PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DEIKSIS BAHASA JAWA NGOKO DALAM MAJALAH DJAKA LODANG EDISI MEI 1992
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Oleh Albert Wempi NIM: 064114012
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Juli 2013
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan Kepada Kedua orang tua, kakak, dan adikku yang sangat aku cintai, terima kasih atas segala kasih sayang, perhatian, dukungan, dan pengorbanannya selama ini
4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 29 Juli 2013 Penulis,
Albert Wempi
5
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Wempi, Albert. 2013. “Deiksis Bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992”. Skripsi Strata 1 (S1). Program Studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini dibahas tentang deiksis Bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992, tujuan untuk mengkaji deiksis dalam tuturan bahasa Jawa. Penelitian ini dilakukan melalui langkah sebagai berikut. Apa saja jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis-jenis deiksis bahasa Jawa ngoko. Objek penelitian ini adalah deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Objek penelitian tersebut berada dalam data yang berupa tuturan yang mengandung deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Data tersebut diperoleh dari sumber majalah yaitu Djaka Lodang edisi Mei 1992. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak. Yang disimak adalah tuturan-tuturan tertulis yang mengandung deiksis. Untuk melaksanakan metode simak digunakan teknik sadap dan teknik catat. Selanjutnya, data dianalisis dengan metode padan. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah teknik baca. Teknik padan diterapkan dalam menentukan jenis deiksis. Hasil penelitian ini meliputi jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Kategori jenis deiksis yaitu deiksis persona yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai dengan konteks percakapan. Deiksis persona meliputi, aku „saya‟, kowe „kamu dan anda‟ dheweke „dia‟, awake dhewe „kita‟. Deiksis ruang meliputi, kono „di situ‟, kene „di sini”, kana „di sana‟, iki „ini‟, iku „itu‟, kuwi „itu‟, kae‟ itu‟. Deiksis waktu meliputi, mau‟tadi‟, sukemben „lain kali‟, saiki „sekarang‟, wingi „kemarin‟, mengko „nanti‟, sesuk „besok‟.
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Wempi, Albert. 2013. “Deiksis in Javanese Ngoko Language on Djaka Lodang‟s Magazines Mei Edition 1992”. Essay for 1st Strata (S1) Indonesian, Literature Study Program, Faculty of Indonesian Literature Sanata Dharma University. This research is to study about Deiksis at Javanese Ngoko Language which contained in Djaka Lodang Magazines on May Edition year 1992. As for goals of this research is to reviewing deiksis in speech in the Javanese language. This research is done by a few steps, which are to define what kind of deiksis at Javanese ngoko language, which has purpose describing all those kinds of deiksis in Javanese ngoko language. The object of this study is deiksis in Javanese ngoko language. That research object contained in datas which speech that include in deiksis persona (person), deiksis ruang (space), deikisis waktu (time). All of those datas was taken from the source which is Djaka Lodang magazines on May edition year 1992. This study or research is trough by three stages, (I) to collect datas, (II) to analyze datas, and (III) to serve the presentation of the results of the analysis, collecting datas by using metode simak. There is something that had to be noted by this method namely the writen speech that contains deiksis. To implement “metode simak”, there are using “teknik sadap” (tapping technique) and “teknik catat” (technical note). For further, datas analyzed by “metode padan” (unified method), using the technical chimney (teknik baca). Unified method is applied to determine the kind of deiksis. The results of this research include the types of deiksis in Javanes ngoko language. The categories type deiksis which are, deiksis persona (persona deiksis) which means: persona noun that has meaning of movings referent in accordance with the dialogue context, persona deiksis covers, aku „saya‟ (me), dheweke „dia‟ (you), awake dhewe „kita‟ (us). Space deiksis covers: kono „di situ‟ (there), kene „di sini‟ (here), kana „di sana‟ (there), iki „ini‟ (this), iku „itu‟ (that), kae „sana‟ (that). Time deiksis covers: mau „tadi‟ (was), sukemben „lain kali‟ (next time), saiki „sekarang‟ (now), wingi „kemarin‟ (yesterday), mengko „nanti‟ (later), sesuk „besok‟ (tomorrow).
7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Albert Wempi
Nomor Mahasiswa
: 064114012
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Deiksis Bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan ini, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin saya maupun memberikan saya royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 29 Juli 2013
Yang menyatakan,
Albert Wempi
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deiksis Bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana S-1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari segala pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan, masukan dan semangat kepada penulis. 2. Bapak Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi dan memberikan petunjuk pada penulis. 3.
Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik sekaligus Ketua Program Studi Sastra Indonesia.
4. Bapak Drs. F.X. Santosa, M.S., Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Ibu Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M.Hum., dan Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama menjalani studi di Universitas Sanata Dharma.
9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Staf Sekretariat Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma atas pelayanan dan kesabarannya membantu penulis mengurus urusan akademis. 6. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan berbagai sumber pustaka yang diperlukan selama perkuliahan. 7. Bapak Paulus Hartanto dan Mama Mellyaneri yang selalu memberi semangat, kasih sayang dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Kakak David Okke Ardyan dan adikku Nico dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberi semangat, kasih sayang dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Yulita Maizia atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan doa dan semangatnya. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ..................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................................ v ABSTRAK .................................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................................... vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 5 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 5 1.5 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 6 1.6 Landasan Teori ................................................................................ 11
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.6.1 Pengertian Deiksis ............................................................... 11 1.6.2 Jenis-jenis Deiksis ............................................................... 12 1.6.2.1 Deiksis Persona ................................................ 13 1.6.2.2 Deiksis Ruang .................................................. 15 1.6.2.3 DeiksisWaktu ................................................... 17 1.7 Metode Penelitian ............................................................................ 18 1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .............................. 18 1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ....................................... 18 1.7.3 Metode Pemaparan Hasil Analisis Data .............................. 20 1.8 Sistematika Penyajian ..................................................................... 21 BAB II
PEMBAHASAN 2.1 Jenis-jenis Deiksis .......................................................................... 22 2.1.1 Deiksis Persona ..................................................................... 22 2.1.2 Deiksis Ruang ....................................................................... 27 2.1.3 Deiksis Waktu ....................................................................... 38
BAB III
PENUTUP 3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 44 3.2 Saran ............................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 63 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................................... 64 LAMPIRAN .................................................................................................................. 65
12
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Persona .........................................................24
Tabel 2: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Ruang .............................................................32
Tabel 3: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Waktu
........................................................ 40
Tabel 4: Jenis-jenis Deiksis bahasa Jawa ngoko Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992 ..................44
13
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dilahirkan di dalam dunia sosial di mana mereka harus bergaul dengan manusia lain yang berada di sekitarnya. Sejak awal hidupnya dia sudah bergaul dengan orang-orang terdekatnya. Dalam perkembangan hidup selanjutnya, dia mulai memperoleh bahasa setapak demi setapak. Pada saat yang sama, dia juga sudah dibawa ke dalam kehidupan sosial dimana terdapat rambu-rambu perilaku kehidupan. Ramburambu ini diperlukan karena meskipun manusia itu dilahirkan bebas, tetapi dia harus hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, dia harus pula menguasai norma-norma sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Sebagian dari norma-norma ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi anak tidak hanya terbatas pada apa yang dinamakan pemakaian bahasa tetapi juga penggunaan bahasa.
Suatu informasi pada dasarnya mensyaratkan kecukupan dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi. Persoalan akan muncul, bagaimana jika informasi itu hanya dapat dipahami dari konteksnya. Menariknya, meski deiksis ini erat kaitannya dengan konteks berbahasa.
14
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti „hal penunjukan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung (pada masa setelah Aristoteles) sebagai lawan dari istilah elenctic, yang merupakan istilah pembuktian tidak langsung (The Compact Edition of the Oxford English Dictionary dalam Kaswanti Purwo, 1984: 2). Sebelumnya, istilah deiktikos dipergunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang kita sebut kata ganti demonstratif.
Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, atau penulis, dan tergantung pada waktu dan tempat bentuk itu dituturkan (Kaswanti Purwo, 1984: 1). Berikut ini contoh deiksis dalam bahasa Jawa Ngoko:
(1)
Manut pengalaman sing uwis-uwis, kampanye Pemilu kaya mangkono iku pancen nuwuhake gesrekan-gesrekan, malah bisa nuwuhake pasulayan, sing ora mokal njalari suhu politik dadi panas. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Menurut pengalaman yang pernah ada, kampanye pemilu seperti itu memang menimbulkan gesekan-gesekan, malah bisa menumbuhkan kecurigaan, dan hal-hal lainnya yang membuat suhu politik menjadi panas‟.
(2)
Padha dene nuding kaluputaning liyan, nganggep awake dhewe utawa kelompoke dhewe sing bener. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Saling menunjukkan kelemahan pihak lain, dan menganggap diri sendiri atau kelompoknya yang paling benar‟.
15
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(3)
Strategi lan siasat wis diatur kanggo menangake Pemilu candhake yaiku Pemilu 1992 iki. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Strategi dan siasat sudah ditata untuk memenangkan pemilu berikut yaitu pemilu 1992‟.
(4)
Nanging kita ora perlu kuwatir, jalaran negara kita kang adhedhasar demokrasi Pancasila kuwi tansah ngayomi wargane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena Negara kita berlandaskan demokrasi dan selalu mengayomi rakyatnya‟.
(5)
Dene pamrihe panemu-panemu mau pengangkahe banjur bisa dingerteni sanak kadang sing mengko bakal kepilih dadi wakiling rakyat ing parlemen (DPR) utawa ing MPR. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Tujuan yang diungkapkan agar dapat dipahami oleh saudara-saudara yang nanti bakal terpilih menjadi wakil rakyat di parlemen DPR atau MPR‟.
(6)
Jinis-jinis satwa kasebut uga jinis liyane kang ora disebutake ana kene. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Jenis-jenis satwa yang disebut termasuk juga lainnya yang tidak disebutkan di sini‟.
(7)
Nalika nglatih pemain kang padha mbandel aku pancen rada was-was aja-aja pentas gagal utawa asile kurang becik. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Ketika melatih para pemain yang bandel saya sempat was-was nanti pentas gagal atau hasilnya kurang baik‟.
16
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(8)
Nah, saiki Kim II-Sung ora bakal bisa mbantah. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Nah, sekarang kim II-Sung tidak akan bisa mengelak‟.
(9)
“Lho,… kok manut le-dha-kandha iku apa kowe ora nungkuli? Ora ngawaki dhewe?”. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17). “Lho… mengapa menurut saja yang dikatakan itu apa kamu tidak protes? Tidak percaya diri?”.
(10)
Kaya adat sabene, ing warung kono aku sakanca nuli guneman maneka warna, sok-sok ora karuhan alang ujure, sineling guyonan, plesetan utawa glenyengan. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 16). „Seperti adat yang sudah ada, diwarung itu aku dan teman-teman sering berdialog berbagai tema, terkadang tidak tahu ujung pangkalnya, bercandaan, plesetan‟.
(11)
Mung emane, semono suwene sesambungane kok Anton ora gelem menehi fotone padhahal dheweke wis menehi foto telu cacahe. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6). „Hanya sayangnya, begitu lamanya berhubungan kok Anton tidak mau memberikan foto dirinya padahal Anton sudah diberi foto pacarnya sejumlah tiga‟.
Alasan peneliti memilih deiksis dalam bahasa Jawa sebagai objek penelitian, pertama yaitu karena belum ada tulisan- tulisan yang mengkaji secara khusus mengenai
17
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
deiksis dalam tuturan bahasa Jawa. Kedua, adanya keunikan deiksis dalam tuturan bahasa Jawa yang ditemukan oleh peneliti.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Apa saja jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah di atas, melalui penelitian ini adalah:
Mendeskripsikan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berupa deskripsi jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Deskripsi ini memberikan sumbangan teoritis dan praktis dalam bidang pragmatik, yang berkenaan dengan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Selain itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti dalam bidang pragmatik, terutama yang berkaitan dengan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko.
18
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah dapat menghasilkan rumusan dalam penggunaan jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko yang dapat membantu penyusunan tata bahasa Jawa.
