novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani sebagai berikut. 1) Usaha missionaris untuk membudayakan masyarakat suku Dani terus berjalan sejak 1954, ketika pertama kali menjejakkan kaki di Lembah Baliem dengan mengendarai pesawat amphibi dalam rangka menyebarkan injil. (hlm. 56).
2) Catatan sejarah menuliskan, bahwa pada tanggal 1 Oktober 1962 Pemerintah Belanda menyerahkan Papua pada pemerintah sementara PBB dan selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963. (hlm. 56).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
3) Pada akhir tahun 1970-an ketika sebuah peristiwa berdarah di Lembah Baliem telah beberapa tahun berlalu dan situasi kembali normal. (hlm. 61).
4) Sementara di layar kaca tampak mahasiswa melakukan unjuk rasa hingga berbulan-bulan lamanya dengan satu tuntutan : turunkan presiden! Pada Mei 1997 satu rezim yang telah berkuasa lebih dari tiga dekade tumbang akibat krisis moneter. (hlm. 195).
5) Wakil presiden menggantiakan posisi kepala negara. Atas desakan publik pemilu 1999 kembali diselenggarakan. (hlm. 195).
Latar waktu yang juga penting untuk diketahui adalah hari, waktu siang-malam, dan jam. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut. 6) Senja Entah berapa lama Liwa dan Lapina bersenang-senang dengan air sungai, karena tiba-tiba senja telah turun dalam warna jingga. (hlm. 22). Ketika senja turun, matahari semakin condong dengan cahaya yang muram terhalau mendung dan akhirnya padam sama sekali. (hlm. 44).
7) Malam Malam panjang dan senyap telah berlalu. (hlm. 3). Setiap malam ketika Kugara mengunjunginya di dalam honai. (hlm. 31). Malampun datang, kehitaman. (hlm. 53).
bintang-bintang
bertaburan,
selebihnya
Keduannya kemudian menyingkap misteri demi misteri setiap malam pada kegelapan honai selama kurun waktu yang panjang. (hlm. 76).
8) Pagi Beban kerja Lapina menjadi semakin berat, ia harus bangun pagi, menyediakan makanan bagi Kugara, pergi ke kebun sambil menjaga Liwa, memberi makan babi-babi, dan bersikap sebagai layaknya seorang istri. (hlm. 32).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
Pagi hari ketika Lapina pergi ke kebun dengan bayi terbaring di dalam noken di belakang punggungnya, Liwa terus mengekornya. (hlm. 39). Lapina dan Liwa terus meraung hingga suara menjadi kering, rasa duka dan penat memapahnya menuju tidur yang tidak nyenyak dan gelisah hingga keesokan paginya. (hlm. 48).
9) Sore Sore hari Liwa pulang dengan keadaan letih, ia harus meneruskan tugas rutin, yaitu membelah kayu bakar dan memberi makan babibabi kemudian menidurkan bayinya. (hlm. 78)
Penulis cerita selain menggambarkan latar waktu secara langsung, penulis juga menggambarkannya dengan cara tidak langsung, tetapi penggambaran tersebut dapat dipahami sebagai waktu terjadinya siang-malam. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut. 10) Menjelang gelap Liwa baru terjaga, cahaya redup dibalik mendung yang sebentar lagi akan berubah menjadi kehitaman seakan pertanda, betapa muram hari esok gadis kecil itu. (hlm. 17).
Kutipan di atas “menjelang gelap” diartikan sebagai waktu yang menunjukan akan datangnya sore hari. 11) Di langit sebelah timur, cahaya matahari masih condong kekuningkuningan. (hlm. 19).
Kutipan di atas “matahari masih condong kekuning-kuningan” diartikan sebagai waktu yang menunjukan sore hari. 12) Tiba-tiba Liwa merasa lapar, sementara matahari bergerak semakin tinggi. (hlm. 21).
Kutipan di atas “matahari bergerak semakin tinggi” diartikan sebagai waktu yang menunjukan siang hari. 13) Iapun kembali bekerja hingga matahari terik dan tergelincir perlahan di langit barat. (hlm. 22).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
Kutipan di atas “matahari terik” diartikan sebagai waktu yang menunjukan siang hari dan “tergelincir perlahan di langit barat”diartikan sebagai waktu yang menunjukan sore hari. 14) “Hari hampir gelap, cepat pulang, nanti roh jahat datang mengganggu anak kecil dan kau dapat sakit”, Lapina bersiap pulang. (hlm. 23).
Kutipan di atas “hampir gelap” diartikan sebagai waktu yang menunjukan malam hari. 15) Cahaya matahari telah redup, membekaskan teja ketika Lapina dan Liwa memanjat pintu silimo. (hlm. 24).
Kutipan di atas “cahaya matahari telah redup” diartikan sebagai waktu yang menunjukan malam hari. 16) Matahari mulai tinggi ketika “pasukan” itu tiba di tanah datar. (hlm. 44).
Kutipan di atas “matahari mulai tinggi” diartikan sebagai waktu yang menunjukan siang hari. 17) Hari telah gelap. (hlm. 45). Kutipan di atas “telah gelap” diartikan sebagai waktu yang menunjukan malam hari. 18) Cahaya matahari yang silau kekuningan masih tersisa ketika Liwa sampai di silimo tempat Lapina. (hlm. 86).
Kutipan di atas “Cahaya matahari yang silau kekuningan” diartikan sebagai waktu yang menunjukan sore hari. 19) Akhirnya fajar menyingsing, Gayatri membuka mata dengan rasa syukur, bahwa ia telah melewatkan malam dengan selamat. (hlm. 86).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
Kutipan di atas “fajar menyingsing” diartikan sebagai waktu yang menunjukan pagi hari. Latar waktu yang selanjutnya adalah hari. Dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani tidak banyak digambarkan, hanya ada beberapa yang digambarkan secara langsung. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut. 20) Malam jumat Aku harus informasikan, kau dan Malam minggu rombongan menginap di pondok antara Kobakma-Pass Valley pada malam jumat. (hlm. 187). Tepatnya malam minggu, ada satu kelompok separatis bersenjata lengkap. (hlm. 187).
21) Minggu Pada hari minggu Lapina membawa Liwa beribadah ke gereja. (hlm. 58).
22) Esok “Esok aku akan ke kebun lagi, engkau bisa menungguku. Lapina sedang sakit, ia terbaring di honai tak mengawasiku.” (hlm. 73).
23) Kemarin “Kemarin dulu memang Liwa pernah datang ke mari, hanya sebentar, kemudian berpamitan pergi. Saya tidak tahu ia ada dimana?” (hlm. 232).
24) Satu minggu Satu minggu kemudian Liwa sudah tampak pergi ke kebun, mulai bekerja seperti sediakala. (hlm. 224).
25) Tiga hari Tiga hari berikutnya ketika tengah bersiap-siap ke kantor Gayatri kembali kedatangan seorang tamu. (hlm. 231).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
26) Dua hari Dua hari kemudian, tepatnya malam minggu, ada satu kelompok separatis bersenjata lengkap, (hlm. 187).
Selain hari dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani juga menggambarkan latar waktu berupa jam. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut. 27) Tiga puluh lima menit penerbangan dari bandara Sentani ke Wamena dilalui dengan melintasi hutan rimbun tiada bertepi seakan kebun raksasa di bawah pengawasan tangan Sang Maha Sempurna. (hlm. 125).
28) Setengah jam kemudian mereka melewati Desa Seralima desa terakhir. (hlm. 160).
29) Mereka saling bertukar cerita sekitar satu jam, ketika suasana telah menjadi temaram, Herlambang berpamitan pulang. (hlm. 189).
b. Latar Tempat Sebagian besar cerita Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani terjadi di Wamena, Papua. Wamena adalah tempat kelahiran dan tempat tinggal sebagian tokoh-tokohnya. Beberapa sudut daerah Wamena digambarkan hampir detail, misalnya perkampungan suku Dani, tempat tinggal berupa silimo (honai), lembah Baliem, pasar nayak, kebun tempat orang-orang suku Dani bertahan hidup, sungai, hutan, semak-semak, kali, Kobakma, Jayapura, jalan trans Irian, dan Habama. Selain Wamena, ada juga daerah lain yang cukup penting, tetapi tidak dominan, yaitu kota Yogyakarta. Yogyakarta adalah kota tempat tokoh Gayatri lahir dan menuntut ilmu hingga ia menjadi seorang dokter.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
Cara penggambaran latar tersebut bervariasi, ada yang singkat dan ada yang panjang. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut. 30) Lembah baliem Matahari pagi di lembah Baliem tampak sebagai bola raksasa merah membara yang di dorong kekuatan maha dahsyat dan melambung perlahan ke angkasa. (hlm. 3).
31) Perkampungan suku Dani Kabut tipis melilit perkampungan suku Dani bagai sehelai kain sifon yang melambai, lembut dan kacau. (hlm. 3).
32) Silimo Silimo itu berpagar kayu dengan humus yang berfungsi sebagai pelindung pada ujung-ujungnya. Adapun bangunan lain dalam bentuk sederhana yang terdapat di dalam silimo adalah dapur dan kandang babi. (hlm. 4).
33) Honai Honai adalah rumah adat suku Dani yang berbentuk seperti jamur dengan dinding kayu dan atap ilalang. (hlm. 4). Di dalam honai tersimpan benda-benda berupa senjata dan perlengkapan perang yang harus dijauhkan dari jangkauan tangan wanita. (hlm. 4).
34) Kebun Di sekeliling kebun adalah pagar rendah dengan perlindungan humus pada bagian atasnya. (hlm. 20).
35) Sungai Liwa tertawa girang ketika mendengar suara gemericik air sungai. Matahari terik, sedangkan air sungai itu sejuk dan segar. (hlm. 22).
36) Di pinggir hutan Lapina sendiri di pinggir hutan, peluh membasahi seluruh tubuhnya. (hlm. 35).
37) Padang luas Padang luas yang sunyi pada hari-hari biasa, kini berubah hiruk pikuk oleh lautan manusia yang bertikai, saling menyerang dengan peralatan perang. (hlm. 44).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
38) Gereja Pada hari minggu Lapina membawa Liwa beribadah ke gereja. Ia mencermati khotbah demi khotbah dengan pemahaman yang sederhana. (hlm. 58).
39) Pass Valley Di barisan bukit sebelah utara, mengangga sebuah celah yang disebut Pass Valley, melalui celah ini setiap pilot dari bermacam jenis pesawat, melakukan perhitungan untuk memasuki lembah, memutar, kemudian mengkondisikan pesawat mencapai landasan pacu, dengan selamat. (hlm l. 62).
40) Pasar Nayak Pasar nayak yang terletak ditengah-tengah kota perlahan-lahan menjadi pusat kegiatan perekonomian. (hlm. 62).
41) Semak-semak Setelah percakapan itu, maka keduanya tampak tarik menarik, dan dirinya mengikuti ajakan pemuda itu, menghilang di balik semaksemak dalam waktu yang lama. (hlm. 65). Ia tak lagi melawan ketika Ibarak menariknya di antara semaksemak, di bawah sebatang pohon yang rindang. (hlm. 72).
42) Meja makan Keesokan harinya ketika tiba waktu sarapan Gayatri telah bergabung di meja makan, menghabiskan segelas sari buah, roti bakar isi daging cincang, dan sepiring mangga. (hlm. 115).
43) Bandara sentani Tiga puluh lima menit penerbangan dari bandara Setani ke Wamena dilalui dengan melintasi hutan rimbun tiada bertepi seakan kebun raksasa di bawah pengawasan tangan Sang Maha Kuasa. (hlm. 125).
44) Kamar Gayatri di Wamena Dengan ramah ia mengantar Gayatri ke kamarnya, sebuah ruangan berukuran tiga kali tiga meter dengan lantai semen, daun jendela, tempat tidur kayu, meja kursi, dan almari pakaian. (hlm. 135).
45) Klinik Setelah perkenalan dengan kepala dinas Gayatri harus mengikuti orientasi, menyesuaikna diri di tempat tugas pada sebuah klinik yang terletak di pinggir kota, membenahi rumah tinggalnya, dan menyesuaikan diri dengan situasi lembah. (hlm.137).
46) Ruang rawat Keesokan harinya Gayatri mengunjungi Liwa di ruang rawat dengan membawa beberapa lembar pakaian ganti. (hlm. 141).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
47) Kobakma Akan, tetapi di Kobakma, sebuah kecamatan pemekaran Karubaga yang terletak di sebelah barat Lembah telah terjadi kasus luar biasa, yaitu diare yang memakan korban jiwa. (hlm. 145).
48) Rumah kayu di Kobakma Rumah itu memilki dua kamar dan satu ruang tamu dengan kamar mandi terletak jauh agak ke belakang, dipisahkan dengan kebun jagung. (hlm 149).
49) Pondok Ada sebuah pondok di tengah-tengah perjalanan yang biasa digunakan para pejalan kaki untuk istirahat di malam hari. (hlm. 147).
50) Hutan Di tengah hutan Gayatri melangkahkan kaki dengan riang, ia tak pernah berada di tengah kemurnian semesta seperti yang tengah ia alami. (hlm. 167).
51) Kali Gayatri segera turun ke kali, membersihkan muka, tangan, dan kaki. (hlm. 171).
52) Rumah pendeta Dr. Yohanis membawa anak buahnya ke rumah pendeta, mereka menghirup teh panas dalam udara yang dingin, mencicipi kue donat, bergambar bersama, berpamitan kemudian menempatkan diri di jok mobil. (hlm. 171).
53) Jalan Tran Irian Mobil terus bergerak, membelah jalan trans irian, mendaki dan menuruni bukit, di kiri jalan adalah ngarai dengan dasar bayang kegelapan, di kanan jalan adalah tebing terjal, menyangga bukitbukit. (hlm. 171).
54) Habama Adakalanya pula Herlambang dan Gayatri hanya pergi berdua, menatap kota Wamena dari sebuah ketinggian pada sebuah tempat yang bernama Habama. (hlm. 191).
55) Pintu air Mestinya Liwa segera kembali ke silimo, tapi kemarahannya kepada Ibarak belum juga mereda, ia melangkahkan kaki menuju ke pintu air, satu tempat yang biasa dikunjungi turis untuk berwisata. (hlm. 210-211).
Latar yang lebih lengkap dan dapat menggambarkan lingkungan fisik secara detail terdapat pada keadaan rumah Nilasari, ruang tamu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
Bupati, daerah Wamena, dan rumah dinas Gayatri di Wamena. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut. 56) Rumah Nilasari Tempat itu seperti sebuah istana mungil dengan sebuah bangunan megah berlanatai dua, taman bunga dan hamparan rumput hijau, lampu-lampu taman yang cantik, deretan mobil di garasi, selusin kamar lengkap dengan toilet, ruangan-ruangan dengan perabotan utama, dekorasi yang artistik, dan kolam renang di halam belakang rumah dengan air yang biru. (hlm.105).
57) Wamena Beberapa detik kemudian pesawat mulai memutar, dari jendela pesawat Gayatri dapat melihat Wamena, bangunan dengan atap seng berkilat-kilat dalam pantulan cahaya matahari, ruas-ruas jalan yang membelah kota, kebun petani, honai yang tampak seakan sekumpulan jamur, bukit-bukit yang berdiri kukuh dan tampak samar diselimuti kabut tipis. (hlm. 128).
58) Ruang tamu Bupati Dan malam itu mereka telah duduk di ruang tamu Bupati yang diatur dengan rapi. Ruangan ini adalah bagian dari sebuah bangunan megah berlantai dua dengan atap melengkung setengah bundar bercat hijau, dinding putih cemerlang, kusen-kusen yang kukuh, jendela kaca dengan tira-tirai lembut, halaman yang luas dengan rumput hijau dan bunga aneka warna. (hlm. 179-180).
59) Rumah dinas Gayatri di Wamena Rumah itu berukuran mungil, berpagar rendah dengan humus pelindung. Halaman tak terlalu luas ditumbuhi aneka bunga dan sebatang pohon alpokad yang berbuah lebat, sebuah teras dengan seperangkat kursi kayu dan tanaman hias di dalam pot yang ditata apik. Lantai rumah semen berwarna gelap, tampak mengkilap, karena dicuci setiap hari. Keseluruhan bangunan terbuat dari kayu dengan atap seng dan talang untuk menadah air hujan. Ada tiga kamar tidur, ruang tamu, ruang TV, ruang makan sekaligus dapur, dua kamar mandi, tempat mencuci dengan drum penampung air hujan, dan halaman belakang rumah yang ditumbuhi palawija. Perabot yanga ada di dalam rumah itu amatlah sederhana. (hlm. 134).
Yogyakarta merupakan kota di luar Wamena, Papua yang menjadi latar novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani berikutnya. Yogyakarta adalah tempat kelahiran Gayatri dan tempat menuntut ilmu kedokteran. Sudut kota Yogyakarta yang menjadi latar antara lain:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
60) Rumah orang tua Gayatri Rumah tinggal orang tuanya terpelihara dengan baik dan dipenuhi tanaman bunga. (hlm. 96).
61) Kamar Gayatri Dokter muda itu bangun pada pagi hari yang cerah, di sebuah kamar yang hangat. (hlm. 96).
62) Mall Hari berikutnya Gayatri pergi ke mall dengan Yasmi, adik perempuannya, ia harus melihat kembali kenyataan. (hlm 115).
63) Kampus Tiba-tiba suara percakapan itu menghilang, para pemilik suara bubar, dan Gayatri mendapatkan tatapan aneh dari seisi kampus. (hlm. 117).
64) Malioboro Gayatri dan Nilasari bersahabat. Bukan hal aneh apabila Nilasari datang menjemputnya untuk pergi kuliah kemudian pulang bersama untuk sekedar berjalan-jalan ke Malioboro atau berkeliling kota dengan mobil sportnya. (hlm. 102).
c. Latar Sosial Latar sosial pada novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani ini menunjuk kepada adat istiadat suku Dani, masyarakat Dani adalah masyarakat yang tradisional yang senantiasa mengembangkan sikap tolong-menolong, gotong royong, dan kebersamaa. Ini ditunjukan oleh masyarakat suku Dani dalam mempersiapkan pemakaman seorang wanita suku Dani yang telah meninggal dunia. 65) Setelah suara raungan, maka kerabat yang berduka itu segera menghambur ke luar untuk mengolesi wajah dan tubuhnya dengan lumpur sebagai tanda duka cita. (hlm. 10).
Kutipan di atas menunjukkan kebersamaan suku Dani. Sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun jika ada salah satu warga suku Dani yang meninggal dunia maka semua warga harus mengolesi wajah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
dan tubuhnya dengan lumpur sebagai tanda bahwa mereka ikut berduka. Kebersamaan yang dilakukan oleh warga suku Dani tidak hanya pada saat kematian salah satu warganya, tetapi kebersamaan itu juga dapat diwujudkan dengan kebiasaan warga suku Dani sehabis masa berkabung. Biasanya sehabis masa berkabung keluarga yang ditinggalkan akan menggelar acara bakar batu, mereka mengundang semua kerabat untuk berkumpul dan menikmati makanan yang sudah disiapkan oleh wanita-wanita suku Dani. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut. 66) Hari ini setelah masa berkabung kematian Aburah selesai, ia mengundang kerabat-kerabatnya untuk berkumpul dalam adat bakar batu. Lapina dan kaum wanita lainnya telah memetik hasil kebun dalam jumlah besar dan mencucinya dengan air kali. (hlm. 24-25).
Selain kebersamaan latar sosial yang ditunjukkan oleh warga suku Dani adalah sikap gotong-royong.
ini terlihat pada saat ada
warga yang meninggal dunia warga lainnya beramai-ramai membatu warga yang sedang berduka untuk menebang kayu di hutan yang nantinya akan digunakan untuk membakar jenazah. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. 67) Kugara terus melolong hingga keesokan harinya, orang-orang satu kampung mulai beramai-ramai menebang kayu di hutan untuk upacara pembakaran. (hlm. 12).
Warga suku Dani selain membantu menebang kayu di hutan secara bergotong-royong pada saat adanya salah satu warga yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
meninggal dunia, mereka juga meninggalkan segala aktivitas hanya untuk melakukan upacara pembakaran. Hal ini terlihat pada kutipan sebagai berikut. 68) Kayu bakar telah disusun tinggi-tinggi, seisi kampung tengah berkumpul di dalam silimo ikut serta berkabung menyatakan duka cita. Segala pekerjaan di kebun untuk sementara ditinggalkan. Tak ada aktivitas apapun di kampung itu kecuali upacara pembakaran. (hlm 12).