1.5 Tinjauan Pustaka
Topik tentang deiksis dalam bahasa Jawa ngoko telah dikemukakan oleh Kaswanti Purwo (1984). Kaswanti Purwo (1984) mengkaji deiksis bahasa Indonesia dengan buku yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah tergantung
pada siapa yang menjadi
pembicara, atau penulis, dan tergantung pada waktu dan tempat bentuk itu dituturkan. Kaswanti Purwo mengkaji tentang jenis-jenis deiksis yaitu deiksis persona adalah salah satu jenis deiksis persona yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai dengan konteks percakapan. Dalam penelitian ini, dipilih istilah persona. Kata lain persona ini merupakan terjemahan dari kata Yunani prosopon, yang artinya „topeng‟ (topeng yang dipakai oleh seorang pemain sandiwara), dan juga berarti peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain drama. Referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti memakai „topeng‟ yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan), atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak
19
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif) diberi „topeng‟ yang disebut persona ketiga. Ada dua bentuk kata ganti persona pertama: aku dan saya, masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya. Kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal (misalnya, dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tetapi dapat pula dipakai dalam situasi informal; kata saya dapat dipergunakan dalam konteks pemakainya „sama‟ dengan kata aku. Oleh karena itu, seseorang yang sedang mempelajari bahasa Indonesia akan merasa „aman‟ apabila selalu mempergunakan saya dalam situasi formal atau informal. Bentuk persona kedua: engkau dan kamu hanya dapat dipergunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya, atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang berstatus sosial lebih rendah. Penutur bahasa Indonesia yang berbahasa pertama bahasa Batak akan cenderung memilih memakai bentuk engkau di antara peserta ujaran yang akrab hubungannya karena dalam bahasa Batak bentuk kamu merupakan sebutan ketakziman untuk persona kedua. Sebutan ketakziman untuk persona kedua dalam bahasa Indonesia ada banyak bentuk ragamnya, di antaranya anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak, kakak, dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Dalam bahasa Indonesia dibedakan antara bentuk persona ketiga tunggal ia, dia, beliau (kata beliau dipakai dalam sebutan ketakziman), dan bentuk persona ketiga
20
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
jamak mereka. Karena itulah barangkali dalam bahasa Austronesia dikenal bentuk eksklusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga) dan bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua). Bentuk eksklusif dalam bahasa Indonesia adalah kami sedangkan bentuk inklusifnya adalah kita. Dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Madura yang ada hanya bentuk eksklusif, dan itu dinyatakan dengan pengertian „saya semua‟ (Sunda: abdi sadaya) atau „badan sendiri‟ (Jawa: awake dhewe; Madura: aba „dibi‟). Bentuk eksklusifnya kami dalam bahasa tulisan dapat dipakai sebagai bentuk editorial; kata kami sebagai kata ganti kata saya juga dapat dijumpai dalam bahasa lisan (misalnya dalam pidato atau khotbah). Bentuk jamak persona kedua dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan kamu sekalian (tidak ada bentuk*engkau sekalian), atau kalian. Kata sekalian juga dapat dirangkaikan dengan mereka: mereka sekalian. Deiksis ruang tidak semua leksem ruang dapat bersifat deikstis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia , atau verba. Pembahasan mengenai leksem yang tidak deiktis didahulukan agar dengan demikian hal yang deiktis menjadi lebih jelas, dan agar tampak bahwa leksem yang tidak deiktis menjadi deiktis apabila dirangkaikan dengan leksem persona. Leksem ruang seperti dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis, seperti tampak pada contoh-contoh
Sala dekat dengan Yogya.
Bagi kereta api Indonesia jarak itu terlalu jauh.
21
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Menurut ukuran orang Indonesia si Du termasuk tinggi.
Dalam rangkaian dengan bentuk persona leksem ruang yang tidak deiktis itu menjadi deiktis.
Rumah si Dul dekat dengan rumah saya.
Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
Menurut saya si Dul itu pendek, tetapi menurut si Yem tinggi.
Hal ruang, seperti yang dapat ditunjukkan oleh preposisi dalam bahasa Indonesia, dapat bersifat statis (menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan hal yang bergerak). Untuk hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan (TA) dan tempat tujuan gerakan (TT). Atau, dengan memakai peristilahan dalam penelitian ini: ke- memasalahkan tempat tujuan (TT), sedangkan dari memasalahkan tempat asal (TA). Ketiga preposisi itu disebut „dasar‟ karena dapat dirangkaikan dengan kata lain, dan bersama dengan kata itu juga merupakan preposisi. Kata penuntuk tempat sini, situ, sana masing-masing dapat dirangkaikan dengan preposisi di-, ke-, atau dari. Kata mari, yang apabila dirangkaikan dengan ke-, bersinonim dengan sini, tidak dapat dirangkaikan dengan di- atau dari (*di mari, ke mari*dari mari). Dalam banyak bahasa, preposisi hanya dapat diikuti oleh nomina. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, kecuali dapat diikuti oleh nomina, preposisi juga dapat disusul adjektiva: dengan mudah, dengan baik, (meskipun tidak semua preposisi dalam bahasa Indonesia dapat dipakai dalam rangkaian seperti ini).
22
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pronomina lokatif dalam bahasa Indonesia juga dapat dipergunakan sebagai kata ganti persona: sini, sebagai kata ganti persona pertama, situ kata ganti persona kedua, dan sana kata ganti persona ketiga. Contohnya:
Sini sudah setuju, tinggal situ bagaimana. Tentang pendapat sana nanti bagaimana, itu terserah kepada mereka.
Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa (Nababan, 1987:41). Bentuk deiksis waktu yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu kata dan frase. Kata yang ditemukan yaitu kata monomorfemis. Frase yang ditemukan dibedakan menjadi dua, yaitu frase endosentrik dan frase eksosentrik. a.
Kata Kata adalah satuan bebas yang paling kecil. Kata merupakan suatu bentuk yang
dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, yang kemudian tidak dapat dibagi-bagi atas bentuk-bentuk yang salah satu atau keduanya memiliki potensi untuk diujarkan tersendiri sebagai kata. Bentuk deiksis waktu dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 berupa kata terdiri atas satu morfem. Kata yang berunsur satu morfem disebut kata monomorfemis. Data bentuk deiksis waktu berupa kata monomorfemis yang ditemukan dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 antara lain sebagai berikut. (12)
Kuwi mau iya kalebu penulisan sing malah bisa gawe kisruh. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Itu tadi ya termasuk penulisan yang dapat menimbulkan keributan‟.
23
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(13)
Nyatane dheweke kuwat nggedhang krang tekan saiki suwene 44 taun. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Nyatanya dia kuat berkuasa sampai sekarang selama 44 tahun‟.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini, dipaparkan pengertian deiksis dan jenis deiksis.
1.6.1 Pengertian Deiksis Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos, yang berarti „hal penunjukan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung (pada masa setelah Aristoteles) sebagai lawan dari istilah elenctic, yang merupakan istilah pembuktian tidak langsung (The Compact Edition of the Oxford English Dictionary dalam Kaswanti Purwo, 1984: 2). Sebelumnya, istilah deiktikos dipergunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang kita sebut kata ganti demonstratif. Menurut Kaswanti Purwo (1984: 1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frasa yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan.
24
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi pembicara atau penulis, dan tergantung pada waktu dan tempat bentuk itu dituturkan. Berdasarkan beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora. Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti aku „saya‟, kene „di sini‟, saiki „sekarang‟, mau „tadi‟ adalah kata-kata deiktis. Kata-kata ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata aku „saya‟, kene „sini‟, saiki „sekarang‟ baru dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur.
1.6.2 Jenis-jenis Deiksis Kaswanti Purwo (1984) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu (i) deiksis persona, (ii) deiksis ruang, dan (iii) deiksis waktu.
25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.6.2.1 Deiksis Persona Deiksis persona adalah salah satu jenis deiksis persona yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai dengan konteks percakapan. Dalam penelitian ini, dipilih istilah persona. Kata lain persona ini merupakan terjemahan dari kata Yunani prosopon, yang artinya „topeng‟ (topeng yang dipakai oleh seorang pemain sandiwara), dan juga berarti peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain drama. Referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti memakai „topeng‟ yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan), atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif) diberi „topeng‟ yang disebut persona ketiga. Ada dua bentuk kata ganti persona pertama: aku dan saya, masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya. Kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal (misalnya, dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tetapi dapat pula dipakai dalam situasi informal; kata saya dapat dipergunakan dalam konteks pemakainya „sama‟ dengan kata aku. Oleh karena itu,
26
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
seseorang yang sedang mempelajari bahasa Indonesia akan merasa „aman‟ apabila selalu mempergunakan saya dalam situasi formal atau informal. Bentuk persona kedua: engkau dan kamu hanya dapat dipergunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya, atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang berstatus sosial lebih rendah. Penutur bahasa Indonesia yang berbahasa pertama bahasa Batak akan cenderung memilih memakai bentuk engkau di antara peserta ujaran yang akrab hubungannya karena dalam bahasa Batak bentuk kamu merupakan sebutan ketakziman untuk persona kedua. Sebutan ketakziman untuk persona kedua dalam bahasa Indonesia ada banyak bentuk ragamnya, di antaranya anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak, kakak, dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Dalam bahasa Indonesia dibedakan antara bentuk persona ketiga tunggal ia, dia, beliau (kata beliau dipakai dalam sebutan ketakziman), dan bentuk persona ketiga jamak mereka. Karena itulah barangkali dalam bahasa Austronesia dikenal bentuk eksklusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga) dan bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua). Bentuk eksklusif dalam bahasa Indonesia adalah kami sedangkan bentuk inklusifnya adalah kita. Dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Madura yang ada hanya bentuk eksklusif, dan itu dinyatakan dengan pengertian „saya semua‟ (Sunda: abdi sadaya) atau „badan sendiri‟ (Jawa: awake dhewe; Madura: aba „dibi‟). Bentuk eksklusifnya kami dalam bahasa tulisan dapat dipakai sebagai bentuk editorial; kata kami sebagai kata ganti kata saya juga dapat dijumpai dalam bahasa lisan (misalnya dalam pidato atau khotbah).
27
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Bentuk jamak persona kedua dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan kamu sekalian (tidak ada bentuk*engkau sekalian), atau kalian. Kata sekalian juga dapat dirangkaikan dengan mereka: mereka sekalian.
1.6.2.2 Deiksis Ruang Deiksis ruang tidak semua leksem ruang dapat bersifat deikstis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia , atau verba. Pembahasan mengenai leksem yang tidak deiktis didahulukan agar dengan demikian hal yang deiktis menjadi lebih jelas, dan agar tampak bahwa leksem yang tidak deiktis menjadi deiktis apabila dirangkaikan dengan leksem persona. Leksem ruang seperti dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis, seperti tampak pada contoh-contoh
Sala dekat dengan Yogya.
Bagi kereta api Indonesia jarak itu terlalu jauh.
Menurut ukuran orang Indonesia si Du termasuk tinggi.
Dalam rangkaian dengan bentuk persona leksem ruang yang tidak deiktis itu menjadi deiktis.
Rumah si Dul dekat dengan rumah saya.
Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
Menurut saya si Dul itu pendek, tetapi menurut si Yem tinggi.
28
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Hal ruang, seperti yang dapat ditunjukkan oleh preposisi dalam bahasa Indonesia, dapat bersifat statis (menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan hal yang bergerak). Untuk hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan (TA) dan tempat tujuan gerakan (TT). Atau, dengan memakai peristilahan dalam penelitian ini: ke- memasalahkan tempat tujuan (TT), sedangkan dari memasalahkan tempat asal (TA). Ketiga preposisi itu disebut „dasar‟ karena dapat dirangkaikan dengan kata lain, dan bersama dengan kata itu juga merupakan preposisi. Kata penuntuk tempat sini, situ, sana masing-masing dapat dirangkaikan dengan preposisi di-, ke-, atau dari. Kata mari, yang apabila dirangkaikan dengan ke-, bersinonim dengan sini, tidak dapat dirangkaikan dengan di- atau dari (*di mari, ke mari*dari mari). Dalam banyak bahasa, preposisi hanya dapat diikuti oleh nomina. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, kecuali dapat diikuti oleh nomina, preposisi juga dapat disusul adjektiva: dengan mudah, dengan baik, (meskipun tidak semua preposisi dalam bahasa Indonesia dapat dipakai dalam rangkaian seperti ini). Pronomina lokatif dalam bahasa Indonesia juga dapat dipergunakan sebagai kata ganti persona: sini, sebagai kata ganti persona pertama, situ kata ganti persona kedua, dan sana kata ganti persona ketiga. Contohnya:
Sini sudah setuju, tinggal situ bagaimana. Tentang pendapat sana nanti bagaimana, itu terserah kepada mereka.
29
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.6.2.3 Deiksis Waktu Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa (Nababan, 1987:41). Bentuk deiksis waktu yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu kata dan frase. Kata yang ditemukan yaitu kata monomorfemis. Frase yang ditemukan dibedakan menjadi dua, yaitu frase endosentrik dan frase eksosentrik. a.
Kata Kata adalah satuan bebas yang paling kecil. Kata merupakan suatu bentuk yang
dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, yang kemudian tidak dapat dibagi-bagi atas bentuk-bentuk yang salah satu atau keduanya memiliki potensi untuk diujarkan tersendiri sebagai kata. Bentuk deiksis waktu dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Mei 1992 berupa kata terdiri atas satu morfem. Kata yang berunsur satu morfem disebut kata monomorfemis. Data bentuk deiksis waktu berupa kata monomorfemis yang ditemukan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Mei 1992 antara lain sebagai berikut. (14)
Lan pasaran mau saliyane ana DIY uga ana sing nate dikirim menyang Aceh Sumatra. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Dan dijual di pasar selain DIY pernah dikirim ke Aceh Sumatera‟.
(15)
Akeh para winasis kang ngarani jaman saiki iki Jaman Globalisasi utawa Jaman Informasi. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 26). „Banyak orang pandai yang menyebut bahwa saat ini adalah zaman Globalisasi atau zaman Informasi‟.
30
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) pemaparan hasil analisis data.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah deiksis bahasa Jawa ngoko dalam Majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992. Objek penelitian ini berada dalam tuturan deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Dengan demikian, data penelitian ini tuturan-tuturan tertulis yang mengandung jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Data diperoleh dari majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992. Penyediaan data lisan dilakukan dengan metode simak. Metode simak adalah metode yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133).
Untuk melaksanakan metode simak digunakan teknik sadap dan teknik catat. Teknik catat adalah menuliskan atau menyalin apa yang sudah ditulis atau diucapkan orang lain, teknik sadap adalah mendengarkan (merekam) informasi (rahasia, pembicaraan) orang lain dengan sengaja tanpa sepengetahuan orangnya.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan teknik pilah unsur penentu dengan daya pilah pembeda referen digunakan untuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis. Perbedaan
31
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
referen yang dituju oleh kata itu harus diketahui lebih dahulu, untuk mengetahui perbedaan referen itu, daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti harus digunakan. Metode padan khusus referensial adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa dan metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah mitra wicara.
Daya pilah itu dipandang sebagai alat, sedangkan penggunan alat yang bersangkutan dapat dipandang sebagai tekniknya. Contoh data deiksis waktu sebagai berikut: (16)
Satwa mau asale tuku apa hadhiah. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Asal satwa itu didapat dari membeli atau hadiah‟.
(17)
Pak Tono saiki dilantik dadi lurah neng desane. „Pak Tono sekarang dilantik menjadi lurah di desanya‟.
(18)
Aku mengko lunggo neng Wonosari. „Aku nanti pergi ke Wonosari‟. Kata mau „tadi‟, saiki „sekarang‟ dan mengko „nanti‟ merupakan kata-kata
yang memiliki jangkauan waktu yang berbeda-beda, berdasarkan satuan waktu kata mau termasuk dalam jenis waktu lampau dengan jangkauan dekat tidak pasti, kata saiki termasuk dalam jenis waktu kini dengan jangkauan peristiwa sedang berlangsung dan kata mengko „nanti‟ termasuk dalam jenis waktu akan datang dengan jangkauan dekat ke depan tidak pasti.
32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data, yaitu mengatur dan mengurutkan data yang sudah terkumpul. Setelah data terumpul dilakukan analisis terhadap tiap-tiap data, dan dikelompokkan berdasarkan kategori yang telah ditentukan. Data diklasifikasikan dana diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria, yaitu data dianalisis berdasarkan pada kriteria bentuk deiksis waktu dan tempat berupa data dalam bentuk kata dan frase.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data, yaitu mengatur dan mengurutkan data yang sudah terkumpul. Setelah data terkumpul dilakukan analisis terhadap tiap-tiap data, dan dikelompokkan berdasarkan kategori yang telah ditentukan. Data diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria berikut ini. Data dianalisis berdasarkan pada kriteria bentuk deiksis waktu dan tempat berupa data dalam bentuk kata dan frase.
1.7.3 Metode Pemaparan Hasil Analisis Data
Metode pemaparan hasil analisis data yang digunakan adalah metode pemaparan hasil analisis data informaldan formal. Pemaparan hasil analisis data informal adalah pemaparan analisis data dengan menggunakan kata-kata (Sudaryanto, 1993: 145). Dalam pemaparan ini, penulis memaparkan rumus dan kaidah penggunaan deiksis bahasa Jawa ngoko dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 dengan menggunakan kata-kata. Pemaparan data formal yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemaparan data dengan menggunakan tabel.
33
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini disusun dalam tiga bab, yaitu Bab I, Bab II, dan Bab III. Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sisitematika penyajian, Bab II Pembahasan yang berisi jenis- jenis deiksis dan fungsi- fungsi deiksis, dan Bab III Penutup yang berisi simpulan.
34
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis-jenis Deiksis Dalam bab ini dikemukakan tiga jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko, yaitu (i) deiksis persona, (ii) deiksis ruang, dan (iii) deiksis waktu. 2.1.1 Deiksis Persona Deiksis persona adalah salah satu jenis deiksis yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai dengan konteks percakapan. Contohnya, aku „saya‟, kowe „kamu‟, awake dhewe „kita‟, dheweke „dia‟. Berikut ini dikemukakan contohnya. (19)
Lan cetha menawa njalari pengerahan massa sing kebangetan lan nuwuhake swasana sing kurang nyenengake, anane mung dadi poyok-poyokan, ngala-ala OPP liya, ngalem awake dhewe. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Dan jelas apabila dilakukan pengerahan massa yang terlalu banyak dan menumbuhkan suasana yang tidak enak, yang akhirnya terjadi saling ejek, menjelek-jelekkan OPP lain, dan memuji diri sendiri‟.
(20)
“Ing pagelaran drama mau, aku dadi sutradara serta pemain Gadis Ratna”, tambahe kanthi mesem lan nerangake yen bapak lan ibune nyengkutung banget marang karir teatere. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12).
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“Dalam pergelaran drama itu, saya jadi sutradara merangkap pemain gadis Ratna”, tambahnya sambil tersenyum dan menjelaskan bahwa kedua orangtuanya sangat mendukung karirnya berteater”. (21)
Mula saka iku, dalem kabupaten iki dakborongake marang kowe. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 2). „Pada waktu itu pas jam dua belas tengah malam‟.
(22)
Mbaka siji pesenan pentas teka marang dheweke, kayata pesenan saka Kanwil Depdikbud Kaltim, perusahaan kayu PT. Sumalindo (nalika ulang taun ing taun 1987), PGRI Kaltim (pentas ing stadion Gelora Segiri Samarinda) nalika ngadani Ulang Tun PGRI lan liya-liyane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Satu per satu pesanan untuk pentas datang, seperti pesanan dari Kanwil Depdikbud Kaltim, perusahaan kayu PT. Sumalindo (ketika berulang tahun di 1987), PGRI Kaltim (pentas di stadion Gelora Segiri Samarinda) ketika mengadakan perayaan ulang tahun PGRI dan lain-lain‟.
(23)
Pungkasan iku dheweke mondhok ing kampong Ledok Prawirodirjan RT 60, cerak kali Code. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Setelah itu dia tinggal dikampung Ledok Prawirodirjan RT 60, dekat sungai Code‟.
(24)
Kowe saiki tambah lemu. „Kamu sekarang tambah gemuk‟.
36
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(25)
“Sari, piye yen sesambungane awake dhewe diterusake ora mung nganggo layang,” kandhe Suryo alon karo nyawang Sari. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). “Sari, bagaimana bila hubungan kita diteruskan tidak hanya melalui surat saja”. Kata Suryo lirih sambil menatap Sari‟‟.
Deiksis orang ditentukan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa. Peran peserta itu dapat dibagi menjadi tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya aku „saya‟, kowe „kamu‟, awake dhewe „kita‟, dan dheweke „dia‟. Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka.
Tabel 1: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Persona Jenis Deiksis
Contoh Kata
Contoh Kalimat “Ing pagelaran drama mau, aku dadi
Deiksis Persona
sutradara
serta
pemain
Gadis
Ratna”,
tambahe kanthi mesem lan nerangake yen aku „saya‟ bapak lan ibune nyengkutung banget marang karir teatere. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12).
37
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“Dalam pergelaran drama itu, saya jadi sutradara merangkap pemain gadis Ratna”, tambahnya
sambil
tersenyum
dan
menjelaskan bahwa kedua orangtuanya sangat mendukung karirnya berteater”. Mula
saka
iku,
dalem
kabupaten
iki
dakborongake marang kowe. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 2).
kowe „kamu‟
„Pada waktu itu pas jam dua belas tengah malam‟. Kowe saiki tambah lemu. „Kamu sekarang tambah gemuk‟.
Lan cetha menawa njalari pengerahan massa sing kebangetan lan nuwuhake swasana sing kurang nyenengake, anane mung dadi poyokawake dhewe „kita‟
poyokan, ngala-ala OPP liya, ngalem awake dhewe. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Dan jelas apabila dilakukan pengerahan massa yang terlalu banyak dan menumbuhkan
38
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
suasana yang tidak enak, yang akhirnya terjadi saling ejek, menjelek-jelekkan OPP lain, dan memuji diri sendiri‟. “Sari, piye yen sesambungane awake dhewe diterusake ora mung nganggo layang,” kandhe Suryo alon karo nyawang Sari. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). “Sari,
bagaimana
bila
hubungan
kita
diteruskan tidak hanya melalui surat saja”. Kata Suryo lirih sambil menatap Sari‟‟. Pungkasan
iku
dheweke
mondhok
ing
kampong Ledok Prawirodirjan RT 60, cerak kali Code. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Setelah itu dia tinggal dikampung Ledok Prawirodirjan RT 60, dekat sungai Code‟. dheweke „dia‟
Mbaka siji pesenan pentas teka marang dheweke,
kayata
pesenan
saka
Kanwil
Depdikbud Kaltim, perusahaan kayu PT. Sumalindo (nalika ulang taun ing taun 1987), PGRI Kaltim (pentas ing stadion Gelora Segiri Samarinda) nalika ngadani Ulang Tun
39
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PGRI lan liya-liyane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Satu per satu pesanan untuk pentas datang, seperti pesanan dari Kanwil Depdikbud Kaltim, perusahaan kayu PT. Sumalindo (ketika berulang tahun di 1987), PGRI Kaltim (pentas di stadion Gelora Segiri Samarinda) ketika mengadakan perayaan ulang tahun PGRI dan lain-lain‟.
Berdasarkan hasil penelitian jenis deiksis persona dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 ditemukan sebanyak 54 yang meliputi frase aku „saya‟ ditemukan sebanyak 3, frase kowe „kamu‟ ditemukan sebanyak 3, frase awake dhewe „kita‟ ditemukan sebanyak 3, dan frase dheweke „dia‟ ditemukan sebanyak 3.
2.1.2 Deiksis Ruang Deiksis ruang atau deiksis tempat merupakan pemberian bentuk lingual kepada ruang atau tempat dalam peristiwa berbahasa. Contohnya, kono „di situ‟, kene „di sini‟, kana „di sana‟, iki „ini‟, iku „itu‟, kuwi „itu‟, kae „itu‟. Berikut ini dikemukakan contohnya. (26)
Lan beda maneh karo sing dialami wong seje sing uga nate manggon ing kono. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17).
40
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Dan beda lagi dengan yang dialami orang lain yang juga pernah tinggal di tempat itu‟. (27)
Andi sekolah neng kene. „Andi sekarang sekolah di sini‟.
(28)
Isih akeh cara liya maneh sing bisa uga luwih jitu lan luwih ampuh tinimbang kampanye sing mung selawe dina suwene iku. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Masih banyak cara lain yang lebih tepat dan jitu daripada kampanye yang hanya dua puluh lima hari lamanya‟.
(29)
Kanthi kesadaran menawa kampanye mono dudu siji-sijining cara kanggo nggayuh kemenangan ing Pemilu mengko, kampanye mung minangka kanggo ganep-ganeping pangupaya kanggo “pengagalangan” massa, samesthine menawa kampanye ing wektu iki bakal lumaku kanthi aman tanpa nuwuhake perkara-perkara utawa pelanggaran sing memanas masyarakat, mligine OPP liya. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Tumbuh kesadaran bahwa kampanye bukan satu-satunya cara untuk meraih kemenangan di pemilu nanti, kampanye merupakan cara untuk melengkapi usaha penggalangan massa, seharusnya kampanye saat ini akan berjalan aman tanpa menimbulkan perkara-perkara atau pelanggaran yang memanasi masyarakat, khususnya OPP lain‟.
(30)
Yen paugerane durung maton, kuwi sing sok mbingungake, jalaran negara Pancasila kuwi dudu negara polisi, utawa negara kekuasaan, kaya dene otokrasi. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4).
41
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Bila tata tertibnya belum jelas, itu dapat membingungkan karena Negara pancasila bukan Negara polisi, atau Negara kekuaasan seperti otokrasi‟. (31)
Kae ono acara jathilan. „Di sana ada acara jathilan‟.
(32)
Neng kana wis dipersiapke karo panitia pitulasan. „Di sana sudah dipersiapkan oleh panitia tujuh belasan‟.
(33)
Luwih trep menawa kampanye ing wektu iki kanthi dialog, wawan rembug golek titik temuning ancas lan tujuan kang digayuh bebarengan majuning bangsa lan negara Indonesia sing adhedhasar Pancasila iki tanpa nglanggar paugeran kang wis katemtokake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3) „Lebih baik bila kampanye saat ini melaui dialog, musyawarah untuk menemukan solusi dan tujuan tepat yang akan dijalani bersama demi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila itu tanpa melanggar peraturan yang telah ditentukan‟.
(34)
Nanging kita ora perlu kuwatir, jalaran negara kita kang adhedhasar demokrasi Pancasila kuwi tansah ngayomi wargane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena Negara kita berlandaskan demokrasi dan selalu mengayomi rakyatnya‟.
(35)
Neng omah kono ono demite. „Di rumah itu ada makhluk halusnya‟.
42
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(36)
Pemandangan neng kana sangat apik. „Pemandangan di sana sangat bagus‟.
(37)
Kae anakke sopo? „Itu anaknya siapa?‟
(38)
Kampanye sejatine mung sebageyan saka cara kanggo golek massa panyengkuyung sing saakeh-akehe, nanging dudu mung cara iku sing digunakake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Kampanye sesungguhnya hanya salah satu cara untuk mencari masa pendukung yang sebanyak-banyaknya, namun itu bukan satu-satunya cara yang dapat dipakai‟.
(39)
Laladan plato jembar 652.225 km2 iki rasa ne tutug karobah sarah bangke merga perang-perang sedulur. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 5). „Wilayah yang seluas 652.225 km2 menjadi terpecah-pecah karena perang saudara‟.
(40)
Saliyane kuwi uga manuk Nuri abang, iwak Arwana, lan 74 jinis mamalia serta gadhing gajah. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Selain itu juga burung nuri merah, ikan arwana dan 74 jenis mamalia serta gading gajah‟.