Warga suku Dani adalah warga yang menjunjung tinggi kebersamaan dan saling tolong menolong dalam bentuk bergotongroyong untuk membantu warga lainnya yang sedang mengalami kesusahan. Tetapi terdapat ketidakadilan dalam adat suku Dani terhadap wanita suku Dani. Ketidakadilan ini terlihat pada saat adat bakar batu yang dilakukan oleh suku Dani dalam acara-acara penting seperti masa berkabung yang telah usai, dan pada saat ingin menghadapi peperangan. 69) Untuk mengawali peperangan, maka adat bakar batu diselenggarakan. Hasil kebun yang terbaik disiapkan, babi-babi yang gemuk dipanah, dipotong kemudian dimasak bersama dalam lubang dengan batu panas yang memutih. (hlm. 42). 70) Ketika lubang itu dibuka, makanan di dalamnya sudah masak dan segera dikeluarkan dengan asap yang masih mengepul serta aroma yang menerbitkan selera. Seorang wanita di dalam silimo itu telah memeras buah merah (Pandamus sp) sedemikian rupa, maka mencairlah saus berwarna darah yang dituangkan di atas sayur. Makanan yang tampak dalam ukuran besar dibagikan kepada pihak laki-laki, sedangkan yang berukuran kecil diberikan kepada perempuan dan anak-anak. Adat selalu menempatkan laki-laki sebagai pihak yang harus dihormati, sehingga mereka selalu mendapatkan makanan yang terbaik. (hlm. 27).
Ketidakadilan yang terjadi pada wanita suku Dani tidak hanya pada pembagian makanan saja melainkan pada adat pemotongan ruas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
jari. Pemotongan ruas jari ini dilakukan pada saat seorang anak kehilangan bapaknya karena perang suku sebagai tanda duka cita. Pemotongan ruas jari ini hanya berlaku bagi anak perempuan saja. Dan ini terjadi pada tokoh Liwa, saat ia kehilangan bapaknya Kugara karena perang suku. Hal ini dibuktikan pada kutipan sebagai berikut. 71) Lapina terpaku ketika seorang tua-tua adat yang berwenang memotong ruas jari Liwa datang dengan kapak batu tergenggam di tangan. Kematian akibat peperangan telah terjadi, anak kecil dari orang yang mati harus dipotong satu ruas jarinya sebagai pernyataan duka cita. Dan saat ini, anak itu adalah Liwa. (hlm. 51). 72) Tidak jauh dari Lapina, Liwa telah berperang melawan sakit tak terperi. Sebuah kapak batu diayunkan berulang kali oleh tangan yang perkasa tanpa kenal mapun. Ia tak pernah mengerti tentang adat, ia tak dapat melawan, ia Cuma seoarng bocah yang terjebak ke dalam tatanan nilai yang mengerikan. (hlm. 52).
3. Tema Masalah kehidupan yang cukup kompleks menyebabkan novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani syarat dengan tema. Tema-tema tersebut tersebar pada bagian peristiwa dengan fokus masalah tertentu. Tema yang di angkat oleh penulis novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani ialah mengenai penderitaan wanita suku Dani. Hidup ini adalah kekalahan, bahkan setelah ia memberikan segalanya bagi perkawinannya. Setelah dibayar dengan babi-babi pada hari perkawinan itu, maka seorang wanita suku Dani hanyalah budak. Ia harus bekerja sepanjang hari untuk memenuhi kebutuhan makan. Tak ada waktu istirahat, demikian pula ketika ia berada dalam keadaan lemah, karena kehamilan. Ia harus tetap bekerja di kebun, membelah kayu bakar, sehingga bara api menyala dan ubi manis masak sebagai bahan makanan. Bila tidak ada makanan, maka suaminya akan mengamuk dan memukulnya. (hlm. 6-7).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Hal ini disampikan melalui pikiran Aburah seorang wanita suku Dani yang sedang meratapi nasibnya dan menunggu ajal menjemputnya. Tidak ada pilihan untuk menolak bahkan memberontak karena adat tidak akan membela wanita suku Dani. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Lapina yang tidak bisa menolak adat karena ia adalah bagian dari adat. Ia tak pernah merasa sebagai suami istri, ia hanyalah pelaku adat. Pelaku yang kehilangan sukma dan akhirnya tampil sebagai patung hidup. (hlm. 31).
Tidak hanya penderitaan yang dialami oleh wanita suku Dani tetapi kekerasan dalam rumah tangga juga dialami oleh wanita suku Dani. Secara adat kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki suku Dani kepada istrinya dianggap benar karena, laki-laki suku Dani sudah membayar istrinya dengan sangat mahal. Hal ini terdapat pada kutipan berikut “He perempuan! Kau sudah berani bicara rupayanya. Tak sekalisekali engkau dapat menentangku, karena memang benar aku telah membayarmu. Jadi, mana tembakau buatku? Ibarak menadahkan tangan. “Engkau lebih memikirkan tembakau daripada anakmu? Bukankah engkau bisa pergi ke kota, menjual gendewa dan anak panah untuk harga rokokmu?” “Berani benar engkau Liwa!” tangan Ibarak terayun dengan amat kuat, mendarat di pipi Liwa. (hlm. 84).
Selain tema mengenai penderitaan dan kekerasan wanita suku Dani, penulis juga mengangkat tema tentang bagaimana adat memandang wanita suku Dani. Hal ini terdapat pada kutipan berikut. Konon, darah wanita yang datang setiap bulan dapat menyebabkan perlengkapan perang itu kehilangan tuah, dan tak dapat dimanfaatkan untuk mengalahkan lawan dalam sebuah pertarungan. (hlm. 4). Konon, darah yang mengalir dari rahim seorang ibu yang melahirkan, dapat menghilangkan tuah dari alat-alat perang yang tersimpan di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
honai adat. Sebab itu Lapina harus melahirkan seorang diri, jauh dari silimo. (hlm. 36).
Terlihat jelas bagaimana wanita dianggap lemah dan hanya membawa kesialan terutama bagi alat-alat perang yang disucikan. Bahkan secara adatpun wanita dibuat tidak berdaya. Adat benar-benar membuat wanita suku Dani tak mempunyai hak atas hidup dan membuat suatu pilihan bagi dirinya sendiri. Jangankan membuat putusan atau memilih wanita suku Dani juga tidak mempunyai tempat berlindung. Hal ini dibuktikan dalam kutipan melalui percakapan. “Aku tak rugi apa-apa bila engkau dan anak-anakmu tinggal menetap di sini, tetapi Ibarak telah meminta dariku dengan babi-babi itu. Aku tak mengusirmu, tapi aku menyalahi adat apabila tak memberi izin pada Ibarak untuk mengambilmu dan anak-anakmu”. (hlm. 92).
Berdasarkan pembahasan tema-tema tersebut, dapat disimpulkan bahwa tema utama novel ini adalah “adat telah meminggirkan hak wanita akan kenyamanan dan menjalani segala pilihan dengan bebas.
4. Hubungan antarunsur Kehadiran berbagai unsur intrinsik dalam karya fiksi dimaksudkan untuk membangun cerita. Unsur intrinsik dalam cerita tidak dapat berdiri sendiri, karena itu hubungan antarunsur intrinsik sangat penting untuk menimbulkan kemenyeluruhan. a. Tema dengan Tokoh Tema dan tokoh memiliki hubungan yang saling mendukung. Tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara langsung, tokoh bertugas mendukung dan menyampaikan tema tersebut. Tentu saja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI100
berhubung fiksi merupakan karya seni, penyampaian tema itu seharusnya tidak bersifat langsung, melainkan hanya melalui tingkah laku (verbal dan nonverbal), pikiran dan perasaan, dan berbagai peristiwa yang dialami tokoh itu. Tokoh dalam cerita yang mendukung tema tersebut adalah Liwa, Aburah, Lapina, Kugara, Ibarak, Lopes, Gayatri, Alya, Kadarisman, Ardana, Nilasari, Hera, Trimas, Anton, Dr. Yohanis, Herlambang, dan Bupati. Tema disampaikan melalui peristiwa yang dialami oleh tokohnya, kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah “Adat kita membenarkan seorang laki-laki yang kehilangan istrinya, menikah dengan adik kandungnya. Hal ini berarti, dapatlah kiranya aku menikah denganmu dan Liwa dapat pula menjadi anak tirimu”, Kugara menatap Lapina dengan penuh permohonan. “Tidak usah kau bingung, kau harus tunduk kepada adat. aku akan membayarmu dengan babi. Bila engkau menolak, maka masyarakat yang tunduk pada adat akan mengucilkanmu”. (hlm. 29-30). Wanita di lembah ini masih terpaku pada kehidupan konvensional, di bawah perintah suami untuk memikul seluruh beban keluarga hingga terancam keselamatan hidupnya. Mereka tak dapat memilih, tak dapat merubah atau memberontak, rantai persoalan telah menggiringnya menuju perangkap tanpa jalan keluar. (hlm. 145).
b. Tema dengan latar Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan dikenai sesuatu kejadian. Latar akan mempengaruhi cara berpikir tokoh, dan karenanya akan mempengaruhi tema. Atau sebaliknya, tema yang dipilih akan menuntut latar yang sesuai dan mendukung (Nurgiyantoro, 1995:75). Latar tempat yang mendukung penyampaian tema dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah daerah Wamena yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI101
lembah Baliem tempat yang menjadi pusat perhatian. Karena di lembah ini masih terpaku pada kehidupan konvensional, di bawah perintah suami untuk memikul seluruh beban keluarga hingga terancam keselamatan hidupnya.. Kutipan yang mendukung pernyataan berikut yaitu Wanita di lembah ini masih terpaku pada kehidupan konvensional, di bawah perintah suami untuk memikul seluruh beban keluarga hingga terancam keselamatan hidupnya. Mereka tak dapat memilih, tak dapat merubah atau memberontak, rantai persoalan telah menggiringnya menuju perangkap tanpa jalan keluar. (hlm. 145).