43
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(41)
Samengko kita ulun dhawuhi nutugake anggon kita mertapa ana kene. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 15). „Nanti kita datang untuk meminta izin dan melihat tempat kita bertapa di sini‟.
(42)
Wengi kalima swara mau ora kaprungu cetha, nanging ing kono krasa banget ana srididing angin kaya katut kagawa wong mlaku rikat. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17). „Malam kelima suara tadi tidak terdengar jelas, tapi di sana sangat terasa hembusan angin yang terbawa ketika orang berjalan cepat‟.
(43)
Mula aku kerep ngirim surat marang masku, njerone ana layangku kanggo kowe dak alamatke kana. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). „Makanya saya mengirim surat untuk kakakku, di dalamnya ada suratku untukmu yang kualamatkan di sana‟.
(44)
Kae motore sopo? „Itu motornya siapa?‟
Berdasarkan data di atas, frase kono „di situ‟, kene „di sini‟, kana „di sana‟, iki „ini‟, iku „itu‟, kuwi „itu‟, dan kae „itu‟, merupakan bentuk deiksis ruang yang mempunyai makna yang berbeda-beda sesuai dengan situasi konteksnya. Frase kono „di situ‟ pada contoh (35) menunjukkan makna rumah angker. Frase kene „di sini‟ pada contoh (27) menunjukkan makna sekolahan. Frase iku „itu‟ pada contoh (28) menunjukkan makna persiapan kampanye. Frase iki „ini‟ pada contoh (29)
44
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menunjukkan makna bukan satu-satunya untuk meraih kemenangan. Frase kuwi „itu‟ pada contoh (30) menunjukkan makna tata tertib. Frase kae „itu‟ pada contoh (31) menunjukkan bahwa di tempat itu ada sebuah acara. Frase kana „di sana‟ pada contoh (32) menunjukkan bahwa ada acara tujuh belasan.
Tabel 2: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Ruang Jenis Deiksis
Contoh Kata
Contoh Kalimat Lan beda maneh karo sing dialami wong seje sing uga nate manggon ing kono. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17). „Dan beda lagi dengan yang dialami orang lain
Deiksis Ruang
yang juga pernah tinggal di tempat itu‟. Neng omah kono ono demite.
kono „di situ‟
„Di rumah itu ada makhluk halusnya‟. Wengi kalima swara mau ora kaprungu cetha, nanging ing kono krasa banget ana srididing angin kaya katut kagawa wong mlaku rikat. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17). „Malam kelima suara tadi tidak terdengar jelas, tapi di sana sangat terasa hembusan angin yang terbawa ketika orang berjalan cepat‟.
45
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Andi sekolah neng kene. kene „di sini‟ „Andi sekarang sekolah di sini‟. Samengko kita ulun dhawuhi nutugake anggon kita mertapa ana kene. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 15). „Nanti kita datang untuk meminta izin dan melihat tempat kita bertapa di sini‟. Neng kana wis dipersiapke karo panitia pitulasan. „Di sana sudah dipersiapkan oleh panitia tujuh belasan‟. Pemandangan neng kana sangat apik.
kana „di sana‟
„Pemandangan di sana sangat bagus‟. Mula aku kerep ngirim surat marang masku, njerone ana layangku kanggo kowe dak alamatke kana. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). „Makanya saya mengirim surat untuk kakakku, di dalamnya ada suratku untukmu yang
46
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kualamatkan di sana‟. Kanthi kesadaran menawa kampanye mono dudu
siji-sijining
cara
kanggo
nggayuh
kemenangan ing Pemilu mengko, kampanye mung
minangka
kanggo
ganep-ganeping
pangupaya kanggo “pengagalangan” massa, samesthine menawa kampanye ing wektu iki bakal lumaku kanthi aman tanpa nuwuhake perkara-perkara
utawa
pelanggaran
sing
memanas masyarakat, mligine OPP liya. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). iki „ini‟ „Tumbuh kesadaran bahwa kampanye bukan satu-satunya cara untuk meraih kemenangan di pemilu nanti, kampanye merupakan cara untuk melengkapi
usaha
penggalangan
massa,
seharusnya kampanye saat ini akan berjalan aman tanpa menimbulkan perkara-perkara atau pelanggaran
yang
memanasi
masyarakat,
khususnya OPP lain‟. Laladan plato jembar 652.225 km2 iki rasa ne tutug karobah sarah bangke merga perang-
47
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
perang sedulur. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 5). „Wilayah yang seluas 652.225 km2 menjadi terpecah-pecah karena perang saudara‟. Luwih trep menawa kampanye ing wektu iki kanthi dialog, wawan rembug golek titik temuning ancas lan tujuan kang digayuh bebarengan majuning bangsa lan negara Indonesia sing adhedhasar Pancasila iki tanpa nglanggar paugeran kang wis katemtokake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3) „Lebih baik bila kampanye saat ini melaui dialog, musyawarah untuk menemukan solusi dan tujuan tepat yang akan dijalani bersama demi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia yang
berlandaskan
Pancasila
itu
tanpa
melanggar peraturan yang telah ditentukan‟. Isih akeh cara liya maneh sing bisa uga luwih jitu lan luwih ampuh tinimbang kampanye sing iku „itu‟ mung selawe dina suwene iku. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3).
48
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Masih banyak cara lain yang lebih tepat dan jitu dari pada kampanye yang hanya dua puluh lima hari lamanya‟. Kampanye sejatine mung sebageyan saka cara kanggo golek massa panyengkuyung sing saakeh-akehe, nanging dudu mung cara iku sing digunakake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Kampanye sesungguhnya hanya salah satu cara untuk mencari massa pendukung
yang
sebanyak-banyaknya, namun itu bukan satusatunya cara yang dapat dipakai‟. Yen paugerane durung maton, kuwi sing sok mbingungake, jalaran negara Pancasila kuwi dudu negara polisi, utawa negara kekuasaan, kaya dene otokrasi. (Djaka Lodang, 9 Mei kuwi „itu‟
1992: 4). „Bila tata tertibnya belum jelas, itu dapat membingungkan
karena
Negara
pancasila
bukan Negara polisi, atau Negara kekuaasan
49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
seperti otokrasi‟. Nanging kita ora perlu kuwatir, jalaran negara kita kang adhedhasar demokrasi Pancasila kuwi tansah ngayomi wargane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena Negara kita
berlandaskan
demokrasi
dan
selalu
mengayomi rakyatnya‟. Saliyane kuwi uga manuk Nuri abang, iwak Arwana, lan 74 jinis mamalia serta gadhing gajah. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Selain itu juga burung nuri merah, ikan arwana dan 74 jenis mamalia serta gading gajah‟. Kae ono acara jathilan. „Di sana ada acara jathilan‟. kae „itu‟ Kae motore sopo? „Itu motornya siapa?‟
Berdasarkan hasil penelitian bentuk deiksis ruang dalam Majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 ditemukan sebanyak 53 yang meliputi frase kono „di situ‟ ditemukan
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sebanyak 4, frase kene „di sini‟ ditemukan sebanyak 4, frase kana „di sana‟ ditemukan sebanyak 3, frase iku „itu‟ ditemukan sebanyak 3, frase iki „ini‟ ditemukan sebanyak 4, frase kuwi „itu‟ditemukan sebanyak 4, dan frase kae „itu‟ ditemukan sebanyak 3.
2.1.3 Deiksis Waktu Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa, yaitu saiki „sekarang‟ dibandingkan wingi „kemarin‟, mau „tadi‟, sukemben „lain kali‟, sesuk „besok‟, mengko „nanti‟ Dalam tata bahasa, kata atau frase seperti ini disebut frase keterangan waktu (Nababan, 1987:41). Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut ini. (45)
Ketoke saiki kowe uduk uwong miskin meneh, paling ora dibanding aku. „Kayaknya sekarang kamu bukan orang miskin lagi, paling tidak dibanding saya‟.
(46)
“Dadi, dadi, dadi, wingi mas nganggone? Pas opo ora? Ya, pas tapi aku mung njupuk kopiah karo baju koko.” “Jadi, jadi, jadi, kemarin mas memakainya? Pas atau tidak? Ya pas tapi aku hanya mengambil kopiah dan baju koko.”
(47)
Awake dhewe ora gelem prihatin karo luwih seneng sego daripada inthil. Tapi mbiyen peceklik kowe tuku gaplek awakedhewe dari tengkulak karo regone duwur. Awake dhewe yo koyo saiki.
51
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Kita tak mau prihatin dan lebih suka nasi daripada inthil. Tapi ketika keceklik kamu beli kembali gaplek kalian dari tengkulak dengan harga tinggi. Kalian ya seperti ini‟. (48)
Wakito sarta Katiyo saiki isih ndhekem ing LP Wonogiri ngundhuh uwohing panggawe. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 11). „Wakito dan Katiyo sekarang mendekam di LP Wonogiri, mempertanggung jawabkan perbuatannya‟.
(49)
Wingi aku liburan neng Bantul. „Kemarin aku liburan di Bantul‟.
(50)
Kewan-kewan mau sawuse teka ing omahe Sutopo banjur dikeleti dijupuk kulite utawa awak-awakane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Hewan-hewan tadi sesudah sampai di rumah Sutopo lalu dikuliti
atau
diambil bagian tubuh lainnya. (51)
Sukemben motor iki arep didol karo bapakku. „Lain kali motor ini akan dijual oleh bapakku‟.
(52)
Sesuk Senen neng desaku ono acara sekaten. „Besok Senin di desaku ada acara sekaten‟.
(53)
Aku mengko arep neng sekolahan. „Aku nanti mau ke sekolahan‟.
Berdasarkan data di atas, frase saiki „sekarang‟ pada contoh (45), (47) dan (48) menunjukkan pada saat pembicara mengucapkan kata (saat tuturan). Frase wingi
52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„kemarin‟ pada contoh (46) dan (49) menunjukkan satu hari sebelum saat tuturan. Frase mau menunjukkan waktu yang sudah berlangsung. Frase sukemben „lain kali‟ pada contoh (51) menunjukkan waktu yang akan datang. Frase sesuk „besok‟ pada contoh (52) menunjukkan pada satu hari setelah saat tuturan. Frase mengko „nanti‟ pada contoh (53) menunjukkan waktu yang akan datang.
Tabel 3: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Waktu Jenis Deiksis
Contoh Kata
Contoh Kalimat Ketoke saiki kowe uduk uwong miskin meneh, paling ora dibanding aku. „Kayaknya sekarang kamu bukan orang miskin lagi, paling tidak dibanding saya‟. Wakito sarta Katiyo saiki isih ndhekem
Deiksis Waktu
saiki „sekarang‟
ing LP Wonogiri ngundhuh uwohing panggawe. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 11). „Wakito
dan
mendekam
di
Katiyo
sekarang
LP
Wonogiri,
mempertanggungjawabkan perbuatannya‟. Awake dhewe ora gelem prihatin karo
53
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
luwih seneng sego daripada inthil. Tapi mbiyen peceklik kowe tuku gaplek awakedhewe
dari
tengkulak
karo
regone duwur. Awake dhewe yo koyo saiki. „Kita tak mau prihatin dan lebih suka nasi
daripada
inthil.
Tapi
ketika
keceklik kamu beli kembali gaplek kalian dari tengkulak dengan harga tinggi. Kalian ya seperti ini‟. “Dadi,
dadi,
dadi,
wingi
mas
nganggone? Pas opo ora? Ya, pas tapi aku mung njupuk kopiah karo baju koko.” “Jadi,
jadi,
jadi,
kemarin
mas
wingi „kemarin‟ memakainya? Pas atau tidak? Ya pas tapi aku hanya mengambil kopiah dan baju koko.” Wingi aku liburan neng Bantul. „Kemarin aku liburan di Bantul‟.
54
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kewan-kewan mau sawuse teka ing omahe Sutopo banjur dikeleti dijupuk kulite utawa awak-awakane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7).
mau „tadi‟
„Hewan-hewan tadi sesudah sampai di rumah Sutopo lalu dikuliti atau diambil bagian tubuh lainnya. Sukemben motor iki arep didol karo bapakku.
sukemben „lain kali‟
„Lain kali motor ini akan dijual oleh bapakku‟. Sesuk Senen neng desaku ono acara sekaten.
sesuk „besok‟ „Besok Senin di desaku ada acara sekaten‟. Aku mengko arep neng sekolahan. mengko „nanti‟ „Aku nanti mau ke sekolahan‟.
Berdasarkan hasil penelitian bentuk deiksis ruang dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 ditemukan sebanyak 53 yang meliputi frase saiki „sekarang‟ ditemukan
55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sebanyak 6, wingi „kemarin‟ ditemukan sebanyak 2, mau „tadi‟ditemukana sebanyak 5, sukemben „lain kali‟ ditemukan 1, sesuk „besok‟ ditemukan 1, dan mengko „nanti‟ ditemukan 2.
56
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Hasil penelitian tentang deiksis bahasa Jawa ngoko dalam Majalah Djaka
Lodang edisi Mei 1992, dapat disimpulkan sebagai berikut. Jenis-jenis deiksis bahasa Jawa ngoko dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 meliputi deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Deiksis persona merupakan salah satu jenis deiksis yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai konteks percakapan. Contohnya, aku „saya‟, kowe „kamu‟, awake dhewe „kita‟, dan dheweke „dia‟. Deiksis ruang merupakan pemberian bentuk lingual kepada ruang atau tempat dalam peristiwa berbahasa. Contohnya, kono „di situ‟, kene „di sini‟, kana „di sana‟, iki „ini‟, iku „itu‟, kuwi „itu‟, kae „itu‟. Deiksis waktu merupakan pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Contohnya, mau „tadi‟, saiki „sekarang‟ sesuk „besok‟, mengko „nanti‟, wingi „kemarin‟ dan sukemben „lain kali‟.
Tabel 4: Jenis-jenis Deiksis Bahasa Jawa ngoko Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992 No.
Jenis Deiksis
Contoh Kata
Contoh Kalimat Nalika
1.
Deiksis Persona
aku „saya‟
nglatih
pemain
kang
padha
mbandel aku pancen rada was-was ajaaja pentas gagal utawa asile kurang becik.
57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Ketika melatih para pemain yang bandel saya sempat was-was nanti pentas gagal atau hasilnya kurang baik‟. Pendhak dina aku nampa layang saka mas Pram. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 6). „Setiap hari aku menerima surat dari mas Pram‟. “Ing pagelaran drama mau, aku dadi sutradara serta pemain Gadis Ratna”, tambahe kanthi mesem lan nerangake yen bapak lan ibune nyengkutung banget marang karir teatere. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). “Dalam pergelaran drama itu, saya jadi sutradara merangkap pemain gadis Ratna”, tambahnya
sambil
tersenyum
dan
menjelaskan bahwa kedua orangtuanya sangat mendukung karirnya berteater”. “Lho,… kok manut le-dha-kandha iku apa kowe „kamu‟ kowe
58
ora
nungkuli?
Ora
ngawaki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dhewe?”. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17). “Lho… mengapa menurut saja yang dikatakan itu apa kamu tidak protes? Tidak percaya diri?”. Kowe saiki tambah lemu. „Kamu sekarang tambah gemuk‟. Mula saka iku, dalem kabupaten iki dakborongake
marang
kowe.
(Djaka
Lodang, 16 Mei 1992: 2). „Pada waktu itu pas jam dua belas tengah malam‟. Padha dene nuding kaluputaning liyan, nganggep awake dhewe utawa kelompoke dhewe sing bener. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). awake dhewe
„Saling menunjukkan kelemahan pihak
„kita‟
lain, dan menganggap diri sendiri atau kelompoknya yang paling benar‟. “Sari, piye yen sesambungane awake dhewe diterusake ora mung nganggo layang,” kandhe Suryo alon karo nyawang
59
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sari. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). “Sari, bagaimana bila hubungan kita diteruskan tidak hanya melalui surat saja,” kata Suryo lirih sambil menatap Sari. Lan cetha menawa njalari pengerahan massa sing kebangetan lan nuwuhake swasana sing kurang nyenengake, anane mung dadi poyok-poyokan, ngala-ala OPP liya,
ngalem
awake
dhewe.
(Djaka
Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Dan jelas apabila dilakukan pengerahan massa
yang
terlalu
banyak
dan
menumbuhkan suasana yang tidak enak, dheweke „dia‟ yang
akhirnya
terjadi
saling
ejek,
menjelek-jelekkan OPP lain, dan memuji diri sendiri‟. Mung
emane,
semono
suwene
sesambungane kok Anton ora gelem menehi fotone padhahal dheweke wis menehi foto telu cacahe. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6). „Hanya
60
sayangnya,
begitu
lamanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
berhubungan
kok
Anton
tidak
mau
memberikan foto dirinya padahal Anton sudah diberi foto pacarnya sejumlah tiga‟. Mbaka siji pesenan pentas teka marang dheweke, kayata pesenan saka Kanwil Depdikbud Kaltim, perusahaan kayu PT. Sumalindo (nalika ulang taun ing taun 1987), PGRI Kaltim (pentas ing stadion Gelora Segiri Samarinda) nalika ngadani Ulang Tun PGRI lan liya-liyane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Satu per satu pesanan untuk pentas datang, seperti
pesanan dari Kanwil
Depdikbud Kaltim, perusahaan kayu PT. Sumalindo (ketika berulang tahun di 1987), PGRI Kaltim (pentas di stadion Gelora
Segiri
Samarinda)
ketika
mengadakan perayaan ulang tahun PGRI dan lain-lain‟. Pungkasan iku dheweke mondhok ing kampong Ledok Prawirodirjan RT 60,
61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
cerak kali Code. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Setelah itu dia tinggal dikampung Ledok Prawirodirjan RT 60, dekat sungai Code‟. Kaya adat sabene, ing warung kono aku sakanca nuli guneman maneka warna, sok-sok ora karuhan alang ujure, sineling guyonan, plesetan utawa glenyengan. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 16). „Seperti adat yang sudah ada, diwarung itu aku dan teman-teman sering berdialog berbagai tema, terkadang tidak tahu ujung
Deiksis Ruang 2.
kono „di situ‟ pangkalnya, bercandaan, plesetan‟. Neng omah kono ono demite. „Di rumah itu ada makhluk halusnya‟. Wengi kalima swara mau ora kaprungu cetha, nanging ing kono krasa banget ana srididing angin kaya katut kagawa wong mlaku rikat. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17).
62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Malam kelima suara tadi tidak terdengar jelas, tapi di sana sangat terasa hembusan angin yang terbawa ketika orang berjalan cepat‟. Lan beda maneh karo sing dialami wong seje sing uga nate manggon ing kono. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17). „Dan beda lagi dengan yang dialami orang lain yang juga pernah tinggal di tempat itu‟. Jinis-jinis satwa kasebut uga jinis liyane kang ora disebutake ana kene. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Jenis-jenis satwa yang disebut termasuk juga lainnya yang tidak disebutkan di sini‟. kene „di sini‟
Aku saiki manggon neng omah kene. „Aku sekarang tinggal di rumah ini‟. Andi sekolah neng kene. „Andi sekarang sekolah di sini‟. Samengko kita ulun dhawuhi nutugake
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
anggon kita mertapa ana kene. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 15). „Nanti kita datang untuk meminta izin dan melihat tempat kita bertapa di sini‟. Pemandangan neng kana sangat apik. „Pemandangan di sana sangat bagus‟. Mula aku kerep ngirim surat marang masku, njerone ana layangku kanggo kowe dak alamatke kana. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). kana „di sana‟ „Makanya saya mengirim surat untuk kakakku,
di
dalamnya
ada
suratku
untukmu yang kualamatkan di sana‟. Neng kana wis dipersiapke karo panitia pitulasan. „Di sana sudah dipersiapkan oleh panitia tujuh belasan‟. Strategi lan siasat wis diatur kanggo iki „ini‟
menangake Pemilu candhake yaiku Pemilu 1992 iki. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3).
64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Strategi dan siasat sudah ditata untuk memenangkan pemilu berikut yaitu pemilu 1992‟. Luwih trep menawa kampanye ing wektu iki kanthi dialog, wawan rembug golek titik temuning ancas lan tujuan kang digayuh bebarengan majuning bangsa lan negara
Indonesia
sing
adhedhasar
Pancasila iki tanpa nglanggar paugeran kang wis katemtokake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3) „Lebih baik bila kampanye saat ini melaui dialog, musyawarah untuk menemukan solusi dan tujuan tepat yang akan dijalani bersama demi kemajuan bangsa dan Negara
Indonesia
yang
berlandaskan
Pancasila itu tanpa melanggar peraturan yang telah ditentukan‟. Laladan plato jembar 652.225 km2 iki rasa ne tutug karobah sarah bangke merga perang-perang sedulur. (Djaka
65
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lodang, 9 Mei 1992: 5). „Wilayah
yang
seluas
652.225
km2
menjadi terpecah-pecah karena perang saudara‟. Kanthi
kesadaran
menawa
kampanye
mono dudu siji-sijining cara kanggo nggayuh kemenangan ing Pemilu mengko, kampanye mung minangka kanggo ganepganeping
pangupaya
“pengagalangan”
massa,
kanggo samesthine
menawa kampanye ing wektu iki bakal lumaku kanthi aman tanpa nuwuhake perkara-perkara utawa pelanggaran sing memanas masyarakat, mligine OPP liya. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Tumbuh kesadaran bahwa kampanye bukan satu-satunya cara untuk meraih kemenangan di pemilu nanti, kampanye merupakan cara untuk melengkapi usaha penggalangan
massa,
seharusnya
kampanye saat ini akan berjalan aman
66
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tanpa menimbulkan perkara-perkara atau pelanggaran yang memanasi masyarakat, khususnya OPP lain‟. Manut
pengalaman
sing
uwis-uwis,
kampanye Pemilu kaya mangkono iku pancen
nuwuhake
gesrekan-gesrekan,
malah bisa nuwuhake pasulayan, sing ora mokal njalari suhu politik dadi panas. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Menurut pengalaman yang pernah ada, kampanye pemilu seperti itu memang menimbulkan
gesekan-gesekan,
malah
iku „itu‟ bisa menumbuhkan kecurigaan, dan halhal lainnya yang membuat suhu politik menjadi panas‟. Kampanye sejatine mung sebageyan saka cara kanggo golek massa panyengkuyung sing saakeh-akehe, nanging dudu mung cara iku sing digunakake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Kampanye sesungguhnya hanya salah
67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
satu cara untuk mencari masa pendukung yang sebanyak-banyaknya, namun itu bukan
satu-satunya
cara
yang
dapat
dipakai‟. Isih akeh cara liya maneh sing bisa uga luwih jitu lan luwih ampuh tinimbang kampanye sing mung selawe dina suwene iku. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Masih banyak cara lain yang lebih tepat dan jitu dari pada kampanye yang hanya dua puluh lima hari lamanya‟. Nanging kita ora perlu kuwatir, jalaran negara kita kang adhedhasar demokrasi Pancasila kuwi tansah ngayomi wargane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4).
kuwi „itu‟
„Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena Negara kita berlandaskan demokrasi dan selalu mengayomi rakyatnya‟. Nanging sing jeneng kisruh kuwi iya kudu nduwe ni paugeran utawa tatanan sing maton, artine kudu diatur ana ing undang-
68
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
undang, dadi ora mung waton. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Namun yang namanya rusuh itu ya harus punya tata tertib yang tetap, artinya harus diatur undang-undang jadi tidak hanya seeanaknya‟. Saliyane kuwi uga manuk Nuri abang, iwak Arwana, lan 74 jinis mamalia serta gadhing gajah. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Selain itu juga burung nuri merah, ikan arwana dan 74 jenis mamalia serta gading gajah‟. Yen paugerane durung maton, kuwi sing sok
mbingungake,
jalaran
negara
Pancasila kuwi dudu negara polisi, utawa negara kekuasaan, kaya dene otokrasi. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Bila tata tertibnya belum jelas, itu dapat membingungkan karena Negara pancasila
69
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bukan
Negara
polisi,
atau
Negara
kekuaasan seperti otokrasi‟. Kae ono acara jathilan. Di sana ada acara jathilan‟. Kae anakke sopo? kae „itu‟ „Itu anaknya siapa?‟ Kae motore sopo? „Itu motornya siapa?‟ Dene
pamrihe
panemu-panemu
mau
pengangkahe banjur bisa dingerteni sanak kadang sing mengko bakal kepilih dadi wakiling rakyat ing parlemen (DPR) utawa ing MPR. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4).
Deiksis Waktu 3.
mau „tadi‟ „Tujuan yang diungkapkan agar dapat dipahami oleh saudara-saudara yang nanti bakal terpilih menjadi wakil rakyat di parlemen DPR atau MPR‟. Kewan-kewan mau sawuse teka ing omahe Sutopo banjur dikeleti dijupuk kulite
70
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
utawa awak-awakane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Hewan-hewan tadi sesudah sampai di rumah Sutopo lalu dikuliti atau diambil bagian tubuh lainnya. Kuwi mau iya kalebu penulisan sing malah bisa gawe kisruh. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Itu tadi ya termasuk penulisan yang dapat menimbulkan keributan‟. Satwa mau asale tuku apa hadhiah. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Asal satwa itu didapat dari membeli atau hadiah‟. Lan pasaran mau saliyane ana DIY uga ana sing nate dikirim menyang Aceh Sumatra. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Dan dijual di pasar selain DIY pernah dikirim ke Aceh Sumatera‟. Dene
71
pamrihe
panemu-panemu
mau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pengangkahe banjur bisa dingerteni sanak kadang sing mengko bakal kepilih dadi wakilikng rakyat ing parlemen (DPR) utawa ing MPR. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Tujuan yang diungkapkan agar dapat dipahami oleh saudara-saudara yang nanti bakal terpilih menjadi wakil rakyat di parlemen DPR atau MPR‟. Wakito sarta Katiyo saiki isih ndhekem ing LP
Wonogiri
ngundhuh
uwohing
panggawe. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 11). „Wakito dan Katiyo sekarang mendekam saiki „sekarang‟
di
LP
Wonogiri,
mempertanggung
jawabkan perbuatannya‟. Nyatane dheweke kuwat nggedhang krang tekan saiki suwene 44 taun. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Nyatanya dia kuat berkuasa sampai
72
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sekarang selama 44 tahun‟. Pak Tono saiki dilantik dadi lurah neng desane. „Pak Tono sekarang dilantik menjadi lurah di desanya‟. Akeh para winasis kang ngarani jaman saiki iki Jaman Globalisasi utawa Jaman Informasi. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 26). „Banyak orang pandai yang menyebut bahwa saat ini adalah jaman Globalisasi atau jaman Informasi‟. Ketoke saiki kowe uduk uwong miskin meneh, paling ora dibanding aku. „Kayaknya sekarang kamu bukan orang miskin lagi, paling tidak dibanding saya‟. Awake dhewe ora gelem prihatin karo luwih seneng sego daripada inthil. Tapi mbiyen peceklik kowe tuku gaplek awake dhewe dari tengkulak karo regone duwur. Awake dhewe yo koyo saiki.