Latar tempat berikutnya adalah honai karena honai merupakan tempat tinggal bagi suku Dani. Kutipan dalam cerita yang mendukung pernyataan berikut adalah Lapina tetap membisu sampai hari perkawinan tiba. Dua puluh ekor babi diserahkan sebagai mas kawin kemudian Kugara mengunjunginya pada kegelapan honai setiap malam, menuntut haknya. Lapina tak dapat memahami ketika takbir terungkap. Kisahkisah yang sering dibisikan sesama gadis remaja ternyata menjadi saat-saat yang membingungkan, aneh dan dipenuhi halimun. Lapina seolah tak sadar terhadap perlakuan Kugara, atau ia memang tak pernah ingin menyadari. Kegelapan di dalam honai telah mengurangi ketakutan, karena ia tak harus melihat wajah Kugara yang menjadi begitu dekat tanpa jarak. Ia tak pernah merasa sebagai suami istri, ia hanyalah pelaku adat. pelaku yang kehilangan sukma dan akhirnya tampil sebagai patung hidup. (hlm. 31).
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap (Nurgiyantoro, 1995: 233). Latar sosial dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI102
Dani menceritakan kehidupan dan adat istiadat suku Dani di Wamena, Papua. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah Hari ini setelah masa berkabung kematian Aburah selesai, ia mengundang kerabat-kerabatnya untuk berkumpul dalam adat bakar batu. Lapina dan kaum wanita lainnya telah memetik hasil kebun dalam jumlah besar dan mencucinya dengan air kali. (hlm. 24-25). Ketika lubang itu dibuka, makanan di dalamnya sudah masak dan segera dikeluarkan dengan asap yang masih mengepul serta aroma yang menerbitkan selera. Seorang wanita di dalam silimo itu telah memeras buah merah (Pandamus sp) sedemikian rupa, maka mencairlah saus berwarna darah yang dituangkan di atas sayur. Makanan yang tampak dalam ukuran besar dibagikan kepada pihak laki-laki, sedangkan yang berukuran kecil diberikan kepada perempuan dan anak-anak. Adat selalu menempatkan laki-laki sebagai pihak yang harus dihormati, sehingga mereka selalu mendapatkan makanan yang terbaik. (hlm. 27).
c. Latar dengan tokoh Antara latar dengan tokoh mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal, akan mempengaruhi sifat tokoh. Bahkan, barangkali tak berlebihan jika dikatakan bahwa sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan latarnya (Nurgiyantoro, 1995:225). Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani menceritakan tentang Liwa seorang wanita suku Dani yang tinggal di lembah baliem Wamena, Liwa masih menganut kehidupan konvensional, yaitu di bawah perintah suami untuk memikul seluruh beban keluarga walaupun peradaban modern sudah mulai memasuki tempat tinggalnya. Kutipankutipan dalam cerita yang mendukung pernyataan berikut adalah Di dalam silimo Liwa masih bertahan pada kehidupan masa lampau. Arus perubahan tak seluruhnya menyentuh hidupnya, kecuali suatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI103
upaya untuk mendapatkan uang merah dengan menjual hasil kebun di pasar Nayak. Di luar kebun dan pasar, maka Liwa adalah seorang gadis yang telah dewasa, ia tak tahu pasti berapa umurnya, seperti halnya seluruh orang-orang disekitarnya ia tak perlu mengenal umur dan tanggal lahir. (hlm. 63). Diam-diam Liwa mengeluh dalam hati, untuk yang pertama kali setelah mengenal Ibarak, ia mulai merasa kesal. Tapi, apa boleh buat? Liwa harus memikul tugas ganda memelihara kebun sambil menjaga anaknya. Pagi hari Liwa meletakkan bayinya di dalam noken, menyarungkan tali noken dikepalanya, sehingga bobot bayi menempel pada punggungnya. Sore hari Liwa pulang dalam keadaan letih, ia harus meneruskan tugas rutin, yaitu membelah kayu bakar dan memberi makan babi-babi kemudian menidurkan bayinya. (hlm. 78).
5. Feminisme Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani mengemukakan masalah kekerasan dan penindasan terhadap kaum wanita. Masalahmasalah tersebut saling berhubungan dan apabila dilihat dengan kacamata feminisme berarti menyaran pada masalah prasangka gender yang mendorong lahirnya emansipasi wanita. Prasangka gender ditimbulkan oleh anggapan yang salah kaprah terhadap jenis kelamin dan gender. Di masyarakat selama ini terjadi peneguhan pemahaman yang tidak pada tempatnya mengenai gender. Apa yang disebut gender karena dikonstruksikan secara sosial budaya dianggap sebagai kodrat Tuhan (Fakih via Sugihastuti, 2010:206). Gender itu bukanlah ciptaan Tuhan, tetapi hanya ciptaan masyarakat. Masyarakat berprasangka bahwa di balik jenis kelamin ada gender dan ternyata prasangka itu berbeda pada masyarakat di suatu tempat dengan masyarakat di tempat lain. Pada masyarakat suku Dani, yang dianggap kodrat wanita,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI104
selain mengandung, melahirkan dan menyusui anak, adalah tugas mengurus rumah tangga (mengatur makanan, pergi ke kebun, membelah kayu bakar, dan memberi makan babi-babi) dan mengasuh (memelihara, membesarkan, dan mendidik) anak. Masyarakat suku Dani berprasangka bahwa pekerjaan mengurus rumah tangga dan mengasuh anak adalah pekerjaan wanita. Secara otomatis wanita diposisikan pada tugas domestik. Laki-laki tidak boleh ikut campur dalam pekerjaan domestik karena mereka mempunyai tempat bekerja sendiri, yaitu tugas berburu dan berperang. Pembagian tugas itu sesungguhnya bukan merupakan kodrat Tuhan, tetapi hanya merupakan konstruksi sosial budaya yang telah berjalan lama. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut. “Bekerja di kebun dan mencari makan adalah urusanmu. Maaf sekali, aku tak dapat menggantikanmu. Kalau kau tak segera pergi ke kebun untuk mencari makanan, kau akan tahu akibatnya”, Kugara menyatakan ancaman. (hlm. 38).
Prasangka
gender
juga
melahirkan
ketidakadilan
yang
termanifestasikan ke dalam bentuk subordinasi atau tidak diprioritaskan dalam pengambilan keputusan, beban kerja yang lebih berat, dan kekerasan terhadap wanita. Bersumber dari adat, prasangka gender menciptakan stereotip wanita. Wanita adalah makhluk yang lemah dan hina. Olah karena itu, perannya dalam masyarakat tidak dihargai, bahkan tidak diberi peran sama sekali. Berikut ini adalah kutipan-kutipan bagaimana adat memandang wanita suku Dani dan bagaimana adat memnadang laki-laki suku Dani.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI105
Konon, darah kotor wanita yang datang setiap bulan dapat menyebabkan perlengkapan perang itu kehilangan tuah, dan tak dapat dimanfaatkan untuk mengalahkan lawan dalam sebuah pertarungan. Sebab itu wanita suku Dani tak diizinkan untuk mendekat, terlebih menyentuh perlengkapan perang itu. (hlm. 4). Adat di kampung ini membenarkan seorang duda yang kehilangan istri, karena kematian, untuk menikah dengan saudara perempuan almarhum istrinya. Dengan demikian, maka ikatan keluarga dengan pihak istri dapat tetap diteruskan. Sementara anaknya akan menjadi anak tiri dari saudara kandung istrinya sendiri. (hlm. 8). Bahwa secara adat ia memang berhak memerintah Aburah, karena telah membayarnya dengan babi-babi pada hari perkawinan itu. Ia telah membeli seorang wanita dengan harga yang sangat mahal. Seperti halnya setiap laki-laki di kampung ini, ia berhak memperbudak wanita yang dinikahi, sekalipun wanita itu tengah hamil atau baru saja melahirkan anak yang dikandungnya. (hlm. 11). Makanan yang tampak dalam ukuran besar dibagikan kepada pihak laki-laki, sedangkan yang berukuran kecil diberikan kepada perempuan dan anak-anak. Adat selalu menempatkan laki-laki sebagai pihak yang harus dihormati, sehingga mereka selalu mendapatkan yang terbaik. (hlm. 27).
Posisi wanita yang disubordinatkan, membuat laki-laki cenderung memperlakukan wanita (istri) sebagai benda yang dimilikinya, layaknya benda-benda yang lain (Wahyuni via Sugihastuti, 2010:218). Karena istri dianggap sebagai barang, suami dapat berbuat sewenang-wenang terhadap istri, sedangkan istri seolah-olah tidak mempunyai hak untuk melawan tindakan suami, termasuk mencegah suami untuk melakukan kekerasan dan kawin lagi. Seperti apa yang dialami oleh Liwa, ia tidak mampu mencegah suaminya Ibarak untuk menikah lagi. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut. “Aku hendak menikah lagi Liwa”, Ibarak membuka pembicaraan. “Dengan siapa?” “Dengan anak gadis Lorina”. “Kapan kau hendak menikah?”. “secepatnya”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI106
Liwa terdiam, tak tahu dengan pasti bagaimana perasaan hatinya. Sudah menjadi suatu hal yang lumrah, bahwa di kampung ini seorang suami dapat memilki lebih dari seorang istri, dengan satu syarat, ia mampu membayarnya dengan babi. Istri kedua, ketiga, dan selanjutnya akan meringankan beban istri pertama, karena ia akan melakukan pekerjaan sehari-hari yang sama. Beban hidup Liwa pasti akan menjadi berkurang. Tetapi jauh di dalam hati kecil ada suara yang tak dapat dibungkam, ia terjebak ked alam suatu kehidupan yang ganjil dan tak mudah dimengerti. (hlm. 217).
Karena adat yang melestarikan prasangka gender itu sangat merugikan wanita, timbullah penentangan terhadap adat lama dari kalangan wanita yang menyadari bahwa ada ketidakadilan, sehingga muncullah emansipasi wanita. Emansipasi wanita pada dasarnya merupakan embrio feminisme, yaitu kelompok atau gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya (dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya) antara laki-laki dan perempuan (Djajanegara via Sugihastuti, 2010:220). Sedangkan inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki (Djajanegara, 2000: 5-6). Wanita pada zaman Liwa tidak menuntut disamakan benar-benar dalam segala hal dengan laki-laki. Mereka menyadari bahwa menjadi benar-benar sama tidak mungkin terjadi. Mereka hanya menginginkan agar laki-laki menghargai wanita sehingga dapat menjalani kehidupannya secara wajar. Jika laki-laki tidak dapat memuliakan dan menghargai wanita, paling tidak laki-laki memandang wanita sebagai istrinya. Wanita
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI107
jangan dianggap sebagai budak atau makhluk yang hina. Wanita harus diberi kebebasan dan kesempatan untuk menentukan apa yang terbaik baginya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut. “Aku tahu kau baru melahirkan Lapina, tapi coba kau lihat persediaan makanan kita sudah menipis. Kalau kau tak pergi ke kebun kita akan kelaparan”, Kugara membuka pembicaraan. “Kau tahu badanku masih sangat lemah, tidakkah untuk sementara kau dapat menggantikan pekerjaanku?” Lapina menyanggah sambil menyusui bayinya yang mungil, (hlm. 31). Liwa pernah berbaring seharian di dalam honai, karena kandungan yang kian membesar, tetapi ketika persediaan ubi manis telah habis, maka Ibarak menegurnya. “Engkau harus kembali pada tugasmu, atau kita akan kelaparan”. “Tidakkah kau tahu akan keadaanku?” Liwa membela diri “Aku tahu, tapi inilah adat dalam keluarga. Bukankah aku telah membayarmu dengan harga yang mahal? Engkau tak bisa mengelak dari tanggung jawab. Dan aku tak ma uterus menerus memarahimu”. Ibarak berkata seolah-olah Liwa adalah seorang wanita sehat yang dapat melakukan segalanya. (hlm. 217).
Protes Liwa terhadap pemberian tugas yang tidak adil terhadap kaum wanita itu merupakan kesadaran dirinya bahwa perempuan secara substansial adalah makhluk yang berdiri sendiri (otonom). Kesadaran Liwa akan adanya ketidakadilan diwujudkan dengan sikap dan tindakan Liwa yang mulai menentang suaminya. Berikut ini akan dipaparkan sikap dan tindakan yang bersifat feminisme yang dilakukan oleh wanita suku Dani, khususnya Liwa dan Lapina. a. Berani melawan Berani merupakan suatu sikap hati yang mantap dan mempunyai rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya dan rasa takut. Dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani penulis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI108
menjumpai
kutipan
yang
mengandung nilai
feminisme yang
menunjukan sikap berani melawan. Berikut adalah contoh feminisme yang menunjukkan sikap berani melawan. “Aku tahu kau baru melahirkan Lapina, tapi coba kau lihat persediaan makanan kita sudah menipis. Kalau kau tak pergi ke kebun kita akan kelaparan”, Kugara membuka pembicaraan. “Kau tahu badanku masih sangat lemah, tidakkah untuk sementara kau dapat menggantikan pekerjaanku?” Lapina menyanggah sambil menyusui bayinya yang mungil, ia sungguh merasa kasihan dan sayang terhadap anak tak berdosa yang telah dilahirkannya. “Bekerja di kebun dan mencari makan adalah urusanmu. Maaf sekali, aku tak dapat menggantikanmu. Kalau kau tak segera pergi ke kebun untuk mencari makanan, kau akan tahu akibatnya”, Kugara menyatakan ancaman. (hlm. 37-38). “Mana tembakau?” Ibarak menuntut ketika Liwa baru saja duduk melepas lelah di dekat honai. “Tak ada”. “Bukankah engkau baru saja menjual hasil kebun ke pasar?” Ibarak tampak tidak senang. “Betul”. “Terus ke mana hasilnya? Mana tembakau buatku?” Ibarak menatap Liwa dengan tajam. “Apakah engkau tidak melihat, bahwa anakmu sakit-sakitan? Ia memerlukan pakaian buat pelindung”, Liwa mulai tampak ketakutan, tapi benar, ia harus menganggap pakaian itu lebih penting dari pada tembakau. “Jadi?” suara Ibarak mulai meninggi. “Jadi kenapa? Kau juga orang tua dari anak yang kulahirkan, mestinya kau harus ikut pula bertanggung jawab atas anak itu. Benar, engkau telah membayarku dengan babi, tapi lihatlah, aku bekerja setiap hari sepanjang tahun seperti budak. Aku telah tujuh kali mengandung dan melahirkan kemudian membesarkan anakanak, aku meratap memberi makan anak-anakku. Lalu engkau? Apa yang dapat kau lalukan selama hidup bertahun-tahun denganku? Engkau tak perlu lagi menyambung nyawa pergi berperang. Seharusnya engkau mengerti akan penderitaan hidupku!” Liwa bersuara dengan lantang, ia bahkan merasa heran dengan kata-kata yang baru saja diucapkan. “He perempuan! Kau sudah berani bicara rupanya. Tak sekalisekali engkau dapat menentangku, karena memang benar aku telah membayarmu. Jadi, mana tembakau buatku? Ibarak menadahkan tangannya. (hlm. 83-84).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI109
Perlawanan yang dilakukan oleh Liwa akibat dari kekesalannya pada suaminya yang tidak perduli pada anaknya dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Walaupun secara adat memang benar bahwa Liwa harus tunduk dan patuh pada suaminya tetapi Liwa tidak ingin anaknya menderita. Berawal dari membela anaknya, akhirnya Liwa pun memberanikan diri untuk melakukan perlawan demi anaknya. Tokoh Liwa tidak hanya berani melawan, tetapi juga ia berani melakukan tindakan atas perlawanannya tersebut. Berikut adalah tindakan-tindakan
yang diambil oleh Liwa atas keberaniannya
melawan suaminya Ibarak. 1) Tindakan pergi dari rumah Sikap berani melawan yang ditunjukkan di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani juga menunjukkan sebuah tindakan akibat dari tekanan-tekanan atau akibat dari penindasan dan kekerasan yang dialami. Tindakan itu dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut. “Kalau masih berani melawanku, aku akan membunuhmu!” Ibarak mengancam. “Aku tidak takut mati”, jawab Liwa, wanita itu melepaskan diri dari pegangan orang banyak dan pergi dengan langkah pasti meninggalkan silimo. Liwa berjalan ke dalam hutan, tanpa sadar arah yang dituju sampai akhirnya ia merasa letih. Wanita itu duduk di bawah sebatang pohon dengan luka berdarah dan sakit pada sekujur tubuhnya, matanya menatap lurus ke depan pandangan berapi. Tanpa terasa hari menjelang gelap, Liwa merasa lapar, iapun berdiri sambil berpegangan pada pohon dan membersihkan darah yang mengotori tubuhnya. Ia kembali berjalan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI110
langkahnya tak menuju pada silimo yang menjadi tempat tinggalnya. Tiba-tiba Liwa merasa rindu kepada Lapina, lama sudah ia tak mengunjungi wanita itu, karena terlalu sibuk dengan kebun, anak-anak dan Ibarak. (hlm. 85-86).
Tindakan
tersebut
diambil
karena
Liwa
mengalami
penderitaan dan kekerasan yang dilakukan oleh Ibarak suaminya, sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan Ibarak yang kasar. Akhirnya Liwa memutuskan untuk pergi dari honai dan pulang kepada Lapina ibu tirinya untuk sejenak menenangkan pikiran dan hatinya dari Ibarak. 2) Tindakan membalas pukulan Selain tindakan pergi dari rumah tokoh Liwa pun melakukan tindakan berupa membalas pukulan, hal ini dilakukan oleh Liwa semata-mata hanya ingin membela diri dari Ibarak. Liwa yang sering mendapat perlakuan kasar dari Ibarak sudah tidak sanggup lagi berdiam diri dan menahan rasa sakit lagi. Akhirnya Liwapun melakukan perlawanan dengan cara membalas pukulan Ibarak. Hal ini dibuktikan melalui kutipan sebagai berikut. “Berani benar engkau Liwa!” tangan ibarak terayun dengan amat kuat, mendarat di pipi Liwa. Perempuan itu merasa sakit, rasa sakit itu mneyebar ke seluruh tubuh, mengobarkan kemarahan. Selama ini ia selalu mengalah dengan setiap perlakuan Ibarak, tapi hari kesabarannya telah musnah. Liwa harus melakukan sesuatu, iapun menerjang Ibarak dengan membabi buta dan mencakar-cakar Ibarak dengan kukunya yang tajam. (hlm. 84). Dengan sekali tolak Liwa terjatuh ke tanah, Ibarak langsung menyepaknya. Ia mengira, Liwa akan menjadi ketakutan dan melolong-lolong karenanya. Ternyata tidak, dengan kalap Liwa menyambar kayu bakar dan menghantam tengkuk Ibarak keraskeras. Laki-laki itupun tersungkur ke tanah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI111
Tapi Ibarak tak terdiam lama, ia segera bangkit dan menatap Liwa dengan geram. Ibarak tak berpikir lebih lama lagi, ia menghajar Liwa dan Liwapun tak mau mengalah. Keduanya saling memukul hingga darah mengucur dan orang-orang datang melerai. Ibarak seakan tak percaya, bahwa Liwa berani menyerangnya, wanita itu kini telah dipenuhi memar dan cucuran darah. (hlm. 84-85).
Dalam kutipan dia atas terlihat bagaimana Liwa seorang wanita yang dianggap lemah dan tidak berdaya daya dapat melakukan hal yang mustahil dilakukan oleh wanita suku Dani lainnya karena mereka harus tunduk kepada adat. Tapi, inilah keberanian dan perlawanan yang dilakukan oleh Liwa akibat dari penindasan dan kekerasan yang ia rasakan. b. Berani bertanya Dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani penulis menjumpai
kutipan
yang
mengandung nilai
feminisme yang
menunjukan sikap berani bertanya. Berikut adalah contoh feminisme yang menunjukan sikap berani bertanya. Sikap berani bertanya dilakukan oleh tokoh Lapina karena merasa dipojokan oleh pertanyaan yang membuat ia bingung, sehingga tokoh Lapina berani bertanya. Bertanya merupakan upaya meminta penjelasan yang dilakukan oleh wanita terhadap laki-laki. Pernyataan tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut. Suatu ketika Liwa tengah terbaring di dalam honai, ia mendengar suara orang bercakap-cakap. “Sampai kapan engkau akan menjanda Lapina?” terdengar suara seorang laki-laki membuka pembicaraan. “Mengapa engkau bertanya akan hal itu?” Lapina segera menjawabnya. “Tak baik terlalu lama menjanda, lagi pula engkau masih sangat muda”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI112
“Hari ini, aku bahkan masih dalam kedukaan, apa maksudmu?” Lapina balik bertanya. (hlm. 54).