73
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Kita tak mau prihatin dan lebih suka nasi daripada inthil. Tapi ketika keceklik kamu beli kembali gaplek kalian dari tengkulak dengan harga tinggi. Kalian ya seperti ini‟. Nah, saiki Kim II-Sung ora bakal bisa mbantah. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Nah, sekarang kim II-Sung tidak akan bisa mengelak‟. Sesuk Senen neng desaku ono acara sesuk „besok‟
sekaten. „Besok Senin di desaku ada acara sekaten‟. Sukemben motor iki arep didol karo
Sukemben „lain kali‟
bapakku. „Lain kali motor ini akan dijual oleh bapakku‟. Wingi aku liburan neng Bantul.
Wingi „kemarin‟
„Kemarin aku liburan di Bantul‟. “Dadi, dadi, dadi, wingi mas nganggone?
74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pas opo ora? Ya, pas tapi aku mung njupuk kopiah karo baju koko.” “Jadi,
jadi,
jadi,
kemarin
mas
memakainya? Pas atau tidak? Ya pas tapi aku hanya mengambil kopiah dan baju koko.” Aku mengko lunggo neng Wonosari. „Aku nanti pergi ke Wonosari‟. Mengko „nanti‟ Aku mengko arep neng sekolahan. „Aku nanti mau ke sekolahan‟.
3.2
Saran Penelitian tentang deiksis bahasa Jawa ngoko dalam Majalah Djaka Lodang
Edisi Mei 1992 ini baru mencakup tentang jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Penelitian ini masih terbatas pada tataran pragmatik khususnya kajian deiksis sehingga menambah pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Penelitian ini dapat dilanjutkan pada tataran sintaksis dan semantik karena jenis-jenis deiksis ini dapat mempengaruhi struktur sintaksis dan semantik. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian jenis deiksis dalam bahasa Jawa Ngoko.
75
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
______________________.1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta: Departemen Pendididikan dan Kebudayaan.
Sudaryanto, 1986. Metode Linguistik Bagian Pertama ke Arah Memahami Metode Linguistik Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
_________, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS
Albert
Wempi
lahir
di
Palembang,
Sumatera Selatan pada tanggal 25 Mei 1988. Putra kedua
dari
pasangan
Paulus
Hartanto
dan
Mellyaneri. Pendidikan yang telah ditempuh antara lain Taman Kanak-kanak
di TK Xaverius 9
Palembang, Sekolah Dasar di SD Charitas 01 Belitang, OKU Timur, Sekolah Menengah Pertama di SMP Charitas 01 Belitang, OKU Timur, Sekolah Menengah Atas di SMA Santo Thomas Yogyakarta. Menempuh kuliah S1 angkatan 2006 pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
77
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A.
Deiksis Persona
(54)
Padha dene nuding kaluputaning liyan, nganggep awake dhewe utawa kelompoke dhewe sing bener. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Saling menunjukkan kelemahan pihak lain, dan menganggap diri sendiri atau kelompoknya yang paling benar‟.
(55)
“Ing pagelaran drama mau, aku dadi sutradara serta pemain Gadis Ratna”, tambahe kanthi mesem lan nerangake yen bapak lan ibune nyengkuyung banget marang karir teatere. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „“Dalam pergelaran drama itu, saya jadi sutradara merangkap pemain gadis Ratna”, tambahnya sambil tersenyum dan menjelaskan bahwa kedua orangtuanya sangat mendukung karirnya berteater‟.
(56)
Lan cetha menawa njalari pengerahan massa sing kebangetan lan nuwuhake swasana sing kurang nyenengake, anane mung dadi poyok-poyokan, ngala-ala OPP liya, ngalem awake dhewe. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Dan jelas apabila dilakukan pengerahan massa yang terlalu banyak dan menumbuhkan suasana yang tidak enak, yang akhirnya terjadi saling ejek, menjelek-jelekkan OPP lain, dan memuji diri sendiri‟.
(57)
Sabanjure ditambahake yen ana wong ndandakake dheweke nembe
gelem.
(Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Selanjutnya ditambahkan bila ada orang yang memperbaiki dirinya baru mau‟. (58)
Pungkasan iku dheweke mondhok ing kampong Ledok Prawirodirjan RT 60, cerak kali Code. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10).
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Setelah itu dia tinggal dikampung Ledok Prawirodirjan RT 60, dekat sungai Code‟. (59)
Jalaran sawise lomba, para pemenang kalebu dheweke ora entuk apa-apa kejaba piala kang ora sepira regane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Karena sesudah lomba, para pemenang termasuk dia tidak mendapat apa-apa kecuali piala yang tidak seberapa harganya‟.
(60)
Mula tamat SMP lan mlebu SLTA, ing SPG Negeri Samarinda Kalimantan Timur, dheweke wani matur marang Kepala Sekolah yen dheweke kepengin nggelar drama sekolah kanggo ngeramekake 17 Agustusan. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Begitu tamat SMP dan masuk SLTA, di SPG Negeri Samarinda Kalimantan Timur, dia memberanikan diri berbicara kepada Kepala Sekolah kalau dia ingin menggelar drama sekolah untuk meramaikan acara 17 Agustus‟.
(61)
Dheweke banjur nglumpukake kancane wong 20, kalebu kanca-kanca kang luwih dhuwur kelase, sarta nglatih lan ndhapuki kanca-kancane mau. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Dia lalu mengumpulkan 20 orang teman-temannya, termasuk kakak kelasnya, dan melatih serta membibing mereka‟.
(62)
Nalika nglatih pemain kang padha mbandel aku pancen rada was-was aja-aja pentas gagal utawa asile kurang becik. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Ketika melatih para pemain yang bandel saya sempat was-was nanti pentas gagal atau hasilnya kurang baik‟.
80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(63)
Apa kowe ngira lamun Dwarawati iku gelem dadi gedinale wong Bumikadhasar? (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 14). „Apa kamu kira orang Dwarawati mau menjadi budak orang Bumikadhasar?‟
(64)
Martha kang menagkake Piala Adjie Masaid ing lomba iku sajane duwe pengarep-ngarep panitya lomba mrenah ake para pemenang lomba, kalebu dheweke , ing papan utawa wadhah kang pas. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Martha yang memenangkan Adjie Masaid dalam lomba itu sesungguhnya memiliki harapan bahwa panitia lomba menempatkan para pemenang lomba termasuk dirinya pada tempat yang pas‟.
(65)
“Aku ngrasakake sepira abote nangis, jalaran pacare Ratna ditembak Walanda. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „“Saya merasakan begitu beratnya menangis, karena pacarnya Ratna ditembak Belanda‟.
(66)
“Rahayune aku bisa nangis saengga pentas bisa mlaku kanthi rancag”, mengkono Martha. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „“Aku bisa menangis dengan sungguh-sungguh sehingga pentas bisa berjalan baik”, begitu kata Martha‟.
(67)
“Keparat jajalanat kowe Nagamurti”, kumawani mamerake kasekten ana Negara Dwarawati. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 14). „Keparat laknat kamu Nagamurti, sambil memamerkan kesaktian Negara Dwarawati‟.
81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(68)
Apa kowe ngira lamun Dwarawati wis ora duwe prajurit kang saguh mejaya kowe sarta kabeh menungsa Bumikadhasar? (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 14). „Apa Kamu kira rakyat Dwarawati sudah tidak memiliki prajurit yang sanggup mengalahkan kamu semua orang Bumikadhasar?‟
(69)
Iya Nagamurti, aku Prabu Baladewa nata Madura gelem nukul sarta ngakoni marang Prabu Bandung Nagasasra lamun ratumu kuwawa nadhahi pusaka Mandura. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 14). „Iya Nagamurti, saya Prabu Baladewa penguasa Madura mau mengakui Prabu Bandung Nagasasra penguasamu pemilik pusaka Mandura‟.
(70)
Mbaka siji pesenan pentas teka marang dheweke, kayata pesenan saka Kanwil Depdikbud Kaltim, perusahaan kayu PT. Sumalindo (nalika ulang taun ing taun 1987), PGRI Kaltim (pentas ing stadion Gelora Segiri Samarinda) nalika ngadani Ulang Taun PGRI lan liya-liyane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Satu Per satu pesanan untuk pentas datang, seperti pesanan dari Kanwil Depdikbud Kaltim, perusahaan kayu PT. Sumalindo (ketika berulang tahun di 1987), PGRI Kaltim (pentas di stadion Gelora Segiri Samarinda) ketika mengadakan perayaan ulang tahun PGRI dan lain-lain‟.
(71)
“Aku kepengin dadi pegawe negeri jalaran bisa kanggo urip sateruse. Dadi pegawai negeri bisa urip luwih tenterem”, tambahe mahasiswa ASDRAFI Yogyakarta iki. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12).
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„“Saya ingin menjadi pegawai negeri untuk bisa hidup seterusnya. Jadi pegawai negeri bisa hidup menjadi tenteram”, tambah mahasiswa ASDRAFI Yogyakarta itu‟. (72)
Aku terus ngupadi kepiye carane ben entuk mesin kanggo ngolah mlinjo, saengga mengkone bisa nambah kawruh lan penghasilan, kanggo mekarake pembangunan. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 4). „Saya terus berusaha untuk menciptakan mesin pengolah melinjo, sehingga dapat menambah penghasilan, untuk mengembangkan pembangunan‟.
(73)
“Sari, ana surat kanggo kowe,” kandhane Rina nalika ketemu Sari ing kantin sekolah. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6). „“Sari, ada surat unukmu,” ketika Rina ketemu Sari di sekolah‟.
(74)
Lan sawalike Anton uga crita werna-werna marang dheweke. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6). „Dan sebaliknya Anton juga bercerita banyak hal tentang dirinya‟.
(75)
Mula aku kerep ngirim surat marang masku, njerone ana layangku kanggo kowe dak alamatke kana. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). „Makanya saya mengirim surat untuk kakakku, di dalamnya ada suratku untukmu yang kualamatkan di sana‟.
(76)
“Sari, piye yen sesambungane awake dhewe diterusake ora mung nganggo layang,” kandha Suryo alon karo nyawang Sari. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7).
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„“Sari, bagaimana bila hubungan kita diteruskan tidak hanya melalui surat saja”. Kata Suryo lirih sambil menatap Sari‟. (77)
Bab kowe dak critakake marang dheweke. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). „Tentang kamu kuceritakan kepadanya‟.
(78)
“Kok kowe ngerti, kenal pa kowe, karo dheweke”. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 7). „“Kok kamu tahu, apa kamu mengenalnya‟.
(79)
Mung emane, semono suwene sesambungane kok Anton ora gelem menehi fotone padhahal dheweke wis menehi foto telu cacahe. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6). „Hanya sayangnya, begitu lamanya berhubungan kok Anton tidak mau memberikan foto dirinya padahal Anton sudah diberi foto pacarnya sejumlah tiga‟.
(80)
Aku sida mutuske metu saka omah. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 6). „Aku memutuskan untuk pergi dari rumah‟.
(81)
Kowe saiki tambah lemu. „Kamu sekarang tambah gemuk‟.
(82)
Oh iya, tanggale aku isih kelingan, tanggal telu Oktober. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 6). „Oh iya, tanggalnya aku masih ingat, tanggal tiga Oktober‟.
(83)
Bangkit! Apa tresnamu jeba dak antebi dene anggonmu mburu aku kepati-pati. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 6).
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Bangkit! Apa cintamu hilang karena kuacuhkan ketika kamu mengejar-ngejar aku‟. (84)
“Piye Ning, aku njaluk wangsulanmu. Sliramu mangkat, tegese kowe kalah la nana tanganku. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 6). „“Bagaimana Ning, aku minta jawabanmu. Kemarilah dan sambutlah tanganku‟.
(85)
Pendhak dina aku nampa layang saka mas Pram. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 6). „Setiap hari aku menerima surat dari mas Pram‟.
(86)
Kowe yen ngaturi aku ora perlu nganggo sesebutan Kanjeng Bupati. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 2). „Kamu bila memanggil aku tidak perlu menyebut Kanjeng Bupati‟.
(87)
“Nyai, kowe dakjak nyabrang kali iki gelem apa ora?” pandangune Ki Pandan Arang marang garwane. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 2). „“Nyai, kamu saya ajak menyeberang sungai ini mau apa tidak?” kata KI Pandan Arang kepada istrinya‟.
(88)
Mula saka iku, dalem kabupaten iki dakborongake marang kowe. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 2). „Maka dari itu, rumah Kabupaten ini kuborongkan kepadamu untuk
kau
kerjakan‟. (89)
'“Lho,… kok manut le-dha-kandha iku apa kowe ora nungkuli? Ora ngawaki dhewe?”. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17).
85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„“Lho… mengapa menurut saja yang dikatakan itu apa kamu tidak protes? Tidak percaya diri?‟
B.