Dalam kutipan di atas, menunjukkan bahwa Lapina tidak suka pada seorang pemuda yang tertarik padanya dan ingin memintanya secara adat menjadikan dirinya sebagai istri. Ketidaksukaan Lapina tersebut ia tunjukkan melalui keberanian untuk bertanya kepada pemuda itu, apa maksudnya bertanya seperti itu. Padahal Lapina masih dalam kedukaan akibat kematian suaminya karena perang suku. Keberanian Lapina dalam hal bertanya untuk meminta pengertian
ditunjukan
melalui
percakapannya
dengan
Kugara
suaminya pada saat kugara menegur Lapina karena tidak pergi ke kebun sementara persediaan makanan sudah menipis. Pernyataan tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut. “Engkau selalu seharian di kebun, tetapi mengapa ubi manis yang kau bawa hanya sedikit?” demikian Kugara menegur Lapina di depan pintu silimo. “Tidakkah engkau melihat, badanku kian hari kian lemah?” Lapina balik bertanya. “Aku telah membayarmu dengan babi, kau harus bekerja untukku dan untuk babi-babi itu”, Kugara memberi tekanan dalam suaranya, tampak sekali bahwa ia tidak senang. “Memang betul, tetapi babi-babi itu tidak membuatku menjadi kuat”, Lapina menghempaskan seluruh bobot noken ke lantai honai dan iapun mulai sibuk menyalakan kayu bakar. (hlm. 33-34).
Dalam kutipan di atas, telihat bahwa Lapina yang dalam keadaan lemah meminta Kugara suaminya untuk sedikit mengerti keadaannya. Dengan berani Lapina pun bertanya kepada Kugara dan ia berharap bahwa Kugara akan mengerti, tetapi Kugara sama sekali tidak mau
mengerti
dan
tetap
menyuruh
Lapina
untuk
bekerja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI113
Ketidakmengertian Kugara membuat Lapina kesal dan akhirnya ia menunjukkannya dengan cara membanting noken dan melakukan kesibukan. Sikap berani bertanya ini juga di lalukan oleh tokoh Liwa, sebagai bentuk perlawanan terhadap suaminya yang tidak mau mengerti dan perduli pada keadaannya. Pernyataan tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut. “Engkau harus kembali pada tugasmu, atau kita akan kelaparan”. “Tidakkah kau tahu akan keadaanku?” Liwa membela diri. “Aku tahu, tapi inilah adat dalam keluarga. Bukankah aku telah membayarmu dengan harga yang mahal? Engkau tak bisa mngelak dari tanggung jawab. Dan aku tak ma uterus menerus memarahimu”. Ibarak berkata seolah-olah Liwa adalah seorang wanita sehat yang dapat melakukan segalanya. (hlm. 77-78).
Dalam kutipan di atas, terlihat bagaimana Liwa mengeluarkan keberaniannya untuk membela dirinya sendiri yang lelah dengan perlakuan suaminya. Keberaniann untuk meminta pengertian terhadap suaminya ternyata tidak mendapatkan hasil, suaminya selalu mengatasnamakan adat untuk menekan Liwa dan Liwa pun tidak bisa berbuat banyak. “Melakukan apa?” “Kau cukup berlemak, kau menarik bagi laki-laki lain”. “Kalau menarik kenapa?” “Aku sering melihat Lopes sedang mengamat-amatimu, agaknya ia tertarik”. “Apa sebenarnya maumu?” “Aku ingin babi. Babi-babi itu akan membuatku menjadi orang kaya di kampung ini”. “Kau sudah gila Ibarak”. (hlm. 201).
Kutipan ini menunjukkan keberanian yang dilakukan Liwa yang bertanya pada suaminya tentang maksud suaminya mengatakan bahwa ia cukup berlemak dan menarik. Setelah ia bertanya dan ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI114
mendapatkan kejelasan maka Liwa dengan tegas menolak. Ternyata suaminya menginginkan dirinya dijadikan umpan untuk menjerat pemuda lain, sehingga suaminya dapat menuntut denda babi kepada pemuda itu karena telah mengganggu Liwa. “Liwa, kau tahu bukan? Babi-babiku banyak berkurang?” Ibarak mengalihkan pembicaraan. Liwa mnegerutkan keningnya, ia tak tahu kemana arah pembicaraan suaminya. “Kalau kurang kenapa Ibarak?” “Aku ingin mendapatkannya kembali”. “Nanti, babi itu juga akan beranak pinak”. “Aku tak sabar Liwa”. “Terus, apa maumu?” Suasana di dalam honai tiba-tiba menjadi hening, Liwa bisa mendengar hembusan napas Ibarak yang berat dan ia merasakan kerisauannya. (hlm. 225).
c. Berani menolak Dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani penulis menjumpai
kutipan
yang
mengandung nilai
feminisme yang
menunjukan sikap berani menolak. Berikut adalah contoh feminisme yang menunjukkan sikap berani menolak. “Aku pasti akan melamarmu dengan babi-babi dan engkau pasti akan menjadi istriku”. “Jangan bermimpi, aku masih dapat bertahan hidup dengan hasil kebun. Aku tak menginginkan babi-babi itu”, suara Lapina terdengar tegas. “Aih, perempuan muda. Engkau tinggi hati sekali”, tiba-tiba terdengar suara berbisik, diam sesaat, kemudian kembali terdengar suara Lapina berbicara. Kali ini dengan sangat tegas. “Kalau engkau berani menggangguku, aku akan mengadu pada tua-tua adat dan mereka akan menuntut denda babi kepadamu. Atau aku akan menangis berhari-hari, sehingga suara tangisanku dapat memancing seisi silimo ini untuk membunuhmu!” terdengar suara benda keras terbanting, tak lama kemudian Lapina segera menerobos masuk ke dalam honai, membaringkan tubuh disamping Liwa. (hlm. 54-55).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI115
Sikap penolakan ini dilakukan oleh Lapina karena ia tidak ingin merasakan masa-masa pahit dan menyedihkan seperti apa yang ia alami waktu menjadi istri Kugara. Penolakan ini dilakukan karena Lapina tidak ingin tertindas dan ingin merasakan kehidupan dengan segala pilihannya sendiri tanpa harus patuh kepada adat. Selain Lapina, tokoh Liwa pun melakukan sikap yang berani menolak keinginan dari suaminya Ibarak. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini. “Ibarak tidakkah kau sadari, bahwa perbuatanmu itu melampaui batas?” “Kau tidak bisa melawan perintahku”. “Aku tidak bisa dan tidak akan pernah melakukan, aku lebih senang kalau engkau membunuhku daripada melakukan perbuatan tertukut itu”. “Apa katamu?!” Ibarak merasa darahnya seketika mendidih. Ia sudah bersiap mengayunkan tangan, tapi Liwa dengan benci menatapnya. “Kau selalu menjadikan alasan bayar babi untuk memperdayakanku. Perlu kau ketahui, bahwa tanpa membunuhku, sudah lama aku mati. Aku tak takut apa-apa lagi”, dalam keputusasaan Liwa menyatakan sikapnya, dan sebelum Ibarak mendaratkan pukulan wanita itu berlalu pergi. (hlm 202).
Dalam kutipan di atas, menunjukkan bahwa sikap berani menolak yang dilakukan oleh Liwa adalah akibat dari kejenuhan Liwa terhadap keinginan Ibarak suaminya yang selalu mengatasnamakan adat dan memperdaya dirinya. Penolakan yang lainnya juga dilakukan oleh Liwa pada saat Ibarak me,nunjukan perhatiaannya, tetapi Liwa mengerti bahwa perhatian Ibarak itu tidak tulus, ia baik karena ada maunya. “Liwa, kau harus makan yang banyak, masa berkabung sudah lewat” suatu hari Ibarak mengunjungi Liwa di dalam honai dan mulai membuka pembicaraan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI116
“Aku tak enak makan Ibarak”. “Kau tak boleh begitu, makanlah yang banyak supaya tubuhmu kembali berlemak”. Liwa tak menanggapi kata-kata Ibarak, ia menjatuhkan ubi yang ditawarkan kepadanya. “Nanti juga aku makan sendiri”. (hlm. 224).
Kutipan di atas menunjukkan penolakan yang dilakukan oleh Liwa pada Ibarak. Liwa yang mengetahui maksud dari perhatian yang diberikannya, membuat Liwa geram dan dengan tegas menolak perhatian yang diberikan Ibarak. “Tentu aku masih teringat, seorang laki-laki yang tertarik akan diriku. Aku tahu kemana arah pembicaraanmu Ibarak. Tapi sebelum kau lanjutkan, harus kau ketahui, bahwa aku tak takut dengan ancamanmu, kalaulah aku mesti melawan kehendakmu. Aku menyesal pernah memohonmu untuk melamarku dengan babibabi kala kita masih muda. Ternyata menjadi alasan bagimu untuk memperdayakanku. Kalau anak-anakku seluruhnya masih hidup, aku akan bertahan bagi penderitaan itu, karena mereka adalah kekuatan mutlak bagiku. Tapi mereka sudah menjadi abu, aku tak punya alasan untuk merasa takut dengan ancaman, bahwa kau akan membunuhku, sebab aku sudah mati berulang kali sebelum jenazahku diperabukan. Lebih baik biarkan aku sendiri, sekali ini masa berkabung bagiku tak akan pernah berakhir. Tak akan, jadi jangan coba-coba memperdayakanku. Lebih baik kau membunuhku daripada tetap hidup, tapi kau terus menerus memperdayakanku”. (hlm. 225-226).
Kutipan di atas menunjukkan penolakan Liwa terhadap keinginan Ibarak yang menurutnya sudah melampaui batas. Dengan kebaranian Liwa menolak dan ia tidak takut lagi pada ancaman-ancaman yang Ibarak lontarkan. Liwa telah jenuh dan ia sudah tidak dapat bertahan lagi dengan segala perlakuan yang Ibarak lakukan terlebih ketika Liwa harus kehilangan anak-anaknya akibat kebakaran. Tidak ada lagi alasan bagi Liwa untuk bertahan dan menuruti kehendak Ibarak karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI117
ia merasa sudah tidak memiliki apa-apa lagi kecuali dirinya sendiri, akhirnya dengan segala keberanian Liwa menolak keinginan Ibarak.
C. Pembahasan Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani merupakan karya fiksi karya Dewi Linggasari. Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani seperti karya sastra pada umumnya memiliki struktur intrinsik yang membangun novel itu menjadi karya yang menarik. Struktur intrinsik yang diteliti dalam novel tersebut meliputi tokoh, penokohan, latar dan tema. Menurut Abram melalui Nurgiyantoro (2007: 165) tokoh cerita adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani memiliki enam belas tokoh yaitu Liwa, Aburah, Lapina, Kugara, Ibarak, Gayatri, Ardana, Nilasari, Herlambang, Alya, Kadarisman, Hera, Trimas, Anton, Dr. Yohanis, dan Bupati dengan uraian perwatakan masing-masing. Keenam belas tokoh memiliki peran dan intensitas kemunculan yang berbeda-beda. Tokoh Liwa merupakan tokoh protagonis dan menjadi pusat cerita dan menjadi tokoh utama. Tokoh Ibarak merupakan tokoh antagonis dan bukan sebagai tokoh utama. Tokoh Gayatri merupakan tokoh wirawan karena Gayatri mempunyai keagungan pikiran dan keluhuran budi yang tercermin di dalam maksud dan tindakan yang mulia, sedangkan Aburah, Kugara, Lapina, Hera, Anton, Trimas, Alya, Kadarisman, Herlambang, Dr. Yohanis, dan Bupati sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI118
tokoh tambahan, intensitas kemunculannya tidak banyak tetapi membantu menghidupkan cerita. Alasan Gayatri dijadikan sebagai tokoh wirawan adalah selain karena cerita di tulis berdasarkan pengalaman tokoh Gayatri juga untuk menampilkan cerita yang unik atau berbeda karena kebanyakan karya sastra hanya terdapat tokoh protagonis dan antagonis saja. Latar dalam karya sastra terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial (Nurgiyantoro, 2007: 227-237). Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani juga memiliki latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat mengacu pada tempat terjadinya peristiwa, latar tempat dalam cerita meliputi Wamena, Papua dan Yogyakarta. Latar waktu mengacu pada kapan terjadinya peristiwa, latar waktu dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani yaitu tanggal, hari, siang-malam. Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial tempat di mana cerita terjadi. Latar sosial dalam cerita menggambarkan situasi adat istiadat masyarakat suku Dani, masyarakat Dani adalah masyarakat tradisional yang senantiasa mengembangkan sikap tolongmenolong, gotong royong, dan kebersamaan. Alasan terdapatnya ketiga latar yang meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial dalam cerita adalah untuk memperjelas dan memberi gambaran kepada pembaca tentang di mana peristiwa terjadi, kapan peristiwa berlangsung, dan bagaimana kehidupan sosial yang melingkupi cerita. Tema merupakan gagasan, ide yang mendasari suatu karya sastra. Tema yang banyak dijumpai dalam karya sastra bersifat didaktis, yaitu pertentangan antara baik dan buruk. Tema biasanya didukung oleh pelukisan latar atau dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI119
penokohan (Sudjiman, 1991:50). Tema dalam cerita tidak diungkapkan secara tersurat namun secara tersirat. Untuk menemukan tema dalam cerita peneliti harus mengamati mulai dari karakter para tokoh. Tema yang terkandung dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah adat yang telah meminggirkan hak wanita akan kenyamanan dan menjalani segala pilihan dengan bebas. Adanya tema memaknai cerita dan alasan tema tersebut adalah gambaran yang ingin disampaikan kepada pembaca bahwa masih terdapat penindasan terhadap wanita yang mengatasnamakan adat. Karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya merupakan kumpulan atau tumpukan halhal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung. Begitu juga dengan novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani unsur-unsur yang membangunnya juga saling berkaitan, membuat suatu hubungan yang timbal balik yang membentuk suatu kesatuan cerita yang menarik untuk dibaca. Seperti tokoh yang dapat bertugas menyampaikan tema melalui tingkah laku para tokoh (Liwa, Ibarak, Gayatri, Aburah, Kugara, Lapina, Hera, Anton, Trimas, Alya, Kadarisman, Ardana, Nilasari, Herlambang, Dr. Yohanis, dan Bupati) dan dialog antartokoh, latar juga mengambil peran yang tidak sedikit, bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan latarnya. Seperti pada latar cerita yang menampilkan masa peradaban modern yang mulai memasuki Wamena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI120
yang membuat pola pikir wanita suku Dani mulai berkembang dan muali berani mengambil tindakan untuk membela dirinya sendiri. Feminisme di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani barulah sebatas ide dan hanya merupakan gerakan individual. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wahyuni via Sugihastuti (2010:223) bahwa persoalan yang dihadapi oleh kaum perempuan merupakan problem sistemik yang tidak mungkin hanya ditolak secara individual. Pembicaraan mengenai pokok-pokok pikiran feminisme dalam novel Sali: Kisah Wanita Suku Dani pada dasarnya merupakan eksploitasi terhadap pikiran, sikap, dan tindakan tokoh cerita dalam hubungannya dengan eksistensi wanita. Dalam novel Sali: Kisah Wanita Suku Dani terdapat tiga sikap dan dua tindakan yang dilakukan oleh tokoh wanita, yaitu (1) sikap berani melawan, yang diikuti oleh dua tindakan (a) tindakan pergi dari rumah, dan (b) tindakan membalas pukulan, (2) sikap berani bertanya, dan (3) sikap berani menolak. Feminisme yang terdapat di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani merupakan feminisme vernacular yaitu feminisme kedaerahan. Menurut Illich via Suguhastuti (2010:240), pada awalnya kata vernacular berarti segala sesuatu yang buat rumah, tenunan rumah, ditanam di rumah, tidak dimaksudkan untuk diangkat dan dipertukarkan di pasar, atau untuk keperluan rumah itu sendiri saja. Illich memakai istilah itu untuk mengacu ke seluruh rangkaian yang terdiri dari dua cabang rangkaian yang tergenderkan. Kata vernacular diartikan “kedaerahan”. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa gender-gender bertalian secara berbeda menurut kebudayaan dan waktunya (Illich via Suguhastuti 2010:240). Masyarakat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI121
suku Dani adalah masyarakat yang khas dan mempunyai karakteristik sendiri dalam memproduksi gender. Dengan demikian, feminisme yang terdapat di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani merupakan feminisme vernacular. Jadi, feminisme vernacular muncul sebagai reaksi atas terjadinya ketidakadilan terhadap wanita oleh adat setempat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI122
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani unsur instrinsik yang diteliti adalah tokoh, penokohan, latar dan tema, serta feminisme tokoh wanita. Kesimpulan mengenai analisis diuraikan berikut ini. Dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani terdapat enam belas tokoh, yaitu Liwa, Aburah, Lapina, Kugara, Ibarak, Gayatri, Alya, Kadarisman, Ardana, Nilasari, Hera, Trimas, Anton, Dr. Yohanis, Herlambang, dan Bupati. Tokoh utama dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah Liwa. Tokoh protagonis adalah Liwa, tokoh antagonis adalah Ibarak dan tokoh wirawati adalah Gayatri. Di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani, tokoh tambahan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tokoh tambahan yang berhubungan langsung dengan tokoh utama dan tokoh tambahan yang tidak berhubungan langsung dengan tokoh utama tetapi berhubungan dengan tokoh wirawati. Unsur latar yang terdapat dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah Wamena, Papua dan Yogyakarta. Latar waktu yang digambarkan dalam cerita adalah tanggal, hari, dan siang-malam. Latar sosial cerita menunjukkan adat istiadat orang suku Dani. Tema yang terkandung dalam Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah adat yang telah
122
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI123
meminggirkan hak wanita akan kenyamanan dan menjalani segala pilihan dengan bebas hal ini ditunjukkan dengan bagaimana adat memandang wanita suku Dani sebagai manusia kelas dua. Karya sastra merupakan sebuah struktur, begitu pula novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani yang juga merupakan bagian dari karya sastra memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan, timbal balik, dan saling mendukung karena masing-masing unsur tidak dapat berdiri sendiri. Kehadiran struktur intrinsik dimaksudkan untuk membangun
cerita yang dapat dinikmati oleh
pembaca. Feminisme yang terdapat di dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani, yaitu adanya usaha dari tokoh wanita suku Dani untuk memperjuangkan haknya agar setara dengan laki-laki dan untuk bebas dari penindasan serta kekerasan yang wanita suku Dani alami. Karena wanita dianggap sebagai manusia kelas dua, segala bentuk kekerasan terhadap mereka dianggap legal dan sah. Kekerasan terjadi di dalam rumah maupun di luar rumah. Bentukbentuk kekerasan di dalam rumah, antara lain adalah penyiksaan oleh suami, pemberian tugas mengasuh anak dan mengurus rumah tangga secara sepihak. Kekerasan itu dilegalkan oleh rumah tangga dan adat. Kekerasan terhadap wanita disebabkan oleh adanya prasangka gender, yaitu pemahaman yang salah kaprah terhadap konsep gender jenis kelamin. Jenis kelamin membagi manusia menjadi laki-laki dan perempuan berdasarkan perbedaan alat kelamin dan reproduksi. Jenis kelamin adalah kodrat Tuhan yang tidak dapat dihindari. Gender adalah pembagian manusia menjadi laki-laki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI124
(maskulin) dan perempuan (feminim) berdasarkan konstruksi sosial budaya. Gender melahirkan stereotipe laki-laki dan perempuan. Laki-laki itu kuat, jantan, perkasa, dan rasional; sedangkan perempuan itu lembut, cantik, keibuan, dan emosional. Gerakan feminisme yang dilakukan oleh tokoh Liwa sebenarnya bertujuan untuk merombak adat yang kolot. Liwa ingin mengubah adat yang menyubordinasikan dan memarjinalkan perempuan menjadi adat yang mengakui keberadaan perempuan. Akan tetapi, adat adalah sistem yang kuat, sedangkan gerakantokoh Liwa baru merupakan gerakan individual. Perubahan belum terwujud, tokoh Liwa sudah meninggal dunia terlebih dahulu. Liwa sudah tidak mampu menahan penderitaan hidupnya. Feminisme dalam novel Sali: Kisah Wanita Suku Dani barulah sebatas pemikiran, sikap, dan tindakan yang merupakan gerakan individual. Penulis menemukan tiga sikap dan dua tindakan yang dilakukan oleh tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Wanita Suku Dani, yaitu (1) sikap berani melawan, yang diikuti oleh dua tindakan (a) tindakan pergi dari rumah, dan (b) tindakan membalas pukulan, (2) sikap berani bertanya, dan (3) sikap berani menolak. Jadi, jelaslah bahwa novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah novel feminis. Namun, feminisme didalamnya tidak sama persis dengan feminisme pada masa sekarang. Feminisme dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani adalah feminisme vernacular, feminisme kedaerahan yang dipengaruhi oleh kondisi setempat pada masa itu. Feminisme ini muncul secara sporadis, bersifat individual, dan belum terwadahi dalam suatu organisasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI125
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, analisis struktural yang mengkaji unsur-unsur intrinsik dan feminisme dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari dapat dijadikan sebagai bukti penguat teori yang digunakan. Analisis tersebut membahas tentang unsur, hubungan antarunsur dan kajian feminisme yang saling berkaitan untuk membentuk sebuah karya sastra yang utuh yang terwujud dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani telah dibuktikan dalam penelitian. Hasil penelitian ini juga dapat diterapkan dalam bidang sastra yaitu dapat menambah khazanah kajian sastra tentang feminisme dalam karya sastra.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas peneliti ingin menyampaikan saran bagi peneliti selanjutnya agar sastra terutama novel masih mendapat perhatian karena memiliki banyak nilai-nilai dan dapat dikaji dengan menggunakan berbagai macam ilmu serta sebagai pembelajaran dan semoga penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan sebagai metode pembelajaran maupun objek yang dianalisis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI126
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief. 1981. Pembagian Kerja Secara Seksual: Sebuah Pembahasan Sosiologis Tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Linggasari, Dewi. 2007. Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Yogyakarta: Kunci Ilmu. Moleong, Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya. ____________. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya. Murniati, Nunuk. 2004. Gentar Gender “Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM”. Magelang: Indonesia Tera. Nurgiyantoro, Burhan.2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Jakarta: Pustaka Pelajar. Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pusat Utama. Redyanto, Noor. 2005. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo. Rendi, Oktavianus. 2011. Feminisme Tokoh Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Santosa, Wijaya Heru. 2010. Pengantar Apresiasi Prosa. Surakarta: Yuma Pustaka. Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang: UMM Press.