Deiksis Ruang
(90)
Manut pengalaman sing uwis-uwis, kampanye Pemilu kaya mangkono iku pancen nuwuhake gesrekan-gesrekan, malah bisa nuwuhake pasulayan, sing ora mokal njalari suhu politik dadi panas. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Menurut pengalaman yang pernah ada, kampanye pemilu seperti itu memang menimbulkan gesekan-gesekan, malah bisa menumbuhkan kecurigaan, dan halhal lainnya yang membuat suhu politik menjadi panas‟.
(91)
Kenya kang urip ing madyaning keluwarga kang dhemen seni iki ora gigrik ngadhepi kahanan kang cengkeh karo karep atine mau. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Sang perawan yang hidup tengah- tengah keluarga yang mencintai seni itu tidak takut menghadapi keadaan yang berlawanan dengan keinginannya tadi‟.
(92)
“Naskah katulis dening Bapak, dene make-up para pemain ketindakake dening Ibu”, ujare pembarep saka sedulur telu iki kanthi ngeling-eling. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „“Naskah ditulis Bapak, dan make up untuk para pemain dilakukan Ibu”, kata sulung dari tiga bersaudara itu‟.
86
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(93)
“Sejatine, cita-citaku dadi guru”, ujare kenya kang duwe dedeg 155 cm lan bobot 44 kg iki nerangake, nalika ditakoni apa ya teater arep dadi gantungan uripe. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „“Sesungguhnya, cita-cita saya menjadi guru”, kata gadis yang memiliki tinggi 155 cm dan berat 44 kg menerangkan, ketika ditanya apakah teater dijadikan sandaran hidupnya‟.
(94)
Nah, mesthine kekeselen fisik kaya mangkene iki uga bisa diatasi secara fisik. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 13). „Nah, seharusnya kepayahan fisik seperti ini bisa diatasi dengan cara fisik pula‟.
(95)
Kesel fisike iki terkadhang uga bisa mrambat dadi kesel psikologis, merga ana gegayutan sebab akibate. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 13). „Capai fisik itu terkadang juga bisa merambat kepada capai psikologi, karena ada hubungan sebab akibat‟.
(96)
Manawa panjenengan biasa diet kanthi ngonsumsi 1000 kalori saben dinane, iki perlu ditambah dadi 1200 kalori supaya fisik ora kekedelan sawise nindakake pakaryan kang merlokake tenaga fisik lan psikis sedina mruput. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 13). „Bila Anda dapat diet sampai mengkonsumsi 1000 kalori setiap hari, perlu ditambah menjadi 1200 kalori supaya fisik tidak kelelahan sesudah melalukan pekerjaaan yang memerlukan tenaga fisik dan psikologis sehari penuh‟.
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(97)
Iki ateges panjenengan kudu nyuda dhedahaharan kang akeh lemake, jalaran yen kakehan dhedhaharan kang akeh lemake rasa kesel merga lemak iku luwih suwe lembute ing pencernaan. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 13). „Ini berarti Anda harus mengurangi makanan yang mengandung banyak lemak, karena bila kebanyakan rasa lelah itu lebih lama hilang karena lemak lambat diserap pencernaan‟.
(98)
Guyonan sejarah kaping pindhone: kesuwen kuwasa kuwi adhakane dadi korup, ora jujur, mapanke keluargane (nepotismme), lan saya tegel marang lawanlawan politike. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Kelucuan sejarah yang kedua: terlalu lama berkuasa dapat menyebabkan korup, tidak jujur, nepotisme, dan semakin tega tehadap lawan-lawan politiknya‟.
(99)
Kuwi wae sing dipangan wis dudu sega, paling canthel karo otek. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Itu saja yang dimakan bukan lagi nasi, paling canthel dan otek‟.
(100) Box pesawat telepon umum kancacahe loro iku jarene mung ana isine dhuwit Rp 15.000. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 10). „Box pesawat telepon umum yang berjumlah dua itu katanya cuma berisi uang Rp 15.000‟. (101) Andi sekolah neng kene. „Andi sekarang sekolah di sini‟. (102) Neng kana wis dipersiapke karo panitia pitulasan. „Di sana sudah dipersiapkan oleh panitia tujuh belasan‟.
88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(103) Kae ono acara jathilan. „Di sana ada acara jathilan‟. (104) Samengko kita ulun dhawuhi nutugake anggon kita mertapa ana kene. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 15). „Nanti kita datang untuk meminta izin dan melihat tempat kita bertapa di sini‟. (105) Kaya adat sabene, ing warung kono aku sakanca nuli guneman maneka warna, sok-sok ora karuhan alang ujure, sineling guyonan, plesetan utawa glenyengan. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 16). „Seperti adat yang sudah ada, diwarung itu aku dan teman-teman sering berdialog berbagai tema, terkadang tidak tahu ujung pangkalnya, bercandaan, plesetan‟. (106) Neng omah kono ono demite. „Di rumah itu ada makhluk halusnya‟. (107) Pemandangan neng kana sangat apik. „Pemandangan di sana sangat bagus‟. (108) Kae anakke sopo? „Itu anaknya siapa?‟ (109) Kae motore sopo? „Itu motornya siapa?‟ (110) Lan beda maneh karo sing dialami wong seje sing uga nate manggon ing kono. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17).
89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Dan beda lagi dengan yang dialami orang lain yang juga pernah tinggal di tempat itu‟. (111) Wengi kalima swara mau ora kaprungu cetha, nanging ing kono krasa banget ana srididing angin kaya katut kagawa wong mlaku rikat. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17). „Malam kelima suara tadi tidak terdengar jelas, tapi di sana sangat terasa hembusan angin yang terbawa ketika orang berjalan cepat‟. (112) Sing jenenge pangrasa utawa pamikir iku yen lagi reget, kita klebu wong liya bakal deleng urip iku kaya-kaya tansah nyandhung pedhut wae. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 20). „Yang namanya para pemikir itu kalau kita sedang kotor, kita termasuk orang lain bakal melihat hidup seperti memasuki alam kabut saja‟. (113) Apa mbok anggep wong Dwarawati iku wadon kabeh? (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 14). „Apa sangkamu orang Dwarawati itu wanita semua?‟ (114) Kampanye sejatine mung sebageyan saka cara kanggo golek massa panyengkuyung sing saakeh-akehe, nanging dudu mung cara iku sing digunakake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Kampanye sesungguhnya hanya salah satu cara untuk mencari masa pendukung yang sebanyak-banyaknya, namun itu bukan satu-satunya cara yang dapat dipakai‟.
90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(115) Isih akeh cara liya maneh sing bisa uga luwih jitu lan luwih ampuh tinimbang kampanye sing mung selawe dina suwene iku. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Masih banyak cara lain yang lebih tepat dan jitu dari pada kampanye yang hanya dua puluh lima hari lamanya‟. (116) Strategi lan siasat wis diatur kanggo menangake Pemilu candhake yaiku Pemilu 1992 iki. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Strategi dan siasat sudah ditata untuk memenangkan pemilu berikut yaitu pemilu 1992‟. (117) Kanthi kesadaran menawa kampanye mono dudu siji-sijining cara kanggo nggayuh kemenangan ing Pemilu mengko, kampanye mung minangka kanggo ganep-ganeping pangupaya kanggo “pengagalangan” massa, samesthine menawa kampanye ing wektu iki bakal lumaku kanthi aman tanpa nuwuhake perkara-perkara utawa pelanggaran sing memanas masyarakat, mligine OPP liya. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Tumbuh kesadaran bahwa kampanye bukan satu-satunya cara untuk meraih kemenangan di pemilu nanti, kampanye merupakan cara untuk melengkapi usaha penggalangan massa, seharusnya kampanye saat ini akan berjalan aman tanpa menimbulkan perkara-perkara atau pelanggaran yang memanasi masyarakat, khususnya OPP lain‟. (118) Cara iki pancen resikone gedhe. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Cara itu memang resikonya besar‟.
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(119) Nagamurti mangerti lamun Setyaki iku teguh timbul ing yuda suthik ngucira. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 14). „Nagamurti memahami orang Setyaki itu berani di medan pertempuran‟. (120) Kajaba iku Nagamurti mangerti lamun ing wektu iku mungsuhe datan among wadya Dwarawati, nanging kawimbuhan wadya Mandura kang uga akeh kang anduweni kasekten, marma wadya Bumikadhasar kinen samya ngati-ati aja ana kang sembrana nganggep entheng marang mungsuh. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 14). „Di luar itu Nagamurti orang yang waktu itu menjadi musuh orang-orang Dwarawati, dan ketambahan orang-orang Mandura yang juga banyak memiliki kesaktian, maka dari itu orang-orang Bumikadhasar menjadi berhati-hati dan tidak sembarangan memganggap enteng musuh‟. (121) Kasus ing pusat iki yen ora dirampunhake kanthi becik genah yen bakal ngambra-ambra lan mesthi bakal nuwuhake rasa ngganjel utawa “ketegangan” nganti tekan dhaerah-dhaerah. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 3). „Kasus di pusat itu bila tidak diselesaikan dengan baik akan menjadi lebih rumit dan bakal menimbulkan rasa yang mengganjal atau ketegangan sampai ke daerah-daerah‟. (122) Conto kasus iki nuduhake menawa kanthi Undang-undang, Peraturan Pemerintah serta Keppres kang wis ana pranyata durung cukup kanggo mageri lan nanggulangi sarta ngrampungi kasus-kasus kang muncul sajroning rerangan pista demokrasi limang taunan iki. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 3).
92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Contoh kasus ini menunjukkan bahwa undang-undang, Peraturan Pemerintah serta Keppres yang sudah ada nyatanya belum cukup untuk menghalangi dan menanggulangi serta menyelesaikan kasus-kasus yang muncul dalam pesta demokrasi lima tahunan ini‟. (123) Ujare wong pinter, panguwasa iku sok marakake lali. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Kata orang pandai, kekuasaan itu sering membuat lupa‟. (124) Iki kena kanggo tamba ati mangkel, mengkono Martha. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Ini dapat dijadikan obat kekecewaan, ujar Martha‟. (125) Manut Martha, undang-undang rakete, penonton lan artis pasarta lomba akting kang diadani ing hotel elit iku mung dadi piranti bisnis. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Menurut Martha, para tamu undangan, penonton dan artis perserta lomba yang diadakan di hotel mewah itu hanya menjadi alat bisnis‟. (126) Luwih trep menawa kampanye ing wektu iki kanthi dialog, wawan rembug golek titik temuning ancas lan tujuan kang digayuh bebarengan majuning bangsa lan negara Indonesia sing adhedhasar Pancasila iki tanpa nglanggar paugeran kang wis katemtokake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3). „Lebih baik bila kampanye saat ini melaui dialog, musyawarah untuk menemukan solusi dan tujuan tepat yang akan dijalani bersama demi kemajuan
93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bangsa dan Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila itu tanpa melanggar peraturan yang telah ditentukan‟. (127) Nanging kita ora perlu kuwatir, jalaran negara kita kang adhedhasar demokrasi Pancasila kuwi tansah ngayomi wargane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena Negara kita berlandaskan demokrasi dan selalu mengayomi rakyatnya‟. (128) Nanging sing jeneng kisruh kuwi iya kudu nduwe ni paugeran utawa tatanan sing maton, artine kudu diatur ana ing undang-undang, dadi ora mung waton. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Namun yang namanya rusuh itu ya harus punya tata tertib yang tetap, artinya harus diatur undang-undang jadi tidak hanya seeanaknya‟. (129) Yen paugerane durung maton, kuwi sing sok mbingungake, jalaran negara Pancasila kuwi dudu negara polisi, utawa negara kekuasaan, kaya dene otokrasi. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Bila tata tertibnya belum jelas, itu dapat membingungkan karena negara Pancasila bukan negara polisi, atau Negara kekuaasan seperti otokrasi‟. (130) Kejaba kuwi kosokbaline, masyarakat dhewe iya kudu bisa njaga, aja nganti marga saka dialog-dialog mau banjur kepancing nganti nelakake sing bisa gawe kenep soning liyan. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Kecuali terjadi yang sebaliknya, masyarakat sendiri harus bisa menjaga jangan sampai dari dialog-dialog dapat terpancing hal-hal yang dapat merugikan pihak lain‟.
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(131) Kuwi lo sing sejatine dikuwatirake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Itu yang sangat dikhawatirkan‟. (132) Pemilu kuwi mula wis dadi persyarataning demokrasi, ora kok anti demokrasi. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Pemilu sudah menjadi persyaratan demokrasi, bukan sarana anti demokrasi‟. (133) Saupamane salah sawijing pihak, mbuh kuwi sing lagi padha nyekel panguwasaning pemerintah, utawa dene wong-wong sing lagi ora nyekel panguwasa, sakarone banjur padha dene nduweni panemu, mengko yen mula pancen padha becike malah bisa dadi rembug bareng. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Semisal salah satu pihak, baik yang sedang memerintah ataupun orang-orang yang sedang tidak merintah, sama-sama mempunyai usul/ide, akan lebih baik bila dibicarakan bersama‟. (134) Wekasane sok banjur gelem tumindak destruktip, kuwi lo sing perlu dikuwatirake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Pada akhirnya sering bertindak destruktif, itu yang perlu dikhawatirkan‟. (135) Kuwi pancen bisa dadi agitasi politik sing nduweni daya pengrusak gedhe, marga sing jeneng psykhologi massa kuwi mbebayani. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Hal itu menjadi agitasi politik yang memiliki daya perusak yang besar, karena yang namanya psikologi massa itu berbahaya‟.