126
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI127
Sayuti, A. Suminto. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media. Sofia, Abib. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Citra Pustaka. Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pusat Jaya. Sugihastuti dan Suharto. 2010. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA. Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI128
Biodata Dewi Linggasari Dewi Linggasari lahir di Pekalongan Jawa Tengah, di bulan Mei tahun 1967. Pendidikan dasar hingga menengah atas diselesaikannya di Pekalongan. Pendidikan sarjana jurusan Antropologi UGM selesai pada tahun 1993. Pengalaman penelitian di mulai pada tahun 1993-1994, menjadi asisten peneliti di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM. Dewi sudah berkeluarga. Bersama suaminya beliau menetap di Agast dan sudah dikarunia dua putrid yang sudah menginjak remaja. Tinggal dan bertugas di bumi Papua, menjadikan Dewi semakin kaya batinya sehingga dari tangan dan pikirannya telah muncul karya tulis yang berlatar suku bangsa Papua. Pada tahun 2002 buku Realitas di Balik Indahnya Ukiran (Kunci Ilmu) telah terbit, buku ini berkisah tentang indahnya ukiran Asmat yang telah dikenal seantero dunia, namun tidak seindah nasib yang dialami para perajinnya. Buku lainnya tentang potret hidup wanita Asmat yang semakin hari semakin tertindas, dilukiskannya lewat buku Yang Perkasa, Yang Tertindas (Bigraf, 2004). Sebuah novel yang berjudul Kapak (Kunci Ilmu, 2005) juga pernah Dewi tulis, bertutur tentang kerasnya hidup yang dilalui seorang anak Asmat dalam mempertahankan hidup dengan tidak diimbangi gizi yang mencukupi. Selain itu, aktivitas dan hubungan yang luas menjadikan Dewi seorang anggota Panwaslu Kab. Asmat. Lewat buku Pemilu di Mata Orang Asmat (Panwaslu Kab. Asmat, 2004), Dewi mengajak bagaimana masyarakat Asmat memahami demokrasi pada Pemilu 2004 yang lalu. Dewi saat ini menjabat sebagai Kasubag Program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Asmat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI129
Sinopsis Cerita Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Terlahir menjadi seorang wanita berarti penderitaan yang tidak kunjung henti sebab, dari kecil wanita suku Dani harus membantu ibunya di kebun, membantu mengasuh bayi, memberi makan babi-babi, membelah kayu bakar, dan menyiapkan makanan untuk seluruh keluarga. Sedangakan laki-laki tidak mempunyai tugas apapun selain berburu dan berperang. Bagi wanita suku Dani perkawinan adalah kematian. Mereka harus siap menjadi budak bagi suami mereka karena mereka telah di beli oleh suami mereka dengan membayarkan dua puluh ekor babi. Bagi laki-laki suku Dani babi merupakan harta yang paling berharga yang mereka miliki. Keindahan lembah Baliem yang digambarkan dengan hijaunya hutan yang belum terjamah dan selalu berselimut kabut putih tipis serta honai dan silimo yang bergerumbul tidak mampu menutup luka hati akibat penindasan hidup atas nama adat kepada wanita suku Dani. Liwa adalah sosok wanita suku Dani yang menjalani segala bentuk penderitaan sedari kecil. Liwa merupakan wanita kesekian, sebelumnya ibu kandungnya Aburah dan ibu tirinya Lapina, bernasib sama. Penderitaan sebagai wanita awalnya Liwa terima ketika ditinggal mati oleh ibunya Aburah. Belum hilang rasa sakit karena kehilangan Aburah, ia harus mengalami penderitaan lain yang mengatasnamakan adat yaitu pemotongan ruas jarinya ketika ayahnya Kugara mati di medan peperangan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI130
Puncak dari penderitaan itu adalah ketika perkawinan Liwa dengan Ibarak, yang membawa Liwa pada kejenuhan terhadap adat istiadat sukunya dan kehidupannya. Liwa sudah tidak tahan dengan segala macam bentuk adat sukunya yang selalu mengsubordinatkan wanita dibawah laki-laki dan ketidakadilan perlakuan laki-laki kepada wanita seperti yang Ibarak lakukan kepada Liwa dan seperti apa yang ayahnya Kugara lakukan kepada Aburah dan Lapina dulu. Liwa tidak seberuntung Lapina. Kematian Kugara akibat perang suku telah menghantarkan Lapina pada kebebsan. Sementara Liwa tidak mungkin mengharapkan kematian suaminya Ibarak direnggut oleh perang suku, karena Liwa hidup di masa ketika peradaban sudah mulai memasuki Wamena, Papua. Negara, seperti juga gereja sudah mengharamkan perang suku. Diceritakan juga tentang awal-awal ketika peradaban modern mulai bersentuhan dengan peradaban tradisional suku-suku Papua dan sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Semua hal termasuk bidang ekonomi juga tidak lepas dari pengaruh modernitas, yang akhirnya membuat suku Dani terseret arus. Mereka diperkenalkan dengan yang namanya uang sebagai alat pembayaran dalam perdagangan. Barang-barang konsumsi baru pun akhirnya menjadi suatu kebutuhan mutlak bagi mereka. Semua pergesekan budaya diamati oleh Gayatri, seorang perempuan muda dari kota Yogyakarta yang memutuskan mengambil PTT di daerah Wamena, Papua. Keputusan itu dipilih setelah rencana pernikahannya dengan Ardana kandas oleh pengkhianatan sahabatnya yaitu Nilasari. Gayatri bertemu dengan Liwa ketika L:iwa dalam keadaan hamil tua yang sedang sakit dan berobat di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI131
rumah sakit tempat Gayatri berkerja. Dari situ, terjalinlah hubungan batin antara Liwa dan Gayatri. Terlebih ketika Gayatri mengadopsi salah satu anak kembar yang dilahirkan Liwa. Di akhir cerita, dimana Liwa tidak kuat lagi menanggung beban hidup yang sudah tidak bisa lagi ditanggungnya. Sebuah Sali, pakaian tradisional wanita suku Dani yang seperti rumbai-rumbai dengan cara pakai dililitkan di bagian pinggul, milik Liwa ditemukan oleh Gayatri tergeletak dibebatuan sungai Fugima. Artinya, Liwa memilih untuk menceburkan diri ke dalam sungai. Inilah suatu cara bunuh diri wanita suku Dani yang sudah turun menurun yang diyakini sebagai jalan terakhir yang dipilih.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI132
BIODATA PENULIS
Nama lengkap Meilia Kristiana. Lahir di Wonogiri tanggal 25 Mei 1988 dari ayah yang bernama Markus Murdiono dan Natalia Sumiati. Riwayat pendidikan yang telah ditempuh antara lain: Taman Kanak-Kanak (TK Pertiwi) tahun 1993-1994 di Tangerang, Sekolah Dasar (SD N 2 Gandasari Jatiuwung) tahun 1994-2000 di Tangerang, Sekolah Menengah Pertama (SMP N 8) tahun 2000-2003 di Tangerang, Sekolah Menengah Atas (SMA Swasta Yuppentek 3 Legok) tahun 2003-2006 di Tangerang. Pada tahun yang sama melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah (PBSID). Selain aktif dalam kegiatan kuliah, ia juga mengikuti Program Pengalaman Lapangan mengajar di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta dan Program Pengalaman Lapangan BIPA di LBI Yogyakarta. Mengakhiri kuliah dengan menyelesaikan skripsi pada tahun 2013 yang berjudul Feminisme Tokoh Wanita dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari.
132