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(136) Padatane cara mengkono kuwi dhek jamane PKI pancen kerep dimanfaatake. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Cara-cara seperti itu pada zaman PKI memang sering dimanfaatkan‟. (137) Laladan plato jembar 652.225 km2 iki rasane tutug karobah sarah bangke merga perang-perang sedulur. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 5). „Wilayah yang seluas 652.225 km2 menjadi terpecah-pecah karena perang saudara‟. (138) Watak ngalor ngidul antarane suku-suku iki gampang ngubalike prekara kurang nyenengke. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 5). „Sifat seenaknya di antara suku-suku ini dengan mudahnya memutar balikkan perkara yang tidak menyenangkan‟. (139) Pranyata kosek padha balung iki angel dileremke. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 5). „Saling menggunakan kekerasan susah untuk didamaikan‟. (140) Dinasti iki diedegake dening Alptigin tilas batur sing klakon dadi senapati Iran lan banjur nyipta Dinasti Yamini (962-1186). (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 5). „Dinasti ini didirikan dengan alptigin bekas pembantu yang menjadi pembesar negeri di Iran dan mendirikan dinasti Yamini (962-1186)‟. (141) Saploke iku paten pinaten para amir tanpa leren. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 5). „Sesudah itu para amir saling membunuh tanpa henti‟.
96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(142) “Sabisa-bisa masarakat manpaatake kahanan iki” mangkono pratelane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „“Sedapatnya masyarakat memanfaatkan keaadaan” begitu keterangannya‟. (143) Saliyane kuwi uga manuk Nuri abang, iwak Arwana, lan 74 jinis mamalia serta gadhing gajah. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Selain itu juga burung nuri merah, ikan arwana dan 74 jenis mamalia serta gading gajah‟. (144) Sawuse kuwi nembe ngisi formulir kang ngemot jinis satwane embuh mau sing urip utawa sing wis mati (di opset). (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Sesudah itu mengisi formulir yang menyatakan jenis satwanya bagi yang masih hidup atau yang sudah mati‟. (145) Aliran Kepercayaan kuwi dudu pedhukunan, senadayan akeh wargane kang bisa dadi dhukun. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 11). „Aliran kepercayaan itu bukan perdukunan, walaupun banyak yang menjadi dukun‟. (146) Lan piye anggonku bakal nduwe yen lambene priya kuwi wis nempel ing lambeku. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 6). „Dan bagaimana aku akan punya bila bibir pria itu menempel di bibirku‟. (147) Mangka jeneng kasetyan kuwi kudu gelem nyritakake kabeh kaluputane, nadyanta ati abot lan kebaik wadi, sing pungkasane kepingin mbenerake. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 6).
97
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Yang namanya kesetiaan itu harus mau menceritakan semua kesalahannya, walaupun berat hati dan aibnya terbuka, yang akhirnya akan diperbaiki‟. (148) Dene anggonku keraya-raya nganti tekan papan kene iki, aku mung butuh necep ngelmu kasampurnaning urip. (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 2). „Ini usahaku sampai aku bisa berada di sini, aku hanya butuh belajar ilmu kesempurnaan hidup‟. (149) “Apa bener, dalane liwat kene? Nyabrang kali iki?” (Djaka Lodang, 23 Mei 1992: 2). „“Apa bener, jalannya lewat sini? Dengan menyeberangi sungai ini?”‟ (150) Saliyane kuwi uga perangane satwa kang ana bisa sikile utawa wulune. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Selain itu termasuk wujud bagian tubuh satwa bisa kaki atau bulunya‟. (151) Saliyane kuwi uga ngedol/ndagang ake, nyimpen utawa nduweni kulit, awak, utawa perangan liyane saka satwa kang diayomi. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Selain itu juga menjual/memperdagangkannya menyimpan atau memiliki kulit, badan, atau bagian tubuh lainnya dari satwa yang dilindungi‟. (152) Saliyane kuwi uga ora kena njupuk, ngrusak, musnahake, ngedol, nyimpen utawa duweni endhog utawa susuh satwa jang diayomi. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Selain itu juga tidak diperbolehkan mengambil, merusak, memusnahkan, menjual, menyimpan atau memiliki telur atau sarang satwa yang dilindungi‟.
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(153) Jinis-jinis satwa kasebut uga jinis liyane kang ora disebutake ana kene. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Jenis-jenis satwa yang disebut termasuk juga lainnya yang tidak disebutkan di sini‟. (154) Uwong loro iku tinemu tiwas ing pinggir kali Oya caket kreteg Kedung Wates, Semin, Gunung Kidul, dina Rebo 24 Januari ‟90 esuk. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Kedua orang itu ditemukan tewas di pinggir sungai Oya dekat jembatan Kedung Wates Semin, Gunung Kidul, hari rabu pagi 24 januari ‟90‟. (155) Rikala ditemokake pendhudhuk, durung padha ngerti sapa jisim loro kuwi sarta endi asale. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Sewaktu ditemukan penduduk, belum jelas asal-usulnya‟. (156) Kabeh ora pangling, pancen jisim loro iku Ngadiyono lan Rochayati. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Semua mengenali, kedua jasad itu Ngadiyono dan Rochayati‟. (157) Rikala Pak Sunaryono nduweni niyat mindhah kubure uwong iku, dhokter Puskesmas aweh partikel becike dilaksanakake 4 utawa 5 sasi maneh. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Ketika pak Sunaryono punya niat memindah kuburan orang itu, dokter puskesmas mengusulkan sebaiknya dilaksanakan 4 atau 5 bulan lagi‟. (158) Yen katindakake wektu kuwi, ora becik kedadeyane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10).
99
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Bila dilaksanakan saat itu juga, kejadiannya tidak baik‟. (159) Terus sajrone 3 dina 3 bengi kurban ana ngendi? Ngono pitakon sing kewetu wektu kuwi. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Lalu di mana korban selama 3 hari 3 malam? Itu pertanyaan yang muncul saat itu‟. (160) Sisik melik kango miyak perkara iku kena diunekake ora ana. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Tidak ada kejelasan untuk mengungkap perkara itu‟. (161) Manut khabar bisik-bisik iku, kurban nemahi tiwas merga seka pokale Wakito dibantu Katiyo, warga desa Dukuh Gunungan; Wukito dhek sasi Mei ‟91 ora karuwan dununge dene Katiyo tetep ing desa Dukuh dadi tukang ojek. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Menurut kabar, korban tewas karena perilaku Wakito dan dibantu Katiyo, warga desa Dukuh Gunungan, Wukito pada bulan Mei ‟91 tidak diketahui keberadaannya sedang Katiyo tetap ada di desa menjadi tukang ojek‟. (162) Bocah iki ngakoni tumindake, mbiyantu Wakita mbuwang jisime uwong loro lahang wadon seka Kendal. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 10). „Anak itu mengakui tindakannya, membantu Wakito membuang jasad sepasang laki-laki dan perempuan yang berasal dari Kendal‟. (163) Pemain teater lan pelawak Daniek Martha Maduraras mratelakake marang penulis durung suwe iki ing omah pondhokane Nagan Tengah 36 Yogyakarta, Lomba Akting Karisma Award ‟92 (LAKA) kang diadani ing Ngayogyakarta
100
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
awal taun 1992 kalebu lomba kang mung ngoyak bebathen komersial. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Pemain teater dan pelawak Daniek Martha Maduraras menjelaskan kepada penulis belum lama ini di rumahnya Nagan Tengah 36 Yogyakarta, lomba akting karisma award ‟92 (LAKA) yang diadakan di Yogyakarta awal tahun 1992 termasuk lomba yang mencari keuntungan komersial‟.
C.
Deiksis Waktu
(164) Dene pamrihe panemu-panemu mau pengangkahe banjur bisa dingerteni sanak kadang sing mengko bakal kepilih dadi wakilikng rakyat ing parlemen (DPR) utawa ing MPR. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Tujuan yang diungkapkan agar dapat dipahami oleh saudara-saudara yang nanti bakal terpilih menjadi wakil rakyat di parlemen DPR atau MPR‟. (165) Kuwi mau iya kalebu penulisan sing malah bisa gawe kisruh. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4). „Itu tadi ya termasuk penulisan yang dapat menimbulkan keributan‟. (166) Senajan gela amarga anane kedadeyan mau, atine Martha meksa kalipur jalaran ora suwe saka lomba kuwi, tokoh teater kondhang ing Ngayogyakarta, Djudjuk Prabawa serta grup teater Bang Bung, ngajak Martha main teater ing Medan lan Pematang Siantar. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Meskipun kecewa karena kejadian itu, hati Martha sempat terhibur karena tidak lama setelah lomba itu, tokoh teater yang terkenal di Yogyakarta, Djudjuk
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Prabawa dan grup teater Bang Bung, mengajak Martha untuk bermain teater di Medan dan Pematang Siantar‟. (167) Jalaran kang nerak paugeran mau bisa kena pidana kaya sing dipicak ing Undang-undang RI No. 5 taun 1990 ngenani Konservasi Sumber Daya Alam Hayati lan Ekosistem. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6). „Karena melanggar tata tertib bisa dikenai pidana sesuai undang-undang RI No. 5 tahun 1990 mengenai konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem‟. (168) Yen ana wong kang tetela nerak paugeran mau kena pidana kunjara paling suwe 10 (sepuluh) taun lan dhendha paling akeh Rp 200 yuta. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Bila ada orang yang melanggar peraturan itu dikenai penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta‟. (169) Saliyane kuwi yen tetela satwa kang diayomi mau gawe rugine masarakat bisa dicekel lan dipateni. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Selain itu yang menyakiti satwa yang dilindungi menimbulkan kerugian masyarakat dapat ditangkap dan dihukum mati‟. (170) Kewan-kewan mau sawuse teka ing omahe Sutopo banjur dikeleti dijupuk kulite utawa awak-awakane. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Hewan-hewan tadi sesudah sampai di rumah Sutopo lalu dikuliti atau diambil bagian tubuh lainnya‟. (171) Lan pasaran mau saliyane ana DIY uga ana sing nate dikirim menyang Aceh Sumatra. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7).
102
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Dan dijual di pasar selain DIY pernah dikirim ke Aceh Sumatera‟. (172) Mula salliyane nyambi gawe kerajinan opset ing omahe Sutopo uga gawe kerajinan kulit kayadene kalung-kalungan, totem fantasi saengga samben mau bisa nguripi anake cacah loro. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7). „Selain membuat kerajinan di rumah Sutopo juga membuat kerajinan kulit seperti kalung, patung fantasi sehingga kegiatan itu bisa menghidupi kedua anaknya‟. (173) Nyatane dheweke kuwat nggedhangkrang tekan saiki suwene 44 taun. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Nyatanya dia kuat berkuasa sampai sekarang selama 44 tahun‟. (174) Nah, saiki Kim II-Sung ora bakal bisa mbantah. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5). „Nah, sekarang kim II-Sung tidak akan bisa mengelak‟. (175) Kanthi, mangkono dhaerah tetep bisa muter rekaman pidhato mau. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6). „Sampai, setiap daerah tetap bisa memutar rekaman pidato tadi‟. (176) Nanging bareng pagelaran rampung, penonton padha keplok-keplok seneng atiku bungah”, kandhane Kenya kang lair tanggal 17 Maret 1971 iki kanthi nijen trehake yen Gadis Ratna kang dilakon ake dheweke ing Pengorbanan mau cukup entuk kawigaten penonton. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „“Ketika pergelaran selesai, para penonton bertepuk tangan, hatiku menjadi gembira”, kata gadis kelahiran tanggal 17 Maret 1971 sambil mengatakan bahwa
103
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
perannya menjadi Gadis Ratna dalam pentas itu mendapatkan perhatian dari penonton‟. (177) Saploke pementasan drama mau, jenenge Martha banjur kondhang tekan ngendi-endi. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „Sesudah pementasan drama itu, nama Martha menjadi terkenal dimana-mana‟. (178) Akeh para winasis kang ngarani jaman saiki iki Jaman Globalisasi utawa Jaman Informasi. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 26). „Banyak orang pandai yang menyebut bahwa saat ini adalah zaman Globalisasi atau zaman Informasi‟. (179) Mung ana kanca siji sing nganti saiki terus ngirim surat kanthi ajeg. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6). „Hanya ada satu orang teman yang sampai sekarang tetap terus mengirim surat‟. (180) “Rampung lomba, rampung urusan saenggala LAKA mau tanpa ana tabete sithik-sithik”, kandhane Martha kanthi nerangke yen artis kang melu lomba ana wong 62, sarta mbayar Rp10.000.000 saben wong siji. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12). „“Setelah lomba, setelah urusan LAKA selesai tanpa meninggalkan kesan sedikitpun”, dikatakan Martha seraya menjelaskan bahwa pesertanya ada 62 orang dan masing-masing membayar Rp 10 juta per orang‟. (181) Lan wektu iku pas jam rolas tengah wingi. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17). „Pada waktu itu pas jam dua belas tengah malam‟. (182) Pak Tono saiki dilantik dadi lurah neng desane.
104
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
„Pak Tono sekarang dilantik menjadi lurah di desanya‟. (183) Aku mengko lunggo neng Wonosari. „Aku nanti pergi ke Wonosari‟. (184) Wingi aku liburan neng Bantul. „Kemarin aku liburan di Bantul‟. (185) Sukemben motor iki arep didol karo bapakku. „Lain kali motor ini akan dijual oleh bapakku‟. (186) Sesuk Senen neng desaku ono acara sekaten. „Besok Senin di desaku ada acara sekaten‟.
105